Fa'il dan Maf'ul (Subyek dan Obyek) dalam Bahasa Arab
Fa'il dan Maf'ul (Subyek dan Obyek) dalam Bahasa Arab Fa'il adalah subyek dari kalimat verbal (jumlah fi'liyah) Maf'ul bih adalah obyek dari kalimat
Nama kitab: Terjemah Alfiyah ibnu Malik
Judul kitab asal: Alfiyah ibn Malik atau Al-Khulasa al-Alfiyya ( الخلاصة)
Ejaan lain:
Pengarang: Ibnu Malik ( محمد بن عبد الله بن مالك الطائي الجياني)
Nama yang dikenal di Arab: على الجارم ومصطفي أمين
Kelahiran: 600 Masehi, Jaén, Spanyol
Meninggal: Spanyol, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Gramatika tata bahasa Arab / Ilmu Nahwu
Definisi penting:
Fa'il adalah subyek dari kalimat verbal (jumlah fi'liyah)
Maf'ul bih adalah obyek dari kalimat verbal transitif (fi'il muta'addi)
الفاعل
Fail
الفاعل الذي كمرفوعي أتى … زيدّ منيرا وجهه نعم الفتى
fail adalah yang seperti dua marfu’yna ata zaidu muniran wajhuhu ni’mal fata
وبعد فعل فاعل فإن ظهر … فهو وإلا فضمير ّ استتر
setelah fiil adalah fail, jika dzohir maka itulah, dan jika tidak dzohir maka berupa dzomir mustatir
وجرّد الفعل إذا ما أسندا … لاثنين أو جمع ٍ كفاز الشّهدا
sunyikan fiil jika di sandarkan kepada dua atau jama’ seperti faza as syuhada
وقد يقال سعدا وسعدوا … والفعل للظاهر بعد مسند
dan terkadang dikatakan saidaa dan saiduu sedangkan fiil itu disandarkan pada fail dzohir setelahnya
ويرفع الفاعل فعل أضمرا … كمثل زيد ّ في جواب من قرا
terkadang fiil yang disimpan merafakan fail, seperti zaid dalam jawab man qara (siapa yang membaca)
وتاء تأنيث تلي الماضي إذا … كان لأنثى كأبت هند الأذى
Huruf Ta’ tanda Muannats mengiringi Fi’il Madhi bilamana dimusnadkan kepada Muannats. Seperti contoh: ABAT HINDUN AL-ADZAA = Hindun menghindari hal yg merugikan.
وإنما تلزم فعل مضمر … متصل ٍ أو مفهم ٍ ذات حر
Sesungguhnya Ta’ Ta’nits tsb hanya diwajibkan pada kalimah Fi’il yg punya Faa’il Dhamir Muttashil, atau Faa’il Zhahir Muttashil yg memberi pemahaman memiliki farji (Muannats Haqiqi)
وقد يبيح الفصل ترك التاء في … نحو أتى القاضي بنت الواقف
Terkadang Fashl itu (pemisah antara fi’il dan Faa’il yg muannats haqiqi) membolehkan meninggalkan TA tanda muannats (tanpa TA pada fi’ilnya) dalam contoh: “ATAA AL-QAADHIYA BINTUL-WAAQIFI” = “putri seorang yg menetap itu mendatangi qodhi/hakim” (yakni, lebih baik pakai TA manjadi “ATAT AL-QAADHIYA BINTUL-WAAQIFI”)
والحذف مع فصل ٍ بإلا فضّلا … كما زكا إلا فتاة ابن العلا
Membuang TA tanda muannats bersamaan adanya Fashl dengan ILLA, adalah diutamakan. Seperti contoh: MAA ZAKAA ILLA FATAATU IBNIL-ALAA” = “tidak seorang yg baik kecuali gadis putri Ibnul-Alaa.
والحذف قد ياتي بلا فصل ٍ ومع … ضمير ذي المجاز في شعر ٍ وقع
Pembuangan TA’ tanits (pada kalimah fi’il yg mempunyai Faa’il Muannats Haqiqi) kadang terjadi dengan tanpa adanya Fashl (lafazh pemisah antara fi’il dan faa’ilnya). Dan pembuangan ini juga pernah terjadi pada sebuah syair, beserta Faa’ilnya berupa Dhamir muannats Majazy.
والتاء مع جمع ٍ سوى السالم من … مذكّر كالتاء مع إحدى اللبن
Hukum Ta ta’nits (pada kalimah Fi’il) yg menyertai Jamak selain Jamak Mudzakkar Salim adalah seperti hukum Ta ta’nits (pada kalimah Fi’il) yg menyertai mufradnya lafazh “LABINUN” (yaitu lafazh “LABINATUN”=batu bata. Yakni Muannats Majazy)
والحذف في نعم الفتاة استحسنوا … لأن قصد الجنس فيه بيّن
Ulama Nuhat memandang baik terhadap pembuangan Ta’ ta’nits dalam contoh: “NI’MAL-FATAATU” karena bertujuan jenis nampak jelas didalamnya.
والأصل في الفاعل أن يتصلا … والأصل في المفعول أن ينفصلا
Asal penyebutan Faa’il harus Ittishal/bersambung (antara Fi’il dan Faa’ilnya tanpa ada pemisah). Dan asal penyebutan Maf’ul harus Infishal/berpisah (antara Fi’il dan Maf’ulnya dgn dipisah oleh Faa’ilnya).
وقد يجاء بخلاف الأصل … وقد يجى المفعول قبل الفعل
Terkadang juga didatangkannya dengan Hukum yg menyalaihi Asal, dan terkadang juga Maf’ul disebut sebelum Fi’ilnya.
وأخّر المفعول إن لبس حذر … أو أضمر الفاعل غير منحصر
Akhirkanlah Maf’ulnya! (wajib berada setelah Faa’il) jika ada kesamaran yg harus dihindarkan (demi menjaga ketidakjelasan antara faa’il dan mafulnya) atau Faa’ilnya berupa Dhamir selain yg dimahshur (yg diperkecualikan).
وما بإلاّ أو بإنما انحصر … أخّر وقد يسبق إن قصدٍ ظهر
Terhadap suatu (Faa’il atau Maf’ul) yang dimahshur dengan ILLAA atau dengan INNAMAA, akhirkanlah! (diakhirkan dari suatu yg tidak dimahshur). # Terkadang suatu (Faa’il atau Maf’ul) yg dimahshur mendahului yg tidak dimahshur, jika maksudnya sudah jelas.
وشاع نحو خاف ربّه عمر … وشذّ نحو زان نوره الشّجر
Terkenal penggunaan kalimat seperti: “KHOOFA ROBBAHU ‘UMARU=Umar takut pada Tuhannya” (yakni, mengedepankan Maf’ul yg memuat Dhamir merujuk pada Fa’il di belakangnya). Dan Syadz penggunaan kalimat seperti: “ZAANA NAURUHU ASY-SYAJARO=bunga-bungaan pada pepohonan menghiasi pepohonan” (yakni, mengedepankan Fa’il yg memuat Dhamir merujuk pada Maf’ul di belakangnya).
Fail
الفاعل الذي كمرفوعي أتى … زيدّ منيرا وجهه نعم الفتى
fail adalah yang seperti dua marfu’yna ata zaidu muniran wajhuhu ni’mal fata
وبعد فعل فاعل فإن ظهر … فهو وإلا فضمير ّ استتر
setelah fiil adalah fail, jika dzohir maka itulah, dan jika tidak dzohir maka berupa dzomir mustatir
وجرّد الفعل إذا ما أسندا … لاثنين أو جمع ٍ كفاز الشّهدا
sunyikan fiil jika di sandarkan kepada dua atau jama’ seperti faza as syuhada
وقد يقال سعدا وسعدوا … والفعل للظاهر بعد مسند
dan terkadang dikatakan saidaa dan saiduu sedangkan fiil itu disandarkan pada fail dzohir setelahnya
ويرفع الفاعل فعل أضمرا … كمثل زيد ّ في جواب من قرا
terkadang fiil yang disimpan merafakan fail, seperti zaid dalam jawab man qara (siapa yang membaca)
وتاء تأنيث تلي الماضي إذا … كان لأنثى كأبت هند الأذى
Huruf Ta’ tanda Muannats mengiringi Fi’il Madhi bilamana dimusnadkan kepada Muannats. Seperti contoh: ABAT HINDUN AL-ADZAA = Hindun menghindari hal yg merugikan.
وإنما تلزم فعل مضمر … متصل ٍ أو مفهم ٍ ذات حر
Sesungguhnya Ta’ Ta’nits tsb hanya diwajibkan pada kalimah Fi’il yg punya Faa’il Dhamir Muttashil, atau Faa’il Zhahir Muttashil yg memberi pemahaman memiliki farji (Muannats Haqiqi)
وقد يبيح الفصل ترك التاء في … نحو أتى القاضي بنت الواقف
Terkadang Fashl itu (pemisah antara fi’il dan Faa’il yg muannats haqiqi) membolehkan meninggalkan TA tanda muannats (tanpa TA pada fi’ilnya) dalam contoh: “ATAA AL-QAADHIYA BINTUL-WAAQIFI” = “putri seorang yg menetap itu mendatangi qodhi/hakim” (yakni, lebih baik pakai TA manjadi “ATAT AL-QAADHIYA BINTUL-WAAQIFI”)
والحذف مع فصل ٍ بإلا فضّلا … كما زكا إلا فتاة ابن العلا
Membuang TA tanda muannats bersamaan adanya Fashl dengan ILLA, adalah diutamakan. Seperti contoh: MAA ZAKAA ILLA FATAATU IBNIL-ALAA” = “tidak seorang yg baik kecuali gadis putri Ibnul-Alaa.
والحذف قد ياتي بلا فصل ٍ ومع … ضمير ذي المجاز في شعر ٍ وقع
Pembuangan TA’ tanits (pada kalimah fi’il yg mempunyai Faa’il Muannats Haqiqi) kadang terjadi dengan tanpa adanya Fashl (lafazh pemisah antara fi’il dan faa’ilnya). Dan pembuangan ini juga pernah terjadi pada sebuah syair, beserta Faa’ilnya berupa Dhamir muannats Majazy.
والتاء مع جمع ٍ سوى السالم من … مذكّر كالتاء مع إحدى اللبن
Hukum Ta ta’nits (pada kalimah Fi’il) yg menyertai Jamak selain Jamak Mudzakkar Salim adalah seperti hukum Ta ta’nits (pada kalimah Fi’il) yg menyertai mufradnya lafazh “LABINUN” (yaitu lafazh “LABINATUN”=batu bata. Yakni Muannats Majazy)
والحذف في نعم الفتاة استحسنوا … لأن قصد الجنس فيه بيّن
Ulama Nuhat memandang baik terhadap pembuangan Ta’ ta’nits dalam contoh: “NI’MAL-FATAATU” karena bertujuan jenis nampak jelas didalamnya.
والأصل في الفاعل أن يتصلا … والأصل في المفعول أن ينفصلا
Asal penyebutan Faa’il harus Ittishal/bersambung (antara Fi’il dan Faa’ilnya tanpa ada pemisah). Dan asal penyebutan Maf’ul harus Infishal/berpisah (antara Fi’il dan Maf’ulnya dgn dipisah oleh Faa’ilnya).
وقد يجاء بخلاف الأصل … وقد يجى المفعول قبل الفعل
Terkadang juga didatangkannya dengan Hukum yg menyalaihi Asal, dan terkadang juga Maf’ul disebut sebelum Fi’ilnya.
وأخّر المفعول إن لبس حذر … أو أضمر الفاعل غير منحصر
Akhirkanlah Maf’ulnya! (wajib berada setelah Faa’il) jika ada kesamaran yg harus dihindarkan (demi menjaga ketidakjelasan antara faa’il dan mafulnya) atau Faa’ilnya berupa Dhamir selain yg dimahshur (yg diperkecualikan).
وما بإلاّ أو بإنما انحصر … أخّر وقد يسبق إن قصدٍ ظهر
Terhadap suatu (Faa’il atau Maf’ul) yang dimahshur dengan ILLAA atau dengan INNAMAA, akhirkanlah! (diakhirkan dari suatu yg tidak dimahshur). # Terkadang suatu (Faa’il atau Maf’ul) yg dimahshur mendahului yg tidak dimahshur, jika maksudnya sudah jelas.
وشاع نحو خاف ربّه عمر … وشذّ نحو زان نوره الشّجر
Terkenal penggunaan kalimat seperti: “KHOOFA ROBBAHU ‘UMARU=Umar takut pada Tuhannya” (yakni, mengedepankan Maf’ul yg memuat Dhamir merujuk pada Fa’il di belakangnya). Dan Syadz penggunaan kalimat seperti: “ZAANA NAURUHU ASY-SYAJARO=bunga-bungaan pada pepohonan menghiasi pepohonan” (yakni, mengedepankan Fa’il yg memuat Dhamir merujuk pada Maf’ul di belakangnya).