Cara Mengingat Allah Dan MentauhidkanNya
Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:
Daftar isi
- Penjelasan Tentang Mengingat Allah Dan Mengesakannya
- Penjelasan Tentang Keutamaan Zikir
- Penjelasan Tentang Perbuatan Khianat Terhadap Amanat Allah
- Keutamaan Membaca Alquran
- Penjelasan Tentang Orang-Orang Kafir Di Neraka
- Kisah Tentang Nabi Ibrahim As Menyembelih Puteranya Ismail As
- Penjelasan Tentang Kesabaran Nabi Ayyub As
- Penjelasan Tentang Neraka
- Penjelasan Tentang Surga
- Penjelasan Tentang Permohonan Ampun Malaikat Untuk Orang-orang Mukmin
- Penjelasan Tentang Keutamaan Sikap Istiqomah
- Penjelasan Tentang Keutamaan Tobat
- Keutamaan Bulan Sya'ban Yang Dimuliakan
- Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin
44. PENJELASAN TENTANG MENGINGAT ALLAH DAN MENGESAKANNYA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir
yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang.
Dia-lah yang bersalawat kepadamu dan juga para malaikat-Nya, supaya Dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan
adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (QS. Al Ahzab :
41-43)
Tafsir :
(.
) Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan
zikir yang sebanyak-banyaknya, yang menyita sebagian besar waktu dan dengan
kalimat apa saja yang pantas bagi Allah, seperti mensucikan (subhanallah),
memuji (alhamdulillah), mengesakan (laa ilaaha illallaah), dan pengagungan
(Allaahu akbar).
(. ) dan
bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang. Permulaan dan akhir siang
pada khususnya. Sedang disebutkannya waktu pagi dan petang secara khusus,
adalah untuk menunjukkan keutamaan waktu-waktu tersebut dibandingkan dengan
waktu-waktu yang lainnya. Karena kedua waktu tersebut merupakan waktu-waktu
yang disaksikan oleh para malaikat. Jadi, sebagaimana halnya diutamakannya
tasbih dari zikir-zikir lainnya, karena tasbih merupakan pangkal segala zikir.
Dikatakan bahwa, kedua perbuatan itu (zikir dan tasbih) diarahkan kepada kedua
waktu tersebut. Dan ada pula dikatakan bahwa, yang dimaksud tasbih di sini
adalah salat.
(. ) Dia-lah yang
bersalawat kepadamu, dengan memberi rahmat.
(.
) dan juga para malaikat-Nya, dengan memohonkan ampun bagimu dan memperhatikan
apa-apa yang menjadi kemaslahatanmu. Sedangkan yang dimaksud salawat itu
adalah gadrun musytarak, yaitu perhatian Allah terhadap kemaslahatan hidupmu
dan tampaknya kemuliaanmu, sebagai kata pinjaman (isti’arah) dari kata
salat.
(. ) supaya Dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya (yang terang), dari
kegelapan-kegelapan kekafiran dan kemaksiatan kepada cahaya iman dan
ketaatan.
(. ,) Dan adalah Dia
Maha Penyayang kepada orang-orang yang, beriman, sehingga Dia perhatikan
kemaslahatan hidup mereka dan keluhuran derajat mi reka, yang dalam hal itu
Dia mempergunakan para malaikat yang dekat. (Qadhi Baidhawi)
Dari
Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa
membaca salawat atasku tiap-tiap hari sebanyak lima ratus kali, maka dia tidak
akan fakir selama-lamanya. (yakni tidak akan memerlukan bantuan orang lagi
selama-lamanya).
Allah Taaia berfirman :
Artinya
: “Maka, ingatlah kamu kepada-Ku”. Yakni, dengan ketaatan.
Artinya
: “Niscaya Aku ingat pula kepadamu”.
Atau, maka
ingatlah kamu kepada-Ku dengan bertobat, niscaya Aku ingat pula kepadamu
dengan menerima tobatmu dan mengampunimu.
Atau,
maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan berdoa, niscaya Aku ingat pula kepadamu
dengan mengabulkannya. sebagaimana firman-Nya yang artinya : Berdoalah kamu
kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.
Atau,
maka ingatlah kamu kepada-Ku di kala hidupmu, niscaya Aku ingat pula kepadamu
di dalam liang kuburmu, yakni dengan dimantapkannya ucapan yang benar ketika
seorang mayit ditanya oleh dua malaikat di dalam kuburnya tentang Tuhannya,
agamanya dan nabinya.
Atau, maka ingatlah kamu
kepada-Ku dengan bertawakkal, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan
mencukupimu. Berdasarkan dalil firman Allah Taala yang artinya : Dan
barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupinya.
Atau,
maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan berbuat kebajikan, niscaya Aku ingat pula
kepadamu dengan memberimu rahmat, sebagaimana firman Allah yang artinya :
Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
(Bahrul Hagaia)
Firman Allah :
Artinya
: “Dia-lah yang bersalawat kepadamu…”
Adalah
jumlah musta’natah yang berfungsi memberi alasan kepada dua hal sebelumnya
(zikir dan tasbih). Karena salawat Allah atas mereka, padahal mereka tidak
sepantasnya memperolehnya, sedang Dia pun tidak memerlukan kepada sekalian
alam, adalah hal yang mewajibkan mereka senantiasa melaksanakan apa yang
diwajibkan oleh Allah atas mereka, yaitu berzikir dan bertasbih kepada-Nya
Yang Mahatinggi.
Sedang firman-Nya :
Artinya
: “…. Dan malaikat-malaikat-Nya…”
Kata ini
di-athaf-kan kepada dhamir yang tersembunyi pada kata yusholli
( ) karena adanya pemisah yang menyebabkan tidak
diperlukannya ta’kid (penguat) dengan dhamir munfashil. Tetapi dengan syarat :
salat yang pertama tidak diartikan rahmat, dan yang kedua tidak diartikan
permintaan ampunan. Karena penggunaan satu kata untuk dua makna yang berbeda
adalah hal yang tidak diperbolehkan. Tetapi, ia harus diartikan de-ngan arti
majaz yang umum, yang mencakup kedua makna tersebut, di mana masingmasing dari
keduanya merupakan arti tersendiri yang hakiki dari arti majaz itu. Yaitu,
perhatian terhadap apa-apa yang menjadi kebajikan dan kemaslahatan hidup kaum
mukminin. Karena, masing-masing dari rahmat dan permintaan ampun itu adalah
arti tersendiri yang hakiki dari perhatian terhadap hal-hal tersebut. (Abus
Su’ud)
Firman-Nya :
Artinya
: “Dia-lah yang bersalawat kepadaku, dan juga para malaikat-Nya… hingga akhir
ayat”.
Salawat dari Allah itu artinya adalah
ampunan dan rahmat kepada makhluk-Nya, sedang salawat malaikat adalah doa dan
permohonan ampun bagi kaum mukminin. Karena mereka, para malaikat itu, adalah
makhluk-makhluk yang dikabulkan doa mereka, maka mereka dianggap seolah-olah
sebagai pemberi rahmat. Oleh karena itu dibolehkan mengathaf-kan al malaikah
kepada Allah. Kalau tidak, maka tidak ada lagi keumuman dari lafaz musytarak
atas kedua artinya, yang hakiki maupun yang majaz. (Syaikh Zaadah)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Janganlah kamu banyak
berbicara dengan selain zikir kepada Allah. Karena banyak bicara dengan selain
zikir kepada Allah itu akan membikin hati menjadi keras. Padahal, sesungguhnya
orang yang paling jauh dari Allah itu ialah orang yang berhati keras”
(Mashabih Syarif)
Dikisahkan, bahwa ada seorang
lelaki ahli beribadat kepada Allah meninggal dunia, Maka ada seseorang
bermimpi melihatnya. Orang itu menanyakan kepadanya tentang keadaannya, lalu
dijawabnya : “Saya didatangi oleh dua malaikat yang berwajah sangat elok dan
berbau sangat harum. Keduanya berkata : “Siapa Tuhan-mu?”. Lalu saya jawab :
“Jika kalian bertanya untuk menguji, itu haram. Tetapi jika kalian bertanya
untuk sekedar Ingin tahu, maka Tuhanku adalah Allah Taala”. Maka kedua
malaikat itu bermaksud akan Pergi, namun saya berkata : “Jangan pergi sebelum
kalian memberitahukan kepadaku tentang Tuhanku”. Lantas saat itu juga
terdengar seruan : “Dia adalah hamba-Ku”. Kemudian kedua malaikat itu pun
pergi dari hadapan saya”. Sekian.
Dari sahabat
Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang art nya
“Pada
malam mikraj, aku melihat suatu lautan yang tidak ada seorang pun mengsta hur
luasnya selain Allah Taala. Di tepi laut tadi ada malaikat berbentuk seekor
burung memiliki 70.000 sayap. Apabila ada seorang hamba mengucapkan
“Subhanallah” mak burung itu bergerak dari tempatnya. Dan apabila si hamba
tadi mengucapkan “wa hamy, lillah”, maka burung itu lalu membentangkan
sayap-sayapnya. Dan apabila dia menguc-p. kan “Wala ilaaha illallaah”, maka
burung itu terbang. Dan apabila dia mengucapkan “Wa. laahu akbar”, maka burung
itu menceburkan diri ke laut. Dan apabila dia mengucapkan “walaa haula alaa
guwwata illaa billaahil aliyyil azhiim”, maka burung itu keluar, kemudan
mengibaskan sayap-sayapnya. Lalu meneteslah dari tiap-tiap sayap itu 70.000
tetes, yang dari tiap-tiap tetesan itu Allah menciptakan malaikat, lalu mereka
membaca tasbih, tari . dan memohonkan ampunan bagi orang yang mengucapkan
kalimat-kalimat tadi, hingga hari kiamat”. (Zubdatul Waizhin)
Dari
Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Sesungguhnya
Allah Taala telah menciptakan sebuah tiang di hadapan Arsy. Maka apabila
seseorang hamba mengucapkan “laa ilaaha illallaah Muhammad rasulullah”, tiang
itu menjadi bergoyang. Lantas Allah Taala berfirman : “Tenanglah hai
tiang!”
Namun tiang itu menjawab : “Bagaimana
saya bisa tenang, sedang Engkau belum mengampuni orang yang mengucapkan
kalimat tadi!” Maka Allah berfirman : “Sungguh , Aku telah mengampuninya”.
Barulah ketika itu, dia mau tenang”. (Zubdatul Waizhin)
Konon,
bahwa Nabi Musa as. pernah melewati suatu jalan. Maka dilihatnya seorang kakek
yang telah bongkok punggungnya karena sudah tua. Dia mengenakan ikat pinggang,
sedang di hadapannya ada api yang tengah disembahnya. Lalu Nabi Musa
menyapanya : “Hai orang tua, sejak berapa tahun engkau telah menyembah
api?”.
Si kakek menjawab : “Sejak 490 tahun yang
lalu”.
Nabi Musa bertanya pula : “Belum tibakah
saatnya engkau bertobat dari menyembah api ini, dan kembali kepada Allah, Raja
Yang Mahakuasa?”.
“Hai Musa” : katanya. “Apakah
engkau berpendapat bahwa Allah akan menerima aku, seandainya aku kembali
kepada-Nya?”.
Musa as. menjawab : “Kenapa Dia
tidak menerimamu, sedangkan Dia adalah Tuhan Yang Maha Pengasih?”.
Orang
tua itu berkata : “Hai Musa, jika engkau berpendapat bahwa Allah Taala akan
menerima orang-orang yang lari dengan kemurahan dan kelembutan-Nya, maka
terangkanlah Islam kepadaku”.
Maka Nabi Musa pun
menerangkan tentang agama Islam kepadanya, lalu dia masuk Islam dan
mengucapkan : Laa ilaaha illallah, Musa Rasulullah”. Setelah itu dia menjerit
dan berteriak, sehingga dikuatirkan dia mati, saking gembiranya masuk
Islam.
Kemudian Nabi Musa menggerak-gerakkan
kakinya, namun ternyata dia telah meninggal dunia. Maka Nabi Musa mengurus
jenazahnya lalu menguburkannya. Setelah itu, Nabi Musa berdiri di sisi
kuburnya seraya berkata : “Tuhanku, aku ingin Engkau beritahukan kepadaku,
bagaimana Engkau memperlakukan hamba-Mu ini yang baru satu kali mengucapkan
kalimat tauhid?”.
Maka turunlah malaikat Jibril
as, lalu berkata : “Hai Musa, Tuhanmu mengucapkan salam kepadamu, dan
berfirman : “Tidakkah kau tahu, bahwa siapa pun yang berdamai dengan Kami,
dengan mengucapkan kalimat Lailaha Ilallaah, Musa Rasulullah, maka kalimat itu
mendekatkan dia ke hadirat Kami, dan memberinya pakaian dari pakaian-pakaian
surga”.
Kemudian Nabi Musa pulang kepada kaumnya,
lalu menceritakan kepada mereka tentang kisah tersebut. Lantas mereka
menghitung huruf-huruf yang ada pada kalimat La ilaaha illallaah, Musa
Rasulullah itu, ternyata jumlahnya ada 24 huruf. Berarti Allah memberi ampunan
dengan setiap hurufnya dosa-dosa selama 27 tahun. (Raunaqul Majalis)
Dan
dalam salah satu khabar disebutkan : seorang hamba dihadapkan pada hari kiamat
ke hadirat Allah Taala untuk dihisab. Setelah dihisab, ternyata dia harus
masuk ke dalam neraka, dikarenakan oleh dosa-dosanya yang menumpuk, sedang
kebaikannya sangat sedikit. Dia hampir binasa, sedang tubuhnya gemetaran. Lalu
Allah berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, periksalah daftar catatan
amalnya, apakah kalian temukan satu kebaikan di dalamnya?”.
Lantas
Allah berfirman :
“Dia mempunyai sesuatu pada-Ku.
Sesungguhnya pada suatu malam, dia pernah tidur. Kemudian dia terbangun dari
tidurnya dan hendak berzikir kepada-Ku, namun dia diserang kantuk yang sangat
hingga tertidur kembali. Sesungguhnya, dengan itu, Aku benar-benar telah
mengampuninya”. (Tanbihul Ghafilin)
Dari Said,
dari Nabi saw., sabdanya : “Setan pernah berkata kepada Tuhannya : “Demi
keperkasaan-Mu dan keagungan-Mu, Ya Tuhanku, aku benar-benar senantiasa akan
menyesatkan hamba-hamba-Mu dan menyuruh mereka kafir dan durhaka selama nyawa
mereka masih berada di dalam jasad-jasad mereka”.
Maka
Allah Taala menjawab : “Hai makhluk yang terkutuk, demi keperkasaan dan
keagungan-Ku, Aku pun benar-benar senantiasa akan mengampuni mereka, selama
mereka mau mengingat Aku dan meminta ampun kepada-Ku”. (Majalisul Anwar)
Dari
Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Pada hari kiamat
nanti, ada seorang lelaki dibawa ke Mizan, lalu dikeluarkanlah untuknya 99
catatan amalnya, setiap catatan amalnya panjangnya sejauh penglihatan. Di
dalamnya tercatat kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya. Lalu catatan amalnya
tadi diletakkan di salah satu piringan timbangan itu. Kemudian dikeluarkan
secarik kertas sekecil semut, yang di dalamnya tercatat kalimat syahadat,
bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kertas
itu diletakkan pada piringan timbangan yang satunya lagi, ternyata ia lebih
berat daripada kesalahan-kesalahan orang tersebut. Maka dengan tauhidnya itu,
Allah Taala menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga”.
(Tanbihul Ghafilin)
Alfaqih Abul Laits berkata :
“Barangsiapa memelihara tujuh kalimat, niscaya dia akan Menjadi orang yang
mulia di sisi Allah dan para malaikat, dan diampuni Allah dosa-dosanya,
sekalipun banyaknya laksana buih di laut, dan dia akan merasakan manisnya
ketaatan, Sedang hidup dan matinya akan lebih baik.
Pertama,
ketika akan memulai sesuatu pekerjaan, hendaklah mengucapkan “bismillah”.
Kedua,
setelah selesai dari mengerjakan apa saja, hendaklah mengucapkan
“alhamdulillah”.
Ketiga, apabila lidahnya terlanjur mengatakan
sesuatu yang tidak berguna, hendak lah mengucapkan “astaghfirullah”.
Keempat,
apabila hendak melakukan sesuatu pekerjaan di hari atau waktu yang akan
datang, hendaklah mengucapkan “insya Allah”.
Kelima, apabila
menghadapi sesuatu pekerjaan yang tidak disukai, hendaklah mengucapkan :
laahauia walaa quwaata illaa billaahil aliyyil azhiim”.
Keenam,
apabila tertimpa sesuatu musibah, hendaklah mengucapkan “inna litlaahi wa inna
ilaihi raji’ un”.
Ketujuh, baik siang maupun malam dari lisannya
senantiasa mengalir ucapan “laailaaha illailaah, muhammad rasulullah”.
(Dari
Tafsir Hanafi) Maka laksanakanlah apa-apa yang telah kami sebutkan kepadamu
itu, wahai orang sufi.
Dikatakan bahwa, ada tujuh
perkara yang akan menerangi kubur, dan masingmasing perkara tersebut mempunyai
dalil dari Kitabullah :
Pertama, ikhlas dalam
beribadah. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Dan tidaklah mereka disuruh, melainkan agar mereka menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”.
Kedua,
berbakti kepada ibu-bapak. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya
: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun,
dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak”.
Ketiga,
bersilturrahmi. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya”.
Keempat,
tidak menyia-nyiakan umur dalam maksiat. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan peliharalah dirimu dari (azab
yang terjadi pada) hari kamu dikembalikan kepada Allah.
Kelima,
tidak memperturutkan hawa nafsu. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka”.
Dan firman-Nya :
Artinya
: “Dan adapun orang-orang yang takut akan magam Tuhannya dan dia menahan diri
dari (mengikuti) hawa nafsu, maka sesungguhnya surgalah yang akan menjadi
tempat tinggalnya”.
Keenam, bersungguh-sungguh
dalam mentaati Allah. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Dan bersegeralah kamu kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi,
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.
Ketujuh,
memperbanyak zikir kepada Allah. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan
zikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan
petang”. (Tanbihul Ghatfilin) Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Zikir yang paling utama adalah “laa ilaaha illallaah”, dan doa yang paling
Utama adalah “alhamdu lillah””. (Hadis ini dari Hisaanul Mashabih,
diriwayatkan oleh Sahabat Jabir ra.)
Adapun sebab
alhamdulillah, dalam hadis ini, dianggap sebagai doa yang paling utaMma adalah
karena doa merupakan zikir seorang hamba kepada Tuhannya dan permohonan Si
hamba akan karunia-Nya. Sedangkan dalam kalimat Alhamdulillah itu terkandung
kedua makna tadi. Karena di dalamnya ada zikir kepada Tuhan dan permohonan
tambahan karunia, sebab ia merupakan puncak segala syukur, sesuai dengan sabda
Nabi saw. :
Artinya : “Alhamdulillah adalah
puncak pernyataan syukur. Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak
memuji-Nya”.
Dan syukur itu memastikan
diperolehnya tambahan. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya
: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat
kepadamu”.
Maka, barangsiapa mengucapkan kalimat
“alhamdulillah” seolah-olah dia meminta kepada Allah tambahan akan
karunia-Nya, setelah memuji-Nya.
Adapun sebab
kalimat “laa ilaaha illailaah” itu disebut sebagai zikir yang paling utama
adalah karena ia mengandung makna yang tidak terdapat pada kalimat-kalimat
zikir yang lain. Dengan mengetahui makna tersebut, seorang mukaliaf akan
memperoleh semua yang wajib diketahui tentang hak Allah Taala. Itulah arti
ditetapkannya ketuhanan bagi Allah Taala dan peniadaannya dari selain Dia.
Termasuk
ke dalam arti ketuhanan itu adalah semua yang wajib diketahui oleh seorang
mukallaf, baik yang wajib bagi Allah Taala, yang mustahil bagi-Nya dan yang
jaiz. Karena ketuhanan itu memuat dua pengertian :
Pertama,
bahwa Allah Taala tidak memerlukan kepada semua yang selain Dia.
Kedua,
bahwa semua yang selain Allah Taala memerlukan kepada-Nya.
Dengan
demikian, makna dari kalimat tauhid itu adalah : Tidak ada sesuatu yang tidak
membutuhkan kepada Allah kecuali Allah sendiri. Oleh karena itu, Allah itu
pasti ada, gadim dan kekal. Sebab, seandainya Allah tidak wajib memiliki
sifat-sifat ini, berarti Dia memerlukan kepada sesuatu yang mengadakan Dia.
Sebab hilangnya salah satu dari sifat-sifat ini, mengakibatkan Allah bersifat
baru. Padahal apa pun yang baru tentu memerlukan kepada sesuatu yang
mengadakannya.
Dan demikian pula, Allah Taala
pasti Mahasuci dari segala kekurangan. Dan termasuk dalam kesucian Allah dari
segala kekurangan itu adalah wajibnya Dia bersifat mendengar, mengetahui dan
berbicara. (Majalisu! Rumi, secara ringkas).
45. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN ZIKIR
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salam
kepadanya”. (QS. Al Ahzab : 56)
Tafsir : ,
(.
) Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi,
bersungguh-sungguh menampakkan kemuliaan Nabi dan mengangungkan kedudukannya.
,
(. ) Hai orang-orang yang
beriman, bersalawatlah kamu kepada Nabi, bersungguh-sungguhlah pula kamu
melakukan hal itu, karena kamu lebih patut melakukannya, dan ucapkanlah :
allaahuma shalli ‘alaa Muhammad.
(.
) dan ucapkanlah salam kepadanya, dengan mengatakan : assalaamu alaika ayyuhan
nabiyyu.
Tetapi ada juga yang mengartikan salam
itu dengan patuh, tunduk dan pasrah, Sehingga artinya menjadi : Patuhlah kamu
dengan perintah-perintahnya.
Ayat ini secara umum
menunjukkan tentang kewajiban mengucapkan salawat dan salam kepada Nabi saw.
Dan ada pula yang berpendapat bahwa, membaca salawat itu wajib setiap kali
mendengar nama Nabi disebutkan. Karena Beliau bersabda :
Artinya
: “Celakalah orang yang namaku disebut di sisinya, namun dia tidak bersalawat
kepadaku. Maka dia akan masuk neraka dan dijauhkan dari rahmat Allah”.
Dan
boleh bersalawat kepada selain Nabi, apabila disebutkan bersamaan dengan
Beliau, tetapi kalau disebutkan tersendiri, maka makruh hukumnya. Karena
menurut kebiasaan, bersalawat itu sudah menjadi syiar (perlambang) di kala
nama Nabi disebut, maka dimakruhkan mengatakan Muhammad Azza wa Jalla,
sekalipun Beliau memang orang Yang perkasa dan agung. (Qadhi Baidhawi)
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., dan Ammar bin Yasir ra., dari Nabi saw., bahwa
beliau bersabda :
“Sesungguhnya Allah Taala telah
menciptakan malaikat yang diberi Nya kemampuan mendengar suara seluruh makhluk
Malaikat itu berdiri di atas kuburku hingga hari kariamat Maka, tidak seorang
pun dari umatku mengucapkan satu salawat kepadaku. melainkan Orang itu akan
disebutkan oleh malaikat tadi namanya dan nama ayahnya seraya meng takan : “Ya
Muhammad, sesungguhnya fulan bin fulan telah bersalawat kepadamu”
Para
sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, bagaimana penda. pat
Baginda tentang fwman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah dan para mala
kat Nya bersalawat kepada Nabi…”.
Beliau menjawab
: “Ini termasuk Ilmu yang tersembunyi. Seandainya kalian tidak menanyakannya
kepadaku, niscaya aku tidak akan memberitahukannya kepada kalian”
Selanjutnya
Beliau berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah menugaskan dua malaikat untuk
mengawalku. Maka tidaklah namaku disebut di hadapan seorang muslim. kemudian
dia mengucapkan salawat kepadaku, melainkan kedua malaikat itu berkata “Semoga
Allah mengampunimu”. Yang dijawab oleh para malaikat dengan mengucapkan
“Amin”.
Dan tidaklah namaku disebutkan di hadapan
seorang muslim, tetapi dia tidak mengucapkan salawat atasku, maka kedua
malaikat tersebut akan mengatakan : “Semoga Allah tidak mengampunimu”. Lalu
dijawab oleh para malaikat lainnya dengan mengucapkan “Amin”.
(Abu
Suud rahimahullah).
Dari sahabat Anas bin Malik
ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Tidak
ada satu doa pun, melainkan ada tabir yang menghalanginya dari langit, sampai
orang yang berdoa itu mengucapkan salawat atas Nabi saw.. apabila orang itu
telah membaca salawat atas Beliau, rnaka tembuslah tabir itu, dan doa pun
masuk. Dan kalau dia tidak mengucapkan salawat, maka doanya kembali lagi”.
Diceritakan,
ada seorang saleh duduk untuk membaca tasyahhud, namun dia lupa membaca
salawat untuk Nabi saw.. Malamnya, dia mimpi melihat Nabi saw.
“Kenapa
engkau lupa membaca salawat atasku?, tanya Nabi. Orang itu menjawab : “Ya
Rasulullah, saya sibuk memuji Allah Taala dan menyembah-Nya, sehingga saya
lupa”. Lalu Nabi saw. bersabda : “Tidak pernahkan engkau mendengar sabdaku,
semua amal ditahan, dan doa-doa ditahan sampai dibacakan lebih dahulu salawat
untukku?”. Dan sabdanya :
Artinya : “Seandainya
ada orang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa kebaikan-kebaikan
seluruh penduduk dunia, namun di dalamnya tidak ada satu pun salawat untukku,
maka semua kebaikan tersebut ditolak dan tidak diterima. (Zubdatul Wat zhin)
Attirmizi meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya
: “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku kelak pada hari kiamat jalah
orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.
Dikisahkan
bahwa, ada seorang yang zahid pernah mimpi melihat Nabi saw. di dalam
tidurnya. Kemudian dia menemui Beliau, tetapi Beliau tidak menghiraukannya.
Lalu si zahid bertanya : “Ya Rasulullah, apakah Baginda marah kepadaku?”.
“Tidak”,
jawab Nabi saw.
Dia bertanya pula : “Apakah
Baginda tidak mengenalku?. Padahal saya ini adalah fulan Azzahid”.
Nabi
menjawab : “Aku tidak mengenalmu!”.
“Ya
Rasulullah”, katanya pula. “Saya pernah mendengar ulama mengatakan, bahwa Nabi
mengenal akan umatnya sebagaimana ibu-bapak mengenal anak-anak mereka”.
Nabi
menjawab : “Apa yang dikatakan oleh ulama itu memang benar, bahwa Nabi lebih
mengena! akan umatnya daripada ibu-bapak kepada anak-anak mereka”.
Maksudnya
: mengenai orang yang bersalawat kepada Nabinya, sesuai kadar salawatnya.
(Zahratur Riyadh)
Diceritakan, bahwa seorang
wanita datang menemui Hasan Albashri ra., lalu berkata : “Ya Ustaz, saya
mempunyai seorang anak perempuan yang baru saja meninggal dunia. Saya ingin
melihatnya dalam mimpi. Maka ajarilah saya suatu amalan khusus, agar saya
dapat memimpikannya”.
Kemudian wanita itu diajari
oleh Hasan Albashri bacaan salawat, sehingga dia berhasil memimpikan anaknya.
Di dalam mimpi itu, dia melihat anaknya memakai pakaian dari ter, lehernya
terbelenggu, dan kedua kakinya terikat oleh tali dari api. Maka terjagalah
wanita itu dari tidurnya dengan perasaan ketakutan. Kemudian dengan bergegas
dia pergi menemui Hasan Albashri, dan sambil menangis diceritakannya mimpinya
itu kepadanya. Maka Hasan dan sahabat-sahabatnya yang hadir ikut pula
menangis.
Tidak berapa lama sejak kejadian itu,
Hasan Albashri mimpi melihat anak perempuan itu berada di dalam surga tengah
duduk di atas singgasana, sedangkan di atas kepalanya ada sebuah mahkota yang
cahayanya menyinari timur dan barat.
“Ya Ustaz,
apakah tuan mengenal saya?”, tanya anak perempuan itu.
“Tidak”,
jawab Hasan Aibashri.
Lalu anak perempuan itu
mengenalkan diri : “Saya adalah anak perempuan dari wanita yang pernah tuan
ajari membaca salawat itu”.
Hasan Albashri merasa
heran melihat keadaannya sekarang, lalu dia bertanya : “Dengan sebab apakah
engkau memperoleh kedudukan seperti ini?’.
Anak
perempuan itu menjawab : “Ya Syaikh, ada seorang lelaki berjalan melewati
pekuburan kami. Kemudian dia membaca salawat atas Nabi saw. satu kali, lalu
pahalanya dihadiahkannya untuk kami. Pada saat itu, di pekuburan kami ada 500
orang yang sedang disiksa. Lalu terdengar seruan : “Hentikan azab atas mereka
dengan berkat salawat yang dibaca lelaki ini untuk Nabi saw.”. (Zubdatul
Waizhin)
Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra.,
dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Tadi Jibril
datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, tidak seorang pun membaca salawat
untukku, melainkan dia akan disalawati (dimintakan ampun) oleh 70 ribu
malaikat. Dan barangsiapa disalawati oleh malaikat, maka dia tergolong penghun
Surga”.
Dan diriwayatkan dari Hasan Albashri,
katanya : “Saya pernah mimpi melihat Ab. Ishmah di dalam tidur, lalu saya
bertanya kepadanya : “Hai Abu Ishmah, apa yang tea diperlakukan Allah
terhadapmu?” Dia menjawab : “Allah telah mengampuni aku”.
Lalu
aku bertanya pula : “Dengan sebab apa?”.
Dia
menjawab : “Setiap kali saya menyebutkan satu hadis, saya selalu mengucapkan
salawat atas Nabi saw.”. (Zubdatul Waizhin)
Dari
Nabi saw., sabdanya : “Aku didatangi oleh Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail
alaihi mussalam. Lalu Jibril berkata : “Ya Rasulullah, barangsiapa bersalawat
kepadamu setiap hari sepuluh kali, maka aku akan menuntun tangannya dan
menyeberangkannya di atas Shirat laksana kilat menyambar”.
Mikai!
menimpali : “Dan aku akan memberinya minum dari telagamu”.
Lalu
Israfil berkata : “Aku akan terus bersujud kepada Allah dan tidak akan
mengangkat kepalaku sampai Allah Taala mengampuninya”.
Dan
Izrail berkata pula : “Aku akan mencabut nyawanya sebagaimana mencabut nyawa
para nabi alaihimussalam”.
(Dikisahkan) dari
Abdullah, katanya :
“Kami pernah mempunyai
seorang pelayan yang melayani raja, sedang dia dikenal sebagai seorang yang
fasik. Namun, pada suatu malam, saya mimpi melihat dia, tangannya digandeng
oleh Nabi saw.. Maka saya bertanya kepada Beliau : “Ya Nabi Allah, orang ini
terkenal sebagai orang yang fasik, tetapi mengapa dia sampai bergandengan
tangan dengan Baginda?”.
Nabi saw. menjawab :
“Dia telah diampuni, sedangkan aku tengah memohonkan syafaat untuknya kepada
Allah Taala”.
“Ya Nabi Allah, dengan sebab apa
dia memperoleh kedudukan seperti itu?”, tanya saya pula.
Beliau
menjawab : “Dengan banyak membaca salawat untukku. Sesungguhnya pada setiap
malam, ketika hendak tidur, dia selalu membaca salawat seribu kali untukku”.
(Tuhfatul Muluk).
Dan dari Kaab ra., katanya :
“Apabila tiba hari kiamat, Nabi Adam as. melihat seseorang dari umat Muhammad
saw. sedang digiring menuju ke neraka. Lalu Beliau berseru : “Ya
Muhammad!”.
Nabi menjawab : “Labbaik, wahai Bapak
manusia”.
Nabi Adam berkata : “Salah seorang dari
umatmu sedang digiring menuju ke nearka”.
Maka
Nabi pun lari mengejarnya sampai akhirnya terkejar, lalu Beliau berkata : “Hai
para malaikat Tuhanku, berhentilah sejenak!”. Mereka menjawab : “Hai Muhammad,
tidakkah engkau membaca firman Allah Taalah mengenai kami :
Artinya
: “Mereka (para malaikat) tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia
perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan
kepada mereka”, Tetapi kemudian mereka mendengar seruan : “Turuti
Muhammad!”
Lantas Beliau berkata : “Kembalikanlah
orang itu ke Mizan”.
Kemudian amalnya ditimbang
kembali. Ternyata kesalahan-kesalahannya lebih berat daripada
kebaikan-kebaikannya. Lalu Nabi saw. mongoluarkan selombar kertas dari balik
lengan bajunya, yang di dalamnya tertulis salawat yang pernah diucapkan orang
itu untuk Beliau semasa di dunia. Kertas tersebut diletakkan oleh Beliau di
piringan yang berisi kepaikan-kebaikannya, sehingga timbangannya menjadi lebih
berat. Orang itupun kegirangan lalu berkata : “Saya tebus dengan ayah dan
ibuku, siapakah Anda?””.
Beliau menjawab : “Aku
Muhammad”.
Maka orang itu menciumi kaki Nabi saw.
sambil berkata : “Ya Rasulullah, kertas apakah itu?”
Nabi
menjawab : “Itu adalah salawatmu yang pernah engkau ucapkan untukku semasa di
dunia, lalu aku simpan untukmu”.
Maka berkatalah
orang itu : “Alangkah besar penyesalanku karena telah melalaikan
kewajiban-kewajibanku kepada Allah”. (Kanzul Akhbar)
Diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan beberapa malaikat yang memegang
pena-pena dari emas dan kertas-kertas dari perak. Mereka tidak menulis sesuatu
apa pun selain dari salawat untukku dan untuk keluargaku”.
(Dikisahkan)
bahwa seorang Yahudi mengaku untanya dicuri oleh seorang lelaki muslim.
Dakwaannya itu disaksikan oleh empat orang saksi dari golongan munafik dengan
cara dusta. Maka, Nabi saw. memutuskan bahwa unta itu sebagai milik si Yahudi,
sedangkan orang muslim itu harus dipotong tangannya.
Orang
muslim itu menjadi kebingungan, lalu dia mendongakkan kepalanya ke langit
seraya berdoa : “Oh Tuhanku dan Penguasa, Engkau tahu bahwa aku tidak pernah
mencuri unta ini”.
Kemudian dia berkata kepada
Rasulullah : “Ya Rasulullah, sesungguhnya keputusan Baginda adalah benar,
tetapi tanyailah unta ini mengenai diriku”.
Maka
Nabi pun bertanya kepada unta itu : “Hai unta, milik siapakah engkau?”.
Unta
itu menjawab dengan lidah yang fasih : “Ya Rasulullah, saya adalah kepunyaan
Orang muslim ini. Dan sesungguhnya saksi-saksi itu telah berkata dusta”.
Lalu
Nabi saw. berkata : “Hai muslim, beritahukanlah kepadaku, apa yang telah
engkau lakukan, sehingga Allah Taala berkenan membuat unta ini pandai
berbicara mengenal dirimu?”.
Muslim itu menjawab
: “Ya Rasulullah, di waktu malam, saya tidak tidur sebelum membaca salawat
untukmu sepuluh kali”.
Maka bersabdalah Nabi saw.
: “Engkau telah selamat dari hukuman potong tangan di dunia, dan akan selamat
pula dari azab di akhirat, dengan berkat bacaan salawatmu unlukku itu”.
(Durratul Waaizhin)
Diriwayatkan dari Nabi saw.,
bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
membaca salawat atasku sepuluh kali di waktu pagi dan sepuluh kali di waktu
sore, maka Allah Taala akan menyelamatkannya dari ketakutan yang mahabesar
pada hari kiamat, sedang dia bersama orang-orang yang dikaruniai Allah
kenikmatan, yaitu nabi-nabi dan orang-orang Siddiq”.
(Dikisahkan)
dari Fudhail bin Iyadh, dari Sufyan Ats Tsauri ra., bahwa dia (Sufyan) berkata
: “Saya pernah berangkat naik haji. Di tanah haram, saya melihat seseorang
yang selalu membaca salawat untuk Nabi saw. di mana saja dia berada di tanah
haram itu, ketika tawaf di sekeliling Kakbah, ketika berada di Arafah dan di
Mina. Maka saya menegurnya : “Hai fulan, tiap-tiap tempat ada doanya
sendiri-sendiri, tetapi kenapa Anda tidak sibuk berdoa maupun salat, hanya
membaca salawat untuk Nabi saja?”.
Orang itu
menjawab : “Mengenai hal ini, saya punya cerita”.
“Beritahukanlah
kepadaku cerita itu”, pinta saya.
Maka orang itu
pun lalu bercerita : “Saya berangkat dari Khurasan untuk naik haji ke
Baitullah ini. Saya ditemani oleh ayahku. Setibanya saya di Kufah, ayah jatuh
sakit, lalu meninggal dunia. Wajahnya saya tutupi dengan kam. Ketika saya buka
kembali tutup wajahnya, saya lihat rupanya telah berubah menjadi rupa keledai.
Maka saya menjadi sangat sedih, dalam hati saya berkata : “Bagaimana saya
memberitahukan ini kepada orang banyak, sedangkan ayahku telah berubah
wajahnya seperti ini?”.
Kemudian saya diserang
kantuk lalu tertidur. Di dalam tidur itu, saya bermimpi seolah-olah didatangi
oleh seorang lelaki yang cerah wajahnya. Dia memakai tutup kepala, lalu
dibukanya wajahnya seraya berkata : “Mengapa engkau tampak sangat bersedih
sekali?”.
Saya menjawab : “Bagaimana saya tidak
sedih menghadapi cobaan seperti ini?”.
Laki-laki
itu mendekati ayahku, lalu mengusap wajahnya. Tiba-tiba ayahku sembuh seketika
dari musibah yang telah menimpanya. Maka saya pun mendekatinya dan membuka
wajahnya, lalu saya perhatikan, tampak wajahnya terang benderang bak bulan
purnama di malam hari. Saya lalu bertanya kepada lelaki itu : “Siapakah
tuan?”.
Lelaki itu menjawab : “Aku adalah Nabi
pilihan”.
Maka saya pegangi ujung jubahnya, lalu
saya berkata : “Demi kebenaran Allah Taala, ceritakanlah kisahnya kepada
saya!”.
Maka berceritalah Nabi saw. : Dahulu,
ayahmu adalah seorang pemakan riba, dan menurut hukum Allah, siapapun yang
makan riba, Dia akan menjadikan rupanya seperti rupa keledai, bisa di dunia
dan bisa juga di akhirat. Dan ternyata Allah telah menjadikan wajah ayahmu
mirip keledai di dunia. Tetapi, ayahmu semasa hidupnya dahulu juga sering
membaca salawat untukku setiap malam sebelum tidur seratus kali. Ketika dia
mengalami hal seperti ini, maka datanglah malaikat yang biasa menyampaikan
amal-amal umatku kepadaku, lalu dia memberitahukan kepadaku tentang keadaan
ayahmu itu. Maka aku pun memohon kepada Allah Taala, dan Dia mengizinkan aku
memberi syafaat kepadanya”.
(Sampai di sini
selesailah ceritanya)
Sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Orang yang kikir itu ialah orang yang namaku disebut di sisinya, namun dia
tidak mengucapkan salawat untukku”. (Masyriq)
Dan
sabda Beliau pula :
Artinya : “Barangsiapa
membaca salawat untukku satu kali, niscaya tidak akan tersisa setimbang atom
pun dari dosa-dosanya”.
Kisah-kisah dan
hadis-hadis yang berkaitan dengan hal ini cukup banyak jumlahnya, tetapi
sengaja kami ringkaskan saja supaya tidak terjerumus ke dalam pembicaraan yang
bertele-tele.
Diriwayatkan dari Ahmad, Ibnu Abi
Syaibah, Annasai dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya, menurut yang dinukil oleh
Majdul Lughawi dari sahabat Anas ra., dia berkata : Rasulullah saw. bersabda
:
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku
satu kali, maka Allah Taala akan bersalawat (memberi rahmat) kepadanya sepuluh
kali, digugurkan darinya sepuluh kesalahannya, dan diangkatlah dia sepuluh
derajat”. (Demikian tersebut dalam Al Mashabih)
Syaikh
Al Muzhir berkata : “Di antara kebiasaan para raja dan orang-orang yang
dermawan adalah menghormati orang yang menghormati kekasih-kekasihnya dan
memulaikan orang yang memuliakan sahabat-sahabat akrabnya. Maka sesungguhnya
Allah Taala adalah Raja diraja dan Yang Maha Pemurah di antara segala yang
pemurah, karenanya, Dia tentu lebih patut memberikan kemurahan seperti itu.
Maka sesungguhnya, orang yang telah memuliakan kekasih-Nya dan Nabi-Nya saw.
dengan membaca salawat untuk Beliau, dia akan memperoleh dari Allah Taala
rahmat, penghapusan dosa-dosa dan diangkatkan derajat”. (Sekian
perkataannya)
Seorang ulama besar berkata :
“Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa, karunia dari hadrat Allah Yang
Mahaesa hanya bisa diperoleh lewat perantaraan ruh Muhammad, karena Beliau
adalah penghulu dari semua penghulu, sejak dahulu dan untuk selamalamanya.
Maka wajiblah bagi seorang murid mencari kesempatan untuk berada di sisi
Beliau yang paling mulia, dengan cara mengikuti sunnah Beliau. Maka
barangsiapa bertaqarrub kepada Beliau dengan membaca satu salawat, dia akan
memperoleh dari hadrat Allah dengan lantaran mengikuti jejaknya, sepuluh
rahmat, di hilangkan sepuluh hijab (penghalang) yang menghalangi dia dari
Allah Yang Maha Hag, dan diangkat untuknya Sepuluh derajat di antara
derajat-derajat Alqurbi di sisi Allah. Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali
lipat amalnya”.
Adapun makna perkataan kita
“allaahumma shalli alaa muhammad” adalah : Semoga Allah mengagungkan Muhammad
di dunia dengan meluhurkan namanya dan memenangkan syariatnya, sedang di
akhirat dengan mengizinkannya memberi syafaat kepada umatnya.
Alhusaini
berkata : “Yang dimaksud dengan salawat adalah mendekatkan diri kepada Allah
dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menunaikan hak nabi-Nya yang menjadi
kewajiban kita”.
Sedangkan Abdussalam berkata :
“Salawat kita kepada Nabi saw. bukan berarti memberi syafaat kepada Beliau.
Karena orang seperti kita ini tidak akan bisa member syafaat kepada manusia
seperti Beliau. Namun, Allah memerintahkan kepada kita supay: membalas budi
kepada orang yang pernah berbuat kebaikan kepada kita dan member kenikmatan
kepada kita. Kalaupun itu tidak mampu kita lakukan, maka kita membalasnya
dengan doa. Oleh karena Allah Taala mengetahui ketidak mampuan kita membalas
bud kepada Nabi kita saw., maka Dia memberi bimbingan kepada kita agar membaca
salawat untuk Beliau saw., supaya salawat kita untuk Beliau itu dapat menjadi
balas budi atas kebajikan Beliau kepada kita dan anugerahnya kepada kita”.
Sekian.
Ibnusy Syaikh ra. berkata : “Sikap
hati-hati dalam membaca salawat untuk Nabi saw adalah dengan melakukan apa
yang menjadi pilihan kebanyakan ulama, yaitu bahwa yang wajib adalah membaca
salawat setiap kali mendengar nama Beliau disebutkan. Sekalipun dalam satu
majelis nama Beliau disebutkan seribu kali”. Sekian kata Ibnusy Syaikh.
Karena
adanya beberapa hadis, di antaranya adalah sabda Beliau saw. :
Artinya
: “Barangsiapa yang namaku disebut di sisinya, tetapi dia tidak membaca
salawat untukku, lalu dia masuk neraka dan dijauhkan dari rahmat Allah. Maka
janganlah dia menyalahkan selain pada dirinya sendiri”. (Hadis riwayat Ibnu
Huzaimah dan Ibnu Hibban dari sahabat Abu Hurairah ra.. Demikian tersebut
dalam At Targhib)
Dalam bab ini terdapat banyak
hadis. Maka barangsiapa mempunyai akal sehat, cukuplah baginya apa yang telah
disebutkan tadi. Karenanya, bagi orang yang berakal, hendaklah banyak-banyak
membaca salawat untuk Nabi saw., malam dan siang, tertuama pada hari Jumat dan
malam Jumat. Sekian.
46. PENJELASAN TENTANG PERBUATAN KHIANAT TERHADAP AMANAT ALLAH
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka kuatir akan
mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. Al Ahzab : 72)
Tafsir
:
(. ) Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunungGunung, maka semuanya enggan
memikul amanat itu dan mereka kuatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Ini merupakan pemantapan janyi Allah sebelumnya (pada
ayat sebelumnya) tentang betapa berat perbuatan taat itu, yang oleh Ailah
disebut amanat, karena perbuatan taat itu wajib ditunaikan. Adapun maksud ayat
ini adalah, bahwa dikarenakan beratnya ketaatan itu, yang seandainya
dikemukakan kepada makhluk-makhluk yang besar bentuknya itu, sedang mereka
mempunyai perasaan dan pikiran, niscaya mereka enggan memikulnya, dan kuatir
akan mengkhianatinya.
Namun ketaatan itu ternyata
ditanggung oleh manusia, padahal tubuhnya lemah dan kekuatannya ringkih. Tentu
saja, orang yang dapat memelihara ketaatan itu dan sanggup melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, akan memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.
(.
) Sesungguhnya manusia itu amat zalim. Apabila dia tidak memenuhi ketaatan
tersebut dan tidak memelihara kewajiban-kewajibannya.
(.
) lagi amat bodoh, tentang akibatnya yang sebenarnya. Dan ini adalah sifat
dari manusia dilihat dari yang terbanyak.
Dan ada
pula yang berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan amanat ialah perbuatan taat
yang mencakup ketaatan alami dan ikhtiar. Dan yang dimaksud “Mengemukakan
amanat” adalah tuntutan supaya ia ditunaikan, yang mencakup suruhan kepada
makhluk yang bisa berikhtiar melaksanakannya. Sedangkan bagi makhluk yang
tidak berikhtiar, maka Allah sendirilah yang hendak menjadikannya bisa
melaksanakan. Dan yang dimaksud “dipikulnya amanat” adalah dikhianatinya
amanat itu dan keengganan menunaikannya.
Tetapi
ada pula yang berpendapat bahwa, setelah Allah Taala menciptakan
makhluk-makhluk bertubuh besar tersebut, maka Dia ciptakan pula pada mereka
kepahamar Kemudian Dia berfirman kepada mereka : “Sesungguhnya Aku telah mewaj
bkar sat, kewajiban. Dan Aku telah menciptakan surga bagi siapa yang taat
kepada-Ku dan neraka bagi siapa yang durhaka terhadap-Ku”. Lalu mereka
menjawab : “Kami adalah makhluk-makhluk yang ditundukkan menurut tabiat yang
telah Engkau ciptakan pada kami K-rr tidak sanggup menanggung satu kewajiban
pun, dan kami pun tidak menginginkan pahala atau hukuman”.
Ketika
Allah telah menciptakan Adam as., maka Dia mengemukakan kepadanya ha seperti
tadi, dan Adam mau menerimanya. Dia adalah amat zalim terhadap dirinya de.
ngan memikul beban yang memberatkan dirinya itu, dan juga bodoh tentang
akibatnya yang tidak baik.
Tetapi, boleh jadi
pula yang dimaksud amanat dalam ayat ini adalah akal atau pembebanan agama
(. ). Sedang dikemukakannya amanat itu kepada mereka (langit. bumi dan
gunung-gunung) adalah dipertimbangkannya berkenaan dengan kesiapan mereka Dan
keengganan mereka adalah keengganan alami, yang berarti tidak adanya kecocokan
dan kesiapan. Sedang menanggungnya manusia, maksudnya ada kecocokan dan
kesiapan mereka untuk menunaikan amanat itu. Dan maksud manusia itu amat za im
dan amat bodoh adalah karena adanya kekuatan amarah dan syahwat yang dapat
menga ahkannya. (Qadhi Baidhawi)
Dari Nabi saw.,
sabdanya :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala
mempunyai malaikat-malaikat yang mengembara di muka bumi sambil menyampaikan
salam kepadaku dari umatku. Apabila seseorang dari umatku mengucapkan salawat
untukku dalam sehari seratus kali, maka A an Taala akan memenuhi seratus
hajatnya, tujuh puluh di antaranya di akhirat, sedang yang tiga puluh di
dunia”.
Sebagian ulama mengatakan, yang dimaksud
dengan amanat dalam ayat di atas ialah tauhid, yaitu kalimat syahadat, kalimat
iman, kalimat cahaya dan kalimat takwa Kalimat-kalimat tersebut disebut amanat
adalah sebagai peringatan bahwa mereka merupakan kewajiban-kewajiban yang
wajib dipelihara. Allah menitipkan kalimat-kalimat itu kepada orang-orang
mukallaf dan mempercayakannya kepada mereka serta mewaj bkan mereka
menerimanya dengan cara melakukan ketaatan dan kepatuhan sebaik-ba knya dan
menyuruh mereka supaya memperhatikannya, menjaganya dan menunaikannya, tan pa
mengurangi sedikit pun hak-haknya. (Abus Suud)
Dan
dari Abdullah bin Umar ra., dia berkata : “Kalimat laa ilaaha illallaanh
Muhammad rasulullah itu terdiri dari 24 huruf. Sedangkan malam dan siang
terdiri dari 24 jam. Apabila seseorang mengucapkan kalimat ini dengan ikhlas
dalam waktu yang sebentar, maka
Allah Taala
berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosamu, yang kec! dan yang
besar, yang tersembunyi dan yang nyata, yang sengaja dan yang karena lupa demi
kehormatan kalimat ini”. (Hayatul Qulub)
Konon,
setelah amanat itu dikemukakan kepada Nabi Adam as., maka Beliau berkata: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya langit, bumi dan gunung-gunung itu, dengan kebesaran dan
keluasannya tidak sanggup menanggung amanat itu dan mereka enggan. Maka
bagamanakah aku harus menanggungnya, padahal aku ini lemah?. Maka Allah Taala
berfuman : “Kamu yang menanggung, sedang kemampuan dari-Ku”. Oleh karena itu,
Adam as. pun bersedia menanggungnya. (Tafsir Hanafi)
Allah
Taala berfirman kepada Nabi Musa as. : “Peganglah ular itu dan jangan takut!”.
(Alquran). Allah Taala menampakkan tongkat Nabi Musa di mata Firaun sebagai
ular yang besar, sehingga dia ketakutan. Tetapi di dalam pandangan Nabi Musa,
Dia tampakkan sebagai kayu biasa, sehingga Beliau tidak takut. Dan demikian
pula amanat itu. Allah menampakkannya kepada langit dan bumi sebagai sesuatu
yang berat, sehingga mereka enggan memikulnya dan kuatir akan mengkhianatinya.
Sedang di mata manusia, Allah menampakkannya sebagai sesuatu yang ringan,
sehingga manusia bersedia memikulnya. (Zahratur Riyadh)
Kalau
ada yang bertanya, apa hikmat yang terkandung dalam penolakan makhlukmakhluk
terhadap amanat tersebut, padahal kondisi mereka kuat dan bentuk mereka pun
besar, sedang manusia yang kondisinya lemah malah sanggup menerima dan
memikulnya?. Maka kami jawab : “Hal itu disebabkan oleh belum pernahnya
makhluk-makhluk itu merasakan kenikmatan surga, sedang manusia sudah pernah
merasakannya, sehingga dia sanggup memikulnya agar bisa sampai ke sana”.
(Tafsir Hanafi)
Sebagian ulama ada yang
mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah salat
lima waktu. Allah Taala berfirman:
Artinya :
“Peliharalah semua salat(mu) dan (terutama) salat wustha. Berdirilah menghadap
Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”.
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Salat itu adalah tiang
agama. Barangsiapa menegakkannya maka dia telah menegakkan agama, dan
barangsiapa meninggalkannya, maka berarti dia telah merobohkan agama”.
Diriwayatkan
bahwa, setiap kali masuk waktu salat, Imam Ali Karramallaahu wajhah tampak
berubah wajahnya menjadi pucat pasi. Lalu seseorang menanyakan kepadanya
tentang sebab hal itu. Dia menjawab : “Sesungguhnya telah tiba ditunaikannya
amanat yang pernah dikemukakan Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
namun mereka enggan memikulnya. Kemudian amanat itu telah aku tanggung,
meskipun aku lemah. Maka aku tidak tahu, apakah aku dapat menunaikannya atau
tidak”. (Bahjatul Anwar)
Dan sebagian ulama
lainnya mengatakan, yang dimaksud amanat dalam ayat tersebut adalah
anggota-anggota tubuh. Mata adalah amanat, ia wajib dicegah dari perkara
haram, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
Artinya
: “Katakanlah kepada orang-orang lelaki yang beriman, hendaklah mereka menahan
pandangan mereka”. Dan perut juga amanat, ia wajib dicegah dari kemasukan
makanan yang haram, sebagaimana firman Allah :
Artinya
: “Dan janganlah kamu momakan riba”. Dan firman-Nya :
Artinya
: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim socara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sopenuh perutnya, dan mereka akan masuk ko
dalam api yang menyala-nyala”.
Dan lidah juga
amanat, ia wajib dicegah dari menggunjing dan berbicara kaji. sebagaimana
firman Allah :
Artinya : Janganlah kamu
menggunjing sebagian dengan sebagian yang lainnya”.
Dan
telinga juga amanat, ia wajib dicegah dari mendengarkan hal-hal yang mungkar
dan terlarang, sebagaimana firman Allah :
Artinya
: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahuinya”.
Dan
begitu pula tangan, kaki dan kemaluan, semua itu adalah amanat, yang wajib
dicegah dari semua perkara yang haram. (Bahjatul Anwar).
Dan
sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam
ayat di atas adalah Alquran, yang menjadi kewajiban Anda untuk senantiasa
membacanya, mempelajarinya dan mengajarkannya. Sedang menurut sebuah khabar,
bahwa pada hari kiamat nanti, Allah Taala bertanya kepada Lauh Mahfuz : “Hai
Lauh, mana amanat yang pernah Aku titipkan kepadamu, yakni Alquran, apa yang
telah engkau perbuat terhadapnya?””.
Lauh itu
menjawab : “Ya Tuhanku, aku telah mewakilkan amanat itu kepada Isratil, dan
telah aku serahkan kepadanya”.
Lalu Allah Taala
berfirman kepada Israfil : “Hai Israfil, apa yang telah engkau lakukan
terhadap amanat-Ku?”.
Israfil menjawab : “Ya
Tuhanku, amanat itu telah aku serahkan kepada Mikail, sedang Mikail telah
menyerahkannya kepada Jibril”.
Kemudian Allah
bertanya kepada Jibril, firman-Nya : “Apa yang telah engkau lakukan terhadap
amanat-Ku?”.
Jibril menjawab : “Ya Tuhanku,
amanat itu telah aku serahkan kepada kekasih-Mu. Muhammad”.
“Bawalah
kemari kekasih-Ku Muhammad dengan lemah lembut”, kata Allah.
Maka
pergilah Jibril as. menjemput Muhammad saw., katanya : “Ya Muhammad, segeralah
menghadap”.
Lalu Allah Taala bertanya : “Hai
kekasih-Ku, benarkah Jibrit telah menyampaikan amanat-Ku kepadamu?”.
“Benar”,
jawab Nabi.
“Apa yang telah Engkau lakukan
terhadap amanat-Ku itu?”, tanya Allah Taala pula.
Nabi
menjawab : “Ya Tuhanku, aku telah menyampaikannya kepada umatku”.
Kemudian
Allah Taala berfirman : “Hai para malaikat-Ku, bawalah kemari umat kekasih-Ku,
Muhammad, biar Aku tanyai mereka tentang amanat-Ku”.
Namun,
Nabi saw. berkata : “Ya Tuhanku, umatku lemah-lemah. Mereka tidak mampu datang
ke hadirat-Mu”.
Kemudian Beliau berkata pula :
“Ya Tuhanku, izinkanlah aku pergi menemui Nabi Adam as.”.
Setelah
mendapatkan izin dari Allah, maka Nabi pun pergi menemui Nabi Adam as. Setelah
bertemu, maka Beliau berkata : “Wahai Adam, engkau adalah bapak dari seluruh
manusia, dan aku adalah Nabi mereka. Apabila mereka ditimpa bencana, kita
tentu ikut bersedih. Maka ambillah separuh dosa-dosa umatku dan aku separuhnya
lagi, sehingga mereka terlepas dari pertanyaan dan hisab”.
Nabi
Adam menjawab : “Ya Muhammad, aku sibuk memikirkan diriku sendiri, jadi aku
tidak bisa”.
Maka Nabi pun kembali ke bawah Arsy,
kemudian Beliau meletakkan kepalanya dalam sujud, dan menangis hebat, serta
merendahkan diri kepada Allah seraya memohon : “Ya Tuhanku, aku memohon
kepada-Mu, bukan untuk diriku sendiri, bukan untuk Fatimah puteriku, dan bukan
pula untuk Alhasan dan Alhusein, tetapi yang saya maksud adalah umatku”.
Lantas
dengan kelembutan dan kemurahan-Nya, Allah berfirman : Ya Muhammad, angkatiah
kepalamu dan mintalah, niscaya engkau diberi. Dan mintalah syafaat, niscaya
engkau diberi syafaat. Aku beri umatmu apa yang memuaskan hatimu, bahkan yang
lebih memuaskan hatimu”.
Allah Taala berfirman
:
Artinya : “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu, lalu engkau menjadi puas”. (Tafsir Hanafi)
Artinya
: “Akulah yang dipinta, maka pintalah kepada-Ku. Engkau pasti dapati Aku. Jika
engkau meminta kepada selain Aku. Engkau takkan dapati Aku”
Ada
pula sebagian ulama yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam
ayat di atas adalah puasa. Karena puasa itu merupakan rukun Islam. Maka
barangSiapa menegakkannya, berarti dia menegakkan agama, dan barangsiapa
meninggaikannya, berarti dia merobohkan agama. Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar karnu bertakwa”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Diwajibkan atas kamu
semua berpuasa di bulan Ramadan”. Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi
saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa berpuasa
pada bulan Ramadan dengan iman dan ikhlas, niscaya akan diampunilah
dosa-dosanya yang telah lalu. (Mathali’ul Anwar)
Dan
sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat da. lam
ayat di atas adalah zakat. Karena zakat itu merupakan pembersihan badan dan
harta. Allah Taala bertirman :
Artinya :
“Ambillah zakat dari harta mereka, yang dengan zakat itu engkau membersihkan
dan mensucikan mereka”.
Dan firman-Nya :
Artinya
: “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”.
Diriwayatkan
bahwa, pada suatu hari Nabi Musa as. melewati seorang laki-laki yang sedang
salat dengan khusyuk dan tunduk. Lalu Beliau berkata : “Ya Rabb, alangkah
bagusnya salat orang ini”. Allah Taala menjawab : “Hai Musa, walaupun dia
salat setiap hari dan setiap malam seribu rakaat, memerdekakan seribu budak
belian, naik haji seribu kali, dan mengantarkan seribu jenazah, itu semua
tidak akan berguna baginya sebelum dia menunaikan zakat hartanya”. (Tafsir
Qurtubi)
Dan sebagian ulama lainnya berpendapat
bahwa, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah haji. Karena haji
itu termasuk rukun Islam. Sedang Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Diwajibkan atas manusia berhaji ke Baitullah karena Allah, yaitu atas orang
yang sanggup melakukan perjalanan ke sana”.
Sedang
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
memiliki perbekalan dan kendaraan, namun dia tidak mau naik haji, maka biarlah
dia mati dalam keadaan mana saja yang dia sukai, Yahudi atau Nasrani”.
(Majma’ul Lathaif)
Dan adapula sebagian ulama
yang mengatakan bahwa, yang dimaksud denga” amanat dalam ayat di atas adalah
semua amanat, apa saja. Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat-amanat kepada
yang berhak menerimanya”.
Sedang Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Tidaklah beriman (dengan
sempurna) bagi orang yang tidak bisa dipercaya”.
Diriwayatkan
dari Malik bin Shafwan, katanya : “Saudara saya meninggal dunia, lalu saya
bermimpi melihatnya. Kemudian saya bertanya kepadanya : “Hai saudaraku, apa
yang telah dilakukan Allah terhadapmu?”.
“Tuhanku
telah mengampuni saya”, jawabnya.
Tetapi saya
lihat pada wajahnya ada setitik noda hitam. Maka saya tanyakan tentang hal itu
kepadanya, lalu dijawabnya : “Ada seorang Yahudi menitipkan sekian dirham
kepadaku, tetapi saya belum mengembalikannya kepadanya. Jadi, noda ini adalah
karena titipan itu. Maka, saya minta tolong kepadamu, hai saudaraku, ambillah
titipan itu dari tempat anu, lalu kembalikanlah kepada orang Yahudi itu”.
Maka
keesokan paginya, saya pun melaksanakan pesannya itu. Kemudian saya bermimpi
lagi melihatnya, sedang noda hitam itu telah lenyap dari wajahnya. Dia berkata
: “Semoga Allah merahmatimu, hai saudaraku, sebagaimana engkau telah
menyelamatkan aku dari azab Allah”. (Tafsir Uyun)
Dan
ada pula sebagian ulama yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan amanat
dalam ayat di atas adalah isteri dan anak-anak. Maka anda wajib menyuruh
mereka salat, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya
: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu agar melakukan salat?.
Sedang
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Suruhlah
anak-anakmu melakukan salat apabila usia mereka telah mencapai tujuh tahun,
dan pukullah (karena meninggalkannya) mereka apabila usia mereka lelah
mencapai sepuluh tahun”.
Begitu pula, Anda wajib
memelihara mereka dari segala perkara yang diharamkan agama, karena Anda akan
dimintai pertanggungan jawab tentang mereka, sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan setiap orang dari kamu
bertanggungjawab tentang apa yang dipimpinnya”. (Tafsir Uyun)
Konon,
ada seorang abid yang telah sekian lama beribadat kepada Allah Taala. Pada
Suatu hari, dia berwudu, lalu salat dua rakaat. Setelah salat, dia mengangkat
kepala dan menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya bermunajat : “Oh
Tuhanku, terimalah dariku!”. Maka terdengar seruan dari pihak Tuhan Yang Maha
Pengasih : “Jangan bicara hai terkutuk, Sesungguhnya ketaatanmu ditolak!”
“Apa
sebabnya, Ya Rabb?” tanya si abid.
Terdengar
jawaban : “Sesungguhnya istrimu telah melakukan perbuatan yang ber. tentangan
dengan perintah-Ku, sedang engkau meridainya”.
Maka
pergilah si abid menemui istrinya, lalu ditanyanya tentang keadaannya.
Istrinya menjawab : “Saya telah pergi ke tempat yang tidak senonoh,
mendengarkan sendaguray dan tidak salat”.
“Engkau
tertolak dariku”, kata si abid dengan keras. “Karena aku tidak sudi menen.
mamu lagi selama-lamanya”.
Maka bercerailah dia
dari istrinya itu. Kemudian dia berwudu dan salat dua rakaat. Setelah itu, dia
mengangkat kepalanya dan kedua tangannya sambil bermunajat : “Ya Allah,
terimalah dariku!”. Maka terdengar seruan : “Sekarang, benar-benar Aku terima
ketaatanmu!”. (Uyun)
Imam Bukhari telah
meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Tanda orang munafik
itu ada tiga”.
Yakni : tiga kelakuan.
Artinya
: “Apabila berbicara, dia berbohong”.
Maka bagi
seorang mukmin yang benar-benar beriman, wajib atasnya memelihara diri dari
berkata bohong. Karena berbohong itu merupakan sebab hitamnya wajah di hari
kiamat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Albaihagi,
dari Abu Bardah ra., bahwa dia (seperti yang tercantum dalam kitab Al Jami’ush
Shaghir) berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Berbohong itu menghitamkan wajah”.
Yakni, pada
hari kiamat.
Karena apabila seseorang mengucapkan
sesuatu, maka tidak langsung didustakan oleh Allah Taala, tetapi didustakan
oleh imannya dari dalam hatinya sendiri, sehingga tampaklah bekasnya pada
wajahnya (pada hari di mana ada wajah-wajah yang memutih dan ada pula
wajah-wajah yang menghitam).
Attirmidzi dan
lainnya telah meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar ra., katanya : “Rasu: lullah
saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seseorang
berbohong satu kali saja, maka menghindarlah malai: kat darinya satu mil
jauhnya, dari sebab busuknya apa yang dia sampaikan itu”.
Demikian
tersebut di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir.
Artinya
: “Dan apabila berjanji, dia mengingkart”.
Yakni,
tidak memenuhi janjinya itu.
Artinya : “Dan
apabila dipercaya…”
Yakni, apabila dia dijadikan
orang kepercayaan dan diserahi amanat.
Artinya :
“…. maka dia berkhianat”.
Ada yang mengatakan
bahwa, hadis ini bertujuan untuk memperingatkan kaum muslimin dan mempertakuti
mereka, agar tidak membiasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela ini,
yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kemunafikan.
Dan
kelakuan-kelakuan ini sebagaimana bisa terjadi antara sesama manusia, bisa
juga terjadi antara seseorang dengan Tuhan Yang Mahatinggi. Karena, setelah
Allah Taala berbicara kepada ruh-ruh di alam arwah dengan firman-Nya :
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka mengakui ketuhanan Allah. Lalu Allah
mengambil janji dan sumpah mereka. Dan mereka pun berjanji akan memegang teguh
janji tersebut. Dengan demikian, apabila seseorang di alam dunia ini
melalaikan pengakuannya itu, berarti dia telah berdusta dan menyalahi
janjinya.
Begitu juga amanat, sebagaimana dia
bisa terjadi antara sesamanya, maka ia juga bisa terjadi antara dirinya dan
Tuhan Yang Mahatinggi. Karena memang Allah Taala telah memberikan suatu amanat
kepada manusia, yaitu perintah-Nya supaya mereka melakukan ketaatan-ketaatan
dan ibadat-ibadat. Maka, barangsiapa menunaikannya berarti dia telah
menunaikan amanat, dan barangsiapa tidak menunaikannya berarti dia telah
mengkhianati amanat. Sekian.
47. KEUTAMAAN MEMBACA ALQURAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Sosungguhnya orang-orang yang selalu mombaca Kitab Allah dan men. dirikan
salat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka
dengan diam-diam maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan
yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka,
dan me. nambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri”. (QS. Fathir : 29-30)
Tafsir
: |
(. ) Sesungguhnya
orang-orang yang membaca Kitab Allah, senantiasa membacanya, atau meneliti
isinya, sehingga pekerjaannya itu menjadi ciri atau tanda bagi mereka.
Sedang
yang dimaksud Kitab Allah adalah Alquran, atau jenis Kitab-Kitab Allah yang
lain. Maka ayat ini merupakan pujian terhadap orang-orang yang membenarkan di
antara umat yang terdahulu setelah berbicara secara khusus tentang ihwal
orang-orang yang mendustkannya.
(.
) dan mendirikan salat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka, dengan diam-diam maupun terang-terangan. Bagaimana ia bisa
melakukan keduanya itu tanpa sengaja.
(. )
mereka itu mengharapkan perniagaan. Ingin memperoleh pahala dengan melakukan
ketaatan. Kalimat ini menjadi khabar inna.
(.
) yang tidak akan merugi, yang tidak akan binasa karena rugi. Kalimat ini
merupakan sifat dari kata tijaratan (. ).
Sedangkan
firman-Nya :
(. ) agar Allah menyempurnakan
kepada mereka pahala mereka, adalah ilat (. ) bagi madlul
( ) nya, yaitu lan tabuur
(. ). Maksudnya : Hilanglah kerugian dari perniagaan itu,
dan dia menjadi laris di sisi Allah, supaya Allah menyempurnakan kepada mereka
pahala amal-amal mereka dengan larisnya perniagaan itu.
Atau,
merupakan ilat ( ) bagi madiul
( ) oleh apa yang disediakan sebagai pahala dari
kepatuhan mereka, seperti kalimat : Mereka melakukan
itu supaya Allah menyempurnakan kepada mereka…. Atau, sebagai akibat dari kata
Yarjuuna (. ).
(. ) dan
menambah kepada mereka dari karunia-Nya, melebihi pahala yang setimpal dengan
amal-amal mereka.
(. ) Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun terhadap kelalaian-kelalaian mereka. ,
(.
) lagi Maha Mensyukuri, ketaatan mereka. Yakni memberi balasan kepada mereka
atas ketaatan itu.
Kalimat terakhir ini
( ) merupakan ilat bagi penyempurnaan dan
penambahan pahala. Atau, sebagai khabar inna, sedangkan yarjuuna
(. ) menjadi hal dari wawul jamaahnya wa anfaquu
( , ). (Qadhi Baidhawi).
Seorang
laki-laki datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya banyak
membaca salawat untuk Baginda. Berapakah seharusnya yang saya berikan kepada
Baginda dari salawat itu?”.
“Terserah dirimu”,
jawab Nabi.
“Seperempat?””, tanya orang itu.
Beliau
menjawab : “Terserah dirimu, tetapi kalau engkau tambah, maka itu lebih baik
bagimu”.
“Setengah?”, tanyanya pula.
“Terserah
padamu”, jawab Nabi. “Tetapi kalau engkau tambah, maka itu lebih baik
bagimu”.
“Dua pertiga?”, tanyanya pula.
“Terserah
padamu”, jawab Nabi. “Tetapi kalau engkau tambah, maka itu akan lebih baik
bagimu”.
Akhirnya orang itu berkata : “Ya
Rasulullah, kalau begitu, saya berikan salawatku seluruhnya untuk Baginda”.
Maka
Nabi saw. menjawab : “Kalau begitu, salawatmu akan mencukupi keinginanmu, dan
dosa-dosamu pun akan diampuni”. (Syifaun Syarif).
Pada
masa pemerintahan Khalifah Umar ra. dahulu, ada seorang laki-laki kaya dari
segi dunianya, tetapi kelakuannya buruk. Namun demikian, dia suka membaca
salawat untuk Nabi saw., dia tidak pernah metalaikannya dan tidak pernah
berhenti membacanya barang sesaat pun. Ketika dia akan meninggal dunia, dia
mengalami kesulitan dan wajahnya menjadi hitam legam. Dan orang yang
menyaksikannya menjadi ngeri karenanya. Pada saat dia mulai merasakan pedihnya
pencabutan nyawa, maka berserulah dia : “Ya Abalgasim, sesungguhnya aku
mencintaimu dan banyak membaca salawat untukmu!”.
Belum
selesai dia bicara, tiba-tiba menukiklah seekor burung dari angkasa, lalu
mengusapkan sayapnya pada wajah orang itu. Maka berubahlah wajahnya menjadi
putih kembali, dan tersebarlah bau harum darinya seperti bau wangi minyak
kesturi. Dan orang itu akhirnya meninggal dunia dalam keadaan membaca
syahadat.
Ketika orang-orang membawa jenazahnya
ke kubur, lalu meletakkannya ke dalam liang, mereka mendengar suara dari
angkasa : “Sesungguhnya hamba Allah ini, yang diletakkan di dalam kuburnya
hanyalah kain kafannya belaka. Dan sesungguhnya salawatnya yang selama ini dia
baca untuk Nabi saw. itu telah mengambilnya dari kuburnya dan meletakkannya di
dalam surga”.
Orang-orang yang menyaksikan
peristiwa itu menjadi tercengang karena heran, kemudian mereka pulang. Ketika
malam tiba, orang ini dilihat dalam mimpi sedang berjalan antara langit dan
bumi sambil membaca firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah dan para
malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bersalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkaniah salam kepadanya”. (Mau’izhah)
Dan
sahabat Abu Hurairah ra , katanya : “Saya pernah mendengar Rasulul ah sy
bersabda
“Barangsiapa berharap bisa bertemu
Allah, maka hendaklah dia menghormati keluarga Allah “.
Seseorang
sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah Allah Azza wa Jalla mempunyai
keluarga?”,
“Ya”, jawab Beliau.
“Siapakah
mereka itu, Ya Rasulullah?”, tanyanya pula.
Beliau
menjawab : “Keluarga Allah di dunia ini ialah mereka yang membaca Alquran
Ketahuilah, barangsiapa menghormati mereka, maka dia akan dimuliakan Allah dan
dber surga. Dan barangsiapa menghina mereka, maka dia akan dihinakan Allah dan
d masuk. kan ke dalam neraka. Hai Abu Hurairah, tidak ada seorang pun yang di
Sisi Allah yang lebih mulia daripada penghafal Alquran. Dan ketahuilah,
sesungguhnya penghafal Alquran di sisi Allah adalah lebih mulia daripada
siapapun, selain para nabi”.
Dan dari sahabat
Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa pada suatu hari, Be au bersabda :
“Maukah
kamu aku beritahu tentang orang yang paling utama dari umatku pada har kiamat
kelak?”.
Para sahabat menjawab : “Mau, Ya
Rasulullah”.
Rasulullah bersabda : “Mereka adalah
orang-orang yang membaca Alquran. Apab a tiba hari kiamat, maka Allah Azza wa
Jalla berfirman : “Hai Jibril, serukanlah di Mahsyar “Ketahuilah, barangsiapa
yang dulu pernah membaca Alquran, maka berdinlah!”.
Jibril
berseru dua tiga kali, lalu mereka pun berdirilah berbaris-baris di hadapan
Tuhan Yang Maha Pengasih, tanpa ada seorang pun dari mereka yang berbicara,
hingga
berdirilah Nabi Allah, Daud as. Maka Allah
berfirman : “Bacalah olehmu sekalian dan ke4 raskanlah suaramu!”.
Maka
masing-masing dari mereka membaca apa yang diilhamkan Allah Taala kepadanya
dari firman-Nya. Lalu tiap-tiap orang yang membaca diangkat derajatnya,
masingmasing orang sesuai dengan keindahan suaranya, lagunya, kekhusuannya,
perenungannya dan pengamatannya.
Kemudian Allah
Taala berfirman : “Hai keluarga-Ku, apakah kamu mengenali orang-orang yang
telah berbuat kebaikan kepadamu semasa di dunia dahulu?”.
Mereka
menjawab : “Ya, Oh Tuhan kami”.
Allah berfirman :
“Pergilah kamu ke Mahsyar, maka siapa saja yang kamu kenal, dia boleh masuk
surga bersama kamu”.
Dan dari Ali Karramallaahu
wajhah, katanya : “Saya pernah duduk bersama Nabi saw. di tengah sekelompok
sahabat radiyallaahu anhum. Tiba-tiba datang seorang lak – laki desa, lalu dia
berkata : “Salam sejahtera atas Baginda, Ya Rasulullah, dan juga atas kalian,
hai sekalian yang duduk”.
Setelah itu, dia
berkata pula : “Ketahuilah oleh kalian, bahwa Aliah Taala telah mewa: Jibkan
atas kita lima kali salat, dan Dia telah menguji kita dengan dunia ini dengan
segala ketakutan-ketakutannya. Maka demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah, kami
tidak salat satu rakaat pun, melainkan kesibukan-kesibukan dunia itu masuk ke
dalamnya, Maka bagar mana salat kami akan diterima Allah, sedang dia bercampur
dengan kesibukan-kesibuka dunia?”.
Maka, Ali
Karramailaahu wajhah berkata : “Salat seperti ini adalah salat yang tidak
diterma oleh Allah dan tidak dihhat-Nya”.
Lalu
Rasulullah saw. bertanya : “Dapatkah engkau, hai Ali, melakukan salat dua
rokaat tertuju hanya kepada Allah semata tanpa dirasuki oleh segala pikiran,
kesibukan dan godaan? Kalau dapat, saya akan memberimu kain burdahku yang
berasal dari negeri Syam’.
Ali menjawab : “Saya
dapat melakukan itu”.
Kemudian dia bangkit dari
tengah-tengah sahabat, lalu berwudu dengan sempurna, kemudian memulai
salatnya. Dia berniat karena Allah dengan tulus ikhlas di dalam hatinya. Dia
selesaikan rakaat pertama dengan murni, kemudian masuk kepada rakaat kedua.
Setelah rukuk, maka dia pun bangkit kembali berdiri di atas kedua kakinya
seraya mengucapkan “samiallaahu liman hamidah”, sedang dalam hatinya dia
teringat, seandainya Nabi memberiku kain burdah yang berasal dari Qathwan,
tentu akan lebih baik bagiku daripada yang berasal dari Syam itu.
Selanjutnya
dia melakukan sujud, membaca tasyahhud dan memberi salam. Lantas Nabi saw.
menanyainya : “Apa yang telah engkau katakan, hai Abu Hasan?”.
“Demi
kemuliaanmu, Ya Rasulullah”, jawab Ali. “Pada rakaat pertama, saya
melakukannya bersih dari segala pikiran dan godaan. Kemudian saya lanjutkan
dengan rakaat kedua, maka teringatlah dalam hati saya, “seandainya Baginda
memberikan kepada saya kain burdah yang berasal dari Gathwan, tentu akan lebih
baik bagi saya daripada yang dari Syam itu”. Demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah,
memang benar, tidak akan ada seorang pun yang mampu melakukan salat dua rakaat
yang bersih semata-mata hanya tertuju kepada Allah Taala”.
Maka,
Nabi saw. bersabda : “Kerjakanlah olehmu salat fardumu, dan janganlah kamu
berbicara di dalam salatmu. Karena Allah Taala tidak akan menerima salat yang
bercampur dengan kesibukan-kesibukan dunia. Tetapi salatlah kamu, lalu memohon
ampunilah kepada Tuhanmu setelah kamu salat. Dan aku beri kabar gembira
kepadamu, bahwa Allah Taala telah menciptakan seratus rahmat yang akan Dia
sebarkan kepada umatku pada hari kiamat kelak. Tidaklah seorang hamba, baik
laki-laki maupun perempuan, yang melakukan salat, melainkan dia akan berada di
bawah naungan salat itu pada hari kiamat”. (Mau’izhah)
Dan
Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam aku diisra’kan, aku mendengar
Allah berfirman : “Ya Muhammad, suruhlah umatmu memuliakan tiga orang : orang
tua, orang alim dan orang yang hafal Alquran. Ya Muhammad, peringatkanlah
mereka agar jangan sampai membikin marah orang-orang tersebut, karena
sesungguhnya Aku sangat murka terhadap orang yang membikin mereka marah. Ya
Muhammad, ahli Algur-an adalah keluarga-Ku, Aku tempatkan mereka padamu di
dunia sebagai penghormatan kepada penghuninya. Dan seandainya Alquran itu
tidak terpelihara di dalam hati mereka, niscaya dunia dan seisinya ini telah
binasa. Ya Muhammad, para penghafal Alquran tidak akan disiksa dan tidak akan
dihisab pada hari kiamat kelak. Ya Muhammad, apabila seorang
penghafal
Alquran meninggal dunia maka dia ditangisi oleh seluruh langit-Ku, bumi-Ku dan
malaikat-Ku. Ya Muhammad, sesungguhnya surga itu rindu kepada tiga orang :
engkau sendiri, dua sahabatmu Abubakar dan Umar (radiyallaahu anhuma), dan
orang yang hafal Alquran”. (Dari Al Mau’izhatui Hasanah)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Sebaik-baik orang di
antara kamu ialah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya”. Sungguh
benar apa yang disabdakan Beliau itu. Hadis ini diriwayatkan oleh Utsman bin
Affan radiyallahu anhu. Dan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., katanya :
“Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
membaca satu huruf dari Kitab Allah Taala, maka dia akan memperoleh satu
kebaikan, sedang setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku
tidak mengatakan alif lam mim (. ) itu satu huruf, tetapi aku
katakan satu huruf, lam satu huruf dan mim satu
huruf”. Hadis ini riwayat Attirmidzi, dan dia mengatakan bahwa ini adalah
hadis hasan sahih Dari sahabat Umar bin Khattab ra., dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya dengan
Alquran ini Allah mengangkat beberapa kaum dan dengannya pula Dia merendahkan
kaum yang lain”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah) Dan dari Abu Said Alkhudri ra.,
katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Allah
Yang Mahasuci lagi Mahatinggi berfirman : “Barangsiapa disibukkan oleh Alquran
dari mengingat Aku dan meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya yang lebih
baik daripada apa yang Aku berikan kepada orang yang meminta. Dan ketuamaan
Kalam Allah atas semua perkataan yang lain adalah seperti kelebihan Allah atas
semua makhluk-Nya”. , Hadis riwayat Attirmidzi, dan dia katakan ini adalah
hadis hasan gharib. Dan dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., bahwa dia
berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah jeruk,
baunya harum dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak
membaca Alquran adalah ibarat buah kurma, tidak berbau namun rasanya manis”.
Perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran adalah seperti kayu cendana,
baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak
membaca Alquran adalah bagaikan hanzalah (sejenis labu yang pahit), tidak
berbau dan rasanya pahit sekali”. Dalam riwayat lain disebutkan : “Dan
perumpamaan orang yang jahat…” Sebaga’ ganti dari “Dan perumpamaan orang yang
munafik ….”. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud,
Attirmidzi, Annasai dan Ibnu Majah.
Dan dan
sahabat Anas ra., dia berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah jeruk
sitrun, baunya harum dan rasanya enak. Dan perumpamaan orang mukmin yang tdak
membaca Alquran adalah ibarat buah kurma, tidak berbau namun rasanya enak.
Perumpamaan orang jahat yang membaca Alquran adalah seperti kayu cendana.
baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang jahat yang tidak
membaca Alquran adalah seperti buah hanzalah (buah labu yang pahit), rasanya
pahit dan tidak berbau. Perumpamaan kawan yang saleh adalah seperti orang yang
memakai minyak kesturi, sekalipun tidak ada yang mengenai dirimu sedikit pun
daripadanya, tetap: anda merasakan baunya. Dan perumpamaan kawan yang buruk
adalah sepert pandai besi. sekalipun tidak ada yang mengenai dirimu sedikit
pun dari bunga apinya, namun anda tetap merasakan asapnya. (HR. Abu Daud). Dan
dari Abu Umamah ra., katanya : “Saya pernah mendengar Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Bacalah olehmu Alquran, karena ia akan datang pada han kiamat kelak sebagai
pemberi syafaat kepada para pembacanya”. (HR. Muslim) Muslim meriwayatkan pula
dari sahabat Abu Hurairah ra., seperti yang disebutkan dalam kitab Misykatul
Mashabih, bahwa dia berkata : Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menghilangkan dari seorang mukmin suatu kesusahan…”
Maksudnya
: menghilangkan kesedihannya, karena al kurbatu (. ) dengan
men-dhammah-kan kaf berarti al hazanu (. ).
Artinya
: “Dari kesusahan-kesusahan dunia…”
Dengan
hartanya atau bantuannya, atau pikirannya atau petunjuknya. Di sini, kesuSahan
itu dikaitkan dengan seorang mukmin, karena orang mukmin dianggap sering
menjadi sasaran berbagai kesusahan dunia.
Artinya
: “Maka Allah akan menghilangkan darinya kesusahan…”
Di-tanwin-kannya
kata kurbatan ( ) di sini adalah menunjukkan besarnya kesusahan tersebut.
Artinya
: “dari kesusahan-kesusahan di akhirat”.
Artinya
: “Dan barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang susah……”
Maksudnya,
orang fakir, baik orang mukmin maupun kafir. Yakni, barangsiapa menghutangi
orang fakir, lalu memberi kemudahan kepadanya dengan memberikan tangguh atau
membebaskan sebagian hutangnya.
Artinya : “Maka
Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat”.
Artinya
: “Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim…”, Yang terlanjur melakukan
perbuatan buruk, dengan cara tidak membuka aibnya, atau menutupi seseorang
yang telanjang dengan cara memberinya pakaian.
Artinya
: “Maka Allah akan menutupinya pula di dunia dan di akhirat”.
Artinya
: “Dan Allah senantiasa membantu hamba-Nya…”
Maksudnya,
senantiasa menolongnya. hamba itu (sibuk) membantu saudaranya yang muslim (dan
memenuhi keperluannya)
Artinya : “Dan barangsiapa
menempuh…”
Maksudnya : pergi.
Artinya
: “Suatu jalan sambil mencari…” |
Yakni :
menuntut. Kata ini menjadi hal atau sifat.
Artinya
: “Di sana, akan suatu ilmu…”
Kata ilmu
( ) di-nakirah-kan supaya mencakup segala jenis ilmu
agama, baik sedikit maupun banyak. Dan di sini terkandung pula suatu anjuran
supaya pergi merantau untuk menuntut ilmu. Dan ini pernah dicontohkan oleh
Nabi Musa as., yang pergi menuntut ilmu pada Nabi Khidir as., kata Nabi Musa :
“Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar
di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”.
Sedangkan
Jabir bin Abdullah telah merantau sejauh perjalanan sebulan, berguru kepada
Abdullah bin Anis, semoga Allah meridai keduanya, hanya demi sebuah hadis.
Artinya : “Maka Allah akan memudahkan
karenanya…”
Masudnya, dengan sebab seperti itu.
Artinya : “Jalan menuju surga”,
Maksudnya,
Allah menjadikan kepergiannya untuk menuntut ilmu itu sebagai sebab sampainya
dia ke surga tanpa susah payah, dan dia diberi balasan berupa dimudahkan
menempuh rintangan-rintangan berat, seperti berdiri di Padang Mahsyar dan
menyeberang Shirat dan lain-lain.
Artinya : “Dan
tidaklah berkumpul sekelompok orang di salah satu Mesjid di antara
Masjid-masjid Allah….”,
Dengan perkataan ini
dimaksudkan tidak termasuk Masjid-masjid orang-orang Yahudi dan Nasrani,
karena memasuki masjid-masjid mereka hukumnya makruh.
Artinya
: “Sambil membaca Kitab Allah…”. Yakni, membaca Alquran.
Artinya
: “Dan saling mendaraskan sesama mereka…”.
Yakni,
sebagian membacakan kepada yang lain, agar dibetulkan lafaz-lafaz atau
diterangkan makna-maknanya.
Artinya : “Melainkan
turun kepada mereka ketentraman…”
Dalam
Mazh-harul Mashabih, As Sakinah artinya sesuatu yang dapat menimbulkan rasa
senang seseorang terhadapnya. Sedangkan yang dimaksud as sakinah di sini ada.
lah, timbulnya perasaan senang dan rindu pada diri seseorang untuk membaca
Alauran dan menjadi jernih hatinya karena cahaya Alquran, lenyapnya kegelapan
hawa nafsu dan hatinya, serta turunnya cahaya Rahmani ke dalamnya. Tetapi ada
pula yang mengatakan bahwa, maksudnya adalah nama malaikat yang turun ke dalam
hati seorang mukmin dan menyuruhnya melakukan kebaikan, menganjurkan melakukan
ketaatan, dan menimbul. kan ke dalam hatinya ketenangan dan ketentraman dalam
menunaikan ketaatan. Sekian.
Artinya : “Dan
mereka diliputi rahmat”.
Maksudnya, rahmat itu
meliputi mereka. Yakni, rahmat dan berkah dari Allah turun kepada mereka.
Artinya
: “Dan mereka dikelilingi oleh malaikat…”
Maksudnya
: Para malaikat itu berkeliling dan mengitari sekeliling mereka, sambil
mendengarkan bacaan dan pendarasan Alquran itu, serta memelihara mereka dari
berbagai bencana, menyalami dan berkunjung kepada mereka.
Artinya
: “Dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan malaikat yang ada di
sisiNya”.
Yang dimaksud “indahu” (di sisinya)
adalah kedudukan. Jadi maksudnya : di kalangan para malaikat yang didekatkan
kepada-Nya. Dia berfirman kepada mereka : “Perhatikanlah kepada
hamba-hamba-Ku, mereka menyebut Aku dan membaca Kitab-Ku”. Kemuliaan mana yang
lebih besar daripada apa yang dilakukan Allah, yang menyebutkan keadaan
hamba-hamba-Nya di kalangan para malaikat-Nya.
Artinya
: “Dan barangsiapa dihambat…” Maksudnya, barangsiapa dihambat di akhirat.
Artinya
: “Oleh amalnya…”.
Yang buruk, atau oleh
kelalaiannya melakukan amal saleh.
Artinya :
“Maka takkan dipercepat oleh nasabnya”.
Maksudnya,
kemuliaan nasabnya tidak berguna baginya, dan kekurangannya pu’ takkan bisa
ditambal dengannya. Karena didekatkannya seseorang hamba kepada Allan Taala
tidak bisa diperoleh dengan nasab ataupun banyaknya keluarga dan kerabat,
melainkan dengan amal saleh. (Demikian disebutkan dalam Syarah Al Mashabih)
48. PENJELASAN TENTANG ORANG-ORANG KAFIR DI NERAKA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan
berpisahlah kamu pada hari ini, hai para penjahat. Bukankah Aku telah mengikat
perjanjian denganmu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah setan?.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Dan hendaklah kamu menyembah
Aku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan banyak
orang dari kamu. Maka, apakah kamu tidak memikirkan?. Inilah Jahannam yang
dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini, disebabkan
kamu dulu mengingkarinya”. (QS. Yaa siin : 59-64)
Tafsir
:
(. ) Dan berpisahlah kamu pada hari
ini, hai para penjahat. Menyingkirlah dari orang-orang yang beriman.
Perkataan
tersebut disampaikan ketika kaum mukminin sedang diantarkan ke surga,
sebagaimana dalam firman Allah :
Artinya : “Dan
pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka berpisah-pisah”.
(.
) Bukankah Aku telah mengikat perjanjian denganmu, hai Bani Adam, supaya kamu
tidak menyembah setan?. Ini termasuk perkataan yang disampaikan kepada
orang-orang yang berdosa, sebagai kecaman dan penutup mulut (supaya mereka
tidak bisa mengajukan argumentasi). Adapun ikatan janji Allah dengan mereka
ialah berupa hujjah-hujjah agliyah maupun sam’iyah yang pernah diberikan, yang
memerintahkan supaya menyembah hanya kepada Allah dan melarang menyembah
kepada yang lain dari-Nya. Sedang penyembahan kepada selain Allah itu dianggap
juga Sebagai penyembahan kepada setan. Karena setanlah yang menyuruh perbuatan
itu dan menghiasinya.
(. )
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Ini adalah alasan dari
pelarangan menyembah setan dengan mematuhi apa yang akan membawa mereka
kepadanya.
(. ) dan hendaklah kamu
menyembah Aku. Kalimat ini di-athaf-kan kepada kalimat an laa ta’buduu.
(.
) Inilah jalan yang lurus. Kalimat ini merupakan isyarat kepada apa yang telah
Allah janjikan (suruh) kepada mereka, atau kepada menyembah-Nya. Sedang
kalimat ini merupakan kalimat musta’nafah, untuk menerangkan penyebab janji
(suruhan Allah. Adapun di-nakirah-kannya kata-kata ini adalah sebagai
mubalaghah, atau peng. agungan, atau pembahagiaan. Karena mengesakan Allah itu
berarti menempuh sebagian dari jalan yang lurus. ,
(.
) Dan sesungguhnya setan itu telah menyesatkan banyak orang dari kamu. Maka,
apakah kamu tidak memikirkan?. Ini menerangkan kembali permusuhan setan,
disertai penjelasan tentang betapa nyata permusuhannya dan betapa jelas
penyesatannya, bagi orang yang memiliki akal dan pikiran yang paling sederhana
sekalipun.
(. ) Inilah Jahannam yang
dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini, disebabkan
kamu dulu mengingkarinya. Rasakanlah panasnya pada hari ini, disebabkan
keingkaranmu di dunia. (Qadhi Baidhawi).
Dari
Alhasan bin Ali ra. : “Apabila anda masuk Mesjid, maka ucapkanlah salam kepada
Nabi saw., karena Rasulullah bersabda :
Artinya :
“Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan, dan bersalawatlah
kepadaku di mana saja kamu berada, karena salawatmu itu akan sampai kepadaku
di mana saja kamu berada”.
Sedang dalam hadis
riwayat Aus ra., disebutkan :
Artinya :
“Perbanyaklah membaca salawat untukku pada hari Jumat, karena salawatmu itu
disampaikan kepadaku”. (Syifaun Syarif)
Mengenai
firman Allah :
Maksudnya : Menyingkirlah kamu hai
orang-orang kafir dari kaum mukminin, sebab mereka telah banyak menderita
karena kamu di dunia. Maka menyingkirlah kamu dari mereka agar mereka selamat
darimu.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa
maksudnya adalah :
Hai para pendosa,
menyingkirlah kamu, karena orang-orang mukmin itu telah menang. Hai
orang-orang munafik, menyingkirlah kamu, karena orang-orang yang tulus ia
telah menang. Hai orang-orang yang fasik, menyingkirlah kamu, karena
orang-orang yang sidik itu telah menang. Hai kaum pendurhaka, menyingkirlah
kamu, karena orang-orang yang taat itu telah menang.
Sebagaimana
firman Allah Taala :
Artinya : “Barangsiapa
mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapat kemenangan
yang besar” Di dunia hidup terpuji sedang di akhirat berbahagia. (Qadhi
Baidhawi) Juga sebagaimana firman Allah dalam ayat lainnya :
Artinya : “Sesungguhnya setan itu adalah musuh
bagimu….”.
Dengan permusuhan yang menyeluruh dan
telah berlangsur lama.
Artinya : “Maka jadikaniah
dia sebagai musuhmu”.
Yang menyangkut soal akidah
dan perbuatanmu. Dan bersikap waspadalah terhadapnya dalam segala
keadaanmu.
Artinya : “Karena sesungguhnya setan
itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka Sa’ir”.
(Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Ibnu Abbas ra.,
katanya : Pada suatu hari, Rasulullah saw. keluar dari Masjid. Tiba-tiba
Beliau melihat Iblis. Lalu Behau bertanya : “Apa sebab engkau datang ke pintu
masjidku?”.
Iblis menjawab : “Ya Muhammad, aku ke
sini karena disuruh Allah”.
“Untuk apa?”, tanya
Nabi.
Iblis menjawab : “Supaya engkau bisa
menanyaiku tentang apa saja yang engkau kehendaki”.
Ibnu
Abbas berkata : “Pertanyaan yang mula-mula diajukan oleh Rasulullah saw.
kepada Iblis adalah tentang salat. Beliau berkata : “Hai Iblis, kenapa engkau
mencegah umatku dari salat berjamaah?”.
Iblis
menjawab : “Hai Muhammad, jika umatmu keluar menuju salat berjamaah, maka aku
langsung terkena demam panas, dan itu tidak hilang-hilang sampai mereka
bubar”.
“Hai Iblis”, tanya Nabi pula. “Kenapa
engkau mencegah umatku dari membaca Alquran?”
Iblis
menjawab : “Ketika mereka membaca, aku meleleh bagaikan timah”.
Nabi
bertanya kembali : “Hai Iblis, kenapa engkau mencegah umatku dari
berjihad?”.
“Apabila mereka pergi berjihad”,
jawab Iblis, “maka kedua kakiku terikat dengan ikatan yang sangat kuat, sampai
mereka pulang”.
Nabi bertanya pula : “Hai Iblis,
kenapa engkau mencegah umatku dari naik haji?”.
Iblis
menjawab : “Apabila mereka berangkat haji, maka aku di rantai dan dibelenggu.
Dan apabila mereka hendak bersedekah, maka di atas kepalaku dipasang gergaji,
lalu dia menggergaji aku seperti menggergaji kayu”. (Zahratur Riyadh)
Menurut
salah satu khabar, ketika semua penghuni neraka telah masuk ke dalam neraka,
maka didirikanlah sebuah mimbar dari api untuk Iblis. Dan dia diberi pakaian
dan api, diberi mahkota dari api serta diikat dengan tali dari api, kemudian
dikatakanlah kepadanya : “hai Iblis, naiklah ke atas mimbar, dan berbicaralah
kepada penghuni neraka!”
Maka iblis pun menaiki
mimbar, lalu dia berpidato kepada penghuni neraka ‘ “Wahai penghuni
neraka…”.
Suaranya bisa didengar oleh seluruh
makhluk yang ada di dalam neraka. Lalu mereka semua menghadap kepadanya.
Mereka memandang kepadanya. Kemudian Iblis me. lanjutkan perkataannya :
“Hai
sidang orang-orang kafir dan munafik, sesungguhnya Allah menjanjikan kepadamu
janji yang benar, bahwa kamu semua akan mati, kemudian dikumpulkan, kemudian
dihisab, setelah itu dibagi menjadi dua golongan : segolongan masuk surga dan
segolongan masuk neraka. Sesungguhnya kamu semua menyangka tidak akan
meninggalkan dunia dan akan tetap berada di sana. Padahal sekali-kali tidak
ada kekuasaan bagiku terhadap kamu, selain bahwa aku menggodamu. Tetapi kamu
menyambut ajakanku dan mengikuti aku. Maka, dosanya menjadi tanggunganmu
sendiri. Karenanya, janganlah kamu mencela aku, tetapi celalah dirimu sendiri.
Sebab kamulah yang patut dicela, bukan aku Kenapa kamu tidak menyembah kepada
Allah Taala, sedang Dia adalah Pencipta segala sesuatu?”.
Setelah
berhenti sejenak, Iblis melanjutkan pidatonya : “Aku tidak sanggup
menyelamatkan kamu semua dari azab Allah, dan kamu pun tidak sanggup
menyelamatkan aku. Sesungguhnya hari ini aku berlepas diri dari apa yang
pernah aku katakan pada kamu. Karena sesungguhnya, aku ini terusir dan ditolak
dari hadirat Tuhan semesta alam”.
Ketika seluruh
penghuni neraka itu mendengar perkataan Iblis tersebut, maka mereka pun
mengutuknya. Kemudian Iblis dihantam oleh malaikat Zabaniyah dengan tombak
dari api, lalu dicampakkan dari atas mimbarnya ke dalam neraka yang paling
rendah, buat selama-lamanya di sana bersama-sama penghuni neraka lainnya yang
pernah mengikutinya. Kemudian malaikat Zabaniyah berkata kepada mereka : tidak
ada lagi mati buat kamu dan tidak ada pula kesenangan. Kamu kekal
selama-lamanya di dalamnya”. (Zahratur Riyadh)
Dikisahkan,
bahwa Abu Zakariya Az Zahid, ketika datang padanya tanda-tanda maut, salah
seorang temannya menemuinya saat dia sedang menghadapi sakaratul maut.
Kemudian temannya itu mengajarinya mengucapkan kalimat tauhid “Laa ilaaha
illallaah, Muhammad Rasulullah”, tetapi Az Zahid memalingkan wajahnya dan
tidak mau mengucapkan kalimat tersebut. Untuk kedua kalinya, temannya itu
mengucapkan kalimat itu kepadanya. Namun dia kembali memalingkan wajahnya,
tidak mau mengucapkannya. Kemudian temannya itu mengucapkan kalimat itu untuk
yang ketiga kalinya, maka jawabnya : “Aku tidak mau mengucapkannya”.
Melihat
keadaannya demikian, temannya tadi menjadi kuatir. Tetapi sesaat kemudian, Abu
Zakariya merasa enakan, lalu dia membuka matanya seraya berkata : “Apakah kamu
tadi mengatakan sesuatu kepadaku?”.
“Ya”, jawab
mereka yang hadir. “Kami mengajarkan kepadamu syahadat tiga kali, tetapi Anda
berpaling terus sampai tiga kali, bahkan pada kali ketiga, Anda mengatakan :
“Aku tidak mau mengucapkannya”.
Maka, Abu
Zakariya menjelaskan : “Tadi Iblis telah datang kepadaku sambil membawa
segelas air, lalu dia berdiri di sebelah kananku dan menggerak-gerakkan
gelasnya seraya berkata : “Apakah engkau perlu air?”. Aku menjawab : “Tidak”.
Lalu dia berkata : “Katakanlah Isa itu anak Allah”.
Maka
aku pun berpaling darinya. Kemudian dia datang lagi kepadaku dari arah kakiku
seraya berkata seperti tadi. Dan pada kali ketiga dia berkata : “Katakanlah,
tidak ada Tuhan”. Maka aku jawab : “Aku tidak mau mengucapkannya”.
Lantas
dia membanting gelasnya ke tanah, kemudian pergi sambil berlari. Jadi aku tadi
menjawab kepada Iblis, bukan kepada kamu. Kini aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya”. (Zahratur Riyadh)
Konon, pada zaman
dahulu, Iblis bisa dilihat secara nyata. Lalu seseorang menegurnya : “Hai Abu
Mirrah, apa yang harus saya lakukan supaya bisa menjadi seperti engkau?”.
“Celaka
kau!”, jawab Iblis. “Belum pernah seorang pun meminta ini dariku. Tetapi
mengapa engkau memintanya?”.
Laki-laki itu
menjawab : “Karena aku suka itu”.
Lantas Iblis
menyarankan : “Jika engkau ingin menjadi seperti aku, maka remehkanlah salat,
dan jangan peduli dengan sumpah, baik benar maupun palsu”.
Laki-taki
itu berkata : “Sesungguhnya aku telah berjanji kepada Altah untuk tidak
meninggalkan salat dan tidak akan mengucapkan sumpah sama sekali”.
Iblis
berkata : “Tidak ada seorang pun yang pernah belajar satu nasehat dariku
dengan tipu daya kecuali engkau. Padahal aku telah membuat perjanjian tidak
akan memberi nasihat kepada seorang pun dari anak cucu Adam”. (Kanzul
Akhbar).
Orang-orang bijak berkata : “Barangsiapa
ingin tergolong sebagai orang yang arif dan selamat dari godaan setan, maka
dia harus menghilangkan empat perkara yang menghalangi dia dari makrifat,
yaitu : (1) Iblis dan apa yang dikehendaki Iblis, (2) Nafsu dan apa yang
dikehendaki nafsu, (3) Asmara dan apa yang dikehendaki oleh asmara, (4) dunia
dan apa yang dikehendaki oleh dunia.
Iblis
menghendaki lenyapnya agama Anda, supaya Anda menemaninya di neraka
selama-lamanya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala :
Artinya
: ‘Seumpama setan ketika ia berkata kepada manusia : “Kafirlah kamu!”
Dan
firman-Nya :
Artinya : “Setan itu menakut-nakuti
kamu dengan kemiskinan”.
Sedang nafsu menghendaki
kemaksiatan dan meninggalkan ketaatan. Nafsu memang tercela. Allah Taala telah
menerangkan tentang aib nafsu itu melalui lisan Nabi Yusuf as. katanya :
Artinya
: “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”.
Adapun
asmara, maka sesungguhnya ia menghendaki syahwat-syahwat dan meninggalkan
kesungguhan dalam berbakti kepada Allah. Dalam hal ini, Allah Taala telah
berfirman :
Artinya : “Dan adapun orang yang
takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari hawa nafsunya… dst”.
Dan
dunia menghendaki agar Anda lebih menyukai pekerjaan dunia daripada amaj
akhirat. Hal ini telah disinggung Allah dalam firman-Nya :
Artinya
: “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,
maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya”.
Apabila
keempat perkara tersebut telah bisa dihilangkan, maka sampailah si arit kepada
yang dicarinya, yaitu Allah Taala. Sedangkan orang yang menuruti kehendak
Iblis, maka berarti dia telah berusaha melenyapkan agamanya, sehingga azabnya
pun akan dikekalkan, seperti azab terhadap Iblis.
Dan
barangsiapa menuruti kehendak nafsunya, yaitu perbuatan maksiat, maka azab.
nya terserah kepada Allah. Dan barangsiapa menuruti kehendak cintanya, yaitu
syahwatsyahwat, maka dia akan menerima hisab yang sangat berat. Sedang orang
yang menuruti kehendak dunia, yaitu lebih menyukai dunia daripada akhirat,
maka dia akan terlepas dari dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah :
Artinya
: “Dia merugi dunia dan akhirat”.
Barangsiapa
memenuhi ajakan Iblis, dia akan ditinggalkan Tuhan. Karena Allah Taala telah
berfirman :
Artinya : “Barangsiapa berpaling dari
pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah. Kami adakan baginya setan, lalu setan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”.
Dan
barangsiapa memenuhi ajakan nafsunya, maka lenyaplah dari dirinya sifat wara.
Dan barangsiapa memenuhi ajakan asmara, maka lenyaplah akal dari dirinya.
Sedang orang yang memenuhi ajakan dunia, maka hilanglah akhirat darinya.
Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya :
“Amat buruklah ia sebagai pengganti bagi orang-orang yang zalim”. (Zahratur
Riyadh).
Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri
ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Apabila orang-orang
mukmin telah terbebas dari neraka dan selamat darinya, maka perdebatan
seseorang di antara kamu membela sahabatnya mengenai sesuatu hak yang menjadi
miliknya di dunia ini tidak lebih hebat daripada perdebatan kaum mukminin
dengan Tuhan mereka mengenai saudara-saudara mereka yang masuk neraka. Mereka
berkata : “Ya Tuhan kami, saudara-saudara kami dahulu salat bersama kami dan
berpuasa bersama kami, namun Engkau masukkan mereka ke dalam neraka?”.
Nabi
berkata : “Maka Allah Taala berfirman : “Pergilah kamu dan keluarkanlah siapa
saja yang kamu kenal di antara mereka!”.
Kata
Nabi : “Maka, mereka pun datang ke neraka, mereka mengenali saudara-saudara
mereka dari rupa mereka. Memang rupa mereka tidak seluruhnya dilalap api. Ada
di antara mereka yang hanya terbakar api sebatas pertengahan betisnya, dan ada
pula di antara mereka yang terbakar sampai ke pundaknya kemudian mereka
dikeluarkan dari dalam neraka. Lalu berkatalah kaum mukminin yang mengeluarkan
mereka itu : “Ya Tuhan kami, Engkau telah menyuruh kami mengeluarkan
siapa saja yang kami kenal”.
Maka Allah
berfirman: “Keluarkanlah siapa saja yang di dalam hatinya terdapat iman,
walaupun hanya setimbang atom”.
Yang dimaksudkan
Allah tentu iman sepenuhnya. Karena adakalanya sesuatu disebut cukup dengan
nama sebagiannya saja, daliinya adalah seperti yang disebutkan dalam firman
Allah :
Artinya :“….dan daging babi….”.
Tentu
yang dimaksudkan adalah babi secara keseluruhan, bukan hanya dagingnya saja
(yang haram).
Dan seperti firman-Nya :
Artinya
: “…dan memerdekakan leher yang beriman…”.
Tentu
yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah memerdekakan hamba sahaya secara utuh
(bukan hanya lehernya saja).
Abu Said berkata :
“Barangsiapa tidak percaya ini, maka silahkan membaca ayat berikut :
Artinya
: “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang pun, walaupun hanya setimbang
atom”.
Nabi berkata: “Orang-orang mukmin itu
berkata kembali : “Ya Tuhan kami, kami telah mengeluarkan mereka dari dalam
neraka. Maka tidak ada seorang pun yang masih ada kebaikan pada dirinya
tinggal di dalam neraka itu”.
Kemudian Allah
Taala berfirman : “Para malaikat, para anbiya dan orang-orang mukmin telah
memberikan syafaat mereka, maka sekarang tinggal syafaat dari Tuhan Yang Maha
Pengasih”.
Kata Nabi: “Maka Aliah menggenggam
segenggam atau dua genggam manusia yang telah terpanggang api, yang Allah
tentu tahu bahwa tidak ada kebaikan sama sekali pada mereka. Mereka
benar-benar telah hangus. Lalu mereka dibawa ke mata air yang bernama Ainul
Hayat (mata air kehidupan). Kemudian mereka mandi di sana”.
Nabi
melanjutkan : “Lalu mereka keluar dari mata air itu, sedang tubuh mereka
seperti mutiara, dan pada leher mereka terdapat cap yang bertuliskan :
“Haulaai Utaqour Rahman” (mereka ini adalah para tawanan Allah yang
dimerdekakan). Kemudian dikatakan kepada mereka : “Masuklah ke dalam surga.
Apa yang kamu inginkan maka itu menjadi milikmu!”. Mereka menjawab : “Ya Tuhan
kami, Engkau telah memberi kami apa yang tidak pernah Engkau berikan kepada
seorang pun di antara seluruh alam”.
Nabi
melanjutkan : “Lalu Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya untuk kamu ada yang
lebih utama lagi disisi-Ku”. Kata Nabi : “Maka mereka bertanya : “Ya
Tuhan kami, apakah yang lebih utama dari Itu?”. Allah menjawab : “Keridaan-Ku,
sehingga Aku tidak murka lagi kepada kamu buat ‘ Selama-lamanya”. (Zahratur
Riyadh)
Dalam menghinakan orang-orang yang
berdosa, sebagai balasan atas dosa-dosa mereka dan keburukan-keburukan mereka
yang besar, Allah Taala berfirman :
Artinya :
“Dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka itu…”
Seperti
menghalau binatang.
Artinya : “ke neraka Jahannam
dalam keadaan dahaga”.
Kata wirdan (. , )
adalah jamak dari kata warid ( ). Jadi mereka dihalau
ke neraka Jahannam dengan berjalan kaki dan kehausan. Mereka merasakan rongga
perut mereka tercabik-cabik saking sangat dahaganya. Sedangkan kata Alwirdu
(. ) itu sendiri berasal dari al wurud ilal maa (datang ke
air). Orang yang datang ke air (mata air) adalah orang yang kehausan. Demikian
tersebut dalam kitab Al Uyun.
Artinya : “Mereka
tidak dapat memberi syafaat…”
Yang dimaksud
dengan ‘mereka” adalah orang-orang mukmin dan orang-orang yang berdosa
semuanya. Kalimat ini di tempat mansub karena menjabat sebagai hal.
Artinya
: “Kecuali orang-orang yang telah mengadakan….”
Semasa
di dunia dahulu, kalimat ini berada di tempat rafa sebagai badal dari wawnya
yamiikuun ( ). Demikian tersebut dalam kitab Al
Uyun.
Artinya : “Perjanjian di sisi Tuhan Yang
Maha Pemurah””.
Yakni, dia telah mengucapkan
kalimat Laa Ilaaha Iilailaah. Maksudnya : tidak ada yang bisa memberi syafaat
kecuali orang yang beriman.
Dan ada pula yang
berpendapat bahwa, orang-orang yang berhak memberi syafaat itu tidak bisa
memberikan syafaatnya (selain kepada orang yang telah mengadakan per: janjian
di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah), yakni : kepada orang yang beriman, demikian
tersebut dalam kitab Al Ma’alaim.
Atau, (tidak
bisa memberi syafaat) kecuali orang yang telah memperoleh izin untuk
memberikannya, sesuai dengan firman Allah :
Artinya
: “Tidak berguna syafaat kecuali (syafaat) orang yang telah diizinkan Tuhan
yang Maha Pemurah”. Yakni berasal dari kata :
Artinya
: “Raja menyuruh fulan begini”. (Qadhi Baidhawi) Maksudnya : tidak bisa
memberi syafaat kecuali orang yang disuruh memberikannya di antara orang-orang
yang beriman. (Demikian tersebut di daiam kitab Al Uyun). Dalam Al Ausath,
Attabrani telah mengeluarkan hadis riwayat dari Abu Hurairah ra.. bahwa dia
berkata : Rasulullah saw. bersabda:
Artinya :
“Apabila seseorang datang pada hari kiamat kelak dengan mernbawa salat lima
waktu, sedang dia benar-benar telah memelihara wudunya, waktu-waktunya,
rukuknya, dan sujudnya, tanpa dia kurangi sedikit pun darinya, maka dia
memperoleh perjanjian Oi sisi Allah Taala, bahwa Dia tidak akan mengazabnya.
Tetapi apabila seseorang datang membawanya, sedang dia telah mengurangi
sesuatu darinya, maka dia tidak memperoleh perjanjian dari Allah. Jika Allah
menghendaki, Dia merahmatinya, dan jika Dia menghendaki, maka diazabnya.
(Demikian di antara tafsiran-tafsiran yang ada di dalam kitab Ad Durr).
49. KISAH TENTANG NABI IBRAHIM AS. MENYEMBELIH PUTERANYA ISMAIL AS.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan
Ibrahim berkata : “Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku. Dia akan memberi
petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang
termasuk orang-orang saleh”. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang
anak yang (bakal) dewasa. Maka ketika anak itu mencapai kesanggupan berusaha
bersama Ibrahim, Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu’. Dia
menjawab : “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (kepada ayah).
Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar”. Ketika
keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya) dan Kami panggil dia : “Hai Ibrahim Sesungguhnya kamu telah
membenarkan mimpi itu”. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik”. (QS. As Shaffat : 99-105)
Tafsir
:
(. ) Dan Ibrahim berkata : “
Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku. Ke tempat yang diperintahkan
oleh Tuhanku kepadaku, yaitu negeri Syam.
(.
) Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Kepada sesuatu yang mengandung kebaikan
buat agamaku.
(. ) Ya Tuhanku,
anugerahkanlah kepadaku dari orang-orang yang saleh. Sebagian dari (yang
termasuk dari golongan) orang-orang saleh, yang akan membantu aku dalam
berdakwah dan berbakti, serta menghibur aku dalam perantauan, yaitu Seorang
anak.
(. ) Maka Kami beri dia
kabar gembira dengan seorang anak yang (bakal) dewasa. Kami beri dia kabar
gembira berupa seorang anak, dan bahwa anak itu adalah anak laki-laki yang
bakal mencapai umur dewasa.
(.
) Maka tatkala anak itu telah mencapai kesanggupan berusaha bersama Ibrahim.
Maksudnya : tatkala anak itu memperoleh dan mencapai kesanggupan berusaha
bersama ayahnya dalam pekerjaan-pekerjaannya.
Kata
ma’ahu (. ) berkaitan dengan fiil mahdzuf (kata kerja yang dihilangkan)
yang ditunjukkan oleh kata as sa’yu ( ) dan bukan
berkaitan dengan kata as sa’yu itu sendiri. Karena shilah dari mashdar itu
tidak mendahuluinya. Dan ia ( ) tidak pula berkaitan dengan
balagha (. ) sebab kedewasaan Ismail itu tentu tidak bersamaan
dengan kedewasaan ayahnya. Jadi, seolah-olah Allah berfirman : “Maka tatkala
anak itu mencapai kesanggupan berusaha”, lantas ditanya : “Bersama siapa?”.
Maka jawabnya : “Bersama (ayah) nya”.
(.
) Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu”. Ada kemungkinan bahwa Ibrahim melihat peristiwa itu
sendiri, namun mungkin juga Beliau melihat peristiwa lain yang takbirnya
seperti itu.
(. ) Maka,
pikirkanlah apa pendapatmu, terhadap isi mimpi itu.
Ibrahim
meminta pendapat anaknya mengenai mimpinya itu, padahal itu mesti
dilaksanakan, tidak lain adalah untuk mengetahui bagaimana pendapat anaknya
mengenai turunnya cobaan Allah ini. Sehingga Beliau dapat memantapkan diri
bila anaknya itu takut, dan merasa tenang bila dia menerima, serta untuk
menetapkan harinya atas anaknya itu sehingga pekerjaan itu mudah
dilaksanakannya. Sedang si anak sendiri akan mendapat pahala karena patuh
kepada ayahnya sebelum penyembelihan itu terlaksana.
(.
) Ismail menjawab : “Wahai ayahku, laksanakan apa yang diperintahkan
(kepadamu). Yakni, yang engkau disuruh melaksanakannya.
(.
) Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orangorang yang sabar,
menghadapi penyembelihan, atau menghadapi keputusan Allah.
(.
) Tatkala keduanya telah berserah diri. Menyerah kepada perintah Allah, Atau,
yang akan disembelih telah memasrahkan dirinya, sedang Ibrahim as. telah
memasrahkan anaknya.
(. )
Dan Ibrahim telah membaringkan anaknya atas pelipis (nya). Membaringkannya
atas sisinya, sehingga pelipisnya menempel di atas tanah. Pelipis yang
dimaksud adalah salah satu dari dua sisi dahi.
(.
) dan Kami panggil dia : “Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan
mimpi itu”. Dengan penuh tekad dan telah melakukan hal-hal menuju ke sana.
(.
) Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Ini adalah alasan dari dihilangkannya tugas berat tersebut dari
keduanya, disebabkan oleh kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan.
Konon,
sebab penyembelihan Nabi Ibrahim as. atas Nabi Ismail as. adalah : bahwa Nabi
Ibrahim as. penah berkorban 1000 ekor kambing, 300 ekor lembu, dan 100 ekor
unta di jalan Allah. Maka orang-orang dan para malaikat yang menyaksikan hal
itu merasa kagum kepada Beliau. Namun Beliau berkata : “Semua yang telah
dikorbankan itu tidak berarti apa-apa bagiku. Demi Allah, seandainya aku
mempunyai anak, maka aku akan menyembelihnya di jalan Allah, dan aku kurbankan
kepada Allah Taala”.
Ketika Nabi Ibrahim selesai
mengucapkan perkataan tadi, maka berlalulah wabt, sekian lama, sehingga Beliau
tidak Ingat lagi pada ucapan yang telah dikeluarkannya itu
Syahdan,
tatkala Beliau datang ke negeri yang disucikan (Baitul Maqdis), Beliau memohon
kepada Allah agar dikaruniai anak. Maka Allah memperkenankan doanya Dan Allah
menyampaikan kabar gembira kepadanya mengenai anak itu. Kemudian anak itu pun
dilahirkan oleh ibunya.
Maka, tatkala anak itu
mencapai kesanggupan berusaha bersama Ibrahim. Yakni, tatkala anak Itu dapat
berjalan bersamanya, yaitu ketika dia telah berusia tujuh tahun, dan ada pula
yang mengatakan tiga belas tahun.
Kata ma’ahu
(bersamanya) adalah untuk menjelaskan. Maksudnya : setelah Ismail a48,
Mencapai batas umur di mana dia mampu berusaha, maka dikatakanlah kepada
Ibrahim dalam mimpinya : “Tunaikanlah nazarmu!”.
Ibnu
Abbas ra., berkata : “Ketika tiba malam Tarwiyah, Nabi Ibrahim tertidur. Dalam
tidurnya, Beliau bermimpi ada seseorang berkata kepadanya : “Hat Ibrahim,
tunaikaniah nazarmu!”. Paginya, Nabi Ibrahim mulai merenungkan (yatarawwa),
yakni memikirkan, apakah mimpinya itu dari Allah, ataukah dari setan?. Oleh
karena itulah, hari itu dinamakan hari Tarwiyah.
Pada
malam harinya, Beliau bermimpi lagi seperti yang kemarin malam. Dan paginya,
tahulah Beliau (Arafah) bahwa mimpinya itu berasal dari Allah. Oleh karena
itu, han itu dinamakan hari Arafah. Sedang tempat itu dinamakan Arafat.
Kemudian,
malamnya, yaitu malam ketiga, Beliau bermimpi lagi seperti itu, sehingga
Beliau bertekad akan meyembelih (nahara) anaknya. Dan oleh karenanya, hari itu
disebut hari Nahar’.
Syahdan, ketika Nabi Ibrahim
as. hendak membawa Ismail as. untuk disembelih, maka Beliau berkata kepada
Hajar, ibunda Ismail : “Kenakanlah pakaian yang bagus pada Ismail, karena aku
hendak membawanya ke suatu jamuan”. Maka Ismail pun diberi pakaian yang bagus
oleh ibunya, diminyaki dan disisir rambut kepalanya. Sementara
Ibrahim . membawa tali dan pisau, lalu Beliau pergi bersama
anaknya itu ke tepi Mina. Sedang Ibils laknatullah alaihi, sejak saat dia
diciptakan oleh Aliah, tidak pernah sesibuk dan serepot seperti hari itu.
Ismail
as. berlari-lari kecil di depan ayahnya. Lalu datanglah Iblis seraya berkata
kepada ayahnya : “Tidakkah engkau lihat perawakannya yang tegap. rupanya yang
cakap dan tingkah iakunya yang santun?”.
“Ya”,
jawab Ibrahim. “Tetapi aku telah diperintahkan melakukan itu”.
Ketika
Iblis sudah merasa putus asa terhadap Nabi Ibrahim as., maka dia mendatangi
Hajar, lalu berkata : “Kenapa engkau duduk-duduk saja, padahal Ibrahim membawa
anakmu untuk disembelih”.
Wanita itu menjawab :
“Jangan berdusta kepadaku. Pernahkah engkau melihat seorang ayah tega
menyembelih anaknya?”.
Iblis berkata : “Untuk
itulah dia membawa tali dan pisau”.
“Buat apa dia
menyembelih anaknya?”. Tanya wanita itu pula.
Iblis
menjawab : “Dia menyangka bahwa dia diperintah Tuhannya untuk melakukan
hal
itu”.
Namun, wanita itu menolak dengan tegas,
katanya : “Seorang Nabi tidak akan diperintah melakukan kebatilan. Dan untuk
melakukan perintah Allah, aku bersedia mengorbankan nyawaku, apalagi
anakku”.
Mendapat jawaban yang tegas dari Hajar,
Iblis pun menjadi berputus asa. Lalu dia datang kepada Ismail dan berkata :
“Engkau bersenang-senang dan bermain-main, padahal ayahmu telah membawa tali
dan pisau untuk menyembelihmu”.
“Jangan berdusta
kepadaku!”, bentak Ismail. “Mengapa ayahku hendak menyembelih ku?”.
Iblis
menerangkan : “Karena dia menyangka bahwa Tuhannya memerintahkannya
melakukan
hal itu”.
Namun Ismail berkata dengan tegas :
“Kami mendengar dan kami patuh kepada perintah Tuhan kami”.
Ketika
Iblis hendak menyampaikan kata-kata lain, Ismail mengambil sebutir batu dari
atas tanah lalu melemparkannya kepada Iblis sampai mata kirinya tercukil. Maka
pergilah Iblis dengan perasaan kecewa dan rugi. Oleh sebab itulah, Allah
mewajibkan kita melempar batu-batu di tempat itu untuk mengusir setan, dan
mengikuti jejak Nabi Ismail putera Khalil Arrahman.
Setelah
keduanya tiba di Mina, maka Ibrahim as. berkata kepada anaknya : “Hai anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah, apa pendapatmu?”.
Maksudnya :
Jelaskanlah kepadaku bagaimana pendapatmu, apakah engkau akan sabar menghadapi
perintah Allah ini, atau engkau akan meminta maaf saja sebelum perintah ini
dilaksanakan?.
Ini adalah ujian Ibrahim as.
terhadap anaknya, apakah dia akan memenuhi perintah itu dengan sikap mendengar
dan patuh, atau tidak.
Ismail menjawab : “Wahai
ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu. Insya Allah, ayah
akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar, atas penyembelihan yang
diperintahkan kepada ayah”.
Ketika Ibrahim as.
mendengar jawaban anaknya, maka tahulah Beliau bahwa Allah telah mengabulkan
doanya, yaitu pada saat Beliau berdoa : “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku
seorang anak yang termasuk orang-orang saleh”. Maka Beliau pun banyakbanyak
memuji kepada Allah.
Kemudian Ismail as. berkata
kepada ayahnya : “Wahai ayahku, saya ingin menyarankan kepada ayah beberapa
perkara : Ikatlah tangan saya agar saya tidak menggelepar yang hanya akan
menyedihkan hati ayah. Hadapkanlah wajah saya ke tanah, supaya ayah tidak
memandang wajahku, yang hanya akan membuat ayah merasa kasihan kepadaku.
Singsingkanlah baju Ayah dari saya agar tidak berlepotan darah saya, yang
hanya akan mengurangi pahala saya, dan supaya tidak dilihat oleh ibu saya,
yang hanya akan
membuatnya bersedih hati.
Tajamkanlah pisau ayah, dan cepatlah menebaskannya ke leher saya supaya lebih
ringan, karena maut memang pedih sekali. Bawalah baju saya kepada ibu, sebagai
kenang-kenangan dari saya buat Beliau. Dan sampaikaniah salam saya kepada
Beliau, dan pesan saya buat Beliau : “Bersabarlah menerima perintah Allah”.
Dan janganlah ayah beritahukan kepadanya bagaimana cara ayah menyembelih saya,
dan bagaimana ayah mengikat tangan saya. Dan jangan biarkan anak-anak kecil
meneMUui ibu, supaya kesedihannya tidak menjadi-jadi atas diriku. Dan apabila
ayah melihat seorang anak mirip saya, maka janganlah ayah memperhatikannya,
supaya ayah tidak merasa gelisah dan bersedih karenanya”.
Mendengar
perkataan anaknya itu, nabi Ibrahim as. berkata : “Engkau memang sebaik-baik
orang yang membantu, hai anakku, dalam menunaikan perintah Allah Taala”.
Ketika
keduanya telah pasrah, yakni berserah diri dan patuh kepada perintah Allah.
Dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, yakni membaringkannya pada
sisinya seperti domba yang akan disembelih. Dan ada pula yang mengatakan,
Beliau tengkurapkan wajah anaknya itu, sesuai dengan sarannya, agar Beliau
tidak melihat wajahnya yang hanya akan menimbulkan rasa kasihan, yang mungkin
akan menghalangi Beliau dari mematuhi perintah Allah. Peristiwa itu terjadi di
sebuah batu karang di Mina. Dan ada pula yang mengatakan, di tempat yang
paling menonjol ketinggiannya.
Ibrahim as. telah
meletakkan pisaunya pada leher anaknya, lalu menggoroknya de. ngan keras dan
kuat. Tetapi Beliau tidak dapat memotongnya. Sementara itu, Allah Taala
menyingkapkan tutup dari mata para malaikat langit dan bumi. Maka tatkala
mereka me. nyaksikan Ibrahim yang sedang menyembelih anaknya, Ismail, mereka
pun menyungkur. kan diri bersujud kepada Allah. Lalu Allah Taala berfirman :
“Perhatikanlah hamba-Ku itu, bagaimana dia menggorokkan pisaunya di leher
anaknya demi keridaan-Ku itu. Sedangkan kamu dahulu pernah mengatakan ketika
Aku berfirman, bahwa Aku hendak menjadi. kan khalifah di muka bumi : “Mengapa
Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu, orang yang hanya akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji dan mensucikan-Mu”.
Kemudian Ismal
as. berkata : “Wahai ayahku, lepaskanlah ikatan tangan dan kakiku, sehingga
Allah tidak melihatku sebagai orang yang terpaksa (maksudnya, terpaksa dalam
mematuhi perintah-Nya), tetapi hujamkanlah pisau itu pada leherku, biar para
malaikat tahu bahwa putera Al Khalil taat kepada Allah dan kepada perintah-Nya
dengan pilihannya sendiri”.
Maka Ibrahim pun
menjulurkan kedua tangan dan kaki anaknya itu tanpa ikatan, lalu Beliau
palingkan wajahnya ke tanah. Setelah itu beliau menggorokkan pisaunya ke leher
anaknya dengan segenap kekuatan yang ada padanya, namun pisau itu berbalik dan
tidak mampu memotong dengan izin Allah Taala.
Maka
Ismail as. berkata : “Wahai ayahku, kekuatanmu menjadi lemah gara-gara cintamu
kepadaku, sehingga ayah tidak mampu menyembelihku”.
Lantas
Ibrahim menghantamkan pisau itu ke batu, maka batu itu pun terbelah menjadi
dua. Ibrahim as. berkata : “Engkau mampu memotong batu, namun tidak mampu
memotong daging”.
Tiba-tiba pisau itu menjawab
dengan kekuasan Allah Taala, katanya : “Hai Ibrahim, engkau berkata
“potonglah”. Sedang Tuhan semesta alam berfirman “jangan potong”. Maka
bagaimanakah aku dapat memenuhi perintahmu, tetapi durhaka kepada
Tuhanmu?”.
Kemudian Allah Taala berfirman : “Dan
Kami panggil! dia : “Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi
itu (tentang apa yang engkau lihat dalam mimpi itu), sehingga nyatalah bagi
hamba-hamba-Ku yang lain bahwa engkau lebih menyukai keridaan-Ku daripada
cinta kepada anakmu. Dan dalam pada itu, engkau termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang berbuat kebajikan. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (yakni yang taat kepada
perintah-Ku)
Sesungguhnya ini benar-benar ujian
yang nyata. Maksudnya : penyembelihan ini adalah cobaan yang jelas dan ujian
yang terang, yang dengannya bisa dibedakan mana orang yang ikhlas dan mana
yang tidak. Atau, ujian yang nyata kesukarannya, karena tidak ada lagi yang
lebih sukar daripadanya.
Dan Kami tebus anak itu.
Maksudnya : Kami selamatkan anak yang disuruh sembelih itu. Dengan seekor
sembelihan yang besar, dari surga. Yaitu seekor domba yang pernah dikorbankan
oleh Habil dan diterima oleh Allah. Domba itu memang berada di dalam surga
dalam keadaan hidup, sehingga akhirnya digunakan untuk menebus Ismail as.
domba itu bertubuh besar. Jibril as. datang memanggul domba itu hingga dia
melihat
Ibrahim tengah menggorokkan pisaunya pada
leher Ismail as. Maka Jibril as., karena mengagungkan Allah Taala dan kagum
pada Ibrahim, mengucapkan : “Allahu Akbar, Allahu Akbar!’.
Ibrahim
as. menyambung : “Laa Ilaahaillallaah, wallaahu Akbar!” Lalu disambung pula
oleh Ismail as. : “Allaahu Akbar wa Lillaahil Hamd”.
Agaknya
Allah memandang baik kalimat-kalimat ini, maka Dia mewajibkan kita untuk
membacanya pada hari-hari Nahr, mengikuti jejak Nabi Ibrahim as.
Dari
Ibnu Abbas ra., katanya : “Seandainya penyembelihan itu benar-benar
terlaksana, niscaya penyembelihan manusia atas anak-anak mereka akan menjadi
suatu tradisi”. Dalam pada itu, Abu Hanifah rahimahullah, telah menjadikan
ayat ini sebagai rujukan mengenai orang yang bemazar akan menyembelih anaknya,
bahwa dia wajib menyembelih seekor domba.
Dirwayatkan
bahwa, Ismail as. pemah berkata kepada ayahnya : “Ayahkah yang dermawan atau
saya?”.
“Aku”, jawab Ibrahim as.
“Justru
saya”, kata Ismail. “Karena ayah masih mempunyai anak yang lain, sedang saya
hanya memiliki satu nyawa”.
Lantas Allah
berfirman : “Aku lebih dermawan daripada kalian berdua, karena Aku telah
memberi tebusan kepada kalian dan menyelamatkan kalian dari derita
penyembelihan”. (Misykatul Anwar).
Diriwayatkan
bahwa, para malaikat merasa kagum akan kemuliaan Nabi Ismail as. di sisi Tuhan
semesta alam, karena Dia telah mengirim dari surga seekor domba yang dipanggul
di atas leher Jibnii as., sebagai tebusan baginya. Aliah Taala berfirman :
“Demi keperkasaan dan Keagungan-Ku, seandainya seluruh malaikat memanggul di
atas leher mereka tebusan bagi Ismail, maka itu masih belum sebanding dengan
perkataan Ismail : “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan
kepadamu. Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orang-orang yang
sabar”.
Konon, ketika Nabi Ibrahim as. bermimpi
untuk pertama kalinya, maka Beliau memilih 100 ekor domba yang paling gemuk,
lalu disembelihnya. Kemudian datangiah api melahapnya, sehingga Ibrahim
menyangka bahwa Beliau telah memenuhi perintah dalam mimpinya. Namun, ketika
Beliau mimpi lagi, maka sadarlah Beliau bahwa mimpi itu datang dari Allah.
Maka Beliau memilih 100 ekor unta yang paling gemuk, lalu disembelinnya. Kali
ini pun, api datang melahap unta-unta tersebut, sehingga Ibrahim menyangka
telah memenuhi perintah dalam mimpinya itu. Tetapi ketika Beliau bermimpi lagi
untuk yang ketiga kalinya, seolah-olah ada yang mengatakan kepadanya :
“Sesungguhnya Allah Taala menyuruhmu agar menyembelih anakmu, Ismail”. Maka
terjagalah Ibrahim, kemudian Beliau mendekap anaknya sambil menangis hingga
pagi hari. (Majalisul Abrar).
Konon, setelah
Allah Taala mengangkat Ibrahim as. Sebagai Al Khalil, maka berkatalah para
malaikat : “Ya Tuhan kami, Ibrahim itu mempunyai harta, anak dan istri, maka
bagaimana bisa dia menjadi Khalil-Mu dengan adanya hal-hal yang menyibukkan
seperti itu?”. ,
Allah Taala menjawab :
“Janganlah kamu memandang kepada rupa hamba-Ku atau kepada hartanya, tetapi
pandanglah kepada hati dan amal-amalnya. Dan dalam hati Khalil-Ku itu tidak
ada rasa cinta kepada selain Aku. Kalau kamu ingin tahu, maka pergilah
kepadanya dan cobalah dia”.
Syahdan, maka Jibril
pun menyamar sebagai seorang manusia lalu datang menemui Ibrahim as. Pada saat
itu, Nabi Ibrahim mempunyai 12 ribu ekor anjing pemburu dan penjaga
domba-dombanya. Bayangkan saja, berapa banyak jumlah domba-domba Nabi Ibrahim
itu. Setiap ekor anjing mengenakan kalung terbuat dari emas, supaya disadari
bahwa dunia ini sebenarnya najis, dan yang najis itu hanya pantas untuk yang
najis pula.
Saat itu, Nabi Ibrahim sedang berdiri
di atas sebuah bukit sambil memandang kepada domba-dombanya lalu Jibril as.
mengucapkan salam kepada Beliau seraya bertanya : “Milik siapakah domba-domba
ini?”.
“Kepunyaan Allah”, jawab ibrahim. “Tetapi
sekarang ada di tangan saya”.
Kemudian Jibril
berkata : “Berilah saya sedekah seekor dari domba-domba itu”. –
Nabi
Ibrahim menjawab : “Sebutlah nama Allah, dan ambillah sepertiganya”. ‘
Kemudian
Jibril as. mengucapkan : “Subbuhun quddus Rabbuna wa Rabbul Malaaikati war
Ruuh”.
Ibrahim as. berkata pula : “Ucapkanlah
sekali lagi, maka silahkan ambil separuhnya”. Maka Jibril pun mengucapkan
kembali kalimat tersebut.
Kemudian Ibrahim
berkata pula : “Ucapkanlah sekali lagi dan ambillah seluruhnya, berikut
pengembala dan anjing-anjingnya”. Lalu Jibril mengucapkan kalimat tersebut
untuk yang ketiga kalinya. Nabi Ibrahim berkata kembali : “Ucapkanlah kalimat
tersebut untuk yang keempat kalinya maka aku akan mengaku menjadi hamba
sahayamu”. Lalu Jibril pun mengucapkannya untuk yang keempat kalinya.
Maka,
Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, bagaimana engkau dapati Khalil-Ku?”.
Jibril
menjawab : “Sebaik-baik al Khalil, Ya Allah”.
Sementara
itu, Nabi Ibrahim as. berseru : “Hai para pengembala, giringlah dombadomba itu
di belakang pemiliknya yang baru ini, kemana pun dia mau. Karena sesungguhnya
kamu sekalian sekarang menjadi miliknya”. Namun, tiba-tiba Jibril membuka
penyamarannya seraya berkata : “Hai Ibrahim, aku tidak memerlukan semua itu.
Aku datang hanya sekedar untuk mengujimu”.
Namun
Nabi Ibrahim menjawab : “Aku adalah Khalil Allah, aku tidak akan menarik
kembali pemberianku kepadamu”.
Oleh karena itu,
Allah Taala mewahyukan kepada Ibrahim as. supaya menjual domba-dombanya, lalu
uangnya dibelikan sawah dan pekarangan, kemudian diwakafkan, yang hasilnya
bisa dimakan baik oleh orang-orang miskin maupun orang-orang kaya, sampai hari
kiamat. (Misykatul Anwar)
Ada ulama yang
mengatakan bahwa, barangsiapa memiliki 20 mitsqal emas, atau 200 dirham perak,
setelah terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang pokok, maka dia termasuk orang
yang kaya. Kalau dia memiliki selain dirham dan dinar, maka hendaklah dia
memperhatikan, kalau miliknya itu senilai dengan 200 dirham, maka dia adalah
orang kaya. Oleh karena itu dia wajib berkorban. Tetapi kalau nilainya tidak
sampai demikian, maka tidak wajib.
Dan ada pula
yang berpendapat, bahwa pemilik sawah atau tanah pekarangan adalah seorang
kaya, jika sawahnya itu bernilai 200 dirham. Dan juga pemilik anggur, kalau
anggurnya itu seharga 200 dirham, secara sepakat dia adalah orang kaya. Karena
anggur itu untuk memenuhi kesenangan, bukan untuk kebutuhan pokok. Sebab
manusia bisa hidup tanpa buah-buahan. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul
Waaizin)
50. PENJELASAN TENTANG KESABARAN NABI AYYUB AS.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : Dan
ingatlah akan hamba Kami Ayyub, ketika dia menyeru Tuhannya : “Sesungguhnya
aku diganggu oleh setan dengan kepayahan dan siksaan”. (AS. Shad : 41) Tafsir
:
(. ) Dan ingatlah akan hamba Kami
Ayyub, yaitu Ayyub bin Ish bin ishak as.
(.
) ketika dia menyeru Tuhannya. Kalimat ini adalah badal dari kata abdana
( ), sedang Ayyub adalah athaf bayan dari abdana.
(.
) Sesungguhnya aku diganggu. Hamzah membaca massaniya (. ) dengan sukun
menjadi massani (. ), dan digugurkan ya (. ) nya
ketika di-washal-kan.
(. ) oleh setan
dengan nushbin, yakni kepayahan.
(. )
dan azab, yakni penyakit.
Firman Allah ini
menceritakan tentang perkataan Nabi Ayyub as. Ketika Beliau menyeru Tuhannya.
Karena kalau bukan menceritakan perkataan Beliau, tentu redaksi kalimat itu
akan berbunyi : innahu massahu (sesungguhnya dia diganggu setan). Adapun sebab
dinisbatkannya gangguan itu kepada setan, boleh jadi karena Allah Taala
menimpakan siksaan (penyakit) itu kepada Ayyub, ketika setan telah berhasil
melaksanakan gangguannya. Sebagaimana dikatakan orang bahwa, Nabi Ayyub pernah
membanggakan hartanya yang banyak : atau karena ada seseorang yang teraniaya
minta tolong kepada Beliau namun Beliau tidak menolongnya, atau karena
ternak-ternaknya berada di wilayah Seorang raja kafir, lalu Beliau hanya
membujuknya saja dan tidak memeranginya: atau karena permohonan setan kepada
Allah untuk menguii kesabaran Ayyub, dengan demikian, perkataan Ayyub itu
hanya sebagai pengakuan dosa atau memelihara kesopanan saja atau karena setan
telah mengganggu para pengikut Ayyub, sehingga mereka membuang dan mengusir
Beliau dari kampung halaman mereka : atau yang dimaksud dengan kepayahan dan
siksaan, adalah cobaan besar dan keputus asaan terhadap rahmat Allah, yang
digunakan oleh setan untuk mengganggu Ayyub di kala sakitnya dan memperdayai
Beliau agar Beliau merasa cemas. (Qadhi Baidhawi)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
mengucapkan salawat untukku satu kali, maka tidak ada lagi dosa padanya barang
seberat atom atau sebiji pun”.
Dalam khabar
disebutkan :
Apabila seseorang hamba ditinggal!
mati oleh anaknya, maka Allah Taala berfirman kepada para malaikat : “Sudahkah
kamu cabut nyawa buah hatinya?”. Para malaikat menjawab : “Ya, sudah”. Allah
Taala kembali bertanya : “Apa kata hamba-Ku itu?” Malaikat menjawab : “Dia
tetap memuji-Mu, bersyukur dan beristirja dengan mengucapkan : “innaa lillaahi
wa inna ilaihi raaji’uun” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya
kami akan kembali)”. Maka Allah Taala berfirman : “Bangunkanlah untuk hamba-Ku
itu sebuah rumahdidalam surga, dan berilah nama rumah itu dengan sebutan
Baitul Hamdi (rumah pujian)”. (Zubdatul Waizin)
Dari
Wahab bin Munabbih, dia berkata : “Saya dapatididalam kitab Taurat empat baris
kalimat berturut-turut : yang pertama berbunyi : barangsiapa membaca Kitab
Allah Taala, lalu dia menyangka bahwa dia tidak akan diampuni, maka dia adalah
termasuk orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah. Yang kedua berbunyi :
barangsiapa merendahkan diri kepada orang kaya karena kekayaannya, maka
sesungguhnya dia telah kehilangan dua pertiga agamanya. Yang ketiga berbunyi :
barangsiapa bersedih hati karena sesuatu yang telah luput darinya berarti dia
jengkel pada ketentuan (gadha) Tuhannya. Yang keempat berbunyi : barangsiapa
mengadukan musibah yang telah menimpanya kepada orang lain, maka sebenarnya
dia tengah mengadukan Tuhannya”.
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya pahala yang
paling besar itu bersama cobaan yang paling besar pula. Dan sesungguhnya,
apabila Allah mencintai seseorang hamba, maka Dia akan mencobanya, jika si
hamba sabar maka Allah akan memilihnya (ijtabbahu), dan jika si hamba rela
maka Allah akan memilihnya (ishthafaahu) (secara lebih khusus)”.
Sebagaimana
dicerikan bahwa, pada suatu hari Nabi Musa as. pernah pergi bersama Yusya bin
Nun. Tiba-tiba datang seekor burung berwarna putih lalu hinggap di pundak
Beliau seraya berkata : “Wahai Nabi Allah, lindungilah saya pada hari ini dari
pembunuhan”.
Nabi Musa bertanya : “Dari
siapa?”
“Dari burung pemburu, dia hendak
memangsaku”, jawab burung putih itu dengan ketakutan. Kemudian dia masuk ke
dalam lengan baju Nabi Musa. Sekonyong-konyong burung pemburu itu telah
beradadihadapan Beliau, lalu berkata : “Wahai Nabi Allah, jangan: lah Tuan
menghalangiku dari buruanku!”.
Nabi Musa berkata
: “Aku akan menyembelihkan untukmu seekor dombaku”.
Burung
pemburu itu menjawab : “Daging domba tidak cocok untukku”.
“Kalau
begitu, makanlah daging pahaku”, kata Nabi Musa pula.
Tetapi
burung pemburu itu tidak mau, lalu ia berkata : “Aku hanya akan memakan dua
biji mata Tuan”.
Maka Nabi Musa pun terlontang,
lalu burung pemburu itu hinggap di atas dada BeIiau, dan hondak momatok kedua
byi mata Beliau dengan paruhnya. Lantas Yusya berkata : “Ya Nabi Allah, Tuan
pandang remeh kedua biji mata Tuan hanya demi keselamatan burung ini?”.
Lalu
burung putih Itu keluar dari lengan baju Nabi Musa, kemudian terbang sambil!
dikojar olah burung pemburu itu. Tidak lama kemudian keduanya datang lagi.
lalu salah satu dar koduanya memperkenaikan diri : “Saya adalah Jibril”. Yang
lain berkata : “Dan saya Mikail. Kami diperintahkan oleh Tuhan kami untuk
mengujimu terhadap gadha Tuhanmu, sabarkah engkau atau tidak?”. (Zubdatul
Waizin).
Ibnu Mubarak berkata : “Musibah itu
sebenarnya hanya satu, namun apabila orang yang terkena musibah itu
menyesalinya, maka musibah itu menjadi dua. Yang pertama adalah musibah itu
sendiri, dan yang kedua adalah hilangnya pahala musibah itu, padahal pahalanya
lebih besar daripada musibah itu sendiri”.
Dan
juga diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Sabar
itu ada tiga macam : sabar terhadap musibah, sabar untuk melakukan ketaatan,
dan sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan.
Barangsiapa
sabar atas musibah, maka akan dituliskan baginya tiga ratus derajat, yang
jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah seperti jarak antara langit dan
bumi. Dan barangsiapa sabar untuk melakukan ketaatan, maka akan dituliskan
baginya enam ratus derajat, yang jarak antara dua derajat adalah seperti jarak
antara batas bumi yang teratas dan ujung bumi yang tujuh. Dan barangsiapa
sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan, maka dituliskanlah baginya sembilan
ratus derajat, yang jarak antara dua derajat seperti jarak antara Arsy dan
bumi”. (Zubdatul Waizin)
Dikisahkan, bahwa Ayyub
bin Ish bin Ishag as. adalah seorang Romawi, sedangkan ibunya dalah puteri
Nabi Luth as. Ayyub as. adalah seorang yang berakal cerdas, pembersih,
penyantun dan bijaksana. Sedang ayahnya adalah seorang yang kaya raya,
memiliki ternak unta, lembu, kambing, kuda, bighal dan keledai. Pada waktu
itu,dinegeri Syam tidak ada seorang pun yang menyamai kekayaannya. Dan setelah
ayah Beliau meninggal dunia, maka seluruh harta kekayaan ayahnya itu pindah
kepada Nabi Ayyub as. Beliau menikah dengan Rahmah, puteri Afrayim bin Yusuf
as.
Dari istrinya itu, Nabi Ayyub as. dianugerahi
Allah duabelas kali mengandung, dan setiap kandungan istrinya itu berisi anak
laki-laki dan anak perempuan. Kemudian Allah mengutus Nabi Ayyub sebagai rasul
kepada kaumnya, yaitu penduduk negeri Hauran dan Tih. Dan Allah memberinya
budi pekerti yang luhur dan perasaan yang belas kasih, yang tidak seorang pun
menyalahinya dengan cara mendustakannya atau mengingkarinya dalam hal
kemuliaan Beliau dan kemuliaan nenek moyangnya. Kemudian Ayyub mensyariatkan
beberapa syariat buat kaumnya itu serta membangunkan beberapa Masjid untuk
mereka. Ayyub mempunyai beberapa jamuan yang dihidangkannya untuk para fakir
miss kin dan tamu-tamu. Bagi anak-anak yatim, Ayyub adalah laksana seorang
bapak yang penuh kasih sayang. Bagi janda-janda, Beliau laksana seorang suami
yang lembut. Bagi Orang-orang yang lemah, Beliau laksana seorang saudara yang
penuh belas kasih. Ayyub menyuruh wakil-wakil dan orang-orang kepercayaannya
supaya tidak menolak siapa pun dari kebun dan buah-buahannya. Sedang binatang
ternaknya setiap tahun bertambah banyak. Akan tetapi Beliau sedikit pun tidak
merasa senang dengan semua itu, Beliau berkata : “Tuhanku, ini adalah
pemberian-pemberian-Mu kepada hamba-hamba-Mudidalam penjara dunia. Maka betapa
pula dengan pemberian-pemberian-Mudidalam surga kepada mereka yang mendapatkan
kemuliaan-Mudinegeri perjamuan-Mu?’
Sementara
itu, hati Ayyub tidak pernah lalai dari bersyukur atas nikmat-nikmat Tuhannya,
dan lisannya tidak pernah berhenti dari menyebut asma-Nya, sehingga Iblis
menjadi sangat dengki kepadanya, katanya : “Sesungguhnya Ayyub benar-benar
telat. memperoleh dunia dan akhirat”. Terjemah Durratun Nasihin
Iblis bermaksud akan menghancurkan Ayyub pada
salah satu dari dunia atau akhirat. nya, atau kedua-duanya. Pada masa itu,
Iblis yang terkutuk itu biasa naik ke langit yang ke tujuh, lalu berhenti di
mana saja yang dia suka. Pada suatu hari, seperti biasanya. Iblis naik ke
sana. Maka Allah Yang Maha Perkasa menegurnya : “Hai makhluk yang terkutuk,
bagaimana engkau melihat hamba-Ku, Ayyub, dan apakah engkau memperoleh sesuatu
darinya?”.
Iblis menjawab : “Tuhanku, sebenarnya
Ayyub menyembah-Mu karena Engkau telah memberinya kekayaan dunia dan
kesejahteraan. Kalau bukan karena itu, tentu dia tidak akan menyembah-Mu,
sebab dia adalah hamba dari kesejahteraan”.
“Kau
berdusta”, sanggah Allah Taala. “Karena sesungguhnya Aku tahu, bahwa dia akan
tetap menyembah dan bersyukur kepada-Ku, sekalipun dia tidak memiliki kekayaan
dunia”.
“Berilah aku kuasa atasnya, Ya Tuhan”,
pinta Iblis. “Kemudian lihatlah, bagaimana aku akan membuatnya lupa dari
menyebut asma-Mu, dan aku bikin dia lalai dari beribadat kepada-Mu”.
Maka
Allah pun memberi kuasa kepadanya untuk melakukan apa saja terhadap Ayyub,
selain ruh dan lidahnya. Iblis pulang dengan gembira, lalu dia pergi ke tepi
pantai. Disana, dia berteriak sekeras-kerasnya, sehingga tidak seorang jin
pun, baik laki-laki maupun perempuan, melainkan datang semua mengerumuninya.
Kemudian mereka bertanya : “Apakah gerangan yang telah menimpamu, wahai
pemimpin kami?’.
Iblis menjawab : “Sesungguhnya
aku telah mendapatkan kesempatan yang belum pernah aku dapatkan sejak aku
mengeluarkan Adam dari dalam surga. Karenanya, bantulah aku menggoda
Ayyub””.
Maka setan-setan itu pun cepat-cepat
menyebar, lalu mereka bakar dan hancurkan tiap-tiap harta Ayyub as. Kemudian
Iblis berangkat menemui Ayyub as. Ketika itu Ayyub sedang salat di dalam
Masjid. Iblis menegur :
“Apakah engkau akan tetap
menyembah Tuhanmu dalam keadaan yang merupakan bencana bagimu ini?. Sedang Dia
telah mengirim api dari langit membakar seluruh harta bendamu sampai menjadi
abu!
Nabi Ayyub as. tidak segera menjawab
perkataan Iblis tersebut. Beliau menyelesaikan salatnya dulu, baru kemudian
Beliau berkata : “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kepadaku, kemudian
mengambilnya kembali dariku”. Kemudian Beliau berdiri kembali lalu melanjutkan
salatnya. Maka pergilah Iblis tanpa hasil. Terhina dan menyesali
perbuatannya.
Nabi Ayyub as. mempunyai 14 orang
anak, 8 laki-laki dan 6 perempuan. Tiap hari. mereka makandirumah salah
seorang saudara mereka. Pada hari itu, mereka sedang beradadirumah saudara
mereka yang tertua, yang bernama Harmal. Sekonyong-konyong datanglah rombongan
setan-setan mengepung rumah itu, kemudian merobohkannya sehingga menimpa
anak-anak Ayyub as. maka matilah semua anak-anak Ayyub menjadi satu. Di antara
mereka ada yang pada mulutnya masih terdapat sesuap makanan, ada pula yang
tangannya masih memegang gelas.
Kemudian Iblis
pergi menemui Ayyub as., yang saat itu masih melaksanakan salat. Iblis
menegurnya : “Apakah engkau masih juga tetap menyembah Tuhanmu, sedangkan Dia
telah merobohkan rumah menimpa anak-anakmu, sehingga mereka semuanya
binasa?!”
Ayyub as. sama sekali tidak menjawab
perkataan Iblis itu. Beliau meneruskan salat: nya sampai selesai. Usia salat,
barulah Beliau berkata : “Hai makhluk terkutuk, segala puji bagi Allah yang
telah memberi kepadaku dan kemudian mengambil kembali dariku. Harta dan
anak-anak adalah cobaan bagi laki-laki dan perempuan. Allah telah mengambil
coba: an itu dariku agar aku dapat beribadah sepenuhnya kepada Tuhanku”. Maka
pergilah Iblis tanpa membawa hasil. Dalam koadaan rugi dan marah.
Kemudian
Iblis mendatangi Ayyub lagi kotika Beliau sedang salat. Pada saat Beliau .
melakukan sujud, Iblis menghembus pada hidung dan mulut Ayyub. Maka badan
Ayyub menjadi bengkak dan mengeluarkan keringat dengan deras. Beliau merasakan
suatu perasaan yang tidak enak pada dirinya. Istrinya, Rahmah, menghibur,
katanya : “Int adalah akibat kesedihan terhadap harta dan bencana yang menimpa
anak-anak. Sedang di waktu malam, kanda tetap salat dan siangnya berpuasa,
tanpa istrirahat sesaat pun. Dan tidak pernah kanda merasakan suatu kelegaan
pun”.
Kemudian, pada tubuh Ayyub muncul penyakit
cacar, yang menutupi seluruh tubuhnya mulai dari kepala sampai ke kaki. Lalu
mengalirlah nanah daripadanya, sedang didalamnya terdapat ulat. Kerabat dan
kawan-kawan Ayyub akhirnya menjauhi Beliau.
Ayyub
mempunyai tiga orang istri, dua di antaranya kemudian minta cerai. Beliau pun
menceraikan keduanya. Tinggallah kini istrinya yang bernama Rahmah, yang
dengan setia melayani dan merawat Beliau siang dan malam. Sampai ada beberapa
wanita tetangga mereka datang dan menegurnya : “Hai Rahmah, kami kuatir kalau
penyakit Ayyub itu menular kepada anak-anak kami. Keluarkanlah dia dari
lingkungan kami. Kalau tidak, kami akan mengusirmu dengan cara paksa”.
Rahmah
pun keluar. Pakaian-pakaiannya diikatkan pada punggungnya, kemudiandi
berteriak : “Aduhai, seiamat tinggal. Aduhai, selamat berpisah!. Mereka telah
mengeluarkan kami dari negeri kami. Mereka telah mengusir kami dari kampung
halaman kami!”.
Rahmah menggendong suaminya
diatas punggungnya, sedang air matanya mengalir membasahi pipinya. Dia pergi
sambil menangis menuju ke sebuah reruntuhan gedung yang dipergunakan untuk
pembuangan sampah. Kemudian diletakkannya Ayyub di atas sampah. Orang-orang
kampung keluar, lalu melihat keadaan Ayyub, kemudian mereka berkata : “Bawalah
pergi suamimu dari kami. Kalau tidak, akan kami lepaskan anjinganjing kami,
biar mereka memangsanya”.
Maka Rahmah pun
mengendong suaminya kembali sambil menangis, sampai akhirnya dia tibadisuatu
persimpangan jalan. Kemudian diletakkannya suaminyadisana. Rah:mah mengambil
kapak dan tambang. Lalu dibangunnya sebuah rumah dari kayu. Kemudian dibawanya
abu lalu dihamparkannyadilantai rumahnya, dan diambilnya pula batubatu buat
sandaran Ayyub as. Kemudian diambilnya sebuah mangkuk besar yang biasa dipakai
oleh para pengembala untuk memberi minum binatang ternak mereka, lalu
berangkatlah ia menuju ke kampung. Ayyub berseru : “Hai Rahmah, kembali.
Kuberi wasiat kau, bila kau ingin pergi dariku dan meninggalkan akudisini”.
“Jangan
kuatir, wahai Tuanku”, jawab Rahmah. “Selagi nyawa ada dalam tubuhku, aku
tidak akan meninggalkanmu”.
Rahmah pun pergi ke
kampung.Disana, dia bekerja setiap hari sebagai buruh pemotong roti, buat
memberi makan Ayyub. Namun akhirnya orang-orang kampung itu tahu bahwa dia
adalah istri Ayyub. Maka mereka tidak mau lagi memberinya makan. Kata mereka :
“Enyaniah kau dari kami kami sangat jijik melihatmu”.
Maka
Rahmah pun menangis, seraya berkata : “Oh Tuhanku, Engkau tahu keadaanku,
telah sempit bumi ini bagiku, sedang orang-orang merasa jijik terhadap
kamididunia, maka janganlah Engkau jijik terhadap kami, Oh Tuhan, diakhirat.
Dan mereka telah mengusir kami dari negeri kami, maka janganiah Engkau
mengusir kami pula dari negeri-Mu dihari kiamat”.
Kemudian
Rahmah pergi menemui istri tukang roti, lalu berkata : “Suamiku Ayyub sedang
kelaparan. Tolong hutangi saya rotil!”.
Istri
tukang roti itu malah mengusirnya, katanya : “Enyalah dariku agar suamiku
tidak melihatmu!”. Kemudian dia berkata : “Engkau akan kuberi roti asalkan
engkau berikan kepadaku jalinan rambutmu itu!”.
Rahmah
mempunyai dua belas jalinan rambut yang panjangnya sampai ke tanah Dia sangat
cantik, mirip dengan kakeknya Nabi Yusuf as. sedang Nabi Ayyub sangar menyukai
jalinan rambutnya itu.
Rahmah lalu mengambil
gunting, kemudian dipotongnya jalinan rambutnya itu dan diberikannya kepada
istri tukang roti itu, ditukar dengan empat potong roti. Rahmah berka. ta: “Ya
Tuhan, sesungguhnya ini adalah demi taat kepada suamiku, dan demi member makan
kepada nabi-Mu, Ayyub, telah aku jual jalinan rambutku”.
Ketika
Nabi Ayyub melihat roti yang masih segar, Beliau merasa curiga, jangan-a. ngan
istrinya telah menggadaikan diri, sehingga Beliau terlanjur bersumpah, bila
Allah menyembuhkannya, maka pasti akan Beliau dera istrinya itu seratus kali.
Ini adalah seperti yang diceritakan Allah dalam firman-Nya mengenai kaffarat
istri Ayyub :
Artinya : “Dan ambillah dengan
tanganmu seikat (rumput), lalu pukullah (istamu) dengan itu, dan janganlah
engkau melanggar sumpah”.
Setelah Rahmah
menceritakan kisahnya kepada suaminya, maka menangislah Ayyub, lalu berkata :
“Oh Tuhanku, aku telah kehabisan daya upayaku, sehingga istn Nabi-Mu sampai
menjual rambutnya dan menafkahkannya kepada diriku”.
Namun
Rahmah menghiburnya, katanya : “Sekarang kanda jangan bersedih hati. Karena
rambut akan tumbuh kembali lebih indah dari semula”.
Kemudian
Rahmah memotong-motong roti itu, lalu disuapkannya kepada Ayyub, sementara dia
dudukdisamping Beliau. Sedang Ayyub, tiap kali ada seekor ulat jatuh dan
badannya, maka dikembalikannya lagi ke tempatnya semuladibadannya, sambil
berkata : “Makanlah dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu!”. Maka tidak
ada lagi daging yang tertinggal pada tubuhnya selain tulang-tulang, otot-otot
dan sarai-sarat belaka. Sehingga ketika matahari terbit cahayanya dapat
menembus dari depan badan Ayyub
Sampai ke
belakangnya. Sedang yang tersisa dari tubuh Ayyub yang mulia itu sudah tidak
ada lagi selain dari hati dan lidahnya. Hatinya tidak pernah berhenti dari
bersyukur kepada Allah, dan lidahnya tidak pernah putus dari menyebut asma
Allah.
Menurut salah satu riwayat, Ayyub
menderita sakit selama 18 tahun. Pada suatu hari, Rahmah berkata kepada Beliau
: “Kanda adalah seorang nabi yang muliadisisi Tuhanmu. Bagaimana kalau kanda
memohon kepada Allah agar menyembuhkan kanda?”.
Nabi
Ayyub balik bertanya : “Berapa lama kita dahulu mengenyam kesenangan?”
“Delapan
puluh tahun”, jawab istrinya.
“Nah”, kata Ayyub
pula. “Aku malu kepada Allah Taala untuk memohon kepada-Nya. karena lama
cobaan yang ditimpakan-Nya kepadaku belum lagi mencapai lama kesenanganku.
Tatkala
sudah tidak ada lagi yang tersisa pada tubuh Ayyub secuil daging pun, maka
ulat-ulat itu mulai saling memangsa sesama mereka, hingga akhirnya tinggal dua
ekor ulat saja. Kedua ekor ulat itu kemudian berputar-putardisekujur tubuh
Ayyub, mencari makanan, namun karena tidak mereka jumpai daging secuil pun
selain hati dan lidah Ayyub, maka salah seekor dari dua ulat itu lalu
menggigit hati Ayyub, sedang yang seekor lag! menggigit lidah Beliau. Maka
pada saat itu, barulah Ayyub berdoa kepada Tuhannya, katanya : .
Artinya
: “Sesungguhnya aku telah ditimpa bahaya (yakni cobaan berat), sedang Engkau
adalah Tuhan Yang Maha Penyayang”.
Tetapi ini
bukan suatu keluhan. sehingga dengan mengucapkan kata-kata itu, Ayyub ndak
dianggap telah keluar dan golongan orang-orang yang sabar Karenanya. Allah
Taala berfirman mengenai Ayyub :
Artinya :
“Sesungguhnya Kami dapati dia seorang yang sabar”.
Karena
Ayyub tidak merasa cemas karena harta dan anak-anaknya. melainkan cemas karena
kuatir terputus dan Tuhan. Seolah-olah Beliau berkata : “Wahai Tuhanku, aku
sabar atas segala cobaan-Mu, selama hatiku sibuk mencintaMu dan lidahku sibuk
menyebut asma-Mu. Namun apabila kedua anggota ini telah lenyap pula dariku.
maka akan terputusiah aku dan-Mu, sedang aku tidak akan tahan terputus dan-Mu.
Sedang Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang.
Kemudian
Allah Taala mewahyukan kepada Ayyub : “Har Ayyub. lidah adalah kepunyaan-Ku,
hati dan ulat pun kepunyaan-Ku, dan rasa sakit pun dan-Ku, mengapa cemas?”
Sementara
itu ada pula yang mengatakan, bahwa Allah Taaia telah mewahyukan kepada Beliau
: “Sesungguhnya ada tujuh orang nabi yang meminta cobaan ini kepadaKu, namun
Aku telah memilihnya untukmu, sebagai penambah kemuliaanmu. Maka ini bagimu
adalah suatu cobaan dalam rupanya saja, sedang pada hakekatnya merupakan suatu
kecintaan”.
Sebenarnya Ayyub merasa cemas apabila
hati dan lidahnya termakan pula, karena Belau sibuk memikirkan dan mengingat
Allah Taala. Seandainya sampai termakan, maka tentu Beliau tidak akan bisa
lagi sibuk memikirkan dan mengingat Allah Taala. Kemudian Allah Taala
menjatuhkan kedua ulat itu dan tubuh Ayyub. Salah seekor ulat itu jatuh ke aw,
lalu berubah menjadi lintah yang bisa dijadikan obat untuk beberapa penyakit,
dan yang lain jatuhdidarat lalu berubah menjadi seekor lebah yang bisa
mengeluarkan madu yang mengandung obat bagi umat manusia.
Setelah
itu, datanglah Jibril as. sambil membawa dua buah delima dari surga. Ayyub
berkata : “Hai Jibni, apakah Tuhanku menyebut aku?”.
“Ya”,
jawab Jibni. “Dia mengucapkan selamat kepadamu dan menyuruhmu supaya memakan
dua buah delima ini, niscaya engkau akan sembuh kembali, begitu pula daging
dan tulangmu akan utuh seperti sediakala”.
Setelah
Ayyub memakan dua buah delima tersebut, Jibn! kembali berkata : “Berdirilah
engkau dengan izin Allah!” Ayyub pun berdiri, kemudian Jibni berkata :
“Jejakkan kakimu!”.
Ayyub menjejakkan kaki
kanannya, maka keluarlah air yang mengalir. Kemudian Belau mandi dengan air
itu. Setelah itu, Beliau menjejakkan kaki kinnya, maka memancariah air yang
sejuk, lalu Beliau meminumnya. Seketika itu juga, lenyaplah segala penyakit
yang selama ini Beliau denta, lahir dan batin. Bahkan ternyata, badan Belia
sekarang lebih gagah daripada semula, dan wajahnya lebih cemerlang
dibandingkan rembulan. Hal ini sebagaimana digambarkan Allah Taala dalam
firman-Nya :
Artinya : “Maka Kami pun
memperkenankan baginya (yakni menerima doanya), lalu Kami lenyapkan penyakit
yang ada padanya, dan Kami kembalikan keluarganya, dan Kami lipat gandakan
bilangan mereka”.
Muqatil berkata : “Allah
menghidupkan mereka kembali, dan memberi pula kepada Beliau anak-anak lainnya
sebanyak mereka”.
Sedang Adh Dhahhak mengatakan :
“Allah Taala mewahyukan kepada Beliau, “Mau. kah engkau Aku bangkitkan mereka
kembali?” Ayyub menjawab, “Ya Tuhanku, biarkan merekadidalam surga”.
Dengan
demikian, Allah akan mendatangkan kembali kepada Beliau keluarganya
kelakdiakhirat, sedangkan di dunia Allah menganugerahkan kepada Beliau
seumpama mereka, yakni dengan dilahirkannya untuk Beliau anak-anak sebanyak
mereka.
Artinya : “Sebagai suatu rahmat (nikmat)
dari sisi Kami (untuk Ayyub) dan untuk menjadi peringatan (yakni pelajaran)
bagi semua yang menyembah Allah”.
Supaya dengan
demikian orang-orang tahu, bahwa cobaan-Ku yang terberat ditimpakan kepada
para nabi, kemudian kepada para wali, kemudian kepada orang-orang yang utama,
lalu orang-orang utama berikutnya, lalu mereka berbuat seperti perbuatan
orang. orang tersebut, dan bersama seperti orang-orang itu telah bersabar.
Dari
itu dapat diketahui bahwa, jalan menuju Allah Taala itu lebih dekat kepada
sabar menghadapi cobaan daripada kepada sabar ketika menerima anugerah atau
karunia.
Diriwayatkan bahwa, Asy Syibli
rahimahullah, pernah diopnamedirumah sakit. Kemudian ada beberapa orang
membesuknya. Mereka mengatakan : “Kami adalah orangorang yang mencintai Tuan,
dan kami datang untuk membesuk Tuan”.
Asy Syibli
melempari mereka dengan batu hingga mereka lari. Kata Asy Syibli : “Kalau
kalian memang benar-benar mencintai aku, tentu kalian akan bersabar terhadap
penyakitku”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Bersabar sesaat atas suatu kemalangan adalah lebih baik daripada beribadat
satu tahun”.
Oleh karena itu ada yang mengatakan
: “Orang yang bersabar itu lebih utama daripada orang yang bersyukur. Sebab
orang yang bersyukur itu hanya disertai oleh tambahan (yang diberikan Allah
karena syukurnya itu), sebagaimana firman Allah Taaia :
Artinya
: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat
kepadamu”.
Sedangkan orang yang bersabar disertai
oleh Allah, Taala, sebagaimana firman-Nya :
Artinya
: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. Dan juga diriwayatkan
dari Muhammad bin Muslimah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : ,
Artinya
: “Tidak baik bagi seorang hamba yang tidak pernah kehilangan hartanya atau
sakit badannya. Karena sesungguhnya, apabila Allah mencintai seseorang hamba,
maka Dia akan mencobanya, dan jika dia dicoba, maka dia bersabar” (Demikian
disebutkan dalam kitab Zubdatul Nasihin)
Dan
diriwayatkan juga oleh Ibnu Abid Dunya, tentang sabar, dan oleh Abusy Syaikh.
tentang pahala, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al jami’ush Shaghur,
dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang
artinya :
“Sabar itu ada tiga (maksudnya :
macam-macam sabar dilihat dari hal-hal yang berkaitan dengannya ada tiga) :
Sabar atas musibah (hingga tidak jengkel karenanya), sabar atas ketaatan
(hingga dilaksanakannya), sabar dari maksiat (hingga tidak terjerumus ke
dalamnya). Maka barangsiapa sabar atas musibah (maksudnya atas
kemalangan-kemalangan hingga dia dapat menolaknya dengan cita-citanya yang
baik) Allah akan mencatatkan baginya (yakni mentakdirkan, atau menyuruh
tulisdiLauhul Mahfuz dan catatan-catatan amal) tiga ratus derajat (yakni
kedudukan yang tinggi di dalam surga), yang jarak antara tiap-tiap dua derajat
sama seperti jarak antara langit dan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam
melakukan perbuatan taat (yakni untuk melaksanakannya dan menanggung bebannya
yang berat), maka Allah akan mencatatkan baginya enam ratus derajat, yang
jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah sama seperti jarak antara batas
tertinggi bumi sampai ujung lapis ketujuh bumi. Dan barangsiapa bersabar dari
perbuatan maksiat (yakni untuk meninggalkannya), maka Allah akan mencatatkan
baginya sembilan ratus derajat, yang jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah
sama seperti jarak antara batas bumi sampai ke ujung Arsy (yaitu makhluk yang
paling tinggi tingkatannya).
Jadi, sabar untuk
tidak melakukan apa-apa yang diharamkan merupakan martabat yang paling tinggi,
karena sulitnya untuk tidak menuruti nafsu, atau membawanya kepada yang bukan
tabiatnya. Dan selanjutnya, sabar untuk melaksanakan perintah-perintah, karena
perintah-perintah itu kebanyakan merupakan perkara yang disukai oleh
nafsunafsu yang baik. Dan selanjutnya, sabar atas sesuatu yang tidak disukai
(musibah, bencana), karena ia bisa menimpa siapa saja, orang baik-baik maupun
orang jahat, mau atau tidak”. (Demikian disebutkan dalam kitab At Taisir,
Syarah Al Jami’ush Shaghir)
Ada pula yang
mengatakan bahwa, sabar itu lebih utama daripada syukur. Karena orang-orang
yang bersyukur itu hanya disertai barang tambahannya saja, sebagaimana firman
Allah yang artinya : (Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu). Sedangkan orang-orang yang bersabar disertai Allah,
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang artinya : (Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar).
Dari Wahab bin
Munabbih ra., katanya : “Pada waktu dipanggil Tuhan-nyadigunung Thursina, Nabi
Musa as. bertanya : “Ya Tuhan, manakah tempat di antara tempat-tempat yang
adadidalam surga yang paling Engkau sukai?”.
Allah
Taala menjawab : “Hai Musa, tempat yang paling Kusukai adalah Hazhiratul
Quds”.
Musa as. bertanya pula : “Ya Tuhan,
siapakah yang tinggal disana?”.
Allah menjawab :
“Orang-orang yang pernah mengalami musibah”.
“Ya
Tuhan, sebutkanlah sifat-sifat mereka kepadaku”, pinta Nabi Musa.
Maka
Allah pun menerangkannya : “Hai Musa, mereka adalah orang-orang yang apabila
ditimpa cobaan, maka mereka bersabar. Sedang apabila Aku beri mereka nikmat,
maka mereka bersyukur. Apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengucapkan :
inna lilaahi wa inna ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami adalah milik Allah,
dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah para penghuni Hazhiratul Quds”.
(Demikian disebutkan dalam Ar Raudhah)
Attabrani
meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa ditimpa suatu musibah pada hartanya atau badannya, lalu dia
merahasiakannya dan tidak mengadukannya kepada orang lain, maka Allah pasti
akan mengampuni (dosa) nya”. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Jami’ush
Shaghir)
Maka bagi orang yang berakai, hendaknya
dia bersabar ketika ditimpa oleh musibah, cobaan, kemalangan maupun
kemiskinan, supaya dia mendapatkan pengampunan dani Allah Taala serta
dihapuskan kesalahan-kesalahannya dan ditinggikan derajat-derajatnya.
Imam
Abul Laits rahimahullah, meriwayatkan dalam At Tanbih, dari Abdullah bin Al
Harits, dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Ada seorang nabi mengadu kepada
Tuhannya, katanya : “Ya Tuhan, hamba yang mukmin itu taat kepada-Mu dan
menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, namun Engkau jauhkan dunia darinya dan
Engkau hadapkan dia kepada kemalangan-kemalangan. Sedangkan si hamba yang
kafir itu, tidak taat kepada-Mu dan berani melakukan perbuatan-perbuatan
maksiat, namun Engkau jauhkan darinya kemalangan:kemalangan dan Engkau
hamparkan dunia baginya”.
Maka Allah Taala
mewahyukan kepadanya : “Sesungguhnya seluruh hamba adalah kepunyaan-Ku dan
bencana pun adalah kepunyaan-Ku. Masing-masing bertasbih dengan memuji
kepada-Ku. Hamba yang mukmin itu menanggung dosa-dosa, maka Aku jauhkan dunia
daripadanya dan Aku hadapkan dia kepada kemalangan-kemalangan. Maka itu
merupakan tebusan atas dosa-dosanya, sehingga dia menemui Aku, lalu Aku balas
dia atas kebaikan-kebaikannya. Sedang orang yang kafir itu, melakukan
kebaikan-kebaikan, maka Aku lapangkan rezeki baginya dan Aku jauhkan dia dari
kemalangan-kemalangan, Aku balas kebaikan-kebaikannyadidunia, sehingga dia
menemui Aku, lalu Aku balas dia atas keburukan-keburukannya”.
Menurut
Khabar : bahwa pada zaman dahulu, ada orang mukmin dan orang kafir sama-sama
pergi menangkap ikan. Si kafir sambil menyebut-nyebut nama dewa-dewanya lalu
melemparkan jalanya, sehingga dia memperoleh ikan yang banyak. Sedangkan si
mukmin juga sambil menyebut nama Allah Taala lalu melemparkan jalanya, namun
ternyatadiatidak memperoleh apa-apa. Ketika matahari hampir terbenam, barulah
dia memperoleh seekor ikan. Tetapi ikan itu meronta hingga terlepas dari
tangannya dan masuk kembali ke dalam air. Maka pulanglah si mukmin dengan
tangan hampa. Dan si kafir pun pulang, sedangdidalam jalanya penuh berisi
ikan. Melihat keadaan si mukmin, malaikat merasa kasihan. Tetapi, setelah dia
naik ke langit, Allah Taala memperlihatkan kepadanya tempat tinggal si
mukmindidalam surga, maka berkatalah ia : “Demi Allah, apa yang telah menimpa
si mukmin itu tidak akan membuatnya rugi setelah dia kembali ke tempat ini”.
Dan Allah memperlihatkan juga kepadanya tempat tinggal si kafirdidalam neraka,
maka berkatalah ia : “Demi Allah, tidak akan berguna bagi si kafir, dunia yang
telah diperolehnya itu, setelah dia kembali kelak ke tempat ini “.
Sekian.
51. PENJELASAN TENTANG NERAKA
Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Orang-orang kafir digiring ke neraka Jahannam berombong-rombongan, sehingga
apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya, dan
berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya : “Apakah belum pernah datang
kepadamu rasulrasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan
memperingatikanmu akan pertemuan pada hari ini ?”. mereka menjawab : “Benar”.
Tetapi telah pasti berlaku kalimat azab atas orang-orang kafir. Dikatakan
(kepada mereka) : “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu
kekal di dalamnya”. Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi
orang-orang yang menyombongkan diri”. (QS. Az Zumar : 71)
Tafsir
:
(. ) Orang-orang kafir
digiring ke neraka Jahannam berombong-rombongan, berkelompok-kelompok,
terpisah-pisah sebagiannya mengikuti sebagian yang lain, menurut perbedaan
tingkatan mereka masing-masing dalam hal kesesatan dan kejahatannya.
Az
Zumar (. ) artinya kelompok yang sedikit, kata ini merupakan kata
jamak dari zumrah ( ). Ia adalah pecahan
(. ) dari kata az zamru (. ) yang
artinya Suara. Karena kumpulan orang banyak tentu tidak pernah sepi dari
suara. Atau dari perkataan : syaatyn zamiratun (. ) artinya
: Kambing yang sedikit bulunya, dan rajulun zamirun
( ) Lelaki yang kurang ajar.
(.
) sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya,
supaya mereka memasukinya. Kata hatta ( ) adalah
kata yang Sesudah diceritakan isi kalimat berikutnya. Orang-orang Kufah
membaca futihat dengan men-takhfif-kan huruf fa.
(.
) dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaga, dengan bentakanbentakan dan
ejekan-ejekan.
(. ) apakah belum
pernah datang kepadamu rasul-rasuldiantaramu, dari jenismu?.
(.
) yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan
pertemuan dengan hari ini ?. Waktumu ini, yakni saat masuknya orang-orang
kafir ke dalam neraka.
Ayat ini menunjukkan bahwa
tidak ada pembebanan (. ) sebelum adanya syariat. Karena
para malaikat itu memberi alasan atas celaan mereka terhadap orang-orang kafir
itu dengan datangnya rasul-rasul dan disam-paikannya Kitab-Kitab.
(.
) Mereka menjawab : “Benar”. Tetapi telah pasti berlaku kalimat azab atas
orang-orang yang kafir. Kalimat Allah untuk mengazab kami. Yakni ketetapan
atas orang-orang kafir yang berupa kesengsaraan, dan bahwa mereka termasuk
penghuni neraka.
Pada ayat ini isim zhahir (yaitu
: ) diletakkanditempat isim dhamir, untuk menunjukkan
dikhususkannya azab itu atas orang-orang yang kafir. Ada pula yang mengatakan
bahwa, yang dimaksud adalah firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Aku akan
memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”.
(.
) Dikatakan : “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal
didalamnya”.
Di sini, tidak ditentukan siapa yang
berkata supaya apa yang dikatakan kepada mereka itu terasa mengerikan.
(.
) Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orangorang yang
menyombongkan diri.
Huruf lam
(. )disini adalah lamul jinsi ( ),
sedangkan al makhsus bidz dzammi (yang dicela) dihilangkan, karena telah
disebutkan sebelumnya. Dan diberikannya pengertian bahwa ditempatkannya
orang-orang kafir dalam neraka itu dikarenakan kesombongan mereka terhadap
kebenaran, hal itu tidak menafikan bahwa masuknya mereka ke sana dikarenakan
telah ditetapkannya kalimat azab atas mereka. Sebab kesombongan mereka maupun
keburukan-keburukan mereka lainnya adalah disebabkan oleh ketetapan tersebut,
sebagaimana sabda Nabi saw.:
Artinya :
“Sesungguhnya apabila Allah menciptakan seseorang hamba untuk masuk Surga,
maka Dia jadikan orang itu melakukan perbuatan penghuni surga, sehingga dia
mati ketika sedang melakukan salah satu perbuatan penghuni surga, maka dengan
demikian dia pun masuk surga. Dan apabila Allah menciptakan seseorang hamba
untuk masuk neraka, maka Dia jadikan orang itu melakukan perbuatan penghuni
neraka, sehingga dia mati ketika sedang melakukan salah satu perbuatan
penghuni neraka, maka dengan demikian dia pun masuk neraka”. (Qadhi
Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw. :
Artinya
: “Barangsiapa bersalawat kepadaku dengan penuh pengagungan, maka Allah Taala
akan menjadikan dari kalimat itu malaikat, yang mempunyai Sepasang sayap. yang
satu di timur dan yang satunya lagi di barat. Kedua kakinya di bawah bumi,
sedangkan lehernya tunduk di bawah Arsy. Allah Taala berfirman kepadanya :
“Bacalah salawat atas hamba-Ku itu sebagaimana dia telah membaca salawat atas
nabi-Ku”. Kemudian malaikat itu pun membaca salawat atasnya sampai hari
kiamat”
Diriwayatkan bahwa, musuh-musuh Allah
Taala digiring ke neraka dengan wajah yang menghitam, mata membiru dan
mulut-mulut mereka terkunci. Maka tatkala mereka telah tibadipintu-pintu
neraka, mereka disambut oleh para malaikat Zabaniyah dengan rantai-rantai dan
belenggu-belenggu, yang dipasang pada mulut-mulut mereka dan keluar dari
dubur-dubur mereka. Tangan kanan merekadiikatkan ke leher, sedang tangan kiri
mereka dimasukkan di dalam dada, lalu ditarik dari antara kedua pundak mereka,
kemudian diikat dengan rantai-rantai. Tiap-tiap seorang kafir diikat bersama
pasangannya dari golongan setan dalam satu rantai. Kemudian disungkurkan
wajahnya dan dipukuli oleh malaikat dengan penggada-penggada dari besi. Setiap
kali hendak keluar dari neraka, maka mereka dikembalikan lagi ke dalamnya,
sebagaimana diceritakan Allah dalam firman-Nya :
Artinya
:“Setiap kali hendak keluar daripadanya (neraka), mereka dikembalikan (lagi)
ke dalamnya, dan dikatakan kepada mereka : “Rasakanlah siksa neraka yang
dahulu telah kamu dustakan itu!” (Daqaiqul Akhbar)
Diceritakan
bahwa, Abu Yazid adalah seorang yang air matanya tiada henti-hentinya keluar
dan senantiasa menangis. Lalu seseorang menanyakan sebabnya, maka dijawabnya :
“Sesungguhnya, kalau Allah Taala mengancamku akan mengurungku di dalam kamar
uap selama-lamanya, seandainya aku berdosa, maka sudah sepatutnya air mataku
tiada henti keluar. Apalagi Dia telah mengancam, bila aku berdosa, akan
menahan aku di dalam neraka yang telah Dia nyalakan selama tiga ribu tahun”.
(Misykat)
Menurut salah satu khabar, bahwa Nabi
saw. telah bersabda :
Artinya : “Jibril as. telah
datang menemuiku, lalu aku bertanya : “Hai Jibril, ceritakanlah kepadaku
tentang neraka Jahannam!”. Jibril menjawab : “Sesungguhnya Allah telah
menciptakan neraka, lalu menyalakannya selama seribu tahun hingga cahayanya
memetah. Kemudian Dia menyalakannya lagi selama seribu tahun pula hingga
cahayanya memutih. Kemudian Dia menyalakannya kembali selama seribu tahun pula
hingga cahayanya menghitam laksana malam yang gelap gulita, tiada (lagi) bisa
diredakan gejolaknya dan tiada pula bisa dipadamkan baranya”.
Diriwayatkan
bahwa Allah Taala telah mengutus Jibril as. kepada malaikat Malik as, untuk
mengambil sejumput api (dari neraka) yang akan dibawa kepada Nabi Adam as.
untuk memasak makanan. Lantas Malik bertanya : “Hai Jibril, berapa banyak api
yang engkau butuhkan?”.
Jibril menjawab : “Saya
mau api yang besarnya seperti sebutir buah kurma”.
Malik
berkata : “Andaikan aku beri engkau api sebesar buah kurma, pasti ia akan
melelehkan ketujuh lapis langit dan bumi karena panasnya”.
Jibril
berkata pula : “Berikan separuhnya saja”.
Malik
menjawab : “Andai kata aku memberimu seperti yang kau inginkan itu, niscaya
tidak akan turun hyjan setetes pun dari langit, dan tidak akan tumbuh satu
tanaman pundi muka bumi”.
Maka Jibril pun berseru
: “Tuhanku, seberapa banyakkah api yang harus aku ambil?”,
Allah
Taala menjawab : “Ambillah api sebesar atom”.
Kemudian
Jibril mengambil api sebesar atom, lalu dicucinya tujuh puluh kali di dalam
tujuh puluh sungai, setelah itu barudibawanya kepada Nabi Adam as. Api itu
diletakkannyadipuncak sebuah gunung yang sangat tinggi, maka melelehlah gunung
itu, sedang api tersebut kembali ke tempatnya semula, tinggal asapnya saja
yang ada dalam batu-batu dan besi sampai sekarang. Jadi, api kita sekarang ini
adalah dari asapnya api neraka yang sebesar atom itu, yang sudah dicuci tujuh
puluh kali. Oleh karena itu, renungkanlah wahai orang-orang yang berakal.
Muhammad
bin Kaab berkata : “Sesungguhnya penghuni neraka nanti akan menyeru dengan
lima macam seruan, empat kali di antaranya mendapat jawaban Allah, sedang
setelah yang kelima kalinya, para penghuni neraka itu tidak bisa lagi
berbicara untuk selama-lamanya. Seru mereka :
“Ya
Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami
dua kali pula. Dan kami telah mengakui akan dosa-dosa kami. Maka adakah suatu
jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?”.
Allah
Taala menjawab, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : “Yang demikian itu
adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya
apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini adalah pada Allah
Yang Mahatinggi lagi Mahabesar”.
Kemudian mereka
berseru pula : “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka
kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal saleh. Sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang yakin”.
Allah
menjawab : “Bukankah kamu dahulu (di dunia) telah bersumpah, bahwa sekalikali
kamu tidak akan binasa?”. .
Kemudian mereka
berseru kembali : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan
mengerjakan amal yang saleh, berlainan dengan apa yang teiah kami
kerjakan”.
Allah menjawab seperti yang disebutkan
dalam firman-Nya, yang artinya :
“Dan apakah Kami
tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi
orang-orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi
peringatan?. Maka rasakanlah (azab Kami), dan tidak ada lagi bagi orang-orang
yang Zadim seorang penolong pun”.
Para penghuni
neraka itu berseru pula : “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan
kami dan adalah kami (termasuk) orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami,
keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika
kami kembali uga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
zalim”.
Allah menjawab seperti yang disebutkan
dalam firman-Nya yang artinya :
“Tinggaliah
dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku lagi”.
Setelah
itu, untuk selama-lamanya mereka tidak dapat lagi berbicara. Dan itulah puncak
siksa yang amat berat.
Artinya : “Mereka tidak
merasakan kesejukan di dalamnya, dan tidak pula mendapat minuman selain air
yang mendidih dan nanah”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Seandainya satu ember dari nanah itu disiramkan ke dunia, niscaya akan
terbakarlah penghuni dunia ini seluruhnya”.
Dan
Allah berfirman :
Artinya : “Dan setiap kali
kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya
mereka merasakan azab”.
Nabi saw. bersabda yang
artinya : “Para penghuni neraka dimakan api pada setiap harinya sebanyak tujuh
puluh ribu kali. Dan tiap kali api itu melahap mereka, maka dikatakanlah
kepada mereka : “Kembalilah!” Maka jasad mereka pun kembali utuh seperti sedia
kala. Di sana mereka tidak akan mati-mati sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah :
Artinya : “Dan datanglah (bahaya) maut
kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati”. (Misykatul
Anwar).
Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Neraka
Jahannam didatangkan pada hari kiamat dari bawah bumi yang ketujuh,
dikelilingi oleh tujuh puluh ribu barisan malaikat. Dan setiap barisan terdiri
dari tujuh puluh ribu kali lebih banyak daripada bilangan manusia dan jin.
Mereka menarik neraka Jahannam dengan memegang kendalinya. Sedang neraka
Jahannam itu mempunyai empat buah tiang, yang jarak antara tiap-tiap dua
tiangnya adalah sejauh perjalanan sejuta tahun. Dan dia mempunyai tiga puluh
ribu kepala, yang pada tiap-tiap kepala ada tiga puluh ribu mulut. Dan pada
tiap-tiap mulutnya terdapat tiga puluh ribu gigi geraham, yang masing-masing
satu gigi geraham itu laksana tiga puluh ribu kali besar gunung Uhud. Dan pada
tiap-tiap mulutnya, terdapat dua buah bibir, yang masingmasing bibir tersebut
laksana lapisan-lapisan dunia. Dan pada tiap-tiap bibir terdapat rantai dari
besi, yang pada tiap-tiap rantai tersebut terdapat tujuh puluh ribu mata
rantai, dan tiap-tiap mata rantai itu dipegang oleh malaikat yang banyak.
Neraka Jahannam itu didatangkan dari sebelah kiri Arsy”. (Dagaigul Akhbar).
Dan
menurut salah satu khabar : “Apabila telah tiba hari kiamat, orang-orang kafir
akan mengatakan : “Ya Tuhan kami, perlihatkanlah kepada kami dua jenis makhluk
yang telah menyesatkan kami, (yaitu) dari golongan jin dan manusia, agar kami
letakkan keduanyadibawah telapak kaki kami, supaya kedua jenis tersebut
menjadi orang-orang yang hina”.
Dan Muqatil
berkata : “Untuk Iblis disediakan sebuah mimbardidalam neraka. Lalu naiklah ia
ke atasnya. Maka berkumpullah orang-orang kafir dan siapa saja yang
mengikutinya, mereka berkata kepadanya : “Hai makhluk yang terkutuk, engkau
telah menyesatkan kami dari jalan yang benar”.
Maka
berkatalah Iblis menjawab cercaan mereka itu, sebagaimana disebutkan dalam
Alquran :
Artinya : “Dan berkatalah setan ketika
perkara (hisab) telah diselesaikan : “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan
kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku
menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku atasmu, melainkan aku
sekedar menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah
kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri”.
Padahal
aku tidak membawa bukti kepadamu dan kamu pun tidak melihat aku. Maka
janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri”. (Durratun
Waa’zhin)
Dan dikatakan bahwa, para penghuni
neraka menyesali diri mereka selama seribu tahun. Kemudian mereka berkata :
“Dahulu ketika masihdidunia, apabila kami bersabar, maka kami akan mendapat
kelapangan”. Maka mereka pun lalu bersabar selama seribu tahun pula. Namun,
siksa itu tidak juga diringankan dari mereka, akhirnya mereka berkata, seperti
yang diceritakan dalam Alquran :
Artinya : “Sama
saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau kita bersabar. Sekali-kali kita
tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”.
Kemudian
para menghuni neraka itu berseru kepada malaikat Malik, sambil menghiba dan
menjerit : “Hai Malik, janji itu benar-benar telah ditunaikan kepada kami.
Siksa ini benar-benar telah kami rasakan berat, dan kulit-kulit kami
benar-benar telah hangus. Jika engkau keluarkan kami, sungguh kami takkan
mengulangi perbuatan kami”.
Maka Malik dan para
malaikat penjaga neraka lainnya, berkata : “Apakah dahulu belum datang
rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?”.
Mereka
menjawab : “benar, sudah datang”.
Maka
dikatakanlah kepada mereka : “Memohoniah kamu, dan permohonan orang-orang
kafir itu hanyalah sia-sia belaka”.
Maka penghuni
neraka itu pun berkata :
“Ya Tuhan kami, kami
telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orangorang yang sesat. Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia).
Maka, jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang zalim”.
Namun, Allah tidak
menjawab seruan mereka selama dua kali lipat masa tinggal! merekadidunia.
Kemudian dijawab juga seruan mereka itu dengan firman-Nya : “Tinggallah dengan
hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku!”.
Maka
ketika mereka sudah merasa putus asa untuk dapat keluar dari neraka, mereka
lalu meminta hujan kepada Allah Taala selama seribu tahun. Kata mereka : “Ya
Tuhan kami, turunkanlah hujan kepada kami”.
Lalu
tampaklah oleh mereka mega merah. Mereka menyangka akan turun hujan, namun
ternyata yang turun adalah kalajengking-kalajengking yang besarnya seperti
bighal, yang bila penghuni neraka itu terkena sengatnya, sakitnya takkan
hilang selama seribu tahun. Kemudian mereka memohon lagi kepada Allah Taala
agar diberi hujan. Lalu tampaklah oleh mereka mega hitam. Maka mereka pun
berkata : “Inilah mega yang mengandung hujan”. Namun ternyata yang turun
adalah ular-ular sebesar leher unta jantan. Tiap-tiap penghuni neraka yang
digigitnya, maka rasa sakitnya takkan bisa hilang selama seribu tahun. Inilah
makna dari firman Allah :
Artinya : “Kami
tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan, disebabkan mereka selalu
berbuat kerusakan”. (Misykatul Anwar)
Diceritakan
dari sementara ulama, bahwa dia mengatakan : “Lapisan-lapisan neraka itu ada
tujuh :
Pertama, neraka sair. Firman :
Artinya
: “Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka sair”.
Penghuni
neraka Sair ialah orang-orang yang suka mendustakan ayat-ayat Allah. Kita
berlindung kepada Allah dari neraka Sair ini dan neraka-neraka lainnya.
Kedua,
neraka Lazha. Firman Allah :
Artinya :
“Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak
(Lazha), yang mengelupaskan kulit kepala”.
Ketiga,
neraka Sagar. Firman Aliah :
Artinya : “(Mereka
saling bertanya) tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang
memasukkan kamu ke dalam neraka Sagar?”. Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak
termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi
makan orang miskin”. Padahal perkara yang paling utama sekali dalam syariat
adalah salat.
Keempat, neraka Jahim. Firman Allah
:
Artinya : “Adapun orang yang melampaui
batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya neraka
Jahimlah tempat tinggal (nya)”. Neraka Jahim diciptakan bagi orang-orang yang
memperturutkan hawa nafsunya.
Kelima, neraka
Jahannam. Firman Allah :
Artinya : “Dan
sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada
mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya”.
Keenam,
neraka Hawiyah. Firman Allah :
Artinya : “Dan
tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu, apakah neraka
Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas”.
Ketujuh,
neraka Huthamah.
Yang diciptakan untuk tukang adu
domba. Allah Taala berfirman :
Artinya :
“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam
Huthamah”. (A’rajiyah)
Abu Hurairah ra. berkata :
“Kami pernah berada bersama-sama Rasulullah saw. Sekonyong-konyong kami
mendengar suatu suara yang sangat mengerikan lagi berat. Lantas Beliau
mengajukan pertanyaan kepada kami : “Tahukah kalian, suara apakah tadi?”. Kami
menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau menjelaskan : “Itu
adalah suara sebuah batu yang dilepaskan ke dalam neraka Jahannam sejak tujuh
puluh tahun yang lalu, dan sekarang baru sampaididasarnya”.
Dan
dari sahabat Abu Darda ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Para penghuni neraka itu diberi rasa lapar. Sakitnya lapar tersebut
menyamai siksa yang ada di sana. Mereka menolong diri mereka dengan mengambil
makanan, namun yang mereka makan adalah zaggum. Sebagaimana dijelaskan Allah
dalam firmanNya : “Sesungguhnya pohon zaggum itu makanan orang-orang yang
banyak dosa. la seperti kotoran minyak, yang mendidih di dalam perut seperti
mendidihnya air yang sangat panas…dst”
Begitu
juga kata Ibnu Abbas ra. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)
Dan
menurut khabar : Tiap-tiap malaikat Zabaniyah itu, sekali dorong dapat
mendesak empat puluh ribu orang penghuni neraka masuk ke dalam Jahannam. Dan
mereka, yakni para malaikat Zabaniyah, diciptakan oleh Allah tanpa memiliki
perasaan belas kasih. Semoga Allah menyelamatkan kita dari tengah-tengah
mereka dalam keadaan aman.
Dan Ibnu Abbas ra.
berkata mengenai siksaan bagi orang-orang kafir yang senantiasa diperbaharui,
ketika menafsirkan firman Allah Taala yang artinya : (Kami ganti kulit mereka
dengan kulit yang lain) : “Kulit mereka diganti dengan kulit-kulit baru yang
berwarna putih mirip kertas”.
Sedang Ibnu Abi
Hatim, dan yang lain, mengatakan dari Ibnu Umar ra., katanya :
“Pernah
dibacakandihadapan Umar ra. :
Artinya : “Setiap
kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain.
Lantas
Muaz berkata : “Saya bisa menafsirkan ayat ini, “Dalam sesaat kulit dapat
berganti sampai seratus kali”. Umar menimpali : “Demikianlah saya dengar pula
dari Rasulullah saw.”.
Sementara Ibnu Abi Syaibah
dan juga yang lain telah mengeluarkan hadis dari Alhasan, katanya : “Saya
dengar, bahwasanya seorang penghuni neraka dalam sehari dibakar sampai tujuh
puluh ribu kali. Tiap kali daging mereka hangus dan termakan api, maka
dikatakanlah kepada mereka : “Kembalilah”, Maka kulit-kulit itu kembali utuh
Seperti semula”. (Demikian tersebut dalam Ad Durrul Mantsur)
Muslim
telah meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa dia mengatakan :
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Gigi geraham orang
kafir adalah seperti gunung Uhud, sedang tebal kulitnya adalah seperti panjang
perjalanan tiga hari”. (Demikian tersebut dalam Al Lubab)
Sekian.
52. PENJELASAN TENTANG SURGA
Allah SWT. berfirman : ,
Artinya : “Dan
orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, dibawa ke surga
berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka telah sampai di surga itu, sedang
pintu-pintunya telah terbuka, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya
: “Kesejahteraan atas kalian, berbahagialah kalian, maka masukilah surga ini,
sedang kamu kekal (di dalamnya)”. Dan mereka mengucapkan : “Segala puji bagi
Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami, dan telah mewariskan kepada
kami bumi ini, sedang kami menempati tempat di dalam surga di mana saja yang
kami kehendaki”. Maka surga itulah Sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang
beramal”. (QS. Az Zumar : 73-74)
Tafsir :
(.
) Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, di bawah ke surga. Mereka
dibawa dengan cepat ke negeri yang mulia itu. Dan ada pula dikatakan, bahwa
kendaraan-kendaraan merekalah yang dikemudikan (. ). Karena mereka
tidak dibawa kecuali dengan menaiki kendaraan.
(.
) berombong-rombongan, sesuai dengan perbedaan kedudukan mereka maSing-masing
dalam hal kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
(.
) Sehingga apabila mereka telah sampai ke surga itu, sedang pintu-pintunya
telah terbuka. Jawab dari idza (. )disini dihilangkan (makhdzut),
untuk menunjukkan bahwa, mereka dikala itu memperoleh kemuliaan dan
penghormatan yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata, dan bahwa
pintu-pintu surga telah terbuka buat mereka sebelum mereka datang, sebagai
orang yang ditunggu-tunggu.
(. ) Dan
berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya : “Kesejahteraan atas kamu”. Kamu
tidak akan lagi ditimpa oleh sesuatu yang tidak disukai sesudah ini.
(.
) berbahagialah kamu. Kamu bersih dari kotoran kemaksiatan.
(.
) Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal. Ditakdirkan kekal
Huruf
fa (. ) di dalam kalimat ayat ini fungsinya adalah untuk
menunjukkan bahwa.
kebersihan mereka itulah yang
menyebabkan mereka masuk dan kekal di dalam surga.
Namun
ini tidak berarti tercegahnya orang yang durhaka untuk memasuki surga, apabila
dia telah dimaatkan Allah. karena Allah mensucikannya.
(.
) Mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya
kepada kami, dengan membangkitkan dan memberi pahala.
(.
) dan telah mewariskan kepada kami bumi ini …., yang mereka maksud adalah
tempat yang mereka diami, sebagai kata ist’arah. Sedang diwanskannya tempat
itu berarti diberikannya sebagai pengganti dari amal-amal mereka. Atau,
dizinkannya mereka menggunakan tempat itu sebagaimana izin yang diperoleh
seorang ahli waris untuk menggunakan apa yang diwarisinya.
(.
) sedang kami menempati tempat di dalam surga dimana saja yang kami kehendaki.
Maksudnya, masing-masing dari kami bebas menempati tempat mana saja yang
dikehendakinya dalam surga yang luas ini, padahal dalam surga tersebut
tempat-tempat maknawi yang tidak diperebutkan oleh orang-orang yang
mendatanginya.
(. ) Maka itulah
sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal. Yaitu, surga. (Qadhi
baidhawi).
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari
Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa melupakan salawat kepadaku, maka dia telah melupakan Jalan (ke)
surga”. (Syiftaaus Syaril) Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Surga itu mempunyai
delapan buah pintu yang terbuat dari emas bertahtakan mutu manikam. Pintu
pertama, pada pintu pertama tertulis kalimat : Laa ilaaha illallaah,
muhammadar rasulullah (Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah). Itulah pintu (yang akan dimasuki oleh) para nabi, para rasul, para
syuhada, dan para dermawan. Pintu kedua, adalah pintu orang-orang yang
melaksanakan salat, yang menyempurnakan salat dan wudunya. Pintu ketiga,
adalah pintu orang-orang yang menunaikan zakat. Pintu keempat, adalah pintu
orang-orang yang menyeru berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari berbuat yang
mungkar.
Pintu kelima, adalah pintu orang-orang
yang memutuskan dirinya dari kemauankemauan syahwat.
Pintu
keenam, adalah pintu orang-orang yang berhaji dan berumrah.
Pintu
ketujuh, adalah pintu para pejuang.
Pintu
kedelapan, adalah pintu-pintu orang-orang yang memejamkan matanya dari hal-hal
yang diharamkan, serta melakukan kebaikan-kebaikan dan kebajikan-kebajikan,
Seperti berbakti kepada ibu-bapak, menghubungkan tali silaturrahmi, dan
amal-amal yang baik lainnya. (Daqaiqul Akhbar)
Adapun
surga itu ada delapan :
Daruljalal. Terbuat dari mutiara putih.
Darussalam.
Terbuat dari yagut merah.
Ai Ma’wa. Terbuat dari
zabarjad hijau
Darulkhulud. Terbuat dari merjan
kuning.
Darunna’im. Terbuat dari perak putih.
Darulqarar. Terbuat dari emas merah.
Firdaus. Terbuat
dari berbagai batu mulia, ada bata dari perak, ada bata dari emas, ada bata
yang dari yagut dan ada pula bata dari zabarjad. Sedang lantainya dari
kesturi.
Jannatul Adni. Terbuat dari intan putih.
Surga Aden ini mengungguli surga-surga lainnya. la memiliki dua buah pintu
dari emas, yang jarak antara keduanya ibarat jarak antara langit dan bumi.
Adapun bangunannya adalah ada bata dari emas dan ada pula bata dari perak.
Sedang tanahnya adalah ambar dan lantainya kesturi. Di dalamnya ada
sungai-sungai yang mengalir ke dalam surga-surga yang lain. Sedang kenikil
dari sungai-sungai itu adalah mutiara. Disana terdapat pula telaga Al Kautsar,
yaitu telaga Nabi Muhammad saw., dan terdapat pula sungai kafur, sungai
tasnim, sungai arak, sungai air dan sungai susu, serta sungai madu. (Dagaigul
Akhbar). Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Pada malam
ketika aku diisra’kan ke langit, semua surga diperlihatkan kepadaku. Aku lihat
ada empat sungai : sungai air, sungai susu, sungai arak dan sungai madu,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :
Artinya
: “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, yang di
dalamnya ada sungai-sungai berisi air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai arak yang lezat
rasanya bagi orang yang meminumnya, dan sungai-sungai madu yang disaring”.
Lalu
aku bertanya kepada Jibril as. : “Dari manakah datangnya sungai-sungai ini dan
ke manakah mengalirnya?”.
Jibril menjawab :
“Mengalir ke telaga Kautsar, namun saya tidak tahu dari mana datangnya. Maka
tanyakaniah kepada Allah, agar Dia memberitahu dan memperlihatkannya
kepadamu”.
Nabi saw. lalu berdoa kepada Tuhannya.
Maka datanglah malaikat, lalu berkata : “Ya Muhammad, pejamkanlah kedua
matamu!”.
Aku pun memejamkan kedua mataku.
Kemudian malaikat itu berkata pula : “Bukalah”.
Maka
aku pun membuka kedua mataku kembali. Ternyata aku telah beradadisisi sebuah
pohon, dan aku lihat disamping pohon itu ada sebuah kubah yang terbuat dari
mutiara putih. Kubah itu mempunyai pintu yang terbuat dari yagut hijau, dan
sebuah kunci dari emas merah. Seandainya dunia dengan segala isinya
dikumpulkan lalu diletakkan di atas kubah itu, niscaya akan serupa dengan
seekor burung yang bertengger di atas sebuah gunung, atau sebutir telur yang
terletak di atasnya. Aku lihat sungai-sungai yang empat itu mengalir dari
bawah kubah tersebut. Lalu aku hendak kembali, namun malaikat itu berkata :
“Kenapa Tuan tidak masuk ke sana?”. Aku bertanya : “Bagaimana aku bisa masuk,
sedangkan pintunya terkunci?”.
Malaikat itu
menjawab : “Anak kuncinya ada pada Tuan”.
“Mana?”.
Tanyaku.
Malaikat itu menjawab : “Bismillaahir
Rahmaanir Rahiim”.
Kemudian aku pun mengucapkan
“bismillaahir rahmaanir rahiim”. Maka kunci itu lalu terbuka. Lantas kulihat
sungai-sungai itu mengalir dari empat buah tiang kubah. Ketika aku hendak
keluar, malaikat itu bertanya : “Ya Muhammad, sudah tahukah Tuan?”.
“Sudah”,
jawabku.
Tetapi malaikat itu berkata kembali :
“Coba Tuan lihat sekali lagi”.
Lalu aku pun
melihat lebih seksama, ternyata pada tiang-tiang kubah itu tertulis kalimat
“bismillaahirrahmaanirrahiim”. Aku lihat sungai air keluar dari huruf “mim”nya
bismillah, sungai susu dari huruf “ha”nya Allah, sungai arak keluar dari huruf
“mim”nya Ar Rahman, dan sungai madu keluar dari huruf “mim”nya Ar Rahiim. Maka
mengertilah aku bahwa sumber sungai-sungai ini adalah dari kalimat basmalah.
Kemudian Allah Taala berfirman :
“Hai Muhammad,
barangsiapa di antara umatmu menyebut Aku dengan nama-nama ini, maka Aku akan
memberinya minum dari sungai-sungai ini”. (Misykatul Anwar)
Dan
menurut khabar dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Tatkalah
Allah Taala sudah menciptakan surga Aden, maka dipanggilnya Jibril as., lalu
berfirman kepadanya : “Pergilah dan lihatlah apa yang telah Aku ciptakan bagi
hamba-hamba-Ku dan kekasih-kekasih-Ku”.
Maka
berangkatlah Jibril pergi berkeliling di dalam surga tersebut. Seorang
bidadari melihat Jibril dari atas sebuah mahligai, lalu tersenyum kepadanya,
yang oleh sebab gigi serinya maka menjadi terang benderanglah surga Aden itu,
sehingga Jibril menjatuhkan diri bersujud. la menyangka itu adalah cahaya
Tuhan Yang Maha Perkasa. Lalu bidadari itu berseru kepadanya : “Hai Aminullah,
angkatiah kepala Tuan”.
Maka Jibril mengangkat
kepalanya, laiu dilihatnya bidadari itu, maka dia pun berucap: “Mahasuci Tuhan
yang telah menciptakan dirimu”.
Bidadari itu
berkata : “Hai Aminullah, tahukah Tuan, untuk siapakah aku diciptakan?”
Jibril
balik bertanya : “Untuk siapa?”.
Bidadari itu
menjawab : “Aku diciptakan Allah bagi mereka yang lebih mengutamakan keridhaan
Allah daripada hawa nafsunya”. (Mukasyafatul Qulub)
Dan
diriwayatkan dari Kaab, katanya :
“Saya pernah
bertanya kepada Nabi saw. tentang pepohonan di dalam surga, maka Beliau
menjawab : “Pohon-pohon di dalam surga itu tidak pernah kering dahan-dahannya,
tidak pernah gugur daun-daunnya, dan tidak pernah kehabisan buah-buahnya yang
masak. Dan pohon surga yang terbesar adalah pohon Thuba. Akarnya terdiri dari
mutiara, bagian tengahnya dari permata yagut merah, dan pucuknya dari emas,
sedang dahandahannya dari permata zabarjad dan daun-daunnya dari sutera halus.
Pada pohon itu ada tujuh puluh ribu dahan, sedang dahannya yang terjauh
menempel pada tiang Arasy, dan dahannya yang terendah terdapat pada langit
dunia.Didalam surga itu tidak ada satu ruangan atau satu kubah pun yang tidak
ada dahan pohon yang merindanginya. Dandi Sana, terdapat buah-buahan yang
memenuhi selera nafsu. Pohon itu tidak ada bandingannyadidunia kecuali
matahari, pangkalnya adadilangit, sedang cahayanya ada di Setiap tempat”.
(Daqaiqul Akhbar).
Dan menurut khabar :
“Sesungguhnyadiseberang
Sirat (jembatan yang melintangdiatas neraka) ada tanah lapang, di mana
terdapat pohon-pohon yang yang indah. Di bawah tiap-tiap pohon itu ada mata
air yang memancar dari Surga. Yang satudisebelah kanan dan yang lain di
sebelah kiri. Dan kaum mukminin, setelah berhasil melintasi Shirat, mereka
meminum dari salah satu mata air tersebut, maka lenyaplah dari dalam hati
mereka sifat-sifat dengki, khianat kotoran, darah dan air seni, sehingga
sucilah lahir batin mereka. Kemudian mereka da. tang kepada mata air yang satu
lagi, lalu mereka mandidisana. Maka berubahlah wajah. wajah mereka bagaikan
rembulandimalam purnama. Jiwa mereka menjadi halus bagai kan sutera, sedang
jasad mereka menjadi harum bak kesturi. Kemudian sampailah mereka ke pintu
surga, lalu keluarlah bidadari-bidadari, tiap-tiap seorang memeluk suaminya
lalu masuk ke rumahnya. Di dalam rumah itu terdapat tujuh puluh ranjang, dan
pada tiap-tiap ranjang itu terdapat tujuh puluh kasur, dan pada setiap kasur
itu telah siap seorang istri yang mengenakan tujuh puluh macam perhiasan.
Sumsum betisnya bisa tampak karena halusnya perhiasan-perhiasannya.
Mudah-mudahan Allah Taala memudahkan bagi kita untuk memperoleh semuanya itu”.
(Dagaigul Akhbar)
Dan diriwayatkan dari Nabi
saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya
Allah Taala menciptakan wajah para bidadari itu dengan empat warna : putih,
hijau, kuning dan merah. Dan Dia menciptakan badan mereka dari za’faran
(kuma-kuma), misik (kesturi) dan kaafur (kapur barus), sedang rambutnya dari
cengkih. Dan mulai dari jari-jari kakinya sampai ke lututnya diciptakan dari
za’faran yang telah diharumkan, dan mulai dari lututnya sampai ke dadanya
diciptakan dari ambar, dan mulai dari leher sampai ke kepalanya diciptakan
dari kapur barus. Andaikata salah seorang dari bidadari-bidadari itu meludah
ke dunia, niscaya ludahnya itu menjadi misik (kesturi). Pada dada mereka
masing-masing tertulis nama suaminya dan sebuah nama di antara namanama Allah
Taala. Dan pada tangan masing-masing dari mereka terdapat gelang-gelang,
sedang pada jari-jarinya terpasang sepuluh cincin dari intan dan mutiara”.
(Dagoigul Akhbar).
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Aku lihat ada beberapa malaikat sedang membangun mahligai-mahligai dengan
bata dari emas dan bata dari perak. Tiba-tiba mereka berhenti membangun. Lalu
aku bertanya kepada mereka : “Kenapa kalian berhenti membangun?” Mereka
menjawab : “Nafkah kami telah habis”. Aku bertanya : “Apa nafkah kalian?”
Mereka menjawab : “Zik: rullah. Dahulu pemilik mahligai ini selalu berzikir
menyebut asma Allah Taala. Ketika dia tidak lagi berzikir, maka kami pun
berhenti pula dari membangun, sebagaimana firman Allah Taala, yang artinya :
“Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan
itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan
kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya satu bagian
pun di akhirat”, (Zubdatul Wa’izhin)
Dari Nabi
saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa membaca salawat untukku pada tiap-tiap hari Jumat seratus kali,
maka dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah, sekalipun banyaknya laksana buih
di laut”. (Zubdatul Wa’izhin)
Friman Allah :
Artinya
: “Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, dibawa ke surga (secara)
berombong-rombongan….”.
Yakni,
berkelompok-kelompok yang berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tingkat
keutamaan ataupun ketinggian derajat masing-masing. Itu terjadi sebelum
perhitungan amal (hisab) atau sesudahnya, baik hisab yang ringan maupun yang
berat. Dan itu, sesuai dengan ayat sebelumnya, yaitu firma Allah :
Artinya
: “Dan diberikanlah buku (perhitungan amal masing-masing)… dst”.
Sedangkan
yang membawa mereka (ke surga itu) ialah para malaikat berdasarkan perintah
dari Allah Taala. Para malaikat tu membawa orang-orang yang bertakwa dengan
sikap memuliakan dan menghormati tanpa memayahkan atau meletihkan, akan tetapi
dengan suka cita dan gembira, agar mempercepat mereka menuju negeri kemuliaan
Adapun yang dimaksud orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang menjaga
diri dari kemusyrikan. Mereka adalah golongan umum dari penghuni surga. Sedang
di atas mereka adalah golongan seperti yang disebutkan Allah dalam firman-Nya
:
Artinya : “(Di hari itu) didekatkanlah surga
bagi orang-orang yang bertakwa”.
Lalu di atas
mereka ada pula golongan seperti yang disebutkan Allah dalam firmanNya:
Artinya
: “(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat”.
Jelas
berbeda antara orang-orang yang dibawa ke surga dengan orang yang surga
didekatkan kepadanya. Sebenarnya, orang-orang yang dibawa ke surga ialah
mereka yang menganiaya diri mereka (Azh Zhalimuna li Anfusihim). Sedangkan
orang-orang yang surga didekatkan kepada mereka ialah golongan pertengahan (al
muqtashidun). Dan orang-orang yang dihormati sebagai perutusan itu ialah
golongan yang utama (as saabiquun).
Dan
ketahuilah, bahwa tatkala sangkakala telah ditiup kembali, sebagai tiupan
pengembalian (kebangkitan), dan masing-masing orang telah muncui dari
kuburannya, maka setiap orang akan didatangi oleh amalnya. Amalnya itu berkata
kepadanya : “Mari bergegas ke Mahsyar”. Orang yang mempunyai amal baik amalnya
itu akan menjelmadi hadapannya sebagai seekor bihgai, ada pula yang amalnya
menjelma sebagai seekor keledai, dan ada pula yang amalnya menjelma sebagai
seekor domba yang kadangkadang metemparkannya.Didepan mereka masing-masing
memancar suatu cahaya yang kemilau, seperti lampu, atau seperti bintang, atau
seperti bulan, atau seperti matahari, sesuai dengan kadar kekuatan amal dan
pekerti mereka masing-masing. Dan disebelah kanan mereka juga ada cahaya yang
serupa. Adapun disebelah kiri mereka tidak ada secercah cahaya pun, tetapi
kegelapan yang sangat pekat. Yangdisana berjatuhan orangorang kafir dan mereka
yang ragu-ragu. Adapun orang yang beriman, dia memuji kepada Allah Taala atas
karunia cahaya yang diberikan-Nya, yang oleh karenanya dia tidak tersesat ke
dalam kegelapan tersebut.
Keadaan manusia pada
saat itu, ada yang berjalan di atas kedua telapak kakinya. Sedang yang lain,
berjalan dengan ujung-ujung jarinya.
Rasulullah
saw. pernah ditanya : “Bagaimana kelak manusia dihimpunkan, Ya Rasulullah?”.
Beliau menjawab : “Dua orang menunggangdiatas seekor unta : lima orangdiatas
seekor unta : dan sepuluh orang di atas seekor unta”.
Maksudnya,
apabila ada beberapa orang bersyerikat dalam suatu amal, maka Allah Taala
menciptakan dari amal mereka seekor unta buat tunggangan mereka. Seperti
sekelompok orang yang membeli sebuah kendaraan, mereka akan mengendarainya
bergantiandijalan. Maka beramallah, semoga Allah memberi hidayat kepada Anda,
suatu amal yang akan menjadi unta tunggangan Anda sendiri, tanpa bersyerikat
dengan orang lain.
Dari sini dapat diketahui
pahala perbuatan yang dilakukan secara bersyerikat. Yang paling utama adalah
manakalah dianugerahkannya pahala khusus dari Tuhan bagi tiaptiap seorang,
tanpa syarikat orang lain dalam pahala tersebut.
Diriwayatkan
bahwa, seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil mendapat wansan harta yang
banyak dari ayahnya. Maka dibelinya sebidang kebun, lalu diberikannya khusus
untuk orang-orang miskin, sambil berkata : “Ini kebunkudisisi Allah”. Kemudian
dia pun membagi-bagikan uang yang banyak kepada orang-orang yang lemah, sambil
berkata : “Dengan uang ini saya membeli budak-budak perempuan dan laki-laki,
memerdekakan hamba sahaya yang banyak”. Lalu dia berkata pula : “Mereka adalah
pelayanpelayandisisi Allah”. Pada suatu hari, dia menengok seorang tuna netra,
yang kadangkadang berjalan sambil merangkak. Lalu dibelinya seekor hewan
tunggangan untuk orang tersebut, supaya dapat digunakannya untuk berjalan.
Kemudian dia berkata : “Ini adalah kendaraankudisisi Allah yang akan aku
tunggangi”. Nabi saw. bersabda : “Demi Allah, yang diriku berada dalam
kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku seolah-olah melihat kendaraannya Itu, yang
didatangkan kepadanya dalam keadaan sudah berpelana dan berkendali, dan
berjalan membawanya menuju ke mauqif (Mahsyar)”. (Sekian dari Ruhul Bayan)
53. PENJELASAN TENTANG PERMOHONAN AMPUN MALAIKAT UNTUK ORANGORANG
MUKMIN
Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan malaikat-malaikat yang berada di
sekelilingnya, bertasbih memuji Tuhan mereka dan mereka beriman kepada-Nya
serta memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan) :
“Oh Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah
ampunan kepada orangorang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu serta
peliharalah mereka dari siksa neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al Mu’min :
7)
Tafsir :
(.
) Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan para malaikat yang
beradadisekelilingnya. Mereka adalah para maiaikat Karrubiyun, yaitu
malaikatmalaikat yang paling tinggi tingkatannya dan yang pertama-tama sekali
diwujudkan. Maksud dari dipikulnya Arsy oleh mereka dan berkerumunnya
merekadisekelilingnya adalah kalimat majaz, yaitu berkaitan dengan
pemeliharaan dan pengendalian mereka terhadapnya, dan sebagai kinayah, yang
menunjukkan betapa dekatnya mereka dengan Pemilik Arsy itu, dan betapa
tingginya kedudukan merekadisisi-Nya, dan bahwa mereka adalah para perantara
untuk melaksanakan perintah-Nya.
(.
) mereka bertasbih memuji Tuhan mereka, menyebut Allah dengan sifat-sifat yang
berisi pujian, yaitu sifat-sifat keagungan dan kemuliaan. Adapun sebab
dijadikannya tasbih itu sebagai pokok predikat, sedangkan pujian sebagai hal
(kata keterangan) adalah karena memuji itulah mugtadal hal (suasana yang
meliputi) malaikat itu, sedang tasbih tidak.
(.
) dan mereka beriman kepada-Nya. Allah memberitahukan tentang keimanan para
malaikat itu adalah untuk menampakkan betapa utamanya keimanan itu, dan Juga
sebagai pengagungan terhadap orang-orang yang beriman. Dan ayat ini memang
berkaitan dengan masalah iman, sebagaimana dinyatakan Allah dalam kelanjutan
ayatdi atas :
(. ) serta
memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman.
Disamping
itu, juga untuk memberi pengertian bahwa para malaikat pemanggul Arsy
dan
penghuni Arsy adalah sama dalam pengetahuan Allah, yakni sebagai bantahan
terha. dap kaum Mujassimah. Adapun maksud istighfar (permohonan ampun) para
malaikat it, adalah syafaat mereka, dorongan mereka kepada orang-orang beriman
itu supaya berto. bat, dan ilham mereka kepada orang-orang beriman itu agar
melakukan apa-apa yang dapat mendatangkan ampunan. Ayat ini juga mengandung
suatu penjelasan bahwa, ke. bersamaan dalam iman itu mengharuskan adanya
pemberian nasehat dan kasih sayang, sekalipun terdapat perbedaan jenis
makhluk. Karena hanya kebersamaan iman sajalah yang merupakan hubungan yang
paling kuat, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya
: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”.
(.
) Oh Tuhan kami. Maksudnya, para malaikat itu mengucapkan “Oh Tuhan kami
Kalimat ini merupakan keterangan (hal) dari kalimat “yastaghfiruuna” (mereka
memohon. kan ampun)
(. )
rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu. Maksudnya, rahmat dan ilmu Allah
sangat luas sehingga meliputi segala sesuatu. Disini, fiil digeser oleh
failnya yang asli, guna menyatakan ke dalaman (ighraq) dalam mensifati Allah
dengan sifat rahmat dan ilmu. Dan sebagai pernyataan bersangatan (mubalaghah)
tentang meratanya rahmat dan ilmu Altah itu. Adapun didahulukannya ‘rahmat’
adalah karena rahmat itulah yang menjadi tujuan utamadisini.
(.
) maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti
jalan-Mu. Yaitu, orang-orang yang Engkau ketahui tobatnya dan mengikuti jalan
yang benar.
(. ) dan jagalah
mereka dari siksa neraka yang menyala-nyala, dan peliharalah mereka darinya.
Kalimat ini merupakan pernyataan setelah diberikannya pengertian, sebagai
penguat (ta’kid) dan untuk menunjukkan betapa dahsyatnya azab heraka itu.
(Qadhi Baidhawi).
Mengenai firman Allah Taala,
yang artinya : (Malaikat-malaikat yang memikul Arsy), Imam Muhammad bin Mahmud
Assamargandi berkata : “Ibnu Abbas ra., berkata : “Sesungguhnya para malaikat
pemanggul Arsy itu, kaki-kaki mereka terletakdibumi yang paling bawah, sedang
kepala-kepala mereka menembus Arsy. Mereka dalam keadaan tunduk, tidak
mengangkat pandangan mereka”.
Dan dari Jakfar bin
Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya : “Bahwasanya Allah Taala
memandang kepada suatu bahan inti (jauharah), maka berubahlah ia menjadi
merah. Kemudian Allah memandang jauh arah itu sekali lagi, maka ia menjadi
bergetar dan meleleh karena takut kepada Tuhannya. Kemudian Allah memandangnya
untuk yang ketiga kalinya, maka berubahlah ia menjadi air. Kemudian Allah
memandangnya lag! untuk yang keempat kalinya, maka membekulah separuhnya. Dari
yang separuh ini, Allah menciptakan Arsy, sedangkan dari separuh yang lain,
air. Kemudian dibiarkan-Nya dalam keadaan yang demikian, yang karenanya ia
terus bergetar sampai hari kiamat”. (Sekian petikan dari Assamargandi)
Imam
Al Qurthubi berkata : “Menurut pendapat para ahli tafsir, bahwasanya Arsy
adalah singgasana. la merupakan bentuk yang mempunyai rupa, yang diciptakan
oleh Allah Taala, dan diperintahkan-Nya para malaikat agar memanggulnya, serta
mengharuskan mereka mengagungkannya dan bertawaf disekelilingnya, sebagaimana
Allah telah menciptakan Bait (Kakbah)dibumi, dan memerintahkan kepada anak
cucu Adam agar bertawafdisekelilingnya dan berkiblat kepadanya”.
Dan
dari Ali Karramallaahu wajhah : “Sesungguhnya para malaikat pemanggul Arsy itu
ada empat. Masing-masing malaikat itu mempunyai empat wajah. Kaki-kaki mereka
menapak pada sebuah batu besar yang adadibawah bumi yang ketujuh, sejauh
perjalanan lima ratus tahun”. (Sekian dari ucapan Al Qusyairi).
Imam
Abu Laits Assamarqandi berkata mengenai surah Al A’raf, ketika menafsirkan
firman Allah Taala, yang artinya : Lalu Dia bersemayamdiatas Arsy. “Menurut
sebagian ulama, ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat, yang takwilnya hanya
diketahui oleh Allah saja”.
Dan diberikan pula
dari Yazid bin Marwan, bahwa ketika dia ditanya mengenai takwil dari ayat ini
(Lalu Dia bersemayamdiatas Arsy), maka dijawabnya : “Takwilnya adalah beriman
kepada-Nya”.
Dan diceritakan pula, bahwa ada
seorang laki-laki menemui Imam Malik bin Anas, lalu bertanya kepadanya
mengenai firman Allah yang artinya : (Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam
di atas Arsy), maka Imam Malik menjawab : “Beriman kepada-Nya adalah wajib,
sedang menanyakannya adalah bid’ah. Dan aku lihat, engkau tak lain orang yang
sesat”. Maka murid-murid Imam Malik pun lalu mengeluarkan orang itu.
Dan
konon, Muhammad bin Jakfar pun berpendapat serupa.
Dari
Ubay bin Kaab, bahwa dia berkata : “Apabila seperempat malam telah lewat, maka
Rasulullah saw. bangun, lalu Beliau berkata : “Hai manusia, ingatlah kamu
kepada Allah. Keguncangan itu pasti datang, diikuti oleh tiupan. Maut pasti
datang dengan segala akibatnya”.
Maka berkatalah
Ubay bin Kaab : “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya banyak membaca salawat untuk
Baginda. Berapa sa!lawat harus saya sampaikan kepada Baginda?’.
Rasulullah
saw. menjawab : “Sabanyak yang engkau kehendaki”.
Kaab
bertanya : “Seperempat?”.
Rasulullah menjawab :
“Terserah engkau. Kalau engkau tambah maka akan lebih baik”.
“Sepertiganya?”,
tanya Kaab pula.
“Terserah engkau. Kalau engkau
tambah maka itu lebih baik”. Jawab Beliau.
Kaab
bertanya pula : “Ya Rasulullah, dua pertiganya?”.
Rasulullah
menjawab : “Terserah engkau. Kalau engkau tambah maka itu adalah lebih baik
bagimu”.
Maka Kaab berkata : “Ya Rasulullah, saya
jadikan salawat saya seluruhnya untuk Baginda”.
Rasulullah
menjawab : “Kalau begitu, salawatmu itu akan mencukupi segala keinginanmu dan
dosa-dosamu akan diampuni”. (Syifaus Syarif)
Adapun
firman Allah Taala, yang artinya : “Dan para malaikat pemanggul Arsy itu
beriman kepada-Nya”.
Maksudnya adalah, bahwa para
malaikat pemanggul Arsy itu membenarkan bahwa Tuhan itu Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan tidak ada bandingan-Nya. Jadi, jika Anda bertanya : “Ayat itu
berbunyi (Mereka bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya),
padahal, bukankah tasbih itu terjadi sesudah adanya iman?. Maka bagaimana
pengertian firman Allah : (dan mereka beriman kepada-Nya), yang disebutkan
sesudah membaca tasbih itu?”. Saya jawab : “Pengertiannya adalah, bahwa itu
merupakan peringatan, betapa mulia dan utamanya iman itu, dan merupakan
anjuran supaya beriman, dan setelah Allah Taala terhalang dari mereka oleh
takbir-takbir keagungan, keindahan dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, maka Dia
pun menyembut mereka sebagai makhluk-makhluk beriman”. (Tafsir Al Khazin).
Dan
jika Anda bertanya : “Bagaimana pengertian istighfar (permohonan ampun) para
malaikat untuk orang-orang yang beriman, padahal mereka adalah orang-orang
yang bertobat dan saleh, yang dijanjikan akan mendapatkan ampunan, sedang
Allah tidak akan mengingkari janji-Nya?”. Maka saya jawab : “Istighfar
malaikat itu adalah syafaat. Sedangkan pengertiannya adalah untuk menambah
kemuliaan dan pahala”. (Kasysyaf)
Ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa, permohonan ampun dari para malaikat untuk
orang-orang yang beriman itu adalah sebagai balasan dari apa yang pernah
mereka katakan : (Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)dimuka bumi itu,
orang yang (hanya) akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah
belaka, padahai kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan
mensucikan-Mu?). Yakni, karena dahulu para malaikat itu terlanjur mengatakan
apa yang telah mereka katakan tadi, maka kini mereka lalu memohonkan ampun
buat orang-orang yang beriman. Hal mana juga merupakan peringatan kepada
selain malaikat, bahwa wajib atas siapa saja yang pernah membicarakan
kejelekan orang lain untuk memohonkan ampun baginya, sebagai tanda penyesalan
atas kata-kata yang terlanjur diucapkannya. (Tafsir Al Khazin)
Dari
Ibnu Abbas ra., katanya : “Setelah Allah Taala menciptakan Arsy, maka
diperintahkannya para malaikat pemanggul Asry itu untuk memanggulnya, namun
mereka merasa berat. Maka Aliah Taala berfirman : “Katakanlah olehmu
Subhanallah (Mahasuci Allah)!” Lalu para malaikat itu pun mengucapkan
“Subhanallah”, sehingga menjadi ringanlah mereka memikulnya. Untuk seterusnya
mereka lalu mengucapkan sepanjang masa “Subhanallah”, sampai saat Allah Taala
menciptakan Adam as. maka ketika penciptaan Adam telah sempurna, Beliau pun
bersin, dan Allah lalu mengilhamkan kepadanya ucapan “alhamduliliah” (Segala
puji bagi Allah). Maka Adam pun mengucapkan “alhamdulillah. Lalu Allah
berfirman : “Allah merahmatimu. Untuk inilah Aku telah menciptakan engkau, hai
Adam”.
Lalu malaikat-malaikat itu berkata :
“Kalimat ini sangat agung, tidak patut kita melalaikannya”. Kemudian kalimat
itu mereka gabungkan dengan kalimat pertama tadi, sehingga ucapan mereka
menjadi : “Subhanallah wal Hamduliliah”. Itulah yang mereka ucapkan sepanjang
masa. Dan sejak itu, mereka merasakan beban Arsy itu semakin ringan, tidak
seperti semula.
Dan demikianlah mereka senantiasa
mengucapkan kalimat-kalimat tersebut hingga pada suatu saat Allah Taala
mengutus Nabi Nuh as. Kaum Nabi Nuh-tah yang mula-mula menganggap
berhala-berhala sebagai Tuhan. Lalu Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Nuh as.
agar memerintahkan kaumnya mengucapkan kalimat tauhid : Laa Ilaaha Illaliaah
(tidak ada Tuhan selain Allah). Sedang Nabi Nuh as. rela menerima penghinaan
dari kaumnya.
Lalu para malaikat itu berkata :
“Kalimat yang ketiga ini pun agung pula”. Kemudian mereka gabungkan dengan
kedua kalimat yang pertama tadi. Maka sepanjang masa, mereka mengucapkan :
“Subhanallah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah”. Sampai pada suatu
ketika Allah Taala mengutus Nabi Ibrahim as.
Ketika
Altah Taala mengutus Nabi Ibrahim as., maka disuruh-Nya supaya Beliau
berkurban. Kemudian Allah menebus nyawa putra Nabi-Nya (yang semula hendak
dikurbankan) itu dengan seekor domba yang besar. Ketika Nabi Ibrahim melihat
domba itu, Beliau mengucapkan : “Allahu Akbar” (Allah Mahabesar). Saking
gembiranya menerima kenyataan itu.
Lantas para
malaikat itu berkata : “Kalimat yang keempat ini pun mulia juga”. Maka mereka
menggabungkannya dengan ketiga kalimat sebelumnya, sehingga sepanjang masa,
mereka mengucapkan : “Subhaanaillah, wal Hamdulillah, wa Laa Illaha Iilailah,
wallaahu Akbar”.
Ketika Jibril as. menceritakan
hal ini kepada Rasulullah saw., Beliau mengucapkan : “Laa haula walaa guwwata
illaa billaahil ‘aliyyil “azhiim’ (Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan,
melainkan dengan pertolongan dari Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung).
Lalu
Jibril as. berkata : “Kalimat ini patut puladigabungkan dengan kalimat-kalimat
yang empat itu”. (Tanbihul Ghatilin)
Imam Al
Qusyairi berkata : “Menurut sebagian khabar, bahwa ada malaikat berkata : “Ya
Tuhan, aku ingin sekali melihat Arsy”. Maka Allah lalu menciptakan untuknya
tiga puluh ribu sayap. Kemudian terbanglah malaikat itu dengan sayapnya selama
tiga puluh ribu tahun. Lalu Allah berfirman kepadanya : “Sudah sampaikah
engkau ke Arsy?”. Malaikat itu menjawab : “Saya belum lagi menempuh
sepersepuluh tinggi Arsy”. Maka Malaikat itu akhirnya minta izin kepada Allah
untuk kembali ke tempat asalnya”. (Haiatul Islam)
Syahr
bi Hausyab berkata : “Sesungguhnya para malaikat pemanggul Arsy itu ada
delapan malaikat. Empat malaikat di antara mereka mengucapkan :
Artinya
: “Maha suci Engkau Ya Allah, dan dengan segala pujian-Mu. Segala puji
untuk-Mu atas sifat santun dan ilmu-Mu”.
Sedangkan
malaikat yang empat lainnya mengucapkan :
Artinya
: “Mahasuci Engkau Ya Allah, dan dengan segala pujian-Mu. Segala puji bagi-Mu
atas maaf-Mu sesudah kodrat-Mu”.
Kata Syahr
selanjutnya : “Dan seakan-akan para malaikat itu mengetahui dosa-dosa anak
cucu Adam, lalu mereka memohonkan ampun buat orang-orang yang beriman. Yakni,
mereka memohonkan ampunan kepada Allah Taala buat orang-orang yang beriman”.
(Tafsir Al Khazin)
Dari Ibnu Abbas ra., katanya :
“Ketika Allah Taala telah menciptakan Arsy yang agung itu, maka Arsy merasa
bahwa dia adalah makhluk yang terbesar, lalu berkatalah ia : “Allah tidak
menciptakan makhluk lain yang lebih besar daripadaku”. Maka bergetarlah Arsy
itu. Kemudian Allah Taala menciptakan seekor ular yang melilit Arsy itu. Ular
itu mempunyai tujuh puluh ribu sayap. Pada tiap-tiap sayap terdapat tujuh
puluh ribu bulu.
Pada tiap-tiap bulu terdapat
tujuh puluh ribu wajah. Pada tiap-tiap wajah terdapat tujuh puluh ribu mulut.
Dan pada tiap-tiap mulut terdapat tujuh puluh ribu lidah. Pada setiap harinya,
keluarlah dari mulut-mulut itu ucapan tasbih sebanyak bilangan rintik-rintik
hujan, dan sebanyak bilangan daundipohon-pohon, dan sebanyak bilangan
hari-harididunia, dan sebanyak bilangan malaikat-malaikat seluruhnya. Ular itu
melingkari Arsy. Dan ternyata Arsy itu hanya separuh ular”. (Haiatul Islam)
Dari
sebagian ulama diceritakan, bahwa sebelum Allah Taala menciptakan bumi, tempat
Arsy adalah air. Sedang Arsy itu berada di atas air. Kemudian Allah menyuruh
Arsy agar naik dari atas permukaan air. Maka ia pun naiklah. la terus naik
hingga air yang adaditempatnya tadi membentuk kubus dan ikut menghantarkan
Arsy, naik bersamanya Sampai ke tempat yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah
menyuruh air kembali ke tempatnya semula, air berkata : “Seandainya Allah
tidak menyuruh aku kembali ke tempatku Semula, pasti aku hantar engkau ke
tempatmu”. Maka Aliah mewahyukan kepada air : “Sesungguhnya, karena engkau
telah memuliakan Arsy dan telah mengantarkan demi Aku, maka Aku jadikan
tempatmu sebagai tanah yang paling utama, dan Aku jadikan ia sebagai arah
kiblat bagi seluruh makhluk, serta tempat orang berharap memperoleh segala
kebutuhan”.
Dalam kaitan dengan cerita ini, Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mengantar
seorang tamu sebanyak tujuh langkah, maka Allah menutup terhadapnya tujuh
pintu Jahannam. Dan apabila dia mengantarkan tamu itu delapan langkah lagi,
maka Allah akan membukakan baginya delapan pintu surga, sehingga dia dapat
memasukinya dari pintu mana saja yang dia suka”. (Haqaiq)
Dan
disebutkan pula, bahwa yang pertama-tama diciptakan Allah Taala adalah Galam,
kemudian Lauh. Lalu Allah memerintahkan kepada Galam supaya menulis pada Lauh
apa-apa yang akan terjadi sampai hari kiamat. Kemudian Allah menciptakan apa
yang Dia kehendaki menurut kehendak-Nya yang Azali. Kemudian Dia menciptakan
Arsy. Kemudian Dia menciptakan malaikat-malaikat pemanggul Arsy, kemudian
langit dan bumi. Adapun sebab Allah menciptakan Arsy adalah untuk
hamba-hamba-Nya, supaya mereka tahu ke mana mereka mesti menghadapkan wajah
mereka ketika berdoa, agar tidak kebingungan dalam berdoa, sebagaimana Dia
telah menciptakan Kakbah, supaya mereka tahu ke mana mereka mesti menghadapkan
muka dalam ibadat. (Sekian petikan dari As Samargandhi)
Mengenai
firman Allah Taala :
Artinya : “Dan menjunjung
Arsy Tuhanmu…”
Ats Tsa’labi berkata : “Dari Ali
bin Husein ra., bahwa dia berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah
menciptakan Arsy, sedang sebelumnya Dia tidak menciptakan apa-apa selain tiga
: udara, Galam dan Cahaya. Kemudian barulah Allah menciptakan Arsy dari
bermacam-macam cahaya. Antara lain, cahaya hijau, yang karenanya menjadi
hijaulah warna hijau. Dan warna kuning, yang oleh karenanya menjadi kuninglah
warna kuning. Dan cahaya merah, yang oleh karenanya menjadi merahlah warna
merah. Dan cahaya putih, yang oleh karenanya menjadi terang benderanglah
cahaya-cahaya, dan dari cahaya itu pula terangnya waktu siang. Kemudian Dia
menjadikan Arsy itu bertingkat-tingkat sampai tujuh juta tingkat, yang tidak
satu tingkat pun di antaranya kecuali bertasbih kepada Allah, memuji dan
mensucikan-Nya dengan suara-suara yang berbeda-beda, yang seandainya Allah
Taala mengizinkan sesuatu untuk mendengarnya, niscaya akan runtuhlah
gunung-gunung dan gedung-gedung, dan akan menjadi keringlah lautan.
Adapun
mengenai firman Allah Taala :
Artinya : “Dan
tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya”. Ats Tsa’labi
berkata : “Ja’far bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari ayahnya,
dari kakeknya, bahwa dia berkata : “Di Arsy terdapat duplikat dari semua
makhluk yang telah diciptakan Allah Taala, baik yang beradadidarat
maupundilaut. Dan itulah takwil dari firman Allah Taala (dan tidak ada sesuatu
pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya”.
Dan
pada sebuah khabar disebutkan bahwa, Allah Taala telah memerintahkan kepada
semua malaikat agar berangkat diwaktu pagi dan sore untuk mengucapkan salam
kepada para malaikat pemanggul Arsy, karena kelebihan mereka diatas
malaikat-malaikat yang lain.
Demikianlah yang
dinukil oleh Ats Tsa’labi dari perkataan Imam al Baghawi dalam tafsir firman
Allah Taala :
Artinya : “Kursi Allah meliputi
langit dan bumi”.
Sedang Abu Hurairah ra. berkata
: “Kursi itu terletak didepan Arsy. Dan makna “wasia” adalah bahwa luasnya
seluas langit dan bumi.
Ali dan Muqatil ra.
berkata : “Masing-masing kaki kursi itu setinggi tujuh langit dan bumi, dan ia
terletakdidepan Arsy”. Demikianlah kata mereka.
Alim
besar As Suyuthi berkata : “Ibnu Jarir, Mardaweih dan Abusy Syaikh telah
mengemukakan dari sahabat Abu Dzar ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw.
bersabda -: “Hai Abu Dzar, perumpamaan langit yang tujuh dengan Kursi adalah
ibarat sebuah cincin yang terletakdisebuah gurun. Dan kelebihan Arsy atas
kursi adalah seumpama kelebihan gurun atas cincin tersebut.
Dan
Abusy Syaikh telah mengemukakan dari Hammad, katanya : “Allah telah
menciptakan Arsy dari zamrud hijau, dan diciptakan-Nya pula baginya empat buah
tiang dari yagut merah, dan diciptakan-Nya lagi untuknya seribu bahasa, dan
Allah menciptakandi bumi seribu umat, masing-masing umat bertasbih dengan
salah satu bahasa dari bahasabahasa Arsy”.
Dan Abusy Syaikh
telah pula mengemukakan dari Umar ra., katanya : “Allah Taala telah
menciptakan empat macam makhluk dengan tangan-Nya Adam as., Arsy, Galam dan
surga Aden. Sedangkan terhadap makhluk-makhluk yang lain, Allah hanya
berfirman : “Kun”, maka jadilah dia”.
Dan Abusy Syaikh juga
telah mengemukakan dari Utsman bin Saad Ad Darimi dalam kitabnya Ar Raddu
‘alal Jahmiyah, dia berkata : “Penghulu langit adalah Arsy”. Sekian.
Kami
telah menguraikan secara rinci mengenai hal ini, supaya sifat-sifat Arsy itu
dapat diketahui oleh setiap orang.
54. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN SIKAP ISTIQOMAH
AIlah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah
Allah”. kemudian meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada
mereka (dengan mengatakan) : “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih.
Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan kamu memperoleh
di dalamnya apa yang diinginkan oleh dirimu, dan memperoleh pula di dalamnya
apa yang kamu pinta, sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS. Fushshilat : 30-32) Tafsir :
(. ) Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah”.
Dengan mengakui akan ketuhanan-Nya dan memantapkan akan keesaan-Nya.
( ) kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, dalam beramal.
Kata “tsumma” adalah untuk menyatakan bahwa istigamah itu
kedudukannya sesudah pengakuan (iqrar). Karena pengakuan itu merupakan pangkal
dari istigamah, atau karena istigamah itu sukar, jarang sekali pengakuan yang
diikuti olehnya. Adapun apa yang diriwayatkan dari para Khulafa ar Rasyidin
mengenai arti istigamah, seperti: kemantapan iman, keikhlasan beramal, dan
menunaikan kewajiban-kewajiban, itu semua adalah rincian-rincian istigamah.
(. ) maka malaikat akan turun kepada mereka, pada saat mereka
sedang menghadapi sesuatu perkara, dengan sesuatu yang dapat melapangkan dada
mereka, dan menolak dari mereka perasaan takut dan sedih: atau ketika mati:
atau ketika keluar dari kubur.
( ) Janganlah kamu takut, terhadap apa yang akan kamu hadapi.
(. ) dan janganlah pula kamu bersedih, dari apa yang telah kamu
lewati. Kata an (. )disini adalah an masdariyah ( ) atau an mukhaffafah ( )
yang mugaddar dengan ba, atau an mutassirah (. ).
(. ) Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan
kepadamu, didunia melalui lisan rasul-rasul Allah.
(. ) Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia. Kami mengilhamkan
kebenaran kepadamu dan membawamu melakukan kebaikan, sebagai lawan dari apa
yang dilakukan oleh setan-setan terhadap orang-orang kafir.
(. ) Dandiakhirat, dengan syafaat dan kemuliaan, dikala
orang-orang kafir dan kawan-kawan mereka saling bermusuhan.
(. ) Dan kamu memperoleh di dalamnya, yaknidiakhirat. (. ) Apa
yang diinginkan oleh nafsumu, yaitu kelezatan-kelezatan.
(. ) Dan kamu memperoleh puladidalamnya apa yang kamu pinta, apa
yang kamu harapharapkan. Kata “tadda’uuna” (. ) berasal dari kata “Ad du’a” (
) yang artinya meminta. Kata ini lebih bersifat umum daripada yang pertama (.
).
(. ) sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Kalimat ini adalah hal dari kata “maa tadda’uuna”, untuk memberi
pengertian bahwa apa yang mereka harap-harapkan dibanding dengan apa yang
diberikan kepada mereka adalah suatu hal yang tidak pernah terlintas dalam
benak mereka sebelumnya, sebagaimana hidangan yang disediakan untuk tamu.
(Qadhi Baidhawi).
Dari Abu Thalhah ra., katanya : “Saya pernah menemui Nabi saw.,
tampak Beliau sangat bergembira dan berseri, yang melebihi dari sebelumnya,
maka saya pun menanyakan hal itu kepada Beliau, yang dijawab oleh Beliau :”Apa
yang menghalangi aku untuk bergembira, sedang Jibril baru saja keluar. Dia
datang kepadaku dengan membawa berita gembira dari Tuhanku, katanya :
“Sesungguhnya Allah Taaia telah mengutusku kepadamu, membawa berita gembira
dari Tuhanku, bahwa tidak seorang pun di antara umatmu bersalawat untukmu,
melainkan Allah Taala berserta para malaikat-Nya bersalawat pula untuknya
seperti salawatnya sepuluh kali”. (Syifaus Syarif)
Tentang sebab turunnya ayatdiatas, para ulama berkata : “Dari Ibnu
Abbas ra., katanya : “Sesungguhnya ayat-ayat tersebut turun berkaitan dengan
Abubakar Assiddiq ra., pada saat itu orang-orang musyrik berkata : “Tuhan kami
ialah Allah, dan malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah”.
Sedang orang-orang Yahudi mengatakan : “Tuhan kami ialah Allah, dan Uzair itu
adalah anak Allah, sedangkan Muhammad bukan nabi”. Lalu Abubakar berkata :
“Tuhan kami ialah Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagiNya, dan Muhammad itu
adalah hamba dan utusan-Nya”. Kemudian Abubakar bersikap konsisten dengan
pendiriannya itu. Adapun arti ayat itu adalah : Sesungguhnya orang-orang yang
mengakui keesaan Allah dan melepaskan dari Allah kepercayaan adanya sekutu,
teman atau anak, kemudian mereka senantiasa taat kepada-Nya dan melaksakan
kewajiban-kewajiban-Nya, dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya sampai saat
mereka meninggal dunia. (Tafsir)
Sebagian ulama yang lain mengatakan : Maksud “istiqmah” adalah
pengambilan Sumpahdialam arwah. Sementara, ada pula yang mengatakan, istigamah
itu bisa terjadi Secara lahir dan batin, istigamahnya orang awam secara lahir
adalah dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan,
sedangkan secara batin adalah iman dan tasdiq (membenarkan). Adapun
istigamahnya orang khawas (seperti para nabi, wali, Ulama akhirat) secara
lahir adalah menghindari dunia dan meninggalkan perhiasannya maupun
keinginan-keinginan terhadapnya, sedangkan secara batin adalah tidak meng.
inginkan kenikmatan surga karena rindu kepada Tuhan Yang Maha Penyayang.
(Syiha. buddin)
Abubakar ra. pernah ditanya tentang istigamah, maka jawabnya :
“Janganlah kamu mensekutukan sesuatu pun dengan Allah”.
Sedang Umar ra. berkata : “Istigamah artinya hendaklah kamu
konsisten terhadap perintah (dengan melaksanakannya) dan larangan (dengan
menjauhinya), dan janganlah kamu menyeleweng secara sembunyi-sembunyi seperti
seekor musang”.
Dan Utsman ra. berkata : “Istigamah adalah keikhlasan”.
Sedangkan Imam Ali ra. berkata : “Istigamah adalah melaksanakan
kewajiban-kewajiban”. (Ma’alimut Tanzil)
Seorang ahli kebenaran berkata : “Istigamah itu ada tiga macam :
(1) istigamah dengan lidah, (2) istigamah dengan hati, dan (3) istigamah
dengan jiwa. Istigamah dengan lidah adalah senantiasa mengucapkan kalimat
syahadat. Istigamah dengan hati adalah senantiasa berada di atas keinginan
yang benar. Sedangkan istigamah dengan jiwa ada: lah senantiasa melakukan
ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan”.
Sementara, yang lain mengatakan : “Istigamah itu dicapai dengan
empat perkara : (1) taat dalam menghadapi perintah, (2) takwa dalam menghadapi
larangan, (3) syukur dalam menghadapi nikmat, dan (4) sabar dalam menghadapi
surga.
Sedangkan kesempurnaan dari yang empat ini adalah dengan empat
perkara pula : kesempurnaan taat adalah dengan ikhlas, kesempurnaan takwa
adalah dengan tobat, kesempurnaan syukur adalah dengan mengakui ketidak
berdayaan diri, dan kesempurnaan sabar adalah dengan melakukannya secara
total. (Imam Nasafi) ‘
Al Fagih Abu Laits berkata : “Tanda istigamah seseorang adalah
apabila dia memelihara sepuluh perkara sebagai suatu yang wajib atas dirinya
:
Pertama, memelihara lidah dari menggunjing orang lain.
Karena
Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain”.
Kedua, menjauhi buruk sangka.
Karena Allah Taala
berfirman :
Artinya : “Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian dari prasangka itu adalah dosa”,
Dan juga, karena sabda Nabi saw. : ,
Artinya : “Hindari olehmu berburuk sangka, karena buruk sangka itu
adalah ucapan yang paling dusta”.
Ketiga, menjauhkan diri dari memperolok-olokkan orang lain.
Karena
Allah Taala berfirman :
Artinya : “Janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain,
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka
(yang memperolok-olokkan)”.
Keempat, menahan indera penglihatan dari apa-apa yang
diharamkan.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Katakanlah kepada orang-orang lelaki yang beriman :
Hendaklah mereka memicingkan indera penglihatan mereka (dari apa-apa yang
diharamkan)”.
Kelima, kejujuran lidah,
Karena Allah Taala berfinman
:
Artinya : “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku
adil”.
Keenam, menafkahkan harta di jalan Allah.
Karena Allah
Taata berfirman :
Artinya : “Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik”.
Ketujuh, tidak bersikap boros.
Karena Allah Taala
berfirman :
Artinya : “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara
boros”
Kedelapan, tidak ingin dirinya ditonjolkan atau
diagung-agungkan.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang
tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan
kesudahan (yang baik) itu adalah (hanya) bagi orang-orang yang bertakwa”.
Kesembilan, memelihara salat lima waktu.
Karena AIlah
Taaia berfirman :
Artinya : “Peliharalah semua salat (mu), dan peliharalah salat
wusta. Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”.
Kesepuluh, konsisten mengikuti ahlu sunnah wal jamaah”.
Karena
Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan (yang lain) itu (akan) mencerai-beraikan kamu dari
jalan-Nya”. (Tanbihul Ghatfilin).
Dari Abubakar Ar Razi, bahwa dia berkata : “man dalam hati seorang
mukmin adalah seumpama sebatang pohon yang mempunyai tujuh dahan, satu dahan
berujung pada hatinya, sedang buahnya adalah keinginan yang baik, satu dahan
berujung pada lidahnya, sedang buahnya adalah perkataan yang jujur, satu dahan
berujung pada kedua kakinya, sedang buahnya adaiah berjalan menuju salat
berjamaah, satu dahan berujung pada kedua tangannya, sedang buahnya adalah
memberikan sedekah, satu dahan berujung pada kedua matanya, sedang buahnya
adalah memandang kepada pelajaran-pelajaran, satu dahan berujung pada
perutnya, sedang buahnya adalah memakan yang halal dan meninggalkan
barang-barang yang meragukan (halal haramnya), dan satu dahan lagi berujung
pada jiwanya, sedang buahnya adalah meninggalkan keinginan-keinginan syahwat.
(Rajabiah).
Dan menurut khabar :
Apabila hari kiamat telah tiba, maka Allah Taala akan
membangkitkan kembali semua makhluk dari kubur masing-masing. Maka datanglah
para malaikat menemui orangorang yang beriman lalu mereka menghapus tanah dari
atas kepala-kepala orang-orang mukmin itu, sehingga berserakanlah tanah dari
tubuh mereka, selain tanah yang ada di dahidahi mereka, yaitu tempat sujud
mereka. Para malaikat telah berusaha untuk menghapus tanah dari tempt
tersebut, namun tidak mau hilang. Kemudian terdengar seruan : “Hai para
malaikat-Ku, tanah itu bukanlah dari kubur mereka, tetapi tanah dari mihrab
(tempat sujud) mereka masing-masing. Biarkanlah tanah itu menempel pada
mereka, sampai mereka menyeberangi Shirat dan memasuki surga. Dengan demikian,
siapa saja yang memandang mereka tentu akan tahu bahwa mereka adalah
orang-orang yang terpilih di antara sekalian hamba-hamba-Ku”. (Zahratur
Riyadh).
Orang-orang yang memberi kabar gembira (al mubasysyirun) itu ada
tiga :
Pertama, Nabi Muhammad saw., di dunia :
Sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar”.
Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.
Kedua, Para malaikat ketika seseorang dalam keadaan sekarat.
Sesuai
dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan
Allah kepadamu”.
Ketiga, Allah Taala. Sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan
rahmat dariNya dan keridaan…”. (Raudhatul Ulama)
Konon, berita gembira di saat orang meninggal dunia itu ada lima
macam :
Pertama, berita gembira kepada kaum mukminin umumnya. Kepada
mereka dikatakan : “Jangan kamu kuatir akan dikekalkan azabmu”. Maksudnya,
kamu tidak akan disiksa selama-lamanya. Para nabi dan orang-orang saleh akan
memberikan syafaat kepadamu. Dan janganlah kamu bersedih hati karena luputnya
pahala, dan bergembiralah dengan surga. Yakni, bahwa tempat kembali kamu pada
akhirnya adalah surga”.
Kedua, kepada orang-orang yang ikhlas dikatakan : “Janganlah kamu
kuatir akan ditolak amal-amalmu, karena sesungguhnya semua amalmu itu telah
diterima. Dan janganlah kamu berkecil hati akan luputnya pahala, karena
pahalamu itu akan dilipat gandakan.
Ketiga, kepada orang-orang yang bertobat akan dikatakan :
“Janganlah kamu kuatir akan dosa-dosamu, karena sesungguhnya dosa-dosamu itu
telah diampuni. Dan janganlah kamu berkecil hati akan luputnya pahala dari apa
yang telah kamu lakukan sesudah bertobat. Allah akan menggantikan
keburukan-keburukanmu menjadi kebaikan-kebaikan.
Keempat, kepada orang-orang yang zuhud akan dikatakan : “Janganlah
kamu kuatir akan dikumpulkan di Mahsyar dan perhisaban, dan jangan pula kamu
bersedih hati akan kekurangan yang berlipatlipat. Bergembiralah dengan surga
(yang akan kamu peroleh tanpa hisab maupun azab (terlebih dahulu)”.
Kelima, kepada para ulama yang mengajarkan kebaikan kepada
manusia, dan beramal sesuai dengan ilmunya, akan dikatakan : “Janganlah kamu
kuatir akan kedahsyatankedahsyatan hari kiamat, karena Allah akan memberi
ganjaran terhadap apa yang telah kamu lakukan dahulu. Dan bergembiralah dengan
surga (yang akan diberikan) kepadamu dan kepada siapa saja yang mengikuti
jejakmu”.
Maka alangkah beruntungnya bagi orang yang umurnya diakhiri dengan
kabar gembira.
Namun, kabar gembira (bisyarah) itu hanyalah bagi orang mukmin
yang baik amal perbuatannya. Para malaikat akan turun kepada mereka, lalu
orang-orang mukmin itu bertanya : “Siapakah kalian?. Karena kami belum pernah
melihat orang yang lebih elok wajahnya dan lebih harum badannya daripada
kalian?”.
Lantas para malaikat itu menjawab : “Kami adalah sahabat-sahabat
kamu semua”.
Maksudnya, kami telah menjaga kamu semua, dan kami telah mencatat
amal-amal kamu di dunia.
Maka bagi orang yang berakal, sepatutnyalah dia waspada terhadap
sifat lalai. Dan
tanda waspada dari sifat lalai itu ada empat :
Pertama, dia mengurus urusan-urusan dunianya dengan sikap nrimo
dan tidak tergesa-gesa.
Kedua, dia mengurus urusan akhiratnya dengan rakus (ingin berbuat
banyak) dan bergegas-gegas.
Ketiga, dia mengurus urusan-urusan agamanya dengan ilmu dan
kesungguhan. Keempat, dia mengurus urusan-urusan manusia dengan nasehat, cinta
dan lemah embut.
Konon, manusia yang paling utama itu ialah orang yang memiliki
lima sifat : (1) dia tetap tekun dalam beribadat kepada Tuhannya, (2) dia
ikhlas lahir dan batin, (3) orang lain selamat dari kejahatannya, (4) dia
tidak mengharap apa-apa yang ada di tangan orang lain, (5) dia selalu siap
siaga menghadapi mati. (Tanbihul Ghafilin) Adapun maksud “siap sedia untuk
mati” adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw. :
Artinya : “Perbanyaklah mengingat apa yang bisa memutuskan
kelezatan. Yakni, maut”.
Hadis ini bersumber dari Hisanul Mashabih, sedang maknanya adalah
: bahwa maut itu akan memenggal setiap kelezatan, maka ingatlah maut
banyak-banyak, sehingga Anda akan selalu bersiap-siap untuk menghadapinya.
Karena sabda Nabi saw. tadi (perbanyaklah mengingat apa yang bisa memutuskan
kelezatan) merupakan perkataan yang ringkas dan pendek, namun di dalamnya
mengandung semua nasihat.
Sebab, orang yang selalu ingat akan mati pada hakekatnya dia akan
menahan diri dari kelezatannya sekarang, dan ingat mati akan menahannya pula
dari menganganangankan kelezatan tersebut di masa yang akan datang, serta
menjadikannya bersikap zuhud terhadap hal-hal yang membuatnya mengharapkan
kelezatan itu. Namun, jiwa yang keruh dan hati yang lalai membutuhkan kepada
kata-kata yang banyak dan nasehat yang panjang lebar. Kalau tidak, tentu
dengan sabda Nabi saw. (Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan), dan firman
Allah yang artinya (Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati) sudah cukup
bagi orang yang mau mendengar dan berpikir tentang mati. Karena, mengingat
akan mati menimbulkan perasaan tidak tenteram tinggal di negeri yang fana ini,
lalu menghadapkan tujuan setiap saat kepada negeri yang abadi.
Karena ulama telah mengatakan : “Mati itu bukan berarti hilang
begitu saja atau menjadi lenyap sama sekali, tetapi hanya sekedar terputusnya
ikatan antara ruh dan raga, dan terpisahnya ruh darinya, lalu berganti dari
suatu keadaan kepada keadaan yang lain dan berpindah dari suatu negeri ke
negeri yang lain. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya : “Orang-orang
mukmin itu tidaklah mati, melainkan pulang ke negeri mereka”.
Maut itu merupakan musibah terbesar. Allah telah menyebutnya
sebagai suatu musibah dalam firman-Nya :
Artinya : “Lalu kamu ditimpa musibah maut”.
Maut memang musibah besar, namun ada lagi yang lebih besar
darinya, yaitu lalai terhadap maut, tidak mau mengingatnya dan sedikit
memikirkannya. Padahal dengan memikirkan maut itu saja sudah bisa menjadi
itibar (bahan pelajaran) bagi orang yang mau berpikir. Di dalam kitab
Tadzkirahnya, Al Qurtubi berkata : “Semua umat telah sepakat bahwa maut itu
tidak bisa ditentukan akan terjadi pada umur berapa, masa kapan, dan penyakit
apa. Itu semua tidak lain adalah agar orang merasa gentar terhadap maut dan
bersiap-siap untuk menghadapinya.
Sebaliknya, orang yang telah dikuasai oleh rasa cinta kepada dunia
dan tenggelam dalam kelezatan-kelezatannya, tidak mustahil bila dia lalai dari
mengingat maut dan tidak sudi mengingatnya. Bahkan, apabila maut itu
disebutkan orang di hadapannya, maka dia tidak suka, sedang perasaannya benci
terhadap maut. Hal itu dikarenakan rasa cintanya kepada dunia yang telah
menguasai hatinya, dan hubungan-hubungannya yang telah mendarah daging dengan
dunia, sehingga menghalanginya dari memikirkan maut, yang merupakan sebab dari
perceraiannya dengan dunia, lalu dia tidak suka mengingatnya lagi. Dan
seandainya dia mengingatnya juga, maka ingatannya itu adalah karena sayangnya
kepada dunia, lalu dia pun sibuk mencela maut. Ingat mati itu bahkan semakin
menjauhkan dia dari Allah.
Kita telah membicarakan soal maut ini secara panjang lebar,
karenanya kami sudahi sampai di sini. (Majalls Ar Rumi)
Yahya bin Muaz -Qaddasallaahu sirrahuberkata : “Orang-orang yang
istigamah itu mempunyai beberapa tanda : dia berusaha taat kepada Allah Taala
tanpa suatu kaitan, menasihati orang banyak tanpa suatu ketamakan, beribadat
kepada Allah Yang Hag dengan hati yang takut, mengambil pelajaran dari apa
yang dilihatnya di dunia tanpa suatu syahwat, memikirkan tentang akhirat tanpa
lalai”. (Demikianlah disebutkan dalam kitab Al Khalisah)
Maka, barangsiapa yang demikian keadaannya, dia akan diberi kabar
gembira kala dia menghadapi maut, berupa kemuliaan, kebahagiaan dan kedekatan
kepada Tuhan.
Diriwayatkan bahwa, ketika maut datang kepada Syaikh Abu Ali Ar
Raudzabari Rahimahullah Taala, dia membuka kedua matanya seraya berkata :
“Ini, pintu-pintu langit telah terbuka. Ini, surga-surga benar-benar telah
dihias. Dan ini, ada suara berkata : “Hai Abu Ali, sesungguhnya Kami telah
menyampaikan engkau ke derajat yang luhur, sekalipun engkau tidak memintanya.
Dan Kami memberimu pangkat orang-orang besar, sekalipun engkau tidak
mengharapkannya”.
Dan juga diceritakan bahwa, ketika Sahal bin Abdullah At Tusturi
Rahimahullah Taala meninggal dunia, maka orang-orang pun berkumpul mengurus
mayatnya. Di negeri itu, ada seorang tua berkebangsaan Yahudi, umurnya telah
melewati tujuh puluh tahun. Dia mendengar suara-suara ramai, maka keluarlah
dia untuk melihat apa yang terjadi. Setelah dia melihat kepada mayat tersebut,
maka dia berkata : “Tahukah kalian apa yang telah saya lihat?”. Orang-orang
bertanya : “Apa yang Anda lihat?”. Dia menjawab : “Saya lihat sekelompok kaum
turun dari langit memohon berkat dengan jenazah ini”.
Akhirnya, orang tua itu masuk Islam, dan baik Islamnya. (Demikian disebutkan
dalam kitab Raudhur Rayahin).
55. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN TOBAT.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan
Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan serta mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan Dia
memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang
saleh, dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Dan orang-orang
yang kafir, bagi mereka azab yang sangat keras”. (QS. Asy Syura : 25-26)
Tafsir
: , .
(. ) Dan Dialah yang menerima
tobat dari hamba-hamba-Nya, dengan mengampuni dosa-dosa yang mereka bertobat
darinya. Kata yagbalu ( ) adalah fiil mutaaddi
yang perlu kepada maf’ul kedua dengan menggunakan tafaz min
( ) atau ‘an (. ), karena fiil ini
memuat arti mengambil dan kembali.
Hakikat tobat
itu telah diketahui maksudnya. Dari Ali ra. diriwayatkan, katanya : “Tobat
adalah kata yang bisa diterapkan pada enam makna : (1) Pada dosa-dosa yang
telah Jalu, tobat diartikan sebagai penyesalan, (2) untuk kewajiban-kewajiban
yang telah dilalaikan, tobat bisa diartikan dengan mengulang kembali (i’adah),
(3) meminta maaf kepada orang-orang yang telah dianianya, (4) meleburkan diri
dalam ketaatan sebagaimana dia telah diasuh dalam kemaksiatan, (5) merasakan
kepada nafsu pahitnya ketaatan sebagaimana Anda telah merasakan kepadanya
manisnya kemaksiatan, (6) menangis, sebagai ganti dari tawa yang telah Anda
lakukan.
(. ) dan memaafkan
kesalahan-kesalahan, yang kecil maupun yang besar bagi siapa saja yang
dikehendaki Allah.
(. ) Dan Dia
mengetahui apa yang mereka kerjakan, lalu memberi ganjaran dan ampunan dengan
penuh kecermatan dan kebijaksanaan. Hamzah, Kisai dan Hafs membaca yaf’aluuuna
(. ) dengan awalan ta (. ) sehingga
menjadi : wa ya’lamu maa taf’aluuna ( Dan Dia mengetahui apa yang kamu
kerjakan).
(. ) Dan Dia
memperkenankan orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Artinya, Allah
memperkenankan bagi mereka. Kata “bagi (. ) di dalam kalimat ini dihilangkan
(mahdzuf), sebagaimana ia dihilangkan juga dalam firman Allah Taala : wa idzaa
kaaluuhum.
Adapun maksud memperkenankan dalam
ayat ini adalah memperkenankan doa dan mengganjar ketaatan. Karena perbuatan
taat itu adalah serupa dengan doa dan permohonan yang diakibatkan oleh
ketaatan. Di antaranya adalah sabda Nabi saw. yang artinya : “Doa yang paling
utama adalah alhamdulillah”.
Atau, bisa juga
diartikan : mereka memenuhi seruan Allah dengan melakukan ketaatan, apabila
Dia menyeru mereka kepadanya.
(.
) Dan menambah pahala kepada mereka dari karunia-Nya, atas apa yang mereka
pinta, dan yang sepatutnya serta yang semestinya mereka terima, karena mereka
telah memenuhi seruan Allah itu.
(.
) Sedangkan orang-orang kafir itu, bagi mereka (disediakan) azab yang sangat
keras. Kebalikan dari pahala dan penambahan yang diperoleh orangorang yang
beriman. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi
saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada tiga
golongan orang yang tidak akan melihat wajahku : (1) orang yang durhaka kepada
ibu-bapaknya, (2) orang yang meninggalkan sunnahku, (3) dan orang yang aku
disebutkan di hadapannya namun dia tidak membaca salawat untukku”.
Benarlah
Nabi dengan sabdanya :
Ketika turun ayat :
Artinya
: “Dan rahmat-Ku telah meliputi segala sesuatu”.
Iblis
yang terkutuk itu merasa mendapat angin, dia lalu berkata : “Aku ini termasuk
salah satu dari “segala sesuatu” itu, maka akupun tentu akan memperoleh bagian
dari rahmat Allah tersebut”.
Dan begitu pula
sikap orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Namun,
setelah turun firman Allah yang berbunyi :
Artinya
: “Dan Aku akan tetapkan rahmat bagi mereka yang bertakwa dan mengeluarkan
zakat”
Maksudnya : Aku akan memberikan rahmat itu
kepada orang yang menjaga diri dari Syirik dan menunaikan zakat. ,
Artinya
: “Dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”.
Yakni,
membenarkan ayat-ayat Kami,
Maka putuslah harapan
Iblis untuk memperoleh rahmat Allah. Sedang orang-orang Yahudi dan Nasrani
berkata : “Kita pun menjaga diri dari syirik, serta menunaikan zakat dan
beriman kepada ayat-ayat Allah”. Kemudian turunlah firman Allah selanjutnya
:
Artinya : “Orang-orang yang mengikuti Rasul,
nabi yang ummi. yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan
Injil yang ada pada mereka”.
Maksudnya, yang
membenarkan Nabi Muhammad saw. Maka orang-orang Yahudi dan Nasrani itu pun
menjadi putus asa untuk memperoleh rahmat Allah tersebut. Dan tinggallah
rahmat itu untuk kaum mukminin semata.
Ayat ini
terdapat di dalam surah Al A’raf.
(Tanbihul
Ghafilin)
Konon, sifat tergesa-gesa itu adalah
dari setan, namun tergesa-gesa itu menjadi sunnah dalam lima perkara : (1)
dalam hal menguburkan mayit, (2) dalam hal mengawinkan anak perempuan, (3)
dalam hal melunasi hutang, (4) dalam hal bertobat sesudah melakukan maksiat,
dan (5) dalam hal menyuguhkan makanan kepada musafir. (Tafsir Kabir)
Dari
sahabat Abu Dzarr ra., katanya : “Saya pemah mendengar Rasulullah saw.
bersabda :
Artinya : Sesungguhnya setiap penyakit
itu ada obatnya, dan obat dosa adalah istighfar (memohon ampun)”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Wahai manusia,
bertobatlah kamu kepada Allah, karena aku sendiri bertobat dalam sehari
seratus kali”.
Dan sabdanya pula :
Artinya
: “Barangsiapa tidak memohon ampun kepada Allah dua kali sehari, maka
benar-benar dia telah menganiaya dirinya sendiri”. Dan dari Syaddad bin Aus
ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda : “Penghulu segala istighfar itu
adalah apabila seseorang mengucapkan :
Artinya :
“Ya Allah, Engkau Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah
menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Dan aku akan tetap pada jarninan dan
janjiMu sedapat-dapatku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah
aku kerjakan. Aku mengakui akan segala nikmat yang telah Engkau berikan
kepadaku dan aku mengakui akan dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Karena
sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau jua. (Al
Hadis)
(HIKAYAT) :
Pada
zaman dahulu, di kalangan Bani Israil ada seorang pemuda yang beribadat kepada
Aliah Taala selama duapuluh tahun, kemudian bermaksiat kepada-Nya selama
duapuluh tahun pula.
Pada suatu hari, dia
memandangi dirinya pada sebuah cermin, maka tampaklah olehnya di antara
janggutnya terdapat rambut yang telah putih. Maka dia pun bersedih, lalu
berkata : “Tuhanku, aku telah berbuat taat kepada-Mu selama dua puluh tahun,
kemudian aku berbuat maksiat kepada-Mu selama dua puluh tahun pula. Maka jika
aku hendak kembali kepada-Mu, apakah Engkau masih mau menerimaku?’. Maka dia
mendengar ada yang berkata : “Dahulu, engkau cinta kepada Kami, maka Kamipun
cinta kepadamu. Kemudian engkau meninggalkan Kami, maka Kami pun
meninggalkanmu. Dan engkau berbuat maksiat kepada Kami, lalu Kami
mengabaikanmu. Maka jika engkau akan kembali kepada Kami, Kami tetap akan
menerimamu”. (Hayatul Qulub)
Diceritakan dari
Syaikh Imam Abu Nashar As Samargandi, katanya :
Pada
mulanya, Hasan Al Bashri adalah seorang pemuda yang ganteng. Dia suka
berpakaian yang indah-indah, lalu berkeliling ke rumah-rumah di kota Basrah,
dan di sanalah dia berfoya-foya. Pada suatu hari, ketika dia sedang berjalan,
dilihatnya seorang wanita cantik, tinggi semampai. Hasan pun berjalan di
belakang wanita itu. Lalu wanita itu menoleh kepadanya dan menegurnya
:”Tidakkah Anda merasa malu?’.
“Malu kepada
siapa?”. Hasan balik bertanya.
Wanita itu
menjawab : “Kepada Allah yang mengetahui (pandangan) mata yang berkhianat dan
apa yang disembunyikan oleh hati”.
Abu Nashar
melanjutkan ceritanya :
Hati Hasan merasa
tergugah setelah mendengar perkataan wanita itu, namun dia tidak tahan dan
tidak mampu menguasai nafsunya, sehingga dia tetap menguntit wanita itu dari
belakang. Maka wanita itu berkata lagi : “Kenapa anda masih tetap
mengikutiku?”.
Hasan menjawab : “Aku terpesona
melihat kedua matamu”.
“Kalau begitu duduklah”,
wanita itu mempersilahkan. “Nanti akan saya kirimkan untuk Anda apa yang Anda
inginkan”.
Hasan menyangka bahwa dia telah
berhasil menundukkan hati wanita itu, sebagaimana dia telah tergoda olehnya.
Maka dia pun duduk. Tak lama kemudian datanglah seorang pelayan wanita sambil
membawa sebuah nampan yang bertutup kain, lalu diserahkannya kepada Hasan.
Hasan membuka tutup nampan itu, ternyata di atas nampan tersebut tergeletak
dua biji mata wanita yang dikejar-kejarnya itu. Kemudian pelayan itu berkaja :
“Majikan saya berkata : “Saya tidak ingin mata yang menyebabkan seseorang
terkena fitnah”,
Setelah menyaksikan dan
mendengar ucapan pelayan itu, maka gemetarlah seluruh tubuh Hasan, lalu
dipegangnya janggutnya dengan tangannya seraya berkata kepada dirinya
:”Celakalah engkau hai janggut yang tidak lebih berharga daripada seorang
wanita”.
Pada saat itu juga, Hasan menyesal dan
bertobat. Dia pun pulang ke rumahnya. Semalam-malaman itu dia hanya menangis.
Keesokan harinya, Hasan datang lagi ke rumah wanita itu untuk meminta maaf.
Ternyata pintu rumah wanita itu tertutup rapat, dan terdengar suara beberapa
orang wanita yang meratap. Ketika Hasan menanyakan hal itu kepada tetangga
wanita itu, dia mendapat jawaban : “Nyonya rumah ini telah meninggal unia”.
Hasan
meninggalkan tempat itu dengan hati yang hancur. Selama tia hari tiga malam
dia terus menangis. Pada malam ketiga, Hasan bermimpi melihat wanita itu duduk
di dalam surga. Hasan talu borkata kepadanya : “Maafkanlah aku”.
Wanita
itu menjawab : “Aku telah memaaikan, karena aku telah memperoleh sesuatu yang
lebih baik lantaran dirimu”.
Kemudian Hasan
berkata : “Berilah aku nasehat”.
Maka wanita itu
menasihatinya : “Apabila Anda sendirian, maka ingatlah kepada Allah Taala Dan
apabila Anda sedang berada di waktu pagi atau sore, banyak-banyaklah
mengucapkan istighfar, memohon ampun dan bertobat kepada Allah”.
Hasan
menerima nasehatnya. Dan selanjutnya dia menjadi orang yang terkenal zuhud dan
taat di kalangan orang banyak, serta mencapai derajat di sisi Allah setinggi
yang dia capai. Dan adalah dia termasuk di antara wali-wali Allah Taala.
(Jawahirul Bukhari)
Dan disebutkan bahwa, Nabi
Adam as. berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah memberi umat Muhammad saw.
empat macam kemuliaan yang tidak diberikan-Nya kepadaku.
Pertama,
bahwa diterimanya tobatku harus di Mekah, sedang umat Muhammad saw bisa
bertobat di mana saja, dan Allah Taala tetap akan menerima tobat mereka.
Kedua,
bahwa aku dahulu berpakaian, namun karena aku berbuat durhaka kepada Allah,
maka Allah menjadikan aku tanpa berpakaran. Sedang umat Muhammad saw melakukan
maksiat dalam keadaan tanpa berpakaian, lantas Aliah Taala memberi mereka
pakaian.
Ketiga, bahwa ketika aku telah melakukan
perbuatan durhaka, maka Allah memisahkan aku dengan istriku. Sedang umat
Muhammad saw., melakukan perbuatan maksiat kepada Allah, namun Allah tidak
memisahkan mereka dari istri-istri mereka.
Keempat,
bahwa aku telah berbuat durhaka di dalam surga, lalu Allah mengeluarkan aku
darinya. Sedang umat Muhammad saw. melakukan perbuatan maksiat di luar surga.
lalu Allah memasukkan mereka ke dalamnya, apabila mereka mau bertobat.
(Tanbihul Ghafilin)
Dan diceritakan pula bahwa,
di kalangan bangsa Israil konon ada seorang wanita tuna susila. Dengan
bermodal kecantikannya, dia merayu siapa saja yang lewat di depan rumahnya.
Pintu rumahnya senantiasa terbuka, sedang dia duduk di dalam rumahnya di atas
ranjang di dekat pintu. Siapa saja yang melihatnya pasti tergoda. Laki-laki
yang akan datang kepadanya harus menyiapkan uang lebih dahulu sepuluh dinar
atau lebih, baru dia diperbolehkan datang menemuinya.
Pada
suatu hari, lewatlah seorang abid di depan pintu rumah wanita itu. Tanpa
sengaja, wanita itu terpandang oleh si abid, sehingga dia menjadi terpesona.
Dia berusaha menahan naisunya dan berdoa kepada Allah agar menghilangkan
perasaan itu dan dalam hatinya. Namun ternyata perasaan itu masih tetap ada,
dan dia tidak mampu menguasa! nafsunya. Kemudian dia jual baju-bajunya dan
semua miliknya, hingga akhirnya dia berhasil mengumpulkan uang yang
diperlukannya.
Lalu pergilah sang abid ke rumah
wanita itu. Dia disuruh menyerahkan uangnya kepada tetangga wanita itu, yang
bertindak sebagai wakilnya. Kemudian wanita itu menjanjikan kapan dia harus
datang. Tepat pada waktunya, abid itu datang ke rumah wanita itu, sedang
wanita itu telah menghias dirinya dan duduk di atas ranjang di rumahnya. Abid
itu masuk ke dalam rumah wanita ilu lalu duduk bersamanya di atas ranjang.
Ketika dia hendak mengulurkan tangan kepada wanita itu, Allah mendahului dia
dengan rahmat-Nya, berkat ibadat dan tobat si abid sebelumnya. Terlintaslah di
dalam hatinya seolah-olah Allah melihatnya dalam keadaan demikian, sedang
amalnya yang sudah-sudah seluruhnya dibatalkan. Maka timbullah suatu perasaan
ngen di dalam hatinya, sehingga menjadi gemetariah seluruh persendiannya dan
wajahnya menjadi pucat pasi.
Wanita itu memandang
kepadanya, tampak olehnya laki-laki itu berubah menjadi pucat, maka ditanyanya
: “Ada apa denganmu?’.
“Sesungguhnya saya takut
kepada Allah “, jawab abid itu. “Biarkan saya keluar saja”.
“Busyet!”,
kata wanita itu. “Banyak orang yang berangan-angan mendapatkan apa yang telah
Anda peroleh ini. Ada apa sebenarnya dengan Anda?”.
Abid
itu menjawab : “Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Uang yang telah aku
bayarkan itu, halal untukmu. Biarlah aku keluar saja”.
Wanita
itu bertanya kembali : “Apakah Anda sama sekali belum pernah melakukan
ini?”.
“Belum”, jawabnya.
“Anda
dari mana, dan siapa nama Anda?”. Tanya wanita itu pula.
Abid
itu memberitahukan bahwa dia berasal dari kampung anu, dan namanya fulan.
Kemudian wanita itu mengizinkan dia pulang, sedang si abid itu mencela dan
menangisi dirinya sendiri. Sementara itu, sejak kepergian si abid, di dalam
hati wanita itu timbul suatu gejoiak yang hebat, berkat si abid tersebut.
Dalam hatinya berkata : “Sesungguhnya, ini adalah kali pertama laki-laki itu
akan melakukan dosa, tetapi ternyata telah masuk ke dalam hatinya perasaan
takut sedemikian rupa. Sedang aku sendiri, telah bergelimang dosa sekian tahun
lamanya. Padahal Tuhan yang dia takuti adalah Tuhan-ku juga. Semestinya
takutku kepada-Nya harus lebih lagi”.
Maka saat
itu juga, wanita itu bertobat, dan dia pun menutup pintunya terhadap semua
orang. Kemudian dipakainya pakaian yang sederhana, lalu menghadap dengan
sepenuh hatinya kepada Allah. Dia melakukan ibadat sampai sekian lama yang
dikehendaki Allah. Dan akhirnya, dia berkata dalam hatinya : “Sebaiknya aku
datang menemui laki-laki itu, mudah-mudahan saja dia bersedia memperistrikan
aku, sehingga dapatlah aku berada di sisinya sambil belajar urusan agamaku,
dan menjadi pendorongku untuk beribadat kepada Allah”.
Wanita
itu lalu bersiap-siap. Dibawanya harta dan beberapa orang pembantu
kepercayaannya. Maka sampailah dia ke kampung laki-laki itu. Kemudian dia
bertanya tentang laki-laki itu. Lalu ada orang memberitahukan kepada si abid
bahwa, ada seorang wanita datang menanyakan dia. Abid itu keluar menemui
wanita itu. Ketika wanita itu melihatnya, maka dibukanya cadarnya agar si abid
dapat mengenalinya. Setelah dilihatnya, maka abid Itu pun mengenali wanita
itu, maka teringatlah olehnya peristiwa yang pernah terjadi di antara mereka
berdua. Lalu dia pun menjerit hebat hingga keluarlah nyawanya.
Tinggallah
wanita itu bersedih hati. Lalu dia berkata : “Sesungguhnya saya telah
berangkat ke sini demi menemui dia. Namun sekarang dia telah meninggal dunia.
Apakah dia mempunyai sanak famili yang membutuhkan seorang istri?”
Orang-orang
di situ menjawab : “Sebenarnya dia mempunyai seorang saudara lakilaki yang
saleh juga. Tetapi dia melarat, tiada berharta”.
“Tidak
apa-apa”, jawab wanita itu. “Saya masih mempunyai harta yang cukup”.
Akhirnya
saudara abid itu datang dan mengawini wanita tersebut. Maka dari keduanya
lahirlah tujuh orang anak, yang semuanya menjadi orang yang saleh di kalangan
Bani Israii, Semuanya ini adalah berkat dari tobat. Segala puji bagi Allah.
(Demikian
dinukit dari Al Bukhari, alaihi rahmatul bari)
Imam
Az Zandusti rahimahullah berkata :
“Saya pernah
mendengar Imam Abu Muhammad Abdullah bin Alfadhi berkata : “Para ahli hikmat
mengatakan bahwa, barangsiapa memperoleh empat perkara maka dia tidak akan
ditolak dalam empat perkara : (1) Barangsiapa diberi kesempatan berdoa maka
dia tidak akan ditolak dari perkenaan Allah, karena Allah Taala berfirman,
yang artinya : (Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu). (2)
Barangsiapa diberi kesempatan memohon ampun, maka dia tidak akan ditolak dari
mendapat ampunan, karena Allah Taala berlirman, yang artinya : (Sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun) (3) Barangsiapa diberi kesempatan bersyukur maka
dia tidak akan ditolak dari mendapat tambahan, karena Aliah Taala berfirman,
yang artinya : (Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu). (4) Barangsiapa diberi kesadaran bertobat, maka dia tidak
akan ditolak dari diterima tobatnya, karena Allah Taala berfirman, yang
artinya : (Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan)”. (Raudhatui Ulama).
Dari
Abu Hasyim Assufi, rahimahullah, katanya : “Saya ingin berangkat ke Basrah,
lalu saya mendatangi sebuah kapai yang akan saya tumpangi. Di dalam kapal itu
sudah ada seorang laki-laki bersama sahaya wanitanya. Laki-laki itu berkata
kepada saya : “Di sini sudah tidak ada tempat lagi”. Tetapi sahaya wanitanya
meminta kepadanya agar bersedia membawaku serta. Permintaan itu dikabulkan
oleh laki-laki tersebut.
Ketika kami telah
berlayar, laki-laki itu menyuruh menyediakan makan siang. Maka makanan pun
dihidangkan. Lalu sahaya wanita itu berkata : “Ajaklah si miskin itu makan
bersama-sama kita “, Maka saya pun datanglah sebagai seorang miskin. Setelah
selesai makan-makan, laki-laki itu berkata : “Hai sahaya, bawa ke sini
minumanmu!” Dia minum, lalu menyuruh sahanya supaya memberiku minum pula.
Namun sahaya wanita itu menjawab : “Semoga Allah merahmati Anda, sesungguhnya
tamu mempunyai hak”. Maka lakilaki itu membiarkan aku untuk tidak minum.
Ketika
minuman itu sudah merambat ke seluruh tubuhnya, maka laki-laki itu berkata :
“Hai sahaya, bawalah ke sini gitarmu dan bernyanyilah sebisamu!”.
Sahaya
wanita itu pun mulai memetik gitarnya dan bernyanyi dengan suara merdu.
Kemudian laki-laki itu menoleh kepadaku dan berkata : “Dapatkah Anda bernyanyi
sebagus itu?”
Saya menjawab : Saya punya sesuatu
yang lebih indah dan lebih bagus daripada itu”.
“Coba
katakan”, pintanya.
Maka sayapun mengucapkan :
“Audzu billaahi minasy syaithaanir rajiim”. (Aku berlindung kepada Allah dari
godaan setan yang terkutuk)”.
Kemudian saya
bacakan :
Artinya : “Apabila matahari telah
digulung, dan apabila bintang-bintang telah berJatuhan, dan apabila
gunung-gunung telah dihancurkan”.
Laki-laki itu
tampak menangis. Kemudian ketika saya sampai pada firman Allah :
Artinya
: “Dan apabila lembaran-lembaran (catatan amal baik dan buruk manusia) telah
dibeberkan”.
Maka berkatalah laki-laki itu : “Hai
sahaya, pergilah, dan engkau merdeka demi keridaan Allah”. Kemudian dia
membuang minuman yang ada di hadapannya, dan gitar itupun dipecahkannya. Lalu
dia memanggil saya, kemudian saya dirangkulnya sambil berkata : “Wahai
saudara, apakah Anda berpendapat bahwa Allah akan menerima tobat saya?”.
Saya
menjawab dengan menyetir firman Allah Taala :
Artinya
: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan orangorang yang
mensucikan diri”
Kemudian saya mengangkatnya
sebagai saudara. Dan selanjutnya kami bersahabat selama empat puluh tahun
sampai dia meninggal dunia. Lalu saya bermimpi melihatnya, saya bertanya : “Ke
mana Anda pulang?”.
Dia menjawab : “Ke surga”,
“Dengan
apa?”, tanya saya pula.
Dia menjawab : “Berkat
bacaan Anda kepada saya : (wa idzas suhuutu nusyirat)”.
Sekian dari
Al Mau’izhah.
56. KEUTAMAAN BULAN SYA'BAN YANG DIMULIAKAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Allah
Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Mahakuat lagi Maha Perkasa. Barangsiapa yang
menghendaki tanaman akhirat, maka Kami akan tambah tanamannya itu baginya. Dan
barangsiapa yang menghendaki tanaman dunia, maka Kami berikan dia sebagian
daripadanya, sedang dia tidak memperoleh suatu bagian pun di akhirat”. (QS.
Asy Syuraa : 19-20).
Tafsir :
(.
) Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia mengasuh mereka dengan
bermacam-macam kebaikan yang tidak bisa dimengerti seluruhnya oleh akal
pikiran.
(. ) Dia memberi rezeki
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Artinya, Dia memberi mereka rezeki
sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia tentukan untuk masingmasing dari
hamba-hamba-Nya sejenis kebaikan sesuai dengan apa yang diputuskan oleh
hikmat-Nya.
(. ) Dan Dia-lah Yang
Mahakuat, yang nyata kekuasaan-Nya.
(.
) lagi Maha Perkasa. Mahatangguh lagi tak terkalahkan.
(.
) Barangsiapa yang menghendaki tanaman akhirat. Pahala akhirat diumpamakan
dengan tanaman, karena ia merupakan keuntungan yang diperoleh dengan melakukan
amal di dunia. Oleh karena itu dikatakan : “Dunia adalah sawah akhirat”. Kata
Alhartsu (. ) arti asalnya adalah menaburkan benih di tanah. Sedangkan
kata Azzar’u ( ) digunakan untuk menyebut hasilnya.
(.
) maka akan Kami tambah tanamannya itu baginya. Untuk setiap satu amal, Kami
beri dia sepuluh sampai tujuh ratus kali lipatnya, bahkan lebih.
(.
) Dan barangsiapa menghendaki tanaman dunia, maka Kami beri dia daripadanya,
sebagian daripadanya, menurut pembagian Kami untuknya.
(.
) Sedang dia tidak memperoleh suatu bagian pun di akhirat. Karena amal-amal
itu tergantung pada niat-niatnya, dan bahwa masing-masing orang itu akan
mendapatkan apa yang dia niatkan. (Qadhi Baidhawi). “
Dari
sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang
artinya:
“Sesungguhnya Allah Taala telah
menciptakan lautan cahaya di bawah Arsy. Kemudian Dia ciptakan malaikat yang
memiliki sepasang sayap. Salah satu di antara sayapnya ada di sebelah timur,
sedang yang lainnya ada di barat. Kepalanya terletak di bawah Arsy, sedang
kedua kakinya terletak di bawah bumi yang ketujuh. Apabila seorang hamba
bersalawat untukku pada bulan Sya’ban, maka Allah Taala menyuruh malaikat itu
supaya menyelam ke dalam Maul Hayah (air kehidupan). Malaikai itu pun
menyelam, lalu keluar lagi sambil mengibaskan sayap-sayapnya. Lantas
menitiklah dari setiap bulunya banyak tetesan. Kemudian Allah menciptakan dari
tiap-tiap tetesan itu malaikat yang memohonkan ampunan bagi hamba tersebut
sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Ada yang
mengatakan bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hamba-Nya, dengan memberi
rezeki yang baik-baik, dan tidak memberikannya kepada mereka sekaligus.
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hambaNya,
artinya, mengasihi orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri dengan
memberikan penjagaan dan rahmat dengan menimbulkan ke dalam hatinya perasaan
rindu akan ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, sekembalinya dia dari
sifat munafik.
Dan ada pula yang mengatakan
bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hambaNya, artinya : Dia memberi rahmat
kepada orang yang mau bertobat dan meminta ampun. Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Tidak ada suatu suara yang lebih disukai Allah Taala melebihi suara seorang
hamba yang berdosa yang bertobat kepada Allah. Allah Taala berfirman kepadanya
! “Aku perkenankan permohonanmu, hai hamba-Ku. Mintalah apa yang engkau
kehendaki!”
Dan ada pula yang mengatakan bahwa,
Allah Yang Maha lembut, artinya : Allah Mahabelas-kasih.
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut terhadap hamba-hambaNya itu
maksudnya adalah dengan berlaku baik dan bajik, yaitu Dia tidak membinasakan
mereka dengan kemaksiatan-kemaksiatan yang telah mereka lakukan, bahkan Dia
tetap memberi rezeki kepada orang yang berbuat maksiat kepada-Nya.
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Yang Mahalembut itu maksudnya adalah
bahwa Dia menganggap sedikit terhadap pemberian-Nya yang banyak dan menganggap
banyak terhadap perbuatan taat yang dilakukan hamba-Nya, yaitu dengan
menyebutkannya di dalam firman-Nya yang qadim :
Artinya
: “Katakanlah bahwa, kesenangan dunia itu hanya sedikit”. (Zahratur Riyadh)
Dan
sobagian ulama mongatakan : Allah Mahatombut torhadap hamba hamba-Nya dalam
memperlihatkan dan menglusab amal amal mereka, sebagaimana disebutkan d dalam
khabar :
“Seorang hamba akan dihadapkan pada ban
kiamat, lalu diperihalkan kepadanya kesalahan-kesalahannya kemudian Allah
berfirman : “Tidakkah engkau malu kepada Ku di Saat engkau berbuat maksiat
kepadaku?”
Hamba itu menjerit keras-keras sambil
menangis dengan hebat. Lalu Allah berfirman pula : “Jagalah suaramu agar
Muhammad saw. tidak mendengar dan tidak mengetahu bahwa Aku telah menutupi
kesalahan-kesalahan itu di dunia, dan Aku mengampuninya hart nil”.
Maka
si hamba tersebut menangis lebih koras lagi, karena sangat gembiranya,
sehingga tangisannya itu terdengar oleh Muhammad saw. Kemudian Beliau memohon
“Tuhanku, Engkaulah Yang Maha Pengasih di antara semua yang mengasihi,
berikanlah dia kepadakul. Maka Allah Taala berfirman : “Aku telah
memberikannya kepadamu, dan janganlah engkau bersedih wahai Kekasih-Ku””.
(Zahratur Riyadh)
Dan dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Keutamaan bulan
Sya’ban di atas bulan-bulan yang lain adalah seperti keutamaanku atas sekalian
nabi. Sedang keutamaan bulan Ramadan atas bulan-bulan yang lain adalah ibarat
keutamaan Allah atas sekalian hamba-Nya”.
Sebagaimana
Allah berfirman :
Artinya : “Dan Allah memilih,
dan sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka”.
Karena
Nabi saw. berpuasa sepanjang bulan Sya’ban, dan Beliau bersabda :
Artinya
: “Allah mengangkat amal hamba-hamba-Nya seluruhnya pada bulan ini”. Dan
Beliau bersabda, yang artinya : “Tahukah kamu mengapa bulan ini dinamakan
Sya’ban?” Para sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu?” Beliau
menyelaskan : “Karena pada bulan ini, satu kebaikan akan bercabang-cabang
(yatasya’abu) menyadi banyak”. (Raudhatul Ulama) Imam Muslim rahimahullah
telah mengemukakan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Allah telah membagi
rahmat itu menjadi seratus bagian, yang sembilan puluh sembilan bagian Dia
tahan di sisi-Nya, sedang yang satu bagian Dia turunkan ke bumi, dari yang
satu bagian itulah kemudian seluruh makhluk saling mengasihi, sehingga seokor
bintang akan mengangkat kakinya dari anaknya, karena kuatir anaknya itu
terkena bahaya”
Dan di dalam riwayat Muslim yang
lain disebutkan :
Artinya : “Dan Allah
menangguhkan yang sembilan puluh sembilan, yang dengannya Allah Taala akan
merahmati hamba-hamba-Nya kelak pada hari kiamat”. (Thariqatu Muhammadiyah)
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Pada
malam pertengahan bulan Sya’ban, Jibni datang kepadaku dan berkata : “Ya
Muhammad, malam ini pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat dibuka. Maka
bangkitlah, salatlah dan angkatlah kepalamu dan kedua tanganmu ke langit”.
Aku
bertanya : “Hai Jibril, malam apakah ini?”.
Jibril
menjawab : “Malam ini dibukakan tiga ratus pintu rahmat, lalu Allah Taala
mengampuni semua orang yang tidak mensekutukan sesuatu dengan Allah, selain
tukang sihir, atau dukun, atau orang pendendam, atau orang yang kecanduan
minuman keras, atau orang yang terus-terusan berzina, atau orang yang suka
makan harta riba, atau orang yang mendurhaka kepada ibu-bapaknya, atau tukang
mengadu domba, atau orang yang memutuskan tali silaturahmi. Sesungguhnya
mereka itu tidak mendapatkan ampunan kecuali apabila mereka mau bertobat dan
meninggalkan kelakuannya yang buruk itu”.
Maka
Nabi saw. keluar, lalu salat dan sujud sambil menangis, Beliau berdoa : “Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu dan kemurkaan-Mu, dan aku
tidak dapat menghitung pujian kepada-Mu, sebagaimana Engkau memuji kepada
Zat-Mu, maka bagi-Mulah segala pujian sampai Engkau rida”. (Zubdatul
Wa’izhin).
Dan dari Yahya bin Mu’az, katanya :
“Sesungguhnya di dalam kata Sya’ban (. ) itu terdapat lima huruf, yang dengan
setiap hurufnya kaum mukminin akan diberi suatu anugerah. Dengan syin ( ) akan
diberi syafaat (kehormatan) dan syafaat. Dengan ‘ain ( ) akan diberi ‘izzah
(kekuatan) dan karamat (kemuliaan). Dengan ba ( ) akan diberi birr
(kebaikan). Dengan alif (. ) akan diberi ulfah (kelemah-iembutan). Dan dengan
nun (. )akan diberi nur (cahaya).
Oleh
karenanya, dikatakan : Bulan Rajab ialah untuk mensucikan badan, sedang bulan
Sya’ban untuk mensucikan hati, dan bulan Ramadan untuk mensucikan ruh.
SeSungguhnya orang yang mensucikan badannya pada bulan Rajab tentu dia akan
mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban, dan barangsiapa mensucikan hatinya pada
bulan Sya’ban tentu akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan. Maka, kalau dia
tidak mensucikan badannya pada bulan Rajab dan tidak mensucikan hatinya pada
bulan Sya’ban, mustahil dia akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan.
Dan
oleh karenanya pula, berkata seorang ahli hikmat : “Sesungguhnya bulan Rajab
untuk memohon ampunan dari segala dosa, bulan Sya’ban untuk memperbaiki hati
dari segala cacat, dan bulan Ramadan untuk memberi penerangan hati, sedangkan
malam Qadar untuk mendekatkan diri (tagarrub) kepada Allah”. (Zubdatul
Wa’izhin)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
berpuasa tiga hari pada permulaan bulan Syaban, tiga hari pada pertengahannya,
dan tiga hari pada akhirnya, maka Allah akan mencatatkan baginya pahala tujuh
puluh orang nabi, dan adalah seperti orang yang telah beribadat kepada Allah
selama tujuh puluh tahun. Dan seandainya dia mati pada tahun itu, maka dia
mati sebagai syahid”
Dan sabda Beliau pula : ,
Artinya
: “Barangsiapa mengagungkan bulan Sya’ban, bertakwa kepada Allah, dan beramal
dengan perbuatan taat kepada-Nya, serta menahan diri dari berbuat maksiat,
maka Allah Taala akan mengampuni dosa-dosanya, dan menyelamatkannya dari semua
marabahaya dan penyakit yang terjadi pada tahun itu”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diceritakan
dari Muhammad bin Abdullah Az Zahidi, katanya : “Seorang kawanku, Abu Hafsh
Alkabir, meninggal dunia. Maka saya pun salat atas jenazahnya. Selama delapan
bulan sesudah itu, saya tidak pernah lagi menziarahi kuburnya. Kemudian pada
suatu hari, saya bermaksud akan menziarahinya. Pada malam itu, saya tidur dan
bermimpi melihatnya telah berubah, mukanya pucat. Saya mengucapkan salam
kepadanya, tetapi dia tidak menjawab salamku. Maka saya bertanya kepadanya :
“Subhanallah, kenapa salam saya tidak dijawab?”. Dia menjawab : “Menjawab
salam adalah ibadat, sedang kami sudah terputus dari ibadat”. Lalu saya
bertanya pula : “Kenapa saya lihat wajahmu berubah, padahal dahulu engkau
sangat tampan?”. Dia menjawab : “Ketika aku telah diletakkan di dalam kuburku,
malaikat datang lalu berdiri di atas kepalaku serta berkata : “Hai orang tua
yang jahat”. Kemudian menyebutkan seluruh dosaku dan keburukan prilakuku,
lantas aku dipukulnya dengan sebuah batang besi, sehingga jasadku menyala
menjadi api. Kemudian kuburku berkata kepadaku : “Tidak malukah engkau kepada
Tuhanku?”. Lalu aku dihimpitnya dengan keras sampai hancur luluhlah
tulang-tulang rusukku dan putuslah seluruh persendianku. Demikianlah keadaanku
terus tersiksa, sampai akhirnya tiba suatu malam di mana hilat bulan Sya’ban
tampak terbit. Tiba-tiba ada yang berseru dari atasku : “Hai malaikat,
lepaskanlah dia. Sesungguhnya dia pernah menghidupkan suatu malam di bulan
Sya’ban semasa hidupnya dahulu, dan berpuasa satu hari di antara hari-hari
bulan itu”. Lalu Allah SWT. Melepaskan siksaan itu dariku berkat kehormatan
salatku pada suatu malam di bulan Sya’ban, dan puasa sehari di dalamnya.
Kemudian Dia memberi kabar gembira kepadaku dengan memperoleh surga dan
rahmat”.
Artinya : “Barangsiapa menghidupkan
malam dua hari raya dan malam pertengahan bulan Sya’ban (dengan ibadat), maka
hatinya tidak akan mati pada saat hati orang-orang lain mati”. (Zahratur
Riyadh)
Diriwayatkan dari Atha bin Yasar ra.,
katanya : “Sesudah malam Qadar, tidak ada malam lain yang lebih utama daripada
malam pertengahan (nisfu) Sya’ban. Dan mengenai keutamaannya, telah
dikeluarkan hadis-hadis lain yang banyak. Dahulu, para tabiin penduduk negeri
Syam (Damaskus), seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul, Lukman bin Amir dan
lain-lain -rahimahumullah- semuanya mengagungkan dan bersungguh-sungguh
beribadat pada malam itu. Ketika perbuatan mereka itu tersiar ke negeri-negeri
lain maka timbullah peselisihan paham mengenai hal itu. Di antaranya ada yang
menerima apa yang telah mereka lakukan itu, dan menyetujui cara mereka
mengagungkan malam pertengahan bulan Sya’ban itu. Akan tetapi kebanyakan ulama
Hijaz menolak hal itu, dan mereka mengatakan bahwa itu semuanya bid’ah. Namun
sebenarnya, apabila seorang mukmin pada malam yang istimewa itu sibuk
melakukan bermacam-macam ibadat, seperti : salat, membaca Alquran, berzikir
dan berdoa, maka itu boleh-boleh saja dan tidak makruh. Adapun berkumpul pada
malam itu di Masjid-masjid dan tempat-tempat pertemuan untuk melakukan salat
sunnah berjamaah dengan orang banyak seperti yang biasa dilakukan orang dewasa
ini, itu adalah makruh, demikian pendapat Al Auza’i, Imam negeri Syam, orang
alim dan fakih mereka. Begitu pula, menyalakan lampu yang banyak di
Masjidmasjid dan menyalakan lentera yang banyak di tempat-tempat perkumpulan
pada malam itu, adalah tidak boleh. Karena telah disebutkan di dalam kitab Al
Qaniyyah, bahwa menyalakan lampu yang banyak pada malam Baraah di jalan-jalan
dan pasar-pasar adalah bid’ah, begitu pula di Masjid-masiid.
Seorang
penguasa harus dapat menjamin, bahkan bila ada seorang pemberi wakaf
menyebutkan dan mensyaratkan wakafnya untuk keperluan perkumpulan pada malam
itu, maka hal itu tidak bisa dibenarkan menurut syara. Dan kalau harta itu
bukan harta wakaf tetapi disedekahkan untuk keperluan tersebut, maka itupun
merupakan penghamburan, padahal penghamburan harta dan pemborosan adalah haram
menurut nash Alquran. Sedang Nabi pun telah melarang penghamburan harta. Dan
adapun kepercayaan bahwa hal itu merupakan qurbah (usaha untuk mendekatkan
diri kepada Allah dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah), maka itu termasuk
bid’ah terbesar dan kejelekan yang terburuk.
Dan
begitu juga, salat sunnah pada malam itu secara berjamaah dengan orang banyak
adalah suatu bid’ah yang buruk dan wajib dihindari. Sebab para fukaha telah
sepakat, bahwa berjamaah untuk salat-salat sunnah hukumnya makruh selain dari
salat Taraweih, salat Istisga dan salat Gerhana, yakni apabila selain imam
masih ada empat orang lagi.
Adapun salat yang
dilakukan pada malam itu secara berjamaah bersama orang banyak, yang lalu
dinamakan salat Baraah, adalah juga suatu bid’ah, karena tidak pernah
dilakukan pada masa sahabat ridhwanallaahu alaihim ajmain maupun pada masa
tabiin rahimahumullah ajmain, tetapi baru muncul pada abad kelima hijriyah,
salat tersebut terjadi di Masjidil Agsha pada tahun 448. Dan asalnya, menurut
cerita Imam Ath Thurthusi, bahwa ada seorang laki-laki datang ke Baitil
Maqdis, lalu dia melakukan salat pada malam pertengahan bulan Sya’ban di
Masjidil Aqsha. Kemudian datang seorang laki-laki bertakbiratul ihram di
belakangnya, lalu datang lagi orang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.
Belum lagi salat itu usai, namun orang-orang yang bermakmum telah banyak. Pada
tahun berikutnya, laki-laki itu datang lagi, maka orang banyak pun ikut salat,
bermakmum kepadanya. Untuk selanjutnya, salat itu tersebar di Masjid-masjid
dan tersiar di negeri-negeri lain, sehingga akhirnya menjadi tradisi yang
tetap di antara orang banyak. Sementara itu, tokoh-tokoh ulama mutaakhkhirin
telah mencela dan menyatakan bahwa salat tersebut adalah bid’ah buruk yang
mengandung banyak kemungkaran.
Oleh karena itu,
bagi orang yang tidak mampu mengubah kemungkaran-kemungkaran itu, seyogyanya
tidak menghadiri jemaah pada malam itu, tetapi salatlah di rumahnya Saja,
apabila tidak ada Masjid lain yang selamat dari bid’ah semacam ini. Karena
salat berjamaah di Masjid hukumnya sunnah, sedangkan memperbesar jumlah ahli
bid’ah adalah terlarang. Dan meninggalkan hal yang terlarang adalah wajib, dan
melaksanakan hat yang wajib itu sudah menjadi ketentuan. Terutama apabila
orang tersebut sudah terkenal di tengah-tengah masyarakat sebagai orang alim
atau zahid, maka dia wajib tidak mendatangi sebuah masjid di mana akan dia
saksikan kemungkaran-kemungkaran seperti ini. Karena kehadirannya di tempat
itu dengan tidak menunjukkan ketidak setujuan, akan menimbulkan persangkaan
orang banyak bahwa perbuatan-perbuatan itu boleh atau Sunnah. Jadi
kedatangannya itu merupakan syubhat yang besar dalam persangkaan Orang umum,
bahwa perbuatan-perbuatan seperti itu dianggap baik menurut syara.
Apabila
orang itu meninggalkan kebiasaannya lalu tidak datang ke Masjid pada malam
itu, sedang dia merasa tidak setuju dengan hatinya saja, karena tidak mampu
mengubah dengan tangannya maupun lidahnya, maka dia telah selamat dari dosa,
sedang orang lain tidak ikut-ikutan dengannya. Bahkan boleh jadi, dengan
ketidak hadirannya itu, sebagian orang tentu akan merasakan bahwa
perbuatan-perbuatan seperti itu tidak diridai di sisi Allah, namun merupakan
bid’ah yang tidak diizinkan oleh syara dan tidak diridai oleh ahli agama.
Boleh jadi, ada sebagian orang yang menolak perbuatan itu, sehingga orang tadi
akan mendapatkan pahala, sekalipun hanya dengan melakukan tindakan
sedapat-dapatnya, yaitu mengingkari dengan hati dan tidak mau hadir.
Alhasil,
bahwa malam pertengahan bulan Sya’ban itu, sekalipun banyak hadis yang
menyatakan keutamaannya, namun tidak seorang pun berhak mengagungkannya dengan
cara yang dicela dan dilarang oleh Pembuat Syariat (Allah), di samping
sebagian ulama ada yang mengatakan : “Mengenai salat pada malam itu (nisfu
Sya’ban) tidak ada suatu berita yang pasti dari Nabi saw. maupun dari
sahabat-sahabatnya”.
Dengan demikian, tiap-tiap muslim pada
masa sekarang wajib berhati-hati jangan sampai terbujuk dan cenderung kepada
sesuatu bid’ah ataupun hal-hal baru yang diadaadakan, dan agar memelihara
agamanya dari bid’ah-bid’ah yang telah sering dan terbiasa di lakukan. Karena
bid’ah-bid’ah tersebut merupakan racun pembunuh, jarang orang bisa selamat
dari bencana-bencananya dan melihat kebenaran bila sudah melakukannya, sebab
ia terasa manis dalam hati mereka yang melakukannya. Nafsu mereka
menganggapnya baik, sehingga tidak mau meninggalkannya. (Demikian dari Majlis
Ar Rumi).[]