Kewajiban Pertama Seorang Muslim
Judul kitab/buku: Terjemah Kitab Sullamul Munajat, Sulam Munajah, Sulam al-Munajat
Judul terjemah: Tangga Berkeluh Kesah, Panduan Shalat Lengkap
Judul asal dalam teks Arab: [سلم المناجاة شرح سفينة الصلاة]
Syarah dari kitab: Safinah as-Sholah karya Syeh Sayyid Abdullah bin Umar bin Yahya al-Khadromi.
Penulis/pengarang: Syekh Nawawi al-Banteni,
Nama yang dikenal di Arab: [محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي]
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Banten
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Nama lengkap: Muhammad bin Umar bin Arabi ibn Ali Nawawi al-Jawi, Abu Abd al-Mu'ti
Bidang studi: fikih, hukum Islam
Penerjemah: Kang Muhammad Ihsan bin Nuruddin Zuhri
Daftar Isi
- Bagian Kedua: Hal-hal Yang Pertama Kali Diwajibkan Bagi Setiap Muslim
- Meyakini Makna Dua Syahadat
- Makna Dua Syahadat
- Debat Ulama Muslim dengan Nasrani
- Kebolehan Bersyahadat dengan Bahasa selain Arab
- Perbedaan Pendapat tentang Pengertian Iman
- Mengetahui Sifat-sifat Allah
- Firaun Telanjang
- Gangguan Bisikan Setan
- Mengetahui Sifat-sifat Rasul
- Kewajiban Kita terhadap Rasulullah
- Kembali ke kitab: Terjemah Sulam Munajah
BAGIAN KEDUA HAL-HAL YANG PERTAMA KALI DIWAJIBKAN BAGI SETIAP
MUSLIM
1. Meyakini Makna Dua Syahadat
Hal yang pertama kali wajib dilakukan oleh setiap muslim yang baligh
dan berakal (mukallaf) agar keislamannya dianggap sah adalah meyakini makna
dua syahadat1 dan memantapkan hati atas maknanya.
Gambaran
kemantapan hati disini adalah sekiranya hati tidak mengalami keragu-raguan dan
kelalaian. Para imam ulama telah menetapkan tentang kewajiban bagi mukallaf
untuk memahami makna dua syahadat. Apabila ia tidak memahaminya maka dua
syahadat itu belum bisa menyelamatkannya dari kekal di dalam neraka.
2. Makna Dua Syahadat
Makna syahadat tauhid; ‘ﷲ إﻻ إﻟﮫ ﻻ أن أﺷﮭد’ yang berarti
aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah adalah bahwa saya
mengetahui secara yakin berdasarkan dalil, dan saya meyakini dengan hati
dengan keyakinan mantap tanpa ada keraguan sedikitpun, dan saya menyatakan
pengakuan dengan lisanku sehingga orang lain dapat mendengar pengakuanku,
bahwa sesungguhnya tidak ada yang disembah dengan haq atau benar pada
kenyataannya kecuali Allah. Dengan demikian, Allah adalah Dzat Yang Tunggal
dalam melakukan penciptaan, pembuatan makhluk padat, pengaruh (sebab akibat,
korelasi, kolaboratif, dan lain- lain), unsur-unsur atau elemen, dan
sifat-sifat yang terkadang datang dan pergi (sakit, sehat, dan lain-lain).
Artinya adalah bahwa hanya Allah yang melakukan semua itu. Segala sesuatu yang
hadis2 tidak akan pernah keluar dari statusnya sebagai makhluk Allah Ta’aala.
Dengan demikian, seluruh keadaan hamba dan perbuatannya yang bersifat
ikhtiari3 dapat terjadi karena kuasa Allah Ta’aala. Kuasa atau kemampuan
mereka tidak memiliki pengaruh sedikitpun terhadap keadaan dan perbuatan
mereka, tetapi Allah lah yang menjalankan kebiasaan-Nya dengan menciptakan
kemampuan dan ikhtiar dalam diri hamba. Allah adalah satu-satunya yang
mengatur segala urusan atau perkara tanpa disertai sekutu atau pembantu. Oleh
karena itu, segala yang hadis tidak akan bersifat hudus, baik yang di alam
atas (langit) ataupun bawah (bumi), kecuali dengan pengaturan Allah, kehendak-
Nya, dan hikmah-Nya. Allah adalah Dzat Yang mengetahui segala akhir atau hasil
akhir dari segala urusan atau perkara tanpa perlu berpikir. Barang siapa
mengetahui secara yakin bahwa sesungguhnya Allah Ta’aala adalah Dzat Yang
Tunggal dalam penciptaan dan pengaturan maka ia tidak akan memikirkan tentang
pengaturan terhadap dirinya sendiri, melainkan ia akan memasrahkan pengaturan
dirinya kepada Allah yang menciptakan-Nya,
1 Dua syahadat sering diistilahkan oleh para masyayih dan kyai, rahimahumullah, dengan istilah syahadat tauhid dan syahadat risalah.
2 Pengertian hadis disini adalah sesuatu yang mengalami keadaan tidak ada menjadi ada, atau sebaliknya.
3 Sifat ikhtiari adalah sifat berupa kehendak sendiri. Kebalikan dari ikhtiari
adalah dhoruri. sebagaimana Firman-Nya, “Tuhanmu menciptakan segala sesuatu
yang Dia kehendaki dan pilih ...” (QS. Al-Qosos: 68)
Jadi,
dalam pernyataan ‘tidak ada tuhan selain Allah’ mengandung
pemahaman tentang larangan (kemustahilan)
bagi Allah memiliki sekutu dan yang menyamai. Dalam pernyataan
‘selain Allah’ mengandung pemahaman tentang penetapan
Dzat Yang Luhur dan Sifat-sifat kesempurnaan yang berhak [wajib] Dia miliki.
- Debat Ulama Muslim dengan Nasrani
Diriwayatkan dari seorang ulama bahwa ia ditawan di Roma.
Ia bertanya kepada kaum Nasrani, “Mengapa kalian menyembah Isa?” Mereka
menjawab, “Karena Isa terlahir tidak memiliki ayah.” Ia berkata, “Kalau hanya
karena alasan itu sehingga kalian menyembah Isa, maka Adam adalah lebih berhak
untuk disembah karena ia malah diwujudkan tanpa ayah dan ibu.” Mereka beralih
alasan, “Karena Isa dapat menghidupkan orang-orang mati.” Ia membantah, “Kalau
hanya karena mampu menghidupkan orang-orang mati, kemudian kalian menyembah
Isa, maka Huzqoil lebih berhak disembah daripada Isa karena Isa hanya
menghidupkan 4 golongan dari orang-orang yang telah mati sedangkan Huzqoil
menghidupkan 8000 golongan.” Mereka berdalih kembali, “Karena Isa dapat
menyembuhkan orang buta dan pengidap lepra.” Ia membantah, “Kalau hanya itu
alasan kalian menyembah Isa, maka Jurjais pun lebih berhak untuk kalian sembah
karena ia dimasak dan dibakar, kemudian ia keluar dari tempat pemasakan dalam
keadaan selamat.”
- Kebolehan Bersyahadat dengan Bahasa Selain Arab
Tidak sah mengganti lafadz syahadat dengan lafadz lain meskipun
keduanya memiliki arti yang sama. Oleh karena itu, keabsahan keislaman orang
kafir harus menyatakan syahadat dengan lafadz ‘أﺷﮭد’ meskipun bukan dengan
bahasa Arab, [misalnya dalam Bahasa Indonesia menggunakan kata ‘bersaksi’,
dalam Bahasa Inggris menggunakan kata ‘witness’, dan lain-lain]. Diceritakan
oleh sebagian ulama bahwa penggunaan lafadz ‘أﺷﮭد’ yang sebagai syarat dalam
masuk Islam merupakan kesepakatan para
ulama (Ijmak). Apabila seseorang berkata ‘أﻋﻠم’ (Indo: saya mengetahui)
sebagai ganti ‘أﺷﮭد’ maka ia belum dianggap sebagai seorang muslim karena
syari’ (yang menetapkan syariat, yaitu Allah atau Rasulullah) menetapkan
pelafadzan lafadz ‘أﺷﮭد’ dalam melakukan syahadat. Oleh karena itu, lafadz
‘أﻋﻠم’ belum mencukupi dalam keislaman seseorang karena ‘اﻟﺷﮭﺎدة’ (kesaksian)
adalah lebih khusus daripada ‘اﻟﻌﻠم’ (mengetahui) karena bersaksi merupakan
suatu perbuatan yang keluar melalui pengetahuan hasil penglihatan mata
(pengalaman indera/observasi) atau penglihatan mata hati (intuisi). Setiap
kesaksian pasti disebut pengetahuan, tidak sebaliknya, seperti yang
difaedahkan oleh Syeh as-Suhaimi.
Syaikhuna
Yusuf as- Sunbulawini
berkata, “Apabila seseorang
bersyahadat dengan menggunakan terjemahan dari kata
‘أﻋﻠم’ sebagai ganti dari terjemahan kata ‘أﺷﮭد’ maka belum sah keislamannya4
dan belum memenuhi pelaksanaan bersyahadat, karena kata ‘أﺷﮭد’ (indo:
bersaksi) adalah kata ta’abbudi dan juga lebih khusus artinya, seperti
keterangan yang diriwayatkan dalam hadis,
إذا ﻋﻠﻣت ﻣﺛل اﻟﺷﻣس ﻓﺎﺷﮭد
Ketika
kamu telah melihat contoh matahari maka bersaksilah!
- Perbedaan Pendapat tentang Pengertian Iman
Ketahuilah sesungguhnya iman hanyalah membenarkan.
Adapun mengakui atau iqror adalah syarat untuk memberlakukan hukum-hukum kaum
mukminin di dunia, seperti hukum waris-mewaris, pernikahan, disholati,
menuntut diberi zakat, dan lain-lain. Pendapat ini adalah pendapat ulama
jumhur muhakikin.
Menurut sebagian ulama, bahwa mengakui adalah syarat keabsahan iman.
Ada
yang mengatakan bahwa iman adalah mengakui dan membenarkan. Pendapat ini
adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan sebagian ulama Asy’ariah, seperti Syeh
Qodhi Abu Bakar al-Bakilani. Pendapat ini juga dipilih oleh Syeh
as-Sarkhosi.
4 Oleh karena itu, apabila seseorang bersyahadat
dengan Bahasa Indonesia dengan mengatakan, “Saya mengetahui (bukan saya
bersaksi) bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah ...” maka
keislamannya belum cukup. Artinya ia belum dianggap masuk Islam.
Ada
yang mengatakan, iman adalah mengakui, membenarkan, dan
mengamalkan perintah-perintah Allah. Pendapat ini adalah
pendapat jumhur ulama hadis, Mu’tazilah, dan Khawarij.
Objek
perbedaan-perbedaan tentang pensyaratan mengakui dan tidaknya dalam iman
adalah bagi orang kafir asli yang ingin masuk islam serta ia mampu untuk
mengakuinya.
Adapun anak-anak orang muslim yang telah mati maka secara pasti mereka adalah
orang-orang yang beriman. Adapun orang yang tidak mampu berucap maka dalam
keabsahan imannya, ia tidak disyaratkan mengakui. Berdasarkan masing-masing
pendapat di atas, dipahami bahwa iman adalah makhluk karena iman merupakan
perbuatan hamba dimana hamba sendiri berstatus sebagai makhluk.
Berlanjut
pada makna dua syahadat, yaitu saya mengetahui secara yakin berdasarkan dalil,
dan saya meyakini dengan hati dengan keyakinan mantap tanpa ada keraguan
sedikitpun, dan saya menyatakan pengakuan dengan lisanku sehingga orang lain
dapat mendengar pengakuanku, bahwa sesungguhnya Allah Ta’aala adalah Dzat yang
tidak membutuhkan selain-Nya, karena Dia wajib bersifatan sifat samak
(mendengar), bashor (melihat), dan kalam (berfirman). Andaikan Allah
bersifatan dengan sifat kebalikan mereka, yaitu Shumyun (tuli), Umyun (buta),
Bukmun (bisu), maka pasti Dia akan membutuhkan selain-Nya untuk
menyempurnakan-Nya. Butuh kepada yang lain berarti meniadakan sifat istighna
Allah (tidak butuhnya Allah kepada selain-Nya).
Segala sesuatu selain-Nya adalah yang membutuhkan-Nya karena Dia wajib bersifatan dengan wahdaniah dan karena sifat hudusnya alam. Andaikan sifat wahdaniah tidak ada bagi Allah niscaya tuhan akan lebih dari satu (berbilang). Andaikan tuhan adalah lebih dari satu maka segala sesuatu yang hawadis tidak akan membutuhkan salah satu dari tuhan-tuhan itu sehingga sifat iftiqor (butuhnya) hawadis kepada Allah menjadi tidak ada, dan ini adalah hal yang batil. Andaikan sifat hudus alam tidak ada, maka alam itu adalah qodim. Andaikan alam itu qodim, maka ia wajib wujudnya. Andaikan alam itu wajib wujudnya, maka ia tidak membutuhkan yang lainnya, sehingga ia tidak butuh kepada Allah, dan ini adalah hal yang batil.
Ketahuilah sesungguhnya akidah-akidah yang berjumlah 20 yang
akan dijelaskan nanti dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1.
Bagian yang diambil dari sifat tidak butuh, yaitu sifat-sifat yang tidak
tergantung pada perbuatan, seperti samak (mendengar), bashor (melihat), kalam
(berfirman), saamian (Yang mendengar), baashiron (Yang melihat), mutakalliman
(Yang berfirman).
2. Bagian yang diambil dari sifat
butuh, yaitu sifat wahdaniah (Esa).
3. Bagian yang
boleh diambil dari sifat tidak butuh dan sifat butuh, yaitu sifat-sifat Allah
selain yang telah disebutkan pada nomer 1 dan 2.
Semua
sifat yang masuk di bawah sifat tidak butuh maka ia masuk di bawah sifat
butuh, kecuali sifat samak, bashor, kalam, saamian, baashiron, dan
mutakalliman. Semua sifat yang masuk di bawah sifat butuh maka ia masuk di
bawah sifat tidak butuh, kecuali sifat wahdaniah, tetapi sifat-sifat yang
ternyata lebih jelas diambil dari sifat tidak butuh dinisbatkan pada sifat
tidak butuh itu.
3. Mengetahui Sifat-sifat Allah
Allah adalah Dzat yang bersifatan dengan sifat-sifat kesempurnaan yang
tidak terhitung jumlahnya, baik sifat kesempurnaan itu berjenis wujudiah atau
salbiah, seperti yang dikatakan oleh Syeh as- Suhaimi. Wajib bagi kita
mengetahui secara rinci sifat yang telah Allah jelaskan dalil atasnya, baik
dalil aqli atau sam’i, disertai dengan keyakinan secara global atau ijmal
bahwa sesungguhnya Allah memiliki sifat-sifat kesempurnaan yang sebenarnya
tidak ada batas jumlahnya.
Sifat Allah yang wajib kita ketahui secara
rinci adalah satu sifat nafsiah, yaitu sifat wujud, 5 sifat salbiah, yaitu
qidam, baqok, mukholaftu lil hawadisi, qiyamuhu binafsihi, dan wahdaniah, 7
sifat ma’aani, yaitu qudroh, irodah, ilmu, hayat, samak, bashor, dan kalam,
dan 7 sifat maknawiah, yaitu Allah adalah qoodiron, muriidan, ‘aaliman,
samii’an, bashiiron, mutakalliman, dan hayyan.
Allah
adalah Dzat Yang Maha Suci dari segala kekurangan. Sifat kurang bagi Allah
adalah muhal (tidak dapat diterima akal akan keberadaannya) karena sesuatu
yang kurang pasti membutuhkan kepada pihak yang menyempurnakannya agar
menghilangkan kekurangannya tersebut.
- Fir’aun Telanjang
Dikisahkan bahwa Asiah berkata kepada Firaun, “Aku ingin bermain
denganmu. Barang siapa dari kita kalah bermain maka ia akan keluar ke pintu
istana dengan keadaan telanjang.” Kemudian Firaun pun mengikuti janji
permainan Asiah. Beberapa saat kemudian, ternyata Asiah berhasil mengalahkan
Firaun dalam permainan itu. Asiah berkata, “Sekarang penuhi perjanjiannya!
Keluar dari istana dengan telanjang!” Firaun menjawab, “Maafkanlah aku! Nanti
kamu akan mendapat segudang intan mutiara.” Asiah berkata, “Andaikan kamu
adalah tuhan maka penuhilah perjanjian permainan tadi karena memenuhi janji
merupakan syarat ketuhanan.” Kemudian Firaun pun melepaskan semua baju yang ia
pakai. Ketika para pelayan wanita melihat Firaun telanjang maka mereka
langsung mengkufuri atau tidak mempercayai kalau Firaun adalah tuhan, karena
jelek bentuk tubuhnya. Awalnya, mereka semua tidak mau masuk Islam ketika
dianjurkan dan diajak Asiah, tetapi setelah mereka melihat kenyataan bentuk
Firaun yang menjijikkan, akhirnya mereka beriman kepada Allah dan masuk
Islam.
- Gangguan Bisikan Setan
Dan Allah adalah Dzat Yang Maha Suci dari segala sesuatu yang
terlintas di dalam hati. Oleh karena itu, segala sesuatu yang terjadi dalam
salahpahammu dan bayanganmu, yaitu berupa bentuk-bentuk alawiah dan sufliah,
dan berupa segala sesuatu yang disifati melalui berita- berita, seperti Arsy,
surga, sungai- sungainya, dan berupa segala sesuatu yang bersifat bayangan,
seperti riwayat-riwayat yang menggambarkan intan mutiara, lautan air raksa,
baik sesuatu itu adalah hal yang hadis atau ma’dum (tidak ada), MAKA Allah
tidaklah demikian itu dan Dia bukanlah Dzat yang hadis ataupun ma’dum. Ketika
setan berkata kepadamu, “Ketika Allah tidak berada di tempat tertentu, dan di
arah tertentu, maka lantas dimana Dia? Dan ketika Allah tidak memiliki bentuk
tertentu, tidak bersifatan dengan sifat tertentu, maka lantas bagaiamana
keadaan- Nya?” Jawablah dalam hati, “Sesungguhnya tidak ada yang mengetahui
Allah kecuali Allah sendiri.”
Orang yang berakal wajib mengetahui bahwa semua bisikan yang terlintas di hatinya karena ditimpakan oleh setan adalah termasuk alam, sedangkan Allah bukanlah termasuk alam. Karena kita tidak dapat mengetahui hakikat Dzat Allah, Sifat-sifat-Nya, bukan berarti kalau Allah itu tidak ada, karena telah ada dalil atau bukti pasti tentang keberadaan-Nya. Dalil atau bukti tersebut adalah pengaturan Allah pada makhluk sesuai dengan bagaimana Dia berkehendak, baik mewujudkan dan meniadakan, atau menghidupkan dan mematikan, atau melapangkan dan menyempitkan dalam rizki. Dia tidak menuntut kita untuk mengetahui hakikat Dzat-Nya dan Sifat-sifat-Nya, karena ketidakmampuan kita untuk mengetahuinya. Dengan demikian, tidak ada yang tahu hakikat Dzat Allah dan Sifat-sifat-Nya kecuali Allah Ta’aala sendiri.
Diriwayatkan dari Abu Bakar as-Shiddiq bahwa ia berkata, “Ketidakmampuan mengetahui adalah mengetahui.” Artinya adalah bahwa barang siapa telah mengetahui sifat-sifat yang wajib, yang muhal, dan yang jaiz bagi Allah, kemudian ia mengetahui kalau hakikat Dzat Allah tidak dapat diketahui dan akal tidak akan mampu sampai pada taraf mengetahui Dzat-Nya, maka ia disebut dengan orang yang mengetahui atau al-‘arif.
Sebagian ulama berkata dengan syair berbahar towil,
Ingatlah!
Sesungguhnya mengetahui hakikat Allah adalah sebuah ketidakmampuan.
Mengetahui
hakikat ketidakmampuan adalah hakikatnya hakikat Allah, ...
... seperti
yang telah disebutkan oleh Abu Bakar as-Siddiq sebagai orang yang pertama kali
mengatakannya ...
... dengan pemikiran yang benar dan penalaran yang
baik.
Sebagian ulama mengatakan syair dengan berbahar
basit,
Hakikat Allah tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah sendiri.
Oleh karena itu, yakinilah!
Agama terdiri dari dua bagian, yaitu keimanan
dan kemusyrikan.
Akal memiliki batas yang tidak dapat dilaluinya.
Ketidakmampuan mengetahui pengetahuan disebut dengan mengetahui pengetahuan
itu sendiri.
Allah subhanahu wa ta’aala tidak membutuhkan pasangan dan
juga anak. Oleh karena itu, tidak ada siapapun yang membantu Allah dan
memberi-Nya manfaat, dan Nabi Isa alaihi as salam bukanlah anak Allah
melainkan Dia menciptakannya tanpa seorang bapak. Tidak ada pasangan dan anak
bagi Allah karena kewajiban wujud-Nya dan karena Dia tidak membutuhkan yang
lain, dan karena kesempurnaan Dzat-Nya. Tidak ada yang menyamai Allah dalam
Dzat-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya.
Diriwayatkan dari sebagian ulama bahwa ia ditanya tentang Allah. Kemudian ia
menjawab, “Apabila kamu bertanya tentang nama-nama Allah maka jawabannya
adalah Firman-Nya,
Dan bagi Allah memiliki nama-nama yang indah ... (QS.
Al-A’rof: 180)
Apabila kamu bertanya tentang Sifat- sifat Allah
maka jawabannya adalah Firman-Nya,
Katakanlah (Hai Muhammad!)
Dia adalah Allah yang Maha Esa [1] Allah adalah Dzat yang dibutuhkan semua
makhluk [2] Dia tidak malahirkan dan tidak dilahirkan [3] Tidak ada yang
menyamai Allah [4] (QS. Al- Ikhlas 1-4)
Apabila kamu bertanya
tentang Firman-firman Allah maka
jawabannya adalah Firman-Nya,
Firman Kami kepada sesuatu ketika
Kami menghendakinya maka Kami berfirman ‘Jadilah!’ maka sesuatu itu akan
terjadi. (QS. An-Nahl: 40)
Apabila kamu bertanya tentang
perbuatan-perbuatan Allah maka jawabannya adalah Firman-Nya,
Setiap
hari Dia adalah dalam hakikat- Nya. (QS. Ar-Rohman: 29)
Apabila
kamu bertanya tentang penisbatan Allah maka jawabannya adalah Firman-Nya,
ُDia
adalah Dzat Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dzohir dan Yang Batin. (QS.
Al-Khadid: 4)
Apabila kamu bertanya tentang Dzat
Allah maka jawabannya
adalah Firman-Nya,
َ
Tidak ada yang menyamai Allah. (QS.
Asy-Syuro: 11)
Diriwayatkan dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallama bahwa beliau bersabda, “Berpikirlah tentang makhluk dan janganlah
kalian berpikir tentang Kholiq (Allah).”
4. Mengetahui Sifat-sifat Rasul
Makna ‘ﷲ رﺳول ﻣﺣﻣدا أن أﺷﮭد’ atau saya bersaksi bahwa sesungguhnya
Muhammad adalah utusan Allah adalah bahwa saya mengetahui
secara yakin berdasarkan penjelasan al-Quran dan
kesepakatan (ijmak) ulama, dan saya meyakini
dengan hatiku dengan
keyakinan mantap,
dan saya
menjelaskan kepada orang
lain dengan pengakuanku bahwa
pemimpin kita, Muhammad, yang berasal dari kaum
Quraisy, bin Abdullah bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin
Abdi Manaf adalah hamba Allah dan utusan-Nya kepada seluruh
makhluk. Karena ia adalah hamba-Nya, maka ia adalah orang yang patuh, taat,
hina, dan merendahkan diri kepada Allah. Karena ia adalah utusan-Nya, maka ia
adalah utusan atau rasul yang tidak ada rasul lain yang menyamainya karena ia
diutus sebagai rasul kepada seluruh makhluk. Warna kulitnya adalah putih
bercampur merah. Artinya adalah bahwa Rasulullah Muhammad diutus di dunia
secara nyata kepada orang-orang yang sezaman dengannya
sampai Hari Kiamat, dan diutus secara kuat kepada
orang-orang yang diwujudkan sebelumnya sampai wujudnya
shollallahu ‘alaihi wa sallama sebagai utusan di dunia, dan diutus secara
nyata di akhirat pada hari seluruh makhluk berada di bawah benderanya
shollallahu ‘alaihi wa sallama. Ia adalah penutup para nabi dan rasul
sebagaimana yang diisyaratkan oleh huruf mim dari lafadz ‘ﻣﺣﻣد’ yang mana
makhroj huruf mim adalah penutup makhroj- makhroj lain.
Rasulullah Muhammad adalah rasul yang benar dalam semua berita yang ia sampaikan, meskipun berita itu adalah tentang hal-hal yang mubah, seperti perkataannya, “Saya telah makan,” atau “Si Fulan telah datang pada waktu ini.” Dengan demikian, mustahil atau muhal baginya berbohong dalam berita yang ia sampaikan karena ia wajib memiliki ishmah atau terjaga dari perbuatan dosa. Oleh karena itu, wajib meyakini semua berita yang Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama sampaikan, seperti berita tentang tanda-tanda Hari Kiamat, pertanyaan kubur, kenikmatan kubur dan siksanya, hasyr atau penggiringan seluruh makhluk ke mauqif, hisab dan penimbangan amal-amal, telaga, syafaat, surga, neraka, pahala, dan dosa.
- Kewajiban Kita
Terhadap Rasulullah
Diwajibkan bagi seluruh makhluk membenarkan Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallama dengan
mantap
membenarkannya secara mutlak,
artinya baik
membenarkannya berdasarkan dalil/bukti atau tidak, baik
membenarkan secara tafsil/rinci dalam perihal yang memang wajib dibenarkan
secara rinci, seperti kitab-kitab yang berjumlah 4, yaitu Taurat, Injil,
Zabur, dan al-Quran, dan seperti para nabi yang disebutkan dalam al-Quran,
yaitu mereka yang berjumlah 25, dan seperti para
malaikat yang berjumlah 4, yaitu Jibril, Mikail, Isrofil,
Izrail, atau secara ijmal/global dalam perihal yang memang wajib
dibenarkan secara global, seperti kitab-kitab selain 4 yang telah disebutkan,
para nabi selain yang berjumlah 25, dan para malaikat lain.
Diwajibkan juga bagi seluruh makhluk untuk mengikuti Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dalam perkataan, perbuatan, dan ketetapannya. Kita juga diperintahkan untuk mengikuti perbuatannya yang bersifat tabiat, seperti cara berdiri, duduk, dan berjalan. Namun, kita tidak diperbolehkan mengikutinya shollallahu ‘alaihi wa sallama dalam hal-hal yang memang dikhususkan baginya saja, seperti memiliki lebih dari 4 istri, boleh berdiam diri di dalam masjid dalam keadaan jinabat (menanggung hadas besar), dan boleh menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat. Allah Ta’aala berfirman, “Katakanlah (Hai Muhammad), ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua, yaitu Dia adalah Tuhan yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Tidak ada tuhan selain Dia. Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Berimanlah kalian semua kepada Allah dan Rasul-Nya yang menjadi seorang nabi, yang ummi, yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya. Ikutilah Rasul-Nya itu agar kalian semua mendapatkan petunjuk!’” (QS. Al-A’rof: 158) Maksudnya adalah “Taatilah Rasul- Nya dalam semua perintah yang ia perintahkan untuk kalian dan dalam semua larangan yang ia larang dari kalian agar kalian bisa mendapati haq dan kebenaran dalam mengikutinya. Kata ‘ummi’ berarti orang yang tidak dapat menulis. Kata ‘kalimat-kalimat Allah’ berarti al- Quran dan seluruh kitab-kitab-Nya.
Diharamkan bagi seluruh makhluk menganggap bohong semua berita yang
disampaikan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Diharamkan pula
bagi mereka untuk tidak mentaati perintah dan larangannya. Barang siapa
menganggap Rasulullah berbohong dalam semua berita yang ia sampaikan maka ia
telah menganiaya dirinya sendiri dan kafir dan ia adalah musuh Allah. Adapun
mukmin yang tidak meninggalkan tauhid (mengesakan Allah dalam penyembahan)
maka ia bukan musuh Allah, meskipun ia telah melakukan seluruh dosa. Adapun
berbohong kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama maka hukumnya hanya
haram dan tidak sampai kufur. Barang siapa tidak mentaati Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallama dalam perintah dan larangannya maka ia telah
durhaka atau tidak mentaati Allah dan Rasul- Nya, serta ia adalah orang yang
sesat dan hancur. Semoga Allah memberikan kita
kemampuan mengikuti Rasulullah dengan
mengikuti secara sempurna dengan anggota dzohir
dan batin, dan semoga
Dia memberi kita rizki berupa berpegang teguh kepada
Sunahnya, dan semoga Dia menjadikan kita termasuk orang- orang
yang melestarikan hukum-
hukum syariatnya. Dalam
sebagian redaksi terdapat tambahan
pernyataan “Dan semoga
Allah memberikan
kesempatan kepada kita untuk menziarahinya di dunia
dan memperoleh syafaatnya di akhirat.” Dan semoga Allah mencabut nyawa kita
dengan keadaan tetap menetapi agamanya (Islam). Kata ‘اﻟﻣﻠﺔ’, ‘اﻟﺷرﯾﻌﺔ’, dan
‘اﻟدﯾن’ memiliki arti yang sama, yaitu agama. Dan semoga Allah menggiring
kita, orang tua kita, anak-anak kita, saudara-saudara seiman kita, dan para
kekasih kita, seluruh orang muslim yang masih hidup atau telah mati, kelak
termasuk dalam golongannya. Dalam redaksi lain terdapat tambahan pernyataan,
“dan para orang tua mereka.” Amiin. Kata ‘آﻣﯾن’ berarti Ya Allah!
Kabulkanlah![alkhoirot.org]