Bab 1 Mengenal Asal-Usul Nabi Muhammad dan Bangsa Arab

Bab 1 Mengenal Asal-Usul Nabi Muhammad dan Bangsa Arab Terbentangnya Mata Rantai Kenabian dari Adam Alaihis Salam hingga Muhammad Shallalahu 'alaihi

Bab 1 Mengenal Asal-Usul Nabi Muhammad dan Bangsa Arab

Nama kitab: Terjemah Sirah Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam
Judul lengkap: Al-Sirah al-Nabawiyah li Ibn Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام)
Penulis: Ibnu Hisyam (عبد الملك بن هشام أو ابن هشام)
Nama lengkap: Abu Muhammad 'Abd al-Malik bin Hisham ibn Ayyub al-Himyari al-Mu'afiri al-Baṣri ( أبو محمد عبد الملك ابن هشام بن أيوب الحميري)
Lahir: Basrah, Iraq
Wafat: 7 Mei 833  M / 218 H, Fustat, Mesir
Penerjemah:
Era: Zaman keemasan Islam, Islamic golden age; (khilafah Abbasiyah)
Bidang studi: Sejarah Nabi Muhammad, sirah Rasulullah

Daftar Isi

  1. Bab 1 Mengenal Asal-Usul Nabi Muhammad dan Bangsa Arab;
    1. Terbentanqnya Mata Rantai Kenabian dari Adam Alaihis Salam hinqqa Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam  
  2. Bab 2 Ranqkaian Peristiwa yang Terjadi Sebelum Lahirnya Nabi Muhammad Shallallahu  Alaihi wa Sallam; 
    1. Awal Terbentanqnya Kenabian di Tanah Arab  
    2. Rabi'ah bin Nashr Raja Yaman dan Kisah Syiq dan Sathih Si Dukun  
    3. Penguasaan Abu Karib Tubban As'ad Atas Keraiaan Yaman dan Ekspedisinya ke Madinah..
    4. Pemerintahan Hassan bin Tubban dan Pembunuhan Saudaranya Amr Atasnya
    5. Lakhni'ah Dzi Syanatir Mencaplok Keraian Yaman
    6. Kekuasaan Dzu Nuwas
    7. Awal Kemunculan Agama Kristen di Najran
    8. Abdullah bin Tsamir dan Peristiwa Ashabul Ukhdud
    9. Daus Dzu Tsa'laban dan Awal Pemerintahan Habasyah serta Hayat yang Menguasai Yaman
    10. Abrahah Menguasai Yaman dan Terbunuhnya Aryath
    11. Peristiwa Gaiah dan Pembangunan Gereia
    12. Kepergian Sayf bin Dzu Yazan dan Pemerintahan Wihraz di Yaman
    13. Akhir Pemerintahan Orang Persia di Yaman
    14. Kisah Keraiaan al-Hadhar
    15. Anak Nizar bin Ma'ad
    16. Amr bin Luhay dan Berhala-berhala Arab
    17. Al-Bahirah, As-Saibah, Al-Washilah dan Al-Hami
    18. Laniutan Bahasan Tentanq Nasab
    19. Tentanq Samah bin Luay
    20. Auf bin Luay dan Miqrasinya
    21. Tentanq Basal
    22. Anak-Anak Abdul Mutthalib bin Hasyim
    23. Isyarat Penqqalian Sumur Zamzam
    24. Oranq-oranq Jurhum dan Penimbunan Sumur Zamzam
    25. Oranq Kinanah dan Khuza'ah Menquasai Baitullah dan Terusirnya Oranq Jurhum
    26. Tindakan Keiam Oranq-Oranq Khuza'ah Saat Menqurusi Baitullah
    27. Pernikahan Qushay Bin Kilab denqan Hubba binti Halul
    28. Al-Ghauts bin Murr Meniadi Pelayan Jamaah Ha
    29. Adwan dan Upacara Keberanqkatan di Muzdalifah
    30. Amir bin Zharb bin Amr bin 'lyadz bin Yasykur bin Adwan
    31. Qushay Menqusai Mekkah, Penyatuan Quraisy dan Dukunqan Qudha'ah
    32. Konflik Internal Antara Oranq-oranq Quraisy Setelah Meninqqalnya Qushay bin Kilab
    33. Hilf (Konfederasi) al-Fudhul
    34. Penqqalian dan Silanq Senqketa tentanq Sumur Zamzam
    35. Sumur-sumur Kabilah Quraisy di Mekkah.
    36. Nazar Abdul Mutthalib untuk Menyembelih Salah Seoranq Anaknya
    37. Wanita yang Menawarkan Diri Untuk Dinikahi Abdullah
    38. Apa yang Dikatakan Tentanq Aminah Saat Menqandunq Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam 
  3. Kembali ke: Terjemah Sirah Ibnu Hisyam

Bab 1 Mengenal Asal-Usul Nabi Muhammad dan Bangsa Arab

Terbentangnya Mata Rantai Kenabian dari Adam Alaihis Salam hingga Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam
 
Ibu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam An-Nahwi (Ibnu Hisyam) berkata: Ini adalah buku sirah (biografi) Rasulullah Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam.

Ibnu Hisyam berkata: Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Adapun nama asli dari Abdul Muthalib adalah Syaibah bin Hasyim. Nama asli Hasyim adalah 'Amr bin Abdu Manaf. Nama Abdu Manaf adalah Al-Mughirah bin Qushay. Sedangkan nama Qushay adalah Zayd bin Kilab bin Murrah bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malin bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah. Sedangkan nama asli Mudrikah adalah Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin Udd disebutkan pula nama Udd adalah Udad bin Muqawwim bin Nahura bin Nayrah bin Ya'rub bin Yasyhub bin Nabit bin Ismail bin Ibrahim -Khalilul Rahman- bin Tarih yang tak lain adalah Azar bin Nahura bin Sarugha bin Falakh bin Aybar bin Syalakh bin Irfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamka bin Mutawasylikha bin Akhnukha -dia adalah Nabi Idris sebagaimana perkiraan mereka- Wallahu a'lam. Dia adalah orang pertama yang mendapat karunia kenabian, orang pertama yang menulis dengan pena -bin Yarid bin Muhlayili bin Qaynan bin Yanisya bin Syiyts bin Adam.

Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdu- lah al-Bakkai telah meriwayatkan dari Muhammad bin Ishaq al-Muthalibi uraian nasab Rasulullah Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam hingga Adam 'Alaihis salam sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Ter¬masuk uraian tentang Idris dan lainnya.

Ibnu Hisyam berkata: Khallad bin Qurah bin Khalid As-Sadusi telah meriwayatkan kepada saya dari Syaiban bin Zuhair bin Syaqiq bin Tsaur bin Qatadah bin Du'amah bahwa sesungguhnya dia berkata:

Ismail adalah anak Ibrahim Khalilur Rahman bin Tarih yang tak lain adalah Azar bin Nahura bin Asragha bin Arghuwa bin Falakh bin Abir bin Syalakh bin Irfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamka bin Matusyalakh bin Akhnukha bin Yarid bin Mihlaila bin Qayina bin Yanisya bin Syiyts bin Adam.

Ibnu Hisyam berkata: Saya Insya Allah akan memulai buku ini dengan menyebutkan Ismail bin Ibrahim dan anak-anak keturunannya yang darinya lahir Rasulullah Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam secara berurutan dari Ismail hingga Rasulullah Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam dan apa yang menjadi pembicaraan di kalangan mereka dengan meninggalkan pembahasan tentang anak-anak Ismail yang lain dengan tujuan untuk mempersingkat pembahasan ini. Kemudian dilanjutkan dengan menyebutkan sirah (biografi) Rasulullah Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam dengan meninggalkan sebagian apa yang telah disebutkan oleh Ibnu Ishaq di mana Rasulullah tidak pernah mengatakannya dan tidak pula diturunkan dalam Al-Quran, juga tidak relevansinya dengan buku ini, tidak juga ada penafsiran tentangnya, tidak pula kesaksian penguat dalam masalah ini, karenanya saya sebutkan dengan ringkas. Saya meninggalkan syair-syair yang dia sebutkan yang tidak pernah-menurutku- ada dari kalangan orang-orang berilmu yang mengetahuinya dan sebagian lainnya berisikan prasangka buruk pada sebagian manusia. Sebagian lainnya tidak diriwayatkan oleh al-Bakkai kepada kami melalui riwayatnya. Insya Allah saya akan mengutarakan secara lengkap hal-hal lain yang dapat dipercaya darinya dan diketahui.

Ibnu Ishaq berkata: Ziyad bin Abdullah al-Bikkai berkata: meriwayatkan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq al-Muththalabi dia berkata: Ismail bin Ibrahim 'Alaihis salam memiliki dua belas anak lelaki: Nabata, adalah anak sulungnya, Qaydzar, Adzbul, Mubisy, Misma, Masyi, Dimma, Adzar, Thaima, Yathur, Nabisya, Qaydzuma. Ibu mereka adalah Ra'lah binti Mudhadh bin Amr al-Jurhumi. Ibnu Ishaq berkata: Jurhum adalah anak dari Yaqthan bin 'Aybar bin Syalakh. Yaqthan adalah Qahthan bin Aybar bin Syalakh. Ibnu Ishaq berkata: Umur Ismail —sebagaimana disebutkan di tengah mereka adalah seratus tiga puluh tahun—. Dia meninggal di usia ini, lalu dimakamkan. Semoga rahmat Allah dan berkahnya senantiasa berlimpah padanya. Dia dimakamkan di Hijr bersama dengan ibunda tercintanya Hajar. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya atas mereka.

Ibnu Hisyam berkata: Orang-orang berkata Hajar dan Aajar, mereka mengganti huruf haa dengan alif sebagaimana mereka mengatakan: Haraaqu al-maai menjadi araaqu al-maai sedangkan Hajar sendiri berasal dari Mesir.

Ibnu Hisyam berkata bahwa Abdullah bin Wahhab telah meriwayatkan kepada kami dari Abdullah bin Lahi'ah dari Umar mantan budak Ghufrah bahwa Rasulullah Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam bersabda:

"Takutlah kalian kepada Allah tampakkan kebaikan kalian pada ahli dzimmah, orang- orang yang yang berada sebuah negeri, hitam, berambut keriting karena mereka memiliki nenek moyang terhormat dan ikatan pernikahan (dengan kita)."1

(1. Diriwayatkan oleh Zubair bin Bakkar dalam “Al-Muntakhab di Azwaj An-Naby” dengan Sand mural dan dalam sanadnya ada Umar mantan budak Ghufrah, sedangkan dia adalah dhaif/lemah)

Umar mantan budak Ghufrah berkata nasab mereka adalah bahwa Ibu Ismail adalah ibu orang- orang Arab (Hajar), berasal dari sebuah desa yang ada di depan Farama di Mesir. Sedangkan ibu Ibrahim. Mariyah isteri Nabi Shallalahu alaihi wa Alihi w a Sallam yang merupakan hadiah dari Muqawqis ber-asal dari Hafn di kaawasan Ashita.

Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab al-Zuhri mengatakan bahwa Abdur Rahman bin Abdullah bin Ka'ab bin Malik al-Anshari, kemudian menjadi As- Sulami telah meriwayatkan kepa-danya bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam bersabda:

"Jika kalian menaklukkan Mesir maka berlaku baiklah pada penduduknya karena mereka memiliki perlindungan dari kita dan mereka memiliki hubungan kekerabatan."2

(2. HR. Riwayat Muslim dengan Sand tersambung pada hadis no. 2543 hadits Abu Dzar)

Maka aku katakan kepada Muhammad bin Muslim al-Zuhri: Apa maksud rahm (ke-kerabatan) bagi mereka yang disebutkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam? Maka diapun berkata: Hajar ibunda Ismail berasal dari mereka.
 
Ibnu Hisyam berkata: Dengan demikian orang-orang Arab secara keseluruhan adalah anak- anak Ismail dan Qahthan. Sebagian orang Yaman mengatakan bahwa Qahthan adalah anak keturunan Ismail dan mereka mengatakan bahwa Ismail adalah Bapak seluruh orang Arab.

Ibnu Ishaq berkata: Aad bin Aush bin Iram bin Sam bin Nuh dan Tsamud dan Judais dua anak Abir bin Iram bin Sam bin Nuh, Thasm, Imlaq, Umaim adalah anak keturunan Laawidz bin Sam bin Nuh keseluruhannya adalah orang-orang Arab.

Nabit bin Ismail mempunyai anak ber-nama Yasyjub bin Nabit, Yasyjub mempu-nyai anak Ya'rab bin Yaysjub, Ya'rab memi-liki anak Tabrah bin Ya'rab, Tabrah memiliki anak Nahura bin Tabrah, Nahura punya anak Muqawwim bin Nahura, Muqawwim punya anak Adad bin Muqawwim, dari Adad lahir Adnan bin Udad.

Ibnu Hisyam berkata: Disebutkan pula bahwa ayah Adnan adalah Udd. Dari Adnan inilah berpecahlah keturunannya ke dalam berbagai kabilah dari anak-anak keturunan Ismail bin Ibrahm 'Alaihis salam. Adnan memiliki dua anak yang bernama Ma'ad bin Adnan dan Akk bin Adnan.

Ibnu Hisyam menyebutkan: Akk menetap di negeri Yaman karena dia beristerikan seorang wanita dari Bani Asy'ariyun. Dia tinggal di sana maka jadilah dia sebuah negeri dengan satu bahasa. Asy'ariyyun adalah keturunan Asy'ar bin Nabt bin Udad bin Zayd bin Humaisi' bin Amr bin Arib bin Yasyjub bin Zayd bin Kahlan bin Saba' bin Yasyjub bin Ya rub bin Qahthan. Ada juga yang menyebutkan bahwa Asy'ar adalah Nabt bin Udad. Ada juga yang menyebutkan bahwa Asy'ar adalah anak dari Malik sementara Malik adalah Malik Madhij bin Udad bin Zayd bin Humaisi'. Disebutkan pula bahwa Asy'ar adalah anak dari Saba bin Yasyjub.

Abu Muhriz Khalaf al-Ahmar dan Abu Ubaidah mengutip sebuah sajak milik Abbas bin Mirdas salah seorang keturunan Bani Sulaim bin Manshur bin Ikrimah bin Hafshah bin Qays bin Aylan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan menyanjung Akk:

“Akk bin Adnan yang bergelarkan Ghassan Hingga mereka diusir dengan sempurna”

Syair di atas adalah kutipan dari syairnya yang panjang.

Ghassan adalah nama bendungan air di Ma'rib di Yaman yang merupakan tempat minum bagi anak-anak Mazin bin al-Asad bin al-Ghawts, maka mereka dinamakan dengan nama ini. Ada pula disebutkan bahwa dia adalah sumber air yang berada dekat Juhfah di mana mereka minum dari air itu yang kemudian kabilah-kabilah dari anak Mazin bin al-Asad al-Ghawts bin Nabt bin Malik bin Zayd bin Kahlan bin Saba' bin Yasyjub bin Ya'rub bin Qahthan dinamakan dengan nama ini.

Hassan bin Tsabit al-Anshar: Dan orang- orang Anshar adalah Bani Aus dan Khazraj yang merupakan anak Haritsah bin Tsa'labah bin 'Amr bin Amir bin Haritsah bin Imruul Qays bin Tsa'labah bin Mazin bin al-Asad bin al-Ghawts:

“Jika kau bertanya maka sesungguhnya kami keturunan orang terhormat Al-Asad nasab kami dan Ghassan mata airnya”

Ini adalah bait syair Hassan bin Tsabit. Orang-orang Yaman berkata: Sebagian Akk, yakni
 
mereka yang tinggal di Khurasan di antaranya adalah Akk bin Adnan bin Abdul-lah bin al- Asad bin al-Ghawts. Disebutkan juga bahwa Adnan bernama Udtsan bin Abdullah bin al-Asad bin al-Ghawts.

Ibnu Ishaq berkata: Ma'ad bin Adnan mempunyai empat orang anak: Nizar bin Ma'ad, Qudha'ah bin Ma'ad, dia adalah adalah anak sulungnya yang dengannya Ma'ad dipanggil (Abu Qudha'ah) sebagaimana yang mereka perkirakan, kemudian Qunush bin Ma'ad dan Iyad bin Ma'ad. Adapun Qudha'ah dia pergi ke Yaman pada Himyar bin Saba'. Nama Saba' sendiri adalah Abdus Syams. Dia disebut dengan Saba' karena dia adalah orang Arab pertama yang menawan musuh. Saba' adalah anak dari Yasyjub bin Ya'rub bin Qahthan.

Ibnu Hisyam berkata: Orang-orang Ya-man berkata bahwa Qudha'ah adalah anak Malik bin Himyar. Amr bin Murrah al-Juhani-Juhainah adalah anak laki-laki Zayd bin Layts bin Saud bin Aslam bin al-Haaf bin Qudha'ah berkata:

“Kami adalah anak-anak pemuka yang dihormati Qudha'ah bin Malik bin Himyar
Nasab yang sangat dikenal tak mungkin diingkari Terukir di batu prasasti di bawah mimbar”

Ibnu Ishaq berkata: Menurut genealogis Ma'ad, tidak ada dari keturunan Ma'ad yang tersisa di antara mereka ada al-Nu'man bin al-Mundzir raja Himyar.

Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Abdullah bin Syihad al-Zuhri mengatakan pada saya bahwa al-Nu'man bin al-Mundzir adalah salah seorang keturunan Qunush bin Ma'ad. Ibnu Hisyam berkata: Disebutkan namanya adalah Qanash.

Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah bin al-Mughirah bin al-Akhnas meriwayatkan kepada saya dari Syaikh kalangan Anshar dari Bani Zuraiq bahwa sesungguhnya dia berkata padanya: Sesungguhnya Umar bin Khattab tatkala diberikan padanya pedang al-Nu'man bin al-Mundzir; dia memanggil Jubair bin Muth'im bin Ady bin Naufal bin Abdi Manaf bin Qushay—Jubair adalah salah seorang ge-neologist Quraiys bahkan masa orang Arab secara keseluruhan. Dia pernah mengatakan: Sesungguhnya saya mempelajari nasab dari Abu ash-Shiddiq dan Abu Bakar ash-Shiddiq adalah orang yang paling ahli tentang nasab orang-orang Arab. Umar memberikan pedang tersebut pada Jubair serta berkata: Dari keturunan siapakah al-Nu'man bin al-Mundzir? Maka dia berkata: Dia adalah salah seorang yang tersisa dari kabilah Qunush bin Ma'ad.

Ibnu Ishaq berkata: Adapun seluruh orang Arab mereka beranggapan bahwa dia adalah seorang yang berasal dari Lakhm keturunan Rabi'ah bin Nashr. Wallahu a'lam.
Ibnu Hisyam berkata: Lakhm bin Ady bin al-Harits bin Murrah bin Udad bin Zayd bin Humaysi' bin Amr bin 'Arib bin Yasyjub bin Zayd bin Kuhlan bin Saba'. Ada juga yang menyebutkan dia adalah Lakhm bin Ady bin Amr bin Saba'. Juga disebutkan dia adalah Rabi'ah bin Nashr bin Abi Haritsah bin Amr bin Amir. Dia tetap tinggal di Yaman setelah migrasinya Amr bin Amir dari Yaman.
 
BAB 2 Rangkaian Peristiwa yang Terjadi Sebelum Lahirnya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam;

Awal Terbentangnya Kenabian di Tanah Arab

Sejarah besar ini kami awali dengan migrasinya 'Amr bin Amir keluar dari negeri Yaman. Sebagaimana yang dituturkan Abu Yazid Al-Anshari kepada saya adalah bahwa dia melihat tikus besar membuat lubang di bendungan Ma'rib di mana mereka biasanya menyimpan air lalu mereka alirkan sesuai dengan apa yang mereka kehendaki dari tanah yang mereka miliki. Dia pun sangat memahami bahwa bendungan tidak akan lestari dalam kondisi tersebut. Sehingga dia bertekad untuk segera pergi dari Yaman. Maka dia pun bergerak cepat mengecoh kaumnya. Kemudian setelah itu ia menasihati pada anak bungsunya agar jika dia berlaku keras padanya dan menamparnya maka hendaknya dia melawannya dan menampar balik dirinya. Maka anaknya itu melakukan apa yang dia perintahkan. Maka 'Amr berkata di tengah-tengah kaumnya: "Aku tidak akan diam di sebuah negeri di mana anak bungsuku telah menampar wajahku." Kemudian Amr menawarkan harta yang dimilikinya untuk dijual. Maka orang-orang terhormat dan kaya orang Yaman berkata: "Gunakan ke- sempatan marahnya
Amr!" Maka mereka pun membeli harta milik Amr.

Bersama dengan anak dan cucunya dia pindah. Maka orang-orang Azd berkata: Kami tidak akan diam di sini tanpa Amr! Dan mereka pun menjual barang-barangnya dan pergi keluar bersamanya hingga akhirnya dia singgah di negeri Akk setelah melintas beberapa tempat dengan tujuan untuk mendapatkan tempat tinggal.

Namun kabilah Akk memerangi mereka dan terjadilah kalah menang antara keduanya dalam peperangan yang berlangsung. Dalam hal inilah Abbas bin Mirdas mengatakannya -dalam syair- yang telah kami tulis sebelum ini.

Kemudian Amir dan rombongannya pergi meninggalkan kabilah Akk dengan terpencar- pencar di berbagai negeri. Keluarga Jafnah bin Amr bin Amr menetap di Syam, Al-Aws dan Khazraj menetap di Yatsrib (Madinah), Khuza'ah menetap Marra, Azd menetap di As-Sarah, sementara Azd Amman menetap di Oman.

Setelah itu Allah mengirimkan banjir bandang ke bendungan itu dan menghancurkannya. Dalam hal ini Allah Yang Maha tinggi telah mengabarkan pada Nabi-Nya dalam Al- Quran:
 
Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan):


"Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun." Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon- pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS. Saba': 15-16)

Yang dimaksud dengan kata al-'arimi da- lam ayat di atas adalah bendungan, kata tung- galnya adalah 'arimah, sebagaimana yang di- tuturkan oleh Abu Ubaidah kepada saya. Dia berkata Al- A'sya adalah anak keturunan Qays bin Tsa'labah bin 'Ukabah bin Sha'b bin Ali bin Bakr bin Wail bin Hinbi bin Aqsha bin Afdha bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad.

Ibnu Hisyam berkata: Disebutkan bahwa Afsha bin Du'mi bin Jadilah. Sedangkan Asya adalah Maimun bin Qays bin Jandal bin Syarahbil bin Auf bin Sa'ad bin Dhubai'ah bin Qays bin Tsa'labah menulis bait syair berikut:

Pada yang demikian ada teladan bagi yang mau meneladani
Banjir bandang telah menghancurkan Ma'rib Yang dibangun orang-orang Himyar Agar kokoh saat banjir datang menerjang
Yang menyiangi tanaman dan anggur-anggurnya Di tempat luas tatkala mereka membagi hasilnya Kini mereka mereka tak berdaya
Tuk hanya memberikan minum pada anak- anak yang baru disapih

Ini adalah bait syair yang pernah dia tulis kan.

Sementara itu Umayyah bin Abi Shalt al-Tsaqafi —nama Tsaqif adalah Qasy bin Munabbih bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashfah bin Qais bin Aylan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan— dia menulis:

Dari Saba' orang-orang tinggal di Ma'rib
Mereka membangun bendungan untuk mela- wan banjir yang ganas
Ini adalah syair Umayyah bin Shalt. Na-mun ada pula yang mengatakan bahwa syair di atas adalah karya milik An-Nabighah al-Ja'di yang namanya adalah Qays bin Abdul-lah salah seorang anak keturunan Ja'dah bin Ka’ab bin ‘Amir bin Sha’sha’ah bin Mu'awiyah bin Bakr bin Hawazin. Masalah ini adalah masalah yang panjang yang saya cukupkan sampai di sini saja untuk memper- singkat bahasan sesuai dengan alasan yang saya pernah kemukakan.

Rabi'ah bin Nashr Raja Yaman dan Kisah Syiq dan Sathih Si Dukun
Ibnu Ishaq berkata: Rabi'ah bin Nashr bin Malik merupakan salah seorang di antara raja-raja
 
Tubba' (Tababi'ah). Suatu saat dia bermimpi sesuatu yang sangat menakutkan dan mengganggu pikirannya. Maka segera dia memang gil semua dukun, tukang sihir, peramal nasib ahli nujum yang ada di wilayah kerajaannya untuk datang ke istananya. Setelah mereka berkumpul maka dia pun berkata: "Aku bermimpi satu hal yang sangat menakutkan dan membuatku gundah. Maka beritahukanlah padaku apa takwil mimpi itu!" Mereka berkata.- "Kisahkanlah kepada kami maka kami akan memberitahukan padamu takwilnya!" Maka Rabi'ah berkata: "Jika aku beritahukan pada kalian, maka aku tidak akan puas dengan takwil kalian. Karena sesungguhnya ada yang tahu takwilnya kecuali orang yang tahu tentang takwil itu sebelum aku beritahukan mimpi itu padanya."

Maka salah seorang di antara mereka berkata: Jika raja mengingin hal itu maka hendaknya raja mengutus seseorang untuk memanggil Sathih dan Syiq karena sesungguhnya tidak seorang pun yang lebih mumpuni ilmunya daripada keduanya. Keduanya akan memberitahukan padamu tentang apa yang engkau tanyakan.

Adapun nama Sathih adalah Rabi' bin Rabi'ah bin Mas'ud bin Mazin bin Dzi'b bin 'Adi bin Mazin Ghassan. Sementara Syiq adalah anak dari Sha’b bin Yasykuri bin Ruhm bin Afraka bin Qasr, bin ‘Abqara, bin Anmar bin Nizar, Anmar adalah bapak dari Bajilah dan Khasy’am.
Maka dia pun mengutus utusannya untuk menghadap padanya. Sathih datang lebih awal daripada Syiq. Maka Rabi'ah berkata padanya: "Sesungguhnya aku bermimpi sesuatu yang sangat mengguncang jiwaku dan menggundahkan pikiranku. Maka beritahukanlah padaku, karena sesungguhnya jika benar maka takwilnya juga akan benar!" Sathih berkata: "Aku akan lakukan! Kau bermimpi melihat api, yang muncul dari laut nan gulita, lalu singgah di tanah datar dan memakan semua yang yang ada di sana."

Raja berkata: "Apa yang kau katakan tidak ada yang salah sedikit pun, wahai Sathih! Lalu bagaimana takwilnya?"

Sathih berkata: "Aku bersumpah dengan ular di antara dua tanah datar. Orang-orang Habasya (Ethiopia) akan menginjak kaki- nya di tanah kalian. Mereka akan menguasai antara Abyan hingga Jurasy."

Maka sang raja berkata: "Demi ayahmu wahai Sathih! Sesungguhnya hal ini adalah sesuatu yang sangat kami benci dan sangat menyakitkan. Apakah itu akan terjadi di zamanku atau masa setelah ku?"

Sathih menjawab: "Tidak! Dia akan terjadi setelah masa kekuasaanmu, lebih dari enam puluh atau tujuh puluh tahun berlalu."

"Apakah kerajaan mereka akan berlangsung terus menerus atau putus?"

Sathih berkata: "Tidak! dia akan terputus selama tujuh puluh tahun lebih, kemudian mereka dibunuh dan mereka diusir darinya sambil melarikan diri."

Raja berkata: "Siapa yang berhasil membunuh dan mengusir keluar mereka?"

Bathih berkata: Urang yang melakukannya adalah Iram bin Dzi Yazan yang keluar menyerang mereka dari Aden dan mereka tidak membiarkan satu orang Habasyipun tersisa di Yaman."
 
Raja menyambung: "Apakah kekuasaan mereka juga akan berlangsung tanpa terputus?" Sathih menjawab: "Terputus!"
Raja berkata: "Siapa yang memutusnya?"

Sathih menjawab: "Seorang Nabi Suci yang menerima wahyu dari Dzat Yang Mahatinggi." Raja bertanya: "Dari keturunan siapakah Nabi itu?"
Sathih berkata: "Seorang lelaki dari keturunan Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadhr kekuasaannya akan berada pada kaumnya hingga akhir zaman."

Sathih menjawab: "Apakah zaman itu ada akhirnya?"

Sathih menjawab: "Ya. Di hari di mana orang-orang terdahulu dan yang belakangan dikumpulkan. Di mana orang-orang yang berbuat baik akan bahagia dan orang-orang yang berbuat jahat akan sengsara!"
Raja berkata: "Apakah yang engkau katakan itu benar adanya?"

Sathih berkata: "Ya. Demi Syafaq (cahaya merah di waktu senja), dan demi malam yang gelap gulita dan demi fajar saat merekah. Se- sungguhnya apa yang aku beritahukan kepadamu itu benar adanya."

Setelah itu datanglah Syiq. Rajapun mengatakan sebagaimana yang dia katakan kepada Sathih dan dia rahasiakan apa yang telah dikatakan oleh Sathih untuk melihat apakah yang dia katakan mirip dengan apa yang dikatakan Sathih atau malah bertentangan.

Maka Syiq pun menjawab: "Benar. Anda bermimpi melihat api, yang muncul dari laut nan gulita, lalu jatuh di antara taman dan dia menelannya semua yang ada di sana."

Tatkala dia mengatakan itu dan dia sadar bahwa apa yang dikatakan keduanya sama dan ucapan mereka sama hanya saja Sathih mengatakan jatuh di tanah datar dan memakan semua yang ada dan Syiq mengatakan jatuh di taman dan memakan semua yang ada, maka raja itu berkata padanya: "Kau sama sekali tidak salah wahai Syiq! Lalu apa tafsirnya menurutmu?"

Syiq berkata: "Aku bersama dengan manusia yang ada di antara dua tanah datar! Orang- orang hitam akan menginjakkan kaki mereka di tanah kalian, dan mereka akan melepaskan anak-anak dari perhatian kalian. Mereka akan berkuasa dari Abyan hingga Najran."

Raja berkata: "Demi ayahmu wahai Syiq. Sesungguhnya kabar ini membuat kami marah dan sungguh sangat menyakitkan! Kapan itu akan terjadi? Apakah itu akan terjadi di zaman saya atau setelah zaman saya?"

Syiq menjawab: "Tidak. Bukan pada zamanmu. Ini akan terjadi beberapa tahun setelah zamanmu. Lalu akan datang seseorang yang agung akan menyelamatkan kalian dan memberi pelajaran keras atas mereka."

Raja bertanya: "Siapa yang kau maksud dengan orang yang agung itu?"
 
Syiq menjawab: "Seorang lelaki yang tidak hina, tidak pula menghinakan. Dia ke-luar pada mereka dari rumah Dzi Bazan dan dia tidak membiarkan seorangpun dari antara mereka di Yaman."

Raja berkata: "Apakah kekuasaannya akan abadi?"

Dia menjawab: Tidak, dia akan terputus dengan datangnya seorang nabi yang diutus yang datang dengan keadilan dan kebenaran di antara orang-orang beragama dan orang- orang yang memiliki keutamaan. Kerajaan akan berada di tangan kaumnya hingga hari pembalasan (kiamat)?"

Raja menukas: "Apakah hari pembalasan itu?"

Syiq menjawab: "Hari di mana para pemimpin mendapatkan balasan dan dipanggil dengan panggilan-panggilan dari langit yang didengar oleh makhluk hidup dan yang telah mati. Manusia saat itu dikumpulkan di satu tempat yang telah ditetapkan di mana orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan ke- menangan dan kebaikan."

Rabi'ah berkata: "Apakah yang engkau katakan itu benar adanya?"

Syiq menjawab: "Ya, demi Tuhan langit dan bumi dan pengangkatan dan perendahan yang ada di antara keduanya. Sesungguhnya apa yang katakan ada benar adanya dan tidak ada keraguan di dalamnya."

Ibnu Hisyam berkata: Amdh dalam bahasa Himyar berarti syak ragu. Abu Amr berkata: amdh artinya batil.

Apa yang dikatakan oleh dua orang tersebut begitu membekas di hati Rabi'ah bin Nashr. Maka dia segera mempersiapkan anak- anaknya dan kaum kerabatnya untuk berangkat ke Irak demi kemaslahatan mereka dengan mengirim surat kepada raja Persia yang bernama Sabur bin Khurrazadz, dan mereka ditempatkan di Hirah.

Di antara anak-anak Rabi’ah bin Nashr yang tersisa adalah Nu'man bin Mundzir, dia bernasab Yaman. Nasab mereka adalah sebagai berikut: Nu'man bin Mundzir bin Nu'man bin Mundzir bin Amr bin Adi bin Rabi'ah bin Nashr, sang raja tadi.

Ibnu Hisyam berkata: Nu'man adalah anak dari Mundzir bin Mundzir, sebagaimana berita yang sampai pada saya dari Khalaf al- Ahmar.

Penguasaan Abu Karib Tubban As'ad Atas Kerajaan Yaman dan Ekspedisinya ke Madinah
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rabi'ah bin Nashr meninggal dunia seluruh kerajaan Yaman kembali ke pangkuan Hassan bin Tubban As'ad Abu Karib. Tubban adalah raja terakhir dari Tubba'. Dia adalah. Dia adalah Hassan bin Tubban bin As'ad, bin Abi Karib bin Kuly bin Zaid —Zaid adalah Tubba pertama—bin Amr Dzul Adz'ar bin Abrahah Dzil Manar bin al-Risy. Ibnu Hisyam berkata bahwa namanya adalah Ar-Raisy.
 
Ibnu Ishaq berkata: Bin Ady bin Shaify bin Saba' al-Ashghar bin Ka'ab —Kahf al- Zhulm— bin Zayd bin Sahl bin Amr bin Qais bin Mu'awiyah bin Jusyam bin Wail bin al- Ghawts bin Qathan bin Arib bin Zuhair bin Ayman bin al-Humaysi' al-Aranjaj—Himyar bin Saba' al-Akbar bin Ya'rub bin Yasyjub bin Qahthan.

Ibnu Hisyam berkata: Yasyjub bin Ya'rub bin Qahthan.

Ibnu Ishaq berkata: Tubban bin As'ad Abu Karib inilah orang yang datang ke Madinah dan membawa lari dua orang rabbi Yahudi ke Yaman. Dia pulalah yang memakmurkan Inilah yang disebutkan dalam sebuah syair tentang dirinya:

Andai ku memiliki keberuntungan nasib lak- sana Abu Karib Kebaikannya menutup kejehatannya

Ibnu Ishaq berkata: Tatkala dia datang dari Timur melintasi Madinah dia tidak melakukan kekerasan pada penduduknya di awal perjalanannya. Namun demikian dia meninggalkan salah seorang anaknya di sana yang ternyata kemudian dibunuh oleh penduduk Madinah dengan keji. Maka datang kembali dengan tujuan utama untuk memporak-porandakan Madinah dan membasmi habis penduduknya, menebang pohon-pohon kurma. Maka kabilah al-Anshar pun berkumpul di bawah kepemimpinan 'Amr bin Thalia saudara dari Bani Najjar dan salah seorang dari Bani Amr bin Mabdzul. Nama asli Mabdzul adalah Amir bin Malik bin Najjar. Sedangkan nama asli Najjar adalah Taymullah bin Tsa'kabah bin Amr bin Khazraj bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir.

Ibnu Hisyam berkata: 'Amr bin Thallah ialah 'Amr bin bin Mu'awiyah bin Amr bin Malik bin bin Najjar, sedangkan Thallah adalah ibunya. Thallah ada anak perempuan 'Amir bin Zuraiq bin Abdi Harits bin Malik bin Ghadhb bin Jusyam bin Khazraj.

Ibnu Ishaq berkata: Ada seorang lelaki dari Bani Adi yang bernama Ahmar melakukan tindakan melampaui batas kepada seorang lelaki dari sahabat-sahabat Tubba tatkala mereka berdiam di tempat itu. Dia pun dibunuh. Sebabnya adalah karena dia didapatkan pada tandan kurma dan memotongnya, Anhar menusuknya dengan sabitnya dan membuatnya meninggal seketika itu juga. Dan dia berkata: "Sesungguhnya kurma itu milik orang yang mengolahnya." Peristiwa ini semakin membuat Tubba semakin geram pada mereka sehingga kemudian menimbulkan peperangan. Orang-orang Anshar menekankan bahwa mereka akan bertempur melawan Tubba' di siang hari namun di malam hari merreka tetap dijadikan sebagai tamu terhormat. Sikap yang demikian membuat Tubba' mengagumi mereka seraya berkata: "Sesungguhnya bangsa kami adalah bangsa yang terhormat."

Tatkala Tubba sibuk berperang melawan mereka tiba-tiba datanglah dua orang pendeta (rahib) Yahudi Bani Quraizhah menemuinya. Quraizhah dan An-Nadhir dan An-Najjam dan Amr tak lain adalah Hadal yang merupakan anak keturunan Khazraj bin Sharih bin Tauamani bin Sabt bin Al-Yasa' bin Sa'ad bin Lawi bin Khair bin Najjam bin Tanhuma bin Azar bin 'Uzra bin Harun bin Imran bin Yashar bin Qahits bin Lawai bin Ya'qub. Ya'qub adalah Israel bin Ishaq bin Ibrahim Khalilur Rahman, Shallalahu "Alaihim. Dua orang pendeta itu adalah seorang yang sangat mumpuni dalam keilmuannya. Tatkala keduanya mendengar Tubba' akan menghancurkan Madinah dan penduduknya maka keduanya berkata: "Wahai raja! Janganlah engkau lakukan itu. Karena sesungguhnya jika engkau tidak menyukainya dan tetap memaksakan kecuali apa yang engkau kehendaki maka pasti ada yang memberikan perlindungan padanya dan kami khawatir siksaan segera datang menimpamu!"
 
Mendengar ucapan kedua pendeta Yahudi itu Tubba berkata: "Kenapa demikian?"
Keduanya berkata: "Karena Madinah ini akan menjadi tempat hijrah seorang Nabi yang muncul dari tanah haram dari kalangan Quraisy di akhir zaman. Dia akan menjadi negeri tempat tinggalnya."

Mendengar ucapan kedua pendeta ini Tubba' membatalkan rencananya. Dan dia berpendapat bahwa keduanya memiliki ilmu yang luas. Dia sangat kagum terhadap apa yang didengarnya dari keduanya. Maka dia¬pun segera meninggalkan Madinah dan dia¬pun memeluk agama kedua pendeta Yahudi itu.

Khalid bin Abdul Uzza bin Ghaziyah bin Amr bin Abdu Auf bin Gunm bin Malik bin Najjar dengan berucap membanggakan ‘Amr bin Thalhah dalam sebuah syair berikut:

Apakah dia telah bangkit atau dia telah menahan kemaluannya Atau dia telah melepas gairah kenikmatan bio logisnya
Atau ingatkah kau akan masa mudamu Lalu kenangan apakah yang masih melekat dari masa muda dan masa itu Sesungguhnya dia adalah perang yang berkobar
Yang memberikan pengalaman baginya Maka tanyakanlah pada Imran dan Asad Jika dia datang menyongsong musuh bersama dengan tibanya pagi Abu Karib dengan pasukan yang besar
Memakai pakaian dengan bau yang tajam
Mereka berkata: Siapakah yang kita serbu Bani 'Auf ataukah Najjar
Target sasaran kita adalah Bani Najjar, mereka membunuh tentara kita maka kita wajib membalas dendam
Mereka pun berperang dengan menghunus pedang mereka, kilatan mereka laksana awan yang mencurahkan hujan
Di tengah mereka ada Amr bin Thallah, semoga Tuhan memanjangkan umurnya di tengah kaumnya
Peminpin yang mengungguli raja-raja barang siapa yang membidik Amr dia tidak akan punya daya

Orang-orang suku Anshar yang berada di kawasan itu berkeyakinan bahwa kegeraman Tubba' adalah untuk menyerang desa di mana orang-orang Yahudi berada di di antara mereka. Dia hanya menginginkan menghancurkan mereka lalu mereka cegah melakukan pembantaian hingga akhirnya dia pulang. Oleh sebab itulah dia berkata dalam syairnya:

Kegeraman atas dua kabilah yang tinggal di Yatsrib lebih pantas bagi mereka dapatkan siksa hari yang merusak

Ibnu Hisyam berkata: Syair yang ada di bait ini adalah syair yang dibikin-bikin. Karena melarang untuk mengakui keabsahannya.

Ibnu Ishaq berkata: Tubba' dan kaumnya adalah para penyembah berhala, maka dia segera menuju ke Mekkah saat perjalanan pulang menuju Yaman. Tatkala dia berada di antara 'Usfan dan Amaj datanglah sekelompok orang dari keturunan Hudzail bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad.

Mereka berkata padanya: "Wahai raja! Maukah tuan kami tunjukkan pada sebuah baitul maal
 
(kas Negara) yang ditinggalkan raja-raja sebelum ini? Di dalamnya ada ada mutiara, topaz, ruby, emas dan perak?"
Tubba menjawab: "Tentu saja!"

Mereka berkata: "Sebuah rumah di Mekkah yang disembah oleh penduduknya dan mereka melakukan shalat di tempat itu."

Orang-orang Hudzail melakukan ini semua untuk membinasakannya karena mereka tahu bahwa siapa pun yang bermaksud jahat dari raja-raja maka dia pasti celaka. Tatkala dia yakin atas apa yang dikatakan oleh mereka dia mengutus utusannya untuk menemui dua orang pendeta Yahudi dan dia pun menanyakan tentang masalah ini kepada keduanya. Kedua pendeta itu berkata: "Orang-orang itu tidak menginginkan apapun kecuali kehancuran tuan dan pasukan tuan. Saya tidak tahu ada satu rumah pun di dunia yang Allah jadikan untuk diri-Nya selain rumah itu (Baitul- lah). Jika tuan lakukan apa yang mereka katakan tuan dan orang-orang yang bersama tuan akan binasa!"

Tubba' berkata: "Lalu apa yang mesti saya perbuat saat saya datang ke tempat itu?"
Pendeta itu menjawab: "Lakukan apa di- lakukan oleh orang-orang setempat. Tuan melakukan thawaf, mengagungkannya dan menghormatinya. Cukurlah rambut tuan, rendahkan diri hingga tuan keluar darinya."

Tubba berkata: "Kenapa engkau berdua tidak juga mengunjunginya?"

Mereka berkata: "Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya dia adalah rumah leluhur kami Ibrahim, dan sesungguhnya dia adalah sebagaimana yang telah kami beritahukan padamu. Namun ada penghalang antara dia karena mereka memancangkan berhala- berhala di sekitarnya dan aliran darah yang mereka tumpahkan di sana. Mereka adalah najis dan ahli syirik!" Atau sebagaimana keduanya katakan padanya. Maka dia pun mengerti nasehatnya dan kejujuran ucapannya. Dia pun mendekati suku Hudzail kemudian memotong tangan dan kaki mereka, lalu dia beranjak menuju Mekkah. Setibanya di sana dia melakukan thawaf, menyembelih kurban, mencukur rambut, dan tinggal di Mekkah selama enam hari, sebagaimana disebutkan. Dia berkurban binatang untuk manusia memberikan makan penduduknya, memberi mereka minuman dari madu. Dalam tidurnya dia bermimpi menyelubungkan kiswah (kain penutup) Baitul Haram. Maka dia pun menyelubunginya dengan cabang- cabang kurma yang dirangkai. Kemudian dia diperlihatkan mimpi dalam tidurnya untuk menyelubungi Ka'bah itu dengan selubung yang lebih baik, maka dia pun menyelubunginya dengan kain ma'afir (jenis kain asal Yaman), pada mimpinya yang ketika dia melihat dia diperintahkan untuk menutupinya dengan yang lebih bagus lagi. Maka dia pun menyelubunginya dengan mola' dan washail (kain terbaik berasal dari Yaman). Dengan demikian, menurut anggapan mereka, Tubba' adalah orang pertama yang menutupi Ka'bah dengan kain dan mewasiatkan pada gubernurnya untuk melakukan hal yang sama. Dan mewaniti-wanti mereka agar tidak ada darah, tidak pula bangkai, tidak pula ada darah haidh di sana. Kemudian dia membikin pintu dan kunci Ka'bah.

Subai'ah binti Al-Ahabb bin Zabinah bin Jadzimah bin 'Auf bin Nashr bin Mu'awiyah bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikri- mah bin Khafashah bin Qais bin Ghaylan. Dia berada di bawah pemeliharaan Abdu Manaf bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taym bin Murrah bin bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin bin Kinanah mengatakan sebuah syair kepada anaknya yang bernama Khalid yang menggambarkan agungnya kehormatan Mekkah
 
dan dia melarang anaknya untuk melakukan tindakan-tindakan yang di luar batas, tentang kerendahan hati di hadapannya dan apa yang seharusnya dilakukan untuk anaknya. Syair berbunyi sebagai berikut:

Wahai anakku janganlah engkau menganiaya anak kecil dan orang tua di Mekkah Jagalah kehormatannya anakku, jangan tipuan memperdayakanmu
Barang siapa yang berlaku aniaya di Mekkah,dia akan menelan keburukan Wahai anakku, dia akan dipukul mukanya dan kedua tulang pipinya dibakar
Wahai anakku aku telah mengalaminya maka aku dapatkan orang zalim selalu binasa Allah menjadikannya aman walaupun tidak ada istana dibangun di pelatarannya Allah jaga burung-burungnya dan kambing liarpun aman di gunung Tsabir
Tubba' telah datang tuk menyerangnya, tapi malah dia hiasi bangunannya dengan kain dan indah
Tuhanku telah menghinakan kerajaannya se- hingga diapun memenuhi nazarnya Dia berjalan ke sana dengan kaki telanjang dengan membawa dua ribu unta Dia juga menghormatinya penghuninya de¬ngan suguhan daging mahr (unta) Dia suguhkan pada mereka madu nan jernih dan gandum kwalitas tinggi Pasukan gajah mereka dihancurkan dengan kerikil-kerikil yang diturunkan Tuhan telah hancurkan kerajaan mereka nan jauh di sana
Baik yang di Persia ataupun di Khazar Maka dengarkanlah jika ia dituturkan pada kalian dan pahamilah Bagaimana akhir dari semua yang terjadi

Ibnu Hisyam berkata: Kata-kata dihentikan pada qafiyahnya. (sajak) dan tidak di'irab (dijelaskan tata bahasanya; subjek, predikat, objek).

Kemudian dia keluar dari kota Mekkah menuju Yaman bersama dengan pasukannya dan dua pendeta Yahudi. Tatkala dia memasuki Yaman maka dia menyeru kaumnya untuk masuk agama baru yang dia telah memasukinya hingga masalahnya bisa diselesaikan dengan menjadikan api yang ada di Ya-man sebagai hakim.

Ibnu Ishaq berkata: Telah menceritakan pada saya Abu Malik bin Tsa'labah bin Abu Malik Al- Qurazhi, dia berkata saya mende- ngar Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah bin Ubaidillah berkata:

Tatkala Tubba' telah dekat ke negeri Yaman untuk memasukinya maka dia dihadang oleh orang-orang Himyar. Mereka berkata: "Janganlah engkau memasukinya karena engkau telah meninggalkan agama kami." Maka dia pun menyeru mereka untuk memeluk agamanya dengan mengatakan: "Sesungguhnya agamaku itu lebih baik dari agama kalian." Maka mereka pun berkata: "Maka marilah kita selesaikan di depan api!" Dia pun berkata: "Ya!"

Ibnu Ishaq menambahkan: Dalam ke- percayaan orang-orang Yaman, di Yaman terdapat api di mana mereka menyelesaikan perkara yang sedang mereka perselisihkan. Api akan membinasakan orang yang zalim dan membiarkan orang yang dizalimi. Maka kaumnya keluar dengan membawa berhala- berhala mereka dan benda-benda yang biasa mereka jadikan sebagai sesajen. Sedangkan pendeta Yahudi membawa dua mushaf yang digantung di leher mereka. Hingga mereka pun duduk di depan tempat keluarnya api. Maka api pun menyergap mereka. Tatkala api menyerang mereka orang-orang Yaman pun ngeri dan ketakutan. Namun orang-orang yang hadir menyemangatinya dan menyuruh mereka sabar atas serangannya. Mereka pun bersabar hingga api itu pun mengepung mereka dan memakan berhala-berhala itu dan segala benda-benda yang mereka jadikan sebagai sarana ibadah beserta orang-orang yang membawa benda-benda itu dari kaum lelaki Himyar. Sementara itu dua pendeta Yahudi itu
 
keluar dengan membawa mushaf yang te- tap tergantung di lehernya dan dengan dahi mengucurkan keringat. Sejak saat itu orang- orang Himyar menerima agama raja mereka. Maka sejak saat itu pula agama Yahudi mulai memasuki Yaman.

Ibnu Ishaq berkata: Seorang informan lain menuturkan kepada saya bahwa kedua pendeta itu dan orang-orang yang keluar dari penduduk Himyar mengikuti api dan bermaksud untuk menolaknya. Dan mereka berkata: Barang siapa yang menolaknya maka orang itulah yang paling benar. Maka mendekatlah pada api itu beberapa orang lelaki Himyar dengan membawa berhala-berhala mereka untuk menolak api itu, namun api itu malah mendekati mereka sehingga membuat mereka gentar ketakutan dan mereka tidak berhasil menolaknya. Setelah itu kedua pendeta itupun mendekati keduanya seraya membaca Taurat, api itu pun mundur dari keduanya hingga me-reka berdua berhasil mendorongnya ke tempat awal api itu keluar. Maka setelah itu orang- orang Himyar memeluk agama kedua pendeta tersebut. Wallahu a'lam mana yang benar dari kedua kisah di atas.

Ibnu Ishaq berkata: Riam adalah sebuah rumah yang sangat mereka agungkan dan mereka menyembelih hewan korban di sana dan mereka berbicara sesuai dengan petunjuk yang mereka dapatkan di tempat itu. Kedua pendeta itu berkata kepada Tubba: "Sesungguhnya itu adalah setan yang sedang mempermainkan mereka. Maka biarkanlah kami melakukan sesuatu pada rumah ini!"
Tubba berkata: "Terserah kalian berdua mau diapakan rumah Riam itu!"

Maka keduanya mengeluarkan dari rumah ini —sebagaimana banyak dikatakan orang-orang Yaman— satu anjing hitam lalu mereka sembelih kemudian mereka berdua menghancurkan rumah itu. Maka sampai saat ini sisa-sisanya -sebagaimana dikatakan kepada saya—adalah bercak-bercak bekas darah yang tumpah di atasnya.

Pemerintahan Hassan bin Tubban dan Pembunuhan Saudaranya Amr Atasnya
Tatkala anaknya yang bernama Hassan bin Tubban As'ad Abi Karib berkuasa, dia berangkat bersama dengan penduduk Yaman dengan maksud untuk menguasai tanah Arab dan Persia. Tatkala mereka berada di sebagian negeri Irak Ibrahim bin Hisyam berkata: Tempatnya di Bahrain sebagaimana dikatakan kepada saya oleh sebagian ahli ilmu—orang-orang Himyar itu tidak suka untuk melanjutkan perjalanan bersamanya dan mereka mengingatkan untuk kembali lagi ke negeri Yaman dan menemui penduduknya kembali. Maka merekapun berkata kepada saudara Hassan yang bernama 'Amr yang saat itu bersama dengannya. Mereka berkata: "Bunuhlah saudaramu Hassan dan akan mengangkatmu sebagai raja kami dan kau kembali ke negeri kami!" Amr pun merespon ajakan mereka. Lalu mereka sepakat untuk melakukan rencana tersebut kecuali seorang yang bernama Dzu Ru'ain al-Himyari dimana dia melarang Amr untuk melakukan rencana jahat tersebut. Namun Amr tidak menerima nasehatnya. Maka berkatalah Dzu Ru'ain al-Himyari:

Ketahuilah wahai orang yang membeli begadang malam dengan tidur Bahagialah orang yang senantiasa bermalam dengan mata tenang Adapun orang-orang Himyar mereka ingkar dan khianat
Semoga Tuhan mengampuni Dzu Ru'ain

Kemudian dia menuliskannya dia atas secarik kertas dan memberikan stempel lalu dia memberikannya kepada Amr seraya berkata: Simpanlah surat ini dari ku bersamamu! Maka
 
Amr pun melakukan apa yang dia katakan. Kemudian dia membunuh saudaranya Hassan lalu dia pun pulang kembali ke Yaman bersama dengan orang-orang yang bersamanya. Maka berkatalah salah seorang Himyar:

Tak tegalah mata yang melihat orang seperti Hassan terbunuh di negeri-generasi yang lalu Seorangputra makhota membunuhnya karena takut dipenjara
Esok harinya mereka berkata: Labab, labab (tidak apa-apa)
Orang yang mati di antara kalian adalah yang terbaik di antara kita Dan orang yang hidup di antara kita adalah pimpinan kita
Dan kalian semua peminpin kami

Ibnu Ishaq berkata: Ucapannya labab labab dalam bahasa Himyar berarti laa ba'sa (tidak apa- apa). Sedangkan Ibnu Hisyam menyebutkan: Diriwayatkan bahwa bacaannya adalah libab bukan labab.

Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Amr bin Tubban memasuki Yaman maka dia menderita insomania sehingga dia tidak bisa memicingkan matanya sedikitpun. Tatkala penyakit itu demikian memberatkannya maka dia menanyakan pada para dokter, dukun dan tukang ramal apa yang sebenarnya menimpa dirinya. Maka berkatalah seseorang di antara mereka: "Demi Allah sesungguhnya tidaklah ada seseorang yang membunuh saudaranya atau keluarga dekatnya karena benci sebagaimana yang engkau telah lakukan terhadap saudaramu, kecuali dia akan menderita penyakit tidak bisa tidur dan dia akan ditimpa penyakit insomania!"

Tatkala ungkapan itu dikatakan padanya, maka dia pun membunuh semua orang yang menyuruhnya untuk membunuh saudaranya Hassan. Mereka terdiri dari para pemuka dan pembesar Yaman. Hingga suatu saat tiba waktunya giliran Dzu Ru'ain.

Maka berkatalah Dzu Ru'ain padanya: "Sa- ya punya alasan yang meringankan saya!" 'Amr berkata: "Apa itu?"
Dzu Ru'ain menjawab: "Surat yang dulu aku berikan padamu!" Maka dia pun mengeluarkan surat itu ternyata dia dapatkan dua bait syair. Dan dia pun meninggalkan Dzu Ru'ain pergi dan dia berpendapat bahwa orang itu telah memberinya nasehat.

Setelah Amr meninggal kerajaan Yaman menjadi kacau balau dan mereka terpecah menjadi sekian banyak kelompok.

Lakhni'ah Dzi Syanatir Mencaplok Kerajan Yaman
Seorang dari Himyar yang tidak memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan, yang bernama Lakhni'ah Yanuf Dzu Syanatir mencaplok tahta kerajaan Yaman dan membunuh para pembesarnya dan membuat keluarga ke-rajaan nelangsa. Maka seorang Himyar berkata kepada Lakhni'ah dalam sebuah syair:

Himyar telah bunuh anak-anak dan mengusir putri-putrinya Melakukan pekerjaan yang melakukan dengan tangan mereka sendiri Menghancurkan dunianya dengan kekejian mimpi-mimpinya Sedangkan yang lenyap dari dunia adalah lebih banyak
 
Demikianlah kurun-kurun itu telah berlaku kezaliman dan kekejian Sehingga kejahatan bertumpuk dan dikumpulkan

Lakhni'ah adalah seorang lelaki fasik yang gemar melakukan perbuatan homoseksual. Dia sering kali meminta anak-anak muda keturunan raja untuk datang ke istananya lalu dia melakukan hubungan homoseksual dengannya di sebuah kamar yang sengaja dia bangun untuk tujuan ini agar mereka tidak menjadi penguasa setelahnya. Setelah itu dari atas kamar dia melihat pada para pengawalnya dan pasukannya yang hadir di sana dan dia mengambil siwak yang dia letakkan di mulutnya untuk memberi tanda pada mereka bahwa dia telah selesai melampiaskan hasratnya.

Hingga pada suatu waktu dia mengirimkan seseorang untuk memanggil Zur'ah Dzu Nuwas bin Tubban As'ad saudara Hasaan. Saat Hassan dibunuh dia masih anak-anak. Kemudian dia tumbuh menjadi seorang remaja yang ganteng gagah cerdas dan berkarakter budiman. Tatkala utusan itu datang menemuinya dia pun menyadari apa yang bakal terjadi, maka dia pun mengambil sebilah pisau tajam kecil yang dia simpan di antara kedua kaki dan sandalnya. Kemudian dia mendatanginya dan berdua dengannya. Saat itulah dia melompat dan menikamnya lalu dia menekuk dan membunuhnya. Lalu dia penggal lalu dia letakkan kepala itu di di jendela yang menjadi tempat dia melihat pada orang-orangnya di bawah. Dzu Nuwas meletakkan siwak di mulut orang Lakhni'ah kemudian dia keluar ke tengah manusia. Maka mereka pun berkata padanya: Wahai Dzu Nuwas basah ataukah kering? Maka dia pun menjawab: Tanyakanlah pada kepala itu. Maka mereka pun melihat ke jendela dan mereka pun melihat kepala Lakhni'ah telah terputus. Maka mereka pun bergegas menyusul Dzu Nuwas hingga akhirnya terkejar. Mereka pun berkata: Tidak selayaknya ada orang yang menjadi raja atas kami karena engkau telah membebaskan kami dari orang yang sangat bejat ini.

Kekuasaan Dzu Nuwas
Orang-orang Himyar pun mengangkat Dzu Nuwas menjadi raja mereka. Himyar kabilah- kabilah Yaman bersatu di bawah kekuasaannya. Dia adalah raja terakhir yang berasal dari Himyar, dia adalah Shahibul Ukhdud dan dia menyebut dirinya Yusuf. Dia menjadi raja dalam kurun waktu sekian lama.

Sementara itu di Najran ada sisa-sisa pemeluk agama Nabi Isa 'Alaihisalam yang berpegang teguh dengan kitab Injil. Mereka adalah orang-orang terhormat dan istiqamah dengan agama mereka. Mereka punya seorang pemimpin yang bernama Abdullah bin Tsamir. Agama Kristen itu berasal dari Najran sebuah kawasan yang berada di tengah-tengah tanah dan penduduk Arab di zaman itu. Sedangkan penduduk Arab kala itu adalah para penyembah berhala secara keseluruhan. Penyebab masuknya agama ini ke Najran adalah adanya sisa seorang penganut Kristen yang bernama Faymiyun yang berada di tengah-tengah mereka lalu dia berhasil menjadikan pemeluknya pindah agama dari paganism (penyembah berhala) menjadi pemeluk Kristen.

Awal Kemunculan Agama Kristen di Najran
Ibnu Ishaq berkata: Mughirah bin Abi Labid mantan budak Akhnas meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih al-Yamani bahwa sesungguhnya telah mengatakan pada mereka: Awal kemunculan agama Kristen di Najran adalah bahwa seorang sisa pengikut Nabi Isa bin Maryam
 
yang bernama Faymiyun, seorang yang sangat saleh seorang mujtahid yang gigih dan seorang zahid dari dunia, seorang yang doanya mustajab sedang melakukan pengembaraan dan dia singgah di berbagai kota dan desa. Dan tidaklah dia mengenal sebuah desa kecuali dia akan keluar menuju ke desa lain yang dia tidak ketahui. Dia tidak pernah makan apapun kecuali dari hasil tangannya sendiri. Dia seorang ahli bangunan yang berkubang dengan tanah dan sangat menghormati hari Ahad. Jika hari Ahad tiba maka dia tidak melakukan pekerjaan apa- pun. Dia akan keluar ke sebuah tanah lapang lalu melaksanakan salat hingga menjelang malam.
Dia berkata: Dia berada di salah satu desa di Syam dan melakukan pekerjaannya itu secara sembunyi-sembunyi. Ternyata ada seseorang yang menangkap dengan cermat perilaku baiknya, orang itu bernama Shaleh. Shaleh sangat mencintainya satu hal yang belum pernah dia rasakan pada siapa pun sebelum ini. Shaleh pun mengikutinya ke mana pun dia pergi. Faymiyun tidak menyadari apa yang dilakukan oleh Shaleh itu. Hingga suatu hari Ahad dia keluar ke tanah lapang sebagaimana biasa dia lakukan sebelum ini. Shaleh pun mengikutinya, sementara Faymiyun tidak tahu. Maka Shaleh melihat dengan sembunyi-sembunyi apa yang dia lakukan di sana karena dia tidak ingin diketahui tempatnya berada.

Faymiyun berdiri untuk melakukan shalat. Tatkala dia sedang melakukan shalat, tiba-tiba ada seekor ular berkepala tujuh mendekatinya. Tatkala Faymiyun melihat, maka dia berdoa agar diselamatkan dari ular itu. Seketika itu juga ular berbahaya itu mati. Peristiwa itu di- saksikan oleh Shaleh namun dia tidak menyadari apa yang menimpa ular ganas berkepala tujuh itu. Dia mengkhawatirkan ada sesuatu yang terjadi atas dirinya sehingga dia tidak mampu mengendalikan diri, lalu berteriak: Wahai Faymiyun ular besar sedang mendekatimu, namun dia tidak menoleh dan melanjutkan salatnya hingga selesai. Saat malam menjelang dia pun pulang.

Faymiyun kini menyadari bahwa dirinya telah dikenal dan Shaleh telah mengenal posisinya. Maka Shalehpun berkata: "Wahai Faymiyun, Demi Allah, ketahuilah bahwa aku tidak pernah mencintai sesuatupun sebagaimana aku mencintaimu. Aku ingin senantiasa menemanimu dan ingin bersamamu kemanapun engkau berada."

Faymiyun berkata: "Terserah, engkau tahu sendiri bagaimana kondisiku, jika kau merasa kuat untuk menjalaninya, maka ikutilah aku!" Maka Shaleh pun menemaninya di mana pun dia berada.

Hampir saja orang-orang desa itu mengalami sebuah guncangan menyaksikan beberapa hal aneh yang muncul darinya. Di mana jika ada seseorang yang dia dapatkan sedang sakit maka dia pun berdoa dan orang itu pun sembuh. Tapi jika dia dipanggil untuk untuk mendatangi orang yang sakit dia tidak da- tang. Suatu waktu ada seseorang yang memiliki anak yang buta dan dia pun menanyakan tentang Faymiyun dan dikatakan kepadanya bahwa dia tidak akan datang jika dia panggil oleh seseorang, namun dia adalah seorang pekerja bangunan yang mendapatkan upah.

Lelaki itu pun datang menemui anaknya dan meletakkannya di sebuah kamar lalu lalu dia menutupinya dengan kain. Kemudian lelaki menemuinya dan dia pun berkata: "Wahai Faymiyun sesungguhnya aku menginginkan sesuatu untuk dikerjakan di rumahku. Maka berangkatlah bersamaku hingga engkau melihat kondisinya dan aku pun akan memberimu bayaran atas pekerjaanmu tersebut."

Maka dia pun berangkat bersama lelaki itu hingga dia memiliki kamar tempat anaknya diletakkan. Lalu Faymiyun berkata: Apa yang hendak engkau kerjakan di rumahmu ini? Lelaki
 
tadi menjawab: "Ini dan ini." Lalu lelaki itu menyingkapkan kain yang menutup sang anak seraya berkata: "Wahai Faymiyun anakku adalah salah seorang hamba dari hamba- hamba Allah dan dia telah ditimpa penyakit sebagaimana yang engkau saksikan. Maka doakanlah agar dia sembuh!"

Faymiyun pun mendoakan anak itu, maka bangkitlah anak itu seperti seorang yang tidak menderita mengalami sakit apapun. Tahulah Faymiyun bahwa dirinya kini telah diketahui oleh banyak orang untuk itulah dia segera ke- luar meninggalkan desa tersebut yang ditemani oleh Shaleh. Tatkala dia sedang berjalan di sebagian negeri Syam dia melewati sebuah pohon yang sangat besar, tiba-tiba seseorang memanggilnya dari arah pohon itu: "Wahai Faymiyun!" Faymiyun menjawab: "Ya! Aku masih menunggumu dan aku senantiasa berkata kapan dia akan datang? Hingga aku kini mendengar suaramu maka tahulah bahwa engkau adalah dia. Janganlah engkau pergi sebelum mendoakan aku di atas kuburku karena sesungguhnya aku akan sekarang!" Dia berkata: Maka lelaki itu pun meninggal dan dia pun berdiri sambil berdoa hingga orang- orang di sekitarnya menguburkannya. Lalu dia pun pergi dan tetap diikuti oleh Shaleh hingga akhirnya datang ke sebagian negeri Arab dan penduduknya melakukan tindakan yang keji pada keduanya.

Mereka kemudian dibawa oleh sebagian pelancong orang Arab lalu keduanya oleh mereka dan dijual di Najran. Orang-orang Najran waktu itu menganut agama orang-orang Arab dengan menyembah sebuah pohon kurma yang sangat tinggi yang berada di tengah- tengah mereka dan mereka memiliki perayaan hari raya tahunan. Jika hari raya tahunan itu datang maka mereka menggantungkan setiap baju yang indah dan perhiasan wanita yang mereka dapatkan kemudian keluar ke pohon tersebut lalu mereka tinggal seharian di sana. Salah seorang yang sangat terkenal di antara mereka membeli Faymiyun sedangkan yang lain membeli Shaleh.

Faymiyun senantiasa melakukan qiyamullail di tempat orang yang membelinya itu. Dan setiap kali melakukan shalat malam itu rumah itu menjadi benderang tanpa ada lampu di dalamnya. Tuannya melihat peristiwa tersebut dan dia sangat kagum dan takjub. Maka dia pun menanyakan tentang agamanya dan dia pun memberitahukannya.

Faymiyun berkata padanya: "Sesungguhnya kalian berada dalam kebatilan sesungguhnya pohon kurma ini tidak akan pernah mendatangkan bahaya dan tidak juga bisa mendatangkan manfaat dan jika aku berdoa kepada Tuhan yang aku sembah untuk membinasakannya pasti Dia akan menghancurkannya. Dia adalah Allah yang tidak ada sekutu apapun bagi-Nya."

Maka berkatalah tuannya: "Kerjakanlah karena sesungguhnya jika engkau mampu melakukan itu kami akan masuk agamamu dan kami akan meninggalkan agama yang selama ini kami anut."

Faymiyun bangkit kemudian bersuci dan melakukan shalat dua rakaat kemudian dia berdoa kepada Allah untuk membinasakan pohon kurma besar itu. Allah mengirimkan angin kencang yang membuat pohon itu tercerabut ke akar-akarnya dan kemudian tumbang. Maka orang- orang Najran pun masuk dan memeluk agama yang dia peluk dan Faymiyun membawa mereka pada syariah Isa bin Maryam "Alaihissalam. Setelah itu terjadilah peristiwa-peristiwa penyimpangan yang menimpa atas pemeluk agama mereka di berbagai negeri. Maka sejak saat itulah mun- cul agama Kristen di negeri Najran di negeri Arab.

Ibnu Ishaq berkata: Inilah yang diceritakan oleh Wahb bin Munabbih tentang orang- orang Najran.
 
Abdullah bin Tsamir dan Peristiwa Ashabul Ukhdud
Ibnu Ishaq berkata: Telah meriwayatkan ke- padaku Yazid bin Ziyad dari Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi sebagaimana hal ini juga di- tuturkan oleh penduduk Najran kepada saya tentang penduduknya: Sesungguhnya penduduk Najran mereka adalah orang-orang yang menyembah berhala. Di sebuah desa yang berdekatan dengan Najran —Najran artinya desa besar di mana penduduk berpusat di sana— ada seorang ahli sihir yang mengajari sihir pemuda- pemuda Najran. Tatkala Faymiyun datang ke sana—dia tidak menyebutkan namanya kepada saya sebagaimana yang dikatakan oleh Wahb bin Munabbih. Mereka berkata: Ada seorang lelaki singgah di sana dan membangun sebuah kemah antara Najran dan desa dimana seorang ahli sihir berasal. Orang- orang Najran mengirimkan anak-anak mereka kepada ahli sihir ini untuk belajar sihir pada mereka. Tsamir mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah bin Tsamir, demikian pula halnya dengan penduduk lainnya. Setiap kali Abdullah melewati orang yang berada di dalam kemah itu dia sangat kagum terhadap salat dan ibadahnya sehingga membuatnya mampir di sana dan mendengar nasehat-nasehatnya hingga akhirnya dia masuk Islam dan mengesakan Allah dan menyembah-Nya. Kemudian dia menanyakan padanya tentang syariah-syariah Islam sehingga tatkala dia sudah demikian paham tentang syariah itu maka dia kini mulai bertanya al-ism al-a'zham (Dzat Maha Agung).

Walaupun dia mengerti akan hal ini dia sengaja merahasiakannya padanya. Dia berkata: "Wahai sepupuku, kau tidak akan mampu menanggungnya, saya khawatir kau tidak cukup kuat untuk memikul beban ini."

Sementara Tsamir ayah Abdullah tidak mengira anaknya telah melakukan itu, dia hanya menyangka bahwa anaknya telah melakukan sesuatu yang lain dia hanya berpikir bahwa anaknya pergi tukang sihir itu sebagaimana dilakukan oleh anak-anak lainnya. Tatkala Abdullah menyadari bahwa sahabatnya itu (penghuni kemah) merahasiakan ilmu dan dia khawatir dirinya tidak sanggup memikul bebannya, maka dia segera mengumpulkan beberapa tongkat kecil. Lalu dia menuliskan semua nama-nama Allah yang dia ketahui hingga tidak tersisa satu nama pun. Untuk setiap satu tongkat dia tuliskan satu nama Allah tatkala dia telah sempurna dia menyalakan api lalu dia mulai melempar tongkat-tongkat itu satu persatu. Hingga tatkala dia sampai pada Nama Teragung (ismul azham) dia melemparkannya ke dalam api. Tongkat itupun melayang hingga dia keluar dari api itu tapi bekas apapun. Maka dia pun mengambil tongkat itu lalu dia datang menemui sahabatnya dan memberitahukan bahwa dia telah tahu tentang ism al-a'zham yang selama ini dia rahasiakan. Faymiyun berkata: "Apa itu?" Dia berkata: "Dia adalah demikian, demikian! Bagaimana cara engkau mengetahuinya?" Maka diapun memberitahukan tentang apa yang dia lakukan. Faymiyun berkata: "Wahai saudaraku kau telah mendapatkannya, maka jagalah dia atas dirimu saja, walaupun saya pikir engkau tidak akan melakukan itu."

Maka setiap kali Abdullah bin Tsamir memasuki Najran dan dia bertemu dengan seseorang yang sedang sakit, maka dia akan berkata: “wahai hamba Allah, maukah engkau mentauhidkan Allah dan memasuki agama saya dan aku akan berdoa kepada Allah agar menyembuhkan penyakit yang engkau derita?"

Orang itu akan menjawab: "Ya!"

Maka dia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, lalu dia mendoakan dan sembuh. Sampai-
 
sampai tidak ada seorang pun yang sakit di Najran kecuali dengan mendatanginya dan sering menelusurinya dan mendoakannya dan orang itu pun sembuh. Hingga akhirnya peristiwa itu dilaporkan kepada raja Najran dan dia pun dipanggil. Raja itu pun berkata: "Kau telah merusak keadaan penduduk negeri ini dan kau telah melakukan perbuatan yang berseberangan dengan agamaku dan agama nenek moyangku, maka aku akan cincang engkau!"

Abdullah bin Tsamir berkata: "Kau tidak akan pernah melakukan hal itu!!"

Ibnu Ishaq berkata: Maka dia pun memerintahkan orang-orangnya untuk membawanya ke sebuah gunung yang panjang kemudian dia dilempar dengan kepala di bawah dan dia pun jatuh ke bumi tapi tidak mengalami luka apapun. Kemudian dia dibawa ke perairan Najran. Sebuah lautan di mana tidak ada sesuatu pun yang jatuh ke dalamnya kecuali akan binasa. Maka dia pun dilempar ke dalamnya. Namun kembali dia keluar dari laut itu dengan selamat.

Tatkala dia berhasil menang atas raja itu, Abdullah bin Tsamir berkata: "Demi Allah sesungguhnya engkau tidak akan pernah sanggup untuk membunuhku hingga engkau mentauhidkan Allah, hendaknya engkau ber- iman dengan apa yang aku imani karena sesungguhnya jika engkau melakukan itu maka engkau akan diberi kemampuan untuk membunuhku."

Ibnu Ishaq berkata: Maka raja itu pun mentauhidkan Allah dan melakukan syahadat sebgaaimana syahadat Abdullah bin Tsamir. Kemudian raja itu memukulnya dengan sebuah tongkat yang ada di tangannya yang kemudian membuatnya terluka dengan luka kecil, dan dia pun terbunuh, kemudian raja itupun meninggal dunia. Peristiwa ini telah membuat penduduk Najran memeluk agama Abdullah bin Tsamir sesuai dengan ajaran Isa bin Maryam yang ada di dalam Injil dan hukumnya. Kemudian terjadi penyimpangan- penyimpangan sebagaimana penyimpangan sebelumnya. Dari sinilah sebenarnya asal usul agama Kristen di Najran. Wallahu a'lam.

Ibnu Ishaq berkata: Inilah apa yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi dan sebagian dari penduduk Najran tentang Abdullah bin Tsamir. Wallahu a'lam di mana yang paling benar adanya.

Maka berangkatlah Dzu Nuwas dengan pasukannya dan mengajak mereka untuk memeluk agama Yahudi dengan memberi dua pilihan pada mereka masuk Yahudi atau di- bunuh. Mereka pun memilih untuk dibunuh. Maka mereka pun dimasukkan ke dalam parit dan dibakarlah orang yang dibakar di antara mereka dengan api, ada pula yang dibunuh dengan pedang lalu mereka dicincang. Hingga jumlah orang yang dibunuh mencapai sekitar dua puluh ribu. Mengenai Dzu Nuwas dan tentaranya Allah menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya, junjungan kita semua Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam:




Telah dibinasakan orang-orang yang membuat parit,yang berapi (dinyalakan dengan) kayu
 
bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya,sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji (QS. al-Buruj: 4- 8).

Ibnu Hisyam berkata: Al-Ukhdud adalah lubang yang memanjang di bumi seperti parit atau anak sungai dan yang serupa dengannya. Sedangkan plural dari kata ukhdud adalah akhadid. Dzu Rummah berkata yang namanya adalah Ghaylan bin 'Uqbah salah seorang Bani Adi bin Manaf bin Udd bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar.

Dari tanah Irak yang melintang antara po- hon kurma dan padang gersang ada sebuah air ukhdud.

Arti ukhdud dalam bait di atas diartikan sebagai bekas pedang, atau bekas pisau di kulit atau bekas cambuk dan jama'nya adalah akhadid.

Ibnu Ishaq berkata: Dikatakan bahwa di antara orang dibunuh Dzu Nuwas adalah Abdullah bin Tsamir, pemimpin dan imam mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Telah berkata kepada saya Abdullah bin Abi Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm bahwa sesungguhnya dia telah mendapat kabar bahwa seseorang dari penduduk Najran hidup zaman Umar bin Khattab menggali bekas reruntuhan bangunan-bangunan di Najran untuk sebuah keperluannya. Maka mereka pun mendapatkan Abdullah bin Tsamir berada di bawah reruntuhan itu dalam keadaan sedang duduk sedang meletakkan tangannya pada bekas pukulan di kepalanya, dia sedang kepalanya itu. Dan manakala tangan yang memegangnya itu ditarik maka mengalirlah darah darinya dan tatkala dilepas maka tangan itu kembali pada posisinya semula dan menahan aliran darahnya. Sementara di tangannya tertulis: "Rabbi Allah (Tuhanku adalah Allah)." Maka ditulislah surat kepada Umar mengabarkan tentang peristiwa tersebut. Umar membalas surat mereka dan memerintahkan agar dibiarkan dalam posisi semula. Mereka pun menguburkannya dan mengembalikan dalam posisi semula.

Daus Dzu Tsa'laban dan Awal Pemerintahan Habasyah serta Hayat yang Menguasai Yaman
Ibnu Ishaq berkata: Ada seorang di antara mereka yang berhasil selamat dari pembunuhan massal itu. Dia bernama Daus Dzu Tsa'laban. Saat melarikan diri dia menunggang kudanya dan dia melalui tanah berpasir sehingga mereka tidak mampu untuk mengejarnya. Dia terus melakukan pelariannya dengan cara ini hingga akhirnya dia menemui Kaisar Romawi. Dia meminta bantuan Kaisar untuk mengalahkan Dzu Nuwas dan pasukannya dan dia memberi tahukan apa yang menimpa orang-orang yang dibunuh massal itu.

Kaisar berkata: "Negerimu terlalu dari tempat kami, namun demikian aku akan menuliskan surat kepada raja Habasyah (kini Ethiopia), karena sesungguhnya dia beragama sebagaimana agama kita dan dia lebih dekat ke negerimu." Dia kemudian menulis surat pada raja Habasyah dan memintanya untuk membantunya serta membalas dendam atas perlakukan Dzu Nuwas.

Daus datang menemui raja Najasyi dengan membawa surat Kaisar, dan Najasyipun segera mengirim pasukannya yang berjumlah tujuh puluh ribu di bawah komando seorang yang bernama Aryath. Di antara pasukannya ada seorang yang bernama Abrahah al-Asyram. Aryath
 
bersama pasukannya segera mengarungi lautan hingga dia mendarat di pantai Yaman. Daus Dzu Tsa'laban juga ikut bersama mereka. Dzu Nuwas bersama dengan orang-orang Himyar dan orang-orang yang taat dan berada di bahwa kendalinya segera menyambutnya. Setelah peperangan berlangsung Dzu Nuwas dan pasukannya terpaksa harus mengaku kalah. Tatkala Dzu Nuwas menyadari apa yang terjadi pada diri dan kaumnya, dia segera mengarahkan kudanya ke laut lalu dia memacunya dan memasuki lautan itu dan dia memasuki lautan dari yang dangkal terus pada yang lebih dalam hingga akhirnya dia tenggelam di kedalaman laut itu. Inilah akhir dari pemerintahannya. Aryathpun memasuki Yaman dan dia menguasainya.

Maka berkatalah seorang penduduk Yaman saat dia mengatakan apa yang dilakukan Daud untuk minta bantuan pada orang-orang Habasyah.

Tidaklah seperti Daus tidak pula seperti apa yang dia bawa di perjalanannya Peribahasa ini berlaku hingga kini di Ya- man. Dzu Jadan al-Himyari berkata:
Tenanglah, air mata tidak bisa mengembalikan apa yang telah berlalu Janganlah engkau hancur karena reruntuhan masa lalu
Apakah setelah Baynun tidak akan ada lagi mata air dan jejak Dan setelah Silhin, manusia akan membangun rumah-rumah lagi?

Baynun dan Silhan dan Ghumdan adalah benteng-benteng di Yaman yang dihancurkan oleh Aryath dan tidak ada benteng yang sama dengan benteng-benteng itu di tengah manusia.

Dzu Jadan juga berkata:

Biarkalah aku membuatmu tidak punya bapak dan kau tidak akan sanggup Caci makimu telah mengeringkan air liurku
Aku mendengarkan musik para penyanyi di masa lalu yang demikian merdu Dan kami disuguhi arak yang murni dan terbaik
Memimun arak tanpa rasa risih
Karena sahabatku tidak pernah mencelaku perbuatan ku Karena kematian tidak ada yang yang mampu menghadang Walaupun meminum obat wangi dari para dukun obat
Tidak pula para rahib di puncak biaranya Atau burung heriang yang sedang sedang berputar di sekitar sarangnya Kau telah dengar tentang menara Ghumdan Yang ada di puncak gunung menjulang Yang dilukis dengan batu yang indah Bersih, basah dengan tanah Hat yang licin Lampu-lampu minyak bersinar di dalamnya Kala senja tiba laksana sinar kilat Sedangkan pohon kurmanya yang di tanam untuknya demikian indahnya Dengan buah yang ranum hampir doyong dengan tandan kurmanya Kini semua itu telah menjadi abu Dan mengubah keindahannya menjadi kobaran api
Dzu Nuwas menyerah kalah
Dia peringatkan kaumnya tentang hidup yang sempit

Berdasarkan syair di atas Adz-Dzu'bah Ats-Tsaqafi mengatakan sebuah syair serupa. Menurut Ibnu Hisyam:Adz-Dzibah bernama Rabiah bin Abdu Yalail bin Salim bin Malik bin Huthaith bin Jusyam bin Qasiy:

Demi kehidupan ini, tidak ada tempat lari bagi pemuda dan tua bangka dari kematian Demi kehidupan ini, tak ada tempat yang lapang bagi seorang pemuda
 
Demi kehidupan ini, tak ada tempat untuk perlindungan Apakah setelah kabilah-kabilah Himyar telah dihancurkan Di sebuah pagi dengan serangan di Dzat al- 'Abar Dengan sejuta pasukan yang menyerbu
Laksana langit sebelum mencurahkan hujan
Teriakkan mereka membuat tul kudayang terikat di dekat rumah Angin dan bau badannya mereka melenyapkan
Jumlah mereka laksana pasir yang membuat pepohonan menjadi kering kerontang

Amr bin Ma'di Karib Karib az-Zubaidi mengatakan tentang pertentangan yang terjadi antara dirinya dengan Qays bin Maksyuh al-Muradi di mana dia mendengar Qays mengancamnya. Ia mengatakan kepada Qays tentang orang-orang Himyar dan kejayaannya dan kekuasaan yang senantiasa berada di tangan mereka:

Apakah engkau mengancamku seakan engkau Dzu Ruain
Dengan kehidupan yang lebih baik atau engkau laksana Dzu Nuwas? Atau siapa pun yang mendapatkan nikmat yang datang sebelum kamu Dengan kerajaan yang demikian kokoh di tengah manusia
Yang telah lama umurnya laksana zamannya Ad Yang demikian perkasa, keras dan perkasa
Maka penduduknya menjadi hancur dan kekuasaanya beralih tangan Dari manusia ke manusia yang lain

Ibnu Hisyam berkata: Zubaid bin Sala- mah bin Mazin bin Munabbih bin Sha'b bin Sa'd al- Asyirah bin Madzhij. Disebutkan pula bahwa namanya adalah Zubaid bin Sha'ab bin Sa'd al- 'Asyirah, ada pula yang menyebutkan namanya adalah Zubaid bin Sha'ab. Sedangkan Murad adalah Yuhabir bin Madzhij.

Ibnu Hisyam berkata: Telah menuturkan kepada saya Abu Ubaidah dia berkata: Umar bin Khattab menulis surat pada Salman bin Rabi'ah al-Bahili. Sedangkan Bahilah adalah anak dari Ya'shur bin Sa'd bin Qays bin Aylan yang sedang berada di Armenia. Dia memerintahkan agar dia memberi penghargaan lebih pada orang yang memiliki kuda Arab asli dan memberi penghargaan lebih sedikit pada siapapun yang memiliki kuda blasteran tatkala ada pembagian rampasan perang. Maka diapun mengeluarkan kudanya, dan tatkala kuda dikeluarkan 'Amr bin Ma'di bin Karib. Salmanpun berucap: "Kudamu ini adalah kuda blasteran (buruk)." Maka 'Amr marah dan dia melompat ke depan Salman dan mengancamnya, dan 'Amr pun mengucapkan bait syair di atas.

Inilah yang pernah dikatakan oleh Sathih sang juru ramal dalam ucapannya: "Orang- orang Habasya (Ethiopia) akan menginjakkan kakinya di tanah kalian, mereka akan menguasai antara Abyan hingga Jurasy." Atau apa yang dikatakan oleh sang juru ramal Syiq: "Orang- orang hitam akan menginjakkan kaki mereka di tanah kalian, dan mereka akan melepaskan anak-anak dari perhatian kalian. Mereka akan berkuasa dari Abyan hingga Najran."

Abrahah Menguasai Yaman dan Terbunuhnya Aryath
Ibnu Ishaq berkata: Aryath berdiam di Yaman dalam beberapa tahun sebagai penguasa untuk kawasan itu. Kemudian terjadi persaingan dalam penguasaan Habasyah antara dirinya dengan Abrahan —salah seorang tentaranya— sehingga Habasyah terpecah menjadi dua. Dan setiap pihak mendapatkan dukungan dari setiap dari kelompok-kelompok tertentu. Kemudian kedua kubu bergerak untuk menyerang kubu lainnya. Tatkala kedua pasukan telah saling mendekat, Abrahah mengirim surat kepada Aryath: "Sesunggguhnya tidak selayaknya kau mejadikan orang-orang Habasyah saling bunuh antara mereka sehingga engkau membinasakannya. Maka majulah kepadaku untuk duel satu lawan satu. Maka siapa yang menjadi pemenangnya dia kembali pada tentaranya."

Aryath kemudian membalas surat itu: "Kau benar!" Maka Abrahah segera keluar untuk menyongsongnya. Abrahah adalah seorang laki-laki bertubuh pendek gemuk, seorang penganut agama Kristen. Aryath pun segera keluar menyongsongnya. Aryath adalah seorang lelaki yang tinggi besar dan ganteng dan dia memegang sebilah lembing. Sementara di belakang Abrahan seorang pelayannya—yang bernama Ataudah untuk melindungi punggungnya. Kemudian Aryath mengangkat lembingnya dan dia arahkan ke tengkorak kepala Abrahah hingga membelah alis matanya, hidungnya, mata dan kedua bibirnya. Oleh sebab itulah dia disebut Abrahah al-Asyram karena terbelah (si muka belah). Setelah itu Awtada melepas diri dari punggung Abrahah dan menikam Aryath dan dia pun berhasil membunuhnya. Maka pasukan Aryath menyambut Abraham sebagai pemimpin mereka. Sementara Abrahah membayar diyat (denda uang darah) atas kematian Aryath.

Tatkala berita ini sampai pada Najasyi, dia murka semurka-murkanya. Kemudian dia berkata: "Dia telah berlaku di luar batas atas gubernurku dan membunuh tanpa ada perintah dariku." Kemudian dia bersumpah untuk tidak membiarkan Abrahah hingga dia menginjakkan kaki di negerinya kemudian dia akan memotong ubun-ubunnya.

Maka Abrahah segera mencukur rambut kepalanya kemudian dia memenuhi sebuah kantong dari kulit dengan tanah Yaman, lalu dia kirimkan kepada Najasyi. Dalam isi surat tersebut dia menulis: "Wahai padaku raja, sesungguhnya Aryath adalah budakmu dan saya adalah budakmu. Kami berbeda pendapat dalam memaknai perintahmu, namun semua ketaatan adalah untuk paduka. Hanya saja aku lebih kuat untuk mengendalikan orang-orang Habasyah (di Yaman) lebih teliti dan lebih terampil. Dan aku telah mencukur semua rambut kepalaku tatkala sampai berita kepadaku tentang sumpah sang raja dan aku mengirimkan kantong kulit berisi tanahku, untuk di letakkan di bawah kedua kakimu agar sumpah tidak berlaku padaku."

Tatkala hal itu sampai pada Najasyi maka dia pun rela dan membalas suratnya sebagai berikut: "Hendaklah engkau tetap diam di negeri Yaman sampai datang perintahku. Maka tinggallah Abrahah di Yaman."

Peristiwa Gajah dan Pembangunan Gereja
Kemudian Abrahah membangun gereja yang sangat besar dan tinggi yang tidak ada tandingannya di zaman itu. Kemudian dia menulis surat kepada Najasyi: Wahai raja sesungguhnya saya telah membangun sebuah gereja yang demikian besar, yang tidak pernah dibangun untuk seorang raja pun sebelum engkau. Dan saya tidak akan merasa puas sampai orang- orang Arab datang untuk melakukan ibadah haji padanya.

Tatkala orang-orang Arab memperbincangkan surat Abrahah kepada Najasyi maka marahlah seorang lelaki dari Nas'ah, salah seorang Bani Fuqaim bin Adi bin Amir bin Tsa'labah bin al- Harits bin Malik bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar. Ada pun yang dimaksud dengan Nas'ah adalah orang-orang yang menunda bulan-bulan bagi orang-
 
orang Arab di masa jahiliyah, mereka menghalalkan beberapa bulan haram dan kemudian mereka mengharamkan bulan-bulan halal dengan cara mengakhirkan bulan tersebut. Dalam hal ini Allah menurunkan firman-Nya:



Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah, (setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS. at-Taubah: 37).

Ibnu Hisyam berkata: Makna "liyuwathiu" dalam ayat di atas adalah bermakna "liyufiqu." Adapun makna muwatha'ah adalah muwafawaqah. Sebagaimana dikatakan oleh orang-orang Arab:Watha'thuka li hadza li almari. Artinya aku sepakat denganmu dalam perkara ini. Al- Iytha' dalam syair adalah "al-muwafawah", yakni adanya kesamaan dua qafiyah (ujung sajak) dalam satu langgam. Sebagaimana yang dikatakan oleh 'Ajjaj dalam syairnya. Sedangkan nama Ajjaj adalah Ab-dullah bin Ru'bah salah seorang Bani Sa'ad bin Zaid bin Manat bin Tamim bin Murr bin Udd bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar berikut:

Ibnu Ishaq berkata: Orang pertama yang memperlakukan sistem interkalasi (nasah) ini —yang menghalalkan bulan haram dan mengharamkan bulan halal— pada orang-orang Arab adalah seorang yang bernama Al-Qalam- mas yang nama aslinya adalah Hudzaifah bin Abdu Fuqaim bin Adi bin Amir bin Tsa'labah bin Harits bin Malik bin Kinanah bin Khuzaimah. Kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Abbad bin Hudzaifah, setelah Abbad dilanjutkan Qala' bin Abbad, kemudian dilanjutkan oleh Umayyah bin Qala', lalu oleh Umayyah bin Auf bin Umayyah, lalu oleh Auf Abu Tsumamah Junadah bin Auf. Inilah orang terakhir yang memberlakukan sistem ini, dan di zamannya inilah Islam muncul.

Dulu tatkala orang-orang Arab usai menu- naikan ibadah haji, mereka berkumpul menemui Al- Qallamas. Maka dia mengumumkan keharaman empat bulan: Rajab, Dzul Qa'dah, Dzulhijjah dan Muharram. Tatkala dia ingin menghalalkan sesuatu maka dia menghalalkan bulan Haram lalu dia mengharamkan Shafar sebagai gantinya, lalu mereka pun mengharamkannya. Agar sesuai dengan hitungan bulan- bulan haram yang empat. Tatkala jama'ah haji itu menginginkan kembali dari Mekkah, dia kemudian berdiri dan berkata: "Ya Allah, aku telah menghalalkan untuk dua Shafar. Shafar pertama dan aku akhirkan Shafar kedua untuk tahun depan."

Tentang hal ini 'Umair bin Qais Jidzl Ath- Tha'an salah seorang Bani Firas bin Ghunm bin Tsa labah bin Malik bin Kinanah, bersyair membanggakan nas'ah ini atas orang-orang Arab:

Ma’ad telah tahu bahwa kaumku adalah kaum terhormat dengan nenek moyang terhormat Siapakah yang bisa lari dari balas dendam kami?
Siapa yang tidak mampu kami beri hukuman Kami adalah An-Nasiin atas Ma'ad
Kami jadilah bulan-bulan halal menjadi haram
 
Ibnu Hisyam berkata: Bulan haram yang pertama adalah bulan Muharram.

Ibnu berkata: Maka al-Kinani keluar hingga bertemu dengan katedral dan duduk di sana. Ibnu Hisyam berkata: Dia buang air di sana. Ibnu Ishaq berkata: Kemudian dia keluar sampai tiba di negerinya. Maka Abrahah pun diberi tahu tentang peristiwa tersebut dan berkata: “siapa yang lancang melakukan ini?” Maka dikatakan padanya: ini dilakukan oleh seorang lelaki penduduk Arab dari Ahli Bait tempat di mana orang-orang Arab naik haji di Mekkah tatkala dia mendengar apa yang engkau katakan: "Palingkan haji orang-orang Arab padanya," dia marah, lalu duduk di sana dan buang air. Artinya bahwa katedralmu ini tidak layak dijadikan tempat ibadah haji mereka.

Abrahah murka besar dan dia bersumpah untuk berangkat menuju Baitullah hingga menghancurkannya. Lalu dia perintahkan pada orang-orang Habasyah berangkat. Mereka segera bersiaga dan siap-siap. Lalu dia pun berangkat. Dia berangkat dengan menunggang gajah. Kabar keberangkatan Abrahah sampai ke telinga orang-orang Arab. Mereka pun mengagungkannya dan merasa sangat ketakutan dan mereka beranggapan bahwa apa yang dia niatkan adalah sangat serius tatkala mereka mendengar bahwa dia berencana untuk menghancurkan Ka bah, Baitullah al-Haram.

Maka salah seorang tokoh dan salah seorang raja di Yaman datang menemuinya. Dia bernama Dzu Nafar, maka dia pun memanggil kaumnya dan orang-orang yang simpati padanya dari seluruh Arab untuk memerangi Abrahah dan berjuang untuk melindungi Baitullah al-Haram dan rencana penghancurannya olehnya dan berusaha untuk mengusirnya. Maka ada orang- orang yang merespon seruannya dan dia segera menghadapi Abrahah dan memeranginya. Dzu Nafar dan bala tentaranya kalah dalam peperangan itu. Dzu Nafar ditangkap dan dibawa pada Abrahah sebagai tawanan perang. Tatkala Abrahah mau membunuhnya, Dzu Nafar berkata ke- pada Abrahah: Wahai raja, janganlah engkau membunuhku, semoga keberadaanku bersamamu lebih baik dari pada aku dibunuh! Maka Abrahah membiarkannya hidup. Dia hanya dipenjara saja dan tetap dibelenggu. Abraham dikenal sebagai seorang yang santun dan sabar.

Kemudian Abrahah melanjutkan perjalanannya sesuai dengan tujuannya semula.

Tatkala dia sampai di kawasan Khats'am dia dihadang oleh Nufail bin Habib al-Khats'ami bersama dengan dua kabilah Khats'am Syahran dan Nahis dan orang-orang lainnya yang mengikutinya. Dia kemudian memeranginya namun dikalahkan oleh Abrahah dan dia dijadikan sebagai tahanan dan dia pun dibawa pada Abrahah. Tatkala Abrahah ingin membunuhnya, Nufail berkata padanya: "Wahai raja, janganlah engkau membunuhku karena aku bisa menjadi petunjuk jalan bagimu di negeri Arab. Inilah kedua tanganku sebagai jaminan bahwa dua kabilah Khats'am Syahran serta Nahis menyatakan tunduk dan patuh." Maka Abrahahpun membiarkan dia pergi.

Lalu dia keluar memberikan petunjuk. Tatkala melewati Thaif dia segera dihadang oleh Mas'ud bin Mu'attib bin Malik bin Ka'ab bin Marwi bin Sa'ad bin Auf bin Tsaqif bersama dengan orang-orang Tsaqif.

Adapun nama Tsaqif adalah Qasy bin Nabit bin Munabbih bin Manshur bin Yaqdam bin Aqsha bin Du'mi bin Iyad bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.

Umayyah bin Abi Shalt At-Tsaqafi mengatakan:
 
Kaumku adalah Iyad, jika mereka dekat
Atau tinggal di tempat mereka pasti membuat unta menjadi kurus
Kaum yang menguasai wilayah Irak
Jika mereka berjalan semuanya dengan doku- men dan pena

Umayyah bin Abi Shalt juga berkata:

Jika kau bertanya padaku siapa aku, Lubayna, dan tentang garis keturunanku
Aku akan kabarkan padamu dengan sangat meyakinkan
Kami keturunan An-Nabit Abi Qasiy
Ana Manshur bin Yaqdam nenek moyang kami

Ibnu Hisyam berkata: Tsaqif adalah Qasiy bin Munabbih bin Bakar bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Aylan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Kedua bait syair pertama dan kedua adalah karya Umayyah bin Abi Shalt.

Ibnu Ishaq berkata: Mereka berkata kepada Abrahah: Wahai raja: Sesungguhnya kami adalah hambamu, akan mendengar apa yang engkau katakan dan kami akan senantiasa taat. Kami tidak akan pernah ada sengketa. Dan rumah kami ini bukanlah rumah yang engkau kehendak—maksudnya Al-Laata— sesungguhnya engkau menginginkan rumah yang ada di Mekkah. Kami akan segera berangkat denganmu dan akan memberi petunjuk untukmu." Maka dia pun mengampuni mereka.

Al-Laata adalah rumah ibadah mereka di Thaif yang mereka puja dan agungkan laksana pengagungan mereka terhadap Ka'bah.

Ibnu Hisyam berkata: Pernah Abu Ubaidah An-Nahwi menyenandungkan syair karya Dhirar bin Khattab al-Fihri sebagai berikut:

Orang-orang Thaif melarikan diri ke rumah Al- Laata mereka Sebagai orang yang putus asa dan kalah

Syair di atas adalah salah satu syair panjang Dhirar bin Khattab al-Fihri.
Ibnu Ishaq berkata: Maka mereka mengutus Abu Righal bersama Abrahah sebagai petunjuk jalan ke Mekkah, hingga keduanya sampai di Al-Mughammis. Di tempat inilah Abu Righal meninggal dunia. Orang-orang Arab melempari kuburannya. Kuburan inilah dilempari oleh orang-orang yang sekarang berada di di Al-Mughammis.

Tatkala Abrahah tiba di Al-Mughammis dia mengutus seorang lelaki asal Habasyah yang bernama Al-Aswad bin Maqsud dengan pasukan berkudanya hingga dia sampai ke Mekkah. Kemudian dia merampas. Harta- orang-orang Tihamah diserahkan kepadanya, baik harta orang Quraisy atau bukan Quraiys. Termasuk dua ratus ekor unta milik Abdul Mutthalib. Abdul Mutthalib saat itu adalah pimpinan dan pembesar Quraiys. Peristiwa ini mendorong orang- orang Quraisy, Kinanah dan Hudzail dan orang-orang yang berada di sekitar Baitul Haram bermaksud untuk memeranginya. Namun mereka sadar bahwa mereka tidak akan mampu untuk mengalahkannya. Maka mereka pun membiarkannya.

Abrahah kemudian mengutus Hunathah al-Himyari ke Mekkah dan dia berpesan padanya. "Tanyakan siapakah pemimpin negeri ini dan orang yang paling dihormati di tengah mereka. Kemudian katakan padanya: Sesungguhnya raja kami mengatakan pada- mu: 'Sesungguhnya aku tidak datang untuk memerangimu, aku datang untuk menghancurkan rumah ini (Ka'bah), jika kalian tidak menghalangi kami dengan perang maka kami tidak perlu menumpahkan darah kalian! Jika dia tidak menginginkan perang maka datangkanlah dia padaku!"

Tatkala Hunathah datang ke Mekkah dia bertanya tentang pemimpin Quraisy dan junjungan mereka. Maka dikatakan padanya: Dia adalah Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay. Maka Hunathah pun menemuinya dan dia memberitahukan apa yang diperintahkan oleh Abrahah.

Abdul Mutthalib berkata: "Demi Allah kami tidak menginginkan perang, kami tidak memiliki kekuatan untuk melakukan itu semua. Ini adalah Baitullah al-Haram dan rumah Kekasih-Nya (Khalilullah) Ibrahim 'Alaihisalam—atau sebagaimana yang dia katakan. Jika dia melindunginya maka itulah rumah Dia dan haram-Nya, dan jika dia membiarkannya maka demi Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk membelanya!"

Hunathah berkata: "Berangkatlah bersamaku untuk menemuinya, karena sesungguhnya dia telah memerintahkan aku untuk membawamu padanya."

Maka berangkatlah Abdul Mutthalib bersamanya yang disertai oleh sebagian anaknya hingga datang ke markaz pasukan Abrahah. Kemudian dia menanyakan tentang Dzu Nafar yang tak lain adalah sahabat dekatnya, hingga kemudian dia datang menemuinya dan mendapatkannya dalam keadaan ditahan. Maka berkatalah Abdul Mutthalib padanya: "Apakah kau memiliki peluang untuk membantu dalam perkara yang menimpa kami ini?"

Dzu Nafar menjawab: "Apa yang bisa dilakukan oleh seorang tawanan di tangan seorang raja yang setiap pagi dan petang. Tak ada bantuan yang bisa saya berikan kepadamu dalam perkara yang menimpa saat ini. Hanya saja Unais pengendali unta adalah teman dekat saya. Aku akan kirim surat kepadanya dan aku ceritakan tentang dirimu seraya aku besarkan hakmu. Aku akan memintanya agar dia meminta izin untukmu untuk bisa bertemu dengan sang raja, lalu kau ungkapkan apa yang engkau inginkan. Jika dia bisa dia akan memberikan pembelaan untukmu di si- sinya, jika dia mampu melakukannya."

Abdul Mutthalib berkata: "Itu sudah sangat cukup bagiku! Maka Dzu Nafar me- nemui Unais dan berkata padanya: Sesungguhnya Abdul Mutthalib adalah pimpinan kaum Quraisy dan pemilik kafilah Mekkah. Dia memberi makanan pada manusia di dataran rendah dan memberi makanan pada binatang-binatang buas puncak gunung. Sementara sang raja telah merampas dua ratus ekor unta darinya. Oleh sebab itulah mintakan izin untuknya agar dia bisa bertemu dengan raja Abrahah serta lakukan pembelaan atas dirinya sesuai kapasitasnya!" Unais berkata: "Akan saya lakukan!"

Maka Unais pun melobi Abrahah dan dia berkata kepadanya: "Wahai raja, ini adalah pemimpin Quraisy berada di depan pintumu minta izin untuk menemuimu, dia adalah pemimpin kafilah Mekkah. Dia memberi makanan pada manusia di dataran rendah dan memberi makanan pada binatang-binatang buas puncak gunung. Maka berilah izin padanya untuk masuk menemuimu lalu mengatakan apa yang dia mau. Dan berbuat baiklah padanya! "Abrahah mengizinkan dia masuk.

Ibnu Ishaq berkata: Abdul Mutthalib adalah seorang lelaki yang paling tampan dan mulia. Tatkala Abrahah melihatnya, dia menghormati mengagungkannya dan memuliakannya. Abrahah menyuruhnya di duduk di bawah karena dia tidak suka orang-orang Habasyah melihat duduk bersamanya di atas singgasananya. Oleh sebab itulah dia turun dari singgasananya, kemudian dia duduk di atas permadaninya lalu dia dudukkan Abdui Mutthalib di sisinya. Abrahah berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya: Apa keperluanmu?" Maka penerjemah itu mengatakan apa yang diperintahkan Abrahah. Abdul Mutthalib menjawab: "Keperluan saya adalah hanya hendaknya sang raja mengembalikan dua ratus ekor unta yang dia rampas dari ku."

Saat Abrahah diberi tahu apa yang di- inginkan oleh Abdul Mutthalib dia berkata: "Saat aku melihatmu aku demikian kagum padamu. Namun semua itu memudar tatkala engkau mengatakan apa keperluanmu padaku. Apakah engkau lebih mementingkan berbicara padaku tentang dua ratus ekor unta yang aku rampas sementara engkau membiarkan Rumah (Baitul Haram) itu yang merupakan symbol agamamu? Dan simbol agama nenek moyangmu di mana aku kini datang untuk menghancurkannya?"

Abdul Mutthalib menjawab: "Sesungguhnya aku hanyalah penguasa unta-unta itu sedangkan Rumah ini ada Tuhannya yang akan memberikan perlindungan!"

Abrahah berkata: "Tidak mungkin Dia memberikan perlindungan dari serangan- ku!" Abdul Mutthalib berkata: "Terserah engkau!"

Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa tatkala Abdul Mutthalib datang menemui Abrahah tatkala ada utusan Abrahah yang bernama Hunathah, ikut bersamanya Ya'mur bin Nufatsat bin Ady bin Ad-Da'l bin Bakar bin Manat bin Kinanah. Saat itu dia adalah sebagai pemimpin Bani Bakar. Ikut pula bersama dia Khuwailid bin Watsilah al-Hudzali, saat itu dia adalah peminpin Bani Hudzail. Mereka menawarkan sepertiga dari kekayaan Tihamah kepada Abrahah dengan syarat dia balik kembali dan tidak menghancurkan Baitullah. Namun dia menolak tawaran mereka—Allah Mahatahu apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian Abrahah mengembalikan dua ratus unta yang dirampasnya kepada Ab-dul Mutthalib.

Tatkala mereka meninggalkan Abrahah, Abdul Mutthalib kembali pada orang Quraisy dan diapun memberitahukan apa yang terjadi. Dia memerintahkan pada seluruh orang Quraisy untuk keluar dari Mekkah dan segera berlindung dan bersembunyi ke puncak gunung karena khawatir mendapat gangguan dari pasukan Abrahah. Setelah itu, Abdul Mutthalib memegang rantai pintu Ka'bah lalu bersama beberapa orang Quraisy berdoa kepada Allah supaya menghancurkan Abrahah dan pasukannya. Sambil berpegang pada rantai pintu Ka'bah di pintu Ka'bah dia berkata:

Ya Allah sesungguhnya seorang manusia telah menjaga tempat tinggalnya Maka jagalah rumah-Mu
Tak kan pernah menang salib dan kekuatan mereka
Jika Kau biarkan mereka dan kiblat kami Maka lakukan (yang terbaik) menurut-Mu

Ibnu Hisyam berkata: Inilah yang benar dari ungkapannya.
 
Ibnu Ishaq berkata: Ikrimah bin Amir bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdu Daar bin Qushay berkata:

Ya Allah, hinakanlah al-Aswad bin Maqshud Yang merampas ratusan unta dalam keadaan terikat
Dia menahannya antara Hira' dan Tsabir dan padang pasir Padahal unta-unta itu sedang banyak air susu- nya
Kemudian dia kumpulkan untuk orang-orang hitam yang barbar Enyahkan dia wahai Tuhanku karena sesung-guhnya Engkau Mahaterpuji

Ibnu Hisyam berkata: Inilah yan benar dari perkataannya.

Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Abdul Mutthalib melepas rantai Ka'bah, lalu berangkat bersama dengan orang-orang Quraisy menuju puncak gunung. Kemudian mereka bersembunyi di sana sambil menunggu apa yang akan dilakukan oleh Abrahah saat dia gajahnya serta memobilisir pasukannya. Nama gajah tunggangannya adalah Mahmud. Abrahah sudah bertekad bulat untuk menghancurkan Baitullah ini baru setelah itu kembali ke Yaman. Maka mereka mengarahkan gajah gajah itu ke Mekkah datanglah Nufail bin Habib Al-Khats'ami berdiri di samping gajah kemudian dia memegang kupingnya seraya berkata: Menderumlah wahai Mahmud atau pulanglah dengan damai ke tempat dari mana engkau berasal karena sesungguhnya engkau sekarang berada di negeri Haram. "Kemudian dia melepas kuping gajah ini. Lalu ke- luar dan segera bergerak ke gunung. Pasukan Abrahah pun memukul gajah itu agar berdiri namun gajah itu enggan berdiri. Mereka pun memukul kepalanya dengan menggunakan batangan besi. Mereka memasukkan mahjan (semacam tongkat yang ujungnya bengkok agar dia berdiri lalu ditusukkan ke bawah perutnya namun tetap saja Mahmud si gajah itu enggan berdiri. Maka merekapun mengarahkan gajah itu ke arah Yaman, lalu gajah itu bangun sambil lari, kemudian mereka menghadapkannya ke arah Syam, dan si Mahmud gajah itu melakukan hal yang sama. Lalu di hadapkan ke arah Timur dia pun melakukan hal yang sama. Lalu mereka hadapkan ke Mekkah, kembali dia menderum. Maka Allah kirimkan pada mereka burung-burung dari laut seperti burung layang-layang (walet) dan burung balsan (burung jalak) setiap burung membawa tiga batu kerikil. Satu batu di paruh dan dua batu di kakinya. Batu-batu itu sebesar kacang dan adas. Dan setiap seorang yang terkena lemparan batu itu akan tewas seketika. Namun tidak semua mereka terkena lemparan batu itu.

Maka mereka pun melarikan diri mundur ke arah jalan dari mana mereka datang. Mereka mencari-cari Nufail bin Habib untuk memberikan petunjuk jalan ke Yaman. Tatkala melihat kondisi mereka dan siksa apa yang Allah turunkan pada mereka, Nufail berkata:

Dimanakah kini tempat berlindung dari Allah yang kini memburu Dan Abrahah al-Asyram si pecundang dan bukan pemenang
Ibnu Hisyam berkata: Perkataannya "bukan pemenang" (ghalib) bukan berasal dari selain Ibnu Ishaq.

Ibnu Ishaq berkata: Pada bait yang lain Nufail berkata:

Tidakkah kau ucapkan kata selamat buat kami wahaiRudayna Kami telah alirkan nikmatpada kalian di pagi nan ceria Telah datang pada kami pencari api kalian semalam
Namun kami tak rela memberikan api itu pa- danya
 
Rudayna andai kau lihat dan kau tidak akan melihat Apa yang kami lihat di sisi Muhashshab
Pastilah kau memberikan maaf padaku dan kau akan puji urusanku
Dan tidaklah sedih atas yang lepas dari kami Aku puji Allah kala melihat burung-burung Kami takut batu-batu itu dilemparkan kepada kami
Setiap orang mencari Nufail
Seakan aku punya hutang pada pasukan Habasyah

Maka mereka pun keluar dan bergelimpangan di jalan-jalan, mereka mati di di setiap tempat lubang berair. Sementara Abrahan terkena lemparan batu di tubuhnya. Dia ditandu oleh anak buahnya pergi bersama- sama mereka, namun setiap kali mereka bergerak jemarinya jatuh satu demi satu. Setiap kali jemarinya jatuh selalu dibarengi dengan keluarnya nanah bercampur darah. Sampai mereka tiba di Shan'a sedangkan dia sudah menjadi laksana anak burung. Saat dia meninggal, menurut sebagian riwayat, badan dan hatinya terpisah.

Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah telah mengatakan kepada saya bahwa dia telah mendapatkan berita bahwa pada tahun itulah untuk pertamanya campak dan cacar muncul di tanah Arab. Sebagaimana juga disebutkan bahwa pada tahun ini pula terlihat pohon- pohon yang pahit seperti Harmal, hanzhal (colocynth) dan al'usyr (Asclepias gigantea).

Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Allah mengutus Muhammad Sallallahu'Alaihi wasallam, dia sering kali mengingatkan orang Quraisy tentang nikmat Allah yang diberikan pada mereka, yakni dengan memukul mundur orang-orang Habasyah untuk menjaga eksistensi dan keberadaan mereka. Allah Subhana wa Ta'ala berfirman:

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?, Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (QS. al-Fiil: 1-5)

Pada ayat yang lain Allah berfirman:

Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan (QS. Quraisy: 1-4).
 
Ini dimaksudkan agar tidak ada perubahan pada kondisi mereka, karena Allah menginginkan kebaikan pada mereka, jika mereka mau.

Ibnu Hisyam berkata: Ababil artinya adalah berkelompok-kelompok. Sepanjang yang kami ketahui belum ada satu orang Arab pun yang menggunakan dengan kata tunggal (wahid). Adapun sijjil maka saya telah diberitahu oleh Yunus al-Nahwi dan Abu Ubaidah bahwa kata itu dalam bahasa Arab berarti yang sangat keras. Ru'yat bin Al-'Ajjaj berkata:

Mereka ditimpa sebagaimana apa yang menimpa pasukan bergajah Mereka dilempar dengan batu-batu dari sijjil
Dan mereka dipermainkan burung-burung ababil

Bait-bait syair di atas adalah cuplikan dari syairnya dalam bahar rajaz. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa dia adalah satu kata dalam bahasa Persia yang kemudian oleh orang Arab dijadikan satu kata. Dia berasal dari sanju dan jallu yang dimaksud dengan sanju adalah batu dan jallu adalah tanah. Artinya kerikil dari jenis bahan ini, yakni batu dan tanah. Sedangkan makna dari: 'ashf adalah daun pohon yang belum layak untuk ditebang. Sedangkan kata tunggalnya adalah 'ashfah.

Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah an- Nahwi memberitahukan pada saya bahwa telah dikatakan padanya: kata tunggalnya adalah al-'ushafah atau al-'ashifah. Abu Ubadah juga membawakan sebuah syair karya Alqamah bin Abadah salah penyair dari Bani Rabi'ah bin Malik bin Zaia bin ivianat bin Tamim:

Airnya mengaliri aliran air yang deras yang pepohonannya telah doyong
Pusaran arusnya diangkat oleh tarikan air

Syair di atas adalah penggalan syairnya. Seorang penyair bahar rajaz berkata:

Kemudian mereka dijadikan laksana daun- daun yang dimakan ulat

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair ini memiliki tafsirnya dalam ilmu Nahwu (ilmu gramatika Arab).

Adapun yang dimaksud dengan kebiasaan orang-orang Quraisy adalah kebiasaan mereka yang senantiasa berangkat ke Syam untuk berdagang. Dan mereka melakukan dua kali perjalanan perjalanan di musim dingin dan perjalanan di musim panas.

Abu Zaid al-Anshari memberitahukan pada saya bahwa orang-orang Arab berkata: "Aliftu Syayan ilfa wa alafathu iilafa," dua kata itu memiliki satu makna. Kemudian dia mengatakan pada bait syair karya Dzu Rummah:

Dari kumpulan pasir ada hangat sinar kemuning waktu dhuha Dalam warnanya menjadi jelas dan nyata

Bait ini adalah bait miliknya. Sedangkan Mathrud bin Ka'ab al-Khuza'i berkata:

Mereka yang menikmati kala bintang-bintang berubah Dan mereka yang siap-siap melakukan perjalanannya
 
Bait syairnya akan saya sebutkan pada saatnya nanti, Insya Allah.
Iylaf juga dikatakan pada seseorang memiliki seribu unta atau sapi ataupun kambing dan lainnya.

Sebagaimana juga disebutkan: "Aalafa fulaanun iilaafaa." Al-Kumait bin Yazid salah seorang Bani Asad bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Mu'ad berkata:

Di suatu tahun di mana para pemilik seribu unta berkata Ini membuat orang yang merindu susu berjalan kaki

Inilah kasidah yang dia bikin. Iilaf juga bermakna jika sebuah kaum menjadi seribu jumlahnya. Aalafa al-qaum iilafa. Alkumait berkata:

Keluarga Bani Muzaiqa' besok akan berjumpa dengan Bani Sa'ad bin Dhabbah vane berjumlah seribu
Ini adalah syair miliknya. Lilaf juga bermakna hendaknya sesuatu bergabung dengan sesuatu yang lain dan dia senantiasa bersamanya. Sebagaimana disebutkan "Alaftuhu Iyyahu Ilaafa." lilaf juga bermana sesuatu kepada saya Abdullah bin Abi Bakar dari Umrah binti Abdur Rahman bin Sa'ad bin Zurarah dari Aisyah dia berkata: "Saya telah melihat para penunggang dan sais gajah di Mekkah di mana dia dalam kedua matanya dalam keadaan buta dan duduk- duduk sambil mengemis makanan pada manusia."

Ibnu Ishaq berkata: Setelah Allah mengusir balik orang-orang Habasyah dari Mekkah dan mereka tertimpa apa yang telah menimpa mereka dari adzab yang pedih, maka orang- orang Arab mengagung-agungkan orang- orang Quraisy. Orang-orang Arab itu berkata: Orang-orang Quraisy adalah wali-wali Allah. Allah telah berperang demi mereka dan mengusir musuh musuh mereka.

Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Abrahah telah meninggal, anaknya yang bernama Yaksun bin Abrahah menduduki tahta kerajaan Habasyah sebagai penggantinya. Setelah Yaksum bin Abrahah meninggal saudaranya yang bernama Masruq menguasai orang-orang Habasyah yang ada di Yaman.

Kepergian Sayf bin Dzu Yazan dan Pemerintahan Wihraz di Yaman
Tatkala bencana melanda Yaman dalam waktu yang sangat lama, Sayf bin Dzu Yazan al- Himyari yang bergelar Abu Murrah keluar hingga orang Habasyah dari sana dan mengambil alih negeri itu. Dia memintanya untuk mengirimkan pasukan ke sana sesuai yang dia kehendaki dan menjanjikannya untuk memberikan Nu’man bin Mundzir yang merupakan gubernur Kisra Persia di Hirah dan kawasan-kawasan sekitar Irak. Diapun mengadukan masalah orang-orang Habasyah ini. Mendengar pengaduannya Nu'man berkata: "Sesungguhnya saya memiliki waktu khusus untuk mengunjungi Kisra setiap tahunnya, oleh sebab itu lah hendaknya engkau tinggal di sini sampai waktu itu datang." Maka Diapun tinggal be- berapa lama di sana dan pada saat waktunya tiba Nu'man mengajaknya menemui Kisra dan diapun memperkenalkannya padanya. Kisra duduk dia atas singgasananya dimana di sana ada mahkotanya. Mahkotanya laksana neraca yang besar — sebagaimana sangkaan mereka— dimana di dalamnya ada yaqut dan mutiara, intan berlian, rubi dan topaz yang dililit di rantai emas di dalam ruangan pertemuan istananya. Lehernya tidak mampu menopang mahkotanya makanya dia disembunyikan di balik jubah hingga dia duduk di singgasananya, kemudian dia memasukkan kepalanya ke mahkotanya. Tatkala dia ingin ia duduk di tempat duduknya maka kain (jubah) itu di- singkap. Maka setiap orang yang melihat dia untuk pertamanya kalinya segera bersimpuh di depannya karena segan padanya. Tatkala Sayf masuk menemuinya maka dia pun duduk bersimpuh.

Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah telah menuturkan pada saya bahwa Sayf tatkala masuk menemui Kaisar dia merundukkan kepalanya. Maka Kaisar berkata: "Sesungguhnya orang bodoh ini masuk menemui saya dari pintu yang panjang, lalu dia mengangguk-anggukkan kepalanya!" Maka hal itu pun diberitahukan kepada Sayf. Maka Sayf pun berkata: "Sesungguhnya aku melakukan itu karena kesedihanku dan semua hal yang menekanku"!

Ibnu Ishaq berkata: Kemudian dia berkata: "Negeri kami dikalahkan oleh orang:orang asing di negeri kami sendiri?" Kisra bertanya: "Siapa yang engkau maksud dengan orang asing itu? Orang-orang Habasyah atau Sindi?"

Maka diapun berkata: "Orang asing itu adalah orang Habasyah, aku datang ke sini untuk meminta bantuanmu dan jika engkau lakukan maka kerajaan menjadi milikmu!" Kisra berkata: "Negerimu sangat jauh dari kami sementara sumber kekayaannya sangat minim. Dan aku tidak ingin membuat pasukan Persia mengalami kesulitan di negeri Arab, Aku tidak butuh itu!" Kemudian dia memberinya hadiah sebanyak sepuluh ribu dirham dia juga memberikan pakaian yang sangat indah. Tatkala semuanya sudah ada di tangannya maka Sayf pun segera keluar dari istana Kaisar. Dan dia pun menaburkan uang hadiah Kisra itu pada banyak orang. Apa yang dia lakukan sampai ke telinga Sang Kaisar. Maka dia pun berkata: "Sesungguhnya orang ini pasti orang yang luar biasa. "Kemudian dia mengutus seseorang untuk menemuinya. Orang itu berkata: "Apakah engkau sengaja menebarkan hadiah Kisra kepada banyak orang?" Dia pun menjawab: "Apa yang bisa aku perbuat dengan ini semua? Bukankah negeri dari mana aku datang gunung-gunungnya adalah emas dan perak?" Dia katakan itu untuk menarik hatinya. Maka Kisra segera mengumpulkan para menterinya. Kemudian dia berkata: "Bagaimana pendapat mu tentang urusan lelaki ini dan rencana besarnya." Maka berkatalah salah seorang di antara mereka: "Wahai Kisra, sesungguhnya di dalam penjaramu ada banyak orang yang siap untuk dibunuh, andaikata kau kirim mereka bersamanya, jika mereka meninggal maka itulah yang memang engkau inginkan dan jika mereka selamat dan menang maka baginda akan mendapatkan tambahan kerajaan baru." Maka Kisra segera mengirimkan orang-orang penjara yang jumlah sebanyak delapan ratus laki-laki.

Kemudian dia mengangkat seorang lelaki di antara mereka yang bernama Wahriz, salah seorang yang paling tua di tengah-tengah mereka. Seorang yang berasal dari keturunan yang paling baik dan dari rumah yang baik pula. Maka mereka pun berangkat dengan menggunakan delapan kapal, dua kapal teng- gelam. Sedangkan yang enam sisanya berhasil sampai di tepi pantai Adn. Sayf kemudian menggabungkan orang-orang yang berhasil dia himpun bergabung dengan Wahriz. Dia pun berkata: "Kakiku akan bersama kakimu hingga kita mati atau kita menang."

Wahris berkata: "Kau telah melakukan suatu yang adil!" Kemudian Masruq bin Ab- rahah raja Yaman keluar menyongsongnya dan dia pun menghimpun pasukannya. Wahriz kemudian mengirimkan anaknya untuk memerangi mereka agar ia mendapat pengalaman perang. Anak Wahris terbunuh. Peristiwa semakin memuncakkan kemarahannya atas mereka. Tatkala
 
manusia telah rapi berbaris dia berkata: "Tunjukkan kepada saya raja mereka!" Maka mereka berkata: "Tidakkah engkau lihat seorang lelaki yang duduk di atas gajah sementara mahkotanya ada di atas kepalanya. Dan di antara kedua matanya ada yakut berwarna merah?" Dia pun menjawab: "Ya!" Mereka berkata: "Dialah raja mereka!" Dia berkata: "Biarkanlah dia!" Maka mereka pun berdiri lama. Kemudian dia berkata lagi: "Ke mana dia sekarang?" Mereka berkata: "Dia berganti kendaraan dengan menunggangi kuda!" Dia berkata lagi: "Biarkanlah!" Maka mereka pun lama berdiri menunggu. Dia berkata lagi: "Kini di mana dia?" Kini dia berganti kendaraan dengan menunggangi seekor keledai! Maka Wahriz berkata: "Anak keledai! Kau akan hina dan kerajaannya akan hina pula, aku akan memanahnya. Jika kalian bala tentaranya tidak bergerak maka tinggallah kalian di tempat dan jangan bergerak hingga aku memberi izin pada kalian. Sebab itu artinya aku telah salah memanah! Dan jika kalian melihat pasukannya melingkarinya dan berkumpul di sekelilingnya maka itu berarti bahwa panah saya telah mengenainya. Maka bergeraklah kalian menyerang mereka!"

Lalu dia mencabut anak panahnya—dan menurut cerita bahwa anak panahnya tidak ada yang bisa mengangkat karena beratnya kecuali dia. Dia mengarahkan anak panahnya tepat di antara kedua alisnya. Lalu dia melepas anak panahnya dan berhasil memecah rubi yang ada di antara kedua matanya sedangkan anak panah itu menusuk kepalanya yang menembus hingga belakang lehernya. Dan dia terpelanting dari tunggangannya. Maka berkumpullah orang-orang Habasyah di sekeliling dia dan saat itulah pasukan Persia itu menyerang mereka. Orang-orang Habasyah itu kalah dan mereka melarikan diri dengan terpencar-pencar. Maka Wihraz segera bergerak untuk memasuki Shan'a hingga saat dia tiba di pintu gerbangnya dia berkata: "Jangan masukkan panjiku dengan cara terjungkir untuk selamnya! Hancurkan gerbang itu!" Dan gerbangpun hancur lebur. Kemudian dia memasukinya dengan menancapkan panji perangnya. Maka Sayf Dzu Yazan al-Himyari berkata:

Manusia menyangka bahwa kedua raja telah damai bersatu
Dan orang yang mendengar rekonsialisasi mereka dapatkan satu hal yang mengerikan Kami telah membunuh raja Masruq Dan kami sirami pasir dengan kucuran darah
Sesungguhnya raja raja yang baru, Wahriz raja manusia telah mengucap sumpah Dia tidak akan minum anggur hingga berhasil menawan menangkap tawanan dan barang rampasan perang

Ibnu Hisyam berkata: Bait-bait syair ini adalah miliknya. Khallad bin Qurrah as Sadusi menyenandungkan bait terakhir syair gubahan A'sya Bani Qais bin Ts'labah. Namun sebagian ahli syair mengingkarinya bahwa ini adalah karya dia:

Ibnu Ishaq berkata: Abu Shalt bin Abi Rabi'ah al-Tsaqafi—Ibnu Hisyam berkata: Dan diriwayatkan karya Ibnu Abi Shalt:
Hendaklah dia menuntut dendam laksana Bin Dzu Yazan
Yang tinggal di laut bertahun-tahun demi balas dendam atas musuh-musuhnya Kala waktu perjalanan datang dia menemui Kaisar
Namun dia tidak dapatkan sebagian apapun yang dia minta Kemudian dia datang menemui Kisra setelah sepuluh tahun Yang ternyata menganggap murah nyawa dan hartanya
Hingga dia berhasil membawa orang-orang Persia bersamanya Demi hidupku kau telah melakukan tindakan yang sangat cepat Lalu berangkatlah sekelompok orang di antara mereka
Para prajurit yang belum pernah ada sebelum mereka
 
Para pangeran, orang terpandang dan para pemanah Para singa yang mengajari anak-anak mereka di hutan
Mereka melempar anak panah dari busur de- ngan sangat kuat Dengan kayu keringyang membuatyang terke- na cepat meninggal Kau telah mengirim singa melawan anjing hi- tam
Membuat mereka lari terpencar di seluruh mu- ka bumi Maka minumlah dengan tenang dan pakailah mahkota
Di puncak Ghumdan yang menjadi rumah tempat tinggalmu yang pilih Minumlah dengan tenang karena mereka telah binasa
Dan kini berjalanlah dengan bangga dengan memakai jubahmu yang terjulur
Itu semua adalah perbuatan mulia! Tidak ada dua ember susu yang dicampur air
Lalu kemudian berubah menjadi kencing

Ibnu Hisyam berkata: Inilah riwayat yang benar yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq darinya. Kecuali bagian terakhir yang berbunyi: Itu semua adalah perbuatan mulia! Tidak ada dua ember susu yang di campur air, adapun yang terakhir ini adalah karya Na- bighah al-Jadi yang bernama asli Hibban bin Abdullah bin Qais salah seorang Bani Jadah bin Ka'ab bin Rabi'ah bin Amir bin Sha'sha'ah bin Mu'awiyah bin Bakar bin Hawazin, dalam bait syairnya.

Ibnu Ishaq berkata: Adi bin Zaid al-Hiry, salah seorang Bani Tamim, Ibnu Hisyam berkata: Kemudian salah seorang Bani Imruul Qais bin Zaid bin Manat bin Tamim, disebut- kan namanya adalah Adi bin dari Ibad dari penduduk Hirah:

Apa terjadi setelah Shan'a diurus oleh yang berlaku baik Yang pemberiannnya demikian berlimpah
Orang-orang yang membangunnya mengangkatnya ke awan yang bergerak beriringan Dan kamar-kamarnya yang yang berwangian kesturi
Dilindungi bebukitan dari serangan musuh- musuhnya Ketinggiannya sulit untuk diukur
Di dalamnya ada suara burung hantu nan merdu Saat menimpali suara peniup seluring
Takdir telah menggiring pasukan Persia ke tempat itu Bersama dengan pangeran-pangerannya
Mereka berjalan di atas keledai yang membawa kematian Sementara anak-anak kuda berlari di belakangnya Hingga raja-raja melihat mereka dari puncak benteng
Di hari saat mereka memanggil orang-orang Barbar(Habasyah) dan Yaksum Dan tidak orang yang selamat yang lari darinya
Cerita hari itu tetap lestari
Dan kini lenyaplah nikmat dari orang yang selama ini menikmatinya
Orang-orang Persia menggantikan orangpribu- mi dengan sekelompok manusia Dan hari-hari demikian gulita dan penuh misteri
Setelah anak-anak terhormat Tubba'
Pangeran-pangeran Persia kini tinggal di sana

Ibnu Hisyam berkata: Bait-bait ini adalah ada pada syairnya. Sementara itu Abu Zaid al- Anshari, dan al-Mufudhdhal al-Dhibbi mengungkapkan kata:
 
Di hari saat mereka memanggil orang-orang Barbar(Habasyah) dan Yaksum

Inilah yang dimaksud oleh Sathih dalam ucapannya: Orang yang melakukannya adalah Iram bin Dzi Yazan yang keluar menyerang mereka dari Aden dan mereka tidak membiarkan satu orang Habasyipun tersisa di Yaman.

Ini pula yang dimaksud oleh Syiq dalam ucapannya: Seorang lelaki yang tidak hina, tidak pula menghinakan. Dia keluar pada mereka dari rumah Dzi Bazan.

Akhir Pemerintahan Orang Persia di Yaman
Ibnu Ishaq berkata: Maka Wihriz dan orang- orang Persia tinggal di Yaman. Dan di antara sisa- sisa pasukan Persia kala itu adalah anak-anak mereka yang hingga kini ada di Yaman. Masa pemerintahan Habasyah di Yaman adalah berada di antara masuknya Aryath hingga terbunuhnya Masruq bin Abrahah oleh pasukan Persia dan dikeluarkannya mereka dari Yaman. Masa itu berlangsung sekitar tujuh puluh dua tahun. Kekuasaan mereka ada bergilir pada empat orang: Aryath, kemudian Abrahah, lalu Yaksum bin Abrahah dan yang terakhir adalah Masruq bin Abrahah.

Ibnu Hisyam berkata: Kemudian meninggallah Wahriz. Kisra segera memerintahkan anaknya yang bernama Marzuban bin Wihraz untuk memerintah Yaman. Setelah Marzuban meninggal Kisra mengangkat anaknya yang bernama Taynujan bin Marzuban sebagai penggantinya setelah Taynujan meninggal Kisra menggantinya dengan anaknya, namun setelah itu dia diturunkan dan mengangkat Badzan. Badzan berkuasa di Yaman hingga Allah mengutus Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Alihi wa Sallam

Zuhri menuturkan kepada saya, dia berkata: Kisra menulis surat kepada Badzan yang isinya adalah sebagai berikut: Sesungguhnya telah sampai berita kepadaku bahwa seorang lelaki dari Quraisy telah muncul di Mekkah dan dia mengaku bahwa dirinya adalah seorang Nabi. Maka berangkatlah engkau ke sana dan suruhlah dia bertaubat, jika dia bertaubat biarkanlah dia hidup dan jika tidak maka kirimkan kepalanya kepadaku.

Maka Badzan mengirimkan surat Kisra itu kepada Rasulullah. Dan Rasulullah membalas suratnya yang berisi: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku bahwa Kisra akan terbunuh pada hari demikian, bulan demikian."

Tatkala Badzan menerima surat ini, dia terhentak dan sedikit merenung seraya berkata: "Jika dia benar seorang Nabi, maka apa yang dia katakan akan menjadi kenyataan!" Maka Allah mematikan Kisra pada hari yang telah dikatakan Rasulullah.

Ibnu Hisyam berkata: Di terbunuh di tangan anaknya sendiri yang bernama Syirawih. Mengenai hal ini berkatalah Khalid bin Haq al-Syaibani:

Dan Kisra mana kala pedang-penuh anak-anaknya mencincangnya Laksana daging yang dicincang-cincang
Kematian datang di suatu hari nan pasti
Sebagaimana seorang hamil yang datang hari melahirkannya

Az-Zuhri berkata: Tatkala berita itu sampai kepada Badzan maka dia mengirimkan utusan
 
kepada Rasulullah dan menyatakan keislamannya dan masuk Islamnya orang-orang Persia yang bersamanya. Maka ber katalah utusan-utusan dari Persia itu kepada Rasulullah: "Kepada siapa kami bergabung wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Kalian adalah bagian dari kami dan kepada kami ahli Bait."

Ibnu Hisyam berkata: Telah sampai berita dari Az-Zuhri kepada saya bahwa sesungguhnya dia berkata: Oleh sebab itulah Rasulullah bersabda:

"Salman bagian dari kami."

Ibnu Hisyam berkata: Inilah yang dimaksudkan oleh Sathih tatkala dia berkata: Seorang Nabi Suci yang menerima wahyu dari Dzat Yang Mahatinggi.

Ini pula yang dikatakan oleh Syiq tatkala dia berkata: Tidak, dia akan terputus dengan datangnya seorang nabi yang diutus yang datang dengan keadilan dan kebenaran di antara orang-orang beragama dan orang-orang yang memiliki keutamaan. Kerajaan akan berada di tangan kaumnya hingga hari pembalasan (kiamat).

Ibnu Ishaq berkata: Bahwa di salah satu batu cadas di Yaman —sebagaimana yang
mereka sangka— ada sebuah buku (inskripsi) Zabur yang di tulis di masa-masa awal yang berbunyi:

Kepunyaan siapa kerajaan Dzimar? Kepunyaan orang-orang Himyar yang berbudi luhur. Kepunyaan siapa kerajaan Dzimar? Kepunyaan orang-orang Habasyah yang kejam.
Kepunyaan siapa kerajaan Dzimar? Kepunyaan orang-orang Persia yang dimerdekakan. Kepunyaan siapa kerajaan Dzimar? Kepunyaan orang-orang Quraisy, pedagang

Adapun yang dimaksud dengan Dzimar adalah Yaman atau Shan'a. Ibnu Hisyam berkata: Dzimar dengan harakatfathah (dzamar), sebagaimana yang Yunus sampaikan kepada saya.

Ibnu Ishaq berkata: A'sya bin Qais bin Tsa'labah mengatakan tentang kebenaran apa yang dikatakan oleh Sathih dan Syiq sahabat nya:

Tidak ada seorang perempuan yang pernah melihat apa yang mereka lihat Sebagaimana kebenaran yang dikatakan Adz- Dzibi dalam sajaknya

Orang-orang Arab memanggil Sathih dengan sebutan Adz-Dzibi karena dia adalah anak Rabi'ah bin Mas'ud bin Mazin bin Dzi'b.

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair ini adalah apa yang ada dalam sajaknya.

Kisah Kerajaan al-Hadhar
Ibnu Hisyam berkata: Telah menuturkan kepada saya Khallad bin Qurrah bin Khalid As-Sadusi dari Jannad, atau dari sebagian ulama Kufah yang ahli tentang silsilah keturunan: Sesungguhnya telah disebutkan bahwa sesungguhnya An-Nu'man bin Mundzir ter- masuk keturunan Sathirun raja al-Hadhar.

Adapun al-Hadhar adalah benteng yang sangat besar laksana sebuah kota, dia berada di pinggiran sungai Eufrat. Inilah yang disebutkan oleh Ady bin Zaid dalam syairnya:

Orang-orang Hadhar membatigunnya di pinggiran sungai Dajlah dan Khabur Dia dilapisi marmer dan dihiasi dengan cat dari gipsum
Dimana burung-burung nyaman bersarang di atapnya tenang Namun kematian tidak takut akan benteng itu
Kerajaannya lenyap dan gerbangnya ditinggalkan

Ibnu Hisyam berkata: Ini adalah syair miliknya.

Adapun apa yang disebutkan oleh Abu Duad al-Iyadi adalah sebagai berikut:

Kulihat maut bergerak pada Al-Hadhar Pada Satirun, sangpenguasa

Inilah adalah syair miliknya. Disebutkan bahwa syair ini adalah milik Khalaf al-Ahmar, sedangkan yang lain menyebutkan bahwa ini adalah karya Hammad, seorang pembacanya.
Kisra Sabur Dzul Aktaf menyerang Sathi-run raja Al-Hadhar, dia mengepungnya selama dua tahun. Suatu hari anak perempuan Sathirun melihat pada benteng, dan matanya melihat pada Sabur yang sedang mengenakan pakaian dari bahan sutera. Di atas kepalanya bertengger mahkota yang dibuat dari emas dan bertaburkan batu manikam, topas, rubi dan mutiara. Sabur adalah sosok lelaki yang ganteng. Secara rahasia dia mengirimkan seseorang kepada Sabur dengan mengatakan: "Apakah engkau akan menikahiku jika bukakan padamu pintu al- Hadhar?" Maka dia menjawab: "Ya!"

Tatkala hari menjelang malam Sathirun minum minuman keras hingga mabuk. Dia tidak pernah tidur malam kecuali dalam keadaan mabuk. Maka dia mengambil pintu-pintu kunci Al- Hadhar dari bawah kepalanya. Lalu dia mengirimkan kunci-kunci itu melalui seorang mantan budak yang telah dimerdekakan kepada Sabur. Sabur pun membuka pintu dan dia pun masuk dan membunuh Sathirun, lalu dia menyerahkan Al-Hadhar pada tentara dengan melakukan tindakan yang diluar batas dan memporak porandakannya. Sementara dia membawa anak puteri Sathirun yang kemudian menikahinya. Tatkala waktu tidur tiba, namun dia bolak balik di atas kasurnya tidak bisa tidur. Maka Sabur pun mengambil lilin penerang dan dia memeriksa kasurnya dan ternyata dia dapatkan sebuah batang pohon kecil dengan warna terang. Maka Shabur pun bertanya: "Apakah ini yang membuat tidak bisa tidur malam?" Dia berkata: "Ya! Sabur bertanya kembali: "Apa yang ayahmu lakukan pada dirimu?" Shabur berkata: "Dia mengham- parkan kasur dari brokat, memberi baju dari sutera, memberinya makan dari sumsun dan memberikan minuman dari anggur."

Shabur berkata: Jika yang kau balaskan kepada ayahmu adalah dengan cara sekarang ini, sebentar lagi engkau akan lebih cepat mengkhianatiku! Dia kemudian memerintahkan pada para pengawalnya untuk mengikat rambut wanita itu pada ekor kuda. Kuda itu kemudian berlari kencang sehingga membuat wanita itu meninggal.

Mengenai hal ini A'sya bin Qais berkata:

Tidakkah kau melihat al-Hadhar bergelimangan nikmat Namun apakah nikmat-nikmat itu abadi adanya Shahbur menempatkan pasukannya dua tahun lamanya
 
Dengan menghantamkan kapak-kapaknya Tatkala dia berdoa pada Tuhannya
Dia mengabulkannya tanpa disertai dendam membara

Bait-bait syair di atas adalah karya tangannya. Adi bin Zaid berkata:
Orang-orang Hadhar itu tertimpa musibah besar, dari atasnya yang menimpa pundak- pundaknya
Seorang gadis yang tidak melindungi ayahnya
Pada saat itu dimana dia telah menghilangkan pelindungnya Karena dia telah memberi minum ayahnya dengan arak murni Namun adakah orang yang minum menjadi linglung
Dia serahkan keluarganya di malam itu Dengan mengira bahwa raja akan mempersunting dirinya
Sayang masih pengantin tatkala subuh menjelang
Yang    ada    adalah    aliran    darah    menggenang    Al-Hadhar    telah    dihancurkan    dan diporakporandakan
Gantungan-gantungan pakaiannya dibakar musnah

Anak Nizar bin Ma'ad
Ibnu Ishaq berkata: Nizar memiliki tiga anak: Mudhar bin Nizaz, Rabi'ah bin Nizaz dan An- mar bin Nizaz.

Ibnu Hisyam berkata: Dan Iyad bin Nizar. Harits bin Daus al-Iyadi dan diriwayatkan dari Abu Duad bin al-Iyadi, yang namanya adalah Jariyah bin Al-Hajjaj.

Dan pemuda-pemuda yang elok rupanya Dari Iyad bin Nizar bin Ma'ad

Bait ini adalah miliknya.

Adapun ibu Mudhar dan Iyad adalah Sau- dah binti Akk bin Adnan. Sedangkan ibu dari Rabi'ah dan Anmar adalah Syuqaiqah bin Akk bin Adnan. Ada juga yang menyebutkan ibunya bernama Jumu'ah bintu Akk bin Adnan.

Ibnu Ishaq berkata: Adapun Anmar, dia adalah Abu Khats'am dan Bajilah. Jarir bin Abdullah al-Jabili. Dia berkata: Jarir bin Ab-dullah al-Bajili dia adalah pemuka Bajilah. Dia- lah yang disebutkan oleh seorang penyair.

Andaikata bukan karena Jari hancurlah Bjilah
Sungguh dia pemuda yang baik dan sungguh kabilahnya kabilah terjelek

la mengatakan itu tatkala ia mengadukan al-Furabishah al-Kalbi kepada Al-Aqra' bin Habis At- Tamimi bin 'Iqal bin Mujasyi' bin Darim bin Malik bin Hanzhalah bin Malik bin Ziyad Manat

Wahai Aqra' bin Habis, hai Aqra'
 
Jika saudaramu mati maka kau juga akan mati

Ia juga berkata:

Hai kedua anak Nizar bantulah saudara kalian berdua Karena kudapatkan ayahku adalah ayah kalian juga
Tak kan kalah orang yang bergabung dengan kalian berdua
Mereka pergi ke Yaman dan menjadi penduduk Yaman.

Ibnu Hisyam berkata: Orang-orang Yaman dan Bajilah berkata: Anmar bin Irasy bin Lihyan bin Amr bin al-Ghauts bin Nabt bin Malik bin Zaid bin Kahlan bin Saba'. Juga disebutkan Irasy bin Amr bin Lihyan bin al-Ghauts. Ruman Bajilah dan Khats'am berada di Yaman.

Ibnu Ishaq berkata: Mudhar memiliki dua anak lelaki yang bernama Ilyas bin Mudhar dan Aylan bin Mudhar. Ibnu Hisyam berkata: "Ibu keduanya adalah berasal dari orang Jurhum."

Ibnu Ishaq berkata: "Ilyas memiliki tiga anak. Mudrikah bin Ilyas, Thabikhah bin Ilyas dan Qama'ah bin Ilyas." Ibu mereka adalah Khindif seorang wanita asal Yaman.
Ibnu Ishaq berkata: Nama Mudrikah adalah Amir, sedangkan nama Thabikhah adalah Amran. Mereka mengatakan bahwa keduanya sedang menggembalikan unta mereka berdua, kemudian mereka berburu binatang buruan. Setelah mendapatkan hasil buruan mereka duduk dan memasaknya. Tiba-tiba seekor singa datang menyerang unta mereka. Maka berkatalah Amir kepada Amr: "Apakah engkau akan mengejar unta itu atau akan memasak hasil buruanmu?" Amr berkata: "Aku akan memasak hasil buruanku." Maka Amir segera mengejar unta itu dan diapun berhasil mendapatkannya kembali. Tatkala keduanya pulang menemui bapaknya mereka bercerita tentang peristiwa itu. Maka berkatalah bapaknya: "Engkau adalah: Mudrikah(yang menemukan untanya kembali)!!" Dan dia berkata kepada Amr: "Engkau Thabikhah (tukang masak)." Ibu mereka keluar tatkaka mendengar berita itu. Dia keluar dengan sangat cepat. Maka suaminya berkata: "Engkau ini takhandafin (lari berderap), maka diapun disebut Khindif (yang lari berderap)."

Adapun Qama'ah maka orang-orang ahli nasab Mudhar bahwa sesungguhnya Khuzaah adalah anak dari Amr bin Luhay bin Qama'ah bin Ilyas.


Amr bin Luhay dan Berhala berhala Arab
Ibnu Ishaq berkata bahwa Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm berkata kepadanya dari ayahnya bahwa ia diberitahu bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Aku melihat Amr bin Luhay menyeret usus-ususnya di neraka. Aku bertanya kepadanya tentang manusia (yang hidup) antara aku dengannya, ia menjawab, 'Mereka telah binasa.'"44    Bukhari pada hadits no. 1212 dan Muslim pada hadits no. 2856 tanpa ada perkataan "Aku bertanya kepadanya tentang manusia (yang hidup) antara aku dengannya" hanya langsung disebutkan: mereka binasa!

Ibnu Ishaq: Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At-Taimi berkata kepadaku bahwa Abu Shalih As-Samman berkata kepadanya bahwa Abu Hurairah, menurut Ibnu Hisyam bernama
 
asli Abu Hurairah ialah Abdullah bin Amir. Ada yang menyebutkan nama Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Shakhr, ia mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Aktsam bin Al-Jaun Al-Khuzai:

"Hai Aktsam, aku lihat Amr bin Luhay bin Qama'ah bin Khindif menyeret usus-ususnya, dan aku belum pernah melihat orang yang amat mirip dengannya melainkan engkau, dan dia sangat mirip denganmu." Aktsam berkata: "Apakah kemiripannya denganku itu membahayakanku, wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidak demikian, sebab engkau seorang Mukmin, sedangkan dia seorang kafir. Dialah orang yang pertama kali mengubah agama Ismail, memasang berhala, mengiris telinga unta, me- lepaskan saibah, menyambung washilah, dan melindungi (haami)."5
5    Sanadnya hasan. Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir dari Ibnu Ishaq dalam al-Bidayah wa al-Nihayah jilid II halaman 189.


Ibnu Hisyam berkata bahwa salah seorang yang memiliki ilmu sangat mumpuni berkata kepadaku bahwa Amr bin Luhay pergi dari Mekkah menuju Syam untuk satu kepentingan tertentu. Tatkala dia tiba di Ma'arib, daerah di Balqa', saat itu, Ma'arib didiami Al-Amaliq anak keturunan Imlaq, ada yang menyebutkan Amliq bin Lawudz bin Sam bin Nuh. Dia melihat mereka menyembah berhala. Lalu ia berkata pada mereka: "Berhala-berhala model apakah yang kalian puja-puja itu?" Mereka berkata kepada Amr bin Luhay: "Kami memuja-muja berhala-berhala guna meminta hujan, lalu ia menurunkan hujan kepada kami hujan. Kami memohon kepadanya lalu ia mengabulkan permohonan kami." Amr bin Luhay berkata kepada: "Apakah kalian mau memberiku satu berhala saja yang bisa aku bawa ke Jazirah Arab lalu mereka menyembahnya?"

Merekapun memberi Amr bin Luhay satu berhala bernama Hubal. Amr bin Luhay tiba di Mekkah dengan membawa berhala Hubal. Ia memancangkannya, lalu memerintahkan penduduk kota Mekkah untuk menyembah dan mengagungkannya.

Ibnu Ishaq berkata: Ada yang menyebutkan bahwa penyebab keturunan Ismail menyembah berhala ialah karena jika mereka mengalami kesulitan di Mekkah, dan ingin pergi mencari rezki di negeri-negeri lain, mereka senantiasa membawa salah satu batu dari batu-batu tanah suci Mekkah sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap Mekkah. Jika berhenti di sebuah tempat, mereka meletakkan batu tersebut, kemudian thawaf di sekelilingnya persis sama pada saat mereka thawaf di sekeliling Kabah. Demikianlah yang terjadi, hingga akhirnya terjadi perubahan sikap dan paradigma pada mereka. Mereka menyembah batu yang mereka menurut pikiran mereka baik dan menarik perhatian. Generasi terus berganti hingga akhirnya lupa penyikapan yang benar terdahulu terhadap batu tersebut sehingga akhirnya mereka mengubah agama Ibrahim dan Ismail dengan agama lain. Mereka memuja-muja berhala-berhala dan tersesat seperti seperti tersesatnya bangsa-bangsa yang mendahului mereka. Namun demikian, di antara mereka masih ada sisa-sisa pengikut Nabi Ibrahim yang berpegang kokoh kuat dengan agama Ibrahim. Mereka tetap mengagungkan Ka'bah, thawaf di sekelilingnya, melakukan ibadah haji, umrah, wukuf di Arafah dan Muzdalifah, menyembelih hewan qurban, membaca talbiyah saat menunaikan haji dan umrah, namun sudah disertai dengan memasukkan ajaran baru (bid'ah) ke dalamnya. Jika orang-orang Kinanah Quraisy melakukan talbiyah mereka berkata:

"Labbaik allahumma labbaik,. labbaikan laa syariika laka illaa syariikun huwa laka. Tamli- kuhi wa maa malaka (Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku
 
sambut panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu tersebut menjadi milik-Mu. Engkau memilikinya dan tiada seorangpun yang memiliknya). "Mereka mentauhidkan Allah dalam seruan talbiyah mereka, tapi pada saat yang sama memasukkan berhala-berhala mereka bersama Allah dan menjadikan berhala-berhala tersebut di Tangan-Nya (sekutu-Nya).

Allah berfirman kepada Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam:


Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain) (QS. Yusuf: 106).

Maksudnya ialah mereka tidak mentauhidkan Aku karena paham mengenai hak-Ku, kecuali mereka jadikan dari makhluk-Ku sekutu buat-Ku.

Umat Nabi Nuh memiliki berhala-berhala, tempat dimana mereka beribadah kepadanya. Allah Tabaraka wa Ta'ala menceritakan berhala-berhala tersebut kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam firman- Nya:


Dan mereka berkata: "jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa \ yaghuts, ya'uq dan nasr." Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan. " (QS. Nuh: 23-24).

Mereka yang membikin patung-patung dari keturunan Ismail dan selain keturunan dia, dan menamai berhala-berhala dengan nama-nama mereka sendiri saat meninggalkan agama Ismail ialah Kabilah Hudzail bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar. Mereka menjadikan Suwa' sebagai berhala, mereka memilikinya di Burhat, sebuah tempat di dekat Yanbu'. Selain kabilah Hudzail ialah Kabilah Kalb bin Wabrah dari Qudha'ah. Mereka menjadikan Wadd sebagai berhala di Dumatul Jandal.

Ibnu Ishaq berkata: Ka'ab bin Malik Al- Anshari berkata:

Kami tlah lupakan AI-Lata, Al-Uzza, dan Wadd Kami mengambil ikatan dan pengikat hidung-Nya

Ibnu Hisyam berkata: Bait-bait di atas adalah penggalan dari syair-syair Ka'ab bin Malik, nanti akan saya sebutkan pada tempatnya secara lengkap, Insya Allah.

Ibnu Hisyam berkata: Kalb ialah putera dari Wabrah bin Taghlab bin Hulwan bin Imran bin Ilhaf bin Qudha'ah.
Ibnu Ishaq berkata: An'um dari Thayyi' dan penduduk Jurasy dari Madzhaj menjadikan Yaghuts berhala sesembahan mereka di Jurasy.
 
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkankan An'am (bukan An'um). Thayyi' adalah putera Adad bin Malik dan Malik ialah Madzhaj bin Udad. Ada pula yang menyebutkan bahwa Thayyi' adalah anak Adad bin Zaid bin Kahlan bin Saba'.

Ibnu Ishaq berkata: Khaiwan, yang merupakan salah satu kabilah utama dari Hamdzan menjadikan Ya'uq sebagai berhala di daerah Hamdzan di kawasan Yaman.
Ibnu Hisyam berkata bahwa Malik bin Namath Al-Hamdani berkata:

Allah kuasa mendatangkan manfaat dan mudharat di dunia
Sedang Ya'uq tidak bisa mendatangkan mamfaat dan mudharat apa apa

Bait syair di atas adalah penggalan dari syair-syair Malik bin Namath Al-Hamdani.

Ibnu Hisyam berkata: Nama Hamdan adalah Ausalah bin Malik bin Zaid bin Rabi'ah bin Ausalah bin Khiyar bin Malik bin Zaid bin Kahlan bin Saba'. Ada yang mengatakan Hamdan adalah anak Ausalah Zaid bin Ausalah bin Al-Khiyar. Ada pula yang menyatakan namanya adalah Hamdan bin Ausalah bin bin Rabi'ah bin Malik bin Al-Khiyar bin Malik bin Zaid bin Kahlan bin Saba'.

Ibnu Ishaq berkata: Dzu Al-Kula' dari Himyar menjadikan Nasr sebagai berhala di kawasan Himyar.

Sementara itu Khaulan mempunyai berhala yang bernama Umyanis di daerah Khaulan. Mereka mengurbankan hewan dan hasil panen mereka padanya di samping kepada Allah. Hak Allah yang masuk menjadi bagian berhala Umyanis mereka biarkan untuk berhala Umyanis, dan hak Allah yang menjadi hak berhala Umyanis, mereka ambil kemu- dian mereka berikan kepada berhala Umyanis. Mereka adalah kabilah Khaulan yang bernama Al-Adim. Mengenai mereka, Allah Tabaraka wa Ta'ala menurunkan firman-Nya:



Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bahagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami." Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala- berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-ber- hala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu. (QS. al-An'am: 136).

Ibnu Hisyam berkata: Khaulan adalah anak Amr bin Ilhaf bin Qadha'ah. Ada yang menyebutkan dia adalah Khaulan anak Amr bin Murrah bin Udad bin Zaid bin Mihsa' bin Amr bin Arib bin Zaid bin Kahlan bin Saba'. Ada yang menyebutkan Khaulan adalah anak Amr bin Sa'ad Al-Asyirah bin Madzhij.
 
Ibnu Ishaq berkata: Anak-anak keturunan Milkan bin Kinanah bin Khuzaiman bin Mudrikah bin Hyas bin Mudhar memiliki berhala yang bernama Sa'ad. Berhala ini adalah batu di tanah lapang di daerah mereka. Salah seorang Bani Milkan dengan unta-untanya pergi pada berhala tadi dan bermaksud mendudukkannya di atas berhala tersebut dengan harapan mendapatkan keberkahannya, sesu- ai dengan prasangka mereka. Ketika melihat batu berhala disiram dengan darah di atasnya, unta-unta tersebut lari kocar kacir. Pemilik unta dari Milkan tersebut pun marah, lalu dia pun mengambil batu dan melemparkannya ke arah berhala tersebut, seraya berkata: "Semoga Allah tidak memberkahimu. Engkau telah membikin untaku melarikan diri dariku." Setelah itu, segera ia mencari unta-untanya hingga akhirnya berhasil mengumpulkannya. Ketika unta-untanya telah terkumpul, ia menyenandungkan sebuah syair:

Kami datangpada Sa'ad 'tuk menghimpun perpecahan kami
Namurt Sa'ad malah mengkocar-kacirkannya, kini kami tak ada hubungan apapun dengan Saad
Bukankah Sa'ad hanyalah batu di tanah tandus
Tidaklah dia bisa mengajak pada kesesatan dan petunjuk
Sedangkan di Daus terdapat berhala kepu- nyaan Amr bin Humamah Ad-Dausi.
Ibnu Hisyam berkata: Saya akan paparkan masalah ini pada tempatnya, Insya Allah.
Daus adalah anak 'Udtsan bin Abdullah bin Zahran bin Ka'ab Al-Harts bin Ka'ab bin Abdullah bin Malik bin Nadhr bin Al-Asd bin Al-Ghauts. Ada yang mengatakan, bahwa Daus adalah anak Abdullah bin Zahran bin Al-Asd bin Al-Ghauts.

Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy membuat berhala di sumur dekat Ka'bah dan mereka menamakannya dengan nama Hubal.

Ibnu Hisyam berkata: Akan saya paparkan pembahasan tentang Hubal pada tempat-nya, Insya Allah.

Ibnu Ishaq berkata: Mereka membikin berhala Isaf dan Nailah di sumur Zamzam dan menyembelih hewan qurban di samping keduanya. Isaf adalah lelaki dan Nailah adalah perempuan dari Jurhum. Isaf adalah anak Baghyi, sementara Nailah adalah putri Diki. Isaf berhubungan badan dengan Nailah di dekat Ka'bah, kemudian Allah mengganti bentuk mereka berdua menjadi batu.

Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm berkata kepadaku dari Amrah binti Abdurrahman bin Sa'ad bin Zurarah ia berkata bahwa aku mendengar Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Kita selalu mendengar bahwa Isaf dan Nailah adalah laki-laki dan perempuan asal Jurhum yang melakukan hubungan tak senonoh di Ka bah, lalu Allah ubah keduanya menjadi batu, wallahu a'lam. "

Ibnu Ishaq berkata: Abu Thalib berujar:

Orang-orang Asy'ari menderumkan unta mereka Di tempat aliran air Isaf dan Nailah

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair di atas adalah potongan dari syair-syair Abu Thalib yang akan saya paparkan pada tempatnya, Insya Allah.
 
Ibnu Ishaq berkata: Setiap penduduk negeri membikin berhala dan mereka sembah di negeri masing-masing. Jika ada salah seorang dari mereka mau bepergian, ia mengusap-usap berhalanya saat hendak berangkat. Itulah aktivitas terakhir yang ia lakukan ketika ia hendak bepergian. Setibanya dari bepergian, ia mengusap-usap berhala tersebut. Itulah yang pertama kali ia lakukan sebelum bersua dengan keluarganya.

Ketika Allah mengutus Rasul-Nya, Mu-hammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan ajaran tauhid, orang-orang Quraisy berkata (sebagaimana diabadikan Quran):

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tu- han Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar- benar suatu hal yang sangat mengherankan (QS. Shaad: 5). Orang-orang Arab membuat thaghut-thaghut di samping Ka'bah. Thaghut-thaghut itu adalah rumah-rumah yang mereka agung-agungkan laksana mereka mengagungkan Ka'bah. Thaghut-thaghut tersebut memiliki penjaga dan pelayan, diberi sesajian seperti Ka'bah, mereka thawaf di sekelilingnya, menyembelih hewan qurban di sampingnya, dan mereka sangat mengerti keutamaan Ka'bah atas thaghut-thaghut tersebut, mereka tahu bahwa Ka'bah merupakan rumah Ibrahim Al-Khalil dan masjidnya.

Orang-orang Quraisy dan Bani Kinanah memiliki berhala Al-Uzza yang berada di Nakhlah. Penjaga dan pelayan berhala tersebut adalah Bani Syaiban dari Sulaim, sekutu Bani Hasyim.

Ibnu Hisyam berkata: Sulaim adalah sekutu Bani Abu Thalib. Sulaim yang dimaksud di sini adalah Sulaim bin Manshur bin Ikri- mah bin Khashafah bin Qais bin Ailan.

Ibnu Ishaq berkata: Salah seorang penyair Arab berkata:

Sungguh Asma' telah dinikahkan dengan kepala lembu Dan Al-Udmi yang dihadiahkan oleh Bani Ghanam
Ia bisa melihat sesuatu yang kecil walaupun jauh
Dan saat digiring ke tempat penyembelihan Al- Uzza ia bagi rata bagian

Jika memotong hewan qurban, mereka membagikannya kepada orang-orang yang ikut hadir di tempat tersebut. Mereka menyebutnya di tengah-tengah orang yang hadir dengan ghab'ghab, manhar, mihraq dima'.

Ibnu Hisyam berkata: Bait-bait syair di atas adalah karya Abu Khiras Al-Hudzali. Ia bernama lengkap Khuwailid bin Murrah.

Sadanah adalah orang-orang yang meng-urus urusan Ka'bah. Ru'bah bin Al-Ajjaj berkata:
Tidak, demi Tuhan tempat-tempat aman yang didiami
Di tempat hewan-hewan qurban disimpan dan rumah yang dijaga
 
Bait syair di atas adalah potongan dari syair-syair Ru'bah bin Al-Ajjaj dan akan saya paparkan di tempatnya, Insya Allah.

Ibnu Ishaq berkata: Berhala Al-Lata adalah milik Kabilah Tsaqif di Thaif. Para pen jaga dan pelayannya adalah Bani Mu'attab dari kabilah Tsaqif.

Ibnu Hisyam berkata: Pembahasan tentang Al-Lata akan saya paparkan pada tempatnya tersendiri, Insya Allah.

Ibnu Ishaq berkata: Berhala Manat adalah milik Kabilah Al-Aus, Al-Khazraj, dan orang-orang Yatsrib yang seagama dengan mereka di pesisir laut dari arah Al-Musyallal persisnya di daerah di Qudaid.

Ibnu Hisyam berkata: Al-Kumait bin Zaid, salah seorang dari Bani Usdi bin Khuzaimah bin Mudrikah berkata dalam sebuah syair:

Kabilah-kabilah telah bersumpah
Tidak akan memalingkan punggungnya dari Manat
Bait-bait syair di atas adalah potongan dari syair-syair Al-Kumait. "

Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Abu Sufyan kepada berhala Manat dan memerintahkannya untuk menghancurkannya. Ada yang menyebutkan bahwa sahabat yang diutus untuk menghancurkan berhala Manat ialah Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu.

Ibnu Ishaq berkata: Berhala Dzu Al-Khalshah adalah milik Daus, Khats'am, Bajilah, dan orang- orang Arab yang berada di daerah mereka di Tabalah. "

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Dzu Al-Khulushah. Salah seorang penyair Arab berkata:

Wahai Dzu Al-Khalash, andai kau menjadi teman dekatku yang terbunuh seperti aku Sedangkan ayahmu telah meninggal dunia Niscaya engkau tak mampu melarang pembunuhan

Kata Ibnu Hisyam lebih lanjut: Ayah penyair tersebut terbunuh, sedangkan dia ingin membalas dendam atas kematian ayahnya. Kemudian ia datang kepada Dzu Al-Khalashah, dan mengeluarkan dadu-dadu untuk dijadikan undian. Setelah undian dilaksanakan, ternyata yang keluar ialah dadu yang mencegahnya balas dendam. Oleh sebab itulah, ia melontarkan syair- syair di atas. Sebagian orang menisbatkan syair-syair di atas kepada Umru'u Al-Qais bin Hujr Al-Kindi. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim Jarir bin Abdullah untuk menghancurkan berhala Dzu Al-Khalshah.

Ibnu Ishaq berkata: Berhala Fals adalah milik Thayyi', dan penduduk yang tinggal di dua Gunung Salma dan Aja'.

Ibnu Hisyam berkata: Sebagian orang berilmu berkata kepadaku, bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Ali bin Abu Thalib untuk menghancurkan berhala Fals. Ketika Ali bin Abu Thalib sedang merobohkannya, ia menemukan dua pedang yang bernama Ar-Rasub dan Al-Mikhdzam. Ali bin Abu Thalib membawa kedua pedang itu kepada Rasulullah
 
Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan beliau menghadiahkannya padanya. Itulah pedang itulah milik Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu.

Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Himyar dan penduduk Yaman mempunyai rumah berhala di Shan'a yang diberi nama Ri'am.

Ibnu Hisyam berkata: Pembahasan hal ini telah saya paparkan sebelum ini.
Ibnu Ishaq berkata: Rudha' adalah sebuah rumah berhala milik Bani Rabi'ah bin Ka'ab bin Sa'ad bin Zaid bin Manat bin Tamim. Tentang Rudha' ini, Al-Mustaughir bin Rabi'ah bin Ka'ab bin Sa'ad berkata ketika ia menghancurkannya pada masa Islam:

Sungguh, ku telah menarik Rudha' dengan hentakan yang kuat Ku biarkan dia sebagai reruntuhan hitam di tanah yang cekung

Ibnu Hisyam berkata: Ucapan, aku biarkan dia sebagai reruntuhan hitam di tanah yang cekung berasal dari seseorang dari Bani Sa'ad.

Diriwayatkan bahwa Al-Mustaughir berumur tiga ratus tiga puluh tahun. Ia orang Mudhar yang berumur paling panjang. Ia pernah berkata:

Ku bosan hidup karena terlalu lama Dalam jumlah ratusan tahun Seratus dan dua ratus berlalu Ditambah beberapa bulan
Yang tersisa tak ubahnya seperti apa yang telah tiada Siang dan malam terus bergerak melangkahi kita

Sebagian orang mengatakan syair-syair di atas adalah milik Zuhair bin Janab Al-Kalbi.
Ibnu Ishaq berkata: Dzu Al-Ka'abaat adalah berhala milik Bakr, Taghlab anak keturunan Wail, dan Iyad. Berhala tersebut terletak di Sindad. A'sya, salah seorang dari Bani Qais bin Tsa'labah berkata tentang berhala tersebut,

Di antara Istana AI-Khawarnaq, Sadir dan Bariq Dan rumah Dzu Al-Ka 'abaat di Sandad

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair di atas ialah milik Al-Aswad bin Ya'fur An-Nahsyali. Nahsyal adalah putera Darim bin Malik bin Handzalah bin Malik bin Zaid bin Manat bin Tamim. Abu Muhriz Khalf Al-Ahmar membacakan sebuah syair kepadaku,

Penghuni istana Al-Khawarnaq, As-Sadirdan Bariq Dan rumah Dzu Al-Syurafaat di Sindad

Al-Bahirah, As-Saibah, Al-Washi- lah dan Al-Hami
Ibnu Ishaq berkata: Al-Bahirah adalah anak betina As-Saibah. Sedangkan As-Saibah ialah unta yang melahirkan sebanyak sepuluh kali, dan seluruh anaknya betina tanpa diselingi anak jantan. Setelah itu As-Saibah harus dilepas bebas, tidak boleh ditunggangi, bulunya tidak boleh dicukur, dan susunya tidak boleh diminum kecuali untuk jamuan tamu.
 
Jika ternyata setelah itu, unta As-Saibah melahirkan anak betina lagi, maka anak betina tersebut dipotong telinganya kemudian dilepas seperti induknya; tidak boleh ditunggangi, bulunya tidak juga dipotong, dan susunya tidak diminum kecuali untuk tamu seperti halnya yang dilakukan atas induknya. Anak unta betina yang demikian disebut Al-Bahirah.

Adapun al-Washilah adalah jika seekor kambing betina melahirkan sepuluh anak kambing betina secara berurutan selama lima kali masa kehamilan, tanpa sela anak jantan. Kala itukah orang-orang akan berkata: Kambing ini kini sudah washalat (sampai batas). 'Jika ternyata kambing tersebut masih melahirkan anak lagi, maka ia diberikan khusus untuk laki-laki di antara mereka dan tidak diberikan pada kalangan wanitanya, kecuali jika seekor dari anak kambing tersebut ada yang mati. Jika hal ini terjadi maka baik perempuan maupun kalangan laki-laki boleh makan bersama-sama.

Ibnu Hisyam berkata: Diriwayatkan jika ternyata sesudah itu kambing tersebut masih juga melahirkan, maka anak kambing tersebut hanya diperuntukkan bagi anak lelaki di kalangan mereka, dan tidak diperuntukkan buat anak-anak perempuan mereka.

Ibnu Ishaq berkata: Sedangkan Al-Hami adalah unta betina yang melahirkan sepuluh anak betina secara berurutan tanpa ada sela anak jantan. Punggung unta betina ini sengaja dilindungi; tidak ditunggangi, bulunya tidak dipotong, dibiarkan bebas berkeliaran di tengah unta lainnya, dan tidak digunakan untuk kepentingan lainnya.

Ibnu Hisyam berkata: Apa yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq tadi tidak selaras dengan apa yang biasa disebutkan oleh orang-orang Arab. Penjelasan Ibnu Ishaq tentang Al-Hami sajalah yang selaras dengan ungkapan mereka. Sebab dalam pandangan mereka Al-Bahirah adalah unta betina yang telinganya dipotong, lalu unta tadi tidak ditunggangi punggungnya, tidak boleh dipotong bulunya, susunya tidak ada yang minum kecuali para tamu ataupun disedekahkan, dan unta tersebut dipersembahkan buat tuhan-tuhan mereka.

Sedangkan As-Saibah adalah seekor unta betina yang dinazarkan oleh seseorang akan dibebaskan jika ia sembuh dari penyakitnya atau berhasil menggapai sesuatu yang selama ini diinginkannya. Jika hal ini semua tercapai, maka ia melepaskan untanya untuk tuhan-tuhan mereka. Lalu unta itu digembalakan dengan bebas dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun.

Adapun Al-Washilah ialah unta betina yang melahirkan dua anak sekaligus dalam setiap kali dia hamil. Pemiliknya menghadiahkan anak betina buat tuhan-tuhan mereka, sedangkan anak unta jantan dia peruntukkan buat dirinya sendiri. Anak betina dan jantan dilahirkan dalam satu kehamilan oleh induknya. Manakala itu terjadi, mereka berkata: Anak betina itu telah datang dan bergabung dengan saudaranya. Lalu anak jantan tersebut dibiarkan bebas bersama saudaranya dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun.

Ibnu Hisyam berkata: Hal ini dikatakan kepadaku oleh Yunus bin Habib An-Nahwi, seekor pakar gramatika Arab, dan para pakar lainnya. Sebagian perawi meriwayatkan apa yang tidak diriwayatkan sebagian perawi lainnya.

Ibnu Ishaq berkata bahwa ketika Allah mengutus, Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam,Rasul-Nya Dia menurunkan firman-Nya kepadanya:

 
 

Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (QS. al-Ma'idah: 103).

Allah juga menurunkan firman-Nya:


Dan mereka mengatakan: "Apa yang dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami," dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS. al- Anam: 139)

Allah juga menurunkan firman-Nya pada ayat lain,


Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal." Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?" (QS. Yunus: 59).

Allah juga menurunkan firman-Nya yang lain,
 
 


(yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar, dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya. Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetap- kan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang zalim. (QS. al-An'am: 144).

Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang penyair berujar dalam syairnya:

Sekitar washilah di Syuraif ada unta berusia tiga tahun
Yang punggungnya dilindungi, tidak ditung- gangi dan dibiarkan bebas

Tamim bin Ubay bin Muqbil salah seorang Bani Amir bin Sha'shaah berkata:

Di dalamnya ada keledai liar yang digembala saat musim semi dan seekor unta muda Di negeri Syam di tengah gerombolann unta dengan telinga terpotong

Ini adalah syair miliknya. Adapun kata plural dari Al-Qahirah ialah Al-Baha'ir dan Al- Buhur. Sedangkan kata plural dari Al- Washilah ialah Al-Washa'il dan Al-Wushul. Plural As- Saibah iaiah As-Sawaib dan As- Suyyab. Plural Al-Haam ialah Al-Huwwaam.

Lanjutan Bahasan Tentang Nasab

Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Khuza'ah berkata: Kami anak-anak cucu Amr bin Amir dari Yaman.
Ibnu Hisyam berkata: Orang-orang Khuza'ah berkata: Kami adalah anak cucu Amr bin Rabi'ah bin Haritsah bin Amr bin Amir bin Haritsah bin Umru'u Al-Qais bin Tsa'labah bin Mazin bin Al-Asdi bin Al- Ghauts, dan ibu kami adalah Khindaf. Hal ini sebagaimana dinyatakan padaku oleh Abu Ubaidah dan para pakar geneologis lainnya. Ada pula yang menyebutkan bahwa orang-orang Khuza'ah berkata: Khuza'ah adalah anak-anak cucu keturunan Haritsah bin Amr bin Amir. Ia dinamakan Khuza'ah, karena mereka terpisah dari anak Amr bin Amir ketika mereka migrasi dari Yaman ke Syam. Mereka mampir di Marr Dhahran dan tinggal menetap di tempat itu. Auf bin Ayyub Al-Anshari, salah seorang keturunan Amr bin Sawwad bin Ghanm bin Ka'ab bin Salamah bin Al-Khazraj berujar saat dirinya memeluk agama Islam:
 
Ketika kami mampir pada kabilah Murr, terpisahlah Khuza 'ah di tengah-tengah rombongan kuda nan banyak Melindungi seluruh lembah Tihamah
Dengan tombak kokoh juga pedang nan tajam
Dua bait ini adalah miliknya.

Abu Al-Muthahhar Ismail bin Rafi' Al- Anshari, salah seorang Bani Haritsah bin Al- Harts bin Al-Khazraj bin Amr bin Malik bin Al-Aus berkata dalam sebuah syairnya:

Kala kami mampir di pusat kota Mekkah Khuza 'ah dapatkan hunian para tiran yang melampaui batas Mereka berdiam di tengah kelompok manusia dan menebar potongan kuda
Di seluruh kampung antara bebukitan Najed dan tanah rendah
Mereka usir Jurhum dari dataran rendah Mek¬kah dan mereka merayap Akibat kekuasaan Khuza'ah yang demikian hebat
Ibnu Hisyam berkata: Bait-bait syair di atas adalah penggalan syair-syair Abu Al- Muthahhar Ismail bin Rafi' Al-Anshari, yang Insya Allah, akan saya paparkan secara lengkap pada tempatnya, pada bahasan tentang pengusiran orang-orang Jurhum dari kota Mekkah.

Ibnu Ishaq berkata: Mudrikah bin Ilyas memiliki dua anak. Yang pertama Khuzaimah bin Mudrikah dan yang kedua Hudzail bin Mudrikah. Ibu mereka berasal dari Qudha'ah.

Khuzaimah bin Mudrikah memiliki empat anak, yakni Kinanah bin Khuzaimah, Asad bin Khuzaimah, Asadah bin Khuzaimah, dan Alhun bin Khuzaimah. Ibu mereka bernama Uwanah binti Sa'ad bin Qais bin Ailan bin Mudhar.
Ibnu Hisyam berkata: Dikatakan bahwa namanya adalah Al-Hawn bin Khuzaimah.

Ibnu Ishaq berkata: Kinanah bin Khu-zaimah memiliki empat anak, yakni An-Nadhr bin Kinanah, Malik bin Kinanah, Abdu Manat bin Kinanah, dan Milkan bin Kinanah. Ibu An-Nadhr adalah Barrah binti Murr bin Udd bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar. Sedangkan anak-anaknya yang lain berasal dari istrinya yang lain.
Ibnu Hisyam berkata: Ibu An-Nadhr, Malik, dan Milkan adalah Barrah binti Murr. Adapun ibu Abdu Manat adalah Halah binti Suwaid bin Al-Ghithrif dari Azdi Syanu'ah. Syanu'ah ialah Abdullah bin Ka'ab bin Ab-dullah bin Malik bin Nadhr bin Al-Asd bin Al-Ghauts. Dinamakan Syanu'ah, karena permusuhan sengit yang terjadi di antara mereka. Syana'an berarti permusuhan(saling benci) sengit.

Ibnu Hisyam berkata: An-Nadhr tak lain adalah Quraisy. Anak cucunya yang berasal darinya dinamakan orang-orang Quraisy, sedangkan yang bukan dari keturunannya tidak dinamakan orang-orang Quraisy Jarir bin Athiyyah salah seorang Bani Kulaib bin Yarbu' bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid Manat bin Tamim memuji Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan dalam sebuah syair:
Ibu yang melahirkan Quraisy
Bukanlah wanita bernasab buruk bukan pula wanita mandul
Tidak ada satu kaumpun yang lebih terhormat daripada ayah kalian Tidak pula ada paman dari ibu yang lebih terpuji daripada Tamim

Yang dimaksud dengan ibu pada syair di atas adalah Barrah binti Murr, saudara lelaki Tamim bin Murr
 
ibu dari An-Nadhr. Bait-bait syair di atas adalah merupakan penggalan syair-syair Jarir bin Athiyyah. Ada yang menyebutkan Fihr bin Malik adalah Quraisy, anak keturunannya disebut Quraisy, sedangkan yang bukan dari anak keturunannya tidak dinamakan Quraisy.

Quraisy dinamakan Quraisy karena taqarrusy. Arti taqarrusy adalah bisnis dan kerja mencari harta. Ru'bah bin Al-Ajjaj berujar:

Lemak gemuk dan susu murni membuat mereka
Tak lagi butuhkan gandum dan kerja dan jatuhan buah

Mereka adalah saudara-saudara yang memi- kulkan dosa-dosa ke pundak kami Di usia yang baru lewat dan masa lalu yang jauh
Bait-bait syair di atas merupakan peng-galan syair-syair Abu Jildah Al- Yasykuri.
Ibnu Ishaq berkata: Ada yang menye-butkan bahwa Quraisy dinamakan Quraisy, karena mereka bersatu padu setelah sebelum itu mereka berpecah-belah. Kadang kala kata tajammu' disinonimkan dengan kata taqar-rusy.
An-Nadhr memiliki dua anak, yakni Ma-lik bin An-Nadhr dan Yakhlud bin An-Nadhr. Ibu Malik ialah Atikah binti Adwan bin Amr bin Qais bin Ailan. Namun saya saya tidak tahu pasti, apakah ibu Yakhlud Atikah juga atau bukan.
Ibnu Hisyam berkata: Selain dua anak di atas, An-Nadhr juga mempunyai anak yang bernama Ash- Shalt bin An-Nadhr sebagaima- na dikatakan kepada saya oleh Abu Amr Al- Madani. Ibu mereka adalah putri Sa'ad bin Zharib Al-Adwani. Adapun Adwan adalah anak Amr bin Qais bin Ailan.
Kutsair bin Abdurrahman adalah Kuts- tsair Azzah, salah seorang Bani Mulaih bin Amr dari Khuza'ah berujar dalam syairnya:
Bukankah ayahku adalah Ash-Shalt?
Tidakkah saudara-saudaraku orang-orang terhomat dan kesohor di kalangan Bani An-Nadhr?
Kau bisa lihat pakaian dari Yaman ada merekadan pada kami juga sandal Hadnrami yang sempit dengan model yang sama Jika kalian bukan dari Bani Nadhir, maka tinggalkanlah Pohon arak (siwak) nan hijau di ujung lembah-lembah itu

Ibnu Hisyam berkata: Bait-bait syair tadi merupakan penggalan syair-syair Kutstsair bin Abdurrahman. Orang-orang Khuza'ah dari Bani Mulih bin Amir yang dinisbatkan kepada Ash-Shalt bin An-Nadhr adalah kaum Kutsair Azzah.
Ibnu Ishaq berkata: Malik bin An-Nadhr memiliki seorang anak bernama Fihr bin Malik, dan ibunya adalah Jandalah binti Al-Harts bin Mudhadh Al-Jurhumi.

Ibnu Hisyam berkata: Al-Harits bukan anak sulung Mudhadh.

Ibnu Ishaq berkata: Fihr bin Malik memiliki empat orang anak, yakni Ghalib bin Fihr, Muharib bin Fihr, Al-Harits bin Fihr, dan Asad bin Fihr. Ibu mereka bernama Laila binti Sa'ad bin Hudzail bin Mudrikah.

Ibnu Hisyam berkata: Fihr bin Malik juga memiliki seorang anak perempuan bernama landalah binti Fihr. Jandalah adalah ibu Yarbu bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid Manat bin Tamim. Ibu Jandalah ialah Laila binti Sa'ad. Jarir bin Athiyyah bin Al-Khathafi yang bernama asli Al-Khathafi Hudzaifah bin Badr bin Salamah bin Auf bin Kulaib bin Yarbu' bin Hanzhalah berkata:
Tatkala ku marah, anak-anak Jatidal Melindungikuku melempar dengan sebaik-baik batu
 
Bait-bait tersebut adalah penggalan dari syair-syair Jarir.

Ibnu Ishaq berkata: Ghalib bin Fihr memiliki dua anak yang bernama Luay bin Ghalib dan Taim bin Ghalib. Ibu mereka berdua adalah Salma binti Amr Al-Khuza'i. Taim bin Ghalib dinamakan Bani Al-Adram.

Ibnu Hisyam berkata: Ghalib bin Fihr juga memiliki anak bernama Qais bin Ghalib dengan ibu bernama Salma binti Ka'ab bin Amr Al-Khuza'i yang juga ibu dari Luay dan Taim, dua anak Ghalib lainnya.

Ibnu Ishaq berkata: Luay bin Ghalib memiliki empat anak, yakni Ka'ab bin Luay, Amir bin Luay, Samah bin Luay, dan Auf bin Luay. Ibu Ka'ab, Amir dan Samah bernama Mawiyyah binti Ka'ab bin Al-Qain bin Jasr dari Qudha'ah.

Ibnu Hisyam berkata: Ada pula yang mengatakan bahwa Luay bin Ghalib memiliki anak yang lain bernama Al-Harts bin Luay. Jarir berujar dalam sebuah syairnya:

Wahai anak-anak Jusyam, kalian bukan berasal dari Hizzan Kalian berasal dari garis keturunan mulia: Luay bin Ghalib
Janganlah kalian nikahkan puteri-puteri kalian dengan orang-orang Dhaur Jangan pula dengan kabilah Syukais sebab itu tempat terburuk bagi wanita

Demikian pula dengan Sa'ad bin Luay mereka adalah Bunanah, anak-anak dari Syaiban bin Tsa'labah bin Ukabah bin Sha'b bin Ali bin Abi Bakr bin Wail dari Rabi'ah.

Adapun Bunanah dia seorang wanita perawat untuk mereka yang berasal dari Bani al-Qain bin Jisr bin Syaiullah. Ada juga yang menyebutkan Sai'ullah bin Al-Asad bin Wabrah bin Hulwan bin Imran bin al-Haaf bin Qudha'ah.

Disebutkan juga bahwa dia adalah Bintu Namr bin Qasith bin Rabi'ah.

Disebutkan pula bahwa dialah Bintu Jurm bin Rayyan bin Hulwan bin Imran bin al-Haf bin Qudha'ah.

Dan Khuzaimah bin Luay bin Ghalib. Mereka adalah Aidah di antara Syaiban bin Tsa'labah. Adapun Aidah dia adalah seorang wanita asal Yaman, dan ibu dari Ubaid bin Khuzaimah bin Luay.

Adapun ibu dari semua anak-anak Luay kecuali Amir bin Luay adalah Mawiyyah binti Ka'ab bin Al-Qain bin Jasr. Sedangkan ibu dari Amir bin Luay adalah adalah Makhsyiyyah binti Syaiban bin Muharib bin Fihr. Ada yang mengatakan ibu Amir bin Luay adalah Laila binti Syaiban bin Muharib bin Fihr.

Tentang Samah bin Luay
Ibnu lshaq berkata: Adapun Samah bin Luay, ia pergi menuju Oman dan tinggal di sana. Ada yang mengatakan ia diusir oleh Amir bin Luay, karena cekcok yang terjadi antara mereka berdua. Samah mencungkil mata Amir, dan diapun mendapat ancaman keras Amir sehingga membuatnya memutuskan pergi menuju Oman. Banyak yang beranggapan bahwa ketika
 
Samah berada di atas untanya, dan untanya sedang makan rumput, tiba-tiba seekor ular mematuk bibir untanya hingga pecah. Seketika itu juga unta tersebut ambruk tersungkur. Ular itu kemudian ular mematuk Samah dan hingga menewaskannya. Ada pula yang mengatakan ketika Samah merasa kematiannya menjelang, sebagaimana yang mereka sangka, ia berkata:

Wahai mata, menangislah untuk Samah bin Luay Karena petaka ular tergantung di betis Samah Tak pernah ku lihat orang seperti Samah bin Luay
Di hari mereka menempatkannya sebagai korban karena untanya Sampaikan kepada Amir; dan Ka'ab Bahwa aku amat merindukan keduanya Walaupun rumahku ada di Oman
Aku anak keturunan Ghalib yang pergi bukan karena miskin Mungkin air telah engkau tum- pahkan, wahai anak Luay
Karena khawatir akan kematian, yang tidak mampu kau menumpahkannya Engkau ingin menepis menolak kematian, wahai anak Luay
Tidak ada yang kuasa tuk menepis kematian
Banyak unta terdiam dalam perjalananannya meninggalkanmu sambil tertunduk Setelah berupaya keras menolongmu
Ibnu Hisyam: Disampaikan kepadaku bahwa sebagian dari keturunan Samah datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan mengaku memiliki sambungan nasab dengan Samah bin Luay. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apakah Samah bin Luay sang penyair itu?" Salah seorang dari sahabat Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam berkata: "Wahai Rasulullah, sepertinya engkau menginginkan ucapan Samah bin Luay berikut:

'Engkau ingin menepis menolak kematian, wahai anak Luay Tidak ada yang kuasa tuk menepis kematian”

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya, betul."

Auf bin Luay dan Migrasinya
Ibnu Ishaq berkata: Sedangkan Auf bin Luay, dalam pandanga mereka, ia keluar bersama rombongan musafir Quraisy. Sesampainya di daerah Ghathafan bin Sa'ad bin Qais bin Ailan, ia beristirahat, sedang kaumnya melanjutkan perjalanan mereka. Auf bin Luay didatangi Tsa'labah, saudara senasab dengan Auf di Bani Dzubyan. Tsa'labah adaiah anak Sa'ad bin Dzubyan bin Baghidh bin Raits bin Ghathafan. Sedang Auf adaiah anak Sa'ad bin Dzubyan bin Baghidh bin Raits bin Ghathafan. Tsa'labah menahan Auf, kemudian menikahkannya, menyatukan nasabnya dengannya, dan menganggapnya sebagai saudara, sehingga genelogisnya dikenal demikian luas di tengah Bani Ghathafan. Dikisahkan bahwa Tsa'labah berkata kepada Auf, ketika Auf menahan perjalanannya hingga ditinggal pergi oleh kaumnya:

Hai anak Luai, tambatkan untamu di tempat ku
Kau telah ditinggal kaummu sementara tidak ada tempat tinggal buatmu

Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair atau Muhammad bin Abdurrahman bin Abdullah bin Hushain berkata kepadaku bahwa Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata: "Andai aku boleh mengaku bernasabkan kepada salah satu kabilah Arab, atau memasukkan mereka kepada kami, pasti aku mengaku memilih bernasabkan kepada Bani
 
Murrah bin Auf. Sesungguhnya kami mengetahui persamaan pada mereka dengan kami, kami juga mengetahui posisi orang itu. Yakni, Auf bin Luay."

Ibnu Ishaq berkata: Menurut geneologis Ghathafan, Murrah adaiah anak Auf bin Sa'ad bin Dzubyan bin Baghidh bin Raits bin Ghathafan. Jika garis nasab tersebut dinisbatkan kepada mereka, mereka berkata: Kami tidak menolaknya dan tidak mengingkarinya, karena ia adaiah nasab keturunan yang paling kami suka.

Al-Harits bin Zalim bin Judzaimah bin Yarbu, menurut Ibnu Hisyam, salah seorang anak keturunan Murrah bin Auf, berkata ketika ia melarikan diri dari An-Nu'man bin Al-Mundzir dan bergabung dengan orang-orang Quraisy:

Kaumku bukan kaum Tsa'labah bin Sa'ad Bukan pula dari Fazarah yang berambut panjang Jika kau bertanya tentang kaumku, ia adalah BaniLuay
Di Mekkah yang mengajar perang kepada Mudhar Alangkah bodohnya kami saat mengikuti Bani Baghidh
Dengan meninggalkan garis nasab yang dekat dengan kami sendiri
Sebuah kebodohan pencari air menumpahkan air lalu mengikuti fatamorgana Andai aku disuruh taat, sungguh aku kan berada di tengah mereka
Aku tak suka untuk meminta turunnya hujan Rawahah dari Qurasy memperbaiki kudaku di satu sisi
Tanpa meminta upah atas bantuannya

Ibnu Hisyam berkata: Syair itulah yang diutarakan oleh Abu Ubaydah kepadaku.

Ibnu Ishaq berkata: AI-Husnain Din AI- Humam Al-Murri salah seorang dari Bani Sahm bin Murrah membantah Al-Harits bin Zalim, dan mengklaim diri bernasabkan kepada Ghathafan, berkata dalam sebuah syair:

Ketahuilah, kalian bukan dari kami dan kamipun bukan dari kalian Kami berlepas diri dari kalian Bani Luay bin Ghalib
Kami berada dalam keagungan Hijaz
Sedangkan kalian berada di tempat licin di antara dua gunung Mekkah

Yakni Quraisy. Usai mengatakan itu, Al-Hushain menyesal atas apa yang diucapkannya dan menyadari akan kebenaran ucapan Al-Harits bin Zalim. Lalu ia kembali berna-sabkan kepada Quraisy dan mencela dirinya sambil berkata:

Aku menyesal atas ucapan yang aku lontarkan Kini jelas bagtku bahwa ucapan itu ucapan dusta Wahai, andai lidahku terbelah dua
Salah satunya bisu, dan satunya memujimu bintangmu
Nenek moyang kami ialah Kinanah yang di kubur di kota Mekkah Di saluran air Batha' di antara dua gunung-gunung Mekkah Kami punya seperempat warisan terhadap rumah suci
Dan seperempat saluran air yang ada di rumah Ibnu Hathib

Maksudnya, anak-anak Luay adalah empat orang, yaitu Ka'ab, Amir, Samah, Auf.

Ibnu Ishaq berkata: Seseorang yang tidak diragukan kejujurannya berkata kepadaku bahwa
 
Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata kepada beberapa orang dari Bani Murrah: "Jika kalian mau kembali kepada nasab kalian, maka lakukanlah."

Ibnu Ishaq berkata: Bani Murrah bin Auf adalah orang-orang mulia di kalangan Ghathafan dan merupakan pemimpin- pemimpin mereka. Di antara tokoh pemimpin tersebut adalah Harim bin Sinan bin Abu Haritsah, Kharijah bin Sinan bin Abu Haritsah, Al-Harits bin Auf, Al- Hushain bin Al-Humam, dan Hasyim bin Harmalah sebagaimana dikatakan oleh salah seorang penvair,

Hasyim bin Harmalah menghidupkan kembali ayahnya Di Hari Al-Haba'ah dan Hari Al-Ya'malah
Kau lihat para raja merasa hina raja di sisinya la bunuh orang berdosa ataupun tidak berdosa

Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah berkata kepadaku bahwa bait-bait syair di atas adalah milik Amir Al-Khashafi. Khashafah adalah anak Qais bin Ailan. Amir Al-Khashafi berkata:

Hasyim bin Harmalah menghidupkan kembali ayahnya Pada Hari Al-Haba'ah dan Hari Al-Ya'malah
Kau lihat para raja di sampingnya menjadi hina la bunuh orang berdosa atapun tidak berdosa
Tombaknya membuat para ibu khawatirkan akan anaknya

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan kepadaku bahwa Hasyim berkata kepada Amir: Katakan tentang diriku sebuah bait syair nan indah, pasti aku beri engkau hadiah. Kemudian Amir mengucapkan bait syair pertama, namun bait syair tersebut tidak membuatnya kagum. Maka iapun mengucapkan bait syair kedua, namun bait syair kedua juga tidak membuatnya puas. Amir mengucapkan bait syair ketiga, tetap saja tidak membuatnya kagum. Ketika Amir mengucapkan bait syair keempat:

la membunuh orang berdosa ataupun tidak berdosa. Bait syair tersebut membuat Hasyim terkagum-kagum, lalu iapun memberikan hadiah kepada Amir.

Ibnu Hisyam berkata: Itulah yang dimaksudkan Al-Kumait bin Zaid dalam untaian syairnya:

Hasyim Murrah yang menghancurkan para raja Tanpa dosa padanya dan para pendosa

Bait syair di atas adalah bagian syair-syairnya. Ucapan Amir: Pada Hari Al-Haba'ah, bukan berasal dari Abu Ubaidah.
Ibnu lshaq berkata: Bani Murrah bin Auf demikian terkenal di kalangan Bani Ghathafan dan Qais. Mereka menasabkan garis keturun- annya pada Bani Murrah, dan di tengah mereka ini ada Basl.

Tentang Basal

Dalam pandangan mereka, Basl adalah delapan bulan yang diharamkan kepada mereka dalam setahun di antara orang-orang Arab. Orang-orang Arab mengetahui bahwa mereka mempunyai
 
Basl tersebut, mereka tidak mengingkarinya tidak pula menentangnya. Selama delapan bulan- bulan tersebut, mereka bebas pergi ke wilayah-wilayah Arab manapun tanpa ada perasaan takut terhadap sesuatu apa pun.

Zuhair bin Abu Sulma nama aslinya adalah Bani Murrah berkata: Zuhair adalah salah seorang dari Bani Muzainah bin Ud bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar. Ada yang mengatakan Zuhair ialah anak Abu Sulma dari Ghathafan. Ada juga yang mengatakan ia adalah sekutu orang-orang Ghathafan.

Pikirkanjika mereka bukan al-Marurat dimana mereka tinggal
Jika mereka pasti berada di Nakhl Negeri dimana aku pernah akrab dengan mereka Jika tidak pada keduanya maka mereka akan bebas di Basl

Ia berkata: Mereka berjalan di tanah haram mereka.

Ibnu Hisyam berkata: Dua bait di atas adalah syair miliknya. Ibnu lshaq berkata: Asya Bani Qais juga berkata:
Apakah tetamu wanita kalian diharamkan atas kami? Sedang wanita-wanita kami dan suaminya halal bagi kalian?

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair di atas adalah bagian syair-syair A'sya.

Ibnu lshaq berkata: Ka'ab bin Luay memiliki tiga anak, yaitu Murrah bin Ka'ab, Adi bin Ka'ab, dan Hushaish bih Ka'ab. Ibu mereka bernama Wahsyiyah binti Syaiban bin Muharib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr.

Murrah bin Ka'ab memiliki tiga anak, yaitu Kilab bin Murrah, Taim bin Murrah, dan Yaqadzah bin Murrah.

Ada pun ibu Kilab adalah Hindun binti Surair bin Tsa'labah bin Al-Harits bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah. Ibu Yaqadzah adalah Al-Bariyah, wanita asal Bariq, dari Al-Asd dari Yaman. Ada yang menyebutkan dia adalah Ummu Taim juga. Sedangkan yang lain mengatakan Taim adalah anak Hindun binti Surair, ibu Kilab.

Ibnu Hisyam berkata: Bariq adalah keturunan Adi bin Haritsah bin Amr bin Amir bin Haritsah bin Umru Al-Qais bin Tsa'labah bin Mazin bin Al-Asd bin Al-Ghauts. Mere- ka berdiam di Syanu'ah. AI-Kumait bin Zaid berkata:

Azd Syanu'ah keluar menyerang kami
Dengan domba tak bertanduk yang mereka sangka bertanduk
Tak pernah kami ucapkan pada Bariq "kalian telah berbuat salah" Tidak pula kami ucapkan padanxa, berilah kami kepuasan

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair di atas adalah sebagian dari syair-syair Al-Kumait bin Zaid. Mereka dinamakan Bariq, karena berjalan mencari kilat.

Ibnu Ishaq berkata: Kilab bin Murrah memiliki dua anak, yaitu Qushay bin Kilab,
dan Zuhrah bin Kilab. Ibu mereka berdua adalah Fathimah binti Sa'ad bin Sayal, salah seorang
 
dari Bani Al-Jadarah dari Ju'tsumah Al-Azdi yang berasal dari Yaman, sekutu Bani Ad-Dail bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah.

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan, Ju'tsumah Al-Asdi dan Ju'tsumah Al-Azdi. Ia adalah Ju'tsumah bin Yasykur bin Mubasysyir bin Sha'b bin Duhman bin Nashr bin Zahran bin Al-Harits bin Ka'ab bin Abdullah bin Malik bin Nashr bin Al-Asd bin Al-Ghauts. Ada pula yang menyebutkan bahwa Ju'tsumah adalah anak Yasykur bin Mubasysyir bin Sha'b bin Nashr bin Zahran bin Al- Asd bin Al-Ghauts.

Dinamakan Al-Jadarah, karena Amir bin Amr bin Ju'tsumah nikah dengan putri Al- Harits bin Mudhadh Al-Jurhumi. Saat orang-orang Jurhum menjadi penguasa Ka'bah. Amir membangun dinding untuk Ka'bah. Karena itulah, Amir dinamakan Al Jadir(pembuat tembok), dan anak cucunya dinamakan Al- Jadarah.

Ibnu Ishaq berkata: Salah seorang penyair berkata tentang Sa'ad bin Sayal.

Tak pernah kami lihat di antara banyak manusia Dari yang kami tahu laksana Sa 'ad bin Sayal Penunggang kuda nan kuat menerobos kesulitan
Bila berpapasan dengan musuh, ia turun untuk bertempur Seorang penunggang kuda yang membuntuti kuda Laksana seekor burung elang memburu ayam hutan

Ibnu Hisyam berkata: Ucapan Sa'ad bin Sayal 'sebagaimana seekor burung elang memburu ayam hutan' berasal dari ucapan seorang pakar syair.

Ibnu Hisyam berkata: Nu'm binti Kilab adalah ibu dari As'ad, dan Su'aid anak Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay. Ibu Nu'm bernama Fathimah binti Sa'ad bin Sayal.

Ibnu Ishaq berkata: Qushay bin Kilab memiliki empat anak laki-laki, dan dua perempuan. Keempat anak laki-lakinya adalah Abdu Manaf bin Qushay, Abduddaar bin Qushay, Abdul Uzza bin Qushay, dan Abdu Qushay bin Qushay. Sedang dua anak perempuannya adalah Takhmur binti Qushay, dan Barrah binti Qushay. Ibu mereka adalah Hubayya binti Hulail bin Habasyiyah bin Salul bin Ka'ab bin Amr Al-Khuzai.

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan Hubsyiyah bin Salul.

Ibnu Ishaq berkata: Abdu Manaf yang bernama asli Al-Mughirah bin Qushay mem- punyai empat anak laki-laki, yaitu Hasyim bin Abdu Manaf, Abdu Syams bin Abdu Manaf, dan Al- Muthallib bin Abdu Manaf. Ibu mereka adalah Atikah binti Burrah bin Hilal bin Falij bin Dzakwan bin Tsa'labah bin Buh'ah bin Su- laim bin Manshur bin Ikrimah. Anaknya yang lain bernama Naufal bin Abdu Manaf. Ibunya bernama Waqidah binti Amr Al-Maziniyah. Mazin adalah anak Manshur bin Ikrimah.

Ibnu Hisyam berkata: Dengan uraian nasab seperti disebutkan di atas, mereka berbeda nasab dengan Utbah bin Ghazwan bin Jabir bin Wahb bin Nusaib bin Malik bin Al Harits bin Mazin bin Manshur bin Ikrimah.

Ibnu Hisyam berkata: Abu Amr, Tuma- dhir, Qilabah, Hayyah, Raithah, Ummu Al- Akhtsam, dan Ummu Sufyan adalah anak- anak dari Abdu Manaf.
 
Ada pun ibu Abu Amr adalah Raithah adalah wanita dari Tsaqif. Ibu anak-anak wanitanya adalah Atikah binti Murrah bin Hilal Ummu Hasyim bin Abdu Manaf. Ibu Atikah adalah Shafiyyah binti Hauzah binti Amr bin Salul bin Sha'sha'ah bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin. Ibu Shafiyyah adalah putri Ai-dzullah bin Sa'ad Al-Asyirah bin Madzhij.

Ibnu Hisyam berkata: Hasyim bin Abdu Manaf memiliki empat anak laki-laki, dan lima anak perempuan. Anak laki-lakinya adalah Abdul Muthalib bin Hasyim, Asad bin Hasyim, Abu Shaifi bin Hasyim, dan Nadhlah bin Hasyim. Sedangkan anak wanitanya adalah Asy-Syifa', Khalidah, Dhaifah, Ruqaiyyah, dan Hayyah. Ibu Abdul Muthalib dan Ruqayyah adalah Salma binti Amr bin Zaid bin Labid bin Haram bin Khidasy bin Amir bin Ghunm bin Adi bin An- Najjar. Nama An-Najjar adalah Taimullah bin Tsa'labah bin Amr bin Al- Khazraj bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir.

Ibu Salma adalah Amirah binti Shakhr bin Al-Harits bin Tsa'labah bin Mazin bin An-Najjar.

Ibu Amirah adalah Salma binti Abdu Al- Asyhal An-Najjariyah. Ibu Asad adalah Qailah binti Amir bin Malik Al-Khuza'i.
Ibu Abu Shaifi dan Hayyah adalah Hindun binti Amr bin Tsa'labah Al-Khazrajiyyah. Ibu Nadhlah dan Asy-Syifa' adalah se-orang wanita berasal dari Qudhaah.
Ibu Khalidah dan Dhaifah adalah Waqi-dah binti Abu Adi At-Maaziniyah.

Anak-Anak Abdul Mutthalib bin Hasyim
Ibnu Hisyam berkata: Abdul Muthalib bin Hasyim memiliki sepuluh anak laki-laki dan enam anak wanita. Anak laki-lakinya adalah Al-Abbas, Hamzah, Abdullah, Abu Thalib yang bernama asli Abdu Manaf, Zubair, Al-Harits, Hajl, Al-Muqawwim, Dhirar, dan Abu Lahab yang bernama asli Abdul Uzza. Sedang keenam anak wanitanya adalah Shafiyyah, Ummu Hakim Al-Baidha', Atikah, Umaimah, Arwa, dan Barrah.

Ibu Al-Abbas dan Dhirar adalah Nutailah binti Janab bin Kulaib bin Malik bin Amr bin Amir bin Zaid bin Manat bin Amir bin Sa'ad bin Al-Khazraj bin Taim Al-Lata bin An-Namir bin Qasith bin Hinbun bin Afsha bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar. Ada yang menyebutkan Afsha adalah anak Du'miyyu bin Jadilah.

Ibu Hamzah, Al-Muqawwim dan Hajl —yang digelari dengan Al-Ghaidaq karena kebaikannya yang demikian banyak, dan hartanya yang melimpah—, dan Shafiyyah adalah Halah binti Wuhaib bin Abdu Manat bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay.

Ibu Abdullah, Abu Thalib, Zubair dan semua anak perempuannya selain Shafiyyah adalah Fathimah binti Amr bin Aidz bin Imran bin Makhzum bin Yaqadhah bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nahdr.

Ibu Fathimah adalah Shakhrah binti Abdun bin Imran bin Makhzum bn Yaqadhah bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib binFihr bin Malik bin An-Nadhr.
 
Ibu Shakhrah adalah Takhmur binti Abd bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr.

Ibu Al-Harits bin Abdul Muthalib adalah Samra' binti Jundub bin Juhair bin Ri'ab bin Habib bin Suwa'ah bin Amir bin Sha'sha'ah bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah.

Ibu Abu Lahab adalah Lubna binti Hajar bin Abdu Manaf bin Dhathir bin Hubsyiyyah bin Salul bin Ka'ab bin Amr Al-Khuza'i.

Ibnu Hisyam berkata: Abdullah bin Abdul Muthalib memiliki seorang anak yakni Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, seorang anak cucu Adam yang terbaik, yang bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Semoga shalawat Allah, salam-Nya, rahmat-Nya, dan keberkahan-Nya terlimpah- kan kepada beliau, dan buat seluruh keluarganya.

Ibu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sal¬lam adalah Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah.
Ibu Aminah ialah Barrah binti Abdul Uzza bin Utsman bin Abduddaar bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr.

Ibu Barrah ialah Ummu Habib binti Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr.

Ibu Ummu Habib ialah Barrah binti Auf bin Ubayd bin Uwaij bin Adi bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An- Nadhr.

Ibnu Hisyam berkata: Artinya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah anak cucu Adam yang paling mulia keturunan dan na- sabnya baik dari garis ayah dan ibunya.

Isyarat Penggalian Sumur Zamzam
Muhammad bin Ishaq al-Muththalabi berkata: Ketika Abdul Muthalib sedang tidur di Hijr di sisi Ka'bah, ia bermimpi didatangi seseorang yang menyuruhnya menggali Sumur Zamzam yang kala itu tertimbun di antara dua berhala orang-orang Quraisy, Isaf dan Nailah di samping tempat penyembelihan hewan kurban orang-orang Quraisy. Orang-orang Jurhum menimbun Sumur Zamzam itu saat mereka meninggalkan Mekkah. Sumur Zamzam adalah sumur Nabi Ismail bin Ibrahim yang diberikan Allah ketika ia kehausan pada masa kecilnya. Ibunya mencarikan air minum buatnya, namun ia tidak berhasil mendapatkannya. Ibu Ismail berdiri di Shafa sambil berdoa kepada Allah dan meminta pertolongan-Nya buat anaknya Ismail. Lalu dia pergi ke Marwa dan melakukan apa yang dia kerjakan di Shafa. Allah mengutus Malaikat Jibril 'Alaihis salam lalu berbisik pada Ismail agar menggerak-gerakkan tumitnya ke tanah maka keluarlah air. Pada saat yang sama, ibu Ismail mendengar suara binatang buas yang membuatnya khawatir akan keselamatan anaknya. lapun cepat kembali ke tempat anaknya dengan perasaan was-was dan khawatir, namun dia dapatkan anaknya sedang berusaha mengusap air yang ada di bawah pipinya untuk diminumnya. Setelah itu, ibu Ismail menggali lubang kecil.
 
Orang-orang Jurhum dan Penimbunan Sumur Zamzam
Ibnu Hisyam berkata: Bahasan tentang orang- orang Jurhum, tindakan penimbunan Sumur Zamzam oleh mereka, kepergian mereka dari Mekkah, dan pihak yang menguasai Mekkah sepeninggal mereka hingga Abdul Muthalib menggali Sumur Zamzam adalah seperti yang dikatakan kepada kami oleh Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai dari Muhammad bin Ishaq yang mengtaakan bahwa tatkala Ismail bin Ibrahim wafat maka Baitullah diurus oleh anaknya yang bemama Nabit bin Ismail dalam batas waktu tertentu, kemudian pengelolaan Baitullah dilanjutkan oleh Mudhadh bin Amr Al-Jurhumi.

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menga- takan, Midhadh bin Amr Al-Jurhumi.

Ibnu Ishaq berkata: Anak-anak Ismail, anak-anak Nabit bersama kakek mereka, Mudhadh bin Amr, paman-paman mereka dari garis ibu dari Jurhum, Jurhum, dan Qathura' adalah penduduk Mekkah pada masa itu. Jurhum dan Qathura' adalah saudara sepupunya yang datang dari Yaman.

Mereka berdua ikut bersama rombongan musafir. Orang-orang Jurhum di bawah pimpinan Mudhadh bin Amr, dan orang-orang Qathura' dipimpin oleh As-Samaida', salah seorang dari mereka. Salah satu kebiasaan orang-orang Yaman jika keluar dari Yaman, mereka tidak keluar kecuali raja orang yang mengatur urusan mereka. Setibanya di Mekkah, Jurhum dan Qathura' melihat kawasan yang kaya air dan pohon dan keduanya terpikat pada kawasan tersebut dan berhenti di sana. Mudhadh bin Amr dan orang-orang Jurhum yang ikut bersamanya diam di Mekkah Atas, tepatnya di Qu'aiqi'an dan tidak bergerak lebih jauh lagi. Sedangkan As- Samaida' diam di Mekkah Bawah, tepatnya di Jiyad dan tidak melampaui batas itu. Mudhadh menarik pungutan bagi orang yang masuk Mekkah dari Mekkah Atas. As-Samaida juga menarik pungutan bagi siapa saja yang memasuki Mekkah dari Mekkah Bawah. Masing- masing dari keduanya berada di kaumnya masing-masing dan tidak masuk kawasan yang lain. Seiring berjalannya waktu JuThum dan Qathura' menyerang dan bersaing karena memperebutkan posisi sebagai raja. Saat itu, Mudhadh mendapat dukungan dari anak keturunan Ismail dan Nabit. Mudhadh memiliki hak pengelolaan Baitullah dan yang tidak dimiliki As-Samaida. Masing-masing pasu kan bergerak menuju pasukan yang lain. Mudhadh bin Amr beranjak dari Qu'aiqi'an ber- sama pasukannya dengan target As-Samaida'. Pasukan- nya bersenjatakan tombak, perisai, pedang, dan tempat anak panah yang menimbulkan suara gemerincing. Qu'aiqi'an dinamakan Qu'aiqi'an karena kejadian adanya suara gemerincing ini. As-Samaida' juga bergerak dari Ajyad dengan membawa serta kuda dan pasukannya, Ajyad dinamakan Ajyad karena keluarnya kuda-kuda bersama As-Samaida' dari Ajyad. Kedua pasukan bertemu di Fadhih lalu mereka terlibat dalam sebuah pertem- puran dan perang yang demikian sengit. As-Samaida' tewas dalam perang itu dan orang- orang Qathura' dipermalukan. Fadhih tidak dinamakan Fadhih kecuali karena mereka dipermalukan pada perang tersebut.

Setelah itu, mereka berinisiatif untuk berdamai. Mereka bergerak hingga tiba di Al-Mathabikh, jalan di antara dua bukit di Mekkah Atas. Merekapun sepakat berdamai di sana dan menyerahkan semua urusan kepada Mudhadh. saat pengelolaan urusan Mekkah diserahkan kepada Mudhadh sebagai raja di Mekkah, ia menyembelih hewan untuk manusia, memberi makan buat mereka, menyuruh manusia masak, dan makan. Dengan alasan ini Al-Mathabikh dinamakan Al-Mathabikh karena peristiwa tersebut. Sebagian pakar me- nyatakan, bahwa Al- Mathabikh dinamakan Al-Mathabikh, karena orang-orang Tubba' menyembelih hewan, memberi makan warganya, dan tempat tersebut adalah tempat mereka berdiam. Menurut pendapat sebagian besar pakar peristiwa yang terjadi antara Mudhadh dengan As-Samaida' adalah pelanggaran pertama di kota Mekkah.

Lalu Allah menebarkan anak cucu Ismail di Mekkah, dan paman-paman mereka yang berasal dari Jurhum sebagai pengelola Baitullah dan penguasa di Mekkah tanpa ada perlawanan dari anak cucu Ismail, karena orang-orang Jurhum tak lain adalah paman dan kerabat mereka sendiri dan demi menjaga kehormatan Mekkah agar tidak terjadi pelanggaran dan perang di dalamnya. Saat Mekkah terasa semakin sempit buat anak cucu Ismail, merekapun menyebar ke berbagai negeri. Dan setiap kali mereka berperang melawan musuh, Allah senantiasa menolong mereka karena agama mereka hingga mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya dan mampu menguasai negeri mereka.

Orang Kinanah dan Khuza'ah Menguasai Baitullah dan Terusirnya Orang Jurhum
Setelah waktu berlalu lama orang-orang Jurhum mulai berlaku zalim di Mekkah, meng- halalkan kehormatan di tanah suci, berbuat zalim terhadap orang-orang selain warga Mekkah yang memasuki Mekkah, dan memakan kekayaan Ka'bah yang dihadiahkannya. Akibatnya, urusan mereka menjadi kacau balau berantakan. Ketika semua itu terlihat oleh Bani Bakr bin Abdu Manaf bin Kinanah, dan Ghubsyan dari Khuza'ah, mereka sepakat untuk memerangi orang-orang Jurhum dan mengusir mereka dari Mekkah. Kemudian mereka mendeklarasikan perang terbuka melawan orang-orang Jurhum. Kedua pasukan bertempur hingga akhirnya Bani Bakr dan Ghubsyan mampu melumpuhkan orang- orang Jurhum, dan mengusir mereka dari Mekkah. Pada masa jahiliyah, kezaliman dan pelanggaran harus tidak terjadi di Mekkah, serta siapa pun yang melakukan pelanggaran di dalamnya harus diusir dari sana. Mekkah sebelum itu dinamakan An-Nassah dan jika seorang raja ingin menghalalkan keharamannya di dalamnya, niscaya ia binasa. Ada yang menyebutkan bahwa Mekkah disebut Bakkah, karena ia menghancurkan (bakka) leher para tiran saat mereka melakukan pelanggaran hukum di dalamnya.

Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah berkata kepadaku bahwa Bakkah adalah nama satu lembah di Mekkah, disebut demikian karena mereka saling berdesakan di dalamnya. Abu Ubaidah membacakan syair kepadaku:

Jika pengambil air untuk memberi minum unta terserang panas Lepaslah dia hingga berdesak-desakan di Bakkah

Yakni biarkanlah dia hingga untanya menuju air berdesakan di dalamnya. Bakkah adalah tempat Baitullah dan Masjidil Haram dan dua bait syair di atas ialah milik Aman bin Ka'ab bin Amr bin Sa'ad bin Zaid Manat bin Tamim.

Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Amr bin Al-Harits bin Mudhadh Al-Jurhumi berangkat dengan membawa dua patung kijang emas Ka'bah, dua batu tiang, kemudian menanamnya di Sumur Zamzam. Baru setelah itu orang-orang Jurhum kembali pujang ke negeri Yaman. Mereka demikian terpukul, karena kehilangan peluang untuk mengelola Ka'bah dan kepemimpinan di dalamnya. Mengenai hal ini, Amr bin Al-Harits bin Amr bin Mudhadh berkata ia bukan Mudhadh si anak sulung:

Ia berkata sambil bersimbah airmata Banyak wanita menangis dengan pedih
 
Seakan antara Al-Hajun dan Safa tidak ada teman Dan di Mekkah tak ada orangyang begadang malam Aku katakan kepadanya, sementara hatiku gagap Laksana burung di antara dua sayapnya yang terbang Sungguh, kami dulu adalah penguasa Mekkah
Namun perputaran malam mengubah segalanya Kami adalah pengelola Baitullah sesudah Na- bit
Kami thawaf di Baitullah dan kebaikannya demikian jelas Kami pengelola Baitullah sesudah Nabit dengan mulia Tak ada orangyang berani mengganggu kami
Kami adalah penguasa nan terhormat, dan kerajaan kami begitu kuat Tidak ada seorangpun serupa dengan kami
Tidakkah kalian telah menikahkan dengan orang terbaik yang aku kenal? Anak-anaknya adalah milik kami dan kami adalah besannya
Jika dunia meninggalkan kami dengan segala kondisinya Sesungguhnya ia mempunyai satu kondisi dengan segala permusuhan Kemudian kami diusir oleh Sang Maha Kuasa
Demikianlan wanai manusia, takdir itu berlaku
Aku katakan jika orang bahagia bisa tidur, sedang aku tidak bisa tidur Wahai Pemilik Arasy: Suhail dan Amir tidak jauh dari sini
Kami diganti di Mekkah dengan orang yang tidak kami suka Yaitu kabilah-kabilah di antaranya dari Himyar dan Yuhabir
Kini kami menjadi bahan bicara, sebelum ini semua orang iri kepada kami Demikianlah apa yang dilakukan waktu yang lewat pada kami
Kemudian airmata mengalir karena menangisi suatu negeri suci Di dalamnya terdapat keamanan dan di di- dalamnya terdapat
Masya'ir Ia menangisi rumah yang burung daranya tidak boleh diganggu
Ia bernaung di bawahnya dengan aman dan di dalamnya terdapat burung pipit
Di dalamnya ada binatang-binatang buas yang tidak menyerang binatang merpati jinak Jika binatang jinak keluar daripadanya la tidak lagi diserang

Ibnu Hisyam berkata: Ucapan Amir, anak-anaknya milik kami, bukan berasal dari Ibnu Ishaq.

Ibnu Ishaq berkata: Selain itu, Amr bin Al-Harits juga berkata karena ingat Bakr, Ghubsyan, dan penduduk Mekkah yang mereka tinggalkan di dalamnya:

Hai manusia, berjalanlah, karena akhir nasib kalian Suatu hari tidak lagi bisa berjalan
Persegerakanlah binatang kalian dan longgarkanlah kekangnya Sebelum meninggal dan lakukan apa yang harus kalian lakukan
Dulu kami manusia-manusia seperti kalian lalu nasib mengubah kami Maka kalian seperti kami dahulu dan akan menjadi seperti kami kini

Ibnu Hisyam berkata: Inilah syair yang benar yang diucapkan bin Al-Harits.

Ibnu Hisyam berkata bahwa seorang pakar syair berkata padaku, bait-bait syair di atas adalah syair pertama yang dilontarkan tentang orang-orang Arab, syair-syair tersebut ditulis pada sebuah batu di Yaman, sayang sekali dia tidak menyebutkan penulisnya padaku.
 
Tindakan Kejam Orang-Orang Khuza'ah Saat Mengurusi Baitullah
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Ghubsyan yang berasal dari Khuza'ah ditunjuk untuk mengelola Baitullah dan dan tidak diberikan pada Bani Bakr bin Abdu Manat. Orang yang ditunjuk untuk menjalankan tugas tersebut di antara mereka ialah Amr bin Al-Harits Al- Ghubsyani. Orang- orang Quraisy saat itu terdiri kelompok-kelompok, dengan rumah-rumah dan tenda-tenda yang terpencar-pencar di kaum mereka, Bani Kinanah. Orang-orang Khuza'ah mengelola Baitullah secara turun temurun. Orang Khuza'ah yang terakhir kali mengelola Baitullah ialah Hulail bin Habasyiyah bin Salul bin Ka'ab bin Amr Al-Khuzai.

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Hubsyiyah bin Salul.

Pernikahan Qushay Bin Kilab dengan Hubba binti Halul
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Qushay bin Kilab melamar Hubba kepada bapaknya, Hulail bin Habasyiyah. Hulail sangat tertarik kepada Qushay, kemudian ia menikahkan putrinya dengan Qushay bin Kilab. Dari hasil pernikahan Qushay bin Kilab dengan Hubba, lahirlah Abduddar, Abdu Manaf, Abdul Uzza, dan Abdu. Saat anak-anak Qushay bin Kilab menyebar ke berbagai kawasan, hartanya semakin banyak, kehormatannya semakin menanjak naik Hulail meninggal dunia.

Qushay memandang bahwa dirinya paling berhak untuk mengelola Ka'bah dan menjadi penguasa Mekkah daripada Khuza'ah dan Bani Bakr. Sesungguhnya orang-orang Quraisy adalah keturunan Ismail bin Ibrahim yang paling baik, dan anak keturunannya yang paling jelas. Kemudian ia melobi tokoh-tokoh Quraisy dan Kinanah, dan memprovokasi mereka untuk mengusir Khuza'ah dan Bani Bakr dari Mekkah. Tokoh-tokoh Quraisy dan Kinanah merespon positif seruannya. Sebelum itu, Rabi ah bin Haram dari 'Udzrah bin Sa'ad bin Zaid telah tiba di Mekkah setelah wafatnya Kilab ke-mudian menikah dengan Fathimah binti Sa'ad bin Sayal. Ketika itu, Zuhrah telah menginjak dewasa, sedang Qushay bin Kilab baru baru saja disapih. Rabi'ah membawa serta Fathimah ke negerinya dan Fathimah membawa Qushay ikut bersamanya, adapun Zuhrah tetap tinggal di Mekkah. Fathimah melahiran Rizah dari hasil pernikahannya dengan Rabi'ah. Ketika Qushay telah menginjak dewasa, ia pergi menuju Mekkah dan menetap di sana. Ketika ajakannya direspon positif oleh kaumnya, ia menulis surat kepada saudara yang seibu dengannya yakni Rizah bin Rabi'ah. Ia mengajaknya untuk membantu dirinya, dan ikut berjuang bersamanya. Rizah bin Rabi'ah berangkat dengan diikuti saudara-saudaranya antara lain Hunn bin Rabi'ah, Mahmud bin Rabi'ah, dan Julhumah bin Rabi'ah — mereka ini beda ibu— serta orang-orang yang ikut haji bersama mereka dari Qudha'ah. Mereka sepakat untuk membantu Qushay bin Kilab. Orang-orang Khuza'ah mengira bahwa Hulail bin Habasyiyah telah menyuruh Qushay bin Kilab untuk bertindak demikian, dan meme- rintahkannya seperti itu ketika anak-anaknya telah menyebar ke mana-mana, serta berkata kepadanya: "Engkau lebih pantas mengelola Ka'bah, dan mengurus Mekkah daripada Khuza'ah." Ketikd itulah Qushay bin Kilab mengajukan tuntutannya, dan kita tidak mendengar hal tersebut dari orang-orang selain mereka, wallahu a'lam, dimana yang paling benar.

Al-Ghauts bin Murr Menjadi Pelayan Jamaah Haji
Al Ghauts bin Murr bin Ud bin Thabikhah bin llyas bin Mudhar menjabat sebagai pelayan Jama'ah haji dari Arafah, dan ini berianiut pada anak keturunannya sepeninggalnva. Ia dan anak keturunannya dinamakan Shufah. Al-Ghauts menduduki posisi ini, karena ibunya yang berasal dari Jurhum yang ndak bisa hamil, kemudian bernazar jika dirinya melahirkan seorang anak laki-laki, ia akan menyedekahkannya kepada Ka'bah untuk menjadi pelayan dan mengurusi Ka'bah. Kemudian ibunya melahirkan Al-Ghauts, dan jadilah Al-Ghauts mengurusi Ka'bah pada masa-masa awal bersama dengan paman-pamannya dari Jurhum. Ia melayani jama'ah haji dari Arafah, karena posisinya terhadap Ka'bah demikian pula dengan anak keturunannya sepeninggalnya hingga mereka meninggal semua. Al-Ghauts bin Murr bin Ud berkata tentang ibunya yattg melaksanakan nazarnya:

Sesungguhnya aku menjadikan anak-anak untuk Tuhan Sebagai ahli ibadah di Mekkah yang mulia
Maka berkahilah dia untukku di dalamnya
Jadikan dia untukku sebagai manusia paling mulia

Menurut penuturan mereka, jika Al-Gha-uts berjalan bersama-sama dengan manusia, ia berkata:

Ya Allah, aku ini hanyalah seorang pengikut Jika ini salah, maka dosanya pada pada Qudha'ah Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair berkata kepadaku dari ayahnya ia berkata bahwa shufah berangkat bersama rombongan dari Arafah dan melayani mereka, jika mereka berangkat dari Mina. Pada hari nafar, mereka berangkat untuk melempar jumrah. Salah seorang dari Shufah melempar jumrah untuk jama'ah haji, dan mereka baru mau melempar jumrah jika ia mulai melemparnya. Dikisahkan bahwa orang-orang yang terburu-buru datang kepada Shufah seraya berkata: "Berdiri dan lemparlah jumrah hingga kami melempar bersama denganmu." Namun Shufah menjawab: "Tidak. Demi Allah, kami tidak melempar jumrah hingga tergelincir dari ufuk dan condong ke barat." Namun orang-orang yang terburu-buru itu tetap melempar jumrah dengan kerikil-kerikil kecil sambil berkata kepadanya: "Jangan begitu, berdiri dan lemparlah." Namun ia tetap gigih menolak untuk melempar jumrah. Ketika matahari telah condong ke barat, Shufah berdiri lalu melempar jumrah dan jama'ah haji pun melempar jumrah bersamanya.

Ibnu Ishaq berkata: Jika mereka telah sele- sai melempar jumrah, dan mau meninggalkan Mina, orang-orang Shufah berdiri di samping Al-Aqabah, dan jama'ah haji pun berhenti. Mereka berkata: "Beranjaklah wahai Shufah." Mereka tidak mau beranjak hingga para shufah berjalan. Jika para shufah telah beranjak, jama'ah haji diperbolehkan beranjak lalu mereka berjalan di belakang para shufah. Mereka menjabat sebagai shufah hingga generasi mereka punah, kemudian posisi ini diwarisi kerabat yang terdekat dengan mereka, yaitu Bani Sa'ad bin Zaid Manat bin Tamim. Jadi posisi ini menjadi milik Bani Sa'ad, yakni keluarga Shafwan bin Al- Harits bin Syijnah.

Ibnu Hisyam berkata: Shafwan adalah anak Jinab bin Syijnah bin Utharid bin Auf bin Ka'ab bin Sa'ad bin Zaid Manat bin Tamim.

Ibnu Ishaq berkata: Shafwan adalah orang yang membimbing jamaah haji dari Arafah dan dilanjutkan oleh anak keturunannya sete- lah dia meninggal dunia. Anak keturunannya yang terakhir kali melakukannya pada zaman Islam ialah Karib bin Shafwan. Aus bin Tamim bin Maghra' As-Sa'di berkata:

Manusia tidak beranjak saat mereka berhaji Hingga dikatakan kepada mereka
 
Beranjaklah wahai keluarga Shafwan

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair di atas adalah penggalan dari syair-syair Aus bin Maghra.


Adwan dan Upacara Keber angkatan di Muzdalifah
Adapun perkataan Dzi Al-Ashba' Al-Adwani -yang bernama asli Hurtsan bin Amr. Disebut Dzu Al-Ashba', karena ia memiliki jari jemari yang terpotong, ialah sebagai berikut:

Sampaikan permohonan maaf kami dari Adwan Dulu mereka adalah penguasa bumi
Di antara mereka berbuat zalim pada yang lain Tidak menaruh belas kasih pada sebagian lainnya Di antara mereka ada yang menjadi pemimpin Yang senantiasa menepati pembayaran pinjaman
Di antara mereka ada yang memandu manusia menunaikan ibadah sunnah dan wajib Di antara mereka terdapat penguasa yang memutuskan perkara
Dengan keputusan yang tidak bisa dibatalkan
Bait-bait syair di atas adalah cuplikan syair-syair Dzu Al-Ashba'. Ini menjadi bukti bahwa kepemimpinan perjalanan meninggalkan Mudzalifah adalah di bawah Adwan sebagaimana dinyatakan kepadaku oleh Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai dari Muhammad bin Ishaq. Mereka mewariskannya secara tu- run menurun dari satu generasi ke generasi, hingga orang yang terakhir kali melakukanya dalam Islam adalah Abu Sayyarah Umailah bin Al-A'zal. Mengenai dirinya salah seorang penyair Arab berkata:

Kami berjuang demi membda Aim Sayyarah
Dan demi anak-anak pamannya dan Bani Fazarah Hingga ia menggiring keledainya dengan selamat Dengan menghadap kiblat berdoia pada Allah Tuhannya

Ibnu Ishaq berkata: Abu Savyarah membimbing jama'ah haji dari atas keledainya. Oleh karena itu, penyair tersebut berkata keledainya dengan selamat.


Amir bin Zharb bin Amr bin 'Iyadz bin Yasykur bin Adwan
Ibnu Ishaq berkata: Adapun penguasa yang memutuskan pada syair di atas adalah Amir bin Dzarib bin Amr bin Iyadz bin Yasykur bin Adwan Al-Adwani. Dan tidaklah orang-orang Arab terlibat konflik yang kompleks kecuali mereka pasti menyerahkannya kepada Amir bin Dzarib, dan menerima apa saja yang diputuskannya. Tentang status hukum waria pernah ditanyakan kepadanya. Orang-orang Arab bertanya padanya: "Apakah engkau menganggap ia sebagai laki-laki atau orang perempuan?" Mereka tidak pernah mengajukan persoalan yang lebih rumit daripada hukum waria ini. Amir bin Dzarib berkata: "Beri aku waktu untuk memikirkan masalah kalian ini. Demi Allah, aku belum pernah menghadapi masalah yang pelik semacam ini, hai orang-orang Arab!" Mereka memberi tenggat waktu waktu kepada Amir bin Dzarib. Pada malam harinya, Amir bin Dzarib tidak bisa memejamkan mata karena memikirkan perkara pelik di atas. Ia mempunyai seorang budak wanita yang bernama Sukhailah yang menggembalakan kambing-kambingnya. Adalah kebiasaan Amir bin Dzarib sering mencela budak wanitanya ini ketika ia berangkat ke padang gembala, dengan mengatakan kata yang sangat sarkastik (mengolok-olok): "Wahai, Sukhailah, demi Allah, alangkah paginya engkau berangkat hari ini." lika budak wanitanya pulang dari padang gembala, Amir bin Dzarib berkata: "Hai Sukhailah, demi Allah, alangkah senjanya kau pulang hari ini?" Amir bin Dzarib mengatakan itu, karena Sukhailah seringkali mengakhirkan keberangkatannya ke padang gembala hingga didahului para penggembala yang lain, dan mengakhirkan kepulangannya hingga didahului para penggembala yang lain. Ketika Sukhailah tahu bahwa tuannya semalaman tidak bisa memicingkan mata dan gelisah serta sebentar sekali berbaring di atas ranjangnya, Sukhailah bertanya: "Ada apa denganmu, semoga engkau tidak mempunyai ayah? Apa yang membuatmu gelisah malam ini?" Amir bin Dzarib berkata kesal:

"Celakalah engkau, pergilah dariku. Ini urusanku bukan urtusanmu!" Namun Sukhailah mengulangi pertanyaannya. Amir bin Dzarbi berkata dalam hatinya, "Siapa tahu Sukhailah mampu memberikan jalan keluar atas masalah yang sedang aku hadapi." Ia berkata pada Sukhailah: "Celakalah engkau, manusia meminta putusan dariku tentang warisan waria, apakah aku memutuskan waria tersebut sebagai laki-laki atau perempuan? Demi Allah, aku tidak mengerti apa yang harus aku kerjakan dan belum solusi yang terlintas dalam diriku." Sukhailah berkata: "Mahasuci Allah, semoga engkau tidak mempunyai ayah, putuskan dia sesuai cara kencingnya. Perhatikan dia, jika dia kencing sebagaimana laki-laki kencing, maka hukumi dia sebagai orang laki-laki, dan jika dia kencing seperti perempuan, maka hukumi sebagai dia orang perempuan." Amir bin Dzarib berkata: "Hai Sukhailah, pergilah sesore apapun dan pergilah di pagi hari se- sukamu, demi Allah engkau telah memberi solusi atas persoalan ini." Pagi harinya, Amir bin Dzarib menemui manusia dan memu-tuskan perkara tersebut berdasarkan arahan Sukhailah.


Qushay Mengusai Mekkah, Penyatuan Quraisy dan Dukungan Qudha'ah
Ibnu Ishaq berkata: Pada tahun itu, para shufah bekerja seperti biasa, karena orang-orang Arab telah memahami, bahwa itu adalah agama mereka pada masa orang-orang Jurhum, Khuza'ah, dan masa pemerintahan mereka. Pada saat mereka bekerja sebagaimana biasanya, mereka didatangi Qushay bin Kilab yang diikuti orang-orang dari Quraisy, Kinanah, dan Qudha'ah di Aqabah. Qushay bin Kilab berkata kepada mereka: "Kami lebih pantas mengelola urusan haji ini daripada kalian." Lalu terjadilah perang sengit di antara mereka. Akhirnya para shufah kalah. Qushay bin Kilab berhasil mengalahkan mereka, dan merampas apa yang selama ini ada di tangan mereka.

Ibnu Ishaq berkata: Ketika itu, Khuza'ah dan Bani Bakr menjauh dari Qushay bin Kilab. Mereka menyadari bahwa Qushay bin Kilab juga akan melarang mereka mengurusi penyelenggaraan haji sebagaimana ia lakukan kepada orang shufah dan akan menjauhkan mereka dari Ka'bah dan pengurusan Mekkah. Menyadari bahwa Khuza'ah dan Bani Bakr menghindar, Qushay bin Kilab memperlihatkan sikap permusuhannya dan bertekad untuk memerangi mereka. Khuza'ah dan Bani Bakr juga keluar dari markasnya untuk meng- hadangnya. Kedua belah pihak berhadapan, kemudian mereka bertempur dengan sengit, hingga jatuhlah banyak korban di kedua belah pihak Setelah itu, kedua belah pihak menawarkan solusi damai, dan masalah mereka diputuskan oleh seseorang dari Arab. Kemudian mereka membawa masalah mereka kepada Ya'mur bin Auf bin Ka'ab bin Amir bin Laits bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah. Ya'mur bin Auf memutuskan bahwa Qushay bin Kilab lebih berhak atas Ka'bah dan pengelolaan Mekkah daripada Khuza'ah, bahwa semua darah Khuza'ah dan Bani Bakr yang ditumpahkan Qushay bin Kilab tidak ada kewajiban bagi Qushay untuk membayar ganti rugi, dan semua darah Quraisy, Kinanah dan Qudha'ah yang ditumpahkan Khuza'ah dan Bani Bakr terdapat ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Khuza'ah. Qushay bin Kilab diberi kebebasan mengurusi Ka'bah dan Mekkah. Sejak saat itulah, Ya'mur bin Auf di nama kan Asy-byaddakh, karena la menggugurkan kewajiban membayar ganti rugi darah dan menghapuskannya.

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Asy-Syuddakh, sebagaiman ganti Syaddakh.

Ibnu Ishaq berkata: Qushay bin Kilab berkuasa atas Ka'bah dan Mekkah. Ia memboyong para pengikutnya dari negeri mereka ke Mekkah. Ia menjadi raja bagi kaumnya dan penduduk Mekkah. Namun demikian, ia tetap member izin pada orang-orang Arab mengerjakan apa yang telah biasa mereka kerjakan, karena ia menganggapnya sebagai agama yang tidak seharunya diganti. Ia mengizinkan keluarga Shafwan, Adwan, An-Nasa'ah, dan Murrah bin Auf mengerjakan apa yang biasa mereka kerjakan, hingga akhirnya Islam datang dan menghapuskan semua praktek itu. Dengan demikian Qushay bin Kilab adalah orang pertama dari Bani Ka'ab bin Luay yang menjadi raja yang ditaati kaumnya. Penjagaan Ka'bah, penguasaan Sumur Zamzam sekali- gus pemberian minum iama'ah haji dengan air Zamzam, jamuan makan kepada jama'ah haji, Daar An-Nadwah dan komando perang Quraisy sepenuhnya berada di tangan Qushay bin Kilab. Ia memangku seluruh kehormatan Mekkah, menjadi pemimpin Mekkah, dan menempatkan setiap kaum dari Quraisy pada posisinya di Mekkah sebagaimana sebelumnya. Sebagian orang menduga, bahwa orang-orang Quraisy tidak berani menebang pohon- pohon tanah suci yang ada di rumah-rumah mereka namun Qushay bin Kilab dengan bantuan para pendukungnya menebangnya. Orang-orang Quraisy menyebut Qushay bin Kilab sebagai "Mujammi' (pemersatu) karena ia berhasil menyatukan perpecahan. Mereka merasakan pertanda baik dengan kepeminpinannya. Tidaklah seorang wanita dinikahkan, laki-laki dari Quraisy tidak menikah, orang-orang Quraisy tidak bermusyawarah membahas perkara yang terjadi pada mereka, dan tidak memutuskan perang kepada kaum lain melainkan di rumah Qushay bin Kilab dan penanganan itu semua dilakukan salah seorang anaknya. Jika seorang anak wanita telah menginjak usia nikah, dan ingin mengenakan pakaian yang longgar, maka ia tidak memulai mengenakan pakaian tersebut kecuali di rumah Qushay bin Kilab. Qushay bin Kilab mengenakan pakaian di atas kepada kepada gadis itu, lalu gadis itu mengenakannya dan pulang kepada keluarganya.

Perintah Qushay bin Kilab kepada kaumnya Quraisy pada masa hidup dan sepeninggalnya laksana agama yang harus diikuti dan mereka tidak boleh menggantinya dengan yang lain. Qushay bin Kilab memilih Daar An-Nadwah untuk dirinya dan menjadikan pintunya mengarah ke Ka'bah. Di sinilah orang-orang Quraisy memutuskan seluruh perkaranya.

Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang penyair berkata:
Demi Allah, Qushay disebut sebagai persatu Dengannya Allah menyatukan kabilah-kabilah Fihr

Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Rasyid berkata kepadaku dari ayahnya yang berkata: Aku mendengar As-Saib bin Khabbab berkata bahwa ia mendengar seseorang berbincang dengan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu yang saat itu menjadi khalifah mengenai Qushay bin Kilab; penyatuannya terhadap Mekkah, pengusiran Khuza'ah dan Bani Bakr dari Mekkah, penguasaannya terhadap Baitullah, dan kepemimpinannya di Mekkah. Umar bin Khaththab tidak menyangkal dan tidak pula mengingkarinya.

Ibnu Ishaq berkata: Setelah perang usai Qushay bin Kilab, maka saudaranya, Rizah bin Rabi'ah
 
pulang ke negerinya diiringi oleh pengikutnya dari kaumnya.

Rizah bin Rabi'ah mengutarakan tentang jawabannya terhadap ajakan Qushay bin Kilab

Kala seorang utusan Qushay tiba
Lalu berkata: penuhilah seruan kekasihmu
Kami berangkat cepat dengan kuda yang berlari cepat Meninggalkan para peragu dan yang merasa berat
Kami berjalan dengan kuda itu di malam hingga pagi menjelang Kami sembunyi di siang hari agar tak terlihat musuh
Kuda-kuda itu demikian kencang laksana jalannya sekawanan burung Mereka semua merespon seruan utusan Qushay
Kami kumpulkan manusia dari dua Gunung Asymadz Dan kami kumpulkan satu orang dari setiap kabilah Wahai alangkah gagah pasukan kuda itu
Lebih seribu berlari kencang dan teratur rapi Kala kuda-kuda itu melintasi Asjad,
Dia turun di tempat pemberhentian unta Melewati Ar-Rukn dari Wariqan Melintasi Al-Arj tempat desa bersinggah
Kuda-kuda melintasi semak belukar berduri tanpa memotongnya Mereka memasuki Marr selama bermalam-malam
Kami giring anak kuda dekat pada induknya
Agar ringkikannya menjadi pelan Ketika kami sampai di Mekkah Kami biarkan pasukan kami menaklukkan kabilah demi kabilah Kamiperangi dan bunuh mereka dengan ketajaman pedang-pedang Dan setiap pukulan membikin mereka berantakan '
Kami pukul mereka bak serangan burung elang
Persis seperti orang gagah kuat memukul orang lemah lunglai Kami bunuh Khuza 'ah dan Bakr di kampungnya sendiri
Kami bantai mereka generasi demi generasi
Kami usir mereka dari negeri Tuhan Sang Maha Diraja Sebagaimana mereka tidak boleh menempati tanah yang subur Tawanan perang mereka ada di kungkungan besi
Pada setiap desa kami luapkan dendam kami

Tsa'labah bin Abdullah bin Dzubyan bin Al-Harits bin Sa'ad Hudzaim Al-Qudhai ber kata tentang perintah Qushay bin Kilab ketika ia mengajak mereka berperang kemudian ajakannya ditanggapi positif:

Kami bawakan kuda-kuda yang berlari cepat
Berlari cepat dari anak bukit pasir Al-Jinab menuju dua Gua Tihamah Kami dari Al-Faifa berjumpa di lembah yang runtuh
Adapun para Shufah yang band
Tinggalkan rumah-rumah mereka menghindari tebasan pedang
Bani Ali bangkit ketika mereka melihat kami memegang pedang-pedang Mereka seperti unta yang rindu kandangnya

Qushay bin Kilab berkata:
 
Aku anak parapenjaga dari Bani Luay
Rumahku di Mekkah di dalamnya aku berkembang
Sungguh, Ma ad telah mengetahui lembah ini adalah milikku Dan aku bersenang-senang dengan Marwanya
Aku bukanlah pemenang jika tidak terkumpul disana anak-anak Qaidzar dan An-Nabit Rizah adalah penolongku dan dengannya aku berbangga
Aku tidak takut kezaliman, selama kuhidup

Ketika Rizah bin Rabi'ah kokoh kuat kekuasaan di negerinya, Allah membentangkan kekuasaannya dan membentangkan kekuasaan Hunna secara kwantitas. Keduanya berasal dari Kabilah Adzrah pada masa itu. Belum lama Rizah bin Rabi'ah menapakkan kedua kakinya di negerinya, ia telah terlibat konflik dengan Nahd bin Zaid dan Hautakah bin Aslum, dua kabilah di Qudha'ah. Rizah bin Rabi'ah mengancam mereka hingga akhirnya mereka pergi ke Yaman dan disingkir dari negeri-negeri Qudha'ah. Mereka kini menetap di Yaman. Qushay bin Kilab berkata: ia menyukai Qudha'ah, kemajuannya, persatuannya, dan karena ia mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rizah. Juga karena mereka mempunyai jasa kepadanya ketika mereka menyambut seruannya untuk menolongnya, ia mengungkapkan ketidaksukaannya atas perilaku Rizah terhadap Qudha'ah:

Adakah yang bersedia menyampaikan pesanku kepada Rizah? Sungguh, aku mencelamu karena dua hal
Karena perilakumu pada Bani Nahd bin Zaid
Juga karena engkau memisahkan mereka de nganku
Dan Hautakah bin Aslam.jika ada kaum yang mencederai mereka, maka mereka telah mencederaiku

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menengarai bahwa syair-syair di atas adalah syair- syair Zuhair bin Janab Al-Kalbi.

Ibnu Ishaq berkata: Ketika Qushay bin Kilab sudah semakin renta dan tulang belulangnya semakin melemah. Dia memiliki anak sulung Abduddar namun Abdu Manaf telah harum namanya sejak ayahnya masih hidup, dan memiliki jalannya sendiri bersama dengan Abdul Uzza dan Abdu. Qushay bin Kilab berkata kepada anak sulungnya, Abduddar: "Ketahuilah, Demi Allah, anakku, aku akan menempatkanmu sebagaimana yang lain di tengah kamu itu, walaupun mereka lebih tehormat darimu. Tidak boleh ada seorang pun dari mereka yang memasuki Ka'bah sampai engkau membukakannya untuknya. Orang Quraisy tidak boleh memancangkan bendera perang kecuali di tanganmu. Tidak boleh seorang pun di Mekkah boleh minum kecuali dari airmu minummu. Tidak boleh ada seorang pun dari jama'ah haji yang memakan makanan kecuali dari makananmu. Orang-orang Quraisy tidak boleh memutuskan satu perkara apapun kecuali diputuskan di rumahmu." Kemudian Qushay bin Kilab memberikan rumahnya kepada Abduddar, yaitu Daar An-Nadwah, tempat orang-orang Quraisy memutuskan seluruh masalah mereka di dalamnya. Selain itu, hak menjaga Ka'bah, bendera perang, memberi minum jama'ah haji, dan menjamu mereka diserahkan oleh Qushay bin Kilab kepada anak sulungnya Abduddar.

Untuk menjamu jama'ah haji pada setiap musim haji, orang-orang Quraisy memberikan sebagian hartanya kepada Qushay bin Kilab. Dari dana yang telah terkumpul itu digunakan untuk membuat makanan bagi jama'ah haji, kemudian makanan tersebut di makan siapa saja dari jama'ah haji yang tidak memiliki kelapangan harta dan bekal. Dana tersebut diwajibkan Qushay bin Kilab kepada orang-orang Quraisy. Ketika memerintahkan kewajiban tersebut, ia
 
berkata kepada orang-orang Quraisy: "Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian tetangga-tetangga Allah, penduduk Rumah-Nya, dan penghuni tanah haram. Sesungguhnya jama'ah haji ini adalah tamu-tamu Allah,dan penziarah-penziarah Rumah-Nya. Mereka adalah tamu-tamu yang pantas untuk dimuliakan. Oleh sebab itulah, buatlah makanan dan minuman untuk mereka pada hari-hari haji hingga mereka pulang meninggalkan negeri kalian." Orang- orang Quraisy mematuhi perintah Qushay bin Kilab. Karena itu, setiap tahun, mereka memberikan sebagian hartanya kepada Qushay bin Kilab dan dana yang terkumpul digunakan untuk membuat makanan jama'ah haji pada hari-hari Mina. Ini mulai berlaku sejak zaman jahiliyah hingga Islam datang, kemudian tetap diberlakukan Islam hingga kini. Makanan tersebut, hingga kini, dibuat untuk jama'ah haji oleh sultan (penguasa) pada setiap tahun di Mina hingga Jama'ah haji menuntaskan ritual iba- dah hajinya.

Ibnu Ishaq berkata: Perihal Qushay bin Kilab, wasiatnya kepada Abduddar, dan haknya yang ia serahkan kepada Abduddar disampaikan kepadaku oleh Abu Ishaq bin Yasar dari Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhum. Abu Ishaq bin Yasar berkata bahwa ia mendengar Al-Hasan bin Muhammad mengatakan yang demikian kepada seseorang yang berasal dari Bani Abduddar yang bernama Nubaih bin Wahb bin Amir bin Ikrimah bin Amir bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar bin Qushay. A1 Hasan bin Muhammad berkata: "Qushay bin Kilab menyerahkan semua perkara kaumnya yang selama ini ia di tangannya kepada Abduddar. Dan apa yang menjadi keputusan Qushay bin Kilab tidak boleh di tentang, dan apa saja yang diperbuatnya tidak boleh ditolak."


Konflik Internal Antara Orang- orang Quraisy Setelah Meninggalnya Qushay bin Kilab
Ibnu Ishaq berkata: Sepeninggal Qushay bin Kilab, kepemimpinan atas kaumnya dan kaum- kaum yang lain dipegang oleh anak-anak Qushay bin Kilab. Namun mereka membagi-bagi Mekkah, setelah sebelumnya disatu padukan oleh Qushay bin Kilab. Mereka membagi-bagi Mekkah untuk kaum dan patner-patner mereka, bahkan mereka menjualnya. Orang-orang Quraisy ikut terlibat dengan mereka dalam hal ini dan tidak ada konflik internal dan pertentangan di antara mereka. Namun setelah itu, anak-anak Abdu Manaf bin Qushay, yaitu Abdu Syams, Hasyim, Al-Muthalib, dan Naufal bersatu untuk merebut otoritas yang selama ini berada di tangan Abduddar bin Qushay, yakni hak- hak tersebut adalah hak menjaga Ka'bah, ko- mando perang, memberi minum jama'ah haji, dan jamuan buat mereka. Bani Abdu Manaf, Hasyim, Al-Muthalib, dan Naufal menganggap mereka lebih berhak atas hal-hal tersebut daripada Abduddaar, karena mereka lebih terpandang, dan lebih mulia di tengah kaumnya. Efeknya orang-orang Quraisy pun terbelah. Kelompok yang mendukung anak-anak Abdu Manaf mengatakan bahwa Bani Abdu Manaf lebih berhak atas hak-hak tersebut daripada Bani Abduddar, karena kedudukan Bani Abdu Manaf di kaumnya. Kelompok yang mendukung Bani Abduddar mengatakan bahwa apa yang diserahkan Qushay bin Kilab kepada mereka tidak boleh diambil kembali dari mereka.

Pemimpin Bani Abdu Manaf ialah Abdu Syams bin Abdu Manaf, karena ia yang tertua dari Bani Abdu Manaf, sedang peminpin Bani Abduddar adalah Amir bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddaar. Sedangkan Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay. Bani Zuhrah bin Kilab, Bani Taim bin Murrah bin Ka'ab, dan Bani Al-Harts bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr berpihak kepada Bani Abdu Manaf.

Sedangkan Bani Makhzum bin Yaqazhah bin Murrah, Bani Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab, Bani Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab, dan Bani Adi bin Ka'ab berpihak kepada
 
Bani Abduddaar. Sedang Amir bin Luay dan Muharib bin Fihr tidak memihak kepada kelompok mana pun.

Setiap kaum menyatakan perjanjian yang kokoh untuk tidak saling melanggar dan tidak menyerahkan antara satu dengan yang lain selama laut masih basah (selamanya).

Ibnu Ishaq berkata: Bani Abdu Manaf mengeluarkan cawan yang dipenuhi dengan parfum. Mereka mengaku bahwa sebagian perempuan Bani Abdu Manaf memberikan cawan tersebut kepada mereka, lalu mereka meletakkannya di sisi Ka'bah untuk patner mereka. Setelah itu, mereka semua mencelupkan tangannya ke dalam cawan tersebut dan saling berjanji bersama patner-patner mereka. Mereka mengusapkan tangannya ke Ka'bah untuk menguatkan perjanjian mereka. Oleh sebab itulah mereka dinamakan Al-Muthayyibun.

Ibnu Ishaq berkata: Bani Abduddar dan patner-patnernya mengadakan perjanjian yang sama kuat di sisi Ka’bah, bahwa masing-masing mereka tidak akan menelantarkan yang lain, tidak pula akan menyerahkan sebagian mereka kepada sebagian yang lain. Mereka dinamakan Al- Ahlaf (konfederasi)

Kemudian masing-masing kabilah merapatkan barisan untuk perang dan siap untuk memulai pertempuran. Bani Abdu Manaf disiagakan untuk menghadapi Bani Sahm. Bani Asad disiagakan untuk menghadapi Bani Abduddar. Bani Zuhrah disiagakan untuk menghadapi Bani Jumah. Bani Taim disiagakan untuk menghadapi Bani Makhzum. Bani Al-Harits bin Fihr disiagakan untuk meng¬hadapi Bani Adi bin Ka'ab. Setelah itu, mereka berkata: "Masing- masing kabilah membasmi lawan-lawan kabilah yang dihadapinya."

Ketika kedua pasukan sudah telah siap untuk berperang, tiba-tiba masing-masing pihak berinisiatif mengajak pihak lain berda- mai dengan satu syarat isi perdamaian, bahwa hak pemberian minum dan jamuan jama'ah haji diberikan kepada Bani Abdu Manaf, sedang hak penjagaan Ka'bah, komando perang dan Daar An-Nadwah dilimpahkan kepada Bani Abduddar sebagaimana sebelumnya. Masing-masing pihak menyepakati point perdamaian, menerimanya, menahan diri dari perang, dan semuanya harus menghormati pihak yang terlibat dalam kesepakatan damai ini. Mereka tetap dalam kondisi seperti ini hingga datangnya Islam. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidak perdamaian apapun pada masa ja- hiliyah, melainkan Islam pasti semakin me- nguatkannya."6
6    Hadits hasan diriwayatkan oleh Imam Ahmad pada hadits no. 1655 dan dinyatakan hasan oleh Albani dalam bukunya Shahih al-Jami' pada hadits no. 2553

Hilf (Konfederasi) al-Fudhul
Ibnu Hisyam berkata: Adapun mengenai konfederasi (hilf) Al-Fudhul, Ziyad bin Abdullah Al- Bakkai mengatakan padaku dari Muhammad bin Ishaq ia berkata bahwa kabilah-kabilah Quraisy mengajak diselenggarakannya satu perjanjian. Lalu mereka berkumpul di rumah Abdullah bin Jud'an bin Amr bin Kaab bin Saad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Luay, karena kedudukannya yang terhormat dan orang yang paling tua di tengah mereka. Pertemuan di rumah Abdullah bin Jud an ini di ikuti oleh Bani Hasyim, Bani Al-Muthalib, Asad bin Abdul Uzza, Zuhrah bin Kilab, dan Taim bin Murrah. Mereka bersepakat dan mu- fakat, bahwa jika mereka melihat orang yang teraniaya di Mekkah baik dia penduduk asli Mekkah atau orang- orang luar yang datang ke Mekkah maka mereka harus berdiri dan ber- pihak di sisi mereka, sedangkan orang-orang yang menganiaya orang tadi wajib mengembalikan apa yang diambilnya dari orang yang dianiayanya. Orang-orang Quraisy menyebut perjanjian tersebut dengan Konfedarasi (Hilf) Al-Fudhul.

Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Yazid bin Al-Muhajir bin Qunfudz At-Taimi berkata kepadaku, ia mendengar Thalhah bin Abdullah bin Auf Az-Zuhri berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Aku telah ikut menyaksikan perjanjian di rumah Abdullah bin Jud'an. Sebuah perjanjian lebih aku sukai daripada unta merah. Jika dalam Islam aku diundang untuk memaklumatkan perjanjian seperti itu, pasti aku akan mendatanginya,"77    Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad pada hadits no. 1655 dan 1676 dan Ibnu Hibban pada hadits no. 4373 dan Al- Hakim pada hadits no. 2870, hal ini disetujui oleh Adz-Dzahabi dan dinyatakan shahih oleh Albani oada bukunya Shahih al-Jami' pada hadits no. 2717

Ibnu Ishaq: Yazid bin Abdullah bin Usa- mah bin Al-Hadi Al-Laitsi berkata kepadaku bahwa Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At-Taimi berkata kepadanya, terjadi sengketa perebutan harta di Dzi Al-Marwa antara Al- Husain bin Ali bin Abu Thalib dengan Al-Walid bin Utbah bin Abu Sufyan yang saat itu sedang menjabat sebagai gubernur Madinah. la diangkat sebagai gubernur oleh pamannya, Muawiyah bin Abu Sufyan. Al-Walid berdalih kepada Al-Husain, bahwa ia lebih berhak atas harta tersebut karena ia seorang gubernur. Al-Husain berkata kepada Al-Walid: "Aku bersumpah dengan nama Allah, hendaknya engkau memberikan hakku atau aku mengambil pedangku, lalu aku berdiri di Masjid Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian aku mengajak diselenggarakannya perjanjian Al-Fudhul."

Abdullah bin Zubair yang saat itu berada di tempat Al-Walid berdiri setelah Al-Husain berkata seperti itu, ia berkata: "Aku juga bersumpah dengan nama Allah, jika Al-Husain mengajakku mengadakan "perjanjian Al-Fudhul, niscaya aku berpihak kepadanya hingga haknya diberikan padanya atau kita semua bi- nasa karenanya."

Dia berkata: Aku sampaikan peristiwa ini kepada Al-Miswar bin Makhramah bin Naufal Az- Zuhri, maka diapun mengatakan hal yang sama. Aku juga mendengar bahwa Abdurrahman bin Utsman bin Ubaidillah At-Taimi mengatakan hal serupa. Ketika hal ini di de ngar Al-Walid, ia langsung memberi Al-Husain haknya dengan dada lapang terbuka."

Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Abdullah bin Usamah bin Al-Hadi Al-Laitsi berkata kepadaku dari Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At Taimi yang berkata bahwa Muhammad bin Jubair bin Muth'im bin Adi bin Naufal bin Abdu Manaf, orang yang paling pintar di kalangan Quraisy datang kepada Abdul Malik bin Marwan bin Al-Hakam setelah Abdullah bin Zubair terbunuh dan manusia berkumpul di tempat Abdul Malik bin Marwan'. Ketika Muhammad bin Jubair masuk, Abdul Malik bin Marwan berkata kepadanya: "Hai Abu Sa'id, bukankah kami dan kalian Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf serta Bani Naufal bin Abdu Manaf ikut terlibat dalam konfedarasi Al-Fudhul?" Muhammad bin Jubair berkata: "Engkau lebih tahu tentang hal ini." Abdul Malik berkata: "Hendaknya engkau harus menerangkan hal ini secara jujur, wahai Abu Sa'id!" Muhammad bin Jubair berkata: "Demi Allah, kita telah keluar dari perjanjian tersebut, dan kalian termasuk di dalamnya." Abdul Malik berkata: "Engkau telah berkata benar."
 
Sampai di sini kisah tentang Perjanjian Al-Fudhul.

Ibnu Ishaq berkata: Kemudian tugas menjamu jama'ah haji dan dipegang oleh Hasyim bin Abdu Manaf. Ini karena Abdu Syam adalah seorang pengembara dan jarang sekali berdiam di Mekkah. Ia miskin dan anaknya banyak. Jika musim haji datang, Abdu Syams berdiri di hadapan orang-orang Quraisy, kemudian berkata kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, sesungguhnya kalian adalah tetangga-tetangga Allah dan penjaga Rumah-Nya di musim ini akan datang kepada kalian tamu-tamu Allah dan jama'ah haji. Mereka adalah tamu-tamu Allah. Sedangkan tamu yang paling berhak dihormati adalah tamu-Nya. Maka siapkanlah makanan yang mereka butuhkan, karena mesti tinggal di Mekkah. Demi Allah, andaikata aku memiliki banyak kelonggaran pastilah aku tidak pernah membebani kalian." Maka orang-orang Quraisy mengeluarkan sebagian harta mereka sesuai dengan kadar kemampuannya. Hasilnya disiapkan untuk menyiapkan makanan bagi jamaah haji hingga mereka pulang meninggalkan Mekkah.

Menurut sebagian pakar, Hasyim adalah orang yang pertama mentrasisikan dua perjalanan bagi orang-orang Quraisy; perjalanan pada musim dingin dan musim panas. Ia pula orang pertama yang memberi makanan sejenis bubur kepada jama'ah haji di Mekkah. Hasyim bernama asli Amr. Dinamakan Hasyim, karena ia meremas-remas roti hingga hancur buat kaumnya di Mekkah. Salah seorang penyair Quraisy atau salah seorang pe- nyair Arab berkata:

Amr adalah orang yang meremas roti untuk kaumnya
Kaum di Mekkah yang tertimpa kelaparan, kurus dan lemah la menetapkan dua perjalanan di dalamnya
Perjalanan musim dingin dan musim panas.

Ibnu Hisyam berkata: Sebagian ahli syair di Hijaz membacakan sebuah syair kepadaku:

Kaum di Mekkah yang miskin dan kurus lemah

Ibnu Ishaq berkata: Hasyim bin Abdu Manaf wafat di Gaza daerah di Syam saat se- dang melakukan perjalanan bisnis ke sana. Sepeninggal Hasyim, tugas memberi minum kepada jamaah haji dan menjamu mereka di oper kepada Al-Muthalib bin Abdu Manaf. Ia lebih muda dari Abdu Syams dan Hasyim. Al-Muthalib adalah seorang yang tehormat dan sangat mulia di mata kaumnya. Orang-orang Quraisy menamakannya Al-Muthalib Al-Faydh, karena kelapangan dadanya dan keutamaan dirinya.

Ibnu Ishaq berkata: Setibanya di Madinah, Hasyim bin Abdu Manaf menikahi Salma binti Amr, salah seorang dari Bani Adi bin An-Najjar. Sebelumnya Salma binti Amr telah menikah dengan Uhaiah bin Al-Julah bin Al-Harisy.

Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Al-Haris adalah anak Jahjabi bin Kul- fah bin Auf bin Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus.

Pernikahan Salma dengan Uhaihah bin Al-Julah membuahkan anak yang bernama Amr bin Uhaihah. Sebelumnya, Salma tidak mau menikah dengan laki-laki biasa, karena kehormatannya di mata kaumnya, bahkan ia memberi syarat kepada kaumnya bahwa semua otoritas berada di tangannya. Bila ia tidak lagi menyukai suaminya, ia bebas meninggalkannya.

Ibnu Ishaq berkata: Salma binti Amr melahirkan anak laki-laki untuk Hasyim dan diberi nama Syaibah. Hasyim menmggalkan anaknya Syaibah dalam perawatan istrinya hingga usia baligh
 
atau sesudah usia baligh. Sesudah itu, paman Syaibah, Al-Muththalib datang kepadanya untuk mengambilnya dan mengirimkannya ke negeri dan kaumnya. Namun Salma berkata kepada Al-Muthalib: "Aku tidak akan mengirim Syaibah bersamamu." Al-Muthalib menukas kepada Salma: "Akupun tidak akan beranjak dari sini hingga aku berhasil membawa Syaibah. Sesung- guhnya ponakanmu ini telah mencapai usia baligh sedangkan dia demikian asing berada di antara orang yang bukan kaumnya, sedang kami adalah orang-orang terhormat di tengah kaum kami. Kami banyak sekali menangani perkara-perkara mereka. Sedangkan kaum anak ini, negerinya, dan sanak keluarganya memberikan ruang lebih baik daripada dia berdomisili di luar lingkungan mereka atau seperti yang dikatakan Muthalib."

Syaibah berkata kepada pamannya, Al-Muthalib, menurut banyak orang, "Aku tidak akan berpisah dengan ibuku sampai dia memberiku izin." Akhirnya Salma bin Amr mengizinkan anaknya Syaibah pergi bersama dengan pamannya, dan dia serahkan Syaibah kepada Al- Muthalib. Kemudian Al-Muthalib pergi membawa Syaibah dan masuk ke Mekkah bersamanya dengan membonceng untanya. Orang-orang Quraisy berkata: "Inilah budak Al-Muthalib dia telah membelinya." Mereka menamakan Syaibah dengan nama tersebut (Abdul Muthalib budak). Al-Muthalib berkata "Celaka kalian. Ini keponakanku anak saudaraEu, Hasyim. Aku telah berhasil membawanya dari Madinah."

Kemudian Al-Muthalib wafat di Radman, sebuah daerah di kawasan Syam.

Ibnu Ishaq berkata: Mathrud bin Ka'ab Al-Khuzai mengucapkan sebuah eligi duka atas kematian Al-Muthalib dan seluruh anak-anak Abdu Manaf saat ia mendengar kematian Naufal bin Abdu Manaf, karena Naufal adalah orang terakhir yang meninggal dari mereka:

Abdu Manaf bernama asli Al-Mughirah. Bani Abdu Manaf yang pertama kali meninggal dunia adalah Hasyim, ia meninggal dunia di Gaza, kawasan di Syam (kini Palestina), Abdu Syams meninggal di Mekkah, Al-Muthalib di Radman daerah di Yaman sedangkan Naufal di Salman kawasan Irak. Menurut sebagian pakar, dikatakan kepada Mathrud, "Engkau telah mengatakan perkataan yang baik. Tapi, jika perkataanmu lebih dipertajam, pasti akan jauh lebih baik lagi." Mathrud berkata: "Beri aku tenggang waktu beberapa malam." Kemudian ia mengisolasi diri beberapa hari lalu berucap dalam sebuah syair:

Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Abdul Muthalib menjabat sebagai penanggung jawab pemberian minuman pada jama'ah haji dan jamuan kepada mereka setelah pamannya, Al-Muthalib. Ia laksanakan kedua tugas tersebut untuk orang-orang, dan ia mengerjakan untuk kaumnya apa saja yang dahulu dilakukan oleh nenek moyangnya untuk kaumnya. Abdul Muthalib mendapatkan kehormatan di tengah kaumnya yang tidak pernah dicapai seorang pun dari nenek moyangnya. Ia begitu dicintai kaumnya, dan keberadaannya sangat berarti bagi mereka.

Penggalian dan Silang Sengketa tentang Sumur Zamzam
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Abdul Muthalib tertidur di Hijr, dalam mimpinya ia didatangi seseorang yang memerintahkannya menggali sumur Zamzam.

Hal pertama kali yang dilakukan Abdul Muthalib adalah menggali Sumur Zamzam. Hal ini serupa dengan apa yang diutarakan kepadaku oleh Yazid bin Abu Habib Al-Mishri dari Martsad bin Abdullah Al-Yazani dari Abdullah bin Zurair Al-Ghafiqi, ia mendengar Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu bercerita tentang Sumur Zamzam ketika Abdul Muthalib diperintah untuk menggalinya.

Ali bin Abu Thalib berkata bahwa Abdul Muthalib berkata: Aku sedang tidur di Hijr, tiba-tiba seseorang datang padaku seraya ber-kata: "Galilah Thaibah." Aku berkata: "Apa itu Thaibah
?" Orang itu langsung menghilang. Keesokan harinya, aku kembali ke tempat tidurku semula (Hijr) kemudian tidur di dalamnya, tiba-tiba orang yang datang kemarin mendatangiku lagi sambil berkata: "Galilah Barrah." Aku bertanya: "Apa itu Barrah?" Orang tersebut langsung menghilang. Esok harinya, aku kembali ke tempat tidurku semula (Hijr) kemudian tidur di dalamnya, tiba-tiba orang yang kemarin datang lagi dan berkata: "Galilah Al-Madhnunah." Aku bertanya: "Apa itu Al-Madhnunah?" Orang tersebut langsung menghilang. Esok harinya, aku kembali ke tempat tidurku semula (Hijr) kemudian tidur di dalamnya, tiba-tiba orang kemarin datang lagi kepadaku dan berkata: "Galilah Zamzam." Aku bertanya: "Apa itu Zamzam ?" Orang tersebut berkata: "Air Zamzam tidak pernah habis, melimpah ruah, dan akan menjadi air minum bagi jama'ah haji yang agung itu. Ia berada di antara kotoran dan darah, di sekitar tempat gagak-gagak bersayap putih beterbangan di dekat sarang semut."

Ibnu Ishaq berkata: Sesudah dijelaskan pada Abdul Muthalib, dan ditunjukkan padanya lokasi sumur Zamzam, dan mengetahui bahwa ia dipercaya, ia segera pergi mengambil cangkul dengan ditemani anaknya yang bernama Al-Harits. Pada saat ia baru memiliki seorang anak, yaitu Al-Harits. Ia pun segera menggali lokasi tersebut. Saat melihat isinya, ia bertakbir. Orang- orang Quraisy pun mengerti bahwa Abdul Muthalib berhasil menggapai tujuannya lalu mereka pun menemuinya dan berkata kepadanya: "Wahai Abdul Muthalib, sesungguhnya sumur tersebut adalah sumur nenek moyang kita, Ismail, dan kami mempunyai hak atas sumur tersebut. Oleh sebab itulah, libatkan kami bersamamu di dalamnya." Namun Abdul Muthalib berkata menuka: "Tidak, sesungguhnya persoalan ini dikhususkan untukku dan bukan untuk kalian. Persoalan ini diberikan kepadaku di tengah-tengah kalian." Mereka berkata kepada Abdul Muthalib: "Berlaku adil lah kepada kami. Sungguh kami tidak akan pernah membiarkanmu dan akan melawanmu dalam masalah ini." Abdul Muthalib berkata: "Jika itu yang kalian mau, maka carilah orang yang kalian suka kemudian kita selesaikan perkara ini di hadapannya." Mereka berkata: "Kita pilih seorang dukun wanita Bani Sa'ad Hudzaim." Abdul Muthalib berkata: "Ya, silahkah saja." Dukun wanita yang mereka sebut itu tinggal di pinggiran kota Syam.

Abdul Muthalib berangkat ke sana ber- sama dengan beberapa orang dari kabilah ayahnya, Bani Abdu Manaf yang diikuti pula beberapa orang dari setiap kabilah Quraisy.

Ali bin Abu Thalib berkata: Saat itu lokasi-lokasi tersebut ada yang rnasih berbentuk padang Sahara yang tandus. Ketika melintasi salah satu padang Sahara yang tandus di antara Hijaz dan Syam, persediaan air Abdul Muthalib dan rombongannya habis. Mereka pun kehausan dan yakin akan mati akibat kehausan. Mereka meminta air kepada kabilah-kabilah Quraisy, namun kabiiah-kabilah Quraisy menolak memberi air kepada mereka. Kabiiah-kabilah Quraisy berkata: "Kita sedang berada di tengah padang sahara vang kering kerontang dan kami juga khavatir akan mengalami apa yang sedang kalian alarm." Ketika Abdul Muthalib mengetahui jawaban kabiiah-kabilah Quraisy dan kekhawatiran mereka terhadap diri mereka. ia berkata: "Ba- gaimana menurut pendapat kalian? Mereka berkata: "Kami senantiasa mengikuti penda- patmu. Maka perintahkan apa saja yang engkau inginkan kepada kami!" Abdul Muthalib berkata: "Aku berpendapat bahwa hendaklah setiap orang dari kalian membuat galian untuk dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Jika ada yang meninggal dunia, maka sahabat-sahabatnya mendorongnya ke dalam lubang galiannya, kemudian mengu- ruknya, hingga tinggal tersisa satu orang di antara kita, karena kehilangan satu orang itu lebih ringan mudharatnya daripada kehilangan semua rombongan." Mereka berkata: "Apa yang engkau katakan ini adalah sebuah pendapat yang tepat."

Lalu masing-masing orang menggali lubang untuk dirinya, dan menunggu datang- nya kematian akibat dilanda kehausan. Abdul Muthalib berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Demi Allah, sesungguhnya menjatuhkan diri kepada kematian dengan cara seperti ini, dan tidak berjalan di permukaan bumi serta tidak berusaha untuk mencari karunia bagi diri sendiri benar- benar sebuah tindakan lemah! Semoga Allah memberi kita air di salah satu negeri. Pergilah kalian!" Sahabat-sahabat Abdul Muthalib pun beranjak pergi sebagaimana diperintahkan oleh Abdul Muthalib. Setelah mereka berangkat dan kabiiah-kabilah Quraisy menyaksikan apa yang mereka kerjakan, maka Abdul Muthalib berjalan menuju hewan tunggangannya. Ketika hewan tunggangan- nya berjalan tiba-tiba dari telapak kaki hewan tunggangannya memancar air tawar. Abdul Muthalib mengumandangkan takbir yang kemudian diikuti para sahabatnya. Abdul Muthalib turun dari hewan tunggangannya, lalu bersama para sahabatnya meminum air tersebut, mengisi tempat air minun mereka sampai penuh. Barulah Abdul Muthalib memanggil kabiiah-kabilah Quraisy dan berkata kepada mereka: "Marilah kita bersama-sama pergi Ke air! Allan telaii mengarunikan air mi- num kepada kita. Minumlah dari air tersebut lalu isilah tempat air minum kalian." Mereka datang ke air tersebut, lalu minum dan mengisi tempat air minum mereka. Mereka berkata: "Demi Allah, perkara ini engkau menangkan atas kami, wahai Abdul Muthalib. Demi Allah, kami tidak akan melawanmu dalam perkara Sumur Zamzam untuk selama-lamanya. Sesungguhnya Dzat yang memberimu air di padang Sahara yang tandus ini pastilah Dzat yang memberimu air Zamzam. Kembalilah engkau untuk mengurusi pemberian minum dengan damai." Abdul Muthalib pulang demikian pula mereka. Mereka tidak meneruskan perjalanan kepada dukun wanita dan membatalkan maksud perjalanannya.

Ibnu Ishaq berkata: Itulah yang sampai kepadaku apa yang dikatakan oleh Ali bin Abu Thalib tentang Zamzam.

Ibnu Ishaq berkata: Aku mendengar dari orang yang pernah berbicara mengenai Abdul Muthalib bahwa telah dikatakan kepadanya ketika ia diperintahkan menggali Sumur Zamzam:

Ajaklah orang-orang kepada air pelepas dahaga yang tidak keruh Ia berikan air minum orang-orang yang berhaji dalam setiap tempat yang di dalamnya ada ketaatan Tak perlulah kau risau untuk kehabisan

Mendengar ucapan seperti itu, Abdul Muthalib bergegas pergi menemui orang-orang Quraisy, dan berkata kepada mereka: "Ketahuilah, bahwa aku diperintahkan untuk menggali Sumur Zamzam untuk kalian." Mereka berkata: "Apakah telah dijelaskan kepadamu di tempat mana Sumur Zamzam tersebut berada." Abdul Muthalib berkata: "Tidak." Mereka berkata: "Jika demikian, tidurlah engkau kembali sebagaimana engkau tidur sebelumnya dan bermimpi seperti itu sebab ucapan tersebut berasal dari Allah, Dia pasti akan memberi penjelasan kepadamu. Jika ucapan tersebut berasal dari setan, ia tidak akan kembali kepadamu." Abdul Muthalib kembali ke tempat tidurnya semula. Dalam tidurnya, datanglah seseorang kepadanya, kemudian berkata kepadanya: "Galilah Zamzam karena jika engkau menggalinya, kau tidak akan pernah menyesal, karena Zamzam tersebut adalah peninggalan ayahmu yang teragung. Airnya tidak akan habis selamanya lamanya, melimpah, dan memberi minum kepada jama'ah haji yang mulia. Zamzam itu laksana burung unta yang kencang larinya dan belum dibagi. Di dalamnya, orang bernazar buat Dzat Pemberi nikmat yang menjadi warisan dan perjanjian yang kokoh kuat. Dia tidaklah seperti apa yang engkau telah ketahui sebelum ini. Zamzam berada di antara kotoran dan darah.

Ibnu Hisyam berkata: Ucapan di atas dan ucapan sebelumnya dalam penuturan Ali bin Abu Thalib tentang Zamzam, menurut kami, adalah sajak biasa dan bukan syair.

Ibnu Ishaq berkata: Mereka beranggapan bahwa ketika perkataan di atas dikatakan kepada Abdul Muthalib ia berkata: "Di manakah Zamzam tersebut adanya?'" Lalu di jawab: "Dia berada di dekat rumah semut di mana di sana ada burung gagak mematuk-matuk dengan paruhnya besok." Wallahu Alam, dimana yang benar dari kisah di atas.

Keesokan harinya Abdul Muthalib dengan ditemani anaknya, Al-Harts, anak satu-satunya saat itu, pergi kemudian melihat rumah semut, dan mereka dapatkan di tempat itu ada burung gagak yang sedang mematuk-matuk tanah, tepat di antara dua patung: Isaf dan Nailah. Tempat dimana orang-orang Quraisy biasa menyembelih hewan qurban mereka. Abdul Muthalib mengambil cangkul, lalu menggali tanah di tempat yang telah ia di perintah untuk menggalinya. Ketika orang- orang Quraisy memperhatikan keseriusan Abdul Muthalib, mereka datang menemuinva seraya berkata: "Demi Allah, kami tidak akan membiarkanmu menggali di area di antara dua patung kami, tempat kami biasa menvembelih hewan qurban." Abdul Muthalib berkata kepada anaknya Al-Harits: "Lindungilah aku sampai aku tuntas menggali. Demi Allah, aku akan tetap melakukan apa yang telah diperintahkan kepadaku."

Melihat Abdul Muthalib tidak menyerah orang-orang Quraisy membiarkan Abdul Muthalib menggali, dan menahan diri dari padanya. Dalam waktu yang sangat singkat dalam menggali Abdul Muthalib melihat isi sumur tersebut, kemudian bertakbir dan mengetahui bahwa ia benar-benar dipercaya. Begitu meneruskan penggalian, ia melihat dua patung rusa yang terbuat dari emas yang di timbun oleh Jurhum di dalamnya saat mereka akan meninggalkan Mekkah. Abdul Muthalib juga mendapatkan beberapa pedang dari Qal'ah dan baju besi. Orang-orang Quraisy berkata kepada Abdul Muthalib: Wahai Al Muthalib, sesungguhnya kami mempunyai hak yang sama denganmu untuk berbagi dalam urusan Zamzam ini!" Abdul Muthalib berkata: "Tidak! Namun demikian mari kita ambil keputusan yang adil antara aku dengan kalian! Kita selesaikan persoalan ini dengan kotak dadu dan diundi." Mereka berkata: "Apa yang akan engkau lakukan?" Abdul Muthalib berkata: "Aku membikin dua dadu untuk Ka'bah, dua dadu untukku, dan dua dadu untuk kalian. Barangsiapa kedua dadunya keluar, ia mendapat bagian. Barangsiapa kedua da-dunya tidak keluar, ia tidak mendapat bagian sedikit pun." Mereka berkata: "Engkau telah bertindak adil." Kemudian Abdul Muthalib membikin dua buah dadu berwarna kuning untuk Ka bah, dua dadu berwarna hitam untuk dirinya, dan dua dadu berwarna putih un¬tuk orang-orang Quraisy. Setelah itu mereka memberikannya kepada penjaga kotak dadu yang bertugas menyelenggarakan undian di samping patung Hubal. Hubal terletak di dalam Ka'bah dan merupakan patung terbesar mereka. Patung Hubal inilah yang dimaksud Abu Sufyan pada Perang Uhud: "Bangkitlah Vk'ahai Hubal!" artinya menangkan agamamu." Abdul Muthalib berdiri sambil berdo'a kepada Allah. Lalu penjaga kotak dadu mengadakan undian dan keluarlah dua dadu berwarna kuning yang berarti dua patung kijang dari emas menjadi milik Ka'bah, dan dua dadu berwarna hitam yang berarti bahwa pedang dan baju besi menjadi milik Abdul Muthalib. Sedangkan dua dadu milik orang-orang Quraisy tidak muncul.

Abdul Muthalib memasang pedang-pedang tersebut sebagai pintu Ka'bah, yang dihiasi dua patung kijang dari emas. Itulah emas pertama kali yang dikenakan di Ka'bah menurut pendapat para ahli. Maka sesudah itu Abdul Muthalib memberi air minum Zamzam pada jama'ah haji.
 
Sumur-sumur Kabilah Quraisy di Mekkah
Ibnu Hisyam berkata: Sebelum penggalian Sumur Zamzam, orang Quraisy sudah lebih dulu menggali demikian banyak sumur di Mekkah sebagaimana hal ini dikatakan kepadaku oleh Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai dari Muhammad bin Ishaq dimana ia berkata: Abdu Syams bin Abdu Manaf menggali Sumur Ath-Thawiy yang berada di Mekkah Atas di Al-Baidha' di rumah Muhammad bin Yusuf Ats-Tsaqafi.

Hasyim bin Abdu Manaf menggali Sumur Badzdzar yang berada di Al-Mustandzar Khathmu Al-Khandamah di atas lorong jalan milik Abu Thalib. Ada yang menyebutkan bahwa pada saat menggalinya Hasyim bin Abdu Manaf berkata: "Demi Allah, aku akan menjadikan Sumur Badzdzar untuk keperluan banyak orang."

Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang penyair berkata:

Allah mengirimkan air minum yang aku ketahui tempatnya Di Jurab, Malkum, Badzdzar, dan Al-Ghamm Ibnu Ishaq berkata: Hasyim bin Abdu Manaf juga menggali Sumur Sajlah yang merupakan sumur milik Al-Muth'im bin Adi bin Naufal bin Abdu Manaf, dan orang-orang mengambil air minum darinya. Bani Naufal mengaku bahwa Al-Muth'im membeli sumur tersebut dari Asad bin Hasyim. Namun Bani Hasyim juga mengaku bahwa sumur itu dihibahkan kepadanya ketika muncul Sumur Zamzam, merekapun merasa tercukupi dengan sumur Zamzam dan tidak lagi membutuhkan sumur-sumur lainnya.

Umayyah bin Abdu Syams menggali Sumur Al-Hafru untuk kepentingan dirinya sendiri. Bani Asad bin Abdul Uzza menggali Sumur Saquyyah, milik Bani Asad.
Bani Abduddar menggali Sumur Ummu Ahrad.

Bani Jumah menggali Sumur As-Sunbu- lah, milik Khalaf bin Wahb. Bani Sahm menggali Sumur Al-Ghamru, milik Bani Sahm.
Di sana sudah ada sumur galian Mekkah jaman dulu sejak zaman Murrah bin Ka'ab, Kilab bin Murrah, dan tokoh-tokoh Quraisy dari generasi pertama dan mereka minum darinya. Yakni Sumur Rumm yang menjadi milik Murrah bin Ka'ab bin Luay, Sumur Khamm yang merupakan sumur Bani Kilab bin Murrah, dan Sumur Al-Hafru. Hudzaifah bin Ghanim, saudara Bani Adi bin Ka'ab bin Luay.

Ibnu Hisyam berkata bahwa Hudzaifah bin Ghanim adalah ayah dari Abu Jahm bin Hudzaifah. Ibnu Hisyam berkata: Bait-bait syair di atas adalah penggalan syair-syiar Hudzaifah, Insyaallah selengkapnya akan saya paparkan pada tempatnya.

Ibnu Ishaq berkata: Air Zamzam lebih higienis dari air-air yang ada sebelumnya. Jama'ah haji berdatangan kepadanya, karena ia dekat dengan Masjidil Haram dan lebih utama dari air-air lainnya serta karena Sumur Zamzam adalah Sumur Ismail bin Ibrahim 'Alaihimas Salam.

Bani Abdu Manaf berbangga diri dengan Sumur Zamzam atas seluruh orang-orang Quraisy,
 
bahkan atas semua bangsa Arab. Musafir bin Abu Amr bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf berkata dalam sebuah syair dengan membangga-banggakan prestasi mereka dengan memberi minum jama'ah haji, menjamin jamuan mereka, pemberian mereka berikan kepada manusia, Sumur Zamzam yang ada pada mereka, bahwa Bani Manaf adalah pemilik Ka'bah, mereka lebih mulia dan tehormat dari lainnya.


Nazar Abdul Mutthalib untuk Menyembelih Salah Seorang Anaknya
Ibnu Ishaq berkata: Menurut sebagian besar orang, dan hanya Allah yang lebih tahu, Abdul Muthalib bernazar tatkala dia mendapatkan apa yang dia dapatkan dari orang-orang Quraisy saat menggali Sumur Zamzam bahwa jika ia mempunyai sepuluh anak dan mereka besar sementara ia mampu melindunginya, ia akan menyembelih salah seorang dari mereka untuk Allah di samping Ka'bah. Ketika anaknya sudah berjumlah sepuluh, dan ia mengetahui bahwa mereka akan mencegah dan menghalanginya. Maka iapun mengumpulkan anak-anaknya untuk menjelaskan nazarnya serta mengajak mereka menetapi nazar untuk Allah itu. Mereka mentaatinya dan berkata: "Apa yang semestinya harus kami lakukan?" Abdul Muthalib berkata: "Setiap orang dari kalian mengambil satu dadu lalu menulis namanya di atasnya, lalu tunjukkan hasilnya padaku." Merekapun mengerjakan apa yang diperintahkan Abdul Muthalib lalu mereka menemui bapaknya. Abdul Muthalib membawa mereka ke Patung Hubal di dalam Ka'bah. Patung Hubal terletak di atas sumur di dalam Ka'bah. Sumur tersebut adalah tempat dikumpulkannya apa yang mereka persem- bahkan untuk Ka'bah.

Di sisi Patung Hubal terdapat tujuh dadu dan pada setiap dadu terdapat tulisan Al-'Aqlu (diyat, denda atas darah). Pada saat itu jika orang-orang Quraisy, berselisih tentang siapa yang berhak menanggung tebusan, mereka mengocok ketujuh dadu tersebut. Jika yang keluar Al-'Aqlu, maka diyat harus ditanggung oleh orang yang keluar namanya pada dadu tersebut. Di antara dadu tersebut terdapat tulisan Na'am untuk satu hal yang mereka inginkan. Jika mereka menginginkan sesuatu, mereka mengocok kotak dadu. Jika yang muncul adalah dadu yang bertuliskan Na'am, mereka mengerjakan apa yang diinginkan. Ada pula dadu yang bertuliskan Laa. Jika mereka menginginkan sesuatu, mereka mengkocok dadu. Apabila yang muncul adalah dadu yang bertuliskan Laa mereka tidak mengerjakan apa yang diingkan. Ada pula dadu yang bertuliskan Minkum, ada yang bertuliskan Mulshaq, ada tulisan Min Ghairikum, dan Al- Miyahu. Apabila mau menggali sebuah sumur mereka mengocok dadu, dan tulisan apapun yang keluar maka mereka mengerjakan sesuai dengan tulisan yang muncul itu.

Jika orang-orang Quraisy mau mengkhitan, atau menikahkan anak-anak atau memakamkan jenazah mereka, atau ragu-ragu mengenai garis keturunan salah seorang dari mereka, mereka pergi membawa orang itu kepada Hubal sembari tidak lupa membawa uang sejumlah seratus dirham dan hewan sembelihan kemudian mereka memberikannya kepada penjaga dadu. Mereka mendekatkan sahabat yang mereka inginkan sesuatu padanya sambil berkata: "Wahai Tuhan kami, inilah Si Fulan bin Fulan. Kami menginginkan ini dan itu untuknya. Maka tampakkanlah kebenaran baginya." Mereka berkata kepada penjaga kotak dadu: "Lakukan undian dengan dadu itu!" Jika yang muncul dadu yang bertuliskan Minkum, maka orang tersebut menjadi bagian dari mereka. Jika yang muncul dadu yang bertuliskan Min Ghairikum, orang tersebut menjadi sekutu bagi mereka. Jika yang keluar adalah dadu yang bertuliskan Mulshaq, maka orang tersebut akan ditempatkan sesuai dengan kedudukan yang ada di tengah mereka; tidak mempunyai nasab dan persekutuan. Jika yang muncul adalah dadu yang bertuliskan Na'am, mereka mengerjakan hal tersebut. Jika yang keluar adalah dadu yang bertuliskan Laa, mereka menunda perkara tersebut hingga tahun depan lalu pada tahun berikutnya mereka datang kembali. Jadi mereka menggantungkan segala perkara mereka kepada dadu yang muncul.

Abdul Muthalib berkata kepada penjaga dadu: "Undilah anak-anakku sesuai dengan dadu mereka." Abdul Muthalib memberikan penjelasan pada penjaga dadu tentang nazarnya, kemudian penjaga dadu memberi dadu untuk setiap anak-anak Abdul Muthalib sesuai dengan nama yang ada di dalamnya. Adapun Abdullah bin Abdul Muthalib adalah anak terakhir Abdul Muthalib. Ibu Abdullah, Az-Zubayr, dan Abu Thalib adalah Fathimah binti Amr bin Aidz bin Abd bin Imran bin Makhzum bin Yaqazhah bin Murrah bin Ka ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr.

Ibnu Hisyam berkata: A'idz anak Imran bin Makhzum.

Ibnu Ishaq berkata: Menurut sebagai pa- kar, Abdullah merupakan anak yang paling dicintai oleh Abdul Muthalib. Abdul Muthalib memandang, jika ternyata dadu mengenai dirinya maka dia akan disisakan. Ia adalah ayah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.

Tatkala penjaga dadu mengambil dadu untuk mengadakan undian, Abdul Muthalib bangkit dari duduknya kemudian berdoa kepada Allah di sisi Hubal, sementara penjaga dadu mengocok dadunya, namun ternyata dadu yang muncul adalah atas nama Abdullah. Abdul Muthalib memanggil Abdullah dan mengambil pisau panjang lalu membawa Abdullah ke patung Isaf dan Nailah untuk di sembelih.

Orang-orang Quraisy beranjak dari balai pertemuan mereka dan datang menemui Abdul Muthalib. Mereka berkata: "Apa yang engkau mau, wahai Abdul Muthalib?" Abdul Muthalib menjawab: "Aku akan membunuhnya." Orang-orang Quraisy dan anak-anak Abdul Muthalib berkata: "Demi Allah, engkau tidak boleh membunuhnya sampai kapan pun hingga engkau memberi argumen kuat atas tindakanmu ini. Jika engkau tetap ngotot menyembelihnya, pastilah setiap orang akan menyembelih anaknya. Lalu bagaimana jadinya manusia nanti?" Al- Mughirah bin Abdullah bin Amr Makhzum bin Yaqazhah berujar kepada Abdul Muthalib: "Demi Allah, janganlah engkau menyembelihnya hingga engkau mampu mendatangkan argumen kuat atas penyembelihannya. Jika tebusannya adalah dengan harta, kita pasti menebusnya." Orang-orang Quraisy dan anak-anak Abdul Muthalib berkata kepadanya: "Hentikan niatmu itu! Bawalah dia ke Hijaz, karena di sana ada seorang wanita juru ramal yang memiliki pendamping jin. Tanyakan padanya, dan engkau harus taat kepada keputusannya. Jika ia memerintahkanmu untuk menyembelih anak-mu maka engkau harus menyembelihnya. Jika ia menyuruhmu mengerjakan sesuatu dan di dalamnya terdapat jalan keluar bagimu dan baginya maka engkau hendaknya menerima dengan lapang hati."

Merekapun berangkat. Setiba di Madinah, mereka tidak mendapatkannya di tempatnya. Peramal wanita itu ternyata sedang berada di Khaybar. Merekapun segera memacu kendaraannya menuju ke Khaybar. Ketika tiba di Khaybar, mereka bertanya kepada tukang ramal wanita tersebut. Sementara Abdul Muthalib bercerita mengenai dirinya, anaknya, apa yang ia inginkan pada anaknya serta tentang nazarnya tersebut. Dukun wanita itu berkata: "Pulanglah kalian pada hari ini untuk sementara, hingga jinku khadamku datang kepadaku sehingga aku bisa menanyakan masalah ini kepadanya." Mereka keluar dari rumah peramal wanita itu. Ketika mereka telah keluar Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah. Usai berdoa, mereka balik kembali ke rumah peramal wanita itu. Peramal wanita itu berkata kepada mereka: "Aku telah menda- patkan bisikan. Berapa jumlah diyat di tempat kalian?" Mereka menjawab: "Sepuluh unta." Jumlah diyat kala itu memang sepuluh unta. Peramal wanita itu
 
berkata: "Kembalilah kalian semua ke negeri kalian!" Kurbankanlah sahabat kalian itu (maksudanya Abdullah) dan kurbankan pula sepuluh unta. Kemudian bikinlah dadu atas nama unta dan dadu atas nama sahabat kalian. Jika ternyata dadu keluar atas nama sahabat kalian, maka tambahkan unta hingga Tuhan ridha kepada kalian. Jika ternyata dadu keluar atas nama unta, sembelihlah unta tersebut sebagai ganti sahabat kalian, karena Tuhan telah ridha kepada kalian itu sedangkan sahabat kalian telah selamat."

Mereka pun pulang. Setiba di Mekkah, mereka mufakat untuk menjalankan perintah paranormal wanita itu, Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah. Mereka memposisikan Abdullah sebagai kurban dan sepuluh unta sebagai kurban yang lain sedangkan Abdul Muthalib tetap berdiri dan berdoa kepada Allah di sisi patung Hubal. Mereka mengocok dadu dan ternyata dadu yang muncul adalah dadu atas nama Abdullah. Mereka menambahkan sepuluh unta sehingga unta berjumlah dua puluh ekor. Abdul Muthalib tetap berdiri dan berdoa kepada Allah, sedang mereka mengocok dadu dan kembali dadu yang keluar adalah dadu atas nama Abdullah. Kembali mereka menambahkan sepuluh unta hingga unta berjumlah tiga puluh. Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, sedang mereka mengocok dadu, ternyata dadu yang muncul adalah dadu atas nama Abdullah. Mereka kembali menambahkan sepuluh unta lagi hingga unta berjumlah empat puluh ekor. Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, sedang mereka mengocok dadu ternyata dadu yang keluar adalah dadu atas nama Abdullah. Mereka kembali menam-bahkan sepuluh unta hingga unta berjumlah lima puluh ekor. Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, sedang mereka mengocok dadu, ternyata kembali dadu yang keluar adalah dadu atas nama Abdullah. Mereka menambahkan sepuluh unta lagi hingga unta berjumlah enam puluh ekor. Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, sedang mereka mengocok dadu, ternyata dadu yang keluar adalah dadu atas nama abdullah. Mereka menambahkan sepuluh unta lagi hingga unta berjumlah tujuh puluh ekor. Kemudian Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah sedang mereka mengocok dadu, ternyata dadu yang keluar dadu atas nama Abdullah. Mereka kembali menambah sepuluh unta lagi hingga unta berjumlah delapan puluh ekor. Kemudian Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, sedang mereka mengocok dadu, ternyata nama Abdullah keluar kembali. Mereka menambahkan sepuluh unta lagi hingga unta berjumlah sembilan puluh ekor. Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah sedang mereka dadu ternyata dadu yang muncul kembali atas nama Abdullah. Mereka kembali menambahkan sepuluh unta hingga unta berjumlah seratus ekor. Kemudian Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, sedang mereka mengocok kotak dadu, ternyata akhirnya dadu yang keluar atas nama unta. Orang- orang Quraisy dan orang-orang yang hadir pada peristiwa tersebut berkata: "Kini tercapailah sudah tercapai keridhaan Tuhanmu, wahai Abdul Muthalib." Namun ada yang menyebutkan bahwa Abdul Muthalib berkata: "Tidak! demi Allah, hingga aku mengocok kotak dadu ini hingga tiga kali."

Kemudian mereka mengocok kotak dadu atas nama Abdullah dan unta, sedang Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, ternyata dadu yang keluar adalah dadu atas nama unta. Mereka mengulanginya untuk kedua kalinya, sedang Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, ternyata kembali dadu yang keluar adalah dadu atas nama unta. Mereka mengulanginya untuk ketiga kalinya, sedang Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, ternyata kembali dadu yang keluar adalah dadu atas nama unta. Kemudian semua unta tersebut disembelih, dan manusia dibiarkan bebas mengambil dan menikmatinya.

Ibnu Hisyam berkata: Hanya manusia dan bukan hewan buas dibiarkan mengambilnya.

Ibnu Hisyam berkata: Di antara ucapan-ucapan tersebut terdapat banyak sekali syair yang tidak
 
dikenal oleh pakar syair di tengah-tengah kami.


Wanita yang Menawarkan Diri Untuk Dinikahi Abdullah
Ibnu Ishaq berkata: Abdul Muthalib kembali ke rumah dengan menggapit tangan tangan anaknya Abdullah. Menurut sebagian orang, ketika Abdul Muthalib bersama Abdullah, melewati seorang wanita dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr. Wanita tersebut adalah saudari Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza. Ia sedang berada di samping Ka'bah. Tatkala wanita itu melihat Abdullah ia berkata: "Wahai Abdullah, akan pergi kemana engkau?" Abdullah menjawab: "Aku akan pergi bersama dengan ayahku." Wanita tersebut berkata: "Bagimu unta sebanyak yang disembelih karenamu. Gaulilah aku sekarang juga!" Abdullah berkata: Aku bersama ayahku dan aku tidak bisa menentang pendapatnya tidak pula berpisah dengannya."

Abdul Muthalib bersama Abdullah pergi hingga sampai ke ke rumah Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr. Wahb bin Abdu Manaf kala itu adalah orang Bani Zuhrah yang paling baik nasab keturunannya, dan seorang tokoh paling tehormat. Ia menikahkan Abdullah bin Abdul Muthalib dengan Aminah binti Wahb. Aminah binti Wahb adalah wanita yang paling baik garis keturunan dan kedudukannya di kalangan Quraisy. Aminah adalah putri Barrah binti Abdul Uzza bin Utsman bin Abduddar bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr.

Barrah adalah putri Ummu Habib binti Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr.

Ummu Habib adalah putri Barrah binti Auf bin Ubaid bin Uwaij bin Adi bin Kaab bin Luay bin Ghalib bin Fihr.

Ibnu Ishaq berkata: Ada yang berpendapat, Abdullah bertemu dengan Aminah ketika ia diserahkan kepadanya. Abdullah berhubungan dengannya kemudian Aminah mengandung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Setelah itu, Abdullah keluar dari rumah dan pergi ke rumah wanita yang menawarkan diri untuk menikah dengannya. Abdullah berkata kepada wanita tadi: "Kenapa engkau tidak menawarkan nikah kepadaku sebagaimana engkau lakukan kemarin?" Wanita tersebut berkata kepada Abdullah: 'Cahaya yang ada padamu kemarin kini tiada lagi, ia telah lenyap. Maka kini aku tak lagi butuh padamu.

Wanita tadi pernah menyimak dari saudaranya, Waraqah bin Naufal, pemeluk Kristen yang mengikuti kitab-kitab yang kuat bahwa akan ada nabi di umat ini.

Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar berkata kepadaku bahwa ia diberitahu, Abdullah bertemu dengan seorang wanita yang ia cintai selain Aminah binti Wahb. Sebelumnya, Abdullah bekerja di tanah miliknya hingga tampak bekas-bekas tanah padanya. Abdullah mengajak wanita tersebut untuk menikah dengannya, namun wanita tersebut sangat lambat merespon Abdullah sebab ia melihat bekas tanah di badan Abdullah. Abdullah pun segera keluar dari rumah wanita tersebut kemudian ia berwudhu dan membersihkan tanah yang melekat di badannya, kemudian dengan sengaja dia pergi ke rumah Aminah dan melewati wanita tersebut. Wanita tersebut mengajak Abdullah menikah dengannya, namun Abdullah tidak meresponnya dan tetap pergi ke rumah Aminah. Abdullah masuk kepada Aminah, dan menggaulinya, kemudian Aminah mengandung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
 
Taklama kemudian, Abdullah berjalan melewati wanita tersebut dan berkata kepadanya: "Apakah engkau tertarik kepadaku?" Wanita tersebut menjawab: "Tidak!! tadi engkau berjalan melewatiku, sedang pada kedua matamu terdapat warna putih. Aku pun mengajakmu, namun engkau tidak merespon ajakanku, kemudian engkau masuk kepada Aminah, lalu warna sinar putih itu sirna bersamanya."

Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang menyatakan tentang wanita yang berkata kepada Abdullah yang berjalan melewatinya, sedang di kedua mata Abdullah terdapat cahaya warna putih seperti warna putih di kuda berkata: Aku pun mengajak Abdullah dengan sebuah harapan warna putih tersebut bisa menjadi milikku sayang ia tidak merespon ajakanku. Ia masuk menemui Aminah, lalu menggaulinya, kemudian Aminah mengandung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.

Dengan demikian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah orang Quraisy yang paling baik nasabnya, dan paling tehormat baik dari jalur ayah dan ibunya.

Apa yang Dikatakan Tentang Aminah Saat Mengandung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
Ibnu Ishaq berkata: Banyak orang mengatakan, dan hanya Allah yang lebih tahu, bahwa Aminah binti Wahb, ibunda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bercerita: Saat mengandung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia bermimpi didatangi seseorang kemudian orang itu berkata kepadanya: "Sesungguhnya engkau sedang mengandung penghulu umat ini. lika dia telah lahir ke bumi, maka ucapkanlah: Aku berlindung kepada Allah Tuhan Yang Esa dari keburukan semua pendengki,' dan namakanlah dia Muhammad."

Saat mengandung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia melihat cahaya keluar dari perutnya yang dengannya dia bisa melihat istana-istana Bushra di wilayah Syam.

Tak berapa lama kemudian Abdullah bin Abdul Muthalib, ayahanda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meninggal dunia, saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang berada dalam kandungan ibundanya, Aminah.[]

LihatTutupKomentar