Nasihat 11 sampai 25 | Ayyuhal Walad al-Ghazali
Nama kitab: Terjemah Ayyuhal Walad Imam Ghazali
Judul kitab asal: Risalatu Ayyuhal Walad lil Ghazali ( رسالة أيها الولد للإمام الغزالي)
Ejaan lain: Risalah Ayyuhal Walad li al-Imam al-Ghazali
Pengarang: Imam Ghazali (Gazali)
Nama lengkap: Ejaan Indonesia: Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i; Ejaan Inggris modern: Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad aṭ-Ṭūsiyy al-Ġazzālīy, Ejaan Persia: Imam Muhammad-i Ghazali; Ejaan Inggris klasik: Algazelus atau Algazel.
Nama Arab: ابو حامد محمد بن محمد الغزالي الطوسي الشافعي
Kelahiran: 1058, Tus, Iran, Kesultanan Seljuk Raya
Meninggal: 1111, Thus, Khorasan Kesultanan Seljuk Raya
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Daftar isi
- Nasihat Kesebelas: Ibadahmu Harus Mengikuti Aturan Syariat
- Nasihat Kedua belas: Setelah Mengamalkan Ilmu Baru Engkau akan Mengetahui Hakikatnya
- Nasihat Ketiga belas: Empat Sifat Kesempurnaan bagi seorang Salik (yang Menempuh Jalan Akhirat)
- Nasihat Keempat belas: Wasiat Imam Asy-Syibli
- Nasihat Kelima belas: Delapan Nasihat Imam Hatim al-Asham
- Nasihat Keenam belas: Carilah Guru yang Mursyid
- Nasihat Ketujuh belas: Intisari Ilmu Tasawuf
- Nasihat Kedelapan belas: Hakikat Ubudiyah
- Nasihat Kesembilan belas: Hakikat Tawakal
- Nasihat Kedua puluh: Hakikat Ikhlas
- Nasihat Kedua puluh satu: Hakikat Riya'
- Nasihat Kedua puluh dua: Jangan Banyak Bertanya, Tetapi Banyak Beramal
- Nasihat Kedua puluh tiga: Tinggalkan Empat Perkara
- Nasihat Kedua puluh empa: Kerjakan Empat Perkarat
- Nasihat Kedua puluh lima: Penutup
- Kembali ke Terjemah Ayyuhal Walad
11. Nasihat Kesebelas: Ibadahmu Harus Mengikuti Aturan Syariat
أَيُّهَا الْوَلَدُ، خُلَاصَةُ الْعِلْمِ أَنْ تَعْلَمَ الطَّاعَةَ
وَالْعِبَادَةَ مَا هِيَ، إِعْلَمْ أَنَّ الطَّاعَةَ وَالْعِبَادَةَ مُتَابِعَةُ
الشَّارِعِ فِى الْأَوَامِرِ وَالنَّوَاهِى بِالْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، يَعْنِى
كُلَّ مَا تَقُوْلُ وَتَفْعَلُ وَتَتْرُكُ يَكُوْنُ بِاقْتِدَاءِ الشَّرْعِ كَمَا
لَوْ صُمْتَ يَوْمَ الْعِيْدِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيْكِ تَكُوْنُ عَاصِيًا أَوْ
صَلَّيْتَ فِيْ ثَوْبٍ مَغْصُوْبٍ وَإِنْ كَانَتْ صُوْرَةَ عِبَادَةٍ تَأْثَمُ
Wahai anakku, inti sari ilmu adalah kamu mengerti tentang apa itu ta'at
dan ibadah. Ketahuilah sesungguhnya ta'at dan ibadah itu mengikuti syariat di
dalam perintah-perintah dan larangan-larangan baik ucapan maupun perbuatan.
Yakni setiap apa yang kamu katakan, lakukan, dan tinggalkan harus mengikuti
syariat sebagaimana jika kamu puasa di hari id (hari raya) dan ahri-hari
tasyriq maka kamu bermaksiat atau kamu melakukan sholat dengan paikan hasil
ghasab. Meskipun demikian itu adalah bentuk ibadah, maka kamu tetap
berdosa.
أَيُّهَا الْوَلَدُ، يَنْبَغِى لَكَ أَنْ يَكُوْنَ قَوْلُكَ وَفِعْلُكَ
مُوَافِقًا لِلشَّرْعِ إِذِ الْعِلْمُ وَالْعَمَلُ بِلَا اقْتِدَاءِ الشَّرْعِ
ضَلَالَةٌ، وَيَنْبَغِى لَكَ أَلَّا تَغْتَرَّ بِالشَّطْحِ وَالطَّامَّاتِ
الصُّوْفِيَّةِ لِأَنَّ السُّلُوْكَ هٰذَا الطَّارِيْقُ يَكُوْنُ
بِالْمُجَاهَدَةِ وَقَطْعِ شَهْوَةِ النَّفْسِ وَقَتْلِ هَوَاهَا بِسَيْفِ
الرِّيَاضَةِ لَا بِالطَّامَّاتِ والتُّرَّهَاتِ
Wahai anakku, selayaknya bagimu jika ucapan dan perbuataanmu sesuai
dengan syariat, karena sesungguhnya ilmu dan amal tanpa mengikuti syariat
adalah sesat. Dan selayaknya bagimu untuk tidak tertipu dengan keanehan dan
hal-hal menakjubkan orang-orang sufi, karena sesungguhnya menempuh jalan ini
harus dengan mujahadah, memutus syahwat diri, dan membunuh hawa nafsu dengan
pedang riyadloh (latihan atau tirakat), tidak dengan hal-hal menakjubkan dan
bualan-bualan.
وَاعْلَمْ أَنَّ اللِّسَانَ الْمُطْلَقَ وَالْقَلْبَ الْمُطْبِقَ الْمَمْلُوْءَ
بِالْغَفْلَةِ وَالشَّهْوَةِ عَلَامَةُ الشَّقَاوَةِ، فَإِذَا لَمْ تَقْتُلِ
النَّفْسَ بِصِدْقِ الْمُجَاهَدَةِ فَلَنْ يَحْيَ قَلْبُكَ بِأَنْوَارِ
الْمَعْرِفَةِ
Dan ketahuilah, sesungguhnya lisan yang lepas (tak terkendali) dan hati
yang terkunci yang dipenuhi dengan lupa dan syahwat adalah tanda celaka.
Ketika kamu tidak membunuh nafsu dengan mujahadah yang sungguh maka hatimu
tidak akan hidup dengan cahaya-cahaya makrifat.
12. Nasihat Keduabelas: Setelah Mengamalkan Ilmu Baru Engkau akan
Mengetahui Hakikatnya
وَاعْلَمْ أَنَّ بَعْضَ مَسَائِلِكَ الَّتِيْ سَأَلْتَنِيْ عَنْهَا لَا
يَسْتَقِيْمُ جَوَابُهَا بِالْكِتَابَةِ وَالْقَوْلِ، إِنْ تَبْلُغْ تِلْكَ
الْحَالَةَ تَعْرِفْ مَا هِيَ وَإِلَّا فَعِلْمُهَا مِنَ الْمُسْتَحِيْلَاتِ
لِأَنَّهَا ذَوْقِيَّةٌ، وَكُلُّ مَا يَكُوْنُ ذَوْقِيًّا لَا يَسْتَقِيْمُ
وَصْفُهُ بِالْقَوْلِ كَحَلَاوَةِ الْحُلْوِ وَمِرَارَةِ الْمُرِّ لَا تُعْرَفُ
إِلَّا بِالذُّوْقِ، كَمَا حُكِيَ أَنَّ عِنِّيْنًا كَتَبَ إِلٰى صَاحِبٍ لَهُ
أَنْ عَرِّفْنِيْ لَذَّةَ الْمُجَامَعَةِ كَيْفَ تَكُوْنُ فَكَتَبَ لَهُ
جَوَابَهُ يَا فُلَانُ إِنِّيْ كُنْتُ حَسَبْتُكَ عِنِّيْنًا فَقَطْ، وَالْأٓنَ
عَرَفْتُ أَنَّكَ عِنِّيْنٌ وَأَحْمَقُ، لِأَنَّ هٰذِهِ اللَّذَّةَ ذَوْقِيَّةٌ
إِنْ تَصِلْ إِلَيْهَا تَعْرِفُ وَإِلَّا لَا يَسْتَقِيْمُ وَصْفُهَا بِالْقَوْلِ
وَالْكِتَابَةِ
Ketahuilah sesungguhnya sebagian masalahmu yang kamu tanyakan padaku,
jawabannya tidaklah dapat dijelaskan hanya dengan tulisan dan ucapan. Jika
kamu sampai pada keadaan itu, maka kamu akan mengerti apa itu, jika tidak maka
mengetahuinya merupakan hal yang mustahil karena itu adalah urusan rasa. Dan
setiap urusan rasa, menyifatinya tidaklah dapat dijelaskan dengan ucapan
seperti manisnya sesuatu yang manis dan pahitnya sesuatu yang pahit, kamu
tidak akan mengerti kecuali merasakannya.
Sebagaimana diceritakan bahwa seorang yang impoten mengirim surat kepada temannya, "Beritahu aku tentang nikmatnya bersetubuh, bagaimakah nikmatnya ?". Lalu temannya itu menulis jawaban padanya, "Wahai fulan, sesungguhnya aku sudah mengira bahwa kamu hanya impoten saja, dan sekarang aku tahu bahwa kamu impoten dan juga bodoh". Karena sesungguhnya nikmatnya rasa ini adalah jika kamu merasakannya maka kamu akan mengerti, dan jika tidak maka menyifatinya tidak dapat dijelaskan hanya dengan ucapan dan tulisan.
13. Nasihat Ketigabelas: Empat Sifat Kesempurnaan bagi seorang Salik (yang Menempuh Jalan
Akhirat)
أَيُّهَا الْوَلَدُ، بَعْضُ مَسَائِلِكَ مِنْ هٰذَا الْقَبِيْلِ وَأَمَّا
الْبَعْضُ الَّذِيْ يَسْتَقِيْمُ لَهُ الْجَوَابُ فَقَدْ ذَكَرْنَاهُ فِيْ
إِحْيَاءِ الْعُلُوْمِ وَغَيْرِهِ وَنَذْكُرُهَا هُنَا نُبَذًا مِنْهُ وَنُشِيْرُ
إِلَيْهِ، فَنَقُوْلُ : قَدْ وَجَبَ عَلَى السَّالِكِ أَرْبَعَةُ أُمُوْرٍ
Wahai anakku, sebagian masalah-masalahmu termasuk golongan ini
(dauqiyyah atau urusan rasa). Adapun sebagian yang bisa dijelaskan dengan
jawaban, maka aku telah menjelaskannya di dalam Kitab
Ihya' Ulumuddin dan sebagainya. Aku akan menjelaskannya di sini sebagai
ringkasannya dan aku akan menunjukkannya, aku menjawab : seorang salik
(menempuh jalan menuju Allah SWT) wajib memiliki empat perkara :
الْأَمْرُ الْأوَّلُ اعْتِقَادٌ صَحِيْحٌ لَا يَكُوْنُ فِيْهِ بِدْعَةٌ
وَالثَّانِى
تَوْبَةٌ نَصُوْحٌ لَا يَرْجِعُ بَعْدَهَا إِلَى الزَّلَّةِ
وَالثَّالِثُ
اسْتِرْضَاءُ الْخُصُوْمِ حَتّٰى لَا يَبْقٰى لِأَحَدٍ عَلَيْكَ حَقٌّ
وَالرَّابِعُ
تَحْصِيْلُ عِلْمِ الشَّرِيْعَةِ قَدْرَ مَا تُؤَدِّى بِهِ أَوَامِرَ اللّٰهِ
تَعَالٰى ثُمَّ مِنَ الْعُلُوْمِ الْأُخْرٰى مَا تَكُوْنُ بِهِ النَّجَاةُ
Perkara pertama adalah keyakinan yang shahih, tidak ada bid'ah di
dalamnya
Kedua adalah taubat yang nashuha (sungguh-sungguh dan
ikhlas), tidak kembali setelahnya pada kesalahan (perbuatan dosa)
Ketiga
kerelaan hati pada para musuh sampai tiada tersisa hak wajib bagimu pada
seseorang
Keempat menghasilkan ilmu syariat sekiranya kamu bisa
mengerjakan perintah-perintah Allah Yang Maha Luhur dengan ilmu itu, kemudian
ilmu-ilmu lainnya yang dapat menjadikan keselamatan.
14. Nasihat Keempatbelas: Wasiat Imam Asy-Syibli
حُكِيَ أَنَّ الشِّبْلِى رَحِمَهُ اللّٰهُ خَدَمَ أَرْبَعَمِائَةِ أُسْتَاذٍ
وَقَالَ قَرَأْتُ أَرْبَعَةَ أٓلَافِ حَدِيْثٍ ثُمَّ اخْتَرْتُ مِنْهَا حَدِيْثًا
وَاحِدًا وَعَمِلْتُ بِهِ وَخَلَّيْتُ مَا سِوَاهُ لِأَنِّيْ تَأَمَّلْتُهُ
فَوَجَدْتُ خَلَاصِيْ وَنَجَاتِيْ فِيْهِ وَكَانَ عِلْمُ الْأَوَّلِيْنَ
وَالْأٰخِرِيْنَ كُلُّهُ مُنْدَرِجًا فِيْهِ فَاكْتَفَيْتُ بِهِ، وَذٰلِكَ أَنَّ
رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبَعْضِ أَصْحَابِهِ
: إِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ بِقَدْرِ مُقَامِكَ فِيْهَا وَاعْمَلْ لِأٰخِرَتِكَ
بِقَدْرِ بَقَائِكَ فِيْهَا وَاعْمَلْ لِلّٰهِ بِقَدْرِ حَاجَتِكَ إِلَيْهِ
وَاعْمَلْ لِلنَّارِ بِقَدْرِ صَبْرِكَ عَلَيْهَا
Dikisahkan bahwa Imam Syibli ra telah mengabdikan diri pada 400 guru.
Beliau berkata, aku telah membaca (mempelajari) 4.000 hadits kemudian aku
memilih satu hadits dari hadits-hadits itu, aku mengamalkannya dan
meninggalkan selain satu hadits itu, karena aku merenunginya lalu aku
menemukan pembebasan dan keselamatanku di dalamnya. Semua ilmu orang-orang
awal dan orang-orang akhir terangkum di dalamnya, aku pun mencukupkan diriku
dengan satu hadits itu. Demikian itulah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda
kepada para sahabat Beliau, "Beramallah untuk duniamu sesuai lamanya kamu
tinggal di dalamnya, beramallah untuk akhiratmu sesuai kekalmu di dalamnya,
beramallah untuk Allah sesuai dengan kebutuhanmu pada-Nya, dan beramallah
untuk terhindar dari neraka sesuai dengan sabarmu (bertahan) di dalamnya".
أَيُّهَا الْوَلَدُ، إِذَا عَلِمْتَ هٰذَا الْحَدِيْثَ لَا حَاجَةَ إِلَى الْعِلْمِ الْكَثِيْرِ وَتَأَمَّلْ فِيْ حِكَايَاتٍ أُخْرٰى،
Wahai anakku, apabila kamu mengetahui hadits ini maka kamu tidak membutuhkan ilmu yang banyak dan merenunglah dalam kisah-kisah yang lain.
15. Nasihat Kelimabelas: Delapan Nasihat Imam Hatim al-Asham
وَذٰلِكَ أنَّ حَاتِمًا الْأَصَمَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الشَّقِيْقِ الْبَلْخِى
رَحْمَةُ اللّٰهُ عَلَيْهِمَا فَسَأَلَهُ يَوْمًا، قَالَ صَاحَبَتْنِيْ مُنْذُ
ثَلَاثِيْنَ سَنَةً مَا حَصَّلْتَ فِيْهَا ؟ قَالَ حَصَّلْتُ ثَمَانِيَ فَوَائِدَ
مِنَ الْعِلْمِ، وَهِيَ تَكْفِيْنِيْ مِنْهُ لِأَنِّيْ أَرْجُوْ خَلَاصِيْ
وَنَجَاتِيْ فِيْهَا، فَقَالَ الشَّقِيْقُ مَا هِيَ ؟ قَالَ حَاتِمُ
الْأَصَمُّ
Dan demikian itu, sesungguhnya Syekh Hatim Al-Asham merupakan salah satu teman Syekh Syaqiq Al-Balkhi, semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada keduanya, lalu Syekh Syaqiq bertanya pada Syekh Hatim pada suatu hari, ia berkata, "Kamu telah berteman denganku sejak 30 tahun, apa yang telah kamu peroleh di dalam pertemanan itu ?". Syekh Hatim menjawab, "Aku memperoleh 8 faidah ilmu dan itu mencukupiku karena aku mengharap pembebasan dan keselamatanku di dalam 8 faidah tersebut". Lalu Syekh Syaqiq bertanya, "Apa 8 faidah itu ?". Syekh Hatim menjawab :
الْفَائِدَةُ الْأُوْلٰى - أَنِّيْ نَظَرْتُ إِلَى الْخَلْقِ فَرَأَيْتُ
لِكُلٍّ مِنْهُمْ مَحْبُوْبًا وَمَعْشُوْقًا يُحِبُّهُ وَيَعْشُقُهُ، وَبَعْضُ
ذٰلِكَ الْمَحْبُوْبِ يُصَاحِبُهُ إِلٰى مَرَضِ الْمَوْتِ وَبَعْضُهُ إِلٰى
شَفِيْرِ الْقَبْرِ ثُمَّ يَرْجِعُ كُلُّهُ وَيَتْرُكُهُ فَرِيْدًا وَحِيْدًا
وَلَا يَدْخُلُ مَعَهُ فِيْ قَبْرِهِ مِنْهُمْ أَحَدٌ فَتَفَكَّرْتُ وَقُلْتُ :
أَفْضَلُ مَحْبُوْبِ الْمَرْءِ مَا يَدْخُلُ فِيْ قَبْرِهِ وَيُؤَانِسُهُ فِيْهِ
فَمَا وَجَدْتُهُ غَيْرَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فَأَخَذْتُهَا مَحْبُوْبًا
لِيْ لِتَكُوْنَ سِرَاجًا لِيْ فِيْ قَبْرِيْ وَتُؤَانِسَنِيْ فِيْهِ وَلَا
تَتْرُكَنِيْ فَرِيْدًا
Faidah pertama - Sesungguhnya aku mengamati pada makhluk, lalu aku
melihat bahwa setiap masing-masing memiliki kekasih yang dicintai dan kekasih
yang dirindukan, ia mencintainya dan ia merindukannya. Dan sebagian kekash
yang dicintai itu bisa menemaninya sampai sakit menjelang kematian dan
sebagiannya menemani sampai ke tepi kubur, kemudian semuanya kembali dan
meninggalkannya sendiri seorang diri dan tidak ada seorang pun dari mereka
yang ikut masuk ke dalam kubur bersamanya. Lalu aku berpikir dan berkata,
"Kekasih seseorang yang paling utama adalah sesuatu yang turut masuk ke dalam
kuburnya dan menjadi penentram baginya di dalam sana, namun aku tidak
menemukannya selain amal-amal perbuatan yang shalih. Lalu aku menjadikan
amal-amal shalih sebagai kekasih bagiku agar ia menjadi pelita bagiku di dalam
kuburku, menjadi penentramku di dalamnya, dan tidak meninggalkanku
sendirian".
الْفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ - أَنِّيْ رَأَيْتُ الْخَلْقَ يَقْتَدُوْنَ
بِأَهْوَائِهِمْ وَيُبَادِرُوْنَ إِلٰى مُرَادَاتِ أَنْفُسِهِمْ، فَتَأَمَّلْتُ
قَوْلَهُ تَعَالٰى : وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ
الْهَوٰى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰى، وَتَيَقَّنْتُ أَنَّ الْقُرْآنَ
حَقٌّ صَادِقٌ فَبَادَرْتُ إِلٰى خِلَافِ نَفْسِيْ وَتَشَمَّرْتُ
لِمُجَاهَدَتِهَا وَمَنْعِهَا عَنْ هَوَاهَا حَتّٰى ارْتَاضَتْ لِطَاعَةِ اللّٰهِ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالٰى وَانْقَادَتْ
Faidah kedua - Sesungguhnya aku melihat makhluk mengikuti hawa nafsu
mereka dan bergegas pada keinginan-keinginan nafsu mereka, lalu aku merenungi
Firman Allah Yang Maha Luhur, "Dan adapun orang-orang yang takut kepada
kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka
sesungguhnya surgalah tempat tinggal-nya (An-Nazi'at : 40-41)". Aku meyakini
bahwa Al-Qur'an adalah hak dan benar, lalu aku bergegas untuk melawan nafsuku,
aku mempersiapkan diri untuk memeranginya dan mencegahnya dari hawa nafsu
sampai ia ridlo untuk melakukan ketaatan kepada Allah SWT dan tunduk.
الْفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ - أَنِّيْ رَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مِنَ النَّاسِ
يَسْعٰى فِيْ جَمْعِ حُطَامِ الدُّنْيَا ثُمَّ يُمْسِكُهُ قَابِضًا يَدَهُ
عَلَيْهِ فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالٰى : مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا
عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍ، فَبَذَلْتُ مَحْصُوْلِيْ مِنَ الدُّنْيَا لِوَجْهِ اللّٰهِ
تَعَالٰى فَفَرَّقْتُهُ بَيْنَ الْمَسَاكِيْنَ لِيَكُوْنَ ذُخْرًا لِيْ عِنْدَ
اللّٰهِ تَعَالٰى
Faidah ketiga - Sesungguhnya aku melihat setiap seorang dari manusia
berusaha untuk mengumpulkan remukan harta dunia, kemudian ia menahannya dengan
menggengam tangannya, lalu aku merenungi Firman Allah Yang Maha Luhur, "Apa
yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal
(An-Nahl : 96)". Lalu aku menyerahkan penghasilanku dari dunia karena Dzat
Allah Yang Maha Luhur dan aku membagi-baginya di antara orang-orang miskin
agar ia menjadi simpanan bagiku di sisi Allah Yang Maha Luhur.
الْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ - أَنِّيْ رَأَيْتُ بَعْضَ الْخَلْقِ ظَنَّ شَرَفَهُ
وَعِزَّهُ فِيْ كَثْرَةِ الْأَقْوَامِ وَالْعَشَائِرِ فَاغْتَرَّ بِهِمْ،
وَزَعَمَ أٰخَرُوْنَ أَنَّهُ فِيْ ثَرْوَةِ الْأَمْوَالِ وَكَثْرَةِ الْأَوْلَادِ
فَافْتَخَرُوْا بِهَا، وَحَسِبَ بَعْضُهُمُ الشَّرَفَ وَالْعِزَّ فِيْ غَصْبِ
أَمْوَالِ النَّاسِ وَظُلْمِهِمْ وَسَفْكِ دِمَائِهِمْ، وَاعْتَقَدَتْ طَائِفَةٌ
أَنَّهُ فِيْ إِتْلَافِ الْمَالِ وَإِسْرَافِهِ وَتَبْذِيْرِهِ، وَتَأَمَّلْتُ
فِيْ قَوْلِهِ تَعَالٰى : إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهْ أَتْقَاكُمْ،
فَاخْتَرْتُ التَّقْوٰى وَاعْتَقَدْتُ أَنَّ الْقُرْآنَ حَقٌّ صَادِقٌ
وَظَنَّهُمْ وَحِسْبَانَهُمْ كُلَّهَا بَاطِلٌ زَائِلٌ
Faidah keempat - Sesungguhnya aku melihat sebagian makhluk menyangka
bahwa kemuliaan dan keluhurannya ada di dalam banyaknya kaum dan keluarga, itu
sebabnya mereka telah tertipu. Yang lainnya menyangka bahwa kemuliaan itu ada
di dalam harta yang berlimpah dan banyaknya anak, itu sebabnya mereka merasa
sombong. Sebagian dari mereka menyangka bahwa kemuliaan dan keluhuran itu ada
di dalam merampas harta orang lain, menganiaya mereka, dan mengalirkan darah
mereka. Dan ada golongan yang meyakini bahwa kemuliaan itu ada di dalam
pemborosan harta, berlebih-lebihan harta, dan menghambur-hamburkan (mubadzir)
harta. Dan aku merenungi Firman Allah Yang Maha Luhur, "Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takwa
di antara kamu (Al-Hujurat : 13)". Aku pun memilih takwa dan aku meyakini
bahwa Al-Qur'an adalah hak dan benar, sedangkan semua prasangka dan anggapan
mereka adalah bathil lagi lenyap.
اْلفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ - أَنِّيْ رَأَيْتُ النَّاسَ يَذُمُّ بَعْضُهُمْ
بَعْضًا وَيَغْتَابُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا فَوَجَدْتُ ذٰلِكَ مِنَ الْحَسَدِ فِى
الْمَالِ وَالْجَاهِ وَالْعِلْمِ، فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالٰى : نَحْنُ
قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا، فَعَلِمْتُ
أَنَّ الْقِسْمَةَ كَانَتْ مِنَ اللّٰهِ تَعَالٰى فِى الْأَزَلِ فَمَا حَسَدْتُ
أَحَدًا بِقِسْمَةِ اللّٰهِ تَعَالٰى
Faidah kelima - Sesungguhnya aku melihat manusia, sebagian dari mereka
mencela sebagian lainnya dan sebagian dari mereka menggunjing sebagian
lainnya, lalu aku menemukan demikian itu termasuk sifat hasad (dengki) di
dalam harta, kedudukan, dan ilmu. Lalu aku merenungi Firman Allah Yang Maha
Luhur, "Kami telah menentukan bagian di antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia (Az-Zukhruf : 32". Aku pun mengetahui bahwa pembagian itu
sudah dari Allah Yang Maha Luhur di masa azali, maka aku tidak hasad pada
seorang pun atas pembagian Allah Yang Maha Luhur.
الْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ - أَنِّيْ رَأَيْتُ النَّاسَ يُعَادِى بَعْضُهُمْ
بَعْضًا لِغَرَضٍ وَسَبَبٍ فَتَأَمَّلْتُ قَوْلَهُ تَعَالٰى : إِنَّ الشَّيْطَانَ
لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا، فَعَلِمْتُ أَنَّهُ لَا تَجُوْزُ
عَدَاوَةُ أَحَدٍ غَيْرِ الشَّيْطَانِ
Faidah keenam - Sesungguhnya aku melihat manusia, sebagian mereka
memusuhi sebagian lainnya karena sebuah tujuan dan sebuah sebab, lalu aku
merenungi Firman Allah Yang Maha Luhur, "Sesungguhnya syetan bagimu adalah
musuh, maka anggaplah ia sebagai musuh (Fathir : 6)". Aku pun mengetahui bahwa
tidak diperbolehkan memusuhi seseorang selain syetan.
الْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ - أَنِّيْ رَأَيْتُ كُلَّ أَحَدٍ يَسْعٰى بِجِدٍّ
وَيَجْتَهِدُ بِمُبَالَغَةٍ لِطَلَبِ الْقُوْتِ وَالْمَعَاشِ بِحَيْثُ يَقَعُ
بِهِ فِيْ شُبْهَةٍ وَحَرَامٍ وَيُذِلُّ نَفْسَهُ وَيَنْقُصُ قَدْرَهُ،
فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالٰى : وَمَا مِنْ دَآبَّةٍ فِى الْأَرْضِ
إِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا، فَعَلِمْتُ أَنَّ رِزْقِيْ عَلَى اللّٰهِ
تَعَالٰى وَقَدْ ضَمِنَهُ فَاشْتَغَلْتُ بِعِبَادَتِهِ وَقَطَعْتُ طَمَعِيْ
عَمَّنْ سِوَاهُ
Faidah ketujuh - Sesungguhnya aku melihat setiap orang berusaha dengan
sungguh-sungguh dan berjuang dengan giat untuk mencari makanan pokok dan
penghidupan sekiranya ia terjatuh ke dalam perkara syubhat dan haram, ia
menjadikan dirinya rendah dan mengurangi derajatnya, lalu aku merenungi Firman
Allah Yang Maha Luhur, "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi
melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya (Hud : 6)". Aku pun mengetahui
bahwa rizkiku ada pada Allah Yang Maha Luhur dan Dia telah menjaminnya, lalu
aku pun tersibukkan dengan beribadah pada-Nya dan memutus keinginanku dari
siapa pun selain Dia.
الْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ - أَنِّيْ رَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مُعْتَمِدًا عَلٰى
شَيْءٍ مَخْلُوْقٍ بَعْضُهُمْ إِلَى الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ وَبَعْضُهُمْ
إِلَى الْمَالِ وَالْمُلْكِ وَبَعْضُهُمْ إِلَى الْحِرْفَةِ وَالصَّنَاعَةِ
وَبَعْضُهُمْ إِلَى مَخْلُوْقٍ مِثْلِهِ، فَتَأَمَّلْتُ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالٰى :
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلٰى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ
أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا، فَتَوَكَّلْتُ عَلَى
اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبِيْ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
Faidah kedelapan - Sesungguhnya aku melihat setiap seseorang bergantung
pada sesuatu yang bersifat makhluk, sebagian mereka bergantung pada dinar dan
dirham, sebagian mereka bergantung pada harta dan kerajaan (jabatan), sebagian
mereka bergantung pada keahlian dan pekerjaan, dan sebagian mereka bergantung
pada makhluk yang serupada dengannya. Lalu aku merenungi Firman Allah Yang
Maha Luhur, "Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu (At-Thalaq : 6)". Aku pun tawakkal kepada Allah, Dialah yang
mencukupiku dan sebagai-baik Dzat yang dipasrahi.
فَقَالَ شَقِيْقٌ : وَفَّقَكَ اللّٰهُ تَعَالٰى إِنِّيْ قَدْ نَظَرْتُ
التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيْلَ وَالزَّبُوْرَ وَالْفُرْقَانَ فَوَجَدْتُ الْكُتُبَ
الْأَرْبَعَةَ تَدُوْرُ عَلٰى هٰذِهِ الْفَوَائِدِ الثَّمَانِيَّةِ فَمَنْ عَمِلَ
بِهَا كَانَ عَامِلًا بِهٰذِهِ الْكُتُبِ الْأَرْبَعَةِ
Syekh Syaqiq berkata : Semoga Allah Yang Maha Luhur memberikan
pertolongan kepadamu, aku telah melihat di dalam Kitab Injil, Kitab Zabur,
Kitab Taurat, dan Kitab Furqan (Al-Qur'an), aku menemukan keempat kitab-kitab
itu meliputi delapan faidah-faidah ini. Barang siapa yang mengamalkan
kedelapan faidah itu maka ia (seperti) mengamalkan keempat kitab-kitab ini.
16. Nasihat Keenambelas: Carilah Guru yang Mursyid
أَيُّهَا الْوَلَدُ، قَدْ عَلِمْتَ مِنْ هَاتَيْنِ الْحِكَايَتَيْنِ لَا
تَحْتَاجُ إِلٰى تَكْثِيْرِ الْعِلْمِ وَالْأٓنَ أُبَيِّنُ لَكَ مَا يَجِبُ عَلٰى
سَالِكِ سَبِيْلِ الْحَقِّ
Wahai anakku, kamu telah mengetahui dua kisah ini, kamu tidak perlu
memperbanyak ilmu dan sekarang aku akan menjelaskan padamu apa yang wajib bagi
seorang salik jalan hak (hakekat).
إِعْلَمْ أَنَّهُ يَنْبَغِى لِلسَّالِكِ شَيْخٌ مُرْشِدٌ مُرَبٍّ لِيُخْرِجَ
الْأَخْلَاقَ السَّيِّئَةَ مِنْهُ بِتَرْبِيَتِهِ وَيَجْعَلَ مَكَانَهَا خُلُقًا
حَسَنًا، وَمَعْنَى التَّرْبِيَةِ يُشْبِهُ فِعْلَ الْفَلَّاحِ الَّذِيْ يَقْلُعُ
الشَّوْكَ وَيُخْرِجُ النَّبَاتَاتِ الْأَجْنَبِيَّةِ مِنْ بَيْنِ الزَّرْعِ
لِيَحْسُنَ نَبَاتُهُ وَيَكْمُلَ رَيْعُهُ
Ketahuilah bahwa selayaknya bagi seorang salik (orang yang menempuh
jalan hakekat) memiliki seorang guru, mursyid (penunjuk atau pembimbing), lagi
murabbi (pendidik) agar guru itu dapat mengeluarkan akhlaq-akhlaq buruk
darinya dengan cara mendidiknya dan menjadikan tempat akhlaq buruk itu sebagai
akhlaq yang baik. Makna "tarbiyah" (cara mendidik) itu serupa dengan pekerjaan
petani yang mana ia mencabut duri dan mengeluarkan tanaman-tanama lainnya di
antara tanaman itu agar ia tumbuh baik dan sempurna hasilnya.
وَلَا بُدَ لِلسَّالِكِ مِنْ شَيْخٍ يُؤَدِّبُهُ وَيُرْشِدُهُ إِلٰى سَبِيْلْ
اللّٰهِ تَعَالٰى لِأَنَّ اللّٰهَ أَرْسَلَ لِلْعِبَادِ رَسُوْلًا لِلْإِرْشَادِ
إِلٰى سَبِيْلِهِ، فَإِذَا ارْتَحَلَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ
خَلَّفَ الْخُلَفَاءَ فِيْ مَكَانِهِ حَتّٰى يُرْشِدُوْا إِلَى اللّٰهِ تَعَالٰى،
وَشَرْطُ الشَّيْخِ الَّذِيْ يَصْلُحُ أَنْ يَكُوْنَ نَائِبًا لِرَسُوْلِ اللّٰهِ
صَلَوَاتُ اللّٰهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ أَنْ يَكُوْنَ عَالِمًا وَلٰكِنْ لَا
كُلُّ عَالِمٍ يَصْلُحُ لِلْخِلَافَةِ
Seorang salik (orang yang menempuh jalan hakekat) harus memiliki seorang
guru yang mengajarkan adab dan menunjukkannya ke jalan Allah Yang Maha Luhur,
karena sesungguhnya Allah telah mengutus seorang rasul pada hamba-hamba menuju
ke jalan-Nya. Lalu, tatkala Rasululullah sudah wafat, para pengganti telah
menggantikan tempat Beliau sehingga mereka dapat menunjukkan (membimbing) pada
(jalan) Allah Yang Maha Luhur. Syarat seorang guru yang patut untuk menjadi
pengganti Rasulullah SAW adalah ia seorang yang alim, tetapi tidak semua orang
yang alim patut menjadi pengganti.
وَإِنِّيْ أُبَيِّنُ لَكَ بَعْضَ عَلَامَاتِهِ عَلٰى سَبِيْلِ الْإِجْمَالِ
حَتّٰى لَا يَدَّعِيَ كُلُّ أَحَدٍ أَنَّهُ مُرْشِدٌ، فَنَقُوْلُ مَنْ يُعْرِضُ
عَنْ حُبِّ الدُّنْيَا وَحُبِّ الْجَاهِ وَكَانَ قَدْ تَابَعَ لِشَخْصٍ بَصِيْرٍ
تَتَسَلْسَلُ مُتَابِعَتُهُ إِلٰى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ صَلَّى اللّٰهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ مُحْسِنًا رَيَاضَةَ نَفْسِهِ بِقِلَّةِ الْأَكْلِ
وَالْقَوْلِ وَالنَّوْمِ وَكَثْرَةِ الصَّلَوَاتِ وَالصَّدَقَةِ وَالصَّوْمِ،
وَكَانَ بِمُتَابِعَتِهِ ذٰلِكَ الشَّيْخَ الْبَصِيْرَ جَاعِلًا مُحَاسِنَ
الْأَخْلَاقِ لَهُ سِيْرَةً كَالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَالشُّكْرِ وَالتَّوَكُّلِ
وَالْيَقِيْنِ وَالْقَنَاعَةِ وَطُمَأْنِيْنَةِ النَّفْسِ وَالْحِلْمِ
وَالتَّوَاضُعِ وَالْعِلْمِ وَالصِّدْقِ وَالْحَيَاءِ وَالْوَفَاءِ وَالْوَقَارِ
وَالسُّكُوْنِ وَالتَّأَنِّى وَأَمْثَالِهَا، فَهُوَ إذًا نُوْرٌ مِنْ أَنْوَارِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْلُحُ لِلْإِقْتِدَاءِ بِهِ
Dan sesungguhnya aku akan menjelaskan padamu sebagian tanda-tanda orang
alim secara general (global) sehingga setiap orang tidak bisa mengaku bahwa ia
adalah seorang mursyid. Aku (Imam Ghazali) menjawab :
[1] Guru itu
adalah orang yang berpaling dari kecintaan pada dunia dan kecintaan pada
kedudukan dunia.
[2] Guru itu mengikuti seseorang yang bashirah
(memiliki mata hati) yang pengikutnya merantai sambung sampai Baginda Para
Rasul, Nabi Muhammad SAW.
[3] Guru itu adalah orang yang
memperbaiki diri dalam melatih nafsunya dengan sedikit makan, sedikit
perkataannya, sedikit tidur, banyak melaksanakan sholat, banyak bershodaqoh,
dan banyak berpuasa.
Dengan mengikuti guru yang bashirah (memiliki
mata hati) itu akan menjadikan diri memiliki akhlaq yang baik, juga sebagai
prilaku baik seperti sabar, mengerjakan sholat, syukur, tawakkal, yakin,
qanaah (menerima jatah dari Allah dengan lapang dan ikhlas), tenang hatinya,
hilm (sangat sabar), tawadlu' (merendahkan diri), memiliki ilmu, jujur, malu,
menepati janji, sifat waqar (santai dan tenang), tenangnya hati, berhati-hati,
dan lain sebagainya. Dalam hal ini, guru itu adalah sebuah cahaya dari nur-nur
Rasulullah SAW yang patut untuk diikuti.
وَلٰكِنَّ وُجُوْدَ مِثْلِهِ نَادِرٌ أَعَزُّ مِنَ الْكَبْرِيْتِ الْأَحْمَرِ،
وَمَنْ سَاعَدَتْهُ السَّعَادَةُ فَوَجَدَ شَيْخًا كَمَا ذَكَرْنَا وَقَبِلَهُ
الشَّيْخُ يَنْبَغِى أَنْ يَحْتَرِمَهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا
Tetapi, adanya guru seperti itu sangatlah langka, lebih mulia daripada
permata merah. Barang siapa mendapati keberuntungan lalu ia menemukan seorang
guru sebagaimana yang telah saya jelaskan dan guru itu menerimanya (sebagai
murid), maka sudah selayaknya ia memuliakan guru itu baik secara dhahir maupun
batin.
أَمَّا احْتِرَامُ الظَّاهِرِ فَهُوَ أَنْ لَا يُجَادِلَهُ وَلَا يَشْتَغِلُ
بِالْإِحْتِجَاجِ مَعَهُ فِيْ كُلِّ مَسْأَلَةٍ وَإِنْ عَلِمَ خَطَأَهُ، وَلَا
يُلْقِيَ بَيْنَ يَدَيْهِ سَجَادَتَهُ إِلَّا وَقْتَ أَدَاءِ الصَّلَاةِ فَإِذَا
فَرَغَ يَرْفَعُهَا، وَلَا يُكْثِرَ نَوَافِلَ الصَّلَاِة بِحَضْرَتِهِ،
وَيَعْمَلَ مَا يَأْمُرُهُ الشَّيْخُ مِنَ الْعَمَلِ بِقَدْرِ وُسْعِهِ
وَطَاقَتِهِ
Adapun cara memuliakan secara dhahir yaitu
[1] Tidak
mendebatnya dan tidak tersibukkan dengan memprotesnya dalam setiap masalah
meskipun ia mengetahui kesalahan guru itu
[2] Tidak membeber
sajadahnya di hadapan guru itu kecuali pada waktu melaksanakan sholat lalu
tatkala ia sudah selesai sholat maka ia boleh mengangkat sajadahnya
[3]
Tidak memperbanyak melakukan sholat-shola sunnah di hadapan guru itu
[4]
Dan melakukan apapun pekerjaan yang telah diperintah oleh guru itu semampu dan
sekuatnya
وَأَمَّا احْتِرَامُ الْبَاطِنِ فَهُوَ أَنَّ كُلَّ مَا يَسْمَعُ وَيَقْبَلُ
مِنْهُ فِى الظَّاهِرِ لَا يُنْكِرُهُ فِى الْبَاطِنِ لَا فِعْلًا وَلَا قَوْلًا
لِئَلَّا يَتَّسِمَ بِالنِّفَاقِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ يَتْرُكْ صُحْبَتَهُ
إِلٰى أَنْ يُوَافِقَ بَاطِنُهُ ظَاهِرَهُ، وَيَحْتَرَزُ عَنْ مُجَالَسَةِ
صَاحِبِ السُّوْءِ لِيَقْصُرَ وِلَايَةُ شَيَاطِيْنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ عَنْ
صَحْنِ قَلْبِهِ فَيُصَفَّى مِنْ لَوْثِ الشَّيْطَنَةِ وَعَلٰى كُلِّ حَالٍ
يَخْتَارُ الْفَقْرَ عَلَى الْغِنٰى
Dan adapun cara memuliakan secara batin yaitu
[1] Setiap
apapun yang ia dengar dan ia terima dari guru itu secara dhahir maka tidak
mengingkarinya secara batin, tidak mengingkari perbuatan dan juga ucapan, agar
guru itu tidak menyebutnya sebagai munafik. Jika ia tidak mampu, maka
tinggalkan menemani guru itu sampai batinnya (batinnya si murid)
berkesesuaiaan dengan dhahirnya.
[2] Menjaga dari berteman dengan
orang yang memiliki prilaku buruk agar dapat mempersempit wilayah kekuasaan
syetan dari golongan jin dan manusia di piringan hatinya, maka hatinya menjadi
bersih dari kotoran yang bersifat syaitaniyyah.
[3] Dan ia memilih
fakir daripada kaya pada setiap keadaan.
17. Nasihat Ketujuhbelas: Intisari Ilmu Tasawuf
ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ التَّصَوُّفَ لَهُ خَصْلَتَانِ : الْإِسْتِقَامَةُ مَعَ
اللّٰهِ تَعَالٰى وَالسُّكُوْنُ عَنِ الخَلْقِ، فَمَنْ اسْتَقَامَ مَعَ اللّٰهِ
عَزَّ وَجَلَّ وَأَحْسَنَ خُلُقَهُ مَعَ النَّاسِ وَعَامَلَهُمْ بِالْحِلْمِ
فَهُوَ صُوْفِيٌّ، وَالْإِسْتِقَامَةُ أَنْ يَفْدِيَ حَظَّ نَفْسِهِ عَلٰى أَمْرِ
اللّٰهِ تَعَالٰى، وَحُسْنُ الْخُلُقِ مَعَ النَّاسِ أَنْ لَا تَحْمِلَ النَّاسَ
عَلٰى مُرَادِ نَفْسِكَ بَلْ تَحْمِلَ نَفْسَكَ عَلٰى مُرَادِهِمْ مَا لَمْ
يُخَالِفُوْا الشَّرْعَ
Kemudian ketahuilah bahwa tasawuf memiliki 2 karakter, yaitu istiqomah
terhadap Allah Yang Maha Luhur dan tenang (tentram) dari makhluk. Lalu barang
siapa yang beristiqomah terhadap Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung,
memperbaiki akhlaqnya terhadap manusia, dan berinteraksi dengan mereka, maka
dia adalah seorang sufi. Istiqomah adalah apabila seseorang menebus jatah
dirinya sendiri (mengorbankan kepentingan diri sendiri) untuk melakukan
perintah Allah Yang Maha Luhur. Berakhlaq yang baik terhadap manusia adalah
apabila kamu tidak membawa (memaksa) manusia pada keinginan dirimu sendiri,
tetapi membawa dirimu pada keinginan mereka selama mereka tidak bertentangan
dengan syariat.
18. Nasihat Kedelapanbelas: Hakikat Ubudiyah
ثُمَّ إِنَّكَ سَأَلْتَنِيْ عَنِ الْعُبُوْدِيَّةِ وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ :
أَحَدُهَا مُحَافَظَةُ أَمْرِ الشَّرْعِ وَثَانِيْهَا الرِّضَاءُ بِالْقَضَاءِ
وَالْقَدَرِ وَقِسْمَةِ اللّٰهِ تَعَالٰى وَثَالِثُهَا تَرْكُ رِضَاءِ نَفْسِكَ
فِيْ طَلَبِ رِضَاءِ اللّٰهِ تَعَالٰى
Kemudian kamu bertanya padaku tentang ubudiyyah (ibadah), yaitu ada tiga
macam : pertama adalah menjaga perintah syariat, kedua adalah ridlo dengan
qadla, qadar, dan pembagian Allah SWT, dan ketiga adalah meninggalkan ridlo
dirimu sendiri demi mencari ridlo Allah Yang Maha Luhur.
19. Nasihat Kesembilan belas: Hakikat Tawakal
وَسَأَلْتَنِيْ عَنِ التَّوَكُّلِ وَهُوَ أَنْ تَسْتَحْكِمَ اعْتِقَادَكَ
بِاللّٰهِ تَعَالٰى فِيْمَا وَعَدَ، يَعْنِى تَعْتَقِدُ أَنَّ مَا قُدِّرَ لَكَ
سَيَصِلُ إِلَيْكَ لَا مَحَالَةَ وَإِنِ اجْتَهَدَ كُلُّ مَنْ فِى الْعَالَمِ
عَلٰى صَرْفِهِ عَنْكَ، وَمَا لَمْ يُكْتَبْ لَنْ يَصِلَ إِلَيْكَ وَإِنْ
سَاعَدَكَ جَمِيْعُ الْعَالَمِ
Kamu bertanya padaku tentang tawakkal, yaitu memperkokoh keyakinanmu
kepada Allah Yang Maha Luhur dalam apapun yang telah Dia janjikan. Yakni kamu
meyakini bahwa apapun yang telah ditakdirkan untukmu akan sampai padamu secara
pasti, meskipun semua orang di dalam alam berusaha menyingkirkannya darimu dan
apapun yang tidak dicatat bahwa ia untukmu maka ia tidak akan sampai padamu
meskipun seluruh alam membantumu.
20. Nasihat Kedua puluh: Hakikat Ikhlas
وَسَأَلْتَنِيْ عَنِ الْإِخْلَاصِ وَهُوَ أَنْ تَكُوْنَ أَعْمَالُكَ كُلُّهَا لِلّٰهِ تَعَالٰى وَلَا يَرْتَاحَ قَلْبُكَ بِمَحَامِدِ النَّاسِ وَلَا تُبَالِيَ بِمَذَمَّتِهِمْ،
Kamu bertanya padaku tentang ikhlas, yaitu apabila semua amal-amal
perbuatanmu hanya untuk Allah Yang Maha Luhur, kamu tidak merasa senang dengan
pujian manusia dan kamu tidak peduli dengan celaan mereka.
21. Nasihat Kedua puluh satu: Hakikat Riya'
وَاعْلَمْ أَنَّ الرِّيَاءَ يَتَوَلَّدُ مِنْ تَعْظِيْمِ الخَلْقِ وَعِلَاجُهُ
أَنْ تَرَاهُمْ مُسَخَّرِيْنَ تَحْتَ القُدْرَةِ وَتَحْسَبَهُمْ كَالْجَمَادَاتِ
فِيْ عَدَمِ قُدْرَةِ إِيْصَالِ الرَّاحَةِ وَالْمَشَقَّةِ لِتَخْلُصَ مِنْ
مُرَاءَاتِهِمْ وَمَتَى تَحْسَبُهُمْ ذَوِى قُدْرَةٍ وَإِرَادَةٍ لَنْ يَبْعُدَ
عَنْكَ الرِّيَاءُ
Ketahuilah bahwa sifat riya dapat lahir dari mengagungkan makhluk (1). Obatnya
adalah apabila kamu dapat melihat mereka tertunduk di bawah kekuasaan Allah
dan kamu menganggap mereka seperti benda-benda padat yang tidak memiliki kuasa
memberikan kenyamanan dan penderitaan agar kamu dapat terbebas dari perbuatan
riya terhadap mereka. Dan kapanpun kamu menganggap mereka memiliki kekuasaan
dan kehendak, maka sifat riya tidak akan menjauh darimu.
Catatan (1) :
Maksudnya adalah sifat riya dapat
muncul karena kamu merasa bahwa kamu akan memperoleh nilai agung dalam
pandangan manusia.
22. Nasihat Kedua puluh dua: Jangan Banyak Bertanya, Tetapi Banyak Beramal
أَيُّهَا الْوَلَدُ، وَالْبَاقِى مِنْ مَسَائِلِكَ بَعْضُهَا مَسْطُوْرٌ فِيْ
مُصَنَّفَاتِيْ فَاطْلُبْهُ ثَمَّةَ وَكِتَابَةُ بَعْضِهَا حَرَامٌ، إِعْمَلْ
أَنْتَ بِمَا تَعْلَمُ لِيَنْكَشِفَ لَكَ مَا لَمْ تَعْلَمْ
Wahai anakku, sisa dari masalahmu, sebagiannya sudah tertulis di dalam
karya-karyaku, carilah di dalam sana dan menulis (jawaban) sebagian masalahmu
yang lain adalah haram. Amalkanlah apapun yang kamu ketahui agar terbukalah
bagimu apa yang belum kamu ketahui.
أَيُّهَا الْوَلَدُ، بَعْدَ الْيَوْمِ لَا تَسْأَلْنِيْ مَا أُشْكِلَ عَلَيْكَ
إِلَّا بِلِسَانِ الْجَنَانِ لِقَوْلِهِ تَعَالٰى : وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوْا
حَتّٰى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ، وَاقْبَلْ نَصِيْحَةَ
الْخَضِرِ عَلَيْهِ السَّلَامُ حِيْنَ قَالَ : فَلَا تَسْأَلْنِيْ عَنْ شَيْءٍ
حَتّٰى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا، وَلَا تَسْتَعْجِلْ حَتّٰى تَبْلُغَ
أَوَانَهُ فَيَنْكَشِفَ لَكَ وَتَرَاهُ : سَأُرِيْكُمْ آيَاتِيْ فَلَا
تَسْتَعْجِلُوْنَ، فَلَا تَسْأَلْنِيْ قَبْلَ الْوَقْتِ وَتَيَقَّنْ أَنَّكَ لَا
تَصِلُ إِلَّا بِالسَّيْرِ لِقَوْلِهِ تَعَالٰى : أَوَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى
الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوْا
Wahai anakku, setelah hari ini, janganlah kamu bertanya padaku mengenai
sesuatu yang terasa berat bagimu kecuali dengan bahasa hati, sesuai dengan
Firman Allah Yang Maha Luhur, "Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu
keluar menemui mereka sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka (Al-Hujurat :
5)". Terimalah nasehat Nabi Khidzir as ketika beliau berkata, "Maka janganlah
kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu (Al-Kahfi : 70)". Jangan tergesa-gesa sehingga kamu
sampai pada waktu yang tepat, lalu sesuatu itu akan tersingkap bagiku dan kamu
akan melihatnya, "Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku.
Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera (Al-Anbiya :
37)". Jangan bertanya padaku sebelum waktunya dan yakinlah bahwa kamu tidak
akan bisa sampai kecuali dengan melakukan perjalanan spiritual, sesuai dengan
Firman Allah Yang Maha Luhur, "Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan
di muka bumi dan memperhatikan .... (Ar-Rum : 9)".
أَيُّهَا الْوَلَدُ، بِاللّٰهِ إِنْ تَسِرْ تَرَ الْعَجَائِبَ فِيْ كُلِّ
مَنْزِلٍ وَابْذُلْ رُوْحَكَ فَإِنَّ رَأْسَ هٰذَا الْأَمْرِ بَذْلُ الرُّوْحِ
كَمَا قَالَ ذُو النُّوْنِ الْمِصْرِى رَحِمَهُ اللّٰهُ تَعَالٰى لِأَحَدِ
تَلَامِذَتِهِ : إِنْ قَدَرْتَ عَلٰى بَذْلِ الرُّوْحِ فَتَعَالَ وَإِلَّا فَلَا
تَشْتَغِلْ بِتُرَّهَاتِ الصُّوْفِيَّةِ
Wahai anakku, demi Allah, apabila kamu mau melakukan perjalanan
spiritual maka kamu akan melihat keajaiban-keajaiban di setiap tempat dan
serahkan ruhmu karena sesungguhnya pokok perkara ini adalah menyerahkan ruh,
sebagaimana Syekh Dzun Nun Al-Mishri ra berkata pada salah satu dari
murid-muridnya, "Jika kamu mampu menyerahkan ruhmu, maka datanglah ke sini.
Jika tidak maka janganlah tersibukkan dengan bualan orang-orang sufi".
23. Nasihat Kedua puluh tiga: Tinggalkan Empat Perkara
أَيُّهَا الْوَلَدُ، إِنِّيْ أَنْصَحُكَ بِثَمَانِيَةِ أَشْيَاءَ، إِقْبَلْهَا
مِنِّيْ لِئَلَّا يَكُوْنَ عِلْمُكَ خَصْمًا عَلَيْكَ يَوْمَ القِيَامَةِ،
تَعْمَلُ مِنْهَا أَرْبَعَةً وَتَدَعُ مِنْهَا أَرْبَعَةً، أَمَّا اللَّوَاتِيْ
تَدَعُ
Wahai anakku, sesungguhnya aku memberi nasehat padamu dengan 8 perkara,
terimalah itu dariku agar ilmumu tidak menjadi musuh bagimu pada hari kiamat,
lakukanlah 4 perkara dari 8 perkara itu dan tinggalkan 4 perkara dari 8
perkara itu. Adapun perkara-perkara yang harus kamu tinggalkan :
فَأَحَدُهَا - أَلَّا تُنَاظِرَ أَحَدًا فِي مَسْأَلَةٍ مَا اسْتَطَعْتَ لِأَنَّ
فِيْهَا آفَاتٍ كَثِيْرَةً فَإِثْمُهَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهَا إِذْ هِيَ
مَنْبَعُ كُلِّ خُلُقٍ ذَمِيْمٍ كَالرِّيَاءِ وَالْحَسَدِ وَالْكِبْرِ
وَالْحِقْدِ وَالْعَدَاوَةِ وَالْمُبَاهَاةِ وَغَيْرِهَا، نَعَمْ لَوْ وَقَعَ
مَسْأَلَةٌ بَيْنَكَ وَبَيْنَ شَخْصٍ أَوْ قَوْمٍ وَكَانَتْ إِرَادَتُكَ فِيْهَا
أَنْ يَظْهَرَ الْحَقُّ وَلَا يَضِيْعَ جَازَ الْبَحْثُ لَكِنْ لِتِلْكَ
الْإِرَادَةِ عَلَامَتَانِ : إِحْدَاهُمَا أَلَّا تُفَرِّقَ بَيْنَ أَنْ
يَنْكَشِفَ الْحَقُّ عَلٰى لِسَانِكَ أَوْ عَلٰى لِسَانِ غَيْرِكَ،
وَالثَّانِيَةُ أَنْ يَكُوْنَ الْبَحْثُ فِى الْخَلَاءِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ
أَنْ يَكُوْنَ فِى الْمَلَاءِ
[Pertama] hendaknya kamu tidak berdebat dengan seseorang dalam satu
masalah semampumu, karena di dalamnya ada banyak bahaya, dosanya lebih besar
daripada kemanfaatannya, karena itu adalah sumber setiap akhlaq yang tercela
seperti riya', hasad (dengki), sombong, dendam, permusuhan, kesombongan, dan
lainnya. Ya, jika terjadi masalah di antara kamu dan di antara seseorang atau
kaum, sedangkan keinginanmu di dalamnya adalah agar perkara hak menjadi jelas
dan menghilankannya, maka boleh saja membahasnya, tetapi keinginan demikian
itu memiliki tanda-tanda :
Pertama, hendaknya kamu tidak membedakan
antara perkara hak yang tersingkap melalui lisanmu atau melalui lisan orang
lain.
Kedua, hendaknya pembahasan itu diadakan di tempat sepi lebih
kamu sukai daripada di tempat ramai (publik).
وَاسْمَعْ أَنِّيْ أَذْكُرُ لَكَ هَاهُنَا فَائِدَةً وَاعْلَمْ أَنَّ السُّؤَالَ
عَنِ الْمُشْكِلَاتِ عَرْضُ مَرَضِ الْقَلْبِ إِلَى الطَّبِيْبِ، وَالْجَوَابُ
لَهُ سَعْيٌ لِإِصْلَاحِ مَرَضِهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الْجَاهِلِيْنَ الْمَرْضٰى
قُلُوْبُهُمْ، وَالْعُلَمَاءَ الْأَطِبَّاءُ، وَالْعَالِمَ النَّاقِصَ لَا
يُحْسِنُ الْمُعَالَجَةَ، وَالْعَالِمَ الكَامِلَ لَا يُعَالِجُ كُلَّ مَرِيْضٍ
بَلْ يُعَالِجُ مَنْ يَرْجُوْ قَبُوْلَ الْمُعَالَجَةِ وَالصَّلَاحِ، وَإِذَا
كَانَتِ الْعِلَّةُ مُزْمِنَةً أَوْ عَقِيْمًا لَا تَقْبَلُ الْعِلَاجَ
فَحَذَاقَةُ الطَّبِيْبِ فِيْهِ أَنْ يَقُوْلَ هَذَا لَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ
فَلَا تَشْتَغِلْ فِيْهِ بِمُدَاوَاتِهِ لِأَنَّ فِيْهِ تَضْيِيْعَ الْعُمْرِ
Dengarlah, sesungguhnya aku mengingatkan padamu tentang sebuah faidah di
sini. Ketahuilah bahwa pertanyaan tentang perkara-perkara yang berat itu
menunjukkan penyakit hati (yang butuh dibawa) ke dokter dan jawabannya adalah
berusaha menyembuhkan penyakit itu. Ketahuilah sesungguhnya orang-orang yang
bodoh adalah orang yang sakit hatinya, ulama' adalah dokternya, orang alim
yang kurang sempurna ilmunya tidak baik dalam mengobati, dan orang alim yang
sempurna tidak dapat mengobati semua orang yang sakit tetapi ia dapat
mengobati orang yang mengharap menerima obat dan kesembuhan. Dan tatkala
penyakit itu sudah kronis atau mandul (tidak dapat disembuhkan), maka dokter
yang cerdas akan mengatakan "Penyakit ini tidak dapat menerima obat". Jadi,
janganlah kamu tersibukkan untuk mengobatinya karena sesungguhnya di dalamnya
hanya akan menyia-nyiakan umur.
ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ مَرَضَ الْجَهْلِ عَلٰى أَرْبَعَةِ أَنْوَاعٍ : أَحَدُهَا
يَقْبَلُ الْعِلَاجَ وَالْبَاقِى لَا يَقْبَلُ، أَمَّا الَّذِيْ لَا يَقْبَلُ
الْعِلَاجَ فَأَحَدُهَا مَنْ كَانَ سُؤَالُهُ وَاعْتِرَاضُهُ عَنْ حَسَدِهِ
وَبُغْضِهِ، فَكُلَّمَا تُجِيْبُهُ بِأَحْسَنِ الْجَوَابِ وَأَفْصَحِهِ
وَأَوْضَحِهِ فَلَا يَزِيْدُ لَهُ ذٰلِكَ إِلَّا بُغْضًا وَعَدَاوَةً وَحَسَدًا،
فَالطَّرِيْقُ أَلَّا تَشْتَغِلَ بِجَوَابِهِ، فَقَدْ قِيْلَ
كُلُّ الْعَدَاوَةِ قَدْ تُرْجٰى إِزَالَتُهَا # إِلَّا عَدَاوَةَ مَنْ عَادَاكَ
عَنْ حَسَدٍ
Kemudian, ketahuilah bahwa penyakit kebodohan tergolong atas 4 macam,
salah satunya tidak menerima obat dan sisanya bisa menerima obat. Adapun orang
yang tidak dapat menerima obat :
Pertama, orang yang pertanyaannya
dan pertentangannya karena sifat hasad (dengki) dan amarahnya (emosinya).
Setiap kali kamu menjawabnya dengan jawaban yang paling baik, paling fasih,
dan paling jelas, maka demikian itu tidak akan bertambah kecuali amarah,
permusuhan, dan dengki. Maha jalan keluarnya adalah kamu hendaknya tidak sibuk
untuk menjawabnya. Telah dikatakan :
Setiap permusuhan telah
diharapkan hilangnya permusuhan itu # Kecuali permusuhan orang yang memusuhimu
karena dengki.
فَيَنْبَغِى أَنْ تُعْرِضَ عَنْهُ وَتَتْرُكَهُ مَعَ مَرَضِهِ، قَالَ اللّٰهُ
تَعَالٰى : فَأَعْرِضْ عَمَّنْ تَوَلّٰى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، وَالْحَسُوْدُ بِكُلِّ مَا يَقُوْلُ وَيَفْعَلُ يُوْقِدُ
النَّارَ فِي زَرْعِ عَمَلِهِ، كَمَا قَالَ النَّبِى عَلَيْهِ السَّلَامُ :
الْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Selayaknya kamu berpaling darinya dan meninggalkannya dengan
penyakitnya. Allah Yang Maha Luhur berfirman, "Maka berpalinglah (wahai
Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini
kecuali kehidupan duniawi (An-Najm : 29)". Sifat hasad (dengki) dengan setiap
apa yang ia katakan dan lakukan, dapat menyalakan api dalam tanaman amalnya,
sebagaimana Nabi SAW bersabda, "Sifat hasad (dengki) dapat memakan
kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar".
وَالثَّانِى أَنْ تَكُوْنَ عِلَّتُهُ مِنَ الْحَمَاقَةِ وَهُوَ أَيْضًا لَا
يَقْبَلُ الْعِلَاجَ، كَمَا قَالَ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِنِّيْ مَا
عَجَزْتُ عَنْ إِحْيَاءِ الْمَوْتٰى وَقَدْ عَجَزْتُ عَنْ مُعَالَجَةِ
الْأَحْمَقِ، وَذٰلِكَ رَجُلٌ يَشْتَغِلُ بِطَلَبِ الْعِلْمِ زَمَنًا قَلِيْلًا
وَيَتَعَلَّمُ شَيْئًا مِنَ الْعِلْمِ الْعَقْلِيِّ وَالشَّرْعِيِّ فَيَسْأَلُ
وَيَعْتَرِضُ مِنْ حَمَاقَتِهِ عَلَى الْعَالِمِ الْكَبِيْرِ الَّذِيْ مَضَى
عُمْرُهُ فِى الْعُلُوْمِ الْعَقْلِيَّةِ وَالشَّرْعِيَّةِ، وَهٰذَا الْأَحْمَقُ
لَا يَعْلَمُ وَيَظُنُّ أَنَّ مَا أُشْكِلَ عَلَيْهِ هُوَ أَيْضًا مُشْكِلٌ عَلَى
الْعَالِمِ الْكَبِيْرِ، فَإِذَا لَمْ يَعْلَمْ هٰذَا الْقَدْرَ يَكُوْنُ
سُؤَالُهُ مِنَ الْحَمَاقَةِ فَيَنْبَغِى أَلَّا تَشْتَغِلَ بِجَوَابِهِ
Kedua, apabila penyakitnya bersumber dari kebodohan dan itu juga tidak
dapat menerima obat, sebagaimana Nabi Isa as berkata, "Sesungguhnya aku mampu
menghidupkan orang yang sudah mati tetapi aku benar-benar tidak mampu
mengobati orang yang bodoh". Demikian itu adalah seseorang yang sibuk menuntut
ilmu dalam waktu yang singkat dan mempelajari sedikit ilmu yang bersifat aqli
(logika) dan syariat, lalu ia bertanya dan karena kebodohannya ia menentang
orang alim besar yang mana umur orang alim itu telah terlewati dalam ilmu-ilmu
aqliyah dan syariat. Orang yang bodoh ini tidak mengerti dan menyangka bahwa
permasalahan yang berat (musykil) baginya juga berat (musykil) bagi orang alim
besar itu. Tatkala ia tidak mengetahui kadar ini maka pertanyaannya bersumber
dari kebodohan, selayaknya kamu tidak tersibukkan untuk menjawabnya.
وَالثَّالِثُ أَنْ يَكُوْنَ مُسْتَرْشِدًا وَكُلُّ مَا لَا يَفْهَمُ مِنَ
الْكَلَامِ الْأَكَابِرِ يُحْمَلُ عَلٰى قُصُوْرِ فَهْمِهِ وَكَانَ سُؤَالُهُ
لِلْإِسْتِفَادَةِ، لَكِنْ يَكُوْنُ بَلِيْدًا لَا يُدْرِكُ الْحَقَائِقَ، فَلَا
يَنْبَغِى الْإِشْتِغَالُ بِجَوَابِهِ أَيْضًا كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ
صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَحْنُ مَعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا
أَنْ نُكَلِّمَ النَّاسَ عَلٰى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ
Ketiga apabila ia adalah orang yang meminta petunjuk (meminta bimbingan)
dan setiap perkataan orang-orang alim besar yang tidak ia pahami tertumpu pada
pemahamannya yang pendek. Pertanyaannya adalah untuk meminta faidah tetapi ia
adalah orang dungu yang tidak menjangkau hakekat, maka tidak selayaknya untu
menjawabnya juga, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, "Kamu golongan para
nabi diperintah untuk berbicara (menyampaikan risalah) pada manusia sesuai
dengan kadar akal mereka".
وَأَمَّا الْمَرَضُ الَّذِيْ يَقْبَلُ الْعِلَاجَ فَهُوَ أَنْ يَكُوْنَ
مُسْتَرْشِدًا عَاقِلًا فَهِمًا لَا يَكُوْنُ مَغْلُوْبَ الْحَسَدِ وَالْغَضَبِ
وَحُبِّ الشَّهْوَةِ وَالْجَاهِ وَالْمَالِ وَيَكُوْنُ طَالِبَ الطَّرِيْقِ
الْمُسْتَقِيْمِ وَلَمْ يَكُنْ سُؤَالُهُ وَاعْتِرَاضُهُ عَنْ حَسَدٍ وَتَعَنُّتٍ
وَامْتِحَانٍ، وَهٰذَا يَقْبَلُ الْعِلَاجَ فَيَجُوْزُ أَنْ تَشْتَغِلَ بِجَوَابِ
سُؤَالِهِ بَلْ يَجِبُ عَلَيْكَ إِجَابَتُهُ
Dan adapun penyakit yang dapat menerima obat yaitu apabila ia adalah
orang yang meminta petunjuk, berakal, dan faham. Ia tidak dikalahkan oleh
sifat hasad, marah, cinta syahwat, cinta kedudukan, dan cinta harta. Ia adalah
orang yang mencari jalan yang lurus, pertanyaan dan pertentangannya tidak
bersumber dari sifat hasad, keras kepala, dan menguji. Orang ini dapat
menerima obat, maka kamu boleh sibuk menjawab pertanyaannya bahkan wajib
bagimu menjawabnya.
وَالثَّانِي - مِمَّا تَدَعُ هُوَ أَنْ تَحْذَرَ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ وَاعِظًا
وَمُذَكِّرًا لِأَنَّ فِيْهِ آفَةً كَثِيْرَةً إِلَّا أَنْ تَعْمَلَ بِمَا
تَقُوْلُ أَوَّلًا ثُمَّ تَعِظَ بِهِ النَّاسَ، فَتَفَكَّرْ فِيْمَا قِيْلَ
لِعِيْسٰى عَلَيْهِ السَّلَامُ : يَا ابْنَ مَرْيَمَ عِظْ نَفْسَكَ فَإِنِ
اتَّعَظَتْ فَعِظِ النَّاسَ وَإِلَّا فَاسْتَحِ مِنْ رَبِّكَ
[Kedua] merupakan sesuatu yang harus kamu tinggalkan yaitu kamu
berhati-hati apabila kamu menjadi seorang yang memberikan nasehat dan
pengingat, karena sesungguhnya di dalamnya ada banyak bahaya kecuali jika kamu
mengamalkan apa yang kamu katakan terlebih dahuulu kemudian kamu bisa memberi
nasehat pada manusia. Berpikirlah dalam apa yang dikatakan kepada Nabi Isa as,
"Wahai putra Maryam, nasehatilah dirimu, lalu apabila kamu sudah menerima
nasehat maka nasehatilah manusia. Dan jika tidak maka malulah kepada
Tuhanmu".
وَإِنِ ابْتُلِيْتَ بِهٰذَا الْعَمَلِ فَاحْتَرِزْ عَنْ خَصْلَتَيْنِ
Apabila kamu diuji dengan kondisi ini (1), maka berhati-hatilah dari 2
perkara :
Catatan (1) :
Kondisi dan posisi sebagai seorang yang memberi nasehat dan pengingat.
الْأُوْلٰى عَنِ التَّكَلُّفِ فِى الْكَلَامِ بِالْعِبَارَاتِ وَالْإِشَارَاتِ
وَالطَّامَّاتِ وَالْأَبْيَاتِ وَالْأَشْعَارِ لِأَنَّ اللّٰهَ تَعَالٰى يُبْغِضُ
الْمُتَكَلَّفِيْنَ، وَالْمُتَكَلِّفُ الْمُتَجَاوِزُ عَنِ الْحَدِّ يَدُلُّ
عَلٰى خَرَابِ الْبَاطِنِ وَغَفْلَةِ الْقَلْبِ، وَمَعْنَى التَّذْكِيْرِ أَنْ
يَذْكُرَ الْعَبْدُ نَارَ الْأٰخِرَةِ وَتَقْصِيْرَ نَفْسِهِ فِيْ خِدْمَةِ
الْخَالِقِ وَيَتَفَكَّرَ فِيْ عُمُرِهِ الْمَاضِى الَّذِيْ أَفْنَاهُ فِيْمَا
لَا يَعْنِيْهِ وَيَتَفَكَّرَ فِيْمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْعَقِبَاتِ مِنْ
عَدَمِ سَلَامَةِ الْإِيْمَانِ فِى الْخَاتِمَةِ وَكَيْفِيَّةِ حَالِهِ فِيْ
قَبْضِ مَلَكِ الْمَوْتِ وَهَلْ يَقْدِرُ عَلٰى جَوَابِ مُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ
وَيَهْتَمَّ بِحَالِهِ فِى الْقِيَامَةِ وَمَوَاقِفِهَا وَهَلْ يَعْبُرُ عَنِ
الصِّرَاطِ سَالِمًا أَمْ يَقَعُ فِي الهَاوِيَةِ، وَيَسْتَمِرُّ ذِكْرُ هٰذِهِ
الْأَشْيَاءِ فِيْ قَلْبِهِ فَيُزْعِجُهُ عَنْ قَرَارِهِ، فَغَلَيَانُ هٰذِهِ
النِّيْرَانِ وَنَوْحَةُ هٰذِهِ الْمَصَائِبَ يُسَمَّى تَذْكِيْرًا
Pertama, dari memaksakan pembicaraan dengan ibrah-ibrah (makna-makna
tersembunyi), isyarat-syarat, hal-hal menakjubkan, bait-bait, dan syair-syair,
karena sesungguhnya Allah Yang Maha Luhur membenci orang-orang yang memaksa.
Orang yang memaksa dan melewati batas menujukkan batinnya rusak dan hati yang
lupa. Makna (tujuan) mengingatkan adalah agar si hamba itu mengingat neraka
akhirat dan kecorobohan dirinya dalam berkhidmat kepada Sang Khaliq, berpikir
dalam umur yang telah terlewati yang mana ia menghabiskanya dalam melakukan
sesuatu yang tidak berguna, berpikir tentang apa yang ada di hadapannya, baik
siksa-siksa, iman tidak selamat dalam akhir hayat, bagaimana keadaan iman saat
malaikat mencabutnya, apakah ia mampu menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan
Nakir, gelisah atas keadaannya pada hari kiamat dan tempatnya, apakah ia mampu
melewati shirath (jembatan) secara selamat, ataukah ia akan terjatuh ke dalam
Neraka Hawiyah. Mengingat perkara-perkara ini berlanjut terus di dalam
hatinya, sehingga ini dapat menjadikan ia gelisah dari ketetapan hatinya. Maka
mendidihnya perasaan seperti api ini dan jeritan musibah-musibah ini dinamakan
mengingatkan.
وَإِعْلَامُ الْخَلْقِ وَإِطْلَاعُهُمْ عَلٰى هٰذِهِ الْأَشْيَاءِ
وَتَنْبِيْهُهُمْ عَلٰى تَقْصِيْرِهِمْ وَتَفْرِيْطِهِمْ وَتَبْصِيْرِهِمْ
بِعُيُوْبِ أَنْفُسِهِمْ لِتَمَسَّ حَرَارَةُ هٰذِهِ النِّيْرَانِ أَهْلَ
الْمَجْلِسِ وَتُجْزِعَهُمْ تِلْكَ الْمَصَائِبُ لِيَتَدَارَكُوْا الْعُمُرَ
الْمَاضِيَّ بِقَدْرِ الطَّاقَةِ وَيَتَحَسَّرُوْا عَلَى الْأَيَّامِ
الْخَالِيَةِ فِيْ غَيْرِ طَاعَةِ اللّٰهِ تَعَالٰى، هٰذِهِ الْجُمْلَةُ عَلٰى
هٰذَا الطَّرِيْقِ تُسَمَّى وَعْظًا، كَمَا لَوْ رَأَيْتَ أَنَّ السَّيْلَ قَدْ
هَجَمَ عَلٰى دَارِ أَحَدٍ، وَكَانَ هُوَ وَأَهْلُهُ فِيْهَا، فَتَقُوْلُ :
الْحَذَرَ الْحَذَرَ فِرُّوْا مِنَ السَّيْلِ، وَهَلْ يَشْتَهِى قَلْبُكَ فِيْ
هٰذِهِ الْحَالَةِ أَنْ تُخْبِرَ صَاحِبَ الدَّارِ خَبَرَكَ بِتَكَلُّفِ
الْعِبَارَاتِ النُّكَتِ وَالْإِشَارَاتِ فَلَا تَشْتَهِى البَتَّةَ، فَكَذٰلِكَ
حَالُ الْوَاعِظِ فَيَنْبَغِى أَنْ يَجْتَنِبَهَا
Memberitahu makhluk dan menunjukkan mereka pada perkara-perkara ini,
mengingatkan mereka atas kecerobohan dan keteledoran mereka, dan
memperlihatkan mereka terhadap aib-aib pada diri mereka agar panasnya perasaan
seperti api ini dapat menyentuh para penghuni majlis dan musibah-musibah
tersebut dapat mengejutkan mereka adalah supaya mereka mendapati (memperbaiki)
umur yang telah terlewati sesuai kadar kemampuan (semampunya) dan agar mereka
merasa menyesal atas hari-hari yang telah berlalu tanpa digunakan untuk
melakukan ketaatan kepada Allah Yang Maha Luhur. Inti atas metode ini
dinamakan nasehat. Sebagaimana jika kamu melihat banjir tiba-tiba datang pada
rumah seseorang, sedangkan ia dan keluarganya berada di dalamnya, maka kamu
akan berkata, "Hati-hati, hati-hati, larilah dari banjir". Apakah pada keadaan
ini hatimu berkeinginan untuk memberitahu pemilik rumah tentang
pemberitahuanmu dengan bertele-tele menggunakan ibrah-ibrah (makna-makna
tersembunyi), lelucon, dan isyarat-isyarat ?, kamu tentu tidak mengingankan
itu pastinya. Demikian pula keadaan orang yang memberikan nasehat, maka
selayaknya ia menjauhi demikian itu.
وَالْخَصْلَةُ الثَّانِيَةُ أَلَّا تَكُوْنَ هِمَّتُكَ فِيْ وَعْظِكَ أَنْ
يَنْعَرَ الْخَلْقُ فِيْ مَجْلِسِكَ أَوْ يُظْهِرُوْا الْوَجْدَ وَيَشُقُّوا
الثِّيَابَ لِيُقَالَ : نِعْمَ الْمَجْلِسُ هٰذَا، لِأَنَّ كُلَّهُ مَيْلٌ
لِلدُّنْيَا وَهُوَ يَتَوَلَّدُ مِنَ الْغَفْلَةِ بَلْ يَنْبَغِى أَنْ يَكُوْنَ
عَزْمُكَ وَهِمَّتُكَ أَنْ تَدْعُوَ النَّاسَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَى الْأٰخِرَةِ
وَمِنَ الْمَعْصِيَةِ إِلَى الطَّاعَةِ وَمِنَ الْحِرْصِ إِلَى الزُّهْدِ
وَمِنَ الْبُخْلِ إِلَى السَّخَاءِ وَمِنَ الشَّكِّ إِلَى الْيَقِيْنِ وَمِنَ
الْغَفْلَةِ إِلَى الْيَقْظَةِ وَمِنَ الْغُرُوْرِ إِلَى التَّقْوٰى، وَتُحَبِّبَ
إِلَيْهِمُ الْأٰخِرَةَ وَتُبَغِّضَ إِلَيْهِمُ الدُّنْيَا وَتُعَلِّمَهُمْ
عِلْمَ الْعِبَادَةِ وَالزُّهْدِ وَلَا تُغِرَّهُمْ بِكَرَمِ اللّٰهِ تَعَالٰى
عَزَّ وَجَلَّ وَرَحْمَتِهِ لِأَنَّ الْغَالِبَ فِيْ طِبَاعِهِمْ الزَّيْغُ عَنْ
مَنْهَجِ الشَّرْعِ وَالسَّعْيُ فِيْمَا لَا يَرْضَى اللّٰهُ تَعَالٰى بِهِ
وَالْإِسْتِعْثَارُ بِالْأَخْلَاقِ الرَّدِيَّةِ، فَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمْ
الرُّعْبَ وَرَوِّعْهُمْ وَحَذِّرْهُمْ عَمَّا يَسْتَقْبِلُوْنَ مِنَ
الْمَخَاوِفِ وَلَعَلَّ صَفَاتِ بَاطِنِهِمْ تَتَغَيَّرُ وَمُعَامَلَةَ
ظَاهِرِهِمْ تَتَبَدَّلُ وَيَتَظَهَّرُوا الْحِرْصَ وَالرُّغْبَةَ فِى الطَّاعَةِ
وَالرُّجُوْعِ عَنِ الْمَعْصِيَةِ
Perkara kedua, hendaknya himmahmu (keinginanmu) tidaklah menjadikan
manusia meraung-raung menangis di dalam majlismu, atau mereka menunjukkan rasa
senang dan merobek-robek pakaian, agar dikatakan, "Sebaik-baik majlis adalah
majlis ini", karena sesungguhnya semua itu condong karena dunia dan itu
terlahir dari sifat lupa. Tetapi, selayaknya azam (tekad) dan himmahmu
(keinginan) adalah untuk mengajak manusia dari dunia pada akhirat, dari
maksiat pada taat, dari sifat loba pada zuhud, dari kekikiran pada kemurahan,
dari keraguan pada keyakinan, dari lupa pada sadar, dan dari tertipu pada
taqwa. Dan kamu bisa menjadikan mereka cinta akhirat dan membenci dunia,
mengajarkan mereka ilmu ibadah dan zuhud, dan tidak menipu mereka dengan
(mengatasnamakan) kemurahan dan rahmat Allah Yang Maha Luhur, Maha Mulia dan
Maha Agung. Karena pada umumnya, watak mereka berpaling dari jalan syariat,
berusaha dalam mendapatkan sesuatu yang tidak diridloi Allah Yang Maha Luhur,
dan terpeleset ke dalam akhlaq yang buruk. Maka tanamkanlah rasa takut ke
dalam hati mereka, takutilah dan peringatkanlah mereka dari rasa-rasa takut
yang akan mereka hadapai, supaya sifat-sifat batin mereka berubah dan tindakan
dhahir mereka bisa berganti. Mereka dapat menunjukkan sifat loba dan cinta
dalam melakukan ketaatan serta kembali dari maksiat.
وَهٰذَا طَرِيْقُ الْوَعْظِ وَالنَّصِيْحَةِ وَكُلُّ وَعْظٍ لَا يَكُوْنُ هٰكَذَا
فَهُوَ وَبَالٌ عَلٰى مَنْ قَالَ وَسَمِعَ بَلْ قِيْلَ : إِنَّهُ غَوْلٌ
وَشَيْطَانٌ يَذْهَبُ بِالْخَلْقِ عَنِ الطَّرِيْقِ وَيُهْلِكُهُمْ، فَيَجِبُ
عَلَيْهِمْ أَنْ يَفِرُّوْا مِنْهُ لِأَنَّ مَا يُفْسِدُ هٰذَا القَائِلُ مِنْ
دِيْنِهِمْ لَا يَسْتَطِيْعُ بِمِثْلِهِ الشَّيْطَانُ، وَمَنْ كَانَتْ لَهُ يَدٌ
وَقُدْرَةٌ يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْزِلَهُ عَنْ مَنَابِرِ الْمَوَاعِظِ
وَيَمْنَعَهُ عَمَّا بَاشَرَ فَإِنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ
وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ
Ini adalah jalan memberikan pitutur dan nasehat. Dan setiap pitutur yang
tidak seperti ini maka itu adalah bencana bagi orang yang mengatakan dan
mendengarnya. Bahkan dikatakan, "Sesungguhnya itu adalah "ghoul" (2) dan
syetan pergi membawa makhluk menjauh dari jalan agama islam dan merusak
mereka". Maka wajib bagi mereka untuk lari darinya (orang yang memberi
nasehat) karena sesungguhnya agama mereka yang dirusak oleh orang yang
mengatakan ini (orang yang memberi nasehat), syetan pun tidak mampu melakukan
seperti orang itu (orang yang memberi nasehat). Barang siapa yang memiliki
kekuasaan dan kemampuan maka wajib baginya untuk menurunkan orang itu dari
mimbar-mimbar nasehat dan mencegahnya dari apa yang ia kerjakan, karena
pencegahan itu merupakan bentuk dari amar ma'ruf dan nahi munkar.
Catatan (2) :
Dalam makna pesantren, para kyai
memaknai kalimat "ghoul" dengan istilah gerduwo atau demit. Sedangkan makna
wikipedia arab, ghoul adalah semacam makhluk perusak dalam mitos dan
cerita-cerita orang arab yang memiliki sifat buruk fisik, buas, berbentuk
besar, dan menakutkan.
وَالثَّالِثُ - مِمَّا تَدَعُ أَلَّا تُخَالِطَ الْأُمَرَاءَ وَالسَّلَاطِيْنَ
وَلَا تَرَاهُمْ لِأَنَّ رُؤْيَتَهُمْ وَمُجَالَسَتَهُمْ وَمُخَالَطَتَهُمْ
أٓفَةٌ عَظِيْمَةٌ، وَلَوْ ابْتُلِيْتَ بِهَا دَعْ عَنْكَ مَدْحَهُمْ
وَثَنَاءَهُمْ لِأَنَّ اللّٰهَ تَعَالٰى يَغْضَبُ إِذَا مُدِحَ الْفَاسِقُ
وَالظَّالِمُ، وَمَنْ دَعَا لِطُوْلِ بَقَائِهِمْ فَقَدْ أَحَبَّ أَنْ يُعْصَى
اللّٰهُ فِيْ أَرْضِهِ
[Ketiga] Salah satu perkara yang harus kamu tinggalkan adalah kamu tidak
bergaul dengan para pemimpin dan para penguasa, dan tidak melihat mereka,
karena sesungguhnya melihat mereka, menemani mereka duduk, dan bergaul dengan
mereka terdapat bahaya yang besar. Apabila kamu diuji berada dalam posisi
bergaul dengan mereka, maka tinggalkan untuk memuji dan menyanjung mereka,
karena sesungguhnya Allah Yang Maha Luhur murka ketika seorang yang fasiq dan
dhalim dipuji. Dan barang siapa yang mendoakan agar tetapnya kekuasaan mereka
dalam waktu lama maka ia lebih suka bermaksiat kepada Allah di bumi-Nya.
وَالرَّابِعُ - مِمَّا تَدَعُ أَلَّا تَقْبَلَ شَيْئًا مِنْ عَطَاءِ الْأُمَرَاءِ
وَهَدَايَاهُمْ وَإِنْ عَلِمْتَ أَنَّهَا مِنْ الْحَلَالِ لِأَنَّ الطَّمَعَ
مِنْهُمْ يُفْسِدُ الدِّيْنَ، لِأَنَّهُ يَتَوَلَّدُ مِنْهُ الْمُدَاهَنَةُ
وَمُرَاعَاةُ جَانِبِهِمْ وَالْمُوَافَقَةُ فِيْ ظُلْمِهِمْ، وَهٰذَا كُلُّهُ
فَسَادٌ فِى الدِّيْنِ، وَأَقَلُّ مَضَرَّتِهِ أَنَّكَ إِذَا قَبِلْتَ
عَطَايَاهُمْ وَانْتَفَعْتَ مِنْ دُنْيَاهُمْ أَحْبَبْتَهُمْ وَمَنْ أَحَبَّ
أَحَدًا يُحِبُّ طُوْلَ عُمُرِهِ وَبَقَائِهِ بِالضَّرُوْرَةِ وَفِيْ مَحَبَّةِ
بَقَاءِ الظَّالِمِ إِرَادَةٌ فِى الظُّلْمِ عَلٰى عِبَادِ اللّٰهِ تَعَالٰى
وَإِرَادَةُ خَرَابِ الْعَالَمِ، فَأَيُّ شَيْءٍ يَكُوْنُ أَضَرَّ مِنْ هَذَا
لِلدِّيْنِ وَالْعَاقِبَةِ ؟ وَإِيَّاكَ إِيَّاكَ أَنْ يَخْدَعَكَ اِسْتِهْوَاءُ
الشَّيَاطِيْنِ أَوْ قَوْلُ بَعْضِ النَّاسِ لَكَ بِأَنَّ الْأَفْضَلَ
وَالْأَوْلٰى أَنْ تَأْخُذَ الدِّيْنَارَ وَالدِّرْهَمَ مِنْهُمْ
وَتُفَرِّقَهُمَا بَيْنَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ فَإِنَّهُمْ يُنْفِقُوْنَ
فِى الْفِسْقِ وَالْمَعْصِيَةِ، وَإِنْفَاقُكَ عَلٰى ضُعَفَاءِ النَّاسِ خَيْرٌ
مِنْ إِنْفَاقِهِمْ، فَإِنَّ اللَّعِيْنَ قَدْ قَطَعَ أَعْنَاقَ كَثِيْرٍ مِنَ
النَّاسِ بِهٰذِهِ الْوَسْوَسَةِ، وَقَدْ ذَكَرْنَاهُ فِيْ إِحْيَاءِ الْعُلُوْمِ
فَاطْلُبْهُ ثَمَّةَ
[Keempat] Salah satu perkara yang harus kamu tinggalkan adalah kamu
tidak menerima apapun dari pemberian para pemimpin dan hadiah mereka, meskipun
kamu mengetahui bahwa pemberian itu dari perkara halal, karena sesungguhnya
mengharap dari mereka dapat merusak agama. Karena sesungguhnya dari sifat
tamak itu (mengharap pemberian para pemimpin) akan melahirkan penjilat,
membela pihak mereka, dan setuju pada kedhaliman, semua ini akan menjadikan
kerusakan di dalam agama. Kemadharatan yang paling kecil ketika kamu menerima
pemberian mereka dan memperoleh manfaat dari (harta) dunia mereka adalah kamu
akan mencintai mereka. Barang siapa yang mencintai seseorang maka ia pun akan
menginginkan orang itu umurnya panjang dan tetap dalam kemadharatan
(membahayakan). Sedangkan mencintai tetapnya kedhaliman ada sebuah keinginan
dalam mendhalimi hamba-hamba Allah Yang Maha Luhur dan keinginan akan
kehancuran alam. Manakah sesuatu yang lebih membahayakan daripada hal ini bagi
agama dan akhir hayat ?. Maka takutlah takutlah apabila kamu sampai terbujuk
oleh pemikat syetan atau ucapan sebagian manusia padamu bahwa "yang lebih
utama dan yang lebih pantas adalah menerima dinar dan dirham dari para
pemimpin dan membagi-bagikannya di antara orang-orang fakir dan miskin.
Sesungguhnya mereka menginfakkan ke dalam kefasikan dan maksiat, sedangkan
infakmu pada para kaum dhuafa' manusia lebih baik daripada infak mereka".
Sesungguhnya syetan yang dilaknat itu telah memenggal leher banyak manusia
dengan godaan (bisikan) ini. Aku telah menjelaskannya di dalam Kitab Ihya
Ulumiddin, maka carilah di sana.
وَأَمَّا الْأَرْبَعَةُ الَّتِيْ يَنْبَغِى لَكَ أَنْ تَفْعَلَهَا
Adapun empat perkara yang selayaknya kamu lakukan adalah :
24. Nasihat Kedua puluh empat: Kerjakan Empat Perkara
فَالأَوَّلُ - أَنْ تَجْعَلَ مُعَامَلَتَكَ مَعَ اللّٰهِ تَعَالٰى بِحَيْثُ لَوْ
عَامَلَ مَعَكَ بِهَا عَبْدُكَ تَرْضٰى بِهَا مِنْهُ وَلَا يَضِيْقُ خَاطِرُكَ
عَلَيْهِ وَلَا تَغْضَبُ، وَالَّذِيْ لَا تَرْضٰى لِنَفْسِكَ مِنْ عَبْدِكَ
الْمَجَازِيِّ فَلَا تَرْضٰى أَيْضًا لِلّٰهِ تَعَالٰى وَهُوَ سَيِّدُكَ
الْحَقِيْقِيُّ
[Yang pertama] hendaklah kamu menjadikan hubunganmu dengan Allah Yang
Maha Luhur, seperti jika kamu berhubungan dengan hambamu (bawahanmu), kamu
ridlo padanya karena hubungan itu, hatimu tidak terbesit suram terhadapnya
(tidak kecewa), dan kamu tidak marah. Sesuatu yang dirimu tidak ridlo dari
hambamu (bawahanmu) yang bersifat majaz (1) maka kamu juga tidak ridlo (jika
itu diperbuat sama) terhadap Allah Yang Maha Luhur, sedangkan Dia adalah
Tuanmu (Majikanmu) yang hakiki.
Catatan (1) :
Bersifat majaz maksudnya adalah hanya sebuah majaz saja, sekedar sebagai
asumsi, kiasan, dan perbandingan, bukan yang hamba atau bawahan yang
sebenarnya.
وَالثَّانِى - كُلَّمَا عَمِلْتَ بِالنَّاسِ اِجْعَلْهُ كَمَا تَرْضٰى لِنَفْسِكَ
مِنْهُمْ لِأَنَّهُ لَا يَكْمُلُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتّٰى يُحِبَّ لِسَائِرِ
النَّاسِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
[Kedua] setiap kali kamu memperlakukan manusia, maka jadikanlah itu
sebagaimana kamu bisa ridlo terhadap dirimu sendiri dari mereka, karena
sesungguhnya tidaklah sempurna iman seorang hamba sehingga ia mencintai semua
manusia sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
وَالثَّالِثُ - إِذَا قَرَأْتَ الْعِلْمَ أَوْ طَالَعْتَهُ يَنْبَغِى أَنْ
يَكُوْنَ عِلْمُكَ يُصْلِحُ قَلْبَكَ وَيُزَكِّى نَفْسَكَ كَمَا لَوْ عَلِمْتَ
أَنَّ عُمْرَكَ مَا يَبْقَى غَيْرَ أُسْبُوْعٍ فَبِالضَّرُوْرَةِ لَا تَشْتَغِلُ
فِيْهَا بِعِلْمِ الْفِقْهِ وَالْأَخْلَاقِ وَالْأُصُوْلِ وَالْكَلَامِ
وَأَمْثَالِهَا، لِأَنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّ هٰذِهِ الْعُلُوْمَ لَا تُغْنِيْكَ
بَلْ تَشْتَغِلُ بِمُرَاقَبَةِ الْقَلْبِ وَمَعْرِفَةِ صِفَاتِ النَّفْسِ
وَالْإِعْرَاضِ عَنْ عَلَائِقِ الدُّنْيَا وَتُزَكِّي نَفْسَكَ عَنِ الْأَخْلَاقِ
الذَّمِيْمَةِ وَتَشْتَغِلُ بِمَحَبَّةِ اللّٰهِ تَعَالٰى وَعِبَادَتِهِ
وَالْإِتِّصَافِ بِالْأَوْصَافِ الْحَسَنَةِ وَلَا يَمُرُّ عَلٰى عَبْدٍ يَوْمٌ
وَلَيْلَةٌ إِلَّا يُمْكِنُ أَنْ يَكُوْنَ مَوْتُهُ فِيْهِ
[Ketiga] ketika kamu mempelajari dan menelaah ilmu, maka selayaknya
ilmumu dapat memperbaiki hatimu dan mensucikan dirimu, sebagaimana jika kamu
mengetahui bahwa umurmu tidaklah tersisa kecuali hanya seminggu. Maka karena
terpaksa, kamu tidak akan tersibukkan di dalamnya dengan ilmu fiqih, akhlaq,
ushul fiqih, kalam, dan sebagainya. Karena kamu mengetahui bahwa ilmu-ilmu ini
tidak akan memberi manfaat bagimu, tetapi kamu sibuk meneliti hati, mengetahui
sifat-sifat diri, dan berpaling dari keterikatan dunia. Kamu harus mensucikan
dirimu dari akhlaq yang tercela dan tersibukkan dengan cinta pada Allah Yang
Maha Luhur, beribadah kepada-Nya, dan menyifati diri dengan sifat-sifat yang
baik. Tidaklah lewat sehari semacam pada seorang hamba kecuali mungkin saja
kematiannya ada di dalam hari itu.
أَيُّهَا الْوَلَدُ، إِسْمَعْ مِنِّيْ كَلَامًا أٰخَرَ وَتَفَكَّرْ فِيْهِ حَتّٰى
تَجِدَ خَلَاصًا : لَوْ أَنَّكَ أُخْبِرْتَ أَنَّ السُّلْطَانَ بَعْدَ أُسْبُوْعٍ
يَجِيْئُكَ زَائِرًا، فَأَنَا أَعْلَمُ أَنَّكَ فِيْ تِلْكَ الْمُدَّةِ لَا
تَشْتَغِلُ إِلَّا بِإِصْلَاحِ مَا عَلِمْتَ أَنَّ نَظْرَ السُّلْطَانِ سَيَقَعُ
عَلَيْهِ مِنَ الثِّيَابِ وَالْبَدَنِ وَالدَّارِ وَالْفِرَاشِ وَغَيْرِهَا،
وَالْآنَ تَفَكَّرْ إِلٰى مَا أَشَرْتُ بِهِ فَإِنَّكَ فَهِمٌ، وَالْكَلَامُ
الْفَرْدُ يَكْفِى الكَيِّسَ، قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ : إِنَّ اللّٰهَ لَا يَنْظُرُ إِلٰى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلٰى
أَعْمَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلٰى قُلُوْبِكُمْ وَنِيَاتِكُمْ، وَإِنْ
أَرَدْتَ عِلْمَ أَحْوَالِ الْقَلْبِ فَانْظُرْ إِلَى الْإِحْيَاءِ وَغَيْرِهِ
مِنْ مُصَنَّفَاتِيْ، وَهٰذَا الْعِلْمُ فَرْضُ عَيْنٍ وَغَيْرُهُ فَرْضُ
كِفَايَةٍ، إِلَّا مِقْدَارَ مَا يُؤَدَّى بِهِ فَرَائِضُ اللّٰهِ تَعَالٰى
وَهُوَ يُوَفِّقُكَ حَتّٰى تُحَصِّلَهُ
Wahai anakku, dengarkanlah perkataanku yang lain dan berpikirlah di
dalamlah sampai kamu menemukan kebebasan (keselamatan) : Jika kamu diberitahu
bahwa seorang penguasa akan datang mengunjungimu setelah satu minggu, maka aku
tahu bahwa dalam masa itu kamu tidak akan tersibukkan kecuali untuk
memperbaiki sesuatu yang kamu ketahui, bahwa pandangan penguasa itu akan
terjatuh (terfokus) pada sesuatu itu, baik pakaian, badan, rumah, tempat
tidur, dan lainnya. Sekarang, berpikirlah pada sesuatu yang telah aku
isyaratkan karena kamu sudah paham. Satu ungkapan kata sudah mencukupi bagi
orang yang cerdas. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat
pada bentuk fisik kalian, tidak pada amal-amal perbuatan kalian, tetapi Dia
melihat pada hati dan niat kalian". Apabila kamu ingin mengetahui ahwal
(keadaan) hati maka lihatlah pada Kitab Ihya Ulumiddin dan lainnya yang
termasuk karya-karyaku. Ilmu ini (hukumnya) adalah fardlu ain dan selainnya
adalah fardlu kifayah, kecuali sekedar ilmu untuk dapat mengerjakan
kewajiban-kewajiban dari Allah Yang Maha Luhur dan Dialah yang memberikanmu
pertolongan sehingga kamu dapat menghasilkannya (mencapainya).
وَالرَّابِعُ - أَلَّا تَجْمَعَ مِنَ الدُّنْيَا أَكْثَرَ مِنْ كِفَايَةِ سَنَةٍ،
كَمَا كَانَ رَسُوْلُ اللّٰهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يُعِدُّ ذٰلِكَ
لِبَعْضِ حُجُرَاتِهِ وَقَالَ : اللّٰهُمَّ اجْعَلْ قُوْتَ آلِ مُحَمَّدٍ
كَفَافًا، وَلَمْ يَكُنْ يُعِدُّ ذٰلِكَ لِكُلِّ حُجُرَاتِهِ بَلْ كَانَ
يُعِدُّهُ لِمَنْ عَلِمَ أَنَّ فِيْ قَلْبِهَا ضَعْفًا، وَأَمَّا مَنْ كَانَتْ
صَاحِبَةَ يَقِيْنٍ فَمَا كَانَ يُعِدُّ لَهَا أَكْثَرَ مِنْ قُوْتِ يَوْمٍ أَوْ
نِصْفٍ
[Keempat] Kamu seharusnya tidak mengumpulkan dunia lebih banyak daripada
(melebihi) kecukupan dalam masa setahun. Sebagaimana Rasulullah SAW menyiapkan
kebutuhan setahun itu bagi sebagian istri-istri Beliau. Beliau berdoa, "Ya
Allah, jadikanlah kebutuhan makanan pokok keluarga (Nabi) Muhammad tercukupi".
Beliau tidak menyiapkan itu (kebutuhan pokok selama setahun) bagi setiap
istri-istri Beliau, tetapi menyiapkannya bagi istri yang diketahui bahwa di
dalam hatinya masih lemah. Adapun istri yang memiliki keyakinan (kuat) maka
Beliau tidak menyiapkannya lebih banyak daripada (melebihi) kebutuhan pokok
sehari atau setengah hari.
25. Nasihat Kedua puluh lima: Penutup
أَيُّهَا الْوَلَدُ، إِنِّيْ كَتَبْتُ فِيْ هٰذَا الْفَصْلِ مُلْتَمِسَاتِكَ
فَيَنْبَغِى لَكَ أَنْ تَعْمَلَ بِهَا وَلَا تَنْسَانِيْ فِيْهِ مِنْ أَنْ
تَذْكُرَنِيْ فِيْ صَالِحِ دُعَائِكَ، وَأَمَّا الدُّعَاءُ الَّذِيْ سَأَلْتَ
مِنِّيْ فَاطْلُبْهُ مِنْ دَعَوَاتِ الصِّحَاحِ وَاقْرَأْ هٰذَا الدُّعَاءَ فِيْ
جَمِيْعِ أَوْقَاتِكَ خُصُوْصًا أَعْقَابَ صَلَوَاتِكَ
Wahai anakku, sesungguhnya aku menuliskan fasal ini sesuai permintaanmu,
maka selayaknya bagimu untuk mengamalkannya dan janganlah kamu melupakanku
untuk menyebutku dalam doa-doa baikmu. Adapun doa yang kamu minta dariku maka
carilah dari doa-doa yang shahih dan bacalah doa ini di seluruh waktumu,
terkhusus seusai kamu melaksanakan sholat.
اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنَ النِّعْمَةِ تَمَامَهَا وَمِنَ الْعِصْمَةِ
دَوَامَهَا وَمِنَ الرَّحْمَةِ شُمُوْلَهَا وَمِنَ الْعَافِيَةِ حُصُوْلَهَا
وَمِنَ الْعَيْشِ أَرْغَدَهُ وَمِنَ الْعُمْرِ أَسْعَدَهُ وَمِنَ الْإِحْسَانِ
أَتَمَّهُ وَمِنَ الْإِنْعَامِ أَعَمَّهُ وَمِنَ الْفَضْلِ أَعْذَبَهُ وَمِنَ
اللُّطْفِ أَنْفَعَهُ
Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pada-Mu nikmat yang sempurna,
penjagaan yang langgeng, rahmat yang menyeluruh, kesehatan yang tercapai,
kehidupan yang paling makmur, umur yang paling membahagiakan, kebaikan yang
paling sempurna, anugerah yang paling nikmat, dan kelembutan (keramahan) yang
paling bermanfaat.
اَللّٰهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَا تَكُنْ عَلَيْنَا
Ya Allah, jadilah Engkau sebagai pemberi manfaat bagi kamu dan jangan
Engkau jadi sebagai pemberi madharat pada kami.
اَللّٰهُمَّ اخْتِمْ بِالسَّعَادَةِ آجَالَنَا وَحَقِّقْ بِالزِّيَادَةِ
آمَالَنَا وَاقْرِنْ بِالْعَافِيَةِ غُدُوَّنَا وَآصَالَنَا وَاجْعَلْ اِلٰى
رَحْمَتِكَ مَصِيْرَنَا وَمَآلَنَا وَاصْبُبْ سِجَالَ عَفْوِكَ عَلٰى ذُنُوْبِنَا
وَمُنَّ عَلَيْنَا بِإِصْلَاحِ عُيُوْبِنَا وَاجْعَلِ التَّقْوٰى زَادَنَا وَفِيْ
دِيْنِكَ اِجْتِهَادَنَا وَعَلَيْكَ تَوَكُّلَنَا وَاعْتِمَادَنَا
Ya Allah, akhirilah ajal kami dengan kebahagiaan, wujudkanlah keinginan
(pengharapan) kami dengan semakin bertambah, temanilah pagi dan sore kami
dengan kesehatan, jadikanlah tempat kembali dan tempat akhir kami pada
rahmat-Mu, tuangkanlah timba-timba (berisi) pengampunan-Mu atas dosa-dosa
kamu, anugerahilah kami dengan memperbaiki cela-cela (aib-aib) kami,
jadikahlah takwa sebagai bekal kami, (jadikanlah) perjuangan kami di dalam
agama-Mu, dan (jadikanlah) tawakkal dan ketergantungan kami hanya
kepada-Mu.
اَللّٰهُمَّ ثَبِّتْنَا عَلٰى نَهْجِ الْإِسْتِقَامَةِ وَأَعِذْنَا فِى
الدُّنْيَا مِنْ مُوْجِبَاتِ النَّدَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَخَفِّفْ عَنَّا
ثِقَلَ الْأَوْزَارِ وَارْزُقْنَا عَيْشَةَ الْأَبْرَارِ وَاكْفِنَا مَا
أَهَمَّنَا فِيْ هٰذِهِ الدَّارِ وَفِيْ تِلْكَ الدَّارِ وَاصْرِفْ عَنَّا شَرَّ
الْأَشْرَارِ وَكَيْدَ الْفُجَّارِ وَاعْتِقْ رِقَابَنَا وَرِقَابَ آبَائِنَا
وِأُمَّهَاتِنَا وَإِخْوَانِنَا وَأَخَوَاتِنَا وَمَشَايِخِنَا مِنَ النَّارِ،
بِرَحْمَتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ يَا كَرِيْمُ يَا سَتَّارُ يَا خَالِقَ
اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، خَلِّصْنَا مِنْ هَمِّ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْقَبْرِ
وَالنَّارِ، يَا عَلِيْمُ يَا جَبَّارُ يَا اللّٰهُ يَا اللّٰهُ يَا اللّٰهُ
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا أَوَّلَ الْأَوَّلِيْنَ وَيَا
أٰخِرَ الْأٰخِرِيْنَ وَيَا ذَا الْقُوَّةِ الْمَتِيْنِ وَيَا رَاحِمَ
الْمَسَاكِيْنِ وَيَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ
سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ، وَصَلَّى اللّٰهُ عَلٰى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Ya Allah, tetapkanlah (teguhkanlah) kami pada jalan yang lurus,
lindungilah kami di dunia dari perkara-perkara yang dapat menyebabkan
penyesalan di hari kiamat, ringankanlah kami dari dosa-dosa yang berat,
berilah kami rizki seperti penghidupan orang-orang yang berbuat baik,
cukupkanlah kami dari sesuatu yang menyusahkan kami di rumah ini (dunia) dan
di rumah sana (akhirat), singkirkanlah dari kami keburukan orang-orang yang
berbuat buruk dan tipu daya orang-orang jahat, merdekakanlah diri kami, diri
ayah-ayah-ayah kami, ibu-ibu kami, saudara-saudara laki-laki kami,
saudara-saudara wanita kami, dan guru-guru kami dari neraka, dengan rahmat-Mu,
Wahai Dzat Yang Maha Mulia, Wahai Dzat Yang Maha Pengampun, Wahai Dzat Yang
Maha Pemurah, Wahai Dzat Yang Maha Menutupi Cela, Wahai Pencipta malam dan
siang. Bebaskanlah (selamatkanlah) kami dari kesusahan dunia, siksa kubur, dan
siksa neraka, Wahai Dzat Yang Maha Pengetahui, Wahai Dzat Yang Maha Perkasa,
Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah, dengan rahmat-Mu, Wahai Dzat Yang Paling
Pengasih dari semua yang pengasih, Wahai Dzat Yang Awal dari semua yang awal,
Wahai Dzat Yang Akhir dari semua yang akhir, Wahai Dzat Yang Memiliki Kekuatan
lagi Maha Kokoh, Wahai Dzat Yang Pengasih kepada orang-orang miskin, Wahai
Dzat Yang Paling Pengasih dari semua yang pengasih. Tiada tuhan selain Engkau,
Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang berbuat dhalim
(aniaya). Dan semoga Allah melimpahkan rahmat ta'dhim kepada Baginda Kami,
Nabi Muhammad dan seluruh keluarga serta sahabat Beliau. Segala puji hanya
bagi Allah, Tuhan semesta alam.[alkhoirot.org]
*** alkhoirot.com ***
Pesantren Al-Khoirot Malang