Istinjak Bersuci setelah Buang Air
Judul kitab asal: Kasyifat al-Saja Syarah Safinat al-Naja (كاشفة السجا شرح سفينة النجا)
Ejaan lain: Kashifa al-Saja, Kasyifah As-Saja, Kashifat Al-Saja Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Banten
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah: Muhammad Ihsan Ibnu Zuhri
Bidang studi: Fiqih mazhab Syafi'i
Daftar isi
- BAGIAN KEENAM: ISTINJAK
- A. Hukum Beristinjak
- B. Syarat-syarat Batu Istinjak
- C. Benda-benda yang Disamakan dengan Batu
- Kembali ke Terjemah Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja
BAGIAN KEENAM ISTINJAK
A. Hukum Beristinjak
فصل) في بيان الاستنجاء بالحجر
Fasal ini menjelaskan tentang beristinjak dengan batu.
وهو المسمى بالمطهر المخفف وأما الماء فهو المطهر المزيل ويجب الاستنجاء على
الفور
عند خشية تنجيس غير محله أو إرادة نحو الصلاة من كل خارج من الفرج نجس
يلوث
المحل يغسل بالماء أو يمسح بالحجر
Batu disebut dengan muthohhir mukhoffif.26 Adapun air
disebut dengan
muthohhir muziil.27
Diwajibkan melakukan istinja secara segera ketika takut akan
menajiskan
selain tempat yang wajib diistinjai dan ketika hendak
melakukan semisal
sholat, dari setiap benda yang keluar dari farji,
yang najis, yang
mengotori tempat keluarnya, dengan cara dibasuh
dengan air atau diusap
dengan batu.
B. Syarat-syarat Batu Istinjak
شروط أجزاء الحجر) لمن يقتصر عليه (ثمانية) أحدها (أن يكون بثلاثة أحجار) أو
ثلاثة
أطراف الحجر ولو حصل الإنقاء بدو ا لقوله صلى الله عليه وسلّم وليستنج
بثلاثة
أحجار فلو لم يحصل إلا بأكثر من الثلاثة وجبت الزيادة عليها ويسن الإيتار إن
حصل
الإنقاء بشفع
[Syarat-syarat batu yang mencukupi untuk digunakan
istinjak] bagi
orang yang hanya ingin beristinjak dengannya, tanpa
air, [ada 8/delapan,]
yaitu;
26 Alat bersuci yang menghilangkan dzat najis saja.
27 Alat bersuci yang
menghilangkan dzat dan bekas najis.
Pertama adalah [berjumlah 3/tiga batu] atau 3/tiga sisi
dengan satu batu,
meskipun najisnya dapat dibersihkan dengan
kurang dari 3/tiga karena
sabda Rasulullah Muhammad shollallahu
‘alaihi wa sallama, “Dan wajib
beristinja dengan 3 batu.”
Apabila najis hanya bisa bersih dengan lebih
dari 3 batu
maka wajib menambahinya. Disunahkan mengganjilkan batu
apabila
najis dapat bersih dengan jumlah batu yang genap.28
والأفضل في الكيفية أن يبدأ بالأول من مقدم الصفحة اليمنى ويديره قليلا قليلا إلى
أن
يصل إلى الذي بدأ منه ثم الثاني من مقدم الصفحة اليسرى كذلك ثم يمر
الثالث على
الصفحتين والمسربة جميعا قال في المصباح والمسربة بفتح الراء لا
غير مجرى الغائط ومخرجه سميت بذلك لانسراب
الخارج منها فهي اسم للموضع
Cara yang paling utama dalam beristinja dengan batu adalah
bahwa
seseorang mengawali mengusap dengan batu pertama dari
bagian sisi kanan
saluran kotoran, kemudian diputar sedikit demi
sedikit hingga sampai lagi
pada bagian sisi kanan dimana ia
mengawali. Kemudian mengusapkan batu
kedua diawali dari sisi kiri
saluran kotoran, kemudian diputar sedikit
demi sedikit hingga
sampai lagi pada bagian sisi kiri dimana ia
mengawali. Kemudian
mengusapkan batu ketiga pada sisi kanan dan kiri
saluran kotoran
dan saluran kotoran itu sendiri secara bersamaan.
28 Apabila najis dapat bersih dengan 4 batu maka disunahkan
menambahkan
satu batu lagi agar ganjil. Apabila najis dapat bersih dengan
5 batu maka
dak perlu menambahnya lagi karena sudah ganjil.
Disebutkan dalam
kitab al-Misbah bahwa lafadz ‘ ’ال مَ سْ رَب ة
dengan hanya difathah pada
huruf / ر/ berarti saluran kotoran tinja
dan tempat keluarnya. Saluran
dan tempat keluar kotoran tersebut
disebut dengan nama ‘ ال مَ سْ رَب ة ’
karena ا ن سِ رَابُ الخْ ا رِجِ مِ نْ هَ ا yaitu keluarnya najis
dari
saluran dan tempat tersebut. Dengan demikian lafadz ‘ ’ال مَ سْ رَب ة
adalah
nama bagi tempat.
و) ثانيها (أن ينقى المحل) بحيث لا يبقى إلا أثر لا يزيله إلا الماء أو صغار
الخزف
[Dan] yang kedua adalah [bersihnya tempat yang
diistinjai] sekiranya
tidak ada yang tersisa kecuali hanya bekas yang
hanya dapat dihilangkan
dengan air atau tembikar kecil.
و) ثالثها (أن لا يجف النجس) لأن الحجر لا يزيله حينئذ وقوله يجف بكسر الجيم
من
باب ضرب وفي لغة لبني أسد بفتحها من باب تعب فإن جف كله أو بعضه تعين
الماء
ما لم يخرج بعده خارج آخر ولو من غير جنسه ويصل إلى ما وصل إليه الأول
وإلا
كفى الاستنجاء بالحجر
[Dan] yang ketiga adalah [najisnya belum kering] karena
apabila najisnya
sudah kering maka batu tidak bisa
menghilangkannya.
Perkataan Syeh Salim bin Sumair al-Khadromi, ‘ يَجِ فُّ ’, adalah
dengan
kasroh pada huruf / ج/ yang termasuk dari Bab ‘ ضَ رَبَ ’. Menurut
bahasa
Bani Asad, lafadz ‘ يجف ’ adalah dengan fathah pada huruf / /ج
yang
termasuk dari Bab ‘ .’ت ع بَ
Apabila sebagian najis atau seluruh najis telah kering maka
wajib
beristinja dengan air, bukan batu, selama najis lain tidak keluar
setelah
najis yang kering itu, meskipun najis lain itu tidak sejenis
dengan najis
yang kering, dan najis lain itu mengenai tempat yang
dikenai najis
pertama yang kering.
Apabila najis pertama kering, kemudian keluar
najis lain
setelahnya, dan najis lain tersebut mengenai tempat yang
dikenai
oleh najis pertama yang kering, maka cukup beristinja dengan
batu,
dan tidak wajib menggunakan air.
و) رابعها (لا ينتقل) أي عن المحل الذي أصابه عند الخروج واستقر فيه فإن كان
المنتقل
متصلا تعين الماء في الجميع أو منفصلا تعين في المنتقل فقط، ويشترط أيضا أن
لا
يتقطع فإن تقطع بأن خرج قطعا في محال تعين الماء في المتقطع وأجزأ الجامد في
غيره
[Dan] yang keempat adalah [najis yang keluar tidak
berpindah] dari tempat
yang dikenainya pada saat keluar serta najis
yang keluar itu menetap di
tempat yang dikenainya itu. Apabila najis
yang keluar yang berpindah dari
tempatnya bersambung (muttasil)
dengan tempatnya maka semua najis wajib
diistinjai dengan air.
Apabila najis yang keluar yang berpindah dari
tempatnya terpisah
(munfasil) dari tempatnya maka najis yang berpindah
itu wajib
dibasuh dengan air, sedangkan najis yang masih ada di tempat
keluarnya
dapat diistinjai dengan batu. Selain itu, disyaratkan pula
bahwa najis
yang keluar tidak keluar secara terpotong-potong.
Apabila keluarnya
terpotong-potong di beberapa tempat maka wajib
menggunakan air pada najis
yang terpotong-potong itu dan cukup
menggunakan batu (benda keras lain)
pada najis yang tidak
terpotong-potong.
و) خامسها (لا يطرأ عليه آخر) أي نجس مطلقا أو طاهر رطب غير العرق أما هو
وكذا
الطاهر الجاف كحصاة فلا يضر فإن طرأ عليه نجس سواء كان رطبا أو جافا أو
طاهر
رطب ولو من رشاش الخارج تعين الماء لأن مورد النص الخارج والأجني ليس في
معناه
[Dan] yang kelima adalah [najis yang telah keluar tidak
dikenai sesuatu
yang lain,] maksudnya, baik sesuatu yang lain itu
berupa benda najis
secara mutlak (basah atau kering) atau berupa
benda suci yang basah yang
selain keringat. Adapun keringat, dan
sesuatu yang lain, yang suci, dan
yang kering, seperti; batu kerikil,
maka tidak apa-apa, artinya, masih
diperbolehkan beristinja dengan
batu.
Apabila najis yang keluar dikenai sesuatu yang lain dan yang
najis, baik
sesuatu yang lain dan yang najis itu berupa benda basah
atau kering, atau
dikenai sesuatu yang lain, yang suci, dan yang
basah meskipun berasal
dari rembesan najis yang keluar itu sendiri,
maka wajib menggunakan air
karena menurut kejelasan yang ada
adalah bahwa najis yang keluar dan
najis lain itu tidak semakna atau
tidak sama.
و) سادسها (لا يجاوز) الخارج (صفحته) أي جانب دبره في الغائط وهي ما ينضم من
الأليين
عند القيام (وحشفته) أي رأس ذكره في البول وتسمى أيضا عند العوام بالبلجة
بفتحات
وإن انتشر الخارج حول المخرج فوق عادة الإنسان من غير انتقال وتقطع
ومجاوزة
ومثلها قدرها من مقطوعها أو فاقدها خلقة فلا تجزىء في حشفة الخنثى ولا في
فرجه
للشك فيه ويشترط في الثيب أن لا يصل بولها مدخل الذكر وهو تحت مخرج البول
وفي
البكر أن لا يجاوز ما يظهر عند قعودها وإلا تعين الماء كما يتعين في حق الأقلف
إن
وصل بوله للجلدة
Dan] yang keenam adalah najis yang keluar [tidak
melewati batas shofhah
seseorang,] maksudnya tidak keluar
melewati batas sisi duburnya saat
buang air besar. Yang dimaksud
sisi dubur disini adalah bagian dua pantat
yang saling menempel
ketika berdiri, [dan tidak melewati batas
khasyafahnya,]
maksudnya tidak keluar melewati helm dzakarnya saat buang
air
kecil. Khasyafah disebut juga oleh orang awam dengan nama
balajah.
Sebagaimana diketahui bahwa seseorang boleh beristinjak
dengan batu
selama najis yang keluar tidak melewati batas
khasyafahnya, meskipun
najis yang keluar itu telah tersebar parah di
sekitar tempat keluarnya
tanpa adanya perpindahan najis, terpotongpotong,
dan melewati batas.
Sama dengan khasyafah adalah batas perkiraan ukuran
khasyafah bagi
mustanji (orang yang beristinjak) yang khasyafahnya
terpotong atau yang
tidak memilikinya sama sekali sejak lahir,
artinya, baginya diperbolehkan
beristinjak dengan batu selama najis
yang keluar tidak melewati batas
perkiraan ukuran khasyafah
tersebut. Oleh karena itu, tidak cukup dalam
masalah khasyafah
khuntsa dan farjinya karena masih diragukan identitas
status aslinya
dari khuntsa tersebut.
Disyaratkan atas perempuan janda agar cukup beristinja
dengan batu adalah
bahwa air kencingnya tidak sampai mengenai
lubang tempat masuknya dzakar,
yaitu lubang yang berada di bawah
lubang tempat keluarnya air kencing.
Disyaratkan bagi perempuan
perawan agar cukup beristinja dengan batu
adalah najis yang keluar
tidak melewati bagian yang nampak ketika ia
duduk.
Apabila syarat atas perempuan janda dan perawan di atas
tidak terpenuhi
maka wajib menggunakan air dalam beristinja, bukan
batu, sebagaimana
diwajibkan menggunakan air dalam beristinja atas
laki-laki yang belum
dikhitan yang air kencingnya hanya keluar
sampai pada kulitnya.
و) سابعها (لا يصيبه ماء) غير مطهر له وإن كان طهورا أو مائع آخر بعد
الاستجمار
أو قبله لتنجسهما ويؤخذ من ذلك أنه لو استنجى بحجر مبلول لم يصح
استنجاؤه لأنه
ببلله يتنجس بنجاسة المحل ثم ينجسه فيتعين الماء
[Dan] yang ketujuh adalah bahwa [najis yang keluar tidak
terkena air]
yang tidak mensucikannya, meskipun air tersebut
adalah air suci
mensucikan, atau cairan lain, dan juga baik air yang
mengenainya itu
setelah selesai melakukan istinja dengan batu atau
sebelumnya, karena air
yang mengenai najis itu menjadi mutanajis.
Dapat diambil pemahaman bahwa
apabila ada seseorang
beristinja dengan batu yang basah maka tidak sah
istinjanya karena
batu yang basah tersebut menjadi mutanajis sebab
basah-basahnya
yang terkena najis tempatnya. Oleh karena ini,
diwajibkan
menggunakan air.
و) ثامنها (أن تكون الأحجار طاهرة) فلا يجزىء الاستنجاء بحجر متنجس
[Dan] yang kedelapan adalah bahwa [batu-batu itu adalah
batu-batu yang
suci.] Dengan demikian tidak cukup dalam
beristinja menggunakan batu yang
mutanajis atau yang terkena najis.
C. Benda-benda yang Disamakan dengan Batu
واعلم أن كل ما هو مقيس على الحجر الحقيقي وهو ما إذا وجدت القيود الأربعة
فيسمى
حجرا شرعيا يجوز الاستنجاء به الأول أن يكون طاهرا فخرج به النجس
كالبعر
والمتنجس كالحجر المتنجس والثاني أن يكون جامدا فلو استنجى برطب من
حجر أو
غيره كماء الورد والخل لم يجزئه والثالث أن يكون قالعا للنجاسة منشفا فلا
يجزىء
الزجاج والقصب الأملس ولا التراب المتناثر بخلاف التراب الصلب قال في
المصباح
والقصب بفتحتين كل نبات يكون ساقه أنابيب وكعوبا انتهى فالمراد بالأملس
هو
الذي فقد كعبه والرابع أن يكون غير محترم خرج به المحترم كمطعوم الآدميين
كالخبز
ومطعوم الجن كالعظم وكالجزء منه كيده ويد غيره وكذنب البعير المنفصل
وأما الجلد
فالأظهر أنه إن كان مدبوغا جاز الاستنجاء به وإلا فلا كما قاله
الحصني
Ketahuilah! Sesungguhnya setiap benda yang dapat diqiyaskan
atau
disamakan dengan batu yang sebenarnya dapat digunakan untuk
beristinja
dengan catatan bahwa benda lain tersebut memiliki
4/empat qoyyid
(batasan) yang membuatnya disebut sebagai batu
secara syariat. 4/empat
qoyyid atau batasan itu adalah;
1. Benda itu adalah benda yang suci. Oleh karena itu, dikecualikan
darinya
adalah tahi kering, dan benda yang mutanajis, seperti
batu mutanajis.
2. Benda itu adalah benda yang keras. Apabila seseorang beristinja
dengan
basah-basah batu atau lainnya, seperti air mawar dan
cukak, maka tidak
sah istinjanya.
3. Benda itu adalah benda yang dapat mengangkat atau
menghilangkan najis
serta yang meresapnya. Oleh karena itu
tidak cukup beristinja dengan
menggunakan kaca, bambu yang
halus, debu yang dapat rontok, bukan debu
yang keras.
Disebutkan dalam kitab al-Misbah bahwa lafadz ‘ ق صَ ب ’
dengan
dua fathah adalah setiap tumbuhan yang memiliki ruas-ruas
batang
(Jawa: ros-rosan). Yang dimaksud dengan bambu yang
halus adalah bambu
yang tidak memiliki ros-rosan.
4. Benda itu bukanlah benda yang dimuliakan. Dikecualikan
darinya adalah
benda yang dimuliakan, seperti makanan
manusia, misal; roti, dan makanan
jin, misal; tulang, dan bagian
yang terpotong dari manusia, misal;
tangan, dan bagian yang
terpotong dari selain manusia, misal; ekor unta
yang terpotong.
Adapun kulit binatang maka pendapat adzhar mengatakan
bahwa
apabila kulit itu telah disamak maka diperbolehkan beristinja
dengannya
dan apabila belum disamak maka tidak
diperbolehkan, seperti yang
dikatakan oleh al-Hisni.
تتمة) وإذا استنجى بالماء سن تقديم قبله على دبره وعكسه في الحجر
[TATIMMAH]
Ketika seseorang beristinja dengan air maka disunahkan
baginya
mendahulukan qubulnya dan mengakhirkan duburnya.
Sedangkan apabila ia
beristinja dengan batu maka disunahkan
baginya mendahulukan duburnya dan
mengakhirkan qubulnya.