Maksud Cinta Dan Benci Karena Allah
Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:
Daftar isi
- Penjelasan Tentang Cinta Dan Benci Karena Allah
- Penjelasan Tentang Permusuhan Setan
- Penjelasan Tentang Hijrah Untuk Melakukan Ketaatan Kepada Allah Taala
- Penjelasan Tentang Keutamaan Malam Bara'ah
- Penjelasan Tentang Hari Kiamat Dan Hisabnya
- Kecaman Terhadap Orang Yang Durhaka Kepada Ibu-Bapak Dan Keutamaan Berbuat Baik Kepada Keduanya
- Kecaman Terhadap Sifat Buruk Sangka Dan Menggunjing
- Penjelasan Tentang Mukjizat Nabi Muhammad Saw
- Penjelasan Tentang Menangis
- Penjelasan Tentang Keutamaan Hari Jumat
- Penjelasan Tentang Neraka Dan Malaikat Zabaniyah
- Penjelasan Tentang Tobat Nasuhah
- Penjelasan Tentang Tanda-Tanda Orang Yang Beruntung Dan Celaka
- Penjelasan Tentang Ihwal Nafsu
- Penjelasan Tentang Hari Raya Idul Fitri
- Keutamaan Sepuluh Dzulhijjah
- Penjelasan Tentang Keutamaan Lailatul Qadar
- Keutamaan Kurban Dan Penjelasan Tentang Takbir-Takbirnya
- Keutamaan Membaca Surah Al Ikhlas Dengan Basmalah
- Penutup
- Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin
57. PENJELASAN TENTANG CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH
Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang
lain, kecuali orang-orang yang bertakwa. “Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekuatiran
atasmu pada hari ini dan tiada pula kamu bersedih hati. (Yaitu orang-orang
yang beriman kepada ayat-ayat Kami, sedang dulu mereka adalah orang-orang yang
berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istrimu
digembirakan”. (QS. Zukhruf : 67-70).
Tafsir :
Teman-teman
akrab, orang yang berkasih-kasihan.
(. ) pada
hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Artinya : mereka
saling bermusuhan pada hari itu (kiamat, sebab hubungan telah terputus, karena
apa yang dahulu menjadikan mereka berkasih-kasihan ternyata menyebabkan
azab.
(. ) kecuali orang-orang
yang bertakwa. Oleh karena persahabatan mereka adalah karena Allah, maka
persahabatan itu tetap bermanfaat selama-lamanya.
(.
) Hai hamba-hamba-Ku tiada kekuatiran atasmu pada hari ini dan tiada pula kamu
bersedih hati. Ayat ini merupakan kisah tentang kalimat yang digunakan untuk
menyeru orang-orang yang bertakwa, yang saling mengasihi karena Allah, pada
hari itu.
(. ) Yaitu
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. Ini adalah Sifat dari
orang-orang yang diseru tersebut.
(.
) sedang dahulu mereka adalah orang-orang yang berserah diri. Kalimat ini
merupakan hal dari wawul jamaah (yang terdapat pada
kata ), maksudnya : Orang-orang yang beriman dengan
ikhlas. Hanya saja, ungkapan ini lebih mantap.
(.
) Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istrimu, istri-istrmu yang
beriman.
(. ) digembirakan, diberi
kesenangan yang tampak tandanya, yakni bekasnya pada wajah-wajah kamu. Atau,
kamu dihiasi dengan suatu hiasan, yaitu waiah dan perangai yang bagus. Atau,
kamu dimuliakan dengan pemuliaan yang bersangatan.
Kata
al habrah (. ) artinya : bersangatan, berkaitan dengan sesuatu
yang dianggap indah.
Diriwayatkan dari sahabat
Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Hiasilah majelis-majelis kamu dengan membaca salawat untukku, karena
salawatmu untukku itu adalah cahaya pada hari kiamat”. (Diriwayatkan oleh
Pengarang Al Firdaus)
Dan diriwayatkan juga dari
sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda yang artinya
:
“Sesungguhnya Allah Taala mempunyai
hamba-hamba, yang bagi mereka disediakan mimbar-mimbar pada hari kiamat untuk
mereka duduki. Mereka adalah kaum yang pakaiannya bercahaya dan wajahnya pun
bercahaya. Padahal mereka bukanlah nabi atau syahid, namun para nabi dan
syuhada ingin menjadi seperti mereka”.
Para
sahabat bertanya : “Siapakah mereka itu, Ya Rasulullah?”.
Beliau
menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai di jalan Allah,
orang-orang yang saling berkunjung pada jalan Allah, dan orang-orang yang
saling bergaul pada jalan Allah”. (Hadis ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani di
dalam Al Ausath)
Dan diriwayatkan pula dari
Rasulullah saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Allah
Taala mewahyukan kepada Nabi Musa as. : “Hai Musa, sudahkan engkau berbuat
suatu amal untuk-Ku semata?”.
Musa as. menjawab :
“Tuhanku, aku telah melakukan salat untuk-Mu, berpuasa untuk-Mu, bersedekah
untuk-Mu, dan telah berzikir untuk-Mu”.
Lalu
Allah berfirman : “Hai Musa, sesungguhnya salat adalah suatu bukti kebenaran
bagimu, dan puasa adalah sebuah perisai bagimu, sedekah adalah sebuah naungan
bagimu, dan zikir adalah cahaya bagimu. Maka amal apakah yang telah engkau
perbuat untuk-Ku semata?”.
Musa as. menjawab :
“Tunjukkanlah kepada hamba amal apa yang hanya untuk-Mu semata?”.
Allah
berfirman : “Hai Musa, pernahkah engkau berteman dengan seseorang karena Aku,
dan pernahkah engkau memusuhi seseorang karena Aku?”.
Dari
dialog di atas dapatlah diketahui bahwa, amal yang paling disukai Allah adalah
mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw. sabdanya :
Artinya
: “Sesungguhnya pada hari kiamat kelak, Allah Taala akan berfirman : “Manakah
orang-orang yang saling mencintai pada jalan-Ku, demi kemuliaan dan
keagunganKu, pada hari ini Aku naungi mereka dengan naungan-Ku, yaitu hari
yang tidak ada tempat berteduh kecuali naungan-Ku”. (HR. Ath Thabrani)
Di
dalam sebuah khabar disebutkan bahwa, pada hari kiamat ada seorang mukmin
dibawa mengahadap ke hadrat Allah, lalu amal-amalnya ditimbang. Maka ternyata
keburukan-keburukannya lebih berat daripada kebaikan-kebaikannya, sehingga dia
disuruh masukkan ke dalam neraka. Lalu berkatalah orang mukmin tersebut : “Oh
Tuhanku, berilah tangguh kepada hamba barang sesaat. Hamba akan meminta satu
kebaikan dari ibuku”.
Allah pun memberinya
tangguh.
Kemudian orang mukmin itu datang menemui
ibunya, lalu berkata : “Wahai ibunda, demi pengasuhan yang telah ibu lakukan
terhadap diriku selama di dunia dulu, dan telah ibu sampaikan aku kepada
tiap-tiap kebaikan, berilah aku sebuah dari kebaikan-kebaikan ibu, supaya aku
selamat dari neraka”.
Ibunya menjawab : “Wahai
anakku, sesungguhnya aku ini lemah terhadap keadaanku dan bingung menghadapi
urusanku sendiri. Maka bagaimana mungkin itu dapat menyelamatkanmu pada hari
ini?’.
Maka orang mukmin itu merasa tidak ada
harapan lagi untuk mendapatkan kebaikan dari ibunya. Kemudian dia pun
mendatangi semua kerabatnya, namun dia kecewa sebab semuanya tidak dapat
memenuhi permintaannya. Maka Allah Taala memerintahkan supaya memasukkannya ke
dalam neraka.
Tetapi, ketika dia sedang digiring
ke dalam neraka, salah seorang sahabat kentalnya mengetahuinya, lalu
sahabatnya itu berkata kepadanya : “Aku berikan seluruh kebaikanku kepadamu,
supaya salah seorang dari kita ada yang selamat dari neraka. Dan itu lebih
baik daripada kalau kita berdua sama-sama masuk neraka”.
Akhirnya
orang mukmin tersebut disuruh masuk surga. Maka dengan gembira, dia pun
bergegas menuju ke surga. Tetapi di tengah jalan ada yang berseru : “Bukanlah
seorang jentelmen, apabila engkau melupakan sahabatmu di neraka, sedang engkau
sendiri masuk surga”.
Orang itu lalu menjatuhkan
dirinya bersujud kepada Allah, dan memberi syafaat kepada sahabatnya itu. Maka
Allah pun menyuruh agar keduanya dimasukkan ke dalam surga. (Mau’izhah)
Dan
diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah dan Ibnu Abbas ra., bahwa mereka
mengatakan : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa berkunjung ke saudaranya yang muslim, maka dari setiap langkahnya
sampai pulang, dia akan mendapatkan pahala memerdekakan seorang sahaya
perempuan, dan digugurkan darinya seribu kesalahan, dicatatkan baginya seribu
kebaikan, dan diangkatkan baginya suatu cahaya seperti cahaya Arsy, di sisi
Tuhannya”.
(HR. Alharits bin Abu Usamah)
Dan
diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang
artinya :
“Maukah kalian aku beritahu, beberapa
orang dari kalian yang akan menjadi penghuni surga?”.
Kami
menjawab : “Tentu, ya Rasulullah”.
Beliau
menjelaskan : “Nabi adalah penghuni surga, orang-orang siddig adalah penghuni
surga, orang yang mati syahid adalah penghuni surga, dan orang yang berkunjung
kepada saudaranya yang muslim, yang tingga! di suatu sudut kota, yang
kunjungannya itu hanya karena Allah, juga adalah penghuni surga”. (HR. Abu
Na’im Alhafiz)
Dan dirwayatkan dari Barirah ra.,
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Sesungguhnya di dalam surga terdapat beberapa ruangan yang luarnya dapat
dilihat dari dalamnya dan sebaliknya. Allah telah menyediakannya untuk
orangorang yang saling mencinta, saling berkunjung dan saling berkurban di
jalan-Nya”. (HR. Ath Thabrani)
Dan diriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Orang-orang
yang saling mencintai dan saling berkunjung karena Allah, berada pada sebuah
tiang yang terbuat dari yagut merah, pada puncak tiang tersebut ada tujuh
puluh ribu ruangan yang menerangi penghuni surga sebagaimana matahari
menerangi penduduk bumi. Para penghuni surga itu berkata : “Marilah kita
berangkat untuk melihat orang-orang yang saling mencintai karena Allah”.
Ketika
para penghuni surga itu melihat mereka, maka wajah-wajah mereka bersinar
ssbagaimana matahari menerangi penduduk dunia. Mereka mengenakan pakaian serba
hijau yang terbuat dari kain sutera halus. Pada dahi mereka tertulis : “Inilah
orang-orang yang saling mencintai dan saling berkunjung karena Allah”.
Dan
diriwayatkan dari Ali bin Alhusein, katanya : “Apabila orang-orang yang dahulu
dan yang akhir telah berkumpul, maka terdengarlah suara seruan : “Mana
tetangga-tetangga Allah di bumi-Nya?”. Yakni, di dunia.
Lalu
sekelompok manusia bangkit menuju surga. Kemudian malaikat bertanya kepada
mereka : “Mau ke mana?”. Mereka menjawab : “Ke surga”.
Malaikat
bertanya pula : “Siapakah kalian?”.
Mereka
menjawab “Kami adalah tetangga-tetangga Allah”.
Malaikat
bertanya kembali : “Dari sebab apa ketetanggaan kalian itu?”.
Mereka
menjawab : “Kami saling mencintai karena Allah”.
Maka
berkatalah malaikat itu : “Masuklah ke surga, itulah sebaik-baik pahala orang
yang beramal”.
Dan di dalam khabar disebutkan :
“Apabila telah tiba hari kiamat, maka Allah menyuruh hadapkan dua orang mukmin
ke hadapan-Nya. Yang seorang ahli maksiat, dan yang seorang lagi taat kepada
Allah, namun kedua-duanya mati dalam keadaan beriman. Kemudian Allah menyuruh
malaikat Ridhwan membawa orang yang taat itu ke dalam surga dan supaya
dimuliakan. Firman Allah : “Aku telah meridai dia”. Dan Allah menyuruh
malaikat Zabaniah supaya membawa mukmin yang suka maksiat itu ke neraka, dan
supaya disiksa dengan siksa yang berat. Firman Allah : “Dahulu dia adalah
seorang peminum arak”.
Maka pergilah mukmin yang
taat tadi menuju surga sambil tertawa gembira. Tetapi setelah dekat ke surga,
didengarnya suara panggilan sahabatnya dari arah belakangnya, yang berseru
kepadanya: “Demi Allah hai sahabatku, hai kekasihku, kasihanilah aku dan
berilah aku syafaat”. Begitu mukmin yang taat mendengar seruan itu, maka dia
pun lalu berhenti di tempatnya, tidak mau masuk surga. Lantas Ridhwan
menegurnya : “Masuklah ke dalam surga dan bersyukurlah kepada Allah atas
keselamatan Anda dari neraka”.
Namun orang mukmin
yang taat itu berkata : “Saya tidak mau masuk surga. Bawalah saya ke
neraka”.
“Bagaimana aku membawamu ke neraka”,
tanya Ridhwan dengan heran, sedany aku telah diperintahkan Allah agar
memasukkan Anda ke surga dan melayani Anda?’.
Laki-laki
itu berkata tegas : “Saya tidak menghendaki pelayananmu maupun surga”.
Kemudian
terdengar seruan : “Hai Ridhwan, Aku lebih tahu apa yang terbetik di dalam
hati sanubari hamba-Ku ini. Tetapi, tanyailah dia olehmu sendiri, maka engkau
akan tahu apa yang terbetik di dalam hatinya”.
Maka
Ridhwan pun bertanya : “Kenapa Anda tidak mau masuk surga dan rela masuk
neraka?”
Orang itu menjawab : “Karena ahli
maksiat yang pergi ke neraka itu, dahulu di dunia, dia mengenalku. Sekarang
dia memanggil-manggilku, meminta pembelaan dan memohon syafaat kepadaku,
sedang aku tidak berkuasa mengeluarkannya dari neraka dan memasukikan ke dalam
surga. Kini tidak ada lagi jalan lain bagiku kecuali pergi juga ke neraka,
supaya aku dan dia sama-sama menanggung azab”.
Maka
terdengarlah suatu seruan dari hadirat Tuhan Yang Maha Rahman : “Wahai
hamba-Ku, kamu dengan kelemahanmu tidak rela bila sahabatmu itu pergi ke
neraka, karena dia telah melihatmu di dunia sebentar. Dulu, dia telah
mengenalmu dan bersahabat denganmu hanya beberapa hari saja. Maka bagaimana
Aku rela hamba-Ku itu masuk neraka, sedang dia sesungguhnya telah mengenal Aku
seumur hidupnya, dan menganggap Aku Tuhan selama tujuh puluh tahun?. Pergilah
ke surga, sesungguhnya Aku telah memaafkan sahabatmu itu, dan Aku berikan dia
buat temanmu”. (Mau’izhah)
Dan diriwayatkan pula,
ada dua orang yang bersaudara pada jalan Allah, bertemu. Seorang di antara
mereka berdua bertanya kepada yang lain : “Darimana Anda datang?”.
Sahabatnya
menjawab : “Saya telah naik haji ke Baitullah dan telah berziarah ke makam
Rasulullah saw. Dan Anda, dari mana?”.
“Saya baru
saja berkunjung kepada seorang saudara yang saya cintai karena Allah”,
jawabnya.
Sahabatnya itu berkata pula : “Maukah
Anda memberikan kepada saya keutamaan kunjunganmu itu, sehingga aku pun akan
memberikan kepadamu keutamaan hajiku?”.
Yang
diminta menundukkan kepalanya sejenak, sekonyong-konyong terdengar suara gaib
mengatakan : “Berkunjung kepada seorang saudara pada jalan Allah adalah lebih
utama di sisi Allah daripada seratus kali naik haji sunnah”. (Mau’izhah)
Diceritakan
dari sebagian ulama mengenai firman Allah Taala di dalam surah Yusuf :
Artinya
: “Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis”
Maksudnya,
saudara-saudara Yusuf datang sambil berpura-pura menangis dengan membawa
seekor serigala yang berhasil mereka tangkap, seraya berkata kepada ayah
mereka : “Srigala ini telah memangsa anakmu, Yusuf”.
Nabi
Ya’qub as. lalu menyendiri bersama serigala itu. Kemudian Beliau salat dua
rakaat. Usai salat, Beliau menanyai serigala itu : “Wahai serigala, benarkah
engkau telah memangsa anakku dan biji mataku?”.
Allah
Taala lalu membuat srigala itu dapat berbicara, maka ia pun menjawab : “Aku
berlindung kepada Allah, wahai Nabi Allah, sesungguhnya daging para nabi tidak
termakan oleh bumi, api maupun binatang buas. Tetapi, mereka telah menangkapku
lalu mcm. bawaku kepada Baginda”.
Ya’qub berkata
kembali kepada srigala itu : “Wahat srigala, bagaimana engkau bisa jatuh ke
tangan mereka?. Dari mana engkau datang dan ke mana engkau hendak pergi?
Srigala
itu menjawab : “Aku datang dari negeri Jurjan, dan bermaksud akan pergi ke
Kan’an untuk mengunjungi saudaraku pada jalan Allah”.
“Kenapa
engkau mengunjunginya?”, tanya Nabi Ya’qub pula.
Srigala
itu menjawab : “Karena ayahku telah bercerita, dari kakekku, dan kakekku dari
kakekmu Ibrahim as., bahwa Beliau telah bersabda yang artinya : “Barangsiapa
berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah, maka Allah akan mencatatkan
baginya seri. bu kebaikan, menghapuskan darinya seribu keburukan, mengangkat
untuknya seribu derajat. Dan menyelamatkannya dari siksa pada hari kiamat,
dengan sebab kunjungannya kepada saudaranya itu. Dan dia akan dikumpulkan
bersama saudaranya itu di dalam surga, sebagaimana jari telunjuk dengan jari
tengah”. Sedang saya hendak mengunjungi seekor srigala. Dia adalah saudara
sesusuanku. Saya dengar dia meninggal dunia. Kematiannya itu membuat saya
sedih”.
Ya’gub as. berkata : “Tulislah oleh kamu
cerita dari srigala ini!”
Hai saudara-saudaraku,
srigala saja berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah, untuk memperoleh
pahala dari Allah dan agar selamat dari siksa-Nya serta supaya dapat berkumpul
bersama saudaranya itu di dalam surga. Maka, kenapa Anda tidak mencari pahala
dari Allah dengan cara mengunjungi saudara-saudara Anda, serta supaya
diselamatkan dari siksa-Nya dan dikumpulkan antara Anda dan saudara Anda di
dalam surga?”. (Sekian, Mau’izhah)
Adapun
ganjaran yang akan diperoleh oleh orang-orang yang saling berkunjung pada
jalan Allah itu adalah seperti yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik
ra., bahwa dia berkata : Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Tidaklah seseorang hamba mengunjungi saudaranya pada jalan Allah, melainkan
Allah Taala akan berfirman di dalam kerajaan Arsy-Nya : “Hamba-Ku telah
berkunjung kepada-Ku, dan Aku harus memberinya hidangan. Dan Aku tidak rela
untuk hamba-Ku itu hidangan selain dari surga”. (Diriwayatkan oleh Pengarang
Al Firdaus tanpa sanad)
Dan diriwayatkan dari
sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Seorang laki-laki telah berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah. Maka
Allah menugaskan kepada malaikat untuk menghadangnya di tengah perjalanan:
nya. Malaikat itu berkata : “Anda hendak ke mana ?”. Laki-laki itu menjawab :
“Saya hendak ke fulan”. Malaikat itu bertanya pula :’Apakah karena hubungan
keluarga?”. Lelaki Itu menjawab : “Bukan”. Kemudian malaikat itu bertanya
kembali : “Apakah karena Anda menginginkan suatu pemberian darinya?”.
Laki-laki itu menjawab : “Bukan”. Malaikat Itu kembali bertanya : “Jadi, untuk
apa Anda berkunjung kepadanya?” Orang itu menjawab “Saya mencintai dia karena
Allah”. Maka berkatalah malaikat itu : “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah,
sesungguhnya Allah mencintaimu dan juga dia (seorang yang Ar da kunjungi itu).
(Diriwayatkan oleh Pengarang kitab Al Firdaus)
Dan
diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Perbuatan yang paling utama adalah cinta pada jalan Allah dan benci pada
jalan Allah”. (Hadis ini dari Hisanul Mashabih, diriwayatkan oleh Abu Hurairah
ra.)
Dalam hadis ini terkandung suatu petunjuk
bahwa, seorang mukmin itu harus ah mempunyai kawan-kawan yang dia cintai
karena Allah Taala, dan haruslah ada orarg yang dia benci karena Allah pula,
yaitu apabila orang itu termasuk orang yang durhaka kepada Allah Taala. Sebab
orang yang menjadi kekasih oleh sesuatu alasan otomatis akan menjadi dibenci
karena alasan sebaliknya. Dia bebas dalam masalah cinta dan benci itu, tetapi
masing-masing dari cinta dan benci itu terpendam di dalam hati. Masing-masing
baru akan tampak apabila telah nyata mana yang lebih menonjol. Apabila
percinta yang lebih menonjol, maka akan lahirlah perbuatan-perbuatan orang
yang sedang over cinta, seperti mendekat, mufakat, dan itu disebut muwalah
(. ): dan apabila benci yang menonjol, maka akan lahir pula
perbuatan-perbuatan orang yang saling membenci. seperti saling menjauh dan
berselisih, dan ini disebut mu’adah (. ).
Seandainya
ada orang yang bertanya : “Dengan cara bagaimana kebencian itu dapat
ditampakkan?”. Maka jawabnya adalah : “Menampakkan kebencian itu adakalanya
dengan perkataan dan adakalanya dengan perbuatan. Adapun yang dinyatakan
dengan perkataan itu, kadang-kadang dilakukan dengan cara menutup mulut, tidak
mau bicara atau saling menyapa dengan orang yang dibenci, dan kadang-kadang
dengan cara berkata kasar kepadanya. Sedangkan kebencian yang dinyatakan
dengan perbuatan itu, kadangkadang bisa dilakukan dengan cara tidak membantu
orang yang dibenci itu, dan kadangkadang dilakukan dengan cara berusaha
mencelakakannya atau merusak keperluankeperluannya yang menuju kepada
kemaksiatan, yang ada kaitannya dengan rusaknya rencana jahatnya, bukan yang
tidak berpengaruh apa-apa terhadapnya. Dan hal ini, apabila perbuatan maksiat
yang dilakukannya itu disengajanya, baik yang besar maupun yang kecil. Adapun
perbuatan maksiat yang dilakukannya dengan tidak sengaja, dan tampaknya dia
menyesali perbuatannya itu, atau tidak terus-menerus dilakukannya maka dalam
hal ini lebih baik memejamkan dan menutup mata saja, pura-pura tidak tahu,
terutama apabila perbuatan durhakanya itu berupa pelanggaran terhadap hak Anda
atau hak Orang yang ada hubungannya dengan Anda. Bersikap pura-pura tidak tahu
daripada-nya adalah perbuatan yang baik. Karena memberi maaf kepada orang yang
telah menganiaya dan berbuat buruk kepada Anda itu adalah termasuk budi
pekerti orang-orang yang beriman (siddig). Adapun terhadap orang yang
menganiaya kepada orang lain selain Anda dan mendurhaka kepada Allah Taala,
maka ketiadaan berpaling darinya itu merupakan perbuatan baik untuknya, sedang
berbuat baik terhadapnya dalam kasus ini adalah termasuk perbuatan kurang
baik, sebab berbuat baik kepada orang menganiaya itu adalah sama dengan
berbuat buruk terhadap orang yang teraniaya. Sedangkan orang yang teraniaya
itu lebih berhak mendapatkan perlindungan. Menguatkan hati orang yang
teraniaya dengan cara berpaling dari orang yang menganiayanya adalah lebih
disukai Allah daripada menguatkan hati penganiaya. (Demikianlah dari Majalis
Ar rumi)
Kami telah membicarakan masalah ini secara panjang lebar,
berkat inayah dari Allah, Raja Yang Mahakuat, Yang Maha Mendengar suara yang
keras maupun yang pelan. Bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat.
58. PENJELASAN TENTANG PERMUSUHAN SETAN
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya
setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Seandainya tidak
karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, niscaya tidaklah bersih
seorang pun dari kamu selama-lamanya. Tetapi Allah membersihkan siapa saja
yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS.
Annur : 21)
Tafsir :
(.
) hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan, dengan cara menyebarkan kekejian. Nafi’, Albazzi, Abu-bakar, Abu Amr,
dan Hamzah membaca khuthuwaati (. ) dengan mensukunkan huruf tha,
sehingga menjadi (. ).
(.
) Barangsiapa yang mengikuti langkahlangkah setan, maka sesungguhnya setan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Kalimat ini merupakan
keterangan tentang alasan dari larangan mengikuti langkah-iangkah setan. Al
fahsyau adalah perbuatan yang sangat buruk, sedang Al Munkar adalah perbuatan
yang ditentang oleh syara’.
(.
) Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua,
dengan cara menuntun kepada tobat yang dapat menghapuskan dosa-dosa, dan
mensyariatkan hukuman-hukuman sebagai penebusnya.
(.
) niscaya tidaklah bersih, tidak suci dari kotoran langkah-langkah setan.
(.
) seorang pun dari kamu selama-lamanya, hingga akhir masa.
(.
) Akan tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendakiNya, dengan
mengarahkannya kepada tobat dan menerima tobatnya.
(.
) Dan Allah Maha Mendengar, perkataan mereka.
(.
) dan Maha Mengetahui, perbuatan-perbuatan dan niat-niat mereka. (Qadhi
Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Yang paling banyak
salawatnya di antara kamu, dialah yang paling banyak istrinya kelak di surga”.
Sungguh benar Nabi dengan segala sabdanya. Dan dari Ibnu Hisyam, katanya :
“Telah sampai pada kami bahwa, Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Perbanyaklah olehmu membaca salawat untukku pada malam yang terang dan hari
yang cerah, karena keduanya menyampaikan (salawat) darimu. Dan sesungguhnya
bumi itu tidak akan memakan jasad nabi-nabi Tidak seorang muslim pun yang
bersalawat kepadaku, melainkan ada malaikat yang akan membawa salawatnya itu
hingga disampaikannya kepadaku seraya menyebutkan namanya, sampai-sampai
malaikat itu berkata : “Bahwa si fulan berkata begini dan begini”. (Syifaus
Syarif)
Adapun yang dimaksud “langkah-langkah
setan” adalah tingkah laku dan jalan setan. Sedangkan arti ayat di atas adalah
:
“Janganlah kamu menempuh jejak-jejak setan, dan
janganlah kamu mengikuti pengaruh-pengaruhnya dan godaan-godaannya, dengan
cara menyebariuaskan kekejian, serta mendengarkan dan memperkatakan benta
dusta”. (Syaikh Zadah)
Mengenai firman Allah :
Artinya
: “Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu”.
Dengan
menerima tobat, niscaya tidak akan ada seorang pun di antara kamu yang bersih
dari kotoran dosa hingga dunia berakhir. Akan tetapi, Allah Taala membersihkan
Orang-orang yang bertobat, dengan menerima tobat mereka, berkat kelembutan dan
kemurahan-Nya. (Kasysyaf)
Dari Syagig Al Balkhi,
katanya : “Dahulu, Ibrahim bin Adham pernah berjalan-jalan di pasar-pasar
Basrah, maka orang banyak pun datang mengerumuninya, lalu mereka berkata
kepadanya : “Wahai Abu Ishak, sesungguhnya Allah Taala telah berfirman di
dalam Kitab-Nya :
Artinya : “Berdoalah kepada-Ku
niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.
Sedang kami
selama ini telah berdoa, tetapi kenapa Allah tidak juga memperkenan. kan doa
kami?”.
Ibrahim menjawab : “Hai penduduk Basrah,
hati kamu telah mati dalam sepuluh perkara, maka bagaimanakah akan
diperkenankan doamu?.
Pertama, kamu mengaku telah
mengenai Allah Taala, namun kamu tidak menunaikan hak-Nya.
Kedua,
kamu mengaku telah membaca Alquran, namun kamu tidak mengamalkan isinya.
Ketiga,
kamu mengaku mencintai Rasulullah, namun kamu meninggalkan sunnahnya.
Keempat,
kamu mengaku memusuhi setan, tetapi kamu mematuhi dan menyetujuinya.
Kelima,
kamu mengaku ingin masuk surga, namun tidak berusaha menuju ke sana.
Keenam,
kamu mengaku ingin selamat dari neraka, namun kamu jerumuskan dirimu ke
dalamnya.
Ketujuh, kamu mengatakan bahwa maut itu benar adanya,
namun kamu tidak bersiap-siap menghadapinya.
Kedelapan, kamu sibuk
memikirkan aib saudara-saudaramu, namun tidak mengenai aib dirimu sendiri.
Kesembilan,
kamu telah memakan nikmat dari Tuhanmu, namun kamu tidak bersyukur
kepada-Nya.
Kesepuluh, kamu telah menguburkan orang-orang yang mati
diantara kamu, namun kamu tidak mengambil itibar dengan (pengalaman) mereka.
(Hayatul qulub).
Dalam salah satu khabar
disebutkan : Apabila tiba waktu salat, Iblis yang terkutuk itu memerintahkan
bala tentaranya untuk berpencar dan mendatangi manusia, dan membuat mereka
sibuk agar tidak salat. Kemudian setan mendatangi orang yang hendak salat,
lalu dibuatnya sibuk hingga orang itu akhirnya menangguhkan salat dari waktu
yang semestinya. Kalau usahanya itu tidak berhasil, maka setan tersebut lalu
menyuruh orang itu agar tidak menyempurnakan ruku, sujud, bacaan dan
tasbihnya. Dan kalau itu masih tidak berhasil juga, maka setan lalu membikin
hati orang sibuk memikirkan urusan-urusan duniawi. Dan kalau semua itu tidak
berhasil dilakukannya, maka pergilah setan itu dengan sia-sia dan terhina.
Kemudian Iblis yang terkutuk itu memerintahkan supaya setan tersebut diikat
lalu dicampakkan ke laut. Tetapi kalau setan itu berhasil melakukan salah satu
dari yang disebutkan tadi, maka dia pun dimuliakan dan diagungkan oleh Iblis.
(Tanbihul Ghafilin)
Dari Nabi saw., bahwa Beliau
bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya setan itu
mempunyai “lummah” terhadap manusia, dan malaikat pun demikian pula. Adapun
“lummah” setan itu adalah mengancam keburukan dan mendustakan kebenaran.
Sedangkan “lummah” malaikat itu adalah menjanjikan kebaikan dan membenarkan
kebenaran. Maka barangsiapa mendapatkan yang ini (lummah dan malaikat),
hendaklah diketahuinya bahwa itu adalah dari Allah, maka hendaklah dia memuji
kepada Allah Taala. Dan barangsiapa mendapatkan yang lain (lummah dari setan),
maka hendaklah dia berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.
(Mashabih)
Kata Al Lummatu (. )
berasal dari kata Al lmam ( ) yang artinya Al Aurbu ( ), atau
dekat. Jadi masing-masing dari malaikat dan setan itu mengadakan pendekatan
kepada manusia dengan dua perkara ini, yaitu menjanjikan kebaikan (malaikat)
atau keburukan (setan). Dua perkara tersebut, maksudnya dua macam ilham yang
terjadi dalam hati manusia, satu di antaranya dengan perantaraan malaikat,
sedang yang lain dengan perantaraan setan. Adapun yang terjadi dengan
perantaraan malaikat itulah yang disebut “ilham”, sedangkan yang terjadi
dengan perantaraan setan itu disebut “waswas”. Dan hati manusia tarik menarik
di antara kedua perkara itu. Karena menurut fitrahnya yang asli, hati manusia
itu biasa menerima pengaruh-pengaruh malaikat dan juga pengaruh-pengaruh setan
secara sama. Yang satu tidak lebih berat dari yang lain, kecuali bila
seseorang telah mengikuti hawa nafsu dan memperturutkan syahwat-syahwat, atau
menyalahi hawa nafsu dan berpaling dari syahwat-syahwat. (Sananiyah).
Abul
Laits berkata : “Ketahuilah, bahwa ada empat musuh yang masing-masing harus
kamu lawan :
Pertama, dunia. Allah Taala
berfirman :
Artinya : “Maka janganlah sekali-kali
kehidupan dunia itu memperdayakan kamu”.
Kedua,
nafsumu sendiri. Yang merupakan musuhmu yang paling jahat, sesuai dengan
riwayat dari Ibnu Abbas ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Musuhmu yang paling jahat itu adalah nafsumu sendiri yang berada di antara
kedua tulang rusukmu”. Dan Allah Taala berfirman (menceritakan perkataan
Zuleikha) :
Artinya : “Dan aku tidak menganggap
diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan”.
Ketiga, setan dari bangsa jin.
Maka mohonlah perlindungan kepada Allah Taala darinya, sebagaimana firman
Allah yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya
setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia sebagai musuh(mu)”.
Keempat,
setan dari bangsa manusia.
Maka berhati-hatilah
terhadapnya. Karena setan dari bangsa manusia itu lebih berat bagimu daripada
setan dari bangsa jin. Sebab, setan dari bangsa jin bila menyesatkan hanya
dengan cara menggoda, sedangkan setan dari bangsa manusia dengan cara
terang-terangan, berhadap-hadapan dan memberi bantuan. (Tanbihul Ghafilin)
Diceritakan
dari Wahab bin Munabbih, bahwa dia berkata : “Allah Taala menyuruh Iblis
datang kepada Nabi Muhammad saw., dan agar menjawab segala pertanyaan yang
akan Beliau ajukan kepadanya. Maka datanglah Iblis laknatullah alaihi kepada
Nabi Muhammad saw. dengan cara menyamar sebagai seorang kakek-kakek yang masih
bugar, sambil memegang sebuah tongkat di tangannya. Setelah berhadapan, Nabi
bertanya : “Anda siapa?”.
“Saya Iblis”,
jawabnya.
“Kenapa engkau datang ke mari?”, tanya
Nabi pula.
Iblis menjawab : “Sesungguhnya
Allah-lah yang telah menyuruh saya datang kepadamu dan menjawab setiap
pertanyaan yang engkau ajukan kepadaku”.
Maka
Nabi pun bertanya : “Hai Iblis, ada berapakah musuh-musuhmu dari umatku?”.
“Ada
lima belas”, jawab Iblis. Kemudian dijelaskannya :
Pertama,
engkau sendiri, hai Muhammad.
Kedua, imam (pemimpin) yang adil.
Ketiga,
pedagang yang jujur.
Keempat, orang kaya yang rendah hati.
Kelima,
orang berilmu yang salat dengan khusyuk.
Keenam, orang mukmin yang
suka memberi nasehat.
Ketujuh, orang mukmin yang belas-kasih.
Kedelapan,
orang yang bertobat yang tetap dalam tobatnya.
Kesembilan, orang
yang menjauhkan diri dari segala yang haram.
Kesepuluh, orang
mukmin yang selalu berada dalam keadaan suci.
Kesebelas, orang
mukmin yang banyak bersedekah.
Keduabelas, orang mukmin yang
berbudi luhur.
Ketigabelas, orang mukmin yang memberi manfaat
kepada manusia.
Keempatbelas, orang yang hafal Alquran yang selalu
membacanya.
Kelimabelas, orang yang bangun malam sambil melakukan
salat, sedang orang lain tidur.
Kemudian Nabi
saw. mengajukan pertanyaan lagi kepada iblis.
“Ada
berapa kawan-kawanmu dari umatku?”.
“Sepuluh”,
jawab Iblis. Kemudian dijelaskannya :
Pertama, hakim yang
sewenang-wenang.
Kedua, orang kaya yang sombong.
Ketiga,
pedagang yang curang.
Keempat, peminum arak.
Kelima,
pengadu-domba.
Keenam, orang yang suka riya (pamer amal).
Ketujuh,
orang yang suka makan harta anak yatim.
Kedelapan, orang yang suka
meremehkan salat.
Kesembilan, orang yang enggan mengeluarkan
zakat.
Kesepuluh, orang yang panjang angan-angan.
Mereka
semua adalah kawan-kawanku”.
(Dikutip dari kitab
Tanbihul Ghafilin)
Disebutkan dalam khabar, bahwa
dahulu di kalangan Bani Israil ada seorang laki-laki yang tekun beribadat di
biaranya. Namanya Barshisha, sang abid. Dia adalah seorang yang dikabulkan
doanya. Banyak orang yang datang kepadanya membawa keluarganya yang sakit,
lalu Barshisha menyembuhkan si sakit itu berkat doanya.
Iblis,
laknatullah alaihi, lalu memanggil setan-setan, kemudian berkata : “Siapa yang
sanggup mencelakakan orang ini dan menyesatkannya?”.
Salah
satu setan yang jahat berkata : “Sayalah yang akan mencelakakan dia. Jika aku
tidak dapat mencelakainya, maka aku bukanlah dari golonganmu”.
Maka
Iblis berkata : “Dia menjadi tugasmu!”.
Lalu
berangkatlah ifrit itu, mendatangi raja di antara raja-raja Bani Israil. Raja
itu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik. Ketika puteri raja
itu sedang duduk-duduk bersama ayah bundanya dan saudara-saudaranya, maka
ifrit itu merasukinya, sehingga putri raja itu menjadi gila. Mereka semua
menjadi ketakutan. Demikianlah keadaan putri raja itu selama beberapa hari.
Kemudian,
ifrit itu mendatangi mereka dengan menyamar sebagai seorang manusia. Lalu dia
berkata kepada mereka : “jika kamu ingin anak perempuan ini sembuh, maka
bawalah dia kepada si fulan, sang pendeta. Dia dapat menyembuhkannya dan
berdoa untuknya”.
Maka mereka pun berangkat
membawa anak perempuan itu kepada Barshisha. Setelah didoakan Barshisha,
seketika itu juga anak perempuan itu sembuh dari penyakitnya. Lalu mereka pun
pulang.
Setelah anak perempuan itu mereka bawa
pulang, maka penyakitnya kambuh kembali. Lalu setan berkata kepada mereka :
“Kalau kalian ingin anak perempuan ini sembuh total, maka biarkanlah dia
tinggal pada pendeta itu untuk beberapa hari”.
Mereka
pun berangkat lagi membawa anak perempuan itu kepada Barshisha. Lalu mereka
tinggalkan dia pada pendeta itu, namun Barshisha menolaknya. Maka mereka pun
terus memohon kepadanya dengan penuh harap dan sedikit memaksa, hingga
akhirnya ditinggalkanlah oleh mereka anak perempuan itu padanya.
Pendeta
itu adalah seorang yang rajin salat dan senantiasa berpuasa. Kemudian anak
perempuan itu ditempatkannya di biaranya, dan diberinya makan sampai beberapa
waktu yang lama.
Pada suatu hari, tanpa sengaja
Barshisha melihat kepada anak perempuan itu. Dilihatnya wajah dan tubuhnya,
belum pernah dia melihat kecantikan seperti itu. Maka hatinya pun tertarik
kepada anak perempuan itu, karena godaan setan, dan akhirnya dia tidak kuat
menahan gejolak nafsunya. Lalu didekatinya anak perempuan itu hingga hamillah
dia karenanya.
Selanjutnya, datanglah setan
kepada Barshisha, lalu berkata : “Sesungguhnya engkau telah membuatnya hamil.
Engkau pasti tidak akan selamat dari pembalasan raja atas perbuatanmu kepada
putrinya itu, kecuali bila engkau membunuhnya, lalu engkau kuburkan di samping
biaramu. Nanti, kalau mereka menanyakannya kepadamu, maka jawab Saja, bahwa
dia telah meninggal dunia. Mereka tentu akan mempercayaimu”.
Maka
dibunuhnyalah anak perempuan itu, lalu dikuburkannya disamping biaranya.
Kemudian datanglah keluarganya menanyakan dia, maka dijawab oleh pendeta itu :
“Dia sudah meninggal dunia karena ketentuan Allah Taala”.
Mereka
percaya saja dengan omongan pendeta itu, lalu mereka pun pulang.
Setan
datang menemui keluarga yang malang itu seraya berkata : “Sebenarnya pendeta
itu telah menghamilinya. Karena dia kuatir rahasianya ketahuan, maka anak
perempuan itu dibunuhnya lalu dikuburnya”.
Maka
berangkatlah raja bersama orang-orang menuju ke tempat pendeta itu. Kemudian
dia membongkar kuburan anaknya, dan ternyata anak perempuannya itu memang
telah disembelih. Maka pendeta itu pun ditangkap lalu disalib.
Setan
datang lagi ketika Barshisha sedang di atas tiang penyaliban, lalu berkata :
“Saya akan menyelamatkanmu dari tiang salib ini jika engkau mau bersujud
kepadaku satu kali saja, selain kepada Allah Taala”.
Barshisha
berkata : “Bagaimana aku bisa bersujud kepadamu, sedang aku dalam keadaan
begini?”.
Setan menjawab : “Saya sudah rela jika
engkau menganggukkan kepalamu”.
Maka sujudlah
Barshisha kepada setan itu dengan menganggukkan kepalanya. Lalu setan berkata
: “Aku berlepas diri darimu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan
semesta alam”.
Dan ini adalah sebagaimana firman
Allah Taala :
Artinya : “Seperti (bujukan)
setan, ketika dia berkata kepada manusia “Kafirlah”, maka setelah manusia itu
menjadi kafir, setan berkata : “Sesungguhnya aku berlepas diri darimu, karena
sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam. Maka adalah kesudahan
keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di
dalamnya. Demikianlah balasan orang yang zalim”.
Demikianlah
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra..
Oleh karena
itu, apabila Anda telah mengetahui betapa keadaan Barshisha yang akhirnya
masuk ke dalam neraka selama-lamanya, maka ketahuilah, bahwa apabila manusia
menuruti keinginan syahwat dan kemarahan, akan tampaklah kekuasaan setan atas
hatinya dengan perantaraan hawa nafsunya, lalu hatinya menjadi sarang dan
tempat tinggal setan. Karena memang hawa nafsu merupakan tempat berkeliaran
dan ladang setan. Tetapi apabila dia melawan hawa nafsunya dan tidak menuruti
keinginan syahwat dan kemarahannya, maka hatinya akan menjadi tempat tinggal
dan persinggahan malaikat.
Namun, karena tidak
mungkin ada hati manusia yang bersih dari syahwat, kemarahan, ketamakan dan
kerakusan serta sifat-sifat manusia lainnya yang merupakan cabang dari nafsu,
maka tidak bisa dibayangkan ada sebuah hati yang sepi dari setan yang tinggal
di dalamnya, yang berperan melakukan godaan. Dan godaan setan itu tidak akan
lenyap kecuali bila seseorang mengingat sesuatu yang lain daripada yang
digodakan itu. Karena, ketika terjadi ingatan kepada sesuatu, maka akan
hilanglah ingatan lainnya yang ada sebelumnya. Selain itu, bahwa segala
sesuatu selain dari zikrullah (ingat kepada Allah Taala) dan apa-apa yang
berkaitan dengannya, bisa jadi akan menjadi lapangan buat setan. Adapun
zikrullah, itulah yang dapat menentramkan hati manusia dan menyadarkannya
bahwa, ia bukanlah lapangan bagi setan. Maka ambillah apa yang telah saya
tunjukkan kepada Anda, dan lakukaniah dengan penuh keyakinan. Semoga Allah
Yang Mahakuasa dan tempat memohon pertolongan, akan memudahkan Anda
melakukannya.
Hati manusia diumpamakan sebagai
sebuah benteng yang mempunyai banyak pintu. Sedang setan ingin memasukinya
dari tiap-tiap pintu itu lalu memilikinya dan menguasainya. Maka, orang harus
menjaganya. Namun, dia tidak akan mampu menjaganya kecuali dengan menjaga
ketat pintu-pintunya dan menutup jalan masuk dan pintu-pintunya.
Adapun
jalan-jalan masuk setan itu adalah sifat-sifat yang tercela. Maka, tidak ada
satu sifat pun di antara sifat-sifat tercela yang dimiliki oleh manusia,
melainkan dia akan menjadi salah satu kekuatan setan, salah satu senjatanya,
dan salah satu pintunya dan salah satu jalan masuknya. (Dari majalis Ar
rumi)
Adapun syarat-syarat tobat itu ada tiga
:
Tidak jadi melakukan
perbuatan maksiat (yang sudah diniatkannya).
Menyesali
perbuatan maksiat yang sudah dilakukannya.
Berkemauan
keras untuk tidak lagi mengulanginya selama-lamanya.
Dan
diriwayatkan dari sahabat Jabir ra., bahwa ada seorang Arab Badui memasuki
masjid Rasulullah saw. lalu berkata : “Ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu,
dan bertobat kepada-MU”.
Kemudian dia mengucapkan
takbir. Setelah orang itu selesai salat, maka Imam Ali ra., berkata kepadanya
: “Hai fulan, sesungguhnya lidah yang cepat mengucapkan istighfar adalah
tobatnya orang-orang yang dusta. Dan tobatmu ini perlu kepada tobat pula”.
Badui
itu bertanya : “Bagaimanakah tobatnya orang-orang yang benar itu?”.
Ali
menjawab : “Tobat adalah sebuah kata yang bisa berarti enam perkara : (1)
menyesali dosa-dosa yang telah lalu, (2) menggadha fardu-fardu yang pernah
ditinggaikan, (3) mengembalikan hak-hak orang lain yang pernah diambil secara
aniaya, (4) mendidik dirinya dengan ketaatan sebagaimana dia mendidiknya dalam
kemaksiatan, (5) mencicipinya dengan pahitnya ketaatan sebagaimana dahulu dia
pernah mencicipi manisnya kemaksiatan, (6) menangis sebagai ganti dari tawa
yang dilakukan.
(Demikian diceritakan oleh Abu
Suud)
Najmuddin -qaddasallahu sirrahu- berkata
:
“Apabila Allah Taala hendak menerima tobat dari
salah seorang hamba-Nya, supaya dia kembali dari kerendahan yang paling rendah
yang jauh (dari rahmat Allah), menuju ketinggian yang paling tinggi, yang
dekat (dengan rahmat Allah), maka dilepaskannya hamba tersebut dari
penyembahan kepada selain-Nya. Kemudian Allah memberinya petunjuk untuk
kembali ke hadirat-Nya, dan Dia terima kepulangannya itu dengan mendekatkannya
kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam salah satu hadis Oudsi :
Artinya
: “Barangsiapa mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya
satu hasta: dan barangsiapa yang mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan
mendekat kepadanya satu depa”. (Sekian Al hadis)
Maksudnya
: barangsiapa yang mendekat kepada-Ku dengan bertobat dan melakukan ketaatan,
maka Aku akan mendekat kepadanya dengan memberi rahmat, taufik dan
pertolongan. Dan bila dia bertambah dekat, maka Aku pun bertambah dekat
pula.
59. PENJELASAN TENTANG HIJRAH UNTUK MELAKUKAN KETAATAN KEPADA ALLAH
TAALA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai
hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas maka Sembahlah Aku
saja. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian, kemudian hanya kepada
Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalamal
saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka di dalam surga di kamar-kamar,
yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal”. (QS. Al Ankabut :
56-58)
Tafsir :
(. ) Hai
hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku
saja. Maksudnya : Apabila tidak mudah bagimu untuk beribadat di suatu negeri
dan tidak gampang bagimu untuk menampakkan agamamu, maka berhijrahlah kamu ke
tempat lain di mana kamu dapat melaksanakan itu.
Dari
Nabi saw. diriwayatkan, bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Barangsiapa
membawa lari agamanya dari suatu negeri ke negeri lain, sekalipun hanya
sejengkal, maka pastilah dia masuk surga dan menjadi teman Nabi !brahim dan
Nabi Muhammad saw.”
Huruf fa dalam kata faiyyaya
( ) adalah jawab dari syarat yang makhdzuf, karena
makna dari “sesungguhnya bumi-Ku luas” adalah : Jika kamu tidak dapat
memurnikan ibadat untuk-Ku di suatu tempat, maka mumikanlah ibadat itu di
tempat lain.
(. )
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Yakni, pasti akan
mengalaminya.
(. ) Kemudian, hanya
kepada Kami kamu dikembalikan, untuk memperoleh ganjaran. Barangsiapa yang
demikian kesudahannya, maka sepatutnya dia bersungguhSungguh mempersiapkan
diri untuknya.
(. ) Dan
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan
mereka. Akan Kami persilahkan mereka tinggal.
(.
) di dalam surga di kamar-kamar, tempat-tempat yang tinggi.
Hamzah
dan Al Kisai membaca lanubawwiannahum menjadi lanutsawwiyannahum, yang artinya
lanugiimannahum (akan Kami persilakan mereka mendiami) dari kata Ats Tsawa
(. ). Jadi dinasabkannya kata “ghurafan” adalah agar sejalan
dengan kata janunzilannahum, atau karena dibuangnya huruf khafidh, atau karena
diserupakannya zharaf yang tertentu waktunya dengan zharaf yang masih mubham
(samar).
(. ) yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik
pembalasan bagi orang-orang yang beramal.
Dan
kata wa ni’ma (. ) dibaca juga menjadi fa ni’ma
( ). Sedangkan al makhsus bil madhi (yang dipuji)
adalah mahdzuf (dihilangkan), yang ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya. (Qadhi
Baidhawi).
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah
ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Orang-orang yang membaca salawat untukku akan memiliki cahaya ketika
melintasi shirat. Dan barangsiapa termasuk yang bercahaya ketika melintasi
shirat, maka dia bukanlah termasuk penghuni neraka”.
Sungguh
benarlah Rasulullah dengan sabdanya.
Muqatil dan
Alkalabi berkata : “Ayat ini (yang tersebut di atas) turun mengenai kaum
muslimin yang lemah (dari segi sosial dan ekonomi) di Mekah. Firman-Nya :
“Jika kamu mengalami kesempitan di Mekah untuk menampakkan imanmu, maka
keluariah kamu dari Mekah menuju ke Madinah. Sesungguhnya bumi-Ku, yaitu
Madinah, adalah luas lagi aman”.
Mujahid berkata
: “Maksudnya ialah : “Sesungguhnya bumi-Ku luas, maka berhijrahlah kamu di
sana”.
Dan Said bin Jabir berkata : “Apabila di
suatu negeri kemaksiatan telah merajalela, maka keluarlah, sesungguhnya
bumi-Ku luas”.
Sedang Atha berkata : “Apabila
kamu disuruh melakukan perbuatan maksiat, maka larilah. Sesungguhnya bumi-Ku
luas. Oleh karena itu, siapa saja yang tinggal di suatu negeri di mana
kemaksiatan merajalela, sedang dia tidak mampu untuk mengubahnya, maka dia
wajib berhijrah ke mana saja yang kiranya dia mampu melaksanakan ibadat di
Sana”.
Dan konon, ayat ini turun mengenai
orang-orang tertunda dari hijrah dan masih tinggal di kota Mekah. Mereka
berkata : “Kami kuatir apabila kami melakukan hijrah, kami akan mati kelaparan
dan sempit penghidupan”. Maka Allah Taala menurunkan ayat ini, dan tidak
menerima alasan mereka yang tidak keluar dari kota Mekah.
Dan
Mutharrif bin Abdullah berkata : “Sesungguhnya bumi-Ku luas, maksudnya, bahwa
Sesungguhnya rezeki yang Aku berikan kepadamu itu luas, maka keluarlah”.
(Ma’alimut Tanzil).
Diriwayatkan dari sahabat Abu
Hurairah ra., dari Rasulullah saw., yang artinya :
Apabila
seorang mukmin telah meninggal dunia, maka ruhnya akan berkeliaran di Sekitar
rumahnya selama satu bulan. Dia memperhatikan keluarga yang ditinggalkannya,
bagaimana mereka membagi-bagi hartanya, dan bagaimana mereka melunasi
hutang-hu. tangnya. Apabila telah genap satu bulan, maka dia pun dikembalikan
ke liang kuburnya latu berkeliaranlah dia di sekitar kuburnya selama satu
tahun. Dia melihat siapa-siapa yang datang dan berdoa untuknya, serta siapa
pula yang bersedih hati atas kematiannya Apabila telah genap satu tahun, maka
diangkatlah ruhnya ke tempat berkumpulnya ruh. ruh sampai hari ditiupkannya
sangkakala”. (Bahjatul Anwar).
Abu Hanifah
-rahmatullah alaihi-.pernah ditanya : “Dosa apakah yang paling dikuatirkan
dapat melenyapkan iman?”. Dia menjawab : “Tidak bersyukur kepada Allah atas
iman, tidak kuatir mati dalam keadaan buruk (suul khatimah), dan menganiaya
sesama hamba Allah”. (Kanzui Akhbar)
Allah Taala
mengutus empat malaikat kepada orang mukmin yang meninggal dunia ketika ia
sedang diusung di atas kerandanya. Setelah mereka tiba di atas kuburnya, maka
salah seorang dari empat malaikat itu berseru : “Masa hidup telah berakhir,
dan telah terputus pula segala cita-cita”. Yang kedua berseru : “Telah
lenyaplah semua harta dan tinggallah amal perbuatan “. Yang ketiga berseru :
“Telah lenyaplah segala kesibukan dan tinggallah kesudahannya”. Yang keempat
berseru pula : “Berbahagialah engkau jika makananmu dari yang halal, dan kamu
dahulu sibuk mengabdi kepada Allah Dzul Jata?. (Bahjatul Anwar).
Dan
diceritakan, bahwa Nabi Sulaiman as. ketika diberi keluasan dalam urusan
dunianya, dan telah pula memerintah bangsa manusia, jin, binatang buas dan
burungburung, dan juga memerintah angin, maka Beliau merasa bangga diri, lalu
Beliau minta izin kepada Allah, katanya : “Ya Tuhan, berilah hamba izin
sehingga saya dapat memberi rezeki kepada tiap-tiap makhluk yang menerima
rezeki selama satu tahun penuh”.
Maka Allah
mewahyukan kepadanya : “Engkau tidak akan mampu melakukan itu”.
Tetapi,
Nabi Sulaiman berkata pula : “Tuhanku, berilah hamba izin barang sehari saja”.
Maka Allah pun memberikan izin kepadanya selama satu hari.
Kemudian
Nabi Sulaiman as. memerintahkan kepada manusia dan jin untuk mendatangkan
semua yang ada di bumi. Lalu Beliau menyuruh mereka agar memasak apa saja yang
bisa dimasak dan menghidangkan apa saja yang bisa dihidangkan. Masakan dan
hidangan itu disiapkan selama empat puluh hari. Kemudian Beliau melarang angin
menghembus makanan-makanan itu agar tidak rusak. Setelah itu, Beliau
memerintahkan supaya makanan itu disiapkan dalam suatu deretan di suatu padang
yang luas. Panjang hidangan itu sama dengan perjalanan satu bulan, dan
bayangkan sendiri, berapa lebarnya.
Selanjutnya,
Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Sulaiman : “Makhluk mana yang akan engkau
jamu lebih dahulu?”.
Nabi Sulaiman menjawab :
“Penghuni daratan dan lautan”.
Maka Allah Taala
menyuruh seekor ikan di antara penghuni lautan Atlantik untuk mendatangi
undangan Nabi Sulaiman. Ikan itu mengangkat kepalanya dan mendekat kepada
hidangan itu, lalu berkata : “Hai Sulaiman, Allah telah menetapkan rezekiku
pada hari ini menjadi tanggunganmu”.
Nabi
Sulaiman menjawab : “Ambillah, itu makananmu”.
Ikan
itu lalu melahap makanan tersebut. Tidak lama kemudian, seluruh isi hidangan
itu telah habis dimakannya, kemudian dia berseru : “Hai Sulaiman, kenyangkan
aku. Aku sungguh sangat lapar!”.
“Engkau belum
kenyang?”, tanya Nabi Sulaiman dengan terkejut.
“Sampai
sekarang, aku masih belum kenyang”. Jawab ikan itu.
Maka
seketika itu juga, Nabi Sulaiman menjatuhkan diri bersujud kepada Allah seraya
berkata : “Mahasuci Tuhan yang telah menjamin rezeki tiap-tiap makhluk dari
arah yang tidak dia sadari”. (Badi’ul Asrar)
Dan
diriwayatkan pula, bahwa Nabi Sulaiman as. pernah mengajukan pertanyaan kepada
seekor semut, katanya :”Berapa rezekimu dalam satu tahun?”.
“Sebutir
gandum,”, jawab semut itu.
Lalu Nabi Sulaiman
menempatkan semut itu di dalam sebuah botol dan diletakkannya pula di dalam
botol itu sebutir gandum. Kemudian botol itu Beliau buka, ternyata semut itu
hanya memakan separuh butir gandum saja. Maka Nabi Sulaiman bertanya : “Kenapa
tidak engkau makan yang separuhnya itu?”.
Semut
itu menjawab : “Karena dahulu saya hanya bertawakkal kepada Allah saja,
sehingga saya habiskan satu butir gandum itu seluruhnya. Tetapi, setelah
tawakkalku beralih kepadamu ketika saya berada dalam botol itu, maka saya
biarkan yang separuhnya. Saya berkata dalam hati, jika Sulaiman melupakan aku
pada tahun ini, maka tahun depan aku dapat memakan yang separuhnya itu”.
(Rajabiyah)
Menurut sebuah khabar : Apabila
seseorang hamba mulai dicabut nyawanya (naza”) maka malaikat maut diseru :
“biarkan dia sampai dia beristirahat dulu”.
Dan
apabila ruh itu telah sampai di dada, maka diserukan pula : “Biarkan, sampai
dia beristirahat dulu”.
Dan apabila ruh telah
sampai di tenggorokan, maka diserukan pula ! “Biarkan, sampai masing-masing
anggota tubuhnya mengucapkan selamat tinggal kepada yang lain”.
Kemudian
mata mengucapkan selamat tinggal kepada mata yang satunya, katanya : “Selamat
atasmu sampai hari kiamat”. Demikian pula kedua telinga, dua tangan dan dua
kaki. Dan ruh pun mengucapkan selamat tinggal kepada dirinya. Kita memohon
perlindungan kepada Allah dari berpisahnya iman dari lidah, makrifah dan
hati.
Tinggallah kini kedua belah tangan tanpa
gerak, kedua belah kaki tanpa berkutik, kedua belah mata tiada dapat memandang
lagi, kedua telinga tiada dapat mendengar, dan jasad tanpa ruh. Dan andaikata
hati pun tinggal tanpa makrifat lagi, maka betapa keadaan hamba itu di dalam
kuburnya. Dia sudah tidak melihat lagi seorang pun, baik ayah, ibu, anak,
sahabat, istri, saudara maupun pengawal. Seandainya kepada Tuhan Yang
Mahamulia pun dia sudah tidak mengenal, maka benar-benar dia sangat rugi yang
besar. (Zahratur Riyadh)
Dan menurut salah satu
khabar juga, bahwa apabila malaikat maut hendak mencabut nyawa seseorang
hamba, maka hamba itu akan mengatakan : “Aku tidak akan memberikan kepadamu
apa yang tidak diperintahkan kepadamu”.
Maka
malaikat maut itu menjawab : “Aku telah diperintahkan oleh Tuhanku untuk
melakukan itu”.
Tetapi ruh itu tetap menuntut
kepada malaikat maut itu tanda dan bukti, katanya : “Sesungguhnya Tuhanku
telah menciptakan aku, lalu memasukkan aku ke dalam jasadku. Sedang engkau
saat itu tidak ada bersamaku. Sekarang engkau hendak mengambil aku”.
Maka
malaikat maut itu kembali menghadap Allah Taala, lalu berkata : “Sesungguhnya
hamba-Mu si fulan berkata begini-begini, dan dia meminta bukti”.
Allah
Taala berfirman : “Benarlah kata ruh hamba-Ku itu. Hai malaikat maut, pergilah
engkau ke surga, lalu ambillah sebuah apel di sana, yang ada tanda dari-Ku,
kemudian perlihatkanlah ia kepada ruh hamba-Ku itu”.
Malaikat
maut pun berangkat menuju surga, lalu dipetiknya sebuah apel yang terdapat
tulisan “bismillaahirrahmaanirrahiim”. Kemudian diperlihatkannya buah apel itu
kepadanya. Maka ketika ruh hamba itu melihat buah apel tersebut, ia pun keluar
dengan penuh Semangat”. (Zahratur Riyadh).
Diriwayatkan
pula bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Tidak
akan keluar ruh seorang mukmin sampai dia mengetahui di mana tempatnya di
dalam surga Maka pada saat itu, dia sudah tidak melihat lagi kepada kedua
orang tia nya, maupun kepada anak-anaknya, saking asyiknya memandang tempat
tersebut Dan tidak akan keluar ruh seorang munafik sampai dia mengetahui di
mana tempatnya di da. lam neraka Maka dia sudah tidak melihat lagi kepada
kedua orang tuanya maupun kepada anak-anaknya, saking ngerinya menyaksikan
tempat tersebut”,
Kemudian ada seorang sahabat
bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimanakah orang mukmin melihat tempatnya di
surga, dan orang munafik melihat tempatnya di neraka?”
Beliau
menjawab :
“Sesungguhnya Allah Taala telah
menciptakan malaikat Jibril as. dalam bentuk yang paling indah. Dia memiliki
124 ribu sayap. Di antara sayap-sayapnya itu ada sepasang sayap hyau yang minp
sayap burung merak. Apabila Jibril membentangkan salah satu dan sayap-sayapnya
Itu, maka akan memenuhi ruang antara langit dan bumi. Pada sayapnya yang
kanan, tertera gambar surga seisinya, seperti bidadari, istana-istana,
tingkatan-tingkatannya dan pelayan-pelayannya. Sedangkan pada sayapnya yang
kini, tertera gambar neraka seisinya, seperti ular-ular,
kalajengking-kalajengking, jurang-jurangnya dan Zabaniyah. Apabila telah tiba
ajal seseorang, maka masuklah sekelompok maiaikat ke dalam otot-ototnya, lalu
mereka memeras ruhnya mulai dari telapak kaki sampai ke lututnya, kemudian
mereka keluar. Selanjutnya masuk kelompok kedua, mereka memeras ruhnya mulai
dari lutut sampai ke perutnya, setelah itu mereka pun keluar. Selanjutnya
masuk kelompok ketiga, mereka memeras ruhnya mulai dari perut sampai ke
dadanya, setelah itu mereka keluar. Selanjutnya masuk kelompok keempat, mereka
memeras mulai dari dada sampai ke tenggorokannya, dan ketika itulah terjadi
naza’.
Maka apabila orang itu seorang mukmin,
Jibril as. membentangkan sayapnya yang sebelah kanan, sehingga orang itu dapat
mengetahui tempatnya di dalam surga. Maka pemandangan tersebut sangat
mengasyikkannya, sehingga dia tidak melihat lagi kepada kedua orang tuanya
maupun anak-anaknya, saking asyiknya melihat tempat itu. Tetapi, apabila dia
seorang munafik, maka Jibril as. akan membentangkan sayapnya yang sebelah
kiri, sehingga orang itu dapat mengetahui tempatnya di neraka. Dan dia sudah
tidak melihat lagi kepada kedua orang tuanya, maupun kepada anak-anaknya,
saking ngennya menyaksikan pemandangan neraka tersebut. Pandangannya hanya
terpaku pada tempat itu. Maka berbahagialah orang yang kuburnya merupakan
salah satu taman dan taman
taman surgawi, dan
celakalah orang yang kuburnya merupakan salah satu jurang di antara
jurang-jurang neraka”.
(Zahratur Riyadh, dalam
menceritakan tentang teriakan ruh ketika keluar dari jasad)
Dan
menurut salah satu khabar yang ‘ain, bahwa apabila ruh itu telah meninggalkan
jasad, maka dari langit diserukan tiga seruan yang keras :
“Hai
anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia, atau duniakah yang
meninggalkanmu?. Apakah engkau telah mengumpulkan dunia, atau dunialah yang
telah mengumpulkanmu?. Engkaukah yang telah membunuh dunia, atau dunialah yang
membunuhmu?”.
Kemudian, apabila dia telah
diletakkan di atas tempat permandian, maka diserukan pula tiga seruan yang
keras :
“Hai anak Adam, manakah badanmu yang kuat
itu, alangkah lemahnya engkau sekarang ?. Mana lisanmu yang fasih itu,
alangkah pendiamnya engkau sekarang?. Mana telingamu yang tajam itu, alangkah
tulinya engkau sekarang?. Dan manakah kekasih-kekasihmu yang tulus itu,
alangkah sunyinya engkau sekarang?’.
Dan apabila
telah dibungkus kain kafan, maka diserukan pula dari langit dengan tiga seruan
yang keras :
“Hai anak Adam, berbahagialah
engkau, jika engkau ditemani oleh keridaan Allah, tetapi celakalah engkau jika
engkau ditemani oleh kemurkaan Allah. Hai anak Adam, berbahagialah engkau jika
tempatmu adalah surga, tetapi celakalah engkau jika tempatmu adalah neraka.
Hai anak Adam, engkau akan pergi melakukan perjalanan jauh tanpa suatu bekal
apa pun, dan engkau akan keluar dari rumahmu dan tidak akan kembali lagi untuk
selama-lamanya. Dan engkau akan tinggal di sebuah rumah yang penuh dengan
kengerian-kengerian”.
Dan apabila dia telah
dibawa di atas keranda, maka diserulah dari langit dengan tiga seruan keras
:
“Hai anak Adam, berbahagialah engkau jika
amalmu baik dan berbahagialah engkau jika engkau telah bertobat, dan
berbahagialah engkau jika engkau adalah orang yang taat kepada Allah”.
Dan
apabila dia telah diletakkan untuk disalati, maka diserukan pula dari langit
dengan tiga seruan yang keras :
“Hai anak Adam,
tiap-tiap amal yang telah engkau perbuat, niscaya akan engkau ketahui sekarang
(hasilnya). Jika amalmu itu baik, maka engkau akan melihatnya baik, dan jika
amalmu itu buruk, maka engkau akan melihatnya buruk”.
Dan
apabila keranda itu telah diletakkan di bibir kubur, maka diserukan pula dari
langit dengan tiga seruan keras :
“Hai anak Adam,
bekal apakah yang engkau bawa dari tempat yang ramai untuk tempat yang sepi
ini?. Kekayaan apa yang engkau bawa untuk menghadapi kemiskinan ini?. Dan
cahaya apa yang engkau bawa untuk tempat gelap gulita ini?”.
Dan
apabila dia telah diletakkan di liang kubur, maka diserukan pula tiga seruan
keras :
“Hai anak Adam, engkau dahulu
tertawa-tawa di atas punggungku, tetapi sekarang engkau menangis di dalam
perutku. Engkau dahulu bersenang-senang di atas punggungku, tetapi sekarang
engkau bersedih di dalam perutku. Dan engkau dahulu pandai berbicara di atas
punggungku, tetapi sekarang engkau hanya diam saja di dalam perutku”.
Dan
apabila para pengantar telah meninggalkannya, maka Allah Taala berfirman :
“Wahai
hamba-Ku, sekarang engkau tinggal sendirian dan kesepian. Mereka telah
meninggalkan engkau di dalam kuburan yang gelap, padahal engkau dahulu telah
melanggar perintah-Ku demi mereka. Dan hari ini, Aku merahmatimu dengan suatu
rahmat yang akan mengherankan semua manusia, dan Aku lebih mengasihanimu
daripada seorang ibu terhadap anak-nya”. | Demikian disebutkan di dalam kitab
Dagoigul Akhbar. Silakan Anda membaca kitab tu dengan pertolongan Allah Yang
Maha Menguasai lagi Maha Pengampun, niscaya Anda akan menjadi sahabat
orang-orang yang abrar di dalam surga, negeri yang damai.
Firman
Allah :
Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati”.
Yakni, dia akan merasakan betapa
pahitnya maut, dan akan merasakan betapa beratnya perpisahan, sebagaimana
orang yang mencicipi makanan akan merasakan barang yang dicicipinya itu,
dengan pengertian bahwa, mencicipi sesuatu bisa jadi hanya menciCipi sedikit
dan bisa juga banyak, seperti yang dikatakan oleh Ar Raghib.
Sementara
itu, sebagian ulama ada pula yang mengatakan : Dzauq (mencicipi) asalnya
adalah dilakukan dengan mulut terhadap sesuatu yang diambil sedikit. Jadi,
maksud Ayat ini adalah, bahwa semua yang berjiwa akan mengalami kehancuran
dengan merasakan sebagian dari rasanya maut.
Dan
ketahuilah, bahwa manusia mempunyai ruh dan jasad, dan di antara keduanya ada
semacam uap yang lembut, yaitu ruh hewani. Selama uap itu masih tetap tampak
pada wajah yang bisa menjadi sarana perhubungan antara ruh dan jasad, maka
kehidupan itu masih tetap ada. Dan manakala uap itu sudah padam dan tidak
berfungsi lagi, maka lenyaplah kehidupan, dan ruh pun terpaksa meninggalkan
jasad, dan itulah mati shuwari (mati yang nyata rupanya). Tidak ada yang tahu
bagaimana ruh itu muncul di badan dan bagaimana pula ia meninggalkan badan
ketika terjadi kematian, selain orang yang mengerti ilmu anatomi yang
benar-benar ahli.
Firman :
Artinya :
“Kemudian hanyalah kepada Kami…”
Yakni, kepada keputusan dan
pembalasan Kami.
Artinya : “Kamu dikembalikan”.
Berasal
dari kata Ar Raj’u (. ) yang artinya Ar Radd , yang
maksudnya : Kamu Semua dikembalikan.
Maka barangsiapa yang demikian
akhir kesudahannya, sudah sepatutnya dia bersungguh-sungguh mencari bekal dan
persiapan untuk menghadapinya, dan menganggap hijrah meninggalkan kampung
halaman adalah sesuatu yang gampang, dan menanggung keterasingan di negeri
orang adalah sesuatu yang ringan. Yang demikian adalah apabila kampung
halamannya itu merupakan negeri kemusyrikan, dan juga apabila kampung
halamannya itu merupakan negeri tempat merajalelanya kemaksiatan dan bid’ah,
sedang dia tidak mampu mengubahnya maupun menghalanginya. Maka hendaklah dia
pindah ke negeri orang-orang yang taat, dari bumi Allah yang luas itu. (Dari
Ruhul Bayan)
60. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN MALAM BARA'AH
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Haa
miim, Demi Kitab yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu
malam yang diberkati. Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam
itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat”. (QS. Ad Dukhan: 1-4)
Tafsir
:
(. ) Haa miim, Demi Kitab yang menjelaskan. Yakni,
Alquran. Huruf waw (. ) di sini menjabat sebagai wawul athef
( ) jika haa miim itu digunakan untuk bersumpah
(muqsam bih). Kalau tidak, maka huruf waw tadi menjabat sebagai wawul qasam
(. ), sedang jawabnya adalah firman Allah selanjutnya :
Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. Pada malam Qadar
( ) atau malam Bara’ah ( ). Malam
dimulainya penurunan Alquran, atau saat diturunkannya Alquran sekaligus dari
Lauh Mahfuz ke langit dunia, yang kemudian diturunkan kepada Rasulullah saw.
secara berangsurangsur selama 23 tahun. Dan oleh karena turunnya Alquran
itulah agaknya berkah dari malam itu. Karena, turunnya Alquran itu menyebabkan
adanya manfaat-manfaat keagamaan atau keduniaan. Atau, karena adanya hal-hal
yang terjadi pada malam itu, seperti turunnya para malaikat dan rahmat,
dikabulkannya doa, dibagikannya nikmat dan diputuskannya perkara-perkara.
Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Ini merupakan kalimat
musta’nafah, yang menerangkan alasan dari diturunkannya Alquran. Begitu pula
firman-Nya :
(. ) Pada
malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat. Sesu gguhnya adanya
malam itu sebagai saat dijelaskannya perkara-perkara yang teratur rapi atau
yang penuh hikmat, memerlukan diturunkannya Alquran pada malam itu, yang juga
termasuk salah satu di antara perkara besarnya. (Qadhi Baidhawi).
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melupakan
membaca salawat untukku, maka sesungguhnya dia telah keliru (dalam menempuh)
jalan (ke) surga”.
Maksud “melupakan” di sini
adalah “meninggaikan”. Jadi, barangsiapa meninggalkan membaca salawat untuk
Nabi saw. itu dianggap telah keliru dalam menempuh jalan ke surga, maka
berarti, orang yang membaca salawat untuk Beliau itu adalah orang yang sedang
menempuh jalan ke surga. (Alhadis).
Qatadah
berkata : “Sesungguhnya Haa Miim adalah salah satu di antara nama-nama
Alquran”.
Sementara itu ada pula yang mengatakan
bahwa, ia adalah salah satu di antara nama-nama (asma) Allah Taala. Dan ada
pula yang mengatakan, bahwa ia adalah kata Sumpah (gasam) yang digunakan Allah
Taala dalam bersumpah. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa artinya adalah,
bahwa Allah-lah yang menetapkan apa-apa yang terjadi sampai hari kiamat. Dan
ada iagi yang mengatakan, Ha adalah permulaan dari tiap-tiap asma Allah yang
dimulai dengan huruf Ha, seperti Al Hakim, Al Halim, sedangkan Mim adalah
untuk asma yang dimulai dengan huruf Mim, seperti Al Mubin, Al Malik, dan Al
Muhaimin.
Sedangkan di dalam tafsir Abul Laits
disebutkan :
“Haa Miim (Hai Muhammad, demi
kebenaran Allah Yang Mahahidup lagi Berdiri sendiri), Demi Kitab yang
menjelaskan (Demi kebenaran Alquran yang membedakan antara yang hak dan yang
batil) Sekian.
Firman Allah :
Artinya
: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati”.
Yakni,
pada malam Qadar (. ) atau malam Bara’ah (.
).
Pengarang kitab Al Kasysyaf berkata : “(Pada
suatu malam yang diberkati) itu adalah malam Qadar’.
Sementara
itu ada pula yang mengatakan, yang dimaksud adalah malam pertengahan dari
bulan Sya’ban (nisfu Sya’ban). ‘
Firman Allah
:
Artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang memberi
peringatan”. Dan kelanjutan ayat itu, adalah tafsir bagi jawab qasam, yang
maksudnya : “Kamilah yang telah menurunkan peringatan dan ancaman terhadap
orang-orang kafir itu berupa siksaan dan hukuman”.
Firman
Allah :
Artinya : “Pada malam itu dijelaskan”,
Maksudnya
: pada malam Qadar atau Baraah itu dijelaskan dan dicatat.
Firman
Allah :
Artinya : “Semua perkara yang penuh
hikmat”.
Yakni, diputuskan terjadinya
perkara-perkara itu, baik berupa kebaikan, keburukan, rezeki, ajal dan apa
saja yang akan terjadi sejak malam itu sampai malam berikutnya di tahun depan.
(Syaikh Zaadah).
Dan katanya : “Jika Haa miim
adalah kata yang dipakai bersumpah (muqsam bih), maka Haa miim menjabat
sebagai majrur mahalli, yaitu dengan mengidhmarkan huruf gasam, dan tidak
boleh menjadi mansub dengan memahzufkan huruf jarr dan menghubungkan fiil
kepadanya. Karena dalam masalah perbedaan antara mahzuf dan mudhmarnya huruf
jarr ini, para ahli Nahwu mengatakan, bahwa huruf yang mudhmar itu lafaznya
tidak disebutkan, tetapi pengaruhnya masih tetap ada dalam pembicaraan,
sedangkan yang mahzuf adalah yang sama sekali ditinggalkan, baik lafaznya
maupun pengaruhnya. Dan di sini, masih terasa adanya pengaruh dari huruf jarr
terhadap Haa Miim, terbukti pada ma’thuf alaih-nya, yaitu Al Kitaabi
( )”. (Syaikh Zaadah)
Dan
katanya pula : “Dan kalau tidak, maka ia berarti untuk glqasam”.
Maksudnya
: Jika Haa Miim itu bukan mugsam bih, baik sekedar menyebutkan kata ataupun
nama dari surah ini, maka dia menduduki tempatnya marfu, karena menjabat
sebagai khabar dari mubtada yang mahzuf. (Syaikh Zaadah)
Malam
yang diberkati itu disebut Baraah, karena pada malam itu Allah Taala
memutuskan terhadap musuh-musuh dan orang-orang yang celaka, bahwa mereka
terlepas dari Surga, sebagaimana firman Allah :
Artinya
: “Inilah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya”.
Dan
pada malam itu pula, Allah Taala menyatakan terlepasnya orang-orang yang Suci
dan orang-orang yang takwa dari neraka. Dan pada malam itu pula amal dari bumi
dari tahun ke tahun diangkat. Dan juga, pada malam itu rezeki dibagi-bagi,
sebagaimana lirman Allah Taala : ,
Artinya :
“Pada malam itu dijelaskan semua perkara yang penuh hikmat”. Dari Ali
Karramaliaahu wajhah, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda:
Artinya
: “Apabila tiba malam pertengahan dari bulan Sya’ban, maka kerjakanlah salat
(sunnah) pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena pada saat itu,
Allah Taala turun ke langit dunia, di kala matahari terbenam, seraya berfirman
: “Adakah orang yang meminta, maka akan Aku beri permintaannya, adakah orang
yang memohon ampunan. maka akan aku ampuni dia: dan adakah orang yang meminta
rezeki, maka akan Aku beri dia rezeki?”, sampai fajar menyingsing”. (Majalis
Ruumii)
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra.,
dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa
melakukan salat (sunnah) seratus rakaat pada malam pertengahan bulan Sya’ban,
yang pada setiap rakaatnya dia membaca surah Alfatihah (satu kali) dan surah
Al Ikhlas lima kali, niscaya Allah Taala akan menurunkan kepadanya lima ratus
ribu malaikat, tiap-tiap malaikat membawa sebuah daftar dari cahaya, mereka
menuliskan pahalanya sampai hari kiamat”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Demi Allah yang
telah mengutusku sebagi seorang nabi dengan kebenaran, barangsiapa membaca
salawat untukku pada malam ini, maka dia akan diberi pahala nabi-nabi,
rasul-rasul, malaikat-malaikat dan manusia seluruhnya”. (Misykatul Anwar).
Diriwayatkan
dari Abu Nashr bin Said, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya
:
“Ketika tiba malam ketiga belas dari bulan
Sya’ban, Jibril datang menemuiku, lalu berkata : “Hai Muhammad, bangunlah,
sesungguhnya saat bertahajjud telah tiba, mintalah apa yang engkau kehendaki
untuk umatmu”.
Nabi pun menuruti kata Jibril.
Kemudian ketika fajar menyingsing, Jibril datang lagi serta berkata : “Hai
Muhammad, sesungguhnya Allah telah menyerahkan kepadamu sepertiga umatmu”.
Lalu
Nabi menangis dan berkata : “Hai Jibril, beritahukanlah kepadaku mengenai dua
pertiga umatku yang lainnya”.
Jibril menjawab :
“Aku tidak tahu”.
Pada malam berikutnya, Jibril
datang lagi menemui Nabi, lalu berkata : “Hai Muhammad, bangunlah dan
bertahajjudlah”.
Nabi pun menuruti kata Jibril
itu. Kemudian ketika fajar menyingsing, Jibril datang lagi kepada Beliau dan
berkata : “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah telah menyerahkan dua pertiga dari
umatmu kepadamu”.
Nabi menangis kembali, lalu
berkata : “Hai Jibril, beritahukanlah kepadaku mengenai nasib sepertiga umatku
yang lainnya”.
“Aku tidak tahu”, sahut Jibril.
Kemudian
pada malam Bara’ah, Jibril datang lagi menemui Beliau seraya berkata – “Hai
Muhammad, ada kabar gembira untukmu. Sesungguhnya Allah Taala telah
menyerahkan kepadamu seluruh umatmu yang tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatu apa pun”.
Kemudian Jibril berkata pula :
“Hai Muhammad, angkatlah kepalamu ke langit, dan perhatikanlah apa yang engkau
lihat!”.
Maka Nabi pun memperhatikan,
sekonyong-konyong pintu-pintu langit terbuka, dan para malaikat dari langit
dunia sampai ke Arsy tampak dalam keadaan bersujud, memohonkan ampunan bagi
umat Muhammad saw.. Dan pada tiap-tiap pintu langit ada malaikat. Pada pintu
langit pertama, ada malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang melakukan ruku
pada malam ini”.
Pada pintu langit kedua, ada
pula malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang bersujud pada malam ini”.
Pada
pintu langit ketiga, ada pula malaikat yang berseru : “Beruntunglah
orang-orang yang berzikir pada malam ini”.
Pada
pintu langit keempat, ada pula malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang
berdoa kepada Allah pada malam ini”.
Pada pintu
langit kelima. malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang menangis pada malam
ini karena takut kepada Allah Taala”.
Pada pintu
langit keenam, malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang berbuat kebaikan
pada malam ini”.
Pada pintu langit yang ketujuh,
malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang membaca Alquran pada malam ini”.
Kemudian malaikat itu berseru lagi : “Adakah orang yang meminta ?. Maka akan
diberi permintaannya itu. Adakah orang yang berdoa?. Maka akan dikabulkan
doanya itu. Adakah orang yang bertobat?. Maka akan diterima tobatnya itu. Dan
adakah orang yang meminta ampun?. Maka akan diampunilah dia”.
Dan
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Pintu-pintu
rahmat terbuka bagi umatku sejak permulaan malam sampai lerbit fajar.
Sesungguhnya Allah Taala pada malam ini membebaskan dari neraka lebih banyak
daripada bilangan bulu kambing milik kabilah Bani Kalab”. (Zubdatul
Wa’izhin)
Dan dari Aisyah ra., katanya : “Saya
pernah tidur bersama Nabi saw. Ketika saya terbangun, ternyata saya tidak
mendapatkan Nabi saw., lalu saya bingung. Saya menyangka bahwa Beliau kembali
kepada salah seorang istrinya selagi dalam giliranku. Maka saya Pun mencari
Beliau di rumah-rumah mereka, namun saya tidak menemukan Beliau di sana.
Kemudian saya mendatangi rumah Fatimah ra., lalu saya ketuk pintunya. Ada yang
berseru : “Siapa di pintu?”. Saya jawab : “Saya Aisyah, saya datang ke sini
pada saat seperti ini adalah untuk mencari Nabi saw.”
Maka
keluarlah Ali, Hasan, Husein, dan Fatimah, rahmatullah alaihim ajma’in, lalu
Saya berkata : “Kemana kita mencari Nabi saw.?”.
Kami
pun mencari Beliau di Masjid-masjid, namun tetap tidak karni jumpai. Akhirnya
Ali berkata : “Nabi pasti pergi ke Bagi al Gharqad””.
Maka
kami pun pergi ke daerah pemakaman itu. Tiba-tiba tampak ada suatu cahaya
memancar dari arah pekuburan itu. Lantas Ali berkata : “Itu pasti cahaya Nabi
saw.”.
Ketika kami dekati, ternyata Beliau sedang
bersujud sambil menangis. Dan tidak seOrang pun dari kami yang menegur Beliau.
Beliau berhiba-hiba di dalam sujudnya, seraya berdoa : “Jika Engkau siksa
mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau ampuni
mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Ketika
Fatimah melihat Beliau, maka berdirilah dia di sisi kepala Beliau, lalu
diangkatnya wajah Beliau dari tanah sambil berkata : “Wahai ayahanda, apakah
gerangan yang telah menimpa Baginda. Musuhkah yang datang atau wahyukah yang
turun?”.
Beliau menjawab : “Wahai Fatimah, tidak
ada musuh yang datang dan tidak ada
N wahyu yang
turun. Tetapi malam ini adalah malam Bara’ah, aku meminta dari Allah ” Taala”.
Kemudian Beliau berkata kepada Aisyah : “Hai Aisyah, kalau kiamat telah tiba,
maka | aku akan dalam keadaan bersujud, dan meminta kepada Tuhanku, serta
memberi syafaat.
Setelah itu Beliau bersabda :
“Jika kalian ingin aku rida, maka bersujudlah kalian dan bantulah aku dalam
berdoa dan bertadharru”.
Dan sabdanya pula : “Hai
Ali, sujudlah dan doakanlah kaum laki-laki. Hai Fatimah dan Aisyah, sujudlah
kamu berdua dan doakanlah anak-anak dan kaum wanita”. Maka mereka semua
bersujud dan menangis sampai terbit waktu subuh”.
Wahai
sidang pembaca, Anda semua lebih pantas memohon dan berhiba-hiba, karena
dosa-dosa Anda yang menumpuk. Orang-orang tersebut tadi menangis demi Anda.
Maka sudah sepantasnya anda menangisi diri anda sendiri. (Raudhatul Ulama).
Berikut
ini doa Bara’ah :
Artinya : “Ya Allah, jika
Engkau telah mencatat namaku sebagai orang yang celaka di dalam daftar
orang-orang yang celaka, maka hapuskanlah dan catatlah aku di dalam daftar
orang-orang yang bahagia. Dan jika Engkau telah mencatat namaku sebagai orang
yang bahagia di dalam daftar orang-orang yang bahagia, maka tetapkanlah itu.
Karena sesungguhnya Engkau telah berfirman di dalam Kitab-Mu yang mulia :
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia
kehendaki). Dan di sisiNyalah terdapat Kitab Induk (Lauh Mahfuz). (Demikian
disebutkan oleh Ali Al Qari, alaihi rahmatul Bari) Dan dari Aisyah ra.,
katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah Taala turun pada malam pertengahan dari bulan sya’ban ke
langit dunia, maka diampuni-Nya lebih banyak daripada bilangan bulu karmnbing
milik kabilah Bani kalab”.
Adapun sebab
disebutkannya Bani Kalab dalam hadis ini secara khusus, tidak lain adalah
karena merekalah yang paling banyak penduduknya dan kambing-kambingnya
daripada kabilah-kabilah yang lain.
Adapun maksud
hadis ini adalah : bahwa pada malam itu, Allah Taala menjadikan sifat Jalal
(Keagungan)-Nya, yang oleh karenanya Dia berkuasa memaksa hamba-hambaNya dan
menghukum orang-orang yang durhaka, kepada sifat Jamal, yang oleh karenanya
Dia memberi rahmat dan ampunan. Adapun sebab lafaz hadis tersebut harus
diartikan demikian, adalah karena turun dan naik, bergerak dan diam itu
termasuk sifat-sifat jisim yang memerlukan tempat. Padahal, baik dalil-dalil
agli maupun nagli telah menetapkan bahwa, Allah Taala Mahasuci dari jisim
maupun bertempat pada suatu tempat. Maka, tidaklah mungkin bahwa turun dan
naik itu maksudnya dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Oleh
karena itu, pengertian hadis di atas menurut keterangan ahli ilmu hakikat
adalah, turunnya rahmat Allah Taala atas hamba-hamba-Nya, dan diperkenankannya
doa-doa mereka, serta diterimanya tobat mereka. (Syarah).
Dari
Abdullah bin Umar ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Ada lima saat di mana doa tidak ditolak: malam Jumat, malam kesepuluh dari
bulan Muharram, malam pertengahan dari bulan Sya’ban, dan dua malam hati raya.
(Zubdatul Wa’izhin)
Konon, Nabi Isa as. pernah
berjalan-jaian, lalu dilihatnya sebuah gunung yang tinggi. Maka Beliau pun
menuju ke sana. Akhirnya Beliau tiba pada sebuah batu besar di puncak gunung
itu, warnanya lebih putih dari susu. Beliau berputar-putar mengelilingi batu
itu dan mengagumi keindahannya. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepadanya
:”Hai Isa, maukah engkau Aku jelaskan yang lebih mengagumkan lagi daripada
ini?”.
“Ya”, jawab Isa as.
Lantas
batu besar itu terbelah, dan ternyata di dalamnya ada seorang tua berpakaian
bulu, di hadapannya ada sebuah tongkat dan di tangannya ada setangkai buah
anggur, Sedang dia tengah berdiri mengerjakan salat. Nabi Isa as. merasa
kagum, lalu Beliau bertanya : “Hai orang tua, apa yang sedang saya lihat
ini?”.
Orang tua itu menjawab : “Ini adalah
rezeki saya untuk setiap harinya”.
“Sejak berapa
lama Anda beribadat di dalam batu besar ini?”, tanya Nabi Isa pula.
“Sejak
empat ratus tahun lalu”. Jawabnya.
Nabi Isa lalu
bermunajat : “Ya Tuhanku, apakah Engkau menciptakan makhluk lain yang lebih
utama dari orang ini?”.
Maka Allah Taala
mewahyukan kepadanya : “Bahwasanya kalau seseorang dari Umat Muhammad
mendapati bulan Sya’ban, kemudian dia melakukan salat Bara’ah pada malam
pertengahan bulan itu, maka sesungguhnya salatnya itu lebih utama pada sisi-Ku
daripada ibadatnya hamba-Ku ini selama empat ratus tahun”.
Maka
Nabi Isa pun berkomentar : “Mudah-mudahan saja aku bisa menjadi umat
Muhammad”. (Zahratur Riyadh)
Dari sahabat Abu
Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Jibril as., pada
pertengahan bulan Sya’ban, telah datang menemuiku, lalu mengatakan : “Ya
Muhammad, malam ini dibukakan pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat. Maka
bangkitlah dan salatiah, serta angkatlah kepalamu dan kedua tanganmu ke
langit!”
Lalu aku pun bertanya : “Hai Jibril,
malam apakah ini?”.
Jibril as. menjawab : “Pada
malam ini dibukakan tiga ratus pintu rahmat, lalu Ailah mengampuni semua orang
yang tidak mensekutukan sesuatu dengan-Nya kecuali : tukang sihir, dukun
tenung, pendendam, pemabuk, orang yang terus-menerus melakukan zina, orang
yang suka makan riba, orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, tukang
adu-domba, atau orang yang memutuskan tali silaturahmi. Sesungguhnya mereka
semua tidak akan memperoleh ampunan sampai mereka mau bertobat dan
meninggalkan (perbuatannya) itu”.
Maka keluarlah
Nabi saw., lalu salat sambil menangis di dalam sujudnya, Beliau berdoa :
Artinya
: “Ya Ailah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu dan murka-Mu,
sesungguhnya aku tidak mampu menghitung pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau
memuji kepada Zat-Mu, maka bagi-Mulah segala pujian hingga Engkau nida”
(Zubdatul Majalis)
Disebutkan bahwa :
Adapun
sebab Allah lebih mengutamakan bulan, hari dan saat antara yang satu dari yang
lainnya sebagaimana Dia lebih mengutamakan antara rasul atau umat yang satu
dengan yang lainnya, adalah supaya jiwa manusia berlomba-lomba dan hati mereka
bergegas-gegas menghormatinya, dan ruh mereka merasa rindu untuk
menghidupkannya dengan melakukan ibadat di dalamnya, dan supaya semua makhluk
menginginkan ketuamaan-keutamaannya. Adapun berlipat gandanya pahala kebaikan
pada sebagian waktuwaktu tersebut, maka itu adalah karunia Allah dan pemberian
khusus dari-Nya.
Artinya : “Itu karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia
yang besar”.
Al Qasyani di dalam syarah At
Taaiyyah mengatakan : “Sebagaimana kemuliaan dan keutamaan waktu-waktu
tersebut menurutkan kemuliaan suasana yang terjadi di saat itu, seperti
hadirnya orang yang dikasihi atau menyaksikannya, maka demikian pula halnya
dengan kemuliaan amal itu bergantung kepada niat maupun tujuan yang
memotivasinya. Adapun kemuliaan niat amal-amal itu adalah bila amal itu
dilakukan semata-mata demi Allah Yang terkasih dan secara murni hanya
menginginkan keridaan-Nya belaka, tanpa dicampuri oleh tujuan yang lain”.
Umar
bin Faridh -qaddasaliaahu sirrahu- bermadah :
Artinya : “Menurutku,
setiap hari adalah hari raya hari kumelihat keelokan wajahnya dengan sorot
gembira Dan setiap malam adalah malam Qadar, jika ia mendekat sebagaimana
hari-hari perjumpaan adalah seperti hari Jumat”. (Dari Ruhul Bayan)
61. PENJELASAN TENTANG HARI KIAMAT DAN HISABNYA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan (pada hari
kiamat itu) kamu lihat tiap-tiap umat berhimpun. Tiap-tiap umat dipanggil
kepada kitabnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah
kamu kerjakan. (Allah berfirman) : “Inilah kitab Kami, yang menuturkan
kepadamu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang
telah kamu kerjakan”. (QS. Al Jaatsiyah : 28-29)
Tafsir : ,.
(.
) Dan kamu lihat tiap-tiap umat berhimpun, atau berkumpul, dari kata al
jitswah ( ) yang artinya al jama’ah
( ), atau mendekam sambil bersedekap pada lutut. Dan
ia dibaca juga jaadiyatan ( ), artinya : duduk pada
ujung-ujung jari karena rendahnya mereka bersedekap.
(
bbb ) tiap-tiap umat dipanggil kepada kitabnya, atau catatan amalnya.
Ya’gub membaca “kullu” ( ) dengan menasabkannya,
sehingga menjadi “kulla” (. ), sebagai badal dari kulla yang pertama,
sedangkan kata tud’aa ( ) adalah sifat atau
maf’ul kedua.
(. ) Pada hari itu kamu
diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. Kalimat ini dianggap
sebagai firman Allah.
(. ) Inilah kitab
Kami. Allah menisbatkan catatan-catatan amal mereka kepada Zat-Nya, karena
Dia-lah yang telah menyuruh para malaikat pencatat supaya mencatat
perbuatan-perbuatan tersebut.
(.
) yang menuturkan kepadamu dengan benar, memberi kesaksian kepadamu tentang
apa yang telah kamu kerjakan tanpa menambah dan mengurangi sedikit pun.
(.
) Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat, menyuruh malaikat pencatat untuk
mencatat.
(. ) apa yang telah kamu
kerjakan, perbuatan-perbuatan. (Qadhi Baidhawi)
Dari
sahabat Abu Umamah Altbahili ra., katanya : Saya pernah mendengar Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah
Taala telah menjanjikan kepadaku, apabila aku telah mati kelak, maka Dia
membuat aku dapat mendengar bacaan salawat dari orang yang membaca salawat
untukku. Aku di Madinah, sedang dia berada di belahan timur bumi atau di
baratnya”.
Dan sabda Beliau pula :
Artinya
: “Hai Abu Umamah, sesungguhnya Allah Taala menjadikan dunia seluruhnya
(seolah-olah) ada di dalam kuburku, dan segala sesuatu yang Allah ciptakan
dapat aku dengar dan lihat. Maka, setiap orang yang membaca salawat untukku
satu kali, Allah akan memberinya rahmat sepuluh kali. Dan barangsiapa membaca
salawat untukku sepuluh kali, Allah akan memberinya rahmat seratus kali”.
Firman
Allah : jaatsiyatan ( ) artinya : berkumpul, berhimpun
( , ) atau duduk mendekam sambil bersedekap pada lutut
(. ) seperti dalam kalimat :
Artinya
: “Dia duduk dengan gelisah”. (Syaikh Zaadah)
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa ‘al jutsuwwu’ ( ), itu
artinya adalah duduk berlutut seperti duduknya orang yang sedang bersengketa
di hadapan hakim. Dikatakan demikian, karena pada saat itu, umat tersebut
sedang ketakutan, sehingga dalam duduknya tidak bisa tenang. (Syaikh Zaadah).
| Dan dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma, katanya : “Apabila hari
kiamat telah tiba, dan seluruh makhluk, baik dari golongan jin, manusia,
maupun jenis-jenis makhluk lainnya, telah dikumpulkan dalam keadaan berlutut
dan berbaris, maka terdengarlah seruan:
| “Pada
hari ini kamu semua akan mengetahui siapakah yang memperoleh kemuliaan,
Silakan berdiri orang-orang yang banyak memuji Allah dalam segala keadaannya”.
Maka berdirilah mereka, lalu dibawa ke surga.
Kemudian
diserukan pula untuk kedua kalinya : “Pada hari ini kamu semua akan mengetahui
siapakah yang memperoleh kemuliaan. Silakan berdiri orang-orang yang lambung
mereka jauh dari tempat tidur, sedang mereka berdoa kepada Tuhan-nya dengan
berasaan harap-harap cemas, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang
Kami berikan kepada mereka”. Maka mereka pun berdiri, lalu dibawa ke surga.
Kemudian
disanikan pula untuk yang ketiga kalinya . “Pada hari Ini kamu samua akan
mengolahui siapa orangnya yany tolah mamparoleh kamuliaan Fulakan bardin Orang
yang tidak dilalaikan oleh porniayaan, dan juga tidak pula oleh jual bali dan
mengingat Allah, dan dari mendirikan salat. Serta dari membayarkan zakat” Maka
mareka pun berdiri, lalu dibawa ke surga.
Apabila
ketiga golongan manusia tadi telah menempati! tempatnya masing masing dan
telah pergi semua ke surga, maka muncullah dari dalam neraka seekor binatang
gunug mendekati makhluk-makhluk tersebut. Binatang Itu mompunyal sepasang mata
yang tajam dan Iidah yang fasih, dia berkata : “Sesungguhnya aku ditugaskan
kepada setiap Orang yang telah berlaku sewenang-wenang lagi suka membangkang”.
Kemudian binatang itu mematuk mereka dari tengah-tengah barisan, seperti
seekor burung yang mernatuk byi-biji wijen, lalu disingkirkannya mereka masuk
ke dalam neraka Jahannam.
Setelah itu, binatang
tersebut keluar lagi, lalu borkata : “Sesungguhnya aku ditugaskan kepada orang
yang telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya”. Maka dipatuknya mereka dari
tengah-tengah barisan, lalu disingkirkannya mereka masuk ke dalam neraka
Jahannam.
Kemudian, untuk yang ketiga kalinya,
binatang itu keluar lagi. Kata Abul Minhaj, “Saya kira, dia mengatakan : “Aku
ditugaskan kepada juru-juru gambar”. Maka dipatuknyalah mereka dari
tengah-tengah barisan itu, lalu disingkirkannya mereka masuk ke dalam neraka
Jahannam”.
Apabila ketiga golongan manusia tadi
telah disingkirkan semua, maka disiarkanlah lembaran-lembaran amal, dan
ditegakkanlah mizan (neraca amal), lalu dipanggiliah seluruh makhluk untuk
dihisab amal mereka masing-masing”. (Tanbihul Ghafilin)
Sebagian
besar ahli tafsir berpendapat bahwa, perintah mencatat yang disebutkan dalam
ayat ini maksudnya adalah perintah mencatat dari Lauh Mahfuz. Allah
memerintahkan kepada malaikat agar mencatat perbuatan-perbuatan yang akan
dilakukan manusia pada setiap tahunnya, Dan ternyata malaikat-malaikat itu
mendapati catatan itu sesuai benar dengan apa yang dilakukan oleh manusia.
Kata para ahli tafsir : “Perintah mencatat itu hanya bisa dilaksanakan dari
suatu sumber, yaitu penulisan sebuah kitab dari kitab lain”. (Wasith)
Dikatakan
bahwa, para saksi atas perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu ada tujuh
golongan :
Pertama, malaikat.
Firman
Allah Taala :
Artinya : “Dan malaikat-malaikat
itu pun menjadi saksi”.
Kedua, bumi. Firman Allah
Taala :
Artinya : “Manusia bertanya : “Kenapa
bumi (jadi begini)?. Pada hari itu bumi menceritakan beritanya”.
Ketiga,
waktu. Seperti, disebutkan dalam khabar :
Artinya
: “Tiap-tiap Hari berseru : “Aku adalah Hari yang baru, dan aku menjadi sakyi
atas segala perbuatan yang kamu lakukan”.
Keempat,
lidah. Firman Allah Taala :
Artinya : “Pada hari
(ketika) lidah mereka menjadi saksi”.
Kelima,
anggota-anggota tubuh. Firman Allah Taala :
Artinya
: Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka, dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka
usahakan”.
Keenam, dua malaikat pencatat amal.
Firman Allah Taala :
Artinya : “Padahal
sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi (pekerjaanmu),
yang mulia (di sisi Allah), dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan itu)”.
Ketujuh,
catatan amal. Firman Allah Taala :
Artinya :
(Allah berfirman) : “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu
dengan benar”
Maka bagaimana jadinya Anda, hai
pendurhaka, kelak apabila para saksi itu telah memberikan kesaksian mereka
masing-masing terhadap perbuatan Anda?.
Dari Amr
bin Ash ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :” Apabila Allah
telah mengumpulkan seluruh makhluk, maka akan ada penyeru yang menyerukan :
Manakah orang-orang yang utama?”. Rasulullah berkata : “Maka berdirilah
beberapa Orang. Mereka berjalan cepat-cepat menuju ke surga. Mereka disambut
oleh para malaikat, lalu para malaikat itu bertanya : “Kami melihat kalian
bergegas menuju surga, siapakah Sebenarnya kalian?”. Mereka menjawab : “Kami
adalah orang-orang yang utama”.
“Apa keutamaan
kalian?”, tanya malaikat pula.
Mereka menjawab :
“Apabila dianiaya, kami bersabar. Dan apabila diperlakukan buUk, kami
memaafkan”. Maka dikatakanlah kepada mereka : “Masuklah kalian ke dalam Surga.
Surga itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal”.
Selanjutnya
terdengar pula seruan : “Manakah orang-orang yang sabar?”. Maka bangkitiah
beberapa orang yang termasuk golongan orang-orang yang sabar. Mereka berjalan
dengan cepat menuju surga. Mereka disambut oleh para malaikat, lalu para
malaikat itu bertanya kepada mereka : “Kami lihat kalian bergegas menuju
surga. Siapakah sebenarnya kalian ini?”. Mereka menjawab : “Kami adalah
orang-orang yang sabar.
“Apa kesabaran kalian?”,
tanya malaikat pula.
Mereka menjawab : “Kami
sabar menerima musibah dari Allah”.
Maka
dikatakanlah kepada mereka : “Masuklah kalian ke dalam surga”.
Kemudian
diserukan pula : “Manakah orang-orang yang saling mencintai karena . Allah?”.
Maka berdirilah beberapa orang yang telah saling mencintai karena Allah.
Mereka berjalan dengan bergegas-gegas menuju surga. Para malaikat menyambut
mereka seraya berkata : “Kami melihat kalian bergegas menuju surga. Siapakah
sebenarnya kalian ini?” Mereka menjawab : “Kami adalah orang-orang yang saling
mencintai karena Allah?”.
Malaikat bertanya pula
: “Bagaimanakah kalian saling mencintai?”.
Mereka
menjawab : “Kami saling mencintai pada jalan Allah, dan saling berkorban pada
jalan Allah”.
Maka dikatakanlah kepada mereka :
“Masuklah kalian ke dalam surga”.
Nabi saw.
selanjutnya bersabda : “Setelah mereka semua masuk surga, barulah neraca
dipasang untuk penghisaban (perhitungan amal baik dan buruk seluruh
makhluk)”
Ketahuilah, bahwa perhitungan amal itu
diselenggarakan secara berbeda-beda dan keadaannya pun berlain-lainan. Di
antaranya ada yang mudah dan ada pula yang sukar: ada yang secara rahasia dan
ada pula yang secara terang-terangan: ada yang secara terhormat dan ada pula
yang secara terhina: ada yang memperoleh anugerah dan ada pula yang memperoleh
keadilan. Perhitungan tersebut berlaku untuk seluruh makhluk, baik orang
mukmin maupun kafir, manusia maupun jin, kecuali mereka yang oleh hadis
dinyatakan mendapat pengecualian.
Allaqoni
berkata : “Saya belum melihat suatu nash yang tegas mengenai perhitungan
(hisab) terhadap anak-anak kecil, orang-orang gila maupun orang-orang yang
hidup dalam masa sebelum adanya seruan Nabi (masa fatrah)”.
Adapun
fase-fase mauqif itu adalah : kebangkitan dari kubur, kemudian penghimpunan,
kemudian berdiri menghadap Tuhan semesta alam, kemudian pengajuan, yaitu saat
masing-masing nabi memperlihatkan keistimewaan umatnya sendiri-sendiri,
kemudian terbangnya lembaran-lembaran amal, kemudian diambilnya
lembaran-lembaran tersebut dengan tangan kanan atau kiri, kemudian pertanyaan
dan perhitungan, baru kemudian ditimbang.
Ketika
Allah telah mengumpulkan seluruh makhluk di padang Mahsyar, dan bermaksud akan
menghisab mereka, maka beterbanganlah kitab-kitab catatan amal mereka laksana
salju yang berterbangan. Kemudian terdengar penyeru dari pihak Tuhan Yang Maha
Rahman : “Hai fulan, ambillah kitabmu dengan tangan kananmu!”. Dan : “Hai
fulan, ambillah kitabmu dengan tangan kirimu!”. Maka tidak seorang pun yang
mampu mengambil kitabnya dengan tangan kanannya selain orang-orang yang takwa
yang menerima kitab mereka dengan tangan kanan mereka. Adapun orang-orang yang
celaka, mereka menerima kitab mereka dengan tangan kiri mereka, sedangkan
orang-orang kafir, menerimanya dari belakang punggung mereka.
Demikian
pula dalam penghitungan amal, manusia terbagi ke dalam tiga tingkatan :
Tingkatan pertama, ialah mereka yang dihitung amalnya dengan mudah, merekalah
Orang-orang yang takwa. Tingkatan kedua, ialah mereka yang dihitung amalnya
dengan penuh kesukaran dan kemudian dibinasakan, merekalah orang-orang yang
kafir. Tingkatan ketiga, ialah mereka yang dihitung amalnya dan ditanyai,
kemudian diselamatkan, merekalah orang-orang yang durhaka.
Dalam
salah satu hadis disebutkan, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat tidak akan bergeser dari
hadapan Allah Taala sampai dia ditanya lebih dahulu tentang empat perkara :
(1) tentang umurnya, untuk apa dia habiskan?” (2) tentang jasadnya, untuk apa
dia rapuhkan?, (3) tentang ilmunya, untuk apa dia gunakan?, (4) tentang
hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan?”.
Dan
dia juga akan ditanyai tentang apa yang tercantum di dalam kitab catatan
amalnya. Setelah dia selesai membacanya sampai akhirnya, maka Allah Taala
bertanya : “Hai hamba-Ku, apakah semua ini telah engkau lakukan, ataukah
malaikat-malaikat-Ku telah menambah-nambahi terhadapmu dalam kitabmu itu?’.
“Tidak,
Ya Tuhan”, jawab si hamba, “memang semuanya itu telah saya lakukan”.
Maka
Allah Taala berfirman : “Akulah yang telah menutupi kesalahan-kesalahanmu di
dunia, dan hari ini Aku mengampuninya untukmu. Pergilah, sesungguhnya Aku
telah mengampuni itu semua untukmu”. Ini adalah keadaan orang yang ditanyai
Allah dalam hisabnya, kemudian selamat karena anugerah Allah Taala.
Dan
di antara perkara-perkara yang wajib diyakini adanya, adalah bahwa Allah Taala
mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas mencatat perbuatan hamba-hamba-Nya,
perbuatan yang baik maupun yang buruk, yang dengan main-main maupun sungguhan,
yang karena keliru atau lupa, ketika sehat atau sakit, bahkan sampai dengan
suara rintihan atau pun suara napas sekalipun, baik hamba itu seorang mukmin
maupun seorang kafir.
Diriwayatkan dari Ali
Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk-duduk bersama Rasulullah
saw. Beliau bercerita kepada kami tentang berita-berita Bani Israel dan
bangsa-bangsa dahulu kala. Kemudian pada akhir cerita, Beliau berkata kepada
saya “Hai Ali, sesungguhnya Jibril telah diutus Allah Taala untuk
memberitahukan kepadaku tentang keadaan-keadaan umatku. Jibril berkata
kepadaku : “Ya Muhammad, sesungguhnya di antara umatmu ada beberapa orang yang
berdiri di hadapan Allah Taala pada saat amalnya dihisab. Kemudian mereka
berdialog dengan Allah, sebagaimana orang yang bersengketa berbicara dengan
lawannya”.
Aku bertanya : “Hai saudaraku Jibril,
dapatkan seseorang melakukan itu?”.
Jibril
menjawab : “Penjelasan tentang hal itu cukup panjang, biarlah aku minta izin
lebih dahulu kepada Tuhanku, nanti aku datang lagi kepadamu”.
Maka
Jibril hilang sejenak dari pandanganku. Sesaat kemudian dia datang lagi sambil
tertawa, Jalu aku bertanya : “Kenapa Anda tertawa, hai saudaraku Jibril?”.
jubk Jibril menjawab : “Ya Muhammad, pada saat ini aku ada cerita-cerita yang
menakUbkan”,
Aku bertanya : “Cerita apakah
itu?”.
Jibril menjawab : “Cerita yang pertama,
ialah yang telah aku janjikan kepadamu, Ya Rasullah. Ketahuilah, Ya Muhammad,
apabila kelak hari kiamat telah tiba, maka Allah Taala memberikan kepada
tiap-tiap orang kitab (amal)nya masing-masing. Maka si hamba (yang
bersangkutan) itu mengambil kitabnya, lalu dilihat dan dibacanya. Maka
diketahuinyalah isinya, yang baik maupun yang buruk. Kemudian Allah Taala
berfirman kepadanya : “Hai hamba-Ku, sudahkah engkau baca kitab (catatan
amal)-mu itu?”.
Hamba itu menjawab :
“Sudah,
tetapi yang tercantum di dalam kitabku ini, saya sama sekali tidak pernah
melakukannya”.
Allah Taala bertanya pula : “Hai
hamba-Ku, adakah orang lain selainmu yang telah melakukannya?”.
“Entalah,
Ya Tuhan, saya tidak tahu”, jawabnya.
Allah
berfirman : “Sesungguhnya malaikat-malaikat pencatat yang mulia itu telah
mencatat perbuatan-perbuatan tersebut, kau hanya berpura-pura lupa”.
Namun
hamba itu tetap mengelak, katanya :
“Ya Tuhanku,
para malaikat pencatat itu adalah hamba-hamba-Mu juga. Mereka berkata sesuka
mereka dan tidak membiarkan Engkau saja bersamaku. Jika perlu, Engkaulah Hakim
Yang Mahaadil. Engkau tidak akan mengambil sesuatu keputusan tanpa bukti”.
Maka
Allah Taala berfirman : “Wahai hamba-Ku, dan siapakah yang akan menjadi saksi
atas perbuatan-perbuatanmu, sedang semuanya adalah hamba-hamba-Ku juga.
Sedangkan para malaikat yang mulia beserta catatan mereka saja telah engkau
bantah?’.
Sang hamba menjawab : “Benar, Ya Tuhan,
saya tidak menerima kesaksian selain dari saya sendiri”.
Maka
Allah Taala berfirman : Jika Aku telah mengajukan bukti dari dirimu sendiri,
apakah engkau akan menerima dan mengakui?”.
“Benar,
Ya Tuhan”, jawabnya.
Lalu Aliah berfirman kepada
lidah : “Dengan kekuasaan-Ku, berbicaralah engkau dan jangan mengatakan
kecuali yang benar. Karena pada hari ini, semua kebatilan telah mati”. Maka
lidah itu pun mulai berbicara, mengatakan segala yang telah dilakukan hamba
itu semasa hidupnya di dunia, yang buruk-buruk maupun yang baik-baik. Namun,
hamba itu tetap menolak, katanya :”Oh Tuhanku, Tuanku dan Penguasaku, Engkau
tahu bahwa saya tidak mampu menguasai lidahku. Wataknya memang suka ngomong
terus. Karenanya, saya tidak mau menerima kesaksiannya. Apalagi dia adalah
musuhku di dunia, dan semua dosa yang telah saya lakukan adalah gara-gara dia.
Sementara Rasul-Mu sendiri telah memberi peringatan mengenai dia, sabda Beliau
: “Lidah adalah musuh manusia”. Dan Engkau tentu akan menghukum dengan adil.
Engkau tidak akan menerima kesaksian musuh atas musuhnya”.
Allah
berfirman : “Aku masih mempunyai saksi lain terhadapmu dari dirimu sendiri.
Maka apa pendapatmu?’.
Hamba itu menjawab : “Saya
sudah tidak mau lagi berkomentar, Ya Tuhanku”.
Maka
Allah pun berfirman kepada kedua tangan si hamba : “Berbicaralah mengenai
perbuatan yang pernah dilakukan oleh hamba-Ku ini!. Lalu kedua tangan itu
berbicara mengenai segala apa yang telah dilakukan oleh si hamba dengan
menggunakan keduanya. Dan keduanya pun memberikan kesaksian. Tetapi hamba itu
masih tetap tidak mau menerima, katanya : “Oh Tuhanku, Tuanku dan Penguasaku,
Engkau telah mengutus kepada kami seorang Rasui, dan telah mensyariatkan
kepada kami suatu syariat yang kami ikuti dengan izin-Mu, sehingga Engkau
berfirman : “Barangsiapa mentaati Rasul itu, maka sesungguhnya dia telah
mentaati Allah”.
“Hai hamba-Ku , apakah yang
telah disyariatkan Rasul-Ku?”, tanya Allah.
Hamba
itu menjwab : “Sesungguhnya Rasul-Mu itu telah bersabda : “Seorang saksi saja
dalam memberi keterangan belum cukup”. Dua belah tangan adalah satu saksi,
jadi belum cukup. Harus ada saksi yang kedua”.
Allah
berfirman : “Dan apabila saksi yang kedua telah memberikan kesaksiannya,
apakah engkau akan mengiyakan dan mengaku?”.
“Ya”,
jawab hamba itu tegas.
Maka Allah pun berfirman
kepada kaki : “Apa yang akan engkau katakan. Berbicaralah tentang apa yang
telah diperbuat oleh hamba-Ku ini, dan berilah kesaksian dengan benar.
Dengan
kekuasaan Allah, kaki itu pun berbicara dengan lancar katanya : “Sesungguhnya
dia berjalan, dan dikerjakannya kebaikan dan keburukan”. Demikianlah kaki itu
memberikan kesaksiannya terhadap semua perbuatan hamba tersebut.
Dengan
perasaan bingung, hamba itu menoleh kepada anggota-anggota badannya, lalu
mencela mereka, katanya “Hai semua anggota-anggota tubuhku. Aku bukanlah orang
lain bagi kamu, bahkan aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Dan sesungguhnya
aku telah membantah Tuhanku adalah demi kamu, lain tidak. Tidak ada yang
kulihat lebih bodoh daripada kamu Aku bela kamu, namun kamu membuat dirimu
merasakan api neraka”.
Seluruh anggota tubuhnya
lalu menjawab serempak : “Kau sebut kami bodoh dan pandir, tetapi kami tidak
pernah melihat orang yang lebih tolol daripada engkau. Kami hanyalah menerima
perintah Allahlah yang telah membuat kami dapat berbicara. Dia yang dapat
membuat segala sesuatu berbicara”.
Kemudian hamba
itu menjadi bingung, bungkam dan sangat malu. Allah Taala lalu memerintahkan
kepada malaikat Zabaniyah supaya menyeret hamba itu, maka si hamba berkata :
“Oh Tuhanku, di manakah rahmat-Mu, padahal Engkau adalah Yang Maha Rahim di
antara semua yang pengasih?”.
Allah berfirman :
“Rahmat-Ku adalah untuk orang yang mengaku salah. Seandainya engkau mengaku,
niscaya ada keringanan”.
Maka dengan menyesai
hamba itu berkata : Oh Tuhanku, sebenarnya saya memang lalai dan saya mengakui
segala dosaku, namun karena rasa takut saya terhadap neraka, maka saya
terpaksa melakukan itu”.
Maka Allah Taala
berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, bawalah hamba-Ku ini ke surga.
Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuninya dan memaafkannya”.
Para
malaikat lalu membawa hamba itu menuju ke surga seraya berkata : “Dan manusia
adalah makhluk yang paling banyak membantah. Hai hamba Allah, engkau telah
masuk ke dalam rahmat-Nya. Masuklah ke dalam surga dengan sejahtera lagi
aman”.
Itulah pembicaraan antara malaikat Jibril
as. dengan Nabi saw.
Sementara itu ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa, kata nastansikhu (. ) artinya
adalah : na’khuddzu nuskhotahu (. ) Kami
mengambil naskahnya. Itu adalah, bahwa dua malaikat pencatat mengajukan
pekerjaan seseorang, kemudian oleh Allah Taala ditetapkan mana yang mendapat
pahala, dan mana yang mendapat Siksa, lalu Allah membuang hal-hal yang tidak
disengaja atau main-main, seperti ucapan “Kemarilah”, atau “Pergilah”.
Demikian disebutkan di dalam kitab Ma’alimut Tanzil. (Sananiyah).
62. KECAMAN TERHADAP ORANG YANG DURHAKA KEPADA IBU-BAPAK DAN KEUTAMAAN
BERBUAT BAIK KEPADA KEDUANYA.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibubapanya. Ibunya telah
mengandungnya dengan susah payah. Mengandung sampai menyapihnya adalah sampai
tiga puluh bulan. Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya mencapai empat
puluh tahun, dia berdoa : “Oh Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku dan kepada ibu-bapakku, dan
supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai. Berilah kebaikan
kepadaku dan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al Ahqaf :
15).
Tafsir :
( )
Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya baik kepada ibu-bapaknya, yakni
dengan perintah yang baik.
(. )
Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan telah melahirkannya dengan
susah payah pula. Yakni, keadaan yang susah payah, atau kehamilan yang susah
payah, maksudnya adalah kesulitan.
(. )
Sedang mengandungnya dan menyapihnya, masa mengandungnya dan menyapihnya. Kata
al fishal artinya al fitham (menyapih). Sedang yang dimaksud adalah masa
penyusuan yang sempurna, yang berakhir dengan penyapihan. Oleh karena itu,
kata al fishallah yang digunakan (dan bukan al fitham), sebagaimana kata al
amad (batas waktu) yang digunakan untuk mengungkapkan al muddah (waktu).
(.
) adalah tiga puluh bulan. Semua itu adalah keterangan tentang penderitaan
yang dialami seorang ibu di kala mengasuh anaknya, sebagai penjelasan yang
bersifat mubalaghah (berlebihan) dalam rangka perintah berbuat baik
kepadanya.
(. ) Sehingga apabila dia
telah dewasa, apabila telah tua sedang kekuatan dan akalnya telah mantap.
(.
) dan mencapai empat puluh tahun. Konon, tidak ada seorang nabipun yang diutus
kecuali setelah usianya genap empat puluh tahun.
(.
) dia berdoa :”Oh Tuhanku, tunjukilah aku. Berilah aku ilham. Kata auzi’ni
( ) artinya adalah auli’ni (. ) Jadikanlah
aku gemar. Dari kata : auza’tuhu bikadza ( ) Aku
mendorongnya melakukan begitu.
(. )
untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada
ibu-bapakku. Yakni, nikmat agama, atau nikmat yang mencakup nikmat agama dan
nikmat-nikmat lainnya.
(. ) dan agar
aku dapat melakukan amal saleh yang Engkau ridhai. Allah menakirahkan kata
shalihan (. ) untuk menyatakan keagungannya, atau karena yang
dimaksudkan-Nya adalah satu macam tertentu dari jenis amal saleh, yang
menye
babkan rida Allah Taala.
(.
) dan berilah kebaikan bagiku pada anak cucuku. Dan berilah aku kebaikan yang
terus berkesinambungan sampai kepada anak cucuku, dan tertanam pada mereka.
(.
) Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dari apa yang tidak Engkau ridai, atau
yang melalaikan dari (mengingat)-Mu.
(.
) Dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri, yang ikhlas
kepada-Mu. (Qadhi Baidhawi). Dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya :
Rasulullah saw. bersabda, yang artinya: “Apabila telah tiba hari Jumat, ada
seribu malaikat datang berkunjung ke kuburku. Setelah selesai dari kunjungan
tersebut, mereka lalu mengembara ke segenap penjuru bumi, timur dan barat.
Setiap kali mereka mendengar ada orang membaca salawat untukku, maka salawat
itu mereka bawa lalu mereka tempatkan di bawah Arsy, seraya berkata : “Ya
Tuhan kami, inilah salawat fulan bin fulan”. Maka Allah Taala berfirman :
“Sesungguhnya Aku membalas salawatnya berlipat ganda. Bawalah salawatnya itu
kepada Jibril, agar di tempatkannya di sisinya, sehingga salawat itu kelak
akan datang kepada pemiliknya pada hari kiamat. Dan Aku akan meletakkan
salawat itu pada neraca (mizan amal) orang yang membacanya, dan membawa
pembacanya masuk ke dalam surga”. (Mau’izhah).
Konon,
ayat di atas turun mengenai sahabat Abubakar ra., ayahnya Abu Qahafah, ibunya
Ummul Khair, juga mengenai anak-anaknya, dan bahwa doa Abubakar untuk mereka
dikabulkan Allah. Abubakar telah beriman kepada Nabi saw. ketika usianya 38
tahun, dan berdoa untuk keluarganya (supaya mereka beriman pula) ketika
usianya 40 tahun. Di antara para sahabat, baik kaum Muhajirin maupun Anshar,
tidak ada seorang pun yang masuk Islam beserta ibu-bapaknya dan seluruh
anaknya, yang laki-laki maupun perempuan, selain Abubakar ra.. (Dari Al
Madarik).
Dan dari Ali bin Abitalib Karramallahu
wajhah, katanya : “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Aku
berlepas diri dari orang yang tidak menunaikan hak ibubapaknya”. Lalu saya
bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana kalau orang itu tidak memiliki apa-apa?”
Beliau menjawab : “Apabila dia mendengar perkataan mereka berdua, maka
hendaklah dia jawab “Saya dengar dan patuh”, dan janganlah mengatakan kepada
keduanya “Hah”, dan jangan membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia”. Demikian kata Rasul.
D
nwayatkan, bahwa seorang laki-laki datang menemui Nabi saw., lalu berkata :
“Ya Rasulullah. nasihatilah saya dengan suatu nasehat yang berguna bagiku di
dunia dan akh rat. Nabi lalu bertanya : “Apakah engkau masih mempunyai ayah
dan ibu?”. Orang itu menjawab : “Ya”. Maka bersabdalah Nabi saw. : Jika engkau
memenuhi hak-hak mereka berdua. dan engkau beri makan mereka, maka untuk
tiap-tiap suap makanan itu engkau akan memperoleh sebuah mahligai di dalam
surga”. Benariah apa yang disabdakan Rasulullah itu.
Ada
pula seorang lelaki datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata : “Ya
Rasulullah, saya mempunyai seorang ibu. Saya yang menafkahinya, tetapi dia
selalu menyakiti saya dengan Iisannya. Apa yang mesti saya perbuat?”.
Rasululiah
saw. menjawab :”Tunaikanlah haknya. Demi Allah, seandainya engkau potong
dagingmu, namun engkau tetap belum dapat melunasi seperempat haknya. Tidakkah
engkau tahu bahwa surga berada di bawah telapak kaki para ibu?’.
Laki-laki
itu diam, lalu berkata : “Demi Aliah, saya tidak akan berkata apa-apa kepada
ibuku”.
Kemudian dia datang menemui ibunya, lalu
diciuminya kedua telapak kaki ibunya itu seraya berkata : “Wahai ibunda,
inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah kepadaku”.
Dan
pernah pula Rasulullah saw. menyampaikan sebuah hadis yang panjang, yang pada
bagian akhirnya Beliau mengatakan : “Demi Allah, yang telah mengutusku sebagai
seorang nabi dengan membawa kebenaran, tidaklah seseorang hamba yang diberi
karunia harta oleh Allah, kemudian dia berbuat baik kepada ibu-bapaknya,
melainkan dia akan tinggal bersamaku di dalam surga”.
Seorang
laki-laki bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana bila di dunia dia tidak lagi
mempunyai ibu-bapak, apa yang harus dia perbuat?”.
Nabi
menjawab : “Hendaklah dia bersedekah untuk keduanya dengan memberi makan
(kepada orang yang membutuhkan) dan membaca Alquran, atau dengan mendoakan.
Jika semua itu ditinggalkannya, maka dia telah durhaka kepada ibu-bapaknya.
Dan barangsiapa durhaka kepada mereka berdua, maka dia benar-benar telah
bermaksiat”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Tidak seorang hamba pun yang mengerjakan salat fardu kemudian mendoakan
kedua ibu-bapaknya agar mendapatkan ampunan, melainkan Allah Taala akan
memperkenankan doanya, sedang dia sendiri pun akan diampuni, berkat doanya
untuk mereka berdua, sekalipun ibu-bapaknya itu adalah orang-orang yang
fasik”. (Mau’izhah)
Dan dari sahabat Abu Dzarr Al
Ghiffari ra., katanya : Saya pernah mendengar Raulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa berjalan untuk mengunjungi kedua ibu-bapaknya, maka dari
tiap-tiap langkahnya akan dicatat oleh Allah Taala baginya seratus kebaikan,
dan dihapuskan darinya seratus keburukan, dan diangkat baginya seratus
derajat. Lalu, apabila dia duduk di hadapan mereka berdua dan berbicara dengan
mereka dengan pembicaraan yang baik, maka pada hari kiamat kelak Allah akan
memberinya suatu cahaya yang memancar di hadapannya. Dan apabila dia keluar
dari sisi mereka, dia keluar dalam keadaan telah memperoleh ampunan”.
Dan
diriwayatkan pula bahwa, pada masa Khalifah Umar ra. ada seorang saudagar.
Pada suatu hari, ibunya datang mengunjunginya. Ibunya meminta kepadanya supaya
dia membiayai dirinya. Namun istri saudagar itu berkata : “Sesungguhnya ibumu
ini hendak membiarkan kita menjadi melarat, kalau setiap hari dia meminta
begini”.
Mendengar ucapan kasar istri anaknya
itu, sang ibu menangis lalu pergi meninggalkan tempat itu, sedang anaknya
belum memberi apa-apa kepadanya. Syahdan, pada suatu palayarannya, ketika
saudagar itu sedang berjalan membawa barang dagangannya, sekonyong-konyong
muncullah sekawanan penyamun. Mereka merampas semua barang-barang milik
saudagar itu. Kemudian saudagar itu mereka tangkap dan mereka potong kedua
tangannya lalu mereka kalungkan di lehernya. Mereka membiarkan saudagar itu
tergeletak berlumuran darah di tengah jalan.
Kemudian
ada beberapa orang lewat yang mengenalnya, lalu mereka membawanya pulang ke
rumahnya. Ketika sanak kerabatnya datang menjenguknya, saudagar itu berkata :
“Inilah ganjaranku. Andai kata aku dahulu memberi kepada ibuku dengan tanganku
ini uang satu dirham saja, niscaya tanganku ini takkan terpotong, dan harta
bendaku takkan dirampok”.
Ibunya pun datang
menjenguknya. Setelah menyaksikan keadaan anaknya itu, sang ibu lalu berkata :
“Anakku, aku sangat menyesali dirimu atas perbuatan musuh terhadapmu”.
Namun
dengan nada sendu si anak menjawab : “Wahai ibuku, ini semua adalah karena
dosaku juga terhadapmu. Maka aku memohon rida kepadamu”.
“Anakku,”,
kata sang ibu, “Aku sungguh-sungguh telah meridaimu”.
Ketika
malam telah berlalu, dan tiba waktu pagi, dengan kuasa Allah kedua tangan
saudagar itu telah kembali pulih seperti sediakala. (Mau’izhah)
Diceritakan,
bahwa ada seorang tokoh terkemuka yang terkenal akan keutamaannya. Suatu hari,
dia hendak berangkat ke Mekah. Tetapi, ibunya tidak rela kalau dia berangkat
ke Mekah. Dia tidak berhasil mendapatkan kerelaan ibunya, namun dia berangkat
juga ke Mekah. Ibunya mengejarnya seraya berkata : “Ya Tuhan, anakku telah
membakarku dengan api perpisahan. Maka timpakanlah kepadanya suatu
hukuman”.
Dengan terhiba-hiba, ibu itu
memanjatkan doanya.
Sesampainya pada suatu kota,
dia masuk ke dalam Masjid pada malam hari untuk beribadat. Di tempat lain, ada
seorang pencuri masuk ke salah satu rumah penduduk. Tuan rumah memergoki
pencuri yang masuk rumahnya itu, maka larilah pencuri itu ke samping Masjid.
Orang-orang pun mengejarnya. Ketika mereka sampai ke pintu Masjid, pencuri itu
menghilang. Kemudian mereka berkata : “Mungkin pencuri itu bersembunyi di
dalam Masjid ini”. Maka mereka pun masuk ke dalam mesjid. Mereka lihat di
dalam masjid tu ada seseorang sedang berdiri salat. Mereka langsung
menangkapnya dan membawanya ke hadapan penguasa kota itu. Penguasa kota itu
lalu memerintahkan agar kedua tangan dan kakinya dipotong, sedangkan matanya
dicungkil. Maka dipotonglah kedua tangan dan kakinya, serta dicungkillah
matanya. Kemudian disiarkan ke khalayak ramai : “Inilah hukuman bagi
pencuri!”. Tetapi dia berkata : “Jangan katakan demikian, namun katakanlah,
“Inilah hukuman orang yang hendak tawaf di Mekah tanpa seizin ibunya”.
Ketika
orang-orang tahu bahwa dia adalah tokoh terkemuka yang terkenal itu, maka
Mereka pun menangis dan merasa takut. Lalu mereka kembalikan dia kepada
ibunya. Mereka letakkan dia di depan pintu rumahnya. Pada saat itu, ibunya
sedang bermunajat :
“Ya Tuhan. Jika Engkau coba
anakku dengan suatu cobaan. Maka kembalikanlah dia, sehingga aku dapat
melihatnya”.
Maka dia pun berseru : “Saya adalah
musafir yang kelaparan, berilah saya makan”.
“Mendekatlah
ke pintu”, kata perempuan tua itu.
Dia menjawab :
“Aku tidak punya kaki untuk berjalan”.
“Ulurkanlah
kedua tanganmu”, suruh perempuan tua itu.
“Kedua
tangan pun aku tak punya”, jawabnya.
Perempuan
tua itu berkata : “Vika aku memberimu makan, maka akan terjadi pelanggaran
kehormatan antara aku dan engkau”.
Dia menjawab :
“Jangan kuatir, aku tidak mempunyai mata”.
Perempuan
tua itu lalu mengambil sepotong roti dan segelas air dingin, kemudian
diberikannya kepada musafir itu. Ketika dia mengetahui bahwa itu adalah
ibunya, maka diletakkan wajahnya pada kedua telapak kaki ibunya seraya berkata
: “Sayalah anakmu yang durhaka”.
Setelah ibu itu
mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah anaknya sendiri, maka dia
pun menangis dan berkata : “Ya Tuhan, apabila demikian halnya, maka cabutlah
ruhku dan ruhnya, supaya orang tidak tahu hitamnya wajah kami”.
Baru
saja ibu itu selesai bermunajat, maka seketika itu pula nyawa mereka telah
dicabut. (Dari tafsir ayat ke 72 dari surah Al Ahzab)
Dan
dari Ali bin Abitalib Karramallahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk-duduk
bersama Rasulullah saw. serta beberapa orang sahabat. Tiba-tiba datang seorang
lakilaki, dia berkata : “Assalamualaikum”.
“Wa
alaikas salam”, jawab kami.
Kemudian orang itu
berkata : “Ya Rasulullah, Abdullah bin Salam mengundang Baginda untuk
mengucapkan selamat tinggal kepada Baginda. Karena dia sekarang sedang
menderita sakit yang berat dan hampir menjelang ajal”.
Mendengar
berita itu, maka bangkitlah Rasulullah saw. sambil berkata : “Mari kita lihat
saudara kita, Abdullah!”.
Kemudian Nabi saw.
menghampiri Abdullah dan berdiri di samping kepalanya, lalu Beliau bersabda :
“Hai Abdullah, ucapkanlah : Asyhadu alla ilaaha illallaah, wahdahu laa
syariikalah, wa anna muhammadan abduhu wa rasuuluh”. Beliau mengulangi ucapan
kalimat syahadat itu di telinga Abdullah sampai tiga kali, namun Abdullah
tidak juga mengucapkannya. Akhirnya Beliau bersabda : “Laa haula walaa quwwata
illa billaahil ‘aliyyil “azhim”. Kemudian Beliau berkata kepada Bilal : “Hai
Bilal, pergilah kepada istrinya, dan tanyakan kepadanya apa yang pernah
dikerjakan suaminya di dunia dan pernahkah dia menyusahkannya”.
Maka
berangkatlah Bilal menemui istri Abdullah. Setelah Bilal menanyainya tentang
apa yang dahulu pernah diperbuat suaminya, maka istri Abdullah menjawab :
“Demi kebenaran yang dibawa Rasul, sejak dia mengawini saya, belum pernah saya
lihat dia meninggalkan salat di belakang Rasulullah saw. dan tidak pernah
lewat satu hari pun kecuali dia bersedekah dengan sesuatu. Hanya saja ibunya
tidak rida kepadanya”.
Nabi saw. bersabda :
“Bawalah ibunya ke mari!”.
Bilal pergi menemui
ibunya, dan berkata “Penuhilah panggilan Rasulullah!”.
Ibu
tua itu menjawab : “Untuk apa?”.
Bilal
menjelaskan : “Untuk memperbaiki hubungan antara ibu dengan anak ibu,
Abdullah. Karena dia sekarang sedang menghadapi ajal”.
Namun
ibu itu menolak, katanya : “Demi kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah, aku
tidak akan pergi ke sana. Dan aku tidak akan memaafkannya atas perbuatannya
yang telah menyakiti hatiku, di dunia maupun di akhirat.
Bagaimanapun
Bilal membujuknya, dia tetap tidak mau pergi. Maka akhirnya Bilal
memberitahukan hal itu kepada Rasulullah saw. Lalu Rasulullah berkata kepada
Umar dan Ali : “Hai Umar dan Ali, pergilah kalian berdua, dan bawalah
perempuan tua itu ke mari”. Umar dan Ali berangkat menemui ibu Abdullah itu.
Setelah bertemu, mereka berkata kepadanya : “Hai perempuan tua, Nabi
mengundangmu!”. “Apa yang Beliau kehendaki dariku, dan apa pula
keperluannya?”, tanya ibu Abdullah itu.
Umar dan
Ali mengatakan dengan tegas : “Ibu harus mau ikut kami!”. Maka terpaksalah
wanita itu ikut bersama Umar dan Ali menemui Rasulullah saw. Setelah berjumpa,
Beliau berkata kepadanya : “Wahai perempuan tua, lihatlah anakmu dan nasib
yang dialaminya!”.
Perempuan tua itu memandangi
anaknya sejenak, lalu dia berkata : “Anakku, demi Allah, aku tidak akan
memaafkanmu berkaitan dengan hak-hakku, tidak di dunia dan tidak pula di
akhirat!”
Rasulullah berkata : “Hai perempuan
tua, takutlah kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung, maafkanlah
dia”.
“Bagaimana saya memaafkan dia”, kata
perempuan tua itu, “Sedang dia telah memukuli aku dan telah mengusir aku dari
rumahnya, demi istrinya, Dia telah menyakitiku dan telah durhaka kepadaku”.
Lalu
Nabi saw. bersabda : “Sesungguhnya hakmu menjadi tanggunganku, jika engkau
memaafkan dia”.
Kemudian Rasulullah saw. berkata
kepada Abdullah : “Hai Abdullah, ucapkanlah : Asyhadu an laa ilaaha illallah…
hingga akhirnya”.
Maka dengan suara lantang,
Abduliah mengucapkan dua kalimat syahadat itu, lalu dia pun menghembuskan
napasnya yang terakhir. Setelah selesai kami mensalatinya dan menguburkannya,
maka Rasulullah saw. bersabda : “Wahai sekalian kaum muslimin, ketahuilah,
barangsiapa mempunyai seorang ibu, sedang dia tidak berbakti kepadanya, maka
dia akan meninggal dunia dalam keadaan tidak bersyahadat”. (Mauizhah) Dari
sahabat Anas ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Tidak seorang pun yang kedua orang tuanya meninggal dunia dalam keadaan
tidak rida kepadanya, melainkan Allah akan mengeluarkan ruhnya dalam keadaan
tidak bersyahadat. Dan dia tidak akan keluar dari kuburnya, melainkan pada
wajahnya tertera : “Inilah balasan bagi orang yang durhaka kepada
ibu-bapaknya”.
Juga dari sahabat Anas bin Malik
ra., katanya : Bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda :
Artinya
: “Tidak seorang hamba pun yang dikaruniai harta oleh Allah Taala, kemudian
dia tidak menunaikan hak kedua orang tuanya, melainkan Allah Azza wa Jalla
akan membatalkan amalnya dan akan menimpakan kepadanya siksaan yang pedih”.
(Alhadis)
Attirmizi telah meriwayatkan dari
Abdullah bin Umar ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Keridaan Tuhan tergantung pada keridaan ibu-bapak, dan kemurkaan Tuhan
tergantung pada kemurkaan ibu-bapak”.
Demikian
disebutkan di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir.
Karena
Allah Taala telah memerintahkan agar orang mematuhi dan menghormati ayahnya.
Maka barangsiapa patuh kepada ayahnya, berarti dia patuh kepada Allah Taala :
dan barangsiapa membuatnya marah, maka berarti dia telah membuat murka Allah
Taala.
Ancaman keras seperti ini memberi
pengertian bahwa, durhaka kepada ayah itu adalah dosa besar. Dari sini
diketahui bahwa, patuh kepada ibu adalah lebih dituntut, demikian tersebut di
dalam kitab At Taisir, karena hak ibu lebih banyak, Maka orang yang berakal
hendaknya berhati-hati, jangan sampai melakukan kedurhaan kepada kedua orang
tuanya. Sekian.
Alfagih Abul Laits rahimahullah,
berkata : “Seandainya Allah Subhanahu wa Taala
tidak
menyebutkan di dalam Kitab-Nya tentang kehormatan kedua orangtua dan tidak
menyuruh agar berbuat baik kepada keduanya, namun secara akal orang akan tahu
sendiri, bahwa menghormati keduanya adalah suatu kewajiban, dan wajib pula
atas orang yang berakal mengakui kehormatan mereka berdua, menunaikan hak
mereka dan berusaha mendapatkan keridaan mereka. Apa lagi kehormatan kedua
orangtua ini telah disebutkan oleh Allah Taala di dalam semua Kitab-Nya, baik
dalam Taurat, Injil, Zabur maupun Alquran, dan telah diperintahkan-Nya pula di
dalam semua Kitab-Nya agar mereka berdua dipatuhi. Dan juga., Dia telah
mewahyukan kepada semua rasul-Nya, dan Dia wasiatkan kepada mereka tentang
kehormatan ibu-bapak dan keharusan mengetahui akan hak-hak keduanya. Dan Dia
jadikan kerihaan-Nya tergantung pada keridaan ibu-bapak, dan kemurkaan-Nya
tergantung pada kemurkaan ibu-bapak. Sekian. (Demikian disebutkan dalam
Tanbihul Ghafilin)
63. KECAMAN TERHADAP SIFAT BURUK SANGKA DAN MENGGUNJING
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya
sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu memata-matai. Dan
janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujuraat : 12) Tafsir :
(.
) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Hindarilah
kebanyakan dari praduga.
Kata katsiran
( ) dijadikan dalam bentuk mubham adalah supaya orang
berhatihati dan merenungkan setiap persangkaan, sehingga dia tahu dari jenis
manakah persangkaan itu. Karena di antara persangkaan itu memang ada yang
wajib diikuti, seperti persangkaan tentang amalan-amalan yang tidak ada dalil
yang tegas tentangnya, dan juga persangkaan yang baik terhadap Allah Taala.
Dan ada pula persangkaan yang haram, seperti persangkaan terhadap
masalah-masalah ketuhanan dan kenabian, persangkaan yang bertentangan dengan
dalil yang tegas, serta persangkaan yang buruk terhadap sesama kaum mukminin.
Dan ada pula persangkaan yang dibolehkan, seperti persangkaan terhadap
masalah-masalah penghidupan.
(. )
Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Kalimat ini merupakan illah
(alasan) yang mengawali perintah selanjutnya. Sedang kata Itsmun
( ) artinya dosa yang patut dihukum karenanya. Dan hamzah
(. ) yang terdapat pada kata ini asalnya adalah wawu
(. ) seperti kalimat : “innahu yatsimul a’maal”
( ) artinya : Sesungguhnya dia memperbanyak amal. :
(.
) Dan janganlah kamu memata-matai. Dan janganiah kamu mencari-cari kesalahan
sesama kaum muslimin. Dalam salah satu hadis disebutkan :
Artinya
: “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan sesama kaum muslimin. Karena
barangsiapa mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah Taala pun akan
mencari-cari kesalahannya, sehingga Dia bukakan aibnya, walaupun di tengah
rumahnya sendiri”.
(. ) Dan
janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Dan janganlah sebagian
kamu membicarakan keburukan-keburukan sebagian yang lain tanpa
sepengetahuannya.
(. ) Sukalah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Kalimat ini
merupakan perumpamaan dari apa yang dipergunjingkan seseorang mengenai
kehormatan orang yang digunjingkannya dengan cara yang paling keji, melalui
pengajuan pertanyaan yang bersangatan.
Sedangkan
maksud dari dinisbatkannya perbuatan ini kepada salah seorang (ahadukum)
adalah untuk menyatakan bahwa perbuatan tersebut telah merata. Dan mengaitkan
rasa suka dengan suatu perbuatan yang dibenci, serta mengumpamakan perbuatan
menggunjing its dengan memakan daging manusia, dan menjadikan yang dimakan itu
adalah daging saudaranya sendiri yang telah mati, yang kemudian diakhiri
dengan firmanNya (maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya), itu semua adalah
sebagai taqrir (pemantapan) dan tahgig (penandasan) atas kekejian perbuatan
tersebut. Adapun maknanya ialah : Jika itu semua benar, atau kamu menghadapi
yang seperti ini, maka sebenarnya kamu akan merasa jijik kepadanya.
(.
) Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi
Maha Penyayang, kepada orang yang menjaga diri dari apa-apa yang telah
dilarang-Nya dan bertobat dari apa-apa yang terlanjur dilakukannya.
Adapun
sebab digunakannya bentuk mubalaghah ( ) dalam kata
“tawwaab” (Yang Maha Penerima Tobat) adalah karena Allah memang
sungguh-sungguh dalam menerima tobat, sebab Dia menjadikan orang yang bertobat
itu seperti orang yang tidak berdosa. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan
dari sahabat Anas. bin Malik ra., katanya : Rasullullah saw. bersabda :
Artinya
: “Hiasilah majelis-majelismu dengan pembacaan salawat untukku, karena
salawatmu untukku itu adalah cahaya bagimu kelak di hari kiamat”. (Hadis ini
diriwayatkan oleh pengarang Al Firdaus)
Dan sabda
Nabi saw. pula :
Artinya : “Ada tiga golongan
manusia yang tidak akan melihat wajahku (pada hari kiamat nanti) : (1) orang
yang durhaka kepada ibu-bapaknya, (2) orang yang meninggalkan sunnahku, (3)
orang yang ketika aku disebut di sisinya, dia tidak bersalawat untukku.
Sungguh
benarlah Nabi dengan sabdanya.
Konon, sebab
turunnya ayat ini adalah berkaitan dengan dua orang sahabat Nabi saw., yaitu
ketika Nabi saw. mengikutsertakan seorang laki-laki dari kalangan sahabat yang
fakir miskin dalam suatu perjalanan kepada dua orang laki-laki kaya, supaya
dia dapat ikut makan bersama dari makanan mereka, dan supaya dia mendahului
mereka berdua turun di tempat persinggahan untuk menyiapkan tempat dan makanan
bagi mereka berdua. Nabi mengikut-sertakan Salman Alfarisi kepada dua orang
laki-laki tersebut. Pada suatu hari, Salman singgah di suatu tempat, tetapi
dia tidak menyiapkan apa-apa untuk mereka berdua. Maka berkatalah kedua orang
itu kepadanya : “Pergilah kepada Rasulullah, dan mintalah untuk kita sisa
lauk-pauk”.
Ketika Salman telah pergi, salah
seorang di antara mereka berdua berkata kepada sahabatnya, sementara Salman
tidak ada : “Sesungguhnya, kalau Salman itu tiba di sumur Samihah (yakni
sebuah sumur yang banyak airnya), pasti airnya akan surut”.
Setelah
Salman sampai kepada Rasulullah dan menyampaikan pesan mereka kepada Beliau,
Rasulullah saw. berkata : “Katakanlah kepada mereka berdua, sesungguhnya
kalian telah memakan lauk-pauk itu”.
Saiman pun
kembali menemui mereka, lalu menyampaikan apa yang diucapkan oleh Rasulullah
saw. tadi. Maka mereka berdua lalu menemui Rasulullah dan berkata : “Kami
belum memakan lauk-pauk itu, Ya Rasulullah”.
Rasulullah
saw. menjawab : “Sesungguhnya aku benar-benar telah melihat daging yang merah
pada mulutmu berdua, karena perbuatanmu menggunjing sahabatmu itu”.
Kemudian
turunlah ayat di atas tadi.
Dan dari Ali bin Abi
Thalib Karramallaahu wajhah, katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa membaca salawat untukku pada hari Jumat seratus kali, maka dia
akan datang kelak di hari kiamat beserta suatu cahaya, yang seandainya cahaya
itu dibagi-bagikan di antara sekalian makhluk, niscaya mereka semuanya akan
mendapat bagian”. (Alhadis)
Diriwayatkan dari
Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada
empat sifat yang tidak simpatik : (pertama) laki-laki yang kencing sambil
berdiri, (kedua) mengusap dahi sebelum usai salat, (ketiga) mendengarkan azan
namun tidak menirukan ucapan yang diucapkan oleh muazzin, (keempat) jika aku
disebut di Sisinya, dia tidak membaca salawat untukku”. (Sayyid Ali Zaadah)
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Terhinalah orang
yang ketika aku disebut di sisinya, namun dia tidak membaca salawat untukku”.
(Qadhi Baidhawi) Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya :
“Menggunjing adalah lebih berat daripada perbuatan zina”.
Para
sahabat bertanya : “Bagaimana bisa, Ya Rasulullah?”.
Nabi
menjelaskan : “Apabila seorang laki-laki berzina komudian bertobat, maka Allah
akan menerima tobatnya. Tetapi seorang penggunjing, dia tidak akan diampuni
dosanya sebelum orang yang digunjinginya itu memaafkannya”.
Dari
hadis ini dapatlah diketahui bahwa, menggunjing itu termasuk dosa besar.
Ada
pula riwayat, bahwa Allah Taala telah mewahyukan kepada Nabi Musa as. :
“Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan bertobat dari porbuatan
menggunjing, maka dia adalah yang terakhir masuk surga : dan barangsiapa
meninggal dunia dalam keadaan masih terus melakukan perbuatan menggunjing,
maka dia adalah orang yang mula-mula masuk neraka”. (Zubdatul Wa’zhin)
Nabi
saw. pernah ditanya tentang pergunjingan ini, maka Beliau menjawab : “Yang
dinamakan menggunjing itu ialah) apabila engkau membicarakan saudaramu tentang
apa-apa yang tidak dia sukai. Jika apa yang engkau bicarakan itu benar adanya,
maka engkau telah melakukan perbuatan menggunjing: dan jika apa yang engkau
bicarakan itu tidak benar adanya, maka berarti engkau telah melakukan
kedustaan (buhtan) terhadapnya”. (Qadhi Baidhawi).
Begitu
juga, telah diriwayatkan dari Ikrimah, bahwa seorang wanita jangkung datang
menemui Nabi saw. Ketika wanita itu telah keluar, Aisyah ra. berkata : “Wanita
ini berperawakan jangkung”. Maka Nabi saw. berkata kepadanya : “Muntahkan
pergunjingan itu!” Lantas Aisyah memuntahkan sekerat daging”.
Aisyah
berkata : “Saya hanya mengatakan apa yang ada padanya”.
Nabi
menjawab : “Engkau telah menyebutkan keburukan yang ada padanya”.
Karena
yang dimaksud dengan menggunjing (ghibah) itu adalah menyebutkan keburukan
yang ada pada saudaramu. Sedangkan menyebutkan keburukan yang tidak ada pada
saudaramu, maka itu adalah mengadakan kedustaan (buhtan), yakni suatu
perbuatan yang lebih jahat daripada ghibah. Karena buhtan itu memerlukan tobat
di tiga tempat :
Pertama, dia harus kembali
menemui orang yang telah diajaknya bicara buhtan itu, lalu mengatakan
kepadanya “Saya tadi telah mengatakan kepada Anda mengenai si fulan, yang
sebenarnya saya telah berdusta tentang dia”.
Kedua,
dia harus pergi menemui orang yang dia dustakan, lalu meminta maaf kepadanya
sambil menyebutkan apa yang telah dikatakannya tentang diri orang itu.
Ketiga,
dia bertobat dan memohon ampun kepada Allah Taala.
Oleh
karena itu dikatakan, menggunjing itu hukumnya sama saja, baik yang Anda
sebutkan itu kekurangan mengenai dirinya, akalnya, pakaiannya, perkataannya,
nasabnya, hewannya, atau apa saja yang berkaitan dengannya, sampai-sampai bila
Anda mengatakan bahwa dia longgar lengan bajunya, atau panjang ujung bajunya,
atau jangkung perawakannya, seperti cerita mengenai Aisyah tadi. (Zubdatul
Wa’izhin)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari
Nabi saw., bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa berjalan untuk mengadu-domba antara dua orang, maka Allah akan
memberi kuasa pada api atas dirinya di dalam kuburnya nanti, yang akan
membakarnya sampai hari kiamat”. (Mau’lzhah)
Diriwayatkan
dari Wahab bin Munabbih, katanya :“Ketika Nabi Nuh as. telah naik ke atas
bahtera, Beliau membawa masuk pula bersamanya pasangan dari setiap jenis
binatang, sampai anjing dan kucing. Nabi Nuh melarang semua binatang itu
bersetubuh supaya tidak beranak, yang akan berakibat sesaknya bahtera itu.
Tetapi anjing tidak tahan, lalu dia bersetubuh, dan perbuatannya itu diketahui
oleh kucing. Maka kucing itu pun melaporkan perbuatan anjing tersebut kepada
Nabi Nuh as. Lalu Nabi Nuh memanggil anjing, kemudian ditegurnya, setelah itu
dibebaskannya. Tetapi, kemudian anjing itu berbuat sekali lagi, maka kucing
pun melaporkan hal itu kepada Nabi Nuh. Beliau memanggil anjing dan
menegurnya, namun kali ini anjing itu tidak mau mengakui perbuatannya. Lalu
kucing berkata : “Hai Nabi Allah, saya benar-benar telah melihat dia melakukan
itu. Jika Tuan sudi berdoa kepada Allah, tentu Dia akan menampakkan kepada
Tuan tandanya, dan Tuan akan mengetahui dengan mata kepala Tuan sendiri”.
Nabi
Nuh lalu berdoa kepada Tuhannya. Ternyata memang anjing itu bersetubuh lagi,
namun kelewatan, sehingga tidak dapat dipisahkan dari lawan jenisnya. Maka
kucing pun melaporkan hal itu kepada Nabi Nuh. Nabi Nuh datang dan melihat
kedua anjing demikian keadaannya, sehingga oleh karenanya, anjing itu merasa
sangat malu. Lalu ia berdoa kepada Tuhannya, katanya : “Wahai Tuhan,
permalukanlah dia di depan semua makhluk ketika dia sedang bersetubuh,
sebagaimana dia telah mempermalukan kami”.
Doa
anjing itu diperkenankan Allah Taala, sehingga apabila kucing betina
disetubuhi, dia akan berteriak, yang karena teriakannya itu semua makhluk
menjadi tahu, sebagai balasan atasnya karena telah membuka aib anjing”.
Maka
demikian pula anak Adam, apabila dia membuka aib dari orang-orang beriman,
Allah akan membukakan pula aibnya pada hari kiamat kelak. (Zubdatul
Wa’izhin)
Dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Bangsa
Bani Israel pernah mengalami musim paceklik yang panjang. Maka keluarlah Nabi
Musa as. untuk meminta hujan selama tiga hari, namun hujan tidak kunjung
turun, sehingga Nabi Musa berkata : “Tuhanku, sesungguhnya hamba-hamba-Mu
telah keluar memohon turunnya hujan selama tiga hari berturut-turut, kenapa
Engkau tidak memperkenankan doa mereka?”.
Allah
Taala mewahyukan kepada Nabi Musa : “Hai Musa, sesungguhnya Aku tidak akan
memperkenankan doa suatu kaum yang di antara mereka ada tukang adu-domba”.
Nabi
Musa as berkata : “Ya Rabb, siapakah dia, supaya kami bisa mengeluarkannya
dari kalangan kami?”.
Allah Taala menjawab : “Hai
Musa, aku telah melarang kamu dari mengadu-domba, kenapa Aku mesti menjadi
pengadu-domba?’.
Akhirnya mereka semuanya
bertobat bersama-sama, maka hujan pun turun”. (Zubdatul Wa’zhin)
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa menggunjing satu kali sepanjang hidupnya, maka Allah akan
menghukumnya dengan sepuluh hukuman : (1) Dia akan menjadi orang yang jauh dan
rahmat Allah. (2) Para malaikat memutuskan persahabatan dengannya. (3)
Pencabutan rohnya menjelang ajalnya akan diperberat. (4) Dia akan menjadi
orang yang dekat kepada neraka. (5) Dia akan menjadi orang yang jauh dari
surga. (6) Siksaan kubur akan diperberat atasnya. (7) Amalnya akan dianggap
batal. (8) Ruh Nabi saw. merasa terganggu karenanya. (9) Allah murka
kepadanya. (10) Ketika amalnya ditimbang pada hari kiamat,akan menjadi orang
yang bangkrut (yang tidak mempunyai amal apa-apa). (Zubdatul Wa’izhin)
Dari
Abu Umamah Al Bahili, katanya : “Pada hari kiamat nanti, ada seseorang hamba
diberi kitabnya, lalu dia melihat di dalamnya kebaikan-kebaikan yang belum
pernah dikerjakannya. Maka dia berkata : “Ya Rabb, dari mana semuanya ini?”.
Allah Taala menjawab : “Ini adalah amal orang yang menggunjingmu, sedang
engkau tidak merasa”.
Oleh karena itu, ada
riwayat yang mengatakan bahwa, Hasan Al Bashri pernah dilapori seseorang : “Si
fulan telah menggunjing tuan”. Maka Hasan Albashri lalu mengirimi orang yang
menggunjingnya itu sebaki makanan seraya berpesan : “Saya dengar Anda telah
menghadiahkan kebaikan-kebaikan Anda kepada saya, maka sebagai balasannya,
saya menghadiahkan ini untuk Anda”.
Dari sahabat
Anas bin Malik, dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya
: “Barangsiapa menggunjing saudaranya sesama muslim, maka pada hari kiamat
kelak, Allah akan memutar kubul (kemaluan)nya ke dubur (anus) nya”.
Dan
dari sahabat Ali, Karramallaahu wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau
bersabda:
Artinya : “Jauhilah olehmu
pergunjingan, karena dalam perbuatan tersebut ada tiga bencana : (1) doanya
tidak akan dikabulkan, (2) kebaikan-kebaikannya tidak akan diterima, (3)
keburukan-keburukannya akan bertambah. (Zubdah)
Dan
diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah Al Ansari ra., katanya : “Dahulu
kami pernah berada bersama-sama Nabi saw, kemudian terciumlah bau bangkai yang
sangat busuk, lalu Nabi bertanya kepada kami : “Tahukah kamu bau apakah
ini?”.
Para sahabat menjawab : “Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui”.
Nabi lalu
menjelaskan : “Ini adalah bau dari mereka yang menggunjing orang lain sesama
mukmin”.
Apabila Anda bertanya : “Apa sebab bau
busuk dari perbuatan menggunjing itu tercium oleh umat dahulu dan tidak
tercium oleh umat sekarang?”. Maka jawabnya adalah : “Pada masa sekarang,
pergunjingan itu sudah sangat banyak dilakukan orang, dan hidung-hidung
orang-orang sekarang telah dipenuhi olehnya, sehingga tidak jelas lagi baunya
yang busuk, seperti orang yang masuk ke ruang penyamak kulit, maka dia tidak
akan tahan untuk berdiam di tempat itu walau hanya sesaat karena tidak kuat
dengan baunya yang menyengat itu. Tetapi orang-orang yang ada di situ, mereka
enak-enak saja makan minum di sana, karena bau busuknya sudah tidak terasa
lagi oleh mereka, sebab hidung-hidung mereka telah dipenuhi oleh bau tersebut.
(Zubdatul Wa’izhin) Konon, perbuatan menggunjing itu ada empat macam :
Pertama, mubah. Kedua, maksiat. Ketiga, nifak. Keempat, kufur.
Yang
mubah (boleh) itu ialah menggunjing orang yang terang-terangan telah melakukan
kefasikan dan menggunjing ahli bid’ah karena telah diriwayatkan bahwa, Nabi
saw. bersabda : ,
Artinya : “Ceritakanlah tentang
si fajir (pendurhaka) itu tentang keadaannya, supaya orang-orang menjadi
waspada terhadapnya”.
Yang maksiat (berdosa) itu
ialah menggunjing orang tentang cela yang ada padanya, dengan menyebutkan nama
orang itu di tengah orang banyak, sedang dia tahu bahwa itu adalah dosa. Maka
pelakunya telah berbuat maksiat dan dia wajib bertobat.
Yang
nifak (munafik) itu ialah menggunjing orang lain tentang cela (aib) yang ada
padanya, dengan tidak menyebutkan nama orang yang digunjingkan itu, namun
orangorang yang mendengar gunjingan itu mengerti bahwa yang dimaksudkan tentu
si fulan. Padahal orang yang menggunjing itu tahu bahwa orang yang
digunjingnya itu adalah orang yang selalu menjaga diri dari dosa. Inilah
nifak.
Adapun yang kufur itu ialah menggunjing
orang lain tentang cela (aib) yang sebenarnya tidak terdapat padanya, serta
menyebutkan namanya. Dan jika ada yang menegurnya, “Jangan menggunjing!”, maka
jawabnya, “Ini bukan menggunjing, tetapi saya mengatakan yang sebenarnya”.
Inilah yang disebut kufur itu, sebab dia telah menghalalkan apa yang sudah
diharamkan Allah Taala. (Zubdatul Wa’izhin. Bukhari dan Muslim)
Dari
sahabat Hudzaifah ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Tidak akan masuk surga, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang
lain”.
Dan menurut riwayat lain : … orang yang
suka mengadu-domba. (Tarikat Muhammadiyah)
Dan
diriwayatkan dari Hammad bin Salamah, katanya : “Seorang laki-laki menjual
budak belian. Kepada pembelinya, laki-laki tadi berkata : “Budak ini tidak ada
celanya, hanya saja dia suka mengadu-domba”.
Sifat
itu oleh pembeli dianggap sepele, dan dengan cela itu budak tersebut tetap
dibelinya. Maka tinggallah budak itu di rumah tuannya yang baru selama
beberapa hari. Kemudian berkatalah dia kepada istri tuannya : “Sebenarnya
suami nyonya tidak mencintai nyonya, tetapi dia hanya berpura-pura saja.
Maukah nyonya supaya dia benar-benar mencintai nyonya?”.
“Tentu”,
jawab wanita itu.
Budak itu berkata : “Ambillah
sebuah pisau cukur, lalu cukurlah beberapa helai rambut dari janggutnya yang
sebelah dalam selagi dia tidur”.
Kemudian budak
itu datang pula menemui suami wanita itu, lalu berkata : “Sesung9uhnya istri
tuan berpacaran dengan laki-laki lain, dan kini dia hendak membunuh tuan.
Apakah tuan ingin membuktikan hal itu?’.
“Ya”,
jawab tuannya.
Budak itu berkata :
“Berpura-puralah tuan tidur”.
Tuannya mengikuti
saran budak tersebut. Kemudian datanglah istrinya sambil membawa sebuah pisau
cukur hendak mencukur rambut janggutnya. Tentu saja suaminya menyangka bahwa
istrinya itu hendak membunuhnya, maka dengan cepat pisau itu direbutnya lalu
wanita itu dibunuhnya.
Keluarga wanita itu tidak
terima, lalu mereka membunuhnya pula. Pihak keluarga laki-laki itupun tidak
terima, maka akhirnya terjadilah peperangan di antara dua keluarga tersebut,
(Mau’izhah)
Diceritakan bahwa, Abul Laits
Albukhari berangkat naik haji. Di dalam kantongnya disimpannya dua keping uang
dirham. Dia bersumpah, katanya : “Seandainya saya menggunjing orang dalam
perjalanan ini, baik ketika pergi maupun ketika pulang dari Mekah, maka demi
Allah, uang dua dirham ini akan saya sedekahkan”.
Ketika
Abul Laits kembali pulang ke rumahnya, uang dua dirham itu masih tetap utuh di
dalam kantongnya maka ditanyakanlah hal itu kepadanya, lalu dia menjawab :
“Lebih baik aku berzina seratus kali daripada menggunjing orang satu kali”.
Kemudian
dia berkata pula : “Barangsiapa menggunjing seorang fakih, maka ketika dia
datang pada hari kiamat kelak, pada dahinya tertera : “Orang yang berputus asa
dari rahmat Allah”. Dan barangsiapa menggunjing seorang nabi, maka seolah-olah
dia telah membunuh satu jiwa tanpa hak. Dan barangsiapa digunjing lalu dia
mendengarnya, tetapi dia bersabar atas hai itu, maka separuh dari dosanya akan
diampuni”.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi
orang yang telah menggunjing orang lain supaya memohon ampun kepada Allah
Taala dan bertobat sebelum dia bangkit dari tempat duduknya, mudah-mudahan
perbuatannya itu diampuni oleh Allah sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi
wasallam :
Artinya : “Apabila seseorang di antara
kamu mengatakan keburukan saudaranya sesama muslim, maka hendaklah dia
berlindung kepada Allah Taala, maka sesungguhnya Itu merupakan kaffarat
(penghapus dosa).
Ketahuilah, bahwa menggunjing
itu hanya mendapatkan keringanan di dalam lima perkara saja :
Pertama,
bagi orang yang teraniaya, apabila dia menceritakan penganiayaan orang yang
menganiayanya itu kepada penguasa, agar dia mendapatkan pembelaan dari
penganiayaan tersebut. Adapun bila dia menceritakan hal itu kepada selain
penguasa, maka itu tetap tidak boleh.
Kedua, bagi
orang yang meminta fatwa, apabila dia perlu menyebutkan keburukan orang lain.
Kasus ini pernah terjadi ketika istri Abu Sufyan mengadukan suaminya itu
kepada Rasulullah saw., katanya : “Ya Rasulullah, Abu Sufyan tidak memberi
nafkah yang cukup untukku”,
Ketiga,
memperingatkan orang Islam agar waspada dari kejahatannya itu telah
diketahui.
Keempat, apabila seseorang telah
dikenal luas dengan nama yang kurang baik, seperti : Al A’masy (si rabun), Al
A’raj (si pincang, dan lain-lain. Namun beralih kepada nama yang lain adalah
lebih baik.
Kelima, apabila ada orang yang
terang-terangan memperlihatkan aibnya, dan dia menyukainya, seperti orang yang
banci. Para ulama telah mengatakan bahwa, barangsiapa membuang kerudung
malunya, maka tidak ada lagi ghibah (gunjingan) baginya. (Demikian tersebut di
dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).
64. PENJELASAN TENTANG MUKJIZAT NABI MUHAMMAD SAW.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Saat itu
telah dekat dan bulan telah terbelah. Dan jika orang-orang musyrik itu melihat
suatu tanda, maka mereka berpaling dan berkata : “ini adalah) sihir yang
terus-menerus”, Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti
keinginan-keinginan nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan adalah tetap”. (QS.
Al Qamar : 1-3)
Tafsir :
(.
) Saat itu telah dekat dan bulan telah terbelah.
Diriwayatkan
bahwa, orang-orang kafir meminta kepada Rasulullah saw. suatu tanda
(kerasulannya), maka terbelahlah bulan (sebagai suatu mukjizat). Dan ada pula
yang mengatakan bahwa maknanya adalah : bulan akan terbelah pada hari kiamat.
Pendapat pertama dikuatkan oleh, bahwa ayat ini dibaca juga “wa gad
insyaggotil gomaru” (. ). Maksudnya : Saat itu telah dekat, dan
benar-benar telah terjadi salah satu di antara tanda kedekatannya itu, yaitu
terbelahnya bulan.
( ) Dan jika
orang-orang musyrik itu melihat suatu tanda, maka mereka berpaling, dari
memikirkan dan mempercayainya.
(. ) Dan
berkata : “Ini adalah) sihir yang terus-menerus”. Tiada henti-hentinya.
Pernyataan mereka ini menunjukkan bahwa, sebelumnya mereka juga telah pernah
melihat tanda-tanda (mukjizat) lain yang serupa, dan mujizat-mukjizat yang
berturutturut, sehingga mereka mengatakan demikian. .. Atau, bisa juga artinya
: sihir yang rapi. Berasal dari kata “al marra”, seperti kalimat : amrartuhu
fastamarra”. (Saya merapikan lalu ia menjadi rapi). Atau, berarti “sihir yang
hebat”, berasal dari kata “istamarrasy syaiu” jika, benda itu sangat pahit.
Atau, sihir yang lewat, pergi tanpa bekas.
(.
) Dan mereka mendustakan dan mengikuti keinginan-keinginan mereka, yaitu apa
yang oleh setan ditampakkan keindahannya kepada mereka, yakni menolak
kebenaran setelah nyata.
Adapun sebab
disebutkannya kedua perbuatan ini dengan menggunakan bentuk lampau (fill
madhi), agar diketahui bahwa kedua perbuatan itu merupakan kebiasaan mereka
yang lama.
(. ) Sedang tiap-tiap
urusan adalah tetap. Berakhir sampai tujuan, yang berupa kekalahan atau
kemenangan di dunia, dan kesengsaraan atau kebahagiaan di akhirat.
Karena
apabila sesuatu telah berakhir sampai ke tujuannya, maka menjadi tetap dan
mantaplah ia. Kata “mustagarrun” dibaca juga dengan fathah, yang artinya dzu
mustagarrin, yakni yang mempunyai ketetapan, dan dibaca pula dengan kasrah dan
dimajrurkan, sebagai sifat dari amrin. Sedangkan kata “kullu” di-athef-kan
pada kata “as sa’atu” (Qadhi Baidhawi).
Dari
sebagian sahabat ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Tidak ada suatu majelis pun yang di situ dibacakan salawat atas Nabi
Muhammad saw. melainkan akan semerbaklah suatu aroma yang harum hingga
mencapai ruang angkasa. Maka berkatalah para malaikat : “Ini adalah aroma
suatu majelis yang di sana dibacakan salawat untuk Nabi Muhammad saw.”.
(Dalailul Khairat)
Dan diriwayatkan bahwa Habib
bin Malik adalah salah seorang raja Syam pada jaman Jahiliah dahulu.
Orang-orang Arab menggelarinya “raihanatu Guraisy” (Wewangian Guraisy). Ketika
surat Abu Jahal sampai kepadanya, yang isinya begini begitu. Maka bertolaklah
Habib bin Malik beserta 12.000 orang penunggang kuda, dan singgah di Abthah,
suatu tempat dekat kota Mekah.
Abu Jahal keluar
menyambutnya disertai oleh para pembesar kota Mekah, sambil membawa
hadiah-hadiah berupa budak-budak dan perhiasan-perhiasan. Habib bin Malik
menyilakan Abu Jahal duduk di sebelah kanannya, kemudian dia bertanya mengenai
Muhammad. Namun Abu Jahal menjawab : “Tuan, bertanyalah tentang Bani Hasyim
saja?”. Karena tidak mendapatkan jawaban dari Abu Jahal, seperti yang
ditanyakannya, maka Habib bin Malik mengalihkan pertanyaan itu kepada orang
banyak : “Apa kata kalian mengenai Muhammad?”.
Mereka
menjawab : “Kami mengenal Beliau sejak kecil. Beliau adalah seorang yang
terpercaya dan jujur bila berbicara. Namun, setelah usia Beliau menginjak
empat puluh tahun, mulailah Beliau mencela tuhan-tuhan kami, dan mengajarkan
suatu agama yang bukan agama nenek moyang kami”.
“Datangkanlah
Muhammad kemari dengan sukarela, dan kalau tidak mau, maka secara paksa”, kata
Habib bin Malik.
Maka dikirimlah seseorang untuk
memanggil Muhammad saw. Lalu Rasulullah saw. keluar dengan didampingi oleh
Abubakar dan Khadijah, sedang mereka menangis seraya berkata : “Kami khawatir
akan keselamatanmu terhadap keganasan Si kafir ini”. Maksudnya, terhadap
kekerasan, kekejaman dan kemurkaannya.
Namun,
Rasulullah menenangkan mereka, katanya : “Janganlah kalian berdua khawatir
akan diriku. Dan serahkanlah urusanku kepada Allah”.
Kemudian
Abubakar membawakan Beliau pakaian merah dan sehelai sorban hitam, lalu
keduanya dipakai oleh Rasulullah saw.. Setelah itu, berangkatlah Beliau
menemui Habib bin Malik, hingga akhirnya Beliau berhadapan dengannya, sedang
Abubakar berada di sebelah kanan Beliau dan Khadijah berada di belakang
Beliau.
Syahdan, ketika Habib bin Malik melihat
kedatangan Nabi saw. itu, maka berdirilah dia untuk menghormati Beliau.
Kemudian disiapkannya sebuah kursi dari emas untuk BeJiau. Sementara itu,
Khadijah tiada hentinya berdoa : “Ya Allah, tolonglah Muhammad, dan
jelaskanlah hujjahnya”.
Setelah Rasulullah duduk
menghadapi Habib bin Malik, sedang cahaya tampak berkilauan dari wajah Beliau.
Habib bin Malik diam, sementara itu orang-orang berkerumun untuk melihat
Beliau, dan terasalah kewibawaan Nabi atas orang-orang itu.
Lalu
Habib bin Malik mengangkat kepalanya, seraya berkata : “Hai Muhammad, Anda
tahu bahwa semua nabi mempunyai mukjizat. Punyakah Anda suatu mukjizat?”.
“Apakah
yang Anda kehendaki?”. Rasulullah balik bertanya.
Habib
bin Malik berkata : “Saya ingin agar matahari itu terbenam, lalu terbitlah
bulan dan turun ke bumi, lalu terbelah menjadi dua, lalu masuk ke dalam
pakaianmu. Yang separuh keluar lagi dari lengan bajumu yang kanan, sedang yang
separuh lagi keluar dari lengan bajumu yang sebelah kiri. Setelah itu, ia
bersatu kembali di atas kepalamu lalu bersaksi atas kerasulanmu. Kemudian ia
naik kembali ke langit sebagai bulan yang terang benderang. Kemudian ia
terbenam kembali, dan sesudah itu, terbitlah matahari dan berjalan ke
tempatnya seperti sediakala”.
Rasulullah saw.
bertanya : “Jika semua itu dapat aku lakukan, akan berimankah kamu
kepadaku?’.
“Ya”, jawab Habib bin Malik. “Dengan
syarat Anda dapat memberitahu kepadaku apa yang sedang terbetik di hatiku”.
Tiba-tiba
melompatiah Abu Jahal, yakni berdiri di hadapan Habib bin Malik seraya berkata
: “Bagus, tuan sungguh pandai berkata dan mengena”.
Maka
keluariah Rasulullah saw., lalu mendaki gunung Abu Qubais. Di sana, Beliau
salat dua rakaat, lalu membentangkan kedua tangannya, berdoa kepada Tuhannya.
Maka turuniah malaikat Jibril as. disertai 12.000 malaikat, sedang di tangan
mereka memegang tombak.
Jibril menyapa Beliau :
“Selamat atasmu, Ya Rasulullah. Sesungguhnya Allah berkirim salam kepadamu dan
berfirman : “Kekasih-Ku, janganlah engkau Khawatir dan bersedih hati, karena
Aku selalu menyertaimu di mana pun engkau berada. Sesungguhnya telah ada dalam
pengetahuan-Ku dan telah beriaku keputusan-Ku pada zaman azali, apa yang
diminta Habib bin Malik hari ini. Maka pergilah temui mereka, dan sampaikan!ah
hujjahmu, serta terangkanlah urusanmu dan jelaskanlah kerasulanmu. Ketahuilah,
bahwa Allah Taaia telah menundukkan untukmu matahari, bulan, malam dan siang.
Dan bahwa Habib bin Malik itu mempunyai seorang anak perempuan, tergeletak,
tidak mempunyai kedua tangan, kedua kaki dan kedua mata. Beritahukaniah
kepadanya bahwa Allah taala telah mengembalikan kepada putrinya itu kedua
tangannya, kedua kakinya dan kedua matanya”.
Maka
Rasulullah pun turun kembali, sementara Beliau bertambah bercahaya dan
bergembira, sedang Jibril tetap berada di udara bersama para malaikat lainnya
yang berbaris rapi. Akhirnya berdirilah Rasulullah di sisi Magam Ibrahim.
Waktu itu adalah saat terbenamnya matahari. Maka mulailah matahari itu
merendah dengan cepat, sehingga terbenam dan keadaan menjadi gelap gulita.
Kemudian terbitlah bulan purnama dengan Sinarnya yang terang benderang.
Setelah bulan itu naik, maka Rasulullah menunjuk kepadanya dengan kedua
jarinya. Tiba-tiba bulan itu menukik rendah sekali, sehingga turunlah ia ke
bumi dan berhenti di hadapan Nabi dalam keadaan bergerak-gerak seperti awan.
Kemudian bulan itu terbelah menjadi dua, lalu masuk di balik pakaian
Rasulullah. Selanjutnya ia keluar lagi melalui lengan baju Beliau yang sebelah
kanan, separuh, sedang yang separuhnya lagi keluar melalui lengan baju Beliau
yang sebelah kiri.
Kemudian ia kembali ke
bentuknya semula menjadi bulan purnama yang terang bendarang, sambil berseru
dengan suara nyaring : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Sungguh berbahagia
orang yang membenarkanmu, dan sungguh merugi orang yang menentangmu”.
Setelah
itu, bulan tersebut kembali ke langit dengan cahaya yang terang benderang,
lalu terbenam. Kemudian muncul matahari, kembali lagi seperti sediakala.
Habib
bin Malik berkata : “Tinggal satu syarat lagi”.
Maka
Nabi bersabda : “Sesungguhnya Anda mempunyai seorang anak perempuan yang
tergolek tidak berdaya. Tetapi, sungguh, Allah benar-benar telah mengembalikan
kepadanya semua anggota badannya”.
Mendengar itu,
maka bangkitlah Habib bin Malik seraya berkata : “Wahai orangorang Mekah,
tidak ada kekafiran sesudah iman, dan tidak ada keraguan sesudah yakin.
Ketahuilah, sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan utusan-Nya”.
Kemudian semua pengiringnya pun
ikut masuk Islam bersamanya.
Latu Abu Jahal
berkata : “Tuan, apakah tuan beriman kepada tukang sihir ini, karena tuan
telah melihat sihirnya?”.
Habib bin Malik tidak
menghiraukan omongan Abu Jahal itu, dia pergi meninggalkan tempat itu kembali
ke negeri Syam, sebagai seorang muslim. Ketika dia memasuki istana, putrinya
menyambutnya dengan kata-kata : “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.
“Dari
mana engkau tahu kalimat-kalimat ini, wahai anakku?”, tanya Habib bin Malik
dengan heran.
Anaknya menjawab : “Seorang
laki-laki telah datang kepada ananda di dalam mimpi, lalu dia berkata :
“Sesungguhnya ayahmu telah masuk Islam, maka jika engkau menjadi seorang
muslimah, Kami benar-benar akan mengembalikan seluruh anggota badanmu dengan
selamat”. Maka saya pun masuk Islam selagi masih dalam tidur, dan kini ananda
seperti yang ayahanda lihat”.
Setelah mendengar
penjelasan dari anaknya itu, Habib bin Malik langsung bersujud kepada Allah
Taala sebagai pernyataan syukurnya atas nikmat iman. Dan kini dia semakin
bertambah yakin.
Kemudian Habib bin Malik
menyiapkan lima ekor unta penuh dengan bawaan emas, perak dan kain, lalu
dikirimnya beserta budak-budaknya kepada Rasuluilah saw. Tetapi ketika
rombongan itu mendekati kota Mekah, sekonyong-konyong Abu Jahal menghadang
mereka, lalu bertanya : “Milik siapakah kalian?”.
“Kami
milik Habib bin Malik”, jawab budak-budak itu. “Kami hendak menuju kepada
Rasulullah saw”.
Lalu Abu Jahal menyerang mereka
untuk merampas barang-barang bawaan mereka itu dari tangan mereka, namun
mereka melawan, sehingga terjadilah saling baku hantam, dan ahirnya pecahlah
pertempuran di antara mereka, Kemudian orang-orang Mekah, paman-paman Nabi dan
budak-budak itu berkumpul. Mereka berkata : “Habib bin Malik menghadiahkan
harta ini kepada Muhammad saw.”.
Namun Abu Jahal
tetap bersikeras menolak, katanya : “Dia menghadiahkannya kepadaku”.
Maka
Nabi berkata : “Wahai penduduk Mekah, relakah kamu pada perkataanku?.
“Ya”,
jawab mereka.
Nabi lalu bersabda : “Kita berhakim
kepada unta-unta ini. Untuk siapa unta-unta itu berkata, maka dialah yang
berhak memiliki harta ini”.
Namun Abu Jahal
berkata : “Kita tangguhkan urusan harta ini sampai besok”.
Rasulullah
setuju.
Kemudian Abu Jahal masuk ke rumah
berhala. Semalam-malaman itu dia tinggal bersama berhala-berhalanya. Dia
mempersembahkan kurban kepada berhala-berhala itu sambil berdoa dan
berhiba-hiba sampai pagi.
Setelah fajar
menyingsing, maka seluruh penduduk Mekah berkumpul, dan Rasulullah berserta
paman-paman Beliau pun datang pula. Kemudian tampillah Abu Jahal, lalu
berjalan mengitari unta-unta itu seraya berkata : “Bicaralah dengan nama
Latta, Uzza dan Manat’.
Abu Jahal terus berjalan
mengitari unta sambil berkata demikian hingga matahari naik tinggi, namun
tidak ada reaksi sama sekali dari unta-unta tersebut, dan tidak juga terdengar
satu jawaban pun dari mereka. Maka akhirnya penduduk Mekah berkata kepadanya :
“Cukup hai Abu Jahal, sekarang majulah kamu hai Muhammad!”.
Lalu
Rasulullah maju ke depan menghampiri unta-unta itu, kemudian Beliau berkata :
“Wahai binatang-binatang makhluk ciptaan Allah, berbicaralah kamu dengan kuasa
Allah Taala”.
Salah seekor dari unta-unta itu
bangkit lalu berbicara dengan suara nyaring : “Hai orang-orang semua,
sesungguhnya kami adalah hadiah dari Habib bin Malik untuk Muhammad saw.!”.
Maka
Nabi pun mengambil kendali binatang-binatang itu kemudian dituntunnya menuju
ke gunung Abu Qubais. Lalu Beliau keluarkan emas dan peraknya, kemudian Beliau
tumpuk menjadi satu onggokan, seraya berkata : “Jadilah kamu tanah!”.
Maka
emas dan perak itu pun berubah menjadi tanah sampai sekarang.
Berkenaan
dengan kisah ini, Syaikh Abu Hafs Umar bin Hasan berkata : “Setelah nyata
kebenaran Nabi saw., maka Abu Jahal mulai mengatur rencana untuk mencelakaikan
Beliau. Dia lalu mengumpulkan antek-anteknya untuk menggali sebuah sumur.
Setelah selesai, maka mulut sumur itu ditutupinya dengan rerumputan dan tanah
yang lunak. Kemudian disuruhnya budak-budaknya menunggu, apabila nanti
Muhammad datang dan terjerumus ke dalam sumur itu, supaya mereka menimbunnya
dengan tanah.
Ketika Rasulullah saw. mendengar
sakitnya Abu Jahal, karena budi pekertinya yang luhur, maka Beliau datang
untuk menjenguknya. Namun setelah Beliau berada di depan pintu rumah Abu
Jahal, Jibril memberitahu Beliau tentang adanya sumur jebakan itu, dan
melarang Beliau untuk masuk ke rumah Abu Jahal. Maka Nabi pun berbalik dan
pulang. Lalu hat itu diberitahukan orang kepada Abu Jahal, maka dia bangkit
dari tempat tidurnya dan bergegas mengejar Nabi saw., dengan maksud akan
menanyai Beliau mengapa pulang. Dia tidak ingat lagi akan sumur yang
digalinya, hingga terjerumuslah dia ke dalamnya. Orang-orang pun lalu
melemparkan tambang kepadanya, tetapi ternyata tidak Sampai kepadanya.
Kemudian mereka kumpulkan tali dan tambang sebanyak-banyaknya. Tetapi, setiap
kali mereka sambung tambang itu, Abu Jahai semakin masuk ke dalam. Akhirnya,
Abu Jahal berkata : “Pergilah kalian menemui Muhammad., minta dia datang ke
mari. Sesungguhnya tidak ada orang yang dapat menyelamatkan aku selain
dia”.
Orang-orang lalu datang menemui Nabi saw.,
meminta Beliau agar sudi menolong Abu Jahai. Maka Nabi pun datang menghampiri
bibir sumur itu, lalu berkata kepada Abu Jahal : “Jika aku telah
mengeluarkanmu dari sumur ini, apakah engkau akan beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya?”.
“Ya”, sahut Abu Jahal.
Nabi
lalu mengulurkan tangan Beliau dan ditangkapnya tangan Abu Jahal, kemudian
dikeluarkannya dari dalam sumur. Namun, setelah Abu Jahal berada di luar
sumur, ta berkata : “Betapa pandai kamu bersihir, hai Muhammad!”.
Ini
termasuk salah satu di antara mukjizat-mukjizat Nabi saw.
Karena
kejadian itu, Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa menggali Sumur untuk (menjerumuskan) saudaranya sesama muslim,
maka dia (sendirilah) yang akan terjerumus ke dalamnya”. (Mau’izhah)
Dan
diriwayatkan pula dalam sebuah khabar, bahwa pada masa kanak-kanaknya, Nabi
saw. bermain-main bersama anak-anak yang lain. Lalu Allah Taala mewahyukan
kepada malaikat Jibril as.: “Pergilah ke surga dan ambillah di sana sebuah
mangkuk dan kendi emas, lalu isilah dengan air telaga Kautsar. Kemudian
pergilah kepada Muhammad dan belalah dadanya. Kemudian keluarkan hatinya, lalu
cucilah dalam mangkuk dengan air dari kendi. Kemudian isilah hatinya dengan
iman dan hikmat. Setelah itu, kembalilah engkau ke tempatmu”.
Maka
Jibril kemudian datang menyerupai seekor burung yang terbang di angkasa. Lalu
diangkatnya Nabi dari tengah-tengah anak-anak itu, dan dibawanya ke tengah
padang pasir. Kemudian Jibril membaringkan Beliau di bawah sebatang pohon,
lalu dibelahnya dada Beliau dengan sayapnya, kemudian dikeluarkannya hati
Beliau dan dibasuhnya dalam mangkuk dengan air dari dalam kendi. Segala
sesuatu yang ada di dalam hati itu dikeluarkan Jibril seraya berkata : “Inilah
bagian setan”. Kemudian hati itu dikembalikannya lagi ke posisinya semula
seraya berkata : “Inilah hati yang telah disucikan Allah dari segala cela”.
Kemudian berangkatlah Jibril kembali ke langit, sedang Nabi ditinggalkannya
tergeletak di tempat itu.
Sementara itu,
anak-anak yang lain menjadi ketakutan, lalu mereka pergi menemui Halimah (ibu
susu Nabi), dan melaporkan : “Sesungguhnya Muhammad telah disambar burung lalu
dibawa terbang ke angkasa”.
Halimah menangis,
lalu dibukanya tutup kepalanya dan ditarik-tariknya rambutnya sambil
berteriak-teriak : “Oh Muhammad…. Oh Muhammad!”.
Orang-orang
berkumpul mengerumuni Halimah, juga paman-paman Muhammad dan kerabatnya yang
lain, lalu Halimah memberitahukan kejadian itu kepada mereka. Maka
berangkatlah mereka semua pergi mencari Muhammad ke segala penjuru, dengan
menunggang kuda mereka masing-masing. Akhirnya mereka temukan Muhammad
tergeletak di bawah sebatang pohon, sedang keringat membasahi sekujur
tubuhnya. Mereka bertanya kepadanya, apa sebenarnya yang telah terjadi. Maka
Muhammad lalu menceritakan kepada mereka peristiwa yang telah menimpa dirinya
itu. Mendengar cerita itu, mereka tercengang dan berkata : “Sungguh ini adalah
suatu peristiwa yang benar-benar aneh”. (Mau’izhah)
Syaikh
Abu Hafs berkata : “Sesungguhnya Abu Jahal dan para tokoh Ouraisy lainnya
pernah datang menemui Abu Thalib, paman Nabi saw., lalu mereka berkata
kepadanya : “Sesungguhnya kemenakanmu ini telah mengajarkan suatu agama baru
yang sangat jauh berbeda dengan agama yang kami anut. Dan dia telah mencela
tuhan-tuhan kami. Tetapi kami mau memaafkan dia, demi menghormati Anda,
asalkan dia mau meninggalkan perselisihan yang dia lakukan dan kembali
menyetujui kami. Kalau tidak, maka tidak ada lagi yang tinggal di antara kita,
selain pedang”.
“Duduklah dulu”, kata Abu Thalib
menyabarkan mereka. “Biar aku panggilkan dia dan aku tanyai, lalu aku lihat
jawaban apa yang akan dia sampaikan kepadaku nanti”.
Nabi
pun dipanggilnya, lalu Beliau datang. Ketika itu Abu Thalib duduk di atas
balaibalai sambil bertelekan padanya. Beliau mendekati balai-balai tempat
duduk Abu Thalib itu, kemudian naik dan bersandar di sebelah Abu Thalib,
sehingga berkatalah para tokoh Ouraisy itu : “Lihatlah, bagaimana dia tidak
menghormati Anda dan melangkahi leherleher kami, lalu duduk di sebelah Anda di
balai-balai Anda?”.
Namun, Abu Thalib menjawab :
“Jika apa yang akan dia katakan dan dakwakan itu benar, maka hari ini dia
duduk di atas balai-balai, sedang besok dia akan duduk di atas leher-leher
kalian”.
Kemudian para pemimpi Ouraisy itu
berkata :”Jika apa yang didakwakannya itu benar, katakanlah kepadanya,
datangkanlah suatu hujjah di depanmu, sehingga kami dapat mengakuinya dan
membenarkannya”.
“Hai kemenakanku”, kata Abu
Thalib. “Bagaimana pendapatmu terhadap apa yang mereka katakan itu?”.
“Sebutkanlah
oleh tuan-tuan, apa yang tuan-tuan kehendaki?”, kata Nabi saw.
Adapun
di halaman rumah Abu Thalib itu terdapat sebongkah batu besar. Para pemimpin
Ouraisy itu agar Nabi mengeluarkan dari dalam batu besar itu sebatang pohon,
yang bagian atasnya terbelah dua, yang satu sampai ke barat dan yang lain
sampai ke timur.
Maka Nabi pun mulai berdoa.
Sejurus kemudian turun Jibril dan berkata : “Sesungguhnya Allah Taala
berfirman : “Sejak Aku ciptakan batu besar ini, Aku telah tahu bahwa mereka
akan meminta kepadamu mukjizat ini. Dan Aku telah ciptakan pohon itu di dalam
rongganya”.
Kemudian Nabi memberi isyarat kepada
batu besar itu, maka terbelahlah batu tersebut menjadi dua. Lalu dari dalamnya
keluar sebatang pohon yang terus meninggi sampai ke angkasa, persis seperti
apa yang mereka pinta kepada Beliau. Tetapi kemudian mereka berkata :
“Alangkah bagusnya apa yang telah engkau perbuat ini, tetapi kami tidak akan
percaya kepadamu sebelum engkau kembalikan lagi pohon itu ke dalam batu besar
tersebut, seperti sediakala”.
Nabi berpikir sejenak. Lalu
turuniah Jibril seraya berkata : “Allah Taala berfirman : “Doa adalah darimu,
sedang perkenan dari-Ku”.
Nabi saw. lalu berdoa, maka pohon itu pun
kembali kepada keadaannya semula. Adapun para pemimpin Ouraisy itu kemudian
bangkit dari tempat duduknya masingmasing seraya mengomel : “Betapa pandainya
engkau main sihir, hai Muhammad. Belum pernah kami lihat orang sepertimu!”.
(Mukjizat).
65. PENJELASAN TENTANG MENANGIS
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan hen: daklah
setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa
kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.
Mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. Al Hasyr : 18-19).
Tafsir
:
(. ) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu kepada Aliah, dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok, untuk hari kiamat. Hari kiamat disebut hari esok
adalah karena dekatnya. Atau, karena dunia itu adalah seperti satu hari,
sedang akhirat adalah hari esoknya. Adapun sebab dijadikannya kata Qhadin
( ) dalam bentuk nakirah adalah untuk menyatakan
keagungan hari esok tersebut. Sedangkan dinakirahkannya kata nafsun
(. ) adalah karena individu-individu yang memperhatikan apa
yang telah dilakukannya untuk menghadapi akhirat itu, masing-masing berdiri
sendiri, seolah-olah Allah berfirman : “Maka hendaklah setiap
individu-individu memperhatikan hari itu”.
(.
) dan bertakwalah kepada Allah. Kalimat anjuran kepada takwa yang kedua ini
adalah untuk menguatkan (litta’kid) bagi kalimat anjuran kepada takwa yang
pertama. Atau bisa juga, perintah takwa yang pertama berkaitan dengan
pelaksanaan kewajibankewajiban, karena perintah tersebut bergandengan dengan
perbuatan. Sedang perintah takwa yang kedua berkaitan dengan meninggalkan
hal-hai yang diharamkan, karena ber: gandengan dengan firman Allah :
(.
) Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Yang berfungsi
sebagai ancaman terhadap perbuatan-perbuatan maksiat.
(.
) Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. Lupa kepada
hak-Nya.
(. ) lalu Allah melupakan diri
mereka sendiri. Lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka, sehingga
tidak mendengar apa-apa yang berguna baginya dan tidak melakukan amalan-amalan
yang dapat menyelamatkannya. Atau, Allah memperlihatkan kepada mereka pada
hari kiamat kengerian-kengerian yang membuat mereka lupa akan diri
mereka. .
(. ) mereka itulah
orang-orang yang fasik. Maksudnya, orang-orang yang sempurna ketasikannya.
(Qadhi Baidhawi).
Dari Abu Kahil, dari Nabi saw.,
bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Hai Abu Kahil,
barangsiapa membaca salawat untukku tiga kali sehari dan tiga kali semalam,
karena cinta dan rindu kepadaku, maka Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya
pada hari itu dan dosa-dosanya pada malam itu”. (Zubdatul Wa’izhin).
Konon,
Umar ra. mempunyai sebuah buku harian yang di dalamnya ditulisnya apa-apa yang
dikerjakannya, yang baik maupun yang buruk, dari minggu ke minggu. Bila tiba
hari Jumat, dia perlihatkan pada dirinya sendiri apa yang telah dikerjakannya
selama seminggu itu. Maka setiap kali dilihatnya ada sesuatu pekerjaannya yang
tidak diridai oleh Allah Taala, dia pukul dirinya sendiri dengan sebuah cambuk
sambil berkata : “Beginikah perbuatanku?”.
Tatkala
Umar meninggal dunia, orang-orang hendak memandikannya, ternyata pada punggung
dan kedua lambungnya terdapat warna hitam karena bekas menerima banyak
pukulan.
Dan juga, apabila Umar mendengarkan ayat
azab dari Alquran, dia tersungkur pingsan, tidak sadarkan diri, lalu jatuh
sakit. Maka datanglah para sahabatnya untuk menjenguknya, sementara pada
wajahnya tampak dua buah garis saking seringnya dialiri oleh air mata. Umar
berkata : “Alangkah baiknya kalau aku tidak dilahirkan oleh ibuku”.
Pada
suatu hari, Umar berjalan-jalan, lalu didengarnya ada orang sedang membaca
Alquran, yang artinya : (Sesungguhnya azab Tuhan pasti terjadi, tidak seorang
pun dapat menolaknya). Maka jatuhlah Umar dari tunggangannya, pingsan.
Kemudian dia diantarkan orang pulang ke rumahnya, dan tidak keluar-keluar dari
rumahnya selama sebulan. (Majalisul Abrar).
Dari
Ka’bul Ahbar, katanya : “Sesungguhnya menangis karena takut kepada Allah
sehingga air mataku mengalir lebih aku sukai daripada bersedekah emas seberat
badanku, karena, tidak seorang pun yang menangis karena takut kepada Allah
Taala sehingga mengalir setetes dari air matanya jatuh ke tanah, melainkan dia
tidak akan tersentuh oleh api neraka. (Majalisul Abrar).
Diriwayatkan,
bahwa Allah Taala telah mewahyukan kepada Nabi Musa as. : “Tidaklah berlaku
zuhud orang-orang yang zuhud terhadap sesuatu yang bisa menyamai zuhud
terhadap dunia: dan tidaklah bertagarrub orang-orang yang mendekatkan diri
kepada-Ku dengan sesuatu yang bisa menyamai dengan sikap wara’ terhadap apa
yang telah Aku haramkan kepadanya, dan tidaklah beribadat orang-orang yang
beribadat kepada-Ku yang bisa menyamai tangisan seseorang karena takut
kepada-Ku”.
Nabi Musa as. bertanya : “Wahai Yang
Mahamulia dari semua yang mulia, : Wahai Yang Maha Penyayang dari semua yang
penyayang, pahala apakah yang akan Engkau berikan kepada mereka atas semuanya
itu?”.
Allah Taala menjawab : “Adapun bagi
orang-orang yang zuhud itu, Aku perkenankan Surga untuk mereka tempati di mana
saja yang mereka sukai. Adapun orang yang wara terhadap apa-apa yang Aku
haramkan atas mereka, maka mereka Aku masukkan ke dalam surga tanpa hisab. Dan
adapun orang-orang yang menangis karena takut kepada. Ku, maka mereka akan
tinggal di dalam surga bersama teman yang luhur (ar rafiqul a’la)”
(Mau’lzhah).
Dan menurut sebuah khabar : Apabila
hari kiamat telah tiba, seorang hamba dihadapkan ke hadapan Allah Taala,
kemudian kitab catatan amalnya diberikan kepadanya. Ketika dilihatnya,
ternyata di dalamnya dia dapati keburukan-keburukan yang banyak. Maka
borkatalah dia : “Ilahi, saya tidak pernah melakukan keburukan-keburukan
ini”.
Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku
mempunyai saksi-saksi yang dapat dipercaya”.
Hamba
itu menolak ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak ada seorang saksi pun yang
tampak olehnya.
“Mana saksinya?”. Tanya hamba
itu.
Maka Allah lalu memerintahkan kepada
anggota-anggota tubuhnya untuk memberikan kesaksian mereka masing-masing
terhadap hamba itu. Lantas berkatalah kedua telinga memberikan kesaksiannya :
“Sesungguhnya kami telah mendengar dan mengetahui bahwa dia benar-benar telah
melakukan perbuatan-perbuatan buruk tersebut”.
Dan
kedua mata berkata : “Sungguh kami telah melihat”.
Lidah
berkata : “Saya benar-benar telah mengucapkan itu”.
Begitu
juga kedua tangan dan kedua kaki pun memberikan kesaksian mereka pula dengan
berkata : “Sesungguhnya kami telah melakukan itu”.
Sedang
kemaluan hamba itu berkata : “Aku telah berbuat zina”.
Maka
tingga!lah si hamba dalam kebingungan. Kemudian Allah Taala memerintahkan
supaya hamba itu dijebloskan ke dalam neraka. Namun tiba-tiba muncullah
sehelai rambut dari mata hamba itu yang sebelah kanan. Ia meminta izin kepada
Allah Taala untuk berbicara. Maka Allah pun memberinya izin. Rambut kecil itu
berkata : “Ya Tuhanku, bukankah Engkau telah berfirman : “Hamba mana pun yang
telah menenggelamkan sehelai rambut di antara rambut-rambut matanya dengan air
matanya karena takut kepada-Ku, niscaya akan Aku selamatkan dia dari
neraka?”.
“Benar”. Firman Allah Taala.
Lalu
rambut itu berkata pula : “Saya bersaksi bahwa hamba yang penuh dosa ini,
sesungguhnya pernah menenggelamkan aku dengan air matanya karena takut
kepadaMu”.
Maka Allah Taala memerintahkan supaya
hamba tadi dibawa ke surga. Kemudian terdengarlah seruan : “Ketahuilah, bahwa
si fulan bin fulan telah selamat dari neraka karena sehelai rambut kecil di
antara bulu-bulu matanya”. (Hayatul Qulub)
Diriwayatkan
dari Atha, katanya : “Saya bersama Ibnu Umar dan Ubaid bin Amr pernah menemui
Aisyah ra., kemudian Ibnu Umar berkata : “Ceritakanlah kepada kami sebuah
hadis yang paling menakjubkan dari Nabi saw.”.
Aisyah
menangis, lalu berkata : “Pada suatu malam, yaitu malam giliranku, Rasulullah
datang menemuiku. Kulit Beliau bersentuhan dengan kulitku, lalu Beliau
bersabda : “Hai Aisyah, izinkanlah aku beribadat kepada Tuhanku”.
Saya
menjawab : “Sesungguhnya aku tidak menyukai hawa nafsuku, tetapi aku lebih
suka kedekatan Baginda dengan Allah Taala”.
Beliau
pun bangkit menghampiri sebuah bejana yang tersedia di dalam rumah sambil
menangis, lalu berwudu, Beliau mengucurkan air banyak-banyak. Kemudian Beliau
membuka Alquran, Jalu menangis lagi sehingga air matanya mengalir ke atas
tanah.
Bilal datang, sedang Beliau masih
menangis. Maka berkatalah Bilal “Ya Rasulullah, kutebus Baginda dengan ayah
dan ibuku, kenapa Baginda menangis. Padahal Allah telah mensucikan Baginda
dari dosa, baik yang lalu maupun yang akan datang?”.
Rasulullah
saw. menjawab : “Tidak patutkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?. Dan
kenapa aku tidak boleh menangis?!. Sedang Allah Taala semalam telah menurunkan
wahyu kepadaku:
Artinya : “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih.bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka
memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Rabbana, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka”.
Hai Bilal, tidak ada yang
mampu memadamkan api neraka itu selain air mata. Celakalah orang yang membaca
ayat ini sedang dia tidak memikirkan isinya”. (Majalisul Abrar)
Dari
Ibnu Abbas dan dari Abbas bin Abdil Muttalib ra., bahwa keduanya berkata :
Rasulullah saw. bersabda : .
Artinya : “Apabila
kulit seorang hamba menggigil karena takut kepada Allah Taala, maka
berguguranlah dosa-dosa darinya sebagaimana daun-daun rontok dari pohon yang
kering”. (Hayatul Qulub).
Dikatakan bahwa,
apabila telah tiba hari kiamat, maka keluarlah dari dalam neraka Jahim,
gumpalan api sebesar gunung. Api itu menuju ke arah umat Muhammad saw. Maka
Nabi berusaha menolaknya, namun tidak bisa. Nabi lalu berseru : “Hai Jibril..
hai Jibril! api itu benar-benar sedang menuju ke arah umatku, hendak membakar
mereka”.
Maka datanglah Jibril as. membawa
segelas air, lalu diberikannya kepada Rasulullah Seraya berkata : “Ya
Rasulullah, ambillah air ini dan giramkanlah ke arah api itu”.
Setelah
Beliau menyiramkan air itu ke arah api tersebut, maka seketika itu juga api
tersebut padam. Lalu Nabi bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, air apakah
ini. Aku belum pernah melihat yang sepertinya dalam memadamkan api?’.
Jibril
menjawab : “Ini tidak lain adalah air mata umatmu yang menangis karena takut
kepada Allah Taala dalam kesendiriannya. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku
agar mengambil dan menjaganya sampai saat engkau memerlukannya, untuk
memadamkan api yang menuju ke arah umatmu”. (Mau’izhah)
Diceritakan
bahwa, setelah Nabi Adam as. diturunkan dari surga, maka Beliau menangis
terus-menerus selama tiga ratus tahun, dan tidak pernah menengadahkan
kepalanya ke langit karena malu kepada Allah Taala. Beliau bersujud di puncak
sebuah gunung di India, Satu kali sujud selama seratus tahun, sambil menangis
sehingga air matanya mengalir di lembah sungai Sindus. Dari air mata Nabi Adam
itulah, Allah menumbuhkan di lembah itu pohon kayu manis dan cengkih.
Burung-burung minum dari air mata Nabi Adam itu, lalu mereka berkata : “Kami
tidak pernah minum suatu minuman yang lebih lezat daripada ini”. Mendengar
ucapan burung-burung itu, Nabi Adam menyangka bahwa mere. ka itu mengejeknya
atas pelanggaran yang telah dilakukannya. Maka Allah Taala mewah. yukan kepada
Beliau : “Hai Adam, sesungguhnya Aku tidak menciptakan sesuatu minum. an yang
lebih lezat dan lebih segar daripada air mata mereka yang durhaka”. (Zahratur
Riyadh)
Diceritakan bahwa, Rabbah Al Abbasi
pernah membeli seorang budak kecil berkulit hitam seharga empat dinar. Budak
itu tidak tidur dan tidak membiarkan tuannya tidur. Ketika malam telah kelam,
berkatalah Rabbah kepadanya : “Hai ghulam, kenapa engkau tidak mau tidur dan
tidak membiarkan kami tidur?”
“Tuanku”, budak itu
menjawab. “Apabila malam telah kelam, maka aku ingat betapa gelapnya kubur dan
betapa kelamnya neraka Jahannam, sehingga lenyaplah seleraku untuk tidur.
Lantas, ketika aku teringat hari saat aku berdiri di hadapan Tuhanku, maka
bertambah susahlah hatiku. Sedangkan jika aku mengingat surga dan
kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya, semakin bertambahlah rinduku. Maka
bagaimana aku bisa tidur, wahai Tuanku?”.
Mendengar
perkataan budaknya itu, Rabbah jatuh tak sadarkan diri. Setelah siuman
kembali, dia lalu berkata : “Hai ghulam, orang sepertiku ini tidak pantas
memiliki orang seperti engkau. Pergilah, engkau merdeka demi keridaan Allah
Taala”. (Majalis Ar-Rumi)
Diriwayatkan pula
bahwa, seorang lelaki mempunyai anak yang masih kecil. Dia tidur seranjang
bersama anaknya itu. Pada suatu malam, anak itu tampak gelisah dan tidak mau
tidur. Maka ayahnya bertanya : “Anakku, apakah engkau sakit?’.
“Tidak
ayah”, jawab anaknya. “Tetapi besok adalah hari Kamis. Hari itu aku akan
ditanya tentang ilmu yang telah aku peroleh selama satu minggu, sedang guruku
akan mendengarkannya. Aku kuatir kalau pak guru menemukan suatu kesalahan,
lalu dia memukulku dan marah kepadaku”.
Orang tua
itu menjerit dengan keras, lalu ditaburkannya tanah ke atas kepalanya dan
menangis. Kemudian dia berkata : “Aku lebih patut bersikap takut seperti ini
untuk hari ketika aku dihadapkan ke hadapan Allah Yang Maha Rahman guna
mempertanggung jawabkan semua perbuatan maksiat yang telah kulakukan di dunia.
Sebagaimana firman Allah Taala : (Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu
dengan berbaris)”.
Dari sahabat Abu Hurairah ra.,
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:
Artinya :
“Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser dari tempatnya pada hari
kiamat kelak, sampai dia (selesai) ditanya tentang empat perkara : (1) tentang
umur: nya, untuk apa dia habiskan, (2) tentang jasadnya, untuk apa dia
gunakan, (3) tentang ilmunya, amal apa yang telah dia lakukan dengannya, (4)
dan tentang harta bendanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia
belanjakan”. (Thariqat)
Seorang ahli makrifat
berkata : “Cucilah empat perkara dengan empat perkara : wajahmu dengan air
matamu, lidahmu dengan mengingat Penciptamu, hatimu dengan takut kepada
Tuhanmu, dan dosamu dengan bertobat kepada Penguasamu”.
Alfaqih
Abul Laits berkata : “Dosa itu ada dua macam, dosa antara Anda dengan Allah
dan dosa antara Anda dengan sesama hamba Allah”.
Adapun
dosa antara Anda dengan Allah, tobatnya adalah memohon ampun dengan lidah,
menyesal dengan hati dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi
selama-lamanya. Jika itu telah dilakukan, tobat itu masih belum bermanfaat
bagi seseorang selagi apa yang telah dia lewatkan (berupa amal-amal fardu,
seperti salat, puasa dll.) belum dibayar, jalu menyesal dan memohon ampun
kepada Allah”
Sedangkan dosa antara Anda dengan
sesama hamba Allah, maka selagi Anda bejum memperoleh kerelaan mereka, tobat
tidak ada gunanya bagi Anda, sampai mereka memaafkan Anda”. (Mau’izhah)
Adapun
hamba yang disebutkan dalam hadis yang mulia di atas, sekalipun bersifat umum,
karena berupa isim nakirah dalam susunan nafi (kalimat sangkal), namun hadis
itu ditaknshish dengan sabda Rasulullah yang lain :
Artinya : “Ada tujuh puluh ribu orang di antara
umatku yang masuk surga tanpa hisab”.
Dengan
demikian, pertanyaan yang disebutkan dalam hadis tersebut adalah pertanyaan
yang akan diajukan kepada selain yang tujuh puluh ribu orang itu.
Maka
sudah seharusnya, setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat
menyadari bahwa, pada hari kiamat nanti dia akan ditanyai dan akan diajak
berdialog dalam perhitungan amal (hisab), dan akan dituntut semua amal dan
perbuatannya walaupun hanya setimbang atom. Dan hendaklah ia meyakini bahwa,
dia tidak akan selamat dari bahaya-bahaya ini kecuali dengan selalu menghisab
dirinya dalam perniagaan akhiratnya, serta menanyainya dalam segala tarikan
napas, waktu, gerak dan diamnya. Karena, barangsiapa menghisab dirinya sebelum
dirinya itu dihisab, maka pada hari kiamat kelak, hisabnya akan diringankan.
Dan pada saat dia menerima pertanyaan, jawabnya akan datang sendiri kepadanya.
Dan dia akan mendapatkan tempat tinggal dan tempat kembali yang baik. Tetapi,
barangsiapa tidak mau menghisab dirinya, maka langgeng penyesalannya, dan akan
lama dia berdiri di padang kiamat, serta akan dijerumuskan oleh
keburukan-keburukannya sendiri kepada kehinaan dan kenistaan. Jadi, bagi
seorang mukmin, dalam perniagaan untuk memperoleh keuntungan akhirat,
seharusnya dia tidak lalai untuk mengawasi dirinya, dalam gerak dan diamnya,
dalam pandangan dan pikirannya, karena perniagaan ini labanya adalah surga
Firdaus yang paling tinggi dan sampai ke Sidratul Muntaha bersama para Nabi,
orang-orang siddig dan orang-orang yang mati syahid. (Dari Majalis Ar Rumi)
Ar
Raqhib berkata : “Nisyan (lupa) adalah bila seseorang tidak memelihara apa
yang dititipkan kepadanya, baik karena kelemahan hatinya atau karena lalai,
sehingga ingatannya terhadap barang titipan itu lenyap dari hatinya. Tiap-tiap
lupa yang terjadi pada seseotang yang dikecam oleh Allah Taala ialah lupa yang
asalnya karena suatu kesengajaan. Sedangkan lupa yang dimaafkan adalah seperti
yang diriwayatkan dari Nabi saw. : “Kekelruan dan kelupaan dimaafkan dari
umatku”. Yang dimaksud adalah lupa yang bukan diSebabkan oleh kesengajaan.
Jadi,
firman Allah Taala, yang artinya : “Maka rasailah olehmu (siksa ini)
disebabkan kamu melupakan pertemuan dengan harimu ini (hari kiamat)”. Yang
dimaksudkan adalah lupa yang disebabkan karena kesengajaan mereka dan karena
meninggalkan dengan Sikap menghina.
Dan kalau
nisyan itu dinisbatkan kepada Allah Taala, maka yang dimaksud adalah bahwa
Allah meninggalkan mereka sebagai penghinaan terhadap mereka dan sebagai
balasan atas perbuatan mereka meninggalkan-Nya, sebagaimana disebutkan dalam
kitab Al Lubab : “Nisyan kadang-kadang bisa diartikan meninggalkan, contohnya
adalah Seperti firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya
: “Mereka telah melupakan Allah, maka Allah pun melupakan mereka”.
Yakni
mereka meninggalkan ketaatan kepada Allah, seperti orang yang telah lupa, maka
Allah pun meninggalkan mereka.
Sebagian ahli
tafsir mengatakan: Jika dikatakan bahwa lupa itu terjadi sesudah ingat, dan ia
adalah lawan dari ingat, karena ia adalah ketidak ingatan yang terjadi sesudah
tahu, maka apakah orang-orang kafir itu penah ingat akan hak-hak Allah Taala
dan mengakui ketuhanan-Nya, yang kemudian mereka lupakan?.
Jawabnya
: “Sesungguhnya mereka telah pernah mengakui dan berkata “ya”, dahulu di hari
perjanjian (Yaumul Mitsaq). Tetapi kemudian mereka lupakan setelah mereka
diciptakan. Sedangkan orang-orang yang beriman, mereka tetap mengakui sesudah
mereka diciptakan, sebagaimana mereka mengakui sebelum itu dengan petunjuk
Allah Taala. Dan petunjuk itu tetap mereka pelihara haknya, sedikit atau
banyak, besar atau kecil”.
Dzunun Al Mishri pernah ditanya tentang
perjanjian yang terdapat pada ayat :
Artinya : “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?”
Tanya : Apakah Anda mengingatnya”.
Dzunnun
menjawab : Seolah-olah perjanjian itu saat ini masih terngiang di telingaku.
(Ruhul Bayan).
66. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN HARI JUMAT
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai
orang-orang yang berman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat
maka bersegeraiah karnu kepada mengingat Allah, dan tinggaikanlah jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu, pka kamu mengetahui”. (QS. Al Jumuat :
9)
Tafsir :
(.
) Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat.
Maksudnya : apabila azan untuk salat lelah dikumandangkan.
(.
) pada hari Jumat, adalah bayan dari (
).
Hari tersebut dinamakan Jumat, tidak lam
adalah karena pada hari itu, orang-orang berkumpul (ijtima) untuk menunaikan
salat. Sedang orang-orang Arab dahulu menamakannya Arubah (.
). Konon, yang menamakan demikian itu adalah Ka’ab bin Luay, karena pada hari
itu orang-orang berkumpul kepadanya.
Adapun salat
Jumat yang pertama kali dilakukan oleh Nabi saw. adalah, bahwa sesampainya
Rasulullah saw. di Madinah, Beliau singgah di Ouba, dan tinggal di sana sampai
hari Jumat. Kemudian barulah Beliau memasuki kota Madinah dan melakukan salat
Jumat di kampung Bani Salim bin Autf.
(.
) Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah. Maksudnya, maka berangkatlah
kamu cepat-cepat dengan tujuan untuk mengingat Allah. Karena As Sa’yu itu
lebih lambat daripada Al’adwu (. ). Sedang maksud mengingat Allah
di sini adalah khutbah. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah
salat. Sedang perintah supaya bersegera menuju kepadanya, menunjukkan bahwa
bersegera itu wajib.
(. ) dan
tinggaikanlah jual-beli. Maksudnya, dan tinggalkanlah semua mu’amalat,
(.
) Yang demikian itu lebih baik bagimu. Maksudnya, bersegera kepada Mengingat
Allah itu lebih baik bagimu daripada mu’amalat, karena keuntungan akhirat ku
lebih baik dan lebih kekal.
(.
) jika kamu mengetahui. Maksudnya, mengetahui kebaikan dan keburukan yang
sebenarnya. Atau, jika kamu termasuk golongan orang-orang yang berilmu. (Qadhi
Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca
salawat untukku pada hari Jumat sebanyak delapan puluh kali, maka akan
diampunilah dosa-dosanya selama delapan puluh tahun”.
Dan
diriwayatkan dari Abu Darda ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Perbanyaklah oleh kalian membaca salawat untukku pada hari Jumat, karena
hari Jumat itu adalah hari yang disaksikan, yakni disaksikan oleh para
malaikat. Dan tidak seorang pun yang membaca salawat untukku, melainkan
salawatnya itu dibawa ke hadapanku, sampai dia selesai dari salawatnya”.
(Alhadis)
Adapun sebab turunnya ayat (yaa ayyuhal
ladziina aamanuu idzaa nuudiya lish shalaati… dst, seperti disebutkan di atas
tadi), adalah bahwa, Nabi saw. pernah memberikan khutbah di atas mimbar pada
hari Jumat, tiba-tiba datang kafilah dagang milik Dihya Alkalabi, seorang
saudagar dari Syam, sambil menabuh genderang untuk memberitahukan
kedatangannya kepada orang banyak. Maka keluarlah orang-orang dari dalam
masjid untuk menyaksikannya, sehingga di dalam Masjid hanya tinggal dua belas
orang saja. Lalu turunlah ayat :
Artinya : “Dan
apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadanya dan mereka meninggalkanmu selagi berdiri (berkhutbah).
Kemudian
Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Demi Allah yang diriku berada dalam
genggaman kekuasaan-Nya, seandainya tidak ada dua belas orang laki-laki yang
tinggal di antara kamu, niscaya lembah ini akan mengalir menjadi api”.
Itulah
yang dimaksudkan oleh firman Allah Taala :
Artinya
: “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, pasti rusaklah bumi ini…. dst”. (Sab’iyaat)
Sahabat
Abu Hurairah ra., mengatakan : “Salat Jumat itu wajib atas orang yang jarak
antara dia dengan tempat Jumat itu memungkinkan dia bisa pulang ke kampungnya,
setelah selesai menunaikan salat tersebut”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa
meninggalkan salat Jumat tanpa uzur, maka hendaklah dia bersedekah satu dinar.
Kalau tidak ada, maka setengah dinar. Dan barangsiapa meninggalkan salat Jumat
tiga kali berturut-turut, maka kesaksiannya tidak diterima”. (Mashabih)
Dari
sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa mandi di hari Jumat, maka dihapuskanlah dosa-dosanya. Dan
apabila dia berjalan menuju salat Jumat, maka untuk tiap-tiap langkahnya,
Allah Taala akan mencatatkan baginya pahala ibadat selama dua puluh tahun. Dan
apabila dia melaksanakan salat Jumat, maka dia diberi pahala amal selama dua
ratus tahun”.
Dari Said bin Almusayyib, katanya :
“Sesungguhnya melakukan salat Jumat adalah lebih aku sukai daripada haji yang
sunnah”.
Dan begitu juga, diriwayatkan dari
Maisarah, katanya : “Saya pernah melewati kuburan kaum muslimin, lalu saya
ucapkan : “Selamat atasmu sekalian hai penghuni kubur. Kamu sekalian telah
mendahului kami, sedang kami akan menyusul kamu. Semoga Allah merahmati kami
dan kamu serta mengampuni kami dan kamu”. Lantas terdengar oleh saya seruan
dari dalam kubur, yang berkata : “Berbahagialah kamu sekalian hai penghuni
dunia. Kamu naik haji empat kali sebulan”.
“Di
mana kami bisa naik haji begitu?”, tanya saya.
Jawabnya
: “Itulah salat Jumat. Tidakkah kamu tahu bahwa salat Jumat itu serupa dengan
haji yang mabrur?. Maka, alangkah senangnya seandainya kami dapat pergi ke
pintu-pintu masjidmu, sehingga kami dapat melihat amal-amalmu dan mendengarkan
zikir-zikirmu. Akan tetapi, kami telah rela kepada kamu sekalian hai penduduk
dunia, dengan ucapan kamu kepada kami : “Semoga Allah merahmati si fulan yang
telah wafat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diriwayatkan
dari Abu Amr, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Nabi saw., bahwa Beliau
bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di seberang gunung Qaf ada tanah putih
yang tidak ada tanaman satu pun, seolah-olah tanah itu perak, sedang luasnya
sama dengan tujuh kali luas dunia. Tempat itu dipenuhi oleh para malaikat.
Seandainya ada sepotong jarum jatuh, niscaya akan jatuh pada mereka. Tangan
mereka masing-masing memegang bendera, yang panjangnya empat puluh farsakh.
Sedang pada tiap-tiap bendera Itu tertulis kalimat “Laa ilaha illallah,
Muhammadur Rasulullah”. Setiap malam Jumat mereka berkumpul di sekitar gunung
Oaf itu, lalu mereka bertadarru kepada Allah Taala dan berdoa memohon
keselamatan bagi umat Muhammad saw. Apabila terbit waktu subuh, mereka berdoa
: “Ya Allah, ampunilah orang yang mandi dan menghadiri salat Jumat”. Mereka
mengeraskan suara sambil menangis, sehingga Allah Taala berfirman : “Wahai
para malaikat-Ku, apakah yang kamu kehendaki?”. Maka mereka menjawab : “Kami
ingin agar Engkau mengampuni umat Muhammad saw”. Lantas Allah berfirman :
“Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (Misykatul Anwar).
Diriwayatkan
dalam sebuah khabar bahwa, Allah Taala telah menciptakan sebuah menara dari
perak putih di sisi Baitul Makmur. Panjang menara itu sejauh perjalanan lima
Tatus tahun. Apabila tiba hari Jumat, malaikat Jibril as. naik ke atas menara
itu lalu mengumandangkan azan, sedang Israfil as. naik ke atas mimbar lalu
berkhutbah. kemudian Mikail as. mengimami salat para malaikat. Apabila mereka
telah selesai salat, maka Jibril berkata : “Pahala yang aku peroleh dari azan,
aku berikan kepada seluruh tukang azan kaum muslimin dari umat Muhammad saw.
di muka bumi”.
Dan Israfil berkata : “Pahala yang
aku peroleh dari berkhutbah, aku berikan kepada seluruh khatib di muka bumi
dari umat Muhammad saw.”.
Dan Mikail berkata pula
: “Pahala yang aku peroleh dari mengimami, aku berikan kepada semua orang yang
menjadi imam di muka bumi pada hari Jumat”.
Sedang
malaikat-malaikat lain, semuanya berkata : “Pahala yang kami peroleh dari
berjamaah, kami berikan kepada orang yang salat Jumat di belakang imam”.
Kemudian
Allah Taala berfirman : “Wahai para malaikat-Ku, apakah kamu sekalian
menampakkan kedermawanan di hadapan-Ku?. Demi keperkasaan dan keagungan-Ku,
sesungguhnya pada hari ini telah Aku ampuni siapa saja di antara
hamba-hamba-Ku yang mengerjakan salat Jumat karena mematuhi perintah-Ku dan
menuruti kekasih-Ku, Muhammad”. (Zubdatu! Wa’izhin).
Konon,
ada seorang laki-laki membawa gandum di atas seekor keledai, lalu pergi ke
tempat penggilingan. Laki-laki itu bercerita : “Setelah saya ambil gandum itu
dari punggung keledai, tiba-tiba ia lari dariku. Sementara itu, saya mempunyai
sawah yang bertetangga dengan seseorang. Orang itu datang lalu berkata : “Hari
ini adalah giliranmu untuk mengairi sawah, airilah sawahmu, kalau tidak maka
lewatlah giliranmu”.
Tetapi hari itu adalah hari
Jumat, maka dalam hati, aku berkata : “Salat Jumat lebih aku sukai daripada
yang lain”. Semua pekerjaan itu saya tinggalkan, lalu saya pergi mengerjakan
salat Jumat. Ketika saya pulang ke rumah, usai salat Jumat, ternyata gandum
tersebut telah digiling, dan roti telah telah dimasak, sawah pun telah diairi,
juga keledai yang kabur telah kembali. Saya lalu bertanya kepada istri saya :
“Bagaimana ini semua bisa terjadi?”.
Istri saya
menjawab : “Tetangga kita pergi ke penggilingan lalu gandum yang ada di karung
kita itu digilingnya, disangkanya itu miliknya. Tetapi setelah dia pulang
membawa karung itu ke rumahnya, saya tahu bahwa itu adalah karung kita, maka
karung itu lalu saya bawa pulang ke rumah. Adapun sawah, air dari sawah
tetangga kita itu telah mengalir ke sawah kita sampai penuh”.
Setelah
saya menyaksikan kejadian itu, maka sejak itu pula saya tinggalkan urusan
dunia seluruhnya, lalu saya hanya melakukan ibadat dan ketaatan belaka”.
(Mathali’ul Anwar)
Diriwayatkan dari Nabi saw.,
bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Sesungguhnya
Allah Taala telah menciptakan malaikat yang berdiri di bawah Arsy. Malaikat
itu mempunyai empat puluh ribu tanduk. Jarak antara satu tanduk dengan tanduk
yang lain adalah sejauh perjalanan seribu tahun. Dan pada tiap-tiap tanduknya
terdapat empat puluh ribu barisan malaikat. Sedangkan pada wajah malaikat
tersebut terdapat matahari, pada tengkuknya ada bulan, dan pada dadanya ada
bintang-bintang. Apabila tiba hari Jumat, malaikat tersebut sujud kepada Allah
Taala sambil mengucapkan doa :
“Ya Allah,
ampunilah orang yang melaksanakan salat Jumat dari umat Muhammad saw.”. Dan
Allah Taala berfirman : “Wahai malaikat-malaikat-Ku, saksikanlah olehmu
sekalian, bahwa Aku benar-benar telah mengampuni siapa saja yang melakukan
salat Jumat”. (Kanzul Akhbar) Dari sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mandi pada hari
Jumat, maka dihapuskanlah darinya segala dosanya. Dan apabila dia berjalan
menuju (ke tempat) salat Jumat, maka dari tiap-tiap langkahnya Allah Taala
mencatatkan baginya pahala Ibadat selama duapuluh tahun Kemudian apabila dia
melaksanakan salat Jumat, maka dia diberi pahala amal selama dua ratus tahun”.
(Alhadis)
Cerita:
Konon,
pada masa hidup Malik bin Dinar, ada dua orang bersaudara beragama Majusi
(penyembah api). Salah seorang dari mereka telah menyembah api itu selama
tujuh puluh tiga tahun, sedang yang lain telah menyembahnya selama tiga puluh
lima tahun.
Pada suatu hari, sang adik berkata
kepada kakaknya : “Kak, kita telah menyembah api ini sejak sekian lama. Maka
sekarang, marilah kita coba, jika ia masih membakar kita seperti orang lain,
kita tidak akan menyembahnya lagi. Tetapi kalau tidak, maka kita akan tetap
menyembahnya sampai kita mati”.
Maka mereka
menyalakan api, lalu si adik berkata : “Apakah kakak dulu yang akan meletakkan
tangan kakak ke dalam api, atau saya dulu?”.
Kakaknya
berkata : “Engkau sajalah yang duluan. Letakkanlah tanganmu di dalam api
itu”.
Adiknya lalu meletakkan tangannya di dalam
nyala api, ternyata api itu masih tetap membakar tangannya.
“Celaka”.
Serunya, sambil menarik tangannya dari api. Kemudian dia berkata kepada api
itu : “Hai api, sudah cukup lama aku menyembahmu, tetapi engkau tetap
menyakiti aku, sungguh kejam engkau!”. Lalu dia berkata kepada kakaknya :
“Kak, mari kita tinggaikan saja dia”.
“Tidak”,
jawab kakaknya. “Aku tidak akan meninggalkannya”.
Maka
pergilah si adik meninggalkan kakaknya, lalu dia memboyong keluarganya menuju
ke rumah Malik bin Dinar. Pada saat itu, Malik bin Dinar sedang memberikan
pelajaran. Lalu orang tadi menceritakan kisahnya kepada Malik. Lantas Malik
menerangkan Islam kepadanya dan kepada keluarganya. Orang-orang yang hadir
menangis semua karena gembira. Kemudian Malik berkata kepada laki-laki itu :
“Duduklah bersama kami sejenak. Saya akan mengumpulkan untukmu sedikit uang
dari sahabat-sahabatku”.
“Jangan”, tukas
laki-laki itu. “Saya tidak akan menjual agama dengan dunia”.
Kemudian
dia pun pergi. Lalu didapatinya di antara reruntuhan kota ada sebuah bangunan
yang rusak. Dia pun masuk ke sana bersama keluarganya. Di sana mereka
beribadat kepada Allah Taala.
Esok harinya,
istrinya berkata kepadanya : “Pergilah ke pasar dan carilah pekerjaan.
Hasilnya bisa dipakai untuk membeli makanan”.
Maka
berangkatlah laki-laki itu menuju ke pasar. Namun tidak ada seorang pun yang
mempekerjakannya. Lalu berkatalah laki-laki itu di dalam hatinya : “Saya akan
bekerja Untuk Allah Taaia”.
Kemudian dia masuk ke
dalam masjid, lalu dikerjakannya salat sampai larut malam. Setelah itu dia
pulang ke rumah dengan tangan kosong. Istrinya bertanya : “Tidakkah engkau
memperoleh sesuatu?”. Dia menjawab : “Hari ini aku bekerja untuk Yang Satu.
Dan dia berkata , “Besok baru akan aku berikan upahmu”.
Malam
itu mereka tidur dalam keadaan lapar.
Esok
paginya, laki-laki itu berangkat lagi ke pasar, tetapi kali ini pun dia tidak
mendaPatkan pekerjaan sama sekali. Maka kembali dia bekerja untuk Allah.
Kemudian pulang ke rumah dengan tangan kosong. Istrinya menanyakan keadaannya,
dan dijawabnya sama seperti jawabannya kemarin. Dan malam itu kembali mereka
tidur dalam keadaan kelaparan.
Esok paginya,
adalah hari Jumat. Tetapi dia tetap belum mendapatkan pekerjaan Maka pergilah
ia ke Masjid lalu salat Jumat dua rakaat. Kemudian ditengadahkan tangan. nya
ke langit seraya berdoa : “Oh Tuhanku, berkat kemuliaan agama ini, dan berkat
kemuliaan hari ini, buanglah kesusahan karena memikirkan belanja keluargaku
dari dalam hatiku. Sesungguhnya aku malu kepada keluargaku, dan aku kuatir
mereka kembali kepa. da agama kakekku karena dirundung lapar”.
Syahdan,
ketika masuk waktu Zuhur, seseorang datang ke pintu bangunan yang rusak itu,
lalu mengetuk pintunya. Maka keluarlah istri laki-laki tersebut, ternyata
dilihatnya Seorang pemuda yang berparas elok, tangannya memegang sebuah baki
yang terbuat dari emas, tertutup sehelai sapu tangan. Pemuda itu berkata
kepadanya : “Ambillah ini dan katakan kepada suamimu, “Inilah upah kerjamu
untuk Allah Taala pada hari Jumat. Karena sesungguhnya amal yang sedikit pada
hari ini berpahala banyak di sisi Allah”.
Maka
diambilnya baki itu dari tangan pemuda itu, lalu disingkap tutupnya, ternyata
di dalam baki itu terdapat uang emas seribu dinar. Wanita itu mengambil satu
dinar lalu dibawanya kepada seorang penukar uang. Ketika uang itu ditimbang,
ternyata beratnya dua kali melebihi emas dunia. Penukar uang itu lalu
memeriksa lukisan pada uang itu, maka tahulah dia bahwa itu bukan dinar
dunia.
“Darimana ibu mendapatkan uang ini?”,
tanya penukar uang itu.
Maka wanita itu lalu
menceritakan kepadanya seluruh kisahnya dari awal sampai akhir. Setelah
mendengar cerita itu, penukar uang tersebut berkata : “Terangkanlah agama
Isiam itu kepadaku”. Wanita itupun menjelaskan tentang agama Islam kepada
laki-laki itu, dan akhirnya dia menyatakan diri masuk Islam. Kemudian
diserahkannya seribu keping uang emas dunia, sebagai penukar dari uang yang
satu dinar tadi.
Sehabis salat Jumat, suami
wanita itu pulang ke rumah, tetap dengan tangan kosong. Untuk menutup malu,
dia mengambil tanah lalu dimasukkannya ke dalam sapu tangannya sambil berkata
di dalam hatinya : “Kalau istriku nanti bertanya, “Kerja apa kau”. Maka akan
kujawab, “Aku bekerja dengan upah tepung”. Ketika dia tiba di rumah, tercium
olehnya bau masakan, maka sapu tangannya diletakkannya di sisi pintu agar
istrinya tidak mengetahuinya. Kemudian dia bertanya kepada istrinya tentang
apa yang dia lihat di dalam rumah. Istrinya menceritakan kepadanya peristiwa
datangnya seorang pemuda tersebut. Maka laki-laki itu lalu bersujud kepada
Allah Taala, sebagai pernyataan syukur atas apa yang datang dari sisi Allah
Taala.
Sejurus kemudian istrinya bertanya : “Apa
yang engkau bawa tadi?”.
“Jangan tanyakan itu”,
jawab suaminya.
Tetapi istrinya membuka bungkusan
itu, dan ternyata tanah tadi telah berubah menjadi tepung sungguhan, dengan
izin Allah Taala, dan berkat kemuliaan hari Jumat itu. Lantas, laki-laki itu
bersujud kembali kepada Allah Taala. (Demikian ringkasan cerita dari Hadis Al
Arba’in).
Diriwayatkan bahwa, Nabi Musa as.
pernah pergi ke bukit Baitul Maqdis. Di sana, Beliau melihat suatu kaum yang
sedang beribadat kepada Allah Taala dengan bersungguh-sungguh dan bersangatan.
Nabi Musa bertanya kepada mereka, lalu mereka jawab : “Kami termasuk umat
Tuan. Kami telah beribadat kepada Allah Taala di sini semenjak tujuh puluh
tahun yang lalu, dengan bersungguh-sungguh dan bersangatan. Pakaian kami
adalah sabar, makanan kami adalah tetumbuhan bumi, dan minuman kami adalah air
hujan”.
Maka Nabi Musa pun merasa senang.
Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Hai Musa, ada satu hari untuk
umat Muhammad, yang salat dua rakaat pada hari itu lebih utama dari ini
semua”.
“Ya Rabb”, kata Nabi Musa. “Hari apakah
itu?’.
“Hari Jumat”, jawab-Nya.
Nabi
Musa sangat menginginkan hari itu, namun Allah taala berfirman : “Hai Musa,
untukmu adalah hari Sabtu, untuk Isa hari Ahad, untuk Alkhali! Ibrahim hari
Senin, untuk Zakariya hari Selasa, untuk Yahya hari Rabu, untuk Adam hari
Kamis, dan untuk Muhammad beserta umatnya hari Jumat”. Maka Nabi Musa pun
merasa takjub akan keistimewaan umat ini. (Zubdah)
Dari
Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Jibril as. telah datang
kepadaku, sedang pada telapak tangannya ada sebuah cermin putih, dia berkata :
“Hari ini adalah hari Jumat. Tuhanmu memperlihatkannya kepadamu agar ia
menjadi hari raya bagimu dan bagi umatmu sepeninggalmu”. Dan di tengah cermin
itu ada sebuah titik, aku bertanya : “Titik apakah ini?” Jibril menjawab :
“Titik ini adalah suatu saat di antara dua puluh empat jam. Barangsiapa berdoa
kepada Allah Taala pada saat itu, maka Allah akan memperkenankan doanya. Dia
adalah penghulu semua hari”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Apabila tiba hari Jumat, maka Allah
Taala mengutus para malaikat turun ke muka bumi, sedang tangan-tangan mereka
memegang penapena dari emas dan kertas-kertas dari perak. Para malaikat itu
berdiri pada pintu-pintu Masjid dan mencatat nama orang yang masuk ke Masjid
dan salat Jumat. Apabila salat telah selesai mereka kerjakan, mereka kembali
ke langit lalu melapor : “Ya Tuhan kami, kami telah mencatat nama orang yang
masuk ke Masjid dan melakukan salat Jumat”. Allah lalu berfirman : “Wahai
malaikat-malaikat-Ku, demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya Aku
benar-benar telah mengampuni mereka, sedang mereka tidak berdosa lagi sedikit
pun”. (Raunaqul Majalis)
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya
: “Barangsiapa berangkat menuju salat Jumat pada saat yang pertama, maka
seolah-olah dia telah berkorban seekor unta: dan barangsiapa berangkat pada
saat kedua, maka seolah-olah dia telah berkurban seekor lembu, dan barangsiapa
berangkat pada saat ketiga, maka seolah-olah dia telah berkurban seekor domba,
dan barangsiapa berangkat pada saat keempat, maka seolah-olah dia telah
berkurban seekor ayam: dan barangsiapa berangkat pada saat kelima, maka
seolah-olah dia telah berkurban sebutir telur. Manakala imam telah keluar
menuju mimbar, dilipatlah lembaran-lembaran, sedang pena pun diangkat, dan
para malaikat berkumpul di sisi mimbar mendengarkan khutbah. Maka barangsiapa
datang sesudah itu, seolah-olah dia datang hanya untuk memenuhi kewajiban
salat saja.”.
Konon, bahwasanya manusia dalam masalah
kedekatan mereka ketika memandang Wajah Allah Taala kelak tergantung kepada
kesegeraan mereka masing-masing berangkat menuju salat Jumat. Dan oleh
karenanya dikatakan pula : “Bid’ah yang pertama-tama Sekali dilakukan orang
dalam Islam adalah meninggalkan kesegeraan berangkat menuju Salat Jumat”. Dan
oleh karena itu pula disebutkan dalam salah satu atsar, bahwa para malaikat
meneliti Seorang hamba, apabila dia terlambat dari waktu yang semestinya pada
hari Jumat, mereka berdoa : “Ya Allah, apabila keterlambatannya itu karena
kemiskinan, maka kayakanlah dia, kalau karena penyakit, maka sembuhkanlah dia,
dan kalau karena kesibukan, maka selesaikanlah kesibukannya itu agar dia tekun
beribadat kepada-Mu: serta kalau karena lalai, maka palingkanlah hatinya agar
taat kepada-Mu”.
Dahulu, pada abad pertama, jalan-jalan sesudah
fajar penuh sesak oleh orang-orang yang berjalan membawa obor. Mereka
berdesak-desakan di jalan menuju ke Masjid Jami’ seperti pada hari raya.
Sampai pada suatu saat, hal itu terhenti. (Zubdatul Wa’izhin).
67. PENJELASAN TENTANG NERAKA DAN MALAIKAT ZABANIYAH
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka,
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batuan. Penjaganya
malaikatmalaikat yang kasar, yang galak, yang tidak mendurhakai Allah tentang
apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”. (QS. At Tahrim : 6)
Tafsir :
(.
) Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu, dengan meninggalkan
perbuatan-perbuatan maksiat dan melakukan perbuatan-perbuatan taat.
(.
) dan keluargamu, dengan memberi nasihat dan pendidikan.
Kata
“ahliikum” (. ) ini dibaca juga “ahluukum”
(. ), yang diathafkan pada kata Auu
( ). jadi kata anfusakum (. ) dianggap
diri kedua pihak dengan jalan menggabungkan kedua pihak yang diajak bicara.
(.
) dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batuan : dari
api neraka yang dinyalakan dengan bahan bakar manusia dan batubatuan, seperti
halnya api lain yang dinyalakan dengan kayu bakar.
(.
) penjaganya malaikat. Malaikat-malaikat itu mengurusnya, yaitu
malaikatmalaikat Zabaniyah.
(. ) yang
kasar dan galak, kasar perkataannya dan galak tindakannya, atau, kasar
tubuhnya lagi kuat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat.
(.
) Yang tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia perintahkan kepada mereka,
pada waktu yang telah lalu.
(.
) dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka, pada waktu yang
akan datang: atau, mereka tidak menolak dari menerima perintah-perinlah, dan
memikulnya, serta menunaikan apa yang diperintahkan kepada mereka itu. (Qadhi
Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya akan
datang ke telagaku pada hari kiamat beberapa kaum yang tidak aku kenal
melainkan dengan banyaknya mereka membaca salawat untukku”. (Syifaun
Syarif)
Di dalam khabar disebutkan : bahwa
apabila seseorang hamba menangis karena takut kepada Allah, sehingga keluarlah
air mata dari kedua matanya, maka dari air mata itu Allah menciptakan sebatang
pohon bernama “Syajaratus Saadah” (Pohon Kebahagiaan). Jika angin takut dan
sedih bertiup mengenai pohon itu, maka keluarlah suara dari pohon itu “Oh
Muhammad”. Suara itu disampaikan Allah kepada Rasul-Nya di dalam kuburnya,
maka Beliau lalu menangisi umatnya. Dari air mata Rasul tadi, Allah
menciptakan sebatang pohon yang disebut “Syajaratus Syafaat” (Pohon Syafaat).
Apabila angin kenabian dan kerasulan bertiup mengenai pohon itu, maka
keluarlah suara yang mengatakan “Oh umatku”. Suara itu disampaikan Allah ke
seluruh penjuru langit, sehingga para malaikat mendengarnya. Maka mereka semua
lalu bersujud kepada Allah sambil menangis dan mengiba-iba : “Oh umat
Muhammad”. Allah Taala mendengar tangisan dan tadharru mereka, lalu Dia
berfirman : “Hai para malaikat-Ku, kenapa kalian menangis?’.
Malaikat
itu menjawab : “Tuhan kami, Engkau lebih tahu kenapa kami menangis dan
mengiba-iba terhadap umat Muhammad”.
Allah Taala
berfirman : “Hai para malaikat-Ku, saksikanlah bahwa Aku benar-benar telah
mengampuni siapa pun yang menangis karena takut kepada-Ku dari umat Muhammad”,
(Hayatul Qulub)
Disebutkan bahwa, yang dimaksud
dengan “manusia” (bahan bakar neraka dalam ayat di atas tadi) adalah
orang-orang kafir, sedangkan “batu-batuan’ adalah orang-orang bodoh yang tidak
mau mendengarkan nasehat. Kata al hijarah (. ) adalah jamak dari
kata al hajar ( ) yang artinya : batu. Kata ini tidak
mengikuti giyas sharaf seperti biasanya, karena jamak dari ‘hajar’ adalah
‘ahjaar’ ( ). Seperti halnya ‘syajar’ (. ) jamaknya
‘asyjaar’ (. ). (Tafsir An Nasafi).
Dan
ada pula yang mengatakan, yang dimaksud dengan ‘batu-batuan’ dalam ayat di
atas adalah patung-patung berhala sesembahan orang-orang kafir itu, baik yang
terbuat dari kayu maupun dari batu, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya
: “Sesungguhnya kamu dan apa yang kau sembah selain Allah adalah makanan
Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya”.
Adapun
sebab kenapa batu-batuan itu digunakan untuk menyiksa mereka, tidak lain
adalah agar para penyembah berhala itu mengerti benar bahwa patung-patung itu
tidak patut mereka sembah, dan agar mereka tahu betapa hina dan rendahnya
benda-benda tersebut setelah mereka dahulu meyakini kemuliaan dan keagungan
benda-benda itu. Dan dimasukkannya patung-patung berhala itu ke dalam neraka
bukan untuk menyiksa mereka, namun sebagai alat penyiksa bagi orang-orang
kafir. Sebab benda-benda yang digunakan untuk menyiksa memang tidaklah
disiksa, sebagaimana firman Allah:
Artinya :
“Pada hari dipanaskannya emas-perak itu dalam neraka Jahannam, lalu gibakarlah
dengannya dahi-dahi mereka….”.
Harta itu
dimasukkan ke dalam neraka Jahannam adalah sebagai alat penyiksa bagi
orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Penyiksaan itu dilakukan
terhadap pemilik harta, dan bukan terhadap harta itu sendiri”. (Dari tafsir An
Nasafi) Cerita:
Dahulu, apabila Nabi Zakariya as.
sedang duduk memberikan pelajaran, Beliau menoleh ke kanan dan ke kiri lebih
dahulu untuk melihat apakah putranya hadir di situ. Jika Beliau tidak melihat
putranya, Nabi Yahya as., barulah Beliau mengemukakan ayat-ayat azab. Tetapi
jika Beliau melihat putranya, maka Beliau sama sekali tidak menyebutkan
ayat-ayat azab, karena merasa kasihan kepada putranya itu, sebab Nabi Yahya
tidak tahan bila mendengar tentang neraka.
Suatu
hari, Nabi Zakariya duduk untuk memberikan pelajaran. Lalu Beliau memandang ke
arah kaumnya. Oleh karena banyaknya yang hadir, Beliau tidak melihat putranya
di sana, padahal Nabi Yahya berada di tengah-tengah kerumunan orang banyak
sambil menutupi kepalanya dengan bajunya. Kemudian Nabi Zakariya menyampaikan
beberapa ayat tentang neraka sambil menangis, sabdanya : “Jibril as. berkata
kepadaku, bahwa di alam neraka Jahannam ada sebuah gunung, namanya gunung
Sakran. Di kaki gunung tersebut ada sebuah lembah yang disebut lembah Ghadban.
Lembah itu diciptakan dari kemurkaan Allah Yang Maha Rahman. Di lembah itu
terdapat beberapa sumur api, tiaptiap sumur dalamnya sejauh perjalanan dua
ratus tahun. Di dalam sumur itu terdapat petipeti yang terbuat dari api, dan
di dalamnya terdapat rantai-rantai dan belenggu-belenggu”.
Mendengar
cerita itu, Nabi Yahya bangkit lalu keluar sambil mengaduh : “Aduh, Sakran…
Aduh, Ghadbaan!”. Maka melompatlah Nabi Zakariya, lalu bersama istrinya
Belilau keluar membuntuti putranya itu. Tetapi ternyata Nabi Yahya sudah tidak
ada lagi. Kedua orang suami istri itu kemudian melihat seorang pengembala,
maka mereka lalu bertanya : “Apakah engkau melihat seorang pemuda dengan
ciri-ciri begini-begini?”.
“Barangkali Tuan
sedang mencari Yahya?”. Pengembala itu balik bertanya.
“Benar”,
Jawab kedua orang suami istri itu.
“Dia saya
tinggal di sebuah pendakian”, kata pengembala itu.
“Dia
mengoceh : “Saya tidak akan makan apa pun dan tidak akan minum apa pun, sampai
saya tahu, apakah tempat tinggalku kelak di surga atau di neraka?”.
Akhirnya
mereka temukan juga putranya itu yang ketika itu sedang berdoa, lalu ibunya
berseru : “Anakku, demi kepedihan yang aku derita pada saat aku mengandungmu
di dalam perutku sekian lama dan menyusui engkau dari tetekku sekian lama.
Kemarilah, marilah pulang bersama kami ke rumah”.
Nabi
Yahya memenuhi ajakan ibunya lalu pulang ke rumah. Ayahnya berkata kepadanya :
“Aku ingin kau tukar pakaianmu itu dengan jubah ini!” Nabi Yahya menurut.
Sementara
itu, ibunya memasakkan untuknya gulai dari adas, dan dia pun mau makan, lalu
dia merasa kantuk dan tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi, ada yang berseru
kepadanya : “Hai Yahya, rupanya telah engkau peroleh negeri yang lebih baik
dari negeriku, dan lingkungan yang lebih baik dari lingkunganku”.
Nabi
Yahya bangun dengan terperanjat, lalu dia menangis dan berkata :
“Kembalikanlah bajuku yang lama, dan ambillah jubah kalian ini. Saya tahu
kalian menghendaki kehancuranku”.
Maka berkatalah
Nabi Zakariya as. : “Biarkanlah anakku berbuat sesuka hatinya. Semoga dia
selamat dari neraka”.
Ketika ibadat Nabi Yahya
telah demikian tekunnya, maka Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Zakariya as.
“Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengharamkan neraka untukmu sekalian”.
Maka
hati merekapun menjadi tentram, dan bertambah tekunlah mereka beribadat kepada
Allah Taala, sebagaimana firman Aliah Taala tentang mereka :
Artinya
: “Sesungguhnya mereka (keluarga Zakariya) adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa
kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk
kepada Kami. (Dzukhratul Abidin)
Diriwayatkan
dalam sebuah khabar, bahwa Allah Taala telah mengutus malaikat Jibril as.
kepada malaikat Malik, juru kunci neraka Jahannam, untuk mengambil api yang
akan diberikannya kepada Nabi Adam as. Untuk memasak makanan. Maka berkatalah
Malik as. : “Hai Jibril, berapa besar api yang Anda kehendaki?”.
“Kira-kira
sebesar buah kurma “, jawab Jibril.
Malik berkata
: “Kalau aku berikan seperti yang Anda kehendaki itu niscaya akan melelehlah
semua langit yang tujuh dan bumi yang tujuh, karena panasnya”.
“Bagaimana
kalau separuhnya?”, tanya Jibril.
Malik menjawab
: “Kalau aku berikan kepadamu seperti apa yang Anda kehendaki itu, niscaya
tidak akan turun hujan dari langit barang setetes pun, dan tidak akan tumbuh
tanam-tanaman sejumput pun di muka bumi”.
Kemudian
Jibril as. berseru : “Ilahi, seberapakah api yang mesti aku ambil?”.
Allah
Taala berfirman : “Ambillah api itu sebesar atom”.
Maka
diambillah api itu oleh Jibril sebesar atom, kemudian dicucinya dalam tujuh
puluh sungai di antara sungai-sungai di dalam surga sampai tujuh puluh kali.
Kemudian barulah api itu diserahkannya kepada Nabi Adam as. Jibril meletakkan
api itu di atas sebuah gunung yang tinggi, maka melelehlah gunung itu, sedang
api itu dikembalikan lagi ke tempatnya semula, yang tinggal hanya asapnya
saja, terdapat di dalam batu-batuan hingga sekarang. Jadi api kita di dunia
ini adalah dari asap api neraka yang sebesar atom itu. Maka renungkanlah,
wahai saudaraku!. (Daqoiqul Akhbar)
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya penghuni
neraka yang paling ringan azabnya ialah orang yang disiksa dengan memakai dua
terompah api, yang karenanya mendidihlah otaknya seolah-olah periuk yang
terletak di atas bara api. Dari otak itu api menyala berkobarkobar, lalu
keluarlah isi perutnya dari dua telapak kakinya. Orang itu mengira bahwa
dialah penghuni neraka yang paling berat siksanya, padahal dia termasuk orang
yang paling ringan azabnya di antara penghuni neraka yang lain. (Daqoiqul
Akhbar)
Diceritakan dari Manshur bin Ammar,
katanya :
“Pada suatu malam yang sangat gelap,
saya meronda di satu jalan di kota Kufah.
Lantas
saya mendengar suara dari dalam salah satu rumah di sana. Suara itu mengatakan
: “Ilahi, demi kemuliaan dan keagungan-Mu, janganlah kiranya Engkau melihat
kepada perbuatan maksiatku. Ampunilah dosaku dan terimalah uzurku. Jika tidak
Engkau terima uzurku, maka betapa akan jadinya keadaanku”. Ketika saya dengar
ucapannya itu maka saya pun membacakan ayat azab yang berbunyi :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
neraka… dst.”
Tiba-tiba saya dengar suara dan
gerakan yang keras, kemudian gerakan itu diam, lalu tidak terdengar lagi
olehku suara kehidupan. Maka saya pun pergi meninggalkan tempat itu.
Keesokan
harinya, saya kembali ke jalan yang saya datangi semalam. Saya lihat
orang-orang di tempat itu sedang menangis, dan tampak seorang perempuan tua
yang juga sedang menangis. Perempuan tua itu berkata : “Semoga Allah tidak
membalas kebaikan kepada pembunuh anakku ini, yaitu orang yang membaca ayat
azab, padahal anakku ini sedang berdiri salat di dalam mihrabnya. Ketika
anakku mendengar ayat itu, hatinya tidak tahan hingga dia menjerit dan
akhirnya tersungkur mati”.
Mendengar perkataan
perempuan tua itu, saya menjadi sedih. Malamnya saya mimpi melihat orang itu
sedang berada di tempat yang tinggi, lalu saya berkata kepadanya : “Apa yang
telah Allah lakukan terhadapmu?”
Dia menjawab :
“Allah telah memperlakukan aku seperti yang Dia perlakukan terhadap para
syuhada Uhud dan Badr”.
“Kenapa begitu?”. Tanya
saya.
Dia menjelaskan :”Karena mereka telah
terbunuh oleh pedang orang-orang kafir, sedang saya telah terbunuh oleh pedang
Allah. Penguasa Yang Maha Pengampun”. (Misykatul Anwar).
Dan
diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dari Nabi saw., sabdanya
:
Artinya : “Di dalam neraka terdapat ular-ular
dan kala-kala yang besarnya seperti leher unta. Binatang-binatang itu
menyengat seseorang di antara kamu dengan sengatan yang panasnya tetap terasa
selama empat puluh tahun. (Dagoigul Akhbar)
Konon,
ada seorang kakek berjalan di tepi sungai. Di sana dia melihat seorang anak
kecil sedang berwudu sambil menangis. Si kakek bertanya : “Hai nak, kenapa kau
menangis?”.
Anak kecil itu menjawab : “Saya
pernah membaca ayat suci Alquran yang berbunyi : “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah diri-diri kamu sekalian…!” dan seterusnya. Maka saya
kuatir kalau-kalau saya nanti dijebloskan Allah ke dalam neraka”.
“Hai
nak,”, ujar si kakek. “Engkau terpelihara, maka jangan takut, sungguh engkau
tidak akan masuk neraka”.
Namun anak itu
menyangkal, katanya : “Kek, kakek adalah seorang yang berakal. Tidakkah kakek
perhatikan bahwa jika orang menyalakan api untuk keperluan mereka,
pertama-tama yang mereka letakkan adalah kayu-kayu kecil untuk menyalakannya,
baru kemudian kayu yang besar-besar”.
Maka kakek
itu menangis keras sekali seraya berkata : “Sungguh, anak kecil ini lebih
takut daripada kami terhadap neraka”.
Tetapi
bagaimana dengan keadaan kita sendiri?. Pikirkanlah hai orang-orang yang
berakal. Kenapa Anda tidak menangisi dirimu yang telah digadaikan untuk
neraka, sedang maut telah merayapi leher Anda, kubur adalah tempat tinggal
Anda, kiamat adalah tempat pemberhentian Anda, musuh-musuh Anda kuat-kuat,
sedang hakimnya adalah Allah yang Mahakuasa, penyerunya adalah Jibril,
sedangkan sipir-sipirnya adalah Zabaniyah. Terhadap sengatan panas matahari
saja Anda sudah tidak tahan, maka betapa pula Anda akan tahan terhadap
sengatan ular-ular dan kala-kala?. (Jami’ul Jawami’).
Diriwayatkan
bahwa, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Pada malam
mikraj, aku mendengar suara desingan, lalu aku bertanya kepada Jibril : “Hai
Jibril, suara apakah ini?” Jibril menjawab : “Itu adalah batu yang telah
dilemparkan ke dalam neraka Sa’ir sejak tujuh puluh tahun yang silam, dan
sekarang baru sampai ke dasar nereka itu”.
Sama
seperti kata Abu Hurairah ra. : “Kami pernah bersama-sama Rasulullah saw.
Sekonyong-konyong kami mendengar suara dentuman yang sangat dahsyat dan keras.
Lalu Rasulullah bertanya : “Tahukah kalian, suara apakah itu?”. Kami menjawab
: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya”. Beliau menjelaskan : “Itu adalah
suara batu yang dikirim ke neraka Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang silam,
dan baru sekarang sampai di dasarnya”. (Zubdatul Wa’izhin).
Dan
diceritakan, bahwa seorang abid beribadat kepada Allah Taala sekian lama,
kemudian pada suatu hari, dia berwudu lalu salat dua rakaat. Usai salat, dia
menengadahkan tangannya berdoa : “Ya Tuhan kami, terimalah amal dari kami
ini”.
Lalu terdengar seruan dari pihak Allah Yang
Maha Rahman : “Jangan bicara, hai terkutuk, sesungguhnya ketaatanmu
ditolak”.
“Kenapa demikian, Ya Rabb?”, tanya si
abid.
Penyeru itu menjawab : “Sesungguhnya
istrimu telah melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan perintah-Ku, sedang
engkau merelainya!”.
Maka pergilah abid itu
menemui istrinya, kemudian ditanyakannya tentang hal itu, istrinya menjawab :
“Saya telah pergi ke tempat mesum, lalu saya mendengarkan musik dan tidak
salat”.
“Engkau saya ceraikan, dan aku tidak akan
menerimamu lagi untuk selama-lamanya”. Tegas si abid dengan suara keras.
Abid
itu lalu menceraikan istrinya. Setelah itu dia berwudu lagi dan kemudian salat
dua rakaat. Kemudian ditengadahkan kepalanya seraya berdoa :”Ya Allah,
terimalah amal dariku ini!”
Lalu terdengarlah
seruan : “Sekarang Aku terima ketaatanmu!”. (Uyun).
Diriwayatkan
dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : Nabi saw. bersabda : “Mohonlah
perlindungan kepada Allah dari sumur kesedihan!”. Ada yang bertanya : “Apakah
sumur kesedihan itu?”. Beliau menjawab : “Itu adalah sebuah lembah di dalam
neraka Jahannam, yang neraka Jahannam itu sendiri mohon perlindungan
daripadanya setiap hari sebanyak tujuh puluh kali, yang diperuntukkan Allah
bagi para gari (pembaca) Alquran yang ingin dipuji orang (riya)”. (Zubdatul
Wa’izhin).
Manshur bin Ammar berkata : “Saya
dengar bahwa malaikat Malik, juru kunci neraka. memiliki tangan sebanyak
bilangan penghuni neraka. Untuk tiap-tiap orang ada tangan yang akan
membuatnya berdiri, duduk dan membelenggunya dengan rantai-rantai Apabila
malaikat Malik memandang kepada neraka, maka neraka itu akan saling membakar
antar sesamanya, Saking takutnya kepada malaikat Malik. Huruf-huruf dalam
kalimat basmalah itu ada sembilan belas, dan jumlah malaikat Zabaniyah juga
demikian.
Mereka dinamakan Zabaniyah, karena
mereka bekerja dengan kaki-kaki mereka sebagaimana mereka bekerja dengan
tangan-tangan mereka. Malaikat Zabaniyah dapat menyambar sepuluh ribu orang
kafir dengan sebelah tangannya, dan sepuluh ribu dengan sebelah kakinya, dan
sepuluh ribu dengan sebelah tangannya yang lain, dan sebanyak itu pula dengan
sebelah kakinya yang lain. Jadi, empat puluh ribu orang kafir disiksanya
sekaligus dengan kekuatan dan kekejaman yang ada padanya. Salah satu dari
mereka adalah malaikat Malik, juru kunci neraka, itu sendiri, dan delapan
belas malaikat lainnya serupa dengannya. Mereka adalah pemimpin-pemimpin para
malaikat, yang. masingmasing membawahi malaikat-malaikat yang tidak terhitung
jumlahnya, selain Allah Taala saja yang tahu. Mata mereka tajam laksana kilat
menyambar, gigi mereka laksana putihnya tanduk lembu, dan bibir mereka
menyentuh kaki-kaki mereka. Dari mulut-mulut mereka keluar kobaran api jarak
antara kedua pundak mereka adalah seperti perjalanan satu tahun. Allah tidak
menciptakan di dalam hati mereka perasaan belas kasih barang seberat atom pun.
Salah satu dari mereka terjun ke dalam lautan api selama empat puluh tahun,
namun api itu tidak mencelakannya, karena cahaya lebih hebat daripada panas
api. Kita berlindung kepada Allah dari kehebatan api neraka.
Malaikat
Malik berkata kepada malaikat Zabaniyah : “Lemparkan mereka ke dalam
neraka!”.
Apabila malaikat-malaikat Zabaniyah itu melemparkan
manusia ke dalam api, maka mereka berseru ramai-ramai : “Tidak ada Tuhan
selain Allah”. Maka api itu tidak mau menyambar mereka.
“Hai api,
sambar mereka!”, seru malaikat Malik.
Tetapi api menjawab :
“Bagaimana aku mengambil mereka, sedang mereka mengucapkan: “Laa ilaaha
illallaah”.
“Memang”, kata Malik, “Tetapi begitulah perintah Tuhan
Pemilik Arsy yang agung”.
Maka api itu pun akhirnya mengambil
mereka. Di antara mereka ada yang ditarik Sampai kepada kedua telapak kakinya,
ada pula yang ditarik sampai kepada pusarnya, dan ada pula yang ditarik sampai
kepada lehernya. Maka, apabila api telah menjerumuskan mereka hampir sampai ke
wajah-wajah mereka, maka berkatalah malaikat Malik : “Jangan bakar wajah
mereka, karena mereka sering bersujud kepada Tuhan Yang Maha Rahman, dan
jangan bakar pula hati mereka, karena seringkali mereka kehausan oleh beratnya
berpuasa di bulan Ramadan”. (Daqaiqul Akhbar).
68. PENJELASAN TENTANG TOBAT NASUHA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat nasuha,
mudah-mudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke
dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, pada hari ketika Allah
tidak menghinakan nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya, sedang cahaya
memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, mereka berkata : “Ya Tuhan
kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami. Sesungguhnya
Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”, (QS. At Tahrim : 8)
Tafsir
: ‘
(. ) Hai orang-orang yang
beriman, bertobatiah kepada Allah dengan tobat nasuha, yang semurni-murninya.
Kata nasuha ini adalah sifat dari orang yang bertobat itu, karena orang yang
bertobat itu memurnikan jiwanya dengan tobatnya itu. Adapun kata tobat
(. ) disifati dengan nasuha (. ) adalah sebagai
mubalaghah, dengan cara menisbatkan kata sifat ini kepadanya secara majaz.
(.
) Mudahmudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke
dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Kalimat ini menggunakan
bentuk yang memberi harapan, yakni mengikuti kebiasaan raja-raja, dan agar
dimengerti bahwa, pahala seperti itu adalah karunia, sedangkan tobat tidaklah
memastikannya, dan bahwa seorang hamba seharusnya selalu bersikap antara takut
dan harap.
(. ) pada hari Allah
tidak menghinakan nabi. Kalimat ini merupakan zorof dari kata liyudkhitakum
( ), sedang :
(. )
dan orang-orang yang beriman bersamanya, diathafkan kepada annabiyya, sebagai
pujian terhadap mereka dan sindiran terhadap orang yang menjauhi mereka.
Dan
ada pula yang mengatakan, bahwa kalimat ini adalah mubtada, yang khabarnya
adalah :
(. ) sedang cahaya
mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan rnereka, yakni ketika berada
di atas Shirat.
(. ) Mereka berkata, ketika
cahaya orang-orang munafik dipadamkan.
(.
) Ya Tuhan kami, sempurnakaniah bagi kami cahaya kafni dan ampunilah kami.
Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa, cahaya mereka berbeda-beda menurut amal mereka
masing-masing, lalu mereka meminta karunia agar cahaya tersebut disempurnakan.
(Qadhi Baidhawi).
Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya
: “Barangsiapa membaca salawat untukku seratus kali pada hari Jumat, maka
kelak pada hari kiamat dia akan datang disertai cahaya, yang seandainya cahaya
itu dibagi-bagikan kepada makhluk-makhluk seluruhnya, niscaya mereka akan
mendapatkan bagian semua”. (Zubdatul Wa’izhin)
Juga
dari Nabi saw. :
Artinya : “Bertobat dari dosa
ibarat sabun terhadap pakaian”.
Konon,
kesempurnaan tobat itu akan tercapai dengan delapan perkara:
Pertama,
menyesal atas dosa-dosa yang telah lalu.
Kedua, menunaikan
kewajiban-kewajiban yang ditinggalkan (salat, puasa).
Ketiga,
mengembalikan barang-barang yang telah diambil secara aniaya.
Keempat,
meminta maaf kepada lawan
Kelima, bertekad tidak akan mengulangi
lagi dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Keenam, mendidik jiwa untuk
taat kepada Allah sebagaimana Anda pemah mendidiknya untuk berbuat maksiat.
Ketujuh,
merasakan pada jiwa pahitnya ketaatan sebagaimana Anda telah merasakan padanya
manisnya perbuatan maksiat.
Kedelapan, memperbaiki makanan dan
minuman (harus dari yang halai). (Mau’izhah). Diriwayatkan dari Abullah bin
Mas’ud ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda : “Tahukah kalian, siapakah
orang yang bertobat itu?”. Kami menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”.
Beliau menjelaskan : “Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mempelajari ilmu,
maka dia bukan orang yang bertobat. Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak
bertambah tekun ibadahnya, maka dia bukan Orang yang bertobat. Barangsiapa
bertobat, sedang dia meridai lawan-lawannya, maka dia bukan orang yang
bertobat.
Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak
mengubah pakaian dan perhiasannya, maka dia bukan orang yang bertobat.
Barangsiapa
bertobat, sedang dia tidak mengganti kawan-kawannya, maka dia bukan orang yang
bertobat.
Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak
mengubah budi pekertinya, maka dia bukan orang yang bertobat.
Barangsiapa
bertobat, sedang dia tidak melipat kasur dan tikarnya (untuk beribadat di
malam hari) maka dia bukan orang yang bertobat.
Barangsiapa
bertobat, sedang dia tidak mau bersedekah, yakni menyedekahkan kelebihan dari
apa yang ada di tangannya, maka dia bukan orang yang bertobat.
Maka
apabila semua pekerti tadi telah nyata dari seorang hamba, barulah dia menjadi
orang yang benar-benar bertobat”.
Dan dari Nabi
saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila seorang hamba berkata,
“Aku takut pada neraka”, sedangkan dia tidak berhenti dari melakukan perbuatan
dosa, maka di sisi Allah dia adalah seorang pendusta, bukan orang yang
bertobat. Dan apabila seorang hamba mengatakan “Aku rindu pada surga”, namun
dia tidak berbuat sesuatu untuknya, maka dia adalah seorang pendusta, bukan
orang yang bertobat. Dan apabila seorang hamba berkata : Aku rindu untuk
memeluk bidadari”, namun dia tidak memberi maskawin terlebih dahulu, maka dia
adalah seorang pendusta, bukan orang yang bertobat. Sesungguhnya orang yang
bertobat itu adalah kekasih Allah dan kekasih Rasul-Nya, sebagaimana firman
Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertobat dan orangorang yang mensucikan diri”.
(Zubdatul Wa’izhin)
Dari Ibnu Abbas ra., katanya
: “Tobat yang tulus itu ialah menyesal atas dosa-dosa yang lalu, berhenti
seketika dari melakukan dosa-dosa itu, dan bertekad tidak akan mengulangi lagi
dosa-dosa yang pernah dilakukan itu”.
Allah Taala
berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya tobat…”
Maksudnya
: kembali dari hal-hal yang dilarang.
Artinya :
“Di sisi Allah…”.
Maksud ‘ala
( ) di sini bukan kewajiban, sebagaimana pendapat kaum
Mu’tazilah. Karena tidak ada kewajiban atas Allah dalam segala hal. Tetapi
artinya adalah ‘inda ( ) atau di sisi. ,
Artinya
: “Adalah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan…”. Yakni : berbuat
maksiat.
Artinya : “Karena kejahilan (bodoh),
yang kemudian mereka segera bertobat”.
Maksudnya
: Dalam waktu yang dekat sebelum datang sakaratul maut.
Artinya : “Maka mereka itulah yang diterima
Allah tobatnya”.
Maksudnya : Allah menerima
tobatnya.
Karenanya, Nabi saw. bersabda, yang
artinya : “Orang yang bertobat dari dosa adalah seperti orang yang tidak
berdosa”.
Artinya : “Dan Allah adalah Dzat Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijakana”
Maksudnya :
Allah mengetahui orang yang benar-benar bertobat, dan memutuskan diterimanya
tobat itu.
Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Sesungguhnya Allah masih menerima tobat dari seorang hamba, selagi ruhnya
belum mencapai tenggorokannya, sebelum tobatnya itu”. (Mashabih)
Jadi,
sekalipun hampir mati, namun itu tidaklah menghalangi diterimanya tobat,
selagi orang belum melihat hal-ihwal akhirat. Adapun di waktu itu, maka sudah
tidak diterima lagi tobatnya orang yang suka menangguh-nangguhkan bertobat dan
orang-orang munafik, sebagian tidak diterima lagi imannya orang yang kafir di
kala dia sudah berputus asa, seperti iman Firaun ketika dia hampir ditelan
lautan, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya
: “Dan tidaklah tobat itu…”
Maksudnya : Allah
tidak menerima tobat.
Artinya : “Dari orang-orang
yang mengerjakan kejahatan-kejahatan…”.
Maksudnya
: dosa-dosa (selain syirik) yang terus-terusan dilakukannya.
Artinya
: “Yang hingga apabila datang maut kepada seseorang di antara mereka….”
Maksudnya
: telah mengalami sakaratul maut, bukan sekedar tanda-tanda maut.
Karena,
tobat itu masih diterima pada saat datangnya tanda-tanda maut, sebab di waktu
itu seseorang belum melihat hal-ihwal akhirat. |
Artinya
: “Barulah mengatakan : “Sesungguhnya saya bertobat sekarang…” dari
dosa-dosaku.
Maksudnya : tobat di saat itu sudah
tidak diterima lagi. Karena itu adalah waktu putus asa, bukan waktu memilih
lagi.
Artinya : “Dan tidak pula dari
orang-orang…”. Maksudnya : tidak pula diterima imannya orang-orang.
Artinya
: “Yang mati sedang mereka dalam kekafiran”.
Sebagaimana
tidak diterima iman mereka sesudah dibangkitkan atau selagi masih di dalam
kubur.
Artinya : “Bagi orang-orang itu, Kami
sediakan siksa yang pedih”.
Pengarang kitab Al
Kasysyaf berkata : “Ayat ini menyamaratakan antara orang-orang yang
menangguh-nangguhkan tobat mereka sampai datangnya ajal, dengan mereka yang
mati dalam keadaan kafir, bahwa tobat mereka tidak diterima. Sabda Nabi saw.
:
Artinya : “Binasalah orang yang
menangguh-nangguhkan”.
Yakni, orang yang
mengatakan, “kelak saya baru akan bertobat”. Dan seperti firman Allah Taala
:
Artinya : “Bahkan manusia itu hendak membuat
maksiat terus-menerus”.
Maksudnya : dia hendak
meneruskan dosanya dan menangguhkan tobatnya. Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Apabila seorang mukmin bertobat, maka Allah Taala mencatatkan baginya
ibadat selama satu tahun untuk tiap-tiap hari yang dilaluinya ketika dia dalam
kefasikannya, dan Allah memberikan kepadanya pahala orang yang mati syahid,
dan pada hari kiamat kelak dia akan dimahkotai dengan seribu mahkota, dan di
dalam kuburnya akan dibukakan baginya sebuah pintu yang menuju ke surga.
Sedang pada hari kiamat, akan berdiri malaikat di sebelah kanannya dan
malaikat di hadapannya, serta malaikat lagi di belakangnya, semuanya memberi
kabar gembira kepadanya tentang surga”.
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Apabila seorang pemuda yang
bertobat mati, maka Allah melepaskan siksaan dari kubur orang-orang Islam
selama empat puluh tahun, berkat kemuliaan pemuda itu di sisi Allah”.
(Khalishah).
Konon, sahabat Umar bin Khattab ra.
pernah menemui Rasulullah saw. sambil menangis, lalu ditanya Nabi : “Kenapa
kau menangis, hai Umar?”.
“Ya Rasulullah”, jawab
Umar. “Sesungguhnya di pintu ada seorang pemuda. Tangisnya benar-benar telah
membakar kaibuku”.
“Suruh dia masuk ke mari”,
perintah Nabi saw.
Pemuda itu masih tetap
menangis ketika Umar membawanya masuk menemui Rasulullah saw. Lantas Nabi
bertanya kepadanya, mengapa dia menangis sampai demikian sedihnya. Pemuda itu
menjawab : “Ya Rasulullah, saya menangis karena dosa-dosaku yang sangat
banyak, sedang saya takut kalau Tuhan Yang Mahakuasa murka kepadaku”.
“Apakah
engkau menyekutukan Aliah dengan sesuatu?”, tanya Rasulullah.
“Tidak”,
jawab pemuda itu.
“Apakah engkau telah membunuh
orang tanpa hak?”, tanya Rasulullah pula.
“Tidak”,
jawab pemuda itu.
Maka Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosamu, sekalipun sepenuh langit yang
tujuh dan bumi yang tujuh”.
Namun pemuda itu
berkata : “Ya Rasulullah, dosaku lebih besar daripada langit yang tujuh maupun
gunung-gunung yang terpancang”.
Mendengar
perkataan pemuda itu Nabi lalu bertanya : “Besar manakah dosamu dengan al
Kursi?”.
“Dosa saya lebih besar”, sahut pemuda
itu.
“Manakah yang lebih besar antara dosamu dan
Arsy?”, tanya Nabi pula.
“Dosa saya lebih besar”,
jawab pemuda itu.
“Besar manakah antara dosamu
dengan Allah?”, tanya Nabi.
Maksudnya, ampunan
Allah dan rahmat-Nya.
Pemuda itu menjawab :
“Bahkan Allah-lah Yang Mahabesar lagi Mahaagung”.
Kemudian
bersabdalah Nabi saw. : “Beritahukanlah kepadaku, apa dosamu itu!”.
“Saya
malu kepada Baginda, Ya Rasulullah”, elak pemuda itu.
Maka
Nabi lalu membesarkan hatinya, sabdanya : “Jangan malu kepadaku.
Beritahukanlah kepadaku tentang dosamu itu!”.
“Ya
Rasulullah”, akhirnya pemuda itu bertutur. “Sebenarnya saya adalah pencuri
kain kafan, yang sudah saya lakoni sejak tujuh tahun yang silam. Sampai pada
suatu hari, salah seorang gadis Ansar meninggal dunia. Kemudian saya gali
kuburnya, dan saya keluarkan dia dari kafannya, lalu saya ambil kafannya dan
pergi. Namun rupanya setan telah merasuki jiwa saya, hingga akhirnya saya
kembali kepadanya, lalu saya setubuhi dia. Namun, tiba-tiba anak perempuan itu
berkata « “Tidakkah engkau merasa malu terhadap persidangan Allah ketika Dia
meletakkan Kursi-Nya untuk mengadili. Dia ambil hak orang yang teraniaya dari
orang yang menganiayanya. Engkau benar-benar telah membiarkan aku telanjang di
tengah-tengah barisan orang-orang mati, dan engkau biarkan aku berdiri di
hadapan Allah dalam keadaan junub!”.
Mendengar
penuturan pemuda itu, Rasulullah bangkit dengan cepat seraya berkata . “Hai
manusia durhaka, enyalah dari hadapanku. Balasanmu tidak lain adalah
neraka’”.
Maka dengan menangis dan mengaduh,
pemuda itu pun keluar menuju padang pasir. Selama tujuh hari tujuh malam, dia
tidak merasakan makanan, minuman dan tidak tidur sama sekali. Hingga akhirnya
badannya menjadi lemah dan ia pun terkulai rebah di suatu tempat. Wajahnya dia
sungkurkan ke atas tanah, bersujud sambil berdoa : “Ilahi, aku hamba-Mu yang
penuh dosa dan salah. Aku telah datang ke pintu Rasul-Mu agar Beliau sudi
memberi syafaat untukku di sisi-Mu. Namun, tatkala didengarnya betapa besar
kesalahanku, maka Beliau lalu mengusirku dari pintunya, dan Beliau enyahkan
aku dari sisinya. Hari ini, aku datang ke pintu-Mu, agar Engkau menjadi
Pemberi Syafaat untukku di sisi kekasih-Mu, karena Engkaulah Tuhan Yang Maha
Rahman kepada hamba-hambaMu. Tidak ada lagi harapanku kecuali hanya kepada-Mu.
Jika tidak, maka kirimkantah api dari sisi-Mu, dan bakarlah aku dengannya
selagi di dunia-Mu, sebelum Engkau membakarku di akhirat-Mu”.
Kemudian
malaikat Jibril as. datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah,
Allah berkirim salam kepadamu!””.
Nabi menjawab :
“Dia-lah Assalam, dan dari-Nya Assalam, dan kepada-Nya kembali Assalam”.
Jibril
berkata pula : “Allah Taala bertanya kepadamu : “Apakah engkau telah
menciptakan hamba-hamba-Ku?”.
“Bahkan Dia-lah
Yang telah menciptakan aku dan mereka”, jawab Nabi.
Jibril
berkata : “Allah Taala bertanya : “Apakah engkau memberi rezeki kepada
mereka?”.
Nabi saw. menjawab : “Bahkan Dia-lah
Yang telah memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadaku”.
Jibril
bertaka : “Dia bertanya : “Apakah engkau yang menerima tobat mereka?”.
“Bahkan
Dia-lah Yang menerima tobat mereka dan memaafkan kesalahan-kesalahan”, jawab
Nabi.
“Allah Taala berfirman kepadamu”, kata
Jibril. “Aku telah mengirimkan kepadamu salah seorang di antara
hamba-hamba-Ku, dan dia telah menyatakan salah satu dari dosa-dosanya. Tetapi
engkau telah berpaling darinya dengan sangat hanya lantaran satu dosa. Maka
betapa akan jadinya orang-orang yang berdosa kelak, manakala mereka membawa
dosa-dosa laksana gunung-gunung yang besar. Engkau adalah utusan-Ku. Aku utus
engkau sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam, maka jadilah sebagai orang
yang belas kasih terhadap orang-orang yang beriman, dan sebagai pemberi
syafaat kepada mereka yang berdosa. Dan maafkanlah keterlanjuran hamba-Ku,
sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni dosanya”.
Kemudian
Rasulullah menyuruh beberapa sahabat untuk mencari pemuda itu. Mereka temukan
pemuda itu dalam keadaan terkapar tak berdaya, lalu mereka beritahukan
kepadanya kabar gembira tentang maaf dan ampunan dari Allah itu. Kemudian
mereka bawa pemuda itu menghadap Rasulullah saw. Namun ketika tiba, mereka
dapati Beliau sedang mengerjakan salat Magrib, maka mereka langsung ikut
bermakmum kepada Beliau. Ketika Rasulullah selesai membaca surah Alfatihah,
Beliau melanjutkannya dengan membaca surah At Takatsur, hingga akhirnya sampai
kepada ayat :
Artinya : “Sampai kamu masuk
kubur”.
Tiba-tiba pemuda itu menjerit keras, lalu
jatuh tersungkur. Dan ketika salat itu telah selesai, mereka dapati pemuda itu
sudah tidak bernyawa lagi dan telah pulang ke rahmatullah. Semoga Allah
merahmatinya. (Misykatul Anwar).
Dirwayatkan dari
Nabi saw., dari At Khalil as. bahwa pada suatu hari Al Khalil berkata : “Ya
Kariimal ‘aftwi (Oh Tuhan Yang Maha Murah maaf-Nya)”.
Lalu
Jibrit as. bertanya : “Tahukah Anda, apakah kemurahan maaf-Nya itu? ‘.
“Tidak”,
jawab Al Khalil.
Jibril menjelaskan : “Apabila
Dia memaafkan seseorang hamba, maka Dia tidak rela hanya begitu, sampai Dia
ganti kesalahan-kesalahannya dengan kebaikan-kebaikan, sebagaimana firman-Nya
yang berbunyi :
Artinya : “Maka mereka itu,
diganti Allah kejahatan-kejahatan mereka dengan kebaikan-kebaikan”.
(Naktah)
Konon, pada suatu hari sahabat Umar bin
Khattab ra. pernah melewati suatu jalan di kota Madinah. Di tengah jalan, dia
bertemu dengan seorang pemuda. Pemuda itu membawa sesuatu di balik bajunya.
Lalu Umar bertanya kepadanya : “Hai anak muda, apa yang kau bawa di balik
bajumu itu?”.
Pemuda itu sebenarnya membawa
sebotol arak. Tetapi dia malu mengatakan itu arak. Lalu dalam hatinya dia
bergumam : “Ilahi, jika Engkau tidak mempermalukan aku di hadapan Umar dan
tidak Engkau perlihatkan aibku, serta Engkau rahasiakan aibku di hadapannya,
maka aku berjanji tidak akan minum arak lagi selama-lamanya”. Kemudian dia
menjawab dengan tenang : “Ya Amiril mukminin, yang saya bawa ini adalah
cuka”.
“Coba perlihatkan padaku”. Pinta Umar.
Maka
barang itu pun diperlihatkannya kepada Umar. Ketika Umar melihatnya, ternyata
arak itu benar-benar telah berubah menjadi cuka murni.
Maka
pahamilah wahai saudara, bahwa seorang makhluk yang bertobat lantaran takut
kepada Umar, padahal Umar itu makhluk juga, namun Allah Taala mengubah araknya
menjadi cuka. Apalagi jika seorang ahli maksiat yang telah banyak menimbun
dosa, mau bertobat dari pekerjaan-pekerjaannya yang buruk lantaran takut
kepada Allah Taala, niscaya Allah Taala akan menggantikan arak
kesalahan-kesalahannya dengan cuka ketaatan-ketaatan-Nya. Itu bukanlah suatu
hal yang aneh, karena kelembutan dan kermurahan-Nya, sebagaimana firman-Nya
yang berbunyi :
Artinya : “Maka mereka itu,
diganti Allah kejahatan-kejahatan mereka dengan kebajikan-kebajikan. Dan Allah
adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Dari Asaduddin)
Dalam
hadis disebutkan :
Artinya : “Seorang laki-laki
datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata : “Saya telah melakukan kesalahan,
Ya Rasulullah. Maka apa yang harus saya lakukan (supaya Selamat)?” Beliau
menjawab : “Bertobatlah, sesungguhnya tobat itu mensucikan jiwa”.
(Demikianlah
disebutkan dalam kitab Khalishatul Haqoiq)
69. PENJELASAN TENTANG TANDA-TANDA ORANG YANG BERUNTUNG DAN CELAKA
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Tiap-tiap diri
merupakan rungguhan (borg) dikarenakan apa yang telah diperbuatnya, kecuali
golongan kanan, berada di dalam surga. Mereka saling bertanya-tanya tentang
orang-orang yang berdosa: “Apa yang memasukkan kamu ke dalam neraka Sagar?”.
Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan
salat, dan kami tidak memberi makan orang yang miskin, dan kami tenggelam
bersama orang-orang yang tenggelam, dan kami mendustakan hari pembalasan,
hingga datang kepada kami yakin”. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat
dari orang-orang yang memberi syafaat”. (QS. Al Muddatsir : 38-48).
Tafsir :
(. ) Tiap-tiap diri adalah rungguhan dikarenakan apa
yang telah diperbuatnya, dirungguhkan di sisi Allah. Kata rahinah
(. ) adalah masdar seperti kata syatiimah (. ).
Diartikan sebagai maf’ul seperti halnya ar rahnu (yang dirungguhkan). Kalau
kata ini sifat , tentu akan dikatakan rahiin (
).
(. ) kecuali golongan kanan.
Karena mereka membebaskan leher mereka (diri mereka) dengan amal perbuatan
yang baik. Dan ada pula yang mengatakan bahwa golongan kanan di sini artinya
para malaikat atau anak-anak kecil.
(.
) berada di dalam surga, yang tidak terhingga sifatnya. Kata-kata ini adalah
hal dari kata-kata ash-haabul yamiin ( ),
atau hal dari dhamir hum yang terdapat pada firman Allah selanjutnya:
(.
) mereka saling bertanya tentang orang-orang yang berdosa. Maksudnya, sebagian
mereka bertanya kepada sebagian yang lain. Atau, mereka bertanya kepada orang
lain tentang keadaan orang-orang yang berdosa itu. seperti perkataan
“tawaa’adnaahu”
(. ) yang sama artinya dengan “waa’adnaahu”
(. ).
Sedang firman-Nya
:
Apakah yang memasukkan kamu ke dalam neraka
Sagar?, beserta jawabannya, adalah cerita tentang dialog yang terjadi antara
orang-orang yang bertanya itu dengan orang-orang yang berdosa, yang menjawab
pertanyaan tersebut.
(. ) Mereka
menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang yang mengerjakan salat.
Maksudnya, salat wajib.
(. ) dan kami
tidak memberi makan kepada orang miskin, yang wajib diberi.
Firman
Allah ini memuat dalil bahwa orang-orang kafir pun terkena khitab tentang
cabang-cabang agama.
(. )
dan kami tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam. Kami menjerumuskan diri
ke dalam kebatilan bersama orang-orang yang menjerumuskan diri ke sana.
(.
) dan kami mendustakan hari pembalasan. Kalimat ini disebutkan belakangan
karena sangat pentingnya. Maksudnya : di samping itu semua, kami juga
mendustakan tibanya hari kiamat.
(.
) sehingga datang kepada kami yakin, kematian dan pendahulu-pendahulunya.
(.
) Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat orang-orang yang memberi
syafaat. Seandainya orang-orang itu semua memberi syafaat kepada mereka.
(Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Abu Hurairah ra.,
katanya : Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah,
siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaat Baginda pada hari kiamat?”.
Jawab Beliau : “Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat
kelak ialah orang yang mengucapkan : “Iaa ilaaha illallaah” (tidak ada tuhan
selain Allah) dengan tulus dari lubuk hatinya”.
Dan
diriwayatkan pula dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa mengucapkan “Laa ilaaha Illallaah” secara tulus maka dia akan
masuk surga. Seseorang bertanya : Ya, Rasulullah, bagaimana cara agar bisa
tulus?. Beliau menjawab : (Hendaknya kalimat itu) mencegahnya dari hal-hal
yang diharamkan Allah Taala”. (Tadzkiratul Qurthubi)
Dari
sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Apabila Allah Taala telah mengumpulkan semua makhluk pada hari kia, nat,
maka ja mengizinkan umat Muhammad saw. untuk bersujud. Maka mereka pun Sujud,
Di dalam sujud itu mereka mengucapkan tasbih agak lama, kemudian dikatakan
:
“Angkatlah kepalamu sekalian, sesungguhnya Kami
telah menjadikan musuh-musuhmu sebagai penebusmu dari neraka”. Dari sahabat
Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Sesungguhnya umat ini menjadi rungguhan dari siksanya karena perbuatan
tangan-tangan mereka. Maka apabila telah tiba hari kiarnat, Allah memberikan
seorang musyrik kepada seorang muslim, lalu dikatakan : Ini penebusmu dari
neraka”. (HR. Muslim).
Dan dari Abu Bardah,
katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Apabila tiba hari kiamat, Allah memberikan seorang Yahudi atau Nasrani kepada
setiap muslim, seraya berfirman : “Inilah tebusanmu dari neraka”.
Dan
menurut riwayat lain :
Artinya : “Tidaklah mati
seorang muslim, melainkan Allah telah memasukkan pada tempatnya di neraka
seorang Yahudi atau Nasrani”. Alhadis (Tadzkiratul Qurthubi)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Zuhud terhadap dunia
itu memberi keringanan pada hati dan jasad, dan cinta kepadanya itu
mermayahkan hati dan badan”. (Tarekat Muhammadiyah)
Abu
Yazid Al Busthami berkata : “Saya tidak permah dikalahkan kecuali oleh seorang
laki-iaki dari Balkan. Dia datang kepada kami lalu bertanya kepadaku : “Hai
Abu Yazid, bagaimana batasan zuhud menurut Anda?”.
Abu
Yazid menjawab : “Apabila ada kami makan, dan apabila tidak ada kami
bersabar”.
Laki-laki itu berkata : “Kelakuan
seperti itu dilakukan oleh anjing-anjing di Balkan”.
“Jadi
bagaimana batasan zuhud menurut Anda?”. Tanyaku.
Orang
itu menjawab : “Apabila tidak ada kami bersabar, dan apabila ada kami
dahulukan orang lain”. (Misykatul Qulub)
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa sibuk
mencari yang halal, maka dosa-dosanya akan diampuni”.
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : “Tidak akan masuk
surga daging yang tumbuh dari barang yang haram, gan nerakalah tempat yang
layak untuknya”. (Mikasyafatul Qulub).
Ketahuilah,
bahwa tanda su’ud (bahagia) itu ada sebelas :
Pertama,
zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat.
Kedua, selalu ingin
beribadat dan membaca Alquran.
Ketiga, sedikit bicara tentang hal
yang tidak perlu.
Keempat, senantiasa memelihara salat yang lima
waktu.
Kelima, bersikap wara terhadap barang haram atau syubhat,
sedikit atau banyak.
Keenam, bersahabat hanya dengan orang yang
baik-baik.
Ketujuh, berlaku tawadhu (rendah hati) tidak sombong.
Kedelapan,
dermawan lagi pemurah.
Kesembilan, belas-kasih terhadap sesama
makhluk Allah.
Kesepuluh, menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama
makhluk.
Kesebelas, banyak mengingat mati. (Tanbihul Ghafilin)
Adapun
tanda-tanda syaga (celaka) itu juga ada sebelas :
Pertama,
rakus mengumpulkan harta.
Kedua, keinginannya hanya memperturutkan
hawa nafsu dan kelezatan-kelezatan dunia saja.
Ketiga, suka
berbicara kotor dan menggunjing orang.
Keempat, meremehkan salat
lima waktu.
Kelima, bersahabat dengan orang-orang yang durhaka.
Keenam,
berakhiak buruk.
Ketujuh, bersikap congkak lagi sombong.
Kedelapan,
menolak manfaat dari sesama manusia.
Kesembilan, sedikit belas
kasihnya terhadap orang-orang yang ber-iman.
Kesepuluh, kikir.
Kesebelas,
tidak ingat mati.
Yakni, bahwa apabila seseorang
ingat akan mati, maka dia tidak akan menolak memberi makan dan belas kasih
terhadap sesama muslim, baik laki-laki maupun perempuan. (Tanbihul
Ghafilin)
Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda
:
Artinya : “Tanda syagawah (nasib celaka) itu
ada empat :
(1) Tidak mengingat dosa-dosa yang
telah lalu, padahal dosa-dosa itu tersimpan di Sisi Allah.
(2)
Menyebut-nyebut kebaikan yang telah lalu, padahal dia tidak tahu,
kebaikan-kebaikan itu diterima atau tidak.
(3) Memandang orang yang
lebih sukses dalam urusan dunia, dan
(4) Memandang orang yang lebih
rendah dalam urusan agama. Allah Taala berfirman : “Aku menghendaki kamu,
tetapi kamu tidak menghendaki Aku, maka Aku pun meninggalkan kamu”. (Minhajul
Muta’allim)
Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri
ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Siapa saja di antara orang Islam yang memberi pakaian kepada orang Islam
lainnya yang tidak berpakaian, maka Allah akan memberinya pakaian hijau di
dalam surga. Dan siapa saja di antara orang Islam yang memberi makan kepada
orang Islam lainnya yang sedang kelaparan, maka Allah akan memberinya makan
dari buah-buahan surga. Dan siapa saja di antara orang Islam yang memberi
minum kepada orang Islam lainnya, maka Allah akan memberinya minum dari arak
murni yang dilak”. (Mashabih)
Konon, ada seorang
abid di kalangan Bani Israel. Pada malam hari, dia beribadat kepada Allah
Taala, dan siangnya dia menjual barang-barang dagangannya kepada orang banyak.
Dia selalu berkata kepada dirinya : “Hai diriku , takutlah engkau kepada Allah
Taala!”.
Pada suatu hari, ketika dia keluar dari
rumahnya untuk menjual dagangannya, dan tiba di pintu rumah seorang bangsawan
sambil menjajakan barang dagangannya. Istri bangsawan itu melihat ada seorang
pedagang yang sangat tampan, yang belum pernah dilihatnya laki-laki setampan
itu, maka hati wanita itu tertarik kepadanya. Pedagang itu dipanggilnya masuk
ke rumahnya, lalu dia berkata : “Hai pedagang, aku sungguh senang kepadamu.
Aku memiliki banyak harta dan pakaian sutera. Tinggalkanlah daganganmu yang
sedikit itu, tukarlah pakaianmu dan kenakanlah pakaian sutera ini, lalu
ambillah harta yang banyak itu”.
Hati laki-laki
itu tertarik kepada ucapan wanita tersebut, tetapi kemudian dia berkata kepada
dirinya : “Hai diriku, takutlah engkau kepada Allah”. Lalu dia berkata kepada
wanita itu : “Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam”.
Wanita
itu berkata : “Demi Allah, aku tidak akan membukakan pintu sampai engkau
serahkan dirimu kepadaku!”.
Pedagang itu kembali
berkata kepada dirinya :”Hai diriku, takutlah kepada Allah”. Kemudian dia
berpikir sesaat, bagaimana cara melepaskan diri dari jerat wanita itu.
Akhirnya dia berkata : “Hai istri bangsawan, berilah aku tangguh sampai aku
berwudu lalu salaf dua rakaat”.
Lantas laki-laki
itu berwudu, lalu naik ke atas loteng dan salat dua rakaat di sana. Selesai
salat, dia memandang ke bawah, dilihatnya tanah sangat jauh di bawahnya,
kira-kira dua puluh hasta. Kemudian dipusatkannya pandangannya ke langit, lalu
sambil menangis, dia bermunajat kepada Tuhannya, katanya : “Aku telah
beribadat kepada-Mu sejak tujuh puluh tahun yang lalu, selamatkanlah aku dari
kejahatan wanita ini. Kalau tidak, niscaya aku akan datang kepada-Mu bersama
dia”.
Kemudian dia berkata kembali kepada dirinya
: “Hai diriku, takutlah kepada Allah!. Hai diriku, takutlah kepada Allah!”,
sambil terus mengucapkan kata-kata itu, dia lalu menerjunkan diri dari atas
loteng itu.
Maka Allah Taala berfirman kepada
malaikat Jibril : “Tangkaplah tangan hamba-Ku itu sebelum dia mencapai tanah.
Karena dia melemparkan dirinya lantaran takut akan siksa-Ku”.
Dengan
cepat Jibril turun lalu menangkap tangan orang itu sebelum dia jatuh ke tanah,
ibarat seorang ibu yang memegang tangan anaknya, lalu didudukkannya di atas
tanah seperti hinggapnya seekor burung. Maka pulanglah pedagang itu ke
rumahnya, selamat dari kejahatan istri bangsawan itu. Dia merasa gembira atas
keselamatannya itu. Kemudian dia temui keluarganya dalam keadaan sangat lapar,
sambil menangis dan bersedih. Lalu dia duduk di sisi istrinya. Kemudian
seorang laki-laki tetangganya datang ke rumahnya untuk meminjam roti
kepadanya.
“Demi Allah, kami tidak memiliki roti
sama sekali sejak beberapa hari ini”, kata abid itu. “Tetapi kalau Anda mau,
silahkan lihat sendiri di dapur itu”.
Maka
tetangga yang akan berhutang roti tadi pergi ke dapur untuk melihat, dan
ternyata di sana, dia melihat roti yang sudah di masak. Lalu hal itu
diberitahukannya kepada abid itu, maka mereka pun lalu menyantap roti
bersama-sama. Istri abid itu merasa heran dengan kejadian itu, lantas dia
bertanya kepada suaminya : “Keramat ini adalah darimu, bukan dariku, apa
rahasianya?”.
Maka abid itu lalu menceritakan
kepada istrinya rahasianya. Istrinya bersyukur kepada Allah
sebanyak-banyaknya. Sebagaimana difirmankan Allah :
Artinya
: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan-baginya
jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
(Zubdatul Wa’izhin) —
Diriwayatkan dari Nabi
saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila telah tiba hari kiamat,
sedang manusia, jin dan malaikat telah bangkit kembali berbaris-baris. Maka
datanglah anak-anak orang Islam, mereka membentuk suatu barisan. Dan saat
itulah Allah Taala berfirman kepada malaikat Jibril as. : “Pergilah dan
masukkanlah anakanak orang Islam itu ke dalam surga!”.
Maka
anak-anak itu pun dibawa menuju ke surga. Di pintu surga, mereka berhenti,
lalu bertanya : “Mana ayah dan ibu kami?. Masuk surga tanpa bersama ayah-ayah
dan Ibu-ibu kami, sungguh tidak pantas bagi kami.
Para
malaikat menjawab : “Sesungguhnya ayah-ayah dan ibu-ibu kalian itu tidak saMa
seperti kalian. Karena mereka telah durhaka kepada Tuhan, dan mengikuti hawa
nafSu Serta setan-setan mereka, karenanya mereka harus masuk neraka”.
Ketika
anak-anak itu mendengar perkataan malaikat itu, mereka lalu menjerit keras
Sekali, kemudian menangis meraung-raung. Dan pada saat itulah Allah Yang Maha
tinggi, Mahatahu lagi Mahateliti pengetahuan-Nya berfirman : “Hai Jibril,
suara jertan apakah Itu?”
Jibril menjawab : “Ini
adalah jeritan anak-anak orang Islam. Mereka berkata, “Kami tidak perlu surga,
dan kami tidak akan bisa menikmati kelezatan-kelezatan surga tanpa ayah-ayah
dan ibu-ibu kami. Kami berharap agar Allah Taala berkenan memaafkan dan
memberikan dosa-dosa mereka kepada kami, lalu memasukkan mereka bersama kami
ke dalam surga. Kalau tidak, maka masukkanlah kami bersama-sama mereka ke
dalam neraka”.
Pada saat itulah Allah Taala
berfirman kepada Jibril : “Pergilah dan ambillah ayahayah dan ibu-ibu mereka
di mana pun mereka berada, lalu serahkan mereka kepada anak-anak mereka.
Karena sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni doa-dosa mereka dengan
syafaat anak-anak mereka. Dan masukkanlah mereka bersama anakanak mereka
masing-masing ke dalam surga”.
Ketika anak-anak
itu mendengar firman Allah Taala itu, maka mereka pun bergemabira ria dan
bersuka cita, lalu mereka menemui ayah dan ibu mereka masing-masing Kemudian
mereka bimbing tangan ayah dan ibu mereka masuk surga bersama-sama”. (Demikian
intisari hadis).
Ibnul Mubarak, rahimahullah,
menuturkan dari Abu Saleh Alkalabi, rahimahullah bahwa dalam mengomentari
firman Allah :
Artinya : “Allah akan membalas
mengolok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan
mereka”.
Abu Saleh berkata : “Bahwa Allah
berfirman kepada penghuni neraka ketika mereka telah berada di dalam neraka,
“Keluarlah kamu”. Lalu dibukakanlah bagi mereka pintupintu neraka itu. Ketika
mereka melihat pintu-pintu itu terbuka, maka dengan cepat mereka berlari
menuju ke pintu-pintu itu hendak keluar. Sementara itu, orang-orang mukmin
melihat mereka dari atas dipan-dipan masing-masing. Ketika orang-orang kafir
itu telah hampir sampai di pintu-pintu tersebut, maka pintu-pintu itu seketika
tertutup kembali terhadap mereka. Itulah makna dari firman Allah yang artinya
: (Allah akan membalas mengolok-olok mereka…dst).
Sedangkan
orang-orang mukmin, ketika melihat pintu-pintu itu tertutup kembali terhadap
orang-orang kafir itu, maka mereka pun menertawakan orang-orang kafir itu.
Itulah makna dari firman Allah Taala yang artinya : (Maka pada hari ini
orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang yang kafir, mereka duduk di
atas dipandipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi
ganjaran atas apa yang dahulu mereka kerjakan)”.
Ibnul
Mubarak rahimahullah telah berkata juga : “Muhammad bin Basyar telah
memberitahukan kepada kami, dari Gatadah, mengenai firman Allah Taala yang
artinya: (Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan
orang-orang yang kafir…dst), dia berkata : “Disebutkan kepada kami bahwa Ka’ab
mengatakan : “Sesungguhnya di antara surga dan neraka terdapat
jendela-jendela. Maka apabila seorang mukmin ingin melihat kepada musuhnya
semasa di dunia, dia dapat melihat kepadanya dari jendela tersebut,
sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat lain yang berbunyi :
Artinya
: “Maka dia meniliknya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka
yang menyala-nyala”.
Katanya pula : “Ka’ab
menceritakan kepada kami bahwa, orang mukmin itu menilik, jalu dia melihat
tengkorak orang-orang itu sedang digodok hingga mendidih”. (Tadzkiran
Qurthubi)
Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda
ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Para penghuni
neraka itu dikuasai oleh perasaan lapar, dan siksaan lapal itu lebih berat
mereka rasakan dibandingkan dengan siksaan-siksaan yang lain. Lalu me”
nangislah mereka minta makan. Oleh malaikat Zabaniyah, mereka diberi makan
Dhari, yaitu sejenis rumput berduri di padang belantara, yang bila termakan
oleh unta maka akar berhenti di kerongkongannya sampai mati. Apabila penghuni
neraka itu makan rumput perduri tadi, maka rumput itu berhenti pada
kerongkongan mereka, lalu mereka minta air, maka mereka diberi Minum air hamim
(yang sangat mendidih). Tatkala air itu mereka dekatkan ke mulut-mulut mereka,
maka rontoklah daging wajah mereka menjatuhi minuman itu, saking panasnya air
tersebut. Dan apabila mereka meminumnya juga, maka melelehkan usus-usus di
dalam perut mereka. Mereka memandang dan menghiba-hiba kepada para malaikat
Zabaniyah, lalu para malaikat itu berkata kepada mereka : “Tidakkah datang
kepadamu seorang pemberi peringatan di dunia dahulu?”.
Para
penghuni neraka itu menjawab : “Memang pernah datang, namun kami tidak mau
mendengarkan perkataan para rasul itu, dan tidak pula membenarkan mereka”.
Maka
para malaikat itu berkata : “Sekarang sudah tiada berguna lagi penyesalan dan
tadharru kalian”.
Kemudian mereka menghiba-hiba
kepada malaikat Malik, juru kunci neraka. Namun malaikat Malik tidak sudi
menjawab perkataan mereka dan membiarkan mereka selama seribu tahun. Maka
apabila telah genap seribu tahun, berkatalah malaikat Malik kepada mereka :
“Kamu akan tetap tinggal di neraka ini!”.
Akhirnya
mereka berhiba-hiba kepada Allah Taala, dengan berkata : “Oh Tuhan kami, kami
telah dikuasai oleh kejahatan kami, yang telah ditetapkan atas kami, karenanya
kami tidak mengikuti petunjuk, dan kami adalah orang-orang yang sesat dari
petunjuk. Oh Tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka, maka jika kami kembali
melakukan kedurhakaan yang tidak Engkau sukai, maka sesungguhnya kami adalah
tergolong orang-orang yang zalim”. Maksudnya : jika kami masih tetap melakukan
kedurhakaan sesudah itu, maka masukkanlah kami kembali ke dalam neraka, dan
siksalah kami dengan sejenis siksaan Jahannam.
Kemudian
setelah lewat seribu tahun, barulah datang jawaban dari Allah Taala.
Artinya
: “Allah berfirman : “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu
berbicara dengan Aku”.
Maksudnya : Diamlah dalam
neraka, dan jangan bicara dengan Aku tentang pencabutan siksa, karena
sesungguhnya Aku tidak akan melepaskan siksaan itu darimu sekalian, sebab
neraka bukan tempat meminta.
Maka sejak saat itu mereka menjadi
putus asa dan benar-benar hina serta jauh dari rahmat Allah. Setelah itu
mereka tidak mampu lagi berbicara, sedang suara mereka berubah menjadi seperti
suara anjing, dan mereka tidak memperoleh kebaikan sama sekali, (Tafsir surah
Yaasiin)
70. PENJELASAN TENTANG IHWAL NAFSU
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Pada hari itu
diberitakan kepada manusia apa yang telah dia dahulukan dan apa yang dia
tangguhkan. Bahkan manusia itu mengetahui dirinya sendiri, meskipun dia
mengemukakan alasan-alasannya”. (QS. Algiyamah : 13-14) Tafsir :
(.
) Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dia dahulukan dan
apa yang dia tangguhkan. Perbuatan yang telah dia lakukan dan perbuatan yang
dia tangguhkan lalu tidak dia kerjakan. Atau, perbuatan yang dia”lakukan
terlebih dahulu dan perbuatan yang dia akhirkan, berupa tradisi yang baik atau
yang buruk yang dia lakukan sesudah itu. Atau, sedekah harta yang dia
dahulukan dan yang dia tang-guhkan. Atau, permulaan amal dan akhirnya.
(.
) Bahkan manusia itu mengetahui dirinya sendiri, menjadi hujjah yang terang
atas perbuatan-perbuatannya sendiri, karena dia menyaksikannya. Allah
mensifati manusia dengan sifat melihat, sebagai majaz, yakni serupa mata yang
me-lihat dari manusia itu sendiri, sehingga tidak perlu diberitahukan lagi.
(.
) meskipun dia mengemukakan alasan-alasan. Meskipun dia mengemukakan segala
alasan yang dapat dia kemukakan.
Kata ma’adzirah
(. ) ini adalah kata jamak dari mi’dzar
( ), yaitu udzur. Atau, kata jamak dari ma’dzirah
(. ) dengan tidak mengikuti kias, seperti halnya manaakir
(. ) jamak dari munkar ( ). Karena
kias dari jamak ma’dzirah itu adalah ma’adzir (. ). (Qadhi
Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa merasa
kesulitan memenuhi kebutuhannya, maka hendaklah dia memperbanyak pembacaan
salawat untukku. Karena salawat itu mampu menyingkirkan kesedihan, kesusahan
dan kesulitan, serta memperbanyak rezeki dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan”.
Pari
sebagian orang saleh, dia berkata : “Saya bertetangga dengan seorang penulis,
Kemudian dia meninggal dunia. Lalu saya bermimpi melihatnya, saya bertanya
kepadanya: “Apa yang dilakukan Allah terhadapmu?”.
“Dia
telah mengampuni saya”, jawabnya.
“Karena apa?”,
tanya saya pula.
Dia menjawab : “Dahulu, apabila
saya menulis nama Muhammad saw. dalam sebuah kitab, maka saya mengucapkan
salawat untuk Beliau. Maka Tuhanku lalu memberiku apa yang tidak pernah
terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah
terlintas di dalam benak seseorang manusia”. (Dari kitab Dalailul Khairat)
Mengenai
firman Allah Taala, yang artinya : “Pada hari itu diberitakan kepada manusia
apa yang telah dia dahulukan dan apa yang dia tangguhkan”. Maksudnya adalah
perbuatannya, yang tidak perlu diberitahu oleh orang lain, karena dia sendiri
menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Tafsir)
Ibnu
Abbas ra., berkata : “Mizan (neraca pada hari kiamat) itu mempunyai dua
piringan, yang satu di timur dan yang lain di barat”.
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Dua kalimat yang
ringan (diucapkan) di lidah, namun berat (timbangannya) di Mizan, serta
disukai oleh Allah Yang Maha Rahman, ialah : subhanallah wa bihamdihi,
subhaanallaahil ‘azhim. (Bukhari)
Dan sabda Nabi
saw. pula :
Artinya : “Barangsiapa membuat suatu
tradisi yang baik (yakni dalam Islam) lalu menjadi panutan (dalam tradisi
tersebut), maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang ikut
mengamalkannya (yakni, siapa pun yang ikut melakukan tradisi itu Sepeninggal
orang tersebut, maka pahalanya ditulis pula untuknya). Dan barangsiapa membuat
suatu tradisi yang buruk, lalu dia menjadi panutan dalam tradisi tersebut,
maka dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang ikut melakukannya.
(yakni, siapa pun yang melakukan tradisi tersebut sepeninggal orang itu, maka
dosanya ditulis pula untuknya). (Bukhari) ‘
Dari
sahabat Mu’az bin Jabal ra., katanya : “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak
akan bergeser dari tempatnya, sehingga dia ditanya tentang empat perkara : (1)
tentang umurnya untuk apa dia habiskan, (2) tentang jasadnya, untuk apa dia
gunakan, (3) tentang ilmunya, amal apa yang telah dilakukannya dengannya, (4)
dan tentang hartanya, lari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan.
(Tanbihul Ghafilin)
Allah Taala berfirman di
dalam surah Fusshilat :
Artinya : “Sehingga
apabila mereka sampai ke neraka, maka pendengaran, penglihatan dan kulit
mereka menjadi saksi (yang memojokkan) terhadap mereka atas apa yang telah
mereka kerjakan”.
“Sehingga apabila mereka sampai
ke neraka, maka pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi (yang
memojokkan) terhadap mereka atas apa yang telah mereka kerjakan”.
Kemudian
mereka bertanya kepada kulit mereka : “Kenapa engkau menjadi saksi atasku?”.
Kulit mereka menjawab : “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai
berbicara, telah menjadikan kami pandai pula berbicara. Dan Dialah yang
menciptakan kamu pada kali yang pertama, dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan”.
Nabi Daud as. berkata : “Ya Rabb,
aku ingin melihat Shirat (titian di atas neraka) dan Mizan (neraca amal
manusia) selagi masih di dunia”.
Allah Taala
berfirman : “Hai Daud, pergilah ke lembah anu!”.
Di
sana, Allah menyingkapkan tabir hijab dari Daud, sehingga Beliau dapat
menyaksikan Shirat dan Mizan seperti yang dituturkan dalam riwayat-riwayat.
Maka menangislah Nabi Daud dengan hebat, lalu Beliau berkata : “Ilahi,
siapakah di antara hamba-hambaMu yang akan mampu memenuhi piringan neraca itu
dengan kebajikan-kebajikan?’.
Allah Taala
menjawab : “Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, barangsiapa mengucapkan
‘aailaaha illallaah, muhammadur rasulullah’, satu kali dengan penuh keyakinan,
maka dia akan mampu menyeberangi Shirat dengan cepat laksana kilat yang
menyambar. Dan barangsiapa bersedekah dengan semisal kurna demi keridaan-Ku,
maka dia akan mampu memenuhi Mizan, padahal Mizan itu lebih besar daripada
gunung Oaf”. (Masyarigul Anwar)
Allah Taala
berfirman dalam surah Yaasiin :
Artinya :
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati (yakni : orang-orang yang
telah meninggal dunia ketika dibangkitkan di hari kiamat), dan Kami catat apa
yang telah mereka kerjakan (perbuatan-perbuatan mereka yang baik-baik maupun
yang burukburuk), dan jejak-jejak mereka (yakni : tradisi baik atau buruk yang
telah mereka contohkan). .
Nabi saw. bersabda
:
Artinya : “Tanda syagawah (nasib buruk) itu ada
empat : (1) tidak mengingat dosadosa yang telah lewat, padahal dosa-dosa itu
tersimpan di sisi Allah, (2) suka menyebutnyebut kebaikan yang telah lalu,
padahal dia tidak tahu, apakah kebaikan-kebaikan itu diterima atau ditolak,
(3) dalam urusan dunia, dia memandang kepada orang yang lebih sukses. dan (4)
dalam urusan agama, dia memandang kepada orang yang lebih rendah darinya Allah
Taala berfirman : “Aku menghendaki dia tetapi dia tidak menghendaki Aku, maka
Aku tinggalkan dia”. (Minhajul Muta’allim).
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : Sesungguhnya sedekah
seseorang satu dirham semasa hidupnya adalah lebih baik baginya daripada
bersedekah seratus dirham di saat matinya”. (Mashabih)
Mengenai
firman Allah Taala :
Artinya : “Dan Kami catat
apa yang telah mereka kerjakan dan jejak-jejak merela”.
Maksud
“jejak-jejak mereka”, dalam ayat di atas adalah langkah-langkah mereka menuju
ke Masjid”.
Diriwayatkan dari Abu Said Alkhudri
ra., katanya : “Banu Salamah pernah mengeluh tentang rumah-rumah mereka yang
jauh dari masjid, lalu Allah menurunkan firman-Nya, yang artinya : (Dan Kami
catat apa yang telah mereka kerjakan dan jejak-jejak mereka).
Dari
sahabat Anas ra., katanya : “Banu Salamah ingin pindah ke dekat masjid, tetapi
Rasulullah tidak suka kalau kota Madinah menjadi kosong. Lalu Beliau bersabda
: “Hai Banu Salamah, tidak sukakah kalian dengan (pahala) langkah-langkahmu
(menuju Masjid) itu?”. Maka mereka pun mau tinggal.
Dari
sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Orang yang paling besar pahalanya di dalam salat ialah orang yang paling
jauh berjalannya. Dan orang yang menunggu salat, sehingga dia melakukannya
bersama imam adalah lebih besar pahalanya daripada orang yang salat
(sendirian) terus tidur”,
Lanjutan firman Allah
dalam surah Yaasin :
Artinya : “Dan segala
sesuatu Kami kumpulkan (maksudnya : Kami simpan, Kami hitung dan Kami
jelaskan) dalam Kitab Induk yang nyata (yaitu di Lauhul Mahfuz). (Tafsir
a’alim)
Al Faqih Abul Laits berkata : “Kelak pada
hari kiamat, ada empat golongan manusia yang didatangkan, lalu masing-masing
mengemukakan alasan-alasan. Akan tetapi alasan-alasan mereka itu tidak ada
yang diterima :
Yang pertama, orang kaya.
Dia
mengemukakan alasan : “Sesungguhnya saya seorang kaya yang disibukkan Oleh
tuntutan-tuntutan hartaku, sehingga saya tidak sempat mengabdi kepada-Mu”.
Alasan mereka itu dipatahkan Allah dengan firman-Nya : “Sesungguhnya Sulaiman
memiliki Wilayah dari timur ke barat, namun dia tidak durhaka kepada Tuhannya.
Jadi alasanmu ini lidak diterima”. Maka mereka pun lalu digiring ke neraka.
Yang
kedua, orang miskin.
Dia mengemukakan alasan
dengan kemiskinannya, namun Allah mematahkan pula alasannya dengan memberi
contoh Nabi Isa as.
Yang ketiga, hamba sahaya.
Dia
beralasan melayani tuannya, tetapi Allah membantahnya dengan mengajukan contoh
Nabi Yusuf as.
Yang keempat, orang sakit.
Dia
beralasan dengan penyakitnya, tetapi Allah membantahnya dengan Nabi Ayyub as.
(Tanbihul ghafilin).
Dan ada pula yang mengatakan
bahwa, Allah membantah dengan empat orang terhadap empat golongan manusia,
kelak pada hari kiamat. Terhadap orang-orang kaya, Allah berargumentasi dengan
Nabi Sulaiman bin Daud as. Orang kaya berkata : “Ya Rabb, dahulu saya adalah
orang kaya. Kekayaan itu telah membuat saya sibuk, sehingga saya tidak sempat
beribadat lagi kepada-Mu”. Maka Allah menjawab : “Kamu belum sekaya Sulaiman,
namun kekayaannya itu tidaklah menjadi penghalang baginya untuk beribadat
kepada-Ku”.
Dan Allah membantah golongan hamba
sahaya dengan Nabi Yusuf as. Hamba sahaya itu berkata : “Ya Rabb, aku dahulu
adalah seorang hamba sahaya. Perbudakan telah menghalangiku dari mengabdi
kepada-Mu”. Maka Allah Taala menjawab : “Sesungguhnya perbudakan tidak
menghalangi Yusuf dari mengabdi kepada-Ku”.
Dan
Allah membantah golongan fakir miskin dengan Nabi Isa as. Orang fakir berkata
: “Ya Rabb, sesungguhnya kemelaratanku telah menghalangi aku dari mengabdi
kepadaMu”. Maka Allah menjawab : “Mana yang lebih fakir, engkau atau Isa?.
Kemelaratan tidak menghalangi dia dari beribadat kepada-Ku”.
Dan
Allah membantah alasan orang-orang yang sakit dengan Nabi Ayyub as. Orang
sakit berkata : “Ya Rabb, penyakit telah menghalangiku dari mengabdi
kepada-Mu”. Maka Allah menjawab : “Mana yang lebih berat, penyakitmu atau
penyakit Ayyub ? Sekalipun demikian, penyakitnya itu tidak menjadi penghalang
baginya untuk beribadat kepada-Ku”.
Jadi, pada
hari kiamat kelak, tidak ada seorang pun dapat membuat alasan di hadapan Allah
Taala. (Tanbihul Ghafilin)
Konon, sehari semalam
ada dua puluh empat jam, manusia bernapas setiap jamnya seratus delapan puluh
kali. Jadi sehari semalam dia bernapas 4320 kali. Dan untuk setiap napas,
manusia akan ditanya dengan dua pertanyaan, ketika menghembus dan menghirup,
yaitu perbuatan apakah yang engkau lakukan ketika menghembuskan dan menghirup
napas?. (Raudhatul Abidin)
Apabila Anda telah
menyadari hal ini, maka sudah sepatutnya orang alim yang zuhud itu menyuruh
manusia mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari melakukan
kemungkaran. Sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah ra., katanya : “Rasulullah
saw. bersabda, yang artinya : “Telah diazab penduduk suatu negeri di mana
terdapat delapan be: las ribu abid yang berkelakuan seperti kelakuan para
nabi”.
Para sahabat yang mendengar itu lalu
bertanya : “Ya Rasulullah, kenapa bisa terjadi demikian?”.
“Sebab”
jawab Nabi : “Mereka tidak marah karena Allah, tidak menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan tidak melarang dari yang munkar’.
Jadi,
setiap orang yang menyaksikan kemungkaran yang dilakukan oleh seseorang, dan
dia tidak melarangnya, maka dia bersekutu dengannya dalam kemungkaran
tersebut. Seperti orang yang mendengarkan pergunjingan, maka dia bersekutu
dengan penggun
jing. Begitu pula dalam semua
kemaksiatan. Contohnya : orang yang duduk di tempat orang-orang yang minum
minuman keras, maka dia adalah seorang yang fasik, sekalipun tidak ikut
minum.
Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya :
“Kami pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, benarkah kita
tidak perlu menyuruh yang ma’ruf sampai kita melakuannya sepenuhnya, dan
benarkah kita tidak perlu melarang kemungkaran sampai kita menjauhinya
sepenuhnya?”.
Beliau menjawab :
Artinya
: “Bahkan suruhlah yang ma’ruf sekalipun kamu tidak melakukan yang ma’ruf itu
sepenuhnya : dan cegahlah kemungkaran sekalipun kamu belum menjauhi yang
munkar itu sepenuhnya”.
Jadi, orang yang
melakukan kemungkaran, boleh-boleh saja melarang orang lain dari kemungkaran
tersebut, sehingga tidak terkumpul dua dosa pada dirinya. Seperti kata orang :
“Ambillah ucapan orang alim yang buruk kelakuannya, dan jangan tiru
perbuatannya. Sebab perkataannya adalah hak, sedang perbuatannya dari
setan”.
Diceritakan bahwa, seorang laki-laki
bertanya kepada Abdul Qasim Alhakim, “Kenapa para kiyai sekarang petuah dan
nasihatnya tidak dituruti oleh masyarakat sebagaimana halnya para kiyai
dahulu?”. Alhakim menjawab : “Sesungguhnya para kiyai dahulu itu jaga (tidak
tidur), sedang masyarakat tidur. Maka orang yang jaga jelas bisa membangunkan
orang yang sedang tidur. Sedangkan para ulama sekarang dalam keadaan tidur dan
masyarakatnya mati, maka bagaimana mungkin orang yang tidur dapat membangunkan
orang yang mati?”.
Sebagaimana dikatakan, di
dalam kitab Taurat tertulis : “Barangsiapa menanam kebaikan, dia akan menuai
keselamatan”. Di dalam kitab Injil tertulis : “Barangsiapa menanam keburukan,
dia akan menuai penyesalan : Dan di dalam Alquran tertulis : “Barangsiapa
mengerjakan kejahatan, maka dia akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu”.
Diceritakan,
dari Ikrimah, bahwa ada seorang laki-laki melewati sebatang pohon yang menjadi
sesembahan orang banyak, selain Allah. Maka laki-laki itu marah kepada pohon
tersebut, lalu diambilnya kapak, kemudian sambil menunggang seekor keledai dia
pergi menuju ke pohon itu hendak ditebangnya. Maka Iblis menemui orang itu
dengan menyamar sebagai manusia biasa.
“Mau ke
mana tuan?”, tanya Iblis ramah.
“Saya hendak ke
pohon yang menjadi sesembahan orang banyak itu”, jawabnya. “Saya sudah
bersumpah akan menebangnya sampai rata dengan tanah”.
Iblis
yang terkutuk itu berkata : “Apa untungnya bagi Anda, dan apa salah pohon itu,
biarkan ,jangan ditebang!”.
Namun laki-laki itu
tidak perduli, dia tetap bertekad menebang pohon tersebut. Maka terjadilah
perkelahian antara kedua makhluk itu. Orang itu berhasil membanting Iblis
Sampai tiga kali. Maka ketika Iblis sudah tidak mampu lagi melawan, dia lalu
berkata kepada laki-laki itu : “Pulanglah, nanti saya beri Anda setiap hari
uang empat dirham”.
“Benar itu?”, tanya laki-laki
tersebut. “Ya”. Jawab Iblis.
Laki-laki itu lalu
pulang ke rumahnya. Kemudian ketika dia memeriksa di bawah sajadahnya, maka
dia dapati uang sebanyak empat dirham. Hal itu terjadi setiap hari selama liga
hari. Namun pada hari berikutnya tidak dia temukan apa-apa. Maka diambilnya
Kas Paknya lalu dia berangkat menunggang keledainya menuju ke pohon itu. Iblis
telah mengadangnya dalam rupa seperti ke marin.
“Mau
ke mana?”, tanya Iblis. “Saya hendak menebang pohon itu!”, jawab laki-laki
itu. “Engkau tidak akan bisa melakukannya”, ejek Iblis.
Maka
terjadi lagi perkelahian di antara mereka berdua, dan kali ini, laki-laki
itulah yang dibanting Iblis sampai tiga kali. Laki-laki itu menjadi heran,
maka tanyanya : “Apa se. bab engkau menang atas diriku, padahal ke marin
sayalah yang menang?”.
“Tentu saja”, jawab Iblis.
“kemarin engkau berangkat semata-mata karena Allah Taala. Maka sekalipun semua
koncoku berkumpul mengeroyokmu, mereka tidak akan dapat mengalahkanmu. Tetapi
sekarang, engkau berangkat hanya karena tidak mendapati uang dirham lagi
sebagaimana biasanya. Maka tentu saja, akulah yang menang. Pulanglah, kalau
tidak, akan kupenggal lehermu!”.
Maka pulanglah
laki-laki itu dengan tangan hampa, dan tidak jadi menebang pohon itu.
(Zubdatul Wa’izhin)
Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra.,
katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat, sehingga
dia ditanya tentang empat perkara : tentang umurnya untuk apa dia habiskan,
tentang tubuhnya, untuk apa dia gunakan, tentang ilmunya, amal apa yang
dilakukannya dengan ilmu itu: dan tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan
untuk apa dia belanjakan”.
Hadis ini dinukil dari
Hisanul Mashabih. Sedangkan hamba yang disebutkan di dalam hadis itu,
sekalipun bersifat umum karena berupa isim nakirah dalam susunan nafi (kalimat
menyangkal), namun dia telah ditakhsis dengan sabda Nabi saw. yang berbunyi
:
Artinya : “Ada tujuh puluh ribu orang dari
umatku yang akan masuk surga tanpa hisab”.
Dengan demikian, berarti
pertanyaan seperti yang disebutkan dalam hadis di atas adalah ditujukan kepada
selain yang tujuh puluh ribu orang itu.
Oleh sebab itu, setiap
orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir harus menya dari, bahwa dia
akan ditanya pada hari kiamat kelak dan akan diajak dialog saat dihisab. serta
akan dituntut semua detak hati dan perbuatannya meski sebesar atom sekalipun.
Dan bahwa Allah Taala tidak akan menyelamatkannya dari bahaya-bahayanya ini
kecuali bila orang itu menghisab dirinya dalam perniagaannya untuk memperoleh
keuntungan akhirat. Dan senantiasa menuntutnya pada seluruh napas, waktu,
gerak dan diamnya. Karena sesungguhnya, barangsiapa yang suka menghisab
dirinya sebelum dia dihisab, maka pada hari kiamat kelak dia akan mendapatkan
keringanan hisab. Dan ketika dia menerima pertanyaan, jawabannya akan datang
sendiri kepadanya, dan akan mendapatkan tempat tinggal dan tempat kembali yang
baik. Tetapi, barangsiapa tidak mau menghisab dirinya, maka akan berkekalan
penyesalannya dan akan lama tegaknya di padang kiamat, dan oleh
keburukan-keburukannya dia akan dipimpin menuju kehinaan dan kenistaan. Jadi
bagi seorang mukmin, dalam perniagaannya untuk memperoleh keuntungan
akhiratnya, seharusnya tidak lalai mengawasi dirinya sendiri dalam semua gerak
dan diamnya, maupun dalam pandangan mata dan bisikan hatinya. Karena,
perniagaan ini keuntungannya adalah surga Firdaus yang paling tinggi, dan
tercapainya Sidratul Muntaha bersama para nabi, orang-orang Siddiq,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh. (Majalis Ar Rumi)
71. PENJELASAN TENTANG HARI RAYA IDUL FITRI
Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri, dan dia ingat
nama Tuhannya, lalu dia salat. Tetapi, kamu memilih kehidupan duniawi, sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini
benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, yaitu kitab-kitab Ibrahim
dan Musa”. (QS. Al A’la : 1419)
Tafsir :
(.
) Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. Membersihkan diri
dari kekafiran dan kemaksiatan. Atau, memperbanyak takwa, karena kata tazakka
( ) berasal dari azzaka (. ) yang artinya
bertambah. Atau, bersuci untuk melakukan salat. Atau, menunaikan zakat.
(.
) dan dia ingat nama Tuhannya, dengan hati dan lidahnya.
(.
) lalu dia salat. Sebagaimana firman Allah yang artinya : Dirikanlah salat
untuk mengingat-Ku!. Dan mungkin juga yang dimaksud zikir dalam ayat ini
adalah takbiratul ihram.
Dan ada pula yang
menafsirkannya sebagai berikut : Man tazakka (orang yang membersihkan diri)
maksudnya : mengeluarkan zakat fitrah. Wa dzakarasma (dan dia ingat nama
Tuhannya) Maksudnya : bertakbir pada hari raya. Fasholla (lalu salat)
Maksudnya : lalu melakukan salat led.
(.
) Tetapi kamu lebih memilih kehidupan duniawi, lalu tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat membahagiakan kamu di akhirat.
Khitab
ini ditujukan kepada orang-orang yang celaka, dengan cara mengalihkan
pembicaraan, atau dengan menganggap adanya kata qul (Katakanlah) yang
tersembunyi di dalamnya. Atau, bisa juga khitab ini ditujukan kepada semuanya,
karena pada umumNya, upaya untuk memperoleh dunia itu lebih banyak dilakukan
orang.
(. ) Sedangkan kehidupan
akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Karena kenikmatan akhirat benar-benar
dapat dirasakan kelezatannya, bersih dari hal-hal yang membahayakan dan tidak
terputus.
(. ) Sesungguhnya ini
benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang ahulu. Isim isyarah
(. ) di sini menunjuk kepada apa-apa yang disebutkan
sebelumnya, mulai dari kata qad aflaha ( ). Karena
hal-hal tersebut mencakup urusan keagamaan dan merupakan ringkasan dari
kitab-kitab yang pernah diturunkan, yaitu :
Kitab-kitab
Ibrahim dan Musa. Kalimat ini adalah Badal dari asshuhutul ula,
Nabi
saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca
surah Al A’la, maka Allah akan memberinya sepuluh kebaikan dari tiap-tiap
huruf yang telah Allah turunkan kepada Ibrahim, Musa dan Muhammad, semoga
rahmat dan kesejahteraan senantiasa tercurah atas mereka.” (Qadhi
Baidhawi).
Dari sahabat Anas bin Malik ra.,
katanya : “Pada suatu hari, Rasulullah saw. menaiki mimbar. Ketika Beliau
menaiki anak tangga yang pertama, Beliau mengucapkan “Amin”. Selanjutnya,
ketika Beliau menaiki anak tangga kedua, Beliau juga mengucapkan “Amin”, dan
ketika menaiki anak tangga ketiga, Beliau pun mengucapkan “Amin”. Akhirnya
Beliau sampai di atas mimbar lalu duduk. Kemudian sahabat Muaz bin Jabal
bertanya : “Baginda tadi, ketika menaiki anak tangga mimbar mengucapkan amin
sampai tiga kali. Apakah hikmatnya. Ya Rasulullah?”.
Beliau
menjawab : “Tadi Jibril telah datang kepadaku lalu berkata : “Hai Muhammad,
barangsiapa mendapati bulan Ramadan, namun dia tidak berpuasa sampai akhir
bulan dan tidak mendapatkan ampunan, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia
dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, amin. “Maka akupun mengaminkannya pula.
Kemudian, Jibril berkata pula : “Barangsiapa mendapati kedua ibu-bapaknya atau
salah satu dari keduanya di kala tua mereka, dan dia tidak berbakti kepada
keduanya, lalu dia mati, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia dijauhkan
Allah dari rahmat-Nya, amin!”. Lalu aku pun mengaminkannya pula. Kemudian
Jibril berkata pula :””Barangsiapa yang disebutkan namamu di sisinya, tetapi
dia tidak mengucapkan salawat untukmu, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia
dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, amin!”. Lalu akupun ikut mengaminkannya”.
(Zubdah)
Ada ahli tafsir yang mengatakan bahwa,
maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
diri”, itu ialah orang yang berbuat baik kepada ibubapaknya. Sebagaimana
firman Allah Taala:
Artinya : “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah kepada selain Dia, dan hendaklah
kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaikbaiknya”.
Dan
ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri”. lalah orang yang tidak condong
kepada orangorang zalim. Sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya
: “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, yang
menyebabkan kamu (nanti) disentuh api neraka”.
Dan
ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri”. Ialah orang yang tidak suka
menggunjing. Seimana firman Allah Taala :
Artinya
: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.
Dan
ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri”. ialah orang yang tidak mencintai
dunia. Sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya :
“Di hari itu harta dan anak-anak lelaki tidak berguna kecuali orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih”.
Dan ada
pula yang mengatakan bahwa maksud firman Allah :
“Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah orang yang banyak mengingat
Allah, seperti firman Allah Taala :
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, sebutlah Allah dengan zikir yang banyak”.
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa maksud firman Allah Taala : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah orang yang sabar menerima
musibah dari Allah. Seperti firman Allah yang berbunyi :
Artinya
: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabar yang akan dicukupkan pahala
mereka tanpa batas”.
Dan ada pula yang mengatakan
bahwa, maksud firman Allah Taala : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri”, ialah orang yang membersihkan lahir dan batinnya,
sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) Perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa, maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah dengan membaca Alquran,
seperti firMan Allah Taala :
Artinya : “Dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
(karenanya)”.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa,
maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
diri”, ialah dengan beramal secara ikhlas, seperti firman Allah Taala :
Artinya
: “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh: maka
mereka itu, kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan”.
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa, maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan dir”, ialah orang yang menahan dirinya
dari hawa nafsu, seperti firman Allah :
Artinya :
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri
dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”.
(Syaikh Zaadah)
Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra.,
dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Apabila
orang-orang itu berpuasa pada bulan Ramadan laiu keluar menuju salat hari raya
mereka, maka Allah Taaia berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, tiap-tiap
orang yang bekerja meminta upahnya. Dan juga hamba-hamba-Ku yang telah
berpuasa di bulan Ramadan dan keluar menuju salat hari raya, mereka meminta
pahala-pahala mereka. Maka, saksikanlah olehmu sekalian, bahwa Aku benar-benar
telah mengampuni mereka”.
Maka terdengariah
seruan : “Hai umat Muhammad, kembalilah kamu sekalian ke rumahmu
masing-masing, sesungguhnya kesalahan-kesalahan kamu telah Kuganti dengan
kebaikan-kebaikan”.
Kemudian Allah Taala
berfimman : “Wahai hamba-hamba-Ku, kamu telah berpuasa untuk-Ku, maka
bangkitlah kamu dalam keadaan telah mendapatkan ampunan”.
Dari
Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Bulan Ramadan itu permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan, dan
penghabisannya pembebasan dari neraka”.
Dan sabda
Nabi saw. pula :
Artinya : “Sesungguhnya Allah
membebaskan pada setiap jam dalam bulan Ramadan, baik siang maupun malam,
sebanyak enam ratus ribu orang dari dalam neraka yang seharusnya menerima
siksaan, sampai datang malam Qadar (Lailatul Qadar). Dan pada malam Qadar itu,
Dia membebaskan sebanyak orang yang dibebaskan sejak awal bulan. Sedang pada
hari raya Fitrah, Dia membebaskan sebanyak mereka yang dibebaskan dalam bulan
itu dan malam Qadar’. (Tanbihul Ghatilin)
Dan
dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya
: “Puasa seorang hamba terkatung-katung di antara langit dan bumi sampai dia
selesai menunaikan zakat fitrahnya. Dan apabila dia telah menunaikan zakat
fitrahnya. maka Allah memberikan dua sayap hijau pada puasa tersebut, yang
dengan kedua sayap itu ia lalu terbang ke langit yang ketujuh. Kemudian Allah
menyuruh agar puasa itu di tempatkan di dalam sebuah kendiil (pelita) di
antara kendil-kendil Arsy, sampai datang pemiliknya kelak”. (Zubdah)
Anas
bin Malik ra. berkata : “Orang yang beriman mempunyai lima hari raya :
(Pertama) tiap hari yang dilalui oleh seorang mukmin, yang pada hari itu tidak
ada satu dosa pun yang dicatat untuknya, itulah hari raya baginya. (Kedua)
hari ketika dia keluar dari dunia dalam keadaan membawa iman, syahadat dan
terpelihara dari tipu daya setan, itulah hari raya baginya. (Ketiga) hari
ketika dia menyeberangi shirat dalam keadaan aman dari huru-hara kiamat, dan
selamat dari tangan-tangan musuh maupun malaikatmalaikat Zabaniyah, itulah
hari raya baginya. (Keempat) hari ketika dia masuk ke surga, dan selamat dari
neraka Jahannam, itulah hari raya baginya. (Kelima) hari ketika dia memandang
kepada Tuhannya, itulah hari raya baginya”. (Abu Laits).
Dari
Wahab bin Munabbih, katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada setiap
hari raya led, Iblis yang terkutuk itu menjerit. Lalu berkumpullah
konco-konconya mengerumuninya seraya bertanya : “Tuan kami, siapakah yang
telah membuat tuan murka, akan kami hancurkan dia!”.
Iblis
menjawab : “Tidak ada apa-apa. Hanya saja Allah telah mengampuni umat ini pada
hari ini. Maka kamu harus membikin mereka sibuk dengan kelezatan-kelezatan,
keinginan-keinginan nafsu dan minum minuman keras, sehingga Allah akan murka
kembali kepada mereka”.
Maka bagi orang yang
berakal, hendaklah dia menahan diri pada hari raya dari keInginan-keinginan
nafsu dan hal-hal yang terlarang, lalu senantiasa melakukan ketaatanketaatan.
Karenanya, Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Usahakanlah agar pada hari raya kamu dapat mengeluarkan zakat, dan melakukan
amal-amal kebaikan dan kebajikan lainnya, seperti salat, zakat, membaca tasbih
dan tahlil. Karena sesungguhnya hari raya adalah hari di mana Allah mengampuni
dosa-dosa kamu sekalian, mengabulkan doamu, dan memandang kamu dengan
pandangan rahmat. (Durratul Wa’izhin)
Diceritakan,
bahwa Saleh bin Abdullah dahulu, apabila tiba hari raya, dia pergi ke lempat
salat. Setelah menunaikan salatnya, dia pulang kembali ke rumahnya, lalu
dikumRulkannya istri dan keluarganya di sekitarnya. Kemudian dia meletakkan
seutas rantai besi di lehernya sambil menaburkan debu ke atas kepala dan
tubuhnya, lalu menangis hebat.
Keluarganya merasa
heran, lalu mereka berkata kepadanya: “Saleh, ini hari raya dan hari gembira,
kenapa engkau begini?”.
Dia menjawab : “Aku tahu
itu, namun aku adalah seorang hamba. Tuhanku telah menyuruhku melakukan suatu
perbuatan untuk-Nya, lalu aku laksanakan. Tetapi, aku tidak tahu, apakah Dia
menerimanya atau tidak?”.
Pernah suatu ketika,
dia duduk di pinggir musala, lalu seseorang menegurnya : “Kenapa tuan tidak
duduk di tengah musala saja?”. Dia menjawab : “Saya datang untuk mengemis
rahmat, dan di sinilah tempat duduk para pengemis!”. (Zubdatul Wa’izhin)
Nabi
saw. bersabda, yang artinya : “Apabila tiba hari raya, Allah mengutus para
malaikat. Maka mereka pun turun ke bumi dan menyebar ke segenap negeri. Mereka
menyerukan : “Hai umat Muhammad, keluarlah kamu kepada Tuhan Yang Maha Rahim”.
Maka apabila mereka telah keluar menuju ke tempat salat mereka masing-masing,
Allah berfirman : “Saksikanlah oleh kalian, hai para malaikat-Ku, sesungguhnya
Aku memberikan pahala atas puasa mereka berupa keridaan dan ampunan-Ku”.
Ada
yang mengatakan bahwa, hikmat hari raya di dunia adalah sebagai peringatan
bagi hari raya di akhirat. Jika Anda melihat orang-orang, sebagian mereka ada
yang pergi dengan berjalan kaki, dan yang lainnya naik kendaraan, sebagian
mereka ada yang berpakaian dan sebagian lain bertelanjang: sebagian mereka
mengenakan kain sutera, sedang yang lainya mengenakan kain kasar, sebagian ada
yang bermain-main sambil tertawa riang, sedang yang lainnya menangis. Maka
ingatlah akan perjalanan hari kiamat, sesungguhnya demikianlah keadaan hari
kiamat kelak, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya
: “(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada
Tuhan Yang Maha Rahman sebagai perutusan yang terhormat: dan Kami akan
menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan
dahaga”.
Dan firman Allah Taala :
Artinya
: (Yaitu) hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang
berkelompok-kelompok?.
Dan firman-Nya :
Artinya
: “Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang menjadi putih berseri, dan ada
pula wajah yang menjadi hitam legam”.
Oleh karena
itulah, dikatakan bahwa, hari raya adalah musibah bagi anak-anak yatim dan
bagi sebagian orang yang keluarganya telah meninggal dunia.
Diceritakan
dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau pernah keluar
untuk melaksanakan salat led, sedang anak-anak lagi asyik bermain. Di antara
mereka ada seorang anak kecil yang duduk saja memandang kawan-kawannya.
Pakaiannya compang-camping, sedang dia menangis. Maka Nabi berkata kepadanya :
“Hai nak, apa sebab kau menangis, dan tidak ikut bermain bersama
teman-temanmu?”.
Anak itu tidak mengetahui bahwa
yang bertanya itu adalah Nabi saw., maka dijawabnya : “Hai laki-laki, ayahku
telah gugur di hadapan Rasulullah di perang anu. Lalu ibuku kawin lagi dan
memakan semua harta bendaku. Kemudian suaminya telah mengusir aku dari rumahku
sendiri. Dan sekarang aku tidak lagi mempunyai makanan, minuman pakaian maupun
rumah. Maka pada hari ini, ketika saya melihat anak-anak lain yang mash
mempunyai ayah, saya merasakan betapa pedihnya tiada berbapak, oleh karena itu
ah saya menangis”.
Maka tangannya di pegang oleh
Rasulullah, lalu Beliau berkata kepadanya : “Ha nak, maukah engkau bila aku
menjadi ayahmu, sedang Aisyah sebagai ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan
Husin sebagai saudara-saudara lelakimu, dan Fatimah sebagai saudara
perempuanmu?”.
Maka sadariah anak kecil itu bahwa
yang berada di hadapannya itu adalah Rasulullah saw., maka jawabnya : “Kenapa
saya tidak mau, Ya Rasulullah?”.
Selanjutnya anak
kecil itu dibawa oleh Rasulullah ke rumahnya. Di sana, dia diberi pakaian yang
bagus, disuruh makan sampai kenyang, dihias dan diberi wangi-wangian. Kemudian
anak itu keluar sambil tertawa gembira. Ketika anak-anak lain melihatnya,
mereka lalu bertanya kepadanya : Tadi kau menangis, kenapa sekarang
bergembira?”.
Anak itu menjawab : “Saya tadi
lapar, sekarang sudah kenyang: tadi saya telanjang, sekarang sudah berpakaian,
tadi saya yatim, sekarang Rasulullah menjadi ayahku, Aisyah ibuku, Hasan dan
Husin saudara-saudara lelakiku Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku.
Kenapa aku tidak gembira?’.
Maka berkatalah
anak-anak itu : “Alangkah baiknya seandainya ayah-ayah kita mati terbunuh di
jalan Allah pada perang itu, tentu kita akan menjadi begitu pula”.
Syahdan,
ketika Nabi saw. meninggal dunia, anak kecil itu keluar sambil menaburkan
tanah ke atas kepalanya, meminta tolong sambil berteriak : “Aku sekarang
menjadi anak yang asing dan yatim lagi”.
Maka
dipungutlah ia oleh Abubakar Assiddiq ra. (Zubdah).
Zakat
fitrah adalah suatu kewajiban yang berupa amal, bukan i’tikad. Ia diwajibkan
atas setiap orang Islam yang merdeka, yang memiliki senisab, lebih dari
kebutuhan yang pokok, sekalipun tidak berkembang yang oleh karenanya haram
disedekahkan. Zakat fitrah itu wajib dikeluarkan untuk diri sendiri, anaknya
yang masih kecil lagi miskin, hamba Sahayanya yang bertugas sebagai pelayan
sekalipun dia kafir, dan begitu pula hamba mudabbarnya dan ummu waladnya,
tetapi tidak wajib atas istrinya, anaknya yang sudah dewasa dan anak kecilnya
yang kaya, bahkan pengeluaran itu diambilkan dari harta anak kecil yang kaya
tadi. Dan tidak wajib pula dikeluarkan untuk hamba mukatab maupun hamba yang
berstatus dagangan.
Waktu pelaksanaan zakat
fitrah itu adalah sebelum salat led. Diriwayatkan bahwa, Sahabat Utsman bin
Affan ra. pernah lupa, tidak membayarkan zakat fitrah sebelum salat led, lalu
sebagai penebusnya, dia memerdekakan seorang hamba sahaya wanita. SelanJutnya,
dia datang menemui Nabi saw., melaporkan : “Ya Rasulullah, saya kelupaan,
tidak membayar zakat fitrah sebelum salat led. Dan sebagai penebusnya, saya
memerdekakan Seorang hamba sahaya wanita”. Namun Nabi saw. mengomentari :
“Seandainya engkau Memerdekakan seratus hamba sahaya wanita sekalipun, hai
Usman, tetap tidak akan dapat menyamai pahala zakat fitrah sebelum salat led”.
(Zubdatul Wa’izhin)
Ada orang bertanya, “Kenapa
rukuk itu hanya satu kali, sedang sujud itu dua kali, Padahal keduanya
sama-sama fardu?”.
Dijawab : “Karena rukuk itu
lebih menunjukkan pada objek peribadatan, sedang dua Sujud merupakan dua
saksi. Maka sebagaimana rukuk itu tidak akan diterima kecuali dengan sujud,
begitu pula puasa tidak akan diterima kecuali dengan zakat fitrah. Karena
Zakat fitrah itu merupakan saksi atas puasa”. (Zubdatul Wa’izhin) Diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Barangsiapa memberikan
zakat fitrah, dia akan memperoleh sepuluh perkara :
Pertama,
tubuhnya bersih dari dosa-dosa.
Kedua, dibebaskan dari api
neraka.
Ketiga, puasanya diterima.
Hasan
Albashri berkata : “Sesungguhnya zakat fitrah bagi puasa adalah seperti sujud
sahwi bagi salat. Sebagaimana sujud sahwi dapat menambal semua kekurangan yang
terjadi dalam salat, begitu pula dengan puasa, segala kekurangan yang terjadi
dalam puasa ditambal dengan zakat fitrah dan salat teraweih. Karena
kebaikan-kebaikan itu menghapuskan keburukan-keburukan.
Keempat,
pasti memperoleh surga.
Kelima, keluar dari kubur dalam keadaan
aman.
Keenam, semua kebaikan yang dilakukannya pada tahun itu
diterima.
Ketujuh, dia pasti mendapatkan syafaatku pada hari
kiamat.
Kedelapan, dia akan melintasi Shirat (titian di atas neraka
menuju surga) dengan cepat, laksana kilat yang menyambar.
Kesembilan,
timbangan amalnya akan berat penuh dengan kebaikan-kebaikan.
Kesepuluh,
Allah Taala akan menghapuskan namanya dari daftar orang yang celaka”. (Syaikh
Zaadah).
Disunnahkan mengeluarkan zakat fitrah
itu sebelum melaksanakan salat Id. Dan kewajiban itu tidak gugur meskipun
telah terlambat. Yaitu setengah sha (1 sha 2.75 liter) gandum atau tepung
terigu, atau tepung sawig (gandum halus), atau satu sha kurma atau jelai.
Adapun anggur kering adalah sama seperti jelai, tetapi menurut Malik dan
Syafii, seperti gandum.
Satu sha sama dengan
delapan rithel.
Pembayaran dengan harganya adalah
lebih baik, demikian disebutkan dalam kitab Al Fatwa, karena lebih efektif
dalam menolak kebutuhan orang fakir. (Multagol Abhur)
Dan
sabda Nabi saw. :
Artinya : Barangsiapa
memberikan zakat fitrah, maka dari setiap butir yang dia berikan, dia akan
memperoleh tujuh puluh ribu gedung, yang tiap-tiap gedung panjangnya sejauh
antara timur dan barat”. (Misykatul Anwar)
Imam
Muslim telah mengeluarkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dari
Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian dia teruskan dengan berpuasa
enam hari di bulan Syawwal, maka seolah-olah dia berpuasa setahun penuh.
Dan
menurut suatu riwayat lainnya :
Allah Taala akan
memberinya pahala enam orang nabi : Pertama, Nabi Adam as, kedua, Nabi Yusuf
as, ketiga, Nabi Ya’qub as: keempat, Nabi Musa as: kelima, Nabi Isa as: dan
Keenam, Nabi Muhammad saw.”.
Allah juga yang lebih mengetahui
dengan yang benar. (Zubdatul Wa’izhin)
Mengeluarkan zakat fitrah
itu wajib atas orang dewasa atau yang belum dewasa (anak-anak), baik dalam
keadaan sehat maupun gila, demikian menurut Imam Malik dan Imam Syafii. Tetapi
menurut Muhammad dan Zufar, tidak wajib atas yang belum dewasa dan orang gila.
Jika ada yang mempunyai dua rumah, yang satu dia tempati sedang yang lain
tidak, tetapi disewakan, maka harganya dihitung dua ratus dirham, dan dia
wajib mengeluarkan zakat fitrah. Dan begitu pula kalau dia mempunyai sebuah
rumah yang dia tempati, dan masih ada sisa tempat selain yang dia tempati,
sekalipun hanya sedikit, maka sisa tempat itu dianggap harga kelebihan. Dan
begitu pula dengan pakaian dan perabotan rumah tangga. (Muhithul Burhan).
72. KEUTAMAAN SEPULUH DZULHIJJAH
Allah SWT. berfirman :
Artinya
: “Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan
malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah bagi orang yang
berakal. Apakah kamu tidak memperhatikan, bagaimana… dst.” (QS. Al Fajr :
1-6)
Tafsir :
(.
) Demi fajar. Di sini Allah bersumpah dengan waktu pagi, atau dengan
menyingsingnya, sebagaimana firman Allah dalam ayat yang lain, yang artinya :
“Demi Subuh apabila fajarnya sudah menyingsing”. Atau, dengan salat Subuh.
(.
) dan malam yang sepuluh. Sepuluh malam Dzulhijjah. Dan oleh karenanya, fejar
di sini ditafsirkan dengan fajar hari Arafah atau hari Nahr. Atau, sepuluh
malam yang terakhir dari bulan Ramadan. Sedangkan dinakirahkannya kata-kata
ini (. ) adalah karena sangat pentingnya. Dan ia dibaca juga wa
layaali ‘asyrin (. ) dengan di idhafahkan, dengan pengertian, bahwa yang
dimaksud adalah sepuluh hari.
(.
) dan yang genap dan yang ganjil. Segala sesuatu, baik yang genap maupun yang
ganjil. Atau, semua makhluk, sebagaimana firman Allah Taala, yang artinya :
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan”. Sedangkan Sang Pencipta
ialah Allah, karena hanya Dia Yang Esa.
Adapun
orang yang menafsirkan “yang genap dan yang ganjil” itu dengan unsur-unsur
yang empat daii falak-falak, atau gugusan bintang dan bintang-bintang yang
beredar, atau salat yang genap dan salat yang ganjil, atau hari Nahr dan hari
Arafah, dengan didukung oleh hadis-hadis yang marfu atau dengan tafsiran
lainnya, mungkin tujuannya menyebutkan makna satu-persatu itu adalah karena
dipandangnya lebih nyata menunjukkan keesaan Allah, atau dapat menjadi
pengantar kepada agama, atau sesuai dengan ayat sebelumnya, atau lebih banyak
manfaatnya, sehingga menjadikan sebab bersyukur.
(.
) dan malam apabila berlalu, apabila lewat, sebagaimana firman Allah Taala
dalam ayat lainnya, yang artinya: “Demi malam, ketika telah berlalu”.
Pengkaitan dengan cara demikian adalah karena pergantian yang berurutan
(seperti pergantian malam dengan siang) itu merupakan dalii yang kuat atas
kesempurnaan kodrat Allah dan kelimpahan nikmat-Nya.
Kata
yasri asalnya adalah yasrii ( ) sedang dibuangnya huruf ya
(. ) di akhirnya itu adalah untuk meringankan bacaan, karena dianggap
sudah cukup dengan kasrah.
(A53) Pada yang
demikian itu. Kalimat ini adalah sumpah, sedang yang disumpahkan adalah :
(.
) sumpah, janji teguh, atau yang dijanjikan.
(.
n. ) bagi orang-orang yang berakal, yang memperhatikannya, dan yang menegaskan
dengan sumpah itu apa yang dia ingin teliti.
Adapun
yang disumpahi mahdzuf (dihilangkan), yaitu : layu’adzdzibanna
( ), hal mana ditunjukkan oleh firman-Nya
selanjutnya : alam tara kaifa…….dst. (Qadhi Baidhawi)
Dari
Hasan bin Ali ra., katanya : “Apabila masuk Masjid, maka ucapkanlah salam
kepada Nabi saw. Nabi saw. bersabda :
Artinya :
“Janganlah kamu jadikan rumahku sebagai tempat berhari raya, dan ja
nganlah
kamu jadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan. Ucapkanlah salawat untukku di mana
saja kamu berada. Karena sesungguhnya, salawatmu itu akan sampai kepadaku”.
Dan
dalam hadis Aus ra., dia berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Perbanyaklah olehmu pembacaan salawat untukku pada hari Jumat, karena
sesungguhnya salawatmu itu akan dihantarkan kepadaku”.
Dan
dari Salman bin Suhaim rahimahullah, katanya : “Saya pernah bermimpi melihat
Nabi saw. saya bertanya kepada Beliau : “Ya Rasulullah, mereka yang datang
kepadamu dan mengucapkan salam kepadamu itu, apakah Baginda mengerti ucapan
salam mereka itu?”. Beliau menjawab : “Ya. Dan aku menjawab ucapan salam
mereka itu”. (Syifaus Syarif)
Sebagian ulama
mengatakan : “Barangsiapa berpuasa pada hari-hari ini (seperti yang disebutkan
dalam ayat di atas), maka Allah akan memuliakannya dengan sepuluh perkara :
(1) keberkahan dalam umurnya, (2) bertambah hartanya, (3) terpelihara
keluarganya, (4) dihapuskan kesalahan-kesalahannya, (5) dilipat gandakan
kebaikan-kebaikannya, (6) dimudahkan ketika sakaratul maut, (7) mendapat
penerangan di kegelapan kuburnya, (8) diberatkan timbangan kebaikannya, (9)
selamat dari tuntutan-tuntutan terhadapnya, (10) naik derajatnya”.
Dan
diriwayatkan juga, bahwa Allah memilih tiga macam hari yang sepuluh dalam
setahun : (1) sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, karena di dalamnya
terdapat keberkatan-keberkatan malam Qadar (Lailatul Qadar), (2) sepuluh hari
dari bulan Dzulhijjah, karena di dalamnya terdapat hari-hari tarwiyah, hari
Arafah, gurban-gurban, talbiyah, haji dan ibadat-ibadat lainnya, sebagaimana
disebutkan di dalam khabar: “Sesungguhnya Allah Taala berbangga kepada para
malaikat-Nya, firman-Nya : “Perhatikanlah hamba-hamba-Ku itu, mereka datang
dari segenap penjuru yang jauh dalam keadaan kusut masai dan berdebu, untuk
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka. Maka saksikanlah, hai para
malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (3) sepuluh hari dari
bulan Muharram, karena di dalamnya terdapat keberkatan-keberkatan hari
Asyura.
Dengan adanya atsar-atsar ini dan yang
seumpamanya, maka para ahli fikih, rahimahumullah, mengatakan : “Seandainya
ada seseorang berkata : “Demi Allah, saya harus berpuasa pada hari-hari yang
utama dalam tahunku ini sesudah bulan Ramadan “. Maka dia wajib berpuasa pada
sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah, karena hari-hari yang utama dalam
setahun ialah hari-hari ini.
Dan menurut sebuah
khabar : “Barangsiapa berpuasa pada hari Arafah dalam bulan Dzulhijjah, maka
Allah menuliskan baginya pahala berpuasa selama enam puluh tahun, dan oleh
Allah dia dicatat tergolong orang-orang yang khusyuk”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Tidak ada hari, yang amal saleh di dalamnya lebih disukai Allah daripada
hari-hari ini (yakni : sepuluh hari pada bulan Dzulhijjah). Para sahabat
bertanya : “Dan tidak juga berjuang di jalan Allah?” Nabi menjawab : “Dan
tidak juga berjuang di jalan Allah, melainkan apabila seseorang berangkat
perang dengan membawa diri dan hartanya, lalu tidak kembali lagi
selama-lamanya (yakni : mati syahid)”.
Sahabat
Abu Hurairah ra., meriwayatkan dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya
: “Tidak ada hari yang Allah lebih suka disembah di dalamnya melebihi sepuluh
hari dalam bulan Dzulhijjah. Berpuasa tiap-tiap hari dalam bulan tersebut
menyamai puasa setahun, dan salat tiap-tiap hari pada bulan itu menyamai salat
pada malam Qadar”
Dan dalam salah satu khabar
disebutkan, bahwa Nabi Musa as. berdoa : “Ya Rabb, aku telah berdoa kepada-Mu
namun Engkau tidak memperkenankan doaku. Maka ajarilah aku sesuatu yang akan
aku pakai untuk berdoa kepada-Mu”.
Lantas Allah
Taala mewahyukan kepadanya : “Hai Musa, apabila telah tiba hari-hari yang
sepuluh pada bulan Dzulhijjah, maka ucapkanlah : laa ilaaha illallah, niscaya
akan Aku perkenankan doamu”.
Musa berkata : “Ya
Rabb, semua hamba-Mu mengucapkan kalimat itu”.
Allah
berfirman : “Hai Musa, barangsiapa mengucapkan “laa ilaaha illailaah” pada
bulan tersebut satu kali saja, maka seandainya seluruh langit yang tujuh dan
bumi yang tujuh diletakkan pada salah satu piringan Mizan (timbangan amal)
sedangkan kalimat “laa laaha illallah” pada piringan Mizan yang lain, niscaya
ucapan tadi lebih berat dan lebih berbobot daripada itu semua”.
Dari
Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Hari ketika Allah
Taala mengampuni Nabi Adam as. ialah hari pertama pada bulan Dzulhijjah.
Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka Allah akan mengampuni segala
dosanya.
Hari kedua, Allah memperkenankan doa
Nabi Yunus as. Dia telah mengeluarkan Beliau dari perut ikan. Barangsiapa
berpuasa pada hari itu, maka seperti orang yang beribadat kepada Allah Taala
selama satu tahun, yang dalam ibadatnya itu dia tidak pernah bermaksiat
sekejab mata pun.
Han ketiga, ialah hari yang di
dalamnya Allah telah memperkenankan doa Nabi Zakaria as. Barangsiapa berpuasa
pada han tersebut, maka Allah akan memperkenankan doanya.
Hari
keempat, ialah hari lahirnya Nabi Isa as. Barangsiapa berpuasa pada hari itu,
maka Allah akan menghilangkan kesusahan dan kefakuran darinya, lalu pada hari
kiamat dia akan bersama-sama orang-orang yang baik lagi terhormat.
Hari
kelima, ialah hari kelahiran Nabi Musa as. Barangsiapa berpuasa pada hari itu,
ja akan selamat dari kemunafikan dan azab kubur.
Hari
keenam, ialah hari dibukakannya kebaikan oleh Allah Taala untuk Nabi-Nya.
Barangsiapa berpuasa pada hari itu maka Allah akan memandangnya dengan
pandangan rahmat, sehingga setelah itu, dia tidak akan disiksa lagi
selama-lamanya.
Hari ketujuh, hari ditutupnya
pintu-pintu neraka Jahannam dan tidak dibuka sampai lewat sepuluh hari
tersebut. Barangsiapa berpuasa pada hari tersebut, Allah akan menutup
terhadapnya tiga puluh pintu kesusahan dan membukakan untuknya tiga puluh
pintu kemudahan.
Hari kedelapan, ialah hari yang
dinamakan hari Tarwiyah, Barangsiapa berpuasa pada hari tersebut dia akan
diberi pahala yang tidak diketahul banyaknya kecuali oleh Allah Taala.
Hari
kesembilan, ialah hari Arafah. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka
puasanya itu menjadi penebus (kifarat) dosanya selama satu tahun yang telah
lewat dan satu tahun yang akan datang. Dan pada hari itu pula diturunkannya
firman Allah yang artinya : “Pada hari ini telah Aku sempumakan untukmu
agamamu”.
Dan hari kesepuluh, ialah hari Adhaa.
Barangsiapa menyembelih seekor hewan kurban pada hari itu, maka dengan tetesan
darah yang pertama Allah mengampuni dosa-dosanya dan dosa-dosa keluarganya:
dan barangsiapa memberi makan pada hari itu kepada seorang mukmin atau
bersedekah di waktu itu dengan satu sedekah, maka Allah akan membangkitkannya
pada hari kiamat dalam keadaan aman, sedang timbangannya akan menjadi lebih
berat daripada gunung Uhud. (Majalis)
Diceritakan
dari Sufyan Ats Tsauri, katanya :
“Pada suatu
malam di bulan Dzulhijjah, saya pemah berkeliling di pekuburan kaum muslimin
di kota Basrah. Tiba-tiba tampak suatu cahaya memancar dari salah satu kubur
Seorang laki-laki. Saya pun lalu berhenti sambil berpikir. Sekonyong-konyong
terdengar Suara yang keras mengatakan : “Hai Sufyan, berpuasalah kamu sepuluh
hari dalam bulan Dzulhijjah, niscaya engkau akan diberi cahaya seperti
ini”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa berpuasa pada hari terakhir dari bulan Dzulhijjah dan hari
pertama bulan Muharram, maka dia telah menutup tahun yang lewat dan membuka
tahun yang akan datang dengan puasa. Dan puasanya itu dijadikan Allah sebagai
penebus (kifarat) atas dosa-dosanya selama lima puluh tahun”.
Dan
dari Aisyah ra., katanya : Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Tidak ada satu hari yang pada hari itu Allah membebaskan penghuni neraka
dari dalam neraka itu lebih banyak daripada yang Dia bebaskan pada hari
Arafah” (Demikian tersebut di dalam Zubdatul Wa’izhin)
Maka
ambillah apa yang telah saya kemukakan kepada Anda ini, dan janganlah ter.
masuk ke dalam golongan orang-orang yang ingkar. Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Ucapan yang paling utama, yang aku dan para nabi lain sebelumku ucapkan
pada hari-hari yang sepuluh ini adalah : laa ilaaha illallaah wahdahu laa
syarukalah”.
Dan sabda Nabi saw. pula, yang
artinya : “Tidak ada hari yang amal di dalamnya lebih utama daripada dalam
hari-hari yang sepuluh dari bulan Dzulhijjah”. Lalu ada yang bertanya : “Ya
Rasulullah, tidak jugakah dengan hari-hari dalam bulan Ramadan?”. Beliau
menjawab : “Bahkan beramal dalam bulan Ramadan itu lebih utama hanya kemuliaan
hari-hari ini lebih besar”. (Mau’izhah)
Mengenai
firman Allah Taala :
Artinya : “Dan demi yang
genap dan yang ganjil”.
Menurut riwayat dari
Abdullah bin Abbas ra., dia mengatakan : “Yang genap ialah hari Tarwiyah dan
hari Arafah, sedangkan yang ganjil ialah hari raya (led)”.
Sedangkan
dari Gatadah dan Mujahid, keduanya mengatakan : “Yang genap adalah seluruh
makhluk, sedangkan yang ganjil adalah Allah Taala. Allah telah berfirman, yang
artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan”. Maksudnya :
Supaya mereka mengerti bahwa Allah Taala itu Tunggal.
Dan
dari Alhasan, katanya : “Yang genap salat-salat yang empat, yaitu : Subuh,
Zuhur, Asar dan Isya, sedang yang ganjil ialah salat Magrib. Allah Taala
bersumpah dengan salat-salat yang lima itu, yang dilakukan oleh
pemeluk-pemeluk Isiam.
Sedangkan menurut sebagian
ulama, yang genap ialah hari Kamis dan hari Senin, sedangkan yang ganjil ialah
hari Jumat. Allah bersumpah dengan hari-hari yang tiga ini, karena keutamaan
dan kemuliaan hari-hari ini daripada lainnya.
Sebagian
ulama yang lain mengatakan : “Yang genap ialah bulan Rajab dan bulan Sya’ban,
sedangkan yang ganjil ialah bulan Ramadan. Allah Taala bersumpah dengan
bulan-bulan ini karena kemuliaan dan keutamaan bulan-bulan ini daripada
bulan-bulan lainnya.
Dan sebagian yang lain
mengatakan : “Yang genap ialah Nabi Adam as. dan istrinya Hawa as., sedangkan
yang ganjil ialah Nabi Muhammad saw. Allah Taala bersumpah dengan mereka
karena banyaknya keutamaan dan kemuliaan mereka”.
Firman
Allah :
Artinya : “Dan demi malam, apabila
berlalu”.
Sebagian ulama mengatakan : “Malam yang
dimaksud ialah malam Muzdalifah. Allah bersumpah dengannya, karena keutamaan
dan kemuliaannya dengan adanya orang-orang haji yang lewat di sana pada malam
itu”.
Sedangkan menurut Syaikh Abu Said, yang
dimaksud ialah malam Mi’raj. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Taala, yang
artinya : “Mahasuci Allah, yang telah memperjajankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa…dst’. (Tafsir Hanafi)
Firman
Allah :
Artinya : “Demi fajar”.
Maksudnya
: fajar yang pertama, yakni apabila kata ‘fajr itu dianggap isim yang berarti
pagi’ saat pertama tampak cahaya mata hari di ufuk timur. Tetapi bisa juga
maksudnya adalah fajar kedua, yakni apabila kata itu dianggap masdar yang
berarti keluarnya pagi dengan membelah kegelapan.
Allah
bersumpah dengan waktu fajar, karena peristiwa yang terjadi di waktu itu,
yaitu habisnya malam karena munculnya cahaya, tersebarnya manusia dan
hewan-hewan, seperti burung-burung dan marga satwa untuk mencari rezeki
masing-masing, yang semua itu menjadi contoh dari kebangkitan orang-orang mati
kelak, dan memuat pelajaran yang besar artinya bagi orang-orang yang mau
berpikir. (Syaikh Zaadah)
Firman Allah :
Artinya
: “Dan demi malam yang sepuluh”.
Maksudnya :
sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah. Allah bersumpah dengan hari-hari tersebut
karena merupakan hari-hari yang sibuk dengan ibadat-ibadat dan amalan-amalan
haji. Sedang haji yang mabrur adalah amai yang paling utama untuk menebus dosa
sepanjang umur.
Dan menurut sebuah khabar :
“Tidak ada hari yang amal saleh di dalamnya melebihi hari-hari yang sepuluh
ini”.
Dan karena hari-hari yang sepuluh itu
ditafsirkan dengan sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, maka konon, yang dimaksud
dengan fajar dalam ayat itu ialah fajar dari hari tertentu, yaitu fajar hari
Arafah, atau fajar hari Nahr. Allah bersumpah dengan fajar hari Arafah, karena
hari itu adalah hari yang mulia. Pada hari itu orang-orang yang sedang
beribadat haji menuju gunung Arafah untuk melakukan wukuf. Atau, Allah
bersumpah dengan fajar hari Nahr, karena hari itu adalah hari yang agung. Pada
hari itu orang-orang melakukan penyembelihan kurban-kurban”. (Syaikh
Zaadah)
Firman Allah :
Artinya : “Dan demi yang genap dan yang
ganjil”.
Maksudnya : demi segala sesuatu, baik
yang genap maupun yang ganjil, yakni apabila yang genap dan yang ganjil itu
dianggap sebagai kinayah dari segala sesuatu. DidaSarkan pada, bahwa apa saja,
baik yang berupa jenis, macam, golongan, individu, inti maupun sifat, sumpah
dengan yang genap dan yang ganjil itu berarti sumpah dengan Segala sesuatu
dengan cara demikian. Begitu juga, apabila genap dianggap sebagai kinayah dari
semua makhluk, karena Allah Taala telah menciptakan makhluk secara
berpaSang-pasangan, laki-laki dan perempuan, berbicara dan diam, pandai dan
bodoh, mampu dan tidak mampu, panas dan dingin, kering dan basah, sebangsa
talak dan sebangsa unsur, dan seterusnya. Sedang ganjil dianggap sebagai
kinayah dari g Ipta (Allah) karena Dia tunggal, tidak berbilang.
Namun
sebagian ulama ahli kalam berkata : “Orang tidak boleh mengatakan bahwa,
maksud dari ganjil itu ialah Allah Taala, sebab Allah tidak boleh disebutkan
bersama Salah satu makhluk dengan cara demikian. Tetapi menyebut-Nya itu
haruslah disertai pengagungan, sehingga berbeda dari selain-Nya.
Diriwayatkan
bahwa Nabi saw. pernah mendengar seseorang mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya”,
maka Beliau mencegahnya, sabda Beliau : Katakanlah Allah, kemudian Rasul-Nya.
(Syaikh Zaadah)
73. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN LAILATUL QADAR
Allah SWT. berfirman :
Artinya
:“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Alquran) pada malam kemuliaan. Tahukah
kamu, apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada
seribu bulan. Turun para malaikat dan malaikat Jibril pada malam itu dengan
izin Tuhan mereka, untuk (mengatur) segala urusan. Sejahteralah ia sampai
terbit fajar”. (QS. Al Aadar : 1-5) Tafsir :
(.
) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam kemuliaan. Dhamir
(. ) di sini tertuju pada Alquran. Allah mengagungkan Alquran
dengan cara menyatakan dhamirnya saja, tanpa menyebutkannya secara
terang-terangan, sebagai kesaksian akan kemasyhuran Alquran yang tidak perlu
disebutkan secara terang-terangan. Demikian pula, Dia mengagungkannya dengan
cara menisbatkan penurunannya kepada Dzat-Nya dan dengan mengagungkan waktu di
mana ia diturunkan, dengan firman-Nya : (. ). Dan tahukah kamu,
apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Penurunan Alquran pada malam tersebut, yang dimaksud adalah, bahwa Alquran
mulai diturunkan secara keseluruhan dari Lauh Mahfuz ke langit yang terendah
oleh malaikat (safarah). Kemudian Jibril as. menurunkannya kepada Nabi
Muhammad saw. secara berangsur-angsur dalam masa dua puluh tiga tahun. Dan ada
pula yang mengatakan bahwa maksud ‘menurunkan Alquran dalam ayat ini adalah :
Kami menurunkan Alquran pada malam yang utama, yaitu pada malam-malam ganjil
di antara sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Adapun Sebab
dirahasiakannya malam itu adalah agar orang yang menginginkannya, menghidupkan
pula malam-malam lainnya. Sedang malam itu disebut ‘lailatu Qadri’ adalah
karena kemuliaannya, atau untuk menghargai urusan-urusan yang ada di malam
itu. Sebab Allah Taala berfirman, yang artinya : “Pada malam itu dijelaskan
segala urusan yang penuh hikmat”.
Dan kata ‘alfi’
(seribu) bisa untuk mengartikan “banyak”, atau bisa juga karena adanya riwayat
dari Nabi saw., bahwa Beliau pernah menceritakan kepada para sahabat tentang
seorang Israil yang mengenakan senjata dan berperang di jalan Allah selama
seribu butan. Maka orang-orang mukmin menjadi kagum, dan kemudian menganggap
kecil amal Ibadat mereka sendiri. Lantas mereka kemudian diberi suatu malam
yang lebih baik daripada masa yang ditempuh oleh pejuang tadi.
(.
) Pada malam itu, turun para malaikat dan malaikat Jibril. MakSudnya, pada
malam kemuliaan itu.
(. ) dengan izin
Tuhan mereka. Ini adalah keterangan tentang apa yang menyebabkan malam itu
lebih baik daripada seribu bulan, dan tentang turunnya para malaikat ke bumi
atau ke langit yang terendah, atau tentang mendekatnya mereka kepada
orang-orang mukmin.
(. ) untuk segala
urusan. Maksudnya, untuk mengatur segala urusan yang berupa kebaikan dan
keberkatan, yang ditakdirkan untuk tahun itu sampai tahun berikutnya. Dan ia
dibaca juga min kullimriin (. ), yang artinya : untuk mengurus
setiap orang.
(. ) Sejahteralah. Kata ini
menjabat sebagai khabar mugaddam (objek yang didahulukan).
(.
) ia. Maksudnya : malam kemuliaan. Kata ini menjabat sebagai mubtada muakhkhar
(subjek yang diakhirkan).
Maksudnya : malam
kemuliaan itu tidak lain adalah kesejahteraan. Allah tidak mentakdirkan pada
malam itu selain kesejahteraan. Sedangkan pada malam-malam lainnya, Aliah
menetapkan ada kesejahteraan dan ada pula bencana di dalamnya. Atau, malam itu
tidak lain adalah kesejahteraan, disebabkan oleh saking banyaknya para
malaikat itu mengucapkan salam kepada kaum mukminin.
(.
) sampai terbit fajar, maksudnya : waktu terbitnya. Dan kata mathia’i
(. ) dibaca juga dengan mengkasrahkan huruf lam, menjadi mathili’i
(. ), seperti kata marji’u ( ), atau isim zaman
yang tidak mengikuti kias, seperti masyrigu (. ). (Qadhi
Baidhawi)
| Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya orang
yang paling dekat denganku pada hari kiamat ialah orang yang paling banyak
membaca salawat untukku”.
Diriwayatkan dari
Abdullah bin Abu Hafs Alkabir, katanya : “Warrag meninggal dunia di Kufah,
kemudian seorang alim bermimpi melihatnya, lalu orang alim itu bertanya
kepadanya : “Apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu, hai Warrag?”.
Warraq
menjawab : “Tuhanku telah mengampuni aku”.
“Dengan
apakah?”, tanya orang alim itu pula.
Warrag
menjawab: “Dengan menuliskan salawat mengiringi tulisan nama Nabi saw.”.
Orang
yang menuliskan salawat pada kertas saja mendapatkan ampunan, maka bagaimana
Allah tidak mengampuni orang yang mengucapkan salawat dengan lisan dan
hatinya?”.
(Demikian tersebut dalam kitab
Zubdatul Wa’izhin)
Ada yang mengatakan, bahwa
Allah Taala mengagungkan Alquran dengan tiga perkara :
Pertama,
turunnya Alquran itu dinisbatkan kepada-Nya, dan dijadikan-Nya khusus
oleh-Nya.
Kedua, Alquran itu disebut dengan isim
dhamir (kata ganti nama) bukan dengan isim zhahir (kata nama) sebagai
kesaksian atas ketinggian derajatnya, karena kemuliaannya yang sempurna.
Ketiga,
diangkatnya derajat waktu yang di situ Alquran diturunkan. (Kasysyaf)
Adapun
sebab kenapa malam itu disebut Lailatul Qadar, tidak lain adalah karena pada
malam itulah ditetapkannya segala urusan, ketetapan-ketetapan rezeki, ajal dan
semua yang akan terjadi pada tahun itu sampai dengan malam yang sama pada
tahun depan. Allah Taala menetapkan itu semua untuk seluruh negeri dan semua
hamba-Nya. Artinya bahwa, Allah Taala memperlihatkan itu kepada para malaikat
dan menyuruh mereka melaksanakan apa yang menjadi tugas mereka masing-masing.
Allah menuliskan untuk mereka apa yang telah Dia tetapkan untuk tahun itu,
lalu memperlihatkannya kepada mereka. Dan bukan berarti, bahwa Allah Taala
memutuskan tagdir pada malam itu. Karena Allah Taala telah menetapkan semua
takdir sebelum Dia menciptakan langit dan bumi pada zaman azali.
Seseorang
bertanya kepada Husein bin Fadhl: “Bukankah Allah telah menetapkan semua
takdir sebelum Dia menciptakan langit dan bumi?’.
“Benar”,
jawab Husein.
“Kalau begitu, apa artinya Lailatul
Qadar itu?”, tanya orang itu pula.
Husein
menjawab : “Pengarahan takdir-takdir itu kepada waktu-waktu dan pelaksanaan
dari ketetapan yang telah ditakdirkan tersebut”. (Tafsir Lubab)
Malam
itu dinamakan Lailatul Qadar, tidak lain adalah karena pada malam itulah
ditetapkan segala urusan dan keputusan-keputusan untuk tahun itu sampai dengan
tahun berikutnya. Kemudian diserahkanlah buku-buku panduan itu, yaitu : daftar
tumbuh-tumbuhan dan rezeki kepada Mikail as., daftar hujan dan angin kepada
Israfil as., daftar pencabutan nyawa dan ajal kepada Izrail as.. Karena Allah
Taala berfirman : P
Artinya : “Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat”.
Atau,
bisa juga AlQadar itu diartikan Adhdhiig (sesak). Karena, bumi pada malam itu
penuh sesak dengan banyaknya para malaikat yang turun”. (Misykatul Anwar).
Konon,
sebab turunnya para malaikat ke bumi pada malam Qadar itu adalah, karena
dahulu mereka pernah mengatakan :
Artinya :
“Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang hanya akan
membuat kerusakan dan menumpahkan darah belaka, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”.
Allah
berfirman :
Artinya : “Aku lebih mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui”.
Aliah menampakkan bahwa
kenyataannya tidaklah seperti yang pernah mereka katakan itu, dan Dia
menerangkan pula keadaan kaum mukminin yang sebenarnya. Para malaikat itu
turun seraya mengucapkan selamat kepada orang-orang yang beriman dan meminta
maaf atas apa yang pernah mereka katakan, berdoa dan memohon ampunan buat kaum
mukminin. (Bukhari)
Adapun sebab turunnya surah
AlQadar ini, menurut riwayat dari Ibnu Abbas ra. : Jibril as. bercerita kepada
Nabi saw. tentang seorang hamba yang bernama Syam’un Alghazi. Dia bertempur
melawan orang-orang kafir selama seribu bulan, bersenjatakan tulang dagu unta.
Dia tidak mempunyai peralatan perang selain dari itu. Setiap kali dia memukul
orang kafir dengan tulang dagu unta itu, pasti orang itu mati. Maka tidak
terhi. tung mereka yang tewas karenanya. Apabila dia haus, maka keluarlah dari
sela-sela gigi unta itu air yang segar, lalu diminumnya. Dan apabila dia
merasa lapar, maka tumbuhiah dari tempat itu sekerat daging, lalu dimakannya.
Demikianlah kerja Syam’un, berperang setiap hari hingga umurnya mencapai
seribu bulan, yaitu sama dengan delapan puluh tiga tahun empat bulan.
Orang-orang kafir itu tidak mampu menolak serangannya. Kemudian mereka berkata
kepada istri Syam’un, ia adalah seorang wanita kafir, kata mereka : “Ka. lau
engkau mau membunuh suamimu, maka engkau akan kami beri harta yang banyak!”
“Aku
tidak mampu membunuhnya”, jawab istri Syam’un.
‘Kami
beri engkau seutas tali yang kuat”, kata orang-orang kafir itu. “Ikatlah
dengannya kedua tangan dan kedua kaki suamimu itu, selagi dia masih tidur.
Lalu kami nanti yang akan membunuhnya”.
Maka,
ketika Syam’un sedang tidur, istrinya lalu mengikatnya kuat-kuat. Syam’un pun
terjaga, lalu dia berkata : “Siapa yang telah mengikatku?’.
Istrinya
menjawab : “Akulah yang mengikatmu, sekedar untuk mencobamu”.
Syam’un
merenggutkan tangannya, maka dengan mudah terputuslah tali itu.
Kemudian
orang-orang kafir datang lagi menemui istri Syam’un lalu menyerahkan seutas
rantai kepadanya. Dengan rantai itu, istri Syam’un mengikat kedua tangan dan
kaki suaminya. Syam’un pun terjaga dari tidurnya.
“Siapa
yang telah mengikatku?”, tanyanya dengan suara menggelegar.
“Aku”,
jawab istrinya. “Hanya sekedar mencobamu”.
Maka
Syam’un lalu merenggutkan tangannya, sehingga terputuslah rantai itu.
Sementara itu, istrinya mengucapkan kata-kata seperti tadi.
“Hai
istriku”, kata Syam’un. “Aku adalah salah seorang wali Allah. Tidak ada
seorang pun di dunia ini yang mampu mengalahkan aku, selain rambutku ini”.
Memang,
Syam’un memiliki rambut yang panjang. Ketika istrinya mendengar perkataan
Syam’un tadi, maka tahulah ia letak kelemahan Syam’un. Karenanya, begitu
Syam’un berangkat tidur, istrinya lalu memotong rambutnya yang panjang sampai
ke tanah itu, sebanyak delapan utas. Dengan empat utas rambut itu, dia
mengikat kedua tangan suaminya, dan dengan empat utas lainnya, dia mengikat
kedua kakinya.
Akhirnya Syam’un terjaga dari
tidurnya, lalu dia berkata dengan suara keras : “Siapa yang telah
mengikatku?”.
“Aku”, jawab istrinya. “Untuk
mencobamu”.
Syam’un mencoba untuk melepaskan diri
dari ikatan itu, namun sekalipun dia sampai meronta-ronta, dia tetap tidak
mampu memutuskan ikatan tersebut. Kemudian istri Syam’un memberitahukan kepada
orang-orang kafir bahwa tugasnya telah berhasil dengan bagus. Mereka pun
datang. Lalu Syam’un mereka bawa ke tempat penyiksaan. Di sana sudah
terpancang sebuah tiang. Syam’un lalu mereka ikatkan ke tiang itu. Kedua
telinga Syam’un, kedua matanya, kedua bibirnya, lidahnya dan kedua tangan dan
kakinya mereka potong. Orang-orang kafir itu seluruhnya berkumpul di rumah
penyiksaan itu. Lantas Allah mewahyukan kepada Syam’un : “Perlakuan apa yang
engkau inginkan Aku timpakan kepada mereka?”.
Syam’un
menjawab : “Berilah hamba kekuatan, sehingga aku dapat menggerakkan tiang
rumah ini, lalu runtuh menimpa mereka”.
Lalu
Allah memberi kekuatan kepada Syam’un. Kemudian dia menggerak-gerakkan
badannya, sehingga atap bangunan itu runtuh menimpa orang-orang kafir itu,
maka matilah mereka semuanya, termasuk istri Syam’un yang kafir itu. Allah
menyelamatkar Systa – un dari kejahatan mereka, lalu mengembalikan kepadanya
seluruh anggota tubuhnya. Setelah kejadian itu, Syam’un masih sempat beribadat
kepada Allah selama seribu butan lagi. Malam hari dia bangun untuk mengerjakan
salat, dan siangnya dia berpuasa, hingga akhirnya tewas dipenggal pedang di
jalan Allah”.
Setelah mendengar cerita tersebut,
para sahabat semuanya menangis karena ingin menjadi seperti Syam’un. Mereka
berkata kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, tahukah Baginda, apa pahala
yang akan diperolehnya?”.
Maka Nabi menjawab :
“Aku tidak tahu”.
Lantas Allah Taala menyuruh
malaikat Jibril as. turun membawa surah AlQadar, seraya berpesan : “Hai
Muhammad, Aku memberimu dan umatmu malam Qadar (Lailatul Qadar). Ibadat yang
dilakukan pada malam itu lebih utama daripada ibadat selama tujuh puluh ribu
tahun.
Sementara itu ada pula sebagian ulama yang
mengatakan : “Allah Taala berfirman : “Hai Muhammad, salat dua rakaat pada
malam Qadar itu lebih baik bagimu dan bagi umatmu daripada menebaskan pedang
selama seribu bulan pada zaman Bani israil”. (Sananiyah).
Dan
ada pula yang mengatakan bahwa, sebab turun surah ini adalah, pada saat
menjelang wafat dan telah dekat perpisahan meninggalkan umatnya, Rasulullah
saw., menangis sedih, seraya bergumam : “Jika aku telah meninggalkan dunia
yang fana ini, siapa nanti yang akan menyampaikan salam Allah kepada
umatku?!”.
Beliau sangat masygul, maka Allah
menghibur hati Beliau dengan firman-Nya :
Artinya
: “Para malaikat dan malaikat Jibril turun…. dst.”
Jadi
merekalah yang akan menyampaikan salam-Ku, dan Aku tidak akan menolak salam
dari mereka. Maka janganlah engkau bersedih, wahai kekasih-Ku”.
(Mau’izhah).
Imam Arrazi berkata : “Apabila fajar
telah menyingsing pada malam Qadar, malaikat Jibril as. berseru : “Hai
sekalian malaikat, berangkat… berangkat!”.
Para
malaikat bertanya : “Hai Jibril, apakah yang telah Allah lakukan terhadap
orang-orang Islam, umat Muhammad saw., pada malam ini?”.
Jibril
menjawab : “Sesungguhnya Allah Taala memandang mereka dengan pandangan rahmat,
memaafkan dan mengampuni mereka selain empat golongan”.
“Siapakah
empat golongan itu?”, tanya para malaikat.
Jibril
menjawab : “Mereka adalah para pencandu minuman keras, orang yang durhaka
kepada ibu-bapaknya, orang yang memutuskan tali silaturahmi, dan pendendam,
yakni Orang yang suka marah, yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”.
(Zubdatul Wa’izhin).
Dari Ibnu Abbas ra., dari
Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa
mengerjakan salat dua rakaat pada malam Qadar, yang pada Setiap rakaatnya dia
membaca surah Alfatihah satu kali dan surah Al Ikhlas tujuh kali, kemudian
setelah salam dia mengucapkan : astaghfirullah wa atuubu ilaih (aku memohon
ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya) tujuh puluh kali. Maka tidaklah
dia bangkit dari tempatnya, melainkan Allah telah mengampuni dosa-dosanya dan
dosa-dosa ibu-bapaknya, dan Allah Taala mengirim beberapa malaikat menuju ke
surga. Di sana menanam pohon-pohon untuknya, membangun mahligai-mahligai, dan
mengalirkan sungai-sungai. Dan orang itu tidak akan meninggalkan dunia,
melainkan dia akan melihat itu semua lebih dahulu”. (Tafsir Hanafi)
Nabi
saw. bersabda yang artinya : “Pada tiap-tiap malam Qadar (Lailatul Qadar)
Allah Taala menurunkan satu rahmat, yang mengenai semua orang yang beriman,
mulai dari bagian bumi sebelah timur sampai ke bagian bumi sebelah barat,
namun masih ada tersisa. Kemudian malaikat Jibril berkata : “Ya Rabb,
rahmat-Mu telah mencapai semua orang yang beriman, dan masih ada sisanya”.
Allah
berfirman : “Berikanlah sisa-sisa rahmat itu kepada bayi-bayi yang lahir pada
malam ini”.
Lantas malaikat Jibril
membagi-bagikan sisa rahmat itu kepada bayi-bayi orang Islam dan bayi-bayi
orang kafir. Hanya dengan sisa rahmat yang diberikan kepada bayi-bayi orang
kafir itu, mampu menarik mereka menuju ke Darussalam. Dan dengan demikian
mereka akan mati sebagai orang-orang mukmin”.
Begitu
pula Nabi Musa as. pernah mengatakan di dalam munajatnya :”Ilahi, aku ingin
dekat kepada-Mu”. Lalu dijawab oleh Allah : “Dekat kepada-Ku adalah untuk
orang yang melek (tidak tidur) pada malam Qadar”.
Musa
as. berkata pula : “Ilahi, aku inginkan rahmat-Mu”. Allah menjawab :
“Rahmat
| Ku adalah untuk orang yang mengasihi si
miskin pada malam Qadar”.
Musa berkata : “Ilahi,
aku ingin dapat melintasi Shirat laksana kilat cepatnya”. Allah menjawab :
“Itu hanya untuk orang yang bersedekah pada malam Qadar”.
Musa
berkata : “Ilahi, aku ingin duduk di bawah naungan pohon-pohon surga dan
memakan buah-buahannya”. Allah Taala menjawab : “Itu untuk orang yang
bertasbih dengan tekun pada malam Qadar”.
Musa
berkata : “Aku ingin selamat dari api neraka”. Maka dijawab oleh Allah : “Itu
untuk orang yang memohon ampunan kepada Aliah pada malam Qadar sampai
Subuh”.
Musa berkata : “Ilahi, aku ingin
rida-Mu”. Allah menjawab : “Keridaan-Ku untuk orang yang salat dua rakaat pada
malam Qadar”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan
diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Pada
malam
Qadar, pintu-pintu langit dibuka. Tidak
seorang hamba pun yang mengerjakan salat pada malam itu, melainkan Allah Taala
akan mengganti baginya, untuk setiap takbirnya dengan menanamkan sebatang
pohon di dalam Surga, yang seandainya seorang pengendara berjalan di bawah
bayang-bayang pohon itu selama seratus tahun, masih belum selesai baginya
untuk menempuh seluruh bayang-bayang tersebut. Dan untuk setiap rakaat yang
dikerjakannya, akan diganti dengan sebuah mahligai di dalam Surga, yang
terbuat dari berlian, yagut, zabarjad dan mutiara. Dan untuk setiap ayat yang
dibacanya dalam salat itu, akan diganti dengan sebuah mahkota di dalam Surga.
Dan untuk setiap duduk di dalam salat itu akan diganti dengan sebuah derajat
di antara derajat-derajat dalam surga. Dan untuk setiap salam akan diganti
dengan seperangkat perhiasan di antara perhiasanperhiasan Surga”. (Zubdatul
Wa’izhin)
Menurut salah satu khabar, diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam Qadar ada
empat bendera yang turun : bendera Alhamd, bendera Arrahmah, bendera
Almaghfirah, dan bendera Alkaramah. Pada tiap-tiap bendera tadi tertera
tulisan : laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah (Tidak ada Tuhan selain
Allah Muhammad utusan Allah)”. Beliau melanjutkan : “Barangsiapa membaca tiga
kali Laa ilaaha illallaah muhammadur rasuulullah’ pada malam itu, maka dari
bacaan yang pertama, dia akan memperoleh ampunan: dari bacaan yang kedua dia
akan diselamatkan dari neraka, dan dari bacaan yang ketiga dia akan dimasukkan
ke dalam Surga. Kemudian ditancapkanlah bendera Alhamd di antara langit dan
bumi bendera Almaghtirah di atas kuburan Nabi saw., bendera Arrahmah di atas
Kakbah, dan bendera Alkaramah di atas Sakhrah di Baitul Maqdis. Dan tiap-tiap
seorang dari para malaikat itu mendatangi rumah-rumah kaum muslimin pada malam
itu sebanyak tujuh puluh kali sambil mengucapkan salam kepada mereka”.
(Sananiyah)
Dari wahab bin Munabbih, katanya :
“Pada jaman dahulu, ada seorang abid di kalangan Bani Israil yang telah
beribadat kepada Allah Taala selama tiga ratus tahun. Dia berharap akan
memperoleh wahyu. Allah Taala telah menumbuhkan sebatang pohon kurma untuknya
yang setiap malam berbuah yang dapat mencukupinya. Dengan adanya buah kurma
itu, hati si abid menjadi tentram. Namun, wahyu yang ditunggu-tunggunya tak
kunjung datang. Akhirnya terdengar suatu seruan: “Sesungguhnya Aku tidak akan
memberikan wahyu kepada seseorang yang harinya merasa tentram dengan
selain-Ku”.
“Wahai Tuhan “, kata si abid itu.
“Apa gerangan yang telah membuat hati hamba menjadi tentram?”.
Jawab
: “Pohon yang telah engkau makan buahnya itu”.
Maka
abid itu lalu menebang pohon tersebut. Kemudian dia kembali beribadat dengan
tekun. Akhirnya Allah berfirman kepadanya : “Sesungguhnya bagi hamba-hamba-Ku
ada suatu malam, yaitu malam Qadar, yang lebih baik daripada seluruh
ibadatmu””.
Dan sebagian ulama mengatakan :
“Di
sini terdapat suatu rahasia yang teramat mulia. Yaitu, bahwa Nabi Nuh as.
telah menyeru umat manusia selama seribu tahun kurang lima puluh tahun saja.
Sedang engkau Ya Muhammad, menyeru umat manusia hanya selama dua puluh tiga
tahun saja, tetapi engkau lebih baik daripada Nabi Nuh as. Dan masamu yang
sebentar itu lebih baik daripada masa Nabi Nuh as. Dan orang-orang yang
mengikutimu kepada-Ku itu lebih banyak jumlahnya daripada pengikut-pengikut
Nabi Nuh. Maka demikian pula dengan lelaki yang berperang dengan pedangnya
selama seribu bulan itu, dan juga laki-laki yang telah beribadat selama seribu
bulan itu, sekalipun banyak, tetapi salat dua rakaat dari umatmu, sekalipun
sedikit, yang dilakukan pada malam itu, adalah lebih baik daripada itu semua,
agar seluruh makhluk tahu, bahwa karunia-Ku dan rahmat-Ku atas Muhammad dan
umatnya adalah lebih baik daripada rahmat-Ku kepada semua makhluk”. (Tafsir
Hanafi).
Para ulama berbeda pendapat mengenai
waktu malam Qadar itu. Sebagian mengatakan, bahwa malam O
Qadar itu
hanya terjadi pada masa Rasulullah saw. saja, kemudian dihapuskan. Namun pada
umumnya para Masyaikh berpendapat bahwa, malam Qadar itu masih tetap berianjut
sampai hari kiamat. Tetapi mengenai kapannya, mereka berbeda pendapat.
Sebagian berpendapat, pada malam pertama dari bulan Ramadan. Yang lain
berpendapat, pada malam ketujuh belas. Tetapi kebanyakan berpendapat, di
antara sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan. Adapun umumnya para sahabat
dan ulama sependapat bahwa malam Qadar ialah malam kedua puluh tujuh dari
bulan Ramadan.
Diceritakan bahwa, Abu Yazid
Albustami rahimahullah berkata : “Seumur-umur hidup saya, saya pernah
mengalami malam Qadar dua kali, semuanya terjadi tepat pada tanggal dua puluh
tujuh”.
Dan tersebut di dalam kitab Al Haqaiq,
karangan Alhanafi, dia mengatakan : “Sesungguhnya huruf-huruf yang terdapat
pada kata : Lailatul Qadar’ ( ) ada sembilan.
Dan Allah Taala telah menyebutkan kata-kata lailatulQadar itu pada tiga
tempat. Jadi seluruhnya ada dua puluh tujuh huruf. Adapun sebab kenapa malam
itu tidak diberitahukan kapan terjadinya secara tepat kepada umat, adalah agar
mereka tekun beribadat pada seluruh malam di bulan Ramadan itu, karena
keinginan yang kuat untuk dapat mengalami malam itu, seperti juga halnya
dengan tidak dijelaskannya saat terkabulnya doa pada hari Jumat, dan juga
salat wustha di antara salat-salat fardu yang lima, serta ismul a’zham di
antara asma ul husna yang sambilan puluh sembilan, dan rida-Nya dalam
perbuatan taat kepada-Nya. Itu semua adalah supaya mereka bersungguh-sungguh
melakukan peribadatan tersebut. (Misykatul Anwar)
Rasulullah
saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa beribadat
sesaat pada malam Qadar, kira-kira selama seorang pengembala memerah susu
kambingnya, itu lebih di sukai Allah daripada berpuasa sepanjang tahun. Dan
demi Allah yang telah membangkitkan aku dengan benar sebagai seorang nabi,
sesungguhnya membaca satu ayat dari Alquran pada malam Qadar adalah lebih
disukai Allah daripada mengkhatamkannya pada malam-malam yang lain”.
Dari
Aisyah ra., katanya : “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah,
kalau saya kebetulan mengalami malam Qadar, maka apakah yang sebaiknya saya
baca?”. Rasulullah menjawab : “Ucapkanlah :
Artinya
: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Pemaaf lagi Maha
Pemurah, yang suka memberi maaf, maka maafkanlah aku”. (Mau’lzhah)
Dan
mengenai makna Arruh ( ) di dalam ayat di atas, para ulama
ahli tafsir juga berselisih pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa,
Arruh itu ialah malaikat Jibril as. Sedangkan menurut Ka’bul Ahbar, bahwa di
Sidratul Muntaha ada malaikatmalaikat yang tidak diketahui bilangan mereka
kecuali hanya oleh Allah Taala saja. Mereka turun bersama malaikat Jibrii pada
malam Qadar itu, sedang Jibril berada di tengahtengah mereka. Mereka mendoakan
kebaikan untuk orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Sedang
Jibril tidak melewatkan seorang pun melainkan dijabatnya orang itu. Adapun
tandanya adalah jika orang itu gemetar kulitnya, lunak hatinya dan berlinang
kedua matanya, maka dialah yang dijabat oleh Jibril as.
Dan
sebagian ulama yang lain mengatakan : yang dimaksud dengan Arruh ialah
malaikat yang sangat besar, yang seandainya dia menelan seluruh langit dan
bumi, maka baginya hanya seperti menelan segenggam makanan saja.
Malaikat-malaikat yang lain tidak mengetahui tentang malaikat itu selain pada
malam Qadar. Pada malam itu ia turun untuk melayani orang-orang yang beriman
bersama para malaikat yang lain, ketika meninjau umat Muhammad saw.
Sedang
kata yang lain, Arruh ialah segolongan malaikat yang tidak diketahui oleh para
malaikat lainnya kecuali pada malam Qadar itu.
Dan
kata yang lain pula, ialah suatu umat ciptaan Allah Taala, mereka makan dan
berpakaian. Bukan sebangsa malaikat dan bukan pula sebangsa manusia. Boleh
jadi, mereka adalah para pelayan penghuni surga nantinya.
Dan
ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Arruh ialah Nabi Isa as. karena
nama Beliau memang Arruh. Beliau turun bersama para malaikat untuk meninjau
umat Muhammad saw.
Dan pendapat lainnya
mengatakan, Arruh ialah malaikat, kedua kakinya berada di bawah bumi yang
ketujuh, sedang kepalanya berada di bawah Arsy yang tertinggi. Malaikat itu
memiliki seribu kepala yang lebih besar daripada dunia. Pada tiap-tiap
kepalanya terdapat seribu wajah, dan pada tiap-tiap wajahnya terdapat seribu
mulut, dan pada tiaptiap mulut terdapat seribu lidah. Malaikat itu bertasbih
mensucikan Allah dengan setiap lidahnya. Pada malam itu, malaikat tersebut
turun dan memohonkan ampun buat umat Muhammad saw. (Tafsir At Taisir) –
Dan
kata sebagian ulama lainnya, maksud Arruh ialah rahmat. Allah mengutus
malaikat Jibril membawa rahmat itu untuk hamba-hamba-Nya yang masih hidup,
tetapi ternyata berlebih. Maka Allah Taala berfirman : “Hai Jibril,
kelebihannya bagikanlah kepada orang: orang yang telah mati”. Namun masih juga
berlebih, maka malaikat Jibril bertanya : Ya Rabb, rahmat-Mu masih berlebih,
maka apa yang Engkau akan perintahkan?”.
Allah
Taala berfirman : “Hai Jibril, gudang-gudang rahmat-Ku penuh, maka bagikanlah
kelebihannya itu kepada orang-orang kafir yang tinggal di negeri musuh”.
Malaikat
Jibril lalu membagikannya kepada orang-orang yang diketahui bahwa dia akan
mati sebagai muslim. (Syaikh Zaadah)
74. KEUTAMAAN KURBAN DAN PENJELASAN TENTANG TAKBIR-TAKBIRNYA
Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang yang
membencimu, dialah yang terputus”. (QS. Al Kautsar : 1-3)
Tafsir
:
(. ) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
nikmat yang banyak. Yakni, kebaikan yang amat banyak berupa ilmu, amal dan
kemuliaan dunia dan akhirat.
Dan diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Al Kautsar adalah sungai di dalam surga yang dijanjikan
oleh Tuhanku, di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak. lebih manis dari pada
madu, lebih putih daripada susu, lebih sejuk daripada es, dan lebih empuk
daripada busa. Kedua tepinya berupa permata zabarjad, sedangkan
bejana-bejananya dari perak. Orang yang meminumnya tidak akan kehausan lagi
selama-lamanya.
Dan ada pula yang mengatakan,
bahwa ia adalah telaga di dalam surga. Dan ada pula yang mengatakan, anak-anak
Nabi dan para pengikutnya, atau ulama dari umatnya, atau Alquranul Azhim.
(.
) Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu. Maka kerjakanlah salat selamanya
dengan tulus ikhlas semata-mata mengharapkan keridaan Allah, berlainan dengan
orang yang melalaikannya, yang riya dalam melakukannya, sebagai pernyataan
syukur atas segala karunia-Nya. Karena salat itu mencakup semua bagian
syukur.
(. ) dan berkurbaniah, dan
sembelihlah unta, yang merupakan harta orang Arab yang terbaik, dan
sedekahkanlah kepada orang-orang yang menghajatkannya. Berlainan dengan orang
yang menghardik mereka dan enggan memberi zakat kepada mereka.
Jadi
surah ini menjadi pembanding dari surah sebelumnya. Dan salat di sini
ditafsirkan pula dengan salat hari raya, sedangkan penyembelihan dengan
kurban.
(. ) Sesungguhnya orang
yang membecimu, sesungguhnya orang yang membuatmu benci, dikarenakan oleh
kebenciannya kepadamu…
(. .) itulah yang
terputus, yang tidak ada generasinya, karena tidak ada keturunan yang kekal
darinya, dan tidak pula nama yang baik. Sedangkan engkau, maka anak cucumu
akan terus berkembang dan tetap ada, kemasyhuranmu akan baik, serta bekaspekas
keutamaanmu sampai hari kiamat. Dan di akhirat kelak, engkau akan memperoleh
hal-hal! yang tidak bisa dilukiskan.
Dari Nabi
saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa membaca surah Al Kautsar, maka Allah akan memberinya minum dari
setiap sungai di dalam surga, dan dituliskan untuknya sepuluh kebaikan dari
setiap kurban yang dikurbankan oleh hamba-hamba Allah pada hari Nahr’ (Qadhi
Baidhawi)
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa membaca salawat untukku, karena mengagungkan aku, maka Allah
Taala akan menggantikan kalimat itu dengan malaikat yang memiliki sepasang
sayap, sebuah di timur dan sebuah lagi di barat, sedang kedua kakinya berada
di bawah Arsy. Allah Taala berfirman kepada malaikat itu : “Bersalawatlah
engkau untuk hamba-Ku, sebagaimana dia bersalawat untuk Nabi-Ku. Maka malaikat
itu bersalawat untuk orang itu sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Imam
Muslim meriwayatkan dari sahabat Anas ra., katanya : “Nabi saw. tidur-tiduran,
kemudian Beliau bangun lalu mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Seseorang
bertanya kepada Beliau : “Kenapa Baginda tertawa, Ya Rasulullah?”. Beliau
menjawab : “Tadi, yakni belum lama ini, telah turun kepadaku sebuah surah”.
Kemudian Beliau membacakannya :
Adapun sebab
turunnya surah ini, menurut riwayat Abu Saleh, dari Ibnu Abbas ra., katanya :
“Bahwasanya Al ‘Ash bin Wa’il bin Hisyam melihat Rasulullah saw. keluar dari
Mesjid, sedang dia sendiri mau masuk, maka berpapasanlah mereka berdua di
pintu, lalu bercakap-cakap, sementara sekelompok orang-orang kafir Guraisy
sedang berada di dalam Mesjid. Ketika Al ‘Ash bertemu dengan mereka, mereka
bertanya : “Siapa yang engkau ajak bicara tadi?”.
“Oh
itu si Abtar”, jawab Al ‘Ash.
Al “Ash menjawab
demikian, tidak lain adalah karena orang-orang Ouraisy menyebut Nabi Muhammad
saw. sebagai Abtar (orang yang terputus keturunannya). Ketika wafatnya putra
Beliau, Ibrahim. Pada jaman jahiliah, apabila seorang laki-laki tidak
mempunyai seorang anak laki-laki, mereka menyebutnya Abtar. Ketika Beliau
mendengar perkataan Al “Ash itu, masyghullah hati Nabi saw. Maka Aliah Taala
lalu menurunkan surah ini, sebagai penghibur hati Beliau dan sebagai jawaban
terhadap musuh Beliau: “Andai kata putramu itu hidup, maka dia hanya mempunyai
dua pilihan, menjadi nabi atau tidak. Kalau dia tidak menjadi nabi maka engkau
tidak mempunyai kehormatan padanya, sedangkan kalau dia menjadi nabi, maka
engkau tidak lagi menjadi penutup para nabi. Sedangkan Aku telah
menggandengkan nama-Ku dengan namamu di dalam kalimat tauhid, azan, salat dan
banyak lagi lainnya, dan engkaulah yang memiliki Alkautsar. Maka mana bisa
engkau menjadi seorang yang terputus (dari rahmat)”. (Raudhatul Ulama).
Dia,
yakni Ibrahim, meninggal dunia semasa masih menetek ada riwayat yang
mengatakan, bahwa saat itu ia masih bayi berusia tujuh hari atau lebih.
Putra-putra Rasulullah saw. semuanya ada tiga : Qasim, lahir sebelum masa
kenabian Muhammad saw., dan telah berpulang kerahmatullah tujuh belas hari
sebelum kenabiannya, demikian menurut pendapat yang paling sahih. Kemudian
Ibrahim, yang tadi telah dibicarakan. Dan Abdullah. Para ahli sejarah
mengatakan, bahwa Abdullah dipanggil juga Thayyib atau Thahir. Dia lahir
sesudah kenabian Muhammad saw., di Mekah, dan wafat semasa masih kanak-kanak.
Ada pula yang mengatakan bahwa, Thayyib dan Thahir itu bukan Abdullah.
Sedangkan putri-putri Beliau ada empat : Fatimah, Rugayyah, Zainab dan Ummu
Kuitsum radiyallahu anhunna ajma’in. Putra-putri Beliau seluruhnya lahir dari
Khadijah radiyallaahu anha selain Ibrahim, dia lahir dari seorang sahaya asal
Dibti (Mesir) yang bernama Mariyah. Semua putra-putri Beliau meninggal dunia
sebelum Beliau, selain Fatimah Azzahra radiyiailaahu anha. Fatimah meninggat
dunia selang enam bulan sesudah wafat Beliau. Dan Fatimah adalah putri Beliau
yang paling utama. (Demikian tersebut dalam Syarah Al Barkawi oleh Al
Qanwi)
Diriwayatkan bahwa, Alkautsar adalah
sebuah sungai di dalam surga. Pendapat lain mengatakan, sebuah telaga di sana.
Dan ada pula yang mengatakan, di maugif (padang Mahsyar). Ada pula yang
mengatakan, keutamaan-keutamaan yang banyak. Ada pula yang mengatakan,
kedudukan yang terpuji. Ada pula yang mengatakan, budi pekerti yang tuhur. Ada
pula yang mengatakan, keluhuran nama Beliau. Ada pula yang mengatakan, Surah
ini. Ada pula yang mengatakan anak cucu Beliau dan pengikut-pengikut Beliau.
Ada pula yang mengatakan, ulama-ulama umat Beliau. Ada pula yang mengatakan,
Alquranul “Azhim. Ada pula yang mengatakan, para ulama dari anak cucu Beliau.
Ada pula yang mengatakan, apa saja yang telah diwahyukan kepada Beliau
seluruhnya. Ada pula yang mengatakan, tokoh-tokoh sahabat Beliau. Ada pula
yang mengatakan, tafsir Alquran. Ada pula yang mengatakan, umatnya yang
banyak. Ada pula yang mengatakan keramat-keramat yang terjadi. Dan ada pula
yang mengatakan, syafaat kubro. (Syihabuddin)
Adapun
segi kontradiksi antar surah Alkautsar ini dengan surah sebelumnya (surah
Alma’un) adalah bahwa, Allah Taala telah mensifati orang-orang munafik di
dalam surah sebelumnya dengan empat sifat:
Pertama,
kikir.
Yaitu sebagaimana disebutkan dalam
firman-Nya :
Artinya : “lalah mereka yang suka
menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang
miskin”. Kedua, meninggalkan salat.
Yaitu
sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Maka
celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
salatnya”.
Ketiga, ingin dipuji orang (riya)
dalam salatnya. Yaitu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :
Artinya
: “Orang-orang yang berbuat riya”. Keempat, enggan mengeluarkan zakat. Yaitu
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :
Artinya
: “Dan enggan menolong dengan barang yang berguna” Sebagai lawan dari sifat
orang munafik yang lalai dari salatnya itu, Allah menyatakan:
Artinya
: “Dan salatlah!”. Sebagai lawan dari sifat orang munafik yang suka berbuat
riya, maka Allah menyatakan : As Artinya : “Semata-mata hanya karena
Tuhanmu”.
Dan sebagai lawan dari sifat orang
munafik yang suka menghardik anak yatim dan enggan membayar zakat, Aliah
menyatakan :
Artinya : “Dan berkorbanlah!”.
Karena
membelanjakan harta yang terbaik adalah lawan dari sifat kikir, sedangkan
membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkannya adalah lawan dari
keengganan membayar zakat”. (Syaikh Zaadah)
Diriwayatkan
dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya :
“Barangsiapa mempunyai kelapangan rezeki namun tidak mau berkorban
(menyembelih hewan kurban), maka mati sajalah ia, kalau mau sebagai seorang
Yahudi, dan kalau mau sebagai seorang Nasrani”. Dan menurut riwayat lain :
Artinya
: “Barangsiapa mempunyai kelapangan rezeki, tetapi tidak mau berkorban, maka
janganlah sekali-kali dia mendekati tempat salat kami”.
Dari
Imam Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Barangsiapa keluar dari rumahnya
untuk menyembelih hewan kurban, maka dari setiap langkahnya, dia akan
mendapatkan sepuluh kebaikan, dan dihapuskan darinya sepuluh keburukan, dan
diangkatlah dia sepuluh derajat Dan apabila dia berbicara kotika membelinya,
maka pembicaraannya itu adalah tasbih. Dan apabila dia membayar harganya, maka
dari setiap dirhamnya dia akan mendapatkan tujuh ratus kebaikan. Dan apabila
hewan kurban itu telah dia rebahkan di atas tanah ketika hendak
menyembolihnya, maka setiap makhluk dari mulai tempat penyembelihan itu sampai
dengan bumi yang ke tujuh memohonkan ampunan buatnya Dan apabila darahnya
telah dia alirkan, maka dari setiap tetes darahnya Allah menciptakan sepuluh
malaikat yang akan memohonkan ampunan buatnya sampai hari kiamat Dan apabila
dagingnya dia bagi-bagikan, maka dari setiap keratnya dia akan mendapatkan
pahala seperti pahala memerdekakan seorang sahaya wanita dari keturunan Ismail
as”. (Jawahir Zaadah)
Dan dari Nabi saw., bahwa
Beliau berkata kepada Aisyah : “Hai Aisyah, persembahkanlah kurbanmu dan
saksikanlah, sesungguhnya dari tetesan darahnya yang pertama yang menetes di
atas tanah, engkau akan mendapatkan ampunan Allah Taala atas dosadosamu yang
telah lalu”. Aisyah bertanya : “Apakah ampunan itu hanya untuk kita saja, atau
juga untuk orang-orang yang beriman umumnya?”. Nabi menjawab : “Bahkan untuk
kita dan juga untuk orang-orang yang beriman pada umumnya!””.
Dan
dari Wahab bin Munabbih, katanya : “Nabi Daud as. bermunajat : “Ilahi, apa
pahala orang yang berkurban dari umat Muhammad saw. ?.
Allah
berfirman : “Pahalanya ialah, Aku akan memberinya dari tiap-tiap rambut yang
ada pada badannya sepuluh kebaikan, dan Aku hapuskan darinya sepuluh
kesalahan, serta Aku angkat dia sepuluh derajat. Dan dari setiap helai
rambutnya, dia akan mendapatkan sebuah mahligai di dalam surga, seorang istri
dari golongan bidadari, dan sebuah kendaraan bersayap yang langkahnya sejauh
jarak pandangan, yaitu kendaraan penghuni Surga. Dengan kendaraan itu, dia
bisa terbang ke mana saja yang dia sukai. Tidakkah kau tahu hai Daud,
hewan-hewan kurban itu adalah kendaraan-kendaraan, dan dapat melenyapkan
segala bencana di hari kiamat?”. (Zahratur Riyadh)
Diceritakan
dari Ahmad bin Ishak, katanya : “Saya mempunyai seorang saudara lakilaki yang
miskin. Namun, sekalipun dia miskin, setiap tahunnya dia berkorban seekor
kambing. Ketika dia meninggal dunia, saya salat dua rakaat, lalu saya berdoa :
“Ya Allah, perlihatkanlah kepadaku di dalam tidurku, supaya aku dapat
menanyainya tentang keadaannya”. Kemudian saya berangkat tidur dalam keadaan
masih wudu. Dalam tidurku, saya bermimpi seolah-olah kiamat telah tiba, dan
seluruh umat manusia sudah dibangkitkan dari kuburnya masing-masing.
Sekonyong-konyong tampak saudaraku itu naik seekor kuda kelabu, sedang di
hadapannya banyak tunggangan yang bagus-bagus. Kemudian saya bertanya
kepadanya : “Hai saudaraku, apa yang telah diperlakukan Allah kepadamu?”.
“Dia
telah mengampuni aku”, jawabnya.
“Karena apa?”,
tanyaku pula.
Dia menjawab : “Karena uang satu
dirham yang telah saya sedekahkan kepada seorang perempuan tua yang miskin,
karena Allah”.
Saya bertanya kembali :“Dan
tunggangan-tunggangan ini, apa?”.
Dia menjawab :
“Ini adalah hewan-hewan kurban saya dahulu di dunia. Sedangkan yang saya
tunggangi ini adalah hewan kurban saya yang pertama”.
“Ke
manakah engkau akan pergi?”, tanya saya.
“Ke
surga”, jawabnya.
Setelah mengucapkan kata-kata
itu, dia pun lenyap dari pandanganku. (Sananiyah).
Adapun
jika orang-orang mukmin itu tidak mempunyai tunggangan dari hewan kurbannya,
maka amalnya yang salehlah yang akan menjadi tunggangannya kelak. Dari
amal-amalnya yang saleh itu, Allah menciptakan seekor unta yang akan
ditungganginya ketika dia keluar dari kuburnya. Kemudian dia menghadap kepada
Tuhannya Yang Maha tinggi (Sananiyah)
Dari
sahabat Anas dan Ali radiyallaahu anhuma, mereka berkata : “Nabi saw.
bersabda, yang artinya : “Apabila orang-orang yang beriman telah dibangkitkan
dari kubur mereka masing-masing, Allah Taata lalu berfirman : “Hai
malaikat-malaikat-Ku, janganlah kalian Suruh hamba-hamba-Ku itu berjalan kaki,
tetapi naikkanlah mereka ke atas tunggangan-tunggangan mereka. Karena mereka
telah terbiasa naik kendaraan ketika di dunia dahulu. Kendaraan mereka yang
mula-mula dahulu ialah tulang punggung ayah mereka, kemudian perut ibu mereka,
menjadi kendaraan mereka. Kemudian setelah lahir, pangkuan ibu merekalah yang
menjadi kendaraan mereka, sampai mereka sempurna menetek. Kemudian kendaraan
mereka adalah tengkuk bapak mereka. Sesudah itu, kendaraan mereka adalah kuda
dan keledai di darat serta kapal dan sampan di laut. Dan ketika mereka
meninggal dunia, maka tengkuk-tengkuk saudara-saudara merekalah yang menjadi
kendaraan. Dan ketika bangkit dari kubur mereka masing-masing, janganlah
kalian suruh mereka berjalan kaki, karena mereka telah terbiasa naik
kendaraan. Berikanlah kepada mereka kendaraan-kendaraan mereka”. Yaitu
hewan-hewan kurban mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya
: “Ingatlah hari ketika Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan
Yang Maha Rahman sebagai perutusan yang terhormat”.
Maksudnya
: Dengan naik tunggangan.
Dan oleh karenanya,
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Besarkanlah
kurban-kurbanmu, karena kurban-kurban itu akan menjadi kendaraan-kendaraanmu
kelak di atas Shirat”. (Rajabiyah)
Dan
diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Barangsiapa mengurbankan satu kurban, maka apabila dia bangkit dari kuburnya
kelak, dia akan melihat hewan kurban itu berdiri di atas kuburnya, dan
ternyata bulunya dari emas, kedua matanya dari yagut surga dan kedua tanduknya
dari emas. Orang itu lalu bertanya : “Siapakah engkau, dan engkau ini apa, aku
tidak pernah melihat yang sebagus engkau?”. Maka binatang itu menjawab : “Aku
adalah hewan kurbanmu yang telah engkau kurbankan di dunja dahulu”. Kemudian
binatang itu berkata pula : “Naikiah ke atas punggungku”. Maka orang itu pun
naik ke atas punggung binatang itu, lalu dibawanya antara langit dan bumi
menuju naungan Arsy”. (Rajabiyah)
Nabi saw.
bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melakukan salat
seperti salat kami dan beribadat seperti ibadat kami, maka dia termasuk
golongan kami. Dan barangsiapa tidak melakukan salat seperti salat kami dan
tidak mau berkurban, maka dia bukanlah dari golongan kami, jika dia kaya”
Dan
sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Sebaik-baik
umatku talah orang yang mau borkurban, dan sejahat-jahat umatku jalah orang
yang tidak mau berkurban”,
Dan sabda Nabi saw.
:
Artinya : “Ketahuilah bahwa berkurban itu
termasuk amal yang menyelamatkan, yang akan menyelamatkan orang yang
melakukannya dari keburukan dunia dan akhirat” (Zubdatul Wa’izhin)
Mengeluarkan
kurban itu wajib dilakukan oleh tiap-tiap orang Islam yang menetap lagi kaya,
yakni bila dia telah memiliki satu nishab, yaitu 200 dirham, atau yang senilai
dengannya. Yang merupakan kelebihan dari kebutuhan-kebutuhannya yang pokok.
Dalam hal ini tidak disyaratkan harta itu berkembang atau berulang tahun
(haul) seperti halnya zakat karena zakat memang disyaratkan harus berulang
tahun (haul). Adapun orang miskin, apabila dia mendapatkan harta pada
hari-hari saatnya berkurban, maka dia wajib pula berkurban. Sedang orang kaya,
tetapi pada hari-hari saatnya berkurban tiba, hartanya itu musnah (bangkrut),
maka gugurlah kewajiban berkurbannya. (Demikian tersebut di dalam kitab-kitab
fikih).
Kurban itu hanya boleh dilakukan dengan
empat macam hewan : unta, lembu, domba dan kambing, jantan atau betina. Lembu
yang boleh dikorbankan ialah yang telah genap umurnya dua tahun menginjak
tahun ketiga. Seekor unta atau lernbu adalah cukup untuk menjadi kurban dari
satu sampai tujuh orang yang masing-masing hendak berkurban. Jadi, kalau ada
salah seorang dari ketujuh orang tersebut yang menghendaki daging dari
bagiannya, atau dia orang kafir, maka dia tidak boleh mengambil atau
mengurangi bagian seorang dari tujuh orang itu.
Hewan
yang dikurbankan boleh berupa jadza, jama, kebiri dan taula.
Jadza
ialah kambing yang baru berumur enam bulan. Jama ialah hewan yang tidak
bertanduk. Sedang taula ialah hewan yang gila.
Tetapi,
tidak boleh hewan yang buta, yakni yang sudah tidak memiliki dua mata, maupun
yang pincang, yakni yang berjalan hanya dengan tiga kaki: maupun yang picek,
yang hanya mempunyai sebelah mata: maupun yang sudah tidak bersumsum lagi,
maupun yang telah hilang lebih banyak dari sepertiga kupingnya, matanya, atau
pantatnya. (Demikian tersebut dalam kitab-kitab fikih).
Permulaan
waktu kurban ialah sesudah salat led, di dalam kota (tempat yang ramai), dan
tidak boleh menyembelih sebelum salat kecuali di desa (tempat yang sepi).
Sedang akhir waktu kurban ialah menjelang terbenamnya matahari pada hari
Tasyrig yang ketiga. Yang paling utama ialah disembelih sendiri kalau bisa,
dan kalau tidak bisa, maka boleh menyuruh orang lain. Dan sangat disukai
(dianjurkan) apabila dia menyaksikan sendiri saat penyembelihan. Dan makruh
apabila tidak dihadapkan ke arah kiblat. Sebelum hewan itu disembelih dan
setelah dihadapkan ke kiblat, hendaklah dibacakan :
Artinya
: “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan
seluruh langit dan bumi, dengan lurus, dan aku bukanlah termasuk golongan
orang-orang yang menyekutukan Tuhan. Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tidak
ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar, dan segala puji bagi Allah.
Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar’
Kemudian
hewan itu disembelih, setelah itu kerjakanlah salat dua rakaat. sebagai
sesuatu yang sangat disukai (mustahab), sebab Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Letakkanlah pisau yang ada di tanganmu, lalu kerjakanlah salat dua rakaat.
Sesungguhnya tidak seorang pun yang melakukan salat dua rakaat, kemudian dia
meminta sesuatu kepada Allah, melainkan akan diberi”. Usai salam, ucapkanlah
:
Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya salatku,
ibadatku, hidupku dan matiku sematamata hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.
Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah
orang yang pertama-tama berserah diri”. (Dhiyauddin)
Adapun
waktu salat Ied ialah sejak meningginya matahari kira-kira setinggi satu atau
dua tombak, sampai condong ke arah barat (zawaal).
Suatu masalah
:
Apabila ada seseorang memiliki uang sebanyak 200 dirham, lalu
pada hari Selasa dia membeli hewan kurban seharga 20 dirham, umpanya. Namun
binatang itu mati pada hari Rabu, sedang hari raya Adha jatuh pada hari Kamis,
maka dia tidak wajib berkurban, karena kurban itu hanya wajib pada hari Adha,
sedang dia ketika itu sedang dalam keadaan fakir”. (Demikian disebutkan dalam
kitab Fatawal Waaqi’at).
75. KEUTAMAAN MEMBACA SURAH AL IKHLAS DENGAN BASMALAH
Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Katakanlah : Bahwasanya Allah Mahaesa, Allah tumpuan segala harapan. Dia
tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang
setara dengan Dia”. (QS. Al Ikhlas : 1-4).
Tafsir :
(.
) katakanlah : bahwasanya Allah Mahaesa. Dhamir di sini (. ) adalah
dhamir lisy sya’ni, seperti kalau Anda mengatakan “huwa zaidun munthalig
(. ) bahwasanya Zaid berangkat. Sedangkan dirafakannya dhamir ini,
karena jabatannya sebagai mubtada (subjek), dan khabar (predikat)nya adalah
kalimat sesudahnya. Di sini tidak diperlukan a’id, karena kalimat itu sudah
merupakan a’id itu sendiri. Atau, sebagai jawaban ketika Beliau ditanya
tentang Allah : Yang kamu tanyakan itu adalah Allah
( ). Karena diriwayatkan bahwa orang-orang
kafir Quraisy berkata : “Ya Muhammad, ceritakanlah kepada kami tentang
Tuhan-mu yang engkau seru kami kepadaNya itu!”. Maka diturunkanlah surah
ini.
(. ) Allah Tumpuan segala harapan.
Tuhan yang menjadi tumpukan segala keperluan, berasal dari kata “shamada
ilaih” (. ) yang artinya gashadahu (. ) atau ‘menuju
kepada-Nya’. Dan hanya Dia yang disifati dengan sifat ini dengan tidak
terbatas. Karena, Dia tidak memerlukan kepada yang lain sama sekali. Sedang
apa pun selain Dia, memerlukan kepada-Nya dalam segala keadaannya. Adapun
sebab kata Ashshamad (. ) itu dima’rifatkan, adalah karena orang telah
tahu tentang keshamadan Allah. lain halnya dengan keesaan Aliah. Sedangkan
diulang-ulangnya lafaz Allah adalah untuk memberi pengertian, bahwa siapa pun
yang tidak bersifat shamad, tidak patut menjadi Tuhan. Dan dikosongkannya
kalimat ini dari huruf athaf, karena dia merupakan hasil kalimat yang pertama,
atau sebagai dalil atasnya.
(. ) Dia tidak
beranak. Karena Dia tidak berjenis, dan tidak pula memerlukan kepada apa pun
yang membantu atau menggantikan-Nya, sebab hajat dan binasa tidak mungkin
bagi-Nya. Dan penggunaan sighat madhi semata-mata di sini adalah disebabkan
oleh tujuannya sebagai jawaban terhadap orang yang mengatakan : “Para malaikat
adalah anak-anak perempuan Allah, sedang Isa Almasih adalah anak laki-laki
Allah”. Atau selaras dengan firman Allah :
(.
) dan tidak pula diperanakkan. Hal ini karena Dia tidak memerlukan kepada
sesuatu pun dan tdak didahului oleh tiada.
(.
) Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia. Maksudnya, tidak ada
seorang pun yang menandingi-Nya, yakni menyamai-Nya, baik isteri atau lainnya.
Pada asalnya zharaf diakhirkan, karena zharat itu merupakan jumlah shilah dari
kufuwan. Akan tetapi, karena tujuannya adalah untuk meniadakan tandingan
terhadap Dzat Allah, maka akhirnya zharaf itu didahulukan, demi sesuatu yang
lebih penting. Dan bisa juga, zharaf itu menjadi hal dari dhamir yang
tersembunyi dalam kata kufuwan, atau menjadi khabar. Sedangkan kufuwan menjadi
hal dan kata ahadun. Dan digandengkannya ketiga kalimat ini dengan huruf
athaf, mungkin karena tujuannya adalah untuk meniadakan bagian-bagian dari
yang dianggap setara dengan Allah. Jadi, semuanya seperti satu kalimat, yang
disampaikan dengan tiga kalimat. (Qadhi Baidhawi)
Sebab
turunnya surah ini seperti yang dikatakan oleh Ubai bin Ka’ab, Jabir bin
Abdullah, Abul Aliyyah, Asysya’bi dan Ikrimah radiyallaahu anhum ajma’in,
bahwa orang-orang kafir Mekah, diantaranya : Amir bin Thufail, Zaid bin Gais
dan beberapa orang lainnya, semuanya berkumpul, kemudian mereka mengajukan
pertanyaan kepada Rasulullah saw. : “Hai Muhammad, sebutkanlah kepada kami
sifat-sifat Tuhanmu, dari bahan apa Dia, apakah dari emas, dari perak, dari
besi atau dari tembaga?. Karena tuhan-tuhan kami adalah dari bahan-bahan
ini”.
Maka Nabi saw. menjawab, yakni jawaban dari
diri Beliau sendiri : “Dia tidak serupa dengan sesuatu apa pun”. Kemudian
Allah menurunkan surah ini, firman-Nya : Katakanlah (hai Muhammad), Dialah
Allah, Yang Mahaesa. Allah Tumpuan segala harapan… dst.
Ibnu
Abbas ra. berkata : “Ashshamad artinya yang tidak berongga (tidak berperut),
tidak makan dan tidak minum. Karena seandainya Allah berperut, maka pasti Dia
berhajat kepada sesuatu. Padahal Dia tidak berhajat kepada sesuatu, bahkan
seluruh makhluklah yang berhajat kepada-Nya. Dan seandainya Dia berhajat
kepada sesuatu, maka Dia tidak patut menjadi Tuhan”. (Dari hadis Al
Arba’in)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa
Beliau pernah berkata kepada Aisyah ra., sabdanya : “Janganlah engkau tidur
sebelum engkau melakukan empat perkara : yaitu sebelum engkau mengkhatamkan
Alquran, sebelum engkau menjadikan para nabi sebagai pemberi syafaat kepadamu
pada hari kiamat nanti sebelum engkau menjadikan semua orang rela kepadamu,
dan sebelum engkau melakukan haji dan umrah”.
Kemudian
Beliau masuk, sedang Aisyah masih tetap menunggu di tempat tidurnya sampai
Beliau menyelesaikan salatnya. Setelah Beliau selesai salat, Aisyah bertanya :
“Ya Rasulullah, saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Baginda tadi
menyuruh saya melakukan empat perkara yang pada saat ini saya tidak mampu
melakukannya”.
Maka tersenyumlah Rasulullah saw.
seraya bersabda : “Apabila engkau membaca gul huwallaahu ahad, maka
seolah-olah engkau telah mengkhatamkan Alquran. Dan apabila engkau membaca
salawat untukku dan untuk para nabi sebelumku, maka sesungguhnya kami akan
memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat kelak. Dan apabila engkau memohonkan
ampun buat orang-orang mukmin, maka mereka semua akan ridha kepadamu. Dan
apabila engkau mengucapkan subhanallah walhamdu lillah walaa ilaaha illallaah
wallaahu akbar, maka seolah-olah engkau telah melakukan haji dan umrah”.
(Tafsir Hanafi)
Dari Ali bin Abi Thalib
Karramallaahu wajhah, katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa membaca qul huwallaahu ahad sesudah salat Subuh sepuluh kali,
maka tidak akan sampai kepadanya satu dosa pun, sekalipun setan
bersungguhSungguh menggodanya”.
Surah Al Ikhlas
adalah surah yang diturunkan di Mekah (Makkiyah), terdiri dari empat ayat,
lima belas kata dan empat puluh tujuh huruf.
Dari
sahabat Ubai bin Ka’ab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:
Artinya
: “Barangsiapa membaca gul huwallaahu ahad satu kali, maka Allah Taala memberi
pahala kepadanya sebanyak pahala seratus orang yang mati sebagai syahid”.
(Dari hadis Al Arba’in)
Dan dari Nabi saw., bahwa
Beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pohon
bernama Haulab. Pohon itu mempunyai buah lebih besar daripada buah apel dan
lebih kecil daripada buah delima. Tetapi lebih manis daripada madu, lebih
putih daripada susu, dan lebih empuk daripada buih”.
Sahabat
Abubakar ra. lalu bertanya : “Siapakah yang akan memakannya, Ya
Rasulullah?”.
Nabi saw. menjawab : “Barangsiapa
mendengar namaku, lalu dia membaca salawat untukku, maka dialah yang akan
memakannya”. (Zahratur Riyadh)
Surah ini
dinamakan surah Al Ikhlas, tidak lain adalah karena dia melepaskan pembacanya
dari kesulitan-kesulitan dunia dan akhirat, sakaratul maut,
kegelapan-kegelapan kubur dan huru-hara kiamat.
Konon,
ada seorang laki-laki meninggal dunia. Ayahnya bermimpi melihatnya malam itu
seolah-olah dia berada di dalam neraka Jahannam dalam keadaan terbelenggu.
Tetapi pada malam berikutnya, ayahnya bermimpi lagi melihat anaknya itu yang
kini telah berada di dalam surga. Maka bertanyalah sang ayah kepadanya :
“Kemarin malam aku bermimpi melihatmu begini-begini, kenapa sekarang menjadi
seperti ini?”.
Anaknya menjawab : “Seorang lelaki
telah lewat di atas kubur kami, lalu dia membaca gui huwalaahu ahad tiga kali,
dan memberikan pahalanya kepada kami. Kemudian pahala tersebut dibagi-bagikan
di antara kami. Maka inilah bagianku, yang ayah lihat”. (Tafsir Khazin)
Dari
sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersahda:
Artinya
: “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas satu kali, maka seolah-olah dia telah
membaca sepertiga Alquran. Dan barangsiapa membacanya dua kali, maka seolah:
olah dia telah membaca dua pertiga Alquran. Dan barangsiapa membacanya tiga
kali, maka seolah-olah di telah membaca Alquran seluruhnya. Dan barangsiapa
membacanya sepuluh kali, maka Allah Taala akan membangunkan baginya sebuah
rumah di surga terbuat dari yagut merah”.
Dan
menurut sebuah khabar :
Artinya : “Barangsiapa
membaca surah Al Ikhlas di dalam salat-salat fardu, maka Allah Taala
mengampuni dia dan kedua ibu-bapaknya, serta menghapuskan namanya dari daftar
orang-orang yang celaka dan mencatatnya di dalam daftar orang-orang yang
bahagia”.
Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw.,
bahwa Beliau bersabda : “Aku dahulu merasa kuatir azab itu akan menimpa kepada
umatku di malam dan siang hari, sampai malaikat Jibril datang kepadaku membawa
surah gul huwallaahu ahad. Maka tahulah aku, bahwa sesudah turunnya surah
tersebut, Allah Taala tidak akan menyiksa umatku, karena surah itu mengenai
Allah. Barangsiapa terbiasa membacanya, maka akan berjatuhanlah kebaikan dari
langit ke atas kepalanya, dan turunlah ketentraman kepadanya, dan diliputilah
ia oleh rahmat. Lalu Allah memandang kepada orang yang membacanya itu,
kemudian mengampuninya dengan suatu ampunan yang sesudah itu Dia tidak akan
menyiksanya lagi buat selama-lamanya. Dan tidak ada sesuatu pun yang dia pinta
kepada Allah Taala, melainkan Allah akan memberinya”. (Tafsir Hanafi).
Ai
Baihagi mengeluarkan sebuah hadis dari Abu Umamah Al Bahili, bahwa dia berkata
: “Malaikat Jibril datang menemui Nabi saw. ketika Beliau sedang berada di
Tabuk, diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat. Jibril berkata : “Ya
Rasulullah, saksikanlah jenazah Muawiyah”.
Maka
Nabi pun keluar. Lalu Jibril meletakkan sayapnya di atas bumi sampai rendah
sekali, sehingga Rasulullah dapat melihat ke Madinah. Kemudian Beliau
melakukan salat jenazah atas Muawiyah itu bersama Jibril dan malaikat-malaikat
lainnya. Setelah itu, Nabi bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, dengan apa
Muawiyah bisa mencapai derajat ini?’
Jibril
menjawab : “Karena dia selalu membaca gul huwallaahu ahad, ketika berdiri,
duduk, ruku dan berjalan”.
Diriwayatkan, bahwa
ketika Nabi saw. Telah berangkat hijrah menuju ke Madinah, maka orang-orang
kafir Mekah berkumpul di pintu Darunnadwah, yaitu yang terletak di gang
Abujahal, lalu mereka berkata : “Barangsiapa yang dapat mengembalikan Muhammad
atau membawa kepalanya kepada kami, maka akan kami beri hadiah seratus ekor
Unta merah yang bermata hitam, seratus orang perempuan Romawi, dan seratus
ekor kuda Arab”.
Seorang laki-laki bernama
Suragah bin Malik bangkit dan berkata : “Sayalah yang akan mengembalikan
Beliau kepada tuan-tuan”.
Maka mereka pun
menjamin untuk laki-laki itu semua harta tersebut.
Maka
berangkatlah Suragah mengejar Nabi saw. hingga akhirnya terkejar. Suragah lalu
menghunus pedangnya untuk membunuh Nabi saw. Lantas turunlah malaikat Jibril
as. seraya berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menitahkan bumi
supaya tunduk kepada perintahmu”.
Lalu Rasulullah
berkata : “Hai bumi, telanlah dia”. Maka kuda Suragah ditelan bumi Sampai ke
lututnya. Lalu Suragah berteriak minta tolong : “Ya Rasulullah, saya tidak
jadi melakukannya, tolong… tolong!”.
Kemudian
Rasulullah berdoa, maka Altah menyelamatkan Suragah berkat doa Beliau Itu.
Suragah pun pergi, namun tak lama kemudian dia berbalik kembali sambil
menghunuskan pedangnya hendak membunuh Nabi saw. Maka sekali lagi kudanya
ditelan bumi, Bumi menelan kuda Suragah sampai ke pusarnya, lalu Suragah
berteriak : “Tolong… tolong ya Rasulullah. Saya tidak akan melakukannya lagi
sesudah in:!”.
Rasulullah kembali berdoa, maka
Allah pun menyelamatkan Suraqah kembali. Suragah lalu turun dari kudanya,
kemudian dia bertiarap di hadapan unta Rasulullah seraya berkata : “Ya
Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang Tuhanmu, yang mempunyai kekuasaan
besar seperti ini, apakah Dia dari emas atau dari perak?”.
Sejurus
lamanya Rasulullah diam sambil menundukkan kepalanya. Lalu turunlah Jibril
as., kemudian berkata : “Hai Muhammad (Katakaniah, “Dialah Allah, Yang
Mahaesa, Allah tumpuan segala harapan. Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia), dan
(Katakanlah, “Wahai Tuhan Yang Mempunyai kerajaan. Engkau berikan kerajaan
kepada orang yang Engkau kehendaki) dan, (Dia Pencipta langit dan bumi. Dan
Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari
jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula. Dijadikan-Nya kamu berkembang
biak dengan jalan itu. Tidak sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat)”.
Suraqah
berkata : “Ya Rasulullah, terangkanlah kepadaku agama Islam”.
Maka
Rasulullah pun menjelaskan kepadanya tentang agama Islam, maka Suragah lalu
masuk Islam, dan baik Islamnya. (Dari hadis Al Arba’in).
Dahulu,
Nabi saw. suka membaca surah Al ikhlas dan dua surah muawwizah (yaitu surah Al
Falag dan An Nas), lalu menghembuskannya kepada kedua belah tangannya dan
kemudian diusapkannya ke sekujur tubuhnya ketika hendak tidur, apabila Beliau
sakit. Dan Beliau menyuruh hal demikian itu.
Sebagian
ulama mengatakan : “Barangsiapa senantiasa membaca surah Al Ikhlas dengan
tekun, maka dia akan mendapatkan semua kebaikan dan selamat dari semua ke
jahatan
di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa membacanya ketika lapar, maka dia
akan kenyang, atau haus, maka akan hilang hausnya”.
Dari
sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Kami bersama Nabi saw. ketika itu
sedang berada di Tabuk. Matahari terbit dengan cahaya dan sinarnya yang terik,
belum pernah hal itu terjadi sebelumnya. Jarak antara Tabuk dan Madinah sejauh
perjalanan satu bulan. Pada suatu hari, matahari terbit agak suram. Lalu
Jibril as. datang, maka Nabi bertanya kepadanya : “Hai Jibril, kenapa
kelihatan matahari agak suram?”.
Jibril menjawab
: “Karena banyaknya sayap-sayap malaikat”.
“Mengapa
begitu?”, tanya Nabi.
Jibril menjawab : “Karena
Muawiyah (bukan Muawiyah bin Abu Sufyan, pent.) hari ini meninggal dunia di
Madinah. Maka Allah mengirim tujuh puluh ribu malaikat untuk mensalati
jenazahnya”.
“Mengapa begitu?”, tanya Beliau
pula.
Jibril menjawab : “Karena dia banyak
membaca gul huwallaahu ahad, malam dan siang, pergi dan datang, serta dalam
setiap keadaan”.
Kemudian Jibril menghampiri Nabi
seraya berkata : “Ya Rasulullah, maukah Baginda aku kerutkan bumi agar Baginda
dapat melakukan salat atas jenazahnya?”.
“Ya”,
jawab Nabi.
Dengan kedua sayapnya, Jibril memukul
bumi sehingga mengkerutiah bumi, lalu Jibril mengangkat dipan Muawiyah agar
dapat dilihat oleh Beliau. Nabi pun dapat melihatnya, sementara di belakang
Beliau telah berbaris malaikat bersaf-saf yang setiap safnya terdiri dari
tujuh puluh ribu malaikat. Kemudian Nabi melakukan salat atas jenazah Muawiyah
tersebut. Setelah itu, Beliau lalu kembali ke Tabuk.
Imam
Muslim telah meriwayatkan dari sahabat Abu Darda ra., katanya : “Sesungguhnya
Allah Taala telah membagi-bagi Alquran menjadi tiga bagian. Qul huwallaahu
ahad dijadikan-Nya salah satu bagian Alquran. Adapun sebab dia menjadi satu
bagian dar! Alquran, boleh jadi karena melihat pahalanya, yaitu, bahwa Allah
Taala memberi pahala kepada orang yang membaca surah ini, seperti pahala
membaca sepertiga Alquran, tanpa pelipatan pahala.
(Demikian
dikatakan oleh Imam Annawawi)
Dan ada pula yang
mengatakan bahwa, Alquran itu memuat tiga segi : kisah-kisah. hukum-hukum dan
sifat-sifat Allah.
Adapun Oul huwallaahu ahad
adalah salah satu dari ketiga segi ini, yaitu sifat-sifat Allah Taala.
(Ibnu
Malik atas kitab Al Masyrig)
Diceritakan, bahwa
Nabi saw. sedang duduk di pintu kota Madinah, tiba-tiba lewattah jenazah
seorang laki-iaki. Nabi saw. bertanya : “Apakah dia mempunyai hutang?”.
“Dia
masih mempunyai hutang empat dirham”, jawab orang-orang yang membawanya. “Dia
mati, sedang dia belum sempat membayarnya”.
Nabi
saw. lalu bersabda : “Salatilah jenazahnya oleh kalian, karena aku tidak akan
mensalati jenazah orang yang masih mempunyai hutang, sedang dia belum
melunasinya”.
Kemudian turun malaikat Jibril as.,
lalu dia berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah mengucapkan salam kepadamu
dan berfirman : “Aku telah mengutus Jibril menyamar seperti orang itu, lalu
melunasi hutang-hutangnya. Bangkitiah dan salatilah jenazahnya, karena dia
mendapat ampunan. Dan barangsiapa mensalati jenazahnya, maka akan mendapatkan
ampunan pula dari Allah Taala”.
Nabi saw. lalu
bertanya : “Hai Jibril, sebab apa dia memperoleh kemuliaan seperti ini?”.
Jibril
menjawab : “Sebab dia setiap hari membaca seratus kali surah gul huwallaahu
ahad. Karena di dalam surah tersebut ada keterangan tentang sifat-sifat Allah
dan pujian kepada-Nya”
Dan Nabi saw. bersabda
:
Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas
satu kali seumur hidupnya, maka dia tidak akan keluar dari dunia sebelum
melihat tempatnya di surga. Terutama orang yang membacanya di dalam salat lima
waktu, sekali setiap harinya, maka pada hani kiamat kelak, dia akan memberi
syafaat kepada seluruh kerabat dan familinya yang sepatutnya masuk neraka”.
(Hadis Arba’in)
Di dalam hadis lain disebutkan
:
Artinya : “Barangsiapa membaca gul huwallaahu
ahad disertai basmalah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya selama lima
puluh tahun”. (Tafsir Hanafi)
Diceritakan dari
sebagian orang saleh, bahwa dia bermimpi melihat seratus ekor burung merpati
dari merpati-merpati yang ada di kota Mekah, tanpa kepala. Setelah bangun, dia
menceritakan mimpinya itu kepada seorang ahli ta’bir mimpi. Ahli ta’bir itu
berkata kepadanya : “Barangkali Anda telah membaca surah Al Ikhlas seratus
kali tidak diawali dengan bacaan basmalah”. Orang itu menjawab : “Anda benar”.
(Tafsir Hanafi).
Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi
saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :”Ketika aku diisra’kan ke langit.
Aku melihat Arsy terletak pada tiga ratus enam puluh ribu tiang, jarak antara
satu tiang dengan tiang lainnya sejauh perjalanan selama tiga ratus ribu
tahun. Dan di bawah masing-masing tiang ada dua belas ribu gurun. Tiap-tiap
gurun itu sejauh antara timur dan barat. Dan pada tiap-tiap gurun itu tinggal
delapan puluh ribu malaikat yang membaca gul huwallaahu ahad. Apabila mereka
selesai dari membacanya, mereka lalu berdoa : “Ya Rabbana wa Ya Sayyidana,
sesungguhnya pahala bacaan ini kami berikan kepada siapa pun yang membaca
surah Al Ikhlas, baik laki-laki maupun perempuan’.
Mendengar
itu, para sahabat merasa kagum, maka Beliau bertanya : “Kagumkah kalian hai
para sahabatku?”.
Mereka menjawab : “Benar, Ya
Rasulullah”.
Nabi bersabda pula : “Demi Allah
yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya gul huwaliaahu ahad itu
tertulis pada sayap malaikat Jibril as., Allahush shamad tertulis pada sayap
malaikat Mikail, Lam yalid wa lam yuulad tertulis pada sayap malaikat Izrail
as: walam yakul lahu kufuwan ahad tertulis pada sayap Israfil as. Maka siapa
saja di antar umatku yang membaca surah Al Ikhlas, maka Allah akan memberinya
pahala orang yang membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgonul azhim”.
Kemudian
Beliau bertanya : “Herankah kalian hai para sahabatku?”.
Para
sahabat menjawab : “Benar, Ya Rasulullah”.
Nabi
saw. bersabda : “Demi Allah, yang diriku berada di dalam kekuasaan-Nya.
Sesungguhnya gul huwallahu ahad itu tertulis pada dahi Abubakar Assiddig,
Allahush shamad tertulis pada dahi Umar Alfarug: Lam yalid walam yuulad
tertulis pada dahi Utsman Dzunnurain, dan walam yakul lahu kufuwwan ahad
tertulis pada dahi Ali yang dermawan. Maka barangsiapa membaca surah Al
Ikhlas, Allah Taala akan memberinya seperti pahala Abubakar, Umar, Utsman dan
Ali radiyallahu anhum”. (Hayatul Qulub).
Diriwayatkan,
bahwa ada seorang laki-laki mengadukan kemiskinannya kepada Nabi saw., maka
Beliau bersabda : “Kalau engkau memasuki rumahmu, maka bacalah surah Al
Ikhlas”. .
Laki-laki itu menuruti nasihat Nabi saw., maka Allah pun
melapangkan rezekinya.
Nabi saw. bersabda :
Artinya
: “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas ketika sakit yang menyebabkan
kematiannya, maka di dalam kuburnya dia tidak akan membusuk, aman dari
kesempitan kubur, dan dibawalah ia oleh para malaikat dengan sayap-sayap
mereka, sehingga menyeberangi Shirat menuju ke Surga”.
(Demikian
tersebut di dalam Tadzkiratul Aurthubi, hanya saja Al Qurthubi mensyaratkan
harus dimulai dengan bacaan basmalah)
PENUTUP
Kami memohon kepada Allah penutup yang baik (husnul khatimah).
Berkata
penyusun kitab ini :
“Segala puji bagi Allah, yang telah memberi
petunjuk kepada kita di antara mereka yang mendapatkan petunjuk-Nya, dengan
tercapainya pengetahuan-pengetahuan yang dicita-citakan: dan yang telah
memberi nikmat kepada kita, dengan selesainya kitab Durratun Nashihin ini,
yang dipetik dari kitab-kitab yang diminati, dan yang telah mengubah suasana
yang sempit menjadi lapang, dengan terputusnya air mata karena pena-pena yang
tegak. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi, seutama-utama
para rasul dan sesempurna-sempurnanya seluruh makhluk, dan juga atas keluarga
dan para sahabat Beliau, yang memperoleh apa yang telah mereka peroleh, karena
berpegang teguh dengan syariat Nabi semoga Allah memudahkan syafaat mereka
untuk kita pada hari kebangkitan dan pengumpulan.
Kitab ini telah
selesai di tulis di tangan orang yang mengaku hina, fakir dan berdosa, yang
berharap akan rahmat Tuhannya Yang Maha Kuasa pada hari dipegangnya ubunubun,
Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy Syakir Al Khaubawi. Semoga Allah memuliakannya
di dunia dan akhirat dengan belas kasih dan kemurahan-Nya yang besar. Dan
semoga Allah mengampuni dosanya dan dosa ibu bapaknya, serta memberikan
kebaikan kepada keduanya, dengan berkat kemuliaan penghulu para Nabi dan para
utusan Tuhan.
Selesai pada tahun 1214 Hijriyah. Semoga pemilik
Hijrah (Nabi) itu senantiasa dilimpahi salawat paling mulia dan penghormatan
paling terpuji. Amin.[]