Cara Pengumpulan Al-Quran
Cara Pengumpulan Al-Quran definisi al-qur'an, cara turunnya, Al-Qur'an yang agung,-yang sejalan de¬
ngan kebijaksanaan Allah-tidak ada lagi di
dunia
Nama kitab: Terjemah Tafsir Al-Munir
Judul kitab asal: Al-Tafsir Al-Munir fi Al-Aqidah wa Al-Aqidah wa al-Manhaj ( التفسير المنير في العقيدة والشريعة والمنهج )
Penulis: Dr. Wahbah al-Zuhaili
Nama di dunia Arab: Wahbah Mustafa al-Zuhayli ( وهبة بن مصطفى الزُحَيْلي الدِمَشقي)
Lahir, Wafat: 1932 - Agustus 2015
Penerjemah:
Bidang studi: Tafsir Al-Quran
Daftar isi
SEJUMLAH PENGETAHUAN PENTING YANG BERKAITAN DENGAN AL-OUR' AN
A. DEFINISI AL-QUR'AN, CARA TURUNNYA, DAN CARA PENGUMPULANNYA
Al-Qur'an yang agung,-yang sejalan de¬ ngan kebijaksanaan Allah-tidak ada lagi di dunia ini wahyu ilahi selain dia setelah lenyap¬ nya atau bercampurnya kitab-kitab samawi terdahulu dengan ilmu-ilmu lain yang dicipta- kan manusia, adalah petunjuk hidayah, kons¬ titusi hukum, sumber sistem aturan Tuhan bagi kehidupan, jalan untuk mengetahui halal dan haram, sumber hikmah, kebenaran, dan keadilan, sumber etika dan akhlak yang mesti diterapkan untuk meluruskan perjalanan manusia dan memperbaiki perilaku manusia. Allah Ta'ala berfirman,
"Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab.” (al-An’aam: 38)
Dia juga berfirman, "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl: 89)
Para ulama ushul fiqih telah mendefinisi¬ kannya, bukan karena manusia tidak menge¬ nalnya, melainkan untuk menentukan apa yang bacaannya terhitung sebagai ibadah.
apa yang boleh dibaca dalam shalat dan apa yang tidak boleh; juga untuk menjelaskan hukum-hukum syariat ilahi yang berupa halal- haram, dan apa 3 rang dapat dijadikan sebagai hujjah dalam menyimpulkan hukum, serta apa yang membuat orang yang mengingkarinya menjadi kafir dan apa yang tidak membuat pengingkarnya menjadi kafir. Karena itu, para ulama berkata tentang Al-Qur'an ini:
Al-Qur'an adalah firman Allah yang mukji- zat^ yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang tertulis dalam mushaf, yang bacaannya terhitung sebagai ibadah*, yang diriwayatkan secara mutawatir^ yang dimulai dengan surah al-Faatihah, dan diakhiri dengan surah an-Naas.
Berdasarkan definisi ini, terjemahan Al- Qur'an tidak bisa disebut Al-Qur'an, melain¬ kan ia hanya tafsir; sebagaimana qiraa'at yang syaadzdzah (yaitu yang tidak diriwayatkan secara mutawatir, melainkan secara aahaad)
5 Artinya; manusia dan jin tidak mampu membuat rangkaian seperti surah terpendek darinya.
6 Artinya, shalat tidak sah jika tidak membaca sesuatu dari¬ nya; dan semata-mata membacan)^ merupakan ibadah yang mendatangkan pahala bagi seorang muslim.
7 Mutawatir artinya diriwayatkan oleh jumlah ymg besar dari jumlah yang besar, yang biasanya tidak mungkin mereka bersekongkol untuk berdusta.
tidak dapat disebut Al-Qur'an, seperti giraa'at Ibnu Mas’ud tentang fai'atul iilaa'^: fa in faa'uu-flihinna-fa innallaaha ghafiiurun rahim (al-Baqarah: 226); juga giraa'atnya tentang nafkah anak: wa 'alal waahtsi-dzir rahimil muharrami-mitsiu dzaalik (al-Baqarah: 233), serta giraa'atnya tentang kafarat sumpah orang yang tidak mampu:/a man lamyajid fa shiyaamutsalaatsatiayyaamin-mutataabVaat- (al-Maa idah: 89).
NAMA-NAMA AL-QUR'AN
Al-Qur'an mempunyai sejumlah nama, antara lain: Al-Qur'an, al-Kitab, al-Mushaf, an- Nuur, dan al-Furqaan^.
Ia dinamakan Al-Qur'an karena dialah wahyu yang dibaca. Sedangkan Abu 'Ubaidah berkata: Dinamakan Al-Qur'an karena ia me¬ ngumpulkan dan menggabungkan surah-su¬ rah. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat¬ mu pandai) membacanya.” (al-Qiyaamah: 17)
Maksud gur'aanahu dalam ayat ini ada¬ lah qiraa'atxihu (pembacaannya)-dan sudah diketahui bahwa Al-Qur'an diturunkan secara bertahap sedikit demi sedikit, dan setelah sebagiannya dikumpulkan dengan sebagian yang lain maka ia dinamakan Al-Qur'an.
Dia dinamakan al-Kitab, yang berasal dari kata al-katb yang artinya pengumpulan, karena dia mengumpulkan (berisi) berbagai
8 lilaa' artinya bersumpah untuk tidak menyetubuhi istri. Dan kalimat/ao'ar rojulu ilaa imra'atihi artin}^: lelaki itu kembali menggauli istrinya setelah dia pernah bersumpah untuk tidak menggaulinya.
9 Tafsir Gharaa'ibul Qur'aan wa Raghaa'ibul Furgaan karya al-'Allamah an-Nazhzham (Nazhzhamud Din al-Hasan bin n M uhammad an-Naisaburij yang dicetak di pinggir Tafsir ath-Thabari (1/25), Tafsir ar-Razi (2/14). macam kisah, ayat, hukum, dan berita dalam metode yang khas.
Dia dinamakan al-Mushaf, dari kata ash- hafa yang artinya mengumpulkan shuhuf (lembaran-lembaran) di dalamnya, dan shuhuf adalah bentuk jamak dari kata ash-shahiifah, yaitu selembar kulit atau kertas yang ditulisi sesuatu. Konon, setelah mengumpulkan Al- Qur'an, Abu Bakar ash-Shiddiq bermusyawa¬ rah dengan orang-orang tentang namanya, lalu ia menamainya al-Mushaf.
Dia dinamakan an-Nuur (cahaya) karena dia menyingkap berbagai hakikat dan mene¬ rangkan hal-hal yang samar (soal hukum halal- haram serta tentang hal-hal gaib yang tidak dapat dipahami nalar) dengan penjelasan yang absolut dan keterangan yang jelas. Allah Ta’ala berfirman,
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur'an)” (an-Nisaa': 174)
Dan dinamakan al-Furqaan karena ia membedakan antara yang benar dan yang sa¬ lah, antara iman dan kekafiran, antara kebaik¬ an dan kejahatan. Allah Ta’ala berfirman,
"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al- Furqaan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (al-Furqaan: 1)
CARA TURUNNYA AL-QUR'AN
Al-Qur'an tidak turun semua sekaligus seperti turunnya Taurat kepada Musa a.s. dan Injil kepada Isa a.s. agar pundak para mu- kallaf tidak berat terbebani dengan hukum- hukumnya. Ia turun kepada Nabi yang mulia- shallallaahu 'alaihi wa sallam-sehagai wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril a.s. secara berangsur-angsur, yakni secara terpisah-pisah sesuai dengan tuntutan kondisi, peristiwa dan keadaan, atau sebagai respons atas kejadian dan momentum atau pertanyaan.
Yang termasuk jenis pertama, misalnya firman Allah Ta'ala:
"Dan janganlah kamu menikahi wanita- wanita musyrik, sebelum mereka beriman." (al- Baqarah: 221)
Ayat ini turun berkenaan dengan Martsad al-Ghanawi yang diutus oleh Nabi saw. ke Mekah untuk membawa pergi dari sana kaum muslimin yang tertindas, namun seorang wa¬ nita mus 3 a'ik yang bernama Anaq- 3 rang kaya raya dan cantik jelita-ingin kawin dengannya kemudian Martsad setuju asalkan Nabi saw. juga setuju. Tatkala ia bertanya kepada beliau, turunlah a 3 ^t ini, dan bersamaan dengannya turun pula ayat:
"Dan janganlah kamu menikahkan orang- orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.” (al-Baqarah: 221)
Yang termasuk jenis kedua, misalnya:
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim.” (al-Baqarah: 220)
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid.” (al-Baqarah: 222)
"Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita.” (an-Nisaa': 127)
"Mereka menanyakan kepadamu tentang (pem¬ bagian) harta rampasan perang.” (al-Anfaal: 1)
Turunnya Al-Qur'an dimulai pada bulan Ramadhan di malam kemuliaan (Lailatul Qadr). Allah Ta'ala berfirman,
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya ditu¬ runkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan menge¬ nai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (al-Baqarah: 185)
Dia berfirman pula,
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (ad- Dukhaan: 3)
Dia juga berfirman,
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan.” (al-Oadhi: 1)
Al-Qur'an terus-menerus turun selama 23 tahun, baik di Mekah, di Madinah, di jalan antara kedua kota itu, atau di tempat-tempat lain.
Turunnya kadang satu surah lengkap, seperti surah al-Faatihah, al-Muddatstsir, dan al-An'aam. Kadang yang turun hanya sepuluh ayat, seperti kisah al-ifki (gosip) dalam surah an-Nuur, dan awal surah al-Mu'minuun. Ka¬ dang pula hanya turun lima ayat, dan ini banyak. Tetapi terkadang yang turun hanya sebagian dari suatu ayat, seperti kalimat:
"yang tidak mempunyai uzur” (an-Nisaa': 95)
yang turun setelah firman-Nya,
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang)” (an-Nisaa': 95).
Misalnya lagi firman Allah Ta'ala:
"Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan ke¬ padamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah; 28)
3 yang turun setelah:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguh¬ nya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil-haram se¬ sudah tahun ini.” (at-Taubah: 28)
Diturunkannya Al-Qur'an secara berang- sur-angsur-sejalan dengan manhaj Tuhan yang telah menentukan cara penurunan de- mikian-mengandung banyak hikmah. Allah Ta’ala berfirman,
"Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membaca¬ kannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (al-Israa': 106)
Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah meneguhkan dan menguatkan hati Nabi saw. agar beliau menghafal dan menguasainya, se¬ bab beliau adalah seorang yang buta huruf, tidak dapat membaca dan menulis. Allah Ta’ala berfirman,
"Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?' Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)." (al-Furqaan: 32)
Hikmah yang lain adalah menyesuaikan dengan tuntutan tahapan dalam penetapan hukum, serta mendidik masyarakat dan me¬ mindahkannya secara bertahap dari suatu keadaan ke keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya, dan juga melimpahkan rahmat ilahi kepada umat manusia. Dahulu, di masa Jahiliyah, mereka hidup dalam kebebasan mutlak. Kalau Al-Qur'an diturunkan semuanya secara sekaligus, tentu mereka akan merasa berat menjalani aturan-aturan hukum baru itu sehingga mereka tidak akan melaksana¬ kan perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut.
Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah r.a. berkata, "Yang pertama-tama turun dari Al-Qur'an adalah suatu surah dari jenis al- mufashshal, di dalamnya disebutkan tentang surga dan neraka, hingga tatkala manusia telah menerima Islam, turunlah hukum halal dan haram. Sekiranya yang pertama-tama turun adalah 'Jangan minum khamar!’, niscaya mereka akan berkata: 'Kami selamanya tidak akan meninggalkan khamar!’ Dan sekiranya yang pertama turun adalah 'Jangan berzina!', niscaya mereka berkata: 'Kami tidak akan meninggalkan zina!"’^®
Hikmah yang lain adalah menghubungkan aktivitas jamaah dengan wahyu ilahi, sebab keberlanjutan turunnya wahyu kepada Nabi saw. membantu beliau untuk bersabar dan tabah, menanggung derita dan kesulitan serta berbagai macam gangguan yang beliau hadapi dari kaum musyrikin. Ia juga merupakan sarana untuk mengukuhkan akidah di dalam jiwa orang-orang yang telah memeluk Islam: jika wahyu turun untuk memecahkan suatu problem, berarti terbukti kebenaran dakwah Nabi saw.; dan kalau Nabi saw. tidak memberi jawaban atas suatu masalah lalu datang wah¬ yu kepada beliau, kaum mukminin pasti kian yakin akan kebenaran iman, semakin percaya kepada kemurnian akidah dan keamanan jalan yang mereka tempuh, serta bertambah pula keyakinan mereka terhadap tujuan dan janji yang diberikan Allah kepada mereka: menang atas musuh atau kaum musyrikin di dunia, atau masuk surga dan meraih keridhaan Tuhan serta penyiksaan kaum kafir di neraka jahanam.
10 Dalam al-Kasysyaaf (1/185-186), az-Zamakhsyari menye butkan sebab-sebab pemilahan dan pemotongan Al- Qur'an menjadi surah-surah, di antaranya: (1) penjelasan bervariasi mengenai sesuatu akan lebih baik, lebih indah, dan lebih menawan daripada kalau dia hanya satu penjelasan, (2) merangsang vitalitas dan memotivasi untuk mempelajari dan menggali ilmu dari Al-Qur'an, berbeda seandainya kitab suci ini turun secara sekaligus, (3) orang ) yang menghafal akan merasa bangga dengan satu penggal an tersendiri dari Al-Qur'an setelah ia menghafalnya, dan (4) perincian mengenai berbagai adegan peristiwa merupakan faktor penguat makna, menegaskan maksud yang dikehendaki, dan menarik perhatian.
AL-QUR'AN MAKKIY DAN MADANIY
Wah 3 m Al-Qur'an memiliki dua corak yang membuatnya terbagi menjadi dua macam; makkiy dan madaniy; dan dengan begitu su¬ rah-surah Al-Qur'an terbagi pula menjadi surah Makki 3 ^ah dan surah Madaniyyah.
Makkiy adalah yang turun selama tiga be¬ las tahun sebelum hijrah-hijrah Nabi saw. dari Mekah ke Madinah-, baik ia turun di Mekah, di Tha'if, atau di tempat lainnya. Misalnya: surah Qaaf, Huud, dan Yusuf. Adapun Madaniy adalah yang turun selama sepuluh tahun se¬ telah hijrah, baik ia turun di Madinah, dalam perjalanan dan peperangan, ataupun di Mekah pada waktu beliau menaklukkannya [^aamul fathi), seperti surah al-Baqarah dan surah Ali Imran.
Kebanyakan syariat Makkiy berkenaan de¬ ngan perbaikan akidah dan akhlak, kecaman terhadap kesyirikan dan keberhalaan, pena¬ naman akidah tauhid, pembersihan bekas- bekas kebodohan (seperti: pembunuhan, zina, dan penguburan anak perempuan hidup-hi¬ dup), penanaman etika dan akhlak Islam (se¬ perti: keadilan, menepati janji, berbuat baik, bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan dan tidak bekerja sama dalam dosa dan per¬ musuhan, serta melakukan kebajikan dan me¬ ninggalkan kemungkaran), pemfungsian akal dan pikiran, pemberantasan fantasi taklid buta, pemerdekaan manusia, dan penarikan pelajaran dari kisah-kisah para nabi dalam menghadapi kaum mereka. Hal itu menuntut ayat-ayat Makkiy berbentuk pendek-pendek, penuh dengan intimidasi, teguran, dan an¬ caman, membangkitkan rasa takut, dan me¬ ngobarkan makna keagungan Tuhan.
Adapun syariat Madaniy pada umumnya berisi tentang penetapan aturan-aturan dan hukum-hukum terperinci mengenai ibadah, transaksi sipil, dan hukuman, serta prasyarat kehidupan baru dalam menegakkan bangunan masyarakat Islam di Madinah, pengaturan urusan politik dan pemerintahan, pemantap¬ an kaidah permusyawaratan dan keadilan da¬ lam memutuskan hukum, penataan hubungan antara kaum muslimin dengan penganut agama lain di dalam maupun luar kota Madinah, baik pada waktu damai maupun pada waktu perang, dengan mensyariatkan jihad karena ada alas¬ an-alasan yang memperkenankannya (seperti: gangguan, agresi, dan pengusiran), kemudian meletakkan aturan-aturan perjanjian guna menstabilkan keamanan dan memantapkan pilar-pilar perdamaian. Hal itu menuntut ayat-ayat Madani 3 ^ah berbentuk panjang dan tenang, memiliki dimensi-dimensi dan tujuan- tujuan yang abadi dan tidak temporer, yang dituntut oleh faktor-faktor kestabilan dan ketenangan demi membangun negara di atas fondasi dan pilar yang paling kuat dan kokoh.
FAEDAH MENGETAHUI ASBAABUN NUZUUL
Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat sesuai dengan peristiwa dan momentum me¬ ngandung banyak faedah dan urgensi yang sangat besar dalam menafsirkan Al-Qur'an dan memahaminya secara benar. Karena as- baabun nuzuul mengandung indikasi-indi¬ kasi yang menjelaskan tujuan hukum, me¬ nerangkan sebab pensyariatan, menyingkap rahasia-rahasia di baliknya, serta membantu memahami Al-Qur'an secara akurat dan komprehensif kendatipun yang menjadi pa¬ tokan utama adalah keumuman kata dan bu¬ kan kekhususan sebab. Di dunia perundang- undangan zaman sekarang, kita melihat apa yang disebut dengan memorandum penjelas undang-undang, yang mana di dalamnya di¬ jelaskan sebab-sebab dan tujuan-tujuan pe¬ nerbitan undang-undang tersebut. Hal itu diperkuat lagi dengan fakta bahwa setiap aturan tetap berada dalam level teoritis dan tidak memuaskan banyak manusia selama ia tidak sejalan dengan tuntutan-tuntutan realita atau terkait dengan kehidupan praksis.
Semua itu menunjukkan bahwa syariat Al-Qur'an tidaklah mengawang di atas level peristiwa, atau dengan kata lain ia bukan syariat utopis (idealis) yang tidak mungkin direalisasikan. Syariat Al-Qur'an relevan bagi setiap zaman, interaktif dengan realita; ia mendiagnosa obat yang efektif bagi setiap pe¬ nyakit kronis masyarakat serta abnormalitas dan pen 5 nmpangan individu. [www.alkhoirot.org]
Judul kitab asal: Al-Tafsir Al-Munir fi Al-Aqidah wa Al-Aqidah wa al-Manhaj ( التفسير المنير في العقيدة والشريعة والمنهج )
Penulis: Dr. Wahbah al-Zuhaili
Nama di dunia Arab: Wahbah Mustafa al-Zuhayli ( وهبة بن مصطفى الزُحَيْلي الدِمَشقي)
Lahir, Wafat: 1932 - Agustus 2015
Penerjemah:
Bidang studi: Tafsir Al-Quran
Daftar isi
- Sejumlah Pengetahuan Penting Yang Berkaitan Dengan Al-Our' An
- A. Definisi Al-Qur'an, Cara Turunnya, Dan Cara Pengumpulannya
- Nama-Nama Al-Qur'an
- Cara Turunnya Al-Qur'an
- Al-Qur'an Makkiy Dan Madaniy
- Faedah Mengetahui Asbaabun Nuzuul
- Kembali ke Terjemah kitab Tafsir Al-Munir
بعض المعارف الضرورية المتعلقة بالقرآنأ
ولا- تعريف القرآن وكيفية نزوله وطريقة جمعه:القرآن المجيد الذي اقتضت حكمة الله ألا يبقى في الوجود أثر ثابت للوحي الإلهي سواه، بعد أن اندثرت أو زالت أو اختلطت الكتب السماوية السابقة بغيرها من العلوم التي وضعها البشر: هو منار الهداية، ودستور التشريع، ومصدر الأنظمة الربانية للحياة، وطريق معرفة الحلال والحرام، وينبوع الحكمة والحق والعدل، ومعين الآداب والأخلاق التي لا بدّ منها لتصحيح مسيرة الناس، وتقويم السلوك الإنساني، قال الله تعالى: ما فَرَّطْنا فِي الْكِتابِ مِنْ شَيْءٍ [الأنعام 6/ 38] ، وقال عزّ وجلّ أيضا: وَنَزَّلْنا عَلَيْكَ الْكِتابَ تِبْياناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرى لِلْمُسْلِمِينَ [النحل 16/ 89] .وقد عرّفه علماء أصول الفقه، لا بسبب الجهل به أو عدم معرفة الناس به، وإنما لضبط ما يتعبد به وما تجوز الصلاة به، وما لا تجوز، ولتبيان أحكام الشرع الإلهي من حلال وحرام، وما يصلح حجة في استنباط الأحكام، وما يكفر جاحده وما لا يكفر، فقالوا عنه:[القرآن:]هو كلام الله المعجز «1» ، المنزّل على النّبي محمد صلّى الله عليه وسلم، باللفظ العربي، المكتوب في المصاحف، المتعبّد بتلاوته «2» ، المنقول بالتواتر «3» ، المبدوء بسورة الفاتحة، المختوم بسورة الناس.
(1) أي الذي عجزت الإنس والجن عن الإتيان بمثل أقصر سورة من سوره. (2) أي أنه لا تصح الصلاة إلا بتلاوة شيء منه، كما أن مجرد تلاوته عبادة يثاب عليها المسلم. (3) التواتر: هو ما ينقله جمع عظيم عن جمع غفير يؤمن في العادة تواطؤهم على الكذب.
وبناء عليه: لا تسمى ترجمة القرآن قرآنا، وإنما هي تفسير، كما لا تسمى القراءة الشاذة (وهي التي لم تنقل بالتواتر وإنما بالآحاد) قرآنا، مثل قراءة ابن مسعود في فيئة الإيلاء «1» : «فإن فاءوا- فيهن- فإن الله غفور رحيم» [البقرة 2/ 226] وقراءته أيضا في نفقة الولد: «وعلى الوارث- ذي الرحم المحرم- مثل ذلك» [البقرة 2/ 233] ، وقراءته في كفارة يمين المعسر: «فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام- متتابعات-» [المائدة 5/ 89] .[أسماء القرآن:]للقرآن أسماء: هي القرآن، والكتاب، والمصحف، والنور، والفرقان «2» .وسمّي قرآنا، لأنه التنزيل المتلو المقروء، وقال أبو عبيدة: سمّي القرآن، لأنه يجمع السّور، فيضمها. قال تعالى: إِنَّ عَلَيْنا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ[القيامة 75/ 17] أي جمعه وقراءته، ومن المعلوم أن القرآن نزل تدريجيا شيئا بعد شيء، فلما جمع بعضه إلى بعض سمّي قرآنا.وسمّي كتابا من الكتب أي الجمع، لأنه يجمع أنواعا من القصص والآيات والأحكام والأخبار على نحو مخصوص.وسمّي مصحفا من أصحف أي جمع فيه الصحف، والصحف جمع الصحيفة:وهي قطعة من جلد أو ورق يكتب فيه. وروي أن أبا بكر الصديق استشار الناس بعد جمع القرآن في اسمه، فسمّاه مصحفا.وسمّي نورا، لأنه يكشف الحقائق، ويبين الغوامض من حلال وحرام
(1) الإيلاء: الحلف على ترك وطء (جماع) المرأة. وفاء الرجل إلى امرأته: عاد إلى الاستمتاع بها بعد يمينه بالامتناع عن ذلك. (2) تفسير غرائب القرآن ورغائب الفرقان للعلامة النظام- نظام الدين الحسن بن محمد النيسابوري بهامش تفسير الطبري: 1/ 25، تفسير الرازي: 2/ 14.
وغيبيات لا يستطيع العقل إدراكها، ببيان قاطع وبرهان ساطع، قال الله تعالى: يا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جاءَكُمْ بُرْهانٌ مِنْ رَبِّكُمْ، وَأَنْزَلْنا إِلَيْكُمْ نُوراً مُبِيناً [النساء 4/ 174] .وسمّي فرقانا لأنه فرّق بين الحقّ والباطل، والإيمان والكفر، والخير والشّر، قال الله تعالى: تَبارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقانَ عَلى عَبْدِهِ، لِيَكُونَ لِلْعالَمِينَ نَذِيراً [الفرقان 25/ 1] .[كيفية نزول القرآن:]لم ينزل القرآن جملة واحدة، كما نزلت التوراة على موسى والإنجيل على عيسى عليهما السلام، لئلا يثقل كاهل المكلفين بأحكامه، وإنما نزل على قلب النّبي الكريم صلّى الله عليه وسلم بالوحي بواسطة جبريل عليه السّلام، منجّما أي مفرقا على وفق مقتضيات الظروف والحوادث والأحوال، أو جوابا للوقائع والمناسبات أو الأسئلة والاستفسارات.فمن الأول: قوله تعالى: وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ [البقرة 2/ 221] ، نزلت في شأن مرثد الغنوي الذي أرسله النّبي صلّى الله عليه وسلم إلى مكة، ليحمل منها المستضعفين المسلمين، فأرادت امرأة مشركة اسمها (عناق) وكانت ذات مال وجمال، أن تتزوجه، فقبل بشرط موافقة النّبي صلّى الله عليه وسلم، فلما سأله نزلت الآية، ونزل معها آية وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا [البقرة 2/ 221] .ومن الثاني: وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْيَتامى [البقرة 2/ 220] ، ووَ يَسْئَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ [البقرة 2/ 222] ، ووَ يَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّساءِ [النساء 4/ 127] ، ويَسْئَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفالِ [الأنفال 8/ 1] .وقد بدأ نزوله في رمضان في ليلة القدر، قال الله تعالى: شَهْرُ رَمَضانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ، هُدىً لِلنَّاسِ، وَبَيِّناتٍ مِنَ الْهُدى وَالْفُرْقانِ
[البقرة 2/ 185] ، وقال سبحانه: إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةٍ مُبارَكَةٍ، إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ [الدخان 44/ 3] ، وقال تعالى: إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ...[القدر 98/ 1] . واستمر نزول القرآن في مدى ثلاث وعشرين سنة إما في مكة وإما في المدينة وإما في الطريق بينهما أو في غيره من الأماكن.وكان نزوله إما سورة كاملة كالفاتحة والمدثر والأنعام، أو عشر آيات مثل قصة الإفك في سورة النور، وأول سورة المؤمنين، أو خمس آيات، وهو كثير، أو بعض آية، مثل: غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ [النساء 4/ 95] بعد قوله تعالى:لا يَسْتَوِي الْقاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ [النساء 4/ 95] ومثل قوله تعالى: وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ، إِنْ شاءَ، إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ [التوبة 9/ 28] ، فإنه نزل بعد: يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ، فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرامَ بَعْدَ عامِهِمْ هذا [التوبة 9/ 28] .وتعددت حكمة إنزال القرآن منجما، بسبب المنهج الإلهي الذي رسم به طريق الإنزال، كما قال تعالى: وَقُرْآناً فَرَقْناهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلى مُكْثٍ، وَنَزَّلْناهُ تَنْزِيلًا [الإسراء 17/ 106] .من هاتيك الحكم: تثبيت قلب النّبي صلّى الله عليه وسلم وتقوية فؤاده ليحفظه ويعيه، لأنه كان أميّا لا يقرأ ولا يكتب، قال الله تعالى: وَقالَ الَّذِينَ كَفَرُوا: نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً واحِدَةً، كَذلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤادَكَ، وَرَتَّلْناهُ تَرْتِيلًا [الفرقان 25/ 32] .ومنها: مراعاة مقتضيات التدرّج في التشريع، وتربية الجماعة، ونقلها على مراحل من حالة إلى حالة أحسن من سابقتها، وإسبال الرحمة الإلهية على العباد، فإنّهم كانوا في الجاهلية في إباحية مطلقة، فلو نزّل عليهم القرآن دفعة واحدة، لعسر عليهم التكليف، فنفروا من التطبيق للأوامر والنواهي.
أخرج البخاري عن عائشة رضي الله عنها قالت: «إنما نزل أول ما نزل منه سورة من المفصل، فيها ذكر الجنة والنار، حتى إذا ثاب الناس إلى الإسلام، نزل الحلال والحرام، ولو نزل أول شيء: لا تشربوا الخمر، لقالوا: لا ندع الخمر أبدا، ولو نزل: لا تزنوا، لقالوا: لا ندع الزنا» «1» .ومنها: ربط نشاط الجماعة بالوحي الإلهي: إذ إن اتصال الوحي بالنّبي صلّى الله عليه وسلّم يساعده على الصبر والمصابرة، وتحمل المشاق والمصاعب وأنواع الأذى التي كابدها من المشركين، كما أنه وسيلة لتقوية العقيدة في نفوس الذين أسلموا، فإذا نزل الوحي علاجا لمشكلة، تأكد صدق النّبي صلّى الله عليه وسلّم في دعوته، وإذا أحجم النّبي عن جواب مسألة، ثم جاءه الوحي، أيقن المؤمنون بصدق الإيمان واطمأنوا إلى سلامة العقيدة، وأمان الدّرب الذي سلكوه، وزادت ثقتهم بالغايات والوعود المنتظرة التي وعدهم الله بها: إما بالنصر على الأعداء أو المشركين في الدنيا، وإما بالفوز بالجنة والرضا الإلهي، وتعذيب الكفار في نار جهنم.[المكي والمدني من القرآن:]كان للوحي القرآني صبغتان أو لونان جعلت منه نوعين هما: المكي والمدني، وانقسمت بالتالي سور القرآن إلى مكية ومدنية.أما المكي: فهو ما نزل في مدى ثلاث عشرة سنة قبل الهجرة- هجرة النّبي صلّى الله عليه وسلّم من مكة إلى المدينة- سواء نزل في مكة أو في الطائف أو في أي مكان
آخر، مثل سورة (ق) و (هود) و (يوسف) . وأما المدني: فهو ما نزل في مدى عشر سنوات بعد الهجرة، سواء نزل في المدينة أو في الأسفار والمعارك الحربية أو في مكة عام الفتح، مثل سورة (البقرة) و (آل عمران) .ويغلب على التشريع المكي إصلاح العقيدة والأخلاق، والتنديد بالشرك والوثنية، وإقرار عقيدة التوحيد، وتصفية آثار الجهل من قتل وزنا ووأد بنات، والتأدّب بآداب الإسلام وأخلاقه، مثل العدل، والوفاء بالعهد، والإحسان، والتعاون على البر والتقوى، وعدم التعاون على الإثم والعدوان، وفعل الخيرات وترك المنكرات، وإعمال العقل والفكر، ونقض أوهام التقليد الأعمى، وتحرير الإنسان، والاعتبار بقصص الأنبياء مع أقوامهم. وقد اقتضى ذلك جعل الآيات المكية قصيرة تزخر بالرهبة والزجر والوعيد، وتبعث على الخشية، وتشعر بمعنى الجلال.وأما التشريع المدني فيغلب عليه تقرير الأنظمة والأحكام المفصلة للعبادات، والمعاملات المدنية والعقوبات، ومتطلبات الحياة الجديدة في إقامة صرح المجتمع الإسلامي في المدينة، وتنظيم شؤون السياسة والحكم، وترسيخ قاعدتي الشورى والعدل في إصدار الأحكام، وتنظيم العلاقات بين المسلمين وغيرهم في داخل المدينة وخارجها، وقت السلم والحرب، بتشريع الجهاد لوجود مسوغاته من إيذاء وعدوان وتشريد وطرد وتهجير، ثم وضع أنظمة المعاهدات لإقرار الأمن وتوطيد دعائم السلم، وقد اقتضى ذلك كون الآيات المدنية طويلة هادئة، ذات أبعاد وغايات دائمة غير وقتية، تستدعيها عوامل الاستقرار والاطمئنان وبناء الدولة على أمتن الأسس وأقوى الدعائم.[فائدة العلم بأسباب النزول:]إن معرفة أسباب نزول الآيات بحسب الوقائع والمناسبات لها فوائد كثيرة وأهمية بالغة في تفسير القرآن وفهمه على الوجه الصحيح، لأن أسباب النزول
قرائن معبرة توضح غاية الحكم، وتبين سبب التشريع، وتعرف أسراره ومراميه، وتساعد على فهم القرآن فهما دقيقا شاملا، حتى وإن كانت العبرة لعموم اللفظ لا لخصوص السبب. ونرى في عالمنا. القانوني اليوم ما يسمى بالمذكّرات التوضيحية للقوانين والأنظمة والأحكام، يبين فيها أسباب إصدارها، وأهدافها. ويؤكد ذلك أن كل نظام يظل في مستوى الأمور النظرية غير المقنعة كثيرا للناس، ما لم يقترن بالمتطلبات الواقعية، أو يرتبط بالحياة العملية.وكل ما سبق يشير إلى أن شريعة القرآن ليست فوق مستوى الأحداث، أو أنها سامية مثالية لا تقبل التطبيق، وإنما هي متعاصرة مع كل زمن، متفاعلة مع الواقع، تصف العلاج الحاسم لكل داء عضال من أمراض المجتمع، وشذوذات الأفراد وانحرافاتهم.
(1) هذا وقد ذكر الزمخشري في الكشاف: 1/ 185 وما بعدها أسباب تفصيل القرآن وتقطيعه سورا، منها أن تنوع البيان للجنس الواحد أحسن وأجمل وأفخم من أن يكون بيانا واحدا. ومنها إثارة النشاط والحث على الدرس والتحصيل من القرآن خلافا لو استمر الكتاب جملة واحدة، ومنها اعتزاز الحافظ بطائفة مستقلة من القرآن بعد حفظها، ومنها أن التفصيل بمشاهد عديدة سبب لدعم المعاني، وتأكد المراد واجتذاب الأنظار.
ولا- تعريف القرآن وكيفية نزوله وطريقة جمعه:القرآن المجيد الذي اقتضت حكمة الله ألا يبقى في الوجود أثر ثابت للوحي الإلهي سواه، بعد أن اندثرت أو زالت أو اختلطت الكتب السماوية السابقة بغيرها من العلوم التي وضعها البشر: هو منار الهداية، ودستور التشريع، ومصدر الأنظمة الربانية للحياة، وطريق معرفة الحلال والحرام، وينبوع الحكمة والحق والعدل، ومعين الآداب والأخلاق التي لا بدّ منها لتصحيح مسيرة الناس، وتقويم السلوك الإنساني، قال الله تعالى: ما فَرَّطْنا فِي الْكِتابِ مِنْ شَيْءٍ [الأنعام 6/ 38] ، وقال عزّ وجلّ أيضا: وَنَزَّلْنا عَلَيْكَ الْكِتابَ تِبْياناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرى لِلْمُسْلِمِينَ [النحل 16/ 89] .وقد عرّفه علماء أصول الفقه، لا بسبب الجهل به أو عدم معرفة الناس به، وإنما لضبط ما يتعبد به وما تجوز الصلاة به، وما لا تجوز، ولتبيان أحكام الشرع الإلهي من حلال وحرام، وما يصلح حجة في استنباط الأحكام، وما يكفر جاحده وما لا يكفر، فقالوا عنه:[القرآن:]هو كلام الله المعجز «1» ، المنزّل على النّبي محمد صلّى الله عليه وسلم، باللفظ العربي، المكتوب في المصاحف، المتعبّد بتلاوته «2» ، المنقول بالتواتر «3» ، المبدوء بسورة الفاتحة، المختوم بسورة الناس.
(1) أي الذي عجزت الإنس والجن عن الإتيان بمثل أقصر سورة من سوره. (2) أي أنه لا تصح الصلاة إلا بتلاوة شيء منه، كما أن مجرد تلاوته عبادة يثاب عليها المسلم. (3) التواتر: هو ما ينقله جمع عظيم عن جمع غفير يؤمن في العادة تواطؤهم على الكذب.
وبناء عليه: لا تسمى ترجمة القرآن قرآنا، وإنما هي تفسير، كما لا تسمى القراءة الشاذة (وهي التي لم تنقل بالتواتر وإنما بالآحاد) قرآنا، مثل قراءة ابن مسعود في فيئة الإيلاء «1» : «فإن فاءوا- فيهن- فإن الله غفور رحيم» [البقرة 2/ 226] وقراءته أيضا في نفقة الولد: «وعلى الوارث- ذي الرحم المحرم- مثل ذلك» [البقرة 2/ 233] ، وقراءته في كفارة يمين المعسر: «فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام- متتابعات-» [المائدة 5/ 89] .[أسماء القرآن:]للقرآن أسماء: هي القرآن، والكتاب، والمصحف، والنور، والفرقان «2» .وسمّي قرآنا، لأنه التنزيل المتلو المقروء، وقال أبو عبيدة: سمّي القرآن، لأنه يجمع السّور، فيضمها. قال تعالى: إِنَّ عَلَيْنا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ[القيامة 75/ 17] أي جمعه وقراءته، ومن المعلوم أن القرآن نزل تدريجيا شيئا بعد شيء، فلما جمع بعضه إلى بعض سمّي قرآنا.وسمّي كتابا من الكتب أي الجمع، لأنه يجمع أنواعا من القصص والآيات والأحكام والأخبار على نحو مخصوص.وسمّي مصحفا من أصحف أي جمع فيه الصحف، والصحف جمع الصحيفة:وهي قطعة من جلد أو ورق يكتب فيه. وروي أن أبا بكر الصديق استشار الناس بعد جمع القرآن في اسمه، فسمّاه مصحفا.وسمّي نورا، لأنه يكشف الحقائق، ويبين الغوامض من حلال وحرام
(1) الإيلاء: الحلف على ترك وطء (جماع) المرأة. وفاء الرجل إلى امرأته: عاد إلى الاستمتاع بها بعد يمينه بالامتناع عن ذلك. (2) تفسير غرائب القرآن ورغائب الفرقان للعلامة النظام- نظام الدين الحسن بن محمد النيسابوري بهامش تفسير الطبري: 1/ 25، تفسير الرازي: 2/ 14.
وغيبيات لا يستطيع العقل إدراكها، ببيان قاطع وبرهان ساطع، قال الله تعالى: يا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جاءَكُمْ بُرْهانٌ مِنْ رَبِّكُمْ، وَأَنْزَلْنا إِلَيْكُمْ نُوراً مُبِيناً [النساء 4/ 174] .وسمّي فرقانا لأنه فرّق بين الحقّ والباطل، والإيمان والكفر، والخير والشّر، قال الله تعالى: تَبارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقانَ عَلى عَبْدِهِ، لِيَكُونَ لِلْعالَمِينَ نَذِيراً [الفرقان 25/ 1] .[كيفية نزول القرآن:]لم ينزل القرآن جملة واحدة، كما نزلت التوراة على موسى والإنجيل على عيسى عليهما السلام، لئلا يثقل كاهل المكلفين بأحكامه، وإنما نزل على قلب النّبي الكريم صلّى الله عليه وسلم بالوحي بواسطة جبريل عليه السّلام، منجّما أي مفرقا على وفق مقتضيات الظروف والحوادث والأحوال، أو جوابا للوقائع والمناسبات أو الأسئلة والاستفسارات.فمن الأول: قوله تعالى: وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ [البقرة 2/ 221] ، نزلت في شأن مرثد الغنوي الذي أرسله النّبي صلّى الله عليه وسلم إلى مكة، ليحمل منها المستضعفين المسلمين، فأرادت امرأة مشركة اسمها (عناق) وكانت ذات مال وجمال، أن تتزوجه، فقبل بشرط موافقة النّبي صلّى الله عليه وسلم، فلما سأله نزلت الآية، ونزل معها آية وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا [البقرة 2/ 221] .ومن الثاني: وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْيَتامى [البقرة 2/ 220] ، ووَ يَسْئَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ [البقرة 2/ 222] ، ووَ يَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّساءِ [النساء 4/ 127] ، ويَسْئَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفالِ [الأنفال 8/ 1] .وقد بدأ نزوله في رمضان في ليلة القدر، قال الله تعالى: شَهْرُ رَمَضانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ، هُدىً لِلنَّاسِ، وَبَيِّناتٍ مِنَ الْهُدى وَالْفُرْقانِ
[البقرة 2/ 185] ، وقال سبحانه: إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةٍ مُبارَكَةٍ، إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ [الدخان 44/ 3] ، وقال تعالى: إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ...[القدر 98/ 1] . واستمر نزول القرآن في مدى ثلاث وعشرين سنة إما في مكة وإما في المدينة وإما في الطريق بينهما أو في غيره من الأماكن.وكان نزوله إما سورة كاملة كالفاتحة والمدثر والأنعام، أو عشر آيات مثل قصة الإفك في سورة النور، وأول سورة المؤمنين، أو خمس آيات، وهو كثير، أو بعض آية، مثل: غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ [النساء 4/ 95] بعد قوله تعالى:لا يَسْتَوِي الْقاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ [النساء 4/ 95] ومثل قوله تعالى: وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ، إِنْ شاءَ، إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ [التوبة 9/ 28] ، فإنه نزل بعد: يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ، فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرامَ بَعْدَ عامِهِمْ هذا [التوبة 9/ 28] .وتعددت حكمة إنزال القرآن منجما، بسبب المنهج الإلهي الذي رسم به طريق الإنزال، كما قال تعالى: وَقُرْآناً فَرَقْناهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلى مُكْثٍ، وَنَزَّلْناهُ تَنْزِيلًا [الإسراء 17/ 106] .من هاتيك الحكم: تثبيت قلب النّبي صلّى الله عليه وسلم وتقوية فؤاده ليحفظه ويعيه، لأنه كان أميّا لا يقرأ ولا يكتب، قال الله تعالى: وَقالَ الَّذِينَ كَفَرُوا: نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً واحِدَةً، كَذلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤادَكَ، وَرَتَّلْناهُ تَرْتِيلًا [الفرقان 25/ 32] .ومنها: مراعاة مقتضيات التدرّج في التشريع، وتربية الجماعة، ونقلها على مراحل من حالة إلى حالة أحسن من سابقتها، وإسبال الرحمة الإلهية على العباد، فإنّهم كانوا في الجاهلية في إباحية مطلقة، فلو نزّل عليهم القرآن دفعة واحدة، لعسر عليهم التكليف، فنفروا من التطبيق للأوامر والنواهي.
أخرج البخاري عن عائشة رضي الله عنها قالت: «إنما نزل أول ما نزل منه سورة من المفصل، فيها ذكر الجنة والنار، حتى إذا ثاب الناس إلى الإسلام، نزل الحلال والحرام، ولو نزل أول شيء: لا تشربوا الخمر، لقالوا: لا ندع الخمر أبدا، ولو نزل: لا تزنوا، لقالوا: لا ندع الزنا» «1» .ومنها: ربط نشاط الجماعة بالوحي الإلهي: إذ إن اتصال الوحي بالنّبي صلّى الله عليه وسلّم يساعده على الصبر والمصابرة، وتحمل المشاق والمصاعب وأنواع الأذى التي كابدها من المشركين، كما أنه وسيلة لتقوية العقيدة في نفوس الذين أسلموا، فإذا نزل الوحي علاجا لمشكلة، تأكد صدق النّبي صلّى الله عليه وسلّم في دعوته، وإذا أحجم النّبي عن جواب مسألة، ثم جاءه الوحي، أيقن المؤمنون بصدق الإيمان واطمأنوا إلى سلامة العقيدة، وأمان الدّرب الذي سلكوه، وزادت ثقتهم بالغايات والوعود المنتظرة التي وعدهم الله بها: إما بالنصر على الأعداء أو المشركين في الدنيا، وإما بالفوز بالجنة والرضا الإلهي، وتعذيب الكفار في نار جهنم.[المكي والمدني من القرآن:]كان للوحي القرآني صبغتان أو لونان جعلت منه نوعين هما: المكي والمدني، وانقسمت بالتالي سور القرآن إلى مكية ومدنية.أما المكي: فهو ما نزل في مدى ثلاث عشرة سنة قبل الهجرة- هجرة النّبي صلّى الله عليه وسلّم من مكة إلى المدينة- سواء نزل في مكة أو في الطائف أو في أي مكان
آخر، مثل سورة (ق) و (هود) و (يوسف) . وأما المدني: فهو ما نزل في مدى عشر سنوات بعد الهجرة، سواء نزل في المدينة أو في الأسفار والمعارك الحربية أو في مكة عام الفتح، مثل سورة (البقرة) و (آل عمران) .ويغلب على التشريع المكي إصلاح العقيدة والأخلاق، والتنديد بالشرك والوثنية، وإقرار عقيدة التوحيد، وتصفية آثار الجهل من قتل وزنا ووأد بنات، والتأدّب بآداب الإسلام وأخلاقه، مثل العدل، والوفاء بالعهد، والإحسان، والتعاون على البر والتقوى، وعدم التعاون على الإثم والعدوان، وفعل الخيرات وترك المنكرات، وإعمال العقل والفكر، ونقض أوهام التقليد الأعمى، وتحرير الإنسان، والاعتبار بقصص الأنبياء مع أقوامهم. وقد اقتضى ذلك جعل الآيات المكية قصيرة تزخر بالرهبة والزجر والوعيد، وتبعث على الخشية، وتشعر بمعنى الجلال.وأما التشريع المدني فيغلب عليه تقرير الأنظمة والأحكام المفصلة للعبادات، والمعاملات المدنية والعقوبات، ومتطلبات الحياة الجديدة في إقامة صرح المجتمع الإسلامي في المدينة، وتنظيم شؤون السياسة والحكم، وترسيخ قاعدتي الشورى والعدل في إصدار الأحكام، وتنظيم العلاقات بين المسلمين وغيرهم في داخل المدينة وخارجها، وقت السلم والحرب، بتشريع الجهاد لوجود مسوغاته من إيذاء وعدوان وتشريد وطرد وتهجير، ثم وضع أنظمة المعاهدات لإقرار الأمن وتوطيد دعائم السلم، وقد اقتضى ذلك كون الآيات المدنية طويلة هادئة، ذات أبعاد وغايات دائمة غير وقتية، تستدعيها عوامل الاستقرار والاطمئنان وبناء الدولة على أمتن الأسس وأقوى الدعائم.[فائدة العلم بأسباب النزول:]إن معرفة أسباب نزول الآيات بحسب الوقائع والمناسبات لها فوائد كثيرة وأهمية بالغة في تفسير القرآن وفهمه على الوجه الصحيح، لأن أسباب النزول
قرائن معبرة توضح غاية الحكم، وتبين سبب التشريع، وتعرف أسراره ومراميه، وتساعد على فهم القرآن فهما دقيقا شاملا، حتى وإن كانت العبرة لعموم اللفظ لا لخصوص السبب. ونرى في عالمنا. القانوني اليوم ما يسمى بالمذكّرات التوضيحية للقوانين والأنظمة والأحكام، يبين فيها أسباب إصدارها، وأهدافها. ويؤكد ذلك أن كل نظام يظل في مستوى الأمور النظرية غير المقنعة كثيرا للناس، ما لم يقترن بالمتطلبات الواقعية، أو يرتبط بالحياة العملية.وكل ما سبق يشير إلى أن شريعة القرآن ليست فوق مستوى الأحداث، أو أنها سامية مثالية لا تقبل التطبيق، وإنما هي متعاصرة مع كل زمن، متفاعلة مع الواقع، تصف العلاج الحاسم لكل داء عضال من أمراض المجتمع، وشذوذات الأفراد وانحرافاتهم.
(1) هذا وقد ذكر الزمخشري في الكشاف: 1/ 185 وما بعدها أسباب تفصيل القرآن وتقطيعه سورا، منها أن تنوع البيان للجنس الواحد أحسن وأجمل وأفخم من أن يكون بيانا واحدا. ومنها إثارة النشاط والحث على الدرس والتحصيل من القرآن خلافا لو استمر الكتاب جملة واحدة، ومنها اعتزاز الحافظ بطائفة مستقلة من القرآن بعد حفظها، ومنها أن التفصيل بمشاهد عديدة سبب لدعم المعاني، وتأكد المراد واجتذاب الأنظار.
SEJUMLAH PENGETAHUAN PENTING YANG BERKAITAN DENGAN AL-OUR' AN
A. DEFINISI AL-QUR'AN, CARA TURUNNYA, DAN CARA PENGUMPULANNYA
Al-Qur'an yang agung,-yang sejalan de¬ ngan kebijaksanaan Allah-tidak ada lagi di dunia ini wahyu ilahi selain dia setelah lenyap¬ nya atau bercampurnya kitab-kitab samawi terdahulu dengan ilmu-ilmu lain yang dicipta- kan manusia, adalah petunjuk hidayah, kons¬ titusi hukum, sumber sistem aturan Tuhan bagi kehidupan, jalan untuk mengetahui halal dan haram, sumber hikmah, kebenaran, dan keadilan, sumber etika dan akhlak yang mesti diterapkan untuk meluruskan perjalanan manusia dan memperbaiki perilaku manusia. Allah Ta'ala berfirman,
"Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab.” (al-An’aam: 38)
Dia juga berfirman, "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl: 89)
Para ulama ushul fiqih telah mendefinisi¬ kannya, bukan karena manusia tidak menge¬ nalnya, melainkan untuk menentukan apa yang bacaannya terhitung sebagai ibadah.
apa yang boleh dibaca dalam shalat dan apa yang tidak boleh; juga untuk menjelaskan hukum-hukum syariat ilahi yang berupa halal- haram, dan apa 3 rang dapat dijadikan sebagai hujjah dalam menyimpulkan hukum, serta apa yang membuat orang yang mengingkarinya menjadi kafir dan apa yang tidak membuat pengingkarnya menjadi kafir. Karena itu, para ulama berkata tentang Al-Qur'an ini:
Al-Qur'an adalah firman Allah yang mukji- zat^ yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang tertulis dalam mushaf, yang bacaannya terhitung sebagai ibadah*, yang diriwayatkan secara mutawatir^ yang dimulai dengan surah al-Faatihah, dan diakhiri dengan surah an-Naas.
Berdasarkan definisi ini, terjemahan Al- Qur'an tidak bisa disebut Al-Qur'an, melain¬ kan ia hanya tafsir; sebagaimana qiraa'at yang syaadzdzah (yaitu yang tidak diriwayatkan secara mutawatir, melainkan secara aahaad)
5 Artinya; manusia dan jin tidak mampu membuat rangkaian seperti surah terpendek darinya.
6 Artinya, shalat tidak sah jika tidak membaca sesuatu dari¬ nya; dan semata-mata membacan)^ merupakan ibadah yang mendatangkan pahala bagi seorang muslim.
7 Mutawatir artinya diriwayatkan oleh jumlah ymg besar dari jumlah yang besar, yang biasanya tidak mungkin mereka bersekongkol untuk berdusta.
tidak dapat disebut Al-Qur'an, seperti giraa'at Ibnu Mas’ud tentang fai'atul iilaa'^: fa in faa'uu-flihinna-fa innallaaha ghafiiurun rahim (al-Baqarah: 226); juga giraa'atnya tentang nafkah anak: wa 'alal waahtsi-dzir rahimil muharrami-mitsiu dzaalik (al-Baqarah: 233), serta giraa'atnya tentang kafarat sumpah orang yang tidak mampu:/a man lamyajid fa shiyaamutsalaatsatiayyaamin-mutataabVaat- (al-Maa idah: 89).
NAMA-NAMA AL-QUR'AN
Al-Qur'an mempunyai sejumlah nama, antara lain: Al-Qur'an, al-Kitab, al-Mushaf, an- Nuur, dan al-Furqaan^.
Ia dinamakan Al-Qur'an karena dialah wahyu yang dibaca. Sedangkan Abu 'Ubaidah berkata: Dinamakan Al-Qur'an karena ia me¬ ngumpulkan dan menggabungkan surah-su¬ rah. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat¬ mu pandai) membacanya.” (al-Qiyaamah: 17)
Maksud gur'aanahu dalam ayat ini ada¬ lah qiraa'atxihu (pembacaannya)-dan sudah diketahui bahwa Al-Qur'an diturunkan secara bertahap sedikit demi sedikit, dan setelah sebagiannya dikumpulkan dengan sebagian yang lain maka ia dinamakan Al-Qur'an.
Dia dinamakan al-Kitab, yang berasal dari kata al-katb yang artinya pengumpulan, karena dia mengumpulkan (berisi) berbagai
8 lilaa' artinya bersumpah untuk tidak menyetubuhi istri. Dan kalimat/ao'ar rojulu ilaa imra'atihi artin}^: lelaki itu kembali menggauli istrinya setelah dia pernah bersumpah untuk tidak menggaulinya.
9 Tafsir Gharaa'ibul Qur'aan wa Raghaa'ibul Furgaan karya al-'Allamah an-Nazhzham (Nazhzhamud Din al-Hasan bin n M uhammad an-Naisaburij yang dicetak di pinggir Tafsir ath-Thabari (1/25), Tafsir ar-Razi (2/14). macam kisah, ayat, hukum, dan berita dalam metode yang khas.
Dia dinamakan al-Mushaf, dari kata ash- hafa yang artinya mengumpulkan shuhuf (lembaran-lembaran) di dalamnya, dan shuhuf adalah bentuk jamak dari kata ash-shahiifah, yaitu selembar kulit atau kertas yang ditulisi sesuatu. Konon, setelah mengumpulkan Al- Qur'an, Abu Bakar ash-Shiddiq bermusyawa¬ rah dengan orang-orang tentang namanya, lalu ia menamainya al-Mushaf.
Dia dinamakan an-Nuur (cahaya) karena dia menyingkap berbagai hakikat dan mene¬ rangkan hal-hal yang samar (soal hukum halal- haram serta tentang hal-hal gaib yang tidak dapat dipahami nalar) dengan penjelasan yang absolut dan keterangan yang jelas. Allah Ta’ala berfirman,
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur'an)” (an-Nisaa': 174)
Dan dinamakan al-Furqaan karena ia membedakan antara yang benar dan yang sa¬ lah, antara iman dan kekafiran, antara kebaik¬ an dan kejahatan. Allah Ta’ala berfirman,
"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al- Furqaan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (al-Furqaan: 1)
CARA TURUNNYA AL-QUR'AN
Al-Qur'an tidak turun semua sekaligus seperti turunnya Taurat kepada Musa a.s. dan Injil kepada Isa a.s. agar pundak para mu- kallaf tidak berat terbebani dengan hukum- hukumnya. Ia turun kepada Nabi yang mulia- shallallaahu 'alaihi wa sallam-sehagai wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril a.s. secara berangsur-angsur, yakni secara terpisah-pisah sesuai dengan tuntutan kondisi, peristiwa dan keadaan, atau sebagai respons atas kejadian dan momentum atau pertanyaan.
Yang termasuk jenis pertama, misalnya firman Allah Ta'ala:
"Dan janganlah kamu menikahi wanita- wanita musyrik, sebelum mereka beriman." (al- Baqarah: 221)
Ayat ini turun berkenaan dengan Martsad al-Ghanawi yang diutus oleh Nabi saw. ke Mekah untuk membawa pergi dari sana kaum muslimin yang tertindas, namun seorang wa¬ nita mus 3 a'ik yang bernama Anaq- 3 rang kaya raya dan cantik jelita-ingin kawin dengannya kemudian Martsad setuju asalkan Nabi saw. juga setuju. Tatkala ia bertanya kepada beliau, turunlah a 3 ^t ini, dan bersamaan dengannya turun pula ayat:
"Dan janganlah kamu menikahkan orang- orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.” (al-Baqarah: 221)
Yang termasuk jenis kedua, misalnya:
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim.” (al-Baqarah: 220)
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid.” (al-Baqarah: 222)
"Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita.” (an-Nisaa': 127)
"Mereka menanyakan kepadamu tentang (pem¬ bagian) harta rampasan perang.” (al-Anfaal: 1)
Turunnya Al-Qur'an dimulai pada bulan Ramadhan di malam kemuliaan (Lailatul Qadr). Allah Ta'ala berfirman,
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya ditu¬ runkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan menge¬ nai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (al-Baqarah: 185)
Dia berfirman pula,
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (ad- Dukhaan: 3)
Dia juga berfirman,
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan.” (al-Oadhi: 1)
Al-Qur'an terus-menerus turun selama 23 tahun, baik di Mekah, di Madinah, di jalan antara kedua kota itu, atau di tempat-tempat lain.
Turunnya kadang satu surah lengkap, seperti surah al-Faatihah, al-Muddatstsir, dan al-An'aam. Kadang yang turun hanya sepuluh ayat, seperti kisah al-ifki (gosip) dalam surah an-Nuur, dan awal surah al-Mu'minuun. Ka¬ dang pula hanya turun lima ayat, dan ini banyak. Tetapi terkadang yang turun hanya sebagian dari suatu ayat, seperti kalimat:
"yang tidak mempunyai uzur” (an-Nisaa': 95)
yang turun setelah firman-Nya,
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang)” (an-Nisaa': 95).
Misalnya lagi firman Allah Ta'ala:
"Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan ke¬ padamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah; 28)
3 yang turun setelah:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguh¬ nya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil-haram se¬ sudah tahun ini.” (at-Taubah: 28)
Diturunkannya Al-Qur'an secara berang- sur-angsur-sejalan dengan manhaj Tuhan yang telah menentukan cara penurunan de- mikian-mengandung banyak hikmah. Allah Ta’ala berfirman,
"Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membaca¬ kannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (al-Israa': 106)
Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah meneguhkan dan menguatkan hati Nabi saw. agar beliau menghafal dan menguasainya, se¬ bab beliau adalah seorang yang buta huruf, tidak dapat membaca dan menulis. Allah Ta’ala berfirman,
"Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?' Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)." (al-Furqaan: 32)
Hikmah yang lain adalah menyesuaikan dengan tuntutan tahapan dalam penetapan hukum, serta mendidik masyarakat dan me¬ mindahkannya secara bertahap dari suatu keadaan ke keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya, dan juga melimpahkan rahmat ilahi kepada umat manusia. Dahulu, di masa Jahiliyah, mereka hidup dalam kebebasan mutlak. Kalau Al-Qur'an diturunkan semuanya secara sekaligus, tentu mereka akan merasa berat menjalani aturan-aturan hukum baru itu sehingga mereka tidak akan melaksana¬ kan perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut.
Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah r.a. berkata, "Yang pertama-tama turun dari Al-Qur'an adalah suatu surah dari jenis al- mufashshal, di dalamnya disebutkan tentang surga dan neraka, hingga tatkala manusia telah menerima Islam, turunlah hukum halal dan haram. Sekiranya yang pertama-tama turun adalah 'Jangan minum khamar!’, niscaya mereka akan berkata: 'Kami selamanya tidak akan meninggalkan khamar!’ Dan sekiranya yang pertama turun adalah 'Jangan berzina!', niscaya mereka berkata: 'Kami tidak akan meninggalkan zina!"’^®
Hikmah yang lain adalah menghubungkan aktivitas jamaah dengan wahyu ilahi, sebab keberlanjutan turunnya wahyu kepada Nabi saw. membantu beliau untuk bersabar dan tabah, menanggung derita dan kesulitan serta berbagai macam gangguan yang beliau hadapi dari kaum musyrikin. Ia juga merupakan sarana untuk mengukuhkan akidah di dalam jiwa orang-orang yang telah memeluk Islam: jika wahyu turun untuk memecahkan suatu problem, berarti terbukti kebenaran dakwah Nabi saw.; dan kalau Nabi saw. tidak memberi jawaban atas suatu masalah lalu datang wah¬ yu kepada beliau, kaum mukminin pasti kian yakin akan kebenaran iman, semakin percaya kepada kemurnian akidah dan keamanan jalan yang mereka tempuh, serta bertambah pula keyakinan mereka terhadap tujuan dan janji yang diberikan Allah kepada mereka: menang atas musuh atau kaum musyrikin di dunia, atau masuk surga dan meraih keridhaan Tuhan serta penyiksaan kaum kafir di neraka jahanam.
10 Dalam al-Kasysyaaf (1/185-186), az-Zamakhsyari menye butkan sebab-sebab pemilahan dan pemotongan Al- Qur'an menjadi surah-surah, di antaranya: (1) penjelasan bervariasi mengenai sesuatu akan lebih baik, lebih indah, dan lebih menawan daripada kalau dia hanya satu penjelasan, (2) merangsang vitalitas dan memotivasi untuk mempelajari dan menggali ilmu dari Al-Qur'an, berbeda seandainya kitab suci ini turun secara sekaligus, (3) orang ) yang menghafal akan merasa bangga dengan satu penggal an tersendiri dari Al-Qur'an setelah ia menghafalnya, dan (4) perincian mengenai berbagai adegan peristiwa merupakan faktor penguat makna, menegaskan maksud yang dikehendaki, dan menarik perhatian.
AL-QUR'AN MAKKIY DAN MADANIY
Wah 3 m Al-Qur'an memiliki dua corak yang membuatnya terbagi menjadi dua macam; makkiy dan madaniy; dan dengan begitu su¬ rah-surah Al-Qur'an terbagi pula menjadi surah Makki 3 ^ah dan surah Madaniyyah.
Makkiy adalah yang turun selama tiga be¬ las tahun sebelum hijrah-hijrah Nabi saw. dari Mekah ke Madinah-, baik ia turun di Mekah, di Tha'if, atau di tempat lainnya. Misalnya: surah Qaaf, Huud, dan Yusuf. Adapun Madaniy adalah yang turun selama sepuluh tahun se¬ telah hijrah, baik ia turun di Madinah, dalam perjalanan dan peperangan, ataupun di Mekah pada waktu beliau menaklukkannya [^aamul fathi), seperti surah al-Baqarah dan surah Ali Imran.
Kebanyakan syariat Makkiy berkenaan de¬ ngan perbaikan akidah dan akhlak, kecaman terhadap kesyirikan dan keberhalaan, pena¬ naman akidah tauhid, pembersihan bekas- bekas kebodohan (seperti: pembunuhan, zina, dan penguburan anak perempuan hidup-hi¬ dup), penanaman etika dan akhlak Islam (se¬ perti: keadilan, menepati janji, berbuat baik, bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan dan tidak bekerja sama dalam dosa dan per¬ musuhan, serta melakukan kebajikan dan me¬ ninggalkan kemungkaran), pemfungsian akal dan pikiran, pemberantasan fantasi taklid buta, pemerdekaan manusia, dan penarikan pelajaran dari kisah-kisah para nabi dalam menghadapi kaum mereka. Hal itu menuntut ayat-ayat Makkiy berbentuk pendek-pendek, penuh dengan intimidasi, teguran, dan an¬ caman, membangkitkan rasa takut, dan me¬ ngobarkan makna keagungan Tuhan.
Adapun syariat Madaniy pada umumnya berisi tentang penetapan aturan-aturan dan hukum-hukum terperinci mengenai ibadah, transaksi sipil, dan hukuman, serta prasyarat kehidupan baru dalam menegakkan bangunan masyarakat Islam di Madinah, pengaturan urusan politik dan pemerintahan, pemantap¬ an kaidah permusyawaratan dan keadilan da¬ lam memutuskan hukum, penataan hubungan antara kaum muslimin dengan penganut agama lain di dalam maupun luar kota Madinah, baik pada waktu damai maupun pada waktu perang, dengan mensyariatkan jihad karena ada alas¬ an-alasan yang memperkenankannya (seperti: gangguan, agresi, dan pengusiran), kemudian meletakkan aturan-aturan perjanjian guna menstabilkan keamanan dan memantapkan pilar-pilar perdamaian. Hal itu menuntut ayat-ayat Madani 3 ^ah berbentuk panjang dan tenang, memiliki dimensi-dimensi dan tujuan- tujuan yang abadi dan tidak temporer, yang dituntut oleh faktor-faktor kestabilan dan ketenangan demi membangun negara di atas fondasi dan pilar yang paling kuat dan kokoh.
FAEDAH MENGETAHUI ASBAABUN NUZUUL
Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat sesuai dengan peristiwa dan momentum me¬ ngandung banyak faedah dan urgensi yang sangat besar dalam menafsirkan Al-Qur'an dan memahaminya secara benar. Karena as- baabun nuzuul mengandung indikasi-indi¬ kasi yang menjelaskan tujuan hukum, me¬ nerangkan sebab pensyariatan, menyingkap rahasia-rahasia di baliknya, serta membantu memahami Al-Qur'an secara akurat dan komprehensif kendatipun yang menjadi pa¬ tokan utama adalah keumuman kata dan bu¬ kan kekhususan sebab. Di dunia perundang- undangan zaman sekarang, kita melihat apa yang disebut dengan memorandum penjelas undang-undang, yang mana di dalamnya di¬ jelaskan sebab-sebab dan tujuan-tujuan pe¬ nerbitan undang-undang tersebut. Hal itu diperkuat lagi dengan fakta bahwa setiap aturan tetap berada dalam level teoritis dan tidak memuaskan banyak manusia selama ia tidak sejalan dengan tuntutan-tuntutan realita atau terkait dengan kehidupan praksis.
Semua itu menunjukkan bahwa syariat Al-Qur'an tidaklah mengawang di atas level peristiwa, atau dengan kata lain ia bukan syariat utopis (idealis) yang tidak mungkin direalisasikan. Syariat Al-Qur'an relevan bagi setiap zaman, interaktif dengan realita; ia mendiagnosa obat yang efektif bagi setiap pe¬ nyakit kronis masyarakat serta abnormalitas dan pen 5 nmpangan individu. [www.alkhoirot.org]