Menguji Validitas Hisab dan Rukyah
Judul buku: Ilmu Falak Praktik
Penulis dan Penerbit:
Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat
Dibrektorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah
Direktokrat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia
Bidang studi: Ilmu falak,
Nama lain dari ilmu falak: ilmu hisab, ilmu rashd, ilmu miqat, ilmu haiah.
Daftar isi
D. Saatnya Menguji Validitas Hisab Rukyah
Setiap menjelang bulan Ramadhan di tengah-tengah masyarakat
muslim
Indonesia selalu muncul pertanyaan : Kapan mulainya bulan
Kamadhan ?
Kapan berakhirnya ( kapan lebaran Idul Fitrinya ) ? Terjadi
perbedaan
ataukah tidak ?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kiranya wajar
muncul di
tengah-tengah masyarakat kita, Karena bulan Ramadhan dengan
kewajiban
puasanya adalah bulan yang ditunggu-tunggu umat Islam
yakni sebagai
satu-satunya bulan yang penuh dengan maghfirah -
rahmah dan berkah.
Keistimewaan bulan Ramadhan tersebutlah yang
memberikan spirit umat Islam
untuk penuh melakukan festival ibadah
dalam setiap harinya di bulan
Ramadhan.
Di samping itu, karena di Indonesia selama ini sudah
biasa terjadi
perbedaan penetapan dan pelaksanaan untuk mengawali puasa
dan
mengakhirinya (melaksanakan hari raya Idul Fitri ).
Bagaimana
dengan awal Ramadhan dan akhir Ramadhan 1424 H
(tahun ini) : Aapakah
terjadi perbedaan ataukah tidak ? Berdasarkan
perhitungan ( hisab )
kemungkinan besar awal dan akhir Ramadhan 1424
H (tahun ini ) tidak
terjadi perbedaan yakni awal Ramadhan 1424 H akan
serempak jatuh pada
hari Senin legi, 27 Oktober 2003 dan Idul Fitri 1424 H
akan serempak
jatuh pada hari Selasa Kliwon, 25 November 2003.
Mengapa demikian ?
Melalui
tulisan ini penulis bermaksud untuk membahas hal
tersebut, dengan harapan
dapat menjadi wawasan bagi masyarakat awam
dan dapat menjadi pertimbangan
Pemerintah untuk segera melaksanakan
muktamar bersama untuk membahas
persoalan ini.
Persoalan Penetapan Ramadhan di Indonesia
Kapan kita harus mulai berpuasa Ramadhan dan kapan kita harus
mengakhirinya
(ber-hari raya), pada dasarnya Rasulullah saw telah
memberikan tuntunan
sebagaimana disebut dalam hadis Buchari Muslim
" Berpuasalah kamu karena
melihat hilal dan berbukalah kamu karena
melihat hilal, bila tertutup
oleh awan maka sempurnakanlah bilangan
Sya'ban menjadi 30 hari ”.
Namun
demikian dalam realita pemahaman hadis tersebut
terdapat perbedaan
interpretasi, ada yang memahami “rukyah” harus
dengan benar-benar melihat
hilal ( bulan tanggal satu j dan ada yang
memahami bahwa “rukyah” cukup
dengan memperhitungkan
(menghisab). Bahkan dalam dua pemahaman besar
tersebut terdapat
perbedaan-perbedaan pemahaman secara intern.
Perbedaan
semacam itu juga terjadi di Indonesia yakni ada aliran
hisab yang
dipegang oleh Muhammadiyah dan ada aliran rukyah
dipegang oleh Nahdlatul
Ulama. Pemerintah pada dasarnya telah
berusaha untuk menyatukan keduanya
dengan aliran hisab
imkanurrukyah. — Namun dalam dataran praktis sering
terbawa
“permainan” politik karena dalam penetapannya dasar pijakannya
tidak
berdasarkan pada kebenaran ilmiah yang objektif. Sehingga
kemunculan
aliran imkanurrukyah produk Pemerintah selama ini tidaklah
membuat
menyatu namun malahan menambah runyam. — menambah
membingungkan.
Bagaimana
tidak membingungkan, manakala tetap saja muncul
perbedaan dalam penetapan
awal-aklir Ramadhan, walaupun
Pemerintah sudah mengfasilitasi untuk
penyatuan dalam bentuk sidang
Istbat yang diikuti oleh semua pihak yang
terkait termasuk dari ormas-
ormas Islam. Namun dari masing-masing ormas
tersebut tetap saja
mengeluarkan keputusannya (apapun istilahnya - apa
itu hanya dengan
istilah instruksi atau ikhbar - tetap saja keputusan
namanya).
Kemunculan keputusan liar itu kiranya tidak dapat
disalahkan
begitu saja, manakala ternyata Pemerintah yang mestinya
memegang
kendali putusan dalam sidang istbat ternyata lebih
mengedepankan
kemaslahatan politik, yang mestinya harus mengedepankan
pada
kebenaran ilmiah yang objektif. Karena selama ini ada kesan bahwa
dasar
penetapan awal - akhir Ramadhan tidak pernah berdasarkan
kebenaran
ilmiah yang objektif tapi sangat tergantung pada siapa Menteri
Agamanya
(pertimbangan politis) ? Jika Menteri Agamanya Muhammadiyah
maka
dasarnya hisab sedangkan jika Menteri Agamanya NU maka dasarnya
rukyah,
Atau paling tidak seringkali keputusan dalam sidang istbat tidak
mendasarkan
pada kebenaran ilmiah yang objektif.
Hal ini dapat dilihat
sebagaimana keputusan untuk menerima
khabar melihat hilal dari Cakung
Jakarta Timur pada penetapan 1
Dzulhijjah 1422 (dua tahun yang lalu)
padahal berdasarkan hisab, hilal
masih di bawah 2 derajat (di bawah
standar imkanurrukyah yang
dipegangi Pemerintah). Mengapa khabar melihat
hilal itu diterima dan
dibuat pegangan penetapan ? Padahal jelas secara
kebenaran ilmiah yang
objektif dalam ketinggian yang masih di bawah 2
derajat, mestinya
sangat-sangat tidak mungkin untuk melihat hilal,
Sebagaimana waktu itu
ada seorang pakar hisab rukyah yakni Dr Thomas
Djamaluddin
(Astronom ITB Bandung) yang menolak mentah-mentah khabar
rukyah
tersebut.
Menguji Validitas Hisab Rukyah
Bagaimana dengan awal dan akhir Ramadhan 1424 H (tahun ini)
? Berdasarkan hisab kontemporer ( hisab yang validitas keakuratannya
diakui ) tercatat bahwa untuk awal Ramadhan 1424 H kemungkinan besar
jatuh pada hari Senin legi, 27 Oktober 2003, dengan data ijtima' akhir
Sya'ban 1424 H terjadi pada hari Sabtu wage, 25 Oktober 2008 pada pukul
19:52:20 WIB (badal ghurub). Ketinggian hilal pada hari itu, untuk
Sabang Banda Aceh ketinggian hilal masih dibawah ufuk yakni - 00 53'
26.88” dengan waktu Matahari terbenam pada pukul 182118 WIB.
Sedangkan di Merauke Papua, ketinggian hilal bahkan lebih rendah lagi
dibawah ufuk yakri - 20 58' 01.23” dengan waktu terbenam Matahari
pukul 17:33:15 WIT. Oleh karena itu, dapat diprediksi bahwa tentunya
tidak akan ada yang melaporkan melihat hilal. Sehingga baik menurut
aliran hisab, aliran rukyah dan aliran hisab Imkanurrukyah, akan
menghasilkan penetapan yang sama yakni bulan Sya'ban 1424 H
disempurnakan ( diistikmalkan ) sehingga awal puasa Ramadhan 1424
akan serempak jatuh pada hari Senin legi, 27 Oktober 2005.
Sedangkan untuk hari raya Idul Fitri 1424 H kemungkinan besar
jatuh pada hari Selasa kliwon, 25 November 2005 dengan data ijtima'
akhir Ramadhan 1424 H jatuh pada hari Senin wage, 24 November 2003
pada pukul 06:01:04 WIB. Ketinggian hilal pada hari itu, untuk Sabang
Banda Aceh ketinggian hilal marl sudah di atas ufuk yakni “40 45'
08.69” dengan waktu Matahari terbenam pada pukul 18:20:07 WIB.
Sedangkan di Merauke Papua, ketinggian hilal mar' juga sudah di atas
ufuk yakni #30 59 15.72” dengan waktu terbenam Matahari pukul
17:41:24 WIT, Dengan data hisab seperti itu, biasanya selalu ada yang
melaporkan telah dapat melihat hilal. Sehingga kemungkinan besar baik
menurut aliran hisab, aliran rukyah dan aliran hisab imkanurrukyah,
maka akan menghasilkan penetapan yang serempak yakni hari Selasa
kliwon, 25 November 2003.
Melihat data hisab awal dan akhir
Ramadhan 1424 H tersebut, di
mana hilal sangat bersahabat, maka kiranya
saat ini memang saat yang
tepat melakukan pengujian validitas hisab dan
rukyah. Sehingga dapat
menemukan validitas hisab dengan rukyah. Di mana
pada dasarnya
status hisab rukyah dalam penetapan awal-akhir Ramadhan
adalah saling
melengkapi, hisab sebagai hipotesis yang membutuhkan
verifikasi rukyah
di lapangan.
Sehingga sangat tepat
manakala pada tahun ini Pemerintah
sebagai fasilitator upaya penyatuan
prinsip penetapan awal-akhir
Ramadhan berupaya serius memantau dan
melakukan pengujian secara
serius terhadap data hisab dengan pelaksanaan
rukyah. Apalagi menurut
prediksi hisab sampai dengan tahun 2005, kondisi
hilal akan selalu
bersahabat yakni ketinggian hilal yang tidak
bermasalah.
Oleh karena itu, saat ini sangat tepat untuk memulai
melakukan
pengujian validitas hisab rukyah untuk menemukan prinsip
penetapan
yang kompromistis objektif ilmiah yang dapat diterima semua
pihak
nantinya, tidak prinsip penetapan yang bernuansa politis. Sehingga
ide
Pemerintah untuk mengadakan muktamar bersama antar organisasi
kemasyarakatan untuk membahas persoalan hisab rukyah saat ini adalah
sangatlah tepat. Semoga ide muktamar bersama tersebut segera
diwujudkan dan menemukan prinsip penetapan awal-akhir Ramadhan
yang kompromistis yang objektif ilmiah yang dapat diterima semua
pihak. Inilah kiranya yang ditunggu-tunggu masyarakat awam.