Kiblat Masjid Demak Sunan Kalijaga
Judul buku, kitab: Ilmu Falak Praktik
Penulis dan Penerbit:
Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat
Direktorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah
Direktokrat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia
Bidang studi: Ilmu falak,
Nama lain dari ilmu falak: ilmu hisab, ilmu rashd, ilmu miqat, ilmu haiah.
Daftar isi
J. Kalijaga dan Kiblat Masjid Demak
Sekarang, dengan temuan dan bantuan teknologi, kiranya suatu
langkah
yang bijaksana bila arah kiblat Masjid Agung Demak diarahkan
kembali
benar-benar ke kiblat. Pada Kamis dan Jumat (15 dan 16 Juli 2010),
tepat
sewaktu yaumurrashdil kiblat (hari saat matahari tepat di atas Kakbah
sehingga
bayangannya menunjuk ke arah kiblat), Tim Hisab Rukyah Jateng, di
antaranya
penulis dan KH Drs Slamet Hambali, bersama Badan Hisab Rukyah
Demak
mengukur kembali arah kiblat Masjid Agung Demak.
Pengukuran ulang
itu disaksikan para kiai takmir masjid, termasuk
ketua umum takmir KH Drs
Muhammad Asvik, yang juga Wakil Bupati
Demak. Dengan berbagai metode
yakni penentuan utara sejati dengan
bayangan matahari, menggunakan tiga
teodolite dan GPS, serta metode rashdil
kiblat yakni pukul 16.27 WIB pada
hari itu, dihasilkan data yang sama.
Artinya posisi Masjid Agung
Demak dengan data lintang 6” 53' 40.3”
LS, bujur 110” 38 15.3” BT, arah
kiblatnya adalah 294” 25 394” UTSB atau 24”
25 394" dari arah barat ke
utara. Dengan data arah tersebut, berarti
keberadaan shaf kiblat Masjid
Agung Demak kurang 12”1' ke arah utara.
Hasil pengukuran ini telah
disosialisasikan kepada para kiai dan
ulama se-kabupaten itu, pada Jumat,
23 Juli pukul 14.00 WIB, dengan
mengundang 150 kiai dan juga dihadiri
Bupati Drs H Tafta Zani MM, juga
pejabat Kemenag Demak.
Lewat
penjelasan teknis pengukuran oleh penulis dan KH Drs. Slamet
Hambali
dengan dukungan logika KH. Drs. Muhammad Asyik dan Bupati,
dengan
menyatakan Al-Muhafadah Ala Oadim Al-Shalih, Wal Ahdu Bi Al-Jadid Al-
Ashlah,
pengukuran kembali arah kiblat Masjid Agung Demak diterima
dengan baik
oleh para kiai, dengan cukup merubah shaf shalat dalam masjid
itu,
Merujuk
opini Noviyanto Aji, 24 Mei 2010, Masjid Agung Demak
merupakan masjid
tiban atau warisan langit. Tak ada yang tahu asal muasal
masjid itu.
Penduduk tiba-tiba menemukan masjid sederhana di atas bukit
Candi
Ketilang, masuk Kabupaten Purwodadi Grobogan masa kini.
Kemudian beberapa
waktu kemudian bangunan itu pindah, bergeser sejauh 2
km ke sebuah dukuh
bernama Kondowo, dan akhirnya masjid ini pindah lagi
sejauh 1 km ke Desa
Terkesi, Kecamatan Klambu.
Berdasarkan legenda itu, penduduk
menamai masjid tiban. Namun
setelah diteliti semuanya berawal dari masa
pembangunan masjid di
Glagahwangi, yang kemudian menjadi semacam tonggak
bagi sejarah masjid
di Jawa. Sebab Glagahwangi itulah yang kemudian
dikenal sebagai Demak,
dan masjid yang dibangun itu adalah Masjid Agung
Demak.
Dianggap Tiban
Ketika para wali memutuskan masjid harus
dibangun dari kayu jati,
diketahui di sekitar Glagah Wangi tak terdapat
hutan jati yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan itu. Lalu diputuskan
mengambil jati dari daerah
Klambu, di kawasan Purwodadi (Grobogan). Pada
masa itu kawasan tersebut
belum berpenduduk. Penebang yang dikirim dari
Demak mendirikan masjid
sederhana di tengah hutan jati.
Setelah
penebangan yang memakan waktu berbulan-bulan selesai,
mereka balik ke
Demak dan meninggalkan masjid di tengah hutan. Masjid
inilah yang
kemudian ditemukan penduduk dan menganggap majjid itu tiban.
Soal
berpindah-pindah masjid memang lebih menyerupai dongeng ketimbang
urutan
kronologis sejarah. Tetapi, ada satu benang merah di sini, bahwa
sejarah
masjid-masjid purba di Jawa dan Nusantara tak jarang melibatkan
misteri
dan kekeramatan.
Saat itu, sidang para wali yang dipimpin Sunan
Giri memanas, Terjadi
silang pendapat untuk menentukan arah kiblat dalam
pembangunan Masjid
Agung Demak. Sampai menjelang shalat Jum'at tak ada
kata sepakat. Sunan
Kalijaga melerai dengan ainul yagin menunjukkan arah
kiblat antara Demak
dan Makkah.
Mengenai arah kiblat Masjid
Agung Demak hasil pengukuran kembali
dengan berbagai metode, ternyata ada
kekurangan 12 derajat 1 menit ke arah
utara, kiranya hal yang tetap harus
kita apresiasi dan hormat ta'dhim. Sikap itu
mengingat masjid tersebut
dibangun pada zaman tatkala belum ada teknologi,
dan hanya dengan
kewalian Sunan Kalijaga, arah kiblat sudah mengarah barat
laut, dalam
artian tidak keliru banget, dan hal ini sangat luar biasa.
Sekarang,
dengan temuan dan bantuan teknologi, kiranya suatu
langkah yang bijaksana
bila arah kiblat Masjid Agung Demak diarahkan
kembali benar-benar ke
kiblat. Melihat data tersebut, Ketua umum Takmir
Masjid Agung Demak yang
juga Wakil Bupati KH. Drs. Muhammad Asyik,
meyakini bahwa seandainya Mbah
Kanjeng Sunan Kalijaga masih hidup,
Beliau dengan bijaksana menerima
pelurusan shaf shalat Masjid Agung
Demak ini, Sernoga pelurusan shaf ini
menambah kekhusyukan ibadah di
masjid itu. Amin ya rabbal alamin.[]