Keutamaan Berbakti Kepada Ibu Bapak
Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:
Daftar isi
- Keutamaan Berbakti Kepada Ibu-Bapak
- Keutamaan Cinta Kepada Allah Dan Rasulnya
- Keutamaan Memberi Salam
- Tentang Wafat Nabi Sallallaahu Alaihi Wasallam
- Celaan Terhadap Orang Yang Suka Mabuk-Mabukan
- Celaan Terhadap Sifat Dengki
- Tentang Turunnya Hidangan Dari Langit Berkat Doa Nabi Isa As
- Keutamaan Berpuasa Enam Hari Di Bulan Syawal
- Keutamaan Berdoa Dengan Suara Keras Dan Suara Pelan
- Penjelasan Tentang Iman
- Penjelasan Tentang Hukuman Bagi Orang-Orang Yang Meninggalkan Perintah-Perintah Allah
- Penjelasan Tentang Firman Allah Taala Mengenai Orang Yang Menyimpan Emas Dan Perak
- Keutamaan Bulan Rajab
- Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin
13. KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA IBU-BAPAK
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah
kepada ibu bapak (orang tua), karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil,
dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisa : 36)
Tafsir :
(. ) Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukanNya dengan sesuatu pun, dengan berhala atau pun lainnya atau
sesuatu apa pun. Mempersekutukan dengan cara terang-terangan atau
sembunyi-sembunyi.
(. ) dan berbuat baiklah
kepada kedua orang ibu bapak. Berbuat baiklah kepada keduanya dengan
sebaik-baiknya.
(. ) dan kepada karib-kerabat. Kepada
orang yang masih ada ikatan kekeluargaan.
(.
) anak-anak yatim, orang-orang miskin dan tetangga yang dekat. Yang dekat
lingkungannya. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud
adalah orang yang di samping menjadi tetangga, juga masih kerabat dekat dan
masih ada hubungan nasab atau agama. Dan ia dibaca pula dengan nashab sebagai
ikhtishash (. ) karena pentingnya memelihara hak-hak
tetangga dekat itu.
(. ) dan
tetangga jauh. Yakni, tetangga yang tidak ada hubungan kekerabatan.
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Tetangga itu ada tiga
macam : (1) tetangga yang mempunyai tiga hak, yaitu : hak ketetanggaan, hak
kekerabatan, dan hak keislaman. (2) tetangga yang mempunyai dua hak, yaitu :
hak ketetanggaan dan hak koislaman. (3) tetangga yang mempu. nyai satu hak,
yaitu : hak ketetanggaan saja, mereka adalah orang musyrik dari golongan ahlul
kitab”.
(.
) dan teman sejawat. Yaitu teman dalam urusan yang baik-baik, se. perti :
teman belajar, teman bergaul, teman bekerja, atau teman dalam perjalanan.
Karena teman itu menemani Anda dan berada di sebelah Anda. Tetapi ada pula
pendapat mengatakan bahwa maksudnya adalah istri.
(.
) dan ibnu sabil. Musafir atau tamu.
(.
) dan hamba sahayamu. Hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya perempuan.
(.
) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Yang kejam
terhadap kerabat-kerabatnya, tetangga-tetangganya dan teman. temannya, serta
tidak mau menoleh kepada mereka (karena sombongnya itu).
(.
) dan membangga-banggakan diri. Membangga-banggakan diri terhadap mereka.
(Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Amir bin Rabiah,
katanya : Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa membaca salawat satu kali atasku, maka para malaikat
mendoakannya sebagaimana dia bersalawat kepadaku. Maka terserah si hamba, mau
sedikit membacanya atau mau banyak”. (Syifaun Syarif).
Dalam
ayat lain, Allah SWT. berfirman :
( ) Dan Tuhan-mu
menetapkan. Maksudnya, memerintahkan dengan perintah yang mutlak.
(.
) supaya kamu tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya, dan supaya kamu
berbuat baik kepada kedua ibu-bapakmu dengan sebaikbaiknya. Dengan cara
berbuat kebajikan kepada keduanya, karena keduanya merupakan sebab wujudmu dan
penghidupanmu.
(
) Apabila keduanya atau salah seorang dari keduanya sampai berusia lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekalikali kamu mengatakan kepada keduanya
“ah!”. Janganlah kamu merasa gusar terhadap hal-hal yang menjijikkan dari
keduanya dan merasa berat dalam menghidupi mereka. Yang dimaksud di sini
adalah suara yang menunjukkan kegusaran.
(
) dan janganlah kamu membentak keduanya. Janganlah kamu menghardik keduanya
dengan kasar disebabkan oleh sesuatu yang tidak kamu sukai.
(.
) dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, yang baik.
(
) dan rendahkaniah kepada keduanya sayap kerendahan. Rendahkanlah dan
tundukkanlah dirimu kepada keduanya.
(.
) karena sayang. Karena kasih sayangmu yang sangat kepada keduanya. Sebab
mereka sekarang sangat membutuhkan kepada orang yang dahulunya merupakan
makhluk Allah Taala yang paling membutuhkan kepada mereka.
(
) dan ucapkanlah : “Oh Tuhanku, kasihanilah mereka berdua. Memohonlah kepada
Allah Taala agar mengasihi mereka berdua dengan kasih sayang-Nya yang
abadi.
( ) sebagaimana
keduanya mendidik aku dikala kecilku. Yaitu kasih sayang, sebagaimana kasih
sayang mereka berdua terhadap diriku, serta didikan dan bimbingan mereka
berdua kepadaku di waktu aku masih kecil dahulu. (Qadhi Baidhawi).
Attirmidzi
meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau
bersabda :
Artinya : “Sembahlah olehmu Tuhan
Yang Maha Pengasih”.
Maksudnya, Esakanlah Dia
dalam ibadat, karena yang pantas disembah itu hanya Allah Taala. Barangsiapa
menyekutukan sesuatu dalam menyembah Tuhannya, maka Dia tidak akan menerima
amalnya, sedang di akhirat kelak, dia termasuk orang yang merugi, sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah Taala :
Artinya :
“Vika kamu menyekutukan (Tuhanmu), maka benar-benar akan hapuslah amalmu, dan
pasti kamu akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi”.
Maka
bagi orang yang berakal, hendaklah dia memurnikan ibadatnya kepada Tuhannya,
seperti yang difirmankan Allah :
Artinya :
“Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia
mengerjakan amal saleh, dan janganlah dia menyekutukan seseorang dalam
beribadat kepada Tuhannya”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dikatakan
bahwa, hak orang tua atas anaknya ada sepuluh :
Makanan, jika ia membutuhkannya.
Pelayanan, jika ia
memerlukannya.
Memenuhi panggilan jika ia
memanggilnya.
Patuh, jika ia menyuruh selain perbuatan
maksiat.
Berbicara lemah lembut dengannya, tidak
kasar.
Memberinya pakaian, apabila mampu, jika ia
membutuhkannya.
Berjalan di belakangnya.
Merelakan untuknya sesuatu yang si anak sukai untuk dirinya.
Tidak merelakan sesuatu untuknya yang si anak tidak menyukai untuk dirinya.
10. Mendoakan agar mendapat ampunan setiap kali si anak berdoa untuk
dirinya.
(Tanbihul Ghafilin).
Dari
Alfaqih Abul Laits, ia berkata : “Pernah ditanyakan orang mengenai kedua
orangtua, apabila mereka meninggal dunia dalam keadaan marah kepada anaknya,
apakah si anak masih dapat membuatnya rida setelah wafat keduanya itu?.
Jawab
: “Bisa, dengan tiga syarat : (1) hendaklah si anak menjadi orang yang saleh.
(2) hendaklah si anak menjalin kembali hubungan dengan kerabat dan teman-teman
kedua orang tuanya. (3) hendaklah si anak memohonkan ampun, mendoakan dan
bersedekah untuk keduanya”. (Tanbihul Ghafilin)
Dari
sahabat Anas bin Malik ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Tidak akan lurus iman seseorang hamba hingga hatinya lurus, dan tidak akan
lurus hatinya hingga lidahnya lurus, dan seorang mukmin tidak akan masuk surga
hingga tetangganya merasa aman dari (gangguan) lidahnya”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa
memuliakan tetangganya maka ia pasti akan memperoleh surga. Dan barangsiapa
menyakiti tetangganya, maka ia dikutuk oleh Allah, para malaikat dan manusia
seluruhnya”. (Hayatul Qulub).
Juga dari Nabi saw.
bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa membelanjakan satu dirham untuk tamunya, maka seolaholah dia
telah membelanjakan seribu dirham di jalan Allah”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Tidaklah seseorang
didatangi tamu lalu dimuliakannya, melainkan Allah membukakan untuknya sebuah
pintu surga”.
(Hikayat) Dahulu, apabila Umar bin
Khattab kedatangan tamu, dia mengerjakan sendiri pelayanannya. Ketika dia
ditegur mengenai hal itu, dia menjawab : “Saya pernah mendengar Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Para malaikat berdiri
di dalam rumah yang ada tamunya. Maka saya malu jika saya duduk, sedang para
malaikat berdiri. (A’rajiyah)
Dari Nabi saw.
Beliau bersabda : “Jibril as. memberitahukan kepadaku, katanya : “Apabila
seorang tamu masuk ke dalam rumah saudaranya sesama muslim, maka masuk pula
bersamanya seribu berkah dan seribu rahmat, dan Allah mengampuni dosa-dosa
penghuni rumah itu, sekalipun dosa-dosa mereka lebih banyak daripada buih di
laut dan daun-daun di pepohonan. Dan Allah memberinya pahala seribu orang yang
mati syahid, dan mencatatkan untuknya dari setiap suapan yang dimakan oleh
tamu itu, pahala haji yang mabrur dan umrah yang makbul, serta membangunkan
untuknya sebuah kota di dalam surga. Barangsiapa memuliakan seorang tamu, maka
seolah-olah dia memuliakan tujuh puluh nabi. (Kanzul Akhbar).
Dan
diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda
:
Artinya : “Apabila seorang anak Adam meninggal
dunia, maka terputuslah amal (yang bisa dilakukannya, pent.) selain dari tiga
perkara (yang dia masih bisa memperoleh pahalanya), yaitu : (1) sedekah
jariyah: (2) anak saleh yang mendoakannya agar mendapat ampunan, (3) ilmu yang
diambil orang manfaatnya sepeninggalnya”. (Tanbihul Ghafilin)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Bersedekah, karena
sedekah itu membebaskan dari api neraka”.
Dan
diriwayatkan dari sebagian ulama, katanya: “Amal yang paling utama itu adalah
membuat lapar perut yang kenyang dengan jalan berpuasa. (Akhlashul
Khalishah)
Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah
saw. menganjurkan kepada sahabat-sahabatnya agar bersedekah pada saat hendak
berangkat ke perang Tabuk, maka datanglah Abdurrahman bin Auf ra., menghadap
Beliau sambil membawa uang empat ribu dirham, ia berkata : “Ya Rasulullah,
saya mempunyai delapan ribu dirham. Empat ribu dirham saya simpan untuk diri
saya dan keluarga saya, sedang yang empat ribu dirham saya hutangkan kepada
Tuhanku”. Lalu Nabi saw. menjawab : “Hai Abdurrahman, semoga Allah
memberkatimu pada apa yang engkau tahan dan pada apa yang engkau berikan”.
Sedang
Utsman bin Affan ra., berkata : “Ya Rasululiah, saya menanggung semua biaya
perlengkapan bagi mereka yang tidak mempunyai perlengkapan (perang)”. Maka
turunlah firman Allah Taala yang berbunyi:
Artinya
: “Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah adalah
ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir
itu ada seratus biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia
kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Alfagih
Abul Laits berkata : “Orang yang bersedekah itu adalah mirip seorang
petani.
Jika petani itu mahir dalam pekerjaannya,
benihnya baik dan tanahnya subur, maka tanaman yang ditanamnya itu akan tumbuh
dengan baik dan banyak pula hasilnya. Begitu pula, apabila orang yang
bersedekah itu orang yang saleh, sedang hartanya baik dan halal, dan
diberikannya kepada orang yang memang berhak menerimanya, maka pahalanya pun
akan lebih banyak. (Syifaun Andu’i).
Juga dari
Alfaqih Abu Laits, ia berkata : “Allah Taala telah memfirmankan di dalam kitab
Taurat, Injil, Zabur dan Alquran, serta di dalam seluruh kitab-kitab-Nya, dan
memerintahkan dalam semua kitab-kitab tersebut, juga mewahyukannya kepada
seluruh rasulNya, yaitu menjadikan keridaan-Nya terletak pada keridaan
ibu-bapaknya, dan kemurkaan-Nya terletak pada kemurkaan ibu-bapak”.
Ketika
Rasulullah saw. ditanya, “Amal apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab :
“Salat pada waktunya, kemudian berbuat baik kepada kedua ibu-bapak, kemudian
berjuang di jalan Allah”. (Demikian tersebut di dalam kitab At Tanbih).
Konon,
ada tiga ayat yang memuat tiga macam perkara yang bergandengan, yang dak akan
diterima salah satu daripadanya tanpa yang lain.
Pertama,
firman Allah Taala :
Artinya : “Dirikanlah salat
dan tunaikanlah zakat!” Maka barangsiapa melakukan salat namun tidak
mengeluarkan zakat (jika ia mampu Mengeluarkannya, pent.) niscaya salatnya
tidak akan diterima.
Kedua, firman Allah Taala
:
Artinya : “Taatlah kepada Allah dan taatlah
kepada Rasulullah!”. Maka barangsiapa mentaati Allah Taala, namun tidak
mentaati Rasul-Nya, niscaya taatnya kepada Aliah Taala itu tidak akan
diterima.
Ketiga, firman Allah Taala :
Artinya
: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu!”.
Maka
barangsiapa yang hanya bersyukur kepada Allah Taala namun dia tidak bersyukur
pula kepada kedua ibu-bapaknya, niscaya syukurnya kepada Allah itu tidak akan
diterima.
Adapun dalil atas hal tersebut di atas
adalah sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa
yang telah menyenangkan kedua ibu-bapaknya maka sesungguhnya dia telah
menyenangkan Penciptanya: dan barangsiapa yang telah memurkakan kedua
ibu-bapaknya, berarti dia pun telah memurkakan Penciptanya”. (Tanbihul
Ghafilin).
Diriwayatkan, bahwa Nabi Sulaiman as.
pernah melakukan perjalanan di antara langit dan bumi hingga sampailah Beliau
di sebuah lautan yang dalam. Beliau melihat di laut itu ada ombak yang hebat.
Lalu Beliau memerintahkan kepada angin supaya tenang, maka angin pun menjadi
tenang. Kemudian Beliau menyuruh seorang jin ifrit supaya menyelam ke dalam
laut itu. Maka jin ifrit itu pun menyelam ke dalam laut. Ketika ia sampai ke
dasar laut, tampak olehnya sebuah kubah yang terbuat dari mutiara putih yang
tidak berlubang. Kemudian benda itu dikeluarkannya dan diletakkannya di
hadapan Nabi Sulaiman as. Melihat benda itu, Beliau merasa heran dan kagum,
lalu Beliau berdoa kepa: da Allah, sehingga terbukalah pintu kubah itu.
Ternyata di dalamnya ada seorang anak muda yang sedang bersujud. Maka Nabi
Sulaiman as. bertanya kepadanya : “Wahai anak muda, siapakah engkau, apakah
engkau dari golongan malaikat, atau jin, atau manusia?”.
Anak
muda itu menjawab : “Saya adalah manusia”.
Nabi
Sulaiman as. bertanya pula : “Dengan sebab apakah engkau berhasil mencapai
kemuliaan seperti ini?”.
Anak muda itu menjawab :
“Dengan sebab berbuat baik kepada kedua ibu-bapak. Ketika dahulu, ibu saya
telah tua renta, saya menggendongnya di atas punggungku. Dan beliau selalu
berdoa untukku : “Ya Allah, anugerahilah dia rasa puas, dan jadikanlah
tempatnya sesudah wafatku, di suatu tempat, bukan di bumi dan bukan pula di
langit”. Setelah ibuku meninggal dunia, saya pergi berkeliling di suatu
pantai, lalu saya lihat di situ ada sebuah kubah dari mutiara putih. Kemudian
saya mendekatinya, sekonyong-konyong kubah itu terbuka untukku, maka saya pun
masuk ke dalamnya. Lantas, dengan seizin Allah Taala, kubah itu menutup
kembali. Sejak itu, saya tidak tahu, apakah saya berada di angkasa atau pun di
bumi. Namun, dalam kubah itu, Allah telah menyediakan rezeki untukku”.
Nabi
Sulaiman as. bertanya : “Bagaimana Allah memberi rezeki di dalamnya ?”.
Anak
muda itu menjawab : “Apabila saya merasa lapar, maka Allah menciptakan sebuah
pohon yang berbuah lebat. Dari buah itulah, Allah memberi rezeki kepadaku. Dan
apabila saya merasa haus, maka dari kubah itu keluar mata air yang warnanya
lebih putih daripada susu, dan rasanya lebih manis daripada madu, serta lebih
sejuk daripada es”.
Nabi Sulaiman as. bertanya
pula: “Bagaimana engkau mengetahui perbedaan malam dan siang di dalamnya?”.
Anak
muda itu menjawab : “Apabila masuk waktu Subuh, maka menjadi putihlah warna
kubah itu, sehingga saya tahu bahwa hari telah siang. Dan apabila matahari
terbenam, kubah itu menjadi gelap, sehingga saya pun tahu bahwa malam telah
tiba”.
Kemudian Nabi Sulaiman as. berdoa kepada
Allah Taala, maka tertangkuplah kembali kubah itu, sedang anak muda itu berada
di dalamnya seperti semula. (Majma’ul Lathaif).
Diceritakan
bahwa, Nabi Musa as. pernah memohon kepada Allah Taala : “Ilahi,
perJihatkanlah kepadaku sahabatku di dalam surga”.
Maka
Allah Taala berfirman : “Pergilah ke negeri anu, ke pasar anu, Di sana ada
seorang tukang jagal yang wajahnya begini. Dialah yang akan menjadi sahabatmu
di dalam surga kelak”.
Maka pergilah Nabi Musa as
ke warung itu. Beliau berdiri di sana sampai menjelang terbenamnya
matahari.
Kemudian tukang jagal itu mengambil
sepotong daging, lalu diletakkannya di dalam sebuah keranjang. Ketika ia
hendak pulang, Nabi Musa berkata kepadanya : “Sudikah Anda menerima saya
sebagai tamu?.
“Ya,”. Jawabnya.
Maka
pergilah Musa as. bersama tukang jagai itu hingga tiba di rumahnya, dan mereka
pun lalu masuk ke dalamnya.
Kemudian tukang jagal
itu mengambil daging yang dibawanya tadi dan dimasaknya menjadi kuah gulai
yang enak. Setelah itu, dia keluarkan sebuah keranjang yang di dalamnya
terdapat seorang perempuan tua yang sudah sangat lemah, seolah-olah anak
burung merpati. Lalu lelaki itu mengeluarkan perempuan tua tersebut dari dalam
keranjang tadi, kemudian ia mengambil sendok lalu mulai menyuapi perempuan tua
itu dengan makanan sampai kenyang. Dan dicucinya pakaian perempuan tua itu
lalu dikeringkannya, setelah itu dikenakannya kembali padanya. Setelah itu,
diletakkannya kembali perempuan tua itu kedalam keranjang. Perempuan tua itu
menggerak-gerakkan bibirnya. Kata Nabi Musa as. : “Sungguh aku lihat kedua
bibirnya mengucapkan : “Ya Allah, jadikanlah puteraku sahabat Musa di dalam
surga”.
Kemudian laki-laki itu mengambil kembali
perempuan tua itu, lalu disandarkannya pada sebuah tiang. Maka Nabi Musa as.
bertanya : “Apakah yang Anda lakukan?”.
Orang itu
menjawab : “Ini adalah ibu saya. Dia sudah terlalu renta sehingga tidak mampu
lagi duduk”.
Nabi Musa as. berkata :
“Berita gembira untukmu, Akulah Musa, dan Anda adalah sahabatku di dalam surga
kelak”.
Semoga Allah Taala memudahkannya dengan
berkat kemuliaan nama-nama-Nya yang indah, dan dengan berkat kemuliaan manusia
yang merupakan makhluk Allah yang paling utama.
Kisah
yang menarik ini disebutkan di dalam kitab Az Zubdah, maka hendaklah Anda
membenarkan dan berpedoman kepadanya.
Konon
diceritakan pula, bahwa seorang Majusi datang menemui Nabi Ibrahim as. minta
diterima sebagai tamu. Nabi Ibrahim as. Menjawab : “Aku tidak akan menerimamu
sebagai tamu sampai engkau keluar dari agamamu, meninggalkan agama Majusi”.
Lalu orang itu pun berlalu.
Kemudian Allah Taala
mewahyukan kepada Beliau : “Hai Ibrahim, engkau tidak mau menerimanya sebagai
tamu hingga dia keluar dari agamanya. Apa yang merugikanmu, seandainya engkau
menerimanya sebagai tamu malam ini, padahal Kami telah memberinya makan dan
minum selama tujuh puluh tahun sedang dia kafir kepada Kami”.
Keesokan
harinya, Nabi Ibrahim as. mencari orang Majusi itu sampai ketemu, lalu
diajaknya ke rumahnya. Majusi itu menjadi heran lalu berkata : “Alangkah
anehnya perbuatan Anda ini. Kemarin Anda mengusirku, dan hari ini mengajakku
bertamu?”.
Nabi Ibrahim as. memberitahukan kepada
si Majusi itu bahwa, Allah Taala telah mewahyukan kepadaku mengenai dirimu
begini dan begini. Maka berkatalah Majusi itu : “Benarkah Tuhan segala tuhan
memperlakukan aku seperti ini, padahal aku kafir terhadapNya?. Ulurkanlah
tanganmu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah, dan bahwa
engkau adalah utusan Allah”.
Demikianlah
diceritakan di dalam sebuah kitab nasihat, dan disebutkan juga oleh Syaikh
Sa’id di dalam kitab Al Bustan.
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya di dalam
sedekah itu ada lima perkara : Pertama, sedekah itu menambah harta mereka.
Kedua, obat bagi segala penyakit. Ketiga, Allah Taala menghilangkan bencana
dari mereka. Keempat, mereka melewati Shirat (titian di atas neraka menuju
surga) bagaikan kilat yang menyambar. Kelima, mereka masuk surga tanpa hisab
dan tanpa azab”
Sungguh benarlah apa yang disabdakan Rasulullah
itu.
Dan sabda Beliau pula :
Artinya : “Amal yang paling utama adalah
salat lima waktu, dan akhlak yang paling utama adalah tawadhu (rendah
hati)”.
Sungguh benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw. itu.
(Daqaiqul Akhbar).
14. KEUTAMAAN CINTA KEPADA ALLAH DAN RASULNYA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan barangsiapa
mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : nabi-nabi, para siddigin, orang-orang
yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka adalah teman yang
sebaik-baiknya”. (QS. An Nisa : 69)
Tafsir :
(. ) Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya,
mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh
Allah. Ayat ini merupakan motivasi agar rajin melakukan ketaatan, dengan
janji akan berteman dengan makhluk yang paling mulia dan paling agung
derajatnya.
(. ) yaitu : nabi-nabi,
para siddigin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh.
Ayat ini merupakan keterangan bagi kata dan menjadi hal (Keterangan) darinya
atau dari dhamir (kata ganti nama)nya. Mereka terbagi kedalam empat golongan
sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing dalam bidang ilmu dan amal. Dan
Aliah menyuruh seluruh umat manusia agar tidak meninggalkan mereka. Mereka
adalah : (1) Para nabi yang memperoleh kesempurnaan ilmu dan amal, yang
melampaui batas kesempurnaan sampai ke tingkat penyempurnaan. (2) Para
siddigin, yang jiwa-jiwa mereka kadang-kadang naik dengan melalui
jenjang-jenjang teori, argumentasi dan ayat-ayat, dan kadang-kadang pula
naik dengan melalui tangga-tangga penyucian jiwa, latihan-latihan
kerohanian, sampai ke tingkat makrifat, sehingga mereka mengetahui hakikat
segala sesuatu dan memberitahukannya secara hakiki. (3) Para Syuhada, yang
karena keinginan mereka untuk melakukan ketaatan dan bersungguhSungguh dalam
memenangkan kebenaran agama Allah Taala. (4) Orang-orang saleh, yang
menghabiskan umur mereka dalam berbuat taat kepada Aliah, dan membelanjakan
harta mereka demi keridaan-Nya.
(.
) Dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya. Kalimat ini mengandung makna
ta’ajjub (kagum). Kata dibaca nashab (dengan tanda nashab
berupa fathah) adalah karena dia menjabat sebagai tamyiz (pembeda) atau hal
(keterangan). Dan ia tidak dijamak karena kata ini bisa dipakai untuk maksud
tunggal ataupun jamak, seperti kata . Atau bisa
juga, karena ia digunakan untuk menunjukkan masingmasing golongan itu,
sehingga kalimat itu menjadi : (Dan masing: masing
dari mereka adalah teman yang sebaik-baiknya). (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : .
Artinya
: “Barangsiapa membaca salawat untukku sepuluh kali di waktu pagi dan
Sepuluh kali di waktu petang, Allah Taala akan memberinya rasa aman dari
ketakutan terbesar pada hari kiamat, dan dia akan berada bersama-sama mereka
yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dan siddigin”. (Zubdatul
Wa’izhin).
( )
adalah penjelasan tentang mereka yang dianugerahi nikmat. Adapun sebab
disebutkannya kebersamaan dengan para nabi lainnya, alaihimus salaatu
wassalam, padahal pembicaraan ini adalah menerangkan tentang hukum ketaatan
kepada Nabi kita sallallaahu alaihi wasallam, adalah karena disebutkannya
mereka di dalam sebab turun. nya ayat ini, disamping sebagai isyarat bahwa
ketaatan kepada Nabi kita saw. berarti harus pula taat kepada nabi-nabi yang
lain. Karena syariat Nabi kita memuat pula syariatsyariat mereka, yang tidak
berubah dengan perubahan masa. (Abus Su’ud).
(.
) orang-orang yang menghabiskan umur mereka dalam berbuat bakti kepada
Allah, dan menafkahkan harta mereka demi meraih keridaan-Nya. Yang dimaksud
dengan “kebersamaan” disini bukan berarti berada pada satu derajat yang
sama, dan bukan pula berarti bersekutu secara mutlak dalam memasuki surga,
namun maksudnya adalah bahwa mereka sama-sama berada di dalam surga… (Abus
Su’ud)
Dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa
dia berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan salah seorang bekas budak
Rasululiah saw. yang bernama Tsauban. Dia sangat mencintai Rasulullah, dan
tidak sabar berpisah dari Beliau.
Pada suatu
hari, dia menemui Nabi saw. dengan wajah yang berubah dari biasanya,
tubuhnya agak kurus dan wajahnya menampakkan rona kesedihan yang sangat.
Maka Rasulullah menanyakan tentang keadaannya itu. Tsauban menjawab : “Ya
Rasulullah, saya tidak menderita suatu penyakit apa pun, hanya saja bila
saya tidak melihat Baginda. saya merasa sangat kesunyian, sehingga saya
bertemu dengan Baginda. Kemudian saya teringat akan hari kiamat, lalu saya
merasa kuatir, jangan-jangan saya tidak bisa lagi melihat Baginda di sana.
Karena saya tahu, bahwa Baginda akan diangkat bersama-sama para nabi
lainnya. Seandainya saya dimasukkan ke dalam surga juga, tentu tempat saya
berada di bawah tempat Baginda. Dan seandainya saya tidak masuk surga, maka
tentu saya tidak akan melihat Baginda lagi untuk selama-lamanya. Maka
bagaimana nanti keadaan saya!”. Maka turunlah ayat : “Dan barangsiapa
mentaati Allah dan Rasul-Nya ….) (Tafsir)
Dari
Aisyah ra., katanya : “Barangsiapa mencintai Allah Taala, maka dia akan
memperbanyak dzikrullah (mengingat Allah), dan buahnya adalah bahwa, Allah
akan mengingatnya dengan rahmat dan ampunan-Nya, serta memasukkannya ke
dalam surga bersama-sama para nabi dan wali-Nya, dan memuliakannya dengan
melihat Jamal-Nya. Dan barangsiapa mencintai Nabi saw. maka dia akan
memperbanyak membaca salawat untuknya, dan buahnya adalah dia akan
memperoleh syafaat Beliau dan akan menemani Beliau di dalam surga”.
(Demikian disebutkan di dalam kitab Jami’ush Shaghir).
Dari
sahabat Anas ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya
: “Barangsiapa mencintai sunnahku maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang
mencintaiku, dia akan berada bersamaku di dalam surga”.
Siapa
yang ingin memperoleh kesempatan melihat Nabi saw. maka hendaklah dia
mencintai Beliau dengan sepenuh hatinya. Dan tanda-tanda cinta kepada Beliau
itu adalah dengan mematuhi segala sunnahnya yang mulia dan memperbanyak
membaca salawat untuk Beliau saw. Sesuai dengan sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Barangsiapa mencintai sesuatu niscaya dia akan banyak menyebutnya”.
(Diriwayatkan di dalam kitab Al Firdaus)
Albaihagi
meriwayatkan dari Umar bin Murrah Al Jauhanni ra., bahwa dia berkata :
“Seorang laki-laki dari Qudha’ah menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya
Rasulullah, bagaimana pendapat Baginda, sekiranya saya bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Baginda adalah utusan Allah: dan saya
melaksanakan salat lima waktu , berpuasa di bulan Ramadan dan mengerjakan
salat pada malam-malamnya, serta menunaikan zakat, termasuk golongan manakah
saya?”.
Rasulullah saw. menjawab : “Barangsiapa
meninggal dunia dalam keadaan melakukan semuanya tadi, maka dia akan berada
bersama-sama para nabi, siddigin dan orangorang yang mati syahid pada hari
kiamat seperti ini (lalu Beliau menegakkan jari-jarinya) sepanjang dia tidak
berbuat durhaka kepada kedua ibu bapaknya. Karena orang yang berbuat durhaka
kepada kedua ibu bapaknya jauh dari rahmat Allah Yang Maha Pengasih”.
(Misykatul Anwar).
Dari Aisyah ra. dari Nabi
saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Apabila Allah Taala hendak
memasukkan kaum mukminin ke dalam surga, Dia mengutus kepada mereka malaikat
yang membawakan hadiah dan pakaian dari surga. Ketika mereka akan masuk,
malaikat tadi berkata kepada mereka : “berhenti, saya membawa hadiah dari
Tuhan semesta alam”.
Orang-orang mukmin itu
bertanya : “Apakah hadiah itu?” Malaikat menjawab : “Hadiah itu adalah
sepuluh buah cincin, yang pada cincin pertama tertulis : “Salam sejahtera
atasmu, berbahagialah kamu, maka masuklah ke dalam surga buat
selama-lamanya. Pada cincin kedua tertulis : “Masuklah kedalam surga dengan
perasaan sejahtera dan aman”. Pada cincin ketiga tertulis : “Aku hilangkan
dari kamu kesusahan-kesusahan dan kesedihan-kesedihan”. Pada cincin keempat
tertulis : “Kami kenakan padamu pakaianpakaian”. Pada cincin kelima tertulis
: “Dan Kami jodohkan mereka dengan bidadari-bidadari”. Pada cincin keenam
tertulis : “Sesungguhnya Aku memberi ganjaran atas mereka pada hari ini,
karena kesabaran mereka dahulu. Sesungguhnya mereka itulah orangorang yang
beruntung”. Pada cincin ketujuh tertulis : “Kamu semua menjadi muda kembali
dan tidak akan mengalami ketuaan lagi buat selama-lamanya”. Pada cincin
kedelapan tertulis : “Kamu semua menjadi aman dan tidak akan merasa takut
lagi buat selamalamanya”. Pada cincin kesembilan tertulis : “Teman-teman
kamu ialah para nabi, siddigin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang
yang saleh”. Pada cincin kesepuluh tertulis : “Kamu semua berada dalam
lingkungan Tuhan Yang Maha Pengasih, Yang Memiliki Arsy yang mulia lagi
agung”.
Maka masuklah mereka kedalam surga
seraya berkata : “Segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan kesusahan
dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Berterima kasih”. (Safinatul Abrar).
Al-Baihaqi
meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa berpegang teguh pada sunahku pada saat kerusakan umatku, maka
dia akan mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid”.
Dan
Attirmidzi meriwayatkan dari Zaid bin Thalhah, dar ayahnya, dari kakeknya,
dar Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya
: “Sesungguhnya agama ini sebagai sesuatu yang asing dan akan kembah menjadi
asing. Maka beruntunglah bagi orang-orang asing yang memperbaiki sunnahku
yang dirusak oleh manusia sepeninggalku”. (Ath Thariqatul Muhammadiyah).
.
Muqatil berkata : “Sepuluh ekor binatang yang
akan masuk ke dalam surga : (1) anak Sapi Nabi Ibrahim as. (2) domba Nabi
Ismail as, (3) unta Nabi Saleh as, (4) ikan Nabi Yunus as, (5) sapi betina
Nabi Musa as, (6) keledai Nabi Uzair as, (7) semut Nabi Sulaiman as, (8)
burung hudhud Ratu Bilgis, (9) anjing penghuni gua, (10) burag Nabi Muhammad
saw. Binatang-binatang itu semuanya akan berubah menjadi domba. Kemudian
Allah Taala akan mengadili hamba-hamba-Nya. Pada hari itu, tidak ada satu
malaikat yang mendekatkan kepada Allah, atau nabi yang diutus oleh Allah,
atau orang yang mati syahid, melainkan menyangka bahwa dirinya tidak
selamat, demi setelah melihat hebatnya azab dan hisab, dan kengerian hari
itu, selain dari orang yang dipelihara Allah “ (Misykatul Anwar).
Dan
dari Hasan Albashri ra., katanya : “Pada suatu hari, saya melihat Bahran Al
Ajami membongkar kuburan dan mengambil kepala-kepala orang yang mati, lalu
ditusukkan tongkatnya ke dalam lubang telinga orang yang mati itu. Maka jika
tongkatnya itu menembus lobang telinga yang satu sampai ke lobang telinga
lainnya, kepala itu dilemparkannya. Dan jika tongkatnya tidak dapat menembus
lobang telinga itu sama sekali, maka kepala itu dilemparkannya juga dan jika
tongkatnya itu mengenai tempat otak, maka kepala itu diciuminya dan
ditanamkannya kembali. Maka saya bertanya kepadanya tentang hal itu, dia
menjawab : “Kepala yang bisa ditembus oleh tongkat dari satu telinga ke
telinga lain itu ialah kepala orang yang mendengar nasehat dan perkataan
yang benar, namun semuanya itu masuk dari satu telinga lalu keluar dari
telinga yang lain, tanpa menetap di otaknya dan tidak diambil olehnya, maka
kepala seperti itu tidak ada kebaikan padanya. Adapun kepala yang tidak bisa
ditembus sama sekali oleh tongkat itu ialah kepala orang yang tidak
mendengar nasehat dan perkataan yang benar karena kesibukannya dengan
keinginan-keinginan nafsu dan syahwatnya, maka kepala seperti itu tidak ada
kebaikan sama sekali padanya. Dan kepala yang bisa ditembus oleh tongkat dan
mengenai tempat otaknya itu ialah kepala orang yang mendengarkan nasehat dan
perkataan yang benar lalu diambil dan disimpannya di otaknya. Kepala seperti
itulah yang diterima di sisi Allah, karenanya saya menciuminya dan
menguburkannya kembali”. (Hayatul Qulub)
Diriwayatkan
oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Attirmidzi dan Ibnu Majah, dari sahabat Abu
Hurairah ra, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir,
bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Allah Taaia berfirman : “Aku telah
menyiapkan (maksudnya : Aku telah menyediakan. Ini merupakan dalil bahwa
surga itu sekarang telah diciptakan, demikian kata Al Manawi) bagi
hamba-hamba-Ku yang saleh (maksudnya : mereka yang menunaikan kewajiban
mereka, baik berupa hak Allah maupun hak sesama makhluk), apa-apa yang tidak
pernah dilihat oleh mata (maksudnya : apa-apa yang mata tidak pernah
melihatnya. Karena kata ‘ain (mata) dalam susunan kalimat nafi (negatif)
memberi pengertian “menyeluruh”), dan tidak pernah didengar oleh telinga
(dengan mentanwinkan kata-kata ‘ain (mata) dan udzun (telinga), dan ada pula
riwayat yang memfathahkan keduanya), serta tidak pernah terlintas di dalam
hati manusia (artinya : bahwa Allah Taala menyimpan kenikmatan-kenikmatan,
kekayaan-kekayaan dan kelezatan: kelezatan di dalam surga yang tidak pernah
dilihat oleh seorang makhluk pun dengan cara apa pun”. (Demikian disebutkan
oleh Al Manawi).
Ketahuilah, bahwa seseorang
hamba itu memiliki tiga hal yang merupakan jenis-jenis dari kebaikannya,
yaitu : (1) perbuatan hatinya, yaitu at tasdig (membenarkan). Perbuatan hati
ini tidak bisa dilihat dan tidak bisa didengar, namun bisa diketahui. (2)
perbuatan lisannya, ia bisa didengar. (3) perbuatan anggota tubuhnya, ia
bisa dilihat. Apabila seorang hamba mengerjakan amal saleh dengan ketiga
macam organ tadi, maka Allah akan menjadikan bagi pendengarannya sesuatu
yang belum pernah terdengar oleh telinga, dan bagi penglihatannya sesuatu
yang belum pernah terlihat oleh mata. dan bagi amal hatinya, sesuatu yang
belum pernah terlintas di dalam hati manusia manapun. Oleh karena itu,
seorang hamba haruslah tekun mengerjakan ketaatan, sebab Allah tidak akan
mengurangi sedikit pun dari pahala-pahala perbuatan yang baik, bahkan Dia
akan memberikan ganjaran berupa surga dan derajat-derajat yang tinggi.
(Sananiyah)
Diriwayatkan dari Hatim Azzahid,
katanya : “Barangsiana mengaku cinta kepada Tuhannya tanpa berlaku wara’,
maka dia adalah seorang pembohong. Barangsiapa mengaku akan masuk surga
tanpa menafkahkan hartanya, maka ia pun adalah seorang pembohong.
Barangsiapa mengaku cinta kepada Nabi saw. tanpa mengikuti sunnahnya, maka
dia adalah seorang pembohong. Dan barangsiapa mengaku cinta kepada
derajatderajat yang tinggi tanpa mau bersahabat dengan orang-orang fakir dan
miskin, maka dia pun adalah seorang pembohong”. (Tanbihul Ghafilin).
Dan
dari Sa’dun Al Majnun, bahwa dia pernah menulis lafaz Allah di telapak
tangannya. Lantas Sirri Assigti bertanya kepadanya : “Apakah yang Anda
lakukan, hai Sa’dun?”.
Sa’dun menjawab : “Saya
mencintai Allah Taala, dan saya telah menulis nama Tuhanku di hatiku
sehingga tidak ditempati oleh selain Dia. Dan saya pun telah menulisnya pada
lidahku, sehingga lidahku tidak menyebut yang lain selain Dia. Dan sekarang
saya menuliskannya pada telapak tanganku, sehingga saya dapat melihatnya
dengan mataku, maka penglihatanku hanya akan sibuk dengan-Nya”. (Misykatul
Anwar)
Dikisahkan, bahwa di akhir hayatnya,
Samnun mengawini seorang perempuan, lalu perempuan itu melahirkan seorang
anak perempuan untuknya. Ketika sang anak berusia tiga tahun, Samnun
merasakan kecintaan yang sangat pada anaknya itu. Kemudian dia bermimpi
seolah-olah kiamat telah bangkit, dan panji-panji para nabi dan wali telah
dikibarkan, dan di belakang mereka ada sebuah bendera yang tinggi, yang
cahayanya telah menutupi cakrawala. Samnun menanyakan tentang bendera itu,
lantas dijawab malaikat : “Itu adalah bendera orang-orang yang mencintai
Allah dengan tulus”. Samnun melihat dirinya tiba-tiba berada di
tengah-tengah mereka. Namun malaikat datang lalu mengeluarkannya dari
tengah-tengah mereka. Samnun memprotes : “Saya mencintai Allah Taala, dan
ini adalah bendera orang-orang yang mencintai-Nya, kenapa engkau keluarkan
saya?”
Malaikat itu menjawab : “Ya, memang
engkau termasuk golongan orang-orang yang mencintai Allah Taala. Namun,
kecintaan kepada anakmu itu telah menguasai hatimu, maka kami hapus namamu
dari golongan orang-orang yang mencintai Allah Taala”.
Mendengar
jawaban malaikat itu, Samnun menangis sambil mengiba-iba di dalam tidurnya
seraya berkata : “Ilahi, seandainya anak itu menjadi penghalang bagiku
terhadapMu, maka singkirkanlah dia dariku sehingga aku dapat mendekat
kepada-Mu dengan kelembutan dan kemurahan-Mu”.
Kemudian
dia mendengar suara teriakan yang mengatakan : “Wah, celaka!”. Maka Samnun
pun terjaga, lalu dia bertanya : “Teriakan apakah ini?”.
Orang-orang
menjawab : “Anak Anda terjatuh dari loteng sampai mati!”.
Samnun
berucap : “Segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan penghalang
dariku”. (Misykatul Anwar).
Dari Dzunnun Al
Mishri, dia berkata : “Saya pernah melihat seorang laki-laki sedang duduk
bersila di angkasa sambil mengucapkan lafaz Jalalah (Allah…..Allah), maka
Saya bertanya kepadanya : “Siapakah Anda?”. Orang itu menjawab : “Saya salah
seorang ham. ba Allah”.
Saya bertanya pula :
“Dengan amalan apakah Anda sampai meraih kemuliaan ini?”.
Dia
menjawab : “Saya meninggalkan keinginan saya demi keinginan Dia, maka Allah
Taala menempatkan saya di angkasa”.
Begitu juga
diceritakan tentang Samnun Almajnun, bahwa dia dahulu terkenal dengan
kecintaannya kepada Tuhannya. Orang-orang menamakannya Samnun si orang gila,
sedangkan orang-orang khawas menamakannya Samnun si pencinta, dan dia
sendiri menamakan dirinya Samnun si pendusta. Pada suatu hari, dia naik ke
atas mimbar untuk memberikan nasehat kepada orang banyak, namun orang-orang
tidak mau memperhati. kan omongannya, maka ditinggalkannya orang-orang itu
lalu dia berpaling kepada lenteralentera Mesjid, seraya berkata : “Dengarlah
olehmu hai lentera-lentera, Suatu berita aneh dari lisan Samnun….
Tiba-tiba
orang banyak melihat lentera-lentera itu bergoyang-goyang dan terpecahbelah,
lalu berguguran, saking kuatnya pengaruh perkataan Samnun. (Demikian
disebutkan di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).
Alhasil,
bahwa ketaatan kepada Allah Taala dan kepada Rasul-Nya itu adalah sarana
untuk dapat berteman dengan para nabi, para wali dan orang-orang saleh.
Dari
sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Seorang laki-laki menemui Nabi saw. lalu
berkata : “Ya Rasulullah, apa pendapat Baginda tentang seorang laki-laki
yang mencintai suatu kaum, apakah dia akan dipertemukan dengan mereka?”.
Beliau menjawab : “Orang akan bersama-sama dengan siapa yang dia cintai”.
(Demikian disebutkan dalam kitab Al Mashabih).
Maka
barangsiapa mencintai Allah Taala, dia tentu akan banyak menyebut-Nya, maka
dia akan diingat oleh Allah Taala dengan memberinya rahmat dan ampunan-Nya
serta memasukkannya kedalam surga bersama para nabi dan wali-Nya, juga akan
memuliakannya dengan memberinya kesempatan untuk melihat Jamal-Nya. Dan
barangsiapa mencintai Nabi saw. maka dia akan memperbanyak membaca salawat
untuknya, sedang buahnya adalah bahwa dia akan memperoleh syafaat Beliau dan
akan bersahabat dengan Beliau di dalam surga. (Sananiyah)
Diriwayatkan
dari Said, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Tidaklah sesuatu kaum duduk di suatu majelis tanpa membaca salawat
untukku, melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka,
sekalipun mereka nanti masuk surga, disebabkan oleh pahala (membaca salawat)
yang mereka lihat”. (Syifaun Syarif)
15. KEUTAMAAN MEMBERI SALAM
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat
perhitungan atas tiap-tiap sesuatu”. (QS. Annisaa’ : 86)
Tafsir
:
(. ) Apabila kamu diberi
penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik
daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Jumhur
(golongan terbanyak dari) ulama berpendapat bahwa, ayat ini membicarakan
tentang “salam”, dan sekaligus menunjukkan tentang kewajiban membalas
“salam”. Jawaban salam itu bisa dengan yang lebih baik, misalnya dengan
menambahkan kalimat “warahmatullah”, dan jika kalimat ini sudah diucapkan
oleh si pemberi salam, maka jawabnya bisa ditambah dengan kalimat
“wabarakatuh”, ini merupakan salam yang paling lengkap. Atau, bisa juga
dijawab sama seperti ucapan si pemberi salam, sebagaimana diriwayatkan,
bahwa seorang laki-laki mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. “Assalamu
alaika”. Dijawab oleh Nabi : “Wa alaikas salaam warahmatullah”. Kemudian
yang lain mengucapkan : “Assalamu alaika warahmatullah”. Nabi menjawab : “Wa
alaikas salaam wa rahmatullah wa baraakatuh”. Lantas yang lain lagi
mengucapkan : “Assalamu alaika warahmatullah wa barakatuh”. Beliau menjawab
: “Wa alaika”.
Orang itu memprotes : “Baginda
sudah mengurangi jawaban salam saya. Manakah yang difirmankan Allah Taala?”.
Kemudian dia membacakan ayat tadi.
Maka Nabi
saw. menjawab : “Salammu itu tidak meninggalkan sisa untukku maka aku
menjawab salammu itu dengan salam yang sama”.
Itu
dikarenakan, salam orang tersebut telah meliputi semua bagian keinginan,
yaitu selamat dari bahaya dan beroleh manfaat serta tetapnya manfaat itu.
Berdasarkan
hadis ini pula, ada yang mengatakan : “Atau, untuk memberi pilihan, apakah
orang yang memberi salam itu akan menyampaikan salam dengan sebagian saja
daripadanya, atau secara sempurna. Sedang kewajiban menjawab salam itu
adalah fardhu kifayah.
Dan sekalipun salam itu
disyariatkan, namun ia tidak boleh dijawab ketika orang sedang mendengarkan
khutbah Jumat, atau ketika sedang membaca Alquran, atau ketika sedang berada
di kamar kecil, atau ketika sedang buang air, dan lain-lain yang serupa.
(.
) Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas tiaptiap sesuatb. Dia
membuat perhitungan atas kamu karena salam atau lainnya. (Qadhi Baidhawi)
Dari
sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya
: “Salam adalah salah satu dari asma (nama-nama) Allah, maka sebarkanlah ia
di antara kamu”. Dalam riwayat lain :
Artinya :
“Apabila seorang muslim memberi salam kepada muslim lainnya, kemudian orang
itu menjawab salamnya. Maka malaikat mendoakan orang yang menjawab salam itu
sebanyak tujuh puluh kali. Jika orang itu tidak menjawabnya, maka salam itu
akan dijawab oleh makhluk-makhluk lain yang ada bersamanya, kemudian mereka
akan mengutuknya sebanyak tujuh puluh kali”.
Dahulu,
Abu Muslim Al Khaulani ra. pernah berjalan melewati suatu kaum, tetapi dia
tidak mengucapkan salam kepada mereka. Dia memberikan alasan : “Tidak ada
yang menghalangi saya dari memberi salam kepada mereka selain dari rasa
kuatir saya, nanti mereka tidak menjawab salam saya, sehingga mereka dikutuk
oleh malaikat”. (Bahrul Ulum)
Dan dikemukakan
di dalam kitab Bustanul Arifin : “Apabila kamu melewati suatu kaum maka
ucapkanlah salam kepada mereka. Jika kamu telah mengucapkan salam kepada
mereka maka mereka wajib menjawabnya”.
Dan
dikemukakan juga di dalam kitab tadi : “Orang yang berjalan memberi salam
kepada orang yang duduk: orang yang lebih muda memberi salam kepada orang
yang lebih tua, orang yang berkendaraan memberi salam kepada orang yang
berjalan kaki : orang yang menunggang kuda memberi salam kepada orang yang
menunggang keledai, dan orang yang datang dari belakang Anda memberi salam
kepada Anda : orang yang menjawab salam itu harus memperdengarkan ucapan
salamnya, sebab kalau tidak terdengar maka itu bukan jawaban: orang harus
memberi salam kepada keluarganya ketika dia memasuki rumahnya. Jika dia
memasuki rumah yang tidak ada seorang pun penghuninya, maka hendaklah dia
mengucapkan : “Asslamu alaina wa ala ibadillaahish shaalihiin”. (salam
sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh). Karena malaikat
akan menjawab salamnya, maka akan diperoleh keberkahan yang lebih banyak dan
lebih sempurna.
Para ulama berbeda pendapat
dalam hal pemberian salam kepada anak kecil. Sebagian ulama berpendapat
bahwa, mereka diberi salam, yang lain mengatakan, tidak diberi salam, dan
sebagian lagi mengatakan, memberi salam kepada mereka lebih utama dari
meninggalkannya. Dan pendapat terakhir inilah yang kami ambil.
Di
dalam kitab Zubdatul Masail disebutkan : “Apabila seorang laki-laki
mengucapkan : “Assalamu alaika, Ya Zaid”. Kemudian salam itu dijawab oleh
Amr, maka kewajiban menjawab salam tersebut tidak gugur dari Zaid”.
Sedang
di dalam kitab Raudhatul Ulama disebutkan : “Apabila seorang berjumpa dengan
orang lain, dalam hal ini ulama berbeda pendapat: sebagian ulama berpendapat
bahwa, orang yang datang dari kota memberi salam lebih dahulu kepada orang
yang datang dari desa. Karena dia datang dari tempat yang aman, maka dia
memberi salam kepada orang yang datang dari desa, sebagai pemberitahuan
tentang keselamatan keadaan di kota: sedangkan ulama lainnya berpendapat
bahwa, orang yang datang dari desa itulah yang seharusnya memberi salam
lebih dahulu kepada orang yang datang dari kota. Karena orang yang datang
dari kota itu datang dari tempat yang lebih baik”. (Syarhun)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menulis
salawat atasku dalam sebuah kitab, maka para malaikat senantiasa memohon
ampun untuknya selama tulisan namaku itu masih berada di dalam kitab
tersebut”.
Dikatakan bahwa, memulai dengan
ucapan salam sebelum berbicara atau menyampaikan hajat adalah sunnah
mustahabbah, bukan wajib. Sedangkan mendengarkan salam tadi adalah mustahab,
bahkan wajib menurut pendapat yang sahih, yaitu sunnah kifayah, sedang
menjawab salam adalah fardhu kifayah. Jika ada sekumpulan orang banyak, lalu
salah seorang dari mereka memberi salam, maka salamnya itu telah mencukupi
mereka semua. Sedang kalau mereka semua memberi salam, maka itu adalah lebih
utama dan lebih sempurna. Demikian pula menjawabnya adalah wajib, sehingga
apabila jawaban salam itu tidak terdengar oleh orang yang memberi salam,
maka kewajiban menjawab salam itu tidak gugur dari orang yang menerima
salam. Sampai-sampai dikatakan, seandainya orang yang memberi salam itu
tuli, maka wajib atas orang yang menjawab salam itu menggerakkan kedua
bibirnya dan memperlihatkannya kepada orang yang memberi salam itu, sehingga
kalau dia tidak tuli, tentu akan terdengar olehnya.
Dan
dikatakan, apabila seseorang mengucapkan : “Assalamu alaikum”. Dengan
menggunakan kata ganti mufrad ( ), maka jawablah : “Wa alaikumussalaam”,
dengan kata ganti jamak ( ). Karena orang mukmin itu tidak sendirian,
tetapi disertai oleh malaikat. Maka tidak sepatutnya seorang muslim
mengucapkan “alaika” dengan dimufradkan. Karena, kalau dia mengucapkan
seperti itu, maka berarti dia telah mengharamkan malaikat dari salamnya itu,
dan juga mengharamkan dirinya sendiri dari jawaban para malaikat. Dan kalau
pun para malaikat itu tidak memerlukan ucapan salam kita, namun kita tetap
memerlukan jawaban mereka yang memohonkan rahmat.
Adapun
bentuk jawabannya, sebaiknya adalah dengan kalimat : “Wa alaikumussalam”
dengan diawali oleh waw (. ). Kalau waw (. ) itu dihilangkan,
boleh saja, tetapi berarti meninggalkan yang lebih utama. Dan barangsiapa
hendak mengucapkan salam, dia boleh memarrifatkan kata “salam”
(. ), dan boleh juga menakirahkannya (. ).
Sedangkan di dalam salat, ucapan salam itu harus selalu dima’rifatkan.
Dan
disyaratkan dalam hal menjawab salam, bahwa ia harus dijawab langsung ketika
itu juga. Kalau jawaban salam itu ditunda, artinya tidak langsung dijawab,
maka itu tidak disebut sebagai jawaban. Dan orang yang menerima salam itu
menjadi berdosa, karena tidak menjawab salam. Dan juga, karena dengan tidak
menjawab salam itu berarti dia telah menghina orang yang memberi salam.
Dan
kalau datang ucapan salam dari orang yang disampaikan oleh orang lain, atau
dicantumkan dalam sebuah surat, maka wajib pula dijawab seketika. (Yang
kalau disampaikan oleh orang lain, jawabannya biasanya adalah : alaika wa
‘alaihis salaam, pent.)
Salam tidak boleh
diucapkan kepada tukang bid’ah, orang kafir dan orang yang suka main. Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah menjawab salam orang kafir dan memulai
memberi salam kepada mereka. Menurut pendapat kami (penyusun kitab ini,
pent.), haram memulai salam kepada mereka, tetapi wajib menjawab salam
mereka dengan cara mengucapkan : “alaika”, tanpa waw, atau : “alaika
mitsluhu”. Adapun dalil untuk tidak memulai memberi salam kepada orang kafir
itu adalah hadis dari Nabi saw. yang berbunyi :
Artinya
: “Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang-orang Yahua, dan
Nasrani. Jika kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka di jalan,
paksalah dia agar tidak mengucapkan salam. Karena memulai memberi salam
kepada mereka itu ber. arti memuliakan mereka, padahal memuliakan orang
kafir itu tidak diperbolehkan”.
Dan dari
sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Kamu tidak akan masuk surga kecuali kamu beriman dengan iman yang
sempurna, dan kamu tidak akan beriman dengan sempurna kecuali kamu saling
mencintai. Ingatlah, aku akan menujukkan kepadamu suatu perbuatan, yang jika
kamu lakukan maka kamu akan saling mencintai. Sebarkanlah salam di antara
sesama kamu”. (HR. Muslim dan Abu Daud)
Hadis
ini mengandung suatu anjuran yang sangat penting, yaitu supaya menyebarkan
ucapan salam kepada kaum muslimin semuanya, baik yang sudah dikenal maupun
yang belum dikenal.
Disebutkan di dalam kitab
At Tatarkhaniyah: “Memberi salam pada beberapa keadaan berikut ini hukumnya
makruh tahrim, yaitu : ketika orang sedang membaca Alquran dengan suara
keras. Tetapi orang yang sedang membaca Alquran itu boleh menjawab salam
tersebut, karena dia bisa memperoleh dua keutamaan, dari membaca Alquran dan
menjawab salam. Begitu pula bagi orang yang sedang mendengarkan pembacaan
Alquran. Dan juga ketika sedang mendiskusikan ilmu, dalam hal ini, tidak
boleh memberi salam kepada seorang pun yang sedang mendiskusikan ilmu. Jika
hal itu dilakukan, maka orang yang memberi salam itu menjadi berdosa. Dan
demikian pula, ketika sedang diserukan azan atau igamat. Adapun menjawab
salam dalam keadaan-keadaan yang disebutkan tadi, menurut pendapat yang
benar, juga tidak diperbolehkan, sekalipun dengan suara pelan.
Dan
diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Saya telah melayani
Rasulullah saw. selama sepuluh tahun. Dan selama itu pula, belum pernah
Beliau mengatakan tentang sesuatu yang telah saya kerjakan, kenapa engkau
lakukan itu: dan belum pernah mengatakan tentang sesuatu yang tidak saya
kerjakan, kenapa engkau tidak melakukannya. Beliau bersabda : “Hai Anas, aku
memberi wasiat kepadamu dengan satu wasiat, maka ingatlah. Perbanyaklah
salat di waktu malam, niscaya engkau akan dicintai oleh para malaikat
hafazah (malaikat yang menjaga keselamatan manusia, pent.). Jika engkau
menemui keluargamu maka ucapkanlah salam kepada mereka, niscaya Allah akan
menambah keberkatan-keberkatanmu. Dan jika engkau mampu untuk tidak tidur
kecuali
dalam keadaan suci, maka lakukanlah, sebab jika engkau sampai meninggal
dunia ketika itu, niscaya engkau mati sebagai syahid. Jika engkau keluar
meninggalkan keluargamu, maka berilah salam kepada siapa saja yang engkau
jumpai, niscaya Allah akan menambah kebaikan-kebaikanmu. Hormatilah
orang-orang Islam yang sudah tua, dan kasihanilah orang-orang Islam yang
masih muda, niscaya aku dan engkau akan tinggal di dalam surga seperti ini
(kemudian Beliau mengisyaratkan dengan merenggangkan jari telunjuk dari jari
tengahnya). Dan ketahuilah wahai Anas, bahwa Allah rida kepada seorang hamba
dikarenakan suatu suapan yang dimakannya, kemudian dia memuji Allah
karenanya: dan seteguk air yang dia minum, kemudian dia memuji Allah
karenanya”. (Alhadis) Dan dari Ibnu Salam ra., katanya : “Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda :
“Wahai sekalian
manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, dan salatlah di waktu malam,
ketika orang lain sedang tidur pulas, niscaya kamu akan masuk surga”.
Dan
diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Sesungguhnya di dalam surga ada kamar-kamar dari bermacam-macam warna
seluruhnya, luarnya bisa terlihat dari dalam dan dalamnya bisa terlihat dari
luar. Di sana terdapat kenikmatankenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh
mata siapa pun, tidak pernah didengar oleh telinga siapa pun, dan tidak
pernah terlintas dalam benak siapa pun”.
Para
sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, untuk siapakah kamar-kamar itu
gerangan?”.
Beliau menjawab : “Untuk orang yang
menyebarkan salam, memberi makan, melanggengkan puasa dan salat malam di
saat orang lain masih tidur”.
Para sahabat
bertanya kembali : “Siapakah yang mampu melakukan itu, Ya Rasulullah?”.
Beliau
menjawab : “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang itu. Orang yang
berjumpa dengan saudaranya sesama muslim lalu dia memberi salam kepadanya,
maka berarti dia telah menyebarkan salam. Orang yang memberi makan kepada
keluarganya dan kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya sampai
kenyang, maka berarti da telah memberi makan. Orang yang berpuasa di bulan
Ramadan dan enam hari di bulan Syawwal, maka berarti dia telah melanggengkan
puasa. Dan orang yang melaksanan in salat Isya dan salat Subuh secara
berjamaah, maka berarti dia telah melakukan salat malam ketika orang lain
masih tidur, yaitu orang-orang Yahudi, Nasrani dan Majusi’. (Demikianlah
sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al Andalusi ra.)
Dan
dimakruhkan memberi salam ketika hadis sedang diriwayatkan, ketika azan dan
igamat, apabila orang-orang sibuk menjawab azan dan igamat itu. Dalam hal
ini, menjadi berdosalah orang yang memberi salam itu, sedangkan orang yang
menerimanya tetap wajib menjawabnya. Dan dimakruhkan juga memberi salam
kepada orang yang sedang berada di dalam kamar kecil. Menurut Abu Hanifah
ra., orang yang berada di kamar kecil itu boleh menjawabnya dengan hatinya,
bukan dengan lidahnya. Sedang menurut Abu Yusuf, tidak boleh menjawabnya
sama sekali. Dan menurut Muhammad, boleh menjawabnya setelah dia selesai
dari hajatnya. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada orang yang sedang
salat. Kalau itu dilakukan, maka berdosalah orang yang memberi salam itu,
sedang salamnya tidak perlu dijawab. Dan dimakruhkan memberi salam kepada
pengemis. Dan kalau pengemis itu yang memberi salam, maka salamnya tidak
wajib dibalas. Dan dimakruhkan memberi salam kepada hakim di pengadilan, dan
dia tidak wajib menjawab salam. Dan dimakruhkan memberi salam kepada guru
yang sedang mengajar. Kalau ada murid memberi salam kepada gurunya itu, maka
sang guru tidak wajib membalasnya. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada
: orang yang sedang bermain Catur, orang yang sedang bermain gundu dan
lain-lain permainan, kepada tukang bid’ah, orang komunis, orang zindig,
pelawak, tukang dongeng yang dusta, orang yang suka berfoya-foya, orang yang
suka mencaci, orang yang suka mencela, orang yang dudukduduk di tepi jalan
untuk memandang wanita-wanita cantik atau anak banci yang elok. Dan
dimakruhkan pula memberi salam kepada orang yang sedang telanjang, baik di
kamar mandi atau di tempat lainnya, juga kepada orang yang suka bergurau,
orang yang Suka berdusta, orang yang suka mencela orang lain, orang yang
sedang sibuk di pasar, Orang yang makan makanan di pasar atau di warung,
sedang orang banyak melihatnya, juga kepada penyanyi, kepada tukang
menerbangkan merpati dan kepada orang kafir. (Demikian menurut Ibnu Kamal
Basya – semoga Allah memudahkan baginya apa yang dikehendakinya – di dalam
syarah hadis “Salam sebelum Bicara”).
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berbicara
sebelum memberi salam, maka jangan dijawab”.
Dari
sahabat Ibnu Abbas ra. katanya : “Iblis yang terkutuk itu menangis ketika
melihat orang mukmin saling memberi salam, dia berkata : “Oh celaka,
tidaklah kedua orang mukmin ini berpisah, melainkan keduanya mendapat
ampunan”.
Konon, cara penghormatan orang-orang
Nasrani adalah dengan meletakkan tangan di mulut, cara penghormatan
orang-orang Yahudi adalah dengan isyarat jari, cara penghormatan orang-orang
Majusi adalah dengan membungkuk: cara penghormatan orangorang Arab kuno
adalah ucapan “hayyakallah”, dan cara penghormatan kaum muslimin adalah
ucapan “assalamualaikum warahmatullah wa barokatuh”, dan ini merupakan
penghormatan yang paling mulia. (Al Mangulat).
Dari
sahabat Imran bin Hushain ra., katanya : “Seorang laki-laki datang menemui
Rasulullah saw. lalu mengucapkan : “Assalamualaikum”, maka Nabi menjawabnya,
kemudian bersabda : “Engkau memperoleh sepuluh kebaikan”. Setelah itu masuk
yang lain lalu memberi salam: “Assalamualaikum Warahmatullah wa barokatuh”.
Nabi menjawab salamnya, lalu bersabda : “Engkau memperoleh tiga puluh
kebaikan”. Lalu datang pula yang lain seraya mengucapkan salam : “Asslamu
alaikum wa rahmatullah wa barokatuh wa maghfirotuh”. Nabi menjawab salamnya,
seraya bersabda : “Engkau memperoleh empat puluh kebaikan”. (Demikian
dikemukakan di dalam kitab Misykatul Mashabih)
[]
16. TENTANG WAFAT NABI SALLALLAAHU ALAIHI WASALLAM
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama
bagimu”. (QS. Almaidah : 3)
Tafsir :
(.
) Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dengan pertolongan dan
dimenangkan atas agama-agama lain seluruhnya: atau dengan ditetapkannya
dasar-dasar akidah dan ditentukannya pokok-pokok syariat dan aturanaturan
ijtihad.
(. ) dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-nikmat-Ku dengan petunjuk dan taufik, atau dengan
disempurnakannya agama Islam, atau dengan penaklukkan kota Mekah dan
dihancurkannya lambang-lambang jahiliyah.
(.
) dan telah Kuridai Islam, telah Kupilih Islam bagimu…
(
) menjadi agama, di antara agama-agama lain, dan ia adalah agama yang hak
(benar) di sisi Allah, tidak yang lain. (Aodhi Baidhawi).
Diriwayatkan
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Jibril berkata kepadaku : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah Taala telah
menciptakan sebuah lautan di balik Gunung Qaf. Di laut itu terdapat ikan
yang mengucapkan salawat atasmu. Barangsiapa mengambil seekor ikan dari laut
itu maka kedua tangannya akan menjadi lumpuh, sedang ikan itu akan berubah
menjadi bebatuan”.
Hadis ini menunjukkan bahwa,
apabila seseorang membaca salawat atas Nabi saw. dan melaksanakan salat lima
waktu dengan berjamaah, maka dia akan selamat dari tangan-tangan malaikat
Zabaniyah dan dari azab neraka.
Diriwayatkan
bahwa, pada saat ayat ini turun, Umar ra. menangis, sehingga Nabi saw.
bertanya kepadanya : “Kenapa engkau menangis, hai Umar?”.
Umar
monjawab : “Saya monangis, karena dahulu kita selalu dalam penambahan pada
urusan agama kita. Maka sotolah dia sempurna tentu dia akan berkurang Karena
dak ada sesuatu pun yang sompurna, melainkan akan manjadi berkurang”.
Nabi
saw. berkata : “Engkau benar”. (Abu Su’ud).
Firman
Allah : Dalam-nya menunjukkan masa, era, zaman. Sedang maksudnya adalah,
waktu sekarang, atau waktu-waktu yang ada kaitannya dengan waktu sekarang,
baik yang telah lalu maupun yang akan datang.
Dan
telah diriwayatkan bahwa, ayat ini turun pada hari Jumat setelah Asar, di
Arafah pada saat haji Wada. Ketika itu, Nabi saw. melakukan wukuf di atas
punggung seekor unta. Setelah turunnya ayat ini, tidak ada lagi ayat-ayat
yang berkaitan dengan hal-hal fardu yang turun. Pada saat turun ayat ini,
Nabi tidak kuat bertahan menanggung maknamaknanya, lalu Beliau bersandar
pada untanya, sehingga unta itu mendekam. Kemudian turunlah Jibril as. Lalu
berkata : Ya Muhammad, sesungguhnya pada hari ini selesailah urusan agamamu,
dan telah habislah apa-apa yang diperintahkan Tuhanmu dan apa-apa yang
dilarang-Nya. Maka kumpulkanlah sahabat-sahabatmu dan beritahukanlah kepada
mereka, bahwa sesudah hari ini, aku tidak akan turun lagi kepadamu”.
Kemudian
pulanglah Nabi saw. dari Mekah hingga tiba di Madinah. Lantas Beliau
mengumpulkan sahabat-sahabat Beliau, dan membacakan ayat tadi kepada mereka,
serta memberitahukan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Jibril as..
Maka bergembiralah para sahabat, seraya berkata : “Agama kita telah
sempurna”, kecuali Abubakar ra., dia berubah menjadi sedih, lalu pulang ke
rumahnya dan menutup pintupintunya. Kemudian dia tenggelam dalam tangis
siang dan malam. Para sahabat mendengar keadaan Abubakar itu, lalu mereka
berkumpul dan beramai-ramai pergi ke rumah Abubakar. Mereka berkata : “Hai
Abubakar, kenapa Anda menangis pada suasana yang menggembirakan dan
menyenangkan ini, karena Allah telah menyempurnakan agama kita?”.
Abubakar
menjawab : “Wahai sahabat-sahabatku, kamu tidak mengetahui musibah apa yang
telah menimpamu. Tidakkah kamu mendengar bahwa jika sesuatu perkara telah
sempurna, maka mulailah ia berkurang. Ayat ini memberitahukan kepada kita
tentang perpisahan kita dengan Rasulullah, tentang Hasan dan Husein yang
akan menjadi yatim, dan tentang istri-istri Nabi yang akan menjadi
janda”.
Maka terdengariah jeritan di antara
para sahabat itu, lalu mereka pun menangis semuanya. Kemudian para sahabat
lainnya yang mendengar tangisan dan suara ribut-ribut di kamar Abubakar itu,
lalu pergi menemui Rasulullah saw. dan berkata : “Ya Rasulullah, kami tidak
tahu apa yang telah terjadi pada para sahabat itu, hanya kami mendengar
suara tangisan dan jeritan mereka”.
Maka
berubahlah roman Nabi saw. lalu dengan bergegas, Beliau pergi ke rumah
Abubakar. Setelah sampai, Beliau menyaksikan keadaan para sahabat yang
demikian itu, lalu Beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian
menangis?”.
Ali ra. menjawab : “Tadi Abubakar
berkata, “Saya mendengar dari ayat ini bau wafat Rasulullah”. Apakah memang
benar ayat ini menunjukkan wafatmu?”.
Nabi saw.
menjawab : “Apa yang dikatakan Abubakar itu memang benar. Telah dekat
kepergianku dari sisi kalian, dan telah tiba perpisahanku dengan kalian”.
Kejadian
ini menunjukkan bahwa, Abubakar adalah sahabat Nabi yang alim.
Ketika
Abubakar mendengar perkataan Nabi itu, maka menjeritlah ia dengan suara
keras, Ilalu jatuh tersungkur tak sadarkan diri. Sedang Ali ra. gemetar,
sementara para sahabat lainnya terguncang, mereka semua ketakutan lalu
menangis sekuat-kuatnya, sehingga ikut pula menangis gunung-gunung dan
batu-batu bersama mereka, serta para malaikat di langit. Dan ikut pula
menangis cacing-cacing dan binatang-binatang di hutanhutan dan di lautan.
Kemudian
Nabi saw. menyalami sahabat-sahabatnya satu porsatu, dan berpamitan dengan
mereka. Beliau menangis seraya berwasiat kepada mereka.
Setelah
turun ayat ini, Nabi masih sempat hidup selama delapan puluh satu hari. Dan
ada pula yang mengatakan, bahwa setelah turun firman Allah Taala:
“yastaftuunaka, gulillaahu yuftukum fil kalaalah (Alquran), Beliau masih
sempat hidup sesudah itu selama Ima puluh hari. Dan setelah turun firman
Allah Taala : “lagod jaa-akum rasuulum min anfusikum (Alquran), Beliau masih
sempat hidup selama tiga puluh lima hari. Dan setelah turun firman Allah
Taala : “wattaguu yauman turja’uuna fiihi ilallaah (Alquran), Beliau masih
sempat hidup selama dua puluh satu hari. Dan ayat ini merupakan ayat Alquran
yang terakhir diturunkan, sesudah itu tidak ada lagi yang diturunkan.
Sesudah turunnya ayat ini, Rasulullah saw. suatu hari naik mimbar, kemudian
Beliau menyampaikan khutbah yang sangat mengesankan, sehingga membuat semua
yang mendengarnya menangis, hati mereka menjadi gentar, dan badan-badan
mereka menjadi gemetar. Dalam khotbahnya itu, Beliau menyampaikan kabar
gembira dan peringatan.
Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas ra. : bahwasanya ketika telah dekat wafat Nabi saw Beliau menyuruh
Bilal supaya menyeru orang banyak untuk salat. Maka Bila! pun lalu
mengumandangkan azan mengajak orang supaya salat. Kemudian berkumpultah para
sahabat Muhajirin dan Ansar ke Masjid Rasulullah saw. Beliau melaksanakan
salat dua rakaat yang ringan bersama para sahabat. Setelah salat, Beliau
naik ke atas mimbar, lalu mengucapkan puji-pujian dan sanjungan kepada Allah
Taala. Kemudian Beliau menyampaikan khutbah yang sangat menyentuh perasaan
pendengarnya, yang karenanya semua hati menjadi gentar dan semua mata
mengalirkan air mata. Di antara isi pidatonya itu, Beliau bersabda : “Wahai
kaum muslimin, sesungguhnya aku adalah nabimu, yang menasihati dan menyerumu
kepada Allah dengan izin-Nya. Dan aku, bagimu sekalian, adalah laksana
seorang saudara yang belas kasih dan ayah yang penyayang. Barangsiapa pernah
teraniaya olehku, maka hendaklah dia berdiri dan membalasnya kepadaku
sebelum ada pembalasan di hari kiamat”.
Namun,
tidak ada seorang pun yang berdiri, sehingga Beliau mengulangi perkataannya
itu sampai dua tiga kali. Maka bangkitlah seorang laki-laki bernama iJkasyah
bin Muhshan. Dia berdiri di hadapan Rasulullah saw. seraya berkata : “Ayah
dan ibuku menjadi tebusanmu, Ya Rasulullah. Seandainya Baginda tidak menyeru
kami berkali-kali, niscaya saya tidak akan berani tampil melakukan ini sama
sekali. Dahulu, saya pernah bersama Baginda dalam peperangan Badar. Unta
saya berdekatan dengan unta Baginda. Kemudian saya turun dari unta dan
mendekati Baginda, sehingga tercium oleh saya paha Baginda. Lantas Beginda
mengangkat tongkat yang biasa digunakan untuk memukul unta supaya berjalan
cepat, lalu dengan tongkat itu Baginda memukul pinggang saya. Saya tidak
tahu, apakah Baginda sengaja memukul saya, Ya Rasulullah, atau Baginda
bermaksud memukul unta Baginda?”.
Rasulullah
saw. menjawab : “Tidak mungkin, hai Ukasyah, Rasulullah sengaja memukulmu!”.
Namun demikian Beliau tetap konsekuen, Beliau berkata kepada Bilal : “Hai
Bilal, pergilah ke rumah Fatimah, lalu bawa ke mari tongkatku”.
Maka
keluarlah Bilal dari dalam mesjid sambil mengangkat kedua tangannya ke atas
kepalanya seraya berkata : “Ini Rasulullah mempersilahkan dirinya untuk
dikisas”.
Bilal mengetuk pintu rumah Fatimah,
Fatimah bertanya : “Siapa di pintu?”.
Bilal
menjawab : “Saya Bilal, datang untuk mengambil tongkat Rasulullah”.
Fatimah
bertanya : “Hai Bilal, apa yang hendak diperbuat ayahku dengan tongkat
itu?”.
Bilal menjawab : “Hai Fatimah,
sesungguhnya ayahmu mempersilahkan dirinya dikisas”.
Fatimah
berkata : “Siapakah yang sampai hati mengkisas Rasulullah?.
Bilal
mengambil tongkat itu lalu dibawanya ke Masjid. Kemudian tongkat itu
diserah. kannya kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah menyerahkan tongkat
itu kepada Ukasyah.
Ketika sahabat Abubakar dan
sahabat Umar menyaksikan hal itu, maka keduanya bangkit seraya berkata :
“Hai Ukasyah, kami ada di hadapanmu, kisaslah kami dan jangan kau kisas Nabi
saw.”.
Tetapi Rasulullah saw. bersabda :
“Duduklah kalian berdua, Allah Taala telah mengetahuiukan kalian”.
Kemudian
sahabat Ali ra. bangkit seraya berkata : “Hai Ukasyah, selama hidup aku
berada selalu di depan Nabi saw. tidak sampai hatiku menyaksikan engkau
mengkisas Rasulullah saw. inilah punggung dan perutku, kisaslah aku dengan
tanganmu dan cambuklah aku dengan tanganmu!”.
Rasulullah
saw. bersabda : “Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu”.
Selanjutnya
bangkit pula Hasan dan Husein, keduanya berkata : “Hai Ukasyah, tidak. kah
engkau mengenal kami. Kami adalah cucu Rasulullah. Kisas terhadap kami
berarti sama juga dengan kisas terhadap Rasulullah”.
Nabi
saw. berkata kepada keduanya : “Duduklah, wahai cahaya mataku”.
Kemudian
Rasulullah berkata pula : “Hai Ukasyah, pukullah, kalau engkau mau
memukul”.
Ukasyah menjawab : “Ya Rasulullah,
Baginda telah memukulku ketika saya tidak mengenakan baju”.
Maka
Rasulullah lalu membuka bajunya. Lantas berteriaklah kaum muslimin sambil
menungis. Ketika Ukasyah memandang kepada tubuh Rasul yang putih, dia lalu
mendekap dan menciumi punggung Beliau, seraya berkata : “Saya tebus Baginda
dengan nyawaku, Ya Rasulullah. Siapakah yang sampai hati mengkisas Baginda
Ya Rasulullah?. Sesungguhnya saya melakukan ini tidak lain adalah karena
berharap agar tubuh saya dapat bersentuhan dengan tubuh Baginda yang mulia,
serta dipelihara Allah kiranya din saya dari api neraka, berkat kemuliaan
Baginda”.
Maka Nabi saw. pun lalu bersabda :
“Ketahuilah, barangsiapa ingin melihat penghuni surga, hendaklah ia melihat
kepada orang ini!”.
Mendengar sabda Rasulullah
itu, bangkitiah kaum muslimin, mereka menciumi di antara kedua mata Ukasyah
seraya berkata : “Beruntunglah engkau. Engkau telah memperoleh derajat yang
tinggi, dan berteman dengan Rasulullah saw. di dalam surga”. (Sekian).
Ya
Allah, mudahkanlah bagi kami syafaat Beliau berkat keperkasaan dan
keagungan-Mu. (dari kitab Al Mau’izhatul Hasanah).
Sahabat
Ibnu Mas’ud berkata : “Ketika wafat Nabi saw. telah dekat, kami berkumpul di
rumah ibu kita Aisyah ra., Nabi memandang kepada kami, lalu berlinanglah
kedua matanya, lantas Beliau bersabda : “Selamat datang, semoga Aliah
mengasihi kalian. Aku berwasiat kepada kamu sekalian, supaya kamu bertakwa
dan berbakti kepada Allah. Sesungguhnya telah dekat waktu perpisahan dan
telah hampir kembali kepada Allah Taala dan kepada surga Al Ma’wa, maka
hendaklah Ali memandikan aku, Fadhl bin Abbas menyiramkan air dan Usamah bin
Zaid membantu keduanya. Dan bungkuslah jasadku dengan pakaian-pakaianku jika
kalian mau, atau dengan pakaian buatan Yaman. Apabila kamu telah memandikan
aku, letakkanlah jasadku di atas pembaringanku dl dalam rumahku ini, di tepi
liangku. Kemudian keluarlah dari hadapanku sebentar. Karena, yang mula-mula
menyalati aku adalah Allah Azza Wa Jalla, kemudian Jibril, kemudian Mikail,
kemudian Israfil, kemudian Malaikat maut beserta seluruh bala tentaranya,
kemu’ dian seluruh malaikat. Setelah itu, barulah kalian masuk kelompok demi
kelompok, dan salatilah aku”.
Ketika para
sahabat mendengar akan berpisah dengan Nabi saw. maka mereka semuanya
menjerit dan menangis, seraya berkata : “Ya Rasulullah, Baginda adalah Rasul
kami, yang menyatukan kami, dan yang memimpin urusan kami. Apabila Baginda
meninggalkan kami, kepada siapakah kami merujuk?”.
Rasulullah
saw. menjawab : “Aku tinggalkan kamu semua di atas hujjah dan tarekat yang
putih, dan aku tinggalkan untukmu dua penasehat, yang bisa berbicara dan
yang diam. Yang bisa berbicara ialah Alquran, dan yang diam adalah maut.
Apabila kamu mengalami urusan yang sulit, maka kembalilah kepada Alquran dan
Assunnah, dan apabila hati kamu menjadi keras, maka lembutkanlah dia dengan
memikirkan tentang hal-hal dibalik kematian”.
Rasulullah
saw. jatuh sakit pada akhir bulan Safar. Beliau sakit selama delapan belas
hari. Selama sakitnya itu, orang-orang datang menjenguk Beliau. Sakit yang
akhirnya membawa Beliau meninggalkan dunia yang fana ini, mula-mula berupa
pusing-pusing kepala yang diderita Beliau. Beliau dibangkitkan pada hari
Senin dan meninggal dunia juga pada hari Senin. Ketika tiba hari Senin,
sakit Beliau bertambah berat. Pagi itu, sebagaimana biasa, Bilal
mengumandangkan azan Subuh, lalu dia berdiri di pintu Rasulullah seraya
berkata : “Assalamu alaikum Ya Rasulullah!”. Dijawab oleh Fatimah :
“Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya”. Maka Bilal masuk ke Masjid
kembali. Dia tidak mengerti apa maksud perkataan Fatimah tadi. Ketika pagi
mulai terang, Bilal datang lagi ke pintu Rasululiah dan berkata seperti
tadi. Rasulullah mendengar suara Bilal, lalu bersabda : “Masuklah hai Bilal.
Sesungguhnya aku sedang sibuk dengan diriku, karena sakitku ini semakin
berat rasanya. Hai Bilal, mintalah kepada Abubakar agar mengimami
orang-orang salat”.
Maka keluarlah Bilal dengan
menangis sambil meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya, dan berkata :
“Oh bencana, putusiah harapan dan remuklah punggung. Oh, andaikan aku tak
pernah dilahirkan oleh ibuku”. Kemudian dia masuk ke masjid, lalu berkata:
“Ya Abubakar, Rasulullah menyuruhmu supaya mengimami orang-orang itu salat
berjamaah. Beliau sedang sibuk dengan dirinya”.
Ketika
Abubakar melihat mihrab Rasulullah kosong dari Beliau, dia tak mampu
mengendalikan dirinya lagi, lalu menjerit keras-keras dan akhirnya jatuh tak
sadarkan diri. Maka ributlah kaum muslimin. Ketika Rasulullah mendengar
suara gaduh itu, Beliau berkata : “Ya Fatimah, teriakan dan kegaduhan apakah
itu?”.
Fatimah menjawab : “Kaum muslimin gaduh
karena kehilangan ayah”.
Rasulullah lantas
memanggil Ali dan Fadhi bin Abbas, dengan bersandar pada keduanya Beliau
keluar ke masjid lalu salat bersama orang banyak dua rakaat Fajar, pada hari
Senin itu. Selesai salat, Beliau memalingkan wajahnya ke arah mereka, lalu
bersabda : “Wahai kaum muslimin, kamu semua berada dalam titipan Aliah Taala
dan periindunganNya. Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan berbakti
kepada-Nya. Sebentar lagi aku akan meninggalkan dunia ini. Hari ini adalah
hariku yang pertama di akhirat, dan hariku yang terakhir di dunia”. Kemudian
Beliau bangkit dan pulang ke rumahnya.
Kemudian,
Allah Taala mewahyukan kepada malaikat maut: “Turunlah kau kepada kekasih-Ku
dengan rupa yang paling elok, dan bersikaplah lemah lembut dalam mencabut
ruhnya. Jika dia mengizinkan kau masuk maka masuklah, dan jika dia tidak
mengizinkan, maka janganlah engkau masuk, dan pulanglah”.
Malaikat
maut pun turun dengan menyamar sebagai seorang Badui, dia berkata :
“Assalamualaikum, wahai penghuni rumah kenabian dan sumber kerasulan.
Bolehkah aku masuk?.
Fatimah menjawab salamnya
dan berkata : “Hai hamba Allah, sesungguhnya Rasulullah sedang sibuk dengan
dirinya”.
Malaikat maut mengulangi seruannya
sekali lagi, katanya : “Assalamualaikum Ya Rasulullah, hai penghuni rumah
kenabian. Bolehkah aku masuk?”. Suara malaikat maut Itu terdengar oleh
Rasulullah, maka Beliau lalu bertanya: “Hai Fatimah, siapakah di pintu?”.
Fatimah
menjawab: “Seorang laki-laki Badui berseru, lalu aku katakan kepadanya
bahwa, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya. Kemudian dia mengulangi
seruannya sampai tiga kali, dan aku tetap menjawab seperti itu. Maka dia
menatapku dengan tajam, sehingga kulitku menggigil, hatiku takut,
persendianku gemetar dan romanku berubah”.
Rasulullah
bertanya : “Tahukah engkau, siapa dia, hai Fatimah?”.
Fatimah
menjawab : “Tidak”.
Rasulullah menjelaskan :
“Dialah yang memutuskan segala kelezatan, memenggai segala keinginan,
mencerai-beraikan perkumpulan, mengosongkan rumah-rumah dan meramaikan
kuburan-kuburan”.
Mendengar sabda ayahnya itu,
Fatimah menangis keras-keras seraya berkata : “Oh… celaka, oleh matinya
penutup para nabi: oh… bencana, oleh matinya sebaik-baik orang yang takwa
dan terputusnya wahyu dari langit. Sesungguhnya hari ini aku tidak bisa lagi
mendengar perkataanmu, dan sesudah hari ini aku tidak bisa lagi mendengar
salammu!”
Rasulullah menghibur hati putrinya
itu dengan katanya : “Jangan menangis, sesungguhnya engkaulah keluargaku
yang pertama-tama menyusul aku”. Kemudian Rasulullah berkata kepada malaikat
maut : “Masuklah hai malaikat maut”. Malaikat maut pun masuk seraya
mengucapkan salam : “Assalamu alaika Ya Rasulullah!”
Rasulullah
menjawab : “Wa alaikassalam hai malaikat maut. Engkau datang untuk
berkunjung atau untuk mencabut nyawa?”.
Malaikat
maut menjawab : “Aku datang untuk berkunjung dan mencabut nyawa, jika
Baginda mengizinkan aku: dan jika tidak, maka aku akan kembali”.
Rasulullah
bertanya : “Hai malaikat maut, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?”.
Malaikat
maut menjawab : “Aku tinggalkan dia di langit dunia, sedang para malaikat
bertakziah kepadanya”.
Tak lama kemudian,
Jibril turun lalu duduk disamping kepala Rasulullah saw. lantas Beliau
bertanya kepadanya : “Tidakkah engkau tahu bahwa perkara ini telah
dekat?”.
Jibril menjawab : “Benar, Ya
Rasulullah”.
Rasulullah berkata pula :
“Beritahukanlah kepadaku, kemuliaan apakah yang akan aku peroleh di sisi
Allah ?”.
Jibril menjawab : “Sesungguhnya
pintu-pintu langit telah terbuka, dan para malaikat telah berbaris
bersaf-saf di langit menunggu kedatangan ruhmu. Begitu pula, pintu-pintu di
surga telah dibuka dan para bidadari telah berhias menunggu kedatangan ruhmu
“Alhamdulillah”, kata Nabi saw. kemudian, Beliau berkata pula:
“Beritahukanlah kepadaku, hai Jibril. Bagaimana nasib umatku kelak di hari
kiamat?”.
Jibril menjawab : “Aku beritahukan
kepadamu, bahwa Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku haramkan surga
atas nabi-nabi yang lain sebelum engkau memasukinya, dan Aku haramkan surga
atas umat-umat yang lain sebelum umatmu memasukinya”.
Maka
berkatalah Nabi saw. : “Sekarang barulah hatiku senang dan lenyaplah
kesedihanku”. Kemudian Beliau berkata kepada malaikat maut : “Hai malaikat
maut, mendekatlah kepadaku!”. Maka malaikat maut pun mendekati Beliau dan
melaksanakan pencabutan ruhnya. Ketika ruh Beliau telah mencapai pusarnya,
Beliau berkata : “Hai Jibril, alangkah hebat kepedihan maut ini!”. Maka,
Jibril memalingkan wajahnya dari Beliau, sehingga Beliau berkata pula : “Hai
Jibril, apakah engkau tidak suka memandang wajahku?”.
Jibril
menjawab : “Wahai kekasih Allah, siapakah yang kuat hatinya memandang kepada
wajahmu ketika engkau sedang menghadapi sakitnya maut”.
Sahabat
Anas bin Malik berkata : “Ruh Nabi saw. sampai ke dadanya, sedang Beliau
bersabda : “Aku wasiatkan kepada kamu salat dan hamba sahayamu”. Beliau
terus menerus mewasiatkan keduanya hingga terputuslah perkataannya”.
Dan
Ali ra. berkata : “Sesungguhnya Rasulullah saw. pada nafasnya yang terakhir
menggerakkan kedua bibirnya dua kali, maka aku pasang telingaku, sehingga
aku dapat mendengarnya mengucapkan secara perlahan : “Umatku….umatku”.
Rasulullah
saw. meninggal dunia pada hari Senin bulan Rabiui Awwal.
Seandainya
dunia itu kekal untuk seseorang Niscaya Rasulullah kekal di dalamnya
Diriwayatkan
bahwa, Ali ra. meletakkan jasad mulia Rasulullah saw. di atas dipan untuk
memandikannya, tiba-tiba terdengar suara keras (tetapi orangnya tidak
kelihatan) dari sudut rumah mengatakan : “Janganlah kalian memandikan
Muhammad, karena Beliau suci dan disucikan”.
Ali
berkata : “Perkataan itu berpengaruh sedikit di dalam hatiku”. Kemudian Ali
berkata kepada suara itu : “Siapa engkau?. Sesungguhnya Nabi telah menyuruh
kami melakukan hal ini”.
Sekonyong-konyong
terdengar pula suara gaib lain yang berkata : “Hai Ali, mandikanlah Beliau.
Karena suara gaib tadi adalah Iblis yang terkutuk, disebabkan oleh
kedengkiannya kepada Muhammad. Dan dia bermaksud agar Muhammad masuk ke
dalam kuburnya tanpa dimandikan”.
Ali menjawab
: “Semoga Aliah membalas kebaikan kepadamu, karena engkau telah
memberitahukan kepadaku bahwa itu adalah suara Iblis yang terkutuk. Anda
sendiri siapa?”.
Terdengar jawaban : “Akulah
Khidir. Aku menghadiri jenazah Muhammad saw”.
Kemudian
Ali memandikan jasad mulia Rasulullah saw. sedang Fadhil bin Abbas dan
Usamah bin Zaid mengguyurkan air, sementara Jibril as. membawakan obat
pengawet dari dalam surga. Lalu mereka membungkus Rasulullah dan
menguburkannya di kamar Aisyah ra. Pada malam Rabu tengah malam. Dan ada
pula yang mengatakan, pada malam Selasa, sedang Aisyah berdiri di atas kubur
Nabi seraya mengatakan :
Artinya : “Wahai orang
yang tidak pernah memakai sutra dan tidak pernah tidur di atas kasur yang
empuk. Wahai orang yang keluar dari dunia sedang perutnya tidak pernah
kenyang dengan roti gandum. Wahai orang yang lebih suka tikar daripada
ranjang. Wahai orang yang tidak pernah tidur sepanjang malam karena takut
pada neraka”.
17. CELAAN TERHADAP ORANG YANG SUKA MABUK-MABUKAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) arak, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Almaidah : 90)
Tafsir
: )
(.
) Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya arak, judi, berhala, yakni
patung-patung yang didirikan untuk disembah……
(.
) mengundi nasib dengan panah. (Telah pernah ditafsirkan di permulaan surah
ini, (Qadhai Baidhawi)
(.
) adalah kekejian. Kotoran yang dibenci akal. Dimufradkannya kata ini adalah
karena dia merupakan khabar (predikat) dari kata arak 220, dan predikat dari
ma’thufma’thuf yang dihilangkan, atau predikat dari Mudhaf yang dihilangkan.
Seakan-akan Allah berfirman : “Sesungguhnya meminum arak dan bermain judi
adalah termasuk perbuatan setan. Karena setaniah penyebab dari dilakukannya
perbuatan tersebut dan penyebab perbuatan itu dipandang baik.
(.
) maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu. Dhamir (kata ganti
nama) kembali kepada kata , atau kepada perbuatan-perbuatan yang
disebutkan sebelumnya, atau kepada melakukan perbuatan-perbuatan itu.
(.
) agar kamu mendapat keberuntungan, supaya kamu beruntung karena menjauhi
kekejian itu.
Ketahuilah, bahwa Allah Taala
menegaskan pengharaman arak dan judi pada ayat ini dimulai dengan
kata , kemudian kedua perbuatan itu digandengkan dengan
berhala dan mengundi nasib dengan panah, yang semuanya disebut sebagai suatu
perbuatan yang keji, yang termasuk perbuatan setan, sebagai peringatan
bahwa, melakukan kedua perbuatan (minum arak dan judi) itu adalah sangat
buruk, atau lebih banyak buruknya. Dan Allah memerintahkan agar mereka
menjauhi arak dan judi itu, dan menjadikan perbuatan menjauhi keduanya itu
sebagai jalan yang diharapkan akan mendatangkan keberuntungan buat mereka.
Kemudian Allah menetapkan hal itu dengan jalan menerangkan apa yang
terkandung di dalam arak dan judi itu, yang menyebabkan keduanya diharamkan,
yaitu kerusakan-kerusakan keduniaan dan keagamaan. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan
dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang
artinya : “Apabila seorang muslim membaca salawat untukku, maka salawat itu
ditangkap oleh malaikat maut, dengan izin Allah, lalu disampaikannya ke
kuburku. Malaikat maut tadi berkata : “Ya Muhammaj, fulan bin fulan, dari
umatmu, telah membaca salawat untukmu”. Maka aku menjawab : “Sampaikanlah
kepadanya sepuluh salawat dariku. Dan katakanlah kepadanya, “Engkau
memperoleh syafaat Muhammad”.
Kemudian malaikat
itu naik, sehingga sampailah dia ke Arsy. Lalu dia berkata : “Ya Rabbi,
sesungguhnya Fulan bin Fulan telah membaca salawat untuk kekasih-Mu,
Muhammad, sekali”.
Aliah Taala menjawab :
“Sampaikanlah kepadanya sepuluh salawat dari-Ku”.
Kemudian
Allah Taala menciptakan dari salawat tersebut, dari setiap hurufnya,
malaikat yang mempunyai tiga ratus enam. puluh kepala, dan pada tiap-tiap
kepala terdapat tiga ratus enam puluh mulut, pada tiap-tiap mulut terdapat
tiga ratus enam puluh lidah, yang dengan setiap lidahnya malaikat itu
berbicara dan memuji Allah Taala dengan tiga ratus enam puluh macam pujian.
Lantas dicatatlah semua pahala tersebut uniuk orang yang membaca salawat
kepada Nabi saw. tadi, hingga hari kiamat”.
Dan
diriwayatkan, bahwa ketika Nabi Nuh as. menanam sebatang pohon anggur, pohon
itu tidak juga mengnijau. Lalu datanglah Iblis yang terkutuk kepada beliau,
dan berkata : “Wahai Nabiyallah, jika Tuan ingin pohon anggur itu menghijau,
maka biarkanlah saya menyembelih di atasnya tujuh macam binatang”.
Nabi
Nuh menjawab : “Lakukanlah”.
Maka Iblis yang
terkutuk itu menyembelih singa, beruang, harimau, serigala, anjing ayam
jantan dan musang. Kemudian darah dari binatang-binatang tersebut
disiramkannya ke akar pohon anggur itu, maka seketika itu juga pohon itu
menjadi hijau. Dan pohon anggur itu memuat tujuh puluh macam rasa, padahal
sebelumnya ia hanya memuat satu macam rasa saja. Oleh karena itulah, orang
yang meminum arak itu menjadi pemberani seperti singa, kuat seperti beruang,
pemarah seperti harimau, banyak cakap seperti serigala, gemar berperang
seperti anjiry, penuendam seperti musang dan bersuara nyaring S»perti ayam
jago. (Hayatul Guluk)
Dari sahabat Abu Hurairah
ra., dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Tidaklah seseorang berbuat zina, sedang ia dalam keadaan beriman ketika
melakukan perbuatan itu. Dan tidaklah seseorang mencuri, sedang ia berada
dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu. Dan tidaklah seseorang
meminum arak, sedang ia berada dalam keadaan beriman ketika melakukan
perbuatan itu”. (HR. Bukhari)
Sabda Nabi : Ian
303 , waw (») nya adalah hai (waw yang menunjukkan keadaan). Maksudnya
kira-kira : yaitu keadaan orang yang meminum arak itu bukan sebagai orang
beriman. Demikianlah menurut Imam Syafi’i ra. Karena menurut dia, amal
adalah bagian dari iman yang sempurna. Sedang menurut kami (pengarang kitab
ini, pent.) amal itu bukan bagian dalam kemutiakan iman dan bukan pula
bagian dari iman yang sempurna. Karenanya, orang yang tidak melakukan amal
saleh, menurut kami, tetap dianggap sebagai seorang yang beriman. Sebab
Rasulullah saw. pernah ditanya berkaitan dengan sabda Beliau, yang artinya :
“Tidaklah seseorang peminum arak, ketika ia sedang meminumnya, ia dalam
keadaan beriman”. Maka Beliau membuat sebuah lingkaran besar di atas tanah,
kemudian dibuatnya pula sebuah lingkaran lain yang lebih kecil di dalam
lingkaran yang besar tadi. Lalu Beliau bersabda : “Lingkaran yang pertama
(yang besar) adalah perumpamaan agama Islam, sedangkan lingkaran kedua (yang
kecil) adalah iman. Jika seseorang hamba minum arak, atau berbuat zina, atau
mencuri, maka dia keluar dari lingkaran iman masuk kedalam lingkaran Islam.
Dan dia tidak akan keluar dari lingkaran Islam kecuali syirik”. Kita
berlindung kepada Allah Taala darinya. Ketahuilah, hai saudara-saudaraku,
bahwa iman dan Islam itu menurut kami adalah satu, berdasarkan dalil firman
Allah Taala :
Artinya : “Barangsiapa mencari
agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) darinya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. Yakni, termasuk
golongan orang-orang yang tertipu, karena dia memilih kedudukan di neraka
sebagai ganti dari kedudukan di surga. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.,
bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya
: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia duduk
di suatu jamuan yang dihidangkan arak di sana”. (HR. Attabarani). Dan
diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya: “Rasulullah saw.
bersabda:
Artinya : “Apabila seorang hamba
Allah berbuat zina atau meminum arak. maka Allah mencabut iman darinya,
sebagaimana orang melepaskan bajunya dari kepalanya”. (HR. Alhakim) Juga
diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw.
bersabda :
Artinya : “Apabila seseorang hamba
berbuat zina atau meminum arak, maka keluarlah iman dari dalam dirinya. Lalu
iman itu berada di atas kepalanya bagaikan payung.
Apabila
dia telah selesai melakukan perbuatan itu, maka iman itu kembali lagi
kepadaNya”. (HR. Bukhari)
Alfagih Abul Laits
berkata : “Jauhilah olehmu meminum minuman keras, karena dalam meminumnya
itu ada sepuluh perkara yang tercela :
Apabila seseorang meminum minuman keras, maka berubahlah dia seperti orang
gila. Maka dia menjadi bahan tertawan anak-anak kecil, dan tercela dalam
pandangan orang-orang dewasa.
Minuman keras itu
menghilangkan akal dan menghabiskan harta.
Meminum
minuman keras itu menjadi sebab permusuhan di antara sesama saudara dan
sesama teman.
Meminum minuman keras itu mencegah
seseorang dari zikir kepada Allah dan salat.
Meminum
minuman keras itu bisa menjerumuskannya ke dalam perbuatan zina. Karena,
apabila seseorang meminum minuman keras, boleh jadi dia mentalak istrinya
dalam keadaan tidak sadar.
Minuman keras itu kunci
segala kejahatan. Karena apabila seseorang meminum minuman keras, maka
menjadi mudahlah baginya untuk melakukan segala kemaksiatan.
Minuman keras itu mengganggu para malaikat yang menjaganya (malaikat
hafazah, pent.), karena membawa mereka ke tempat dilakukannya
kedurhakaan.
Orang yang meminum minuman keras itu
wajib dihukum had delapan puluh kali cambukan. Seandainya dia tidak sampai
dihukum di dunia, maka kelak di akhirat dia tetap akan mendapat hukuman,
yaitu dicambuk dengan cemeti dari api di hadapan khalayak ramai, dan
disaksikan oleh bapak-bapak dan teman-teman mereka.
Pintu langit tertutup bagi orang yang meminum minuman keras. Karena
kebaikankebaikan dan doa-doanya tidak diangkat selama empat puluh hari.
Orang yang meminum minuman keras itu berada dalam ancaman bahaya, karena
dikuatirkan imannya dicabut di saat matinya.
Semua
itu merupakan Mukuman-hukuman di dunia sebelum matinya, dan sebelum dia
sampai kepada hukuman-hukuman akhirat. Maka tidak sepatutnya bagi orang yang
berakal memilih kenikmatan yang pendek (sebentar) daripada kenikmatan yang
panjang (lama) dan diriwayatkan dari sahabat Abu Umamah ra., dari Nabi saw.
bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada tiga
golongan manusia yang tidak akan memasuki surga : orang yang mencandu
minuman keras, orang yang memutuskan tali kekeluargaan, dan orang yang
mempercayai tukang-tukang sihir. Orang yang mati dalam keadaan mencandu
minuman keras, maka Allah akan memberinya minum dari sungai Ghauthah, yaitu
sebuah sungai yang mengalir dari kemaluan para pelacur. Sungai itu sangat
menyakiti para penghuni neraka, dikarenakan oleh baunya yang busuk”. (HR.
Ahmad dan Ibnu Adi)
Dan diriwayatkan dari
Aisyah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Kamu jangan mengawinkan orang yang suka minum minuman keras, dan jangan
menjenguknya kalau dia sakit: serta jangan mensalatinya kalau dia mati. Demi
Allah Yang telah mengutus aku dengan hak sebagai seorang nabi, tidaklah
meminum minuman keras kecuali orang yang terkutuk di dalam kitab Taurat,
Injil, Zabur dan Alfturgan, Orang yang memberi makan kepadanya sesuap, maka
Allah akan menguasakan atas tubuhnya seekor ular dan kalajengking. Orang
yang memenuhi hujatnya, berarti telah membantunya menghancurkan Islam. Dan
orang yang menghutanginya, berarti telah membantunya membunuh seorang
mukmin. Orang yang menemaninya, akan dibangkitkan Allah kelak pada hari
kiamat dalam keadaan buta dan tanpa pembela”. (alhadis)
Dikatakan
bahwa, perbuatan yang termasuk kedalam dosa-dosa besar itu ialah :
Menyekutukan Allah.
Membunuh orang tanpa alasan yang
benar.
Meminum minuman keras.
Berbuat zina.
Liwat (homoseks)
Menuduh orang terhormat berbuat zina. Laki-laki maupun perempuan.
Berbuat durhaka kepada ibu bapak yang muslim, baik dengan perkataan maupun
dengan perbuatan.
Melarikan diri dari medan perang.
Yaitu dalam pertempuran satu lawan satu atau Satu lawan dua.
Memakan harta anak yatim dengan aniaya.
Memberikan
kesaksian yang palsu
Memakan harta hasil riba.
Makan di siang Ramadan dengan sengaja, tanpa uzur
Memutuskan tali silaturahmi.
Sumpah yang jahat.
Memakan harta orang lain secara aniaya.
Mengurangi
takaran dan timbangan.
Mendahulukan salat sebelum
masuk waktunya. ,
Memukul orang tanpa alasan yang
benar.
Mencela Nabi saw. dan mendustakan Beliau
dengan sengaja.
Menyembunyikan kesaksian tanpa
uzur.
Menerima suap.
Bunuh
diri atau memotong salah satu anggota tubuhnya sendiri.
sundal.
24 Mengadu domba antara suami dan stri.
25,
Mengadu domba di hadapan orang zalim.
Sihir.
27 Menolak mengeluarkan zakat.
28
Menyuruh Kepada kemungkaran dan mencegah dari yang ma’ruf
29
Menggunjing orang alim
30 Membakar binatang dengan api.
31,
Wanita yang tidak mau melayani suaminya tanpa sebab
Semua
itu adalah dosa-dosa besar.
Diriwayatkan dari
sahabat Utsman bin Affan ra., katanya : “Saya pernah mendengar Nabi saw.
bersabda, yang artinya : “Hindarilah olehmu minuman keras, karena minuman
keras itu induk segala kekejian. Sesungguhnya ada seorang laki-laki dari
umat sebelum kamu, yang kerjanya hanya beribadat dan mengasingkan diri dari
orang banyak. Dia disenangi oleh seorang perempuan nakal. Perempuan itu
mengutus seorang pelayan kepadanya dengan pesan: “Kami mengundang Tuan untuk
bersyahadat?.
Laki-laki itu memenuhi panggilan
perempuan itu. Ketika dia memasuki pintu rumah perempuan itu, pintu itu lalu
ditutup oleh perempuan tersebut. Akhirnya dia menghadap seorang perempuan
yang sedang duduk, sedang di sampingnya ada seorang budak dan botol tempat
minuman keras. Perempuan itu berkata kepadanya : “Sebenarnya kami
mengundangmu bukan untuk bersyahadat, tetapi untuk membunuh budak ini, atau
berzina denganku, atau minum minuman keras dari botol ini. Jika engkau
menolak, maka aku akan meneriakimu dan mempermalukanmu”.
Kata
yang meriwayatkan : “Ketika laki-laki itu menyadari, bahwa tidak ada jalan
untuk menghindari hal itu, maka berkatalah ia : “Berilah saya segelas
minuman keras itu”. Lalu perempuan itu memberinya segelas minuman keras,
maka hilanglah akalnya sehingga disetubuhinya wanita itu dan dibunuhnya
budak itu.
Oleh karena itu, jauhilah minuman
keras, karena tidak akan berkumpul iman dan kegemaran minuman keras di dalam
dada seorang laki-laki selama-lamanya, melainkan salah satu dari keduanya
hampir mengeluarkan yang lainnya”. (HR. Ibnu Hibban di dalam Sahihnya)
Pernahkah
Anda mendengar kisah Barshishah yang mendapat kutukan, yakni dijauhkan dari
rahmat Allah Taala yang disebabkan oleh minuman keras?. Kisahnya begini :
Barshishah
dahulunya adalah seorang abid. Dia telah beribadat kepada Allah selama dua
ratus dua puluh tahun, tanpa pernah berbuat maksiat kepada Allah sekejap
mata pun. Dia mempunyai enam puluh ribu murid yang di antaranya bisa
berjalan di angkasa berkat ibadatnya itu, sehingga para malaikat merasa
kagum akan ibadatnya itu. Namun Allah Taala berfirman : “Apa yang kalian
kagumi darinya?. Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.
Menurut iimu-Ku, Barshishah itu akan menjadi kafir disebabkan oleh minuman
keras”.
Firman Allah itu didengar oleh iblis
yang terkutuk, dan tahulah dia bahwa kebinasaan Barshishah itu berada dalam
tangannya. Kemudian Iblis mendatangi biara Barshishah
dengan
menyamar sebagai seorang abid yang telah mengalami perjalanan ibadat. Iblis
memanggilnya. Maka bertanyalah Barshishah kepadanya: “Siapakah Anda dan
hendak mengapa?”.
Iblis menjawab : “Saya
seorang abid. Saya datang kepada Tuan untuk menjadi pembantu Tuan dalam
beribadat kepada Allah Taala”.
Barshisha
berkata : “Orang yang hendak beribadat kepada Allah Taala, maka Dia akan
mencukupi kebutuhan orang itu”.
Kemudian Iblis
pura-pura beribadat kepada Allah Taala selama tiga hari tiga maiam, tidak
tidur, serta tanpa makan dan minum. Maka berkatalah Barshisha: “Saya
berbuka, tidur, makan dan minum, sedangkan engkau tidak makan dan minum.
Sesungguhnya saya telah beribadat selama dua ratus dua puluh tahun, dan saya
tetap tidak bisa meninggalkan makan dan minum”.
Iblis
berkata : “Saya telah melakukan suatu dosa, kapan saja saya teringat akan
doSa saya itu, maka lenyaplah keinginanku untuk tidur dan makan”.
Barshisha
bertanya : “Apa kiranya yang dapat saya lakukan supaya bisa menjadi Seperti
engkau?”.
Iblis menjawab : “Pergilah dan
lakukanlah perbuatan maksiat kepada Allah, kemudian bertobatlah kepada-Nya.
Karena sesungguhnya Allah itu Maha Penyayang, sehingga engkau akan merasakan
manisnya taat”.
Barshisha bertanya kembali :
“Apa yang harus saya lakukan?”
“Berzina”, jawab
Iblis.
Barshisha menjawab : “Aku tidak bisa
melakukannya”.
“Bunuhlah seorang muslim”, kata
Iblis pula.
“Itu pun tidak akan aku lakukan”,
tegas Barshisha.
Iblis berkata : “Minumlah
minuman keras yang memabukkan, inilah yang paling ringan dan mudah, dan
Allah pasti akan memusuhimu”.
“Dimanakah aku
bisa mendapatkan minuman keras itu?”, tanya Barshisha.
Iblis
menjawab : “Pergilah ke desa anu”.
Maka
pergilah Barshisha menuju ke desa yang ditunjukkan Iblis. Di sana,
dilihatnya Seorang perempuan cantik. Dari perempuan itulah dia membeli
minuman keras, lalu diminumnya sampai mabuk dan akhirnya dia berbuat zina
dengan perempuan itu. Tak lama kemudian, suami perempuan itu datang, maka
Barshisha memukulnya sampai hampir terbunuh. Dalam pada itu, Iblis lantas
menyamar sebagai seorang manusia, lalu dia pergi menemui kepala desa dan
melaporkan semua perbuatan Barshisha. Maka orangorang pun menangkap
Barshisha lalu mencambuknya dengan cemeti sebanyak delapan puluh kali,
sebagai hukuman minum minuman keras, dan seratus kali cambuk untuk perbuatan
berzina, lalu diperintahkan agar dia disalib karena telah menumpakan
darah.
Ketika Barshisha telah berada di tiang
salib, maka datanglah Iblis dalam rupa seperti tadi, seraya berkata :
“Bagaimana keadaanmu?”.
Barshisha menjawab :
“Barangsiapa menuruti kawan yang buruk, maka beginilah balasannya”.
Iblis
berkata : “Aku telah mengalami bencana gara-gara engkau selama dua ratus dua
puluh tahun, sampai aku berhasil membuatmu disalib. Namun, kalau engkau
ingin turun, aku dapat membantu menurunkanmu”.
“Aku
ingin turun. Kalau kau memang bisa membantuku, maka aku akan memberimu apa
Saja yang engkau inginkan”, jawab Barshisha.
Iblis
berkata : “Bersujudlah satu kali saja kepadaku”.
“Aku
tidak bisa bersujud kepadamu di atas kayu ini”, kata Barshisha.
“Bersujudlah
dengan isyarat”, bujuk Iblis.
Maka bersujudlah
Barshisha dan menjadi kafirlah dia kepada Allah, serta keluar dari dunia
tanpa iman.
Kita berlindung kepada Allah Taala
dari semuanya itu. (Hayatul Qulub).
Diriwayatkan
bahwa, Abdurrahman bin Auf mengadakan jamuan makan minum dengan mengundang
beberapa orang sahabat Rasulullah saw. Ketika itu, minuman keras belum
diharamkan. Maka makan minumlah mereka. Ketika mereka telah terhuyunghuyung
karena mabuk, tiba waktu salat Maghrib. Kemudian mereka menyuruh salah
seorang dari mereka untuk mengimami salat. Ketika dia membaca surah
Alkafirun, dibacanya : “Gul ya ayyuhal kaafiruun, a’budu maa ta’buduun, wa
antum ‘aabiduuna maa a’bud”. Tanpa “Ia”, maka turunlah firman Allah Taala
sebagai peringatan :
Artinya : “Janganlah kamu
mendekati salat, sedang kamu mabuk”.
Sesudah
kejadian itu, mereka tidak lagi meminum minuman keras pada waktu-waktu
salat. Apabila mereka telah mengerjakan salat Isyak barulah mereka
meminumnya, sehingga ketika masuk waktu Subuh, mabuk itu telah hilang dari
mereka, dan mereka tahu apa yang mereka ucapkan. Kemudian turun pula ayat
yang mengharamkan minuman keras itu :
Artinya :
“Sesungguhnya minuman keras, judi… dst.
Adapun
makna “Janganlah kamu mendekati salat”. Seperti disebutkan dalam ayat di
atas tadi adalah, janganlah kamu melakukannya, janganlah kamu mendatanginya,
dan jauhilah dia. Seperti sabda Nabi saw. Yang artinya : “Jauhkanlah
anak-anak dan orangorang gila dari masjid-masjid kamu”. (Kasysyaf)
Dikatakan,
bahwa ketika turun ayat yang berisi pengharaman minuman keras, maka para
sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, bagaimana dengan
saudara-saudara kita yang sudah meninggal dunia, sedang mereka dahulu suka
meminum minuman keras dan makan harta hasil perjudian?”. Maka turunlah
ayat:
Artinya : “Apabila mereka bertakwa,
beriman dan beramal saleh: kemudian bertakwa dan beriman: kemudian bertakwa
dan berbuat baik …. dst”.
Maksudnya : bahwa
orang-orang mukmin itu tidak berdosa mengenai apa pun yang telah mereka
makan dari makanan-makanan yang mubah (dibolehkan), apabila mereka telah
menghindari apa-apa yang diharamkan, kemudian mereka bertakwa dan beriman,
kemudian bertakwa dan berbuat baik. Dalam arti, bahwa mereka bersifat dengan
sifat ini. Ayat ini juga sebagai sanjungan dan pujian terhadap mereka
berkaitan dengan keadaan mereka dalam beriman, bertakwa dan berbuat baik.
Contoh
kasusnya adalah sebagai berikut. Jika ditanyakan kepada Anda : “Apakah
Zaid
berdosa atas apa yang telah dia lakukan, padahal Anda tahu bahwa itu
merupakan hal yang mubah (dibolehkan)?”. Maka Anda tentu akan menjawab :
“Seseorang tidaklah berdosa mengenai perkara yang dibolehkan, asalkan dia
telah menghindari perkaraperkara yang diharamkan, disamping itu, dia juga
beriman dan berbuat baik”. Maksud Anda bahwa, Zaid itu seorang yang
bertakwa, beriman dan berbuat baik, dan bahwa dia tidak dihukum atas apa
yang telah dilakukannya. (Tafsir Kasysyaf, ringkasan)
18. CELAAN TERHADAP SIFAT DENGKI
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima salah
seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain
(Habil). Dia (Qabil) berkata : “Aku pasti membunuhmu!”. (Habil ) menjawab:
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa”.
(QS. Almaidah : 27)
Tafsir :
(. ) Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua
putera Adam (Habil dan Qabil). Allah Taala mewahyukan kepada Adam as. supaya
mengawinkan masingmasing dari keduanya dengan kembaran yang lain. Namun
Habil tidak rela akan hal itu, karena saudara kembarnya itu lebih cantik.
Maka berkatalah Adam as. kepada mereka berdua : “Persembahkanlah kurban
olehmu berdua. Maka barangsiapa di antara kalian yang diterima kurbannya,
dia boleh mengawininya”. Ternyata kurban Habil diterima, yaitu dengan
turunnya api yang memakan kurbannya. Maka Qabil semakin tidak senang dan
melaksanakan rencananya.
(. )
dengan sebenarnya. Kata ini merupakan sifat dari mashdar (kata asal) yang
mahdzuf (dihilangkan), yang kalau ditampakkan berbunyi :
Atau,
merupakan hal (kata keadaan) dari dhamirnya , atau
dari , yakni : yang disertai dengan kebenaran, sesuai
dengan yang tercantum dalam kitab-kitab orangorang dahulu.
(.
) ketika keduanya mempersembahkan kurban. Kalimat ini merupakan zharaf
(kata.keterangan) atau hal (kata keadaan) dari kata kerja atau sebagai badal
(kata pengganti) dari hadzful mudhaf, yakni :
(Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam, yaitu kisah pada waktu
i u).
Konon, Qabil adalah seorang petani, dia
mempersembahkan gandum yang paling jelek yang dimilikinya. Sedangkan Habil
adalah seorang peternak, dia mempersembahkan seekor unta yang gemuk.
(.
) maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Karena dia (Qabil) tidak senang dengan
hukum Allah Taala, dan tidak berniat dengan ikhlas dalam berkurban.
Sedangkan Habil telah mempersembahkan yang terbaik dari miliknya.
Qabil berkata : “Aku pasti membunuhmu”. Dia mengar:cam Habil akan
membunuhnya, karena sangat dengkinya kepada saudaranya itu sebab kurbannya
diterima. Karena itu Habil menjawab :
(.
) Habil berkata : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban dan”
“orangorang yang bertakwa”. Dalam menjawab ancaman saudaranya itu. Maksudnya
: Kurbanmu tidak diterima itu adalah karena ulahmu sendiri, sebab engkau
telah meninggalkan sifat takwa, bukan karena salahku, maka mengapa engkau
mau membunuhku?.
Dalam peristiwa ini terkandung
suatu hikmah, bahwa pendengki itu seharusnya menyadari bahwa ketidak
beruntungannya itu adalah disebabkan oleh kelalaiannya sendiri, dan
seharusnya dia berusaha melakukan sesuatu yang menyebabkan orang yang
didengkinya itu beruntung, bukan berusaha menghilangkan keberuntung. n orang
itu. Karena itu hanya akan merugikan dirinya sendiri dan tidak berguna sama
sekali baginya. Dan bahwa, perbuatan taat itu tidak akan diterima kecuali
dari orang yang vuriman dar. bertakwa. (Qadhi Baidhawi).
Dari
sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. sabdanya:
Artinya
: “Aku telah bertemu dengan Jibril, dan dia berkata : “Saya membawa kabar
gembira untukmu, bahwa Allah Taala telah berfirman : “Barangsiapa
mengucapkan salam kepadamu, maka Aku pun mengucapkan salam kepadanya, dan
barangsiapa membaca Salawat kepadamu maka Aku pun bersalawat (merahmati)
kepadanya”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa mengucapkan : “Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa anzilhul
manzilal muqorroba ‘indaka yaumal giyaamati” (Ya Allah, limpahkanlah rahmat
kebada Muhammad, dan tempatkanlah Beliau di tempat yang didekatkan di
sisi-Mu pada hari kiamat), maka orang itu pasti akan mendapatkan syafaatku
di hari kiamat kelak”. (Syifaus Syarif).
Adapun
firman Allah : (kedua putera Adam), konon, yang
dimaksudkan adalah
bukan kedua anak kandung
Adam, tetapi dua orang laki-laki dari Bani Israil. Oleh karena itu. mengenai
mereka dikatakan : (Oleh karena itu, Kami tetapkan atas Bani Israil. Bahwa
barangsiapa membunuh …. dst.). Akan tetapi, yang benar adalah pendapat
mazhab Yumhur Mufassirin (kelompok terbesar ahli tafsir), bahwa yang
dimaksudkan dalam ayat Itu ialah kedua anak kandung Adam as. Hal mana
ditunjukkan oleh firman Allah Taala, yang artinya : (kemudian Allah menyuruh
seekor burung gagak… dst), karena pembunuh Itu tidak tahu apa yang harus
dilakukannya terhadap yang dibunuhnya, sehingga dia perlu belajar dari apa
yang dilakukan burung gagak tersebut. (Tafsir Al Khazin).
Diceritakan
bahwa, Habil pergi mengambil seekor domba yang terbaik di antara
kambing-kambingnya talu dikurbankannya sambil mengharap di dalam hatinya
keridaan Allah Taala. Sedangkan Qabil mempersembahkan gandum yang terburuk
dari miliknya. Mereka berdua meletakkan kurban mereka masing-masing di atas
sebuah bukit. Kemudian Nabi Adam as. memanjatkan doa, maka turunlah api dari
langit lalu memakan kurban Habil, dan tidak memakan kurban Qabil. Maka
marahiah Qabil kepada Habil, dan dia menyimpan kedengkian pada saudaranya
itu. Sampai tiba waktu bagi Adam as. untuk berangkat ke Mekah guna
mengunjungi Kakbah, sehingga tinggallah mereka berdua tanpa Beliau.
Kesempatan itu digunakan oleh Qabil untuk melaksanakan niat jahatnya. Lalu
dia pergi menemui Habil dan mengancamnya: “Aku pasti membunuhmu!”.
Habil
menjawab : “Apa sebab engkau hendak membunuhku?”.
Qabil
menjawab : “Karena Allah telah menerima kurbanmu dan menolak kurbanku: dan
karena engkau hendak menikahi saudaraku yang cantik, sedang aku harus
menikahi saudaramu yang jelek. Maka nanti orang-orang akan mengatakan, bahwa
engkau lebih baik dariku, dan anakmu akan membanggakan diri terhadap
anakku”. (Tafsir Al Khazin).
Muhammad bin Ishak
menceritakan dari sementara orang yang mengerti tentang kitab-kitab kuno,
bahwa Adam as. telah mengumpuli Hawa di dalam surga sebelum keduanya
melakukan pelanggaran. Lalu Hawa mengandung Qabil dan saudaranya lglima.
Pada waktu itu, Hawa tidak merasa mengidam karena kandungannya itu. Tidak
letih dan tidak sakit, juga tidak melihat darah ketika melahirkan keduanya.
Dan ketika keduanya telah diturunkan ke bumi, Adam as. mengumpuli Hawa lagi,
lalu Hawa mengandung Habil dan saudara kembarnya Layudza. Ketika Hawa
mengandung untuk yang kedua kali ini, dia merasakan mengidam, letih dan
sakit, serta mengeluarkan darah saat melahirkan. Anak Adam yang laki-laki
mengawini anak Adam yang perempuan, yang mana saja di antara
saudara-saudaranya yang dia kehendaki selain dari saudara kembarnya, yang
lahir bersamanya. Ketika Qabil dan Habil telah menginjak dewasa, sedang usia
keduanya hanya berselisih dua tahun, maka Allah Taala memerintahkan kepada
Adam as. agar mengawinkan Qabil dengan Layudza, dan mengawinkan Habil dengan
lqlima, saudara kembar Qabil. Adapun Iglima itu lebih cantik daripada
Layudza. Adam pun lalu menyampaikan hal itu kepada kedua anaknya. Habil
menerimanya dengan rela, sedang Oabii tidak rela, dia berkata : “Iglima
adalah saudaraku, dan aku lebih berhak memilikinya. Kami berdua merupakan
anak-anak yang dilahirkan di surga, sedang dia berdua dilahirkan di bumi…
demikian seterusnya sampai akhir cerita. (Tafsir Al Khazin).
Disebutkan
di dalam Al Akhbar, bahwa Hawa melahirkan untuk Adam as. dari setiap
kandungan dua orang anak, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.
Adapun jumlah semua anak yang dilahirkannya adalah empat puluh anak dari dua
puluh kandungan. Anak pertama (sulung) ialah Qabil dan saudara kembarnya,
Iglima, sedang anak terakhir (bungsu) ialah Abdulmughits dan saudara
kembarnya, Amatulmunghits. Kemudian Allah memberkati anak keturunan Adam as.
itu.
ibnu Abbas ra. berkata : “Adam as. belum
mati, melainkan setelah menyaksikan anak-anak dan cucu-cucunya berjumlah
sampai empat puluh ribu orang”.
Para ulama
berbeda pendapat mengenai tempat kelahiran Qabil dan Habil. Sebagian dari
mereka mengatakan bahwa, Adam as. mengumpuli Hawa seratus tahun sesudah
mereka diturunkan ke bumi, lalu Hawa melahirkan untuknya, Qabil dan saudara
kembarnya Iglima, dalam satu kandungan: setelah itu, Habil dan saudara
kembarnya Layugdza, dalam satu kandungan yang lain. (Tafsir Al Khazin).
Ibnu
Juraij berkata : “Ketika Qabil hendak membunuh Habil, dia tidak tahu
bagaimana cara membunuhnya. Maka Iblis yang terkutuk menjelma di hadapannya.
Iblis telah menyiapkan seekor burung, lalu kepala burung itu diletakkannya
di atas batu, dan dengan batu yang lain, dipukulkannya kepala burung itu
sampai mati. Sementara itu, Qabil memperhatikannya. Maka Iblis telah
mengajari Qabil cara membunuh. Lalu Qabil melakukan seperti yang dilakukan
Iblis itu. Konon, Iblis mengajari Qabil cara membunuh itu pada saat Habil
sedang tidur.
Dan ulama berbeda pendapat pula
mengenai tempat dilakukannya pembunuhan itu. Ibnu Abbas ra. mengatakan, di
atas gunung Tsaur, dan pendapat lain mengatakan, di lereng gunung Hira, yang
lain mengatakan di Basrah, tepatnya di lokasi Masjid Agung. (Tafsir Al
Khazin).
Setelah Aabil membunuh adiknya, ia
menjadi menyesal atas pembunuhan itu. Karena akibat pembunuhan itu, dia
menjadi kebingungan memikirkan tentang cara mengurus jenazah adiknya itu,
lalu dipanggulnya jasad adiknya di atas punggungnya selama satu tahun atau
lebih, menurut kata orang. Dan karena Qabil belajar pada burung gagak, maka
kulitnya berubah menjadi hitam legam. Dan ayahnya berlepas diri darinya.
Sebagaimana diriwayatkan bahwa, setelah Qabil melakukan pembunuhan itu, maka
tubuhnya menjadi hitam legam. Lalu dia ditanya oleh Adam as. tentang
saudaranya, dia menjawab : “Saya tidak diserahi mengurusnya”.
Lantas
Adam as. berkata : “Engkau pasti telah membunuhnya, karena itu tubuhmu
berubah menjadi hitam!”. Dan Adam pun berlepas diri darinya.
Setelah
kejadian itu, Qabil tinggal selama seratus tahun tidak pernah tertawa. Dan
dia tidak memperoleh apa pun yang diinginkannya dengan melakukan pembunuhan
itu. (Qadhi Baidhawi)
Konon, setelah itu Qabil
melarikan diri ke Aden di negeri Yaman. Iblis yang terkutuk menyusulnya ke
sana. Setelah bertemu dia berkata : “Sesungguhnya api memakan kurban Habil
karena dia telah menyembah api. Maka lakukanlah olehmu seperti itu”. Dan
Qabil pun menurut. Qabillah yang mula-mula membuat alat-alat musik dan
tenggelam dalam kemaksiatan-kemaksiatan, yaitu meminum minuman keras,
menyembah berhala, berzina dan perbuatan-perbuatan keji lainnya, sehingga
Allah menenggelamkan mereka dengan air bah di zaman Nabi Nuh as. dan
barangsiapa melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu, maka dia akan
dikumpulkan bersama-sama Qabil dan anak-anaknya pada hari kiamat kelak.
(Raunaqul Majalis).
Menurut salah satu hadis,
tidaklah seseorang terbunuh secara aniaya, melainkan Qabil ikut andil di
dalamnya, yakni bagian dari darahnya. Karena dialah yang mula-mula
mempelopori pembunuhan.
Dan juga dikatakan,
bahwa yang pertama-tama mendengki di langit ialah Iblis yang terkutuk.
Kemudian terjadilah apa yang telah terjadi padanya. Dan yang pertama-tama
mendengki di muka bumi ialah Qabil, ketika dia mendengki saudaranya Habil,
lalu terjadilah apa yang telah terjadi padanya. Dan cukuplah nasib keduanya
itu menjadi nasehat bagi orang yang berakal.
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya
nikrmat-nikmat Allah itu mempunyai musuh”. Sahabat bertanya : “Siapa mereka
itu, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab : “lalah orang-orang yang mendengki
orang lain atas nikmat karunia yang diberikan Allah kepadanya”.
Sebagian
hukama berkata : “Induk segala kejahatan itu ada tiga dengki, tamak dan
Sombong. Adapun sifat sombong itu asalnya dari Iblis yang terkutuk. Ketika
dia bersikap Sombong dan enggan melakukan sujud sebagaimana yang
diperintahkan Allah kepadanya, lalu dia dikutuk. Sedangkan tamak, asalnya
dari Adam as. ketika dikatakan kepadanya, “Surga dan seluruh isinya
diperbolehkan bagimu selain dari satu pohon ini”. Namun, Beliau terpengaruh
oleh sifat tamak, sehingga ahirnya Beliau dikeluarkan dari dalam surga. Dan
dengki, asalnya dari Qabil, ketika dia membunuh saudaranya Habil, sehingga
dia menjadi kafir disebabkan oleh kedengkiannya itu”.
Dan
dikatakan oleh Al Faqih Abul Laits : “Ada tiga golongan manusia yang doanya
tidak diterima: (1) orang yang memakan harta haram, (2) orang yang suka
membicarakan kejelekan orang lain (menggunjing), (3) dan orang yang di dalam
hatinya terdapat perasaan dengki terhadap kaum muslimin”.
Dari
Athiyah bin Audzah As Sa’di, katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, sedangkan setan diciptakan
dari api, Maka, apabila seseorang di antara kamu marah, hendaklah dia
berwudu”. Dan sabda Nabi saw. :
Artinya :
“Sesungguhnya di kalangan kamu ada orang yang lekas marah lekas pula
redanya, ada yang lekas marah lambat reda, dan ada pula yang lambat marah
dan lekas reda. Maka yang terbaik adalah yang lambat marah lekas reda, dan
yang terburuk adalah yang lekas marah lambat reda”. (Zubdatul Wa’izhin)
Ketahuilah bahwa, orang yang suka mendengki itu akan memperoleh delapan
bencana : Pertama, rusak taatnya. Karena diriwayatkan dari sahabat Abu
Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Bel. u bersabda :
Artinya
: “Hindarilah olehmu sifat dengki, sebab dengki itu melahap
kebaikan-kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar dan rumput. Atau,
menjerumuskannya kepada kekufuran”.
Kedua,
menyeretnya kepada perbuatan-perbuatan maksiat.
Karena
pendengki itu biasanya tidak luput dari menggunjing, berdusta, mencaci dan
senang dengan kesusahan orang lain. Attabrani meriwayatkan dari Dhamrah bin
Tsa’labah, katanya : “Manusia akan selalu berada dalam keadaan yang baik
selama mereka tidak saling mendengki”.
Ketiga,
tidak memperoleh syafaat. Attabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Basyar,
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Tidak termasuk ke dalam golonganku orang yang suka mendengki, orang yang
suka mengadu-domba, dan tukang ramai: dan aku pun tidak tergolong
darinya”.
Kemudian Beliau membacakan firman
Allah, yang artinya : “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang
beriman, laki-laki dan perempuan, tanpa kesalahan yang mereka lakukan, maka
sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.
Keempat,
masuk neraka.
Addailami meriwayatkan dari
sahabat Ibnu Umar ra. dan sahabat Anas bin Malik ra., bahwa saw. bersabda
:
Artinya : “Enam golongan manusia masuk neraka
sebelum dihisab dikarenakan oleh enam perkara. Sahabat bertanya : Siapa
mereka, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab : para pemimpin pemerintahan karena
kelalimannya: orang-orang Arab karena fanatik kesukuannya, kapala-kepala
daerah karena kesombongannya: para pedagang karena ketidak Jujurannya, para
penduduk dusun karena kebodohannya, dan orang-orang alim karena
kedengkiannya”.
Kelima, penyebab dilakukannya
sesuatu yang merugikan orang lain.
Oleh
karenanya, Allah Taala memerintahkan agar memohon perlindungan dari
kejahatan pendengki, sebagaimana Dia memerintahkan agar memohon perlindungan
dari setan yang terkutuk. Hal mana disebutkan dalam firman-Nya:
Artinya
: “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia mendengki”. Dan sabda
Nabi saw. :
Artinya : “Jadikanlah sikap tutup mulutmu itu sebagai
penolong dalam usaha meraih keinginan-keinginanmu, sebab setiap orang yang
memperoleh nikmat itu pasti didengki””. Keenam, letih dan susah tanpa
manfaat, bahkan disertai dengan dosa dan maksiat. Ibnu Assammak berkata :
“Saya tidak pernah melihat orang zalim yang lebih mirip dengan orang yang
dizalimi selain pandengki, selalu letih, akal bingung, dan susah yang tak
kunjung reda.
Ketujuh, buta hati, sehingga hampir tidak mengerti
satu hukum pun dari hukumhukum Allah Taala.
Sufyan berkata :
“Janganlah engkau menjadi pendengki, agar engkau cepat mengerti”.
Kedelapan,
tidak akan sukses dalam segala bidang.
Bahkan selalu kalah,
sehingga hampir tidak pernah memperoleh apa yang dicitacitakannya dan tidak
pernah menang atas musuhnya.
Karenanya, dikatakan :
Artinya
: “Pendengki itu tidak akan mulia”. (Thariqah Muhammadiyah).
19. TENTANG TURUNNYA HIDANGAN DARI LANGIT BERKAT DOA NABI ISA AS.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan
(ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut Isa yang setia :
“Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku”. Mereka menjawab : “Kami
telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa kami adalah orang-orang
yang patuh (kepada seruanmu)”. (Ingatlah) ketika para pengikut Isa berkata :
“Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit
kepada kami?”. Isa menjawab : “Bertakwalah kepada Allah jika kamu
betul-betul orang yang beriman”. Mereka berkata : “Kami ingin memakan
hidangan itu dan supaya tentram hati kami, dan Supaya kami yakin bahwa
engkau telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi Orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu”. : Isa putera Maryam berdoa: “Ya Allah, oh Tuhan
kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari
turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang
bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi
kekuasaan-Mu : berilah kami rizeki, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling
baik”. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu
kepadamu, barangSiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turun hidangan
itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak
pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia”. (QS.
Almaidah : 111-115).
Tafsir :
(. ) Dan ingatlah, ketika Aku ilhamkan kepada
para pengikut Isa yang setia, Maksudnya : Aku perintahkan kepada mereka
melalui lisan-lisan rasul-rasulKu.
(
)i Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku. Boleh jadi pada
kalimat ini adalah an masdariyah (. ) atau bisa juga an mufassirah
(. ).
(. ) Mereka
menjawab : “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa kami
adalah orang-orang yang patuh, yang ikhlas.
(.
) Ingatlah, ketika para pengikut Isa berkata : “Hai Isa putera Maryam.
Kalimat ini dinasabkan dengan kata. atau merupakan zharaf (kata
keterangan) dari kata . Dengan demikian, ia menjadi
peringatan bahwa pengakuan ikhlas mereka yang diiringi dengan perkataan
mereka : (. ) sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari
langit kepada kami?”, belumiah karena pengetahuan yang mantap dan kokoh.
Ada
pendapat yang mengatakan, bahwa yang dimaksudkan dengan “sanggup” dalam ayat
ini adalah kesanggupan yang diakibatkan oleh hikmat dan iradat, bukan yang
diakibatkan oleh kekuasaan. Dan ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa
arti dari “sanggupkah Tuhanmu” ialah “apakah Dia mengabulkan doamu?”.
Kata artinya sama dengan seperti
kata sama dengan .
(.
) Isa menjawab : “Bertakwalah kepada Allah”. Dari pertanyaan seperii ini.
(
) jika kamu betul-betul orang yang beriman, kepada kesempurnaan kekuasaan
Allah dan kebenaran kenabianku, atau, jika kamu benar dalam pengakuan
keimananmu.
(. )
mereka berkata : “Kami ingin memakan hidangan itu”. Kata-kata ini adalah
permulaan alasan dan penjelasan mengapa sampai mereka mengajukan pertanyaan
itu. .
(. ) dan supaya
tentram hati kami, dengan berkumpulnya antara ilmu musyahadah dan Hmu
istidlal atas kekuasaan Allah yang sempurna.
(.
) dan supaya kami yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami, dalam
pengakuanmu sebagai nabi dan bahwa Allah mengabulkan doa kami.
(.
) dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu, apabila engkau
telah membuktikan kepada kami atau, menjadi orang-orang yang menyaksikan
dengan mata kepala, bukan hanya sekedar mendengar berita belaka.
(.
) Isa putera Maryam berdoa : “Ya Allah, Ya Rabbana, turunkanlah kepada kami
suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi
kami, yang akan kami rayakan. Ada yang mengatakan bahwa, Id itu
artinya kegembiraan yang berulang.
Karena itulah hari raya disebut Id.
(.
) yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami.
Kata-kata ini adalah Badal (pengganti) dari kata , dengan
mengulangi ‘amilnya. Maksudnya, hari raya bagi orang-orang yang bersama kami
dan orang-orang yang datang sesudah kami.
( )
dan menjadi tanda. Di-athaf-kan kepada kata .
(.
) dari-Mu. Kata ini merupakan sifat dari kata . Maksudnya :
Tanda yang nyata dari-Mu, yang menunjukkan atas kesempurnaan kekuasaan-Mu
dan kebenaran kenabianku. –
(. ) dan
karuniailah kami, hidangan dan rasa syukur atasnya.
(.
) dan Engkaulah Pemberi rezki yang paling baik. Karena Allah-lah yang
menciptakan rezki.
(. ) Allah
berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, sebagai
perkenaan atas permintaanmu.
(.
) barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turun hidangan itu), maka
Aku akan menyisakannya dengan siksaan. Yakni, dengan penyiksaan.
(.
) yang tidak pernah Aku timpakan kepada seseorang pun. Dhamir (kata ganti
nama) x(dalam RIS) kembali kepada masdarnya, atau kepada azab.
(.
) sekalian umat marusia. Yaitu yang sezaman dengan mereka, atau seluruh umat
manusia secara mutlak. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan
di dalam At Akhbar: Tiga perkara yang di sisi Allah tidak setimbang dengan
sayap seekor nyamuk : (1) salat yang tidak disertai dengan tunduk dan
khusyu’ (2) zikir dengan hati yang lalai. Karena Allah tidak akan
mengabulkan doa dari hati yang lalai, (3) membaca salawat untuk Nabi saw.
tanpa disertai penghormatan dan tanpa niat. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang
artinya : “Sesungguhnya setiap amal itu harus disertai dengan niat”.
(Zubdah). .
Dan diriwayatkan dari sahabat Ibnu
Abbas ra., bahwa Nabi Isa as. berkata kepada pengikut-pengikutnya :
“Berpuasalah kamu selama tiga puluh hari, kemudian mintalah kepada Allah apa
yang kamu inginkan, niscaya Dia memberikannya kepadamu”. Maka mereka pun
berpuasa. Setelah selesai berpuasa, mereka berkata : “Jika kita bekerja pada
seseorang, lalu pekerjaan itu kita selesaikan, tentu orang itu akan memberi
makan kepada kita”. Kemudian mereka meminta kepada Allah Taala hidangan.
Maka turunlah malaikat membawa hidangan, yang terdiri dari tujuh potong roti
dan tujuh ekor ikan. Kemudian hidangan itu diletakkan malaikat di hadapan
mereka. Maka orang yang terakhir dapat menyantap hidangan itu seperti halnya
orang yang pertama.
Dan menuju Ka’ab, hidangan
itu turun terbalik, diterbangkan oleh malaikat antara langit dan bumi.
Isinya terdiri dari segala jenis makanan selain daging.
Sedang
Qatadah berkata : “Pada hidangan itu terdapat buah di antara buah-buahan
surga”.
Dan Athiyah Al Aufi mengatakan : “Dari
langit turun seekor ikan yang mengandung rasa segala sesuatu”.
Diperselisihkan,
apakah Isa as. meminta hidangan itu untuk dirinya sendiri, atau memintanya
untuk kaumnya. Sekalipun pada lahirnya Beliau menisbatkan hidangan itu
kepada dirinya, namun masing-masing dari keduanya tetap memuat bahwa
turunnya hidangan tu adalah karena diminta. (Naisaburi)
Konon,
ketika para pengikut Nabi Isa as. mendengar ancaman keras dari Allah itu,
yaitu : “Barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turunnya hidangan)
itu, maka seSungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah
Aku timpakan kepada seseorang pun di antara umat manusia”. Maka mereka
kuatir jangan-jangan ada Sebagian di antara mereka yang menjadi kafir, lalu
mereka meminta maaf dan berkata :
“Kami tidak
monginginkan hidangan itu”. Maka hidangan itu pun tidak jadi diturunkan.
Demikian kata Mujahid dan Alhasan. Totapi yang benar adalah yang dianut oleh
Jumhur umat dan imam-imam yang terkenal, yaitu bahwa hidangan itu
benar-benar telah diturunkan. Sebagaimana diriwayatkan bahwa, Nabi Isa as.
mandi lalu mengenakan kain wol, kemudian salat dua rakaat. Beliau
menundukkan kepala sambil memicingkan kedua matanya, kemudian Beliau berdoa
dan diperkenankan. Sekonyong-konyong tampak sebuah taplak merah di antara
dua awan, satu di atasnya dan satu di bawahnya, turun perlahan-lahan dengan
disaksikan oleh seluruh pengikut Isa as. hingga akhirnya tiba di hadapan
mereka. Maka menangislah Isa as. lalu Beliau berdoa : “Ya Allah, jadikanlah
aku dari golongan ini sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan janganlah Engkau
jadikan dia sebagai siksaan dan hukuman”. Kemudian Beliau bangkit lalu
berwudu dan salat sambil menangis. Setelah itu, Beliau berkata kepada para
pengikutnya : “Berdirilah orang yang terbaik amalnya di antara kamu sekalian
untuk membuka hidangan ini, sambil menyebut nama Allah dan menyantapnya”.
Syam’un,
pemimpin Hawariyun, menjawab : “Bagindalah yang lebih pantas
melakukannya”.
Maka bangkitlah Nabi Isa as.
lalu berwudu dan salat sambil menangis. Kemudian Beliau membuka kain penutup
hidangan itu seraya berkata : “Dengan nama Allah, sebaikbaik pemberi rezki””
Ternyata di dalamnya ada seekor ikan panggang, tanpa sisik dan tanpa duri,
mengalirkan lemak, kepalanya bergaram, ekornya bercuka, dan disekelilingnya
terdapat bermacam-macam sayuran selain kucai. Dan ada pula lima potong roti,
yang satu pakai minyak zaitun, yang kedua pakai madu, yang ketiga pakai
minyak samin, yang keempat pakai mentega, dan yang kelima pakai dendeng.
Syam’un
bertanya : “Wahai Ruh Allah, makanan ini, apakah dari makanan dunia atau
makanan akhirat?”.
Isa as. menjawab : “Bukan
dari keduanya, tetapi ia merupakan makanan yang baru diciptakan Allah dengan
kekuasaan-Nya yang tinggi. Makanlah yang kalian minta ini dan bersyukurlah,
niscaya Allah akan menambah nikmat dan karunia-Nya kepada kamu”.
Para
Hawariyun berkata : “Wahai ruh Allah, coba Baginda perlihatkan kepada kami
tanda kekuasaan Allah yang lain selain dari yang ini”.
Nabi
Isa as. berkata : “Hai ikan, hiduplah engkau dengan izin Allah Taala”. Maka
ikan itu pun bergerak-gerak. Kemudian Isa berkata kepadanya : “Kembalilah
engkau ke asalmu” Maka ikan itu pun kembali sebagai ikan panggang. Kemudian
hidangan itu melayang terbang. Sesudah itu, mereka mendurhaka, maka
diubahlah rupa mereka menjadi kera dan babi.
Konon,
Hidangan itu datang kepada mereka selama empat puluh hari dalam waktu yang
berbeda-beda. Orang miskin, orang kaya, anak kecil dan orang tua semuanya
berkumpul menyantap makanan yang ada pada hidangan itu hingga datang harta
rampasan perang, maka terbangiah hidangan itu sedang mereka memandang
bayangannya. Dan tidaklah seorang miskin makan dari hidangan itu, melainkan
menjadi kaya sepanjang hidupnya, dan tidak pula orang yang sakit memakannya,
melainkan akan sembuh total dan tidak akan sakit-sakit lagi
selama-lamanya.
Kemudian Allah Taala mewahyukan
kepada Nabi Isa as. : “Berikanlah hidangan-Ku kepada orang-orang fakir dan
orang-orang sakit, dan tidak kepada orang-orang kaya dan orang-orang sehat”.
Karena itu, maka orang-orang menjadi ribut. Lalu diubahlah rupa beberapa
orang di antara mereka menjadi babi-babi yang mencari makan di jalan-jalan
dan tempat-tempat sampah, memakan kotoran di rumput-rumput. Ketika orang
banyak melihat kejadian itu, mereka bergegas mendatangi Nabi Isa as. sambil
menangisi orang-orang yang diubah rupanya itu.
Dan
ketika babi-babi itu melihat Nabi Isa as. mereka menangis dan mulailah
mereka berputar-putar mengelilingi Beliau. Dan Beliau memanggil mereka
sambil menyebutkan nama mereka satu persatu. Maka mereka menangis sambil
memberi isyarat dengan kepala mereka masing-masing tanpa mampu mengucapkan
sepatah kata pun. Mereka hidup selama tiga hari, setelah itu mereka semua
mati.
(Kisah aneh): Wahai saudara-saudaraku,
kaum Nabi Isa as. telah meminta makanan dari Nabi Isa as. maka kalian
mintalah, sesudah puasa, rahmat Allah dan ampunan-Nya. Dan sesungguhnya hari
raya dinamakan Id, karena dalam setahun dia berulang dua “kali. Diriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Apabila kaum muslimin telah selesai berpuasa di bulan Ramadan, dan
berangkat menuju ke tempat mereka berhari raya, maka Allah Taala berfirman
kepada para malaikat : “Hai malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya setiap orang
yang bekerja tentu akan meminta upahnya. Begitu juga dengan hamba-hamba-Ku
yang telah berpuasa di bulan Ramadan dan keluar menuju ke tempat mereka
berhari raya, juga meminta ganjaran mereka. Maka saksikanlah, bahwasanya Aku
telah mengampuni mereka”. Maka dikumandangkanlah suatu seruan: “Wahai umat
Muhammad, pulanglah kalian ke rumahmu masing-masing, karena
keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan berkat
kemurahan Allah Taala”.
Dan sabda Nabi saw.
:
Artinya : “Apabila tiba hari raya Fitri (Idul
Fitri) semua orang keluar menuju ke tempat salat, lalu bersujud
(melaksanakan salat) kepada Tuhan mereka. Maka Allah Taala bertirman :
“Wahai hamba-hamba-Ku, kamu semua berpuasa karena Aku: kamu berbuka karena
Aku, dan kamu salat juga karena Aku, maka bangkitlah kamu sekalian dalam
keadaan telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu maupun yang akan
datang”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Bersungguh-sungguhlah kamu semua pada hari raya Fitri (Idul Fitri) dalam
bersedekah dan melakukan amal-amal kebaikan dan kebajikan berupa salat dan
zakat, Serta perbanyaklah membaca tasbih dan tahlil. Karena hari itu adalah
hari yang di dalamnya Allah mengampuni dosa-dosamu, memperkenankan
doa-doamu, dan memandang kepadamu dengan pandangan rahmat dan ampunan”.
Wahab
bin Munabbih berkata : “Pada setiap hari raya Iblis bersedih hati, maka
iblisiblis lain berkumpul di hadapannya, mereka berkata : “Hai pemimpin
kami, siapakah yang telah membuatmu marah, dari langit dan bumi, agar kami
dapat menghancurkannya?”
Iblis menjawab :
“Tidak ada. Hanya saja Allah telah mengampuni umat ini pada har ini. Maka
hendaklah kamu sekalian menyibukkan mereka dengan kelezatan-kelezatan yang
terlarang dan minuman keras, sehingga Allah membenci mereka dan mengazab
mereka”. (Demikian tersebut di dalam Az Zubdah).
Maka
hendaklah Anda berpedoman pada apa yang disebutkan dalam kitab Zubdah ini,
sehingga Anda dapat keluar dari melakukan apa yang ada dalam perjanjian
Iblis tersebut nasut qalam singgasana surga.
20. KEUTAMAAN BERPUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWWAL
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Barangsiapa
membawa amal yang baik maka baginya (pahala ) sepuluh kali lipat amalnya,
dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi
pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun
tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al An’am : 160) Tafsir :
(
) Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali
lipat amalnya. Maksudnya : sepuluh kebaikan semisalnya, sebagai anugerah
dari Allah Taala. Ya’kub membaca kata dengan tanwin ( ), dan
kata dibaca rafa ( ) sebagai sifat. Ayat ini
merupakan kelipatan-kelipatan pahala yana dijanjikan. Sementara itu, ada
pula janji tentang kelipatan pahala sampai tujuh puluh hingga tujuh ratus
kali lipat, dan tanpa hitungan. Karena itu dikatakan bahwa, yang dimaksud
dengan kata “sepuluh” itu ialah “banyak” bukan bilangan tertentu.
(.
) dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi
pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya. Sebagai pelaksanaan
keadilan.
(. ) sedang
mereka tidak dianiaya. Dengan dikurangi pahala atau pun ditambah hukumannya.
(Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw.
bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
membaca salawat untukku seratus kali pada hari Jumat, kelak pada hari
kiamat, dia akan datang dengan disertai cahaya, yang kalau cahaya itu
dibagi-bagikan di antara seluruh makhluk, niscaya akan meratai mereka
semua”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, maka tidak ada lagi dosa
yang melekat padanya barang satu zarrah maupun satu biji” (Zubdatul
Wa’izhin)
Imam Muslim telah mengeluarkan satu
hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dan Abu Ayyub ra., dari Nabi saw. bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
berpuasa di bulan Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan berpuasa enam hari
di bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama satu tahun penuh”.
Sabda
Beliau di atas sesuai dengan maksud firman Allah Taala yang artinya :
“Barangsiapa yang membawa amal yang baik baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya”. Karena satu tahun itu terdiri dari tiga ratus enam puluh hari.
Puasa Ramadan itu jumlahnya tiga puluh hari, itu setara dengan tiga ratus
hari. Maka tinggal enam puluh hari lagi. Jika orang itu berpuasa pula enam
hari di bulan Syawwal, yang setara dengan enam puluh hari, maka berarti
genaplah jumlahnya dengan tiga ratus enam puluh hari yang sama dengan satu
tahun. Dan itulah yang dimaksudkan oleh sabda Nabi saw. yang artinya :
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan
berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama
satu tahun penuh”.
Adapun tentang adanya
sebagian ulama yang memakruhkan puasa ini, karena dikuatirkan menyerupai
perbuatan ahlil kitab dalam menambahi puasa fardu, pendapat ini dibantah
dengan argumentasi, bahwa penyerupaan itu sudah tidak ada lagi, karena di
antara kedua puasa itu diselingi dengan hari raya (Idul Fitri), (jadi tidak
disambung seperti perbuatan ahlil kitab, pent.), dan karena puasa yang
pertama adalah fardu, sedang yang lain sunnah. (Durratui Wa’izhin)
Diriwayatkan
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi selama enam hari di
bulan Syawwal. Maka barangsiapa berpuasa enam hari tersebut, Allah Taala
mencatat baginya kebaikan sebanyak jumlah makhluk-Nya, dan menghapus darinya
kesalahankesalahannya, serta mengangkat derajatnya”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Sesungguhnya orang
mati itu mempunyai enam ratus organ, pada tiap-tiap organ dari organ-organ
tubuhnya terdapat seribu mulut kecuali pada hati, karena hati itu merupakan
tempat makrifat. Barangsiapa mengerjakan puasa enam hari tersebut, Allah
akan meringankan baginya sakaratul maut, bagaikan meminum air yang sejuk
bagi orang yang dahaga”. (Durratul Wa’izhin).
Konon,
barangsiapa menanam sebatang pohon karena mengharapkan buahnya, tentu dia
akan menyiraminya pada waktunya. Apabila daun-daun pohon itu telah
menghijau, itu tanda bahwa pohon itu tidak perlu disirami lagi. Apabila
daun-daun pohon itu telah menghijau, dan setelah lewat beberapa lama, ia
terkena panas matahari lalu menjadi kering, maka diketahui bahwa pohon itu
memerlukan air lagi. Namun jika dia tidak kering, bahkan menjadi bertambah
hijau, maka diketahuilah bahwa pohon itu tidak lagi memerlukan air. Begitu
pula halnya dengan hamba Allah di bulan Ramadan. Dia berlomba melakukan
puasa, salat dan amal-amal kebaikan lainnya karena mengharapkan semua
amalnya itu diterima Allah, berkat bulan Ramadan. Dan tanda diterimanya itu
ialah jika sesudah habis bulan Ramadan, si hamba tadi masih tetap rajin
melaksanakan ketaatanketaatan dan ibadat-ibadat. (Hayatul Qulub)
Dari
Sufyan Ats Tsauri ra., katanya : “Saya pernah tinggal di Mekah selama tiga
tahun. Ketika itu, ada seorang penduduk Mekah yang setiap hari datang ke
Baitul Haram pada waktu Zuhur. Dia melakukan tawaf di sekeliling Kakbah dan
salat. Kemudian dia memberi salam kepadaku, lalu pulang. Akhirnya saya
terbiasa dan kenal dengannya, begitu pula dia. Pada suatu hari, dia jatuh
sakit, lalu mengundangku, kemudian dia berkata : “Seandainya saya meninggal
dunia, maka mandikanlah saya oleh Anda sendirian dan salatilah saya, lalu
kuburkaniah. Dan jangan biarkan saya sendirian di dalam kuburku pada malam
itu. Tinggallah Anda di samping kuburku dan ajarilah saya kalimat tauhid
ketika Munkar dan Nakir menanyaiku”. Saya berjanji akan melaksanakan
wasiatnya itis. Ketika saya melaksanakan apa yang disuruhnya itu, dan saya
bermalam di sampng kuburnya. Ketika saya berada dalam keadaan antara tidur
dan jaga, tiba-tiba terdengar suara : “Hai Sufyan, dia tidak memerlukan pada
penjagaan dan pengajaranmu!”.
Saya bertanya :
“Mengapa?”.
Suara itu menjawab : “Disebabkan
oleh puasa Ramadan yang dilanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan
Syawwal”.
Maka saya pun terjaga. Ternyata tidak
ada seorang pun di sekitar situ. Lalu, saya berwudu dan salat, sampai
akhirnya saya tertidur kembali. Kemudian saya bermimpi lagi seperti itu
sampai tiga kali. Maka saya pun sadar, bahwa itu semua adalah dari Allah
Yang Maha Pengasih, bukan dari setan yang terkutuk. Lantas saya pergi
meninggalkan kuburan itu, seraya berdoa: “Ya Allah, berilah aku taufik
supaya dapat melaksanakan puasa Ramadan dan puasa enam hari di bulan
Syawwal”. Maka Allah Yang Mahabesar lagi Mahatinggi berkenan memberi taufik
kepadaku”. (Badrud Durar) |
Albaihagi
meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya
: “Orang yang berpuasa sesudah bulan Ramadan, adalah seperti orang yang
menyerang sesudah lari”.
Maksudnya, orang yang
sudah selesai mengerjakan puasa Ramadan, kemudian berpuasa kembali,
diumpamakan seperti orang yang melarikan diri dari medan perang yang
kemudian bertempur kembali. Dan yang dimaksud dengan puasa sesudah bulan
Ramadan itu ialah puasa enam hari di bulan Syawwal. Atas dasar inilah, Asy
Sya’bi berkata :
“Berpuasa satu hari sesudah
bulan Ramadan lebih aku sukai daripada berpuasa setahun penuh”.
Manawi
meriwayatkan dari Abdulwahab, bahwa dia berkata : “Rahasia disyariatkannya
puasa pada hari-hari ini (enam hari di bulan Syawwal, pent.) adalah karena
nafsu mungkin mengarahkan keinginannya pada hari raya kepada
syahwat-syahwat, sehingga pada han itu dia ditimpa oleh kelalaian-kelalaian
dan hijab. Maka puasa enam hari di buian Syawwal ini laksana pembalut yang
menutupi kekurangan-kekurangan atau kelalaiankelalaian di dalam puasa
Ramadan, seperti salat-satat sunnah yang menyertai salat-salat fardu atau
sujud sahwi”.
Cara melakukan puasa tersebut
adalah dengan berturut-turut (mutawaliyah). Sebagian ulama ahli tahkik dan
ulama yang telah mencapai tingkat kesempurnaan mengatakan : “Yang lebih
utama adalah puasa enam hari di bulan Syawwal itu hendaklah dilakukan secara
berturut-turut, tanpa dipisah-pisahkan. Karena melakukan puasa secara
berturutturut itu lebih mendekati kepada penjernihan batin daripada kalau
dia dipisah-dipisahkan”. Dan oleh karena itu, Sayidi Ali Zadah berkata :
“Dalam pelaksanaan puasa enam hari ini seyogyanya menerapkan pula apa-apa
yang harus dilakukan dalam pelaksanaan puasa Ramadan, bahkan harus lebih
ditingkatkan, karena puasa enam hari ini merupakan pembalut. Pembicaraan
mengenai keutamaan puasa enam hari ini, jika seseorang memisah-misahkannya
atau mengakhirkannya dari awal bulan, dia masih tetap memperoleh keutamaan
meneruskan puasa. (Sunan Daruguthni)
Dari Ibnu
Umar ra., katanya : “Rasululiah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa melakukan puasa di bulan Ramadhan lalu dilanjutkannya dengan
puasa enam hari di bulan Syawwal, maka dia keluar dari dosa-dosanya seperti
hari ketika dia baru dilahirkan oleh ibunya”. (Attarghib wat Tarhiib)
Dari
Ka’bul Ahbar, katanya : “Suatu ketika, Fatimah ra., jatuh sakit. Kemudian
Ali datang dan bertanya : “Wahai Fatimah, apa keinginan hatimu dari
kemanisan-kemanisan dunia ini?”. Fatimah menjawab : “Wahai Ali, saya ingin
buah delima”. Ali berpikir sesaat, karena dia tidak mempunyai sesuatu apa
pun. Kemudian dia bangkit dan pergi ke pasar, lalu meminjam satu dirham,
kemudian dibelikannya buah delima. Setelah itu, dia pun pulang menemui
istrinya. Dalam perjalanan pulangnya, dilihatnya seorang laki-laki
tergeletak di tengah jalan. Ali berhenti lalu bertanya kepada orang itu :
“Apa keinginan hatimu, wahai orang tua?”.
Orang
itu menjawab : “Hai Ali, aku sudah lima hari di sini tergeletak, dan
orang-orang melewatiku. Namun tidak ada seorang pun yang berpaling kepadaku.
Hatiku ingih delima”.
Ali berpikir di dalam
hatinya sesaat sambil berkata kepada dirinya sendiri : “Aku telah membeli
sebuah delima untuk Fatimah, jika delima ini aku berikan kepada orang ini,
maka Fatimah tidak kebagian, tetapi kalau aku tidak memberinya, maka aku
telah menyalahi firman Allah : (Adapun peminta-minta, maka janganlah kamu
hardik). Dan Nabi saw. bersabda : (Janganiah kamu menolak orang yang meminta
sekalipun dia menunggang kuda). Maka buah delima itu dibelahnya, kemudian
dia suapkan kepada orang tua itu, lalu seketika itu juga orang tua itu
sembuh dari sakitnya, sedang Fatimah ra. sendiri juga sembuh. Dan Ali pulang
dengan rasa malu. Ketika Fatimah melihatnya, dia segera bangkit dan
menyambut suaminya itu, kemudian didekapnya ke dadanya, seraya berkata :
“Kanda tampak prihatin sekali. Demi keperkasaan dan kebesaran Allah,
sesungguhnya setelah kanda memberikan buah delima itu kepada orang tua
tersebut, maka seketika itu juga hilanglah keinginanku kepada buah delima
itu”. Ali gembira mendengar perkataan istrinya itu. Kemudian datang seorang
laki-laki mengetuk pintu. Ali bertanya : “Siapa Anda?”.
Orang
itu menjawab : “Saya Salman Alfarisi, bukalah pintu!”.
Ali
bangkit lalu membuka pintu. Tampak Salman menjinjing sebuah baki yang
ditutup:
dengan secarik kain. Salman meletakkan
baki itu di hadapan Ali.
“Dari siapakah ini hai
Salman ?”. tanya Ali.
Salman menjawab : “Dari
Allah kepada Rasul-Nya, dan dari Rasul kepada Anda”.
Ali
membuka tutupnya, ternyata di dalamnya ada sembilan buah delima. Lalu Ali
pe. kata : “Hai Salman, kalau ini memang untukku, seharusnya sepuluh buah,
karena firrria Allah : (Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya
pahala sepuluh kali lipa’ amalnya)”.
Salman
tertawa, lalu dia mengeluarkan sebuah delima dari lengan bajunya kemudian
diletakkannya kedalam baki, sambil berkata : “Hai Ati, demi Allah, delima
ini memang ada sepuluh biji, tetapi saya tadi hanya ingin mengujimu”.
(Raudhatul Muttagin)
Hikmat dilipat gandakannya
pahala kebaikan-kebaikan dari umat ini ada tiga:
Pertama,
bahwa usia umat-umat terdahulu kebanyakan paniang-panjang ama. kebajikan
mereka pun banyak, sedang usia umat ini pendek-pendek, sehingga amal
kebajikan mereka pun sedikit. Oleh karena itu, Allah melebihkan umat ini
dengan melipat gandakan pahala amal mereka dan mengutamakan waktu-waktu
serta Lailatul Qadar, supaya ketaatan-ketaatan mereka lebih banyak pahalanya
daripada umat-umat terdahulu. Seperti yang diriwayatkan, bahwa Nabi Musa as.
pernah berkata : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku dapati di dalam kitab Taurat
suatu umat yang kebaikan-kebaikannya dicatat sepuluh kali lipat, sedang
kejahatan-kejahatannya hanya dicatat semisalnya saja. Jadikaniah, mereka itu
umatku”. Allah menjawab : “Hai Musa, itu adalah umat Muhammad yang akan
datang pada akhir zaman”.
Kedua,
derajat-derajat di dalam surga itu dicapai dengan ketaatan yang murni tanpa
ada kekurangan-kekurangan, sedang ketaatan umat ini disertai banyak
kekurangan. Oleh karenanya, Allah Taala memberikan tambahan kelipatan pahala
dari karunia dan kemurahan-Nya, agar kekurangan yang terdapat dalam
perbuatan taat umat ini menjadi sempurna dengan adanya tambahan kelipatan
pahala tadi, sehingga diketahui bahwa mereka meraih derajat surgawi itu
dengan tambahan kelipatan pahala tersebut.
Ketiga,
diadakannya tambahan kelipatan-kelipatan pahala itu juga disebabkan oleh,
karena orang-orang yang bersengketa pada hari kiamat nanti akan bergantung
menuntut hak mereka pada seteru-seteru mereka masing-masing. Kemudian mereka
membawa amal-amal seteru-seteru mereka itu, sehingga tidak ada yang tersisa
selain tambahan kelipatan-kelipatan pahala tadi. Lantas salah seorang dari
mereka berkata : “Ya Rabb, berikanlah kepadaku tambahan kelipatan-kelipatan
pahala amalnya itu!”.
Allah menjawab :
“Sesungguhnya tambahan kelipatan-kelipatan pahala ini bukanlah dari amalnya,
melainkan dari rahmat-Ku, sedangkan Aku tidak akan menahan rahmat-Ku
darinya. Tetapi Aku berikan kepadamu hasil dari amalnya saja”.
(Ya
Rabbana, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat).
(Raudhatul Ulama)
(Kisah menarik) Abdullah bin
Mubarak berkata : “Pada suatu tahun, saya berangkat haji. Saya pernah
tertidur di Hijir Ismail. Di dalam tidur itu, saya bermimpi didatangi oleh
Rasulullah saw. Beliau berkata : “Kalau engkau pulang ke Baghdad, masuklah
ke kamPung anu, dan carilah Bahram, seorang Majusi. Sampaikanlah salamku
kepadanya dan katakan kepadanya : “Sesungguhnya Allah Taala telah
meridainya”.
Maka saya pun terjaga lalu saya
mengucapkan : “Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah Yang
Mahatinggi lagi Mahaagung. Ini adalah mimpi dari setan”.
Kemudian
saya berwudu lalu melakukan tawaf sesuai yang dikehendaki Allah, sehingga
akhirnya saya diserang rasa kantuk dan tertidur kembali. Di dalam tidur itu,
saya kembali bermimpi seperti tadi. Kejadian ini berlangsung sampai tiga
kali.
Setelah selesai melaksanakan haji, saya
pulang ke Baghdad. Saya langsung pergi ke kampung anu lalu mencari rumah
Bahram, orang Majusi itu. Saya jumpai dia adalah Seorang yang sudah lanjut
usianya. Lalu saya bertanya : “Andakah Bahram orang Majusi?”
“Ya’,
jawabnya, “Saya meminjamkan uang di tengah-tengah masyarakat dengan membayar
bunga. Dan ini menurut saya adalah baik”.
Saya
katakan : “Ini haram menurut Muhammad saw.”. Lalu saya lanjutkan : “Apakah
Anda mempunyai kebaikan lain selain itu?”.
“Ya”,
jawabnya. “Saya mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang anak
laki-laki. Anak-anak perempuan itu aku kawinkan dengan anak-anakku yang
lelaki”.
“Ini pun haram juga”, kata saya.
Kemudian saya bertanya kembali : “Apakah Anda mempunyai kebaikan lain selain
itu?”.
“Ya”, Jawabnya. “Saya mengadakan jamuan
makan untuk orang-orang Majusi, ketika saya mengawinkan anak-anak perempuan
dengan anak-anak lelakiku”.
Saya katakan : “Ini
pun haram juga”. Kemudian saya bertanya lagi : “Pernahkah Anda melakukan
selain itu?”.
“Ya”, jawabnya. “Saya mempunyai
seorang anak perempuan yang tergolong wanita tercantik. Saya tidak
mendapatkan laki-laki yang sepadan dengannya. Oleh karena itu, dia saya
kawini sendin. Pada malam itu, saya mengadakan jamuan makan yang dihadiri
oleh lebih dari seribu orang Majusi”.
“Ini juga
haram”, kata saya. Lalu saya bertanya pula : “Masih adakah padamu selain
dari itu?”.
“Ya”, jawabnya. “Pada suatu malam,
saya menggauli anak perempuanku itu di tempat tidurku. Tiba-tiba seorang
perempuan yang seagama denganmu datang hendak menyalakan lampu dari lampuku.
Lalu dia menyalakan lampunya. Saya keluar dan memadamkan lampunya itu.
Kemudian dia masuk kembali dan menyalakan lampunya. Dan saya pun keluar lalu
memadamkan lampunya. Kemudian saya berkata dalam hati: “Jangan-jangan orang
ini adalah mata-mata pencuri”. Maka saya pun keluar membuntunya sampai
akhirnya perempuan itu tiba di sebuah rumah, lalu masuk ke dalamnya. Di
dalam rumah itu tampak empat orang anak perempuan. Ketika perempuan tadi
masuk, mereka berkata kepadanya : “Oh…. Ibu, apakah ibu membawa sesuatu
untuk kami. Sesungguhnya kami sudah tidak mempunyai kekuatan dan kesabaran
lagi menahan rasa lapar”. Kedua mata perempuan itu tampak berlinangan air
mata, lalu dia berkata kepada anak-anaknya : “Aku malu kepada Tuhanku jika
minta sesuatu dari seseorang selain Dia, dan meminta sesuatu hajat kepada
musuh Allah Taala, yaitu orang Majusi”.
Bahram berkata : “Setelah
saya mendengar perkataannya itu, saya pun bergegas puJang ke rumah. Lalu
saya ambil sebuah baki besar, kemudian saya isi penuh dengan apa saja.
Setelah itu, saya bawa sendiri ke rumah perempuan itu, lalu saya berikan
baki itu kepada perempuan itu. Dia menerima pemberian saya itu dengan penuh
kegirangan.
Abdullah bin Mubarak berkata : “Saya berkata
kepadanya, “Ini baru kebaikan, dan Anda mendapat kabar gembira”. Kemudian
saya ceritakan kepadanya tentang isi mimpi saya tempo hari. Setelah
mendengar perkataan saya, maka Bahram, orang Majusi itu, berkata : “Saya
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. Setelah mengucapkan kata-kata itu,
dia pun jatuh tersungkur, lalu mati. Maka saya pun memandikannya,
mengkafaninya dan mensalatinya”.
Selanjutnya Abdullah bin Mubarak
berkata : “Wahai hamba-hamba Allah, bersikaplah dermawan terhadap
makhluk-makhluk Allah Taala. Karena Allah mampu memindahkan musuh-musuh-Nya
ke derajat kekasih-kekasih-Nya, dan kepunyaan Dialah kerajaan agung bumi dan
di langit. Semoga Allah mengampuni kita berkat asma-Nya yang paling agung
dan berkat seluruh Nabi”,
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Apabila seseorang di antara kamu melaksanakan keislamannya dengan baik,
maka apa Saja kebaikan yang dia lakukan akan dicatat sepuluh kali lipatnya.
Sedangkan kejahatan yang dilakukannya akan dicatat semisalnya saja, sampai
dia berhadapan dengan Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung”.
21. KEUTAMAAN BERDOA DENGAN SUARA KERAS DAN SUARA PELAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Berdoalah kepada
Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al A’raf : 55)
Tafsir :
(. )
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut.
Yakni, dengan sikap merendahkan diri dan bersuara yang lembut. Karena suara
yang lembut itu sebagai tanda dari sifat ikhlas.
(
) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, yang
melampaui batas dalam apa-apa yang diperintahkan kepada mereka, baik dalam
doa atau lainnya. Dengan firman ini, Allah mengingatkan bahwa, seyogyanya
orang yang berdoa itu tidak meminta apa-apa yang tidak pantas untuknya,
seperti minta dijadikan sebagai nabi, atau minta supaya bisa naik ke langit
dan lain-lain yang serupa itu. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa,
maksud “melampaui batas” dalam ayat ini adalah berteriak atau bersuara keras
dalam berdoa dan memanjang-manjangkannya.
Dari
Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Akan ada suatu
kaum yang berlebih-lebihan dalam berdoa. Padahal sudah cukup apabila orang
mengucapkan : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan apaapa yang
mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku
berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa-apa yang mendekatkan kepadanya,
baik berupa ucapan maupun perbuatan”. Kemudian Beliau membacakan firman
Allah : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas”. (Qadhi Baidhawi)
As’ad, katanya :
“Bahwa dahulu, Rasulullah saw. memohon “dibukakan”, yakni memohon
pertolongan dan kemenangan kepada Allah Taala atas orang-orang kafir dengan
orang-orang Muhajirin yang miskin, yakni dengan berkat doa mereka, Beliau
berdoa :
Artinya : “Ya Allah, tolonglah kami
atas musuh-musuh kami dengan berkat kehormatan hamba-hamba-Mu yang miskin
yang berhijrah”.
Ini menunjukkan penghormatan
kepada kaum fakir miskin dan kesukaan Beliau pada doa mereka, serta
mengambil berkat dari keberadaan mereka. (Pari Hisaahul Mashaabih)
Di
dalam kitab Targhiibaatul Abrar disebutkan : “Stabilitas dunia ini
ditentukan oleh empat perkara : (1) dengan ilmunya para ulama, (2) dengan
keadilan para pemimpin negara, (3) dengan kedermawanan para konglomerat, (4)
dengan doanya orang-orang melarat. Jika bukan karena ulama, niscaya akan
binasalah orang-orang yang bodoh: jika bukan karena keadilan para pemimpin
negara, niscaya akan rusaklah tatanan masyarakat, manusia saling menerkam
sesama mereka seperti serigala menerkam kambing: jika bukan karena
kedermawanan para konglomerat, niscaya akan binasalah orang-orang melarat,
dan jika bukan karena doa orang-orang miskin, niscaya akan robohlah langit
dan bumi”. (Mau’izhah)
Dan dari sahabat Abu
Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Ada tiga macam doa yang mustajab, tanpa diragukan lagi, yaitu : (1) doa
orang tua untuk anaknya, (2) doa musafir, (3) doa orang yang teraniaya”.
Sehingga
diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Hati-hatilah
terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada penghalang
antara doanya dengan Allah. Doanya itu diangkat oleh Allah di atas awan, dan
dibukakan untuknya pintu-pintu langit, lalu Tuhan berfirman : “Demi
keperkasaan-Ku, Aku pasti menolongmu, sekalipun nanti” Maksudnya : Aku tidak
akan menyia-nyiakan hakmu dan tidak akan menolak doamu, walaupun telah
berlalu masa yang panjang. Karena Aku Maha Penyantun, Aku tidak akan
terburu-buru menghukum hamba-hamba-Ku, mungkin mereka kembali dari (tidak
lagi melakukan) kezaliman dosa-dosa kepada menyenangkan lawan-lawan
(orang-orang yang dizalimi) nya, dan bertobat. (Majalis)
Mengenai
keutamaan doa ini dikatakan, bahwa pada saat Mansur bin Ammar sedang
memberikan ceramah, sekonyong-konyong seorang pengemis meminta uang empat
dirham. Mansur berkata : “Siapa yang bersedia memberi orang ini apa yang dia
minta, nanti dia akan aku doakan dengan empat macam doa”.
Ketika
itu ada seorang budak hitam duduk di pinggir masjid, tuannya adalah seorang
Yahudi, dan dia membawa uang empat dirham yang telah dikumpulkannya.
Kemudian budak tersebut berdiri, lalu berkata : “Hai Syaikh, saya akan
memberinya uang empat dirham dengan syarat supaya Tuan mendoakan saya dengan
empat macam doa seperti yang saya katakan dan inginkan”.
“Baiklah”,
jawab Mansur.
Maka uang itu diberikannya kepada
pengemis tersebut, sambil berkata : “Hai Sya kk saya adalah seorang budak.
Doakanlah agar saya dapat merdeka. Dan tuanku ada ar seorang Yahudi, maka
doakanlah agar dia masuk Islam. Saya seorang yang miskin, maka doakaniah
agar saya menjadi kaya, sehingga Aliah memberi kekayaan kepada saya dari
karunia-Nya sampai saya tidak memerlukan lagi pada bantuan
makhluk-makhluk-ti ya Dan doakanlah kepada Allah, supaya Dia mengampuni
dosa-dosaku”.
Maka Mansur pun mendoakannya
seperti apa yang dia minta. Ketika budak itu pulang, dia bertemu tuannya,
lalu dia ceritakan kejadian tadi. Ternyata tuannya senang. lau dia berkata :
“Sekarang engkau aku bebaskan dari hartaku: sampai tadi aku masih menyadi
tuanmu, dan sekarang engkaulah tuanku”. Kemudian orang Yahudi itu
mengucapkan : “Tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya”. Sete ah itu, dia berkata kembali pada bekas budaknya itu : “Aku
menjadikanmu sebagai sekutu dalam semua hartaku. Adapun hajatmu yang
keempat, yaitu ampunan Allah, itu tidak ada di tanganku. Kalau tidak, tentu
aku ampuni semua”.
Tiba-tiba terdengarlah suara
dari sudut rumah, mengatakan : “Sesungguhnya Aku telah membebaskan kamu
berdua dari neraka, dan mengampuni kamu berdua, begitu pua Mansur beserta
kamu berdua”. (Raunaqul Majalis)
Konon, doa itu
merupakan sebab yang paling kuat dalam hal dihilangkannya apa-apa yang tidak
disukai dan dicapainya segala cita-cita. Akan tetapi hasil dari doa itu
kadangkadang tidak segera menjadi kenyataan, hal itu boleh jadi karena
lemahnya doa itu sendiri, seumpama doa yang tidak patut dikabulkan Allah
Taala karena memuat permusuhan. Dan boleh jadi pula karena lemahnya hati dan
tidak menghadap (konsentrasi) serta tidak berhimpunnya hati dengan Allah di
saat berdoa. Dan boleh jadi pula karena adanya penghalang terhadap
dikabulkannya doa itu, berupa makanan yang haram, menganiaya, dosadosa yang
mengotori hati, ataupun karena dikuasainya hati oleh sifat lalai, lupa dan
hawa nafsu, sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya:
“Dan ketahuilah, bahwa Allah Taala tidak akan menerima doa dari hati yang
lala?’. (Dari Almawahib)
Konon, empat perkara
menambah umur :
Pertama, mengawini perawan.
Kedua,
tidur ke sebelah kiri.
Ketiga, mandi dengan air mengalir.
Keempat,
memakan buah apel di waktu dini hari.
Diceritakan
bahwa, ada seorang saleh yang hidupnya sangat melarat, karena tidak
mempunyai makanan dan belanja, padahal dia mempunyai istri. Pada suatu hari,
istrinya berkata kepadanya : “Berdoalah kepada Allah, niscaya Dia
melapangkan dunia buat kita”.
Maka orang saleh
itu pun berdoa, dan wanita itu masuk ke dalam rumah. Kemudian dilihatnya
sebuah batu bata dari emas tergeletak di pojok rumahnya, lalu diambilnya.
Orang
saleh itu berkata : “Belanjakanlah sekehendakmu”. Namun, ketika orang saleh
itu tidur, dia bermimpi seakan-akan masuk ke dalam surga, lalu dilihatnya
sebuah istana yang telah berkurang kira-kira satu bata. Dia bertanya :
“Milik siapakah ini?”. Dijawab : “Milikmu” Dia bertanya pula: “Manakah batu
bata di sini?”. Dijawab : “Telah kami kirimkan kepadamu”. Maka orang saleh
itu pun terjaga dari tidurnya dengan perasaan kaget. Kemudian dia berkata
kepada istrinya : “Bawa ke sini batu bata itu”.
Batu
bata itu diambilnya lalu diletakkannya di atas kepalanya seraya berdoa : “Oh
Tuhanku, sesungguhnya aku kembalikan batu bata ini kepada-Mu”. Maka Allah
pun mengembalikan batu itu ke tempatnya semula.
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang
mengambil sesuap dari dunia, melainkan dikurangi
Allah-lah
bagiannya dari akhirat”.
Sebagaimana firman
Allah Taala yang berbunyi :
Artinya :
“Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan
itu baginya. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan
kepadanya sebagian keuntungan dunia, dan tidak ada baginya satu bagian pun
di akhirat”.
Sahabat Umar bin Khattab ra.
berkata : “Saya telah melihat Rasulullah saw. berbaring di atas sebuah tikar
sehingga membekas pada kedua sisinya, maka saya berkata : “Ya Rasulullah,
berdoalah kepada Allah agar Dia melapangkan dunia untukmu. Karena raja-raja
Persia dan Romawi telah dilapangkan, padahal mereka tidak menyembah kepada
Allah”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya ini semua disimpan untuk kita, Ya
Ibnal Khattab. Sedang mereka itu jalah kaum yang disegerakan kepada mereka
rezeki-rezeki mereka yang baik di dunia”.
Dalam
riwayat lain disebutkan : “Tidakkah engkau rela, jika mereka memperoleh
dunia sedang kita memperoleh akhirat?”.
Dari
sahabat Amr bin Syu’aib ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Dua perangai yang siapa memilikinya, maka Allah Taala akan mencatatnya
sebagai orang yang bersyukur dan bersabar. Yaitu : orang yang dalam urusan
agamanya memandang kepada orang lain yang lebih baik darinya lalu diikutinya
jejak orang Itu, dan orang yang dalam urusan dunianya memandang kepada orang
yang lebih miskin darinya, lalu dia memuji Allah Taala atas karunia yang
telah dianugerahkan-Nya kepadanya, Sebagaimana firman Allah Taala : “Dan
janganlah kamu dengki terhadap apa yang telah dianugerahkan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi orang perempuan
ada pula bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu” Dari Syaqiq, seorang yang zuhud, ra. dia berkata – “Orang-orang
miskin memilih tiga perkara, dan orang-orang kaya pun memilih tiga
perkara.
Orang-orang miskin memilih
kesenangan jiwa, kesenggangan hati dan hisab yang ringan: sedang orang-orang
kaya memilih keletihan jiwa, kesibukan hati dan hisab yang berat”. (demikian
tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)
22. PENJELASAN TENTANG IMAN
Allah SWT. berfirman : ,
Artinya : “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayatayat-Nya,
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan (hanya) kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa
derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang
mulia”. (QS. Al Anfal : 2-4).
Tafsir :
(. ) Sesungguhnya orang-orang yang beriman.
Maksudnya : orang yang sempurna imannya. ,
(. )
itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hati mereka. Hati
mereka menjadi takut karena mengagungkan Allah dan merasa gentar akan
kebesaran-Nya. Dan pendapat lain mengatakan bahwa, yang dimaksud ialah orang
yang ingin melakukan maksiat, lalu diingatkan : “Takutlah kepada Allah”.
Maka dia tidak jadi melakukannya, karena takut akan hukuman Allah.
Kata ini bisa pula dibaca , (dengan fathah), yang menurut
bahasa artinya : takut.
(. ) dan jika dibacakan
kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya). Karena
dengan itu orang mukmin bertambah Imannya, atau bertambah tentram jiwanya,
atau bertambah meresap keyakinannya dengan semakin nyatanya dalil-dalil,
atau dengan melakukan amal yang menyebabkan bertambahnya iman itu. Ini
adalah pendapat mereka yang mengatakan bahwa iman itu bisa bertambah dengan
perbuatan taat dan bisa berkurang dengan perbuatan maksiat, berdasarkan
pada, bahwa amal itu tercakup dalam iman.
(. ) dan kepada
Tuhan merekalah, mereka berserah diri. Mereka menyerahkan urusan-urusan
mereka kepada-Nya, mereka tidak merasa takut dan tidak pula berharap kecuali
hanya kepada-Nya.
(. ) yaitu, orang-orang yang
mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.
Karena mereka telah membuktikan keimanannya dengan cara melakukan
perbuatan-perbuatan hati yang mulia, seperti : takut kepada Allah, ikhlas,
tawakkal, dan telah melakukan perbuatan-perbuatan tubuh yang baik-baik, yang
merupakan cermin dari perbuatan-perbuatan hati seperti salat dan sedekah.
Haqqan
(. ) adalah sifat dari masdar yang mahdzuf (dihilangkan)
yang kalau ditampakkan adalah (dengan iman yang
sebenar-benarnya). Atau sebagai masdar yang muakkad (mempertegas), seperti
perkataan : (Dia memang Abdullah) yakni benar-benar
Abdullah, bukan orang lain.
(. ) mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya. Kemuliaan-kemuliaan
dan kedudukan yang tinggi. Pendapat lain mengatakan : derajat-derajat
surgawi yang mereka peroleh dengan amal-amal mereka.
(.
) dan ampunan, atas apa yang terlanjur mereka lakukan.
(.
) dan rezeki yang mulia, yang disediakan Allah di dalam surga yang tidak
terputus bilangannya dan tidak habis selama-lamanya. (Qadhi Baidhawi).
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menuliskan salawat untukku di dalam sebuah kitab, maka para
malaikat akan terus memohonkan ampunan buatnya, selama tulisan itu masih ada
di dalam kitab tersebut”. (Syifaun Syarif)
Dan
dari Hasan Albashri, katanya : “Saya pernah bermimpi melihat Abu “Ishmah,
lalu saya bertanya : “Apakah yang telah Allah lakukan terhadapmu?”.
Dia
menjawab : “Tuhanku telah mengampuni aku”.
Saya
bertanya pula : “Karena apa?”.
Dia menjawab :
“Karena setiap menyebut sesuatu hadis, saya mengucapkan salawat untuk Nabi
saw. “. (Zubdah)
Firman Allah
( ) memberi pengertian
(pembatasan), dan maknanya adalah : Orang-orang mukmin itu bukanlah mereka
yang menyalahi Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi orang-orang mukmin yang
benar dalam imannya itu ialah apabila disebutkan nama Allah, maka menjadi
takutlah hati mereka. (Tafsir Al Khazin).
Firman-Nya
( ), maksudnya : hati mereka takut. Seorang ahli
hakekat berkata : “Takut itu ada dua macam, takut akan hukuman, adalah
takutnya orang-orang yang durhaka, dan takut akan kehebatan dan keagungan
Allah, yaitu takutnya orang-orang yang istimewa. Karena mereka mengetahui
keagungan Allah Taala, maka mereka menjadi takut sekali. Sedangkan
orang-orang yang durhaka, mereka takut akan hukuman Allah. Jadi orang mukmin
itu apabila disebut nama Allah maka hatinya menjadi takut sesuai dengan
kadar tingkatannya dalam mengingat Allah. (Tafsir Al Khazin).
Firman-Nya
( ), maksudnya : bahwa setiap kali datang sesuatu
dari sisi Allah, mereka beriman kepadanya, lalu dengan sebab itu
bertambahlah iman dan kepercayaannya. Karena bertambahnya iman itu
disebabkan oleh bertambahnya sesuatu tadi Dan itu ada dua macam:
Pertama,
iman yang dimiliki oleh umumnya orang berilmu, sebagaimana dinyatakan oleh
Al Wahidi, katanya : “Semakin banyak dan semakin kuat dalil-dalil, maka
imannya pun semakin bertambah, karena dengan adanya dalil-dalil yang banyak
dan kuat, maka hilanglah keraguan dan kuatlah keyakinan. Maka makrifatnya
kepada Allah menjadi lebih kuat, sehingga imannya pun bertambat””.
Kedua,
bahwa mereka percaya kepada semua apa yang dibacakan kepada mereka dari sisi
Allah. Dan karena taklif-taklif (kewajiban-kewajiban) itu datang secara
berturutturut di masa Rasulullah saw. maka setiap kali ada taklif baru,
mereka membenarkannya, maka dengan pengakuan seperti itu, mereka semakin
bertambah percaya dan iman. (Tafsir Al Khazin)
Firman-Nya
( ), di dalamnya ada dalil bahwa, seseorang
tidak boleh mengaku dirinya beriman benar-benar. Karena Allah Taala
mensifati seperti itu hanya terhadap beberapa kaum yang tertentu saja, yang
memiliki sifat-sifat tertentu. Padahal tidak mesti sifat-sifat seperti itu
dimiliki oleh setiap orang. Dan ini menyangkut masalah ushul, yaitu, bahwa
para ulama telah sepakat, seseorang boleh saja mengatakan “Saya mukmin”.
Namun mereka berbeda pendapat, bolehkah orang itu mengatakan “Saya beriman
benar-benar”, atau “Saya beriman Insya Allah”, atau tidak boleh?.
Para
ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan : “Lebih baik orang mengatakan “Saya
beriman benar-benar”, dan tidak boleh mengatakan, “Saya beriman Insya
Allah”. Untuk menunjang kesahihan pendapat itu, mereka menggunakan dalil
sebagai berikut :
Pertama, bahwa orang yang
bergerak tidak boleh mengatakan, “Saya bergerak Insya Allah”, begitu pula
orang yang berdiri atau duduk. Demikian juga halnya dengan masalah ini,
seorang mukmin wajib mengatakan : “Saya beriman benar-benar
(. )”, dan tidak boleh mengatakan : “Saya beriman Insya
Allah”.
Kedua, bahwa Allah Taala telah
berfirman : “Itulah orang-orang yang beriman benarbenar
( )”, berarti Allah telah menetapkan bagi
mereka, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang beriman yang
sebenar-benarnya. Sedang perkataan orang, “Saya beriman Insya Allah”, berisi
keraguan tentang apa yang telah diputuskan Allah tadi, dan hal ini tidak
boleh. (Tafsir Al Khazin)
Firman-Nya :
(. ), Dari sahabat Anas bin Malik ra.. dari Nabi saw.
bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sedekah itu
mencegah tujuh puluh macam bencana, yang paling ringan di antaranya adalah
penyakit sopak”.
Firman-Nya :
( ) Artinya : tingkatan-tingkatan sebagian lebih
tinggi dari sebagian yang lain. Karena orang-orang mukmin itu masing-masing
berbeda keadaannya dalam memiliki sifat-sifat tersebut di atas. Maka dengan
demikian berbeda pula tingkatantingkatan mereka di dalam surga. Karena
tingkatan-tingkatan surga itu menurut ukuran amal masing-masing orang.
Ibnu
Athiyah berkata : “Tingkatan-tingkatan surgawi, yang di dalamnya mereka
diberi rezeki, disesuaikan dengan amal-amal mereka”.
Attirmidzi
meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau
bersabda :
Artinya : “Di dalam surga itu ada
seratus derajat (tingkatan), jarak antara dua tingkatan sejauh perjalanan
seratus tahun”.
Dan dari Said, dari Nabi saw.
bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya
di dalam surga itu ada seratus derajat (tingkatan), yang seandainya seluruh
makhluk berkumpul pada salah satu daripadanya, niscaya akan mencukupi mereka
semuanya”. (Tafsir Al Khazin)
Dari sahabat Abu
Darda ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Maukah kamu aku beritahukan tentang sebaik-baik dan sesuci-suci amalmu di
sisi Tuhanmu, yang lebih meninggikan kepada derajat-derajatmu, dan lebih
baik bagimu daripada menafkahkan emas dan perak, serta lebih baik bagimu
daripada menghadapi musuhmu, baik kamu memenggal leher mereka atau mereka
memenggal leher kamu?.
Para sahabat menjawab :
Tentu, Ya Rasulullah.
Rasulullah menjawab :
lalah zikrullah (ingat kepada Allah)”. (Mashabih)
Dikatakan
bahwa, zikrullah itu lebih tinggi daripada ibadat-ibadat lain semuanya
adalah karena ibadat-ibadat lain itu semuanya merupakan wasilah (jalan
menuju) kepada zikrullah. Jadi zikrullah itu adalah cita-cita tertinggi dan
tujuan utama. Hanya saja zikrullah itu dibagi dua :
Pertama,
berzikir dengan lidah, dan
Kedua, berzikir
dengan hati
Yaitu zikir yang tidak mengucapkan
dengan lidah dan tidak pula terdengar oleh telinga, tetapi hanya berupa
pikiran dan perhatian hati. Itulah tingkatan zikir yang paling tinggi,
karena diriwayatkan dalam salah satu khabar :
Artinya
: “Berfikir sesaat lebih baik daripada beribadat tujuh puluh tahun”.
Dan
itu tidak diperoleh, melainkan dengan senantiasa berzikir menggunakan lisan
disertai hadir hati, sehingga zikir itu tertanam di dalam hatinya, dan dapat
berpaling dari selainnya. (Majalis Rumi)
Diriwayatkan
dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya :
“Seandainya iman Abubakar ditimbang dengan iman umatku, niscaya iman
Abubakarlah yang lebih berat”.
Demikian pula
diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. Anas bin Malik, dan Abu Said
Alkhudri ra., mereka berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Akan keluar dari neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman
seberat dzarrah”,
Ini menunjukkan bahwa iman
itu bertambah dan berkurang. Sedang argumentasi kami adalah bahwa, iman itu
merupakan ungkapan dari tasdig (pembenaran) sesuai dengan dalil-dalil yang
telah kami sebutkan di muka, padahal tasdig itu tidak menerima penambahan
atau pengurangan.
Adapun firman Allah Taala di
dalam surah Al Fath :
Artinya : “Supaya
keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)”. (QS.
Al Fath: 4)
Maka kami katakan : “Itu adalah
mengenai sahabat-sahabat Nabi saw. Karena dahulu, Alquran turun setiap
waktu, lalu mereka beriman. Maka pembenaran mereka dalam hati bertambah
melebihi yang semula. Adapun mengenai kita, maka tidaklah demikian, sebab
wahyu telah terputus.
Adapun firman Allah :
Artinya
: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu jalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetariah hati mereka”. (QS. Al Anfal : 2)
Kami
katakan : “Itu adalah sifat orang-orang mukmin. Di dalam ketaatan
orang-orang mukmin itu berbeda-beda, sedangkan di dalam keimanan tidaklah
demikian”.
Adapun firman Ailah :
( ), yang dimaksud adalah keyakinan, bukan
iman Itu sendiri.
Sedangkan hadis Abubakar di
atas tadi, maka kami katakan, bahwa yang dimaksud adalah “lebih berat
pahalanya”, karena dia merupakan orang yang terdahulu yang berIman.
Sedangkan Nabi saw. telah bersabda :
Artinya :
“Orang yang menunjukkan kepada kebaikan itu adalah seperti orang yang
melakukannya”.
Adapun sabda Nabi saw. yang
artinya : “Akan keluar dari dalam neraka, orang yang di dalam hatinya
terdapat iman (walaupun kecilnya seperti) seutas rambut”. Maka kami katakan
: “Diriwayatkan pula di dalam salah satu hadis, yang artinya : “Akan keluar
dari dalam neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman setimbang
dzarrah sekalipun” Jadi harusiah diartikan seperti ini sesuai dengan
dalii-dalil yang telah kami sebutkan di muka. (demikian disebutkan di dalam
kitab Bahrul Kalam)
Dari Alhasan, bahwa seorang
laki-laki pernah bertanya kepadanya : “Apakah Anda beriman?”.
Dia
menjawab : “Iman itu ada dua macam. Jika Anda bertanya kepadaku tentang iman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari
akhir, surga, neraka, hari kebangkitan dan hisab, maka saya beriman. Tetapi
jika Anda bertanya kepadaku tentang firman Allah yang artinya (Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah
maka gemetariah hati mereka), maka demi Allah, saya tidak tahu, apakah saya
termasuk ke dalam golongan mereka atau tidak”.
Dari
Imam Ats Tsauri : “Barangsiapa mengaku bahwa dirinya beriman kepada Allah
dengan sebenar-benarnya, kemudian dia tidak dapat membuktikan bahwa dia
tergolong penghuni surga, maka berarti dia hanya beriman dengan separuh
ayat, sedangkan ini suatu keharusan darinya. Yakni, sebagaimana dia tidak
bisa memastikan bahwa dirinya termasuk orang yang pantas memperoleh pahala
orang-orang yang beriman benar-benar, maka dia tidak bisa memutuskan bahwa
dirinya adalah orang yang beriman benar-benar.
Dan
hal inilah yang menjadi pegangan orang yang membuat pengecualian dalam
masalah iman. Sedang Abu Hanifah termasuk golongan yang tidak membuat
pengecualian mengenai hal tersebut.
Diceritakan,
bahwa Abu Hanifah bertanya kepada Qatadah, mengapa Anda membuat pengecualian
terhadap iman Anda?.
Qatadah menjawab : “Karena
mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. yang berkata : “Dan yang sangat aku
inginkan agar Dia mengampuni aku”.
Abu Hanifah
berkata : “Mengapa Anda tidak mengikuti perkataan Nabi Ibrahim as. ketika
ditanya Allah, “Tidakkah engkau beriman?”. Ibrahim as. menjawab : “Tentu,
saya beriman”. (Kasysyaf).
Ketahuilah bahwa,
para ulama berbeda pendapat dalam masalah boleh tidaknya pengecualian dalam
iman. Imam Syafii dan ulama Syafiiyah berpendapat boleh, seperti kata orang,
“Saya beriman insya Allah”. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian lalu
mengenai perbedaan pendapat ini. Mereka berpegang pada pendapat Ats Tsauri,
bahwa sekalipun seseorang tidak boleh memastikan dirinya beriman, namun
boleh saja dia mengaku beriman. Pendapat ini hanya bisa dibenarkan kalau
yang dimaksud iman dalam ayat di atas tadi adalah sekedar beriman. Padahal
tidak demikian halnya, tetapi yang dimaksud adalah iman yang sempurna.
Karena firman Allah :
(. ) memberi
arti pembatasan ( ) yang artinya HANYA . Dan begitu juga firman
Allah : ( ) sebagaimana telah diuraikan di
muka. Seandainya yang dimaksudkan adatah semata-mata beriman, maka jika
hilang salah satu sifat orang beriman, akan berarti hilang pula iman.
Padahal maksud Alhasan tentang dua macam iman itu tidak lain adalah iman
yang sempurna saja. Jadi jelas, tidak ada kaitan sama sekati antara masalah
pengecualian dengan ayat ini. Abu Hanifah tidak membolehkan pengecualian,
karena pengecualian itu dapat menimbulkan keraguan, lalu meniadakan iman,
yang merupakan keyakinan.
Pengecualian itu
telah diartikan pula sebagai tabarruk (mengambil berkah) seperti firman
Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya kamu
pasti akan memasuki Masjidil Haram jika Allah menghendaki”.
Padaha!
Allah Taala Mahasuci dari sifat ragu-ragu. Atau, diartikan pada keadaan yang
akan datang pada saat menghadapi maut.
Kesimpulan
dari perbedaan pendapat di atas adalah, bahwa iman itu, kalau yang dimaksud
ialah membenarkan (tasdiq) dan beramal maka ia boleh dikecualikan, sebab
dibolehkannya bersikap ragu-ragu dalam hal akan melakukan amal saleh. Sedang
ragu dalam sebagian mengharuskan ragu dalam keseluruhan. Tetapi kalau yang
dimaksud adalah semata-mata hanya membenarkan (tasdig) saja, maka jika yang
dimaksudkan dengan pengecualian itu adalah keraguan maka tidak boleh. Namun
kalau yang dimaksudkan itu bukan keraguan maka boleh-boleh saja. Jadi
perbedaan pendapat ini hanyalah mengenai kata-kata belaka.
Adapun
perkataan Oatadah, “… mengikuti Nabi Ibrahim”, maksudnya ialah, bahwa Nabi
Ibrahim as. mengharap ampunan Allah dan tidak memastikan memperolehnya.
Katakata ini seolah menggambarkan bolehnya pengecualian iman itu, namun ia
juga menggambarkan bolehnya pengecualian iman itu, namun ia juga mengandung
cegahan. Karena ketiadaan kepastian memperoleh ampunan itu tidak harus
diartikan ketiadaan kepastian iman, sebagaimana pernah disinggung berkaitan
dengan perkataan Ats Tsauri.
Adapun perkataan
Nabi Ibrahim : (Ya, saya beriman), ini menunjukkan kepastian iman.
Demikian disebutkan di dalam kitab Hasyiyah Al Kasysyaf. Silahkan anda
merujuknya, sebagai bukti bahwa dalam perkataan kami tidak ada
penyimpangan.
Syaqiq Al Balkhi berkata :
“Ibrahim bin Adham rahimahullah, pernah berjalan di pasar-pasar kota Basrah.
Lantas orang banyak berkumpui mengerumuni beliau, lalu mereka bertanya :
“Wahai Abu Ishak, Allah Taala telah berfirman di dalam kitab-Nya (Berdoalah
kamu kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan). Sejak lama kami berdoa, namun
(mengapa) doa kami tidak diperkenankan?”.
Ibrahim
bin Adham menjawab : “Wahai penduduk Basrah, hati kalian telah mati dalam
sepuluh perkara, maka bagaimana doa kalian akan diperkenankan.
Pertama,
kalian semua mengaku kenal akan Allah Taala, namun kalian tidak memberikan
hak-hak-Nya kepada-Nya.
Kedua, kalian semua membaca Alquran,
namun tidak mengamalkan isinya.
Ketiga, kalian semua mengaku
bermusuhan dengan setan, namun kalian mematuhi dan bersepakat dengannya.
Keempat,
kalian semua mengaku sebagai umat Muhammad saw. namun kalian tidak
menjalankan sunnahnya.
Kelima, kalian semua mengaku akan masuk
surga, namun kalian tidak berusaha untuk mencapainya.
Keenam,
kalian semua mengaku akan selamat dari neraka, namun kalian melemparkan diri
kalian ke dalamnya.
Ketujuh, kalian semua mengatakan bahwa mati
itu benar-benar terjadi, namun kalian tidak bersiap-siap menghadapinya.
Kedelapan,
kalian semua sibuk dengan aib-aib orang lain, tetapi tidak memperhatikan
aibmu sendiri.
Kesembilan, kalian semua memakan nikmat-nikmat
Tuhanmu, namun kalian tidak bersyukur kepada-Nya.
Kesepuluh,
kalian semua mengubur orang-orang yang mati di antara kalian, namun kalian
tidak mengambil pelajaran dari mereka.
Demikian disebutkan dalam
kitab Hayatul Qulub.
23. PENJELASAN TENTANG HUKUMAN BAGI ORANG-ORANG YANG MENINGGALKAN
PERINTAH-PERINTAH ALLAH
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan
(juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu
hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang
besar”. (QS. Al Anfal : 27-28)
Tafsir : .
(. ) Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dengan menelantarkan
(tidak melaksanakan) yang fardu-fardu dan yang sunnah-sunnah, atau dengan
memendam sesuatu di dalam hatimu berbeda dengan apa yang kamu nyatakan
dengan lisanmu, atau dengan melakukan kecurangan-kecurangan dalam harta
rampasan perang.
(. ) dan
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu di
antara sesama kamu. Kata 133 335 majzum (dengan tanda hilang nun) karena
diatafkan (disandarkan) kepada kata yang pertama, atau mansub
sebagai jawab dengan menggunakan wawu (. ).
(.
) sedang kamu mengetahui , bahwa kamu berkhianat: atau, sedang kamu adalah
orang-orang yang alim yang dapat membedakan antara yang baik dan yang
buruk.
(. ) Dan
ketahuilah, bahwa harta-hartamu dan anakanakmu itu hanyalah sebagai cobaan.
Karena mereka dapat menyebabkan kamu terjerumus ke dalam dosa, atau ke dalam
hukuman, atau ke dalam cobaan dari Allah, guna menguji kamu dengannya. Maka
janganlah karena perasaan cinta kepada mereka itu menjadikan kamu berbuat
khianat, seperti Abu Lubabah.
(.
) dan sesungguhnyadisisi Allah-lah pahala yang besar, bagi orang yang lebih
mengutamakan keridaan Allah Taala daripada harta dan anak-anak, dan menjaga
batasan-batasan Allah dalam masalah mereka. Maka gantungkanlah
keinginankeinginan kepada apa yang mendorongmu menuju Allah. (Qadhi
Baidhawi).
Sebab-sebab turunnya ayat ini
diriwayatkan, bahwa Nabi saw. mengepung kaum Yahudi Bani Quraizhah selama
dua puluh satu malam. Kemudian mereka minta berdama , seperti yang pernah
dilakukan Nabi terhadap saudara-saudara mereka Bani Nadhir. dengan syarat
mereka boleh pergi menuju Adzri’at dan Ariha’ yang termasuk wilayah Syam.
Namun Nabi saw. menolak, kecuali kalau mereka mau menyetujui segala
keputusan yang diberikan oleh Saad bin Muaz. Ternyata mereka menolak, dan
mengatakan : “Utuslah kepada kami Abu Lubabah, Marwan bin Al Mundzir’. Abu
Lubabah ini merupakan orang yang tulus bersahabat dengan mereka, karena
keluarga dan hartanya adaditangan mereka. Maka Nabi pun mengutusnya kepada
mereka. Mereka berkata kepadanya. “Bagaimana pendapat Anda, apakah kami
boleh menyetujui keputusan Saad?”. Abu Lubabah menunjuk ke lehernya, yang
maksudnya, kalau mereka menyetujui keputusan yang diberikan Saad, mereka
akan dibunuh.
Abu Lubabah berkata : “Kedua
telapak kaki saya belum lagi bergeser ketika saya menyadari bahwa saya telah
berkhianat kepada Aliah dan Rasul-Nya”. Maka turunlah ayat di atas. Kemudian
Abu Lubabah mengikatkan dirinya pada salah satu tiang Masjid seraya berkata
: “Demi Allah saya tidak akan mencicipi makanan dan minuman sampai mati atau
Allah menerima tobat saya”.
Maka tinggallah Abu
Lubabah dalam keadaan demikian selama tujuh hari hingga akhirnya dia jatuh
pingsan, tidak sadarkan diri. Kemudian Allah pun menerima tobatnya. Lantas
dikatakan kepadanya : “Allah telah menerima tobatmu, maka lepaskanlah dirimu
dari ikatan ini”. Abu Lubabah menjawab : “Tidak, saya tidak akan melepaskan
ikatan ini, demi Allah, kecuali Rasulullah sendiri yang melepaskannya”. Maka
Nabi saw. pun datang melepaskan ikatan tersebut dengan tangan beliau
sendiri. Kemudian Abu Lubabah berkata : “Sesungguhnya termasuk kesempurnaan
tobatku, saya akan meninggalkan negeri kaumku, yangdisana saya telah
melakukan dosa, dan saya hendak mendermakan seluruh hartaku”.
Nabi
saw. bersabda : “Sepertiga sudah mencukupi bagimu”. Maksudnya, bersedekahlah
dengan yang sepertiga itu, dan itu sudah mencukupi.
Ketahuilah,
bahwa menelantarkan Assunnah itu artinya meninggalkannya (tidak
melaksanakannya).
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Arrasyidin
yang telah mendapat petunjuk, sesudahku. Gigitlah dia dengan gigi-gigi
geraham”. Dan sabda Nabi saw. yang artinya : “Akan datang kepada umat
manusia suatu masa, yang ketika itu sunnahku akan tampak usang seperti baju
yang usang di badan, sedangkan bid’ah akan tampak baru. Maka barangsiapa
mengikuti sunnahku pada saat itu, dia akan menjadi asing dan tinggal
sendirian : dan barangsiapa mengikuti bid’ahnya orang banyak, dia akan
memperoleh teman sebanyak lima puluh orang atau lebih”. Para sahabat
bertanya : “Ya Rasulullah, apakah ada orang sesudah kami yang lebih utama
daripada kami?”. “Tentu ada”, jawab Nabi. Sahabat bertanya kembali : “Apakah
mereka melihat Baginda, Ya Rasulullah?”. “Tidak”, jawab Beliau. “Apakah
wahyu turun kepada mereka?”. Tanya mereka pula.
“Tidak juga”, jawab Beliau.
Mereka
bertanya pula : “Jadi, bagaimana keadaan mereka ketika itu?”.
Beliau
menjawab : “Seperti garam dalam air. Hati mereka larut seperti larutnya
garam
Mereka bertanya kembali : “Bagaimana
mereka hidup ketika itu?”.
Nabi menjawab :
“Seperti ulat dalam cuka”.
Mereka bertanya :
“Bagaimana mereka memelihara agama mereka?”.
Nabi
menjawab : “Seperti baraditangan, jika bara itu diletakkan maka dia akan
padam, dan jika bara itu dipegang dan digenggamnya maka dia akan membakar
tangannya”.
Renungkanlah, wahai orang-orang
yang berakal, sabda utusan Allah Yang Mahakuasa dan Maha Pengampun itu.
Dalam
hadis lain, Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa berpegang teguh pada sunnahku di kala rusaknya umatku, maka dia
akan memperoleh pahala seratus orang yang mati sebagai syahid”.
Dan
sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Ada sepuluh
perkara di antara yang diajarkan dan diamalkan oleh moyangmu Ibrahim as.
Lima perkara ada di kepala dan lima lagi di tubuh. Adapun yang di kepala itu
ialah : bersiwak (sikat gigi), berkumur-kumur, menghirup air melalui hidung,
menggunting kumis dan membiarkan janggut. Adapun yang di tubuh ialah :
khitan, istihdad, mencabut bulu ketiak, dan menggunting kuku. Masing-masing
anggota tubuh ada ibadatnya, sampai-sampai alat kelamin laki-laki
sekalipun”.
Allah Taala berfirman kepada Adam
as. : “Sesungguhnya Aku telah menawarkan amanat kepada makhluk semuanya,
namun mereka tidak mampu menanggungnya. Nah, apakah engkau sanggup
mengambilnya dengan segala apa yang ada di dalamnya?”.
Adam
bertanya : “Oh Tuhanku, apakah yang adadidalamnya?”.
Allah
Taala menjawab : “Jika engkau laksanakan dengan baik maka engkau akan diberi
pahala, dan jika engkau laksanakan dengan tidak baik, maka engkau akan
mendapat hukuman”.
Akhirnya amanat itu
ditanggung oleh Adam as.
Kemudian Allah Taala
berfirman : “Jika engkau menanggung amanat itu, maka Aku akan membantumu.
Aku buatkan tutup bagi matamu, pejamkanlah tutup kedua matamu tu karena
takut akan hukuman-Ku. Dan Aku buatkan untuk lidahmu pintu dengan dua daun,
maka jika engkau kuatir mengucapkan perkataan yang keji, tutuplah pintu
lidahmu Itu karena takut akan hukuman-Ku. Dan Aku buatkan untukmu dua
telinga, maka jika engkau kuatir mendengar perkataan yang tidak halal engkau
mendengarnya, jagalah kedua telingamu itu dari mendengarkannya. Dan Aku
buatkan pakaian untuk kemaluanmu, maka jika engkau kuatir membukanya,
tutuplah ia dengan pakaian itu karena takut akan hukuman-Ku. Dan cegahlah
kedua tanganmu dari barang yang haram, dan kedua kakimu dari berjalan menuju
ke tempat-tempat yang tidak halal bagimu. Ingatiah akan hukuman-Ku”.
Semua
yang disebutkan di atas adalah amanat Allah Taala. (Mau’izhah).
Wahab
bin Munabbih berkata : “Ketika dirham dan dinar telah dibuat, maka keduanya
lalu dibawa oleh Iblis Laknatullah alaih, kemudian diciuminya dan
diletakkannya pada kedua matanya, seraya berkata : “Celakalah orang yang
mencintai kamu berdua melalui jalan yang halal, dan celakalah sekali lagi
celakalah orang yang mencintai kamu berdua melalui jalan yang haram”.
Konon,
seorang laki-laki dari salah satu negeri datang menemui Nabi saw. Lalu Nabi
menanyakan kepadanya tentang keadaan negerinya itu. Maka orang itu pun
menceritakan kepada Beliau tentang keadaan tanahnya yang luas dan banyaknya
ternakdisana. Kemudian Nabi saw. bertanya : “Apakah yang kalian
lakukan?”.
Orang itu menjawab : “Kami membuat
bermacam-macam makanan dan kemudian memakannya”.
Lantas
Nabi saw. bertanya pula : “Menjadi apakah makanan-makanan itu?”.
Orang
itu menjawab : “Menjadi apa yang Baginda ketahui, Ya Rasulullah”. Maksudnya,
menjadi kencing dan tinja.
Maka Nabi saw.
bersabda : “Begitulah perumpamaan dunia”. Sungguh benarlah Nabi dengan apa
yang telah disabdakannya.
Dan firman Allah
Taala berkenaan dengan rahasia-rahasia wahyu : “Wahai Ahmad, seandainya
seseorang hamba melakukan Salat seperti salatnya penghuni langit dan bumi,
dan berpuasa seperti puasanya penghuni langit dan bumi, kemudian Aku lihat
di dalam hatinya ada perasaan cinta kepada dunia sekalipun hanya seberat
atom, berupa kecintaan pada kepemimpinannya atau perhiasannya, maka dia
tidak akan bertetangga denganKudinegeri-Ku”. (Mau’izhah).
Abdullah
bin Amr bin Ash berkata : “Yang pertama-tama diciptakan Allah dari manusia
adalah kemaluannya, seraya berfirman : “Ini adalah amanat yang Aku titipkan
kepadamu”. Jadi, kemaluan adalah amanat, kaki adalah amanat, tangan adalah
amanat, lidah
adalah amanat, mata adalah
amanat, dan telinga pun adalah amanat. Dan tidak ada iman bagi orang yang
tidak memegang teguh amanat yang ada padanya. Kemudian semua amanat tadi
ditawarkan Allah kepada benda-benda di langit dan bumi serta gunung-gunung,
sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung….”.
Allah berfirman kepada mereka
: “Sanggupkah kalian menanggung amanat ini dengan segala yang ada
didalamnya?”. Mereka bertanya : “Apakah yang ada di dalamnya?”. Allah Taala
menjawab : “Jika kalian melaksanakan dengan baik maka kalian akan mendapat
pahala, dan jika kalian berbuat durhaka maka kalian akan mendapat hukuman”.
Mereka berkata : “Ya Rabb, kami adalah makhluk-makhluk yang ditundukkan
kepada perintah-Mu, kami tidak menginginkan pahala ataupun hukuman”. Kami
katakan, jawaban mereka itu adalah sebagai cermin dari perasaan takut,
kuatir dan pengagungan terhadap agama Allah semata, jangan-jangan mereka
tidak mampu melaksanakan amanat itu dengan baik, bukan karena menyalahi
perintah-Nya.
Artinya : “Maka semuanya enggan
memikul amanat itu karena kuatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat
bodoh”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa mencintai dunianya, maka dia membahayakan akhiratnya, dan
barangsiapa mencintai akhiratnya maka dia membahayakan dunianya. Maka
pilihlah oleh kalian apa yang kekal daripada yang tidak kekal”. Dan
diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Nabi saw. duduk memberi wejangan kepada
sahabat-sahabatnya. Maka mereka semua menangis mendengarnya kecuali Usamah
bin Zaid. Lalu ia berkata : “Saya mengadukan kepadamu, Ya Rasulullah, akan
kekerasan hatiku”. Maka Beliau meletakkan tangannya di dada Usamah, kemudian
berkata: “Keluarlah hai musuh Allah”. Maka Usamah pun menangis. Selanjutnya
Beliau saw. bersabda :
Artinya : “Bekunya mata
disebabkan oleh kerasnya hati dan kerasnya hati disebabkan oleh banyaknya
dosa. Dan banyaknya dosa disebabkan oleh panjang angan-angan. Panjang
angan-angan disebabkan oleh cinta pada dunia. Dan cinta pada dunia merupakan
pokok segala dosa”.
Diriwayatkan dari Fudhail
bin Iyadh, katanya : Kejahatan semuanya dijadikan dalam rumah yang satu, dan
cinta dunia dijadikan sebagai kuncinya. Dan kebaikan semuanya diletakkan di
dalam rumah yang satu, dan zuhud dijadikan sebagai kuncinya. Maka hendaklah
anda tinggalkan dunia itu, niscaya anda akan memperoleh derajat-derajat yang
luhur”.
24. PENJELASAN TENTANG FIRMAN ALLAH TAALA MENGENAI ORANG YANG MENYIMPAN
EMAS DAN PERAK
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat)
siksa yang pedih, pada hari dipanaskannya emas dan perak itu di dalam neraka
Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung dan punggung mereka, (lalu d
katakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
(QS. At Taubah : 34-35)
Tafsir :
(.
) Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah. Boleh jadi yang dimaksudkan ialah kebanyakan pendeta dan
rahib. Dengan demikian ayat ini merupakan penggambaran secara mubalaghah
dalam mensifati mereka dengan sifat tamak terhadap harta dan kikir
dengannya. Dan bisa juga yang dimaksudkan ialah orang-orang Isiam yang
mengumpulkan harta dan menyimpannya serta tidak menunaikan kewajibannya.
Sedangkan sebab digandengkannya ayat ini dengan orang-orang yang menerima
suap dari kalangan ahli Kitab adalah sebagai ancaman keras.
(.
) maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih. Yaitu dibakar dengan emas dan perak yang telah dipanaskan.
(.
) pada hari dipanaskan emas dan perak itu di dalam neraka Jahannam.
Maksudnya, pada hari dinyalakannya api yang mempunyai panas yang hebat, yang
dinyalakan di atas emas dan perak itu.
(.
) Lalu dibakarlah dengannya dahi, lambung dan punggung mereka. Karena
pengumpulan harta dan kekikiran mereka itu adalah demi mencari muka dengan
kekayaan itu, dan demi menikmati makanan-makanan yang lezat serta
pakaian-pakaian yang indah belaka.
(.
) Lalu dikatakan kepada mereka : “Inilah harta bendamu yang kamu simpan
untuk dirimu sendiri. Demi kepentingan dirimu sendiri. Padahal harta itu
pula yang menjadi sumber bencana dan siksa buatnya.
(.
) maka rasakanlah sekarang (akibat dani) apa yany kamu simpan tu. (Qadhi
Baidhawi). Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Rasulullah saw.
bersabda :
Artinya : “Jibril baru saja keluar
dari sisiku. Dia telah memberi kabar kepadaku dari Tuhanku Azza wa Jalla,
bahwa Dia berfirman : “Tidaklah seseorang muslim membaca salawat atasmu satu
kali, melainkan Aku dan para malaikat-Ku akan bersalawat atasnya sepuluh
kali”. Maka bersalawatlah kamu sekalian atasku pada hari Jumat, apabila
telah selesai salat, maka bersalawatlah kamu sekalian atasku dengan sikap
penuh pengagungan”. (Alhadis)
Dari sahabat Abu
Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya :
“Barangsiapa yang dianugerahi oleh Allah harta benda, sedang dia tidak
menunaikan zakatnya, maka hartanya itu akan dijeimakan pada hari kiamat
kelak sebagai ular yang plontos, yaitu ular yang tidak berambut di
kepalanya, maksudnya kulit kepalanya terkelupas saking banyak bisanya. Ular
itu memiliki dua nokta hitamdiatas dua matanya. Ular itu dikalungkan
melingkari leher orang tersebut, lalu menyiksanya dengan siksaan yang hebat
sambil berkata : “Akulah hartamu yang telah engkau timbun di dunia dan tidak
engkau tunaikan zakatnya”. Demikianlah seperti yang difirmankan Allah Taala
:
Artinya : “Sekali-kali janganlah orang-orang
yang kikir dengan harta yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya
itu menyangka bahwa, kekikiran itu baik bagi mereka. Bahkan kekikiran itu
adalah buruk buat mereka. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan
kelak di leher mereka pada hari kiamat”. (Misykat)
Juga
dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang
artinya : “Barangsiapa dianugerahi oleh Allah harta benda, sedang dia tidak
menunaikan zakatnya, maka kelak pada hari kiamat akan dihamparkanlah
untuknya hamparanhamparan dari api. Kemudian dipanaskanlah hamparan-hamparan
itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dengannya, maksudnya, dengan
harta tersebut, dahi orang terSebut, kedua lambungnya dan punggungnya. Dan
setiap kali harta itu dingin, maka dipahaskanlah ia kembali, dihari yang
ukurannya adalah seribu tahun, sebagaimana firman Allah Taala yang artinya :
“Dan sesungguhnya seharidisisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari
tahun-tahun yang kamu hitung”. Sampai diadilinya seluruh hamba Allah,
barulah dia akan mengetahui jalannya, apakah ke surga atau ke neraka”.
(Zubdatul Wa’izhin)
Dikatakan bahwa, Allah
Taala merangkaikan antara salat dengan zakat di dalam Kitab-Nya, sebagaimana
firman-Nya :
Artinya : “Dinkanlah salat dan
tunaikanlah zakat”.
Karona keduanya mompunyar
ikatan yang kuat. Salat merupakan hak Allah Taala, sodangkan zakat morupakan
hak hamba-hamba Nya. Maka wajib atas kita memperhati. kan keduanya
bordasarkan perintah Allah Taala. Pokok pangkal peribadatan semuanya kembali
kepada kedua hal ini. Salat merupakan ibadat badantah, sodangkan zakat
merupakan ibadat harta benda. Somua ibadat torbagi kopada kodua porkara
tadi. Oleh karena tu dikatakan, ada tiga ayat yang turun yang terdiri dari
tiga perkara yang dirangkaikan dengan tiga perkara lam. Allah tidak akan
menerima salah satu daripadanya tanpa yang lain.
Pertama,
fiiman Allah Taala :
Artinya : “Dirikanlah
salat dan tunaikanlah zakat”.
Barangsiapa
mengerjakan salat tetapi tidak menunaikan zakat, maka salatnya tidak
diterima.
Kedua, firman Allah Taala :
Artinya
: “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya”.
Barangsiapa
taat kepada Allah tetapi tidak taat kepada Rasul-Nya, maka taatnya kepada
Allah itu tidak diterima.
Ketiga, firman Allah
Taala :
Artinya : “Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada ibu-bapakmu”.
Barangsiapa hanya
bersyukur kepada Allah tetapi dia tidak bersyukur kepada ibubapaknya, maka
syukurnya kepada Allah itu tidak diterima. (Tanbihul Ghafilin)
Dari
Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa
menahan dirinya dari lima perkara, maka Allah pun akan menahan darinya lima
perkara pula. Pertama, barangsiapa menahan (tidak mau menunaikan) zakat
hartanya, maka Allah pun menahan (tidak mau) menjaga hartanya dari bencana.
Kedua, barangsiapa menahan (tidak mau mengeluarkan) sepersepuluh dari hasil
buminya, maka Allah pun menahan (tidak mau memberikan) berkat dari semua
usahanya. Ketiga, barangsiapa menahan (tidak mau mengeluarkan) sedekah, maka
Allah pun menahan (tidak mau memberikan) kesejahteraan kepadanya. Keempat,
barangsiapa menahan (tidak mau membaca) doa, maka Allah Taala pun menahan
(tidak mau memberi) perkenaan padanya. Kelima barangsiapa menahan (tidak
mau) menghadiri salat berjamaah, maka Allah Taala pun menahan (tidak mau
memberikan) kesempurnaan iman kepadanya, sehingga imannya kurang sempurna”.
(Zubdatul Wa’izhin)
Dan diriwayatkan pula dari
Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Bentengilah
hartamu dengan zakat, dan obatilah penyakit-penyakitmu dengan sedekah, serta
hadapilah segala macam bencana dengan doa sambil merendahkan diri”.
Sungguh
benarlah Rasulullah dengan segala sabdanya.
Alhasan
meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau saw. menyampaikan hadis ini kepada
sahabat-sahabatnya. Pada saat itu, lewatlah seorang Nasrani. Dia mendengar
hadis ini. Kemudian dia pergi dan menunaikan zakatnya. Orang Nasrani itu
mempunyai seorang sekutu dagang yang telah berangkat ke Mesir untuk
berniaga. Dia berkata dalam hatinya : Vika Muhammad itu benar dalam sabdanya
maka akan tampak kebenarannya, dimana hartaku dan sekutuku akan terpelihara.
Dan aku akan masuk Islam dan beriman kepadanya. Tetapi jika ternyata dia
berdusta, aku akan menyerangnya dengan pedang lalu membunuhnya”.
Tidak
lama kemudian tibalah sepucuk surat dari rombongan dagang itu, yang isinya
mengabarkan bahwa, sekelompok penyamun telah merampok dan merampas seluruh
harta dan barang bawaan mereka. Ketika orang Nasrani itu mendengar berita
tersebut, maka hatinya menjadi goncang, lalu dia menyangka yang tidak-tidak
kepada Beliau. Kemudian dia mendatangi Nabi dengan pedang terhunus, dengan
maksud hendak membunuh Beliau. Namun sebelum niatnya itu dilaksanakannya,
dia menerima sepucuk surat dari sekutunya yang mengabarkan : “Anda jangan
bersedih dan jangan pula merasa cemas. Saya beradadibelakang kafilah. Mereka
memang diserang oleh penyamun namun saya selamat. Semua harta kita masih ada
pada saya”.
Setelah dibacanya surat dari sekutu
dagangnya itu, orang Nasrani itu berkata : “Sesungguhnya Muhammad telah
berkata benar, dan Beliau adalah benar-benar seorang Nabi”. Kemudian dia pun
lalu menemui Beliau dan berkata : “Ya Rasulullah, terangkanlah Islam
kepadaku”. Selanjutnya dia pun beriman dan menjadi mulia dengan kemuliaan
Islam. (Raudhatul Ulama)
Dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, keluarlah seekor
binatang dari neraka Jahannam, bernama Huraisy, sejenis kalajengking.
Panjang badannya setara jarak langit dan bumi, dan lebar badannya setara
dengan jarak antara timur dan barat. Kemudian Jibril as. bertanya kepadanya
: “Hai Huraisy, engkau mau pergi ke mana?”.
“Ke
Arashat”, jawabnya.
Jibril bertanya pula :
“Siapakah yang engkau cari?”.
Huraisy menjawab
: “Aku mencari lima orang : pertama, orang yang meninggalkan Salat, kedua,
orang yang tidak mengeluarkan zakat, ketiga, orang yang durhaka kepada
Ibu-bapaknya, keempat, orang yang suka minum minuman keras, kelima, orang
yang berbicara di dalam Masjid”.
Allah
berfirman :
Artinya : “Dan sesungguhnya
masjid-masyjid itu adalah kepunyaan Allah maka janganlah kamu menyembah
seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah’ (Zubdatul Wa’izhin)
Dari
sahabat Abu Darda ra., katanya : “Seandainya saya didorong dari atas gedung
lalu jatuh sampai hancur, adalah lebih saya sukai daripada berteman dengan
orang kaya Karena saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :
“Hindarilah olehmu berteman dengan orang-orang yang mati”. Ditanyakan : “Ya
Rasulullah, siapakah orang-orang yang mati itu?” Beliau menjawab :
“Orang-orang kaya”.
Juga, Beliau saw. bersabda
:
Artinya : “Saya menengok ke dalam surga,
ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Dan aku pun
menengok ke dalam neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang
kaya”.
Hadis ini seperti hadis yang
diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Aku melihat surga, maka terlihat olehku orang-orang miskin dari kalangan
Muhajirin dan orang-orang Islam lainnya bergegas memasuki surga dengan
berlari. Dan aku tidak melihat orang-orang kaya memasukinya bersama-sama
mereka selain dari Abdurrahman bin Auf, sedang dia adalah termasuk ke dalam
kelompok sepuluh yang telah dijamin akan masuk surga”.
Adapun
sepuluh orang yang telah beroleh kabar gembira akan memasuki surga itu ialah
: Abubakar, Umar, Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin
Abi Waggash, Said bin Zaid dan Ubaidiliah Ibnul Jarrah, semoga Allah meridai
mereka semua.
Dari sahabat Anas bin Malik ra.,
katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Pada hari kiamat kelak, orang-orang miskin akan mencela orang-orang kaya,
kata mereka : “Ya Tuhan kami, orang-orang kaya itu telah menganiaya kami
dalam masalah hak-hak kami yang telah diwajibkan atas mereka”. Maka Allah
berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya akan Aku
jauhkan mereka (dari rahmat-Ku), dan akan Aku dekatkan kamu sekalian”.
Kemudian
Rasulullah saw. membacakan firman Allah Taala yang bunyinya ,
Artinya
: “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang
(miskin) yang menunta-minta dan bagi orang yang tidak mempunyai apa-apa”
Dihikayatkan,
bahwa pernah seorang arif ditanya : “Berapakah zakat yang wajb dikeluarkan
dari uang dua ratus dirham?”.
Orang arif itu
menjawab : “Adapun bagi orang awam, syanat memerintahkan dari setiap dua
ratus dirham, zakatnya adalah lima dirham. Sedangkan bagi kami, maka kami
wajib mengeluarkan semua harta. Karena Allah Taala berfirman:
Artinya
: “Dan nafkahkanlah dari apa yang telah Kami karuniakan kepadamu”.
Dan
suatu ketika, Asy Syibli ditanya orang : “Apakah hal-hal yang fardu
itu?”.
Dia menjawab : “Cinta kepada Allah
Taala”.
“Dan apakah perkara-perkara yang sunnah
itu?”.
Jawabnya : “Meninggalkan dunia”.
Ditanya
pula : “Dan berapakah ukuran zakat?”.
“Mengeluarkan
semuanya”, jawabnya.
Ditanyakan kembali :
“Bukankah cukup lima dirham dari setiap dua ratus dirham?”.
Dia
menjawab : “Itu adalah bagi orang-orang yang kikir”.
Penanya
itu bertanya kembali : “Siapakah panutan anda di dalam masalah ini?”.
Asy
Syibli menjawab : “Abu Bakar Assiddig ra., yang mana dia telah menyerahkan
seluruh harta bendanya. Kemudian dia duduk memakai secarik kain hingga
datang Jibni membawakan kain yang serupa”.
Maka
penanya itu bertanya pula : “Apakah Anda mempunyai alasan dan dalam
Alquran?”,
“Ya”, jawabnya. “Yaitu firman Allah
Taala yang artinya : “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin
diri dan harta mereka”. Barangsiapa menjual hartanya maka dia wajib
menyerahkannya. Sedang harta itu adalah sebuah nama yang bersifat umum”.
Diceritakan
pula, bahwa Oarun bin Yashar bin Qahita bin Lawi bin Ya’kub bin Ishag bin
Ibrahim adalah saudara sepupu Nabi Musa as. Dia telah hafal Kitab Taurat
seluruhnya. Akan tetapi dia bersikap munafik terhadap Nabi Musa as.,
sebagaimana yang juga dilakukan oleh Samiri terhadap Beliau. Qarun adalah
pegawai Firaun, dan setiap saat selalu menyakiti hati Nabi Musa as. sedang
Beliau selalu menggaulinya dengan baik karena ada hubungan kekerabatan
dengannya. Ketika turun ayat tentang zakat, maka Nabi Musa as. berdamai
dengannya, agar dia mengeluarkan satu dinar dari setiap seribu dinar, dan
satu dirham dari setiap seribu dirham. Padahal zakat bagi Bani Israel adalah
mengeluarkan seperempat dari seluruh harta, maka Oarun pun mengumpulkan
zakatnya sehingga menjadi seperti sebuah bukit. Dia lihat zakat itu banyak
sekali, maka dia pun menahannya (enggan mengeluarkannya) karena sifat
kikirnya. Karena itulah diceritakan, bahwa kunci-kunci gudang hartanya itu
dipikul oleh enam puluh ekor baghal, Tiap-tiap gudangnya mempunyai satu
kunci yang tidak lebih dari satu jari besarnya. Kemudian Oarun berkata
kepada Bani Israel : “Sesungguhnya Musa hendak mengambil harta kamu
sekalian”.
Mereka menjawab : “Engkau adalah
pemimpin kami, maka perintahkanlah apa yang engkau kehendaki”.
Oarun
berkata : “Bawalah kepadaku si anu, pelacur itu, supaya dia nanti menuduh
Musa telah berbuat mesum dengannya”.
Maka
mereka pun membawa perempuan pelacur itu kepadanya. Lalu Oarun memberi
perempuan itu uang sebanyak seribu dinar seraya berkata kepadanya : “Katakan
olehmu, Musa telah menghamili aku dan aku hamil karenanya”.
Kemudian
Oarun mengumpulkan orang banyak. Hari itu adalah hari raya bagi Bani Israel.
Lantas Garun berkata kepada Musa as. : “Nasihatilah kami dengan ringkas”.
Maka Nabi Musa pun memberikan nasehat, yang di antaranya Beliau mengatakan :
“BarangSiapa mencuri maka kami potong tangannya. Barangsiapa menuduh orang
lain berbuat zina maka kami cambuk dia. Dan barangsiapa berbuat zina sedang
dia telah berkeluarga, maka kami rajam dia”.
“Dan
kalau yang berbuat itu Anda sendiri?” Garun menukas. Langsung dijawab oleh
Musa as. : “Sekalipun aku sendiri”.
Maka
bangkitlah Garun, lalu berkata : “Sesungguhnya Bani Israel menuduh, bahwa
Anda telah berzina dengan si anu”.
Nabi Musa
as. berkata : “Panggillah dia kemari”.
Maka
perempuan itu pun dihadirkan. Nabi Musa as. mengambil sumpahnya, kata Beliau
: “Demi Allah yang telah menciptakan dirimu, dan menciptakan laut, serta
menurunkan Taurat, berkatalah yang jujur. Maka Allah Taala memperbaiki sikap
perempuan itu dan memberinya taufik, sehingga akhirnya dia berkata : “Wahai
Musa, Tuan bersih dari segala yang dia tuduhkan. Yang benar adalah bahwa
Garun telah memberiku uang sebanyak seribu dinar agar aku menuduh tuan telah
berbuat mesum denganku. Tetapi aku takut kepada Allah Taala untuk menuduh
Rasul-Nya”. Maka Musa pun bersujud sambil menangis dan berkata : “Oh
Tuhanku, kalau aku ini adalah benar-benar Nabi-Mu, maka tolonglah aku”.
Lantas
Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Hai Musa, sesungguhnya Aku telah jadikan
bumi patuh kepada perintahmu, maka perintahkanlah dia sekehendakmu”.
Maka
Musa as. berkata kepada kaumnya : “Barangsiapa berpihak kepada Oarun, maka
tetaplah bersamanya. Dan barangsiapa berpihak padaku, maka menyingkirlah
darinya”. Orang-orang pun menyingkir semuanya meninggalkan Oarun kecuali
tinggal dua orang saja bersamanya. Lalu Musa as. berkata : “Hai bumi,
telaniah mereka!”. Maka bumi pun menelan mereka sampai ke lutut mereka.
Kemudian
Nabi Musa berkata kembali : “Telanlah!”. Maka bumi menelan mereka Sampai ke
pinggang mereka, sedang mereka mengiba-iba minta dikasihani kepada Musa
as.
Kemudian Nabi Musa berkata kembali untuk
yang ketiga kalinya : “Telanlah mereka!” Maka bumi pun menelan mereka sampai
ke leher mereka, dan mereka mengiba-iba mohon dikasihani, namun Beliau tidak
memperdulikan mereka saking murkanya Beliau kepada mereka. Dan Beliau
berkata kembali untuk yang keempat kalinya : “Telanlah mereka”. Maka bumi
pun menangkup atas mereka.
Setelah kejadian
itu, kaum Bani Israel saling berbisik sesama mereka. Mereka mengatakan :
“Musa mendoakan kebinasaan Oarun itu tidak lain adalah agar dia dapat
mewarisi gedung-gedung dan gudang-gudang hartanya”. Isu tersebut
terdengarditelinga Musa as. sehingga Beliau lalu memohon kepada Allah Taala,
agar gedung-gedung dan gudang-gudang harta Qarun turut dibenamkan pula. Hal
ini disinggung Allah dalam firman-Nya :
Artinya
: “Maka Kami benamkan Garun beserta rumahnya ke dalam bumi”
Oarun
bergerak masuk ke dalam bumi setiap harinya kira-kira setinggi orang staki
sehingga apabila dia telah sampai ke dasar bumi yang paling bawah,
tinggallah diadisana sampai ditiupkan sangkakala sebagai tibanya hari
kiamat. (Misykat)
Konon, Dahutu Oarun keluar
dengan perhiasannya sambil menunggang seekor bighal putih yang berpelanakan
emas murni. Dia diiringi oleh empat ribu pengawal yang berpakaian serupa
dengannya. Ada pula yang mengatakan bahwa, kuda-kuda mereka dihiasi sutera
merah.Disebelah kanannya ada tiga ratus budak laki-laki, sedangdisebelah
kinnya ada tiga ratus budak perempuan yang berkulit putih. Mereka semua
mengenakan perhiasan dan sutera. Maka Oarun bersikap congkak kepada Nabi Mua
as. dengan mendustakannya dan tidak mematuhi perintahnya. Lalu Allah pun
membenamkan dia beserta rumahnya ke dalam bumi. (Mau’izhah)
Nabi
saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam mikraj, aku melihat di balik
gunung Oaf ada sebuah kota yang penuh dengan manusia. Ketika mereka melihat
aku, mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan
wajahmu kepada kami, Ya Muhammad”. Kemudian mereka pun beriman kepadaku dan
aku ajari mereka hukumhukum syariat. Setelah itu aku bertanya kepada mereka
: “Siapakah kalian sebenarnya?”. Mereka menjawab : “Ya Muhammad, kami adalah
suatu kaum dari Bani israel. Setelah Nabi Musa meninggal, terjadilah
perselisihandikalangan bangsa Israel dan timbul kerusakan. Dalam tempo hanya
satu jam, mereka telah membunuh empat puluh tiga orang nabi. Dan setelah
pembunuhan para nabi tersebut muncui dua ratus orang abid yang zuhud. Mereka
menyuruh orang banyak berbuat kebajikan dan melarang mereka dari
kemungkaran. Namun, pada hari itu, mereka pun dibunuh pula oleh Bani Israel,
semuanya. Maka timbullah kerusakan yang hebatditengah-tengah mereka. Sedang
kami keluar dari tengah-tengah mereka dan pergi ke pinggir laut.Disana kami
berdoa kepada Allah supaya Dia melepaskan kami dari kerusakan mereka. Tengah
kami berdoa, sekonyong-konyong berlobanglah bumi dan kami terjatuh ke
dalamnya. Kami tinggal selama delapan belas bulandidalam perut bumi itu.
Kemudian kami keluar ke tempat ini. Dahulu, Nabi Musa as. pernah berpesan
kepada kami: “Apabila seseorangdiantara kalian melihat wajah Muhammad saw.,
maka sampaikanlah salamku kepadanya”.
Lantas, mereka pun
mengatakan : “Segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan wajahmu
kepada kami. Berilah kami pelajaran”.
Maka Nabi pun mengajarkan
kepada mereka Alquran, salat, puasa, menunaikan salat Jumat dan hukum-hukum
syariat lainnya. (Hamamiyah, dari Yasin Syarif)
25. KEUTAMAAN BULAN RAJAB
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah
di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri
kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwa, Allah
beserta orangorang yang bertakwa”. (QS. At Taubah : 36)
Tafsir : ,
(. ) Sesungguhnya bilangan bulan. Maksudnya,
jumlah bilangannya.
(.
)disisi Allah. Ma’mul dari kata , karena Aa itu masdar.
(.
) dua belas bulan dalam ketetapan Allah. Dalam Lauhul Mahtfuz, atau dalam
hukum Allah.
Dan dia (. )
adalah sifat dari
Sedangkan firman-Nya :
( ) di waktu Dia menciptakan langit dan bumi.
Kalimat ini berkaitan dengan sesuatu yang memuat arti tetap, atau berkaitan
dengan kata ,
jika itu dianggap masdar. Sedangkan maksud
ayat ini adalah : Sesungguhnya ini adalah perkara yang tetap pada perkara
itu sendiri, sejak Allah menciptakan benda-benda langit dan waktu-waktu.
(.
) di antaranya empat bulan haram. Yang satu sendirian, yaitu bulan Rajab,
sedang yang tiga berurutan, yaitu Dzulgaidah, Dzulhijjah dan Muharram.
(.
) Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maksudnya, diharamkannya bulan yang
empat itu adalah ketetapan agama yang lurus, yaitu agama Ibrahim dan Ismail
as. sedang bangsa Arab sejak dahulu sudah menganut agama ini sebagai warisan
dari mereka berdua. Karenanya, mereka menghormati bulan-bulan haram itu dan
mengharamkan peperangan di waktu itu, sampai-sampai sekiranya ada seseorang
lelaki bertemu dengan pembunuh ayahnya atau saudaranya, maka dia tidak akan
menyerangnya.
(. ) maka
janganlah kamu menganiaya dalam bulan yang empat itu. Yakni dalam
bulan-bulan haram.
(. )
diri-diri kamu. Maksudnya, dengan melanggar kehormatannya dan melakukan
hai-hal yang diharamkan di waktu itu. Kebanyakan ulama (Jumhur Ulama)
perpendapat, bahwa keharaman perangdibulan-bulan itu telah dihapuskan
(mansukh). Sedang Orang-orang yang berbuat aniaya dengan melakukan
perbuatan-perbuatan maksiatdibulan itu maka itu amat besar sekali dosanya.
Sama halnya seperti melakukan perpuatan-perbuatan maksiatditanah Haram
dikaja ihram.
Sedang dari Atha’ bahwasanya
tidak halal bagi manusia berperangditanah Haram dandibulan-bulan Haram,
melainkan jika mereka diperangi lebih dahulu. Adapun pendapat pertama (yang
membolehkan) didukung oleh riwayat yang mengatakan bahwa, Nabi saw. pernah
mengepung Thaif dan memerangi HawazindiHunain pada bulan Syawwal dan
Dzulgaidah.
(. ) Dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu
semuanya. Kata adalah masdar dari (mencegah
dari sesuatu), karena kata ‘semuanya’ itu berarti tercegah dari penambahan.
Kata ini (. ) berkedudukan sebagai kata keadaan
(. ).
(. ) dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Suatu
kesaksian dan jaminan kemenangan bagi orang-orang yang bertakwa dengan sebab
ketakwaan mereka. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Aku melihat pada
malam mikraj sebuah sungai yang airnya lebih manis daripada madu, lebih
sejuk daripada salju, dan lebih harum daripada misik. Lalu aku bertanya
kepada Jibril : “Hai Jibril, untuk siapakah ini?’. Jibril menjawab : “Untuk
orang yang bersalawat kepadamudi bulan Rajab’.
Dan
sabda Nabi saw., yang artinya : “Kembalilah kamu semua kepada Tuhanmu,
mohonlah ampun dari dosa-dosamu, dan jauhilah perbuatan-perbuatan
maksiatdibulan suci, yaitu bulan Rajab”.
Sebagaimana
firman Allah Taata :
Artinya : “Mereka bertanya
kepadamu tentang bulan haram, yaitu berperang di dalamnya. Katakanlah :
“Berperang di dalam bulan itu adalah dosa besar”
Dalam
ayat ini ada pengajuan dan penundaan. Maksudnya, mereka bertanya kepadamu,
Hai Muhammad, tentang berperangdibulan haram, boleh atau tidak?.
(Katakanlah
: Berperangdidalam bulan itu adalah dosa besar) sedangkan berkhianat dibulan
itu adalah lebih buruk lagi, karena kehormatan bulan itu di sisi Allah.
Sebagaimaha ketaatandibulan itu dilipat gandakan pahalanya. Allah menamakan
bulan-bulan itu dengan bulan haram, karena pada bulan itu perang diharamkan.
Tetapi kemudian perang dibulan-bulan tersebut dibatalkan (mansukh) dengan
firman Allah Taala :
Artinya : ‘Dan bunublah
mereka di mana saja kamu Jumpa mereka”
Namun
demikian, kehormatan bulan itu tetap ada, dosa dosa diampuni amal-amal
diterima, dan dibulan haram ini ganjaran pahala dilpat gandakan Karena satu
perbuatar baik dibulan bulan yang lain sama dengan sepuluh perbuatan
baikdibulan bulan Pararr Sobagamana firman Allah Taala:
Artinya
: “Barangsiapa membawa amal yang baik maka dia mendapat (pahala) sepuluh
kali hpatnya”.
Sedang pada bulan Rajab diganjar
dengan tujuh puluh kali lipatnya Pada bulan Sya’ban dengan tujuh ratus kali
lipatnya. Dan pada bulan Ramadan dengan seribu kali lpatnya. Dan
dilipatgandakannya pahala kebaikan ini hanya untuk umat ini saja.
(Khazinatul Ulama)
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Jika kamu ingin lepas dari rasa dahaga saat menjelang maut, keluar dari
dunia dengan membawa iman, dan selamat dari setan, maka hormatilah
bulan-bulan haram ini semuanya dengan jalan memperbanyak puasa dan menyesal
atas dosa-dosa yang telah lewat. Dan ingatlah kepada Pencipta manusia,
niscaya kamu masuk surga Tuhanmu dengan selamat”. (Zahratur Riyadh)
Dari
sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Saya pernah berpapasan dengan sahabat
Muadz bin Jabal ra., laiu saya bertanya kepadanya : “Darimana Anda datang,
Hai Muadz?”, Dia menjawab : “Dari sisi Nabi saw.”. Saya bertanya pula : ‘Apa
yang telah Anda dengar dari Beliau?’. Dia menjawab : ‘Saya mendengar, bahwa
barangsiapa mengucapkan La Ilaaha Illailah dengan tulus ikhlas, dia akan
masuk ke dalam surga. Dan barangsiapa berpuasa sehari di dalam bulan Rajab
karena mengharapkan keridaan Allah, maka dia pun akan masuk ke dalam
surga’.
Kemudian saya pergi menemui Rasulullah
saw. lalu bertanya : Ya Rasulullah, tadi Muadz telah memberitahu saya begini
begini. Beliau menjawab : “Benarlah Muadz”. (Zahratur Riyadh)
Dan
ketahuilah, bahwa kisah-kisah menarik dan perkataan-perkataan mulia yang
akan disampaikan adalah berasal dari penutup kenabian saw.
Nabi
saw. berkhutbahdihari Nahardisaat haji Wada’ (haji perpisahan), sabda Beliau
:
“Ketahuilah bahwa masa telah berputar seperti
keadaan ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu adalah dua
belas bulan. Di antaranya terdapat empat bulan haram. Tiga bulan
berturut-turut, yaitu : Dzulgaidah, Dzulhijjah dan Muharram, dan bulan
Rajabnya kabilah Mudhar, yaitu yang terletak di antara bulan Jumadi dan
Sya’ban.
Dan maksud bulan-bulan itu kembali
kepada keadaannya semula, dan haji pun kembali pada bulan Dzulhijjah adalah
bahwa masa yang terdiri dari bulan-bulan dan tahun-tahun ini kembali kepada
keadaannya semula. Tahun pun kembali kepada asal perhitungan yang telah
dipilih oleh Allah Taala pada saat Dia menciptakan langit dan bumi. Dan haji
pun kembali kepada bulan Dzulhijjah, setelah kaum Jahiliyah menggesernya
dari posisinya semula dengan pengunduran yang mereka adakan. Yaitu pengun. n
yang disebutkan Allah Taala di dalam firman-Nya :
Artinya
: “Sesungguhnya mengundur-undurkan (bulan haram) itu menambah kekufuran”.
Maksudnya
: mengundurkan suatu bulan haram kepada bulan lain. Karena bangsa
Arabdizaman Jahiliyah dahulu sangat menghormati bulan-bulan haram tersebut,
yang mereka warisi dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as. mereka mengharamkan
perangdi pulan-bulan itu, sehingga mereka adakan pengunduran lalu mereka
mengubah pengharaman itu. Mereka adalah bangsa yang gemar berperang dan
menyerang. Apabila tiba pulan haram, padahal mereka tengah berperang, maka
beratlah bagi mereka meninggalkan peperangan tersebut. Karena itu, mereka
lalu menghalalkannya, dan sebagai gantinya, mereka mengharamkan bulan yang
lain. Hingga akhirnya mereka menolak dikhususkannya bulan-bulan haram
sebagai bulan yang dihormati. Namun, mereka tetap mengharamkan empat
bulandiantara bulan-bulan dalam setahun. Dan inilah yang dimaksud dalam
firman Allah :
Artinya : “Agar mereka dapat
menyesuaikan dengan bulan yang Allah haramkan”.
Maksudnya,
agar mereka dapat menyesuaikan bilangan, yaitu empat bulan, dan tidak
menyalahinya. Padahal mereka telah menyalahi pengkhususan yang merupakan
salah satu dari dua kewajiban itu.
Dan
adakalanya mereka juga menambahi bilangan bulan-bulan itu. Bulan-bulan itu
mereka jadikan 13 dan 14 bulan. Diriwayatkan bahwa hal itu terjadidikalangan
Bani Kinanah. Karena mereka adalah kaum yang melarat, yang perlu melakukan
penyeranganpenyerangan.
Junadah bin Auf Al
Kinani adalah seorang yang dipatuhidimasa Jahiliyah. Pernahdi musim haji,
dia berdiri di atas punggung seekor unta lalu berkata dengan suara keras :
“Sesungguhnya tuhan-tuhanmu telah menghalalkan bulan haram untukmu, maka
halalkaniah dia”.
Pengunduran (bulan) itu
dianggap sebagai menambah kekafiran, karena orang kafir, setiap kali dia
melakukan kemaksiatan, maka bertambahlah kekafirannya :
Artinya
: “Maka itu menambah kekafiran mereka di samping kekafiran mereka yang Sudah
ada”.
Sebagaimana seorang mukmin, apabila dia
melakukan ketaatan, maka semakin bertambahiah imannya.
Artinya
: “Maka itu menambah iman mereka, sedang mereka merasa gembira”.
(Kasysyaf)
Supaya waktunya cukup longgar buat
mereka, karenanya datanglah ketetapan tentang bilangan itu di dalam Alquran
dan Alhadis. Adapun dalam Alquran adalah ayat tersebut tadi, yaitu firman
Allah Taala, yang artinya (Sesungguhnya bilangan bulan…. dst), Sedang dalam
hadis, Nabi saw. pernah menjelaskan bahwa, satu tahun itu ada dua belas
bulan yang ditetapkan berdasarkan peredaran matahari, sebagaimana yang
dilakukan oleh Ahlu Kitab. Dan dari bulan-bulan Qamariah ini, ada empat
bulan yang haram, tiga di antaranya berturut-turut, yaitu : Dzulqaidah,
Dzulhijah dan Muharram, dan yang satu sendirian, yaitu bulan Rajab. Adapun
dinisbatkannya bulan Rajab kepada kabilah Mudhar, sebagaimana tersebut dalam
hadis, karena kabilah Mudhar sangat mengagungkan dan menghormati bulan
Rajab. Oleh karena itu, bulan ini dinisbatkan kepada mereka.
Dalam
bulan Rajab ini, bagi kaum Jahiliyah, ada hukum-hukum yang harus dipatuhi,
dj antaranya : bahwa mereka pada bulan Rajab ini mengharamkan peperangan,
sebagaimana telah disebutkandimuka. Pengharaman perang ini masih tetap
berlakudipermulaan Islam. Namun selanjutnya para ulama berselisih pendapat
mengenai kelangsungannya. Kebanyakan (jumhur) ulama berpendapat hal itu
sudah dihapuskan (mansukh). Mereka beragumentasi, bahwa para sahabat
sepeninggainya Nabi Muhammad saw. sibuk dengan menaklukkan negeri-negeri dan
meneruskan peperangan dan perjuangan. Tidak ada berita dari salah seorang
mereka, bahwa dia berhenti berperang pada salah satu dan bulan-bulan haram
itu. Dan hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat atas dihapuskannya hal
itu.
Dan di antaranya juga, bahwa bangsa Arab
dahulu, dizaman Jahiliyah, menyembelih seekor binatang sembelihandibulan
Rajab, yang mereka namakan Athirah. Para ulama berselisih tentang hukum
Athirah setelah islam. Namun kebanyakan (jumhur) ulama berpendapat bahwa,
Islam membatalkannya. Karena telah disebutkan secara pasti di dalam kitab
Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, hadis dari narasumber Abu Hurairah ra.:
Artinya
: “Tidak ada Fara dan tidak ada Athirah”.
Fara
(dengan dua fathah) adalah pertama yang dilahirkan oleh seekor unta.
Orang-orang Jahiliyah dahulu menyembelihnya untuk tuhan-tuhan merekadimasa
Jahiliyah, serta mengambil berkah darinya. Sedang Athirah adalah sembelihan
yang disembelih pada sepuluh hari pertamadibulan Rajab, dan disebut pula
Rajabiyah.
Dahulu sembelihan ini dikorbankan
oleh orang-orang Jahiliyah dan juga oleh orangorang Islamdipermulaan Islam.
Kemudian dibatalkan dengan hadis : “Tidak ada Fara dan tidak ada
Athirah”.
Dan telah diriwayatkan pula dari
Alhasan ra., bahwa dia berkata : “Dalam Islam tidak ada Athirah. Athirah itu
hanya adadimasa Jahiliyah. Dahulu, salah seorang dari mereka berpuasa Rajab,
lalu dia mengadakan Athirah padanya. Sedang penyembelihandiwaktu itu serupa
dengan menjadikan saat itu sebagai hari raya”.
Dalam
hadis yang diriwayatkan dari Thawus ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Janganlah kamu jadikan sesuatu bulan sebagai hari raya dan jangan pula
Sesuatu hari sebagai hari raya”.
Larangan ini
asalnya adalah, bahwa kaum muslimin tidak boleh mengambil sesuatu waktu
sebagai hari raya selain yang telah ditentukan oleh syariat sebagai hari
raya, yaitu hari Jumat dalam satu minggu, dan hari Fitri, hari Adha dan
hari-hari Tasyrig dalam satu tahun. Adapun selain dari itu, pengambilan
sebagai hari raya dan saat berkumpul adalah bid’ah yang tidak memiliki dasar
sama sekali dalam syariat Muhammad saw., bahkan tergolong sebagai hari-hari
raya kaum musyrikin. Mereka memang mempunyai hari-hari raya yang tertentu
waktu dan tempatnya. Kemudian setelah Islam datang, Allah Taala
menghapuskannya, lalu menggantikan hari-hari raya mereka yang berkaitan
dengan masa itu dengan hari-hari raya Fitri, Idul Adha dan hari-hari
Tasyriq, sedangkan hari-hari raya mereka yang berkaitan dengan tempat itu
digantikan dongan Kakbah, Arafah, Mina dan Muzdalifah. Semoga Allah
memudahkan kita berkunjung ke sana. Sedang selama waktu-waktu dan
tempat-tempat itu tidak ada lagi han raya Hanya saja dalam bulan Rajab ada
suatu tugas ketaatan kepada Allah Taala yang digunakan untuk mendekatkan
diri kepadaNya, dan salah satu dani karunia-Nya yang halus yang
diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya
dengan anugerah dan rahmat-Nya Orang yang beruntung ialah orang yang
menggunakan kesempatandisaal-saat dan tempat-tempat itu, untuk mendekatkan
diri kepada Tuhannya, dengan tugas-tugas ketaatan yang disyanatkan pada
kesempatan tersebut, sehingga Allah memberikan kepadanya salah satu di
antara karunia-karunia tadi, dan dengan itu. ia selamat dari siksa neraka
dengan segala azab yang ada didalamnya.
Adapun
puasadibulan Rajab. telah diriwayatkan beberapa hadis. di antaranya adalah
hadis yang dirwayatkan oleh Albaihagi di dalam kitab Sya’bul Iman, dari
sahabat Anas ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Di dalam surga ada sungai yang dinamakan Rajab, yang lebih putih daripada
susu dan lebih manis darnpada madu. Barangsiapa berpuasa sehan di bulan
Rajab, maka Allah Taala memberinya minum dan Sungai itu”.
Ini
adalah mengenai puasa pada sebagian bulan Rajab. Adapun puasa sepanjang
bulan Rajab, maka tidak ada berita sah satu pun yang khusus mengenai hal
itu, baik dari Nabi saw. maupun dari sahabat-sahabatnya. Tetapi yang ada
hanyalah mengenai berpuasadiseluruh bulan haram, dimana bulan Rajab termasuk
salah satu daripadanya. Dengan demikian berani puasadibulan Rajab tidak
dilarang.
Dan dinwayatkan dari sahabat Abu
Qllabah ra., katanya : “Di dalam surga ada mahligai untuk orang yang gemar
berpuasadibulan Rajab”.
Al-Baihaqi berkata :
“Sesungguhnya Abu Qllabah ra. adalah termasuk salah seorang tokoh Tabiin.
Dia tidak mengatakan demikian kecuali dari hadis yang disampaikan kepadanya
oleh orang-orang sebelumnya (para sahabat) yang mendengar langsung dari Nabi
saw. Memang telah diriwayatkan dan Ibnu Abbas ra., bahwa dia tidak suka
bulan Rajab itu dipuasai seluruhnya. Dan itu juga tidak disukai oleh Imam
Ahmad, katanya : “Hendaklah berbuka (tidak puasa) sehari atau dua
haridibulan itu”. Dia menwayatkan hal itu dari sahabat Umar dan Ibnu Abbas
radiyallaahu anhuma. Akan tetapi kemakruhan berpuasa sepanjang bulan Rajab
itu menjadi hilang. apabila dia dipuasai bersama-sama dengan bulan yang
lain. Sementara itu, Al Mawardi mengatakandidalam kitab Al tana : “Mustahab
hukumnya berpuasadibulan Rajab dan Sya’ban”.
Adapun
tentang salatdibulan Rajab maka tidak ada suatu berita yang pasti yang
khusus membicarakan soal itu. sebagaimana telah kami sebutkan penjelasannya
pada bab yang lalu. (Dari Majalis Ar Rumi)
Ibnul
Hammam ra., berkata : “Ibadat yang diragukan antara wajib dan bid’ah. harus
dikerjakan demi menjaga sikap kehati-hatian. Sedangkan ibadat yang diragukan
antara sunnah dan bid’ah, harus ditinggalkan. Karena meninggalkan bid’ah itu
wajib, sedangkan melakukan sunnah itu tidak wajib. Adapun salat (di bulan
Rajab) itu termasuk ibadat yang diragukan antara sunnah dan bid’ah. Dengan
demikian ia harus ditinggalkan dan tidak boleh seorang pun melakukannya,
baik sendirian maupun berjamaah. Karena berjamaah dalam salat itu pun
termasuk bid’ah”. (Ini juga dari Majalis Ar Rumiditempat yang lain).
Dan
diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddiq ra., katanya “Apabila lewat
seperliga malam di awal Jumat pada bulan Rajab maka tidak ada satu pun
malaikat baik yang ada dilangit maupun dibumi kecuali berkumpul diKakbah.
Kemudian Allah Taala memandang kepada mereka seraya berfirman : “Wahai
malaikat-malaikat-Ku, mintalah apa yang kalian kehendaki”. Mereka menjawab :
“Oh Tuhan kami, keinginan kami adalah agar Engkau mengampuni orang yang
berpuasadibulan Rajab”. Maka Allah Taala pun berfirman : “Sesungguhnya Aku
telah mengampuni mereka”.
Dan dari Aisyah ra.,
katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Seluruh umat manusia akan merasakan kelaparan pada hari kiamat kecuali para
nabi, keluarga-keluarga mereka dan orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab,
bulan Sya’ban dan bulan Ramadhan. Maka sesungguhnya mereka semua akan merasa
kenyang, tidak merasa lapar dan dahaga”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diceritakan,
ada seorang wanita yang abiddi Baitul maqdis. Jika datang bulan Rajab,
setiap harinya dia membaca Qul huwallaahu ahad (surah Al Ikhlas) sebelas
kali, karena menghormati bulan itu. Dan dia menanggalkan pakaian yang bagus
lalu mengenakan pakaian yang jelek. Pada suatu bulan Rajab, dia jatuh sakit.
Kemudian dia berpesan kepada anaknya, kalau dia meninggal, maka hendaklah
menguburnya dengan kain yang jelek itu. Namun, karena ingin dipuji orang,
anaknya itu menguburnya dengan kain yang mahal harganya. Lantas si anak
bermimpi melihat ibunya, dia berkata : “Hai anakku, kenapa engkau tidak
melaksanakan wasiatku, aku tidak rida kepadamu”. Dia bangun dengan terkejut.
Kemudian digalinya kembali kubur ibunya, namun tidak didapatkannya lagi
mayat ibunya disana. Maka menjadi bingunglah dia dan menangis
sejadi-jadinya. Lalu terdengar olehnya suara gaib berkata : “Tidakkah kau
tahu bahwa, barangsiapa mengagungkan bulan kami, Rajab, maka dia tidak akan
ditinggalkan sendirian dan kesepian di dalam kuburnya”. (Zubdatu!
Wa’izhin)