Interpolasi dan Moral Ilmiyah Ba’alwi
Nama kitab / buku: Membongkar Skandal Ilmiyah sejarah dan Genealogi Ba’alwi: Finalisasi Keterputusan Genealogi Ba’alwi Kepada Nabi Muhammad Saw.
Penulis: KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani, pengasuh pesantren Nahdlatul Ulum, Banten
Cetakan pertama: 1445 H./2024 M.
Penerbit: Maktabah Nahdlatul Ulum Banten Cet. 1/1445 H./2024 M.
Kitab sebelumnya: Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia & Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw
Bidang studi: Sejarah Baalawi, ilmu nasab, sejarah Islam
Daftar isi
- Interpolasi dan Moral Ilmiyah Ba’alwi
- Kesimpulan
- Catatan dan Referensi
- Daftar Pustaka
- Kembali ke buku Membongkar Skandal Ilmiyah sejarah dan Genealogi Ba’alwi
Interpolasi dan Moral Ilmiyah Ba’alwi
Kajian literasi nasab Ba’alwi yang penulis lakukan mengarah
kepada kesimpulan adanya pola dan algoritma dari sebuah kontruksi sejarah yang
sengaja diciptakan bukan berdasar fakta sejarah sesungguhnya. Historiografi
dari sebuah hipotesa dari sebuah komunitas tertentu yang memiliki irisan
dengan kepentingan tertentu, patut dicurigai validitasnya. Yusuf jamalulail
men-tahqiq kitab Abna’ al- Imam fi Mishra wa Syam al-Hasan wa al-Husain.
Kitab tersebut karya Ibnu Tabataba. Mengenai hari wafatnya pengarang ini,
pen-tahqiq atau penerbit memuat dua angka tahun wafat pengarang. Dalam halaman
ketujuh disebut wafat tahun 199 H. dalam halaman lain disebut 478 H. Dan dalam
cover ditulis tahun 478 Hijriah. Kitab ini bisa disebut palsu karena kitab ini
tertulis dengan judul Abna’ al-Imam, namun isinya bukan semata kitab tersebut,
namun telah diinterpolasi (tambah) kalimat para penyalin dan pen-tahqiq. Kitab
ini isinya telah diinterpolasi oleh 4 orang yaitu: Ibnu Shodaqoh al-Halabi (w.
1180 H.), Abul Aon As-Sifarini (1188 H.), Muhammad bin Nashar al-Maqdisi (w.
1350 H.) dan Yusuf jamalullail (1938 M). Tambahan itu tidak diberikan pembeda,
jadi seakan seluruh isi kitab itu karya pengarang yang asli yaitu Ibnu
Tabataba. Dalam kitab itu, nama Ubaidillah disebut anak Ahmad. Namun kalimat
itu jelas bukan dari kalimat pengarang kitab.
Kitab Tarikh
Hadramaut, atau disebut juga kitab Tarikh Sanbal, karena ia karya Syekh
Syanbal Ba’alwi (w. 920 H), didalamnya, diantaranya, menerangkan tentang bahwa
Al-Fakih al-Muqoddam adalah seorang ‚Al-Alim al-Robbani‛ (ulama yang menguasai
seluruh ilmu), ‚‘umdat al-muhaqiqin‛ (tumpuan para ahli tahqiq), dan salah
seorang wali kutub. Kitab ini dicetak oleh Maktabah San’a al- Atsariyah tahun
1994 M/1414 H, di-tahqiq oleh Abdullah Muhammad al-Habsyi. kitab ini dicurigai
menjiplak dari kitab Tarikh Ibnu Hisan, terlebih Syekh Sanbal adalah orang
yang tidak dikenal para ulama, sepertinya naskah tersebut baru saja disalin
dan penulisnya tidak hidup pada abad kesepuluh Hijriah, sebagaimana disebutkan
oleh pen-tahqiq, Abdullah Al -Habsyi. Kemudian kitab Al-Baha fi Tarikh
Hadramaut, karya Abdurahman bin Ali bin Hisan (w. 818 H), di-tahqiq oleh
Abdullah Muhammad al-Habsyi, diterbitkan oleh Darul Fatah tahun 2019.
Kitab ini merupakan kronik sejarah Hadramut dari tahun 424 -926 Hijrah, menurut pengakuan pen-tahqiq-nya, dicetak dari manuskrip yang tidak lengkap. Ada beberapa tahun yang hilang, lalu pen-tahqiq melengkapinya dari kitab Tarikh Sanbal yang terindikasi palsu di atas.. Kendati ada pengakuan bahwa kitab yang di-tahqiq-nya itu ada tambahan, tetapi Al-habsyi tidak memberi pembeda mana redaksi asli dari manuskrip kitab Al-Baha, dan mana redaksi yang merupakan tambahan dari pentahqiq.
Dalam kitab ini disebutkan bahwa Fakih Muqoddam wafat tahun 652 H.,89 seakan benar sosok Faqih Muqoddam itu telah dicatat penulis sejarah, tetapi ketika dilihat dalam footnote-nya, Abdullah Al-Habsyi menyatakan bahwa informasi tentang wafatnya Faqih Muqoddam itu tidak disebut dalam manuskrip ‚hamzah‛ (أ) karena kertasnya rusak, seakan ia ingin mengatakan bahwa yang berada dalam versi cetak itu berasal dari manuskrip ‚ba‛ (ب), padahal manuskrip kitab Ibnu Hisan itu hanya ada satu dan itupun tidak lengkap. Apabila ia pen-tahqiq yang jujur, maka seharusnya ia biarkan tempat itu tanpa keterangan, tidak kemudian ia isi sendiri sesuai dengan kemauan dan kepentingannya. Oleh karena itu, kitab ini tidak bisa menjadi rujukan sebagaimana kitab Abna’ al-Imam.
Kitab Al-Imam al-Muhajir, ditulis oleh Muhamad Dhiya Syihab dan Abdullah bin Nuh. Kitab ini terdiri dari sekitar 244 halaman, diterbitkan oleh penerbit Dar al-Syarq tahun 1400 H/1980 M. kitab ini merupakan biografi dari Ahmad bin Isa yang oleh kalangan Ba’alwi kemudian di berikan gelar ‚Al- Muhajir‛. Kitab ini di awali dengan mengutarakan keadaan Kota Basrah abad ke-4 yang gemilang dengan ilmu pengetahuan dan peradaban. Latar belakang sejarah ini dipetik dari referensi sejarah yang kredibel seperti kitab-kitab karya Ibnu Khalikan, Ibnul Atsir, Al-Mas’udi, Ibnu Jarir, Al-Sayuti dan sebagainya. Tetapi, ketika menjelaskan tentang biografi dari Ahmad bin Isa sendiri, penulisnya tidak mencantumkan refernsi darimana ia mendapatkan berita itu. Seperti ketika ia menyebutkan bahwa Ahmad bin Isa mulai belajar dari kedua orangtuanya. Tentu semua anak akan belajar dari kedua orangtuanya. Ini masih bisa difahami walau tanpa referensi.
Kemudian dilanjutkan, bahwa Ahmad bin Isa gemar menuntut ilmu dari para ulama, baik di Basrah maupun di kota-kota lainnya di Irak. Penjelasan ini seharusnya sudah menyebutkan siapa ulama-ulama yang didatangi oleh Ahmad bin Isa, dan dari mana penulis kitab ini mengetahui berita itu, namun paragraph ini tanpa referensi, agaknya ia keluar dari imajinasi penulis tentang banyaknya ulama di Irak waktu itu, dan asumsi bahwa kemungkinan besar itulah yang dilakukan remaja seusia Ahmad bin Isa ketika berada di lingkungan para ulama. Referensi kemudian disebutkan pada paragraph yang lain, diambil dari kitab Saurah al-Zanji, yaitu ketika menerangkan bahwa Basrah ketika itu merupakan pusat pemikiran yang besar.
Kota tempat bersinggungannya berbagai macam aliran filsafat, keyakinan dan pemikiran. Rupanya, penulis kitab ini sangat bersusah payah mencari sosok Ahmad bin Isa dalam kitab-kitab sejarah atau kitab lainnya. Ketika menemukan nama Ahmad bin Isa, lalu tanpa diteliti lebih lanjut, langsung saja diambil. kesalahan fatal-pun terjadi, ketika mengutip sosok Ahmad bin Isa yang terdapat dalam kitab Tarikh Bagdad, disebutkan dalam kitab itu: Ibnu Jarir al- Tabari menerima surat dari Ahmad bin Isa al-Alawi dari Kota Bashrah, lalu Ibnu Jarir membalasnya dengan kalimat ‚wahai amirku‛. Penulis kitab ini kemudian menyatakan: cukuplah untuk mengetahui betapa agung kedudukan Ahmad bin Isa, dari penyebutan Ibnu jarir terhadapnya ‚wahai amirku‛.
Penulis tidak teliti, atau pura-pura tidak mengerti, bahwa Ahmad bin Isa al-Alawi yang dimaksud dalam kitab Tarikh Bagdad itu, bukanlah Ahmad bin Isa al-Naqib, tetapi sosok lain, yaitu Ahmad bin Isa bin Zaid. Lalu tentang hijrahnya Ahmad bin Isa ke Hadramaut, penulis kitab ini sama sekali tidak menyebutkan sumber, kecuali dari majalah Al- Rabitah tulisan Ali bin Ahmad al-Athas. Kejadian tahun 317 Hijriah diceritakan oleh orang yang hidup seribu tahun lebih setelah wafatnya, dengan tanpa sumber dari mana ia mengetahui berita itu. Pola penulisan seperti itu, kita jumpai dalam kitab tersebut pada halaman-halaman selanjutnya sampai akhir kitab.
Kitab Gurar al-Baha al-Dhau’I wa Durar al-jamal al-Bahiy, yang lebih dikenal dengan nama kitab Al-Gurar, karya Muhammad bin Ali Khirid Ba’alwi (w. 960 H), diterbitkan oleh Maktabah al-Azhariyah, tahun 2022, tanpa pen-tahqiq. Dalam kitab ini disebutkan bahwa Ahmad bin Isa hijrah dari Irak ke Hadramaut tahun 317 H. penyebutan itu tidak bersumber referensi apapun. Cerita tentang orang di masa lalu tanpa adanya sumber disebut dengan ‚dongeng‛. Disebutkan pula, bahwa Ahmad bin Isa mengungguli teman-temanya dalam kebaikan, untuk kisah ini dan sebab hijrahnya Ahmad bin Isa, Al-Gurar mengutip dari kitab Al- Jauhar al-Syafaf, kitab karya al-Khatib yang telah penulis sebut sebagai kitab yang tidak laik dijadikan rujukan karena penulisnya tidak jelas. Dilihat dari segi isi pun, kitab itu penuh dengan cerita-cerita dusta. Dapat dikatakan, kitab Al-Gurar ini, mengenai nasab dan sejarah Ba’alwi, bersumber pokok kepada satu kitab abad Sembilan, yaitu: Al-Burqat al-Musyiqat karya al-Sakran (895 H), ditambah kitab Al-Jauhar al-Syafaf (855 H) yang problematis itu.
Kitab Uqud al-Almas, karya Alwi bin Tahir bin Abdullah al-Haddad, diterbitkan oleh Matba’ah al-Madani tahun 1388 H/1968 M. kitab ini merupakan biografi dari Ahmad bin Hasan al-Athas. Ketika menjelaskan tentang nasab Ba’alwi, kitab inipun mentok kepada kitab Al-Jauhar al-Syafaf . Tidak bisa mencari yang lebih tua agar ketersambungan itu masuk akal. Dalam kitab inipula, disebutkan bahwa nasab Ba’alwi telah di itsbat oleh Raja Yaman pada tahun 1351 H, sekitar 90 tahun yang lalu. Peng-itsbat-an itu, menurut kitab ini, setelah timbulnya celaan dari orang-orang khawarij akan nasab mereka.
Dari sini diketahui, setidaknya telah beberapa kejadian keraguan dan
gugatan kaum muslimin terhadap nasab Ba’alwi yang dapat dibaca dari
kitab-kitab Ba’alwi sendiri. Bersamaan dengan itu, Ba’alwi selalu dapat
melewatinya dengan meminta secarik kertas itsbat dari orang
atau lembaga yang mau membantunya. Zaman dahulu itu, untuk keraguan
nasab akan berakhir dengan itsbat demikian, karena ilmu genetika belum mapan.
Hari ini, setiap persengketaan nasab akan dapat dikonfirmasi dengan melakukan
tes DNA yang akan dapat menelusuri sambungan darah seseorang sampai ribuan
tahun ke atas. Maka ketika hari ini Ba’alwi telah terbukti putus nasabnya
kepada Nabi Muhammad Saw secara kajian pustaka, jika mereka bergeming bahwa
nasab mereka tersambung, untuk membuktikannya tidak ada jalan lain kecuali tes
DNA. Jika kajian pustaka gagal, tes DNA enggan, lalu berdasar apa kita harus
mengakui mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw.?
Kesimpulan
Nasab Ba’alwi terbukti tidak tersambung kepada Nabi Muhammad Saw.
Hari ini mereka mengaku sebagai keturunan Nabi melalui jalur Ubaidillah ‚bin‛
Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, sementara kitab nasab mulai abad ke-5
sampai abad ke-9 menyatakan bahwa Ahmad bin Isa tidak mempunyai anak bernama
Ubaidillah atau Abdullah. Anak Ahmad bin Isa hanya tiga yaitu: Muhammad, Ali
dan Husain. Mereka juga tidak dapat membuktikan bahwa Ahmad bin Isa hijrah
dari Basrah ke Yaman. Tidak ada berita dari sumber-sumber sezaman atau yang
mendekatinya yang menyatakan ia hijrah ke Yaman, seperti juga tidak ada bukti
bahwa Ahmad bin Isa pernah tinggal di Basrah. Ahmad bin Isa tereportase kitab
abad ke-5 berada di Madinah bersama Ali Abul Hasan al-Askari. Hasil test Y-DNA
dari 180 sampel Ba’alwi tidak ada yang presisi sebagai keturunan lurus
laki-laki dari Husein (J1-FGC30416) bin Ali (FGC10500). Jangankan menemukan
kedua Haplotype di atas, haplogroup Ba’alwi malah bukan J1 tetapi G2. Artinya,
selain gagal sebagai keturunan garis lurus laki-laki Nabi Muhammad Saw., malah
terdeteksi bukan keturunan garis laki-laki Nabi Ibrahim As.
CATATAN DAN REFERENSI
89 Ibnu Hisan, Al-Baha’ fi Tarikh Hadramaut (Dar al-Fatah,
Oman, 1441 H.) h. 125
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Al-Mashur, Shmsu al-Dahirat, (‘Alam al-Ma’rifat,
Jeddah, 1404 H.) Abu al-Faraj al-Asfihany, Maqatil al-Talibiyyin (Dar
al-ma’rifah, Beirut, T.t.) .
Abubakar bin Abdullah al-Idrus, Al-Juz’ al-Latif, dalam Diwan al-‘Adni (Dar al- Hawi, libanon, 1432 H.) .
Abu
Bakar bin Abil Qasim bin Ahmad al-Ahdal, Al-Ahsab
al-‘Aliyyah fi al- Ansab al-Ahdaliyyah (T.pn. T.tp. T.t.)
Abu
Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu
Thobatoba, Muntaqilat al-Talibiyyah (Matba’ah Al-Haidarah,
Najaf, 1388 H.)
Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan al-Tusi,
Al-Gaybah, (Muassasah Al-Ma’arif al-Islamiyah, Qum, 1425 H.)
Abu
Muhammad al-Tayyib Abdullah bin Ahmad Ba Makhramah, Qaladat
al-Nahr Fi Wafayyat A’yan al-Dahr (Dar al-Minhaj, Jeddah, 1428 H.)
Alwi
bin Tahir al-Haddad, Footnote Uqud al-Almas (Matba’ah Al-madani, Cet. Ke-2,
T.tp. 1388 H.)
Ahmad ‘Ali bin ‘Abdul Qadir bin Muhammad al-Muqrizi
al-Syafi’I manuskrip kitab Al-Turfat al-Garibat min Ahbar Wadi Hadrmaut
al-‘Ajibat
Ahmad bin Hasan al-Muallim, Al-Quburiyah fi al Yaman
(Dar ibn al-jauzi, Al- Mukalla, 1425H)
Al-Hamadani, Al-Iklil
(Al-Maktabah al-Syamilah, T.tp. T.t.)
Al-Husain bin Abdurrahman bin
Muhammad al-Ahdal, Tuhfat al-Zaman fi Tarikh Sadat al-Yaman (Maktabah
al-Irsyad, San’a, 1433 H.)
Ali bin
Abu Bakar al-Sakran, Al-Burqat
al-Musiqat, (Matba’ah Ali bin Abdurrahman
bin Sahl Jamalullail Ba’alwi, Mesir, 1347 H.)
Ali bin Muhammad bin Ali
bin Muhammad al-Alawi al-Umari, Al-Majdi fi Ansab al-Talibin, (Maktabah
Ayatullah al-Udma al-Mar’asyi, Qum, 1422 H.)
Al-Khatib
al-Bagadadi, Tarikh Bagdad, (Dar al-Garbi al-Islami, Beirut, 1422 H.)
Al-Syatiri,
Adwar al-Tarikh al-Hadramiyyah ( Maktabah
Tarim al-Haditsah, Tarim, 1403)
Al-janadi, Al-Suluk Fi Tabaqat
al-Ulama Wa al-Muluk, (Maktabah Dar al-Irsyad, San’a, 1416 H)
Alwi
bin tahir, Uqud al-Almas (Matba’ah al-Madani, Syari’ al-‘Abasiyah, 1388 H.)
Fakhruddin
al-Razi, Al-Syajarah al-Mubarakah (Maktabah Ayatullah al-Udma al-Mar’ashi,
Qum, 1419 cet. Ke-2)
Ibnul Asir, Al-Kamil fi al-Tarikh (]Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, 1407 H.)
Ibnu Inabah,
Umdat al-Talib, (Maktabah Ulum al-Nasab,
Tahqiq Muhammad Sadiq al-Bahr al Ulum, Iran, T.t.)
Ibnu al-Nadim,
Al-Fihrasat, (Dar al Ma’rifat, Beirut, 1417)
Ibnu Hajar
al-Asqolani, Lisan al-Mizan (Mu’assasat al-A’lami Lil al-Matbu’at, Beirut,
1390 H. )
Ibn al- A’raj al-Husaini, Al-Sabat al-Musan (Maktab
Ulum al-Nasab, Tahqiq Halil bin Ibrahim bin Halaf al-Dailami al-Zabidi, T.t.
T.Tp.)
Ibnu Hazm Al-Andalusi, Jamharat Ansabil Arab, (Dar al-Ma’arif,
Kairo, T.t.) cet. Ke-5
Ibnu Hisan, Al-Baha’ fi Tarikh
Hadramaut (Dar al-Fatah, Oman, 1441 H.)
Ismai’il Basa
al-babani, Hadiyat al-‘Arifin Asma’ al-Mu’allifin
wa Asara al- Mushanifin (Maktabah al-islamiyah Al-ja’fari,
Teheran, 1959 M)
Jajat Burhanuddin, Diaspora Hadrami di Indonesia,
(Studia Islamika, Vol. V No. 1 1999)
Jajat Burhanuddin, Ulama dan
Kekuasaan: Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah Indonesia, (Mizan, Jakarta,
2012)
Jasir
Hadibroto dan Eksekusi
Mati D.N. Aidit,
dalam Tirto.id.( https://tirto.id/cPvz)
L.W.C.
Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, judul asli: Le Hadramaut
et Les Colonies Arabes Dan I’Achipel Indien (INIS, Jakarta, 1989)
M.
Adil Abdullah, Tgk Imuem Lueng Bata Ultimatum Habib Abdurrahman Az
Zahir, (Catatan Aceh
yang Tercecer),
http://www.serambinews.com/news/catatan-aceh-yang-tercecer
Muhammad
bin Ali bin Alwi Khirid, Gurar al-Bah>a’ al-Dawiy wa Durar al-Jamal
al-Badi’i al-Bahiy (T.pn. T.tp., 1405 H.)
Masa’ilu Abi Ja’far
wa Mustadrakatuha, (Muassasah Al al- Bait Alihim al-Solat wa al-Salam, Beirut,
1431 H.)
Muhammad Diya Shihab, Al-Imam Ahmad al-Muhajir (Dar al-Syuruq,
T.tp. 1400 H.) Murtada al-Zabidi, Al-Raud al-jaly (Dar al-Fath, Oman,
2021 M)
Mahdi al-Roja’I, Al-Mu’qibu>n Min Al Abi Ta>lib
(Mu’assasah Ashura, Qum, 1427 H) h. 14
Muhammad bin Abu Bakar
al-Shili, Al-Mashra’ al-Rawi, (T.pn. T.tp. 1402 H.) Muhammad bin Muhammad bin
yahya bin Abdullah bin Ahmad bin Ismail bin Husain bin Ahmad Zabarat
al-Son’ani, Nail al-Hasanain bi Ansab min al- Yaman min Buyut Itrat
al-Hasanain, dicetak bersama Al-Anba’ min Daulat Bilqis wa Saba (Maktabah
al-Yaman al-Kubra, Son’a, 14014 H.)
Sayid Azizuddin Abu Tholib
Ismail bin Husain al-Mawarzi al-Azwarqani, Al- Fakhri fi ansaabitholibin
(Maktabah Ayatullah al-Udma, Qum, 1409 )
Sayid Komunis yang Diburu
Tentara Baret Merah, dalam Tirto.id. ( https://tirto.id/chz3)
Simpang Siur Kabar DN Aidit Keturunan Rasulullah, (https://republika.co.id/berita/selarung/breaking- history/pi8mbw282/simpang-siur-kabar-dn-aidit-keturunan-rasulullah- part1).
Shofiyuddin
Muhammad ibnu al-Toqtoqi al-Hasani, Al-Asili fi Ansabittholibiyin (Matba’ah
Ayatullah al-Udma, Qum, 1318)
Tes DNA, Najwa Shihab
Terkejut Gen Arab di Dirinya Hanya 3,4 Persen, dalam Kompas.com
https://amp.kompas.com/entertainment/read/2019/10/18/051800310/tes-dna-
najwa-shihab-terkejut-gen-arab-di-dirinya-hanya-34-persen
Tim
Peduli Sejarah Islam Indonesia, Tubagus M. Nurfadil Satya (ed.), Sejarah Ba
Alawi Indonesia: Dari Konflik Dengan Al-irsyad Hingga Dengan Keluarga
Walisongo (Tim peduli Sejarah Indonesia, Serang)
Umar Rida Kahalah,
Mu’jam al-Mu’allifin (Mu’asasat Al-risalat, T.tp. 1376 H.) Umar bin Ali bin
Samrah al-Ja’diy, Tabaqat Fuqaha al-Yaman (Dar al-Qalam, Beirut, T.t.) h.
220
Utsman bin Yahya, Manhaj al- Istiqa>mat fi al Diin bi al
–Sala>mat, (Maktabah Al- Madaniyah, Jakarta, t.t. ) h. 22.