Cara Mensucikan Najis yang Benar
Nama kitab: Terjemah Kitab Kasyifatus Syaja Syarah Safinatun Naja
Judul
kitab asal: Kasyifat al-Saja Syarah Safinat al-Naja (كاشفة السجا شرح سفينة
النجا)
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama
yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran:
1813 M, Kecamatan Tanara, Banten
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang
studi: Fiqih
- BAGIAN KELIMA BELAS: NAJIS
- A. Macam-macam Najis
- B. Cara Menghilangkan Najis
- 1. Cara Menghilangkan Najis Mugholadzoh
- 2. Cara Menghilangkan Najis Mukhofafah
- 3. Cara Menghilangkan Najis Mutawasitoh
- a. Ainiah
- b. Hukmiah
- Kembali ke Terjemah Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja
فصل) في بيان الأعيان النجسة تطلق النجاسة على العين مجازا وأما حقيقتها فهو
الوصف القائم لمحل أي البدن أو المكان أو الثوب
[Fasal ini] menjelaskan tentang dzat-dzat najis.
Kata najasah yang
dimaksudkan pada dzat merupakan
pengertiannya secara majaz. Adapun
hakikat najasah adalah sifat
yang melekat pada tempat tertentu, maksudnya
badan, atau tempat,
atau pakaian.
النجاسات ثلاث) بالأقسام المترتبة على حكمها وغسلها أحدها (مغلظة) أي مشدد
في
حكمها (و) ثانيها (مخففة) في ذلك أيضا (و) ثالثها (متوسطة) بين المغلظة
والمخففة
في ذلك أيضا
[Najis-najis ada 3/tiga] dari segi pembagiannya yang
diurutkan
berdasarkan tingkat hukum dan cara membasuh.
Pertama adalah najis
[mugholadzoh,] maksudnya, najis
yang berat hukumnya.
[Dan] yang kedua adalah najis [mukhofafah,] maksudnya,
najis yang
diringankan hukumnya.
[Dan] yang ketiga adalah najis [mutawasithoh,]
maksudnya,
najis yang hukumnya sedang (tengah-tengah) antara
mugholadzoh dan
mukhofafah.
1. Najis Mugholadzoh
المغلظة نجاسة الكلب) ولو معلما (والخنزير) لأنه أقبح حالا من الكلب إذ لا يحل
اقتناؤه
بحال مع إمكان الانتفاع به بنحو الحمل عليه فخرجت الحشرات وهي صغار
دواب
الأرض فإ ا وإن لم يحل اقتناؤها بحال لكن لا يمكن الانتفاع ا (وفرع أحدهما)
أي
مع الآخر تبعا لهما أو مع غيره من حيوان طاهر تغليبا للنجس لأن الفرع يتبع أخس
الأصلين
في النجاسة وتحريم الذبيحة والمناكحة والأكل وعدم صحة الأضحية والعقيقة
[Najis Mugholadzoh adalah najis anjing,] meskipun
anjing yang terlatih,
[dan babi,] karena babi lebih buruk keadaannya
daripada anjing karena
tidak diperbolehkan sama sekali memelihara
babi, padahal masih
memungkinkan mengambil manfaat darinya,
seperti babi dijadikan sebagai
hewan pengangkut muatan.
Berbeda dengan hasyarat, yakni hewan-hewan kecil di tanah, maka meskipun
tidak
boleh memeliharanya tetapi tidak memungkinkan dapat
mengambil manfaat
darinya, [dan peranakan dari salah satu
anjing atau babi] dengan hewan
lain dari keduanya (misal
peranakan anjing dan babi), maka peranakan
tersebut dihukumi najis
mugholadzoh karena mengikuti hukum keduanya, atau
peranakan
dari anjing atau babi dengan hewan lain yang suci (misal
peranakan
anjing dan kambing atau peranakan babi dan kambing), maka
peranakan
tersebut dihukumi mugholadzoh karena memenangkan
hukum najis anjing dan
babi sebab anak diikutkan pada hukum
manakah yang lebih buruk dari dua
induk/asalnya dalam hal
kenajisan, keharaman disembelih, keharaman
dinikahi, keharaman
dimakan, dan tidak sahnya dijadikan sebagai kurban
dan akikah.
Hukum-hukum Peranakan
وقد ذكر الجلال السيوطي أحكام الفرع في جميع أبواب الفقه نظما من بحر الخفيف
وهو
فاعلاتن مستفعلن فاعلاتن مرتين فقال
يتبع الفرع في انتساب أباه **
ولام في الرق والحريه
والزكاة الأخف والدين الأعلى ** والذي اشتد في جزاء
وديه
وأخس الأصلين رجسا وذبحا ** ونكاحا والأكل والأضحيه
فالولد من الشريف شريف وإن كانت أمه غير شريفة لا عكسه ومن الرقيقة رقيق وإن
كان
أبوه حرا ومن الحرة حر وإن كان أبوه رقيقا غالبا وخرج بالغالب ما لو أوصى
مالك
أمة بما تحمله كل سنة أو مطلقا فأعتقها وارثه بعد موت الموصي ولو قبل قبول
الموصى
له الوصية فولدها مملوك للموصى له وإن تزوجها حر ويلغز ا حينئذ وبولدها
فيقال
لنا حرة لا تنكح إلا بشرط نكاح الأمة ولنا رقيق بين حرين وما لو ظن الواطىء
الأمة
أ ا زوجته الحرة كأن كان متزوجا بحرة وأمة فعلقت منه فولدها حر وإن كان
الواطىء
والموطوأة رقيقين ويقال في هذا حرٌّ بين رقيقين وما لو غر بحرية أمة فانعقد
الولد
منها قبل علمه بأ ا أمة أو مع علمه بذلك فالولد منها حر لظنه حريتها
حين نزول المني
إليها حرا كان أو عبداً، وما لو ظن أ ا أمته أو أمة ولده
فالولد منها حر
Jalal Suyuti telah menyebutkan hukum-hukum peranakan
dalam semua bab
fiqih melalui nadzom yang berbahar khofif yang
polanya adalah Faa’ilatun
Mustaf’ilun Faa’ilatun dua kali. Ia
berkata:
Anak mengikuti nasab
bapak dan ibu dalam segi status budak,
merdeka,
... zakat yang
paling ringan, agama yang luhur, ** perihal
beratnya balasan dan
denda,
... perihal manakah yang lebih buruk dari dua asal
(bapak/ibu)
dari segi kenajisan, penyembelihan, ** perkawinan,
memakan, dan kurban.
Dengan demikian, anak dari bapak yang mulia termasuk
anak mulia
meskipun ibunya tidak mulia, bukan sebaliknya. Anak
dari ibu yang budak
menjadi berstatus budak meskipun bapaknya itu
merdeka. Anak dari ibu yang
merdeka menjadi berstatus merdeka
meskipun bapaknya itu budak. Demikian
ini berdasarkan pada
umumnya.
Mengecualikan dengan perkataan menurut umumnya adalah
masalah-masalah
berikut:
Apabila tuan dari perempuan amat mewasiatkan anak yang
dikandung oleh
amat tersebut di setiap tahunnya atau
dimutlakkan (tidak dibatasi waktu
setiap tahun misalnya),
kemudian ahli waris dari tuan tersebut
memerdekakan amat
itu setelah kematian tuan (mushi/orang yang
berwasiat)
meskipun sebelum ahli waris (musho-lah/orang yang
diwasiati)
menerima wasiat, maka anak dari amat tersebut
menjadi budak milik ahli
waris meskipun amat tersebut telah
dinikahi oleh laki-laki lain yang
merdeka.52 Oleh karena ini,
dikatakan, “Kita memiliki perempuan merdeka
yang tidak
boleh dinikahi kecuali dengan syarat menikahi amat dan kita
memiliki
budak laki-laki (anak) antara dua laki-laki merdeka (tuan dan laki-laki lain
itu).”
Apabila laki-laki menjimak perempuan amat dengan
sangkaan bahwa
perempuan amat tersebut adalah istrinya
yang merdeka, misalnya, karena
laki-laki tersebut telah
menikahi satu perempuan merdeka dan satu
perempuan
amat, kemudian terbukti yang merasakan rasa sakit hamil
adalah
perempuan amat, maka anak yang dilahirkan itu nanti
dihukumi merdeka
meskipun laki-laki yang menjimak dan
perempuan yang dijimak sama-sama
berstatus sebagai
52 Misal: Zaid adalah orang merdeka. Ia memiliki dan menikahi
Hindun,
yaitu seorang perempuan amat. Sebelum mati, Zaid berwasiat
bahwa setiap
anak yang dikandung oleh Hindun menjadi milik Hindun
sendiri. Setelah
kematian Zaid, ahli warisnya memerdekakan Hindun.
Setelah itu, Hindun
dinikahi Umar, yaitu seorang laki-laki merdeka. Maka
anak yang dilahirkan
oleh Hindun berstatus budak yang menjadi milik ahli
waris, artinya,
status anak tersebut tidak mengikuti status bapaknya yang
merdeka.
Wallahu a’lam
budak. 53 Oleh karena ini, dikatakan, “Ini adalah
(anak) yang
merdeka dari dua pasangan yang sama-sama berstatus
budak.”
Apabila laki-laki tertipu oleh status merdeka dari seorang
perempuan
amat, kemudian terlahirlah anak dari perempuan
amat tersebut sebelum si
laki-laki mengetahui kalau
perempuan amat tersebut sebenarnya adalah
budak amat
atau disertai ia mengetahui tentang demikian, maka anak
yang
terlahir dari perempuan amat tersebut berstatus
merdeka karena sangkaan
dari si laki-laki tentang sifat
kemerdekaan perempuan amat ketika sperma
keluar dan
masuk ke dalam farjinya, baik si laki-laki itu adalah
merdeka
atau budak.54
Apabila laki-laki menyangka kalau perempuan amat itu
adalah
perempuan amat miliknya sendiri atau perempuan
amat milik anaknya,
kemudian ia menjimaknya dan
terlahirlah seorang anak, maka anak ini
berstatus merdeka.
53 Misal: Zaid adalah laki-laki budak. Ia menikahi Aisyah, seorang
perempuan
merdeka, dan Hindun, seorang perempuan amat. Suatu ketika,
pada saat
listrik padam, Zaid menjimak Hindun dengan sangkaan bahwa
Hindun tersebut
adalah Aisyah. Beberapa bulan kemudian, ternyata
Hindun yang positif
hamil, bukan Aisyah. Pada saat demikian, anak yang
terlahir dari perut
Hindun nanti berstatus merdeka, artinya, status anak
tersebut tidak
mengikuti status bapaknya yang seorang budak. Wallahu
a’lam.
54 Misal: Zaid adalah laki-laki budak. Ia menikahi seorang
perempuan
yang bernama Hindun. Status Hindun sebenarnya adalah
seorang perempuan
amat. Entah karena alasan apa, Hindun mengaku
sebagai perempuan merdeka
saat dinikahi Zaid. Setelah menikah, Zaid
menjimak Hindun di malam
pertama. Saat Zaid merasakan orgasme
dengan mengeluarkan sperma, ia masih
tidak tahu status Hindun yang
sebenarnya, atau bersamaan pada saat Zaid
mengeluarkan sperma, ia baru
mengetahui status Hindun yang sebenarnya.
Beberapa hari kemudian,
Hindun diketahui positif hamil. Ketika anak yang
dikandung telah terlahir,
status anak tersebut adalah merdeka, artinya,
status anak tersebut tidak
diikutkan pada status bapaknya yang seorang
budak.
ويجب في المتولد بين إبل وبقر مثلا أخف الزكاتين فلا يزكى حتى يبلغ نصاب البقر
وهو
ثلاثون ففيها تبيع والمتولد بين ذمي ومسلمة أو عكسه مسلم والمتولد بين
صيد بري
وحشي مأكول وغيره يجب فيه الفدية على المحرم والمتولد بين كتابي
ومجوسية أو عكسه
فيه دية كتابي والمتولد بين كلب وشاة نجس وكذا المتولد بين
سمك وغيره من مأكول
فتكون ميتته نجسة، والمتولد بين من تحل ذبيحته ومناكحته
ككتابي ومن لا تحل
كمجوسي لا تحل ذبيحته ومناكحته، والمتولد بين مأكول وغيره
لا يحل أكله والمتولد
بين ما يضحي به وما لا يضحي به لم تجز التضحية به وكذا
العقيقة
Peranakan, misalnya, antara unta dan sapi dikeluarkan
zakatnya sesuai
dengan zakat yang teringan sehingga dalam contoh
tersebut peranakan itu
dizakati dengan diikutkan pada nisob sapi,
yaitu 30 sapi, bukan diikutkan
pada nisob unta. Dengan demikian,
apabila anak-anak dari hubungan antara
unta dan sapi telah mencapai
30 ekor, maka zakatnya adalah satu ekor
tabik (anak sapi berusia 1
tahun lebih).
Anak dari hubungan antara laki-laki kafir dzimmi dan
perempuan muslimah
dihukumi muslim, begitu juga sebaliknya,
artinya, anak dari hubungan
antara laki-laki muslim dan perempuan
kafiroh dzimmiah dihukumi
muslim.
Anak dari hubungan antara hewan darat liar (alas) yang halal
dimakan
dagingnya dan hewan darat liar yang tidak halal dimakan
dagingnya
menetapkan kewajiban fidyah atas muhrim (orang yang
ihram) jika ia
memburunya.
Anak dari hubungan antara laki-laki kitabi dan perempuan
majusiah atau
sebaliknya, artinya anak dari hubungan antara laki-laki
majusi dan
perempuan kitabiah menetapkan kewajiban membayar
diyat (denda) dengan
jenis diyat ketika membunuh orang kitabi.
Peranakan dari hubungan antara
anjing dan kambing
dihukumi najis. Begitu juga, bangkai peranakan antara
ikan dan
hewan lain yang halal dimakan dagingnya dihukumi najis.
Anak
dari hubungan antara orang yang halal sembelihannya
dan pernikahannya
seperti orang kitabi dan orang yang tidak halal
sembelihannya dan
pernikahannya seperti orang majusi dihukumi
tidak halal sembelihannya dan
pernikahannya.
Peranakan antara hewan yang halal dimakan dagingnya dan
hewan
yang tidak halal dimakan dagingnya dihukumi tidak halal
memakan daging
peranakan tersebut.
Peranakan antara hewan yang mencukupi untuk dijadikan
sebagai kurban dan
hewan yang tidak mencukupi sebagai kurban
dihukumi tidak mencukupi
berkurban dengan peranakan tersebut.
Begitu juga, peranakan antara hewan
yang mencukupi untuk
dijadikan sebagai akikah dan hewan yang tidak
mencukupi sebagai
akikah dihukumi tidak cukup berakikah dengan peranakan
tersebut.
فلو تولد آدمي بين مغلظ ذكرا كان أو أنثى وآدمي كذلك وكان على صورة الآدمي
ولو
في النصف الأعلى فقط دون الأسفل فهو محكوم بطهارته في العبادات أخذا بإطلاقهم
طهارة الآدمي وتجري عليه الأحكام لأنه بالغ عاقل والعقل مناط التكليف فيصل ويؤمهم
لأنه لا يلزمه الردة أي ويدخل المساجد ويخالط الناس ولا ينجسهم بمسه
مع
رطوبة ولا ينجس به الماء القليل ولا المائع ويفطم عن الولايات كولايات نكاح
وقضاء
كالقن بل أولى على المعتمد في جميع ذلك، ولا تحل مناكحته ولا ذبيحته ولا
توارث
بينه وبين آدمى على المعتمد وقال بعضهم يرث من أمه وأولاده دون أبيه ولا قود
على
قاتله فله حكم النجس في الأنكحة لأن في أحد أصله ما لا يحل رجلا كان أو
امرأة
ولو لمن هو مثله وإن استويا في الدين، وكذا التسري على المعتمد لأن شرط حل
التسري
حل المناكحة، وجوز له ابن حجر التسري حيث خاف العنت وحكم بأنه نجس
معفو عنه
ومعتمد الرملي ما تقدم
Apabila ada anak terlahir dari hubungan antara manusia dan
anjing/babi,
baik anak tersebut laki-laki atau perempuan, dan anak
tersebut memiliki
bentuk seperti manusia meskipun hanya bagian
atasnya saja, sedangkan
bagian bawahnya berbentuk anjing/babi,
maka anak tersebut dihukumi suci
dalam perihal ibadah karena
berdasarkan kemutlakan para ulama yang
menyatakan tentang
kesucian manusia. Selain itu, anak tersebut juga
menerima perlakuan
hukum-hukum syariat karena ia baligh dan berakal sebab
memiliki
akal menjadi dasar untuk menerima taklif (tuntutan hukum).
Jadi,
anak tersebut boleh melakukan sholat dan boleh mengimami
makmum
karena ia tidak menetapi kemurtadan. Ia juga
diperbolehkan masuk masjid,
bersosialisasi dengan masyarakat, tidak
menajiskan jika disentuh disertai
adanya basah-basah (antara diri
penyentuh atau yang menyentuh), tidak
menajiskan air sedikit dan
cairan lain, (karena semua itu berhubungan
dengan perihal ibadah).
Ia dicegah menyandang status perwalian, seperti
perwalian nikah dan
qodho (memutuskan hukum) seperti budak murni, bahkan
ia lebih
utama untuk dilarang menyandangnya. Pernikahannya dan
sesembelihannya
dihukumi tidak halal.
Menurut pendapat muktamad disebutkan bahwa tidak ada hubungan mewariskan dan
menerima
warisan antara dirinya dan manusia tulen. Sebagian ulama
mengatakan
bahwa ia boleh menerima warisan dari ibunya sendiri
dan anak-anaknya,
bukan dari bapaknya.55
Apabila ada orang lain membunuhnya maka orang lain tersebut tidak dikenai
qisos. Ia
dihukumi najis dalam perihal pernikahan karena salah satu
dari
kedua orang tuanya merupakan hewan yang tidak halal, baik yang
salah
satu dari keduanya tersebut jantan atau betina (yakni
anjing/babi),
meskipun ia dinikahkan kepada sesamanya, yaitu yang
sama-sama dilahirkan
dari hubungan antara manusia dan anjing/babi,
dan meskipun antara ia
sendiri dan yang hendak dinikahkan
dengannya adalah seagama. Begitu juga,
menurut pendapat
muktamad ia tidak dihalalkan untuk mengambil gundik
(mengambil
selir atau istri simpanan) karena syarat kehalalan mengambil
gundik
adalah kehalalan pernikahan. Ibnu Hajar memperbolehkan
baginya
55 Misalnya: Hindun berhubungan intim dengan babi jantan.
Kemudian Hindun
melahirkan anak dengan fisik setengah manusia dan
babi. Ketika Hindun
telah mati, anak tersebut dapat menerima warisan.
Berbeda apabila Zaid
berhubungan intim dengan babi betina. Kemudian
babi betina tersebut
melahirkan anak dengan fisik setengah manusia dan
babi. Ketika Zaid telah
mati, anak tersebut tidak dapat menerima warisan.
mengambil gundik
sekiranya apabila ia kuatir berzina dan dengan
demikian ia dihukumi najis
ma’fu. Sedangkan pendapat yang
muktamad menurut Romli adalah pendapat
yang pertama, yaitu tidak
dihalalkan baginya mengambil gundik.
أما لو كان على صورة الكلب مع العقل والنطق فهو نجس على المعتمد وله حكم
المغلظ
في سائر أحكامه، وكذا ولد الولد لأنه فرع بالواسطة قال ابن قاسم إنه لا يكلف
حينئذ
وإن تكلم وميز وبلغ عدة بلوغ الآدمي وكذا لو كان على صورة الآدمي وتولد
بين
مغلظين لأن الصورة لا تفيده الطهارة حينئذ لضعفها فنجس اتفاقا قال القليوبي
وإذا
كان ينطق ويفهم فالقياس التكليف لأن مناطه العقل وأما ميتته فهي نجسة
نظرا لأصليه
ولو تولد بين مغلظ وحيوان آخر غير آدمي فهو نجس معفو عنه باتفاق
وأما المتولد بين
آدميين فهو طاهر اتفاقا ولو كان على صورة الكلب فإذا كان
ينطق ويعقل فقال
بعضهم يكلف لأن مناط التكليف العقل وهو موجود فيه وكذا
المتولد بين شاتين وهو
على صورة الآدمي إذا كان ينطق ويعقل ويجوز ذبحه وأكله
وإن صار خطيبا وإماما ولذا
قيل لنا خطيب يذبح ويؤكل
Adapun apabila peranakan antara manusia dan anjing
memiliki bentuk
seperti anjing dan ia memiliki akal serta mampu
berbicara, maka menurut
pendapat muktamad hukum peranakan
tersebut adalah najis. Perihal
hukum-hukum najis mugholadzoh
diberlakukan atasnya. Begitu juga,
diberlakukan sama seperti
peranakan itu sendiri adalah anaknya karena
anaknya merupakan
far’un bil wasitoh.
Ibnu Qosim berkata, “Peranakan (yang memiliki bentuk
seperti anjing
tersebut) tidak menerima taklif (tuntutan hukum
syariat) meskipun ia
dapat berbicara, mengalami tamyiz, dan telah
mencapai usia baligh yang
seperti balighnya manusia normal. Sama
seperti peranakan tersebut,
artinya sama-sama tidak menerima taklif,
adalah peranakan dengan bentuk
manusia yang terlahir dari
hubungan antara dua mugholadzoh (seperti;
anjing dan anjing, atau
babi dan babi, atau anjing dan babi), karena
bentuk (seperti manusia)
saja tidak bisa menetapkan kesucian sebab
lemahnya unsur bentuk.
Jadi, ia dihukumi najis secara pasti.”
Qulyubi berkata, “Ketika peranakan (dengan bentuk manusia
yang terlahir
dari dua mugholadzoh) dapat berbicara dan memahami
khitob maka menurut
aturan qiyas ia menerima taklif karena dasar
penetapan taklif adalah
memiliki akal.” Adapun bangkainya
dihukumi najis karena dilihat dari sisi
dua indukannya.
Adapun peranakan dengan bentuk manusia yang terlahir
dari
hubungan antara mugholadzoh dan hewan lain selain manusia (spt;
anjing
dan kambing, babi dan sapi) maka ia dihukumi najis ma’fu
secara pasti.
Anak yang terlahir dari hubungan antara manusia dan
manusia dihukumi suci
secara pasti meskipun anak tersebut
berbentuk anjing. Ketika anak
tersebut dapat berbicara dan memiliki
akal maka sebagian ulama mengatakan
bahwa ia menerima taklif
karena dasar penetapan taklif adalah memiliki
akal dan ia
memilikinya.
Anak dengan bentuk manusia yang terlahir dari hubungan
antara kambing dan
kambing juga menerima taklif jika memang ia
dapat berbicara dan memiliki
akal. Ia boleh disembelih dan dimakan
meskipun ia menjadi seorang khotib
dan imam. Oleh karena ini,
dikatakan, “Ada seorang khotib boleh
disembelih dan dimakan.”
مسألة) لو ارتضع جدي وهو الذكر من أولاد المعز كلبة أو خنزيرة فثبت لحمه على
لبنها أي تربى وسمن منه لم ينجس على الأصح
[MASALAH]
Apabila jad-yu, yaitu anak jantan dari kambing, menyusu
anjing betina
atau babi betina, kemudian jad-yu tersebut tumbuh
besar dan gemuk berkat
susu anjing atau babi tersebut, maka hukum
jad-yu itu tidak najis menurut
pendapat asoh.
فائدة) نقل بعضهم أن كل الكلاب نجسة إلا كلب أهل الكهف فإنه طاهر ويدخل الجنة ثم
توقف في معنى طهارته هل أوجده الله تعالى طاهرا أو سلبه أوصاف النجاسة؟ فقال
الباجوري والظاهر الثاني
[FAEDAH]
Sebagian ulama mengutip bahwa semua anjing dihukumi
najis kecuali anjing
Ashabul Kahfi karena ia adalah suci dan akan
masuk ke dalam surga.
Mengenai arti atau makna kesucian anjing
Ashabul Kahfi belum jelas
kepastiannya, artinya, apakah Allah
memang dari dulu menciptakannya dalam
kondisi suci atau pada
awalnya Dia menciptakannya dalam kondisi najis
kemudian sifatsifat
kenajisannya dihilangkan darinya? Bajuri berkata,
“Dzohirnya
menyebutkan pendapat yang kedua,” artinya pada awalnya
anjing
Ashabul Kahfi diciptakan oleh Allah dalam kondisi najis,
kemudian
sifat-sifat kenajisannya dihilangkan darinya.
2. Najis Mukhofafah
والمخففة بول الصبي) دون الصبية والخنثى (الذي لم يطعم) بفتح أوله وثالثه أي
لم
يأكل ولم يشرب (غير اللبن) أي للتغذي ولا فرق بين اللبن الطاهر والنجس
ولو من
مغلظ وإن وجب تسبيع فمه منه
[Najis Mukhofafah adalah air kencing shobi (bocah lakilaki)],
bukan
shobiah (bocah perempuan) dan bocah khuntsa, [yang
lam yat’am/ لَمْ
يَطْعَم ], yaitu dengan fathah pada huruf / ي/ dan / ,/ع
maksudnya yang
belum makan dan minum [kecuali susu] untuk
tagodzi (dikonsumsi), baik
susu tersebut suci atau najis meskipun
susu yang berasal dari hewan
mugholadzoh (anjing/babi) dan
meskipun harus membasuh mulutnya sebanyak 7
(tujuh) kali
basuhan (dengan dicampuri debu pada salah satu basuhan
tersebut).
قال الشرقاوي من اللبن الجبن والزبد بضم الزاي وهو ما يستخرج بالمخض أي الخالص
من
لبن البقر والغنم والقشطة سواء كان قشطة أمه أم لا ودخل فيه أيضا الخاثر
بالمثلثة
أي الحامض وهو ما فيه ملوحة والمخيض وهو الذي أخرج زبده بوضع الماء
فيه وتحريكه
ولو بالإنفحة بكسر الهمزة وفتح الفاء وتشديد الحاء وهي كرش
الحمل والجدي ما دام
يرضع وهي شيء يستخرج من بطنه أصفر والأقط بفتح الهمزة
وكسرها وهو الذي يتخذ
من اللبن المخيض يطبخ حتى يعصر ماؤه وخرج باللبن السمن
ولو من لبن أمه أما
تحنيكه بنحو تمر وتناوله نحو السفوف بفتح السين وهو
الدواء للإصلاح كإخراج الريح
من جوفه فلا يضر
Syarqowi berkata, “Termasuk susu adalah keju, zubdu, yaitu
sari-sari
murni yang diambil dan dikeluarkan dari susu sapi atau
kambing, dan
qisytoh atau kepala susu, baik kepala susu dari ibunya
atau bukan.
Termasuk susu juga adalah susu kental kecut yang ada
asin-asinnya, dan
makhid atau susu yang telah diambil sari patinya
dengan cara dicampuri
air dan diaduknya meskipun disertai dengan
infahhah.
Pengertian infahhah adalah perut pertama unta dan
kambing jantan yang
masih menyusu, tetapi maksud infahhah disini
adalah kuning-kuning yang
dikeluarkan dari perutnya tersebut.
Termasuk susu juga adalah aqot atau
iqot, yaitu sesuatu yang diambil
dari susu yang telah disaring sari
patinya yang kemudian dimasak
hingga airnya difilter. Mengecualikan dari
susu adalah samin atau
mentega meskipun berasal dari susu ibunya. Adapun
mencetaki
shobi dengan semisal kurma dan memberinya semisal safuf
(bubuk
obat untuk kesehatan, seperti; untuk tujuan mengeluarkan angin
dari
perutnya) maka tidak apa-apa, artinya, air kencingnya tetap
dihukumi
mukhofafah.”
ولم يبلغ الحولين) تقريبا فلا يضر زيادة نحو يومين هكذا قال الشرقاوي وقال
الشيخ
عثمان في تحفة الحبيب والمعتمد الضرر لأن الحولين تحديدية هلالية كما
ذكره الشيخ
علي الشبراملسي ونقل مثله عن القليوبي
[dan shobi tersebut belum mencapai umur dua tahun]
secara kurang
lebihnya, sehingga tidak apa-apa jika umurnya lebih
semisal dua hari,
seperti yang dikatakan oleh Syarqowi.
Syeh Usman berkata dalam kitab
Tuhfah al-Habib bahwa
pendapat muktamad menyebutkan kalau lebih dua hari
tersebut
menyebabkan air kencing shobi tidak lagi disebut sebagai
najis
mukhofafah karena yang dimaksud dengan umur dua tahun adalah
secara
tahdidiah hilaliah atau hitungan pas bulan, seperti yang
disebutkan oleh
Syeh Ali Syabromalisi dan seperti yang dikutip dari
Qulyubi.
وقوله بول الصبي الخ البول قيد أول والصبي أي الذكر المحقق قيد ثان وقوله
الذي لم
يطعم غير اللبن قيد ثالث وقوله لم يبلغ الحولين قيد رابع انتهى
Perkataan Mushonnif, “air kencing shobi dst.” memberikan
pemahaman bahwa
qoyid atau batasan najis mukhofafah adalah;
a. Berupa air kencing.
b.
Air kencing keluar dari shobi atau bocah yang benar-benar
laki-laki.
c.
Shobi belum mengkonsumsi apapun kecuali susu.
d. Shobi belum mencapai
umur dua tahun.
3. Najis Mutawasitoh
(والمتوسطة سائر) أي باقي
(النجاسات)
[Najis mutawasitoh adalah najis-najis lain,] maksudnya
najis-najis
selain mugholadzoh dan mukhofafah.
Perihal Makna Lafadz ‘ ’سَائِر
قال أبو القاسم الحريري في درة الغواص ومن أوهامهم الفاضحة وأغلاطهم الواضحة أ
م
يقولون قدم سائر الحاج واستوفى سائر الخراج فيستعملون سائر بمعنى الجميع
وهو في
كلام العرب بمعنى الباقي ومنه قيل لما يبقى في الإناء سؤر والدليل
على صحة ذلك أنه
عليه السلام قال لغيلان حين أسلم وعنده عشر نسوة اختر أربعا
منهن وفارق سائرهن
أي من بقي بعد الأربع اللاتي تختارهن والصحيح أن سائر
يستعمل في كل باق قل أو
كثر لإجماع أهل اللغة على أن معنى الحديث إذا شربتم
فاسئروا أي ابقوا في الإناء بقية
ماء لا أن المراد به أن يشرب الأقل ويبقي
الأكثر وإنما ندب للتأديب بذلك لأن الإكثار
من المطعم والمشرب منبأة أي دالة
على النهم وملامة عند العرب انتهى
Abu Qosim Hariri berkata dalam kitab Durroh al-Gowwash,
“Termasuk kesalah
pahaman dan kekeliruan yang jelas adalah
mereka mengatakan, ‘ قدم سائر
الحاج واستوفى سائر الخراج ’ (Seluruh orang haji
telah datang dan mereka
telah memenuhi semua pajak). Dalam
perkataan tersebut, mereka menggunakan
lafadz ‘ سَ ائ ر ’ dengan artian
الجميع‘ ’ atau seluruh/semua. Padahal,
lafadz ‘ سَ ائ ر ’ menurut perkataan
orang Arab berarti ‘ الباقى ’ atau
sisa atau lain. Termasuk menggunakan
arti sisa adalah bahwa air yang
tersisa di dalam wadah disebut
dengan ‘ سُ ؤر ’ suk-ru. Dalil tentang
lafadz ‘ سَ ائ ر ’ yang berarti sisa
adalah sabda Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa sallama kepada
Ghoilan, yaitu saat ia telah masuk Islam dan ia
telah memiliki 10
istri, ‘Pilihlah 4 (empat) perempuan dari 10 istrimu
dan ceraikan
سَ ائ رهُنّ ‘ ’,’ maksudnya ceraikan yang selain dari 4
perempuan yang
kamu pilih.
Menurut pendapat shohih disebutkan bahwa lafadz ‘ ’سَ ائ ر
digunakan
untuk menunjukkan arti sisa, baik yang tersisa itu sedikit
atau banyak,
karena kesepakatan para ahli bahasa tentang makna
hadis, ‘Ketika kamu
minum maka ‘ فَسْئَرُوا ’’ maksudnya, maka sisakan
air di dalam wadah
bahwa yang dimaksud bukan disuruh minum
sedikit dan menyisakan banyak.
Adapun disunahkan untuk
menyisakan air minum tersebut adalah karena
takdib (berbuat sopan
santun) sebab banyak makan dan minum menunjukkan
sifat naham
atau rakus dan tercela menurut orang Arab.” Kata naham atau ‘
’النَهَم
dengan dua fathah berarti rakus dalam makan.
Pengertian Najis
ثم اعلم أن النجاسة لغة ما يستقذر ولو طاهرا كبصاق ومني ومخاط ويحرم أكل ذلك بعد
أن يخرج من معدته إلا لنحو صلاح وشرعا بالحد مستقذر يمنع صحة الصلاة حيث لا مرخص
أي لا مجوز فإن كان هناك مرخص كما في فاقد الطهورين وعليه نجاسة فإنه يصلي لحرمة
الوقت وعليه الإعادة
Ketahuilah. Sesungguhnya kata najasah menurut bahasa
berarti sesuatu yang
dianggap menjijikkan meskipun itu suci semisal
air ludah, sperma, ingus.
Haram memakan benda suci yang
menjijikkan yang keluar dari lambung
kecuali untuk tujuan
kesehatan.
Adapun pengertian najasah menurut istilah adalah sesuatu
yang
dianggap menjijikkan yang dapat mencegah keabsahan sholat
sekiranya tidak
ada murokhis atau perkara yang memperbolehkan.
Apabila ada murokhis,
seperti yang dialami oleh faqid tuhuroini
(orang yang tidak mendapati dua
alat bersuci, yaitu air dan debu) dan
ia menanggung najis, maka ia boleh
sholat secara li hurmatil wakti
dan ia berkewajiban i’adah (mengulangi
sholatnya setelah ia
mendapati salah satu dari air atau debu).
Najis-najis
وبالعد عشرون الأول بول ولو من طفل ومنه الحصاة التي تخرج عقبه إن تيقن
انعقادها
منه فهي نجسة وإلا فهي متنجسة
Berdasarkan hitungan, najis-najis ada 20, yaitu:
1) Air kencing; meskipun
dari seorang bocah. Termasuk air
kencing adalah batu yang keluar seusai
keluarnya air kencing
jika memang batu tersebut diyakini berasal dari air
kencing
yang memadat. Oleh karena ini, batu tersebut dihukumi
najis.
Sebaliknya, jika batu tersebut tidak diyakini berasal
dari pemadatan air
kencing maka batu tersebut dihukumi
mutanajis, bukan najis, artinya, batu
tersebut hanya terkena
najis dan dapat disucikan dengan dibasuh.
والثاني المذي بالمعجمة وهو ماء أصفر ثخين يخرج غالبا عند ثوران الشهوة بلا لذة
ولو
بلا شهوة قوية أو بعد فتورها فلا يكون إلا من البالغين وأكثر ما يكون في
النساء عند
ملاعبتهن وهيجان شهو ن وربما يخرج من الشخص ولا يحس به
2) Madzi (‘ المذى ’ dengan huruf / ذ/); yaitu cairan yang berwarna
kuning
serta kental yang pada umumnya keluar ketika
bangkitnya syahwat yang mana
keluarnya tersebut tanpa
disertai dengan rasa enak dan syahwat kuat, atau
keluar
setelah menurunnya atau mengendornya syahwat. Jadi,
madzi
hanya keluar dari orang-orang yang telah baligh. Bagi
perempuan,
kebanyakan madzi mereka keluar saat mereka
bermain semi porno dan
merasakan bangkitnya syahwat
(terangsang). Terkadang madzi dapat keluar
dari seseorang
tanpa ia menyadarinya.
الثالث ودي بمهملة وهو ماء أبيض كدر ثخين يخرج إما عقب البول أو عند حمل شيء
ثقيل
وهذا لا يختص بالبالغين
3) Wadi (‘ ال ودِ ى ’ dengan / د/); yaitu cairan putih keruh dan kental
yang
terkadang keluar seusai kencing atau ketika
mengangkat beban berat. Wadi
tidak hanya keluar dari
orang-orang yang telah baligh.
الرابع روث من غائط وغيره ولو من سمك وجراد ويجوز قلي السمك حيا وكذا ابتلاعه
إذا
كان صغيرا ويعفى عما في باطنه ويسن ذبح بقرة كبيرة يطول بقاؤها
4) Kotoran; maksudnya tahi manusia atau tahi hewan lain
meskipun dari
ikan dan belalang. Diperbolehkan
menggoreng ikan yang masih hidup. Begitu
juga,
diperbolehkan menelan ikan secara langsung jika ikan tersebut kecil
dan kotoran di dalam perutnya dihukumi ma’fu. Disunahkan menyembelih sapi yang
sudah tua
umurnya.
الخامس كلب ولو معلما للصيد أو الحراسة أو نحوهما
5) Anjing; meskipun anjing yang terlatih untuk berburu,
berjaga-jaga,
atau tujuan lain.
حكمة) في الكلب عشر خصال محمودة ينبغي للمؤمن أن لا يخلو منها أولها لا يزال
جائعا
وهذه صفات الصالحين الثانية لا ينام من الليل إلا قليلا وهذه من صفات
المتهجدين
الثالثة لو طرد في اليوم ألف مرة ما برح عن باب سيده وهذه من علامات
الصادقين
الرابعة إذا مات لم يخلف ميراثا وهذه من علامات الزاهدين الخامسة أن يقنع
من
الأرض بأدنى موضع وهذه من علامات الراضين السادسة أن ينظر إلى كل من يرى
حتى
يطرح له لقمة وهذه من أخلاق المساكين السابعة أنه لو طرد وحثي عليه التراب
فلا
يغضب ولا يحقد وهذه من أخلاق العاشقين الثامنة إذا غلب على موضعه يتركه
ويذهب
إلى غيره وهذه من أفعال الحامدين التاسعة إذا أجدي له أي أعطي له لقمة
أكلها
وبات عليها وهذه من علامات القانعين العاشرة أنه إذا سافر من بلد إلى غيرها
لم
يتزود وهذه من علامات المتوكلين انتهى
[HIKMAH]
Anjing memiliki 10 (sepuluh) pekerti terpuji yang
hendaknya
dimiliki oleh setiap orang mukmin, yaitu:
a. Anjing selalu dalam kondisi lapar. Ini merupakan sifatnya
hamba-hamba
yang sholih.
b. Anjing hanya tidur sebentar di malam hari. Ini merupakan
kebiasaan
hamba-hamba yang bertahajud.
c. Ketika anjing diusir seribu kali pun di setiap harinya, ia tidak
akan
meninggalkan pintu tuannya. Ini merupakan ciri-ciri
hamba yang shiddiq
(setia kepada Allah).
d. Ketika anjing mati, ia tidak meninggalkan warisan. Ini
merupakan
ciri-ciri hamba yang zuhud.
e. Anjing menerima di tempatkan di tempat terbawah. Ini
merupakan
ciri-ciri hamba yang ridho.
f. Anjing selalu melihat setiap orang yang melihatnya agar ia
dilempari
secuil makanan. Ini merupakan akhlaknya para
hamba yang miskin.
g. Apabila anjing diusir dan dilempari debu, ia tidak akan
marah dan
dendam. Ini merupakan akhlaknya para hamba
yang ‘asyiq (yang mencintai
Allah).
h. Ketika tempat tinggal anjing digusur, ia akan
meninggalkannya dan
mencari tempat lain. Ini merupakan
salah satu perbuatan dari
perbuatan-perbuatan hamba yang
hamid (terpuji).
i. Ketika anjing diberi makanan, ia akan memakannya dan
tidak meminta
makanan yang lain. Ini merupakan ciri-ciri
hamba yang qona’ah (menerima
apa adanya).
j. Ketika anjing pergi dari satu tempat ke tempat lain, ia tidak
mempersiapkan
bekal. Ini merupakan ciri-ciri hamba yang
bertawakal.
السادس خنزير قال الله تعالى إنما حرم عليكم الميتة والدم أي المسفوح ولحم
الخنزير أي
أكله وخص اللحم بالذكر لأنه معظم المقصود وغيره تبع له
6) Babi; Allah telah berfirman, “Diharamkan atas kalian
bangkai, darah,”
maksudnya membunuh, “dan daging babi,”
maksudnya memakannya.56 Dalam ayat
tersebut, kata daging
dikhususkan penyebutannya karena yang dicari dan
diinginkan
dari seekor babi adalah dagingnya, sedangkan
yang lain mengikuti
dagingnya.
السابع فرع كل منهما مع غيره تبعا لهما أو تغليبا للنجاسة إن لم توجد الصورة أما
إذا
وجدت فإ ا تغلب كما مر
56 QS. An-Nahl: 115
7) Peranakan dari masing-masing anjing dan babi dengan
hewan lain
dihukumi najis karena mengikuti pada keduanya
atau karena mengunggulkan
sifat kenajisannya jika tidak
ditemukan bentuk anjing/babi pada peranakan
tersebut.
Adapun ketika bentuk anjing/babi ditemukan pada peranakan
tersebut
maka bentuknya lah yang diunggulkan, seperti
rincian keterangan
sebelumnya.
الثامن منيها تبعا لأصله وهو البدن بخلاف مني غير هؤلاء الثلاثة لذلك سواء كان
مأكول
اللحم أو لا
8) Sperma dari anjing, babi, dan peranakan keduanya dihukumi
najis karena
mengikuti pada asal sperma, yaitu tubuh,
berbeda dengan sperma selain
dari ketiga hewan tersebut,
baik yang halal dimakan dagingnya atau tidak,
maka tidak
dihukumi najis.
التاسع ماء قرح تغير طعمه أو ريحه أو لونه لأنه دم مستحيل فإن لم يتغير فطاهر
كالعرق
خلافا للرافعي أو اختلط بأجنبي لأن محل العفو عن ماء القروح وكذا المتنفط
والصديد
ونحوها ما لم تختلط بذلك ولو من نفسه كدمع عينه وريقه
9) Cairan luka yang telah berubah rasanya, atau baunya, atau
warnanya,
karena ia adalah darah yang telah mengalami
perubahan. Apabila cairan
luka tidak mengalami perubahan
pada rasa, atau bau, atau warna, maka
dihukumi suci, seperti
keringat, berbeda dengan pendapat Rofii.
Begitu jugadihukumi najis adalah cairan luka yang belum berubah tetapi
tercampur
dengan cairan lain karena batasan agar dianggap
ma’fu pada cairan luka
yang semisal cairan penyakit cacar,
nanah busuk, dan cairan lain adalah
ketika tidak tercampur
dengan cairan lain meskipun cairan lain tersebut
berasal dari
diri seseorang, seperti cairan air mata dan air ludah.
العاشر صديد وهو ماء رقيق يخالطه دم
10) Shodid atau nanah busuk, yaitu cairan yang tercampuri darah.
الحادي عشر القيح لأنه دم مستحيل
11) Nanah; karena nanah adalah darah yang telah mengalami perubahan wujud.
الثاني عشر مرة بكسر الميم وهي ما في المرارة أي الجلدة وأما نفسها فمتنجسة
تطهر
بالغسل فيجوز أكلها إن كانت من حيوان مأكول كالكرش بفتح الكاف وكسر
الراء
والكبد والطحال بكسر الطاء ومن جملة ما في المرارة الخرزة التي توجد
في مرارة البقر وتستعمل في الأدوية فهي نجسة
لتجمدها من النجاسة فأشبهت
الماء النجس إذا انعقد ملحاً، ومثلها في النجاسة سم
الحية والعقرب وسائر
الهوام وتبطل الصلاة بلسعة الحية لأن سمها يظهر على محل اللسعة
لا العقرب
على الأوجه لأن إبر ا تغوص في باطن اللحم وتمج السم فيه وهو لا يجب
غسله
وأما الإنفحة فإن كانت من حيوان لم يتناول غير اللبن فطاهرة وإلا فمتنجسة
12) Mirroh (‘ ال مِ رَّة ’ dengan kasroh pada huruf / م/), yaitu sesuatu
yang
berada di dalam kulit. Mirroh dihukumi najis. Adapun
kulit itu sendiri
dihukumi mutanajis yang dapat disucikan
dengan cara dibasuh dengan air.
Oleh karena ini,
diperbolehkan memakan kulit apabila kulit tersebut
berasal
dari hewan yang halal dimakan dagingnya, seperti; karisy
الكَ
رِش‘) ’ dengan fathah pada huruf / ك/ dan kasroh pada huruf
ر/ / yang
berarti babad), hati, dan tihal (‘ الطِ حَ ال ’ dengan kasroh
pada huruf
/ ط/ yang berarti limpa).
Termasuk tergolong mirroh adalah khurzah, yaitu
sesuatu yang terdapat di
dalam kulit sapi yang digunakan
untuk obat-obatan. Khurzah dihukumi najis
karena ia berasal
dari pemadatan najis sehingga keadaannya menyerupai
air
najis yang berubah dan memadat menjadi garam.
Sama seperi
khurzah dalam hal dihukumi najis
adalah racun ular, racun kalajengking,
dan racun-racun
hewan lain.
Oleh karena itu, ketika musholli sedang sholat,
kemudian ia dipatuk ular,
maka sholatnya menjadi batal
karena racun ular tersebut terlihat di
bagian yang dipatuk.
Berbeda apabila musholli dipatuk kalajengking,
maka
menurut pendapat aujah, sholat musholli tersebut tidak batal
karena
kalajengking menembuskan jarumnya hingga ke
bagian dalam daging dan
menebar racun ke dalamnya,
sedangkan bagian dalam daging tersebut
merupakan bagian
yang tidak wajib dibasuh.
Adapun infahhah maka apabila ia berasal dari hewan
yang belum
mengkonsumsi apapun kecuali susu maka
dihukumi suci, jika tidak, artinya,
berasal dari hewan yang
telah mengkonsumsi selain susu maka dihukumi
mutanajis.
(Lihat maksud infahhah pada keterangan sebelumnya
tentang
Najis Mukhofafah).
الثالث عشر مسكر مائع من خمر وغيره وخرج بالمائع الحشيشة والبنج بفتح الباء
وهو
نبت له حب يخبط العقل ويورث الخبال فإ ما مع تحريمهما طاهران، وكذلك
الأفيون
والزعفران والعنبر وجوزة الطيب وهي كبيرة تؤكل والذي يباع عند نحو
العطار إنما هو
نُواها لا هي فكثير ذلك حرام لضرره بالعقل، ويجوز تعاطي
القليل منه عرفا وضبطه
بعضهم بما لا يؤثر، وينبغي كتم ذلك عن العوام،
واستفتى شيخنا يوسف الجاوي
للمفتي محمد صالح في بيع الأفيون وشرائه وأكله
وشرب دخانه هل هو حلال أم حرام؟
وهل يجوز أكله وشرب دخانه لضرورة كوجع البطن
وما أشبه ذلك أو لا؟ وهل هو
نجس أو طاهر؟ فبين المفتي حكم ذلك بقوله يحرم
استعمال الأفيون إذا كان المستعمل
منه قدرا يخدر العقل إلا إذا كان اضطر إلى
استعماله بأن لم يجد غيره حلالا وبيعه لمن
يستعمله على وجه محرم حرام وشراؤه
لاستعمال محرم حرام وهو في نفسه طاهر فبين
325
المفتي حكم ذلك بقوله
يحرم استعمال الأفيون إذا كان المستعمل منه قدرا يخدر العقل
إلا إذا كان
اضطر إلى استعماله بأن لم يجد غيره حلالا وبيعه لمن يستعمله على وجه
محرم
حرام وشراؤه لاستعمال محرم حرام وهو في نفسه طاهر
13) Cairan yang memabukkan, baik itu khomr atau yang lainnya.
Mengecualikan
dengan kata cairan adalah benda padat yang
juga bisa memabukkan, seperti
daun ganja dan daun bius
البنج‘) ’ dengan fathah pada huruf / ب/) yaitu
sejenis tumbuhan
berbiji yang dapat menyebabkan hilang akal dan gila,
karena
keduanya meskipun diharamkan dihukumi suci. Selain itu,
dihukumi
suci tetapi diharamkan adalah candu, zakfaron,
anbar, buah pala yang
berbentuk besar dan dapat dimakan.
Adapun buah pala yang dijual oleh penjual minyak wangi
maka ia bukanlah
buah pala itu sendiri, tetapi isinya. Maka,
mengkonsumsi banyak dari
benda-benda suci ini dihukumi
haram karena berbahaya bagi akal dan
boleh
mengkonsumsinya sedikit menurut ‘urf. Sebagian ulama
membatasi
sedikit dengan ukuran yang tidak sampai
mempengaruhi hilang akal.
Hendaknya menyembunyikan
benda-benda suci tersebut dari orang-orang
awam.
Syaikhuna Yusuf al-Jawi meminta fatwa kepada Muhammad
Sholih tentang
hukum menjual candu, membelinya,
memakannya, dan menghisap asapnya,
apakah halal atau
haram? Dan apakah boleh atau tidak memakan candu dan
menghisap
asapnya karena dhorurot semisal sakit dalam dan
lainnya? Dan apakah candu
itu najis atau suci? Lalu,
Muhammad Sholih menjelaskan fatwanya dengan
berkata,
“Diharamkan mengkonsumsi candu ketika kapasitas ukuran
yang dikonsumsi
dapat menghilangkan akal kecuali jika
memang terpaksa atau dhorurot yang
mengharuskan
mengkonsumsinya sekiranya tidak ditemukan obat halal
selainnya.
Adapun menjual candu kepada pembeli yang akan
menggunakannya untuk
keharaman maka hukum
menjualnya adalah haram. Begitu juga, membelinya
untuk
tujuan penggunaan yang diharamkan maka dihukumi haram.
Sebenarnya,
secara dzatiah, candu itu adalah benda suci.”
الرابع عشر ما يخرج من معدة يقينا كقيء ولو بلا تغير نعم إن كان الخارج حبا
متصلبا بحيث لو زرع لنبت فمتنجس فإن كان بحيث لو زرع لم ينبت فنجس العين وأما
البيض إذا ابتلعه حيوان وخرج منه فإن كان بحيث لو حضن لفرخ فطاهر وإلا فنجس
أما
الخارج من الصدر أو الحلق وهي النخامة ويقال النخاعة والنازل من الدماغ
وهو البلغم
فطاهران كالمخاط والبصاق بالصاد والزاي والسين كغراب وهو ماء
الفم بعد خروجه
منه وأما ما دام فيه فهو ريق ومثله في الطهارة العنبر
والزباد والعرق وكذا المسك إن
انفصل من الظبية حال الحياة ولو ظنا أو بعد
الذكاة
14) Sesuatu yang diyakini keluar dari lambung, seperti muntahan
meskipun
belum berubah.
Apabila yang keluar dari lambung berupa bijian
keras sekiranya jika
ditanam dapat tumbuh maka dihukumi
mutanajis (yang terkena najis dan bisa
suci dengan dibasuh
air), tetapi apabila bijian tersebut tidak bisa
tumbuh jika
ditanam maka dihukumi najis secara dzatiah.
Telur yang
telah ditelan oleh hewan tertentu,
kemudian telur itu keluar darinya,
maka apabila sekiranya
telur tersebut diengkrami dan dapat menetas maka
telur
tersebut dihukumi suci, tetapi apabila tidak dapat menetas
maka
dihukumi najis secara dzatiah.
Sesuatu yang keluar dari dada atau tenggorokan,
yaitu lendir dahak atau
yang disebut dengan nukho’ah, dan
sesuatu yang keluar dari otak, yaitu
lendir atau yang disebut
dengan balghom, masing-masing dari keduanya
dihukumi
suci, seperti ingus dan ludah (bushoq/ .(الب صَ اق
Lafadz ‘
الْبُصَاق ’ dengan huruf / ص/, atau ‘ الْبُ زَاق ’ dengan
huruf / ز/,
atau ‘ الْب سَ اق ’ dengan huruf / س/ dengan harokat seperti
lafadz ‘ الغ
رَاب ’ berarti cairan yang telah keluar dari mulut.
Adapun cairan yang
masih ada di dalam mulut maka disebut
dengan riq atau ‘ .’ال رِي ق
Begitu juga dihukumi suci adalah minyak anbar,
parfum zabad, dan
keringat. Begitu juga dihukumi suci
adalah misik jika memang misik
tersebut berasal dari kijang
betina yang masih hidup meskipun hanya
menurut dzon
(sangkaan) atau berasal dari kijang betina yang telah
disembelih.
وسئل المفتي محمد صالح في ماء يخرج من فم النائم هل هو نجس أو لا؟ وإذا كان نجسا
فكيف الاحتراز عنه لمن ابتلي به؟ فأجاب بقوله حيث لم يتحقق أنه من المعدة فهو
طاهر وإن تحقق أنه منها فهو نجس ومن ابتلي به عفي عنه في حقه
Mufti Muhammad Sholih pernah ditanya tentang
cairan yang keluar dari
mulut orang tidur, apakah cairan
tersebut najis atau tidak? Dan ketika
cairan tersebut
dihukumi najis, lantas bagaimana cara menghindarinya
bagi
orang yang terus menerus mengeluarkannya? Ia menjawab
dengan
perkataannya, “Sekiranya cairan tersebut tidak
terbukti keluar dari
lambung maka ia dihukumi suci.
Sebaliknya, apabila cairan tersebut
terbukti keluar dari
lambung maka dihukumi najis. Orang yang terus
menerus
mengeluarkan cairan tersebut maka baginya cairan tersebut
dihukumi
ma’fu.”
الخامس عشر لبن ما لا يؤكل غير الآدمي كلبن الأتان وهي بفتح الهمزة اسم لأنثى
الحمير
مستحيل في الباطن كالدم أما لبن ما يؤكل ولبن الآدمي فطاهران15)
Susu dari hewan yang tidak halal dimakan dagingnya selain
manusia,
seperti susu hewan keledai betina atau atan (‘ ’الأ ت ان
dengan fathah
pada huruf / ء/) yang mana susunya tersebut
telah mengalami perubahan di
dalam tubuh sebagaimana
darah. Adapun susu hewan yang halal dimakan
dagingnya
dan susu manusia dihukumi suci.
السادس عشر ميتة غير آدمي وسمك وجراد والمراد بالسمك كل ما لا يعيش في البر من
حيوان
البحر وإن لم يسم سمكا قال العمريطي في نظم التحرير من بحر الرجز
328 وكل ما
في البحر من حي يحل ** وإن طفا أو مات أو فيه قتل
فإن يعش في البر أيضا
فامنع ** كالسرطان مطلقا والضفدع
قوله وإن طفا بالفاء أي مات في الماء ثم
علا فوق وجهه ولم يرسب
16) Bangkai selain bangkai manusia, samak (ikan), dan belalang.
Yang
dimaksud dengan samak ‘ السَمَك ’ adalah setiap hewan
yang tidak dapat
hidup di daratan, yakni hewan laut
meskipun tidak disebut dengan nama
samak.
Imriti berkata dalam nadzom Tahrir dengan pola
bahar
rojaz;
Setiap hewan di laut dihukumi halal ** meskipun hewan
tersebut tofa (‘
الطفا ’ atau telah mengapung), atau mati, atau
ditewaskan di dalam
laut.
Apabila hewan air yang juga bisa hidup di daratan maka
dihukumi
tidak halal, ** seperti buaya secara mutlak dan
katak.
Perkataan
Imriti tofa/‘ الط فَ ا ’ dengan huruf / ف/ berarti mati di
dalam air,
kemudian mengapung atau tidak tenggelam.
السابع عشر دم إلا كبدا وطحالا فطاهران ما لم يدقا ويصيرا دما وإلا فنجسان
وإلا
منيا ولبنا خرجا على لون الدم وبيضة لم تفسد بأن لم تصلح للتخلق فطاهرة
أيضا أما
إذا صار البيض مذرا وهو الذي اختلط بياضه بصفاره فطاهر بلا خلاف
57
17) Darah dihukumi najis, kecuali hati dan limpa maka masingmasing
dari
keduanya dihukumi suci selama tidak ditumbuk
lembut dan menjadi darah,
jika keduanya ditumbuk dan
menjadi darah maka dihukumi najis, dan kecuali
sperma dan susu yang keluar dengan warna darah. Telur yang belum rusak
sekiranya tidak bisa lagi menetas maka dihukumi suci,
tetapi apabila
telur telah berubah menjadi madzar atau busuk, yakni putih-putihnya telah
tercampur dengan kuningkuningnya, maka secara pasti dihukumi najis.
57 وقوله فطاهر لعل الصواب فنجس وأما ما نص فى إعانة الطالبين فهو وقوله لم تفسد
أي لم تصر
مذرة بحيث لا تصلح للتفرخ فإن فسدت فهو نجس وعبارة النهاية ولو
استحالت البيضة دما وصلح
للتخلق فطاهرة وإلا فلا
قال عثمان السويفي
قوله دم بتخفيف الميم وبتشديدها ولو في سمك قال في العباب كل
سمك ملح ولم
يخرج ما في جوفه فهو نجس انتهى
Usman Suwaifi berkata, “Lafadz ‘ دَ م ’ (darah) bisa dibaca
dengan tidak
ditasydid pada huruf / م/ atau dengan ditasydid
padanya. Darah dihukumi
najis meskipun darah tersebut
berasal dari samak (hewan air). Disebutkan
dalam kitab al-
Ubab bahwa setiap samak yang diasinkan dan isi
perutnya
belum dikeluarkan dihukumi najis.”
قال الشرقاوي قوله دم أي وإن سال من كبد وطحال ومنه الباقي على اللحم والعظام
لكن
إذا طبخ اللحم بماء وصار الماء متغير اللون بواسطة الدم الباقي عليه فإنه لا
يضر
ولا فرق في ذلك بين أن يكون الماء واردا أو مورودا هذا إذا لم يغسل قبل
وضعه في
القدر كلحم الضأن فإن غسل قبل ذلك كلحم الجاموس وصار الماء متغيرا
بما ذكر فإنه
يكون مضرا لأن شرط إزالة النجاسة ولو معفوا عنها زوال الأوصاف
فلا بد من غسله
قبل الوضع حتى تصفو الغسالة أفاده خضر وقرر شيخنا عطية أنه
يعفى عن الدم الذي
على اللحم إذا لم يختلط بماء وإلا فلا يعفى عنه كما يقع
في مجاز غير الضأن أما الضأن
فلا يختلط لحمه بماء وهذا التفصيل في غير ماء
الطبخ أما هو كأن خرج من اللحم ماء
وغير الماء فلا يضر سواء كان الماء واردا
أو موروداً، فالتفصيل في الدم الذي على اللحم
إنما هو قبل وضعه في القدر،
والذي سمعته من شيخنا الحفني ما قاله خضر اه
Syarqowi berkata, “Perkataannya ‘ دَ م ’ (darah), maksudnya,
darah
dihukumi najis meskipun mengalir dari hati atau
limpa. Termasuk najis
adalah darah yang masih tersisa pada
daging dan tulang, tetapi ketika
daging tersebut dimasak
dengan air dan air tersebut menjadi berubah
warnanya sebab
darah yang tersisa pada daging maka air itu dihukumi
suci,
tidak najis, baik air itu sebagai warid (yang mendatangi
daging)
atau maurud (yang didatangi daging). Kesucian air
ini jika memang daging
itu belum dibasuh sebelum
dimasukkan ke dalam panci, seperti daging
kambing. Akan
tetapi, apabila daging tersebut telah dibasuh terlebih
dahulu
dengan air sebelum dimasukkan ke dalam panci, seperti
daging
kerbau, kemudian air panci itu berubah sebab darah
dagingnya, maka air
panci itu dihukumi najis, karena syarat
menghilangkan najis meskipun
najis ma’fu adalah
menghilangkan sifat-sifatnya. Oleh karena itu, wajib
terlebih
dahulu membasuh daging dengan air sebelum dimasukkan
ke
dalam panci sampai air basuhan itu menjadi bening atau
tidak merah lagi.
Demikian ini semua difaedahkan oleh
Khodir.
Syaikhuna Atiah menetapkan bahwa dihukumi ma’fu darah
yang masih tersisa
pada daging selama darah tersebut tidak
tercampur dengan air, tetapi jika
telah tercampur maka tidak
dima’fu, seperti yang terjadi di tempat-tempat
pemotongan
hewan selain kambing. Adapun kambing maka dagingnya
tidak
bisa tercampur dengan air. Rincian tercampur tidaknya
darah dengan air
ini berlaku pada selain air untuk memasak
daging. Sedangkan air untuk
memasaknya, seperti daging
mengeluarkan air atau selainnya, maka tidak
membahayakan,
baik air tersebut warid atau maurud.
Jadi, rincian yang dinyatakan oleh
Syeh Atiah adalah rincian
tentang darah yang masih tersisa pada daging
dan daging
tersebut belum dimasukkan ke dalam panci yang berisi air.
Adapun
keterangan yang aku dengar dari Syaikhuna Hafani
adalah keterangan yang
dikatakan oleh Khodir.”
تتمة) لو اختلط ماء الحلق بالدم لم يعف عنه بالنسبة لماء التنظيف بعد إزالة الشعر
أما
الماء الأول الذي يبل به الشعر ليحلق فيعفى عنه لمشقة حلق الشعر بدون
بله
[Tatimmah]
Apabila air cukur rambut bercampur dengan darah maka air
tersebut
dihukumi tidak ma’fu, maksudnya, air yang digunakan untuk
membersihkan
setelah rambut dicukur. Adapun air pertama (yang
bercampur dengan darah)
yang digunakan untuk membasahi rambut
agar mudah dicukur maka hukumnya
dima’fu karena sulitnya
mencukur rambut tanpa dibasahi terlebih dahulu.
الثامن عشر جرة بكسر الجيم وهي ما يخرجه البعير أو غيره للاجترار أي الأكل ثانيا
وأما ما يخرجه من جانب فمه عند الهيجان المسمى بالقلة فليس بنجس لأنه من
اللسان
18) Jirroh (‘ الجِ رة ’ dengan kasroh pada huruf / ج/), yaitu sesuatu
yang
dikeluarkan oleh unta atau hewan lainnya agar sesuatu
tersebut dapat
dimakan kembali. Adapun sesuatu yang
dikeluarkan oleh hewan dari mulut
ketika hewan tersebut
merasa gemetaran yang mana sesuatu tersebut biasa
disebut
dengan qillah maka tidak dihukumi najis sebab keluarnya
berasal
dari mulut, bukan lambung.
التاسع عشر ماء المتنفط أي البقابيق الذي له ريح وإلا فطاهر خلافا للرافعي
19) Cairan bisul (Jawa; mlenting-mlenting) yang berbau busuk
dihukumi
najis. Apabila cairan tersebut tidak berbau busuk
maka cairan tersebut
dihukumi suci, berbeda dengan
pendapat Rofii yang mengatakan tetap
dihukumi najis, baik
berbau busuk atau tidak.
العشرون دخان النجاسة وهو المنفصل منها بواسطة نار وكذا بخارها وهو اللهب
الصافي
من الدخان ولا فرق في ذلك بين أن ينفصل من نجس العين كالجلة بالتثليث
البعرة أو
كالحطب المتنجس بالبول مثلا
20) Asap najis; yaitu asap yang keluar dan yang terpisah dari
najis yang
dibakar api. Begitu juga dihukumi najis adalah
kobarannya, yaitu kobaran
api yang bening tanpa disertai
adanya asap. Mengenai kenajisan asap dan
kobarannya
tersebut, yakni baik mereka terpisah dari dzat najis itu
sendiri,
seperti tahi kering, atau terpisah dari benda yang
terkena najis, seperti
kayu yang terkena najis air kencing.
Basah-basah pada Vagina
ثم اعلم أن رطوبة الفرج على ثلاثة أقسام طاهرة قطعا وهي الناشئة مما يظهر من
المرأة
عند قعودها على قدميها وطاهرة على الأصح وهي ما يصل إليها ذكر ا امع
ونجسة
وهي ما وراء ذلك لكن هذه الأقسام في فرج الآدمية لا في فرج البهيمة
لأن البهيمة ليس
لها إلا منفذ واحد للبول والجماع قاله السويفي
Ketahuilah sesungguhnya basah-basah farji (vagina) dibagi
menjadi 3
(tiga), yaitu:
1. Basah-basah yang secara pasti dihukumi suci, yaitu basahbasah
yang
berada di bagian vagina yang terlihat saat
perempuan jongkok.
2. Basah-basah yang menurut pendapat asoh dihukumi suci,
yaitu
basah-basah vagina perempuan yang dapat dikenai
dzakar laki-laki yang
menjimaknya.
3. Basah-basah najis, yaitu basah-basah yang berada di bagian
vagina
setelah/belakang bagian vagina pada nomer 2 (dua).
Pembagian basah-basah
di atas hanya terkait pada farji
manusia, bukan farji binatang karena
binatang hanya memiliki satu
lubang yang berfungsi untuk kencing/buang
kotoran dan jimak,
seperti yang dikatakan oleh Suwaifi.
فرع) المشيمة الخارجة مع الولد طاهرة قال الشبراملسي والظاهر أ ا لا يجب فيها
شيء
[CABANG]
Masyimah atau ari-ari yang keluar secara bersamaan dengan
anak dihukumi
suci.
Syabromalisi berkata, “Menurut dzohirnya, tidak ada
kewajiban
apapun terkait ari-ari,” maksudnya, tidak ada kewajiban
membasuh benda
yang terkena ari-ari karena ari-ari dihukumi suci.
Hukum Kotoran Rasulullah
فائدة) الفضلات من النبي صلى الله عليه وسلّم طاهرة وكذا سائر الأنبياء تشريفا
لمقامهم ومع ذلك يجوز الاستنجاء ا إذا وجدت فيها شروط الحجر على المعتمد بخلاف
البول ولا يجوز أكلها إلا إذا كانت للتبرك ويجوز وطؤها بالرجل ولا فرق بين أن
يكون
زمن النبوة أو بعده وقد وقع لواعظ ذكر صفات النبي صلى الله عليه وسلّم فمن
جملة
ما قاله لمن يعظهم إن بوله صلى الله عليه وسلّم خير من صلاتكم انتهى قال
المدابغي
وهو صحيح وصواب ويوجه بأمور منها أن هذا الواعظ يحتمل أنه من أرباب
الكشف
وقد أطلعه الله تعالى على رياء في صلا م أو يقال إن بوله صلى الله عليه
وسلّم
يستشفى به فهو نافع وصلا م غير محققة القبول
[FAEDAH]
Kotoran-kotoran yang berasal dari tubuh Rasulullah
shollallahu
‘alaihi wa sallama dan tubuh para nabi yang lain
dihukumi suci karena
demi memuliakan derajat mereka. Bersamaan
dengan dihukuminya suci
tersebut, diperbolehkan beristinja dengan
kotoran-kotoran mereka jika
syarat-syarat kriteria batu dan benda
lainnya terpenuhi sebagaimana
menurut pendapat muktamad, artinya,
jika kotoran mereka itu telah keras,
kasar, dan dapat menghilangkan
najis. Berbeda dengan air kencing mereka,
maka tidak diperbolehkan
beristinjak dengannya karena air kencing
bersifat cair. Meskipun
kotoran-kotoran mereka dihukumi suci, tetap tidak
diperbolehkan
memakannya kecuali karena bertujuan tabarruk (mengharap
kebaikan).
Diperbolehkan menginjak kotoran-kotoran mereka
dengan kaki, baik
menginjaknya tersebut terjadi pada zaman mereka
diangkat sebagai nabi
atau zaman setelahnya.
Bahkan, ada seorang wa’idz (ahli nasehat)
sedang
menyebutkan sifat-sifat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallama.
Termasuk sebagian dari nasehat yang ia katakan adalah,
“Sesungguhnya
air kencing Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallama adalah lebih baik
daripada sholat kalian.”
Mudabighi berkata, “Perkataan si wa’idz tersebut
dapat
dibenarkan atas dasar 2 (dua) faktor. Diantaranya; pertama,
kemungkinan
si wa’idz tersebut termasuk ahli mukasyafah yang
Allah memperlihatkan
kepadanya sifat riyak dalam sholat-sholat
yang dilakukan oleh hadirin
yang ia nasehati. Kedua, sesungguhnya
air kencing Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa sallama dapat
digunakan untuk obat dan air kencing beliau
terbukti bermanfaat,
sedangkan sholat yang para hadirin lakukan belum
terbukti
diterima.” (Oleh karena sholat yang para hadirin lakukan
disertai
dengan riyak dan sholat mereka belum terbukti diterima
sedangkan
air kencing Rasulullah telah terbukti bermanfaat dan ampuh
maka
benar jika dikatakan bahwa air kencing beliau adalah lebih baik
daripada
sholat mereka).
فصل) في بيان إزالة النجاسة قال عثمان السويفي والمراد بالنجاسة الوصف الملاقي
للمحل
سواء كانت النجاسة عينية أو حكمية
Fasal ini menjelaskan tentang cara menghilangkan najis.
Usman Suwaifi
berkata, “Yang dimaksud dengan najis
adalah sifat yang menempel pada
tempat tertentu (yang dikenainya),
baik najis tersebut adalah ainiah atau
hukmiah.”
1. Cara Menghilangkan Najis Mugholadzoh
المغلظة) أي ما تنجس من الطاهرات بلعا ا أو بولها أو عرقها أو بملاقاة أجزاء بد
ا
مع توسط رطوبة من أحد الجانبين (تطهر بسبع غسلات) تعبدا وإلا فيكفي من
حيث
زوال النجاسة مرة واحدة حيث زالت الأوصاف (بعد إزالة عينها) وهذا موافق
لما قاله
ابن حجر في المنهج القويم والسيد المرغني في مفتاح فلاح المبتدي
حيث قالا وإنما يعتبر
السبع بعد زوال العين فمزيلها وإن تعدد واحدة ويكتفى
بالسبع وإن تعدد الولوغ أو
كان معه نجاسة أخرى انتهى والذي اعتمده العلماء
هو ما صححه النووي وقالوا ولو لم
يزل عين النجاسة إلا بست غسلات مثلا حسبت
واحدة وصحح الرافعي في الشرح
الصغير المسمى بالعزيز على الوجيز للغزالي أ ا
حسبت ست غسلات وقواه الإسنوي في
مهمات المحتاج قال الباجوري وأما الوصف فلو
لم يزل إلا بست حسبت ستا
Benda suci yang terkena najis mugholadzoh (anjing, babi,
dan
peranakannya), mungkin sebab terkena jilatannya, air
kencingnya,
keringatnya, atau tersentuh bagian tubuhnya disertai
adanya basah-basah
antara bagian tubuhnya dan benda yang
tersentuhnya, dapat disucikan
dengan 7 (tujuh) kali basuhan secara
ta’abbudi setelah menghilangkan dzat
najisnya. Andaikan bukan
karena alasan ta’abbudi niscaya satu kali
basuhan saja yang
menghilangkan sifat-sifat najis mugholadzoh sudah
mencukupi.
Tujuh kali basuhan setelah hilangnya dzat najis ini sesuai
dengan
pendapat yang dikatakan oleh Syeh Ibnu Hajar dalam kitab
Minhaj Qowim dan
Sayyid Murghini dalam kitab Miftah Fallah
Mubtadi sekiranya mereka berdua
berkata, “Tujuh kali dihitung
setelah hilangnya dzat najis. Jadi, basuhan
yang menghilangkan dzat
najis meskipun berulang kali dihitung sebagai
satu kali basuhan.
Dalam menghilangkan najis mugholadzoh cukup dengan
tujuh kali
basuhan meskipun misalnya jilatan mugholadzoh tersebut
terjadi
berulang kali atau meskipun najis mugholadzoh tersebut
disertai
dengan najis lain (baik mukhoffah atau mutawasitoh).”
Pendapat yang dipedomani oleh ulama adalah pendapat yang
dishohihkan oleh
Nawawi. Mereka berkata, “Andaikan dzat najis
tidak dapat hilang kecuali
dengan misalnya enam kali basuhan maka
enam kali basuhan tersebut
dihitung sebagai satu kali basuhan.”
Sedangkan Rofii menshohihkan dalam
Syarah Shoghir yang
berjudul Aziz ‘Ala Wajiz Lil Ghozali bahwa enam kali
basuhan
tersebut dalam contoh tetap dihitung sebagai enam kali
basuhan.
Pendapat ini dikuatkan oleh Isnawi dalam kitab Muhimmat
al-
Muhtaj.
Bajuri berkata, “Adapun apabila sifat najis (bukan dzat najis)
hanya
dapat hilang dengan enam kali basuhan maka enam kali
basuhan tersebut
dihitung enam kali (bukan satu kali).”
إحداهن) أي إحدى السبع ولو الأخيرة (بتراب) أي ممزوجة بتراب طاهر لكن الأولى
أولى
Syarat tujuh kali basuhan dalam menghilangkan najis
mugholadzoh adalah
bahwa salah satu dari tujuh kali basuhan
tersebut dicampur dengan debu
suci, meskipun basuhan yang
terakhir, tetapi basuhan yang lebih utama
dicampur dengannya
adalah basuhan yang pertama.
والحاصل أن المزج له ثلاث كيفيات الأولى أن يمزج الماء والتراب معا ثم يوضعا
على
موضع النجاسة وهذه أفضل كيفيات المزج بل منع الإسنوي غير هذه الكيفية
وفي هذه
الحالة لو كانت الأوصاف موجودة من غير جرم وصب عليها الماء الممزوج
بالتراب فإن
زالت بتلك الغسلة حسبت وإلا فلا فالمراد بالعين في قولهم مزيل
العين واحدة وإن تعدد
ما يشمل الأوصاف وإن لم يكن جرم
Kesimpulannya adalah bahwa percampuran basuhan air
dengan debu dapat
terjadi dengan 3 (tiga) kemungkinan cara, yaitu:
1. Air dan debu
bercampur secara bersamaan. Lalu air
campuran dibasuhkan pada tempat
najis. Cara ini adalah
yang paling utama, bahkan Isnawi melarang cara
mencampur
air dan debu dengan cara selain ini.
Dengan cara ini, apabila sifat-sifat najis masih ada tanpa ada benda (jirim)
najisnya,
kemudian air campuran debu dibasuhkan pada tempat sifatsifat
najis
tersebut, maka apabila sifat-sifat najis dapat hilang
dengan basuhan air
campuran itu maka basuhan tersebut
dihitung sebagai satu kali basuhan,
tetapi apabila sifat-sifat
najis itu tidak dapat hilang dengan basuhan
itu maka yang
dimaksud dengan kata ‘ain dalam pernyataan ulama,
“Muzilul
‘Ain,” adalah satu kali basuhan meskipun tempat
yang masih ada
sifat-sifat najis itu banyak dan meskipun
tidak ada bentuk jirim/benda
najisnya.
الثانية أن يوضع التراب على موضع النجاسة ثم يوضع الماء عليه ويمزجا قبل الغسل
وفي
هذه الحالة شرط زوال جرم النجاسة ووصفها من طعم ولون وريح قبل الوضع
2. Pertama-tama debu diletakkan di atas tempat najis, kemudian
air
dituangkan padanya, lalu air dan debu bercampur
sebelum tempat najis
terbasuh. Cara ini mensyaratkan
jirim/benda najis dan sifat-sifatnya,
yakni rasa, warna, dan
bau, telah hilang terlebih dahulu sebelum ditaburi
debu.
الثالثة عكس الثانية بأن يوضع الماء أولا ثم التراب ويمزجا قبل الغسل كما مر وفي
هذه
الحالة لا يشترط زوال أوصاف النجاسة ولا جرمها أولا لأن الماء أقوى بل
هو المزيل وإنما التراب شرط
3. Cara yang ketiga ini adalah kebalikan dari cara yang kedua,
yaitu
pertama-tama air dituangkan ke tempat najis, kemudian
ditaburi debu, dan
akhirnya mereka bercampur sebelum
tempat najis terbasuh, seperti yang
telah disebutkan. Dalam
cara ini, tidak disyaratkan sifat-sifat najis dan
jirimnya
hilang terlebih dahulu, karena air lebih kuat, bahkan air
dapat
menghilangkan sifat-sifat dan jirim najis tersebut.
Adapun apabila debu
yang lebih dulu ditaburkan maka
disyaratkan harus menghilangkan
sifat-sifat dan jirim najis
tersebut terlebih dahulu, seperti yang telah
disebutkan.
ولا يضر في هاتين الحالتين بقاء رطوبة المحل وإن كان نجسا إذ الطهور الوارد على
المحل
باق على طهوريته لأن الوارد له قوة،
Dalam cara kedua dan ketiga, tidak apa-apa jika basah-basah
di
tempat najis masih ada meskipun basah-basah tersebut najis
karena air dan
debu yang suci mensucikan yang mendatangi tempat
najis tetap dalam sifat
suci mensucikannya karena perkara yang
mendatangi lebih kuat daripada
perkara yang didatangi.
ولا يكفي ذر التراب على المحل من غير أن يتبعه بماء ولا مزجه بغير ماء ولا مزج
غير
تراب طهور كأشنان وتراب نجس أو مستعمل في تيمم أو غسلات نحو كلب
والأشنان
بضم الهمزة وكسرها وفتحها هو نوع من الحشيش
Dalam menghilangkan najis mugholadzoh tidak cukup hanya
dengan
menaburinya debu tanpa disusul dengan dituangi air, dan
tidak cukup
dengan mencampurkan debu dengan selain air, dan tidak
cukup dengan
mencampurkan air dengan debu yang tidak suci
mensucikan, misalnya;
menghilangkan najis mugholadzoh dengan air
yang dicampur dengan tumbuhan
usynan, atau dengan air yang
dicampur dengan debu najis atau mustakmal
dalam tayamum, atau
dengan air yang dicampur dengan bekas basuhan-basuhan
semisal
najis anjing.
Kata usynan ( الأشنان ) bisa dengan dhommah
atau kasroh atau
fathah pada huruf / ء/. Ia adalah sejenis tumbuhan.
والواجب من التراب قدر ما يكدر الماء ويصل بواسطته إلى جميع المحل ويقوم مقام
التتريب
كدورة الماء كماء النيل أيام زيادته وكماء السيل المتترب
Banyaknya debu yang wajib dicampurkan dengan air adalah
seukuran yang
sekiranya debu dapat mengeruhkan air dan debu bisa
sampai ke seluruh
tempat najis dengan perantara air.
Air yang telah keruh, seperti air
sungai Nil pada saat musim
pasang dan air banjir, sebab terkena tanah,
sudah mencukupi debu,
artinya, tidak perlu dicampur dengan debu lagi.
ولو غمس المتنجس بما ذكر في ماء كثير راكد وحركه سبعا وتربه طهر ويحسب الذهاب
مرة
والعود أخرى وإن لم يحركه فواحدة أوفي جار وجرى عليه سبع جريات حسبت سبعه
أما
مكثه في ماء كثير راكد فيحسب مرة وإن مكث زمانا طويلا
Apabila seseorang mencelupkan mutanajis (benda yang
terkena najis)
mugholadzoh ke dalam air banyak yang tenang,
kemudian ia
menggerak-gerakkannya sebanyak tujuh kali dan
menaburinya debu, maka
mutanajis tersebut dihukumi suci. Gerakan
maju dihitung sebagai satu kali
basuhan dan kembalinya dihitung
sebagai basuhan berikutnya. Apabila ia
tidak menggerakgerakkannya
dan ia menaburinya debu maka dihitung sebagai
satu
kali basuhan.
Atau apabila seseorang mencelupkan mutanajis tersebut di
air mengalir,
kemudian mutanajis tersebut dilewati tujuh kali aliran
air maka
masing-masing aliran air dihitung satu kali basuhan.
Adapun ketika
mutanajis hanya didiamkan di dalam air
banyak yang tenang (tanpa
digerak-gerakkan) maka demikian itu
dihitung sebagai satu kali basuhan
meskipun diamnya di dalam air
tersebut berlangsung lama.
والأرض الترابية أي التي فيها تراب خلقي أو من هبوب الريح لا تحتاج إلى تتريب إذ
لا
معنى لتتريب التراب، ولا فرق في ذلك بين التراب المستعمل وغيره كالمتنجس
وخرج
بالترابية الحجرية والرملية التي لا غبار فيها فلا بد من تتريبها،
Tanah turobiah (yang sudah berdebu), yaitu tanah yang
asalnya memang
sudah ada debunya atau tanah yang terkena debu
sebab hembusan angin,
ketika terkena najis mugholadzoh tidak perlu
ditat-rib (diberi debu)
karena tidak ada gunanya mentat-rib debu,
baik debu tersebut mustakmal
atau mutanajis.
Mengecualikan dengan tanah turobiah adalah tanah
hajariah
(yang berbatu) dan romaliah (yang berpasir) yang tidak ada
debu
disana, maka ketika dua tanah tersebut terkena najis mugholadzoh
wajib
diberi debu.
ولو انتقل شيء من الأرض الترابية المتنجسة نجاسة مغلظة إلى غيرها فإن أريد
تطهير
المنتقل من الطين لم يجب تتريبه، وإن أريد تطهير المنتقل إليه وجب
تتريبه
Apabila ada sebagian tanah berdebu yang telah terkena najis
mugholadzoh
(sebut tanah A) berpindah ke tanah lainnya yang suci
dan yang tidak
berdebu (sebut tanah B), maka jika ingin mensucikan
tanah A maka tidak
wajib mentat-ribnya dan jika ingin mensucikan
tanah B maka wajib
mentat-ribnya.
ولو تطاير من غسلات غير الأرض الترابية شيء إلى نحو ثوب غسل المتطاير إليه بعد
ما
بقي من الغسلات فإن كان من الأولى وجب غسله ستا أو من الثانية غسل خمسا
وهكذا مع التتريب إن لم يكن ترب وإلا فلا تتريب وخرج بما بقي من الغسلات المتطاير
من السابعة فلا يجب غسله
Kemudian apabila ada sebagian basuhan dari tanah yang
bukan turobiah
(sebut A) mengenai semisal pakaian yang terkena
najis mugholadzoh (sebut
B) maka B bisa dibasuh dengan basuhanbasuhan
sisanya, jika basuhan yang
mengenai A ternyata basuhan
pertama berarti tinggal menambahkan 6 basuhan
lagi, atau ternyata
basuhan kedua berarti tinggal menambahkan 5 basuhan
lagi dan
seterusnya, tetapi harus disertai dengan tat-rib jika di tanah
tersebut
belum ada debu, jika sudah ada maka tidak perlu adanya
tatrib.
Mengecualikan dengan basuhan-basuhan sisanya adalah
basuhan
ketujuh maka tidak wajib membasuh pakaian jika terkena
basuhan ketujuh
tersebut.
فلو جمع ماء الغسلات السبع في نحو طشت ثم تطاير منها شيء على نحو ثوب وجب
غسله
ستا لأن فيه ماء الأولى وهو يقتضي ست غسلات ووجب تتريبه إن كان التراب
في
غير الأولى هذا إذا كان الماء ا موع لم يبلغ قلتين بلا تغير وإلا فطهور
Apabila air tujuh basuhan dikumpulkan menjadi satu dalam
semisal
bejana (atau ember, bak), kemudian ada sebagian air keluar
darinya dan
mengenai semisal pakaian yang terkena najis
mugholadzoh maka masih wajib
membasuh pakaian tersebut dengan
6 kali basuhan lagi karena pakaian
tersebut telah terkena basuhan
pertama dan wajib mentat-rib salah satu
dari 6 basuhan itu jika air
pertama yang mengenai belum tercampur dengan
debu. Kasus ini
berlaku ketika air yang dikumpulkan itu belum mencapai
dua kulah
dan tidak mengalami perubahan, jika sudah mencapai dua kulah
maka
dihukumi sebagai air suci mensucikan.
فائدة) وقع السؤال عما لو بال كلب على عظم ميتة غير مغلظة فغسل سبعا إحداهن
بتراب
فهل يطهر من حيث النجاسة المغلظة حتى لو أصاب ثوبا رطبا مثلا بعد ذلك لم
يحتج
إلى تسبيع؟ والجواب لا يطهر فلا بد من تسبيع ذلك الثوب نقله المدابغي عن
الأجهوري
وابن قاسم
[FAEDAH]
Ada sebuah pertanyaan tentang kasus apabila ada air kencing
anjing
mengenai tulang bangkai hewan yang bukan mugholadzoh
(misal tulang
bangkai kambing, sapi, dll), kemudian tulang tersebut
dibasuh dengan 7
(tujuh) kali basuhan air yang tentu salah satu dari
tujuh basuhan
tersebut dicampur dengan debu, maka apakah tulang
tersebut dapat suci
dari najis mugholadzoh hingga sekiranya apabila
ada pakaian basah
mengenainya maka tidak perlu lagi mentasbik
atau membasuh pakaian
tersebut dengan tujuh kali basuhan dengan
mencampurkan debu di salah
satunya? Jawab, tulang tersebut tidak
dapat suci dari najis mugholadzoh,
yakni air kencing anjing,
sehingga apabila ada pakaian basah mengenainya
maka wajib
mentasbik pakaian tersebut. Demikian ini dikutip oleh
Mudabighi
dari Ajhuri dan Ibnu Qosim.
2. Cara Menghilangkan Najis Mukhofafah
والمخففة) أي ما تنجس ببول الصبي الذي لم يأكل ولم يشرب سوى اللبن ولم يبلغ
الحولين
(تطهر برش الماء عليها مع الغلبة وإزالة عينها) أي فكيفي فيها الرش والغسل
أفضل
خروجا من الخلاف ومحل ذلك إن لم يختلط برطوبة في المحل مثلا وإلا وجب
الغسل
لأن تلك الرطوبة صارت نجسة وهي ليست بولا
Mutanajis mukhofafah, yaitu benda yang terkena najis air
kencing shobi
(bocah) laki-kaki yang belum makan dan minum
kecuali susu dan belum
mencapai umur dua tahun, dapat menjadi
suci dengan cara diperciki air
disertai gholabahnya (menguasainya)
dan hilangnya ‘ain (dzat) najis.
Maksudnya, dalam menghilangkan
najis mukhofafah cukup dengan diperciki
air, tetapi membasuhnya
adalah lebih utama karena keluar dari
perselisihan pendapat ulama.
Dicukupkannya mensucikan najis mukhofafah dengan diperciki air
adalah
ketika air kencing shobi tidak bercampur dengan basah-basah
lain di
tempat yang dikenainya, tetapi apabila ia bercampur dengan
basah-basah
lain maka wajib disucikan dengan cara dibasuh air,
bukan diperciki,
karena basah-basah tersebut berubah menjadi najis
dan tidak termasuk dari
air kencingnya.
ولا بد في الرش من إصابة الماء جميع موضع البول وأن يعم ويغلب الماء على البول
ولا
يشترط في ذلك السيلان قطعا والسيلان والتقاطر هو الفارق بين الغسل والرش
فلا
يكفي الرش الذي لا يعمه ولا يغلبه كما يقع من كثير من العوام
Dalam memercikkan air, disyaratkan air harus mengenai
seluruh
bagian yang dikenai air kencing dan air harus meratai dan
menguasai air
kencing itu. Dalam memercikkan air, secara pasti
tidak disyaratkan air
harus mengalir. Mengalir dan menetes adalah
dua hal yang saling
membedakan antara membasuh dan
memercikkan air. Karena demikian itu
syaratnya, maka tidak cukup
memercikkan air ke tempat air kencing shobi
tetapi air tidak dapat
meratainya dan menguasainya, seperti kebiasaan
yang banyak
dilakukan oleh orang-orang awam.
ولا بد مع الرش من زوال أوصافها كبقية النجاسة بعد إزالة عينها ولا بد من عصر
محل
البول أو جفافه حتى لا يبقى فيه رطوبة تنفصل بخلاف الرطوبة التي لا
تنفصل هذا
Disyaratkan bersamaan dengan memercikkan air adalah
hilangnya
sifat-sifat najis mukhofafah, seperti ketika menghilangkan
najis-najis
lainnya, setelah menghilangkan ‘ain (dzat) najis
mukhofafah tersebut.
Diharuskan memeras kain yang terkena air kencing
mukhofafah atau yang
terkenanya tetapi sudah kering hingga tidak
ada lagi basah-basah yang
menetes dari kain tersebut. Mengenai
basah-basah yang tidak lagi menetes
maka tidak masalah, artinya,
bisa langsung diperciki air.
وخرج الغائط والقيء وبول الأنثى وأكله أو شربه غير اللبن للتغذي ورضاعه بعد
حولين
فلا يكفي رشه بل لا بد من غسله وهو تعميم المحل مع السيلان
Mengecualikan dengan air kencing shobi laki-laki yang
belum makan dan
minum kecuali air susu adalah tahinya,
muntahannya, air kencing shobiah
(bocah perempuan), air kencing
shobi laki-laki yang telah makan atau
minum selain susu untuk
taghodi (dikonsumsi), dan air kencing shobi
laki-laki yang menyusu
setelah ia berumur dua tahun, maka dalam
mensucikan najis-najis ini
tidak cukup hanya dengan memercikkan air pada
tempat yang
dikenainya tetapi harus dibasuh dengan air. Pengertian
dibasuh
adalah meratai air ke tempat yang dikenai najis disertai
dengan
mengalirnya air tersebut.
ولو أصابه بول صبي وشك هل هو قبل الحولين أو بعدهما وجب الغسل لأن الرش رخصة فلا
يصار إليها إلا بيقين
Apabila suatu benda terkena air kencing shobi laki-laki,
kemudian
diragukan apakah ia belum berumur 2 tahun atau sudah
maka wajib
menghilangkan najis air kencingnya itu dengan cara
dibasuh dengan air
karena asal dicukupkan dengan memercikkan air
adalah rukhsoh (kemurahan)
sehingga tidak diperbolehkan merujuk
pada rukhsoh kecuali disertai dengan
keyakinan, bukan keraguan.
وسوى الإمامان أبو حنيفة ومالك بين الصبي الذكر المحقق وغيره من وجوب الغسل من
بولهما
وإن لم يأكلا الطعام وذهب لطهارة بول الصبي أحمدبن حنبل وإسحاق وأبو ثور
من
أئمتنا وحكي عن مالك، وأما حكاية بعض المالكية قولا للشافعي بطهارة بول
الصبي
فباطلة وغلط أو افتراء
Imam Abu Hanifah dan Imam Malik sependapat menetapkan
kewajiban membasuh
air pada tempat yang dikenai air kencing shobi
yang tulen laki-laki dan
air kencing shobi yang belum jelas kelakilakiannya
meskipun dua shobi ini
belum mengkonsumsi makanan
apapun.
Ada beberapa ulama yang berpendapat tentang kesucian air
kencing shobi
laki-laki. Mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal,
Ishak, Abu Tsur dari
kalangan Syafii dan ia meriwayatkan
pendapatnya itu dari Imam Malik.
Adapun riwayat yang dikutip oleh
sebagian ulama Malikiah tentang suatu
pendapat dari Imam Syafii
tentang kesucian air kencing shobi maka riwayat
tersebut batil, salah,
dan kebohongan belaka.
3. Cara Menghilangkan Najis Mutawasitoh
والمتوسطة تنقسم على قسمين عينية) وهي التي تشاهد بالعين (وحكمية) أي وهي التي
حكمنا
على المحل بنجاسته من غير أن ترى عين النجاسة
Najis mutawasitoh dibagi menjadi dua macam, yaitu ainiah
(yaitu najis
yang terlihat oleh mata) dan hukmiah (yaitu najis yang
tempat yang
dikenainya itu kita hukumi sebagai najis tanpa terlihat
dzat
najisnya).
العينية) ضابطها هي (التي لها لون) من البياض والسواد والحمرة وغير ذلك (وريح)
وهي
بمعنى الرائحة عرض يدرك بحاسة الشم (وطعم) بفتح الطاء وهو ما يؤديه
الذوق من
الكيفية كالحلاوة وضدها
Pengertian najis mutawasitoh [ainiah adalah najis yang
masih memiliki
warna], seperti; putih, hitam, merah, dan lain-lain,
[dan bau], yakni
sesuatu yang dapat diketahui dengan indra
pencium, [dan rasa], yakni
sesuatu yang dapat diketahui dengan
indra pengicip, seperti; manis, pahit
(dan lain-lain).
فلا بد من إزالة لو ا وريحها وطعمها) إلا ما عسر زواله من لون أو ريح فلا
تجب إزالته
بل يطهر محله حقيقة بخلاف ما لو اجتمعنا في محل واحد من نجاسة
واحدة لقوة
دلالتهما على بقاء عين النجاسة وبخلاف ما لو بقي الطعم لذلك أيضا
ولسهولة إزالته
غالبا
Cara mensucikan tempat yang dikenai najis ainiah
[diwajibkan
menghilangkan warna najis, baunya, dan rasanya]
kecuali apabila warna
atau bau najis sulit dihilangkan maka tidak
wajib menghilangkannya,
bahkan tempat yang dikenainya telah
nyata suci.
Berbeda apabila warna dan bau secara bersamaan masih ada
di satu tempat
yang dikenai satu najis maka tempat tersebut belum
dihukumi suci karena
kuatnya warna dan bau secara bersamaan
dalam menunjukkan tetapnya dzat
najis.
Begitu juga berbeda apabila rasa najis masih ada maka
tempat
yang dikenainya belum suci dan karena pada umumnya masih
mudah untuk
menghilangkan rasa najis tersebut.
فالواجب في إزالة النجاسة الحت والقرص ثلاث مرات وفي المصباح قال الأزهري الحت
أن
تحك بطرف حجر أو عود والقرص أن تدلك بأطراف الأصابع دلكا شديدا وتصب
عليه
الماء حتى تزول عينه وأثره انتهى
Perkara yang diwajibkan dalam menghilangkan (sifat-sifat)
najis
ainiah adalah mengerok dan menggosok sebanyak tiga kali.
Disebutkan dalam
kitab al-Misbah, “Azhari berkata, ‘Lafadz
الحْ تّ (mengerok) berarti kamu
mengerok dengan sisi batu atau kayu.
Lafadz القَرْص (menggosok) berarti
kamu menggosok dengan ujung
jari-jari dengan cara menggosok secara kuat.
Kemudian kamu
menuangkan air pada tempat yang dikenai najis sampai dzat
najis
dan bekasnya hilang.’”
فإذا بقي بعد ذلك اللون أو الريح حكم بالتعسر وطهارة المحل ولا تجب الاستعانة
بالصابون
والاشنان وإن بقيا معا أو الطعم وحده تعينت الاستعانة بما ذكر إلى التعذر
وضابطه
أن لا يزول إلا بالقطع فإذا تعذر زوال ما ذكر حكم بالعفو فإذا قدر على
الإزالة
بعد ذلك وجبت ولا تجب إعادة ما صلاه به أولا وإلا فلا معنى للعفو،
Apabila najis ainiah telah dikerok, digosok, dan dituangi air,
ternyata
masih ada warnanya atau baunya maka dihukumi sulit dan
tempat yang
dikenainya pun telah dihukumi suci. Tidak wajib
menggunakan alat bantu
semisal sabun dan tumbuhan asynan. Akan
tetapi apabila warna dan bau
secara bersamaan masih ada maka
wajib menggunakan alat bantu tersebut
hingga mencapai batas
ta’adzur (sulit menghilangkan). Batasan ta’adzur
adalah sekiranya
warna dan bau najis tersebut tidak dapat dihilangkan
kecuali dengan
cara memotong tempat yang dikenai najis. Ketika telah
dihukumi
ta’adzur maka tempat yang dikenai najis dihukumi ma’fu.
Kemudian
apabila setelah dihukumi ma’fu, ternyata selang beberapa
waktu,
warna dan bau najis tersebut bisa dihilangkan maka wajib
menghilangkannya.
Namun, apabila sebelumnya seseorang telah
melakukan sholat di tempat yang
ma’fu tersebut maka ia tidak wajib
mengulangi sholatnya setelah mampu
dihilangkan. Jika tidak, maka
tidak perlu dihukumi ma’fu.
ويعتبر لوجوب نحو الصابون أن يفضل ثمنه عما يفضل عنه ثمن الماء في التيمم فإن
لم
يقدر عليه صلى عاريا وإن لم يقدر على الحت ونحوه لزمه أن يستأجر عليه
بأجرة مثله
إذا وجدها فاضلة عن ذلك أيضا ذكره الشرقاوي
Kewajiban menggunakan alat bantu semisal sabun harus
mempertimbangkan
bahwa biaya harga alat bantu tersebut lebihan
atas biaya harga air dalam
tayamum. Apabila seseorang yang
pakaiannya terkena najis dan ia tidak
memiliki biaya untuk
mendapatkan alat bantu tersebut maka ia sholat dalam
keadaan
telanjang. Apabila ia tidak mampu mengerok dan menggosok najis
dan
ia memiliki biaya yang lebihan atas biaya air maka wajib atasnya
menyewa
orang lain untuk mengerokkan dan menggosokkan najis
dengan upah dari
biaya lebihan yang ia miliki itu, seperti yang telah
disebutkan oleh
Syarqowi.
قال الحصني في شرح الغاية ثم شرط الطهارة أن يسكب الماء الأقل من قلتين فقط
على
المحل النجس، فلو غمس الثوب ونحوه في طشت فيه ماء دون القلتين فالصحيح
الذي
قاله جمهور الأصحاب أنه لا يطهر لأنه بوصوله إلى الماء تنجس لقلته
ويكفي أن يكون
الماء غامرا للنجاسة على الصحيح وقيل يشترط أن يكون سبعة
أضعاف البول ولا
يشترط في حصول الطهارة عصر الثوب على الراجح
Al-Hisni berkata dalam kitab Syarah Ghoyah, “Syarat toharoh adalah seseorang
menuangkan air yang lebih sedikit saja daripada dua kulah di atas tempat
najis. Apabila ia mencelupkan
semisal baju najis atau lainnya ke dalam
bejana yang di dalamnya
terdapat air yang kurang dua kulah, maka pendapat
shohih yang
dikatakan oleh jumhur ashab menyebutkan bahwa baju dan
semisalnya
tersebut tidak dapat suci karena dengan mencelupkannya
ke dalam air
sedikit menyebabkan air sedikit tersebut berubah
menjadi najis. Menurut
pendapat shohih, dalam menuangkan air
sedikit di atas tempat najis
dicukupkan dengan keadaan bahwa air
sedikit tersebut meratai najis.
Menurut qiil, disyaratkan air yang
digunakan untuk membasuh tempat najis
tersebut sebanyak 7 (tujuh)
kali banyaknya air kencing. Menurut pendapat
rojih, agar
menghasilkan kesucian baju, tidak disyaratkan memerasnya.”
والحكمية) ضابطها هي (التي لا لون ولا ريح ولا طعم) كبول جف ولم تدرك له صفة
Pengertian [najis hukmiah adalah najis yang tidak lagi
memiliki warna,
bau, dan rasa,] seperti air kencing yang telah
kering dan tidak diketahui
sifat-sifatnya.
(يكفيك جري الماء عليها) أي سيلانه على المتنجس ا ولو مرة واحدة من غير فعل
كالمطر
Cara mensucikan [najis hukmiah cukup bagimu
mengalirkan air di atasnya,]
maksudnya, mengalirkan air di atas
tempat yang terkena najis hukmiah
sebanyak satu kali meski tanpa
disengaja mengalirkan air, misalnya
terkena aliran air hujan.
قال الحصني في شرح الغاية اعلم أنه لا يشترط في غسل النجاسة القصد كما لو
صب
الماء على ثوب ولم يقصد فإنه يطهر وكذا لو أصابه مطر أو سيل وادعى بعضهم
الإجماع
على ذلك لكن ابن سريج والقفال من أصحابنا اشترطا النية في غسل
النجاسة
كالحدث انتهى
Al-Hisni berkata dalam kitab Syarah Ghoyah, “Ketahuilah
sesungguhnya
dalam membasuh najis tidak disyaratkan menyengaja,
misalnya apabila air
tertuang di atas pakaian najis dan tidak sengaja
menuangkannya maka
pakaian tersebut telah suci. Begitu juga,
apabila pakaian najis terkena
air hujan atau aliran banjir. Sebagian
ulama mengaku bahwa tidak
disyaratkannya menyengaja dalam
membasuh najis merupakan ijmak ulama,
tetapi Ibnu Suraij dan
Qofal dari kalangan ashab kami mensyaratkan niat
membasuh najis
sebagaimana disyaratkannya niat dalam menghilangkan
hadas.”
Hukum Benda Cair yang Dikenai Najis
(تتمة) ولو تنجس مائع تعذر تطهيره لأنه صلى الله عليه وسلّم سئل عن الفأرة
تموت في
السمن فقال إن كان جامدا فألقوها وما حولها وإن كان مائعا فلا
تقربوه أي لأنه
نجاسة ولا يحل الانتفاع بذلك المائع كسائر النجاسات الرطبة
إلا في استصباح أو لعمل
صابون ونحوه أو طلي دواب وسفن بدهن متنجس أو نجس من
غير نحو كلب فيجوز مع الكراهة
[TATIMMAH]
Apabila benda cair (selain air) terkena najis maka sulit
mensucikannya
karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama
pernah ditanya tentang
tikus yang mati di dalam minyak samin, lalu
beliau menjelaskan, “Apabila
minyak samin tersebut padat maka
buanglah bagian yang dikenai tikus dan
bagian sekitarnya, tetapi
apabila minyak samin tersebut cair maka
jauhilah,” karena minyak
samin cair itu telah berubah menjadi najis dan
tidak diperbolehkan
memanfaatkan minyak samin cair yang najis itu
sebagaimana tidak
diperbolehkan memanfaatkan cairan-cairan najis lain
yang telah
terkena najis, kecuali apabila minyak samin cair itu
dimanfaatkan
sebagai bahan bakar lampu, atau sebagai bahan pembuatan
sabun dan
lainnya, atau apabila minyak samin cair yang mutanajis atau
yang
najis dimanfaatkan sebagai pelumas yang dioleskan pada hewan atau
perahu
maka diperbolehkan tetapi makruh.
ويستثنى المساجد فلا يجوز الاستصباح فيها بالنجس سواء انفصل منه دخان مؤثر في
نحو
حيطانه ولو قليلا أم لا
Dikecualikan yaitu memanfaatkan minyak samin cair yang
najis sebagai
bahan bakar lampu yang dipasang di masjid maka tidak
diperbolehkan, baik
lampu itu menghasilkan asap yang membekas
meski sedikit di tembok ataupun
tidak.
أما العسل فيمكن تطهيره بإسقائه للنحل لأنه يستحيل قبل إخراجه ثم إن طال الزمن
بعد
شربه وقبل مجه فهو لمالك النحل وإلا فلمالك العسل
Adapun madu cair yang terkena najis maka masih mungkin
untuk disucikan,
yaitu dengan cara membiarkan lebah meminumnya
karena madu tersebut akan
mengalami proses perubahan sebelum
lebah mengeluarkannya lagi, lalu
apabila waktu berselang lama
antara setelah lebah meminumnya dan sebelum
ia mengeluarkannya
maka madu tersebut menjadi hak milik pemilik lebah,
tetapi apabila
tidak berselang waktu yang lama antara waktu keduanya maka
madu
tersebut menjadi hak milik pemilik madu.
ويجوز سقي الدواب الماء المتنجس وتخمير الطين ونحوه به ومثل الماء المتنجس
الطعام
المتنجس فيجوز إطعامه للدواب
Diperbolehkan memberikan air mutanajis (yang terkena
najis) kepada
binatang dan diperbolehkan menggenangi lumpur atau
lainnya dengan air
mutanajis. Sama seperti air mutanajis,
diperbolehkan memberikan makanan
mutanajis kepada binatang.
وإذا تنجست الأرض ببول أو خمر مثلا وتشربت ما فيها كفاه صب ماء يعمها ولو
مرة
وإن كانت الأرض صلبة ولم يقلع ترا ا أولم تتشربه كأن كانت نحو بلاط فلا
بد من
تجفيفها ثم صب الماء عليها ولو مرة قال في المصباح :البلاط كل شيء
فرشت به
الأرض من حجر وغيره انتهى
Ketika tanah terkena semisal najis air kencing atau khomr,
lalu tanah
tersebut menyerapnya, maka dalam mensucikan tanah
tersebut cukup
menuangkan air di atasnya hingga meratai meskipun
hanya menuangkan satu
kali. Apabila najis air kencing atau khomr
mengenai tanah yang keras,
yakni tanah tersebut tidak dapat dikeruk
atau tidak dapat menyerap,
misalnya tanah tersebut seperti batu ubin,
maka dalam mensucikan
tanah tersebut harus mengeringkannya
terlebih dahulu, baru kemudian
dituangi air meskipun hanya sekali.
Disebutkan dalam kitab al-Misbah,
“Lafadz ‘ الب لاط ’ (batu
ubin) adalah setiap benda yang mengeraskan
tanah, baik benda
tersebut batu atau yang lainnya.
فإذا كانت النجاسة جامدة نظر فإن كانت غير رطبة ولم تنجس الأرض رفعت عنها
فقط
أو رطبة رفعت ثم صب على الأرض ماء يعمها
Apabila najis yang mengenai tanah adalah najis padat maka
perlu adanya
rincian, maksudnya apabila najis tersebut tidak
mengandung basah-basah
dan tidak menajiskan tanah maka cukup
dengan mengangkat najis tersebut
dari tanah (dan tidak perlu
menuangkan air pada tanah), atau apabila
najis tersebut mengandung
basah-basah maka najis tersebut diangkat dari
tanah dan kemudian
tanah dituangi air hingga meratai
ومثل الأرض في ذلك غيرها كسكين سقيت وهي محماة نجسا ولحم طبخ بنجس وحب
نقع
في الماء النجس حتى انتفخ فيكفي في تطهير ذلك كله صب ماء يعمه ولو مرة
واحدة
ولا يحتاج إلى سقي السكين مع الإحماء ماء طهورا ولا لغلي اللحم وعصره ولا
لنقع
الحب في ماء طهور
Sebagaimana dicukupkan mensucikan tanah dengan hanya
menuangkan air di
atasnya hingga merata, ketika pisau dipanaskan
dengan najis, atau ketika
daging dimasak dengan air najis, atau
ketika biji-bijian direndam hingga
mengembung di dalam air najis,
maka dalam mensucikan mereka cukup dengan
dituangi air suci
mensucikan hingga merata meskipun hanya sekali. Tidak
perlu
merendamkan pisau tersebut beserta memanaskannya dengan air suci
mensucikan.
Tidak perlu mendidihkan daging tersebut dengan air
suci mensucikan dan
memerasnya. Dan tidak perlu merendam bijibijian
tersebut di dalam air
suci mensucikan.