Bab IX: 10 Anugerah yang Sangat Berharga
Nama kitab: Terjemah Nashaihul Ibad, Nashoihul Ibad
(kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih
Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح
العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Ejaan
lain: Nashoih Al-Ibaad
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani
Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي الجاوي
البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H, Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal:
1897 M; 1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22
Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Guru
Nawawi Banten antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad
Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad
Nahrawi, Zainuddin Aceh
Murid Nawawi Banten antara lain: KH. Hasyim
Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas
Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy
Daftar isi
- BAB IX: NASIHAT TENTANG SEPULUH PERKARA
- Sepuluh Keutamaan Bersiwak
- Sepuluh Anugerah yang Sangat Berharga
- Sepuluh Perkara Belum Menjadi Baik Tanpa Dibarengi Sepuluh yang Lain
- Sepuluh Hal yang Paling Sia-sia
- Sepuluh Perkara Terbaik
- Sepuluh Orang Merasa Mukmin, Padahal Mereka Kafir
- Sepuluh Proses Menjadi Seorang Mukmin yang Sempurna
- Sepuluh Hal Duniawi Tidak Pantas Disukai oleh Ulama
- Sepuluh Perkara yang Dibenci Oleh Allah Swt
- Sepuluh Macam Kesejahteraan Bersabda Rasulullah saw
- Sepuluh Nama Bagi Kitab Allah Al Qur-an
- Sepuluh Nasihat Luqman kepada Putranya
- Sepuluh Hak yang Harus Diperhatikan bagi Orang yang Bertobat
- Setiap Hari Bumi Memekikkan Sepuluh Kalimat
- Sepuluh Siksa Bagi Orang yang Banyak Tertawa
- Sepuluh Ramuan Pembasuh Dosa dan Obat Penyakit Hati
- Sepuluh Kata Hikmah
- Sepuluh Golongan yang Tidak Akan Masuk Surga, Kecuali Jika Mau Bertobat
- Sepuluh Golongan yang Tidak Diterima Salatnya
- Sepuluh Hal Seyogianya Dilakukan oleh Orang yang Masuk Mesjid
- Sepuluh Hal Kebaikan dalam Salat
- Sepuluh Cincin Ahli Surga dan Sepuluh Cincin Ahli Neraka
- Sepuluh Hal dalam Sepuluh Tempat yang Lain
- Sepuluh Perkara yang Dilakukan oleh Nabi Ibrahim as
- Membaca Salawat Nabi Sekali Dibalas Sepuluh Kali
- Sepuluh Faktor Penyebab Hati Menjadi Mati
- Sepuluh Kalimat Doa di Malam Hari Arafah
- Sepuluh Kekasih Iblis
- Nasihat-nasihat dari Kitab Taurat
- Download Terjemah Nashoihul Ibad (pdf)
-
Kembali ke: Terjemah Nashaihul Ibad
BAB IX NASIHAT TENTANG SEPULUH PERKARA
Rasulullah saw. bersabda:
“Perhatikan benar-benar bersiwak (membersihkan gigi dengan kayu Arak), karena di situ terdapat sepuluh keutamaan: Membersihkan mulut, mendatangkan rida Allah, menjadikan marah setan, dicintai – Allah Yang Maha Pengasih dan Malaikat Hafadhah, menguatkan gusi, menghentikan dahak, mengharumkan bau pernafasan, memadamkan gejolak temperamen, menajamkan pandangan mata dan menghilangkan bau mulut. Bersiwak itu termasuk sunah Nabi.”
Selanjutnya, Nabi saw. bersabda:
“Salat sekali dengan bersiwak itu lebih utama dibanding tujuh puluh kali salat tanpa siwak.”
Hadis ini tidak dapat dipahami dengan asumsi, bahwa bersiwak lebih utama daripada jamaah yang hanya mampu meningkatkan pahala menjadi dua puluh tujuh derajat, karena boleh jadi satu derajat dalam dua puluh tujuh derajat salat jamaah itu mampu menandingi beberapa derajat dalam tujuh puluh derajat pahala salat yang ditunaikan dengan bersiwak.
Yang dimaksud dengan temperamen tubuh, ialah campuran dalam perbandingan tertentu berbagai cairan tubuh yang dapat menentukan kondisi tubuh seseorang. Unsur temperamen adalah lendir kubing, lendir hitam, dahak dan darah. Ukuran banyak-sedikitnya bahan-bahan ini dalam percampuran satu sama lainnya, akan menentukan kondisi tubuh seseorang, bahkan kondisi kejiwaannya.
Dalam suatu riwayat dikatakan juga, bahwa bersiwak membawa faedah dapat menyehatkan organ-organ dalam perut.
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:
“Tidak ada seorang hamba yang dianugerahi sepuluh hal, melainkan ia akan selamat dari berbagai bencana dan penyakit, dia sederajat dengan Mugarraabin serta ia akan mendapatkan derajat orang yang bertakwa, yaitu: Pertama, jujur yang terus-menerus disertai hati yang qanaah (puas dengan apa yang ada). Kedua, kesabaran yang sempurna disertai dengan rasa syukur yang terus-menerus. Ketiga, kefakiran yang abadi yang diikuti dengan sikap zuhud. Keempat, berpikir yang terusmenerus disertai dengan perut lapar. Kelima, keprihatinan yang abadi diikuti dengan takut yang terus-menerus. Keenam, kerja keras yang terus-menerus disertai sikap rendah diri. Ketujuh, keramahan yang terus-menerus disertai dengan kasih sayang. Kedelapan, cinta yang terus-menerus disertai rasa malu. Kesembilan, ilmu yang bermanfaat diikuti dengan pengamalan yang terus-menerus. Kesepuluh, iman yang langgeng yang disertai dengan akal yang kuat.”
Yang dimaksud dengan Mugarrabin di sini, ialah orang yang dekat dirinya kepada Allah. Sedang Muttagin (orang yang bertakwa), ialah mereka yang meninggalkan kemauan hawa nafsu dan menyingkiri semua larangan Allah.
Kejujuran adalah Permulaan kebahagiaan. Dan ada dikatakan:
“Barangsiapa yang sedikit kejujurannya, maka sedikit temannya.” ..
Tentang kesabaran, Nabi saw. bersabda:
“Iman yang paling utama, adalah sabar dan murah hati.” (H. R. Ad-Dailami).
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi s: saw. bersabda:
“Sebaik-baik senjata orang mukmin, adalah sabar dan doa”
Dalam hubungannya dengan sikap puas dan syukur dengan apa yang ada, lebih jauh Sayid Syekh Abdul Qadir berkata: “Bagaimana dapat dibilang baik, jika anda mengagumi amal-amal kebajikan sendiri dan merasa bahwa semua itu karena kesanggupan diri sendiri serta minta pahala untuk itu, padahal semuanya ini karena taufik Allah dan anugerahNya. Kalau toh anda menyingkiri maksiat, maka itu juga karena bimbingan Allah. Kapan lagi anda mau bersyukur atas semua itu, dan kapan pula anda akan mengakui kenikmatan-kenikmatan Allah yang ditumpahkan buat anda. Allah adalah yang menitahkan anda, menitahkan perbuatan anda berikut segala bentuk usaha anda. Anda hanyalah yang berusaha dan Allah-lah Yang Maha Pencipta.”
Tentang kefakiran, Nabi saw. bersabda:
“Wahai, golongan orang fakir, buatlah hati kalian rela pada (takdir) Allah, maka kalian akan beroleh pahala kefakiran kalian, jika tidak rela, maka tiada pahala bagi kalian.” –
Sementara itu, segolongan hukama mengatakan: Kecukupan dirimu dari sesuatu lebih bagus daripada kebutuhanmu kepadanya.
Mengenai terus-menerus berpikir, Nabi saw. bersabda:
“Berpikirlah tentang segala sesuatu, tapi jangan berpikir tentang Zat Allah, karena terdapat tujuh ribu cahaya di antara langit ke tujuh sampai Kursi Allah dan Allah di atas itu semua.”
Dalam riwayat lain, Nabi saw. bersabda:
“Allah menyayangi suatu kaum yang mereka disangka orang lain sakit, “ padahal mereka itu tidak sakit.” (H.R. Ibnu Mubarak).
Dalam hubungannya dengan terus-menerus prihatin dan takut kepada Allah, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang ada pada Allah buat kalian, pasti kalian senang untuk bertambah fakir dan butuh.” (H.R. At-Tirmidizi).
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda: ‘
“Telah cukup membuktikan ilmu seseorang bila ia takut kepada Allah, dan cukup membuktikan kebodohannya bila ia mengagumi amal perbuatannya sendiri.” | (H.R. Al-Baihaqi).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya yang masuk ke surga hanyalah: orang yang mengharapkannya dan sesungguhnya orang yang menjauhi neraka hanyalah orang yang takut terhadapnya dan sesungguhnya Allah hanya . merahmati orang yang penyayang.”
Adapun tawaduk (rendah hati), diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Bersikap tawaduk dan bergaullah bersama orang-orang miskin, maka anda menjadi.masuk kelompok warga besar Allah dan keluar dari sikap kesombongan.” (H.R. Abu Nu’aim).
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:
“Bila kamu memerangi nafsumu dan kamu membunuhnya dengan senjata yang berupa pembangkangan terhadap ajakannya, maka Allah akan menghidupkan nafsu itu kembali, dan ia pun menyerangmu kembali dan mengajakmu pada berbagai kesenangan dan kelezatan, supaya kamu kembali memeranginya dan Allah mencatat pahala yang terus-menerus bagimu karenanya.”
Hal itu sesuai dengan firman Allah swt.:
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan,” (Q.S. Al-Hijr: 99).
Maksud ayat ini ialah: Tentang jiwamu, wahai, makhluk yang paling mulia sampai datang kepadamu mati. Nafsu disebut nafsu, karena bertentangan dengan ibadah, nafsu enggan beribadah dan ia mengharapkan yang bertentangan dengan ibadah.
Mengenai sikap kasih sayang, disebutkan dalam hadis:
“Sesungguhnya Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada hambahamba-Nya yang penyayang.”
– Tentang cinta kepada Allah berikut malu kepadaNya, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Apakah kamu sekalian suka untuk masuk ke surga?” Mereka berkata: “Ya, wahai, Rasulullah.” Rasul bersgbda: “Sedikitkanlah angan-angan kalian dan tetapkanlah ajal kalian di depan mata, dan malulah kalian kepada Allah dengan sebenarnya.” Mereka berkata: “Wahai, Rasulullah, kami semua malu kepada Allah.” Rasulullah saw. bersabda: “Malu kepada Allah bukan begitu, akan tetapi malu kepada Allah tidak lupa pada kuburan dan kehancuran tubuh, tidak melupakan perut dan makanan yang dikandungnya dan kalian jangan melupukan kepala dan apa yang dipikirkannya. Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia, saat itulah seorang hamba merasa malu kepada Allah dan di situ pula ia mendapat pertolongan dari Allah.” ‘ (H.R. Abu Nu’aim).
Tentang ilmu dan pengamalannya, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Pelajarilah ilmu apa pun yang engkau mau mempelajarinya dan Allah tidak membuat ilmu bermanfaat untukmu sehingga engkau mau mengamalkan ilmu yang telah engkau pelajari itu.” (H.R. Ibnu Adi).
Diriwayatkan juga, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Afat kejuaraan adalah aman dipuji secara berlebihan, afat keberanian adalah: kegemaran menyimpang dari kebenaran, afat kemurahan adalah menyebut-nyebut pemberian, afat kecaruikan adalah kesukaan mejeng, afat ibadah ialah menghentikannya, afat omongan ialah dusta, afaz ‘ilmu talah lupa, afat sikap murah haw talah sikap tolol, afat kedudukan adalah kesombongan dan afat kedermawanan adalah pengeluaran secara berlebihan.” (H.R. Al-Baihaqi).
Mengenai akal yang kuat/tangguh, hendaklah diketahui bahwa akal itu sumber peradaban. Sebagian sastrawan berkata:
“Sebaik-baik anugerah adalah akal dan sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.”
Sebagian sastrawan berkata pula:
“Teman setiap orang ialah akalnya, dan musuhnya ialah kebodoharnya dan sungguh Allah telah menjadikan akal sebagai pokok dan tiang agama.”
Umar r.a. berkata:
“Sepuluh hal belum menjadi baik tanpa dibarengi sepuluh yang lain, ialah: Akal belum baik tanpa dibarengi sikap wira’i, amal perbuatan belum baik tampa dibarengi ilmu, keberuntungan belum baik tanpa dibarengi takwa kepada Allah, penguasa belum baik tanpa dibarengi keadilaan, reputasi belum baik tanpa dibarengi adab (kesopanan), kesenangan belum nyaman tanpa dibarengi keamanan, kekayaan belum baik tanpa dibarengi sikap qanaah (menerima apa adanya), ketinggian nasab belum baik tanpa dibarengi sikap tawaduk (rendah hati) dan perjuangan menuju kebenaran belum baik tanpa diiringi taufik Allah.”
Akal tanpa sikap wira’i itu belum dinilai baik, sebagaimana Amir bin Qais berkata:
“Jika akalmu mengerti tentang sesuatu yang tidak pantas, maka kamu orang yang berakal.”
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda:
“Akal adalah cahaya di dalam hati yang dapat membedakan antara hak dan batil.”
Mengenai amal perbuatan yang disertai ilmu, Nabi saw. bersabda:
“Sebaik-baik amal adalah ilmu mengenai Allah, karena sesungguhnya amal sedikit maupun banyak akan bermanfaat beserta ilmu dan sesungguhnya amal baik sedikit maupun banyak tidak akan bermanfaat beserta kebodohan.” (H.R. Al-Hakim).
Keberuntungan belum baik tanpa dibarengi takwa kepada Allah, baik keberuntungan berupa kesuksesan mencapai sesuatu yang dicita-citakan maupun terhindar dari mara bahaya. Nabi saw. bersabda:
“Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut siksa Allah, sehingga air susu masuk lagi ke dalam teteknya.” (H.R. Abu Hurairah).
Mengenai keadilan penguasa, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Orang yang paling dicintai Allah swt. dan paling dekat dengan-Nya besok pada hari Kiamat, adalah pemimpin yang adil. Adapun orang yang paling dimurkai Allah swt. dan paling jauh dengan-Nya di hari Kiamat, adalah pemimpin yang berbuat aniaya.”
(H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
Adapun reputasi, semisal prestasi ilmu atau prestasi keberanian, itu belum baik tanpa dibarengi tata adab: Segolongan ahli hikmah berkata:
“Ilmu adalah kemuliaan yang ada tara nilainya dan adab (kesopanan) adalah harta yang tidak dikhawatir .
Mengenai kedermawanan, Nabi saw. bersabda:
“Orang dermawan itu-dekat kepada Allah, dekat | kepada manusia, dekat pada surga, dan jauh dari neraka. Orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Orang bodoh yang pemurah lebih dicintai oleh Allah daripada ahli ibadah yang kikir.”
Mengenai qanaah dan wira’i dalam kefakiran, Nabi saw. bersabda:
-“Jadilah engkau orang wira’i, maka kamu menjadi orang yang ahli ibadah, dan jadilah kamu orang yang qanaah maka kamu menjadi manusia yang paling bersyukur. Cintailah orang lain seperti engkau . mencintai dirimu sendiri, maka engkaulah orang mukmin, berlaku. baiklah kamu kepada tetangga, maka engkaulah orang muslim, dan kurangilah tertawamu, karena terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati. “
Abdullah Ibnul Mubarak berkata:
“Menampakkan kecukupan di saat jatuh miskin lebih bagus daripada miskin itu sendiri.”
Adapun sikap tawaduk yang harus dilakukan oleh orang yang tinggi nasab dan pangkatnya, adalah menerima kebenaran dan tidak berpaling dari hukum.
Suatu perjuangan dapat dikatakan diiringi taufik Allah, jika ternyata dalam setiap gerak langkah j juangnya itu selalu berada pada jalan Allah yang penuh dengan rida-Nya.
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Perjuangan yang paling utama adalah memerangi hawa nafsumu dalam rangka mencari rida Allah.” (H.R. Ad-Dailami).
Utsman r.a. berkata:
“Ada sepuluh perkara yang paling tersia-siakan, ialah: Orang alim yang tidak dapat dijadikan tempat bertanya, ilmu yang tidak diamalkan, pendapat benar yang tidak diterima, senjata yang tidak dipakai, mesjid yang tidak digunakan salat, mushaf (Alqur-an) yang tidak dibaca, harta yang tidak diinfakkan, kuda yang tidak ditunggangi, ilmu zuhud yang ada pada hati orang yang cinta dunia, dan umur panjang yang tidak dipakai bekal untuk kepergiannya (menuju akhirat).”
Ilmu Zuhud di hati orang yang mencintai duniawi, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang bertambah pandai ilmunya, kemudian dia tidak bertambah zuhud mengenai dunia, maka hanya akan menambah jauh . dari Allah.”
Ali -karramallaahu wajhahuberkata:
“Ilmu adalah sebaik-baik warisan, etika itu sebaik-baik pekerjaan, takwa itu sebaik-baik bekal, ibadah adalah sebaik-baik perdagangan, amal saleh adalah sebaik-baik penuntun (menuju surga), perangai terpuji adalah sebaik-baik teman (di dunia dan akhirat), sikap lembah manah adalah sebaik-baik penolong, qanaah adalah sebaik-baik kekayaan, taufik adalah sebaik-baik pertolongan dan kematian itu sebaik-baik pendidik menuju perangai terpuji.”
Mengenai ilmu sebagai harta warisan, Nabi saw. bersabda:
“Muliakanlah orang-orang yang berilmu, karena mereka pewaris para nabi. Barangsiapa yang memuliakan mereka, berarti memuliakan Allah dan Rasul-Nya.” (H.R. Ath-Thabrani).
Tentang takwa sebagai bekal paling berharga menuju akhirat, hendaknya diketahui, bahwa pangkal takwa ialah meninggalkan perbuatan syirik (menyekutukan Allah), kemudian meninggalkan maksiat, kejelekan, menjauhi subhat dan meninggalkan berlebihan, begitulah pengertian takwa dari Abi Ali Daqaq r.a.
Adapun sikap qanaah sebagai kekayaan yang paling berharga, dapat dipahami dari firman Allah swt.:
“Barangsiapa yang beramal saleh dari lakilaki maupun perempuan dan dia seorang mukmin, kami akan menghidupkannya dengan kehidupan yang baik.” (Q.S. An-Nahl: 97).
Kebanyakan ahli tafsir berkata: “Kehidupan yang baik di dunia adalah qanaah.”
Nabi saw. bersabda:
“Ada sepuluh orang dari umat ini yang kafir terhadap Allah Yang Maha Agung, namun mereka sendiri merasa mukmin, ialah: Orang yang membunuh orang muslim atau Dzimmi (penduduk non muslim pada negara Islam yang loyal terhadap pemerintah) tanpa hak yang semestinya, orang penyihir, orang bermasa bodoh yang tidak punya cemburu pada keluarganya, orang yang menentang kewajiban zakat, orang yang minum khamar, orang yang telah berkewajiban haji tapi tidak mau menunaikannya, orang yang menyalakan api fitnah, orang yang menjual senjata kepada ahli perang, orang yang menggauli wanita pada duburnya dan orang yang menggauli saudara mahram. Jika dia menduga bahwa perbuatan-perbuatan ini halal, maka dia menjadi kafir.”
Termasuk keluarga yang harus dicemburui di sini ialah istri/suami, anak dan saudara. Sedang yang dimaksud dengan cemburu itu sendiri, ialah rasa tidak rela jika mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak agamanya. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
“Ada sebagian kecemburuan yang dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah. Dan sesungguhnya kesombongannya ada yang dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah. Adapun kecemburuan yang dicintai Allah adalah kecemburuan terhadap hal yang mencurigakan. Adapun kecemburuan yang dibenci Allah adalah kecemburuan bukan pada hal yang mencurigakan. Adapun kesombongan yang dicintai Allah adalah kesombongan seseorang dalam perang dan pada waktu bersedekah (supaya diikuti orang lam). Adapun kesombongan yang dibenci Allah adalah kesombongan seseorang dalam kezaliman dan keangkuhan.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Hibban).
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya di hari Kiamat Allah Tu’ala tidak berkenan menerima pengabdian maupun keadilan dari Ash-Shaggur: Ada yang bertanya: ‘Apakah Ash-Shaggur itu, wahai, Rasulullah? Nabi menjelaskan: AshShaggur ialah orang yang mempersilakan para laki-laki lain untuk masuk kepada keluarganya (istri, anak wanita dan saudara-saudara wanita).” : (H.R. Al-Baihaqi).
Mengenai keengganan membayar zakat, Nabi saw. bersabda:
“Tidak ada yang mempunyai emas dan perak yang tidak memberikan haknya, melainkan apabila hari Kiamat dibuatkan baginya lempenganlempengan dari api, lalu dipanaskan dengan api neraka Jahanam, lalu diseterika pinggang, kening dan punggungnya. Jika telah dingin, maka dipanaskan lagi pada suatu hari yang ukurannya 50.000 tahun hingga semua perkara di antara sesama hamba telah diputuskan, kemudian ia melihat jalannya ke surga atau neraka.”
Adapun kejahatan minum khamar, telah disebutkan dalam hadis:
“Peminum arak akan dikumpulkan dalam keadaan wadahnya digantungkan pada lehernya, gelas di tangannya, baunya lebih busuk daripada bangkai yang ada di bumi, semua makhluk yang melewati mengutuknya.”
Adapun tenggang keengganan menunaikan ibadah haji bagi orang yang telah berkewajiban, Allah berfirman:
“… Barangsiapa yang kufur, sesungguhnya Allah Maha kaya dari semua alam.” (Q.S. Aali Imran: 97).
Yakni, barangsiapa yang meninggalkannya dengan mengiktikadkan tidak wajib haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. berdoa untuk umatnya pada hari Arafah dan beliau memohonkan ampunan untuk mereka, maka Allah memberikan wahyu kepadanya:
“Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka pada dosa-dosa antara Aku dan mereka, tetapi Aku tidak akan mengampuni kezaliman mereka kepada sesamanya.”
Kemudian Nabi menambah permohonan ampunan dan berkata:
“Sungguh Engkau Maha Kuasa untuk memaafkan permusuhan mereka.”
Namun Allah belum mengabulkannya pada malam itu. Maka pada pagi hari di Muzdalifah, Allah memberikan wahyu kepadanya, Dia mengabulkan permohonannya, dan tersenyumlah beliau seraya bersabda:
“Saya heran kepada musuh Allah, iblis, ketika Allah mengabulkan doaku, dia menjerit karena kecelakaan dan kehancuran seraya menaburkan tanah di kepalanya.”
Nabi saw. bersabda:
“Tidaklah seorang hamba -di langit maupun di bumidisebut seorang mukmin, sebelum ia menjadi orang yang banyak bersilaturahmi, dia ndak menjadi orang yang bersilaturahmi, sebelum dia muslim, dia tidak menjadi orang muslim, sebelum orang lain merasa aman dari tangan dan lidahnya: dia tidak menjadi muslim, sebelum dia alim, dia tidak menjadi alim, sebelum mengamalkan ilmunya, dia tidak mengamalkan ilmunya, sebelum dia bersikap zuhud: dia tidak menjadi orang zuhud, sebelum dia menjadi orang warak, dia tidak akan menjadi orang yang warak sebelum dia bersikap tawaduk, dia tidak menjadi orang yang . tawaduk, sebelum dia mengenal dirinya sendiri, dan dia tidak mampu mengenali dirinya sendiri, sebelum dia berpikir dalam bicaranya.”
Tentang menjadi orang yang tawaduk (rendah hati), Anas bin Malik mengatakan:
“Rasulullah saw. suka menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, menunggangi keledai dan menghadiri undangan dari hamba sahaya.”
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang baik rupanya, berkedudukan yang mengharumkannya, serta rendah hati (tawaduk), maka dia termasuk orang yang dekat – dengan Allah pada hari Kiamat.” (H.R. Abu Nu’aim).
Menjadi orang yang arif (mengenali) dirinya sendiri, seorang penyair berkata:
Wahai, anak cucu Adam
Kesejahteraan hidup jangan menipumu
adalah terbatas umurmu
Tiada lain
engkau bagaikan tanaman yang hijau ranum
setiap perkara akan ditimpa penyakit
Jika kamu selamat dari berbagai penyakit
di saat ajalmu, tiba kamu pasti dituai.
Adapun selalu memfungsikan akal dalam berbicara, Bisyr bin AlHarits berkata:
“Jika engkau kagum mengapa bicara, diamlah! Dan jika engkau kagum mengapa diam, bicaralah!”
Ada yang mengatakan, suatu ketika Yahya bin Mu:adz Ar Razi r.a. melihat seorang fagih (alim) menyukai duniawi, lalu kepadanya Ar Razi berkata:
“Wahai, yang mempunyai ilmu dan sunah, gedung-gedungmu ala Kaisar Romawi, rumah-rumahmu ala Kisra Persia, tempat-tempat tinggalmu ala (Jarun zaman Nabi Musa, gerbang-gerbangmu menjulang tinggi ala raja Thalut, busana-busanamu semewah Jalut, jalan-jalan hidupmu aliran setan, perbuatan-perbuatanmu aliran Marwan, kekuasaanmu macam Firaun, hakim-hakimmu gegabah dalam memutus hukum lagi pula gemar makan suap dan khianat, dan para imammu setolol Jahiliah, kalau begitu di mana pelaksanaan ajaran Muhammad?”
Gedung yang bagaikan gedung kaisar, kaisar yaitu gelar untuk rajaraja Romawi. Rumah yang bagaikan rumah Kisra, yakni Raja Persia. Qarun ialah hartawan yang menentang Nabi Musa dan akhirnya ia sendiri ditelan bumi berikut harta kekayaannya. Thalut ialah seorang Raja di masa Nabi Dawud, sedang Jalud adalah raja musuhnya, yang kemudian terbunuh dalam peperangan melawan Nabi Dawud. Marwan bin Hakam, ialah seorang raja dalam Dinasti Umawiyah yang berkuasa setelah Muawiyah II, yaitu tahun 65 H./684 M. Dua orang utra Marwan, Abdul Malik dan Abdul Aziz. Abdul Malik menurunkan Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam, semuanya menjadi raja di Syam berturut-turut. Sedang Abdul Aziz menurunkan Umar, juga menjadi raja di Syam setelah Sulaiman, saudara sepupunya tersebut.
Berkata seorang penyair:
Wahai, orang yang munajat kepada Tuhannya dengan berbagai macam tutur kata dan orang yang mencari tempat tinggalnya di negeri yang penuh sentosa.
Wahai, orang yang menunda-nunda tobat dan tahun ke tahun apakah yang membuatmu melihat ada di antara orang yang meluruskan dirimu?
Wahai, orang yang lengah sungguh! kalau saja engkau lakukan puasa di harimu dan engkau semarakkan sepanjang malammu dengan salat
Dan engkau persempit dirimu dengan sedikit makan dan sedikit saja minum, niscaya lebih patut engkau untuk memperoleh kedudukan yang mulia dan memperoleh kemuliaan yang agung dani sisi. Tuhan seluruh manusia beroleh juga keridaan yang agung dari Tuhan Maha Agung lagi Maha Mulia.
Penyair lainnya berkata:
Pilihlah pekerjaan yang baik untuk kamu kerjakan, sungguh teman seseorang dalam kubur adalah amal perbuatan
Jika engka sibuk dengan sesuatu maka janganlah kesibukan itu berupa sesuatu . yang tidak diridai oleh Allah
Tiada yang menyertai manusia sesudah mati di dalam kubur selain dari amal perbuatannya Ingatlah!
Sesungguhnya manusia itu hanyalah tamu yang singgah sebentar kemudian pergi.
Penyair lainnya mengatakan:
Kepada rumah aku bertanya:
Katakan kepadaku sedang apa para kekasih
Kepadaku rumah berkata
Mereka diam sejenak dan telah pergi lagi ‘
Kataku lagi
Hai, rumah ke mana mereka pergi biar aku cari
Hai, rumah tahukah anda? di tempat mana mereka kini berada
Rumah berkata:
Mereka telah menempati kuburan dan telah bertemu dengan teman demi Allah, dengan hasil-yang mereka usahakan
Alangkah buruknya mereka yang teperdaya dan tertipu oleh angan-angan
Hai, orang yang bertanya kepadaku tentang mereka yang telah direnggut oleh negaranya
Di dalam lembaran-lembaran kaum itu hanya tercatat perbuatan-perbuatan buruk dan kesalahan-kesalahan
Jika mereka meminta tolong | tiada seorang pun yang mampu menolong mereka tiada tempat berlindung bagi mereka di alam kubur dan tidak ada upaya bagi mereka untuk menyelamatkan diri
Kecuali kesedihan dan penyesalan di alam kubur mereka akan tetapi ………..
tiada gunanya penyesalan mereka karena nasi telah menjadi bubur.
Sebagian hukama berkata:
“Allah swt. memurkai sepuluh hal dari sepuluh orang, ialah: Kekikiran dari hartawan, kesombongan dari orang fakir, kerakusan dari ulama, tidak punya malu dari wanita, cinta duniawi dari orang tua, malas berbuat bagi pemuda, sikap zalim bagi penguasa, penakut bagi pasukan berang, perasaan superior bagi orang-orang zuhud, dan sikap riya bagi ahli ibadah.”
Mengenai kekikiran (bakhil), seorang bijak berkata: “Kikir dapat melebur sifat kemanusiaan dan meneguhkan adat istiadat kebinatangan.”
Tentang kesombongan, diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Jika seseorang mengatakan, celakalah manusia, maka dia orang yang paling celaka.” (H.R. Muslim).
Larangan ini bagi orang yang mengatakan demikian, karena menyombongkan dirinya dan mengecilkan orang lain, maka ini dilarang.
Adapun kerakusan bagi ulama, dapat dihubungkan pemahamannya dengan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidhir a.s. Di kala tanpa diketahui alasannya, Nabi Khidhir mengajak Nabi Musa memugar dinding sebuah rumah tak berpenghuni, sementara itu mereka berdua tengah dicekam rasa haus dan lapar. Sekonyong-konyong Nabi Musa berkata:
“.. Jika Tuan menghendaki, maka Tuan dapat memungut upah untuk pekerjaan ini…”
Nabi Khidhir menjawab:
“Saat inilah, tiba perpisahan antara aku dan kamu…”
Di kala terjadi dialog yang mengandung unsur tamak ini, datanglah seekor kijang di tengah-tengah mereka berdua: belahan tubuh kijang yang ada di dekat Nabi Musa mentah, sementara belahan yang berada di dekat Nabi Khidhir telah masak.
Tentang persamaan malu, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang tidak punya malu, maka dia tidak punya agama, barangsiapa yang tidak punya malu di dunia, maka dia tidak akan masuk surga.” (H.R. Ad-Dailami).
Adapun kecintaan dunia dari orang tua, Abu Bakar Al-Maraghi berkata: “Orang yang berakal, adalah orang yang memikirkan urusan dunia dengan qanaah dan menunda-nunda, terhadap urusan akhirat dengan tamak dan segera, dan terhadap urusan agama dengan ilmu dan bersungguh-sungguh.” Mengenai kezaliman bagi para penguasa, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang rida terhadap penguasa dengan sesuatu yang dibenci oleh Allah, maka dia keluar dari agama Allah.” (H.R. Al-Hakim).
Perasaan superior (merasa lebih daripada orang lain), adalah jelas dilarang agama. Bebarapa hadis Nabi menjelaskan hal tersebut, di antaranya Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memuji dirinya sendiri atas amal saleh, maka lenyaplah rasa syukurnya dan amalnya dihapus.” — (H.R. Abu Nu’aim). Diriwayatkan Pula bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tidak ada seorang pun yang memakai baju untuk kehebatan, kemudian dia dilihat orang lain kecuali Allah tidak melihatnya pada hari Kiamat sebelum ia menaggalkannya.” (H.R. Ath-Thabrani). Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Celakalah anak Adam, mengapa dia sombong, sesungguhnya dia adalah bangkai yang baunya mengganggu orang yang melewatinya, anak Adam diciptakan dari tanah dan dia akan kembali ke tanah.” (H.R. Ad-Dailami).
Adapun riya (pamer), adalah sebagaimana dalam sabda Nabi saw.:
“Jauhilah, jangan sampai kamu mencampurkan perbuatan taat kepada Allah dengan kesenangan dipuji manusia, karena akan leburlah amalamal perbuatanmu.” (H.R. Ad-Dailami).
Adanya pujian orang yang datang sendiri tanpa diharapkannya, adalah tidak mengapa, karena hal semacam itu tidak tergolong riya. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Dzar r.a., dia berkata: “Ada yang bertanya kepada Rasulullah saw.:
“Bagaimanakah menurut tuan seseorang yang melaksanakan amal baik, kemudian dia dipuji oleh orang lain?” Beliau menjawab: “Itu adalah berita gembira yang disegerakan bagi orang mukmin.” (H.R. Muslim).
“Kesejahteraan ada sepuluh macam, lima macam di dunia dan lima lagi di akhirat. Lima macam di dunia ialah: Kesejahteraan ilmu, ibadah, rezeki halal, sabar menghadapi bencana, dan syukur menerima nikmat, sedang lima macam di akhirat ialah: Malaikat pencabut nyawa datang dengan kasih sayang dan lemah lembut, kedatangan Malaikat Munkar dan Nakir di kuburnya tidak menggetarkan, ia aman ketika terjadi kegentaran terbesar, kejelekannya dilebur dan amal kebajikannya diterima, dan ia melintasi titian secepat kilat, lalu masuk surga dengan selamat.”
Tentang sabar dalam menghadapi bencana, Al-Junaidi berkata: “Menelan pahit tanpa merasakan pahitnya.”
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:
“Sabar berkaitan dengan iman, seperti kepala dengan tubuh.”
Adapun syukur, substansinya ialah mengucapkan dengan lisan dan mengakui dengan hati terhadap semua nikmat Allah swt.
Mengenai kedatangan Malaikat perenggut nyawa yang melakukan . tugasnya dengan kasih sayang dan lernah lembut, yakni dengan perlahanlahan ketika mencabut nyawa, dan keramahan Munkar-Nakir dalam kubur, sebetulnya belum memasuki periode akhirat. Peristiwa pencabutan : nyawa terjadi ketika masih di dunia, sedangkan peristiwa Munkar-Nakir terjadi di alam kubur, yang disebut Barzah. Akan tetapi ketika dia ada pada waktu meninggal, dia sudah mendekati keadaan akhirat. Maka dari itu digolongkan peristiwa akhirat.
Dalam sebuah kaidah dikatakan:
“Semua yang sudah mendekati sesuatu, maka dia akan diberikan hukum dengannya.”
Kegentaran terbesar terjadi pada saat datang perintah kepada orangorang kafir untuk segera menuju neraka, di saat pintu neraka dikunci kembali setelah para penghuninya masuk semua dan tiada harapan dapat keluar kembali. Juga di kala terjadi penyembelihan kematian yang digambarkan dengan penyembelihan seekor gibas mulus di antara surga dan neraka. Sejak saat itulah, kematian tidak lagi terjadi pada siapa pun. Kemudian yang menyeru: ‘Wahai, ahli neraka, kalian kekal dan tidak akan mati!’ Maka putuslah harapan ahli neraka untuk keluar dari neraka.
Abu Al-Fadhal r.a. berkata:
“Allah menamai Kitab-Nya dengan sepuluh nama, ialah: Alqur-an, Al-Furqan, Al-Kitab, Al-Tanzil, Al-Huda, An-Nur, Ar-Rahmah, Asy-Syifa’, Ar-Ruh, Adz-Dxzikr.”
Adapun untuk penamaannya dengan Alqur-an, Al-Furqan, Al-Kitab dan At-Tanzil, telah masyhur.
Sedang untuk nama-nama Al-Huda, An-Nur, Ar-Rahmah dan AsySyifa’ dinyatakan dalam firman Allah swt.:
“Wahai, manusia, sungguh telah datang kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang mukmin.” (Q.S. Yunus: 57).
Untuk nama An-Nur, Allah berfirman:
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (Q.S. Al-Maidah: 15).
Ar-Ruh dinyatakan dalam firman Allah:
“Dengan demikian Kami telah mewahyukan kepadamu roh (wahyu) dengan perintah Kami.” (Q.S. Asy-Syuura: 52).
Adz-Dzikr dinyatakan dengan firman Allah:
“Kami telah menurunkan kepadamu Dzikra (Alqur-an), agar kamu menjelaskan kepada manusia.” (Q.S. An-Nahl: 44).
Lugman berpesan kepada Tsaran, putranya, sebagai berikut:
“Wahai, Anakku, sesungguhnya letak Al-Hikmah itu berada dalam sepuluh hal: Hendaklah engkau menghidupkan kembali hati yang mati, bergaullah dengan orang-orang miskin, menjauhi bergaul dengan para raja, mengangkat derajat kaum rendahan, memberikan kemerdekaan kepada hamba sahaya, melindungi orang terasing, menolong orang fakir, meningkatkan kemuliaan orang mulia dan hendakrya pula memperkuat kepemimpinan si pemimpin.”
Selanjutnya Luqman menyatakan:
“Sepuluh hal tersebut lebih berharga daripada harta, ia merupakan benteng dari ketakutan, perlengkapan dalam peperangan, juga dagangan di kala beruntung. Sepuluh itu pula yang dapat menolong di kala kerepotan menimpa, merupakan dalil pegangan di kala nyawa direnggut kematian, dan merupakan penutup di saat kain tidak mampu menutupinya.”
Meningkatkan kemuliaan orang mulia dilakukan dengan cara bersikap hormat dan ramah kepadanya. Sedang memperkuat kepemimpinan pemimpin dapat dilakukan dengan menaati dan memuliakannya.
Dikisahkan, bahwa Al-Kisa’i dan Az-Zaidi berada di sisi rumah ArRasyidi. Kemudian Al-Kisa’i salat Magrib, dia menjadi imam! Ketika membaca surah Al-Kaafirun, dia gemetaran. Setelah mengucap salam Az Zaidi berkata: “Oari’ ahli Kufah gemetar karena membaca surah AlKaafiruun.” Ketika salat Isya Az-Zaidi menjadi imam. Dia gemetaran ketika membaca surah Al-Fatihah. Setalah salam, Al-Kisa’i bersyair dalam Bahar Thawil:
Peliharalah lisanmu dari ucapan, karena kamu akan menerima bencana sesungguhnya bencana itu bersumber dari lisan.
Yang dimaksud dengan hari di mana kain tidak mampu menutupi, ialah hari Kiamat. Rasulullah saw. bersabda:
“Manusia digiring pada hari Kiamat tidak beralas kaki, telanjang, kehausan, mabuk dan bingung, karena kedahsyatan hari Kiamat. Seorang laki-laki tidak menggauli lagi istrinya dan seorang wanita tidak mengenali lagi suaminya.”
Sebagian ahli Hikmah berkata:
“Seyogianya bagi orang berakal yang ingin bertobat hendaknya melaksanakan sepuluh hal: Lisan membaca istigfar, hati menyesali dosa, badan mencabut kembali dosa, bertekad untuk selamanya tidak akan kembali mengulangi perbuatan dosa, cinta akhirat, membenci duniawi, sedikit bicara, menyedikitkan makan dan minum, sehingga dapat mencurahkan untuk ilmu dan ibadah, dan sedikit tidur.”
Istigfar ialah pernyataan mohon ampunan dosa kepada Allah, misalnya mengucapkan: dari segala macam dosa dan noda.”
Mengenai keutamaan berbicara sesedikit mungkin, Nabi saw. bersabda sebagai berikut:
“Barangsiapa yang banyak bicara, berarti banyak tergelincirnya. Siapa yang banyak tergelincirnya, berarti banyak dosanya, siapa yang banyak dosanya, maka api neraka lebih pantas melahap dirinya.” | Mengenai makan minum sesedikit mungkin, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Para wali Allah (kekasih-kekasih-Nya) adalah suka lapar dan haus, barangsiapa yang menyakiti mereka, maka Allah akan menyiksanya, membuka a aibnya dan Allah mengharamkannya tinggal di surga.” (H.R. Ibnu Najar).
Berkenaan dengan mengosongkan waktu untuk ilmu dan ibadah, seorang penyair berkata:
Hari esok jiwa-jiwa dibalas sesuai usahanya dan para petani akan memanen hasil tanamannya Jika mereka berbuat baik .itulah kebaikan untuk balasan mereka dan jika berbuat jelek itulah sejelek-jelek perbuatan mereka Allah melimpahkan rahmat mencurahkan anugerah bila kita kurang cermat maka kemurahan-Nya akan memadai Wahai, Tuhanku, catatlah aku mulai hari ini mengikuti golongan yang memegangi Al-Kitab serta memetik manfaatnya Cukupilah kami ampunilah kesalahan kami anugerahi kami keamanan sungguh kami amat membutuhkan
Adapun tentang keutamaan tidur sesedikit mungkin, Allah berfirman sebagai berikut:
“Mereka (orang-orang yang bertakwa) sedikit sekali dur waktu malam.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 17).
Maksudnya, yakni orang-orang yang takwa, orang yang berbuat kebaikan di dunia, baik dengan perkataan maupun perbuatan, mereka tidur hanya sebentar pada waktu malam.
Sedang ayat selanjutnya menyebutkan:
“Dan di akhir-akhir malam, mereka mohon ampunan.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 18).
Seorang penyair berkata dalam Bahar Khafif:
Wahai, orang yang banyak tidur dan lupa kebanyakan tidur mengakibatkan penyesalan
Sesungguhnya jika kamu telah masuk kuburan setelah mati maka akan lama tertidur .
Apakah kamu merasa aman dari malaikat maut!
Bukankah telah datang kepadamu juru menyeru dengan membawa bukti-bukti yang jelas.
Berkata Anas bin Malik r.a.:
“Sesungguhnya bumi, setiap hari selalu memekikkan sepuluh kalimat, ialah: Wahai, anak cucu Adam, engkau berbuat segala sesuatu di atas punggungku, tapi akan kembali ke dalam perutku. Engkau maksiat di atas punggungku, dan akan disiksa di dalam perutku. Engkau tertawa di atas punggungku, tapi menangis dalam perutku. Engkau bersuka ria di atas punggungku, tapi akan susah payah dalam perutku. Engkau menghimpun harta di atas punggungku, tapi menyesali dalam perutku. Engkau makan barang haram di atas punggungku, tapi engkau dimakan cacing di dalam perutku. Engkau hidup gembira di atas punggungku, ‘ tapi akan hidup merana dalam perutku. Engkau di atas punggungku dapat hidup disinari matahari, bulan dan lampu, tapi di dalam perutku engkau akan kegelapan. Dan engkau dapat menghadiri perkumpulanperkumpulan di atas punggungku, namun kelak engkau di dalam perutku akan sendirian.”
Mengenai tertawa, Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:
“Jika seorang alim tertawa satu kali, berarti ia memuntahkan kembali satu ilmu.”
Adapun istilah bersuka ria (Al-Farhu) digunakan pada berbagai makna, yaitu:
- Bathar (berbangga diri), seperti dalam firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (Q.S. Al-Qashash: 76).
- Rida (puas/senang), seperti terdapat dalam firman Allah SWT.:
“Setiap golongan merasa senang (puas) dengan sesuatu yang ada pada mereka.” (Q.S. Al-Mu’minun: 53).
- Surur (gembira), seperti pada firman Allah swt.:
“Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka.” (Q.S. Aali Imran: 170).
- Kelezatan hati sebab mendapatkan yang diinginkan, dikatakan dia gembira sebab keberaniannya dan nikmat Allah kepadanya serta gembira sebab musibah yang menimpa atas musuhnya.
Mengenai hidup berlagak di atas bumi, Nabi saw. bersabda:
“Janganlah kamu menjulurkan kain, maka sesungguhnya menjulurkan .. kam termasuk kesombongan dan Allah tidak menyukainya. Jika seseorang memarahimu dan mempermalukanmu dengan sesuatu perkara yang ada padamu, maka janganlah kamu membalas mempermalukannya dengan sesuatu yang ada padanya, biarkanlah dia, maka akibat kejelekannya akan menimpa kepadanya dan pahalanya bagi kamu, dan janganlah kamu mencaci seseorang.” – (H.R. Ibnu Hibban).
Bersabda Rasulullah saw.:
“Barangsiapa banyak tertawa, maka dig akan disiksa dengan sepuluh siksaan, yaitu hatinya akan mati, tidak punya rasa malu, disenangi setan, dibenci oleh Allah Yang Maha Penyayang, di hari Kiamat ia akan dimunagasyah, Nabi saw. berpaling darinya pada hari Kiamat, dikutuk oleh malaikat, dibenci oleh ahli langit dan ahli bumi, lupa terhadap semua perkara dan dia akan merasa malu.”
Seorang ulama berkata: “Tertawanya orang mukmin, adalah suatu kelalaian dari hatinya.”
Dalam sebuah hadis, Abu Idris Al-Khaulani meriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, dia berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Hindarilah terlalu banyak tertawa, karena hal itu dapat mematikan hati, dan menghilangkan sinar wajah.”
Hasan Al-Bashri r.a. berkata: Ketika saya berkeliling di jalan-jalan kota Bashrah dan di pasarnya dengan seorang pemuda ahli beribadah, tiba-tiba saya melihat seorang tabib yang sedang duduk di atas kursi. Dia dikelilingi oleh laki-laki, perempuan dan anak-anak. Di tangan mereka masing-masing terdapat gelas yang berisi air. Mereka meminta resep obat untuk penyakitnya. Kemudian pemuda yang bersamaku maju ke depan tabib, lalu dia berkata: “Wahai, Tabib, apakah kamu punya obat yang mampu membersihkan dosa dan menyembuhkan penyakit hati?” Kemudian si tabib itu menjelaskan:
“Ambillah sepuluh macam ramuan. Ambillah akar pohon fakir bersama akar-akar pohon tawaduk (kerendahan hati), jadikanlah/campurkanlah padanya tumbuhan tobat, taruhlah ke dalam lumpang keridaan, tumbuklah dengan penumbuk qanaah, simpan di kuali takwa, lalu tuangkanlah padanya air malu, didihkanlah dengan api mahabbah, tuangkanlah ke gelas syukur, kemudian kipasilah dengan kipas harapan, lalu minumlah dengan sendok pujian, sesungguhnya jika kamu mengerjakan hal itu, maka akan menjadi obat bagimu dari semua penyakit dan bencana di dunia dan akhirat.”
Dalam keterangan di atas, tampak kefakiran dan kerendahan hati diserupakan dengan pohon, karena sama-sama menjulang tinggi. Juga disebut akar, karena akar adalah pangkal kehidupan setiap tetumbuhan. Karena itu, kalimat di atas dimaksudkan dengan “Ambillah akar-akar yang menjadi pangkal hakikat kefakiran dan tawaduk (kerendahan hati), dua hal yang menjulang tinggi di sisi Allah.” Ibnu Atha’ mengatakan: Tawaduk adalah menerima hak yang datang dari siapa pun. Ibnu Abbas menyatakan: Termasuk tawaduk ialah seseorang mau minum sisa kawannya.
Al-Qusyairi berkata:
“Fakir adalah simbol para wali dan perhiasan ahli Sufi, dan pilihan Allah untuk kekasih-kekasih-Nya, yaitu orang-orang yang takwa dan para nabi.”
Sedangkan maksud “Ihlij” ialah sejenis tumbuhan yang dapat dipakai membersihkan kotoran. Kata Ihlij tobat, artinya tobat yang serupa dengan Ihlij dalam hal sama-sama berfungsi sebagai pembersih. Ihlij mampu membersihkan kotoran lahiriah, sedang tobat dapat menyapu bersih kotoran batiniah, yaitu dosa-dosa.
Nabi saw. bersabda:
“Orang yang jaga dari dosa, seperti orang yang berdosa.”
Rida diserupakan dengan lumpang, karena sama-sama berfungsi sebagai tempat (wadah) menumbuk sesuatu. Menurut Imam Nawawi: Rida adalah kegembiraan hati terhadap pahitnya qadha.
Ruwaim berkata: Rida adalah menerima berbagai hukum dengan senang.
Qanaah, menurut segolongan ulama adalah membuang harapan terhadap sesuatu yang belum ada dengan mencukupkan diri pada apa yang telah ada di tangan.
Menurut Abu Sulaiman Ad-Darani: Qanaah berkaitan dengan rida, setahap dengan warak berkaitan dengan zuhud. Qanaah adalah permulaan rida, warak adalah permulaan zuhud.
Tentang takwa, seperti dikatakan oleh Abu Abdillah Ruzabadi: Takwa adalah menjauhi apa-apa yang menjauhkanmu dari Allah.
Ibnu Atha’ berkata: Takwa itu mempunyai luar dan dalam. Adapun luarnya adalah memelihara hudud (batas-batas) Allah, sedang dalamnya adalah niat dan ikhlas.
Perasaan malu, seperti dikatakan oleh Al-Junaid adalah: Suatu kondisi jiwa yang timbul dari kesadaran akan adanya nikmat dan kekurangan pengabdian diri.
Dzun Nun Al-Misri berkata: Malu adalah wujud kehebatan yang ada dalam hati sebagai akibat dari sikap garang kepada Allah yang dilakukan dahulunya.
Mengenai Mahabbah (rasa cinta), Abu Yazid Al-Bustami berkata: Mahabbah ialah menganggap sedikit terhadap jasa besar dari diri sendiri dan menganggap banyak terhadap jasa sedikit dari si kekasih. Abu Abdillah Al-Oarsyi berkata: Substansi mahabbah adalah kesanggupan memberikan seluruh dirimu kepada orang yang engkau cintai tanpa ada yang tersisa sedikit pun.
Syukur adalah: Pengakuan akan mencurahkan nikmat dari si pemberi dalam kerangka hormat dan merendah diri.
Adapun rojak (harapan), menurut Abu Abdillah bin Khafif adalah: Rasa optimis terhadap kemurahan anugerah Allah. Juga ada yang mengatakan: Rojak adalah melihat akan adanya keluasan rahmat Allah.
Pernah dikisahkan, bahwa salah seorang raja memanggil lima ahli hikmah supaya berkumpul. Ia meminta agar masing-masing mengemukakan dua kata hikmah, maka jumlah keseluruhan terkumpul sepuluh kata hikmah. Ahli hikmah pertama mengatakan:
“Takut kepada Maha Pencipta (Allah) menjadi jaminan keamanan, sedang merasa aman dari siksa Allah menjadi sumber ketakutan. Tidak merasa takut kepada sesama makhluk itu pangkal kemerdekaan, sedang merasa takut kepada sesama makhluk itu pangkal kemerdekaan.”
Ahli hikmah kedua mengatakan:
“Adanya harapan kepada Allah itu merupakan kekayaan yang tidak tergoyahkan oleh kefakiran dan putus asa dari kemurahan Allah itu merupakan kefakiran yang tidak dapat tertutup oleh kekayaan.”
Dalam hubungan ini Dzun Nun Al-Misri berkata:
“Barangsiapa merasa puas dengan yang dimilikinya, maka ia tidak begitu memerlukan orang-orang yang hidup bersamanya dan dapat melebihi di atas teman-teman sebayanya.”
Ada yang mengatakan:
“Barangsiapa matanya melotot kepingin terhadap sesuatu yang ada di tangan orang lain, maka kesusahannya tambah panjang.”
Segolongan pujangga berkata dalam Bahar Wafir:
Kemurahan hati di saat dia sendiri lapar,
dapat menaikkan harga diri pemuda, ,
pada suatu hari ia berbuat cemar
di hari itu pula ia menjadi mulia.
Maksudnya, bahwa kesanggupan bermurah hati, di saat diri sendiri tengah kelaparan, dapat menaikkan harga diri. Jika kesanggupan ini dimiliki oleh pemuda, lalu di suatu saat pemuda tersebut berbuat cemar, maka kecemaran itu akan tertutup dan terhapus lantaran kemurahan hatinya. ,
Ahli hikmah ketiga mengatakan:
“Kemelaratan harta itu tidak berbahaya, selagi dibarengi kekayaan hati dan kekayaan harta tidak bermanfaat, selagi diberengi kemelaratan hati.”
Wahab mengatakan: Sesungguhnya kemuliaan dan kekayaan keduanya keluar berjalan sambil mencari teman, kemudian keduanya bertemu dengan qanaah, maka tetaplah mereka berdua.
Di dalam Kitab Zabur disebutkan:
“Orang yang qanaah itu kaya, walaupun dia kelaparan.”
Ahli hikmah keempat mengatakan:
“Kekayaan hati hanya akan menambahkan kekayaan bagi dermawan dan kemelaratan hati juga hanya akan menambahkan kemelaratan bagi kekayaan harta.”
Dalam hubungan ini Ad-Daqqaq menyatakan:
“Barangsiapa yang tidak disertai ketakwaan di dalam kefakirannya, maka dia akan memakan yang haram.”
Ahli hikmah kelima mengatakan:
“Mengambil kebaikan yang sedikit lebih baik daripada meninggalkan kejelekan yang banyak dan meninggalkan semua kejelekan lebih baik daripada mengambil kebaikan yang sedikit.”
Perkataan ahli hikmah kelima ini mendekati perkataan sebagian tabib: “Semua delima itu baik dan semua ikan itu jelek, namun makan ikan sedikit lebih baik daripada delima yang banyak.”
Ibnu Abbas r.a. berkata, dari Nabi saw.:
“Sepuluh golongan umatku tidak akan masuk surga, kecuali yang bertobat, ialah: Al-Qalla’, Juyyuf, Qattat, Daibub, Dayyus, pemilik Artabah, pemilik Kubah, ‘Utul, Zanim dan orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya.”
Selanjutnya, dalam kaitan hadis ini Ibnu Abbas menyatakan:
“Lalu ada yang bertanya: Ya, Rasulullah, apa yang dimaksud Al-Qalla’ itu?” Beliau menjawab: “Orang yang berjalan di hadapan para pejabat.” “Apa yang dimaksud Juyyuf?” Beliau menjawab: “Pencuri kuburan.” “Apa yang dimaksud Qattat?” Beliau menjawab: “Orang yang suka mengadu domba.” “Apa yang dimaksud Daibub?” Beliau menjawab: “Orang yang” mengumpulkan pemudi-pemudi di rumahnya berzina.” “Apa yang dimasud Dayyus?” Beliau menjawab: “Orang yang tidak cemburu terhadap keluarganya.” “Apa yang dimaksud mempunyai Artabah?” Beliau menjawab: “Orang yang memukul drum.” “Apa yang dimaksud mempunyai Kubah?” Beliau menjawab: “Orang yang memukul gendang.” “Apa yang dimaksud ‘Utul?” Beliau menjawab: “Orang yang tidak memaafkan dosa dan tidak menerima ampunan.” “Apa yang dimaksud Zaniim?” Beliau menjawab: “Orang yang dilahirkan dari zina dan dia duduk di tengah jalan sambil mengumpat orang lain.”
Sehubungan dengan penjelasan tentang Jayyuf, segolongan ulama salaf memberikan cerita: Di negeri mereka, hiduplah seorang Jayyuf (pembongkar kuburan untuk dicuri isinya) yang telah dikenal merata. Seorang gadhi yang saleh, di kala merasa telah mendekati ajalnya sempat memanggil si Jayyuf seraya berpesan:
“Saya dengar anda suka membongkar kuburan. Tapi di hari ini, saya merasa telah dekat dengan ajal. Untuk biaya kafan dan sebagainya, telah kami persiapkan sebesar sekian: Silakan ini diambil, tapi jangan engkau bongkar kuburku nanti.”
“ Kemudian si Jayyuf itu menjawab: “Baiklah.”
Maka pulanglah si Jayyuf ke rumahnya. Setibanya di rumah, dia menceritakan pesan gadhi itu kepada istrinya.
“Kalau begitu berhati-hatilah, jangan kau curi,” kata istrinya.
Ketika kematian gadhi telah tiba dan dia telah dikuburkan, Jayyuf berkeinginan sekali untuk mencuri kain kafan gadhi tersebut, tetapi istrinya tetap melarangnya. Namun Jayyuf tetap bersikeras tidak mengindahkan larangan istrinya, maka dibongkarlah makam gadhi tersebut. Ketika itu dia melihat mayat gadhi telah duduk dan di sana ada dua malaikat. :
Malaikat pertama berkata kepada malaikat kedua! “Ciumlah kedua kakinya.”
Malaikat kedua kemudian mencium kaki gadhi, katanya: “Tidak ada sesuatu pada kaki itu.”
“Ciumlah kedua tangannya.”
Kemudian malaikat kedua mencium kedua tangan gadhi, lalu ia berkata: “Dia tidak melakukan kemaksiatan dengan kedua tangannya.”
“Ciumlah kedua matanya.”
Kemudian dia menciumnya dan berkata: “Mayat ini tidak melihat yang haram dengan kedua matanya.”
“Ciumlah pendengarannya.”
Kemudian dia mencium telinganya dan tidak menemukan apa-apa.
“Ciumlah telinga yang sebelahnya.”
Dia diam setelah mencium telinga yang sebelahnya. “Apa yang kamu temukan!”
“Saya menemukan bau.”
“Apakah kamu tahu bau apakah itu?”
“Sesungguhnya orang tersebut mendengarkan dengan salah satu pendengarannya kepada salah seorang yang bertikai lebih banyak daripada yang lain.”
Kemudian telinga gadhi itu membengkak dan menyemburkan api yang menjilat-jilat memenuhi kuburannya. Lalu api itu menyambar mata si Jayuf sehingga matanya buta. Kisah ini dikutip dari kitab Qam’u nufus. — Masih ada kaitannya dengan pokok makalah ini, Mu’adz pernah suatu ketika bertanya kepada Nabi saw. tentang firman Allah:
“Yaitu hari ditiup sangkakala, lalu kamu sekalian datang berbondongbondong.” (Q.S. An-Naba’: 18).
Kemudian kepada sahabat Mu’adz tersebut Nabi saw. bersabda:
“Wahai, Mu’adz kau telah menanyakan sesuatu yang amat besar.”
Lebih lanjut, dengan mata berlinangan Nabi menjelaskan sebagai berikut: “Digiring sepuluh kelompok dari umatku dengan bermacam- macam rupa. Mereka dibedakan oleh Allah dari kelompok orang muslim dan Allah menampakkan bentuk mereka, di antara mereka ada yang berbentuk monyet, babi dan ada yang matanya buta berjalan ke sana kemari. Ada juga yang tuli, bisu, tidak mempunyai akal, ada yang menggigit lidahnya sampai menjulur ke dadanya sambil mencucurkan nanah dari mulutnya yang menjijikkan orang banyak. Sebagian lagi ada yang putus tangan dan kakinya, dan sebagian lagi ada yang disalib atau dipasung di atas daripada bau bangkai dan ada yang diberi pakaian berupa aspal cair.
Adapun yang berbentuk monyet adalah mereka yang suka mengadu domba. Orang yang berbentuk babi, mereka adalah pemakan riba dan yang haram. Sedangkan yang dibalikkan kaki dan mukanya, mereka adalah pemakan barang riba. Orang yang tuli serta bisu adalah orangorang yang ujub dengan amalnya. Orang yang menggigit lidahnya ialah para ulama dan ahli bicara yang pembicarannya bertentangan dengan amalnya.
Orang yang putus tangan dan kakinya adalah orang yang suka menyakiti tetangga. Orang yang disalib dengan tiang api adalah orang yang mengadukan orang yang tidak bersalah kepada penguasa. Orang yang lebih bau daripada bangkai adalah orang yang bersenang-senang dengan syahwat dan kelezatan, dan mereka tidak mau mengeluarkan hal Allah swt. dari hartanya. Adapun orang yang diberi pakaian dengan aspal adalah orang takabur, sombong dan angkuh. (H.R. Al-Qurthubi).
Perbuatan dianggap sebagai kedurhakaan terhadap orangtua adalah setiap perbuatan anak yang menurut ukuran umum dinilai telah menyakitkan hati orangtua, walaupun perbuatan yang dilakukan tidak haram, jika diperlakukan pada orang lain. Misalnya berpaling muka ketika berjumpa, mendahului orangtua di waktu berjalan bersama-sama dalam suatu rombongan, sehingga tampak mengabaikan dan acuh.
Nabi saw. bersabda:
“Ada sepuluh golongan yang Allah tidak menerima salat mereka: Orang salat sendirian tanpa membaca surah Al-Fatihah, orang yang tidak menunaikan zakat, orang yang menjadi imam pada suatu kaum yang membencinya, seorang hamba sahaya yang melarikan diri, peminum khamar (arak) yang pemabuk, wanita yang tidur malam membuat jengkel suaminya, wanita dewasa yang salat tanpa memakai kerudung (mukena), pemakan riba, pemimpin yang menyeleweng, dan orang yang salatnya tidak berfungsi nahi mungkar, tidak bertambah dari Allah melamkan jauh.”
Tentang bacaan Al-Fatihah dalam salat, Imam Abu Hanifah dan sahabatnya, Imam Malik dan Imam Ahmad Hambali r.a. telah sepakat atas sahnya salat seorang makmum tanpa membaca sedikit pun dari surah Al-Fatihah.
Tentang orang yang enggan menunaikan zakat, Allah berfirman:
“Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang tidak menunaikan zakat.” (Q.S. Fushshilat: 6-7).
Dalam ayat ini, dengan jelas Allah menyebutkan mereka yang mereka membayar zakat sebagai orang musyrik.
Hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan yang kabur dari tuannya, salatnya tidak diterima oleh Allah.
Nabi saw. bersabda:
“Jika seorang hamba sahaya kabur, maka tidak diterima salatnya, dalam riwayat lam disebutkan: Maka kafirlah ia sampai pulang kembali.” Demikian pula salat orang yang mabuk karena minum arak (khamar), dalam masalah ini Nabi saw. bersabda:
“Jauhilah khamar, karena barang itu menjadi induk segala kejahatan.”
Mengenai tidak diterimanya salat seorang wanita yang di kala tidur malam membuat sakit hati suaminya, Nabi saw. bersabda:
“Tiga golongan, Allah tidak akan menerima salat mereka dan salarnya tidak akan naik ke langit, yaitu orang yang mabuk sampai dia sadar, perempuan yang dibenci suaminya, budak yang kabur dari tuannya, hingga ia pulang dan menyerahkan diri kepada tuannya.”
Tentang pemakan riba, sebagaimana diterangkan dalam Az-Zawajir adalah kelak di Padang Mahsyar mereka dihimpun dalam bentuk anjing dan babi. Hal ini sebagai risiko darikhilah yang mereka kemukakan untuk menghalalkan riba, sebagaimana orang Bani Israel (Ashaabus Sabti) kelak juga dijelmakan menjadi anjing dan babi. Ashabus Sabti di kala itu dikenakan larangan mencari ikan di hari Sabtu. Pada mulanya mereka tunduk, sehingga pada setiap hari Sabtu di perairan mereka tampak betapa banyak ikan berkeliaran dengan aman. Kemudian mereka pun berkhilah, yaitu tetap mencari ikan di hari Sabtu, tapi tidak langsung diambil. Ikanikan itu dipindahkan dulu ke dalam kolam yang khusus mereka bikin untuk itu, baru di hari Ahad mereka menangkapnya kembali dari kolam tersebut. Dengan cara khilah seperti ini, mereka beranggapan bahwa tidak melanggar larangan menangkap ikan di atas. Demikian mereka melakukan khilah, sekonyong-konyong Allah -menjelmakan mereka “dalam bentuk anjing dan babi. Begitu juga kelak orang yang berkhilah untuk menghalalkan riba, dengan bentuk khilah apa pun. Allah Maha Mengetahui terhadap segala bentuk khilah.
Akan halnya pemimpin yang menyeleweng, tersebut dalam hadis Abu Dzar, bahwa ia mendengar Nabi saw. bersabda:
“Seorang penguasa akan didatangkan pada hari Kiamat, kemudian dia dilemparkan ke jembatan jahanam, maka guncanglah jembatan itu dengan guncangan yang hebat, hingga tidak ada satu sendi pun melainkan terlepas dari tempatnya. Jika dia taat kepada Allah dalam perbuatannya, maka dia akan lewat dengan selamat. Jika bermaksiat, maka jembatannya terputus karenanya, lalu dia terjatuh ke dalam neraka Jahanam selama lima puluh ribu tahun.”
Akhirnya, kami nukilkan dari Al-Arif Al-Mursi sebagai berikut:
“Amal perbuatan hamba itu akan tampil dalam bentuk suapan nasi, baik amal kebajikan maupun kejelekan.”
– Nabi saw. bersabda:
“Sepatutnya orang yang masuk mesjid, melakukan sepuluh hal, yaitu pertama, membersihkan kedua khuf atau sandalnya dan mulai masuk dengan mendahulukan kaki kanan….”
“Kedua, apabila masuk mengucapkan: “Dengan nama Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada Rasulullah dan semua malaikat Allah. – Ya, Allah, Tuhan kami, bukakanlah bagi kami pintu rahmat-Mu, – sesungguhnya Engkau Maha Pemberi’.”
“Ketiga, memyaca salam kepada ahli mesjid, namun jika tidak ada orang dalam mesjid, maka ucapkanlah: ‘Semoga keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang saleh’.”
“Keempat, mengucapkan: ‘Aku bersaksi tiada Tuhan selam Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah.”
“Kelima, hendaklah tidak menerjang di depan orang yang sedang salat. Keenam, jangan melakukan perkara duniawi. Ketujuh, jangan membicarakan perkara duniawi. Kedelapan, jangan keluar sebelum melaksanakan salat Tahiyatal Mesjid dua rakaat. Kesembilan, jangan masuk kecuali sudah punya wudu.”
“Kesepuluh, apabila bangkit hendaknya mengucap: ‘Maha Suci Engkau, ya, Allah, wahai, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Engkau, aku mohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu’.”
Di kala masuk mesjid, hendaklah mendahulukan kaki kanan, demikian pula masuk ke tempat-tempat yang mulia atau tempat yang belum jelas mulia-tidaknya. Terlebih dahulu melepas alas kaki kiri di depan pintu mesjid, lalu kaki kiri ditumpangkan pada alas tersebut, kemudian baru melepas alas kaki kanan.
Doa masuk mesjid dapat pula sebagai berikut:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dengan Zat-Nya Yang Maha Mulia dan kerajaan-Nya yang kekal abadi dari godaan setan yang terkutuk. Segala puji bagi Allah. Ya, Allah, limpahkanlah salawat buat Muhammad, segenap keluarga beliau dan sahabat beliau.”
Bagus juga, sebelum membaca doa seperti dalam awal makalah di atas, terlebih dulu diawali dengan:
“Ya, Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah untukku pintu rahmatMu… “
Tentang melewati depan orang salat, hukumnya adalah haram,. kendati itu salat sunah dan sah menurut keyakinan orang yang salat tersebut, dan meskipun tidak ditemukan jalan selain menerjang tersebut. Yang dimaksud depan orang salat adalah lokasi dalam batas salat. Diperbolehkan menerjang depan orang salat, jika situasi darurat, misalnya untuk segera bertindak menyelamatkan orang yang tenggelam, demikian menurut pendapat Muktamad (yang bisa dipakai pedoman). Bahkan Imam Syafi’i menukil dari berbagai imam, bahwa menerjang tersebut diperbolehkan, jika ternyata tidak ada jalan lain. Namun pendapat ini dinilai lemah. Adapun jika orang yang salat itu sembarangan saja dalam mengambil tempat, misalnya di tempat yang biasanya menjadi lalu lintas orang di saat itu, seperti jalur tawaf, maka tidak haram menerjang di depannya. Juga misalnya orang salat dalam suatu saf di mana saf depannya diperbolehkan orang lain menerjang depan orang tersebut, walaupun dengan melintasi beberapa saf.
Urusan duniawi yang dimaksud dalam makalah ini, ialah semacam transaksi jual beli. Jika mengetahui hal itu terjadi dilakukan orang dalam mesjid, maka disunahkan menegur dengan ucapan:
“Semoga Allah tidak memberi keuntungan dagangan anda.”
Sedang omongan duniawi yang dimaksud di sini, ialah semisal lagulagu yang sesat itu. Jika melihat hal itu dilakukan orang, disunahkan menegur dengan ucapan:
“Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.”
Tentang salat Tahiyatul Mesjid, jika yang dimasuki itu Masjidil Haram dan ia bermaksud tawaf juga, maka terlebih dahulu tawaf, kemudian salat dua rakaat dengan niat Tahiyatul Mesjid sekaligus niat salat sunah Tawaf.
Bagi orang yang tidak sempat salat Tahiyatul Mesjid, disunahkan membaca empat kali sebagai berikut:
“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selam Allah dan Allah Maha Agung.”
Dengan membaca seperti ini, lepaslah beban memakruhan atasnya. Demikianlah, jika memang tidak dirasa mudah mengambil air wudu terlebih dahulu (bagi orang yang tidak sempat salat karena telah batal wudunya). Kalau dirasa mudah berwudu, tapi tidak mau berwudu sehingga tidak dapat salat Tahiyat dan mencukupkan membaca bacaan di atas, maka kemakruhan belum terlepas darinya, sebab itu berarti ia telah mengabaikan.
Tentang doa sewaktu akan keluar dari mesjid, seperti yang termaktub , dalam makalah di atas, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang duduk pada suatu tempat dan pada tempat itu banyak kesalahan, lalu dia mengucapkan sebelum bangkit dari tempatnya: ‘Subhaanaka, Allaahumma wa bihamdika, Asyhadu an laa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa.atuubu ilaik’ (Maha Suci Engkau, ya, Allah, dan dengan memuji-Mu aku bersaksi, sesungguhnya tiada Tuhan selai Engkau, aku memohon ampunan-Mu dan bertobat kepada-Mu), tiada lain kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya selama di mejelis tersebut.” (H.R. At-Tirmidzi).
Adapun riwayat dari Ali, sesungguhnya beliau berkata: “Barangsiapa ingin memperoleh takaran penuh, maka hendaknya di akhir majelisnya atau di kala hendak berdiri mengucapkan sebagai berikut:
‘Maha Suci Tuhanmu, Tuhan keluhuran, dari apa pun yang disebutkan oleh orang-orang kafir, semoga salam buat para rasul dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam’.”
Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw. bersabda:
“Salat adalah tiang agama, barangsiapa menunaikannya, berarti menegakkan agama dan siapa mengabaikannya, berarti menumbangkan agama.”
Selanjutnya Nabi saw. bersabda:
“Di dalam salat ada sepuluh perkara, yaitu menghiasi muka, menerangi hati, menyenangkan badan, dihibur di dalam kubur, turun rahmat, kunci surga, berat timbangan, disenangi Tuhan, harga surga dan penghalang dari neraka.”
Salat dapat menyinari hati, sebagaimana disinyalir dalam sebuah hadis:
“Salat seseorang adalah penerang hatinya, barangsiapa di antara kamu yang ingin hatinya diterangi, hendaklah memperbanyak salatnya.” (H.R. Ad-Dailami).
Salat juga mengandung arti kesembuhan badan. Nabi saw. bersabda:
“Bangkitlah kamu, lalu salatlah, karena salat adalah obat.” (H.R. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah apabila menurunkan penyakit dari langit ke ahli bumi, maka Allah memalingkannya dari orang yang meramaikan mesjid. ” (H.R. Al-Asykari).
Salatpun mendatangkan rahmat dan kunci langit. Nabi saw. bersabda:
“Salat itu menjadi kurban bagi setiap orang yang takwa.” (H.R. Al-Oudha’i, dari Ali).
Salat juga menambah berat timbangan amal dan mendatangkan eridaan Allah. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda: .
“Tidak ada suatu keadaan pun bagi seorang hamba yang lebih dicintai oleh Allah, selain Dia melihatnya dalam keadaan sujud seraya membenamkan mukanya ke tanah.” (H.R. Ath-Thabrani).
Salat adalah menjadi penebus surga. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw, bersabda:
“Sesungguhnya orang yang salat adalah orang yang mengetuk pintu Maha Raja dan sesungguhnya orang yang senantiasa mengetuk pintu, maka akan cepat dibukakan pintu itu baginya.” (H.R. Ad-Dailami).
Salat juga menjadi penghalang dari api neraka. Nabi saw. bersabda:
“Salat adalah timbangan, barangsiapa yang memenuhinya, maka dia akan dipenuhi.” (H.R. Al-Baihagi dari Ibnu Abbas).
Secara keseluruhan, salat fardu lima kali sehari, adalah seperti yang dijelaskan oleh sabda Nabi saw.:
“Lima kali salat, barangsiapa yang memeliharanya, maka baginya menjadi cahaya dan tanda serta keselamatan pada hari Kiamat. Barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka baginya tidak mempunyai cahaya, tanda dan keselamatan, dan pada hari Kiamat dia bersama Firaun, Haman, Marun, dan Ubay bin Khalaf.” (H.R. Ibnu Nashr).
Dari Aisyah r.a., Nabi saw. bersabda:
“Apabila Allah berkehendak memasukkan ahli surga ke dalam surga, terlebih dahulu mengutus malaikat-malaikat untuk menemui mereka dengan membawakan hadiah dan busana dari surga, bila nanti mereka akan masuk, maka malaikat berkata kepada mereka: ‘Sesungguhnya aku membawakan hadiah tuan dari Allah Tuhan semesta alam.’ Dan mereka balik bertanya: Hadiah apa itu?”
“Malaikat menjawab: ‘Hadiah itu adalah sepuluh bis cincin’.”
“Pertama, ditulis: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu, maka masukilah surga, ini untuk selama-lamanya’.”
“Kedua, ditulis: Tatan aku sirnakan segala bentuk derita dan kesusahan’.”
“Ketiga, ditulis: “Dan. inilah surga yang Aku anugerahkan kepadamu sebagai imbalan dari jerih payah yang kau kerjakan’.”
“Keempat, ditulis: ‘Aku memakaikan beraneka ragam busana dan perhiasan kepadamu’.”
“Kelima, ditulis: Dan Aku menjodohkan mereka dengan bidadari molek, dan di hari inilah Aku menganugerahi mereka imbalan dari kesabaran mereka, bahwa sesungguhnya mereka beroleh bahagia.”
“Keenam, ditulis: ‘Inilah imbalan untukmu di hari ini dari taat yang telah engkau lakukan’.”
“Ketujuh, ditulis: “Engkau menjadi pemuda selama-lamanya dan tak akan tua’.”
“Kedelapan, ditulis: “Engkau menjadi aman selamanya, tak bakal merasa ketakutan’.”
“Kesembilan, ditulis: “Engkau bersama-sama para nabi, orang-orang shiddigin, orang-orang syahid dan orang-orang saleh’.”
“Kesepuluh, ditulis: “Engkau bertempat di sisi Ar-Rahman, Pemangku Arasy Yang Maha Mulia’.”
“Kemudian para malaikat berkata: “Silakan tuan masuk dengan selamat dan sentosa!’ Kemudian mereka, para penghuni surga masuk seraya berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah melenyapkan kesusahan dari kami, sesungguhnya Tuhan kami Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.’ (Q.S. Faathir: 34).
Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya buat kami dan mewariskan bumi surga untuk kami duduki di sebelah mana pun yang kami inginkan.”
“Dan apabila Allah berkehendak memasukkan (calon) penghuni neraka ke dalam neraka, maka terlebih dahulu mengutus malaikat kepada mereka dengan membawa sepuluh biji cincin.”
l“Pada cincin pertama, tertulis: ‘Ayolah masuk ke neraka, di situ engkau tidak mati-mati, tidak juga hidup (senang) dan tidak akan keluar’.”
“Kedua ditulis: ‘Bergelimanganlah engkau dalam siksaan yang tidak pernah berhenti’.”
“Ketiga ditulis: ‘Berputus harapanlah kamu dari rahmat-Ku’.”
“Keempat, ditulis: “Masuklah kamu ke dalam neraka dengan penuh kebingungan dan kesedihan selamanya’.”
“Kelima ditulis: “Pakaian kamu adalah api, makanan kamu adalah Zaggum, minuman kamu adalah Hamiim (air yang sangat panas), hamparan kamu adalah api dan tempat berteduh Kamus adalah api”
“Keenam ditulis: ‘Ini adalah pembalasan bagi kamu, pada hari ini, disebabkdn maksiat yang kamu lakukan’.”
“Ketujuh, ditulis: “Kemurkaan-Ku atas kamu di dalam neraka selamanya’.”
“Kedelapan, ditulis: ‘Atas kamu kutukan disebabkan dosa besar yang kamu lakukan dengan sengaja dan kamu tidak bertobat dan tidak menyesalinya’.”
“Kesembilan, ditulis: “Teman-teman kamu adalah setan di neraka selamanya’.”
“Kesepuluh ditulis: “Kamu telah mengikuti setan, kamu mengharapkan dunia dan meninggalkan akhirat, maka inilah pembalasan bagi kamu’.”
Surga itu terletak di atas langit ketujuh. Hal ini telah dinyatakan oleh Nabi saw., bahwa surga terletak di atas tujuh langit, namun masih berada di bawah Arasy. Segolongan ulama mengatakan: Pintu surga ada delapan, masing-masing pintu dapat dilewati sekali barisan yang berjumlah 70.000 orang. Dalam kenyataannya, surga itu merupakan bangunan singgasana yang terdiri kamar-kamar dan lobi-lobi juga berbagai panorama, satu sama lain terbuat dari emas, perak, zabarjad, zamrud, mutiara, merjan, kafours anbar dan ratna mutu manikam lain yang indahindah dan bernilai tinggi.
Adapun tentang neraka, Ibnu Rajab mengatakan, bahwa neraka itu terletak di bawah tujuh bumi dan sekarang sudah wujud.
Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya di Jahanam terdapat 70.000 jurang: masing-masing jurang terdapat 70.000 liang (gua): masing-masing liang terdapat 70.000 rumah: masing-masing rumah terdapat 70.000 lokal: masingmasing lokal terdapat 70.000 sumur, masing-masing sumur terdapat 70.000 ekor ular: dan di dalam setiap rongga mulut ular tersebut terdapat 70.000 kalajengking. Orang kafir maupun munafik, tidak berakhir sehingga menghadapi semua itu.”
Dari segolongan Hukama:
“Saya mencari sepuluh hal dalam sepuluh tempat, ternyata saya temukan dalam sepuluh tempat yang lain: Saya mencari ketinggian derajat dalam sikap takabur, ternyata saya temukan dalam tawaduk: saya mencari kualitas ibadah tertinggi dalam salat, ternyata saya temukan dalam wira’is saya mencari kesenggangan hidup dalam semangat mencari harta, ternyata saya temukan dalam Zuhud: saya mencari sinar hari dalam salat siang hari yang dilakukan secara terangterangan, ternyata saya temui dalam salat malam yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi: dan saya mencari sinar penerang di hari Kiamat dalam kedermawanan dan kemurahan hati, ternyata dalam hausnya puasa, ..”
“Saya mencari keselamatan melintasi titian dalam pahala kurban, “ ternyata saya temukan dalam pahala sedekah: saya mencari keselamatan dari neraka dalam pahala mencapai hal-hal yang diperbolehkan dalam agama, ternyata saya temukan dalam pahala meninggalkan keinginan daniawi, saya mencari kasih cinta Allah dalam dunia, ternyata saya temui dalam zikir kepada-Nya: saya mencari kesejahteraan dalam berbagai perkumpulan, ternyata saya temui dalam uzlah, saya mencari sinar hati dalam berbagai nasihat dan membaca Alqur-an, ternyata saya temui dalam tafakur dan ratap tangis.” Takabur ialah merasa tinggi diri. Sedang menurut Al-Fudhail.
Tawaduk ialah: Merendah diri di hadapan kebenaran, menaatinya dan menerima dengan rela dari siapa pun datang kebenaran itu.
Ibrahim bin Adham berkata: Warak ialah meninggalkan segala yang subhat (belum jelas halal-haramnya) dan segala kelebihan di luar batas kelayakan.
Zuhud ialah meninggalkan dinar dan dirham. Demikian dikatakan oleh Abdul Wahid bin Zaid.
Tentang salat Lail (salat di malam hari), Nabi saw. bersabda:
“Yang paling dekat antara Allah dengan hamba-Nya, adalah di tengah malam. Maka, jika kamu mampu menjadi orang yang berzikir kepada Allah pada saat itu, maka berziki
(H.R. At-Tirmidii, An-Nasai dan Al-Hakim).
Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Dua sakaat Jang dilakukan oleh anak Adam pada tengah malam itu lebih baik baginya daripada dunia seisinya. Seandainya saya tidak memberatkan terhadap umarku, maka saya perintahkan dua rakaat itu kepada mereka.” (H.R. Ibnu Nashr).
Mengetahui keutamaan hausnya puasa, Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya di dalam surga ada pintu yang disebut Rayyan, yang dimasuki orang yang berpuasa, pada hari Kiamat tidak ada seorang pun yang memasukinya, kecuali mereka. Dikatakan: Mana orang yang berpuasa? Kemudian mereka berdiri, selain mereka tidak boleh masuk. Jika merekatelah masuk, maka pintu itu dikunci, tidak seorang pun yang dapat memasukinya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan dari Abi Sa’id, dia berkata, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tidak ada seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah, melainkan Allah menjauhkan mukanya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Mengenai pahala sedekah, Imam As-Suyuthi menyebutkan: Sesungguhnya pahala sedekah ada lima macam:
- Dibalas sepuluh, yaitu sedekah orang yang sehat badannya.
- Dibalas sembilan puluh, yaitu sedekah orang yang buta dan orang yang tertimpa bencana. ,
- Dibalas sembilan ratus kali lipat, yaitu sedekah kepada kerabat yang sedang butuh.
- Dibalas seratus ribu kali lipat, yaitu sedekah kepada kedua orangtua.
- Dibalas sembilan ratus ribu kali lipat, yaitu sedekah kepada orang alim atau orang yang memahami agama.
Tentang keutamaan meninggalkan syahwat (keinginan duniawi), Abu Sulaiman Ad-Darani berkata:
“Saya meninggalkan sesuap nasi pada waktu makan malam lebih saya sukai daripada salat sunah malam sampai akhir malam.”
Mengenai zikir kepada Allah, Nabi saw. bersabda:
“Zikir lebih baik daripada sedekah, zikir lebih baik daripada berpuasa.” (H.R. Abu Syekh dari Abu Hurairah).
Maksudnya, zikir kepada Allah seperti membaca tahlil, tasbih, dan tahmid lebih baik daripada sedekah sunah dan zikir lebih banyak pahalanya dan lebih bermanfaat daripada berpuasa.
Adapun Uzlah (mengasingkan diri), Al-Qusyairi berkata:
“Uzlah pada hakikatnya adalah menimbulkan perkara-perkara yang tercela. Maka pengaruh uzlah ialah untuk mengubah sifat, bukan untuk menjauhkan diri dari tempat tinggal.”
Abu Ali Ad-Daqaq berkata:
“Berpakaianlah kamu dengan pakaian yang dipakai oleh manusia, makanlah makanan yang dimakan mereka, tetapi bersendirilah dalam mengatur sikap hati.”
Tafakur ialah menghayati keagungan Allah dengan segala ciptaanNya, menghayati keadaan dunia yang segera rusak dan keresahan terbesar di akhirat kelak dengan segala macam sangkut pautnya, untuk kemudian membatasi diri dan mendidiknya serta membawa pada istikamah (tingkat Spiritual tertentu, di mana merasa puas, tenteram dan tenang hanya jika menunaikan aturan-aturan agama).
Sedangkan ratap tangis di waktu sahur, sebagian ulama berkata: Suatu ketika saya melewati orang ahli ibadah yang tengah meratap tangis. Saya bertanya: “Mengapa kamu menangis!” Dia menjawab: “Aku menemukan suatu ketakutan yang ditemukan oleh orang-orang yang takut di dalam hatinya.” Saya bertanya: “Takut apa?” Dia menjawab: “Takut dipanggil untuk dihadapkan kepada Allah swt.”
Allah berfirman:
“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya.” (Q.S. Al-Bagarah: 124).
Dalam kaitannya ayat ini, Ibnu Abbas memberikan tafsiran tentang: ujian tersebut:
“Sepuluh perkara sunah, lima ada di kepala dan lima lainnya di badan. Adapun yang ada di kepala, yaitu siwak, berkumur, menyedot air ke dalam hidung, menggunting kumis dan mencukur rambut kepala. Sedangkan yang ada di badan, yaitu mencabut bulu ketiak, memotong kuku, mencukur rambut kemaluan, khitan dan beristinja.”
Sepuluh materi ujian ini, termuat dalam syair yang didendangkan dengan Bahar Thawil:
Berkumurlah, menyedot airlah menggunting kumislah, membiasakan siwaklah dan perhatikan memangkas rambut. Dikhitan, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan jangan lupa istinja dan memotong kuku
Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata:
“Barangsiapa membaca salawat Nabi saw. satu kali, maka Allah menganugerahi salawat untuknya sepuluh kali: danbarangsiapa memaki Nabi satu kali, maka Allah memaki orang itu sepuluh kali. Tidakkah engkau ketahui, firman Allah mengenai Walid bin Mughirah yang dikutuk Allah, ketika dia mencaci Nabi saw. satu kali, maka Allah mencacinya sepuluh kali.”
“Untuk itu, Allah swt. berfirman: ‘Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, banyak mencela, yang kian kemari menghambun fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain itu yang terkenal kejahatannya karena dia mempunyai (banyak) harta dam anak, apabila dibacakan ayat-ayat Kami kepadanya, dia berkata: (Ini adalah) dongeng-dongeng orang dahulu kala’.” (Q.S. Qalam: 10-15).
Yakni, dia yang mendustakan Alqur-an.
Namimah (adu domba) ialah menjual atau mengobral omongan dari seseorang untuk diadukan kepada orang lain dengan maksud mengadu antara mereka.
Zanim (suka mengaku keturunan orang lain), sebagaimana yang diperbuat oleh Al-Walid. Ia mengaku putra Al-Walid. Ia mengaku putra
Al-Mughirah, padahal sesungguhnya putra seorang penggembala dari ‘ hasil perzinaan dengan ibunya.
Kesombongan Al-Walid itu timbul karena mengandalkan kekayaan dan anak-anaknya. Ia mempunyai harta mencapai 9000 mitsqal perak dan sepuluh anak laki-laki.
Jika mendengar Alqur-an dibaca, Al-Walid selalu berkomentar, bahwa tidak lebih dari dongengan-dongengan zaman kuno. Komentar seperti ” ini dimaksudkan untuk mendustakan (menghina) Alqur-an. Jika dihitung dari depan, maka hal ini merupakan macam ke-10 dari cacian Allah terhadap Al-Walid.
Dari Syaqiq Al-Balkhi, dia berkata: “Ibrahim bin Adam berjalan-jalan di pasar Basrah, lalu orang-orang berkumpul kepadanya. Ibrahim bin Adham berkata ketika mereka menanyakan tentang firman Allah:
“Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkan doa kalian.”
Padahal kami telah bertahun-tahun berdoa, mengapa Allah belum juga mengabulkan doa kami.
Ibrahim menjawab:
“Hatimu telah mati karena sepuluh perkara. Pertama, engkau mengenali Allah, tetapi tidak menunaikan hak-Nya. Kedua, engkau membaca Kitab Allah, tapi tidak mau mengamalkannya. Ketiga, engkau mengaku bermusuhan dengan iblis, tetapi mengikuti tuntunannya. Keempat, engkau mengaku cinta Rasul, tetapi meninggalkan tingkah laku dan sunah beliau. Kelima, engkau mengaku senang surga, tetapi tidak berusaha menuju padanya. Keenam, engkau mengaku takut neraka, tetapi tidak mengakhiri perbuatan-perbuatan dosa. Ketujuh, engkau mengakui bahwa kematian itu hak, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Kedelapan, engkau asyik meneliti aib-aib orang lain, tetapi melupakan aib-aib dirimu sendiri. Kesembilan, engkau makan rezeki Allah, tetapi tidak bersyukur kepada-Nya. Kesepuluh, engkau menanam orang-orang matimu, tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa itu.” |
Bersyukur kepada Allah adalah memuji dengan segala kebagusankebagusan-Nya yang telah dianugerahkan, kemudian taat kepada-Nya.
Mengambil pelajaran dari peristiwa kematiaan ialah dengan cara meningkatkan kesadaran diri. Jika seseorang telah sadar, bahwa pasti akan mengalami mati, maka timbul kesenangannya terhadap perbuatanperbuatan baik dan takut melakukan perbuatan jelek.
Dalam kaitannya dengan masalah doa ini, diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim, sesungguhnya Jibril berkata kepada Nabi sebagai berikut: “Tiada aku diutus menemui seseorang yang lebih menyenangkan kepadaku, kecuali diutus menemui engkau. Tidakkah sebaiknya aku mengajarimu suatu doa yang sengaja kusimpan untukmu dan tidak pernah aku ajarkan kepada seorang pun sebelum engkau. Doa Ini dapat engkau unjukkan di kala senang maupun susah. Ucapkanlah:
“Wahai Yang Menerangi langit dan bumi, wahai, Yang Mendirikan langit dan bumi, wahai, Yang Dibutuhkan langit dan bumi, wahai, Yang Menghiasi langit dan bumi, wahai, Yang Memperindah langit dan bumi, wahai, Yang Maha Agung lagi Maha Mulia, wahai, Yang “. Menolong orang yang Memohon pertolongan, dan penghabisan yang dicmtai orang-orang yang beribadah, Yang Melonggarkan kebingungan dari orang-orang yang bingung, Yang Menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, wahai, Penolong orang-orang yang memekikkan rmtihan, dan wahai, Tuhan Yang Mengabulkan permintaan orang-orang yang beribadah.”
Kemudian kamu meminta kepada Allah kebutuhan dari berbagai kebutuhan, baik duniawi maupun ukhrawi.
Nabi saw. bersabda: .
“Tidaklah seseorang yang berdoa dengan doa ini pada malam Arafah sebanyak seribu kali, yaitu sepuluh kalimat, lalu dia memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan memberi permintaannya, selama dia tidak meminta putus hubungan silaturahmi atau permintaan yang berupa dosa.”
Adapun sepuluh kalimat tersebut, seperti dinyatakan Ibnu Abbas lebih lanjut ialah:
“Pertama, Maha Suci Tuhan yang Arasy-Nya di langit: Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekuasaan-Nya di bumi: Maha Suci Tuhan yang jalan-Nya di lautan, Maha Suci Tuhan yang roh-Nya di angkasa, Maha Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya di neraka, Maha Suci Tuhan Yang Mengetahui alam rahim: Maha Suci Tuhan yang hukum-Nya di alam kubur: Maha Suci Tuhan yang meletakkan bumi di atas air, lalu menjadi keras: Maha Suci Tuhan yang tidak ada perlindungan maupun keselamatan, melainkan kepada-Nya Yang Maha Mulia.”
Kata ‘di langit” maksudnya di atas. Arasy di atas Al-Kursi, di mana yang disebut terakhir ini berada di atas langit (di atasnya atas).
Kerajaan dan kekuasaan Allah dikemukakan di bumi, adalah menurut kenyataan yang mampu kita pahami.
Jalan Allah berada di laut, maksudnya bahwa laut itu terbentang luas dan dapat membawa orang ke mana saja tujuannya.
Roh Allah berada di angkasa, maksud roh di sini adalah angin yang tersimpan di dalam bumi ketiga. Angin. ini diletakkan pada atmosfir antara bumi dan langit.
Kekuasaan Allah berada di dalam neraka (api), karena itu siapa pun dilarang membunuh (menyiksa) binatang dengan api.
Allah mengetahui alam rahim, tidak ada yang mengetahui apa saja yang ada dalam rahim kecuali Allah swt.
Keputusan Allah berada di dalam kubur, artinya tidak ada yang dapat memutuskan bahagia atau celaka bagi orang yang berada dalam kur.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata:
“Nabi saw. pada suatu hari menanyai iblis terlaknat: “Berapa kekasihmu dalam umatku?’ Iblis menjawab: ‘Sepuluh golongan, yaitu: Imam (pemimpin) yang menyeleweng, orang yang sombong, orang kaya yang tak peduli dari mana diperoleh kekayaannya dan ke mana ia akan membelanjakan hartanya, orang alim yang mendukung (menyatakan benar) terhadap penyelewengan sang penguasa, pedagang yang curang, penimbun makanan pokok, orang yang berbuat zina, pemakan riba, orang kikir yang tidak peduli dari mana ia peroleh hartanya, dan peminum khamar yang mabuk karenanya’.”
“Kemudian Nabi saw. menanyai iblis lagi: ‘Lalu ada berapa musuhmu dalam umatku?’ Iblis menjawab: ‘Ada dua puluh golongan, yaitu: Yang pertama, engkau sendiri, wahai, Muhammad, karena sungguh aku benci kepadamu, orang alim yang mengamalkan ilmunya, orang hafal Alquran yang mengamalkan isinya, orang yang azan dengan lillahi Ta’ala dalam salat fardu yang lima: orang yang menyayangi fakir miskin dan anak yatim, orang yang berhati penyantun, orang yang tunduk terhadap . yang hak, pemuda yang hidup penuh taat kepada Allah, orang yang halal makanannya, dua orang pemuda yang saling mencintai dalam jalan Allah: orang yang semangat dalam salat berjamaah, orang yang melakukan salat di malam hari di saat orang-orang tengah tidur, orang yang mengekang dirinya dari berbuat haram, orang yang menasihati teman-temannya dengan tanpa pamrih, orang yang senantiasa dalam keadaan berwudu (tidak pernah hadas): orang yang dermawan, orang yang bagus perangatnya, orang yang membenarkan Allah dalam bagian rezeki yang dinugerahkan kepadanya, orang yang memberikan jasa baiknya untuk penderitaan-penderitaan janda: dan orang yang mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.”
Mengenai imam/pemimpin yang menyeleweng, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa mendoakan panjang umur untuk orang yang zalim, maka sesungguhnya ia senang akan terjadinya pendurhakaan Allah di bumiNya.”
Tentang orang sombong, Nabi saw. bersabda:
“Orang-orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat, seperti semut kecil dalam bentuk manusia, mereka ditutupi dari semua. tempat, mereka digiring ke penjara jahanam yang disebut Bulus, mereka diberi minum dari perasan keringat ahli neraka.” : (H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
Adapun pemberian dukungan/pembenaran dari orang alim kepada pemerintah yang zalim, diancam oleh sabda Nabi saw.:
“Barangsiapa memberi fatwa tanpa berdasar ilmu (agama), maka mendapat laknat dari malaikat langit dan bumi.” (H.R. Ibnu Asakir).
Mengenai kecurangan pedagang, dapat dalam bentuk mengurangi takaran, timbangan dan sebagainya. Sedang yang dimaksud menimbun di sini, ialah membeli bahan makanan pokok atau lauk pauk pokok, semacam daging di saat paceklik, kemudian menimbunnya untuk dijual kembali dengan harga yang lebih mahal di saat dibutuhkan masyarakat.
Dalam masalah penimbunan Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menimbun makanan selama 40 hari, maka sungguh ia telah melepaskan diri dari Allah dan Allah pun cuci tangan daribadanya.”
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa menimbun bahan makanan kaum muslimin, maka Allah menimpakan kepadanya penyakit kusta dan kepailitan.”
Adapun mengenai orang yang berbuat zina, Nabi saw. bersabda:
“Janganlah kalian berzina, karena zina mengandung empat perkara, yaitu hilang wibawa dari mukanya, memutuskan rezeki, membuat Allah Maha Pengasih benci dan mengakibatkan kekal di dalam neraka.” (H.R. Ath-Thabrani).
Tentang memakan riba, disinyalir dalam hadis:
“Sesungguhnya orang yang memakan riba disiksa ketika dia mari sampai hari Kiamat, dengan berenang di laut yang merah seperti darah dan dia menelan batu, ketika batu itu ditelan, maka ia membawanya berenang dan membuka mulutnya, kemudian kembali menelan batu yang lain, demikian seterusnya sampai saat kebangkitan dari kubur.”
Sementara itu Qatadah berkata: “Sesungguhnya pemakan riba itu, kelak di hari Kiamat akan dibangkitkan kembali dalam keadaan gila.”
Dalam hubungannya dengan sikap kikir, Nabi saw. bersabda:
“Harta di darat dan di laut tidak akan rusak, kecuali dengan menahan zakat.”
Adapun tentang minum khamar (arak), Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa meminum arak, maka keluar cahaya iman dari perutnya.” (H.R. Ath-Thabrani).
Mengenai orang yang antara Alqur-an, Nabi saw. bersabda:
“Orang-orang yang hafal Alqur-an, mereka menjadi nara sumber ahli surga pada hari Kiamat, para syuhada menjadi penuntun ahli surga dan. para nabi adalah pemimpin ahli surga.”
Tentang orang yang azan karena Allah pada salat lima waktu, Nabi saw. bersabda:
“Juru azan karena Allah, seperti orang mati syahid yang berlumuran darah, jika ia meninggal, maka tidak akan dimakan ulat di dalam kuburnya.”
Adapun mengenai orang yang mencintai fakir miskin dan anak yatim, Nabi saw. bersabda:
“Duduk dengan orang fakir dengan tawaduk, termasuk jihad yang paling utama.” : (H.R. Ad-Dailami).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Segala sesuatu mempunyai kunci dan kunci surga adalah mencintai fakir miskin.” , (H.R. Ibnu Laal).
Tawaduk menurut Al-Ousyairi ialah: Berserah diri pada hak dan tidak menyimpang dari aturan hukum. Tentang pentingnya makan barang halal, Ibnu Abbas r.a. berkata:
“Allah tidak akan menerima salat seseorang yang di dalam perutnya terdapat sesuap barang yang haram”
Adapun salat Perjamaah dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
“”Salatlah kamu di belakang orang yang baik dan orang yang jelek.”
Kemudian mengenai orang yang salat pada tengah malam, sementara orang lain sedang tidur, Nabi saw. bersabda: .
“Salatlah di malam hari, walaupun sekadar empat rakaat, salatlah walaupun dua rakaat: Tiada bagi penghuni rumah yang diketahui melakukan salat malam, kecuali datang panggilan pada mereka: Wahai, penghuni rumah, bangunlah untuk menunaikan salat.”
Nasihat terhadap kawan tanpa pamrih, ialah yang diberikan tanpa dilatarbelakangi rasa dendam, maupun penipuan.
Dalam hal ini, Bisyr Ibnil Harits berkata:
“Saya melihat Rasulullah saw., lalu beliau bersabda: “Wahai, Bisyr, apakah kau tahu mengapa Allah swt. mengangkatmu di antara temantemanmu?’ Dia menjawab: “Tidak tahu.’ Rasul bersabda: ‘Karena kamu mengikuti sunahku, kamu melayani orang saleh, kemudian menasihati saudara-saudaramu, kamu mencintai sahabatku dan keluarga rumahku. Inilah yang dapat menyampaikanmu pada derajat orang abror yang berbuat kebaikan’.”
Lalu mengenai orang yang selamanya selalu punya wudu (tidak pernah hadas), Nabi saw. bersabda: –
“Barangsiapa berwudu dalam keadaan masih suci, maka dicatat untuknya sepuluh kebajikan.”
Syekh Al-Hifni berkata: Barangsiapa berwudu sekali dalam keadaan masih suci dari hadas, maka untuknya dicatat sepuluh kali wudu, sedang masing-masingnya dinilai tujuh ratus kebajikan. Hal ini karena menurut salah satu pendapat, dinyatakan bahwa kelipatan minimal itu tujuh ratus, sebagai tambahan atas sepuluh yang tersebut dalam firman Allah Ta’ala:
“Barangsiapa melakukan satu kebaikan, maka untuknya mendapatkan sepuluh kali lipat.”
Menurut salah satu pendapat, satu kali wudu adalah satu kebaikan, maka akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan. Tiap-tiap satu dari sepuluh akan dilipatgandakan dengan tujuh ratus. Oleh karena itu, penting sekali kiranya terus-menerus menggapai pahala yang agung ini.
Orang yang murah hati, yakni orang yang memberikan sebagian hartanya dan menyisakan sebagian lagi, maka orang tersebut dapat dikategorikan orang yang pemurah hati. Barangsiapa yang memberikan lebih banyak dan menyisakan sedikit, maka dia adalah orang yang dermawan. Adapun orang yang memprioritaskan kecukupan orang lain, sedang untuk dirinya sendiri hanya dalam batas darurat saja, maka orang tersebut masuk kategori orang yang mempunyai keutamaan. Hal itu, dikemukakan oleh Al-Qusyairi, Adapun ukuran bagusnya perangai seseorang, adalah dengan air muka jernih ia sanggup menolak gangguan dan memberikan jasa baik pada orang lain. Pendapat lain mengatakan: Perangai bagus adalah suatu kondisi jiwa tertentu, yang terbentuk dari dan berpangkal pada perbuatanperbuatan bagus menurut akal maupun syarak dan perbuatan itu dilakukan tanpa beban (perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan).
Dalam hubungannya dengan jaminan rezeki dari Allah, dikatakan dalam kitab Ruuhul Bayan: “Semua ulama telah sepakat, bahwa empat perkara tidak akan menerima perubahan, yaitu: umur, rezeki, ajal, kebahagiaan atau kecelakaan.”
Orang yang memberikan jasa baik kepada janda yang menutup dirinya, yakni yang berbuat baik dengan pemberian atau dengan yang lain kepada perempuan yang tidak punya suami. Mereka adalah orang fakir yang menutupi dirinya, yang tidak menampakkannya kepada kaum laki-laki. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya orang yang berjuang untuk kepentingan para janda dan orang miskin, seperti orang yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang salat di tengah malam dan berpuasa di siang hatinya.” : (H.R. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).
Wahab bin Munabbih -semoga Allah merahmatinyaberkata: Tertulis dalam kitab Taurat dua puluh tujuh nasihat sebagai berikut:
“Barangsiapa berbekal di dunia, maka pada hari Kiamat dia akan menjadi kekasih Allah.”
“Barangsiapa yang meninggalkan marah, maka ia menjadi tetangga Allah.”
“Barangsiapa meninggalkan cinta kehidupan dunia, maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang aman.”
“Barangsiapa meninggalkan sifat dengki, maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang terpuji di hadapan para pemimpin makhluk.”
“Barangsiapa yang tidak menyukai jabatan, maka bada hari Kiamat dia menjadi orang yang mulia di sisi Maha Raja lagi Maha Perkasa.”
“Barangsiapa yang meninggalkan berlebihan, maka dia menjadi orang yang senang beserta orang yang berbuat kebaikan.”
“Barangsiapa yang meninggalkan permusuhan di dunia, maka di hari Kiamat termasuk golongan orang-orang yang beruntung.”
“Barangsiapa yang meninggalkan kikir didunia, maka dia menjadi terkenal di depan para pemimpin makhluk.”
“Barangsiapa yang meninggalkan kesenangan di dunia, maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang berbahagia.”
“Barangsiapa meninggalkan yang haram, maka pada hari Kiamat dia menjadi tetangga para nabi.”
“Barangsiapa yang tidak melihat pada yang haram dunia, maka pada hari Kiamat Allah menggembirakan matanya di dalam surga. Barangsiapa yang meninggalkan kekayaan di dunia dan memilih kefakiran, maka pada hari Kiamat Allah membangkitkan dia beserta para wali dan para nabi.”
“Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan orang lain di dunia, maka Allah memenuhi kebutuhannya di dunia dan akhirat.”
“Barangsiapa yang ingin dihibur di kuburnya, maka hendaklah bangun di malam yang gelap dan hendaklah salat sunah, walaupun hanya satu rakaat.”
“Barangsiapa yang ingin berada dalam naungan Allah, maka jadilah orang yang zuhud.”
“Barangsiapa yang ingin dihisab dengan mudah, maka jadilah orang yang menasihati diri sendiri dan-saudara-saudaranya.”
“Barangsiapa yang ingin dikunjungi malaikat, maka jadilah orang yang wira’i.”
“Barangsiapa yang ingin tinggal di dalam keluasan surga, maka jadilah orang yang berzikir kepada Allah pada waktu malam dan siang.”
“Barangsiapa yang ingin masuk surga tampa hisab, maka hendaklah tobat kepada Allah dengan tobat nasuha.”
“Barangsiapa yang ingin kaya, maka jadilah orang yang senang terhadap pemberian Allah baginya dan bagi orang lain yang berupa harta, kedudukan,-dan sebagainya.”
“Barangsiapa yang ingin menjadi faqih -orang yang paham- tentang agama Allah, maka jadilah orang khusyuk.”
“Barangsiapa ingin menjadi bijaksana, maka jadilah orang alim.”
“Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang selamat dari manusia, maka janganlah membicarakan seseorang di antara mereka, kecuali pembicaraan yang baik dan ambillah pelajaran dari apa dan untuk apa dirinya diciptakan “
“barang siapa yang ingin mulia di dunia dan akhirat maka hendaklah memilih akhirat atas dunia.”
“Barangsiapa yang mengharapkan surga Firdaus dan surga Na’im yang tidak rusak, maka janganlah menyia-nyiakan usia dengan membuat kesusahan di dunia.”
“Barangsiapa yang ingin surga dunia dan akhirat. maka hendaklah menjadi orang yang murah hati, karena sesungguhnya orang yang murah hati dekat ke surga dan jauh ke neraka.”
“Barangsiapa yang ingin diterangi hatinya oleh Allah dengan cahaya yang sempurna, maka hendaknya dia bertafakur dan mengambil pelajaran.”
“Barangsiapa yang ingin mempunyai badan yang sabar, lisan yang zikir, dan hati yang khusyuk, maka hendaklah ia banyak beristigfar (memohon ampunan) bagi orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan dan muslim laki-laki maupun perempuan.”
Mengenai menyingkir marah, Nabi saw. bersabda:
“Orang yang kuat bukanlah diukur dengan kekuatan berkelahi, sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan nafsunya ketika marah.”
Diriwayatkan, bahwa Nabi sav saw. bersabda:
“Barangsiapa yang mengekang kemarahan maka Allah menahan siksa darinya.”
Tentang dengki/hasud, Nabi saw. bersabda:
“Janganlah kalian hasud, sesungguhnya anak Adam, yang satu membunuh yang lamnya itu karena dengki.”
Dalam hubungannya dengan cinta jabatan/pangkat duniawi, diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tidaklah seseorang yang merasa besar dirinya dan berbuat congkak, melainkan dia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan Dia murka kepadanya.” (H.R. Al-Bukhari, Al-Hakim dan Ahmad).
Tentang berlebihan di sini, yakni berlebihan di dunia dalam berbicara, dalam harta, kedudukan dan yang lain-lainnya. Yaitu berbagai hal yang dibolehkan, yang bisa menjerumuskan ke dalam kemaksiatan dan mengakibatkan lupa kepada Allah swt.
Kemudian diterangkan juga, bahwa orang yang meninggalkan permusuhan di dunia, maka pada hari Kiamat ia menjadi orang yang bahagia, yakni orang yang selamat dan beruntung dengan kebaikan. Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa meninggalkan pertengkaran, dalam keadaan ia bersalah, maka untuknya dibangunkan gedung di perkebunan surga, barangsiapa meninggalkannya dalam keadaan benar, maka untuknya dibangunkan gedung di tengah surga, dan barangsiapa meningkatkan kebagusan budi pekertinya, maka untuknya dibangunkan gedung di atas surga.”
Mengenai kekikiran di dunia, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Tidak akan berkumpul selamanya iman dan kikir di dalam. hari seseorang yang mukmin.” (H.R. Ibnu Sa’ad).
Dalam riwayat lain, Nabi saw. bersabda:
“Tidak ada penyakit yang lebih parah daripada kikir.” (H.R. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).
Barangsiapa yang meninggalkan yang haram di dunia, maka pada hari Kiamat Allah menggembirakari kedua matanya di surga dengan melihat sesuatu yang menggembirakan yang belum pernah terlihat oleh mata, ” belum pernah terdengar oleh telinga dan belum tersirat dalam hati. Kemudian, barangsiapa yang meninggalkan kekayaan di dunia dan dia memilih kefakiran, maka pada hari Kiamat Allah membangkitkannya beserta para wali dan nabi. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Jika engkau mencintai aku, maka siaplah ntuk fakir, karena sesungguhnya kefakiran lebih cepat kepada orang yang mencintaiku daripada air bah menuju ke hilir.”
(H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi). :
Mengenai membantu orang lain di dunia, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya yang muslim, maka baginya pahala seperti orang yang berhaji dan berumrah.”
Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya yang muslim, maka baginya pahala seperti orang yang mengabdikan dirinya kepada Allah seumur hidupnya.” Menurut Al-Hifni, mengabdikan umur kepada Allah di sini, yakni orang yang taat kepada Allah seumur hidupnya.
Menurut Al-Azizi, maksudnya ialah seperti orang yang melakukan salat seumur hidupnya, karena salat merupakan suatu bentuk pengabdian kepada Allah bagi orang yang ada di muka bumi.
Sehubungan dengan orang yang zuhud, yakni orang yang berpaling dari dunia dengan hatinya, Nabi saw. bersabda:
“Umat ini yang awal telah selamat dengan zuhud dan yakin dan akan rusak umat yang akhir ini dengan ketamakari dan panjang anganangan.”
Mengenai kesanggupan menasihati diri sendiri sampai akhir dan selanjutnya meningkatkan kualitas keagamaan, diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan r.a. berkata:
“Barangsiapa yang dari hari ke hari tidak bertambah kebaikannya maka itulah orang yang berkemas-kemas menuju neraka secara sadar.” , (H.R. Al-Asakir).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
” Apabila salah seorang di antara kamu mempunyai bahan nasihat untuk temannya, maka hendaklah ia menyampaikan kepadanya.” (H.R. Ibnu Adi).
Sedangkan wira’i atau warak, adalah menjadi syarat pokok dalam usaha mencapai istikamah dalam beragama. Warak paling rendah adalah menyingkiri penyelewengan, seperti yang disebut dalam masalah persaksian, Warak yang paling tinggi ialah warak para shiddigin (orang-orang yang jujur).
Nabi saw. bersabda:
“Sebaik-baik agama kamu adalah perbuatan warak.”
Orang yang ingin tinggal di tengah surga, maka jadilah orang yang zikir kepada Allah di waktu malam dan siang hari. Berkata Al-Qusyairi: “Seseorang tidak dapat bersambung kepada Allah, melainkan dengan selalu zikir. Adapun zikir ada dua macam, yaitu zikir dengan lidah dan zikir dengan hati. Zikir dengan lidah ini dapat menyampaikan seseorang pada zikir hati secara konsis, dan untuk mempengaruhi zikir hati. Jika seorang hamba zikir dengan lidahnya sekaligus dengan hatinya, maka inilah yang disebut ‘sempurna’ dalam tingkah perjalanannya kepada Allah.”
Adapun tentang tobat, Al-Qusyairi berkomentar: Tobat adalah tempat pertama dari tempat salik dan kedudukan pertama dari kedudukan thalib.
Berkata ahli makrifat: “Basuhlah empat bagian tubuhmu dengan empat hal, yaitu wajahmu basuhlah dengan air, mata dan lisanmu basuhlah dengan berzikir kepada Allah, hatimu dengan takwa kepada Allah, dan basuhlah dosamu dengan tobat kepada Tuhanmu.”
Barangsiapa yang ingin kaya, maka jadilah orang yang rida (senang/ puas) terhadap pembagian Allah baginya dan bagi orang lain, yaitu harta, kedudukan dan sebagainya. Abdul Wahid bin Zaid berkata: “Keridaan (kepuasan) itu adalah pintu Allah Yang Maha Agung dan merupakan surga di dunia.”
Tentang kebijaksanaan bersumber pada ilmu pengetahuan, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa mulai bangun pagi mengajarkan ilmu agamanya, maka ia akan masuk ke surga.” (H.R. Abu Nu’aim).
Dalam kaitan ini Syekh Ali Al-Maghribi setiap akan mengakhiri pelajaran/pengajiannya, berdoa sebagai berikut:
“Ya, Allah, Tuhan kami, sesungguhnya aku titipkan kepada-Mu apa-apa yang aku telah baca dan kembalikanlah kepadaku ketika aku membutuhkannya. “
Orang yang ingin selamat dari orang lain, yakni dari kejahatan mereka, maka janganlah bicara kepada seorang pun di antara mereka, kecuali dengan kebaikan, Nabi saw. bersabda:
“Jauhilah api orang mukmin jangan sampai membakarmu, walaupun dia terpeleset tiap hari tujuh puluh kali, karena sumpahnya ada pada tangan Allah. Jika Allah berkehendak mengangkat derajatnya, maka Dia mengangkatnya.” (H.R. Al-Hakim).
Tentang kedermawanan, diriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda:
“Orang dermawan itu dekat kepada Allah Ta’ala, dekat kepada manusia, dekat pada surga dan jauh dari neraka. Sedang orang kikir itu jauh dari Allah Ta’ala, jauh dari sesama manwsia, jauh dari surga dan dekat pada neraka. Orang bodoh yang dermawan lebih disukai Allah daripada orang ahli ibadah tapi kikir.”
Salah satu hikayat orang-orang mulia:
“Suatu ketika, Hasan, Husein dan Abdullah bin Ja’far Ath-Thayyar bersama-sama pergi haji. Karena satu dan lain hal, habislah bekal perjalanan mereka. Mereka kelaparan juga kehausan. Sampailah mereka disebuah kemah yang dihuni seorang nenek dan seekor kambing. Mereka meminta kambing tersebut. Lalu diberikan, bahkan si nenek sendiri memerahkan susu kambing itu untuk mereka bertiga, dan akhirnya dia menyembelihnya untuk mereka. Beberapa waktu kemudian, nenek itu – terlihat oleh Hasan di Madinah dan dia mengenalnya, lalu Hasan memberikan seribu kambing dan seribu dinar kepadanya. Kemudian dia membawa nenek itu ke saudaranya, Husein, maka Husein memberinya seperti pemberian Hasan. Lalu Husein membawa nenek itu kepada Ibnu Ja’far Ath-Thayyar, kemudian dia memberikan dua ribu kambing dan dua ribu dinar kepadanya. Nenek itu pun pulang dengan membawa empat ribu kambing dan empat ribu dinar.”
Adapun tafakur dan mengambil pelajaran yang dapat mendatangkan sinar hati dari Allah, ialah tafakur mengenai keagungan Allah dan mengambil pelajaran terhadap peristiwa kematian.
Mengenai istigfar untuk kaum mukminin dan muslimin, baik lakilaki maupun wanita, Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang mohon ampunan bagi orang mukmin dan mukminat, niscaya Allah mencatatkan baginya kebaikan setiap orang mukmin dan mukminat.” (H.R. Ath-Thabrani, dari ‘Ubadah bin Shamit).
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memohon ampunan bagi orang-orang mukmin dan mukminat setiap hari sebanyak dua puluh tujuh kali, maka orang. tersebut termasuk orang yang dikabulkan doanya dan menjadi penyebab turun rezeki ke ahli bumi.” (H.R. Ath-Thabrani, dari Abi Darda’).
Nabi saw. bersabda:
“Sepuluh perkara akan menolak sepuluh macam bencana, yaitu: Surah Al-Fatihah menolak murka Allah, surah Yasin menolak dahaga di hari Kiamat, surah Ad-Dukhan akan mencegah ketakutan di hari Kiamat, surah Al-Wagi’ah akan mencegah kefakiran, surah Al-Mulk akan mencegah siksa kubur, surah Al-Kautsar akan menolak. permusuhan, surah Al-Kafirun menolak datangnya kekafiran ketika dicabutnya nyawa, surah Al-Ikhlas menolak kemunafikan, surah AlFalag akan mencegah perbuatan hasud duri orang yang dengki, surah An-Naas dapat menolak was-was.”
Dalam rangka menutup kitab ini, saya mengemukakan hadis tersebut diatas dengan harapan mendapatkan berkah.
Semoga rahmat ta’zhim senantiasa melimpah kepada pemimpin kita, yaitu Nabi Muhammad saw., kepada segenap keluarga dan sahabat beliau seluruhnya, juga semoga tercurah kepada para nabi dan rasul.
Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Penulisan Kitab ini telah sempurna pada hari Kamis, tanggal 21 Safar 1311 H. Semoga salawat dan penghormatan buat Nabi dan orang-orang yang telah berhijrah bersamanya. Maha Suci Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Mulia dari segala yang dikatakan oleh orang-orang kafir. Semoga keselamatan tetap terlimpah kepada para rasul, walhamdulillaahi Rabbil ‘alamin.[alkhoirot.org]