Bab 3: Empat Nasihat Nabi kepada Abu Dzar Al-Ghifari
Nama kitab: Terjemah Nashaihul Ibad, Nashoihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Ejaan lain: Nashoih Al-Ibaad
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي الجاوي البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H, Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal: 1897 M; 1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Guru Nawawi Banten antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad Nahrawi, Zainuddin Aceh
Murid Nawawi Banten antara lain: KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy
Daftar isi
- BAB III NASIHAT TENTANG EMPAT PERKARA
- Empat Nasihat Nabi saw kepada Abu Dzar Al-Ghifari
- Empat Perkara yang Lebih Baik Daripada yang Baik-baik
- Empat Perkara yang Lebih Jelek Daripada Empat Perkara
- Empat Keamanan
- Empat Perkara Disempurnakan dengan Empat yang Lain
- Hak Salat, Puasa, Membaca Alqur-an dan Sedekah
- Empat Macam Lautan
- Manisnya Ibadah dalam Empat Perkara
- Empat Perkara yang Lahirnya Fadhilah dan Batinnya Faridhah
- Rindu Surga, Khawatir Neraka, Yakin Tentang Kematian dan Mengenali Dunia
- Empat Keutamaan Diam
- Puasa, Salat, Sedekah dan Jihad
- Empat Faktor Penyebab Hati Gelap dan Terang
- Empat Perkata Tanpa Empat Bukti adalah Dusta
- Empat Gejala Kecelakaan dan Kebahagiaan
- Panji-panji Keimanan Ada Empat
- Empat Macam Induk
- Empat Perbuatan Dapat Menghilangkan Empat Permata
- Empat Hal di Surga Lebih Bagus Daripada Surga dan Empat Hal di Neraka Lebih Jelek dari Neraka
- Empat Macam Tanda Bagi Hukama
- Empat Kalimat Pilihan dalam Empat Kitab Allah swt
- Empat Nikmat Dibalik Bencana
- Empat Kalimat Pilihan dari Empat Puluh Ribu Hadis
- Empat Perkara yang Dikalahkan oleh Nabi Yahya as
- Empat Faktor yang Menegakkan Agama dan Dunia
- Empat Golongan Manusia dengan Empat
- Meskipun Seorang Hamba Berdosa, Allah Tetap Memberikan Anugerah Kepadanya
- Meninggalkan Empat Hal untuk Menuju Empat Perkara
- Empat Hal pada Empat Jalan Lain
- Empat Hal yang Sedikitnya Itu Termasuk Banyak
- Empat Hal yang Hanya Bisa Diketahui oleh Empat Orang
- Keistimewaan Bagi Mereka yang Ketika di Dunia Ditimpa Bencana
- Empat Perenggut Mengancam Anak Adam
- Empat Macam Kesibukan yang Tidak Lepas dari Empat Faktor
- Empat Amal yang Paling Berat
- Empat Waktu Bagi Orang yang Berakal
-
Empat Pengabdian yang Merupakan Pangkal Segala Ibadah
- Download Terjemah Nashoihul Ibad (pdf)
- Kembali ke: Terjemah Nashaihul Ibad
BAB III NASIHAT TENTANG EMPAT PERKARA
Diriwayatkan dari Rasulullah saw., sesungguhnya beliau pernah bersabda kepada Jundub bin Junadah, yang bergelar Abu Dzar Al-Ghifaari:
“Wahai, Abu Dzar, pugarlah kapalmu, karena lautnya dalam, bawalah bekal sempurna, karena perjalananmu jauh, peringanlah beban, karena rintangan-rintangannya berat sekali, ikhlaskanlah beban, karena sesungguhnya Yang Maha Meneliti, Maha Melihat.”
Memugar di sini dalam arti memperbaiki niat, agar semua perbuatan atau penghindaran melakukan perbuatan dapat berfungsi ibadah serta mendapat pahala guna keselamatan dari azab Allah.
Al-Imam Umar bin Khattab Al-Farug mengirim surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari -semoga Allah meridai mereka berdua-: Barangsiapa niatnya tulus, maka Allah mencukupi keperluannya yang berada antara dia dan orang lain.
Salim bin Abdullah bin Umar Al-Khattab mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz r.a.: Ketahuilah, wahai, Umar, sesungguhnya pertolongan dari Allah kepada seorang hamba, sesuai dengan kadar niatnya. Barangsiapa yang niatnya tulus, maka pertolongan dari Allah sempurna baginya dan barangsiapa yang niatnya kurang, maka per. tolongan dari Allah pun kurang baginya, sesuai dengan kadar niatnya itu.
Perjalanan jauh di sini, dimaksudkan dengan perjalanan menuju akhirat. Sedang beban muatan adalah beban pertanggungjawaban urusan duniawi. Justru perjalanan menuju akhirat diumpamakan dengan laut yang dalam, perjalanan jauh dan bukit terjal, karena sama-sama banyak kesulitan dan rintangannya. Ikhlaskanlah amal, karena sesungguhnya Allah swt. Yang Maha Meneliti, meneliti secara cermat perbuatan baik dan buruk.
Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: Kebahagiaan tetap bagi orang yang tidak melangkah satu langkah pun, selain kepada Allah swt. Perkataan ini berdasarkan sabda Nabi saw.:
“Ikhlaskanlah perbuatanmu, maka yang sedikit pun darinya akan mencukupimu.”
Seorang penyair mengatakan:
Wajib bertobat bagi manusia
namun meninggalkan dosa-dosa lebih wajib
Sabar menghadapi musibah adalah berat
tapi hilang pahala lebih berat
Perubahan dalam setiap zaman selalu aneh
namun manusia lupa bahwa dirinya aneh
Setiap yang akan datang dekat
namun maut lebih dekat dari itu.
Diriwayatkan dari Anas, bahwa suatu hari Nabi saw. keluar sambil memegang tangan en Abu Dzar, seraya bersabda:
“Wahai, Abu Dzar, apakah kamu telah mengetahui, bahwa sesungguhnya di hadapan kita terbentang suatu jalan di bukit yang sangat rumit, yang tidak akan dapat didaki selain oleh orang-orang yang meringankan bebannya?” Seseorang bertanya: “Wahai, Rasulullah! Apakah aku ini tergolong orang-orang yang meringankan atau memberatkan bebannya?” Beliau bersabda: “Adakah engkau punya makanan hari mi?” Dia menjawab: “Ya, punya.” Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kamu mempunyai makanan untuk besok?” Dia menjawab: “Ya, punya.” Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kamu punya makanan untuk besok lusa?” Dia menjawab: “Tidak punya.” Lalu Rasulullah mengatakan: “Andaikata engkau telah punya jatah makanan untuk tiga hari, maka engkau tergolong orang-orang yang memberatkan bebannya.”
Sementara hukama berkata:
“Empat hal berikut adalah baik, namun yang empat lainya lebih baik daripadanya, yaitu rasa malu dan laki-laki uu lebih baik, namun bagi wanita lebih baik,sikap adil dari seuap orang wu baik, namun dan para pemimpin lebih baik: tobat dilakukan oleh orang tua itu baik, tapi dilakukan orang muda lebih baik, dan kedermawanan bagi diri orang kaya itu baik, namun bagi diri orang fakir lebih baik.”
Baik di sini adalah suatu tingkat kualitas, di mana terpuji di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Malu adalah merendahnya hati karena khawatir tercela. Adil adalah sikap yang tepat secara proporsional, tidak terlalu lebih dan tidak terlalu kurang. Tobat adalah kembali kepada Allah, menanggalkan setiap ikatan dosa untuk kemudian menunaikan seluruh hak Allah (ibadah). Kedermawanan adalah memberikan sesuatu yang sebaiknya, tanpa mengharap imbalan.
Dari sebagian para hukama:
“Empat hal berikut adalah jelek, tapi empat hal lagi lebih jelek, ialah: Dosa itu jelek pada diri pemuda, tapi lebih jelek pada diri orang tua: kesibukan duniawi pada diri orang bodoh itu jelek, tapi lebih jelek pada diri orang alim: malas beribadah pada setiap orang itu jelek, tapi lebih jelek pada diri ulama dan para penuntut ilmu, sombong itu jelek pada diri orang kaya, tapi lebih jelek pada diri orang fakir.”
Jelek adalah tingkat kualitas di mana tercela di dunia dan mendapat siksa di akhirat. Adanya kesibukan duniawi itu lebih jelek pada diri orang alim, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
“Barangsiapa bertambah ilmunya tapi tidak tambah Zuhudnya maka hanya bertambah jauh dari Allah saja.”
Nabi saw. bersabda:
“Bintang-bintang adalah keamanan bagi penduduk langit, apabila ia telah bertaburan, maka terjadilah gadha atas penduduk langit. Ahli baitku adalah keamanan bagi umatku, apabila ahli baitku telah tiada, maka itulah putusan Allah atas umatku. Aku adalah keamanan bagi para sahabatku, jika saya mati, maka itulah putusan Allah atas para sahabatku. Dan gunung-gunung adalah keamanan bagi penduduk bumi, jika ia musnah, maka itulah keputusan Allah atas penduduk bumi.”
Apabila bintang-bintang keamanan bagi penduduk langit bertaburan, maka terjadi ketentuan Allah bagi penduduk langit, yaitu terbelah dan terlipat langit dan matinya para malaikat. Apabila telah tiada ahli baitku, maka itulah putusan Allah atas umat Islam, yaitu dapat berupa timbulnya bid’ah, kalahnya dkal oleh hawa nafsu, timbulnya perbedaan dalam kepercayaan (akidah), kemenangan bangsa Romawi dan sebagainya. Apabila aku telah mati, maka itulah putusan Allah atas para sahabatku, yaitu timbulnya fitnah, peperangan, kembalinya orang-orang menjadi murtad dan orang-orang menjadi berbeda-beda hatinya.
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata:
“Empat perkara dapat sempurnakan dengan empat perkara, yaitu: kesempurnaan salat dengan dua sujud sahwi, kesempurnaan puasa dengan zakat fitrah, kesempurnaan haji dengan fidyah dan kesempurnaan iman dengan jihad.” .
Empat perkara menjadi sempurna dengan empat perkara lagi, yaitu salat dengan sujud sahwi. Menurut Ahmad An-Nahrawi, sujud sahwi dilakukan bila memindahkan bacaan dari tempatnya, baik berupa rukun, sunah Ab’ad, maupun sunah hai’at. Apabila hal itu termasuk rukun, mutlak melakukan sujud karena memindahkannya. Apabila sunah Ab’ad, jika tasyahud awal, mutlak melakukan sujud. Jika gunut serta bermaksud gunut, maka bersujudlah. Kecuali jika hanya zikir. Apabila sunah hai’at, janganlah bersujud, selain memindahkan surah dari tempatnya.
Puasa pada bulan Ramadan akan sempurna bila telah melakukan zakat fitrah, sebagaimana firman Allah swt.:
“.. dan bagi mereka yang mampu membayar aa yaitu memberi makan orang miskin ….” (Q.S. Al-Baqarah: 184).
Yang dimaksud Fidyah dalam ayat ini, adalah zakat fitrah, sebab ayat ini masih bersangkutan dengan ayat-ayat sebelumnya (ayat 183 surah Al-Baqarah) yang memuat perintah puasa Ramadan. Demikian dalam Fathul Kabir.
Ibadah haji akan sempurna bila diiringi dengan fidyah, yaitu menyembelih hewan atau mengeluarkan beberapa mud (nama takaran), jika memang terdapat hal-hal yang mewajibkan atau menyunahkannya. Boleh juga fidyah dibayarkan tanpa ada hal-hal tersebut. Dalam hal ini dilakukan untuk lebih berhati-hati (ikhriyath).
Menurut Sayid Ali Al-Jurjani dalam At-Ta’rifat: Jihad sebagai penyempurna iman, dapat berbentuk ajakan memeluk agama Islam.
Dari Abdullah biri Al-Mubarak:
“Barangsiapa melakukan salat dua belas rakaat setiap hari, maka telah memenuhi hak salat: Siapa yang telah berpuasa tiga hari setiap bulan, maka telah memenuhi hak puasa: Siapa yang telah membaca seratus ayat setiap hari, maka telah memenuhi hal Qiraah,: Dan siapa yang telah bersedekah satu dirham, maka telah memenuhi hak sedekah.”
Abdullah bin Al-Mubarak adalah cucu Al-Oadhi Nouh Al-Marwarzi.
Salat dua belas rakaat, yaitu dua rakaat sebelum Subuh, dua rakaat sebelum Zhuhur, empat rakaat sebelum Asar dan dua rakaat setelah Magrib. Nabi saw. bersabda:
“Allah berkenan melimpahkan rahmat kepada orang yang salat empat rakaat sebelum salat Asar.”
Nabi sendiri melakukan salat ini, dalam dua kali salam masing-masing dua rakaat. Dalam hadis lain, yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani disebutkan sebagai berikut:
“Barangsiapa melakukan salat empat rakaat sebelum salat Asar, maka Allah mengharamkan badan orang itu masuk neraka.”
Syekh Khalil Ar-Rasyidi menukil hadis dari Ad-Dimyati dalam Al. Muttajir Ar-Rabih sebagai berikut:
“Tiada lain bagi hamba yang melakukan dua belas rakaat salat sunah di setiap hari, kecuali Allah membangun gedung untuknya di surga.” (H.R. Muslim).
Dalam riwayat dari At-Tirmidzi ada tambahan, yaitu: Empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isyak dan dua rakaat sebelum Subuh.
Dalam riwayat lain, Imam Ath-Thabrani meriwayatkan sebagai berikut:
“Barangsiapa melakukan salat empat rakaat sebelum Zhuhur, maka seperti ia melakukan salat Tahajud empat rakaat di malam harinya: dan barangsiapa melakukan salat empat rakaat setelah salat Isyak, maka seperti saja ia melakukan salat empat rakaat di malam Lailatul Qadar.”
Sehubungan dengan hadis ini, Ibnu Mas’ud mengatakan: “Tidak ada salat siang yang membandingi salat malam, selain empat rakaat sebelum Zhuhur dan keutamaannya dibanding salat siang lainnya, adalah seperti salat jamaah dibanding salat sendirian.” |
Kemudian Ibnu Mas’ud menyatakan, bahwa Rasulullah saw. selalu melaksanakannya, serta melamakan rukuk dan sujudnya, beliau bersabda:
“Sesungguhnya saat ini adalah saat dibukakan pintu-pintu langit, oleh sebab itu, aku ingin agar amal salehku diangkat di saat mi.”
Barangsiapa yang berpuasa setiap bulan pada hari-hari bidh (hari-hari malam purnama), yaitu tanggal 13, 14 dan 15, kecuali pada bulan haji (Zulhijah) pada tanggal enam belas atau setelahnya, sebagai pengganti tanggal tiga belas, maka dia telah menunaikan hak puasa. Hikmah tiga kali berpuasa pada tiap bulan, adalah sesungguhnya satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kebaikan. Jadi, puasa tiga hari itu sama dengan puasa sebulan penuh. Oleh karena itu, cukuplah asal berpuasa tiga hari mana saja dalam setiap bulan, sebagaimana diterangkan dalam kitab AtTuhfah.
Barangsiapa telah membaca seratus ayat setiap hari, maka dia telah menunaikan hak membaca Alqur-an. Tentang bacaan Alqur-an yang lebih utama, adalah membaca Al-Munjiyat As-Sab’ah (tujuh surah penyelamat), yaitu: Surah As-Sajdah, Yaa Siin, Fushshilat, Ad-Dukhan, al-Waqiah, Al-Hasyr dan Al-Mulk. Hendaknya setiap pagi dan sore, juga membaca masing-masing tiga kali: Surah Al-Hadiid ayat: 1-3, AlHasyr ayat: 22-23, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas.
Bersedekah satu dirham pada hari Jumat atau dengan sesuatu yang mengimbanginya, artinya telah menunaikan hak sedekah.
Umar r.a. berkata:
“Lautan-lautan itu ada empat, yaitu: Hawa nafsu adalah lautan dosa: Nafsu adalah lautan syahwat (keinginan): Maut adalah lautan umur dan kubur adalah lautan penyelasan.”
Hawa nafsu adalah kecenderungan nafsu untuk memenuhi keinginannya yang di luar perintah syarak. Hawa nafsu adalah menjadi sumber pangkal) perbuatan dosa.
Nafsu adalah elemen jiwa yang berpotensi mendorong pada hasrat biologis dan mengajak diri pada berbagai kelezatan. Nafsu adalah menjadi sumber (pangkal) kejelekan dan perangai tercela.
Kematian adalah lautan umur, artinya bahwa kematian itu menghimpun seluruh umur. Dalam naskah lain disebutkan ‘amal’ bukan ‘umur’, adalah seperti dikatakan orang, bahwa kematian adalah peti amal.
Kubur itu lautan penyesalan, artinya bahwa di alam kuburlah terjadi berbagai penyesalan seluruhnya.
Dari Utsman bin Affan r.a.:
“Saya temui manisnya ibadah dalam empat hal: Pertama,
dalam menunaikan fardu-fardu Allah: Kedua, dalam
menjauhi larangan-larangan Allah, Ketiga, dalam amar
makruf dan mencari pahala Allah: Keempat, dalam nahi
mungkar dan memelihara diri dari murka Allah.
Keterangan:
Menurut Utsman r.a., manisnya ibadah terletak dalam:
- Mengerjakan perintah-perintah Allah, baik yang kecil maupun yang besar. ,
- Menjauhi larangan-larangan Allah, baik yang kecil maupun yang besar.
- Memerintah pada yang makruf, yaitu segala perkara yang dianggap baik oleh syarak.
- Melarang dari yang mungkar, yaitu segala perkara yang tidak diridai Allah swt., baik ucapan maupun perbuatan dan menjaga kemarahan Allah swt.
Utsman bin Affan berkata:
“Empat perkara yang lahirnya keutamaan (fadhilah) dan batinnya kewajiban (faridhah): Bergaul akrab dengan orang-orang saleh itu fadhilah dan mengikuti jejak mereka adalah kewajiban, membaca Alqur-an itu keutamaan, sedang melaksanakan isinya adalah kewajiban: ziarah kubur itu keutamaan, sedang mempersiapkan diri menuju kubur adalah kewajiban: dan menjenguk orang sakit itu keutamaan, sedang berwasiat di kala sakit adalah kewajiban.”
Faridhah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan, fadhilah adalah keutamaan-keutamaan yang dilakukan orang-orang saleh, yaitu orangorang yang mengerjakan hak-hak Allah swt. dan hak-hak hamba-Nya. Bergaul dengan mereka adalah fadhilah, sedangkan mengikuti segala perbuatan mereka adalah faridhah. Alqur-an adalah firman Allah swt. yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. Membacanya adalah fadhilah, sedangkan mengamalkannya adalah faridhah. Mempersiapkan bekal untuk di sana, maksudnya persiapan dalam kubur dengan mengerjakan amal yang saleh termasuk faridhah. Ziarah artinya berkunjung ke kuburan mengingatkan kita akan maut dan akhirat. Disunahkan melihat kuburankuburan yang tidak diketahui penghuninya, sekalipun kuburan-kuburan orang kafir, untuk berdoa atau bertabaruk (memohon berkah kepada Allah), berkunjung ke kuburan adalah termasuk fadhilah, mengunjungi orang sakit adalah fadhilah, sedangkan membuat wasiat adalah faridhah.
Tentang wasiat menjelang kematian, Nabi saw. bersabda:
“Orang yang dihalangi dari kebajikan, ialah orang yang enggan mengeluarkan wasiat.”
Di hadis lain beliau bersabda:
“Barangsiapa mati dengan meninggalkan wasiat, maka dia mati pada jalan Allah, sunah, takwa dan syahadat, juga mati dengan memperoleh ampunan Allah.”
Ali r.a. berkata:
“Barangsiapa yang rindu akan surga, maka harus cepat-cepat pada kebaikan-kebaikan, barangsiapa yang takut neraka, maka supaya mencegah diri dari keinginan-keinginan, barangsiapa yang yakin pada maut, maka habislah semua kelezatan atasnya dan barangsiapa yang mengetahui dunia, maka rendah musibah atasnya.”
Seseorang yang rindu akan surga, bergegaslah melaksanakan kebaikankebaikan. Siapa yang takut neraka, maka harus menghindarkan diri dari gerakan-gerakan nafsunya. Siapa yang yakin pada maut, maka rusak kelezatan-kelezatan atau terputuslah segala kelezatan darinya.
Barangsiapa yang mengetahui dunia bahwa dunia itu adalah tempat ujian dan berbagai kekotoran, maka dia akan merasa ringan atas musibahmusibah yang menimpa dirinya.
Nabi saw. bersabda:
“Salat itu tiang agama, sedang sikap diam itu lebih utama: Sedekah itu dapat memadamkan murka Tuhan, sedang diam lebih utama, Puasa itu benteng neraka, sedang diam itu lebih utama: Dan jihad itu adalah puncak agama, sedangkan diam itu lebih utama.”
Agama tidak akan berdiri tanpa salat, seperti tidak akan berdiri sebuah rumah tanpa disertai tiang-tiangnya. Salat merupakan pernyataan sebenarnya dari sifat kehambaan dan menunaikan hak ketuhanan. Sedang seluruh ibadah itu justru merupakan sarana menuju substansi pengabdian yang sebenarnya tersebut. Tentang diam itu lebih utama daripada salat, dapat didasarkan pada sabda Nabi saw.:
“Diam adalah ibadah tingkat tertinggi.” (H.R. Ad-Dailami dari Abu Hurairah).
Yang dimaksud diam di sini ialah tidak mengucapkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat untuk agama dan dunia, juga tidak usah membantah orang yang menentang. Justru diam termasuk ibadah tingkat tinggi, karena kebanyakan kesalahan-kesalahan itu timbul dari lisan.
Karena itu, jika orang hidup sendirian, maka diamnya tidak termasuk fbadah.
Diam lebih utama daripada sedekah, Nabi bersabda:
“Diam itu hiasan bagi orang alim dan penutup bagi orang bodoh.” (H.R. Abusy Syekh dari Al-Mihrari).
Diam dapat menambah kewibawaan yang hal ini pertanda adanya ilmu. Sesungguhnya orang yang bodoh itu tidak akan diketahui bodohnya, jika dia tidak berbicara.
Diam lebih utama daripada puasa, sebagaimana sahda Nabi saw.:
“Diam adalah pimpinan akhlak.” (H.R. Ad-Dailami dari Anas).
Dari hadis tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa diam dari perkara yang tidak ada pahalanya, adalah pimpinan akhlak mulia, karena menye. lamatkan pelakunya dari ghibah dan sebagainya. Adapun memperbanyak melakukan perkara yang mendatangkan pahala, misalnya zikir, membaca Alqur-an dan ilmu, lebih utama daripada diam. Jihad itu adalah puncak agama, namun diam lebih utama, yaitu yang paling tinggi nilainya jika dilihat. Hal itu karena jihad bisa diketahui dari tempat jauh, seperti kuduk unta bisa dilihat dari kejauhan. Nabi saw. bersabda:
“Diam adalah hikmah, namun sedikit orang yang melakukannya.” (H.R. Al-Qadhai dari Anas dan Ad-Dailami, dari Ibnu Umar).
Diam itu hikmah dan tidak banyak yang melaksanakannya, karena belum mengetahui hal itu. Memang, tidak banyak orang yang mau diam diri dari mengemukakan hal-hal yang sesungguhnya menyebabkan kehinaan dirinya sendiri. Dalam hal ini seorang penyair mengatakan dari bahar Khalif
Wahai, orang yang banyak bicara tak berarti,
Kurangilah,
Sesungguhnya kau telah menghamparkan omongan yang tak berarti dengan panjang dan lebar
Telah kau ambil bagian
dari bidang kejelekan,
Maka diamlah kini
jika kebaikan yang kau kehendaki
Dalam hadis lain, ada diriwayatkan Nabi bersabda:
“Jihad yang paling utama adalah memerangi nafsu serta keinginanmu, karena Zat Allah (semata-mata karena Allah).” (H.R. Ad-Dailami).
Ada dikatakan: Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada salah seorang dari Bani Israel dan firman-Nya:
“Diammu dari yang batil karena-Ku adalah puasa, menjaga anggotaanggotamu dari perkara-perkara yang haram karena-Ku adalah salat, memutuskan dirimu dari makhluk karena-Ku adalah sedekah dan menahan dirimu dari menyakiti orang muslim karena-Ku adalah jihad.”
Menjauhi perkara-perkara yang batil karena Allah swt., pahalanya seperti pahalasaum (puasa), Menjaga pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan anggota badan dari perkara-perkara yang diharamkan karena-Ku, pahalanya seperti pahala salat. Memutuskan ketamakan dari makhluk karenaKu, pahalanya seperti pahala sedekah, Tidak menyampaikan perkara yang tidak diingini orang-orang muslim semata-mata karena Allah Swt., pahalanya seperti pahala jihad.
“Empat faktor yang menyebabkan gelapnya hati, yaitu: Perut kenyang tak berukuran, bersahabat dengan orang-orang zalim, melupakan dosadosa yang lewat dan lamunan melantur. Empat faktor penyebab bercahayanya hati: Perut yang lapar karena berhati-hati, bersahabat dengan orang-orang saleh, mengingat dan menyesali dosa-dosa yang telah lewat dan pendek angan-angan.”
Ukuran kekenyangan perut menurut batas syariat, adalah sepertiga selera makan. Lamunan melantur yaitu, lamunan yang mengawang jauh sampai melamunkan hal-hal yang mustahil terjadi. Sehubungan dengan ini semua, ada sebuah hadis riwayat dari Ali, bahwa Nabi bersabda:
“Sesungguhnya perkara yang sangat aku khawatirkan atasmu, adalah dua perkara, yaitu mengikuti hawa dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa adalah menyimpang dari hak dan panjang angan-angan adalah cinta pada dunia.” “H.R. Ibnu Abu Dunya).
Abu Thayyib berkata: “Barangsiapa yang duduk bersama delapan golongan, maka Allah menambah kepadanya delapan perkara, yaitu barangsiapa duduk bersama orang-orang kaya, maka Allah menambah kepadanya cintanya pada’dunia, barangsiapa yang duduk bersama-sama orang fakir, maka baginya akan bersyukur danrida pada bagian dari Allah swt. yang diberikan kepadanya, barangsiapa yang duduk bersama sultan (penguasa), maka Allah menambah kepadanya kekerasan hati dan sombong, barangsiapa yang duduk bersama para wanita, maka Allah menambah kepadanya bodoh dan syahwat, barang-siapa yang duduk bersama anak-anak, maka dia bertambah gemar bermain-mainnya: barangsiapa yang duduk bersama-sama orang fasik, maka dia bertambah berani berbuat dosa dan menunda-nunda tobat, barangsiapa yang duduk bersama orang-orang saleh, maka dia bertambah cinta melakukan taatnya: dan barangsiapa yang duduk bersama para ulama, maka dia bertambah ilmu dan amalnya.”
Dari Hatim Al-Asham r.a., dia berkata:
“Barangsiapa mengaku empat perkara tanpa empat bukti, maka pengakuan itu dusta: Barangsiapa mengaku cinta kepada Allah tapi tidak meninggalkan larangan-larangan Allah, maka pengakuannya itu dusta, Barangsiapa mengaku cinta kepada Nabi tapi benci kepada orangorang fakir miskin, maka pengakuannya itu dusta: barangsiapa mengaku cinta surga tapi tidak mau bersedekah, maka pengakuannya itu dusta, dan barangsiapa mengaku takut neraka tapi tidak meninggalkan dosa-dosa, maka pengakuannya itu dusta. “
Orang yang mengaku cinta kepada Allah, namun melakukan perkaraperkara yang dilarang-Nya, pengakuannya adalah bohong. Orang yang mengaku cinta kepada Nabi, namun membenci orang-orang fakir dan miskin yang dicintai oleh Nabi, pengakuannya adalah dusta. Orang yang mengaku ingin masuk surga, namun dia tidak mau bersedekah dengan perkara yang mudah baginya, pengakuannya adalah bohong. Orang yang takut masuk neraka, namun dia tetap melakukan dosa, pengakuannya adalah dusta. Sebagaimana sebagian penyair mengatakan dalam bahar Khafif:
Jika engkau penunggang kuda,
jadilah seperti tuan Ali
dan jika engkau penyair,
jadilah seperti Ibnu Hani.
Siapa pun yang mengaku
secara tidak sebenarnya,
maka bukti-bukti ujian pun tahu bahwa ia berdusta
Nabi saw. bersabda:
“Neraka itu dibentengi dengan halhal yang menyenangkan, sedang surga dibentengi dengan hal-hal yang menjemukan.”
(H. R. AlBukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Hadis ini merupakan salah satu kumpulan kalimat yang disabdakan Nabi saw. tentang kecaman terhadap keinginan-keinginan syahwat dan dorongan untuk menaati kewajiban-kewajiban, seolah-olah Nabi mengatakan: “Tidak akan sampai ke surga, selain dengan menempuh kesulitan-kesulitannya dan tidak akan ke neraka, selain dengan melakukan keinginan-keinginan syahwatnya, maka barangsiapa yang dapat menerobos rintangan-rintangan, maka dia masuk ke dalamnya.”
Nabi saw. bersabda:
“Gejala terjadinya kecelakaan ada empat: Melupakan dosa-dosa yang telah lewat, padahal semua itu tercatat di sisi Allah, bernostalgia dengan kebajikan-kebajikan yang telah lewat, padahal ia tidak mengetahui, apakah kebajikan tersebut diterima atau ditolak, memandang orang . yang lebih tinggi dalam bidang duniawi dan memandang orang yang lebih rendah dalam bidang keagamaan, dalam hal ini Allah berfirman: ‘Aku hendak menolongnya, tapi dia tidak berkeingman kepada-Ku, maka aku urungkan.’ Sedang gejala terjadinya kebahagiaan juga ada empat: Merenungi dosa-dosa yang telah lewat, melupakan kebajikan-kebajikan yang telah lewat, memandang orang yang lebih tinggi kualitas agamanya dan memandang orang yang lebih rendah tingkat keduniaannya.”
Tanda-tanda orang yang celaka:
- Orang yang peduli dengan dosa (melupakan) serta tidak ada perasaan menyesal, padahal dosa-dosa itu dicatat bilangan, waktu dan tempat melakukannya pleh Allah swt.
- Orang yang menyebut kebaikankebaikan dirinya, padahal dia belum . tahu apakah kebaikan-kebaikan itu diterima Allah swt. atau tidak.
- Orang yang berambisi untuk bisa memperoleh dunia sebanyakbanyaknya serta tidak merasa puas terhadap bagian dari Allah swt. kepadanya.
- Orang yang melihat kepada orang yang lebih rendah amal salehnya ‘serta tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya.
Tanda-tanda orang yang bahagia:
- Orang yang selalu mengingat-ingat dosanya disertai rasa penyesalan dan permohonan ampunan kepada Allah.
2.- Orang yang tidak mengingat-ingat kebaikan dirinya, seolah-olah dia tidak pernah melakukannya, karena kebaikan tersebut tidak lepas dari penyakit-penyakit (hal-hal yang dapat merusak).
- Orang yang selalu melihat kepada orang yang lebih tinggi dalam amal salehnya agar bisa mengikutinya.
- Orang yang selalu bersyukur atas karunia Allah swt. yang telah diberikan kepadanya dan selalu melihat kepada orang lain yang lebih rendah kekayaannya (fakir miskin).
Segolongan para hukama mengatakan: ‘
“Sesungguhnya panji-panji keimanan ada empat: Takwa, rasa malu, syukur dan sabar.”
Takwa adalah taat dan ikhlas melaksanakan segala perintah Allah swt. dan menjauhi maksiat. Ada yang mengatakan, takwa adalah memelihara kesopanan-kesopanan menurut syarak.
Malu terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Malu jenis kejiwaan, yakni malu yang diciptakan Allah swt. dalam semua jiwa, seperti malu karena terbuka aurat atau bersetubuh di hadapan orang banyak.”
- Malu jenis iimaani (berdasarkan keimanan), yakni seorang mukmin mencegah dirinya berbuat maksiat, karena takut kepada Allah swt.
Syukur yaitu memuji kepada yang berbuat kebaikan dengan menyebut-nyebut kebaikannya. Dengan demikian seorang hamba harus bersyukur kepada Allah swt.
Sabar yaitu tidak mengeluh kepada selain Allah swt. bila ditimpa bencana. Dalam hal ini kita perlu berdoa dengan doa Tamiim Ad-Daari bin Habib yang telah diajarkan Nabi Khidhir ketika kembali dari dasar tanah, karena diculik jin ke Madinah Musyarofah, sebagai berikut:
“Ya, Allah, semoga Engkau memberi nikmat kepadaku dengan rezeki dari Engkau, semoga Engkau menjagaku dari perkara-perkara yang Engkau larang, semoga Engkau tidak menjadikan aku butuh kepada orang yang Engkau jadikan tidak memerlukan kami. Semoga Engkau mengumpulkan aku dalam rombongan umat: junjunganku, Nabi Muhammad saw., semoga Engkau memberi minum kepadaku dengan gelasnya, semoga Engkau menjauhkanku dari maksiat-maksiat kepadaMu, semoga Engkau mematikanku dalam keadaan takwa, semoga Engkau menunjukkan agar aku selalu mengingat-Mu, semoga Engkau menjadikanku pewaris-pewaris surga tempat kenikmatan, semoga Engkau menjadikanku orang yang bahagia dan tidak menjadikanku orang yang celaka, wahai, Yang Mempunyai keagungan dan kemuliaan.”
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. telah bersabda:
“Puncak iman ada empat hal: Sabar menerima keputusan Allah, rela menerima takdir, ikhlas bertawakal dan pasrah sepenuh diri kepada Allah.” (H.R. Abu Nu’aim).
Nabi saw. bersabda:
“Induk ada empat: induk obat, induk tata adab, induk ibadah dan induk harapan, Induk obat adalah sedikit makan, induk tata adab adalah sedikit bicara, induk ibadah adalah sedikit dosa dan induk harapan adalah sabar menanti.”
Sedikit makan menjadi induk segala obat, sebab memantang makanan yang dapat membahayakan kesehatan itu lebih baik daripada memakan makanan itu, lalu berobat untuk menawarkannya.
Sedikit dosa menjadi induk ibadah, sebab memang dosa itu dapat menggusur pahala ibadah. Sabar itu lebih pahit daripada jadam, sebagaimana diungkapkan:
“Dengan kesabaran anda akan memperoleh apa-apa yang kamu kehendaki dan dengan takwa anda dapat melunakkan besi.”
Nabi saw bersabda:
“Empat macam permata yang terdapat pada tubuh anak Adam akan hilang oleh empat perkara. Adapun permata-permata itu adalah akal, agama, malu dan amal saleh: Marah akan menghilangkan akal, hasud akan menghilangkan agama, tamak akan menghilangkan malu dan mengumpat akar menghilangkan amal saleh.”
Empat perhiasan yang ada pada watak manusia yang berharga, akan hilang oleh sifat-sifat yang tercela. Akal adalah suatu mutiara bersifat rohani, yang berhubungan dengan jasmani, yang diciptakan Allah swt. dan akan hilang oleh marah.
Agama, yakni suatu perkara yang mengajak orang-orang berakal untuk menerima segala sesuatu yang datang dari Rasul saw. dan akan hilang oleh hasud. Sedang, amal saleh akan hilang dengan mengumpat.
Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
“Wahai, Mu’awryah, janganlah marah-marah, karena kemarahan dapat merusak keimanan, seperti jadam merusak madu.” (H.R. Al-Baihaqi).
Hasud akan menghilangkan agama, yakni mengharapkan hilangnya kenikmatan orang lain, diin dalam hadis ini artinya syariat.
Diriwayatkan Nabi saw. bersabda:
“Hati-hatilah kalian pada hasud (dengki), karena kedengkian itu dapat melalap habis kebijak-kebijkan, sebagaimana api melalap kayu bakar”
Dalam Bahar Mutaqarab, seorang penyair mengatakan:
Ahai….!
katakan kepada orang yang dengki kepadaku
tahukah kamu kepada siapa sesungguhnya engkau bersikap jahat?
kamu telah berbuat jahat
kepada Allah terhadap takdir-Nya
ketika kamu tidak senang
melihat nikmat yang diberikan oleh-Nya kepadaku,
maka Tuhankulah yang membalasmu
dengan cara menambah kenikmatan kepadaku
dan menutup seluruh jalanmu,
ya, jalan pencarianmu.
Tamak, yakni ingin selalu mendapatkan sesuatu lebih banyak untuk dirinya sendiri dan tamak akan menghilangkan malu.
Mengumpat (menggunjing) ialah menceritakan kejelekan-kejelekan orang lain yang benar-benar terjadi. Kalau kejelekan yang diceritakan itu tidak nyata terjadi, maka perbuatan. itu disebut buhtan (memfitnah). Dan jika penyebutan tersebut dilakukan di depan orang yang bersangkutan, maka disebut caci maki.
Nabi saw. bersabda:
“Empat yang berada di surga lebih baik daripada surga, yaitu: Kekal di dalam surga lebih baik daripada surga, pelayanan para malaikat di surga lebih baik daripada surga, bertetangga dengan para nabi di surga lebih baik daripada surga dan keridaan Allah swt. di surga lebih baik daripada surga.”
Hadis di atas selanjutnya:
“Empat yang berada di neraka lebih jelek daripada neraka, yaitu: Kekal di neraka lebih jelek daripada neraka, celaan para malaikat pada orangorang kafir di neraka lebih jelek daripada neraka, bertetangga dengan setan di neraka lebih jelek daripada neraka dan kemurkaan Allah swt. lebih jelek daripada neraka.”
Berdekatan dengan para nabi di dalam surga, lebih baik daripada surga itu sendiri, sebagaimana dalam firman Allah:
“Dan mereka, para nabi itulah teman yang und bagus.”
Para ahli Allah tidak memikirkan lagi, apakah ia akan masuk neraka, sebab yang penting, asal telah memperoleh rida Allah. Dengan rida Allah inilah, walaupun mereka di neraka misalnya, maka ular dan kalajengking neraka yang melalap kulit mereka tidak lagi merasa sakit.
Dari sebagian hukama, ketika dia ditanya: “Bagaimana keadaan tuan?” Dia menjawab:
“Saya selalu taat kepada Tuhan, terhadap hawa nafsu
selalu menentang, terhadap makhluk selalu memberi
nasihat dan terhadap perkara duniawi hanya sebatas
keperluan darurat.
Maksud hadis di atas, para hukama berpendapat, bahwa beserta Zat Yang Maha Pengatur ada kecocokan untuk mengerjakan perintahperintah-Nya. Beserta nafsu ada perbedaan dengan perkara-perkara yang dikehendaki oleh nafsu. Beserta makhluk ada nasihat, yaitu mengajak mereka untuk melakukan kebaikan dan melarangnya dari kejelekan beserta dunia juga terdapat keperluan yang tidak dapat ditolak.
Segolongan hukama telah memilihkan empat kalimat dari dalam empat kitab, yaitu
“Dari kitab Taurat ialah kalimat: Barangsiapa yang rida atas apaapa yang diberikan Allah swt. kepadanya, maka dia beristirahat di dunia dan akhirat.’ Dari kitab Injil ialah kalimat: ‘Barangsiapa yang telah merobohkan syahwatnya, maka dia kuat di dunia dan akhirat.’ Dari kitab Zabur ialah kalimat: ‘Barangsiapa yang menyendiri dari manusia, maka dia selamat.’ Dan dari Al-Furgaan (Alqur-an): ‘Barangsiapa yang memelihara ucapannya, maka dia selamat di dunia dan akhirat.” (H.R. Al-Baihaqi).
Tentang memelihara lisan, Nabi saw. bersabda:
“Amal (perbuatan) yang paling disukai Allah, adalah memelihara ksan.” (H.R. Al-Baihaqi).
Dalam hadis lain Nabi bersabda: .
“Kesejahteraan ada sepuluh bidang: Sembilan pada diam dan bidang kesepuluh pada pengasingan diri dari manusia.” (H.R. Ad-Dailami).
Dari Umar r.a., dia berkata:
“Demi Allah, setiap kali aku tertimpa bencana, maka di situ selalu terdapat empat nikmat dari Allah, yaitu: Satu, karena bencana itu tidak mengenai agamaku, Dua, karena bencana itu tidak lebih berat daripadanya: Tiga, karena bencana itu tidak menghalangi rida Allah: Dan empat, lantaran bencana itu aku dapat mengharap pahala dari Allah.”
Menurut Umar r.a., bahwa di dalam ujian (cobaan) yang menimpa pada dirinya, terkandung empat kenikmatan: ‘
- Cobaan itu tidak menimpa terhadap agamanya, karena cobaan yang menimpa agama lebih berat daripada cobaan yang menimpa pada badan dan harta kekayaan.
- Cobaan tidak lebih berat daripada cobaan yang menimpa dirinya pada zaman dahulu (sebelum Islam).
- Cobaan tidak menghalangi keridaan Allah swt. kepadanya.
- Besar harapan mendapatkan pahala karena ujian tersebut.
Dari Abdullah bin Mubarak, dia berkata:
“Ada seorang bijaksana yang telah mengumpulkan beberapa hadis dan memilih empat puluh ribu hadis dari hadis tersebut. Lalu dia memilih darinya empat ribu hadis, lalu dia pilih lagi empat ratus hadis. Dari empat ratus, ia pilih lagi empat puluh hadis dan dari empat puluh hadis, dia pilih empat kalimat saja.”
Adapun empat kalimat tersebut adalah:
“Kalimat kesatu, yaitu “kamu jangan mempercayakan segala sesuatu separonya kepada perempuan.” Kalimat kedua: “Kamu jangan teperdaya oleh harta benda atas segala sesuatu.” Kalimat ketiga: Janganlah kamu membebani perut dengan perkara yang di luar batas’ dan kalimat keempat: Janganlah kamu mengumpulkan ilmu yang tidak bermanfaatbagimu’.”
Ada empat intisari dari empat puluh ribu hadis, sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, yaitu:
- Jangan me mpercayakan sepenuhnya semua urusan kepada wanita.
- Jangan menduga tidak tertipu dengan harta kekayaan, tetapi harus : berhati-hati dengan diberikannya harta kekayaan kepada kita.
- Jangan memasukkan makanan atau minuman yang perut kita tidak kuat menerimanya.
Sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Semua asal penyakit, adalah kurang baiknya pencernakan makanan.” (H.R. Daruguthni).
Hadis di atas diriwayatkan Anas dan Ibnu As-Suni dan Abu Nu’aim dari Ali, dari Ibnu Sa’id dan dari Aj-Juhri. Artinya: Asal setiap penyakit berhubungan dengan perut.
Selain menumpuk makanan dalam perut, termasuk pangkal segala penyakit juga adalah minum setelah -atau di tengahmakan sebelum makanan yang telah masuk diproses pencernakan. Mestinya penyakit yang menyangkut organ perut.
Tentang mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, ada seorang yang bertanya kepada Abu Hurairah: Saya ingin belajar, tapi khawatir ilmuku nanti sia-sia belaka, lalu jawabnya: Dengan engkau meninggalkan ilmu itu berarti telah menyia-nyiakan ilmu.
Imam Syafi’i berkata: Termasuk tipu muslihat setan, yaitu meninggalkan perbuatan karena khawatir orang lain menganggap riya, karena menyucikan perbuatan sampai 10096 terlepas dari unsur setan secara keseluruhan itu sulit. Andaikata kita memahami ibadah secara sempurna, kita akan sulit melakukan satu ibadah pun. Hal tersebut menimbulkan pengangguran, sedangkan pengangguran itu merupakan akhir tujuan setan.
Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan, “Berjalanlah kamu kepada Allah, sekalipun dalam keadaan pincang dan terseok-seok.”
Imam Syafii r.a. berkata:
“Barangsiapa yang belajar Alqur-an, besarlah harga dirinya, barangsiapa yang belajar fikih, mulialah kedudukannya: barangsiapa yang menulis hadis, kuatlah hujahnya: barangsiapa yang belajar hisab (hitungan), sehatlah pikirannya, barangsiapa yang belajar bahasa Arab, haluslah tabiatnya: dan barangsiapa yang tidak menjaga dirinya, ” tidaklah bermanfaat ilmu baginya.”
Dari Muhammad bin Ahmad r.a., dia berkomentar mengenai firman Allah Azza wa Jalla:
“…. menjadi ikutan, menahan diri dan seorang Nabi dari keturunan orang-orang saleh.” (Q.S. Aali Imran: 39).
Beliau berkomentar:
“Allah menyebutkan, bahwa si hamba bernama Yahya menjadi ikutan, karena kemenangannya atas empat hal: Hawa nafsu, iblis, lisan dan kemarahan.”
Sayidina Ali r.a., dia berkata:
“Agama dan dunia senantiasa akan tetap berdiri tegak, selama ada empat perkara: Yaitu selama orang-orang kaya tidak kikir dengan apaapa yang telah diberikan kepadanya, selama para ulama masih mengamalkan apa-apa yang diketahuinya, selama orang-orang bodoh tidak sombong dari perkara yang tidak diketahuinya dan selama orangorang fakir tidak menjual akhiratnya dengan dunia.”
Jadi, agama dan dunia akan tetap utuh selama orang-orang kaya tidak menahan untuk memberi kepada orang yang meminta sebagian rezeki rang telah diberikan Allah swt. kepada mereka dan mereka tidak menahan kewajiban atas mereka, selama para ulama memerintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar, selama orang-orang bodoh tidak merintangi orang yang belajar tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui dan selama orang-orang fakir tidak meninggalkan agama dengan mengambil perkara-perkara dunia.
Nabi Dari Nabi saw., beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah swt. berhujah pada hari Kiamat dengan empat orang atas empat orang lain, yaitu: Terhadap kaum hartawan, Allah mengemukakan Nabi Sulaiman bin Dawud: terhadap hamba sahaya, Allah mengemukakan Nabi Yusuf, terhadap orang-orang sakit, Allah mengemukakan Nabi Ayub: dan atas orang-orang fakir, Allah mengemukakan Nabi Isa.”
Misalnya, Allah menanyai orang kaya tentang sebab dia meninggalkan ibadah, lalu dia menjawab: “Kami sibuk dengan urusan harta dan kerajaan kami”, maka Allah membantah: “Lebih besar mana dengan kerajaan Sulaiman dan lebih banyak mana dibanding harta Sulaiman, toh, dia tidak meninggalkan ibadah.”
Terhadap hamba sahaya yang meninggalkan ibadah dengan alasan ‘ karena sibuk melayani tuannya, Allah membantah: “Hamba-Ku, si Yusuf, juga menjadi hamba yang melayani penguasa tinggi Mesir sekalian, tapi dia tidak meninggalkan ibadah.”
Terhadap orang fakir yang meninggalkan ibadah, Allah membantah: Hamba-Ku Isa adalah orang melarat di dunia, ia tak punya rumah, harta juga istri, tapi ia tidak meninggalkan ibadah. .
Dari Sa’d bin Hilal r.a., dia menyatakan:
“Sesungguhnya seorang hamba jika berbuat dosa, maka Allah swt. tetap memberinya empat perkara, yaitu rezeki tidak akan dihalangi darinya, kesehatan tidak akan dihalangi darinya, dosa tidak ditampakkan kepadanya dan siksaan tidak akan ditimpakan kepadanya dengan cepat.”
Seorang hamba jika dia menjadi orang yang selalu berbuat dosa, maka Allah telap memberi kenikmatan kepadanya dengan empat perkara, yaitu Allah tidak menahan rezeki untuknya, Allah akan memberikan kesehatan baginya, Allah menutupi dosa-dosanya dan siksaan tidak akan ditimpakan kepadanya dengan tepat, yakni pada waktu dia sedang melakukannya, namun Allah swt. memberi tempo kepadanya, tetapi tidak akan membiarkannya.
Dihikayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi Adam a.s. berkata: Sesungguhnya Allah memberikan kepada umat Muhammad empat kehormatan yang tidak diberikan-Nya kepadaku. Pertama, tobatku diterima di Mekah, sedangkan umat Muhammad bertobat di mana saja, niscaya tobat mereka diterima. Kedua, sesungguhnya aku berpakaian, namun ketika aku berbuat maksiat, Dia menjadikanxu telanjang, sedangkan ketika umat Muhammad berbuat maksiat dalam keadaan telanjang, justru Dia memberikan pakaian kepada mereka. Ketiga, ketika aku berbuat maksiat, Dia memisahkanku dengan istriku, sedang umat Muhammad jika berbuat dosa, Allah tidak memisahkan mereka dari istriistrinya. Keempat, aku telah berbuat dosa di surga, maka Dia mengusirku darinya,.sedangkan bila umat Muhammad berbuat maksiat kepada Allah di luar surga, justru Dia memasukkannya ke surga, jika mereka bertobat.”
Dari Hatim Al-Asham – semoga Allah merahmatinyakatanya:
“Barangsiapa berpaling dari empat hal untuk menuju empat yang lain, maka menemukan surga: Berpaling dari tidur untuk menuju kubur, berpaling dari kesombongan untuk menuju timbangan, berpaling dari pengangguran menuju titian dan berpaling dari syahwat menuju surga.”
Berpaling dari tidur menuju kubur, artinya ialah mengurangi tidur untuk memperbanyak amal-amal perbuatan yang dapat digunakan bekal kelak di alam kubur.
Berpaling dari kesombongan menuju timbangan, artinya mengakhiri sikap sombong dan congkaknya untuk memperbanyak amal-amal kebajikan yang dapat menambah bobot timbangan amalnya kelak.
Berpaling dari pengangguran menuju titian, artinya pada saat-saat senggang dipenuhi dengan amal perbuatan yang dapat mempercepat masa tempuh pada titian kelak.
Berpaling dari syahwat untuk menuju surga, artinya meninggalkan ajakan hawa nafsu untuk kemudian bersusah payah menunaikan perintah-perintah agama. Memang, menurut hadis, surga itu diliputi oleh hal-hal yang tidak diinginkan bagi hawa nafsu dunia.
Dari Hamid Al-Laffaf -semoga Allah merahmatinya-, dia berkata:
“Empat hal telah saya cari pada empat jalan dan ternyata keliru, kemudian saya temukan dalam empat yang lain: saya mencari kekayaan. dalam harta, ternyata saya temukan dalam gana’ah: mencari kesenggangan. dalam kemewahan, ternyata saya temukan dalam sedikitnya harta: saya mencari kelezatan-kelezatan dalam kenikmatan, ternyata saya temukan dalam badan yang sehat’ dan saya mencari ilmu dengan perut yang kenyang, ternyata saya temukan dalam keadaan perutlapar.”
Menurut Hamid Al-Lafaf, kekayaan itu berada dalam gana’ah: yaitu perasaan puas dalam menerima bahagian dari Allah swt. Yang dimaksud dengan kelezatan di sini ialah, kelezataan indrawi. Selanjutnya dalam naskah lain dikatakan: “Dan saya mencari rezeki di bumi, ternyata saya temukan di langit.” Maksudnya, rezeki itu telah ditentukan pembagiannya di langit yaitu di Lauh Mahfudh.
Ali r.a. berkata:
“Empat perkara yang sedikit saja terjadi sudah dihitung banyak yaitu sakit, fakir, api dan permusuhan.”
Empat perkara yang menyakiti manusia walaupun sedikit, yaitu fakir, yakni tidak memiliki segala yang dibutuhkan, api dan permusuhan, yakni berharap agar orang lain berada dalam bahaya.
Tentang permusuhan Nabi bersabda:
“Pangkal akal setelah iman kepada Allah swt., adalah kasih sayang kepada sesama manusia.”
Selain itu, Nabi Sulaiman a.s. juga bersabda kepada putranya:
“Janganla kamu menda banyak mempunyai seribu sahabat, seribu sahabat itu sedikit dan janganlah kamu menganggap sedikit mempunyai seorang musuh, karena seorang musuh itu berarti banyak.”
Hatim Al-Asham -semoga Allah memberikan rahmat kepadanyaberkata:
“Empat hal yang tidak diketahui nilainya kecuali oleh empat orang, yaitu: Kemudaan, nilainya hanya bisa diketahui oleh orang tua, , kebahagiaan, nilainya hanya bisa diketahui oleh orang yang tertimpa ..bencana, kesehatan, nilainya hanya bisa diketahui oleh orang-orang sakit, dan kehidupan, nilainya diketahui oleh orang yang telah mati.”
Segala sesuatu tidak dapat diketahui selain oleh lawannya. Kemudian tidak dapat diketahui nilainya selain oleh orang-orang yang telah lanjut usia. Kebahagiaan tidak dapat diketahui nilainya selain oleh orang-orang yang ditimpa bencana. Sehubungan dengan h hal ini, Imam Al-Ghazali berkata:
. “Tidak dapat mengetahui nilai kekayaan, kecuali orang fakir.”
Penyair Abu Nuwas menggubah puisi dalam Bahar Thawil sebagai berikut:
Dosa-dosaku
Jika aku pikirkan itu banyak
namun rahmat Tuhanku
lebih luas daripada dosadosaku
Aku tidak tamak
tentang kebaikan yang telah aku kerjakan .
namun aku tamak kepada rahmat Allah
Dia adalah Allah Tuhanku
yang menciptakan ku
sedang aku adalah hamba-Nya
aku mengakui dan tunduk
Apabila dosa-dosaku diampuni
maka itulah rahmat
Namun jika selain itu,
maka tak ada yang dapat aku lakukan
Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang tidak ingin amal-amal jeleknya dihisab dan catatan amal keburukannya dibeberkan, maka seusai salat hendaklah berdoa dengan doa ini:
“Wahai, Allah, sesungguhnya ampunan-Mu lebih diharapkan ketimbang perbuatanku dan rahmat-Mu lebih luas ketimbang dosaku. Ya, Allah, jika diriku sepatutnya menggapai rahmat-Mu, namun rahmat-Mu lebih patut menjangkau diriku, karena bentangan rahmatMu meratai segala sesuatu: wahai, Tuhan Yang Maha Pengasih di atas segala-galanya.”
Dari Nabi saw., beliau bersabda:
“Apabila telah terjadi hari Kiamat, maka timbangan diletakkan, lalu ahli salat didatangkan? maka dipenuhi pahala-pahala mereka sesuai perhitungan-mizan, lalu didatangkan orang-orang yang berpuasa dan diterimakan pahala mereka sesuai dengan perhitungan mizan: dan akhirnya didatangkan orang-orang yang tertimpa bencana, untuk mereka tidak diperhitungkan dengan mizan dan tidak pula dibentangkan kepada mereka catatan amalnya, lalu diberi pahala sepenuhnya tanpa hitungan, sehingga orang-orang yang selamat mengharapkan beroleh kedudukan seperti mereka karena banyaknya pahala dari Allah swt.”
Sabda Nabi di atas menerangkan bahwa amal salat, puasa dan haji, semuanya akan ditimbang. Namun ada amal yang tidak akan ditimbang, yaitu orang-orang yang sewaktu di dunia ditimpa musibah. Mereka sabar menghadapinya, sehingga pada hari Kiamat, orang-orang yang sewaktu di dunianya senantiasa berada dalam kesenangan, kemudahan dan kekayaan, mereka mengharapkan dapat seperti orang-orang yang ditimpa musibah, karena banyaknya pahala yang diberikan kepada mereka.
Sebagian hukama mengatakan:
“Anak cucu Adam akan menghadapi empat macam renggutan: Malaikat maut akan merenggut nyawanya, ahli waris akan merenggut hartanya, ulat akan merenggut daging tubuhnya dan para penuntut akan merenggut pahala amalnya.”
Empat yang akan merenggut manusia, yaitu:
- Malaikat maut akan merenggut roh anak Adam dengan paksa.
- Ahli waris merampas harta bendanya setelah anak Adam meninggal “dunia.
- Ulat akan menggerogoti jasadnya di dalam kubur.
- Penuntut atau lawan-lawan yang mempunyai hak menuntut orang yang lupa kepada mereka, dengan c cara menyita harta si alim mengumpat atau memukulnya dan sebagainya, merampas amal salehnya jika si zalim mempunyai amal saleh. Apabila tidak ada ama salehnya, maka dosa si teraniaya dilimpahkan kepada si zalim.
Sebagian hukama mengatakan:
“Barangsiapa yang sibuk dengan hawa nafsunya, maka pasti mam perempuan, barangsiapa yang sibuk mengumpulkan harta benda, maka pasti terjerumus ke barang haram: barangsiapa yang sibuk mengurus kemaslahatan arang-orang muslim, maka harus. ramah tamah, dan barangsiapa yang sibuk dengan ibadah, maka harus punya ilmunya.”
Orang yang sibuk dengan keinginan-keinginan syahwat, maka akan terjerumus main perempuan. Orang yang sibuk mengumpulkan harta, maka akan terlibat barang haram. Orang yang sibuk mengurus manfaat bagi orang-orang muslim, maka harus bersikap lemah lembut kepada mereka dalam ucapan dan perbuatan. Orang yang sibuk dengan ibadah,
Apabila tidak mengetahui tata caranya, maka ibadahnya tidak akan sah. Jadi, ibadah tidak dapat dilepaskan dari ilmu.
Sayidina Ali r.a, berkata:
“Amal perbuatan yang sungguh paling berat ada empat: Memberi ampun di saat marah, suka berderma di saat melarat, berbuat iffah (enggan) ketika sendirian dan berkata benar terhadap orang yang ditakuti atau diharapkan jasanya.”
Menurut Ali -karrama wajhahu-, amal yang paling berat ada empat perkara:
- Memaafkan seseorang jika kita sedang marah. Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa menghentikan marahnya, maka Allah menghentikan siksa atasnya.”
Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang mencegah marahnya, melapangkan kerelaannya, mendermakan kebaikannya, menghubungkan kerabatnya dan menunaikan amanatnya, maka Allah Azza wa Jalla memasukkan dia pada hari Kiamat dalam cahaya-Nya Yang Maha Agung.” (H.R. Ad-Dailami).
- Dermawan, walaupun sedang susah, yakni memberikan harta benda ‘ kepada yang membutuhkannya.
- Enggan melakukan hal yang haram, sekalipun sedang sendirian. Orang yang afif ialah orang yang mengurus perkara-perkara yang sesuai dengan syarak dan kepribadian.
- Ucapan yang hak kepada orang yang ditakutinya, misalnya kepada sultan yang zalim atau diharapkan, yakni orang yang diharapkan ampunan atau pemberiannya.
Dalam kitab Zabur disebutkan, Allah swt. memberi wahyu kepada Nabi Dawud a.s.:
“Sesungguhnya orang yang berakal yang cerdik-pandai itu tidak akan lepas dari empat saat: Saat di mana dia menghadap Tuhannya, saat di mana dia membuat perhitungan atas dirinya, saat di mana dia pergi menemui para teman yang menunjukkan aib-aib dirinya dan saat di mana dia memisahkan diri dari kelezatan hidup yang halal.”
Dalam rangka menghadap Tuhan dapat dilakukan dengan cara berzikir, membaca firman-Nya, mengadukan hal ihwal hidupnya dan sebagainya.
Dalam rangka membuat perhitungan, dapat dilakukan dengan cara mencatat semua perbuatannya, kemudian dilakukan perhitungan pada ujung siang dan malam. Dengan begini, akan jelas yang ia lakukan, bersyukur atau justru istigfar.
Segolongan hukama berkata:
“Seluruh badah berpangkal pada empat pengabdian: Setia memenuhi janji, melestarikan pelaksanaan segala hukum, sabar menghadapi ketiadaan sesuatu yang diharapkan dan rela dengan apa yang ada.”
Setia memenuhi janji, artinya setia dalam menunaikan
fardu-fardu Allah. Melestarikan hukum, artinya menjauhi
larangan-larangan Allah. Dan rela dengan apa adanya,
baik sandang pangan, maupun papan. [alkhoirot.org]