Pemikiran Hisab Rukyah Abdul Djalil Hamid Kudus
Judul buku, kitab: Ilmu Falak Praktik
Penulis dan Penerbit:
Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat
Direktorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah
Direktokrat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia
Bidang studi: Ilmu falak,
Nama lain dari ilmu falak: ilmu hisab, ilmu rashd, ilmu miqat, ilmu haiah.
Daftar isi
- D. Pemikiran Hisab Rukyah Abdul Djalil Hamid Kudus
-
Referensi dan Catatan
- Kembali ke buku: Ilmu Falak dan Hisab Praktis
D. Pemikiran Hisab Rukyah Abdul Djalil Hamid Kudus
Abdul Djalil nama lengkapnya adalah K. H. Abdul Djalil bin K.H.
Abdul Hamid, lahir di Bulumanis Kidul Margoyoso Tayu Pati Jawa
Tengah pada tanggal 12 Juli tahun 1905 M. Bermula dari didikan orang
tuanya sendiri, Abdul Hamid, dan mondok di beberapa Pesantren seperti
di Pesantren Jamsaren solo di bawah asuhan K.H. Idris, Pesantren
Termas Pacitan Jawa Timur di bawah asuhan K.H. Dimyati, Pesantren
Kasingan Rembang Jawa Tengah di bawah asuhan K.H. Kholil dan
Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur di bawah asuhan K.H.
Hasyim
Asy'ari, dia sudah nampak tertarik dengan ilmu falak. [234]
Kemudian
pada tahun 1924 M, dia pergi ke Makkah untuk
belajar dan mukim di sana
selama dua tahun, Dan kembali ke Indonesia
untuk belajar di Pesantren
Tebuireng Jombang, lalu kembali ke Makkah
selama 3 tahun (1927 -— 1930 [235]
Di sana dia belajar ilmu dengan banyak guru besar, namun tidak
terlacak siapa-siapa gurunya di sana. Ini merupakan salah satu bukti
bahwa memang pada masa itu masih banyak orang Indonesia yang
melakukan rihlah ilmiyah - meguru dengan bermukim di Makkah.
Namun demikian, rihlah ilmiah para ulama Indonesia ke
Makkah
(termasuk yang dilakukan oleh Abdul Djalil Hamid Kudus)
kiranya tetap
menjadi (embrio) munculnya pemikiran hisab rukyah di
Indonesia.
Sebagaimana disebutkan dalam sejarah pemikiran Mas
Manshur Betawi
dijelaskan bahwa, kedatangan Syeh Abdurralman al-
Misra ke Betawi dalam
acara rihlah ilmiah dinyatakan tidak mungkin
terwujud tanpa diawali
dengan hubungan meguru (atau paling tidak
silaturahim) yang dilakukan
oleh para ulama Indonesia termasuk oleh
Abdul Hamid bin Muhammad Damiri
dan juga Abdul Djalil Hamid
Kudus.
Karya Abdul Djalil Hamid
Kudus di antaranya Dalilul Minhaj,
Tawajjul, Jadwal Rubu', Tuhfatul
asfiya', Ahkamul Fugaha', Takallam
billughatil Arabiyah. Dari
karya-karya tersebut terlihat bahwa Ia tidaklah
hanya ahli falak, namun
juga ahli dalam bidang figh dan juga ahli bahasa.
Dalam bidang ilmu
falak, kitabnya yang terkenal dan masih beredar di
masyarakat sampai
saat ini adalah kitab Fath al-Rauf al-Manan. [236]
Kepakaran hisab
Abdul Djalil Hamid ini pernah diuji ketika ia di
Makkah, di mana hisab
gerhana mataharinya dipakai oleh pihak
kerajaan Arab Saudi.[237] Dari sini
dapat diambil kesimpulan berarti
Abdul Djalil Hamid merupakan salah satu
di antara ahli hisab Indonesia
yang diakui kepakarannya oleh kerajaan
Arab Saudi.
Banyak jabatan dalam organisasi yang diembannya, yang
terkait
dengan kepakaran hisabnya di antaranya Ketua Lajnah Falakiyah
PBNU
merangkap anggota Lajnah Falakiyyah Departemen Agama RI (1969 -
1973),[238] Ketua Tim penentu Oiblat masjid Baiturrohman Semarang
tahun 1968,[239] Penyusun tetap penanggalan/ almanak NU.
[240]
Merujuk pada kitab rujukannya, bahwa pemikiran hisab rukyah
Abdul Djalil Hamid Kudus[241] berdasarkan pada Zaij ahli Haiah Syeh
Dahlan Semarang[242] Zaif tersebut jika diteliti ternyata merupakan zaij
Ulugh beik “disusun berdasarkan teori Ptelomeus yang ditemukan
Claudius Ptolomeus (140 M).28 Jadwal tersebut dibuat oleh Ulugh Beik
(1340-1449 M) [243] dengan maksud untuk persembahan kepada seorang
pangeran dari keluarga Timur Lenk, cucu Hulagho Khan, [244] yang dipakai
dalam kitab Sullam al-Nayyirain karya Mas Manshur al-Batawi. Hanya
saja dalam zaii Dahlan Semarang dengan data angka yang sudah
diterjemahkan dengan angka arab (1, 2, 3,..).
Namun dalam
perjalanan sejarah. teori geosentris tersebut
tumbang oleh teori
Heliosentris yang dipelopori oleh Nicolass Copermicus
(1473-1543). Di
mana teori yang dikembangkan adalah bukan bumi yang
dikelilingi
matahari, tetapi sebaliknya dan planet-planet serta satelit-
satelitnya
juga mengelilingi matahari,[245] Teori ini pernah dilakukan uji
kelayakan
oleh Galileo Galilie dan Jolm Keppler walaupun ada perbedaan
dalam
lintas planet mengelilingi matahari. Namun dalam lacakan
sejarah hisab
rukyah Islam, berkembang wacana bahwa yang mengkritik
dan menumbangkan
teori geosentris adalah al-Biruni, [246]
Kalau dalam kitab Sullamun
Nayyirain yang asli dengan
menggunakan angka-angka Arab “Abajadun
Hawazun Khathayun
Kalamanun Sa'afashun Garasyatun Tsakhadhun
Dhadlagun [247] yang
menurut lacakan merupakan angka yang akar-akarnya
berasal dari
India, menunjukkan keklasikan data yang dipakainya.
Sedangkan
dalam zaij Dahlan Semarang dengan data angka yang sudah
diterjemahkan dengan angka arab (1, 2, 3, .. ), sehingga dapat
diasumsikan bahwa zaij Dahlan Semarang merupakan terjemahan zaij
dalam kitab Sullam al-Nayyiraitn.
Di mana alur hisabnya sama
yakni, sistem hisabnya bermula
dengan mendata al-alamah, al-hishah,
al-khashshah, al-markas dan al-auj
yang akhirnya dilakukan ta'dil
(interpolasi) data.
Sehingga dengan berpangkal pada waktu jjtima
rata-rata.
Interval #jfima rata-rata menurut sistem ini selama 29 hari
12 menit 44
detik. Dengan pertimbangan bahwa gerak matahari dan bulan
tidak rata,
maka diperlukan koreksi gerakan anamoli matahari (ta'dil
markas) dan
geraka anamoli bulan (ta'dil khashshah), yang mana ta'dil
khashshah
dikurangi ta'dil markas. Koreksi markas kemudian dikoreksi
lagi dengan
menambahnya ta'dil markas kali lima menit. Kemudian dicari
wasat
(longitud) matahari dengan cara menjumlah markas matahari dengan
gerak auj (titik eguinox) dan dengan koreksi markas yang telah dikoreksi
tersebut (mugawwam). Lalu dengan argumen, dicari koreksi jarak bulan
matahari (dagaig ta'dil ayyam). Seterusnya dicari waktu yang dibutuhkan
bulan untuk menempuh busur satu derajat (hishshatusa'ah). Terakhir
dicari waktu ijtima sebenarnya yaitu dengan mengurani waktu ijtima
rata-rata tersebut dengan jarak matahari bulan dibagi Irisasatussa'ah:).[248]
Metode serta algoritma (urutan logika berfikir) perhitungan
waktu ijftima tersebut sudah benar, tetapi koreksi-koreksinya terlalu
sederhana. Sebagai contoh sebagai dalam perhitungan irtifoul hilal
(ketinggian hilal), di mana irtifaul hilal dihitung dengan hanya membagi
dua selisih waktu terbenam matahari dengan waktu ijtima dengan dasar
bulan meninggalkan matahari kearah timur sebesar 12 derajat setiap
sehari semalam (24 jam).
Dari sini nampak bahwa gerak harian
bulan matahari tidak
diperhitungkan, hal ini dapat dimengerti karena
berdasarkan pada teori
Ptolomius. Padahal sebenarnya busur sebesar 12
derajat tersebut adalah
selisih rata-rata antara longitud bulan dan
matahari, sebab kecepatan
bulan pada longitud rata-rata 13 derajat dan
kecepatan matahari pada
longitud sebesar rata-rata satu derajat.
Seharusnya irfifa tersebut harus
dikoreksi lagi dengan menghitung
mathla'ul ghurub matahari dan bulan
berdasarkan wasat matahari dan wasat
bulan.[249]
Di samping itu, hisab iri tidak memperhitungkan posisi
hilal
dari ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi ijtima
walupun
hilal masih dibawah ufuk maka malam harinya masuk bulan baru.
Sebagaimana diutarakan sendiri dengan menukil pendapat Mas
Manshur
dalam kitabnya :
“Apabila terjadi ijtima sebelm matahari terbenam
maka malam hari
berikutnya termasuk bulan baru, baik terjadi rukyah
maupumw tidak. Dan
apabila ijtima itu terjadi setelah matahari terbenam
maka malam itu dan
keesokan harinva masih bagian dari bulan yang telah
lalu atau belum masuk
bulan baru[250]
Sistem hisab ini nampak
sekali lebih menitik beratkan pada
penggunaan astronomi murni, di dalam
ilmu astronomi dikatakan
bahwa bulan baru terjadi sejak matahari dan
bulan dalam keadaan
konjungsi (ijtima). Dalam sistem ini menghubungkan
dengan
perhitungan awal hari adalah terbenamnya matahari sampai terbenam
matahari berikutnya, sehingga malam mendahului siang yang dikenal
dengan sistem ijtima gablal ghurub.[251] Sehingga dikenal sebagai
penganut kaidah “Ijtima'unnayyirain istbatun baina al-syahrain” (Tjtima
adalah batas pemisah antara dua bulan,[252] sebagaimana Sullamun
Nayyirain.
Dengan prinsip demikian, maka wajar manakala
hasil dari
seminar sehari Hisab Rukyah pada tanggal 27 April 1992 di
Tugu Bogor,
dihasilkan kesepakatan paling tidak ada tiga klasifikasi
pemikiran hisab
rukyah di Indonesia, di mana kitab Fatlt al-Rauf
al-Mannuan karya
monumental Abdul Djalil Hamid Kudus hanya dikatagorikan
sistem
hisab hakiki taqribi [252] sehingga serumpun dengan sistem hisab
dalam
kitab Sullam “al-Nauyirain. Sebagaimana diakui secara jelas oleh
pengarangnya sendiri Mas Manshur bahwa “Ini sedikit kira-kira
(fagribi). Hal ini diketahui dari gerak bulan pada orbitnya sehari
semalam dengan satuan derajat dan jam [254]
Namun demikian,
sistem hisab Fath al-Rauf Al-Mannan yang
merupakan akumulasi pemikiran
Abdul Djalil Hamid Kudus tersebut
masih banyak dipergunakan dasar oleh
masyarakat muslim Indonesia
terutama kalangan Pesantren karena
kemudahannya. Namun demikian
dalam khasanah hisab di Indonesia, sistem
hisab ini masih
dipertimbangkan dalam pendataan sistem data hisab yang
digunakan
pertimbangan dalam penetapan awal bulan Uamariyah. Terbukti
masih
disertakan dalam rekap hasil hisab yang dihimpun oleh Departemen
Agama dalam data hisab yang dipergunakan dalam penetapan awal -
akhir Ramadhan oleh Pemerintah.
Referensi dan Catatan
234 Daftar Riwayat hidup singkat K.H. Abdul Djalil Hamid Kudus.
235 ibid,
236 ibid,
237 Wawancara dengan H, Hamdan Abdul Djalil, salah
satu putra la pada tanggal 13 Agustus 2005.
238 Daftar Riwayat
Hidup, Loc. Cit.
239 ibid
240 ibid
241 KH Abdul Djalil Hamid meninggal di Makkah pada tanggal
16 Dulga'dah 1394 / 30 November 1974 adalah keturunan yang ke 8 dari
walivullah KH Ahmad Mutamakin Kajen Pati jawa Tengah.
242 Abdul
Djalil Hamid Kudus, Fath al-Kpuf al-Manman, Kudus. Lth., hlm. 2
243 Temuan Ptolomeus tersebut berupa catatan-catatan tentang
bintang-bintang vang diberi nama Tabril Magesty yang berasumsi bahwa pusat
alam terdapat pada bumi yang tidak berputar pada sumbunya dan kelilingi oleh
bulan, merkurius, venus, matahari, mars, yupiter dan saturnus, yang dikenal
dengan teori geosentris.
244 Umar Amin Husen, Op at, hlm.
115.
245 Menurut Copernicus berbentuk Bulat, sedangkan menurut John Klepper,
berbentuk elips (bulat telor). baca Ahmad lezuddin, Figh Hisab Kukuh di
Irulonesia, Yogyakrata : Logung Pustaka, AN, hlm. 45-46.
246 Ahmad
Baiguni, Al-Jur an, Imu Pengetahuan dan Tehnologi, Yogyakarta : Dana bakti
Prima Yasa, 1996, h. 9 dan baca juga dalam Husaym Ahmud Amin, Seratus Tokoh
dalam Sejarah Islam, Bandung : Kosdakarya, 2001, h. 122-124,
247
Anmemare Schimmel, The Mystery of Numbers, New York: Okdord University Press,
1993.
248 Bandingan sistem hisab ind dapat dibaca dalam kitab
Fath al-Ranf a-Mannan dan kitab Sullamun Nayyirain.
249 Taufik, Perkembangan Ilmu Hisib di Indonesia, dalan Mimbar Hukum, Jakarta : Binbapera, 1992, h. 19-21.
250 Muhammad Manhsur Al-Batawi, Sullamun Mayyirata, hlm. 11.
251 ibid, dan baca jaga Abdul Djalit Hamid, Fath al-Rauf al-Manman, h. 15,
252 Badan Hisab Rukyah Depag Pusat, Almunak Hisah Rukyah, 1981, hlm 35.
253 Tiga klasifikasi itu adalah: Pertama, Pemikiran hisab rukyah
yang keakurasiannya rendah, yakni hisab hakiki tagribi. Yang termasuk dalam
klasifikasi ini adalah Sullamun Nayyiram (Muhammad Mansur), Tadzkiratul
Iklnoan (Dahlan Semarang), Al-Jawaidul Falaknyyah (Abdul fatah), Asysyansu wal
Oomar (Amoar Katsir), Risalah Oomarain (Nawawi Muhammad), Syamsul Hilal (Mar
Almuad) dan masih banyak lagi. Kedua, Pemukiran hisab rukyah yang
keakurasiannya tinggi namun klasik yakni hisab hakiki tahkiky. Yang termasuk
dalam klasifikasi ind adalah Al-Kudashatul Wafiyyah (Zubaer Umar al-fnelany),
Al-Matla al-Said (Husain Zaid ), Nurul Ampar (Noor Ahmad), dan masih banyak
lagi. Ketiga, Pemikian hisab rukyah yang kuakurasiannya unggi
kontemporer, Almartak Nautika (TNI AL Dinas hindro Osemograf), Ephemenis
(Depag RI), Islamic Calender (Muhammad Ilyas) dan masih banyak lagi.
254 Muhammad Manhsur Al-Batawi, Sullamun Mayyirain, hlm. 8.