Terjemah Musnad Ahmad
Musnad Ahmad bin Hanbal adalah kitab kumpulan hadits Nabi yang diriwayatkan dan disusun oleh Imam Ahmad pendiri madzhab Hanbali. Kitab ini menduduki urutan ketujuh dalam Kutubus Sab'ah (Kitab Hadits yang Tujuh)
Nama kitab: Terjemah Musnad Ahmad
Judul asal yang populer: Musnad Ahmad (مسند أحمد)
Judul lengkap: Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal (مسند الإمام أحمد بن حنبل)
Penyusun: Ahmad bin Hanbal
Nama lengkap: Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Al-Syaibani Al-Dzahli (أبو عبد الله أحمد بن محمد بن حنبل الشيباني الذهلي).
Lahir: 164 H/ 780 M
Tempat lahir: Baghdad, Irak
Etnis: Arab
Wafat: 241 H/ 855 M, Baghdad, Irak.
Bidang studi: Hadits Nabi (Al Sunnah)
Penerjemah:
Daftar Isi
- Download Terjemah Musnad Ahmad
- Download Musnad Ahmad versi Arab
- Download Musnad Ahmad in English
- Biografi Imam Ahmad bin Hanbal
-
Kitab Hadits lain:
- Terjemah Shahih Bukhari
- Terjemah Shahih Muslim
- Terjemah Sunan Abu Dawud
- Terjemah Sunan Tirmidzi
- Terjemah Sunan Nasa'i
- Terjemah Sunan Ibnu Majah
- Terjemah Sunan Musnad Ad-Darimi
- Terjemah Muwatta Malik
- Terjemah Musnad Ahmad
- Terjemah Arbain Nawawi
- Terjemah Bulughul Maram
- Terjemah Ibanatul Ahkam (Syarah Bulughul Maram)
- Terjemah Riyadhus Shalihin
- Terjemah Fathul Bari Syarah Bukhari
- Terjemah Syarah Muslim oleh al-Nawawi
- Terjemah Al-Adzkar Nawawi
- Kembali ke: Terjemah Kitab Hadits
- Jilid 1
- Jilid 2
- Jilid 3
- Jilid 4
- Jilid 5
- Jilid 6
- Jilid 7
- Jilid 8
- Jilid 9
- Jilid 10
- Jilid 11
- Jilid 12
- Jilid 13
- Jilid 14
- Jilid 15
- Jilid 16
DOWNLOAD TERJEMAH MUSNAH AHMAD LENGKAP (22 JILID)
- Musnad Ahmad 1
- Musnad Ahmad 2
- Musnad Ahmad 3
- Musnad Ahmad 4
- Musnad Ahmad 5
- Musnad Ahmad 6
- Musnad Ahmad 7
- Musnad Ahmad 8
- Musnad Ahmad 9
- Musnad Ahmad 10
- Musnad Ahmad 11
- Musnad Ahmad 12
- Musnad Ahmad 13
- Musnad Ahmad 14
- Musnad Ahmad 15
- Musnad Ahmad 16
- Musnad Ahmad 17
- Musnad Ahmad 18
- Musnad Ahmad 19
- Musnad Ahmad 20
- Musnad Ahmad 21
- Musnad Ahmad 22
Three volumes in pdf format
Download Musnad Ahmad versi Arab (50 juz)
الجزء الأول : أبو بكر - عثمان * 1 - 561
الجزء الثاني : علي بن أبي طالب * 562 - 1380
الجزء الثالث : طلحة بن عبيد الله - عبد الله بن عباس * 1381 - 2089
الجزء الرابع : تتمة عبد الله بن عباس * 2090 - 2782
الجزء الخامس : تتمة عبد الله بن عباس * 2783 - 3547
الجزء السادس : ابن مسعود * 3548 -3889
الجزء السابع : تتمة عبد الله بن مسعود * 3890 - 4447
الجزء الثامن : عبد الله بن عمر * 4448 - 4934
الجزء التاسع : تتمة عبد الله بن عمر * 4935 - 5713
الجزء العاشر : تتمة عبد الله بن عمر * 5714 - 6476
الجزء الحادي عشر : عبد الله بن عمرو بن العاص - أبو رمثة * 6477 - 7118
الجزء الثاني عشر : أبو هريرة * 7119 - 7561
الجزء الثالث عشر : تتمة أبي هريرة * 7562 - 8252
الجزء الرابع عشر : تتمة أبي هريرة * 8253 - 9018
الجزء الخامس عشر : تتمة أبي هريرة * 9019 - 9897
الجزء السادس عشر : تتمة أبي هريرة * 9898 - 10984
الجزء السابع عشر : أبو سعيد الخدري * 10985 - 11404
الجزء الثامن عشر : تتمة أبي سعيد الخدري * 11405 : 11939
الجزء التاسع عشر : أنس بن مالك * 11941 - 12524
الجزء العشرون : تتمة مسند أنس بن مالك * 12525 - 13271
الجزء الواحد والعشرون : تتمة مسند أنس بن مالك * 13272 - 14111
الجزء الثاني والعشرون : مسند جابر بن عبد الله * 14112 - 14634
الجزء الثالث والعشرون : تتمة مسند جابر بن عبد الله * 14653 - 15299
الجزء الرابع والعشرون : صفوان بن أمية - أبو سعيد الزرقي * 15300 - 15732
الجزء الخامس والعشرون : حجاج الأسلمي - جارية بن قدامة * 15733 - 16089
الجزء السادس والعشرون : بقية حديث سهل بن أبي حثمة - عبد الله بن زيد 16090 - 16478
الجزء السابع والعشرون : عتبان بن مالك - عبد الرحمن بن الأزهر * 16479 - 16811
الجزء الثامن والعشرون : خالد بن الوليد - عقبة بن عامر * 16812 - 17461
الجزء التاسع والعشرون : حبيب بن مسلمة الفهري - تمام حديث عمرو بن خارجة * 17462 - 18088
الجزء الثلاثون : صفوان بن عسال المرادي - البراء بن عازب * 18089 - 18712
الجزء الواحد والثلاثون : أبو السنابل بن بعبكك - جرير بن عبد الله * 18713 - 19262
الجزء الثاني والثلاثون : زيد بن أرقم - أبو موسى الأشعري * 19263 - 19762
الجزء الثالث والثلاثون : أبو برزة الأسلمي - مرة البهزي * 19763 - 20327
الجزء الرابع والثلاثون : أبو بكرة نفيع بن الحارث - عمرو بن يثربي * 20373 - 21083
الجزء الخامس والثلاثون : أبو المنذر أبي بن كعب - زيد بن ثابت * 21084 - 21672
الجزء السادس والثلاثون : زيد بن خالد الجهني - أبو أمامة الباهلي * 21673 - 22321
الجزء السابع والثلاثون : أبو هند الداري - أبو مالك الأشعري * 22322 - 23918
الجزء الثامن والثلاثون : عبد الله بن مالك بن بجينة - أبو أيوب الأنصاري * 22919 - 23597
الجزء التاسع والثلاثون : أبو حميد الساعدي - عوف بن مالك * 23598 - 24009
الجزء الأربعون : عائشة * 40010 - 24458
الجزء الواحد والأربعون : تتمة عائشة * 24459 - 25081
الجزء الثاني والأربعون : تتمة عائشة * 25082 - 25797
الجزء الثالث والأربعون : تتمة عائشة * 25798 - 26412
الجزء الرابع والأربعون : مسند فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم - حديث امرأة * 26413 - 27074
الجزء الخامس والأربعون : الصماء بنت بسر - شداد بن الهاد * 27045 - 27647
الجزء السادس والأربعون : فهرس الآيات - فهرس الأطراف (أ - إن)
الجزء السابع والأربعون : تابع فهرس الأطراف (أنا - س)
الجزء الثامن والأربعون : تابع فهرس الأطراف (ش - ل)
الجزء التاسع والأربعون : تابع فهرس الأطراف (م - ي) - الأشعار
الجزء الخمسون : الصحابة-شيوخ أحمد-شيوخ عبد الله-الرواة -الأعلام-الأماكن والبلدان-القبائل والجماعات-الغزوات والأيام
الواجهة
Biografi Ahmad bin Hanbal
Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin
Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin
Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa‘labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy. Nasab beliau
bertemu dengan nasab Nabi pada diri Nizar bin Ma‘d bin ‘Adnan. Yang berarti
bertemu nasab pula dengan nabi Ibrahim.
Ketika beliau masih dalam kandungan, orang tua beliau pindah dari kota Marwa,
tempat tinggal sang ayah, ke kota Baghdad. Di kota itu beliau dilahirkan,
tepatnya pada bulan Rabi‘ul Awwal -menurut pendapat yang paling masyhur- tahun
164 H.
Ayah beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun, ketika beliau baru
berumur tiga tahun. Kakek beliau, Hanbal, berpindah ke wilayah Kharasan dan
menjadi wali kota Sarkhas pada masa pemeritahan Bani Umawiyyah, kemudian
bergabung ke dalam barisan pendukung Bani ‘Abbasiyah dan karenanya ikut
merasakan penyiksaan dari Bani Umawiyyah. Disebutkan bahwa dia dahulunya adalah
seorang panglima.
Masa Menuntut Ilmu
Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. Ibunya, Shafiyyah binti
Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan penuh dalam mendidik dan
membesarkan beliau. Untungnya, sang ayah meninggalkan untuk mereka dua buah
rumah di kota Baghdad. Yang sebuah mereka tempati sendiri, sedangkan yang sebuah
lagi mereka sewakan dengan harga yang sangat murah. Dalam hal ini, keadaan
beliau sama dengan keadaan syaikhnya, Imam Syafi‘i, yang yatim dan miskin,
tetapi tetap mempunyai semangat yang tinggi. Keduanya juga memiliki ibu yang
mampu mengantar mereka kepada kemajuan dan kemuliaan.
Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat itu, kota
Bagdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh dengan manusia yang
berbeda asalnya dan beragam kebudayaannya, serta penuh dengan beragam jenis ilmu
pengetahuan. Di sana tinggal para qari’, ahli hadits, para sufi, ahli bahasa,
filosof, dan sebagainya.
Setamatnya menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab
saat berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan. Beliau
terus menuntut ilmu dengan penuh azzam yang tinggi dan tidak mudah goyah. Sang
ibu banyak membimbing dan memberi beliau dorongan semangat. Tidak lupa dia
mengingatkan beliau agar tetap memperhatikan keadaan diri sendiri, terutama
dalam masalah kesehatan. Tentang hal itu beliau pernah bercerita, “Terkadang aku
ingin segera pergi pagi-pagi sekali mengambil (periwayatan) hadits, tetapi Ibu
segera mengambil pakaianku dan berkata, ‘Bersabarlah dulu. Tunggu sampai adzan
berkumandang atau setelah orang-orang selesai shalat subuh.’”
Perhatian beliau saat itu memang tengah tertuju kepada keinginan mengambil
hadits dari para perawinya. Beliau mengatakan bahwa orang pertama yang darinya
beliau mengambil hadits adalah al-Qadhi Abu Yusuf, murid/rekan Imam Abu
Hanifah.
Imam Ahmad tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 saat berumur 16 tahun.
Beliau terus berada di kota Baghdad mengambil hadits dari syaikh-syaikh hadits
kota itu hingga tahun 186. Beliau melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim
bin Basyir bin Abu Hazim al-Wasithiy hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183.
Disebutkan oleh putra beliau bahwa beliau mengambil hadits dari Hasyim sekitar
tiga ratus ribu hadits lebih.
Pada tahun 186, beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah
lalu ke negeri Hijaz, Yaman, dan selainnya. Tokoh yang paling menonjol yang
beliau temui dan mengambil ilmu darinya selama perjalanannya ke Hijaz dan selama
tinggal di sana adalah Imam Syafi‘i. Beliau banyak mengambil hadits dan faedah
ilmu darinya. Imam Syafi‘i sendiri amat memuliakan diri beliau dan terkadang
menjadikan beliau rujukan dalam mengenal keshahihan sebuah hadits. Ulama lain
yang menjadi sumber beliau mengambil ilmu adalah Sufyan bin ‘Uyainah, Ismail bin
‘Ulayyah, Waki‘ bin al-Jarrah, Yahya al-Qaththan, Yazid bin Harun, dan
lain-lain. Beliau berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan Imam Malik, tetapi
Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah. Dan saya tidak sempat
pula bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah menggantikannya dengan Ismail
bin ‘Ulayyah.”
Demikianlah, beliau amat menekuni pencatatan hadits, dan ketekunannya itu
menyibukkannya dari hal-hal lain sampai-sampai dalam hal berumah tangga. Beliau
baru menikah setelah berumur 40 tahun. Ada orang yang berkata kepada beliau,
“Wahai Abu Abdillah, Anda telah mencapai semua ini. Anda telah menjadi imam kaum
muslimin.” Beliau menjawab, “Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah
(kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.” Dan memang
senantiasa seperti itulah keadaan beliau: menekuni hadits, memberi fatwa, dan
kegiatan-kegiatan lain yang memberi manfaat kepada kaum muslimin. Sementara itu,
murid-murid beliau berkumpul di sekitarnya, mengambil darinya (ilmu) hadits,
fiqih, dan lainnya. Ada banyak ulama yang pernah mengambil ilmu dari beliau, di
antaranya kedua putra beliau, Abdullah dan Shalih, Abu Zur ‘ah, Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, al-Atsram, dan lain-lain.
Pujiandan Penghormatan Ulama Lain Kepadanya
Imam Syafi‘i pernah mengusulkan kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, pada hari-hari
akhir hidup khalifah tersebut, agar mengangkat Imam Ahmad menjadi qadhi di
Yaman, tetapi Imam Ahmad menolaknya dan berkata kepada Imam Syafi‘i, “Saya
datang kepada Anda untuk mengambil ilmu dari Anda, tetapi Anda malah menyuruh
saya menjadi qadhi untuk mereka.” Setelah itu pada tahun 195, Imam Syafi‘i
mengusulkan hal yang sama kepada Khalifah al-Amin, tetapi lagi-lagi Imam Ahmad
menolaknya.
Suatu hari, Imam Syafi‘i masuk menemui Imam Ahmad dan berkata, “Engkau lebih
tahu tentang hadits dan perawi-perawinya. Jika ada hadits shahih (yang engkau
tahu), maka beri tahulah aku. Insya Allah, jika (perawinya) dari Kufah atau
Syam, aku akan pergi mendatanginya jika memang shahih.” Ini menunjukkan
kesempurnaan agama dan akal Imam Syafi‘i karena mau mengembalikan ilmu kepada
ahlinya.
Imam Syafi‘i juga berkata, “Aku keluar (meninggalkan) Bagdad, sementara itu
tidak aku tinggalkan di kota tersebut orang yang lebih wara’, lebih faqih, dan
lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hanbal.”
Abdul Wahhab al-Warraq berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang seperti
Ahmad bin Hanbal”. Orang-orang bertanya kepadanya, “Dalam hal apakah dari ilmu
dan keutamaannya yang engkau pandang dia melebihi yang lain?” Al-Warraq
menjawab, “Dia seorang yang jika ditanya tentang 60.000 masalah, dia akan
menjawabnya dengan berkata, ‘Telah dikabarkan kepada kami,’ atau, “Telah
disampaikan hadits kepada kami’.”Ahmad bin Syaiban berkata, “Aku tidak pernah
melihat Yazid bin Harun memberi penghormatan kepada seseorang yang lebih besar
daripada kepada Ahmad bin Hanbal. Dia akan mendudukkan beliau di sisinya jika
menyampaikan hadits kepada kami. Dia sangat menghormati beliau, tidak mau
berkelakar dengannya”. Demikianlah, padahal seperti diketahui bahwa Harun bin
Yazid adalah salah seorang guru beliau dan terkenal sebagai salah seorang imam
huffazh. [alkhoirot.org]