Kitab Hudud (Pidana dan Hukumannya)
Kitab Hudud (Pidana dan Hukumannya)
Hudud adalah bentuk jamak dari had. Artinya, hukuman yang dikenakan pada pelaku dosa besar seperti zina, sodomi, peminum miras, tidak shalat, begal, pemberontak (tidak taat pada pemerintah yang sah), murtad, dan lain-lain. Terjemah Kitab Fathul Qorib
Hudud adalah bentuk jamak dari had. Artinya, hukuman yang dikenakan pada pelaku dosa besar seperti zina, sodomi, peminum miras, tidak shalat, begal, pemberontak (tidak taat pada pemerintah yang sah), murtad, dan lain-lain. Hukuman hudud ini diberlakukan di negara yang menganut Syariah Islam dan dilakukan berdasarkan keputusan hakim.
Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصار)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Penerjemah:
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i
Daftar Isi
- Kitab Hukum Had (Sangsi)
- Hukum Qodzaf
- Hukum Minum Alkohol (Khamar)
- Hukum Potong Tangan Pencuri
- Begal
- Shiyal (Bela Diri dari serangan)
- Hukum Pemberontak (Bughat)
- Hukum Murtad
- Hukum Tidak Shalat
- Kembali ke: Terjemah Kitab Fathul Qorib
KITAB HUKUM-HUKUM HAD
كتاب بيان الحدود
جمع حد وهو لغة المنع وسميت الحدود بذلك لمنعها من ارتكاب الفواحش، وبدأ المصنف من الحدود بحد الزنى المذكور في أثناء قوله
(والزاني على ضربين محصن وغير محصن فالمحصن) وسيأتي قريباً أنه البالغ العاقل الحر الذي غيب حشفته أو قدرها من مقطوعها بقبل في نكاح صحيح (حده الرجم) بحجارة معتدلة لا بحصى صغيرة ولا بصخر (وغير المحصن) من رجل أو امرأة (حده مائة جلدة) سميت بذلك لاتصالها بالجلد (وتغريب عام إلى مسافة القصر) فأكثر برأي الإمام وتحسب مدة العام من أول سفر الزاني لا من وصوله مكان التغريب، والأولى أن يكون بعد الجلد (وشرائط الإحصان أربع) الأول
والثاني (البلوغ والعقل) فلا حد على صبي ومجنون بل يؤدبان بما يزجرهما عن الوقوع في الزنى.
(و) الثالث (الحرية) فلا يكون الرقيق والمبعض والمكاتب وأم الولد محصناً، وإن وطىء كل منهم في نكاح صحيح. (و) الرابع (وجود الوطء) من مسلم أو ذمي (في نكاح صحيح) وفي بعض النسخ في النكاح الصحيح، وأراد بالوطء تغييب الحشفة أو قدرها من مقطوعها بقبل،
وخرج بالصحيح الوطء في نكاح فاسد، فلا يحصل به التحصين (والعبد والأمة حدهما نصف حد الحر) فيجلد كل منهما خمسين جلدة، ويغرب نصف عام ولو قال المصنف: ومن فيه رقّ حدّه الخ كان أولى ليعم المكاتب والمبعض وأم الولد
(وحكم اللواط وإتيان البهائم كحكم الزنى) فمن لاط بشخص بأن وطئه في دبره حد على المذهب، ومن أتى بهيمة حد كما قال المصنف، لكن الراجح أنه يعزر (ومن وطىء) أجنبية (فيما دون الفرج عزر ولا يبلغ) الإمام (بالتعزير أدنى الحدود) فإن عزر عبداً، وجب أن ينقص في تعزيره عن عشرين جلدة أو عزر حراً وجب أن ينقص في تعزيره عن أربعين جـلدة، لأنه أدنى حد كل منهما.
Pengertian Hudud
Lafadz al hudud adalah bentuk jama’ dari lafadz “had”. Had secara bahasa bermakna mencegah.
Disebut dengan nama Had, karena bisa mencegah dari melakukan perbuatan-perbuatan keji.
Had Zina
Mushannif memulai penjelasan macam-macam had dengan had zina di dalam pertengahan perkataan beliau.
Zina ada dua macam, zina muhshan dan gairu muhshan.
Zina muhshan hukumannya adalah dirajam dengan batu yang standar, tidak dengan kerikil kecil dan tidak dengan batu yang terlalu besar.
Dan sebentar lagi akan dijelaskan bahwa sesungguhnya orang yang muhshan adalah orang yang sudah baligh, berakal, dan merdeka yang telah memasukkan hasyafahnya (kepala penis) atau kira-kira hasyafahnya orang yang terpotong hasyafahnya ke vagina di dalam nikah yang sah.
Hukuman zina ghairul muhshan dari orang laki-laki atau perempuan adalah seratus kali cambukan.
Disebut dengan jaldah, karena pukulan itu mengenai kulit.
Dan mengucilkan selama setahun ke tempat yang berjarak masafatul qasri (-+ 85 km) atau lebih sesuai dengan kebijakan imam.
Masa setahun terhitung dari awal perjalanan orang yang zina, tidak sejak sampainya dia ketempat pengucilan.
Yang lebih utama pengucilan tersebut setelah hukuman jilid dilaksanakan.
Syarat-Syarat Muhshan
Syarat ihshan ada empat.
Yang pertama dan kedua adalah baligh dan berakal.
Sehingga tidak ada had bagi anak kecil dan orang gila, bahkan keduanya berhak diberi pengajaran dengan sesuatu yang membuat keduanya jerah untuk melakukan zina.
Yang ketiga adalah merdeka.
Sehingga budak, budak muba’adl, mukatab, dan ummi walad bukan orang yang muhshan, walaupun masing-masing dari mereka pernah melakkan wathi’ di dalam nikah yang sah.
Yang ke empat adalah wujudnya wathi’ dari orang islam atau kafir dzimmi di dalam nikah yang sah.
Dan di dalam sebagian redaksi menggunakan lafadz, “fi an nikah ash shahih.”
Yang kehendaki mushannif dengan wathi’ adalah memasukkan hasyafah atau kira-kira hasyafahnya orang yang terpotong hasyafahnya ke dalam vagina.
Dengan keterangan, “di dalam nikah yang sah,” mengecualikan wathi’ di dalam nikah yang fasid. Maka ihshan tidak bisa hasil dengan wathi’ tersebut.
Had budak laki-laki dan perempuan adalah separuh had orang merdeka.
Sehingga masing-masing dari keduanya dihukum sebanyak lima kali cambukan dan dikucilkan selama setengah tahun.
Seandainya mushannif mengatakan, “orang yang memiliki sifat budak, maka hadnya ....”, niscaya akan lebih baik, karena mencakup budak mukatab, muba’adl, dan ummu walad.
Sodomi
Hukum sodomi dan menyetubuhi binatang adalah seperti hukumnya zina.
Sehingga, barang siapa melakukan sodomi dengan seseorang, dengan arti mewathinya pada dubur, maka ia berhak dihad menurut pendapat al madzhab.
Dan barang siapa menyetubuhi binatang, maka harus dihad sebagaimana penjelasan mushannif, akan tetapi menurut pendapat yang kuat sesungguhnya orang tersebut berhak dita’zir.
Barang siapa mewathi wanita lain pada anggota selain farji, maka ia berhak dita’zir.
Bagi imam tidak diperkenankan menta’zir hingga mencapai minimal had.
Sehingga, jika imam menta’zir seorang budak laki-laki, maka di dalam menta’zirnya, wajib kurang dari dua puluh cambukan.
Atau menta’zir orang merdeka, maka di dalam menta’zirnya wajib kurang dari empat puluh cambukan, karena sesungguhnya itu adalah batas minimal had masing-masing dari keduanya. [alkhoirot.org]