Keutamaan Ilmu
Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:
Daftar isi
- Keutamaan Ilmu
- Keutamaan Ibadah di Bulan Ramadan
- Ketentraman Hati Dengan Menyaksikan Kekuasaan Allah
- Keutamaan Memberi Sedekah Di Jalan Allah
- Celaan Terhadap Orang Yang Makan Hasil Riba
- Keutamaan Salat Berjamaah
- Keutamaan Tauhid
- Keutamaan Tobat
- Keutamaan Bulan Rajab
-
Keutamaan Orang Laki-Laki Atas Orang Perempuan
- Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin
3. KEUTAMAAN ILMU
Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan Dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruh. nya, kemudian mengemukakannya
kepada para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu jika kamu memang orang-orang yang benar’ Para malaikat itu menjawab :
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengeta. hui lagi
Maha Bijaksana”. (QS. AlBaqarah : 31-32)
Tafsir :
(. ) Dan Allah mengajarkan kepada Adam (alaihissalam)
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, baik dengan menciptakan ilmu dharuri pada
Adam mengenai benda-benda itu. Atau, dengan cara menyampaikannya langsung
kedalam pikiran Beliau tanpa memerlukan suatu istilah sebelumnya agar
berkelanjutan. Belajar itu adalah suatu perbuatan yang umumnya mengakibatkan
ilmu. Karena itu dikatakan : “Allamtuhu fata’lama”. (Saya mengajarinya maka ia
pun tahu).
Adam adalah nama ajam (non Arab)
seperti Azar dan Syalikh. Adapun asalnya adalah mengambil dari
kata atau , dengan arti : (teladan). Atau, bisa
juga berasal dari kata (permukaan bumi) sesuai dengan suatu
riwayat dari Nabi saw. bahwa Allah Taala menggenggam segenggam tanah dari
seluruh permukaan bumi, baik dari dataran rendah maupun dataran tinggi, lalu
dari tanah yang segenggam itu, Dia menciptakan Adam (alaihis-salam). Karena
itulah, anak cucunya lahir berbeda-beda.
Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat.
Dhamir
(kata ganti nama) yang terdapat pada ayat ini (yaitu 2) kembali kepada
benda-benda yang punya nama yang secara implisit ditunjukkan oleh kata :
(kalimat sebelumnya). Karena pembahasannya adalah nama-nama benda ( ), lalu
Mudhaf ilaihnya (benda-benda) dihilangkan (makhdzut), karena Mudhafnya
(nama-nama) telah menunjukkannya, lantas (Mudhaf ilaih) tersebut digantikan
oleh alif lam ( pada ). Seperti firman Allah :
(di sini Mudhaf ilaihnya juga dihilangkan, sebagai gantinya adalah Jl yang
ditambahkan pada kata (, pent.). Karena tujuan dari pengemukaan itu adalah
untuk menanyakan tentang nama-nama dari benda-benda yang dikemukakan. Oleh
sebab itu, yang dikemukakan itu bukan nama-nama itu sendiri apalagi jika yang
dimaksud itu adalah berupa lafaz-lafaz, melainkan yang dimaksud adalah
benda-benda itu sendiri, atau apa-apa yang ditunjukkan oleh lafaz-lafaz
tersebut Sedangkan sebab digunakannya dhamir mudhakkar (kata ganti jenis
jantan) pada kalimat ini (yaitu : 2 ) adalah karena umumnya yang tercakup
dalam nama-nama benda itu adalah jenis ugala (yang berakal).
(
) Lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama (bendabenda) itu”.
Ayat
ini merupakan celaan dan peringatan terhadap para malaikat atas ketidak
mampuan mereka dalam hal kekhalifaan. Karena mengendalikan dan mengatur
makhluk-makhluk yang ada dengan tetap menegakkan keseimbangan sebelum adanya
pengetahuan yang pasti, berada pada tingkatan-tingkatan bakat dan tingkat
kebenaran adalah sesuatu hal yang mustahil. Jadi, ayat ini bukan merupakan
taklif, karena ia termasuk bab taklif dengan yang tidak mungkin.
(
) Jika kamu memang orang-orang yang benar. Karena menurut sangkamu, bahwa kamu
lebih berhak menjadi khalifah (di muka bumi) karena kema’shumanmu (kesucianmu
dari dosa).
( ) Mereka
(para malaikat itu) menjawab : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain yang Engkau ajarkan kepada kami”.
Jawaban
malaikat ini merupakan pengakuan akan kelemahan dan ketidak sempurnaan mereka,
serta sebagai pernyataan bahwa pertanyaan mereka (pada ayat sebelumnya) itu
adalah untuk minta penjelasan (istifsar) dan bukan penentangan (i’tiradh). Dan
bahwasanya apa yang tidak mereka ketahui, kini menjadi jelas bagi mereka,
yaitu mengenai keutamaan manusia dan hikmat dari diciptakannya mereka.
Disamping itu, juga sebagai pernyataan syukur mereka atas nikmat Allah dengan
apa yang diberitahukan-Nya kepada mereka dan disingkapkan-Nya bagi mereka apa
yang tidak mereka pahami, serta menjaga kesopanan dengan cara menyertakan ilmu
seluruhnya kepada Allah.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui, yang tidak ada sesua u pun yang
tersembunyi bagi-Nya.
Lagi Maha Bijaksana.
Yang sempurna dalam pencitaan-Nya, dan Yang tidak melakukan kecuali apa yang
di dalamnya ada hikmat yang sempurna. (adhi Baidhawi)
Diriwayatkan
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Sesungguhnya orang yang paling selamat di antara kamu pada hari kiamat dari
hal-hal yang menakutkan dan jurang-jurangnya, ialah orang yang paling banyak
membaca salawat untukku”. (Syifa’un Syarif). Dan dari sahabat Abu Hurairah ra.
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa menempuh suatu jalan menuju ilmu, maka Allah akan menempatikannya
pada jalan menuju surga. Dan sesungguhnya orang yang berilmu itu dimohonkan
ampun oleh makhluk-makhluk di bumi, sampai-sampai ikan yang ada di lautan.
Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi”. Dan dari sahabat Abu
Dzarr ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya kepergianmu untuk belajar satu bab darj Kitab
Allah Taala adalah lebih baik bagimu daripada engkau salat seratus rakaat. Dan
sesungguhnya kepergianmu untuk belajar satu bab dari ilmu, baik ia diamalkan
ataupun tidak, adalah lebih baik bagimu daripada engkau salat seribu rakaat”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa
belajar satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada orang lain, maka dia
diberi pahala tujuh puluh nabi”.
Dan sabda Nabi
saw. pula :
Artinya : “Barangsiapa duduk di sisi
orang alim dua jam, atau makan bersamanya dua suapan, atau mendengarkan
darinya dua perkataan, atau berjalan bersamanya dua langkah, maka Allah Taala
akan memberinya dua surga, yang masing-masing surga itu luasnya dua kali luas
dunia”. (Misykatul Anwar) Dari Ali, karramallaahu wajhah, dari Nabi saw.
Beliau bersabda :
Artinya : “Aku telah menanyakan
kepada Jibril tentang orang-orang yang berilmu, lalu Jibril menjawab : “Mereka
adalah pelita-pelita umatmu di dunia dan akhirat. Beruntunglah orang yang
mengenal mereka dan celakalah orang yang mengingkari dan membenci mereka”.
(Kawasyi)
Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa
Beliau telah bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa melakukan salat secara berjamaah dan duduk di majelis ilmu
serta mendengarkan Kalam Allah lalu mengamalkannya, maka Allah Taala akan
memberinya enam perkara : (1) rezki dari usaha yang halal, (2) selamat dari
azab kubur, (3) menerima kitab (catatan amalnya) dengan tangan kanannya, (4)
melewati shirat (jembatan di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (5)
dihimpun bersama para nabi, (6) Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai di
dalam surga dari permata yagut yang merah, yang mempunyai empat puluh pintu”.
(Zubdah).
Dari sahabat Ibnu Abbas ra. ia berkata
: “Orang-orang yang berilmu itu mempunyai derajat tujuh ratus tingkat di atas
derajat orang-orang biasa, yang jarak di antara satu tingkat dengan tingkat
derajat lainnya adalah sejauh (perjalanan) lima ratus tahun”.
Konon,
ilmu itu lebih utama dari amal karena lima sebab :
Ilmu tanpa amal tetap ada, sedangkan amal tanpa ilmu tidak ada.
Ilmu tanpa amal masih berguna, sedangkan amal tanpa ilmu tidak berguna.
Amal itu suatu kewajiban, sedangkan ilmu pemberi cahaya laksana pelita.
Ilmu itu pangkat para nabi, seperti sabda Nabi saw. yang artinya : “Para ulama
umatku seperti para nabi Bani Israil”.
Ilmu itu sifat
Allah, sedangkan amal itu sifat hamba-hamba Allah. Dan sifat Allah itu jelas
lebih utama daripada sifat hamba-hamba-Nya. (Tafsir Al Taisir).
Dan
dari Ibnu Abbas ra. Katanya : “Nabi Sulaiman as. pernah disuruh memilih antara
ilmu dan kerajaan, lalu Beliau memilih ilmu. Maka Beliau pun diberi ilmu dan
kerajaan”.
Sebagian orang bijak berkata : “Kata
ilmu ( ) itu terdiri dari tiga huruf : “ain
( ) lam (. ) dan mim (. ). “Ain
( ) berasal dari kata illiyyin ( ) yang artinya
“tempat yang tinggi”. Lam (. ) berasal dari kata al luthfu ( )
yang artinya “kelemah-lembutan”. Dan mim ( ) berasal dari kata al mulku
( ) yang artinya “kerajaan”. Jadi, ‘ain akan membawa orang
alim itu sampai ke tempat (derajat) yang tinggi. Lam akan menjadikannya
seorang yang lemah lembut. Dan mim akan menjadikannya sebagai penguasa
makhluk”.
Dan dikatakan, bahwa kemuliaan ilmu itu
ditunjukkan oleh firman Allah Taala kepada Nabi Muhammad saw.
Artinya : Dan katakanlah : “Oh Tuhanku,
tambahilah aku ilmu!”
Karena Allah Taala telah
memberikan kepada Beliau semua ilmu, dan Dia tidak menyuruhnya meminta
tambahan kecuali tambahan ilmu. (Majalisul Abrar).
Diriwayatkan
bahwa, Nabi saw. datang ke pintu masjid. Kemudian Beliau melihat setan berada
di dekat pintu Masjid itu. Maka kemudian Nabi saw. bertanya : “Hai Iblis,
apakah yang engkau lakukan di sini?” Setan itu menjawab : “Saya hendak masuk
ke dalam masjid dan merusakkan saiat dari orang yang sedang saiat itu. Akan
tetapi saya takut pada orang yang sedang tidur ini”.
Nabi
saw. bertanya pula : “Hai Iblis kenapa engkau tidak takut pada orang yang
sedang salat itu, sedangkan dia tengah beribadat dan bermunajat dengan
Tuhannya, malah engkau takut dari orang yang sedang tidur itu, padahal dia
sedang terlena?”.
Setan menjawab : “Orang yang
sedang salat itu adalah seorang yang bodoh, meruSaknya lebih mudah. Namun,
orang yang sedang tidur itu adalah orang berilmu, jika saya mengganggu orang
yang salat itu dan merusakkan salatnya, saya khawatir orang yang tidur itu
terjaga lalu membetulkannya segera”.
Maka Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Tiduinya orang alim
lebih baik daripada ibadatnya orang jahil (orang bodoh)”. (Minhajul
Muta’allimin)
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Barangsiapa ingin menghafalkan ilmu maka ia harus membiasakan diri nya
dengan lima. perkara : 1. Salat malam, sekalipun hanya dua rakaat. 2. Selalu
dalam keadaan berwuadu. 3. Bertakwa (kepada Allah) baik secara rahasia (ketika
sendirian) atau secara terang-terangan (ketika sedang di tempat ramai). 4.
Makan untuk mendapatkan tenaga (supaya kuat ibadat) bukan (semata-mata) untuk
memenuhi syahwat (kelezatan/kenikmatan). 5. Bersiwak (menggosok gigi)”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Kebaikan dunia dan
akhirat adalah beserta ilmu : dan kemuliaan dunia dan akhirat adalah beserta
ilmu. Satu orang alim lebih besar dari segi keutamaannya di sisi Allah Taala
daripada seribu orang yang mati syahid”.
Begitu
juga sabda Nabi saw. :
Artinya : “Matinya orang
alim sama dengan matinya alam”.
Sedangkan di
dalam kitab Al Kawasyi disebutkan : “Barangsiapa mengecam orang alim dengan
kata-kata jimak, maka menjadi kafirlah ia, dan istrinya tertalak dengan talak
bain”. Demikian menurut Imam Muhammad dan ahli fikih lainnya. Sedang Ash
Shadru Asy Syahid di dalam kitab Fatawa Badi’iddin mengatakan : “Barangsiapa
meremehkan orang alim menjadi kafirlah ia dan tertalaklah istrinya dengan
talak bain”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Akan datang suatu masa pada umatku, ketika itu mereka lari dari para ulama
dan fuqaha (ahli fikih). Maka Allah Taala akan menimpakan bencana kepada
mereka dengan tiga macam bencana : (1) Allah menghilangkan berkah dari usaha
mereka, (2) Allah menguasakan atas mereka seorang penguasa yang kejam, (3)
Mereka keluar dari dunia (mati) dalam keadaan tanpa iman”. (Demikian
disebutkan dalam kitab Mukasyafatul Asrar).
Dan
dalam hadis lain diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda yang artinya :
“Apabila tiba hari kiamat, akan dihadapkan empat golongan orang di dekat pintu
surga tanpa mengalami hisab dan azab :
Pertama,
orang alim yang mengamalkan ilmunya.
Kedua, orang
yang sudah naik haji yang sewaktu dia naik haji dulu, dia tidak melakukan
perbuatan keji.
Ketiga, orang yang mati syahid
yang gugur di medan perang.
Keempat, orang
dermawan yang megusahakan harta dari jalan yang halal dan menafkahkannya di
jalan Allah tanpa riya.
Keempat golongan orang
tadi saling mendahului untuk memasuki surga lebih dahulu. Maka Allah Taala
mengutus Jibril untuk menjadi hakim di antara mereka. Pertamatama, Jibril
bertanya kepada orang yang mati syahid yang gugur di medan perang itu, katanya
: “Apa yang telah engkau lakukan di dunia sehingga engkau ingin masuk surga
lebih dahulu?”.
Orang itu menjawab : “Saya telah
terbunuh di medan perang demi mencapai keridhaan Allah Taala”.
Jibril
bertanya pula : “Dari siapa engkau mendengar pahala orang yang mati syahid
itu?”.
“Dari para ulama”, jawabnya.
“Jagalah
kesopanan. Engkau jangan mendahului gurumu!”. Ujar Jibril memutuskan.
Kemudian
Jibril menoleh kepada orang yang telah naik haji, lalu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan seperti tadi, dan akhirnya memutuskan perkaranya sama
seperti keputusannya terhadap orang yang mati syahid tersebut. Kemudian Jibril
mengajukan pertanyaan yang serupa kepada orang yang dermawan, dan mendapat
jawaban yang sama. Akhirnya berkatalah orang alim : “Tuhanku, aku tidak
memperoleh ilmu kecuali dengan kemurahan hati orang yang dermawan itu, dan
dengan sebab kebajikannya”. Maka Allah Azza wajalla berfirman : “Sungguh benar
apa yang dikatakan orang alim itu. Hai Ridhwan, bukalah pintu-pintu surga itu
sehingga orang yang dermawan itu dapat masuk, baru kemudian mereka menyusul
masuk sesudahnya”. (Demikian disebutkan dalam kitab Misykatul Anwar)
Dan
Nabi saw. bersabda :
Artinya : Kelebihan orang
alim dibandingkan dengan orang abid (ahli ibadat) adalah seperti kelebihan
diriku atas orang-orang yang paling rendah di antara kamu.
Juga,
Allah Taala pernah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as. Yang artinya : “Aku
adalah Dzat Yang Maha Mengetahui, dan Aku menyukai orang-orang yang berilmu
pengetahuan.
Sedangkan Alhasan rahimahullah
berkata : “Nanti di hari kiamat tinta para ulama akan ditimbang bersama darah
para syuhada (orang-orang yang mati syahid). Ternyata tinta para ulama itu
lebih berat ketimbang darah para syuhada”.
Artinya
: “Hati-hatilah terhadap tiga golongan manusia, yaitu : (1) ulama yang lalai,
(2) orang-orang miskin yang congkak, (3) orang-orang sufi yang bodoh”. Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Kokohnya (kehidupan)
dunia ini adalah dengan 4 perkara : (1) ilmu para ulama, (2) sifat adil para
penguasa, (3) sifat dermawan orang-orang kaya, (4) doa orangorang miskin.
Seandainya tidak ada ilmu para ulama maka akan binasalah orang-orang yang
bodoh, kalau tidak ada kedermawanan orang-orang kaya maka akan binasalah
orang-orang miskin, kalau tidak ada doa orang-orang miskin maka akan binasalah
orangorang kaya, dan kalau tidak ada keadilan dari para penguasa maka manusia
yang satu benar-benar akan memangsa manusia yang lain sebagaimana serigala
memangsa kambing”. Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menafkahkan uangnya sebanyak satu dirham kepada seorang pelajar
yang sedang menuntut ilmu, maka seolah-olah ia telah menafkahkan emas kuning
sebesar gunung Uhud di jalan Allah Taala”. Dan juga sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Barangsiapa melaksanakan salat secara berjamaah bersama kaum muslimin
selama empat puluh hari, tanpa terlewat satu rakaat pun, maka Allah akan
menetapkan baginya terlepas dari nifak”. Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya
: “Barangsiapa salat Subuh, kemudian (setelah selesai salat) ia duduk
(sejenak) untuk berzikir (mengingat dan menyebut asma) Allah Taala, maka Allah
Taala akan memberinya di dalam surga Firdaus tujuh puluh mahligai yang terbuat
dari emas dan perak”,
Artinya : “Hati-hatilah
terhadap tiga golongan manusia, yaitu : (1) ulama yang lalai, (2) orang-orang
miskin yang congkak, (3) orang-orang sufi yang bodoh”. Dan sabda Nabi saw.
:
Artinya : “Kokohnya (kehidupan) dunia ini
adalah dengan 4 perkara : (1) ilmu para ulama, (2) sifat adil para penguasa,
(3) sifat dermawan orang-orang kaya, (4) doa orangorang miskin. Seandainya
tidak ada ilmu para ulama maka akan binasalah orang-orang yang bodoh, kalau
tidak ada kedermawanan orang-orang kaya maka akan binasalah orang-orang
miskin, kalau tidak ada doa orang-orang miskin maka akan binasalah orangorang
kaya, dan kalau tidak ada keadilan dari para penguasa maka manusia yang satu
benar-benar akan memangsa manusia yang lain sebagaimana serigala memangsa
kambing”. Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa menafkahkan uangnya sebanyak satu dirham kepada seorang pelajar
yang sedang menuntut ilmu, maka seolah-olah ia telah menafkahkan emas kuning
sebesar gunung Uhud di jalan Allah Taala”. Dan juga sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Barangsiapa melaksanakan salat secara berjamaah bersama kaum muslimin
selama empat puluh hari, tanpa terlewat satu rakaat pun, maka Allah akan
menetapkan baginya terlepas dari nifak”. Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya
: “Barangsiapa salat Subuh, kemudian (setelah selesai salat) ia duduk
(sejenak) untuk berzikir (mengingat dan menyebut asma) Allah Taala, maka Allah
Taala akan memberinya di dalam surga Firdaus tujuh puluh mahligai yang terbuat
dari emas dan perak”,
Dan sabda Nabi saw. pula
:
Artinya : “Sesungguhnya perumpamaan salat itu
adalah ibarat sebuah anak Sungai yang mengalir di depan pintu rumah seseorang
di antara kamu. Setiap hari ia mandi di situ sebanyak lima kali. Masih
tersisakah kotoran pada (tubuh) nya?. Para sahabat menjawab : “Tidak”. Beliau
melanjutkan : “Begitulah salat, ia mencuci dosa-dosa”. (Daqaiqul Akhbar). “
4. KEUTAMAAN IBADAH DI BULAN RAMADAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran”. (QS. AlBaqarah : 186)
Tafsir :
(
) Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah)
bahwasanya Aku adalah dekat. Yakni, katakaniah kepada mereka, bahwa Aku adalah
dekat. Ayat ini merupakan gambaran dan kesempurnaan ilmu Allah akan
perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan hamba-hamba-Nya, serta mengetahui
segala hal-ihwal mereka seperti halnya orang yang berada dekat tempatnya
dengan mereka.
Diriwayatkan, bahwa seorang A’rabi
(orang desa) menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, apakah Tuhan
kita dekat sehingga kita (cukup) berbisik dengan-Nya, ataukah jauh sehingga
kita harus menyeru-Nya?”. Maka turunlah ayat ini sebagai jawabannya.
( ) Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku.
Ayat
ini merupakan penegasan tentang kedekatan Allah, dan janji bagi orang yang
berdoa bahwa doanya (pasti) akan dikabulkan Allah.
(
) maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku. Yakni, apabila Aku
menyeru mereka supaya beriman dan berbakti, sebagaimana Aku memenuhi
(mengabulkan) mereka apabila mereka berdoa kepada-Ku bagi kebutuhan-kebutuhan
mereka.
(. ) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku.
Ayat ini merupakan perintah
supaya bersikap mantap (tidak mudah berubah) dan selalu beriman.
(
) agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Mereka berharap memperoleh
arrusydu, yaitu memperoleh kebenaran. Huruf syin (. ) pada kata
yarsyudun (. ) bisa juga dibaca dengan fathah (. ) atau dengan
kasrah (. ).
Ketahuilah bahwa setelah Allah Taala
menyuruh kaum muslimin berpuasa selama satu bulan sambil memperhatikan
bilangan hari-hari, serta menganjurkan mereka Supaya melaksanakan tugas-tugas
mengumandangkan takbir dan memanjatkan puji Syukur maka Dia melanjutkan
firman-Nya dengan mendetail segala keadaan mereka, Maha Men. dengar terhadap
segala ucapan mereka, Maha Mengabulkan atas semua doa mereka dan Maha Membalas
terhadap segala perbuatan mereka, sebagai penegas baginya (perintah puasa) dan
anjuran atasnya (supaya melaksanakannya). (Aadhi Baidhawi)
Anas
bin Malik ra., meriwayatkan hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda
:
Artinya : “Tidak ada suatu doa pun kecuali ada
hijab (penghalang) yang mengha. langi antara doa itu dengan langit, sampai
orang yang berdoa itu membaca (lebih dahulu) salawat untuk Nabi saw. Apabila
ia telah membaca salawat untuk Beliau maka tembuslah hijab itu dan doa itu pun
masuk. Dan kalau ia tidak membaca salawat, maka doanya kembali lagi”.
Diceritakan,
bahwa seorang saleh duduk untuk membaca tasyahud, namun ia lupa membaca
salawat untuk Nabi saw. Lantas dalam tidurnya, ia bermimpi melihat Rasulullah
saw. Beliau berdiri lalu berkata kepadanya : “Kenapa engkau lupa membaca
salawat untukku?” Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya sibuk memuji Allah
dan menyembahNya, sehingga saya terlupa membaca salawat untuk Baginda”.
Maka
Rasulullah saw. berkata : “Tidakkah engkau mendengar sabdaku : “Semua amal
dihentikan dan semua doa ditahan sampai dibacakan salawat untukku. Dan
seandainya seorang hamba datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan
sebanyak kebaikan-kebaikan penduduk dunia, namun di dalamnya tidak ada salawat
untukku, maka kebaikan-kebaikannya itu dikembalikan kepadanya, satu pun tidak
ada yang diterima”. (Zubdah)
Dan diriwayatkan,
bahwa Nabi Musa as. pernah bermunajat kepada Tuhannya, ‘ katanya : “Ya Ilahi,
apakah Engkau memuliakan seseorang seperti halnya Engkau memulaikan aku, yang
mana Engkau telah memperdengarkan Kalam-Mu kepadaku?” Allah Taala menjawab :
“Wahai Musa, sesungguhnya Aku mempunyai hamba-hamba yang Aku keluarkan mereka
di akhir zaman. Lalu, Aku muliakan mereka dengan bulan Ramadan, dan Aku lebih
dekat kepada mereka daripada kepadamu. Karena sesungguhnya Aku berbicara
kepadamu, sedang antara Aku dan engkau ada tujuh puluh ribu hijab (tabir).
Namun, apabila umat Muhammad berpuasa dan bibir-bibir mereka menjadi pucat,
dan kulit-kulit mereka menjadi kuning, maka Aku angkat tabir-tabir tersebut
pada saat berbuka. Wahai Musa, beruntunglah orang yang limpanya haus dan
perutnya lapar di bulan Ramadan. Aku tidak akan mengganjar mereka kecuali
dengan berjumpa pada-Ku”.
Maka, seyogyanyalah
bagi orang yang berakal agar mengetahui kemuliaan bulan ini, dan memelihara
hatinya di bulan itu dari kedengkian dan permusuhan terhadap sesama kaum
muslimin. Di samping itu, hendaknya ia merasa takut dan gentar kepada Allah,
apakah puasanya diterima atau tidak?. Karena Allah Taala telah berfirman, yang
artinya : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang
bertagwa”.
Orang-orang yang berpuasa akan keluar
dari dalam kubur-kubur mereka dan mengenali puasa-puasa mereka yang menyambut
mereka dengan hidangan-hidangan, bingkisan-bingkisan dan piala-piala. Lalu
dikatakan kepada mereka : “Makanlah oleh kalian, karena kalian dahulu telah
lapar ketika orang-orang lain kenyang. Dan minumlah oleh kalian, karena kalian
dahulu telah haus ketika orang-orang lain minum. Serta beristirahatlah!”. Maka
mereka pun makan dan minum, sedangkan orang-orang lain masih menghadapi hisab.
(Tanbihul Ghafilin)
Diriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib ra. bahwa dia berkata : “Nabi saw. pernah ditanya tentang
keutamaan-keutamaan salat Taraweih di bulan Ramadan, lalu Beliau menjawab :
“Pada
malam pertama, seorang mukmin keluar dari dosanya seperti saat ia baru
dilahirkan oleh ibunya.
Pada malam kedua,
dosa-dosanya diampuni, juga dosa-dosa kedua orang tuanya, jika keduanya
beriman.
Pada malam ketiga, malaikat dari bawah
Arsy berseru : Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang
telah lewat.
Pada malam keempat, dia memperoleh
pahala seperti pahala orang yang membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan
Alfurgan (Alquran).
Pada malam kelima, Allah
Taala memberinya (pahala) seperti pahala orang yang salat di Masjidil Haram,
Masjid Madinah dan Masjidil Agsha.
Pada malam
keenam, Allah Taala memberinya (pahala) orang yang melakukan tawaf di Baitul
Makmur, dan dimohonkan ampun oleh setiap bebatuan dan cadas.
Pada
malam ketujuh, seolah-olah ia bertemu Musa as. dan membelanya dalam menghadapi
Firaun dan Haman. | Pada malam kedelapan, Allah Taala memberinya apa yang
pernah diberikan-Nya kepada Nabi Ibrahim as.
Pada
malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah Taala sebagaimana
ibadatnya Nabi saw.
Pada malam kesepuluh, Allah
Taala menganugerahinya kebaikan dunia dan akhirat.
Pada
malam kesebelas, ia keluar dari dunia (mati) seperti saat baru dilahirkan dari
perut ibunya.
Pada malam keduabelas, ia datang
pada hari kiamat dengan wajah yang bercahaya bak bulan purnama.
Pada
malam ketiga belas, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari semua
kejahatan.
Pada malam keempat belas, para
malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa dia benar-benar telah
mengerjakan salat Taraweih, maka Allah Taala tidak menghisabnya pada hari
kiamat.
Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh
para malaikat, dan oleh para pemanggul Arsy dan Kursi.
Pada
malam keenam belas, Allah menetapkan baginya kebebasan untuk selamat dari
neraka, dan kebebasan untuk masuk ke dalam surga.
Pada
malam ketujuh belas, ia diberi ganjaran seperti pahalanya nabi-nabi.
Pada
malam kedelapan belas, malaikat berseru : ‘Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah
telah rida kepadamu dan kepada ibu bapakmu’.
Pada
malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajatnya di dalam surga Firdaus.
Pada
malam kedua puluh, ia diberi ganjaran seperti pahalanya para syuhada
(orangorang yang mati syahid) dan orang-orang saleh.
Pada
malam kedua puluh satu, Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai dari
cahaya di dalam surga.
Pada malam kedua puluh
dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari Segala kesedihan dan
kesusahan. Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangunkan untuknya sebuah
kota di dalam Surga, f Pada malam kedua puluh empat, ia mempunyai dua puluh
empat doa yang musta. jab. Pada malam kedua puluh lima, Allah Taala
menghapuskan azab kubur darinya. Pada malam kedua puluh enam, Allah mengangkat
baginya pahalanya selama empat puluh tahun. Pada malam kedua puluh tujuh, ia
datang pada hari kiamat melewati Sirat (jembatan yang melintang di atas neraka
menuju surga) laksana kilat yang menyambar. Pada malam kedua puluh delapan,
Allah mengangkat untuknya seribu derajat di dalam surga.
Pada
malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu haji yang
diterima.
Dan pada malam ketiga puluh, Allah
berfirman : “Hai hamba-Ku, makanlah dari buahbuahan surga, dan mandilah dari
air Salsabil, dan minumlah dari telaga Alkautsar. Akulah Tuhanmu dan engkau
adalah hamba-Ku’. (Majalis)
Dari Aisyah ra., dari
Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa melakukan i’tikaf (tinggal untuk beberapa saat di dalam masjid)
dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang
telah lalu”. (Bukhari dan Muslim)
Dan
diriwayatkan pula dari Aisyah ra. bahwa ia berkata : “Dahulu, Nabi saw.
melakukan iktikaf pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan, sampai
Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istri Beliau melakukan iktikaf pula
sepeninggal Beliau, yakni beriktikaf di rumah-rumah mereka masing-masing.
(Syarhui Masyariq)
5. KETENTRAMAN HATI DENGAN MENYAKSIKAN KEKUASAAN ALLAH
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan (ingatlah)
ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman : “Apakah engkau belum
percaya?” Ibrahim menjawab : “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah
tetap hati saya”. Allah berfirman : (Kalau demikian) ambillah empat ekor
burung, lalu jinakkanlah burung-burung itu kepadamu, kemudian letakkanlah
tiap-tiap seekor daripadanya diatas tiap-tiap bukit. Sesudah itu, panggillah
mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah
bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. AlBaqarah : 260)
Tafsir :
(. ) Dan (ingatlah) ketika
Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati”. Ibrahim as. menanyakan hal itu tak lain adalah
agar ilmunya menjadi nyata.
(. )
Allah berfirman : “Apakah engkau belum percaya, bahwa Aku kuasa menghidupkan
dengan mengulangi penyusunan dan kehidupan?”. Ibrahim
menjawab : “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hatiku”.
Maksudnya : Tentu saja saya telah percaya. Namun saya bertanya adalah supaya
saya dapat menambah pengetahuan dan menentramkan hati dengan ditambahnya
kejelasan selain wahyu dan pembuktian dalil.
(.
) Allah berfirman : “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung”. Konon
keempat burung itu ialah burung merak, ayam jantan, gagak dan merpati.
(.
) lalu jinakkanlah burung-burung itu kepadamu. Perhatikanlah ciri-ciri mereka
dan peliharalah mereka, supaya engkau lebih mengenal dan mengetahui keadaan
mereka, agar engkau tidak keliru setelah mereka dihidupkan kembali.
(
) kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya di atas tiap-tiap bukit.
Maksudnya : Kemudian potong-potonglah mereka. (. )
sesudah itu panggillah mereka. Katakanlah kepada mereka : “Kemarilah dengan
izin Allah”. (. ) niscaya dia akan datang kepadamu dengan
segera. Dengan cepat dan bergegas, dengan terbang atau lari.
(.
) dan ketahuilah bahwa Allah Maha Porkasa. Tidak lemah terhadap apa yang Dia
kehendaki
(.
) Maha Bijaksana. Mempunyai kebijaksanaan yang sempurna dalam apa Saja yang
Dia lakukan dan Dia tinggalkan. (Qadhi Baidhawi).
(Dan ingatlah
ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagai. mana
Engkau menghidupkan orang-orang mati). Alhasan berkata : “Adapun sebab dari
timbulnya pertanyaan Nabi Ibrahim as. ini adalah karena Beliau pernah melewati
seekor binatang yang sudah hancur, yang menurut Ibnu Juraij adalah bangkai
keledai, di tepj laut. Beliau melihatnya dalam keadaan telah dicerai-beraikan
oleh binatang-binatang lau dan darat. Jika laut pasang, datanglah ikan-ikan
dan binatang-binatang laut lainnya lalu memakan bangkai keledai itu.
Bagian-bagian yang jatuh dari bangkai itu masuk ke laut, Dan jika laut itu
surut, maka datanglah binatang-binatang buas lalu memakannya pula,
Bagian-bagian yang jatuh daripadanya ke tanah, menjadi tanah. Jika
binatang-binatang buas itu telah pergi meninggalkannya, maka datanglah
burung-burung pemakan bangkaj lalu memakannya pula. Bagian-bagian yang jatuh
daripadanya diterbangkan angin di udara.
Ketika Nabi Ibrahim as.
menyaksikan hal itu, Beliau merasa heran lalu berkata : “Oh Tuhanku,
sesungguhnya aku telah tahu bahwa Engkau akan menghimpun kembali ba.
gian-bagian tubuh bangkai ini dari perut-perut binatang buas,
tembolok-tembolok burung, dan dari perut-perut binatang laut. Maka
perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkannya kembali, agar aku
dapat menyaksikannya, sehingga bertambahlah keyakinanku”.
Allah
mengecam Beliau dan berfirman : “Apakah engkau belum percaya”. Ibrahim as
menjawab : “Tentu saja Ya Tuhanku, aku telah tahu dan telah percaya. Akan
tetapi agar hatiku menjadi tenang”. Maksudnya, supaya hatiku menjadi tenang
dengan melihat dan menyaksikannya langsung dengan mata sendiri. Maksud Nabi
Ibrahim adalah agar Beliau memperoleh ilmul yagin dan ‘ainul yagin.
Allah
berfirman : “Kalau begitu, ambillah empat ekor burung”. Mujahid berkata :
“Nabi Ibrahim as. mengambil burung merak, ayam jantan, merpati dan burung
gagak”. Dan ada pula yang mengatakan : bebek hijau, gagak hitam, merpati putih
dan ayam jantan merah. “Lalu jinakkanlah mereka kepadamu”. Maksudnya : Lalu
potong-potonglah mereka dan cacah-cacahlah. Dan ada pula yang menafsirkannya :
Himpunlah dan kumpulkanlah kepadamu. “Kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor
daripadanya di atas tiap-tiap bukit”. Para mufassir berkata : “Allah Taala
menyuruh Ibrahim as. supaya menyembelih burung-burung itu dan mencabuti
bulu-bulunya serta memotong-motong burung-burung itu menjadi tujuh bagian,
lalu Beliau meletakkannya di atas tujuh bukit, sedang potongan kepala
burung-burung itu Beliau pegang. Kemudian Beliau memanggil mereka dengan
perkataan : “Kemarilah dengan izin Allah”. Maka mulailah setiap tetes darah
dari seekor burung terbang ke tetes darah yang lain, setiap tulang terbang
menuju tulang yang lain, dan setiap potongan daging menuju potongan daging
yang lain. Sementara itu Nabi Ibrahim as. melihatnya, sampai masing-masing
bagian tubuh bertemu dengan bagian-bagiannya yang lain di udara, tanpa kepala.
Selanjutnya mereka datang kepada kepalanya masing-masing dengan segera. Setiap
seekor burung datang maka kepalanya pun terbang menyambut nya. Jika itu memang
kepalanya maka burung itu lalu mendekatinya, dan jika ternyata itu bukan
kepalanya, maka burung itu mundur, sehingga masing-masing burung bertemu
dengan kepalanya sendiri. Dan itu sesuai dengan firman Allah Taala, yang
artinya : “Sesudah itu panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu
dengan segera”.
Ada pendapat yang mengatakan
bahwa, yang dimaksud dengan kata assa’yu dalam ayat di atas adalah bergegas
dan berlari. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah berjalan,
seperti firman Allah Taala :
Artinya : “Maka
bergegaslah kamu untuk mengingat Allah”.
Dipergunakannya
kata “berjalan” sebagai maksud dari kata assa’yu itu, dan bukan “terbang”,
hikmatnya adalah karena kata “berjalan” itu lebih mungkin untuk tidak
menimbulkan keragu-raguan. Sebab, seandainya burung-burung itu datang kepada
Nabi Ibrahim dengan terbang, tentu ada kemungkinan Nabi Ibrahim menyangka
bahwa kaki-kakinya tidak sehat.
Namun, ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa, assa’yu itu adalah “terbang”.
“Dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Tafsir Ma’alim)
Diriwayatkan
bahwa, ketika Allah Taala hendak menciptakan langit dan bumi. Dia menciptakan
suatu material yang berwarna hijau, yang besarnya berkali-kali lipat daripada
langit dan bumi. Kemudian Dia memandangnya dengan pandangan hebat, sehingga
material tersebut menjadi air. Kemudian, Dia pandang air itu maka
bergejolaklah air itu dan muncullah buih, asap dan uap. Dan air itu bergetar
karena takut kepada Allah. Karena itulah, air selalu bergetar (bergelombang)
hingga hari kiamat.
Dari asap itu, Allah
menciptakan langit, dan dari buih itu Dia menciptakan bumi. Kemudian Allah
mengutus malaikat dari bawah Arsy. Maka meluncurlah ia ke bumi sampai masuk ke
bawah lapisan ke tujuh dari bumi, lalu diletakkannya bumi itu di pundaknya,
sedang salah satu tangannya berada di timur dan yang satunya lagi di barat,
keduanya terlentang sambil menggenggam bumi yang tujuh sampai bumi itu
benar-benar stabil. Namun tidak ada tempat berpijak bagi kakinya. Maka Allah
menurunkan dari Firdaus seekor lembu yang memiliki tujuh puluh ribu tanduk dan
empat puluh ribu kaki, dan Dia jadikan tempat berpijak kaki malaikat itu di
atas punuk sapi itu, namun kedua kaki malaikat itu tidak bisa mantap. Maka,
Allah menurunkan permata yagut yang berwarna hijau yang berasal dari tempat
tertinggi di dalam surga, yang tebalnya sejauh perjalanan lima ratus tahun.
Permata tersebut diletakkan-Nya di antara punuk lembu itu sampai ke ekornya,
maka kedua kaki malaikat itu pun mantaplah berpijak pada permata tersebut.
Sedang tanduk-tanduk lembu itu keluar dari batas-batas wilayah bumi.
Akan
tetapi lembu itu berada di lautan. Pada setiap harinya, dia bernapas dua kali.
Jika dia bernapas maka pasanglah air laut, dan jika dia menahan napas maka air
laut pun surut kembali. Namun, kaki-kaki lembu itu tidak mempunyai tempat
berpijak. Maka Allah menciptakan batu karang setebal tujuh kali langit dan
bumi. Disanalah kaki-kaki lembu itu berpijak dengan mantap. Dan batu karang
itu tidak mempunyai tempat menetap, maka Allah lalu menciptakan Nun, yaitu
seekor ikan besar bernama Nun, panggilannya Yalhub dan gelarnya Yahmut. Allah
meletakkan batu karang itu di atas punggung Nun, sedangkan seluruh tubuhnya
kosong tidak ada apa-apa. Nun itu berada di laut dan laut itu berada di atas
punggung angin, dan angin berada dalam kekuasaan Allah.
Ka’bul
Akhbar berkata : “Sesungguhnya Iblis pernah masuk ke dalam jasad Nun yang di
atas punggungnya ada bumi seluruhnya berikut pepohonan, binatang melata dan
sebagainya, lalu ia berkata kepada ikan itu : ‘Lemparkan saja beban-beban yang
berat itu seluruhnya dari atas punggungmu!”. Ka’ab berkata : “Ikan itu pun
tergugah untuk melakukan suruhan Iblis tersebut, namun Allah lalu mengirim
seekor binatang. Binatang itu masuk ke dalam lubang hidung ikan itu sampai ke
otaknya. Maka ikan itu berteriak kepada Allah Taala karena gangguan binatang
itu. Lantas Allah mengizinkan binatang itu untuk keluar, dan ia pun
keluar”.
Ka’ab melanjutkan : “Ikan itu
memperhatikan binatang tersebut, begitu pula sebaliknya. Apabila ikan itu
hendak melakukan seperti yang dahulu, maka binatang itu kembali masuk ke dalam
lubang hidungnya sampai ke otaknya seperti tadi. Ikan inilah yang dijadikan
bahan sumpah oleh Allah Taala dalam firman-Nya :
Artinya
: “Nun, demi qalam dan apa yang mareka tulis”.
Sungguh
benarlah Allah Yang Mahaagung dengan segala firman-Nya. (Tafsir Tsa’. labi
rahimahullaahu Taala). Ini semua merupakan tanda kekuasaan Allah Taala Yang
Maha luhur, Mahabesar lagi Mahatinggi.
HAL LAIN
YANG BERKAITAN DENGAN HAL IHWAL DUNIA DAN AKHIRAT.
Dalam
salah satu khabar disebutkan, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa dahulu pernah menganiaya saudaranya baik dalam masalah
kehormatan maupun hartanya, maka hendaklah ia meminta kepada orang yang
teraniaya itu agar memberikannya untuknya atau menghalalkannya darinya, atau
ia membayar kepadanya sebelum para seterunya itu menuntutnya di hari yang
sudah tidak ada lagi dinar ataupun dirham”.
(Cerita).
Pada
zaman dahulu, ada seorang nelayan, ia berhasil menangkap seekor ikan. Namun
ikannya itu dirampas oleh seorang tentara sambil dipukulnya pula nelayan itu.
Maka nelayan itu mengadukan halnya kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, Engkau
telah menjadikan diriku sebagai orang yang lemah, dan dia sebagai orang yang
kuat, sehingga dia menganiaya aku. Berilah kuasa atas salah satu makhluk-Mu
untuk menghukumnya, dan jadikanlah itu sebagai pelajaran bagi kaum
muslimin!”.
Ketika tentara itu tiba di rumahnya,
maka ikan itu dipanggangnya. Setelah itu, diletakkannya ikan itu di atas meja
makan. Ketika ia hendak mengambilnya, maka ikan itu, dengan izin Allah, lalu
mengantupnya. Maka timbullah ulat di tangannya. Tentara itu tidak kuat
menanggungnya, sehingga akhirnya dipotong tangannya yang berulat itu. Namun,
ulat itu terus menjalar sampai ke lengannya, sehingga lengannya itupun
akhirnya dipotongnya pula.
Pada saat tentara itu
tidur, ia bermimpi melihat seseorang yang berkata kepadanya : “Kembalikanlah
hak kepada pemiliknya, agar kau selamat dari penyakit ini!”. Setelah ia bangun
dari tidurnya, maka ia pun mengerti akan hal itu. Kemudian dengan bergegas, ia
menemui nelayan dan memberinya ganti sebanyak sepuluh ribu dirham, serta
meminta maaf kepadanya atas perbuatannya dahulu. Setelah nelayan itu menerima
ganti rugi dan memberinya maaf, maka seketika itu juga berjatuhanlah ulat-ulat
itu dari tangannya dan tangannya kembali utuh seperti sedia kala, dengan
berkat kekuasaan Allah jua. (Mukasyafatul Qulub)
Dari
Abu Umamah Al Bahili ra. bahwa ia berkata : “Apabila seseorang meninggal!
dunia, dan telah diletakkan di dalam kuburnya, maka datanglah kepadanya
malaikat lalu duduk di sisi kepalanya. Kemudian disiksanya orang itu dan
dipukulinya dengan sebuah palu, sehingga tidak ada satu anggota tubuhnya pun
kecuali terpenggal dan menyala di dalam kubuinya. Kemudian dikatakan kepadanya
: “Bangkitlah dengan seizin Allah !”. Ketika dia sudah berdiri maka
berteriaklah dia dengan sekuat-kuatnya, yang bisa didengar oleh seluruh
makhluk yang ada di antara langit dan bumi kecuali oleh jin dan manusia. Lalu
berkatalah si mayit kepada malaikat itu : “Kenapa engkau melakukan ini
terhadapku dan kenapa engkau menyiksaku, padahal aku mendirikan salat,
membayar zakat dan berpuasa di bulan Ramadan ?”. Malaikat menjawab : “Aku
menyiksamu karena suatu hari, engkau pernah melewati seseorang yang teraniaya.
Orang itu meminta tolong kepadamu, namun engkau tidak menolongnya. Dan engkau
pernah melakukan salat suatu hari, tetapi engkau tidak mencuci bekas
kencingmu!”.
Oleh karena itu, ada pendapat yang
mengatakan bahwa, menolong orang yang teraniaya itu hukumnya wajib.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa melihat seseorang yang teraniaya, lalu orang itu meminta
pertolongan kepadanya namun ia tidak menolongnya, maka ia akan dipukul di
dalam kuburnya seratus kali dengan cambuk dari api neraka”. (Mukasyafatul
Qulub).
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa berzina dengan seorang perempuan muslimah atau bukan muslimah,
baik perempuan merdeka ataupun hamba sahaya, kemudian ia meninggal dunia
sebelum sempat bertobat, maka Allah akan membukakan baginya dalam kuburnya
liga ratus pintu dari api. la diazab di dalam kuburnya sampai tiba hari
kiamat. Dan apabila tiba hari kiamat, ia masuk ke dalam neraka bersama-sama
orang-orang lain yang masuk neraka”, (Hayatul Qulub)
Dikisahkan,
bahwa Hasan Albasri, Malik bin Dinar dan Tsabir Albanani berkunjung kepada
Rabiah Al Adawiyah. Lantas Hasan berkata : “Wahai Rabiah. pilihlah salah
seorang di antara kami untuk menjadi suamimu. Karena nikah itu merupakan
sunnah Nabi saw”,
Rabiah menjawab : “Saya
mempunyai beberapa pertanyaan, siapa yang dapat menjawabnya, maka saya
peristrikan diriku dengannya”.
Pertama-tama,
Rabiah mengajukan pertanyaan kepada Hasan Albasri : “Bagaimana pendapat Anda
tentang firman Allah Taala pada hari kiamat, ‘Mereka itu di dalam surga dan
Aku tidak peduli, dan mereka itu di dalam neraka dan Aku tidak peduli’, dari
golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Rabiah bertanya
pula : “Ketika saya dibentuk di dalam rahim ibuku, apakah saya ini menjadi
perempuan yang celaka ataukah perempuan yang bahagia?”. Hasan menjawab : “Saya
tidak tahu”. Rabiah bertanya kembali : “Apabila dikatakan kepada seseorang,
Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati’,, Sedang kepada yang lain
dikatakan, “Tidak ada kabar gembira bagimu’, Termasuk golongan manakah saya?”.
Hasan menjawab : “Tidak tahu”. Rabiah bertanya : “Kubur itu merupakan salah
satu taman surga atau salah satu jurang neraka. Bagaimanakah kira-kira kubur
saya”. Hasan menjawab : “Tidak tahu”. Rabiah bertanya :
“Pada
hari wajah wajah momutih dan ada pula wajah wajah yang menghitam. Bagaimana:
kah kira-kira wajah saya?” Hasan monjawab : “tidak tahu”, Rabtah bertanya pula
. “Apabila seorang penyeru menyerukan pada hati kiamat : “Kotahuilah,
sesungguhnya fulan bin fulan benar-benar memperoleh kebahagiaan, sodang fulan
bin fulan benar-benar memperoleh kesengsaraan, termasuk golongan manakah
saya?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Kemudian ketiga orang itu pun
menangis semua, lalu meroka keluar dari tempat perempuan itu. (Bahjatul
Anwar),
Dalam versi lain dikisahkan, bahwa kotika
suami Rabiah Al Adawiyah meninggaf dunia, maka Hasan Albasri besorta
kawan-kawannya meminta izin untuk menemuinya, Rabiah mengizinkan mereka untuk
berkunjung kepadanya, Rabiah menurunkan tabir lalu duduklah ia di balik tabir
itu. Hasan dan kawan-kawannya berkata kepadanya : “Suamimy telah meninggal
dunia, sedangkan Anda masih membutuhkan seorang suami”.
“Ya,”
jawab Rabiah. “Akan tetapi, siapakah di antara kalian yang paling alim supaya
saya peristrikan diri saya kepadanya?”.
Mereka
menjawab : “Hasan Albasri”.
Rabiah berkata :
“Jika Anda dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya mengenai empat masalah,
maka saya bersedia menjadi milik Anda”.
Hasan
menjawab : “Tanyakanlah. Jika Allah Taala memberi petunjuk kepada saya, maka
saya menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda itu”,
Rabiah
mulai bertanya : “Bagaimanakah pendapat Anda, seandainya saya meninggal dunia
dan keluar dari dunia ini, apakah saya keluar dalam keadaan beriman atau
tidak?”.
Hasan menjawab : “Ini merupakan perkara
gaib, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah Taala”.
Kemudian
Rabiah mengajukan pertanyaan lain : “Bagaimana pendapat Anda, seandainya saya
telah diletakkan di dalam kubur, dan saya ditanya oleh malaikat Munkar dan
Nakir, dapatkah kiranya saya menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka atau
tidak?”.
Hasan menjawab : “Ini juga merupakan
perkara gaib, sedangkan urusan gaib itu tidak ada yang mengetahuinya selain
hanya Allah Taala”.
Rabiah mengajukan pertanyaan
lagi : “Apabila manusia telah dikumpulkan pada hari kiamat, dan buku-buku
catatan amal beterbangan, apakah saya menerima buku catatan amal saya dengan
tangan kanan atau dengan tangan kiri?”.
“Ini pun
termasuk perkara gaib”. Jawab Hasan.
Kemudian
Rabiah bertanya kembali : “Apabila diserukan kepada manusia, “Segolongan di
dalam surga dan segolongan di dalam neraka”, termasuk golongan manakah saya di
antara kedua golongan itu?”.
Hasan menjawab :
“Ini pun termasuk perkara gaib”.
Rabiah kemudian
berkata : “Orang yang selalu memikirkan tentang empat perkara ini, bagaimana
mungkin ia memikirkan pula tentang perkawinan”. Setelah itu ia melanjutkan :
“Wahai Hasan, beritahukanlah kepadaku, berapa bagiankah Allah menciptakan
akal?”.
Hasan menjawab : “Sepuluh bagian.
Sembilan bagian untuk laki-laki dan satu bagian untuk perempuan”.
Rabiah
bertanya pula : “Wahai Hasan, berapa bagiankah Allah menciptakan syahwat?”.
Hasan
menjawab : “Sepuluh bagian, Sembilan bagian untuk perempuan dan satu bagian
untuk laki-laki”.
Rabiah berkata : “Wahai Hasan,
saya mampu memelihara sembilan bagian syahwat dengan satu bagian akal, sedang
Anda tidak mampu memelihara satu bagian syahwat dengan sembilan akal”.
Maka
menangislah Hasan, lalu keluar dari tempat perempuan itu. (Misykatul
Anwar).
6. KEUTAMAAN MEMBERI SEDEKAH DI JALAN ALLAH
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menaf. kahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
orang yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui”. (QS.
AlBaqarah : 261)
Tafsir : ,
(. )
Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih. Maksudnya, perumpamaan nafkah mereka adalah serupa
dengan sebutir benih. Atau, perumpamaan mereka adalah serupa dengan orang yang
menebarkan sebutir biji ( ) atas dasar hadizifi mudhaf (hilangnya
Mudhaf, yaitu ). yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji.
Penumbuhan dinisbatkan kepada biji,
karena biji itu tergolong sebab, sebagaimana ia dinisbatkan pula pada bumi dan
air, padahal hakekatnya yang menumbuhkan itu adalah Allah Taala. Makna ayat di
atas adalah bahwa, dari biji itu keluar batang, yang mengeluarkan tujuh
cabang, yang masing-masing mempunyai tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir itu
terdapat seratus biji. Ini adalah suatu perumpamaan yang tidak memerlukan
bukti kejadiannya, karena terkadang bisa terjadi pada tanaman jagung dan
jelai, juga pada tanaman gandum di tanah yang subur pada sebagian lahan
pertanian.
(. ) Dan Allah melipat gandakan,
dengan kelipatan seperti itu. bagi orang yang
Dia kehendaki, dengan karunia-Nya menurut keadaan si pemberi nafkah, yaitu
keikhlasannya dan jerih-payahnya. Dan karenanya, amal-amal itu berbeda-beda
ukuran pahalanya.
(.
) Dan Allah Mahaluas, tidaklah menyempitkan-Nya tambahan yang Dia
karuniakan. lagi Maha Mengetahui akan niat si pemberi nafkah dan jumlah
nafkahnya. (Qadhi Baidhawi).
Ayat ini turun
berkaitan dengan sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Centanya
begini, ketika Rasulullah saw. menganjurkan orang-orang supaya bersedekah pada
saat mereka hendak berangkat perang menuju ke Tabuk. Maka datanglah sahabat
Abdurrahman sambil membawa uang sebanyak empat ribu dirham, ta berkata : “Ya
Rasulullah, saya mempunyai delapan ribu dirham. Saya tahan empat ribu untuk
diriku dan keluargaku, dan saya serahkan yang empat ribu lagi untuk Tuhanku”.
Lantas Rasulullah saw. menjawab : “Semoga Allah memberkatimu pada apa yang
engkau tahan dan pada apa yang engkau berikan”.
Sedangkan
sahabat Utsman bin Affan berkata : “Ya Rasulullah, saya menanggung
perlengkapan orang yang tidak mempunyai perlengkapan”.
Maka
turunlah ayat ini : (matsalul-ladziina yunfiquuna…) (Abul Laits).
Alkalabi
dan Muqatil berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan sahabat Ali bin
Abitalib ra. Dia hanya memiliki uang sebanyak empat dirham, tidak punya
lainnya. Ketika turun anjuran agar bersedekah, dia bersedekah satu dirham
secara sembunyi-sembunyi dan satu dirham secara terang-terangan. Maka turunlah
ayat : Alladziina yunfiquuna….. dst. (Abul Laits).
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya orang
yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti jalah orang yang paling
banyak membaca salawat untukku”.
Diriwayatkan
dari Ali bin Abitalib ra. katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Tidak ada satu doa pun kecuali dihalangi oleh suatu hijab antara dia dan
Allah Taala, sampai orang yang membaca doa itu membaca salawat untuk Nabi
Muhammad saw. Apabila dia telah melakukan itu, maka tembuslah hijab itu dan
dikabulkanlah doanya”.
Dan dari sahabat Anas ra.,
katanya : “Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Ketika Allah Taala telah
menciptakan bumi dan ia bergerak-gerak, Dia lalu menciptakan gununggunung,
lantas meletakkannya di atas bumi itu. Maka bumi itu pun menjadi tenang. Para
malaikat yang menyaksikan hal itu menjadi heran, lalu mereka berkata : “Ya
Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada gunung-gunung
itu?”.
Allah menjawab : “Ya, besi”.
Lantas
malaikat bertanya lagi : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih
hebat daripada besi?”.
“Ya,”. Jawab Allah,
“api”.
Para malaikat bertanya kembali : “Ya Rabb,
apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada api?”.
“Ya,”
jawab Allah, “air”.
Para malaikat kembali
bertanya : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada
air?”.
“Ya” jawab Allah “Angin”
Pata
malaikat bertanya pula . “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk Mu yang lebih
hebat daripada angin?”
“Ya, jawab Allah “Anak
Adam yang bersedokah dongan tangan kanannya dan menyembunyikannya dari tangan
kirinya adalah yang lobih hebat daripada angin”.
Namun
hal itu setelah menjaga hal-hal berikut :
Pertama,
hendaklah Anda menyembunyikan (merahasiakan) sedekah, sesuai firman Allah
Taala :
Artinya : “Dan jika kami menyembunyikan
sedekah dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu
lebih baik bagimu”.
Oleh karena itu, para ulama
dahulu sangat berlebihan dalam menyembunyikan sedekah mereka dari pandangan
orang banyak, sampai-sampai ada sebagian mereka yang mencari orang fakir yang
buta supaya tidak diketahui siapa yang bersedekah. Dan sebagian lagi
mengingatkan sedekahnya di baju orang fakir ketika orang itu sedang tidur. Dan
yang lainnya, meletakkan sedekahnya di jalanan yang dilalui oleh orang-orang
fakir, supaya mereka mengambilnya.
Kedua, tidak
mengungkit-ngungkit dan mengeluarkan perkataan yang menyakiti hati si penerima
sedekah. Hal ini didasarkan pada firman Allah Taala :
Artinya
: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan cara mengungkit-ngungkitnya atau mengeluarkan perkataan yang
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena ingin dipuji oleh manusia”.
Ketiga,
hendaklah harta yang Anda sedekahkan itu merupakan harta Anda yang terbaik,
sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Kamu
tidak akan mencapai derajat kebaktian (yang sempurna) sampai kamu menafkahkan
sebagian hartamu yang kamu cintai”.
Agar Anda
tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang dikatakan Allah dalam
firman-Nya:
Artinya : “Dan mereka memberikan
kepada Allah apa yang mereka sendiri tidak menyukainya’. Oleh karena itulah,
Rasulullah saw. bersabda : ,
Artinya : “Allah itu
Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik”. Yakni, yang halal. Seperti
yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri : “Orang yang menafkahkan barang haram
dalam berbuat taat kepada Allah adalah ibarat orang yang mencuci kain dengan
kencing. Padahal kain itu tidak akan suci selain dengan air yang suci. Begitu
pula dosa tidak akan disucikan kecuali dengan barang yang halal”.
Keempat,
hendaklah Anda memberikan sedekah itu dengan wajah yang menyenangkan (ceria)
dan berseri-seri, tidak seperti orang yang terpaksa. Hal mana disebutkan Allah
dalam firman-Nya :
Artinya : “Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
mereka nafkahkan itu dengan mengungkit-ngungkitnya dan tidak pula dengan
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala dari Tuhan mereka,
Tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
Karenanya,
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Satu dirham
mengungguli seratus ribu dirham”.
Maksudnya :
uang satu dirham dari harta yang halal dan dengan wajah berseri-seri ketika
memberikannya, adalah lebih baik daripada uang seratus ribu (dirham) yang
diberikan dengan terpaksa.
Kelima, hendaklah Anda
cermat dalam memilih orang yang akan Anda beri sedekah itu. Berikanlah ia
kepada orang alim yang bertakwa, yang dapat menggunakan sedekah itu untuk
berbuat taat dan takwa kepada Allah Taala. Atau, kepada orang saleh yang
fakir. Firman Allah :
Artinya : “Sesungguhnya
sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu hanyalah untuk orangorang fakir dan
orang-orang miskin … dst”.
Dan diriwayatkan dari
Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Apabila sedekah itu telah keluar dari tangan pemberinya, maka ia berbiCara
dengan lima perkara : (pertama) Dahulu aku kecil lalu engkau besarkan aku,
(kedua) Dahulu, engkau yang menjaga aku dan sekarang akulah yang menjagamu,
(ketiga) Dahulu aku adalah musuh lalu engkau jadikan aku kekasih, (keempat)
Dahulu aku merupakan barang yang fana, lalu engkau jadikan aku kekal, (kelima)
Dahulu aku sedikit lalu engkau Jadikan aku banyak. Sebagaimana firman Allah,
yang artinya : “Barangsiapa membawa amal (satu) kebaikan, maka baginya
(pahala) sepuluh kali lipatnya”.
Rasulullah Saw
bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang muslim
memberi makan saudaranya sampai ia kenyang, dan memberi minum sampai ia puas,
melainkan Allah akan menjauhkannya dari api neraka, dan menjadikan antara dia
dan neraka itu tujuh jurang, yang antara tiap-tiap dua jurang itu jauhnya
seperti jarak perjalanan lima ratus tahun. Dan neraka Jahannam berteriak : “Oh
Tuhan-ku, izinkanlah saya bersujud sebagai pernyataan syukurku kepadaMu. Saya
benar-benar menginginkan agar Engkau membebaskan seseorang dari umat Muhammad
dari azabku. Karena saya merasa malu kepada Muhammad untuk menyiksa orang yang
bersedekah di antara umatnya. Padahal saya harus taat kepada-Mu”. Kemudian
Allah Taala memerintahkan supaya masuk surga orang yang bersedekah dengan
sepotong roti atau segenggam kurma.
Dikisahkan,
dahulu, bangsa Bani Israil pernah mengalami musim paceklik yang dahsyat
beberapa tahun berturut-turut. Dan ada seorang perempuan yang hanya memiliki
sekerat roti. Pada saat ia hendak menyantap roti itu, sekonyong-konyong datang
seorang pengemis di depan pintu rumahnya seraya berseru : “Demi Allah, berilah
saya sesuap makanan”. Maka perempuan itu mengeluarkan kembali roti yang sudah
dimasukkannya ke mulutnya, lalu diberikannya kepada pengemis itu. Kemudian ia
keluar bersama anaknya yang masih kecil ke gurun untuk mencari kayu bakar.
Lantas datang seekor serigala menerkam anak kecil itu, dan menyeretnya pergi.
Ketika si ibu mendengar suara jeritan anaknya, maka ia pun pergi menyusul
sambil mengikuti jejak kaki sang serigala. Maka Allah mengutus malaikat
Jibril. Lalu anak kecil itu dikeluarkannya dari mulut serigala tersebut.
Kemudian diserahkannya kembali anak itu kepada ibunya seraya berkata : “Hai
hamba Allah, relakah engkau sesuap dibayar dengan sesuap”. (Demikian
disebutkan dalam kitab tafsir Al Hanafi).
Dikisahkan
pula, bahwa Aisyah ra. berkata : “Ada seorang perempuan datang menemui Nabi
saw. sedang tangan kanannya lumpuh. Perempuan itu lalu berkata kepada Beliau :
“Ya Nabi Allah, mohonkanlah kepada Ailah supaya Dia menyembuhkan tanganku”.
Nabi
saw. bertanya : “Apa yang menyebabkan tanganmu lumpuh?”.
Perempuan
itu menjawab : “Saya bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, neraka telah
dinyalakan dan surga telah didekatkan. Tiba-tiba saya melihat ibuku berada di
dalam neraka Jahannam. Tangannya yang satu memegang sepotong lemak (gajih)
sedangkan tangannya yang lain memegang sepotong kain yang kecil, dengan kedua
benda itu ia melindungi dirinya dari api. Lantas saya bertanya : “Kenapa saya
lihat ibu berada di jurang neraka ini, padahal ibu adalah seorang perempuan
yang taat kepada Tuhan, dan suami ibu pun meridai ibu?” Ibuku menjawab : “Hai
putriku, semasa di dunia dahulu, saya adalah seorang perempuan yang kikir. Dan
ini adalah tempat orang-orang yang kikir. Saya bertanya pula kepadanya : “Dan
apakah lemak dan kain ini yang berada di tangan: mu?”. Ibu menjawab : “Kedua
benda ini merupakan satu-satunya yang pernah saya sedekahkan di dunia. Saya
tidak pernah bersedekah seumur hidupku selain dengan kedua: nya”. Lalu saya
bertanya : “Dimanakah bapak?”. Ibu menjawab : “Dia adalah laki-laki yang
dermawan, dan sekarang dia berada di tempat orang-orang yang dermawan”.
Kemudian
saya mendatangi surga, ternyata ayah sedang berdiri di dekat telaga Baginda,
sedang memberi minum kepada orang-orang, Ya Rasulullah. Maka saya bertanya :
“Wahai ayahku, Ibuku adalah istrimu yang taat kepada Tuhannya dan ayah pun
rida kepadanya. Dia sekarang berada di dalam neraka Jahannam, terbakar,
sedangkan ayah memberi minum kepada orang-orang dari telaga Nabi saw. Tolong
berilah ia seteguk dani telaga ini”. Ayah menjawab : “Wahai putriku, Allah
telah mengharamkan telaga Nabi saw. atas orang-orang yang kikir dan
orang-orang durhaka”.
Kemudian saya mengambil
segelas air dari telaga itu tanpa izin ayahku, lalu saya berikan kepada ibuku
yang kehausan. Lantas saya mendengar suara yang menyatakan : “Semoga Allah
Taala melumpuhkan tanganmu, karena engkau telah memberi minum kepada perempuan
durhaka yang kikir dari telaga Nabi saw.”. Lalu saya pun terjaga, dan ternyata
tangan saya benar-benar telah menjadi lumpuh”.
Selanjutnya
Aisyah ra. berkata : “Setelah Nabi saw. mendengar cerita perempuan itu, maka
Beliau lalu meletakkan tongkatnya pada tangan perempuan itu, lalu berkata :
“Ilahi, deni kebenaran mimpi yang telah dia ceritakan, sehatkanlah kembali
tangannya”. Maka tangan perempuan itu pun kembali sehat seperti sedia
kala”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Kedermawanan itu adalah sebatang pohon di dalam surga yang dahandahannya
menjulur ke dunia. Maka barangsiapa mengambil salah satu dahan daripadanya,
niscaya dahan itu akan membimbingnya ke surga. Dan kekikiran itu adalah
sebatang
pohon di dalam neraka yang
dahan-dahannya menjulur ke dunia. Maka barangsiapa mengambil salah satu dahan
daripadanya, niscaya dahan itu akan membimbingnya ke neraka”,
Juga
Beliau saw. bersabda :
Artinya : “Orang yang
dermawan dekat kepada Allah dan makhluk-Nya, sedangkan orang yang kikir jauh
dari Allah dan makhluk-Nya”.
Dan Beliau saw.
bersabda pula :
Artinya : “Orang yang kikir tidak
akan masuk surga, sekalipun ia seorang yang zuhud”. .
Dikisahkan,
bahwa seekor elang datang menghadap Nabi Sulaiman as. seraya berkata : “Ada
seorang laki-laki mempunyai sebatang pohon. Dan saya menetaskan telur-telurku
di atas pohon tersebut. Tetapi orang itu membuang anak-anakku”.
Maka
Nabi Sulaiman as. lalu memanggil pemilik pohon itu, kemudian Beliau melarang
orang itu melakukan hal itu lagi. Lantas Beliau berkata kepada dua setan :
“Aku perintahkan kepada kalian berdua, apabila tiba tahun depan, sedang orang
ini masih membuang anak-anak burung itu, maka tangkaplah ia dan belahlah dia
menjadi dua, lalu lemparkan separuh tubuhnya ke timur dan separuhnya lagi ke
barat”.
Ketika tiba tahun berikutnya, pemilik
pohon itu lupa akan ancaman Nabi Sulaiman tempo hari. Maka ta pun bermaksud
akan memanjat pohon itu, namun sebelumnya ia telah bersedekah dengan sesuap
makanan. Kemudian diambilnya anak-anak burung ity lalu d buangnya. Maka induk
burung itu datang kembali menghadap Nabi Sulaiman ag Untuk mengadukan
perbuatan pemilik pohon itu. Lantas Nabi Sulaiman memanggil kedua setan tadi,
Beliau hendak menghukum mereka berdua, Beliau berkata kepada keduanya .
“Kenapa kalian berdua tidak melaksanakan perintahku?”. Kedua setan itu
menjawab serentak : “Wahai Khalifatullah, sebenarnya ketika pemilik pohon itu
hendak memanjat pohonnya. kami sudah bergerak untuk menangkapnya. Namun
sebelumnya, pemilik pohon itu telah bersedekah kepada seorang lelaki muslim
dengan sepotong roti. Maka Allah mengirim kepadanya dua malaikat dari langit,
lalu kedua malaikat menangkap masing-masing dari kami berdua, dan
melemparkannya. Salah seorang dari kami dilem. parkannya ke timur dan yang
lain ke barat. Kejahatan kami tertolak dari pemilik pohon ity berkat sedekah
yang diberikannya”.
Dan dikisahkan pula, bahwa
pada waktu terjadi musim paceklik di kalangan Bani Israil, seorang lelaki
miskin masuk ke pintu rumah seorang yang kaya raya. Dia berkata : “Berilah
saya sedekah sepotong roti, demi keridaan Allah Taala”.
Lantas
anak perempuan orang kaya itu mengeluarkan sepotong roti yang hangat laly
diberikannya kepada orang miskin tersebut. Kemudian ayahnya datang, maka
dipenggal. nya tangan putrinya itu.
Maka Allah
pun mengubah nasib laki-laki kaya itu, melenyapkan hartanya, sehingga ia
menjadi melarat dan akhirnya mati dalam keadaan hina. Sedangkan putrinya
berkeliling di antara pintu-pintu rumah sambil meminta-minta. Padahal ia
adalah seorang perempuan yang cantik.
Pada suatu
hari, sang putri mendatangi pintu rumah seorang laki-laki yang kaya raya. Lalu
keluarlah ibu dari laki-laki kaya itu. Si ibu memperhatikan peminta-minta itu,
terutama pada kecantikannya, lalu dipersilakannya masuk ke dalam rumahnya, dan
dimin. tanya bersedia kawin dengan anaknya.
Setelah
perempuan itu dikawinkan dengan anak laki-lakinya, maka ibu itu lalu
menghiasinya dan menyuguhkan hidangan makan malam bersama suaminya. Sang putri
mengeluarkan tangan kirinya untuk mengambil makanan, namun suaminya menegurnya
seraya berkata : “Saya pernah mendengar bahwa orang miskin itu kurang
kesopanannya. Keluarkanlah tanganmu yang kanan!”. Namun, anak perempuan itu
tetap mengeluarkan tangan kirinya, sampai suaminya menegurnya berkali-kali.
Kemudian terdengar suara bisikan dari sudut rumah berkata : “Keluarkanlah
olehmu tangan kananmu, hai hamba Allah, Sesungguhnya engkau pernah memberi
sepotong roti demi keridaan Kami, maka sekarang Kami pasti akan mengembalikan
tanganmu”.
Akhirnya, sang putri mengeluarkan
tangan kanannya yang telah utuh kembali seperti sedia kala, berkat kekuasaan
Allah Taala. Kemudian dia pun makan bersama-sama suaminya.
Maka
ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal dan nafkahkanlah hartamu di
jalan Allah, sehingga engkau mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. (Demikian
tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).
Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa memuliakan
tamu berarti ia telah memuliakan aku, dan ba rangsiapa memuliakan aku berarti
ia telah memuliakan Allah. Barangsiapa membenci tamu berarti ia telah membenci
aku: dan barangsiapa membenci aku beratu Ia telah membenci Allah”.
Dalam
hadis lain, Nabi saw, bersabda :
Artinya :
“Apabila seorang tamu memasuki rumah seorang mukmin, maka masuk pula
bersamanya saribu berkat dan seribu rahmat”
Dan
sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Tidaklah
sesoorang didatangi oleh tamu lalu dimuliakannya tamu itu dengan makanan yang
ada, melainkan Allah Taala akan membukakan baginya sebuah pintu di dalam
surga”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Amal yang paling utama di muka bumi ini ada tiga : (1) menuntut ilmu, (2)
berjuang di jalan Allah, (3) mencari rezki yang halal. Orang yang menuntut
ilmu itu adalah kekasih Allah Taala, orang yang berjihad itu wali Allah, dan
orang yang mencari rezki yang halal itu adalah orang yang mulia di sisi
Allah”.
Sungguh benarlah apa yang disabdakan oleh
Baginda Rasulullah saw. itu (Dagaigul Akhbar)
Dan sabda Nabi saw.
dalam hadis lainnya :
Artinya : “Jagalah dirimu dari api neraka
(yakni buatlah di antara kamu dan neraka Itu sebuah perlindungan, atau hijab
dari sedekah) sekalipun dengan separuh kurma (yakni Sebelahnya atau
setengahnya)”.
Karena yang separuh itu pun dapat mempertahankan
hidup, khususnya bagi anak kecil. Maka jangan sekali-kali orang yang
bersedekah meremehkan hal itu.
Imam Bukhari dan Imam Muslim sepakat
atas riwayat hadis ini yaitu dari “Ady bin Hatim. (Demikian disebutkan dalam
kitab Al Jami’u Ash Shaghir).
Kesimpulan :
Bahwasanya menafkahkan harta di jalan Allah itu merupakan sebab
untuk meraih ganjaran yang banyak, serta selamat dari segala hal yang
menakutkan, yang memberanikan dan yang membahayakan baik di dunia maupun di
akhirat, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al Khathib
dari sahabat Anas ra., dari Rasulullah saw bahwa Beliau pernah bersabda : ,
Artinya
: “Sedekah itu mencegah tujuh puluh macam bencana, yang paling ringan di
antaranya adalah penyakit kusta dan belang”. (Al Jami’u Ash Shaghir).
7. CELAAN TERHADAP ORANG YANG MAKAN HASIL RIBA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Orang-orang
yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba”. (AS. AlBaqarah : 275)
Tafsir :
Orang-orang yang memakan riba, yakni,
mengambilnya.
Dalam ayat ini disebut “memakan riba” tidak
lain adalah karena makan merupakan salah satu dari manfaat harta yang paling
besar. Dan juga, karena riba itu umumnya berkaitan dengan makanan, yaitu
tambahan (ziyadah) karena adanya penangguhan pembayaran, dengan cara menjual
makanan dengan makanan atau uang dengan uang, dengan tempo sampai waktu
tertentu. Atau dalam sifat, seperti menjual salah satu dari kedua barang tadi
ditukar dengan barang yang sejenis dengan nilai yang lebih banyak. ( ) tidak
dapat berdiri, apabila mereka dibangkitkan dari dalam kubur mereka. (. )
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, melainkan seperti
berdirinya orang yang kesurupan. Pernyataan ini disampaikan berdasarkan pada
anggapan mereka bahwa, setan itu memukul manusia sampai tak sadarkan diri.
Kata itu artinya sama dengan memukul secara serampangan, seperti
membabi-buta. (. ) lantaran (tekanan) penyakit gila. Dan ini pun
berdasarkan pada anggapan mereka bahwa jin menyentuh manusia sehingga
mengacaukan akalnya. Oleh karena itu dikatakan : Laki-laki itu gila.
Kata
berkaitan dengan kata , yakni : mereka tidak dapat berdiri
lantaran penyakit gila yang mgnimpa mereka disebabkan oleh makan harta riba.
Atau, berkaitan dengan kata atau , maka
maksudnya menjadi : bangkit dan jatuhnya mereka seperti orang yang kesurupan
itu bukan lantaran hilangnya akal mereka, melainkan karena Allah memuaikan
dalam perut mereka apa-apa yang mereka makan dari harta riba itu, Sehingga
memberatkan mereka.
(. ) Keadaan mereka
yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual-beli itu sama dengan riba. Maksudnya, hukuman itu disebabkan oleh
perbuatan mereka yang menyamaratakan riba dengan Jual. beli. karena kedua
duanya menda tangkan laba, sehingga mereka menganggap riba Itu halal,
sebagaimana jual bol. Jadi bentuk kalimat itu asalnya adalah
: (sesungguhnya nba itu sepert jual-beli), namun sebagai
bentuk muba aghah, kalimat It, dibalik menjadi : (sesungguhnya
jual-beli itu seperti riba), seolah-olah mg. reka menganggap bahwa riba itulah
yang asli, kemudian jual-beli mereka kiaskan dengan, nya. Padahal perbedaannya
jelas, karena orang yang menukar uang dua dirham dengar satu dirham, maka dia
telah merugi satu dirham. Sedang orang yang membeli barang seharga satu
dirham, dibelinya dengan harga dua dirham, boleh jadi karena dipaksa
olekebutuhan yang amat sangat kepada barang tersebut, atau karena mengharapkar
keuntungan dari barang itu, yang memaksanya berani merugi seperti ini.
Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharam, kan riba. Ayat ini
merupakan bantahan terhadap anggapan mereka yang menyamarata, kan riba dengan
jual-beli, dan juga sebagai pembatalan terhadap kias yang bertentangar dengan
nash. (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Zaid bin
Tsabit ra., katanya : “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : |
Artinya
: “Barangsiapa mengucapkan : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Mu. hammad,
dan tempatkanlah dia pada tempat yang didekatkan di sisi-Mu pada hari kia.
mat”, niscaya dia pasti akan mendapatkan syafaatku”. (Syifa)
Dan
dari sahabat Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Ada empat golongan yang Allah pasti tidak akan memasukkan mereka ke dalam
surga dan tidak akan merasakan mereka akan nikmatnya, (1) orang yang
terusmenerus minum minuman keras, (2) orang yang memakan dari harta riba, (3)
orang yang memakan dari harta anak yatim tanpa hak, (4) orang yang mendurhakai
kepada ibubapaknya”. (HR. Alhakim)
Mengenai hadis
ini ada dua takwil :
Pertama, bahwa hadis ini
ditujukan kepada orang yang melakukan perbuatan terse but kemudian
menganggapnya halal.
Kedua, bahwa pada mulanya
Allah tidak memasukkan mereka kedalam surga pada saat masuknya orang-orang
yang memperoleh kemenangan dan keselamatan ke dalam surga. Adakalanya memang
Ailah memberi balasan berupa tercegahnya orang itu masuk surga pada mulanya,
namun setelah itu Dia memasukkan orang itu ke dalamnya. Dan adakalanya pula,
Allah Taala tidak membalas, bahkan memaafkannya.
Dan
dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabada :
Artinya
: “Jauhilah olehmu tujuh perkara yang membinasakan!. Para sahabat bertanya :
“Apakah itu?” Baginda menjawab : “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan
harta anak yatim, berbalik dan melarikan diri pada waktu perang sedang
berkecamuk, dan menuduh zina pada wanita baik-baik, yang lengah lagi beriman”.
(Alhadis)
Dan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud
ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Riba itu ada tiga puluh tujuh pintu, yang paling ringan di antaranya adalah
seperti seorang laki-laki menyetubuhi ibunya sendiri”. (HR. Alhakim)
Dalam
hadis lain, Nabi saw. bersabda : –
Artinya :
“Dosa riba itu lebih besar di sisi Allah Taala daripada tiga puluh tiga
perzinaan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dalam Islam”.
Dan
sabda Beliau saw. :
Artinya : “Satu dirham uang
riba yang dimakan oleh seorang laki-laki sedang ia mengetahuinya, adalah lebih
berat daripada tiga puluh enam perzinaan”. (Hayatul Qulub).
Dari
Aisyah ra. katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Apabila seorang lelaki menjual uang satu dirham dengan dua dirham, dan satu
dinar dengan dua dinar, maka dia benar-benar telah melakukan riba. Kemudian
apabila dia melakukan suatu hailah (tipu daya), maka dia benar-benar telah
melakukan riba sekaligus menipu Allah Azza Wa Jalla, serta telah menjadikan
ayat-ayat Allah sebagai mainan”. (Firdaus Akbar). Dari sahabat Jabir bin
Abduilah ra., ia berkata :
Artinya : “Rasulullah
saw. telah mengutuk orang yang memakan riba, yang memberinya, yang menulisnya
dan saksinya”. (HR. Muslim)
Dari sahabat Abu Said
Alkhudri ra. ia berkata : Dalam kisah Isra’ Rasulullah saw menceritakan
sebagai berikut :
“… Maka, bertolaklah Jibril
membawa diriku menuju orang lelaki yang banyak, setiap orang dari laki-laki
itu berperut buncit seperti perut unta yang gemuk. Mereka Saling tindih di
jalanan yang dilewati oleh kaum Firaun. Mereka diinjak-injak oleh kaum Firaun
tersebut. Setiap pagi dan petang, kaum Firaun itu digiring ke neraka, mereka
datang lak. sana unta yang dihardik, atau seperti unta yang diteriaki supaya
mempercepat jalan-nya atau seperti Dzun Nahim (orang yang rakus pada makanan)
yang berlebihan dalam nafsu makannya lantaran kelaparan, mereka membentur
bebatuan dan pepohonan, tidak men. dengar dan tidak pula berpikir. Apabila
orang-orang yang berperut buncit itu mendengar kedatangan mereka, mereka
berusaha bangkit namun perut-perut mereka memberati mereka sehingga akhirnya
mereka jatuh tersungkur. Kemudian salah seorang dari mereka bangkit maka ia
diseret oleh perutnya hingga jatuh tersungkur pula. Mereka tidak dapat
meninggalkan tempat mereka sampai mereka diinjak-injak oleh kaum Firaun,
bolak-balik. Itulah azab mereka di alam barzakh, yakni antara dunia dan
akhirat.
Nabi saw. bersabda : Kaum Firaun berdoa
: Ya Allah, janganlah Engkau bangkitkan hari kiamat untuk selama-lamanya”.
Namun Allah Taala berfirman : “ Masukkaniah keluar. ga Firaun itu ke dalam
azab yang berat”. Aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, siapakah mereka
itu?” Jibril menjawab : “Mereka itu adalah orang-orang yang makan riba dari
kalangan umatmu (mereka tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila).
Dan
dari Samurah bin Jundub ra., katanya : “Apabila Rasulullah saw. telah selesai
melaksanakan salat Subuh bersama kami, Beliau lalu menghadapkan wajahnya
kepada kami, kemudian bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apakah ada di
antara kalian yang bermimpi?”. Maka berceritalah sahabatnya tentang mimpinya
kepada Beliau secara panjang lebar. Pada hari yang lain. Beliau menanyakan
pula : “Apakah di antara kalian ada yang bermimpi tadi malam?”. Kami menjawab
: “Tidak”. Lantas Beliau berkata : “Tetapi tadi malam saya bermimpi, ada dua
orang (Jibril dan Mikail) datang menemuiku lalu mengajakku ke tanah suci. Maka
kami pun berangkat hingga tiba pada suatu sungai darah, yang di dalamnya ada
seorang laki-laki berdiri. Dan di pinggir sungai itu juga ada seorang
laki-laki sedang berdiri, sedang di hadapannya ada bebatuan. Laki-laki yang
ada di sungai itu maju ke depan, namun jika ia hendak keluar dari sungai itu
maka laki-laki yang ada di tepi sungai lantas melemparinya dengan batu ke
mulutnya sehingga ia terpentai kembali ke tempat berdirinya semula.
Demikianlah, tiap kali laki-laki dalam sungai itu hendak keluar maka laki-laki
yang di tepi sungai itu lalu melemparinya dengan batu hingga ia pun terpental
kembali ke tempatnya semula.
Maka aku pun
bertanya : “Siapakah orang yang saya lihat dalam sungai ini?” Jibril menjawab
: “Itu orang yang memakan riba”. (HR. Bukhari).
Dari
sahabat Abu Rafi’ ra. katanya : “Saya pernah menjual sebuah gelang kaki dan
perak kepada Abubakar. Lantas diletakkannya gelang kaki itu di tangannya yang
satu sedang uang dirham diletakkannya di tangannya yang lain. Ternyata gelang
kaki itu sedikit lebih berat daripada uang dirham itu. Maka ia pun mengambil
gunting untuk memotongnya. Saya berkata : “Kelebihan itu untuk Tuan, wahai
Khalifah Rasulillah”. Namun Abubakar menjawab : “Saya pernah mendengar sabda
Nabi saw. “Orang yang menambah dan yang minta tambah sama-sama masuk neraka”.
(Mauizhah).
Sebagian ulama telah menjelaskan
tentang perbedaan antara jual-beli dan riba itu, katanya : “Apabila seseorang
menjual kain yang harganya sepuluh, dijualnya dengan harga dua puluh, Maka
nilai kain itu telah menjadi sebanding dengan dua puluh. Ketika telah
diperoleh saling rida dalam hal pertukaran seperti ini, maka masing-masing
pihak telah menyetujui mongonar harta yang akan ada pada mereka Dongan cara
seperti demikian, pomulik kam atu berarti tidak mongambit sesuatu tanpa
imbalan Adapun jika ia menjual uang sepuluh duham dongan dua puluh duham, maka
berarti ai telah mengambil sepuluh dirham kolobihan itu tanpa imbalan. Dalam
hal ini, tidak bisa dikatakan bahwa, imbalan Itu adalah borupa ponangguhan
pombayaran dari waktu yang samestinya Karena penundaan waktu pembayaran itu
bukanlah harta atau termasuk barang yang bisa dihargai, sehingga bisa
dihadiakan imbalan dari sopuluh dwham tambahan itu. Perbedaan antara kedua
contoh di atas cukup jelas. (Hayatul Qulub).
Ada
beberapa faktor yang monjadi sebab diharamkannya tiba itu :
Pertama,
riba itu mengakibatkan diambilnya harta orang lain tanpa ganti. Karena, orang
yang menjual satu dirham dongan dua dirham, baik kontan atau tempo, maka
berarti dia telah memperoleh tambahan satu dirham, tanpa adanya suatu ganti.
Inilah yang haram.
Kedua, diharamkannya akad riba
itu karena hal itu menyebabkan orang jadi enggan untuk berniaga. Karena jika
pemilik uang itu dapat melakukan transaksi riba, mudahlah baginya untuk
mendapatkan tambahan (keuntungan) tanpa susah payah. Hal mana mengakibatkan
terputusnya manfaat-manfaat yang diperoleh manusia lewat perdagangan dan
mencari laba itu.
Ketiga, riba itu menjadi sebab
terputusnya kebajikan di antara sesama manusia, berupa pinjam meminjam. Ketika
riba diharamkan, hati menjadi senang untuk meminjamkan uang kepada orang yang
membutuhkan dengan meminta kembali sebanyak yang dipinjam itu saja, demi
mencari keridaan Allah Taala.
Keempat,
pengharaman riba itu telah tetap nashnya (berdasarkan kitab suci Alquran),
sedang hikmat semua taklif (kewajiban agama) itu tidak selamanya harus
diketahui oleh makhluk. Oleh karena itu, wajiblah diputuskan keharaman riba
itu sekalipun kita tidak mengetahui, apa hikmat yang terkandung dalam
pengharaman riba itu. Ini merupakan penjelasan bahwa nash itu membatalkan
kias. Karena penghalalan Allah dan pengharaman-Nya tadi menjadi dalil atas
batalnya kias mereka itu. (Hayatul Qulub).
Dari
sahabat Ubaidah bin Shamit ra. Katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Janganlah kamu menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam,
melainkan harus sama persis jumlahnya, barang dengan barang dan secara kontan.
Akan tetapi, kamu boleh menjual emas dengan perak, perak dengan emas, gandum
dengan jelai dan kurma dengan garam, secara kontan dan dengan penambahan
menurut kehendak-Mu”.
Karena penambahan dalam
transaksi seperti yang disebutkan terakhir ini tidak termasuk riba, sebab
sudah tidak ada lagi kesamaan jenis. Ingatlah olehmu dan janganlah Anda
termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lengah.
Barang-barang
yang ada nash pongharaman riba padanya, jika ia berupa barang yang ditakar,
maka selamanya ta harus ditakar, seperti : gandum, jelai dan kurma. Dan kalau
ta berupa barang yang ditimbang, maka selamanya ia harus ditimbang, sepert
omas dan porak, sekalipun dalam kebiasaan dikenal cara yang lam. Karena nash
itu hukumnya pasti, dan ia lebih kuat daripada hukum adat. Hukum yang lebih
kuat tidak boleh ditinggalkan dengan adanya hukum yang lebih lemah. Adapun
barang-barang yang tidak ada nashnya, maka ia boleh dikenakan hukum adat,
seperti barang-barang selain dari yang enam barang yang disebutkan di atas,
yaitu yang disabdakan oleh Baginda Nahi saw. : Janganlah kamu menjual emas
dengan emas… dst. (alhadis)
Ketahuilah, bahwa
hailah-hailah (trik-trik) syariyah supaya terhindar dari riba sekalipun
menurut sebagian fukaha hal itu dibolehkan, namun menurut sebagian yang lain
hukumnya adalah makruh. Dan pendapat terakhir inilah yang lebih tepat.
Contohnya : Seorang laki-laki hendak meminjam uang dari orang lain sebanyak
sepuluh dirham dengan membayar sepuluh setengah dirham selama satu bulan.
Seperti, seorang laki-laki menjual secarik kain yang harganya sepuluh dirham,
dijualnya dengan harga sepuluh dirham kepada orang lain, lalu dia serahkan
kain itu dan menerima uang sepuluh dirham dari orang itu. Kemudian orang yang
telah membeli kain itu berkata di tempat itu juga : “Saya jual kain ini dengan
harga sepuluh setengah dirham”. Lantas kain itu dibeli oleh Orang yang
dipinjami (kreditor) dengan harga sekian dan dalam tempo tertentu. Riba dalam
tempo tertentu. Riba dalam contoh ini memang tidak terjadi, tetapi lebih utama
tidak melakukan trik seperti ini. Karena takwa itu lebih baik daripada
fatwa.
Contoh lain : seorang mugridh (pemberi
hutang) memberikan sepotong kain kepada mustagridh (yang berhutang) yang
harganya sama dengan dua belas dirham. Dia hutargkan dengan harga yang sama
dalam tempo tertentu. Kemudian, orang yang berhutang tadi menjualnya kepada
orang lain dengan harga sepuluh dirham. Selanjutnya orang an tadi menjualnya
kembali kepada orang pertama (yang memberi hutang) dengan narga sepuluh dirham
pula, seraya berkata kepadanya : “Berikanlah kepada si Anu sepulur dirham,
yang darinya saya beli kain ini”. Apabila penjual pertama, yaitu orang yang
membeli dari orang lain tadi, yang dari sisi lain juga merupakan orang yang
memberikan hutang, memberikan uang sepuluh dirham kepada orang yang berhutang,
maka orang yang berhutang itu tetap berhutang kepada si pemberi hutang sebesar
dua belas dirham. Dalam kasus ini, tambahan tersebut juga bukan riba. Namun,
seorang mukmin sejati seyogyanya menjaga diri dari muamalat yang tidak sesuai
dengan syariat, sehingga ia tidak mendapat hukuman kelak di hari kiamat.
Penjelasan
secara lebih rinci tentang masalah ini dapat dilihat di dalam kitab-kitab
fikih. Maka, sebaiknya Anda membaca asal nukilan ini, yang dinukil dari
terjemahan ke bahasa Arab. Dan jangan lupa mendoakan penukilnya yang fakir ini
dengan doa-doa yang baik, semoga Anda mendapatkan syafaat Nabi pilihan,
setelah berpegang teguh pada sunah yang luhur. Dan janganlah Anda meragukan
nikmat-nikmat Allah yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya
yang berdosa, sehingga Anda tidak diharamkan dari kebahagiaan yang abadi. Dan
renungkanlah apa yang telah saya paparkan dengan penuh perhatian dan pandangan
yang cermat.
8. KEUTAMAAN SALAT BERJAMAAH
Allah SWT berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal-amal saleh, mendirikan salat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada ketakutan
atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. AlBaqarah : 277)
Tafsir :
(. ) Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, kepada Allah dan RasulNya, serta apa-apa yang Dia datangkan kepada
mereka.
( ) mengerjakan amal-amal saleh,
mendirikan salat dan menunaikan zakat. Mendirikan salat dan menunaikan zakat
di-athaf-kan (disandarkan pada kalimat yang mencakup keduanya yaitu : amal
saleh), karena keduanya mengungguli amal-amal saleh lainnya.
(. ) mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
ketakutan atas mereka, terhadap apa-apa yang akan datang. (. ) dan
tidak (pula) mereka bersedih hati, dari apa-apa yang telah lewat. (Aadhi
Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa ketika Beliau sedang
duduk-duduk di dalam masjid, datanglah seorang pemuda menemui Beliau. Oleh
Beliau, pemuda itu dihormatinya dan dipersilakannya duduk di sebelahnya, lebih
dekat daripada Abubakar ra. Kemudian Nabi menyampaikan alasannya kepada
Abubakar, katanya : “Wahai Abubakar, aku dudukkan pemuda ini lebih dekat
daripadamu tidak lain karena di dunia ini tidak ada seorang pun yang membaca
salawat untukku lebih banyak daripadanya. Sesungguhnya dia telah mengucapkan
setiap pagi dan petang :
Artinya : “Ya Allah,
limpahkanlah rahmat-Mu kepada Muhammad sebanyak jumlah Orang yang membaca
salawat untuknya. Limpahkanlah rahmat kepadanya sebanyak bilangan Orang yang
tidak membaca salawat kepadanya. Limpahkanlah rahmat kepada Muhammad
sebagaimana Engkau suka dibacakan salawat untuknya. Limpahkanlah rahma,
kepadanya sebagaimana yang telah Engkau perintahkan kami agar bersalawat
kepadanya Limpahkanlah rahmat kepada Muhammad sebagaimana salawat yang pantas
untuk nya.
Karena itulah, dia saya dudukkan lebih
dekat daripadamu.
Diiwayatkan pula dari Nabi saw.
:
Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat lima
waktu secara berjamaah, dia akan memperoleh lima perkara : (Pertama) Dia tidak
akan ditimpa kemiskinan di dunia. (Kedua) Allah Taala menghapuskan siksa kubur
dari dirinya, (Ketiga) Dia akan diberi kitab catatan amalnya dari sebelah
kanannya, (Keempat) Dia akan melintasi Sirat (titian di atas neraka) laksana
kilat yang menyambar, (Kelima) Allah Taala memasukkannya ke dalam surga tanpa
dihisab dan diazab”. (Mashaabih)
Dan sabda Nabi
saw. :
Artinya : “Salat Seseorang secara
berjamaah adalah lebih utama daripada salatnya sendirian di rumahnya selama
empat puluh tahun”.
Dan diriwayatkan, bahwa salat
berjamaah itu lebih utama daripada salat sendirian (munfarid) dengan selisih
dua puluh tujuh derajat. Dan menurut riwayat lain, dari Nabi saw, beliau
bersabda :
Artinya : “Apabila telah tiba hari
kiamat, Allah membangkitkan suatu kaum yang wajah mereka laksana
bintang-bintang. Lalu para malaikat bertanya kepada mereka – “Apakah amal
perbuatan kalian?”. Mereka menjawab : “Dahulu, tatkala kami mendenga’ suara
azan, kami segera bangkit untuk bersuci dan berwudu, dan tidak menyibukkan
diri! dengan lainnya”, Dan kaum lainnya yang wajah mereka laksana bulan.
Lantas ditanyalah mereka : “Apa amal perbuatan kalian?”, Mereka menjawab :
“Dahulu, kami berwudu sebelum azan”. Dan kaum lainnya, wajah mereka bak
matahari. Mereka menjawab setelah ditanya : “Dahulu, kami mendengar azan di
dalam masjid”. (Durratul Wa’izhin).
Dan
diriwayatkan pula dalam hadis lain, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Jika seseorang hamba mengucapkan takbir (Allahu Akbar) untuk salat, maka
Allah Taala beriman kepada malaikat : “Angkatlah dosa-dosa hamba-Ku dari
lehernya sehingga Ia menyembah-Ku dalam keadaan suci”. Lantas para malaikat
pun mengambil dosa-dosa si hamba seluruhnya. Kemudian, apabila si hamba telah
selesai dari sajatnya, para malaikat bertanya : “Ya Rabbana, apakah
dosa-dosanya kami kembalikan lagi kepadanya?” Allah Taala menjawab : “Wahai
para malaikat-Ku, tidak layak dengan sifat kemurahan-Ku selain memaafkan. Aku
telah memaafkan kesalahan-kesalahannya”.
Dalam
hadis lain, Nabi saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah Taala akan
menghimpun masjid-masjid yang ada di dunia pada hari kiamat seolah-olah mereka
adalah unta-unta putih, yang kaki-kakinya dari ambar, lehernya dari kuma-kuma,
kepalanya dari misik, dan telinga-telinganya dari zabarjad hijau, sedangkan
para muazzin menuntun mereka dan para imam salat menggiring mereka. Mereka
lewat di medan kiamat secepat kilat yang menyambar. Maka orang-orang yang
sedang berada di medan kiamat itu bertanya-tanya : “Apakah mereka itu termasuk
golongan para malaikat yang dekat kepada Allah, atau mereka adalah para nabi
dan rasul?”. Maka terdengar seruan : “Bukan, tetapi mereka adalah termasuk
golongan umat Muhammad saw. yang memelihara salat lima waktu secara
berjamaah”.
Karenanya, Nabi saw. bersabda :
air
yang mengalir, lalu melaksanakan salat di belakang imam yang bacaannya mahir,
maka ia pasti memperoleh rahmat dari Allah Al Baari”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan
diriwayatkan pula dalam hadis lain, bahwa Nabi saw. bersabda. yang artinya :
“Setelah Allah Taala menciptakan Jibril as. dengan rupa yang sebaik-baiknya,
dan Dia jadikan baginya enam ratus sayap yang panjang tiap-tiap sayap itu
adalah seperti jarak antara timur dengan barat, maka Jibril lalu memandang
kepada dirinya seraya berkata : “Ilahi, apakah Engkau menciptakan juga makhluk
yang rupanya lebih baik dariku?” Allah menjawab : “Tidak”. Maka Jibril bangkit
berdiri lalu mengerjakan salat dua rakaat sebagai pernyataan syukur kepada
Allah Taala. Pada tiap rakaatnya, dia berdiri selama dua puluh ribu tahun.
Ketika Jibril selesai dari salatnya, Allah Taaia berfirman kepadanya : “Hai
Jibril, engkau telah menyembah Aku dengan sesungguh-sungguhnya, dan tidak ada
seorang pun yang menyembah-Ku seperti ibadatmu itu. Akan tetapi, nanti di
akhir zaman, akan datang seorang nabi yang mulia, yang Aku cintai, bernama
Muhammad. Dia mempunyai umat yang lemah dan berdosa. Mereka mengerjakan salat
dengan lalai dan kurang sempurna dan dalam waktu yang singkat, dengan disertai
pikiran yang banyak dan dosa-dosa yang besar. Namun, demi Keperkasaan dan
Keagungan-Ku, sesungguhnya salat mereka itu lebih Aku sukai daripada salatmu.
Karena salat mereka itu atas perintah-Ku, sedangkan engkau melakukan salat
tanpa perintah-Ku”.
Jibril berkata : “Ya Rabb,
apakah yang Engkau berikan kepada mereka sebagai ganjaran dar ibadat mereka
itu?”
Allah menjawab : “Aku akan memberikan
kapada mereka surga Al Ma’wa”,
Jibril menunta
izin kopada Allah Taala untuk malhat surga tersebut, dan Allah mengizinkannya.
Maka Jibril pun mendatangi surga Itu sambil membuka sayapnya dan kemudian ia
pun terbang. Setiap kali dia membuka kedun sayapnya, dia dapat menempuh jarak
sejauh perjalanan tiga ratus ribu tahun, dan setiap kali dia menangkupkan
sayapnya maka dia dapat menempuh jarak sejauh itu pula. Maka terbanglah ia
dengan cara dernih. an selama tiga ratus tahun, akhirnya ia merasa tidak
mampu, lalu ta pun singgah di bawah naungan sebuah pohon lalu sujud kepada
Allah Taala. Di dalam sujudnya, ia bermunajat. “Ilahi, apakah hamba tolah
moncapai separuh surga itu, atau sepertiganya, atau Seperempatnya?”.
Allah
Taala menjawab : “Wahai Jibril, seandainya engkau terbang selama tiga ratus
ribu tahun lagi, dan walaupun Aku berikan kepadamu kekuatan seperti kekuatanmu
dan sayap seperti sayap-sayapmu, lalu engkau terbang seperti yang telah engkau
lakukan, engkau tetap tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh dari
apa yang Aku berikan kepada umat Muhammad sebagai ganjaran dari salat moreka
yang dua rakaat itu”. (Misykatul Anwar).
Dan Nabi
Saw bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca
salawat karena mengagungkan aku, maka Allah akan menjadikan dari salawat itu
malaikat yang mempunyai sepasang sayap. Satu sayap di timur dan satu lagi di
barat. Kedua kakinya berada di bawah bumi ketujuh, sedangkan lehernya
bersambung dengan Arsy. Allah Taala berfirman kepada malaikat tersebut :
“Doakanlah hamba-Ku sebagaimana ia telah membaca salawat untuk Nabi-Ku
Muhammad saw”. Maka malaikat itu pun mendoakannya sampai hari kiamat”.
(Zubdatul Wa’i zhin).
Dalam salah satu hadis
Qudsi, Rasulullah saw. meriwayatkan dari Allah Taala, bahwa Dia berfirman :
Artinya
: “Tiga perkara yang siapa menjaganya, niscaya dia adalah benar-benar seorang
wali-Ku: dan siapa yang menyia-nyiakannya, niscaya dia adalah benar-bena’
seorang musuh-Ku. Seseorang bertanya : Ya Rasulullah, apakah tiga perkara
itu?” Beliau menjawab : “Salat, puasa dan mandi junub”. Beliau menegaskan :
“Ketiganya adalah amd nat antara Allah dengan hamba-Nya. Allah memerintahkan
agar ketiganya dijaga”.
Adapun yang dikehendaki
dengan salat dalam hadis di atas adalah mendirikannya tepat pada waktu
waktunya, dengan menyempurnakan yang fardu-fardunya, yang wajibwajibnya, dan
yang sunnah-sunnahnya, sehingga jika seseorang melakukan salat tidak tepat
pada waktunya maka dia dianggap telah menyia-nyiakannya berdasarkan salah satu
riwayat khabar, bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam aku
diisra’kan ke langit, aku melihat banyak orang laki laki dan perempuan
memukuli kepala mereka sendiri, lalu mengalir otak mereka laksana sungai yang
besar. Mereka berkata : “Oh celaka… Oh nista!” Maka aku bertanya kepada Jibril
: “Wahai Jibril, siapakah orangorang ini?” Jibril menjawab : “Mereka adalah
orang-orang yang melaksanakan salat tidak pada waktunya”.
Dalil
yang menunjang bunyi hadis di atas adalah firman Allah Taala yang berbunyi
:
Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka
pengganti-pengganti (generasi-generasi) yang menyia-nyiakan salat dan
mengikuti hawa nafsunya”.
Begitu juga, dianggap
sebagai telah menyia-nyiakan salat, orang yang melakukannya tidak secara
berjamaah, sesuai dengan apa yang diriwayatkan dalam salah satu hadis, yang
artinya : “Seorang laki-laki datang menemui Nabi saw. lalu berkata : “Saya
bermimpi seolah-olah pada salah satu tangan saya ada uang duapuluh dinar,
sedangkan pada tangan yang lain empat dinar. Uang yang duapuluh dinar itu
terjatuh dari tangan saya, sedangkan yang empat dinar itu menjadi merah”. Maka
Nabi saw. bertanya : “Apakah engkau melakukan salat Isya secara berjamaah?”.
Orang itu menjawab : “Tidak”. Nabi saw. menjelaskan : “Yang jatuh dari tangan
itu adalah keutamaan salat berjamaah yang telah engkau lewatkan. Sedang yang
empat itu adalah salat yang telah engkau kerjakan di rumahmu (secara munfarid)
yang tidak diterima”. (Zahratul Riyaadh).
Dan
sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Barangsiapa memelihara salat yang
lima waktu, maka salat-salat tersebut akan menjadi cahaya, tanda bukti dan
keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya,
maka salat-salat tersebut tidak akan menjadi cahaya, tanda bukti dan
keselamatan baginya”. (Tanbihul Maharim).
Dan
disebutkan dalam salah satu hadis, Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Ada sepuluh (golongan) orang yang salat mereka tidak diterima oleh Allah ?
(1) orang laki-laki yang mengerjakan salat secara sendirian tanpa bacaan, (2)
orang lakilaki yang mengerjakan salat namun tidak menunaikan zakat, (3) orang
laki-laki yang menjadi imam suatu kaum namun mereka tidak menyukainya, (4)
hamba sahaya laki-laki yang melarikan diri dari tuannya, (5) orang laki-laki
peminum arak kronis, (6) perempuan yang Suaminya marah kepadanya, (7)
perempuan yang melakukan salat tanpa memakai tutup kepala, (8) pemimpin yang
sombong dan lalim, (9) orang laki-laki pemakan riba, (10) orang laki-laki yang
tidak dicegah oleh salat dari perbuatan keji dan munkar'”
Dalam
nwayat lain, Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Orang yang tidak dicegah oleh salatnya dari melakukan perbuatan kaj dan
munkar, maka salatnya itu tidak akari menambahnya pada sisi Allah selain dari
kutuk. an dan semakin jauh (dari Allah)”.
Dan
Alhasan berkata : “Apabila salat Anda tidak dapat mencegah (menghalangi Anda
dari melakukan perbuatan keji, maka sebenarnya Anda tidak salat. Dan salat
Anda itu akan dilemparkan ke wajah Anda pada hari kiamat kelak bagaikan kain
kasar yang kotor”. (Mukasyafatul Qulub).
Dari
Muaz bin Jabal dan Jabir bin Abdullah ra. mereka berkata : “Ketika Nabi saw
dimikrajkan pada malam mikraj ke atas langit, pada langit pertama, Beliau
melihat para malaikat yang berzikir kepada Allah Taala semenjak mereka
diciptakan Allah Taala. Pada langit kedua, Beliau melihat para malaikat yang
melakukan rukuk kepada Allah Taaia semenjak mereka diciptakan oleh Allah
Taala, sejak itu mereka tidak pernah mengangkat kepala mereka sama sekali.
Pada langit ketiga, Beliau melihat para malaikat yang sedang sujud, yang
mereka lakukan semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala, dan sejak itu
mereka tidak pernah mengangkat kepala mereka sama sekali, kecuali pada saat
Nabi kita Muhammad saw. mengucapkan salam kepada mereka maka mereka mengangkat
kepala mereka sambil menjawab salam Beliau, selanjutnya mereka melakukan sujud
kembali hingga hari kiamat. Oleh karena itu, sujud (dalam salam) menjadi dua
kali. Pada langit keempat, Beliau melihat para malaikat yang sedang
bertasyahhud. Pada langit kelima, Beliau melihat para malaikat yang sedang
membaca tasbih. Pada langit keenam, Beliau melihat para malaikat yang sedang
membaca takbir dan tahlil. Pada langit ketujuh, Beliau melihat para malaikat
yang sedang mengucapkan salam, yang mereka lakukan semenjak mereka diciptakan
oleh Allah Taala. Maka tergeraklah hati Nabi saw. dan Beliau menginginkan agar
Beliau dan umatnya mempunyai ibadat seperti itu seluruhnya. Allah Taala
mengetahui keinginan dan kerinduan Nabi saw. tersebut, maka Dia menghimpun
seluruh ibadat para malaikat penghuni tujuh petala langit itu, lantas dengan
ibadat-ibadat itu Dia muliakan Nabi-Nya saw. seraya berfirman : “Barangsiapa
menunaikan salat lima waktu maka dia akan memperoleh ganjaran ibadat para
malaikat penghuni tujuh petala langit”. (Raudhatul Ulama).
Dan
diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Salat itu menyebabkan koridaan Tuhan, sunah para nabi, kecintaan malaikat,
cahaya makrifat, pokok keimanan, kewajiban-kowajiban doa, diterimanya segala
amal, keberkahan dalam harta dan usaha, senjata dalam menghadapi musuh.
kebencian setan, pemberi syafaat antara orang yang salat itu dengan malaikat
maut, pelita di dalam kuburnya sampai han kiamat, naungan di atas kepalanya
pada hari kiamat, mahkota di atas kepalanya, pakaian penutup tubuhnya, tabir
penghalang antara dirinya dan neraka, pembela di hadapan Tuhan, pemberat pada
timbangan amal, pengantar di atas sirat (titian di atas neraka), dan kunci
memasuki surga”
Dan Nabi saw. bersabda, yang
artinya : “Apabila tiba hari kiamat, maka keluarlah suatu makhluk dari dalam
neraka Jahannam yang bernama Huraisy, dari anak cucu kalajengking
(ketunggeng), panjangnya laksana jarak antara langit dan bumi, sedangkan
lebarnya dari timur ke barat. Lalu Jibril as. bertanya kepadanya : “Hai
Huraisy, kau hendak kemana dan siapa yang kau cari?” Huraisy menjawab : “Saya
hendak mencari lima golongan orang : (1) orang yang meninggalkan salat, (2)
orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, (3) orang yang mendurhaka kepada ibu
bapaknya, (4) orang yang suka mabukmabukan, (5) orang yang bercakap-cakap di
dalam masjid dengan percakapan mengenai urusan dunia”.
Oleh karena
itu, Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan masjid-masjid itu
sesungguhnya adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorang pun
di dalamnya di samping (menyembah) Allah”.
Maka ambillah pelajaran
wahai orang-orang yang berakal, dan janganlah kalian termasuk ke dalam
golongan orang-orang yang lalai. (Zubdatul Wa’izhin).
9. KEUTAMAAN TAUHID
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Dia (sendiri) Yang menegakkan keadilan.
Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada
Tuhan kecuali (hanya) Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya
agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orangorang
yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayatayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali
Imran : 18)
Tafsir :
( ) Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali (hanya)
Dia. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang keesaan-Nya dengan cara
mengemukakan dalil-dalil yang menunjukkan akan hal tersebut, serta menurunkan
ayat-ayat yang berbicara tentang hal itu.
( )
para malaikat juga menyatakan keesaan Allah dengan jalan igrar
(mengakuinya).
(. ) juga orang-orang
yang berilmu, dengan beriman dan memberikan pembelaan terhadapnya.
Pernyataan
mereka itu dalam hal kejelasan dan keterbukaannya dium-pamakan sebagai
kesaksian seorang saksi.
(. )
Yang menegakkan keadilan, dalam hal pembagian rezki dan hukum.
Kata
dibaca nasab (dalam hal ini tandanya adalah fathatain) adalah karena ia
menjadi Hal (kata keterangan) dari kata . Adapun sebab ia
boleh dibaca mufrad (tunggal) ketika menjadi Hal, sedang dalam kalimat
: tidak boleh, adalah karena tidak ada
keraguan bahwa ia merupakan Hal (keterangan) dari kata seperti firman
Allah Taala :
Atau, bisa
juga ia Sanggan sebagai Hal dari kata Sedangkan amilnya adalah
makna dari jumlah (kalimat), atau . Dia
sendirilah yang menegakkan (keadilan), atau Dia-lah Yang paling layak
menegakkan (keadilan), karena merupakan Hal
penegas.
Atau, bisa juga ia dibaca nasab karena
menjadi pujian atau sifat dari kalimat negatif : Namun,
pendapat terakhir ini lemah, sebab ada fashal (pemisah), padahal fashal ini
termasuk yang dinyatakan jika Anda menjadikannya sebagai sifat atau Hal dari
dhamir.
Kalimat bisa juga
dibaca sebagai Badal (pengganti) dari atau Khabar
(predikat) yang mahdzuf (dihilangkan).
(. ) tidak
ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Kata-kata ini diulangi oleh Allah untuk memberi
ketegasan, dan agar semakin diperhatikan dengan cara mengetahui dalildalil
tauhid, dan juga merupakan keputusan setalah ditegakkannya hujjah, dan agar
bisa menjadi pijakan bagi firman Allah selanjutnya:
(.
) Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka diketahuilah bahwasanya Allah
bersifat dengan kedua sifat tersebut. Adapun didahulukannya kata
adalah karena pengetahuan tentang kekuasaan Allah itu lebih dahulu daripada
pengetahuan tentang kebijaksanaan-Nya. Sedangkan kedua kata itu dibaca rafa
(yang tanda rafanya dhammah) adalah karena ia menjadi Badal (pengganti) dari
dhamir ( ), atau menjadi sifat dari fail (subjek) .
Mengenai
keutamaan ayat ini, telah disebutkan dalam salah satu riwayat, bahwa Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Orang yang membaca ayat ini
akan didatangkan pada hari kiamat, lalu Allah berfirman : “Sesungguhnya
hamba-Ku ini mempunyai suatu janji pada-Ku, dan Aku paling patut untuk
menunaikan janji. Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga”.
Ayat
ini juga merupakan dalil atas keutamaan ilmu ushuluddin dan kemuliaan
ahlinya.
(. ) Sesungguhnya agama di
sisi Allah hanyalah Islam.
Ayat ini merupakan
kalimat musta’nafah, yang menguatkan kalimat pertama. Maksudnya, tidak ada
agama yang diridai di sisi Allah selain Islam. Dia adalah agama Tauhid dan
melaksanakan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
(.
) Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab, dari golongan Yahudi
dan Nasrani, atau pun dari golongan yang telah dituruni kitab-kitab terdahulu,
mengenai agama Islam. Sebagian kaum mengatakan bahwa, agama Islam itu adalah
hak. Yang lain mengatakan bahwa, agama Islam itu khusus untuk bangsa Arab.
Yang lain lagi tidak mengakuinya sama sekali, atau tidak mengakui tauhid,
seperti orangorang Nasrani yang mengakui Trinitas (Tiga Oknum), dan
orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa, Uzair adalah anak Allah. Konon, yang
dimaksud Ahli Kitab itu ialah kaum Nabi Musa as. yang berselisih sepeninggal
Beliau. Dan ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa Ahli Kitab itu ialah kaum
Nasrani yang berselisih dalam perkara Nabi Isa as.
kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka. Yakni, Setelah mereka
mengetahui fakta yang sebenarnya, atau setelah mereka menguasai ilmu tentang
itu berdasarkan ayat-ayat dan argumentasi-argumentasi.
(.
) karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Dan karena menginginkan
kepemimpinan, bukan karena keraguan atau kotidak jelasan mengenai hal yang
sebenarnya.
(. )
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya. Ayat ini merupakan ancaman terha, dap siapa saja yang kafir
di antara mereka. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Jibril, Israfil Izrail
dan Mikail as. telah datang kepadaku, lalu Jibril berkata : “Ya Rasulullah,
barang, siapa memberi salawat atasmu sepuluh kali maka aku akan memegang
tangannya dan menuntunnya di atas sirat (titian di atas neraka)”. Mikai!
berkata : “Dan saya akan membe. rinya minum dari telagamu”. Israfil berkata :
“Dan saya akan melakukan sujud kepada Allah Taala dan tidak akan mengangkat
kepala saya sampai Allah mengampuninya”. Izrail berkata : “Dan saya akan
mencabut nyawanya seperti ketika saya mencabut nyawa para nabi as.”.
Ada
yang mengatakan bahwa, makna “syahidallaahu” itu adalah Allah memutuskan hukum
dan menetapkan. Dan ada pula yang mengatakan, Allah memberitahukan bahwa tidak
ada Tuhan selain Dia, yaitu dengan menerangkan dalil-dalil yang dapat
mengantarkan kepada pengetahuan tentang keesaan-Nya. Jadi, Allah Taala
membimbing hambahamba-Nya kepada pengetahuan tentang keesaan-Nya. (Tafsir Al
Lubab).
Ada pula yang mengatakan bahwa, makna
kesaksian Allah adalah pemberitaan dan pemberitahuan. Sedangkan makna
kesaksian malaikat dan orang-orang mukmin adalah pernyataan dan pengakuan
mereka tentang keesaan Allah Taala. Ada perbedaan pendapat dalam menetapkan
makna “ulul ilmi”, ada pendapat yang mengatakan bahwa itu maksudnya adalah
orang-orang yang paling tahu tentang Allah Taala. Dan ada pula yang mengatakan
bahwa, mereka adalah para ulama dari sahabat-sahabat Nabi saw. dari kaum
Muhajirin dan Ansar. Dan ada lagi yang mengatakan bahwa, mereka adalah para
ulama dari seluruh kaum mukminin. (Tafsir Al Khazin).
Sebagian
ulama mengatakan : “Sesungguhnya ayat ini memuat dalil tentang ketuamaan ilmu
dan kemuliaan ulama. Karena seandainya ada orang yang lebih mulia daripada
ulama, tentu Allah akan menggandengkan namanya dengan nama malaikat, dan bukan
ulama.
Al Bazaazi meriwayatkan hadis dari Nabi
saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Firman Allah Taala (Sesungguhnya
agama (yang hak) di sisi Allah adalah Islam). Turun ketika orang-orang musyrik
membangga-banggakan agama mereka masing-masing. Setiap golongan dari mereka
mengatakan, tidak ada agama selain agama kami, Agama kami adalah agama Allah
semenjak Dia mengutus Adam as. Maka Allah Taala mendustakan mereka dengan
firman-Nya (Sesungguhnya agama yang hak di sisi Allah itu adalah Islam) yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dan ia adalah agama yang benar. (Syaikh
Zaadah).
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw.
Beliau bersabda, yang artinya : “Ketika turun ‘alhamdulillahi rabbil “alamin
(surah Alfatihah), ayat Alkursi, “syahidallaahu annahu laa ilaaha illaa huwa
dst”. Dan “gulillaahumma maalikal mulki… sampai firman-Nya “bighoiri hisaab,
maka ayat-ayat itu bergantungan pada Arsy seraya berkata : “Ya Tuhan kami,
apakah Engkau turunkan kami pada suatu kaum yang berbuat durhaka kepada-Mu?”.
Allah Taala menjawab : “Demi Keperkasaan-Ku dan Keagungan-Ku, tidaklah
seseorang hamba membaca kamu semua sehabis tiap-tiap salat lima waktu,
melainkan Aku ampun! dia, dan Aku tempatkan dia di dalam surga Firdaus, dan
Aku memandangnya setiap har sebanyak tujuh puluh kali, serta Aku penuhi tujuh
puluh hajatnya, yang paling ringan diantaranya adalah ampunan”. Kemudian Nabi
membaca ayat ini :
Lantas Beliau berkata : “Dan
aku termasuk golongan orang-orang yang menyaksikan hal itu”. Sedang menurut
lafaz Atthabrani : “Dan aku bersaksi bahwasanya Engkaulah, tidak ada Tuhan
selain Engkau, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Dan
dari sahabat Ubaidah bin Ashshamit ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka atas dirinya”. (Ad Durrul
Mantsur oleh Imam As Suyuthi).
Dari Nabi saw.
bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila seorang hamba mukmin berkata :
“laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah”, keluarlah dari mulutnya seorang
malaikat seperti seekor burung hijau yang memiliki sepasang sayap putih
bertahtakan mutiara dan mira delima. Salah satu sayapnya berada di timur,
sedangkan yang satunya lagi di barat. Jika ia membentangkan kedua sayapnya,
maka kedua sayapnya itu melampaui timur dan barat. Kemudian terbanglah
malaikat itu ke langit hingga sampailah dia ke Arsy. Dia mengeluarkan suara
laksana dengungan lebah. Maka para malaikat penjaga Arsy berkata kepadanya :
“Diamlah, demi keperkasaan Allah dan keagunganNya!”. Malaikat itu menjawab :
“Aku tidak akan diam sampai Allah mengampuni orang yang mengucapkan kata-kata
itu tadi”. Maka Allah pun memberinya tujuh puluh ribu lidah yang memohonkan
ampun bagi orang yang membaca kata-kata tadi, hingga hari kiamat. Kemudian
apabila hari kiamat tiba, malaikat itu menggandeng tangan orang yang membaca
kata-kata itu lalu mengantarkannya melewati Sirat, dan memasukkannya kedalam
surga”. (Raudhatul Ulama).
Dari sahabat Jabir bin
Abdullah ra., dari Nabi saw, Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam
Mikraj, ketika aku dimikrajkan ke langit, aku melihat sebuah kota dari cahaya
yang luasnya seribu kali luas dunia, yang tergantung di bawah Arsy dengan
rantairantai dari cahaya. Kota itu mempunyai seratus ribu pintu yang
terpisah-pisah. Pada setiap pintu ada taman yang dihampari dengan rahmat
Allah. Pada setiap taman terdapat istana dari cahaya, dan pada setiap istana
terdapat gedung dari cahaya, pada setiap gedung terdapat tujuh puluh ruangan
dari cahaya, pada setiap ruangan ada rumah dari Cahaya, di atas tiap-tiap
rumah ada kamar dari cahaya, dan setiap kamar itu mempunyai empat ratus pintu,
masing-masing pintu mempunyai dua daun pintu, yang satu terbuat dari emas dan
yang satunya lagi terbuat dari perak. Di depan tiap-tiap pintu terdapat
ranjang dari cahaya, dan pada tiap-tiap ranjang itu ada kasur dari cahaya, dan
di atas tiap-tiap kasur itu ada seorang bidadari, yang seandainya ia
menampakkan jari manisnya ke dunia ini, niscaya cahayanya akan mengalahkan
cahaya matahari dan bulan. Maka aku berkata : “Ya Rabbi, apakah ini semua
untuk seorang nabi atau seorang siddig?”. Allah menjawab : “Ini adalah untuk
orang-orang yang berzikir di saat-saat malam hari dan pada
penghujung-penghujung siang. Dan sesungguhnya bagi mereka pasti ada tambahan
yang lebih banyak lagi di sisi-Ku, dan Aku Maha meluaskan”. (Tanbihul
Ghafilin).
Dari Nabi saw. yang artinya : “Pada
suatu hari, Beliau duduk dengan perasaan Sedih. Kemudian Jibril as. datang
menemui Beliau, lalu berkata : “Ya Muhammad, kenapa Tuan bersedih hati seperti
ini, padahal Allah Taala telah memberikan kepada umatmu lima perkara yang
belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun sebelummu. (Pertama) Allah
Taala berfirman : “Aku menurut apa yang disangkakan oleh hamba-Ku”. (Kedua)
Barangsiapa
yang Allah tutupi aibnya di dunia, maka Dia tidak akan membukakannya pada hari
kiamat, (Ketiga) Allah tidak menutup pintu tobat atas umatmu selagi nyawanya
belum sampai di kerongkongan saat nyawanya dicabut, (Keempat) Barangsiapa
mempu. nyai kesalahan sepenuh bumi, Allah tetap akan mengampuninya setelah dia
mengucap. kan “laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah”, (Kelima) Allah
mengangkat azab dar orang-orang mati dengan berkat doa orang-orang yang masih
hidup”. (Zahratur Riyadh).
Ibnu Abbas ra. berkata
: “Allah Taala telah menciptakan ruh empat ribu tahun sebe. lum Dia
menciptakan jasad. Dan Dia telah menciptakan rezeki empat ribu tahun sebelum
ruh. Lantas Allah menyatakan kepada diri-Nya tentang diri-Nya sebelum Dia
menciptakan makhluk, ketika keadaan belum ada langit, bumi, daratan dan
lautan. Allah Taala bertir. man, yang artinya : “Allah menyatakan bahwasanya
tidak ada Tuhan kecuali hanya Dia, Yang Menegakkan keadilan. Para malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan kecuali
hanya Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijak. sana”. (Tafsir Alkhazin).
Dari
sahabat Said bin Jabir ra., dia berkata : “Dahulu, di sekeliling Kakbah ada
tiga ratus enam puluh berhala. Ketika turun ayat yang mulia ini,
berhala-berhala itu tersungkur sambil bersujud”. Dan ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Nasrani dari
Najran tentang pengakuan mereka mengenai Nabi Isa as. (Abu Mas’ud).
Sedang
Alkalabi berkata : “Dua orang pendeta dari negeri Syam datang ke Madinah untuk
menemui Nabi saw. Ketika mereka melihat kota Madinah, mereka berkata :
‘Alangkah miripnya kota ini dengan ciri-ciri kota Nabi yang muncul pada akhir
zaman”. Setelah mereka berjumpa dengan Nabi saw. mereka dapat mengenali
sifatnya, maka keduanya lalu berkata kepada Beliau : “Muhammadkah Tuan?”. Nabi
menjawab “Ya”.
Mereka bertanya pula : “Ahmadkah
Tuan”. Beliau menjawab : “Aku Muhammad dan Ahmad”.
Kemudian
mereka berkata : “Sesungguhnya kami hendak bertanya kepada Tuan tentang
sesuatu. Jika Tuan dapat memberitahukannya kepada kami, maka kami akan beriman
kepada Tuan dan akan membenarkan Tuan”.
“Bertanyalah”,
kata Nabi.
Kedua pendeta itu lalu bertanya :
“Beritahukanlah kepada kami tentang syahadat yang terbesar di dalam
Kitabullah!”. Maka Allah pun lalu menurunkan ayat ini. Kemudian kedua pendeta
itu akhirnya beriman dan masuk Isiam”. (Abus Su’ud).
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. yang artinya : “Pada hari kiamat,
amalamal akan datang untuk membela orang yang telah melakukannya dan memberi
syafaat kepadanya. Salat datang lalu berkata : “Ya Rabb, saya salat”. Maka
Allah berfirman : “Engkau ada dalam kebaikan”. Kemudian datang pula sedekah,
lalu berkata : “Ya Rabb, saya sedekah”. Allah menjawab : “Engkau ada dalam
kebaikan”. Kemudian datang puasa, lalu berkata : “Ya Rabb, saya puasa “. Allah
menjawab : “Kalian semua datang dalam kebaikan “. Setelah itu, datangiah
Islam, lalu berkata : “Dan Engkau Dzat Yang Maha Sejahtera”. Maka Allah Taala
menjawab : “Engkau datang dalam kebaikan, denganmu Aku mengambil dan denganmu
Aku memberi”. Allah mengatakan demikian tidak lain adalah karena Islam
meliputi seluruh amal tersebut tadi”. (Sananiyah).
Kisah
lain : Diriwayatkan bahwa, Nabi Isa as pernah melewati sebuah desa. Di desa
itu, ada seorang tukang celup. Penduduk desa itu berkata kepada Nabi Isa as. :
“Tukang celup itu menahan air, meludahinya dan mengotorinya. Maka mohonkanlah
kepada Allah supaya tidak mengembalikannya ke asalnya”. Lantas Nabi Isa as.
berdoa : “Ya Allah, kirimkanlah kepadanya ular, yang tidak membiarkannya
pulang dalam keadaan hidup”.
Sebagaimana biasa,
tukang celup itu pergi ke kali untuk mencelup pakaian, sambil membawa bekal
tiga potong roti. Setelah sampai di tepi kali, maka dia disinggahi oleh
seorang abid yang biasa beribadat di sebuah bukit di sana. Abid itu memberi
salam seraya berkata : “Adakah suatu makanan yang dapat Tuan berikan kepadaku,
atau Tuan perlihatkan kepadaku agar saya dapat melihatnya, atau mencium
baunya. Karena saya belum makan apa-apa sejak beberapa hari”. Tukang celup itu
memberinya sepotong roti, maka berkatalah si abid itu : “Hai tukang celup,
semoga Allah mengampunimu dan membersihkan hatimu”. Kemudian diberikannya lagi
roti yang kedua, maka si abid berkata : “Hai tukang celup, semoga Allah
mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang”. Kemudian
diberikannya lagi roti yang ketiga, maka si abid berkata : “Hai tukang celup,
semoga Allah membangunkan untukmu sebuah istana di dalam surga”.
Kemudian
tukang celup itu pulang ke desanya. Penduduk desa itu segera mendatangi Nabi
Isa as. Lalu berkata : “Tukang celup itu sudah pulang kembali ke desa”. Nabi
Isa berkata : “Panggillah dia kemari!”.
Orang-orang
pun lalu memanggil tukang celup itu, dan akhirnya dia pun datang menemui Nabi
Isa as. Nabi Isa berkata kepadanya : “Hai tukang celup, beritahukaniah
kepadaku kebajikan-kebajikan apa saja yang telah engkau lakukan hari ini?”.
Maka berceritalah tukang celup itu kepada Beliau tentang kali, roti dan
doa-doa yang telah diucapkan oleh abid itu.
Nabi
Isa as. berkata : “Bawalah kemari bungkusan pakaianmu”. Maka diambilnya
bungkusan itu lalu diberikannya kepada Nabi Isa. Ketika bungkusan itu dibuka,
ternyata di dalamnya ada seekor ular hitam yang dikekang dengan kekang dari
besi. Lantas Nabi Isa berkata kepada ular itu: “Hai ular hitam!” Ular itu
menjawab : “Ya, wahai Nabi Allah”.
“Bukankah
engkau dikirim kepada orang ini?”. Tanya Nabi Isa.
“Benar.
Jawab ular itu, “akan tetapi ada seorang peminta-minta datang dari balik bukit
itu meminta makanan kepada tukang celup ini, lalu diberinya makan. Maka
pemintaminta itu mendoakannya dengan tiga macam doa. Ada malaikat yang sedang
berdiri di situ mengucapkan “amin”, maka Allah pun mengirimkan kepadaku
malaikat, lalu dia mengekangku dengan kekang dari besi”.
Maka
Nabi Isa as. Berkata : “Hai tukang celup, teruslah beramal, Karena Allah Taala
telah mengampuni dosa-dosamu”. (Tanbihul Ghafilin).
(Hikayat)
Dahulu, Ibrahim Alwasithi, semoga Allah merahmatinya, melakukan wukuf di
Arafah. Di kedua tangannya ada tujuh butir batu. Kemudian ia berkata kepada
batubatu itu : “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku telah mengucapkan,
bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah dan bahwa Muhammad itu adalah
hamba dan utusanNya”.
Pada malam harinya, Ibrahim
tidur. Dalam tidurnya itu, ia bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, dan
bahwa dirinya dihisab dan kemudian disuruh bawa ke neraka. Maka, malaikat
membawanya ke sebuah pintu dari api. Namun, sekonyong-konyong sebutir batu di
antara batu-batu itu melemparkan dirinya ke arah pintu neraka itu. Para
malaikat azab berusaha untuk menyingkirkan batu itu, tetapi mereka tiada
berhasil melakukannya. Kemudian mereka menggiring dirinya ke pintu yang lain,
tetapi ternyata disana Sudah ada pula sebutir batu di antara ketujuh batu itu.
Dan mereka pun tidak mampu untuk menyingkirkannya. Para malaikat itu
menggiringnya sampai ke ketujuh pintu neraka, namun pada tiap-tiap pintu itu
sudah ada sebutir batu di antara batu-batu itu yang menghalangi. Semua batu
itu mengatakan : “Kami menjadi saksi bahwa orang ini telah bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan
Allah”,
Kemudian mereka menggiringnya ke arah Arsy, maka
berfirmanlah Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi : “Engkau telah menjadikan
batu-batu ini sebagai saksi, dan mereka tidak menyia-nyiakan hakmu. Maka
bagaimanakah Aku akan menyia-nyiakan hakmu, padahal Aku pun menyaksikan
syahadatmu itu”. Lantas Allah Taala berfirman : “Masukkanlah dia kedalam
surga”.
Ketika orang itu sudah berada di dekat surga, didapatinya
pintu-pintu surga itu tertutup. Kemudian datanglah syahadat, bahwa tidak ada
Tuhan kecuali hanya Allah, latu terbukalah pintu-pintu itu seluruhnya, dan ia
pun masuk ke dalamnya. (Demikian tersebut dalam kitab Al Mawa’izh).
10. KEUTAMAAN TOBAT
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan (juga)
orang-orang yang apabila mereka mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya
diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Mereka
itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka, dan surga yang di dalamnya
mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah
sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal”. (QS. Ali Imran : 135-136)
Tafsir :
(. ) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji. Yaitu perbuatan yang sangat buruk, seperti zina.
(.
) atau menganiaya diri sendiri. Dengan melakukan dosa apa Saja. Konon, menurut
salah satu pendapat, yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah dosadosa besar,
sedangkan menganiaya diri sendiri ialah dosa-dosa kecii. Dan bisa juga,
kekejian ialah perbuatan yang mengganggu orang lain, sedangkan menganiaya diri
sendiri ialah perbuatan yang tidak mengganggu orang lain namun terhadap
dirinya sendiri.
(. ) maka mereka mengingat
Allah, mengingat ancaman-Nya, atau hukumNya, atau hak-Nya yang besar.
(.
) lalu mereka memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dengan menyesali dan
bertobat.
(. ) dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah. Sebuah pertanyaan yang
berarti nafi (meniadakan). Sedangkan yang dimaksud adalah mensifati Allah
dengan keluasan rahmat-Nya dan keumuman ampunanNya, serta anjuran supaya
memohon ampunan, dan juga janji tentang diterimanya tobat.
(.
) dan mereka tidak meneruskan perbuatannya. Yakni mereka tidak meneruskan
dosa-dosa mereka tanpa memohon ampun. Karena Nabi saw. bersabda:
Artinya
: “Tidaklah meneruskan (berbuat dosa) orang yang memohonkan ampunan Sekalipun
ia kembali (melakukan dosa) tujuh puluh kali dalam sehari”.
(.
) sedang mereka mengetahui. Kalimat ini adalah Hal (keterangan) dar
kalimat (orang yang tidak meneruskan dosa). Maksudnya,
mereka tidak mene. ruskan perbuatan mereka yang buruk dalam keadaan mereka
mengetahuinya.
(. )
Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di
dalamnya mengalir sungai-sungai.. sedang mereka kekal di dalamnya. Ayat ini
adalah khabar (predikat) dari , jika ia dimulai dengannya. Tetapi
bisa juga ia merupakan kalimat musta’nafah yang menerangkan ayat sebelumnya,
apabila Anda meng-athaf-kannya pada kata atau
pada . Dan disediakannya surga bagi orang-orang yang bertakwa dan
bertobat sebagai balasan bagi mereka itu, tidak harus berarti, bahwa surga itu
tidak dimasuki oleh orangorang yang terus-terusan berdosa, sebagaimana
disediakannya neraka bagi orang kafir sebagai balasan atas mereka, tidak harus
berarti, bahwa neraka itu tidak dimasuki oleh orang-orang selain mereka.
(.
) dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. Karena orang yang
bersegera memperbaiki kekurangannya adalah seperti orang yang berusaha
memperoleh sebagian dari apa yang terluput dari dirinya. Dalam banyak ayat,
Allah sering menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat baik, orang-orang
yang cepat memperbaiki kesalahannya, orang-orang yang dicintai Allah,
orang-orang yang diberi pahala. Boleh jadi digantinya lafaz “jaza” ( ) dengan
lafaz “ajr” (. ) dalam ayat ini adalah karena pengertian seperti ini.
Sedangkan yang menjadi tujuan dari pujian itu tidak disebut (. ), yang kalau
ditampakkan menjadi : (dan itulah sebaik-baik pahala
orang-orang yang beramal), yaitu memperoleh ampunan dan surga. (Qadhi
BaidhaWi).
Dari sahabat Said ra., dari Nabi saw.
Beliau bersabda :
Artinya : “Tidaklah sesuatu
kaum duduk di dalam suatu majelis yang di situ tidak diucapkan salawat atas
Nabi saw. melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, sekalipun
mereka masuk surga, disebabkan pahala yang mereka lihat”.
Abu
Isa Attirmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari sebagian orang alim, bahwa dia
mengatakan : “Apabila seorang laki-laki mengucapkan salawat atas Nabi saw.
satu kali dalam suatu majelis, maka salawatnya itu akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan yang terjadi di majelis itu. (Syifaun Syarif).
Dikatakan
bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki pedagang Kurma.
Seorang wanita datang kepadanya untuk membeli kurma darinya. Lantas lelaki itu
memasukkan wanita itu ke dalam rumahnya lalu menciumnya. Kemudian dia menyesal
atas perbuatannya itu. Tetapi kemudian, ayat ini berlaku umum bagi siapa saja
yang telah melakukan dosa, lalu memohon ampunan dari dosanya itu, baik dosa
besar (seperti zina) atau pun lainnya.
Firman
Allah : , di-athaf-kan pada kata , yang
maksudnya : (Surga itu) disediakan bagi orang-orang yang bertakwa dan
bertobat. Sedangkan firman-Nya : , adalah isim isyarat (kata
isyarat) yang menunjuk kepada kedua golongan tadi. Dan bisa juga
kata itu menjadi mubtada (subjek), sedangkan khabar
(predikat) nya adalah kata (Kasysyaf).
Firman
Allah : , di dalamnya terkandung suatu bujukan
bagi jiwa-jiwa hamba Allah, penyemangat, dorongan dan anjuran supaya bertobat,
serta cegahan dari sikap patah semangat dan putus asa dari rahmat Allah Taala,
dan bahwa dosa-dosa itu betapa pun besarnya, namun ampunan Allah tetap lebih
besar dan kemurahan-Nya lebih agung. (Kasysyaf).
Firman
Allah : berarti, dikarenakan dosa-dosa mereka, maka
mereka bertobat daripadanya dan menghentikan diri darinya sambil bertekad
untuk tidak kembali melakukannya. Inilah syarat-syarat tobat yang diterima
itu. (Tafsir Alkhazin).
Firman Allah
: , Ibnu Abbas ra., berkata : “Sedang mereka mengetahui
bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah maksiat”. Dan ada pula yang
mengatakan, bahwa maksud ayat ini adalah : “Sedang mereka mengetahui bahwa
meneruskan dosa itu adalah berbahaya”. Dan yang lain mengatakan : “Sedang
mereka mengetahui bahwa Allah Taala memiliki ampunan dosa, dan bahwa mereka
mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa-dosa itu”. Yang lain mengatakan bahwa
artinya adalah : “Sedang mereka mengetahui bahwa Allah tidak keberatan
mengampuni dosa-dosa betapapun banyaknya”. Dan ada pula yang mengatakan :
“Sedang mereka mengetahui bahwa, jika mereka memohon ampun maka mereka akan
diampuni”. (Tafsir Al Lubab).
Dari sahabat Ibnu
Umar ra, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Sesungguhnya Allah menerima tobat seseorang hamba sebelum nyawanya sampai
di kerongkongan (pada saat ajalnya tiba)”. (Dari Almashaabih).
Maksudnya
: bahwa tobatnya orang yang berdosa itu tetap akan diterima Allah selama
ruhnya belum mencapai kerongkongannya pada saat dicabut oleh malaikat maut.
Karena apabila ruh telah mencapai kerongkongan maka pada saat itu dia dapat
melihat nasib apa yang akan dialaminya, apakah ia akan memperoleh rahmat
Allah, ataukah azab siksaan. Ketika itu sudah tidak berguna lagi baginya
tobatnya maupun imannya. Karena di antara syarat tobat itu adalah tekad untuk
meninggalkan dosa dan tidak akan mengulanginya lagi. Sedangkan hal itu baru
dapat menjadi kenyataan apabila orang yang bertobat itu masih mempunyai
kesempatan. Dan ini tidak akan menjadi kenyataan, karena dia sudah tidak mampu
lagi. (Majalisu Arrumi).
Dari Ali bin Abithalib
ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Empat
ribu tahun sebelum diciptakannya Adam as. di sekeliling Arsy tertulis : “Dan
sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman dan beramal
saleh”. (Tanbihul Ghafilin).
Duiwayatkan bahwa,
Jibril as. pernah berkunjung kepada Nabi saw. ia berkata : “Ya Muhammad, Allah
Taala menyampaikan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang bertobat dasi
umatmu satu tahun sebelum matinya, tobatnya akan diterima”.
Nabi
saw. berkata : “Wahai Jibril, satu tahun bagi umatku terlalu banyak, karena
dikalahkan oleh sifat lalai dan panjang angan-angan”.
Maka
pergilah Jibril as. Kemudian kembali seraya berkata : “Ya Muhammad,
sesunyguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu bulan sebelum
matinya, tobatnya akan diterima”.
Nabi saw.
berkata : “Wahai Jibril, satu bulan bagi umatku terlalu lama”.
Maka
Jibril pun pergi, kemudian kembali lagi, seraya berkata : “Ya Muhammad,
se.Sungguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu hari sebelum
matinya, maka tobatnya masih diterima”.
Nabi saw.
berkata : “Wahai Jibril, satu hari itu bagi umatku terlalu lama”.
Maka
pergilah Jibril, dan kemudian kembali, lalu berkata : “Ya Muhammad,
sesungguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu jam sebelum
matinya, maka tobatnya tetap diterima”.
Nabi saw.
menjawab : “Wahai Jibril, satu jam itu bagi umatku terlalu lama”.
Maka
Jibril pun pergi lagi, dan kemudian kembali seraya berkata : “Ya Muhammad,
sesungguhnya Allah Taala menyampaikan salam kepadamu dan berfirman : “Orang
yang menghabiskan seluruh umurnya dalam kemaksiatan, dan dia tidak kembali
(bertobat) juga kepada-Ku dalam (tempo) satu tahun, atau satu bulan, atau satu
hari, atau satu jam, sebelum matinya, sampai ruhnya mencapai kerongkongan
(saat dicabut), sedang dia sudah tidak dapat mengucapkan kata-kata permohonan
ampun dengan lidahnya, namun masih bisa menyesal dengan hatinya, maka
sesungguhnya Aku tetap akan mengampuninya”. (Zubdatui Wa’izhin).
Dari
sahabat Umar bin Khattab ra., katanya : “Nabi saw. bersama saya pernah menemui
seorang lelaki Ansar yang sedang menghadapi ajalnya. Lantas Nabi saw. berkata
kepadanya : “Bertobatlah kepada Allah”. Orang itu tidak bisa melakukannya
dengan lidahnya, namun ia hanya bisa memutar-mutarkan kedua bola matanya ke
arah langit. Nabi saw. tersenyum, sehingga saya bertanya : “Ya Rasulullah,
kenapa baginda tersenyum?” Nabi saw. menjawab : “Orang sakit ini tidak dapat
melakukan tobat dengan lidahnya, lalu dia memberi isyarat dengan matanya ke
langit dan menyesal dengan hatinya. Maka Allah Taala berfirman : “Hai
malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya hamba-Ku ini tidak mampu lagi bertobat
dengan lidahnya, namun dia menyesal dalam hatinya. Maka Aku tidak akan
menyia-nyiakan tobat dan penyesalannya dengan hatinya itu. Saksikanlah, bahwa
Aku benar-benar telah mengampuninya”. (Durratul Majalis)
Allah
SWT. berfirman di dalam surah Annur :
Artinya :
“Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman,
supaya kamu beruntung”.
Sebagian ahli hikmat
berkata : “Tobat seseorang bisa diketahui dengan empat perkara : (Pertama) Dia
mencegah lidahnya dari mengeluarkan kata-kata yang tidak berguna, mengumpat,
memfitnah, dan berbohong. (Kedua) Tidak tampak dalam hatinya perasaan dengki
atau permusuhan terhadap seseorang manusiapun, (Ketiga) Dia meninggalkan
kawan-kawan yang jahat dan tidak bersahabat dengan salah seorang pun dari
mereka. (Keempat) Selalu siap-sedia untuk mati, menyesali dosa-dosanya,
memohon ampun atas dosa-dosanya yang telah lalu, dan bersungguh-sungguh dalam
melaksanakan perbuatan bakti kepada Tuhannya”.
Dalam
ayat lain, Allah Taala berfirman :
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah dengan
tobat nasuha”.
Yakni, tobat yang
sebenar-benarnya, dan ada pula yang mengatakan. bahwa maksudnya adalah, kamu
memurnikan tobat karena Allah. Sahabat Umar bin Khattab ra. pernah ditanya
orang tentang tobat nasuha, ia menjawab : “Tobat nasuha talah. bahwa seseorang
bertobat dari perbuatan yang buruk, dan tidak melakukannya lagi
selama-lamanya”.
Dan diriwayatkan dari sahabat
Ibnu Abbas ra. mengenai firman Allah Taala yang artinya : “Bertobatlah kamu
sekalian kepada Allah dengan tobat nasuha”. la berkata : “Tobat nasuha adalah
dengan hati, disertai permohonan ampun dengan lidah, dan tekad kuat untuk
tidak melakukannya lagi buat selama-lamanya. Sebagaimana diriwayatkan dari
Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : Orang
yang memohon ampun dengan lidah, namun terus-menerus melakukan dosa, adalah
seperti orang yang memperolok-olokkan Tuhannya. (Raudhatul Ulama).
Dan
dari Tsabit Albanani, bahwa ia berkata : “Saya dengar bahwa Iblis Laknatullah
alaih menangis ketika turunnya ayat yang mulia ini”. (Tafsir Al Lubab).
Dari
sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya
: “Hendaklah kamu selalu membaca “laa ilaaha illallaah” dan istighfar.
Perbanyaklah kamu membaca keduanya. Karena sesungguhnya Iblis Laknatullah
alaih berkata : “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa-dosa dan
perbuatan-perbuatan maksiat, namun mereka membinasakan aku dengan “aa ilaaha
illallah” dan istighfar. Ketika aku melihat hal itu, maka aku binasakan mereka
dengan hawa nafsu, sedang mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk”.
(Durrun Mantsur)
Dari Nabi saw. sabdanya : “Iblis
berkata : “Ya Rabb, demi keperkasaan-Mu aku akan tetap menyesatkan anak cucu
Adam selama ruh mereka berada di dalam tubuh mereka”. Maka Allah Taala
menjawab : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku hai makhluk terkutuk, Aku
akan tetap mengampuni mereka sepanjang mereka memohon ampun”.
Dari
Atha bin Khalid, katanya : “Saya mendengar bahwa ketika turun ayat, yang
artinya : … dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah.
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”,
maka berteriaklah Iblis Laknatullah alaih, memanggil bala tentaranya, sambil
menaburkan tanah ke atas kepalanya serta mengaduh celaka, sehingga datanglah
bala tentaranya dari segenap pelosok daratan dan lautan. Mereka berkata : “Ada
apa, wahai Tuan kami?”. Iblis menjawab : “Satu ayat telah turun di dalam Kitab
Allah Taala, yang sesudahnya tidak akan ada lagi seorang pun dari anak cucu
Adam yang bisa dibahayakan oleh suatu dosa”.
“Ayat
apakah itu?”, tanya bala tentara Iblis. Iblis lalu membertahukannya kepada
mereka.
Mereka berkata : “Kita bukakan untuk anak
cucu Adam itu pintu-pintu hawa nafsu, sehingga mereka tidak mau bertobat dan
memohon ampun, sedang mereka menyangka bahwa mereka benar”.
Iblis
pun rela dengan saran tersebut “. (Durrun Mantsur)
Dan
sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. ber.
sabda :
Artinya : “Allah Taala berfirman, “Hai
anak cucu Adam, sesungguhnya selama engkau (mau) berdoa kepada-Ku dan
mengharapkan Aku, Aku akan mengampuni apa-apa yang telah engkau lakukan, dan
Aku tidak peduli. Hai anak cucu Adam, seandainya dosadosamu mencapai
penjuru-penjuru langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku
ampuni engkau, dan Aku tidak peduli. Hai anak cucu Adam, seandainya eng. kau
datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sepenuh bumi, kemudian engkau temui
Aku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu
dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula”. (HR. Attirmidzi)
Dan
telah disebutkan dalam salah satu hadis, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa membiasakan beristighfar, Allah akan memberikan untuknya jalan
keluar dari setiap kesempatan, kegembiraan dari setiap kesusahan, dan akan
memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya”.
Dan
dalam hadis lain disebutkan bahwa, Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kalian kepada Allah. Karena
sesungguhnya aku pun bertobat kepada-Nya seratus kali dalam sehari”,
Juga
dalam hadis lainnya disebutkan, bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Tiap-tiap anak cucu Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang
berbuat salah adalah orang-orang yang banyak bertobat”.
Orang
yang suka menunda-nunda ialah orang yang mengatakan “Saya akan bertobat”, dia
akan binasa. Karena ia beranggapan akan panjang umur, padahal panjang umur itu
tidak tergantung kepadanya, bisa jadi dia sendiri takkan lama hidup. Kalau pun
dia panjang umur, maka sebagaimana dia tidak mampu meninggalkan perbuatan dosa
pada hari ini, tentu esok pun dia takkan mampu melakukannya. Sebab,
kelemahannya untuk meninggalkan dosa sekarang, tak lain adalah karena dia
dikalahkan oleh hawa nafsunya. Padahal hawa nafsunya itu tidak akan berpisah
dari dirinya besok. Bahkan mungkin akan semakin menjadi-jadi dan bertambah
kuat karena dibiasakan. Hawa nafsu yang diperkuat oleh manusia dengan cara
dibiasakan tidaklah sama dengan hawa nafsu yang tidak diperkuatnya. Maka
perhatikanlah, wahai hadirin yang hadir di majelis ini, dan wahai orangorang
yang sadar, apabila Nabi saw. sendiri memohon ampun dan bertobat. padahal
Beliau telah pasti diampuni oleh Allah Taala, dari permulaan sampai akhirnya.
Maka orang yang belum jelas nasibnya, akan diampunikah ia atau tidak?. Mengapa
dia tidak mau bertobat kepada Allah Taala setiap saat, dan tidak menjadikan
lidahnya selalu sibuk dengan ucapan istighfar, dan mengapa dia tidak mau
mengingat Maharaja Yang Maha Pengampun, yang Dia itu adalah Penyelamat dari
siksa neraka?. Nabi saw. bersabda:
Artinya : “Apabila Allah Taala
menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman terhadap
hamba-Nya itu di dunia. Dan jika Dia menghendaki keburukan terhadap hamba-Nya,
maka Dia tahan dosanya, sehingga Dia membalasnya kelak pada hari kiamat”.
11. KEUTAMAAN BULAN RAJAB
AIlah SWT. berlirman :
Artinya : “Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada sur. ga yang luasnya seluas langit
dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertak. wa”. (QS. Ali Imran :
133) Tafsir :
(. ) Dan bersegeralah kamu. Bergegasiah
dan menghadapiah kamu….
(. ) Kepada ampunan dari
Tuhanmu. Yakni kepada hal-hal yang pantas diganjar dengan ampunan, seperti :
Islam, tobat dan ikhlas
(. ) Dan surga yang luasnya seluas
langit dan bumi. Maksudnya, yang lebarnya selebar langit dan bumi. Penyebutan
“bumi” di dalam ayat ini adalah untuk “mubalaghah” dalam mensifati surga
sebagai tempat yang luas, dengan cara perumpamaan. Karena biasanya lebar itu
lebih pendek daripada panjang.
Ibnu Abbas ra., berkata : “Seumpama
tujuh langit dan tujuh bumi seandainya semuanya disambung satu sama
lainnya”.
(. ) Disediakan bagi orang-orang yang
bertakwa. Dipersiapkan untuk mereka. Ayat ini menjadi dalil bahwa surga itu
makhluk (yang diciptakan) dan bahwa ia berada di luar alam ini. (Qadhi
Baidhawi)
(. ) Dan
bersegeralah kamu. Orang-orang Madinah membacanya tanpa waw (. ).
sedangkan yang lain membacanya dengan waw.
(.
) kepada ampunan dari Tuhanmu. Maksudnya : Bergegastah dan berlomba-lombalah
kamu sekalian kepada amal-amal yang menyebabkan kamu mendapatkan ampunan.
Amal-amal
apa saja yang menyebabkan ampunan itu? (pent.)
Menurut
Ibnu Abbas ra. Agama Islam. Dan diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas ra.
tobat.
Ikrimah dan Ali bin Abithalib ra.
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah pelakSanaan yang fardu-fardu.
Abul
Aliyah mengatakan, hijrah.
Ad Dhahhak mengatakan, jihad.
Muqatil
mengatakan, amal-amal salih.
Sedangkan
diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa yang dimaksudkan adalah
takbir yang pertama (dalam salat berjamaah).
(
) dan surga. Maksudnya, dan kepada surga.
(.
) yang luasnya seluas langit dan bumi. Yakni, yang lebarnya selebar langit dan
bumi, seperti disebutkan pula di dalam firman Allah Taala dalam surah Alhadid
:
Artinya : “Dan surga yang lebarnya seperti
lebar langit dan bumi”.
Yakni, luasnya.
Penggunaan kata “lebar secara khusus di dalam ayat ini dimaksudkan sebagai
mubalaghah. Karena pada umumnya, panjang segala sesuatu itu melebihi lebarnya.
Orang akan berkata : “Lebarnya saja sudah demikian, betapa puia
panjangnya?”
Menurut Azzuhri, sifat dari lebarnya
surga memang demikian, sedangkan panjangnya, tidak ada yang mengetahui selain
daripada Allah. Ini hanya sebagai perumpamaan, bukan berarti bahwa surga itu
sama seperti langit dan bumi, tidak lain. Jadi maksudnya adalah : selebar
tujuh petala langit dan bumi menurut persangkaanmu. Seperti firman Allah :
Artinya
: “Mereka kekal di dalamnya (surga) sekekal langit dan bumi.
Yakni,
menurut persangkaanmu, padahal yang sebenarnya, langit dan bumi itu,
kedua-duanya akan binasa”.
Sahabat Anas bin Malik
ra. pernah ditanya tentang keberadaan surga, apakark ji langit ataukah di
bumi? Maka dijawabnya : “Bumi dan langit manakah yang dapat mena mpung
surga?”.
Lalu ia ditanya lagi : “Maka dimanakah
surga itu?”. Jawabnya : “Di luar langit yang tujuh, di bawah Arsy, sedangkan
neraka berada di bawah bumi yang tujuh”. (Ma’alim).
Dari
sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda:
Artinya
: “Jibril telah datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, tidaklah seseorang
membaca salawat atasmu, melainkan dia akan didoakan oleh tujuh puluh ribu
malaikat. Dan barangsiapa didoakan oleh malaikat maka dia termasuk golongan
ahli surga”.
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw.
Beliau bersabda :
Artinya : “Takbir pertama yang
didapat oleh seorang mukmin bersama mam adalah lebih baik baginya daripada
seribu haji dan umrah. Dan dia akan memperoleh pahala sg. perti orang yang
bersedekah emas kepada orang-orang miskin sebanyak gunung Uhug Dan dicatatkan
untuknya dari setiap rakaat yang dilakukannya laksana ibadat satu tahun, Dan
Allah menetapkan baginya dua kebebasan : kebebasan dari neraka dan kebebasan
dari nifak, dan ia tidak akan keluar dari dunia (mati), melainkan akan melihat
(dilihatkan) tempatnya (lebih dahulu) di dalam surga, dan ia akan masuk surga
tanpa hisab”.
Mengenai takbir pertama ini, para
ulama berselisih pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan, sampai imam
selesai dari membaca surah Alfatihah. Sebagian lagi menga, takan, sampai imam
memulai bacaannya. Namun sebagian besar ahli tafsir berpendapat seperti
pendapat yang pertama. (Majalisul Anwar).
Dirnwayatkan
dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa menghidupkan malam pertama dari bulan Rajab (dengan amal ibadat),
maka hatinya tidak akan mati di kala hati orang-orang banyak yang mati. Dan
Allah mencurahkan kebaikan ke atas kepalanya dengan berlimpah-limpah. Dan dia
keluar dari dosa-dosanya seperti saat dia baru dilahirkan oleh ibunya. Dan dia
member syafaat kepada tujuh puluh ribu orang berdosa yang sudah layak masuk
neraka”.
Demikian disebutkan di dalam kitab
Lubbul Albab oleh Maula Tajul Arifin. (A’rajiyah).
Dari
sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya
: Barangsiapa mengerjakan salat (sunah) sesudah (salat fardu) Magrib pada
malam dari bulan Rajab sebanyak dua puluh rakaat, yang pada setiap rakaatnya
ia membaca surah Alfatihah dan surah Al Ikhlas, dan memberi salam sepuluh
kali, maka Allah Taala akan memeliharanya, keluarganya dan orang-orang yang
menjadi tanggungannya dari bencana dunia dan azab akhirat. (Zubdah).
Dan
diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Ketahuilah, bahwa Rajab adalah bulan Allah yang dinamakan bulan tuli.
Barangsiapa berpuasa satu hari pada bulan ini dengan penuh keimanan dan
keikhlasan, maka ia pasti akan memperoleh keridaan Allah yang terbesar. Dan
barangsiapa berpuasa dua hari niscaya tidak ada seorang pun penghuni langit
dan bumi yang dapat melukiskan kemuliaan dirinya yang diperolehnya di sisi
Allah. Dan barangsiapa berpuasa tiga hari, ia akan diselamatkan dari segala
bencana dunia dan azab akhirat, juga dari penyakit gila, kusta, sopak, serta
dari tipu daya Dajjal. Dan barangsiapa berpuasa tujuh hari, maka ditutupkanlah
terhadapnya tujuh pintu Jahannam. Dan barangsiapa berpuasa delapan hari, maka
akan dibukakan untuknya delapan pintu surga. Dan barangsiapa berpuasa sepuluh
hari, maka apa saja yang dimintanya kepada Allah, niscaya Allah akan
memberikannya. Dan barangsiapa berpuasa lima belas hari, Allah akan mengampuni
segala dosanya yang telah lalu, dan menggantikan kesalahan-kesalahannya dengan
kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa menambah puasanya, Allah pun akan menambah
ganjarannya (Zubdah)
Diriwayatkan pula dari Nabi
saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam mikraj (saat Beliau
diangkat ke langit), aku melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis
daripada madu, lebih sejuk daripada es, dan lebih harum daripada misik. Maka
aku bertanya kepada Jibril : “Untuk siapakah ini?” Jibril menjawab : “Untuk
orang yang membaca salawat atasmu pada bulan Rajab”.
Dari
sahabat Muqatil ra., ia berkata : “Bahwasanya di belakang gunung Qaf terdapat
suatu bumi yang putih, tanahnya laksana perak, luasnya tujuh kali dunia, yang
penuh dengan malaikat, yang seandainya ada sebuah jarum jatuh, tentu akan
jatuh ke atas mereka, di tangan tiap-tiap malaikat itu terdapat sebuah bendera
yang bertuliskan : Laa ilaaha ilailaah, Muhammad Rasulullah. Mereka berkumpul
di sekeliling gunung Qaf setiap malam Jumat dari bulan Rajab, memohonkan
keselamatan untuk umat Muhammad saw. mereka berdoa : “Oh Tuhan kami,
kasihanilah umat Muhammad dan janganlah Engkau mengazab mereka”. Mereka
memohonkan ampunan sambil merendahkan diri sampai tiba waktu Subuh. Maka Allah
Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, demi keperkasaanKu dan
keagungan-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (Majalisui Abrar).
Konon,
lafaz Rajab (. ) itu terdiri dari tiga huruf. Huruf ra
(. ) menunjukkan pada rahmat Allah, huruf jim
( ) menunjukkan jurmil abdi (kedurhakaan hamba Allah),
dan huruf ba (. ) menunjukkan birrullaahi (Kebaikan Allah Taala).
Seolah-olah Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, Aku letakkan dosamu dan
kejahatanmu di antara kebaikan dan rahmatKu, maka tidak tersisa lagi dosa dan
kejahatan pada dirimu berkat kemuliaan bulan Rajab ini”. (Majalisul Anwar)
Dan
konon, setelah bulan Rajab itu habis, ia naik ke langit. Maka Allah berfirman
: “Hai bulan-Ku, apakah orang-orang itu menyukaimu dan mengagungkanmu?”. la
diam dan tidak menjawab sepatah kata pun, sampai Allah mengulangi pertanyaan
tadi dua — tiga kali, barulah ia menjawab : “Ilahi, Engkau adalah Tuhan Yang
Maha Menutupi segala aib hamba-Mu, dan Engkau telah memerintahkan kepada
makhluk-Mu supaya menutupi aib orang lain. Dan Rasul-Mu telah menamakan aku
sebagai bulan yang tuli. Aku mendengar ketaatan mereka dan tidak mendengar
kedurhakaan mereka. Karena itulah aku dinamakan bulan yang tuli”. Kemudian
Allah Taala berfirman : “Engkau adalah bulanKu yang mempunyai aib tuli, dan
hamba-hamba-Ku pun mempunyai aib. Maka demi kemuliaanmu, Aku terima mereka
beserta aib-aib mereka sebagaimana Aku terima engkau sedang engkau mempunyai
aib. Aku ampuni mereka hanya dengan satu penyesalan saja padamu (pada bulan
Rajab) dan tidak Aku catat buat mereka perbuatan makSiat yang mereka lakukan
di dalammu (di dalam bulan Rajab). (A’rajiyah)
Konon,
bulan Rajab disebut bulan Tuli adalah karena para malaikat pencatat yang mulia
mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan pada bulan-bulan yang lain,
sedangkan pada bulan Rajab, mereka hanya mencatat kebaikan-kebaikan saja dan
tidak mencatat keburukan-keburukan. Jadi mereka tidak mendengar satu keburukan
pun pada bulan Rajab yang patut dicatat. (Misykatul Anwar)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Rajab itu
bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadan adalah bulan umatku”.
Abu
Muhammad Alkhallal telah mengemukakan tentang keutamaan-keutamaan by. lan
Rajab yang bersumber dari sahabat Ibnu Abbas ra. Ia berkata : Melakukan puasa
pada hari pertama bulan Rajab adalah sebagai penghapus dosa selama tiga tahun,
pada hari kedua adalah sebagai penghapus dosa selama dua tahun, dan pada hari
ketiga adalah sebagai penghapus dosa selama satu tahun. Kemudian pada
hari-hari seterusnya adalah sama dengan penghapus dosa selama satu bulan”.
(Demikian seperti yang d se. butkan dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir).
Sahabat
Abu Hurairah ra. berkata, bahwasanya Rasulullah saw. tidak pernah me a. kukan
puasa sesudah bulan Ramadan kecuali pada bulan Rajab dan Sya’ban.
Bukhari
dan Muslim mengemukakan hadis, bahwa Nabi saw. bersabda:
Artinya
: “Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah sungai yang dinamakan su. ngai
Rajab. Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu.
Barangsiapa berpuasa satu hari di dalam bulan Rajab, maka Allah akan
memberinya minum dari su. ngai itu”. (A’rajiyah)
Adapun
sebab bulan ini dinamakan Rajab adalah karena orang-orang Arab merajab.
kannya, yakni mengagungkan. Seperti perkataan Anda : “rajjabtusy syaia”,
artinya : “Aku mengagungkan sesuatu”. Pengagungan orang-orang Arab terhadap
bulan Rajab itu, anta. ra lain, bahwa pelayan-pelayan Kakbah membuka pintu
Kakbah pada bulan ini sepanjang hari selama sebulan penuh, sedangkan pada
bulan-bulan lainnya, mereka membukanya hanya pada hari Senin dan Kamis saja.
Mereka mengatakan, bulan ini adalah bulan Allah. sedang rumah ini adalah rumah
Allah, dan hamba ini adalah hamba Allah. Maka tidaklah dicegah hamba Allah
dari rumah Allah pada bulan Allah. (A’rajiyah).
Dikisahkan,
ada seorang perempuan ahli ibadat di Baitul maqdis. Apabila tiba bulan Rajab,
dia membaca surah Al Ikhlas tiap-tiap hari sebanyak dua belas kali, sebagai
pengagungannya terhadap bulan Rajab. Dia menukar pakaiannya yang bagus dengan
pakaian yang jelek.
Pada suatu bulan Rajab,
perempuan itu jatuh sakit, lalu dia berwasiat kepada anaknya, kalau dia mati
agar menguburnya dengan pakaian yang jelek itu. Namun karena ingin dipuji
orang, anaknya mengafaninya dengan kain-kain yang mahal. Malamnya si anak
bermimpi, ibunya berkata kepadanya : “Hai anakku, kenapa engkau tidak
melaksanakan wasiatku. Sesungguhnya aku tidak rela kepadamu”.
Sang
anak terbangun dengan ketakutan, kemudian dibongkarnya kuburan ibunya. tetapi
tidak ditemukannya. Akhirnya ia menjadi kebingungan lalu menangislah ia dengan
suara keras. Lantas didengarnya suara gaib mengatakan : “Tidakkah engkau tahu,
bahwa barangsiapa mengagungkan bulan Kami Rajab, Kami tidak akan membiarkannya
di dalam kuburnya sendirian dan kesepian”. (Zubdatul Wa’izhin).
Diriwayatkan
dari sahabat Abubakar Assiddig ra., katanya : “Apabila telah lewat sepertiga
malam pada Jumat pertama dari bulan Rajab, maka tidak tinggal para malaika!
baik yang di langit maupun yang di bumi, melainkan semuanya berkumpul di
Kakbah. Lalu Allah memandang mereka seraya berfirman : “Hai
malaikat-malaikat-Ku, mintalah ap3 yang kamu kehendaki!” Mereka menjawab : “Oh
Tuhan kami, hajat kami adalah ! Engkau mengampuni orang-orang yang berpuasa di
bulan Rajab”. Maka Allah Taal berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni
mereka”.
Dan dari Aisyah ra., ia berkata : “Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Pada hari kiamat
kelak, semua manusia akan kelaparan kecuali para nabi keluarga-keluarga mereka
dan orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadan. Mereka
semuanya kenyang, tidak merasakan lapar ataupun dahaga . (Zubdatul
Wa’izhin)
Diriwayatkan dalam salah satu khabar :
“Apabila tiba hari kiamat, terdengar suara seruan menyerukan : “Manakah
orang-orang yang mencintai bulan Rajab ?”. Kemudian muncul suatu cahaya.
Jibril dan Mikail mengikuti cahaya itu dan diikuti pula oleh orangorang yang
mencintai bulan Rajab. Lantas mereka menyeberang di atas Sirat laksana kilat
yang menyambar. Kemudian mereka bersujud kepada Allah Taala sebagai pernyataan
syukur atas keberhasilan mereka melintasi Sirat. Lalu Allah Taala berfirman :
“Wahai orang-orang yang mencintai bulan Rajab, angkatlah kepala kalian pada
hari ini, karena kalian telah melakukan sujud di dunia pada bulan-Ku. Pergilah
kalian ke tempat kalian masing-masing”. (Raudhatul Majalis).
Diceritakan
dari sahabat Tsauban ra., dia berkata :” Kami dahulu penah pergi bersama Nabi
saw. Di tengah jalan, kami melewati suatu kuburan. Nabi berhenti lalu menangis
dengan sedihnya. Setelah itu, Beliau berdoa kepada Allah Taala. Maka saya
bertanya kepada Beliau : “Kenapa Baginda menangis, Ya Rasulullah?”. Beliau
menjawab : “Hai Tsauban, mereka tadi sedang diazab di dalam kubur mereka, lalu
aku mendoakan mereka, maka Allah pun meringankan azab atas mereka”. Kemudian
Beliau meneruskan : “Hai Tsauban, seandainya mereka berpuasa satu hari saja di
bulan Rajab dan tidak tidur satu malam di bulan itu, niscaya mereka tidak akan
diazab dalam kubur mereka”. Saya bertanya : “Ya Rasulullah, apakah puasa
sehari dan salat satu malam pada bulan itu dapat menolak azab kubur?”.
Nabi
saw. menjawab : “Hai Tsauban, demi Allah yang telah mengutusku dengan benar
sebagai seorang nabi, tidak seorang muslimpun, baik laki-laki maupun
perempuan, yang berpuasa sehari dan salat semalam di bulan Rajab karena
mengharap keridaan Allah, melainkan Allah akan mencatatkan untuknya pahala
ibadat selama satu tahun, yang siangnya ia berpuasa dan malamnya ia salat”.
(Zubdatul Wa’izhin)
Para ulama berkata :
“Hadis-hadis yang diriwayatkan berkenaan dengan salat sunnah Raghaib adalah
palsu (maudhu). Orang yang dituduh memalsukannya ialah Ibnu! Jahm. Dengan
demikian, setelah adanya penjelasan ini, maka ia tidak perlu diperhatikan lagi
meskipun hadis-hadis itu disebutkan di dalam sebagian kitab atau risalah.
Karena kita tahu, bahwasanya semua urusan agama serta diperolehnya pahala
maupun hukuman adalah dari Pembuat Syariat, karena akal tidak memiliki
kemandirian dalam hal tersebut. Salat Raghaib itu pada malam ini tidak pernah
dikerjakan oleh Nabi saw. maupun salah seorang dari sahabat-sahabat Beliau.
Dan Beliau tidak pernah pula menganjurkannya. Karenanya, tidak akan diperoleh
pahata dari salat itu, bahkan melakukan salat itu termasuk perbuatan yang
sia-sia yang dikuatirkan akan mendatangkan hukuman”. (Rumi).
Dan
Al Mawardi di dalam kitab Al Igna berkata : “Puasa pada bulan Rajab dan
Sya’ban itu adalah mustahab (sunnah). Sedangkan mengenai salat pada bulan
tersebut, maka tidak ada riwayat yang pasti tentang salat tertentu yang khusus
untuknya. Maka dengan demikian, bagi orang yang mempunyai kepatuhan dan
ketundukan, seyogyanya ia tidak berpaling kepada apa yang ditekuni oleh
orang-orang pada zaman sekarang, dan tidak terperdaya dengan tersebarnya hal
itu di negeri-negeri islam dan banyak terjadinya di kota-kota besar, yaitu
salat Raqhaib pada malam Jumat pertama di bulan Rajab. Karena diriwayatkan,
bahwa Nabi saw. bersabda :
“ La Na Artinya :
“Hendaklah kalian berhati-hati terhadap perkara-perkara baru (yang
diada-adakan). Karena setiap perkara baru (yang diada-adakan) itu adalah
bid’ah, dan Setiap bid’ah itu sesat. Maka semua perkara baru itu sesat, dan
setiap kesesatan itu tempatnya di neraka”.
Dalam
hadis lain, Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Seburuk-buruk perkara itu adalah perkara-perkara yang baru (diada.
adakan)”.
Masing-masing dari kedua hadis ini
menunjukkan bahwa keberadaan salat tersebut pada malam ini (Jumat pertama
bulan Rajab) adalah bid’ah dan sesat. Karena salat terse. but termasuk perkara
baru, yang belum pernah terjadi di masa para sahabat dan tabun maupun dimasa
imam-imam mujtahidin, tetapi ia baru terjadi sesudah abad keempat Hijr. yah.
Karena itulah, ia tidak dikenal oleh orang-orang terdahulu dan tidak pernah
dibicara. kan oleh mereka. Bahkan tokoh-tokoh ulama mutaakhkhirin banyak yang
mengecamnya. Mereka mengatakan bahwa, salat tersebut (salat raghaib) adalah
bid’ah yang buruk yang mengandung kemungkaran-kemungkaran. Maka tinggalkanlah
ia, dan berpegang teguh. lah bada ketaatan-ketaatan, sehingga Anda mendapatkan
surga yang tinggi serta martabat dan derajat yang luhur. (Majlis Rumi)
Begitu
juga, pengarang kitab Majma’ul Bahrain di dalam syarahnya mengatakan :
“Seorang laki-laki, pada hari raya, berada di kuburan. Dia bermaksud akan
melakukan salat sebelum salat led, lalu dicegah oleh Ali Karramallaahu Wajhah.
Maka orang itu berkata : “Ya Amirul mukminin, saya tahu bahwa Allah tidak akan
mengazab karena salat: Ali menjawab : “Dan aku pun tahu, bahwa Allah tidak
akan memberi pahala atas sesuatu perbuatan sampai perbuatan itu dilakukan oleh
Rasulullah dan dianjurkannya. Maka Salatmu itu adalah sia-sia belaka.
Sedangkan kesia-siaan itu adalah haram. Barangkai Allah Taala mengazabmu
karenanya, sebab engkau telah menyalahi Rasul-Nya. Lakukan: lah apa yang telah
aku tuliskan dan janganlah engkau menjadi orang-orang yang meniru: niru”.
(Dari Majlis Rumi secara ringkas).
Dan disebutkan dalam salah satu
khabar, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Allah Taala
menciptakan wajah para bidadari dari empat warna : putih hijau, kuning dan
merah. Dan menciptakan tubuhnya dari kuma-kuma, misik, ambar dan kafur,
sedangkan rambutnya dari cengkih. Bagian tubuh mulai dari jari-jari kaki
sampai ke lutut dari kuma-kuma yang harum, dari lutut sampai ke pusat dari
misik, dari pusat sampa ke leher dari ambar, dan dari leher sampai ke kepala
dari kafur. Seandainya sang bidada’ meludah setetes saja ke dunia, niscaya
ludahnya itu akan menjadi misik yang harum. d dadanya tertulis nama suaminya
dan salah satu di antara asma Allah Taala. Jarak anta’d kedua bahunya luas
(bidang). Pada masing-masing dari kedua tangannya terdapat sepv’ luh gelang
emas, dan pada jari-jarinya ada sepuluh cincin, sedangkan pada kedua kak” nya
terdapat gelang-gelang kaki dari intan dan mutiara. (Daqaiqul Akhbar).
12. KEUTAMAAN ORANG LAKI-LAKI ATAS ORANG PEREMPUAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik
pembelakangan suaminya (dikala suami tidak hadir), oleh karena Allah telah
memelihara (mereka)”. (QS. Annisa : 34)
Tafsir :
(. ) Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.
Yakni, memimpin mereka sebagaimana pemerintah memimpin rakyatnya. Hal ini
dikarenakan oleh dua perkara yang bersifat pembawaan dan bersifat kasab. Yaitu
:
(. ) karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka
(lakilaki) atas sebagian yang lain (wanita). Disebabkan Allah telah melebihkan
kaum laki-laki atas kaum wanita dengan akal yang sempurna, kepemimpinan yang
baik, kekuatan yang lebih besar (daripada wanita) untuk melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan dan ketaatanketaatan. Oleh karena itu. Kaum laki-laki
diberi keistimewaan dalam hal kenabian, kepemimpinan, kewalian, kewajiban
menegakkan syiar-syiar agama, menjadi saksi dalam sidang-sidang pengadilan,
kewajiban berjihad dan salat Jumat dan lain-lain kewajiban seperti ini,
mendapat ashabah dan bagian yang lebih banyak dalam harta warisan, dan
kewenangan untuk menceraikan (istri).
(.
) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,
dalam menikahi wanita, seperti : Maskawin dan nafkah.
Diriwayatkan,
bahwa Saad bin Arrabi’, salah seorang pemuka Ansar, didurhakai oleh istrinya,
Habibah binti Zaid bin Abu Zubair, maka ditamparnya istrinya itu. Lalu
istrinya itu pergi ditemani oleh ayahnya menemui Rasulullah saw. kemudian
keduanya mengadukan kasus itu kepada Beliau. Rasulullah saw. bersabda : “Suruh
dia membalas menamparnya!” Maka turunlah ayat seperti tersebut di atas. Lalu
Rasulullah saw. berkata : “Kita menghendaki sesuatu hal, sedang Allah
menghendaki hal lain, dan yang dikehendaki Allah itulah yang terbaik”.
(.
) sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat. Yakni, taat kepada Allah
dan menunaikan hak-hak suami.
(. ) dan lagi
memelihara dirinya dibalik pembelakangan suaminya (di kala suanunya tdak
hadir. Maksudnya adalah, memelihara apa yang wajib dipelihara dalam hal din
dan harta di kala suaminya tidak ada.
(.
) Karena Allah telah memelihara (mereka), dengan memerin-tahkan dan menyuruh
mereka memelihara yang tidak diketahui orang lain itu, lewat janji, ancaman
dan petunjuk kepada mereka. Atau, oleh karena hal-hal yang dipelihara oleh
Allah bagi kaum wanita yang menjadi kewajiban suami, seperti : maskawin,
naikah, kewajiban menjaga istn dan membela mereka.
Kata
dalam ayat di atas dibaca juga dengan di-nasab-kan, menjadi
: . Ini didasarkan
bahwa adalah isim maushul (. ).
Karena, kalau pun itu masdanyah, namun tidak berarti
memelihara fail (yaitu Allah). Adapun arti dari perkara yang dipelihara itu
adalah hak Allah dan ketaatan kepada-Nya. Yaitu dengan jalan menjaga kesucian
din dan kasih sayang kepada kaum laki-laki (suaminya). (Qadhi Baidhawi).
Ayat
ini turun berkaitan dengan kasus yang terjadi pada Saad bin Arrabi Al Ansan,
yang telah menampar istnnya, anak perempuan Muhammad bin Muslimah. Maka,
perempuan itu pergi menemui Rasulullah saw. untuk mengadukan hal itu. Lalu
Beliau menyuruh membalas (hukum kisas). Maka pada saat itu juga, Jibril as.
turun menemui Beliau dengan membawa ayat ini. (Kaum laki-laki adalah pemimpin
atas kaum perempuan), maksudnya : mereka berkuasa atas urusan-urusan perempuan
dan pendidikan mereka. (Abul Laits).
Diriwayatkan
dari Fudail bin Ubaidah, katanya : “Seorang laki-laki masuk (ke dalam Masjid)
lalu melakukan salat. Usai salat ia mengangkat tangannya dan berdoa : “Ya
Allah, ampunilah aku dan kasihanilah aku”. Rasulullah saw. menegurnya : “Kau
terlalu terburuburu, hai orang yang salat. Apabila engkau telah selesai
mengerjakan salat, maka duduklah, kemudian pujilah Allah dengan pujian yang
sepantasnya, lalu bacalah salawat atasku, sesudah itu barulah engkau memohon
kepada-Nya”.
Kemudian, setelah itu, ada pula
seorang laki-laki lain melakukan salat. Usai salat, orang itu duduk dan
memanjatkan puji-pujian kepada Allah dan bersalawat atas Nabi saw. Lantas Nabi
saw. berkata kepadanya : “Hai orang yang salat, berdoalah, niscaya doamu
dikabulkan. Berdoalah, niscaya doamu dikabulkan. Begitu pula, orang yang
mendengar namaku disebut lalu ia memberi salawat kepadaku, Allah akan
memperkenankan semua doanya”.
Diriwayatkan dari
sahabat Abu Hurairah ra. katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Sebaik-baik perempuan itu ialah perempuan yang apabila Anda memandangnya,
ia menyenangkan Anda: apabila Anda menyuruhnya, ia mematuhi Anda: dan apabila
Anda tidak ada, dia memelihara hak Anda dalam hal harta Anda dan kehormatan
dirinya. Kemudian Beliau membacakan firman Allah : (Kaum laki-laki adalah
pemimpin bagi kaum perempuan). Yakni, kaum laki-laki berkuasa dalam hal
pendidikan dan urusan-urusan mereka” Dan diriwayatkan dari sahabat Anas bin
Malik ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Apabila seorang perempuan melaksanakan salat lima waktu, berpuasa pada
bulan Ramadan, memelihara kemaluannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan
memasuki surga dari pintu-pintu Surga yang mana saja yang dia kehendaki”.
(Diriwayatkan oleh Abu Nuaim).
Dari sahabat
Abdurrahman bin Auf ra. katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Perempuan yang salehah itu lebih baik daripada seribu orang laki-laki yang
tidak saleh. Dan perempuan mana saja yang melayani suaminya selama tujuh hari,
maka akan ditutuplah terhadapnya tujuh pintu neraka dan dibukakan untuknya
delapan pintu surga, yang dapat dimasukinya dari pintunya yang mana saja yang
dia kehendaki tanpa hisab”.
Dan diriwayatkan dari
Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Tidaklah seseorang perempuan mengalami haid, melainkan haidnya itu menjadi
penghapus dosa-dosanya yang telah lalu. Dan jika pada hari pertama haidnya ia
mengucapkan : “Segala puji bagi Allah atas segala keadaan, dan aku memohon
ampun kepada Allah dari semua dosa”. Maka Allah akan mencatatkan baginya
kebebasan dari neraka, dan dapat melintasi Sirat dengan selamat, serta aman
dari azab. Dan Allah akan mengangkat untuknya dalam setiap sehari semalamnya,
derajat empat puluh orang yang mati syahid, apabila selama haidnya ia tetap
mengingat Allah Taala”.
Hasan Albashri berkata :
“Ini semua adalah untuk perempuan-perempuan yang salehah yang patuh kepada
suaminya dalam urusan-urusan syara”.
(Hikayat)
Pada zaman Rasulullah saw. dahulu, ada seorang laki-laki yang bermaksud
berangkat ke medan perang. Sebelum berangkat, dia berpesan kepada istrinya :
“Jangan keluar dari rumah ini sampai aku pulang”. Tak lama setelah kepergian
suaminya, ayah perempuan itu jatuh sakit. Kemudian perempuan itu menyuruh
seseorang menemui Nabi saw. untuk menanyakan jalan keluarnya. Maka Nabi saw.
bersabda : “Patuhilah suamimu!”. Sampai beberapa kali diulanginya dan Beliau
tetap menjawab demikian, maka perempuan itu tidak keluar dari rumahnya sesuai
dengan amanat suaminya. Akhirnya ayah perempuan itu meninggal dunia, dan
perempuan itu tetap tidak melihatnya. Dia bersabar sampai suaminya pulang.
Atas kepatuhannya itu, Allah Taala lalu mewahyukan kepada Nabi Nya, bahwa
Allah benar-bonar telah mengampuni porompuan Itu borkat kotaatannya kopada
suaminya Sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, moriwayatkan sobuah hadis, bahwa Nabi
saw bersabda :
Artinya : “Apabila soorang
porompuan mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu
kebaikan dan mongampuni dua ribu kesalahannya, serta segala sesuatu yang
terkona sinar matahari momohonkan ampun untuknya, dan diangkat. kan baginya
seribu dorajat” (Hadis riwayat Abu Mansur dalam Musnad Al Firdausl)
Adapun
mengenai keburukan perempuan adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam
Ali Karramaliaahu wajhah, katanya : “Saya dan Fatimah pernah berkunjung kepada
Rasulullah saw. Kami jumpai Beliau sedang menangis dengan sedihnya. Maka kami
bertanya : “Apa yang menyebabkan Baginda menangis, Ya Rasulullah ?.
Beliau
menjawab : “Pada malam aku diisra’kan ke langit, aku melihat kaum wanita
sedang mengalami azab yang sangat hebat. Aku teringat keadaan mereka itu, maka
aku pun menangis”.
Saya bertanya : “Ya
Rasulullah, apa yang Baginda lihat ?”.
Beliau
menjawab : “Aku melihat seorang perempuan digantung pada rambutnya sedangkan
otak di kepalanya mendidih. Dan aku melihat seorang perempuan digantung pada
lidahnya, sementara tangannya dia keluarkan dari punggungnya, dan ter
disiramkan kedalam kerongkongannya. Dan aku melihat pula seorang perempuan
yang digantung pada buah dadanya dari belakang punggungnya, sedangkan zaqum
(pohon yang berduri) dimasukkan kedalam kerongkongannya. Dan aku melihat pula
seorang perempuan digantung, sedangkan kedua kaki dan tangannya diikat pada
ubun-ubunnya, sementara ia dikerubungi oleh ular-ular dan
kaiajeng-king-kalajengking. Dan aku melihat pula seorang perempuan yang
memakan tubuhnya sendiri, sedangkan di bawahnya dinyalakan api Dan aku melihat
seorang perempuan yang tubuhnya dipotong-potong dengan gunting dari api. Dan
aku melihat juga seorang perempuan yang berwajah hitam dan ja memakan
UsuS-ususnya sendiri. Dan aku melihat seorang perempuan yang tuli, buta dan
bisu di dalam sebuah peti dari api, otaknya keluar dari lubang hidungnya,
sedangkan badannya mengeluarkan bau busuk karena penyakit sopak dan kusta. Dan
aku melihat pula seorang perempuan kepalanya seperti kepala babi dan badannya
seperti badan keledai, dia mendapat satu juta macam azab. Dan saya melihat
seorang perempuan dalam rupa anjing, kalajengking-kalajengking dan ular-ular
masuk melalui kemaluannya atau mulutnya dan keluar melalui duburnya, sedangkan
para malaikat memukuli kepalanya dengan penggada-penggada dari api”.
Saking
ngeri mendengar kisah itu, Fatimah sampai bangkit dari duduknya lalu berkata :
“Wahai ayahku, wahai cahaya mataku, beritahukanlah kepadaku,
perbuatan-perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh perempuan-perempuan
tersebut?”.
Rasulullah saw. menjawab : “Wahai
Fatimah, adapun perempuan yang digantung pada rambutnya itu ialah perempuan
yang dahulu tidak menyembunyikan rambutnya dari kaum lelaki. Sedangkan
perempuan yang digantung pada lidahnya itu ialah perempuan yang dahulu suka
menyakiti hati suaminya dengan lidahnya”.
Kemudian
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah
seseorang perempuan menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, melainkan Allah
akan menjadikan lidahnya panjang pada hari kiamat, sepanjang tujuh puluh
hasta, kemudian diikat di belakang lehernya”. Dan diriwayatkan dari sahabat
Abubakar Assiddiq ra., bahwa dia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Perempuan mana saja yang menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, – maka
dia berada di dalam kutukan dan murka Allah, serta kutukan malaikat dan
manusia seluruhnya”.
Dan diriwayatkan juga dari
sahabat Utsman ra. bahwa dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang
perempuan berkata kepada suaminya, “Aku tidak melihat kebaikan sama sekali
padamu”, melainkan Allah membatalkan amalnya selama tujuh puluh tahun,
sekalipun dia berpuasa siang dan salat malam”.
Adapun
perempuan yang digantung pada payudaranya, dahulu dia menyusui anak: anak
orang lain tanpa perintah dari suaminya. Perempuan yang digantung pada kedua
kakinya ialah perempuan yang keluar dan rumah tanpa seizin dari suaminya,
serta perempuan yang tidak mandi dari haid dan nifas. Perempuan yang memakan
tubuhnya sendiri jalah perempuan yang dahulunya suka berhias untuk laki-laki
lain dan mengumpat orang. Perempuan yang tubuhnya dipotong-potong dengan
gunting dari api ialah perempuan yang dahulunya suka mempertontonkan dirinya
kepada orang lain, yakni supaya mereka melihat perhiasannya, dan dia suka
tiap-tiap lelaki melihatnya dengan perhiasan seperti itu. Perempuan yang
diikat kedua kakinya bersama kedua tangannya pada ubun-ubunnya serta
dikerubungi oleh ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu ialah perempuan
yang dahulunya mampu melaksanakan salat dan puasa, namun dia tidak berwudu,
tidak salat dan tidak mandi dari jenabah. Perempuan yang berkepala seperti
kepala babi dan tubuhnya seperti tubuh keledai ialah perempuan yang suka
mengadu-domba dan suka berdusta. Dan perempuan yang rupanya seperti anjing itu
ialah perempuan penggoda yang menjengkelkan suaminya”.
Dari
sahabat Abubakar ra., dia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda:
Artinya : “Perempuan mana saja yang
berkata kepada suaminya : “Laknat Allah atasmu!”. Sedang dia zalim, maka dia
dilaknat oleh Allah dari atas tujuh petala langit, dan juga oleh seluruh
makhluk ciptaan Allah Taala, selain dari dua golongan, yaitu manusia dan
jin”.
Dan diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf
ra., katanya : “Saya mendengar Rasulul. lah saw. bersabda :
Artinya
: “Perempuan mana saja yang mendatangkan duka cita kepada suaminya dalam
urusan belanja, atau membebani suaminya dengan sesuatu di luar kemampuan. nya,
maka Allah Taala tidak akan menerima amalnya sedikitpun”. Dan diriwayatkan
dari Abdullah bin Umar ra., dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda :
Artinya : “Seandainya semua yang ada
di muka bumi itu adalah emas dan perak, lalu diboyong oleh seorang perempuan
ke rumah suaminya. Kemudian suatu hari, dia menyombongkan diri di hadapan
suaminya sambil berkata : “Siapa kamu, sesungguhnya harta ini kepunyaanku,
sedang kamu tidak berharta”. Maka Allah membatalkan seluruh amalnya, sekalipun
banyak”.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia
berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Perempuan mana saja yang keluar rumah tanpa izin suami, maka dia dikutuk
oleh segala sesuatu yang kena cahaya matahari dan bulan, sampai ia pulang
kembali ke rumah suaminya itu”.
Juga diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Apabila seorang perempuan keluar dari pintu rumahnya dalam keadaan berhias
dan memakai minyak wangi, sedang suaminya merelakannya, maka kelak akan
dibangunkan untuk suami perempuan itu, dari setiap langkah perempuan itu,
sebuah rumah di dalam neraka”.
Kami berlindung
kepada Allah, Raja Yang Mahakuasa.
Dan
diriwayatkan dari sahabat Talhah bin Abdullah ra., katanya : “Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Perempuan mana saja yang
bermuka masam di hadapan suaminya sehingga suaminya menjadi sedih karenanya,
maka dia berada dalam kemurkaan Allah sampai dia melucu di hadapan suaminya,
yang dapat mendatangkan kegembiraan padanya”.
Dan diriwayatkan dari
sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur namun istrinya
itu menolak sehingga suaminya tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka
perempuan itu dikutuk oleh para malaikat sampai pagi”. (HR. Bukhari, Muslim
dll.).
Dan diriwayatkan dari sahabat Salman Alfarisi, dia berkata :
“Suatu hari Fatimah ra. menemui Rasulullah saw. Ketika telah berhadapan dengan
Beliau, Fatimah tampak sedih sehingga kedua matanya berlinangan air mata dan
rona wajahnya menjadi berubah. Menyaksikan hal itu, Rasulullah lalu bertanya :
“Kenapa engkau, hai anakku?”.
Fatimah menjawab : “Ya Rasulullah,
tadi malam, saya dan Ali bergurau. Dari pembiCaraan kami itu timbul kemarahan
Ali, gara-gara satu perkataan yang keluar dari mulut saya. Ketika saya
menyadari bahwa Ali benar-benar marah, maka saya pun menyesal dan sedih. Lalu
saya berkata kepadanya : “Wahai kekasihku, maafkanlah saya!”. Kemudian saya
berputar-putar mengelilinginya sampai tujuh puluh dua kali, sehingga dia
memaafkan saya dan tertawa di hadapan saya dengan suka cita. Sementara saya,
masih tetap merasa takut kepada Tuhanku”.
Maka berkatalah Nabi saw.
kepada puterinya itu : “Wahai anakku, demi Allah Yang telah mengutus aku
dengan sebenarnya sebagai seorang nabi, bahwa seandainya engkau meninggal
dunia sebelum engkau dapat menyukakan hati Ali, maka aku tidak akan menyalati
jenazahmu”. Kemudian Beliau melanjutkan : “Wahai anakku, tahukah engkau bahwa
keridaan suami adalah keridaan Allah, dan kemurkaan suami adalah kemurkaan
Allah. Hai anakku, perempuan mana saja yang melakukan ibadat seperti ibadatnya
Maryam binti Imran, namun tidak diridai oleh suaminya, maka Allah Taala tidak
akan menerima amalnya. Hai anakku, sebaik-baik amal kaum perempuan itu adalah
patuh kepada suaminya. Dan sesudah itu, tidak ada suatu pekerjaan bagi
perempuan yang lebih utama daripada menenun. Wahai anakku, duduk sesaat pada
waktu menenun adalah lebih baik bagi kaum perempuan daripada beribadat satu
tahun. Dan dicatatkan untuk mereka dari setiap jenis kain yang mereka tenun
itu, pahala orang yang mati syahid. Wahai anakku, sesungguhnya apabila seorang
perempuan menenun sampai bisa memberi pakaian kepada suami dan anak-anaknya,
maka ia pasti mendapat surga. Dan Allah akan memberinya dari tiap-tiap orang
yang memakai kainnya, sebuah kota di dalam surga”.
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Laki-laki mana saja yang mempunyai dua istri,
lalu dia tidak berlaku adil dj antara keduanya dalam masalah belanja, dan
tidak menyamakan di antara keduanya dalam masalah tidur, makan dan minum, maka
dia terlepas dariku dan aku pun terlepas darinya, serta dia tidak akan
memperoleh bagian dari syafaatku, kecuali jika dia bertobat”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa mempunyai dua istri lalu
dia lebih condong kepada salah satu dari keduanya melebihi yang lain: (dalam
riwayat lain), dan dia tidak berlaku adil di antara keduanya, maka kelak pada
hari kiamat, dia akan datang, sedang salah satu dari rusuknya miring”.
Demikianlah
disebutkan di dalam kitab Mursyidul Mutaahhiliin.