Terjemah Husnul Maqsid fi Amalil Maulid (Hukum Merayakan Maulid)

kitab: Terjemah Husnul Maqshid fi Amalil Maulid Imam Suyuthi tentang Sejarah dan Hukum Peringatan Maulid Nabi Judul kitab asal: Husnul Maqshid fi Amalil Maulid (حسن المقصد في عمل المولد) Penulis: Imam Suyuthi

Sejarah dan Hukum Peringatan Maulid Nabi
Nama kitab: Terjemah Husnul Maqshid fi Amalil Maulid Imam Suyuthi tentang Sejarah dan Hukum Peringatan Maulid Nabi
Judul kitab asal: Husn al-Maqshid fi Amal al-Maulid (حسن المقصد في عمل المولد)
Penulis: Imam Suyuthi / Suyuti
Nama lengkap: Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti
Tempat/Lahir: Kairo, Mesir, 2 Oktober 1445 M/Rajab 849 H
Tempat/Wafat: Kairo, Mesir, 18 Oktober 1505 M / 911 H
Penerjemah: Sya'roni As-Samfuriy
Bidang studi: Sejarah dan Hukum syariah

Daftar Isi

  1. Profil Kitab Husnul Maqshid fi Amalil Maulid
  2. Karya Tulis Imam Suyuthi
  3. Mukaddimah Kitab
    1. Yang Pertamakali Mengadakan Maulid Nabi
    2. Pandangan Ulama Anti Maulid Nabi
    3. Maulid Nabi Bid'ah Mandubah (Dianjurkan)
    4. Kelahiran Nabi adalah Nikmat Terbesar
    5. Memuliakan Bulan Kelahiran Nabi
    6. Maulid Nabi sebagai bentuk Syukur pada Allah
    7. Bentuk Kegembiraan atas Kelahiran Nabi
    8. Hikmah Nabi Lahir di Bulan Rabiul Awal
  4. Download Kitab 
  5. Kitab Sejarah Lain:
    1. Buku Guruku Orang-orang dari Pesantren
    2. Terjemah Adabul Alim wal Muta'allim Etika Sosial Guru dan Murid
    3. Terjemah Ahlal Musamaroh (10 Wali Tanah Jawa)
    4. Terjemah Husnul Maqsid fi Amalil Maulid (Hukum Merayakan Maulid) 
    5. Terjemah Maulid Diba'
    6. Terjemah Zadul Ma'ad Ibnu Qayyim
    7. Terjemah Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam
    8. Khulasah Nurul Yaqin Juz 1 
    9. Khulasah Nurul Yaqin Juz 2 
  6. Download Terjemah Kitab Sejarah Lengkap

    PROFIL IMAM SUYUTHI
    Imam Jalaluddin Suyuthi
    Nama populer: Imam Jalaluddin Suyuthi
    Nama lengkap: Abdurrahman bin Al-Kamal Abu Bakar bin Muhammad Sabiq ad-Din Al-Khudairi Al-Asyuti (As-Suyuthi).
    Tempat/Lahir: Kairo, Mesir, 2 Oktober 1445 M/Rajab 849 H
    Tempat/Wafat: Kairo, Mesir, 18 Oktober 1505 M / 911 H
    Pemakaman: Mausoleum of Qawsun
    Aqidah: Asy'ariyah
    Madzhab fikih: Syafi'iyah
    Tarekat: Syadziliyah
    Julukan: Ibnul Kutub

    KARYA TULIS IMAM SUYUTHI

    1. Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, kitab tafsir yang menjelaskan bagian-bagian penting dalam ilmu mempelajari al-Qur'an
    2. Tafsir al-Jalalain, yang ditulis bersama Jalaluddin al-Mahalli
    3. Jami' ash-Shagir, merupakan kumpulan hadits-hadits pendek
    4. Al-Asybah wa an-Nazhair, dalam ilmu qawa'id fiqh
    5. Syarh Sunan Ibnu Majah, merupakan kitab yang menjelaskan kitab hadits sunan ibnu majah
    6. Al-Asybah wa an-Nazhair, dalam ilmu nahwu
    7. Ihya'ul Mayyit bi Fadhaili Ahlil Bait
    8. Al-Jami' al-Kabir
    9. Al-Hawi lil Fatawa
    10. Al-Habaik fi Akhbar al-Malaik
    11. Ad-Dar al-Mantsur fi at-Tafsir bil Ma'tsur
    12. Ad-Dar al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Musytahirah
    13. Ad-Dibaj 'ala Shahih Muslim bin al-Hajjaj
    14. Ar-Raudh al-Aniq fi Fadhli ash-Shadiq
    15. Al-'Urf al-Wardi fi Akhbari al-Mahdi
    16. Al-Gharar fi Fadhaili 'Umar
    17. Alfiyatu as-Suyuthi
    18. Al-Kawi 'ala Tarikh as-Sakhawi
    19. Al-La āli' al-Mashnu'ah fi al-Ahadits al-Maudhu'ah
    20. Al-Madraj ila al-Mudraj
    21. Al-Mazhar fi Ulum al-Lughah wa Anwa'uha
    22. Al-Mahdzab fimā Waqa'a fi al-Qur'ān min al-Mu'rab
    23. Asbāb Wurud al-Hadits
    24. Asrār Tartib al-Qur'ān
    25. Anmudzaj al-Labib fi Khashāis al-Habib
    26. Irsyad al-Muhtadin ilā Nashrati al-Mujtahidin
    27. I'rāb al-Qur'ān
    28. Ilqām al-Hajar liman zakā sāb Abi Bakr wa 'Umar
    29. Tārikh al-Khulafā'
    30. Tahdzir al-Khawash min Ahadits al-Qashash
    31. Tuhfatu al-Abrār binakti al-Adzkār an-Nawawiyyah
    32. Tadrib ar-Rāwi fi Syarhi Taqrib an-Nawāwi
    33. Tazyin al-Mamālik bi Manaqib al-Imām Mālik
    34. Tamhid al-Farsy fi al-Khishāl al-Maujibah li Zhil al-'Arsy
    35. Tanwir al-Hawalik Syarh Muwaththa' Mālik
    36. Tanbih al-Ghabiyy fi Tibra'ati Ibni 'Arabi
    37. Husnu al-Muhādharah fi Akhbār Mishr wa al-Qāhirah
    38. Durr as-Sihābah fiman dakhala Mishr min ash-Shahābah
    39. Dzam al-Makas
    40. Syarh as-Suyuthi 'ala Sunan an-Nasā'i
    41. Shifatu Shāhibi adz-Dzauqi 'Aini al-Ishābah fi Ma'rifati ash-Shahābah
    42. Kasyf As-Salim
    43. Thabaqāt al-Huffādz
    44. Thabaqat al-Mufassirin
    45. 'Uqudul Jimān fi 'ilmi al-Ma'āni wa al-Bayān
    46. 'Uqudu az-Zabarjid 'ala Musnad al-Imām Ahmad fi I'rāb al-Hadits
    47. Al-Mughthi fi Syarhi al-Muwaththa'
    48. Lubb al-Lubbāb fi Tahrir al-Ansāb
    49. Al-Bāb al-Hadits
    50. Al-Bāb an-Nuqul fi Asbāb an-Nuzul
    51. Mā Rawāhu al-Asāthin fi 'Adami al-Maji'i ilā as-Salāthin
    52. Musytahā al-Uqul fi Muntaha an-Nuqul
    53. Mathla' al-Badrain fiman Yu'ti Ajruhu Marratain
    54. Miftāhu al-Jannah fi al-I'tishām bi as-Sunnah
    55. Miftahamāt al-Aqrān fi Mubhamāt al-Qur'ān
    56. Nazham al-Aqyān fi A'yān al-A'yān
    57. Ham'u al-Hawami' Syarhu Jam'u al-Jawami'
    58. At-Tahadduts bi Ni'matillah
    59. Mu'jam al-Mu'allafāt as-Suyuthi
    60. Fahrusat Mu'allafātii
    61. Al-Fāruq baina Al-Mushanif wa as-Sariq
    62. Thibb an-Nufus
    63. Nawadhir al-Ayak fi Ma'rifati al-Niyak
    64. Ar-Rahmah fi ath-Thibbi wa al-Hikmah

    PENGANTAR KITAB

    بسم الله الرحمن الرحيم

    الحمد لله وسلام على عباده الذين اصطفى ، وبعد

    Muncul suatu pertanyaan seputar amaliah Maulid Nabi di bulan Rabi'ul Awal, apa hukumnya dalam pandangan agama, apa hal itu terpuji atau tercela, dan apakah pelakunya mendapatkan pahala atau tidak? Maka jawabnya: Menurut saya (Imam as-Suyuthi), bahwa subtansi dari Maulid Nabi yang berupa berkumpulnya orang banyak, mereka membaca al-Quran, membaca kisah-perjalanan Nabi Saw. –baik saat diutusnya menjadi rasul sampai hal-hal yang terjadi saat kelahirannya yang terdiri dari tanda-tanda kenabian-, dilanjut dengan suguhan hidangan untuk makan bersama dan selesai tanpa ada tambahan lagi, maka hal ini tergolong bid’ah hasanah (yang baik), yang pelakunya mendapatkan pahala karena ia mengagungkan Nabi Saw., menampakkan rasa gembira dan kebahagiaannya atas kelahiran Nabi Saw. yang mulia.[1]

    Yang Pertamakali Mengadakan Maulid Nabi

    Orang yang pertamakali mengadakan peringatan Maulid Nabi adalah raja Irbil, Raja al-Mudzaffar Abu Said Kukburi bin Zainuddin Ali bin Biktikin (549-630 H), salah seorang raja yang agung, besar dan mulia.[2] Ia memiliki riwayat hidup yang baik. Dan dia lah yang memakmurkan Masjid Jami' al-Mudzaffari di Safah Qasiyun.

    Ibnu Katsir berkata dalam kitab Tarikh-nya, bahwa Raja al-Mudzaffar mengadakan Maulid Nabi di bulan Rabi'ul Awal dan melakukan perayaan yang besar. Sosok yang berhari bersih, pemberani, tangguh, cerdas akalnya, pandai dan adil. Semoga Allah merahmatinya dan memuliakan tempat kembalinya. Ibnu Katsir berkata: “Syaikh Abu Khattab Ibnu Dihyah telah mengarang kitab tentang Maulid Nabi dan diperuntukkan bagi Raja al-Mudzaffar yang ia beri nama at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir.[3] Lalu Raja al-Mudzaffar membalasnya dengan memberi hadiah sebesar 1000 dinar atas karyanya itu. Ia diberi usia panjang dalam kekuasaannya
    hingga ia meninggal saat mengepung kota Perancis tahun 630 H. Ia terpuji sejarahnya dan perangainya.”

    Cucu Ibnu al-Jauzi berkata dalam Mir'at az-Zaman: “Sebagian orang yang hadir dalam jamuan perayaan Maulid Nabi oleh Raja al-Mudzaffar menceritakan bahwa beliau menyiapkan hidangan hingga 5.000 kepala kambing yang digoreng, 10.000 ayam, 100 kuda, 100.000 burung zabadiyah, dan 30.000 bejana besar yang berisi manisan."

    Cucu Ibnu al-Jauzi juga berkata: "Orang-orang yang hadir dalam acara Maulid Nabi tersebut adalah para ulama besar dan ulama sufi. Ia bergabung dan bercengkrama dengan mereka. Raja al-Mudzaffar menyediakan jamuan untuk para ulama sufi mulai Dzuhur sampai Shubuh. Ia menari bersama mereka [4]. Raja al-Mudzaffar menghabiskan biaya dalam perayaan Maulid Nabi setiap tahunnya sebesar 100.000 dinar. Ia memiliki rumah khusus tamu, yang disediakan bagi para tamu dari semua penjuru dan kalangan. Di 'rumah tamu' ini ia menghabiskan 1.000 dinar setiap tahunnya diperuntukkan bagi para tamu. Ia memerdekakan budak dari Perancis setiap tahunnya dengan 200.000 dinar. Ia juga mengalokasikan dana untuk Kota Mekkah dan Madinah serta talang Ka'bah (mizab) setiap tahunnya sebesar 30.000 dinar.”

    Istri Raja al-Mudzaffar, Rabi’ah Khatun binti Ayyub (saudara perempuan Raja Shalahuddin al-Ayyubi)[5], bercerita bahwa baju suaminya terbuat dari kain yang kasar, kisaran harga 5 dirham. Istrinya berkata: “Saya suka mengejeknya karena ia berpakaian seperti itu.” Namun sang suami, Raja al-Mudzaffar, hanya menjawab: “Saya berpakaian seharga 5 dirham dan bersedekah
    dengan uang sisanya, lebih baik daripada saya memakai pakaian mahal sementara saya menelantarkan orang fakir dan miskin.”

    Ibnu Khalkan berkata dalam biografi al-Hafidz Abu Khattab Ibnu Dihyah: “Dia adalah ulama besar dan orang utama yang populer. Ia datang dari Maroko kemudian masuk ke Syam (Syria) dan Iraq. Ia tinggal di Irbil tahun 604 H, dan ia berjumpa dengan penguasa Irbil yang agung yaitu al-Mudzaffar bin Zainuddin yang gemar mengadakan Maulid Nabi. Ibnu Dihyah pun mengarang
    kitab at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir, lalu ia membacakannya di depan Raja, dan Raja memberinya 1.000 dinar. Kami mendengarnya di hadapan Sultan dalam enam kali pertemuan majelis pada tahun 625 H.”[]

    CATATAN KAKI

    1. Jawaban ini diperkuat oleh pernyataan Ibnu Taimiyah: “Mengagungkan Maulid Nabi dan menjadikannya perayaan musiman telah dilakukan oleh sebagian ulama, dan dia mendapatkan pahala yang agung karena memiliki tujuan yang baik dan mengagungkan
    kepada Rasulullah Saw." (Iqtidha' ash-Shirath al-Mustaqim juz 2 hlm.126).

    2. Sejarah hidup Raja al-Mudzaffar tentang merayakan Maulid Nabi juga dicantumkan oleh adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam an-Nubala' juz 22 hlm. 336. Bahkan adz-Dzahabi berkata: “Ia raja yang rendah hati, baik, seorang Sunni (Ahlussunnah wal Jama'ah), mencintai ulama fikih dan ahli hadits."

    3 Kitab ini sering dijadikan sumber rujukan oleh Ibnu Katsir dalam kitab-kitabnya seperti al-Bidayah wa an-Nihayah dan as-Sirah an-Nabawiyah. Ini menunjukkan bahwa Ibnu Katsir yang tidak lain adalah murid Ibnu Taimiyah, juga tidak mengingkari perayaan Maulid Nabi, karena ia sama sekali tidak berkomentar negatif tentang Maulid Nabi.

    4. Hukum menari adalah diperbolehkan selama tidak menimbulkan gairah syahwat. Dalil yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali adalah hadits riwayat Imam Bukhari (No. 988) dan Muslim (No. 2100), bahwa pada hari raya ada beberapa orang Habasyah (Etyophia) yang menari di Masjid Nabawi. Rasulullah tidak melarangnya dan memperbolehkan Aisyah melihatnya. (Lihat al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba'ah juz 2 hlm. 42).

    5. Ibnu Katsir menegaskan bahwa Raja al-Mudzaffar hidup di masa kerajaan Shalahuddin al-Ayyubi. (Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah juz 13 hlm. 160).

    DOWNLOAD KITAB MAULID IMAM SUYUTHI

    - Terjemah Husnul Maqshid Imam Suyuthi
    - Husnul Maqshid Imam Suyuthi versi Arab

    Sejarah dan Hukum Peringatan Maulid Nabi
    LihatTutupKomentar