Makna Ikhlas dan Riya'
Nama kitab: Terjemah Al-Akhlaq lil Banin Juz 4, Akhlak lil Banin Jilid 4
Judul asal dalam teks Arab: الأﺧﻼﻕ ﻟﻠﺒﻨﻴﻦ الجزء الأول لطلاب المدارس الإسلامية بإندونيسيا
Makna: Pelajaran Budi Pekerti Islam untuk Anak Laki-laki Bagian/Volume IV
Penulis: Umar bin Ahmad Baradja
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam (akhlak mulia), adab sopan santun
Penerjemah:
Daftar Isi
- Teladan Tinggi Dalam Hal Kesabaran
- Sifat Menahan Diri Dan Marah
- Beberapa Kisah Dari Orang-Orang Yang Pandai Menahan Diri
- Kemurahan Hati Dan Sifat Kikir
- Kemurahan Hati Rasulullah Saw Dan Keluarganya
- Sifat Rendah Hati Dan Kesombongan
- Beberapa Kisah Dari Orang-Orang Yang Merendahkan Hati Dan Sombong
- Ikhlas Dan Riya'
- Kesia-Siaan Orang-Orang Yang Bersikap Riya'
- Kembali ke: Terjemah Akhlaq lil Banin Juz 4
12. TELADAN TINGGI DALAM HAL KESABARAN
Sayyidah Aisyah ra., berkata: Nabi saw.
melakukan shalat pada waktu malam hingga pecah-pecah kakinya. Maka aku
bertanya kepadanya: “Mengapa Anda lakukan ini, waha, Rasulullah, padahal telah
diampuni dosamu terdahulu dan terkemudian?”” Beliau menjawab: “Bukankah aku
harus menjadi seorang hamba yang bersyukur?”
Al-Faqih Abu Ishaq: Muhammad bin Oasim bin Sya’ban Al-Qurtubi rahimahullah
—tidak keluar dari rumahnya, melainkan bila beliau memegang kaki ibunya, lalu
meletakkan di pipinya seraya berkata: “Ya Allah, Engkau katakan dalam
Kitab-Mu: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan.” (OS. Al-Isra’:24). Sesungguhnya aku telah merendahkan diriku
kepadanya, maka ampunilah dosaku, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang.”
Diceritakan, seorang laki-laki yang sudah tua digendong oleh putranya dan
dipelihara serta diberi makan olehnya seperti anak kecil. Pada suatu hari
putranya berkata kepadanya: “Hai Ayahku, aku telah membalas dan memeliharamu
sebagaimana engkau memelihara aku. Kita telah sama-sama berbuat begitu.” Maka
ayahnya berkata: “Sekalikali tidak.” Putranya berkata: “Bagaimana itu?” Sang
ayah menjawab: “Ketika aku memeliharamu, aku mengharapkan hidupmu dan menanti
masa mudamu, sedangkan kamu sekarang mengharap kematianku.”
Dalam kitab Tarikh Ibnu Khallikan diriwayatkan, seorang laki-taki dari umat
terdahulu sedang makan dan di depannya ada seekor.ayam panggang. Kemudian
seorang pengemis datang kepadanya, namun dia menolaknya dengan tangan hampa.
Padahal orang itu hidup mewah. Pada suatu ketika, terjadi percerdian antara
dia dengan istrinya, maka habislah hartanya.
Kemudian
pengemis itu kawin dengan istrinya. Di saat suami kedua sedang makan ayam
panggang di hadapannya. tiba-tiba datang kepadanya seorang pengemis. Lalu
orang itu berkata kapada istrinya: “Berikanlah ayam itu kepadanya.” Maka
istrinya memberikan ayam panggang itu dan memandang kepadanya. Ternyata dia
adalah suaminya yang pertama. Kemudian diceritakannya kisah itu kepada
suaminya. Maka suami kedua itu berkata: “Demi Allah, akulah orang miskin yang
pertama itu, yang disia-siakan olehnya. Maka Allah memindahkan kenikmatan dan
istrinya kepadaku. karena dia kurang bersyukur.”
Seorang laki-laki mengeluh mengenai kemiskinannya kepada seorang arif
bijaksana dan menampakkan kesedihannya yang sangat. Orang bijaksana itu
bertanya: “Apakah kamu senang apabila dirimu buta dengan imbalan 10.000
dirham?” Orang itu menjawab: “Tidak”. Orang bijaksanra itu bertanya: “Apakah
kamu senang apabila dirimu bisu dengan imbalan 10.000 dirham”? Orang itu
menjawab: “Tidak.” Kemudian orang bijasana itu bertanya: “Apakah kamu senang
apabila kedua tangan dan kedua kakimu buntung dengan imbalan 20.000 dirham?”
Orang itu menjawab: “Tidak.” Orang bijaksana itu bertanya: “Apakah kamu senang
” apabila kamu gila dengan imbalan 10.000 dirham?” Orang itu menjawab:
“Tidak.” Maka orang bijaksana itu berkata: “Tidakkah kamu merasa malu apabila
kamu mengeluh pada Tuhanmu, sedangkan Dia mempunyai harta padamu sebanyak
50.000 dirham?”
.6. Ibnu Sammak masuk menemui
seorang khalifah, sedang di tangannya membawa kendi air yang diminumnya.
Khalifah itu berkata kepadanya: “Nasihatilah aku.” Ibnu Sammak bertanya:
“Seandainya kamu tidak diberi minuman ini, kecuali dengan memberikan semua
hartamu atau kamu tetap haus, apakah engkau mau memberikannya?” Khalifah
menjawab: “Ya”. Ibnu Sammak bertanya: “Seandainya kamu tidak diberi minum air,
kecuali dengan imbalan seluruh kerajaanmu, apakah kamu mau meninggalkannya?”
Khalifah menjawab: “Ya.” Ibnu Sammak berkata: “Maka jangan gembira dengan
kerajaan yang tidak menyamai seteguk air.”
Maksudnya,
nikmat Allah atas hamba-Nya dalam meminum air pada waktu haus, lebih besar
daripada kerajaan bumi seluruhnya.
13. SIFAT MENAHAN DIRI DAN MARAH
Sifat menahan diri, adalah mengendalikan nafsu pada waktu marah. Sifat ini
termasuk akhlak paling mulia dan adab yang paling baik. Maka, kamu harus
memiliki akhlak itu, agar kehormatan dirimu selamat dari celaan dan hatimu
tenang dari kekhawatiran serta mendapat pujian yang baik dan pahala yang
banyak. –
Allah Azza wa Jalla berfirman: “… dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.” (QS. Ali-Imran:134)
Nabi saw. bersabda: “Carilah kemuliaan di sisi Allah.” Para
sahabat bertanya: “Apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sambunglah
hubungan dengan orang yang menjauhi kamu dan berilah orang yang tidak
memberimu dan menahan diri terhadap orang yang mengganggumu.”
Di antara doa Nabi saw.: “Ya Allah, cukupilah aku dengan ilmu.
Hiasilah aku dengan sifat menahan diri dan muliakanlah aku dengan takwa serta
baguskanlah aku dengan kesehatan.”
Jika seseorang mengganggumu, maka maafkanlah, dan jika dia
mengemukakan alasan, maka terimalah alasannya.
Disebutkan dalam hadits: “Barangsiapa yang dikemukakan alasan
kepadanya oleh saudaranya, sedang dia tidak mau menerimanya, maka dia pun
berdosa, Seperti pemungut pajak gelap.”
Dalam hadits lain: “Barangsiapa yang dikemukakan alasan kepadanya
oleh saudaranya yang bersalah, sedang dia tidak mau menerimanya, maka dia pun
tidak bisa menemui aku di Al-Haudh (telaga Nabi di hari Kiamat).”
Penyair berkata:
Terimalah alasan dari orang yang datang mengemukakan alasan,
walaupun ia berkata baik atau buruk kepadamu.
Telah tunduk kepadamu orang yang lahirnya membuatmu ridha dan
telah mengagungkanmu orang yang mendurhakaimu secara tersembunyi.
Sifat menahan diri mempunyai banyak sebab.
Pertama, kasih sayang terhadap orang-orang bodoh. Disebutkan dalam
hadits: “Seorang badui kencing di masjid, lalu orang-orang menghampiri untuk
memukulnya. Kemudian Nabi saw. bersabda: “Biarkan dia, dan tuangkan di atas
kencingnya seember air. Sesungguhnya kamu diutus untuk memberi kemudahan dan
tidak diutus memberi kesulitan’.
Kedua, kemampuan untuk membalas dendam. Disebutkan dalam hadits:
“Apabila kamu dapat mengalahkan musuhmu, maka jadikanlah maaf sebagai rasa
syukur atas kemenangan itu.”
Rasul saw. telah memaafkan Du’tsur, yang ingin membunuhnya dan
orang badui yang menarik serbannya hingga membuat pundaknya membekas dan
sakit.
Beliau memaafkan orang yang mengeraskan suaranya ketika dia datang
menagih utang. Para sahabat bermaksud memukulnya, namun beliau berkata:
“Biarkan dia, karena sesungguhnya pemilik hak boleh berbicara.”
Nabi saw. memaafkan penduduk Makkah yang telah mengganggunya
dengan sangat, selama 13 tahun, hingga mereka mengeluarkan dari negerinya,
Makkah. Beliau memaafkan banyak orang.
Dalam hadits dijelaskan: “Rasulullah saw. tidak mem. balas dendam
untuk dirinya sedikit pun, kecuali apabila larangan Allah dilanggar. Jika
demikian, beliau membalas karena Allah.”
Ketiga: menghindari caci maki. Dalam hadits diceritakan: “Dua
orang yang saling memaki adalah dua setan yang saling memusuhi dan menjauhi”.
Terutama laknat.
Nabi saw. bersabda: “Orang mukmin bukanlah orang yang suka memaki
dan melaknat, serta tidak suka berkata keji maupun kotor.”
Penyair berkata: Katakan apa saja berupa kepalsuan dan dusta
Maafku tuli, tapi telingaku tidak.
Penyair lain berkata:
Aku menyukai akhlak mulia sekuat
tenagaku dan aku tidak suka mencela maupun dicela.
Aku maafkan
makian orang karena menahan diri.
Seburuk-buruk orang adalah yang
suka mencaci maki.
Diceritakan, seorang laki-laki berkata kepada Dhirar bin Qa’ga’:.
“Demi Allah, seandainya kamu katakan kepadaku sekali, tentu kamu dengar
sepuluh kali.” Maka Dhirar berkata kepadanya: “Demi Allah, seandainya kamu
katakan sepuluh kali, tentu kamu tidak mendengar sekali pun”
Dari Sayyidina Ali bin Husein bin Ali ra.: Bahwasanya Seorang
laki-laki memakinya. Maka dia pun melemparkan baju yang dipakainya dan memberi
dia uang 1000 dirham.
Adapun sifat marah, maka ia sangat tercela dan merupakan kunci setiap
kejahatan. Sabda beliau: “Marah itu merusak iman, sebagaimana jadam merusak
madu.” Beliau juga bersabda: “Tidaklah seseorang marah, melainkan dia
mendekati Jahanam.”
Seseorang bertanya kepada Nabi saw.: “Sesuatu apakah yang paling
berat?” Beliau menjawab: “Murka Allah.” Orang itu bertanya: “Apakah yang
menjauhkan aku dari murka Allah?” Beliau menjawab: “Jangan marah.”
Sayyidina Ali Karramallahu Wajha berkata: “Marah itu sebagian dari
gila, karena pelakunya akan menyesal. Jika dia tidak menyesal, maka
kegilaannya akan menguat (sempurna).”
Sifat marah terkadang menyebabkan pelakunya bunuh diri, seperti
murid yang gagal dalam ujian atau orang yang mengeluh karena kesusahan dan
kemiskinan. Semua itu berasal dari was-was setan dan kelemahan iman. Dalam
hadits dijelaskan: “Barangsiapa yang menjatuhkan diri dari gunung hingga
membunuh dirinya, maka dia masuk neraka Jahanam, menjatuhkan diri ke dalamnya.
Dia kekal abadi di neraka untuk selama-lamanya.
Barangsiapa meneguk racun sehingga membunuh dirinya, maka racun
itu kelak berada di tangan dan diteguknya di neraka Jahanam. Dia kekal abadi
di tempat itu untuk selama-lamanya.
Barangsiapa membunuh dirinya dengan sepotong besi, maka itu berada
di tangan dan ditusukkannya ke perutnya di neraka Jahanam. Dia kekal abadi di
tempat itu untuk selama-lamanya.” (HR. Bukhari).
Apabila kamu marah, maka tahanlah marahmu itu. Jangan bicara pada waktu marah,
agar kamu tidak menguCapkan perkataan yang akan kamu sesali. Dan, duduklah
bila kamu berdiri.
Dalam hadits disebutkan: “Apabila seseorang di antara kamu marah,
maka hendaklah dia diam.”
Dalam hadits lain: “Apabila seseorang di antara kamu marah, maka
hendaklah duduk. Jika dia masih marah, hendaklah berbaring.”
Pada waktu marah, janganlah kamu lupa memohon perlindungan kepada
Allah dari setan yang terkutuk.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan,
maka berlindunglah kepada Allah ….” (QS. Al-A’raaf:200).
Hendaklah kamu membaca do’a sesuai dengan hadits: “Aku berlindung
kepada Allah dari setan yang terkutuk. Ya, Allah, Tuhan dari Nabi Muhammad,
ampunilah dosaku, hilangkan kejengkelan hatiku dan lindungilah aku dari
fitnah-fitnah yang menyesatkan.”
Jika kamu masih marah, maka berwudhu’lah, sesuai dengan sabda Nabi
saw.: “Apabila seseorang di antara kamu marah, hendaklah dia berwudhu’ dengan
air, karena marah itu dari api.”
Di antara cara-cara menenangkan marah, hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
Pertama, renungkanlah ayat-ayat Al-Our’an dan haditshadits Nabi,
yang menerangkan keutamaan menahan diri dan memberi maaf. Beliau bersabda:
“Seorang malaikat berseru di hari Kiamat: ‘Barangsiapa mempunyai
pahala yang menjadi tanggungan Allah Azza wa Jalla, hendaklah ia berdiri.’
Maka berdirilah orang-orang yang suka memaafkan orang lain.”
Kemudian beliau membaca ayat: “… maka, barangsiapa memaafkan dan
berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah …” (QS. Asy-Syura:40).
Kedua, hendaklah kamu mengingat Allah dan membayangkan bahwa
kekuasaan Allah atas dirimu lebih besar daripada kekuasaanmu untuk membalas
orang yang berbuat jahat kepadamu.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu
lupa ….” (QS. Al-Kahfi:24).
Sahabat Ikrimah berkata, yakni, “Jika kamu marah.” Diriwayatkan
bahwa Nabi mengutus seorang pelayan dalam suatu keperluan. Ternyata pelayan
itu lambat. Ketika dia datang, Nabi saw. bersabda: “Kalau bukan karena takut
Oishash, tentu aku telah menyakitimu.” (Qishash yaitu pembalasan hukuman di
akhirat).
Ketiga, janganlah kamu mendengarkan perkataan setan, bahwa tidak
membalas dendam itu merupakan kerendahan dan kehinaan. Ini adalah kedustaan
dari setan terkutuk.
Yang benar adalah hal itu merupakan kemuliaan dan kehormatan.
Sebagaimana tersebut dalam hadits: “Sifat rendah hati tidaklah menambahi
seorang hamba, kecuali kemuliaan.
Maka, bersikap rendah hatilah kamu. Semoga Allah Ta’ala mengangkat
derajatmu. Maaf itu tidaklah menambah seorang hamba, kecuali kemuliaan. Maka,
berilah maaf. Semoga Allah memuliakan kamu.”
Keempat, hendaklah kamu memperingatkan diri akan keburukan akibat
pembalasan dendam, karena ia menambah permusuhan dan memperbanyak musuh, serta
mendatangkan rasa gembira mereka terhadap musibah-musibah (bencana) yang
menimpa dirimu, sehingga hidupmu menjadi keruh. Kemarahan itu tidak dapat
memusatkan pikiranmu untuk menuntut ilmu dan beribadah, tidak pula untuk
pekerjaanpekerjaanmu yang khusus.
Kelima, hendaklah kamu berpikir tentang keburukan rupamu pada
waktu marah. Wajah yang cemberut, kedua mata yang memerah, pipi yang
membengkak dan anggotaanggota tubuh yang bergetar. Terkadang menginjak bumi
dengan kedua kaki dan memukul dadanya serta bersikap Seperti anjing atau hewan
buas yang menyerang. Mungkin juga seperti orang gila yang mengamuk. Karena
kemarahan telah menghilangkan kesadaran akalnya. Terkadang memaki pintu bila
sulit baginya untuk membuka. Mematahkan pena yang digunakan untuk menulis.
Melaknat kendaraan yang dinaiki dan memaki angin jika tertiup ke arahnya.
Sebagai. mana diriwayatkan, seorang laki-laki diterpa angin hingga serbannya
terlepas, kemudian dia melaknatnya. Maka Nabi saw. bersabda: .
“Janganlah kamu melaknat angin, karena ia diperintahkan dan
tunduk. Sesungguhnya orang yang melaknat sesuatu yang tidak patut dilaknat,
maka kembalilah laknat itu menimpa dirinya.”
Kebalikan dari itu adalah sifat menahan diri. Sifat tersebut bisa menjadikan
kamu musuh sebagai teman. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “…. Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara
kamu dan dia ada permusuhan, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat
setia.” (QS. Fush Shilat:34).
Orang yang pandai menahan diri akan mendapat pertolongan dari
orang lain. Sebagaimana kata Imam Ali karramallahu wajha: “Imbalan pertama
bagi orang yang pandai menahan diri, adalah orang-orang akan membelanya
terhadap orang yang bodoh.”
Maka patutlah orang berakal tidak melakukan permusuhan antara dia
dan seseorang menurut kemampuannya. Disebutkan dalam hadits: “Memperlihatkan
cinta (kasih sayang) kepada orang lain adalah setengah dari akal.”
Apabila dia tidak pandai menahan diri dan suka membalas dendam,
maka boleh jadi kemarahan akan menyebabkan dia membunuh musuhnya. Apabila dia
tidak mampu, barangkali dia akan membunuh dirinya, karena sangat marah dan
kesal. Semua itu termasuk dosa besar.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam. Dia kekal
didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuk serta menyediakan baginya
azab yang besar.” (QS. An-Nisa’:93).
Dalam hadits disebutkan: “Membunuh orang mukmin itu lebih besar
akibatnya di sisi Allah daripada kelenyapa” dunia.” :
Sifat menahan diri dan pemaal, termasuk akhlak para Nabi dan
Rasul, ulama dan orang-orang shalih. Marah dan balas dendam termasuk akhlak
setan yany sombong dan orang-orang yang bodoh serta rendah budinya. Orang yang
sangat kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika bangkit
kemarahannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits: “Bukanlah orang yang kuat itu
karena pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah yang dapat mengendalikan
dirinya ketika marah.”
Adapun marah karena Allah, bukan karena menuruti hawa nafsu, adalah sifat
terpuji dan diperintahkan melakukannya serta dinamakan keberanian yang
bersifat pendidikan. Hal itu disebabkan melihat kemungkaran yang dikerjakan
dan kezaliman dilakukan serta kebenaran diingkari. Sifat menahan diri pada
waktu itu sangat buruk dan dilarang.
Aliah Ta’ala berfirman: “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar: merekalah orang-orang yang beruntung …” (QS.
Ali-Imran:104).
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari bani Israel dengan lisan
Dawud dan Isa, putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas.
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang
mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat
itu.” (QS. Al-Maidah:78-79).
Dalam hadits disebutkan: “Barangsiapa di antara kamu melihat
kemungkaran, hendaklah mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka
dengan li’sannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Itulah Selemah-lemah
iman.”
Macam kemarahan yang paling utama, ialah kemarahan ‘ terhadap raja
yang zalim, atau penguasa yang berkhianat dan menjual negerinya atau merusak
urusan-urusan agama dan negara. Dalam hadits diceritakan, Rasulullah saw.
ditanya: “Jihad apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Perkataan yang
hak di hadapan raja yang zalim.”
Maka, jadilah kamu termasuk kaum yang dicinta. Allah dan mereka
mencintai-Nya.
Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa
di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang
bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersifat keras
terhadap orang yang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut
pada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui …” (qS. Al-Maidah:54).
Janganlah kemarahan dan kecemburanmu menjadi lemah ketika
menyaksikan kemungkaran, sehingga kamu menjadi penjilat (mencari muka) dan
penakut yang tidak berdaya.
14. BEBERAPA KISAH DARI ORANG-ORANG YANG PANDAI MENAHAN DIRI
Diceritakan, Hathith
Az-Zayyat dibawa menghadap kepada Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsagafi. Ketika dia
masuk kepada Hajjaj, Hajjaj berkata: “Engkau yang bernama Hathith?” Hathith
menjawab: “Ya, tanyakanlah apa yang Anda Suka. Karena -aku berjanji kepada
Allah ketika berdiri di hadapan Maqam Ibrahim atas tiga perkara: Pertama. jika
aku ditanya, aku akan menjawab dengan benar: kedua, jika aku mengalami cobaan,
aku akan bersabar: ketiga, jika diberi keselamatan, aku akan bersyukur.”
Hajjaj
bertanya: “Apa pendapatmu mengenai diriku?”
Hathith
menjawab: “… Aku katakan, sesungguhnya Anda termasuk musuh Allah di muka bumi.
Anda melanggar larangan Allah dan membunuh dengan sangkaan.” Hajjaj bertanya:
“Apa pendapatmu tentang Amirul Mukminin Abdul! Malik bin Marwan?”
Hathith
menjawab: “Dia lebih besar dosanya daripada Anda. Sesungguhnya Anda adalah
salah satu dosa-dosanya.” Maka Hajjaj berkata: “Siksalah dia.”
Maka,
sampailah penyiksaan terhadapnya dengan dibelahkan kayu bambu, kemudian
ditusukkan ke daging (tubuh)nya, lalu diikat dengan tali dan dibentangkan
diatas kayu-kayu hingga bercerai berai dagingnya. Akan tetapi mereka tidak
mendengarnya mengucapkan sesuatu.
Kemudian
diberitakan kepada Hajjaj, bahwa Hathith dalam keadaan menjelang ajal
(sekaratulmaut). Maka Hajjaj berkata: “Keluarkan dia dan lemparkan ke
pasar.”
Ja’far berkata: “Kemudian aku bersama
seorang temanku mendatanginya. Kemudian kami tanyakan kepadanya: ‘Hathith,
apakah kamu punya keperluan?’ Hathith menjawab: ‘Seteguk air.’ Kemudian mereka
membawa segelas air, lalu dia meninggal. Waktu itu Hathith berusia 18 tahun,
semoga Allah merahmatinya.”
Ada seorang ulama didatangi oleh seorang temannya. Dia menyajikan makanan
kepadanya. Kemudian keluarlah istri orang bijak itu. Perempuan tersebut adalah
seorang yang berakhlak buruk. Dia mengangkat hidangan dan memulai memaki orang
bijak itu. Lalu temannya keluar sambil marah-marah. Maka orang bijak itu
mengikutinya dan berkata kepadanya:
“Engkau ingat
pada hari ketika kita makan dirumahmu, lalu seekor ayam terjatuh menimpa
hidangan sehingga merusakkannya, namun tidak seorangpun yang marah di antara
kita?” Temannya menjawab: “la.” Orang bijak itu ber. kata: “Anggaplah
perempuan ini seperti ayam itu.” Maka redalah kemarahan orang itu dan ia pun
pergi. Temannya berkata: “Benarlah orang bijak itu. Sifat menahan diri adalah
penyembuh dari setiap penyakit.”
Seorang laki-laki memukul kaki seorang hiiak hingga menyakitkannya. Namun dia
tidak marah. Maka dikatakan kepadanya mengenai hal itu. Orang bijak itu
berkata: “Aku menganggapnya seperti batu yang membuat aku tersandung, maka aku
sembelih kemarahanku.”
Seorang
laki-laki memaki sahabat Abdullah bin Abbas ra. Setelah selesai, Abdullah
berkata: “Hai Ikrimah,: apakah orang itu punya keperluan, agar kita penuhi?”
Maka, orang itu pun menundukkan kepalanya dan merasa malu.
Diceritakan, seorang ahli ibadah (‘Aabid) mempunyai seekor kambing. Orang itu
melihat kambingnya berkaki tiga. Kemudian dia berkata: “Siapa yang melakukan
ini terhadapnya?” Seorang sahayanya berkata: “Aku.” Orang itu berkata:
“Kenapa?” Sahaya itu menjawab: “Supaya tuan susah.” Orang itu berkata: “Tidak,
bahkan aku akan menyusahkan orang yang menyuruhmu. Pergilah! Engkau bebas
(merdeka).”
15. KEMURAHAN HATI DAN SIFAT KIKIR
Ketahuilah, Allah menciptakan harta bagi
kepentingan para hamba-Nya dan menyuruh kita bermurah hati dengannya kepada
orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan serta melarang kita
menimbunnya di saat orang-orang sangat membutuhkannya. Oleh karena itu, Allah
Ta’ala mewajibkan zakat kepada kita dan mendorong agar mengeluarkan
sedekah.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan dirikanlah
shalat serta keluarkan zakat …” (QS. Al-Baqarah: 43).
“Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di malam. dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(Al-Baqarah: 274).
“…… Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih.
Pada hari dipanaskan emas-perak itu dalam
neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggungnya,
(lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk
dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan
itu.” (QS. At-Taubah: 34-35).
Manusia itu berwatak senang pada harta dan gemar mengumpulkannya. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala: “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan
duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”
(Al-A’la: 16-17).
Akan tetapi, kamu wajib
membiasakan diri untuk bersifat pemurah hingga selamat dari penyakit kikir
yang merupakan penyakit paling berbahaya (gawat). Sebagaimana dijelaskan dalam
hadits: “Penyakit mana yang lebih berbahaya daripada kikir?”
Apabila
kamu terbiasa bersifat pemurah, maka kamu pun dicintai di sisi Allah, kemudian
oleh makhluk-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan siapa yang dipelihara
dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr:
9)
Disebutkan dalam hadits: “Sesungguhnya orang
orang pemurah itu dekat dari Allah, manusia dan surga serta jauh dari neraka.
Sesungguhnya orang yang kikir itu jauh dari Allah, manusia dan surga serta
dekat dari neraka.”
“Seorang yang bodoh tapi
pemurah, lebih dicintai Allah daripada seorang alim yang kikir.”
Sifat kikir adalah kejahatan besar dan bencana buruk yang menyebabkan
permusuhan dan pertengkaran, bahkan perkelahian dan pemutusan hubungan rahim
serta kerabat.
Allah Ta’ala berfirman: “Ingatlah,
kamu ini orangorang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah.
Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan orang yang kikir sesungguhnya
dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Maha Kaya,
sedangkan kamulah orang yang membutuhkan (kepadaNya) ….” (QS. Muhammad:
38).
Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa dikaruniai
harta oleh Allah, sedangkan dia tidak menunaikan zakatnya, maka diciptakan
untuknya seekor ular yang terlepas kulit kepalanya dan mempunyai dua titik
hitam di atas matanya, yang dikalungkan padanya di hari Kiamat, kemudian
membungkam mulutnya. Lalu ia berkata: Akulah hartamu, akulah harta
simpananmu.”
Kemudian beliau membaca ayat:
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi
mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka
bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat ….. ” (QS.
Ali-Imran: 180).
Dalam hadits lain: “Janganlah
kamu bersifat kikir, karena sifat itu membinasakan orang-orang sebelum kamu.
Mereka disuruh berdusta, lalu mereka berdusta. Mereka disuruh berbuat aniaya,
lalu mereka berbuat aniaya. Mereka disuruh memutuskan hubungan, lalu mereka
pun memutuskan hubungan silaturrahmi.”
Setan sangat berkeinginan untuk mencegah manusia dari mengeluarkan sedekah,
karena dia mengetahui kadar keutamaannya yang besar. Maka, dengan dengki dan
permusuhannya terhadap manusia, dia ingin menggagalkan manusia dari pahala
yang banyak itu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “
“Setan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat
kejahatan (kikir).” (QS. Al-Baqarah: 268).
Dalam
hadits dijelaskan: “Tidaklah seseorang mengeluarkan suatu sedekah, melainkah
terlepaslah dia dari tantangan tujuh puluh setan, yang semuanya melarang dia
bersedekah.”
Maka, hendaklah kamu berjiwa pemurah
dan terbuka kedua tangan dengan menyerahkan sedekah. Waspadalah, jangan sampai
kamu tertipu oleh setan dan was-wasnya. Percayalah, bahwa Allah akan mengganti
sedekah yang kamu nafkahkan di jalan Allah.
Allah
Ta’ala berfirman: “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan
menggantikan dan Dialah, Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’:
39).
Dalam hadits Qudsi dijelaskan. “Hai
hamba-ku, nafkahkan (hartamu), niscaya Aku ganti nafkahmu. Kekayaan Allah
adalah penuh, tidak berkurang oleh pengeluaran nafkah yang mengalir malam dan
siang. Tidaklah kamu lihat, apa yang dinafkahkan’ Allah sejak Allah
menciptakan langit dan bumi? Sesungguhnya tidaklah berkurang segala yang ada
dalam kekayaan-Nya.”
Dalam hadits yang lain:
“Setiap hari ketika pagi, turun dua malaikat kepada para hamba. Yang satu
berkata: ‘Ya Allah, berilah ganti terhadap orang yang menafkahkan sedekah,’
sedang yang lain mengatakan: ‘Ya Allah, timpakan kebinasaan bagi orang yang
kikir’.”
Bersikaplah pemurah
kepada keluargamu lebih. dahulu, kemudian kepada kerabatmu yang lebih dekat,
lalu yang dekat, Nabi saw. bersabda:
“Dinar yang
kamu nafkahkan di jalan Allah, untuk : membebaskan budak dan sedekah kepada
orang miskin serta kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang
kamu nafkahkan kepada keluargamu.”
Nabi saw. juga
bersabda: “Sedekah bagi orang miskin adalah satu sedekah, sedangkan sedekah
terhadap ke rabat adalah dua sedekah, yaitu sedekah dan hubungan
kekeluargaan.”
Nabi saw. bersabda di lain hadits:
“Hal umat Muham. mad, demi Allah yang mengutus aku dengan kebenaran, tidaklah
Allah menerima sedekah dari seorang laki-laki, sedangkan dia mempunyai kerabat
yang sangat mem. butuhkan bantuannya, tetapi dia memberikannya kepada orang
lain. Demi Allah yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, Allah tidak melihat
kepadanya (tidak menghiraukannya) di hari Kiamat.”
Hendaklah
kamu mengeluarkan sedekah secara diamdiam (dirahasiakan), karena ia bisa
memadamkan kemarahan Tuhan. Sebagaimana tersebut dalam hadits. Juga di hadits
lain: “Sesungguh-nya pahalanya dilipatgandakan dari pahala sedekah yang
terang-terangan sebanyak 70 kali.”
Di antara beberapa faedah sedekah, ialah menolak bencana dan penyakit serta
memelihara harta. Sebagaimana tersebut dalam hadits: “Perbuatan-perbuatan
makruf (kebajikan) itu dapat mencegah mati dalam keadaan buruk. Bentengilah
hartamu dengan zakat dan sembuhkan orang-orang sakit di antara kamu dengan
sedekah. Tidaklah binasa harta di laut dan darat, melainkan karena menahan
zakat.”
Di antara pahalanya, ialah dapat
menyucikan orang rang bersedekah dari dosa-dosa.. Allah Ta’ala berfirman:
‘Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka…” (At-Taubah: 103).
Di
samping itu, sedekah berarti memasukkan kegembiraan pada orang-orang miskin
dan menyebabkan mereka mendoakanmu. Dalam hadits dijelaskan: “Sebaik-baik amal
adalah apabila kamu memasukkan kegembiraan kepada saudaramu yang beriman,
melunaskan utang atau memberinya makanan (roti).”
Sedekah
dapat menambah rezeki. Telah dikemukakan hadits mengenai hal itu. Sedekah juga
menjadi naungan bagi pelakunya dari terik panas di Padang Mahsyar pada hari
Kiamat, menyebabkan keringanan hisab (perhitungan amal), beratnya timbangan
amal dan meloloskan penyeberangan di atas Ash-Shirot, menambah derajat di
surga.
Apabila kamu miskin,
maka sedekahlah walaupun sedikit. Hal itu lebih utama di sisi Allah daripada
sedekah orang kaya yang banyak. Sebagaimana tersebut dalam hadits: “Satu
dirham mengungguli seribu dirham.”
Janganlah kamu
menolak peminta-peminta pertama yang berdiri di pintumu dan bersedekahlah
setiap hari, walaupun sedikit dan segerakanlah pada waktu pagi. Sebagaimana
tersebut dalam hadits: “Segerakanlah mengeluarkan sedekah karena bencana itu
tidak bisa menimpa kepada orang yang bersedekah.”
Waspadalah
untuk tidak mengungkit-ungkit sedekahmu terhadap orang miskin, karena
mengungkit-ungkit itu haram dan membatalkan pahala sedekah. Sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima) …..” (QS. Al-Baqarah: 264)
Sedangkan
dalam hadits: “Tidaklah masuk surga orang yang suka mengungkit-ungkit
sedekahnya.”
Hendaklah kamu meminjami orang-orang
yang membutuhkan, karena pahala meminjami itu sangat besar.
Allah
Ta’ala berfirman: “Siapa yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,
maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan
memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 11).
Dalam
ayat lain: “…. maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak …… ” (QS. Al-Baqarah: 245).
Sedangkan
dalam hadits disebutkan: “Pada malam Isra’, kulihat di pintu surga tertulis:
“Sedekah itu dibalas Sepuluh kali lipat, sedangkan utang dibalas 18 kali
lipat! Maka aku bertanya: ‘Ya Jibril, mengapa utang itu lebih utama daripada
sedekah?’ Beliau menjawab: ‘Karena orang yang meminta terkadang hanya meminta,
padahal dia mempunyai harta yang mencukupinya, sedangkan orang yang berutang,
dia tidak berutang, kecuali karena membutuhkan.”
Hendaklah
kamu lebih mengutamakan orang lain daripada dirimu, yaitu apabila kamu
mempunyai sesuatu yang kamu butuhkan, kemudian ada orang lain yang
membutuhkan, lalu kamu berikan dan dahulukan mereka daripada dirimu. Maka,
pahala yang demikian itu sangat besar sekali.
Allah
Ta’ala berfirman: “….. dan mereka (kaum Anshar) mengutamakan (orang-orang
Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan
orang yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah o-rang-orang yang
beruntung…..” (QS. Al-Hasyr: 9).
16 KEMURAHAN HATI RASULULLAH SAW. DAN KELUARGANYA
Rasul saw. adalah orang yang
paling pemurah dan dermawan. Beliau mendermakan setiap yang ada dan memberikan
pemberian yang tidak mampu dilakukan oleh raja-raja, misalnya, Kisra dan
Kaisar. Tidak pernah beliau diminta sesuatu, lalu beliau mengatakan:
“Tidak.”
Datang kepada beliau seorang perempuan
membawa selembar kain burdah yang ditenun. dengan kedua tangannya untuk
dipakaikan kepada beliau. Maka Nabi saw. mengambil dan memakainya karena
dibutuhkan. Kemudian seorang Sahabat berkata: “Pakaikanlah ia padaku. Alangkah
bagusnya!”
‘ Maka Nabi saw. bersabda: “Ya.”
Setelah Nabi saw. duduk di majlis, kemudian pulang, lalu beliau melipatnya.
Setelah itu beliau mengirimkannya kepada sahabat tadi. Maka orang-orang
berkata kepadanya: “Kamu tidak berbuat baik. Nabi saw. memakainya karena
dibutuhkan. Kemudian kamu memintanya, sedangkan kamu tahu bahwa beliau tidak
menolak orang yang meminta.” Sahabat tadi menjawab: “Demi Allah, aku tidak
memintanya untuk dipakai. Sesungguhnya aku memintanya agar ia menjadi ‘kain
kafanku.” Maka kain burdah itu pun menjadi kafannya.
Dibawa kepada Nabi saw. uang sebanyak 90.000 dirham. Kemudian beliau
meletakkannya di atas sehelai tikar. Setelah itu beliau berdiri dan
membaginya. Maka, tidaklah beliau menolak seorang pun yang meminta hingga
selesai membagikannya.
Datang seorang laki-laki
meminta sesuatu kepadanya (Nabi saw). Maka beliau bersabda: “Aku tidak punya
apa apa, tetapi belilah atas namaku. Jika aku punya uang, nanti aku yang
membayarnya.”
Nabi saw. juga mengembalikan
tawanan dari bani Hawazin yang berjumlah 6.000 orang.
Kedermawanannya
itu semua karena Allah dan demi mendapatkan ridha-Nya. Beliau lebih
mengutamakan orang lain daripada diri dan anak-anaknya. Terkadang selama
sebulan atau dua bulan tidak dinyalakan api di dalam rumah-nya. Beliau dan
keluarganya hanya cukup makan kurma dan air. Sering kali beliau tidur dalam
keadaan lapar dan bangun pagi dalam keadaan puasa. Beliau mengikatkan batu di
perutnya karena lapar. Dibawakan harta kepadanya, namun beliau tidak menyimpan
sedikit pun bagi dirinya, bahkan ketika beliau wafat, baju besinya masih
tergadai pada orang Yahudi dengan imbalan 30 sha’ biji gandum. Padahal beliau
telah menguasai Jazirah Arab.
Masih banyak lagi
kemurahan hati Nabi saw. dan sifat mengutamakan orang lain, yang mengherankan
pikiran dan dicatat dalam buku sejarah.
Keluarga
dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka (para tabiin)
mengikuti jalan dan menempuh perilakunya dalam hal pengorbanan dan kemurahan,
kedermawanan dan pemberian.
Maka, lihatlah pada
kemurahan Sayyidina Abu Bakar ra. hingga beliau menafkahkan seluruh hartanya
dalam perang Tabuk. Sayyidina Umar ra. membelanjakan dari setengah hartanya.
Sedang Sayyidina Utsman dan Sayyidina Abdurrahman bin Auf ra. menafkahkan
harta yang sangat banyak.
Dari
sahabat Ibnu Abbas ra.: Bahwa Hasan dan Husein ra. (cucu Rasulullah) sakit,
lalu Rasulullah saw. menjenguk kedua anak itu bersama beberapa orang. Kemudian
mereka berkata: “Wahai Abal Hasan (yang dimaksud Sayyidina bin Abi Thalib,
ayah Hasan dan Husein) bagaimana Seandainya engkau bernazar (janji melakukan
kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah) untuk anakmu?” Lalu Ali dan
Fatimah serta si Fidhdhah (nama sahaya perempuan) bernazar, bahwa jika kedua
anak itu sembuh dari penyakitnya, maka mereka akan berpuasa tiga hari.
Akhirnya kedua anak itu sembuh, sedang mereka tidak punya apa-apa.
Kemudian
Ali ra. berutang dari Syam’un Al-Khaibari, seorang Yahudi, 3 sha’ gandum.
Fatimah ra. menggiling gandum itu sebanyak satu sha’ dan membuat roti sebanyak
lima potong, sesuai jumlah mereka. Kemudian mereka meletakkan di hadapannya
untuk berbuka puasa. Kemudian datang seorang peminta-minta seraya berkata:
“Assalamu’alaikum, wahai keluarga Muhammad, aku seorang muslim yang miskin,
berilah aku makanan, semoga Allah memberi kalian makanan dari hidangan surga.”
Kemudian mereka memberinya dan tidur tanpa makan sesuatu, selain air.
Pada
waktu pagi mereka berpuasa. Ketika tiba waktu sore dan mereka menyiapkan
makanan di hadapannya, datanglah kepada mereka anak yatim. Mereka pun
memberinya makanan itu.
Pada hari ketiga, datang
kepada mereka seorang tawanan. Maka, mereka pun melakukan seperti itu. Pada
waktu pagi, Ali memegang tangan Hasan dan Husein ra. Mereka datang kepada
Rasulullah saw., ketika melihat mereka yang gemetar seperti anak burung karena
sangat lapar, Rasulullah saw. bersabda: “Betapa menyedihkan keadaanmu,
sebagaimana yang aku lihat.” Beliau berdiri, lalu pergi bersama mereka.
Dilihatnya Fatimah berada di mihrabnya. Tubuhnya tampak kurus dan kedua
matanya tampak cekung. Beliau sedih melihat hal itu. Maka, turunlah Jibril dan
berkata: “Ambillah dia, wahai Muhammad! Allah memberimu selamat mengenai
keluargamu.” Kemudian Jibril membacakan kepadanya surat Al-Insan sampai akhir.
Di antaranya:
“Sesungguhnya orang-orang yang
berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah
air Kafur, (yaitu) mata air (dalari surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah
minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.
Mereka
menunaikan nazar dan takutakan suatu hari, yang azabnya merata di
mana-mana.
Dan mereka memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Sesungguhnya
kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah,
kami ti. dak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima
kasih.
Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan
kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh
kesulitan.” (QS. Al-Insan:5-10).
Imam Al-Alusi,
Fakhrur Razi dan Az-Zamakhsyari menyebutkan hadits di atas dalam kitab-kitab
tafsir mereka dan para ulama lainnya.
Diriwayatkan, Sayyidah Fatimah ra. menghadiahkan kepada Rasulullah saw. dua
potong roti dan sedikit daging. Kemudian beliau mengirimkannya kembali kepada
Fatimah atau mengambil dan mengembalikannya dalam keadaan tertutup, seraya
bersabda: “Kemarilah hai anakku.” Maka Fatimah membuka talam itu.
Ternyata,
ia penuh roti dan daging. Rasulullah bertanya kepadanya: “Dari mana engkau
mendapat ini?” Fatimah menjawab: “Ia berasal dari sisi Allah. Sesungguhnya
Allah memberi rezeki kepada setiap orang yang dikehendaki-Nya tanpa
perhitungan (batas).” Kemudian beliau bersabda: “Segala puji bagi Allah yang
menjadikanmu menyerupai pemimpin wanita bani Israel.” (Siti Maryam binti
Imran).
Kemudian beliau mengumpulkan Ali, Hasan
dan Husein serta keluarganya, semoga Allah meridhai mereka semua. Lalu mereka
makan sampai kenyang, sedangkan makanan itu tetap seperti semula, maka
diberikannya kepada tetangga-tetangga. (Abu Suud menyebutkan kisah ini dalam
tafsirnya).
17. SIFAT RENDAH HATI DAN KESOMBONGAN
Sesungguhnya sifat rendah hati adalah akhlak
yang mulia. Allah telah memerintah Nabi-Nya untuk bersifat rendah hati.
Allah
Ta’ala berfirman: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang
mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy-Syu’ara’: 215)
“…
Sekiranya kamu bersifat keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu …..” (QS. Ali-Imran:159).
Didalam
menyifati para wali-Nya, Allah Azza wa Jalla berfirman: “….. yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang yang kafir ….” (QS. Al-Maidah:54)
“Dan
hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orangOrang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan.” (QS. Al-Furqan:63).
Dengan bersifat
rendah hati, naiklah derajat manusia di dunia dan akhirat. Maka, hendaklah
kamu mewajibkan atas dirimu akhlak yang mulia ini. Nabi saw. bersabda:
“Apabila hamba bersikap rendah hati, Allah mengangkat (derajatnya) sampai ke
langit tujuh.”
Selanjutnya beliau bersabda:
“Sifat rendah hati itu hanyalah menambah kemuliaan manusia, maka bersikaplah
rendah hati, semoga Allah merahmati kamu.”
Apabila manusia mengenal dirinya dengan sebenar-benarnya, maka tahulah dia,
bahwa dirinya rendah dan hina – serta tidaklah layak baginya, kecuali bersifat
rendah hati.
Dia pun akan mengenal Tuhannya Yang
Maha Tinggi dan Maha Besar serta hanya Allah Ta’ala sajalah yang patut
memiliki keagungan dan kebesaran.
Dalam hadits
Qudsi, Allah Ta’ala berfirman: “Kesombongan itu selendang-Ku, sedang keagungan
itu sarung-Ku. Maka, barang siapa menentang-Ku mengenai sifat itu atau salah
satu dari keduanya, Aku pun melemparkannya ke neraka Jahanam dan Aku tidak
peduli,” Yakni, keagungan dan kesombongan itu dua sifat yang khusus dimil.k:
Allah Ta’ala dan diserupakan-Nya dengan sarung dan selendang.
Waspadalah dari sifat sombong dan membanggakan diri. Allah telah mencela
kesombongan di beberapa ayat dari AI-Our’an.
Firman-Nya:
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi
tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” (QS. AlA’raf:146).
l
“Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai
orangorang yang sombong.” (QS. An-Nahl:23)
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mukmin:60)
Allah
Ta’ala berfirman tentang menggambarkan musuh-musuh-Nya: “Sesungguhnya mereka
dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan
yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri.” (AS.
Ash-Shaffat:35)
“Dan (juga) Karun, Fir’aun dan
Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa
bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku
sombong (di muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari
kehancuran itu),” (QS. Al-Ankabut: 39).
Rasulullah
saw. bersabda: “Sesungguhnya orany yang paling kami cintai di antara kamu dan
paling dekat di antara kamu terhadap kami di akhirat aaalah orangorang yang
terbaik akhlaknya di antara kamu.
Dan
sesungguhnya orang yang paling kami benci di antara kamu dan paling jauh di
antara kamu terhadap kami adalah orang-orang yang banyak bicara tanpa guna dan
suka membual serta Al-Mutafaiqihuun.”
Para
sahabat berkata: “Wahai Rasululah, telah kami ketahui orang-orang yang banyak
bicara tanpa guna dan pembual, lalu apa itu Al-Mutafaigihuun?” Rasulullah saw.
menjawab: “Orang-orang yang sombong.” Dilanjutkan: “Orang-orang yang sombong
dibangkitkan pada hari Kiamat dalam bentuk seperti semut-semut kecil yang
diinjak oleh orang-orang. Kemudian mereka digiring ke penjara di neraka
Jahanam yang bernama ‘Bulas’ yang dipenuhi api, sedang mereka diberi minum
thiinatul khabaal, yaitu keringat penghuni neraka.”
Sebab-sebab kesombongan adalah banyak, di antaranya kesombongan dengan ilmu.
Nabi saw. bersabda: “Cacat ilmu adalah kesombongan.” Adalah buruk sekali bila
orang alim sombong. Lebih patut baginya bersikap rendah hati, sebagaimana kata
penyair:
Apabila bertambah ilmu manusia ia
semakin merendahkan diri.
Jika manusia semakin bodoh, ia pun
semakin tinggi hati.
Begitulah ranting yang memikul buah dapat kamu
capai walaupun ia semakin kuat karena memikul buah.
Hal
itu disebabkan orang alim menyadari kebesaran tanggung jawab ilmu.
Sesungguhnya dia tidak dapat menunaikan syukur kepada Allah atas nikmat ilmu
dan takut bahaya kesudahan hidupnya. Oleh karena itu, dia pun tetap tunduk
kepada Tuhannya. Khawatir atas dirinya dan rendah hati kepada orang lain,
karena dia tahu bahwa kesombongan itu tidak patut, kecuali bagi Allah.
Apabila
dia sombong, Tuhan membencinya: dan apabila dia bersikap rendah hati, maka
Tuhan akan mencintal dan memimpinnya. Dalam hadits Qudsi dijelaskan “Sesungguh
nya kamu mempunyai derajat di sisi-Ku, selama kamu tidak melihat derajat bagi
dirimu. Jika kamu melihat de rajat bagi dirimu, maka tiada derajat bagimu di
sisi-Ku,”
Di antaranya:
Menyombongkan Ibadah dan kesha lihan, harta dan ketampanan, nasab (keturunan)
dan kekuatan serta sebab-sebab lainnya. Oleh karena itu, jauhilah silat
sombong, walaupun sedikit. Dalam hadits disebutkan: “Tidaklah masuk surga
orang yang terdapat sedikit sifat sombong di dalam hatinya.” Hal itu
disebabkan sifat sombong mencegah pemiliknya dari memiliki akhlak yang baik,
yang merupakan pintu-pintu surga. Maka dia tidak dapat bersikap rendah hati
dan tidak mencintai saudaranya, seperti mencintai dirinya sendiri. Dia pun
tidak dapat memaafkan dan bersabar.
Sebaliknya,
kesombongan mendorongnya untuk berakhlak buruk, yang merupakan pintu-pintu
neraka, misalnya dendam, dengki, dusta, marah, penghinaan terhadap orang lain
dan keengganan menerima nasihat. Orang yang sombong tertutup hatinya dan
petunjuk yang diberikan, sedikit pun tidak akan dihiraukan. Sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman: “….. Demikianlah Allah menutup hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang.” (QS. Al-Mukmin: 35).
Iblis
dahulu menyembah Allah bersama para malaikat selama ribuan tahun. Ketika ia
sombong, Allah melaknat dan mengusirnya dari surga. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah
kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. la enggan dan takabur
dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah:
34).
Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga
itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka
keluarlah. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” (QS. A-A’raf:
13).
Termasuk tanda-tanda
sombong, ialah meninggikan diri di majlis-majlis dan mendahului teman-teman,
memuji dirinya dan mence’a orang lain serta enggan menerima: kebenaran.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits: “Kesom’ bongan adalah menolak kebenaran
dan tidak mau menerimanya serta menghina orang lain.”
Dia
tetap melakukan kesalahannya. Karena tidak ingin dibantah oleh siapa pun.
Orang yang sombong menggunakan kekerasan dan kekasarannya apabila menasihati
orang lain. Memalingkan pipi dan mencemberutkan wajahnya. Berjalan dengan
sombong, menghentakkan kedua kakinya di bumi dan tidak suka orang lain
mendahuluinya pada waktu berjalan.
Orang yang
sombong suka bila orang lain berjalan di belakang dan orang-orang berdiri
menyambutnya di dalam majlis, tidak mau mendahului memberi salam kepada orang
lain dan apabila orang lain memberi salam kepadanya, dia tidak menjawab
salamnya.
Termasuk tanda-tanda orang sombong
pula, ialah apabila dia memandang kepada orang lain dengan mengejek. Dia ingin
dikunjungi dan tidak mau berkunjung kepada orang lain. Dia tidak suka
menghadiri majlis-majlis yang terdiri dari o: rang-orang lemah dan miskin.
Tidak mau makan bersama mereka dan tidak memenuhi undangannya bila diundang.
Juga tidak mau menjenguk orang sakit atau berlaku sopan terhadap mereka.
Orang
yang sombong tidak mau melakukan pekerjaanpekerjaannya sendiri, tetapi
menggunakan orang lain dan enggan membawa barang dengan tangannya.
Orang
yang sombong tidak memakai pakaian biasa, kecuali yang mewah dengan tujuan
menyombongkan dan membanggakan diri. Dan lain-lainnya.
18. BEBERAPA KISAH DARI ORANG-ORANG YANG MERENDAHKAN HATI DAN
SOMBONG
Seorang laki-laki makan di dekat Rasulullah
saw dengan tangan kirinya. Kemudian beliau berkata kepadanya: “Makanlah dengan
tangan kananmu.” Orang itu berkata: “Aku tidak bisa.”
Rasulullah
saw. berkata: “Engkau tidak akan dapat melakukannya. Dia menolak karena dia
sombong.”
Nabi berkata lagi: “Maka orang itu
tidak bisa meng. angkat tangan ke mulutnya.”
Sayyidina Ali ra. memberi sahayanya beberapa uang dirham untuk membeli dua
baju yang berbeda harganya. Ketika membawa kedua baju itu. Sayyidina Ali
memberinya baju yang lebih tipis tenunannya dan lebih mahal harganya serta
menyimpan yang lain bagi dirinya. Sayyidina Ali berkata kepadanya: “Kamu lebih
berhak memakai yang terbaik daripada aku, karena kamu masih muda dan seleramu
suka yang bagus. Sedang aku telah tua dan cukuplah ini bagiku.”
Tatkala Sayyidina Umar bin Khattab ra. dipanggil ke negeri Syam untuk
melaksanakan penandatanganan perdamaian di salah satu wilayahnya, sebagaimana
diisyaratkan penduduknya, maka beliau bergiliran menaiki kendaraan antara
beliau dan sahayanya. Ketika mendekati kota, tibalah giliran sahaya itu
menaikinya. Akhirnya, tibalah Sayyidina Umar di pangkalan pasukannya sambil
berjalan, sementara sahayanya menaiki kendaraan.
Sayyidina Husein bin Ali ra. melewati tempat orangorang miskin, sementara
mereka makan roti di atas selembar kain. Kemudian mereka berkata: “Wahai Abu
Abdillah, marilah makan siang.”
Maka Sayyidina
Husein ra. turun dari kendaraannya dan membacakan ayat: “Sesungguhnya Dia
(Allah) tidak menyukai orang-orang yang sombong.” (QS. An-Nahl: 23).
Sayyidina
Husein ra. makan bersama mereka, kemudian dia berkata: “Aku telah memenuhi
undangan kalian, maka penuhilah undanganku.”
Maka
mereka pergi bersamanya. Ketika tiba dirumahnya, beliau berkata kepada sahaya
perempuannya: “Keluarkan makanan yang kamu simpan.”
Diriwayatkan, pada suatu malam Sayyidina Umar bin Abdul Aziz ra. kedatangan
seorang tamu, ketika itu beliau sedang menulis, lampunya nyaris padam. Maka
tamunya berkata: “Aku akan menghampiri lampu itu untuk memperbaikinya.”
Sayyidina
Umar berkata: “Bukanlah merupakan kemurahan hati apabila seseorang dilayani
oleh tamunya.” Orang itu berkata: “Apakah perlu aku bangunkan pelayan
laki-laki itu?” Sayyidina Umar menjawab: “Dia baru tidur.” Kemudian Umar
berdiri dan mengambil lampu, lalu mengisinya dengan minyak. Tamu itu berkata:
“Engkau berdiri sendiri, wahai Amirul Mukminin!” Sayyidina Umar berkata: “Aku
pergi dan namaku Umar. Aku pulang dan namaku Umar. Tidak mengurangi dariku
sesuatu pun. Sebaik-baik manusia adalah orang yang rendah hati di sisi Allah.”
.
Diceritakan, Mutharrif bin
Abdullah bin Syikhkhirrahimahullah memandang kepada Muhallab bin Abi Shufrah
yang memakai pakaian hingga mengenai tanah dan menyeretnya sambil berjalan
dengan sombong. Kemudian Mutharrif berkata: “Hai Abu Abdillah, kenapa kamu
berjalan seperti ini, yang dibenci Allah dan Rasul-Nya?” Maka Al-Muhallab
berkata: “Tidakkah kamu mengenal. aku?” Mutharrif menjawab: “Ya, aku
mengenaimu. Pertama kali kamu adalah setetes air mani yang busuk, akhirnya
menjadi bangkai yang kotor, sedangkan isi perutmu di antara itu adalah kencing
dan kotoran.” Akhirnya, Muhallab tidak lagi berjalan seperti itu.
Dari Umar bin Syabbah, dia berkata: “Pada saat aku di Makkah, berada di antara
Shafa dan Marwah. Kemudian aku melihat seorang laki-laki yang menaiki baghal
betina (peranakan kuda dan keledai) dan di depannya terdapat beberapa anak.
Ternyata, mereka membentak orang-orang.
Selang
beberapa waktu, aku kembali, kemudian memasuki jembatan. Ternyata, aku melihat
seorang laki-laki yang ber. telanjang kaki dan terbuka kepalanya dengan rambut
panjang. Lalu aku memandang dan merenungkannya.”
Maka
dia berkata: “Mengapa kamu memandang kepa. daku?” , Aku jawab: “Aku serupakan
kamu dengan seorang laki-laki yang kulihat di Makkah dan aku gambarkan
sifatnya.”
Kemudian dia berkata: “Akulah orang
itu.”
Maka aku bertanya: “Apa yang dilakukan
Allah terhadapmu?”
Dia menjawab: “Aku meninggikan
diri di tempat orangorang merendahkannya (di Makkah). Maka Allah merendahkan
aku di mana orang-orang meninggikan diri (di bawah jembatan).”
Al-Hajjaj bin Yusuf, seorang yang zalim dan sombong serta sering menumpahkan
darah. Berita-beritanya yang buruk tersebut di kitab-kitab sejarah. Pada suatu
hari, dia melihat seekor kumbang merayap menuju tempat shalatnya, lalu
diusirnya, namun ia kembali. Kemudian diusirnya lagi, tetapi kumbang itu tetap
kembali. Maka. dia mengambilnya dengan tangan dan dibuang. Akan tetapi kumbang
itu menggigitnya hingga bengkak tangannya, lalu dia meninggal akibat gigitan
kumbang tadi.
Demikian Allah menghinakannya,
melalui sebab makhluk-Nya yang terlemah, sebagaimana Raja Namrud bin Kan’an,
yang terbunuh oleh seekor nyamuk yang masuk ke ” hidungnya. Nyamuk itulah yang
menyebabkan kebinasaannya.. Sering kali dia bertindak sewenang-wenang dan
sombong hingga mengaku Tuhan. Dia mengganggu Sayyidina Ibrahim as. dan ingin
membakarnya dengan api. Maka Allah menyelamatkannya dari api.
Allah
Ta’ala berfirman: “Kami berfirman: ‘Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi
keselamatanlah bagi Ibrahim’.” (QS. Al-Anbiya’: 69).
Begitu pula Allah membinasakan Fir’aun dengan menenggelamkannya di Sungai Nil
dalam keadaan hina dina setelah dia berbuat sewenang-wenang dan aniaya serta
berkata kepada kaumnya: “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. An-Nazi’at:
24).
Dia mengganggu Sayyidina Musa as., membunuh
dan memenjarakan banyak orang serta menyiksa mereka dengan sekeras-kerasnya.
Begitu pula Garun ketika menjadi sombong. Allah membenamkannya di bumi. Maka,
dia pun masuk ke dalamnya hingga hari Kiamat, dan lain-lain.
Demikian
pula yang tersebut dalam cerita-cerita kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, Luth dan
Syu’aib. Maka Allah menyiksa mereka karena kesombongan dan kerusakan mereka di
muka bumi. Sebagian mereka ada yang ditenggelamkan, diterpa angin yang sangat
dingin lagi kencang, karena teriakan, karena batu-batu dan api yang menimpa
mereka dari langit atau gempa yang keras.
Allah
Ta’ala berfirman: “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan
dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu
kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur,
dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, serta di antara
mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak
menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. Al-Ankabut: 40).
19. IKHLAS DAN RIYA'
Ikhlas, adalah dasar dari amal-amal dan
jiwanya Amalan tidak sah dan tidak diterima di sisi Allah bilamana tanpa
ikhlas. Allah Ta’ala berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5).
“Ingatiah, hanya
kepunyaan Allah agama yang ber. sih (dari syirik)…” (QS. Az-Zumar: 3).
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kaki tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37).
Makna
ikhlas, ialah kamu beramal bagi Allah saja, agar Allah meridhai dan memberimu
pahala. Hendaklah amalmu bersih dari campuran niat-niat lain, misalnya,
mencari ketenaran, harta atau kedudukan.
Hendaklah kamu bersikap ikhlas dalam keyakinan dan perkataan, agar menjadi
orang mukmin yang benar dan beruntung serta mendapat ridha Tuhan sekalian
alam. Waspadalah terhadap riya’ dalam hal itu, agar kamu selamat dari syirik
dan dosa, di samping amalmu selamat dari penolakan dan sia-sia (tidak ada
faedahnya). Dalam hadits disebutkan: “Serendah-rendah riya’ adalah syirik.”
Rasulullah
saw. ditanya tentang seorang laki-laki yang berperang dengan landasan
keberanian, karena harga diri atau riya’.. Manakah di antara semua itu yang fi
sabilillah (di jalan Allah)? Maka Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa
berperang (berlandaskan) agar kalimat Allah yang diatas, maka dia (termasuk)
di jalan Allah.”
Disebutkan dalam hadits pula:
“Sesungguhnya amalamal itu bergantung niatnya dan setiap orang itu mendapat
hasil sesuai dengan “niatnya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah
dan Rasul-Nya maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa
hijrahnya karena kesenangan dunia yang ingin dicapai atau perempuan yang ingin
dinikahi, maka hijrahnya bergantung pada niatnya pada waktu hijrah.”
Ketahuilah, ikhlas itu wajib dan orang yang mukhlis (ikhlas) itu dicintai
Allah: sedangkan riya’ adalah haram dan termasuk dosa besar. Orang yang
bersikap riya’ dibenci dan dimurkai di sisi Allah.
Allah
Azza wa Jalla telah mencela orang-orang yang bersifat riya’ melalui
firman-Nya: “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya. Orang yang berbuat riya’ dan enggan menolong dengan
barang berguna.” (QS. Al-Maa’uun:4-7).
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan apabila mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri dengan malas.
Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka
menyebut Allah, kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisaa’: 142).
“Dan
(juga) orang-orang yang menafkahkan hartaharta mereka karena riya’ kepada
manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Barangsiapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka ia adalah teman
yang seburuk-buruknya.” (QS. An-Nisaa’: 38).
Allah
Ta’ala Memuji orang-orang yang mukhlis melalui firman-Nya: “Sesungguhnya kami
memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami
tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.”
(QS. Al-Insan: 9).
Atas dasar ikhlas, Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang bertobat dari kaum munafik untuk menerima
tobatnya dan memberi pahala yang besar bersama orang-orang mukmin yang
beramal, melalui firman Allah Ta’ala:
“Kecuali
orang-orang yang bertobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada
(agama) Allah dan tulus Ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka,
mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan
memberikan kepada orang yang beriman pahala yang besar.” (An-Nisa’: 146).
Ketahuilah, orang-orang yang beramal dan tujuannya hanya sekedar riya’, Ia
telah membiarkan dirinya untuk menghadapi kebinasaan dan siksa yang keras.
Disebutkan dalam hadits: “Pertama kali yang ditanyakan pada hari Kiamat adalah
tiga macam, yaitu: Seorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah. Maka Allah
bertanya: ‘Apa yang kamu lakukan dengan ilmumu?’ Orang itu menjawab: ‘Ya
Tuhanku, aku mengamalkannya sepanjang malam dan siang.’ Maka Allah Ta’ala
berfirman: ‘Kamu berdusta.’ Para malaikat pun berkata: “Kamu berdusta. Kamu
hanya ingin dikatakan orang, bahwa si Fulan alim. Ingatlah, telah dikatakan
begitu.”
Seorang yang dikaruniai harta oleh
Allah, lalu Allah Ta’ala bertanya: ‘Aku telah memberimu kenikmatan. Apa yang
kamu lakukan?’ Orang itu menjawab: ‘Ya Tuhanku, aku bersedekah dengannya
sepanjang malam dan siang.’ ‘Maka Allah Ta’ala berfirman: ‘Kamu berdusta.’
Para malaikat pun berkata: “Kamu berdusta. Kamu hanya ingin dikatakan orang,
bahwa si Fulan dermawan. Ingatlah, telah dikatakan begitu.”
Dan
seorang yang terbunuh di jalan Allah Ta’ala. Maka Allah Ta’ala bertanya: ‘Apa
yang kamu lakukan?’ Orang itu menjawab: ‘Ya Tuhanku, aku disuruh berjihad.
Kemudian aku berperang hingga terbunuh.’ Maka Allah berfirman: ‘Kamu
berdusta.’ Para malaikat pun berkata: “Kamu berdusta. Kamu hanya ingin
dikatakan orang, bahwa si Fulan pemberani. Ingatlah, telah dikatakan begitu.”
Mereka itulah makhluk pertama yang din yalakan api neraka baginya pada hari
Kiamat.”
Dalam hadits lain disebutkan:
“Barangsiapa belajar ilmu yang sebenarnya mengharapkan ridha Allah Azza wa
Jalla dengannya, tetapi dia mempelajari untuk mendapat kesenangan duniawi,
maka dia tidak akan mencium bau surga pada hari Kiamat.”
Adapun orang yang mempunyai dua niat untuk beramal, yaitu bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan mendapat kesenangan nafsu, maka
keadaannya dalam bahaya pula.
Bilamana kedua niat
untuk beramal itu sama, maka lenyaplah pahalanya dan orang yang beramal itu
tidak mendapat pahala, juga tidak dihukum. Jika niat keagamaannya lebih kuat,
maka pahalanya tidak sia-sia, tetapi berkurang menurut kadar niat duniawinya.
Adapun bilamana niat duniawinya lebih kuat sehingga apabila tidak terdapat
niat tersebut, dia meninggalkan amalnya, maka sia-sialah pahalanya dan
berdosalah orang yang beramal itu. Akan tetapi hukumnya lebih ringan daripada
hukuman yang niatnya adalah riya’ semata-mata.
Ketahuilah, orang yang riya’ itu mempunyai tiga tanda, sebagaimana Sayyidina
Ali Karamalallahu Wajhahu berkata: “Orang yang riya’ itu malas apabila
sendiran dan giat bilamana berada di antara orang banyak. Dia menambah amal
bila dipuji dan menguranginya bila dicela.” Apabila kamu beramal karena Allah,
kemudian orang-orang memujimu atas hal itu tanpa tujuan agar dipuji, maka
tidaklah mengapa. Ini merupakan tanda diterima amalmu. Dalam hadits
disebutkan:
“Ditanyakan kepada Rasulullah saw.:
‘Bagaimana pendapat Anda tentang orang yang berbuat kebaikan dan dipuji oleh
orang-orang?’ Beliau menjawab: ‘Itulah kabar gembira yang segera bagi orang
Mukmin’. “Yakni, sebagaimana yang ditunjukkan melalui firman Allah Ta’ala:
:
“Bagi mereka kabar gembira dalam kehidupan di
dunia dan akhirat.” (QS. Yunus: 64).
Contoh-contoh riya’ yang bercampur niat mendekatkan diri adalah banyak. Di
antaranya: Apabila seseorang belajar ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan ilmunya dan mencapai kebenaran serta kedudukan di sisi manusia atau
untuk memperoleh harta: menulis Mushhaf (AlOur’an) agar bagus tulisannya:
menunaikan shalat untuk mencegah (menghilangkan) rasa kantuk atau melatih
badannya dengan gerakan-gerakannya: berpuasa untuk mendapat manfaat dari
pantangan dan kesehatan: melakukan ibadah haji untuk menikmati dan menyaksikan
negeri-negeri serta kondisi badan menjadi sehat dengan bepergian: atau
berwudhu’ agar menjadi bersih atau dingin: mandi sunnah agar menjadi harum
baunya: bersedekah agar dikatakan, bahwa dia orang dermawan atau mengurangi
pengemis: menjenguk orang sakit agar dia dijenguk bila sakit atau membaca
AlOur’an dan menyebut nama Allah agar dikatakan, bahwa dia rajin membaca
Al-Our’an dan berdzikir. Maka, dia pun hanya memperoleh jabatan, harta atau
kedudukan yang dimaksud.
Atau dia melakukan
shalat Jumat, berjamaah, Tarawih atau berbakti kepada kedua orangtuanya, bukan
karena menghendaki pahala saja, tetapi juga takut kepada manusia.
Ketahuilah, tempat keikhlasan dan riya’ adalah dalam hati dan ia merupakan
pusat pandangan Allah Azza wa Jalla.
Sebagaimana
dijelaskan dalam hadits: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada tubuhmu dan
tidak pula pada bentuk (rupa)mu, tetapi Dia (Allah) melihat pada hatimu.”
Dalam
hadits lain: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal
daging. Apabila daging itu baik, baiklah tubuh seluruhnya. Dan apabila ia
rusak, rusaklah tubuh seluruhnya. Ketahuilah, ia adalah hati.”
Oleh
kareng itu, berusahalah dengan sungguh-sungguh dalam membersihkan hati dan
jadikan keinginanmu terpusat kepada Tuhan agar memberimu pahala atas amal yang
kamu perbuat.
Adapun manusia, maka mereka tidak
dapat memberi manfaat dan menimbulkan bahaya bagi diri mereka. Bagaimana pula
mereka dapat melakukan ini terhadap orang lain di dunia! Bagaimana pula di
akhirat!
Allah Ta’ala berfirman: “… suatu hari
yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan . seorang
anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun.” (QS. Lukman: 33).
“Pada
hari ketika manusia lari dari saudaranya. Dari ibu dan bapaknya. Dari istri
dan anak-anaknya.
Setiap orang dari mereka pada
hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya…” (QS. ‘Abasa: 34-37).
Maka,
tidaklah bersikap riya’ dengan amal-amalnya, kecuali orang yang bodoh dan
rugi, yang ditipu oleh setan dengan umpan dan perangsang yang dusta.
Dalam
hadits disebutkan: “Apabila Allah mengumpulkan orang-orang terdahulu dan yang
kemudian di hari Kiamat pada hari yang tiada keraguan di dalamnya, berserulah
seorang malaikat: ‘Barangsiapa mempersekutukan Allah dengan seseorang dalam
amalnya, maka biarlah dia meminta pahalanya dari orang itu. Sesungguhnya Allah
tidak membutuhkan sekutu!.”
20. KESIA-SIAAN ORANG-ORANG YANG BERSIKAP RIYA'
Diriwayatkan dari Rasulullah saw., bahwa
seorang laki-laki berkata kepadanya: “Aku berpuasa sepanjang tahun, wahai
Rasulullah.” Maka beliau berkata kepadanya: “Kamu tidak berpuasa dan tidak
berbuka.” Para ulama berkata: “Nabi mengucapkan demikian, karena dia
menampakkan amalan puasanya.”
Diriwayatkan, Sayyidina Umar bin Khattab ra. melihat Seorang laki-laki
menundukkan lehernya. Kemudian dia berkata: “Hai pemilik leher, angkatlah
lehermu. Khusyuk itu bukaniah dengan menundukkan leher, tetapi khusyuk itu di
da. lam hati.”
Dari Ibnu
Mas’ud ra., bahwa dia mendengar Seorang laki-laki berkata: “Tadi malam aku
membaca surat Al-Baga. rah.” Maka dia berkata: “Itulah bagian: yang
didapatkannya dari surat tersebut.” Yakni, dia tidak mendapat pahala, karena
bersikap riya’ dengan amalnya.
Abu Umamah Al-Bahili ra. melihat seorang laki-laki di masjid sedang menangis
dalam sujudnya. Lalu Abu Umamah berkata: “Kamu berbuat benar, seandainya ini
terjadi di dalam rumahmu.”
Diceritakan, seorang laki-laki menjamu Sufyan Ats. Tsauri dan para sahabatnya.
Kemudian dia berkata kepada istrinya: “Berikan baki (talam) selain yang kubawa
pada waktu haji pertama, tetapi pada waktu haji kedua.” Maka Sufyan AtsTsauri
rahimahullah berkata: “Kasihan dia! Dia merusak kedua hajinya dengan ucapan
ini.”
Seorang laki-laki
melakukan shalat dengan bersikap riya’. Kemudian dikatakan kepadanya:
“Alangkah baiknya shalatmu!” Orang itu berkata: “Disamping itu, aku pun
berpuasa.”
Dikatakan kepada
seorang yang bersikap riya’: “Berapa lama kamu tinggal di Irak?” Dia menjawab:
“Sejak 20 tahun, dan aku berpuasa sejak 30 tahun.”
Mahmud
Al-Warraq berkata:
Mereka menampakkan ibadah kepada ” manusia .dan
demi uang mereka berbuat.
Mereka shalat dan puasa karena uang dan
karena’uang mereka pergi haji dan ziarah.
Andaikata terlihat di
atas bintang Tsurayya sedang mereka punya bulu, tentulah mereka terbang.
[alkhoirot.org]