Dendam dan Dengki
Nama kitab: Terjemah Al-Akhlaq lil Banin Juz 4, Akhlak lil Banin Jilid 4
Judul asal dalam teks Arab: الأﺧﻼﻕ ﻟﻠﺒﻨﻴﻦ الجزء الأول لطلاب المدارس الإسلامية بإندونيسيا
Makna: Pelajaran Budi Pekerti Islam untuk Anak Laki-laki Bagian/Volume IV
Penulis: Umar bin Ahmad Baradja
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam (akhlak mulia), adab sopan santun
Penerjemah:
Daftar Isi
- Dendam dan Dengki
- Berbagai Akibat Buruk Karena Dengki
- Ghibah (Membicarakan Aib)
- Bukti-Bukti Atas Bahaya Ghibah
- Mengadu Domba Dan Melapor Kepada Penguasa
- Cara Para Pelaku Namimah Berbuat Kerusakan
- Nasihat-Nasihat Umum (1)
- Nasihat-Nasihat Umum (2)
- Kembali ke: Terjemah Akhlaq lil Banin Juz 4
21. DENDAM DAN DENGKI
Ketahuilah, dendam itu akibat marah. Apabila manusia marah kepada
seseorang dan tidak dapat membalas dendam kepadanya, kembalilah marah itu ke
dalam batin, lalu dia menjadi dendam. Orang yang dendam tetap menunggu
kesempatan hingga dia membalas dendam kepada orang yang dibencinya.
Sebagaimana
penyair berkata:
Sesungguhnya musuh itu walaupun
menunjukkan perdamaian Jika merasa kuat, pada suatu hari ia akan menyerang.
Dendam
itu haram dan sangat tercela, seperti dengki. Artinya: Dia mengharapkan
kehilangan kenikmatan dari orang yang menjadi sasaran dengki.
Allah
Ta’ala berfirman: “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran
karunia?” yang Allah telah berikan kepada manusia itu?” (QS. An-Ni-sa’:54).
“Dan
dari kejahatan orang yang mendengki bila dia dengki” (QS. Al-Falaq:5).
Nabi
saw. bersabda: “Dendam dan dengki itu memakan pahala berbagai kebaikan seperti
api memakan kayu.”
Beliau bersabda pula: “Orang
mukmin itu tidak pendendam.”
Sabdanya juga:
“Bukan termasuk golonganku orang yang mempunyai rasa dengki, melakukan namimah
(mengadu domba) mau pun pergi ke dukun, dan aku pun bukan dari
golongannya.”
Adapun rasa iri, yaitu mengharapkan
keadaan seperti Orang yang menjadi sasaran iri hatinya tanpa mengharapkan
kehilangan kenikmatan itu, maka sifat itu terpuji, karena ia menimbulkan
persaingan sehat.
Rasa iri dalam berbagai urusan
kebaikan justru dianjurkan. Allah Ta’ala berfirman: “…. untuk hal yang
demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba.” (QS.
Al-Muthaffifin:26).
Dalam hadits disebutkan:
“Orang mukmin itu iri hati, sedang orang munafik mendengki.” Dalam hadits yang
lain: “Telah menjalar kepada kamu penyakit umat-umat sebelum kamu, yaitu
dengki dan kebencian. Itulah yang akan mencukur. Aku tidak mengatakan: la
mencukur rambut, tetapi mencukur agama.
Demi
Allah’ yang menguasai nyawaku, kamu tidak akan masuk surga hingga beriman dan
tidaklah kamu beriman hingga saling mencintai. Maukah aku tunjukkan Sesuatu
yang jika kamu lakukan, maka kamu saling mencintai? Sebarkanlah salam di
antara kamu.”
Dendam dan
dengki menyebabkan kepayahan hati dan bahaya tubuh. Sayyidina Ali ra. berkata:
“Kesehatan tubuh disebabkan sedikit rasa dengki.”
Imam
Al-Ashma’i berkata: “Aku berkata kepada seorang dusun yang berusia 120 tahun:
“Alangkah panjang umurmu!’Orang itu menjawab: ‘Aku tinggalkan rasa dengki,
maka aku berumur panjang’.”
Tidaklah lebih
menyenangkan bagi manusia dan tidaklah lebih menjauhkan kesusahannya daripada
hidup dengan hati bersih, tidak mendengki dan tidak mendendam terhadap seorang
pun. Dan seperti inilah keadaan Rasulullah saw. Dalam hadits dijelaskan:
“Janganlah salah seorang di antara para sahabatku menyampaikan kabar sesuatu
kepadaku tentang seseorang, karena aku ingin keluar menghadap kalian dalam
keadaan bersih hati.”
Di antara doa Rasulullah
saw.: “Ya Allah, setiap nikmat yang aku rasakan pada waktu pagi atau dirasakan
oleh seorang makhluk-Mu, maka ia berasal dari-Mu saja, tiada sekutu bagi-Mu.
Maka, bagi-Mu-lah segala puji dan syukur.”
Dalam
hadits disebutkan: Rasulullah saw. ditanya: “Manusia manakah yang paling
utama?” Beliau menjawab: “Setiap orang yang bersih hati dan benar lisannya.”
Ada yang mengatakan: “Benar lisannya kami ketahui, maka apakah arti bersih
hati’?” Rasulullah saw. menjawab: “la adalah orang yang bersih hatinya dan
bertakwa, tidak berdosa dan tidak berbuat zalim, tidak mendendam dan tidak
mendengki.”
Allah telah menggambarkan kaum
muslimin yang benar melalui firman-Nya: “Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a: ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah
kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang’.” (QS. Al-Hasyr:10).
Penyair
berkata:
Hai pencari kehidupan yang aman dan
tentram, semata-mata tanpa kekeruhan, bersih tanpa kotoran
Bersihkan
hatimu dari dendam dan dengki
Dendam di dalam hati, seperti
belenggu di leher.
Ketahuilah,
pengaruh-pengaruh buruk dari dendam dan dengki tidak menimpa seorang saja,
tetapi meluas kepada masyarakat. Maka hal itu menyebabkan berbagai bahaya yang
sangat dan menimbulkan api fitnah serta permusuhan, Sehingga terjadi pemutusan
hubungan antar saudara dan angGota keluarga serta suku.
Rasulullah
saw. mencela pemutusan hubungan: “ya. nganlah kamu saling membenci, mendengki,
menjauhi dan memutuskan hubungan. Akan tetapi, jadilah kamu hamba-hamba Allah
yang bersaudara. Diharamkan bagi Seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari
tiga hari.”
Dalam hadits lain: “Barangsiapa
menjauhi sauda. ranya lebih dari tiga hari, lalu dia mati, maka dia masuk
neraka.”
Rasulullah saw. bersabda pula: “Dibuka
pintu-pintu surga pada hari Senin dan Kamis. Maka, setiap hamba . yang tidak
mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, diampuni dosanya, kecuali orang yang
masih berlangsung permusuhan antara dia dan saudaranya. Maka dikatakan:
“Tundalah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tundalah kedua orang ini
sampai keduanya berdamai.”
Rasul saw. pun
bersabda: “Allah Azza wa Jalla mengawasi hamba-hamba-Nya di malam pertengahan
(Nisfu) Sya’ban, lalu mengampuni orang-orang yang memohon ampun dan merahmati
orang-orang yang memohon rahmat serta menunda orang-orang yang menJendam,
sebagaimana keadaan mereka.”
Sebab-sebab dengki itu banyak, di antaranya:
Permusuhan
dan kebencian. Orang yang dengki tidak ingin musuhnya memiliki suatu
keutamaan. Oleh karena itu, dia mendengki terhadapnya atas kenikmatan itu.
Meninggikan
diri dan bersikap sombong. Dia tidak rela seseorang menampakkan suatu sifat
baik, agar tidak menyombongkan sifat itu kepadanya. Oleh sebab itu, dia
mengharapkan tidak ada kebaikan padanya (orang lain).
Takut
tidak mencapai maksudnya. Ini biasanya terjadi antar kerabat dan teman. Sesama
saudara saling mendengki atas timbulnya kedudukan di dalam hati ayah dan ibu.
Sesama murid saling mendengki karena mendapat kedudukan di sisi guru. Sesama
pedagang saling mendengki karena banyak langganan, dan lain-lain. Sebagaimana
dikatakan: Musuh manusia ialah orang yang bekerja seperti pekerjaannya.
Jiwa
yang jahat dan watak yang rendah. Ini adalah sebab terpenting dan paling
buruk. Dia tidak menginginkan kebaikan bagi seseorang dan merasa berat atas
terlihatnya kenikmatan Allah atas hamba-hamba-Nya. Dia pun bersedih bila
melihat orang-orang dalam keadaan sehat dan afiat, tentram dan aman. la
gembira bila mereka ditimpa musibah, sehingga kacau urusannya, harga-harga
menjadi mahal dan tersebar di antara mereka penyakit serta permusuhan. Orang
ini adalah musuh kenikmatan-kenikmatan Allah dan dengkinya mantap, sedangkan
pengobatannya sulit sekali, karena dia tidak senang, kecuali nikmat-nikmat
Allah lenyap dari para hamba-Nya.
5.Sungguh baik
penyair yang berkata:
Setiap permusuhan dapat
diharapkan menohilangkannya, kecuali permusuhan orang yang memusuhimu karena
dengki karena di dalam hati ada ikatan yang membelitnya, tiada seorang pun
yang dapat membukanya untuk selamanya
Kecuali Tuhan, jika Dia
mengasihani, dilepaskannya.
Jika Dia menolak, maka jangan
mengharapkannya dari seorang pun.
Di antara
mereka ada orang-orang yang memusuhi orang-orang yang memperbaiki negeri dan
memberi manfaat bagi umat. Mereka menentang pekerjaan-pekerjaan dan menghambat
proyek-proyeknya karena dengki dan berniat jahat. Oleh karena itu, janganlah
kamu bergaul dengan mereka dan jauhilah, seperti orang sehat yang menjauhi
penderita – Sakit kudis, serta dukunglah orang sehat yang menjauhi penderita
sakit kudis, serta dukunglah orang-orang yang mengadakan perbaikan itu dengan
kekuatan yang ada padamu.
Di
antara sifat-sifat yang menyertai dendam, adalah buruk sangka, menyelidiki aib
(cela) dan suka menyiarkan perbuatan keji. Allah Ta’ala berfiman:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji
itu tersiar dikalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih
di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. An. Nuur:19).
Dari Ibnu Umar ra., dia
berkata: Rasulullah saw. naik mimbar, lalu beliau berseru dengan suara
sekeras-kerasnya: “Hai, orang masuk Islam dengan lisannya, namun iman tidak
masuk ke hatinya. Janganlah kamu mengganggu kaum muslimin, menjelekkan, dan
menyelidiki aib (cela) mereka, karena barangsiapa menyelidiki aib (cela)
saudaranya muslim, maka Allah menyelidiki aib (cela)nya. Dan barangsiapa yang
diselidiki Allah aibnya, maka Allah akan menyingkapnya (membuka rahasianya)
walaupun di dalam rumahya.”
Pada suatu hari Ibnu
Umar memandang Ka’bah, lalu berkata: “Alangkah agung kamu dan alangkah agung
kehormatanmu, sedang orang mukmin lebih besar kehormatannya di sisi Allah
daripada kamu (Ka’bah).”
Termasuk karunia Allah
atas hamba-hamba-Nya ialah Dia (Allah) suka menutupi kejelekan-kejelekan dan
menamakan diri-Nya As-Sattar (Yang Maha Menutupi kejelekan).
Dalam
hadits dijelaskan: “Tidaklah seorang hamba menutupi kejelekan seorang hamba
lainnya di dunia, melainkan Allah Ta’ala menutupi kejelekannya di hari
Kiamat.”
Maka, wajiblah kamu
waspada dari dendam dan dengki sekuat tenaga. Apabila kamu terjerumus ke
dalamnya, segeralah bertobat dan obatilah hatimu yang sakit dengan . obat-obat
yang manjur berikut:
Pertama: Hendaklah kamu
ketahui, bahwa dengki itu membahayakan dalam agama dan duniamu. Adapun bahaya
di dunia, maka dengan sebab dengki itu kamu selalu berada dalam kesusahan dan
keresahan, kekeruhan dan kesedihan.
Kamu ingin
mengganggu orang lain dengan dengkimu, tetapi sebenarnya kamu mengganggu
dirimu sendiri. Maka, siksaan yang kamu kehendaki bagi musuhmu, justru
menimpamu, sedangkan nikmat-nikmat Allah SWT. tetap tidak hilang dari orang
yang menjadi sasaran dengkimu.
la berkata
sebagaimana kata penyair:
Jika mereka dengki
kepadaku, maka Sesungguhnya aku tidak menyalahkan mereka.
Sebelum
aku, orang-orang yang baik telah menjadi sasaran dengki.
Tetaplah
padaku dan mereka apa yang aku dan mereka alami.
Kebanyakan kita
mati karena jengkel alas apa yang dirasakan.
Adapun
bahayanya dalam agama, maka dengan dengki kamu tidak menyukai keputusan Allah
dan tidak menyukai kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Dengan itu kamu berbuat
kejahatan besar kepada dirimu dan melakukan dosa besar serta patut mendapat
siksa yang pedih atas hal itu di akhirat.
Penyair
berkata:
Hai orang yang dengki pada nikmatku,
tahukah kamu, kepada siapa kamu berlaku buruk?
Kamu berlaku buruk
kepada Allah
Mengenai hukum-Nya karena engkau tidak senang atas
karunia-Nya bagiku
Maka, Tuhanku membalasnya dengan menambah
nikmatku dan menutupi berbagai permintaanmu.
Kedua:
Hendaklah kamu memperlakukan orang yang menjadi sasaran dengkimu dengan
kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh kedengkian itu. Maka, paksakanlah
lisanmu untuk memuji dan menampakkan kegembiraan atas nikmat nikmat Allah
padanya.
Bersikap rendah hatilah kepadanya dan
tersenyum didepannya serta mengajukan alasan kepadanya atas kekurangan dalam
menunaikan hak haknya. Mulailah memberi salam jika bertemu dengannya.
Ringkasnya, tunjukkanlah kasih sayang kepadanya dengan segenap kemampuanmu.
Harus memaksakan diri dengan perlakuan ini dan memerangi dirimu untuk
melakukan Itu pada permulaan, sehingga akhu. nya menjadi perilaku dan
watak.
Dengan demikian, Insya Allah hatimu
menjadi sehat dari penyakit dengki dan kamu pun dicintai oleh hati orang yang
menjadi sasaran dengki. Di samping itu, hati kalian akan saling menyayang dan
berakibat setan menjadi hina.
Telah disebutkan
dalam hadits, bahwa manusia tidak luput dari dengki, buruk sangka dan firasat
buruk (sikap pesimis). Akan tetapi ia tidak boleh berbuat menurut ketiga sifat
ini.
Rasulullah saw. bersabda: “Ada tiga perkara,
yang seorang pun tidak luput darinya, yaitu dengki, sangkaan dan firasat
buruk.
Maukah kalian kuberitahu tentang jalan
keluar dari itu? Apabila kalian mendengki, jangan berbuat zalim. Jika
menyangka, jangan memastikan. Dan jika berfirasat buruk, maka teruskanlah.”
Yakni jangan mundur sebab firasat buruk dari perkara yang kamu inginkan.
Apabila
kamu senang pada nikmat seseorang, maka mohonlah dari Allah seperti itu,
karena Allah Ta’ala Maha Pemurah dan Maha Pemberi. Berusahalah untuk
memperolehnya, karena barangsiapa bersungguh-sungguh, dia pun berhasil.
Penyair
berkata:
Apabila kamu senang dengan sifat-sifat
seseorang maka jadilah seperti dia dan kamu mendapat apa yang kamu senangi.
Tidaklah
ada hambatan yang menghalangimu bila kamu ingin mencapai kebesaran dan
kemuliaan.
22. BERBAGAI AKIBAT BURUK KARENA DENGKI
Abdullah bin Ubay bin Salul ingin diberi
mahkota oleh bani Khazraj dan dijadikan raja mereka. Kemudian Rasulullah saw.
hijrah ke Madinah dan gagallah pemahkotaannya. Maka dia pun mendengki kepada
Rasulullah saw. dan menyembunyikan permusuhan terhadapnya. Dia masuk Islam
pada Iahirnya, padahal sebenarnya dia termasuk tokoh munafikin, bahkan
pemimpin mereka.
Dia mengganggu Rasulullah saw.
dengan gangguan yang keras, hingga ia mati dalam keadaan kafir. Semoga Allah
melindungi kita. Allah melarang Nabi-Nya menyalatinya melalui firman-Nya:
“Dan
janganlah kamu sekali-kali menyalati (jenazah) seorang yang mati diantara
mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah
kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS.
At-Taubah:84) |
Kalau saja dia tidak dengki,
tentulah dia masuk Islam dan baik Islamnya, serta menjadi seperti kaum orang
Anshar yang membela agama.
Begitu pula keadaan iblis. Ketika ia mendengki Adam atas pilihan yang
dikhususkan Allah dan menolak sujud kepadanya, maka Allah melaknatnya hingga
hari Kiamat dan mengusirnya di antara malaikat yang dekat dengan Allah serta
menurunkannya ke bumi. Maka, ia pun menjadi teladan bagi orang-orang yang
kafir dan fasik. Begitu pula keadaan kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka
mengetahui kebenaran Rasulullah.
Sebagaimana
Aliah Ta’ala berfirman: “Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya,
mereka mengenainya (Muhammad) seperti mereka mengenali anakanaknya sendiri…”
(QS. Al-An’am:20).
Akan tetapi, mereka tidak
beriman padanya karena dengki. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “….maka se.
telah datang kepada mereka apa yang telah mereka ke. tahui, mereka lalu ingkar
kepadanya. Maka laknat Allah. lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (QS.
Al-Baqarah:89).
Begitu pula orang-orang kafir
Makkah. Sifat dengki mencegah mereka untuk beriman, sebagaimina Allah memberi
tahu tentang mereka melalui firman-Nya: “Dan tatkala kebenaran (Al-Gur’an) itu
datang kepada mereka, maka mereka berkata: ‘Ini adalah sihir dan sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang mengingkarinya.” (QS. Az-Zukhruf:30)
“Orang-orang
kafir dari Ahlulkitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya
suatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan orang yang
dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian) dan Allah mempunyai
karunia yang besar.” (QS. Al-Baqarah:105).
Seperti kedengkian di atas termasuk kedengkian Qabil, putra Sayyidina Adam
as., terhadap saudaranya, Habil, lalu membunuhnya secara aniaya. Maka dia
adalah manusia pertama yang terbunuh di muka bumi ini.
Dalam
hadits disebutkan: “Tidak ada jiwa yang terbunuh secara aniaya, kecuali putra
Adam yang pertama menanggung dosa dari pembunuhnya, karena dia adalah orang
pertama yang mengadakan pembunuhan.”
Disebutkan
pula: “Barang siapa mengadakan contoh perbuatan yang baik dalam Islam, maka
dia mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya tanpa
mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa mengadakan contoh
perbuatan buruk dalam Islam, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang yang
mengamalkan sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”
23. GHIBAH (MEMBICARAKAN AIB)
Ghibah, termasuk cacat lisan terbesar dan dosa
besar. la mempunyai berbagai bahaya besar, karena ia membangkitkan api fitnah
dan memutuskan ikatan-ikatan kerukunan dan cinta kasih di antara
orang-orang.
Arti ghibah disebutkan dalam sebuah
hadits: “Tahukah kalian, apakah ghibah itu?” Mereka menjawab: “Allah dan
Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kamu menyebut
saudaramu dengan sifat yang tidak disukainya.” Ada yang mengatakan: “Apakah
pendapatmu jika pada saudaraku terdapat apa yang aku katakan?”
Rasulullah
saw. menjawab: “Jika terdapat padanya apa yang kamu katakan, maka kamu telah
menggunjingnya. Jika tidak terdapat padanya apa yang kamu katakan, maka kamu
telah memfitnahnya (berdusta dengannya).”
Ghibah
itu dilakukan dengan menyebut aib-aib dalam agama orang yang digunjingkan,
badan, nasab (silsilah keturunan) atau akhlaknya, dan dalam setiap sifat yang
dinisbatkan (dihubungkan) kepadanya hingga mengenai baju dan rumahnya. Hal itu
dilakukan dengan perkataan, tulisan, isyarat atau tiruan, misalnya, berjalan
di belakang orang pincang dengan pura-pura pincang.
Telah disebutkan mengenai tercelanya ghibah dan peringatan serta ancaman
terhadapnya dalam ayat-ayat dan beberapa hadits. Di antaranya Allah Ta’ala
berfirman: “Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al Humazah:1).
Yakni, orang yang banyak menggunjingkan orang.
Allah
menyerupakan pelakunya dengan pemakan daging bangkai. Oleh karena itu, Allah
Ta’ala berfirman: “…. dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya…” (QS.
Al-Hujurat:12).
Rasulullah saw. bersabda:
“Janganlah kamu menggunjing orang, karena penggunjingan (ghibah) itu lebih
berat daripada zina. Adakalanya orang yang zina kemudian bertobat, lalu Allah
menerima tobatnya. Tetapi pelaku ghibah tidak diampuni dosanya hingga orang
yang digunjingkan memaafkannya.”
Sabdanya pula: “Ketika aku mi’raj, aku melewati suatu kaum yang mempunyai
kuku-kuku tembaga dan mencakar muka dan dada mereka. Kemudian aku berkata:
‘Siapakah mereka itu, wahai Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Orang-orang yang makan
daging orang lain dan mencaci maki kehormatan mereka’.”
Dari
Aisyah ra., dia berkata: Aku berkata pada Rasulullah saw. “Cukuplah engkau,
bahwa shafiyah (salah seorang istri Nabi) mempunyai sifat begini dan begini.”
.
Seorang perawi berkata: Maksudnya pendek. Maka
Rasul saw. bersabda: “Kamu telah mengucapkan perkataan yang seandainya
dicampur dengan air laut, niscaya ia menodainya.” Yakni membusukkan dan
mengubah baunya.
Dari Jabir bin Abdillah ra., dia
berkata: “Kami sedang bersama Rasulullah saw. ketika tertiup angin busuk.”
Maka Rasulullah saw. bertanya: “Tahukah kalian, apakah angin ini? Ini adalah
angin orang-orang yang menggunjingkan orang-orang mukmin.”
Dalam
hadits pula: “Barang siapa makan daging saudaranya di dunia, maka daging itu
dihidangkan kepadanya pada hari Kiamat. Kemudian dikatakan kepadanya: Makanlah
ia dalam keadaan mati, sebagaimana kamu memakannya dalam keadaan hidup. Maka
ia pun memakannya dan cemberut serta berteriak.”
Banyak sebab yang menimbulkan ghibah, di antaranya. A. Apabila marah kepada
seseorang dan ingin melampiaskan kejengkelan terhadapnya, sehingga dia
menggunjingkannya. Apabila dia tidak mampu melakukan itu, tertahanlah
kemarahannya di dalam hatinya dan menjadi dendam. Sebab dendam itu dia selalu
menggunjingkan orang lain.
Apabila dia menghadiri suatu majlis, lalu penghuninya menggunjingkan seseorang
sehingga dia ikut serta dengan mereka dalam bermaksiat, karena berbasa-basi
dengan mereka dan takut mereka kecewa padanya serta memusuhinya, seandainya
dia menegur atau meninggalkan majlis mereka.
Kesombongan. Orang yang sombong biasanya merendahkan dan mengejek orang lain
serta menghina mereka, baik secara tegas atau sindiran. Misalnya, dia berkata:
Si Fulan bodoh dan bebal. Untuk menyatakan, bahwa dirinya seorang yang pandai
dan cerdas.
Dengki, karena dia
tidak suka orang-orang memuji orang lain. Maka dia pun mencelanya di dekat
mereka agar mereka tidak mencintai dan menghormatinya.
Menghabiskan waktu untuk tertawa dan omong kosong, sehingga dia bergurau
dengan mencela kehormatan orang lain.
Ghibah itu mudah diucapkan, karena sering dilakukan dan menjadi kebiasaan.
Oleh karena itu, lihatlah, banyak orang tidak menjauhi maksiat yang besar ini.
Maka, tidaklah kamu mendapati kebanyakan majlis, kecuali penuh dengan ghibah,
terutama pada kaum wanita, karena ghibah itu menyenangkan dan hiburan bagi
mereka. Maka, waspadalah terhadap kebiasaan yang tersebar ini, agar kamu
selamat di dunia dan akhirat serta hidup senang.
Hendaklah
kamu menyendiri bila tidak menemukan teman yang shalih, agar kamu selamat dari
ghibah.
Dalam hadits dijelaskan: “Menyendiri itu
lebih baik daripada teman yang buruk, sedang teman yang shalih lebih baik
daripada menyendiri.”
Hiburlah dirimu dengan
menaati Tuhanmu dan membaca kitab-kitabmu, karena di sana terdapat keselamatan
dan afiat serta keberuntungan yang besar.
Al-Mutanabbi
rahimahullah berkata:
Tempat termulia di dunia
adalah punggung orang yang berenang dan sebaik-baik teman duduk di setiap
waktu adalah kitab.
Hendaklah
kamu menjaga lisan, karena sebagaimana dikatakan orang bijak: “Kecil
bentuknya, tetapi besar dosanya.”
Penyair
berkata:
Hai manusia, jagalah lidahmu,
Jangan sampai ia
menyengatmu, karena ia adalah ular.
Banyak orang di dalam kubur
terbunuh karena lisannya.
Padahal banyak pemberani takut
menghadapinya.
Apabila kamu mendengar
penggunjingan terhadap seorang muslim, maka belalah dia dan cegahlah
penggunjing itu dari meneruskan ghibahnya, dan putuskanlah omongannya serta
bicaralah tentang masalah lain.
Dalam hadits
dijelaskan: “Barangsiapa .membela kehormatan saudaranya, maka Allah menolak
api neraka dari wajahnya di hari Kiamat.”
Dalam
hadits pula: “Barang siapa mendengar seorang mukmin dihina di dekatnya, sedang
dia tidak membelanya, padahal dia mampu membelanya, maka Allah menghinakannya
di hadapan para makhluk pada hari Kiamat.”
Jika
kamu: tidak dapat membelanya, maka ingkarilah ghibah itu dengan hatimu atau
keluarlah dari majlis itu. Waspadalah agar jangan tetap diam atau menunjukkan
persetujuan dengan orang yang mengunjing itu, sehingga menjadi sekutunya:
dalam dosa. Sebagaimana dalam hadits: “Pendengar itu termasuk salah seorang
penggunjing.”
Ghibah di dalam
hati, yang disebut buruk sangka (su’udzan)., juga diharamkan. Misalnya, bila
seorang berjalan di depanmu dan tidak memberi salam atau temanmu tidak
mengunjungimu, sehingga kamu beranggapan bahwa keduanya kurang memenuhi
hak-hakmu: berlaku sombong terhadapmu sehingga hatimu menjauh dari keduanya:
seSeorang memujimu, tetapi kamu mengartikan pujiannya sebagai ejekan dan
olok-olok terhadapmu: atau ada dua orang berbisik-bisik, lalu kamu menyangka
kedua orang itu menjelekkan kamu.
Terkadang kamu
meminta sesuatu dari seorang teman atau tetanggamu, lalu dia mengajukan
keberatan untuk memberikannya sehingga kamu menyangkanya kikir, tidak suka
menolongmu atau menyembunyikan kebencian kepadamu, dan contoh-contoh lainnya.
Semua itu adalah haram.
Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Dalam
hadits disebutkan: “Dua sifat yang tidak diungguli oleh suatu kebaikan, yaitu
baik sangka kepada Allah dan hamba-hamba-Nya. Dua sifat yang tidak diungguli
oleh suatu keburukan, yaitu buruk sangka kepada Allah dan hamba-hamba-Nya.”
Terkadang dibenarkan (dibolehkan) ghibah untuk tujuan-tujuan yang benar
menurut syariat agama: dan tidak mungkin mencapai tujuan-tujuan ini, kecuali
dengannya. Hal itu dilakukan dalam keadaan terpaksa. sebagaimana dibolehkan
makan bangkai.
Allah Ta’ala berfirman: “…kecuali
apa yang kamu terpaksa memakannya…” (QS. Al-An’am:119).
Bukan
karena tujuan dengki dan menjelek-jelekkan kehormatan orang lain. Dalam hal
ini ada enam sebab:
Pertama: Apabila orang
teraniaya mengadukan kepada penguasa (hakim), misalnya, agar membela haknya
terhadap orang itu, atau murid yang mengadukan temannya yang mengambil
bukunya, misalnya, kepada guru, agar dia mengembalikan bukunya. Atau orang
yang mengutangkan uangnya mengadukan orang yang diutangi dan menunda-nunda
pembayaran kepada orang yang dapat mengambil kembali hak darinya.
Dalam
hadits dijelaskan: “Sesungguhnya pemilik hak Itu boleh bicara.”
Dalam
hadits lain: “Penunda-nundaan orang yang mampu atas utangnya, menghalalkan
orang menyinggung kehormatan dan menghukumnya.” Yakni, orang yang mengutangkan
uangnya boleh berkata: “Orang yang berutang itu menganiaya aku.” Hal itu
menyebabkan dia halal dihukum dengan penjara dan takzir (mendera dengan
pukulan). Ini dilakukan oleh penguasa.
Seorang
laki-laki bertamu kepada suatu kaum, namun mereka tidak menerimanya dengan
baik. Setelah keluar, dia ‘berbicara tentang keburukan perlakuan mereka secara
terang-terangan. Maka turunlah firman Allah Ta’ala: “Allah tidak menyukai
ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh orang
yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.
AnNisa’:148).
Kedua: Apabila dia menggunakan
ghibah untuk menghilangkan kemungkaran, lalu dia berkata kepada orang yang
mampu menolak orang yang bermaksiat dari kemaksiatannya: Si Fulan berbuat
begini, maka cegahlah dia dari perbuatan tersebut: dan sebagainya.
Ketiga
: Apabila dia bertanya kepada mufti (pemberi fatwa atau hakim agama),
misalnya, Si Fulan menganiaya aku, apakah dia boleh melakukan hal itu?
Bagaimana aku dapat melepaskan diri dari kezalimannya? Penentuan ini boleh.
Akan tetapi yang lebih baik ialah tidak menyebutkan namanya.
Diriwayatkan
dari Hindun binti Utbah, bahwa dia berkata kepada Nabi saw.: “Sesungguhnya Abu
Sufyan seorang yang kikir dan tidak memberiku belanja yang cukup bagiku dan
anak-anakku, kecuali apa yang kuambil darinya, sedang dia tidak mengetahui.”
Kemudian Nabi saw. bersabda: “Ambillah (uang) belanja yang cukup bagimu dan
anakmu dengan cara yang baik.”
Keempat: Apabila
seseorang memperingatkan orang muslim terhadap kejahatan: maka bilamana
seseorang meminta nasihat tentang persekutuan dagang dengan seseorang,
menitipkan amanat padanya, mengenai muamalah (hubungan kerja) dengannya, atau
yang lainnya, maka wajiblah atasnya sebagai penasihat mengungkapkan keadaan
orang itu bagi orang yang meminta nasihat. Di samping itu, dia harus
menyebutkan aib-aibnya menurut kebutuhannya dengan tujuan nasihat semata-mata.
Dalam hadits disebutkan: “Penasihat itu dibebani amanat.”
Kelima:
Apabila seseorang bertujuan mengenalkan seseorang kepadanya, bukan dengan
tujuan mengganggu atau merendahkan, dengan mengatakan: Fulan si pincang, si
Mata juling atau si Mata kabur (sering mengeluarkan air mata), apabila dia
memang dijuluki demikian. Seandainya dapat mengenalkan dengan selain itu, maka
hal itu lebih utama dar selamat.
Keenam: Apabila
seseorang menunjukan kefasikan dan bid’ahnya secara terang-terangan, misalnya,
orang yang terang-terangan minum khamar (arak) dan makan riba dan main judi.
Maka boleh menyebutkan maksiat-maksiat yang dilakukan, karena yang demikian
itu dibolehkan, sebagaimana dalam hadits: “Orang yang meletakkan baju malu
pada dirinya, maka dia tidak akan dighibah (digunjing) Dalam hadits lain:
“Apakah kalian keberatan menyebut orang fajir? Sebutlah kejelekannya, agar
orang-orang mengenalnya, sebutlah sifatnya agar orang-orang mewaspadainya.”
Dalam
hadits pula: “Bahwa seorang laki-laki minta izin masuk kepada Nabi saw. Maka
beliau berkata: Izinkan dia masuk. Dia adalah seburuk-buruk orang di antara
keluarganya.’ Ketika orang itu masuk, Nabi saw. berkata lembut kepadanya,
kemudian beliau bersabda: “Hai Aisyah, sesungguhnya sejahat-jahat manusia
ialah yang dimuliakan karena menghindari kejahatannya!.”
Orang yang menggunjing harus menyesal dan bertobat. Ada empat syarat untuk
tobat dari ghibah, seperti maksiat-maksiat lainnya, yaitu: Menyesal di dalam
hati, berhenti dari dosa, bertekad untuk tidak kembali melakukan dosa itu
serta minta dihalalkan dari orang yang digunjingkannya dengan meminta maaf dan
bersikap murah hati.
Dalam hadits, diterangkan:
“Barangsiapa mempunyai tanggungan terhadap kehormatan atau harta saudaranya,
hendaklah dia minta dihalalkan darinya sebelum datang suatu hari, di mana
tidak terdapat dinar maupun dirham, tetapi diambil dari kebaikan-kebaikannya.
Bilamana dia tidak mempunyai kebaikan-kebaikan, diambillah dari dosa-dosa
temannya, lalu ditambahkan pada dosa-dosanya.”
Jika
orang yang digunjingkannya tidak ada atau sudah meninggal, dan tidak mungkin
bisa dihalalkan darinya, maka patutlah dia memperbanyak do’a dan istighfar (
memohonkan ampunan) baginya dan menambah perbuatan baik.
24. BUKTI-BUKTI ATAS BAHAYA GHIBAH
Sahabat Anas ra. berkata: Rasulullah saw.
memerintah orang-orang agar berpuasa pada suatu hari. Kemudian. beliau
bersabda: “Janganlah seseorang berbuka hingga aku mengizinkan baginya.” Maka
orang-orang berpuasa, hingga pada waktu sore ada orang datang, lalu berkata:
“Wahai Rasulullah, aku tetap berpuasa, maka izinkanlah aku berbuka.” Maka,
beliau mengizinkan baginya.
Kemudian datang
seorang laki-laki, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, dua anak perempuan dari
keluargaku tetap berpuasa dan keduanya merasa malu untuk datang kepada Anda.
Maka izinkanlah bagi keduanya berbuka puasa.” Maka Rasulullah berpaling
darinya. Kemudian orang itu datang lagi dan berkata: “Wahai Rasulullah, demi
Allah, kedua perempuan itu telah meninggal atau hampir meninggal (sekarat).”
Kemudian Rasulullah bersabda: “Bawalah keduanya kepadaku.” Maka kedua anak
perempuan itu datang, lalu Rasulullah meminta sebuah gelas, setelah itu
bersabda kepada salah seorang di antara mereka: “Muntahkanlah.” Maka dia pun
muntah nanah, darah dan bercampur antara nanah dan darah sehingga memenuhi
gelas itu. Kemudian Nabi saw. bersabda kepada perempuan yang lain:
“Muntahkanlah.” Maka dia pun muntah. Kemudian Nabi berkata:
“Sesungguhnya
kedua gadis ini berpuasa dari apa yang dihalalkan Allah bagi mereka dan
berbuka dengan apa yang diharamkan Allah atasnya. Yang satu duduk menghadap
yang lain dan selalu memakan daging orang orang (menggunjing orang).”
2.
Diriwayatkan dari Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwa seorang laki-laki
berkata kepadanya: “Si Fulan telah menggunjingkanmu.” Maka dia mengirimkan
kurma diatas talam (baki). Imam Hasan berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa
kamu menghadiahkan kebaikan-kebaikanmu ‘ kepadaku, maka aku Ingin membalasnya.
Maafkan aku, karena aku tidak dapat membalasmu sepenuhnya.”
25. MENGADU DOMBA DAN MELAPOR KEPADA PENGUASA
Namimah, lalah menyampaikan omongan seseorang
kepada orang lain dengan tujuan merusak dan memfitnah di antara mereka.
Namimah termasuk dosa besar karena menimbulkan kerusakan besar dan lebih berat
daripada ghibah.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang
banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al-Qalam:10-11).
Rasulullah
saw. bersabda: “Tidaklah masuk surga pengadu domba.”
Rasulullah
saw. juga bersabda: “Yang paling dicintai Allah di antara kamu ialah
orang-orang yang terbaik akhlaknya, orang-orang yang merendahkan diri, yang
mencintai dan dicintai. Sesungguhnya yang paling dibenci Allah di antara kamu
ialah orang-orang yang berjalan mengadu domba, yang memecah belah di antara
sesama saudara dan suka mencari kesalahan orang-orang yang tidak bersalah.”
Sabdanya
pula: “Sesungguhnya namimah dan dendam ada di dalam neraka. Keduanya tidak
berkumpul dalam hati seorang muslim.”
Rasulullah
saw. melewati dua kubur. Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya kedua orang
itu disiksa dan mereka mengira disiksa itu bukan karena melakukan dosa besar.
Sesungguhnya itu adalah dosa besar. Yaitu, yang satu berjalan dengan mengadu
domba, sedang yang lain tidak membersihkan (mensucikan) anggota badan dari
kencingnya.”
Yahya bin Aktsam
berkata: Orang yang mengadu domba itu lebih jahat daripada orang yang
mendengki. Pengadu domba berbuat dalam sesaat apa yang tidak dilakukan oleh
tukang sihir dalam sebulan.
Dikatakan: Perbuatan
mengadu domba lebih berbahaya daripada perbuatan setan, karena perbuatan setan
dilakukan dengan khayalan dan godaan, sedangkan perbuat-an mengadu domba
dengan berhadapan dan memandang. Dikatakan: Siksa kubur itu ada tiga bagian:
Sepertiga karena ghibah, sepertiga karena tidak suci dari kencing dan
sepertiga karena namimah.
Jangan pula kamu melakukan si’aayah, yaitu menyampaikan omongan dan berita
kepada orang yang ditakuti karena kekerasannya, misalnya, para penguasa dan
pemimpin. Hal itu bertujuan untuk membujuk mereka agar meng-ganggu orang yang
disebutkan kepadanya, dengan memenjarakan, membunuh atau merampas hartanya.
Si’aayah itu lebih keji daripada namimah dan dosanya dilipatgandakan.
Dalam
hadits dijelaskan: “Barangsiapa mengadukan orang yang tidak bersalah kepada
penguasa, maka dia bukan anak halal.”
Yang lebih
jahat lagi daripada pengadu domba, adalah orang yang mempunyai dua lisan dan
dua wajah. Yaitu yang menyampaikan omongan dua orang yang saling bermusuhan.
dari yang satu kepada yang lain, sedang namimah adalah menyampaikan omongan
salah satu pihak saja.
Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa mempunyai dua wajah di dunia, maka dia kelak mempunyai dua lisan
dari api neraka di hari Kiamat.”
Beliau bersabda
pula: “Kalian akan mendapati sejahat-jahat orang pada hari Kiamat di sisi
Allah, yaitu pemilik dua muka yang mendatangi pihak ini dengan satu muka dan
mendatangi pihak itu dengan muka lain.”
Apabila kamu diganggu oleh seorang pelaku namimah, maka hendaklah
memperhatikan enam perkara berikut:
Pertama:
Jangan mempercayainya, karena pelaku namimah itu fasik dan ditolak
kesaksiannya.
Allah Ta’ala berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat:6).
Datang
seorang laki-laki kepada Sayyidina Ali bin Husein ra., lalu menyampaikan
omongan orang lain terhadapnya. Maka beliau bersabda: “Marilah kita pergi
kepadanya.” Kemudian Sayyidina Ali pergi bersamanya, sementara orang itu
beranggapan bahwa Sayyidina Ali akan membela dirinya. Ketika tiba kepadanya,
Sayyidina Ali berkata: “Hai saudaraku, jika apa yang kamu katakan tentang
diriku adalah benar, maka semoga Allah mengampuni dosaku. Jika bohong, semoga
Allah mengampuni dosamu.”
Kedua: Hendaklah kamu
membencinya karena Allah Ta’ala, dan kamu wajib membenci orang yang dibenci
Allah. Bagaimana tidak, sedangkan kebiasaan pelaku namimah adalah dusta dan
ghibah, curang dan khianat, perilakunya adalah dengki dan merusak antara
orang. Pelaku namimah adalah musuh bagimu. la telah mengeruhkan kejernihan dan
berupaya memecah belah antara kamu dan para kekasihmu serta berani
memakimu.
Penyair berkata:
Barangsiapa
yang mengabari bahwa seseorang memakimu, maka dialah yang memaki, bukan orang
yang memakimu. Itu adalah sesuatu yang tidak dilakukannya terhadapmu yang
salah ialah orang yang memberitahu kamu.
Mengapa
dia tidak membelamu jika dia benar melakukan pembelaan di dekat orang yang
menganiayamu.
Sebagaimana pelaku namimah, ialah
menyampaikan omongan orang lain kepadamu: dia pun menyampaikan omonganmu
kepada orang lain.
Imam Hasan Al-Bashri
rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang mengadu domba kepadamu, pastilah dia
akan diadu orang lain.”
Penyair berkata:
Janganlah
kamu terima namimah yang disampaikan kepadamu dan berhati-hatilah dari orang
yang menyampaikannya kepadamu. Sesungguhnya orang yang menyampaikan namimah
itu kepadamu, akan melakukan seperti itu yang telah dirancangnya.
Penyair
lain berkata:
Barangsiapa melakukan namimah kepada orang-orang,
maka tidaklah aman teman-temannya dari gangguannya dan tidak aman dari
kejahatannya.
Ketiga: Hendaklah kamu menyuruh
meninggalkan namimah dan melarang dari kebiasaan itu. Firman Allah Ta’ala: dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar …” (QS. Luqman:17).
Keempat.
Janganlah berburuk sangka kepada saudaramu yang tidak ada, karena hal itu
haram, dan tidak timbul kecuali dari orang yang perbuatannya buruk.
Sebagaimana
Mutanabbi rahimahullah berkata: Apabila buruk perbuatan seseorang, buruklah
sangkaannya dan dia pun mempercayai kecurigaan yang biasa dilakukannya.
Dia
memusuhi para pencintanya dengan perkataan musuh-musuhnya dan terjerumus dalam
gelapnya keraguan.
Kelima: Janganlah kamu
memata-matai saudaramu dan jangan menyelidiki kebenaran omongan pelaku
namimah, sesuai dengan Firman Allah Ta’ala: “… dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain …” (QS. Al-Hujurat:12).
Keenam:
Janganlah kamu ceritakan omongan pelaku namimah kepada seseorang, agar kamu
tidak menjadi pelaku namimah dan ghibah, sehingga kamu terjerumus dalam
sesuatu yang dilarang bagimu.
Walaupun omongan pelaku namimah itu benar, tetapi kebenarannya buruk. Seorang
bijak berkata: “Kebenaran itu menghiasi setiap orang, kecuali orang-orang yang
mengadukan seseorang tidak bersalah kepada penguasa. Orang tersebut paling
tercela dan berdosa jika benar.”
26. CARA PARA PELAKU NAMIMAH BERBUAT KERUSAKAN
Diceritakan, seorang laki-laki kematian
saudara perempuannya. Ketika dia dikuburkan, dari kantong orang itu terjatuh
sepotong emas yang dibawanya. Kemudian, pada suatu malam dia kembali dan
membongkarnya. Ternyata, kuburan itu penuh dengan api. Kemudian dia kembali
kepada Ibunya dan berkata: “Ceritakan kepadaku, kemungkaran apa yang dulu
pernah dilakukan saudara perempuanku?” Ibunya menjawab: “Aku tidak mengetahui
suatu kemungkaran, kecuali dia keluar pada waktu malam, lalu mendengarkan apa
yang dilakukan orang-orang di pintu-pintu para tetangga dan menyampaikan
namimah dengan omongan itu, sehingga terjadi fitnah di antara mereka sebab
itu.” Maka orang itu berkata: “Itulah sebabnya.” Kemudian dia menceritakan
keadaan saudara perempuannya kepada ibunya.
Hammad bin Salamah-rahimahullah berkata: Seorang laki-laki menjual seorang
budak. Dia berkata kepada pembeli: “Dia tidak punya cacat, kecuali namimah.”
Pembeli itu berkata: “Aku setuju.” Maka dia pun membelinya dan tinggaliah
budak itu beberapa hari.
Kemudian budak itu
berkata kepada istri tuannya: “Sesungguhnya Tuanku tidak mencintai Nyonya dan
dia ingin kawin dengan seorang sahaya perempuan. Maka ambillah pisau cukur dan
cukurlah beberapa helai rambut belakangnya pada waktu dia tidur, hingga Nyonya
bisa menyihirnya, yang akhirnya dia mencintai Nyonya.
Kemudian
budak Itu berkata kepada tuannya: . “Sesungguhnya istri Tuan mempunyai
tunangan dan dia ingin membunuh Tuan. Maka pura-puralah Tuan tidur, hingga
Tuan mengetahui perbuatan itu.” Kemudian tuannya pura-pura tidur. Lalu
perempuan itu datang membawa pisau cukur. Maka tuannya menyangka, bahwa sang
istri akan membunuhnya, secara langsung dia bangkit dan membunuh istrinya.
Setelah
kejadian itu, datanglah keluarga si istri dan membunuh suaminya. Maka,
timbullah pertumpahan darah di antara kedua suku, dan hal ini akibat dari
“namimah”.
Seorang laki-laki
mengadukan seseorang kepada Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Kemudian Umar
berkata kepadanya: “Hai, orang ini, jika kamu mau, kami periksa urusanmu. Oleh
karena itu, jika kamu berdusta, maka kamu masuk dalam hukum ayat berikut:
‘Hai, orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti …” (QS. Al-Hujurat:6).
Jika
kamu berkata benar, maka kamu masuk di bawah hukum ayat berikut: ‘Yang banyak
mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.’ (QS. Al-Qalam:11). Maka
terdiamlah orang itu dan tidak dapat memberikan jawaban.
Bakr bin Abdullah berkata: Ada seorang laki-laki yang suka mendatangi seorang
raja. Kemudian dia berdiri dihadapan raja, lalu berkata: “Berbuat baiklah
kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya. Sebab, orang yang berbuat
buruk akan dicukupi keburukannya.” Maka seorang laki-laki mendengkinya atas
kedudukan dan omongan itu, lalu mengadukannya kepada raja. Dia berkata: “Orang
yang berdiri di depan Tuan dan mengucapkan perkataan itu beranggapan, bahwa
Tuan berbau busuk pada mulutnya.”
Kemudian raja
itu bertanya kepadanya: “Bagaimana hal itu bisa terbukti olehku?” Orang itu
menjawab: “Panggillah dia agar menghadap Tuan. Jika dia mendekat, pasti
meletakkan tangan di atas hidungnya, agar tidak mencium bau busuk.” Kemudian
raja memerintahkan kepadanya: “Pergilah, hingga aku selidiki.” Lalu dia keluar
dari tempat raja, kemudian memanggil orang itu kerumahnya, lalu memberinya
makanan yang mengandung bawang putih.
Setelah
itu, dia keluar dari rumah orang tadi dan berdiri di hadapan raja menurut
kebiasaannya. Kemudian orang itu berkata: “Berbuat baiklah kepada pelaku
kebaikan karena – kebaikannya, sebab pelaku kejahatan akan dicukupi oleh
kejahatannya.”
Lalu raja berkata kepadanya:
“Mendekatlah kepadaku.” Maka, dia pun mendekat kepadanya sambil meletakkan
tangan di mulutnya karena takut raja mencium bau bawang putih. Raja berkata
dalam hatinya: “Aku percaya, bahwa Si Fulan berkata benar.”
Biasanya,
apabila raja menulis surat, selalu menetapkan (memberikan) hadiah atau
santunan. Kemudian raja menulis surat kepada seorang petugasnya: “Apabila
datang kepadamu pembawa suratku ini, maka sembelihlah dia dan isilah kulitnya
dengan tanah, lalu kirimkan ia kepadaku.” Orang itu mengambil surat tersebut
dan keluar. Kemudian dia bertemu dengan orang yang mengadukannya. Orang itu
bertanya: “Surat apakah itu?” Orang itu menjawab: “Tulisan raja bagiku untuk
memberi santunan.” Orang tadi berkata: “Ia untukmu.” Lalu dia pun membawanya
kepada petugas. Maka petugas itu berkata: “Dalam suratmu itu, aku
diperintahkan menyembelih dan mengulitimu. Surat raja tidak dapat diganggu
gugat.”
Akhirnya, dia pun menyembelih dan
menguliti serta mengisi kulitnya dengan pasir, lalu mengirimkannya kepada
raja. Setelah itu orang tadi kembali kepada raja dan mengucapkan perkataannya
seperti biasa. Raja merasa heran dan bertanya: “Apa yang terjadi dengan surat
itu?” Orang tadi menjawab: “Si Fulan bertemu denganku, lalu meminta surat itu
dariku. Maka aku pun memberikannya kepada orang itu.” Raja berkata: “Dia
menceritakan kepadaku, bahwa kamu menganggap mulutku berbau busuk.” Orang tadi
berkata: “Aku tidak mengatakan begitu.” Raja bertanya: “Mengapa kamu
meletakkan tangan pada mulutmu?” Orang tadi menjawab: “Karena dia memberiku
makanan yang mengandung bawang putih. Maka aku tidak suka Tuan menciumnya.”
Raja berkata: “Pulanglah ke tempatmu. Cukuplah pelaku kejahatan mendapat
balasan atas kejahatannya.” Kemudian raja memberinya santunan berupa harta
yang banyak.
27. NASIHAT-NASIHAT UMUM I
Wahai anak tercinta!
Sesungguhnya kamu hidup dalam zaman dimana orang yang menjalankan agamanya
seperti orang yang memegang bara api, sebagaimana tersebut dalam hadits. Maka,
kamu harus memegang agamamu dalam segala keadaan dan bersabar atas hal itu,
seperti kesabaran orang-orang yang kuat. Hendaklah kamu memelihara dengan
sangat kenikmatan ini, yang merupakan nikmat paling utama, yaitu nikmat Islam
dan iman. Maka, janganlah kamu tinggalkan sedikit pun dari perintah-perintah
agamamu, walaupun di masa yang paling sulit.
Janganlah
kamu takut terhadap seorang pun dari orang. orang yang melakukan penyimpangan
dan kesesatan serta para penyeru kekafiran dan atheisme. Hendaklah kamu men.
jauhi majlis-majlis mereka dan jangan mendengarkan propaganda-propaganda yang
dusta serta membaca buku-bukunya yang menarik, karena itu semua adalah racun
pembunuh. Mereka telah mengarangnya untuk merobohkan akidah-akidah kaum
muslimin dan merusak akhlak serta kebiasannya.
Hendakiah kamu menguatkan iman dan memantapkan keyakinan. Hal itu dapat
dilakukan dengan membaca Al-Gur’an, kitab-kitab tafsir dan hadits serta
kitab-kitab para ulama penasihat. Hendaklah kamu duduk dengan ahli ilmu dan
orang-orang yang shalih serta bertakwa, agar kamu bahagia di dunia dan
akhirat.
Hendaklah kamu bersungguh-sungguh dalam
mendapatkan ilmu-ilmu yang berguna dan mencurahkan segenap kemampuan dalam
memperbaiki akhlak serta membersihkan jiwa, selama kesempatan masih terbuka
dan muda belia. Apabila kesempatan itu hilang, maka kamu pasti menggigit jari
karena menyesal, sedangkan penyesalan itu tidak berguna bagimu, walaupun kamu
menangis hingga mengeluarkan darah.
Ketahuilah!
Bahwa suatu hari kamu akan meninggalkan alam yang fana (tidak kekal) ini
menuju alam baka (Kekal). Maka, periksalah apa yang kamu siapkan bagi hari
esokmu,
Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari Esok (akhirat) …” (QS. Al-Hasyr:18).
Laksanakanlah kewajiban-kewajibanmu terhadap Tuhan, Nabi, ayah-ibu, guru-guru,
seluruh kerabat dan tetanggamu, serta orang-orang yang sebangsa denganmu dan
semua orang. Laksanakan juga kewajibanmu terhadap agama, bahasa, sekolah,
pelajaran, perdagangan dan industri serta pekerjaanmu yang lain, apabila kamu
menjadi seorang pedagang atau pekerja.
Sesungguhnya
pelaksanaan kewajiban menenangkan jiwa dan menyebabkan menusia memperoleh
kepercayaan penuh di antara orang-orang serta menyebabkan kebahagiaan antar
anggota masyarakat. Kebalikannya adalah tidak melaksanakan kewajiban, karena
ia menghilangkan kepercayaan manusia, menjatuhkan kedudukannya, dan
menimbulkan kekacauan dan kerusakan serta kesengsaraan pada semua lapisan.
Pikirkanlah masa depanmu. Ketahuilah, kamu tidak tetap dalam usia kanak-kanak
dengan pikiran kosong dan dicukupi belanjamu. Maka, suatu ketika, kamu akan
memasuki gelombang kehidupan dan dibebani mengurusi maslahat-maslahat
(kepentingan) diri dan keluarga.
Pada waktu itu,
pilihlah olehmu pekerjaan yang mulia. Jangan tinggalkan pekerjaan sehingga
kamu mengandalkan orang lain. Walaupun rezeki itu sudah terbagi, namun harus
berusaha mencarinya, karena gerak itu dapat menimbulkan berkah.
Dalam
hadits Sayyidina Umar ra.: “Sungguh aku tidak suka melihat seseorang di antara
kamu sia-sia, baik dalam pekerjaan dunia maupun akhirat.” Beliau berkata pula:
“Janganlah seseorang di antara kamu malas mencari rezeki, lalu dia berkata:
‘Ya Allah berilah aku rezeki.’ Padahal dia tahu, bahwa langit tidak menurunkan
hujan emas atau perak, dan sesungguhnya Allah Ta’ala memberi rezeki kepada
manusia, sebagian mereka dari sebagian yang lainnya.” Kemudian beliau membaca
firman Allah Ta’ala: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka menyebarkan kamu
di muka bumi, dan carilah karunia Allah serta ingatlah Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Al-Jumu’ah:10).
Tanamkanlah di dalam hatimu sifat rahmat dan kasih sayang kepada manusia dan
hewan, agar Tuhan menyayangi kamu.
Dalam hadits
dijelaskan: “Sayangilah makhluk yang dibumi, niscaya kalian disayangi makhluk
yang di langit. Barangsiapa yang tidak menyayangi, ia pun tidak disayangi.”
“Tidaklah
dicabut rahmat, kecuali dari orang yang sengsara.”
“Barangsiapa
yang menyayangi, walaupun atas burung yang disembelih, niscaya Allah
menyayanginya.”
Banyak di dunia ini orang-orang
yang lemah dan miskin, melarat dan susah, anak-anak yatim dan orang-orang
sakit, wanita-wanita dan laki-laki tua, orang-orang bodoh dan bingung. Ulurkan
pertolongan kepada mereka dengan segenap kemampuanmu, baik dengan ilmu, harta,
pikiran atau kedudukanmu untuk menolong seseorang dalam memenuhi
kebutuhannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa memberikan syafa’at yang baik,?) niscaya dia akan memperoleh
bagian (pahala) daripadanya. Dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk,
niscaya dia akan memikul bagian (dosa) daripadanya …” (QS. An Nisa’:85)”.
“Rasulullah
saw. bersabda: “Berilah pertolongan, niscaya kamu mendapat pahala.”
Apabila
kamu berbuat baik kepada orang lain, maka dia pun akan berbuat baik kepadamu
pada waktu kamu membutuhkannya. Dan sesungguhnya, orang yang kuat sekarang,
besok dia akan menjadi lemah.
Barangsiapa yang
mengalami masa muda, dia pun akan mencapai masa tua. Barangsiapa kaya, maka
dia pun tidak aman dari kemungkinan menjadi miskin. Sebagaimana kamu memberi
utang, maka kamu pun akan diberi utang.
Penyair
berkata:
Berbuatlah baik kepada orang-orang niscaya kamu perbudak
hati mereka. Sering kali manusia diperbudak oleh kebaikan.
Jadilah
kamu penolong dalam kesusahan bagi empunya harapan yang mengharap kemurahanmu
karena orang merdeka suka menolong.
Penyair lain
berkata:
Barangsiapa melakukan kebaikan, tidaklah habis balasannya.
Tidaklah lenyap kebaikan antara Allah dan manusia.
NASIHAT-NASIHAT UMUM II
Waspadalah dari segala sesuatu yang
membahayakanmu. Jangan meremehkan sesuatu yang berbahaya, walaupun banyak
orang terbiasa melakukannya. Seperti mengisap rokok. Sebagian anak-anak
mengira bahwa merokok adalah tanda kejantanan. Maka, mereka pun mengisapnya,
karena tidak mengetahui bahayanya yang banyak. Antara lain: Rokok melemahkan
jantung, menghambat pertumbuhan badan, menghilangkan nafsu makan, membahayakan
paru-paru dan menyebabkan pucat warna muka.
Sebenarnya,
ia adalah racun yang lambat. Bahayabahayanya tampak setelah beberapa waktu,
terutama di masa tua. Oleh karena itu, para dokter sepakat, di setiap waktu
dan tempat untuk menyelidiki berbagai bahayanya dan ia merupakan penyebab
penyakit kanker. Maka, hindarilah merokok sekuat tenaga untuk memelihara
kesehatanmu dari berbagai penyakit dan memelihara hartamu dari kesia-siaan.
Janganlah kamu tertipu oleh setan, lalu mulai merokok, walaupun sedikit,
karena ia bisa menjadi banyak. Maka, ia pun menjadi kebiasaan yang kokoh dan
sulit ditinggalkan, sebagaimana dikatakan mengenai minum khamar (arak). Pada
gelas pertama (teringat akan rasa kenikmatannya). .
Hendaklah kamu sangat waspada dari mendekati zina, khamar dan judi. Semua itu
menjerumuskan para pelakunya ke dalam jurang kecemaran dan kehancuran serta
menyebabkan robohnya rumah tangga dan siksa neraka yang keras di akhirat.
Allah
Ta’ala berfirman: “… dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang
keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi …” (QS.
Al-An’am:151).
“Dan janganlah kamu mendekati
zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan
yang buruk.” (QS. Al-isra’:32).
“Hai, orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk)
berhala dan mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.
Sesungguhnya setan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat,
maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS.
Al-Maidah:90-91).
Betapa banyak yang asalnya
sehat menjadi sakit, akal berubah, akhlak menjadi rusak, rumah tangga roboh
(cerai), keluarga berantakan dan harta benda melayang sebab
perbuatan-perbuatan keji yang membinasakan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan
itu sejauh-jauhnya dan jauhilah para pelakunya lebih keras daripada menjauhi
para penderita :
penyakit menular.
Kemungkaran-kemungkaran yang keji ini telah tersebar di masa yang
penuh.fitnah.
Semoga Allah menyelamatkan kita dan
seluruh kaum muslimin dari perbuatan yang hina, karena hal itu menyebabkan
kerugian di dunia dan akhirat. Semoga Allah melindungi kita darinya. Itulah
kerugian yang nyata.
Pelajarilah bahasa Arab dan cintailah ia dari hatimu serta berbicaralah dengan
bahasa itu. Sebarkan bahasa Arab di antara keluarga dan kaummu serta
orang-orang lain. Belalah bahasa Arab, karena ia merupakan bahasa agama. Allah
Ta’ala telah memilihnya di atas bahasa-bahasa lainnya dan menurunkan Al-Ouran
Al-Karim dengan bahasa tersebut.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Gur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami
(nya).” (QS. Az-Zukhrutf:3).
Apabila kamu melihat
seorang muslim mengejek bahasa Arab, maka nasihatilah dia dan beritahukan
kepadanya bahwa mengejek terhadap bahasa Arab menyebabkan kebencian kepada
Rasul saw., sedang kebencian itu (kepada Rasul saw.) menyebabkan kekufuran.
Tersebut dalam hadits:
“Hai Salman,? jangan
membenci aku sehingga kamu meninggalkan agamamu.” Aku bertanya: “Wahai
Rasulullah, bagaimana aku membencimu, sedangkan Allah memberi petunjuk
kepadaku denganmu?” Nabi saw. bersabda: “Jangan membenci orang Arab, karena
hal itu sama dengan kamu membenci aku. Barangsiapa menipu bangsa Arab, maka
dia tidak mendapat syafa’atku dan tidak mendapat kecintaanku.”
Rasul
saw. memerintahkan kita agar mencintai bangsa Arab, sebagaimana beliau
bersabda: “Cintailah bangsa Arab karena tiga perkara: Karena aku orang Arab,
AlGur’an berbahasa Arab dan percakapan penghuni surga adalah bahasa Arab.”
Hendaklah kamu juga mencintai keluarga Nabi saw.| para sahabatnya dan
ulama-ulama yang mengamalkan. ajar. annya serta para wali yang shalih?.
Merekalah orang-orang yang berjihad membela agama dan menyampaikan Al-Our’an
serta hadits-hadits pemimpin para rasul, kepada kita.
Kecintaan
kepada mereka menguatkan iman dan memeliharanya, sedangkan kebencian terhadap
mereka melemahkannya, bahkan dapat menghilangkannya. Dalam hadits dijelaskan:
“Kebencian terhadap bani Hasyim dan Anshar menyebabkan kekufuran, sedangkan
kebencian terhadap bangsa Arab menunjukkan sifat munafik.”
Dalam
hadits lain: “Peliharalah aku melalui para sahabatku, jangan jadikan mereka
sasaran (caci maki) sesudah aku wafat. Barangsiapa mencintai mereka, maka
berarti mencintaiku, dan aku pun mencintai mereka. Dan barangsiapa membenci
mereka, maka berarti membenciku, aku pun membenci mereka.”
Dalam
hadits pula disebutkan: “Demi Allah, iman tidak akan masuk ke hati seseorang
hingga dia mencintai aku karena Allah dan mencintai kerabatku.”
Disebutkan
lagi: “Muliakanlah para ulama, karena mereka adalah pewaris para Nabi. Maka,
barangsiapa memuliakan mereka, dia pun telah memuliakan Allah dan
Rasul-Nya.”
Apabila kita membenci mereka dan
tidak menghormati serta tidak mengikuti jalannya, berarti kita telah menyia
nyiakan agama. Inilah yang dikehendaki oleh musuh-musuh Islam, yang telah
mencurahkan tenaganya dalam menjauhkan kaum muslimin dari para pendahulu
mereka yang telah mendahului.
Sering kali mereka
menjelekkan citra para imam ini di kalangan kaum muslimin yang belakangan,
agar menghina dan membenci mereka sehingga dengan mudah mengeluarkannya dari
agama. Semoga Allah melindungi kita dari bencana yang nyata ini.
Allah
Ta’ala berfirman: “Ya Tuhan kami, berilah ampun bagi kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya
Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS.
AlHasyr:10).
Kamu harus pula
mencintai semua saudara sesama muslim. Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara ….” (QS. Al-Hujurat:10).
Rasul
saw. bersabda: “Orang mukmin itu seperti bangunan hagi orang mukmin lainnya,
yang satu dengan lainnya saling menguatkan.
Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah
seperti tubuh. Apabila salah satu anggotanya mengeluh, maka anggota tubuh
lainnya mengeluh, tidak dapat tidur dan demam. Orang muslim itu saudara orang
muslim. Dia tidak boleh mengkhianati dan mendustai serta menelantarkannya.
Setiap muslim atas muslim itu haram diganggu kehormatan, harta dan
darahnya.
Ketakwaan itu disini. Cukuplah
kejahatan seseorang bila dia menghina saudaranya yang muslim. Tidaklah
seseorang di antara kamu beriman hingga dia mencintai saudaranya, seperti
mencintai dirinya sendiri.”
Sampai di sini,
selesailah buku Al-Akhlaq Li Al-Banin (Bimbingan Akhlak bagi Putra-putra
Anda). Maka, hendaklah kamu membaca dan memahami isi serta mengamalkannya.
Setelah itu, bacalah kitab-kitab yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya,
An-Nashaaihid. Diiniyyah, AdDa’watut Taammah, karangan Al-Imam Al-Habib
Abdullah Al-Haddad, Adabud Dun-yaa wad Diin, oleh Imam Al-Mawardi,
Ihya’Ulumuddiin, oleh Imam Al-Ghazali, Riyadhush Shalihiin, oleh Imam
An-Nawawi, dan kitab-kitab yang bermanfaat lainnya.
Semoga
Allah memberkati dan menolongmu selamanya, dan menjadikan kamu pembela Islam
serta memperbaiki seluruh urusanmu. ” Wassalam.
Semoga
Allah mencurahkan shalawat dan salam atas junjungan kita, Nabi Muhammad saw.,
keluarga dan para sahabatnya.
Segala puji Allah,
Tuhan sekalian alam. Tamat