Pemikiran Hisab Rukyah Zubaer Umar al-Jaelany
Judul buku, kitab: Ilmu Falak Praktik
Penulis dan Penerbit:
Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat
Direktorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah
Direktokrat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia
Bidang studi: Ilmu falak,
Nama lain dari ilmu falak: ilmu hisab, ilmu rashd, ilmu miqat, ilmu haiah.
Daftar isi
- B. Pemikiran Hisab Rukyah Zubaer Umar al-Jaelany
-
Referensi dan Catatan
- Kembali ke buku: Ilmu Falak dan Hisab Praktis
B. Pemikiran Hisab Rukyah Zubaer Umar al-Jaelany
Dalam lintasan sejarah, selama pertengahan pertama abad ke-20 M,
peringkat kajian Islam tertinggi terdapat di Makkah, yang kemudian
diganti oleh Kairo.[192] Sehingga kajian Islam termasuk kajian hisab
rukyah tidak lepas adanya jaringan ulama (meminjam istilah Azyumardi
Azra) dengan tapak tilas intelektual (meguru) yang dilakukan oleh para
ulama dengan cara mukim bertahun-tahun di jazirah Arab,
Sebagaimana rihlah ilmiah yang dilakukan oleh para ulama hisab
seperti Zubaer Umar al-Jaelany dengan hasil karya monumentalnya al-
Khulasah al-Wafivah dan Muhammad Manshur Al-Batawi dengan hasil
karya monumentalnya Sullamun Nayyirain. Statement ini sejalan dengan
analisis Taufik[193] bahwa pemikiran hisab rukyah Indonesia merupakan
hasil cangkokan dari pemikiran hisab rukyah Mesir (Timur Tengah),
semacam dari kitab Mathla" al-Said fi Hisab al-Kawakib ala Rasdi
al-Jadid
karya Husain Zaid al-Misra dan kitab al-Manahij al-Hamidiyah
karya
Abdul Hamid Mursy Ghais al-Falaky al-Syafi'i. Begitu pula
kitab-kitab
hisab rukyah lainnya. Sehingga diakui atau tidak, pemikiran
hisab
rukyah Jazirah Arab sangat mewarnai polarisasi hisab rukyah
Indonesia. Dengan demikian sejarah hisab rukyah di Indonesia tidak
dapat dilepaskan dari sejarah hisab rukyah jazirah Arab.
Kemudian dalam perkembangan wacana hisab rukyah, berpijak
pada hasil seminar sehari Hisab Rukyah pada tanggal 27 April 1992, di
Tugu Bogor, sistem hisab yang terdapat kitab dan buku hisab yang
berkembang di Indonesia diklasifikasikan dalam tiga klasifikasi yakni
hisab hakiky taqriby[194], hisab hakiky tahkiky[195] dan lusab hakiky
kontemporer.[196] Dari klasifikasi ini disinyalir hisab hakiky tahkiky dan
hakiky kontemporer lebih akurat dari pada hisab hakiky tagriby.
Satu di antara yang menarik dikaji adalah eksistensi pemikiran
hisab Zubaer Umar al-Jaelany dalam al-Khulasah al-Wafiyah yang termasuk
dalam klasifikasi hisab yang keakurasiannya tinggi (hisab Irakiky
tahkiky), walaupun usia rihlah ilmiah (penggembaraan intelektual) tidak
jauh waktunya dari rihlah ilmiah yang dilakukan oleh Muhammad
Manshur Al-Batawi yang diklasifikasikan dalam hisab hakiky tagriby
(hisab yang keakurasian masih relatif rendah).[197] Dan memang dalam
beberapa konsep hisab Zubaer Umar al-Jaelany tidak jauh berbeda
dengan beberapa konsep yang dikembangkan hisab hakiky kontemporer
yang notabene setiap tahun diadakan penelitian (research).
Misalnya dalam konsep lintang dan bujur Makkah sebagai markaz
giblat, dalam al-Khulasah al-Wafiyah disebutkan bahwa lintang Makkah
21” 25' LU dan bujurnya 391 50' BT. Konsep tersebut ternyata tidak jauh
berbeda dengan konsep hisab hakiky kontemporer, seperti Islamic
Calendar menunjukkan 21! LU dan 40" BT,[198] sedangkan berdasarkan
GPS (Global Position Sistem) menunjukkan 21" 25" 14.17” LU dan 39"
4941” BT.[199] Sedangkan data yang terdapat dalam Atlas PR Bos
menunjukkan 21? 30" LU dan 39154 BT. [200]
Begitu pula dalam
konsep irtifa'ul hilal (tinggi hilal), ternyata
konsep Zubaer Umar
al-Jaelany sama dengan konsep hisab hakiky
kontemporer semisal New Comb,
yakni ketinggian hilal diukur melalui
lingkaran vertikal. Dengan
konsekwensi jika ijtima' terjadi sebelum
terbenam matahari, maka hilal
pada saat ghurub belum tentu positif.
Berbeda dengan konsep dalam
Sullamun Nayyirain karya Muhammad
Manshur bahwa tinggi hilal adalah
selisih antara saat ijtima' dengan
saat terbenam matahari dibagi dua
yang berarti menggunakan asensia
rekta (panjatan tegak). [201]
Dan
masih banyak lagi, apalagi ternyata Zubaer Umar al-Jaelany
tidak hanya
pakar hisab rukyah, namun juga pakar mugaranah figh dan
hadis. Asumsi
ini berpijak pada berbagai nukilan dan berbagai
pemikiran Ia yang
dituangkan di kitab al-Khulasah al-Wafiyah.[202]
Kyai Zubaer demikian
panggilannya, seorang ulama yang juga
seorang akademisi yang terkenal
sebagai pakar falak dengan karya
monumentalnya kitab al-Khulasah
al-Wafiyah. Ia lahir di Padangan
kecamatan Padangan kabupaten Bojonegoro
Jawa Timur pada tanggal 16
September 1908.[203]
Dunia
pendidikan yang Ia jalani hampir seluruhnya dalam
pendidikan tradisional
yakni madrasah dan pondok pesantren termasuk
ketika mukim li thalab
al-ilmi di Makkah al-Mukaramah pada waktu
menjalani ibadah haji.
Sebagaimana kondisi real di abad itu bahwa
pesantren masih merupakan
satu-satunya lembaga pendidikan untuk
tingkat lanjut yang tersedia bagi
penduduk pribumi di pedesaan,
sehingga diasumsikan sangat berperan dalam
mendidik para elite pada
masanya.[204] Jenjang pendidikannya di mulai di
madrasah Ulum tahun
1916 -1921, pondok pesantren Termas Pacitan
1921-1925, pondok
pesantren Simbang kulon Pekalongan, 1925-1926, pondok
pesantren
Tebuireng Jombang, 1926-1929, Kemudian pada tahun 1930 Ia
menjalankan ibadah haji yang dilanjutkan dengan thalab al-ilmu di
Mekah selama lima tahun (1930-1935). Merujuk pendapat Snoauck
Hurgronje[205], perjalanan haji kyai Zubaer tersebut dapat dikatagorikan
haji santri. [206]
Asumsi ini diperkuat dengan penelitian Martin
Van Bruinessen
bahwa pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 banyak
orang
Indonesia yang bermukim di Mekah, bahkan disinyalir bangsa Asia
Tenggara (masyarakat Jawah) merupakan salah satu kelompok terbesar.
Karena adanya asumsi bahwa Mekah sebagai pusat dunia dan sumber
ngeimu, sehingga banyak orang Indonesia yang mukim di Mekah, dan
bahkan ada dugaan kuat gerakan agama Islam terilhami dari sana,
seperti Nawawi banten, Mahfud Termas dan Ahmad Khatib
Minangkabau
yang mengajar di Mekah dan banyak mendidik ulama
Indonesia yang kemudian
banyak berperan penting di Indonesia. [207]
Sebagai seorang santri
yang mempunyai jiwa pendidik, nampak
dengan diangkat sebagai guru
madrasah Salafiyah Tebuireng Jombang,
walaupun status la masih sebagai
santri pondok pesantren Tebuireng,[208]
dalam konsep istilah Imam Hanafi
disebut ifadah dan istifadah.[209]
Sampai Ia menjabat Rektor IAIN Walisongo
Jawa Tengah di Semarang
pada 5 Mei 1971, Di samping la juga pernah
memimpin Pondok
Pesantren al-Ma'had al-Diniy, Reksosari Suruh Salatiga
(1935-1945),
kemudian mendirikan pesantren Luhur yang kemudian menjadi
IKIP
NU yang akhirnya menjadi fakulats Tarbiyah IAIN Walisongo yang
sekarang menjadi STAIN Salatiga. Dan yang .terakhit mendirikan
pondok pesantren Joko Tingkir (1977) wang sekarang tinggal
petilasannya yang terkenal dengan kampung Tingkir.
Kaitan
dengan kepakaran la dalam bidang hisab rukyah dengan
karya
monumentalnya — al-Khulasatul Wafiyah, sebagaimana
disampaikan
oleh putra menantu Ia (bapak KH Bakri Tolkhah)[210]
ternyatakan merupakan
hasil meguru Ia ketika mukim di Mekah selama
lima tahun (1930-1935),
karena sebelum la meguru (mukim) di Mekah
belum nampak ada bakat
(kepakaran) dalam hisab rukyah. Guru Ia di
Mekah dalam bidang hisab
rukyah adalah Umar Hamdan dengan kitab
kajian al-Mathlaus Said karya
Husain Zaid al-Misra dan al-Manahijul
Hamidiyah karya Abdul Hamid
Mursy.[211]
Sebagaimana informasi dari bapak Taufik,[212] bahwa menurut
pelacakan sejarah bahwa al-Mathlaus Said dan al-Manahijul Hamadiyah
merupakan buah modivikasi dan revisi dari naskah tabril magesty yang
berprinsip Geosentris temuan Claudius Ptalomeus[213] yang dalam sejarah
diperkenalkan oleh Ulugh Beik,[214] Di mana dalam perjalanan keilmuan,
Ulugh Beik melakukan pengembangan keilmuan dan penelitian sampai
di Paris Perancis[215] dan juga sampai di Mesir yang terbukukan dalam
Mathlaus Said ala Rasdil Jadid. Dan kitab al-Khulasah al-Wafiyah
merupakan buah karya ilmiah KH Zubaer yang merujuk pada prinsip
al-Mathlaus Said tersebut. Di samping itu, juga ada karya yang merujuk
pada prinsip al-Mathlaus Said yakni Hisab hakiky karya Muhammad
Wardan Dipanongrat, hanya saja sudah dibahasa Indonesiakan dengan
markaz Yogyakarta. Sedangkan kitab al-Khulasah al-Wafiyah
menggunakan markaz Mesir dan masih berbahasa Arab.[216]
Letak
perbedaannya dengan prinsip dalam kitab Sullamun
Nayyyirain[217 ] adalah
letak koreksi penggarapannya, di samping prinsip
yang dipakai yakni
masih perprinsip Ptolomeus. Di mana koreksi dalam
Sullamun Nayyirain
hanya sekali sedangkan dalam al-Khulasah al-
Wafiyah, sudah lima kali
koreksi.[218] Sehingga keakuratan hisab dalam al-
Khulasah al-Wafivah lebih
baik.
Secara ringkas koreksi dalam al-Khulasah al-Wafiyah terdapat
pada menghitung posisi bulan :
Il. | Koreksi sebagai akibat
berubahnya eccentricity bulan yang interval
perubahan tersebut selama
31.8 hari. Besar koreksi ini ialah 1.2739
sin (2C-Mm). 2C adalah dua
kali lipat selisih antara wasat matahari
dengan wasat rata-rata bulan.
Sedangkan Mm adalah simbol bagi
Khashshah bulan.
2. Koreksi
perata tahunan, sebagai akibat gerak tahunan bulan
bersama-sama dengan
bumi mengelilingi matahari dalam orbit yang
berbentuk ellip. Besarnya
adalah 0.1858 sin M. M adalah simbol
bagi Khashshah matahari.
3. Variasi yang mengakibatkan bulan baru atau bulan purnama tiba
terlambat atau lebih cepat, Besarnya adalah 0.37 sin M. m adalah
simbol bagi Khashshah matahari. Ketiga korensi tersebut digunakan
mengoreksi Khashshah bulan.
4. Koreksi perata pusat sebagai
bentuk ellip orbit bulan. Besarnya
adalah 6.2886 sin Mm'. Mm' adalah
simbol bagi Khashshah yang
telah dikoreksi.
5, Koreksi lain
untuk mengoreksi wasat bulan ilah A4-0.214 sin
(2Mm'). Mm' adalah
Khashshah yang telah terkoreksi . dengan
demikian wasat bulan yang telah
terkoreksi didapatkan dengan
cara mengoreksi wasat rata-rata dengan
koreksi pertama, kedua,
ketiga dan keempat.
Koreksi variasi
sebesar 0.6583 sin(1'-L). L adalah thul matahari,
dan 1' adalah wasat
bulan yang telah terkoreksi tersebut.
Koreksi bagi ugdah ialah
sebesar 0.16 sin (M). M adalah
Khashshah matahari.[219]
Koreksi-koreksi tersebut dituangkan dalam bentuk tabel, tabel
koreksi kesatu sampai kelima. Table-tabel tersebut
menggunakan
variabel-variabel dalam rumus-rumus tersebut.
Kitab tersebut untuk
mencari posisi matahari dan hilal di atas
horizon dengan menggunakan
rumus-rumus dengan berbahasa
Arab yang kurang sederhana, tetapi kalau
disederhanakan serta
dipakai simbol-simbol matematika modern, maka
hasilnya sama
dengan rumus-rumus yang digunakan astronomi modern.
Penyederhanaan dalam rumus astronominya adalah sebagai
berikut :
Catatan :
a: #sensiorekta (mathali" falakiyah) L :
Thul dongitud)
E: 23441854 B : lintang langit
d :
deklinasi Lm : Argumen lima
F lintang tempat T : sudut
jam.
Sehingga inilah indikator tentang penggunaan prinsip
matematika
modern dalam kitab al-Khulasah al-Wafiyah sebagaimana
disebutkan dalam
judul lengkap buku tersebut yakni Al-Khulasah
Al-Waftyah Fi Al-Falak Bi Jadawil
Logaritma yang berbeda dengan kitab
rujukan awalnya yakni Al-Mathlaus Said
yang tidak menyebutkannya. Dengan
demikian benar apa vang telah
disampaikan Bapak KH Bakri Tolkhah bahwa
Ia juga banyak belajar logaritma
sebagai rujukan pembantu dalam
pembuatan kitab tersebut. Sistem hisab
semacam al-Khulasah al-Wafiyah
ini disebut sistem hisab generasi kedua ilmu
hisab yang berkembang di
Indonesia yang sudah menggunakan prinsip
anggaran baru yakni anggaran
Copernicus yang sampai sekarang masih
dipertahankan yakni prinsip
helicsentris (mataharilah yang menjadi pusat tata
surya). Generasi
pertama adalah sistem hisab yang masih berpegang pada
prinsip Ptolomeus
yakni geosentris semacam Sullamun Nayytramn,
Dari sinilah nampak
bahwa Zubaer merupakan palang pintu pertama
jaringan keilmuan hisab
generasi anggaran baru dari Arab (Timur Tengah)
untuk perkembangan hisab
di Indonesia, di samping Wardan Dipaningrat
dengan karya monumentalnya
Hisab hakiky. Bahkan karena kutub organisasi
mereka berdua berbeda,
menurut Taufik dinyatakan bahwa Zubaer sebagai
palang pintu pertama
perkembangan -hisab untuk Nahdlatul Ulama,
sedangkan Wardan sebagai
palang pintu pertama perkembangan hisab untuk
Muhamadiyah,[220] Pernyatan
Taufik tersebut memang ada benarnya jika kita
telusuri adanya jaringan
keilmuan yang berkembang di Indonesia. Di mana
banyak muncul karya
ilmiah praktis hisab yang merupakan cangkokan dari
pemikiran mereka
terutama Zubaer. Sebut saja kitab Nurul Hilal karya Noor
Ahmad SS Jepara
ternyata merupakan kitab cangkokan al-Khulasah al-
haha Aaja dengan
mengganti markas Jepara,[221] begitu pula kitab Al-Maksyuf[45] karya Ahmad
Sholeh Mahmud Jahari dan masih banyak lagi. Termasuk
pemikiran Turaichan
Kudus dengan karya monumentalnya Kalender Menara
Kudus juga merujuk pada
pemikiran hisab Zubaer dalam kitab al-Khulasah al-
Wafiyah tersebut.
[222]
Namun demikian dengan ketawadlu'annya, la tidak pernah mengaku
dirinya yang terpandai atau yang paling mahir, ini nampak dari Ia
menganggap KH Maksum Jombang yakni pengarang kitab Durusul Falakiyah
sebagai gurunya walaupun posisi sebenarnya sebagai teman diskusi tentang
hisab.[223] Di samping, rasa tasammuh - toleransinya sangat tinggi,
sebagaimana
dapat terlihat dalam memberikan kajian mugaranah dalam
persoalan-
persoalan figh ikhtilafiyah dalam bidang hisab rukyah,
seperti dalam hal
pemahaman tentang hadis-hadis hisab rukyah :”Shumu
lirukyatihi wa afthiru
lirukyatihi”", masalah mathla' dam masalah batas
pemberlakuan rukyah
(hadurrukyah).[224] Sehingga corak
al-Khulasah al-Wafiyah memang
menggambarkan kepribadian Zubaer,
sebagaimana dituturkan oleh putra
menantunya, bahwa Ia memang sangat
toleran dalam mengambil sikap ketika
perbedaan pendapat termasuk dalam
penetapan awal bulan Ramadan, Syawal
dan Dulhijjah.
Di
samping keistimewaan al-Khulasah al-Wafiyah dalam hal mencakup
pembahasan figh ikhtilafiyah hisab rukyah, ternyata dalam al-Khulasah
al-
Wafiyah terdapat pembahasan tentang batasan atau ukuran yang
disebutkan
dalam al-Risalah fi al-Maqayis. Di antaranya pembahasan
ukuran dirham
dengan tahwil gram, dhira', kaki dan lain-lain yang
ditahwil dengan ukuran
standar internasional.[225] Inilah ciri khas
al-Khulasah al-Wafiyah yang tidak
dimiliki oleh kitab-kitab hisab yang
lain.
Dengan melihat eksistensi kesejarahan Zubaer dengan karya
monumental al-Khulashah al-Wafiyah dalam belantara sejarah perkembangan
hisab rukyah sebagaimana di atas, maka wajar manakala berdasarkan
keakurasiannya, masuk dalam katagori hisab hakiky takhiky yang
keakurasiannya tidak jauh berbeda dengan hisab. hakiky kontemporer.[226]
Karena prinsip dasarnya sama yakni anggaran baru (heliosentris), berbeda
dengan hisab hakiky tagriby yang keakuarasiannya masih terlalu jauh
dengan
prinsip (geosentris). Di mana kitab hisab yang satu rumpun masuk
dalam satu
klasifikasi yang sama. al-Mathlaus Said sebagai induk
rumpun dalam
klasifikasi hisab hakiky tahkiky, termasuk al-Khulashah
al-Wafiyah.
Untuk melihat sisi keakurasiannya dapat kita lihat
perbandingan
data-datanya dan hasil perhitungannya sebagaimana di bawah
ini :
Data rata-rata bulan dalam perbandingan :
Al-Kirulashah Ta Comb | Hisab Kontemporer |
" : PP 2uerss9r |
2065733”
ri 35017”317 1 350177 308” | 3501756457
“Sumber :
Pedoman Rukyah dan Hisab PP Lajnah Falakiyah NU 1994.
Data rata-rata
matahari dalam perbandingan :
Al-Khrulashah al-Waftyah Hisab Kontemporer
|
28035” 10” | 28035”16” |
291 34” 10” 29035 98" |” 29034”99”
Sumber: Pedoman Rukyah dan | 3 PP Lajnah Falakiyah NU 1994. |
Data hasil hisab penetapan 1 Syawal 1412 H / 1992 M dalam
perbandingan :
Do Pe | Tega |
| pkl 12. 08 Jum'at 3 -
04 |
| Pkl 12.10 Jum'at3-04 | -09 51"
Pkl 12. Ot Jum'at 3-04
u
Sumber : Hasil Musyawarah Kerja Epaluasi Hisab Rukyah Depag RI
Data hasil hisab penetapan 1 Ramadan 1419 H / 1998 dalam
perbandingan :
Saat ljtima” —— | Tinggi Hilal
|
pkl05.54Sabtu 19 Des | 0416”
—. Sumber : Hasil Musyawarah Kerja
Evaluasi Hisab Rukyah Depag RI
Dari sini nampak bahwa data dan hisab
al-Khulashah al-Wafiyah tidak
jauh berbeda dengan data dan hisab
kontemporer walaupun data dalam hisab
kontemporer merupakan data hasil
pengolahan setiap setahun sekali,
sedangkan al-Khulashah al-Wafiyah
dengan data matang sejak kitab tersebut
dikaryakan oleh Zubaer Umar
al-Jaelany.
Sehingga jelaslah bahwa Zubaer Umar al-Jaelany
dalam sejarah hisab di
Indonesia merupakan salah satu palang pintu
pertama dalam jaringan
keilmuan hisab Indonesia - Timur Tengah yang
membawa data anggaran baru
(heliosentris) yang sampai sekarang masih
dipertahankan, di samping Wardan
Dipaningrat dengan karya monumentalnya
Hisab Hakikv. Dan pemikiran
hisab rukyah Zubaer Umar al-Jaelany
merupakan induk jaringan pemikiran
hisab rukyah hakiky tahkiky yang
berkembang di Indonesia seperti hisab
Kalender Menara Kudus karya
monumental Turaichan, Nurul Anwar karya
Noor Ahmad Jepara, dan masih
banyak lagi.
Referensi dan Catatan
192. Sebagaimana dikemukakan Karel Steenbrink dalam bukunya Mark RE. Woodward,
A Necu Paradigm: Recent Deorlopment 10 Indonesian Islamic Thcught, terj. Ihsan
Ali Fauzi, cet. Ke-1,
Bandung: Mizan, 1998,
193. Taufik
adalah pakar hisab rukyah yang dulu pernah menjabat sebagai Direktur Badan
Hisab Rukyah dan sekarang menjabat Wakil Ketua Mahkamah Agung. Analisis Ia
tersebut terdapat dalam makalah Mengkaji Ulang metode Hisab Rukyah Sullamun
Nayvirai dalam Onentasi Hisab Rukuah yang diselenggarakan oleh PTA Jawa Timur
tanggal 9-10 Agustus 1997.
194 Yang termasuk klasifikasi hisab Jukiky tagriby adalah Sidlamun Nayyirain
karya Muhamad Mansirur al-Bataws, Tadkiraul Iwan karya Dahlan al-Simaranji,
Fathur Raufil Mannan karya Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abdul Hamid al-Juds,
Al-Jawaidul Falakryah karya Abdul Fatah al-Sayid al-Thufy, Al-Syamsu wg
al-Oottar karya Ammar Katsir al-Malanji, Jadawil al-Falakiyah karya Onsyarri
al-Pasuruany, Risalatul Comarain karya Nawawi Muhammad Yunusi al-Kadiry,
Syamsul Hilal karya Noor Ahmad al-Jipary, Risalatul Falakiyah karya Ramli Has
al-Grisiky, Risalah Hisahiyah karya Hasan Basri al-Grisiky. Baca Sriyatin
Shadig, Perkembangan Hisab Rukyah dan Penetapan Awal Bulan Cameriyah, dalam
Muamal Harnidy (Editor), Menuju Kesatuan Hari Raya, Sarabaya: Bina Ilmu, 1995,
hlm. 66.
195 Yang termasuk klasifikasi hisab hakiky tahkiky
adalah al-Mathla'us Said fi Hisatnl Kawoakib al Rusydil Jadid karya Syeh
Husain Zaid al-Misra, Al-Manahiju! Harsidiyah karya Syeh Abdul Hamid Mursy
Ghaisul Falaky, Muntaha Nataijul Agwal karya Muhammad Hasan Asy'ari,
Al-Khulasatul Wafiyah karya Zubaer Umur al-jaelany, Badiatul Mitsal
karya Muhammad Ma'shum bin Ah, Hisab Hakiky karva Muhammad wardan
Dipaningrat, Marul Anwar karya Noor Ahmad Shuadig bin Saryani. Tttifang
Dzatil Bain karya Muhammad Zubaer Abdul Karim, ibid,, hlm. 67.
196
Yang termasuk klasifikasi hisab hakiky kontemporer adalah New Comb yang
dipakai oleh Bidrow Hadi, Almanak Nautika yang dikeluarkan oleh TNI AL Dinas
Hidro Osennografi Jakarta. The Astrnomical Almanac yang diterbitkan Nautical
Almanae Office, Astronomical Tables af Sun, Moon and Planets oleh Jean
Mesus Belgia, Islamic Calender oleh Mulemmad Ilyas dan Ephemeris oleh Badan
Hisab Rukyah Depag, Ibid., hlm. 07-65.
197 Sanusi Hasan, Riwayat Hidup Guru Besar K.H. Mansur, Jakarta: Panitia Haul
ke | Al-Marhum KH Mansur, 1958,
198 Muhammad Ilyas, Islamic
Calender, Kuala Lumpur Times and Oiblat, 1984, hlm, 71,
199 DM. Danawas dan Purwanto, “Tinjauan Sekitar Penentuan awal Bulan Ramadan
dan Syawal,” dalam BP Planetarium Jakarta, 17 Januari 1994.
200
Depag RI, Pedoman Penenttaan Arah Ciblat, Jakarta: Ditbinbapera, 1995, hlm. 6,
201 Selengkapnya baca dalam Muhammad Manshur Al-Batawi, Sullamunt
Nayuinn, Jakarta: Al-Manshuriyah, 1988,
202 Zubser Umar al-Jaelany
al-Khulasatul Wafiyah, Kudus: Menara Kudus, tth.
203 Data ini
penulis dapatkan dari daftar riwayat hidup yang ditulis Ia sendiri KH Zubaer
tertanggal 22 Maret 1976 yang penulis dapatkan dari pihak keluarga dalam hal
ini Bapak Ja'fal Ariyanto, SH.
204 Bramund, |.FG., Het
Volksomerunjs Onder de javanen, Batara, Van Haren Moman & Kolff, 1857,
hlm. 1998 sebagaimana dikutip Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara umat: Kyai
Pesantren — Kyat Langgar di Jawa, Yogyakarta : LKIS, 1999, hlm. 140. Lihat
Anderson, Benediet ROG, Revolusi Penoeda » Pendudukan Jepang dan Perlawanan di
Jawa 194 — 1946, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
205 Mengenai historisitas perpolitikan Snouck Hurgronje dapat dilihat dalam
Agib Suminto, Politik Islam Hindia Belarula, Jakarta: LP3S, 1986, hlm.
120-177.
206 Menurut Snouck Hurgronje, orang-orang Indonesia vang
menunaikan ibadah haji pada waktu itu dapat digolongkan keapada dua tipe yakni
haji biasa dan haji santri. Tipe pertama terdiri dari orang-orang yang berduit
dengan motivasi ingin diangkat menjadi penghulu, gila hormat dan title.
Padahal mereka tidak dapat berbahasa Arab dan tidak mempunyai ilmu pengetahuan
agama Islam. Sementara tipe kedua mempunyai pengetahuan dasar bahasa arab dan
pengetahuan agama Islam yang memadai bahkan sangat tinggi. Mereka biasanya
mukim lama di Mekah untuk mengembangkan tingkat pengetahuan agamanya. Mereka
inilah yang nantinya menjadi guru-guru di pesantren dan mendapat sambutan
kalangan muda dari pelbagai daerah. Menurut pemerintah Hindia Belanda, haji
tipe inilah yang banyak menghembuskan semangat anti kolonial, baca umar
Ibrahim, The Impact of Hajj pilerimage on the Development of Islam In 19 thand
20 to Century Indonesia, dalam Studia Islamika, valame 3, Mamber 1, 1996, hlm.
160
207 Martin Van Brainessen, Mencari (nu dan Pahala di Tanah
Suci Omg Nusantara Naik Haji dalam Indonesia Dan Haji, Jakarta: INIS, 1997,
hlm 121-131.
208 Sebagaimana disebut dalam riwayat hidup yang Ia
tulis sendiri banyak jabatan yang pernah la pegang baik sebagai profesi guru
maupun profesi pegawai negeri termasuk Ketua Mahkamah Islam Tinggi di
Surakarta.
209 Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh para kyai pada santrinya agar ilmunya bermanfaat,
210 KH Bakri Tolkhah adalah putra menantu KH Zubaer yang dapat putri keduanya
: Zakiah, yang sering kali mengikuti dan yang lebih tahu tentang rihlah ilmiah
(meguru KH Zubwer, Hasil wawancara dengan KH Bakri Tolkhah pada tanggal 23
Jali 2002
211 ibid.
212 Taufik adalah Wakil ketua MA sejak zaman
pemerintahan Gus Dur yang pakar hisah rukyah, karena backgraund la dulu pernah
menjadi Ketua Badan Hisab Rukyah depag RI.
213 Prinsip Geosentris
adalah prinsip yang menyatakan bahwa pusat alam terletak pada bumi yang tidak
berputar pada sumbunya dan dikelilingi oleh bulan, mercurius, venus dan
lain-lain, baca Robert H. Baker, Astronomry, NowYork, 1953, hlm. 174.
214 Ulugh Beik (1340-1449) adalah pembuat jadwal yang terkenal
dengan rama Ulugh Bek, dibuat dengan maksud untuk persembahan kepada seorang
pengeran dari keluarga Timur Lenk, cucu Hulagho Khan. Jadwal wi terus hidup
berkembang meskipun berjalan lamban hingga akhir abad XVT M, Jadwal ini
selesai dibuat pada tahun 1437 M. Kemudian disalin dalarn bahasa Inggris (abad
XIX) dan sangat menarik perhatian negara-negara Barat, lihat Umar Amun Husein,
Kultur Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1964, hlm, 115. lihat juga Zubaer Umar
al-Jaelany, ops, hlm, 21-29.
215 Prinsip Ptolomeus ditumbangkan. oleh anggaran baru Nicolaus Copernicus
yang dikuatkan oleh Giordeno Bruno dan Galileo Galilie, yang berprinsip bahwa
mataharilah yang menjadi pusat tata surya., Muhammad Wardan, Kitab Falak dan
Hah, “Yogyakarta, 1955, hlm. 6-7, Lihat Zubaer Umar al-laelany, ap. cit, hlm.
28-29.
216 Hasil wawancara dengan Bapak Taufik pada tanggal 20 Mei
202 dalam acara Orientasi hisab Rukyah PTA Jawa Tengah di Bandungan.
217 Kitab Sullamun Nayyirain disusun oleh Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin
Muhammad Damiri pada tahun 1925, Metode dan data hisab ini berasal dari metode
dan data seorang abad pertengahan, Ulugh Beik yang wafat pada tahun 854 H di
Samarkand. Metode kitab ini merupakan metode hisab generasi pertama yang
berkembang di Indonesia, baca Ahmad leruddin, Analisis Krisis Hisab Awal Bulan
Comrryah dalam kitab Sullamun Mayyirain (Skripsi), Semarang : IAIN Walisongo
Semarang, 1997 bandingkan tulisan Taufik, Metode Hisah Sullamum Nayyarain,
dalam perdidikan dan pelatihan hisab rukyah negara-negara MABIMS 2000,
Lembang, 10 Juli 2000 - 5 Agustus 2000.
218 Hasil wawancara dengan Taulik Op. cit.,
219 Hasil ringkasan koreksi dalam kitab al-Khulasah 'al-Wafiyah, bandingkan tulisan Taufik, Menghitung Awel Bulan Oomariyah Menurut Sistem al-Khulasah — a-Wafiyah, dalam pendidikan dan pelatihan hisab rukyah negara-negara MABIMS 2000, Lembang, 10 Juli 2000 -5
220 Hasil wawancara dengan bapak Taufik, Op. cit.
221 Noor Ahmad, Nurul Arroer, TBS Kudus, tth.
45 Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Maksyuf yang beberapa bulan yang
lalu diberikan kepada penulis,
222 Sebagaimana wawancara penulis dengan putra Ia bapak Sirril Wafa dan bapak Khairuzad, pada tanggal 10 Agustus 2002.
223 Hasil wawancara dengan bapak Anshori (putra menantu) pada tanggal 23 Juli 2002.
224 Zubaer Umar Al-Jaelany, op cit, h, 121-127
225 ibid. hlm, 199-209
226 Merujuk pada hasil seminar sehari hisab rukyah pada tanggal 27 April 1992
di Tugu Bogor yang menghasilkan kesepakatan adanya klasifikasi pemikiran hisab
rukyah di Indonesia berdasarkan keskurasiannya.