Mengucapkan Salam pada Guru
Apabila pelajar menghadiri pertemuannya dewan guru , hndaklah ia mengucapkan salam kepada orang telah hadir pada forum tersbut dengan suara yang bisa mereka dengar dengan jelas, apalagi terhadap seorang kyai dengan memberikan penghormatan yang lebih tinggi dan memulyakan. Begitu juga apabila santri keluar dari forum tersebut.
Nama buku: Terjemah kitab Adabul Alim wa Al-Muta'allim
Judul versi terjemah: 1. Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar; 2. Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul Alim wal Mutaallim)
Nama kitab asal: Adabul Alim wal Muta'allim (آداب العالم والمتعلم)
Pengarang: Hadratusy Syekh Kyai Haji Hasyim Asy'ari
Nama Ibu: Nyai Halimah
Penerjemah: Ishom Hadziq (?)
Bidang studi: Akhlaq dan Tasawuf
Daftar Isi
Mengucapkan Salam pada Guru
Delapan, Apabila pelajar menghadiri pertemuannya dewan guru , hndaklah ia mengucapkan salam kepada orang telah hadir pada forum tersbut dengan suara yang bisa mereka dengar dengan jelas, apalagi terhadap seorang kyai dengan memberikan penghormatan yang lebih tinggi dan memulyakan. Begitu juga apabila santri keluar dari forum tersebut.
Apabila pelajar mengucapkan salam pada sebuah forum, maka ia tidak diperkenankan melewati orang–orang yang ada di tempat tersebut untuk mendekat pada sang kyai, ia duduk ditempat yang bisa di datangi oleh orang lain, kecuali apabil sang kyai, para jama’ah yang lain memintannya untuk maju kedepan, maka tidak ada masalah apabila santri itu maju dengan melewti orang terlebih dahulu hadir pada majlis tersebut.
Pelajar tidak boleh memindah tempat duduknya orang lain atau berdesak-desakan dengan sengaja, apabila ada orang lain yang mempersilahkan santri itu untuk menempati tempat duduknya, maka janganlah ia menerimanya kecuali ada kemaslahatan, kebaikan yang diketahui oleh orang lain, atau orang banyak yang memproleh dan mendapatkan manfaat, seperti ia bisa menjelaskan persoalan bersama-sama dengan gurunya ketiak berdekatam, disamping itu ia (santri) termasuk orang yang mempunyai banyak umur, kebagusan dan kewibawaan.
Pelajar tidak boleh mengambil tempat duduk ditang-tengah pertemuan, disepan seseorang kecuali dalam keadaan dlarurat, duduk diantara dua orang yang bersahabat kecuali mereka merelakannya, duduk di atas orang yang lebih mulia di bandingkan dengan dia sendiri.
Hendaknya pelajar berkumpul dengan para sahabatnya ketika membahas sebuah pelajaran, atau membahas beberap pelajaran dri satu arah supaya ketika seorang guru mneyampaiakn penjelasan sebauh persoalan, materi pelajaran bisa utuh dan tidak terganggu.
Sembilan, Pelajar hendaknya tidak segan-segan, tidak perlu malu menanyakan sebuah pesoalan yang menurutnya sangat musykil, sulit dan memahami setiap sesuatu yang belum ia fahami dengan baik dan benar dengan menggunakan bahasa yang lembut, halus, baik perkataanya, dan menggunakan sopan santun . Suatu ketika pernah dikatakan bahwa : “Barang siapa dari roman mukanya tampak rasa malu untuk menanyakan sesuatu , maka akan tampak kekeurangannya ketika berkumpul dengan orang lain”.
Mujahid r.a. berkata : “Orang yang mempounyai sifat malu dan orang yang sombong tidak akan bisa mempelajari ilmu pengetahuan”.
‘Aisyah r.a. telah berkata : “Semoga Allah mengasihi pada perempuannya kaum anshar, karena sifat malu mereka mencegahnya dalam memepelajari ilmu agama”.
Ummu Sulaim, istri Rasulullah berkata : “Sesungguhnya Allah tida akan pernah malu terhadap sesuatu yang hak, benar, apakah terhadap orang perempuan yang mempunyai suami yang memandikannya ketika istrinya bermimpi mengeluarkan air sperma ?.
Pelajar tidak boleh mennyakan sesuatu yang bukan pada tempatanya, kecuali karena ia membutuhkannya atau ia mengerti dengan memberikan solusi kepada gurunya untuk bertanya. Apabila guru tidak menjawab, maka hendaknya ia jangan memaksannya, namun apabila belaiu menjawab dan kebetulan salah, maka santri tidak boloeh menolaknya seketika.
Seharusnya yang dilakukan oleh pelajar adalah tidak malu-malu untuk bertanya, begitu juga hendaknya ia tidak malu mengucaokan kata-kata seperti ini : “Aku belum faham”, apabila ia ditanya oleh gurunya , apakah engkau faham ? sedangkan ia sendiri belum faham.
Sepuluh, Bila dalam belajar santri menggunakan sistem Sorogan, suatu metode belajar dengan maju satu persatu dan langsung disimak dan diperhatikan oleh ustadznya, maka ia harus harus menuggu gilirannya dengan tertib, tidak mendahului peserta yang lain kecuaili apabila ia mengizinkannya.
Dalam sebuah hadits telah diriwayatkan bahwasanya suatu ketika ada seorang lelaki dari sahabat anshar menjumpai rasulullah, sambil bertanya mengenai sesuatu, setelah itu datang lagi seorang laki-laki dari Bani Tsaqib kepada beliau, juga bertujuan yang sama, menanyakan sesuatu kepada beliau, kemudian nabi SAW menjawab : “Wahai saudaraku dari Bani Tsaqif, duduklah! Aku akan memulai mengatakan sesuatu yang dibutuhkan oleh sahabat Anshar tadi, sebelum kedatanganmu, Al Khatib berkata “Bagi orang-ornag yang datangnya lebih dulu disunnahkan untuk mendahulukan orang yang jauh dari pada dirinya sendiri, karena untuk menghormatinya.
Begitu juga bagi orang yang datang belakangan apabila mempunyai kebutuhan, keperluan yang sifatnya wajib dan orang yang lebih awal mengerti akan keadaanya maka hendaknya ia didahulukan, diutamakan. Atau ustadz memberikan sebuah isyarat untuk mengutamakannya karena adanya kemaslahatan, kebaikan yang tersembunyi di dalamnya maka ia disunnahkan untuk diutamakan.
Mendapat giliran lebih awal sebenarnya bisa diperoleh dengan cara datang lebih awal pada majelis, forum yang dipakai oleh ustadz untuk melakukan transformasi keilmuan. Dan hak yang diiliki oleh seseorang tidak akan pernah gugur sebab perginya orang tersebut karena sesuatu yang bersifat dlarurat, misalnya menunaikan hajat, memperbarui wudlu’ dengan ketentuan apabila ia kembali pada tempat semula.
Apabila ada dua orang yang saling mendahului atau saling rebutan tempat, maka hendaknya keduanya di undi, atau ustadz yang menentukan mana yang lebih dulu berhak menempatinya, apabila salah satunya melakukan perbuatan yang baik.
Sebelas, Menjaga kesopanan duduk dihadapan ustadz ketika mengikuti kegiatan belajar dan juga harus memperhatikan kebiasaan, tradisi yang selama ini dipakai, diterapkan oleh ustadz dalam mengajar.
Santri hendaknya kitab ustadznya yang hendak dibacanya bersama-sama dengan kitabnya sendiri dan membawanya dengan kedua tangannya dan tidak boleh meletakkan kitabnya ustazd di atas tanah dalam keadaan terbuka ketika hendak dibacanya. Bahkan sang santri harus membawa dengan tangannya sendiri, ia tidak diperbolehkan membaca kitab ustazd kcuali atas izin beliau, disamping itu sang santri tidak boleh membaca kitab ketika hati sang ustadz sedang kalut, bosan, marah, susah dan sebagainya.
Apabila ustazd memberikan izin, maka santri sebelum membaca kitab hendaknya membaca, taawwudz, basmalah, hamdalah, sholawat kepada nabi saw, keluarganya, para sahabatnya, kemudian mendoakan kepada ustazdnya, orang tua para gurunya, dirinya sendiri, kaum muslimin semuanya. Dan memintakan rahmat kepada allah untuk pengarang kitab ketika membacanya.
Dan apabila pelajar mendoakan ustazdnya, maka hendaklah ia mengucapkan kata-kata : mudah-mudahan Allah meridhoi kalian semua, guru-guru kami, pemimpin kami dan sebaginya. Dan semua doa yang dipanjatkan oleh santri semuanya dikhusukan untuk gurunya.
Apabila santri telah selesai belajar, hendaknya ia juga mendoakan terhadap ustazdnya. Apabila santri tidak memulai dengan hal hal yang telah disebutkan diatas, baik karena lupa atau karena kebodohannya sendiri, maka hendaknya ustazd mengingatkan terhadap santri tersebut, mengajarinya, dan mengingatkannya, karena hal itu termasuk etika, akhlak yang paling penting.
Dua belas, Menekuni pelajaran secara seksama dan perhatian dan tidak berpindah pada pelajaran yang lain sebelaum pelajaran yang pertama bisa difahami dengan baik, tidak boleh pindah baik dari negara ke negara yang lain, atau dari satu madrsah kemadrasah yang lainkecuali darurat dan ada keperluan yang sangat mendesak,. Karena hal itu akan menimbulkan berbagai macam persoalan, membuat hati menjadi resah, gundah dan menyia-nyiakan waktu dengan percuma tampa ada hasilnya.
Hendaknya santri selalu pasrah dan berserah diri kepada Allah, ia tidak boleh menyibukkan dirinya dengan masalah rizqi, permusuhan dan bertentangan dengan seseorang, menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang ahli dalam hal bicara, ahli kerusakan, maksiat dan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap (pengangguran). Karena berdampinganag, hidup bertangga dengan orang-orang seperti itu pasti menimbulkan ekses, dampak yang negatif.
Hendaknya pelajar ketika sedang belajar hendaknya menghadap kearah kiblat, banyak mengamalkan, melakukan tradisi-tradisi rasululah SAW, mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjauhkan diri dari doanya orang yang dianiaya (madzlum), dan memperbanyak shalat dengan segala kekhusukan.
Tiga belas, Bersemangat dalam menggapai kesuksesan dengan diwujudkan pada akegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat serta berpaling dari keresahan yang mengganggu, meringankan biaya. Selain itu santri juga harus membentuk hasil-hasil pendidikanya sebagai suatu nasehat dan peringatan yang berharga pada dirinya, sehingga ilmu itu bisa membawa berkah dan bersinar serta mendapat pahala yang luar biasa.
Bagi orang-orang yang tidak mampu mewujudkan, implementasi, maka berarti ia tidak memiliki ilmu yang mumpuni, kalaupun toh memilki ilmu, maka ilmunya kurang bermanfaat.
Hal-hal seperti itu telah banyak diuji cobakan oleh sekelompok ulama’ salaf. Ilmu yang dimiliki oleh santri hendaklah hal itu tidak membuat dirinya menjadi sombong, terlalu membanggakan terhadap kekuatan akal yang ia miliki. Bahkan semestinya ia wajib bersyukur kepada Allah SWT, selalu mangharapkan tambahan ilmu dari-Nya dengan cara mensyukuri secara terus menerus, santri hendaknya menebarkan, menyebar luaskan salam , menampakkan sifat kasih akung dan menghormatinya, serta menjaga diri dari hak-hak yang dimilki oleh teman, saudara, baik seagama atau seaktifitas. Karena mereka adalah orang orang yang ahli ilmu, membawa dan mencari ilmu, berusaha melupakan terhadap segala kejelekan mereka, serta memaafkan segala kekeliruan dan menutupi kejelekan mereka dan mensyukuri terhadap terhadap orang-orang yang berbuat bagus dan mengampuni orang yang berbuat kejelekan.[alkhoirot.org]