Ilmu Ma'ani dalam Balaghah
Nama kitab: Terjemah Jauharul Maknun, Jauhar Maknun, al-Jauhar al-Maknun
Penulis: Abdurrahman al-Akhdari
Penerjemah: H. Moch. Anwar
Judul Kitab asal: Al-Jauhar al-Maknun fi Shadaf al-Tsalatsah al-Funun: al-Bayan wa al-Ma'ani wa al-Badi' (الجوهر المكنون في صدف الثلاثة الفنون البيان والمعاني و البديع)
Bidang studi: bahasa Arab, sastra Arab, ma'ani, bayan, badi', prosa, syair, puisi, sajak, fiksi, non-fiksi
Daftar isi
- Pembukaan / Ilmu Ma'ani
- Pasal 1 Tentang Fashohat (Fasahah)
- a Menurut bahasa (etimologi)
- b Menurut istilah
- I Kalimat Fasihat (Kata yang fasih)
- II Kalam Fasih (Kalimat sempurna yang fasih)
- III Mutakallim Fasih (Pembicara yang fasih)
- Pasal 2: Tentang Kalam Balaghoh (Balaghah)
- Pasal 3: Arti Ilmu Ma’ani
- Fan Pertama Ilmu Ma'ani
- BAB I KEADAAN ISNAD KHOBARI
- Pasal 1 Arti isnad khobary
- Pasal 2 Tata cara berbicara dengan orang lain
- Pasal 3 TandaTaukid
- Pasal 4 Isnad-Aqli
- Pasal 5 Majaz ’Aqli
- BAB II TENTANG MUSNAD ILAIH
- Kembali ke: Terjemah kitab Jauharul Maknun
Pembukaan | Ilmu Ma'ani
Pasal I Tentang Fashohat (Fasahah)
Sebelum mempelajari perincian ketiga macam ilmu itu, perlu
diketahui dahulu tentang makna fashohat, yaitu:
a Menurut bahasa (etimologi)
a. Menurut logat, ialah perkataan yang jelas (Bahasa Sunda:
bentes).
b Menurut istilah
b.
Menurut istilah. Hal ini berbeda tergantung penggunaannya, yaitu:
1. kalimat fasihat atau disebut juga: Fashohatul-mufrod; fasih berkata, jelas
huruf-hurufnya.
2. kalam fasih, yakni susunan perkataannya baik,
teratur dan jelas.
3. mutakallim fasih = pembicara yang
fasih.
Ketiga macam fashohat itu akan diterangkan, insya Allah.
I. Kalimat Fasihah (Kata yang fasih), ialah:
فَصَاحَةُ الْمُفْرَدِ أَنْ يَخْلُصَ مِنْ ۞ تَنَافُرٍ غَرَابِةٍ خُلْقٍ
زُكِنْ
Fashohah kalimat mufrod itu harus terbebas dari Tanafur (kalimat yang sukar
diucapkan), Gharabah (kalimat yang sukar artinya), Perbedaan yang telah
diketahui (kaidah Nahwu atau Sharaf).
II. Kalam Fasih (Kalimat yang fasih)
وفِي الْكَلَامِ مِنْ تَنَافُرِ الْكَلِمْ ۞ وَضَعْفُ تَأْلِيْفٍ وتَعْقِيْدٍ
سَلِمْ
dan (fashohah) dalam kalam (itu harus terbebas) dari kalimat-kalimat yang Tanafur, lemah susunannya dan selamat dari ta‘qid.
III. Mutakallim Fasih (Pembicara yang fasih)
وذِي الْكَلَامِ صِفَةٌ بِهَا يَطِيْقْ ۞ تَأْدِيَةُ الْمَقْصُوْدِ بِاللَّفْظِ
الْأَنِيْقْ
dan (fashohah dalam) orang yang berbicara itu sifat yang dengan sifat itu, ia dapat menyampaikan maksudnya dengan ucapan yang baik
Pasal 2: Tentang Kalam Balaghoh (Balaghah)
وَ جَعَلُوْا بَلَاغَةَ الْكَلَامِ ۞ طباقه لِمُقْتَضَى الْمَقَامِ
Para ulama ahli Maani menjadikan definisi kalam balaghah itu, ialah sesuainya kalam itu dengan muqtadh-al-maqām-nya (keadaannya serta fashāḥah).
Pasal 3: Arti Ilmu Ma’ani
وَ حَافِظٌ تَأْدِيَةُ الْمَعَانِيْ ۞ عَنْ خَطَاءِ يُعْرِفُ بِالْمَعَانِيْ
“Ilmu yang menjaga jangan sampai mutakallim itu salah di dalam menerangkan
makna yang di luar makna yang dikehendaki, itu disebut Ilmu Ma‘ānī”.
وَ مَا مِنَ التَّعْقِيْدِ فِي الْمَعْنَى يَقِي ۞ لَهُ الْبَيَانُ عِنْدَهُمْ
قَدِ انْتَفِي
“Ilmu untuk menjaga kalām (ucapan) dari ta‘qīd yang berhubungan dengan makna
(ta‘qīd Ma‘nāwī), itulah yang disebut Ilmu Bayān”.
وَ مَا بِهِ وُجُوْهُ تَحْسِيْنِ الْكَلَامْ ۞ تُعْرَفُ يُدْعٰى بِالْبَدِيْعِ وَ
السَّلَامْ
“Ilmu untuk mengetahui cara-cara memperbaiki kalam atau ucapan, itulah yang disebut Ilmu Badī‘.
Fan Pertama: Ilmu Ma'ani
| الْفَنُّ الْأَوَّلُ: عِلْمُ الْمَعَانِيْ
عِلْمٌ بِهِ لِمُقْتَضَى الْحَالِ يُرَى ۞ لَفْظًا مُطَابِقًا. وفِيْهِ
ذُكِرَا
ilmu yang digunakan untuk melihat lafaz yang sesuai dengan keadaan. dan di dalam ilmu itu diterangkan
1. Isnad
إِسْنَادٌ مُسْنَدٌ إِلَيْهِ مُسْنَدُ ۞ ومُتَعَلِّقَاتُ فِعْلٍ نُوْرَدُ
الْحُكْمُ
بِالسَّلْبِ أَوِ الْإِيْجَادِ ۞ إِسْنَادُهُمْ، وقَصْدُ ذِي الْخِطَابِ
إِفَادَةُ
السَّامِعِ نَفْسَ الْحُكْمِ ۞ أَوْ كَوْنَ مُخْبِرٍ بِهِ ذَا عِلْمٍ
Isnad ahli balaghah adalah memberi hukum meniadakan atau menetapkan. Adapun
tujuan orang yang bicara ialah memberi informasi kepada pendengar suatu
ketetapan atau memberitahu bahwa pembicara pun mengetahui
فَأَوَّلٌ فَائِدَةٌ والثَّانِيْ ۞ لَازِمُهَا عِنْدَ ذَوِي الْأَذْهَانِ
Maka yang pertama itu faedah, dan yang kedua kepastian faedah menurut
orang-orang yang berakal
ورُبَّمَا أُجْرِيَ مَجْرَى الْجَاهِلِ ۞ مُخَاطَبٌ إِنْ كَانَ غَيْرَ عَامِلِ
Dan terkadang lawan bicara diperlakukan seperti orang bodoh jika ia tidak
melakukan
كَقَوْلِنَا لِعَالِمِ ذِيْ غَفْلَةٍ ۞ الذِّكْرُ مِفْتَاحُ لِبَابِ
الْحَضْرَةِ
Seperti ucapan kita kepada orang ‘alim yang lupa: Zikir itu kunci ke
pintu hadirat Allah
2. Khobary
فَيَنْبَغِي اقْتِصَارُ ذِي الْأَخَبَارِ ۞ عَلَى الْمُفِيْدِ خَشْيَةَ
الْإِكْثَارِ
maka harus meringkas kabar, karena takut kebanyakan
فَيُخْبِرُ الْخَالِيْ بِلَا تَوْكِيْدٍ ۞مَا لَمْ يَكُنْ فِي الْحُكْمِ ذَا
تَرْدِيْدٍ
Maka Ia mengabari orang yang masih kosong dengan tanpa penguat. Selama ia
tidak mempunyai keraguan dalam hukum.
فَحَسَنٌ. ومُنْكِرُ الْأَخَبَارِ ۞ حَتْمٌ لَهُ بِحَسَبِ الْإِنْكَارِ
(Kalau mukhatab ragu) maka bagus. Dan orang yang mengingkari
berita, maka wajib memakai penguat dengan memperhitungkan keingkarannya
كَقَوْلِهِ إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُوْنَ ۞ فَزَادَ بَعْدُ مَا اقْتَضَاهُ
الْمُنْكِرُوْنَ
Seperti firman Allah: Sesungguhnya kami diutus kepada kamu sekalian.
lalu Allah sesudah itu menambah penguat yang sesuai dengan keingkarannya
واسْتُحْسِنَ التَّأْكِيْدُ إِنْ لَوْحَتْ لَهُ ۞ بِخَبَرٍ كَسَائِلٍ فِي
الْمَنْزِلَةْ
Dan dianggap baik memakai penguat, jika kamu mengisyaratkan akan penguat
itu kepada lawan bicara, sebab ada kabar yang pada derajatnya seperti orang
bertanya.”
Maksudnya: dianggap baik memakai alat penguat dalam
menyampaikan berita kepada khālī-dzihni. Bila ia memperlihatkan sikap bertanya
atau tanda-tanda keraguan.
والْحَقُوْا أَمَارَةَ الإنكار بِهِ ۞ كَعَكْسِهِ لِنُكْتَةٍ لَمْ تَشْتَبِهْ
“Dan ulama menyamakan akan tanda-tanda ingkar kepada ingkar, demikian
sebaliknya yaitu yang mungkir dianggap mengaku, sebab ada tandanya
masing-masing.”
قَصْرٌ وإِنْشَاءٌ وفَصْلٌ وَصْلٌ أَوْ ۞ إِيْجَازٌ إِطْنَابٌ مُسَاوَاةٌ
رَأَوْ
Isnad, Musnad ilaih, Musnad, hubungan-hubungan fiil, Qashar, Insya’, Fashl dan Washal, Ijaz, ithnab dan Musawah. Yang telah dilihat Para ulama.
Bab pertama: keadaan isnād khabarī | الْبَابُ الْأَوَّلُ: أَحْوَالُ
الْإِسْنَادِ الْخَبَرِيِّ
Pasal 1 Arti isnad khobary
الْحُكْمُ بِالسَّلْبِ أَوِ الْإِيْجَادِ ۞ إِسْنَادُهُمْ، وقَصْدُ ذِي
الْخِطَابِ
إِفَادَةُ السَّامِعِ نَفْسَ الْحُكْمِ ۞ أَوْ كَوْنَ مُخْبِرٍ
بِهِ ذَا عِلْمٍ
Isnad ahli balaghah adalah memberi hukum meniadakan atau menetapkan. Adapun
tujuan orang yang bicara ialah memberi informasi kepada pendengar suatu
ketetapan atau memberitahu bahwa pembicara pun mengetahui
فَأَوَّلٌ فَائِدَةٌ والثَّانِيْ ۞ لَازِمُهَا عِنْدَ ذَوِي الْأَذْهَانِ
Maka yang pertama itu faedah, dan yang kedua kepastian faedah menurut
orang-orang yang berakal
ورُبَّمَا أُجْرِيَ مَجْرَى الْجَاهِلِ ۞ مُخَاطَبٌ إِنْ كَانَ غَيْرَ عَامِلِ
Dan terkadang lawan biara diperlakukan seperti orang bodoh jika ia tidak
melakukan
كَقَوْلِنَا لِعَالِمِ ذِيْ غَفْلَةٍ ۞ الذِّكْرُ مِفْتَاحُ لِبَابِ
الْحَضْرَةِ
Seperti ucapan kita kepada orang ‘alim yang lupa: Zikir itu kunci ke pintu
hadirat Allah
Pasal 2 Tata cara berbicara dengan orang lain
فَيَنْبَغِي اقْتِصَارُ ذِي الْأَخَبَارِ ۞ عَلَى الْمُفِيْدِ خَشْيَةَ
الْإِكْثَارِ
maka harus meringkas kabar, karena takut kebanyakan
فَيُخْبِرُ الْخَالِيْ بِلَا تَوْكِيْدٍ ۞مَا لَمْ يَكُنْ فِي الْحُكْمِ ذَا
تَرْدِيْدٍ
Maka Ia mengabari orang yang masih kosong dengan tanpa penguat. Selama ia
tidak mempunyai keraguan dalam hukum.
فَحَسَنٌ. ومُنْكِرُ الْأَخَبَارِ ۞ حَتْمٌ لَهُ بِحَسَبِ الْإِنْكَارِ
(Kalau mukhathab ragu) maka bagus. Dan orang yang mengingkari berita, maka
wajib memakai penguat dengan memperhitungkan keingkarannya
كَقَوْلِهِ إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُوْنَ ۞ فَزَادَ بَعْدُ مَا اقْتَضَاهُ
الْمُنْكِرُوْنَ
Seperti firman Allah: Sesungguhnya kami diutus kepada kamu sekalian. lalu
Allah sesudah itu menambah penguat yang sesuai dengan keingkarannya
واسْتُحْسِنَ التَّأْكِيْدُ إِنْ لَوْحَتْ لَهُ ۞ بِخَبَرٍ كَسَائِلٍ فِي
الْمَنْزِلَةْ
Dan penguat dianggap baik, jika kamu mengisyaratkan akan penguat itu kepada
lawan bicara, sebab ada kabar yang pada derajatnya seperti orang bertanya
والْحَقُوْا أَمَارَةَ الإنكار بِهِ ۞ كَعَكْسِهِ لِنُكْتَةٍ لَمْ تَشْتَبِهْ
“Dan ulama menyamakan akan tanda-tanda ingkar kepada ingkar, demikian
sebaliknya yaitu yang mungkir dianggap mengaku, sebab ada tandanya
masing-masing
Pasal 3 Tanda Taukid
بِقَسَمٍ قَدْ إِنَّ لامِ الاْبْتِدا ۞ ونُونَيِ الْتَّوْكيدِ وَاْسْمٍ
أَكِّدا
isim dapat ditaukidi dengan qosam, qod, inna, lam ibtida dan nun taukid
والنَّفْيُ كالإثباتِ في ذا الْبابِ ۞ يَجْري على الثلاثةِ الأَلْقابِ
Nafi itu seperti isbat dalam bab ini, berlaku atas tiga nama
بِـإِنْ وَكانَ لامٍ أَوْ بَاءٍ يَمينْ ۞ كَـ “ما جليسُ الفاسقين بالأمين”
dengan in, kana, lam, ba’ dan qosam. Seperti ma jalisil fasiqin bil amin (teman duduk orang-orang fasik itu tidak aman)
Fasal tentang isnad aqli - فصل في الإسناد العقلي
ولحقيقةٍ مجازٍ وردا ۞ للعقلِ منسوبين، أمّا المُبتدا
Haqikah dan majaz keduanya berlaku dalam keadaan disandarkan pada akal, adapun
yang pertama adalah
إسنادُ فِعْلٍ أو مُضاهيهِ إلى ۞ صاحِبِهِ كَـ “فاز من تَبَتَّلا”
menyandarkan fiil atau yang menyerupai fiil pada pemiliknya seperti faza man
tabattala (bahagia orang yang beribadah
أقسامُه مِنْ حيثُ الاعتقادُ ۞ وواقعٌ أربعةٌ تفادُ
Pembagiannya dan segi keyakinan dan keyataan itu ada empat
Pasal 5 Majaz ’Aqli
والثانِ أَنْ يُسْنَد للملابَسِ ۞ ليسَ لَهُ يُبْنى كَـ”ثوبٍ لابِسِ”
yang kedua adalah menyandarkan fiil kepada mulabas (pendekat) yang
peletakannya tidak untuknya, seperti saubun labisu (pakaian yang memakai)
أقسامُه بِحَسَبِ النَّوْعَيْنِ فيْ ۞ جُزْأيهِ أَرْبَعٌ بلا تَكَلُّفِ
pembagiannya menurut dua macamnya dalam dua bagiannya itu empat, tanpa
keberatan
وَوَجَبَتْ قرينةٌ لفظيَّةْ ۞ أَوْ معنَوِيَّةٌ وَإِنْ عادِيَّةْ
Dan wajib qorinah lafdziyah atau maknawiyah walaupun adiyah.
BAB II TENTANG MUSNAD ILAIH
PASAL 1 MEMBUANG MUSNAD ILAIH
يُحْذَفُ لِلْعِلْمِ وَ لِلاخْتِبَارِ مُسْتَمِعٍ وَ صِحَّةِ الْإِنْكَارِ
Artinya: “Musnad ilaih itu dibuang karena:
Sudah diketahui musnadnya oleh pendengar, seperti lafaz dalam menjawab
pertanyaan:
Mencoba ingatan pendengar, kuat atau tidaknya.
Supaya mudah ingat bila diperlukan.
سِتْرٍ وَ ضِيْفٍ فُرْصَةٍ إِجْلَالٍ وَ عَكْسِهِ وَ نَظْمِ اسْتِعْمَالِ
كَحَبَّذَا
طَرِيْقَةُ الصُّوْفِيَّةْ تَهْدِيْ إِلَى الْمَرْتَبَةِ الْعَلِيَّةْ
Bermaksud menutupinya kepada hadirin selain mukhathab tertentu.
Karena tergesa-gesa.
Untuk mengagungkan dengan tidak menyebut namanya.
Untuk menghina.
Karena darurat nadhom atau sajak.
Mengikuti penggunaan Bahasa ‘Arab.
Khabar ditakhsis dengan lafaz (نِعْمَ) atau (بِئْسَ) atau (حَبَّذَا). Seperti
contoh dalam bait:
حَبَّذَا طَرِيْقَةُ الصُّوْفِيَّةْ تَهْدِيْ إِلَى الْمَرْتَبَةِ
الْعَلِيَّةْ
Artinya: “Sebaik-baik perjalanan ialah perjalanan (Thariqat) Ahli
Tasawwuf yang menuju ke martabat yang mulia.”
PASAL 2 TENTANG MUSNAD ILAIH YANG HARUS DIJELASKAN
وَ اذْكُرْهُ لِلْأَصْلِ وَ الْإِحْتِيَاطِ غَبَاوَةٍ
إِيْضَاحٍ إِنْبِسَطِ
تَلَذُّذٍ تَبَرُّكٍ إِعْظَامٍ
إِهَانَةٍ تَشَوُّقٍ نِظَامِ
تَعَبُّدٍ تَعَجُّبٍ تَهْلِيْلٍ
تَقْرِيْرٍ أَوْ إِشْهَادٍ أَوْ تَسْجِيْلٍ.
Artinya: “Musnad ilaih itu harus dijelaskan/disebut, karena:
1.
Asal, serta tiada alasan untuk membuangnya;
2. Berhati-hatilah,
kalau dibuang takut akan kesalahan-fahaman.
3. Ghabawah (dedel)
artinya mengingatkan kepada hadirin bahwa sami‘ (pendengar) itu
bodoh/dedel.
4. Menambah penjelasan.
5. Memanjangkan
perkataan, karena sangat mengharapkan perhatian dari pendengarnya.
6.
Karena merasa enak mengucapkannya.
7. Karena mengambil berkah.
8.
Karena ta‘zhim (mengagungkan).
9. Karena menghina.
10.
Karena merasa rindu kepada musnad ilaih.
11. Karena darurat
nazham;
12. Karena darurat sajak.
13. Karena bermaksud
ibadah dengan menyebutnya;
14. Karena merasa terkejut/kaget;
15.
Karena menakuti-nakuti;
16. Karena memantapkan dalam jiwa;
17.
Karena kesaksian dalam pengadilan;
18. Karena pembukaan pencatatan
dan kepentingan administrasi lainnya.