Beda antara 1 Syuro dan 1 Muharram
Judul buku, kitab: Ilmu Falak Praktik
Penulis dan Penerbit:
Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat
Direktorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah
Direktokrat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia
Bidang studi: Ilmu falak,
Nama lain dari ilmu falak: ilmu hisab, ilmu rashd, ilmu miqat, ilmu haiah.
Daftar isi
G. Momentum Antara 1 Syuro dan 1 Muharram
Setiap memasuki tahun baru Islam (bulan Muharam) sudah
menjadi tradisi bagi kaum muslim untuk melakukan do'a yang disebut
do'a awal dan akhir tahun. Do'a tersebut dengan harapan untuk
revitalisasi kadar keimanan dan agar dosa-dosa yang pernah dilakukan
selama satu tahun yang lalu dapat lebur dan membuka lembaran tahun
baru dengan aktifitas yang lebih baik lagi.
Namun tidak
demikian bagi masyarakat Jawa, momentum tahun
baru hijriyyah tersebut
ternyata tidak hanya digunakan untuk membaca
do'a akhir dan awal tahun
saja, tapi banyak perilaku #irakatan atau lakon-
lakon yang dilakukannya
termasuk oleh kaum santri (merujuk klasifikasi
Cliford Geertz bahwa di
masyarakat Jawa terklasifikasi menjadi kaum
Santri, Priyayi dan
Abangan). Misalnya lakon ngumbah keris (perilaku
mencuci keris), lakon
ngumbah pusaka (mencuci pusaka), lakon ngumbah agig
(mencuci batu
permata) , lakon topo (bertapa / bersemedi), lakon kungkum
(meredam di
dalam air), memulai firakat poso dalail (puasa satu tahun
penuh kecuali
hari raya dan hari tasyrik), lakon membuat rajah (sesuatu
yang dianggap
mempunyai kekuatan) dan masih banyak lagi lakon-lakon
atau
firakatan-tirakatan yang lain. Termasuk tradisi membuat Bubur Suro
atau
upacara tobat (Minangkabau : fabuik). Ini semua karena adanya
conviction
bahwa momentum bulan Syuro ( sebutan bulan Muharram
yang ada dalam
kalender hijrivyah menurut orang Jawa) dapat
mendatangkan “berkah”,
mendapatkan “kasekten/ Kadigjayaan” (kekuatan)
baginya. Sehingga tidak
berlebihan manakala banyak orang yang
menunggu kehadirannya terutama
oleh mereka pengamal tirakatan atau
lakon-lakon pada bulan tersebut.
Untuk tahun ini, kiranya akan muncul kebingungan di
masyarakat terutama bagi pengamal-pengamal tirakatan atau lakon-lakon
di bulan Syuro. Mengapa demikian ? Karena berdasarkan kalender yang
beredar di masyarakat terjadi perbedaan penetapan 1 Muharam 1424 H
dengan 1 Syuro 1936. Di mana 1 Muharam 1424 H jatuh pada hari Selasa
wage, 4 Maret 2003, sedangkan 1 Syuro 1936 jatuh pada hari Rabu kliwon,
5 Maret 2003, Kapan melaksanakan do'a akhir dan awal tahun hijriyyah
serta memulai firakatan atau lakon-lakonnya ?
Asal Usul dan Mitos Syuro
Syuro merupakan nama bulan pertama dalam kalender Jawa yang
sekarang berprinsip Asapor tidak Aboge lagi. Kalender Jawa tersebut
(yang
disebut juga kalender Soko | asal muasalnya merupakan kalender
Jawa Hindu
yang berdasarkan pada peredaran Matahari (kalender
Syamsiyah). Namun
sejak 1043 H / 1633 M ketepatan tahun 1555 tahun Soko,
oleh Sultan Agung
Hanyakrakusuma diassimilasikan — berdasarkan peredaran
bulan (menjadi
kalender Oomariyah), Yang selanjutnya menjadi Kalender
Jawa Islam. (Baca
Alfred A Knopt, h. 282-284). Sehinga muncul impression
identifikasi dalam
kalender Islam murni (kalender hijriyyah).
Istilah bulan Syuro dalam kalender Jawa (bulan Muharam dalam
istilah kalender Hijriyah) kalau dilacak itupun berasal dari istilah
Islam.
Bahkan berasal dari penggalan sabda nabi “Asyuro Yaumul Asyir” .
Istilah
Asyuro adalah hari kesepuluh dari bulan Muharam. Di mana pada
tanggal 10
Muharam tersebut terdapat banyak mitos yang terkait banyak
dengan
kemukjizatan para nabi. Dalam hadits lain juga disabdakan “Asyuro
adalah hari
raya kemenangan para nabi sebelum kamu semua”.
Menurut Hasan al-Fayumy dalam Nazhat al-Majalis, istilah
syuro
berasal dari kata “ “Asya Nurron” (Hidup Dalam Cahaya Allah).
Inipun berpijak
pada banyaknya mitos para nabi yang terjadi pada tanggal
10 Muharram.
Sehingga istilah Syuro pada dasarnya merupakan penamaan
yang berpijak
pada momentum tanggal 10 Muharaam yang penuh dengan
mitos-mitos
religius.
Mitos religius yang muncul pada
tanggal 10 Muharam tersebut
menurut al-Shohub al-Jawahir al-Makiyyah, di
antaranya : peristiwa pertama kali
Allah menciptakan manusia yakni nabi
Adam sekaligus memerintahkannya
untuk menetap di Surga. Ada peristiwa
penciptaan bumi dan alam seisinya,
Ada peristiwa mendaratnya kapal nabi
Nuh di gunung al-Judy setelah
peristiwa banjir bandang yang
menenggelamkan dunia. Ada peristiwa
penyelamatan nabi Ibrahim oleh Allah
dari kobaran api. Ada peristiwa
penyelamatan nabi Yunus keluar dari
perut ikan besar setelah beberpa hari
ada di dalamnya. Ada peristiwa
penyelamatan nabi Ayub dari penyakit kulit
yang sangat parah yang
menimpanya semenjak lahir. Ada peristiwa keluarnya
nabi Yusuf dari sumur
setelah beliau dimasukkan oleh saudara-saudaranya
karena iri dengki
dengannya. Ada peristiwa penyembuhan mata nabi Yakub.
Ada peristiwa
pertolongan Allah kepada nabi Musa dengan memiyak
(membongkar ) lautan
untuk keselamatan nabi Musa dan kaumnya dan
menenggelamkan raja Firaun
serta pasukannya.
Sehingga tidaklah berlebihan manakala muncul
banyak hadits nabi
yang menganjurkan untuk menggunakan momentum tersebut
untuk
berpuasa. Di antaranya hadits : “ Asyuro'u Idu nabiyyin gablakum
fa slaamuuhu
antum”. Ada hadits : “ Barang siapa puasa pada hari Asyuro
maka Allah
mencatatnya sebagai ibadah haji seribu kali, umroh seribu
kali, diberi pahala bagai
seribu orang mati syahid, dan masih banyak
lagi" Intinya berisi anjuran untuk
berpuasa pada bulan Muharram terutama
pada tanggal sepuluh (Asyuro),
Dari mitos-nitos Inilah kiranya,
muncul bulan Muharam yang dikenal
dengan bulan Syuro dianggap “keramat”
dan membawa “berkah”, sehingga
digunakan untuk memulai tirakatan atau
lakon-lakon sebagaimana tersebut di
atas baik oleh kaum santri maupun
kaum muslim Jawa (Kejawen). menurut
Syeh Hasan Al-Fayumi merupakan awal
hidup dengan pencerahan cahaya
Illahi, dengan bukti banyak nabi-nabi
yang terselamatkan.
Antara 1 Syuro Dan 1 Muharam
Berdasarkan kalender yang beredar di masyarakat memang terjadi
perbedaan 1 Muharam 1424 H dengan 1 Syuro 1936. Di mana 1 Muharam 1424
H jatuh pada hari Selasa wage, 4 Maret 2003, sedangkan 1 Syuro 1936
jatuh
pada hari Rabu kliwon, 5 Maret 2003, Perbedaan ini kiranya wajar,
karena
walaupun menggunakan dasar yang sama yakni peredaran bulan
(kalender
@omariyal), namun prinsip kalendernya berbeda. Di mana
kalender Islam Jawa
yang sekarang berprinsip Asapon : Tahun alif Jatuh
pada hari Selasa Pon,
menggunakan pedoman tetap umur bulan bergantian 30
dan 29 kecuali untuk
tahun kabisat dengan berakhir 30 hari. Sehingga
untuk sekarang yakni tahun
1936 (tahun Hijriyah # 512) adalah jatuh pada
tahun ba” yang berarti 1 Syuro
jatuh pada hari Rabu Kliwon, 5 Maret
2003,
Berbeda dengan kalender Hijriyah (Kalender Oomariyah Islam)
yang
menggunakan Jrisab dalam katagori mungkin dapat hilal, Di mana umur
bulan (
apakah 29 atau 30 ? ) sangat ditentukan oleh hisab tidak hanya
bergantian
antara 30 dan 29 hari. Untuk 1 Muharam tahun ini jatuh pada
hari Selasa
wage, 4 Maret 20103, Karena menurut hisab pada akhir
Dzulhijjah 1423 H yang
bertepatan pada hari Senin, 3 Maret 2008, hilal
sudah dapat dilihat dengan
ketinggian 4 derajat 30 menit.
Dengan perbedaan itu, maka dalam penetapan momentum Syuro
sangatlah tergantung pada amalan atau tirakatan atau lakon-lakon itu
sendiri.
Manakala amalan atau tirakatan atau lakon-lakon itu an sich
ajaran Islam
semacam melakukan do'a akhir dan awal tahun, melakukan
puasa baik puasa
dalail dan amalan an sich ajaran Islam lainnya, maka
perhitungan untuk
pengamalannya memakai acuan dasar penetapan 1
Muharamnya.
Sedangkan amalan yang bernuansa kejawen ( menurut
Hodgsan :
Islam Jawa bernuansa Hindu) semacam ngumbah keris, ngumbah
pusoko,
ngmubah agig, kungkum dan lain sebagaimananya yang masuk dalam
garden
of magic — ( menurut Weber ) maka perhitungan untuk pengamalannya
memakai acuan dasar penetapan 1 Syuronya. []