Cinta, Takut dan Malu kepada Allah
Nama kitab: Terjemah Nashaihul Ibad, Nashoihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Ejaan lain: Nashoih Al-Ibaad
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي الجاوي البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H, Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal: 1897 M; 1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Guru Nawawi Banten antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad Nahrawi, Zainuddin Aceh
Murid Nawawi Banten antara lain: KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy
Daftar isi
- Cinta, Takut dan Malu kepada Allah
- Orang yang Paling Beribadah, Zuhud dan Paling Kaya
- Warga, Pemimpin dan Penduduk '
- Menguasai, Dikuasai dan Mengimbangi
- Tiga Perkara Tentang Perbandingan Dunia dan Akhirat
- Tiga Faktor Meraih Zuhud
- Tiga Hal yang Harus Diperhatikan Untuk Bersikap Ramah Terhadap Allah
- Zuhud Terdiri dari Tiga Huruf
- Makna yang Dikandung oleh Tiga Huruf dari Kata Zuhud
- Tiga Sampul Agama
- Manusia Untuk Tiga Komponen
- Tiga Faktor Penambah Kekuatan Hafalan
- Tiga Benteng dari Serangan Setan
- Tiga Gudang Allah swt
- Hari, Bulan dan Amal yang Baik
- Tiga Tanda Orang Baik
- Tiga Hal yang Menyenangkan ,
- Tersesat, Melarat dan Terhina
- Tiga Macam Buah Makrifat
- Cinta, Iffah dan Pangkal Keyakinan
- Cinta kepada Allah, Cinta kepada Orang yang Dicinta Allah, Cinta pada Amal yang Dilakukan karena Cinta kepada Allah
- Tiga Faktor Cinta yang Sebenarnya: Tamak, Taat dan Janaah
- Orang yang Makrifat, Benci Dunia dan Tidak Punya Musuh
- Takut, Suka dan Jenak
- Tiga Ciri Orang yang Makrifat kepada Allah swt
- Tiga Ciri Lain Makrifat kepada Allah swt
- Pangkal Kebajikan Dunia dan Akhirat
- Ibadah adalah Kesempatan Kerja
- Tiga Hal yang Harus Dijauhi Orang Mukmin
- Download Terjemah Nashoihul Ibad lengkap (pdf)
-
Kembali ke: Terjemah Nashaihul Ibad
26. Cinta, Takut dan Malu kepada Allah
Allah telah menurunkan wahyu kepada sementara para Nabi:
“Barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dalam keadaan cinta kepada Ku, maka Aku masukkan dia ke surga-Ku. Barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dalam keadaan takut kepada-Ku, maka Aku jauhkan dia dari neraka-Ku. Dan barangsiapa yang bertemu kepada-Ku sebab ia mati dalam keadaan malu kepada-Ku, maka Aku jadikan malaikat (pencatat amal) lupa terhadap dosa-dosa orang itu.”
Yang dimaksud “cinta kepada-Ku”, yaitu rindu untuk menghadap Allah dan senang memperoleh pahala-Nya. Takut kepada Allah ialah takut terkena siksa-Nya. Sedang malu kepada Allah, karena merasa membawa beban dosa. Adapun yang dimaksud dengan menemui Allah di sini, adalah mati.
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a.:
“Tunaikanlah apa yang telah difardukan oleh Allah kepadamu, niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah, jauhilah larangan-larangan Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling zuhud dan puaslah dalam menerima bagianmu dari Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling kaya.”
Shaleh Al-Marqidi r.a. suatu hari lewat pada suatu daerah yang telah tiada penduduknya, lalu dia bertafakur mengenang-mengenang daerah tersebut:
“Wahai, perkampungan! Di manakah para penghunimu dahulu, di manakah orang-orang yang membangunmu dahulu dan di manakah penduduk-penduduk yang terdahulu? Kemudian ada yang bersuara: Jejak mereka telah terputus, jasad-jasad di dunia, segala amal yang kita lakukan selalu menemani kita, sekalipun dunia telah hancur.” .
Dari Ali r.a.
“Berikanlah jasa kepada siapa saja, maka engkau pun menguasainya, mintalah kepada siapa saja, niscaya engkau pun dikuasainya dan cukuplah dirimu sendiri dari siapa saja, maka engkau seimbang dengannya.”
Apabila anda berbuat baik kepada seseorang, maka anda akan menguasai orang itu. Sebaliknya, apabila anda justru minta sesuatu kepada orang lain, baik harta maupun jasa, maka anda akan dikuasainya. Karena jiwa seseorang itu mempunyai pembawaan untuk selalu menyenangi kepada orang yang berbuat baik kepadanya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:
“Barangsiapa mencintai sesuatu, maka orang itu menjadi tawanannya.”
Sayidina Ali r.a. pernah berkata:
“Aku adalah budak seseorang yang mengajarku satu huruf, terserah dia akan menjual aku atau memerdekakanku.”
Kesanggupan untuk membatasi kecukupan diri dengan apa yang dimilikinya dan tidak memerlukan lagi pada milik orang lain, adalah merupakan kekayaan diri. Jika anda tidak lagi memerlukan milik orang lain, maka berarti anda telah sebanding dengannya.
Dari Abu Zakaria, Yahya bin Mu’adz r.a.:
“Meninggalkan dunia seluruhnya, berarti mengambil akhirat semuanya. Barangsiapa meninggalkannya seluruhnya, berarti mengambil akhirat semuanya. Barangsiapa mengambil dunia seluruhnya, berarti ia meninggalkan akhirat semuanya. Maka pengambilan akhirat berada dalam meninggalkan dunia dan meninggalkan dunia berada dalam pengambilan akhirat.”
Memang demikian, sebab dunia dan akhirat itu ibarat dua hal yang masing-masing saling bertentangan. Oleh karena itu, barangsiapa yang berpaling dari dunia dengan sepenuhnya, maka dia mencintai akhirat: dengan sepenuhnya. Barangsiapa mencintai dunia dengan sepenuhnya, berarti dia juga dengan sepenuhnya berpaling dari akhirat.
Dari Ibrahim bin Asham r.a. Beliau ditanya oleh seseorang: “Bagaimana kamu mendapatkan zuhud?” Dia menjawab:
“Dengan tiga perkara: Saya melihat kuburan itu mengerikan, sedang belum kudapati pelipur: saya melihat jalan yang panjang, padahal belum kumiliki bekal: dan saya melihat Allah Yang Maha Perkasa akan mengadili, padahal saya belum mempunyai hujah (argumen).”
Yang dimaksudkan dengan jalan yang panjang di sini, adalah jarak perjalanan menuju akhirat. Oleh karena itu, bekalnya berupa amal kebajikan.
Zuhud adalah meninggalkan kebahagiaan dunia dalam rangka menggapai kebahagiaan abadi di akhirat.
Diriwayatkan, Ibrahim bin Ad-ham adalah seorang sultan di negaranya, lalu ia meninggalkannya dan beribadah dengan sungguh-sungguh di : Mekah dan di kota-kota lainnya. Dalam kitab Ar-Risaalah Qusyairiyah disebutkan, bahwa beliau adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Manshur, dari sebuah daerah Balqi, keturunan para raja.
Pada suatu hari beliau keluar untuk berburu seekor rubah atau kelinci. Ketika sedang mencarinya, tiba-tiba dia mendengar seseorang berteriak: Hai, Ibrahim! Apakah untuk ini kamu diciptakan, ataukah kamu memang diperintahkan untuk berbuat ini?
Kemudian ada yang berteriak dari sisi pelana kudanya: Demi Allah! Kamu bukan diciptakan untuk ini dan bukan diperintahkan untuk berbuat ini.
Lalu dia turun dari kudanya dan berjumpa dengan seorang pengembara. Dia mengambil jubah kepunyaan pengembara itu dan memakainya, kemudian memberikan kuda dan semua yang dibawanya kepada orang itu.
Beliau kemudian masuk ke hutan dan sampailah ke Mekah. Di sana beliau berteman dengan Sufyan Ats-Tsauri dan Fudhail bin Iyadh. Dia makan dari hasil tangannya sendiri, seperti buruh mengetam, menjaga kebun-kebun dan sebagainya.
Dari Sufyan Ats-Tsauri r.a., beliau ditanya tentang apa dan bagaimana bersikap ramah terhadap Allah, lalu. dia menjawab
“Bahwa dak harus ramah terhadap setiap wajah ceria, terhadap setiap suara yang manis dan terhadap ucapan yang indah.”
Ibnu Abbas r.a. berkata:
“Kata Zuhud terdiri atas tiga huruf, yaitu Zay, Ha’ dan Dal. Zay menunjukkan Zaadun Lil Ma’aad (bekal menuju akhirat). Ha’ menunjuk hidayah menuju agama: dan huruf dal menunjuk Dawaam ‘alath thaa’ah (konsis melakukan taat).” .
-Bekal menuju akhirat, adalah takwa kepada Allah swt.
– Hidayah menuju agama, adalah bimbingan agar berada pada jalan agama Islam.
Langgeng berada pada ketaatan, adalah senantiasa berada dalam keadaan taat kepada Allah dan menjauhi segala larangannya.
Di tempat lain Ibnu Abbas r.a. berkata:
“Huruf Zay menunjukkan meninggalkan Zimah (perhiasan), huruf Ha’ menunjukkan meningggalkan Hawa dan huruf Dal menunjukkan meninggalkan dunia.
Dunia di sini mencakup: pujian orang, berfoya-foya dan glamor dalam berpakaian.
Dari Hamid Al-Laggaf, bahwa kepadanya dimohon wasiat oleh seseorang, lalu pesannya:
“Kamu harus menjadikan sampul untuk agamamu seperti sampul mushaf.” Kemudian ditanyakan juga: Apakah sampul agama itu? Beliau menjawab:
“Tidak berbicara kecuali dalam pembicaraan penting, meninggalkan dunia selain apa-apa yang diperlukan dan tidak bergaul dengan agama manusia, selain dalam pergaulan yang penting.”
Syariat itu disebut pula agama yang fungsinya sebagai aturan yang harus ditaati. Dalam fungsinya yang lain syariat disebut juga Millah, yaitu sebagai kumpulan peraturan. Juga dalam fungsinya sebagai dasar dan sumber pegangan hukum, maka syariat disebut Mazhab.
Dalam hubungannya dengan tidak berbicara kecuali pembicaraan yang penting, Sulaiman atau Luqman a.s. berkata:
“Apabila berbicara tentang kebaikan itu bagus seperti berak, maka diam dari membicarakan kejelekan itu pun bagus seperti emas.”
Dalam hubungannya dengan meninggalkan bergaul kecuali yang harus dipergauli, yaitu pergaulan-pergaulan yang jika ditinggalkan, maka tujuan agama tidak dapat tercapai.
Manusia terbagi menjadi empat bagian, sebagaimana yang pernah diterangkan oleh Sayid Abdul Qadir Al-Jailani:
- Manusia yang tidak mempunyai ucapan dan hati, suka berbuat maksiat, menipu serta tolol. Berhati-hatilah terhadap mereka dan janganlah berada di dalamnya, karena mereka adalah orang-orang yang mendapatkan siksa.
- Manusia yang mempunyai lisan, namun tidak mempunyai hati. Dia berbicara tentang hikmah atau ilmu, namun tidak mengamalkannya, mengajak manusia kepada Allah, namun dia lari dari-Nya. Jauhi mereka, agar kamu tidak terpikat dengan kelezatan lisannya, sehingga kamu tidak terbakar-oleh maksiat-maksiatnya dan tidak akan terbunuh oleh bau busuk hatinya.“
- Manusia yang mempunyai hati, namun tidak mempunyai ucapan. ” Mereka adalah orang mukmin yang ditutupi oleh Allah dari makhlukNya, diperlihatkan aib-aib dirinya, disinari hatinya, diberitahukan kepadanya bahaya-bahaya bergaul dengan sesama manusia dan kesialan ucapan mereka. Mereka tergolong orang yang menjadi wali Allah (kekasih Allah) yang dipelihara dalam tirai Allah swt. dan memiliki segala kebaikan. Maka bergaullah dan layanilah dia, niscaya kamu dicintai Allah swt.
- Manusia yang belajar, mengajar dan mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui Allah swt. dan ayat-ayat-Nya. Allah menitipkan ilmuilmu asing kepadanya dan Dia melapangkan dadanya untuk menerima ilmu-ilmu. Maka, kamu harus takut menyalahi, menjauhi dan meninggalkan nasihat-nasihatnya.
Selanjutnya Hamid Al-Laqqaf mengemukakan:
“Pangkal Zuhud adalah menjauhi larangan Allah, yang kecil maupun besar, menunaikan seluruh kefarduan Allah, yang ringan maupun yang berat dan meninggalkan dunia yang berada di tangan pecintanya, baik sedikit maupun dalam jumlah besar.”
Salah satu pangkal zuhud adalah menjauhi larangan Allah, baik kecil maupun besar, sebab orang yang tidak wira’i tidak sah berbuat zuhud.
Pangkalnya lagi, yaitu menunaikan seluruh kefarduan, karena orang yang tidak tobat, tidak sah baginya untuk kembali pada fitrahnya. Tobat adalah menunaikan seluruh hak Allah dan melakukaninabah (kembali). Inabah adalah menyingkirkan diri dari kegelapan-kegelapan subhat (sesuatu yang belum jelas halal-haramnya).
Pangkal zuhud ketiga adalah meninggalkan dunia, baik sedikit maupun banyak. Karena orang yang tidak bersikap qanaah (puas dalam menerima bagian dari Allah) tidak sah berbuat tawakal dan orang yang — tidak tawakal itu tidak sah berbuattaslim. Tawakal adalah percaya dengan penuh mantap terhadap: segala yang di sisi Allah serta sama sekali tidak mengharapkan apa pun di tangan manusia. Taslim adalah taat dan tunduk terhadap perintah Allah serta menghindar dari perbuatan berpaling menuju hal-hal yang tidak sepatutnya.
Luqman Al-Hakim berkata kepada anaknya:
“Wahai, anakku! Sesungguhnya manusia itu tiga pertiga: Sepertiga untuk Allah, sepertiga untuk dirinya dan sepertiga untuk cacing. Adapun yang untuk Allah adalah rohnya, yang untuk dirinya adalah amalnya dan yang untuk cacing adalah jasadnya.”
Salah satu wasiat Lugman Al-Hakim kepada anaknya, dia mengatakan bahwa dalam diri manusia ada tiga, yaitu roh, perbuatan dan jasad.
Roh akan kembali kepada Allah, perbuatannya akan bermanfaat untuk dirinya, atau akan mudarat atas dirinya sesuai dengan perbuatan yang telah dia lakukan dan jasad akan dimakan oleh cacing, jika telah mati.
Dari Ali r.a., dia berkata:
“Tiga hal dapat menambah kekuatan hafalan dan menghilangkan lendir (dahak), yaitu: Bersiwak, puasa dan membaca Alqur-an
Lendir dahak adalah salah satu dari empat macam unsur temperamen yang membentuk watak manusia, yaitu: Lendir dahak, darah, empedu hitam dan empedu kuning.
Ka ab Al-Ahbar berkata:
“Benteng kaum mukminin dari godaan setan ada tiga, yaitu mesjid, zikir kepada Allah dan membaca Alqur-an.”
Mesjid menjadi benteng, sebab di situ terdapat para malaikat dan orang-orang yang beribadah.
Zikrullah (menyebut Asma Allah) juga menjadi benteng pertahanan, terutama dengan membaca Hauqalah:
“Tiada daya upaya dan tiada kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.” Membaca Alqur-an juga benteng, terutama membaca ayat Kursi (surah Al-Bagarah ayat 255), sebagaimana yang telah nyata mujarab.
Ka’ab Al-Ahbar masuk Islam di masa pemerintahan sahabat Umar. Dia adalah seorang ulama tempat mengadu orang Yahudi (yang beragama Islam).
Segolongan hukama berkata:
“Tiga hal 2 simpanan Allah Ta’ala, yaitu: kefakiran, sakit, dan sabar.”
Menurut sebagian hukama, ada tiga gudang, yakni sesuatu yang disimpan oleh Allah, yang tidak akan diberikannya selain kepada orangorang yang dicintai-Nya, yaitu:
- Kepada orang fakir atau tidak punya.
- Sakit, yaitu penyakit yang menimpa pada badan, sehingga dirasakan tidak enak olehnya.
- Sabar, yaitu tidak mengeluh ketika ditimpa kecuali kepada Allah swt. dengan cara berdoa. Mengeluh kepada Allah dengan cara berdoa tidak mengatakan, bahwa dirinya itu tidak rida terhadap musibah yang menimpa dirinya.
Seorang hamba sahaya harus rida dengan ketentuan tuannya, sebagaimana tercantum di dalam kitab At-Ta’rifat, karangan Sayid Ali Al Juri ani.
Dari Ibnu Abbas r.a. pada waktu ditanyakan kepadanya: “Hari apakah yang baik? Bulan apakah yang terbaik? Dan amal apakah yang terbaik?
Beliau menjawab:
“Hari ‘yang paling baik adalah hari Jumat, bulan yang paling baik adalah bulan Ramadan dan amal yang paling baik adalah salat lima waktu yang dikerjakan pada waktunya.”
Hari Jumat menjadi hari baik, sebab itulah disebut hari pemuka segala hari, yang oleh Allah dianugerahkan kepada umat Muhammad.
Ramadan adalah bulan yang paling baik, karena pada bulan itulah pertama kali Alqur-an diturunkan, juga di dalamnya terdapat Lailatul @adar, dalam bulan itu pula puasa diwajibkan dan pada bulan itu pahala ibadah sunah sama dengan pahala ibadah fardu.
Abu Bakar Al-Warrag berkata: Rajab adalah bulan musim tanam, Sya’ban adalah musim mengairi dan Ramadan adalah musim mengetam hasilnya.
Salat fardu menjadi amal terbaik, karena salat adalah pintu amal saleh. Jika pintu salat terbuka, maka terbuka pula pintu amal-amal saleh lainnya.
Ibnu Abbas r.a. wafat pada hari Jumat, kemudian tiga hari berikutnya berita tentang pertanyaan dan jawaban Ibnu Abbas tersebut sampai kepada Ali bin Abi Thalib dan beliau berkata: Jika semua ulama, hukama dan fukaha dari barat sampai timur ditanya tentang hal itu, mereka akan menjawab dengan jawaban yang sama dengannya. Hanya saja aku akan menjawab:
“Sesungguhnya sebaik-baik amal adalah amalmu yang diterima oleh Allah swt., sebaik-baik bulan adalah bulan di mana kamu bertobat kepada Allah dengan tobat Nasuha dan hari paling baik adalah hari di mana engkau meninggal dunia dengan membawa iman kepada Allah.”
Taubatan Nasuha, menurut Ibnu Abbas adalah tobat yang berada pada cara hati menyesali dosa, lisan memohon ampunan mengakhiri perbuatan dosa dan bertekad untuk tidak mengulang dosa lagi.
Pendapat lain mengatakan: Tobat nasuha adalah tidak meninggalkan bekas maksiat atas amalnya, baik secara rahasia maupun terang-terangan.
Pendapat yang lain lagi mengatakan: Tobat yang membawa kebahagiaan pelakunya di dunia dan akhirat.”
Seorang penyair mengatakan dalambahar basith (istilah notasi Arab):
Tidakkah kamutahu bagaimana siang dan malam menguji kita tapi kita bermain-main melulu baik secara diam-diam maupun terang-terangan.
Janganlah kamu teperdaya pada dunia dan segala isinya karena tanah air dunia bukan tanah air yang sebenarnya.
Dan berbuatlah untuk dirimu selagi belum datang kematian jangan sampai kamu tertipu oleh banyak sahabat dan teman
Kemudian berikut ini beberapa syiir Imam Al-Ghazali dalam bahar wafir:
Adakah engkau ingin banyak harta dan didengarkan omongmu dalam forum bicara
Juga beroleh cinta yang menyejukkan hati dari setiap wanita dan kaum lelaki
Dikaruniai kaya raya dan hidup bahagia juga berwibawa, dihormati dan banyak harta
Engkau tumpas setiap bencana. dan tipu daya dari musuh dan penguasa
Maka bacalah Yaa Hayyu Yaa Qayyuumu seribu kali boleh malam atau siang hari,
Niscaya akan memudahkan setiap kesulitan biasakan ucapan itu
Jangan kau tinggal dan jangan lalai karena dengan itu kau akan menggapai derajat yang tinggi.
Ada yang mengatakan:
“Apabila Allah menghendaki hamba-Nya menjadi orang baik, maka Dia menjadikan hamba itu mengerti agama, menjadikan dia zuhud terhadap dunia dan menjadikan dia menyadari aib-aib dirinya.”
Maksudnya, jika Allah menghendaki seorang hamba menjadi manusia yang seutuhnya, yakni yang baik menurut Allah dan menurut sesama manusia, maka orang-itu dikehendaki oleh Allah mengerti di dalam agama, dari mulai pokok sampai ke cabang-cabangnya. Hatinya dijadikan tenang, walau tidak ada rezeki yang ada padanya. Orang itu dijadikan Allah mampu melihat aib-aib yang ada pada dirinya,
Dari Nabi saw., beliau bersabda:
“Di antara duniamu, ada tiga hal yang dititahkan menyenangkan kepadaku, yaitu bau harum, wanita dan dibuat kesejukan mataku justru dalam salat.”
Tiga hal ini kalau ternyata berada pada Rasulullah saw. bukanlah semata-mata dunia, karena sesungguhnya setiap perkara yang disertai niat karena Allah swt. bukanlah dunia semata, seperti bekal untuk kekuatan, tempat tinggal dan pakaian yang diperlukan, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Khalil Ar-Rasyidi dalam kitab Al-Majaalisi Ar-Raaiqah.
Ketika Rasulullah saw. menyampaikan sabda tersebut di atas, terdapat para sahabat sedang duduk mengerumuni beliau, Abu Bakar mengatakan:
“Betul engkau, wahai, Rasulullah, di antara dunia ada tiga hal yang menyenangkan kami, yaitu: Melihat wajah Rasulullah, membelanjakan hartaku untuk Rasulullah dan putriku menjadi istri Rasulullah saw.”
Sayidina Umar berkata:
“Betul engkau, wahai, Abu Bakar! Di antara dunia, ada tiga hal yang menyenangkan aku, yaitu: Amar makruf, nahi mungkar dan pakaian. yang usang.”
Selanjutnya Sayidina Utsman berkata:
“Betul engkau, wahai, Umar! Di antara dunia, ada tiga hal yang menyenangkan aku, ialah: Memberi makan orang kelaparan sampai kenyang, memberi pakaian orang yang tidak berpakaian dan membaca Alqur-an.
Diriwayatkan, bahwa Utsman r.a. telah mengkhatamkan Alqur-an dalam dua rakaat salat sunah malam hari.
Lalu Sayidina Ali berkata:
“Betul engkau, wahai, Utsman, yang aku senangi dari dunia ada tiga, yaitu: melayani tamu, puasa pada waktu cuaca panas dan mengangkat pedang terhadap musuh-musuh.”
Ketika mereka sedang berdialog mengenai hal tersebut, tiba-tiba datang Jibril a.s. kepada Nabi saw. seraya berkata: “Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi telah mengutusku ketika Dia mendengar ucapan kamu sekalian. Dia memerintahkan kepadamu, agar bertanya kepadaku tentang perkara yang aku senangi andaikata aku menjadi penduduk bumi.” Kemudian Nabi bertanya: “Wahai, Jibril, apakah yang kamu ‘ senangi andaikata kamu menjadi penduduk dunia?”
Jibril menjawab:
“Memberi petunjuk orang-orang yang sesat pada jalan yang lurus, ramah terhadap orang-orang yang mengembara, yang taat kepada Allah swt. dan khusyuk kepada-Nya serta menolong kerabat yang sengsara.”
Lebih lanjut Jibril mengatakan:
“Tuhan, Pemilik keagungan, mencintai tiga perkara dari hamba-hambaNya, yaitu: Mengerahkan segala kekuatan untuk taat kepada Allah swt., menangis ketika sedih karena telah melakukan maksiat dan sabar ketika miskin.”
Dari sebagian hukama:
“Barangsiapa berpegang teguh bada akalnya, niscaya dia sesat, barangsiapa mencari kecukupan melalui harta bendanya, niscaya dia akan melarat dan barangsiapa yang mencari kemuliaan dan makhluk, niscaya dia hina.”
Berlindung pada akal itu sesat, jika tidak dibarengi berpegang kepada Allah dan mohon bimbingan-Nya menuju kebenaran. Merasa cukup dengan hartanya saja akan melarat, jika tidak menyadari bahwa sesungguhnya yang memberi kecukupan adalah Allah. Bahkan dalam hadis disebutkan:
“Barangsiapa merasa cukup dengan Allah, maka Dia akan memberinya kekayaan.”
Kemudian barangsiapa yang mengandalkan kekuatan makhluk, maka dia menjadi hina di hadapan Allah.
Dari sebagian hukama:
“Buah makrifat (mengenali Allah) ada tiga: Malu terhadap Allah, cinta kepada Allah dan rindu dengan-Nya.”
Hukama ialah orang-orang yang ucapan dan pekerjaannya sesuai dengan sunah. Buah rnakrifat kepada Allah swt. itu ada tiga perkara: Malu kepada Allah swt. karena banyak melakukan maksiat kepada-Nya, mencintai segala sesuatu yang ada di sisi Allah, yaitu pahala serta ridaNya dan rindu kepada Allah swt. karena keagungan Allah swt. berbekas . dalam hatinya.
Nabi saw. bersabda:
“Cinta kepada Allah itu adalah asas makrifat, iffah (enggan) itu tanda yakin, sedang pangkal yakm adalah takwa dan rela dengan takdir Allah.”
Cinta kepada Allah swt. dengan cara beribadah kepada-Nya, adalah asas makrifat. Sesungguhnya bagi orang Sufi ada tiga derajat:
- Syariat (ibadah kepada Allah swt.) menurut para fukaha, ialah hukumhukum yang diterangkan Allah swt. kepada umat-Nya.
- Thariqat, yaitu jalan menuju Allah swt. yang disertai ilmu dan amal.
- Makrifat (mengetahui), yaitu mengetahui perkara-perkara batin, yang merupakan buah dari syariat.
Enggan (iffah), yakni menahan diri dan meminta-minta kepada manusia, adalah berkeyakinan bahwa sesungguhnya Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Dia yang memberi rezeki kepada semua makhluknya disertai keyakinan, bahwa sesungguhnya rezeki itu tidak akan sampai kepadanya tanpa kehendak Allah swt.
Pokok yakin adalah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dan hati merasa senang (rida) terhadap takdir Allah swt. kepadanya, baik yang pahit maupun yang manis.
Dari Sufyan bin Uyainah r.a. ia berkata:
“Barangsiapa cinta kepada Allah, maka cinta kepada orang yang dicintai Allah: barangsiapa cinta terhadap orang yang dicintai Allah, maka cinta perbuatan yang dilakukan karena cinta Allah: Barangsiapa cinta terhadap perbuatan yang dilakukan karena cinta Allah, maka cinta melakukan perbuatan itu tanpa diketahui manusia.”
Al-Asqalani menukilkan: Bahwa mahabbah (cinta kepada Allah) itu ada dua macam:
- Mahabbah Fardu, Yaitu mahabbah yang mendorong dilakukannya perintah-perintah Allah dan dijauhi larangan-larangan-Nya.
- Mahabbah Sunah, Yaitu mahabbah yang mendorong dibiasakannya melakukan ibadah sunah dan dijauhinya hal-hal yang subhat.
Ash-Shiddiq mengatakan: Barangsiapa telah merasakan Mahabbah Allah yang murni, maka apa yang dia rasakan itu dapat melupakannya dari keinginan dunia dan membuatnya merasa asing dari seluruh manusia.
Nabi saw. bersabda:
“Kebenaran cinta berada pada tiga hal: Memilih ucapan kekasih ketimbang ucapan orang lain: memilih duduk bersama kekasih ketimbang bersama orang lain, dan memilih kerelaan kekasih ketimbang kerelaan orang lain.”
Yahya bin Mu’adz berkata: “Sekecil apa pun cintaku kepada Allah itu lebih aku sukai daripada beribadah selama tujuh puluh tahun.”
Dari Wahab bin Munabbih Al-Yamani r.a.:
“Ada tertulis dalam Taurat: Orang yang tamak adalah melarat, walaupun memiliki dunia, orang yang taat kepada Allah adalah disenangi, walaupun dia seorang hamba sahaya dan orang yang qanaah (merasa cukup dengan seadanya) adalah kaya, walaupun kelaparan.”
Orang yang mencari sesuatu dengan sungguh-sungguh ingin mendapatkannya, adalah orang yang kehilangan segala sesuatu yang diperlukannya, walaupun dia memiliki semua yang berada di antara langit dan bumi. Orang yang taat kepada Allah swt., adalah orang yang disegani manusia, walaupun dia seorang hamba sahaya. ‘
Orang yang qanaah, yaitu orang yang tenteram hatinya (puas) dengan segala sesuatu yang dimilikinya serta rida atas bagiannya yang diterima dari Allah swt., adalah orang yang kaya, walaupun dia orang yang lapar.
Ada seorang tawanan perempuan lari dari daerah orang-orang kafir, dia berjalan menempuh jarak dua ratus pos, dalam keadaan tidak makan suatu makanan pun. Dia ditanya oleh seseorang: Bagaimana kamu kuat berjalan tanpa makan? Dia menjawab: Apabila aku lapar, aku membaca surah Al-Ikhlas tiga kali, lalu aku merasa kenyang.
Dari sebagian hukama r.a.:
“Barangsiapa yang makrifat kepada Allah, maka tidak ada suatu kenikmatan baginya bersama makhluk, barangsiapa yang mengetahui dunia, maka tidak ada suatu kecintaan baginya mengenai dunia dan barangsiapa yang mengetahui keadilan Allah swt., maka tidak akan didatangi musuh.”
Orang yang makrifat kepada Allah itu tidak merasakan kelezatan bersama makhluk, sebab ia tidak akan senang kepada selain Allah. Orang yang mengenali dunia itu tidak akan senang padanya, sebab ia akan memilih kebahagiaan abadi di akhirat. Dan orang-orang yang mengenali keadilan Allah tidak akan didatangi lawan, sebab ia tidak pernah menimbulkan percekcokan.
Sebagaimana Al-Hasan r.a. berkata:
“Barangsiapa yang mengetahui Allah, maka Allah mencintainya dan . barangsiapa yang mengetahui dunia, maka ia membenci dunia itu.”
Selain itu Imam Syafii juga mengatakan dalam puisinya:
“Tiada lain, dunia itu bangkai yang membusuk diatasnya terdapat anjing-anjing yang ingin memperolehnya.
Bila kamu menjauhinya, niscaya kamu selamat dari ahlinya jika kamu menariknya, niscaya kamu disenangi anjing-anjingnya
Dari Dzin Nun Al-Misri:
“Setiap orang yang takut akan lari, setiap orang yang suka akan mencari dan setiap orang yang jenak dengan Allah akan merasa asing dengan makhluk.”
Orang yang takut akan lari, maksudnya menjauh dari yang ditakutinya itu. Maka, orang yang takut siksa, hendaknya berbuat kebajikan agar terjauh dari siksa itu.
Orang yarig suka akan mendekati, maksudnya mencari sesuatu yang disukainya itu. Maka, orang yang suka surga, hendaklah melakukan kebajikan agar dapat memperolehnya.
Orang yang jenak terhadap Allah akan merasa asing bersama sesama manusia. Dalam naskah lain justru disebutkan ” merasa asing bersama dirinya sendiri”.
Dzin Nun adalah Abdul Faidh, si Tsauban bin Ibrahim, pendapat lain mengatakan Al-Faidh bin Ibrahim. Ibrahim ini adalah seorang yang berbangsa Sudan (Nubiy). Dzin adalah orang satu-satunya kala itu, baik ilmu, warak, tingkah laku maupun adabnya. Dzin Nun-yang berbadan kurus berkulit agak kemerahan dan berjenggot yang tidak memutih itu, wafat tahun 245 Hijriah.
Dzin Nun Al-Misri berkata:
“Orang yang makrifat kepada Allah adalah yang jiwanya tertambat kepada Allah, hatinya melihat dan amalnya banyak semata-mata karena Allah.”
Orang yang makrifat kepada Allah swt. berarti ia terikat oleh kecintaan kepada-Nya, hatinya dihiasi dengan Muraayabah (merasa dekat dengan Allah) dan lahirnya dihiasi dengan Muhaasahah (mengoreksi diri sendiri) dan amalnya banyak semata-mata karena Allah.
Dzin Nun Al-Misri berkata:
“Orang yang makrifat kepada Allah swt. adalah orang yang memenuhi janjinya, hatinya cerdas dan amalnya bersih.”
Orang yang makrifat kepada Allah swt., ialah orang yang memenuhi janji kepada Allah swt., dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya, hatinya cepat menerima nasihat yang baik dan amalnya bertambah dari hari ke hari.
Abu Sulaiman Ad-Darani berkata:
“Pangkal setiap kebajikan di dunia dan akhirat adalah takut kepada Allah, kunci dunia adalah perut kenyang, sedangkan kunci akhirat adalah perut lapar.”
Rasa takut Allah dapat mengubah letak buku catatan perbuatan manusia, suatu ketika digeser ke kanan setelah berada di tangan kiri.
Pangkal segala kebaikan menurut Abu Sulaiman ada tiga, yaitu: Takut kepada Allah, menjauhi keduniaan dan mengejar pahala akhirat.
Jadi, bagi hamba Allah ketika sehat harus merasa takut dan selalu ‘ mengharapkan kepada Allah-swt., agar rasa takut tersebut dapat mencegahnya dari perbuatan maksiat. Sedangkan harapannya kepada Allah dapat membangkitkan semangat untuk mengerjakan amal saleh.
Ibadah orang yang berharap kepada Allah swt. lebih utama, karena dalam dirinya terdapat rasa cintanya kepada Allah, melebihi orang yang takut. Seorang raja akan membedakan antara seorang pelayan yang melayaninya karena takut akan siksanya, seorang yang melayani karena mengharapkan kebaikan hatinya dan pelayan yang melayaninya tanpa mengharapkan sesuatu pun. Perkara-perkara dunia akan terbuka sebab adanya kenyang. Sedangkan perkara-perkara akhirat akan terbuka sebab adanya lapar.
Ada yang mengatikan:
“Ibadah adalah kesempatan kerja, kiosnya menyepi diri dan modalnya adalah takwa.”
Menyepi diri, yaitu konsentrasi di kesepian untuk dapat dengan tenang hatinya berhadapan langsung dengan Allah.
Modal ibadah yaitu takwa, ini berarti tanpa takwa, maka ibadah tidak akan membawa untung besar. Takwa di sini adalah dalam arti menjaga diri agar tidak melakukan sesuatu yang mendatangkan siksa, baik sesuatu itu berwujud perbuatan maupun meninggalkan perbuatan.
Malik bin Dinar r.a. berkara:
“Agar anda termasuk kaum mukmin, cegalah tiga sikap dengan tiga cara: Cegahlah sikap sombong dengan tawaduk, cegahlah sikap rakus dengan qanaah dan cegahlah sikap dengki dengan nasihat.”
Manusia harus menolak tiga perkara yang dicela dengan tiga perkara yang dipuji, agar tersifati oleh hakikat iman yang sebenarnya seperti orangorang mukmin. –
Sombong ialah memandang dirinya sendiri dengan pandangan mulia dan memandang orang lain dengan pandangan rendah. Kebalikan sombong adalah tawaduk. Sombong terjadi akibat kedudukan, sedangkan ujub terjadi akibat keutamaan.”
Rakus adalah merasa tidak puas dengan apa adanya. Sedangkan qanaah adalah rida atas segala yang ada.
Dengki (hasud) adalah mengharapkan hilangnya kenikmatan orang yang didengkinya, agar berpindah pada dirinya.
Nasihat yaitu: Mendorong berbuat kebaikan dan melarang berbuat kerusakan.
Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Iman dan dengki tidak akan dapat bersatu di dalam rongga seorang hamba.”
Maksudnya iman dalam hadis tersebut, adalah iman kepada takdir Allah.
Mu’awiyah berkata: Aku mampu untuk menjadikan semua orang rida kepadaku, kecuali orang yang dengki terhadap nikmatku, sesungguhnya orang yang dengki masih belum merasa puas, kecuali jika nikmat itu hilang dariku.
Sebagaimana seorang penyair menyatakan.dari bahar Thawil:
Setiap orang dapat kubuat puas
Tetapi orang dengki kepadaku
sulitlah membuat ia puas
dan berat mencapai kepuasan itu
Bagaimana seseorang dapat membuat puas
Orang yang dengki terhadap nikmatnya,
jika si dengki itu sendiri memang tak pernah puas
sebelum nikmat itu hilang dari pemiliknya. [alkhoirot.org]