Kepemimpinan dalam Islam
Nama kitab: Terjemah Idhotun Nasyi'in, Izotun Nasyi'in, Izhah al-Nasyi'in, Izhatun Nashi'in
Judul kitab asal: Izhatun Nasyi'in kitab Akhlaq wa Adab wa Ijtimak ( عظة الناشئين كتاب أخلاق وآداب واجتماع)
Ejaan lain: Izhotun Nasyi'in
Pengarang: Mustafa al-Ghulayini ( الشيخ مصطفى الغلاييني)
Nama yang dikenal di Arab: al-Ghulayini
Kelahiran: Beirut, 1885 M
Meninggal: Beirut, 1944 M
Penerjemah:
Bidang studi: Ilmu tasawuf, akhlak, etika, budi pekerti, pengembangan kepribadian, sufisme
Daftar isi
- Kepemimpinan
- Orang-Orang Yang Ambisi Menjadi Pemimpin
- Dusta Dan Benar
- Kesederhanaan
- Kedermawanan
- Kebahagiaan
- Melaksanakan Kewajiban
- Dapat Dipercaya
- Hasud Dan Dengki
- Tolong-Menolong
- Sanjungan Dan Kritikan
- Fanatisme
- Para Pewaris Bumi
- Tragedi Pertama
- Tanggulah Saat Kehancuran
- Menyempurnakan Pekerjaan Dengan Baik
- Wanita
- Berusaha dan Tawakal
- Percaya Diri
- Pendidikan
- Penutup
- Kembali ke: Terjemah Idhotun Nasyi'in
KEPEMIMPINAN
Hukum Allah (Sunatullah) telah menetapkan, bahwa dalam setiap
bentuk makhluk yang diciptakan Allah, pasti ada yang memimpin dan ada yang
dipimpin. Ada yang mengatur dan ada yang diatur. Hal itu agar
pemikiran-pemikiran tidak tumpang tindih dan keinginan-keinginan tidak
bersimpang siur, yang mengakibatkan keretakan kerukunan, putus tali kasih
sayang, pudar persatuan dan perselisihan.
Setiap
golongan yang tidak memiliki pemimpin yang bisa mereka jadikan tempat
mengadukan kesulitan-kesulitan mereka itu, sama halnya mereka sedang naik kuda
(kendaraan) liar yang nakal, pada malam hari yang gelap gulita (dalam keadaan
panik dan bingung mengatasi kesulitan yang dihadapi).
Apabila
roh berfungsi sebagai ketegakan (kehidupan) rasa, maka para pemimpin setiap
bangsa adalah roh persatuan mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Apabila para pemimpin itu rusak, maka rusaklah umat atau bangsa
itu, dan jika mereka baik, maka umat atau bangsa itu menjadi baik juga.
Karena, umat akan berdiri tegak, kokoh dan sejahtera, manakala
pemimpin-pemimpin umat itu menggerakkannya. Jika mereka (umat) sedang loyo,
lalu mereka meluruskannya ketika bengkok, menarik tangannya ketika mereka
(umat) jatuh dan membimbingnya ketika sedang sesat.
Pemimpin
itu belum bisa dianggap sebagai pemimpin yang sejati, kecuali dia telah
memenuhi syarat-syarat kepemimpinan, yakni berpikiran cerdas, berwawasan luas,
baik pendapatnya, bisa mengendalikan diri. perkasa, bersih atau tulus hatinya,
baik perilakunya, dermawan, banyak memberikan bantuan keuangan demi
kesejahteraan umat dan giat menyebarkan ilmu pengetahuan ke seluruh pelosok
tempat tinggal umat. Barangsiapa yang jejak perjalanannya seperti itu dan
sanggup memikul tanggung jawab berat sebagaimana tersebut, maka dia baru bisa
disebut sebagai ”tokoh dan pemimpin sejati”. Jika ada orang yang tidak
memenuhi syarat-syarat tersebut untuk menjadi pemimpin, maka orang itu
termasuk perampas yang bodoh, tetapi mengaku pintar ingin menjadi pemimpin,
karena gila pangkat semata.
Banyak sekali orang
yang akalnya berebut menjadi pimpinan, padahal mereka tidak memenuhi
syarat-syarat menjadi pemimpin sedikit pun. Mereka itu tidak sadar, bahwa
pemimpin bangsa itu sebenarnya adalah juru bicara yang menyuarakah hati nurani
rakyat, pemikir mereka, tempat pengaduan rakyat ketika mereka menghadapi
kesulitan dan pelindung mereka ketika dalam keadaan bahaya, tempat meminta
pertolongan saat dilanda krisis dan sebagai tempat sandaran rakyat di waktu
mereka menghadapi.persoalan besar.
Setiap umat
memiliki periode-periode yang dalam periode itu mereka tidak dipimpin, kecuali
oleh pemimpin-pemimpin yang tulus, pemimpinpemimpin yang baik dan reformis.
Kemudian, masa berubah dan periode kepemimpinan itu turut berubah, dan keadaan
berbaik. Umat itu pun akhirnya dipimpin oleh orang-orang fasik, rendah budi
pekertinya, tidak ambil pusing dengan kebodohan dan kemaksiatan, lacur, bodoh
dan menjadi pengikut-pengikut setan.
Ingatlah,
bahwa jaman itu berputar, umat atau bangsa (timur) telah bangun dari tidurnya
dan telah bangkit. Sadar dari kelalaiannya, mereka tidak rela terus-menerus
menjadi tawanan orang yang berusaha menghancurkan dan memperbudaknya. Mereka
tidak mau mengakui pemimpin, kecuali yang berjiwa reformis dan baik, yang rela
mati demi kehidupan umat, senang atau susah payah demi kemampuan umat dan
sanggup hidup sengsara demi kebahagiaan umat.
Majulah,
wahai, generasi muda, untuk menuntut ilmu secara sempurna, berpegang teguhlah
dengan akhlak mulia dan rajinlah beramal saleh dengan bimbingan akal yang
sehat, agar engkau kelak menjadi pemimpin bangsamu dan kepala dalam
keluargamu.
Waspadalah terhadap bisikan hatimu
untuk berambisi memegang jabatan pemimpin atau rayuan yang merayumu dengan
keenakan memegang jabatan kepemimpinan. Sedangkan engkau belum layak
mendudukinya, engkau justru akan menjerumuskan umatmu ke jurang kesengsaraan
dan engkau sendiri menjadi hina dina.
Suatu
bangsa takkan hidup baik tanpa pemimpin;
dan tidak ada guna
pemimpin, jika orang-orang bodoh tampil menjadi pemimpin.
Rumah
takkan bisa terjadi tegaj tanpa pilar:
dan tiada arti pilar yang
berdiri tanpa dasar.
Jika lengkap dasar dan pilar-pilar:
maka
suatu saat rakyat itu sampai pada apa yang diharap.
ORANG-ORANG YANG AMBISI MENJADI PEMIMPIN
Apabila ada suatu bangsa yang tidak memiliki pemimpin yang bisa
memberi arahan kepada mereka, maka bangsa itu ibarat kafilah berjalan di
padang sahara yang penuh bukit-bukit, yang hampir sama, jalan-jalannya sangat
menakutkan, sangat luas hingga tidak terlihat batas-batasnya dan seolah-olah
warna tanahnya seperti warna langit. Nah, kalau dalam suatu bangsa terdapat
orang-orang yang berambisi menjadi pimpinan, bahkan jumlah orang seperti ini
terus berkembang, maka bangsa itu lebih semrawut, lebih banyak kekacauannya
dan lebih besar bahaya dan kerusakannya.
Kecintaan
terhadap jabatan kepemimpinan (ambisi menjadi pemimpin) adalah merupakan
penyakit bangsa timur yang amat berbahaya, sedangkan berebut atau bersaing
menjadi pemimpin adalah merupakan penyakit orang timur yang kronis. Begitu
juga setiap ada pemumpin yang tampil, pasti timbul kecemburuan terhadapnya di
hati bangsanya dan rasa dendam pada jiwa mereka semakin membara. Lalu, mereka
melakukan adu domba, menjelek-jelekkan pemimpin tadi, mencurahkan segala
kekuatan yang mereka miliki untuk menjatuhkannya, menyatakan terang-terangan
menentang (menjadi oposisi) dan menghujatnya secara terang-terangan.
Apabila
pemimpin tersebut pemimpin yang sejati, maka dia tidak mempedulikan
serangan-serangan itu dan tidak menghiraukannya. Tetapi, dia malah semakin
teguh melanjutkan apa yang dia rencanakan, berupa menciptakan kemakmuran untuk
rakyatnya, tanpa mempedulikan hambatan-hambatan, pergolakan dan
kesulitan-kesulitan serta tidak mau mengumpulkan massa untuk unjuk
kekuatannya. Sebaliknya, apabila pemimpin tersebut guncang saat pertama kali
mendapat tantangan, maka dia adalah orang yang lemah keinauan dan jiwanya.
Semestinya, orang seperti ini tidak mau dijadikan pemimpin bangsanya.
Belum
pernah saya melihat seseorang yang hatinya tidak menginginkan untuk menjadi
pemimpin. Padahal orang yang benarbenar ahli untuk memegang jabatan
kepemimpinan itu sangat sedikit sekali. Jabatan kepemimpinan itu bukanlah
seperti barang yang bisa dibeli dan bukan seperti baju, yang jika dipakai oleh
seseorang, lantas orang itu sudah dapat, maka dianggap sebagai pemimpin.
Sesungguhnya,
pemimpin itu roh umat atau bangsa, apakah ada suatu bangsa yang rela jika yang
menjadi pimpinannya adalah orang yang tidak mereka kenal, yang ayahnya tidak
diketahui asal usulnya, orang yang sesat jalannya, putra orang yang rusak
tingkah lakunya, orang yang bodoh, keturunan orang yang tolol, orang yang
fasik atau anak dari orang yang suka berbuat maksiat?
Setiap
bangsa yang dipimpin oleh orang yang tidak jelas pendiriannya, pemerintahannya
dikendalikan oleh orang-orang yang bodoh dan pemuka-pemuka atau tokoh-tokoh
mereka terdiri dari orang-orang yang rendah dan berakhlak tercela, maka bangsa
itu positif bobrok, kacau dan akhirnya hancur.
Pemimpin
yang sejati itu, bukanlah orang yang suka bagi-bagi uang dan merangkul
tokoh-tokoh, yang tujuannya hanya agar orang-orang menyukai dan mendukung
kepemimpinannya. Namun, pemimpin yang sebenarnya ialah orang yang
kepemimpinannya itu dapat mencerminkan budi pekertinya yang luhur.
Kepemimpinan yang demikian itu tidak bakal terwujud, kecuali dalam diri orang
yang telah dikenal sifat-sifat kemuliannya, tidak berlaku negatif, murni
gagasannya, teguh hatinya, tinggi cita-citanya, bersih janjinya (tanpa
menginginkan timbal balik), cerdas pikirannya, kuat fisiknya, ramah, bersih
kepribadiannya, jelas moralnya, bersih nasabnya dari cacat moral, tanggap
terhadap tuntutan rakyat, dan bekerja keras demi kepentingan dan kemajuan
mereka. Barangsiapa yang memiliki sifat dan kepribadian seperti yang diuraikan
di atas, maka dia pasti memimpin dan memerintah orang banyak, semua ucapan dan
petuahnya pasti didengar dan ditaati oleh rakyat, memiliki wibawa dan
kedudukan yang tinggi di kalangan mereka.
Sungguh
saya heran dan benar-benar mengherankan saya-, sekelompok orang yang tidak
pernah berjuang, apalagi berperang membela negara, berusaha mati-matian
mempengaruhi rakyat, agar mereka mau mengangkatnya sebagai pimpinan. Kelompok
orang seperti ini adalah lebih hina daripada sesuatu yang paling hina. Mereka
sama sekali tidak memiliki jasa atau keistimewaan yang dapat mengantarkannya
pada kedudukan kepemimpinan yang mereka upayakan. Orang-orang seperti ini
biasanya suka menggunjing dan memprovokasi rakyat, agar melakukan dan
merongrong pemimpinpemimpin umat yang sebenarnya sudak baik dan mencemarkan
nama baik pemimpin-pemimpin itu, sehingga terjadi krisis kepercayaan, yang
akhirnya terjadi kefakuman. Situasi seperti itu oleh golongan tersebut
dimanfaatkan sebagai jalan mencapai apa yang mereka maksud, yaitu mengambil
alih kekuasaan dan kepemimpinan, sehingga mereka bisa menjadi pemimpin.
Padahal mereka tidak menyadari, bahwa apa yang mereka lakukan itu sebenarnya
membuka cacat dan kejahatan mereka sendiri, yang pada akhirnya rakyat menjauhi
mereka, tidak memperhatikannya, bahkan membenci dan marah kepada mereka.
Di
sana ada lagi sekelompok orang lain, yang jika mengalami kegagalan dalam
usahanya (memenuhi ambisinya) merebut kekuasaan (dari pemimpin yang sebenarnya
sudah baik), yang mereka inginkan, maka mereka mulai bangkit memprovokasi umat
dengan atas nama agama, padahal kelompok ini sebenarnya paling ingkar dengan
agama. Mereka gampang mengatakan orang lain sebagai kafir, ateis, sesat dan
fasik.
Untuk memenuhi keinginan yang sesat itu,
mereka menggunakan cara-cara yang hina dan keji, menghasud umat atau rakyat,
agar tidak mendukung pemimpin yang sedang berkuasa (yang sebenarnya sudah
baik) dan sudah menjalankan tugasnya. Mereka mempengaruhi rakyat, agar
berpaling dari pemimpin yang ada itu dan mereka menyerahkan persoalannya
kepadanya (yakni kepada golongan yang memperalat agama untuk mencapai
ambisinya). Umumnya, yang membenarkan propaganda golongan ini adalah rakyat
awam yang primitif dan yang dangkal pengetahuan agamanya. Namun, sebagian
besar rakyat tidak mau memperhatikan, tidak mau mempedulikan seruan-seruan
mereka yang penuh kebohongan dan kepalsuan yang menyesatkan.
Wahai,
generasi muda, aku mohonkan engkau perlindungan kepada Allah, janganlah kalian
merebut jabatan kepemimpinan dengan caracara yang terkutuk, sebagaimana
disebutkan di atas. Sebab, cara seperti itu menyebabkan hubunganmu sebagai
pemimpin dengan rakyat terputus, rakyat menjauhimu dan engkau sendiri akan
jauh dari sifat mulia (menjadi tidak terhormat).
Jangan
sekali-kali kalian memiliki sifat senang (ambisi) menjadi pemimpin, kecuali
jika jabatan itu datang sendiri atau rakyat memaksa harus menduduki jabatan
pemimpin, karena mereka memang melihatmu sebagai orang yang mau bekerja dengan
baik, bersih dan baik akhlak serta mulia kepriadiannya.
Waspadailah,
apabila di antara kalian sudah ada seorang pemimpin yang cakap dan memiliki
bakat memimpin, sementara hati kalian sudah mantap, maka jangan sekali-kali
kalian hasud kepadanya, yang akibatnya kalian terdorong untuk berupaya
menjatuhkan dan berusaha mempengaruhi orang-orang agar berpaling daripadanya.
Tetapi, berusahalah kalian membantu dan mendukung terhadap apa yang dilakukan
pemimpin yang cakap itu dan mendukung programprogramnya. Jadilah kalian
sebagai tangan-tangan yang membantunya dan pendukung-pendukung setianya.
Apabila kalian melakukan hal itu, maka kalian termasuk orang-orang yang
berbuat baik demi kepentingan umat atau bangsamu.
DUSTA DAN BENAR
Benar dan dusta yang kami maksud dalam pembahasan ini, bukanlah
seperti yang dikenal oleh setiap orang selama ini, yakni dusta dan benar dalam
berkata, sebab hal seperti itu sudah jelas dan anak kecil pun mengerti. Akan
tetapi yang kami maksud benar dan dusta dalam judul ini adalah benar dan dusta
dalam perbuatan, sebab wujud dan tidak wujud suatu perbuatan, sebenarnya hasil
dari ucapan dusta atau benar.
Janganlah engkau
berkata (memulai) kepada seseorang, sesungguhnya engkau adalah yang benar atau
dusta, sebelum engkau mengetahui benar atau dustanya dalam praktik amalnya
(umpamanya diamalkan atau tidak). Janganlah engkau menilai benar atau bohong
terhadap suatu ucapan, sebelum engkau mengetahui pengaruh (praktik) ucapan
itu. Sebab, ucapan itu akan menjadi besat atau kecil nilainya bergantung pada
praktiknya, dan ucapan itu dinilai benar, jika dibuktikan oleh amalan.
Kebenaran
(kejujuran) perbuatan itu merupakan’hasil kerja orangorang yang memiliki
kemauan keras. Mereka itu tidak dapat dihalangi oleh siapa pn dalam
merealisasikan apa yang mereka ucapkan.
Engkau
sering melihat banyak orang termasuk mereka yang mempunyai kedudukan
terpandang, karena mereka memegang jabatan tinggisering mengatakan sesuatu
yang tidak mereka amalkan. Apabila engkau menuntut mereka supaya melaksanakan
ucapan dan memenuhi janji-janji mereka, maka mereka selalu mencari-cari
alasan. Mereka mengemukakan macam-macam bahasan yang sudah menjadi watak
mereka, yakni usaha membela diri dan kemunafikan, dan mereka selalu
mengulur-ulur waktu untuk memasarkan alasan-alasannya. Hal itu bisa terjadi,
hanya karena kemauan yang ada dalam jiwa mereka itu sangat lemah dan karena
tidak terlatihnya mereka berkata benar dan dibuktikan dengan pelaksanaan
(amal).
Apabila orang (yang pernah mengemukakan
ucapan atau janji) ketika dituntut pelaksanaannya itu menjawab tidak atau
dapat memenuhi, maka tidak ada seorang pun yang mencemoohnya. Bahkan menolak
tuntutan itu lebih baik daripada janji yang tidak ditepati. Lebih parah lagi
adalah orang yang berkata atau berjanji akan melakukan sesuatu, kemudian dia
mundur (menghilang) dan tidak menepati janjinya. Mengingkari janji itu sama
sekali bukan kebiasaan orang-orang yang sempurna pekertinya, dan dusta atau
bohong itu adalah kebiasaan dan perangai orang-orang yang hina dina.
Setiap
orang, sebelum menjanjikan sesuati kepada orang lain, hendaknya dia berpikir
secara mendalam. Apabila dia yakin bahwa dirinya mampu memenuhi apa yang akan
dijanjikan, maka tidak ada larangan dia berjanji, tetapi jika sekiranya tidak
mampu memenuhi, maka sebaiknya tidak berjanji. Adapun orang yang berjanji
sebelum berpikir dan angan-angan, apa dia mampu menepati janjinya atau tidak,
maka orang itu termasuk orang yang sangat bodoh.
Kebanyakan
orang yang bodoh itu, sering terlempar oleh kebodohannya sendiri ke lembah
kebinasaan, yang menimbulkan penyesalan untuk selama-lamanya.
Sesudah
memahami uraian di atas, maka perhatikanlah masalah berikut ini.
Apabila
engkau heran pada suatu permasalahan, maka heranlah terhadap suatu kelompok
orang yang berkata dan berjanji, sedangkan mereka memastikan dalam hati, bahwa
mereka tidak akan menetapi perkataardan janjinya. Sesuatu yang mendorong
mereka berkata bohong dan berjanji palsu itu tidak lain adalah karena salah
(rusak) pendidikan mereka. Barangsiapa yang membiasakan sesuatu, maka sesuatu
itu akan menjadi watak dan tabiatnya yang sulit dihilangkan. Kebiasaan itu
tetap melekat padanya hingga dia masuk ke liang kubur.
Apabila
seseorang sudah terkenal tidak pernah menepati janji dan selalu bohong, maka
orang-orang, bahkan kolega terdekatnya akan menjauhinya, mereka tidak lagi mau
mempercayai jika dia berkata dan mereka tidak bergeming, jika dia berjanji,
bahkan mereka menganggapnya seperti fatamorgana yang tampak di padang luas,
yang dikira oleh orang yang haus sebagai air, tetapi setelah didekati ternyata
tidak ada sesuatu pun.
Watak atau perangai yang
buruk ini apabila telah berjangkit dalam jiwa suatu umat, maka hilanglah
kepercayaan dari jiwa anak-anak mereka, sedangkan kehilangan kepercayaan
adalah pertanda lenyapnya kehidupan.
Wahai,
genersi muda, hindarilah kebiasaan berdusta, sebab dusta itu menyebabkan retak
(cacat) mahkota kemuliaan dan hindarilah ingkar janji, sebab ingkar janji itu
menyebabkan umat menjauhimu.
Apabila kalian mampu
menepati janji, berjanjilah, apabila kalian bisa melakukan pekerjaan,
berkatalah. Jika tidak mampu, janganlah berjanji dan jangan mengobral
perkataan, agar engkau tidak dicap sebagai pembohong.
KESEDERHANAAN
Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan, maka carilah dalam sikap
sederhana (moderat).
Kesederhanaan itu berlaku
dalam berpikir, bermazhab, makan, minum, berpakaian, memberi dan dalam setiap
urusan yang bersifat kongkret atau abstrak. Semua itu merupakan keutamaan.
Barangsiapa
yang menetapi jalan tengah-tengah (moderat), maka dia pasti selamat. Dan kedua
ujung sikap tengah-tengah itu tercela.
I’tidal
atau moderat adalah sederhana (sikap tengah-tengah) dalam semua
permasalahan.
Asy-Syaja’ah (keberanian) itu
mulia, karena ia adalah tengah-tengah antara dua sikap negatif. Yakni tahawwur
(berani tanpa perhitungan atau gegabah) dan jubun (penakut).
Al-Jud
(kedermawanan) itu mulia, karena ia adalah tengah-tengah antara dua sikap yang
tidak terpuji, yakni Israf (boros) dan Bakhil (kikir).
Demikianlah
keadaan segala sesuatu. Kalian pasti menjumpai setiap sikap atau perbuatan
terpuji pada kesederhanaan atau kemoderatan, yakni sikap tengah-tengah antara
dua sikap tercela.
Kecerdasan, jika melampaui
batas, bisa menyebabkan cacat dalam perbuatan, bisa mendorong pada hal-hal
yang tidak patut dikerjakan oleh orang-orang yang berakal dewasa. Tetapi,
apabila kecerdasan itu kurang, tentu menimbulkan kebodohan dan kegoblokan.
Ketakwaan,
jika melewati batas, maka akan menimbulkan waswas (kekurangmantapan), yang
sering menyebabkan meninggalkan ibadah dan mengikuti perbuatan orang-orang
fasik yang durhaka.
Karena itu, syariat atau
peraturan dari langit (Islam) melarang tindakan melewati batas dalam
menjalankan ibadah dan memerintahkan bersikap tengah-tengah dalam hal ibadah.
Tersebut dalam hadis Nabi saw.:
“Sesungguhnya
orang yang terpisah (dari teman-teman seperjalanan) itu tidak lagi tahu jalan
yang harus dilalui dan tidak ada kendaraan yang terasa nyaman.”
Ilmu
pengetahuan, apabila semakin luas dalam diri manusia, maka ilmu yang luas
justru menimbulkan kebodohan (orang semakin banyak ilmu, semakin merasa
bodoh). Kadang-kadang orang yang melampaui batas dalam menguasai ilmu itu,
akan semakin banyak tidak mengetahui keperluan-keperluan dirinya sendiri.
Menurut
kaidah umum, bahwa segala sesuatu yang telah melampaui batas maksimal, pasti
akan berbalik sepenuhnya. Kaidah berlaku umum, untuk binatang,
tumbuh-tumbuhan, benda padat, dan hal-hal abstrak maupun yang kongkret, yang
berkaitan dengan masalah-masalah sosial ataupun pembangunan.
Orang
yang berakal adalah orang yang mewajibkan dirinya bersikap moderat, sederhana
atau tengah-tengah dalam semua permasalahan, baik masalah ekonomi, sosial
maupun keagamaan. Sebab, mengambil sikap tengah-tengah atau moderat itu
membuat selamat. Tidak ada sesuatu yang paling membahayakan umat, kecuali
mengabaikan sikap tengah-tengah atau moderat.
Wahai,
generasi muda, berpegang teguhlah dengan sikap moderat (sedang). Janganlah
kalian membiarkan setan mendorongmu bersikap terlampau berlebihan (ekstrem)
atau terlampau kurang (konservatif). Sebab, perkara yang paling baik adalah
yang tengah-tengah, karena di dalamnya terdapat kemuliaan, dan kemuliaan
itulah yang dicari oleh orang-orang yang menginginkan hidup mulia.
KEDERMAWANAN
Harta kekayaan -seperti halnya kekuasaanitu berfungsi sebagai
pelayan bagi manusia, di saat manusia terdesak oleh kebutuhan.
Apabila
engkau melihat seseorang hendak menghantam dirimu, maka sudah pasti engkau
akan memipertahankan diri dan menahan hantaman Orang itu dengan kekuatan yang
engkau miliki.
Apabila engkau melihat seseorang
yang memusuhi salah seorang yang lemah, maka semangat keberanian spontan
mendorongmu untuk memprotesnya dan membela orang yang lemah, yang tidak
berdaya itu sebagai sedekah, berupa kekuatan buat orang yang lemah tersebut.
Semangat keberanianmu itu akan lebih keras dan ganas, jika engkau melihat
musyh yang berdatangan hendak memerangi umat dan menghancurkan negara suatu
bangsa.
Demikian pula halnya, apabila hatimu
merasa membutuhkan sesuatu yang akan engkau manfaatkan, maka engkau pasti
sanggup mengeluarkan sebagian hartamu untuk mendapatkan sesuatu yang engkau
butuhkan itu.
Apabila engkau menjumpai orang
miskin atau lemah, yang tidak memiliki daya kekuatan, maka sifat kesatria dan
kasih sayang pasti menggerakkanmu. Lalu engkau memberikan sesuatu sesuai
kerelaan hati untuk membantu meringankan penderitaan dan menutup kebutuhan Si
miskin itu.
Apabila engkau menyaksikan seluruh
bangsa membutuhkan uluran bantuan -sedangkan engkau mampu untuk memperbaiki
kebobrokan dan kekacauan mereka-, maka sudah barang tentu engkau lebih
terdorong untuk mengulurkan bantuan kepada mereka dan perasaan muntah memenuhi
kebutuhan mereka itu lebih kuat.
Apabila sifat
licik itu dapat menyebabkan orang enggan melawan orang yang hendak berbuat
jahat kepada dirinya sendin atau lainnya, sehingga dia selalu menjadi sasaran
kejahatan orang-orang yang jahat. Maka, begitu pula sifat bakhil atau kikir,
juga dapat menyebabkan orang enggan memberikan sesuatu yang sedang dibutuhkan
orang lain, sekalipun yang dibutuhkan itu sangat mendesak sekali. Barangsiapa
yang licik atau takut membela dirinya sendiri dari gangguan dan kikir
membelanjakan harta untuk menutup kebutuhannya sendiri, maka dia sudah pasti
lebih takut membela orang lain dan lebih kikir membelanjakan hartanya,
walaupun hanya sedikit demi kepentingan orang lain.
Sebagaimana
halnya Tahawwur (berani tanpa perhitungan), sering-sering menyebabkan
tersia-sianya kehidupan orang-orang yang ingin maju menghadapi segala
rintangan, tanpa angan-angan dan perhitungan itu sendiri, sehingga keberanian
mereka sama sekali tidak berguna dan tidak memberikan manfaat, maka seperti
itu pulalah sifat israf atau pemborosan dan menghamburkan harta untuk hal-hal
yang tidak perlu, ia dapat menyebabkan lenyap harta, sehingga pelakunya akan
terus menerus dalam keadaan susah dan cemas.
Semua
kesalahan di atas, adalah akibat diabaikannya sikap tengah-tengah (i’tidal).
Karena itu, kalian harus menetapi sikap tengah-tengah, sedang, moderat atau
i’tidal.
Orang yang kaya raya, hartanya bisa
habis karena boros dan dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya,
baik untuk dirinya sendiri atau umat. Alubatnya, dia yang semula kaya raya
menjadi miskin, kosong kantongnya, hampa kedua tangannya dan tidak memiliki
apa-apa.
Kebakhilan itu sebenarnya menggiring
seseorang pada kesengsaraan. Orang yang kikir itu sebenarnya semakin sengsara
dalam mencari harta (emas), dan sifat kikir itu akhirnya menghalanginya untuk
bisa hidup senang dan tenteram. Harta kekayaan itu hanyalah suatu perantara
untuk dapat hidup berkecukupan, digunakan membantu meringankan beban
penderitaan orang-orang miskin dan mengobati kesedihan orang-orang yang
melarat.
Seperti halnya, kekuatan tanpa
keberanian, juga tidak ada gunanya, karena yang memiliki kekuatan itu boleh
jadi penakut atau berami, tetapi tanpa perhitungan. Demikian pula halnya harta
kekayaan tanpa disertai kedermawanan, sama sekali tidak ada manfaat dan
kebaikannya, sebab pemiliknya boleh jadi kikir atau pemboros.
Jika
pemborosan itu menyebabkan harta ludes, maka kikir (tidak memberikan harta)
itu memaksa orangnya hidup susah. Pemborosan dan kekikiran itu menyebabkan
kehancuran dan bencana bagi orang yang memiliki kedua sifat tersebut, yakni
boros dan kikar.
Sederhana atau sikap
tengah-tengah, yaitu berbuat kedermawanan. Hal itu bisa mendatangkan
kebahagiaan berupa harta. Allah swt. berfirman:
“Janganlah
kamu menjadikan tanganmu sendiri terbelenggu ke lehermu, jangan pula tangan
itu kamu ulurkan seluas-luasnya, sebab kamu akan duduk dalam keadaan tercela
dan penuh penyesalan.”
Dengan demikian, bersikap
sedang dan mengambil jalan tengahtengah dalam segala permasalahan itu
menyebabkan terhindar dari segenap malapetaka. Oleh sebab itu, hendaklah
seseorang menginfakkan hartanya untuk kepentingan diri, keluarga, orang-orang
yang membutuhkan bantuan dan proyek-proyek yang mendatangkan kemanfaatan bagi
orang banyak, dengan tidak berlebihan dan tidak pula sangat bakhil.
Perlu
diketahui, bahwa berderma itu harus disesuaikan dengan jumlah harta yang
dimiliki. Banyak sekali orang yang dermawan, yang dianggap oleh orang lain
kikir, jika dibandingkan dengan orang lain, begitu sebaliknya.
Di
tengah masyarakat ini, sebenarnya ada sekelompok orang -semoga Allah
menjadikan mereka baikyang menganggap, bahwa kekikiran itu bisa menyebabkan
hidup kekal di dunia, sehingga apabila engkau meminta kepada mereka, agar
mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk membantu meringankan penderitaan
orang-orang miskin atau untuk membiayai sebagian proyek-proyek penting, maka
orang tersebut merasa sepertinya engkau mengajaknya untuk mengangkat senjata
tombak melawan musuh, menghunus pedang dan mengorbankan nyawa dalam suatu
pertempuran (gemetar, ketakutan dan merasa keberatan memenuhi permintaanmu).
Di antara mereka ada yang kikir terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Orang
seperti ini adalah orang yang paling jelek. Di antara mereka ada yang kikir
terhadap orang lain, tetap! royal untuk dirinya sendiri. Orang seperti ini
adalah orang yang egois (mementingkan diri sendiri), yang lemah perasaannya
dan tidak sehat pikirannya. Orang-orang yang berjiwa seperti ini mempunyai
prinsip asal dirinya hidup, meskipun bangsanya mati, yang penting dirinya
senang, meskipun bangsanya sengsara.
Di sana, ada
lagi sekelompok orang yang menghambur-hamburkan dan memboroskan harta
kekayaannya. Jika mereka melihat ada acara kemungkaran, maka cepat sekali
tanggap dan mendukungnya, jika mereka mendengar di suatu tempat ada pesta
(yang bersifat kesenangan hawa nafsu), maka dia langsung terbang ke tempat itu
dan memberikan sumbangan uang, emas dan perak yang banyak, demi memeriahkan
pesta tersebut. Tetapi, apabila mereka diajak melakukan kegiatan sosial,
mereka pura-pura tidak tahu dan tidak mendengar. Kelompok orang seperti ini
adalah orang-orang ketiga yang paling buruk dan mereka itu adalah orang-orang
yang melampaui batas.
Wahai, generasi yang baik,
menjauhlah dari kelompok orangorang tersebut. Tirulah jejak orang-orang
dermawan yang mulia, sebab jejak para dermaw an itu adalah jalan yang jelas
dan lurus. Sesungguhnya kedermawanan itu adalah sikap sedang dalam
membelanjakan harta. di situlah tempat tumpukan permohonan bantuan, itulah
sifat yang diidamidamkan setiap orang dan medan amal orang-orang mulia.
Berpegang
teguhlah dengan sifat dermawan. Berlindunglah dalam benteng kedermawanan, jika
engkau berbuat demikian, maka engkau bersama bangsamu akan hidup senang dan
bahagia.
KEBAHAGIAAN
Orang-orang ahli pikir agaknya tidak pernah berpendapat tentang
tafsir atau interpretasi suatu persoalan, sebagaimana mereka berbeda pendapat
tentang tafsir kata bahagia.
Hal yang demikian
itu dikarenakan bahagia itu termasuk sesuatu yang nisbi (relatif) dan
pelengkap. Bahagia itu bukan merupakan sesuatu yang baik, yang disepakati
semua orang. Namun, bahagia itu merupakan Sesuatu yang baik menurut seseorang
yang memandangnya baik.
Mungkin si Zaid menilai
baik pada suatu perkara, dan dia menganggapnya (menurut perasaannya) sebagai
hal yang membahagiakan, serta menganggap orang yang menerima sesuatu tersebut
sebagai orang yang bahagia. Tetapi Amar melihat sesuatu itu dan menganggapnya
sebagai bencana, serta menganggap orang yang menerima sesuatu tersebut sebagai
orang yang celaka.
Kebahagiaan itu sama halnya
dengan kecantikan. Banyak pendapat dan pemahaman tentang itu dan
interpretasinya berbeda, karena kecondongan setiap orang memang berbeda-beda.
Kepastian pemikiran itu kembali pada perasaan dan kecenderungan masing-masing
individu. Aneka ragam perbedaan dalam menilai kebahagiaan itu, semata-mata
timbul dari aneka ragam perasaan dan kecenderungan.
Sebagian
orang ada yang berpendapat, bahwa kebahagiaan itu terletak pada kebebasan
makan, minum, kesenangan, pakaian, menghabiskan waktu untuk rekreasi dan
bersenang-senang. Ada lagi yang beranggapan, bahwa kebahagiaan itu terletak
pada asal mencari uang dan menyimpannya dalam kotak. Ada yang berpendapat,
bahwa kebahagiaan itu terletak pada membaca buku-buku, mendalami ilmu-ilmu
yang penting-penting dan membicarakan atau mendiskusikan tentang makna-makna
yang terkandung dalam beberapa karya sastra. Ada lagi pendapat yang
mengatakan, kabahagiaan itu ada pada perbuatan menyendiri di tempat yang sepi,
jauh dari keramaian, menjauhi hidup mewah dan serba ada. Di antara orang-orang
yang tersebut di atas, ada orang yang menyangka, bahwa kebahagiaan itu ada
pada kekuasaan, karena dapat memilih secara bebas siapa yang berhak diangkat
menjadi pejabat dan siapa yang perlu dilengserkan atau dipecat dari
jabatannya, agar mereka loyal kepadanya, dan menuruti kemauannya.
Orang
yang memperoleh kebahagiaan, ialah orang-orang yang melihat (menilai) sesuatu
dengan akal pikiran, kemudian dia menetapkan garis tengah sebagai jalan yang
harus dilaluinya dalam mencapai berbagai persoalan. Jalan tengah inilah yang
disebut i’tidal, yakni berlaku sedang, sedangkan I’tidal (jalan tengah) dalam
segala sesuatu itu adalah yang menyebabkan tercapai kebahagiaan.
Berlaku
sedang dalam hal makan dan minum, merupakan kunci utama keselamatan jasmani
dari berbagai penyakit dan gangguangangguan.
Berlaku
sedang dalam rekreasi dan mencari hiburan, menyebabkan tumbuh kegembiraan dan
pulih semangat dalam jiwa serta dapat menghilangkan kepenatan badan. Jika
tidak pernah sama sekali rekreasi dan mencari hiburan, maka jiwa menjadi tidak
bersemangat. Sebaliknya, jika berlebihan (terlalu sering) rekreasi (pelesir)
dan mencari hiburan, akan menimbulkan kemalasan, kelelahan dan cenderung
melakukan hal-hal yang merusak moral.
Berlaku
sedang atau sederhana dalam mencari uang dan membelanjakannya, dapat
menunjukkan ke arah yang baik dalam cara kerja (mencari uang) dan mendorong
meninggalkan kerakusan dalam mengumpulkan harta halal dan tidak halal.
Sedangkan kesederhanaan bekerja itu dapat menunjukkan pada cara-cara
menginfakkan harta, sesuai dengan hukum agama, sehingga orang yang
bersangkutan tidak menjadi orang yang kikir dan tidak pemboros. Tetapi dia
bisa hidup dengan penuh kebahagiaan dan berkecukupan.
Berlaku
sedang dalam belajar dan pengkajian tentang ilmu pengetahuan, dapat
menyebabkan hati terasa senang dan dapat mengusir kejenuhan dan kebosanan.
Mencari
kebutuhan hidup di dunia dan mencari ilmu serta amal untuk kepentingan agama
(akhirat) disertai memperhatikan hal-hal yang menyehatkan badan dan
menjernihkan akal pikiran itu, merupakan jalan untuk mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Adapun menekan hati agar jauh
dari sifat-sifat tidak terpuji dan bersih dari sifat-sifat kesombongan,
merupakan ketinggian harga diri yang terpuji, yang menyebabkan jiwa menjadi
mulia dan agung. Sebab, dia tidak mau menjadi hina dan selalu menjaga dirinya
jangan sampai menjadi sasaran penghinaan, menghina orang lain atau
mementingkan diri sendiri dan monopoli hak orang lain.
Semua
yang diterangkan di atas, berupa keterangan-keterangan berkaitan dengan
sikap.sedang dalam berbagai persoalan itu, dapat menimbulkan kebahagiaan bagi
orang yang memiliki sikap sedang atau berlaku sederhana, yang kebahagiaan
tersebut membuat hidupnya tenteram dan kehidupannya senang.
Barangsiapa
yang ingin merasakan kebahagiaan dalam diri, keluarga, harta kekayaan, anak
keturunan, teman-teman dan semua usahanya, maka harus menempuhnya melalui
jalan tengah-tengah atau sedang. Untuk menempuh jalan tengah atau sedang ini,
harus berpatokan pada ajaran agama, akal pikiran dan perasaan. Tiga hal itulah
patokan terbaik dalam mengambil sikap tengah-tengah.
Wahai,
generasi muda yang mulia, sesungguhnya jalan menuju kebahagiaan itu terbentang
di hadapanmu. Carilah kebahagiaan dalam ilmu dan amal saleh serta akhlak yang
terpuji. Jadilah engkau orang yang selalu mengambil sikap tengah-tengah atau
sedang dalam segala persoalan, pasti engkau akan menjadi orang yang bahagia.
MELAKSANAKAN KEWAJIBAN
Andaikata semua orang mau melaksanakan kewajiban yang telah
dibebankan kepada mereka, niscaya mereka itu seperti berada dalam , surga yang
kekal, meskipun mereka sebenarnya masih di dunia.
Mula-mula
setiap orang itu mengetahui dengan sebenarnya tentang apa saja yang menjadi
tugas dan kewajiban, yang dibebankan kepadanya. Kemudian melaksanakannya
dengan baik.
Mengetahui kewajiban adalah suatu
persoalan yang besar, namun melaksanakan kewajiban adalah persoalan yang lebih
besar dan lebih penting.
Apabila di sana (di
tengah-tengah masyarakat) terdapat banyak orang yang tidak mengetahui apa yang
menjadi kewajiban mereka, lebih banyak lagi adalah orang yang mengetahui tugas
dan kewajibannya, tetapi mereka enggan melaksanakannya. Orang yang mengetahui
sesuatu yang benar, kemudian menyeleweng dari kebenaran, adalah lebih jelek
dan lebih tercela daripada orang yang menyimpang dari kebenaran, karena memang
tidak mengerti, bahwa hal itu adalah suatu kebenaran.
Saya
merasa heran kepada sebagian orang yang menghendaki orang lain melaksanakan
kewajibannya terhadap dirinya, tetapi dia sendiri tidak mau mempedulikan
kewajibannya terhadap orang lain (haknya minta dipenuhi, sedangkan dia tidak
mau memenuhi hak orang lain).
Timbulnya
kelengahan dalam melaksanakan kewajiban itu ada dua macam penyebabnya: Yaitu
mementingkan diri sendiri dan lemah kemauan.
Mementingkan
diri sendiri (egois) mendorong seseorang pada perbuatan suka menghina atau
melecehkan orang lain dan memonopoli segala kepentingan. Sebab sifat tgois ini
dia tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap orang lain dan
kewajiban-kewajiban terhadap masyarakat serta tidak mau bekerja demi kebaikan
masyarakat, sebagaimana dia bekerja untuk kebaikan dan kepentingan dirinya
sendiri.
Lemah kemauan itu merupakan penghalang
yang menghalangi seseorang melakukan kewajiban yang telah dibenarkan
kepadanya. Apabila secara tiba-tiba hatinya tergerak untuk melaksanakan
kewajibannya, maka pendidikannya yang keliru, yang dia terima waktu kecil
menghalangi niatnya, hendak melakukan kewajiban tersebut (akibatnya dia tidak
melakukan kewajiban apa pun).
Melaksanakan
kewajiban bisa mendatangkan manfaat secara umum dan merata. Manfaat itu tidak
hanya kembali kepada diri orang yang bersangkutan, tetapi juga kembali kepada
orang lain. Sebab, jika engkau melaksanakan apa yang telah menjadi kewajibanmu
terhadap orang lain, maka orang itu pun akan berusaha semaksimalnya untuk
mengimbangimu dengan melakukan seperti apa yang kamu kerjakan, dan dia akan
memenuhi kewajibannya terhadap dirimu. Apabila kamu telah mengerjakan
kewajiban-kewajiban terhadap umat, dan kamu menyerukan orang lain agar
melakukan kewajibannya terhadap umat, maka umat itu niscaya menjadi baik dan
bahagia. Kebahagiaan umat itu juga merupakan kebahagiaan setiap anggota umat
itu sendiri, yang salah satunya adalah kamu sendiri.
Penuhilah
kewajiban terhadap kedua orangtuamu. Niscaya kedua Orangtuamu itu pasti
memenuhi kewajibannya sebagai orangtua kepadamu. Dengan demikian, kamu akan
memperoleh kebahagiaan yang kamu cita-citakan.
Kerjakanlah
kewajibanmu terhadap guru-gurumu, dengan cara bersikap atau berakhlak yang
baik, penuh perhatian pada pelajaran dan berusaha sekuat tenaga memenuhi
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan sekolahan, maka mereka akan lebih
mencintaimu daripada mencintai anak-anaknya sendiri.
Laksanakanlah
kewajiban terhadap teman-temanmu, dengan cara memberi bantuan atau pertolongan
kepada mereka, di saat mereka dalam keadaan sengsara, menampakkan rasa senang,
ketika mereka dalam keadaan senang, siap mati membela mereka, ketika mereka
terancam bahaya maut, mau hidup asal mereka bisa hidup pula (tetap setia
kawan), berusaha menyelamatkan mereka ketika tertimpa bahaya dan membantu
mereka ketika mereka memerlukan bantuan. Apabila engkau dapat mengerjakan
scmua itu, maka engkau bakal memiliki banyak penolong di saat engkau menghadai
kesulitan dan keadaan bahaya tertimpa musibah.
Penuhilah
kewajiban terhadap sanak keluargamu, dengan cara menampakkan kasih sayang
kepada mereka yang fakir, dan memenuhi kebutuhan kebutuhan mereka. Jika hal
ini engkau lakukan, maka mereka akan sanggup mempertaruhkan nyawanya demi
membelamu dan mengorbankan segala yang mereka miliki, untuk mengangkat derajat
dan kedudukanmu.
Kerjakanlah kewajibanmu terhadap
anak-anakmu, dengan cara mendidik mereka dengan pendidikan yang baik,
mengusahakan mereka supaya berakhlak mulia, yang bisa menjadikan mereka
mencapai derajat Orang mulia, maka mereka (anak-anak) itu akan mengerjakan
kewajibannya kepadamu, akan mengangkat derajatmu dan akan membantu dalam
melayanimu, di saat engkau memasuki usia tua, yaitu pada saat engkau tidak
mendapatkan orang yang mau membantumu, selain anak-anakmu yang berpendidikan
itu, yang engkau dengan susah payah mereka pada waktu kecilnya.
Penuhilah
kewajiban terhadap istrimu, dengan cara memperlakukannya sebagaimana perintah
agama, yaitu dengan sikap penuh kasih, ceria dan ramah, memberi pendidikan
akhlak dan mengajarinya tentang hal-hal yang menjadi kewajibannya. Jika
melakukan hal itu, maka istrimu akan sangat patuh kepadamu, memenuhi segala
yang menjadi kewajibannya kepadamu sebagai suami dam akan menjadi teman
setiamu, baik dalam keadaan senang maupun susah.
Penuhilah
kewajibanmu terhadap perdagangan, profesi dan semua pekerjaanmu, dengan cara
tidak melakukan pemalsuan, penipuan, tidak menjual barang-barang yang rusak
dan tidak menutup-nutupi barang cacat, maka engkau akan menyaksikan banyak
orang condong dan senang kepadamu serta banyak orang senang berlangganan
kepadamu. Semua itu hanya karena engkau tepercaya. Dapat dipercaya orang, itu
merupakan perkara besar dan sangat penting, dan tidak mungkin ada kepercayaan,
kecuali dengan memenuhi kewajiban.
Bagi
pemerintah, wajib melaksanakan kewajibannya terhadap rakyatnya, dengan cara
menghargai bahasa, sastra, adat istiadat, ciri khas, hak-hak mereka dalam
bidang seni sastra dan hukum serta hak-hak lainnya. Apabila pemerintah
melaksanakan kewajiban di atas, maka rakyat akan siap mendukungnya sepenuh
hati dan aktif memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka terhadap
pemerintah.
Pelaksanaan kewajiban oleh
masing-masing pihak (pihak pemerintah dan rakyat) secara timbal balik, itu
adalah sebuah kebahagiaan dan kejayaan yang tiada bandingannya dalam kehidupan
(bermasyarakat dan bernegara).
Wahai, generasi
muda, kalian wajib melaksanakan apa yang telah menjadi kewajiban kalian semua,
sebab memenuhi kewajiban itu merupakan roh setiap barang yang ada di dunia
ini. Ia merupakan rahasia kemakmuran hidup sebagai sumber akhlak yang
mulia.
Bersikaplah adil kepada orang lain, mereka
pasti bersikap adil kepadamu.
Kerjakanlah
kewajiban yang menjadi tanggung jawab kalian terhadap Orang lain, pasti orang
lain pun akan melaksanakan kewajibannya kepadamu.
DAPAT DIPERCAYA
Andaikata sifat tsiqah (dapat dipercaya) tidak ada, maka
orangorang ini selama hidupnya dalam keadaan penuh gelisah dan ketakutan.
Apabila lenyap sifat tsiqah (dapat dipercaya), berarti pertanda hilang
kehidupan yang bahagia.
Sifat tsiqah itu
merupakan roh segala perbuatan dan sebagai keindahan (bunga) semua
cita-cita.
Apabila tsiqah (kepercayaan) telah
lenyap dari jiwa manusia: maka sikap manusia ini terhadap sesamanya semakin
buas dan garang, satu sama lain enggan melihat, dan saling siap menyerang dan
menerkam.
Tidak ada rasa percaya di antara satu
sama lain, khususnya dalam. harta kekayaan, dan di antara mereka tidak bakal
pernah terjadi keakuran dalam segala hal.
Perdagangan
adalah merupakan pusat kegiatan perekonomian, yang dibangun atas dasar saling
percaya di antara para pelaku perdagangan. Andaikata dalam dunia perdagangan
ini tidak ada rasa saling percaya | di antara pelaku-pelakunya, maka akan
terjadi resesi dan kemacetan kerja. Dari sinilah muncul kesengsaraan hidup dan
semakin sempit harapan untuk bisa bertahan hidup. Hal tersebut memang egois,
sebab, apa ada orang berakal sehat mau menyerahkan uang atau hartanya kepada
orang yang tidak dapat dipercaya? Jika ada orang mau : menyerahkan hartanya
kepada orang yang dikenal tidak dapat dipercaya, maka itu merupakan suatu
bentuk kegilaan yang parah.
Sebagaimana halnya
hilang sifat tsiqah (kepercayaan) dalam bidang materiil itu, menyebabkan
berantakan dan kehancuran harta dan kehidupan, maka demikian pula halnya dalam
bidang moral.
Apabila engkau bertemu dengan
seseorang, tiba-tiba engkau mengerti, bahwa dia tidak dapat dipercaya, sebab
orang tersebut telah menjualmu hanya dengan imbalan sepiring makanan atau
lebih sedikit dari itu. Atau orang itu menggunjing (ngrasani)mu bersama orang
yang dia kenal sering menggunjingmu atau orang itu jelas enggan mencegah
kejelekan yang diarahkan kepadamu sewaktu engkau pergi. Bahkan dia takut, jika
membelamu atau orang itu diam-diam berusaha keras ingin mencuri hartamu dengan
suatu tipu daya atau orang itu mengorek rahasia-rahasiamu, kemudian
membeberkannya kepada orang banyak, maka sudah pasti tidak sreg berteman
dengannya dan engkau tentu tidak ingin melanggengkan tali persahabatan
dengannya. Apabila engkau masih mengokohkan tali persahabatan dengan orang
tersebut, berarti engkau orang yang tertipu, bodoh, penakut dan tidak memiliki
(lemah) kemauan.
Orang yang melakukan penipuan
dalam usahanya itu bisa melenyapkan kepercayaan orang banyak kepadanya, mereka
tidak akan tertarik dengan dagangannya, tidak tertarik dengan hasil karyanya
dan acuh tak acuh atau tidak mempedulikan pekerjaannya.
Orang
yang penipu, pamer, munafik, pembohong, rakus, pengkhianat dan egois itu,
semuanya perlu dihindari dan disingkirkan, sebab mereka tadak lagi memiliki
sifat tsiqah (dapat dipercaya).
Penipu itu
mengusahakan agar engkau menjadi tidak baik dan terjerumus pada kemelaratan,
tanpa engkau sadari. Penipu itu selalu menampakkan kecintaan kepadamu dan
mengharapkan kebaikan untukmu. Akan tetapi ketika engkau mengetahui tipu daya
dan makarnya, maka segeralah menjauhinya, karena dia tidak lagi dapat
dipercaya.
Orang yang pamer (riya) itu selalu
memperlihatkan kepadamu kebalikan dari hal yang sebenarnya ada pada dirinya.
Dia itu sebenarnya orang fasik dan hina, tetapi tampil di hadapanmu sebagai
orang yang baik dan tinggi cita-citanya. Dia sebenarnya orang yang hina dan
rendah cita-citanya, tetapi menampakkan diri kepadamu seolah-olah orang yang
mulia dan mempunyai semangat kerja yang kuat. Dia itu penahan harta orang
dengan jalan tidak benar, tetapi di hadapanmu bersikap seperti orang yang
jujur, dapat memelihara setiap harta yang dititipkan kepadanya. Orang yang
pamer senantiasa menampakkan diri kepadamu yang tidak semestinya. Apabila
engkau telah mengetahui perangai dan kebiasaannya yang jelek itu, maka
segeralah membuangnya, seperti engkau membuang biji kurma, karena engkau sudah
tidak memiliki kepercayaan dengannya.
Orang
munafik itu seperti orang yang pamer (riya), sama-sama menyembunyikan
kebalikan sesuatu yang dia tampakkan, hanya saja akhlak orang munafik itu
lebih rendah daripada akhlak orang yang riya. Karena, akibat kelakuan orang
munafik itu tidak terbatas pada dirinya sendiri dan orang yang dimunafiki.
Orang yang riya (pura-pura) itu hanya memperlihatkan kepadamu apa yang dia
perlihatkan, agar engkau senang kepadanya dan supaya engkau percaya kepadanya.
Tapi orang yang munafik itu berusaha menutupi ideologi keagamaannya, paham
sosial dan aliran politiknya. Lalu dia memberi pernyataan kepada
penganut-penganut mazhab dan aliran yang berbeda-beda itu, bahwa dirinya sama
dengan mereka, begitu juga ideologinya, sama dengan ideologi mereka.
Kadang-kadang
si munafik itu tidak menganut suatu ideologi salah satu kelompok aliran-aliran
tersebut dan kadang-kadang dia cenderung pada suatu kelompok, padahal dia
mengerti, bahwa pengikut kelompok itu sesat. Lalu dia memuji-muji
pemimpintpemimpin dan anggota kelompok ini, dan tidak segan-segan menganggap
para pengikut aliran tersebut sebagai orang-orang yang berkedudukan tinggi dan
mulia. Dia melakukan yang demikian ini, semata-mata mencari keuntungan materi
yang membuatnya berkantong tebal (hidup kaya). Tetapi ketika kemunafikan orang
itu diketahui oleh orang banyak, maka akan segera dicampakkan oleh masyarakat,
karena mereka sudah tidak percaya kepadanya.
Orang
yang bohong, adakalanya karena takut pada perkara yang tidak disukai atau
ingin mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Bohong karena alasan apa saja itu
menyebabkan lenyap kepercayaan masyarakat kepadanya, sebab ucapannya sendiri
dan menyebabkan semua ucapannya diyakini masyarakat sebagai kebohongan,
meskipun sebenarnya dia berkata benar.
Orang yang
rakus itu selalu berusaha mendapatkan apa saja yang lebih dari yang semestinya
menjadi haknya dan selalu berusaha secara serius mengambil hak orang lain
untuk dimifiki sendiri. Jadi, orang yang rakus itu tidak bisa dipercaya,
khususnya dalam masalah hak milik dan dia tidak bisa diserahi amanat, maka
bagaimana mungkin masyarakat percaya kepadanya?
Adapun
orang yang pengkhianat, sudah jclas tidak bisa dipercaya Ketiadaan sifat tsiah
pada diri pengkhianat itu lebih pasti, dibandingkan ketiadaannya pada golongan
lainnya, dan pengkhianat itu lebih dijauhi oleh masyarakat, sebab pengkhianat
itu merupakan gabungan dari perbuatan penipuan, riya, kemunafikan, kebohongan
dan kerakusan. Ini adalah pengkhianat kelas berat, dan itulah yang dimaksud
dengan pengkhianatan, yang sebenarnya dalam bahasan-bahasan tentang
khianat.
Setiap sifat tersebut adalah suatu
pengkhianatan, sebab orang menipumu, pura-pura padamu, bermunafik kepadamu,
membohongimu atau rakus mengambil hakmu, itu nyata-nyata mengkhianatimu dan
menampakkan sikap yang tidak sebenarnya kepadamu.
Orang
yang egois, yakni orang yang tidak mau memperhatikan selain kepentinan dirinya
sendiri, itu sebenarnya tertipu oleh dirinya sendiri, sehingga dia terdorong
untuk berbicara tentang dirinya dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Orang yang tertipu oleh dirinya sendiri itu sudah terkenal
berlebihan dalam memuji dirinya sendiri dan menyimpang dari jalan yang benar.
Jika dia berkata tentang dirinya, maka tidak bakal dipercaya dan semua
ucapannya tidak mendapat perhatian.
Perlu
diingat, bahwa poros kepercayaan itu ada pada tiap-tiap individu anggota umat.
Apabila kadar kejujuran dan kemuliaan jiwa dalam umat itu besar, maka
kepercayaan di antara mereka juga besar. Dan apabila kadar dua sifat mulia
tersebut rendah, maka kepercayaan di antara mereka juga sangat rendah dan
tatanan kerja pun menjadi rumit. Semua itu dapat mengusik ketenteraman dan
kebahagiaan semua umat.
Kepercayaan secara timbal
balik di antara anggota masyarakat, itu merupakan tali pengikat hubungan
sosial, ekonomi dan politik. Sebagaimana saling percaya di antara orang itu
amat diperlukan, maka saling percaya antargolongan lebih diperlukan. Lebih
penting lagi adalah saling percaya antarsatu bangsa dengan bangsa lain dan
saling percaya antarsatu negara dengan negara lain. Apabila kepercayaan
tersebut pudar, maka tali hubungan tentu terputus dan akhirnya tatanan
masyarakat menjadi berantakan.
Wahai, generasi
muda, biasakanlah jujur (benar) dalam bertutur kata dan beramal. Paksakan
dirimu memenuhi janji, kalian akan memperoleh kepercayaan dan jika engkau
telah mendapat kepercayaan dari masyarakat, maka kalian termasuk orang-orang
yang bahagia. Hatihatilah, jangan sampai kalian meremehkan tsiqah atau
kepercayaan, sebab dengan modal kepercayaan itulah kalian bisa hidup.
HASUD DAN DENGKI
Orang-orang yang berjiwa besar tidak mungkin memiliki sifat
dengki atau iri hati (hasud), sebab hasud itu bagian dari jiwa yang kerdil,
lemah kemauan dan watak yang jahat. Orang yang berjiwa besar, yang enggan
berbuat jahat, ialah orang yang jarak antara diri orang itu dan akhlak atau
tingkah laku jahat (hasud) ini sangat jauh.
Ada
sebuah pepatah Arab:
“Orang yang hasud tidak bakal bisa
berkuasa.”
Pepatah tersebut -andaikata engkau
mengetahuiadalah sangat agung dan penting. Kalimat tersebut mengandung makna
dan pengertian yang besar. Kalimat ini meskipun cukup singkat, tetapi besar
maknanya dan agung kandungan isinya.
Orang yang
hasud itu sempit akhlaknya, tidak lapang dadanya dan kacau pikirannya. Apabila
melihat orang yang mendapat nikmat atau menyaksikan salah seorang mendapatkan
kedudukan tinggi di kalangan masyarakat yang-hal itu sudah selayaknya, maka
dia berharap nikmat yang diterima orang tersebut beralih kepada dirinya dan
kedudukannya bisa pindah kepadanya, meskipun dia harus bersusah payah
memperolehnya dari orang yang memiliki nikmat dan kedudukan tersebut.
Angan-angan
sebagaimana pendapat mereka adalah modal orang yang bangkrut. Bagaimana
mungkin orang yang tidak memiliki kemauan, tidak memiliki harga diri dan tidak
memiliki jiwa yang mulia dapat memperoleh kedudukan yang terhormat atau dapat
mencapai nikmat orang-orang yang dihasudi. Dia dengan angan-angan yang hina
Itu, tidak akan dapat mengambil alih suatu pemberian Allah kepada hamba-Nya
dan dia tidak akan mampu merampas kedudukan orang lain dan menguasainya.
Namun, orang yang hasud itu bakal tetap keadaannya, yaitu jarang mendapat
nikmat, rendah kedudukannya, hina jiwanya dan rendah pangkatnya. Apa mungkin
orang seperti itu dapat memegang kemuliaan atau masuk di gelanggang kemuliaan?
Sungguh dia dengan sifat hasud itu tidak akan dapat menjadi penguasa, meskipun
dia tetap iri hati selama hidupnya.
Adapun orang
yang besar jiwanya, yaitu apabila dia melihat orang lain dipuji, karena
memiliki suatu kebaikan atau melihat orang lain menduduki kedudukan yang
banyak diminati, maka hatinya tidak bergerak sedikit pun untuk mendengki orang
itu dan tidak berusaha menurunkan orang tersebut dari kedudukannya. Tetapi,
dia (orang yang berjiwa besar) berusaha keras untuk dapat mencapai nikmat,
seperti yang telah dicapai oleh orang tersebut dan berjuang agar bisa
mendapatkan kedudukan seperti yang didapatkan oleh orang lain tersebut, bahkan
kalau bisa melebihinya.
Kerendahan jiwa itu
mendorong orang untuk mengharapkan lenyapnya kenikmatan dari orang lain, agar
pindah kepada dirinya, sedangkan ketinggian jiwa mendorong orang untuk
berusaha, agar mendapatkan kebaikan dan kenikmatan yang diidam-idamkan, sama
sekali tidak disertai rasa ingin berbuat keburukan (kerugian) kepada orang
lain, sementara dirinya mendapatkan kebaikan (keuntungan). Perbedaan dua sifat
tersebut amat besar (sifat pertama disebut hasud, sedang sifat kedua disebut
ghibthah).
Engkau telah menyetuhui apa yang kami
uraikan, yakni tentang arti kata hikmah :
(orang
yang dengki tidak mungkin bisa menjadi pemimpin). Karena aitat orang yang
dengki atau hasud adalah lemah kemauan, berjiwa kerdil, penakut dan tidak
memiliki keberanian untuk bekerja keras, seperti kerja orang orang terpandang.
sudah sepantasnya orang yang bersifat seperti tersebut di atas tidak menjadi
pemimpin. Karena kepemimpinan (sifat yang harus dipenuhi seseorang yang
menjadi pemimpin) dan sifat sifat tersebut di atas adalah sangat
berlawanan.
Sungguh mengherankan, jika ada orang
mengharapkan sesuatu yang tidak dapat dicapai, kecuali dengan kesungguhan dan
kerja keras, padahal dia pemalas, tidak mau berusaha dan menganggur. Orang itu
sebenarnya mengharapkan sesuatu yang malah mendapatkan kerugian dan kerusakan
(karena mempunyai harapan tanpa dibarengi usaha). Itulah sifat orang-orang
yang dalam hatinya terdapat sifat hasud atau dengki. Oleh karena itu,
hati-hatilah, wahai, generasi muda, jangan sampai kalian menjadi golongan
orang-orang bodoh.
Kobaran api kedengkian orang
yang hasud itu kadang-kadang sampai pada suatu batas yang mendorongnya untuk
menyakiti atau mengganggu orang yang dihasudi, berusaha menyengsarakan orang
yang dihasudi dan menggerakkan segala upaya untuk menimpakan berbagai
kejahatan kepadanya. Orang yang hasud itu tega melakukan yang demikian
terhadap orang yang dihasudi, hanya karena menuruti gejolak jiwanya yang hina
dengan mengira, bahwa perbuatannya itu dapat memadamkan bara kedengkian
tabiatnya yang hina dan tercela.
Apabila
kedengkian itu sudah sampai pada batas ini, maka orang yang dengki (hasud) itu
sudah berubah menjadi binatang buas atau binatang predator dan menjadi ular
yang taringnya mengandung racun yang amat berbahaya. Namun, sering sekali
bahaya kedengkian itu kembali pada dirinya sendiri, akhirnya diamati karena
kemarahan serta kejengkelannya sendiri dan terbakar oleh apt kedengkiannya.
Perlu
diingat, bahwa kedengkian (hasud) pada jaman dahulu merupakan penyakit yang
paling berat, yang dapat meruntuhkan keagungan kita dan menghancurleburkan
kemajuan dan peradaban kita. Menurut hemat saya, kedengkian pada saat sekarang
ini merupakan penyakit atau wabah yang meluas di kalangan masyarakat kita.
Apabila
engkau melihat seseorang melakukan sesuatu untuk kemaslahatan negara dan
kebaikan umat, maka di sana pasti anda jumpai sejumlah orang yang menentang
orang tersebut hanya semata-mata karena kedengkian, iri hati dan menentang
kebenaran. Apabila kita tidak segera meninggalkan sifat tercela ini, maka
jangan harap mendapatkan kebaikan dan tidak ada lagi jalan menuju
kebahagiaan.
Wahai, generasi muda, jauhilah sifat
dengki, iri hati atau hasud, sebab dengki itu bagian dari akhlak orang-orang
hina dan termasuk sifat orang-orang yang bodoh. Apabila engkau melihat orang
yang menegakkan kebenaran, maka dukunglah dan mudahkanlah jalannya. Apabila
engkau melihat nikmat atau kesenangan yang dilimpahkan Allah kepada salah
seseorang hamba-Nya, maka berusahalah engkau agar bisa meraih nikmat seperti
itu, dengan hati bersih dan pemikiran yang jernih. Dengan izin Allah kalian
akan dapat mencapainya.
Berhati-hatilah, jangan
sampai kalian mau didorong oleh sifat dengki untuk memusuhi orang yang
mendapat kenikmatan, sebab dengan kedengkian kalian tidak bakalan dapat
memperoleh apa yang engkau inginkan daripadanya. Bahkan bisa jadi kalian
terjerat oleh pukat kedengkian kalian sendiri.
Betapa
baik dan adil keputusan Allah. Karena kedengkian itu begitu muncul, langsung
menyiksa hati si pendengki itu sendiri, kemudian membunuhnya.
TOLONG-MENOLONG
Jadilah kalian orang yang mau membantu orang lain, pasti orang
lain pun akan membantu kamu. Gemarlah berbuat baik kepada orang lain, sudah
tentu orang lain juga gemar berbuat baik kepada kamu. Tolong-menolong adalah
salah satu persoalan yang harus dilakukan oleh setiap orang secara timbal
balik. Sedikit sekali rasanya, orang yang tidak menginginkan kamu mendapatkan
kebahagiaan, dan sedikit pula orang yang tidak mau memberikan bantuan kepada
kamu, jika mereka telah mengetahui, bahwa kamu merasa senang apabila melihat
orang lain bahagia dan kalian cepat-cepat memberikan pertolongan kepada orang
lain, kecuali orang yang bejat akhlaknya dan rendah pendidikannya. Orang-orang
seperti ini, termasuk orang yang tidak tahu cara membalas budi kepada orang
lain, yang telah berbuat kebaikan untuknya. Karenanya, masyarakat tidak akan
sudi membantu atau menolong orang-orang seperti itu dan tidak akan
memandangnya sebagai orang yang patut dihormati.
Seringkali
golongan orang tersebut datang (orang-orang yang tidak tahu cara balas jasa
dan budi baik orang lain) karena terdorong oleh kebejatan akhlaknya, hingga
tega membalas kebaikan dengan kejahatan, menukarkan sesuatu yang hina miliknya
dengan sesuatu yang baik milik orang lain. Barangsiapa yang melakukan perangai
yang buruk seperti itu, maka dia termasuk orang yang harus selalu diwaspadai,
termasuk dalam peringatan:
“Berhati-hatilah
terhadap kejahatan orang-orang yang telah menerima kebaikan.”
Tingkat
tolong-menolong yang paling rendah adalah memberikan pertolongan kepada orang
lain, agar orang lain menolongmu, ketika engkau memerlukan bantuan. Sedangkan
tingkat tolong-menolong yang tinggi dan terpuji adalah memberikan pertolongan
kepada orang lain, tanpa mengharap balasan apa pun dari orang yang kalian
tolong. Bahkan engkau memberikan pertolongan itu hanya engkau melihat, bahwa
perbuatan tolong-menolong sebagai suatu perbuatan mulia dan menyebabkan
kemuliaan jiwa serta berpengaruh baik kepada orang banyak, agar mereka mau
meneladaninya, sehingga tolong-menolong itu menjadi budaya di kalangan
masyarakat dalam suatu bangsa. Di balik membudayanya sikap tolong-menolong itu
timbul persatuan, kerukunan, kesamaan visi dan persepsi.
Sesungguhnya
sikap dan usahamu berbuat baik kepada orang lain, berarti engkau telah
menanamkan (mengukir) rasa cinta dalam hati Orang itu, yang tidak bisa
dihapus, kecuali jika engkau berbuat jahat kepadanya. Tetapi orang yang
berhati mulia dan berakhlak baik, tidak mungkin akan melakukan perbuatan jahat
sesudah dia berbuat baik.
Apabila engkau berbuat
baik kepada seluruh umat, maka berarti engkau ibarat orang yang membangun
sebuah monumen dan panggung (mimbar) kecintaan dalam setiap hari tiap-tiap
anggota umat tersebut yang tidak mungkin terlupakan selama umat itu masih ada.
Artinya kebaikan atau jasa baik kalian kepada masyarakat akan tetap dikenang
mereka selama-lamanya, selama mereka masih hidup.
Setiap
orang atau warga suatu umat itu pasti saling membuahkan di antara satu dengan
lainnya. Apabila semua anggota umat (masyarakat) itu mau gotong royong
(tolong-menolong), yang kuat menolong yang lemah, yang kaya mau meringankan
beban penderitaan yang miskin, yang pandai mengajar yang bodoh, yang
mengetahui jalan petunjuk memberi tahu yang sesat, dan mencintai orang lain,
sebagaimana mencintai dirinya sendiri, maka di balik semua itu akan tercipta
kebahagiaan yang merata, kebangkitan dari keterperosokannya, dan kesadaran
dari kelengahan dan kemundurannya.
Tolong
menolong itu tidak terbatas pada persoalan-persoalan materi atau kebendaan
saja, tetapi tolong-menolong itu umum dan mencakup juga persoalan-persoalan
moral, bahkan tolong-menolong dalam hal moral ini justru lebih penting.
Apabila
engkau melihat orang sedang kebingungan menghadapi problemnya, maka tolonglah
dia dengan memberikan gagasan atau pemikiranmu yang baik atau dengan cara
menjelaskan tentang cara-cara penyelesaiannya.
Apabila
engkau melihat orang yang sedang dirundung kesedihan, maka ringankanlah
kesedihannya, dengan cara memberikan saran-saran yang dapat menghiburnya,
mengutarakan ucapan-ucapan yang dapat menyebabkan ketenangan hatinya dan
menyenangkan hatinya. sehinga penderitaan dan tekanan kesedihannya bisa
hilang.
Jika engkau menjumpai orang yang
menyimpang dari jalan kebenaran, berlaku hina, mengalami kebingungan dalam
kesesatan, maka hendaklah engkau berupaya keras, untuk memberikan petunjuk
kepadanya melalui kata-kata yang halus, nasihat yang baik dan ucapanucapan
baik dan manis, sehingga apa yang engkau lakukan itu dapat mendorongnya insaf
dan mendorongnya mau menempuh jalan yang lurus dan bisa sadar menghiasi diri
dengan akhlak yang mulia.
Cara-cara seperti
itulah yang telah dilalui dan dijalankan oleh orang-orang saleh terdahulu.
Mereka menempuh jalan gotong royong atau tolong-menolong, baik bersifat
meteriil atau moril, sehingga mereka dapat mengungguli bangsa-bangsa lain.
Apa
yang membuat kita sengsara dan bangsa-bangsa sebelum kita itu tidak Jain
adalah terabaikannya sendi kehidupan bermasyarakat yang pokok, yakni
tolong-menolong. Mereka (bangsa-bangsa) menukar budaya tolong-menolong ini
dengan budaya yang bersumber dari hati yang keras, melebihi batu dan sikap
atau kebiasaan-kebiasaan yang hina. Akibatnya, seseorang di antara kita ibarat
kalajengking yang menyengat lainnya atau ibarat ular berbisa mematuk atau
menggigit lainnya. Padahal kita tdak diperintahkan untuk melakukan perbuatan
Seperti itu bukan untuk berbuat seperti itu kita ciptakan.
Wahai,
generasi muda, kita tidak diciptakan, kecuali agar kita saling tolong-menolong
memberantas kesengsaraan yang menimpa kita dan saling bahu-membahu, baik dalam
keadaan senang atau sengsara dan bekerja sama.mengenyahkan penderitaan yang
menimpa umat.
Sesungguhnya umat ini sangat
membutuhkan pertolongan, maka ulurkanlah bantuan kepada mereka.
Bangsa
itu bodoh, maka berilah mereka pertolongan dengan ilmu pengetahuan.
Bangsa
itu bobrok, maka berilah mereka pertolongan dengan reformasi.
Bangsa
itu miskin, maka berilah mereka bantuan dengan ‘kucuran dana keuangan, untuk
dibuat mendirikan sekolah-sekolah, untuk menciptakan lapangan-lapangan kerja
dan membangun pabrik-pabrik.
Apabila kalian
melakukan semua itu, maka kalian termasuk putraputri bangsa yang baik dan
digolongkan pemuka-pemuka yang mau bekerja. Oleh karena itu, bergotong
royonglah (tolong-menolong) dalam semua bidang tersebut, sesungguhnya Allah
swt,. menyukai orangorang yang tolong-menolong.
SANJUNGAN DAN KRITIKAN
Saya telah melihat banyak orang yang senang mendengar pujian,
meskipun pujian itu berisi kebatilan (palsu), dan susah hatinya jika mendengar
kritikan, meskipun kritikan itu sarat dengan kebenaran. Hal yang demikian,
timbul dari jiwa yang sudah tertipu oleh dirinya sendiri dan suka melakukan
kebatilan.
Orang yang tertipu oleh dirinya
sendiri itu, pasti beriang gembira jika dipuji, menari-nari jika mendengar
pujian dan bergoyang-goyang kepalanya tatkala mendapat pujian. Pujian baginya
ibarat arak yang jika telah merasuk dalam jasadnya, maka dia mengira telah
berhasil memiliki bumi dan seluruh isinya. Padahal semestinya dia tidak
memiliki hak apa-apa, kecuali harus ditempeleng dan ditinju, jika yang memuji
itu jujur dan adil. Apabila ada seseorang mengritik pekerjaannya dan
menerangkan kepadanya tentang pekerjaan yang sebenarnya, maka dia cemberut,
bermasam muka, memalingkan muka, dengan penuh kesombongan, marah-marah, lalu
berteriak-teriak dan menghardik-hardik.
Adapun
orang yang berakal dan bijak, dia tidak suka dipuji oleh siapa pun, sebab
orang memuji itu pasti hanya menyebut tentang kebaikan-kebaikan orang yang
dipujinya dan pasti menutup-nutupi kejelekannya. Padahal setiap itu sebenarnya
lebih mengetahui kebaikankebaikan yang dimilikinya, sehingga tidak perlu
dikukuhkan (dengan pujian-pujian). Bahkan orang yang berakal dan bijak itu
merasa lebih senang melihat ada pendapat yang menandingi atau menentangnya
melalui kritikan yang sehat atau yang bersifat membangun. Sebab orang yang
mengritik itu selalu mengemukakan kekurangan-kekurangan Orang yang dikritik,
mengungkap kekeliriruan-kekeliruan dan menjelenterehkan
kesalahan-kesalahannya, sehingga dengan kritikan itu dia terus mengetahui
kekurangan, kekeliruan dan kesalahan dirinya. Akhirnya dia segera menjauhi
segala kekurangan dan kesalahannya. Dengan demikian dia semakin berkurang
cacatnya dan semakin bersih dari sifat-sifat negatif. Jika demikian, maka
benarlah kata-kata mutiara:
“Temanmu yang sejati
ialah orang yang berkata benar kepadamu, bukan orang yang selalu membenarkan
ucapanmu.”
Andaikata tidak ada
kritikan, maka banyak orang-orang yang bingung tertipu oleh nafsunya, banyak
melakukan perbuatan-perbuatan dosa, menyimpang dari kebenaran dan banyak di
antara mereka melakukan apa saja menurut kemauan hawa nafsunya. Kritik
merupakan jalan ‘ yang lurus dan bukti paling kuat (untuk menilai adanya
penyelewengan, pelanggaran, kesalahan dan sifat negatif lainnya). Dengan
adanya kritik, semua kebenaran akan menjadi murni, keutamaan menjadi tampak
jelas, kebatilan menjadi sirna dan benih-benih kesesatan menjadi lenyap.
Apabila
suatu umat sudah berani melemparkan baju kebodohannya dan membebaskan akal
pikirannya dari belenggu-belenggu kelemahan, lalu bekerja keras untuk mencapai
kemakmuran, hingga mencapai kemajuan yang pesat, maka penyebabnya tidak ada
lain, kecuali keberanian mereka menyampaikan dan menerima kritikan.
Sebaliknya,
apabila suatu umat telah tertipu oleh manisnya pujian, yang terlena sebab
pujian dan terbius oleh morfin sanjungan, maka umat itu akan tergilas oleh
perubahan-perubahan Jaman dan akhirnya hancur sebab diterpa berbagai
krisis.
Rahasia hidup dan mati suatu umat atau
bangsa, tergantung adanya kritik. Sebab, kritik itu hakikatnya dapat
membangkitkan cita-cita, mendorong seseorang menjauhi segala kekurangan dan
keburukannya, memaksa setiap orang untuk terus bekerja, agar dia menjadi orang
terpuji di hari kemudian. Orang itu mencurahkan segala kemampuannya untuk
dapat menjadi orang yang maju tanpa kenal lelah dalam mewujudkan amal baik
yang mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, mendatangkan kemanfaatan
dan kemaslahatan untuk dirinya sendiri dan umat di dunia dan akhirat.
Adapun
sanjungan atau pujian -terutama sanjungan yang paling buruk adalah sanjungan
yang berisi kebatilanitu meniupkan tipuan ke lubang hidung orang yang senang
pujian dan memasukkan setan kesombongan dan kecongkakan di ubun-ubun orang
yang senang pujian, sehingga orang tersebut merasa kebaikannya telah mencapai
setinggi langit, melebihi bintang orion. Akibatnya, cita-cita orang itu
mencari kemuliaan merosot dan lemah, keuletan dan keteguhannya menghadapi
segala kesulitan menjadi patah. Akhirnya, ilmu pengetahuan dan pengaruhnya itu
tidak berkembang, apabila dia berilmu, berbudi pekerti. Dia menjadi Orang yang
bodoh dan hina dina, seperti sampah, jika dia tidak berilmu dan tidak berbudi
pekerti.
Sementara itu, di sana ada sekelompok
orang yang enggan bekerja, kecuali jika yakin, bahwa orang-orang akan memuji
pekerjaan dan usahanya, menuju kemajuan dan keberanian mereka dalam usaha. Ada
pula sekelompok orang yang makin bertambah semangat mencapai citacitanya,
sesudah mendengar ada pujian yang diberikan kepada mereka dan semakin luar
biasa giatnya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini tidak ada
masalah diberikan pujian terhadap mereka dan pekerjaan yang mereka kerjakan,
agar lebih bertambah maju dan semangat dalam melaksanakan tugas untuk umat
atau bangsa.
Kami tidaklah mengecam pujian secara
mutlak, tetapi yang kami kecam adalah orang yang mengharapkan pujian orang
lain, dengan pujian yang semestinya atau tidak, dan merasa sakit hatinya,
terhadap orang lain yang mengritik tindakannya, meskipun dia melakukan suatu
perbuatan yang memang tidak boleh dibiarkan. Barangsiapa yang sikapnya seperti
itu, maka jelaslah, bahwa dia itu termasuk golongan orang-orang yang gemar
dipuji dengan tidak semestinya dan mereka itu adalah orang-orang yang berada
dalam perangkap akhlak yang hina yang telah membuat banyak orang-orang tertipu
dirinya binasa. Jadi orang yang senang dipuji itu, mestinya tidak sakit hati
jika dikritik. Apabila pujian itu dianggap sebagai pendorong semangat untuk
melakukan amal yang baik, maka kritikan itulah yang dapat menggerakkan hati
nurani setiap orang agar menghindari hal-hal yang mengundang pemikiran negatif
atau hal-hal yang membuatnya terperosok ke persoalan-persoalan yang sangat
membahayakan.
Amar makruf dan nahi mungkar, yakni
menganjurkan kebaikan dan melarang keburukan, itu tidak lain -kecuali
merupakan sebuah bentuk kritik yang membangun. Andaikata tidak amar ma’ruf dan
nahi mungkar, maka orang yang bodoh dan orang-yang bejat moralnya akan berbuat
apa saja menurut keinginan hawa nafsunya tanpa mempedulikan akibatnya, semakin
berani menyebarkan kebatilan dan semakin besar saja bendera atau
pengaruhnya.
Kemudian di antara umat ini
sebenarnya ada satu kelompok yang menggunakan kritik itu sebagai alat untuk
tujuan menjatuhkan sekelompok masyarakat dan untuk mencemarkan nama baik
mereka. Kelompok orang seperti ini tidak segan-segan melancarkan cacian, kata-
kata kotor atau ucapan-ucapan tidak baik berupa gosip-gosip kepada orang-orang
tertentu yang mereka anggap saingannya. Mereka tidak segan pula melancarkan
teror dan caci maki terhadap orang-orang (kelompok) yang hendak mengritiknya.
Pendeknya, kalian akan menyaksikan kelompok orang seperti di atas itu selalu
mengarahkan ucapan-ucapan yang jijik dan kotor, hina dan rendah serta penuh
kebatilan kepada orang-orang yang hendak mengritiknya. Sikap dan ucapan
kelompok orang seperti itu tidaklah bisa disebut sebagai kritikan. Sikap
seperti itu yang paling tepat disebut balas dendam. Perbuatan seperti itu
jelas tercela dan menunjukkan kerendahan watak yang dihindari oleh orang-orang
yang berbudi luhur.
Sebenarnya tujuan utama
kritikan itu hanya untuk memalingkan orang yang dikritik dari perbuatan yang
salah, baik perbuatan itu dilakukan secara sadar atau tidak. Jadi sikap
ceroboh dan kasar (mengabaikan sikap lemah lembut) dalam mengemukakan kritikan
‘itu justru menimbulkan kecenderungan atau kefanatikan orang yang dikritik
terhadap apa yang dia lakukan, meskipun jelas sekali kesalahannya. Tersebut
dalam satu hadis:
”Barangsiapa yang menganjurkan
kebaikan, maka hendaknya anjurannya itu dikemukakan dengan baik.”
Jadi,
kritik itu harus disampaikan dengan cara yang baik, agar membawa hasil
sebagaimana yang dimaksud. Allah berfirman:
“Tidak
akan sama kebaikan dan keburukan, tolaklah kejahatan itu dengan cara yang
sebaik-baiknya, maka tiba-tiba orang antaramu dan dia ada permusuhan
seolah-olah tidak menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu
tidak dianugerahkan, melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan, melainkan kepada orang yang mempunyai keberuntungan yang
besar.”
Wahai, generasi muda, janganlah engkau
tertipu oleh ucapan orang-orang yang menganggap bagus pada perbuatan kalian
dan jangan pula tertipu oleh kata-kata manis orang-orang yang memuji-muji
kalian. Sebab, sebagian besar apa yang mereka katakan tentang dirimu itu tidak
benar, sebagian besar orang seperti itu hanya bermaksud untuk menyenangkan
hati kalian saja atau bertujuan agar kalian suka memberikan sekadar sedekah
beberapa rupiah kepadanya.
Janganlah sekali-kali
kalian menempuh jalan yang buruk seperti di atas itu, sebab, hal itu pasti
akan membawa kalian suka berkata dusta, padahal kalian telah mengerti betapa
besar dan jelek dosa orang-orang yang berkata bohong. Perhitungkanlah atau
peganglah komentar orang-orang yang mau menyampaikan kritikan terhadap
tindakantindakan kalian dan mau menjelaskan kesalahan kalian, tentu kalian
akan mendapat petunjuk ke jalan yang paling benar dan lurus.
Apabila
kalian melihat pada diri orang lain sesuatu yang perlu di Kritik, maka
luruskanlah langkah-langkah yang menuju kebenaran dan nasihatilah dia, agar
melenyapkan kesalahannya dengan bahasa dan ucapan yang baik dan sopan.
Jangan
sekali-kali menggunakan kata-kata kasar, sebab kata-kata yang kasar itu lebih
menusuk daripada tusukan anak panah dan lebih menyakitkan daripada tikaman
pedang. Perkataan yang kasar itu tidak akan mendatangkan manfaat, bahkan bisa
membuat hati orang-orang tidak senang dan benci.
Jadilah
kalian orang-orang yang lemah lembut dalam bertutur kata dan penuh kasih
kepada sesama, maka kalian akan berhasil mendapatkan apa yang kalian
inginkan.
Tersebut dalam kata hikmah:
“Air,
meskipun lembut dan lemah, dapat memotong (melubangi) batu, meskipun
keras”.
Allah swt. sudah jelas-jelas lebih
menyukai ucapan-ucapan yang halus dan ramah. Sebagaimana firman-Nya kepada dua
Nabi-Nya, yakni Musa dan Harun dalam menghadapi Fir’aun yang angkara murka
itu. Dia berfirman:
“Pergilah kalian berdua
kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu
berdua dengan katakata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau menjadi
takut kepada Allah.”
FANATISME
Berfanatiklah terhadap kebangsaan, bahasa, agama, paham sosial
dan aliran politik yang kalian anut. Tetapi kalian jangan sakit hati, jika
melihat orang lain yang fanatik seperti kalian. Oleh karena itu, biarkanlah
orang-orang lain mempunyai fanatisme terhadap ideologinya, sebab kalian tidak
bakalan mampu mengendalikan siapa pun, dan setiap orang itu memiliki hak asasi
dan kebebasan memeluk agama yang dia yakini kebenarannya, bahkan boleh
memperlihatkan fanatismenya terhadap apa yang dikehendakinya.
Semua
agama memutuskan membolehkan kepada setiap orang memiliki jiwa yang fanatik.
Begitu pula semua aliran atau mazhab yang berkembang di kalangan masyarakat,
tidak melarangnya. Cara seperti inilah yang ditempuh oleh bangsa-bangsa yang
maju dengan pesat sekarang ini, sebagaimana yang dianut oleh nenek moyang
kalian pada masa lampau.
Fanatisme adalah suatu
sikap yang baik, jalan yang lurus jelas dan benar. Hanya dengan fanatisme
seperti itulah umat dapat melestarikan bahasa, rasionalismenya, akhlak-akhlak
yang terpuji dan adat istiadat yang baik. Fanatisme itulah yang mendorong
mereka menjadi bangsa yang kuat, berani dan tidak mudah goyah oleh
pengaruh-pengaruh luar.
Manakala akhlak ini,
yakni akhlak atau sikap fanatisme yang mulia ini lenyap dan tidak berkembang,
akibat kesalahan pendidikan yang diterima bangsa itu, maka hilanglah ciri-ciri
bangsa, lenyaplah kekuatan dan keberaniannya dan akhirnya menjadi bangsa yang
lemah dan sirna dari permukaan bumi, mengikuti jejak bangsa-bangsa terdahulu.
Kiranya yang menjadi sebab kebinasaan itu hanyalah karena matinya rasa
fanatisme, kebejatan moral dan sebab kehilangan identitasnya. Sesungguhnya
bangsa yang sempurna adalah bangsa yang berbudaya dan berakhlak mulia.
Sikap
fanatisme kalian terhadap agama yang kalian anut dapat mendorong orang lain
selalu menjaga kehormatan kalian, sedangkan sikap tidak tahu-menahu terhadap
agama, menyebabkan orang lain tidak mau peduli kepada kalian.
Pengertian
fanatisme terhadap agama adalah aktif menjalankan segala hal yang diwajibkan
oleh agama, mengikuti semua petunjuk, melaksanakan semua perintah dan menjauhi
segala larangannya serta menetapi akhlak-akhlak yang mulia, yang menjadi
tujuan utama beragama. Memang, tujuan utama beragama adalah, agar yang
bersangkutan terdorong memupuk cita-cita menuju budi pekerti yang luhur.
Tidak
benar sama sekali, jika fanatisme dalam agama itu diarukan harus membenci
orang yang tidak menganut agama yang kalian anut, melakukan tipu daya untuk
menyengsarakannya, melakukan usaha keras, untuk memeras dan mencelakakannya.
Semua ini sama sekali bukan termasuk fanatisme agama. Tetapi, yang demikian
itu tidak lain hanyalah merupakan fanatisme liar, yang membahayakan terhadap
proses kemajuan, merupakan suatu kebiadaban dan merupakan pelanggaran hak
asasi manusia. Sebab, tindakan benci kepada orang yang berlainan agama dan
melakukan teror kepadanya itu adalah perbuatan orang-orang yang tidak mengerti
tentang agama yang dianutnya, kecuali namanya saja. Dia bukan penganut sejati
agama tersebut. Ajaran agama dan perbuatan orang seperti itu jelas bertolak
belakang.
Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh sebagian orang yang tidak mengerti isi ajaran agama dari kalangan
orang-orang yang suka memutarbalikkan agama untuk kepentingan pribadi, maka
orangorang seperti itu bukan orang-orang penting, tidak berarti bagi agama,
dan mereka sama sekali tidak bisa menjadi hujah atau bukti bagi agama. Allah
memiliki hujah yang kuat, apa yang mereka omongkan dan lakukan itu, tidak
termasuk agama Allah sedikit pun.
Sesungguhnya
orang-orang yang mengaku fanatik terhadap agama itu, sebagian besar tidak mau
berpikir dan mereka sebenarnya tidak mengenal agama. Mereka itu beragama hanya
semata-mata karena bapak-bapaknya beragama. Mereka itu tampak agamis, tetapi
hakikatnya mereka itu hanya ikut-ikutan. Kalau mereka berbicara tentang agama
yang dipeluknya, sebenarnya tidak mengerti tentang apa yang dikatakannya,
mereka bersandar pada sesuatu yang mereka tidak memakainya, mereka marah dan
membenci orang-orang yang tidak seagama dengannya. Namun demikian, mereka itu
yakin, bahwa dengan cara beragama seperti itulah mereka akan selamat dan
dengan cara seperti itulah mereka bisa dekat kepada Allah. Sungguh, betapa
buruk apa yang mereka pikul itu dan alangkah jelek apa yang mereka lakukan.
Di
sana ada lagi sekelompok orang yang bukan golongan orang awam yang bodoh,
tetapi bukan pula golongan tertentu yang tinggi pengetahuan agamanya. Mereka
itu mengklaim sebagai orang yang fanauk dalam beragama, tetapi tidak pernah
menegakkan syiar-syiar agama, tidak berpegang pada ajaran agama yang telah
digariskan, baik yang sunah maupun yang fardu, dan menyeru kepada orang-orang
dengan menggunakan nama agama yang dianutnya. Kelompok orangorang seperti ini
mungkin hatinya kosong, tidak berisi akidah, bahkan lebih kosong daripada
kendang.
Bukankah fanatisme terhadap agama,
sebagaimana yang kami uraikan, hanyalah berakhlak sesuai dengan tuntutan
akhlak dalam agama, menjalankan apa saja yang diperintahkan agama dan menjauhi
apa yang dilarangnya. Jadi, apa yang dilakukan oleh orang-orang yang mengklaim
dirinya fanatik dalam beragama di atas sebenarnya mereka itu hendak menipu
orang-orang awam untuk menyesatkan pemahaman mereka. Golongan orang-orang
seperti ini tidak dapat menjadi hujah atau tolak ukur agama yang dipeluknya.
Karena pengakuan mereka sebagai pemeluk agama itu hanya untuk mengharapkan
keuntungan tertentu dan tindakan mereka meneror orang-orang yang tidak seagama
dengannya, karena mereka ingin menguasai atau menundukkan akal pikiran mereka
dan untuk mengendalikan jiwa umat sesuai dengan kehendak hawa nafsu mereka.
Allah swt. bebas dari golongan orang seperti tersebut di atas dan segala
perbuatannya.
Fanatisme kalian terhadap
kebangsaan dan bahasa kalian menjadikan kalian sebagai pribadi yang
diperhitungkan kekuatannya (disegani) oleh bangsa lain dan sebagai orang
tinggi kedudukannya dalam pandangan bangsa lain tersebut. Sebaliknya, sikap
kalian meremehkan kebangsaan dan bahasa kalian sendiri itu menjadikan kalian
orang yang remeh dalam pandangan orang yang tidak sama bahasa dan
kebangsaannya dengan bahasa dan kebangsaan. Persoalan ini jelas dan tidak lagi
memerlukan bukti.
Seperti halnya interpretasi
fanatisme terhadap agama yang tidak semestinya itu tercela -sebagaimana kalian
ketahui-. Begitu pula perigertian fanatisme terhadap kebangsaan dan bahasa
dengan melecehkan bahasa-bahasa orang dan kebangsaannya, menimpakan teror dan
tekanan kepada mereka, itu sama sekali tidak makin fanatisme yang terpuji dan
tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, wahai, generasi muda, kalian wajib
menghormati bahasa dan kebangsaan orang lain, sebagaimana kalian senang, jika
orang lain menghormati bahasa dan kebangsaan kalian.
Kemudian,
fanatisme kalian terhadap dpa yang kalian yakini benar, berupa partai-partai
politik, organisasi massa dan perjuangan kalian: membela sesuatu yang telah
kalian yakini kebenarannya tersebut, adalah suatu hal yang menyebabkan kalian
harus melaksanakan kewajiban yang dituntut olehnya. Karenanya, perjuangkanlah
apa yang kalian yakini kebenarannya dengan bukti-bukti yang jelas, dalil yang
tepat, hujah yang kuat dan dialog yang membawa manfaat, lalu bersihkanlah diri
kalian. Jangan sampai mempergunakan kata-kata yang terlampau tidak patut
didengar untuk dapat mencapai tujuan yang kalian inginkan. Ingatlah, bahwa
orang lain itu memiliki sesuatu pendapat yang wajib kalian hormati dan dia
miliki. Aliran yang tentu dia amat senang jika alirannya itu dihormati,
sebagaimana kalian sendiri yang senang jika pendapat dan aliran kalian
dihormati. Apabila kalian mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi atau menarik
orang lain bergabung dengan aliran yang kalian ikuti, dengan hujah yang tepat,
bukti yang kuat dan kata-kata yang halus, maka laksanakanlah usaha kalian itu.
Tetapi, jika tidak mampu dengan-cara-cara seperti tersebut, maka tinggalkanlah
dan biarkan orang lain itu mengikuti pendapat dan alirannya, karena
bagaimanapun kalian tidak mungkin bisa menguasainya.
Berhati-hatilah,
jangan sampai kalian menjadikan fanatisme sebagai lantaran untuk balas dendam,
sebab hal seperti ini sama sekali bukan watak orang-orang yang berhati mulia.
Janganlah kalian membiarkan perbedaan pendapat, agama, kebangsaan dan bahasa
menimbulkan keresahan masyarakat, menghambat kemajuan dan merobek-robek
persatuan, khususnya jika perbedaan itu terjadi antara sesama bangsa yang satu
bahasa, satu tanah air dan satu haluan politiknya.
Wahai,
generasi muda, kami mengajak kalian semua pada sikap fanatisme yang terpuji,
sebab fanatisme yang demikian itu bagaikan duta (pembawa) kebahagiaan dan
utusan menuju kemajuan.
Fanatiklah terhadap apa
yang kalian yakini kebenarannya dan berpeganglah erat-erat agama kalian,
kebangsaan kalian dan bahasa kalian dengan cara seperti yang telah kami
uraikan. Semoga kalian menjadi orang-orang yang berjaya.
PARA PEWARIS BUMI
Barangsiapa yang dapat memperlakukan sesuatu dengan baik, maka
dia adalah orang yang pantas menguasai sesuatu tersebut, meskipun sesuatu itu
tidak diwariskan oleh ayah atau nenek moyangnya. Sebaliknya, barangsiapa yang
tidak dapat memeliharanya, bahkan merusaknya, maka apa yang ada pada
kekuasaannya itu akan terlepas dari tangannya dan berpindah ke tangan orang
lain yang dapat memeliharanya dengan baik, meskipun orang yang pertama (yang
tidak bisa memelihara apa yang dimiliki dengan baik) itu memiliki akte-akte
yang menetapkan, bahwa dialah pewaris sesuatu tersebut dan didukung oleh
saksi-saksi yang adil.
Segala sesuatu yang ada di
alam ini adalah milik Allah swt. Allah mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya,
memindahkannya dari orang yang dikehendaki kepada orang yang dikchendaki-Nya.
Semuanya adalah hak Allah swt., tetapi meskipun demikian Dia menghubungkan
kehendak-Nya itu pada adanya sebab-sebab, sesuai dengan iradah-Nya. Oleh sebab
itu, barangsiapa yang berusaha menempuh sebab-sebab untuk memperoleh sesuatu
yang telah digariskan oleh Allah dan memasuki pintu-pintu yang disediakan
untuk meraihnya, maka orang seperti itulah yang paling berhak mendapatkan
warisan suatu perkara daripada orang yang tidak layak menguasai perkara
itu.
Semua bangsa di atas hamparan bumi ini
adalah pelayan-pelayan Allah swt. dan buruh-buruh yang diperintahkan bekerja
demi kemakmuran bumi. Oleh sebab itu, siapa saja yang lebih dahulu
mengabdinya, maka Allah akan melapangkan jalan bagi orang tersebut memegang
kekuasaan di permukaan bumi. Sebaliknya, siapa pun yang tidak baik
pengabdiannya dalam memakmurkan bumi, maka Allah akan mencabut kekuasaan orang
tersebut dengan paksa.
Apabila kalian menunjuk
seseorang sebagai pembantu untuk melakukan suatu pekerjaan, maka kalian pasti
akan selalu mengawasinya dengan ketat. Apabila kalian menilai baik kerja orang
tersebut, maka kalian pasti mempertahankan dan menetapkannya pada pekerjaan
tersebut, bahkan jika pekerjaannya tambah baik, maka kalian tentunya akan
menaikkan upahnya. Sebaliknya, jika orang yang kalian tunjuk sebagai pembantu
tersebut buruk cara kerjanya atau bahkan menyimpang dari apa yang kalian
inginkan, maka kalian masih menoleransinya untuk pertama kalinya dengan
memberi peringatan kepadanya. Tetapi, jika orang itu tidak mengindahkan
peringatan kalian (tidak berusaha memperbaiki kerjanya) dan dia tidak lagi
bisa diharapkan kebaikan kerjanya, maka sudah pasti kalian mengambil pekerjaan
yang dikerjakan orang itu dan kalian memecatnya sebagai pembantu. Dengan
menarik pekerjaan dari tangan orang yang bisa melaksanakan dengan baik dan
memberhentikannya sebagai pembantu itu, kalian berarti melakukan tindakan atau
kebijakan yang benar-benar tepat. Tetapi, apabila kalian lengah, tidak
memperhatikan keteledoran pembantu tersebut atau kalian tidak mengetahui
ketidakbaikan pekerjaan pembantu itu, maka, kalian akan mengalami kemaslahatan
kalian menjadi berantakan. Tentu saja tidak seorang pun ingin usahanya
berantakan, kecuali orang yang tidak sehat akalnya.
Manusia
adalah khalifah Allah yang diserahi tugas memakmurkan dan membangun bumi
oleh-Nya. Apabila manusia berlaku baik di seluruh bumi ini, mengaturnya dengan
baik, membangun kawasankawasan yang perlu dibangun, mengeluarkan hasil buminya
dan mengolah kekayaannya dengan cara sebaik mungkin, berbuat adil dalam segala
persoalan, menyebarkan ilmu pengetahuan di kalangan penduduk dan tidak
menyimpang dari peraturan yang telah digariskan oleh Sang Pencipta, yakni
Allah swt., maka manusia seperti itulah yang benarbenar dinamakan khalifah
Allah dan semua urusan pengendalian tugastugas berada di tangan
kekuasaannya.
Sebaliknya, barangsiapa yang buruk
perilakunya dan tidak baik dalam melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan
kepadanya, sesuai hukumhukum Allah serta melupakan apa yang sudah diamanatkan,
maka manusia seperti itu akan dikenai apa yang telah dialami oleh manusia yang
semacam dengannya. Keadaannya berbalik total, kalau semula mulia berubah
menjadi hina. Kalau semula tinggi kedudukannya berbalik menjadi rendah. Kalau
semula berkuasa, berbalik dikuasai (hilang kekuasaannya). Kalau semula kaya
berbalik menjadi miskin. Apa yang dimilikinya (berupa kehormatan dan kekayaan)
dicabut oleh Allah dan diwariskan kepada orang lain. Kekuasaan yang ada
padanya dicabut oleh-Nya dan diberikan kepada orang lain. Hal ini sudah
dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Dan
sungguh telah Kami tulis dalam Zabur sesudah Kami tulis dalam Loh Mahfudz,
bahwasannya bumi ini diwarisi oleh hambahamba-Ku yang saleh.”
Yang
dimaksud dengan kata-kata Ash-Shalihun (orang-orang yang saleh) dalam ayat
tersebut adalah orang-orang yang mampu menata atau memanage bumi dengan baik,
mengatur pekerjaan-pekerjaan dengan sempurna dan memperbaiki kondisi
penduduknya, dengan cara menyebarkan ilmu pengetahuan, menegakkan keadilan,
berhati-hati menghadapi lawan dan menciptakan usaha-usaha yang bermanfaat,
seperti bidang pertanian, perindustrian dan perdagangan. Jadi, kata
Ash-Shalihun tersebut, sama sekali bukan orang-orang yang sering rukuk dan
sujud, sementara enggan berusaha melakukan hal-hal yang menyebabkan dapat
menguasai bumi. Masalah ibadah adalah masalah spiritual (keagamaan), yang
membuatnya hanya kembali pada yang melakukannya saja di akhirat nanti,
sedangkan urusan menata bumi adalah persoalan material (duniawi) yang tidak
mungkin ditempuh, kecuali melalui usaha yang telah ditunjukkan oleh Allah swt.
dan perantaraan-perantaraan yang siapa saja mau menggunakan lantaran itu,
pasti dapat memegang atau menguasai kekuasaan di bumi ini.
Wahai,
generasi muda, sesungguhnya bangsamu sekarang ini telah dilanda krisis moral
yang menyebabkan mereka enggan melakukan pekerjaan yang bermanfaat dan
meninggalkan usaha-usaha yang menjadi sebab mereka layak memakmurkan dan
mewarisi bumi. oleh sebab itulah, bangsa kalian saat sekarang ini tertimpa
kesengsaraan, berbagai bencana, kesulitan-kesulitan dan semakin hari semakin
bertambah parah penyakitnya. Kalianlah yang menjadi sumber kebahagiaan bangsa,
tumpuan harapan bangsa, dapat meringankan penderitaan bangsa dan dokter-dokter
yang mampu mengobati penyakit-penyakit yang berjangkit pada mereka.
Oleh
karena itu, perbaikilah kondisi bangsa kalian, luruskan langkah mereka, dan
ajaklah mereka bekerja atau beramal yang baik, sehingga mereka layak menjadi
pewaris bumi dan pelaku-pelaku pembangunan kemakmurannya, sehingga bangsa
kalian akan kembali seperti semula, dengan memperoleh kejayaannya di masa
lampau. Cukuplah sudah, apa yang diperbuat oleh musuh kalian, yang mengeruk
kekayaan negara bangsa kalian dan cukuplah kiranya apa yang diperbuat oleh
lawan dalam merusak moral, identitas dan segala sesuatu yang membuat bangsa
kalian jaya.
Wahai, generasi muda, kalian sekali
lagi kalian semua, adalah pelita harapan, bintang penunjuk dan tumpuan harapan
bangsa. Oleh sebab itu, berbuat baiklah untuk bangsa kalian, curahkanlah
segala kemampuan kalian untuk mereka dan kobarkanlah api semangat cita-cita
kalian, maka bangsa kalian akan menjadi bangsa yang baik, kehidupan kalian
bersama mereka menjadi baik dan kalian bersama bangsa kalian bangkit menjadi
bangsa yang besar dan maju.
TRAGEDI PERTAMA
Ingatlah, terhadap tragedi atau kejadian yang pertama kali
terjadi, sebab dalam kejadian pertama itu terdapat grafika naik, turun, maju,
mundur, bahkan mati atau hidup.
Kita telah
menyaksikan banyak sekali di antara orang-orang yang tidak memperhatikan
tragedi atau kejadian yang pertama terjadi, mereka tidak mempedulikan dan
menganggapnya sebagai suatu persoalan biasa. Padahal andaikata mereka
mengerti, bahwa akibat segala persoalan itu tergantung pada permulaannya, dan
berjalan sesuai dengar perjalanan permulaannya, maka sudah barang tentu mereka
akan sadar dan memperhatikan pada peristiwa-peristiwa pertama yang terjadi,
mereka akan berusaha keras mengerahkan segala kekuatan untuk mencegah
berlangsungnya tragedi pertama itu dan menghadapinya dengan segala kekuatan
untuk menolak tragedi pertama itu, bagaikan gunung kokoh menghadapi setiap
bahaya yang menyerangnya.
Akibat atau kesudahan
segala sesuatu, baik atau buruk itu mengikut baik-buruk permulaannya. Apabila
permulaan sesuatu itu baik, maka dapat dipastikan hasil atau akhir sesuatu
itu, baik pula. Sebaliknya, jika permulaan sesuatu itu buruk, maka hasil atau
kesudahan perkara itu juga buruk.
Ada sebagian
orang melakukan suatu usaha. Dia melaksanakan usahanya itu dengan penuh
kesungguhan. Di saat dia giat melakukan usahanya itu, tiba-tiba dia tertimpa
suatu musibah, kecil atau besar. Lalu orang tadi menjadi ciut nyalinya untuk
melanjutkan usahanya dan takut menyempurnakan usahanya sesuai rencana semula,
menjadi malas dan patah semangatnya sebelum dia meraih hasil yang dia
harapkan. Penyebab utama kegagalan seperti itu tidak ada lain kecuali
ketiadaan sifat sabar dalam diri orang tersebut dan kecil nyalinya.
Dalam
hadis Nabi Muhammad saw. disebutkan:
“Ukuran
kesabaran itu semata-mata dapat dilihat pada waktu pertama kalinya terjadi
tragedi”
Di sana ada lagi orang yang giat
melakukan suatu usaha, secara terus-menerus menghadapi cobaan, dirundung
berbagai rintangan dan hambatan dari segala sisi. Tetapi orang ini
menghadapinya dengan hati yang teguh dan tabah, hingga dia mampu mengalahkan
cobaan, rintangan dan hambatan tersebut, dan terus maju melanjutkan usahanya,
meraih apa yang diinginkan dengan semangat yang tidak mengenal lelah, sampai
akhirnya berhasil mencapai apa yang diharapkannya. Keberhasilan orang tersebut
hanya karena dia tetap teguh dan sabar dalam menghadapi trapedi yang mula-mula
menimpanya, selalu waspada terhadap rintangan-rintangan yang menghadangnya
pada awal-awal usahanya dan dia berusaha keras menepis segala bisikan yang
menakut-nakuti serta membuang semua keluhan hati, Dia dapat melakukan yang
demikian itu, sebab dia memiliki keberanian dan kebiasaan sabar ketika pertama
tertimpa musibah.
Apa yang kita saksikan berupa
kegagalan, sebagian besar orang yang melakukan banyak usaha itu semata-mata
disebabkan gampang gelisah dan mengeluh tatkala menghadapi rintangan pada
tahap-tahap awal usahanya. Oleh sebab itu, waspadalah selalu dan bertabahlah
menghadapi tragedi yang pertama terjadi dalam permulaan usaha.
Sikap
diam dan acuh tak acuh terhadap kerusakan yang muncul pertama kali dalam hal
yang berkaitan dengan ideologi atau akidah yang kalian percaya itu, akan
menyebabkan meluasnya kerusakan tersebut dan menjalar pada persoalan-persoalan
yang lain.
Ketakutan atau keciutan nyali kalian
dalam mempertahankan hak kalian yang sah itu, menyebabkan lawan semakin berani
merongrong dan menggerogoti hak-hak kalian yang lain.
Kegemaran
manusia melakukan kejahatan dan kebiasaan mereka melakukan kemungkaran itu
semata-mata karena mereka selalu menganggap enteng pentingnya mengendalikan
hawa nafsunya, yang selalu mendorong pada perbuatan jelek pada saat mula-mula
dia condong berbuat kerusakan.
Hujan itu mulanya
berupa gcrimis, kobaran ap: dalam kebakaran berasal dari sepercik percikan
bara api dan pohon yang besar-besar itu awalnya hanyalah berupa biji
yang sangat kecil.
Penyakit kecanduan minuman
keras dan ketergantungan pada obatobat terlarang (drug) itu hanya bermula dari
coba-coba mencicipi segelas arak atau secuil tablet setan itu. Begitu pula
gelora cinta dalam jiwa yang membuat gila itu, juga bermula dari panah asmara
yang sekali menancap pada pandangan pertama.
Perang
itu mulanya hanya berupa ucapan yang kadang-kadang sangat sepele, lalu
berkembang menjadi ketegangan dalam hubungan, kemudian berakhir dengan
pembunuhan yang menyebabkan kematian. Permulaan peristiwa besar dan dahsyat
ini, juga karena perkara kecil yang tidak berarti.
Apabila
kalian segera bertindak menyingkirkan setiap tragedi yang muncul pertama kali,
sebelum tragedi melumpuhkan kalian dan berusaha menolak setiap rintangan
sebelum rintangan itu menghantam kalian, maka kalian akan selamat dari segala
macam malapetaka kehancuran, kalian akan hidup tenang tentram dan berhasil
dalam usaha serta terhormat di kalangan masyarakat kalian.
Wahai,
generasi muda, sesungguhnya salah satu penyakit kita yang menghalangi kita
mencapai cita-cita adalah sifat mudah berkeluh kesah ketika menghadapi tragedi
pertama yang menimpa kita dan ketidaksabaran kita ketika pertama menghadapi
cobaan. Akhlak atau watak seperti itu (mudah berkeluh kesah dan tidak sabaran)
apabila telah bersarang pada jiwa sesuatu kaum atau bangsa, maka bangsa itu
pasti mudah diperbudak, hina, segala usahanya sia-sia dan perbuatannya
bagaikan debu yang berhamburan diterpa angin kencang. Angin yang melenyapkan
hasil jerih payah usaha itu, tiada lain kecuali sifat takut dan ketidaksabaran
menghadapi rintangan pertama.
Oleh sebab itu,
kalian -semoga Allah melindungimuharus membiasakan diri bersabar dan
teguhkanlah jiwa kalian ketika menghadapi tragedi pertama dalam usaha, maka
kalian pasti akan merasa gampang dan merasa ringan menghadapi tragedi
berikutnya. Selanjutnya, kalian akan selalu sukses dalam segala usaha.
TANGGULAH SAAT KEHANCURAN
Keberhasilan suatu pekerjaan itu, apabila yang menangani memang
orang-orang yang ahli. Sebaliknya, kegagalan suatu pekerjaan itu apabila
pekerjaan tersebut diserahkan kepada orang-orang yang bukan ahlinya.
Kita
belum pernah mengetahui suatu pekerjaan dari sekian banyak pekerjaan, yang
para pekerjanya merasa cocok dan puas serta membawa hasil yang memuaskan pula,
kecuali para pekerja itu. Memang, orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Kita
juga tidak pernah menyaksikan suatu usaha baik, yang para pekerjanya gagal
mewujudkannya, kecuali para pekerjanya itu bukan orang-orang yang ahli, yakni
orang-orang yang latah dalam menangani pekerjaan.
Sesungguhnya
setiap pekerjaan yang diserahkan kepada orangorang yang bukan ahlinya, maka
akan berakhir berantakan dan orangorang yang menanganinya, memperoleh
kegagalan dan penyesalan. Persoalan inilah yang telah disinyalir dalam hadis
Nabi saw.:
“Apabila suatu perkara itu diserahkan
kepada orang yang bukan ahlinya, maka nantikan saja saatnya.”
Maksud
kata saat dalam hadis di atas adalah saat atau masa kegagalan dan
kehancurannya.
Manakala dunia ini rusak, karena
para penghuninya melakukan berbagai kefasikan dan kemaksiatan, memperlebar
jarak (mempertajam) perpecahan sesudah bersatu, lebih suka melakukan tindakan
anarki atau penghancuran sesudah giat melakukan pembangunan dan mengufuri
hukum-hukum Allah setelah mengimaninya, maka mulailah tampak gejala
kehancurannya, makin dekat saja saat kiamat, benturan-benturan mulai
menggoyang dan disusul berbagai macam bencana secara bertubi.tubi. Saat itu
bumi terasa bergoncang dengan dahsyat sekali, disusul berbagai macam tragedi
yang menimpanya, hati semua orang berdebar ketakutan dan semua pandangan
tunduk ke bawah.
Peristiwa-peristiwa seperti
terjadi dan mengguncang dunia karena para penghuni dan penduduk bumi sudah
tidak patut dan tidak layak hidup di atasnya. Mereka telah melakukan berbagai
macam penyimpangan dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh Allah untuk
diamalkan. Tetapi mereka melanggar dan mengikuti jalan lain, dan sesungguhnya
Allah masih memberi kesempatan, tetapi tidak membiarkan mereka. Sekiranya
sudah tidak ada harapan lain untuk kembali lagi ke jalan yang benar, maka Dia
segera menyiksa orang-orang yang menyimpang dari hukum-Nya itu, sebagai
siksaan dari Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Dia mengirimkan orang-orang
tersebut ke tempat penyiksaan dan menyiksanya, sesuai dengan dosa dan
kesalahan yang telah diperbuatnya.
Semua itu
sudah menjadi Sunatullah dan tidak mungkin ada seorang pun yang dapat mengubah
Sunatullah.
Tidak ada suatu bangsa yang diserahi
suatu urusan, dan mereka tidak dapat mengatur dan memilih orang dengan sebaik
mungkin, melainkan urusan itu ditarik kembali oleh orang yang menyerahinya.
Selanjutnya, urusan itu diserahkan kepada bangsa lain yang dipandang patut dan
layak diserahi. Tetapi apabila urusan itu dibiarkan tetap di tangan orang yang
tidak bisa mengaturnya dengan baik, maka nantikanlah saat kehancurannya.
Kesuksesan
dalam berbagai pekerjaan itu, apabila diserahkan kepada orang patut atau layak
menanganinya.
Persoalan ilmu pengetahuan, apabila
diserahkan kepada orangorang yang bodoh, maka kebodohan semakin merata,
orang-orang yang bodoh tentu akan leluasa berkuasa dan akibatnya adalah
keburukan dan kesengsaraan bertambah merata.
Apabila
perindustrian dipercayakan kepada orang-orang yang tidak dapat menjalankannya
dengan baik, maka akibatnya adalah kerugian, dan semua pekerjaan menjadi
berantakan.
Apabila orang-orang fasik dan bodoh
atau dangkal pengetahuan agamanya diserahi memegang posisi penting dalam
bidang bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat, diserahi tugas-tugas
mengajar atau diberi jabatan yang bertanggung jawab dalam bidang keagamaan,
maka orang-orang seperti itu jelas menyesatkan dan membawa orang banyak ke
jalan yang tidak benar. Di dalam kasus seperti tersebut, mungkin juga terdapat
upaya melemahkan agama dalam pandangan orang awam dan menodai kebaikan agama
dalam pandangan orang-orang yang tidak mengenal agama.
Manakala
tugas-tugas pemerintahan diserahkan kepada orang-orang yang tidak
berpengalaman dalam bidang pemerintahan, bahkan mereka tidak mengetahui
tugas-tugas tersebut, kecuali nama-nama pekerjaan itu saja -atau diserahkan
kepada orang-orang yang tidak memelihara kemaslahatan bangsa dan tidak pula
mengindahkan perjanjian-, bahkan siang malam mereka melakukan
perbuatanperbuatan yang menyebabkan negara atau pemerintahan lemah. Mereka
juga bekerja siang malam hanya untuk memperkaya diri dan ke perutnya sendiri,
meskipun perbuatannya itu Mengarah pada kehancuran, jika keadaan pemerintahan
atau ncgara sudah se pada maka nantikanlah kehancurannya. perti itu, maka
nantikanlah kehancuran.
Persoalan seperti
tersebut di atas sebenarnya telah diisyaratkan oleh Rasulullah saw., dalam
hadisnya:
“Mintalah bantuan
kalian semua untuk mengatasi semua pekerjaan kepada orang-orang yang ahli dan
cocok dalam bidangnya.”
Apabila kita meminta
pertolongan untuk mengerjakan segala macam pekerjaan kepada orang-orang yang
ahli, sesuai bidangnya, maka pekerjaan itu akan membuahkan kesuksesan besar.
Sebaliknya, apabila pekerjaan itu kita serahkan kepada yang bukan ahli dalam
bidangnya, maka berarti kita mienyerahkan pekerjaan itu pada kebinasaan dan
kita lemparkan pekerjaan itu ke jurang kehancuran.
Wahai,
generasi muda, kami pesan kepada kalian, jangan sekali-kali menyerahkan suatu
pekerjaan dari banyak pekerjaan kalian, kecuali kepada orang-orang yang telah
memiliki keahlian dalam bidang pekerjaan itu. Jika tidak demikian, maka kalian
akan merugi dalam usaha. akan mengalami kegagalan dan penyesalan.
Berhati-hatilah
kalian, jangan sampai kalian menangani suatu pekerjaan yang bukan bidang
keahlian kalian, agar kalian tidak mengalami penyesalan yang mendalam,
sedangkan orang-orang yang menyerahkan pekerjaan itu kepada kalian, tentu
mengalami kerugian. Di kala kalian mengalami kesialan itu, kalian dan hasil
kerja kalian akan terlempar ke lembah kehinaan, dicerca dan dikutuk semua
orang. Oleh karena itu, hindarilah hal yang demikian, jangan sekali-kali
mencoba mengerjakan pekerjaan yang kalian tidak ahli di bidangnya.
Sesungguhnya kami adalah termasuk orang-orang yang mengharapkan baik kepada
kalian.
MENYEMPURNAKAN PEKERJAAN DENGAN BAIK
Menyempurnakan suatu pekerjaan dengan baik, meskipun lambat,
adalah lebih baik daripada mengerjakan secara cepat, namun hasilnya buruk dan
tidak memuaskan.
Kalian berjalan selama satu jam
setiap hari dan istirahat penuh pada jam-jam selebihnya sepanjang hari itu,
hingga kalian sampai ke tujuan dalam keadaan senang dan segar bugar, itu tentu
lebih baik daripada kalian berjalan sehari penuh tanpa istirahat, hingga
sampai ke tempat tujuan dengan penuh keletihan dan kepayahan.
Pekerjaan
seuap hari yang kalian kerjakan dalam beberapa jam saja dengan teliti dan
sempurna, itu lebih baik daripada kalian kerjakan dengan menguras semua tenaga
sehari penuh, namun akhirnya merasa jemu dan bosan. Scbab, kejenuhan itu
menyebabkan hasil pekerjaan tidak baik, di samping itu menimbulkan kemacetan
dan ketiadalangsungan dalam bekerja.
Ibadah
kepada Allah swt. itu suatu perbuatan yang baik dan setiap Orang mukmin, pasti
gemar melakukannya. Namun demikian, jika dilakukan terus-menerus tanpa
berhenti dan tenaganya dihabiskan untuk ibadah saja, maka hal yang demikian
itu justru dicela oleh agama. Sebab, berlebihan dalam memperbanyak ibadah itu
dapat menimbulkan ketidakbaikan atau ketidaksempurnaan, yang pada akhirnya
menimbulkan kebosanan. Dalam hadis Nabi Muhammad saw. disebutkan:
“Sesungguhnya
engkau mempunyai kewajiban terhadap Tuhan, engkau mempunyai kewajiban terhadap
dirimu sendiri dan engkau mempunyai kewajiban terhadap istrimu, maka penuhilah
kewajiban kepada masing yang berhak.”
Kita telah
menyaksikan, bahwa banyak orang melakukan pekerjaan yang banyak dalam waktu
yang amat singkat. Tetapi di kala menuat hasil pekerjaan itu tiba, maka
hasilnya sangat mengecewakan. Hal itu karena sebagian besar orang tidak bisa
memilih antara pekerjaan yang baik dengan biaya lebih mahal dalam tempo yang
agak lama dan pekerjaan asal-asalan dengan biaya sedikit serta selesai dalam
tempo yang singkat. Apabila orang-orang itu mengambil tenaga kerja yang
asal-asalan, maka tentu mereka memberi sedikit imbalan kepadanya yang seimbang
dengan kualitas kerjanya.
Kita juga telah
menyaksikan sebagian orang mengerjakan pekerjaan yang sedikit dalam waktu yang
lama, dengan maksud agar pekerjaan yang dilakukan itu tambah baik, sempurna
dan memuaskan. Kemudian ketika waktu memetik hasil tiba, mereka dapat meraih
hasil pekerjaannya dalam jumlah yang besar dan sangat memuaskan. Hal ini tidak
lain adalah hasil kerja secara baik dan sempurna.
Melakukan
pekerjaan dengan baik dan sempurna itu merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam dunia kerja dan merupakan suatu keharusan bagi orang yang menginginkan
kesuksesan dalam pekerjaan. Dalam hadis Nabi saw. disebutkan:
“Sesungguhnya
Allah swt. telah mewajibkan kepada hamba-Nya, agar berbuat baik terhadap
segala sesuatu.”
Kata ihsan dalam hadis tersebut
adalah bertindak secara baik dan profesional. Barangsiapa yang melakukan
pekerjaannya dengan baik dan profesional, maka dia akan memetik hasil yang
hanya diketahui . oleh orang-orang yang biasa mengerjakan pekerjaan dengan
baik. Barangsiapa yang jelek (tidak baik) dalam melakukan pekerjaannya, maka
hasilnya tidak tampak dan menimbulkan kerugian dan penyesalan.
Pekerjaan
itu tidak lain adalah ibarat kebun atau taman.
Apabila
kebun atau taman itu dirawat dengan baik oleh tukang kebun dan dirawat dengan
semestinya, maka kebun itu akan memberikan hasil buah yang sangat
menyenangkan. Demikian pula halnya pekerjaanpekerjaan yang lain.
Tergesa-gesa menyelesaikan suatu pekerjaan
adalah bukan hal yang dapat mengantarkan pada keberhasilan, tetapi justru
mengakibatkan kelambatan dan menimbulkan penyesalan. Sebaliknya, bekerja
dengan memikirkan kebaikan serta kesempurnaan pekerjaan, itulah yang menjadi
faktor penentu kesuksesan.
Tersebut dalam hadis:
“Sesungguhnya
agama Islam ini kuat, karena masuk ke dalam dengan sikap ramah, lemah lembut
dan disiplin (istikamah), jangan membuat dirimu sendiri jengkel dalam
beribadah kepada Allah. Sebab, sesungguhnya yang disebut orang terputus dari
rombongan adalah orang yang tidak dapat melanjutkan perjalanan dan tidak tetap
punggungnya.”
Wahai, generasi muda,
berhati-hatilah, jangan sekali-kali tergesagesa dalam melakukan pekerjaan,
tanpa memperhitungkan kebaikan dan kesempurnaannya. Sebab, sikap tergesa-gesa
yang tidak didahului pemikiran yang matang, menyebabkan kegagalan dan
kerugian. Sedangkan perlahan-lahan dalam bekerja dengan tujuan agar hasilnya
baik adalah menyebabkan kesuksesan. Sesungguhnya manusia sebagaimana dikatakan
oleh seorang pujanggatidak bakal ditanyai tentang Cepat atau lambatnya suatu
pekerjaan, tetapi mereka hanya ditanyai tentang baik dan buruk amal atas
pekerjaannya.
WANITA
Dalam bahasa Arab ada sebuah pepatah:
“Setiap
wanita yang berkutang (BH) adalah bibi.”
Maksud
pepatah Arab tersebut adalah di antara kewajiban setiap orang laki-laki adalah
cemburu kepada setiap wanita, sebagaimana dia cemburu kepada istrinya sendiri.
Karena setiap wanita adalah saudara perempuan ibu dalam jenis kelamin. Maka,
dengan sendirinya setiap wanita itu adalah bibi laki-laki tersebut.
Keadaan
kaum wanita dalam kehidupan sosial -senantiasa- berbeda menurut perbedaan dan
perubahan jaman dan lingkungan. Ada yang sudah meningkat perannya dan ada yang
masih rendah. Ada yang sudah mendapatkan kehormatan dan ada yang masih
tertindas. Ada yang sudah menjadi intelektual dan ada yang masih bodoh. Semua
itu mengikuti kemajuan dan kemunduran lingkungan,terang dan gelap jaman.
Kaum
wanita tidak diciptakan, kecuali agar dia bersama kaum pria. Keduanya bisa
kerja sama dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Hanya saja masing-masing
dari keduanya memiliki pekerjaan atau tugastugas tertentu, yang tidak boleh
dilanggar oleh masing-masing jenis tersebut. Kalau diibaratkan petani, maka
laki-lakilah yang membajak tanah, menancapkan tanaman dan menabur benih.
Sedangkan yang perempuan bertugas merawat benih dan tanaman dengan
menyiraminya dan menyingkirkan segala sesuatu yang mengganggu atau merusak,
yang ada di sekeliling benih dan tanaman tersebut.
Kebun
itu bagaikan rumah yang dihuni satu keluarga. Tugas lakilaki tidak ada lain,
kecuali berusaha bekerja untuk menghadapi seluruh keluarga, agar mereka bisa
hidup bahagia. Adapun tugas perempuan, hanyalah mengatur rumah tangga,
mendidik anak-anak, menanamkan akhlak terpuji pada jiwa mereka dan
menyingkirkan kebiasaan-kebiasaan buruk dari hati mereka, agar nantinya dapat
tercipta putra-putri terdidik Ini, Suatu masyarakat yang baik, yang mampu
membangkitkan umat dan menegakkan serta mempertahankan negara.
Apabila kaum laki-laki mengabaikan apa yang
telah menjadi tugas dan kewajibannya, sedang kaum wanitanya telah melampaui
batas kodratnya atau justru tidak melakukan tanggung jawabnya, maka
keharmonisan dalam rumah tangga akan rusak dan sendi-sendi kehidupan rumah
tangga menjadi berantakan. Situasi rumah tangga yang seperti itu mempunyai
pengaruh kepada umat dan negara. Kekuatan umat pudar dan pertahanan negara
patah, sebab kebaikan umat dan kebangkitan negara itu tergantung pada kebaikan
keluarga-keluarga dalam rumah tangga-rumah tangga.
Tidak
dapat diragukan lagi, bahwa Kebahagiaan generasi muda yang merupakan penopang
utama umat, itu lebih banyak bergantung pada kaum ibu (wanita). Sebab, kaum
ibu atau wanita apabila ingin merusak akhlak mereka, maka rusaklah akhlak
mereka dan jika ingin memperbaiki moral mereka, maka jadilah mereka, generasi
muda, itu bermoral baik. Hal yang demikian itu disebabkan kendali pendidikan
generasi muda berada di tangan kaum ibu atau wanita. Oleh karena itu, kaum
wanita harus diupayakan menjadi wanita terhormat, tinggi kedudukannya,
terpelajar, berpendidikan, berkepribadian baik, mampu mengatur kehidupan rumah
tangga, mengerti tugas dan kewajibannya terhadap dunia rumah tangga.
Sesungguhnya
mayoritas kaum wanita dunia timur sekarang ini dan beberapa ratus tahun
sebelumnya, telah dibiarkan dan diperlakukan seperti binatang ternak. Kaum
laki-laki waktu itu menganggap, bahwa wanita adalah sebuah alat yang
dikendalikan kaum laki-laki, dioperasikan sesuai keinginan mereka dengan
anggapan yang keliru, bahwa mereka, kaum wanita, itu diciptakan sebagai
tawaran atau budak. Kaum laki-laki itu merampas hak-hak kaum wanita, baik hak
yang berkaitan dengan hukum maupun materi dan mereka tidak memberikan
kebebasan belajar atau menunut ilmu pengetahuan bagi kaum wanita. Akibat dari
semua itu, kehidupan rumah tangga menjadi tidak harmonis, keluarga rusak dan
masyarakat menjadi pudar, karena kemunduran pribadi-pribadi yang merupakan
komponen masyarakat terkecil.
Dunia timur
sekarang ini benar-benar mulai menyadari kelemahan dan kekurangan tersebut,
dan orang-orang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang lurus mulai
bangkit. Mereka itu mulai sibuk mengupayakan pengajaran dan pendidikan
anak-anak wanita mereka, sebab bangsa timur benar-benar yakin, bahwa kaum
wanita merupakan sendi kehidupan sosial yang kokoh, dan menjadi sandaran
kebangkitan umat yang kuat. Tetapi kesadaran bangsa timur seperti ini masih
sangat lemah. Mudah-mudahan kesadaran seperti itu terus: bertambah meningkat
bersama kalian semua, wahai, generasi muda yang mulia. Sesungguhnya para,
generasi muda wanita itu mempunyai hak-hak besar yang harus kalian penuhi,
karena mereka itu adalah bibi-bibi kalian, dan bibi itu seperti ibu, bahkan
berfungsi sebagai ibu. Setiap orang, mesti menginginkan ibunya hidup
bahagia.
Sesungguhnya kemunduran masyarakat yang
kalian saksikan itu, semata-mata timbul atau akibat langsung dari
keterbelakangan, kebodohan dan kerusakan pendidikan kaum wanita. Oleh karena
itu, perhatikanlah pendidikan anak-anak wanita, didiklah mereka (dengan
pendidikan yang benar), maka kalian akan meraih pahala semua amal kebaikan.
Ada
perkara penting yang perlu diingat, yaitu sikap pemborosan, berlebihan dan
penyimpangan kaum wanita dari kesederhanaan dalam berpakaian, perhiasan dan
lain-lainnya, sehingga menghabiskan kekayaan laki-laki (suami) dan menimbulkan
bencana dan fitnah di masyarakat. Hal itu sebenarnya karena mereka tidak
mendapatkan pelajaran ilmu-ilmu yang berguna dan tidak mendapatkan pendidikan
yang benar, meskipun mereka itu mengaku terpelajar.
Wahai,
generasi muda, kalian wajib mendidik putra-putri kalian, manakala kalian nanti
sudah menjadi kepala rumah tangga dengan pendidikan yang benar dan mulia.
Berilah mereka pelajaran berupa ilmu pengetahuan yang bermanfaat, yang dapat
mengantarkan pada kebangkitan negara dan kemuliaan umat.
BERUSAHA DAN TAWAKAL
Kami belum pernah mengetahui orang yang picik sekali akal
pikirannya dan lemah sekali daya nalarnya, melebihi orang yang berani memulai
melakukan suatu urusan sebelum mempersiapkan segala hal yang berkaitan
dengannya.
Ya, ada yang lebih bodoh lagi daripada
orang tersebut di atas, yaitu orang yang telah menerjuni medan pekerjaan,
sebelum mempersiapkan segala sesuatu yang perlu dipersiapkan, padahal dia
mengetahui, bahwa siapa saja yang bekerja seperti itu, pasti berakhir dengan
kegagalan, kerugian dan berantakan.
Ada lagi yang
tidak kurang tololnya daripada kedua orang tersebut, yaitu orang yang
membiarkan segala urusannya penuh pasrah dan bergantung sepenuhnya pada nasib
dan ketentuan takdu, tanpa berusaha bagaimana cara mendekatkan dirinya pada
sesuatu yang jauh dan memudahan perkara yang sulit.
Kegagalan
dalam mencapai sesuatu yang dicari atau yang diciptakan itu, muncul dari salah
satu di antara dua perkara, yang keduanya itu paling banyak merusak segala
usaha. Dua perkara itu adalah kelicikan (jubun) dan kecerobohan (tahawwur).
Sifat
licik itu memalingkan orang untuk maju berusaha, mendorongnya pasrah pada
ketentuan takdir. Padahal Allah swt. telah membuat sebab untuk segala sesuatu.
Dengan kata lain, segala sesuatu Itu diciptakan oleh Allah melalui sebab, dan
sebab keberhasilan dalam segala urusan adalah berusaha atau bekerja melalui
jalur pintu yang semestinya.
Adapun kecerobohan,
yakni bekerja tanpa perhitungan, itu mendorong orang mencapai tujuan sebelum
mempertimbangkan atau memikirkan sebab-sebab yang dapat mengantarkan pada
tujuan tersebut dan tidak mau memilih lantaran atau cara yang paling
memungkinkan dapat mencapai tujuannya. Kecerobohan atau bertindak secara
gegabah itu seringkali membawa akibat buruk, kesengsaraan dan kecelakaan.
Pepatah Arab mengatakan :
”Barangsiapa
yang selalu memikirkan akibat dari semua perbuatan, maka bakal selamat dari
berbagai macam bencana.”
Cara agar dapat selamat
dari berbagai macam bencana itu, cukup tidak tergesa-gesa dalam bertindak,
artinya tidak terburu-buru melakukan pekerjaan, kecuali setelah mengetahui
dengan tepat atau mendekati tepat, bahwa dia tidak mengalami kegagalan dalam
pekerjaan yang akan dikerjakan, Ini bukan berarti mundur sebelum bertindak
atau mundur karena benturan cobaan pertama, dan bukan berarti menunda karena
ada keragu-raguan, lalu dijadikan alasan tidak bekerja, maka hal yang demikian
itu adalah sama dengan kelicikan ‘jubun), bahkan itulah hakikat kelicikan.
Banyak
juga orang yang menangani pekerjaan-pekerjaan besar, tetapi lama kemudian
mengalami kegagalan. Untuk kasus seperti itu, tentu saja ada sebab-sebabnya,
antara lain karena mengabaikan persiapan dan ketiadaan sebab atau
perantara-perantara yang mendukung. Dalam pepatah Arab disebutkan:
”Ketika
dua kambing bertumbukan, maka kambing yang tak bertanduk itu kalah.”
Pepatah
itu sendiri untuk orang yang mengerjakan pekerjaan tanpa persiapan, yang tentu
saja mengalami kegagalan.
Banyak sekali orang
yang membiarkan persoalan dengan hanya pasrah (tawakal), bahwa persoalan itu
telah ditentukan dalam takdir, Allah sudah pasti menyelesaikan urusan
tersebut. Padahal yang seharusnya, adalah dia sendirilah yang lebih dulu
mengatur penyelesaian persoalannya, kemudian pasrah atau menyerahkan kepada
Dzat yang mengaturnya, yaitu Allah swt.
Ada
seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw:
“Saya
biarkan saja unta saya itu lepas, tanpa saya ikat dan saya pasrah (tawakal).
”
Mendengar perkataan laki-laki tersebut, maka Nabi saw. langsung
bersabda:
“Ikatlah dulu untamu, lalu
bertawakallah. ”
Dalam pepatah Arab disebutkan:
“Kedatangan ke tempat air dengan membawa air, itu suatu pertanda orang yang
berakal cerdas.”
Maksud pepatah di atas, ialah
orang yang hendak melakukan pekerjaan itu harus mantap dan percaya.
Pepatah
lain menyebutkan:
“Belilah untuk dirimu sendiri
dan untuk orang-orang di pasar.”
Maksud pepatah di atas, ialah
seseorang itu hendaknya selalu berhatihati menjaga dirinya sendiri, sebelum
melakukan suatu pekerjaan, dan agar selalu.meminta pertimbangan kepada
orang-orang yang dipercaya dapat menunjukkan pada sesuatu yang membawa
kebaikan.
Sebagian orang ada yang ketika berhasil
memperoleh apa yang dicitacitakan, maka dia tidak serius mempertahankan dan
memelihara keberhasilan itu. Ketika terlepas dari tangannya, maka dia
menyesalinya bagaikan di Kusa’i. Tetapi penyesalan itu sama sekali tidak ada
gunanya.
Perlu dungat, bahwa orang seperti itu
adalah orang yang sangat sedikit ilmu pengetahuannya dan tidak memiliki akal
yang cerdas Sebab, akal itu sebenarnya tidak mau mendorong seseorang ke arah
kenistaan dan kepasrahan yang keterlaluan. Orang yang berakal adalah orang
yang tidak enggan mendatangi suatu tempat yang ada airnya, sebelum dia
benar-benar mengetahui jalan yang harus dilewati ketika kembali dari tempat
tersebut. Orang yang berakal adalah orang yang mampu membandingkan dua perkara
yang sama-sama berbahaya, untuk diambil yang paling ringan risiko bahaya,
karena kejelekan itu masih bisa dipilih. Orang yang berakal itu bukanlah orang
yang danat membedakan antara perkara baik dan buruk. Tetapi, orang berakal
sebenarnya adalah orang yang dapat mengetahui yang terbaik di antara dua
kejelekan, sebab kejelekan sebenarnya bertingkat-tingkat, sebagian kejelekan
lebih ringan daripada yang lainnya.
Wahai,
generasi muda, inilah nasihat yang sengaja ditujukan kepada kalian, yaitu:
Hendaklah
kalian berhati-hati, jangan sampai kalian mengerjakan suatu pekerjaan secara
langsung, sebelum cukup sempurna persoalan kalian dan jangan sekali-kali
membiarkan suatu pekerjaan dari sekian banyak pekerjaan kalian, karena pasrah
sepenuhnya pada takdir yang bakal datang kemudian. Jadi, orang yang berpikiran
cemerlang adalah orang yang menyadari pentingnya suatu usaha atau ikhtiar,
baru kemudian tawakal.
PERCAYA DIRI
Tidak ada sesuatu yang lebih membahayakan kepada seseorang
daripada kelengahannya terhadap urusan dirinya sendiri dengan mempercayakan
sepenuhnya kepada orang lain untuk mengurusi persoalan-persoalannya itu. Ini
apabila benar-benar jelas, bahwa orang yang dipercayanya itu selalu siap
memenuhi panggilannya dengan secepat mungkin dan melaksanakan perintahnya,
kapan saja dipanggil dan diperintah. Adapun apabila orang yang dipcrcayanya
mengurusi persoalan itu masih diragukan kesctiaannya, maka mempercayakan
urusan kepada orang tersebut merupakan salah satu bentuk kegilaan.
Dalam
pepatah Arab disebutkan:
“Pamanmu itulah tempat
kamu mengeluarkan perbekalanmu”.
Pepatah tersebut digunakan untuk
orang menyerahkan segala urusan kepada orang lain. Asal usul pepatah tersebut
ialah: Pada suatu hari ada seseorang hendak pergi bersama pamannya. Lalu dia
berkata kepada keluarganya: Buatkanlah untukku makanan dan letakkanlah dalam
kantong perbekalan (khurjun)ku, agar aku bisa mengambilnya sewaktu aku
butuhkan. Keluarganya tidak ingin membuatkan makanan, karena pamannya yang
mengajaknya pergi sudah siap makanan. Mereka hanya berkata ‘Ammuka khurjuka,
maksudnya bersandariah saja kepada paman itu. Minta saja kepada paman, bila
kamu hendak makan.
Orang yang menggantungkan
segala urusannya kepada orang lain, pasti dia orang yang lemah kemauannya,
tumpul akalnya dan goblok. Penyakit seperti ini apabila telah menjalar di
kalangan suatu bangsa, maka keutuhan bangsa akan pudar, hukum dan tata tertib
menjadi rusak, sehingga bangsa itu menjadi bangsa yang paling mundur dan
terbelakang. Menggantungkan atau mempercayakan urusan secara penuh kepada
orang lain adalah menyebabkan kehancuran, sebab sifat seperti itu menjadikan
seseorang hina dan lemah serta membuatnya enggan berpikir tentang apa saja
yang bisa mengantarkannya mencapai benteng pertahanan yang kuat.
Anak
kecil itu tumbuh dan menggantungkan segala urusan pribadinya kepada ayah dan
ibunya, sampai dia mencapai usia dewasa. Dia mulai merasakan kehidupan yang
penuh rintangan dan kesulitan, sementara dia belum mengerti arti mandiri,
karena memang dia belum terbiasa mandiri pada masa pertumbuhan usianya yang
pertama. Setiap orang memiliki kebiasaan. Kalau orang itu mempunyai kebiasaan
menggantungkan diri kepada orang lain, maka akan membuat bangsa semakin
sengsara dan hina.
Oleh sebab itu, apabila
seorang anak sudah mulai timbul pikirannya, maka kedua orangtuanya wajib
membiasakan anaknya itu mandiri dalam semua urusannya, sehingga ketika dia
menginjak usia remaja, akan menjadi orang yang berjiwa gemar mengabdi kepada
bangsanya, seperti pengabdian orang-orang besar dan kuat. Manakala
pemuda-pemuda yang biasa hidup mandiri itu semakin banyak jumlahnya, maka dari
mereka inilah terbentuk bangsa yang baik dan layak menjadi pewaris bumi.
Kita
sebenarnya sangat membutuhkan pemuda-pemuda yang terlatih berpikir bebas,
mandiri atau percaya kepada dirinya sendiri. Kita ini tidak mungkin mengalami
kemunduran seperti sekarang ini, kecuali setelah melemahnya dua sifat, yakni
kebebasan berpikir dan kepercayaan pada diri sendiri di kalangan kita.
Bangsa
barat itu tidak akan mengalami kemajuan dan tidak akan mencapai kemajuan dalam
bidang peradaban, pandangan dan pemerintahan, kecuali setelah mereka mendidik
para generasi muda mereka untuk bebas berpikir dan percaya pada diri
sendiri.
Apa yang kami uraikan di atas, sama
sekali bukan berarti anakanak harus dididik berpikir sendiri, berpikir
seenaknya sendiri, tanpa meminta pertimbangan kepada orang ahli berpikir dan
ahli agama. Akan tetapi maksud kami adalah mendidik anak supaya tidak
mengabaikan berpikir dan bekerja sendiri dengan kepercayaan, bahwa orang lain
sedang berpikir dan bekerja. Apabila dia menilai pemikiran atau gagasan orang
lain itu lebih menjamin kesuksesan usahanya, maka dia mengikutinya dan
berpegang dengannya. Apabila dia tidak melihat itu, maka dia terus berpikir
dan berusaha, sehingga pekerjaannya wujud.
Wahai,
generasi muda, biasakanlah diri kalian mandiri, percaya kepada diri sendiri
dan berpikir secara bebas, sesuai dengan apa yang telah kami uraikan, tentu
kalian akan menjadi orang-orang yang sukses.
Berhati-hatilah,
jangan sekali-kali mengikuti pendapat atau pemikiran yang mendorong kalian ke
jurang kegagalan dan jangan tunduk kepada orang yang belum pasti dapat membawa
kalian ke jalan yang lurus.
Janganlah kalian
mengikuti perintah orang yang menjamin keselamatan kalian dari perkara yang
mengkhawatirkan, padahal dia dengan cara itu justru ingin menjerumuskan kalian
ke dalam persoalan yang mengkhawatirkan itu. Tetapi turutilah perintah orang
yang menakuti (memperingatkan) kalian terhadap akibat-akibat buruk dari
tindakan kalian, agar kalian berhati-hati. Sebab, orang yang menakutnakuti
kalian agar kalian selamat, itu sebenarnya orang yang lebih menyayangi diri
kalian daripada orang yang menjamin selamat, tapi engkau justru selalu
ketakutan dan dalam keadaan bahaya. Dalam pepatah Arab disebutkan:
“Turutilah
perintah orang yang menyebabkan kamu menangis (demi keselamatan) dan janganlah
mendengarkan perintah orang yang menyebabkan engkau tertawa (yang akhirnya
menyesatkan)”.
Siapa saja yang menentang nasihat
di atas, maka akan mengalami kerugian. Begitu pula orang yang tidak mau
mengikuti nasihat orang tulus. Dalam pepatah Arab disebutkan:
“Barangsiapa
yang menentang orang yang menasihati secara tulus, maka makan makanannya jatuh
di depan serigala (maka bakal mendapatkan kerugian).
Nasihat
itu adalah benar dan merupakan suatu kenyataan. Maka, janganlah kalian ragu,
ikutilah apa yang telah disampaikan kepada kalian, pasti kalian akan diberkahi
oleh Allah swt.
PENDIDIKAN
Anak-anak kita yang masih kecil sekarang ini kelak di masa
mendatang akan menjadi pemimpin-pemimpin. Apabila mereka membiasakan diri
dengan akhlak yang baik, yang dapat meninggikan derajat mereka dan berhasil
mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan bermanfaat untuk
negara, maka anak-anak itu berarti menjadi dasar yang kokoh bagi kebangkitan
umat. Ini adalah perkara yang tidak dapat dipungkuri oleh siapa pun.
Sebaliknya, apabila anakanak itu telah terbiasa dengan akhlak yang tidak
terpuji dan enggan menuntut ilmu pengetahuan yang menjadi sebab utama
bangsa-bangsa bisa hidup, maka mereka, anak-anak itu, akan menjadi bencana
bagi umat dan menjadi pengacau negara yang mereka diami.
Wahai,
generasi muda, dalam bab-bab terdahulu telah kami uraikan kepada kalian,
sebagian yang perlu dalam hal-hal yang berkartan dengan akhlak yang baik dan
sebagian akhlak yang jelek. Kami jelaskan pula kepada kalian akhlak yang wajib
kalian lakukan dan akhlak jelek yang harus kalian jauhi. Sebagaimana orang
sehat menjauhi orang yang berpenyakit kudis, setelah itu pilihlah akhlak yang
kalian anggap bermanfaat. Kami percaya, bahwa kalian tidak akan memilih,
kecuali apa yang telah kami tunjukkan kepada kalian untuk kalian pilih, sebab
kalian telah mengerti dengan benar, bahwa kami adalah pemberi nasihat
tepercaya bagi kalian.
Pendidikan adalah suatu
persoalan, maka penting dan agung nilainya. Imam Al-Ghozali berkata: Bahwa
anak adalah sebuah amanat Allah kepada kedua orangtuanya. Hati anak yang
bersih dan suci itu bagaikan suatu permata mahal, yang bersih dari segala
macam lukisan dan gambar. Apabila anak itu dibiasakan melakukan hal-hal yang
baik dan selalu diberi tahu tentang segala sesuatu yang baik, maka anak itu
akan tumbuh dengan baik, bahagia di dunia dan akhirat serta ayah-ibunya, guru
dan pendidiknya, turut mendapatkan pahala kebaikan anak tersebut. Sebaliknya,
apabila anak itu dibiasakan melakukan hal-hal yang jelek dan ditelantarkan,
maka anak itu akan menjadi orang yang celaka, sengsara dan durhaka. Jika
demikian, maka ayah-ibu dan orang yang mengasuhnya, ikut menanggung kesalahan
dan dosa-dosa yang diperbuat anak tersebut.
Pendidikan
adalah usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa anak-anak. Akhlak yang sudah
tertanam itu harus terus disirami dengan bimbingan dan nasihat, sehingga
menjadi watak atau sifat yang melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah tanaman
akhlak itu akan tampak berupa amal perbuatan yang mulai dan baik serta gemar
bekerja demi kebaikan negara.
Anak itu wajib
diberi pendidikan tentang keberanian, maju, kedermawanan, kesabaran, ikhlas
dalam beramal, mementingkan kemaslahatan umum di atas kepentingan pribadi,
kemuliaan jiwa, harga diri, keberanian yang beradab, pemahaman agama yang
bersih dari khurafat, peradaban yang bersih dari kerusakan, kebebasan
berbicara dan bertindak yang baik dan cinta tanah air.
Kita
berkewajiban juga memberi pendidikan kepada anak-anak tentang iradah, yakni
kemauan yang keras, kejujuran, senang memberi bantuan dan pertolongan kepada
orang-orang yang melarat dan tertindas, proyek-proyek yang bermanfaat dan
melatihnya, biasa melakukan kewajiban dari sebagainya, yang berkaitan dengan
akhlak yang mulia. Tentu saja kita berkewajiban menjauhkan anak-anak itu dari
kebiasaan dan akhlak yang berlawanan dengan kebiasaan dan akhlak terpuji yang
tersebut di atas.
Tetapi kenyataan keadaan di
sekeliling kita sekarang ini, tidak seperti apa yang telah kami uraikan.
Anak-anak
yang masih dalam gendongan pun sudah ditakut-takuti oleh ayah-ibunya dengan
hantu, gendruwo dan wewe gombel, hanya sekadar supaya mereka tidak dibuat
gerak oleh jeritan atau tangisan si anak. Padahal mereka tidak menyadari,
bahwa jiwa anak kecil itu bagaikan bahan lilin yang lembek yang dapat diukir
dengan bentuk apa saja, sesuai keinginan yang mengukir. Ia bagaikan kamera
photographi yang mampu mencetak setiap gambar yang dijepret melalui
lensanya.
Apabila anak itu tambah besar, maka
lukisan dan gambar yang ditorehkan oleh ayah-ibunya dalam daya hayalnya itu
akan terulang kembali kepadanya secara otomatis, sehingga anak tersebut -akan
gampang menganggap macam-macam terhadap apa yang dilihatnya. Akhirnya,
kehidupan anak tersebut -akibat kesalahan kitadiikuti dengan ketakutan,
kelicikan dan bayangan-bayangan yang serba jelek.
Apabila
anak kecil itu telah melewati masa kecilnya dan menginjak masa pertumbuhannya,
mulai bisa berjalan, mulai tumbuh giginya. kemudian memasuki masa puber,
sedang ayah dan ibunya baru mulai mendidiknya, maka bal itu seperti mendidik
binatang yang bodoh, sebab tidak jarang mereka membentak-bentak, bahkan
memukulnya. Apabila kalau mendengar ucapan-ucapan ayah dan ibunya yang
dilontarkan kepadanya, berupa ucapan-ucapan kasar, kotor, bohong dan munafik.
Tinggalkanlah dan jauhkanlah perangai perangai buruk seperti itu dari
anak-anak. Selain itu, banyak sekali kehidupan anak-anak di sekolah itu tidak
lebih baik daripada kehidupannya di rumah. Khususnya, jika guru dan
pendidiknya terdiri dari orang-orang yang berwatak keras, kasar perangainya
dan rusak ketulusan hatinya. Apabila anak-anak itu diserahkan sepenuhnya ke
sekolah seperti itu, maka dia tentu menyia-nyiakan apa yang pesan dari
segalanya.
Apabila ana anak-anak (tunas-tunas
bangsa) itu tumbuh menjadi besar dan dewasa, maka kehidupan anak-anak di
tengah bangsanya itu sebenarnya tidak ubahnya gambar yang diperbesar dari
kehidupannya di lingkungan rumah dan sekolah. Adakalanya anak itu dapat
menciptakan kebahagiaan bagi kehidupan bangsanya, jika dia mendapatkan
pendidikan dan asuhan yang benar dan baik, baik di, lingkungan rumah maupun
sekolah. Mungkin juga anak itu kelak akan menyengsarakan kehidupan umatnya,
jika dia mendapatkan pendidikan dan asuhan yang salah dan keliru.
Oleh
karena itu, seluruh umat atau bangsa haruslah memperhatikan pendidikan anak
secara serius, agar nanti menjadi pembantu kalian dan berjuang bersama kalian
mengentas kalian dari lembah kehinaan, kelemahan dan kebodohan.
Kalian
wahai, generasi muda, biasakanlah diri kalian berlaku sesuai dengan akhlak
yang baik dan majulah terus menuntut ilmu yang bermanfaat.
Sesungguhnya
lapangan kerja berada di hadapan kalian, maka bersiap-siaplah kalian terjun ke
dalamnya.
Sekarang, persiapan untuk berkhidmat
kepada bangsa, dan di sana nanti -setelah berlaku masa kanak-kanakada
kompetisi Kalian nanti hakal menyaksikan siapa yang bakal menang. Siapa saja
sekarang ini yang sungguh-sungguh dalam persiapan, maka pasti akan berhasil di
hari esok. Perbuatan apa pun yang dikerjakan pemuda pada usia sekarang ini,
pasti dia mendapati hasilnya di hari-hari tuanya.
Wahai,
tunas banpsa, jika kalian di tanya, apa yang kalian persiapkan sekarang ini
untuk menyongsong hari esok? Pekerjaan apa yang kalian kerjakan sekarang, agar
bangsamu bahagia di masa mendatang?
Berilah
jawaban pertanyaan itu, aku telah mempersiapkan cita-cita yang luhur,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, akhlak yang mulia, keparahan, semangat dan rasa
cinta pada tanah air.
Semoga Allah memberkati
kalian, merealisasikan cita-cita kami pada kalian Sebab kalianlah negara akan
makmur dan sebab kalian pula bangsa ini bisa menikmati kehidupan yang baik.
PENUTUP
Semoga keselamatan dan kesejahteraan tetap dilimpahan oleh Allah
kepada kalian semua, wahai, generasi muda. Demikian juga rahmat dan
berkah-Nya.
Sesungguhnya teman kalian -pemberi
nasihatingin berpamitan, meskipun terasa berat sekali, sebagai perpisahan
orang yang sangat mencintai kalian, sangat mengharapkan keberhasilan kalian,
dengan harapan agar kalian tidak mengesampingkan atau melupakan kitab yang
berisi nasihat-nasihat ini. Sebab, roh penelaahan adalah pengamalan . apa yang
telah dibaca. Dunia fana ini menjadi terancam bahaya, hanya karena tidak
mengamalkan apa yang telah diketahuinya.
Sungguhnya
bangsa ini telah memanggil kalian, maka Jawablah mereka dengan tindakan nyata,
berupa melakukan pekerjaan yang menyebabkan bangsa itu hidup dan melakukan
usaha memperbaiki kondisi mereka. Ketahuilah, bahwa kalian tidak akan dapat
menikmati kebahagiaan hidup tanpa adanya kebahagiaan hidup, kekalahan,
kekuatan atau ketahanan adalah meratanya kemakmuran dari besarnya kekuasaan
bangsa kalian. Olefi karena itu, teguhkanlah hati kalian dan bekerjalah dengan
keras, sebab bekerja keras itu mendatangkan , kebahagiaan dalam hidup.
Jika
kalian ingin hidup mulia:
ditakuti kekuatannya dan kuat
pusakanya.
Maka janganlah kalian mengharap bisa tanpa keteguhan;
yang
dapat menumpulkan pedang yang amat tajam.
Meninggalkan cedera
padanya sepanjang masa;
yang membuat dokter bingung mencarai
abatnya.
Hai, generasi muda, apakah ada gerakan yang
mendekatkan:
pada cita-cita yang jauhnya bukan kepalang?
Apakah
ada kekuatan dari kalian yang dapat mengantarkan;
pada ketinggian
bintang-bintang yang cemerlang.
Apakah ada kemauan, ketabahan dan
keuletan;
yang berguna untuk merobohkan gunung yang menjulang.
Telah
lama kita berada dalam kebodohan;
lupa pada akhlak yang mencegah
kehinaan.
Banyak sudah para pemberi peringatan.;
namun
peringatan itu tak mampu menyadarkan.
Wahai. generasi muda,
bangkitlah menuju keagungan dan berjalanlah mencari kemuliaan, sesungguhnya
aku;
Aku tahu, keagungan yang dicari telah terpampang:
menanti
pencarinya di depan halaman.
Bergegaslah kepadanya dan tinggalkan
kelambatan;
kerjakanlah seperti orang yang paham jalan.
Tidakkah
mengherankan, jika kita tetap tiduran,;
terbelenggu dan jauh dari
kemuliaan.
Kami hanya menasihati kalian, dan pemberitahuan;
buat
bangsa yang membenci kejumudan dan kebekuan.