Delapan Dosa Lisan
Lisan atau mulut seorang muslim harus dijaga agar tidak mengeluarkan perilaku yang dilarang syariat. Menurut Imam Ghazali, ada delapan perilaku lisan yang harus dihindari seorang muslim yang baik. Sama dengan lisan adalah tulisan.
Lisan atau mulut seorang muslim harus dijaga agar tidak mengeluarkan perilaku yang dilarang syariat. Menurut Imam Ghazali, ada delapan perilaku lisan yang harus dihindari seorang muslim yang baik. Sama dengan lisan adalah tulisan.
Nama kitab: Terjemah kitab Bidayatul Hidayah (Bidayah Al-Hidayah)
Judul kitab asal: بداية الهداية للإمام الغزالي
Penulis: Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi (أبو حامد محمد بن محمد الغزالي الطوسي)
Lahir: 1058 M / 450 H
Asal: Tous, Iran
Wafat: 19 Desember 1111 Masehi (usia 53) atau tahun 505 Hijriah
Bidang studi: Tasawuf
Download:
- Versi Arab (pdf)
- Terjemah Bidayatul Hidayah (pdf)
Daftar Isi
- Jaga Lisan dari Delapan Perkara
- Bohong
- Ingkar Janji
- Ghibah (Gosip)
- Debat (Jidal wal Munaqasyah)
- Menganggap Suci Diri Sendiri
- Mencela Ciptaan Allah
- Mendoakan Buruk Orang Lain (Menyumpah)
- Menghina Orang Lain
- Kembali ke: Terjemah Kitab Bidayatul Hidayah
Jaga Lisan dari Delapan Perkara
Maka, peliharalah lidahmu dari delapan perkara:
Bohong
Pertama: berdusta. Jagalah lidahmu agar jangan sampai berdusta baik dalam keadaan yang serius maupun bercanda. Jangan kau biasakan dirimu berdusta dalam canda karena hal itu akan mendorongmu untuk berdusta dalam hal yang bersifat serius. Berdusta termasuk induk dosa-dosa besar. Kemudian, jika engkau dikenal mempunyai sifat seperti itu (pendusta) maka orang tak akan percaya pada perkataanmu dan untuk selanjutnya engkau akan hina dan dipandang sebelah mata. Apabila engkau ingin mengetahui busuknya perkataan dusta yang ada pada dirimu, maka lihatlah perkataan dusta yang dilakukan orang lain serta bagaimana engkau membenci, meremehkan, dan tidak menyukainya. Lakukanlah hal semacam itu pada semua aib dirimu. Sesungguhnya engkau tidak mengetahui aibmu lewat dirimu sendiri tapi lewat orang lain. Apa yang kau benci dari orang lain, pasti juga orang lain membencinya darimu. Oleh karenanya, jangan kau biarkan hal itu ada pada dirimu.
Ingkar Janji
Kedua: menyalahi janji. Engkau tak boleh menjanjikan sesuatu tapi kemudian tidak menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik kepada manusia dalam bentuk tingkah laku, bukan dalam bentuk perkataan. Jika engkau terpaksa harus berjanji, jangan sampai kau ingkari janji tersebut, kecuali jika engkau betul-betul tak berdaya atau ada halangan darurat. Sebab, menyalahi janji merupakan salah satu dari tanda-tanda nifak dan buruknya akhlak. Nabi Saw. bersabda, “Ada tiga hal, yang jika ada di antara kalian yang jatuh ke dalamnya maka ia termasuk munafik, walaupun ia puasa dan salat. Yaitu, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.”
Ghibah (Gosip)
Ketiga: gibah (menggunjing). Peliharalah lidahmu dari menggunjing orang. Dalam Islam, orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih hebat daripada tiga puluh orang pezina. Begitulah yang terdapat dalam riwayat. Makna gibah adalah membicarakan seseorang dengan sesuatu yang ia benci jika ia mendengarnya. Jika hal itu engkau lakukan, maka engkau adalah orang yang telah melakukan gibah dan aniaya, walaupun engkau berkata benar. Hindarilah untuk menggunjing secara halus. Yaitu, misalnya engkau nyatakan maksudmu secara tidak Iangsung dengan berkata, “Semoga Allah memperbaiki orang itu. Sungguh tindakannya sangat buruk padaku. Kita meminta kepada Allah agar Dia memperbaiki kita dan dia.” Di sini terkumpul dua hal yang buruk, yaitu gibah (karena dari pernyataanya kita bisa memahami hal itu) dan merasa bahwa diri sendiri bersih tidak bersalah. Tapi, jika engkau benar-benar bermaksud mendoakannya, maka berdoalah secara rahasia jika engkau merasa berduka dengan perbuatannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa engkau tak ingin membuka rahasia dan aibnya. Kalau engkau menampakkan dukamu karena aibnya, berarti engkau sedang membuka aibnya. Cukuplah firman Allah Swt. ini menghalangimu dari gibah, “Jangan sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian senang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Pasti kalian tidak menyukainya” (Q.S. al-Hujurat: 12).
Allah mengibaratkanmu dengan pemakan bangkai manusia. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika engkau menghindari perbuatan tersebut. Jika engkau mau merenung, engkau tak akan menggunjing sesama muslim. Lihatlah pada dirimu, apakah dirimu itu mempunyai aib, baik yang tampak secara lahiriah maupun yang tersembunyi? Apakah engkau sudah meninggalkan maksiat, baik secara rahasia maupun terang-terangan? Jika engkau menyadari hal itu, ketahuilah bahwa ketidakberdayaan seseorang untuk menghindari apa yang kau nisbatkan padanya sama seperti ketidakberdayaanmu. Sebagaimana engkau tidak suka jika kejelekanmu disebutkan, ia juga demikian. Apabila engkau mau menutupi aibnya, niscaya Allah akan menutupi aibmu. Tapi apabila engkau membuka aibnya, Allah akan jadikan lidah-lidah yang tajam mencabik-cabik kehormatanmu di dunia, lalu Allah akan membuka aibmu di akhirat di hadapan para makhluk-Nya pada hari kiamat. Apabila engkau melihat lahir dan batinmu lalu engkau tidak menemukan aib dan kekurangan, baik dari aspek agama maupun dunia, maka ketahuilah bahwa ketidaktahuanmu terhadap aibmu itu merupakan kedunguan yang sangat buruk. Tak ada aib yang lebih hebat daripada kedunguan tersebut. Sebab, jika Allah menginginkan kebaikan bagimu, niscaya Dia akan memperlihatkan aib-aibmu. Tapi, apabila engkau melihat dirimu dengan pandangan rida, hal itu merupakan puncak kebodohan. Selanjutnya, jika sangkaanmu memang benar, bersyukurlah pada Allah Swt. Jangan malah engkau rusak dengan mencela dan menghancurkan kehormatan mereka. Sebab, hal itu merupakan aib yang paling besar.
Debat (Jidal wal Munaqasyah)
Keempat: mendebat orang. Karena, dengan mendebat, kita telah menyakiti, menganggap bodoh, dan mencela orang yang kita debat. Selain itu, kita menjadi berbangga diri serta merasa lebih pandai dan berilmu. Ia juga menghancurkan kehidupan. Manakala engkau mendebat orang bodoh, ia akan menyakitimu. Sedangkan manakala engkau mendebat orang pandai, ia akan membenci dan dengki padamu. Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang meninggalkan perdebatan sedang ia dalam keadaan salah, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia dalam posisi yang benar Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga yang paling tinggi.”
Jangan sampai engkau tertipu oleh setan yang berkata padamu, “Tampakkan yang benar, jangan bersikap lemah!” Sebab, setan selalu akan menjerumuskan orang dungu kepada keburukan dalam bentuk kebaikan. Jangan sampai engkau menjadi bahan tertawaan setan sehingga dia mengejekmu. Menampakkan kebenaran kepada mereka yang mau menerimanya adalah suatu kebaikan. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan cara memberikan nasihat secara rahasia bukan dengan cara mendebat. Sebuah nasihat memiliki karakter dan bentuk tersendiri. Harus dilakukan dengan cara yang baik. Jika tidak, ia hanya akan mencemarkan aib orang. Sehingga kebukannya lebih banyak daripada kebaikan yang ditimhulkannya. Orang yang sering bergaul dengan para fakih zaman ini memiliki karakter suka berdebat sehingga ia sulit diam. Sebab, para ulama su’ tersebut mengatakan padanya bahwa berdebat merupakan sesuatu yang mulia dan mampu berdiskusi merupakan satu kebanggaan. Oleh karena itu, hindarilah mereka sebagaimana engkau menghindar dari singa. Ketahuilah, perdebatan merupakan sebab datangnya murka Allah dan murka makhluk-Nya.
Menganggap Suci Diri Sendiri
Kelima: mengklaim diri bersih dari dosa. Allah Swt. berfirman, “Jangan kalian merasa suci. Dia yang lebih mengetahui siapa yang bertakwa” (Q.S. an-Najm: 32). Sebagian ahli hikmat ditanya, “Apa itu jujur yang buruk?” Mereka menjawab, “Seseorang yang memuji dirinya sendiri.” Janganlah engkau terbiasa demikian. Ketahuilah bahwa hal itu akan mengurangi kehormatanmu di mata manusia dan mengakibatkan datangnya murka Allah Swt. Jika engkau ingin membuktikan bahwa membanggakan diri tak membuat manusia bertambah hormat padamu, lihatlah pada para kerabatmu manakala mereka membanggakan kemuliaan, kedudukan, dan harta mereka sendiri, bagaimana hatimu membenci mereka dan muak atas tabiat mereka. Lalu engkau mencela mereka di belakang mereka. Jadi sadarlah bahwa mereka juga bersikap demikian ketika engkau mulai membanggakan diri. Di dalam hatinya, mereka mencelamu dan hal itu akan mereka ungkapkan ketika mereka tidak berada di hadapanmu.
Mencela Ciptaan Allah
Keenam: mencela. Jangan sampai engkau mencela ciptaan Allah Swt, baik itu hewan, makanan, ataupun manusia. Janganlah engkau dengan mudah memastikan seseorang yang menghadap kiblat sebagai kafir, atau munafik. Karena, yang mengetahui semua rahasia hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu, jangan mencampuri urusan antara hamba dan Allah Swt. Ketahuilah bahwa pada hari kiamat engkau tak akan ditanya, “Mengapa engkau tidak mencela si fulan? Mengapa engkau mendiamkannya?” Bahkan, walaupun engkau tidak mencela iblis sepanjang hidupmu dan engkau melupakannya, engkau tetap tak akan ditanya tentang hal itu serta tak akan dituntut karenanya pada hari kiamat. Tapi, jika engkau mencela salah satu makhluk Allah Swt. baru engkau akan dituntut. Jangan engkau mencerca sesuatu pun dari makhluk Allah Swt. Nabi Saw. sendiri sama sekali tidak pernah mencela makanan yang tidak enak. Jika beliau berselera dengan sesuatu, beliau memakannya. Jika tidak, beliau tinggalkan.
Mendoakan Buruk Orang Lain (Menyumpah)
Ketujuh: mendoakan keburukan bagi orang lain. Peliharalah lidahmu untuk tidak mendoakan keburukan bagi suatu makhluk Allah Swt. Jika ia telah berbuat aniaya padamu, maka serahkan urusannya pada Allah Swt. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Seorang yang dianiaya mendoakan keburukan bagi yang menganiaya dirinya sehingga menjadi imbang, kemudian yang menganiaya masih memiliki satu kelebihan yang bisa ia tuntut kepadanya pada hari kiamat.” Sebagian orang terus mendoakan keburukan bagi Hajjaj sehingga sebagian salaf berkata, “Allah menghukum orang-orang yang telah mencela Hajjaj untuknya, sebagaimana Allah menghukum Hajjaj untuk orang yang telah ia aniaya.”
Menghina Orang
Kedelapan: bercanda, mengejek, dan menghina orang. Peliharalah lidahmu baik dalam kondisi serius maupun canda karena ia bisa menjatuhkan kehormatan, menurunkan wibawa, membuat risau, dan menyakiti hati. Ia juga merupakan pangkal timbulnya murka dan marah serta dapat menanamkan benih-benih kedengkian di dalam hati. Oleh karena itu, jangan engkau bercanda dengan seseorang dan jika ada yang bercanda denganmu,jangan kau balas. Berpalinglah sampai mereka membicarakan hal lain.
Semua itu merupakan cacat yang terdapat pada lidah. Yang perlu kau lakukan adalah mengasingkan diri atau senantiasa diam kecuali dalam keadaan darurat. diceritakan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. meletakan sebuah batu di mulutnya agar tidak berbicara keuali saat perlu saja. Beliau menunjuk lidahnya lalu berkata, “Inilah yang menjadi segala sumber bagiku. kekanglah ia sekuat tenagamu, karena ia merupakan faktor utama yang membuatmu celaka di dunia dan akhirat.”[alkhoirot.org]