Zuhud
berakhlaq dengan zuhud terhadap harta dunia, dan hanya mengambil sedikit dar idunia hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya semata, tidak membahayakan terhadap dirinya sendiri, keluarganya, dengan cara sderhana dan selalu qana’ah.
Nama buku: Terjemah kitab Adabul Alim wa Al-Muta'allim
Judul versi terjemah: 1. Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar; 2. Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul Alim wal Mutaallim)
Nama kitab asal: Adabul Alim wal Muta'allim (آداب العالم والمتعلم)
Pengarang: Hadratusy Syekh Kyai Haji Hasyim Asy'ari
Nama Ibu: Nyai Halimah
Penerjemah: Ishom Hadziq (?)
Bidang studi: Akhlaq dan Tasawuf
Daftar Isi
BERAKHLAK ZUHUD
Sepuluh, berakhlaq dengan zuhud terhadap harta dunia, dan hanya mengambil sedikit dar idunia hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya semata, tidak membahayakan terhadap dirinya sendiri, keluarganya, dengan cara sderhana dan selalu qana’ah.
Penegrtian zuhud di sini adalah menolak kesenangan atau kecintaan. Sedangkan menurut Abu Sulaiman Ad Daroni zuhud adalah meninggalkan segaka sesutau memalingkan diri dari Tuhan. Atau , mengosongkan hati dari dorongan ingin tambah lebih dari kebutuhan dan menghilangkan ketergantungan terhadap makhluq. Jelasnya zuhud adalah menganggap remeh terhadap dunia dan segala perhiasan serta urusannya. Dengan hati seperti ini orang yang zuhud tidak akan terpikat oleh persoalan duniawi dan tidak merasa sedih atas kekurangannya , sehingga ia menjadi lebih bisa berkonsentrasi dalam zikir kepada Allah SWT dan kehidupan akhirat.
Paling sedikit derajatnya orang yang alim (ustazd ) adalah meninggalkan semua hal-hal yang berhubungan dengan harta duniawi dan menganggap sebagai barang kotor, karena ia lebih mengetahui terhadap kerendahan harta dunia, harta dunia sering menimbulkan fitnah, pertengkaran antar sesama, cepat musnah dan untuk memperoleh harta dunia diperlukan kerja extra keras, dan susah payah, sebagai seorang guru sudah semestinya tidak terlalu memperhatikannya , apalagi sampai memperhatikan dan menyibukkan diri dengan urusan dunia.
Diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW, :” sungguh sangat mulia sekali orang oramg yang bersikap qana’ah, menerima apa adanya terhadap harta dunia,. Dan sungguh hina sekali orang yang selalu tama’, mengharapkan terlalu berlebihan pada harta.
Diriwayatkandari syafi’I r.a. : seandainya orang yang berwasiat hanya pada orang yang cerdas akalnya, maka niscaya wasiat tersebut akan diarahkan, diberikan kepada orang orang yang ahli zuhud ( tapa ). Aku bersumpah pada pribadi aku sendiri : Siapakah yang lebih berhak untuk diberi rahmat berupa kelebihan akal dan kesempurnaan akal dari pada ulama’ .
Yahya bin Mu’az berkata:” seandainya harta dunia itu berupa mas murni dan akhirat itu berupa pecahan genting ( kereweng ) yang bersifat abadi ( kekal ), maka niscaya orang-orang yang mempunyai akal akan lebih suka memilih pecahan genteng yang tahan lama dari pada emas murni yang punah , hilang tak berbekas.
Terus bagaimana jadinya sekarang, dalam kenyataan , bahwa ; harta dunia itu ibarat pecahan genting yang cepat hancur , sedangkan akhirat ibarat mas murni yang tidak pernah hancur, kekal selama-lamanya.
Sudah sepantasnya bagi orang-orang yang mengerti, bahwa harta dunia itu akan di tinggalkan oleh pemiiknya dan di tinggalkan pada ahli warisnya, disamping itu banyak musibah yang menghantam, dan menimpa pada harta benda, bahwa sifat zuhudnya mestinya lebih tinggi, kuat di abndingkan dengan kecintaannya pada harta dunia, meninggalkkan harta mestinya lkebih diprioritaskan dari pada mencari harta .
Sebelas, Menjauhkan diri dari usaha—usaha yang rendah dan hina menurut watak manusia, juga dari hal-hal yang dibenci oleh syari’at atau adat istiadat ( kebiasaan ). Seperti berbekam ( mengeluarkan darah dari anggota badan dengan menggunakan alat melalui kepala atau tengkuk ), menyamak kulit, penukaran mata uang ( money Changger ), tuang membuat emas dan sebagainya.
Dua belas, Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang kotor ( maksiat ) , meskipun tempat tersebut jauh dari tempat keramaian, dan tidak berbuat sesuatu yang dapat mengurangi sifat muru’ah ( menjaga diri dari hal-hal yang tidak terpuji ) dan tidak diperbolehkan ukuran zahir, walupun dalam segi bathinya di perbolehkan, karena hal itu akan menimbulakn dampak, ekses yang kurang baik terhadap dirinya, kewibaannya, dan menjadi bahan perbincangan yang jelek bagi orang lain sehingga menimbulkan dosa bagi orang yang mengolok-oloknya.
Apabila hal itu terjadi hanya secara kebetulan belaka, karena adanya hajat, keperluan atau yang lainya, maka hendaknya ia memberitahu kepada orang yang melihatnya dan menjelaskannya tentang hukum , alasannya serta maksud kedatangannya, sehingga orang lain tidak mersa berdosa atau menghindarkan diri sehingga ia tidak bisa mengambil manfaat dari sebuah ilmu, dan hendaknya hal itu bissa dipakai pelajaran bagi orang-orang yang bodoh.
Berkenaan dengan hal ini, rosulullah berkata : surtu ketika ada dua orang laki-laki yang berpapasan dengan nabi Saw, ketika beliau bersama-sama dengan Shafiyyah binti Huyay, kemudia meeka berdua berjalan denga pelan-pelan, kemudian ia berkata : perempuan itu adalah Shafiyah binti Huyay. Kemudian nabi berkata : sesungguhnya syaitan itu masuk kedalam diri manusia ( keturunan Adam ) melewati peredaran darah, aku kuatir syaitan menjatuhkan sesuatu dalam diri mereka berdua sehingga mereka menjadi rusak “.
Tiga belas, menjaga dirinya dengan Beramal dengan memperhatikan syi’ar syiar islam dan zahir-zahir hukum, seperti melakukan shalat berjamaah dimasjid, menyebarkan salam baik kepada orang khusu atau umum, amar ma’ruf nahi munkar dan sebagianya sera sabar dalam menerima cobaan.
Berkata yang hak, mengatakn kebenaran kepada para penguasa, para pejabat, dan sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada allah SWT dan tidak takut kepada cercaan dan caci makian orang lain, serta terus menerus mengingat firman Allah yang berbunyi ; Dan bersabarlah engkau atas sesuatu yang telah menimpamu, sesungguhnya pada perkara tersebut terdapat perkara yang meguatkan.
Dan hal-hal yang telah terjadi pada rasul dan para nabi yang lain misalnya merekaselalu bersabar atas cobaan yang menimpa mereka, dan perkara yang mereka tanggung karena allah, seperti ingkarnya pengikut pada nabi seperti kisahnya nabi Adam dan anak-anaknya, nabi Tsis serta kaumnya, nabi Nuh dan Hud beserta kaumnya, nabi Ibrahim ketika berhadapan dengan raja Namrud dan ayahnya, nabi Ya’qub bersama anaknya, nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya, nabi Ayyub serta cobaan yang beliau terima dari Allah SWT, nabi Musa bersama bani israil ketika mereka telah selamat dari laut merah , nabi Isa ketika bersama para kaumnya yang mendapat hidangan, santapan makanan langsung dari lagit., dan Nabi Muhammad SAW beserta kaumnya , para sahabatnya ketika membagi harga ghanimah ( rampasan ) dalam perang hudaibiyah. Kemudian nabi berkata ; mudah-mudahan Allah mengasihi saudara aku yakni nabi Musa a.s. , ia telah di coba oleh Allah dengan lebih banyak cobaan dari yang aku terima namun ia tetap sabar, kemudian hal-hal yang telah dialami oleh sahabat Abu Bakar, ketika beliau di tinggal mati oleh nabi SAW dan para sahabatnya, kemudian ketika menghadapi orang-orang yang murtad, kemudian hal-hal yang dialami oleh para sahabat , seperti berbuat kasarpada orang yang kasar karena perbedaan pandangan yang terjadi dianatara mereka, kemudian para tabi’in dan pengikutnya tabi’in sampai sekarang ini. Pada diri mereka mengandung suri tauladan, uswah yang baik yang patut di contoh sebagai pelajar.[ALKHOIROT.ORG]