Bab 3: Godaan terhadap manusia
Nama kitab: Terjemah Kitab Minhajul ‘Abidin
Judul kitab asal: Minhaj
Al-Abidin ila Jannati Rabbil Alamin (منهاج العابدين إلى جنة رب العالمين)
Pengarang:
Al-Ghazali
Nama lengkap: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (Abū
Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad aṭ-Ṭūsiyy al-Ġazzālīy)
Nama yang dikenal di
Arab: أَبْو حَامِدْ مُحَمّد الغَزّالِي الطُوسِيْ النَيْسَابُوْرِيْ الصُوْفِيْ
الشَافْعِي الأشْعَرِيْ
Kelahiran: 1058 M/450 H, Tous, Iran
Meninggal:
December 19, 1111 M/ 505 H, Tous, Iran
Penerjemah: K.H.R. Abdullah bin
Nuh
Bidang studi: Ilmu Tasawuf, Sufisme, Akhlaq
Daftar isi
- Bab 3: Awaiq (Godaan)
- A. Ragam godaan terhadap manusia
- B. Takwa: senjata melawan godaan setan dan nafsu
- C. Cara mengatasi berbagai godaan
- Kembali ke: Terjemah Minhajul Abidin
Tahapan ketiga adalah awanig (godaan).
Hai orang-orang yang hendak beribadah! Anda harus dapat menyingkirkan rintangan-rintangan hingga ibadah yang Anda lakukan bisa kokoh dan kuat. Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya padamu.
A. Ragam Godaan terhadap Manusia
Di depan telah kami sebutkan bahwa ada empat macam rintangan (godaan).
Rintangan pertama: Dunia seisinya
Untuk menghilangkan rintangan
tersebut kita harus menghilangkan ketergantungan terhadapnya dan memalingkan
diri darinya. Adapun yang mengharuskan berbuat demikian ada dua:
Pertama,
agar ibadah Anda lurus dan bertambah banyak. Sebab kecintaan terhadap dunia
akan menyibukkan diri Anda. Anggota badan sibuk mencari kekayaan dunia,
sedangkan hati selalu dipenuhi keinginan dan sibuk mencari berbagai cara
(untuk mendapatkannya). Keduanya akan merintangi ibadah, karena nafsu dan hati
merupakan sesuatu yang satu. Jika hati telah sibuk memikirkan sesuatu, maka ia
pasti akan melupakan kebalikannya.
Dunia dan akhirat bagaikan dua
wanita yang dimadu. Jika Anda membahagiakan yang satu, maka yang satu lagi
pasti akan kecewa karena merasa terlupakan. Keduanya bagaikan timur dan barat.
Jika Anda menghadap kesalah satu sisinya, tentu sisi yang lain berada di
belakang Anda.
Keterangan yang menyebutkan bahwa kesibukan mencari
dunia secara lahir dapat merintangi ibadah adalah apa yang diceritakan oleh
Abu Darda’ r.a. Beliau berkata: “Tiada hentinya aku berusaha menyatukan ibadah
dan berdagang. Ternyata keduanya tidak dapat menyatu. Kemudian aku memilih
beribadah dan meninggalkan perdagangan.”
Diceritakan pula bahwa
sahabat Umar r.a. berkata: “Jika keduanya (ibadah dan mencari dunia) dapat
bersatu pada diri seseorang, tentu aku dapat menyatukannya pada diriku dengan
kekuatan dan kelembutan yang dianugerahkan Allah kepadaku.”
Bila
demikian adanya, maka tinggalkanlah dunia yang pasti rusak dan pilihlah
(akhirat yang menjanjikan) keselamatan.
Adapun secara batin, hati
akan sibuk memikirkannya, karena hati adalah tempat berkeinginan, sebagaimana
hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. Beliau bersabda:
Artinya:
“Barangsiapa mencintai dunia, niscaya ia akan merugi di akhirat. Barangsiapa
mencintai akhirat, niscaya dunianya akan terbengkalai. Oleh karena itu
pilihlah hal yang bersifat abadi seraya meninggalkan sesuatu yang dijamin
pasti binasa.”
Sekarang telah nyata bahwa jika secara lahir Anda
sibuk berusaha mencari dunia dan secara batin dipenuhi keinginan untuk
mendapatkannya, niscaya tidak mudah bagi Anda untuk memenuhi hak-hak ibadah.
Sedangkan zuhud (menghilangkan ketergantungan terhadap dunia) akan menjadikan
lahir dan batin Anda lapang, mudah beribadah, bahkan seluruh tubuh akan
membantu ibadah Anda.
Diceritakan dari Salman Al-Farisi. Beliau
berkata: “Sesungguhnya apabila hati seseorang tidak terpancang kepada dunia,
maka hatinya bersinar terang penuh hikmah dan anggota badannya saling menolong
dalam beribadah.”
Kedua, sikap zuhud akan membuat Anda semakin
berharga, berkedudukan tinggi dan bertambah mulia. Rasulullah Saw.
bersabda:
Artinya: “Dua rakaat yang dikerjakan oleh seorang alim
dan berhati zuhud lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada amal yang
dikerjakan oleh ahli ibadah sepanjang hidupnya secara terus menerus.”
Apabila
ibadah yang bisa bertambah mulia dan banyak karena zuhud, maka sudah
seharusnya orang yang ingin beribadah bersikap zuhud dan berpaling dari
dunia.
Jika Anda bertanya: “Apakah arti zuhud di dunia dan
bagaimana cara yang benar untuk melakukannya?”
Jawabnya adalah:
Menurut para ulama, zuhud dibagi menjadi dua. Zuhud yang berada di bawah
kemampuan manusia dan zuhud yang berada di luar jangkauan kemampuan
manusia.
Zuhud yang berada di bawah kemampuan manusia terbagi
menjadi tiga:
1 Tidak mencari-cari sesuatu yang tidak menjadi
milikinya.Membagikan apa yang telah terkumpul kepada orang lain.
Di dalam
hati tidak menghendaki dunia dan herusaha mendapatkannya.
Zuhud
yang berada di luar jangkauan kemampuan seorang hamba adalah segala sesuau
yang tidak bisa mempengaruhi hati agar berpaling dari ibadah.
Perlu
diketahui pula bahwa sebenarnya zuhud yang mampu dilakukan oleh seorang hamba
adalah permulaan dari munculnya zuhud yang berada di luar batas kemampuan
zuhud sesuai dengan kemampuannya seperti tidak mencari sesuatu yang tidak
dimilikinya, mau berbagi kesenangan dengan apa yang ia miliki, tidak berhasrat
dan memilih dunia serta dikerjakan karena Allah, mengharap keagungan pahala
yang diperoleh dengan banyak mengingat bahaya yang ditimbulkannya (dunia),
maka hal itu pasti akan membuatnya bersikap masa bodoh terhadap dunia, Dan
menurutku “sikap masa bodoh” inilah zuhud yang sebenarnya.
Kemudian
ketahuilah bahwa yang terberat di antara ketiganya adalah membuang keinginan
dari hatinya.
Banyak orang yang secara lahir meninggalkan dunia
tapi dalam batin tetap menginginkannya. Jadi, ia hanya tenggelam dalam
pergulatan dan penderitaan yang melelahkan dirinya sendiri. Dan segala
persoalan zuhud sebenarnya bermuara pada “sikap masa bodoh terhadap dunia”
ini.
Bukankah Allah Swt. telah berfirman:
Artinya:
“Itulah negeri akhirat. Kami menjadikannya untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi.” (Q.S. Al-Qashshaash:
83)
Allah menyandarkan hukum pada “tidak adanya keinginan”, bukan
“tidak mencari tahu” atau tidak mewujudkan keinginan.”
Juga firman
Allah berikut ini:
Artinya: “Barangsiapa menghendaki keuntungan di
akhirat, maka akan Kami tambahkan keuntungan tersebut baginya. Dan barangsiapa
menghendaki keuntungan dunia, maka Kami berikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tiada sedikitpun bagian di akhirat untuknya.” (Q.S.
Asy-syuraa: 20)
Firman Allah:
Artinya: “Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang (di dunia – ini), maka Kami segerakan baginya
di dunia itu apa yang Kami kehendaki.” (Q.S. Al-Israa’: 18)
Dan
firman-Nya pula:
Artinya: “Dan barangsiapa menghendaki kehidupan di
akhirat dan berusaha dengan sungguh-sungguh ke arah itu, sedang ia seorang
mukmin, maka mereka itulah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.
“(QS.5 Al-lsraa 19)
Bukankah Anda tahu bahwa semua petunjuk
tersebut menuju ke masalah iradah (keinginan)? Karenanya, dalam keadaan
seperti Wu nadah amatlah penting. Akan tetapi jika hamba tersebut tekun dan
rajin melakukan dua hal yang pertama, yaitu membagi (harta yanp dimiliki) dan
tidak mencari-cari (harta yang bukan miliknya), maka ia masih bisa mengharap
anugerah dari Allah agar Dia memberikan taufik untuk menolak keinginan.
Adapun
pilihan itu berasal dari hati, karena sesungguhnya Dia (Allah) Maha Memberi
anugerah dan Maha Mulia.
Kemudian, hal yang dapat memotivasi Anda
agar tidak mencari-cari perkara yang tidak ada dan memberikan yang sudah
menjadi milik kita serta dapat memudahkan hal tersebut adalah mengingat akibat
buruk yang ditimbulkan dunia serta kekurangan-kekurangannya.
Telah
banyak ulama yang membicarakan tentang hal ini. Di antaranya adalah ucapan
seorang ulama berikut ini: “Kutinggalkan dunia karena manfaatnya hanya
sedikit, sangat melelahkan, mudah (cepat) rusak dan kehinaan orang yang
menjadikannya sebagai teman.”
Guru kami (Abu Bakr Al-Warraaq)
berkata: “Pertanyaan seperti ini memang benar tapi masih semerbak berbau
cinta. Sebab orang yang mengeluhkan suatu perpisahan tentu merasa senang bila
bertemu kembali. Dan barangsiapa meninggalkan sesuatu karena adanya orang lain
yang ikut memilikinya tentu akan merasa senang jika ia memilikinya sendirian.
Oleh karena itu, ungkapan yang paling tepat adalah apa yang diutarakan oleh
guru karhi: Sesungguhnya dunia ini adalah musuh Allah sedang Anda orang yang
mencintainya, dan barangsiapa mencintai seseorang tentu akan ikut membenci
musuh kekasihnya.”
Al-Ghazali berkata: “Sesungguhnya dunia berasal
dari kotoran bangkai. Tidakkah Anda lihat dunia berakhir dengan keadaan kotor,
binasa, rusak dan habis. Tapi karena bangkai tersebut diperciki wewangian dan
dibungkus dengan perhiasan, maka orang-orang yang lalai menjadi tertipu dengan
melihat sisi luarnya. Dan orang-orang yang sempurna akalnya akan pergi
menghindar darinya.”
Jika ada pertanyaan: “Bagaimana hukumnya zuhud
(meninggalkan dunia)? Wajib atau sunat?”
Ketahuilah bahwa zuhud
bagi kami ditujukan pada barang halal dan haram. Meninggalkan yang haram
hukumnya wajib. Sedangkan meninggalkan yang halal hukumnya sunat.
Kedudukan
barang haram bagi orang-orang yang istiqamah dalam ketaatannya sama persis
dengan bangkai yang menjijikkan. Mereka tidak mengambilnya kecuali dalam
keadaan terpaksa dan hanya sekedar menolak datangnya bahaya.
Zuhud
terhadap sesuatu yang halal adalah kedudukan yang dimiliki oleh para “Wali
Abdal.” Bagi mereka barang halal itu seperti bangkai. Mereka tidak
mengambilnya kecuali sekedar yang harus dimakan. Sedangkan barang haram bagi
mereka sama dengan api. Tidak sedikitpun hati mereka tergerak untuk
mendapatkannya. Inilah yang dinamakan buruudah (dinginnya hati). Artinya
orang-orang yang berzuhud tentu memupus keinginannya terhadap dunia,
menganggapnya kotor dan sangat mengingkarinya. Di dalam hatinya sedikitpun
tidak tersisa pilihan atau keinginan untuk mmendapatkannya.
Jika
Anda berkata: “Bagaimana mungkin dunia yang penuh kelezatan, menakjubkan dan
banyak dicari oleh orang banyak bisa disamakan dengan api atau bangkai yang
menjijikkan, kotor dan berubah, sementara diri dan tabiat kita tidak
berubah?”
Ketahuilah bahwa orang yang diberi taufik secara khusus
dan mengetahui bahwa pada dasarnya dunia itu rusak dan kotor, tentu dunia itu
baginya sama dengan bangkai. Orang yang mengagumi masalah ini tak lain
hanyalah para pecinta dunia yang tidak melihat cacat dan keburukannya,
orang-orang yang tertipu dengan keadaan luar dan hiasannya. Aku akan
memberikan berbagai perumpamaan tentang mereka yang beranggapan bahwa dunia
itu seperti bangkai.
Ada seseorang yang membuat jenang dengan bahan
lengkap seperti gula dan lain lain. Lalu ia memasukkan racun yang mematikan ke
dalam adonan tersebut. Saat itu ada seseorang melihat kejadian tersebut dan
ada seoranp lapi yang tidak melihatnya. Selanjutnya jenang tersebut diletakkan
di hadapan kedua orang ini setelah dihias dan dipercantik. Orang yang melihat
bahwa jenang itu telah dibumbuhi racun tentu tidak akan menginginkannya.
Sedikitpun di dalam hatinya tidak terbersit keinginan untuk mengambil meski
apapun keadaannya. Baginya jenang tersebut seperti api dan bahkan lebih dari
itu karena ia tahu ada kebinasaan di dalannya. Ia tidak tertipu dengan keadaan
luar dan hiasannya.
Sedangkan yang satunya, yakni orang yang tidak
melihat pembuatan jenang tersebut pasti tertipu dengan keadaan luarnya yang
telah dipercantik. Dia sangat menginginkan jenang itu dan bahkan dalam hal ini
ia menganggap kawannya yang tidak mau mengambil sebagai orang bodoh.
Seperti
inilah perumpamaan barang-barang dunia yang haram di mata orang-orang yang
melihat sesuatu dengan mata hati serta istiqamah dan di mata orang-orang bodoh
yang mencintai dunia.
Seandainya orang yang membuat jenang ini
tidak membubuhkan racun tapi hanya meludah atau memberinya ingus kemudian
memberi wewangian dan menghiasnya, orang yang melihat perbuatan itu tentu
merasa jijik dan tidak mau memakannya. Ia tidak mau mengambilnya kecuali dalam
keadaan sangat terpaksa dan amat membutuhkannya. Sedangkan orang yang tidak
menyaksikan pembuatan jenang tentu tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ia
tertipu dengan keadaan luarnya, sangat menginginkannya, merasa asyik, kagum
dan menyukainya.
Seperti inilah perumpamaan barang-barang dunia
yang halal di mata dua golonngan, yakni orang-orang yang waspada (melihat
sesuatu dengan mata hati) serta istiqamah dan di mata orang: orang yang
mencintai dunia serta lalai.
Keadaan dua orang yang berwatak dan
berperawakan sama ini berbeda hanya karena kewaspadaan dan pengetahuan yang
dimiliki salah satu dari keduanya dan kebodohan serta ketertutupan hati yang
dimiliki orang kedua.
Seandainya orang yanp mnenyukai dunia Ini
tahu dan melihat apa yang diketahui oleh zahid (orang yang tidak menyukai
dunia) tentu ia pun tidak merasa suka sama dengan si zahid. Seandainya zahid
itu tidak tahu dan melihat apa yang tiduk diketahui oleh orang orang yang
menyukai dunia tentu ia pun akan menyukainya dan sama dengan orang
tersebut.
Dengan demikian, Anda pun tahu bahwa perbedaan itu hanya
karena adanya kewaspadaan dan tidak terletak pada watak.
Semua ini
merupakan inti permasalahan yang berguna, suatu keterangan yang benar dan bisa
dicerna oleh orang berakal serta orang yang sadar.
Hanya Allah yang
menguasai petunjuk dan taufik dengan anugerah-Nya. Jika ada yang mengatakan:
“Mau tidak mau kita harus mengambil harta dunia ini sekedar menjadikannya
sebagai penguat. Lalu bagaimana cara berzuhud dalam hal itu?”
Ketahuilah
bahwa zuhud itu terletak pada kelebihan barang halal. Yakni sesuatu yang tidak
dibutuhkan untuk menegakkan organ tubuh. Jadi, yang dimaksudkan di sini adalah
kekuatan tubuh sehingga bisa beribadah kepada Allah, bukan makan, minum dan
merasakan kelezatan.
Bila Allah menghendaki, maka Dia akan
menegakkannya dengan suatu sebab. Dan bila menghendaki, maka Dia juga bisa
menegakkannya tanpa sebab seperti halnya para malaikat.
Kemudian
jika ingin menegakkannya dengan suatu sebab, bolehjadi Dia menegakkannya
dengan sesuatu yang Anda peroleh atau dengan sesuatu yang Anda usahakan. Tapi
bisa juga dengan hal lain yang diberikan-Nya tanpa pernah Anda perkirakan dan
tanpa Anda cari sebagaimana firman Allah:
Artinya: “Barangsiapa
bertakwa kepada Allah maka Dia akan muanjadikan untuknya jalan keluar (dari
kesulitan) dan memberinya rezeka dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Q.S.
Ath-Thalaaq: 2-3)
Jika itu yang terjadi, Anda sama sekali tidak
perlu mencari dan menginginkannya.
Apabila Anda tiba-tiba merasa
tidak mampu melakukan zuhud seperti itu dan berusaha mendapatkan dunia, maka
niatilah pencarian dunia itu sebagai persiapan dan mencari kekuatan untuk
beribadah, bukannya menuruti keinginan syahwat dan mencari kelezatan. Sebab
jika Anda niatkan untuk persiapan dan mencari kekuatan untuk ibadah, maka
pencarian dan keinginan tersebut pada hakekatnya adalah kebaikan dan mencari
akhirat, bukan mencari dunia. Dan hal itu tidak akan mengurangi kedudukan
zuhud Anda.
Pahamilah keterangan ini! Semoga Anda mendapat
petunjuk.
Rintangan Kedua: Makhluk .
Hendaklah Anda menyendiri dari
masyarakat. Hal itu harus dilakukan karena dua hal:
Pertama,
Lingkungan masyarakat akan membuat Anda sibuk dan melupakan ibadah kepada
Allah sesuai dengan apa yang diceritakan seorang ulama bahwa beliau berkata: “
Aku berjalan dan menemukan sekelompok orang yang sedang memanah. Sementara itu
ada seseorang yang duduk agak jauh dari mereka dan aku bermaksud mengajaknya
berbicara. Akan tetapi ia berkata: “Aku lebih tertarik mengingat (dzikir)
Allah ketimbang pembicaraanmu.’ Aku berkata: “Apakah Anda sendirian? Dia
menjawab: ‘Aku bersama Tuhan dan dua malaikat (pencatat amal)ku’ Aku bertanya:
Siapa yang menang di antara mereka? ia menjawab: ‘Orang yang diampuni Allah.
Aku bertanya: ‘Di mana jalan untuk mendapatkannya? Dia menunjuk dengan
tangannya ke arah langit dan meninggalkanku seraya bergumant ‘Kebanyakan
makhluk telah melupakan-Mu. ”
Dengan demikian, masyarakat akan
membuat Anda sibuk dan meninggalkan ibadah, menghalangi Anda atau bahkan
menjerumuskan ke dalam perbuatan buruk dan merusak yang dikatakan oleh Hatim
Al-Asham rahimahullah: “ Aku berusaha mendapatkan lima hal dari masyarakat
tapi tidak bisa menemukannya. Aku berusaha agar mereka berbuat taat dan
berzuhud tapi mereka tidak melakukannya. Aku berkata: “Jika kalian tidak
melakukannya, maka tolonglah agar aku bisa melakukannya” dan mereka pun tidak
melakukan hal itu. Lalu aku berkata: “Relakan kalau aku melakukan hal itu.”
Mereka juga tidak merelakanku. Aku berkata: “Jangan mencegahku menjalani
keduanya.” Mereka malah mencegahku. Aku berkata: “Jangan mengajakku melakukan
sesuatu yang tidak diridai oleh Tuhan yang Maha Agung dan jangan memusuhi bila
aku tidak mengikuti kalian”. Mereka juga tidak melakukannya. Maka aku pun
meninggalkan mereka dan sibuk mengurusi diri sendiri secara khusus.
Ketahuilah
wahai saudarakuseagama! Sesungguhnya nabimu Muhammad Saw. telah menggambarkan
masa ‘uzlah, menerangkan sifat-sifatnya dan juga sifat-sifat orang
menjalaninya serta memerintahkan agar mengasingkan diri pada masa itu. Tak
diragukan lagi bahwa beliau lebih tahu yang terbaik dan lebih memberi nasehat
kepada kita dibanding diri kita sendiri.
Oleh karena itu, jika Anda
mengalami masa seperti yang telah diterangkan, maka ikutilah perintah beliau
dan terimalah nasehatnya. Jangan ragu! Beliau adalah orang yang lebih mengerti
apa yang terbaik buat Anda di masa yang Anda alami. Jangan membuat alasan yang
tidak benar dan membohongi diri sendiri. Jika tidak, maka Anda akan binasa dan
tidak lagi memiliki alasan.
Gambaran di atas adalah keterangan yang
terdapat di dalam hadis riwayat Abdullah bin Amr bin “Ash r.a. Beliau berkata:
“Suatu saat kami berada di sekeliling Rasulullah Saw. ketika membahas masalah
fitnah. Beliau bersabda:
Artinya: “(Masa itu akan datang) jika
kalian telah melihat manusia mengumbar janji, meremehkan kepercayaan dan sudah
seperti ini (beliau menjalin kedua tangannya). Abdullah bertanya, “Apa yang
harus kuperbuat di masa itu?” Beliau menjawab, ‘Teteplah tinggal di rumah,
kendalikan pembicaraanmu, ambil apa yang telah kau ketahui sisi baiknya dan
tinggalkan apa yang kau ingkari. Hendaklah kamu mengurus yang khusus (diri
sendiri) dan meninggalkan urusan orang lain.”
Dalam hadis lain
diterangkan bahwa beliau bersabda:
Artinya: “Masa tersebut adalah
hari-hari yang penuh pertikaiat Ada yang bertanya, “Apakah yang dimaksud
dengan hari-har! pertikaian?” Beliau bersabda:, “Yaitu hari ketika seseorang
tidak merasa aman dari teman duduknya.”
Ibnu Mas’ud menerangkan
bahwa dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Al-Harits bin ‘Umairah beliau
Saw. Bersabda:
Artinya: “Jika kamu dianugerahi umur panjang, maka
akan datang padamu masa yang ketika itu benyak tukang pidato tapi sedikit yang
berilmu, banyak orang yang meminta tapi sedikit yang memberi. Dan pada saat
itu hawa nafsu menjadi penarik dalam menuntut ilmu.”
Al-Harits
bertanya: “Kapan itu terjadi ya Rasulullah?
Beliau bersabda:
Artinya:
“Nanti ketika salat berjamaah telah dimatikan (ditinggalkan), (uang) suap
telah diterima dan agama dijual dengan harga murah. Kalau sudah begitu maka
carilah keselamatan. Kasihan kamu! Carilah keselamatan.”
Semua yang
disebut dalam hadis ini sudah Anda lihat dengan mata kepala pada zaman di mana
Anda hidup. Karena itu, kasihanilah diri Anda.
Para
salafash-shaalih telah sepakat untuk memelihara diri dari zaman mereka yang
penuh fitnah dan orang-orang yang hidup di zaman itu, memilih nengasingkan
diri, menganjurkannya dan saling mengingatkan tentang (zaman) itu.
Tak
diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih waspada dan pemberi
nasehat. Dan lagi masa setelah mereka tidak akan menjadi lebih baik dari
sebelumnya bahkan lebih buruk dan lebih pahit.
Pendapat ini kuambil
dari apa yang dikatakan oleh Yusuf Al. Ashbath. Beliau berkata: “Aku mendebgar
bahwa Sufyan Ats. Tsauri mengatakan: ‘Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia,
Telah dihalalkan ‘uzlah (menyendiri) di masa sekarang ini.”
Menurutku
jika ‘uzlah telah dihalalkan di zaman beliau, maka di zaman kita sekarang ini
tentu telah menjadi suatu kewajiban. Diceritakan dari Sufyan Ats-Tsauri juga
bahwa beliau menulis surat kepada Abbad Al-Khawash rahimahullah: “Amma ba’du.
Sesungguhnya kamu (hidup) di suatu zaman yang diminta oleh para sahabat
Rasulullah agar mereka tidak mengalaminya. Menurutku mereka memiliki
pengetahuan yang tidak kita miliki. Lalu bagaimana dengan kita jika harus
mengalaminya, sementara pengetahuan, kesabaran dan orang yang menolong
kebaikan kita hanya sedikit. Dunia kita semakin keruh dan manusia semakin
rusak. Dan sesungguhnya sahabat Umar Al-Khaththab telah mengatakan bahwa
‘uzlah membuat kita merasa nyaman danjauh dari pergaulan buruk.’ ”
Dalam
hal ini ada penyair yang mengatakan:
Masa sekarang adalah masa yang
kita semua telah diingatkan darinya dalam ucapan Ka’ab dan Ibnu mas’ud, suatu
masa yang pada saat itu seluruh kebenaran ditolak sedangkan kezaliman dan
perampasan hak tak lagi ditolak.
Saat itu kebutaan dan ketulian
bercampur menjadi satu.
Iblis naik dan turun.
Jika masa
ini terus berlanjut dan tidak berganti dengan masa yang baru, niscaya tidak
ada orang menangis saat ada kematian dan bahagia saat ada kelahiran.
Aku
mendengar berita bahwa Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Aku berkata kepada Sufyan
Ats-Tsauri, “Berilah aku wasiat!” Beliau menjawab, “Kurangi mengenal manusia!
Aku berkata, ‘Semoga Allah memberikan rahmat padamu. Bukankah Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
Artinya: “Perbanyaklah mengenal manusia.”
Karena
setiap orang yang beriman itu berhak memiliki syafaat?” Sufyan menjawab,
“Tidak. Kukira kamu tidak tahu benar bahwa apa yang kamu benci tak lain
berasal dari orang yang kamu kenal. Aku berkata, Apa yang Anda katakan memang
benar.”
Kemudian beliau (Sufyan) wafat dan aku bertemu dengannya
dalam mimpi dan menanyakan berbagai masalah. Kemudian aku bertanya: “Wahai Abu
Abdillah! Berilah aku wasiat! Beliau menjawab, Kurangi mengenal manusia
semampu mungkin karena menyelamatkan diri dari mereka teramat sulit.”
Ada
ulama yang menggubah syair bernada sama dengan isi hadis di atas:
Semenjak
kepalaku beruban tiada hentinya aku menyelidiki masyarakat dan ingin mencari
tahu tentang mereka.
Ternyata aku tidak mengenal mereka selain
kemudian mencela.
Semoga Allah membalas dengan kebaikan kepada
orang yang tidak kukenal.
Aku tidak memiliki dosa yang paling
kubenci selain karena aku mencintai orang yang tidak mau sadar.”
Sufyan
bin ‘Uyainah berkata: “Ada yang mengatakan bahwa Sufyan Ats-Tsauri menulis
seperti di bawah ini di atas pintu rumahnya:
Artinya: “Semoga Allah
membalas dengan kebaikan kepada orangorang yang tidak mengenalku dan tidak
membalas dengan itu kepada teman-temanku, karena belum pernah disakiti kecuali
oleh mereka.”
Para ulama melantunkan syair yang senada dengan
ucapan Sufyan Ats-Tsauri sebagai berikut:
Semoga Allah membalas
dengan kebaikan kepada orang-orang yang antara aku dengannya tidak ada
hubungan cinta dan saling kenal mengenal, karena aku belum pernah merasa susah
dan sakit hati kecuali kecuali karena orang yang kucintai dan orang yang
kukenal.
Fudhail bin Iyadh berkata: “Sekaranglah saatnya. Pelihara
lisanmu, sembunyikan tempat tinggalmu, obati hatimu, ambil apa yang kau
ketahui baik dan tinggalkan apa yang kau ingkari (belum diketahui
kebaikannya).”
Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Sekarang ini masanya
untuk diam, tinggal di dalam rumah dan rela dengan makanan seadanya sampai
kamu mati.”
Diceritakan dari Dawud Ath-Thaai. Beliau berkata:
“Puasalah sejak di dunia dan jadikan akhirat sebagai saat berbuka. Larilah
dari manusia seperti saat kamu lari dari singa.”
Diceritakan dari
Abu ‘Ubaidah. Beliau berkata: “Aku sama sekali belum pernah melihat ahli
hikmah selain ia bekata kepadaku sesaat setelah menyudahi pembicaraannya, Jika
kamu lebih suka tidak dikenal di tengah masyarakat, maka kamu akan mendapat
tempat di sisi Allah.”
Hadis yang membicarakan masalah ini teramat
banyak sehingga tidak bisa termuat seluruhnya di dalam kitab ini. Kami telah
menyusun sebuah kitab tersendiri yang kami namakan dengan kitab “Al-Akhlaaq
Al-Abraar wan-Najaat minal Asyraar.” Pelajarilah kitab tersebut niscaya Anda
akan menemukan berbagai keajaiban di dalamnya.
Orang berakal cukup
dengan diberi isyarat. Allah-lah yang menguasai taufik dengan petunjuk dan
anugerah-Nya.
Kedua, mereka (masyarakat) dapat merusak ibadah yang
sudah Anda kerjakan jika tidak dipelihara oleh Allah, karena apa yang
diperlihatkan kepada mereka termasuk ajakan riya dan menghias diri.
Benarlah
apa yang dikatakan Yahya bin Mw’adz Ar-Raazi: “Pandangan manusia adalah
hamparan riya.”
Orang yang berzuhud benar-benar takut terhadap diri
mereka dari arti semacam ini sehingga mereka meninggalkan pertemuan dan saling
berkunjung.
Diceritakan dari Harim Bin Hayan bahwa beliau berkata
pada Uwais Al-Qarani: “Hai Uwais! Sambunglah persaudaraan padaku dengan
kunjungan dan pertemuan. Uwais menjawab: “ Aku telah menyambung persaudaraan
padamu dengan sesuatu yang lebih bermanfaat ketimbang keduanya, yakni doa
dalam keadaan sunyi dan menyendiri, karena sesungguhnya kunjungan dan
pertemuan hanya akan menampakkan hiasan dan riya.”
Saat Ibrahim bin
Adham mengadakan kunjungan, Sulaiman Al-Khawash ditanya: “Apakah Anda tidak
datang kepada beliau?” Sulaiman menjawab: “Sungguh, seandainya aku bertemu
setan durhaka, maka hal itu lebih aku sukai daripada bertemu dengannya.”
Orang-orang
tidak mempercayai hal itu, lalu Sulaiman berkata: “Aku takut kalau saat
bertemu beliau aku menghias (mempermanis) untuknya, dan saat bertemu setan aku
bisa mencegahnya.”
Guruku Abu Bakr Al-Warraq pernah bertemu seorang
arif, lalu keduanya saling mengingatkan dalam waktu cukup lama. Di akhir
perbincangan mereka berdoa. Guruku berkata kepada orang arif tersebut: “Aku
tidak mengira bisa duduk di dalam suatu majlis yang lebih kuharap kebaikannya
dari majlis ini.” Lalu orang arif tersebut berkata pada beliau: “Akan tetapi
aku tidak duduk dalam suatu majlis yang lebih kutakutkan dari majlis ini.
Bukankah Anda sengaja membaik-baikkan pembicaraan dan pengetahuan lalu
mengutarakanya padaku dan memperlihatkannya untukku? Aku pun demikian juga.
Jadi sebenarnya telah terjadi perbuatan riya.” Lalu guruku menangis dalam
waktu cukup lama dan kemudian pingsan. Setelah siuman beliau membuat
perumpamaan dengan syair-syair berikut ini:
Alangkah celakanya
diriku karena tempat berdiri yang tidak lebih mengkhawatirkan dari pada saat
Dzat yang Bijaksana mengadili.
Aku memperlihatkan kedurhakaanku
kepada Allah, sementara selain Dia tiada yang menyayangiku.
Wahai
Tuhanku! Berikan ampunan-Mu atas orang-orang yang berdosa dan yang berlebihan.
Ingatlah bahwa ia telah menyesal, dan berdoa saat malam telah menjadi
gelap:
‘Ah dosaku, dosa yang ditutupi oleh Tuhan yang Maha
mengetahui.
Demikian ini keadaan orang yang ahli zuhud dan riyadhah
dalam perjumpaan mereka. Lalu bagaimana keadaan orang-orang yang menyukai
dunia dan ahli berbuat bathil, atau ahli berbuat buruk dan orang-orang
bodoh?
Ketahuilah bahwa zaman telah menjadi sangat rusak, dan
manusia mengalami banyak bahaya karena mereka sibuk dan melupakan ibadah
kepada Allah, sampai-sampai Anda hampir tidak bisa melakukan ibadah. Lalu
mereka merusak apa yang telah Anda dapatkan sehingga hampir saja ibadah yang
Anda lakukan tidak selamat.
Karena itulah Anda harus ber’uzlah,
menyendiri dari orang banyak dan memohon perlindungan kepada Allah dari
keburukan zaman ini beserta seluruh penghuninya.
Allah-lah yang
memelihara dengan anugerah dan rahmatNya.
Jika ditanyakan:
“Bagaimana hukumnya ‘uzlah dan menyendiri? Terangkanlah tingkatan-tingkatan
manusia dalam hal ini dan batasan yang wajib di dalamnya.”
Ketahuilah
bahwa dalam hal ini manusia ada dua macam. Pertama, orang yang tidak
dibutuhkan oleh masayarakat dalam masalah ilmu dan keterangan tentang hukum.
Yang terbaik bagi orang semacam ini adalah menyendiri. Jadi, ia tidak bergaul
(berbaur) dengan mereka kecuali untuk salat Jum’at, berjamaah, salat Id, haji,
majlis pengetahuan tentang sunat-sunat, atay kebutuhan hidup yang sudah
menjadi kewajibannya. Kalau bukan untuk hal semacam ini sebaiknya ia menutup
diri dan tetap menjadi orang yang tidak mengenal dan tidak dikenal.
Namun
jika orang semacam ini lebih suka memutuskan hubungan dengan masyarakat, maka
hendaklah ia tidak pernah mencampuri mereka dalam urusan apapun, baik dalam
urusan agama, dunia, salat jamaah, salat Jum’at atau ibadah selain keduanya,
karena adanya kebaikan yang terlihat dalam hal ini. Sebab ia hanya boleh
meninggalkan jamaah dan lain-lain karena satu dari dua hal Yaitu adakalanya
karena ia berada di suatu tempat yang di situ ia tidak berkewajiban melakukan
hal-hal fardu (misalnya salat Jum’at dan berjamaah) seperti berada di puncak
gunung, di dasar lembah dan lain sebagainya. Mungkin inilah salah satu alasan
yang menarik para ahli ibadah ke tempat-tempat yang jauh dari masayarakat.
Adakalanya
karena ia benar-benar merasa yakin bahwa bahaya yang ditemui bila bercampur
dengan masyarakat saat melakukan hal-hal fardu ini lebih besar daripada
meninggalkannya. Saat itulah ia memiliki alasan untuk meninggalkannya.
Aku
benar-benar melihat di Mekkah ada seorang guru yang menyendiri. Ia tidak
mendatangi Masjidil Haram untuk berjamaah meski tempat tinggal beliau
berdekatan dan tidak dalam keadaan sakit.
Pada suatu hari aku
memperbincangkan hal itu ketika sering mengunjungi beliau. Beliau mengemukakan
alasan seperti yang kuterangkan di atas, yakni pahala yang beliau dapatkan
tidak sesuai dengan dosa-dosa dan tuntutan saat pergi ke masjid dan bertemu
dengan masyarakat.
Kesimpulannya adalah orang yang memiliki uzur
tidak bisa dicela, sedangkan Allah Maha Tahu dengan uzur tersebut. Dan Dia
adalah Dzat yang lebih mengetahui isi hati.
Namun jalan tengah
dalam masalah ini adalah cara pertama, yaitu hendaknya ia bergabung dengan
masyarakat dalam melakukan salat Jum’at, berjamaah, dan berbagai kebaikan
serta memisahkan diri dari mereka dalam hal selain itu.
Jika ia
lebih senang memilih jalan kedua, yakni memutuskan diri dari masyarakat secara
total, maka cara yang harus ditempuh adalah pergi ke tempat yang di sana ia
tidak dihadapkan pada fardu-fardu ini. Sebab jalan ketiga yakni bersatu dengan
masyarakat di satu kota dan tidak menghadiri salat Jum’at dan berjamaah karena
alasan dosa atau tuntutan-tuntutan untuknya, membutuhkan pemikiran mendalam
dan pertimbangan yang matang sehingga kewajiban itu gugur baginya. Dalam hal
ini kekhawatiran melakukan kesalahan masih ada. Jadi, dua hal yang pertama itu
lebih menyelamatkan dan memelihara dirinya.
Hanya Allah yang
menguasai petunjuk dengan anugerahNya.
Kedua orang yang menjadi
panutan di bidang ilmu pengetahuan, masyarakat membutuhkannya untuk
menerangkan masalah agama, menjelaskan kebenaran, menolak pembuat bid’ah,
mengajak berbuat baik dengan menggunakan perbuatan ataupun ucapan dan
sebagainya.
Orang semacam ini tidak dibenarkan mengasingkan diri
dari masyarakat, bahkan ia harus menempatkan diri di tengah-tengah mereka
sebagai pemberi nasehat kepada makhluk Allah, pembela agama dan pemberi
penerangan tentang hukum-hukum Allah.
Kami telah meriwayatkan dari
Rasulullah Saw. Beliau bersabda:
Artinya: “Ketika
perbuatan-perbuatan bid’ah telah nampak dan orang yang alim berdiam diri, maka
ia berhak menerima laknat dari Allah.”
Ini terjadi bila orang alim
tersebut berada di tengah-tengah mereka. Dan bila ia keluar dari kalangan
mereka, maka ia pun tidak dibenarkan mengasingkan diri.
Diceritakan
bahwa Al-Ustadz Abu Bakr bin Faurak bermaksud menyendiri dan beribadah kepada
Allah seraya menjauh dari masyarakat.
Suatu ketika beliau berada di
salah satu gunung saat mendengar suara yang memanggil: “Hai Abu Bakr! Ketika
kamu telah menjadi bagian dari hujjah (pemberi keterangan) Allah kepada
makhluk-Nya, maka kamu meninggalkan hamba-hamba Allah.” Lalu beliau kembali
(ke masyarakat). Dan karena itulah beliau bergaul dengan masyarakat.
Makmun
bin Ahmad mengatakan kepadaku bahwa Al-Ustadz Abu Ishag berkata kepada
orang-orang ahli ibadah di gunung Lebanon: “Wahai para pemakan rumput! Kenapa
kalian meninggalkan umat Muhammad di tengah-tengah para pembuat bid ah,
sementara di sini kalian sibuk makan rumput?” Mereka manjawab: “Kami tidak
mampu menemani masyarakat. Karena Allah telah memberi Anda kekuatan, maka
Andalah yang harus melakukan itu.”
Setelah kejadian itu, Beliau
(Abu Ishag) menyusun salah satu kitabnya (yang berjudul) Al-Jaami’ lil Jaliy
wal khafty (kitab yang mengumpulkan antara hal yang terang dan hal samar).
Orang-orang
(di gunung Lebanon) ini di samping memiliki banyak ilmu juga memiliki banyak
amal dan pandangan yang lembut dalam meniti jalan akhirat.
Ketahuilah
bahwa orang yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam bidang agama seperti ini,
untuk bergaul dengan mereka, ia membutuhkan dua hal yang amat sulit:
Kesabaran yang amat lama, santun yang agung dan pandangan lembut serta
selamanya memohon pertolongan kepada Allah.
Dalam beribadah hendaknya ia menyendiri dari mereka, meskipun secara lahir
berkumpul. Bila mereka mengajaknya berbincang-bincang, maka ia pun berbicara
pada mereka. Jika meraka berkunjung, maka ia harus memuliakannya sesuai
kedudukan dan kesyukuran mereka. Jika mereka diam dan berpaling darinya, ia
harus mengambil keuntungan perbuatan itu dari mereka. Jika mereka berbuat
benar dan baik, maka ia harus membantu. Jika mereka berbuat sesuatu yang tak
berguna dan berbuat buruk, ia harus meninggalkan mereka, bahkan jika ada
kemungkinan mereka menerima larangan dan pencegahan, ia harus mencegah dan
melarang. Kemudian ia juga harus memenuhi hak-hak mereka seperti berkunjung,
menengok orang sakit, dan memenuhi undangan yang di sampaikan padanya semampu
mungkin, tidak meminta balasan yang setimpal dari mereka dan mengharapnya. Ia
tidak menampakkan kekecewaan karena tidak mendapat imbalan. Ia menggelar
pemberian untuk mereka dan menahan diri tidak menerima bila diberi. Ia harus
menahan diri dari hal menyakitkan yang mereka lakukan, memperlihatkan
kebahagiaan, memenuhi sendiri kebutuhanya dan mengusahakanya secara lahir
batin.
Di samping semua itu ia juga perlu memperhatikan diri
sendiri dan memberinya kesempatan beribadah secara khusus seperti yang
dikatakan oleh Umar bin Al-Khaththabr.a.: “Jika aku tidur di malam hari tentu
aku telah menyia-nyiakan diriku. Dan bila aku tidur di siang hari tentu aku
menyia-nyiakan rakyat. Bagaimana aku harus tidur di antara keduanya?”
Berkenaan
dengan artian yang semacam ini aku disodori beberapa bait syair sebagai
berikut:
Jika kamu merasa senang berada di bawah petunjuk para
imam, maka tempatkanlah dirimu di jalan yang mengantarmu pada berbagai
kenyataan dengan hati yang tenang saat menghadapi hal-hal yang tidak disenangi
disertai hati yang penuh kesabaran sebagai pencegah di dalam dada.
Lidahmu
harus terjaga, pandanganmu terkendali, rahasiamu tersimpan hanya untuk Tuhan,
dzikirmu tersembunyi, pintumu terkunci, bibirmu tersenyum, perutmu lapar,
hatimu terluka, (dagangan) pasarmu tidak laku, keutamaanmu terpendam dan
kekurangan (cacat)mu menyebar luas.
Setiap hari kamu mereguk
kedukaan dari waktu dan saudara sementara hati tetap taat.
Siang
hari kamu habiskan untuk sibuk mengurusi masyarkat tanpa imbalan.
Di
waktu malam kamu sangat merindukan Tuhan tanpa ada yang tahu.
Untukmu
malam ini. Ambillah sebagai sarana menyelamatkan diripada hari yang banyak
orang bermuka masam dan sedikit yang mau menolong.
Memang benar.
Secara lahir beliau berkumpul dengan masyarakat tapi hatinya tetapjauh dari
mereka. Dan sumpah demi umurku. Hal itu adalah sesuatu yang teramat sulit dan
kehidupan yang amat berat.
Dalam masalah ini guruku Abu Bakr
Al-Warraq mengatakan dalam wasiat beliau: “Wahai anakku! Hiduplah kamu bersama
orang yang hidup di zamanmu dan jangan mengikuti mereka.” Kemudian beliau
berkata: “Betapa beratnya kehidupan ini. Berkumpul dengan orang-orang yang
masih bernafas tapi mengikuti (perbuatan) orang-orang yang telah tiada
(mati).”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. Beliau berkata:
“Bergabunglah dengan masyarakat. Tinggalkan mereka dengan menghadapkan hati
kepada Allah. Danjangan melukai agamamu.”
Semua ini merupakan
faedah yang sangat memuaskan.
Selanjutnya bila fitnah sudah
bergejolak, susul menyusul satu sama lain, urusan agama terhalang (tidak
terurus), masyarakat berpaling dari agama dan tidak mempedulikan hak-hak orang
mukmin. Mereka tidak mencari orang yang alim, tidak memandang orang yang
memberi faedah, dan urusan agama sama sekali tidak memberi manfaat pada
mereka. Anda juga melihat fitnah yang sudah merata dan merembet kepada
orang-orang khusus. Maka saat itulah orang yang alim memiliki alasan untuk
ber’uzlah, menyendiri dan mengubur ilmunya. Dan aku takut kalau apa yang
beliau katakan adalah zaman yang sulit sekarang ini.
Hanya Allah
tempat memohon pertolongan. Dan kepada-Nya kita berserah diri.
Inilah
hukum ‘uzlah dan mengasingkan diri dari masyarakat. Pahamilah dengan benar,
karena kesalahan dalam hal ini adalah suatu masalah besar dan bahayanya juga
tidak sedikit.
Jika dikatakan: “Bukankah Nabi Saw. telah
bersabda:
Artinya: “Hendaklah kalian senantiasa berjamaah karena
pertolongan Allah diberikan kepada jamaah. Dan setan, bagi manusia bagaikan
serigala. Ia akan memakan kambing yang memencilkan diri dari
teman-temannya.”
Beliau juga bersabda:
Artinya:
“Sesungguhnya setan itu mendampingi orang yang menyendiri dan lebih menjauh
dari dua orang (yang bersatu).”
Ketahuilah bahwa hadis semacam ini
memang ada. Tapi ada juga hadis yang seperti di bawah ini:
Artinya:
“Tetaplah tinggal di rumahmu, mengurus diri sendiri secara khusus dan
tinggalkan urusan umum.”
Kemudian beliau memerintahkan ‘uzlah di
zaman yang buruk. Dan tidak mungkin ada hadis Nabi yang bertentangan. Oleh
karena itu, mau tidak mau kita harus menyatukan dua kebaikan dengan daya dan
taufik-Nya.
Aku berpendapat bahwa sabda Nabi Saw.: “Tetaplah
berjamaah” memiliki tiga kemungkinan:
Yang dimaksud dengan kata “berkumpul” dalam hadis tersebut adalah “berkumpul
dalam urusan agama dan hukum”, karena tidak mungkin umat ini disuruh bersatu
(berkumpul) dalam kesesatan. Jadi, menyimpang dari kesepakatan ulama dan
menghukumi sesuatu menggunakan cara yang berbeda dengan apa yang menjadi
pegangan jumhur ulama adalah perbuatan bathil dan sesat.
Sedangkan
bila ia mengasingkan diri dari mereka untuk kebaikan agamanya, maka hal itu
tidak berpengaruh apa-apa.
Maksud hadis tersebut adalah: Tetaplah berjamaah dengan cara tidak memisahkan
diri dari mereka pada waktu salat Jum’at dan berjamaah, karena di dalamnya
terdapat kekuatan agama, kesempurnaan Islam, serta (memancing) kemarahan
orang-orang kafir dan orang-orang yang menyimpang dari agama. Jamaah semacam
ini tidak pernah lepas dari berkah dan perhatian Allah dengan rahmat-Nya. Oleh
karena itu, kami berpendapat bahwa orang yang menyendiri adalah orang yang
bergabung dengan masyarakat secara luas dalam hal kebaikan serta menjauhi
mereka dalam pergaulan dan berdesak-desakan di bidang lain, karena di dalamnya
terdapat bermacam kerusakan.
Hadis tersebut dilontarkan oleh beliau
sebelum zaman fitnah kepada orang yang lemah di bidang agama. Adapun orang
yang waspada dan berpegang kuat pada perintah Allah, saat melihat zaman fitnah
seperti yang telah diperingatkan oleh beliau kepada seluruh umat dan
memerintahkan mereka agar ber’uzlah pada masa itu tentu baginya yang terbaik
adalah ‘uzlah. Sebab dari pergaulan akan muncul berbagai kerusakan dan bahaya.
Dan alangkah baiknya bila ia tidak memutuskan diri dari perkumpulan Islam dan
kebaikan-kebaikan secara umum. Dan bila ia ingin menyendiri dari masyarakat
secara total, hendaklah ia menetap di puncak gunung atau di tengah gurun pasir
demi kebaikan yang ja lihat dalam urusan agamanya.
Menurut
pendapatku orang semacam ini di manapun berada tentu diberi kesempatan oleh
Allah untuk mendatangi jamaahjamaah, salat-salat Jum’at dan
pertemuan-pertemuan Islami yang lain.
Oleh karena itu, sebaiknya ia
datang agar tidak kehilangan bagian dari semua itu, karena pertemuan-pertemuan
tersebut memiliki tempat tersendiri di sisi Allah walaupun manusia kebanyakan
telah berubah dan menjadi rusak.
Begitulah yang kudengar dari para
Wali Abdal. Mereka selalu menghadiri pertemuan-pertemuan yang Islami di
manapun pertemuan itu berada. Mereka berjalan dari satu tempat menurut
kehendak mereka, karena bumi ini bagi mereka bagaikan satu telapak kaki
(selangkah).
Dalam banyak hadis diterangkan bahwa bumi ini terlipat
bagi mereka. Mereka saling memberi penghormatan. Mereka juga dikelilingi
dengan bermacam kebaikan dan karamah (kemuliaan). Alangkah enaknya apa yang
mereka dapatkan.
Semoga Allah memperbagus kesabaran orang lalai
yang tiada melihat dirinya serta menolong orang yang mencari dan belum sampai
ke tempat tujuan seperti kita ini.
Sungguh aku telah disodori
beberapa bait syair yang menerangkan keadaanku sebagai berikut:
Orang-orang
yang mencari telah berhasil mendapatkan apa yang mereka cari. Orang-orang yang
ingin “wushul” (mencapai derajat di sisi Allah) sudah bisa wushul.
Dan
para kekasih telah beruntung bisa bertemu dengan kekasihmya.
Tinggal
aku sendiri yang bingung ke sana ke mari di antara batas “wushul” (sampai
kepada Allah) dan “ijtinab” (menjauh dari-Nya).
Aku mengharap
kedekatan dengan menjauhkan diri.
Ini adalah suatu hal yang menurut
akal sehat tak mungkin terjadi.
Karena itu berilah seteguk minuman
penghilang kegelisahan dari sisi-Mu ya Allah.
Tunjukkanlah keadaku
jalan menuju kebanaran, wahai Pengobat segala yang sakit, wahai Dzat yang
menyembuhkan luka dan Penyembuh penyakit penyakit kronis.
Aku tak
tahu dengan apa kusembuhkan lukaku atau dengan apa kuraih keberuntungan di
hari perhitungan.
Hendaknya sekarang kuhentikan keterangan ini dan
kembali ke tujuan semula tentang ‘uzlah, karena saat ini aku telah benar benar
keluar dari pokok bahasan kitab ini.
Jika ada yang mengatakan:
“Bukankah Nabi Saw. telah bersabda:
Artinya: “Ketekunan ibadah
umatku adalah duduk di masjid.” Bukankah di dalamnya ada larangan
menyendiri?”
Ketahuilah bahwa hadis tersebut tidak dilontarkan di masa banyak fitnah
seperti yang telah kami terangkan. Selain itu orang tersebut duduk di dalam
masjid dan tidak mencampuri urusan mereka sehingga bila dilihat, dirinya
bersama masyarakat tapi sebenarnya ia menyendiri dan jauh dari mereka.
Itulah
makna yang terkandung di dalam ‘uzlah dan menyendiri yang telah kuterangkan,
bukan menyendiri dengan tubuh dan tempat. Perhatikan hal ini. Semoga Allah
memberimu rahmat.
Dalam hal ini Ibrahim bin Adham berkata: “Jadilah
orang yang menyendiri di tengah masyarakat. Bersikaplah yang jinak pada
Tuhanmu dan liarlah pada orang banyak (masyarakat).”
Jika
ditanyakan: “Apa yang Anda katakan tentang tempattempat pendidikan para ulama
akhirat, pondok-pondok para sufi yang mennempuh jalan akhirat dan bagaimana
jika tinggal di dalamnya?”
Ketahuilah bahwa dalam hal ini, itulah
cara paling mulia bagi ahli ilmu dan para mujtahid, karena dengan tinggal di
dalamnya ja akan memperoleh dua faedah yang salah satunya adalah mengasingkan
diri dari masyarakat, menyendiri dari pergaulan mereka, dan tidak ikut berebut
di dalam urusan mereka.
Faedah kedua yaitu bisa bersama-sama dengan
mereka dalam melakukan salat-salat Jum’at, salat berjamaah, dan memperbanyak
syiar Islam. Dengan cara itu ia bisa memperoleh keselamatan yang didapat oleh
orang-orang yang menyendiri. Dan juga memperoleh banyak kebaikan yang
diberikan kepada masyarakat Islam pada umumnya, di samping keuntungan yang
datang dari masyarakat seperti ketokohan (menjadi panutan), berkah dan
nasehat. Dengan begitu tinggal di dalam pondok merupakan jalan tengah,
keadaannya paling baik dan paling selamat.
Untuk mendapatkan yang
seperti ini kebanyakan orang yang ‘arif tinggal di tengah masyarakat untuk
memberikan kemanfaatan yang mereka miliki kepada hamba-hamba Allah di bidang
agama, serta menekan tindakan yang menyakitkan mereka agar masyarakat melihat
langsung budi pekerti dan tingkah laku mereka. Agar masyarakat bisa secara
langsung mengikuti langkah mereka. Karena bahasa tindakan lebih mengena
(fasih) ketimbang bahasa ucapan. Dengan begitu tempat-tempat tersebut bisa
menjadi tempat penataan terbaik di bidang agama. Bisa menjadi tempat
pengajian, beribadah dan tempat mencari pendapatpendapat yang kuat.
Jika
dikatakan: “Apa yang harus dilakukan oleh seorang murid terhadap para mujtahid
dan orang-orang yang berriyadhah? Berkawan dengan mereka ataukah menjauhi?”
Ketahuilah!
Jika mereka masih menjalani cara hidup (mereka) yang mulia dan langkah mereka
juga masih seperti yang mereka warisi dari para ulama pendahulu, maka mereka
adalah saudara seiman yang paling agung, sahabat dan penolong untuk beribadah
kepada Allah. Karena itu, Anda tidak boleh bersembunyi dan menyendiri dari
mereka. Sebab seperti yang kudengar, mereka sama saja dengan ahli-ahli zuhud
di gunung Lebanon dan lain sebagainya. Di antara mereka ada sekelompok orang
yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Saling berwasiat
dengan kebenaran dan kesabaran.
Akan tetapi bila mereka telah
mengubah langkah dan meninggalkan cara-cara hidup mereka, tidak mengikuti
langkah langkah yang diwarisi dari para pendahulu mereka yang salehsaleh, maka
mujtahid dan orang yang berriyadhah seperti ini, hidup bersama mereka hukumnya
sama saja dengan hidup bersama orang lain (masyarakat umum). Yakni tetap harus
mengasingkan diri, bergabung dengan mercka dalam urusan kebaikan dan menjauhi
mereka dalam urusan lain serta kerusakan yang mereka timbulkan. Maka ia pun
ber’uzlah (mengasingkan diri) dari orangorang yang ber’uzlah dan menyendiri,
jauh dari orang-orang yang menyendiri.
Jika Anda bertanya:
“Bagaimana kalau orang yang bersungguh-sungguh dan berriyadhah ini memilih
keluar dari lingkungan mereka, pergi ke tempat lain yang dirasanya bisa
mendatangkan kebaikan dirinya dan untuk menjauhi kerusakan yang timbul dari
pergaulan bersama mereka.”
Ketahuilah bahwa tempat-tempat belajar
dan pondok-pondok (para sufi) ini bagaikan benteng kuat yang akan membuat para
mujthid terpelihara dari perampok dan pencuri agama. Adapun di luar lingkungan
pondok baginya seperti gurun tempat berkeliling pasukan-pasukan setan berkuda
dan siap menyambar serta menawannya.
Lalu bagaimana jika ia keluar
dari pondok dan memberi kesempatan kepada musuh yang datang dari segala arah
dengan bebas? Dalam keadaan seperi itu tak ada jalan lain bagi orang yang
lemah seperti ini selain tetap tinggal di dalam benteng.
Sedangkan
orang yang kuat dan waspada, yang tidak dapat dikalahkan oleh musuh dan
merasakan kesamaan antara tinggal di dalam benteng dan di gurun, maka
seandainya ia keluar tentu tidak perlu dikhawatirkan. Hanya saja bila tetap
tinggal di dalam benteng, maka ia pun harus lebih berhati-hati dalam segala
keadaan, sebab di luar benteng ia tidak akan merasa aman dari gangguan yang
datang dengan tiba-tiba dan berkesempatan tinggal bersama kawan-kawan
buruk.
Bila keadaaannya seperti ini, maka tinggal bersama
orangorang pilihan Allah dan sabar menjalani payahnya pergaulan tentu lebih
utama bagi orang yang berriyadhah dan berusaha mencari kebaikan walau dalam
keadaan apapun.
Sedangkan orang telah kuat dan mencapai derajat
istiqamah tidak memiliki alasan yang bisa mencegahnya untuk menyendiri dari
mereka.
Pahami keterangan ini dan renungkanlah! Niscaya Anda
beruntung dan memperoleh keselamatan.
Jika ada pertanyaan:
“Bagaimana pendapat Anda tentang berkunjung pada saudara-saudara seiman dan
bertemu dengan para sahabat untuk saling mengingatkan?”
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya berkunjung pada saudarasaudara seiman termasuk mutiara
ibadah kepada Allah Swt. Di dalamnya terdapat pendekatan yang mulia kepada
Allah dan bermacam faedah di samping kebaikan hati, tapi dengan dua Syarat:
Kunjungan itu tidak terlalu sering dilakukan. Nabi Saw. bersabda:
Artinya:
“Bekunjunglah dengan selang waktu, niscaya kecintaaan kepadamu akan
bertambah.”
Memelihara hak-hak berkunjung dengan cara menjauhi riya, mempermanis ucapan,
kata-kata yang tak berguna, menggunjing dan sebagainya yang akan menjerumuskan
Anda dan sanak famili ke dalam kerusakan.
Dikisahkan bahwa Fudhail
bin Iyadh dan Sufyan saling mengingatkan. Setelah itu keduanya menangis. Lalu
Sufyar berkata: “Wahai Abu “Ali! Aku berharap kita tidak berkumpul dalam suatu
majlis yang lebih kuharapkan kebaikannya dari majlis ini.” Lalu Fudhail
menjawab: “Aku belum pernah duduk dalam suatu majlis yang lebih kutakutkan
daripada majlis ini.” Sufya” bertanya: “Kenapa bisa begitu wahai Abu ‘ Ali?”
Fudhail menjawab: “Bukankah Anda telah merancang perkataan yang terbaik dan
membicarakannya kepadaku? Aku juga merancang pembicaraan yang terbaik dan
mengutarakannya pada Anda Anda mempermanis mulut padaku dan aku pun
mempermanis mulut untuk Anda.” Kemudian Sufyan-pun menangis.
Hendaklah
pertemuan Anda dengan saudara-saudara seagama tersebut secukupnya Saja,
dilakukan dengan hati-hati dan pemikiran yang mendalam sehingga hal itu tidak
merusak ‘uzlah dan pengucilan diri Anda dari masyarakat. Dan Anda tidak
kembali dengan membawa bahaya serta kerusakan, tapi membawa banyak kebaikan
dan manfaat yang besar.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Jika
Anda bertanya: “Apa yang bisa membangkitkan diriku untuk ber’uzlah dan dengan
mudah bisa melaksanakannya?”
Ketahuilah bahwa yang mempermudah Anda
untuk melaksanakannya ada tiga hal:
Pertama, menghabiskan seluruh
waktu yang Anda miliki untuk beribadah. Karena di dalam ibadah tersebut
terdapat suatu kesibukan, sementara beramah tamah dengan masyarakat termasuk
tanda-tanda kebangkrutan.
Bila diri Anda terlihat ingin bertemu
dengan masyarakat dan berbicara dengan mereka tanpa suatu kebutuhan dan tidak
ada sesuatu yang mamaksa, maka ketahuilah bahwa itu termasuk fudhuul (sesuatu
yang tidak bermanfaat) yang muncul karena terdorong oleh waktu yang kosong dan
terlalu kagum saat mendapat kenikmatan.
Betapa indahnya syair
tentang artian semacam ini:
Waktu kosong menuntunku pada
keselamatan-Mu
Kadang-kadang orang yang menganggur berbuat sesuuatu
yang tak berguna.
Bila Anda telah menjalani ibadah sebagaimana
mestinya niscaya Anda merasakan manisnya bermunajat, merasa tenteram dengan
kitab Allah, melupakan masyarakat dan tidak merasa nyaman berkawan serta
berbicara dengan mereka.
Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa pada
saat Nabi Musa a.s. kembali dari bermunajat (kepada Allah), beliau menjadi
gelisah dan tidak merasa nyaman bila harus berkumpul dengan masyarakat. Beliau
memasukkan duajari tangan ke dalam telinga supaya tidak mendengar perkataan
mereka. Di saat itu suara mereka bagi beliau sama persis dengan suara khimar
di tengah kesunyian.
Oleh karena itu, hendaklah Anda selalu
menjalani apa yang diperintahkan oleh guru kami Abu Bakr Al-Warraq
rahimahulah:
Relakan Tuhanmu sebagai teman dan tinggalkan
masyarakat sejauh mungkin.
Cintai Allah dengan penuh kesungguhan,
baik di tengah masyarakat ataupun jauh dari mereka.
Perlakukan
mereka sesuai kehendakmu, maka pastilah kamu menemukan mereka bagaikan
kalajengking.”
Kedua, memupus harapan dari mereka. Dengan begitu
urusan mereka menjadi sepele bagi Anda. Sebab orang yang Anda tidak
mengharapkan sesuatu (kemanfaatan) darinya serta tidak khawatir membahayakan,
maka ada dan tidaknya bagi Anda sama saja.
Ketiga, melihat
bahaya-bahaya mereka, mengingatnya, dan mengulang-ulang hal itu dalam hati.
Bila
tiga komponen ini Anda jalankan, maka dengan sendirinya Anda akan terdorong
untuk meninggalkan pergaulan bersama masyarakat menuju pintu Allah, menyendiri
untuk beribadah kepada-Nya, membuat-Nya mencintai Anda dan menempatkan Anda di
pintu-Nya.
Hanya Allah yang menguasai taufik dan pemeliharaan.
Rintangan Ketiga: Setan
Kemudian hendaklah Anda memerangi setan dan
mengalahkannya karena dua hal:
Pertama, ia adalah musuh yang
menyesatkan dengan nyata. Tidak ada sedikitpun harapan kebaikan darinya. Dia
takkan pernah membiarkan Anda dan bahkan sama sekali tidak merasa puas kecuali
setelah melihat kerusakan pada diri Anda. Dengan begitu, tidak ada alasan
untuk merasa aman dari musuh yang sifatnya seperti ini dan juga tidak boleh
lengah. Renungkan dua ayat dari kitab Allah yang salah satunya adalah sebagai
berikut:
Artinya: “Apakah Aku tidak menjanji (memerintahkan) kalian
(hai anak Adam) agar tidak menyembah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang
nyata bagi kamu sekalian.” (Q.S. Yaa Siin: 60)
Yang kedua adalah
ayat:
Artinya: “Sesungguhya setan itu adalah musuh bagi kalian,
karena itu anggaplah dia sebagai musuh.” (Q.S. Faathir: 6)
Dua ayat
ini adalah peringatan keras bagi kita semua.
Kedua, ia diberi watak
untuk selalu memusuhi Anda. Ia juga telah mempersiapkan diri untuk memerangi
Anda selamalamanya. Siang malam ia lemparkan panah ke arah Anda di saat
lengah. Lalu apa yang terjadi?
Di sisi lain ada hal penting yang
terjadi, yaitu Anda menjalankan ibadah kepada Allah dan mengajak masyarakat
menuju pintu-Nya dengan perbuatan dan ucapan Anda Sedangkan hal semacam ini
bertentangan dengan pekerjaan, cita. cita, keinginan, dan perbuatan setan.
Sekali-kali Anda bersiaga dan menyingsingkan lengan baju untuk memancing
kemarahan setan, melawan dan berusaha mengalahkannya. Pasti ia pun akan
bersiap-siap, menyingsingkan lengan bajunya untuk memusuhi, memerangi dan
berupaya dengan berbagai cara sampai berhasil merusak ibadah Anda, atau bahkan
menghancurkan Anda secara total. Sebab ia tidak akan merasa aman dari Anda
setelah melihat apa yang kusebutkan di atas, karena ia adalah makhluk yang
membinasakan dan bertujuan merusak orang yang tidak membuatnya marah atau
melawan, tapi malah membenarkan dan menyetujuinya seperti orang-orang kafir,
orang-orang sesat dan orang-orang yang suatu saat mencintai setan.
Lalu
apa tujuan yang hendak dicapainya dari orang-orang yang membuatnya marah dan
memusatkan kekuatan untuknya?
Saat itulah ia akan memusuhi
masyarakat secara umum dan memusuhi Anda secara khusus.
Sesungguhya
urusan Anda teramat penting. Ia memiliki beberapa pembantu. Pembantu yanb
paling berat untuk dihadapi adalah nafsu dan kesenangan diri Anda. Ia juga
memiliki sejumlah penyebab dan beberapa pintu masuk di saat Anda lengah.
Benar
sekali apa yang dikatakan Yahya bin Mu’adz: “Setan itu makhluk yang memiliki
waktu luang, sedangkan Anda orang yang sibuk. Setan melihat Anda, sedangkan
Anda tidak melihatnya. Ia juga tidak akan melupakan Anda, sementara Anda
melupakannya. Dan di dalam diri Anda terdapat pembantu-pembantu setan yang
akan merugikan.
Jika seperti itu yang terjadi, maka mau tidak mau
Anda harus memerangi dan mengalahkannya. Jika tidak, Anda tidak akan bisa
terbebas dari kerusakan dan kehancuran. Jika Anda berkata: “Dengan apa aku
bisa memerangi setan? Dengan apa aku bisa mengalahkan dan menolaknya?”
Ketahuilah
bahwa para ahli melakukan pekerjaan seperti ini dengan dua cara:
Cara yang dikatakan oleh salah seorang dari mereka: “Cara terbaik untuk
menolak setan tak lain adalah memohon perlindungan kepada Allah. Karena
sesungguhnya setan adalah anjing yang diberi kewenangan mencelakakan Anda.
Jika Anda sibuk memeranginya tentu akan merasa kesulitan, waktu Anda terbuang,
lalu ia pun mendapatkan kemenangan dan bisa melukai Anda. Karena itu, kembali
kepada pemilik anjing untuk memalingkannya dari Anda adalah langkah
terbaik.
Cara yang dikatakan oleh ulama lain bahwa cara yang benar adalah berjuang,
senantiasa menolak dan tidak mengikutinya.
Menurutku (Al-Ghazali)
cara yang benar dan lebih mencakup urusan tersebut adalah menyatukan dua cara.
Mula-mula kita memohon perlindungan kepada Allah dari keburukannya seperti
yang telah diperintahkan (kepada kita). Dia-lah Dzat yang memelihara dari
kejahatan setan.
Jika kita melihatnya selalu menang, kita pun tahu
bahwa itu adalah cobaan dari Allah agar Dia bisa melihat kesungguhan
perjuangan kita, seberapa kekuatan kita dalam menjalankan perintah-Nya dan
sampai di mana kesabaran kita. Seperti halnya ketika Dia menguasakan
orang-orang kafir atas kita, sementara Dia mampu menyelesaikan urusan mereka.
Juga keburukan yang mereka lakukan agar kita semua mendapat bagian berupa
(pahala) perjuangan, kesabaran, kebersihan diri (dari dosa) dan mati syahid.
seperti firman Allah Swt.:
Artinya: “Agar Allah mengetahui
orang-orang yang (benar-benar) beriman dan menjadikan orang-orang yang mati
syahid di antara kamu sekalian.” (Q.S. Ali Imran: 140)
Allah juga
berfirman:
Artinya: “Apakah kamu sekalian mengira akan memasuki
surga, sementara belum jelas orang-orang yang berjuang di antara kalian dan
juga orang-orang yang bersabar (menghadapi ujian)?” (Q.S. Ali Imran: 142)
Demikian
juga dengan apa yang sedang kita bicarakan sekarang ini.
Kemudian
untuk bisa memerangi dan mengalahkannya, menurut para ulama ada tiga cara:
Pertama,
mengenali tipu dayanya, dengan begitu ia tidak akan berani mengganggu Anda.
Seperti halnya seorang pencuri. Bila ja tahu bahwa pemilik rumah menyadari
kedatangannnya tentu akan lari.
Kedua, menganggap remeh ajakannya,
maka hati Anda tidak akan bergantung padanya. Dan jangan mengikutinya. Karena
ia bagaikan anjing menggonggong. Bila Anda menanggapinya maka ja akan merasa
senang dan terus menggonggong. Tapi bila Anda berpaling tentu ia akan diam.
Ketiga,
senantiasa berdzikir kepada Allah dengan lisan dar hati Anda.
Nabi
Saw, bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya berdzikir kepada Allah itu
bagi setan bagaikan penyakit menular bagi tubuh manusia.”
Jika Anda
bertanya: “Bagaimana aku bisa mempelajari tipu dayanya, dan jalan mana yang
harus ditempuh untuk mengetahui hal itu?”
Ketahuilah bahwa (yang
pertama) ia mempunyai rasa waswas. Perasaan was-was itu bagaikan anak panah
yang ia luncurkan. Hal itu akan tampak jelas dengan mengetahui gerakgerak hati
dan berbagai macamnya.
Kedua, setan itu memiliki tipu muslihat.
Tipu muslihat ini bagaikan jaring yang dipasangnya untuk menjerat. Hal itu
akan tampak jelas dengan mengetahui tipuan-tipuan, sifat-sifat dan
jalan-jalannya.
Para ulama telah banyak yang menerangkan berbagai
hal tentang gerak hati (khathir). Dan kami telah menyusun sebuah kitab yang
kami beri nama “Talbiisu Ibliis.” Kitab (Minhajul ‘Aabidiin) ini tidak banyak
memuat tentang itu. Akan tetapi kami akan menerangkan masing-masing satu pokok
yang sekiranya bisa mencukupi kalau Anda berpegang teguh padanya.
Mengenai
Inti Khathir (Gerak Hati)
Ketahuilah bahwa Allah memberi kuasa
kepada malaikat yang mengajak berbuat baik bagi hati seorang manusia yang
bernama Mulhim. Ajakan malikat ini dinamakan ilham. Dan sebagai bandingannya
Dia memberi kuasa kepada setan yang akan mengajak seorang hamba berbuat buruk
bernama was-was. Ajakan setan ini dinamakan was-wasah. Karena itu, menurut
pendapat kebanyakan ulama, malaikat Mulhim tidak akan mengajak seorang hamba
selain pada kebaikan. Dan Was-was tidak akan mengajaknya selain pada
keburukan.
Telah diceritakan dari guru kami rahimahullah bahwa
sesungguhnya setan itu kadangkala mengajak berbuat baik, tapi yang menjadi
tujuannya tetap buruk. Seperti halnya ketika ia mengajak melakukan suatu hal
yang utama agar hamba tersebut tidak melakukan hal yang lebih utama. Atau
mengajaknya berbuat baik agar hamba tersebut terseret ke perbuatan dosa,
sekira keburukannya tidak sebanding dengan kebaikan yang ia kerjakan, seperb
ujub dan sebagainya. Dua makhluk ini senantiasa mengajak dian bersemayam di
dalam hati seorang hamba. Hamba tersebut akan mendengar dengan hatinya. Juga
merasakan ajakan tersebut, Seperti telah diceritakan di dalam hadis-hadis
pilihan bahwa beliau (Nabi saw.) bersbda:
Artinya: “Apabila seorang
anak Adam dikaruniai seorang anak, maka Allah akan menyertakan bagi anak itu
satu malaikat. Dan setan Juga menyertakan baginya satu setan. Setan akan
bertengger di atas telinganya sebelah kiri. Sedangkan malaikat bertengger di
atas telinganya sebelah kanan. Dan keduanya selalu mengajak anak tersebut
(mempengaruhinya).”
Nabi juga bersabda:
Artinya: “Setan
itu memiliki satu tempat pada diri anak Adam. Dan malaikat juga memiliki satu
tempat.”
Artinya memiliki tempat untuk mengajak, berdasarkan ucapan
para ulama: “Mengumpulkan di suatu tempat dan membuatkan sesuatu saat tinggal
di sana.”
Kemudian di dalam diri seorang manusia, Allah menciptakan
watak yang cenderung pada keinginan syahwat dan mencari kelezatan,
bagaimanapun keadaannya, entah itu baik atau buruk.
Hal itu
dinamakan keinginan nafsu yang menarik seseorang menuju pada kerusakan. Jadi,
di dalam diri seseorang ada tiga hal yang selalu mengajak (mempengaruhinya).
ketahuilah bahwa setelah pendahuluan ini masih ada yang perlu diketahui, bahwa
yang dinamakan khathir (gerak hati) adalah pengaruh yang muncul dalam hati
seorang hamba. Pengaruh tersebut akan membangkitkannya untuk melakukan
sesuatu, meninggalkannya, atau menarik hatinya kepada perbuatan tersebut.
Pengaruh itu dinamakan khathir (gerak hati), karena goncangan di dalam hati
yang berasal dari perjalanan angin dan semisalnya.
Pada hakekatnya
kemunculan semua itu di dalam hati seorang hamba berasal dari Allah Swt. Akan
tetapi kemunculanya terbagi menjadi empat:
Gerak hati yang pertama kali dimunculkan di dalam hati seorang hamba oleh
Allah. Gerak hati semacam ini dinamakan “khathir”.
Gerak hati yang
dimunculkan sesuai dengan watak manusia. Gerak hati semacam ini dinamakan
“hawa nafsu” dan dinisbatkan kepadanya (nafsu).
Gerak hati yang
dimunculkan seiring dengan ajakan malaikat Mulhim. Lalu gerak hati tersebut
dinisbatkan kepadanya (Mulhim) dan dinamakan “ilham”.
Gerak hati yang
dimunculkan seiring dengan ajakan setan. Lalu dinisbatkan kepadanya (setan)
dan dinamakan “was-wasah”. Was-wasah ini disandarkan (dinisbatkan) kepada
setan, karena gerak hati itu memang berasal dari setan. Akan tetapi pada
hakekatnya pengaruh itu muncul pada saat setan mengeluarkan ajakannya. Karena
dalam hal ini setan bagaikan penyebab, tapi juga dijadikan sandaran
(penisbatan).
Inilah empat macam gerak hati. Kemudian setelah
pembagian-pembagian ini, ketahuilah bahwa gerak hati yang pertama kali berasal
dari Allah kadang mengajak kepada kebaikan sebagai sebuah kemuliaan dan
penetapan hujjah. Kadang juga mengajak berbuat buruk sebagai ujian dan
pemberatan suatu ujian.
Gerak hati yang berasal dari malaikat
Mulhim senantiasa mengajak berbuat baik, karena ia adalah pemberi nasehat dan
pemberi petunjuk. Ia tidak diutus melainkan hanya untuk itu.
Gerak
hati yang berasal dari setan senantiasa mengajak berbuat buruk untuk
menyesatkan atau agar seseorang tergelincir. Kadang ia mengajak berbuat baik
tapi hanya sebagai tipuan.
Gerak hati yang berasal dari hawa nafsu
mengajak pada keburukan dan sesuatu yang tidak mengandung kebaikan sebagai
pencegahan dan agar manusia tidak berpikir panjang.
Aku pernah
menemukan sebuah pendapat dari seorang salaf bahwa hawa nafsu terkadang juga
mengajak berbuat baik, akan tetapi yang menjadi tujuannya adalah agar ia
berbuat syirik (bersekutu) pada setan.
Inilah macam-macam khathir
(gerak hati).
Setelah mengetahui semua ini, ketahuilah bahwa
sesungguhnya Anda sangat perlu mengetahui tiga pasal yang menjadi keharusan
dan di dalamnya terdapat apa yang menjadi tujuan Anda.
Perbedaan antara khathir baik dan buruk secara global.
Perbedaan antara
khathir buruk yang muncul di permulaan, dinisbatkan pada setan atau yang
dinisbatkan pada nafsu dan juga dengan apa membedakan ketiganya, karena
masingmasing saling bertolak belakang.
Perbedaan antara khathir baik yang muncul di permulaan, yang dinisbatkan pada
ilham, dinisbatkan pada setan, atau dinisbatkan pada nafsu agar Anda dapat
mengikuti khathir yang berasal dari Allah atau malaikat Mulhim dan menjauhi
khathir yang berasal dari setan.
Begitu juga khathir yang berasal dari hawa nafsu, menurut pemdapat
orang yang mengatakannya.
Pasal pertama: Para ulama berkata: “Jika Anda ingin mengetahui
khathir baik dan khathir buruk, serta membedakan antara keduanya, maka
timbanglah hal itu dengan salah satu dari pertimbangan berikut, tentu
keadaannya akan menjadi jelas bagi Anda.
Apa yang tergerak di hati Anda hendaknya disodorkan pada aturan syarak. Jika
keinginan tersebut menyamai jenisnya berarti keinginan tersebut baik. Dan jika
yang terjadi itu kebalikannya karena adanya keringanan (rukhshah) atau syubhat
berarti khathir tersebut buruk.
Jika hal ini masih belum jelas bagi Anda
dengan pertimbangan semacam ini, maka hendaknya gerak hati tersebut disodorkan
pada panutan. Jika dalam mengerjakannya menganut orangorang saleh berarti itu
adalah khathir baik. Tapijika yang terjadi adalah sebaliknya, dan hanya karena
mengikuti orang-orang saleh berarti itu khathir buruk.
Jika masalah ini belumjelas bagi Anda dengan ukuran semacam ini, maka
sodorkanlah gerak hati tersebut pada hawa nafsu. Kemudian lihatlah! Kalau
gerak hati tersebut termasuk hal yang ditinggalkan oleh nafsu menurut
wataknya, bukan karena takut kepada Allah, maka khathir itu merupakan khathir
baik. Jika hal itu termasuk sesuatu yang nafsu cenderung kepadanya, dan
kecenderungan tersebut sesuai dengan wataknya, bukan karena kecenderungan
berharap kepada Allah, maka khathir tersebut adalah khathir buruk, karena
nafsu selalu mengajak berbuat buruk. Pada dasarnya ia tidak akan cenderung
berbuat baik.
Dengan melihat berbagai macam ukuran seperti ini
serta benar-benar merenungkannya, maka akan tampak jelas bagi Anda perbedaan
antara khathir baik dan buruk.
Hanya Allah yang menguasai petunjuk
dengan anugerahNya. sesungguhnya dia Maha murah lagi Maha Mulia.
Pasal
kedua: Para ulama berkata: “Jika Anda ingin membedakan antara khathir buruk
yang berasal dari setan, khathir buruk yang berasal dari hawa nafsu, atau
khathir buruk yang berasal dari Allah pada permulaannya, maka lihatlah khathir
tersebut dari tiga sisi:
Bila Anda melihatnya kokoh dan menetap pada satu keadaan berarti khathir
tersebut berasal dari Allah atau dari hawa nafsu. Jika Anda menemukannya
berputar-putar dan berubah, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal
dari setan.
Seorang ulama saleh mengatakan bahwa perumpamaan hawa
nafsu adalah harimau. Kalau sudah menyerang ia tak akan berpaling kecuali
karena adanya perlawanan yang teramat sangat. Atau seperti pemberontak yang
berperang untuk membela agamanya. Ia tak akan pulang sebelum terbunuh.
Perumpamaan setan adalah serigala. Jika Anda mengusirnya dari satu sisi, maka
ia akan masuk dari sisi lain.
Bila khathir tersebut muncul seiring dengan perbuatan dosa yang baru saja Anda
kerjakan berarti khathir tersebut berasal dari Allah sebagai penghinaan dan
siksaan disebabkan oleh buruknya dosa tersebut. Allah berfirman:
Artinya:
“Sekali-kali tidaklah begitu. Bahkan hati mereka telah berkarat karena apa
yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. AlMuthaffifiin: 74)
Guruku
rahimahullah berkata: “Demikianlah. Suatu dosa akan mengantar seseorang pada
kerasnya hati. Mula-mula hanya berupa khathir (gerak hati) dan akhirnya sampai
pada kerasnya hati.”
Bila gerak hati ini muncul terlebih dahulu,
tidak beriringan dengan dosa yang Anda kerjakan, maka ketahuilah bahwa khathir
tersebut berasal dari setan. Hal ini terjadi pada kebanyakan orang, karena
mula-mula ia hanya mengajak berbuat buruk.
Bila khathir tersebut tiada melemah dan tidak berkurang dengan berdzikir
kepada Allah serta tidak hilang, itu berarti khathir tersebut berasal dari
hawa nafsu.
Bila Anda menemukan khathir tersebut Anda temukan
melemah dan berkurang karena dzikir kepada Allah, berarti khathir tersebut
berasal dari setan, seperti yang disebutkan di dalam tafsir firman Allah yang
berbunyi:
Artinya: “(Aku berlindung kepada Allah) dari kejahatan
setan yang suka mengganggu dan lagi suka mundur.”
Sesungguhnya
setan itu bertengger dalam hati anak Adam. saat anak Adam mengingat Allah ia
akan mundur. Dan saat anak Adam tersebut lalai ia akan kembali mengganggu.
Pasal
ketiga: Jika Anda ingin membedakan antara khathir baik yang berasal dari Allah
dan yang berasal dari malaikat, maka lihatlah khathir tersebut dari tiga
sisi.
Bila khathir tersebut tertanam dengan kuat dan kokoh, berarti khathir tersebut
berasal dari Allah. Sedangkan bila khathir tersebut hanya mondar-mandir
berarti khathir tersebut berasal dari malaikat Mulhim. Sebab kedudukan
malaikat Mulhim ini seperti seorang pemberi nasehat yang bisa masuk dari
segala arah dan memberikan nasehat dengan harapan Anda mau melakukan dan suka
berbuat kebaikan.
Apabila khathir tersebut muncul seiring dengan ijtihad dan ketaatan yang Anda
kerjakan, berarti khathir itu berasal dari Allah Swt.
Allah
berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang berjuang karena mencari
keridaan kami, tentu Kami menunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Q.S.
Al-Ankabuut: 69)
Firman-Nya pula:
Artinya: “Dan
orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambahkan petunjuk baginya.”
(Q.S. Muhammad: 17)
Bila khathir tersebut muncul pertama kali
(sebelum ijtihad dan berbuat taat), maka biasanya khathir tersebut berasal
dari malaikat.
Bila khathir itu menyangkut ibadah-ibadah pokok dan amalamal batin, berarti
khathir tersebut berasal dari Allah. Dan bila khathir menyangkut cabang-cabang
ibadah dan amal zhahir, maka kebanyakan khathir tersebut berasal dari malaikat
Mulhim, karena seorang malaikat tidak memiliki cara untuk mengetahui batin
seorang hamba.
Sedangkan khathir yang berasal dari setan, maka
halitu hanya untuk menarik seseorang agar berbuat buruk dan semakin meningkat
keburukannya.
Guru kami berkata: “Ketahuilah! Bila saat melakukan
keinginan tersebut nafsu Anda terlihat giat tanpa merasa takut, tergesa-gesa,
tidak berhati-hati, merasa aman, tidak merasa khawatir, tidak melihat akibat
yang ditimbulkan, dan tidak waspada, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut
berasal dari setan. Karena itu, jauhilah.
Bila nafsu Anda nampak
sebaliknya, yaitu melakukannya dengan rasa takut, tidak menggebu,
berhati-hati, tidak tergesagesa, merasa takut, tidak merasa aman dan nampak
waspada dengan melihat akibat yang ditimbulkannya, maka ketahuilah bahwa
khathir tersebut berasal dari Allah atau dari malaikat Mulhim.
Menurutku,
giat/ menggebu di sini adalah perasaan ringan pada diri seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan tanpa kewaspadaan dan tanpa mengingat pahala yang
membuatnya giat melakukan hal tersebut.
Sedangkan perlahan-lahan
adalah langkah terpuji, kecuali di beberapa tempat tertentu yang bisa
dihitung.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw.
disebutkan bahwa beliau bersabda:
Artinya: “Tergesa-gesa itu
berasal dari setan kecuali dalam lima hal: Pertama, menikahkan anak perawan
bila sudah mencapai umurnya. Kedua, membayar utang setelah jatuh tempo.
Ketiga, mengurus jenazah setelah benar-benar mati. Keempat, menjamu ‘ tamu
yang bertandang. Kelima, tobat setelah ia melakukan sebuah dosa.”
Adapun
khauf (takut) bisa dalam kesempurnaan amal, pengerjaan yang sesuai dengan yang
diinginkan (sebagaimana mestinya) dan penerimaan Allah terhadap amal
tersebut.
Waspada terhadap akibat yang akan terjadi bisa dilakukan
dengan cara mawas diri dan merasa yakin bahwa amal tersebut benar dan baik.
Bisa gaja hal itu dilakukan karena melihat pahala di kemudian hari dan karena
mengharapkannya.
Ketahuilah keterangan tersebut niscaya kamu akan
mendapatkan taufik.
Itulah ketiga pasal yang harus Anda ketahui di
dalam masalah khathir (gerak hati). Pelihara dan perhatikan sebaik mungkin
sesuai kemampuan Anda, karena hal itu termasuk pengetahuan yang teramat halus
dan dalam bab ini termasuk rahasia yang teramat mulia.
Hanya Allah
yang memberikan taufik dengan anugerah-Nya.
Adapun pasal yang
menerangkan tentang tipu daya dan bujukan setan, maka tempat berlaku dan
contohnya adalah sebagai berikut:
Tipu daya setan terhadap
keturunan Adam dalam hal ketaatan itu melalui tujuh cara:
Menghalanginya dari melakukan ketaatan tersebut. Jika Allah memelihara, hamba
tersebut menolak ajakannya dengan berkata: “Sungguh aku sangat membutuhkan
ketaatan tersebut, karena mau tidak mau aku harus mencari bekal dari dunia
yang fana ini untuk kehidupan akhirat yang tiada pernah berakhir.”
Setan akan menyuruhnya agar menunda amal tersebut. Jika Allah memelihara,
hamba tersebut menolak ajakan setan seperti dengan mengatakan: “Aku tidak
menguasai batas akhir hidupku. jika aku menunda pekerjaanku hari ini dan
kukerjakan esok pagi, lalu kapan aku mengerjakan pekerjaanku esok hari? Sebab
setiap hari ada pekerjaan yang mesti diselesaikan.”
Lalu setan pun akan melakukan dengan cara lain. Ia membujuk hamba tersebut
agar tergesa-gesa dengan mengatakan: “Cepatlah! Cepat kerjakan agar segera
selesai dan kamu bisa melakukan ini dan itu.” Jika Allah memelihara hamba
tersebut, hamba itu pun menolaknya dengan berkata: “Sedikit pekerjaan yang
dilakukan dengan sempurna lebih baik ketimbang pekerjaan yang banyak tapi
penuh kekurangan.”
Kemudian setan akan menggunakan cara lain. Ia akan membujuk hamba tersebut
agar mau menyempurnakan amalnya dengan menampakkan amal itu di hadapan orang
banyak. Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu pun menolak ajakannya
dengan berkata: “Untuk apa aku menampakkan pekerjaanku di hadapan banyak
orang? Tidakkah pandangan Allah telah cukup bagiku?”
Cara lain lagi yang digunakan setan, ia menghendaki agar hamba tersebut
tergelincir ke dalam sikap ujub. Ia mengatakan: “Betapa agungnya, betapa
waspadanya, dan betapa mulianya Anda.” Jika Allah memelihara hamba tersebut,
hamba itu akan menjawabnya dengan berkata: “Yang membuatku bisa begini adalah
kebaikan Allah, bukan aku. Dia-lah yang memberiku keistimewaan dengan
taufik-Nya. Dia juga yang menjadikan amalku berharga mahal dengan
anugerah-Nya.” Jika bukan karena anugerah-Nya, bagaimana mungkin amalku ini
bisa berharga bila melihat kenikmatan yang diberikan-Nya padaku, dan juga
kemaksiatan yang kulakukan pada-Nya.”
Maka setan punakan menggunakan cara yang lain lagi. Ia akan mendatanginya
dengan cara keenam. Inilah tipuan yang paling licik dan tidak diketahui oleh
orang-orang yang benar-benar waspada, yakni setan akan mengatakan: ”
Bersunnguh-sunguhlah di saat tidak ada orang yang melihat, karena Allah akan
menampakkanmu.” Ia pun akan mencampuri semua amal yang dikerjakan hamba
tersebut. Dengan begitu, ia ingin agar hamba tersebut sedikit berbuat riya.
Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu juga menjawabnya dengan
berkata: “Hai makhluk terkutuk! Sampai saat ini kamu selalu mendatangiku
dengan bujukan untuk merusak amalku. Tapi sekarang kau datang dengan bujukan
untuk memperbaiki amalku dengan tujuan ingin merusaknya. Sesungguhya aku
adalah hamba Allah. Dia-lah Majikanku. Bila menghendaki maka Dia akan
menampakkan diriku. Dan bila menghenaki maka Dia akan merahasiakan
(menutupi)ku. bila menghendaki maka Dia akan menjadikan aku sebagai orang yang
berkedudukan tinggi. Dan bila menghendaki maka Dia akan menjadikan aku sebagai
orang yang hina. Semua itu hanya kembali kepada-Nya. Aku tak peduli, mau
ditampakkan di hadapan orang banyak atau tidak. Dan mereka tak akan bisa
berbuat banyak.”
Kemudian setan akan mencari cara lain. Ia akan mendatangi hamba tersebut
dengan cara ketujuh. Ia mengatakan: “Sebenarnya kamu tidak memerlukan amal
semacam ini. Sebab kalau memang kamu tercipta untuk menjadi orang beruntung,
maka kamu tidak akan celaka hanya karena meninggalkan amal semacam ini. Dan
kalau kamu memang tercipta untuk menjadi orang celaka, maka tiada gunanya kamu
melakukan amal tersebut.” Jika Allah memelihara hamba tersebut, maka hamba itu
akan menjawab ucapan setan dengan ucapan: “ Aku hanya seorang hamba. Dan dalam
pengabdiannya, seorang hamba harus mengikuti perintah. Sedangkan Tuhan lebih
tahu dengan sifat ketuhanan-Nya. Dia memutuskan segala sesuatu sesuai
kehendak-Nya. Dia akan melakukan apa yang diinginkan-Nya. Dan sesungguhnya
apapun yang terjadi amal itu tetap berguna untukku. Karena bila aku,memang
diciptakan untuk beruntung, maka amal itu kuperlukan untuk menambah pahala.
Dan bila aku memang tercipta untuk celaka, maka amal itu kuperlukan agar aku
tidak mencela diri sendiri. Hanya saja apapun keadaannya Allah tidak akan
menyiksaku karena ketaatan yang kulakukan, dan Dia juga tidak akan
mencelakaiku. Bila aku dimasukkan ke dalam neraka dalam keadaan taat, maka hal
itu lebih kusukai ketimbang masuk ke dalamnya dalam keadaan durhaka. Bagaimana
tidak, jika janjiNya selalu nyata dan ucapan-Nya juga pasti benar? Dia telah
menjanjikan pahala atas ketaatan. barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan iman
dan taat, maka ia sama sekali tidak akan dimasukkan ke dalam neraka. Orang itu
akan memasuki surga. Bukannya ia berhak memperoleh surga karena amal yang
dikerjakannya, tapi semata-mata karena janji yang benar dari Allah. Maha Suci
Allah.”
Karena artian semacam inilah Allah mengabarkan tentang keadaan
orang-orang yang beruntung saat mereka telah masuk surga dan berkata:
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya
untuk kami.”
Karena itu, sadarlah! Semoga Allah merahmatimu. Sebab segala
sesuatunya telah Anda lihat dan Anda dengar. Jadikan semua itu sebagai kiasan
untuk melangkah pada perbuatan yang lain. Mohonlah pertolongan kepada Allah.
Mintalah perlindungan kepada-Nya, karena segala sesuatu berada di bawah
kekuasaan-nya. Dia-lah yang memberikan taufik. Tiada daya dan upaya melainkan
dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.
Rintangan Keempat: Nafsu
Hai orang-orang yang beribadah! Hendaknya Anda senantiasa
berhati-hati dalam menjaga nafsu yang selalu memerintah kepada hal-hal buruk.
Ia adalah musuh yang paling berbahaya, cobaannya teramat berat, paling sulit
diobati, penyakit yang ditimbulkanya teramat rumit dan pangobatanya juga amat
sulit. Hal itu harus dilakukan karena dua hal:
Nafsu adalah musuh yang datang dari dalam tubuh
Jika seorang
pencuri berasal dari dalam rumah, maka jalan untuk menyiasatinya sangat sulit
dan kerugian yang ditimbulkan juga besar.
Benar sekali apa yang
dikatakan oleh seorang penyair:
Nafsuku senantiasa mengajakku pada hal-hal yang membahayakan dan
memperbanyak penyakitku.
Bagaimana caranya menghindar dari musuh
jika ia berada di antara tulang igaku.
Ia adalah musuh yang disukai
Biasanya seseorang tidak melihat
kekurangan yang ada pada kekasihnya. Hampir ia sama sekali tidak melihat
kekurangannya. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
Dan kamu tiada melihat kekurangan pada kekasih dan saudaram,
Bahkan sebagiannya saja tidak kau lihat jika telah merasa senang Tatapan mata
yang senang menutupinya dari segala kekurangan, Tapi tatapan mata yang benci
akan menampakkan berbagai keburukan.
Kalau sudah seperti itu seseorang tentu menganggap baik segala
keburukan dari kekasihnya. Ia nyaris tidak melihat kekurangannya. Sementara ia
(nafsu) masih tetap dalam permusuhan dan penggodaannya. Tidak berapa lama
nafsu akan menjerumuskannya ke dalam cemoohan dan kerusakan. Orang itu tidak
akan merasa kecuali bila Allah memeliharanya dengan anugerah-Nya, dan
memberinya pertolongan untuk mengalahkan nafsu dengan rahmat-Nya.
Kemudian renungkanlah sebuah arti penting yang cukup memuaskan.
Yaitu jika Anda perhatikan, pasti akan tahu bahwa pangkal segala fitnah,
cemoohan, kehinaan, kerusakan, dosa dan afat yang menimpa seorang makhluk
Allah, dari dulu hingga esok hari kiamat adalah nafsu ini. Kadang dengan nafsu
itu sendiri, dan kadang dengan bantuan yang diberikannya.
Maksiat kepada Allah yang pertama kali, dilakukan oleh Iblis.
Penyebabnya selain takdir yang sudah ditetapkan adalah nafsu. Dengan
kesombongan dan kedengkian, nafsu menjerumuskannya ke dalam lautan kesesatan
setelah ia beribadah menurut sebuah pendapatselama 80.000 tahun. Maka ia pun
tenggelam untuk selamanya, karena di sana tidak ada dunia, orang lain dan
setan. Yang ada hanya nafsu bersama kesombongan dan kedengkiannya yang akan
memperlakukan Iblis sekehendaknya.
Lalu dosa Nabi Adam a.s. dan Hawa. Keduanya dijatuhkan oleh
keinginan nafsu dan kerakusannya terhadap keabadian tinggal di surga hingga
terbujuk rayuan Iblis. Kemudian dengan bantuan nafsu terjadilah perbuatan
tersebut sehingga ia terlempar dari sisi Allah, sampai ke dunia yang hina,
sulit, fana dan merusak ini. Keduanya mengalami apa yang harus ia alami. Dan
keturunannya juga mengalami hal serupa dari hari itu hingga selamanya.
Lalu disusul denpan kisah Oabil dan Habil. Dosa yang mereka
Inkukan disebabkan oleh kedengkian dan sifat kikir.
Lalu kisah dosa Harut dan Marut. Penyebabnya adalah syahwat.
Demikian seterusnya sampai hari kianat.
Anda tidak akan menemukan fitnah yang menimpa seorang makhluk,
cemoohan, kesesatan dan kemaksiatan selain berpangkal dari nafsu dan
keinginannya. Jika tidak, tentu seluruh makhluk akan selamat dan berbuat
baik.
Jika ada musuh yang mendatangkan bahaya seperti apa yang
kusebutkan ini, maka sudah sepantasnya orang yang berakal sangat
memperhatikanya.
Hanya Allah yang menguasai petunjuk dan taufik serta
anugerah-Nya.
Jika Anda berkata: “Lalu upaya apa yang harus kami tempuh untuk
menghadapi musuh yang seperti ini dan bagaimana cara menyiasatinya? Tolong
terangkan masalah itu kepada kami.”
Ketahuilah! Di depan telah kami terangkan bahwa urusan nafsu
memang teramat sulit, sebab kita tidak mungkin mengalahkanya dengan satu
langkah seperti musuh-musuh yang lain, karena ia memang kendaraan dan
peralatan kita.
Diceritakan bahwa ada seorang pedalaman yang mendoakan seseorang
dengan kebaikan. Maka ia berdoa: “Semoga Allah membuat kalah semua musuh Anda
selain nafsu.”
Ia juga tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena sangat berbahaya.
Karenanya, dibutuhkan jalan tengah di antara keduanya, yaitu mendidik dan
memberinya kekuatan sekedar agar ia kuat melakukan bermacam kebaikan. Ia juga
harus diperlemah dan dikekang sebatas tidak sampai melampaui batas. Karena
itu, dalam mengurusnya Anda harus benar-benar merawat dan memperhatikanya
dengan teliti.
Kami juga pernah nenerangkan bahwa ia harus dikendalikan dengan
kendali “takwa” dan “wara” agar bisa memperoleh dua manfaat sekaligus.
Jika Anda berkata: “Nafsu ini memang sama dengan hewan tunggangan
yang liar, bertabiat buruk dan tidak mau dikendalikan. Lalu bagaimana caranya
agar kami bisa menguasainya?”
Ketahuilah bahwa apa yang Anda katakan itu benar adanya,
Adapun cara mengendalikan nafsu adalah merendahkannya sehingga
bisa dikendalikan.
Para ulama kita mengatakan: “Cara untuk merendahkan nafsu dan
membatalkan keinginannya ada tiga:
Menahan hal yang disenanginya, sebab hewan tunggangan yang liar akan menjadi
jinak jika makanannya dikurangi.
Membebankan ibadah-ibadah yang berat kepada-Nya. Sebab bila seekor keledai
ditambah muatannya dan dikurangi jatah makannya, tentu ia akan tunduk dan
menurut (jinak).
Memohon pertolongan kepada Allah dan merendahkan diri agar Dia berkenan
menolong Anda. Dan jika tidak memohon pertolongan, maka Anda tidaklah selamat.
Bukankah Anda pernah mendengar perkataan Nabi Yusuf a.s.:
Artinya:
“Sesungguhnya nafsu selalu mengajak berbuat buruk kecuali orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanku.” (QS Yusuf : 53)
Bila Anda melakukan tiga hal
ini secara rutin, pasti dengan izin Allah nafsu Anda akan tunduk secara total.
Saat itulah Anda harus segera menguasainya dan menghindar dari keburukanya.
B. Takwa, Senjata Melawan Godaan Setan dan Nafsu
Jika Anda berkata: “Kalau begitu sekarang terangkan arti
ketakwaan agar kami bisa mengetahuinya.”
Mula-mula sebaiknya Anda
mengetahui bahwa takwa adalah tempat menyimpan harta-harta yang sangat indah.
Dan bila Anda mendapatkanya maka pasti akan menemukan berbagai permata yang
amat mulia dan barang-barang yang sangat elok, banyak kebaikan, rezeki yang
mulia, keuntungan yang sangat besar, keberuntungan yang mulia, dan istana yang
megah. Seolah-olah semua kebaikan dunia dan akhirat dijadikan satu dan
kesemuanya itu digantungkan kepada satu hal, yakni takwa.
Renungkan
juga firman Allah di dalam Al-Qur’an yang membicarakan tentang takwa. Berapa
banyak kebaikan yang Ia gantungkan padanya. Berapa banyak janji pahala dan
ancaman siksa yang digantungkan padanya. Berapa banyak keberuntungan yang Dia
sandarkan padanya.
Di sini kami akan menyebutkan dua belas hal
tentang itu.
Pertama, pujian dan sanjungan.
Allah
berfirman:
Artinya: “Apabila kamu sekalian bersabar dan bertakwa,
maka sesungguhnya hal itu termasuk bagian dari urusan yang diutamakan.” (Q.S.
Ali Imran: 186)
Kedua, terpelihara dari musuh.
Firman
Allah:
Artinya: “Dan jika kamu sekalian sabar serta bertakwa maka
tipudaya mereka sedikitpun tidak membahayakan mereka.” (Q.S. Ali Imran:
120)
Ketiga, kekuatan dan pertolongan.
Firman Allah:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah nenyertai orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
berbuat baik.” (Q.S. An-Nahl: 128)
Dan firman Allah:
Artinya:
“Dan Allah Dzat yang mengasihi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Jaatsiyah:
19)
Keempat, selamat dari bahaya dan mendapat rezeki halal.
Allah
berfirman:
Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah
akan menjadikan untuknya jalan keluar (dari kesulitan) dan memberinya rezeki
secara tidak disangka-sangka.” (Q.S. Ath-Thalaaq: 2-3)
Kelima,
kebaikan dalam amal.
Allah berfirman:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berkatalah dengan
perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian.” (Q.S.
Al-Ahzaab: 70-71)
Keenam, ampunan dari dosa-dosa.
Allah
berfirman:
Artinya: “Dan dia akan mengampuni dosa-dosa kalian.
(Q.S. Al-Ahzab:71)
Ketujuh, kecintaan Allah.
Allah
berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertakwa. “(Q.S. At-Taubah: 4)
Kedelapan Diterima amalnya.
Allah
berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban)
dari: orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maidah: 27)
Kesembilan,
kemuliaan.
Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya
orang-orang paling mulia di antara kamu sekalian adalah orang yang paling
bertakwa di antara kalian. (Q.S. Al-Hujuraat: 13)
Kesepuluh, kabar
gembira menjelang kematian.
Firman Allah:
Artinya:
“Orang-orang yang beriman dan bertakwa, Mereka mendapat kabar gembira di dunia
dan ahirat.”(Q.S. Yunus: 63-64)
Kesebelas, bebas dari api
(neraka).
Firman Allah:
Artinya: “Kemudian kami
selamatkan orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Maryam: 72)
Dan firman
Allah:
Artinya: “Dan ia (neraka) dijauhkan dari orang-orang yang
bertakwa.” (Q.S.Al-Lail: 17)
Kedua belas, abadi di dalam surga.
Artinya:
“Surga itu disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S.Ali Imran: 133)
Inilah
keterangan kebaikan dan keberuntungan di dunia dan ahkirat yang digantungkan
pada ketakwaan.
Karena itu,jangan lupa bagian Anda, hai orang-orang
yang jantan.
Dari semua ini yang khusus diberikan kepada
orang-orang yang bertakwa dalam kaitannya dengan ibadah ada tiga macam.
Taufik dan pertolongan yang pertama kali khusus diberikan orang-orang yang
bertakwa. Firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyertai
orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. At-Taubah: 76)Perbaikan amal dan
penyempurnaan kekurangan. Allah berfirman:
Artinya: “Niscaya Allah
akan memperbaiki amal-amal kalian.” (Q.S. Al-Ahzaab: 71)Diterima amalnya.
Firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari
orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maidah: 27)
Jadi, poros perputaran ibadah itu ada tiga. Pertama taufik yang
membuat Anda bisa mengerjakan amal. Kedua memperbaiki kekurangan sampai
betul-betul sempurna. Dan ketiga diterima oleh Allah setelah amal itu menjadi
sempurna.
Inilah tiga hal yang digunakan sebagai sarana untuk merendahkan
diri kepada Allah oleh para hamba. Mereka meminta sebagai berikut: “Ya Tuhan
kami! Berilah petunjuk agar kami taat kepada-Mu. Sempurnakanlah kekurangan
kami dan terimalah ketaatan ini dari kami.”
Tetapi sebenarnya Allah menjanjikan semua itu bagi orang yang
bertakwa, ia meminta ataupun tidak, pasti diberi. Karena itu hendaknya Anda
selalu bertakwa bila ingin bisa beribadah kepada Allah Swt. Atau bahkan untuk
meraih keuntungan dunia dan akhirat sekalipun.
Benar sekali ungkapan seorang penyair:
Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka akan didatangkkan baginya
sesuatu yang menguntungkan, Seorang ulama menggubah syair sebagai berikut:
Tidak ada satupun yang mengikuti seseorang ke dalam kuburnya
selain ketakwaan dan amal saleh.” Ulama yang lain bersyair:
Barangsiapa mengenal Allah dan tidak merasa cukup dengan
Mengenal-Nya,
berarti itulah orang uang celaka.
Seseorang
tidak menjadi mulia karena harta,
karena segala kemuliaan hanya
dimiliki oleh orang yang bertakwa. Kesulitan yang dirasakan seseorang saat
menjalani ketaatannya tidak akan mencelakakannya. Begitu juga apa yang
ditemuinya.” Seorang ulama menulis sebuah syair di atas kubur (nisan):
Tiada bekal selain ketakwaan, karena itu ambillah ia sebagai bekal
atau tinggalkanlah. hai nafsu!
Kemudian renungkanlah satu hal pokok, yaitu seandainya Anda telah
mengalami kepayahan sepanjang hidup untuk beribadah, berjuang memerangi hawa
nafsu dan bersusah payah hinpga berhasil mendapatkan apa yang Anda
idam-idamkan. Bukankah yang terpenting dalam hal ini adalah “penerimaan?”
Sementara Anda juga tahu bahwa Allah telah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari
orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maaidah: 27)
Dengan begitu segala sesuatunya kembali pada ketakwaan.
Karena hal itu pula Aisyah r.a. berkata: “Rasulullah Saw. tidak
pernah merasa kagum dengan sesuatu atau seorangpun di dunia ini selain pada
orang yang bertakwa.”
Diceritakan Qatadah. Beliau berkata: “Di dalam kitab Taurat
tertulis:
Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Bertakwalah kepada Allah dan
tidurlah sesukamu.”
Aku pernah mendengar tentang “Amir bin abdi Qais. Saat menjelang
kematiannya, beliau menangis. Padahal sehari semalam beliau melakukan salat
seribu rakaat. Kemudian beliau mendatangi tempat tidur seraya berkata: “Hai
tempat kembali segala keburukan! Demi Allah aku sama sekali tidak merasa rela
kepadamu karena Allah, walaupun hanya sekejap.”
Suatu hari beliau menangis. Lalu ditanya: “Apa yang membuat Anda
menangis?”
Beliau berkata: “(Yang membuatku menangis adalah) Firman Allah
Swt.:
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari –
orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maaidah: 27)
Setelah mengetahui semua itu, renungkan pula satu hal penting lain
yang menjdi inti dari beberapa pokok masalah, yaitu apa yang pernah disebutkan
bahwa salah seorang ulama berkata kepada gurunya: “Berilah aku wasiat!”
Gurunya menjawab: “Aku berpesan kepadamu dengan sesuatu yang dipesankan oleh
Allah kepada orang-orang terdahulu dan orang-orang yang hidup kemudian. Allah
berfirman:
Artinya: “Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orangorang
yang telah diberi Al-Kitab sebelum kamu dan juga kepadamu: ‘Bertakwalah kepada
Allah”! (Q.S. An-Nisa’: 131)
Menurutku, bukankah Allah mengetahui kebaikan seorang hamba lebih
dari siapapun? Bukankah Dia juga Dzat yang memberi nasehat, lebih pengasih dan
lebih lembut kepadanya dibanding siapapun? Jika di dunia ini ada suatu
perbuatan yang lebih baik bagi seorang hamba, lebih banyak mengumpulkan
kebaikan, lebih besar pahalanya, lebih besar penghambaannya, lebih mulia
kedudukannya, lebih baik keadaannya dan lebih bermanfaat di akhirat daripada
ketakwaan ini, tentu Allah akan memerintahkan hamba-Nya dan berwasiat kepada
orang-orang pilihan-Nya dengan hal itu karena kesempurnaan kebijaksanaanNya
dan juga karena keluasan rahmat-Nya.
Ketika Allah berwasiat dengan satu pekerjaan ini dan juga
menyatukan orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian dalam mengerjakannya
dan Dia mencukupkan wasiat tersebut, maka Anda pun menjadi tahu bahwa
ketakwaan itulah puncak yang tidak boleh dilewatkan dan juga tidak ada tujuan
lain selain itu.
Sesungguhnya Allah benar-benar telah mengumpulkan segala nasehat,
tanda-tanda, petunjuk, peringatan, pendidikan, pengajaran dan pembersihan
dalam satu wasiat sesuai dengan kebijaksanaan dan keluasan rahmat-Nya.
Anda juga tahu bahwa ketakwaan inilah yang menyatukan dua kebaikan
dunia dan akhirat, yang bisa memenuhi berbagai hal penting dan mengantarkan
seseorang ke puncak derajat kehambaan.
Alangkah indah syair berikut ini:
Ingatlah bahwa ketakwaan berarti keagungan dan kemuliaan.
Dan
kecintaanmu terhadap dunia itulah kehinaan serta kemiskinan.
Tiada
kekurangan pada seorang hamba yang bertakwa
saat ia
bersungguh-sungguh dengan ketakwaannya walaupun ia menjadi tukang tenun atau
tukang candhuk.”
Inilah pokok yang tidak perlu ditambah lagi. Di dalamnya tercakup
keterangan yang mencukupi bagi orang yang melihat cahaya dan mendapat
petunjuk. Juga orang yang mau mengamalkan dan menganggapnya sudah cukup.
Hanya Allah yang menguasai taufik dengan karunia-Nya. Jika Anda
berkata: “Sungguh besar kedudukan takwa dan begitu besar kebutuhan untuk
mengetahui semua itu teramat mendesak. Oleh karena itu, mau tidak mau sekarang
ketakwaan itu harus diterangkan secara rinci.”
Ketahuilah bahwa hal itu memang pantas dianggap besar
kedudukannya, harus diusahakan dan perlu diketahui. Tapi Anda juga harus tahu
bahwa setiap hal yang penting dan besar, untuk menariknya harus menggunakan
banyak cara. Kesulitan yang harus dihadapi juga besar. Harus bertekad kuat dan
bersungguh-sungguh. Dengan begitu, seperti halnya ketinggian derajat takwa dan
juga kebesarannya, maka perjuangan untuk mencarinya, untuk bisa memenuhi
haknya, dan pertolongan untuk bisa mendapatkannya merupakan hal besar. Sebab
berbagai macam kemuliaan itu diukur dengan tingkat kesulitan. Dan semua
kelezatan diukur dengan ongkos yang dikeluarkan.
Allah berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang berjuang untuk mencari (keridaan)
Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka Jalan-jalan Kami.” (Q.S.
Al-Ankabut: 69)
Dia-lah Dzat yang lemah lembut. Oleh karenanya, dengar, ingat, dan
patuhi keterangan tentang takwa ini dengan baik sampai Anda mengetahuinya dan
bersiap-siap untuk menjalaninya. Mohonlah pertolongan kepada Allah Swt. sampai
Anda bisa beramal dengan apa yang telah Anda ketahui, karena segala sesuatunya
berhubungan dengan pertolongan tersebut.
Hanya Allah yang menguasai taufik dan hidayah dengan
anugerah-Nya.
Mula-mula ketahuilah bahwa ketakwaan itu menurut guru kami adalah
membersihkan hati dari dosa yang belum pernah Anda lakukan sebelumnya sampai
Anda benar-benar berkeinginan kuat meninggalkannya untuk menjaga antara Anda
dengan kemaksiatan. Begitulah yang dikatakan guru kami.
Pendapat ini keluar karena sesungguhnya kata “taqwa” bila dilihat
dari segi bahasa berasal dari kata dasar “waqwa” dengan huruf depan berupa
wawu, dan keluar dari kata “wiqaayah”. Perubahan tasrifnya sebagai berikut:
“waqa – yaqi – wiqaayatan – waqwan”. Kemudian huruf wawu diganti menjadi ta’
seperti penggantian yang terjadi dalam kata “wuklaan” menjadi “tuklaan” dan
sebagainya, maka jadilah kata “taqwan”.
Jika seorang hamba telah berhasil menjaga dirinya dari maksiat
dengan adanya keinginan kuat dan ketetapan hati untuk penar-benar
meninggalkannya, maka hamba tersebut berhak disebut sebagai “muttaqiy.”
Dengan begitu kata “taqwa” juga bisa berarti membersihkan hati,
keinginan kuat dan ketetapan di dalam hati.
Sedangkan di dalam Al-Qur’an kata “taqwa” digunakan dengan tiga
macam arti:
Pertama, digunakan dengan arti takut. Allah
berfirman:
Artinya: “Dan hanya kepada-Ku (Allah) hendaknya kamu bertakwa
(merasa takut).” (Q.S. al-Baqarah: 41)
Firman Allah:
Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada)
hari yang pada saat itu kamu sekalian dikembalikan kepada Allah.” (Q.S.
al-Baqarah: 281)
Kedua, digunakan dengan arti patuh dan tunduk.
Allah
berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah
dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya.” (Q.S. Ali Imran: 102)
Ibnu Abbas berkata: “Taatlah kepada allah dengan taat yang
sebenar-benarnya.”
Mujahid berkata: “Ayat-ayat ini menyimpan arti bahwa sesungguhnya
Allah harus selalu ditaati dan tidak didurhakai: diingat dan tidak dilupakan,
serta disyukuri dan tidak dikufuri.”
Ketiga, digunakan dengan arti
membersihkan hati dari dosa. Dan inilah arti takwa yang sebenarnya, bukan yang
pertama dan kedua. Tidakkah Anda melihat bahwa Allah berfirman:
Artinya: “Barangsiapa tant kepada Allah dan Rasul-Nya, dan takut
kepada Allah serta bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah orangorang yang
beruntung.” (Q.S. An-Nuur: 52)
Allah menyebutkan kata “taat”, “takut”, dan baru menyebutkan kata
“takwa”. Dengan begitu Anda menjadi tahu bahwa pada hakekatnya arti “takwa”
bukanlah ““taat” dan “takut’ melainkan “membersihkan hati dari maksiat”.
Kemudian para ulama berkata bahwa tingkatan takwa terbagi menjadi
tiga:Membersihkan diri dari syirik.
Membersihkan diri dari bid’ah.
Membersihkan
diri dari cabang-cabang maksiat.
Allah telah menyebutkan ketiganya di dalam satu ayat, yakni
firman:
Artinya: “Tiada dosa bagi orang-orang yang beriman dan beramal
saleh karena memakan makanan yang dahulu mereka makan apabila mereka bertakwa,
beriman dan mengerjakan amal saleh. Kemudian mereka tetap bertakwa dan
beriman. Lalu mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan.” (Q.S.
Al-Maaidah: 93)
1. Membersihkan diri dari syirik. Yang menjadi bandingannya adalah keimanan
(pengesaan) kepada Allah.
Membersihkan diri dari bid’ah. Keimanan yang disebut bersamanya adalah
mengikuti langkah sunat dan langkah para ulama.
Membersihkan diri dari
cabang-cabang maksiat. Dalam tingkatan yang ketiga ini tidak ada pengakuan
yang menjadi bandingannya. Karena itu, ketakwaan ini harus diimbangi dengan
ihsan, yaitu taat dan istiqamah. Dengan begitu takwa yang ketiga ini menjadi
tingkatan orang-orang yang istiqamah dalam ketaatan mereka.
Ayat di
atas mengumpulkan tiga tingkatan takwa, yaitu tingkatan iman, sunat, dan
istiqamah dalam ketaatan.
Inilah yang dikatakan oleh para ulama
mengenai arti kata takwa.
Aku juga menemukan takwa yang berarti
menjauhi kelebihan perkara halal.
Arti semacam ini terdapat dalam
sebuah hadis masyhur dari Nabi Saw. bahwasanya beliau bersabda:
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu dikatakan sebagai ‘muttaqiin’
karena mereka meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk menjaga diri
dari hal-hal yang membahayakan.”
Kemudian aku lebih cenderung
menggabungkan antara pendapat-pendapat para ulama tadi dengan hadis di atas.
Maka terciptalah sebuah batasan yang lebih menyeluruh dan artian yang
sempurna, yaitu: “Ketakwaan adalah menjauhi segala yang dikhawatirkan bisa
membahayakan agama Anda.”
Bukankah orang yang sedang sakit dan
menghindari suatu pantangan disebut sebagai orang yang “berpantangan’” jika
sudah menjauhi semua yang membahayakan tubuhnya baik berupa makanan, minuman,
buah-buahan dan sebagainya?
Kemudian hal yang dikhawatirkan bisa
membahayakan agama ada dua macam:
Kemaksiatan dan sesuatu yang benar-benar haram.
Kelebihan perkara
halal.
Sibuk dengan kelebihan perkara halal dan membiasakan diri
dengannya bisa menarik pelakunya kepada sesuatu yang haram dan kemaksiatan
yang murni. Hal itu terjadi karena keburukan (kenakalan) nafsu dan
keinginannya yang sangat keterlaluan.
Barangsiapa ingin selamat
dari bahaya yang menimpa agamanya, hendaknya ia menjauhi hal yang
mengkhawatirkan dan kelebihan sesuatu yang halal untuk menjaga dirinya agar
tidak terseret pada sesuatu yang benar-benar haram, sesuai dengan apa segala
yang tidak berguna agar tidak terjerumus ke dalam sesuatu yang membahayakan.”
Artinya, karena mereka meninggalkan kelebihan sesuatu yang halal sebab takut
terjerumus ke dalam keharaman.
Jadi, arti ketakwaan yang sempurna
adalah menjauhi semua yang bisa membahayakan agama berupa kemaksiatan dan
kelebihan sesuatu yang halal.
Inilah rincian takwa yang
sebenarnya.
Kemudian jika kita ingin membuat batasan takwa menurut
ilmu sirri, batasannya adalah membersihkan hati dari keburukan yang belum
pernah Anda lakukan sebelumnya dengan keinginan kuat untuk meninggalkannya
sehingga keinginan tersebut bisa menjadi penghalang antara Anda dan segala
keburukan.
Kemudian keburukan itu terbagi menjadi dua:
Keburukan asli. Yaitu sesuatu yang dilarang oleh Allah secara haram seperti
halnya maksiat-maksiat yang murni,
Keburukan yang tidak asli, Yaitu sesuatu yang dilarang oleh Allah sebagai
upaya mendidik berupa kelebihan sesuatu yang halal, seperti hal-hal mubah yang
dilakukan karena keinginan nafsu.
Menjauhi keburukan yang pertama
termasuk fardu. Danjika ditinggalkan mengakibatkan siksa di neraka.
Adapun
menjauhi keburukan yang kedua termasuk kebaikan. Dan jika ditinggalkan
mengakibatkan penahanan, pemeriksaan, pencelaan dan pencemoohan.
Barangsiapa
menjalani ketakwaan yang pertama berarti ia menduduki kedudukan terendah dari
takwa, yaitu kedudukan orang-orang yang istiqamah menjalani kataatan.
Sedangkan orang yang menjalani ketakwaan kedua berarti ia menduduki kedudukan
tertinggi dari takwa, yaitu kedudukan orang yang istiqamah meninggalkan
hal-hal mubah.
Bila sesorang telah mengumpulkan keduanya, yakni
menjauhi kemaksiatan dan kelebihan sesuatu yang halal berarti ia telah
menyempurnakan arti takwa, menjalaninya dengan benar (sesuai haknya) dan
mengumpulkan segala kebaikan di dalamnya. Takwa semacam ini dinamakan wara’
(kehati-hatian) yang sempurna, yang menjadi hal terpenting dari urusan agama.
Hal ini juga dinamakan adab (tatakrama) di hadapan Allah Swt.
Inilah
arti takwa dan keterangan globalnya. Pahamilah! Insya Allah Anda mendapat
taufik.
Bila Anda berkata: “Kalau begitu sekarang tolong terangkan
untuk kami arti takwa dan cara penggunaannya sehubungan dengan nafsu, karena
kebutuhan untuk itu sudah muncul. Agar kami bisa mengetahui bagaimana caranya
mengendalikan nafsu dengan ketakwaan seperti yang telah Anda terangkan
rinciannya, yakni ketakwaan yang sebenarnya.
Menurutku (Al-Ghazali)
memang harus begitu. Adapun rincian takwa tersebut sehubungan dengan ibadah
adalah sebagai berikut:
(Langkah pertama) Anda harus menjaganya
dengan keinginan yang kuat agar bisa mencegahnya dari segala perbuatan maksiat
dan memeliharanya dari kelebihan sesuatu yang halal.
Kalau sudah
begitu, berarti Anda telah bertakwa kepada Allah dalam urusan mata, telinga,
mulut, hati, perut, kemaluan dan seluruh anggota badan serta mengendalikannya
dengan kendali “takwa”.
Persoalan ini membutuhkan banyak sekali
penjelasan dan kami telah menerangkannya di dalam kitab “Ihya Ulumiddin”.
Sedangkan keterangan yang harus dijelaskan di dalam kitab ini adalah:
Barangsiapa
ingin bertakwa kepada Allah, hendaknya ia melihat kembali pada lima inderanya.
Sebab lima anggota badan inilah yang menjadi pokok permasalahan, yaitu mata,
telinga, mulut, hati dan perut.
Ia harus menjaganya dari segala
sesuatu yang membahayakan urusan agamanya seperti kemaksiatan, sesuatu yang
haram, berlebihan dan boros dengan sesuatu yang halal.
Jika
seseorang telah berhasil menjaga lima anggota badan ini berarti ia memiliki
harapan anggota badan tersebut, maka yang lain bisa selamat.
Iajuga
telah berhasil menjalani ketakwaan secara menyeluruh dengan semua anggota
tubuhnya.
Sehubungan dengan hal ini tentunya diperlukan lima pasal
tentang rincian lima anggota badan tersebut serta membuat beberapa pasal
tentang apa yang diharamkan untuk masingmasing anggota badan sekedar yang
sesuai dengan kapasitas kitab (yang dibuat ringkas) ini.
Pasal Pertama: Mata
Hendaknya Anda senantiasa memelihara mata, karena mata ini sering
menjadi penyebab segala fitnah dan kerusakan. Dalam hal ini aku akan
menerangkan tiga pokok yang sekira bisa mencukupi.
Firman Allah
Artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman!
Hendaklah mereka menahan pandangan dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
mereka perbuat.” (Q.S. An-Nuur: 30)
Meskipun ayat ini pendek,
setelah direnungkan ternyata menyimpan tiga arti yang mulia yaitu: Mendidik
kesopanan (tata krama), peringatan dan menakut-nakuti. Arti yang mendidik
kesopanan yaitu:
Artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman! Hendaklah mereka menahan pandangan mereka.” (Q.S. An-Nuur: 30)
Seorang
hamba harus mengikuti perintah majikan dan bersikap sopan seperti diajarkan
majikannya. Jika tidak, maka ia akan dianggap buruk budi pekertinya dan
terhalang dari anugerah majikannya. Ia juga tidak diperbolehkan menghadiri
pertemuan dan bersenang-senang di hadapan majikanya. Pahamilah keterangan ini
dan renungkan apa yang tersirat darinya, karena di dalamnya terdapat manfaat
yang besar sekali. Yang berisi peringatan adalah firman Allah:
Artinya:
“Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.” (Q.S. . An-Nuur: 30)
Firman
ini dipergunakan untuk dua arti.
Pertama, “yang demikian itu lebih
membersihkan hati mereka.”
Kata-kata “Az-zakat” berarti “bersih”.
Sedangkan “At-tazkiyat” berarti membersihkan.
Kedua, “yang demikian
itu lebih meningkatkan kebaikan mereka.”
Kata-kata Az-zakat pada
dasarnya memiliki arti “meningkat”.
Dengan begitu, di dalam ayat
ini Allah mengingatkan bahwa dalam menundukkan pandangan terdapat penyucian
hati dan memperbanyak (meningkatkan) ketaatan serta kebaikan. Hal itu terjadi
karena apabila Anda tidak menundukkan pandangan dan melepaskannya begitu saja,
tentu mata Anda akan memandang hal-hal yang tidak berguna. Kalau itu yang
terjadi bukan hal yang tidak mungkin pandangan Anda akan jatuh pada hal-hal
haram. Bila Anda dengan sengaja memandangnya maka hal itu merupakan dosa
besar, dan kadang hal yang terlihat itu melekat di hati Anda. Dengan begitu,
Anda akan binasa bila tidak diberi rahmat oleh Allah.
Telah
diceritakan bahwa seorang hamba memandang sesuatu hanya sekilas, akan tetapi
hatinya menjadi rusak karena sekilas pandangan tersebut seperti kulit yang
dimasukkan ke dalam penyamakan, dan tidak bisa di manfaatkan untuk
selamanya.
Jika yang Anda lihat itu sesuatu yang mubah, maka hati
Anda akan menjadi sibuk. Lalu datanglah perasaan was-was dan khawatir
karenanya. Bisa jadi Anda tidak bisa menggapai apa yang Anda lihat sehingga
hati Anda tetap saja sibuk dan terputus dari kebaikan.
Seandainya
Anda tidak melihat semua itu, tentu Anda akan merasa nyaman dari semuanya.
Sehubungan
dengan arti semacam ini, dikisahkan bahwa Nabi Isa a.s. pernah berkata:
“Hati-hatilah dengan pandanganmu, karena pandangan tersebut menanamkan
keinginan (syahwat) di hatimu. Dan cukuplah hal itu sebagai fitnah bagimu.”
Dzun-Nuun
Al-Mishri berkata: “Penghalang terbaik untuk syahwat adalah memejamkan
mata.”
Sungguh indah gubahan seorang penyair berikut ini:
Bila
suatu hari kau lepas pandanganmu sebagai utusan hati, maka apa yang terlihat
akan membuatmu payah.
Kau melihat sesuatu yang tidak semuanya bisa
kau raih. Dan engkaupun tidak sabar mendapatkan sebagian darinya.
Kalau
begitu, sebaiknya Anda menahan pandangan dan memelihara mata. Jangan melihat
hal-hal yang tidak bermanfaat dan sesuatu yang tidak penting, niscaya hati
Anda akan bersih, lega dan nyaman dari rasa was-was. Diri Anda juga selamat
dari berbagai kerusakan. Dan kebaikan Anda pun akan bertambah. Oleh karena
itu, ingatlah keterangan yang menyeluruh ini.
Hanya Allah yang
memberikan taufik dengan anugerah dan kemuliaan-Nya.
Sedangkan yang
memiliki arti menakut-nakuti adalah firman Allah:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Q.S. An-Nuur:
30)
Dia juga berfirman:
Artinya: “Dia Maha mengetahui
(pandangan) mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Q.S.
Al-Mu’min: 19)
Ayat ini cukup sebagai teguran bagi orang yang takut
dengan kekuasaan Tuhannya. Dan ini merupakan dasar utama yang berasal dari
kitab Allah Swt.
Hadis Nabi Saw.:
Artinya: “Sesungguhnya memandang keindahan seorang
wanita bagaikan panah beracun dari Iblis. Barangsiapa meninggalkannya akan
dicicipkan rasa ibadah yang menyenangkannya.”
Temuan rasa manis beribadah dan lezatnya bermunajat bagi para
hamba merupakan suatu posisi tersendiri.
Hal ini telah diujicoba
dan dibuktikan oleh orang yang mengamalkannya. Sebab jika seseorang menahan
pandangan dari hal-hal yang tidak berguna, maka ia akan menemukan kelezatan
beribadah dan manisnya ketaatan. Hatinya juga merasakan kebeningan yang belum
dia rasakan sebelumnya.
Hendaknya Anda melihat setiap anggota tubuh. Apa saja yang pantas dikerjakan,
dan sebaiknya digunakan untuk apa. Dengan begitu, Anda bisa menjaga dan
memeliharanya.
Kaki digunakan untuk berjalan di taman surga dan
istanaistananya. Tangan digunakan untuk memegang gelas minuman dan memetik
buah-buahan (surga), dan seterusnya. Sedangkan mata hanya dipergunakan untuk
memandang Penguasa alam semesta. Maha Suci Allah. Tidak ada kemuliaan di dunia
dan akhirat yang lebih besar ketimbang memandang Penguasa alam semesta.
Jadi,
sudah semestinya bila sesuatu yang ditunggu-tunggu dan diharapkan seperti
kemuliaan ini dijaga, dipelihara, diagungkan dan dimuliakan.
Inilah
tiga dalil pokok yang jika benar-benar direnungkan dengan baik cukup sebagai
bekal mengamalkan pasal ini. Hanya Allah yang menguasai taufik. Dia-lah yang
mencukupiku. Dan Dia-lah sebaik-baik tempat berserah diri.
Pasal Kedua: Telinga
Hendaklah Anda memelihara pendengaran dari omongan buruk dan
tidak berguna. Hal itu harus dilakukan, karena adanya dua hal:
Pertama,
karena telah diceritakan bahwa orang yang mendengarkan sama hukumnya dengan
orang yang berbicara.
Dalam hal ini seorang penyair berkata:
Pilih
jalan tengah di antara jalan yang ada.
Hindari persimpangan yang
meragukan.
Jagalah telingamu dari mendengarkan hal buruk.
Seperti
halnya menjaga mulut dari mengucapkannya.
Sebab ingatlah! Jika kamu
mendengarkan hal buruk, maka kamu menjadi pasangan orang yang
mengucapkannya.
Kedua, mendengarkan hal buruk bisa membangkitkan
berbagai gerak hati dan rasa was-was di dalamnya. Kemudian akan tampak
kesibukan pada diri Anda dan tak satupun anggota badan dibiarkan beribadah.
Kemudian
ketahuilah bahwa ucapan yang masuk ke dalam hati melalui pendengaran sama
halnya dengan makanan yang masuk ke dalam perut. Kadang berbahaya dan kadang
juga bermanfaat. Ada yang menjadi sumber energi dan ada yang menjadi racun.
Bahkan ucapan yang telah menetap di dalam hati pengaruhnya lebih kuat
dibanding makanan. Sebab pengaruh makanan itu bisa hilang dari perut dengan
tidur dan sebagainya. Kadang pengaruhnya terasa beberapa saat lalu menghilang.
Ada juga penawar untuk menghilangkan pengaruhnya dari tubuh seseorang. Akan
tetapi kalau ucapan sudah masuk ke dalam hati, terkadang bersemayam sepanjang
hidupnya dan tidak dapat dilupakan. Jika ucapan itu buruk maka tiada hentinya
ia membuat payah dan tercela. Hal itu juga bisa mendatangkan berbagai
kekhawatiran dan rasa was-was di dalam hati sehingga ia harus berpaling dan
berusaha untuk tidak mengingatnya. Ia juga harus memohon perlindungan kepada
Allah dari keburukannya. Ia tidak akan terbebas dari dorongan bebuat buruk
sehingga yang terjadi adalah kerusakan besar-besaran karenanya.
Jika
Anda memelihara pendengaran dari hal-hal yang tidak berguna, maka Anda akan
merasa nyaman dari semua itu. Dan hendaknya orang yang berakal merenungkan
keterangan di atas.
Hanya Allah tempat memohon taufik.
Pasal Ketiga: Mulut
Hendaknya Anda memelihara mulut dan mengendalikannya, karena ia
adalah anggota tubuh yang paling sulit diatur, durhaka, serta banyak
menimbulkan kerusakan dan permusuhan.
Diceritakan dari Sufyan bin
Abdullah. Beliau berkata: “Aku bertanya (kepada Rasulullah), Wahai Rasulullah!
Apa yang paling banyak Anda khawatirkan padaku? Rasulullah memegang lisannya
sendiri dan berkata, “Ini.”
Diceitakan dari Yunus bin Abdullah.
Beliau berkata: “Sesungguhnya aku menemukan diriku sendiri mampu menahan
derita puasa saat panas yang teramat sangat di negeri Bashra dan tidak mampu
menahan satu ucapan yang tidak berguna.”
Karena itu, hendaklah Anda
bersungguh-sungguh dan mengerahkan seluruh kemampuan (untuk menjaganya).
Di
sini kami akan menerangkan lima pokok bahasan: 1. Apa yang diceritakan dari
Abu Sa’id Al-Khudri bahwa jika seorang keturunan Adam memasuki waktu pagi,
maka seluruh anggota tubuhnya bersegera mendatangi mulut dan berkata
kepadanya: “Kami memohon agar kamu bersumpah demi Allah akan berbuat lurus.
Sebab jika kamu lurus, maka kami pun akan berbuat lurus. Tapi jika kamu
bengkok (berbuat salah), maka kami pun akan bengkok.
Menurutku
(Al-Ghazali) yang diinginkan dari perkataan tersebut adalah (wallahu a’lamu):
Ucapan mulut memberikan pengaruh kepada seluruh anggota badan seseorang berupa
taufik dan kehinaan.
Keterangan ini diperkuat dengan apa yang
diceritakan dari Malik bin Dinar bahwasanya beliau berkata: “Jika kamu melihat
kekerasan dalam hatimu, badanmu melemah dan rezekimu terhalang, maka
ketahuilah bahwa kamu telah mengucapkan sesuatu yang tiada berguna.”
Menjaga waktu. Kebanyakan hal yang dibicarakan oleh seseorang bukanlah dzikir
kepada Allah. Jadi, paling tidak hal itu tidak berguna dan hanya
membuang-buang waktu. loteng yang sedang dibangun dan berkata: “Sejak kapan
loteng ini mulai dibangun?” Beliau pun segera menegur dirinya sendiri seraya
berkata: “Hai nafsuku yang suka menipu! Kenapa kamu menanyakan sesuatu yang
tidak berguna untukmu?” Kemudian beliau menghukum dirinya dengan puasa selama
satu tahun. Beruntung sekali orang-orang yang memperhatikan diri mereka.
Alangkah celakanya orang-orang yang lalai, melepas kendali nafsu dan
mengumbarnya begitu saja.
Hanya Allah tempat memohon
pertolongan.
Benar sekali ucapan seorang penyair di bawah ini:
Abillah
keuntungan dua rakaat di kegelapan malam saat kamu santai dan beristirahat.
Bila
kamu ingin berbicara yang tidak berguna dalam hal-hal bathil, maka gunakanlah
waktu itu untuk membaca tasbih.
Tetap diam lebih baik daripada
berbicara meskipun kamu orang yang pandai berbicara.
Menjaga amal saleh. Bila seseorang tidak memelihara lisannya dan banyak
berbicara, maka bukan tidak mungkin ia terjerumus ke dalam pergunjingan
mengenai orang lain, seperti ucapan seorang ulama: “Barangsiapa banyak bicara,
maka sering pula pembicaraannya tergelincir.”
Menggunjing ibarat
halilintar yang merusak ketaatan, sebagaimana dikatakan: “Perumpamaan orang
yang menggunjing orang lain adalah memasang alat pelempar (sebangsa meriam).
Ia melemparkan kebaikan ke arah timur dan barat, ke kanan dan ke kiri.”
Aku
telah mendengar bahwa Hasan Al-Bashri pernah diberi tahu oleh seseorang:
“Wahai Abu Said! Sungguh si fulan telah menggunjing Anda.” Maka Hasan
mengirimkan nampan berisi roti untuk orang (yeng menggunjing) tersebut dan
berkata: “Kudengar Anda menghadiahkan kebaikan-kebaikan padaku. Karena itu,
aku merasa senang bila bisa membalas kebaikan Anda.”
Suatu saat ada
gunjingan yang dikeluarkan di hadapan Ibnul Mubarak. Maka beliau berkata:
“Seandainya aku menggunjing seseorang, tentu aku akan menggunjing ibuku,
karena dialah yang lebih berhak atas kebaikan-kebaikanku.”
Diceritakan
bahwa suatu malam Hatim Al-Asham tidak melakukan salat malam dan ditegur oleh
isteri beliau. Beliau menjawab: “Kemarin malam orang-orang melakukan salat
malam. Paginya mereka menggunjingku. Maka kelak di hari kiamat (pahala)
salat-salat mereka akan berpindah ke timbangan amalku.
Selamat dari bahaya dunia. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Sufyan
Ats-Tsauri: “Jangan membicarakan sesuatu yang bisa memecahkan gigimu.”
Ulama
lain berkata: “Jangan mengumbar mulut agar ibadahmu tidak hancur.”
Para
ulama menggubah sebuah syair:
Pelihara mulutmu! Jangan sampai
mengucapkan sesuatu yang menimbulkan petaka bagimu,
karena
sesungguhnya petaka itu berpangkal dari ucapan.
Ibnul Mubarak
menggubah sebuah syair:
Ingat! Jaga mulutmu.
Karena
sesungguhnya mulut itu bisa mempercepat kematian.
Sesungguhnya
mulut merupakan cerminan hati yang bisa menunjukkan ukuran rasio seseorang.
Ibnul
Muthi juga bersyair:
Mulut seseorang bagaikan singa di dalam
kandang.
Jika dilepas pasti ia menerkam.
Jagalah mulut
Anda dari bicara buruk dengan pengendali “diam”.
Niscaya pengendali
itu jadi penghalang dari segala petaka.
Ada peribahasa yang
mengatakan: “Banyak ucapan yang berkata kepada pemiliknya “Tinggalkan
daku.”
Kami memohon taufik kepada Allah dengan rahmat-Nya.
Mengingat bahaya akhirat dan akibat yang ditimbulkannya.
Dalam hal
ini aku akan mengemukakan satu pokok yang penting, yaitu bahwa pembicaraan
Anda tidak akan pernah lepas dari dua kemungkinan: Pembicaraan yang diharamkan
dan yang diperbolehkan berupa membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat
secara berlebihan.
Bila pembicaraan tersebut diharamkan, maka Anda
berhak mendapat siksa dari Allah yang tidak mampu ditanggung.
Telah
kami ceritakan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:
Artinya:
“Pada malam ketika aku diisra’kan, aku melihat sekelompok orang di dalam
neraka yang sedang memakan bengkai. Kemudian aku bertanya, “Wahai Jibril!
Siapakah mereka itu?” Jibril menjawab,
‘Mereka adalah orang-orang
yang memakan daging manusia.’
Beliau juga pernah bersabda kepada
Mu’adz:
Artinya: “Hentikan menggunjing para ahli Al-Qur’an, dan
para penuntut ilmu. Jangan mencabik-cabik orang lain dengan mulutmu agar
dirimu tidak dicabik-cabik anjing neraka.” Diceritakan dari Abu Qilabah.
Beliau berkata: “Sesungguhnya gunjingan itu menyimpan kerusakan hati dari
petunjuk Allah.”
Kami memohon pemeliharaan kepada Allah dengan
anugerah-Nya.
Inilah akibat pembicaraan yang terlarang. Sedangkan
dalam pembicaraan yang mubah Anda harus memperhatikan empat hal:
Kesibukan malaikat pencatat amal karena harus mencatat halhal yang tidak ada
kebaikan dan manfaaatnya, sudah semestinya seseorang merasa malu kepada
keduanya dan tidak menyakiti mereka.
Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan di dekatnya ada Ragib dan
“Atid (malaikat yang mengawasi dan menunggu). (Q.S. Oaf: 19)
Dengan melakukan itu berarti kita mengirimkan buku catatan kepada Allah dalam
keadaan kosong. Dan hendaknya seorang hamba menjaga dirinya dari hal itu serta
merasa takut kepada Allah Swt.
Telah diceritakan bahwa ada ulama
yang melihat seorang lakilaki sedang mengeluarkan kata-kata keji. Kemudian
ulama tersebut berkata: “Wahai saudara! Sungguh celaka. Kamu sedang mengirim
tulisan kepada Tuhanmu. Karena itu, perhatikan apa yang kau tulis
untuk-Nya.”
Pembacaan buku catatan amal tersebut pada hari kiamat di hadapan para raja
yang Maha Perkasa, di depan para saksi, di tengah suasana sulit dan bebagai
goncangan dalam keadaan dahaga, telanjang, lapar, jauh dari surga dan
terhalang dari kenikmatan.
Cercaan dan cemoohan karena ucapan yang Anda keluarkan, kehilangan hujjah dan
rasa malu kepada Allah.
Ada ulama yang mengatakan:
Artinya:
“Janganlah kamu berlebihan dalam bicara karena perhitungannya akan
panjang.”
Kiranya keterangan ini sudah cukup sebagai nasehat bagi
orang yang mau menerima nasehat.
Kami telah menerangkan hal ini
secara panjang lebar dan memuaskan di dalam kitab “Asraari Muaamalat Ad-Diin.”
Pelajarilah! Semoga Anda mendapatkan pengobatnya.
Pasal Keempat: Hati
Sebaiknya Anda senantiasa menjaga hati, memperbagus dan
mengawasinya dengan baik dan sekuat tenaga. Sebab hati adalah anggota badan
yang paling mengkhawatirkan, paling berpengaruh, paling rumit, paling sulit
diperbaiki dan susah perawatannya.
Dalam hal ini aku akan
menerangkan lima pokok bahasan yang sangat urgen.
Firman Allah Swt.:
Artinya: “Dia Maha mengetahui (pandangan) mata
yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Q.S. Al-Mu’min: 19)
Juga
firman Allah:
Artinya: “Dan Allah mengetahui apa yang tersimpan
dalam hatimu.” (Q.S. Al-Ahzab: 51)
Firman Allah:
Artinya:
“Sungguh Allah Maha mengetahui segala isi hati.” (Q.S. Al-Anfal: 43)
Berapa
kali Allah menyebut dan mengulang masalah ini di dalam Al-Qur an. Cukuplah
kiranya pengawasan Dzat yang Maha Mengetahui sebagai peringatan bagi
hamba-hamba pilihan. Sebab muamalah (bergaul) dengan Dzat yang Maha Mengetahui
segala urusan gaib adalah hal penting yang berbahaya. Karena itu,
perhatikanlah apa yang diketahui-Nya dari hati Anda.
Hadis Nabi Saw.:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa
dan kulitmu, melainkan Dia hanya memandang hatimu.”
Hadis ini
menunjukkan bahwa hati adalah pusat pandangan Tuhan semesta alam. Alangkah
mengherankan bila seseorang hanya mementingkan wajah yang hanya menjadi pusat
pandangan makhluk. Orang tersebut membasuhnya, membersihkannya dari kotoran
dan menghiasinya semampu mungkin agar orang lain tidak melihat kekurangan pada
dirinya. Dia tidak mementingkan hati yang menjadi tempat pandangan Tuhan
semesta alam. Tidak mau membersihkan, menghias dan mengharumkannya agar Allah
tidak melihatnya dalam keadaan kotor, jelek, rusak, dan cacat. Bahkan
sebaliknya, ia justru memenuhinya dengan hal memalukan, kotor dan keji, yang
seandainya orang lain melihat salah satunya saja tentu mereka akan menyingkir
dan membiarkannya begitu saja, atau bahkan mengusirnya.
Hanya Allah
tempat memohon pertolongan.
Sesungguhnya hati bagaikan seorang raja yang ditaati, Bagaikan pemimpin yang
diikuti (anak buahnya). Adapun seluruh anggota badan bagaikan pengikutnya.
Bukankah jika pemimpinnya baik anak buahnya juga baik? Jika rajanya berbuat
lurus rakyatnya juga lurus?
Keterangan ini diambil dari hadis yang
diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwasanya beliau bersabda:
Artinya:
“Sesungguhnya di dalam jasad (manusia) terdapat segumpal darah yang apabila
baik, maka baik pula seluruh jasad. Dan apabila rusak, maka rusak pula seluruh
jasad. Ingatlah! Itulah hati.”
Jika kebaikan segala sesuatu
tergantung padanya (hati), maka sudah seharusnya kita mencurahkan seluruh
perhatian padanya.
Sesungguhnya hati adalah tempat penyimpanan segala macam permata indah bagi
seorang hamba dan juga menyimpan berbagai hal penting.
Yang pertama
akal dan puncaknya adalah makrifat kepada Allah yang menjadi salah satu
penyebab kebahagiaan dunia akhirat.
Kemudian disusul oleh bermacam
pengetahuan dan hikmah yang menjadi kemuliaan seorang hamba, serta seluruh
akhlak mulia dan perbuatan-perbuatan terpuji yang digunakan untuk mendapatkan
jenjang kedudukan orang-orang mulia, seperti yang telah kami jelaskan secara
panjang lebar di dalam kitab ” Asraari Mu’aamalat Ad Diin.”
Sudah
sepantasnya simpanan seperti ini dipelihara dari bermacam kotoran dan
kerusakan. Dijaga dari para pencuri atau perampok. Dan juga dimuliakan dengan
bermacam kemuliaan agar permata tesebut tidak kotor dan diambil musuh.
Setelah kurenungkan keadaannya ternyata aku menemukan lima hal yang tidak
dialami oleh anggota tubuh lain:
Pertama, musuh yang selalu
mengintai dan berusaha mempengaruhinya. Sebab setan selalu bertengger di atas
hati manusia, tempat tinggal ilham dan was-wasah yang membisikkan dua ajakan
berbeda untuk selamanya, yakni bisikan malaikat Mulhim dan setan.
Kedua,
kesibukan yang harus dijalani karena akal dan nafsu tinggal bersama di
dalamnya. Hati adalah medan tempur antara dua pasukan, yakni pasukan hawa
nafsu dan pasukan akal. Selamanya hati tetap berada di tengah pertempuran dan
luncuran panah mereka. Karena itu, sudah seharusnya kalau tempat itu dijaga,
dibentengi dan tidak dilupakan.
Ketiga, di dalam hati terdapat
banyak rintangan. Bermacam gerak hati seperti panah yang tiada hentinya
menghunjam. Bagaikan hujan yang tiada pernah reda, malam dan siang tiada
henti. Sementara itu Anda tidak mampu mencegahnya.
Hati tidaklah
sama dengan mata yang berada di tengah kedua kelopaknya. Bisa dipejamkan dan
merasa nyaman. Atau diletakkan di tempat sepi dan gelap sehingga pandangannya
bisa terhambat.
Hati juga tidak sama dengan lidah yang ada di
belakang dua sekat, gigi dan bibir. Anda masih mampu menahannya dan membuatnya
diam.
Akan tetapi hati adalah obyek bermacam gerak hati yang
bagaimanapun juga Anda sendiri tidak mampu menahan dan menjaga diri darinya.
Gerak hati tersebut sedetikpun tak bisa lepas dari Anda. Sementara itu hawa
nafsu cepat sekali ingin mengikutinya.
Untuk mencegah hati dari
semua itu dengan sekuat tenaga merupakan hal berat dan ujian yang paling
besar.
Keempat, pengobatannya yang sulit karena tidak bisa Anda
lihat, Hampir saja Anda tidak tahu sampai perlahan-lahan merasakan adanya
kerusakan di dalamnya dan juga terjadi halhal baru. Untuk itu, Anda harus
membicarakannya dengan sempurna, kekuatan penuh, perenungan mendalam dan
banyak riyadhah.
Kelima, kerusakan yang lebih cepat menjalar ke
dalamnya, karena pergolakan yang terjadi di dalamnya juga amat cepat. Bahkan
ada yang mengatakan bahwa pergolakan hati lebih cepat dibanding air mendidih
dalam kendil.
Karena itu dalam syair disebutkan:
Tidak
dinamakan hati selain karena pergolakannya.
Adapun pikiran bisa
menciptakan berbagai keadaan pada manusia.
Kemudian bila hati telah
tergelincir — semoga Allah melindungi kita semua — maka pasti gelincirannya
lebih keras dan jatuhnya juga lebih buruk, karena paling tidak hati menjadi
keras dan cenderung kepada selain Allah. Sedangkan puncaknya adalah diakhiri
(mati) dengan membawa kekufuran.
Tidakkah Anda pernah mendengar
firman Allah:
Artinya: “Dia (Iblis) membangkang dan menyombongkan
diri. Dia termasuk golongan orang-orang kafir.” (Q.S. al-Baqarah: 34)
Kesombongan
yang bersemayam di hatinya mendorong untuk berani membangkang dan secara lahir
berbuat kufur.
Adakah Anda tidak mendengar firman Allah:
Artinya:
“Akan tetapi (Bal’am) lebih senang abadi di muka bumi dan mengikuti hawa
nafsunya.” (Q.S. Al-A’raaf: 176)
Kecenderungan mengikuti hawa nafsu
bersemayam di hati Bal’am. Dan hal itu mendorongnya melakukan dosa buruk yang
tercela.
Adakah Anda tidak mendengar firman Allah:
Artinya:
“Kami membolak-balikkan hati dan mata mereka sebagaiamana pertama kali mereka
tidak beriman kepada Al-Jur’an. Dan Kami membiarkan mereka berada dalam
kedurhakaan dalam keadaan bingung.” (Q.S. Al-An’aam: 110)
Karena
arti semacam inilah para hamba Allah yang terpilih senantiasa mengkhawatirkan
hati mereka, menangisinya dan mencurahkan seluruh kekuatan untuk
menjaganya.
Allah berfirman tentang gambaran mereka:
Artinya:
“Mereka takut pada suatu hari (yang ketika itu) hati dan penglihatan menjadi
bergoncang.” (Q.S. An-Nuur: 37)
Semoga Allah berkenan menjadikan
kita semua bagian dari orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari
contoh-contoh yang ada dan mendapat petunjuk di tempat-tempat berbahaya dan
mendapatkan taufik untuk memperbagus hati mereka dengan pemikiran yang baik.
Sungguh Dia Maha Pengasih di antara para pengasih.
Jika ada yang
berkata: “Urusan hati seperti ini memang penting sekali. Karena itu, tolong
jelaskan usaha apa saja yang bisa memperbagaus dan kerusakan macam apa yang
menghadang dan merusaknya. Siapa tahu aku mendapat taufik untuk
bersungguh-sungguh menjalaninya.
Ketahuilah bahwa rincian
keterangan ini sungguh teramat panjang dan tidak akan muat di dalam kitab ini.
Akan tetapi para ulama akhirat berupaya dengan sungguh-sungguh untuk bisa
menerangkan hal itu dan menyusun kitab yang tak lain hanya menerangkan urusan
hati ini.
Dalam hal ini mereka menerangkan sekitar 90 hal terpuji
dan 90 hal tercela sebagai bandingannya. Kemudian mereka menerangkan sekitar
90 langkah yang wajib dan 90 langkah terlarang, lengkap dengan
perinciannya.
Sumpah demi hidupku. Sesungguhnya orang yang
memperhatikan urusan agama, bangkit dari tidur orang-orang lupa dan melihat
dirinya sendiri, jika mendapat taufik dari Allah, tentu tidak akan keberatan
mencari dan mengamalkan semua ini.
Kami telah menerangkan sedikit
tentang itu di dalam kitab “Keajaiban Hati” yang ada di dalam kitab Ihya
Ulumiddin dan menerangkan semuanya disertai berbagai rincian dan cara
merawatnya di dalam kitab Asraari Mu’aamalat Ad-Diini, yaitu sebuah kitab
berbentuk kecil tapi manfaatnya besar. Manfaat kitab tersebut tidak bisa
diambil selain oleh ulama-ulama besar yang berpengetahuan sangat dalam.
Sedangkan tujuan kitab ini adalah agar bisa digunakan, baik oleh para
pemula ataupun orang yang telah mencapai puncak, orang yang kuat maupun yang
lemah. Oleh karena itu, kami berpikir tentang hal-hal pokok yang harus
diterangkan dalam upaya merawat hati dan yang sangat dibutuhkan dalam
ibadah.
Kemudian di dalamnya kami menemukan empat hal yang sering
menyebabkan para ahli ibadah tergelincir dan menjadi penyakit para mujtahid.
Semua itu merupakan fitnah bagi hati dan bencana untuk nafsu, yang akan
menghalangi, memperburuk, merusak dan menghancurkan.
Kami juga menemukan empat hal sebagai imbangannya, yaitu hal yang bisa
menyebabkan para hamba mengatur peribadatan dan memperbagus hati.
Keempat
penyakit tersebut adalah:Khayalan (ngelantur, panjang angan-angan)
Tergesa-gesa
Dengki
Takabbur
Sedangkan
keempat kebaikan (sifat baik) tersebut adalah:Pendek angan-angan
Tenang
dalam mengerjakan berbagai hal
Memberi nasehat kepada (sesama) makhluk
Tawadhuk
dan khusyuk (merendahkan diri)
Inilah pokok-pokok kebaikan hati dan
kerusakannya serta faedah yang samar dan menjadi sentral pembahasan. Oleh
karenanya, hedaklah kita mengerahkan kekuatan penuh untuk memelihara diri dari
penyakit-penyakit dan berhasil mendapatkan kemuliaan seperti ini, agar Anda
tidak perlu mengeluarkan biaya banyak dan memperoleh apa yang Anda inginkan.
Insya Allah.
Kami akan menerangkan penyakit-penyakit tesebut dalam
bahasa yang ringkas tapi penuh makna.
Khayalan (Panjang Angan-angan) | Khayalan merupakan perintang seorang hamba
dari segala macam kebaikan dan ketaatan. Ia juga menjadi penarik untuk
melakukan segala macam keburukan dan fitnah. Ia adalah penyakit parah yang
akan menjerumuskan seseorang ke dalam berbagai macam bencana.
Ketahuilah
bahwa jika angan-angan Anda sudah melantur, maka dari diri Anda akan muncul
empat hal.
Meninggalkan ketaatan dan perasaan malas.
Dalam hal ini Anda akan
mengatakan: “Nanti saja kukerjakan. hari masih panjang dan hal itu pasti
takkan lepas dariku (sempat kukerjakan).”
Benar sekali Dawud
Ath-Thaai yang berkata: “Barangsiapa takut ancaman, maka menurutnya sesuatu
yang jauh menjadi dekat. Dan barangsiapa panjang angan-angan (suka berkhayal)
maka amalnya menjadi buruk.
Yahya bin Muadz Ar-Raazi berkata:
“Angan-angan (khayalan) akan memutuskan segala kebaikan. Dan ketamakan akan
menghalangi perkara hag. Kesabaran membawa keberuntungan, dan nafsu mengajak
melakukan segala macam kejahatan.
Meninggalkan tobat dan menundanya. Anda akan mengatakan: “Nanti saja aku
bertobat. Hari-hari masih panjang, sementara umurku masih muda. Umurku
sedikit, sedangkan tobat berada di depan mata. Aku bisa melakukannya kapanpun
aku mau.”
Kadang orang semacam ini diterkam kematian. Maka kematian
pun menyambarnya sebelum ia sempat memperbaiki amal.
Rakus untuk mengumpulkan harta dan sibuk dengan urusan dunia serta melupakan
akhirat. Anda akan mengatakan: ” Aku khawatir miskin di usia senja. Kadang aku
tak mampu bekerja dan mau tidak mau harus memiliki simpanan yang kupersiapkan
bila sakit, sudah renta atau miskin.
Perasaan ini dan yang
sejenisnya termasuk hal yang menggerakkan Anda untuk mencitai dunia dan rakus
terhadapnya. Anda juga akan mementingkan rezeki. Anda akan mengatakan: “Apa
yang akan kumakan? Apa yang akan kuminum? Apa yang akan kupakai? Sekarang
musim dingin. Sekarang musim panas. Sementara aku tidak memiliki apa-apa.
Siapa tahu umurku panjang dan membutuhkan semua itu? Padahal memenuhi
kebutuhan di waktu tua amatlah sulit. Sementara itu, aku harus makan dan tidak
meminta-minta pada orang lain.”
Perasaan seperti ini dan yang
sejenisnya akan menggerakkan Anda untuk mencari dunia, mencintai, menumpuk dan
menimbunnya. Hal ini paling tidak akan membuat hati Anda sibuk, menyia-nyiakan
umur, menambah keprihatinan dan kesedihan Anda yang tiada berguna. Seperti apa
yang diceritakan dari Abu Dzarr r.a. Beliau berkata: “Aku telah . terbunuh
oleh keprihatinan terhadap suatu hari yang tak pernah kutemui.”
Ada
yang bertanya: “Bagaimana bisa demikian wahai Abu Dzarr! Beliau menjawab:
“Karena angan-anganku melebihi batas umurku.”
Hati menjadi keras dan melupakan akhirat. Sebab jika berkhayal akan berumur
panjang, pasti Anda tak lagi mengingat kematian dan alam kubur seperti yang
dikatakan oleh Ali bin Abu Thalib r.a.: “Sesungguhnya sesuatu yang paling
kukhawatirkan menimpa kalian semua adalah dua hal, yaitu panjang anganangan
(berkhayal) dan mengikuti hawa nafsu. Ingatlah bahwa sesungguhnya khayalan itu
akan melupakan ahkirat dan mengikuti hawa nafsu akan mencegah seseorang dari
sesuatu yang haq.”
Kalau sudah begitu, tentu pikiran atau yang Anda
pentingkan adalah membicarakan dunia, hal yang menyebabkan bisa hidup, bergaul
dengan masyarakat dan sebagainya. Kemudian hati Anda akan menjadi keras
karenanya. Sedangkan yang membuat hati menjadi lunak danjernih adalah
mengingat kematian, alam kubur, pahala, siksaan dan hal ihwal urusan akhirat.
Jika dari ini semua tak satupun yang terdapat di hati Anda, maka bagaimana
mungkin hati menjadi lunak dan jernih?
Allah berfirman:
Artinya:
” Kemudian berlalulah masa panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi
keras.” (Q.S. Al-Hadid: 16)
Dengan begitu jika Anda melanturkan
angan-angan (berkhayal), maka sedikit sekali kataatan yang Anda kerjakan,
tobat Anda tertunda, maksiat menjadi banyak, kerakusan makin menjadi-jadi,
hati menjadi keras, dan Anda menjadi orang yang terlalu melupakan akibat yang
akan didapatkanya di ahkirat. Akhirnya hilanglah ahkirat Anda. Lalu apa
kejadian yang lebih buruk dari ini? Kerusakan apakah yang lebih besar dari
ini? Semua ini disebabkan oleh khayalan (angan-angan yang melantur).
Adapun
jika Anda memendekkan angan-angan, mendekatkan diri pada kematian (selalu
mengingatnya), mengingat kawankawan dan saudara-saudara Anda yang dikejutkan
oleh kematian pada saat yang tidak mereka perhitungkan, Anda akan sadar
bahwasiapa tahu Anda sendiri mengalami hal yang sama dengan mereka. Maka
waspadalah hai nafsu! Ingatlah apa yang dikatakan oleh Auf bin Abdullah: “Dan
berapa banyak orang yang hidup di suatu hari dan tak sempat menyempurnakannya.
Berapa banyak orang yang menunggu pagi dan tidak sempat menjumpainya.”
Jika
Anda melihat batas umur dan perjalanannya niscaya Anda akan membenci khayalan
dan tipuan yang dibuatnya.
Tidakkah Anda mendengar perkataan Isa
bin Maryam a.s. bahwa dunia ini terbagi menjadi tiga:Hari kemarin yang telah
berlalu, dan Anda tidak mendapat apa-apa darinya.
Hari esok yang Anda
sendiri tidak tahu bisa menjumpainya atau tidak.
Hari yang sedang Anda
jalani (hari ini). Karena itu ambillah keuntungan darinya.
Kemudian
ingatlah perkataan Abu Dzar Al-Ghifari berikut ini: ” Dunia ini terbagi
menjadi tiga kesempatan.Kesempatan yang telah berlalu.
Kesempatan yang
sedang Andajalani saat ini.
Kesempatan yang Anda sendiri tidak tahu bisa
menjumpainya atau tidak (kesempatan setelah ini).”
Jadi, pada
hakekatnya Anda hanya memiliki satu kesempatan. Kematian terus menunggu dari
waktu ke waktu.
Selanjutnya ingat pula perkataan guru kami Abu
Bakar rahimahullah: “ Dunia ini bagaikan tiga tarikan nafas:Nafas yang telah
berlalu. Yaitu nafas yang Anda pergunakan untuk mengerjakan apa saja.
Nafas
yang sedang Anda jalani.
Nafas yang Anda sendiri tidak tahu bisa
menjumpainya atau tidak. Sebab betapa banyak orang yang menarik nafas satu
kali, lalu ia dikejutkan oleh kematian sebelum sempat menarik nafas kedua
kalinya.
Pada hakekatnya Anda hanya memiliki satu tarikan nafas,
bukan sehari ataupun satu jam. Karena itu, dengan satu tarikan nafas ini
bersegeralah menjalankan ketaatan sebelum kesempatan itu hilang. Segeralah
bertobat. Siapa tahu pada tarikan nafas yang kedua Anda sudah mati. Jangan
terlalu mementingkan rezeki, karena bisa saja Anda tak lagi hidup dan
membutuhkannya. Kalau itu yang diutamakan, waktu Anda menjadi sia-sia dan
keprihatinan Anda juga tiada gunanya.
Untuk apa seseorang
mementingkan rezeki yang hanya dibutuhkan untuk sehari, satu jam, atau satu
tarikan nafas? Tidakkah ia mengingat sabda Nabi Saw. tentang Usamah? Beliau
bersabda:
Artinya: “Tidakkah kalian merasa heran kepada Usamah yang
membeli dengan tempo sebulan? Sesungguhnya Usamah telah berkhayal. Demi Allah
aku tidak meletakkan satu telapak kaki dan berpikir bisa mengangkatnya
kembali. Aku tidak pernah menyuap satu suapan dan berpikir bisa menelannya
sampai kematian menyusulku. Demi Dzat yang nyawaku berada dalam “genggaman” –
Nya. Sesungguhnya apa yang telah dijanjikan pada kalian pasti akan datang. Dan
kalian takkan dapat melemahkan Allah.”
Jika Anda mengingat
peringatan-peringatan ini dan tekun menjalaninya dengan cara mengulang-ulang,
maka angan-angan Anda pasti menjadi pendek dengan izin Allah. Saat itu diri
Anda akan terlihat bersegera menjalankan ketaatan dan bertobat. Dengan begitu
Anda gugur dari kemaksiatan, berzuhud dari dunia dan usaha untuk mencarinya.
Lalu perhitungan (hisab) dan tanggung jawab Anda menjadi ringan. Hati Anda
memasuki suasana mengingat akhirat dan hal-hal menakutkan yang ada di
dalamnya. Semua itu hanya karena dari satu nafas ke nafas berikutnya, ia
berjalan menuju ke sana dan melihatnya satu persatu. Kemudian kekerasan hati
akan hilang dan nampaklah kelembutan serta kejernihan. Saat itulah Anda akan
merasa takut kepada Allah, istiqamah dalam beribadah, memiliki harapan kuat
untuk mempersiapkan diri Anda dari kematian dan meraih apa yang Anda inginkan
di akhirat. Semua itu didapat karena satu hal, yaitu angan-angan yang pendek
setelah mendapatkan anugerah dari Allah.
Diceritakan bahwa setelah
Zararah bin Aufa wafat, beliau ditanya seseorang di dalam mimpinya: ” Amal apa
yang lebih tepat menurut Anda?”
Beliau menjawab: “Rida dan pendek
angan-angan (tidak berkhayal).”
Wahai saudaraku! Lihatlah dirimu.
Kerahkan seluruh kemampuan untuk pokok agama yang penting ini. Sebab hal itu
memang sesuatu yang paling penting untuk mencapai kebaikan hati dan diri
seseorang.
Hanya Allah yang menguasai taufik dengan anugerah dan
rahmat-Nya.
Kedengkian
Dengki merupakan hal yang bisa merusak ketaatan dan mendorong
seseorang untuk melakukan berbagai kesalahan. Dengki juga suatu penyakit
menular yang banyak diujikan kepada para ahli Al-Qur’an dan ulama, lebih-lebih
orang awam dan orangorang bodoh. Sehingga kedengkian tersebut akan merusak dan
menjerumuskan mereka ke dalam neraka.
Tidakkah Anda mendengar sabda
Nabi Saw. berikut ini:
Artinya: “Enam golongan masuk ke dalam
neraka karena melakukan enam hal: 1) Bangsa Arab karena fanatik terhadap
sukunya. 2) Para penguasa karena kezalimannya. 3) Para pemimpin karena
bersikap sombong. 4) Para pedagang karena pengkhianatannya. 5) Penduduk
kampung (pedalaman) karena kebodohannya. 6) Para ulama karena
kedengkiannya.”
Suatu kerusakan yang keburukannya saja bisa
menyeret para ulama ke dalam neraka. Maka sudah semestinya kita waspada
terhadapnya.
Ketahuilah bahwa kedengkian itu bisa menimbulkan lima
hal: 1. Rusaknya ketaatan. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya:
“Kedengkian akan memakan kebaikan bagaikan api yang memakan kayu bakar.”
Perbuatan maksiat dan hal-hal buruk.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Wahb bin Munabbih
bahwa orang yang merasa dengki memiliki tiga ciri-ciri:Saat berhadapan
menampakkan rasa senang (menjilat)
Saat jauh akan menggunjing
Merasa
gembira dengan musibah yang menimpa orang lain (yang didengki)
Kiranya
Anda sudah cukup tahu kalu Allah memerintahkan agar kita berlindung dari orang
yang dengki. Dia berfirman:
Artinya: “Dan dari kejahatan orang yang
dengki apabila ia dengki.” (Q.S. al-Falaq: 5)
Dia memerintahkan
agar kita berlindung dari orang yang dengki seperti Dia juga memerintahkan
agar kita berlindung dari kejahatan setan dan tukang sihir. Betapa banyak
keburukan yang ditimbulkan rasa dengki hingga pelakunya disejajarkan dengan
setan dan tukang sihir. Bahkan tidak ada penolong dan tempat berlindung
darinya kecuali hanya Allah, Penguasa alam semesta.
Kepayahan dan keprihatinan yang tak berguna.
Bahkan keduanya
merupakan dosa dan kemaksiatan seperti yang dikatakan oleh Ibnu As-Samak
rahimahullah: “ Aku tidak pernah melihat orang zalim yang pelakunya lebih
menyerupai orang yang dizalimi selain orang yang dengki. Ia terus bernafas,
pikirannya kosong dan susah berkepanjangan.”
Kebutaan dalam hati. Sehingga orang yang dengki nyaris tidak mengetahui satu
hukum di antara hukum-hukum Allah.
Sufyan Ats-Tsauri pernah
berkata: “Sebaiknya engkau selalu diam. Dengan begitu kau akan memiliki sikap
wara’. Jangan rakus pada dunia, maka dirimu akan terpelihara. Jangan suka
mencela, maka kau akan terhindar dari dibicarakan orang banyak. Danjangan
merasa dengki, maka kau akan memahami sesuatu dengan cepat.”
Halangan dan hinaan.
Orang yang dengki nyaris tidak dapat meraih apa yang diinginkan
dan bantuan untuk mengalahkan musuhnya. Seperti yang dikatakan oleh Hatim
Al-Asham: “Orang yang iri bukanlah orang yang beragama. Orang yang mencela
bukanlah ahli ibadah. Orang yang mengadudomba bukanlah orang terpercaya. Dan
orang yang dengki tidak akan mendapat pertolongan.”
Menurutku,
bagaimana mungkin orang yang dengki meraih keinginannya, sementara yang
diinginkan adalah hilangnya kenikmatan dari Allah yang diberikan kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman. Bagaimana mungkin ia mendapat pertolongan untuk
mengalahkan musuhnya jika yang menjadi musuhnya adalah hamba-hamba Allah yang
beriman.”
Alangkah indah apa yang dikatakan oleh Abu Ya gub berikut
ini: “Ya Allah! Berilah kesabaran atas kesempurnaan nikmat yang ada pada
hamba-Mu dan juga bersabar atas kebaikan mereka.”
Dengki adalah
penyakit yang akan merusak ketaatan Anda dan memperbanyak keburukan serta
maksiat Anda. Ia juga akan mencegah Anda dari rasa nyaman di dalam jiwa,
kepahaman hati, pertolongan untuk mengalahkan musuh dan mencapai
keinginannya.
Sekarang penyakit apa lagi yang lebih berbahaya dari
ini? Untuk itu hendaklah Anda memelihara jiwa dari penyakit tersebut.
Hanya
Allah yang menguasai taufik dengan anugerah dan kemuliaan-Nya.
Tergesa-gesa dalam beribadah
Sikap ini malah bisa menghilangkan apa
yang menjadi tujuannya dan menjerumuskannya dalam berbagai kemaksiatan, Sebab
dari sikap tersebut akan muncul empat macam afat.
Orang yang beribadah menginginkan sebuah kedudukan dan terkadang ia
tergesa-gesa untuk mendapatkannya, padahal hari itu belum tiba saat yang telah
ditentukan baginya. Lalu ia pun tidak bersemangat dan berputus asa. Maka ia
tak lagi bersungguh-sungguh dan terhalang dari kedudukan tersebut. Kalau tidak
begitu ia bertindak melampaui batas dan menyusahkan dirinya. Maka ia pun tak
dapat mencapai kedudukan tersebut. Dengan begitu ia berada di antara
keteledoran dan keterlaluan, yang keduanya merupakan buah dari sikap
tergesa-gesa.
Diceritakan dari Nabi Saw. beliau bersabda:
Artinya:
“Sesungguhnya agama kami adalah agama yang kokoh. Jalanilah dengan
pelan-pelan, sebab orang yang berpatah semangat itu tidak bisa melintasi bumi
dan tidak pula terus berada di atas punggung hewan tunggangan.”
Dalam
sebuah peribahasa ada ungkapan lain yaitu: “Jika kamu tidak tergesa-gesa pasti
kamu akan sampai (ke tempat tujuan).”
Dalam sebuah syair
diungkapkan:
Orang-orang melakukan sesuatu dengan pelan dapat
mencapai sebagian kebutuhannya.
Dan orang yang tergesa-gesa kadang
malah meleset (tidak mendapatkannya).”
Seorang hamba memiliki suatu kebutuhan dan memohon kepada Allah untuk
mendapatkannya. Kemudian ia memperbanyak doa dan bersungguh-sungguh. Kadang ia
tergesa-gesa untuk segera dikabulkan sebelum tiba waktunya. Lalu ia berputus
asa dan tidak lagi berdoa. Akhirnya ia pun tidak terpenuhi kebutuhannya dan
tujuannya juga tidak tercapai.
Hamba tersebut dizalimi oleh seseorang. Lalu ia segera berdoa agar orang yang
menzaliminya ditimpa kerusakan. Maka ada seorang muslim yang tertimpa
kecelakaan karena (doa) hamba tersebut. Atau hamba tadi bertindak melebihi
batas sehingga ja terperosok ke dalam kemaksiatan dan kerusakan.
Allah
Swt. berfirman:
Artinya: “Dan seseorang berdoa dengan suatu
keburukan seperti za berdoa meminta kebaikan. Dan manusia itu memang suka
tergesagesa.” (Q.S. Al-Israa’: 11)
Inti ibadah adalah wara’. Sedangkan wara’ berasal dari pandangan yang teliti
dan penyelidikan secara matang terhadap segala sesuatu yang dikerjakan seperti
makan, minum, berbicara, dan melakukan sesuatu.
Jika seseorang
tergesa-gesa dalam berbagai urusan, tidak melakukannya dengan pelan dan
berhati-hati untuk mencari titik terang dalam urusan tersebut, tentu ia tidak
bisa berhenti pada satu pokok permasalahan dan melihat segala sesuatu dengan
benar sebagaimana mestinya.
Dengan segera ia berbicara dan
terpeleset ke dalam kesalahan. la bersegera untuk makan lalu terjatuh ke dalam
hal-hal haram dan syubhat. Begitu pula dengan urusan-urusan yang lain. Ia pun
kehilangan sikap wara’. Lalu bagaimana mungkin kebaikan dalam Ibadah bisa
tercapai tanpa adanya sikap wara?
Jika hamba tersebut sudah
terputus dari kedudukan. kedudukan baik, terhalang dari kebutuhan-kebutuhan,
merusak kaum muslimin dan dirinya sendiri, dikhawatirkan akan kehilangan sikap
wara’nya yang menjadi modal utama. Untuk itu, sudah semestinya bila seluruh
manusia memperhatikan hal itu dan berusaha menghilangkannya. Dan setelah itu
ia memperbaiki dirinya.
Hanya Allah yang menguasai taufik dengan
karunia dan anugerah-Nya.
Takabur
Kesombongan adalah sebuah sikap yang bisa merusak segalanya.
Tidakkah Anda mendengar firman Allah:
Artinya: “Iblis membangkang
serta menyombongkan diri. Dan dia termasuk golongan orang-orang kafir.” (Q.S.
al-Baqarah: 34)
Sikap seperti ini tidak seperti sikap-sikap lain
yang hanya merusak amal dan membahayakan cabang-cabang agama. Akan tetapi
sikap ini juga membahayakan inti agama (keimanan) dan merusak agama juga
keyakinan.
Jika sikap seperti ini tertanam kuat dan menguasai hati,
maka tiada lagi yang bisa diharapkan. Na’udzubillah. Paling tidak dari sikap
tersebut akan muncul empat kerusakan:Terhalang dari kebenaran, kebutaan hati
dari pengetahuan tentang ayat-ayat Allah dan memahami hukum-hukum-Nya
Allah
berfirman:
Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang
menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda
kekuasaan-Ku.” (Q.S. Al-A’raaf: 146)
Firman Allah:
Artinya:
“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.”
(Q.S. A-Mu min: 35)
Kemurkaan dan kebencian Allah.
Firman Allah:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.” (Q.S. An-Nahl:
23)
Diceritakan bahwa Nabi Musa a.s. bertanya: “Wahai Tuhanku!
Siapakah makhluk yang paling membuat-Mu benci?” Allah berfirman: “Orang yang
hatinya sombong, mulutnya kasar, matanya sipit (tak pernah menangis),
tangannya pelit dan pekertinya buruk.
Siksaan serta hinaan di dunia dan akhirat.
Hatim Al-Asham berkata:
“Jangan sampai kamu mati saat melakukan salah satu dari tiga hal, yaitu
sombong, rakus dan pamer kedudukan. Sebab orang yang sombong tidak akan
dikeluarkan oleh Allah dari dunia ini sebelum kehinaannya ditampakkan kepada
keluarga dan para pelayannya yang paling hina. Orang yang rakus tidak akan
dikeluarkan oleh Allah dari dunia ini sebelum ia dibuat sangat membutuhkan
sekerat roti atau seteguk air dan tidak bisa memperolehnya. Sedangkan orang
yang pamer kedudukan tidak akan dikeluarkan oleh Allah dari dunia ini sebelum
disungkurkan ke dalam air seni dan kotorannya.
Ada seorang ulama
mengatakan: “Barangsiapa bersikap sombong tidak pada tempatnya, maka Allah
akan mewariskan kehinaan yang nyata.”
Neraka dan siksaan di akhirat seperti diceritakan bahwa Allah berfirman (dalam
hadis qudsi):
Artinya: “ Kesombongan adalah selendang (sifat)-Ku.
Keagungan adalah kain (sifat)-Ku. Barangsiapa mencopot salah satunya dariKu,
maka Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam.”
Artinya
keagungan dan kesombongan termasuk dari sifat-sifat yang khusus bagi-Ku.
Karena itu tidak pantas kalau sifat itu ditempatkan pada selain Aku, seperti
selendang dan kain yang khusus dipakai oleh seseorang tentu tidak pantas jika
keduanya dipakai orang lain.
Jika ada sebuah sikap yang membuat
Anda luput dari pengetahuan tentang kebenaran dan memahami arti ayat-ayat
Allah dan hukum-hukumnya, segala hal yang menjadi inti agama dan membuahkan
murka dari Allah Swt., membuahkan hinaan di dunia dan siksa neraka di akhirat
seperti ini, maka tidak seharusnya orang yang memiliki akal lupa diri dan
tidak memperbaikinya dengan cara menghilangkan sikap tersebut, menjaga diri
dan memohon pertolongan kepada Allah dari hal itu. Dia Maha Agung yang
menguasai pemeliharaan dan taufik dengan anugerah-Nya.
Demikianlah
sedikit keterangan tentang apa yang bisa kami kemukakan tentang empat macam
kerusakan (panjang angan-angan, Tergesa-gesa, dengki, dan Takabbur).
Orang
yang berakal cukup melihat salah satunya, apa lagi jika melihat keempatnya,
tentu ia akan lebih berhati-hati mementingkan urusan hatinya dan menjauhkan
hal tersebut dari urusan agamanya.
Jika Anda bertanya: “Kalau
demikian keadaannya maka hal itu harus diketahui hakekat dan batasannya. Oleh
karena itu tolong terangkan agar kami mengetahui cara menjaga diri
darinya.”
Ketahuilah bahwa masing-masing membutuhkan banyak
keterangan. Hal itu sudah kami terangkan secara panjang lebar di dalam kitab
“Ihya Ulumiddin” dan kitab “Asraari Mu’aamalat Ad-Diin”. Di dalam kitab ini
kami hanya menerangkan secara garis besar dan apa yang memang harus diketahui.
Karena itu, kami akan menerangkannya satu persatu.
Angan-angan
Para ulama mengatakan bahwa yang dinamakan angan-angan adalah
keinginan untuk hidup dalam waktu yang cukup lama dengan penuh keyakinan
(memastikan hal itu akan terjadi pada dirinya —Pen.). Adapun pendek
angan-angan adalah tidak memastikan apa yang menjadi keinginannya seperti
dengan cara menyandarkan keinginan tersebut pada pengecualian, kehendak Allah
dan pengetahuan-Nya di dalam mengutarakan keinginan tersebut, atau dalam
menginginkannya disertai syarat adanya kebaikan.
Dengan begitu,
jika Anda mengatakan bahwa aku pasti hidup sampai tarikan nafas kedua, dua jam
lagi, atau dua hari lagi, itu berarti Anda termasuk orang yang mengkhayal
(panjang anganangan).
Hal itu bagi Anda termasuk sebuah kemaksiatan
karena, memastikan sesuatu yang gaib.
Jika Anda menyandarkan ucapan
tersebut pada kehendak dan pengetahuan Allah serta mengatakan: “Jika Allah
menghendaki aku masih akan hidup” atau “Jika Allah mengetahui bahwa aku masih
akan hidup”, maka Anda pun telah keluar dari hukum berangan-angan dan
berpredikat meninggalkan angan-angan.
Begitu juga jika Anda secara
pasti menginginkan hidup untuk kedua kalinya, maka Anda termasuk oang yang
berangan-angan, Tapi jika Anda menyandarkan keinginan tersebut pada syarat
adanya kebaikan, maka Anda telah keluar dari hukum beranganangan dan
berpredikat pendek angan-angan, sebab tidak memasukkan kata pasti di
dalamnya.
Oleh karena itu, sebaiknya Anda tidak usah memastikan
sebuah kekekalan dan menginginkannya.
Yang dimaksud dengan
“mengatakan” di sini adalah kata hati, yaitu memantapkan dan meneguhkan hati
pada hal itu.
Pahamilah keterangan ini! Semoga Anda mendapat
petunjuk. Insya Allah.
Kemudian angan-angan ini ada dua macam,
yaitu anganangan yang bersifat umum dan angan-angan yang bersifat khusus.
Angan-angan
yang bersifat umum yaitu bila Anda menginginkan kehidupan yang abadi untuk
mengumpulkan kekayaan dunia dan bersenang-senang di dalamnya. Hal ini termasuk
kemaksiatan murni dan yang menjadi kebalikannya adalah pendek angan-angan.
Allah
berfirman:
Artinya: “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan
bersenangsenang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka
akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (Q.S. Al-Hijr: 3)
Sedangkan
angan-angan yang bersifat khusus yaitu jika Anda menginginkan kehidupan yang
kekal untuk mengumpulkan amal baik yang masih menyimpan kekhawatiran. Hal itu
berupa amal yang belum diyakini kebaikannya, sebab terkadang amal itu baik
dilakukan dengan sempurna atau tidak, tidak mendatangkan kebaikan bagi seorang
hamba. Bisa saja saat melakukan amal tadi hamba tersebut terperosok ke dalam
sifat ujub dan kerusakan yang tidak seimbang dengannya.
Kalau
begitu berarti seorang hamba yang memulai ibadahnya tidak boleh memastikan
bisa menyempurnakannya, karena penyempurnaan tersebut termasuk hal gaib. Ia
tidak boleh menginginkan ibadah tersebut secara pasti, karena terkadang hal
itu tidak membawa kebaikan. Akan tetapi hamba tersebut hendaknya menyandarkan
amal itu pada pengecualian atau syarat adanya kebaikan agar ia selamat dari
angan-angan yang tercela.
Allah berfirman:
Artinya: “Dan
jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, “Sesungguhnya aku akan
mengerjakan itu besok pagi. Kecuali (dengan menyebut) Insya Allah.” (Q.S.
Al-Kahfi: 23-24)
Menurut para ulama kebalikan dari angan-angan
semacam ini adalah niat terpuji. Mereka mengemukakan pendapat seperti ini
karena semacam kelonggaran, yaitu orang yang memiliki niat terpuji biasanya
tidak senang berangan-angan.
Inilah hukum angan-angan dan niat
terpuji, karena hal itu memang sudah dibutuhkan dan perlu diketahui. Sebab
masalah ini memang sangat penting
Para ulama menyebutkan yang
lebih luas lagi tentang hal ini. Mereka mengatakan bahwa niat yang benar dan
terpuji adalah memastikan keinginan untuk melakukan suatu amal dan
menyempurnakannya sebelum memulai amal yang baru disertai penyerahan diri dan
pengecualian (Insya Allah) dalam menyempurnaannya.
Jika ada yang
bertanya: “Kenapa pada saat memulai diperbolehkan memastikannya tapi untuk
menyempurnakan harus disertai penyerahan diri dan pengecualian?”
Alasannya,
karena saat memulai tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan dan hal itu belum
terlambat. Juga karena adanya kekhawatiran saat menyempurnakan amal tersebut.
Sebah saat menyempurnakan suatu amal ia sudah terlanjur melakukannya. Kemudian
dari situ muncul dua kekhawatiran: Pertama khawatir tidak bisa wushul (sampai
ke tempat tujuan). Ia tidak tahu entah bisa wushul atau tidak. Yang kedua
adalah khawatir amal tersebut menjadi rusak. Ia tidak tahu apakah amal
tersebut baik atau tidak.
Jadi, ia harus mengecualikan (dengan
lafal Insya Allah) karena mengkhawatirkan sampai dan tidaknya amal tersebut.
Ia juga harus berserah diri karena mengkhawatirkan kerusakannya.
Bila
keinginan Anda sudah memenuhi syarat-syarat di atas berarti keinginan tersebut
sudah masuk dalam kategori niat terpuji yang bisa mengeluarkan seseorang dari
batas panjang anganangan dan kerusakannya.
Oleh karenanya,
renungkanlah keterangan ini dengan sungguh-sungguh.
Ketahuilah
bahwa benteng pendek angan-angan adalah mengingat kematian. Dan benteng yang
menjadi penjaganya adalah mengingat maut yang selalu datang tiba-tiba, tanpa
disangka-sangka dan datang di saat lengah.
Peliharalah semua
keterangan ini. Semoga Allah memberikan taufik. Sebab kebutuhan untuk itu
sudah mendesak. Jangan siasiakan waktu Anda untuk beromong kosong dan
berselisih pendapat dengan orang lain.
Hanya Allah yang memberikan
taufik dengan anugerah-Nya.
Kedengkian
Dengki adalah keinginan hilangnya nikmat-nikmat yang yang
diberikan kepada Allah dari saudara-saudara yang beragama Islam berupa nikmat
kebaikan.
Jika Anda tidak menginginkan hilangnya kenikmatan
tersebut tapi hanya ingin agar diri Anda mendapatkan yang seperti itu, maka
keinginan tersebut dinamakan ghibthah (bercita-cita ingin mendapat seperti
orang lain tanpa merasa iri).
Cita-cita seperti inilah yang
dimaksudkan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya berikut ini:
Artinya:
“Tidak diperbolehkan mendambakan nikmat milik orang lain kecuali dalam dua
hal…
Beliau mengungkapkan “ghibthah” dengan kata “hasad” hanya
untuk memberi kelonggaran, karena keduanya memiliki arti yang hampir sama.
Bila
nikmat yang diberikan oleh Allah tidak mengandung kebaikan baginya, lalu Anda
menginginkan hilangnya kenikmatan tersebut, maka hal itu dinamakan “ghirah”
(kecemburuan).
Kebalikan dari sikap dengki adalah “nashihah”, yaitu
keinginan agar nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada saudara Anda
mengandung kebaikan tetap melekat padanya.
Jika ada pertanyaan:
“Bagaimana caranya mengetahui bahwa nikmat itu mengandung kebaikan atau tidak,
agar kami bisa merasa nashih atau merasa dengki?”
Ketahuilah bahwa
kita pasti memiliki sebuah dugaan yang lebih kuat. Bagi kita dugaan kuat
seperti itu bisa disejajarkan dengan pengetahuan.
Kemudian jika hal
itu terlihat sama, artinya dugaan bahwa hal itu mengandung kebaikan dan tidak,
sama-sama kuat, maka jangan sekali-kali menginginkan hilangnya suatu
kenikmatan atau tetap melekatnya nikmat tersebut dari sesama muslim kecuali
dengan menyandarkannya pada Allah dan dengan syarat hal itu mengandung
kebaikan, agar Anda terbebas dari hukum kedengkian dan mendapatkan manfaat
“nashihah”.
Benteng yang dapat melindungi pertahanan di atas adalah
mengingat keagungan yang diberikan oleh Allah, seperti hak seorang mukmin dan
kedudukan tinggi. Selain itu masih ada kemuliaan-kemuliaan yang akan diberikan
Allah kelak di akhirat dan manfaat-manfaat lain yang diberikan-Nya di dunia
seperti saling menolong, saling membantu, berjamaah, dan salat Jum’at.
Kemudian syafaat (pertolongan) yang Anda harapkan di akhirat kelak.
Semua
ini termasuk bagian dari hal-hal yang membangkitkan “nashih” kepada setiap
muslim dan menjauhkan Anda dari perasaan dengki terhadap nikmat Allah yang
diberikan kepada mereka.
Tergesa-gesa
Tergesa-gesa adalah sesuatu yang tersusun rapi dalam hati
seseorang dan mendorongnya untuk melakukan segala macam keinginan dengan
segera tanpa menyelidikinya terlebih dahulu.
Kebalikan dari sikap
ini adalah al-anat, yaitu sesuatu yang tersusun rapi di dalam hati dan
membangkitkan kehati-hatian dalam segala hal, berpikir tentang hal itu dan
tidak tergesa untuk mengukuti dan mengamalkannya.
Tawaquf
(kebimbangan) adalah kebalikan dari Ta’assuf (melakukan sesuatu tanpa berpikir
panjang, teledor — Pen).
Guru kami berkata: “Perbedaan antara
kebimbangan (tawaquf) dan perlahan-lahan (ta’anniy) adalah: Sesungguhnya
kebimbangan itu dilakukan sebelum memulai suatu pekerjaan sampai ia merasa
yakin bahwa apa yang akan dikerjakan itu memang benar. Sedangkan
perlahan-lahan dilakukan setelah memulainya sehingga ia bisa melakukan
bagian-bagiannya dengan sempurna.
Permulaan “anat” (perlahan-lahan)
adalah mengingat kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul dalam segala hal yang
dihadapkan kepadanya. Mengingat kerusakan yang ditakutinya, mengingat
keselamatan yang diperoleh dengan kehati-hatian dan mengingat apa yang
diperoleh dengan tawagguf dan isti’jal (tergesa-gesa) seperti penyesalan dan
cemoohan.
Semua ini dan yang sejenisnya merupakan hal-hal yang
membangkitkan seseorang untuk perlahan-lahan dan bimbang dalam melakukan
sesuatu serta mencegahnya dari ketergesagesaan dan keteledoran.
Hanya
Allah yang menguasai pemeliharaan dengan rahmatNya.
Kesombongan
Ketahuilah bahwa kesombongan adalah gerak hati untuk menganggap
agung diri sendiri, dan akibatnya bersikap sombong.
Adapun dhi’ah
atau rendah diri adalah merendahkan diri, dan akibatnya muncul sikap tawadhu’.
Masing-masing bersifat umum dan khusus.
Tawadhu’ yang bersifat umum
adalah mencukupkan diri pakaian, tempat tinggal dan kendaraan yang tidak
mewah.
Kesombongan yang menjadi bandingannya adalah bermewah-mewah
dalam hal tersebut.
Tawadhu’ yang bersifat khusus adalah melatih
diri untuk menerima kebenaran dari siapapun datangnya, baik orang yang hina
ataupun mulia.
Kesombongan yang menjadi bandingannya adalah hanya
menerima kebenaran yang datang dari orang-orang yang mulia.
Kesombongan
semacam ini merupakan dosa besar dan kesalahan yang fatal.
Kemudian
benteng tawadhu’ yang bersifat umum adalah mengingat asal-muasal, kesudahan
dan apa yang terjadi saat ini, – Seperti kerusakan dan hal-hal yang kotor.
Sebagian
ulama berkata: “Permulaanmu adalah setetes air mani yang menjijikkan.
Kesudahanmu adalah bangkai yang berbau, dan kamu hidup di antara keduanya
sambil membawa kotoran.
Benteng tawadhu’ yang bersifat khusus
adalah mengingat Siksaan bagi orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dan
terus menerus berada dalam kebathilan.
Inilah keterangan yang bisa
dianggap cukup oleh orang yang waspada.
Hanya Allah yang memberikan
taufik dengan anugerah-Nya,
Pasal Kelima: Perut dan
Pemeliharaannya
Wahai orang yang berkehendak untuk beribadah!
Hendaklah Anda senantiasa memelihara perut dan meperbaikinya. Sebab perut
merupakan anggota tubuh yang paling sulit diperbaiki oleh orang yang
bersungguh-sungguh dalam ibadahnya. Perut juga banyak memerlukan biaya, banyak
menyita waktu, sangat berbahaya dan juga sangat berpengaruh. Semua itu
disebabkan karena perut merupakan sumber segala macam penyakit. Dari situ akan
muncul beberapa hal yang berhubungan dengan anggota badan lain seperti
kekuatan, ketidakmampuan, pemeliharaan diri (iffah) tak mau beribadah, dan
lain-lain.
Jadi pada awalnya Anda harus senantiasa memeliharanya
dari barang haram dan syubhat. Setelah itu baru memeliharanya dari kelebihan
barang halal kalau Anda memang memiliki keinginan kuat untuk menjalankan
ibadah.
Anda harus menjauhkannya dari barang haram dan syubhat
karena tiga hal:
Memelihara diri dari api neraka Jahannam. Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim itu
sebenarnya mereka memasukkan api ke dalam perut mereka. Dan mereka akan masuk
ke dalam neraka sa’iir.” (QS. An-Nisaa’: 10)
Nabi Saw. juga
bersabda:
Artinya: “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram,
maka api neraka lebih berluk membakarnya.”
Orang yang memakan barang haram dan syubhat ditolak menghadap Allah dan tidak
akan mendapat taufik untuk menjalankan ibadah, karena tidak ada yang pantas
melayani Allah selain orang-orang yang suci dan bersih. Menurut pendapatku,
bukankah Allah telah melarang orang yang sedang junub masuk ke dalam rumah-Nya
(masjid)? Ia juga melarang orang yang berhadas memegang kitab suci-Nya.
Allah
berfirman:
Artinya: “Dan (jangan mendekat ke masjid) ketika sedang
junub kecuali hanya melewati jalan sampai kalian semua mandi.”
Allah
juga berfirman:
Artinya: “Tidak diperbolehkan menyentuhnya selain
orang-orang yang suci.” (Q.S. al-Waqiah: 79)
Padahal junub dan
hadas adalah sesuatu yang timbul dari Sesuatu yang diperbolehkan. Lalu
bagaimana jika yang melakukannya adalah orang yang berlepotan lumpur haram dan
barang syubhat yang najis? Kapan hal itu akan mengajaknya untuk melayani Allah
yang Maha Luhur dan mengingat yang Maha Mulia?
Tak mungkin. Hal itu
selamanya tak mungkin akan terjadi.
Mu adz Ar-Raazi berkata:
“Ketaatan itu tersimpan di dalam gudang Alah. Kunci untuk membukanya adalah
doa. Dan gigi anak kuncinya adalah barang halal. Bila kunci itu tidak bergigi,
maka pintunya tidak akan terbuka. Dan bila pintu gudang tida terbuka, maka
bagaimana mungkin bisa sampai dan mengambil ketaatan yang ada di dalamnya?
Orang yang memakan makanan haram dan syubhat akan terhalang dari malakukan
kebaikan. Apabila secara kebetulan ja melakukannya, maka kebaikan itu pun
ditolak. Jadi, ia tidak menghasilkan apapun selain kepayahan, kesukaran dan
buangbuang waktu.
Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya:
“Banyak sekali orang yang beribadah di malam hari dan yang didapatkannya
hanyalah begadang. Banyak orang yang berpuasa dan yang didapatkan dari
puasanya hanyalah lapar dan dahaga.”
Diceritakan dari Ibnu
Abbasr.a.: “Allah tidak akan menerima salat dari orang yang di dalam perutnya
terdapat barang haram.”
Camlan hal ini baik-baik!
Adapun
kelebihan barang halal, maka ketahuilah bahwa itu adalah kerusakan bagi para
ahli ibadah dan bencana bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya.
Kemudian
aku merenung dan menemukan sepuluh kerusakan yang sangat pokok dalam hal
ini:
Banyak makan membuat seseorang berhati keras.
Diceritakan dari Nabi
Saw. beliau bersabda:
Artinya: “Jangan membunuh hati kalian dengan
banyak makan dan minum, karena hati akan mati bagai tanaman yang terendam
air”
Orang-orang saleh menggambarkan bahwa perut itu bagaikan
periuk yang berada di bawah hati dan dididihkan. Uapnya naik ke atasnya
(hati). Uap yang banyak akan membuat hati menjadi keruh dan hitam.
Banyak makan menimbulkan fitnah bagi seseorang, membangkitkannya untuk mencari
kelebihan barang halal dan membuat kerusakan. Sebab seseorang yang perutnya
kenyang tentu akan melecehkan nikmat. Matanya selalu ingin memandang hal-hal
haram yang tidak ada gunanya atau kelebihan barang halal. Telinganya ingin
mendengarkan hal itu. Mulutnya ingin membicarakan hal haram dan tak berguna.
Kemaluannya ingin mendapatkan apa yang disukainya. Dan kaki hendak melangkah
ke arah itu.
Jika seseorang merasa lapar, maka seluruh anggota
badannya akan tenang, dia, tidak menginginkan sesuatu dan tidak ada gairah
untuk itu.
Al-Ustadz Abu Ja’far mengatakan bahwa perut adalah satu
anggota tubuh. Jika ia lapar, maka seluruh badan menjadi kenyang (diam). Bila
ia kenyang, maka seluruh badan menjadi lapar.
Intinya, semua
perbuatan dan ucapan seseorang disesuaikan dengan makanan dan minumannya. Jika
ada barang haram yang masuk ke dalamnya, maka yang keluar (muncul) adalah
perbuatan dan ucapan haram. Jika yang masuk adalah kelebihan barang halal,
maka yang keluar juga kelebihan barang halal (sesuatu yang tak berguna).
Makanan bagaikan biji perbuatan dan ucapan yang akan tumbuh dan muncul darinya
(perut).
Banyak makan membuat seseorang berdaya pikir rendah dan kurang pengetahuan.
Sebab perut yang penuh akan menghilangkan kecerdasan.
Benar sekali
yang dikatakan oleh Ad-Daarani berikut ini: “Jika kamu memiliki suatu
kebutuhan dari bermacam kebutuhan dunia dan akhirat, maka janganlah kamu makan
sebelum mendapatkannya, sebab makan itu dapat merubah pikiran.”
Ini
semua adalah sesuatu yang jelas dan diketahui oleh orang yang pernah
mencobanya.
Banyak makan bisa mengurangi ibadah seseorang. Sebab apabila seseorang terlalu
banyak makan tentu badannya menjadi berat, matanya mengantuk, anggota badan
mengendor dan tidak bisa melakukan ibadah sedikitpun. Ia tidak akan
bersungguh-sungguh kecuali untuk tidur bagai bangkai yang ditelentangkan.
Ada
orang yang mengatakan: “Jika kamu kenyang, maka anggaplah dirimu orang yang
lumpuh.”
Telah diceritakan dari Nabi Yahya a.s. bahwa Iblis
menampakkan diri pada beliau dengan membawa beberapa jerat. Lalu Nabi Yahya
bertanya kepadanya: “Hai Iblis! Apa yang kau bawa itu?” Iblis menjawab: “Ini
adalah syahwat yang kupakai untuk memburu keturunan Adam.” Yahya bertanya
lagi: “Apakah kamu menemukan sesuatu pada diriku untuk kau jerat?” Iblis
menjawab: “Tidak. Hanya saja pada suatu malam engkau merasa kenyang dan aku
membuatmu merasa berat melakukan salat.” Yahya berkata: “Sungguh aku tidak
akan makan kenyang setelah kejadian itu untuk selamalamanya.” Iblis berkata: ”
Akujuga pasti tidak akan memberikan nasehat sebaik ini kepada siapapun untuk
selamanya.”
Beginilah keadaan orang yang seumur hidup hanya satu
malam merasa kekenyangan. Lalu bagaimana dengan orang yang seumur hidupnya
tidak merasa lapar kecuali hanya semalam dan ia berharap bisa beribadah?
Sufyan
Ats-Tsauri berkata: “Ibadah bagaikan perusahaan. Kedainya adalah menyepi dan
alat yang digunakan adalah lapar.”
Banyak makan menghilangkan rasa manis dalam beribadah. Abu Bakar Ash-Shiddiq
r.a. berkata: ” Aku tidak penah merasa kenyang semenjak masuk Islam agar bisa
merasakan manisnya beribadah kepada Tuhanku. Aku tidak pernah merasakan
puasnya minum semenjak masuk Islam karena teramat rindu untuk segera bertemu
dengan Tuhanku.”
Inilah ciri-ciri orang yang telah terbuka
hijabnya. Karena itu, Abu Bakar telah menjadi orang yang mukasyafah,
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya:
Artinya:
“ Kelebihan Abu Bakar atas kalian bukanlah karena puasa dan salatnya tapi apa
yang tertanam kuat di dalam dirinya.” Ad-Daarani berkata: “Ibadah yang
kurasakan paling manis adalah saat perutku lengket dengan lambungku.”
Banyak makan menimbulkan kekhawatiran terjerumus ke dalam barang syubhat dan
haram. Sebab barang halal yang datang kepada Anda tak lain hanya sebagai
penguat.
Telah diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau
bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya tidak ada barang halal yang datang
kepadamu selain hanya sebagai penguat, sedangkan barang yang haram datang
kepadamu secara berbondong-bondong.”
Banyak makan menimbulkan kesibukan pada hati dan badan, Mula-mula seseorang
sibuk untuk mendaptkannya. Yang kedua ia akan sibuk menyiapkannya dan yang
ketiga sibuk memakannya. Lalu yang keempat ia akan sibuk mengeluarkannya.
Setelah itu ia akan sibuk menyelamatkan diri dari bahaya yang ditimbulkan
seandainya makanan tersebut menimbulkan bahaya pada tubuhnya atau bahkan
makanan tersebut bisa merusak agamanya.
Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
Artinya: “Inti segala macam penyakit adalah kekenyangan.
Dan inti segala macam obat adalah mengurangi makan.” Artinya, lapar dan
menghindari pantangan.
Diceritakan dari Malik bin Dinar bahwa
beliau berkata: “Wahai sudara-sudaraku! Aku berulangkali masuk ke dalam jamban
karena banyak makan, sampai aku merasa malu kepada Tuhanku. Alangkah senangnya
bila rezekiku berada di dalam kerikil yang dapat kukulum sampai mati.”
Sehubungan
dengan keterangan di atas, sehingga menjadikan orang yang ingin beribadah mau
tidak mau harus mencari dunia, mengharap pemberian orang lain dan
menyia-nyiakan waktu karena banyak makan selama ia tidak merasa takut.
Kepayahan yang didapatkan di akhirat sulitnya sakaratul maut.
Diceritakan
dalam beberapa hadis bahwa kesulitan sakaratul maut sesuai dengan kelezatan
dunia. Barangsiapa yang memperbanyak hal itu (merasa lezat) maka sakaratpun
terasa lebih sulit.
Berkurangnya pahala di akhirat.
Artinya: ” Kalian telah
menghilangkan keenakan-keenakan dalam kehidupan dunia dan bersenang-senang
dengannya. Maka pada hari ini kalian akan dibalas dengan azab yang hina karena
kesombongan yang tidak sepantasnya di muka bumi dan juga karena kalian berbuat
fasik.” (Q.S. Al-Ahqaaf: 20)
Sesunggunya ukuran kelezatan yang Anda
rasakan di dunia akan mengurangi kelezatan yang ada di akhirat. Karena itulah,
saat Allah menampakkan dunia ini kepada Nabi Muhammad Saw. Dia berfirman: “Dan
aku tidak akan sedikitpun mengurangi kelezatanmu diakhirat.” Prioritas seperti
ini menunjukkan bahwa selain beliau akan mengalami pengurangan kecuali bila ia
diberi anugerah oleh Allah.
Diceritakan bahwa Khalid bin Walid
menjamu sahabat Umar bin Al-Khaththab. Beliau menyiapkan makanan tersebut.
Maka sahabat Umar bertanya: “Makanan ini untukku. Lalu bagaimana dengan kaum
fakir, para muhajirin, orang-orang yang mati kelaparan dan belum pernah
merasakan kenyangnya makan roti gandum?” Khalid menjawab: “Wahai amirul
mukminin! Mereka telah mendapatkan surga.” Umar berkata: “Jika mereka
mendapatkan surga dan makanan ini bagian kita, maka mereka jelas sangat
berbeda dengan kita.”
Diceritakan bahwa pada suatu hari sahabat
Umar r.a. merasa haus dan beliau meminta air. Seseorang memberikan sebuah
cawan berisi air rendaman kurma kepada beliau. Saat mendekatkan cawan tersebut
ke mulut, beliau merasakan air yang amat dingin dan manis. Lalu beliau tidak
jadi meminumnya dan mendesah. Maka orang yang mengambilkan cawan tersebut
berkata: ” Wahai Amirul mukminin! Demi Allah, aku telah membuat minuman itu
semanis mungkin.” Maka sahabat Umar menjawab: “Itulah yang membuatku tidak
jadi minum. Seandainya tidak ada kehidupan akhirat tentu aku akan menyamai
kehidupan kalian.”
10. Banyak makan menimbulkan penahanan, hisab, celaan dan cemoohan, karena
mengambil kelebihan barang halal secara tidak sopan dan mencari kesenangan
syahwat. Padahal harta dunia yang halal menimbulkan hisab, yang haram
menimbulkan siksaan, dan perhiasannya membawa kerusakan.
Inilah
sepuluh kerusakan yang berkaitan dengan kelebihan barang halal dan
masing-masing kiranya sudah mencukupi bagi orang yang mau melihat kepada
dirinya sendiri.
Oleh karena itu, hai orang yang
bersungguh-sungguh, hendaklah Anda sangat berhati-hati dalam mencari makanan
agar tidak terjerumus ke dalam barang haram atau syubhat yang membuat Anda
berhak disiksa. Selain itu, hendaknya Anda mencukupkan diri dengan barang yang
halal sekedar untuk persiapan melakukan ibadah kepada Allah sehingga tidak
terjerumus ke dalam hal buruk yang membuat Anda tertahan.
Hanya
Allah yang menugasai taufik.
Jika Anda mengatakan: “Sekarang tolong
jelaskan terlebih dahulu kepada kami, bagaimana hukumnya barang yang haram dan
syubhat beserta batasannya!”
Jawabanku begini: “Demi Allah aku
telah menerangkannya secara panjang lebar di dalam kitab “Asraari Mu’aamalat
Ad-Diin”. Aku juga menyebutkannya dalam bab tersendiri di dalam kitab “Ihya
Ulumiddin”. Akan tetapi kami akan menerangkan beberapa kalimat tersendiri
sekira bisa dicapai oleh orang yang daya pemahamannya rendah dan baru memulai
ibadahnya, karena memang yang menjadi tujuan utama kitab ini adalah agar bisa
dimanfaatkan oleh para pemula dan bisa menolong orang yang sedang belajar.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa segala sesuatu yang Anda yakini bahwa itu milik orang
lain dan dilarang oleh agama, maka hal itu adalah murni haram. Sedangkan
sesuatu yang belum diyakini milik orang lain tapi menurut dugaan yang kuat hal
itu milik orang lain, maka hal itu adalah syubhat.
Ulama yang lain
mengatakan bahwa barang yang murni haram adalah sesuatu yang Anda yakini atau
diduga kuat sebagai sesuatu yang dilarang Allah. Sebab dugaan yang kuat bagi
kami sama dengan yakin dalam banyak hukum. Sedangkan jika tandatandanya
seimbang dan tidak ada lagi keraguan serta tidak ada yang lebih unggul, hal
itu termasuk syubhat. Ia bisa saja halal dan juga bisa haram. Jadi, bagi Anda
hal itu belum jelas.
Kemudian mencegah diri dari sesuatu yang murni
haram adalah suatu kewajiban. Dan mencegah diri dari sesuatu yang syubhat
adalah suatu ketakwaan atau sikap wara’. Inilah pendapat yang lebih terpilih
di antara dua pendapat.
Jika ada yang bertanya: “Bagaimana pendapat
Anda tentang menerima bonus yang diberikan oleh para sultan (penguasa) di
zaman sekarang ini?”
Ketahuilah bahwa dalam hal ini para ulama
berselisih pendapat. Sebagian ulama mengatakan bahwa segala sesuatu yang belum
diyakini keharamannya itu boleh diterima.
Ulama yang lain berkata:
“Seseorang tidak diperbolehkan menerima (mengambil) sesuatu yang belum
diyakini kehalalannya. Sebab diduga kuat harta-harta yang dimiliki oleh para
penguasa di zaman sekarang ini adalah haram dan tidak ada sedikitpun atau
jarang sekali barang halal di tangan mereka.”
Ulama lain berkata:
“Pemberian para penguasa itu halal bagi orang kaya dan miskin, karena harta
tersebut belum nyata keharamannya, sedangkan tanggung jawabnya (bila harta itu
haram —Pen.) dibebankan kepada si pemberi (penguasa tersebut).” Mereka berani
berkata begitu karena Nabi Saw. pernah menerima hadiah dari Mugaugis yang
menjadi raja Iskandariyah dan beliau juga pernah berutang kepada orang Yahudi.
Sementara Allah telah berfirman:
Artinya: “Mereka (orang-orang
Yahudi) banyak memakan barang haram: (Q.S. Al-Maaidah: 42)
Mereka
juga mengatakan bahwa ada sekelompok ulama yang mengalami masa pemerintahan
orang-orang zalim dan menerima pemberian mereka. Di antara ulama tersebut
terdapat Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan ulama-ulama lain, semoga —
Allah meridai mereka semua.
Ulama lain berkata: “Tidak ada
sedikitpun dari harta mereka yang halal bagi orang kaya maupun miskin, karena
mereka biasa disebut sebagai orang yang zalim dan harta mereka kebanyakan
haram. Oleh karena itu, hukum yang dipakai adalah yang lebih banyak. Dengan
begitu, maka diwajibkan untuk menjauhi (harta)nya.
Ulama lain
mengatakan bahwa segala sesuatu (dari para penguasa) yang belum diyakini
keharamannya adalah halal bagi orang miskin dan haram bagi orang kaya, kecuali
jika si miskin tahu bahwa harta itu hasil dari ghashab, maka ia tidak boleh
mengambilnya kecuali untuk mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya.
Orang miskin tidak berdosa jika mengambil (menerima) pemberian dari penguasa,
karena bila harta tersebut memang milik si penguasa dan diberikan kepada orang
miskin, maka ia boleh saja mengambilnya tanpa ragu. Dan bila harta itu berasal
dari hasil rampasan perang, pajak, atau potongan sepersepuluh, maka orang
fakir berhak memilikinya, begitu juga dengan orang yang ahli ilmu.
Ali
bin Abu Thalib r.a. berkata: “Barangsiapa masuk Islam dengan membawa ketaatan
dan secara lahir membaca Al-Qur’an, maka setiap tahun ia berhak mendapat
bagian dua ratus dirham, atau dua ratus dinar dari baitul-maal milik kaum
muslimin. Jika ja tidak mengambilnya saat hidup di dunia, maka ia akan
mengambilnya di akhirat.”
Kalau begitu, maka orang fakir dan ahli
ilmu berhak mengambil haknya.
Para ulama mengatakan: “Jika harta
tersebut telah bercampur baur dengan harta hasil ghashab dan tidak mungkin
memisahkannya, atau harta tersebut memang harta ghashab yang tidak mungkin
dikembalikan kepada pemilik dan keluarganya, maka penguasa tersebut tidak
memiliki jalan lain kecuali menyedekahkannya. Allah tidak memerintahkan kepada
penguasa untuk bersedekah kepada orang-orang fakir dan melarang si fakir
menerimanya. Allah tidak mungkin menyuruh orang fakir menerima sesuatu dan
mengharamkan barang tersebut untuknya. Jadi, orang yang fakir boleh menerima
pemberian kecuali yang benar-benar hasil ghashab atau haram.
Masalah
ini tidak mungkin dijelaskan tanpa pembahasan yang panjang, berat dan
mengartikan setiap pendapat serta keluar dari tujuan utama kitab ini. Jika
Anda ingin mengetahuinya, maka lihatlah kitab “Halal dan haram” bagian dari
kitab “Ihya Ulumiddin” yang telah kami susun, tentu di dalamnya akan Anda
temukan penjelasannya secara jelas. Insya Allah.
Jika ditanyakan:
“Bagaimana pendapat Anda tentang pemberian para pedagang pasar dan sebagainya?
Haruskah pemberian tersebut ditolak dan dibahas terlebih dahulu? Sementara
Anda telah mengetahui jual-beli mereka yang hanya dikira-kira (tanpa
ditimbang) dan minimnya perenungan mereka dalam pekerjaan mereka. Begitu pula
dengan pemberian saudarasaudara yang lain.”
Jawabannya adalah:
“Jika secara lahir manusia tersebut bersikap baik dan tersembunyi
(keburukannya), maka tak ada salahnya bila Anda menerima pemberian dan sedekah
mereka. Tak ada lagi yang perlu dipertanyakan seperti yang Anda katakan bahwa
zaman telah menjadi rusak, karena itu hanya buruk sangka terhadap seorang
muslim. Bahkan berbaik sangka terhadap kaum muslimin adalah sesuatu yang
diperintahkan.
Kemudian ketahuilah bahwa yang terpenting dalam menerima pemberian ini adalah
dua hal:Hukum agama dan lahirnya.
Hukum wara’ dan keharusannya.
Menurut hukum agama, Anda boleh menerima sesuatu dari seseorang
yang secara lahir bersifat baik kecuali Anda merasa yakin bahwa barang
tersebut benar-benar hasil ghashab atau haram. Adapun menurut hukum wara’,
Anda boleh menerima sesuatu dari seseorang setelah mempertanyakannya secara
detail dan membahasnya dengan benar sampai merasa yakin bahwa barang tersebut
tidak mengandung syubhat. Jika tidak, maka Anda harus menolaknya.
Telah
diceritakan dari sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. bahwa salah seorang
pelayan beliau datang membawakan susu dan beliau langsung meminumnya. Pelayan
tersebut berkata: “Setiap kali aku datang membawakan susu, Anda pasti
menanyakan kepadaku tentang susu tersebut. Tapi kali iri Anda tidak menanyaiku
tentang susu ini.”
Abu Bakar bertanya: “Bagaimana ceritanya?”
Pelayan
tersebut menjawab: “Pada masa jahiliyah aku pernah membuat penangkal untuk
suatu kaum, lalu mereka memberikan susu ini kepadaku.”
Maka Abu
Bakar segera memuntahkan susu tersebut dan berdoa: “Ya Allah. Hanya inilah
kemampuanku. Dan apa yang tersisa dalam ototku, maka Engkaulah yang
menghisabnya.”
Hal ini menunjukkan keharusan Anda untuk
mempertanyakan apa yang disodorkan jika Anda memang memiliki pikiran untuk
bersikap wara’ dan memenuhi apa yang harus dilakukan di dalamnya.
Jika
Anda berkata: “Kalau begitu seakan-akan sikap wara’ berbeda dengan agama dan
hukumnya.”
Ketahuilah bahwa syarak (agama) itu dibuat atas dasar
mempermudah dan mempermurah. Karena itu pula Nabi Saw. bersabda:
Artinya:
“Aku diutus dengan agama yang dicenderungi dan dipermurah.”
Sikap
wara’ dibuat atas dasar memberatkan dan kehati-hatian seperti yang dikatakan
oleh seorang ulama bahwa urusan agama bagi orang yang bertakwa itu lebih rumit
daripada menghitung sembilan puluh sembilan dengan hitungan jari.”
Selain
itu sikap wara’ juga berasal dari agama. Pada mulanya dua hal tersebut adalah
satu. Akan tetapi agama mempunyai dua hukum, yaitu hukum “boleh” dan “lebih
utama untuk lebih berhati-hati”. Hukum “boleh” dinamakan hukum syarak.
Sedangkan yang lebih utama untuk berhati-hati” dinamakan wara’. Meski berbeda
keduanya tetapi hanya dalam satu prinsip.
Pahamilah keterangan ini.
Semoga Anda mendapat petunjuk.
Jika Anda berkata: “ Apabila
diperbolehkan mempertanyakan sesuatu serta menyelidikinya, maka semua yang
Anda terima di zaman sekarang ini tentu rusak dan sulit sekali mencari orang
yang benar-benar bersikap wara’, karena ia harus memiliki bekal untuk bisa
sampai pada tingkat ketaatan.”
Ketahuilah bahwa jalan wara’ ini
sangat sulit ditempuh dan orang yang ingin menitinya disyaratkan harus
memantapkan diri dan hatinya untuk menanggung segala kesulitan. Jika tidak,
maka ia tidak akan dapat menitinya dengan sempurna. Karena alasan ini ini pula
banyak orang yang ahli dalam hal wara’ dan orangorang terdahulu berjalan
menuju gunung Lebanon dan tempattempat lain. Mereka merasa cukup dengan
memakan rumput dan buah-buahan yang tak berharga dan tidak mengandung syubhat
sama sekali.
Maka barangsiapa bercita-cita tinggi untuk mencapai
kedudukan tersebut, hendaknya siap menanggung berbagai kesulitan, menjalaninya
dengan sabar dan mengikuti langkah mereka supaya bisa mencapai kedudukan
tersebut.
Sedangkan jika ia tetap tinggal di tengah masyarakat dan
memakan barang yang silih berganti di antara mereka, maka hendaklah ia
menganggapnya bagaikan bangkai. Ia tidak mengambil kecuali dalam keadaan
terpaksa. Kemudian ia juga tidak mencarinya selain hanya sekedar cukup sebagai
bekal untuk mencapai ketaatan. Dengan begitu, ia memiliki alasan untuk
memakannya dan hal itu tidak akan membahayakan dirinya meski pada dasarnya
barang tersebut berupa syubhat, sebab Allah lebih lebih baik dalam menerima
alasan.
Oleh karena itu, Hasan Al-Bashri berkata: “Pasar telah
menjadi rusak. Karena itu, hendaklah kamu sekalian mengambil makanan sekedar
untuk penguat. Aku benar-benar telah mendengar kabar bahwa Wahb bin Al-Warid
memperlapar dirinya selama satu, dua, atau tiga hari. Kemudian ia mengambil
roti dan berkata, Ya Allah! Sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak
kuat beribadah. Aku juga khawatir menjadi lemah. Jika tidak karena itu aku
tidak akan memakannya. Ya Allah! Jika di dalamnya ada sesuatu yang kotor
(syubhat) atau haram, maka janganlah Engkau menyiksaku karenanya.” Lalu beliau
membasahi roti tersebut dengan air dan memakannya.
Menurut
sepengetahuan kami, inilah dua jalan menuju tingkatan tertinggi dari
orang-orang yang bersikap wara.
Sedangkan orang yang berada
setingkat di bawah tingkatan ini, mereka memiliki sikap berhati-hati sesuai
dengan derajat yang mereka miliki. Mereka juga memiliki bagian dari derajat
wara’ sesuai dengan tingkatannya. Dan sesuai dengan jerih payah yang Anda
kerjakan, maka Anda pun akan mendapatkan apa yang Anda harapkan.
Allah
tidak akan menyia-nyiakan pahala seseorang yang memperbagus amalnya. Dan Dia
Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Jika ada pernyataan:
“Keterangan ini baru pada sisi yang haram. Oleh karena itu, sekarang tolong
terangkan sisi yang halal, apa batasan kelebihan barang halal yang yang tidak
mengharuskan seseorang ditahan dan dihisab, seberapa ukuran harta yang jika
diambil oleh seorang hamba menjadi suatu kesopanan tidak menjadi fudhul serta
tidak menyebabkan penahanan dan hisab baginya!”
Ketahuilah bahwa
keadaan sesuatu yang mubah itu secara global terbagi menjadi tiga macam:
Sesuatu yang diambil oleh seorang hamba dengan tujuan membanggakan diri,
memperbanyak harta dan pamer. Mengambil harta semacam ini termasuk perbuatan
yang secara lahir mengharuskan pelakunya ditahan, dihisab, dicela dan
dicemooh. Sedangkan secara batin pengambilan tersebut termasuk perbuatan
mungkar dan buruk, yaitu memperbanyak harta, menyombongkan diri dan siksaan di
dalam neraka.
Tujuan semacam ini termasuk kemaksiatan dan suatu
dosa berdasarkan firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah main-main, permainan dan hiasan.” sampai pada firman:
“Kelak di akhirat akan menghadapi siksa yang pedih.” (Q.S. Al-Hadiid: 20)
Nabi
Saw. bersabda:
Artinya: “Barangsiapa mencari harta dunia yang halal
untuk bermegah-megahan, memperbanyak dan karena pamer, maka ia akan bertemu
Allah, sedangkan Dia dalam keadaan murka.”
Jadi, ancaman tersebut
dihubungkan pada tujuan yang ada di dalam hatinya.
Seseorang mengambil harta tersebut secara halal karena mengikuti keinginan
nafsu semata. Perbuatan semacam itu termasuk perbuatan buruk dan mengharuskan
pelakunya ditahan dan di hisab berdasarkan firman Allah:
Artinya:
“Kemudian kamu semua pasti akan dimintai pertanggungjawaban pada hari itu
mengenai nikmat yang diberikan.” (Q.S. At-Takaatsur: 8)
Nabi Saw.
bersabda:
Artinya: “(Harta dunia itu) halalnya akan dihisab.”
Seseorang mengambil harta halal pada saat uzur (beralasan) sekedar untuk
menolong dirinya agar bisa beribadah kepada Allah dan merasa cukup hanya
dengan itu.
Mengambil harta tersebut termasuk baik,
bersopan-santun, tidak ada perhitungan (hisab) untuknya dan juga tidak ada
siksa karenanya. Bahkan harta semacam itu mengharuskan adanya pahala dan
pujian berdasarkan firman Allah:
Artinya: “Mereka itulah
orang-orang yang akan mendapatkan bagian dari apa yang mereka usahakan.” (Q.S.
al-Baqarah: 202)
Nabi Saw. bersabda:
Artinya:
“Barungsiapa mencari harta dunia yang halal untuk menjaga din dari menunta
minta, berbelas kasih pada tetangganya dan berusaha untuk mencukupi
keluarganya, maka pada hari kiamat ma akan datang dengan muka cemerlang
bagaikan bulan saat purnama.”
Halitu disebabkan tujuan yang ingin
dicapainya adalah karena Allah.
Pahamilah keterangan penting
ini.
Jika ditanyakan: “Apa yang disyaratkan dalam mengambil perkara
mubah sehingga hal itu bisa menjadi suatu kebaikan seperti yang Anda katakan
tadi?”
Ketahuilah bahwa pada dasarnya hal itu memiliki dua syarat.
Yang pertama, keadaan dan yang kedua, adalah tujuan.
Keadaan yang
dimaksud di sini adalah mengambilnya dalam keadaan uzur. Artinya jika tidak
mengambil barang tersebut maka ja dituntut oleh dirinya sendiri. Untuk lebih
jelasnya, jika ia tidak mengambil perkara mubah tersebut, maka ia tidak bisa
melakukan kewajibanatau kesunatan. Dengan begitu, berarti mengambil perkara
mubah tersebut baginya lebih baik ketimbang meninggalkannya, sebab tidak
mengambil perkara dunia yang mubah termasuk keutamaan. Jika itu yang terjadi,
maka itulah yang dinamakan keadaan uzur.
Adapun tujuan yang
dimaksud di sini adalah mengambilnya dengan niat untuk persiapan dan
pertolongan dalam beribadah kepada Allah. Hal itu dilakukan dengan berkata
dalam hati “Seandainya hal itu tidak mengantarkan pada ibadah kepada Allah,
tentu aku tidak akan mengambilnya.” Inilah yang dinamakan mengingat alasan
kuat (hujjah).
Jika ia bisa mengingat hujjah dalam keadaan uzur,
maka pengambilannya terhadap harta dunia yang halal bisa menjadi kebaikan dan
kesopan-santunan.
Sedangkan bila keadaannya adalah keadaan uzur
tapi ia tidak memiliki tujuan seperti ini, atau ia memiliki tujuan seperti ini
tapi tidak dalam keadaan uzur, maka pangambilan tersebut tidak termasuk dalam
kategori kebaikan.
Kemudian untuk menjaga kelangsungan
bersopan-santun seperti ini Anda membutuhkan kewaspadaan dan tujuan yang
bulat, yaitu tidak akan mengambilnya sama sekali kecuali sekedar persiapan
untuk beribadah kepada Allah sehingga jika ia lupa tidak mengingat hujjah,
maka ia cukup menggunakan tujuan bulat tanpa harus memperbaharui mengingat
hujjah.
Guru kami Abu Bakr Al-Warraq berkata: “Tiga hal ini menjadi
Syarat utama untuk mengambil perkara mubah dari sisi masingmasing.” Artinya,
mengingat hujjah dan keadaan (uzur) itu menjadi syarat utama untuk menjadikan
pengambilan tersebut sebagai sesuatu yang pada dasarnya sudah baik.
Adapun
tujuan bulat yang berasal dari kewaspadaan dan menduduki derajat kesopanan itu
dibutuhkan untuk kelangsungannya (keistiqamahannya).
Pahamilah
keterangan tersebut. Semoga Anda mendapat petunjuk.
Jika
ditanyakan: “Apakah mengambil harta dunia yang halal dengan syahwat itu
temasuk perbuatan maksiat? Apakah ia berhak disiksa? Dan apakah mengambil
dengan suatu alasan (uzur) itu suatu kewajiban?”
Ketahuilah bahwa
hal itu adalah sebuah keutamaan dan kami menamakannya sebagai kebaikan.
Sementara perintah yang ada di situ adalah mendidik kesopanan.
Adapun
mengambil dengan syahwat itu merupakan suatu keburukan. Larangan yang ada di
situ adalah suatu kesopanan dan bukan termasuk maksiat. Oleh karena itu, ia
tidak berhak mendapat siksaan, tapi hanya penahanan, hisab, celaan dan :
cemoohan.
Jika Anda bertanya: “Apa yang dimaksud dengan hisab dan
penahanan yang harus diterima oleh seorang hamba?”
Ketahuilah bahwa
hisab tersebut adalah, Anda akan ditanya mengenai apa yang Anda usahakan,
dibelanjakan untuk apa dan apa tujuan yang ingin Anda capai dengan hal itu.
Sedangkan penahanan di sini adalah tertahan dari masuk surga saat terjadi
hisab (perhitungan) dan hal itu dilakukan di pelataran Makhsyar di antara
peristiwa-peristiwa mengerikan dan hal-hal yang menakutkan di dalamnya dalam
keadaan telanjang dan sangat haus.
Cukuplah kiranya hal itu sebagai
bencana.
Jika dikatakan: “Kalau begitu Allah telah menghalalkan
barang yang halal ini bagi kita. Lalu untuk apa masih ada makian dan cacian
dalam pengambilannya?”
Ketahuilah bahwa makian dan cacian itu
karena ia tidak sopan. Seperti halnya orang yang diundang dalam jamuan makan
di rumah seorang penguasa. Lalu ia tidak bersikap sopan. Ia akan dimaki dan
dicaci karena ketidak-sopanannya, meski makanan tersebut boleh ia makan.
Yang
penting dalam bab ini adalah bahwa Allah menciptakan semua hamba untuk
beribadah (menghamba). Dia tetap hamba Allah walau dilihat dari segi manapun.
Oleh karena itu, seorang hamba harus beribadah kepada Allah dari segala arah
yang mampu dilakukannya. Dia juga harus menjadikan semua yang dikerjakannya
sebagai ibadah dari segala segi yang ia kuasai. Jika ia tidak melakukan hal
itu dan memilih menuruti keinginan nafsunya serta sibuk dengan keinginan
tersebut hingga lalai dari beribadah kepada Tuhannya, sementara itu ia mampu
malakukannya tanpa mengalami kesulitan, sedangkan posisinya saat ini adalah
posisi melayani dan menghamba, bukan bersenangsenang dan menuruti syahwat,
maka dia berhak mendapat makian dan cacian dari tuannya.
Oleh
karena itu, renungkanlah hal penting ini. Semoga Anda mendapat petunjuk. Tiada
daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha
Agung.
Inilah keterangan secara menyeluruh yang kami maksudkan
dalam memperbaiki diri dan cara mengendalikannya dengan kendali takwa. Karena
itu, peliharalah keterangan ini sebaik mungkin dengan benar dan jagalah dengan
sungguh-sungguh, maka Anda akan memperoleh banyak kebaikan di dunia dan
akhirat. Insya Allah.
Hanya Allah yang menguasai pemeliharaan dan
taufik dengan anugerah-Nya.
C. Cara Mengetahui Berbagai Godaan
Melihat keterangan di atas hendaklah Anda mengerahkan seluruh
kemampuan untuk mengatasi (melewati) tahapan panjang ini. Sebab tahapan ini
adalah tahapan yang paling sukar, banyak mengeluarkan biaya, banyak cobaan dan
fitnahnya. Karena sesungguhnya semua orang menjadi rusak karena terputus dari
jalan kebenaran. Ada yang terputus karena dunia, makhluk, setan, atau nafsu.
Kami telah banyak menerangkan apa yang dapat membangkitkan seseorang agar
mementingkan pengerahan seluruh tenaganya di dalam kitab-kitab yang kami susun
seperti Ihya Ulumiddin,Al-Asraardan “Qurbah Ilallah.
Sedangkan
tujuan kitab (Minhajul Abidin) ini adalah kami memohon kepada Allah agar Dia
berkenan memperlihatkan kami pada rahasia pengobatan nafsu, memperbaiki diri
kami, dan agar dia berbuat baik pada kami. Karena itu, di dalam kitab ini kami
cukup menerangkan secara ringkas tapi penuh makna sehingga jika Allah
menghendaki, maka orang yang mau merenungkannya merasa puas dan bisa
menempatkannya padajalan yang nyata.
Sedang pasal berikut ini
khusus menerangkan ringkasan mengenai pengobatan diri dari pengaruh dunia,
makhluk, setan, dan nafsu.
Dunia
Dalam masalah dunia seharusnya Anda berhati-hati dan berzuhud di
dalamnya. Karena segala sesuatu tidak pernah lepas dari tiga hal:Adakalanya
Anda memiliki kewaspadaan dan kecakapan. Anda cukup mengatasinya dengan merasa
bahwa dunia adalah musuh Allah sedangkan Dia adalah kekasih Anda. Dunia adalah
perusak akal, sedangkan akal adalah harga diri Anda.
Adakalanya Anda adalah orang yang memiliki keinginan luhur dan
bersungguh-sungguh dalam beribadah, karena itu Anda cukup mengatasinya dengan
merasa bahwa dunia, keburukannya saja bisa menghalangi Anda dari keinginan
beribadah, menyibukkan pikiran hingga melalaikan Anda dari ibadah dan berbuat
baik. Lalu bagaimana dengan dunia itu sendiri?
Adakalanya Anda termasuk
golongan yang lalai dan tidak memiliki kewaspadaan sehingga tidak bisa melihat
kebenaran. Juga tidak memiliki keinginan luhur yang membangkitkan Anda untuk
mencari berbagai kemuliaan. Kalau itu yang terjadi, maka Anda cukup
mengatasinya dengan merasa bahwa dunia itu tidaklah abadi. Kadang Anda
memisahkan diri darinya, atau dia yang memisahkan diri dari Anda. Seperti yang
dikatakan oleh Hasan Al-Bashri: Jika dunia ini tetap ada untukmu, maka kamu
tidak selamanya hidup di dunia.
Lalu manfaat apa yang Anda dapatkan
jika mencari dan menghabiskan umur yang sangat berharga untuk
mendapatkannya?
Sungguh indah ucapan seorang penyair berikut
ini:
Anggap saja dunia ini digiring kepadamu dengan mudah.
Tapi
bukankah pada akhirnya ia akan sirna?
Apa yang Anda harapkan dari
kehidupan yang tiada abadi dan tak lama lagi akan digantikan oleh malam.
Duniamu
tak lain bagaikan bayang-bayang.
Menaungimu dan dengan segera pergi
berlalu (meninggalkanmu).
Oleh karena itu, tidak sepantasnya orang
yang memiliki akal sehat terbujuk olehnya.
Benar sekali apa yang
diungkapkan oleh seorang penyair:
Bagaikan mimpi penghias tidur
atau bayang-bayang yang sirna, Sesungguhnya orang yang cerdas tidak akan
terbujuk oleh hal-hal seperti itu.Setan
Dalam masalah setan ini
Anda cukup memperhatikan firman Allah Swt. kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.:
Artinya:
Dan katakanlah hai Muhammad! Ya Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu dari bisikan
setan-setan. Dan aku berlindung kepada-Mu wahai Tuhanku dari kedatangan mereka
kepadaku.(Q.S. Al-Mukminuun: 97-98)
Padahal Nabi Muhammad adalah
makhluk yang terbaik, terpandai, paling cerdas dan paling mulia di sisi Allah
dibanding makhluk lain. Dia masih dianjurkan memohon perlindungan kepada Allah
dari keburukan setan. Lalu bagaimana dengan Anda yang bodoh, tidak sempurna
dan lalai?
Makhluk Dalam masalah makhluk ini Anda cukup mengatasinya dengan merasa bahwa
jika Anda mencampuri dan mengikuti keinginan mereka, maka Anda telah berdosa
dan merusak urusan akhirat Anda sendiri. Jika Anda meninggalkan mereka tentu
akan sulit menghindari perlakuan yang menyakitkan dan pengingkaran mereka.
Lalu hal itu bisa memperkeruh urusan dunia Anda. Anda juga tidak akan merasa
aman dari desakan mereka sampai kadang memusuhi dan membenci mereka sehingga
Anda terjerumus dalam keburukan mereka. Dan sesungguhnya jika mereka memuji
dan mengagungkan, aku khawatir akan membuat Anda terkena fitnah dan merasa
dirinya baik. Dan jika mereka mencela serta menghina, aku khawatir suatu saat
Anda merasa sedih dan di saat lain merasa marah bukan karena Allah, dan dua
hal ini adalah bencana yang merusak.
Kemudian ingatlah bagaimana
keadaan Anda dengan mereka setelah terkubur selama tiga hari. Bagaimana mereka
meninggalkan, menjauhi dan melupakan Anda. Mereka nyaris tidak meningat Anda.
Seolah-olah Anda belum pernah melihat mereka, dan mereka juga belum pernah
melihat Anda. Yang ada hanya tinggal Allah Swt. Bukankah rugi besar jika Anda
menyianyiakan hari-hari Anda bersama makhluk-makhluk tersebut, sementara
sedikit sekali dari mereka yang setia (memenuhi janji) dan tidak banyak yang
abadi bersama mereka. Sementara itu Anda meninggalkan pelayanan kepada Allah,
yang sebenarnya hanya kepada-Nya segala sesuatu akan kembali.
Kemudian
tidak ada sesuatu yang abadi bersama Anda kecuali Dia, selamanya. Dia-lah yang
mencukupi segala kebutuhan. Dialah yang menyelesaikan segala penyerahan diri.
Segala pemeliharaan dalam keadaan apapun dan sesulit apapun, Dialah yang
mengurusnya. Tiada sekutu bagi-Nya.
Oleh karena itu renungkanlah,
hai orang yang miskin. Semoga Anda mendapat petunjuk. Dan hanya Allah yang
menguasai petunjuk dengan anugerah-Nya.
Nafsu
Dalam masalah nafsu ini Anda cukup melihat bagaimana keadaannya,
kerendahan keinginannya, dan keburukan yang menjadi pilihannya.
Saat
memiliki keinginan ia persis binatang piaraan. Saat marah bagaikan binatang
buas. Saat terkena musibah persis anak kecil. Saat mendapat kenikmatan ia
bagaikan Fir aun. Saat lapar seperti orang gila. Dan saat kenyang ia menjadi
angkuh. Jika Anda membuatnya kenyang, maka ia menjadi sombong dan melonjak
kegirangan. Dan jika Anda membuatnya lapar, maka dia akan menjerit dan
mengeluh.
Dia (nafsu) seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair
adalah:
Bagai keledai yang jahat. Jika kau membuatnya kenyang dia
akan menyepak orang lain. Dan jika lapar ia merintih.
Benar sekali
apa yang dikatakan oleh seorang saleh: Karena terlalu buruk dan bodohnya
nafsu, jika ia ingin berbuat maksiat atau membangkitkan syahwat, kemudian Anda
membelokkannya, atau memohonkan pertolongan untuknya kepada Allah Swt., para
utusan-Nya, semua nabi, kitab-kitab-Nya dan semua orang saleh di masa dahulu
di antara hamba-hamba-Nya, dan dia dihadapkan pada kematian, alam kubur,
kiamat, surga dan neraka, maka ia tidak mau mengikuti dan tidak mau
meninggalkan keinginannya. Kemudian jika Anda menghadapinya dengan tidak
memberinya sepotong roti, maka ia akan tenang dan mau meninggalkan
keinginannya. Ini kukatakan agar Anda mengetahui kerendahan dan
kebodohannya.
Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai Anda
lengah darinya. Sebab nafsu, seperti yang dikatakan oleh Penciptanya, yang
lebih Mengetahui keadaannya, yang Maha Agung keagungan-Nya, adalah:
Artinya:
Sesunggunya nafsu senantiasa memerintahkan berbuata jahat.(Q.S. Yusuf: 53)
Cukuplah
ayat ini sebagai peringatan bagi orang yang berakal.
Ada sebuah cerita yang sampai kepada kami bahwa seorang ulama saleh yang
disebut dengan nama Ahmad bin Argam AlBalkhi berkata: Nafsuku mengajak diriku
keluar untuk pergi berperang. Lalu aku berkata, ‘Maha Suci Allah. Sesungguhnya
Allah telah berfirman:
Artinya: Sesunggunya nafsu senantiasa
memerintahkan berbuat jahat.(Q.S. Yusuf: 53)
Dan saat ini dia
mengajakku berbuat baik, suatu hal yang selamanya tidak akan terjadi. Tapi ia
tidak suka dan berkeinginan untuk berjumpa dengan orang banyak agar dapat
menyenangkan mereka, agar banyak orang yang saling bercerita mengenai dirinya
dan menyambutnya dengan keagungan, kebaikan dan kemuliaan. Aku pun berkata
padanya, ‘Aku tidak akan menempatkan dirimu di hadapan orang banyak dan
membiarkanmu terkenal. Dia mengiyakan, dan aku tetap berprasangka buruk
terhadapnya. Aku bergumam, Allah Swt. adalah yang paling terpercaya di antara
para pembicara.”Lalu aku berkata padanya, ‘Aku akan menghadapi musuh tanpa
membawa senjata agar kamu menjadi Orang pertama yang terbunuh. Dia juga
mengiyakan, dan aku memperburuk sangkaan serta berbagai hal untuk membujuknya.
Ja pun mengiyakan semua itu.
Ahmad bin Arqam berkata: “Kemudian aku
berdoa sebagai berikut, Ya Tuhan! Ingatkanlah dia untukku. Sungguh aku curiga
kepadanya dan membenarkan Engkau.
Lalu terbukalah hatiku
melihatnya. Seolah-olah ia berkata: Hai Ahmad! Setiap hari kamu berulangkali
membunuhku dengan mencegahku dari keinginan dan perselisihan denganmu,
sementara tak seorangpun mengenalku. Jika kamu berperang, maka aku akan
terbunuh hanya satu kali, lalu aku terbebas darimu dan orang-orang saling
membicarakanku. Mereka berkata, ‘Ahmad telah mati syahid’. Aku pun mendapat
kemuliaan dan selalu diingat.
Ahmad bin Argam berkata: Kemudian aku
berdiam diri di rumah dan tidak keluar untuk berperang pada tahun itu.
Oleh
karena itu, lihatlah bujukan dan tipuan nafsu. Dia ingin menyombongkan diri
kepada manusia setelah mati dengan perbuatan yang tak dapat ditemukannya
setelah itu.
Benar sekali apa yang dikatakan oleh seorang penyair,
betapa indah ucapannya:
Peliharalah nafsumu. Kamu tidak akan
terbebas dari pengkhianatannya.
Sebab satu nafsu lebih buruk
daripada tujuh puluh setan.
Oleh karena itu, —semoga Allah
memberimu rahmatingatlah bujukan seperti ini yang selalu mengajak berbuat
jelek. Mantapkanlah hati Anda untuk selalu tidak menurutinya dalam keadaan
apapun, niscaya jika Allah menghendaki Anda akan bebuat benar dan menjadi
selamat.
Kemudian Anda juga harus selalu mengendalikannya dengan
kendali takwa, sebab memang tidak ada cara lain kecuali itu.
Ketahuilah
bahwa di sini terdapat hal pokok yang sangat mendasar, yaitu sesungguhnya
ibadah itu dibagi menjadi dua: Mengerjakan dan menjauhi.
Mengerjakan
berarti menjalankan berbagai ketaatan. Dan menjauhi berarti mencegah diri dari
berbagai perbuatan maksiat dan keburukan. Inilah yang disebut takwa.
Sesungguhnya
dalam keadaan apapun menjauhi maksiat itu lebih menyelamatkanmu, lebih baik
dan lebih utama bagi seorang hamba daripada mengerjakan ketaatan. Karena
itulah, para pemula yang baru mencapai tingkatan pertama dari ijtihad dalam
ibadahnya selalu sibuk mengerjakan ketaatan. Semua berkenginan puasa di siang
hari, beribadah di malam hari, dan menjalankan ibadah yang sejenis dengan hal
itu.
Orang yang telah mencapai puncak ibadah dan memiliki
kewaspadaan akan sibuk dengan menjauhi maksiat. Yang menjadi keinginan mereka
adalah menjaga hati dari kecenderungan kepada selain Allah, menjaga perut
mereka dari kelebihan barangbarang halal, memelihara lisan dari kata-kata yang
tidak berguna dan menjaga mata dari memandang apa-apa yang tidak bermanfaat
bagi mereka.
Karena hal ini pula, orang kedua dari tujuh ahli
ibadah berkata kepada Nabi Yunus: Hai Yunus. Sungguh di antara manusia ada
yang dikaruniai perasaan suka melakukan salat sehingga ia tidak memilih ibadah
lain untuk mengalahkannya. Sementara itu salat adalah tiang ibadah. (Ia
melakukannya) dengan khusyuk, bersungguh-sungguh dan merendahkan diri
(kepada-Nya). Di antara mereka ada yang dikaruniai suka berpuasa sehingga ia
tidak memilih ibadah lain untuk mengalahkannya. Di antara mereka ada yang
dikaruniai rasa suka bersedekah sehingga sama sekali tidak memilih ibadah lain
yang dapat mengalahkannya. Hai Yunus. Aku akan memberi penafsiran
keadaan-keadaan seperti in kepadamu.
Jadikanlah kesabaran menerima
kesengsaraan dan penyerahan segala sesuatu kepada Allah sebagai salat
panjangmu. Jadikanlah diam dari segala keburukan sebagai puasamu. Jadikanlah
mencegah dari hal yang menyakitkan sebagai sedekahmu. Karena sesungguhnya kamu
tidak bisa bersedekah dengan sesuatu yang lebih baik dari itu dan tidak bisa
berpuasa dengan sesuatu yang lebih bersih darinya.
Jika Anda telah
mengetahui bahwa menjauhi maksiat lebih utama daripada menjaga diri dan
bersungguh-sungguh dalam beribadah. Jika Anda behasil melaksanakan keduanya,
yakni berusaha dan menjauhi, berarti urusan Anda telah sempurna. Anda telah
berhasil mencapai tujuan, kemudian selamat dan beruntung. Jika Anda tidak
dapat mencapai keduanya dan hanya mampu meraih salah satunya, maka pilihlah
menjauhkan diri dari maksiat. Maka pasti Anda selamat meski tidak beruntung.
Jika tidak, maka Anda akan merugi dari keduanya.
Salat dan ibadah
lain yang Anda kerjakan di malam hari tidak akan bermanfaat bila Anda
mengharcurkannya dengan satu keinginan. Puasa yang Anda lakukan sepanjang hari
tidak akan bermanfaat bila Anda merusaknya dengan satu kata.
Kami
telah bercerita tentang sahabat Ibnu Abbas r.a. bahwasanya beliau ditanya
tentang posisi dua orang lelaki. Yang satu banyak berbuat baik dan juga banyak
berbuat buruk. Yang satu lagi sedikit berbuat baik tapi juga sedikit berbuat
buruk. Beliau menjawab: Aku tidak menyamakan keselamatan dengan suatu
apapun.
Perumpamaan dari apa yang telah kami bicarakan adalah
keadaan orang yang sakit. Cara untuk mengobati orang yang sedang sakit terbagi
menjadi dua. Cara pertama dngan obatobatan. Yang kedua dengan menjauhi
pantangan. Jika dua cara tersebut digabung menjadi satu, maka si pasien seakan
terbebas dari penyakit dan menjadi sehat. Jika tidak digabungkan, maka
berpantang (menjauhi pantangan) saat sakit itu lebih baik. Obatobatan tidak
akan berguna jika ia tidak menjauhi pantangan, tapi kadang-kadang berpantang
itu bisa berguna meski tanpa memakai obat-obatan.
Sungguh
Rasulullah Saw. telah bersabda:
Artinya: Inti setiap pengobatan
adalah menjauhi pantangan.
Arti sebenarnya, hanya Allah yang
mengetahuinya, adalah: Berpantang itu cukup sebagai ganti semua obat.
Oleh
karena itu, ada yang mengatakan bahwa pengobatan terbaik yang dilakukan oleh
orang India adalah berpantang, dengan cara melarang orang-orang yang sedang
sakit dari makan, minum dan berbicara selama beberapa hari. Kemudian si
penderita terbebas dari penyakit dengan cara tersebut, bukan dengan cara
lain.
Dengan begitu, sekarang semua keterangan ini telah menjadi
jelas bagi Anda, bahwa sesungguhnya ketakwaan adalah inti dan permata segala
sesuatu (ibadah). Orang yang ahli dalam ketakwaannya menempati kedudukan
tertinggi di antara para hamba. Oleh karena itu, curahkanlah seluruh kemampuan
untuk mencapainya dan menggunakan segala pertolongan yang ada baginya.
Hanya
Allah yang menguasai taufik dngan rahmat-Nya.
Kemudian
peliharalah-empat inti anggota badan, yaitu:Mata
Dalam hal ini Anda
cukup memeliharanya dengan berpikir bahwa semua urusan agama dan dunia
bermuara di dalam hati. Dan sesungguhnya kekhawatiran, kesibukan, dan
kerusakan hati kebanyakan berasal dari mata. Oleh karena itu, Sayyidina Ali
bin Abu Thalib karramallahu wajhahu pernah berkata: Barangsiapa tidak bisa
menguasai pandangannya berarti ia tidak menghargai hatinya.Mulut (Lisan) ,
Dalam
hal mulut ini Anda cukup memeliharanya dengan merasa bahwa semua keberuntungan
dan buah dari jerih payah Anda didapat karena ibadah dan ketaatan.
Sedangkan
kehancuran ibadah dan kerusakannya yaitu mengada-ada, menggunjing dan lain
sebagainya, yang kebanyakan berasal dari lisan. Hal itu akan merusak apa yang
telah Anda kerjakan selama satu tahun atau bahkan lima tahun hanya dengan satu
kata.
Karena itulah ada sebuah ungkapan yang berbunyi
Artinya:
Tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk senantiasa dipenjara selain
mulut.
Dikisahkan bahwa salah seorang dari tujuh ahli ibadah
berkata kepada Nabi Yunus a.s.: Hai Yunus! Sesugguhnya jika para hamba itu
bersungguh-sungguh dalam ibadah, maka tidak ada kekuatan yang lebih tepat
untuk menjalaninya selain menahan diri dari ucapannya dalam waktu yang cukup
lama.Kemudian ahli ibadah tersebut mengulang perkataannya tadi dan berkata:
Jangan ada sesuatupun yang dipentingkan selain memelihara lisan Anda. Jangan
sampai ada sesuatu yang lebih Anda perhatikan selain keselamatan diri Anda.
Camkan
perkataan ini baik-baik.
Kemudian ingatlah bahwa nafas yang Anda
pergunakan untuk membicarakan sesuatu yang tak berguna itu tidak akan
membahayakan seandainya dipergunakan untuk mengucapkan kata astaghfirullah(aku
memohon ampunan kepada Allah). Kadang saat itu bertepatan dengan saat yang
mulia. Dengan begitu Allah akan mengampuni Anda dan modal Anda menghasilkan
keuntungan. Atau Anda pergunakan untuk mengucapkan Iaa ilaaha illallah (tiada
Tuhan selain Allah). Dengan begitu, Anda akan mendapatkan pahala dan simpanan
yang tak terbayangkan sebelumnya. Atau Anda pergunakan untuk mengucapkan
asalullaaha al ‘aaftyata (aku memohon keselamatan kepada Allah). Dan terkadang
hal itu bertepatan dengan pandangan baik (dari Allah). Dengan begitu, Allah
mengabulkan permohonan Anda dan Anda pun selamat dari berbagai bencana di
dunia dan akhirat.
Bukankah suatu kergian yang nyata jika Anda
melepaskan faedah-faedah yang mulia ini begitu saja dan menggunakan nafas
serta waktu Anda hanya untuk hal tak berguna yang paling tidak menjadikan Anda
tercela, dicemooh, dihisab dan tertahan pada hari kiamat?
Sungguh
indah kata-kata seorang penyair berikut ini:
Jika Anda berkeinginan
mengucapkan sesuatu yang bathil, maka gantikanlah tempatnya dengan ucapan
tasbih.
3, Perut
Dalam hal ini Anda cukup memeliharanya
dengan merasa bahwa yang menjadi tujuan Anda adalah ibadah. Sementara makanan
adalah benih amal dan airnya. Dari situlah amal akan tumbuh dan berkembang.
Jika benihnya buruk maka tanaman tak akan menjadi baik bahkan tanaman tersebut
dikhawatirkan bisa merusak tanah Anda, dan selamanya Anda tidak akan
beruntung.
Di antara hal yang mengkhawatirkan adalah apa yang
kudengar dari Ma’ruf Al-Karkhi bahwa beliau berkata:
Artinya: Bila
kamu berpuasa, maka perhatikanlah apa yang kamu gunakan untuk berbuka, di
hadapan siapa kamu berbuka dan makanan siapa yang kamu makan. Sebab banyak
sekali orang yang makan satu kali dan hatinya berubah meninggalkan apa yang
dahulu dikerjakannya sehingga ia tidak dapat kembali pada keadaannya semula.
Betapa banyak sesuap makanan menyebabkan seseorang terhalang dari ibadah
semalaman. Betapa banyak sekilas pandangan yang mencegah seseorang dari
membaca satu surah Al-Qur’an. Dan seorang hamba yang hanya memakan satu suapan
kadang terhalang dari melakukan ibadah selama satu tahun.”
Oleh
karena itu, hendaknya Anda melihat dengan teliti dan sangat berhati-hati dalam
hal makanan penguat jika Anda memang memperhatikan urusan hati dan memiliki
keinginan kuat untuk beribadah kepada Tuhan Anda.
Inilah keterangan
tentang makanan penguat agar seorang hamba bisa mengambil dari sisi yang
dihalalkan.
Selanjutnya hendaklah Anda bersopan-santun dalam hal
ini. Jika tidak, maka Anda hanya akan menjadi pembawa makanan dan
menyia-nyiakan waktu. Sebab kita tahu pasti dan, bahkan melihat jelas bahwa
tak ada satupun ibadah yang bisa dilakukan bila perut kita terlalu kenyang.
Jika Anda memaksanya sekuat tenaga dengan berbagai alasan, maka ibadah Anda
sedikitpun tidak terasa lezat dan manis.
Oleh karena itu, ada yang
mengatakan: Tidak ada rasa manis ibadah yang bisa diharapkan dengan banyak
makan.Mana mungkin ada nur di dalam hati tanpa adanya ibadah. Dan mana mungkin
ada nur dalam ibadah tanpa adanya rasa lezat dan manis?
Karena arti
semacam ini pula Ibrahim bin Adham berkata: Aku bergaul dengan para kekasih
Allah yang ada di pegunungan Lebanon dan mereka berpesan kepadaku, Jika kamu
kembali pada orang-orang yang mementingkan dunia, maka nasehatilah mereka
dengan empat hal. Katakan kepada mereka, Barangsiapa memperbanyak makan, maka
ia tidak akan menemukan kelezatan dan rasa manis dalam beribadah. Barngsiapa
memperbanyak . tidur, maka ia tidak akan menemukan keberkahan dalam hidupnya.
Barangsiapa mencari kerelaan manusia makajanganlah ja menunggu kerelaan Tuhan.
Dan barangsiapa banyak mernbicarakan hal-hal yang tak berguna dan menggunjing,
maka ja tidak akan keluar dari dunia (mati) dalam keadaan beragama Islam.
Diceritakan
dari Sahl rahimahullah bahwa beliau berkata: Bersatunya segala macam kebaikan
itu terdapat dalam empat hal. Dengan keempatnya pula seseorang bisa menjadi
wali Abdal. Empat hal itu adalah perut yang kempis, diam, meninggalkan
pergaulan masyarakat dan berjaga di malam hari.
Seorang ‘arif
berkata: Lapar adalah modal utama kami.
Artinya sesuatu yang kami
hasilkan seperti waktu longgar, keselamatan, ibadah, rasa manis ibadah,
pengetahuan, dan amal yang bermanfaat adalah karena lapar dan kesabaran
menjalaninya karena Allah Swt.Hati
Dalam hal ini Anda cukup
memeliharanya dengan mengetahui bahwa hati adalah inti segala hal. Jika Anda
merusaknya, maka segalanya akan menjadi rusak. Dan jika Anda memperbaikinya
maka segalanya menjadi bagus. sebab hati bagaikan batang pohon dan anggota
badan yang lain bagaikan cabang-cabangnya. Dari batang pohon itulah
cabang-cabang mendapatkan air dan menjadi baik atau rusak.
Hati
juga bagaikan raja, sedangkan cabang-cabangnya bagaikan pengikutnya. Jika sang
raja baik, maka seluruh rakyat menjadi baik. Danjika raja tersebut rusak maka
seluruh rakyatnya juga akan rusak.
Kalau begitu, kebaikan mata,
lisan, perut dan lain sebagainya menunjukkan kebaikan hati dan kemakmurannya.
Bila di dalamnya terdapat berbagai kekurangan (cacat) dan kerusakan, maka
ketahuilah bahwa hal itu menunjukkan kekurangan hati dan kerusakan yang
terjadi di dalamnya. Bahkan kadang kerusakan yang ada padanya lebih parah.
Oleh karena itu, curahkanlah seluruh perhatian untuk memperbaikinya, pasti
dengan sekaligus semua menjadi baik dan Anda bisa merasa nyaman.
Kemudian
urusan hati ini memang pelik, karena digerakkan oleh berbagai khathir yang
berada di bawah kemampuan Anda. Sedangkan untuk tidak mengikuti khathir dengan
sekuat tenaga merupakan sesuatu yang teramat melelahkan. Karena itu pula
memperbaiki hati menjadi sesuatu yang paling berat bagi orang yang
bersungguh-sungguh. Dan perhatian terhadap hati ini lebih banyak serta lebih
besar bagi orang-orang yang memiliki kewaspadaan.
Diceritakan dari
Abu Yazid bahwa beliau berkata: Aku mengobati hati selama sepuluh tahun,
mengobati lisanku selama sepuluh tahun, dan mengobati nafsuku selama sepuluh
tahun. Dari ketiganya hatilah yang terasa paling berat.
Camkan hal
ini baik-baik!
Selanjutnya, hendaklah Anda memperhatikan empat
perkara yang telah kuterangkan, yaitu khayalan (panjang angan-angan),
tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu, dengki dan sombong.
Keempatnya
kami bahas secara khusus dibanding perkaraperkara lain di tempat ini dan
sangat kami anjurkan untuk memelihara diri darinya, karena keempatnya
merupakan penyakit yang secara khusus menyerang para ahli Al-Qur’an. Keempat
perkara tersebut menyerang masyarakat secara umum dan menyerang para ahli
Al-Qur’an secara khusus. Karena itulah keempatnya menjadi sangat buruk.
Anda
melihat seorang ahli Al-Qur’an yang angan-angannya melantur dan menganggapnya
sebagai niat baik. Maka ia akan terjerumus ke dalam kemalasan menunda-nunda
amal. Anda melihatnya tergesa-gesa untuk mencapai derajat kebaikan sehingga ia
malah terputus dari kebaikan tersebut. Atau ia tergesagesa untuk dikabulkan
doanya sehingga malah terhalang dari hal itu. Atau ia tergesa-gesa mendoakan
seseorang dengan keburukan dan menyesalinya, seperti yang dikisahkan dari Nabi
Nuh a.s.
Anda melihatnya merasa dengki dengan teman yang setingkat
atas anugerah yang diberikan Allah kepada mereka sampai hampir mencapai
tingkatan dengki yang belum tentu dilakukan meski oleh orang yang fasik
ataupun fnajir (jahat).
Karena keadaan semacam ini pula Sufyan
Ats-Tsauri berkata: Aku tidak mengkhawatirkan darahku kecuali dari ancaman
para ahli Al-Qur’an dan para ulama.Orang-orang yang mendengar hal itu tidak
percaya. Maka beliau kemudian berkata: Aku tidak mengatakan hal itu, tapi yang
mengatakannya adalah Ibrahim AnNakha’i rahimahullah.
Diceritakan
dari ‘Atha’. Beliau berkata: Sufyan Ats-Tsauri berkata kepadaku,
‘Berhati-hatilah terhadap para Ahli Al-Qur’an. Hati-hatilah jika aku bersama
dengan mereka. Jika aku berselisih paham, maka aku lebih suka mengatakan bahwa
menurutku buah delima itu rasanya manis dan mereka mengatakannya masam. Aku
tidak mempercayakan darahku untuk dibawanya kepada penguasa yang jahat.
Diceritakan
dari Malik bin Dinar. Beliau berkata: Sesungguhnya aku menerima kesaksian para
ahli Al-Qur an atas semua orang. Akan tetapi aku tidak menerima persaksian
sebagian dari mereka atas sebagian yang lain, karena aku melihat kebanyakan
dari mereka bersifat pendengki.
Diceritakan dari Fudhail. Beliau
berkata kepada anaknya: Belikan untukku rumah yang jauh dari para ahli Al-Qur
an. Apa gunanya tinggal bersama kaum yang jika aku nampak terpeleset, maka
mereka membuka aibku. Dan bila nampak kenikmatan pada diriku mereka akan
merasa dengki.
Begitulah. Anda akan melihatnya sombong kepada
masyarakat dan meremehkan mereka. Bila bertemu ia akan berpaling dan bermuka
masam. Seakan-akan ia telah dikaruniai kelebihan dua rakaat dari orang lain,
mendapat surat keputusan dari Allah akan mendapat surga atau terbebas dari
neraka, atau seakan ia merasa yakin dengan keberuntungan bagi dirinya dan
kecelakaan bagi orang lain.
Di samping itu, ia juga memakai pakaian
orang-orang yang bertawadhuk dari bahan wool dan sebagainya serta berpura-pura
telah mati (nafsunya).
Semua ini tidak sesuai dengan keangkuhan dan
kesombongan serta tidak menjadikannya baik, bahkan malah bertentangan. Akan
tetapi orang yang buta tak pernah melihat.
Diceritakan bahwa Fargad
As-Sabkhi masuk kepada Hasan Al-Bashri dengan memakai pakaian, sementara Hasan
memakii pakaian lengkap. Kemudian Hasan Al-Bashri berkata: Apakah kamu tidak
melihat pakaianku ini? Ini adalah pakaian ahli surga, sementara pakaianmu
adalah pakaian ahli neraka. Aku memang telah mendengar bahwa kebanyakan
penghuni neraka adalah orang-orang yang memiliki pakaian usang.Lalu Hasan
berkata: Mereka menempatkan zuhud pada pakaian dan menempatkan kesombongan di
dalam dada mereka. Demi Allah sebagai sumpahku. Sungguh salah satu di antara
kalian lebih sombong ketimbang orang yang memiliki kain lurik dan
memakainya.
Karena artian semacam inilah Dzun-Nuun Al-Mislri
bersyair:
Ia memakai pakaian tasawuf dan membanggakan pakaian
bulunya karena bodoh,sementara sebagian orang memakainya sambil bercanda.
Ia
memperlihatkan kehinaan dan kesombongan kepadamu.
Dan kesombongan
bukanlah sesuatu sama dengan kehinaan dini.
Ia berlagak sufi agar
dikatakan sebagai orang yang terpercaya, dan kesuftannya tidak berarti apa-apa
selain kepercayaan.
Ia tidak menginginkan keridaan Tuhan dengannya
tapi hanya mencari jalan untuk berkhianat.”
Oleh karenanya,
hendaklah Anda menjaga diri dari empat macam kerusakan yang telah kami
sebutkan ini, lebih-lebih dalam hal kesombongan. Sebab tiga hal yang pertama
adalah sebuah jalan licin yang jika Anda tergelincir di dalamnya pasti Anda
akan terjerumus ke dalam kemaksiatan. Sedangkan kesombongan adalah sebuah
jalan licin yang seandainya Anda tergelincir pasti akan terjerumus ke dalam
lautan kufur dan kedurhakaan.
Jangan lupa bagaimana kisah Iblis dan
fitnahnya. Ia menolak dan bersikap sombong. Lalu ja menjadi bagian dari
orang-orang kafir.
Marilah kita kembali kepada Allah. Semoga Dia
berkenan memelihara kita semua dengan kebaikan pandangan-Nya. Sesungguhnya Dia
Maha Murah lagi Maha Mulia.
Kesimpulannya adalah: Jika Anda
merenungkan dengan pikiran jernih, Anda akan tahu bahwa dunia ini tidak ada
yang abadi. Manfaatnya tidak sebanding dengan bahaya dan semua hal yang
menjadi akibatnya seperti badan lelah, hati yang sibuk berpikir, siksa yang
pedih dan perhitungan yang lama di akhirat serta tidak mampu Anda tanggung.
Jika
Anda benar-benar telah mengetahui hal itu, tentu Anda tidak akan terpancang
oleh kelebihannya. Anda tidak akan mengambil darinya kecuali apa yang mau
tidak mau harus diambil sebagai sarana beribadah kepada Tuhan. Anda tidak akan
bersenang-senang dan bernikmat-nikmat sampai mendapatkan surga, tempat tinggal
abadi, tempat bermukim di sisi Penguasa alam semesta, Maha Raja, Maha Kuasa,
Maha Kaya, dan lagi Maha mulia.
Anda juga tahu bahwa semua makhluk
itu tidak setia. Kesengsaraan yang mereka timbulkan lebih banyak daripada
pertolongan mereka yang bermanfaat bagi Anda. Anda juga tidak akan bergabung
dengan mereka kecuali dalam hal yang memang telah menjadi keharusan bagi Anda.
Anda memanfaatkan kebaikan mereka dan menjauhi bahaya yang mereka
timbulkan.
Anda bersahabat dengan Dzat yang tidak membuat rugi jika
berteman dengan-Nya. Anda tidak akan kecewa bila melayaniNya. Dia menghibur
Anda dengan kitab-Nya dan kerutinan (ibadah) Anda kepada-Nya. Dalam keadaan
apapun Dia tetap ada untuk Anda. Dari-Nya Anda akan melihat semua keindahan
dan keutamaan. Anda akan menemukan-Nya setiap kali bahaya mengancam, baik di
dunia maupun di akhirat, seperti yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. dalam
hadisnya:
Artinya: Peliharalah (keagungan) Allah. Niscaya kamu akan
menemukan-Nya di manapun kamu berada
Anda juga tahu bahwa setan itu
brengsek. Dia selalu berusaha memusuhi Anda. Oleh karena itu, mohonlah
perlindungan dari Tuhanmu yang Maha Kuasa, Maha Mengalahkan, dari anjing yang
dilaknat ini. Jangan sampai lengah dari tipu daya dan perangkapnya. Usirlah ia
dengan dzikir kepada Allah Swt. Jangan mempedulikannya, karena hal itu teramat
remeh.
Dengan begitu Anda akan menjadi lelaki sejati seperti yang
difirmankan Allah:
Artinya: Ia tidak memiliki kekuasaan atas
orang-orang yang beriman dan berserah diri kepada Allah.(Q.S.An-Nahl: 99)
Benar
sekali apa yang dikatakan Abu Hazim: Apakah dunia itu? Dan apa itu Iblis?
Dunia.
Yang telah berlalu adalah mimpi, dan yang akan datang adalah lamunan. Adapun
setan, demi Allah. Dia benarbenar telah dijadikan sebagai panutan, tapi ia
tidak memberi manfaat. Dia juga ditentang, tapi tidak membahayakan. Anda pun
mengetahui kebodohan nafsu dan perlawanannya dengan mencari sesuatu yang
membahayakan dan menghancurkannya. Anda melihatnya dengan kasih sayang seperti
pandangan orangorang berakal dan para ulama, yaitu orang-orang yang memandang
pada hakekat sesuatu yang nampak. Tidak seperti pandangan orang-orang bodoh
dan anak kecil, yaitu orang yang hanya memandang sekilas tanpa memikirkan rasa
sakit dikemudian hari. Berlari dari obat yang terasa pahit. Lalu Anda
mengendalikannya (nafsu) menggunakan kendali dengan cara mencegahnya dari
sesuatu yang benar-benar tidak dibutuhkan seperti omong kosong, memandang dan
makan. Sekali-kali Anda terpengaruh perbuatan yang buruk seperti
berandai-andai (thuulul amal), tergesa-gesa, iri terhadap orang Islam, takabur
tidak pada tempatnya atau makan semata-mata karena syahwat dan rakus.
Anda
memberikan kepadanya sesuatu yang baginya tidak harus dan Anda tidak khawatir
mendapat bahaya darinya, karena tidak ada alasan untuk berlebih-lebihan. Allah
telah memperluas segala persoalan bagi hamba-hamba-Nya dengan rahmat-Nya,
memperkaya mereka dari sesuatu yang membahayakan dalam urusan agama. Apalagi
yang dibutuhkan? Karena menurut seorang ulama saleh sesungguhnya ketakwaan itu
sesuatu yang paling mudah. Bila meragukan sesuatu, maka aku akan
meninggalkannya. Sebab nafsu itu akan tenang dan terbiasa selama Anda
membiasakannya.
Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair bahwa
nafsu adalah:
Nafsu akan merasa senang bila kau senangkan.
Dan
bila kau kembalikan ia pada sesuatu yang sedikit, maka ia akan menerima.
Penyair
lain berkata:
Dialah nafsu. Apapun yang kau bebankan kepadanya ia
pasti mampu memikulnya.
Dan diceritakan bahwa bila engkau
membiasakannya pasti ia akan terbiasa.
Penyair yang lain lagi
berkata:
Aku menahan diri dari kelezatan sampai nafsuku
berpaling.
Aku memaksanya untuk bersabar dan iapun senantiasa
bersabar.
Nafsu itu tak lain mengikuti apa yang dilakukan oleh
seorang pemuda.
Jika diberi makan maka iapun menginginkannya. Tapi
bila tidak, maka iapun merasa puas.
Apabila Anda telah mengetahui
ciri-ciri yang kusebutkan tadi, maka Anda akan menjadi bagian dari orang-orang
yang berzuhud dari dunia dan mencintai akhirat.
Ketahuilah bahwa
yang disebut dengan orang yang berzuhud sama saja dengan diberi seribu nama
yang terpuji. Dan Anda termasuk orang-orang yang mengucilkan diri dan
memutuskan hubungan dengan masyarakat untuk beribadah kepada Allah Swt., yaitu
orang-orang yang merasa tenteram dan berkhidmat kepada Penguasa alam
semesta.
Anda pun menjadi orang yang seperti dikatakan oleh seorang
penyair berikut ini:
Sekelompok orang merasa sibuk dengan urusan
dunia mereka.
Dan sekelompok orang yang lain menyepi untuk Tuhan
mereka.
Lalu Allah mengharuskan mereka untuk diam di pintu
keridaanNya.
Dan Dia mencukupkan mereka dari seluruh makhluk.
Mereka
membariskan telapak kaki di malam hari dan pandangan Dzat yang Maha Melihat
selalu menjaganya. Maka beruntung sekali mereka itu. Dan sungguh mereka sangat
beruntung dengan penghormatan yang diberikan Allah pada mereka.
Anda
juga menjadi bagian dari orang-orang yang berzuhud di hadapan Allah, menjadi
orang yang istimewa di antara para hamba Allah. Yakni orang-orang yang
difirmankan Allah:
Artinya: Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, tidak ada
kekuasaan bagimu atas mereka.(Q.S. Al-Hijr: 42)
Anda juga termasuk
orang-orang yang bertakwa, yaitu orangorang yang memiliki keberuntungan dunia
dan akhirat. Saat itulah Anda menjadi pertolongan-Nya yang baik serta
kemudahan-Nya. Dia-lah Dzat yang mencukupi semua perkara penting. Semoga Allah
memberi pertolongan dalam segala kesukaran. Di tangan-Nya tergenggam segala
urusan makhluk. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Inilah yang
ingin kami kemukakan dalam bab ini.
Tiada daya dan upaya melainkan
dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur lagi Maha Agung.[alkhoirot.org]