Keutamaan Sifat Dermawan
Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:
Daftar isi
- Keutamaan Sifat Dermawan
- Penjelasan Tentang Rezeki
- Penjelasan Tentang Celaan Terhadap Orang Yang Membantu Orang Zalim
- Penjelasan Tentang Keadaan-Keadaan Manusia Pada Hari Kiamat
- Penjelasan Tentang Ampunan Bagi Orang Yang Bertobat
- Penjelasan Tentang Berlaku Adil Dan Berbuat Kebajikan
- Penjelasan Tentang Mikraj Nabi Muhammad Saw
- Penjelasan Tentang Keutamaan Manusia
- Penjelasan Tentang Salat Tahajjud
- Penjelasan Tentang Keutamaan Sahabat
- Penjelasan Tentang Kecaman Dan Tidak Kekalnya Dunia
- Penjelasan Tentang Dahsyatnya Maut
- Penjelasan Tentang Orang Yang Meninggalkan Salat
- Penjelasan Tentang Kecaman Terhadap Orang Yang Berpaling Dari Alquran
- Penjelasan Tentang Pedihnya Maut
- Penjelasan Tentang Kiamat
- Penjelasan Tentang Sikap Rendah Hati
-
Penjelasan Tentang Kecaman Terhadap Perbuatan Maksiat Dan Aniaya
- Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin
26. KEUTAMAAN SIFAT DERMAWAN
Aliah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan di antara
mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah
memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”.
Maka setelah Allah
memberikan sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran)”. (QS. At Taubah : 75-76)
Tafsir :
,
(. ) Dan di antara mereka ada orang
yang telah berikrar kepada Allah, sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian
dari karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami
termasuk orang-orang yang saleh”.
Ayat ini turun
berkaitan dengan Tsa’labah bin Hathib. Dia pernah datang kepada Nabi saw. dan
berkata : “Doakanlah saya kepada Allah, agar Dia menganugerahi saya harta”.
Nabi
menjawab : “Hai Tsa’labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih baik
daripada banyak yang tidak kuat engkau menanggungnya”.
Namun,
Tsa’labah bersikeras minta didoakan juga. Bahkan dia berikrar : “Demi Allah
yang telah mengutus Baginda dengan kebenaran, sesungguhnya jika Allah
mengaruniai saya harta, pasti saya akan memberikan hak kepada setiap orang
yang berhak menerimanya”.
Maka Rasulullah pun
lalu mendoakannya.
Kemudian Tsa’labah berternak
kambing. Kambingnya berkembang biak seperti berkembangnya ulat, sehingga kota
Madinah penuh sesak dengan kambingnya. Lantas dia pindah ke sebuah lembah di
luar kota Madinah. Karena sibuk mengurus ternaknya, akhirnya dia tidak lagi
melakukan salat fardu berjamaah dan salat Jumat. Lalu Nabi saw. menanyakan
tentang keadaannya, Beliau mendapat jawaban : “Hartanya telah melimpah
sehingga tidak termuat oleh satu lembah”.
“Oh,
celaka Tsa’labah”, kata Nabi. Kemudian Beliau mengutus dua orang petugas untuk
menarik zakat. Kedua petugas itu disambut baik oleh orang-orang dengan
zakatnya masing-masing. Ketika mereka berdua tiba ditempat Tsa’labah, mereka
meminta zakatnya sambil membacakan kepadanya catatan yang mencantumkan apa-apa
yang wajb dikeluarkan. Namun Tsa’labah berkata : ‘Ini tidak lain hanyalah
jizyah”, atau. “Ini tak lain dari semacam jizyah. Pulanglah, biarlah saya
berpikir dahulu”.
Kemudian turunlah ayat ini.
Maka
Tsa’labah pun datang dengan membawa zakatnya, namun Nabi saw. berkata :
“Sesungguhnya Allah Taala melarangku untuk menerima zakat darimu”
Saking
menyesalnya, Tsa’labah lalu menaburkan tanah ke atas kepalanya Namun, Nabi
saw. hanya bisa mengatakan : “Ini adalah balasan perbuatanmu. Sesungguhnya aku
telah menyuruhmu, tetapi engkau tidak mematuhi aku”.
Sampai
akhirnya Rasulullah saw. berpulang ke haribaan-Nya. Maka Tsa’labah datang
membawa zakatnya kepada Khalifah Abubakar. Tetapi dia pun tidak mau
menerimanya. Kemudian pada masa Khalifah Umar, dia datang lagi untuk membenkan
zakatnya, namun Umar pun menolaknya. Sampai akhirnya Tsa’labah matidimasa
Khalifah Utsman
(. ) Maka
setelah Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan
karunia itu. Mereka tidak sudi memberikan hak Allah kepada-Nya.
(.
) dan berpaling, dari taat kepada Allah.
(.
) dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Dan
mereka memanglah kaum yang memiliki kebiasaan untuk membelakangi ketaatan itu.
(Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw.,
bahwa Beliau berkata kepada Aisyah ra. : “Hai Aisyah, janganlah engkau tidur
sebelum melakukan empat perkara, sebelum engkau mengkhatamkan Alquran, sebelum
engkau menjadikan para nabi memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat, sebelum
engkau menjadikan kaum muslimin rida kepadamu, dan sebelum engkau melakukan
haji dan umrah”.
Kemudian Nabi saw. mengerjakan
salat. Aisyah berkata : “Saya tetap beradadi tempat tidurku sampai Beliau
selesai salat”.
Setelah Nabi selesai salat,
Aisyah berkata : “Ya Rasulullah, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu. Baginda
telah menyuruh saya melakukan empat perkara yang tidak mampu saya lakukan pada
saat ini”.
Beliau tersenyum lalu bersabda :
“Apabila engkau membaca Qul Huwallaahu Ahad (surah Al Ikhlas) tiga kali, maka
seolah-olah engkau telah mengkhatamkan Aiguran. Apabila engkau membaca salawat
kepadaku dan kepada nabi-nabi sebelumku, maka kami akan memberi syafaat
kepadamu pada hari kiamat. Apabila engkau memohonkan ampun buat kaum mukminin,
maka mereka semua akan rida kepadamu. Dan apabila engkau mengucapkan
Subhanallah wal hamdu lillah, walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, maka
engkau telah melakukan haji dan umrah”. (Tafsir Haggi)
Dan
diriwayatkan dari Abu Umamah Al Bahili ra., tentang sebab turunnya ayat ini
bahwa Tsa’labah bin Hathib Al Anshari dahulu selalu aktif pergi ke masjid Nabi
saw. siang dan malam. Keningnya kasar laksana lutut unta, saking banyaknya dia
bersujuddiatas tanah dan batu-batu. Pada suatu hari, dia keluar dari Mesjid
tanpa berdoa dan salat sunnah lebih dahulu seperti biasanya. Maka Nabi saw.
menanyakan hal itu kepadanya : “Mengapa engkau melakukan perbuatan seperti
orang-orang munafik yang tergesa-gesa keluar?”.
Tsa’labah
menjawab : “Ya Rasulullah, saya keluar karena saya dan isteri saya hanya
mempunyai satu kain saja, yaitu yang ada pada tubuh saya ini. Saya salat
dengan kain ini sedang dia telanjang dirumah Komudian saya kembali kepadanya,
lalu menanggalkan kam ini lalu dipakanya dan dia pun salat dengannya. Maka
doakanlah saya kepada Allah, aga Dia menganugerahi saya harta”.
Nabi
saw. menasehatinya : “Hai Tsa’labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih
baik daripada banyak yang engkau tidak kuat menanggungnya”.
Setelah
itu, Tsa’labah datang lagi kepada Beliau dan berkata : “Ya Rasulullah,
berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniai saya harta”.
Beliau
menjawab : “Tidakkah engkau mencontoh Rasulullah sebagai teladan yang baik?.
Demi Allah yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya aku menghendaki
gunung-gunung ini menjadi emas dan perak, niscaya akan terjadilah”.
Kemudian
setelah itu, dia datang lagi kepada Nabi saw., seraya berkata : “Ya
Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniakan harta kepada saya.
Demi Allah yang telah mengutus Baginda dengan kebenaran sebagai seorang nabi,
sesungguhnya jika Allah Taala menganugerahi saya harta, saya pasti akan
memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya”. Maka Nabi pun
mendoakannya, katanya : “Ya Allah, anugerahkanlah harta kepada Tsa’labah”.
Syahdan,
maka Tsa’labah pun lalu berternak kambing. Dalam waktu singkat, ternaknya itu
berkembangbiak laksana berkembang biaknya ulat, sehingga kota Madinah disesaki
oleh ternaknya itu. Maka Tsa’labah pun pindah ke luar kotadisuatu lembah yang
luas. Sementara ternaknya terus berkembang biak seperti berkembang biaknya
ulat. Pada mulanya, Tsa’labah masih sempat melakukan salat Zuhur dan Asar
berjamah bersama Rasulullah saw., dan melakukan salat-salat
lainnyadipeternakannya. Kemudian ternaknya itu semakin banyak dan berkembang
sehingga dia semakin jauh dari kota Madinah. Karenanya, kini dia hanya bisa
menghadiri salat Jumat saja. Kemudian ternaknya semakin bertambah banyak juga,
sehingga Tsa’labah pun semakin jauh pula. Dan akhirnya, dia tidak lagi
menghadiri baik salat berjamaah maupun salat Jumat. Jika tiba hari Jumat, dia
keluar dan menemui orang-orang sambil menanyakan berita-berita kepada
mereka.
Pada suatu hari, Rasulullah saw.
menyebut-nyebut tentang Tsa’labah. Beliau bertanya : “Apa kerja Tsa’labah
sekarang?”. Orang-orang menjawab : “Ya Rasulullah, dia memelihara kambing yang
tidak termuat oleh satu lembah”.
“Celaka
Tsa’labah”, kata Nabi.
Kemudian Allah Taala
menurunkan ayat tentang kewajiban membayar zakat. Lalu Rasulullah mengutus dua
orang laki-laki untuk memungut zakat tersebut. Orang-orang menyambut kedua
petugas tadi dengan zakat mereka masing-masing. Dan akhirnya, kedua petugas
itu datang menemui Tsa’labah, lalu meminta zakatnya sambil membacakan surat
Rasulullah yang menyebutkan apa-apa yang wajib dikeluarkan. Namun, Tsa’labah
tidak sudi memberi zakat, bahkan dia berkata : “Ini tak lain adalah jizyah,
atau sejenis jizyah”. Kemudian dia berkata pula: “Pulanglah kalian berdua, Hal
ini akan saya pikirkan dan pertimbangkan iebih dahulu”.
Ketika
kedua petugas itu kembali kepada Rasulullah saw., dan sebelum sempat mereka
berbicara apa-apa, Beliau sudah mengatakan : “Oh celaka Tsa’labah”, dua kali.
Kemudian Allah menurunkan ayat di atas tadi (surah At Taubah ayat 75 dan 76).
Pada saat itu, di samping Rasulullah saw. ada seorang lelaki kerabat
Tsa’labah. Dia mendengar hal itu, lalu berangkat menemui Tsa’labah.
“Celaka
engkau hai Tsa’labah”, serunya. “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat
mengenai dirimu begini dan begini”.
Maka,
Tsa’labah pun berangkat menemui Nabi saw. sambil membawa zakatnya untuk
diserahkan kepada Beliau. Namun Nabi saw. berkata : “Sesungguhnya Allah
melarang aku menerima zakatmu”.
Kemudian
Tsa’labah menaburkan tanah ke atas kepalanya (sebagai tanda menyesal), tetapi
Nabi tetap tidak mau menerimanya, bahkan Beliau memperingatkan : “Inilah hasil
perbuatanmu. Tempo hari ketika aku suruh, engkau tidak mau mematuhi”.
Sampai
akhirnya Rasulullah saw. berpulang ke rahmatullah. Maka Tsa’labah membawa
zakatnya kepada Abubakar ra., sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Namun
Abubakar menolak seraya berkata : “Rasulullah saw. tidak sudi menerima zakat
itu darimu, pantaskah saya menerimanya?” Maka dia pun tidak mau menerima zakat
tersebut.
Kemudian pada rnasa Khalifah Umar, dia
pun membawa zakatnya kepada Umar ra. sambil berkata : “Terimalah zakatku”.
Namun Umar pun menjawab : “Kedua pendahuluku tidak sudi menerima zakatmu itu,
apakah saya harus menerimanya sekarang?”. Dan dia pun tidak mau
menerimanya.
Selanjutnya, Tsa’labah membawa
zakatnya kepada Utsman ra., sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Utsman pun
menolak menerimanya seraya berkata : “Para pendahuluku semuanya tidak sudi
menerima zakatmu itu, haruskah saya menerimanya”. Maka zakat itu pun
ditolaknya.
Akhirnya Tsa’labah matidimasa
kekhalifaan Utsman ra.. Semua hukuman ini adalah disebabkan oleh kekikirannya,
cinta harta dan tidak mau membayar zakat. Dan karena ingkar janji itu
merupakan sebab kemunafikan, maka dia dianggap sebagai sepertiga nitak.
Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu hadis, yang artinya : “Tanda orang
munafik itu ada tiga : Apabila berbicara dia berbohong, apabila berjanji dia
mengingkari, dan apabila dipercaya dia berkhianat”. (Ibnu Kamal Basya dan
Hayatul Qulub)
Diriwayatkan, bahwa para sahabat
pernah bertanya kepada Rasulullah saw., kata mereka : “Ya Rasulullah, apabila
Baginda telah keluar dari dunia ini, maka manakah yang lebih baik bagi kami,
permukaan bumi atau perut bumi?”.
Beliau menjawab
: “Apabila pemimpin-pemimpin kamu adalah orang-orang yang terbaik darimu, dan
orang-orang kaya di antaramu adalah orang-orang dermawan, serta segala
urusanmu dilakukan secara bermusyawarahdiantaramu, maka permukaan bumi ini
lebih baik bagimu daripada perut bumi. Namun, apabila pemimpin-pemimpinmu
adalah orang-orang yang jahat darimu, orang-orang kayamu adalah orang-orang
yang kikirdi antaramu, dan urusanmu diserahkan kepada orang-orang perempuanmu,
maka perut bumi adalah lebih baik daripada permukaan bumi”. (Mau’izhah)
Dari
Aisyah ra., dari Nabi saw., sabda Beliau :
Artinya
: “Kedermawanan itu adalah sebatang pohon yang akarnya berada di dalam Surga,
sedang dahan-dahannya menjuntai ke dunia. Maka barangsiapa bergantung pada
salah satu dahannya, niscaya dia akan ditarik olehnya ke dalam surga. Dan
kekikiran itu adalah sebatang pohon yang akarnya berada di dalam neraka,
sedang dahan-dahannya menjuntai ke dunia. Maka barangsiapa bergantung pada
salah satu dahannya, niscaya dia akan ditarik olehnya ke dalam neraka”.
Dan
Nabi saw. bersabda pula :
Artinya :
“Bersedekahlah kamu untuk dirimu dan untuk orang-orang yang telah mati darimu,
sekalipun hanya dengan seteguk air. Jika kamu tidak bisa melakukan itu, maka
dengan satu ayat dari Kitab Allah. Jika kamu tidak tahu sama sekali akan Kitab
Allah, maka berdoalah agar mendapat ampunan dan rahmat. Karena sesungguhnya
Allah telah berjanji kepadamu akan mengabulkan doa”. (Hayatul Qulub)
Dari
Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa bersedekah sebesar biji kurma dari usaha yang baik, dan Allah
memang tidak menerima kecuali yang baik, maka Allah akan menerimanya dengan
tangan kanan-Nya, kemudian memeliharanya untuk pemiliknya, sebagaimana
seseorang di antara kamu memelihara anak kudanya, sampai menjadi seperti
gunung”.
Maksudnya, bahwa barang yang
disedekahkan itu diperbesar dan diberkati serta ditambah oleh Allah dari
karunia-Nya, sehingga menjadi berat dalam timbangan. Pembenaran hadis ini
adalah firman Allah dalam surah AlBaqarah :
Artinya
: “Allah menghapus riba….”,
Yakni, Allah
menghilangkan berkatnya dan membinasakan harta yang dimasuki riba itu, dan
tidak menerima kebaikan yang berasal dari hasil riba itu.
Artinya
: “Dan Dia menyuburkan sedekah”
Yakni,
menambahnya dan memberkatinyadidunia serta melipat gandakan pahalanya di
akhirat.
Pertanyaan : Mengapa pahala sedekah
dianggap paling utama daripada amal-amal yang lainnya?.
Jawab
: Karena memberikan harta itu merupakan hal yang paling berat bagi nafsu
dibandingkan semua amal yang lain, sedangkan setiap amal yang kecintaan
padanya lebih banyak, maka pahalanya pun lebih banyak. Hal ini didasarkan pada
hadis Nabi saw. :
Artinya : “Amal yang paling
utama adalah yang paling berat”. Sebagaimana firman Allah Taala di dalam surah
Ali Imran :
Artinya : “Kamu tidak akan mencapai
kebaktian…” Maksudnya, kamu tidak akan sampai kepada kebaktian yang hakiki.
Artinya
: “Sehingga kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai” Maksudnya,
sehingga kamu menafkahkan sebagian dari hartamu yang kamu cintai.
Artinya
: “Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Maksudnya, Allah Taala mengetahuinya dan memberikan pahalanya. Ibnu Majah ra.
mengemukakan hadis dari sahabat Jabir ra., katanya : Rasulullah saw. pernah
berkhutbahdihadapan kami, sabdanya :
Artinya :
“Wahai manusia, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah sebelum kamu mati, dan
bergegaslah melakukan amal-amal saleh sebelum kamu sibuk, serta sambunglah
hubungan antara kamu dan Tuhanmu dengan banyak mengingat Dia Yang Mahatinggi,
dan perbanyaklah bersedekah baik secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan, niscaya kamu diberi rezeki, kemenangan dan kekayaan”.
(Khadim) Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya :
“Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu keburukan”. Sedekah itu ada empat macam
: (1) satu dibalas sepuluh, (2) satu dibalas tujuh puluh, (3) satu dibalas
tujuh ratus, dan (4) satu dibalas tujuh ribu.
Adapun
yang satu dibalas sepuluh itu ialah sedekah yang diserahkan kepada orangorang
fakir, yang satu dibalas tujuh puluh itu ialah sedekah yang diserahkan kepada
sanak kerabat, yang satu dibalas tujuh ratus itu ialah sedekah yang diberikan
kepada saudara, dan sedekah yang dibalas tujuh ribu itu ialah sedekah yang
diserahkan kepada orang yang menuntut ilmu. Hal ini dikuatkan oleh firman
Allah Taala yang berbunyi :
Artinya :
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir: pada
tiap-tiap bulir itu seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”. Dari
sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa mempunyai harta, hendaklah dia bersedekah dengan hartanya.
Barangsiapa mempunyai ilmu, hendaklah dia bersedekah dengan ilmunya. Dan
barangsiapa mempunyai kekuatan, maka hendaklah dia bersedekah dengan
kekuatannya”. (Jami’ul Azhar)
Juga dari sahabat
Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Setelah Allah
Taala menciptakan bumi, maka bumi itu bergerak-gerak dan goncang. Lalu Allah
ciptakan gunung-gunung, kemudian dipancangkannya di atas bumi, sehingga bumi
itu menjadi tenang. Maka para malaikat pun menjadi keheranan dengan kehebatan
gununggunung itu. Lantas mereka bertanya : “Ya Rabb, adakah di antara
makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?”.
Allah
menjawab : “Ya, besi”.
Mereka bertanya pula:
“Ya
Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari besi?”.
“Ya,
api”, jawab Allah. “
“Ya Rabb, adakah di antara
makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari api?”. Tanya mereka.
Allah
menjawab : “Ya, air”.
Mereka bertanya kembali :
“Adakah sesuatu di antara makhluk-Mu yang lebih hebat dari air?”.
“Ya,
angin”, jawab Allah.
“Ya Rabb”, tanya mereka
pula. “Adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat daripada
angin?”.
“Ya, manusia”, jawab Allah. “Dia
memberikan sedekah dengan tangan kanannya, yang disembunyikannya dari tangan
kirinya. Dialah yang lebih hebat dari angin”.
Adapun
sedekah seperti yang disebutkan itu lebih hebat dari angin yang merupakan
makhluk terhebat dari makhluk-makhluk lain, tak lain adalah karena sedekah
rahasia itu dapat memadamkan kemurkaan Tuhan, yang tidak bisa ditandingi oleh
sesuatu apapun.
Sebagaimana firman Allah Taala
:
Artinya : “Dan jika kamu menyembunyikan sedekah
dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik
bagimu”.
Oleh karena itulah, orang-orang dahulu
sangat berlebihan dalam menyembunyikan sedekah mereka dari penglihatan orang
banyak. Sampai-sampai ada di antara mereka sengaja mencari orang fakir yang
buta, supaya tidak ada seorang pun yang tahu siapa si pemberi sedekah itu. Dan
ada pula sebagian mereka yang mengikatkan sedekahnyadi pakaian orang fakir
yang sedang tidur. Dan ada pula yang melemparkan sedekahnyadi jalanan yang
dilalui oleh orang fakir supaya nanti diambilnya. (Mau’izhah)
Diceritakan,
pada waktu Bani Israel mengalami musim paceklik yang sangat. seorang laki-laki
miskin mendatangi rumah seorang yang kaya. Dia berkata : “Berilah saya sedekah
sepotong roti karena Allah Taala”. Lalu diberilah ia oleh puteri orang kaya
itu sepotong roti yang masih hangat. Ketika ayahnya datang, puterinya itu
dimarahinya lalu tangan puterinya itu dipotongnya.
Kemudian Allah
Taala mengubah keadaan orang kaya itu, semua harta bendanya musnah, sehingga
dia menjadi melarat dan akhirnya mati dalam keadaan terhina. Sedangkan
puterinya, akhirnya menjadi pengemis, meminta-minta dari satu rumah ke rumah
lannya. Padahal, dia sebenarnya adalah seorang gadis yang cantik.
Pada
suatu hari, dia mendatangi rumah seorang yang kaya raya. Lalu keluarlah ibu
orang kaya itu. Ibu itu memperhatikannya, terutama kepada kecantikannya.
Kemudian dia mengajak anak gadis itu masuk ke dalam rumahnya. Dia bermaksud
akan mengawinkannya dengan puteranya yang kaya raya itu.
Setelah
anak gadis itu dikawini oleh puteranya, maka anak gadis itu pun dihiasinya,
lalu disiapkannya jamuan makan malam untuk sang pengantin, namun pada saat
makan bersama suaminya, anak gadis itu mengeluarkan tangan kiri. Maka
berkatalah suaminya : “Saya pernah mendengar bahwa orang miskin itu memang
kurang sopan. Pakailah tangan kananmu!”. Namun anak gadis itu tetap
mengulurkan tangan kirinya, sehingga suaminya mengulangi tegurannya
berkali-kali. Akhirnya terdengar suara bisikan dari sudut rumah : “Ulurkanlah
tangan kananmu hai hamba-Ku. Engkau dahulu pernah memberikan sepotong roti
karena Aku, maka Kami pasti akan mengembalikan tangan kananmu dengan baik
seperti semula”.
Akhirnya dengan kuasa Allah, anak gadis itu
mendapatkan kembali tangan kanannya, dan dia pun makan bersama suaminya dengan
bahagia.
Dan diceritakan pula, bahwa dahulu pernah terjadi kemarau
panjang di kalangan Bani Israel, sampai beberapa tahun lamanya. Ketika itu,
ada seorang wanita miskin, dia hanya memiliki sepotong roti untuk makannya.
Pada saat dia hendak menyuap roti itu ke mulutnya, sekonyong-konyongdipintu
rumahnya berdiri seorang pengemis meminta-minta, katanya : “Demi Allah,
berilah saya sesuap saja”. Maka wanita itu lalu mengeluarkan roti yang baru
saja dimasukkannya ke mulutnya itu, lantas diserahkannya kepada pengemis itu.
Setelah itu, dia berangkat ke hutan mencari kayu bakar.
Wanita itu
mempunyai seorang anak yang masih kecil yang ikut bersamanya ke hutan.
Tiba-tiba datang seekor serigala membawa pergi anak itu. Ketika si ibu
mendengar jeritan anaknya, dia pun segera mengejar serigala tersebut.
Maka
Allah mengutus malaikat Jibril. Lalu Jibril mengeluarkan anak itu dari mulut
sang serigala, kemudian diserahkannya kepada ibunya sambil berkata : “Hai
hamba Allah, puaskah engkau balasan sesuap dengan sesuap pula”.
(Demikian
tersebut dalam tafsir Al Haqqi)
27. PENJELASAN TENTANG REZEKI
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan
tidak ada suatu binatang melata pun di muka bumi, melainkan Allahlah yang
memberi rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz)”.
(QS. Hud : 6)
Tafsir : .
(.
) Dan tidak ada suatu binatang melatapundimuka bumi, melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya. Berupa makanan dan penghidupannya, karena Allah telah
menjamin dengan karunia dan rahmat-Nya. Adapun sebab kalimat dalam ayat di
atas, Allah mengungkapkan jaminan itu dalam ungkapan wajib, tidak lain adalah
sebagai kepastian datangnya rezeki itu kepada si hamba, dan juga merupakan
ajakan agar dalam masalah rezeki itu hendaknya orang bersikap tawakkal.
(.
) dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Yaitu tempat-tempatnya ketika hidup dan mati, dan ketika masih berada di dalam
sulbi dan rahim: atau tempat tinggalnyadibumi ketika binatang itu telah wujud,
dan tempat-tempat penyimpanannya dalam bentuk bahan-bahan, ketika masih berupg
energi.
(. ) semuanya. Tiap-tiap binatang
dengan hal ihwalnya masing-masing.
(.
) tertulis dalam kitab yang nyata. Tersebut di dalam Lauhul Mahfuz.
Ayat
ini seakan-akan dimaksudkan untuk menerangkan bahwa, Allah Maha Mengetahui
akan seluruh pengetahuan, sedangkan ayat sesudahnya merupakan penjelasan
tentang kekuasaan-Nya atas segala hal yang mungkin, sebagai pemantapan tauhid
serta janji dan ancaman yang telah disebutkan sebelumnya. (Qadhi Baidhawi).
Semoga
Allah menghindarkan kita dari bencana yang nyata maupun yang tersembunyi.
Dalam
salah satu hadis disebutkan :
Artinya : “Tidak ada salat Dagi
orang yang tidak borsalawat kepadaku”
Menurut Ibnul Qassar,
maksud hadis itu adalah “Tidak sempurna salatnya : atau bagi orang yang selama
hidupnya tidak pernah bersalawat kepadaku.
Sedang
menurut hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far dan sahabat bni Mas’ud
ta., dan Nabi saw bahwa Beliau borsabda :
Artinya
: “Barangsiapa mengerjakan suatu salat yang di dalamnya dia tidak mengUcapkan
salawat kopadaku dan kepada keluargaku, maka tidak akan diterima salatnya
itu”
Ad Daruguthni mengatakan, bahwa yang benar
hadis di atas adalah perkataan Abu Ja’far Assadig sendin, yaitu Muhammad bin
Ali bin Husein, radiyallaahu anhum yang berkata : “Seandainya saya salat, yang
di dalamnya saya tidak membaca salawat atas Nabi dan keluarganya, maka saya
anggap salat saya itu kurang sempurna”. (Syifaus Syarif)
Asy
Syaikh Al Ustaz Al Imam Ahmad berkata : “Suatu ketika, Nabi saw. mengawin
seorang perempuan. Kemudian Beliau memboyongnya ke rumahnya. Lalu Beliau
mengadakan jamuan makan untuk sahabat-sahabatnya. Namun, makanannya sedikit.
sehingga para sahabat terpaksa menyilatinya, karena makanan itu terlalu cair
disebabkan oleh kurang tepung.
Setelah itu para
sahabat duduk berbincang-bincang, sedang Nabi mengerjakan salat Ketika Beliau
selesai salat, Beliau bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apa yang sedang
kalian perbincangkan?”.
Mereka menjawab :
“Masalah rezeki”.
Lalu Beliau bersabda : “Maukah
kalian aku ceritakan sebuah kejadian yang telah diceritakan Jibril
kepadaku?”.
“Tentu, mau, Ya Rasulullah”, jawab
mereka.
Maka berceritalah Rasulullah saw. :
Yibril mengatakan kepadaku, bahwa saudaraku Sulaiman as. pernah mengerjakan
salatdipinggir laut. Lalu dilihatnya seekor semut berjalan, sedangdimulutnya
ada sehelai daun yang hijau. Kemudian semut itu bertenakdi pinggir laut, maka
muncullah seekor katak, yang kemudian memanggulnya di atas punggungnya, dan
dibawanya menyelam.
Setelah beberapa saat
lamanya, semut itu muncul kembali ke permukaan air, lalu naik ke darat. Maka
Sulaiman bertanya kepadanya : “Hai semut, beritahukanlah kepadaku ceritamu “,
Semut itu lalu bercerita : “Di dasar laut ini ada sebongkah karang yang keras
di tengah-tengahnya ada seekor ulat. Allah Taala telah menyerahkan urusan
rezekinya kepadaku. Maka setiap hari, saya membawakan rezeki yang dikaruniakan
Allah kepadanya dua kali. Dan Allah menciptakan untukku di dalam laut ini
malaikat yang berujud katak. Dialah yang memanggulku dan membawaku menyelam ke
dasar laut, sampai diletakkannya saya di atas bongkahan karang itu. Kemudian
karang itu terbelah dan keluarlah ulat itu dari dalamnya. Maka saya berikanlah
makanan yang saya bawa kepadanya. Setelah itu, katak itu membawa saya kembali
ke permukaan air. Tiap kali ulat itu selesai memakan rezekinya, dia
mengucapkan : “Maha suci Allah yang teiah menciptakan aku dan meletakkan aku
di dasar laut, sedang Dia tidak lupa memberi rezeki kepadaku”.
Maka
pantaskah umat Muhammad melupakan rahmat?. Padahal barangsiapa bertawakkal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya”. (Raunaqul Majalis)
Ketahuilah
bahwa, setelah Allah Taala menyebutkan pada ayat yang terdahulu bahwa Dia
mengetahui apa-apa yang mereka rahasiakan dan apa-apa yang mereka nyatakan,
maka Dia lanjutkan dengan keterangan yang menunjukkan bahwa Dia pun
mengatahur makhluk dongan tugas mereka masing masing
Dalam
ayat ini ada beberapa masalah
Masalah pertama,
Aszznyany berkata : “Kata Addahbah adalah sebutan untuk senua binatang, karana
dia merupakan isim yang diambil dari kata addabib Dan addabbah itu terbentuk
dengan akhiran ha ta’nits, dan dia diartikan untuk setiap binatang yang
bernyawa, baik jonis jantan maupun betina. Hanya saja, menurut kebiasaan orang
Arab. kata ini khusus untuk arti kuda (alfarsas). Sedang yang dimaksud dengan
kata ini di dalam ayat tadi adalah dan arti segi bahasanya yang asli. Jadi
termasuk pula di dalamnya semua binatang Dan arti inilah yang disepakati oleh
kalangan mufassirin.
Dan tidak diajukan, bahwa
pembagian dan macam binatang itu banyak sekali. yaitu jenis-jenis yang
hidupdidarat, laut dan gunung-gunung. Dan hanya Allah jualah yang mengetahui
itu semua, sedang selain Dia tidak. Dan Allah mengetahui pula akan watakwatak
mereka, anggota-anggota mereka, keadaan-keadaan mereka, makanan-makanan
mereka, racun-racun mereka, dan tempat-tempat tinggal mereka, serta apa-apa
yang cocok dan tidak dengan mereka. Dan Dia pula yang mengendalikan
lapisan-lapisan langit dan bumi. (Dari Tafsir Alkabir)
Muncul
pertanyaan : bahwa rezeki itu karunia dari Allah, sedang kata ‘ala berarti
wajib. Jadi kedua kata ini bertolak belakang.
Jawab
: pada tahap pertama rezeki itu memang merupakan karunia, namun pada tahap
berikutnya, setelah Allah menjamin dan menanggungnya, maka menjadi wajib.
Jadi, sebenarnya tidak ada pertentangan. Sama seperti dalam masalah nazar yang
diucapkan oleh manusia. Misalnya puasa sunah, yang asalnya tidak wajib tetapi
jika seseorang menazarkannya menjadi wajib.
Imam
Zamakhsyari berkata : “Rezeki itu wajib menurut janji, karunia dan kebajikan
Allah Taala. Maksudnya, bahwa rezeki itu tetap merupakan karunia Allah.
Tetapi, setelah Dia menjanjikannya, padahal Dia tidak pernah kikir dengan apa
yang telah dijanjikan-Nya, maka rezeki itu digambarkan dalam bentuk wajib,
karena dua pengertian : Pertama, untuk memastikan sampainya rezeki itu, kedua,
mengajak manusia agar bertawakkal kepada Allah dalam soal rezeki itu”.
(Hasyiyah Al Kasysyaf).
Diceritakan, bahwa Imam
Azzahidi ingin meyakinkan dirinya dengan benar-benar yakin tentang jaminan
rezeki dari Allah itu. Maka dia pun berangkat ke hutan rimba dengan tujuan ke
sebuah gunungdisana. Kemudian setelah tiba, dia masuk ke dalam sebuah gua,
lalu dudukdisudut gua itu. Dalam hatinya dia berkata : “Saya ingin tahu,
bagaimana Tuhanku memberiku rezekidisini”.
Syahdan,
ada serombongan kafilah tersesat dari jalannya. Kemudian turun hujan deras
mengguyur mereka. Maka mereka pun mencari tempat berlindung untuk berteduh.
Dengan tidak disengaja, akhirnya mereka memasuki gua tempat sang imam berada,
dan mereka pun melihatnya.
“Hai hamba Allah”,
tegur mereka. Namun sang imam tidak menyahut. Maka mereka berkata sesama
mereka : “Mungkin dia kedinginan sehingga tidak mampu berbicara”.
Lantas
mereka menyalakan apididekat sang imam, agar dia dapat menghangatkan badan dan
bisa diajak bicara. Namun dia tetap diam, tidak menyahut mereka.
“Barangkali
orang ini lapar”, kata mereka pula. Lalu mereka suguhkan kepadanya makanan dan
mereka persilahkan dia makan. Tetapi sang imam tidak bergerak sama sekali.
“Orang
ini sudah lama sekali tidak mencicipi apa-apa”, kata mereka pula. “Mereka
masukkanlah susu panas untuknya, supaya dia bisa memakannya”. Kemudian mereka
membuat kue dari gula, lantas mereka berikan kepadanya. Tetapi dia pun tidak
mau menyentuhnya.
“Gigi-giginya benar-benar telah
terkatup”, kata mereka pula.
Maka bangkitlah dua
orang di antara mereka. Mereka mengambil sebilah pisau untuk membuka mulutnya.
Lalu dibukalah mulut sang imam dengan paksa, kemudian mereka Suapkan makanan
ke dalam mulutnya. Maka sang imam pun tertawa.
“Kau
gila”, ternak kedua lelaki itu dengan terperanjat.
“Tidak”,
jawabnya. “Tetapi saya ingin mencoba Tuhanku tentang rezekiku. Maka tahulah
aku, bahwa Dita tetap akan memberi rezeki kepadaku dan kepada semua hambaNya,
apa pun adanya,dimanapun dia berada, dan bagaimana pun keadaannya”. (Raunaqul
Majalis)
Cerita :
Sebab
tobatnya Ibrahim bin Adham.
Pada suatu hari,
Ibrahim bin Adham pergi berburu.Ditengah perjalanan, dia singgah
sejenakdisuatu tempat untuk beristirahat. Kemudian dia membuka bungkusannya
hendak menyantap makanan. Ketika dia sedang dalam keadaan demikian,
sekonyong-konyong datang seekor burung gagak menyambar sepotong roti yang
adadibungkusan itu dengan paruhnya lalu terbang. Ibrahim merasa heran, lalu
dia menunggang kudanya kemudian pergi mengejar burung itu, sampai akhirnya
burung itu terbang ke puncak gunung lalu hilang dari pandangannya. Maka
Ibrahim mendaki gunung itu untuk mencari burung gagak tersebut. Maka tampak
olehnya burung itu dari kejauhan. Ketika didekatinya, burung itu tebang. Di
tempat burung itu tadi dilihatnya ada seorang laki-laki yang terikat tangan
dan kakinya dalam keadaan terlentang. Menyaksikan lelaki itu dalam keadaan
yang mengenaskan itu, Ibarahim pun turun dari kudanya, lalu melepaskan tali
yang mengikat orang tersebut. Kemudian ditanyainya tentang keadaan dan
kisahnya.
“Sebenarnya saya dahulu adalah seorang
saudagar”, cerita lelaki itu. “Saya dirampok oleh penyamun, semua harta dan
barang-barang saya mereka rampas semua. Mereka tidak membunuh saya, namun
mengikat saya, kemudian melemparkan sayaditempat ini, sudah tujuh hari. Setiap
hari datang burung gagak ini membawa roti. Burung itu bertenggerdiatas dadaku,
lalu meremah-remah roti itu dengan paruhnya, kemudian dia suapkan ke dalam
mulutku. Rupa-rupanya, Allah tidak membiarkan saya kelaparan selama ini”.
Setelah
mendengar cerita orang itu, Ibrahim kembali menunggang kudanya, sambil
memboncengkan orang itudibelakangnya. Dibawanya orang itu kembali ke tempat
persinggahannya. Sesampainyadisana, bertobatlah Ibrahim bin Adham.
Ditanggalkannya pakaiannya yang mewah-mewah, lantas dia mengenakan kain wol
yang kasar. Kemudian dia merdekakan semua hamba sahayanya, dan diwakafkannya
tanah-tanah dan seluruh miliknya. Sambil membawa sebuah tongkatditangannya,
dia berangkat menuju Mekah tanpa bekal dan tunggangan. Dia hanya bertawakkal!
kepada Allah, tidak peduli dengan bekal. Namun, dia tidak pernah kelaparan
sampai akhirnya tibadiKakbah. Maka bersyukuriah dia kepada Allah Taala. (Hadis
Arba’in)
Hatim Al Asham berkata : “Tawakkal itu
ada empat macam : (1) tawakkal kepada makhluk, (2) tawakkal kepada harta, (3)
tawakkal kepada diri sendiri, dan (4) tawakkal kepada Allah. Orang yang
bertawakkal kepada makhluk akan berkata : “Selagi masih ada si Fulan, saya
takkan susah”. Orang yang bertawakkal kepada harta akan berkata : “Selagi
hartaku masih banyak, maka tidak akan ada sesuatu yang dapat membahayakanku”.
Orang yang bertawakkal kepada dirinya akan berkata : “Selagi badanku sehat,
saya tidak akan kurang suatu apa”. Ketiga macam tawakkal ini adalah
tawakkalnya orang-orang jahil. Sedang orang yang betawakkal kepada Allah akan
mengatakan : “Aku tidak peduli, apakah aku jadi orang kaya atau miskin. Karena
Allah selalu menyertaiku. Dia menggenggamku menurut yang dikehendaki-Nya”.
(Hadis Arba’in)
Allah Taala befiman :
Artinya
: ‘Makanlah dari rezoki yang dikaruniakan oleh Tuhanmu, dan bersyukurlah
kepada-Nya”
Hakikat syukur talah, tdak
menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepada-Nya Dan hendaklah Anda
menggunakan tiap-tiap anggota tubuh Anda untuk melakukan ketaatan-ketaatan
yang sepatutnya. Maka hendaklah Anda menjaga ketujuh anggota tubuh Anda dari
segala hal yang diharamkan dan dimakruhkan, agar tujuh pintu Jahannam yang
mempunyai jurang-jurang yang dalam tertutup dari Anda. Apabila anggotaanggota
tubuh Anda itu Anda gunakan untuk melakukan ibadat-ibadat dan ketaatanketaatan
yang memang dia diciptakan untuk itu, dengan kehadiran pemimpinnya, yaitu
gumpalan hati, dan dengan cara yang tulus ikhlas, maka terbukalah untuk Anda
pintupintu surga yang delapan. (Syarah Al Mashabih)
Apabila
Anda telah mengerti bahwa orang yang bertawakkal kepada Allah tidak akan
kelaparan, dan bahwa rezeki tiap-tiap makhluk itu menjadi tanggungan Allah
Taala sebagaimana telah dinyatakan oleh nash dalam kitab Allah yang mulia,
maka ketahuilah apa yang akan dibacakan kepada Anda, yaitu hadis-hadis yang
keluar dari Nabi penutup tentang boleh tidaknya meminta-minta.
Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Seorang lelaki selalu
meminta-minta kepada orang-orang sehingga pada hari kiamat kelak, dia datang
sedang pada wajahnya tidak terdapat secuil daging pun”. (Diriwayatkan oleh
Ibnu Umar).
Adapun yang dimaksud dengan kalimat
tidak ada secuil daging pun diwajah peminta-minta itu pada hari kiamat kelak,
ialah aib dan kehinaan yang akan ditemuinya di akhirat. Karena pada prinsipnya
meminta-minta itu hukumnya haram dan tidak diperbolehkan, melainkan pada saat
darurat. Adapun sebab meminta-minta itu diharamkan, karena dia tidak bisa
dipisahkan dari beberapa perkara : (Pertama), menampakkan keluhan terhadap
Allah. Maksudnya, sebagaimana seorang budak yang meminta-minta itu memperburuk
Citra tuannya maka begitu pula seorang hamba Allah yang meminta-minta. Hal
inilah yang menyebabkan perbuatan meminta-minta itu diharamkan dan tidak halal
kecuali dalam keadaan darurat, sebagaimana tidak halal memakan bangkai kecuali
dalam keadaan darurat. (Kedua) menghinakan diri kepada selain Allah, padahal
seorang mukmin tidak sepatutnya menghinakan dirinya kepada selain Allah Taala.
(Ketiga) pada umumnya perbuatan meminta-minta itu menyakiti hati orang yang
diminta. Karena, barangkali hatinya tidak berkenan memberikan sesuatu, tetapi
dia merasa malu tampak sebagai orang kikir bila tidak memberi. Dengan memberi
maka akan berkurang hartanya, sedangkan jika dia tidak memberi akan rusak
kehormatannya. Dan masing-masing dari keduanya mengakibatkan sakit hati.
Padahal menyakiti hati orang lain itu hukumnya haram, tidak halal kecuali jika
dalam keadaan darurat. Selain itu, kalaupun dia memberi, maka pemberiannya itu
hanyalah karena malu atau riya, sehingga menjadi haramlah bagi si penerima
untuk mengambilnya.
Apabila anda telah memahami
akan larangan-larangan tadi, maka anda pun akan memahami maksud sabda Nabi
saw. berikut ini :
Artinya : “Meminta-minta itu
termasuk perbuatan yang keji, dan aku tidak menghalalkan sesuatu pun dari
perbuatan-perbuatan keji itu selain daripadanya”.
Perhatikanlah,
betapa Nabi menyebut perbuatan meminta-minta itu sebagai perbuatan yang keji
Dan tidak disangsikan bahwa, perbuatan keji itu tidak diperbolehkan kecuali
pada waktu darurat. Tetapi, para ulama berselisih pendapat, bilakah
meminta-minta itu dihalalkan?. Sebagian mereka berpendapat, barangsiapa telah
mendapatkan makanan untuk siang han dan makanan untuk malam harinya, maka dia
tidak halal lagi meminta-minta. Dan sebagian yang lain mengatakan, barangsiapa
mampu berusaha, maka dia tidak boleh meminta-minta, kecuali apabila waktunya
itu habis untuk menuntut Ilmu Sementara itu ada pula yang berpendapat, kita
tidak bisa menetapkan ukuran tetapi kita hanya dapat mengetahuinya dengan
ketentuan wahyu. Dalam hadis telah dinyatakan, bahwa Nabi saw. bersabda
Artinya
: “Merasa cukuplah kamu dengan apa yang Allah cukupkan. Para sahabat bertanya
: Apa itu, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab : Makanan siang dan makanan
malam”.
Dan dalam hadis lain, Rasulullah saw.
bersabda :
Artinya : “Barangsiapa meminta,
padahal dia mempunyai uang lima puluh dirham atau emas yang seharga dengannya,
maka berarti dia telah meminta-minta dengan paksa”
Sedang
menurut redaksi lain, “empat puluh dirham’.
Perbedaan-perbedaan
riwayat mengenai batasan yang membolehkan meminta-minta ini harus dikaitkan
dengan berbagai faktor yang berbeda-beda. Apa saja yang dibutuhkan oleh si
peminta untuk waktu sekarang, seperti makanan untuk hari ini sampai malamnya,
pakaian untuk dipakainya, dan tempat berlindung untuk menginap, maka itu tidak
perlu diragukan lagi (bahwa dia dibolehkan meminta). Adapun kalau dia meminta
untuk masa yang akan datang, maka itu tidak boleh. Karena dalam hal ini ada
tiga macam permintaan : (1) permintaan yang dia butuhkan untuk esok, (2) yang
dia butuhkan sesudah empat puluh atau lima puluh hari yang akan datang, (3)
yang dia butuhkan sesudah satu tahun.
Lalu kita
putuskan, bahwa orang yang memiliki sesuatu yang bisa mencukupinya dan
mencukupi keluarganya selama satu tahun, maka dia haram meminta. Karena hal
itu merupakan puncak kekayaan. Dan kalau sesuatu itu dia butuhkan sebelum
habis tahun itu, tetapi di waktu itu dia mampu meminta dan masih punya
kesempatan lain untuk meminta, maka dalam hal ini pun dia tetap tidak halal
meminta. Karena sebenarnya pada saat itu dia belum perlu meminta. Bahkan
barangkali dia tidak sempat hidup sampai esok. Dengan demikian, berarti dia
telah meminta sesuatu yang tidak dia butuhkan. Jika dia masih mempunyai
apa-apa yang mencukupinya untuk makan siangnya dan makan malamnya, jika dia
akan kehilangan kesempatan untuk meminta, sedangkan kalau dia menunda
permintaannya maka tidak akan ada lagi orang yang akan memberinya, maka dia
boleh meminta. Karena tinggal selama satu tahun itu tidaklah lama, namun
dengan menangguhkan permintaan, dia kuatir akan merana dan tidak mampu
memperoleh sesuatu yang mencukupinya.
Adapun penangguhan
waktu di mana dia perlu meminta tidak bisa dipastikan, dan hal itu bergantung
kepada ijtihad si peminta dan pandangannya terhadap dirinya sendiri. Jadi dia
bisa menanyai hatinya sendiri, kemudian melakukan apa kata hatinya tanpa
mendengarkan bisikan setan. Karena setan itu memang suka menakut-nakuti
seseorang dengan kemiskinan dan menganjurkannya supaya berbuat keji, yang
hanya diperbolehkan karena darurat. Sebab orang yang sudah tidak mampu lagi
berusaha, sedang dia sanyat lapar dan kuatir akan keselamatan dirinya, maka
dia wajib meminta. Karena meminta pun termasuk salah satu macam usaha,
berdasarkan salah satu riwayat, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Meminta adalah usaha yang terakhir”
Sesungguhnya tidak mau
meminta dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya dia meninggal dunia, maka
dia berdosa. Karena berarti dia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan.
Apabila permintaan itu dapat mengantarkan dirinya kepada sesuatu yang dapat
menegakkan dirinya, maka meminta dalam keadaan seperti itu sama halnya dengan
usaha (kasab). Dan tidaklah hina meminta dalam keadaan seperti itu. Kehinaan
itu hanya bagi orang yang meminta tanpa hajat. Karena orang yang masih
memiliki makanan untuk hari yang tengah dijalaninya, dia tidak halal meminta.
Sebab berarti dia menghinakan dirinya tanpa alasan darurat, dan berarti dia
telah menyalahi hadis di atas. (Dari Majlis Ar Rumi secara ringkas).
28. PENJELASAN TENTANG CELAAN TERHADAP ORANG YANG MEMBANTU ORANG
ZALIM
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan janganlah kamu
cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh oleh
api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain
dari Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”. (QS. Hud : 113).
Tafsir
: ,
(. ) Dan janganlah kamu cenderung
kepada orang-orang yang zalim. Janganlah kamu condong kepada mereka sedikit
jua pun. Karena Ar Rukun artinya, condong sedikit. Seperti, berpakaian meniru
pakaian mereka dan menghormati nama mereka.
(. )
yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka. Dikarenakan kecondonganmu
kepada mereka. Apabila kecondonganmu kepada siapa pun yang ada di antara
mereka, itupun disebut zalim, maka betapa pula kecondongan kepada orangorang
zalim itu sendiri, yakni mereka yang berpredikat zalim. Kemudian condong
kepada mereka sepenuhnya, kemudian tentang kezaliman itu sendiri dan
bergelimang di dalamnya?.
Barangkali ayat ini merupakan
gambaran yang paling jitu dalam melarang kezaliman dan mengancam orang
melakukannya.
Dan sasaran pembicaraan ayat ini yang ditujukan
kepada Rasul dan orang-orang yang beserta Beliau adalah untuk memantapkan
istigamah, yaitu adil (keseimbangan). Karena bergesar dari istigamah, dengan
condong kepada salah satu ujung dari dua sifat, keterlaluan (ifrat) dan
kelalaian (tafrit) adalah kezaliman terhadap diri sendiri atau orang lain,
bahkan ia merupakan kezaliman yang ada dalam dirinya sendiri.
Kata
dalam ayat tadi dibaca juga dengan mengkasrahkan huruf ta, sesuai dengan
dialek Tamim menjadi . Dan dibaca
juga sebagai mabni majhul dari
kata .
(.
) dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah.
yakni penolong yang dapat menolak azab darimu. Waw di ayat ini adalah Wawul
Hal (. ), yaitu yang menunjukkan kepada keadaan.
(.
) kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. Maksudnya, kemudian kamu tidak
akan ditolong oleh Allah. Karena telah menjadi keputusan-Nya bahwa Dia akan
mengazab kamu dan tidak akan membiarkan kamu begitu saja.
Kata
di sini berarti, tidak mungkin Allah memberi pertolongan kepada mereka,
padahal Dia telah mengancam mereka dengan azab atas perbuatan zalim mereka,
dan memastikan azab itu atas mereka. Dan bisa juga itu menempati
posisi yang berarti menyatakan mustahil. Maksudnya, setelah Allah
Taala akan mengazab mereka, dan bahwa selain dari Allah tidak akan ada yang
mampu menolong mereka, maka dapatiah disimpulkan bahwa mereka sama sekali
takkan tertolong. (Qadhi Baidhawi).
Dari Abu
Thalhah ra., bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. datang, sedang wajah Beliau
memancarkan kegembiraan. Lalu para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah,
sesungguhnya kami benar-benar melihat kegembiraan di wajah Baginda”. Beliau
menjawab : “Telah datang malaikat kepadaku lalu berkata : “Ya Muhammad, tidak
senangkah Anda jika Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung berfirman,
bahwasanya tidak seorang pun dari umatmu yang bersalawat kepadamu, melainkan
Aku merahmatinya sepuluh kali, dan tidak seorang pun dari umatmu mengucapkan
salam kepadamu, melainkan Aku menyalaminya sepuluh kali pula”. Rasulullah
berkata : “Maka aku jawab, “ Tentu, saya suka”. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban
dll.)
Dan diriwayatkan pula, bahwa ada seorang
yang zalim hendak berkunjung menemui seorang alim yang zahid. Ketika orang
zalim itu mendekat, maka orang zahid itu menutup wajahnya. Lantas, anaknya
menyampaikan alasannya, katanya : “Sesungguhnya ayahku sakit berat, sehingga
karenanya dia menutupi wajahnya”. Namun orang tua yang zahid itu menukas :
“Saya tidak sakit dan tidak pula nyeri, tetapi saya ingin agar tidak melihat
wajahmu”. Maka pulanglah orang zalim itu, kemudian dia bertobat dan meminta
ampun kepada Allah. Maka Allah Taala pun mengampuni keduanya. Adapun terhadap
orang zahid itu, karena dia tidak mau melihat kepada wajah orang zalim
tersebut, sedangkan terhadap orang zalim itu karena dia ia bertobat dari
kezalimannya. Demikian saya dengar dari guruku, semoga Allah merahmatinya.
Dan
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
mendoakan orang yang zalim agar panjang umur, maka berarti dia ingin agar
Allah didurhakai di muka bumi-Nya”.
Pernah suatu
ketika, Sufyan ditanya orang mengenai seorang yang zalim yang hampir mati di
sebuah hutan, bolehkan diberi seteguk air?. Maka jawabnya, “Tidak”.
“Dia
bisa mati”, kata penanya itu pula.
Dengan tegas
Sufyan menjawab : “Biarkan dia mati”.
(Demikian
disebutkan dalam Arrajabiyah)
Dan dari Maimun bin
Mahran, katanya : “Bersahabat dengan seorang penguasa itu ada dua bahayanya :
jika Anda menuruti apa katanya, maka itu bisa membahayakan agaIna Anda, dan
jika Anda mendurhakainya, maka itu bisa membahayakan jiwa anda. Yang paling
baik adalah Anda tidak mengenal dia dan dia pun tidak mengenal Anda”.
(Tanbihul Ghafilin).
(Diceritakan), seorang zalim
menganiaya seorang yang lemah selama bertahuntahun. Ketika penganiayaan itu
berkelanjutan sampai sekian lama, maka suatu hari, berkatalah orang yang
teraniaya itu kepada si zalim : “Sesungguhnya perbuatan aniayamu terhadap
diriku melegakan aku karena empat perkara : maut akan menyambut kita, kulur
akan menghimpit kita, kiamat akan mengumpulkan kita, dan Tuhan akan mengadili
di antara kita”. (Dari Akhlashul Khassah)
Dan
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
membuat suatu tradisi yang baik (yakni dalam Islam), sedang tradisinya itu
diikuti oleh orang banyak. Maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang
yang ikut melakukannya”.
Yakni : bahwa setiap
orang yang melakukan tradisi tersebut sepeninggalnya, maka pahalanya akan
dicatatkan pula untuk dirinya.
“Dan barangsiapa
membuat suatu tradisi yang buruk, dan dia menjadi panutan orang dalam
melakukan tradisi tersebut, maka dia akan menerima dosanya dan dosa setiap
orang yang menirunya”.
Yakni, setiap orang yang
melakukan tradisi buruk tersebut, maka akan dicatatkan pula untuknya dosanya
dan dosa siapa saja yang menirunya. (Dari hadis-hadis Bukhari dan Muslim)
Dari
sahabat Umar ra., katanya : “Nabi saw. ditanya tentang hamba yang paling
dicintai Allah Taala. Beliau menjawab : “Orang yang paling berguna bagi orang
lain”. Dan Beliau ditanya pula tentang amal yang paling utama, maka jawab
Beliau : “Memasukkan rasa gembira ke dalam hati seorang mukmin, dengan
mengusir rasa lapar darinya, atau menghilangkan kesusahan darinya, atau
melunasi hutangnya. Dan barangsiapa berjalan bersama seorang muslim dalam
memenuhi hajatnya, maka dia seolah-olah berpuasa dan beriktikaf selama satu
bulan. Dan barangsiapa berjalan bersama seorang yang teraniaya yang dia
tolong, maka Allah akan memantapkan telapak kakinya di atas sirat (titian di
atas neraka) pada hari banyak telapak kaki yang terpeleset. Dan barangsiapa
menahan amarahnya, maka Allah akan menutupi aibnya. Dan sesungguhnya budi yang
buruk akan merusak iman sebagaimana cuka merusak madu”.
Dari
hadis ini dapat diketahui bahwa, hamba yang paling disukai Allah ialah orang
yang paling berguna bagi orang lain. Amal yang paling utama ialah menimbulkan
rasa gembira ke dalam hati orang mukmin, dengan cara menolak lapar darinya,
atau menghilangkan kesusahannya, atau melunasi hutangnya. Dan barangsiapa
berjalan menyertai saudaranya yang muslim dalam memenuhi hajatnya, maka
seperti puasa disertai iktikaf selama satu bulan. Dan barangsiapa berjalan
menyertai orang yang teraniaya yang ditolongnya, maka Allah akan memantapkan
kedua telapak kakinya di atas sirat, sebagaimana telah diterangkan tadi. Dan
ini dikuatkan pula oleh hadis yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik
ra., katanya : Rasululiah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menolong orang yang teraniaya yang sedih dan terbuang, Allah
akan mencatatkan baginya tujuh puluh tiga ampunan, salah satu di antaranya
adalah berupa perbaikan nasibnya di dunia, dan yang tujuh puluh dua merupakan
derajat di akhirat”.
Juga masih sahabat Anas ra.,
katanya : Rasulullah saw. bersahda:
Artinya :
“Barangsiapa di waktu pagi tidak memendam niat menzalimi seorang pun, maka
akan diampunilah kejahatan yang telah dilakukannya. Dan barangsiapa di waktu
pagi memendam niat untuk menolong orang yang teraniaya dan memenuhi hajat
orang muslim, maka dia memperoleh pahala seperti pahalanya haji yang
mabrur’
Begitu pula diriwayatkan dari sahabat Abu
Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menghilangkan dari seorang muslim suatu kesusahan di dunia,
maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesusahan dan
kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Dan Allah senantiasa menolong hambanya
selagi hambanya itu menolong saudaranya.
Dan juga
diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menolong orang yang teraniaya, maka Allah akan menolongnya pada
hari kiamat ketika melintasi sirat, dan memasukkannya ke dalam surga. Dan
barangsiapa melihat orang yang teraniaya dan orang itu meminta tolong
kepadanya, namun dia tidak sudi menolongnya, maka dia akan dicambuk di dalam
kuburnya dengan seratus cambuk dari api”. (Majalis Al Bashri)
Dan
disebutkan di dalam atsar :
Pada hari kiamat
kelak, suatu seruan akan terdengar : “Hadapkanlah kepada-Ku Firaun!”. Maka
Firaun pun dibawa menghadap, kepalanya memakai peci dari api neraka,
mengenakan baju dari ter yang panas, sambil menunggang seekor babi, kemudian
diserukan pula : “Mana orang-orang yang pongah lagi sombong?”. Maka mereka pun
dihadapkan pula. Kemudian semuanya diberangkatkan ke neraka dengan dipimpin
oleh Fir’aun.
Selanjutnya diserukan : “Mana
Qabil?”. Maka Qabil pun dibawa menghadap. Kemudian diserukan lagi: “Mana para
pendengki, biar Aku gabungkan mereka dengannya, karena dia adalah pemimpin
mereka ke neraka”.
Selanjutnya diserukan : “Mana
Ka’ab bin Asyraf, pemuka ulama Yahudi ?”. Sebagaimana diberitakan dalam sebuah
khabar : “Sekiranya dia beriman, niscaya semua orang Yahudi ikut beriman
pula”. Maka Ka’ab bin Asyraf pun dihadapkan pula. Kemudian diserukan : “Mana
orang-orang yang menyembunyikan kebenaran dan ilmu?”. Maka para malaikat
menggiring mereka bersamanya ke neraka, karena Ka’ablah pemimpin mereka.
Kemudian diserukan kembali : “Mana Abu Jahal?”. Maka dihadapkanlah dia.
Setelah Itu diserukan pula : “Mana orang-orang yang mendustakan Allah dan
Rasui-Nya?”. Maka Abu Jahal menjadi pemimpin mereka ke neraka.
Seterusnya
diserukan pula : “Mana Walid bin Mughirah?”. Dia pun lalu dihadapkan.
Kemudian
diserukan kembali : “Manakah orang-orang yang suka memperolok-olokkan
orang-orang muslim yang miskin?. Dialah pemimpin mereka ke neraka.
Selanjutnya
diserukan : “Mana Ajda, kaum Luth yang mencontohkan perbuatan liwath?”. Ajda
pun dibawa menghadap. Kemudian diserukan kembali : “Mana orang-orang yang suka
meliwath?”. Mereka pun dihadapkan. Dan Ajdah menjadi pemimpin mereka ke
neraka.
Lantas diserukan : “Mana Umru Al Oais?”.
Dia pun didatangkan. Kemudian para penyair lainnya yang telah berdusta juga
dikumpulkan. Dan Umru Al Qais menjadi pemimpin mereka ke neraka.
Seterusnya
diserukan : “Mana Musailmah Al Kazzab?”. Setelah Musailimah dihadapkan, maka
diserukan pula : “Mana mereka yang telah mendustakan Alkitab?” Musa:limahlah
pemimpin mereka ke neraka.
Dan akhirnya diserukan
: “Mana Iblis yang terkutuk itu?” maka Iblis pun dibawa menghadap. Kemudian
Iblis berkata : “Wahai Hakim yang Mahaadil, serahkanlah kepadaku bala
tentaraku, tukang-tukang azanku, ahli-ahli giraatku, para penulis mushafku
menteri-menteriku, para ahli fikihku, juru-juru kunci gudangku, para
saudagarku, pemain-pemain tamburku dan pengawal-pengawalku”.
Iblis
ditanya : “Hai makhluk terkutuk yang terusir, siapakah bala tentaramu ?”.
Iblis
menjawab : “Bala tentaraku ialah orang-orang yang bersikap tamak. Tukangtukang
azanku ialah para pemain musik. Ahli-ahli giraatku ialah para penyanyi.
Penulispenulis mushafku ialah tukang tato dan yang minta ditato. Ahli-ahli
fikihku ialah orangorang yang suka memperolok-olokkan orang lain yang sedang
ditimpa musibah, sedang dia makan yang enak-enak. Juru-juru kunci gudangku
ialah mereka yang datang ke meja minuman keras dan menolak membayar zakat.
Saudagar-saudagarku ialah orang yang menjual alat musik. Pemain-pemain
tamburku ialah mereka yang suka memukul gendang dan rebana. Dan
pengawal-pengawalku ialah mereka yang menanam anggur untuk dijadikan minuman
keras”.
Kemudian keluarlah seekor ular, panjang
lehernya sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Ular itu mengumpulkan mereka
lalu menggiring mereka ke neraka. Setelah itu diserulah seluruh makhluk untuk
dihisab. Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, orang yang pertama-tama memasuki
surgaku ialah Muhammad”.
Lantas dipasangkanlah ke
atas kepala Beliau sebuah mahkota yang terbuat dari cahaya. Beliau mengenakan
sutera hijau, sedang di hadapan Beliau ada tujuh puluh ribu panji dibawa
orang. Dan Beliau sendiri memegang Liwaul Hamdi. Kemudian diserukan : “Manakah
orang-orang yang dahulu lebih memilih hidup miskin dan berbuat kebajikan
kepada orang-orang miskin, sedang mereka menempuh jalan Muahmmad dan mengikuti
sunnahnya?. Berangkatlah kamu sekalian bersama Nabimu ke surga”.
Setelah
itu, didatangkan Nabi Adam as. sedang di atas kepalanya ada mahkota dari
cahaya dan di hadapannya ada delapan ribu panji. Lantas ditanyakan : “Mana
orangorang yang telah berhaji dan berumrah?”. Adam as. adalah pemimpin mereka
menuju surga.
Kemudian didatangkan pula Nabi
Ibrahim as., sedang di hadapan Beliau ada dua puluh ribu panji. Lalu diserukan
: “Mana orang-orang yang suka kepada tamu dan suka berbuat baik kepada orang
asing?”. Ibrahimlah pemimpin mereka ke surga.
Selanjutnya
didatangkanlah Nabi Yusuf as., sedang di hadapannya ada sepuluh ribu panji.
Kemudian diserukan : “Mana orang-orang yang tidak menuruti keinginan hawa
nafsunya ketika mampu melampiaskannya?”. Nabi Yusuflah pemimpin mereka ke
surga.
Selanjutnya didatangkan pula Nabi Ya’kub
as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka berbuat kebajikan kepada
tetangga-tetangga mereka?”. Nabi Ya’kublah pemimpin mereka ke surga.
Kemudian
dihadapkan Nabi Musa as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang berani
mengatakan yang hak demi keridhaan Allah Taala semata?”. Nabi Musalah pemimpin
mereka ke surga.
Berikutnya, Nabi Harun as.
dibawa menghadap, lalu diserukan : “Mana orang-orang yang berlaku adil ketika
menjadi pemimpin?”. Nabi Harunlah pemimpin mereka ke surga.
Sesudah
itu, didatangkan pula Nabi Ayyub as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang
bersabar di kala menghadapi penyakit dan bencana?”. Nabi Ayyublah pemimpin
mereka ke surga.
Kemudian didatangkan pula
Abubakar Assiddiq ra., sedang di atas kepalanya terpasang mahkota dari cahaya,
dengan berpakaian sutera halus dan sutera tebal. Lantas diserukan : “Mana
orang-orang yang siddig?”. Abubakariah pemimpin mereka ke surga.
Setelah
itu, Umar bin Khattab ra., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka
menyuruh kepada kebajikan dan melarang dari kemunkaran?”. Lmariah pemimpin
mereka ke surga.
Berikutnya, Utsman bin Affan ra.
dibawa menghadap, lalu diserukan : “Mana orangorang yang tidak melakukan
perbuatan maksiat karena malu kepada Allah?”. Utsmanlah pemimpin mereka ke
surga.
Kemudian didatangkan pula Ali bin Abi
thalib ra., Jalu diserukan : “Mana orang-orang yang berperang di jalan Allah
?”. Allah pemimpin mereka ke surga.
Selanjutnya
dihadapkan pula Hasan dan Husein ra. lalu diserukan : “Mana orangorang yang
teraniaya dan terbunuh dalam mentaati Allah?”. Mereka berdualah sebagai
pemimpin mereka ke surga.
Setelah itu, dihadapkan
sahabat Muaz bi Jabal ra., lalu diserukan : “Mana para fukaha?”. Muazlah
pemimpin mereka ke surga.
Selanjutnya dihadapkan
pula sahabat Bilal Alhabsyi ra., lalu diserukan : “Mana para tukang azan?”.
Bilallah pemimpin mereka ke surga. (Tafsir Attaisir).
Dalam
sebuah hadis disebutkan :
Artinya : “Barangsiapa
menyakiti seorang mukmin berarti telah menyakiti aku, dan barangsiapa
menyakiti aku berarti telah menyakiti Allah Taala: dan barangsiapa menyakiti
Allah Taala maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka”.
Yakni,
berganti tempat dari surga ke neraka.
Apabila
telah bangkit hari kiamat, maka orang yang teraniaya akan menggandoli orang
yang menganiayanya, dan orang yang bersengketa akan menggandoli seterunya,
sambil mengatakan : “Di antara aku dan kamu ada Yang Mahaadil dalam
hukum-Nya”. Orang-orang zalim itu akan mengetahui apa yang diperlakukan
terhadap mereka ketika sebagian dari kebaikan-kebaikan mereka diambil lalu
diserahkan kepada orang-orang yang pernah mereka zalimi. (Demikian tersebut di
dalam Zubdatul Wa’izhin)
(Diceritakan) dari
sahabat Bila! ra., katanya : “Dahulu, kami pernah berada bersamaSama
Rasulullah saw. di rumah sahabat Abubakar Assiddig ra., di Mekah. Tiba-tiba
ada yang mengetuk pintu. Maka saya pun keluar, dan ternyata ada seorang
laki-laki Nasrani. Dia bertanya : “Apakah di sini ada Muhammad bin
Abdullah?”.
Orang itu saya persilakan masuk.
Kemudian dia berkata : “Ya Muhammad, Tuan mengaku bahwa Tuan adalah utusan
Allah. Kalau memang benar demikian, tolonglah Saya menghadapi orang yang telah
menganiayaku”.
“Siapakah yang menganiayamu?”.
Tanya Rasulullah.
“Abujahal bin Hisyam,”,
jawabnya. “Dia telah merampas hartaku”.
Maka
bangkitlah Rasulullah saw. ketika itu, waktu sudah tengah hari.
Bilal
meneruskan ceritanya :
Kami berkata kepada Beliau
: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Abujahal saat ini masih tidur siang. Hal itu
akan memberatkan dia. Dan kami kuatir dia akan marah kepada Baginda dan
menyakiti Baginda”.
Namun Beliau tidak
memperdulikan perkataan kami. Beliau tetap pergi kepada Abujahal dan mengetuk
pintu rumah Abujahal dengan marah. Kemudian keluarlah Abujahal dengan marah
pula. Ternyata yang berdiri di pintunya adalah Rasulullah saw. Maka Abujahal
berkata dengan nada lunak : “Silakan masuk. Tidakkah sebaiknya Anda suruh
orang saja kepadaku, supaya saya datang kepadamu?”.
Rasulullah
saw. berkata : “Engkau talah merampas harta orang Nasrani ini ?. kembalikan
kepadanya hartanya itu!”.
“Untuk inikah Anda
datang?” Kata Abujahal. “Sekiranya anda menyuruh seseorang kepadaku, saya
pasti akan mengembalikan hartanya kepadanya”.
“Jangan
berlama-lama”, tegas Rasulullah. “Cepat serahkan hartanya kepadanya”.
Lantas
Abujahal berkata kepada budaknya : “Keluarkan semua yang telah aku ambil dari
dia, dan kembalikan kepadanya”.
Rasulullah
bertanya : “Hai laki-laki, apakah semua hartamu telah engkau terima
semuanya?”.
Lelaki Nasrani itu menjawab : “Ya,
kecuali sebuah keranjang”. Keluarkan keranjang itu”, perintah Rasulullah
kepada Abujahal. Maka dia pun mencari keranjang itu di dalam rumahnya, namun
tidak ditemukannya. Maka Abujahal pun lalu menyerahkan sebuah keranjang yang
lain kepada orang Nasrani itu, yang lebih baik daripada keranjang miliknya
itu.
Kemudian istri Abujahal berkata kepada
suaminya : “Demi Allah, engkau benar-benar telah merendahkan diri kepada anak
yatim Abu Thalib!”.
Abujahal menjawab :
“Seandainya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, pasti engkau tidak akan
berkata demikian!”.
“Apa yang engkau ketahui?”.
Tanya perempuan itu.
Suaminya menjawab: “Engkau
jangan membikin aku malu di tengah-tengah kaumku. Aku melihat di kedua pundak
Muhammad dua ekor singa. Tiap kali aku hendak mengatakan : “Takkan aku
berikan”, maka keduanya hampir menerkam aku. Oleh karena itu, aku pun
menurut”.
Bilal melanjutkan ceritanya :
“Setelah
orang Nasrani itu menyaksikan apa yang dialami oleh Abujahal, maka berkatalah
dia: “Ya Muhammad, sungguh Tuan adalah seorang utusan Allah, dan agamamu
adalah benar”. Kemudian dia pun masuk Islam, dan baik Islamnya, dengan berkat
karena menolong yang teraniaya. (Zubdatul Wa’izhin)
29. PENJELASAN TENTANG KEADAAN-KEADAAN MANUSIA PADA HARI KIAMAT
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan
berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu)
datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim : “Ya Tuhan
kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu
yang sedikit, niscaya kami mematuhi seruan Engkau, dan akan mengikuti
rasul-rasul”, (kepada mereka dikatakan), “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu
(di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa.
Dan kamu telah
berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka
sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka
dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan”. (QS. Ibrahim : 4445)
Tafsir
:
(. ) Dan berikanlah peringatan kepada manusia,
Hai Muhammad.
(. ) tentang hari datangnya
azab kepada mereka. Maksudnya, hari kiamat atau hari kematian. Karena itu
merupakan permulaan dari hari-hari azab mereka. Dan kata adalah
maf’ul tsani dari kata .
(.
) maka berkatalah orang-orang yang zalim, dengan melakukan perbuatan syirik
dan dusta.
(. ) Oh Tuhan kami,
beri tangguhlah kami, walaupun dalam waktu yang sedikit. Akhirkanlah azab dari
kami dan kembalikanlah kami ke dunia, lalu beri tanghuhlah kami walaupun
sampai batas waktu yang dekat. Atau, tundalah ajal kami dan biarkanlah kami
hidup sekedar untuk beriman kepada-Mu dan memenuhi seruan-Mu.
(.
) niscaya kami akan memenuhi seruan Engkau dan mengikuti rasul-rasul. Ini
adalah jawaban dari amr (. ). Adapun yang serupa dengan ayat
ini adalah firman Allah dalam ayat lain, yang artinya : “Mengapakah Engkau
tidak menanggur. kan aku sampai waktu yang dekat, maka aku dapat bersedekah
dan menjadi orang yarg saleh”.
Bukankah kamu telah bersumpah dahulu di duma) bahwa sekali-kali kamu tdak akan
binasa?”. Maksudnya : dikatakan kepada mere. ka seperti itu adalah sebagai
jawaban atas pertanyaan mereka. Sedang kata . adalah jawab sumpah
(jawabul gasam) yang disampaikan dengan lafaz khitab untuk penyesuaian, dan
bukan hikayat. Artinya : Kamu telah bersumpah bahwa kamu akan hidup kekal di
dunia, tidak akan binasa karena maut.
dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya
diri mereka sendiri. Yaitu dengan kekufuran dan kemak. siatan, seperti kaum Ad
dan kaum Tsamud.
dan
telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka, dengan
apa-apa yang kamu saksikan di tempat-tempat kediaman mereka, yaitu bekas-bekas
dari bencana yang telah menimpa mereka, dan berita-berita mengenai mereka yang
tersebar luas di kalangan kamu sekalian.
dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan, dan hal ihwal mereka.
Yakni, Kami telah terangkan kepadamu bahwa kamu serupa dengan mereka dalam
soal kekafiran dan kepantasan untuk diazab, atau sifat-sifat dari apa yang
telah mereka lakukan dan yang sepantasnya diperlakukan terhadap mereka, yang
dalam hal keganjilannya adalah ibarat perumpamaan-perumpamaan yang telah
diberikan. (Qadhi Bajdhawi).
Dari sahabat Anas
ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku satu kali, maka Allah akan
merahmatinya sepuluh kali. Barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku sepuluh
kali maka Allah akan merahmatinya seratus kali. Dan barangsiapa mengucapkan
salawat kepadaku seratus kali, maka Allah akan mencatatkan di antara kedua
matanya dua kebebasan: kebebasan dari nifak dan kebebasan dari neraka. Dan
Allah akan menempatkannya kelak pada hari kiamat bersama orang-orang yang mati
syahid”. (Hayatul Qulub)
Dan diriwayatkan dari
sahabat Abu Hurairah ra., katanya: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya
: “Pada han kiamat kelak, manusia akan dibangkitkan ke dalam tiga jenis. Jenis
pertama berjalan kaki, yang kedua berkendaraan, dan yang ketiga berjalan di
atas wajah meraka. Seseorang bertanya . Ya Rasulullah, bagaimana mereka
berjalan di atas wajah mereka?.
Beliau menjawab :
Sesungguhnya Allah yang menjalankan mereka dengan kaki mereka, dapat pula
menjalankan dengan wajah mereka. Adapun mereka turun dengan cepat di atas
wajah mereka dari tempat yang tinggi dan batu karang”. (HR. Tirmizi)
Adapun
para pejalan kaki ialah orang-orang yang berdosa dari kalangan kaum mukminin.
Yang naik kendaraan ialah orang-orang yang bertakwa Assabigun, yang tidak
memiliki perasaan kuatir dan sedih di dalam hati mereka. Sedangkan orang-orang
yang berjalan di atas wajah mereka ialah kaum yang kafir.
Dan
boleh jadi pula, manusia terpecah ke dalam tiga golongan : satu golongan
adalah dari kaum muslimin, yaitu mereka yang berkendaraan. Dan dua golongan
lainnya adalah dari kaum yang kafir. Salah satunya adalah orang kafir yang
sombong, congkak lagi pembangkang, yang tidak sudi menerima nasehat. Mereka
ini dibangkitkan di atas wajah-wajah mereka. Sedang para pengikut mereka
berjalan kaki. (Alhadis)
Sabda Nabi saw., yang
artinya : “Orang-orang yang berpengharapan dan merasa takut yang akan datang
nanti ialah orang-orang awam dari kaum mukminin, yang mencampur adukkan antara
perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Mungkin mereka ialah orang-orang
yang melakukan perbuatan maksiat. Dan mereka ini termasuk golongan yang
pertama. Sedang golongan yang kedua, yaitu yang berkendaraan, yang bergegas
menuju kepada apa yang telah disediakan buat mereka di dalam surga. Mereka itu
ialah orang-orang yang telah menjauhi perkara-perkara yang syubhat. Boleh jadi
mereka itulah yang disebut Assabigun. (Ibnu Malik)
Para
ulama telah sepakat atas sebuah riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya
: “Manusia akan dibangkitkan dalam tiga cara : orang-orang yang
berpengharapan, orang-orang yang ketakutan, dua orang di atas satu unta, tiga
orang di atas seekor unta, empat orang di atas seekor unta, dan sepuluh orang
di atas seekor unta”.
Bilangan-bilangan ini
adatah rincian dari tingkatan-tingkatan mereka secara kiasan dan perumpamaan.
Orang yang tinggi tingkatannya, lebih sedikit sekutunya (dalam menunggangi
unta), serta lebih cepat dan lebih dahulu mencapai surga.
Kalau
anda tanyakan, naiknya dua orang dan lain-lain yang semisalnya itu, caranya
bersama-sama atau bergantian?. Maka saya jawab : Dengan cara bergiliran.
Tetapi lebih utama diartikan dengan cara bersama-sama. Sebab cara bergiliran
itu tidak dapat diartikan dua atau tiga orang secara bersama-sama di atas
seekor unta.
Adapun disebutkannya bilangan
sepuluh secara khusus, tidak lain adalah sebagai tanda bahwa sepuluh itu
merupakan bilangan pengendara terbanyak di atas seekor unta. Dan unta yang
sanggup mengagumkan. Seperti unta Nabi Saleh as. yang kuat mengangkut beban
yang tidak sanggup diangkut oleh unta-unta yang lain. Sedang tidak
disebutkannya bilangan lima, enam dan seterusnya sampai sepuluh, hanyalah
untuk mempersingkat saja. Dan juga, di antara orang-orang yang disebutkan di
atas tidak disebutkan adanya seseorang yang menunggang unta sendirian saja.
Hal ini karena yang dimaksudkan memang bukan orang khawas, tetapi orang
biasa.
Tetapi itu mungkin juga merupakan
tingkatan para nabi atau para wali. Sedang manusia lainnya digiring api, yaitu
golongan ketiga. Yang dia tidur siang sebagaimana mereka tidur. Bermalam
seperti mereka, berpagi seperti mereka, bersore seperti mereka. Maksudnya,
bahwa api senantiasa menyertai golongan ini dalam segala keadaan mereka.
Inilah orang-orang kafir.
Sebagian pensyarah ada
yang mengatakan : penghimpunan ini terjadi menjelang hari kiamat. Selagi masih
hidup, menuju ke Syam. Karena adanya kaitan, yaitu mereka tidur siang dan
bermalam. Sebab hal seperti ini tentu hanya terjadi di dunia. Dan juga manus a
diangkatkan dari dalam kubur tiada beralas kaki, tidak disifati dengan naik
kendaraan atau saling bergantian naik kendaraan. Dan ini adalah tanda terakhir
akan terjadinya kiamat, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis: “Dan akhir
dari semua itu adalah api yang muncul dari dasar jurang Aden, yang menghalau
manusia ke tempat penghimpunan mereka”.
Namun
sebagian yang lain mengatakan, bahwa penghimpunan itu terjadi sesudah hari
kebangkitan (kiamat). Karena, apabila penghimpunan itu disebutkan secara mut
ak maka pengertiannya diarahkan kepada saat sesudah mati. Dan pendapat inilah
yang dpi. lih oleh Imam Atturbusyi, karena hadis di atas yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra berbunyi : Manusia akan dihimpun ke dalam tiga kelompok
…. dst. sampai akhir hadis.
Adapun orang zalim,
maka berdasarkan riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra dar Nabi saw. dalam
sebuah hadis yang Beliau riwayatkan dari Tuhannya Yang Mahatinggi bahwa Dia
berfirman : ,
Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku,
sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezal man atas diri-Ku dan atas
hamba-hamba-Ku, maka janganlah kamu saling menzalimi. (HR. Muslim dan
Attirmizi)
Maksud hadis ini ialah, bahwa
sesungguhnya Aku Mahasuci dan Mahatinggi dan berlaku aniaya.
Dan
dari sahabat Jabir ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Hindarilah olehmu kezaliman, karena kezaliman itu merupakan kegelapan di
hari kiamat. Dan hindarilah olehmu kekikiran, karena kekikiran itu telah
membinasakan umat sebelum kamu. Dia telah menyebabkan mereka menumpahkan darah
sesama mereka dan menganggap halal kehormatan-kehormatan mereka”.
Al
Qadhi Iyadh berkata : “Hadis ini diartikan menurut zahirnya, yakni kezaliman
itu akan menjadi kegelapan bagi pelakunya, dia tidak akan mengetahui jalan
pada han kiamat, pada saat cahaya orang-orang mukmin memancarkan di hadapan
dan di sebelah kanan mereka. Tetapi kegelapan di sini bisa juga diartikan,
kesusahan-kesusahan. Sedangkan maksud sabda Nabi saw., yang artinya : “…
karena kikir itu telah membinasa-kan di sini ialah kebinasaan yang telah
diberitakan, baik di dunia maupun di akhirat”.
Dan
segotongan ulama ada pula yang mengatakan, bahwa makna Asy Syuhhu itu adalah
kikir, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa Asy Syuhhu itu ialah tamak
terhadap sesuatu yang bukan miliknya, sedang Al Bukhlu ialah tamak terhadap
sesuatu yang menjadi miliknya.
Dan dari sahabat
Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya, baik menyangkut kehormatannya
atau sesuatu yang lam, maka hendaklah dia meminta maaf kepadanya han im.
sebelum tiba saat yang ketika itu sudah tidak ada lagi dinar maupun dirham
Kalau dia mempunyai amal saleh maka amalnya itu diambil sebagian selimbang
dengan penganiayaannya ilu Dan seandainya dia tidak mempunyai kebaikan, maka
sebagian keburukan kawannya itu diambil, lalu dibebankan kepadanya”. (HR.
Bukhari dan Attirmizl)
Kalau Anda mengatakan, imi
bertentangan dengan firman Allah Taala yang artinya ‘ (Dan seseorang tidaklah
menanggung beban dosa orang iain). maka kami jawab : “Orang yang zalim itu
sebenarnya dibalas sesuai dengan kezalmannya. Adapun diambilnya sebagian dan
keburukan-keburukan orang yang teraniaya itu, tidak lain adalah untuk
menngankan dia dan demi keadilan. Jadi. maksud ayat ini, bahwasanya kalau
seseorang berkata kepada yang lam : “Aku tanggung dosamu”, maka dia tidak akan
dihukum dengan dosa itu di akhirat kelak.
Al
Fagih Abul Laits berkata : “Tidak ada dosa yang tebih besar daripada perbuatan
yang zalim. Karena dosa (yang lain) itu, kalau terjadi antara kamu dengan
Allah Taala, maka sesungguhnya Allah Taala Maha Pemurah untuk memaafkan kamu.
Akan tetapi, jika dosa-dosa itu terjadi di antara kamu dengan sesama manusia,
maka tidak ada jalan lan kecuali meminta kerelaan seterumu. Maka bagi para
penganraya sepatutnya dia meminta ampun dan bertobat dari perbuatan aniaya itu
dan meminta maaf kepada orang yang telah dianiayanya di dunia ini juga Apabila
hal itu tidak bisa dilakukannya. maka sepatutnya dia memohonkan ampunan bag:
orang yang telah dianianya itu dan mendoakannya. Karena dengan demikian,
diharapkan dia bersedia memaafkan.
Dan Maimun bin
Mahran, bahwa jika seorang laki-laki menganiaya orang lain, maka jika dia
ingin meminta maaf kepadanya. namun tidak sempat dan tidak bisa melakukannya,
lalu dia memohonkan ampunan untuk orang itu setiap habis salat fardhu, maka
dia Insya Allah bisa tertepas dari penganiayaannya.
Seorang
yang lain berkata : “Kezaliman itu ada tiga macam : kezahman yang diampuni
oleh Allah Taala, jika Dia menghendaki. Kezaliman yang tidak diampuni Allah
Taala, dan kezaliman yang bakal diadili oleh Allah Taala.
Adapun
kezaliman yang diampuni Allah ialah kezafiman yang terjadi antara manusia
dengan Tuhan mereka, sepert: meninggalkan salat, puasa, zakat, hay dan
melakukan perkara-perkara haram. Adapun kezaliman yang tidak diampuni oleh
Allah ialah syirik, sebagaimana diliimankan Allah Taala di dalam surah Annisa
:
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syink, dan Dia mengampuni semua dosa yang selain (syink) itu,
bagi Siapa yang dikehendaki-Nya”
Ayat ini
merupakan dalil bahwa, orang yang telah melakukan dosa besar, bila dia mati
sebelum bertobat. maka dia benar-benar dalam ketentuan kehendak Ilahi. jika
Allah menghendaki, maka Dia akan memaalkannya dan memasukkannya ke surga
dengan kemurahan-Nya. Tetapi jika Dia menghendaki, bisa juga Dia mengazabnya.
kemudian memasukkannya ke dalam surga dengan rahmat-Nya dan kebajikan-Nya.
karena Allah Taala telah menjanjikan ampunan bagi selai syink. Sedangkan
synik, maka dia memang penyebab kekal di dalam neraka.
Adapun
kezaliman yang benar-benar akan diadili oleh Allah Taala talah kezaliman
manusia di antara sesama mereka. Seperti : mengumpat, menggunjing,
mengadudomba, membunuh orang tanpa alasan yang benar. Memakan harta haram,
memukul, mencela dan hak-hak manusia yang lain.
Nasehat
yang baik :
Diceritakan, bahwa Ad mempunyai dua
orang putera, yang satu bernama Syadad dan yang lain bernama Syadid.
Kedua-duanya menjadi raja dengan cara paksa. Namun Syadid kemudian mati, maka
Syadadlah yang akhirnya menguasai dunia.
Syadad
pernah membaca kitab-kitab suci, karenanya dia mendengar cerita tentang surga.
Lantas dia berkata : “Saya akan membuat di dunia, seumpama surga di Muka
bumi”. Kemudian dia mengajak raja-raja lain berunding, katanya : “Sesungguhnya
aku Ingin membangun surga yang diceritakan Allah Taala di dalam Kitab-Nya”.
Maka
raja-raja yang lain berkata : “Urusan ini terserah kepada paduka, karena dunia
ini seluruhnya berada dalam kekuasaan paduka”.
Lalu
dia memerintahkan kepada mereka supaya mengumpulkan emas dan perak dari timur
dan barat. Kemudian mereka kumpulkan ahli-ahli bangunan. Ada tiga ratus orang
ahli bangunan yang mereka pilih, yang masing-masing membawahi seribu orang
tukang.
Mereka berkeliling selama sepuluh tahun
untuk mencari lokasi yang tepat. Akhirnya mereka menemukan sebuah daerah yang
tanahnya sangat subur, yang banyak ditumbuhi pepohonan dan dialiri oleh
sungai-sungai. Lalu mulailah mereka membangun surga, satu farshakh demi satu
farsakh, berupa bata yang terbuat dari emas dan bata yang terbuat dari perak.
Setelah surga itu mereka bangun, maka mereka alirkan di sana sungai-sungai dan
mereka tanami pohon-pohon yang batangnya dari perak, sedang
ranting-rangtingnya dari emas. Dan mereka bangun pula di sana
mahligai-mahligai yang terbuat dari permata yagut merah dan batu pualam putih,
dan mereka gantungkan berlian dan yagut pada dahan-dahan pepohonan tersebut.
Kemudian mereka taburkan intan-intan dan mutiaramutiara di dalam
sungai-sungainya, serta minyak misik dan ambar di tepi antara sungaisungai dan
pohon-pohon itu.
Ketika pembangunan surga (versi
Syaddad) itu telah selesai dengan sempurna, maka mereka suruh orang untuk
memberitahukan kepada Syadad bahwa surga itu telah selesai. Maka, berangkatlah
Syaddad menuju ke surga itu dengan semua warga kerajaannya. Dalam pembangunan
surga itu dahulu, raja-raja dan pembantu-pembantu Syaddad merampasi emas dan
perak secara zalim, sehingga tidak ada sedikit pun emas dan perak yang tersisa
kecuali seberat dua dirham terkalung di leher seorang anak yatim yang masih
kecil, dan itu pun mereka rampas pula darinya. Maka anak kecil itu mengangkat
wajahnya ke langit seraya berdoa : “Tuhanku, Engkau mengetahui apa yang telah
dilakukan oleh Orang-orang yang zalim ini kepada hamba-hamba-Mu yang laki-laki
maupun yang perempuan, maka selamatkaniah kami, oh Tuhan Yang Maha Penolong
kepada orang-orang meminta pertolongan”.
Doa anak
yatim itu diamini oleh para malaikat di langit. Maka Allah Taala lalu mengirim
malaikat Jibril as. ketika perjalanan Syaddad dan rombongannya masih berjarak
sehari semalam perjalanan dari surga itu, Jibril berteriak dari angkasa. Maka
seketika itu juga, binasalah mereka semua sebelum sempat memasuki surga itu.
Maka tidak ada tersisa seorang pun dari mereka, baik yang kaya, miskin maupun
raja, semuanya binasa, disebabkan oleh doa anak yatim yang teraniaya itu.
(Zubdatul Wa’izhin)
Ketahuilah wahai saudara, apa
yang telah saya katakan kepada Anda. Janganlah Anda berjalan menuju pintu
raja-raja, sebab perbuatan itu, jika bukan karena darurat, ia merupakan
kegelapan dan seperti melakukan perbuatan maksiat. Karena perbuatan itu sama
dengan merendahkan diri dan memuliakan mereka. Padahal Allah Taala telah
memerintahkan supaya kita berpaling dari mereka. Sebagaimana disebutkan di
dalam firman-Nya :
Artinya : “Maka menghindarlah
dan orang-orang yang berpaling dan penngatan Kami dan dia tidak menginginkan
selam kehidupan dunia”
Dan benalan ke pintu
raja-raja itu berarti juga memperbesar jumlah mereka dan membantu mereka dalam
kezalman. Dan jika perbuatan itu dengan maksud untuk meminta harta mereka,
maka itu berarti mencan harta haram. Padahal Nabi saw. telah bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa merendahkan dini kepada orang kaya karena kekayaannya, maka
hilanglah dua pertiga agamanya”.
Ini terhadap
orang kaya yang saleh, apalagi terhadap orang kaya yang zalim.
Nabi
saw. mengatakan demikian karena manusia itu tergantung pada hati, lidah dan
dinnya. Apabila dia merendahkan din kepada orang kaya dengan din dan lidahnya,
maka hilangiah dua periga agamanya. Kemudian, kalau dia juga meyakini
keutamaan orang kaya itu dengan hatinya sebagaimana dia telah merendahkan din
dengan lidah dan dinnya, maka lenyaplah agamanya seluruhnya.
Jadi
kesimpulannya, seluruh gerak dan diammu dengan anggota-anggota badanmu adalah
tergantung kepadamu. Maka janganlah Anda menggerakkan satu pun dan
anggota-anggota badan Anda itu untuk mendurhakai Allah, sebaliknya, gunakanlah
semuanya itu untuk mentaati-Nya.
Dan ingatlah,
bahwa apabila Anda lalai dalam memelihara diri, maka kepada Anda sendinlah
kembali akibatnya, yakni hukumannya. Dan apabila Anda waspada, maka kepada
Anda juga kembali buah dan ganjarannya. Sedang Allah Taala sama sekali tidak
butuh kepada Anda dan amal Anda. Sesungguhnya setiap orang bertanggungjawab
atas apa yang diperbuatnya.
Dan jangan sekali-kali Anda mengatakan
bahwa, Allah itu Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Dia mengampuni dosa-dosa
orang yang bermaksiat. Karena, sekalipun perkataan tersebut benar, tetapi
tidak boleh ditujukan untuk hal-hal yang saiah. Orang yang mengatakan
demikian, apabila dia mengatakan itu sesuai dengan keadaan dinnya, maka dia
dicap orang tolol, berdasarkan sabda Nabi saw. :
Artinya :
“Orang yang cerdik (yakni orang yang berakal lagi cerdas) ialah orang yang
menundukkan nafsunya (mengalahkan nafsunya), dan menyiapkan din untuk hidup
sesudah mati. Sedangkan orang yang tolol ialah orang yang menurutkan hawa
nafsunya (yakni Syahwatnya), dan mengangankan dari Allah bermacam-macam angan.
(Yakni harapan lanpa usaha).
Ketahuilah bahwa, perkataannya
ini adalah seperti perkataan orang yang ingin menjadi seorang fakih lagi alim
dalam ilmu-ilmu agama, tetapi dinnya sibuk dengan kebatlan. Dan seperti orang
yang menginginkan harta tetapi tidak mau bertani, berdagang dan berusaha.
(Bidayatul Hidayah oleh Imam Alghazali).
30. PENJELASAN TENTANG AMPUNAN BAGI ORANG YANG BERTOBAT
Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang
pedih”. (QS. Ahhijr : 49-50)
Tafsir:
(.
) Katakanlah kepada hamba-hambaKu, bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang
pedih. Ayat ini merupakan kesimpulan dari janji dan ancaman yang terdahulu dan
penegasan mengenainya.
Dalam penyebutan ampunan
di dalam ayat tersebut merupakan dalil bahwa, yang dimaksud dengan orang yang
bertakwa itu bukanlah orang yang menghindari dosa seluruhnya, baik dosa besar
maupun dosa kecil. Dan dengan mensifati diri-Nya dengan sifat Pengampun dan
Penyayang, dan bukan Penyiksa, maka itu merupakan penegasan dan pemantapan
janji tersebut.
Adapun sebab diturunkannya ayat
ini adalah berkenaan dengan suatu kejadian :
Artinya
: “Bahwasanya Nabi saw. keluar menemui sahabat-sahabatnya, sedang mereka
tengah tertawa, maka Beliau bersabda : “Masih tertawa jugakah kamu, sedang di
hadapan kamu ada neraka?” Maka datanglah Jibril as. lalu berkata : “Tuhanmu
berfirman kepadamu : “Ya Muhammad, janganlah engkau membuat putus asa
hamba-hamba-Ku. Karena sesungguhnya Aku Maha Pengampun terhadap dosa-dosa
mereka dan Maha
Pengasih terhadap mereka”.
(Uyun)
Rasulullah saw barsabda :
Artinya
: “Ingatlah, aku akan memberitahukan kepadamu orang yang paling kikir
Ingatlah, aku akan memberitahukan kopadamu orang yang palng lamah (maksudnya.
yang paling lemah dalam moncan rahmat dan ampunan dongan jalan membaca salawat
atasku), Yaitu orang yang aku disebut di sisinya, namun dia lidak bersalawat
kepadaku”
Ya Allah, Iimpahkanlah salawat dan
salam kepada Muhammad, sahabat Jan keluarganya, serta kepada seluruh nabi dan
rasul.
Dari hadis ini diketahui bahwa, tidaklah
seseorang meninggalkan pembacaan salawat kepada Nabi saw. setiap kali
disebutkan nama Beliau di sisinya kecuali hanya orang yang lemah dan tidak
memperoleh kebaikan sama sekali.
Rasulullah saw.
bersabda :
Artinya : “Seandainya seorang mukmin
mengetahui hukuman yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang
berharap dapat memperoleh surganya. (Di sini terdapat keterangan berapa banyak
hukuman Allah, supaya jangan ada seorang mukmin pun yang terperdaya dengan
adanya rahmat Allah itu, sehingga dia merasa aman berbuat dosa)” Dan
seandainya orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah (yakni jika
dia tidak memperhatikan hukuman-Nya), niscaya tidak ada seorang pun yang
berputus asa dari memperoleh rahmat-Nya. (Disini terdapat penjelasan tentang
berapa banyak rahmat Allah, supaya tidak ada seorang kafir pun yang takut
beriman setelah bertahun-tahun lamanya dalam kekatiran).
Maka
hendaklah orang senantiasa memiliki perasaan yang takut dan harap kepada
Allah. Karena takut dan harap itu bagaikan sayap bagi seorang mukmin, yang
dengan keduanya itu dia akan sampai kepada apa yang dia harapkan dari Allah
Taala, dan aman dari siapa pun yang dia takuti.
Lukman
pernah berkata kepada anaknya : “Hai anakku, berharaplah kepada Allah dengan
suatu harapan yang engkau tidak merasa aman dari makar-Nya. Dan takutlah
kepada Allah dengan takut yang engkau tidak berputus asa dari rahmat -Nya”.
Alfagih
Abul Laits ra. berkata : “Tanda takut kepada Allah itu nampak pada delapan
perkara :
Pertama, nampak pada lidahnya, dengan
mencegah Iidahnya dan berdusta. Menggunjing dan berbicara yang tiada berguna,
serta menjadikan lidahnya sibuk dengan Zikrilah, membaca Alquran dan
mendiskusikan ilmu.
Kedua, takut kepada Allah
dalam masalah perutnya, dengan tidak memasukkan ke dalam perutnya kecuali
makanan yang halal dan sedikit. Dan dari makanan yang halal itu dia hanya
makan secukupnya saja.
Ketiga, takut kepada Allah
dalam masalah matanya. dengan tidak menggunakannya Untuk memandang yang haram
atau memandang kepada dunia dengan pandangan cinta, tetapi memandangnya untuk
diambil pelajaran.
Keempat, takut kepada Allah
dalam masalah tangannya, dengan tidak mengulurkan tangannya kepada yang haram,
tetapi mengulurkannya kepada sesuatu yang memuat ketaatan.
Kelima,
takut kepada Allah dalam masalah kedua kakinya, dengan tidak menggunakannya
untuk berjalan kepada perbuatan maksiat kepada Allah Taala, tetapi berjalan
dalam mentaati-Nya.
Keenam, takut kepada Allah
dalam masalah hatinya, dengan jalan mengeluarkan dari dalam hatinya
permusuhan, kebencian dan dengki terhadap sesama saudara, dan memasukkan ke
dalamnya nasehat dan belas kasih kepada sesama kaum muslimin.
Ketujuh,
takut kepada Ailah dalam masalah taatnya, dengan jalan menjadikan ketaatannya
semata-mata demi keridaan Allah Taala semata, dan takut kepada sifat riya dan
nifak.
Kedelapan, takut kepada Allah dalam
masalah pendengarannya, dengan tidak mendengarkan selain kebenaran.
(Saniyah)
Imam Al Gusyairi, semoga Allah
mensucikan hatinya, berkata :
Setelah Allah
menyebutkan berita tentang orang-orang yang bertakwa pada ayat sebelum ayat
ini, yaitu :
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada di dalam taman) taman dan
(dekat) mata air-mata air
Karena ketinggian
derajat mereka itu, maka mereka tidak mengetahui betapa hancurnya hati
orang-orang yang durhaka. Maka Allah Taala lalu berfirman kepada Nabi-Nya :
“Beritahukanlah kepada hamba-hamba-Ku yang durhaka, bahwa sesungguhnya Aku
Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”. Yakni : Jika Aku Maha Berterima kasih lagi
Maha Pemurah kepada orang-orang yang taat, maka sesungguhnya Aku pun Maha
Pengampun lagi Maha Pengasih terhadap orang-orang yang durhaka.
Dan
disebutkan pula di dalam khabar yang disandarkan kepada Rasulullah saw. bahwa
Beliau bersabda : “Seorang lelaki diperintahkan supaya dimasukkan ke dalam
neraka. Kemudian ketika baru mencapai sepertiga jalan, orang itu menoleh : dan
ketika sampai separuh jalan, dia pun menoleh: dan ketika sampai dua pertiga
jalan, dia pun menoleh. Maka berfirmanlah Aliah Taala : “Kembalikanlah dia!”
Kemudian Allah menanyainya, firman-Nya : “Kenapa engkau menoleh?”. Orang itu
menjawab : “Ya Tuhanku, ketika aku sampai sepertiga jalan, aku teringat kepada
firman-Mu :
Artinya : “Dan Tuhanmu Yang Maha
Pengampun lagi memiliki kasih sayang”.
Maka aku
berharap, kalau-kalau Engkau mengampuni aku. Kemudian ketika aku sampai
separuh jalan, aku teringat firman-Mu:
Artinya :
“Dan siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah?”
Maka
aku pun berharap, kalau-kalau Engkau mengampuni aku. Kemudian ketika sampai
dua pertiga jalan, aku pun teringat kepada firman-Mu :
Artinya
: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah”.
Maka
aku pun semakin berharap.
Lantas Allah Taala
berfirman : “Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampunimu!”.
Maka
bagi orang yang berakal, hendaknya dia memohon ampun kepada Allah Taala atas
dosa-dosanya, dan menangis karena takut kepada Allah Taala, serta mengakui
kelalaian-kelalaiannya dan bertobat kepada-Nya. Sesungguhnya Aliah Taala Maha
Penerima Tobat. Dia tidak akan menolak orang yang bertobat dengan membawa
kekecewaan dari pintu-Nya.
Diceritakan, bahwa ada
seorang saleh yang sudah meninggal dunia diimpikan oleh orang, maka dia
ditanya tentang keadaannya. Dia menjawab : “Saya selamat setelah berjuang
keras”. Kemudian ditanyakan pula kepadanya : “Dengan amal apakah Anda
memperoleh keselamatan?”. Dia menjawab : “Dengan menangis karena takut kepada
Allah, dan banyak mengucapkan istighfar”. (Demikian tersebut di dalam Al
Khalishah)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Surga itu lebih dekat kepada
seseorang daripada tali sandalnya”.
Dan neraka
pun demikian juga, merujuk kepada yang disebutkan itu. Maksudnya, neraka itu
seperti surga daiam hal bahwa, dia lebih dekat kepada seseorang daripada tali
sandalnya. Adapun sebab surga dan neraka itu dikatakan demikian adalah karena
jalan untuk memasuki keduanya bersumber dari perbuatan orang itu sendiri,
yaitu amal saleh atau amal buruk. Dan amal itu lebih dekat kepadanya daripada
tali sandalnya. (Syarah Al Mashabih)
Adapun yang
dimaksud dengan “sebab” di sini adalah sebab lahiriah, karena Nabi saw. telah
bersabda :
Artinya : “Tidak seorangpun di antara
kalian yang dimasukkan ke dalam surga maupun diselamatkan dari neraka oleh
amalnya, dan aku pun tidak masuk surga karena amalku, tetapi karena rahmat
Allah Taala”.
Yakni, rahmat Allah-lah yang
memasukkan ke surga. Dan ini bukan dimaksudkan Untuk melecehkan arti amal,
tetapi agar orang jangan terperdaya dengan amalnya, dan Sebagai keterangan
bahwa amal itu sendiri baru terlaksana berkat karunia Allah.
Diriwayatkan
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : “Jibril baru saja keluar dan sisiku.
Dia mengatakan : “Ya Muhammad, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak
sebagai seorang nabi, bahwasanya ada seorang hamba di antara hamba-hamba
Allah, dia telah beribadat kepada Allah Taala selama lima ratus tahun di
puncak sebuah gunung yang dikelilingi laut. Lalu Allah mengeluarkan sebuah
mata air yang segar di kaki gunung
Itu, dan
sebatang pohon delima yang setiap hari mengeluarkan sebuah delima. Apabila
tiba waktu senja, maka turunlah hamba itu mengambil air wudu dari mata air
itu, dan memetik buah delima lalu memakannya. Kemudian dia melaksanakan
salat.
Hamba Allah itu memohon kepada Tuhannya
agar mencabut nyawanya dalam kea. daan sujud, dan tidak memberi jalan kepada
bumi atau lainnya untuk menyentuh tubunnya, sehingga kelak Allah
membangkitkannya tetap dalam keadaan sujud. Dan Allah memenuhi
permohonannya.
Jibril melanjutkan : “Kami
melewati orang itu apabila kami turun dan nark, sedang da masih tetap dalam
keadaan sujud. Namun kami dapati dia dalam ilmu Allah, bahwa ketika kelak dia
dibangkitkan oleh Allah Taala pada hari kiamat, lalu dihadapkan ke hadapan
Allah. Maka berfirmanlah Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi kepadanya :
“Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga dengan rahmat-Ku”.
Maka
orang itu menjawab : “Bahkan, karena amalku”.
Lantas
Allah Taala berfirman : “Timbanglah ibadat hamba-Ku ini dengan nikmat-Ku
kepadanya”. Dan ternyata setelah ditimbang, nikmat mata saja benar-benar telah
meliputi semua ibadatnya selama lima ratus tahun itu, dan tinggallah
nikmat-nikmat lain atasnya tanpa ada satu ibadat pun yang membandinginya. Oleh
karena itu, Allah lalu berfirman : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam
neraka!”.
Jibril melanjutkan ceritanya : “Maka
para malaikat pun lalu menyeretnya ke neraka. Hamba itu berseru : “Dengan
berkat rahmat-Mu aku mohon dimasukkan ke surga”.
“Kembalikan
dia kepada-Ku”, kata Allah.
Maka hamba itu
dihadapkan kembali ke hadapan Allah. Lalu Allah berfirman : “Hai hamba-Ku,
siapakah yang telah menciptakan engkau di kala engkau belum menjadi
apaapa?”
“Engkau, Ya Tuhanku”, jawab hamba
itu.
“Apakah itu karena amalmu atau karena
rahmat-Ku?”. Tanya Allah pula.
Hamba itu menjawab
: “Bahkan, karena rahmat-Mu”.
Allah bertanya lagi
: “Siapakah yang telah memberimu kekuatan untuk beribadat selama lima ratus
tahun, dan siapa pula yang telah memberi tempat kepadamu di sebuah gunung di
tengah laut, lalu mengeluarkan air yang segar di antara air yang asin, serta
mengeluarkan buah delima setiap malam. Padahal pohon itu hanya berbuah sekali
dalam setahun. Dan siapa pula yang mencabut nyawamu dalam keadaan
bersujud?”.
Hamba itu menjawab : “Engkau, Ya
Tuhanku”.
Allah berfirman : “Itu semua adalah
karena rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku pula, masuklah engkau ke surga”.
Nabi
saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya di hadapan kamu ada jalan mendaki,
yang tidak bisa dilewati oleh orang yang keberatan dosa, melainkan dengan
kesulitan yang besar.
Dan jalan mendaki itu ialah
keadaan-keadaan dahsyat sesudah mati, seperti alam kubur, kebangkitan, berdiri
di hadapan Allah Taala di Mahsyar, hisab, sirat dan timbangan. Dan barangsiapa
percaya dengan yakin akan terjadinya hal-hal ini, maka dia bisa mengurangi
beban-bebannya dengan cara mematuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya, serta dengan tidak mencintai dunia. Karena sedikit
dunia itu merupakan keuntungan murni bagi pemiliknya, dan merupakan sebab dari
ketinggian martabatnya serta menambah pahala-pahalanya.
Tidakkah
anda tahu mengenai sebuah peristiwa yang diriwayatkan dari sahabat Anas ra.
katanya : “Orang-orang fakir telah mengirim delegasi untuk menghadap kepada
Rasulullah saw. Setelah berhadapan, utusan itu berkata : “Ya Rasulullah, saya
adalah utusan orang-orang fakir kepadamu”.
“Selamat
atas kedatanganmu dan mereka yang telah mengutusmu”, sambut Nabi saw. “Engkau
datang dari kaum yang dicintai Allah”.
“Ya
Rasulullah”, kata utusan itu. “Orang-orang fakir itu mengatakan, bahwa
orang-orang kaya itu telah membawa kebatkan seluruhnya Mereka naik haji,
sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka bersedekah, sedang kami tidak
mampu melakukannya. Mereka memerdekakan budak, sedang kami tidak mampu
melakukannya Dan apabila mereka sakit, mereka mengirimkan simpanan mereka
karena harta mereka yang berlebih”.
Nabi saw.
menjawab : “Sampaikan dariku kepada orang-orang fakir itu, bahwasanya
barangsiapa bersabar dan ikhlas di antara kamu sekalian, maka dia akan
memperoleh tiga perkara :
Pertama, bahwa di dalam
surga ada tempat-tempat tinggi yang terbuat dari permata yagut merah,
dipandang oleh penghuni surga sebagaimana halnya penghuni dunia ini memandang
kepada bintang-bintang. Tempat-tempat itu tidak akan dimasuki kecuali oleh
seorang nabi, atau seorang syahid, atau seorang mukmin yang fakir.
Kedua,
orang-orang fakir itu akan masuk surga setengah hari (yang sama dengan Ima
ratus tahun waktu dunia) mendahului orang-orang kaya. Sedang Sulaiman bin Daud
as. baru masuk surga empat puluh tahun sesudah masuknya nabi-nabi yang lain.
Ini karena kerajaan yang telah diberikan Allah kepadanya.
Ketiga,
apabila seorang fakir mengucapkan : “Subhanallah, waihamdu lillah, walaa
ilaaha illallaah, wallaahu akbar’, maka dia akan memperoleh sesuatu yang tidak
diperoleh orang kaya, sekalipun orang kaya itu menafkahkan uangnya sepuluh
ribu dirham. Dan begitu pula amai-amal kebajikan lainnya.
Maka
pulanglah utusan itu menemui kawan-kawannya, lalu memberitahukan hal itu
kepada mereka. Maka mereka pun menjawab : “Kami rida, Ya Tuhan”. (Tanbihul
Ghafilin)
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Wahai manusia, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, karena sesungguhnya
aku sendiri pun bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali”.
Hadis
ini memuat anjuran kepada umat agar rajin bertobat. Karena apabila Nabi
sendiri bertobat sebanyak seratus kali sehari dengan kedudukan Beliau yang
tinggi dan pula terpelihara dari segala dosa, maka kenapa orang yang mengotori
lembaran amalnya dengan dosa berulang-ulang, tidak juga mau bertobat siang dan
malam?.
Maka berdasarkan hal ini, orang yang
terus-menerus melakukan bermacam-macam kemaksiatan tidaklah sempurna imannya,
bahkan berkurang. Dan hal itu, karena meninggalkan dosa itu tidak mungkin
terlaksana kecuali dengan kesabaran, dan kesabaran itu tidak gampang kecuali
dengan takut kepada Allah, dan takut tidak akan terwujud kecuali dengan
mengetahui betapa besar bahaya dosa-dosa itu, dan pengetahuan tentang besarnya
bahaya dosa-dosa itu tidak diperoleh kecuali dengan membenarkan Allah Taala
dan Rasul-Nya saw. Maka barangsiapa tidak meninggalkan dosa dan terus-menerus
melakukannya, dia menjadi seakan-akan tidak membenarkan Allah dan Rasul-Nya.
Maka dikhawatirkan dia akan menghadapi perkara besar di saat menghadapi mati.
Karena mungkin matinya dalam keadaan terus-menerus melakukan dosa, yang
menjadi sebab hilangnya iman. Sehingga umurnya ditutup dengan mati buruk (suul
khatimah) semoga Allah melindungi kita darinya. Dan kekallah dia di dalam
neraka Jahannam selama-lamanya.
Kalaupun dia mati
tidak dalam suul khatimah, tetapi mati dalam iman, namun itu pun masih
tergantung pada kehendak Allah Taala. Jika Allah menghendaki, maka Dia
masukkan orang itu kedalam neraka Jahannam, lalu diazab di sana sesuai dengan
dosa-dosanya. Kemudian Dia keluarkan lagi orang itu dari dalam neraka dan
memasukkannya ke Surga, sekalipun telah lewat waktunya. Dan jika Dia
menghendaki, bisa juga Dia memaafkan orang itu lalu memasukkannya ko dalam
surga tanpa diazab lebih dahulu. Karena tidak mustahil orang itu tercakup
dalam kemaafan-Nya yang umum, karena sebab-sebah tersembunyi yang tidak
diketahui selain oleh Allah Taala. (Majalis Rumi)
Semakin
dekat seseorang kepada Allah Taala, maka semakin banyak pula musibah yang
menimpanya dan semakin berat pula cobaan yang dialaminya. Bukankah Anda telah
mendengar sabda Nabi saw. :
Artinya : “Orang yang
paling berat cobaannya ialah para nabi, kemudian para ulama, kemudian
orang-orang yang lebih utama dan orang-orang yang lebih utama berikutnya”.
Dan
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan sungguh
Kami akan memberikan kepadamu cobaan dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh
musibah, mereka mengucapkan : Inna lillaahi wa innaa Ilaihi rooji’uun
(Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali
kepada-Nya). Mereka itulah yang akan mendapatkan keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
Dan bilamana pemilik dunia menjadi
besar dalam pandangan hatimu maka sesungguhnya Anda telah jatuh dalam
pandangan Allah Taala. Dan janganlah sekali-kali Anda mengorbankan agama Anda
demi mendapatkan dunia mereka. Karena, tidaklah seseorang melakukan itu,
melainkan ia akan menjadi kecil dalam pandangan mereka”. (Bidayatul Hidayah
oleh Imam Al Ghazali)
Jadi, orang-orang fakir itu
mati kecuali yang dihidupkan Allah dengan kemuliaan sifat gana’ah (puas
menerima apa adanya). Dengan demikian, ganaah adalah kenyamanan tubuh dan
kesehatan hati. Barangsiapa merasa puas dengan rezeki yang diterimanya. maka
sesungguhnya dia telah memperoleh keberuntungan di akhirat dan menjadi senang
hidupnya. Jadi, tawakkal kepada Allah ialah merasa cukup dengan Allah dan
membuang segala macam perasaan takut dan harap dari selain Allah Taala. Maka,
orang merdeka akan menjadi seorang budak jika ia tamak, dan seorang budak akan
menjadi seorang yang merdeka jika ia qanaah. (Dari kitab Al Majmu’ah)
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian dari rezeki yang
telah
Kami berikan kepadamu”. Assadi berkata : “Maksud ayat di atas adalah zakat
wajib”. Sedangkan ulama lain mengatakan : “Maksudnya adalah sedekah sunnah dan
pengeluaran untuk kebaikan”.
Artinya : “Sebelum
datang hari dimana tidak ada lagi jual-beli”.
Hari yang kamu sudah
tidak mampu lagi mengejar apa yang luput darimu, yaitu membelanjakan harta.
Karena pada saat itu sudah tidak ada lagi jual beli, sehingga kamu tidak bisa
menjualbelikan apa yang kamu belanjakan itu”. (Kasysyaf)
Atau,
maksudnya : pada saat itu tidak ada lagi tebusan. Tebusan disebut jual-beli,
karena tebusan itu berarti membeli diri sendiri.
“Dan tidak ada
lagi perasahabatan”. Yakni, tidak ada lagi pertemanan. :,
“Dan
tidak ada lagi syafaat”.
Kecuali dengan izin Allah.
“Dan
orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang zalim”.
Maksudnya,
merekalah orang yang benar-benar sempuma kezalimannya. Karena mereka telah
menempatkan ibadat tidak pada tempatnya, sebab mereka mengharapkan syafaat
dari berhala-berhala yang tidak akan dapat memberi syafaat kepada mereka.
(Ma’alimut Tanzil).
31. PENJELASAN TENTANG BERLAKU ADIL DAN BERBUAT KEBAJIKAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan Serta
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji.
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu supaya kamu
ingat”. (QS. An Nahl : 90)
Tafsir :
(.
) Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, yaitu dengan jalan bersikap
tengah-tengah dalam masalah-masalah iktidak (keyakinan) seperti masalah
tauhid, hendaknya bersikap tengah-tengah antara ta’thil (tdak percaya adanya
Tuhan Atheis) dan tasyrik (menyekutukan Tuhan). Dan dalam masalah pendapat
yang berkaitan dengan usaha, hendaknya bersikap tengah-tengah antara mazhab
Jabariyah dan mazhab Qadariyah. Dan dalam masalah yang berkaitan dengan amal
ibadat yang wajib. hendaknya bersikap tengah-tengah antara bathalah (tidak
melaksanakan kewajiban sama sekali) dan tarohhub (kerahib-rahiban). Dan dalam
masalah akhlak (budi pekerti), seperti sifat dermawan, hendaknya bersikap
tengah-tengah antara kikir dan boros.
(. ) dan berbuat
kebajikan, yaitu kebajikan taat. Hal ini, baik ditinjau dari segi kuantitas,
seperti melaksanakan ibadat-ibadat yang disunnahkan, maupun dari segi kuatitas
(mutu), sebagaimana disabdakan Nabi saw. :
Artinya
: “Ihsan itu ialah hendaknya kamu menyembah Allah seolah-olah kamu
melihat-Nya. Karena sekalipun kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihat kamu”.
(. ) dan memberi
kepada kaum kerabat. Memberi kepada kaum kerabat apa-apa yang mereka perlukan.
Kalimat ini merupakan takhsish (pengkhususan) setelah pernyataan secara umum
(ta’mim) sebagai mubalaghah.
(.
) dan Aliah melarang dari perbuatan keji, dari sikap berlebih-lebihan dalam
mengikuti kekuatan syahwat, seperti zina. Karena zina merupakan perilaku
manusia yang paling buruk dan paling menjijikkan.
(.
) dan kemungkaran, yaitu perbuatan yang mengakibatkan pelakunya dibenci orang,
berupa perbuatan yang dapat membangkitkan kekuatan amarah.
(.
) dan permusuhan, bersikap sombong, ingin menguasai dan kejam terhadap sesama
manusia.
(. ) Allah
memberi pengajaran kepada kamu, berupa perintah dan larangan serta emampuan
untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.
(.
) supaya kamu ingat, mengambil pelajaran. (Qadhi Baidhawi).
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Orang yang kikir itu
(maksudnya : orang yang sempurna kekikirannya, sebagaimana dapat dipahami dari
dima’rifatkannya mubtada) ialah orang yang aku disebut di sisinya (maksudnya :
orang yang mendengar namaku disebut) namun ia tidak bersalawat kepadaku”.
Karena
kekikiran sepert: ini adalah sama dengan kikir terhadap dirinya sendiri.
Karena sama juga dengan mengliaramkan dirinya dari mendapatkan rahmat Allah
Taala terhadapnya sepuluh kali, seanoainya ia bersalawat kepada Nabi saw. satu
kali saja. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir)
Dan
Nabi saw. bersabda pula, yang artinya :
“Penghuni
surga itu ada tiga”.
Pertama, penguasa, yakni
orang yang memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan, yang tidak berat
sebelah, yakni adil, yang bersedekah, yakni berbuat kebajikan kepada
orang-orang fakir, yang mendapat taufik, yakni orang yang dikaruniai ketaatan
kepada Allah dan berlaku adil dalam memerintah.
Kedua,
orang yang pengasih lagi halus perasaannya, yakni orang yang di dalam hatinya
ada perasaan lembut, belas kasih dan rahmat kepada setiap orang yang ada
hubungan kekeluargaan dengannya dan setiap muslim, yakni terhadap sanak
kerabat dan orang lain.
Ketiga, orang yang saleh,
yang memelihara dirinya, yakni yang mencegah dirinya dari melakukan hal-hal
yang tidak halal dan tidak pantas, yang mempunyai keluarga beSar, namun ia
tidak terpengaruh oleh cintanya kepada keluarga untuk mengambil harta yang
haram. Bahkan ia lebih memilih cinta kepada Allah daripada cinta kepada
keluarga.
Dan penghuni neraka itu ada lima :
Pertama,
orang lemah yang tidak mempunyai kesabaran, yakni orang tidak dapat menahan
dirinya di kala datang nafsu syahwat, lalu ia tidak mencegah dirinya dari yang
haram. Kata “yang” di dalam kalimat ini adalah jamak, yang maksudnya : yaitu
mereka yang hanya mengikut saja di kalangan kamu. Ada pula yang berpendapat
bahwa, mereka ialah para penganggur yang tidak memiliki keinginan untuk
melakukan amal akhirat, dan tidak mempunyai keinginan untuk hidup berkeluarga,
maka mereka menghindari perkawinan dan kemudian melakukan perbuatan-perbuatan
keji. Dan mereka juga tidak menginginkan harta, yakni tidak mau mencari harta
dari usaha yang halal, karena mereka memang tidak suka mengerjakan tangannya.
Dan ada pula yang berpendapat bahwa, mereka itu ialah orang-orang yang
mengelilingi raja-raja dan berkhidmat kepada mereka tanpa mau peduli dari mana
mereka makan dan berpakaian, apakah dari jalan yang halal atau dari yang
haram. Mereka tidak mau berkeluarga dan mencari harta yang halai keinginan
mereka hanya terbatas pada makan dan minum belaka.
Kedua,
pengkhianat yang tidak menyembunyikan kerakusannya, yakni yang tidak
menyembunyikan kerakusannya terhadap apa saja berapapun kecilnya kecuali
dikhianati. nya, yakni kecuati ia berusaha memperolehnya sehingga ia
mendapatkannya lalu ia khianati. Atau dengan kata lain, ia tidak mempunyai
keinginan di tempat pengkhianatan mana pun kecuali dikhianatinya apa yang
diinginkannya itu, sekalipun yang diinginkannya itu kecil saja.
Ketiga,
orang yang tidak berada di waktu pagi dan sore kecuali ia menipu anda, yakni
ia tidak meninggalkan menipumu berkaitan dengan keluarga dan hartamu.
Maksudnya ‘pagi dan sore’ di sini adalah bahwa, ia selalu menipu dalam
sebagian besar waktunya.
Keempat, disebutkan oleh
perawi bahwa, Nabi saw. menyebutkan bahwa, di antara lima macam manusia yang
akan menjadi penghuni neraka itu ialah orang yang kikir dan pendusta.
Kelima,
orang yang berakhlak buruk dan sangat keji, yakni selain akhlaknya buruk, ia
juga sangat kotor omongannya.
(Demikian
disebutkan dalam kitab Al Mashabih oleh Ibnu Malik).
Imam
Al Qusyairi semoga Allah mensucikan jiwanya’ berkata : “Allah Taala menyuruh
hamba-Nya berlaku adil dalam hubungan antara dia dengan Allah Taala, dalam
hubungan antara dia dengan dirinya sendiri dan dalam hubungan antara dia
dengan sesama makhluk. Adil antara dia dengan Tuhannya maksudnya adalah lebih
mengutamakan hak Allah Taala daripada kepentingan dirinya sendiri, serta
melepaskan dirinya dari semua larangan, dan siap sepenuhnya untuk senantiasa
melaksanakan perintah-perintah Allah. Adil dalam hubungan antara dia dengan
dirinya sendiri maksudnya adalah mencegah diri dari hal-hal yang mengakibatkan
kebinasaannya. Dan adil dalam hubungan antara dia dengan sesama makhluk
maksudnya adalah dengan memberikan nasehat kepada mereka, tidak melakukan
suatu pengkhianatan pun terhadap mereka baik sedikit maupun banyak, bersikap
adil terhadap mereka dalam segala segi, dan tidak menyakiti kepada seorang
pun, baik dengan perkataan, perbuatan maupun hanya berupa niat.
Ketahuilah,
bahwa perintah Allah untuk melakukan ketiga hal tersebut di atas adalah
mencakup semua yang diperintahkan Allah Taala di dalam Alquran. Dan begitu
juga larangan Allah terhadap ketiga hal tersebut di atas adalah mencakup semua
yang dilarang Allah Taala di dalam Alquran. Oleh karena itu, setiap khatib
Jumat membacakan ayat ini di atas mimbar di akhir khutbahnya agar menjadi
pelajaran umum bagi semua orang.
Dari sahabat
Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Ayat yang mencakup segala sesuatu di dalam Alquran
adalah ayat ini”.
Dan dari sahabat Ali ra.,
katanya : “Kesimpulan takwa terdapat di dalam firman Allah yang artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) beriaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan”. (Dari Al Uyun wat Taisir)
Diriwayatkan
dari sahabat Utsman bin Mazh’un ra., katanya : “Dahulu, Rasulullah saw.
mengajak saya masuk Islam, maka saya pun masuk Islam karena malu untuk tidak
memenuhi ajakan Beliau, padahal Isiam belum lagi mantap dalam hatiku. Pada
suatu hari, saya hadir di hadapan Beliau saw. Ketika Beliau sedang berbicara
kepada saya, tiba-tiba saya melihat mata Beliau menatap ke langit, kemudian
Beliau mendongakkan kepalanya sekali lagi dari sebelah kanan, kemudian Beliau
miringkan ke sebelah kiri, setelah itu Beliau menghadapkan wajahnya ke arah
saya dengan rupa yang merah dan berkeringat.
Maka
saya pun menanyakan kepada Beliau tentang keadaan yang menimpa Beliau seperti
itu. Beliau menjelaskan : ‘Ketika tadi aku berbicara kepadamu, tiba-tiba aku
menatap ke arah langit, maka tampak olehku Jibril as. turun ke sebelah kananku
seraya berkata : “Ya Muhammad”, lalu ia membacakan ayat : ….. innallaaha
ya’murukum bil ‘adli… (hingga akhir ayat)
Utsman
berkata : “Maka ketika itu, menjadi mantaplah iman di dalam hatiku”.
Maka
turunnya ayat ini, merupakan sebab mantapnya iman Utsman bin Mazh’un, demikian
dikatakan oleh Ibnu Asy syaikh. Dengan demikian, barangsiapa mempunyai akal
yang sempurna, ia akan dapat memetik pelajaran dari pelajaran-pelajaran Allah
Taala, dan dapat mengambil manfaat dari nasihat-nasihat Rasulullah saw., serta
dapat menjadi sadar dengan peringatan-peringatan Beliau.
Rasulullah
saw. pernah bertanya kepada para sahabat “Tahukah kalian, siapakah orang yang
bangkrut ?”.
Para sahabat menjawab :
“Orang
yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak lagi mempunyai dirham atau
harta benda”.
Beliau menjelaskan :
“Sesungguhnya
orang yang bangkrut dari kalangan umatku ialah orang yang pada hari kiamat
kelak datang membawa pahala salat, puasa, dan zakat. Namun di samping itu, ia
juga datang sambil membawa dosa karena telah mengecam si anu, menuduh si
fulan, memakan harta si ini dan menumpahkan darah Si itu, serta memukul si
anu. Maka diberikanlah kepada si anu dari kebaikan-kebaikannya, dan kepada si
fulan kebaikankebaikannya yang lain, sehingga apabila kebaikan-kebaikannya itu
telah habis sebelum hutang-hutangnya lunas, maka diambillah dosa-dosa mereka
lalu ditempatkan di dalam timbangan amal orang itu. Kemudian ia pun
dicampakkan ke dalam neraka”.
Karenanya, dalam
hadis lain, Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya dalam hal kehormatan atau Sesuatu
yang lain, maka hendaklah ia meminta maaf kepadanya hari ini juga (di dunia)
sebelum tiada lagi dinar maupun dirham (di akhirat). Seandainya ia mempunyai
amal saleh, maka diambillah dari pahala amal salehnya itu setimbang dengan
penganiayaan yang telah dilakukannya dahulu. Dan seandainya ia tidak mempunyai
kebaikan, maka diambillah dari keburukan-keburukan orang yang dianiayanya itu,
kemudian dibebankan kepadanya. (Misykatul Mashabih)
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., dari sahabat Sahl bin Mu’adz ra., dari Rasulullah
saw., Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa
menahan perasaan jengkelnya, sedangkan ia mampu melampiaskannya, maka pada
hari kiamat kelak, Allah akan memanggilnya dengan disaksikan oleh seluruh
makhluk, sampai ia disuruh memilih bidadari mana saja yang ia kehendaki”.
(Demikian disebutkan dalam Al Lubab).
Diriwayatkan,
bahwa Allah Taala berfirman kepada Nabi Musa as. : “Barangsiapa mampu
(membalas) namun ia memberi maaf. Maka Aku akan memandang kepadanya setiap
hari tujuh puluh kali. Sedangkan orang yang Aku pandang satu kali, Aku tidak
akan menyiksanya di dalam neraka-Ku”. (Raudhatul Mughni)
Maka
orang yang berakal itu hendaknya membiasakan memberi maaf kepada sesama
manusia dan berbuat kebajikan kepada mereka serta memelihara diri dari
perasaan jengkel dan marah, karena hal itu akan mengakibatkan masuk neraka.
Semoga Allah memelihara kita dari neraka dan memasukkan kita ke dalam surga
bersama orang-orang yang baik.
Diceritakan dari
Maimun bin Mahran, bahwa seorang sahaya perempuannya datang sambil membawa
semangkuk gulai. Tanpa sengaja, si sahaya tadi terantuk sehingga tumpahlah
gulai itu dan mengenai Maimun. Maka Maimun hendak memukulnya, namun si sahaya
berkata : “Hai Tuan-ku, laksanakanlah firman Allah Taala :
Artinya
: “Dan orang-orang yang menahan rasa jengkelnya”.
Maimun
menjawab : “Telah saya laksanakan”.
Sahaya itu
berkata pula :
“Laksanakan juga firman Aliah
berikutnya :
“Dan mereka yang memaafkan
orang”.
Maimun menjawab : “Sesungguhnya saya
telah memaafkanmu”.
Dan sahaya itu berkata
kembali :
“Dan Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan”.
Maimun menjawab : “Saya pasti
akan berbuat kebajikan kepadamu. Engkau merdeka demi keridaan Allah Taala”.
(Raudhatul Muttagin)
(
) orang-orang yang menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit, yakni
di kala ia dalam kemudahan maupun dalam kesulitan.
Dua
hal yang pertama-tama disebutkan dari akhlaknya orang-orang yang bertakwa itu,
yang bisa menjadi sebab masuk surga, ialah sifat dermawan (murah hati). Dan
disebutkan juga di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu
Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Rasulullah sailailaahu alaihi wasallam
bersabda :
Artinya : “Orang yang dermawan itu
dekat dari Allah, dekat dari surga, dekat dari manusia, dan jauh dari neraka.
Sedangkan orang yang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari
manusia dan dekat dari neraka. Dan orang bodoh yang dermawan itu lebih disukai
oleh Allah daripada orang alim yang kikir.
(
) Dan orang-orang yang menahan perasaan jengkelnya, yakni mereka telan
kejengkelan itu di saat hati mereka dipenuhi olehnya.
Al
Kazhmu (. ) artinya : menahan sesuatu ketika penuh. Sedangkan
Kazhmul Ghoizhu ( ) artinya : penuh oleh kejengkelan.
Namun ia kembalikan kejengkelan tersebut ke dalam rongga perutnya dan tidak ia
tampakkan keluar.
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menahan perasaan jengkelnya, sedang ia mampu untuk
melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat disaksikan oleh
seluruh makhluk, sehingga ia memilih bidadari mana saja yang ia kehendaki”.
(.
) Dan mereka yang memaafkan orang, yakni orang yang pernah menganiaya dan
berbuat buruk kepada mereka.
(. ) Dan Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ma’alimut Tanzil)
Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Seseorang itu senantiasa menganut agama
temannya. Maka hendaklah seseorang di antara kamu memperhatikan (maksudnya :
hendaklah seorang teman memperhatikan) kepada orang yang ia temani”,
Maka
carilah seorang teman yang akan menjadi sekutumu dalam belajar dan sahabat
dalam urusan agamamu, yakni dalam menunaikan urusan agamamu dan duniamu.
Karena dari seorang teman akan diperoleh keuntungan-keuntungan keagamaan,
seperti : ilmu, amal, doa dan syafaat di akhirat, dan juga
keuntungan-keuntungan duniawi, seperti : pangkat, kemesraan, pergaulan dan
lain-lain.
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa, tidak boleh
berkawan dengan orang yang buruk akhlaknya, yaitu orang yang tidak mampu
menguasai nafsunya di kala sedang marah dan bersyahwat, sehingga ia akan
terjerumus ke jurang maksiat.
(Hadis ini disebutkan dalam kitab
Bidayatul Hidayah karangan Imam Al Ghazali).
32. PENJELASAN TENTANG MIKRAJ NABI MUHAMMAD SAW.
Allah SWT. Berfirman :
Artinya : “Mahasuci
Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Agsa yang telah Kami berkati sekelilingnya, agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Isra : 1)
Tafsir :
.
(. ) Maha Suci Allah yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam. Subhana ( ) adalah
isim dengan arti tasbih, yang maksudnya adalah mensucikan Allah. Dan
adakalanya dipakai pula sebagai nama dari Allah, lalu diputuskan dari idhafah
dan tidak boleh disharaf. Sedangkan ia dibaca nasab (berakhir dengan huruf a)
karena adanya fiil yang tertinggal (tidak disebutkan). Adapun kalimat yang
dimulai dengan kata ini (. ) adalah untuk mensucikan Allah tentang
mukjizat dari apa yang akan disebutkan sesudah itu.
Asra
(. ) dan sara (. ) artinya berjalan.
Lailan
( ) dibaca nasab ( ) karena menjabat
sebagai zharaf (keterangan waktu). Adapun pengertiannya, bahwa dengan
dinakirahkannya kata ini menunjukkan bahwa masa isra’ itu hanya sebentar saja.
Oleh karena itu, ada pula yang membacanya : minal laili
( ) artinya, sebagian dari malam. Sebagaimana
firman Allah Taala dalam ayat lam : wa minal laili fatahajjad bihi (dan pada
sebagian malam, salat tahajjudiah kamu).
(.
) dari Masjidil Haram, yakni dari Masjidil Haram itu sendiri. Hal ini
didasSarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda,
yang artinya : “Ketika aku berada di Masjidil Haram, di Hijir Ismail di sisi
Kakbah, antara tidur dan jaga, tiba-tiba datanglah Jibril (ataihissalam)
membawa Burag”. Atau bisa juga berarti, dari Tanah Haram. Allah menamakan
Tanah Haram sebagai Al Masjidil Haram, karena Tanah Haram itu seluruhnya
merupakan Masjid, atau karena Tanah Haram itu mengelilingi Masjid, agar
permulaannya sesuai dengan akhirnya. Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat,
bahwa Nabi saw. tidur di rumah Ummu Hani sesudah salat Isyak. Kemudian Beliau
diisra’kan, dan pulang pada malam itu juga. Lantas Beliau menceritakan kisah
perjalanan Beliau itu kepada Ummu Hani. Sabda Beliau : “Para Nabi dihadirkan
ke hadapanku, kemudian aku salat bersama mereka”. Setelah itu Beliau keluar ke
Masjid lalu memberitakan hal itu kepada orang-orang Auraisy. Maka mereka pun
keheranan mendengarnya, karena menganggap hal itu adalah sesuatu yang
mustahil. Bahkan di antara mereka yang sudah beriman. akhirnya berbalik
menjadi murtad. Beberapa orang datang menemui Abubakar ra. meminta penjelasan,
lalu djawab oleh Abubakar : “Kalau memang Beliau berkata demikian, maka
sesungguhnya benarlah apa yang dikatakan Beliau itu”.
Orang-orang
itu balik bertanya : “Apakah Anda membenarkan Beliau juga atas kejadian
itu?.
Abubakar menjawab : “Sesungguhnya aku
membenarkan Beliau atas hal yang melebihu dari itu”.
Oleh
karena itulah, Abubakar digelari Assiddig. Peristiwa ini terjadi satu tahun
sebelum hijrah.
Para ulama berselisih pendapat
mengenai, apakah peristiwa isra itu di alami Nabi ketika sedang tidur atau
jaga?. Dan apakah dengan ruhnya saja atau dengan jasadnya juga?. Sebagian
besar ulama berpendapat bahwa, Nabi saw. diisra’kan ke Baitul Maqdis dengan
jasad Beliau, dan sesudah itu dimikrajkan ke langit hingga sampa: di Sidratul
Muntaha. Sebab itulah, orang-orang Ouraisy terheran-heran dan menganggapnya
mustahil.
ke Masjid yang jauh, yakni
Baitul Maqdis. Karena pada waktu itu, selain Baitul Maqdis, tidak ada lagi
Masjid yang lain.
yang Kami berkati sekelilingnya, dengan keberkatan-keberkatan agama dan dunia.
Karena tempat itu merupakan tempat turunnya wahyu dan tempat peribadatan para
nabi sejak Nabi Musa as. dan dikelilingi oleh sungai-sungai, pohon-pohon dan
tanaman-tanaman buah.
(. ) agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Kami, seperti
perjalanan Beliau dalam tempo sekejap pada sebagian malam menempuh jarak satu
bulan perjalanan dalam keadaan biasa, menyaksikan Baitul Maqdis yang
sebelumnya tidak pernah Beliau kunjungi, hadirnya para nabi di hadapan Beliau
dan mengetahui kedudukan-kedudukan mereka. .
Adapun
sebab dialihkannya kalimat dalam ayat di atas dari bentuk ghaibah
(. ) ke bentuk takallum (. ) adalah untuk
menunjukkan keagungan berkat-berkat dan tandatanda kekuasaan tersebut. Dan
dibaca juga :. dengan ya ( ).
(.
) Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, perkataan-perkataan Nabi Muhammad saw.
(.
) lagi Maha Mengetahui, perbuatan-perbuatan Beliau. Lalu Allah memuliakan
Beliau dan mendekatkan Beliau sesuai dengan perkataan-perkataan dan
perbuatanperbuatan Beliau tersebut. (Qadhi Baidhawi)
Dari
Alhasan bin Ali ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Perbanyaklah oleh kalian pembacaan salawat kepadaku, karena salawat
mu
itu merupakan pengampunan bagi dosa-dosamu. Dan mintakanlah untukku wasilah
dan derajat yang tinggi, karena sesungguhnya wasilahku di sisi Tuhanku adalah
syafaat bagi kalian semua”. (Al Jami’ush Shaghir)
Dan
dari sahabat Jabir bin Abdillah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa ketika mendengar azan
mengucapkan : “Ya Allah, Pemilik seruan yang sempurna dan salat yang
ditegakkan ini, berilah Nabi Muhammad wasilah, keluamaan dan derajat yang
tinggi. Dan tempatkanlah Beliau pada suatu tempat yang terpuji yang telah
Engkau janjikan kepadanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janJP.
Maka dia akan memperoleh syafaatku pada hari kiamat kelak”. (Syifa’un
Syarif)
Sebab turunnya ayat ini adalah bahwa
setelah Nabi saw. menceritakan tentang isra’ itu kepada orang-orang Quraisy
dan kemudian didustakan oleh mereka, maka Allah Taala menurunkan ayat ini
sebagai pembenaran untuk Nabi-Nya.
Sedang Burhan
Annasafi berkata : “Ketika Nabi saw. telah mencapai derajat-derajat yang
tinggi dan tingkatan-tingkatan yang luhur, maka Allah Taala mewahyukan kepada
Beliau : “Ya Muhammad, dengan apakah Aku memuliakan engkau?”. Nabi saw.
menjawab : “Engkau memuliakan aku dengan cara menisbatkan diriku kepada
diri-Mu sebagai hamba-Mu”. Maka Allah Taala pun lalu menurunkan ayat
(subhaanal ladzii asraa bi’abdihi lailan). (Mi’rajiyyah)
Dengan
dimulainya surah ini oleh perkataan yang menunjukkan kekaguman (ta’aajub),
maka di dalamnya terkandung keterangan yang menunjukkan bahwa hal yang akan
diberitakan sesudahnya itu adalah sesuatu yang luar biasa dan tanda kekuasaan
Ilahi: yang tidak akan mampu dilakukan oleh seorang pun selain Allah. Kemudian
ketika disebutkan kata lailan ( ), maka menjadi
jelaslah dengan keterangan itu bahwa, yang dimaksudkan adalah sebagian malam.
Karena tab’idh (sebagian) itu hampir sama dengan taglil (sedikit). Jadi,
seolah-olah dikatakan : “Allah memperjalankan hamba-Nya pada sebagian malam
dari Mekah ke Baitul Maqdis”, menempuh jarak empat puluh malam (dalam keadaan
biasa). Dengan adanya keterangan ini maka menjadi jelaslah bahwa masa isra’
itu sebentar saja. Dan itu menunjukkan pula bahwa isra’ itu terjadi pada
sebagian malam (Syaikh Zaadah)
Jika Qanda
mengatakan : “Lafaz min yang terdapat dalam firman Allah : min aayaatinaa
( ) harus diartikan dengan makna ‘sebagian’,
sedangkan firman Allah Taala mengenai Nabi Ibrahim as. berbunyi :
Artinya
: “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan
bumi”.
Secara lahir, ayat ini menunjukkan bahwa
Nabi Ibrahim as. lebih diutamakan daripada Nabi Muhammad saw. padahal tidak
ada seorang pun yang mengatakan begitu. Jadi bagaimana maksudnya ?.
Saya
jawab : “Kerajaan langit dan bumi hanyalah sebagian saja dari tanda-tanda
kekuasaan Allah Taala. Karena tanda-tanda kekuasaan Allah Taala lebih hebat
lagi daripada itu. Maka dari itu, tanda-tanda kekuasaan Allah dan
keajaiban-keajaibannya yang dilihat oleh Nabi Muhammad saw. adalah lebih utama
daripada kerajaan langit dan bumi. Dengan demikian jelas bahwa, Nabi Muhammad
saw. lebih utama daripada Nabi Ibrahim as”.
Hikmah
dimulainya surah ini dengan tasbih ( ) adalah karena dua sebab
:
Pertama, orang Arab biasanya mengucapkan tasbih
ketika mereka melihat sesuatu yang menakjubkan. Maka disini, seakan-akan Allah
merasa heran melihat makhluk-Nya yang melontarkan ejekan dan pelecehan kepada
Rasul-Nya Muhammad saw.
Kedua, tasbih itu keluar
sebagai bantahan terhadap mereka. Sebab ketika Nabi saw. sudah menceritakan
kepada mereka tentang isra’ itu, mereka mendustakannya. Dengan demikian
maksudnya adalah : Mahasuci Allah dari mengangkat seorang rasul yang suka
berdusta. (Imam Abu Harits)
Jika anda bertanya,
apa hikmat yang ada pada dimulainya surah Al Isra dengan tasbih (.
) dan surah Al Kahfi dengan tahmid (. ) ?. maka saya jawab :
“Sesungguhnya tasbih itu datang lebih dahulu daripada tahmid, seperti firman
Allah :
Artinya : “Maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu”.
Dan kalimat Al Baqiyaatush
Shaalihaatu berbunyi :
Artinya : “Mahasuci Allah
dan segala puji bagi Allah … dst”.
Karena tasbih
itu artinya tanzih (mensucikan Allah). Sedangkan tahmid itu tsana
(memuji-Nya). Dan sensucikan itu sama dengan takhalliyah (membersihkan),
sedangkan memuji itu sama dengan tahalliyah (menghiasi). Dan membersihkan itu
harus didahulukan daripada menghiasi. (Mi’rajiyah)
Dan
sebagian ulama mengatakan bahwa, yang dimaksud Al Masjidil Haram itu ialah
Masjid Mekah. Nabi saw. telah bersabda :
Artinya
: “Mesjid yang pertama-tama dibangun di muka bumi adalah Al Masjidul
Haram”.
Yaitu, Masjid Mekah, semoga Allah Taala
memuliakannya.
Dan Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia
ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkati dan menjadi petunjuk
bagi manusia”.
Dan disebutkan di dalam dua kitab
sahih, dari sahabat Abu Dzar ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Masjid yang mula-mula dibangun di muka bumi ini ialah Al Masjidil Haram,
dan sesudah itu adalah Al Masjidil Aqsha, yang dibangun oleh Nabi Ya’qub bin
Ishaq as. Sesudah Nabi Ibrahim as. membangun Kakbah”. (Mi’rajiyah)
Jika
anda berkata : “Menurut lahirnya, ayat ini menunjukkan bahwa isra itu adalah
ke Baitul Maqdis, padahal menurut hadis-hadis sahih menunjukkan bahwa Nabi
saw. dimik. rajkan ke langit. Maka bagaimana penggabungan antara dua dalil ini
bisa menjadi benar. Dan mengapa hanya Masjid Al Agsha saja yang disebutkan?”.
Maka saya jawab : “Isra tu dilakukan Nabi saw. dengan mengendarai Burag menuju
ke Masjid Al Agsha dan dari sana Beliau dinaikkan ke langit dengan sebuah
tangga (mi’raj). Adapun sebab kenapa ha. nya Masjid Al Aqsha saja yang
disebutkan, adalah karena sekiranya Nabi saw. memberitakan tentang naiknya ke
langit lebih dahulu, tentu keingkaran orang-orang Auraisy itu akan lebih hebat
lagi. Oleh karena itu setelah Nabi saw. memberitahukan bahwa dirinya telah
diisra’kan ke Baitul Maqdis. Dan dari tanda-tanda yang ada menjadi jelas bagi
mereka kebenaran Beliau tentang apa yang Beliau beritakan itu, dan mereka
mempercayainya. Barulah kemudian Beliau membentahukan bahwa Masjid Al Aqsha
itu adalah sebagai pangkalan untuk mikrajnya ke langit.
Dus,
isra ke Masjid Al Agsha itu seakan-akan menjadi pangkalan bagi mikraj Beliau
ke langit”. (Tafsir Al Khazin)
Dan dari Azzuhri
dan Urwah, bahwa pada pagi hari dari malam diisra’kannya Nabi saw. Beliau
memberitakan peristiwa itu kepada orang banyak. Di antara orang banyak itu,
ada orang yang sebelumnya mempercayai Beliau lalu menjadi murtad dan mengalami
cobaan yang besar. Dan ada beberapa orang musyrik pergi menemui Abu bakar ra.,
mereka berkata kepadanya : “Sesungguhnya sahabatmu mengaku bahwa tadi malam
dirinya telah diisra’kan ke Baitul Maqdis, dan dari sana dimikrajkan ke
langit, sedang dia telah datang kembali sebelum Subuh”.
Abubakar
ra. menjawab : “Jika dia mengatakan begitu, maka benarlah dia”.
Mereka
bertanya : “Apakah Anda membenarkan juga dia mengenai berita tersebut?”
Abubakar
menjawab : “Ya, aku membenarkan dia tentang yang lebih mengherankan daripada
itu”.
Oleh karena itu, Abubakar ra. kemudian
digelari As Siddiq.
Dan salah seorang musyrik
datang menemui Nabi saw. Lalu berkata : “Ya Muhammad, berdirilah!”. Maka Nabi
pun berdiri.
Orang itu berkata pula : “Angkatlah
salah satu dari kedua kakimu”. Maka Nabi pun mengangkat salah satu kakinya.
Kemudian
orang itu berkata pula : “Angkatlah kaki yang lain”.
Nabi
menjawab : “Vika aku mengangkatnya, maka aku akan jatuh”.
Orang
itu lalu berkata : Vika Anda tidak dapat naik dari bumi barang sejengkal, maka
betapa pula anda dapat naik ke langit sampai ke Sidratul Muntaha?”.
Maka
Nabi saw. menjawab : “ Keluarlah dari Masjid dan ceritakan perkataanmu ini
kepada Ali. Karena dialah yang dapat memberi jawaban kepadamu”.
Lantas
orang itu keluar dari Masjid dan menemui Ali. Kemudian dia ceritakan kejadian
itu kepadanya. Sekonyong-konyong Ali menghunus pedangnya lalu dipenggalnya
leher orang tersebut hingga mati. Para sahabat yang menyaksikan kejadian itu
tidak menyetujui tindakan Ali, mereka berkata : “Kenapa Anda membunuhnya?.
Padahal perkataan Nabi saw. itu masuk akal, yaitu menyuruh Anda menjawab, dan
bukan membunuh!?”.
Ali menjawab : “Jawaban bagi
pembangkang adalah seperti ini. Karena Rasulullah saw. bukannya tidak mampu
memberi jawaban kepadanya, akan tetapi Beliau tahu bahwa orang ini tidak akan
menerima jawaban, maka Beliau kirim orang ini kepadaku untuk aku bunuh”.
Adapun
jawaban pertanyaan orang tadi adalah, bahwa Rasulullah saw. dengan daya dan
kekuatannya sendiri tentu tidak akan mampu naik barang sejengkal pun. Akan
tetapi peristiwa Mikraj itu terjadi adalah dengan kekuatan Allah Yang
Mahakuasa lagi Mahakuat, yang semua kekuasaan ada pada kekuasaan-Nya, laksana
sebutir atom dibanding dengan matahari dan setetes air dibanding dengan
lautan.
Kemudian orang-orang itu berkumpul di
hadapan Nabi saw. dan duduk di sekelilingnya. Mereka menanyakan tentang
beberapa hal yang berkaitan dengan Baitul Maqdis. Mereka berkata :
“Beritahukanlah kepada kami tentang kafilah kami, yakni para saudagar kami
yang telah pergi ke negeri Syam, apakah anda bertemu dengan salah satu di
antara mereka?”.
“Ya”, jawab Rasulullah saw. “Aku
telah melewati kafilah Bani Fulan ketika mereka sedang berada di Rauha. Mereka
kehilangan seekor unta mereka, dan mereka tengah mencarinya, sementara di
kendaraan mereka ada segelas air. Aku telah mengambilnya dan meminumnya,
kemudian aku letakkan kembali gelas itu di tempatnya. Maka tanyakaniah kepada
mereka, apakah mereka menemukan air itu di dalam gelas ketika mereka
kembali?”.
Mereka berkata : “Ini merupakan salah
satu tanda”.
Kemudian mereka bertanya pula:
“Beritahukanlah
kepada kami tentang kafilah kami, kapan mereka akan tiba?”.
Nabi
saw. menjawab : “Aku melewati mereka di Tan’im”. Yaitu suatu tempat dekat
Tanah Haram.
Mereka bertanya kembali :
“Berapa
banyakkah jumlah kafilah itu?. Apa barang-barang yang diangkutnya?. Bagaimana
rupanya dan siapa saja yang ada dalam rombongan itu?”.
“Kafilah
itu sekian, sekian”, jawab Nabi. “Di dalam rombongan itu ada si Fulan dan si
Fulan. Yang paling depan dari kafilah itu adalah seekor unta kelabu, yaitu
yang warna kulinya seperti warna debu. Di atas punggungnya ada dua karung.
Kafilah itu akan tampak nieh kalian ketika terbit matahari”.
wi
adalah tanda yang lain”, kata mereka.
Kemudian
mereka keluar pada akhir malam itu untuk menantikan kedatangan kafilah
tersebut guna membuktikan kebenaran perkataan Nabi saw. mengenai berita langit
tersebut, seandainya terbukti kebenarannya. Salah seorang dari mereka berkata
:
“Matahari telah terbit”.
Yang
lain berkata :
“Demi Allah inilah kafilah itu,
benar-benar telah kelihatan, dipandu oleh seekor unta kelabu”.
Dan
di dalam rombongan kafilah itu ada si Fulan dan si Fulan, persis seperti yang
telah diberitakan oleh Nabi saw. Namun sayang, mereka tetap tidak juga mau
beriman. Bahkan mereka berkata : “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”.
(Mau’izhah)
Dari sahabat Abu Said Alkhudri ra.,
bahwa ia telah menanyakan kepada Nabi saw. tentang malam Beliau diisra’kan,
maka dijawab oleh Beliau :
“Didatangkan kepadaku
seekor binatang, yaitu binatang yang mirip bighal. Itulah Burag yang pernah
dinaiki oleh para nabi”.
Beliau melanjutkan :
“Maka,
binatang itu membawa aku pergi. la menapakkan kaki depannya sejauh
pandangannya. Tiba-tiba terdengar olehku suara panggilan dari sebelah kananku
: Ya Muhammad, tunggu sebentar!’. Namun aku meneruskan perjalanan tanpa
memperdulikannya.
Kemudian aku mendengar pula
suara panggilan dari sebelah kiriku, namun aku pun tidak memperdulikannya.
Setelah itu aku dihadang oleh seorang wanita yang mengenakan perhiasan
lengkap. Wanita itu mengulurkan tangannya seraya berkata : “Tunggu sebentar”.
Namun aku meneruskan perjalanan tanpa menoleh kepadanya.
Akhirnya
tibalah aku di Baitul Maqdis, atau Masjid Al Agsha, lalu aku turun dan
mengikat Burag pada sebuah tali tempat para nabi dahulu mengikatkan ia di
sana. Kemudian aku masuk ke Masjid dan salat.
Setelah
itu, aku bertanya kepada Jibril :
“Wahai Jibril,
tadi di tengah perjalanan, aku mendengar seruan dari sebelah kananku”.
Jibril
menjawab : “Itu adalah penyeru agama Yahudi. Seandainya tadi Anda berhenti
mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan menjadi Yahudi”.
Aku
bertanya pula :
“Tadi, aku juga mendengar seruan
dari sebelah kiriku”.
Jibril menjawab : “Itu
adalah penyeru agama Nasrani. Seandainya anda tadi berhenti mengikuti
seruannya, niscaya umatmu kelak akan menjadi Nasrani. Sedangkan wanita yang
menghadangmu tadi adalah dunia. Ia telah berhias untukmu. Seandainya Anda tadi
berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan lebih memilih dunia
ketimbang akhirat”.
Kemudian aku diberi dua buah
bejana, yang satu berisi susu sedang yang lain berisi arak. Jibril berkata
kepadaku : “Minumlah mana yang Anda kehendaki dari kedua minuman itu”.
Lalu
aku mengambil bejana yang berisi susu dan meminumnya, sedangkan bejana yang
berisi arak itu aku tinggalkan.
Jibril berkata
:
“Anda tepat telah memilih kesucian (yakni Anda
telah memberikan Islam kepada umatmu). Seandainya tadi anda mengambil arak,
niscaya akan menjadi sesatlah umatmu”. (Oishash)
Diriwayatkan
juga, bahwa Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :
“Pada
malam aku diisra’kan, sedang aku berada di Mekah dalam keadaan antara tidur
dan jaga, datanglah Jibril kepadaku lalu berkata : “Ya Muhammad,
bangunlah”.
Maka aku pun terjaga. Tahu-tahu sudah
ada Jibril bersama Mikail. Lalu Jibril berkata kepada Mikail : “Beri aku
segelas air zamzam, supaya aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan
dadanya”.
Nabi saw. melanjutkan : “Lantas Jibril
membelah perutku, kemudian mencucinya tiga kali, sementara Mikail bolak-balik
datang kepadanya dengan membawa tiga gelas air. Maka Jibril melapangkan dadaku
dan membuang sifat dengki yang ada di dalamnya, lalu mengisinya dengan hikmat,
ilmu dan iman. Kemudian ia mencap di antara kedua pundak: ku dengan cap
kenabian. Setelah itu Jibril menggandeng tanganku hingga selesai pencu: cian
dengan air zamzam itu, atau dengan air Alkautsar. Selanjutnya Jibril berkata
kepadaku : “Berwudulah!”, Maka aku pun berwudu.
Kemudian
Jibril berkata : “Berangkatlah, Ya Muhammad!”.
Aku
bertanya : “Ke mana?”.
“Ke Tuhanmu dan Tuhan
segala sesuatu”, jawab Jibril.
Lalu Jibril
menggandeng tanganku dan mengajakku keluar dari Masjid. Ternyata di luar telah
menunggu seekor Buraq, yang bentuk tubuhnya lebih besar daripada keledai dan
lebih kecil daripada baghal. Pipinya seperti pipi manusia. Ekornya seperti
ekor unta. Bulu lehernya seperti bulu leher kuda. Kaki-kakinya seperti kaki
unta. Kuku-kukunya seperti kuku sapi. Dan punggungnya seolah-olah mutiara
putih. Di atasnya punggungnya ada pelana dari surga. Ia mempunyai sepasang
sayap di kedua pahanya. Ia melaju laksana kilat. Langkahnya menapak sejauh
pandangannya. Jibril berkata : “Naiklah”.
Burag
ini adalah kendaraan Nabi Ibrahim as., yang dahulu pernah Beliau naiki ketika
berkunjung ke Baitulharam. Maka aku pun menaikinya. Kemudian Nabi saw.
bertolak disertai oleh malaikat Jibril as. di tengah-tengah perjalanan, Jibril
berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Kata Nabi : “Maka aku pun turun dan
salat”. Kemudian Jibril bertanya : “Tahukah Anda di mana Anda salat tadi?”.
“Tidak”, jawabku. dibril menjelaskan : “Anda tadi salat di Thaibah, dan ke
sanalah hijrah akan terjadi, Insya Allah”. Kemudian kami pun meneruskan
perjalanan. Di tengah-tengah perjalanan, Jibril berkata : “Turunlah, lalu
salatiah!”. Maka aku pun turun dan mengerjakan salat. Setelah itu Jibril
bertanya : “Tahukah Anda, di mana Anda salat tadi?”. “Tidak”, jawabku. Jibril
menjelaskan : “Anda tadi salat di Thursina, di mana Allah pernah berbicara
dengan Nabi Musa as.”. Kemudian kami pun meneruskan perjalanan. Di
tengah-tengah perjalanan Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Maka aku
pun turun dan melakukan salat. “Tahukah Anda, di mana Anda salat tadi?”. Tanya
Jibril. Aku menjawab : “Tidak”. Jibril menjelaskan : “Tadi Anda telah salat di
Baitlehm, tempat kelahiran Nabi Isa as”. Setelah itu, kami melanjutkan
perjalanan hingga akhirnya sampailah kami ke Baitulmaqdis. Sesampainya di
sana, ternyata telah menunggu beberapa malaikat yang sengaja turun dari langit
untuk menyambut kedatanganku. Mereka menyambutku dengan kabar gembira dan
kemuliaan dari sisi Allah Taala. Mereka mengucapkan :
“Salam
sejahtera atasmu, wahai yang permulaan, wahai yang akhir, wahai yang
mengumpulkan”.
Nabi berkata : “Aku bertanya
kepada Jibril : “Apa maksud penghormatan mereka kepadaku itu?”.
Jibril
menjawab : “Sesungguhnya Andalah orang yang mula-mula menjadikan bumi terbelah
(pada hari kiamat, pent.) juga umat Anda. Dan Anda adalah orang yang mulamula
memberikan syafaat, dan yang mula-mula diterima syafaatnya. Dan sesungguhnya
Anda merupakan nabi terakhir. Dan sesungguhnya penghimpunan (pada hari kiamat
kelak) adalah demi Anda dan umat Anda”.
Kemudian
kami meneruskan perjalanan hingga tiba di pintu Masjid. Lantas Jibril menyuruh
aku turun. Lalu ia mengikatkan Burag pada tali, di mana para nabi dahulu
mengikatkannya di sana, dengan tali kekang dari sutera surga.
Ketika
aku memasuki pintu itu, tiba-tiba aku melihat para nabi dan rasul (sedang
menurut hadis riwayat Abul Aliyah : arwah para nabi yang pernah diutus Allah
sebelum aku, sejak dari zaman Nabi Idris dan Nuh as. sampai kepada zaman Nabi
Isa as.), Allah Azza wa Jalla telah mengumpulkan mereka. Lalu mereka memberi
salam kepadaku dan menghormati aku seperti penghormatan para malaikat tadi.
Aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, siapakah mereka itu?”.
Jibril
menjawab : “Mereka adalah saudara-saudaramu, para nabi as.”.
Kemudian
Jibril menggandeng tanganku, lalu mengajakku pergi ke sebuah batu beSar yang
keras dan mendaki bersamaku.
Nabi melanjutkan
:
“Tiba-tiba aku melihat sebuah tangga ke langit
yang belum pernah aku melihat tangga sebaik dan seindah itu, dan belum pernah
seorang pun menyaksikan tangga yang lebih baik dan lebih indah daripada itu.
Lewat tangga itulah para malaikat naik ke langit. Landasannya ada pada batu
besar yang keras di Baitul Maqdis, sedangkan ujungnya menempel di langit.
Salah satu tiangnya berupa yagut, sedang yang satunya lagi zabarjad. Satu anak
tangga terbuat dari perak, sedang anak tangga yang lain dari zamrud
bertahtakan mutiara dan yagut. Itulah tangga yang digunakan oleh malaikat maut
turun untuk mencabut nyawa. Maka jika kamu melihat orang yang akan mati di
antara kamu menatapkan pandangannya, itu berarti kesadarannya telah terputus
darinya. Yaitu, jika ia telah melihat dengan nyata tangga tersebut, karena
indahnya.
Kemudian Jibril mengangkatku dan
meletakkanku di atas sayapnya. Lalu naiklah ia ke langit yang paling rendah
melalui tangga tersebut. Jibril mengetuk pintu langit, lalu terdengar
pertanyaan :
“Siapa itu?”.
Jibril
menjawab : “Aku, Jibril”.
Ditanya pula :
“Siapa
bersamamu?”.
“Muhammad”, jawab Jibril.
Maka
dibukalah pintu langit itu, dan kami pun memasukinya. Ketika kami sedang
berjalan di langit terendah itu, tiba-tiba aku melihat seekor ayam jago yang
berbulu sangat putih. Aku belum pernah melihat ayam jago seperti itu. la
memiliki bulu halus yang hijau di bawah bulu-bulunya yang sangat putih tadi,
yang belum pernah aku lihat ‘arna hijau seindah itu. Dan ternyata kedua
kakinya berada di dasar bumi yang paling bawah, sedangkan kepalanya berada di
bawah Arsy. Dia mempunyai sepasang sayap pada kedua pundaknya, yang apabila
dikepakkannya, maka akan mencapai timur dan barat. Jika malam telah lewat
separuhnya, ayam itu mengembangkan kedua sayapnya sambil
mengepak-ngepakkannya, lalu ia meneriakkan tasbih kepada Allah Azza wa Jalla,
yang artinya : “Mahasuci Maharaja yang kudus. Yang Mahabesar lagi Mahatinggi.
Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Mahahidup lagi Maha berdiri sendiri”.
Apabila ia melakukan itu, maka semua ayam yang ada di muka bumi ikut bertasbih
sambil mengepakkan sayap-sayap mereka. Begitulah pula, jika ayam di langit
tadi diam, maka ikut diam pula seluruh ayam yang ada di bumi.
Rasulullah
saw. bersabda, yang artinya : “Semenjak aku melihat ayam jago itu, aku
senantiasa rindu untuk melihatnya lagi”.
Beliau
melanjutkan ceritanya :
“Kemudian kami naik ke
langit kedua. Lantas Jibril minta dibukakan pintu. Dan seterusnya terjadi
dialog seperti pada langit pertama. Kemudian kami naik ke langit ketiga, lalu
Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit ke
empat, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik
ke langit kelima, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian
kami naik ke langit keenam, lalu Jibril minta dibukakan pintu…. Dan
seterusnya. Selanjutnya kami naik ke langit ketujuh, lalu Jibril minta
dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami pun masuk, tibatiba aku melihat
seorang laki-laki yang rambutnya beruban sedang duduk di atas kursi di sisi
pintu surga, sedangkan di sekelilingnya ada banyak orang duduk, semuanya
berwajah putih.
Lalu aku bertanya :
“Wahai
Jibril, siapakah orang yang berambut putih itu, dan siapa pula orang-orang
yang ada di sekelilingnya itu, dan sungai-sungai apa ini?”.
Jibril
menjawab : “Inilah bapakmu, Nabi Ibrahim, orang yang mula-mula beruban di muka
bumi. Adapun orang-orang berwajah putih yang duduk di sekelilingnya itu ialah
mereka yang tidak mencampur iman mereka dengan kezaliman”.
Nabi
saw. melanjutkan :
“Dan ternyata Nabi Ibrahim itu
bersandar pada sebuah rumah. Jibril berkata : “Inilah Baitul Ma’mur. Setiap
harinya, ia dimasuki oleh 70 ribu malaikat. Apabila mereka telah keluar dari
dalamnya, maka mereka tidak akan memasukinya kembali”.
Beliau
melanjutkan ceritanya :
“Kemudian Jibril
membawaku ke Sidratul Muntaha, yang ternyata merupakan sebatang pohon yang
banyak daunnya. Selembar daun dari pohcn itu dapat menutupi dunia ini dan
seluruh yang ada di dalamnya. Dan ternyata pula, buahny.seperti puncak-puncak
gunung di Hijr. Dari pokoknya keluar empat batang sungai : dua sungai tampak
nyata, dan dua sungai lagi tidak tampak. Maka aku tanyakan hal itu kepada
Jibril, lalu ia menjawab : “Adapun dua sungai yang tidak tampak jelas itu
adalah dua sungai yang ada di dalam surga, sedangkan vang tampak jelas itu
adalah sungai Nil Jan Efrat”.
Nabi saw.
melanjutkan :
“Kemudian sampailah aku ke Sidratul
Muntaha. Aku mengenal daun dan buahnya. Maka pohon itu diliputi cahaya Allah
sedemikian rupa, yakni tampak jelas dan diliputi oleh malaikat, seolah-olah
mereka belalang dari emas, karena takut kepada Allah Taala. Ketisa ia telah
diliputi oleh apa yang meliputinya, maka ia pun berganti rupa sehingga tidak
ada seorang pun yang mampu mensifatinya”.
Kata
Beliau pula :
“Di sana ada malaikat-malaikat yang
bilangannya tidak diketahui kecuali oleh Allah Yang Mahatinggi, Maha Perkasa
lagi Mahaagung. Sedang kedudukan Jibril adalah di tengah-tengah mereka.
Kemudian Jibril berkata kepadaku : “Majulah”. Namun aku menjawab : “Hai
Jibril, engkau sajalah yang maju”. Jibn! berkata : “Tetapi Andalah yang maju,
wahai Muhammad, karena Anda lebih mulia di sisi Allah daripada saya”.
Maka,
aku pun maju, sedang Jibril mengikutiku dari belakang, hingga akhirnya
sampailah kami ke sebuah hijab dari hamparan emas. Jibril menggoyangkan hijab
itu, lantas ja ditanya : “Siapa ini?”.
Jibril
menjawab : “Aku Jibril bersama Muhammad”.
“Allahu
Akbar”, kata malaikat penjaga itu. Lalu ia mengulurkan tangannya dari bawah
hijab itu, dan membawaku. Sementara Jibril tertinggal di belakang. Maka aku
bertanya : “Ke mana?”.
Jibril menjawab : “Ya
Muhammad, tidak seorang pun dari kami kecuali mempunyai kedudukan tertentu.
Sesungguhnya inilah batas terakhir seluruh makhluk. Adapun aku diizinkan
mendekat sampai ke hijab ini tidak lain adalah karena untuk menghormati dan
mengagungkanmu”.
Malaikat penjaga tadi membawaku
pergi dalam tempo yang lebih cepat dari lirikan mata, menuju ke hijab mutiara.
Lalu ia menggoyangkan hijab itu, maka bertanyalah malaikat penjaga dari balik
hijab itu : “Siapa ini?”,
Malaikat yang membawaku
menjawab : “Aku penjaga hamparan emas. Dan ini adalah Muhammad, Rasul dari
Arab bersama aku”.
“Allahu Akbar”, kata malaikat
penjaga itu. Kemudian ia mengulurkan tangannya dari bawah hijab itu hingga
diletakkannya aku di hadapannya.
Demikianlah
seterusnya, aku berpindah dari satu hijab ke hijab yang lain, yang tiaptiap
hijab itu sejauh perjalanan Ima ratus tahun. Sedangkan jarak antara satu hijab
dengan hijab lainnya adalah sejauh perjalanan lima ratus tahun pula.
Kemudian
dihamparkan untukku sebuah permadani hijau. Cahayanya laksana cahaya matahari,
sehingga pandanganku menjadi silau. Dan aku ditempatkan di atas permadani itu,
kemudian permadani itu membawa diriku.
Maka
ketika aku melihat Arsy, aku dapati ia lebih luas dari segala sesuatu.
Kemudian Allah Azza wa Jalla mendekatkan aku kepada sandaran Arsy, lalu
meneteslah suatu tetesan dari Arsy, jatuh pada lidahku, yang manisnya tidak
pernah dirasakan oleh seorang pun, dan tidak ada sesuatu yang rasanya lebih
manis daripadanya. Lantas Allah Azza wa Jalla memberitahukan kepadaku berita
tentang orang-orang terdahulu dan orang-orang yang kemudian, dan Dia
membebaskan lidahku dari kekeluan karena kehebatan-Nya. Kemudian aku
mengucapkan :
“Segala penghormatan, rahmat dan
kebaikan adalah milik Allah”.
“Kesejahteraan
atasmu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta berkat-Nya”.
Lalu
aku menyahut :
“Sejahtera atas kami dan atas
hamba-hamba Allah yang saleh”. Lantas Allah azza wa Jalla berfirman :
“Ya
Muhammad, Aku telah mengangkatmu sebagai kekasih, sebagaimana Aku telah
mengangkat Ibrahim sebagai khalil. Dan Aku mengajakmu berbicara sebagaimana
Aku telah mengajak Musa berbicara. Dan Aku menjadikan umatmu sebaik-baik umat
yang dikeluarkan bagi manusia, serta Aku jadikan mereka umat pertengahan. Dan
Aku jadikan mereka umat yang permulaan dan yang terakhir. Oleh karena itu,
ambillah apa yang telah Aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk
golongan orang-orang yang bersyukur”.
Kemudian
Allah menerangkan kepadaku beberapa perkara yang tidak diizinkan aku
memberitahukannya kepada kamu. Dan diwajibkan atasku dan atas umatku salat 50
kali setiap hari.
Setelah Allah memberikan
janji-Nya kepadaku dan membiarkan aku selama waktu yang Dia kehendaki, maka
berfirmanlah Dia kepadaku: “Pulanglah kepada umatmu, dan sampaikanlah
firman-Ku kepada mereka”.
Maka permadani yang
tadi telah membawaku, kini membawaku kembali. Begitulah aku dibawanya naik dan
turun hingga akhirnya tiba di Sidratul muntaha. Ternyata di sana Jibril telah
menungguku. Aku melihat Jibril dengan hatiku sebagaimana aku melihatnya dengan
mata di hadapanku. Dia menyambutku dan berkata :
“Semoga
Allah menganugerahkan kepadamu kesejahteraan yang tidak pernah
dianugerahkan-Nya kepada seorang pun dari makhluk-Nya, baik malaikat yang
didekatkan maupun nabi yang diutus. Dan sesungguhnya Allah telah menyampaikan
dirimu ke tempat yang tidak pernah dicapai oleh seorang pun dari penghuni
langit dan bumi. Maka berbahagialah anda dengan kedudukan tinggi dan kemuliaan
luhur yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Oleh karena itu, bersyukurlah
kepada-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha Pemberi karunia lagi menyukai
orang-orang yang bersyukur”.
Maka aku pun memuji
Allah atas semua itu.
Kemudian Jibril as. berkata
:
“Berangkatlah, hai Muhammad, ke surga, supaya
aku dapat memperlihatkan kepadamu apa yang akan Anda peroleh di sana. Dengan
demikian maka akan bertambah zuhud: mu terhadap dunia di samping zuhudmu yang
sudah ada, dan akan bertambah kecintaanmu pada akhirat di samping kecintaanmu
yang sudah ada”.
Maka kami pun berangkat,
sehingga dengan izin Allah Taala, sampailah kami di surga. Jibril tidak
membiarkan satu tempat pun di dalam surga itu, melainkan diperlihatkannya
kepadaku dan diterangkannya pula tentangnya. Aku melihat mahliyai-mahliyat
yang terbuat dari mutiara, yagut dan zabarjad. Dan aku lihat pula pohon-pohon
dari ernas kuning. Dan aku lihat di dalam surga itu apa-apa yang tidak pernah
dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah
terlintas dalam benak seorang manusia. Dan semua itu sudah selesai dibuat dan
sudah disiapkan. Dan sesungguhnya ia hanya bisa dilihat oleh pemiliknya dari
golongan para wali Allah. Maka menjadi sangat pentinglah apa yang telah aku
lihat itu. Dan aku berkata : “Untuk hal seperti inilah hendaknya oranyorang
beramal”.
Kemudian diperlihatkan pula kepadaku
neraka, sehingga aku dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya.
Setelah
itu, Jibril mengajak aku keluar dari langit. Maka kami berdua melewati langit
demi langit, turun dari satu langit ke langit yang lain hingga akhirnya
sampailah aku di langit yang dihuni oleh Nabi Musa. Beliau bertanya :
“Apa
yang telah diwajibkan Allah atasmu dan atas umatmu?”,
Aku
menjawab : “Lima puluh salat”.
Nabi Musa
menanggapi :
“Umatmu tidak akan mampu
melaksanakan lima puluh salat setiap hari. Karena sesSungguhnya aku pun telah
mencoba orang-orang dan telah berusaha keras terhadap Bani Israel. Maka
kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya”.
Maka
aku pun kembali lagi, lalu Allah mengurangi sepuluh salat dariku. Kemudian aku
bertemu Nabi Musa lagi, dan Beliau berkata seperti tadi. Maka aku pun kembali,
dan Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi
dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali,
dan Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi
dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata seperti tadi. Maka aku pun kembali, lalu
Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan
Nabi Musa, dan Beliau berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali, lalu
aku diperintahkan melakukan lima kali salat setiap hari.
Kemudian
aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, Beliau berkata :
“Sesungguhnya
umatmu tidak akan mampu melakukan salat lima kali setiap hari. Dan
sesungguhnya aku pun pernah mencoba orang-orang dan telah berusaha keras
terhadap Bani Israel. Maka kembalilah kepada Tuhan-mu dan mintalah keringanan
kepadaNya”.
Aku menjawab :
“Aku
telah meminta keringanan berkali-kali kepada-Nya, sehingga aku malu. Namun
sekarang aku telah rela dan aku terima ketentuan-Nya”.
Ketika
aku meninggalkan Beliau, terdengar suatu seruan : “Aku telah tetapkan farduKu,
dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku”. Dalam riwayat lain
: “Dan Aku memberi balasan atas setiap satu kebaikan, sepuluh kali
lipatnya”.
Nabi saw. melanjutkan ceritanya :
“Kemudian
aku pulang bersama saudaraku, Jibril. Dia tidak meninggalkan aku dan aku pun
tidak meninggalkannya, hingga akhirnya kami tiba kembali ke tempat tidurku.
Dan itu semua terjadi dalam satu malam dari malam-malammu ini”.
Beliau
saw. bersabda :
Artinya : “Aku adalah penghulu
anak cucu Adam, dan aku tidak sombong. Dan akulah pemegang panji Alhamd, dan
aku tidak sombong”.
Ibnu Abbas ra. dan Aisyah ra.
berkata : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Setelah malam terjadinya
peristiwa isra’ atas diriku, dan paginya aku sudah berada kem. “bali di kota
Mekah, maka aku sadar bahwa orang-orang tidak akan mempercayai aku”, Lantas
Beliau saw. duduk dengan hati sedih. Tiba-tiba lewat Abu Jahal, musuh Allah,
di hadapan Beliau. Dia datang mendekati Beliau lalu duduk di depannya.
Kemudian ia berkata sambil memperolok-olokkan Beliau :
“Adakah
sesuatu yang telah engkau peroleh?”.
“Ya”, jawab
Nabi. “Tadi malam aku telah diisra’kan”.
“Kemana”,
tanya Abu Jahal.
Nabi menjawab : “Ke Baitul
maqdis”.
“Kemudian pagi ini engkau telah berada
kembali di tengah kami?”. Tanya Abu Jahal dengan nada sinis.
Abu
Jahal bertanya :
Beranikah engkau mengatakan
kepada kaummu seperti yang engkau katakan kepadaku tadi?”.
“Ya”,
jawab Nabi dengan tegas.
Maka berserulah Abu
Jahai : “Hai sekalian Bani Ka’ab bin Luay, kemarilah!”. Mendengar seruan itu,
orang-orang pun berdatangan, hingga akhirnya mereka berkumpul di has dapan
keduanya.
Lalu Abu Jahal berkata kepada Nabi :
“Katakanlah
kepada kaummu seperti apa yang telah engkau katakan kepadaku tadi”.
“Baiklah”,
jawab Nabi. “Tadi malam aku telah diisra’kan”.
“Kemana?”,
Tanya mereka
Nabi menjawab :
“Ke
Baitul maqdis”.
Mereka bertanya pula : “Kemudian
pagi ini engkau telah berada kembali di tengahtengah kami?”.
“Benar”,
jawab Beliau.
Maka beberapa orang di antara
mereka pergi mencari Abubakar. Setelah bertemu, mereka lalu bertanya : “Sudah
mendengarkah engkau berita dari sahabatmu itu?. Dia mengaku bahwa dirinya
telah diisra’kan tadi malam”.
“Benarkah Beliau
telah berkata begitu?”. Tanya Abubakar.
Mereka
menjawab : “Dia memang telah berkata begitu”.
Abubakar
berkata : “Yah, sesungguhnya Beliau telah berkata benar”.
“Engkau
membenarkan dia?”, tanya mereka.
Abubakar
menjawab :
“Aku membenarkan Beliau tentang yang
lebih jauh daripada itu”.
Demikian kisahnya
secara ringkas.
Adapun mengenai Nabi saw. melihat
Tuhannya Azza wa Jalla, para ulama salaf berbeda pendapat dalam hal melihatnya
Beliau kepada Tuhan-nya Yang Mahasuci dengan mata kepalanya. Hal ini tidak
diakui oleh Aisyah ra.
Dari “Amir, dari Masruq,
bahwa dia pernah bertanya kepada Aisyah ra. : “Wahai Ummul mukminin, benarkah
Nabi Muhammad melihat Tuhan-nya, maksudnya pada malam Isra’, dalam keadaan
jaga?”.
Aisyah menjawab : “Bergetar rambutku
terhadap apa yang kamu katakan itu”. Maksudnya : berdiri bulu romaku mendengar
pertanyaanmu kepadaku itu. “Ada tiga perkara, barangsiapa mengatakannya
kepadamu, maka sesungguhnya dia telah berdusta:… Barangsiapa mengatakan
kepadamu bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya dia
telah berdusta”. Kemudian dia membacakan firman Allah yang berbunyi:
Artinya
: “Dia tidak dapat dilihat oleh pandangan mata, sedangkan Dia dapat melihat
segala yang kelihatan”.
Kemudian ia menyebutkan
hadis itu sampai selesai.
Ada segolongan ulama
sependapat dengan Aisyah, dan agaknya pendapat ini pula yang masyhur dari Ibnu
Mas’ud ra. Dan yang serupa dengan ini adalah riwayat dari Abu Hurairah ra.,
katanya : “Sesungguhnya Nabi saw. hanya melihat Jibril”. Namun, ini juga
diperselisihkan. Sementara ada segolongan ulama ahli hadis, ahli kalam dan
ahli figih yang mengingkari hal ini, dan mereka menganggap tidak mungkin
melihat Allah di dunia.
Sedang dari Ibnu Abbas
ra. diriwayatkan bahwa, Nabi saw. telah melihat Allah dengan mata
kepalanya.
Dan Atha meriwayatkan dari Ibnu Abbas
ra., katanya : “Nabi saw. telah melihat Allah dengan kalbunya”.
Dan
dari Abul Aliyah, dari Ibnu Abbas ra., Nabi saw. telah melihat-Nya dengan
hatinya dua kali”.
Oleh karena itu, Ibnu Ishak
menyebutkan bahwa, Ibnu Umar ra. Pernah mengutus seseorang menemui Ibnu Abbas
ra. untuk menanyakan, apakah Nabi Muhammad saw. telah melihat Tuhannya?.
Dijawab olehnya : “Ya”.
Memang, menurut riwayat
yang paling masyhur dari Ibnu Abbas ra. adalah bahwa Nabi saw. telah melihat
Tuhannya dengan mata kepalanya. Hal itu diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari
berbagai jalur. Dia berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah mengistimewakan
Nabi Musa dengan kalam (berbicara dengan-Nya), Nabi Ibrahim dengan khulla
(sebagai sahabat), dan Nabi Muhammad dengan ru’yah (melihat-Nya dengan mata
kepalanya)”. Hujjah (argumentasi) nya adalah firman Allah yang berbunyi :
Artinya
: “Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya. Maka, apakah kamu hendak
membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?. Dan sesungguhnya dia (Nabi
Muhammad) telah melihat-Nya pada waktu yang lain”.
Al
Mawardi berkata : “Konon, Allah telah membagi kalam-Nya dan ru’yah-Nya antara
Nabi Musa dan Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw. telah melihat-Nya dua
kali, sedang Nabi Musa as. telah berbicara dengan-Nya dua kali pula”.
Dan
Assamargandi menceritakan dari Muhammad bin Ka’ab Al Qarzhi dan Rabi’ bin
Anas, bahwa Nabi saw. pernah ditanya : “Apakah Baginda telah melihat Tuhan
Baginda?”. Beliau menjawab : “Aku telah melihat-Nya dengan hatiku, dan tidak
melihat-Nya dengan mataku”. dst. (Syifa’un Syarif)
Adapun
sebab terjadinya mikraj itu adalah, bahwasanya bumi pernah menyombongkan diri
pada langit. Bumi berkata : “Aku lebih baik darimu, karena Allah Taala telah
menghiasi aku dengan negeri-negeri, lautan, sungai-sungai, pohon-pohon,
gunung-gunung dan lain-lain”.
Lalu langit
menjawab : “Akulah yang lebih baik darimu, karena matahari, bulan,
bintang-bintang, planet-planet gugusan-gugusan bintang, Arsy, Kursi dan surga
ada padaku”.
Bumi tidak mau kalah, ia berkata :
“Padaku ada sebuah rumah yang dikunjungi dan dikelilingi oteh para nabi, para
rasul, para wali, dan seluruh kaum mukminin”.
Langit
balas menjawab : “Padaku ada Baitul makmur yang dikelilingi oleh para malaikat
langit. Dan padaku ada pula surga yang merupakan tempat tinggal arwah para
nabi, para rasul, para wali dan orang-orang saleh”.
Kemudian
bumi berkata : “Sesungguhnya penghulu para rasul, penutup para nabi, kekasih
Tuhan semesta alam, dan makhluk yang paling utama, yang kepadanya disampaikan
penghormatan yang paling sempurna, tinggal padaku dan berlaku syariatnya di
atasku”.
Setelah mendengar perkataan bumi itu,
maka langit tidak bisa berkutik dan tidak mampu menjawab lagi. Kemudian ia
memohon kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, Engkau memperkenankan doa
hamba-Mu yang ada dalam kesulitan, apabila dia berdoa memohon kepada-Mu.
Sedang aku tidak mampu menjawab perkataan bumi. Oleh karena itu, aku memohon
kepada-Mu, naikkanlah Nabi Muhammad kepadaku, sehingga aku menjadi mulia
karenanya, sebagaimana bumi menjadi mulia dengan keelokannya dan membanggakan
diri dengannya”.
Maka Allah pun mengabulkan doa
langit itu. Kemudian Dia mewahyukan kepada Jibril as. pada malam kedua puluh
tujuh dari bulan Rajab : “Hai Jibril, janganlah engkau berjalan jauh pada
malam ini. Dan kau, hai Izrail, janganlah mencabut nyawa pada malam ini”.
Jibril
bertanya : “Apakah kiamat telah tiba?”.
“Tidak, hai Jibril”,
jawab Allah, “Tetapi pergilah engkau ke surga, dan ambillah Burag, lalu
bawalah ia kepada Muhammad”.
Maka Jibril pun pergi ke surga. Di
sana dilihatnya ada 40.000 ekor burag, yang berkeliaran di taman-taman surga.
Sedang pada kening-kening mereka tertulis nama Muhammad Jibril melihat di
antara burag-burag itu ada seekor burag yang menundukkan kepalanya sambil
menangis, sedang dari kedua matanya mengalir air mata.
“Kenapa
engkau, hai Burag?”, tanya Jibril.
Burag itu menjawab :
“Wahai
Jibril, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40.000 tahun yang
lalu. Maka tertanamlah di dalam hatiku perasaan cinta kepada pemilik nama itu,
dan aku merindukannya. Sesudah itu aku tidak memerlukan lagi makan dan minum,
sedang aku terbakar oleh api kerinduan”.
Maka Jibril berkata : “Aku
akan mempertemukanmu dengan orang yang engkau rindukan itu”.
Kemudian
Jibril memberinya pelana dan kekang, lalu dibawanya kepada Nabi saw. demikian
seterusnya sampai akhir cerita. (A’rajiyah)
33. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN MANUSIA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan sesungguhnya
Kami telah memuliakan anak cucu Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di
lautan. Kami beri mereka rezeki yang baik-baik. Dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan”. (QS. Al Isra : 70)
Tafsir :
(.
) Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dengan rupa yang
elok, tabiat yang seimbang, perawakan yang sedang, kemampuan membedakan dengan
akalnya, memahamkan dengan bahasa lidah, isyarat dan tulisan, petunjuk kepada
jalan-jalan penghidupan dunia dan akhirat, kemampuan menguasai isi bumi,
kepandaian berindus-tri, menghubungkan antara sebab-sebab dan
akibat-akibatnya, baik yang datang dari langit maupun bumi, sehingga
menghasilkan manfaat-manfaat bagi mereka, dan lain-lain yang tidak mungkin
disebutkan seluruhnya satu persatu. Di antaranya adalah seperti yang
disebutkan oleh Ibnu Abbas ra., yaitu bahwa tiap-tiap binatang mengambil
makanan dengan mulutnya kecuali manusia. Manusia mengangkat makanannya ke
mulut dengan tangannya.
(. ) dan Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, di atas kendaraan-kendaraan darat dan
laut. Kalimat ini berasal dari :. ( Aku beri dia kendaraan yang ia
tumpangi), atau dari : (Dan Kami angkut mereka dalam kendaraan
darat dan kendaraan laut), sehingga mereka tidak dibenamkan oleh bumi dan
tidak ditenggelamkan oleh air.
(. ) dan Kami beri
mereka rezeki dari yang baik-baik, yang enak-enak, baik yang dihasilkan oleh
pekerjaan mereka ataupun oleh selain pekerjaan mereka.
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna dari kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan, dengan kemenangan dan penguasaan, atau
dengan kehormatan dan kemuliaan. Sedang yang dikecualikan adalah jenis
malaikat atau orang-orang istimewa dari kalangan marfusia sendiri. Dan tidak
dilebihkannya sejenis makhluk, tidak harus berarti tidak dilebihkannya
beberapa individu dari jenis tersebut. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan
dari Wahab bin Munabbih, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa mengucapkan salam kepadaku sepuluh kali, maka seolah. olah ia
telah memerdekakan seorang budak belian”. (Syifa’un Syarif).
Dan
diriwayatkan pula, bahwa Amr bin Ka’ab dan Abu Hurairah ra. Pernah datang
menemui Nabi saw. dan bertanya : “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling
berilmu?”.
Nabi menjawab : “Orang yang
berakal”.
Mereka bertanya pula : “Siapakah orang
yang paling tekun beribadat?”.
Nabi menjawab :
“Orang yang berakal”.
Mereka bertanya pula :
“Siapakah orang yang paling utama?”.
Nabi
menjawab : “Orang yang berakai. Segala sesuatu mempunyai senjata, dan senjata
orang mukmin adalah akal. Setiap bangsa mempunyai pemimpin, dan pemimpin orang
mukmin adalah akal. Dan setiap bangsa mempunyai cita-cita, dan cita-cita
manusia adalah akal”. (Hayatul Qulub)
Dari Aisyah
ra., ia berkata : “Akal itu ada sepuluh bagian. Lima di antaranya tampak, dan
lima lainnya tidak tampak. Adapun bagian-bagian yang tampak itu ialah :
Pertama,
diam.
Sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Barangsiapa diam, maka ia selamat”. Dan sabdanya :
Artinya
: “Barangsiapa banyak bicaranya, maka sering pula ia terjatuh”.
Kedua,
santun.
Ketiga, rendah hati
Sebagaimana
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa bersikap
rendah hati, maka Allah akan meninggikan (derajat)nya dan barangsiapa bersikap
sombong, maka Allah akan menghinakannya”.
Keempat,
menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.
Kelima,
beramal saleh.
Adapun bagian-bagian akal yang
tidak tampak adalah : Pertama, tafakkur (berpikir). Kedua, ibrah (mengambil
pelajaran dari sesuatu kejadian).
Ketiga, merasa
berat dengan dosa-dosa.
Keempat, merasa takut kepada Allah
Taala.
Kelima, merasa dirinya hina dina (Hayatul Qulub)
Menurut
sebuah khabar, keindahan itu diciptakan dengan tujuh bagian : kelembutan,
kemanisan, cahaya, sinar, kegelapan, keramahan dan kehalusan. Ketika semua
makhluk dan semua hal tadi telah diciptakan, maka tiap-tiap sesuatu diberi
satu bagian dari bagian-bagian tersebut. Kelembutan diberikan kepada surga,
kemanisan untuk bidadari, cahaya untuk matahari, sinar untuk bulan, kegelapan
untuk malam, kelembutan dan kehalusan untuk angin. Alam besar, yaitu langit
dan bumi, dihiasi dengan semua ha, tersebut. Dan ketika Allah telah
menciptakan Adam as. dan Hawa, yaitu alam kecil, maka Allah juga menghiasinya
dengan hal-hal tadi. Kelembutan Dia berikan untuk ruhnya, kemanisan untuk
lidahnya, cahaya untuk wajahnya, sinar untuk matanya, kegelapan untuk rambut:
nya, keramahan untuk hatinya dan kehalusan untuk nuraninya. Dengan demikian,
manusia menjadi makhluk yang terbaik dari segalanya. Sebagaimana firman Allah
Taala:
Artinya : “Dalam bentuk apa pun yang Dia
kehendaki, Dia susun tubuhmu”. (Majalis)
Tidak
ada perselisihan pendapat bahwa, para nabi alaihimus salamatu wassalam, adalah
lebih utama daripada para malaikat yang berada di alam bawah, namun
perselisihan pendapat terjadi mengenai para malaikat yang berada di alam atas,
kebanyakan sahabat berpendapat bahwa, para nabi itu lebih utama. Pendapat yang
sama dianut pula oleh kaum Syiah dan para penganut golongan-golongan lainnya.
Sedangkan golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa, para malaikatlah yang lebih
utama, pendapat ini dianut pula oleh golongan filosofi (para ahli
filsafat).
Ada beberapa faktor yang dijadikan
alasan oleh kawan-kawan kami :
Pertama, firman
Allah Taala yang berbunyi :
Artinya : “Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu sekalian
kepada Adam…”
Para malaikat itu disuruh sujud
kepada Adam as.. Dari sini dapat segera dipahami bahwa, pihak yang lebih
rendahlah yang biasanya disuruh sujud (memberi hormat) kepada pihak yang lebih
tinggi (lebih utama)
Kedua, firman Allah Taala
yang berbunyi :
Artinya : “Dan Allah mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benaa) seluruhnya…. Sampai dengan firman-Nya :
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui Selain yang telah Engkau ajarkan
kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.
Hal ini menunjukkan bahwa Adam as.
mengetahui nama-nama benda seluruh. nya, sedang para malaikat tidak. Yang
mengetahui tentu lebih utama daripada yang tidak mengetahui. Sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah Taala yang berbunyi:
Artinya
: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan mereka yang tidak
mengetahui?”
Ketiga, bahwa manusia memiliki
penghalang-penghalang yang merintanginya dari berbuat ibadat, seperti
syahwatnya, amarahnya, hajatnya yang menyibukkan waktu-waktunya. Sedangkan
para malaikat tidak memiliki satu pun dari penghalang-penghalang tersebut.
Tidak diragukan bahwa, ibadat yang tetap dilaksanakan meskipun ada
penghalang-penghalang tadi adalah lebih menjamin keikhlasan dan lebih
berat.
Sehingga dengan demikian lebih utama.
Keterangan lebih rinci mengenai masalah
ini dapat
Anda telaah dalam kitab Syarah Al Agaid oleh ulama besar At Taftazani.
Silahkan
Anda menelaahnya.
Dalam salah satu hadis, Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Amal yang paling utama
ialah yang paling berat”.
Yakni, yang paling
sulit. Dengan demikian tentu pahalanya akan lebih banyak.
Keempat,
bahwa manusia dibentuk dengan susunan antara malaikat yang hanya berakal tanpa
syahwat dan binatang yang bersyahwat tanpa akal. Dengan akalnya, manusia
cenderung menjadi malaikat, dan dengan syahwatnya, manusia cenderung menjadi
binatang. Selanjutnya, apabila syahwatnya mengalahkan akalnya, maka manusia
akan lebih jahat daripada binatang. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. .
Mereka itulah orang-orang yang lalai”.
Dan
firman-Nya :
Artinya : “Sesungguhnya binatang
yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang yang tuli”.
Dengan
demikian, orang yang akalnya mengalahkan syahwatnya, dia lebih baik daripada
malaikat. (Demikian tersebut dalam syarah Al Mawaqif)
Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
“Ketika
Allah Taala telah menciptakan Adam dan anak cucunya maka berkatalah para
malaikat : “Ya Rabb, Engkau telah menciptakan manusia dengan beberapa
kelebihan, mereka makan, minum, kawin, berkendaraan, memakai pakaian, tidur
dan bebas bepergian. Sedangkan kepada kami, tidak satu pun di antara hal-hal
tersebut yang Engkau berikan. Maka jadikanlah buat mereka dunia, dan buat kami
akhirat”.
Allah Taala menjawab :
“Aku
tidak akan menjadikan makhluk yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku dan Aku
tiupkan ke dalamnya ruh Ku seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan satu kata
“KUN” lalu jadilah ta”.
Maksudnya : seperti
makhluk yang Aku ciptakan dengan semata-mata perintah, yaitu malaikat.
Artinya, manusia tidak sama dengan malaikat dalam hal kemuliaan dan
kedekatannya (di sisi Allah), tetapi kemuliaan manusia itu lebih banyak dan
kedudukannya lebih tinggi. (Al Mashabih)
Konon,
susunan falak dan gugusan bintang adalah seperti susunan manusia. Jadi
sebagaimana falak itu ada tujuh, maka demikian pula anggota tubuh manusia.
Falak terbagi menjadi dua belas gugusan bintang, maka demikian pula pada tubuh
manusia terdapat dua belas lubang : dua mata, dua telinga, dua lubang hidung,
kubul dan dubur, dua susu, mulut dan pusar. Enam gugusan bintang itu ada di
sebelah selatan, dan enam lainnya ada di sebelah utara. Maka demikian pula
halnya dengan enam lubang itu ada di belahan kanan manusia, dan enam lainnya
ada di belahan kirinya. Dan pada falak ada tujuh bintang, demikian pula pada
tubuh manusia ada tujuh kekuatan : pendengaran. penglihatan, penciuman,
pengecap, peraba, pemikir, dan pembicara. Jadi, gerakan-gerakan Anda adalah
seperti gerakan-gerakan bintang, kelahiran Anda seperti terbitnya
bintang-bintang, dan kematian Anda seperti tenggelamnya bintang-bintang. Dan
ini perumpamaan di alam atas.
Adapun perumpamaan
di alam bawah adalah, tubuh Anda diumpamakan seperti bumi, tulang-tulang Anda
diumpamakan gunung-gunung, otak Anda seumpama bahanbahan mineral, keringat
Anda seumpama sungai-sungai, daging Anda seumpama tanah. rambut anda seumpama
tumbuh-tumbuhan, wajah Anda seumpama timur, punggung Anda seumpama barat,
tangan kanan Anda seumpama selatan, dan tangan kiri Anda seumpama utara, nafas
Anda seumpama angin, pembicaraan Anda seumpama halilintar, tertawa Anda
seumpama kilat, tangis Anda seumpama hujan, marah Anda seumpama awan, tidur
Anda seumpama mati, jaga Anda seumpama hidup, masa muda Anda seumpama musim
panas, dan masa tua Anda seumpama musim dingin (maka Mahasuci Allah, Pencipta
yang sebaik-baiknya). Pada telapak tangan, Allah menciptakan tiga puluh lima
tulang, begitu pula pada kaki. (Zahratur Riyadh)
Diriwayatkan
dari.sahabat Abu Hurairah ra. dalam menafsirkan firman Allah Taala :
Artinya
: “Tuhan sekalian alam”.
Bahwa Allah Taala telah
menciptakan makhluk, dan membagi mereka menjadi empat jenis : malaikat, setan,
jin dan manusia. Kemudian keempat jenis itu Dia bagi lagi menjadi sepuluh
bagian, sembilan bagian di antaranya berupa malaikat, dan satu bagian lagi
berupa setan, manusia dan jin. Selanjutnya ketiga jenis terakhir, Dia bagi
lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya adalah setan, dan
satu bagian lain berupa manusia dan jin. Kedua jenis terakhir ini Dia bagi
lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya berupa jin, dan yang
satu bagian lagi berupa manusia. Kemudian Dia bagi manusia itu menjadi 125
bagian, yang seratus bagian Dia tempatkan di negeri-negeri Hindia, mereka
semua bakal masuk ke neraka. Dua belas bagian lagi Dia tempatkan di
negeri-negeri Romawi, mereka semua juga bakal masuk neraka. Enam bagian lagi
Dia tempatkan di Timur, mereka semua juga akan masuk ke dalam neraka. Dan enam
bagian lagi Dia tempatkan di Barat, mereka pun akan masuk neraka semua. Dan
tinggallah satu bagian, yang terbagi menjadi 73 golongan. 72 golongan di
antara adalah para penganut bid’ah dan kesesatan, sedangkan yang satu golongan
adalah yang selamat, yaitu golongan Ahlu Sunna wal Jama’ah. Hisab mereka
terserah kepada Allah Taala. Dia akan mengampuni siapa saja yang Dia
kehendaki, dan mengazab siapa saja yang Dia kehendaki. (Tafsir Al Wasith)
Abubakar Al Balkhi pernah ditanya tentang
seorang yang fakir, bila dia menerima hadiah dani seorang taja, padahal dia
tahu bahwa raja itu telah mengambil barang itu dengan cara merampas. Apakah
itu halal?. Al Balkhi menjawab “Jika raja itu telah mencampurkan antara
dirham-dirham yang satu dengan lainya, maka tidak apa-apa rrerar manya. Tetapi
kalau raja itu memberikan kepada si fakir barang hasil rampasan ita serd
sebelum bercampur dengan yang lainnya, maka itu tidak boleh”.
Menurut
Alfakih Abul Laits, jawaban ini benar berdasarkan pendapat Abu Han far Karena
menurutnya, orang yang merampas dirham-dirham dani suatu kaum, kemudar da
campurkan dengan yang lain, maka dirham-dirham itu menjadi milik si perampas,
tetap berarti ia berhutang kepada kaum itu.
Sedangkan
di dalam Bustanul Arifin disebutkan bahwa, ulama berselisih pendapat mengenai
soal menerima hadiah dari seorang raja. Sebagian dari mereka mengatakan itu
boleh, selagi si penerima tidak mengetahui bahwa raja itu memberinya dari
barang yang haram. Sedang sebagian lainnya mengatakan bahwa, itu tidak boleh.
Adapun ulama yang membolehkan, sependapat dengan apa yang diriwayatkan dari
Ali bin Abi Thalib ra. bahwa dia pernah berkata : “Sesungguhnya raja itu
memperoleh harta yang halal! dan yang haram. Maka apa-apa yang diberikannya
kepadamu, maka ambiliah. Sesungguhnya dia memberimu dari yang halal”.
Dan
diriwayatkan pula dari Umar ra., ia berkata : “Rasulullah saw. pernah bersabda
:
Artinya : “Barangsiapa diberi sesuatu tanpa
meminta, maka terimalah ia. Sesungguhnya itu adalah rezeki yang dikaruniakan
Allah Taala kepadanya”.
Dan diriwayatkan dari
Habib bin Abi Tsabit, bahwa ia berkata : “Saya pernah melihat Ibnu Umar ra.
dan Ibnu Abbas ra. diberi hadiah dari Al-mukhtar. Hadiah-hadiah itu mereka
terima, padahal Almukhtar itu terkenal sebagai seorang yang zalim”.
Muhammad
bin Alhasan juga pernah meriwayatkan dari Abu Hanifah ra., dari Hammad, bahwa
Ibrahim An Nakha’i telah pergi menemui Zuhair bin Abdillah Al Uzdi, yang
menjadi Gubernur di Hulwan. Ketika itu, Ibrahim ditemani oleh Abu Dzarr Al
Hamdani ra., meminta hadiah kepada Al Uzdi tersebut. Muhammad bin Alhasan
berkata : “Inilah yang kami anut, selagi kami tidak mengetahui sesuatu yang
nyata-nyata haram dari pemberiannya. Dan demikian juga pendapat yang dianut
oleh Abu Hanifah”. (Mauizah)
Saya katakan, di
zaman sekarang ini, tidak mungkin lagi menganut pendapat yang sangat
berhati-hati dalam hal fatwa, karena mencari secara berlebihan barang yang
halal menurut aturan wara yang tertinggi adalah termasuk hal yang akan membawa
kepada kesulitan, apalagi bagi para pelajar. Padahal kesulitan itu ditolak
dalam agama. Bahkan, syariatlah yang menjadi timbangan yang lurus. Jadi, apa
pun yang tidak dikecam oleh syariat adalah halal dan merupakan rahmat dari
Allah Taala atas hamba-hamba-Nya. Maka apabila seseorang telah berpegang pada
syariat, orang lain tidak boleh mengingkarinya. Karena mengingkari berarti
meremehkan syariat. Dan barangsiapa yang meremehkan syariat, maka dikuatirkan
akan hilang imannya.
Kalau ini sudah diyakini
benar-benar, maka wara dan takwa di zaman sekarang ialah menganggap apa saja
yang ada pada tangan seseorang sebagai miliknya, selama tidak diketahui dengan
yakin bahwa barang itu nyata-nyata hasil rampasan atau curian, sekalipun
diketahui dengan yakin bahwa dalam hartanya terdapat barang haram. Karena
dalam fatwanya, Qadhi Khan berkata : “Ada seseorang menemui raja. Lalu
dihidangkanlah kepadanya sesuatu makanan. Kalau tamu itu tidak tahu bahwa
hidangan itu nyata-nyata hasil rampasan, maka dia boleh makan, karena segala
sesuatu pada asalnya boleh. Tetapi, kalau tidak demikian, maka tidak boleh.
(Dari catatan-catatan kami, yang hina ini)
Allah
Taala berfirman di dalam surah Yaasiin :
(
) Dan suatu tanda, yang besar dari Kami, yang menunjukkan kekuasaan Kami yang
sempurna dan keesaan Kami.
(. ) bagi mereka,
maksudnya : yang dapat mereka gunakan sebagai dalil yang menunjukkan atas
kebenaran Kami, yaitu :
(. ) bahwa Kami,
maksudnya : dengan keadaan kebesaran Kami. .
(.
) Kami mengangkut dzurriyah mereka dalam bahtera. Yang dimaksud dzurriyah
ialah bapak-bapak dan nenek moyang mereka, sekalipun kata dzurriyah dapat juga
diartikan sebagai anak-cucu.
(.
) yang sesak, yakni yang penuh muatan.
Sedang
yang dimaksud bahtera di sini adalah kapal Nabi Nuh as. Dan mereka itu ialah
dari keturunan orang-orang yang diangkut bersama Nabi Nuh as. ketika mereka
masih berada dalam tulang sulbi nenek moyang mereka.
Ada pula
sebagian ulama yang berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan bahtera yang penuh
muatan dalam ayat ini ialah kapal itu yang berlayar di laut, padahal ia tidak
mempunyai tangan dan kaki, namun dapat menempuh jarak perjalanan dua puluh
hari dalam tempo satu hari saja. Ini semua menunjukkan kekuasaan Kami yang
sempurna.
(. ) dan Kami ciptakan untuk
mereka kendaraan yang mereka kendarai seperti bahtera itu. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa, yang dimaksud dalam ayat ini ialah kapal-kapal yang dibuat
sesudah kapal Nabi Nuh as., yang sama bentuknya. Dan ada pula yang
berpendapat, yang dimaksud adalah kapal-kapal kecil yang berlayar di
sungai-sungai, seperti halnya kapal-kapal besar di laut. Dan ini adalah
pendapat dari Gatadah, Adh Dhahak dan lain-lain.
Dan
diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa yang dimaksud ‘seperti bahtera itu’
ialah unta di darat, seperti halnya kapal di laut. Yakni, Kami telah
menciptakan untuk mereka kapal-kapal di laut yang mereka kendarai, dan Kami
ciptakan pula untuk mereka di darat : unta, kuda, dan keledai, yang mereka
kendarai. Dan ini semua menunjukkan kekuasaan dan kekuatan Kami. (dari
Ma’alimut Tanzil dan lainnya)
34. PENJELASAN TENTANG SALAT TAHAJJUD
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan pada sebagian
malam salat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu.
Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (AS. Al Isra :
79)
Tafsir :
(. ) Dan pada sebagian
malam salat tahajjudlah kamu. Maksudnya, pada sebagian malam tinggaikanlah
tidur untuk melakukan salat. Sedang dhamir (kata ganti nama, yaitu
: kembali kepada kata
(yang disebutkan pada ayat sebelumnya).
(.
) sebagai suatu ibadat tambahan bagimu, selain salat fardu, atau sebagai suatu
keutamaan bagimu, sebab salat Tahajjud ini hanya wajib atas dirimu (Nabi
Muhammad) saja.
(. )
Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. Tempat yang dipuji
oleh orang yang tinggal di situ, dan oleh siapa saja yang melihatnya. Tempat
ini diartikan tempat mana saja yang memuat kemuliaan. Tetapi yang masyhur
bahwa yang dimaksud dengan magam (tempat) di sini adalah magam syafaat. Karena
ada sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau
bersabda :
Artinya : “Ia adalah magam (tempat) di
mana aku memberi syafaat kepada umatku”.
Dan
karena diberitahukannya kepada Beliau, bahwa orang-orang memuji Beliau sebab
Beliau tinggal di sana. Dan itu tidak lain adalah Magam Syafaat.
Adapun
sebab dinasabkannya kata Magaaman (. ) adalah karena ia
menjadi zharaf (kata keterangan) dengan me-idhmar-kan (menyembunyikan) fiil
(kata kerja) nya, yakni : fayuqiimaka maqooman (. ).
Atau, karena kata yab’atsaka ( ) itu sudah
memuat arti dari fiil (kata kerja) tersebut. Atau, bisa juga kata maqooman
(. ) itu menjadi hal (kata keadaan), dengan arti : an
yab’atsaka dzaa maqooman (. ). (Qadhi Baidhawi)
Dan
sahabat Anas bin Malik ta., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Tidaklah dua orang muslim berjumpa lalu berjabatan tangan dan mengucapkan
salawat kepadaku, melainkan Allah mengampuni dosa-dosa keduanya, baik yang
telah lalu maupun yang akan datang, berkat kemurahan-Nya, sebelum keduanya
berpisah”.
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw..,
bahwa ketika Beliau sedang duduk di dalam Masjid, masuklah seorang pemuda
menemui Beliau. Beliau menyambut pemuda itu dengan penuh hormat, kemudian
mendudukkannya di sisi Beliau, lebih tinggi daripada tempat duduk Abubakar.
Lantas Beliau saw. menerangkan alasannya, kata Beliau : “Sesungguhnya aku
mendudukkannya lebih tinggi darimu, karena di dunia ini tidak ada seorang pun
yang lebih banyak membaca salawat untukku melebihi dirinya. Tiap-tiap pagi dan
petang, ia mengucapkan :
Artinya : “Ya Allah,
limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad sebanyak jumlah orang yang
bersalawat kepadanya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad,
sebanyak jumlah orang yang tidak bersalawat kepadanya. Dan limpahkanlah rahmat
kepada Junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau suka bila dibacakan salawat
untuknya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebagaimana
Engkau perintahkan agar dibacakan salawat untuknya.
Oleh
karena itulah, maka aku dudukkan dia lebih tinggi daripada tempat dudukmu”.
(Zubdatul
Wa’zhin) Firman Allah : wa minal laili ( )
berkaitan dengan kata : tahajjada ( ). Maksudnya :
Artinya
: “Bertahajjudlah kamu di kala terbit fajar pada sebagian malam. Maka
tinggalkanlah tidur.
Tetapi yang lebih nyata
adalah, bahwa kata itu berkaitan dengan fiil mugaddar, yang diathafkan
kepadanya kata tahajjad, karena huruf fa (. ) itu harus ada
ma’thuf ‘alaihnya. Sedang penjabarannya adalah :
Artinya
: “Bangunlah pada sebagian malam, lalu bertahajjudiah sambil membaca Alquran”.
(Syaikh Zadah)
Firman Allah .
Maksudnya
: Bangunlah setelah kamu tidur, lalu bertahajjudlah. Karena tahajud itu hanya
dilakukan sesudah bangun tidur. Maksud ayat ini adalah bangun di waktu ma am
lalu salat.
Salat malam itu pada mulanya
merupakan kewajiban atas Nabi saw. dan atas umatnya, yaitu pada masa permulaan
Isiam, berdasarkan firman Allah Taala :
Artinya
: “Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk salat) di malam hari”.
Kemudian turun keringanan, sehingga kewajiban itu menjadi terhapus (mansukh
atas umat Beliau, dengan adanya salat lima waktu namun salat malam itu tetap
mustahab (dianjurkan) atas mereka berdasarkan firman Allah Taala :
Artinya
: “Maka bacalah apa yang mudah dari Alquran”.
Tetapi,
kewajiban itu masih berlaku atas diri Nabi saw., sesuai dengan firman Allah
Taala :
Artinya : “Sebagai ibadat tambahan
bagimu”.
Yakni, kewajiban tambahan atas
kewajiban-kewajiban lainnya yang telah diwajibkan Allah Taala.
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa, kewajiban salat tahajjud itu juga mansukh
(terhapus) atas diri Nabi saw. seperti halnya terhapus atas umatnya. Dengan
demikian, salat malam itu hanya sunnah saja bagi Beliau. Sebab Allah Taala
berfirman :
Artinya : “Sebagai ibadat nafilah
bagimu”.
Dalam ayat ini disebutkan bagimu
(. ) dan bukan atasmu (. ). (Dari Tafsir Al Khazin)
Yang
dimaksud nafilah ( ) adalah tadhilah
( ) atau keutamaan. Karena ketuamaan Nabi atas
umatnya dengan wajibnya salat malam itu atas diri Beliau dan bertambahnya
pahala. Nafilah itu merupakan keutamaan bagi Beliau dan bukan berarti pelebur
dosa. Sebab Beliau adalah orang yang telah dijamin bersih dari segala dosa.
Baik yang lalu maupun yang akan datang. (Syihab)
Jika
Anda bertanya, apa artinya pengkhususan (takhsis), kalau salat malam itu
merupakan tambahan bagi kaum muslimin dan juga bagi Nabi saw?. maka saya jawab
: Gunanya pengkhususan adalah bahwa, ibadat-ibadat nafilah itu merupakan
pelebur dosa bagi manusia pada umumnya, sedangkan Nabi saw. adalah seorang
yang dijamin bersih dari dosa, baik di masa lalu maupun di masa yang akan
datang. Adapun salat matam itu merupakan keutamaan dan tambahan bagi Beliau
dalam meningkatkan derajat-derajat yang luhur. Lain hanya dengan umat Beliau,
karena mereka mempunyai dosa-dosa yang memerlukan penghapus. Jadi mereka perlu
kepada ibadat-ibadat nafilah untuk menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan
mereka, bukan semata-mata untuk menambah pahala. Kesimpulan dari uraian mu
adalah, bahwa ibadat-ibadat tathawwu yang dilakukan oleh Nabi saw. merupakan
tambahan pahala bagi Beliau, berlainan dengan umat Beliau. (Syaikh Zaadah)
Dari
Ibnu Abbas ra. katanya : “Nabi saw. telah menyuruh salat malam, dan salat
malam itu diwajibkan atas Beliau, sedang atas umatnya tidak”.
Namun,
Albaghawi mengorcksi bahwa, kewajiban salat tahajjud itu telah dicabut kembali
dari Nabi saw. (Syihab)
Dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Allah Taala
menyayangi laki-laki yang bangun di waktu malam lalu salat dan membangunkan
isterinya, dan jika istrinya itu tidak mau (bangun) maka ia percikkan air ke
wajahnya. Dan Allah Taala menyayangi wanita yang bangun di waktu malam lalu
salat dan membangunkan suaminya, dan jika suaminya itu tidak mau (bangun) maka
ia percikkan air ke wajahnya”. (Mau’izhah)
Dari
Aisyah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Ada tiga perkara yang wajib atas diriku dan sunnah bagi kamu : salat witir,
bersiwak (menggosok gigi), dan salat malam”. (Syihab)
Dari
sahabat Umar bin Khattab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang
artinya :
“Barangsiapa melakukan salat malam, dan
salat itu dilakukannya dengan baik, maka Allah Taala akan memuliakannya dengan
sembilan perkara, yang lima di dunia, sedang yang empat di akhirat. Adapun
yang lima di dunia ialah : (1) Allah memeliharanya dari bermacam-macam
bencana, (2) tampak bekas ketaatannya pada wajahnya, (3) dicintai oleh hati
hamba-hamba-Nya yang saleh dan semua manusia, (4) lidahnya berbicara dengan
kata-kata hikmat, (5) dia dijadikan sebagai orang yang bijak, yakni dikaruniai
kefahaman.
Sedangkan empat perkara yang ada di
akhirat kelak ialah : (1) dia akan dibangkitkan dari dalam kuburnya dengan
wajah yang putih bercahaya, (2) dimudahkan hisab (perhitungan baik buruk) nya,
(3) dia akan melewati shirat (titian di atas neraka) laksana kilat yang
menyambar, (4) dia akan menerima kitab amalnya dari arah kanannya pada hari
kiamat kelak. (Raudhatul Ulama)
Dari Nabi saw.,
Beliau bersabda yang artinya :
“Pada malam aku
diisra’kan ke langit, Tuhanku mewasiatkan kepadaku lima perkara, firman-Nya :
Janganlah hatimu engkau gantungkan pada dunia, karena sesungguhnya Aku tidak
menciptakan dunia itu untukmu. Jadikanlah kecintaanmu itu hanya kepada-Ku,
karena sesungguhnya tempat kembalimu adalah kepada-Ku. Bersungguh-sungguhlah
memohon surga. Bersikaplah putus asa kepada makhluk, karena sesungguhnya tidak
ada sesuatu apa pun pada tangan mereka. Dan selalulah melaksanakan salat
tahajjud, karena pertolongan itu beserta salat malam”. (Syir’atul Islam)
Dari
Nabi saw., sabdanya : “Barangsiapa bangun tidur lalu mengucapkan :
Artinya
: “Tidak ada tuhan selain Allah, Yang Satu, tidak ada sekutu bagi-Nya Kepu.
nyaan-Nya kerajaan dan untuk-Nya pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu. Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah,
Allah Mahabesar. Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Oh Tuhan-ku, ampunilah daku, kedua orang
tuaku, dan orang-orang mukmin, yang laki-laki maupun yang perempuan. Maka dia
benar-benar telah diampuni oleh Tuhannya”. (Zubdatul Waa’zhin)
Ibrahim
bin Adham berkata : “Ada beberapa orang tamu singgah di rumahku. Maka tahulah
aku bahwa mereka itu adalah wali-wali abdal. Kemudian aku berkata : “Berilah
aku nasehat supaya aku dapat merasa takut kepada Allah seperti rasa takut
tuan-tuan”. Maka mereka menjawab : “Kami menasihatkan kepada anda tujuh
perkara :
Pertama, barangsiapa banyak bicara,
maka jangan Anda harapkan hatinya jaga.
Kedua,
barangsiapa banyak makan, maka jangan Anda harap dirinya memiliki hikmat.
Ketiga,
barangsiapa banyak bergaul dengan manusia, maka jangan Anda harap dia akan
merasakan manisnya ibadat.
Keempat, barangsiapa
mencintai dunia, maka jangan Anda harap dia akan memperoleh husnui
khatimah.
Kelima, barangsiapa bodoh, maka jangan
anda harap hatinya akan hidup.
Keenam,
barangsiapa lebih suka berkawan dengan orang zalim, maka jangan Anda harap
akan lurus agamanya.
Ketujuh, barangsiapa
menginginkan keridaan manusia, maka jangan Anda harap dia akan memperoleh
keridaan Allah”. (Hadits Arba’in).
Attirmidzi
meriwayatkan dari Abu Umamah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Hendaklah kamu melakukan salat malam. Karena salat malam itu merupakan
kebiasaan orang-orang saleh sebelum kamu, yaitu pada nabi dan para wali, dan
mendekatkan kamu sekalian kepada Tuhanmu, meleburkan keburukan-keburukan dan
menghapuskan dosa-dosa dan segala cela, serta mencegah dosa”.
Uraian
:
“Hendaklah kamu melakukan salat malam, karena
salat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kamu, yaitu para
nabi dan para wali”. Diriwayatkan bahwa, keluarga Nabi Daud as. pun melakukan
salat malam, dan di sini terkandung peringatan, bahwa kamu lebih patut
melakukan itu, karena kamu adalah sebaik-baik umat, dan juga mengandung
isyarat bahwa, orang yang tidak melakukan salat malam itu tidaklah tergolong
orang-orang yang sempurna kesalehannya.
“Dan
mendekatkan kamu sekalian kepada Tuhanmu”, maksudnya : salat malam itu
merupakan suatu ibadat yang paling mampu untuk mendekatkan kepada kecintaan
Tuhanmu daripada apa pun yang kamu gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah
Taata. Di dalam kalimat ini terkandung suatu isyarat kepada sebuah hadis
gudsi, yaitu firman Allah Taala :
Artinya :
“Seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadatibadat
nafilah, sehingga Aku mencintainya”.
“Meleburkan
keburukan-keburukan dan menghapuskan dosa-dosa dan segala cela”. Kata makfarah
( ) dan mamhah (. )
kedua-duanya adalah masdar mim, seperti kata mahmadah (. ),
yang artinya sama dengan isim failnya, yaitu penebus. Yang menebus dosa-dosa
dan menghapus segala cela. Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu menghilangkan keburukan-keburukan”.
“Dan
mencegah dosa”, Allah Taala berfirman :
Artinya :
“Sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan-perbuatan keji dan mungkar” (Ali Al
Qaari, semoga mendapat rahmat Ilahi)
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Aku memberi syafaat kepada
umatku ketika aku dipanggil oleh Tuhan-ku, lalu Dia berfirman : “Apakah engkau
rida, Ya Muhammad?”. Maka aku menjawab : “Ya Tuhanku, aku rida”. (Hadis Al
Arba’in)
Mengenai Umar bin Abdul Aziz ra., dia
adalah seorang khalifah, dan dia juga tergolong orang yang zuhud. Pada suatu
hari, istrinya berkata kepadanya : “Ya Amirilmukminin, saya telah bermimpi
melihat sesuatu yang aneh”.
Umar bertanya : “Apa
yang engkau lihat?”.
Isterinya menjawab :
“Aku
melihat seakan-akan kiamat telah bangkit, dan semua manusia telah dikumpulkan.
Neraca telah ditegakkan dan titian telah direntangkan di atas neraka. Dan
pertamatama para malaikat membawa Abdulmalik bin Marwan, lalu mereka berkata
kepadanya : “Menyeberanglah dari sini’. Ketika ia meletakkan kedua telapak
kakinya di atas titian dan hendak menyeberang, maka baru saja dia melangkah
satu dua langkah, tiba-tiba terjerumuslah ia ke dalam neraka. Kemudian para
malaikat datang membawa puteranya Alwalid bin Abdulmatik, lalu mereka berkata
: ‘menyeberanglah’, maka baru saja dia menapakkan kakinya di atas titian,
tiba-tiba terjerumuslah ia ke dalam neraka. Dan para khalifah, semua pun
begitu. Kemudian para malaikat datang membawamu, ya Amirilmukminin”.
Ketika
wanita itu berkata demikian, maka berteriaklah Umar bin Abdulaziz keras. keras
dan badannya gemetar dengan hebat, seperti ikan dalam jaring Dan mulailah ia
membenturkan kepalanya ke lantai dan ke tembok, sementara wanita itu pun
menjerit seraya berkata : “Demi Allah, saya melihat bahwa tuan ada di dalam
surga, dan tuan dapat melewati titian itu dengan selamat”.
Namun
Umar sudah tidak mendengarkan lagi perkataan wanita itu, karena gerretar. nya.
Dan ketika gemetarnya telah reda, mereka dapati ia telah meninggal dunia.
(Mau”zhah)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Setan mengikatkan tiga buhulan pada
ubun-ubun seseorang di antara kami ketika ia sedang tidur. Kemudian, apabila
dia bangun terus menyebut nama Allah Taala, maka terlepasiah satu buhulan.
Kemudian, apabila dia berwudu, terlepas pula buhulan kedua. Dan kemudian,
apabila dia melakukan salat, maka terlepas pulalah buhulan yang ketiga,
sehingga dia menjadi segar bersemangat. Tetapi kalau tidak, maka setan itu
akan mengencingi kedua telinganya. (Demikian tersebut di dalam kitab Al
Misykaat)
Imam Alghazali ra., berkata : “Apabila
tiba permulaan malam, berserulah malaikat dari bawah Arsy, “Ingat, hendaklah
bangun orang-orang ahli ibadat”. Maka mereka pun bangun dan mengerjakan salat
sebanyak yang dikehendaki Allah. Kemudian di tengah malam, berseru pula
malaikat, “Ingat, hendaklah bangun orang-orang yang takut kepada Allah, yang
memperpanjang tegak mereka di dalam salat sampai dini hari”. Kemudian pada
sepertiga malam terakhir, berseru pula malaikat penyeru dari bawah Arsy :
“Ingatlah, hendaklah bangun orang-orang yang memohon ampunan”. Dan apabila
waktu fajar telah menyingsing, maka berseru pula malaikat penyeru : “Ingat,
hendaklah bangun orangorang yang lalai”. Maka mereka pun bangun dari tempat
tidur mereka masing-masing ibarat mayat-mayat yang dibangkitkan dari kubur
mereka”.
Oleh karena itu, Lukman mewasiatkan
kepada puteranya, katanya : “Wahai anakku, janganlah engkau tidur, sedang ayam
jago berkokok pada waktu dini hari, sementara engkau enak-enakan tidur”.
Sedang
Syaikh Muhyiddin Ibnul “Arabi semoga Allah mensucikan jiwanya’ berkata :
“Hendaklah engkau melakukan salat malam sebanyak yang dapat menghilangkan
sebutan pelalai dari dirimu, paling sedikit dengan membaca sepuluh ayat”.
Maksudnya, di dalam salat.
Begitu pula, dari
Abdullah bin Amr bin Ash, ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa berdiri dalam salat dengan membaca sepuluh ayat maka dia tidak
dicatat dari golongan orang-orang yang lalai. Dan barangsiapa berdiri (dalam
salat) dengan membaca seratus ayat, maka dia dicatat termasuk ke dalam
golongan orang-orang yang patuh. Dan barangsiapa berdiri (dalam salat) sambil
membaca seribu ayat, maka dia dicatat termasuk ke dalam golongan orang-orang
yang memperbanyak pahala, dan seakan-akan dia seperti orang yang bersedekah
dengan uang tujuh puluh ribu dinar. (Demikian disebutkan di dalam kitab
Zubdatul Wa’izhin)
Diceritakan, bahwa pada suatu
hari, Nabi Musa as. berjalan melewati seorang lelaki yang sedang salat dengan
penuh khudhu dan khusyu, maka Beliau berkata : “Ya Tuhanku, alangkah bagusnya
salat orang itu”. Allah Taala menjawab : “Hai Musa, sekalipun dia salat
tiap-tiap sehari semalam seribu rakaat, memerdekakan seribu budak belian,
mensalati seribu jenazah, naik haji seribu kali, dan berperang seribu kali,
semuanya itu tidak akan berguna baginya, sampai dia menunaikan zakat
hartanya”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Cinta dunia merupakan pangkal segala dosa, dan enggan berzakat itu muncul
karena cinta dunia tersebut”. (Mau’izhah)
Dan
sabda Nabi saw. : |
Artinya : “Barangsiapa di
antara kamu memelihara salat dalam keadaan bagaimanapun dan di mana saja, maka
dia akan melewati shirat (titian yang ada di atas neraka) laksana kilat yang
menyambar bersama-sama rombongan pertama dari golongan Assabigun (orang-orang
yang pertama-tama masuk Islam). Dan dia datang pada hari kiamat sedang
wajahnya bak rembulan pada malam purnama. Dan tiap-tiap sehari-semalam, dia
memperoleh pahala seperti pahala Seribu orang yang mati syahid”.
Dan
Nabi saw. bersabda pula :
Artinya : “Salat fajar
dua rakaat lebih baik daripada dunia beserta semua isinya”.
Jika
Anda bertanya, mengapa sampai diberikan pahala yang sedemikian besar hanya
untuk amal yang ringan dan sedikit itu?. Maka kami jawab :
“Tidakkah
anda pernah mendengar cerita tentang Imam Syafii ra.?. Diceritakan, bahwa pada
suatu ketika, cambuknya jatuh dari tangannya. Lalu, seseorang bergegas
menghampirinya dan mengambilkan cambuk itu kemudian ia berikan kepadanya. Imam
Syafii mengucapkan terima kasih, lalu menyerahkan kepada orang itu sekantong
uang yang berisi uang sangat banyak. Ketika dia ditanya orang, kenapa tuan
memberinya upah sedemikian banyak hanya untuk pekerjaan yang tidak seberapa
itu?. Imam Syafii menjawab : “untuk menolong saya, dia telah mengerahkan
segenap kemampuannya, sedang saya hanya menggunakan sebagian saja dari
kemampuan saya”.
Itulah perlakuan Imam Syafii, maka betapa pula
perlakuan Tuhan semesta alam?. Dan sesungguhnya Imam Syafii telah meriwayatkan
sebuah hadis tentang hal tersebut dari Rasulullah saw., bahwa Beliau bersabda
:
Artinya : “Hanya dengan satu alasan saja, Tuhanku menerima dua
ribu dosa besar Terutama takbir pertama di dalam salat. Nabi saw. bersabda
:
Artinya : “Takbir yang pertama lebih baik daripada dunia
seisinya”.
Konon yang dimaksud adalah, andaikata Anda mempunyai
dunia, lalu dunia itu Anda nafkahkan di jalan Allah Taala, maka Anda tetap
tidak memperoleh apa yang dapat Anda peroleh dengan takbir yang pertama itu”.
(Maw’izhah)
35. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN SAHABAT
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu
pagi dan petang dengan mengharap keridaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka, sedang kamu mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat
Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas”.
(QS. Al Kahfi )
Tafsir :
(.
) Dan bersabarlah kamu. Tahanlah dirimu dan tetapkanlah ia.
(.
) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang. Pada
sebagian besar waktu-waktu mereka, atau pada kedua ujung siang.
(.
) dengan mengharapkan wajah-Nya, keridaan Allah dan ketaan kepadaNya. “
(.
) Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka. Janganlah penglihatanmu
melewati mereka kepada selain mereka. Sedang dijadikannya kata ta’du
( ) sebagai fiil muta’addi dengan menggunakan
‘an ( ) adalah karena ia mengandung arti naba (tidak
mengenai sasaran).
(. )
sedang kamu mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Menurut riwayat yang
masyhur, kalimat ini menjadi Hal (Kata keadaan) dari dhamir kaf (.
).
(. ) dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan. Orang yang Kami jadikan
hatinya lalai.
(. ) dari
mengingat Kami. Seperti Umayyah bin Khalaf, ketika meminta kamu mengusir
orang-orang miskin dari majelismu demi tokoh-tokoh Quraisy.
(.
) serta menuruti hawa nafsunya. Jawaban dari tuntutan ini adalah apa yang
telah diterangkan beberapa kali sebelumnya.
(.
) Dan adalah keadaannya itu melampaui batas, yakni melampaui kebe. naran dan
membuangnya ke belakang punggungnya. Dalam bahasa Arab ada istilah : farasun
furuth ( ) yang maksudnya : Kuda yang melampaui
kuda-kuda lainnya, Dari kata ini (. ) muncul pula kata
(kelalaian). (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Anas
bin Malik ra., ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa bersalawat kepadaku satu kali, dengan mengucapkan Allaahumma
shalli alaa Muhammad (artinya : Oh Tuhanku, limpahkanlah kehormatan dan
kemuliaan kepada Muhammad, seperti yang pernah Engkau limpahkan), maka Allah
akan bersalawat kepadanya sepuluh kali (arti salawat Allah buat hamba-Nya
adalah memberi rahmat kepadanya), dan digugurkan darinya sepuluh kesalahan,
serta diangkat baginya Sepuluh derajat”.
Konon,
ayat ini diturunkan ketika para pemuka orang-orang kafir meminta kepada
Rasulullah saw. supaya Beliau mengusir orang-orang miskin dari majelisnya,
seperti sahabat Suhaib, sahabat Ammar, sahabat Khabbab, sahabat Salman dan
lain-lain. Mereka berkata : “Hai Muhammad, usirlah orang-orang itu dari
majelismu, sehingga kami dapat duduk bersamamu. Karena mereka adalah
orang-orang hina. Bau mereka seperti bau kambing, sedang kami adalah
tokoh-tokoh bangsa. Kami tidak mau duduk bersama mereka. Jika Anda mau
mengusir mereka, maka kami baru mau beriman kepadamu”.
Agaknya
Rasulullah saw. hendak melakukan itu, karena sangat menginginkan mereka
beriman. Maka turunlah Jibril as. membawa firman Allah Taala :
Artinya
: “Dan janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu
pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keridaan-Nya”. Lantas Rasulullah
saw. menjawab : “Allah melarangku mengusir mereka itu”. Orang-orang kafir itu
berkata pula : “Berilah kami waktu satu hari, dan untuk mereka hari yang
lain”. Nabi saw. menjawab tegas : “Aku tidak akan melakukan itu”. Kemudian
mereka berkata : “Kalau begitu, biarlah majelisnya sama, tetapi menghadaplah
kepada kami dengan wajahmu, dan membelakangi mereka dengan punggungmu”. Maka
turunlah firman Allah Taala :
Artinya : “Dan
bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya… (dan seterusnya,
seperti di atas). (Ma’alimut Tanzil) Sedang Qatadah ra. berkata : “Ayat ini
turun mengenai para sahabat yang menghuni serambi Masjid (ahlus suffah).
Jumlah
mereka semuanya ada 700 orang, yang semuanya merupakan orang-orang fakir.
Mereka tinggal menetap di Masjid Rasulullah saw.. Mereka sudah tidak lagi
melakukan aktivitas perdagangan, pertanian atau peternakan. Kerja mereka hanya
melakukan salat, dari waktu ke waktu. Ketika ayat ini turun, maka bersabdalah
Nabi saw. : “Segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan di kalangan umatku
orang-orang yang aku disuruh bersabar bersama mereka”. (Ma’alimut Tanzil)
Dari
sahabat Anas ra., katanya : “Orang-orang fakir tersebut pernah mengutus
seseorang menemui Rasulullah saw. Lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya adalah
utusan orangorang fakir untuk menemui Baginda”.
“Selamat
datang kepadamu dan kepada orang-orang yang telah mengutusmu,”, sambut Beliau
dengan gembira. “Engkau datang dari orang-orang yang dicintai Allah”
Orang
itu berkata : “Ya Rasulullah, orang-orang fakir itu berkata, bahwa orang-orang
kaya benar-benar telah memborong kebaikan seluruhnya. Mereka naik haji, sedang
kami tidak mampu melakukannya. Mereka memerdekakan hamba sahaya, sedang kami
tidak mampu melakukannya. Dan apabila mereka sakit, mereka mengeluarkan
kelebihan harta mereka sebagai simpanan”.
Maka
berkatalah Nabi saw. : “Sampaikanlah salamku kepada orang-orang fakir itu, dan
sampaikanlah pula kepada mereka pesanku ini : bahwa barangsiapa di antara
.kamu bersabar dan rela menerima nasibnya, maka dia akan memperoleh tiga
perkara yang tidak diberikan kepada orang-orang yang kaya :
Pertama,
bahwa di dalam surga ada sebuah mahligai yang terbuat dari mira delima yang
merah, yang dipandangi oleh para penghuni surga seperti penduduk dunia
memandang kepada bintang-bintang. Tidak seorang pun akan mencapai tempat itu
selain dari nabi, atau wali, atau orang yang mati syahid, atau mukmin yang
fakir.
Kedua, orang-orang fakir akan memasuki
surga setengah hari lebih cepat daripada orang-orang kaya, yaitu sama dengan
500 tahun. Mereka dapat menikmati isi surga itu di mana saja yang mereka
kehendaki. Sedang Nabi Sulaiman bin Daud as. saja baru akan masuk surga 40
tahun setelah masuknya nabi-nabi yang lain, disebabkan oleh harta dan kerajaan
yang telah diberikan Allah Taala kepadanya di dunia.
Selanjutnya,
Nabi saw. Bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang fakir dari kaum
muhajirin mendahului masuk surga empat puluh musim gugur sebelum orangorang
kaya, pada hari kiamat kelak”.
Jika Anda
bertanya, “Bagaimana mencocokkan antara kedua hadis di atas?”. Maka kami jawab
: Boleh jadi yang lebih dahulu masuk ke dalam surga lima ratus tahun itu
adalah orang fakir yang sabar. Sedang yang masuk surga lebih dahulu empat
puluh tahun itu ialah orang fakir yang tidak sabar. Tetapi mungkin juga, yang
lebih dahulu empat puluh tahun itu ialah orang-orang fakir dari kaum Muhajirin
yang mendahului orang-orang kaya
mereka. Jadi
bukan orang-orang fakir atau orang-orang kaya secara mutlak.
(Dikisahkan)
Ada seorang lelaki bertanya kepada Abdullah bin Umar ra., katanya : “Bukankah
kita termasuk orang-orang fakir Muhajirin?”.
Ibnu
Umar balik bertanya : “Apakah Anda mempunyai isteri yang Anda kasihi?’. Orang
itu menjawab : “Ya”.
Ibnu Umar bertanya kembali :
“Apakah Anda mempunyai rumah yang Anda diami?”. “Ya”, jawab orang itu.
Ibnu
Umar berkata : “Anda tergolong orang-orang kaya”.
“Saya
pun mempunyai seorang pelayan”, kata orang itu pula.
Ibnu
Umar berkata : “Kalau begitu, Anda tergolong raja-raja”.
Ketiga,
apabila seorang fakir mengucapkan : “Subhanallah walhamdu lillah wa aa Ilaaha
illallaah, wallaahu akbar, dengan ikhlas, dan ada pula orang kaya yang
mengucap. kan kalimat-kalimat itu dengan ikhlas pula, maka pahala yang didapat
oleh orang kaya t, tidak dapat mencapai seperti pahala orang fakir tersebut,
sekalipun (di samping merg. ucapkan kalimat-kalimat tadi) orang kaya itu
menafkahkan uangnya beribu-ribu dirham Dan demikian pula halnya dengan
amal-amal kebajikan yang lain.
Maka pulanglah
utusan orang-orang fakir itu kepada para pengutusnya. Kemudian 4
memberitahukan hal itu kepada mereka. Mereka merasa senang dan berkata : “Kami
re a dengan kefakiran ini, Ya Rabb”. Sekian (Dari Ibnu Malik dalam syarahnya
atas kitab Aj Masyrig)
Abul Laits berkata : “Ada
lima kemuliaan bagi orang-orang yang fakir:
Pertama,
bahwa pahala amal mereka lebih banyak daripada pahala amal orangorang kaya,
baik dalam ibadat salat, sedekah maupun lain-lainnya.
Kedua,
bahwa apabila orang fakir menginginkan sesuatu yang tidak ia dapatkan, maka
dicatatkanlah pahala baginya.
Ketiga, bahwa
mereka lebih dahulu memasuki surga.
Keempat,
bahwa hisab (perhitungan amal baik dan buruk) mereka di akhirat lebih
ringan.
Kelima, bahwa penyesalan mereka lebih
ringan. Karena orang-orang kaya di akhirat
kelak
berangan-angan seandainya dahulu mereka menjadi orang fakir”.
Dan
diriwayatkan dari sahabat Umar ra., katanya : “Pada suatu hari, saya menemui
Rasulullah saw., sedang Beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar. Dan
ternyata tikar itu telah membekas pada lambung Beliau. Lalu, saya periksa
lemari Beliau, saya lihat ada gandum kira-kira satu sha. Maka saya pun
menangis karena terharu.
“Kenapa engkau
menangis?”. Tanya Rasulullah.
Saya jawab :
“Kisra
dan Kaisar saja tidur di atas kasur sutra, sedang Baginda adalah seorang
utusan Allah. Saya lihat kefakiran pada Baginda sedemikian rupa”.
“Hai
Umar”, kata Beliau. “Tidakkah engkau rela, kita akan memperoleh akhirat,
sedang untuk mereka dunia?”.
Rasulullah saw.
mengatakan : “Kita memperoleh” dan bukan mengatakan “Aku memperoleh”, padahal
pertanyaan Umar tadi adalah mengenai diri Beliau. Itu menunjukkan bahwa
akhirat adalah juga untuk para pengikutnya.
Sedang
menurut riwayat lain, Rasulullah saw. menjawab :
“Hai
Ibnul Khattab, mereka itu adalah kaum yang disegerakan kepada mereka
kelezatan-kelezatan mereka dalam kehidupan dunia”.
Maksudnya
: bahwa bagian orang-orang kafir adalah kenikmatan dunia yang mereka peroleh
itu saja, sedang di akhirat, mereka tidak mendapat bagian apa-apa. Sekian
(Dari Ibnu Malik dalam Syarah kitab Al Masyrig)
Dan
Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Orang-orang
fakir dari kalangan umatku akan bangkit pada hari kiamat kelak dengan wajah
laksana rembulan, rambut mereka bertahtakan mutiara dan mira delima,
tangan-tangan mereka memegang piala dari cahaya, Mereka duduk di mimbar-mimbar
dari cahaya, sedang orang-orang lain masih berada dalam hisab. Para penghuni
surga memandang kepada mereka seraya bertanya : “Apakah mereka para
malaikat?”. Mereka menjawab : “Bukan”. Dan para malaikat pun memandang kepada
mereka seraya bertanya . “Apakah mereka para nabi?”. Mereka menjawab : “Bukan.
Tetapi kami adalah dari umat Muhammad saw.””.
Malaikat
bertanya : “Dengan amal apakah, Allah Taala sampai menganugerahkan
derajat-derajat ini kepada kalian?”.
Mereka
menjawab : “Amal kami tidak banyak, dan kami pun tidak pernah berpuasa satu
tahun penuh, serta tidak pula bangun beribadat di malam hari. Tetapi kami
senantiasa memelihara salat lima waktu secara berjamaah. Dan apabila kami
mendengar nama Muhammad saw., banjirlah mata kami dengan air mata. Dan kami
dahulu suka berdoa dengan hati yang khusyuk, serta bersyukur atas kefakiran
yang menimpa kami”.
Dan dari Amir bin Syu’aib ia
berkata : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Ada dua pekerti yang barangsiapa memilikinya, niscaya Allah Taala akan
mencatatkannya sebagai orang yang bersyukur dan bersabar. (Yaitu) orang yang
dalam urusan agamanya, ia memandang kepada orang yang lebih unggul
daripadanya, lalu ia menirunya. Dan orang yang dalam urusan dunianya, ia
memandang kepada orang yang lebih rendah daripadanya, lalu ia memuji Allah
Taala atas karunia-Nya kepadanya”.
Sebagaimana
firman Allah Taala :
Artinya : “Dan janganlah
kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu, lebih
banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang lelaki ada bagian dari
apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (juga) ada bagian dari apa yang
mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Dari
Syaqiq Az Zahid ra., ia berkata : “Orang-orang fakir telah memilih tiga
perkara, dan orang-orang kaya pun telah memilih tiga perkara. Orang-orang
fakir telah memilih ketenangan jiwa, ketentraman hati dan hisab yang ringan.
Sedang orang-orang kaya telah memilih keletihan jiwa, kesibukan hati, dan
hisab yang berat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan Junaid
Albaghdadi berkata : “Kata fakru ( ) itu terdiri
dari tiga huruf. Huruf fa ( . ) adalah
Fana (lenyap), huruf Qaf (. ) adalah Ganaah (puas hati), dan huruf
ra (,) adalah Riyadhah (olah batin). Kalau sifat-sifat ini tidak terdapat pada
diri seorang fakir, maka dia bukanlah seorang fakir”.
Dan
dikatakan, bahwa para maula, yakni orang-orang kaya, bakal masuk surga lima
ratus tahun sesudah hamba-hamba sahaya mereka. Dan orang-orang fakir dari kaum
yang kafir, bakal masuk neraka lima ratus tahun sesudah orang-orang kaya
mereka. Namun, perlu diketahui bahwa, orang yang lebih dahulu masuk surga itu
tidak harus berarti mereka lebih derajatnya daripada orang-orang yang masuk
surga belakangan. Tetapi, boleh jadi ada sebagian orang yang masuk surga
belakangan, seperti mereka yang menafkahkan hartanya untuk
kepentingan-kepentingan sosial, lebih tinggi derajatnya daripada orang yang
mendahuluinya masuk surga. (Dari Ibnu Malik).
Dikisahkan,
bahwa setelah Junaid Albaghdadi wafat, kedudukannya digantikan oleh seseorang
yang bernama Muhammad Alhariri. Dia telah menetap di Mekah selama satu tahun,
tidak berbuka, tidak tidur, tidak menyandarkan punggungnya ke tembok, dan
tidak mengulurkan kakinya. Tatkala usianya telah melawati enam puluh tahun,
dia pun mendduki jabatan sebagai Wali Qutub, Suatu kali, pernah ditanyakan
kepadanya : “Keajaiban apa yang pernah Anda alami?”
Dia
menjawab :
“Pada suatu hari, ketika saya sedang
duduk di pojok Masjid, tiba-tiba masuk seorang pemuda dengan tidak mengenakan
tutup kepala, tanpa memakai alas kaki, rambutnya kusut masai dan wajahnya
pucat pasi. Kemudian ia berwudu lalu salat dua rakaat. Sete a itu, ia duduk
sambil merundukkan kepalanya hingga hampir menyentuh dadanya. Dem. kian
keadaannya sampai tiba waktu Magrib. Maka ia salat berjamaah bersama kami. Us
a salat, ia kembali merundukkan kepalanya seperti tadi.
Kebetulan
pada malam itu, khalifah Baghdad mengundang kaum sufi untuk mem nta nasehat.
Maka kami pun bersiap-siap untuk berangkat memenuhi undangan tersebut. Pemuda
itu saya tegur : “Hai fakir, maukah Anda berangkat bersama kami untuk memenuhi
undangan khalifah?”.
“Saya tidak berhajat pada
khalifah”, jawabnya, “tapi saya ingin agar tuan memberi saya bubur tepung yang
hangat”.
Dalam hati saya berkata, “Dia tidak
menyetujui aku memenuhi undangan, tetapi menginginkan sesuatu dariku”.
Oleh
karena itu, ia saya tinggalkan, dan saya pun pergi ke majelis khalifah.
Kemudian
saya pulang kembali ke pojok Masjid tadi. Saya lihat pemuda itu seakanakan
sudah tidur. Maka saya pun tidur pula. Sekonyong-konyong saya bermimpi melihat
Rasulullah saw. Didampingi oleh dua orang tua yang bercahaya. Sedang di
belakang mereka ada serombongan besar orang, yang wajah-wajah mereka
berkilauan cahaya. Maka diperkenalkanlah kepadaku :
“Ini
adalah Rasulullah, sedang di sebelah kanan Beliau adalah Nabi Ibrahim,
Khalilullah, dan di sebelah kiri Beliau adalah Nabi Musa, Kalimullah. Adapun
orang-orang di belakang mereka adalah 124.000 nabi, salawatullah “alaihim”.
Maka,
saya pun menghadap Rasulullah saw. untuk mencium tangan Beliau. Namun Beliau
memalingkan wajahnya dariku. Saya melakukan itu sampai dua tiga kali, namun
Beliau tetap memalingkan wajahnya dariku. Akhirnya saya bertanya : “Ya
Rasulullah, apakah gerangan yang telah saya lakukan, sehingga Baginda
memalingkan wajah Baginda yang mulia dari saya?”.
Beliau
menatap kepada saya dengan wajah yang memerah bagaikan mira delima karena
keagungannya, lalu Beliau berkata : “Sesungguhnya salah seorang fakir kami
menginginkan bubur tepung yang hangat darimu, tetapi engkau telah berlaku
kikir terhadapnya, dan engkau biarkan dia kelaparan malam ini “.
Maka
saya pun terjaga dengan perasaan takut dan gemetar. Saya mencari pemuda itu,
namun dia sudah tidak tampak lagi batang hidungnya. Saya tidak mendapati dia
di tempatnya tadi. Maka sayapun keluar. Tampak oleh saya, pemuda itu sedang
berjalan meninggalkan tempat itu.
“Hai anak
muda”, panggil saya. “Demi Allah yang telah menciptakanmu, bersabarlah
sejenak, sampai saya bawakan bubur tepung yang kau pinta”.
Pemuda
itu memandang kepada saya sambil tersenyum, lalu ia berkata : “Hai orang tua,
siapa yang ingin sesuap makanan darimu?. Kalau begitu, di mana dia akan dapat
menemui 124.000 nabi yang datang kepadamu sebagai pemberi syafaat untuk sesuap
bubur tepung”. Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia pun menghilang.
(Misykatul Anwar)
Allah SWT. berfirman :
(.
) Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah.
Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan orang-orang yang menafkahkan hartanya
dalam mentaati Allah.
(
) adalah seperti sebutir benih, milik seorang petani yang menanamnya di tanah
yang subur.
(. )
yang menumbuhkan tujuh bulir, kira-kira dan lebih kurangnya. Sedang yang
menumbuhkan adalah Allah. Adapun tanah itu menjadi sebab tumbuhnya benih
tersebut. Maksudnya : mengeluarkan tujuh cabang dari pokok pohon, karena
keunggulan benih itu, dan keterampilan penanamnya, serta suburnya tanah. Di
sini jamak katsrah ditempatkan di posisi jamak gillah, yaitu sunbulat
(. ).
(. )
pada tiap-tiap bulir ada seratus biji, sehingga jumlahnya menjadi tujuh ratus
biji. Demikianlah pemberi sedekah yang baik, yang memberikan harta yang baik
pula, jika diberikannya kepada orang yang berhak menerimanya dengan izin
syara, maka dari tiap-tiap sedekah, Allah memberinya tujuh ratus kebaikan atau
lebih.
(. ) Dan Allah melipat
gandakan, yakni menambah pahala.
(. )
bagi siapa yang dikehendaki-Nya, di antara orang-orang yang menafkahkan
hartanya, jadi bukan bagi setiap orang yang menafkahkan harta. Karena sikap
yang berbeda-beda di antara mereka.
(
, ) Dan Allah Mahaluas, yakni Mahaluas karunia-Nya untuk melipat gandakan
seperti itu.
( ) lagi
Maha Mengetahui, tentang infak dan niat mereka.
Selanjutnya,
Allah menerangkan kepada mereka cara menafkahkan harta di jalan Allah, supaya
memperoleh pahala-Nya.
Firman Allah :
(.
) Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, yakni mengelurkannya
pada tempat yang semestinya.
(
) kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan, dari harta
itu.
( ) dengan
menyebut-nyebut pemberiannya. Maksudnya, tidak menyebut-nyebut kepada si
penerima mengenai apa yang telah disedekahkannya itu (atau, tidak
mengungkit-ungkitnya, pent.) Umpamanya, pemberi sedekah yang suka
mengungkit-ungkit itu mengatakan : “Aku telah berbuat kepadamu begini-begitu”.
Atau, “Aku telah berbuat baik kepadamu begini-begitu”.
(.
) dan tidak pula dengan menyakiti. Maksudnya, tidak menyakiti hati si
penerima. Umpamanya, si pemberi sedekah yang suka menyakiti itu berkata :
“Sesungguhnya aku telah memberimu, namun kamu tidak berterima kasih kepadaku”,
atau : “Berapa kali Sudah engkau datang kepadaku dan menyakitkan hatiku”, atau
“Sudah berapa kali engkau meminta, apakah kau tidak malu”.
(.
) Mereka memperoleh pahala mereka, ganjaran mereka disediakan.
(
) di sisi Tuhan mereka, dan tiada rasa takut atas mereka, di akhirat. “
(
) dan tidak pula mereka bersedih hati, atas perkara dunia yang telah mereka
tinggalkan.
Konon, ayat ini turun mengenai
Utsman, ketika ia membeli sumur Raumah, lalu ia jadikan sarana untuk menyakiti
hati kaum muslimin. Selanjutnya, Allah Taala berfirman, sebagai penguat bagi
tidak diperbolehkannya mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti hati si
penerima.
Artinya : “Perkataan yang baik… dst”.
(Tafsir Uyun)
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Tamu adalah berkat dari Allah dan nikmat dari-Nya. Barangsiapa memuliakan
tamu, maka dia bersama aku di dalam surga. Dan barangsiapa tidak memuliakan
tamu, maka dia tidaklah termasuk ke dalam golongan umatku.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa ingin
dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka hendaklah ia makan bersama tamunya”. Dan
sabda Beliau pula mengenai sedekah dan keutamaan-keutamaannya :
Artinya
: “Sedekah adalah tabir terhadap neraka. Apabila tiba hari kiamat, manusia
akan berteduh pada bayang-bayang dari sedekah mereka”. (Zahratur Riyadh)
36. PENJELASAN TENTANG KECAMAN DAN TIDAK KEKALNYA DUNIA
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Dan berilah perumpamaan kepada mereka (tentang) kehidupan dunia (yang
diumpamakan) seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi
lebat (subur) karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Kemudian tumbuh-tumbuhan
itu hancur dihempas angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhan-mu, dan lebih baik
untuk menjadi harapan”. (QS. Alkahti 1 45-46)
Tafsir
:
(. ) Dan berilah mereka perumpamaan
tentang kehidupan dunia, ingatkanlah mereka tentang sesuatu yang menyerupai
kehidupan dunia dalam hal kemegahannya, atau dalam hal ketidak kekalannya,
atau dalam hal sifatnya yang unik.
(.
) yang diumpamakan seperti air. Kehidupan dunia itu laksana air. Kata ‘kamaain
( ) ini bisa juga menjadi maf’ul tsani dari kata
‘idhrib’ (. ), dengan syarat bahwa kata idhrib itu searti dengan
kata ‘shayyir (. ).
(.
) yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi lebatlah karenanya
tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Maka menjadi rimbuntah tumbuh-tumbuhan itu
karenanya, sebagian bercampur dengan yang lain karena banyak dan lebatnya.
Atau, air itu menyusup ke dalam tumbuh-tumbuhan itu sehingga ia berair dan
berdaun. Dengan demikian, maka arti yang sebenarnya adalah : … maka air itu
bercampur dengan tumbuh-tumbuhan di muka bumi…, namun karena masing-masing
dari kedua benda yang bercampur itu disifati dengan sifat yang lain, maka
dibaliklah susunannya untuk menyatakan mubalaghah (bersangatan) mengenai
banyaknya tumbuh-tumbuhan itu.
(.
) lalu tumbuh-tumbuhan itu menjadi hancur. Hancur bercerai-berai.
(.
) dihempas angin. Dicerai-beraikan oleh angin. Dan ada pula yang membacanya :
tudzrihi ( ) dari kata adzraa
(. ). Adapun musyabbaha bihinya bukan. lah air atau keadaan
air itu melainkan suasana yang bisa disimpulkan dari susunan kali. mat
tersebut, yaitu keadaan tumbuh-tumbuhan yang ditumbuhkan dengan sebab air itu
sehingga menjadi hijau dan berdaun, kemudian menjadi hancur diterbangkan
angin, maka menyadilah ia seperti tidak pernah ada.
(.
) Dan adalah Allah atas segala sesuatu, seperti mengadakan dan meniadakan.
(.
) Mahakuasa, mampu.
(. )
harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Dengan keduanya manusia
berhias di dunianya, dan tak lama kemudian akan lenyap darinya.
(.
) tetapi amalan-amalan yang kekal! lagi saleh, amal-amal kebajikan yang
langgeng buahnya bagi manusia buat selama-lamanya, dan termasuk di dalamnya
hal-hal yang digunakan untuk menafsirkan ayat ini, seperti salat lima waktu,
amalan-amalan haji, puasa Ramadan, subhanallaah waihamdu lillah walaa ilaaha
illallaah wallaahu akbar, dan perkataan yang baik.
(.
) adalah lebih baik di sisi Tuhanmu, daripada harta dan anak-anak…
(.
) pahalanya, yang kembali.
(. )
dan lebih baik untuk menjadi harapan. Karena dengan amalan-amalan tadi, orang
yang melakukannya akan memperoleh di akhirat kelak apa yang dia harapkan
semasa di dunia. (Qadhi Baidhawi) |
Dari sahabat
Abu Hurairah ra. dan Ammar bin Yasir ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau
bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala
telah menciptakan satu malaikat dan mem-berinya kemampuan mendengarkan seluruh
makhluk. Malaikat tersebut berdiri di atas kubur: 4: ku sampai hari kiamat.
Maka tidaklah seseorang dari umatku mengucapkan salawat kepa1 daku, melainkan
disebut-sebutlah ia oleh malaikat itu namanya dan nama ayahnya, katanya : “Ya
Muhammad, sesungguhnya Fulan bin Fulan telah bersalawat kepadamu”. (Abu
Su’ud)
Nabi Isa as. berkata : “Dunia ini ada tiga
hari : hari kemarin, ia telah lewat, sedikit pun sudah tidak ada lagi yang ada
pada tanganmu dari hari kemarin itu: hari esok, yang tidak anda ketahui apakah
akan sampai kepadanya atau tidak: dan hari yang tengah anda alami, maka
gunakanlah ia sebaik-baiknya.
Dan dunia ini ada
tiga saat : saat yang telah lewat: sedikitpun sudah tidak ada lagi yang ada
pada tanganmu saat yang telah lewat itu: Saat yang akan datang, saat yang
tidak Anda ketahui apakah anda akan sampai kepadanya atau tidak, dan saat yang
sedang Anda alami, maka gunakanlah ia dengan sebaik-baiknya, karena pada
hakekatnya anda hanya memiliki satu saat saja, sebab maut bisa menjelang
sewaktu-waktu.
Dunia itu ada tiga nafas : nafas
yang telah lewat, yang telah anda gunakan untuk melakukan apa yang telah Anda
lakukan: nafas yang tidak Anda ketahui apakah Anda akan sampai kepadanya atau
tidak: dan nafas yang tengah Anda alami. Jadi, Anda hanya memiliki satu nafas
saja, bukan satu hari atau satu jam. Maka bergegaslah dalam nafas yang satu
ini kepada ketaatan sebelum ia lewat, dan kepada tobat sebelum Anda mati,
karena mungkin Anda mati pada nafas yang kedua. Dan sebaik-baik amal ialah
memelihara waktu pada setiap hembusan nafas. Karena orang yang menyia-nyiakan
waktunya berarti ia menyia-nyiakan umurnya”. (Tanbihul Ghafilin).
Dalam
salah satu khabar dari Nabi saw., bahwa Beliau telah menasehati seorang
jelaki, sabdanya :
Artinya : “Gunakanlah
kesempatan dalam lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain : (1) masa
mudamu sebelum masa tuamu, (2) kayamu sebelum miskinmu, (3) waktu senggangmu
sebelum sibukmu, (4) waktu sehatmu sebelum sakitmu, (5) hidupmu sebelum
matimu.
Karena kemampuan manusia beramal di masa
mudanya tidak akan sama dengan kemampuannya setelah ia tua. Oleh karena itu,
sudah sepatutnya ia bersungguh-sungguh melakukan segala amal kebajikan pada
lima keadaan tersebut, dan menggunakan kesempatan saat sehatnya dan waktu
senggangnya selagi masih hidup. Barangsiapa rindu kepada Allah Taala tentu ia
akan bersegera kepada kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa takut akan neraka,
tentu ia akan mencegah dirinya dari berbagai-bagai hawa nafsu. (Tanbihul
Ghafilin)
Diriwayatkan bahwa putera Umar ra.
pernah pulang dari sekolah sambil menangis. Maka Umar pun bertanya kepadanya
:
“Kenapa engkau menangis, hai anakku?”.
Anaknya
menjawab :
“Anak-anak di sekolah menghitung
tambalan-tambalan di bajuku, dan mereka mengatakan, “Lihatlah putera
amirilmukminin, ada berapa tambalan di bajunya”.
Memang,
baju Umar sendiri bertambalan di empat belas tempat, dan sebagian tambalan itu
dari kulit. Maka berkirim suratlah Umar kepada penjaga Baitulmal, katanya :
“Pinjamilah aku dari Baitulmal empat dirham dengan tempo hingga awal bulan
depan tiba, potonglah hutangku itu dari gaji bulananku”.
Maksudnya,
gaji bulanan yang aku ambil dari Baitulmal setiap bulan karena tugasku.
Penjaga
Baitulmal itu membalas surat itu dengan berkata : “Wahai Umar, apakah anda
merasa aman atas hidup Anda selama sebulan, sehingga saya harus memberi
pinJaman kepada Anda. Apa yang dapat Anda lakukan dengan dirham-dirham dari
Baitulmal Seandainya Anda mati, sedang uang itu masih ada pada Anda?”.
Ketika
Umar membaca jawaban dari penjaga Baitulmal itu, maka menangilah ia, lalu
berkata : “Hai anakku, kembalilah ke sekolah. Sesungguhnya ayah tidak merasa
aman atas nyawaku barang sesaatpun”. (Misykatul Anwar).
Dari
Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. tidak pernah kenyang dari
roti liga hari berturut-turut sampai Beliau meninggal dunia”.
Dan
menurut riwayat lain : … dari roti gandum selama dua hari berturut-turut,
padahal seandainya Beliau mau, niscaya Allah akan memberi Beliau apa yang
tidak pernah terlintas di dalam hati Beliau”.
Dan
dalam riwayat lain : “… tidak pernah keluarga Rasulullah kenyang dari roti
jelai, sampai Beliau menemui Allah Taala””.
Dan
Aisyah ra. berkata pula : “Nabi saw. tidak meninggalkan (warisan) dinar.
dirham, kambing maupun unta”.
Sedangkan menurut
hadis dari Amru bin Harits ra. : “Nabi saw. tidak meninggalkan selain dari
senjata Beliau, seekor keledai dan sebidang tanah yang Beliau jadikan
sedekah”.
Aisyah ra. mengatakan pula :
“Sesungguhnya Nabi saw. meninggal dunia, sedang d rumahku tidak ada sesuatu
pun yang dapat dimakan oleh makhluk yang bernyawa selain dari separuh gandum
di dalam sebuah rak milikku. Padahal Beliau pernah berkata kepadaku :
“Sesungguhnya pernah ditawarkan kepadaku lembah Mekah itu akan dijadikan emas
untukku, namun aku menjawab, tidak Ya Tuhanku, biarlah aku lapar sehari dan
kenyang sehari. Adapun pada hari aku lapar, aku akan memohon dengan kerendahan
hati kepada-Mu dan berdoa kepada-Mu, sedang pada hari aku kenyang, aku akan
memuji dan memuja-Mu’”.
Dalam hadis lain, bahwa
Jibril as. turun menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya
Aliah Taala menyampaikan salam kepadamu, dan berfirman kepadamu: “Sukakah
engkau, jika gunung-gunung ini Aku jadikan emas untukmu dan menyertaimu di
mana saja engkau berada’?’ Nabi menunduk sejenak, kemudian Beliau menjawab :
“Hai Jibril, sesungguhnya dunia ini adalah negeri orang yang tidak mempunyai
negeri, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta, ia hanya dikumpulkan
oleh orang yang tidak berakal. Maka berkataiah Jibril as. : “Semoga Allah
memantapkan engkau Ya
Muhammad, dengan perkataan
yang mantap'”. ‘ Dan dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Sesungguhnya
dahulu. Kami keluarga Mu| hammad, benar-benar pernah tinggal selama sebulan
tanpa menyalakan api. Tidak ada apa-apa selain kurma dan air”. (Syifa’un
Syarif) ‘ At Tabrani meriwayatkan dari Sa’id, dari Nabi saw., bahwa Beliau
berkata kepada Bilal :
Artinya : “Hai Bilal,
matilah engkau dalam keadaan miskin, dan jangan mati dalam keadaan kaya”.
Aisyah
ra. berkata : “Perut Nabi sama sekali tidak pernah terisi penuh (kenyang), dan
Beliau tidak pernah menyampaikan keluhannya kepada seorang pun. Kemiskinan
iebih Beliau sukai daripada kekayaan. Dan sesungguhnya pernah dahulu Beliau
benar-benar kelaparan, sehingga Beliau melingkarkan tubuhnya sepanjang malam
karena lapar. Namun hal itu tidak mencegahnya berpuasa pada hari itu. Padahal
seandainya Beliau mau, maka bisa saja Beliau meminta kepada Tuhannya seluruh
perbendaharaan bumi, buahbuahannya dan kemakmuran kehidupannya. Saya pernah
menangisi Beliau karena merasa iba melihat penderitaan yang dialami Beliau.
Saya mengusapkan tangan saya ke perut Beliau karena lapar yang Beliau rasakan,
seraya berkata : “Diriku menjadi tebusan Baginda. Andaikan Baginda ambil dari
dunia ini sekedar yang dapat mencukupi Baginda”. Namun Beliau menjawab : Wahai
Aisyah, apa perlunya dunia ini bagiku?. Saudara-saudaraku, para rasul ulul
azmi, telah bersabar atas apa yang lebih dahsyat lagi daripada ini. Mereka
terus dalam keadaan demikian sampai akhirnya mereka menghadap Tuhan mereka,
lalu Tuhan pun memuliakan mereka dan memperbanyak pahala mereka. Maka aku
merasa malu seandainya aku berlimpahan dalam penghidupanku, jangan-jangan Dia
mengurangi kedudukanku dari mereka. Padahal tidak ada yang lebih aku sukai
selain daripada menyusul saudara-saudara dan sahabat-sahabatku itu”.
Selanjutnya
Aisyah berkata :
“Hanya sebulan setelah itu, maka
Beliau pun berpulang ke rahmatullah”. (Syifa’un syarif)
Dari
sahabat Jabir bin Abdullah ra., dia berkata : “Saya pernah berada bersama-sama
Rasulullah saw. Lalu datanglah menemui Beliau seorang lelaki yang putih
wajahnya, indah rambutnya dengan mengenakan pakaian berwarna putih. Lelaki itu
menyapa Beliau . “Assalamu alaika, Ya Rasulullah. Apakah dunia itu?”
Rasulullah
menjawab : “Seperti mimpi orang tidur”.
“Dan apa
akhirat itu?”, tanyanya pula.
Rasulullah menjawab
: “Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka”.
Orang
itu bertanya pula : “Lalu apa surga itu?”.
Rasulullah
menjawab : “Sebagai ganti dunia bagi orang yang meninggalkannya. Karena harga
surga itu adalah meninggalkan dunia”.
Kemudian ia
bertanya lagi : “Lalu, apa Jahannam itu?”.
Rasulullah
menjawab : Sebagai ganti dunia bagi orang yang mengejarnya”.
“Siapakah
yang terbaik dari umat ini”, tanyanya pula.
Rasulullah
menjawab : “Orang yang berbuat taat kepada Allah Taala”.
Lelaki
itu bertanya pula : “Bagaimanakah semestinya seseorang di dunia ini?”.
Rasulullah
menjawab : “Bersiap-sedia, seperti orang yang mencari kafilah”.
Orang
itu bertanya kembali : “Berapa lama tinggal di dunia ini?”.
Rasulullah
menjawab : “Seperti lamanya orang yang tertinggal dari kafilah”.
“Jadi,
berapa lama jarak antara dunia ini dengan akhirat?’, tanyanya pula.
Rasulullah
menjawab : “Sekejap mata”.
Sahabat Jabir berkata
: “Kemudian orang lelaki itu pergi, maka kami tidak melihatnya lagi. Lalu
Rasulullah saw. bersabda : “Itu tadi adalah Jibril. Dia datang kepada kalian
untuk mengajak kalian agar bersikap zuhud terhadap dunia, dan mencintai
akhirat”. (Zubdatul Waa’izhin)
Nabi saw. bersabda
:
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan
satu makhluk pun yang lebih dibenci-Nya daripada dunia. Dan sesungguhnya Dia
tidak pernah memandangnya sejak Dia menciptakannya”.
Dan
sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Apabila kamu
mencari sesuatu dari dunia lalu ia menjadi sukar bagimu, dan apabila kamu
mencari sesuatu dari akhirat lalu ia menjadi mudah bagimu, maka ketahuilah
bahwa Allah mencintaimu”,
Dan sabdanya pula :
Artinya : “Barangsiapa berada di waktu pagi,
sedang dunia menjadi tujuan utama. nya, maka dia tidak dijamin Allah sama
sekali, dan Allah menanamkan dalam hatinya empat perkara : (pertama) kecemasan
yang tiada terputus darinya selama-lamanya, (kedua) kesibukan yang tiada
selesai darinya selama-lamanya, (ketiga) kefakiran tanpa da. pat mencapai
kekayaan selama-lamanya, (keempat) angan-angan tanpa dapat mencapai hasil
selama-lamanya”. (Zubdatul Waa’izhin)
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Cinta dunia adalah pangkal
segala dosa, maka hendaklah kamu berpaling darinya'”.
Dan
Ibnu Sammak berkata : “Barangsiapa diminumi oleh dunia rasa manisnya karena
kecenderungannya kepada dunia itu, maka dia akan diminumi oleh akhirat rasa
pahitnya karena dia menjauhi akhirat itu”.
Konon,
perumpamaan dunia itu adalah ibarat seekor ular, yang memiliki racun dan obat
penawar. Manfaat-manfaat dunia itu merupakan obat penawarnya, sedangkan
bahaya-bahaya dunia itu merupakan racunnya. Maka barangsiapa mengenal dunia,
ia hanya akan mengambil manfaat dari obat penawarnya dan menghindari racunnya.
(Dari kitab Al Mau’izhatul Hasanah)
Diriwayatkan,
bahwa Abubakar Assiddig ra. telah menafkahkan uang di jalan Allah sebanyak
empat puluh ribu dinar secara rahasia. Dan empat puluh ribu dinar secara
terang-terangan, sehingga tidak ada lagi sesuatu apa pun yang tersisa padanya.
Dan karena tidak ada sesuatu yang dapat menutupi auratnya, maka selama tiga
hari dia tidak keluar dari rumahnya, dan tidak dapat menghadiri majelis
Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. mendatangi rumah isteri-isteri Beliau
sambil memeriksa kalau-kalau ada sesuatu yang dapat diberikan kepada
sahabatnya Abubakar, namun sayang, Beliau tidak mendapatkan apa-apa yang
melebihi kebutuhan mereka. Maka Beliau pun pergi ke rumah puterinya Fatimah.
Beliau sedih memikirkan Abubakar. Ternyata keadaan Fatimah pun sama, tidak
punya apa-apa. Beliau berkata : “Kita tidak mempunyai apa-apa yang dapat kita
berikan kepada Abubakar”. Dan Fatimah pun ikut bersedih memikirkannya. Lalu
Nabi keluar dari rumah puterinya itu dengan perasaan yang sedih, dan
tinggailah Fatimah dengan perasaan yang sedih pula, karena tidak ada sesuatu
yang dapat dia berikan.
Dahulu, ketika Fatimah
dinikahkan Nabi dengan Ali, Beliau mengundang Abubakar, Umar, Utsman dan
Usamah, radiyallaahu anhum, untuk membawa perabot Fatimah. Mereka bawalah
barang-barang Fatimah berupa : penumbuk tepung, kulit samakan, sebuah bantal
yang berisi kulit pohon kurma, kalung tasbih dari biji kurma, sebuah gayung
dan sebuah pasu. Maka menangislah Abubakar seraya berkata : “Ya Rasulullah,
inikah perabot Fatimah?”.
Nabi saw. menjawab :
“Hai Abubakar, ini sudah cukup banyak bagi orang yang ada di dunia”.
Fatimah
pun keluar sebagai pengantin, dengan mengenakan selimut dari kain bulu yang
bertambalan di duabelas tempat.
Dan wanita ini
menumbuk gandum dengan tangannya sambil membaca Alquran dengan lidahnya dan
menafsirkannya dengan hatinya, seraya menggerakkan buaian dengan kakinya dan
menangis dengan matanya. Bandingkanlah keadaannya dengan wanita-wanita di
zaman sekarang, yang memukul rebana dengan tangannya sambil menggunjing dengan
lidahnya, dan mencintai dunia dengan hatinya, seraya bermain cinta dengan
matanya. Maka bagaimana mereka bisa masuk surga?.
Syahdan,
setelah Nabi saw. keluar dengan perasaan sedih dari rumah Fatimah, maka
Fatimah pun mengambil sebuah bantal yang dahulu termasuk perabot pengantinnya,
dan sebuah selimut yang dia tenun sendiri. Kemudian disuruhnya salah seseorang
sahanyanya dengan pesan : “Pergilah ke rumah Abubakar dan katakanlah
kepadanya, : “Kami telah mengerti apa yang telah Tuan lakukan demi kewajiban
terhadap ayah kami. Tetapi kami tidak memiliki apa-apa selain dari bantal ini
yang disiapkan ayahku pada hari pernikahanku dulu, dan sebuah selimut”.
Setelah
sahaya itu tiba di depan pintu rumah Abubakar, dia pun berseru : “Assalamu
alaika, hai orang yang memiliki iman yang benar, sesungguhnya Tuanku Fatimah,
puteri Nabi saw. berkirim salam kepada Tuan, dan mengatakan begini.. “.
“Wa
alaihassalam”, jawab Abubakar.
Lalu diambilnya
selimut itu, kemudian dibalutkannya ke tubuhnya tanpa dijahit, karena
terburu-buru ingin melihat wajah Nabi saw. Selimut itu dia peniti dengan
peniti dari duri pohon kurma, supaya tidak terbuka di waktu berjalan.
Maka
dengan bergegas, Abubakar pun berangkat menuju ke rumah Nabi saw. sambil
berjalan kaki dan tanpa alas kaki. Sementara itu, Jibril as. datang menemui
Nabi saw.. Beliau melihatnya mengenakan selimut dengan peniti dari duri pohon
kurma. Lalu Beliau bertanya :
“Hai saudaraku
Jibril, sebelum ini saya tidak pernah melihatmu dalam rupa seperti ini!”
“Ya
Rasulullah”, jawab Jibril. “Anda merasa heran melihat saya begini, padahal
saat ini di seluruh kerajaan langit, tidak ada satu makhluk pun kecuali
mengenakan pakaian seperti ini, karena cinta kepada Abubakar dan meniru
perbuatannya”.
Kemudian Jibril berkata pula :”Ya
Rasulullah, sesungguhnya Allah berkirim salam kepadamu, dan berfirman
:””Katakanlah kepada Abubakar, apakah dia rida kepada-Ku sebagaimana Aku rida
kepadanya?”.
Maka Nabi saw. memberitahukan wahyu
tersebut kepada Abubakar. Abubakar pun menangis seraya berkata : “Tuhanku, aku
rida kepada-Mu dan Engkau pun rida kepadaku”. Diulanginya perkataan itu sampai
tiga kali. (Tanbihul Ghafilin)
Nabi saw. bersabda
:
Artinya : “Ada empat perkara yang termasuk
celaka : mata yang beku, hati yang kaSar, panjang angan-angan dan cinta kepada
dunia”.
Dan sabda Beliau pula :
Artinya
: “Seandainya dunia itu berharga di sisi Allah sebanding dengan sayap seekor
nyamuk atau sayap seekor burung, niscaya Dia tidak akan memberi minum seteguk
air pun kepada orang kafir”. (Zubdatul Waizhin)
37. PENJELASAN TENTANG DAHSYATNYA MAUT
Allah SWT. berfiman :
Artinya
: “Dan ceritakanlah (kisah) Idris (yang tersebut) dalam Alquran. Sesungguhnya
dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah
mengangkatnya ke tempat yang tinggi”. (AS. Maryam : 56-57) Tafsir :
(.
) Dan ceritakanlah kisah Idris yang tersebut di dalam Alquran Beliau adalah
cucu Syits dan kakek dari ayah Nabi Nuh as., sedang nama aslinya adalah
Ukhnukh. Adapun Idris (. ) adalah kata jadian ( ) dari
kata ‘darsun’ (. ). Beliau digelari dengan nama ini karena
banyak belajar. Karena diriwayatkan bahwa, Allah Taala telah menurunkan kepada
Beliau 30 sahufah, dan bahwa Beliau merupakan orang yang pertama-tama menulis
dengan pena, serta memperhatikan ilmu perbintangan (astronomi) dan ilmu hitung
(matematika)
(. ) Sesungguhnya
dia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah
mengangkatnya ke tempat yang tinggi. Yakni, kemuliaan kenabian dan kedekatan
di sisi Allah. Tetapi, ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah surga.
Dan ada pula yang mengatakan, langit keenam atau keempat”. (Qadhi
Baidhawi).
Telah diriwayatkan oleh Abdurrazzag
dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Bersalawatlah kamu kepada para nabi dan rasul Allah, karena sesungguhnya
Dia telah mengutus mereka sebagaimana Dia telah mengutusku”.
Dan
diriwayatkan pula, bahwa Allah Taala pernah mewahyukan kepada Nabi Musa as.,
yang artinya : “Maukah engkau bila Aku lebih dekat kepadamu daripada
perkataanmu dengan lidahmu, daripada ruhmu dengan badanmu, daripada cahaya
penglihatanmu dengan kedua matamu, dan daripada pendengaranmu dengan
telingamu?. Maka, perbanyaklah bersalawat kepada Muhammad”.
Masalah
yang berkaitan dengan syariat ini memang banyak diperselisihkan di antara para
ulama. Pengarang Asy Syifa mengatakan : “Para ulama sepakat tentang bolehnya
bersalawat kepada selain nabi”.
Sedang riwayat
dari Ibnu Abas ra., bahwa ia berkata : “Tidak boleh bersalawat kepada selain
nabi’. Dan ia berkata juga : “Tidak patut bersalawat kepada seorang pun,
selain kepada para nabi”.
Pendapat-pendapat yang
berbeda memang banyak. Dan tidak apa-apa bersalawat kepada para nabi
seluruhnya atau kepada selain mereka. Alasannya adalah hadis Ibnu Umar ra. dan
juga pernyataan yang ada dalam salah satu hadis di mana Nabi saw. mengajarkan
bagaimana cara bersalawat kepada Beliau. Di situ terdapat : … wa ‘ala
azwaajihi, … wa ‘ala aalihi (dan atas isteri-isteri Beliau, dan atas keluarga
Beliau dst.) sementara Nabi pernah pula mengucapkan : “Ya Allah, tambahiah
salawat (rahmat) atas keluarga Abu Autfa”.
Dan
juga, apabila Rasulullah saw. kedatangan suatu kaum yang membawa zakat mereka,
maka Beliau mengucapkan : “Ya Allah, limpahkanlah salawat (rahmat) atas
keluarga fulan”.
Sedang dalam hadis mengenai
salawat, terdapat :
Artinya : “Ya Allah,
limpahkanlah salawat (rahmat) kepada Muhammad, juga kepada isteri-isterinya
dan anak cucunya”. (Dari Syifa Qadhi).
Sedang
yang dimaksud Aali, konon ialah para pengikut Beliau, dan konon umat Beliau,
dan konon ahlu bait Beliau, karena dikatakan : Aalu seseorang itu ialah
anaknya, dan konon kaum Beliau, dan konon keluarga Beliau yang haram menerima
zakat.
Sedang menurut riwayat Anas, pernah Nabi
saw. ditanya : “Siapakah aalu Muhammad?”. Beliau menjawab : “Setiap orang yang
bertakwa”.
Dan ada pula pendapat menurut mazhab
Alhasan, bahwa yang dimaksud dengan aalu Muhammad adalah diri Beliau sendiri.
Karena Beliau pernah mengucapkan di dalam salawatnya :
Artinya
: “Ya Allah, limpahkanlah salawat-salawat-Mu dan berkat-berkat-Mu kepada aalu
Muhammad”.
Yang beliau maksudkan adalah diri
Beliau sendiri. (Syifa’un Syarif)
Dan menurut
sebuah khabar :
Apabila Allah Taala hendak
mencabut nyawa seorang mukmin, maka datanglah malaikat maut dari arah mulut
untuk mencabut nyawanya. Namun zikir (yang biasa dibacanya) keluar seraya
berkata : “Tidak ada jalan bagimu dari arah ini. Karena dia telah mengalirkan
padanya zikir kepada Tuhanku”.
Maka kembalilah
malaikat maut itu kepada Tuhannya, lalu ia melaporkan bahwa, orang itu telah
berkata begini begitu. Lantas Allah Taala berfirman : “Cabutlan nyawanya dari
arah yang lain”.
Malaikat maut itu mendatanginya
lagi dari arah tangan. Maka keluarlah dari tangan itu sedekahnya, usapan atas
kepala anak yatim, penulisan ilmu, dan sabetan pedang di perang sabil. Mereka
juga mengatakan seperti tadi.
Kemudian malaikat
maut itu mendatanginya dari arah kakinya, namun kakinya berkata :
“Sesungguhnya orang ini telah berjalan dengan aku menuju salat berjamaah,
salat pada hari-hari raya, dan majelis-majelis ilmu”.
Setelah
itu, ia mendatangi orang itu dari kedua telinganya, namun telinga berkata :
“Sesungguhnya orang ini telah mendengarkan denganku Alquran dan zikir”.
Latu
malaikat maut itu mendatanginya dari arah matanya, namun mata itu berkata :
“Orang ini telah melihat denganku kepada mushaf-mushaf dan kitab-kitab”.
Akhirnya
malaikat maut itu pergi kembali menghadap Allah Taala lalu berkata : Ya
Tuhanku, aku telah dikalahkan oleh anggota-anggota tubuh hamba itu dengan
alasanalasannya. Bagaimana aku dapat mencabut nyawanya?”.
Maka
Allah berfirman : “Tulislah nama-Ku pada telapak tanganmu lalu perlihatkanlah
ia kepada nyawa orang mukmin itu”.
Ketika nyawa
orang mukmin itu melihat nama Allah, ia pun mencintainya, maka keluariah ia
melalui mulut.
Dan berkat nama Allah itu,
lenyaplah rasa sakit akibat pencabutan nyawa tersebut. Maka kenapa tidak
lenyap pula darinya siksaan, putus rahmat dan terbukanya aib?.
Dan
begitu juga, pada dada kamu terdapat nama Allah.
Artinya
: “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan iman di dalam hati
mereka”.
Artinya : “Maka apakah orang-orang yang
dibukakan Allah hatinya untuk menerima agama Islam, lalu ia mendapat cahaya
dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya?). Maka, tidakkah sirna
darimu siksaan dan kengerian-kengerian di hari kiamat?”. (Mau’izhah
Hasanah).
Diriwayatkan, bahwa sebagian orang arif
memikirkan, adakah di dalam Alquran suatu dalil yang mendukung sabda Nabi
saw., yang artinya : Nyawa orang mukmin itu keluar dari tubuhnya laksana
rambut keluar dari adonan tepung?. Maka ia pun membaca Alquran sampai tamat
sambil memikirkan dan merenungkan isinya, namun dia tidak berhasil mendapatkan
jawaban dari pertanyaannya tadi. Kemudian pada suatu malam, dia bermimpi
melihat Nabi saw., lalu ia bertanya : Ya Rasulullah, Allah Taala berfirman
yang artinya (Tidak ada sesuatu yang basah maupun yang kering, melainkan
tertulis dalam Kitab yang nyata), namun saya tidak menemukan arti dari hadis
ini padanya?.
Rasulullah menjawab : “Carilah
artinya pada surah Yusuf”.
Ketika orang arif tadi
terbangun dari tidurnya, ia pun segera membuka Alquran, lalu membaca surah
Yusuf. Maka ditemukannyalah arti hadis tersebut, yaitu dalam firman Allah :
Artinya
: “Dan berkatalah Zulaikha (kepada Yusuf) : “Keluarlah engkau kepada
wanifa-wanita itu”. Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum
kepadanya, dan mereka lukai (jari) tangan mereka… dst.”
Ketika
wanita-wanita itu menyaksikan ketampanan Yusuf, mereka sibuk memandanginya,
sehingga mereka tidak merasakan pedihnya jari yang terpotong. Begitu juga
seorang mukmin, apabila ia melihat malaikat dan melihat tempatnya di dalam
surga dengan segala isinya berupa kenikmatan, bidadari dan mahligai-mahligai
yang indah, maka hatinya akan sibuk mengaguminya, sehingga ia tidak akan
merasakan pedihnya maut, Insya Allah, sebagaimana ditegaskan Allah di dalam
firman-Nya :
Artinya : “Maka para malaikat akan
turun kepada mereka dengan mengatakan : “Ja: nganlah kamu merasa takut dan
jangan pula merasa sedih. Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan
kepadamu”. (Syir’atul Islam)
Dan dalam salah satu
khabar disebutkan :
Apabila seseorang hamba Allah
sedang mengalami naza’ (dicabut nyawanya), maka akan terdengarlah seruan :
“Biarkan dia agar bisa beristirahat”. Begitu pula, ketika nyawa tu sudah
sampai di kedua lutut dan pusar. Dan apabila nyawa itu telah sampai di
dadanya, maka kembali terdengar seruan : “Biarkan dia agar bisa beristirahat”.
Dan begitu pula jika nyawa itu telah sampai di tenggorokannya, maka terdengar
pula seruan itu, katanya : “Biarkan dia agar anggota-anggota tubuhnya bisa
berpamitan satu sama lain”. Maka berpamitanlah mata dengan mata, katanya :
“Sejahtera atasmu sampai hari kiamat”. Dan begitu pula dengan kedua
telinganya, kedua tangannya dan kedua kakinya. Sedang nyawa berpamitan dengan
nafas.
Maka kita berlindung kepada Allah dari
berpamitannya iman dengan lisan, dan berpamitannya hati dengan makrifat.
Selanjutnya,
tinggallah kedua tangannya tanpa gerak, kedua kaki tanpa gerak, kedua mata
tidak lagi dapat melihat, kedua telinga tidak dapat lagi mendengar, dan tubuh
tanpa nyawa. Seandainya lidah tertinggal tanpa pengakuan (iman) dan hati tanpa
makrifat (kepada Allah ) dan tasdig, maka betapakah nasib si hamba di dalam
liang kuburnya nanti?. Dia sudah tidak bisa melihat lagi seorang pun, baik
ayah, ibu, anak, saudara-saudara, kawan-kawan, kasur maupun tirai. Maka jika
ia tidak melihat Tuhan Yang Maha Pemurah, sesungguhnya ia benar-benar telah
merugi dengan kerugian yang sangat besar. (Daqoiqul Akhbar).
Konon,
sebab diangkatnya Nabi Idris as. ke surga adalah karena setiap siang dan malam
amalannya diangkat sebanyak amalan seluruh penduduk bumi, sehingga malaikat
maut merasa rindu kepadanya. Kemudian malaikat maut meminta kepada Allah Taala
agar memberinya izin untuk berkunjung kepada Beliau. Maka Allah pun
mengizinkannya.
Syahdan, mataikat maut itupun
mendatangi Nabi idris as. dengan menyamar sebagai manusia biasa. la
mengucapkan salam kepada Beliau lalu duduk di sampingnya. Pada waktu itu, Nabi
Idris sedang menjalani puasa dahr (sepanjang tahun). Apabila saat berbuka
sudah dekat, maka malaikat datang kepadanya membawa makanan dari surga, yang
lalu dimakan oleh Nabi Idris as.
Nabi Idris
berkata kepada tamunya, malaikat maut : “Mari makan bersama-sama”. Namun
malaikat maut itu tidak mau makan. Maka bangkitlah Nabi Idris lalu sibuk
berIbadat. Sementara malaikat maut itu tetap duduk di sampingnya, hingga
terbit fajar dan terbit matahari, namun ia masih tetap duduk juga di samping
Beliau. Nabi Idris menjadi keheranan lalu berkata : “Hai teman, maukah engkau
berjalan-jalan bersamaku supaya engkau bisa terhibur?’.
“Ya”,
jawab malaikat maut. .
Maka keduanya pun bangkit
lalu berjalan-jalan hingga sampai ke sebidang sawah. Lalu malaikat maut
bertanya : “Apakah Tuan mengizinkan saya untuk mengambil dari saWah ini
beberapa bulir tanaman untuk kita makan””.
“Subhanallah”,
jawab Nabi Idris dengan nada terkejut. “Kemarin engkau tidak mau memakan
makanan yang halal, malah hari ini ingin memakan yang haram?!”.
Keduanya
meneruskan perjalanan hingga tanpa terasa telah lewat empat hari, sedang Nabi
Idris menyaksikan pada diri kawannya ini hal-hal yang berlainan dengan tabiat
Manusia, maka Beliau pun lalu bertanya kepadanya : “Sebenarnya engkau
siapa?”.
“Aku malaikat maut”, jawabnya.
Nabi
Idris terkejut lalu berkata :
“Rupanya engkaulah
yang mencabut ruh-ruh itu?’.
“Benar’, jawab
malaikat maut.
Nabi Idris bertanya kembali :
“Engkau
ada di sampingku sudah empat hari. Apakah dalam waktu tersebut engkau mencabut
nyawa seseorang juga?”.
Malaikat maut menjawab :
“Ya. Aku telah mencabut banyak nyawa. Nyawa seluruh makhluk itu bagiku ibarat
sebuah hidangan, aku dapat mengambilnya seperti engkau mengambil makanan”.
“Hai
malaikat maut”, kata Nabi Idris. “Apakah engkau datang untuk berkunjung, atau
untuk mencabut nyawa?”.
Malaikat maut menjawab:
“Saya datang untuk berkunjung dengan seizin Allah Taala”.
Kemudian
Nabi Idris as. mengajukan permintaan:
“Hai
malaikat maut, aku berhajat kepadamu”.
“Apa
hajatmu?””, tanya malaikat maut.
Nabi Idris
menjelaskan : “Aku ingin agar engkau mencabut nyawaku sekarang ini, dan
kemudian Allah menghidupkan aku kembali, sehingga aku dapat benar-benar
mengabdi kepada Allah Taala setelah aku merasakan pedihnya maut”.
Malaikat
maut menjawab : “Sesungguhnya aku tidak akan mencabut nyawa seseorang kecuali
bila Allah Taala mengizinkan aku”.
Maka Allah
Taala pun mewahyukan kepadanya : “Cabutlah nyawa Idris”.
Seketika
itu juga, Nabi Idris pun dicabut nyawanya, maka matilah Beliau as.
Maka
menangislah malaikat maut, lalu dengan merendahkan diri ia memohon kepada
Allah Taala agar Allah berkenan menghidupkan kembali sahabatnya, Idris, itu.
Dan Alah memperkenankan permohonan malaikat maut itu. Kemudian dihidupkan-Nya
kembali Nabi Idris as. setelah itu, malaikat maut bertanya kepada Nabi Idris
:
“Hai saudaraku, bagaimana engkau merasakan
pedihnya maut itu?”.
Nabi Idris menjawab :
“Sesungguhnya jika seekor binatang dilucuti kulitnya hiduphidup, maka
kepedihan maut itu masih lebih hebat lagi seribu kalinya”.
Malaikat
maut berkata : “Kelemah lembutan yang telah aku lakukan terhadapmu pada saat
aku mencabut nyawamu, belum pernah aku lakukan sama sekali terhadap seorang
pun”.
Kemudian Nabi Idris as. berkata : “Hai
malaikat maut, aku masih mempunyai satu hajat lagi kepadamu. Aku ingin melihat
neraka Jahannam, supaya setelah menyaksikan siksaan-siksaan dan
belenggu-belenggu serta lain-lain azab di dalam neraka itu, maka aku
benar-benar dapat lebih meningkatkan pengabdianku kepada Allah”.
Malaikat
maut menjawab : “Bagaimana aku dapat membawamu pergi ke neraka Jahannam tanpa
izin dari Allah”.
Maka Allah pun mewahyukan
kepadanya : “Bawalah Idris ke neraka”.
Malaikat
maut membawa Nabi Idris ke neraka. Di sana beliau menyaksikan semua yang telah
diciptakan Allah bagi musuh-musuh-Nya, berupa : rantai-rantai,
belenggu-belenggu dan alat-alat penyiksa lainnya, seperti ular, kalajengking,
api, pelangkin, zaggum dan hamiim. Setelah itu, mereka pulang.
Tetapi,
Nabi Idris berkata : “Aku masih mempunyai satu hajat lain. Aku ingin engkau
membawa aku ke surga, sehingga aku dapat melihat segala isinya yang telah
diciptakan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya, supaya aku bisa lebih bertambah
taat”.
“Bagaimana aku dapat membawamu pergi ke
surga tanpa izin dari Allah Taala?”, kaya malaikat maut. Maka Allah pun
mewahyukan kepadanya : “Bawalah dia ke surga”
Maka
pergilah keduanya menuju ke surga. Ketika mereka tiba di depan pintu surga.
mereka pun berhenti. Dari sana, Nabi Idris menyaksikan isi surga berupa :
kenikmatankenikmatan, kerajaan besar, pemberian Allah yang berlimpah,
pepohonan, buah-buahan dan tanam-tanaman lainnya. Lantas Nabi Idris berkata :
“Hai saudaraku, aku telah merasakan pedihnya maut, dan telah menyaksikan
kengerian-kengirian serta hal-hal yang menakutkan di neraka. Maka, sudilah
kiranya engkau memohonkan kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memasuki surga
dan meminum airnya, supaya lenyap dariku bekas-bekas dari kepedihan maut dan
hal-hal yang menakutkan dari neraka tadi?”.
Lalu
malaikat maut meminta izin kepada Allah Taala, dan Allah berkenan
mengizinkannya, dengan syarat masuk kemudian keluar lagi”.
Maka
masuklah Nabi Idris as. ke dalam surga. Kemudian dia letakkan kedua sandalnya
di bawah sebatang pohon di antara pepohonan surga, lalu dia keluar.
Kemudian
Nabi Idris berkata : “Hai malaikat maut, sandalku tertinggal di dalam surga.
Kembalikanlah aku ke sana!”.
Lalu dia kembali ke
dalam surga. Tetapi setelah berada di dalamnya, dia tidak mau keluar lagi dari
sana. Maka berteriaklah malaikat maut : “Hai Idris, keluar!”.
“Aku
tidak mau keluar”, jawab Nabi Idris. “Karena Allah Taala telah berfirman :
(Tiaptap yang bernyawa akan merasakan maut), sedang aku telah merasakannya.
Dan Allah Taala berfirman : (Dan tidak ada seorang pun dari kamu sekalian,
melainkan akan mendatangi neraka), dan aku telah mendatanginya. Dan Allah
Taala telah berfirman : (Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan dari
dalam surga), maka siapakah yang akan mengeluarkan aku dari dalamnya?”.
Akhirnya,
Allah Taala mewahyukan kepada malaikat maut :
“Biarkan
dia, karena sesungguhnya Aku telah memutuskan di dalam Azali, bahwa dia
tergolong penghuni surga”.
Dan Allah
memberitahukan kepada Rasul-Nya (Muhammad saw.) tentang kisah Nabi Idris ini
di dalam firman-Nya :
Artinya : “Dan
ceritakanlah (kisah) Idris (yang tersebut) dalam Alquran… dst.”
Maka
sadarlah dari tidur yang melenakan, hai saudara, dan beramallah dengan Ikhlas
demi keridaan Allah. Sebab setiap amal yang tidak ikhlas karena Allah adalah
riya, dan riya itu merupakan syirik yang tersembunyi. Allah Taala tidak akan
menerima amal orang yang riya.
Syaddad bin Aus
berkata : “Aku pernah melihat Nabi saw. sedang menangis, lalu Saya bertanya :
“Kenapa Baginda menangis, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Aku kuatir
umatku akan menyekutukan Allah. Mereka memang tidak akan menyembah berhala,
namun mereka akan memamerkan amal-amal mereka”.
Nabi
saw. bersabda : “Para malaikat penjaga amal naik membawa amai seorang hamba,
berupa : puasa, salat, nafkah dan lain-lain. Para malaikat itu bersuara
seperti suata lebah dan bercahaya seperti cahaya matahari. Ia diiringi oleh
tiga ribu malaikat. Mereka membawa amal itu melewati langit ketujuh. Kemudian
malaikat penjaga langit berkata kepada malaikat penjaga amal : “Kembalilah
kalian dan pukulkantah amal ini ke wajah pelakunya dan anggota-anggota
tubuhnya serta tutuplah hatinya. Sesungguhnya aku menghalangi, yakni menolak
naiknya setiap amal kepada Tuhanku, yang amal itu dimaksudkan lidak untuk
Tuhanku, namun dimaksudkan untuk selain-Nya. Karena dengan amainya itu, Orang
tersebut menginginkan pamor dan pujian di kalangan fukaha, dan sebutan di
kala, ngan ulama, serta ketenaran di seantero kota dan masyarakat. Aku telah
diperintahkan Tuhanku supaya tidak membiarkan dan meloloskan amalnya melintasi
aku menuju kepada selainku”.
Dan para malaikat
penjaga amal naik membawa amal baik orang itu dengan diantarkan oleh para
malaikat langit, sehingga melintasi hijab-hijab seluruhnya menuju kepada
Allah. Kemudian para malaikat itu berhenti di hadirat Allah Taala, mereka
semua memberi kesaksian untuk orang itu atas amalnya yang baik dan ikhlas
karena Allah. Namun Allah Taaia berfirman : “Kamu adalah para penjaga atas
amal hamba-Ku, sedang Aku adalah Pengawas atas hatinya. Sesungguhnya dengan
amal ini, dia tidak menghendaki Aku, tetapi menghendaki kepada selain Aku.
Maka, dia mendapat laknat-Ku, laknat para malaikat serta langit dengan segala
isinya”.
Sahabat Mu’az ra. berkata : “Saya
berkata : “Ya Rasululiah, Baginda adalah Rasulullah, sedang saya adalah
Mu’az”.
Rasulullah menjawab : “Ikutilah jejakku,
hai Mu’az, sekalipun dalam amalmu ada kekurangannya, hai Mu’az, jagalah
lidahmu dari terperosok ke dalam pergunjingan mengenai saudara-saudaramu
sesama muslim, yaitu dengan jalan membaca Alquran. Dan tanggunglah sendiri
dosa-dosamu, jangan pikulkan pada mereka. Dan jangan engkau menganggap dirimu
suci dengan mencaci mereka. Dan jangan pula engkau mengagulkan dirimu atas
mereka. Dan janganlah engkau memasukkan amal duniamu ke dalam amal akhirat.
Dan janganlah engkau sombong dalam majelismu sehingga orang takut terhadap
keburukan budimu. Dan janganlah engkau berbisik dengan seseorang sedang di
sampingmu ada orang lain. Dan janganlah engkau memecah belah masyarakat dengan
lisanmu, sehingga engkau nanti akan dikoyak-koyakkan oleh anjing-anjing neraka
pada hari kiamat di dalam neraka. Allah Taala berfirman : “… wan naasyithaati
nasythan…”. Tahukah engkau apa ‘naasyitaahti’ itu, hai Mu’az?
Saya
(Mw’az) bertanya : “Apa itu, saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Ya
Rasululiah?”.
Rasulullah menjawab : “Itu adalah
anjing-anjing di dalam neraka yang akan mengoyak-ngoyak daging orang-orang
yang mengoyak-ngoyak daging sesama manusia dengan lidahnya, dan mencabik-cabik
daging dan tulang mereka”.
Mu’az bertanya pula :
“Saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Ya Rasulullah. Siapa yang mampu
terhadap semuanya itu dan siapakah yang dapat selamat darinya?”.
Rasulullah
menjawab : “Hai Mu’az, sesungguhnya itu mudah bagi orang yang dimudahkan Allah
untuk melakukannya”.
Seseorang yang bernama
Khalid bin Migdad berkata : “Saya tidak pernah melihat orang yang lebih banyak
membaca Alquran selain Mu’az, dikarenakan oleh hadis ini”. (Bidayatul Hidayah)
38. PENJELASAN TENTANG ORANG YANG MENINGGALKAN SALAT
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan
salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui Al
Ghoyyu. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, maka
mereka itu akan memasuki surga dan tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. Maryam :
59-60) Tafsir :
(. ) Maka datanglah
sesudah mereka pengganti, yang menggantikan mereka, dan datang sesudah mereka
generasi yang buruk.
(. )
yang menyia-nyiakan salat. Yakni meninggalkan atau mengakhirkannya dari
waktunya.
(. ) dan
memperturutkan hawa nafsu, seperti meminum minuman keras, menganggap halal
menikahi saudara perempuan seayah, dan tenggelam dalam kemaksiatan-kemaksiatan
lain.
Dari sahabat Ali Karramallaahu wajhah :
“Memperturutkan hawa nafsu itu adalah seperti membangun gedung yang megah,
mengendarai kendaraan yang mewah, dan mengenakan pakaian yang glamour”.
(.
) maka mereka kelak akan menemui Al Ghayyu, yakni keburukan, atau balasan Al
Ghayyu. Seperti firman Allah : …. Yalqoo atsaaman (… mendapat pembalasan
dosa), atau, sesat dari jalan ke surga. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa
Al GhayYU itu adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, yang
lembah-lembah lainnya di Sana meminta dilindungi dari keburukannya.
(.
) kecuali. Huruf istitsna (pengecualian).
(.
) orang yang beriman dan beramal saleh. Kata-kata ini menunjukkan bahwa ayat
ini berkaitan dengan orang kafir.
(.
) maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya sedikitpun, dan tidak
dikurangi sedikit pun ganjaran amal-amal mereka.
Dan
boleh jadi kata syaian (. ) dibaca nashab, karena
menjabat sebagai masdar.
Kata-kata ini juga
memuat peringatan, bahwa kekafiran mereka dahulu tidak akan membahayakan
mereka dan tidak pula mengurangi ganjaran pahala mereka apabila mereka
bertobat dan beramal saleh. (Qadhi Baidhawi).
Ayat
ini turun berkaitan dengan orang yang meninggalkan salat dari umat ini, dan
memperturutkan hawa nafsunya. Oleh karena itu Allah Azza wa Jalla mensifati
mereka dengan firman-Nya :
Artinya : “Yang
menyia-nyiakan salat”.
Dari Hasan bin Ali ra.
bahwa dia berkata : “Apabila kamu masuk ke dalam Masjid, maka ucapkanlah salam
kepada Nabi saw., karena Rasulullah pernah bersabda :
Artinya
: Janganlah kamu jadikan rumahku sebagai tempat berhari raya, dan janganlah
kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Bersalawatlah kepadaku di mana saja kamu
berada, karena salawatmu itu akan sampai kepadaku”.
Dan
dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Aus ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau
bersabda :
Artinya : “Perbanyaklah membaca
salawat atasku pada hari Jumat, karena salawatmu itu disampaikan kepadaku”.
Dari
Salman bin Suhaim ra., dia berkata : “Saya pernah bermimpi melihat Rasulullah
saw., lalu saya bertanya : “Ya Rasulullah, mereka yang datang kepada Baginda
lalu mengucapkan salam kepada Baginda, apakah Baginda mengerti salam mereka
itu?” Beliau menjawab : “Ya, dan aku menjawab salam mereka itu”. (Syifaus
Syarif)
Firman Allah :
Artinya
: “(Mereka yang) menyia-nyiakan salat”
Maksudnya
: mereka tidak mempercayai wajibnya salat. Dan ada pula yang mengatakan bahwa
maksudnya adalah, mereka meninggalkan salat dan tidak menjaganya. Dan ada lagi
yang mengatakan, bahwa mereka merobohkan tempat-tempat peribadatan dan
Masjid-masjid mereka dengan cara tidak pergi ke sana dan tidak mengambil
pelajaran. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa mereka menyia-nyiakan salat
setelah menunaikannya dengan pergunjingan dan riya dan ada lagi yang
mengatakan, bahwa mereka menyia-nyiakan salat dengan tidak memenuhi
syarat-syarat dan rukun-rukunnya di saat menunaikannya. Dan ada yang
mengatakan juga, bahwa mereka meninggalkan salat dengan melalaikannya dan
sesudah itu tidak menggadhanya.
Para ulama
berselisih pendapat mengenai makna Al Ghayyu. Menurut Wahab bin Munabbih, Al
Ghayyu itu ialah nama sebuah sungai di dalam neraka Jahannam yang sangat dalam
dasarnya, sangat luar biasa panasnya, dan sangat tidak enak rasanya.
Seandainya ada satu tetes saja dari sungai itu yang menetes di dunia, niscaya
akan binasalah seluruh penghuni dunia ini.
Sedang
Ibnu Abbas ra. mengatakan : Al Ghayyu ialah nama sebuah lembah di dalam neraka
Jahannam, sedang lembah-lembah lainnya di sana meminta perlindungan kepada
Allah Taala darinya setiap hari seribu kali, karena sangat panasnya. Lembah
tersebut disediakan bagi mereka yang meninggalkan salat dan jamaah.
Dan
menurut Atha : Al Ghayyu talah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam
yang mengalirkan darah dan nanah.
Dan menurut
Ka’ab : Al Ghayyu adalah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam yang
sangat dalam dasarnya dan sangat dahsyat panasnya. Di sana ada sebuah sumur
yang dinamakan Al Habhab. Setiap kali neraka Jahannam mereda panasnya, maka
Allah membuka sumur itu, sehingga ia menyala kembali dan berkobar.
Adapun
menurut Adh Dhahhak : Al Ghayyu itu adalah kerugian dan kebinasaan. (Demikian
tersebut di dalam kitab Lubabut Tafsir)
Deceritakan,
bahwa ada seorang lelaki berjalan di suatu sahara. Suatu hari, ia ditemani
setan. Dan ia pun tidak melakukan salat Subuh, zuhur, Asar, Magrib dan Isyak.
Ketika tiba waktu tidur, orang itu hendak tidur. Lalu setan itu lari darinya.
Maka lelaki itu bertanya : “Mengapa engkau lari dariku?”. Setan menjawab
“Sesungguhnya aku telah mendurhakai Allah selama hidupku hanya satu kali saja,
lalu aku dikutuk. Sedang engkau telah berbuat durhaka kepada Allah dalam
sehari lima kali. Karena itu, aku takut kepada Allah sekiranya Dia murka
kepadamu dan menghukummu, serta menghukum aku juga bersamamu dikarenakan oleh
kemaksiatanmu itu”. (Tafsir Alfatihah).
Dan dari
Nabi saw. bahwa pada suatu hari Beliau membicarakan tentang salat, sabdanya
:
Artinya : “Barangsiapa memelihara salat, maka
salat itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat.
Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka dia tidak akan memperoleh cahaya,
bukti dan keselamatan. Dan kelak pada hari kiamat, dia akan berada
bersama-sama Garun, Firaun, Haman dan Ubai bin Khalaf. (Dari Syarah Al Maniyah
oleh Alhalabi)
Dan diriwayatkan dari Nabi saw.,
bahwa Beliau bersabda :
“Barangsiapa meremehkan
salat berjamaah, maka Allah Taala akan menghukumnya dengan dua belas bencana :
tiga di dunia, tiga di waktu akan mati, tiga di dalam kubur dan tiga pada hari
kiamat.
Adapun tiga bencana di dunia adalah :
Pertama,
Allah menghilangkan berkah dari usaha dan rezekinya.
Kedua, Allah
mencabut darinya cahaya orang-orang saleh.
Ketiga, dia dibenci di
dalam hati orang-orang mukmin.
Adapun tiga
bencana di waktu menjelang maut ialah :
Pertama, dia dicabut
nyawanya dalam keadaan sangat dahaga, sekali pun ia minum dari beberapa
sungai.
Kedua, diberatkan atasnya pencabutan nyawanya itu.
Ketiga,
dikuatirkan dia mati dalam keadaan tanpa iman -nau’dzu billaahi min
dzalik-.
Adapun tiga bencana di dalam kuburnya
ialah :
Pertama, dipersulit atasnya pertanyaan malaikat Munkar dan
Nakir.
Kedua, diperhebat atasnya kegelapan kuburnya.
Ketiga,
disempitkan kuburnya sehingga tulang-tulang rusuknya bertemu menjadi satu.
Adapun
tiga bencana pada hari kiamat adalah :
Pertama, diperberat atasnya
hisabnya.
Kedua, dimurkai Tuhannya.
Ketiga, Allah
menghukumnya dengan neraka. Semoga Allah melindungi kita semua daripadanya.
(Kanzul
Akhbar)
Oleh karena itu, ada yang mengatakan
bahwa, tidak ada keringanan (rukhsah) bagi orang yang mendengar azan untuk
tidak ikut berjamaah. Karena berjamaah itu sunnah muakkad, yang diperkuat
dengan sangat. Sehingga apabila ia tidak dikerjakan oleh seluruh warga suatu
tempat, maka mereka wajib diperangi dengan senjata. Karena salat berjamaah itu
termasuk syiar-syiar Islam. Dan kalau ia ditinggalkan oleh salah seorang dari
mereka tanpa halangan (uzur), maka orang itu wajib diberi hukuman peringatan
(ta zir) dan tidak diterima kesaksiannya, sedang tetangga-tetangganya, imamnya
dan muezzinnya ikut berdosa bila mendiamkannya. Adapun hukuman peringatan
(ta’zir) itu sekurangkurangnya tiga kali pukulan cambuk.
Pengarang
kitab Khulashatul Fatawa berkata : “Saya mendengar dari seorang yang dapat
dipercaya bahwa, hukuman ta’zir dengan jalan mengambil harta si terhukum,
apabila hal itu dilakukan dengan sepengetahuan hakim atau pemerintah, itu
boleh. Dan di antara yang terkena hukuman ta’zir itu ialah seorang lelaki yang
tidak menghadiri salat berjamaah, ia boleh diberi hukuman ta’zir dengan
diambil hartanya. Karena cara ini lebih berpengaruh atasnya daripada pemukulan
dengan cambuk”. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Jawahir dan Syir’atul
Islam)
Dan ada pula pendapat yang mengatakan
bahwa, menelaah kitab-kitab Fikih adalah termasuk uzur (halangan untuk tidak
berjamaah), apabila bukan karena malas dan tidak biasa meninggalkan jamaah,
tetapi meninggalkan jamaah itu hanya terjadi kadang-kadang, karena sibuknya
dengan kitab Fikih itu, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kaum muslimin.
Sakit, hujan, dingin, gelap gulita, ketakutan dan penahanan, semuanya termasuk
uzur jamaah. Sedang safar (bepergian) bukan uzur, sebagaimana yang dinyatakan
di dalam kitab At Tabyin, dan itulah yang benar.
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya orang
yang meninggalkan salat berjamaah itu dikutuk di dalam Taurat, Injil, Zabur
dan Alfurgan. Dan orang yang meninggalkan jamaah itu berjalan di muka bumi
sedang bumi melaknatnya. Dan orang yang meninggalkan jemaah itu dibenci oleh
Allah, dan dibenci para malaikat dan apa saja yang Allah menaruh nyawa
padanya, serta dikutuk pula oleh seluruh malaikat yang ada di antara langit
dan bumi, juga ikan-ikan di laut”. Dan dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda
:
Artinya : “Barangsiapa mencegah dirinya dari
lima perkara, maka Allah pun akan mencegahnya dari lima perkara : Pertama,
barangsiapa tidak mau berdoa, maka Allah pun tidak akan memperkenankan dia.
Kedua, barangsiapa tidak mau bersedekah, maka Allah pun akan mencegah dirinya
dari kesentosaan. Ketiga, barangsiapa tidak mau berzakat, maka Allah pun tidak
akan memelihara hartanya. Keempat, barangsiapa tidak mau mengeluarkan
sepersepuluh (dari hasil bumi), maka Allah pun akan mencegah berkah dari hasil
usahanya. Kelima, barangsiapa tidak mau menghadiri (salat) jemaah, maka Allah
akan menolak syahadatnya, yaitu laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah. Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Jibril dan Mikail
as. datang menemuiku lalu berkata : “Ya Muhammad, seSungguhnya Allah
mengucapkan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang meninggalkan jamaah
dari umatmu tidak akan mencium bau surga, sekalipun amalnya lebih banyak
daripada amal seluruh penduduk bumi. Dan orang yang meninggalkan jamaah itu
terkutuk di dunia dan di akhirat”.
Apabila nasib
orang yang meninggalkan jamaah itu sudah demikian rupa (padahal ia masih
melakukan salat), maka betapa pula nasib orang yang meninggalkan salat (yang
sama sekali tidak mau salat). Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Jika kamu melihat seseorang senantiasa pergi ke Masjid, maka bersaksilah
untuknya, bahwa ia beriman “ Seperti firman Allah Taala :
Artinya
: “Yang memakmurkan Masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang berIman
kepada Allah dan hari kemudian”.
Dan seperti
firman-nya:
Artinya : “Dan siapakah yang lebih
aniaya daripada orang yang menghalang-halang, disebutnya nama Allah di dalam
Masjid-masjid-Nya, dan berusaha merobohkannya?. Me. reka itu tidak patut masuk
ke dalamnya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah)”.
Begitu
pula diriwayatkan dari Mujahid ra., bahwa ada seorang lelaki menemui Ibnu
Abbas ra., lalu bertanya : “Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang
rajin melakukan salat malam, dan siangnya berpuasa, tetapi dia tidak salat
berjamaah, lalu mati dalam keadaan demikian. Kemanakah dia nanti”. Ibnu Abbas
menjawab : “Dia ke neraka”.
Nabi saw. bersabda
:
Artinya : “Ucapkanlah salam kepada orang Yahudi
dan Nasrani, dan jangan mengucapkan salam kepada Yahudi umatku”. Maka Beliau
ditanya. “Siapakah mereka Ya RaSulullah?”. Beliau menjawab : “Orang-orang yang
mendengarkan azan dan igamat. namun tidak menghadiri jamaah”.
Sahabat
Abu Hurairah ra., berkata : “Seorang laki-laki buta datang menemui Nabi saw.,
yang konon dia adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Orang itu berkata : “Ya
Rasulullah saya tidak mempunyai seorang penuntun yang menuntun saya ke
Masjid”. Dia lalu meminta kepada Rasulullah supaya memberi keringanan padanya
untuk salat di rumahnya saja. Maka Beliau pun mengabulkan permintaannya itu.
Namun, ketika orang itu hendak pulang, Beliau memanggilnya kembali lalu
bertanya : “Apakah engkau dapat mendengar seruan untuk salat?”. Orang itu
menjawab : “Ya”. Maka Beliau bersabda : “Kalau begitu, datangilah jamaah”.
Sebagaimana
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Tidaklah (sempurna)
salat bagi tetangga Masjid, melainkan di dalam masjid”. Dan juga sabda Nabi
saw. :
Artinya : “Berilah kabar gembira kepada
orang yang gemar berjalan di kegelapan malam menuju ke Mesjid, bahwa dia akan
mendapat cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Demikian tersebut di dalam
kitab Zubdatul Wa’izhin).
Dan Nabi saw. bersabda
:
Artinya : “Salat itu tiang agama, maka
barangsiapa mendirikannya berarti dia telah
menegakkan
agama, dan barangsiapa meninggalkannya borarti dia telah merobohkan agama”.
Dari
Nabi saw. , bahwa Beliau bersabda yang artinya :
‘Sesungguhnya
keburukan orang yang meninggalkan salat itu menular kepada tujuh puluh orang
dari keluarganya dan tetangga-tetangganya, bahkan dari sekarang ini sampai
kepada zaman Nabi Adam as. dahulu. Itu karena, apabila orang yang salat duduk
dalam tasyahhud, ia membaca : assalamu alaina wa ‘alaa ibaadillaahish
shaalihin (Sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh). Dengan
adanya ucapan ini , maka pahalanya sampai kepada arwah orang-orang mukmin dari
sekarang hingga zaman Nabi Adam as. Jadi, orang yang meninggalkan salat itu
berarti dia telah mencegah kebaikan itu. Dengan demikian, dia seumpama orang
yang keburukannya menimpa seluruh umat islam, sebagaimana difirmankan Allah
:
Artinya : “Yang banyak menghalangi perbuatan
baik yang melampaui batas lagi banyak dosa”. (Anisul Majalis).
Diriwayatkan
dari Agil bin Abithalib ra., bahwa dia berkata : “Saya pernah bepergian
bersama Nabi saw., maka saya melihat dari Beliau tiga hal yang menyebabkan
mantapnya Islam dalam hatiku.
Yang pertama, bahwa
Nabi saw. hendak membuang hajat, sedang di seberang Beliau ada beberapa pohon.
Lantas Beliau berkata : “Pergilah ke pohon-pohon itu dan katakan kepada
mereka, bahwa Rasulullah berkata : “Kemarilah, dan jadilah penutup bagiku,
karena aku hendak berwudu”. Maka saya pun beranjak akan pergi. Namun, belum
lagi pesan Beliau saya sampaikan, ternyata pohon-pohon itu telah terpotong
dari akarnya masing-masing, dan pindah menutupi di sekeliling Rasulullah,
sampai Beliau menyelesaikan hajatnya. Kemudian pohon-pohon itu kembali ke
tempatnya semuta.
Yang kedua, saya terserang rasa
dahaga, ialu saya pun mencari air. Tetapi saya tidak menemukannya. Maka Nabi
saw. bersabda : “Naiklah ke gunung ini, dan sampaikan salam dariku, lalu
katakan kepadanya : “Jika ada air padamu, maka berilah aku minum”. Agil
berkata : “Maka saya pun mendaki gunung, dan saya mengatakan kepadanya seperti
apa yang dikatakan oleh Nabi saw. tadi. Belum lagi saya selesai bicara,
tiba-tiba gunung itu berkata dengan suara yang jelas : “Katakan kepada
Rasulullah, bahwa sejak Allah menurunkan ayat : (Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu-batu), maka aku terus-menerus menangis karena takut,
jangan-jangan aku menjadi batu bahan bakar neraka tersebut, sehingga tidak
tersisa lagi air padaku”.
Yang ketiga, ketika
kami sedang berjalan, sekonyong-konyong ada seekor unta berlari mendatangi
kami hingga akhirnya sampai kepada Rasulullah, lalu ia berkata : “Ya
Rasulullah, tolonglah aku”. Tidak lama kemudian datang seorang Badui sambil
membawa sebilah pedang yang terhunus. Maka Rasulullah bertanya kepadanya :
“Apa yang hendak engkau jakukan terhadap binatang yang malang ini?”. Orang itu
menjawab : “Ya Rasulullah, saya telah membelinya dengan harga yang mahal,
tetapi dia tidak menurut kepadaku. Maka saya hendak menyembelihnya, lalu saya
manfaatkan dagingnya”.
“Mengapa engkau
membangkang kepadanya?”, tanya Rasulullah kepada unta itu.
Unta
itu menjawab : “Ya Rasulullah, aku tidak membangkang kepadanya untuk melakukan
pekerjaan. Tetapi saya membangkang kepadanya karena perbuatan buruknya. Sebab
kabilahnya tidur pada saat salat Isyak, tanpa melakukan salat Isyak, kalau dia
mau berjanji kepada Baginda akan melakukan salat Isyak maka saya pun akan
berjanji kepada Baginda untuk tidak membangkang lagi padanya. Karena saya
kuatir mereka nanti ditimpa azab dari Allah, sedang saya berada di
tengah-tengah mereka”.
Maka Nabi pun mongambil
janji dari orang Badui itu untuk tidak meninggalkan salat Isyak Kemudian Bohau
monyorahkan unta itu kembali kepadanya. Maka orang itu pulang kombali kepada
koluarganya. (Raunaqul Majalis)
Diceritakan
bahwa, pada suatu hari, Nabi Isa as. melakukan suatu perjalanan. Maka
dilihatnya suatu kaum yang menyembah Allah dengan rajin dan sungguh-sungguh.
Mereka berkumpul di suatu tempat yang tinggi. Nabi Isa memberi salam kepada
mereka lalu duduk bersama mereka. Beliau melihat mereka mempunyai banyak
makanan, minuman yang borsih, bermacam-macam buah-buahan, anak-anak dan
isteri-isteri yang cantik, Nabi Isa memperhatikan, maka tampak olehnya kampung
mereka itu dihiasi dengan perhiasan yang indah, yang tidak bisa dilukiskan.
Sesudah
itu, Nabi Isa as. pergi meninggalkan mereka. Setelah lewat beberapa lama.
Beliau kembali ke tempat itu. Ternyata mereka semua telah binasa berikut
anak-anak dan Isteri-isteri mereka. Sedang kampung mereka juga telah hancur.
Maka Nabi Isa merasa heran melihat nasib mereka itu, lalu Beliau bermunajat
kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, mengapa mereka binasa?. Apakah mereka
meninggalkan salat dan tidak mau taat lagi?”.
Allah
Taala menjawab : “Tidak. Tetapi, mereka telah disinggahi oleh seseorang yang
meninggalkan salat. Orang itu membasuh wajahnya dengan air mereka. Kemudian
bekas basuhannya itu mengenai sawah-sawah dan kampung halaman mereka.
Akibatnya, mereka pun turut binasa”. (Anisul Majalis)
Diriwayatkan
bahwa, pada suatu hari Nabi saw. duduk bersama sahabat-sahabatnya. Kemudian
datang seorang pemuda Arab ke pintu masjid sambil menangis. Maka bertanyalah
Nabi saw. : “Mengapa engkau menangis, hai anak muda?”.
Pemuda
itu menjawab : “Ya Rasulullah, ayahku meninggal dunia, sedang dia tidak
mempunyai kain pembungkus maupun orang yang memandikannya”. Maka Nabi pun
menyuruh sahabat Abubakar dan Umar ra. untuk membantunya.
Kedua
sahabat itu pun pergi menjenguk si mayit, namun ketika mereka melihatnya,
tampak mayit itu seperti seekor babi hitam. Maka keduanya kembali menemui
Rasulullah saw., seraya berkata : “Kami lihat dia tak lain seperti seekor babi
hitam, Ya Rasulullah”.
Maka Rasulullah berangkat
menuju ke tempat jenazah itu. Kemudian Beliau berdoa, lalu mayit itu berubah
kembali seperti rupanya yang asli. Dan Beliau pun menyalatinya. Ketika para
sahabat hendak menguburnya, mereka lihat mayit itu berubah kembali menjadi
babi hitam. Maka Nabi pun bertanya : “Hai anak muda, perbuatan apakah yang
pernah dilakukan ayahmu di dunia?”.
Pemuda itu
menjawab : “Dia adalah seorang yang tidak mau salat”.
Maka
Nabi saw. bersabda : “Hai sahabat-sahabatku, perhatikanlah nasib orang yang
tidak mau salat, Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat kelak dalam rupa
seekor babi hitam”. Semoga Allah melindungi kita semua darinya. (Bahjatul
Anwar)
Pada masa pemerintahan Abubakar Assiddig,
pernah ada seorang laki-laki meninggal dunia. Maka orang-orang berdiri untuk
menyalatinya. Namun, tiba-tiba kain kafannya bergerak-gerak. Ketika mereka
periksa, ternyata ada seekor ular yang melilit pada leher si mayit sambil
memakan dagingnya dan menghisap darahnya. Maka ular itu hendak mereka bunuh,
namun sekonyong-konyong ular itu berkata :
Laa
ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah. Kenapa kalian hendak membunuhku?.
Padahal aku tidak berdosa dan tidak pula bersalah. Sesungguhnya Allah telah
memerintahkan kepadaku untuk mengazab orang ini sampai hari kiamat”.
“Apa
kesalahan-kesalahannya?”, tanya mereka.
Ular itu
menjawab : “Ada tiga kesalahan : (pertama) apabila mendengar azan dia tidak
mendatangi jamaah, (kedua) dia tidak mengeluarkan zakat dari hartanya,
(ketiga) dia tidak mau mendengar perkataan ulama. Dan inilah balasannya”.
(Dari Al Marsum)
39. PENJELASAN TENTANG KECAMAN TERHADAP ORANG YANG BERPALING DARI
ALQURAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Dan barangsiapa berpaling dari zikir, maka sesungguhnya baginya kehidupan
yang ‘dhankan’, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan
buta. Berkatalah ia : “Oh Tuhanku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan
buta, padahal aku dahulu adalah orang yang yang melihat?”. Allah berfirman :
“Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu engkau melupakannya.
Maka begitu pula pada hari ini engkau pun dilupakan”. Dan demikianlah Kami
membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat
Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.
(QS. Thahaa : 124-127)
Tafsir :
(.
) Dan barangsiapa berpaling dari ‘zikir’, dari petunjuk yang mengingatkan dan
mengajak ibadat kepada-Ku.
(. ) maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang dhankan, yakni yang sempit.
Kata
dhankan (. ) adalah masdar, yang digunakan untuk mensifati. Oleh
karena itu, bentuknya sama antara muzakkar (jenis jantan) maupun muannats
(jenis betina). Ia dibaca juga , ( dhankaa) seperti
kata. (sakraa).
Dan penghidupan yang
sempit itu adalah karena seluruh keinginan dan ambisinya hanya tertuju pada
harta dunia yang dengan mati-matian ia berusaha menambahnya dan merasa kuatir
kalau berkurang. Berbeda dengan orang mukmin yang menginginkan akhirat.
Padahal terkadang Allah Taala menyempitkan dengan sebab sialnya kefakiran itu
dan melapangkan dengan sebab berkahnya keimanan, sebagaimana firman-firman
Allah berikut ini:
Artinya : “Lalu ditimpakan
atas mereka kenistaan dan kehinaan… dst”. Dan firman-Nya :
Artinya
: “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan hukum Taurat dan … dst”
Dan
fiman-Nya :
Artinya : “Dan sekiranya penduduk
negori-negeri itu beriman …. dst”.
(.
) dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta, buta mata
atau buta hati. Yang pertama (buta mata) diperkuat oleh firman-Nya:
(.
) Berkatalah ia : Oh Tuhanku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan
buta, padahal dahulu aku adalah orang yang melihat?. Allah berfirman :
Demikianlah, yakni seperti itulah yang telah engkau lakukan. Kemudian hal itu
ditafsirkan Allah dalam firman-Nya :
(.
) telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, yang jelas dan terang.
(.
) lalu engkau melupakannya, dengan tenggelam dalam kemaksiatan, sampai engkau
buta darinya dan membiarkannya tanpa mendapat perhatian.
(.
) dan begitu pula, seperti halnya engkau telah membiarkan ayat-ayat Kami di
dunia.
(. ) pada hari ini pun,
engkau dilupakan. Dibiarkan buta dan tersiksa.
(.
) Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas, yang tenggelam
dalam hawa nafsu dan berpaling dari ayat-ayat Allah.
(.
) dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya, bahkan mendustaikannya dan
tidak mematuhinya.
(. ) Dan
sesungguhnya azab di akhirat itu, yaitu dihimpunkan dalam keadaan buta. Dan
ada pula yang mengatakan, azab neraka. Maksudnya : Dan azab neraka sesudah
itu…
(. ) lebih berat dan
lebih kekal, daripada sempitnya penghidupan dan penghimpunan dalam keadaan
buta. Dan boleh jadi, apabila orang itu telah masuk ke dalam neraka, maka ia
tidak buta lagi, untuk diperlihatkan kepadanya tempatnya dan keadaannya. Atau,
lebih berat dan lebih kekal daripada apa yang dia perbuat, yaitu membiarkan
ayat-ayat Allah dan kafir terhadapnya. (Qadhi Baidhawi).
Dari
Ibnu Umar ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Perbanyaklah olehmu membaca salawat kepada Nabimu setiap hari Jumat, karena
sesungguhnya aku menyaksikannya darimu pada setiap hari Jumat”.
Dan
dalam riwayat lain disebutkan :
Artinya : “Karena
tidak seorang pun yang bersalawat kepadaku, melainkan salawatnya itu
disampaikan kepadaku ketika ia selesai mengucapkannya. (Syifaus Syarif)
Dari
Ali bin Abi Thalib Karramallaahu Wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda
:
Artinya : “Barangsiapa membaca Alquran sampai
hafal, lalu ia menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang
diharamkannya. Maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga dan menerima
syafaatnya terhadap sepuluh orang dari keluarganya, yang mereka itu semuanya
pantas untuk masuk neraka”. Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau
bersabda : ? 0. ant PAN NP BEP 0… ie AN NS “A APE Pra ME SAN SAS EL 2 ISON Pra
3 835 (AIM Sya ae, -29 – 2, y » at. -d 4. Ag Pad . 7 » – 229 2 AE EN, GULA Ha
gg Pn . 2» . “ AE EN AN SA Et IR ISA ENG PA Cena OUR ANA, DES Pine Ae yo
Artinya : “Barangsiapa membaca Alquran di dalam salatnya, maka dari setiap
hurufnya, dia mendapat seratus kebaikan. Dan barangsiapa membaca Alquran di
luar salat dalam keadaan berwudu, maka dari setiap hurufnya dia mendapatkan
duapuluh lima kebaikan. Dan barangsiapa membaca Alquran tanpa wudu, maka dari
setiap hurufnya dia memperoleh sepuluh kebaikan”. (Majalisul Anwar) Mengenai
tafsir Adz Dzikru ( ) di dalam ayat di atas tadi, ada
beberapa pendapat.
Adz Dzikru
adalah Alquran. Berdasarkan firman Allah Taala :
Artinya
: “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami dan pertemuan
di akhirat, maka mereka tetap berada dalam siksaan”.
Berpaling dari membaca Alquran dan melupakannya.
Mengesakan Allah. Berdasarkan firman Allah :
Artinya
: “Hingga mereka lupa mengesakan (Engkau)”
Berpaling dari taat dan mengesakan Allah. Berdasarkan firman Allah :
Artinya
: “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya.
Berpaling dari ilmu Berdasarkan firman Allah :
Artinya
: “Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak tahu.
Berpaling dari menyebut dengan lidah. Berdasarkan firman Allah :
Artinya
: “Sebutlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya”.
Berpaling dari salat. Berdasarkan firman Allah :
Artinya
: “Maka bergegaslah kamu kepada zikrullah (salat).
Dan
firman-Nya :
Artinya : “Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual-beli dari zikrullah
(salat). (Tafsir Hanafi)
Dari jbnu Abbas ra.,
bahwa dia berkata : “Adh Dhanku ( BEN ) adalah Asy Syaga (kemalangan)
Dan
diriwayatkan pula darinya bahwa dia berkata : “Apabila seorang hamba diberi,
baik sedikit maupun banyak namun dia tidak merasa puas, maka tidak ada
kebaikan padanya. Itulah kesempitan dalam penghidupan. Dan sesungguhnya ada
suatu kaum yang berpaling dari kebenaran padahal mereka berada dalam
kelapangan dunia (kaya raya), dengan demikian maka keadaan mereka disebut juga
dhankun (sempit). Hal itu karena mereka memandang bahwa, Allah Taala bukan
Pencipta mereka, sehingga semakin berat penghidupan mereka sekalipun mereka
berkecukupan. Karena mereka telah berprasangka buruk terhadap Allah”. (Bahrul
Ulum)
Dan ada pula yang berpendapat bahwa, (yang
dimaksud dengan) orang yang berpaling dari mengingat Allah itu ialah orang
yang dikuasai setan yang menjadi musuhnya, yang menghendaki dia ditimpa segala
kebinasaan dan kesesatan, sehingga tidak ada lagi orang yang lebih berat
penghidupannya, lebih besar kesesatannya dan lebih celaka dannya. (Bahrul
Ulum)
Allah Taala berfirman :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah”.
Yakni, jangan sampai
kamu disibukkan oleh pekerjaan mengatur dan memperhatikan harta benda dan
anak-anak, sampai tidak mengingat Allah, seperti melaksanakan salat dan
ibadat-ibadat lainnya yang diperuntukkan buat pengabdian. Adapun maksudnya
telah melarang mereka dari sifat terlena dengan harta benda dan anak-anak. Dan
diarahkannya larangan itu pada harta benda dan anak-anak adalah untuk
mubalaghah. Karena itulah Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan barangsiapa yang berbuat demikian
…”.
Yakni, terlena dan sibuk oleh hal-hal
tersebut (tadi)
Artinya : “Maka mereka itulah
orang-orang yang merugi”.
Karena mereka telah
menukar sesuatu yang besar lagi abadi dengan barang lain yang hina dan tidak
abadi. (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Muaz bin
Jabal ra., katanya : “Saya pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah
saw.. Kemudian saya berkata kepada Beliau : Ya Rasulullah, ucapkanlah suatu
perkataan yang dapat kami ambil manfaatnya.
Beliau
lalu bersabda :
Artinya : “Jika kamu ingin hidup
bahagia, mati sebagai syahid, selamat pada hari kiamat, naungan di hari
pembalasan, dan petunjuk dari kesesatan, maka hendaklah kamu selalu membaca
Alquran. Karena Alquran itu merupakan firman Tuhan Yang Maha Pengasih benteng
terhadap setan dan berat dalam timbangan”.
Dan
demikian pula sabda Nabi saw. :
Artinya : “Ibadat
umatku yang paling utama adalah membaca Alquran”.
Maka
hendaklah orang yang mukallaf sibuk mempelajarinya dan membacanya. (Badrur
Rasyid)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa dia
berkata : “Ada seorang laki-laki meninggal dunia di zaman Nabi saw.. Maka
Beliau mendatangi jenazahnya untuk menyalatinya. Namun, tiba-tiba kain kafan
si mayit bergerak-gerak. Ketika diperiksa Nabi, ternyata di dalamnya ada
seekor ular sedang mengisap darah mayit itu dan memakan dagingnya. Lantas
Abubakar hendak memukul ular itu, tetapi dengan kuasa Allah, ular itu talu
berbicara dengan suara yang fasih : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”. Dan katanya pula
: “Hai Abubakar, kenapa tuan hendak memukul saya, padahal saya tidak berdosa,
padahal saya diperintah untuk melakukan ini?. Allah telah memerintahkan kepada
saya supaya mengazab orang ini sampai hari kiamat”.
Abubakar
bertanya : “Apa kesalahan-kesalahannya?”.
Ular
itu menjawab : “Dia mempunyai tiga kesalahan : (Pertama) meninggalkan salat,
(Kedua) tidak mau berzakat, (Ketiga) tidak suka mendengarkan perkataan ulama”.
(Hayatul Qulub)
Dan Nabi saw. bersabda : “Allah
Taala berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan kea. gungan-Ku, Aku tidak akan
mengumpulkan dua rasa takut dan dua rasa aman. Apabila Aku telah membuatnya
takut di dunia maka Aku akan amankan dia di han kiamat: dan apabila Aku telah
mengamankan dia di dunia, maka Aku akan membuatnya takut di hari kiamat”.
(Dikisahkan)
dari Abubakar Assiddig ra., bahwa Dihyah Alkalabi dahulunya adalah seorang
raja Arab yang kafir. Sedang Rasulullah sangat menginginkan keistamannya.
karena di bawah kekuasannya ada tujuh ratus orang dari keluarganya. Beliau
selalu mendoakannya : “Ya Allah, karuniakanlah Islam kepada Dihyah
Alkalabi”.
Ketika dia hendak masuk Islam, Allah
Taala mewahyukan kepada Nabi saw. seusai salat Fajar : “Ya Muhammad, Aku telah
menanamkan cahaya iman ke dalam hati Dihyah Alkalabi. Dia sekarang akan
menemuimu”.
Begitu Dihya Alkalabi memasuki
Masjid, maka Nabi pun melepas serempangnya dan punggungnya lalu menggelarnya
di atas lantai. Lantas Beliau menyilakan Dihyah untuk duduk di atasnya. Ketika
Dihyah menyaksikan penghormatan yang demikian besar dari Nabi saw. itu, maka
dia pun menangis, lalu diangkatnya serempang itu dan diciuminya, kemudian
diletakkannya di atas kepala dan kedua matanya seraya berkata : “Ya Nabi
Allah, apakah syarat-syarat masuk Islam. Kemukakanlah kepada saya”.
Nabi
saw. menjawab : “Hendaklah Anda mengucapkan : La Ilaaha lilallaah, Muhammad
Rasulullah.
Kemudian Dihyah menangis. Maka
bertanyalah Nabi kepadanya : “Mengapa Anda menangis seperti ini, hai Dihyah?.
Apakah karena masuknya Anda ke dalam Islam, ataukah ada sebab-sebab yang
lain?”.
Dihyah menjawab : “Ya Rasulullah,
sesungguhnya saya telah melakukan dosa-dosa yang sangat besar. Maka,
tanyakaniah kepada Tuhanmu, apa penebusnya?. Seandainya Dia menyuruhku agar
membunuh diri, maka aku pasti akan bunuh diri. Dan seandainya Dia
memerintahkan supaya aku mengeluarkan sedekah dari hartaku, niscaya aku akan
mengeluarkannya?.
“Apa dosa-dosamu itu, hai
Dihyah?”, tanya Nabi.
Dihyah menjawab : “Saya
adalah salah seorang raja Arab. Saya merasa malu jika Saya mempunyai anak-anak
perempuan yang bersuami. Supaya tidak ada orang yang mengatakan : Fulan bin
Fulan, menantu Dihyah Alkalabi. Maka, tujuh puluh dari anakanak perempuanku
itu telah saya bunuh dengan tangan saya sendiri”.
Mendengar
perkataan Dihyah tersebut, Nabi menjadi bingung, tidak tahu apa yang harus
dijawabnya. Maka turunlah malaikat Jibril as. lalu berkata : “Ya Rasulullah,
katakanlah kepada Dihyah Alkalabi, “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku,
sesungguhnya setelah engkau mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illailaah Muhammad
Rasulullah. maka Aku telah mengampuni kekafiranmu selama enam puluh tahun, dan
celaanmu terhadapKu selama enam puluh tahun pula. Maka, bagaimana mungkin Aku
tidak mengampuni pembunuhan puteri-puterimu, sedang mereka adalah
milikmu?”.
Periwayat hadis ini melanjutkan :
“Maka menangislah Nabi saw. dan sahabat-sahabat Beliau. Kemudian Beliau
berkata : “Tuhanku, Engkau telah mengampuni Dihyah atas dosanya membunuh
anak-anak perempuannya hanya dengan satu kali ucapan syahadat. Maka, mana
mungkin Engkau tidak mengampuni orang-orang mukmin atas dosa-dosa kecil mereka
dengan syahadat yang banyak?”.
Dihyah atau
Dahyah, dengan mem-fathah-kan dal atau mengkasrah-kannya, adalah dua macam
dialek. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat, mana yang lebih kuat dar!
keduanya. Dia adalah Dihyah bin Khalifah bin Farwah Alkalabi, seorang yang
paling elok parasnya. Apabila ia datang ke kota Madinah, maka tidak tertinggal
seorang wanita pingitan pun, melainkan keluar untuk melihatnya. Dan karena
parasnya yang elok itu pula, Jibril pernah datang mengunjungi Nabi dengan
menyamar sebagai Dihyah. Telah lama dia masuk Islam, dan ikut berpartisipasi
dalam berbagai peperangan yang terjadi sesudah perang Badr, bersama Rasulullah
saw.. Dia masih sempat hidup sampai masa pemerintahan Muawiyah dan ikut pula
bertempur. Dia menetap di kota Al Mizzih, dekat Damaskus. Dan dia pernah
diutus membawa surat Nabi saw. kepada pembesar Bushra untuk diserahkan kepada
Heraklius, yaitu pada akhir tahun ke-6 Hijriyah. (Karmani)
Diriwayatkan
dari sahabat Abu Darda ra., bahwa dia berkata : “Barangsiapa mengucapkan La
Ilaaha lilallaah Muhammad Rasulullah, maka keluarlah dari dalam mulutnya
malaikat seperti burung berwarna hijau. Dia memiliki sepasang sayap, yang satu
di timur dan yang lain di barat, keduanya berwarna putih, bertahtakan intan
dan mira delima. Lalu naiktah malaikat itu, hingga apabila dia telah sampai di
Arsy, dia mengeluarkan suara seperti dengungan lebah, maka berkatalah
kepadanya para malaikat pemanggul Arsy : “Diamlah, demi keperkasaan Allah
Taala”. Tetapi dia menjawab : “Aku tidak akan diam sampai Allah mengampuni
pembaca kalimat tadi”.
Maka Allah Taala berfirman
: “Sesungguhnya Aku telah mengampuni pembaca kalimat itu”.
Kemudian
Allah Taala menciptakan untuk malaikat yang terbang itu tujuh puluh tidah,
masing-masing lidah memohonkan ampunan bagi orang yang membaca kalimat
syahadat tadi sampai hari kiamat. Sedang pada hari kiamat, malaikat yang
terbang itu akan datang menjumpai orang tersebut, lalu membimbingnya, dia
bertindak sebagai penuntun dan penunjuk jalan baginya menuju ke surga.
(Raunaqul Majalis)
Dari Ali Karramallaahu wajhah,
katanya : “Saya pernah mendengar penghutu seluruh makhluk, Muhammad saw.
bersabda : “Aku pernah mendengar penghulu seluruh mataikat, Jibril as. Berkata
: “Aku tidak pernah turun membawa kalimat yang lebih mulia daripada kalimat
Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullah, atas bumi. Dengan kalimat itulah
tegaknya langit, bumi, gunung-gunung, pohon, daratan dan lautan. Dan
ketahuilah, ia adalah kalimat ikhlas. Ketahuilah, ia adalah kalimat Islam.
Ketahuilah, ia adalah kalimat kedekatan pada Allah. Ketahuilah, ia adalah
kalimat takwa. Ketahuilah, ia adalah kalimat keselamatan. Dan ketahuilah, ia
adalah kalimat yang luhur. Seandainya ia diletakkan di atas piringan
timbangan, sedang tujuh langit dan tujuh bumi diletakkan di piringan yang
lain, niscaya kalimat itulah yang lebih berat daripada semuanya itu”.
(Zubdatul Wa’izhin)
(Dikisahkan) bahwasanya ada
seorang laki-laki sedang melakukan wukuf di Arafah. Di genggaman tangannya ada
tujuh butir satu. Kemudian ia berkata : “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku
bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”.
Kemudian dia letakkan batu-batu itu di bawah kepalanya, lalu tidur. Dalam
tidurnya itu, dia bermimpi seolah-olah kiamat benar-benar telah bangkit. Dan
bahwa dia telah dihisab, yang ternyata dia harus masuk neraka. Maka para
malaikat pun membawanya ke pintu neraka. Namun, tiba-tiba sebutir batu dari
batu-batu tersebut menjatuhkan dirinya pada pintu neraka itu. Lalu para
malaikat azab berkumpul untuk mengangkatnya, namun mereka tidak mampu.
Kemudian mereka pergi ke pintu neraka yang lainnya, dan ternyata di pintu itu
pun sudah ada sebuah batu dari ketujuh batu itu. Maka mereka berkumpul untuk
mengangkatnya, namun mereka tidak mampu. Hingga mereka membawa orang itu ke
tujuh pintu neraka, sedang pada tiap-tiap pintu itu ada sebuah batu dari
batubatu tersebut. Akhirnya para malaikat itu membawa orang tersebut ke Arsy.
Di sana Allah Taala berfirman : “Hai hamba-Ku, engkau telah menjadikan
batu-batu itu sebagai saksi, dan ternyata mereka tidak menyia-nyiakan hakmu.
Maka, bagaimana mungkin Aku menyia-nyiakan hakmu, padahal Aku pun menyaksikan
syahadatmu?. Masukkanlah dia ke surga”.
Ketika
dia telah dekat ke surga, sekonyong-konyong terbukalah pintu-pintunya dengan
kunci berupa kalimat Laa ilaaha Illallaah Muhammad Rasululiah. (Demikian
tersebut dalam kitab Zubdatul Waizhin)
Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Aku masuk surga, lalu
kulihat pada pintu surga itu tertulis tiga kalimat : Pertama, Tidak ada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kedua, kami telah memperoleh
apa yang telah kami lakukan. Kami mendapat laba dari apa yang kami makan. Dan
kami telah merugi dari apa yang telah kami tinggalkan. Sebagaimana firman
Allah yang artinya : “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala
kebajikan dihadapkan kepadanya, begitu pula kejahatan yang telah
dikerjakannya. Dia ingin andaikan antara dia dan hari itu ada masa yang jauh”.
Ketiga, umat yang berdosa dan Tuhan Yang Maha
Pengampun. (Zubdatul
Waizhin)
40. PENJELASAN TENTANG PEDIHNYA MAUT
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang pun sebelum kamu (Muhammad).
Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan, sebagai
cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al Anbiya : 34-35)
Tafsir
(. ) Kami tidak menjadikan hidup
abadi bagi seorang pun sebelum kamu (Muhammad). Maka jika kamu mati, apakah
mereka akan kekal?. Ayat ini turun ketika orang-orang kafir mengatakan :
Artinya : “Kami menunggu-nunggu kecelakaan
menimpamu”.
Huruf fa (. )
adalah untuk mengkaitkan syarat dengan kalimat sebelumnya. Dan hamzah (. )
berarti bantahan Allah, setelah dikemukakan-Nya pernyataan sebelumnya itu.
(.
) Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati, akan merasakan kepedihan dari
berpisahnya jiwa dengan tubuh. Hal mana merupakan bukti terhadap apa yang
mereka ingkari.
(. ) Kami
akan menguji kamu. Akan memperlakukan kamu dengan sikap sebagai penguji.
(.
) dengan keburukan dan kebaikan, dengan bencana-bencana dan
kenikmatan-kenikmatan.
(. )
sebagai cobaan, ujian. Ini masdar dari kata yang berbeda.
(.
) Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Lalu Kami memberi balasan sesuai
dengan apa yang didapati darimu, berupa sabar atau syukur. Di sini terkandung
suatu isyarat, bahwa tujuan dari hidup ini adalah untuk diuji dan dihadapkan
kepada pahala dan hukuman, sebagai pemantapan dari pernyataan sebelumnya.
(Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Abubakar Assiddig
ra., katanya : “Salawat atas Nabi itu lebih mampu menghapuskan dosa-dosa
daripada air dingin terhadap api. Dan ucapan salam kepada Beliau itu lebih
utama daripada memerdekakan hamba sahaya”. (Syifaun Syarif)
Konon,
malaikat maut itu ditemani oleh tujuh puluh malaikat rahmat dan tujuh puluh
malaikat azab. Jika dia telah mencabut nyawa Seorang mukmin, maka dia
menyerahkannya kepada malaikat rahmat. Kemudian para malaikat rahrnat itu
memberi kabar gembira kepadanya tentang surga dan pahala, lalu mereka bawa ia
naik ke langit, tempat yang tertinggi. Dan apabila dia telah mencabut nyawa
seorang kafir, maka dia menyerahkannya kepada malaikat azab, kemudian mereka
mengembalikannya ke Sijjin, tempat yang serendah-rendahnya. (Mathaali’ul
Anwar)
Dari Nabi saw., bahwa Belia bersabda :
Artinya
: “Seandainya pedihnya sehelai rambut dari kepedihan mayit itu diletakkan pada
langit dan bumi, niscaya matilah semua penghuninya dengan izin Allah Taala.
Karena pada setiap rambut terdapat maut. Dan tidaklah maut itu menimpa
sesuatu, melainkan ja akan mati beserta seluruh anggota-anggotanya”.
Konon,
bahwa malaikat maut itu mempunyai empat wajah. Yang pertama di kepalanya. Yang
kedua, di hadapannya. Yang ketiga, di belakang punggungnya. Yang keempat di
bawah telapak kakinya. Dia mencabut nyawa para nabi dan para malaikat dari
wajah yang ada di kepalanya, mencabut nyawa orang-orang mukmin dari wajah yang
ada di hadapannya, mencabut nyawa orang-orang kafir dari wajah yang ada di
belakang punggungnya, dan mencabut nyawa jin dari wajah yang ada di bawah
telapak kakinya. Salah satu dari kedua kaki malaikat maut itu berada di
jembatan Jahannam, sedang yang satunya lagi ada di singgasana surga. Saking
besarnya malaikat maut itu, maka seandainya seluruh air laut dan sungai-sungai
dicurahkan ke atas kepalanya, niscaya tidak akan ada satu tetes pun yang jatuh
ke bumi. (Mathaali’ul Anwar)
Diriwayatkan, bahwa
Nabi Isa as. dahulu bisa menghidupkan orang-orang yang sudah mati dengan izin
Allah Tala. Maka berkatalah sebagian orang kafir kepadanya : “Sesungguhnya
kamu menghidupkan orang mati kalau kematiannya itu masih baru terjadi. dan
boleh jadi ia belum mati. Karenanya, hidupkanlah di hadapan kami orang yang
telah mati pada zaman dahulu”.
“Pilihlah sesuka
kalian”, tantang Nabi Isa as.
Mereka berkata :
“Hidupkanlah di hadapan kami Sam bin Nuh”.
Maka
pergilah Nabi Isa ke kuburan Sam. Kemudian Beliau salat dua rakaat di sana,
lalu berdoa kepada Allah. Seketika itu juga, Sam pun hidup kembali. Tetapi
ternyata rambut kepala dan janggutnya telah memutih semua. Maka Nabi Isa
bertanya : “Hai Sam, kenapa sampai ada uban seperti ini, padahal pada masamu
dahulu tidak ada uban?”.
Sam menjawab : “Saya
mendengar panggilanmu, maka saya kira kiamat telah bangkit, sehingga rambut
dan janggutku seketika menjadi putih saking ngerinya”.
Nabi
Isa bertanya pula : “Sudah sejak berapa tahun Anda menjadi mayit?”.
Sam
menjawab : “Sudah empat ribu tahun, namun belum juga lenyap dariku rasa sakit
dan pedihnya maut itu”. (Durratul Waaizhin).
Diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Tidak
akan keluar nyawa seorang mukmin sebelum dia melihat tempatnya di dalam surga.
Dan tidak akan keluar nyawa seorang kafir sebelum dia melihat tempatnya di
dalam neraka”.
Para sahabat bertanya : “Ya
Rasulullah, bagaimana seorang mukmin melihat tempatnya di dalam surga, dan
seorang kafir melihat tempatnya di dalam neraka”.
Rasulullah
menjawab : “Sesungguhnya Allah Taala menciptakan Jibril dalam rupa yang paling
elok. Dia mempunyai enam ratus sayap. Di antara sayap-sayapnya itu ada dua
sayap yang berwarna hijau mirip sayap burung merak. Apabila dia mengembangkan
sayapnya maka memenuhi ruang antara langit dan bumi. Pada sayapnya yang kanan
terlukis gambar surga dengan segala isinya, seperti : bidadari bermata jeli,
mahligai-mahligai, derajat-derajat, pelayan-pelayan, anak-anak dan
pemuda-pemuda. Sedangkan pada sayap kirinya terlukis gambar neraka Jahannam
dengan segala isinya, seperti : ular-ular, kalajengking-kalajengking,
jurang-jurang dan para juru siksa”.
Apabila ajal
seseorang hamba telah tiba, maka masuklah sekelompok malaikat ke dalam
urat-uratnya lalu memeras nyawanya dari kedua telapak kakinya sampai kepada
kedua lututnya. Kemudian kelompok pertama tadi keluar dan masuklah kelompok
kedua. Mereka memeras nyawa si hamba tersebut mulai dari kedua lututnya sampai
ke pusarnya Kelompok kedua kemudian keluar lalu digantikan kelompok ketiga,
yang memeras nyawanya dari perut sampai dada. Kemudian kelompok ketiga keluar
lalu masuk kelompok keempat. Mereka memeras nyawa si hamba mulai dari dada
sampai ke lehernya, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
Artinya
: “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu
melihat?”.
Pada saat itulah, jika ia adalah
seorang mukmin, maka Jibril as. Mengembangkan sayap kanannya, sehingga orang
itu bisa melihat tempatnya di surga, lalu merindukannya dan memandanginya
tanpa memandang lagi kepada yang lain, baik ayahnya ibunya maupun
anak-anaknya, saking rindunya kepada tempat itu. Dan jika ia seorang munafik,
maka Jibril mengembangkan sayap kirinya, sehingga orang itu dapat melihat
tempatnya di dalam neraka. Lalu dia memandang kepadanya tanpa memandang kepada
yang lain, baik ayahnya, ibunya maupun anak-anaknya, saking ngerinya melihat
tempat itu. Sungguh beruntung orang yang kuburnya merupakan salah satu taman
di antara taman-taman surgawi, dan celakalah orang yang kuburnya merupakan
salah satu jurang di antara jurangjurang neraka. (Kanzul Akhbar)
Ruh
itu ada tiga macam :
Pertama, ruh sulthaniyah.
Kedua,
ruh ruhaniyah.
Ketiga, ruh jasmaniyah.
Letak
ruh sulthaniyah di hati, yakni jantung. Letak ruh ruhaniyah di limpa, yakni
dada. Dan letak ruh jasmaniyah di antara daging dan darah, dan di antara
tulang dan urat-urat.
Kalau ditanya, jika
seseorang tidur, apakah ruhnya keluar atau tidak?. Kalau ada yang menjawab,
ruhnya keluar, maka dia salah. Dan kalau dia jawab, ruhnya tidak keluar, maka
dia juga salah. Jawabnya yang tepat adalah, jika seseorang tidur maka ruh
jasmaniyahnya keluar bersama akal dan berjalan antara langit dan bumi. Kalau
akal menyertai ruh jasmaniyah tersebut maka dia melihat bermacam-macam
pengalaman dalam tidurnya, yang disebut mimpi. Tetapi kalau akal tidak
menyertainya, maka dia bermimpi juga, namun tidak dipahaminya. (Tafsir)
Jika
ditanyakan, apa perbedaan antara ruh ( ) dan
rawan (. ) ?. Maka kami jawab : ruh itu tidak pergi dan tidak
datang, sedang rawan pergi dan datang. Apabila ra. wan hilang, maka tidurlah
orang, tetapi apabila ruh hilang, maka dia mati.
Adapun
perumpamaan iman di antara ruh dan jasad adalah laksana matahan di an. tara
langit dan bumi. Jika seseorang meninggal dunia maka pergilah laa laaha
Illalaah bersama ruhnya, sedang Muhammad Rasulullah tertinggal bersama
jasadnya. Dan jika keduanya berkumpul, maka keduanya menjadi iman.
(Dikisahkan)
bahwa, pada suatu hari Nabi Ilyas as. sedang duduk, tiba-tiba datanglah
malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Maka Nabi Ilyas menjadi gelisah dan
menangis dengan keras. Lantas malaikat maut bertanya kepadanya : “Mengapa
gelisah dan menangis seperti ini, Ya Nabiyallah?. Apakah Tuan merisaukan duma
ataukah merisaukan mati?.
“Tidak”, jawab Nabi
Ilyas, “Tetapi aku merisaukan zikir kepada Allah. Karena akan ada suatu kaum
sepeninggalku yang berkumpul seraya berzikir kepada Allah Taala, sedang aku
tidak bisa berzikir lagi kepada-Nya”.
Maka Allah
mewahyukan kepada malaikat maut agar tidak mencabut nyawanya “Karena dia minta
hidup untuk mengingat Aku, bukan demi dirinya. Biarkan dia, hai malaikat maut,
agar dia hidup dalam mengingat Aku dan bersenang-senang dalam taman: taman
munajat-Ku hingga akhir dunia ini”.
Dari Utsman
ra., bahwasanya apabila dia melewati sebuah kubur, maka dia berhenti lalu
menangis sampai basah janggutnya. Lalu dia ditanya : “Wahai amirilmukminin,
kenapa ketika Tuan mengingat surga, neraka dan hal-hal yang mengerikan di hari
kiamat. Tuan tidak menangis, namun ketika Tuan mengingat kubur, Tuan malah
menangis?”.
Utsman menjawab : “Nabi saw. telah
bersabda :
Artinya : “Kubur adalah persinggahan
pertama di antara persinggahan-persinggahan akhirat, dan persinggahan terakhir
di antara persinggahan-persinggahan dunia. Barangsiapa selamat darinya, maka
berikutnya akan lebih mudah. Dan barangsiapa tidak selamat darinya, maka yang
berikutnya akan lebih berat.
Kemudian Utsman
melanjutkan : “Vika aku di neraka, maka aku bersama orang banyak, dan jika aku
di hari kiamat, maka aku pun bersama orang banyak. Tetapi, jika aku berada di
alam kubur, maka tidak ada seorang pun yang menemaniku. Oleh sebab itulah aku
menangis”. (Mizykatul Anwar).
Diriwayatkan dari
Wahab bin Munabbih, dari kakeknya Idris, dia berkata : “Saya dapati di dalam
sebuah kitab, bahwa Nabi Isa as. pernah berkata kepada ibunya : “Sesungguhnya
negeri ini adalah negeri yang tidak kekal, negeri yang tidak abadi, sedang
akhirat adalah negeri yang abadi. Maka, marilah wahai ibunda”.
Kemudian
kedua anak manusia itu pergi menuju ke gunung Lubnan. Di sana mereka
beribadat, berpuasa di siang hari dan melakukan salat di malam hari. Mereka
makan dari daun-daun pohon dan minum dari air hujan. Demikianlah mereka
bertahan beberapa waktu lamanya.
Pada suatu hari,
Nabi Isa as. turun dari gunung itu ke dasar lembah untuk memetik dedaunan
untuk berbuka mereka berdua. Setelah Nabi Isa pergi, maka datanglah mataikat
maut, lalu berkata : “Assalamualaiki, hai Maryam, yang sedang berpuasa dan
beribadat”.
“Anda siapa?”, tanya Maryam. “Kulitku
merinding mendengar suaramu dan akalku terasa terbang melihat kehebatanmu”.
Malaikat
maut menjawab : “Akulah makhluk yang tidak mengasihi si kecil karena kecilnya,
dan tidak memulakan orang besar karena kebesarannya. Akulah si pencabut
nyawa”.
“Hai malaikat maut”, kata Maryam. “Engkau
datang untuk berkunjung ataukah untuk mencabut nyawa?”
“Bersiap-siaplah
untuk mati”, tegas malaikat maut.
Maryam berkata
: “Tidakkah engkau izinkan aku menunggu sejenak hingga pulangnya kekasihku,
bola mataku, buah hatiku dan wewangian jantungku?”,
Malaikat
maut menjawab : “Aku tidak diperintah seperti itu. Aku hanyalah seorang hamba
yang dipenntah. Demi Allah, aku tidak bisa mencabut nyawa seekor nyamuk
sekalipun. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk tidak melangkahkan kaki
sampai aku mencabut nyawamu di tempatmu ini”.
“Hai
malaikat maut”, kata Maryam. “Aku pasrah kepada perintah Allah Taala. Maka
laksanakaniah penntah Allah itu”.
Maka, malaikat
maut pun mendekat kepadanya lalu mencabut nyawanya. Sedangkan Nabi Isa agak
terlambat pulang sampai masuk waktu Isyak yang terakhir. Ketika Beliau telah
naik kembali ke gunung sambil membawa dedaunan dan sayur mayur. Beliau lihat
ibunya sedang tidur di tempat ibadatnya. Beliau mengira bahwa ibunya telah
menunaikan ibadat-ibadat fardu. Oleh karena itu, Beliau letakkan bawaannya,
lalu menuju tempat salatnya, kemudian salat sampai larut malam.
Setelah
itu. Beliau memperhatikan lagi ibunya, lalu memanggilnya dengan suara pilu
yang muncul dari hati yang khusyuk: “Assalamu alaiki. wahai ibunda. Malam
telah larut, Orang-orang yang berpuasa telah berbuka, dan orang-orang yang
beribadat telah berhenti, kenapa ibunda tidak bangun-bangun juga untuk
benbadat kepada Tuhan Yang Maha Pengasih?”.
Namun,
Beliau balik berkata : “Tidur itu memang adakalanya nikmat”.
Kemudian
Beliau pergi menuju ke tempat salatnya, padahal Beliau belum makan apa-apa,
hingga lewat dua pertiga malam. Beliau melakukan itu adalah demi baktinya
kepada ibundanya, supaya dapat berbuka bersamanya.
Nabi
Isa masih berdiri ketika dengan suara pilu dan hati yang sedih, Beliau berseru
: “Assalamu alaiki, wahai Ibunda”. Kemudian Beliau kembali ke tempat salatnya
sampai terbit fajar. Setelah itu ia kembali menemui ibunya, lalu Beliau
tempelkan pipinya di pipi ibunya, dan mulutnya pada mulut ibunya sambil
memanggilnya dengan disertai tangisan tersedu-sedu : “Assalamu alaiki, wahai
ibunda. Malam telah lewat dan siang segera datang. Sekarang inilah saat
menunaikan kewajiban kepada Yang Maha Pengasih”.
Maka,
menangislah para malaikat langit, dan menangis pula jin-jin di sekelilingnya,
Sementara gunung di bawahnya bergetar. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada
para malaikat : “Mengapa kalian menangis?”.
“Ya
Tuhan kami, Engkau lebih mengetahui”, jawab mereka.
Lalu
Allah Taala mewahyukan : “Memang Aku lebih tahu, dan Akulah Yang Maha Pengasih
di antara semua yang pengasih”.
Sekonyong-konyong
terdengariah suatu seruan memanggil : “Hai Isa, angkatlah kepalamu.
Sesungguhnya ibumu telah meninggal dunia. Semoga Allah memperbesar
pahalamu”.
Nabi Isa as. mengangkat kepalanya
sambil menangis, lalu berkata : “Siapakah yang akan menghiburku di dalam
kesunyianku. Siapakah yang akan menemani di dalam kesendirianku. Siapakah yang
akan menentramkan aku di dalam keterasinganku. Dan siapakah yang akan
membantuku dalam ibadatku?”.
Maka Allah Taala
mowahyukan kopada gunung : “Borilah nasihat kopada ruh (ciptaAn)-Ku atu”,
Gunung
Itu pun lalu berkata : “Hai Ruh Allah. kenapa Tuan serisau ini. Atau, tuan
menginginkan kekasih solaln Allah?”.
Kamudian
Nabi Isa turun dart gunung monuju ke sebuah perkampungan Bani Israel, Baliau
berseru : “Assalamu alaikum, hai Bani Israel”.
Mereka
beartanya : “Siapakah Tuan, hal hamba Allah, keelokan wajahmu benar-benar
telah menerangi rumah-rumah kamu?”.
Nabi Isa
menjawab : “Aku Ruh Allah. Ibuku telah meninggal dunia di pengasingan Maka,
bantulah aku memandikannya, membungkusnya dan menguburkannya”.
“Hal
Ruh Allah”, kata mereka. “Sosungguhnya gunung ini banyak ularnya, baik yang
kecil-kecil maupun yang besar-besar. Dan ia tidak pernah tagi diinjak oleh
bapak-bapak maupun kakek-kakek kami sejak tiga ratus tahun yang lalu”.
Maka
kembalilah Nabi Isa ke gunung. dan ternyata di sana dia mendapati dua orang
pemuda yang gagah-gagah. Beliau memberi salam kepada mereka berdua, dan mereka
membalas salamnya. Kemudian Nabi Isa berkata kepada keduanya : “Ibuku telah
meninggal dunia dalam keadaan terasing di gunung ini. Tolonglah bantu saya
menyiapkan jenazahnya”.
Salah seorang dari kedua
pemuda itu berkata kepada Nabi Isa as. : “Ini Mikail dan aku Jibril. Dan ini
minyak pengawet dan kain kafan dari Tuhan-mu. Sesungguhnya bidadari yang
bermata jeli sekarang ini telah turun dari surga untuk memandikan ibumu dan
mengkafaninya”.
Sementara itu Jibril telah
membuat kuburnya di puncak gunung, lalu mereka kuburkan Mayam di sana, sesudah
mereka menyalatinya dan mengantarkan jenazahnya.
Setelah
itu, Nabi Isa memohon kepada Allah : “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui
tempatku dan mendengar perkataanku, dan tidak ada yang tersembunyi bagi-Mu
sesuatu pun dari urusanku. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia sedang aku tidak
menyaksikannya ketika ia wafat. Maka izinkanlah ia berbicara kepadaku”.
Allah
Taala mewahyukan kepadanya : “Sesungguhnya Aku telah mengizinkan ibumu”.
Lalu
Nabi Isa mendatangi kuburan ibunya dan berdiri di sana seraya menyerunya
dengan suara yang sendu : “Assalamu alaiki, wahai ibunda”.
Ibunya
menjawab dari balik kubur : “Wahai kekasihku. Wahai bola mataku”.
“Wahai
ibunda”, katanya pula. “Bagaimana ibu mendapati tempat kembalimu dan tempat
pembaringanmu. Dan bagaimana ibu lihat kehadiranmu di hadapan Tuhanmu?”.
Ibunya
menjawab : “Tempat pembaringanku adalah sebaik-baik tempat pembaringan, dan
tempat kembaliku adalah sebaik-baik tempat kembali. Aku datang di hadapan
Tuhanku, maka aku dapati Dia rida, tidak murka”.
“Wahai
ibunda”, kata Nabi Isa pula. “Bagaimana ibu rasakan kepedihan maut?”.
Ibunya
menjawab : “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar sebagai seorang
nabi, kepedihan maut belum lagi lenyap dari kerong-konganku, dan kehebatan
malaikat maut belum lagi sirna dari depan mataku. Maka sejahteralah atasmu,
wahai kekasihku, sampai hari kiamat”.
(Dikisahkan)
bahwa ketika Fatimah Azzahra, puteri Nabi saw. wafat, jenazahnya dibawa oleh
empat orang : suaminya sendiri, Ali, kedua putranya Alhasan dan Alhusien,
serta Abu Dzar Al Ghiffari, semoga Allah meridhai mereka semua. Setelah
jenazah itu mereka letakkan di pinggir kuburan, maka bordiritah Abu Dzar
seraya berkata : “Hai kubur, tahukah engkau, siapa yang kami bawa kepadamu
ini?. Dia adalah Fatimah Azzahra, puten Rasulullah saw., dan isten Almurtadha,
serta ibunda dari Alhasan dan Alhusein”.
Lantas
terdengar oleh mereka suatu seruan dari dalam kubur mengatakan : “Aku bukanlah
tempat keturanan dan nasab. Aku tak lain adalah tempat amal saleh. Maka takkan
selamat danku selain orang yang banyak kebaikannya, selamat hatinya, dan tulus
amalnya”. (Demikianlah tersebut di dalam kitab Misykatul Anwar)
Al
Faqih Abul Laits Assamarqandi berkata : “Barangsiapa yang ingin selamat dani
azab kubur, maka hendaklah ia membiasakan empat perkara dan menjauhi empat
perkara. Adapun yang wajib dia lazimkan adalah : memelihara salat, sedekah.
membaca Alquran dan banyak bertasbih. Karena semuanya itu dapat memerangi dan
melapangkan kubur. Sedangkan yang wajib dia jauhi adalah : berdusta,
berkhianat, mengadu domba dan kencing sambil berdiri. Nabi saw. telah bersabda
:
Artinya : “Bersihkanlah dirimu dari kencing,
karena kebanyakan siksa kubur itu disebabkan olehnya”. (Misykatul Anwar)
Sebagian
ulama mengatakan bahwa, azab kubur itu menimpa ruh, bukan jasad. Tetapi
sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa azab kubur itu menimpa jasad, bukan
ruh. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, azab kubur itu menimpa ruh dan
jasad.
Kalau dikatakan, tidak mungkin dilakukan
penyiksaan terhadap jasad karena ia sudah tidak bernyawa, sehingga tidak bisa
disiksa. Maka saya jawab, bahwa Allah kuasa menciptakan pada jasad itu semacam
kehidupan sekedar memungkinkan adanya rasa sakit dan nikmat, tanpa
mengembalikan ruh kepadanya, supaya tidak perlu adanya pencabutan baru.
Sementara
itu, sebagian ulama mengatakan, ruh dikembalikan ke dalam jasad sebagaimana
ketika di dunia, lalu didudukkan dan ditanya. Dan ada pula yang mengatakan
bahwa, pertanyaan itu ditujukan kepada ruh, bukan kepada jasad. Dan yang lain
mengatakan, ruh masuk ke dalam jasad sampai di dada. Dan yang lain lagi
mengatakan. ruh itu berada di antara jasad dan kain kafannya. Dan untuk
masing-masing pendapat itu memang ada atsar-atsar yang diriwayatkan orang.
Tetapi yang benar menurut ahli ilmu, hendaklah orang mengakui adanya azab
kubur dan nikmatnya, dan tidak perlu pusing-pusing memikirkan bagaimana
caranya. (Dari syarah Al Aqaid secara ringkas)
Abubakar
ra. pernah ditanya tentang ruh-ruh ketika keluar dari tubuh. Kemanakah
perginya?. Maka dia menjawab : “Berada di tujuh tempat. Adapun arwah para nabi
dan rasul, tempatnya adalah di surga Aden. Arwah para ulama di surga Firdaus.
Arwah orangorang yang berbahagia tempatnya di surga Illiyin. Arwah para
syuhada tempatnya bebas, mereka terbang laksana burung di dalam surga, ke mana
saja yang mereka kehendaki. Arwah orang-orang mukmin yang berdosa tergantung
di angkasa, tidak di bumi dan tidak pula di langit sampai hari kiamat. Arwah
anak-anak kaum mukminin berada di gunung yang terbuat dari misik. Sedangkan
arwah orang-orang kafir berada di Sijjin, mereka disiksa dengan tubuh mereka
sampai hari kiamat. Allah Taala berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia :
Artinya
: “Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya ketentuan orang-orang
durhaka benar-benar ada di Sijjin”.
Namun Allah
jualah yang lebih tahu keadaan yang sebenarnya, dan bagi-Nya pujian dalam
setiap ucapan, selain kekafiran dan kesesatan.
Maka
hendaklah anda mematuhi segala perintah, dan Allah Mahasuci dari tandingan dan
saingan. “Janganlah Engkau menghukum kami lantaran dosa kami, oh Tuhan Yang
Memiliki Kemuliaan dan Keagungan.
Dan konon,
apabila seluruh makhluk telah dibangkitkan dari dalam kuburnya, maka mereka
tegak berhenti di tempat mereka dibangkitkan itu selama empat puluh tahun,
tanpa makan, tanpa minum, tanpa duduk, dan tanpa bicara. Seseorang bertanya
kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, dengan apakah Baginda mengetahui
umatmu pada hari pembalasan nanti?”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya umatku
nanti pada hari kiamat akan berwarna putih cemerlang dikarenakan oleh
bekas-bekas wudu”.
Sedangkan menurut salah satu
khabar :
“Apabila terjadi hari kiamat, maka Allah
membangkitkan seluruh makhluk dari kubur mereka masing-masing. Lalu datanglah
para malaikat ke kubur mereka masing-masing. Lalu datanglah para malaikat ke
kubur kaum mukminin, kemudian diusapnya kepala mereka dari debu, dan
dikibaskannya debu dari mereka, selain bagian tempat wudu mereka.
Tempat-tempat itu diusap juga oleh malaikat, namun debu itu tidak mau hilang
darinya.
Lantas terdengarlah seruan : “Hai
malaikat-Ku, itu bukanlah debu dari kubur mereka, tetapi debu dari
tempat-tempat ibadat mereka. Biarkanlah apa yang ada pada mereka itu sampai
mereka menyeberangi shirat dan masuk ke dalam surga. Dengan demikian setiap
orang akan tahu, bahwa mereka adalah pelayan-pelayan-Ku dan
hamba-hamba-Ku”.
Dan diriwayatkan dari sahabat
Jabir bin Abdullah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda yang artinya :
“Apabila hari kiamat telah terjadi, dan orang-orang yang ada di dalam kubur
telah dibangkitkan kembali, maka Allah Taala mewahyukan kepada malaikat
Ridhwan : “Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan orang-orang yang berpuasa dari
kubur mereka dalam keadaan lapar dan dahaga. Maka sambutliah mereka dengan
kesenangankesenangan mereka di dalam surga”. Lantas berserulah Ridhwan :
“Wahai para Ghilman (anak-anak muda), Wahai para Wildan (bocah-bocah),
kemarilah!”.
Maka berdatanganlah anak-anak muda
dan bocah-bocah itu sambil membawa mangkuk-mangkuk dari cahaya lalu berkumpul
di hadapan Ridhwan, yang jumlah mereka lebih banyak dari bilangan debu,
tetes-tetes hujan, bintang-bintang di langit dan daundaun di pohon, dengan
membawa buah-buahan yang banyak, makanan-makanan yang lezat dan
minuman-minuman yang nikmat. Mereka menyambut dan mengelu-elukan orang-orang
yang berpuasa itu dengan cara demikian. Dan kepada orang-orang itu dikatakan
:
Artinya : “Makanlah dan minumlah dengan sedap,
disebabkan oleh amal-amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang
lalu”.
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.,
bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya
: “Ada tiga golongan manusia yang dijabat tangan oleh para malaikat ketika
mereka keluar dari kubur mereka : orang yang mati syahid, orang yang melakukan
salat malam di bulan Ramadan, dan orang yang berpuasa di hari Arafah”.
Dari
A’isyah ra., katanya : “Rasulullah saw. berkata kepada saya : “Hai Aisyah,
seSungguhnya di dalam surga ada mahligai-mahligai yang terbuat dari mutiara,
yaqut, zabarjad, emas dan perak”. Saya bertanya : “Ya Rasulullah, untuk
siapakah itu?”. Beliau menjawab : “Untuk orang yang berpuasa pada hari Arafah.
Hai Aisyah, sesungguhnya hari yang paling disukai Allah adalah hari Jumat dan
hari Arafah, karena di dalam keduanya itu terkandung rahmat. Dan sesungguhnya
hari yang paling dibenci Iblis adalah hari Jumat dan hari Arafah. Hai Aisyah,
barangsiapa berpuasa pada hari Arafah, Allah akan membukakan baginya tiga
puluh pintu kebaikan dan menutup terhadapnya tiga puluh pintu kejahatan.
Apabila dia berbuka dan meminum air, maka seluruh urat di dalam tubuhnya
memohonkan ampunan buatnya seraya berkata : “Ya Allah, kasihilah dia”. Sampai
terbit fajar”.
Sedang menurut khabar lain :
“Orang-orang
yang berpuasa akan keluar dari kubur mereka, sedang mereka bisa dikenali dari
harum semerbaknya puasa mereka. Mereka disambut dengan hidanganhidangan dan
kendi-kendi, seraya dikatakan kepada mereka : “Makanlah, sesungguhnya kamu
telah menanggung rasa lapar ketika orang-orang lain kenyang: dan minumlah,
sesungguhnya kamu telah menanggung rasa haus ketika orang-orang lain minum,
dan beristirahatlah”, Maka mereka pun makan, minum dan beristirahat, sementara
orangorang lain masih dihisab”.
Dan telah
diriwayatkan pula di dalam sebuah khabar : “Ada sepuluh golongan manusia yang
tidak rusak tubuhnya : nabi, orang yang berperang di jalan Allah, orang alim,
orang yang mati syahid, orang yang yang hafal Alquran, juru azan, wanita yang
meninggal dunia dalam keadaan nifas, orang yang terbunuh secara aniaya, dan
orang yang mati pada siang atau malam Jumat”.
Dan
disebutkan juga di dalam khabar, dari Nabi saw. : “Manusia akan dihimpun pada
hari kiamat seperti keadaan mereka ketika baru dilahirkan oleh ibunya, tidak
beralas kaki dan tanpa busana”.
“Laki-laki dan
perempuan?”, tanya Aisyah.
“Ya”, Jawab Beliau.
“Oh
malunya”, kata Aisyah. “Sebagian mereka melihat kepada sebagian yang lain”.
Lalu
Nabi menepukkan tangannya pada pundak istrinya itu seraya berkata : “Hai
puteri dari putera Abu Qahafah, manusia pada waktu itu terlalu sibuk untuk
saling melihat, sedang mata mereka menatap ke langit. Mereka berdiri selama
empat puluh tahun tanpa makan dan tanpa minum. Di antara mereka ada yang
keringatnya mencapai kedua teiapak kakinya, dan ada pula di antaranya yang
mencapai betisnya, ada yang mencapai perutnya, dan ada pula yang mencapai
dadanya. Dan keringat itu terjadi karena lamanya mereka berdiri”.
Aisyah
melanjutkan : Saya bertanya : “Ya Rasulullah, adakah orang yang dikumpulkan
pada hari kiamat dalam keadaan berpakaian?”.
Nabi
saw. menjawab : “Ada, yaitu para nabi dan keluarga mereka, dan juga
orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadan dengan setia.
Dan semua orang pada hari itu akan mengalami kelaparan kecuali para nabi dan
keluarga mereka, serta orang yang berpuasa di bulan Rajab dan Sya’ban. Maka
mereka akan kenyang, tidak mengalami lapar atau haus. Seluruh manusia digiring
ke Mahsyar (tempat berkumpul) di Baitul Maqdis, di suatu tempat yang disebut
Sahirah, sebagaimana firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya
: “Sesungguhnya pengembalian itu hanya dengan satu kali tiupan saja, maka
dengan serta-merta mereka berada di Sahirah”.
Dan
konon, bahwa makhluk-makhluk yang berada di padang kiamat itu terbagi menjadi
120 barisan. Panjang tiap-tiap barisan sejauh perjalanan 40.000 tahun, sedang
lebar tiap-tiap barisan sejauh perjalanan 20.000 tahun.
pan
Konon pula, di antara makhluk-makhluk itu, kaum mukminin ada tiga barisan,
seang selebihnya adalah orang-orang kafir. Tetapi ada juga riwayat yang
menvebut bahwa, Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Sesungguhnya umatku terdiri dari 120 barisan”. Dan agaknya inilah yang lebih
sahih. Adapun sifat orang-orang mukmin itu adalah bahwa mereka berwajah putih
dan bersinar cemerlang, sedangkan sifat orang-orang kafir itu adalah bahwa,
mereka berwajah hitam legam, digabungkan dengan setan-setan”. (Daqaiqul
Akhbar)
41. PENJELASAN TENTANG KIAMAT
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya keguncangan hari
kiamat itu merupakan suatu kejadian yang besar. Pada hari kamu melihat
keguncangan itu, semua wanita yang menyusui lalai terhadap bayi yang
disusuinya, dan setiap wanita yang sedang hamil menggugurkan kandungannya. Dan
kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka tidaklah mabuk,
tetapi karena azab Allah itu sangat keras”. (QS. Al Hajj : 1-2)
Tafsir
:
(.
) Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya keguncangan hari
kiamat. Yakni getarannya terhadap segala sesuatu, ber iasarkan isnad majazi.
Ada yang mengatakan bahwa, keguncangan itu ialah keguncangan yang terjadi
sebelum matahari terbit dari arah barat. Adapun sebab di-mudhaf-kannya kata
zalzalah (. ) kepada kata Assa’ah (. ) adalah karena
keguncangan ( ) itu termasuk tanda-tanda kedatangan Assa’ah (kiamat).
(.
) adalah suatu kejadian yang maha besar, atau dahsyat.
Allah
Taala memerintahkan manusia supaya bertakwa kepada-Nya dengan menjadikan
kedahsyatan hari kiamat sebagai pertakut, agar mereka dapat membayangkannya
dengan akal mereka dan menyadari bahwa, tidak ada yang dapat menyelamatkan
mereka dari kedahsyatan hari kiamat itu kecuali mereka harus mengenakan
perisai dengan perisai takwa. Dengan kata lain, mereka harus memantapkan jiwa
dan memperkuatnya dengan senantiasa bertakwa.
(.
) pada hari kamu melihat keguncangan itu, semua wanita yang menyusui lalai
terhadap bayi yang disusuinya. Ini merupakan gambaran tentang kedahsyatan
kiamat itu. Sedang dhamir ha (. ) pada kata tarounahaa
(. ) kembali kepada kata zalzalah (. ).
Dan kemudian kata yauma (. ) di-mansub-kan oleh kata
tadzhalu (. ).
(. )
dan setiap wanita yang sedang hamil menggugurkan kandungannya, yakni
janinnya.
(. ) dan kamu melihat
manusia semuanya mabuk, yakni seolah-olah mereka mabuk.
(.
) padahal mereka tidaklah mabuk, yang sebenarnya.
(.
) tetapi karena azab Allah itu sangat keras, sehingga merasa terhempas oleh
kedahsyatannya sampai terbanglah akal mereka dan Ihlarngiah pr.rar mereka.
(Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Jabir ra., dari
Nabi saw., Beliau bersabda :
Artinya : “Tidaklah
suatu kaum duduk di suatu majelis, kemudian mereka bubar tanpa membaca salawat
untukku, melainkan mereka bubar dalam keadaan berbau busuk yang lebih busuk
daripada bau bangkai”. Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melupakan
salawat kepadaku berarti dia telah melupakan jalan ke surga”. (Syifaun Syarif)
Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau
bersabda:
Artinya : “Akan datang pada manusia
suatu masa di mana Islam hanya tinggal namanya belaka, agama hanya tinggal
bekasnya saja, Alquran hanya tinggal pelajarannya saja. Mereka meramaikan
Masjid-masjid, sedang masjid-masjid itu kosong dani zikir kepada Allah. Orang
yang paling buruk di masa itu adalah ularna. Dari para ulama itulah keluarnya
fitnah dan kepada mereka pula kembalinya. Ini semua adalah tanda-tanda kamat
(Zubdatul Waizhin)
Dari sahabat Hudzaifah bin
Usaid Al Ghiffari ra., ia berkata : “Nabi saw. mendatangi kami, sedang kami
tengah bercakap-cakap. Lalu Beliau bertanya : “Apa yang sedang kalian
bicarakan?”.
“Kami sedang membicarakan tentang
kiamat”, jawab kami.
Beliau mengomentari :
“Sesungguhnya
kiamat itu tidak akan terjadi sebelum kamu melihat sepuluh tanda”. Kemudian
Beliau menyebutkannya : “Asap, Dajjal. binatang bumi yang melata, terbitnya
matahari dari arah barat, turunnya Nabi Isa as., Yakjuj dan Makjuj, tiga
gerhana : gerhana di timur, gerhana di barat dan gerhana di jazirah Arab. Dan
yang terakhir dari semuanya itu adalah api yang keluar dari negeri Yaman, yang
akan menghalau manusia ke tempat penghimpunan mereka”. (Zubdah)
Dajjal
merupakan bencana terbesar, tidak ada bencana yang serupa dengannya dari sejak
zaman Nabi Adam as. dahulu hingga hari kiamat. Oleh karena dia mendapatkan
istidraj, maka dia dapat melakukan hal-hal yang luar biasa yang tidak
terhitung banyaknya. Dia mengaku sebagai tuhan. Salah satu matanya buta, dan
tertulis di antara kedua matanya “ini kafir”. (Syarah Barkawi oleh Al
Qanwi)
Asap memenuhi ruang antara timur dan
barat, dan tetap ada selama empat puluh hari. Keadaan orang mukmin seperti
orang yang terkena penyakit selesma, sedangkan orang kafir seperti orang
mabuk, sementara asap keluar dari hidung, telinga dan dubur mereka. (Syarah
Barkawi oleh Al Qanwi)
Binatang bumi yang melata
akan muncul di kota Mekah, tepatnya di bukit Safa, bisa berbicara dengan lidah
yang fasih, dan akan memenuhi permukaan bumi dengan keadilan. Dia membawa
tongkat Nabi Musa as. dan cincin Nabi Sulaiman as. Apabila dia memukulkan
tongkatnya pada dahi seorang mukmin, maka akan tertulis kalimat “Ini seorang
mukmin”. Dan apabila dia mencapkan cincinnya pada dahi seorang kafir, maka
akan tertulis kalimat “Ini seorang kafir. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)
Turunnya
Nabi Isa as. adalah di negeri Damaskus (Syiria), tempatnya di Menara Putih.
Beliau akan membunuh Dajjal, yang sekiranya Beliau tidak membunuhnya pun,
niscaya Dajjal akan meleleh seperti garam. Kemudian Nabi Isa melaksanakan
syariat Nabi Muhammad saw. (Syarah Barkawai)
Keluarnya
Yakjuj dan Makjuj, terpecah menjadi dua golongan : yang satu golongan bertubuh
kecil sekali, sedang golongan lainnya bertubuh besar sekali. Sekarang mereka
berada di balik tembok yang dibangun oleh Iskandar Zulkarnain. Apabila tiba
saatnya nanti, mereka akan keluar berduyun-duyun laksana air bah. Jumlahnya
tiada terhitung dan tidak bisa diperkirakan, saking banyaknya sampai-sampai
tidak tersisa setetes air pun di danau Thabariyah karena habis di minum
mereka. (Syarah Barkawi)
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Hari kiamat itu mempunyai tanda-tanda, yaitu : akan tampak sepinya pasar,
yakni kurang laku atau tidak laris: sedikitnya hujan dan tumbuh-tumbuhan :
tersebarnya gosip, riba (bunga bank) dimakan, lahirnya anak-anak zina:
banyaknya kaum kapitalis: kerasnya suara orang-orang fasik di Masjid-masjid:
dan menangnya orang yang mungkar atas orang-orang yang benar”. (Tanbihul
Ghafilin)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia
berkata : “Nabi saw. bersabda:
Artinya : “Apabila
harta fa’i sudah dianggap sebagai kemenangan, amanat sebagai keuntungan, zakat
sebagai kerugian, belajar bertujuan selain agama. Laki-laki mematuhi istrinya,
durhaka kepada ibunya, dekat dengan kawannya namun jauh dari ayahnya,
Suara-suara di Masjid terdengar nyaring, yang menjadi kepala suku ialah orang
yang fasik di kalangan mereka, laki-laki dihormati karena kuatir akan
kejahatannya, bukan dihormati karena sesuatu yang ada pada Allah (yakni karena
takut akan azab Allah), itu semua adalah tanda-tanda kiamat. (Mau’izhah)
Dari
Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
“Setelah
Allah menciptakan langit dan bumi, maka Dia menciptakan pula sangkakala.
Sangkakala itu mempunyai sebelas lubang, dan diberikan Allah kepada Israfil
as., sedang dia meletakkannya di mulutnya, matanya menatap ke Arsy, menunggu
kapan dia diperintah (untuk meniupnya)”.
Abu
Hurairah bertanya : “Apakah sangkakala itu, Ya Rasulullah?” Rasulullah
menjawab : “Sangkakala itu seperti sebuah tanduk besar yang terbuat dari
cahaya. Demi Tuhan yang telah mengutus aku dengan sebenarnya sebagai seorang
nabi, besar tiap-tiap lubang pada sangkakala itu adalah seluas langit dan
bumi. Dan sangkakala itu ditiup sebanyak tiga kali tiupan : tiupan yang
mengejutkan, tiupan yang mematikan, dan tiupan yang membangkitkan.
Allah
Taala memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk melakukan tiupan yang
pertama, lalu Israfil pun meniup sangkakala tersebut. Maka terkejutlah
karenanya semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sebagaimana dijelaskan
Allah Taala dalam firman-Nya : l
Artinya : “Dan
(ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah (karenanya)
segala yang (ada) di langit dan segala yang (ada) di bumi”.
Maksudnya,
setiap makhluk di langit dan di bumi meminta tolong karena takut,
sampai-sampai (semua wanita yang menyusui menjadi lalai terhadap bayi yang
disusuinya dan setiap wanita yang sedang hamil menjadi keguguran kandungannya…
), dan anakanak menjadi beruban. Mereka tinggal dalam keadaan demikian selama
waktu yang dikehendaki Allah Taala.
Kemudian
Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk meniup tiupan yang
mematikan. Lalu Israfil pun meniup sangkakala tersebut. Maka matilah semua
makhluk yang ada di langit dan di bumi, sebagaimana dijelaskan Allah Taala
dalam firman-Nya:
Artinya : “Dan ditiuplah
sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan siapa yang di bumi, kecuali
siapa-siapa yang dikehendaki Allah”.
Yakni,
Jibril, Mikail, Israfil, malaikat maut dan para malaikat pemanggul Arsy.
Kemudian
Ailah Taala memerintahkan kepada malaikat maut agar mencabut nyawa mereka.
Maka malaikat maut pun mencabut nyawa mereka semua, dan kini tinggallah dia
sendiri yang belum mati. Lalu Allah Taala berfirman « “Hai malaikat maut,
siapa yang masih hidup di antara makhluk-makhluk-Ku?”, Malaikat maut menjawab
: “Ya Tuhanku, tinggal hamba-Mu yang lemah ini, malaikat maut”. .
Allah
Taala berfirman : “Hai malaikat maut, tidakkah kau mendengar firman-Ku,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”. Cabutlah nyawamu sendiri!”.
Maka
malaikat maut mendatangi sebuah tempat antara surga dan neraka, lalu dia
mencabut sendiri nyawanya. Maka menjeritlah ia dengan suara yang keras, yang
seandainya seluruh makhluk masih hidup, niscaya mereka semua akan mati akibat
mendengar jeritannya tersebut. Dia berkata : Seandainya aku tahu kedahsyatan
dan kepedihan maut itu begini, tentu aku tidak akan mencabut nyawa orang-orang
mukmin kecuali dengan cara yang lemah lembut”.
Setelah
itu, dia pun mati.
Maka tidak ada lagi satu
makhluk pun yang masih hidup. Dan kini tinggallah bumi kosong tanpa penghuni
selama empat puluh tahun. Lalu Allah Taala berfirman : “Hal dunia yang rendah,
mana raja-raja?. Mana pangeran-pangeran?. Mana orang-orang yang sombong?. Mana
orang-orang yang makan rezeki-Ku tetapi menyembah kepada selain aku?.
Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?”.
Namun,
tidak ada seorang pun yang menjawabnya, sehingga Allah menjawab sendiri dengan
firman-Nya : “Kepunyaan Allah Yang Mahaesa lagi Maha Mengalahkan”.
Kemudian
Allah Taala mengirimkan angin kering yang pernah dikirim-Nya dahulu kepada
kaum Ad, sebesar benang yang keluar dari lubang jarum. Maka angin itu tidak
membiarkan di Muka bumi, sebuah gunung maupun bukit, melainkan dihancurkannya
dan dijadikannya ibarat kulit yang disamak. Hal ini digambarkan Allah dalam
firman-Nya :
Artinya : “Tidak ada sedikitpun
engkau lihat padanya tempat-tempat yang rendah dan yang tinggi”.
Setelah
itu, Allah Taala menyuruh langit supaya menurunkan hujan. Maka langit pun
menurunkan hujan seperti mani laki-laki selama empat puluh hari, sehingga air
itu menggenangi segala sesuatu setinggi 12 hasta. Lalu tumbuhlah semua makhluk
seperti tumbuhnya sayur-sayuran, sampai sempurna bentuk tubuh mereka seperti
sediakala
Kemudian Allah Taala menghidupkan
kembali para malaikat pemanggul Arsy, setelah itu Allah menghidupkan pula
malaikat Israfil, Mikail, Izrail dan Jibril as. Maka mereka hidup dengan izin
Allah. Selanjutnya, Allah menyuruh malaikat Ridhwan agar menyerahkan kepada
mereka Burag. Mahkota, pakaian kehormatan, mantel kebesaran, sarung
keperkasaan dan bendera. Lalu mereka berhenti di antara langit dan bumi, dan
Jibril berkata : “Hai bumi, di mana kubur Muhammad?”.
Bumi
menjawab : “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran. Allah telah
mengirim kepadaku angin yang sangat kencang, lalu Dia jadikan aku hancur
luluh. Karenanya, aku tidak tahu di mana kubur Beliau”.
Kemudian
diangkatlah dari kuburan Nabi Muhammad saw. sebuah tiang dari cahaya Nabi
Muhammad. Lantas para malaikat itu pergi ke sana. Sesampainya di tempat itu,
mereka berdiri, sedang Jibril manangis terisak-isak. Para malaikat lainnya
bertanya : “Mengapa engkau menangis?”.
Jibril
menjawab : “Bagaimana saya tidak menangis, sebab nanti Muhammad akan bangkit
lalu menanyaiku tentang umatnya, sedang aku tidak tahu di mana umatnya”.
Tiba-tiba
bergetarlah kuburan Nabi Muhammad saw. lalu terbelahlah bumi dan bangkitiah
Beliau. Beliau menepiskan debu dari kepalanya, lalu melihat ke kanan dan ke
kiri,
namun Beliau tidak melihat adanya keramaian
sedikit pun. Beliau hanya melihat Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail, maka
Beliau bertanya : “Hai Jibrit, hari apakah ini?”.
Jibrit
menjawab : “Inilah hari duka cita dan penyesalan. Dan inilah hari kiamat dan
hari engkau memberi syafaat”.
“Hai Jibril”, kata
Nabi. “Di mana umatku, barangkali engkau telah meninggalkan mereka di bibir
neraka Jahannam, lalu engkau datang untuk memberitahukan kepadaku tentang
keadaan mereka”.
Jibril menjawab : “Semoga Allah
melindungi aku dari berbuat demikian. Demi Allah yang telah mengutusmu
benar-benar sebagai seorang nabi. Bumi tidak terbelah untuk Seorang pun
sebelummu”.
Kemudian Jibril memasangkan mahkota
ke atas kepala Nabi, lalu Beliau mengenakan pakaian-pakaian surga dan
menunggangi Burag.
“Hai, saudaraku Jibril”, kata
Nabi. “Di mana sahabat-sahabatku Abubakar, Umar, Utsman dan Ali?”.
Maka
tiba-tiba orang-orang yang ditanyakan itu bangkit atas izin Allah Taala. Kemu.
dian datanglah malaikat membawakan pakaian-pakaian dan Burag-Burag untuk
mereka. Mereka pun mengenakan pakaian itu lalu menunggangi Burag
masing-masing. Setelah itu, mereka berdiri di sisi Nabi saw.. Kemudian Nabi
menyungkur sujud sambil menangis, seraya berkata : “Umatku… umatku!”.
Lalu
datanglah dari hadirat Allah suatu seruan kepada Israfil : “Tiuplah
sangkakala!” Maka, keluarlah ruh-ruh laksana lebah, memenuhi ruang antara
langit dan bumi, kemu. dian masuk ke dalam jasadnya masing-masing. Hal ini
sebagaimana digambarkan Allah Taala dalam firman-Nya:
Artinya
: “Kemudian ditiuplah sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka
berdiri menunggu (putusan masing-masing)”.
Kemudian
makhluk-makhluk itu, yakni jin dan manusia, selain malaikat, dibangkitkan
menuju padang Mahsyar”. (Zubdatul Waaizin)
Dari
sahabat Muaz bin Jabal ra., bahwa dia berkata : “Saya pernah bertanya kepada
Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya mengenai firman
Allah Taala :
Artinya : “Hari ditiupnya
sangkakala, lalu kamu pun datang berkelompok-kelompok”.
Maka,
menangislah Beliau sampai pakaiannya basah oleh air matanya. Kemudian Beliau
berkata : “Hai Muaz, engkau telah bertanya kepadaku tentang sesuatu perkara
yang sangat besar. Umatku dikumpulkan dalam 12 golongan :
Golongan
pertama, mereka yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam bentuk tanpa
memiliki tangan dan kaki. Lalu terdengarlah seruan dari hadirat Allah Yang
Maha Pengasih : “Mereka itu ialah orang-orang yang suka menyakiti hati
tetangganya. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka
adalah neraka. Karena Allah Taala berfirman (berkaitan dengan hak-hak tetangga
itu) :
Artinya : “…tetangga-tetangga yang dekat
dan tetangga-tetangga yang jauh … dst.”
Golongan
kedua, mereka yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam rupa seperti
babi. Lalu terdengarlah seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Mereka
ini lalah orang-orang yang suka meremehkan salat. Maka inilah balasan mereka,
sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman
(berkaitan dengan orang yang suka meremehkan salat itu) :
Artinya
: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat. (yaitu) orang-orang yang
lalai dari salatnya”.
Golongan ketiga, ialah
orang-orang yang dikumpulkan dari kebur-kubur mereka, se dang perut mereka
laksana gunung, yang penuh dengan ular-ular dan kalajengking-kalajengking
sebesar bighal. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih :
“Inilah orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Maka inilah balasan
mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah
berfirman (berkaitan dengan orang-orang tidak mau berzakat itu) :
Artinya
: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak…”
Golongan
keempat, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam
keadaan keluar darah dari mulut-mulut mereka. Lalu terdengar seruan dari
hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah orang-orang yang berdusta dalam
jual-beli. Maka inilah balasan untuk mereka, sedang tempat kembali mereka
adalah neraka. Karena Allah taala telah berfirman (berkaitan dengan orang yang
suka berdusta) :
Artinya : “Sesungguhnya
orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga
yang sedikit…”
Golongan kelima, ialah orang-orang
yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan telah membengkak, dan
bau mereka lebih busuk daripada bangkai di tengah orang banyak. Lalu terdengar
seruan dari hadrat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah mereka yang melakukan
kemak-siatan secara sembunyi-sembunyi karena takut kepada manusia tetapi tidak
takut kepada Allah, kemudian ia mati. Maka inilah balasan buat mereka, sedang
tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Ailah Taala telah berfirman :
Artinya
: Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi tidak bersembunyi dari Allah …
dst.”
Golongan keenam, ialah orang-orang yang
dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan telah terpotong leher dan
tengkuk mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Aliah Taala : “Inilah
orang-orang yang suka memberi kesaksian palsu. Maka inilah balasan buat mereka
sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman
:
Artinya : “Dan orang-orang yang tidak memberi
kesaksian palsu… dst.”.
Golongan ketujuh, ialah
orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan tidak
mempunyai lidah, sedang dari mulut mereka mengalir darah dan nanah. Lalu
terdengariah seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang tidak
sudi memberikan kesaksian. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat
kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya
: “Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, Dan barangsiapa
menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa
hatinya”.
Golongan kedelapan, ialah orang-orang
yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan menundukkan kepala,
sedang kedua kaki mereka diangkatkan ke atas kepada mereka. Lalu terdengar
seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu pernah
melacur, kemudian mati sebelum sempat bertobat. Maka inilah balasan buat
mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala
berfirman !
Artinya : “Dan janganlah kamu
mendekati zina. (Karena) sesungguhnya zina itu merupakan suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk”.
Golongan
kesembilan, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam
keadaan berwajah hitam legam, bermata biru, sedang perut mereka penuh api.
Lalu terdengar seruan dari hadirat Ailah Taala : “Inilah orang-orang yang
dahulu memakan harta anak yatim secara zalim. Karena Allah Taala telah
berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang
yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api
sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”.
Golongan
kesepuluh, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam
keadaan penuh kusta dan sopak. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Taala :
“Inilah orang-orang yang telah berbuat durhaka kepada ibu-bapak. Karena Allah
Taala telah berfirman :
Artinya : “Dan berbuat
baiklah kepada ibu-bapak”.
Golongan kesebelas,
ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan buta
hati dan mata, sedangkan gigi-gigi mereka laksana tanduk sapi, bibir mereka
menjulur sampai ke dada, lidah mereka menjulur sampai ke perut dan paha, dan
dari perut mereka keluar kotoran. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah
Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu suka meminum minuman keras. Karena
Allah Taala berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya
(meminum) arak, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak
panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan, maka jauhilah
perbuatan keji itu”.
Golongan keduabelas, ialah
orang-orang yang dikumpulkan dari kubur mereka dalam keadaan berwajah bak
rembulan di malam purnama. Mereka meniti di atas shirat (jembatan yang
membentang di atas neraka) laksana kilat yang menyambar. Lalu terdengar seruan
dari hadrat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang telah melakukan amal-amal
saieh dan kebajikan-kebajikan, serta menghindari kemaksiatan-kemaksiatan dan
memelihara salat lima waktu, sedang mereka mati dalam keadaan bertobat. Maka,
pahala mereka adalah surga, ampunan, rahmat dan keridaan Allah. Karena Allah
Taala telah berfirman :
Artinya : “Janganlah kamu
takut dan jangan pula bersedih hati… dst”. (Tanbihul Ghafilin)
42. PENJELASAN TENTANG SIKAP RENDAH HATI
Allah SWT. berfirman : ,
Artinya
: “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, yang berjalan di atas bumi dengan
merendahkan diri, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. (QS. Al-Furqan: 63).
Tafsir
:
(. ) Dan hamba-hamba Tuhan Yang
Maha Pengasih. Kalimat ini merupakan mubtada (subjek), yang khabar (predikat)
nya adalah : ulaaika yujzaunal ghurfata ( ) di
ayat berikutnya.
(. ) yang
berjalan di muka bumi. Di-mudhaf-kannya kata ibad (. )
kepada kata arrahman (. ) adalah untuk mengkhususkan
( ) dan mengutamakan (.
) mereka, dan juga karena mereka adalah orang-orang yang teguh dalam beribadat
kepada-Nya. Dengan catatan bahwa kata ibad itu adalah kata jamak dari abid
(. ), seperti halnya tajir (. ) dan tujjar
(. ).
(. )
dengan merendahkan diri, sebagai orang yang bersahaja (tidak sombong), atau
dengan cara berjalan yang bersahaja. Kata ini (. ) adalah masdar
yang digunakan untuk mensifati. Adapun maksudnya adalah, bahwa mereka berjalan
dengan tenang dan rendah hati.
(.
) dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan. “Terserah kepada kamu, tidak ada kebaikan dan
keburukan di antara kita”, atau perkataan lain yang benar, yang dengan itu,
hamba-hamba Allah tadi selamat dari manyakiti atau dosa. Dan firman Allah ini
tidaklah bertentangan dengan ayat mengenai perang, karena sudah mansukh. Sebab
maksudnya adalah agar berpaling dari orang-orang bodoh dan tidak melayani
omongan mereka. (Qaadhi Baidhawi)
Diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa yang aku disebutkan di hadapannya, namun dia tidak mengucapkan
salawat kepadaku, maka dia akan masuk neraka”.
Karena
mengucapkan salawat atas Nabi saw. Kotika nama Beliau disebutkan itu 1, kumnya
wajib menurut Inam At Ihahawi, pada setiap kal disebutkan. Sedangkan mer , rut
sebagian ulama lamnya, cukup sekali saja pada suatu mayoritas, sekalipun
nama , disebutkan berulang-ulang kali, sama seperti sujud tilawah
dan mendoakan orang-orang bersin, dan inilah agaknya yang patut difatwakan,
walaupun yang lebih utama ada a mengucapkan salawat atas Beliau setiap kali
nama Beliau disebutkan. Sekian.
Dan diriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra., dari Rasulullah saw.
Artinya
: “Tidak seorang pun kecuali pada kepalanya ada dua rantai, yang satu
tersambung ke langit ketujuh, sedang yang lain tersambung ke bumi ketujuh.
Apabila orang itu bersikap rendah hati, maka Allah akan mengangkatnya dengan
rantai yang tersambung ke langit ketujuh, dan apabila dia bersikap sombong,
maka Allah akan merendahkannya dengan rantai yang tersambung ke bumi
ketujuh”.
Artinya : “Allah Taala berfirman:
“Kesombongan itu adalah serempang-Ku, keagungan itu adalah sarung-Ku.
Barangsiapa menyaingi-Ku pada keduanya, maka akan Aku masukkan ia ke dalam
neraka, dan Aku tidak peduli”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Firman
Allah : “Kesombongan itu adalah serempang-Ku dan keagungan itu adalah
sarung-Ku”, maksudnya adalah bahwa, kedua sifat tersebut adalah dua sifat di
antara sifat-sifat Allah Taala, maka tidak sepantasnya bagi seorang hamba yang
lemah untuk bersikap sombong.
Dan diriwayatkan
dari Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah saw. :
Artinya
: “Orang-orang yang sombong akan dihimpun pada hari kiamat kelak seperti semut
kecil dalam rupa manusia. Mereka diliputi oleh kehinaan dari segenap penjuru.
Mereka digiring ke dalam sebuah penjara di dalam neraka Jahannam yang disebut
Bulas. Yang diselimuti oleh api yang sangat panas, dan diberi minum dari tanah
Khabal, yaitu cairan penghuni neraka”. (HR. Al Qudhai) ,
Mengenai
sabda Beliau : “Adz-dzarru atau Adz-dzaaratu”, yang artinya : semut kecil.
Maksudnya adalah bahwa, orang-orang yang sombong itu pada hari kiamat kelak
akan menjadi sangat hina, sehingga mereka diinjak-injak oleh kaki-kaki para
penghuni syar.
Sabda Beliau : “… mereka diliputi
kehinaan…” Maksudnya adalah bahwa, mereka ditimpa kehinaan dari setiap tempat.
Sabda Beliau : “Naarul Anyar”, artinya : api yang paling panas di antara semua
jenis api. Sabda Beliau : “Bulas”, dengan men-dhammah-kan Ba yang bertitik
bawah, mensukun-kan Wawu, dan mem-fathah-kan Fa, yang sesudahnya diikuti oleh
Sin tanpa titik. Dan sabda Beliau : “Al Khabal””, dengan mem-fathah-kan Kha
yang bertitik atas dan Ba yang bertitik bawah, adalah nama sebuah tempat di
dalam neraka Jahannam, di mana terkumpul nanah para penghuni neraka.
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada
hari kiamat kelak, tidak disucikan dan tidak diperhatikan-Nya, sedang mereka
mendapat siksaan yang dahsyat : (1) orang tua pezina, (2) raja pendusta, (3)
orang fakir yang sombong”. (HR. Muslim)
Sabda
Beliau :
artinya : orang fakir. Dan ada pula yang
mengatakan bahwa artinya adalah : orang yang mempunyai tanggungan keluarga,
namun ia tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, dan ia sendiri,
karena sombong, tidak mau meminta, yakni meminta zakat atau sedekah, dan tidak
pula sudi meminta dari Baitulmal. Orang seperti ini berdosa, karena
menimbulkan bahaya kepada keluarganya. Sekian katanya.
Diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa bersikap rendah hati, maka Allah akan mengangkatnya, dan
barangsiapa bersikap sombong, maka Allah akan merendahkannya”.
Dan
sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Tidak akan
masuk surga, orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong, walaupun hanya
sebesar atom. Dan sesungguhnya sifat sombongnya itu menjadi penghalang
terhadap surga. Karena ia menghalangi antara seseorang dengan seluruh akhlak
orang-orang beriman. Padahal akhlak itu merupakan pintu-pintu surga”. (Al
Hadis)
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.,
bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya
: “Termasuk sikap rendah hati apabila seseorang sudi meminum sisa minumoan
saudaranya. Dan tidaklah seseorang minum sisa minuman saudaranya, melainkan
dicatatkan untuknya tujuh puluh kebaikan, dihapuskan darinya tujuh puluh
kejahatan, dan diangkat derajatnya di surga Illiyin yang tertinggi”. (Hadis
Ini diriwayatkan oleh Penga rang kitab Al Firdaus)
Dan
dirwayatkan pula dari sahabat Jabir ra., katanya : “Nabi Nuh as berkata ker j
puteranya : “Aku akan memboritahukan kepadamu beberapa kelakuan, yang siapa r
« hkinya maka dia tidak termasuk orang yang sombong. mengikat kambing mengeng
,keledai, memakai kain bulu, bergaul dengan orang-orang mukmin yang miskin dan
orang yang makan bersama keluarganya”. (Diriwayatkan oleh pengarang kitab Aj
Firdaus)
Dan dirwayatkan dari sahabat Umar ra.,
katanya : “Pokok sikap rendah hati itu ada. lah, agar Anda memulai memberi
salam kepada orang Islam yang Anda jumpai, Anda dengan tempat duduk yang
rendah di dalam suatu majelis, dan Anda tidak suka nama Anda disebut-sebut
sebagai orang yang baik dan takwa”.
Alhasan
meriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menjahit sandalnya, menambal bajunya, dan membiarkan wajahnya
terkena debu dalam sujud karena Allah, maka dia benar-benar telah terlepas
dari sifat sombong”.
Dan diriwayatkan dari Gais
bin Hazim, bahwa dia berkata : “Ketika Umar bin Khattab berangkat menuju ke
negeri Syam, dia bergantian menaiki kendaraannya dengan budaknya. Umar
mengendarai unta, sedang budaknya memegang tali kekang unta itu sambil
berjalan sejauh satu farsakh. Setelah itu, Umar turun dan budaknya naik,
sedang Umar memegang tali kekang unta itu sambil berjalan sejauh satu farsakh.
Kemudian budak itu turun, dan Umar naik. Demikianlah mereka saling bergantian
menunggangi unta tersebut
Ketika jarak ke negeri
Syam sudah dekat, giliran naik unta itu jatuh pada budak tersebut. Maka dia
pun naik, sedang Umar memegang tali kekang unta itu. Di tengah jalan. dia
menemukan air, lalu Umar pun menceburkan diri ke dalam air itu, sedang dia
mash tetap memegang tali kekang untanya, sementara sandalnya dikepitnya di
bawah ketiak kirinya.
Umar disambut oleh Abu
Ubaidah Ibnul Jarrah, yang menjabat sebagai Gubernur Syam, dan salah seorang
di antara sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Abu Ubaidah berkata : “Wahai
amiril mukminin, para pembesar Syam akan menyambut kedatangan Tuan, maka
kurang pantas kalau mereka melihat Tuan dalam keadaan demikian ini” Umar
menjawab : “Sesungguhya Allah telah memuliakan kita dengan agama Islam Maka
aku tidak peduli dengan apa yang akan dikatakan orang”. (Sekian)
Diriwayatkan,
bahwa Mutharrif bin Abdullah pernah melihat Almuhallab berjalan angkuh dengan
jubahnya. Lalu ditegurnya : “Hai hamba Allah, ini adalah cara berjalan yang
dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya”.
Almuhaliab
balik bertanya : “Apakah Anda mengenal saya?”,
“Tentu
saja aku mengenalmu”, jawab Mutharrif. “Pada mulanya, engkau adalah ai sperma
yang menjijikkan, akhirnya menjadi bangkai yang kotor, dan di antara keduanya
itu engkau membawa tinja”.
Maka pergilah
Almuhallab, dan sejak itu dia tidak lagi berjalan dengan gaya som: bong, dan
dia pun bertobat.
Dan diriwayatkan dari sahabat
Abu Hurairah ra., katanya : “Umar bin Khattab pernah mengirim seorang gubernur
untuk Bahrain, sedang dia menunggangi seekor keledai, lalu mulai berkata :
“Menunduklah kalian!”.
Memang, mereka para
sahabat Rasulullah saw.. budi pekerti mereka adalah sikap rendah hati. Dan
mereka adalah orang-orang yang paling mulia di sisi makhluk, di sisi malaikat
dan di sisi Allah Taala.
Dan di dalam salah satu
khabar disebutkan : Ketika Rasululiah saw. hyrah dari kota Mekah ke Madinah,
setibanya di Madinah, orang-orang kaya di sana bergayutan pada tali kekang
unta Beliau (mengharapkan Beliau singgah di rumah mereka). Namun Beliau
berkata : “Biarkan dia, sesungguhnya dia diperintah”. Maka mereka pun
melepaskan tali kekang unta itu. Sementara unta itu terus berjalan di depan
barisan tentara. Tiap kali unta itu melewati rumah seseorang. maka dengan
sedih pemilik rumah itu berkata : “Seandainya saya yang punya negara, niscaya
Muhammad saw. tentu menjadi tamuku”.
Lalu, ketika
dia sampai di pintu rumah Abu Ayyub Al Ansari, maka menderumlah unta tu.
Orang-orang pun membangunkannya, tetapi unta itu tidak mau bangkit. Kemudian
turunlah Jibni as., lalu berkata : “Turunlah di sini. Sesungguhnya Abu Ayyub
telah merendahkan din karena Allah. Ketika Anda tiba di pintu kota tadi.
orang-orang menaruh perhatan dan menghiasi rumah-rumah mereka, seraya berkata
: “Rasulullah akan singgah di rumah kami”. Sedang Abu Ayyub berkata dalam
hatinya : “Saya adalah seorang yang melarat. Dari mana saya akan memperoleh
kemuliaan di sisi Allah, sehingga Muhammad sudi singgah di rumahku?”.
Maka
Aliah menyuruh Nabi-Nya singgah di rumahnya, karena kerendahan hatinya itu.
Diriwayatkan
dari Wahab bin Munabbih, katanya : “Pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki
di kalangan Bani Israil, yang bernbadat kepada Allah Taala selama tujuh puluh
tahun, tanpa berbuka puasa recuali satu tahun sekali, pada tiap pergantian
tahun. Kemudian dia meminta kepada Allah Taala suatu hajat, namun Allah tidak
memenuhi hajatnya. Maka abid itu berkata kepada dirinya : “Seandainya engkau
mempunyai kedudukan di sisi Allah, tentu Allah akan memenuhi hajatmu”. Lantas
Allah menurunkan malaikat yang mengatakan kepadanya : “Hai anak Adam. sikap
rendah hatimu sekarang ini lebih utama di sisi Allah Taala daripada ibadatmu
selama tujuh puluh tahun, maka Allah memenuhi hajatmu disebabkan oleh
kerendahan hatimu terhadap-Nya”.
Maka, ambillah
pelajaran hai orang-orang yang berakal, dan jadilah sebagai orangorang yang
rendah hati.
Dan diriwayatkan dari Ka’bul Ahbar,
katanya : “Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Musa as., firman-Nya : “Hai
Musa, tahukah engkau, kenapa Aku mengambilmu sebagai lawan bicara dengan tanpa
perantara?”.
Nabi Musa menjawab : “Engkau lebih
mengetahui tentang itu, Ya Tuhanku”.
Allah Taalah
berfirman : “Sesungguhnya Aku memperhatikan hati hamba-hamba-Ku. maka tidak
ada satu hati pun yang Aku lihat lebih merendahkan diri daripada hatimu. Oleh
karena itu, Aku jadikan engkau sebagai lawan bicara-Ku”.
Dan
konon, ada enam makhluk yang merendahkan diri kepada Allah Taala, maka Allah
meninggikan mereka di antara makhluk-makhluk lain yang serupa dengan
mereka.
Pertama, bahwa Allah mewahyukan kepada
gunung-gunung seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak melabuhkan
bahtera Nuh dan orang-orang yang beriman bersamanya pada salah satu gunung di
antara kamu sekalhan”. Maka gunung-gunung itu pun menjadi sombong selain
gunung Judi yang merendahkan diri, katanya : “Darimana aku mendapatkan
kemuliaan, sehingga Allah sudi melabuhkan bahtera Nabi Nuh as. di atasku?””.
Maka, Allah meninggikannya melebihi gunung-gunung lainnya, dan mendaratkan
bahtera Nabi Nuh di atasnya, dikarenakan oleh sikapnya yang merendahkan diri
tersebut, sebagaimana firman Allah di dalam surah Hud :
Artinya
: “Dan berlabuhlah bahtera itu (yakni mendarat) di atas gunung Judi”.
Yaitu
sebuah gunung di wilayah Jazirah (Mesopotamia) dekat Mausil. Lalu berkatalah
gunung-gunung yang lain : “Ya Tuhan Kami mengapa Engkau lebih mengutamakan
Judj daripada kami, padahal ia adalah gunung yang terkecil di antara kami?”.
Maka jawab Allah : “Sesungguhnya ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku,
sedang kamu sekalian bersikap sombong. Sedang Aku telah memastikan bahwa,
barangsiapa merendahkan diri karena Aku, maka akan Aku tinggikan dia, dan
barangsiapa yang sombong, maka akan Aku rendahkan dia”.
Kedua,
Allah Taala mewahyukan kepada gunung-gunung seluruhnya, firman-Nya :
“Sesungguhnya Aku hendak berbicara dengan salah seorang hamba-Ku di atasmu”.
Maka gunung-gunung itu pun menjadi sombong kecuali gunung Thursina. Hanya dia
yang me. rendahkan diri kepada Allah Taala, katanya : “Siapalah aku ini,
sehingga Allah berkenan berbicara dengan salah seorang hamba-Nya di atasku?”.
Karena itulah, akhirnya pembiCaraan antara Allah dengan Nabi Musa as.
berlangsung di atas gunung Thursina tersebut.
Ketiga,
Aliah Taala mewahyukan kepada ikan-ikan seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya
Aku hendak memasukkan Yunus ke dalam perut salah seekor dari kamu”. Maka
ikan-ikan itu pun menjadi sombong, selain satu ekor ikan saja. Ia berkata pada
dirinya : “Siapalah aku ini, sehingga Allah Taala berkenan menjadikan perutku
sebagai wadah bagi nabi-Nya?”. Maka Allah pun mengangkat derajat ikan tersebut
dan memuliakannya, disebabkan oleh kerendahan hatinya.
Keempat,
Allah Taala mewahyukan kepada semua burung, firman-Nya : Sesungguhnya Aku
hendak meletakkan minuman pada salah seekor dari kamu semua, yang mengandung
obat bagi manusia”. Lalu menjadi sombonglah burung-burung itu semua kecuali
lebah. Dia berkata kepada dirinya : “Siapalah aku ini, sehingga Aliah berkenan
menaruh minuman itu padaku?”. Maka Allah pun mengangkat derajatnya, dan
meletakkan minuman itu pada dirinya, dikarenakan oleh kerendahan hatinya
tersebut.
Kelima, Allah Taala mewahyukan kepada
Nabi Ibrahim as. firman-Nya : “Siapakah engkau?”. Nabi Ibrahim menjawab : “Aku
Al Khalil”. Kepada Nabi Musa as, Allah bertanya : “Siapakah engkau?”. Nabi
Musa menjawab : “Aku Al Kalim”. Kepada Nabi Isa as. Allah bertanya : “Siapakah
engkau ?”. Nabi Isa menjawab : “Aku Ar Ruh”, Dan kepada Nabi Muhammad saw.,
Allah bertanya : “Siapakah engkau?”. Nabi Muhammad menjawab : “Aku seorang
anak yatim”. Maka Allah pun mengangkat derajat Nabi Muhammad saw. di atas
nabi-nabi lainnya, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya
: “Dan kelak Tuhanmu pasti akan memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu kamu
merasa puas”.
Keenam, orang mukmin yang
merendahkan dirinya kepada Allah dengan bersujud dan mengesakan-Nya, maka
Allah pun memuliakannya dengan melapangkan dadanya untuk menerima Islam,
sedang dia senantiasa berada di bawah naungan cahaya Tuhannya. Sekian (dari
kitab Al Mau’izhatui Hasanatul Marghubatu)
Pertemuan
nabi Ibrahim as. dengan raja Mesir
Ceritanya,
bahwa setelah Allah Taala menjadikan api dingin dan sejahtera bagi Nabi
Ibrahim as., maka Beliau berangkat ke negeri Mesir. Nabi Ibrahim berkata :
“Sesung guhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku. Dia pasti memberi petunjuk
kepadaku”.
Nabi Ibrahim berangkat bersama
istrinya, Sarah as. lalu seseorang berkata kepada Beliau, bahwa di Mesir ada
seorang raja yang zalim. Dia merampas isteri-isteri orang lain secara paksa,
dan pada setiap jalan ada petugas pajak raja. Sedangkan Nabi Ibrahim as.
adalah seorang yang pencemburu, dan Sarah adalah seorang wanita yang paling
cantik di masanya, sehingga tidak ada seorang wanita pun yang bisa menandingi
kecantikannya. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim mengambil sebuah peti, lalu
memasukkan Sarah ke dalamnya, kemudian peti itu digemboknya, lalu
diletakkannya di atas unta. Setelah itu, berangkatlah Beliau menuju ke
Mesir.
Ketika Nabi Ibrahim sampai di tempat
petugas pajak, Beliau dimintanya supaya berhenti. Kemudian petugas pajak itu
hendak memeriksa isi peti itu, namun Nabi Ibrahim menolak. Petugas pajak itu
tidak menyerah begitu saja, bersama teman-temannya, dia memaksa membuka peti
itu. Maka tampaklah olehnya Sarah yang memiliki kecantikan yang sempurna itu.
Lalu dia berkata kepada Nabi Ibrahim : “Ini isterimu?”.
Nabi
Ibrahim menjawab : “Dia saudaraku”.
Petugas pajak
itu berkata :
“Saya kira dia pantas untuk
raja”.
Maka mereka bawa Sarah menghadap raja.
Sementara itu Allah menyingkapkan tabir dari Nabi Ibrahim as., sehingga Beliau
dapat melihat Sarah dengan jelas dari luar istana.
Lalu
raja mendekati Sarah sambil mengulurkan tangan kepadanya. Namun tiba-tiba
tangan dan kakinya menjadi lumpuh. Maka berkatalah ia :
“Rupanya
engkau adalah seorang wanita tukang sihir, Engkau telah membikin tangan dan
kakiku lumpuh”.
Sarah menjawab : “Saya bukan
tukang sihir, tetapi saya adalah isteri kekasih Allah. Beliau telah berdoa
untuk kecelakaan dirimu, maka Allah pun melumpuhkan tangan dan kakimu.
Karenanya, bertobatlah kepada Allah, agar Dia menyembuhkan tangan dan
kakimu”.
Raja itu pun bertobat. Maka seketika itu
juga, Allah menyembuhkan tangan dan kakinya.
Kemudian
raja memandang kepada Sarah, dia tidak tahan melihatnya. Lalu untuk kedua
kalinya, dia mendekati wanita itu. Maka Allah pun membutakan kedua matanya.
Kemudian dia bertobat, lalu Allah menjadikan dia bisa melihat kembali.
Selanjutnya, untuk yang ketiga kalinya, dia mendekati wanita itu lagi, maka
Allah melumpuhkan seluruh anggota tubuhnya. Lalu dia bertobat kembali dengan
sebenar-benarnya. Sedang Sarah, diserahkannya kembali kepada Nabi Ibrahim as.,
seraya meminta maaf sebesar-besarnya kepada beliau. Kemudian dia berkata
kepada Beliau : “Hukumlah aku sekehendakmu”.
“Ini
termasuk urusan Tuhanku”, jawab Nabi Ibrahim. “Aku tidak bisa menjatuhkan
hukuman kecuali dengan apa yang diperintahkan oleh Tuhan-ku kepadaku”.
Maka
turunlah malaikat Jibril as. kepada Beliau, seraya berkata : “Allah berfirman
kepadamu : “Katakanlah kepada raja itu, agar dia mengeluarkan dari seluruh
kerajaannya dan gudang-gudang hartanya, dan menyerahkannya kepadamu. Sesudah
itu, baru doakanlah dia”.
Nabi Ibrahim as.
memberitahukan keputusan Allah itu kepada sang raja. Maka raja Itu rela
menerima keputusan Tuhan tersebut, kemudian Nabi Ibrahim pun mendoakannya,
maka Allah menyembuhkannya kembali anggota tubuhnya yang sakit itu.
(Catatan
penting) :
Sarah adalah seorang wanita yang
cantik. Dia dicintai oleh Nabi Ibrahim Khalilullah, maka Aliah memeliharanya
dari orang lain, sehingga tidak seorang pun menemukan jalan buat
mengganggunya. Dan kalimat tauhid yang ada di dalam hati seorang mukmin. j ir
dicintai oleh Tuhan Yang Mahaagung. Jadi, apabila musuh tidak memperoleh jalan
bi : mengganggu orang yang dicintai kekasih-Nya, maka bagaimanakah setan
mempero jalan buat mengganggu orang yang dicintai oleh Tuhan Yang Mahaagung
itu?.
Kembali ke alur cerita :
Setelah
sang raja sehat kembali, maka dia membawa Hajar lalu menyerahkannya kepada
Sarah. Tetapi Sarah berkata : “Aku serahkan Hajar kepada Nabi Ibrahim, karena
Beliau telah bersedih karena memikirkan aku”.
Sarah
menyerahkan Hajar kepada Nabi Ibrahim sambil meminta maaf dan berkata : “Kanda
jangan lagi bersedih hati, karena Allah telah menyingkapkan hijab antara saya
dan kanda”.
(Dinukil dari As Sab’iyat)
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa memuliakan seorang alim, maka sesungguhnya dia telah memuliakan
tujuh puluh nabi. Dan barangsiapa memuliakan seorang pelajar, maka
sesungguhnya dia telah memuliakan tujuh puluh orang yang mati syahid. Dan
barangsiapa menCintai Seorang alim, maka tidak dicatat kesalahannya sepanjang
hayatnya”. Dan dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., katanya : “Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Allah akan
membangkitkan hamba-hamba-Nya pada hari kiamat kelak, kemudian mengistimewakan
para ulama, lalu berfirman : “Hai sekalian ulama, sesung: guhnya Aku tidaklah
menaruh ilmu-Ku padamu, melainkan karena Aku mengenal kamu. Aku tidaklah
menaruh ilmu-Ku padamu untuk menyiksa kamu. Pergilah, sesungguhnya Aku telah
mengampuni kamu semua. (Tatarkhaniyah)
43. PENJELASAN TENTANG KECAMAN TERHADAP PERBUATAN MAKSIAT DAN
ANIAYA
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, karena perbuatan tangantangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka” (QS. Ar Rum : 41)
Tafsir:
(.
) Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, seperti : kekeringan, penyakit
menular, seringnya terjadi kebakaran dan bahaya tenggelam, kecelakaan dalam
penyelaman, lenyapnya keberkahan, seringnya terjadi bencana, kesesatan dan
kelaliman dan lain-lain.
(. )
karena perbuatan tangan-tangan manusia, karena kesialan perbuatan maksiat
mereka, atau karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan maksiat tersebut.
(.
) supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari apa yang telah mereka
perbuat, sebagai balasannya, karena pembalasan yang sempurna nanti di akhirat.
Huruf lam (. ) di sini berarti alasan, atau berarti juga akibat. (Qadhi
Baidhawi)
Fudhalah bin Ubaid berkata : “Nabi saw.
pernah mendengar seseorang berdoa di dalam salatnya, namun orang itu tidak
membaca salawat untuk Beliau saw.. maka Nabi berkata : “Orang ini
tergesa-gesa”. Kemudian Beliau memanggilnya, lalu bersabda kepadanya dan
kepada yang lainnya :
Artinya : “Apabila
seseorang di antara kamu berdoa, maka hendaklah dia memulai dengan memuji dan
memuja kepada Allah, lalu mengucapkan salawat atas Nabi saw., barulah sesudah
itu dia berdoa menurut keinginannya”.
Dan dari
sahabat Umar bin Khattab ra., katanya . “Doa dan salat itu tergantung d antara
langit dan bumi, tidak ada satupun di antara keduanya yang naik kepada A a
Taala, sampai diucapkan salawat atas Nabi saw.”. (Syifaun Syarif)
Dan
dirwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Nabi saw. bersabda kepada seke
lompok sahabat Beliau, yang artinya : “Sesungguhnya di antara umatku ada
beberapa kaum. yang di hari kiamat nanti, Allah berfirman kepada mereka : “Hai
hamba-hamba-Ku, masuklah kamu sekalian ke dalam surga”. Namun mereka
kebingungan di padang kiamat, sampai Allah menunjuki mereka ke surga.
Seseorang bertanya : “Siapakah mereka itu Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab :
“Mereka adalah orang-orang yang ketika namaku disebut di hadapan mereka,
mereka tidak mengucapkan salawat untukku, karena lupa dan lalai. (Raunaqul
Majalis)
Pada awalnya, bumi ini hijau dan asri.
Tidak sebatang pohon pun yang didatangi oleh manusia, melainkan dia dapati
buah-buahan padanya. Dan dahulu air laut itu tawar, sedang singa tidak
memangsa lembu, serigala tidak memangsa kambing. Namun setelah Qabil membunuh
Habil, maka bumi pun menjadi berantakan, pohon-pohon menjadi berduri, tanah
menjadi hitam, dan laut menjadi asin pahit, sehingga dikatakanlah : Telah
tampak kerusakan di darat, dengan adanya Qabil yang telah membunuh saudaranya
Habil, sedang di laut, dengan adanya Jalandi, yaitu seorang raja kafir yang
merampas setiap kapal.
Kata mufassir : “…karena
kesialan dari perbuatan-perbuatan maksiat mereka”. Maksudnya : Karena kesialan
dari kedurhakaan orang yang meninggalkan salat, maka tampaklah kerusakan di
darat dan di laut. Dalam Assunnah dinyatakan bahwa, setiap tempat yang di sana
ada orang yang meninggalkan salat, maka tempat itu akan ditimpa kutukan
sebanyak tujuh puluh kutukan setiap hari.
Jika
Anda bertanya : “Apa hikmat dari dittmpakannya kutukan atas seluruh penghuni
tempat itu, dan tidak ditimpakan khusus atas pelakunya saja?”. Maka saya jawab
: “Bahwasanya orang-orang itu mengetahui siapa yang meninggalkan salat itu,
namun mereka tidak mau mencegahnya. Oleh karena itu, Allah Taala menimpakan
secara umum azab dari sisi-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu hadis
:
Artinya : “Orang yang diam dari (membela)
kebenaran, adalah setan yang bisu”. (Mau’izhah)
Firman
Allah : “….supaya Allah merasakan kepada mereka… dst”. Huruf lam (. ) di sini
adalah lamut ta’lil, apabila artinya : Allah merusakkan jalan-jalan
penghidupan manusia. Atau lamul agibah, apabila artinya : Manusia melakukan
perbuatan dan akhlak yang rusak. Karena tujuan mereka dalam melakukan
perbuatan dan akhlak yang rusak itu bukan supaya Allah merasakan hukuman
kepada mereka terhadap apa yang telah mereka lakukan itu, namun karena tujuan
itu mengakibatkan dilakukannya perbuatan, maka diumpamakanlah hukuman yang
diakibatkan oleh perbuatan itu sebagai alasan yang gaib, maka dimasukilah ia
oleh Lamul Agibah, sebagaimana pada firman Allah yang berbunyi :
Artinya
: “Maka dipungutlah Musa oleh keluarga Firaun yang akibatnya dia menjadi musuh
dan kesedihan bagi mereka”. (Syaikh Zaadah)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Hai manusia,
bertakwalah kamu kepada Tuhanmu, dan jangan ada seorang pun dan kamu yang
menganiaya seorang mukmin. Dan tidaklah seseorang menganiaya seorang mukmin,
melainkan Allah akan membalasnya pada hari kiamat kelak. (Hayatul Qulub)
Ada
yang menanyakan, dosa apakah yang paling ditakutkan dapat merampas iman?. Maka
jawabnya : Tidak bersyukur atas iman, tidak merasa kuatir akan akhir hayat,
dan suka menganiaya sesama hamba Allah.
Dan
selanjutnya dia berkata -rahmatullah alaihi: Barangsiapa memiliki ketiga sikap
tersebut, maka pada umumnya, dia keluar dari dunia ini dalam keadaan kafir,
semoga kita dilindungi oleh Allah, kecuali kebahagiaan mengiringinya.
(Daqoiqul Akhbar dan Al Mau’izhatul Hasanah)
Dalam
salah satu hadis Gudsi disebutkan : “Wahai Anak Adam, maut itu akan menyingkap
rahasia-rahasiamu, kiamat akan membeberkan berita-beritamu, dan buku catatan
amal akan mengungkapkan rahasia-rahasiamu. Maka apabila kamu melakukan sesuatu
dosa, janganlah kamu melihat kepada kecilnya dosa tersebut, tetapi lihatlah
kepada siapa kamu bermaksiat. Dan apabila kamu dikaruniai rezeki yang sedikit,
janganlah kamu melihat kepada sedikitnya, tetapi lihatlah kepada siapa yang
telah mengaruniai kamu itu. Janganlah sekali-kali kamu meremehkan dosa yang
kecil, karena kamu tidak tahu, dengan dosa yang mana Aku murka kepadamu. Dan
janganlah kamu merasa aman dari tipu daya-Ku, karena tipu daya-Ku itu lebih
tersembunyi daripada langkah semut di atas batu karang di malam gelap
gulita.
Hai anak Adam, apakah setelah kamu
melakukan perbuatan maksiat lalu kamu ingat akan kemurkaan-Ku, kemudian kamu
berhenti dari perbuatan itu?.
Apakah kamu telah
menunaikan amanat dari orang yang memberi amanat kepadamu?.
Apakah
kamu telah berbuat baik kepada orang yang telah berbuat jahat kepadamu?.
Apakah
kamu telah memaafkan orang yang telah menganiaya dirimu?.
Apakah
kamu telah mengajak bicara pada orang yang telah mendiamkan kamu?.
Apakah
kamu telah menghubungi orang yang telah memutuskan hubungan denganmu?.
Apakah
kamu telah bersikap adi! terhadap orang yang telah mengkhianati kamu?.
Dan
apakah kamu telah bertanya kepada ulama tentang urusan agamamu dan
duniamu?.
Sesungguhnya Aku tidak memandang kepada
rupamu, tetapi memandang kepada hati dan niatmu, dan dengan pekerti-pekerti
inilah Aku rida kepadamu”. (Al Maw’izhatul Hasanah)
Demikianlah
keadaan orang yang zalim. Kemudian ketahuilah pula tentang keadaan Orang yang
adil, semoga Allah memberi taufik kepada kami dan kamu semua :
Diriwayatkan
bahwa, Umar bin Khattab ra., pernah berjalan di suatu malam. Ketika dia
melewati pintu sebuah rumah, maka terdengar olehnya suara tangisan, lalu
diapun berhenti. Kemudian dia mendengar suara seorang wanita sedang berkata
kepada anakanaknya : “Allah yang akan mengadili antara aku dengan Umar bin
Khattab!”
Maka Umar bermaksud akan menghibur hati
wanita itu dari kesedihannya, lalu diketuknya pintu rumah itu.
Setelah
pintu dibuka, Umar bertanya : “Apa yang telah diperbuat Umar kepada Penghuni
rumah itu tidak mengetahui bahwa yang bertanya itu adalah Umar sendiri Maka
wanita itu menjawab :
“Dia telah mengirim suamiku
ke medan perang anu, dengan meninggalkan padak , anak-anak yang masih kecil,
padahal aku tidak mempunyai apa-apa buat membat hidup mereka”.
Lantas
anak-anak itu menangis seraya berkata : “Amirilmukminin benar-benar telah
melalaikan kami”.
Kemudian Umar keluar, lalu
diambilnya sekarung tepung dan daging yang banyak lantas dipikulnya di atas
pundaknya. Maka berkatalah orang yang ada bersamanya : ‘Le. takkanlah karung
itu, biar saya saja yang membawanya”.
Umar
menjawab : “Andaikan engkau membawa karung ini di dunia ini, maka siapakah
yang akan memikul dosa-dosaku di hari kiamat kelak?”. Umar mengatakan itu
sambil menangis dan terus menangis sampai dia masuk kembali ke rumah wanita
tadi. Setibanya di sana, Umar segera mengadoni tepung itu dengan tangannya
sendiri, menyalakan api, memasak roti dan daging, membangunkan anak-anak, lalu
disuapinya mereka dengan tangannya sampai kenyang. Kemudian dia berkata kepada
mereka : “Maafkanlah aku, dan janganlah kalian memperkarakan aku di hari
kiamat nanti”.
“Baiklah”, jawab mereka.
Maka
legalah hati Umar, dan dia pun keluar sambil membawa karungnya.
Limabelas
tahun setelah wafatnya Umar, seseorang memimpikannya. Dia ditanya : “Apakah
yang telah diperlakukan Allah terhadapmu, hai Umar?”.
Dia
menjawab : “Sekarang, saya baru selesai dari perhitungan firman Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku
adil dan berbuat kebajikan… dst.” (Dari kitab Raunaqul Majalis)
Konon,
tertulis pada sayap belalang : “Kami adalah salah satu di antara bala tentara
Allah. Kami diberi wewenang oleh Allah untuk merusak seluruh daerah dan
negeri, di kala muncul kesewenang-wenangan dan kebejatan”. (Dinukil dari Al
Misykat)
Dan diceritakan pula dari ulama
terdahulu, bahwa kezaliman dan ilmu ada di kota, sedang kebodohan dan
keberkatan ada di desa. Kemudian ilmu menarik keberkatan ke kota, karena ada
persesuaian antara keduanya, sedang kebodohan menarik kezaliman ke desa,
karena ada persesuaian antara keduanya. Tetapi sekarang begini : orang kota
mengeluh tentang orang kota dan tidak mengeluh tentang orang desa. Orang desa
mengeluh tentang orang desa dan tidak mengeluh tentang para pelancong. Dan
para pelancong mengeluh tentang agama Islam dan tidak mengeluh tentang
agama-agama lainnya.
Konon, pada suatu tahun,
orang-orang di kota Mekah mengalami musim paceklik yang panjang. Kemudian
mereka keluar ke tanah lapang untuk melakukan salat istisga selama tiga hari
berturut-turut, namun hujan tidak kunjung turun juga kepada mereka.
Abdullah
bin Mubarak berkata : “Maka aku berkata dalam hati : “Aku akan keluar dari
tengah-tengah kaum itu, dan akan berdoa kepada Allah Taala. Mudah-mudahan Dia
mengasihi aku, lalu mengabulkan doaku”. Kemudian aku pergi menyingkir dari
mereka, dan masuk ke dalam sebuah gua. Tidak berapa lama kemudian, masuk pula
ke dalam gua itu, seorang budak hitam, lalu dia mengerjakan salat dua rakaat.
Usia salat, dia letakkan kepalanya di atas tanah seraya berdoa kepada Allah.
Aku dengar dia mengatakan – “Tuhan-ku, sesungguhnya orang-orang itu adalah
hamba-hamba-Mu. Selama tiga hari mereka telah memohon turunnya hujan
kepada-Mu, namun belum juga Engkau turunkan hujan buat mereka. Maka, demi
keperkasaan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku sampai Engkau memberi hujan
kepada kami”.
Ibnu Mubarak melanjutkan : “Belum
lagi dia mengangkat kepalanya, tiba-tiba hujan pun turun. Lalu dia bangkit dan
berlalu.
Aku membuntuti budak itu, sampai dia
masuk kampung, lalu masuk ke sebuah rumah. Maka aku berhenti di pintu rumah
itu, lalu duduk di sana sampai ada seseorang kejuar, kemudian aku bertanya
kepadanya : “Rumah siapa ini?”.
“Rumah fulan”,
jawabnya.
Kemudian aku masuk dan berkata : “Saya
hendak membeli seorang budak.
Tuan rumah
menawarkan seorang budak kepadaku, namun aku menclak dan berkata: “Saya ingin
yang lain. Apakah tuan masih memiliki yang lainnya?”.
Dia
menjawab : “Saya masih mempunyai budak yang lain, tetapi tidak cocok untuk
tuan”.
“Kenapa”, tanyaku.
Dia
menjawab : “Karena dia seorang pemalas”.
Aku
berkata : “Tunjukkan dia pada saya”.
Maka tuan
rumah memanggil budak itu, dan aku pun mengenalinya, lalu aku berkata : “Saya
suka dia. Berapa tuan jual”.
“Saya telah
membelinya seharga 20 dinar”, jelasnya. “Tetapi sebenarnya dia tidak sampai
seharga 10 dinar. Baiklah, saya jual dia kepada tuan seharga 10 dinar
saja”.
Aku jawab : “Saya beli dia dari tuan
dengan harga 20 dinar.
Kemudian aku bayar
harganya, dan aku terima budak itu darinya. Lantas budak itu berkata kepadaku
: “Hai Ibnul Mubarak, kenapa tuan membeliku, padahal saya tidak akan melayani
tuan?”.
Aku tidak menjawab pertanyaannya itu,
tetapi balik bertanya : “Siapa namamu?”.
Dia
menjawab : “Para kekasih Allah tentu akan mengenal kekasih Allah yang
lainnya”.
Ibnul Mubarak melanjutkan ceritanya :
“Kemudian saya bawa budak itu pulang ke rumah. Ketika budak itu hendak
berwudu, aku membantu membawakan bejana berisi air kepadanya, dan aku letakkan
sandal di hadapannya. Maka dia pun berwudu, salat dan Sujud”.
Kata
Ibnul Mubarak : “Maka aku mendekatinya untuk mendengarkan apa yang dia katakan
dalam sujudnya. Saya dengar dia mengatakan : “Oh Tuhan Pemilik rahasia,
seSungguhnya rahasia ini telah ketahuan. Dan aku tidak ingin hidup lagi,
setelah rahasia ini diketahui orang”.
Kemudian
dia diam sesaat. Lalu aku gerak-gerakkan badannya, namun ternyata dia telah
tiada. Maka aku pun mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya, lalu
menguburkannya. Malamnya, aku bermimpi melihat Nabi saw. bersama seorang tua
yang bercahaya dan menyenangkan berada di sebelah kanan Beliau, sedang budak
hitam itu berada di Sebelah kiri Beliau. Beliau berkata kepadaku : “Semoga
Allah memberi balasan kebaikan kepadamu atas jasamu kepada kami, dan semoga
aku tidak melihatmu melarat karena kebaikanmu kepada kekasih kami”.
Saya
bertanya : “Apakah dia kekasihmu, Ya Rasulullah?”.
“Benar”,
jawab Beliau. : “Dia adalah kekasihku dan kekasih Khalil Allah Yang Maha
Pengasih”. (Raunaqul Majalis).
Dari sahabat Jabir
ra., katanya : “Jauhilah olehmu kezaliman, karena kezaliman itu akan menjadi
kegelapan-kegelapan pada hari kiamat kelak”. (Mashabih)
Dan
dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Ada enam golongan manusia yang akan masuk neraka disebabkan oleh enam
perkara : Para pemimpin karena kesewenangan. Orang-orang Baduwi karena faratik
kesukuan. Orang-orang desa karena kebodohan. Kepala-kepala daerah karena
kesombongan. Para pedagang karena berkhianat. Dan para ulama karena
dengki”.
Dan konon, bahwa Nabi Adam as. pernah
berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telan memberi kepada umat Muhammad saw.
empat kemuliaan yang tidak Dia berikan kepadaku:
Pertama,
bahwa diterimanya tobatku adalah di kota Mekah, sedang umat Muhammad, bisa
bertobat di sembarang tempat, dan Allah tetap akan menerima tobat mereka.
Kedua,
bahwa aku dahulu berpakaian, ketika aku melanggar perintah Allah, maka Dia
jadikan aku telanjang. Sedangkan umat Muhammad, melanggar perintah Allah dalam
keadaan telanjang, lalu Allah memberi mereka pakaian.
Ketiga,
setelah aku melanggar perintah Allah, maka Dia memisahkan aku dengan isteriku.
Sedangkan umat Muhammad saw. melanggar perintah Allah, namun Dia tidak
memisahkan mereka dari isteri-isteri mereka.
Keempat,
bahwa aku melanggar perintah Allah dalam surga, kemudian Dia mengeluarkan aku
dari dalamnya. Sedangkan umat Muhammad saw. melanggar perintah Allah di luar
surga, lalu Dia memasukkan mereka ke dalamnya, apabila mau bertobat. (Tanbihul
Ghafilin).