Wajib Taqlid bagi Orang Awam
Wajibnya Taqlid bagi Orang yang Tidak Memiliki Keahlian untuk Berijithad.
- Ahli bid'ah, yakni kalangan non-Asy'ariyah, penafsirannya atas Quran dan hadits tidak bisa dipercaya kebenarannya.
- Orang awam boleh pindah-pindah madzhab
5. Pasal Menjelaskan Wajibnya Taqlid bagi Orang yang Tidak Memiliki Keahlian untuk Berijithad.
- Ahli bid'ah, yakni kalangan non-Asy'ariyah, penafsirannya atas Quran dan hadits tidak bisa dipercaya kebenarannya.
- Orang awam boleh pindah-pindah madzhab
Nama kitab: Terjemah kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah (رِسَالَةُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ)
Judul lengkap: رسالة أهل السنة و الجماعة في حديث الموتي و أشراط الساعة و بيان مفهوم السنة و البدعة
Pengarang: Hadratusy Syaikh Kyai Hasyim Asy'ari
Penerjemah:
Daftar Isi
Hukum Taqlid itu Wajib Bagi Orang Awam
فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ وُجُوْبِ التَّقْلِيْدِ لِمَنْ لَيْسَ لَهْ أَهْلِيَّةُ الْإِجْتِهَادِ)
يَجِبُ عِنْدَ جُمْهُوْرِ الْعُلَمَاءِ الْمُحَقِّقِيْنَ عَلَى كُلِّ مَنْ لَيْسَ لَهُ أَهْلِيَّةُ الْإِجْتِهَادِ
الْمُطْلَقِ، وَإِنْ كَانَ قَدْ حَصَلَ بَعْضُ الْعُلُوْمِ الْمُعْتَبَرَةِ فِي الْإِجْتِهَادِ تَقْلِيْدُ قَوْلِ الْمُجْتَهِدِيْنَ وَالْأَخْذُ بِفَتْوَاهُمْ لِيَخْرُجَ عَنْ عُهْدَةِ التَّكْلِيْفِ بِتَقْلِيْدِ أَيِّهِمْ شَاءَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {فَاسْأَلوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ}،
فَأَوْجَبَ السُّؤَالَ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْلَمْ ذَلِكَ، وَذَلِكَ تَقْلِيْدٌ لِعَالِمٍ، وَهُوَ عَامٌّ لِكُلِّ الْمُخَاطَبِيْنَ،
وَيَجِبُ أَنْ يَكُوْنَ عَامًّا فِي السُّؤَالِ عَنْ كُلِّ مَا لَا يُعْلَمُ لِلْإِجْمَاعِ عَلَى أَنَّ الْعَامَّةَ لَمْ تَزَلْ فِيْ زَمَنِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَكُلِّ حُدُوْثِ الْمُخَالِفِيْنَ يَسْتَفْتُوْنَ الْمُجْتَهِدِيْنَ وَيَتَّبِعُوْنَهُمْ فِي الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ وَالْعُلَمَاءَ، فَإِنَّهُمْ يُبَادِرُوْنَ إِلَى إِجَابَةِ سُؤَالِهِمْ مِنْ غَيْرِ إِشَارَةٍ إِلَى ذِكْرِ الدَّلِيْلِ، وَلَا يَنْهَوْنَهُمْ عَنْ ذَلِكَ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ، فَكَانَ إِجْمَاعًا عَلَى اتِّبَاعِ الْعَامِّيِّ لِلْمُجْتَهِدِ،
وَلِأَنَّ فَهْمَ الْعَامِّيِّ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ سَاقِطٌ عَنْ حَيْزِ الْإِعْتِبَارِ، إِنْ لَمْ يُوَافِقْ أَفْهَامَ عُلَمَاءِ أَهْلِ الْحَقِّ الْأَكَابِرِ الْأَخْيَارِ
فَإِنَّ كُلَّ مُبْتَدِعٍ وَضَالٍّ يَفْهَمُ أَحْكَامَهُ الْبَاطِلَةَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَأْخُذُ مِنْهُمَا وَالْحَالُ أَنَّهُ لَا يُغْنِيْ مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا.
Menurut pandangan jumhur ulama, setiap orang yang tidak memiliki keahlian untuk sampai pada tingkat kemampuan sebagai mujtahid mutlak, sekalipun ia telah mampu menguasai beberapa cabang keilmuan yang dipersyaratkan di dalam melakukan ijtihad, maka wajib baginya untuk mengikuti (taqlid) pada satu qaul dari para imam mujtahid dan mengambil fatwa mereka agar ia dapat keluar dan terbebaskan dari ikatan beban (taklif) yang mewajibkannya untuk mengikuti siapa saja yang ia kehendaki dari salah satu imam mujtahid. Sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala: “Maka bertanyalah kalian semua kepada ahli ilmu jika kalian semua tidak mengetahui.”
Allah mewajibkan bertanya bagi orang yang tidak mengetahui. Nah bertanya itu merupakan perwujudan sikap taqlid seseorang kepada orang yang alim. Firman Allah ini berlaku secara umum untuk semua golongan yang dikhithabi (obyek sasaran perintah).
Orang Awam Wajib Bertanya pada Ulama Mujtahid
Secara umum pula, firman Allah ini mewajibkan kita untuk bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu yang tidak kita ketahui, sesuai dengan kesepakatan/konsensus jumhurul ‘ulama (ulama mayoritas). Karena sesungguhnya orang yang beridentitas awam itu pasti ada sejak zaman generasi sahabat, tabi’in dan hingga zaman setelahnya. Mereka wajib meminta fatwa kepada para mujtahid dan mengikuti fatwa-fatwa mereka dalam hukum-hukum syari’ah dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk ulama.
Karena sesungguhnya para mujtahid dan ulama bersegera menjawab pertanyaan mereka tanpa memberi isyarah untuk menuturkan dalil. Para mujtahid dan ulama tidak melarang orang awam minta fatwa tanpa ada pengingkaran. Kondisi yang sedemikianlah yang lantas disepakati adanya kewajiban bagi orang awam untuk mengikuti pendapat seorang mujtahid.
Dan orang awam itu tidak memiliki kemampuan dan otoritas untuk memahami al-Kitab (Al Quran) dan as-Sunnah (hadits) dan tentunya pemahamannya tidaklah dapat diterima jika tidak cocok dengan pemahaman ulama ahlul haq yang agung dan terpilih.
Pemahaman Ahli Bid'ah atas Al Quran dan Hadits Tidak Dapat Dipercaya
Karena sesungguhnya orang yang ahli bid’ah dan orang yang sesat, mereka memahami hukum-hukum secara bathil dari al-Kitab dan as-Sunnah. Pada kenyataannya apapun yang diambil oleh ahli bid’ah tidaklah dapat dipegangi sebagai kebenaran.
Orang Awam Tidak Wajib Ikut Satu Madzhab
وَلَا يَجِبُ عَلَى الْعَامِّيِّ إِلْتِزَامُ مَذْهَبٍ فِيْ كُلِّ حَادِثَةٍ، وَلَوْ اِلْتَزَمَ مَذْهَبًا مُعَيَّنًا كَمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى لَا يَجِبُ عَلِيْهِ الْإِسْتِمْرَارُ، بَلْ يَجُوْزُ لَهُ الْإِنْتِقَالُ إِلَى غَيْرِ مَذْهَبِهِ.
وَالْعَامِّيُّ الَّذِيْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نَظَرٌ وَاسْتِدْلَالٌ وَلَمْ يَقْرَأْ كِتَابًا فِيْ فُرُوْعِ الْمَذْهَبِ إِذَا قَالَ: أَنَا شَافِعِيٌّ، لَمْ يُعْتَبَرْ هَذَا كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ الْقَوْلِ،
وَقِيْلَ: إِذَا الْتَزَمَ الْعَامِّيُّ مَذْهَبًا مُعَيَّنًا يَلْزَمُهُ الْإِسْتِمْرَارُ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ إِعْتَقَدَ أَنَّ الْمَذْهَبَ الَّذِيْ اِنْتَسَبَ إِلَيْهِ هُوَ الْحَقُّ، فَعَلَيْهِ الْوَفَاءُ بِمُوْجَبِ اعْتِقَادِهِ. وَلْلْمُقَلِّدِ تَقْلِيْدُ غَيْرِ إِمَامِهِ فِيْ حَادِثَةٍ، فَلَهُ أَنْ يُقَلِّدَ إِمَامًا فِيْ صَلَاةِ الظُّهْرِ مَثَلًا وَيُقَلِّدَ إِمَامًا آخَرَ فِيْ صَلَاةِ الْعَصْرِ.
وَالتَّقْلِيْدُ بَعْدَ الْعَمَلِ جَائِزٌ، فَلَوْ صَلَّى شَافِعِيٌّ ظَنَّ صِحَّةَ صَلَاتِهِ عَلَى مَذْهَبِهِ ثُمَّ تَبَيَّنَ بُطْلَانُهَا فِيْ مَذْهَبِهِ وَصِحَّتُهَا عَلَى مَذْهَبِ غَيْرِهِ فَلَهُ تَقْلِيْدُهُ وَيَكْتَفِيْ بِتِلْكَ الصَّلَاةِ.
Bagi orang awam tidak diwajibkan untuk tetap konsisten mengikuti satu madzhab saja dalam menyikapi setiap masalah baru yang muncul. Walaupun ia telah menetapkan untuk mengikuti satu madzhab tertentu seperti madzhabnya Imam Syafi’i rahimahullaahu, tidaklah selamanya ia harus mengikuti madzhab ini. Bahkan diperkenankan baginya untuk pindah pada madzhab yang lain selain madzhab Syafi’i.
Orang Awam Boleh Konsisten Ikut Satu Madzhab atau Tidak
Seorang awam yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengkajian masalah dan istidlal (melakukan pencarian sumber dalil) atau ia juga tidak memiliki kemampuan membaca sebuah kitabpun yang ada sebagai referensi dalam sebuah madzhab, lantas ia mengatakan bahwa saya adalah bermadzhab Syafi’i, maka pernyataan yang sedemikian itu tidaklah absah sebagai pengakuan bilamana hanya sekedar ucapan belaka.
Tetapi menurut sebuah pendapat yang lain menyatakan bahwa ketika seorang awam itu konsisten mengikuti satu madzhab tertentu maka wajiblah baginya untuk menetapkan madzhab pilihannya. Karena jelas seorang awam itu meyakini bahwa madzhab yang ia pilih adalah madzhab yang benar. Maka konsekuensi yang harus ia terima adalah wajib menjalankan apa yang menjadi ketentuan madzhab yang ia yakini.
Orang yang Taqlid Boleh Ikut Imam Mujtahid yang Berbeda-beda
Bagi seseorang yang taqlid boleh mengikuti selain imamnya dalam sebuah masalah yang timbul padanya. Misalnya saja ia taqlid pada satu imam dalam melaksanakan shalat Dzuhur, dan ia taqlid dan mengikuti imam lain dalam melaksanakan shalat Ashar.
Jadi taqlid setelah selesainya melakukan sebuah amal atau ibadah adalah boleh. Untuk memahami hal ini dapatlah digambarkan sebuah masalah: “Bila seorang yang bermadzhab Syafi’i melakukan shalat dan ia menyangka atas keabsahan shalatnya menurut pandangan madzhabnya, ternyata kemudian menjadi jelas bahwa shalatnya adalah batal menurut madzhab yang dianutnya dan sah bila menurut pendapat yang lain, maka baginya boleh langsung taqlid pada madzhab lain yang mengesahkan shalatnya. Dengan demikian cukup terpenuhilah kewajiban shalatnya.” [alkhoirot.org]
- Ahli bid'ah, yakni kalangan non-Asy'ariyah, penafsirannya atas Quran dan hadits tidak bisa dipercaya kebenarannya.
- Orang awam boleh pindah-pindah madzhab
Nama kitab: Terjemah kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah (رِسَالَةُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ)
Judul lengkap: رسالة أهل السنة و الجماعة في حديث الموتي و أشراط الساعة و بيان مفهوم السنة و البدعة
Pengarang: Hadratusy Syaikh Kyai Hasyim Asy'ari
Penerjemah:
Daftar Isi
- Hukum Taqlid itu Wajib Bagi Orang Awam
- Orang Awam Wajib Bertanya pada Ulama Mujtahid
- Pemahaman Ahli Bid'ah atas Al Quran dan Hadits Tidak Dapat Dipercaya
- Orang Awam Tidak Wajib Ikut Satu Madzhab
- Orang Awam Boleh Konsisten Ikut Satu Madzhab atau Tidak
- Orang yang Taqlid Boleh Ikut Imam yang Berbeda-beda
- Kembali ke: Terjemah Kitab Risalah Aswaja
Hukum Taqlid itu Wajib Bagi Orang Awam
فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ وُجُوْبِ التَّقْلِيْدِ لِمَنْ لَيْسَ لَهْ أَهْلِيَّةُ الْإِجْتِهَادِ)
يَجِبُ عِنْدَ جُمْهُوْرِ الْعُلَمَاءِ الْمُحَقِّقِيْنَ عَلَى كُلِّ مَنْ لَيْسَ لَهُ أَهْلِيَّةُ الْإِجْتِهَادِ
الْمُطْلَقِ، وَإِنْ كَانَ قَدْ حَصَلَ بَعْضُ الْعُلُوْمِ الْمُعْتَبَرَةِ فِي الْإِجْتِهَادِ تَقْلِيْدُ قَوْلِ الْمُجْتَهِدِيْنَ وَالْأَخْذُ بِفَتْوَاهُمْ لِيَخْرُجَ عَنْ عُهْدَةِ التَّكْلِيْفِ بِتَقْلِيْدِ أَيِّهِمْ شَاءَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {فَاسْأَلوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ}،
فَأَوْجَبَ السُّؤَالَ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْلَمْ ذَلِكَ، وَذَلِكَ تَقْلِيْدٌ لِعَالِمٍ، وَهُوَ عَامٌّ لِكُلِّ الْمُخَاطَبِيْنَ،
وَيَجِبُ أَنْ يَكُوْنَ عَامًّا فِي السُّؤَالِ عَنْ كُلِّ مَا لَا يُعْلَمُ لِلْإِجْمَاعِ عَلَى أَنَّ الْعَامَّةَ لَمْ تَزَلْ فِيْ زَمَنِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَكُلِّ حُدُوْثِ الْمُخَالِفِيْنَ يَسْتَفْتُوْنَ الْمُجْتَهِدِيْنَ وَيَتَّبِعُوْنَهُمْ فِي الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ وَالْعُلَمَاءَ، فَإِنَّهُمْ يُبَادِرُوْنَ إِلَى إِجَابَةِ سُؤَالِهِمْ مِنْ غَيْرِ إِشَارَةٍ إِلَى ذِكْرِ الدَّلِيْلِ، وَلَا يَنْهَوْنَهُمْ عَنْ ذَلِكَ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ، فَكَانَ إِجْمَاعًا عَلَى اتِّبَاعِ الْعَامِّيِّ لِلْمُجْتَهِدِ،
وَلِأَنَّ فَهْمَ الْعَامِّيِّ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ سَاقِطٌ عَنْ حَيْزِ الْإِعْتِبَارِ، إِنْ لَمْ يُوَافِقْ أَفْهَامَ عُلَمَاءِ أَهْلِ الْحَقِّ الْأَكَابِرِ الْأَخْيَارِ
فَإِنَّ كُلَّ مُبْتَدِعٍ وَضَالٍّ يَفْهَمُ أَحْكَامَهُ الْبَاطِلَةَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَأْخُذُ مِنْهُمَا وَالْحَالُ أَنَّهُ لَا يُغْنِيْ مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا.
Allah mewajibkan bertanya bagi orang yang tidak mengetahui. Nah bertanya itu merupakan perwujudan sikap taqlid seseorang kepada orang yang alim. Firman Allah ini berlaku secara umum untuk semua golongan yang dikhithabi (obyek sasaran perintah).
Orang Awam Wajib Bertanya pada Ulama Mujtahid
Secara umum pula, firman Allah ini mewajibkan kita untuk bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu yang tidak kita ketahui, sesuai dengan kesepakatan/konsensus jumhurul ‘ulama (ulama mayoritas). Karena sesungguhnya orang yang beridentitas awam itu pasti ada sejak zaman generasi sahabat, tabi’in dan hingga zaman setelahnya. Mereka wajib meminta fatwa kepada para mujtahid dan mengikuti fatwa-fatwa mereka dalam hukum-hukum syari’ah dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk ulama.
Karena sesungguhnya para mujtahid dan ulama bersegera menjawab pertanyaan mereka tanpa memberi isyarah untuk menuturkan dalil. Para mujtahid dan ulama tidak melarang orang awam minta fatwa tanpa ada pengingkaran. Kondisi yang sedemikianlah yang lantas disepakati adanya kewajiban bagi orang awam untuk mengikuti pendapat seorang mujtahid.
Dan orang awam itu tidak memiliki kemampuan dan otoritas untuk memahami al-Kitab (Al Quran) dan as-Sunnah (hadits) dan tentunya pemahamannya tidaklah dapat diterima jika tidak cocok dengan pemahaman ulama ahlul haq yang agung dan terpilih.
Pemahaman Ahli Bid'ah atas Al Quran dan Hadits Tidak Dapat Dipercaya
Karena sesungguhnya orang yang ahli bid’ah dan orang yang sesat, mereka memahami hukum-hukum secara bathil dari al-Kitab dan as-Sunnah. Pada kenyataannya apapun yang diambil oleh ahli bid’ah tidaklah dapat dipegangi sebagai kebenaran.
Orang Awam Tidak Wajib Ikut Satu Madzhab
وَلَا يَجِبُ عَلَى الْعَامِّيِّ إِلْتِزَامُ مَذْهَبٍ فِيْ كُلِّ حَادِثَةٍ، وَلَوْ اِلْتَزَمَ مَذْهَبًا مُعَيَّنًا كَمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى لَا يَجِبُ عَلِيْهِ الْإِسْتِمْرَارُ، بَلْ يَجُوْزُ لَهُ الْإِنْتِقَالُ إِلَى غَيْرِ مَذْهَبِهِ.
وَالْعَامِّيُّ الَّذِيْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نَظَرٌ وَاسْتِدْلَالٌ وَلَمْ يَقْرَأْ كِتَابًا فِيْ فُرُوْعِ الْمَذْهَبِ إِذَا قَالَ: أَنَا شَافِعِيٌّ، لَمْ يُعْتَبَرْ هَذَا كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ الْقَوْلِ،
وَقِيْلَ: إِذَا الْتَزَمَ الْعَامِّيُّ مَذْهَبًا مُعَيَّنًا يَلْزَمُهُ الْإِسْتِمْرَارُ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ إِعْتَقَدَ أَنَّ الْمَذْهَبَ الَّذِيْ اِنْتَسَبَ إِلَيْهِ هُوَ الْحَقُّ، فَعَلَيْهِ الْوَفَاءُ بِمُوْجَبِ اعْتِقَادِهِ. وَلْلْمُقَلِّدِ تَقْلِيْدُ غَيْرِ إِمَامِهِ فِيْ حَادِثَةٍ، فَلَهُ أَنْ يُقَلِّدَ إِمَامًا فِيْ صَلَاةِ الظُّهْرِ مَثَلًا وَيُقَلِّدَ إِمَامًا آخَرَ فِيْ صَلَاةِ الْعَصْرِ.
وَالتَّقْلِيْدُ بَعْدَ الْعَمَلِ جَائِزٌ، فَلَوْ صَلَّى شَافِعِيٌّ ظَنَّ صِحَّةَ صَلَاتِهِ عَلَى مَذْهَبِهِ ثُمَّ تَبَيَّنَ بُطْلَانُهَا فِيْ مَذْهَبِهِ وَصِحَّتُهَا عَلَى مَذْهَبِ غَيْرِهِ فَلَهُ تَقْلِيْدُهُ وَيَكْتَفِيْ بِتِلْكَ الصَّلَاةِ.
Bagi orang awam tidak diwajibkan untuk tetap konsisten mengikuti satu madzhab saja dalam menyikapi setiap masalah baru yang muncul. Walaupun ia telah menetapkan untuk mengikuti satu madzhab tertentu seperti madzhabnya Imam Syafi’i rahimahullaahu, tidaklah selamanya ia harus mengikuti madzhab ini. Bahkan diperkenankan baginya untuk pindah pada madzhab yang lain selain madzhab Syafi’i.
Orang Awam Boleh Konsisten Ikut Satu Madzhab atau Tidak
Seorang awam yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengkajian masalah dan istidlal (melakukan pencarian sumber dalil) atau ia juga tidak memiliki kemampuan membaca sebuah kitabpun yang ada sebagai referensi dalam sebuah madzhab, lantas ia mengatakan bahwa saya adalah bermadzhab Syafi’i, maka pernyataan yang sedemikian itu tidaklah absah sebagai pengakuan bilamana hanya sekedar ucapan belaka.
Tetapi menurut sebuah pendapat yang lain menyatakan bahwa ketika seorang awam itu konsisten mengikuti satu madzhab tertentu maka wajiblah baginya untuk menetapkan madzhab pilihannya. Karena jelas seorang awam itu meyakini bahwa madzhab yang ia pilih adalah madzhab yang benar. Maka konsekuensi yang harus ia terima adalah wajib menjalankan apa yang menjadi ketentuan madzhab yang ia yakini.
Orang yang Taqlid Boleh Ikut Imam Mujtahid yang Berbeda-beda
Bagi seseorang yang taqlid boleh mengikuti selain imamnya dalam sebuah masalah yang timbul padanya. Misalnya saja ia taqlid pada satu imam dalam melaksanakan shalat Dzuhur, dan ia taqlid dan mengikuti imam lain dalam melaksanakan shalat Ashar.
Jadi taqlid setelah selesainya melakukan sebuah amal atau ibadah adalah boleh. Untuk memahami hal ini dapatlah digambarkan sebuah masalah: “Bila seorang yang bermadzhab Syafi’i melakukan shalat dan ia menyangka atas keabsahan shalatnya menurut pandangan madzhabnya, ternyata kemudian menjadi jelas bahwa shalatnya adalah batal menurut madzhab yang dianutnya dan sah bila menurut pendapat yang lain, maka baginya boleh langsung taqlid pada madzhab lain yang mengesahkan shalatnya. Dengan demikian cukup terpenuhilah kewajiban shalatnya.” [alkhoirot.org]