Tata Krama Seorang Guru Saat Mengajar
Seorang guru ketika menghadiri ruangan mengajar (kelas) hendaknya membersihkan dirinya dari hadast dan kotoran, memakai harum-haruman dan memakai baju (pakaian) yang selayaknya sesuai dengan mode ketika itu dengan tujuan mengagungkan nilai ilmu dan menghormati syaria’at. Juga harus berniat mendekatkan diri kepada Allah
Judul versi terjemah: 1. Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar; 2. Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul Alim wal Mutaallim)
Nama kitab asal: Adabul Alim wal Muta'allim (آداب العالم والمتعلم)
Pengarang: Hadratusy Syekh Kyai Haji Hasyim Asy'ari
Nama Ibu: Nyai Halimah
Penerjemah: Ishom Hadziq (?)
Bidang studi: Akhlaq dan Tasawuf
Daftar Isi
TATA KRAMA SEORANG GURU DI DALAM PELAJARANNYA
Seorang guru ketika menghadiri ruangan mengajar (kelas) hendaknya membersihkan dirinya dari hadas dan kotoran, memakai harum-haruman dan memakai baju (pakaian) yang selayaknya sesuai dengan mode ketika itu dengan tujuan mengagungkan nilai ilmu dan menghormati syari’at. Juga harus berniat mendekatkan diri kepada Allah dan menyebarkan ilmu serta menegakkan agama Allah menyampaikan huku-hukum Allah yang diamanatkannya dan diperintahkan menjelaskannya. Sebaiknya juga bermaksud menunjukkan kebenaran dan mengembalikan kepada kebajikan. Berniat berkumpul bersama untuk berdzikir kepada Allah, selain kepada kawan-kawan muslimin dan mendo’akan Ulama’ Salaf.
Apabila dia keluar dari rumahnya sebaiknya berdo’a sebagaimana do’a Nabi Muhammad SAW
“ Ya Allah…. aku berlindung kepada-Mu dari tersesat atau disesatkan, tergelincir atau tergelincirkan, mendholimi atau didholimi, bodoh atau dibodohi maha mulya kekuasaan-MU dan agung pujian-Mu tiada Tuhan selain Engkau.
Kemudian berdo’a :
Dengan menyebut nama Allah, aku beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, tawakal kepada-Nya tiada kekuatan daya upaya kecuali dari Allah. Ya Allah tetapkanlah hatiku, tunjukkanlah kebenaran pada lisanku, dan ku selalu mengingat-Mu.
Sehingga sampai pada kelas.
Apabila telah sampai dihadapan para hadirin maka hendaknya mengucapkan salam lalu duduk menghadap kiblat jika memungkinkan dengan tenang dan tawadhu’ serta khusu’ baik dengan bersila atau yang lainnya yang penting sopan. Dan hendaknya menjaga badannya dari desakan atau main-main atau memandang kesana kemari tampa tujuan. Hendaknya juga menjahui gurauan atau banyak tertawa, karena hal itu mengurangi wibawa atau kehormatan. Tidak boleh mengajar ketka sangat lapar, haus, susah, marah, ngantuk atau sangat dingin atau sangat panas.
Hendaknya duduk ditempat yang bisa dilihat oleh seluruh hadirin dengan tetap menghormati hadirin yang lebih senor baik dari segi keilmuan, umur, ataupun kedudukan. Dan mengutamakan sesuai dengan ukuran sebagai imam sholat. Dan lemah lembut kepada yang lainnya dan menghormatinya dengan tutur kata yang yang lembut,wajah berseri-seri dan menghormati.
Hendaknya juga ketika akan berdiri dihadapan pembesar kaum muslimin denga memulyakannya dan memeandang para hadirin sesuai kebutuhan.menatap wajahnya pada orang yang diajak bicara walaupun dia lebih rendah karena jika tidak demikian maka termasuk orang-orang yang sombong
Memulai belajar dengan membaca sesuatu dari Al-qur’an untuk mencari barokah dan berdoa setelah itu untuk dirinya,para hadirin juga seluruh muslimin dan orang yang mewaqafkan jika itu memang madrasahtanah waqof sebagai balasan kebaikan perbuatannya dan tercapai cita-ciyanya.kemudia berlindung kepada Alah dari syaitan yang terkutuk, menyebut nama Allah dan memujinya, sholawat kepada nabi, keluarga, serta sahabatnya serta meminta ridho kepada muslimin terdahulu.
Apabila pelajaran itu banyak maka dahulukan yang paling utama dan yang paling penting. Berawal dari tafsirul Qur’an kemudian Hadits, Usuluddin, Usul Fiqih, kitab-kitab mazhab, dan nahwu dan diakhiri dengan kitab-kitab kecil agar bisa dimanfaatkan oleh para hadirin untuk membersihkan hatinya, meneruskan pelajarannya dengan sesuatu yang terkait, berhenti pada tempat yang seharusnya berhenti, jangan menyebutkan pelajaran yang masih diragukan dan menunda jawaban dipertemuan yang lain atau mungkin menyebutkan, meninggalkan semuanya karena itu merupakan matsadah (kerusakan) apalagi pelajaran itu dihadapan orang-orang tertentu atau orang-orang awam dengan memperpanjang pelajaran sehingga membosankan / meringkasnya sehingga merasa kurang, jangan membahas satu bab yang tidak pada tempatnya. Maka jangan mendahulukan dan mengakhirkan kecuali dipandang ada baiknya.
Jangan mengeraskan suaranya berlebihan tampa ada perlu atau melirihkannya sehingga tidak terdengar akan tetapi sebaiknya suara itu tidak melebihi satu majlis dan tidak kurang dari jangkauan hadirin. Sesuai dengan hadits yang dirwayatkan oleh Khatib al-badadi. Nabi bersabda :
Sesungguhnya Allah menyukai suara yang lembut dan tidak menyukai suara yang kasar
Apabila ada diantara mereka yang kurang begitu mendengar maka tidak apa-apa mengeraskan sehingga dia mendengarkannya dan tidak membentak-bentaknya tetapi mengajar dengan pelan-pelan agar dia berfikir dan mendengarkannya sebagaimana Nabi SAW merinci kata-katanya agar dapat difahami bagi yang mendengarkannya beliau juga berbicara satu kalimat bisa diulangi tiga kali untuk memahamkannya apabila telah selesai pada satu permasalahan maka hendaknya diam sejenak sehingga dia memulai berbicara lagi.
Menjaga majlis itu dari kesalahan, karena kesalahan bisa merubah kita dan jyga harus menjaga suara yang keras atau juga tidak membahas sesuatu yang bukan bahasannya. Imam Robi’ berkata : Bahwa Imam Syafi’I jika didepat oleh seseorang tentang satu masalah maka beliau berpaling darinya, seraya berkata : aku sudah pernah membahasnya, kemudian sekarang terserah engkau, dan lemah lembut ketika perbedaan muncul serta harus bisa mengendalikan emosi.
Hendaknya mengatakan kepada para hadirin bahwa sanya berdebat itu tidak baik apalagi sudah jelas-jelas kebenarannya, karena maksudnya berkumpul adalah mencari kebenaran, membesihkan hati dan mencari faedah oleh sebab itu tidak layak lagi santri berdebat karena akan menyebabkan permusuhan dan marah. Akan tetapi seharusnya pertemuan itu adalah ikhlas karena Allah SWT agar mendapatkan kesempurnaan faedah didunia dan kebahagiaan diakhirat sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah:
Agar tampak suatu kebenaran dan hilanglah suatu kebatilan walaupun dibenci oleh orang-orang berdosa.
Karena itu dapat difahami bahwa maksud melenyapkan kebenaran dan menunjukkan kebatilan adalah sifat bagi orang-orang yang suka melakukan dosa maka takutlah.
Menekankan untuk mencegah santri yang membahas melampui batas/berlebihan dalam bertatakrama ketika membahas satu pelajaran, atau tidak mau menyadari setelah tampak satu kebenaran, atau menjerit-jerit tampa faedah atau kurang sopan kepada kehadiran yang lainnya atau kepada kawannya yang tidak hadir atau merasa sombong dihadapan seniornya. Begitu pula harus diperhatikan santri yang tidur atau yang berbicara dengan yang lainnya / tertawa-tawa dengan salah satu hadirin atau pun mencari kawan lainnya hal itu telah disebutkan pada bab “tatakrama santri”
Apabila ditanya terhadap sesuatu yang belum diketahui maka hendaknya, jawab : “aku tak tahu, aku tidak mengerti karena jawaban itu juga termasuk sebagian dari ilmu. Dari Ibnu Abbas apabila seorang guru salah dalam mengajar.
Muhammad Bin Hakim berkata : aku bertanya pada Imam Syafi’I tentang nikah mut’ah, apakah didalamnya juga terdapat thalaq atau warisan atau ada kewajiban nafkah atau ada persaksian ? maka beliau menjawab : “demi Allah aku tidak tahu”
Ketahuilah bahwa sanya perkataan orang yang ditanyai tentang sesuatu dan jawabannya “aku tidak tahu” tidaklah mengurangi derajad orang tersebut, sebagaimana prasangka orang-orang bodoh, tapi bahkan itu mengangkat derajadnya. Karena sesungguhnya hal tersebut adalah suatu pertanda keagungan (kebesaran) pengetahuan dan kuatnya agama dan ketakwaan kepada Tuhannya, bersihnya hati dan baiknya alasan (argumentasi) nya.
Dan argumen (pendapat) tersebut sudah diriwayatkan dari golongan Ulama’-Ulama’ Salaf tedahulu. Dan sesungguhnya orang menganggap semua itu mudah (meremehkannya) maka dia adalah orang yang lemah agamanya dan sedikit sekali pengetahuannya. Karena sesungguhnya dia takut jatuhnya martabat/derajadnya dihadapan orang-orang yang hadir (audiens). Dan kebodohan ini adalah tipisnya (minimnya) agama orang tersebut. Dan ketika kesalahannya sudah tersebar (terkenal) antara orang-orang maka sesuatu perkara yang akan membuatnya lari berpaling pasti menimpanya. Dan dia akan menyikapi terhadap orang-orang dengan cara menjahui hal tersebut (kesalahannya).
Allah mengajarkan ahlak kepada para ulama’ dengan saripati kisah perjalanan Nabi Musa dengan Nabi Khidir, ketika itu Nabi Musa tidak menolak untuk menimba ilmu lagi dikala ditanya “apakah ada orang yang lebih pandai dari pada engkau dibumi ini?”.
Hendaknya kasih akung ditunjukkan pula kepada orang baru yang hadir dimajlis itu, mempersilahkan dengan lapang dada, karena orang yang baru datang itu biasanya asing dan bingung, jangan memandanginya terus karena itu membuat dia terasa tercela. Apabila salah seorang senior bergegas dalam memecahkan masalah maka hendaknya menahan dahulu sehingga duduk matang.
Dan apabila dia datang dengan membawa suatu masalah maka jelaskan maksudnya, apabila salah satu senior menghadap sedangkan waktu telah habis dan jama’ah bergegas meninggalkan ruangan maka tunggulah hingga orang tersebut duduk dimajlis agar tidak merasa malu dengan bubarnya jama’ah tersebut. Hendaknya menjaga perasaan jama’ah tentang waktu yang telah ditentukan baik datang maupun pulang kecuali ada uzur atau kesulitan. Ketika pelajara mulai usai maka katakanlah “Wallahua’lam” (Allah lebih mengetahui) setelah sebelum itu mengucapkan kata-kata yang menunjukkan pada akhir pelajaran seperti kata-kata “kini kita tutup dulu adapun selanjutnya pertemuan yang akan datang Insya’ Allah” atau senada dengan itu. Agar kata-kata Wallahua’lam ikhlas sebagai dzikir kepada Allah dan diketahui maksudnya. Hendaknya pula ketika memulai pelajaran dibuka dengan Basmalah. Agar terasa bahwa mengingat Allah pada awal dan akhir pelajaran. Hendaknya pula diam sejenak tatkala para hadirin yang berdiri karena disitu ada beberapa faidah yang tercermin dalam sebuah tatakrama diantaranya yaitu menghindari desak-desakkan, mengantisipasi bila ada seseorang yang bertanya. Menghindari desakan kendaraan jika memang membawa kendaraan. Ketika akan berdiri hendaknya berdo’a sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits untuk melebur dosa.
Maha suci Engkau ya…. Allah dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau dan aku mohon ampunan serta bertaubat kepada-Mu.
Jika memang tidak menguasai materi maka jangan memegang fak itu atau mengajarkan sesuatu yang dia tidak tahu karena itu semua termasuk mempermainkan agama dan merendahkan diri dihadapan manusia Nabi bersabda :
Barang siapa yang menganjurkan sesuatu yang dia belum tahu bagaikan orang yang memakai baju yang sangat hina.
Sebagian Ulama’ berkata :
Barang siapa menampakkan sesuatu yang belum waktunya sama juga dia menampakkan nafsunya.
Dari Abdurrohman RA berkata :
Barang siapa yang mencari kedudukan yang belum waktunya, maka dia akan selalu terhina karena walaupun sedikit dari situ akan nampak beberapa mafsadah (kerusakan) karena para hadirin akan selalu meneliti kebenaran dan menolongnya dan mencegah orang yang salah.
Dikatakan Dari Hanifah RA ketika suatu saat disalah satu forum yang ada dimasjid, mereka saling berdebat tentang bahasan Fiqih maka Abu Hanifah berkata :
Apakah mereka mempunyai kepala, mereka menjawab tidak, maka beliau berkata lagi, mereka tidak akan mengerti selamanya bahwa diantara mereka ada yang benar dan ada yang salah.[alkhoirot.org]