Nasionalisme dalam Islam
Nama kitab: Terjemah Idhotun Nasyi'in, Izotun Nasyi'in, Izhah al-Nasyi'in, Izhatun Nashi'in
Judul kitab asal: Izhatun Nasyi'in kitab Akhlaq wa Adab wa Ijtimak ( عظة الناشئين كتاب أخلاق وآداب واجتماع)
Ejaan lain: Izhotun Nasyi'in
Pengarang: Mustafa al-Ghulayini ( الشيخ مصطفى الغلاييني)
Nama yang dikenal di Arab: al-Ghulayini
Kelahiran: Beirut, 1885 M
Meninggal: Beirut, 1944 M
Penerjemah:
Bidang studi: Ilmu tasawuf, akhlak, etika, budi pekerti, pengembangan kepribadian, sufisme
Daftar isi
- Kemuliaan
- Lengah Dan Waspada
- Revolusi Budaya
- Rakyat Dan Pemerintah
- Tertipu Oleh Perasaan Sendiri
- Pemburuan
- Kemewahan (Pemborosan)
- Agama
- Peradaban
- Nasionalisme
- Kemerdekaan
- Macam-Macam Kemerdekaan Atau Kebebasan
- Kemauan
- Kembali ke: Terjemah Izhatun Nasyi'in
KEMULIAAN
Saya telah melakukan pengamatan terhadap tingkah laku atau
perangai umat manusia dan melakukan penelitian tentang jiwa meteka, hingga
saya memperoleh satu kesimpulan, bahwa tidak ada seorang .pun yang tidak
mengakui dirinya mulia.
Bertanyalah kepada orang
yang pandai dan orang yang bodoh. Bertanyalah kepada orang yang baik dan orang
yang jahat. bertanyalah kepada orang yang ikhlas dan orang yang munafik.
Bertanyalah kepada setiap orang yang bertingkah aku terpuji atau buruk, maka
pasti setiap orang dari mereka menjawab, bahwa dia adalah orang yang mulia.
Setiap
orang boleh mengaku demikian, bahwa dirinya mulia, Hanya saja tidak setiap
orang menganggap benar pengakuan-pengakuan itu, sebelum dibuktikan kebenaran
atas sesuatu penelitian saksama. Jika tidak, maka menjadi kacau atau tidak
jelas persoalan yang sebenarnya.
Banyak orang
mengira, bahwa kemuliaan ini terletak pada kekayaan yang dimiliki seseorang,
dengan kadar (sedikit atau banyak) harta yang ada. Dia bersikap besar diri,
membanggakan diri dan cenderung congkak. Meremehkan orang-orang lemah dan
tidak menghargai orang-orang miskin.
Anehnya,
orang yang mulia palsu bisa mendapatkan pendukungpendukung setia. Di antaranya
ada yang menjunjung kedudukan, ada pula yang secara hina tunduk dan sujud di
bawah kakinya. Kadangkadang mereka dengan melakukan penghormatan seperti itu,
tidak mendapat apa-apa yang dapat menutup dan memperbaiki kehidupan mereka.
Perbuatan yang mereka lakukan itu hanyalah karena kemunafikan dan kehinaan.
Hal itu hanyalah akibat kesalahan (kerusakan) dalam mendidik mereka, di
samping disebabkan penyakit (kebobrokan) di dalam akhlak mereka.
Andaikata
orang yang mengaku mulia karena melimpah kekayaannya itu mengetahui, bahwa dia
bisa berubah total oleh jaman, hingga dia menjadi miskin sesudah kaya dan
menjadi serba kekurangan setelah mengalamu serba kecukupan. Maka orang-orang
yang dulu mengagungagungkan, berubah menjadi merendahkan dan orang yang dulu
mendekatinya, berbalik menyakitinya, maka pasti orang tersebut melepas sifat
sombongnya dan dia tidak lagi bersikap seperti di atas.
Ada
pula sekelompok orang lain yang beranggapan, bahwa kemuliaan .itu berupa
kekuatan fisik yang ada pada seseorang atau beranggapan seperti ini, mudah
sekali meremehkan orang-orang lemah, meskipun – mereka (orang-orang yang kuat)
itu memiliki pikiran (kecerdasan) yang luar biasa dan dapat mencapai cita-cita
tinggi, setinggi bintang orion.
Andaikata orang
yang beranggapan seperti itu mengetahui (sadar), bahwa harimau lebih berani
dan lebih kuat daripadanya, unta itu lebih kuat dan kukuh badan serta
tulang-tulangnya, lebih besar tubuhnya dan lebih angker daripada dirinya, maka
pasti orang tersebut menarik anggapannya, dengan merasa rendah diri dan tidak
mengunggulunggulkan diri dengan kekuatannya.
Sekelompok
orang lain menduga, bahwa kemuliaan itu terletak pada kesehatan seseorang di
saat umat sedang sakit, kemapanan hidupnya di saat umat menderita, kekuatannya
di saat umat lemah, kemajuannya di saat umat mengalami kemunduran,
kemuliaannya di saat umat hina dan terletak pada keagungan seseorang pada
waktu umat dalam keadaan terhina.
Andaikata
sekelompok orang yang anggapannya tentang kemuliaan seperti ini mau berpikir
sedikit, pasti mereka mengetahui (sadar), bahwa anggapan seperti itu adalah
salah, keliru dan merasa bahwa diri mereka tetap tertipu oleh nafsu dan setan.
Orang yang mulia adalah orang yang mulia sebab kemuliaan umat, dia hidup enak
sebab kemakmuran hidup umat. Apabila umat terbina, maka dia menjadi hina dan
jika umat hancur, maka dia juga hancur.
Kemuliaan
yang sejati dan keagungan yang pasti itu hanya milik orang yang benar-benar
sempurna dan perkasa, bersih jiwanya, beriman cukup dan memberi semangat
dukungan kepada orang-orang yang menyerukan giat mencari ilmu. Barangsiapa
yang dapat melakukan hal tersebut, berarti dia termasuk orang yang baik
hatinya dan baik akhlaknya dalam pandangan orang banyak (masyarakat).
Sangat
tidak mungkin menjadi mulia, orang yang bodoh, yang menyepelekan orang-orang
yang pandai dan tidak mempedulikan orang-orang yang berpikiran sehat, tidak
mau merangkul para ulama serta tidak senang melihat umat Islam maju dalam
segala bidang.
Sama sekali tidak dapat dianggap
mulia orang yang merampas kebebasan umat, memonopoli kekayaan umat, meremehkan
dan berusaha menghancurkan mereka, demi kepentingan pribadinya.
Orang
yang mulia adalah orang yang berkhidmat pada negara dengan arti sebenarnya,
menjunjung tinggi negaranya. Dia rela terhina demi kemuliaan negaranya dan
rela mati demi berlangsung kehidupan negaranya.
Wahai,
generasi muda, itulah kemuliaan yang sejati. Berpegang teguhlah dengan sifat
kemuliaan yang sejati itu, sebab itulah tali penghubung yang kuat antara
kalian semua dengan Allah. Berlindunglah di dalam benteng yang berupa perangai
yang mulia, sebab hal itu merupakan benteng Allah yang kukuh.
Sesungguhnya
negara telah memanggil kalian semua untuk berkhidmat padanya, agar menjadi
baik. Oleh karena itu, penahilah panggilan itu. Dan sesungguhnya, umat telah
mengulurkan tangam mereka untuk menahan bantuan kepadamu, maka bantulah mereka
dengan apa saja yang menyebabkan mereka bangkit dan bantulah mereka dengan
kekuatan yang ada padamu, pasti engkau bisa hidup baik dan dapat menggapai
tingkat yang tinggi.[]
LENGAH DAN WASPADA
Keadaan umat atau bangsa itu sama dengan keadaan perorangan
(individu), sama-sama memiliki sifat lengah dan waspada. Kadang-kadang sifat
kelengahan lebih menguasai pada umat, hingga membuat mereka beku dan
terbelakang. Akan tetapi kadang-kadang sifat kewaspadaan lebih menonjol dan
membuat mereka semangat, hingga selalu sadar dan waspada. Kedua sifat ini
senantiasa bersaing dan berebut posisi. Dua sifat itu tidak dapat berkumpul
dan tidak akan berkumpul pada satu orang dan di antara keduanya tidak bisa
saling mereda. Hal itu disebabkan keduanya berlawanan dan dua perkara yang
berlawanan, pasti tidak dapat berkumpul dalam satu tubuh.
Kemenangan
yang dicapai dua sifat ini mempunyai beberapa sebab. Sebab-sebab ini mungkin
berbeda lahirnya, tetapi hakikatnya sama. Karena, sebab-sebab tersebut
membuahkan kemenangan satu Narijah, yaitu timbulnya kesadaran dan kewaspadaan
dalam tubuh umat atau kelengahan dan kebekuan kesadaran, atau kelengahan itu
berbeda tingkat kekuatan dan kelemahannya, sesuai dengan bedanya sebab-sebab
yang berpengaruh dalam sctiap orang dari umat yang telah terjangkit sifat
itu.
Adapun faktor yang menyebabkan umat menjadi
beku, terbelakang, mundur dan jatuh itu banyak.
Di
antara sebab-sebab yang menjadikan umat ini beku dan terbelakang, adalah
kebekuan pemikiran sebagian besar pemuka-pemuka agama dan sikap yang
menghambat arus keinginan kuat umat untuk maju menjadi bangsa dan berpengaruh.
Di antara pemuka-pemuka (ulama) agama tersebut ada yang menjadikan agama
sebagai alat untuk mencapai maksudnya sendiri dan sebagai pengakuan untuk
mencegah pemikiran orang banyak, agar menjabel (tidak memberikan) dukungan
kepada golongan pembaruan dan agar tidak mengikuti gagasan para cendekiawan
dan para pakar ilmu sosial, ekonomi dan politik, yang menghendaki segera
dilakukan reformasi dalam segala bidang demi kejayaan umat.
Ulama
yang berpendirian seperti itu, tidak segan-segan mengafirkan dan menganggap
fasik orang yang tidak sejalan dengan pikirannya, menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal, bahkan kadang-kadang menganggap halal darah
orang-orang baik. Semua itu merupakan akibat keterbatasan pengetahuan
(kebodohan) mereka, karena mereka tertipu oleh nafsunya sendiri atau kelemahan
akhlak mereka, apabila mereka mau memahaminya.
Di
antara sebab-sebab kemunduran umat itu adalah sikap diktator para pemimpin dan
orang yang berpengaruh, juga kezaliman dan sikap intimidasi (penekanan) mereka
terhadap orang yang bermaksud bangkit bersama umat membebaskan diri dari
belenggu kerendahan, kebodohan dan kemunduran menjadi bangsa mulia,
berpengetahuan dan penuh sadar dan waspada.
Di
sini, masih ada lagi sebab-sebab lain, selain yang tersebut di atas, yang
tidak mungkin diungkapkan dalam kitab singkat ini. Sebabsebab lain ini,
sebagaimana sebab-sebab yang telah diuraikan, dapat menyebabkan kemunduran dan
kebekuan umat serta mendorongnya pada kehinaan dan keterbelakangan.
Itulah
keadaih umat ketika sedang dalam kelengahan atau ketidaksadaran.
Ketidaksadaran imilah yang membuat mereka dalam belenggu penguasa yang
hina.
Adapun keadaan umat ketika sadar dan
waspada, tentu tidak sama dengan yang telah disebutkan di atas. Sebab, umat
yang berada dalam kesadaran dan kewaspadaan, saat itulah mereka menjadi umat
(bangsa) terhormat, tinggi kedudukannya, disegani, kuat, dan berbobot
(diperhitungkan) suaranya serta luas kekuasannya.
Suatu
umat atau bangsa tidak dapat berada dalam keadaan seperti itu, kecuali
didahului oleh sebab-sebab yang bisa mengantarkan mereka pada tujuan
(kejayaan) yang telah diterangkan di atas.
Sebab-sebab
yang membuat umat memperoleh kejayaan itu banyak sekali.
Di
antara sebab-sebab itu adalah tampilnya orang-orang yang berjiwa besar di
tengah umat itu sendiri, yang merasa sakit hati atau sedih melihat umatnya
dalam kebodohan, keterbelakangan dan kemunduran. Orang-orang tersebut lalu
bangkit menanamkan di kalangan umat, nilai cita-cita yang luhur dan cara-cara
membebaskan diri dari hal-hal yang membahayakan, menghidupkan semangat mereka
dalam mempersiapkan diri, dan berjuang mencapai kedudukan yang luhur. Jika
tiba waktunya, mereka tciah siap, maka mereka dapat mendorong atau menekan
para penguasa, pejabat dan orang-orang penting yang bertindak sewenangwenang,
agar segera mengubah keadaan masyarakat yang telah rusak menjadi lebih baik.
Dengan cara seperti inilah hambatan-hambatan yang menghadapi kemajuan umat
dapat tersingkirkan.
Manakala maksud tersebut
telah terselesaikan (menghentikan kediktatoran penguasa), maka orang-orang
berjiwa besar tersebut menyadari, bahwa apa yang baru berhasil mereka lalui,
masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan rintangan-rintangan yang bakal
menghadang mereka dalam perjuangan memperbaiki umat. Sebab, menyingkirkan
kezaliman, kesewenang-wenangan dan reformasi sosial dan politik itu, sama
sekali belum cukup mengangkat derajat umat, jika mereka itu masih -tetap bodoh
terbelakang. Sesungguhnya menyingkirkan kebodohan umat adalah persoalan yang
lebih berat daripada menghilangkan kezaliman pemerintah dan sesungguhnya
keterbelakangan dan kebekuan umat juga merupakan hambatan berat dalam usaha
menjadikan mereka hidup terhormat dan disegani. Rintangan kedua ini lebih
sulit dihadapi daripada para penguasa diktator dan pemuka-pemuka agama yang
kolot dan jumud.
Apabila orang-orang terkemuka
(yang memperjuangkan umat) itu mengetahui rintangan-rintangan yang mesti
mereka hadapi, maka mereka harus berpikir tentang cara-cara menghilangkan
kebekuan dan kebodohan umat. Juga paling cocok untuk itu tidak lain adalah
dengan cara mengabarkan gerakan revolusi (perubahan) moral yang dapat membasmi
moral penguasa yang bejat, tatanan peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan
yang berbahaya.
Cara yang paling ampuh adalah gerakan ini selain
daripada penyebaran koran-koran yang benar, bebas dan jujur, yang tidak punya
tujuan menjual kemuliaan dan harga diri dengan imbalan upah yang tdak berarti,
yang diterima oleh pemilik koran-koran dengan cara tidak terpuji dan curang.
Di samping itu, juga harus digalakkan penyebaran buku-buku yang bermanfaat di
semua lapisan masyarakat atau umat. Sebab, mungkin sekali pengaruh buku-buku
ini lebih besar daripada pengaruh koran-koran tersebut.
Oleh
sebab itu, para pemikir wajib memperbanyak menulis dan menyebarkan buku-buku
yang bermanfaat, yang dapat menggugah perasaan umat dan dapat menyadarkan
mereka dari kelengahan. Hendaknya para cendekiawan tersebut mendukung
koran-koran nasional yang jujur dan majalah-majalah yang bermanfaat dengan
tulisan-tulisan mereka. Hal itu untuk mendorong umat menggemaninya dalam
rangka meningkatkan jumlah para pembeli (pembaca)nya. Dengan cara itulah umat
akan terus berjalan menuju kejayaan dan kebahagian.
Wahai,
generasi muda, sadarlah kalian semua. Janganlah engkau menjadi golongan
orang-orang yang mundur dan keterbelakang. Bacalah koran-koran yang
nasionalismenya kental dan bacalah pula buku yang berbobot bahasanya, pasti
kalian semua menjadi orang-orang yang berjaya.[]
REVOLUSI BUDAYA
Umat atau bangsa yang sedang dihinggapi suatu
penyakit sosial, maka mereka itu benar-benar membutuhkan penyembuhan.
Kebutuhan umat tersebut pada perbaikan akhiak mereka yang rusak dan perbaikan
terhadap budaya mereka yang tidak baik, itu lebih serrus daripada kebutuhan
orang yang sakit pada obat.
Bilamana ada orang
yang sedang sakit, maka keluarga dan sangk kerabatnya pasti mendatangi seorang
dokter yang mereka percayai (dapat menyembuhkannya). Dokter itu lalu
memeriksanya dan memberikan resep obat yang dianggap cocok untuk orang yang
sakit tersebut.
Kadang-kadang umat atau bangsa
seluruhnya itu tertimpa penyakit, kecuali orang-orang yang memperoleh kasih
sayang Tuhan. Tetapi mereka ternyata enggan pergi ke dokter spesialis penyakit
sosial, untuk minta bantuan kepadanya, agar mengobati penyakitnya, meringankan
sakitnya dan meyembuhkannya dari penyakit yang menimpanya.
Keengganan
bangsa yang sedang sakit untuk berobat pada dokter spesialis penyakit sosial
tersebut, bersumber pada dua perkara: Pertama, mungkin mereka tidak mengetahui
penyakitnya sama sekali, sehingga mereka yang sedang dalam keadaan koma akibat
penyakit yang menyakitinya, menganggap diri mereka tidak sakit dan bebas dari
segala penyakit, Kedua, mungkin mereka itu benar-benar mengetahui, bahwa
dirinya sakit dan mengetahui obat-obat yang mereka perlukan, hanya saja mereka
itu tidak memiliki kepercayaan dan kemantapan terhadap adanya dokter yang
dapat menyembuhkannya atau mereka itu enggan berpikir (berupaya) mencari
dokter.
Banyak sekali umat yang mengirimkan
putra-putrinya ke sekolahsekolah kedokteran, agar setelah mereka tamat, dapat
mengobati tubuh umat atau bangsanya yang sakit. Tetapi, hampir tidak ada,
kecuali sedikit sekali dari umat yang mengirimkan putra-putrinya ke
lembagalembaga pendidikan yang mengajarkan moral dan ilmu sosial, agar mereka
nanti dapat mendidik akhlak umatnya dan memperbaiki sistem kehidupan sosial
mereka. Keadaan yang memprihatinkan seperti itu, tidak lain kecuali disebabkan
kerusakan jiwa anggota umat itu sendiri yang lebih mementingkan kebutuhan
materi daripada kebutuhan moril.
Umat memang
membutuhkan kedua golongan sarjana (dokter) tersebut. Tetapi kebutuhan mereka
pada sarjana-sarjana yang ahli dalam bidang persoalan sosial dan para pakar
ilmu akhlak itu lebih besar dari kebutuhan mereka pada dokter ahli pengobatan
penyakit yang menonjol.
Apabila umat telah
tertimpa wabah suatu penyakit, maka wabah itu tidaklah menekan korban jiwa,
kecuali sekitar sepuluh persen dari jumlah keseluruhan umat. Kemudian
ditentukan obat pembasmi wabah penyakit tersebut. Tetapi, apabila umat telah
dilanda penyakit sosial atan krisis moral, maka yang menjadi korban bisa
mencapai sembilan puluh sembilan persen dari keseluruhan umat. Padahal, kalian
semua pasti mengerti, wahai, generasi muda, bahwa menghancurkan kehidupan
perorangan itu, lebih mudah daripada menghancurkan kehidupan umat.
Kemudian
kalian tentu mengerti, bahwa umat atau bangsa itu tidak mungkin bisa bergerak
dan bangkit, kecuali apabila di tengah-tengah mereka ada orang-orang yang
aktif memperbaiki moral bangsa itu sendiri, mendorongnya untuk maju, menggugah
kesadaran dan memacunya untuk terus maju hingga dapat mencapai keagungan.
Tingkat
kesadaran umat atau kemunduran mereka itu bergantung pada kecakapan
orang-orang yang berusaha mengobati (memperbaiki) mereka.
Umat
atau bangsa mana pun tidak akan bisa bangkit, kecuali dengan meningkatkan
akhlak yang baik mereka, yang didahului dengan membasmi akar akhlak
(kebiasaan) mereka yang bobrok serta memperbaiki sistem kehidupan sosial
mereka. Apabila urusan tersebut dapat diatasi dengan baik, maka
persoalan-persoalan yang lain, misalnya reformasi tatanan sistem politik,
ekonomi dan pembangunan, akan mudah diselesaikan.
Usaha
meningkatkan moral bangsa dan memperbaiki kebobrokan tatanan dalam masyarakat
itu tidak dapat berhasil, tanpa melaksanakan perubahan besar-besaran dalam
bidang moral yang perlu dikobarkan dalam jiwa seluruh umat oleh para tokoh
pembaruan dari kalangan sarjana-sarjana ilmu sosial dan moral sedikit demi
sedikit, sehingga akar-akar kebobrokan moral dapat dijebol, kemudian diganti
dengan moral atau kebiasaan-kebiasaan yang baik.
Gerakan
moralitas itu berupa tampilnya individu umat yang baik tingkah lakunya, bersih
(tulus) hatinya dan jelas tujuannya, yaitu mengubah kondisi sosial dan moral
umat. Merekalah yang barus mengerahkan umat, agar meninggalkan kebiasaan buruk
dan perangai yang tidak terpuji. Mereka harus terus-menerus bergerak
memotifasi umat dengan segala upaya, tanpa mengenal lelah, hingga mereka dapat
mencapai apa yang mereka cita-citakan.
Syarat
utama (dalam mencapai keberhasilan gerakan moralitas) ini adalah gerakan
tersebut harus dimulai sesuai dengan kondisi, sehingga apabila umat sekiranya
telah siap untuk diajak maju, maka bawalah para pelopor gerakan ini
melontarkan pikiran-pikiran yang lurus dan gagasan-gagasan yang tepat dan
cocok dengan pertimbangan umat. Apabila gerakan moralitas tidak dilakukan
dengan cara demikian itu, maka gerakan ini lebih mengakibatkan nasib umat itu
dalam keadaan lebih buruk daripada keadaan mereka sebelumnya.
Hendaklah
langkah pelopor gerakan moralitas ini sama dengan langkah yang ditempuh oleh
para dokter jasmaniah dalam ha memberikan resep-resep kepada pasiennya.
Seorang
dokter tidak akan memberikan makanan kepada pasiennya, kecuali sesuai dengan
perkembangan kesehatannya. Sehingga apabila dia benar-benar sehat, maka
barulah dokter memperbolehkannya makan makanan yang tidak membahayakan
terhadap kesehatan, Langkahlangkah seperti itu hendaknya diperhatikan oleh
para pelopor gerakan moralitas dalam usahanya mengubah moral umat.
Seluruh
umat pada saat ini benar-benar memerlukan adanya gerakan moralitas, untuk
memperbaiki keadaan nasib mereka dan mengentas mereka dari dekadensi moral.
Wahai,
generasi muda, engkaulah dokter-dokter penyakit sosial itu. Engkaulah yang
diharapkan menjadi pelopor gerakan moralitas ini. Di tanganmulah segala urusan
umat. Engkaulah yang bakal disertai tanggung jawab mengubah cara berpikir umat
dan menyebarkan nilainilai akhlak mulia di kalangan mereka.
Oleh
sebab itu, bersiap-siaplah mulai saat ini menjadi orang-orang yang gigih dan
berkemauan keras. Beranggapanlah, bahwa kalian adalah sama, bakal menjadi
dokter, penasihat dan pembimbing umat yang tulus serta menjadi penasihat yang
sejati, yang dapat mengamalkan petuahnya. Jika demikian, maka kalian akan
dihargai oleh umat.[]
RAKYAT DAN PEMERINTAH
Urusan yang dihadapi itu sama dengan urusan yang dihadapi oleh
perorangan. Orang yang menyandarkan dirinya kepada orang lain dalam segala
urusan -untuk mencukupi apa saja yang menjadi kebutuhannya-, adalah orang yang
telah jatuh, hina dan lemah. Begitu pula halnya, umat yang tidak bisa mengurus
persoalan dengan sendirinya dan tidak mau berupaya dengan sungguh untuk
memperoleh kejayaan. Umat yang demikian adalah umat yang mundur,
terbelakangan, hina dan bukanlah umat yang bebas atau merdeka. Bahkan mereka
adalah umat yang terbelenggu dengan nilai perbudakan.
Pemerintah
itu menghendaki umat, agar mengendalikan urusan pemerintahannya. Ta tidak
ingin menyimpang dari garis yang telah ditentukan umat sejengkal pun. Apabila
ada umat yang berlindung kepada pemerintahan dan meminta bantuan kepadanya
dalam segala persoalannya, maka umat itu berarti telah mengikat dirinya dengan
tali-tali pemerintah dan mereka harus sejalan dengan pemerintah dalam
kehidupan sosial atau intelektual, sesuai dengan kemauan kemauan pemerintah.
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa pemerintah itu pastilah telah membentuk atau
menunjuk orang-orang yang sckiranya cocok dan loyal serta dapat memenuhi
kemauannya, tidak mau membentuk atau menunjuk orang-orang yang dapat mengurus
hal-hal yang dibutuhkan umat.
Apabila tampak di
lingkungan sekolah-sekolah pemerintah atau lembaga-lembaga pemerintahan,
orang-orang yang bekerja untuk kepentingan umat -hal ini sangat jarang
sekali-, maka mcreka itu adalah orang-orang yang banyak belajar hidup
bermasyarakat dan bernegara dari lingkungan mereka, sama sekali tidak belajar
dari guru-guru mereka atau dari buku-buku kurikulum yang ditetapkan dalam
pendidikan mereka.
Apabila kita ingin menjadi
umat yang baik dan maju, maka kita wajib berusaha memajukan umat melalui umat
itu sendiri, tidak melalui pemerintah, dengan mencurahkan segala tenaga dan
cita-cita, demi tercipta umat yang maju. Sebagimana keadaan umat-umat yang
maju dewasa ini. Umat itu telah dapat mendirikan sckolah sekolah,
lembagalembaga dan pabrik-pabrik tanpa meminta bantuan (uluran tangan) dari
pemerintah mereka. Andaikata mereka meminta bantuan kepada pemerintah, tentu
mereka menjadi mundur, seperti keadaan kita.
Umat
atau bangsa mana pun yang menggantungkan diri kepada pemerintah untuk
keberhasilan maksud-maksudnya, maka umat itu berarti telah masuk ke lingkaran
(keluarga) pemerintah dan terikat dengan ikatan-ikatannya. Manakala umat itu
terikat dan butuh kepada umat Jain, berarti umat itu bukanlah umat yang
merdeka. Kalau memang demikian, maka dari mana mereka bisa maju? Bagaimana
pula mereka bisa bangkit?
Pemerintah adalah
bagian daripada umat dengan pekerjaan-pekerjaan khusus dan tertentu. Ia
senantiasa meminta bantuan umat untuk mengukuhkan kekuatannya dan pasti
mengandalkan umat dalam segala urusan. Sebab, yang sedikit pasti bergantung
kepada yang banyak. Kita tidak pernah mendengar kelompok yang banyak atau
besar bergantung kepada kelompok kecil, kecuali jika kelompok besar (umat) itu
lemah, terbelakang dan pengecut.
Apabila umat
ingin mempunyai pemerintahan yang baik dan maju, maka umat itu sendirilah yang
harus lebih dulu memperbaiki diri dan berusaha mencari jalan menuju kemajuan
dan kebahagiaan. Sehingga, apabila umat telah baik dan maju, maka pemerintah
ikut baik dan maju, sebab bagian yang kecil mengikuti bagian besar. Selain
itu, karena pemerintah harus merupakan gambar dan cermin umat. Oleh karena
itu, apabila umat baik, maka pemerintah juga baik dan sebaliknya, bila rakyat
tidak baik, maka pemerintah juga tidak baik. Andaikata kita memperkirakan ada
sebuah pemerintahan baik dan rakyat atau umat rusak, maka pasti pemerintah itu
tidak lama akan turut rusak. Apabila ada umat baik, sedangkan pemerintahannya
rusak, maka tidak lama kemudian pemerintahan itu menjadi baik dan mengikuti
perjalanan umat.
Ringkasannya, sesungguhnya pada
dasarnya pemerintahan itu ikut atau tergantung pada keadaan umat dalam hal
pandai dan bodohnya, kemajuan, kemunduran, kepandaian dan kebodohannya serta
kebaikan dan kerusakannya. Oleh sebab itu, kita tidak boleh bergantung,
kecuali pada diri kita sendiri, dan kita tidak boleh berangan-angan, kecuali
dengan kesungguhan dan keseriusan yang telah kita curahkan, kalau memang kita
ingin menjadi bangsa yang baik, agar kita mempunyai pemerintah yang baik.
Wahai,
generasi muda, kepadamulah kami berharap, hendaknya kalian semua menjadikan
tujuan kalian untuk berkhidmat kepada umat dengan sebenarnya. Berusaha keras
mencapai keberhasilan dan kemajuan untuk umat, hingga kejayaan dan kemuliaan
mereka yang telah bilang kembali lagi. Sesudah itu, terbentuklah pemerintahan
yang maju, baik di bidang sosial, ilmu pengetahuan, ekonomi maupun
pembangunan. Dengan upaya seperti itulah, engkau akan menjadi orang
nasionalisme sejati.
Semoga Allah merealisasikan
harapan-harapan kalian semua. Semoga kalian semua selalu dalam lindungan dan
pertolongan Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar semua doa.[]
TERTIPU OLEH PERASAAN SENDIRI
Orang yang berjiwa lemah itu umumnya memandang dirinya tidak
dengan pandangan orang lain terhadapnya. Orang yang berjiwa lemah selalu
memandang dirinya sebagai orang-orang agung dan mulia Padahal mereka sama
sekali tidak memiliki sebab-sebab yang menyebabkan mereka dianggap orang-orang
mulia.
Mereka menganggap diri mereka sebagai
orang-orang pandai, tetapi kebodohan tetap menyelimuti diri mereka, bagaikan
awan tebal di hari yang selalu menyelubungi bumi dan menutup seluruh permukaan
langit.
Mereka menganggap dirinya sebagai
manusia. Tetapi sifat-sifat kebinatangan telah menguasai kendali jiwanya,
mengendalikan hatinya, mendominasi wataknya, membiarkan nafsunya merusak
akalnya dan mencabik-cabik ciri atau sifat kemanusiaannya. Mereka selalu
kebingungan dalam kesesatan dan terus-menerus berada dalam kegelapan kefasikan
dan kemaksiatan (kebatilan).
Semua itu, tiada
lain karena mereka telah tertipu oleh perasaan dirinya sendiri (ghurur) dan
karena kecintaan nafsunya pada kebatilan. Sifat ini merupakan perangai yang
hina, yang dapat membinasakan sifat-sifat mulia yang ada dalam jiwa dan dapat
menghapus harapan mendapatkan kebahagiaan serta menghilangkan sisa-sisa
kemuliaan yang ada pada jiwa orang-orang yang berakal sehat.
Di
antara sesuatu yang menyedihkan adalah adanya sekelompok pemuda -yang mereka
itu sebenarnya merupakan tiang bangsa, sandaran kehidupan mereka dan penopang
kemakmuran bangsa di masa depan-, bahkan telah kejangkitan sifat ghurur ini
(tertipu oleh perasaan sendiri). Mereka telah membiasakan diri dengan
kebiasaan ini (menurut hawa nafsu yang selalu menipunya) hingga menjadi tabiat
mereka, yang sulit dihilangkan, sebab telah meresap pada jiwa mereka dan
akar-akarnya menancap ke dalam hati mereka. Akibatnya, umat menjauhi mereka
sebab perilakunya sendiri. Orang-orang yang dekat dengan mereka menghindarinya
dan orang-orang yang mempunyai tali persahabatan dengan mereka berbalik
membencinya.
Kadang-kadang salah seorang dari
sekelompok pemuda yang terjangkit penyakit ghurur di atas baru mempelajari
beberapa masalah kecil dari satu disiplin ilmu tertentu, yang belum sampai
matang dan mendalam hingga benar-benar paham. Tetapi dia sudah memperlihatkan
diri sebagai sosok cendekiawan di masanya dan sebagai pemikir di jamannya.
Kadang-kadang
dia itu baru membaca sebagian kecil ilmu sastra, tetapi dia telah menempatkan
diri sebagai tokoh sastrawan atau pujangga besar.
Kadang-kadang
salah seorang dari pemuda yang terjangkiti penyakit ghurur itu menyusun suatu
ucapan dalam puisi, atau menulis beberapa artikel yang dimuat beberapa koran,
tetapi dalam susunan puisinya sama sekali tidak ada bobotnya dan di dalam
tulisannya sama sekali tidak ada pesan yang menarik hati. Sebagian besar
ungkapan yang dia sebut sebagai puisi atau karya ilmiah itu, penuh dengan
kesalahan, baik dalam makna atau lafal, atau bahkan dalam makna dan lafalnya.
Kendatipun demikian, dia mengaku tanpa rasa malusebagai penulis berbakat dan
penyair terkenal di jamannya, yang tidak tertandingi.
Kadang-kadang
sekelompok pemuda tersebut tampil di depan dalam rapat umum dan
pertemuan-pertemuan khusus. Mereka berbicara dalam berbagai tema dan
mengembara di setiap lembah. Satu saat engkau melihat mereka seolah-olah naik
ke langit (sebagai astronot), di saat lain engkau melihatnya seolah menyelam
ke dasar laut (sebagai pelaut). Kadang-kadang mereka berbicara tentang
peristiwa sejarah bangsabangsa yang telah silam maupun yang sedang terjadi.
Kemudian mereka beralih membicarakan ilmu sastra dan sejarahnya, lalu membahas
masalah ilmu-ilmu agama dan segala macamnya. Kemudian beralih ke masalah
falsafah dan segala macamnya. Mereka gegabah dan tanpa sadar dalam tindakannya
tersebut. Mereka bagaikan unta yang rabun matanya dan berjalan di malam yang
gelap. Semua itu mereka lakukan hanya agar dianggap oleh khalayak sebagai
cendekiawan.
Engkau akan melihat lagi sekelompok
orang yang egois, kaki mereka di air, sedangkan hidungnya di langit. Mereka
itu adalah ampas orangorang yang bodoh. Mereka dengan congkak seperti para
pembesar. Bersikap kasar seperti algojo. Duduk seperti duduk kisra dan
berjalan seperti jalan kaisar. Padahal mereka, orang-orang yang egois itu,
tidak ada apa-apanya dalam pendangan umat. Ibarat dalam suatu pertempuran,
mereka itu bukan anggota pasukan dan bukan anggota pasukan infantri.
Apabila
engkau bertanya kepada salah seorang dari sekelompok orang yang egois itu
tentang faktor-faktor yang mendorong mereka dan sombong, maka pastilah dia
menjawab: Ini adalah bagian dari AlIba’, keenggananku melakukan sesuatu yang
dipandang rendah dan hina. Tetapi apa sebenarnya Al-Iba’, kalau mereka itu
mengerti? Padahal Al-Iba’ yang sebenarnya adalah menyucikan diri dari segala
bentuk kotoran yang bersarang di hati, membersihkan diri dari semua kotoran
dan mendorong jiwa untuk mencapai kemuliaan, agar mau menolak kezaliman, tidak
menekuni perbuatan yang kurang baik, tidak senang terhadap kehinaan dan tidak
cenderung pada perbuatan yang tercela. Tetapi sebaliknya, dia mesti berpegang
pada perbuatan-perbuatan yang baik dan mengikuti jalan menuju pada akhlak yang
mulia.
Sesungguhnya perbuatan yang dilakukan oleh
sekelompok orang egois tersebut, bukanlah bagian dari Al-/ba’: Tetapi yang
demikian itu menandakan, bahwa mereka itu berjiwa lemah, berwatak jelek,
berakal tidak sempurna dan berpendidikan rendah. Mereka itu hanya berpegangan
pada khayalan-khayalannya.
Wahai, generasi muda,
saya memohon kepada Allah, agar menjaga kami semua dari sifat ghurur, tertipu
oleh perasaan diri sendiri. Sebab, ghurur itu mendorong seseorang pada
perbuatan-perbuatan tercela, seperti tersebut di atas dan memperindah
perbuatan-perbuatan yang hina, hingga tampak baik olehmu, dan ghurur itu juga
mendorongmu untuk melakukan kehinaan.
Ketahuilah
keterbatasanmu dan berusahalah untuk meningkat lebih ke atas, dengan
mencurahkan segala keseriusan dalam usaha mendapatkan kemuliaan. Allah pasti
merahmati setiap orang yang benar-benar mengetahui batas kedudukan dan
kemampuan, lalu berhenti (mengakui) keterbatasannya. :
Semoga
Allah menuntunmu, menghilangkan tutup yang menutupi hatimu dan semoga Dia
memberi petunjuk kepadamu pada jalan yang paling lurus.[]
PEMBURUAN
Pembaruan adalah kehidupan. Ia merupakan hukum alam yang telah
ditentukan Allah berlaku dalam kehidupan segala sesuatu.
Segala
makhluk yang hidup, pasti mengalami pembaruan (perubahan) dalam setiap masa
tertentu. Bagian-bagian (sel-sel) yang tidak cocok untuk dipertahankan, tentu
akan rusak, kemudian tumbulah yang lain menggantikannya, yang bisa bertahan
untuk hidup. Andaikata tidak ada pembaruan atau peremajaan Seperti itu, pasti
makhluk yang hidup tidak akan dapat bertahan hidup hingga sepuluh tahun
lamanya. Sesudah Itu barulah sirna.
Sesungguhnya
kematian itu pasti akan datang pada setiap makhluk yang hidup. Kematian itulah
yang menghambat pembaruan atau peremajaan makhluk itu. Virus kematian itu
adakalanya lemah. Ia bereaksi menghambat peremajaan tubuh secara bertahap,
sehingga apabila virus-virus yang menyerang tubuh tersebut menjadi kalah,
berarti ia telah sampai pada tujuannya, yaitu mematikan makhluk yang semula
hidup. Adakalanya virus kematian itu kuat, hingga menyebabkan kematian
mendadak, yang berarti telah menghambat peremajaan dalam tubuh secara cepat
sekali.
Keadaan (adanya peremajaan dan kematian
secara lambat dan cepat) itu juga berlaku pada tumbuh-tumbuhan. Sebab,
tumbuh-tumbuhan itu termasuk makhluk yang hidup. Kebun yang dirawat dengan
alat-alat pertanian, yang memadai dan dirawat oleh tukang kebun yang ahli,
dengan sering-sering membajak tanahnya, menyirami tanamannya, menata
dahan-dahan tamannya dan membersihkan tanahnya dari binatang-binatang serangga
yang mengganggu dan rumput-rumput yang merusak, itu berarti di dalam kebun
telah mengalami proses peremajaan. Kebun itu akhirnya menghasilkan buah-buahan
yang banyak dan sempurna serta memberikan kepada pemiliknya, buah-buah yang
paling enak dan paling baik.
Sedangkan kebun yang
dibiarkan oleh tukang kebunnya, tidak digarapnya, tidak mau menyirami dan
tidak merawatnya, tidak mau menghilangkan binatang-binatang atau rumput-rumput
yang dapat merusaknya serta tidak mau mengayunkan sabitnya untuk membersihkan
kebun itu, maka tanahnya akan sakit, tidak dapat menyuburkan tanaman,
pohon-pohonnya menjadi lemah, tidak kukuh, dan dahan-dahannya menjadi layu dan
tidak bisa berubah dengan baik.
Semua itu, tiada
lain hanyalah karena tidak ada peremajaan dalam tanaman itu. Pembaruan atau
peremajaan adalah rahasia kekekalan dalam kehidupan.
Umat
itu ibarat pohon-pohon yang hidup di kebun atau taman, sedangkan pemimpin atau
pembimbing mereka ibarat orang yang menggarap taman. Apabila para pemimpin itu
tidak memperhatikan urusan pendidikan umat, membiarkan persoalan pendidikan
mereka, tidak meningkatkan pola pikirnya (kecerdesannya), tidak mau mendidik
akhlaknya, tidak mau menyingkirkan kebiasaan-kebiasaan yang rusak dan merusak
akhlak dari lingkungan umat, tidak mau mengurus umat dengan cara-cara baru,
hingga tidak menjemukan dan dengan saranasarana yang dapat membuat umat hidup
serta tidak mau menyerukan umat agar bangkit dan hidup dengan bahagia dan
terhormat, maka umat menjadi beku, tidak berkembang, layu dan kering, lalu
tersingkir dari arena hidup (mati).
Pembaruan itu
berlaku di dalam perkara yang abstrak, sebagaimana berlaku di alam yang
kongkret.
Apabila benda yang hidup itu
membutuhkan pembaruan -supaya bisa mempertahankan kehidupan-, maka rohani umat
wajib ada pembaruan, sesuai dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhannya.
Adapun
kebun yang dirawat dengan baik oleh tukangnya -dengan perawatan yang
maksimal-, pasti di antara tanaman yang bagus itu tumbuh rumput-rumput yang
merusak dan binatang-binatang yang mengganggu. Demikian pula halnya dengan
akhlak dan adat (kebiasaan), harus terus menerus diusahakan dijaga. Jangan
sampai terkena gangguan yang dapat mengganggu atau merusak perilaku dan
kebiasaan yang baik itu.
Tukang kebun tidak boleh
membiarkan tumbuh tanam-tanaman yang merusak dan tidak boleh membiarkan
binatang-binatang pemakan tanaman, agar tidak merusak semua tanaman yang
ada.
Umat itu harus selalu waspada terhadap
perilaku-perilaku yang patut ditolak dan waspada terhadap adat (kebiasaan)
yang patut dibuang, lalu berusaha membasminya, agar bahayanya tidak menular
dan merusak akhlak umat yang terbiasa dari adat (kebiasaan) mereka yang
baik.
Pembaruan adalah hukum Allah yang
diberlakukan dalam kehidupan di alam ini. Oleh sebab itu, Allah swt. mengutus
beberapa utusan, seorang demi seorang, yang satu diganti oleh yang lain.
Utusan baru yang menggantikan yang lama itu membarui ajaran-ajaran yang dibawa
utusan yang lama, dengan beberapa tambahan yang sesuai dengan tuntutan keadaan
dan kebutuhan umat. Persoalan yang demikian itu telah dituangkan dalam
hadis:
“Allah mengutus pada permulaan setiap
seratus tahun (satu abad), seorang yang ditugasi untuk melakukan pembaruan di
kalangan umat ini dalam persoalan agamanya.”
Manakala
jiwa pembaruan telah menjalar ke dalam tubuh umat, maka umat dengan sendirinya
akan sadar dan bergerak untuk membasmi perilaku yang jelek dan mendobrak
tatanan umat yang telah rusak serta adat istiadat yang telah rapuh. Sehingga,
umat akan bergairah, kembali seperti masih muda yang serba sempurna.
Wahai,
generasi muda, sesungguhnya umat sangat membutuhkan pada pembaruan di segala
bidang. Sebab, dalam umat, tingkah laku, peraturan, hukum, bahasa dan segala
persoalan penting mereka, dewasa ini telah rapuh dan lapuk.
Bangkitlah
-semoga Allah menjaga dan memberimu: pertolongan dan hembuskanlah roh
pembaruan di kalangan umat. Sebab, pembaruan merupakan rahasia utama dalam
kelangsungan hidup.[]
KEMEWAHAN (PEMBOROSAN)
Kemewahan, apabila telah mendapat jalan yang leluasa menuju jiwa
umat, maka hanyalah akan merusak umat itu. Kemewahan itu dapat menjadikan hina
terhadap kejayaannya, mencabik-cabik kekayaannya, menjatuhkan kemuliannya dan
menghancurkan hasil pembangunan umat.
Orang-orang
yang hidup mewah, biasanya akhlaknya bejat. Hal itu disebabkan mereka banyak
memiliki hal-hal yang menunjang kemewahan dan tersedia sarana-sarana yang
mendorong mereka berbuat kefasikan dan melanggar hukum-hukum Allah.
Kemewahan
menjurus pada pemborosan dan pemborosan mengarah pada kebangkrutan.
Orang-orang yang suka kemewahan, ialah orang-orang yang lemah akalnya, lemah
tubuhnya, lemah cita-citanya dan terbelakang cara berpikirnya. Mereka tidak
mengerti arti hidup, kecuali senang-senang menuruti kemauan nafsu binatangnya
dan memburu kelezatan, seperti yang dirasakan binatang (misalnya makan, tidur
dan berhubungan badan). Mereka enggan berusaha melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi umat dan enggan berpikir tentang kemajuan negara. Perkara yang
baik mereka anggap mungkar. Kemungkaran mereka anggap sesuatu yang biasa dan
kebaikan harus mereka kubur. Sedangkan kemaksiatan, mereka sebar luaskan.
Apabila
engkau menyerukan mereka untuk meringankan penderitaan orang-orang yang
terkena bencana, mengeringkan air mata orang miskin (karena menangis sebab
kekurangan), dan mengorbankan harta untuk kelangsungan pendidikan orang-orang
yang bodoh, maka tenggorokan mereka terasa seret, tidak dapat menelan ludah,
memalingkan leher dan menggeleng-pelengkan kepala. Tetapi, apabila mereka
dimintai sumbangan uang untuk pelaksanaan acara-acara yang tidak terpuji
(dalam pandangan agama dan akal sehat), mereka pasti berlomba-lomba memenuhi
ajakan dan seruan orang yang mengajaknya dengan cepat. Saking cepatnya, mereka
itu ibarat anak panah yang melesat dari busur dan seperti putusan yang
dikeluarkan, yang harus dilaksanakan.
Tidak ada
kerusakan yang merajalela di tengah-tengah umat atau masyarakat, kecuali
orang-orang yang suka berfoya-foya itulah sebagai sumbernya. Tidak ada bencana
yang melanda umat, melainkan merckalah yang menjadi penyebab atau virusnya dan
tidak ada pclanggaran terhadap hukum Allah yang terjadi di tengah umat,
melainkan merckalah orang-orang yang suka kemewahan dan foyafoya scbagai
dalang dan pelopornya.
Pada dasarnya, hati
manusia itu cenderung menyukai kesenangan, hingga kesenangan itu menguasai
hati manusia. Kesenangan (syahwat) tidak pernah membiarkan lubang menuju hati,
melainkan segera memasukinya dan tidak pula membiarkan kesempatan luas,
kecuali ia memenuhinya. Kesenangan itu selalu berusaha menundukkan hati
manusia. Kegemaran menuruti hawa nafsu itu tidak lain, kecuali disebabkan
kesukaan hidup mewah. Sebab, kesukaan hidup mewah itu selalu mendorong
seseorang untuk bebas leluasa menikmati hal-hal yang dirasa enak dan meriuruti
apa yang menjadi kesenangan hawa nafsunya serta memenuhi
keinginan-keinginannya. Apabila suatu umat telah biasa menuruti hawa nafsunya
dan sibuk dengan kesenangankesenangan, meremehkan kepentingan-kepentingan umat
dan melupakan hal-hal yang menopang kehidupannya, maka tidak lama lagi umat
itu rusak, dilanda oleh berbagai musibah yang tidak henti-hentinya
menyelubungi mereka.
Perhatikanlah bangsa-bangsa
yang telah silam, engkau pasti mengetahui, bahwa kegemaran hidup mewah yang
mereka lakukan, itulah yang telah membinasakan mereka, sehingga dapat
dijadikan pelajaran bagi generasi sesudahnya, agar tidak suka hidup mewah.
Perhatikanlah
bangsa Romawi, Persi dan Arab, yang dulunya telah mencapai puncak kejayaan,
telah jatuh disebabkan oleh kesukaan mereka pada kemewahan hidup dan runtuh
disebabkan mereka selalu menuruti kemauan nafsunya. Memang, mungkin sekali
sebab ini bercampur dengan sebab-sebab lain, yang mendorong pada kehancuran.
Tetapi, sebab yang paling utama di balik sebab-sebab lain itu, tiada lain
hanyalah kegemaran hidup mewah dan foya-foya.
Bandingkanlah
sendiri umat terdahulu dengan ketiga bangsa tersebut, lalu selidikilah, pasti
diketahui, bahwa penyakit gemar hidup mewah merupakan bibit dari segala
penyakit yang membinasakan mereka.
Sekarang,
bandingkanlah antara akhlak orang-orang pedalaman dengan akhlak orang-orang
kota. Bandingkanlah tubuh penduduk desa dengan tubuh penduduk kota, lalu
perhatikanlah kemuliaan jiwa, kesetiaan, keperwiraan, kemuliaan, keberanian
dan berbagai tingkah laku mulia orang-orang pedalaman dengan sikap dan tingkah
laku orang-orang perkotaan. Pasti perbedaannya sangat mencolok. Sesudah itu,
apa yang menjadi sebab terjadi perbedaan itu, kegemaran hidup mewah sajalah
yang menyebabkan terjadi kebobrokan akhlak dan kerapuhan jasad orang-orang
perkotaan.
Dengan uraian di atas, bukannya kami
menyerukan kalian agar hidup seperti orang-orang pedesaan atau pedalaman.
Tetapi kami menyerukan, agar kita berakhlak seperti akhlak orang-orang
pedalaman. Kami menyerukan dirinya sebagai manusia, agar menghindari adat
istiadat atau tradisi yang tidak terpuji dan menjauhi tingkah laku yang bodoh
dan meninggalkan kegemaran hidup mewah dan foya-foya. Kegemaran hidup mewah
inilah yang menghilangkan perilaku yang mulia dan mewariskan perilaku yang
hina. Hendaknya kita bersikap tengah-tengah (tidak terlalu royal dan tidak
terlalu menghemat), agar tidak menjadi kikir.
Wahai,
generasi muda, waspadalah kalian semua terhadap kesenangan dan kemewahan yang
selalu menggoda hati kalian. Isyarat serigala yang siap menerkam tubuhmu.
Janganlah berakhlak seperti akhlak orang-orang yang gemar hidup mewah dan
foya-foya dan jangan pula bertingkah seperti tingkah laku orang-orang
melampaui batas, agar kalian tidak tercatat sebagai golongan orang-orang yang
telah jatuh. Dalam uraian tersebut mengandung beberapa pelajaran berharga buat
kalian semua, apabila kalian semua mau memperhatikan.[]
AGAMA
“Pastilah keluhuran itu milik jiwa yang bersih;
yang
jauh dari jiwa itu kata kotor dan dusta.
Jiwa
yang berilmu dan bertameng:
dengan agama, agama itu menjadi
penopang kemuliaannya.
Agama, jika tak ada agama,
pasti tidaklah putus;
bungkul-bungkul dari tali alam ini.
(jika
tak ada agama, tentu kegelapan umat ini menjadi awet).
Dan
takkan keraslah, kebengkokan persoalan mereka:
tak dapatlah
diluruskan kebengkokan mereka yang tangguh.
Dan
pastilah mereka tetap tinggal di Najed yang gelap:
dan pastilah
mereka tetap tinggal di Tihanah yang jauh dari petunjuk.”
Agama
yang benar itu, bagaikan lampu yang menerangi umat berjalan menuju ke arah
kemajuan. Sedangkan mengamalkan ajaranajaran agama adalah petunjuk jalan untuk
seluruh umat manusia.
Agama adalah ciptaan Allah,
maka betapa janggal bagi akal sehat, ika sekiranya Allah memerintahkan kepada
sekalian hamba-Nya untuk melaksanakan sesuatu yang menyebabkan mereka lebih
suka duduk berdiam diri, tidak berusaha melakukan amal baik, dan yang
menghambat mereka mencapai kehidupan yang layak dan ridhai Allah swt.
Kemajuan
yang baik dan benar adalah inti utama dalam jiwa agama yang besar. Kalaupun
tidak dapat dikatakan bahwa keduanya itu identik, maka keduanya merupakan dua
saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu. Ayahnya adalah hak (kebenaran) dan
ibunya adalah hakikat (kenyataan).
Tidak ada
sesuatu pun yang dapat membahagiakan manusia, kecuali agama dan tidak ada
sesuatu pun yang dapat mencelakakan mereka, kecuali mengabaikan agama atau
berpegangan dengan bagian luar (kulit) agama dan meninggalkan inti
ajarannya.
Agama ibarat pedang bermata dua (dua
sisinya sama-sama tajam). Apabila ada orang yang mengaku beragama, berusaha
memperbaiki pengamalannya (mengamalkan dengan baik, menggunakannya sebagaimana
mestinya), maka agama itu menjadi penolong dalam menghadapi segala kesulitan
dan menjadi petunjuk jalan di kala dalam keadaan kebingungan (bagai orang yang
tersesat di padang sahara) dan agama ibarat lentera yang bersinar dalam
kegelapan. Apabila orang yang mengaku beragama itu salah (tidak baik) dalam
menjalankan (ajaran)nya, maka alam membawa petaka (bahaya) bagi dirinya
sendiri dan orang lain.
Apa yang kita saksikan
tentang kesengsaraan yang dialami sebagian besar orang-orang yang beragama
itu, disebabkan hanya kebodohan mereka sendiri terhadap ajaran agama dan hanya
karena mereka menjauh dari mutiara ajaran agamanya yang murni, bersih dari
segala kotoran, bersih dari pemikiran-pemikiran yang disusupkan oleh
orang-orang yang ingin merusak kemurniaan agama dan bebas dari perbuatan
orang-orang yang tidak mengenal agama, kecuali namanya dan amalan-amalan
luarnya saja bersih dari tujuan-tujuan orang-orang yang menjadikan agama
sebagai suatu permainan, untuk memenuhi keinginan dan sebagai suatu permainan,
untuk memenuhi keinginan dan sebagai alat (kendaraan) untuk mencapai
tujuan-tujuan mereka yang hina.
Agama di jaman
sekarang ini ibarat suatu momok atau hantu yang tidak bernyawa dan kandungan
makna kalimat-kalimat ajarannya, disepelekan oleh banyak orang. Ia
dimanfaatkan oleh orang-orang yang memakai baju agama sebagai alat untuk
mempengaruhi pikiran-pikiran orang awam, agar mau mengangungkan mereka dan
untuk mengisi kocek (koper) dengan uang dari mereka tersebut. Mereka yang
memanfaatkan untuk tujuan tersebut, sama sekali bukan orang yang mengerti
agama, tetapi yang mereka lakukan itu merupakan kebodohan yang parah, akhlak
yang tidak terpuji, kepribadian yang hina, jauh dari perbuatan baik dan
menyimpang jauh dari tujuan agama yang sebenarnya. Orang-orang yang
menggunakan agama untuk tujuan-tujuan tersebut, umumnya adalah orang-orang
yang suka pada khayalan, penganut fanatik paham taklid dan budak-budak hawa
nafsu.
Sesungguhnya, orang-orang awam tidak dapat
disalahkan, apabila mereka meyakini sesuatu yang tidak ada sumbernya dalam
agama. Yang patut dipersalahkan hanyalah orang-orang yang menamakan diri
sebagai kelompok elit; Merekalah yang menanamkan pada jiwa orang-orang awam,
sesuatu paham atau ajaran yang tidak sesuai dengan syaniat, mereka yang
menyebarkan kepalsuan atau kebohongan yang mereka sebut sebagai kemajuan akal
pikiran (ilmu) dan mereka yang terus memperluas jarak perselisihan
(perpecahan) di kalangan putra (penduduk) negara yang telah bersatu.
Ancaman
(kerusakan) agama itu timbul dari dua macam orang (macam orang yang pertama)
ialah:
“Orang yang menduga, bahwa agama Allah itu
mengharuskan menjauhi dunia;
dan dia mengira berpaling darinya itu
sangat berguna.
Tapi, andaikata dia didatangkan
seribu dirham;
segeralah melepas takwanya dan menceraikan
kewarakannya.
Ia bukanlah orang yang zuhud sejati
dan menjauhi harta dunia:
tetapi kesungguhan (usaha) dianggapnya
menghancurkan tulang.
Sehingga ia takut berusaha
(bekerja) yang bisa membuat kakinya berdarah:
ia hanya istirahat
yang dianggapnya perlu dilakukan.
Bukanlah
dinamakan zuhud di dunia seseorang:
yang berpakaian kain kasar dan
suka pakaian tambalan.
Sesungguhnya orang zuhud
sejati hanyalah orang:
yang bisa menahan diri (dari hidup
bersenang-senang) dan enggan menjadi orang hina dina.”
Macam
orang kedua yang menjadi ancaman kerusakan agama ialah orang yang menganjurkan
kebatilan dengan kedok agama, mengafirkan orang lain, menganggap bid’ah dan
fasik terhadap orang lain, agar orang-orang menilainya, bahwa dia merupakan
orang yang agamis, padahal dia sebenarnya adalah orang yang jauh dari agama,
laksana jauhnya langit dan bumi.
Waspadalah, hai,
pemuda yang baik, terhadap dua macam orang tersebut, karena mereka itu adalah
ancaman yang membahayakan pada agama.
Agama
adalah suatu cahaya, sedangkan perbuatan dua macam orang tersebut merupakan
kegelapan. Agama adalah hak kebenaran, sedangkan tindakan dua macam orang
tersebut adalah batil. Agama adalah mengajarkan kemajuan atau pembangunan,
sedangkan apa yang diserukan oleh dua macam orang tersebut mengakibatkan
kehancuran.
“Janganlah engkau menduga, bahwa
agama sebagai sesuatu yang didiktekan kemauan nafsu:
Agama Allah
tidaklah mengandung bid’ah-bid’ah seperti itu.
Agama
adalah cahaya terang yang berkilau;
Seluruh alam menjadi terang,
tatkala agama memancarkan cahaya.
Budi yang luhur
itu memancar dari agama yang mengenyahkan kegelapan hingga terbitlah
terang.”
Wahai, pemuda, berperang teguhlah
terhadap agama kalian semua. Janganlah engkau biarkan orang-orang berbuat
sesuatu atas nama agama, padaal agama tidak mengajarkan sesuatu itu, agar
engkau semua mencapai dua kebahagiaan dan kebaikan dunia dan akhirat.[]
PERADABAN
Peradaban yang benar adalah suatu perilaku yang dapat membuat
orang yang beradab sehat fisik dan akal pikirannya serta membungkusnya dengan
pakaian yang membuatnya tampak indah mempesona di kalangan keluarga, golongan
dan masyarakat lingkungannya serta bakal menjadikannya bahagia di dunia dan
akhiratnya.
Barangsiapa yang mengenakan pakaian
peradaban dan berusaha sesuai dengan arti peradaban yang sebenarnya, maka dia
pantas disebut orang beradab. Sebaliknya, barangsiapa yang memahami arti
peradaban tidak sebagaimana semestinya -berbaju peradaban yang tidak seperti
aslinya-, maka dia termasuk orang yang keblinger (tertutup hatinya): Telah
berdiri tegak sesuatu tembok penghalang antara mereka dengan kebahagiaan yang
hendak dicapai, yang penghalang tersebut tidak dapat diterobos oleh
dorongan-dorongan cita-cita. Bahkan cita-cita untuk mencapai keberhasilan
menjadi kabur dan melemah, yang akhirnya putus asa.
Peradaban
tidak lain adalah akhlak terpuji, yang dapat membuahkan kerukunan
antarindividu dan persatuan antargolongan. Ia merupakan usaha dan amal
perbuatan yang melahirkan kemajuan negara dan meningkatkan kondisi sosial,
upaya secara intensif membersihkan jiwa dari sifat-sifat tidak terpuji, untuk
memperoleh kemuliaan, menahan diri dari perbuatan yang membahayakan manusia,
menghindari perangaiperangai yang buruk, dan ia (peradaban) merupakan usaha
maksimal meringankan penderitaan orang yang susah serta upaya membangun
sekolah-sekolah (lembaga-lembaga pendidikan).
Bangsa
Timur (Asia), dahulu terkenal memiliki peradaban yang sangat tinggi dan
memiliki kekuasaan meneguhkan sendi-sendinya. Kemudian, jaman berubah dan
terjadilah apa yang menimpa peradaban bangsa timur itu, sehingga hancur
leburlah kemakmuran yang telah dicapainya dan koyaklah kemajuannya. Itulah
Sunatullah, yang telah ditetapkan-Nya kepada orang (bangsa) yang tidak
mengamalkan normanorma sosial kemasyarakatan dan mereka tidak lagi berjalan di
atas rel peradaban yang benar. Akhirnya, khazanah ilmu pengetahuan dan
peradaban mereka (bangsa timur) itu berbalik pada suatu bangsa yang mengerti
nilai keutamaan peradaban (bangsa barat). Mereka menempatkan pada tempat yang
tinggi: melapangkan dadanya untuk mengembangkan peradaban itu, serta
meningkatkannya berdasarkan tuntutan kemajuan dan kebutuhan, sehingga mereka
dapat mencapai kesempurnaan yang luar biasa dalam bidang peradaban, mereka
terus mengalami kemajuan yang pesat dan berhasil menguasai bangsa-bangsa yang
mundur dan mengendalikannya.
Hanya saja,
peradaban mereka (bangsa barat) itu juga tidak sunyi dari cela dan kekurangan,
yang terdapat pada setiap bangsa yang meluas kemakmurannya dan berkembang
pesat peradabannya. Meskipun mereka tidak senang terhadap rintangan-rintangan
yang menimpa mereka di luar kesadaran mereka itu. Tetapi, engkau melihat
mereka berusaha menyingkirkan roda dan cela mereka itu dan berusaha menurunkan
peradabannya.
Bangsa timur sekarang ini telah
mulai sadar dari kelengahannya, mulai bangun dari tidurnya dan meniru kemajuan
peradaban barat. Sebagaimana bangsa barat meniru peradaban bangsa timur
dahulu, hanya saja, perjalanannya lamban dan usahanya lambat. Sebagian besar
orang-orang yang mencontoh peradaban orang barat tersebut hanya terbatas pada
sisi atau kulitnya saja dan mengabaikan inti yang sebenarnya. Apa yang mereka
pelajari, hanyalah teori-teori yang tidak bisa menggemukkan dan menghilangkan
kelaparan. Ilmu itu tidak lain harus diamalkan, padahal mereka tidak mau
mempraktikkan apa yang mereka (orang-orang barat) praktikkan. Manfaat ilmu
pengetahuan kosmologi (ilmu modern) itu adalah untuk mencapai apa yang telah
dapat dicapai bangsa barat, berupa tercipta lapangan kerja dan pabrikpabrik
yang mengucurkan kekayaan berlimpah pada negara, mengurangi kemiskinan dan
menghapus pengangguran.
Di kalangan bangsa timur
masih ada sekelompok orang lagi yang mengaku mencontoh bangsa barat, tetapi
mereka itu tidak mengikutinya dalam mengkaji ilmu pengetahuan yang berguna dan
tidak pula mencontoh dalam usahanya yang menghasilkan kemanfaatan. Namun,
mereka itu hanya meniru tingkah laku orang-orang barat yang rusak dan bejat
moralnya, tidak mengerti tentang peradaban selain menuruti kesenangan, berbuat
kemungkaran, berpakaian dengan beraneka mode pakaian, berperang pada adat
kebiasaan yang hina dan menghamburhamburkan harta untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang hina dan mesum.
Waspadalah,
hai, pemuda, terhadap pemahaman tentang peradaban yang tidak sesuai dengan
hakikat peradaban, sehingga menyebabkan engkau rugi di dunia dan kahirat,
badanmu sakit dan akal pikiranmu menjadi rusak.
Ketahuilah,
peradaban yang sebenarnya adalah sebagaimana yang telah saya terangkan di
atas. Pegang teguhlah dengannya, amalkanlah tuntutan-tuntutannya, maka jiwamu
yang berpikiran akan dapat mencapai tujuan, yang selanjutnya dapat memperoleh
kebahagiaan yang kalian inginkan.[]
NASIONALISME
Saya belum pernah merasa heran sama sekali, melebihi keheranan
saya terhadap orang yang mengaku berjiwa nasionalisme dan mengklaim, bahwa dia
telah berkorban dengan darah dan hartanya demi negara: Namun, orang tersebut
ternyata berupaya keras merusak benteng-benteng ketahanan negara, dengan
berbagai macam tindakan kesewenang-wenangan.
Tidak
setiap orang yang menganjurkan semangat nasionalisme itu berjiwa nasionalisme
sejati. Sebelum engkau melihatnya sendiri ia telah melakukan pekerjaan yang
dapat menghidupkan negara dengan mengorbankan segala miliknya yang berharga
dan yang tidak berarti demi kemajuan negara serta mau berusaha bersama-sama
orang lain untuk menjunjung tinggi martabat negara dan bekerja keras bersama
kawan-kawan senasib membela negaranya.
Adapun
orang yang berusaha melakukan sesuatu yang dapat melemahkan kekuatan negara
dan mematahkan sendi-sendinya, maka dia masih jauh disebut orang nasionalis,
walaupun dia telah berteriakteriak dengan suara yang dapat didengar ke seluruh
penjuru negeri dan berulang-ulang menyatakan: “Saya adalah orang nasionalis
tulen”.
Nasionalisme yang sejati adalah kecintaan
berusaha untuk kebaikan negara dan bekerja demi kepentingannya, sedangkan
seorang nasionalis tulen adalah orang yang rela mati demi tegaknya negara dan
rela sakit demi kebaikan rakyatnya.
Ingatlah,
bahwa negara itu memiliki beberapa hak yang harus dipenuhi penduduknya.
Seorang anak, baru dianggap sebagai anak yang sebenarnya, apabila dia telah
melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap ayahnya. Begitu pula putra bangsa,
tidak bisa disebut putra yang baik, kecuali jika dia mau bangkit, sanggup
memikul beban dan tanggung jawab untuk mengabdi pada negara, mempertahankan
negara dari rongrongan para provokator dan membendung usaha-usaha para
pengkhianat atau pejuang-pejuang palsu.
Di antara
kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap putra bangsa adalah
meningkatkan jumlah orang-orang terpelajar yang bermoral tinggi dan baik, yang
telah tertanam kuat dalam dadanya kata mutiara yang amat terkenal, yakni:
“Cinta
tanah air itu bagian dari keimanan”.
Upaya
meningkatkan jumlah orang-orang terpelajar tersebut tidak akan terwujud,
kecuali dengan mengorbankan harta dengan niat ”demi kemaslahatan umum”,
mencurahkan tenaga dan pikiran untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan
yang dapat menghembusk jiwa nasionalisme pada jiwa para pelajar, yang dapat
menumbuhkan gagasan-gagasan mulia dan amal saleh dalam jiwa mereka dan yang
sanggup membangkitkan mereka -tatkala mereka menjadi dewasaunti berkhidmat,
demi kepentingan negara yang sedang berada di ambang kehancuran akibat ulah
putra-putra negara yang tidak bertanggur jawab, yang kejahatannya melebihi
kejahatan musuh-musuh yang sebenarnya.
Dari
orang-orang terpelajar yang sedang tumbuh itu, akan keluar gagasan dan
upaya-upaya yang dapat menegakkan kehidupan umat ini, yakni umat yang hampir
lenyap -karena kebodohan dan kehinaannyamasuk dalam catatan bangsa-bangsa yang
telah punah.
Manakala kaum terpelajar yang telah
terdidik dengan pendidikan yang benar itu tumbuh dan mulai melibatkan diri
dalam kehidupan sosial, maka di antara mereka pasti ada yang membuat kejutan
hebat, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga,
bahkan belum pernah terbayangkan dalam benak pikiran manusia sebelumnya.
Pendidikan
yang hak (benar) merupakan roh (jiwa) kehidupan dan ilmu pengetahuan merupakan
darah segar suatu negara. Tidak mungkin kita hidup bahagia tanpa pendidikan
yang benar, dan ilmu pendidikan mendorong pada usaha dan bekerja, sedangkan
ilmu pengetahuan menunjukkan pada jalan kebahagiaan.
Kita
sangat memerlukan industri-industri dan perusahaan-perusahaan nasional serta
perdagangan yang dikelola secara nasional, agar negara dapat mencapai
kemerdakaan (independensi) dalam bidang ekonomi dan terbebas dari sikap
menggantungkan diri kepada pihak asing. Barangsiapa yang berusaha memerdekakan
negara dan membebaskannya dari meminta-minta bantuan kepada pihak asing, maka
dia adalah orang nasionalis tulen yang dihormati oleh setiap orang.
Setiap
akhir (hasil) usaha, pasti ada pendahuluan-pendahuluannya, sedangkan
pendahuluan kemerdekaan adalah meningkatkan pendidikan dan pengajaran kepada
generasi muda, agar mereka menjadi tangan-tangan (pejabat-pejabat) negara yang
mau bekerja, menjadi rohnya yang kuat dan menjadi darah yang mengalir ke dalam
seluruh bagian urat negara. Oleh karena itu, tingkatkanlah pendidikan
anak-anak, maka negara pasti berjaya.
Cinta tanah
air merupakan tabiat atau naluri (sifat yang melekat pada jiwa) setiap orang,
yang tidak seorang pun mengingkarinya, kecuali orang-orang pembohong dan yang
cemas jiwanya. Hal yang memalingkan seseorang dari cinta tanah air, hanyalah
pendidikan yang salah satu ketidakberesan dalam cara berpikir otaknya atau
adanya darah keturunan asing, orang semacam inilah yang memprovokasi
orangorang pribumi, agar memasuki negara tempat ia dilahirkan, dibesarkan dan
menikmati hasil-hasil buminya. Darah asing itulah yang membuatnya tiba-tiba
merindukan tanah air, yang sama sekali belum pernah dia kenal.
Tanah
air kita tidak lain adalah tempat kelahiran ayah dan leluhurnya. Darah
keturunan asing itulah yang menjadikan dia merindukan pada sekelompok bangsa
yang belum pernah dia kenal adat istiadat, belum dia mengerti bahasanya dan
belum pernah sama sekali terjadi ikatan dengan mereka. Dia bersikap seperti
itu, hanya karena dia merasa bagian dari bangsa tersebut. Orang yang demikian
ini, sebaiknya cukup dengan kerinduannya itu saja, tidak perlu berusaha
menjelekkan dan membuat kerusakan negara yang memberinya tempat tinggal dan
perlindungan, lebih-lebih sesudah negeri yang dirindukan itu tidak lagi
menganggap penting leluhurnya, bahkan telah mencampakkannya bagaikan
mencampakkan biji buah saja dan orang berdarah asing itu tidak perlu berbuat
menghalang-halangi atau menggagalkan setiap usaha pribumi membangkitkan
negara.
Wahai, generasi muda, semua harapan
bangsa ditumpahkan kepada kalian, maka bangkitlah engkau, giat menuntut ilmu
-semoga Allah swt. melindungimudan berperangailah dengan perangai dan akhlak
orang-orang terdahulu, karena negara telah memanggilmu dan engkau adalah orang
yang ditunggu-tunggu.
Berhati-hatilah terhadap
para pengkhianat perjuangan, waspadalah terhadap jebakan-jebakan mereka dan
sadarilah kejahatan-kejahatan atau perbuatan-perbuatan makar mereka. Sebab,
mereka itu adalah penyakit Degaramu yang sangat berbahaya dan racun yang
mematikanmu. Ingatiah, bahwa tidak ada yang menyebabkan negara menjadi
berantakan dan enggan melakukan usaha perbaikan, kecuali orang-orang
pengkhianat dan pejuang-pejuang palsu tersebut, mereka itu adalah musuh yang
paling jahat dan penyakit yang paling berbahaya.
Jadilah
engkau seperti bencana dahsyat, penyakit ganas, maut yang mengerikan dan
pengawas yang terus memata-matai terhadap mereka. Hati-hatilah engkau, jangan
sampai terburu-buru tergiur oleh kedudukkan, sebelum engkau siap melancarkan
perjuangan pada sasaran dan janganlah engkau berhenti memantau orang-orang
yang hendak berbuat kerusakan.
Realisasikan
cita-citamu, maka negara dan bangsamu akan hidup sejahtera bersamamu.[]
KEMERDEKAAN
Sesungguhnya setiap bangsa itu memiliki kematian, dan kematian
setiap umat ini adalah hari kelenyapan (hilang) kemerdekaan umat atau bangsa
itu sendiri.
Kemerdekaan adalah sebuah karunia
Allah, Tuhan Yang Mahapencipta kepada makhluk-Nya, yang diharapkan makhluk itu
bisa memanfaatkan dengan baik untuk dirinya sendiri dan orang lain.
Hurriyyah
(kemerdekaan) dalam bahasa, berarti “pembahasan” dari segala ikatan. Al-Hurru
(orang yang merdeka) adalah lawan Al-‘Ahdu (hamba sahaya), sebab dia
(Al-Hurru) bebas dari ikatan perbudakan. Al-Hurru juga berarti “pilihan”. Bisa
juga berarti “baik”, jika digabungkan dengan kata Ath-Thin atau Ar-Ramlu.
Ramlatun Hurrun artinya: “Pasir yang bagus ditanami”, Ardhum Hurrun artinya
“tanah yang bagus”.
Dari uraian makna kata
Al-Hurriyyah-tersebut, engkau mengerti, bahwa kata Al-Hurriyyah (kemerdakaan)
menunjukkan pengertian suci, bersih, bagus dan kemurnian sesuatu dari hal-hal
yang mengotori dan menodainya.
Orang yang merdeka
-dalam pengertian baru dan benar-, ialah orang yang murni pendidikannya,
bersih jiwanya, berpegang teguh dengan sifat-sifat terpuji, menjauhkan diri
dari sifat-sifat tercela, melepaskan diri dari segala bentuk ikatan perbudakan
dan melaksanakan kewajiban yang menjadi kewajibannya.
Sesungguhnya
manusia diciptakan oleh Allah swt. tidak untuk menjadi budak atau hamba orang
lain. Tidak untuk menjadi bola yang ditendang ke sana-kemari sesuka hati,
dibuat permainan tangan-tangan penguasa, dipermainkan menurut kemauan dan
kesenangan hati para pembesar, tetapi manusia diciptakan oleh Allah swt., agar
dia bekerja dan beramal, baik secara individu atau kolektif, sesuai hukum
Allah yang berlaku, yakni kebebasan atau kemerdekaan.
Anugerah
Allah yang besar berupa kemerdekaan ini tidak akan dicabut oleh Allah -dari
umat manusia-, kecuali disebabkan rusak jiwa dan mental mereka yang dibuat
oleh orang-orang yang zalim. Mereka yang zalim itu, tidak membiarkan mereka
(bangsa yang hendak dijajah) mencurahkan hatinya dengan ilmu pengetahuan.
Sebab mereka tahu benar, bahwa ilmu yang benar itu justru akan menunjukkan
mereka mengetahui hak-haknya. Ilmu yang benar itu bagaikan percikan api yang
mengobarkan cita-cita (membebaskan diri) dalam jiwa mereka dan membuat orang
yang berakal peka, manakala diperalat oleh kekuasaan yang bertindak
sewenang-wenang.
Khalifah Umar bin Al-Khaththab
r.a. bertanya kepada ‘Amer bin Al-‘Ash. gubernur Mesir, tatkala anaknya berani
memukul orang Mesir.
“Sejak kapan engkau
memperbudak orang-orang yang dilahirkan Oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan
bebas (merdeka).”
Ingat, seseorang itu belum bisa
dianggap merdeka, kecuali jika jiwanya telah mendapatkan pendidikan sempurna,
tumbuh dalam hatinya kemauan keras, memiliki ilmu tidak sedikit, kemudian
berani membebaskan diri dari cengkeraman dan kungkungan orang yang
menguasainya dengan kekuatan dan paksaan. Barangsiapa yang belum bisa seperti
itu, maka orang tersebut masih jauh dikatakan sebagai orang yang merdeka dan
antara dia dengan kebebasan atau kemerdekaan, masih terhalang oleh hamparan
hutan belukar yang sangat angker.
Tidak bisa
disebut orang merdeka, orang yang menjadikan kemerdekaan sebagai kesempatan
melakukan perbuatan yang hina, jalan menuju kerusakan, atau menjadikannya
pedang untuk melenyapkan baju iffah,’ menggunakannya sebagai tombak untuk
menusuk sifat-sifat keutamaan atau memanfaatkannya sebagai anak panah untuk
merobekrobek kehormatan orang.
Bukanlah
kemerdekaan, perbuatan seseorang yang dapat menimbulkan bahaya pada dirinya
sendiri dan orang lain, misalnya memboroskan harta kekayaan, melecehkan sifat
kemanusiaan, membelokkan perbuatan kemungkaran, melakukan pengerusakan tatanan
kemasyarakatan dengan perbuatan-perbuatan yang menyakiti hati orang, mengadu
domba, menggunjing, bermusuhan dan perbuatanperbuatan lainnya, yang tidak
sesuai dengan akhlak mulia.
Sebenarnya, banyak
orang yang mengaku sebagai orang merdeka, tetapi memakai pakaian budak, dia
menjadi tawanan nafsunya, budak pemimpin atau penguasa, dan budak hawa nafsu
amarah, yang jika mendorongnya berbuat kerusakan, patuh melakukannya. Jika
nafsu amarah itu menggelitiknya, agar memfitnah dan mengancam orang lain, maka
dengan cepat memenuhinya. Namun, apabila akal sehatnya mendorongnya untuk
mengerjakan hal-hal yang dapat menghidupkannya, dan orang yang tajam
pikirannya menganjurkan, agar melakukan sesuatu yang dapat mengangkat
derajatnya serta apabila para kesatria mengajaknya agar bangkit bersama rakyat
dan mendukungnya. Maka, dia berpura-pura tidak mendengar seruan tersebut, atau
bahkan dia menempuh jalan berpolemik dengan orang yang menyerukan hal
tersebut. Kemudian dia mengklaim dirinya sebagai orang yang merdeka.
Kemanusiaan dan kebebasan tiada lain adalah dua faktor utama, kemakmuran dan
dua unsur pokok kehidupan masyarakat yang harmonis.
Bangsa
mana pun yang ingin mencapai puncak peradaban yang tinggi dan kemakmuran yang
merata, maka harus bekerja keras mendidik individu-individu bangsa, memahami
arti kebebasan dan kemerdekaan yang sebenarnya, harus mencekoki putra-putranya
dengan nilai-nilai luhur bangsa yang bersih dan murni.
Wahai,
generasi muda, bangkitkan berjuang untuk mencapai kemerdekaan yang sejati,
yang bebas dari campur tangan orang munafik dan pengkhianat, karena
kemerdekaan yang murni itulah jalan satusatunya mencapai kejayaan. Kemerdekaan
yang sejati adalah jalan menuju kehidupan yang bahagia.[]
MACAM-MACAM KEMERDEKAAN ATAU KEBEBASAN
Kemerdekaan atau kebebasan itu ada beberapa macam, antara lain:
Kemerdekaan individu, berorganisasi, ekonomi dan politik. Suatu bangsa tidak
mungkin berdiri kokoh, tanpa kemerdekaan atau kebebasan dalam empat bidang
tersebut.
Kemerdekaan individu, disebut juga
kebebasan pribadi, yang . merupakan persoalan yang sangat penting. Dengan
adanya kemerdekaan individu ini, dapat tercipta kemerdekaan organisasi, sebab
organisasi itu terdiri dari banyak individu. Karena itu, kemerdekaan
organisasi tidak akan terwujud, kecuali dengan adanya kemerdekaan
individuindividu dalam organisasi tersebut. Oleh sebab itu, umat atau bangsa
yang ingin merdeka, harus berjuang keras mendidik tiap-tiap individu dengan
pendidikan yang bersifat independen, agar terbentuk kelompok yang independen,
merdeka terdiri dari individu-individu tersebut.
Kemerdekaan
individu itu meliputi kebebasan berbicara, menulis, mencetak dan mengemukakan
gagasan atau pendapat secara terbuka, tanpa ada pengawasan, kontrol atau
tuntutan, dengan syarat semua itu tidak mengganggu atau menodai kebebasan
orang lain.
Setiap orang bebas menganut ideologi
yang dia kehendaki, baik ideologi keagamaan, ilmu pengetahuan, politik maupun
sosial. Bebas pula menyebarluaskan semua itu, asal tidak menimbulkan
perpecahan di kalangan rakyat dan membelanjakan atau mentasarufkan kekayaan
berupa uang, tanah bangunan dan lainnya, dengan catatan perbuatan yang dia
lakukan tidak menjurus pada pemborosan secara bodoh. Kalau dia sampai menjurus
pada tindakan yang bodoh, maka dia harus dinyatakan sebaga Mahjur “alaihi,
yakni dilarang membelanjakan hartanya.
Kesimpulan
bahasan tentang kebebasan individu adalah, bahwa kebebasan individu itu suatu
kebebasan yang tidak boleh benturan dengan kebebasan orang lain. Oleh sebab
itu, setiap orang (individu) wajib menjaga kebebasan orang lain, sebagaimana
dia menjaga kebebasan diri pribadinya.
Kemerdekaan
berorganisasi, maksudnya adalah setiap golongan itu memiliki hak mengadakan
pertemuan atau rapat di mana saja dan kapan saja, kecuali jika dipersenjatai,
maka harus dilarang, sebab perbuatan golongan atau organisasi yang mengadakan
rapat dengan membawa senjata tersebut, barangkali dapat menimbulkan
tindakan-tindakan yang melanggar arti kebebasan yang sejati. Di samping itu,
setiap golongan memiliki hak untuk mendirikan berbagai organisasi yang
berbeda-beda visinya, baik organisasi yang bergerak di bidang keilmuan,
kesustraan, keagamaan, perindustrian, sosial maupun politik, dengan syarat
peraturan dan undang-undangnya sesuai dengan aturan dan undang-undang yang
telah digariskan oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat.
Oleh
sebab itu, orang-orang yang duduk di majelis tersebut harus terdiri dari
orang-orang yang dikenal independen, berpengetahuan luas, jujur, baik
pendapatnya, dan sehat akal dan pikirannya, agar mereka tidak menetapkan
undang-undang yang membelenggu kebebasan atau kemerdekaan rakyat dan
bertentangan dengan kepentingannya.
Kemerdekaan
ekonomi. Kebebasan di bidang ekonomi merupakan kehidupan rakyat dalam bidang
materi. Apabila rakyat tidak diberi kebebasan di bidang perdagangan,
pertanian, pendirian pabrik dan eksplorasi tambang untuk memanfaatkan
sumber-sumber ekonomi yang terkandung dalam bumi, maka kehidupan rakyat ini
sama halnya dengan orang yang ditawan dan lehernya diikat dengan tali,
sementara kedua ujung tali tersebut dipegang oleh dua orang yang kuat,
berbadan kekar yang selalu menakut-nakutinya akan menarik dua ujung tali itu
hingga mencekiknya dan kedua orang itu mengancamnya pula dengan kematian.
Demikianlah orang tawanan tu, hanya bisa menanti kematiannya di setiap
saat.
Sesungguhnya orang Eropa Itu bisa mengusai
sumber kekayaan atau peekonomian, setelah mereka berhasil melepaskan
belenggu-belenggu yang mengikat kebebasan dan kemerdekaan perekonomian, di
samping kebebasan-kebebasan di bidang lain, Sekarang ini, perekonomian
bangsa-bangsa timur berada di tangan mereka, bangsa Eropa. Apabila bangsa
Eropa itu hendak membunuh bangsa timur, agaknya tidak sulit, mereka cukup
menghentikan ekspor barang-barang mereka ke negaranegara timur dan menarik
kembali uang atau modal-modal yang mereka infestasikan di negara-negara bangsa
timur.
Sebenarnya, negara kita ini kaya, banyak
kekayaan alamnya, hanya saja miskin sumber daya manusia atau tenaga-tenaga
yang sanggup mengelola kekayaan tersebut, untuk memenuhi kebutuhan rakyat
belum mencukupi.
Orang-orang asing itu
berdatangan ke negeri kita, lalu membeli atau menyewa tanah-tanah kita untuk
diambil hasilnya, mungkin juga mereka itu mendapatkan hak istimewa atau izin
khusus mengelola (dari pihak pemerintah). Lalu mereka mengembangkan
kawasan-kawasan tertentu di negara kita ini dan melakukan eksplorasi
tambang-tambang yang terdapat dalam perut bumi, yang menghasilkan miliaran
emas dan perak. Sementara kita masih tetap lalai, tidak peduli,
bersenangsenang menuruti hawa nafsu dan masih saling bertengkar memutus tali
persatuan.
Kemerdekaan berpolitik, maksudnya
setiap bangsa bebas dengan sebebas-bebasnya menentukan segala persoalannya
sendiri, tanpa ada Ikatan aau tekanan bangsa lain. Berarti, umat itulah yang
berkata sepenuhnya menetapkan peraturan dan undang-undang yang sesuai
dengannya, bebas membuat perjanjian apa saja dengan bangsa mana pun,
menetapkan pajak atau cukai barang-barang dari negara-negara asing yang masuk
dan bebas membuat perluasan dan peningkatan produksi sektor pertanian,
perekonomian, perindustrian nasional dan lan-lannya, yang diperlukan sebagai
bangsa yang berdaulat.
Kebebasan berpolitik ini
tidak terlaksana secara sempurna, jika bangsa yang bersangkutan belum sepakat
memantapkan tiga macam kemerdekaan atau kebebasan yang disebutkan sebelumnya
(yakni kemerdekaan individu, organisasi dan ekonomi). Jika tidak demikian,
maka perjalanan bangsa itu untuk menuju kemajuan, tentu lamban, sebab
mengalami kepincangan, Sedangkan mana mungkin orang yang pincang itu bisa
mengejar jalan orang yang kuat.
Apabila suatu
bangsa ingin hidup, maka bangsa itu harus berusaha secara maksimal menanamkan
empat macam kemerdekaan tersebut dalam jiwa seluruh warga bangsa yang
bersangkutan. Sesungguhnya, bangsa yang kehilangan kemerdekaannya -yang
merupakan penopang kehidupannya-, maka bangsa itu berarti semakin lebih dekat
pada kehancuran daripada dekat pada kekekalannya.
Wahai,
generasi muda, bekerjalah dengan semangat tinggi, pelajarilah segala pelajaran
dan persoalan yang berkaitan dengan kemerdekaan yang benar. Waspadalah, jangan
sampai mempunyai pemahaman terhadap kemerdekaan, sebagaimana pemahaman
orangorang yang tidak, mengerti teori-teori kemerdekaan. Kemudiar, berusahalah
menyosialisaskan arti kemerdekaan itu kepada bangsamu. Berjuanglah membebaskan
negaramu dari belenggu tradisi-tradisi yang tidak baik dan moral yang bejat.
Bekerjalah dengan gigih melepaskan segala bentuk perbudakan yang melilit
bangsa, semoga kalian berhasil membebaskan bangsa dari belenggu perbudaan,
sehingga dengan keberhasilan usaha kalian itu, bangsa menjadi merdeka dan
mampu bertahan hidup mengikuti arus kemajuan bangsa-bangsa lain di dunia.
Ingat,
setiap bangsa itu memiliki ajal, dan ajal setiap bangsa itu apabila bangsa itu
telah kehilangan kemerdekaannya.[]
KEMAUAN
Saya belum pernah melihat seseorang yang meneguhkan kemauannya
untuk mencapai sesuatu, melainkan sesuatu itu pasti tercapai. Tidak ada juga
seseorang yang bersungguh-sungguh menggapai sesuatu, melainkan dia berhasil
mencapainya.
Demikianlah kenyataannya, sebab arti
kemauan itu sendiri adalah keinginan terhadap sesuatu, diikuti dengan usaha
untuk mencapainya, mencurahkan segala kemampuan untuk merealisasikannya,
mempersiapkan alat-alat atau Sarana yang dapat membantu mewujudkannya dan
terus bekerja tanpa mengenal lelah. Tidak dapat diragukan, bahwa sesuatu yang
diinginkan itu dapat terwujud, manakala cara-cara tersebut di atas dipenuhi
semuanya oleh orang yang mempunyai keinginan.
Para
ulama ahli tasawuf mengungkapkan arti kemauan di atas dengan bahasa mereka:
“Sesungguhnya
Allah itu memiliki banyak hamba, yang jika mereka itu menghendaki sesuatu,
maka Allah pun menghendakinya.”
Kalimat di atas
secara sepintas, sepertinya para ulama ahli tasawuf menjadikan kemauan Allah
swt. itu mengikuti kemauan hamba yang mempunyai keinginan. Tetapi para ulama
tasawuf tidak mengartikan kalimat di atas, kecuali seperti yang kami uraikan
sebelumnya. Sebab, perkara yang dihasilkan itu tergantung pada sebab-sebabnya.
Allah swt. telah menetapkan, bahwa tercapainya hal-hal yang diinginkan itu
tergantung pada kesungguhan kemauan.
Dalam hadis
Nabi Muhammad saw. disebutkan:
“Semua perbuatan
itu menurut niatnya. “
Tidak perlu disangsikan
lagi, bahwa barangsiapa yang benar tekadnya, baik niatnya, menghadap pada
kemauannya dengan sepenuhnya dan terus maju mengupayakan apa yang dia inginkan
dengan hati yang penuh kemauan, maka dia akan memperoleh apa yang dia
cita-citakan, dan mendapatkan apa yang diinginkannya, karena keberhasilan
perkara yang diinginkan itu bisa terwujud, jika ada sebab, dan sebab itu
adalah berupa kemauan.
Kemauan adalah melatih
jiwa, agar teguh dan maju melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dapat dikerjakan,
sehingga menjadi watak yang melekat pada jiwa tersebut. Kemauan merupakan
kebahagiaan yang tidak ada tandingannya bagi orang yang memiliki sifat itu.
Dengan kemauan itu orang mau bekerja dan taraf hidupnya meningkat. Dengan
kemauan itu pula dia mau meninggalkan kebiasaan-kebiasaan berbahaya dan
akhlak-akhlak tercela, mampu mengendalikan atau pemimpin hawa nafsunya. Karena
kemauan itu pula seseorang menjadi manusia sempurna. Manusia yang benar-benar
sempurna ialah manusia yang tidak mau dihalang-halangi oleh siapa pun dalam
usahanya mencapai cita-citaya dan tidak mau dihentikan oleh kesenangan hawa
nafsunya, demi mencapai apa yang dikehendakinya.
Sesungguhnya
para nabi, ahli filsafat dan tokoh-tokoh terkemuka, semuanya tidak mungkin
dapat berhasif menyebarluaskan apa saja yang menjadi tujuannya, berupa
paham-paham (ideologi-ideologi) dan beberapa ajaran serta tidak pula mereka
itu bisa berhasil melaksanakan proyek-proyek yang mereka inginkan, sebagaimana
yang telah tercatat dalam lembaran sejarah, kecuali dengan adanya kemauan.
Keberhasilan mereka, semua itu hanya karena kemauan mereka yang gigih. Bagian
terpenting dalam kemauan mereka, adalah keteguhan dan ketetapan hati untuk
terus bekerja, sehingga berhasil, meskipun di tengah-tengah usaha itu mereka
tertimpa musibah besar, yang mampu merobohkan gunung dan meremukkan besi.
Apa
yang kita lihat tentang kegagalan kerja orang-orang bekerja itu, sebenarnya
akibat dari tidak diperhatikannya pendidikan pembinaan kemauan dalam jiwa
mereka. Mereka tidak bisa bertahan dan samar menekuni apa yang sedang mereka
kerjakan, bahkan mereka cenderung mundur tatkala pertama kali menghadapi
cobaan, padahal sabar yang sebenarnya adalah tabah ketika menghadapi awal
musibah.
Kemauan itu menuntut kesabaran, tidak
ragu-ragu dan menganggap remeh rintangan-rintangan yang menghalangi
usaha-usaha yang bermanfaat. Hal seperti itulah yang menjadi sebab utama
keberhasilan pekerjaan.
Apabila kemauan itu telah
meresap dalam jiwa seseorang, maka akal pikirannya menjadi semakin bijak dan
nafsu amarahnya jatuh (tidak berperan), sedangkan manusianya menjadi sempurna
derajatnya. Karena kemauannya yang meresap pada jiwa itu benar-benar melekat
dan membekas dalam jiwa yang mulia, sehingga jiwa tersebut menjadi baik,
bersih dan bahagia.
Apabila di kalangan suatu
bangsa terdapat banyak orang yang jiwanya telah didasari kemauan keras, maka
bangsa tersebut melaju dengan cepat pembangunan dan kemajuannya dengan cukup
mengagumkan. Sedangkan setiap bangsa yang sendi-sendi keagungannya rapuh dan
pilar-pilar kemuliannya ambruk, semua itu disebabkan bangsa tersebut kurang
memiliki orang-orang yang berkemauan keras.
Ingatlah,
bahwa barangsiapa yang lemah kemauannya, maka orang itu pasti kerdil jiwanya
dan rendah derajatnya. Mudah diombangambingkan hawa nafsunya dan dipermainkan
oleh kemauan orangorang kecil, lebih-lebih orang besar, sehingga dia bagaikan
bola yang ditendang ke sana-kemari, sesuai dengan kehendak orang yang
mempermainkannya. Dia tidak ubahnya sebagai sasaran bidikan panah. Apabila dia
didatangi oleh seseorang dengan menyodorkan suatu persoalan, dan orang itu
mendesaknya agar mengakui kebaikan persoalan tersebut, maka dia pun
menurut.
Akan tetapi, jika di kemudian hari
didatangi orang lain dan mempengaruhinya agar mengakui ketidakbaikan persoalan
tersebut, maka dia pun terpengaruh. Orang yang demikian ini adalah orang yang
tidak memiliki pendirian dan mudah terombang-ambing oleh kemauankemauan orang
lain serta dipermainkan oleh hawa nafsunya sendiri. Hal ini karena dalam jiwa
orang itu tidak terdapat daya yang mampu menolak kebatilan dengan kebenaran
dan tidak memiliki akal cerdas yang dapat membedakan antara perkara yang baik
dan yang buruk. Orang seperti itu, jelas bukan termasuk manusia yang
sempurna.
Suatu bangsa yang menginginkan hidup
layak dan senang, maka mereka harus mengajari putra-putrinya menanamkan
kemauan keras dalam jiwa mereka. Sebab, kemauan keras adalah kunci kebahagiaan
(keberhasilan).
Wahai, generasi muda, kalian
semua adalah tiang-tiang bangsa, pilar-pilar keagungan dan pemimpin-pemimpin
bangsa di masa mendatang. Sebab itu, biasakanlah sejak sekarang menjadi orang
yang berkemauan keras, jangan mempedulikan rintangan-rintangan yang
menghalangimu dalam mencapai cita-cita. Berkemauan keras itu merupakan pangkal
akhlak terpuji. Kemauan keras itu ibarat mata akhlak yang jeli dan merupakan
hatinya yang dapat berpikir.
Berkonsentrasilah
pada kemauan, maka apa yang kalian inginkan mudah tercapai. Ingatlah,
kata-kata:
“Sesungguhnya Allah swt. memiliki
hamba-hamba yang jika mereka mempunyai kemauan, maka Allah
mengabulkannya.”[]