Bab 3 Kelahiran Rasulullah dan Kehidupannya sebelum Menjadi Nabi dan Rasul

Bab 3 Kelahiran Rasulullah dan Kehidupannya sebelum Meniadi Nabi dan Rasul Meninqqalnya Aminah, dan Kondisi Rasulullah Bersama Kakeknya Abdul Muthal

Bab 3 Kelahiran Rasulullah dan Kehidupannya sebelum Menjadi Nabi dan Rasul

 Nama kitab: Terjemah Sirah Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam
Judul lengkap: Al-Sirah al-Nabawiyah li Ibn Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام)
Penulis: Ibnu Hisyam (عبد الملك بن هشام أو ابن هشام)
Nama lengkap: Abu Muhammad 'Abd al-Malik bin Hisham ibn Ayyub al-Himyari al-Mu'afiri al-Baṣri ( أبو محمد عبد الملك ابن هشام بن أيوب الحميري)
Lahir: Basrah, Iraq
Wafat: 7 Mei 833  M / 218 H, Fustat, Mesir
Penerjemah:
Era: Zaman keemasan Islam, Islamic golden age; (khilafah Abbasiyah)
Bidang studi: Sejarah Nabi Muhammad, sirah Rasulullah

Daftar Isi

  1. Bab 3 Kelahiran Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Kehidupannya sebelum Meniadi Nabi dan Rasul
    1. Meninqqalnya Aminah, dan Kondisi Rasulullah Bersama Kakeknya Abdul Muthalib Setelahnya .
    2. Wafatnya Abdul Muthalib dan Syair-syair Eliqi Duka Untuknya
    3. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Bawah Asuhan Abu Thalib
    4. Pertemuan denqan Pendeta Bahira
    5. Peranq Fijar
    6. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menikah denqan Khadah Radhiyallahu Anhu
    7. Pembanqunan Ka'bah dan Keputusan Rasulullah di Tenqah Oranq-oranq Quraisy dalam Peletakan Haiar Aswad
    8. Pembahasan Hums
    9. Dukun-dukun Arab, Rabi-rabi Yahudi dan Pendeta-pendeta Kristen
    10. Kewaspadaan Oranq-oranq Yahudi terhadap Rasulullah
    11. Salman Al-Farisi Radhiyallahu Anhu Masuk Islam
    12. Waraqah bin Naufal, Ubaidillah bin Jahsy, Utsman bin Al-Huwairits dan Zaid bin Amr bin Nufail
    13. Sifat Rasulullah Shallahahu 'Alaihi wa Sallam dalam Kitab Injil
  2. Kembali ke: Terjemah Sirah Ibnu Hisyam

Bab 3  Kelahiran Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam dan Kehidupannya Menjadi Nabi dan Rasul
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lahir pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awwal, tahun Gajah.
Ibnu lshaq berkata: Al-Muthalib bin Abdullah bin Qais bin Makhramah berkata kepadaku dari ayahnya dari kakeknya yang berkata: Aku dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lahir pada tahun gajah. Kami lahir di tahun yang sama.
Ibnu Ishaq berkata: Shalih bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf berkata kepadaku dari Yahya bin Abdullah bin Sa'ad bin Zura- rah Al-Anshari yang berkata bahwa beberapa orang dari kaumku berkata kepadaku dari Hassan bin Tsabit yang berkata: "Demi Allah, aku saat itu seorang anak yang kuat, berusia tujuh atau delapan tahun." Saat itu, aku mendengar seorang Yahudi berteriak dengan suara sangat keras di atas menara di Yatsrib: "Wahai orang-orang Yahudi!" Manakala orang-orang Yahudi telah berkumpul di sekitarnya, mereka berkata kepadanya: "Celakalah engkau, ada apa gerangan denganmu?" Ia berkata: Malam ini, telah terbit bintang Ahmad yang ia lahir dengannya.
Muhammad bin Ishaq berkata: Aku bertanya kepada Sa'id bin Abdurrahman bin Hassan bin Tsabit: "Berapa usia Hassan bin Tsabit ketika Rasulullah tiba di Madinah?'"Ia menjawab: "Enam puluh tahun. Sedang usia Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat tiba di Madinah adalah lima puluh tiga tahun. Artinya Hassan mendengar apa yang ia dengar saat dia berusia tujuh tahun:
Ibnu Ishaq berkata: Setelah melahirkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ibundanya mengutus seseorang menemui kakeknya, Abdul Muthalib, dengan sebuah pesan bahwa sesungguhnya telah lahir bayi untukmu. Oleh karena itu, datanglah dan lihatlah bayi itu! Abdul Muthalib segera melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Aminah menuturkan kepada mertuanya Abdul Muthalib apa yang ia lihat saat ia mengandung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, apa yang dikatakan kepadanya tentang anaknya, dan perintah untuk menamakan anaknya tersebut dengan satu nama.
Ada yang mengatakan bahwa Abdul Muthalib mengambil Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari ibundanya lalu dia membawanya ke Ka'bah. Abdul Muthalib berdoa dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan kepadanya. Kemudian ia menyerahkan kembalikan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada ibunya, dan ia mencarikan ibu susuan untuk Rasulullah.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Maradhi' (tentang susuan), di sebutkan dalam Kitab Allah saat mengisahkan kisah Musa, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui (nya) sebelum itu." (QS. al-Qashash: 12).
Ibnu Ishaq berkata: Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam disusui seorang wanita dari Bani Saad bin Bakr yang bemama Halimah binti Abu Dzuaib. Abu Dzuaib adalah Abdullah bin Al-Harits bin Syijnah bin Jabir bin Rizam bin Nashirah bin Fushaiyyah bin Nashr bin Saad bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan. Nama ayah susuan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah Al-Harits bin Abdul Uzza bin Rifa'ah bin Mallan bin Nashi¬rah bin Fushaiyyah bin Nashr bin Sa'ad bin Bakr bin Hawazin.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpenda- pat bahwa Hilal adalah anak Nashirah.
Ibnu Ishaq berkata: Saudara-saudara se-susuan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah Abdullah bin Al-Harits, Unaisah binti Al-Harts. Khidzamah binti Al-Harits yang nama aslinya adalah Asy- Syaima'. Khidza¬mah. tidak dikenal di tengah kaumnya kecuali dengan nama Asy-Syaima. Ibu mereka adalah Halimah binti Abu Dzuaib Abdullah bin Al- Harits, ibunda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ada yang pula yang mengatakan bahwa Asy-Syaima ikut mengasuh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama ibunya ketika beliau hidup bersama mereka.
Ibnu Ishaq berkata: lahm, bekas pelayan Al-Harits bin Hathib Al-Jumahi berkata kepadaku dari Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib atau dari seseorang yang mengutarakan kepadanya bahwa Halimah bin Abu Dzuaib As-Sa'diyyah, ibunda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang menyusui beliau bercerita bahwa ia bersama suaminya keluar dari negerinya sambil membawa seorang anak kecil yang sedang disusuinya bersama dengan wanita-wanita Bani Sa'ad bin Bakr guna mencari anak-anak untuk disusui. Halimah As-Sa'diyyah bertutur bahwa tahun itu adalah tahun kering dan tidak menyisakan apapun dari makanan kami. Lalu kami berangkat dengan nengendarai keledaiku yang berwarna putih dan seekor unta tua yang tidak lagi menghasilkan susu setetes pun. Kami semua tidak bisa memejamkan mata di malam hari karena tangisan anak-anak kecil yang ikut bersama kami. Mereka menangis karena lapar sementara air susu ku tidak bisa mengenyangkannya demikian pula dengan unta tua yang kami miliki. Namun demikian kami tetap berharap mendapatkan pertolongan dan solusi. Aku pun berangkat dengan menunggang keledai. Perjalanan kami memakan waktu yang lama hingga semakin menambah kelaparan dan kelelahan mereka. Demikianlah yang terjadi hingga kami sampai di Mekkah dan kami mencari anak-anak untuk disusui. Setiap wanita dari kami pernah ditawari untuk menyusui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, tapi semua menolaknya setelah mereka tahu bahwa anak (Rasulullah) adalah seorang anakyatim. Padahalkami mengharap imbalan yang banyak dari ayah anak yang kami susui. Kami berkata: "Wahai Anak yatim! Apa yang bisa dilakukan ibu dan kakeknya? Alasan inilah yang membuat kami tidak mau mengambilnya. Semua wanita telah mendapatkan anak susuan kecuali aku." Ketika kami semua sepakat untuk kembali ke negeri, aku berkata kepada suamiku: “Demi Allah, aku tidak mau kembali bersama teman-temanku tanpa membawa seorang anak yang bisa aku susui. Aku akan pergi kepada anak yatim tersebut dan mengambilnya." Suamiku berkata: "Rasanya tidak salah jika engkau melakukannya. Semoga Allah memberkahi kita melalui anak yatim itu. Lalu akupun pergi kepada anak yatim itu dan mengambilnya. Dan tidaklah aku melakukan itu kecuali karena aku tidak mendapatkan anak lain. Setelah mengambilnya, aku kembali ke tempat peristirahatan. Ketika aku merebahkannya di pangkuanku, aku menyusuinya hingga kenyang. Demikian pula dengan saudaranya. Setelah menyusu keduanya tertidur satu hal yang sebelumnya tidak bisa kami nikmati. Sementara itu ia pergi pada unta tua milik kami ajaibnya air susu unta tua itu penuh. Kami pun memerah - nya lalu meminumnya hingga kenyang dan puas. Kami melewati malam tersebut dengan indah. Pagi harinya sahabat-sahabatku berkata padaku: "Demi Allah, ketahuilah wahai Halimah engkau telah dikaruniai seorang anak yang penuh berkah. Demi Allah, demikian pula harapanku, jawabku." Lalu kami pulang dengan mengendarai keledaiku dan membawa serta
 
Muhammad. Demi Allah, aku mampu meninggalkan rombonganku dan tidak ada satupun dari keledai mereka yang mampu menyusulku hingga membuat wanita-wanita tersebut heran dan berkata kepadaku: "Celakalah engkau, wahai putri Abu Dzuaib tunggu dan berjanlah pelan-pelan! Bukankah keledai ini adalah keledai yang engkau bawa dari negerimu?" "Benar, demi Allah, dia dia juga!" jawabku. Mereka berkata: "Demi Allah, keledai ini terasa sangat berbeda dengan keledai-keledai yang lain."
Kami pun tiba di Bani Sa'ad negeri kami. Sepanjang yang saya tahu tidak ada bumi Allah yang jauh lebih tandus dan kering dari negeri Bani Sa'ad. Ketika tiba di negeriku membawa Muhammad, kambingku datang padaku da- lam keadaan kenyang dan susu penuh. Kami memerah dan meminumnya, pada saat yang sama orang-orang lain tidak dapat memerah susu setetes pun dan tidak mendapatkannya pada kambing mereka. Begitulah, hingga kaumku berkata kepada para penggembala, 'Celakalah kalian, gembalakanlah kambing-kambing kalian itu di tempat penggembalaan kambing anak perempuan Abu Dzuaib.'
Di senja hari, kambing-kambing mereka kembali dalam keadaan lapar dan tidak mengeluarkan susu setetes pun sementara di saat yang sama kambingku pulang dalam keadaan kenyang dan air susu melimpah. Kami terus mendapatkan kucuran nikmat dan kebaikan dari Allah hingga berlangsung selama dua tahun. Ketika Muhammad telah berusia dua tahun aku menyapihnya dan ia tumbuh menjadi anak muda yang berbeda dengan anak-anak muda pada umumnya. Belum genap dua tahun usianya ia telah menjadi anak yang kokoh dan kuat.
Halimah As-Sadiyyah berkata: "Lalu kami membawa Muhammad kembali kepada ibunya padahal kami lebih suka jika ia tinggal bersama kami karena keberkahan yang ada padanya." Aku berkata pada ibunya: "Bagaimana kalau anakmu tetap tinggal bersamaku, hingga ia kuat, karena aku khawatir ia terkena epedemi penyakit Mekkah?" Kami berdiam di Mekkah hingga ibunya menyerahkan dia kembali kepada kami.
Halimah As-Sadiyyah berkata: Kamipun pulang bersamanya. Demi Allah, sebulan setelah kedatangan kami bersama saudaranya ia menggembala kambing di belakang rumah, tiba-tiba saudaranya datang kepada kami dengan berlari. Saudaranya berkata kepadaku dan kepada ayahnya: "Saudaraku dari Quraisy diambil dua orang yang berpakaian serba putih lalu keduanya membaringkannya, membelah perutnya lalu mengaduk-aduk isi perutnya." Aku dan ayahnya segera keluar untuk mencarinya. Kami mendapatinya berdiri dengan muka pucat pasi. Kami memeluknya dengan erat. Kami bertanya padanya: "Apa yang terjadi denganmu wahai anakku?" Dia menjawab: "Dua orang berpakaian serba putih datang kepadaku lalu mereka membaringkanku, membelah perutku, dan mencari sesuatu yang tidak aku ketahui dalam perutku." Lalu kami pulang ke rumah.
Halimah berkata: "Ayahnya berkata kepadaku: 'Wahai Halimah, aku khawatir anak ini sakit! Oleh karena itu, antarkanlah kembali kepada keluarganya sebelum sakitnya tampak dan semakin parah.'"
Halimah As-Sadiyyah berkata: "Kemudian kami membawa Muhammad dan menyerah- kannya kembali pada ibunya." Dengan heran Aminah bertanya: "Kenapa engkau mengantarkannya kembali kepadaku wahai ibu susuan bukankah sebelumnya engkau sendiri yang meminta agar ia tinggal bersamamu?" Aku menjawab: "Benar apa yang aku katakan. Namun kini Allah telah membesarkan anakku dan aku telah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku khawatir karena banyak kejadian aneh yang terjadi padanya. Jadi kini aku kembalikan ia padamu sebagaimana yang engkau kehendaki." Ibunya berkata: Ada apa denganmu? Katakanlah sejujurnya!" Ibunya tidak membiarkanku pergi begitu saja, aku harus bercerita tentang apa yang terjadi pada anaknya kepadanya. Ibunya berkata: "Adakah engkau takut setan mengganggu dirinya?" Aku menjawab: "Benar!" Ibunya berkata: "Demi Allah, sekali-kali tidak!! Setan tidak mungkin memiliki kemampuan untuk merasukinya.
Anakku akan memegang perkara besar di belakang hari. Maukah aku ceritakan padamu tentang perihal dia?" Aku berkata: "Tentu saja saya mau." Ibunya berkata: "Saat mengandungnya aku melihat cahaya keluar dariku yang dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana Busra, di kawaan Syam. Sungguh aku belum pernah melihat kandungan yang lebih ringan dan lebih gampang darinya. Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan kedua tangannya di bumi sedangkan kepalanya menghadap ke langit. Biarkan dia, dan pulanglah engkau dengan tenang. !"
Ibnu Ishaq berkata: Tsaur bin Yazid berkata kepadaku dari dari beberapa orang berilmu dan aku kira berasal dari Khalid bin Ma'dan Al-Kalaiyyu, bahwa beberapa sahabat berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Kisahkanlah pada kami tentang dirimu, wahai Rasulullah!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:


"Baiklah, aku ada adalah berkat doa ayahku Ibrahim dan berita gembira saudaraku Isa bin Maryam. Ketika ibuku mengandungku, ia melihat cahaya keluar dari perutnya, yang dengannya dia melihat istana-istana di kawasan Syam. Aku disusui di Bani Sa'ad bin Bakr. Ketika aku sedang bersama saudaraku di belakang rumah menggembalakan kambing, tiba-tiba datang dua orang yang berpakaian serbaputih meng- hampiriku sambil membawa cawan dari emas yangpenuh berisi es. Mereka mengambilku lalu membelah perutku lalu mengeluarkan hatiku, membelahnya, mengeluarkan gumpalan hitam dari hatiku lalu mereka melemparnya. Setelah itu mereka berdua mencuci hati dan perutku dengan es yang telah dibersihkan. Salah seorang dari keduanya berkata kepada sahabatnya: "Timbanglah dia dengan sepuluh orang dari umatnya." Dia menimbangku dengan sepuluh orang umatku namun ternyata aku lebih berat daripada mereka. Orang pertama berkata lagi: "Timbanglah dengan seratus orang dari umatnya." Orang kedua menimbangku dengan seratus orang dari umatku, namun ternyata aku lebih berat daripada mereka. Orang pertama berkata lagi: "Timbanglah dengan seribu orang dari umatnya." Orang kedua menimbangku dengan seribu orang dari umatku namun ternyata aku lebih berat daripada mereka. Orang pertama berkata: Biarkan dta. Demi Allah, seandainya engkau menimbangnya dengan seluruh umatnya, pastilah ia lebih berat daripada timbangan mereka."8
Ibnu Ishaq berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Tidak ada seorang nabipun yang tidak pernah tidak menggembala kambing." Beliau ditanya: "Engkau juga, wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Benar, termasuk diriku."9
Ibnu Ishaq berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pernah bersabda kepada para sahabatnya:
"Aku adalah orang yang paling fasih di antara kalian. Aku orang Quraisy dan aku disusui di Bani' Sa 'ad bin Bakr."108    Permulaan hadits ini diriwayatkan oleh Imam Hakim pada hadits nomer 4175 dan dia mengatakan sanadnya shahih. Pendapat ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Hadits ini memiliki syawahid dari Abu Dzar dari hadits ad-Darimi pada hadits nomer. 13.
9    HR. Bukhari nomor: 2262.
10    Sangat lemah. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dalam At-Thabaqat dengan sanad mu'dhal (1/113), dan Imam Ath- Thabrani dalam Al-Kabiir dalam sanadnya ada seorang yang bernama Mubassyir bin Ubaid dan dia termasuk perawi yanq ditinggalkan (matruk).
 
Ibnu Ishaq berkata: Banyak orang menyebutkan, dan Allah Maha lebih Tahu, ketika ibunda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Halimah As-Sa'diyyah membawanya ke Mekkah, Rasulullah tiba-tiba lenyap di tengah orang banyak tatkala akan dikembalikan kepada keluarganya. Halimah As-Sa'diyyah mencarinya, namun sayang tidak berhasil menemukannya. Halimah As-Sa'diyyah segera menemui Abdul Muthalib dan berkata kepa- danya: "Malam ini aku datang bersama Mu-hammad, tapi saat aku berada di Mekkah Atas, ia tiba-tiba lenyap. Demi Allah, aku tidak tahu di mana keberadaannya."
Lalu Abdul Muthalib berdiri di sisi Ka'bah seraya berdoa kepada Allah agar Dia berkenan mengembalikan Muhammad kepadanya. Ada juga yang mengatakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ditemukan Waraqah bin Naufal bin Asad dan seseorang dari Quraisy, kemudian keduanya membawanya kepada Abdul Muthalib, kakeknya. Keduanya berkata kepada Abdul Muthalib: "Inilah anakmu. Kami mendapatkan dia di Mekkah Atas." Abdul Muthalib mengambil Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian memanggulnya di pundaknya sambil thawaf di Ka'bah. Abdul Muthalib memintakan perlindungan dan berdoa untuk beliau, kemudian mengembalikan Rasulullah kepada Aminah binti Wahb, ibunya.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian Ahli berkata kepadaku, di antara sebab lain yang mengha- ruskan ibu susuan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Halimah As-Sa'diyyah, mengembalikan Rasulullah kepada ibu kandungnya di samping sebab yang telah dijelaskan Halimah As-Sa'diyyah kepada Aminah binti Wahb- bahwa beberapa orang Kristen dari Habasyah melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sal¬lam bersama Halimah As-Sa'diyyah ketika ia kembali bersama beliau setelah disapih. Mereka memandang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan sangat seksama bertanya kepada Halimah As-Sa'diyyah tentangnya serta menimang-nimang beliau. Mereka berkata: "Kami pasti mengambil anak ini dan akan kami bawa ia kepada raja kami dan ke nege- ri kami, karena kelak anak ini akan menjadi orang terhormat, karena kami telah mengetahui seluk-beluk tentangnya." Orang yang mengatakan hal ini kepadaku berkata bahwa Halimah As-Sa'diyyah hampir saja tidak bisa kabur meloloskan diri dari mereka.

Meninggalnya Aminah, dan Kondisi Rasulullah Bersama Kakeknya Abdul Muthalib Setelahnya

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian hidup bersama ibundanya, Aminah binti Wahb dan kakeknya, Abdul Muthalib, beliau berada dalam pemeliharaan Allah dan perlindungan-Nya. Allah menumbuhkan beliau dengan perkembangan yang baik karena Dia hendak memuliakan- nya. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah berusia enam tahun, Aminah binti Wahb, ibunya meninggalkannya untuk selamanya.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm berkata kepadaku, ibunda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Aminah binti Wahb meninggal dunia di Al-Abwa', sebuah kawasan yang berada di antara Mekkah dan Madinah. Saat itu usia Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam baru enam tahun. Aminah membawa beliau mengunjungi paman-pamannya dari jalur ibunya di Bani Adi bin An-Najjar, kemudian ia meninggal dunia saat dalam per- jalanan pulang menuju Mekkah.
 
Ibnu Hisyam berkata: Ibunda Abdul Muthalib Hisyam adalah Salma binti Amr An-Najjariyah. Hubungan kepamanan inilah yang diuraikan Ibnu Ishaq pada saat dia membahas paman-paman Rasulullah dari Bani Adi bin An-Najjar tersebut.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu, hiduplah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama Abdul Muthalib, kakeknya. Abdul Muthalib mempunyai permadani di Ka'bah. Anak-anaknya duduk di sekitar permadani tersebut sampai ia duduk di permadani itu. Tak seorang pun di antara anak-anaknya yang berani duduk di atas permadani tersebut karena demikian hormat kepadanya. Saat masih kecil, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam datang di atas permadani tersebut kemudian duduk di atasnya. Melihat beliau duduk di permadani kakeknya, paman-pamannya mengambilnya dari permadani tersebut sehingga dengan demikian mereka bisa men- jauhkan beliau dari Abdul Muthalib. Melihat perlakukan paman-pamannya seperti itu terhadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Abdul Mulhthalib dengan bijak berkata: "Jangan larang anakku (cucuku) ini duduk di atas permadani ini. Demi Allah, kelak di kemudian hari dia akan menjadi orang besar." Kemudian Abdul Muthalib mendudukkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersamanya, membelainya dengan tangannya, dan ia demikian senang atas apa yang diperbuatnya.

Wafatnya Abdul Muthalib dan Syair-syair Eligi Duka Untuknya


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berusia delapan tahun, kakeknya Abdul Muthalib meninggal dunia, delapan tahun setelah tahun gajah.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Abbas bin Abdul-lah bin Ma'bad bin Al-Abbas berkata kepadaku dari sebagian keluarganya bahwa Abdul Muthalib meninggal dunia ketika usia Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam baru delapan tahun.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Sa'id bin Al-Musayyib berkata kepadaku, ketika Abdul Muthalib merasa tidak lama lagi akan meninggal dunia, ia kumpulkan anak-anak perempuannya yang berjumlah enam orang: Shafiyyah, Barrah, Atikah, Ummu Hakim Al-Baidha', Umaimah, dan Arwa. Ia berkata kepada mereka: "Menangislah kalian untukku agar aku bisa mendengar apa yang kalian katakan sebelum aku menghembuskan napas terakhirku!"
Saat Abdul Muthalib meninggal dunia, kelanjutan pengelolaan Sumur Zamzam dan pemberian air minum kepada jama'ah haji di ambil alih Al-Abbas bin Abdul Muthalib, anak bungsu di antara saudara- saudaranya. Jabatan tersebut ia pangku, hingga Islam muncul. Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetapkannya sebagaimana semula. Jabatan tersebut berada pada keluarga Al-Abbas hingga saat ini.

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Bawah Asuhan Abu Thalib
 
Ibnu Ishaq berkata: Sepeninggal Abdul Muthalib, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian dibenarkan oleh pamannya, Abu Thalib, menurut para ulama, sesuai dengan wasiat kakeknya Abdul Muthalib, karena ayah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Ab- dulllah dan Abu Thalib adalah saudara sekandung. Ibu mereka berdua adalah Fathimah binti Amr bin Aidz bin Abd bin Imran bin Makhzum.
Ibnu Hisyam berkata: Aidz adalah anak Imran bin Makhzum.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Thalib mengasuh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sepeninggal kakeknya Abdul Muthalib. Beliau diserahkan kepadanya dan senantiasa bersamanya.
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair berkata kepadaku bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa seseorang dari Lahab, Ibnu Hisyam mengatakan Lihb berasal dari Azdi Syanu'ah. Ia seorang juru tenung. Apabila ia datang ke Mekkah, orang-orang Quraisy datang menemuinya dengan membawa anak-anak mereka untuk dilihat dan diramal oleh Lihb tentang masa depan mereka buat kedua orang tuanya. Ketika Lihb sedang berada di Mekkah Abu Thalib datang menemuinya dengan membawa serta Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang saat itu masih muda belia bersama orang-orang Quraisy yang lain. Pada saat Lihb melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia terlena hingga lupa urusan lainnya. Lihb ber-kata: "Dekatkan anak muda itu padaku!" Saat Abu Thalib merasakan kesungguhan Lihb dan keinginannya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, maka ia menjauhkannya dari penglihatan Lihb. Lihb berkata: "Sialan kalian semua, bawalah anak muda yang aku li- hat tadi padaku. Demi Allah dia akan menjadi orang besar di belakang hari* Lalu Abu Thalib segera membawa pergi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.

Pertemuan dengan Pendeta Bahira

Ibnu Ishaq berkata: Abu Thalib menyertai rombongan dagang Quraisy menuiu Svam. Tatkala ia telah siap untuk berangkat, menurut sebagian ulama, Rasulu'ilah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkeinginan untuk ikut pergi bersamanya. Abu Thalib tidak kuasa meninggalkannya. Ia berkata: "Demi Allah aku harus membawanya pergi bersamaku. Ia harus tidak berpisah denganku dan aku harus tidak berpisah dengannva untuk lama- nya" -atau sebagaimana yang diucapkan oleh Abu Thalib. Kemudian Abu Thalib berangkat dengan membawa serta Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersamanya.
Ketika rombongan bisnis Quraisy sampai di Busra, sebuah kawasan di Syam, ternyata di sana hidup seorang pendeta bernama Bahira sedang berada di rumah ibadahnya. Ia adalah sosok yang paling tahu tentang agama Kristen. Di rumah ibadah itulah dia hidup sebagai seorang pendeta, dan umat Nasrani mendapatkan ilmu dari rumah ibadah tersebut melalui sebuah kitab yang ada di dalamnya yang diwariskan secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Demikianlah menurut klaim banyak ulama.
Pada tahun itu rombongan Quraisy berhenti di Bahira dimana sebelumnya mereka senantiasa melewatinya namun Bahira tidak pernah mau berbicara dan tidak mempedulikan mereka hingga tahun itu. Tatkala rombongan berhenti di dekat rumah ibadah Bahira di tahun itu, ia membuatkan makanan yang banyak sekali untuk mereka. Pendeta Bahira melakukan itu semua, menurut sebagian besar ulama, karena ada sesuatu yang dia lihat saat berada di dalam rumah ibadahnya. Ada pula yang mengatakan, ketika Bahira sedang berada dirumah ibadahnya, ia melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di tengah-tengah rombongan Quraisy sedangkan awan menaungi beliau di tengah mereka.
Lanjut Ibnu Ishaq: Kemudian mereka berhenti di bawah rindang pohon dekat Bahira. Bahira melihat awan ketika pohon menaungi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan ranting-ranting pohon merunduk luluh kepada beliau hingga Rasulullah bernaung di bawahnya. Saat Bahira menyaksikan peristiwa, ia keluar dari rumah ibadahnya dan menyuruh pembantunya membuat makanan.
Sedang ia sendiri pergi ke tempat rombong- an bisnis Quraisy. Ia berkata kepada mereka: "Wahai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua dari anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka semuanya ikut hadir." Ada seseorang yang bertanya kepada Bahira: "Demi Allah wahai Bahira, betapa luar biasanya apa yang engkau lakukan kepada kami di hari ini, padahal sebelum ini kami sering sekali melewati tempat tinggalmu ini. Apa gerangan yang terjadi pada dirimu pada hari ini?" Bahira berkata kepada orang itu: "Engkau tidaklah salah. Aku dulu memang persis seperti yang engkau utarakan. Namun kalian adalah tamu dan aku suka untuk menjamu kalian. Aku telah membuat makanan untuk kalian dan aku ingin semua menikmatinya." Merekapun masuk ke rumah Buhaira, sementara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak ikut bersama mereka karena masih kecil. Beliau bernaung di bawah pohon untuk menjaga perbekalan rombongan Quraisy. Ketika Bahira melihat rombongan Quraisy dan ia tidak menyaksikan sifat yang telah ia ketahui, ia berkata: "Hai orang-orang Quraisy, saya ingatkan jangan sampai ada seorang pun yang tidak makan makananku ini." Mereka berkata kepada Bahira: "Wahai Bahira, "Masih ada seorang anak kecil di antara kami yang tertinggal di tempat perbekalan rombongan." Bahira berkata: "Janganlah kalian bertindak seperti itu, panggillah dia agar makan bersama dengan kalian." Salah seorang rombongan Quraisy berkata: "Demi Al-Lata dan Al-Uzza, sungguh sebuah aib bagi kami jika anak Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut serta makan bersama kami." Setelah itu, Bahira datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, mendekapnya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy lainnya.
Ibnu Ishaq berkata: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam datang, ia memperhatikan beliau dengan teliti, dan memperhatikan seluruh tubuhnya. Dari hasil penglihatannya, ia dapatkan sifat-sifat kenabian pada beliau. Tatkala mereka selesai makan, rombongan Quraisy berpencar sedangkan Bahira mendekati Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada beliau: "Wahai anak muda, dengan menyebut nama Al-Lata dan A1 Uzza aku menanyakan kepadamu dan engkau hendaknya menjawab apa yang aku tanyakan kepadamu." Bahira mengatakan seperti itu, karena ia mendengar bahwa kaum Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersumpah dengan Al-Lata dan Al-Uzza. Ada yang mengatakan, bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Janganlah sekali-kali engkau bertanya tentang sesuatupun kepadaku dengan menyebut nama Al-Lata dan Al-Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melebihi keduanya." Bahira berkata: "Baiklah aku bertanya padamu dengan menyebut nama Allah, dan hendaknya engkau menjawab pertanyaanku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Tanyakanlah kepadaku apa saja yang hendak engkau tanyakan!"
Bahira menanyakan banyak hal kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, tentang kondisi tidur beliau, postur tubuh beliau masalah-masalah lain. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab apa yang dia tanyakan. Dan semua jawaban Rasulullah sesuai dengan apa yang dia ketahui Kemudian Bahira melihat punggung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan ia melihat tanda kenabian ada di antara kedua pundak persis seperti ciri-ciri Nabi yang diketahuinya.
Ibnu Hisyam berkata: Tanda kenabian Rasulullah seperti bekas bekam.
 
Ibnu Ishaq berkata: sesaat setelah itu, Bahira menyapa paman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Abu Thalib, dan bertanya padanya: "Apakah anak muda ini anakmu?' Dengan cepat Abu Thalib menjawab: "Benar, dia anakku!" Bahira berkata: "Tidak!, dia bukanlah anakmu. Anak muda ini tidak layak memiliki seorang ayah yang masih hidup." Abu Thalib berkata: "O, ya! Dia anak saudaraku." Buhaira bertanya: "Apa pekerjaan ayahnya?" Abu Thalib menjawab: "Ayahnya meninggal dunia saat dia ada di dalam kan- dungan ibunya." Bahaira berkata: "Segera bawa pulang ponakanmu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jagalah dia dari kejahatan orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihatnya seperti yang aku saksikan, niscaya mereka membunuhnya. Sesungguhnya akan terjadi suatu perkara besar pada ponakanmu ini. Karena itulah, bawalah dia pulang segera ke negeri asalmu!"
Setelah menuntaskan urusan bisnisnya di Syam, Abu Thalib segera membawa pulang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ke Mekkah. Banyak orang mengklaim bahwa Zurair, Tamam dan Daris, ketiganya Ahli Kitab, melihat pada diri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam persis sebagaimana yang Bahira lihat pada beliau dalam perjalanan bersama pamannya, Abu Thalib. Mereka bertiga berusaha keras mencari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, namun Bahira melindunginya dari mereka. Bahira mengingatkan mereka kepada Allah, tentang nama dan sifatnya yang bisa mereka temukan dalam kitab mereka, serta bahwa sekalipun mereka sepakat untuk membunuh beliau, mereka tidak mungkin dapat mendekati beliau. Bahira tidak henti-hentinya memberi nasihat hingga akhirnya mereka menyadari kebenaran ucapan Bahira, kemudian membenarkan ucapannya dan menarik mundur niatnya untuk membunuh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan mereka berpaling meninggalkan Bahira.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tumbuh besar dan berkembang, sementara Allah menjaganya dan melindunginya dari daki-daki dekil jahiliyah. Ini karena Allah hendak memuliakan dan memberikan risalah kepadanya. Hingga saat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjadi seorang dewasa dia menjadi pahlawan di tengah kaumnya, sosok yang paling baik akhlak dan budi pekertinya, paling mulia nasabnya, paling baik bertetangga, teragung sikap santunnya, paling benar tutur katanya, paling agung memegang amanah, paling jauh dari kekejian, paling jauh dari akhlak-akhlak yang mengotori orang laki-laki, hingga akhirnya kaumnya menggelarinya dengan "Al-Amin" karena Allah menghimpun dalam diri beliau hal-hal yang baik.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pernah menceritakan tentang perlindungan Allah padanya dari perilaku jahiliyah sejak masa kecilnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
Pada masa kanak-kanakku, aku bersama dengan anak-anak kecil Quraisy mengangkat batu untuk satu permainan yang biasa anak-anak lakukan. Kami semua telanjang dan meletakkan bajunya dipundaknya masing-masing untuk memanggul batu. Aku ikut maju dan mundur bersama dengan mereka. Namun tiba-tiba ada seseorang yang belum pernah jumpa sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan sambil membisikkan sebuah kata: "Kenakan kembali pakaianmu!" Lalu segera aku mengambil pakaianku dan mengenakannya. Setelah itu, aku memanggul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian, tidak seperti yang dilakukan teman-temanku.

Perang Fijar
 
Ibnu Hisyam berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berumur empat belas atau lima belas tahun seperti dikatakan Abu Ubaidah An Nahwi kepadaku dari Abu Amr bin Al-Ala terjadi perang dahsyat antara Quraisy yang didukung Kinanah mela- wan Qais Ailan.
Penyulut perang ini adalah bahwa Urwah Ar-Rahhal bin Utbah bin Ja'far bin Kilab bin Rabiah bin Amir bin Shashaah bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin melindungi unta pengangkut barang kepunyaan An- Nu'man bin Al- Mundzir. Al-Barradh bin Qais, salah seorang dari Bani Dhamrah bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah berkata kepada Urwah Ar-Rahhal: "Apakah engkau memberi perlindungan pada unta tersebut dari Kinanah?" Urwah Ar-Rahhal menjawab: "Benar, bahkan lebih dari itu aku juga melindunginya dari semua manusia." Setelah itu Urwah Ar-Rahhal keluar membawa unta tersebut. A1 Barradh juga keluar untuk mengintai kelengahan Urwah Ar-Rahhal. Sesampainya di Taiman Dzi Thallal, di sebuah bebukitan yang tinggi, Urwah Ar- Rahhal lengah, saat itulah Al-Barradh menyerangnya kemudian membunuhnya pada bulan haram. Oleh sebab itulah perang ini disebut dengan Perang Fijar.
Ibnu Hisyam berkata: Seseorang datang menemui orang-orang Quraisy kemudian berkata: "Sesungguhnya Al-Barradh telah membunuh Urwah, padahal mereka sedang berada di bulan haram di Ukazh." Orang- orang Quraisy segera berangkat ke tempat orang-orang Hawazin tanpa diketahui oleh mereka. Ketika orang-orang Hawazin mendengar keberangkatan orang-orang Quraisy, mereka mengejarnya dan mendapatkan mereka sebelum memasuki tanah haram. Mereka pun bertempur hingga tiba waktu malam. Setelah itu orang-orang Quraisy memasuki tanah haram, namun Hawazin menahan diri dan tidak mengejar mereka. Keesokan harinya mereka bertempur kembali. Demikianlah perang itu berlangsung berhari-hari. Sementara pada kedua belah pihak tidak ada seorang peminpin yang mampu menyatukan mereka. Baik kabilah dari Quraisy dan Kinanah mempunyai seorang pemimpin, demikian pula dengan kabilah Qais masing-masing mempunyai pemimpin. Rasulullah pernah mengikuti sebagian dari hari-hari perang itu karena diajak oleh paman-pamannya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Ketika itu mengambil panah-panah musuh yang dipanahkan pada paman-pamanku lalu aku serangkan pada mereka untuk dipanahkan balik pada musuh mereka."11
11. Sanadnya mu'dhal. Hadits ini diriwayatkan oteh Ibnu Sa'ad dalam Al-Thabaqat (1/126-128), sedangkan dia matruk.

Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Perang Fijar bergolak, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat itu berumur dua puluh tahun. Perang tersebut disebut Perang Fijar, karena kedua perkampungan tersebut, dan Kinanah Ailan telah menghalalkan hal-hal yang diharamkan atas mereka. Panglima perang Quraisy dan Kinanah adalah Harb bin Umayyah bin Abdu Syams. Pada pagi hari, kemenangan berada di pihak Qais atas Kinanah, namun pada tengah hari, kemenangan berbalik dan berada di pihak Kinanah atas Qais.
Ibnu Hisyam berkata: Pembahasan ten- tang Perang Al-Fijjar lebih panjang dari apa
yang saya sebutkan. Saya sengaja tidak menguraikannya secara lengkap karena khawatir mengurangi uraian tentang sirah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menikah dengan Khadijah Radhiyallahu Anha
 
Ibnu Hisyam berkata; Saat Rasulullah Shalla-lahu alaihi wa Sallam berusia dua puluh lima tahun, beliau menikah dengan Khadijah binti
Khuwailid Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Luay bin Ghalib seperti dikatakan kepadaku oleh sekian banyak ulama dari Abu Amr Al Madani.
Ibnu Ishaq berkata: Khadijah binti Khuwailid adalah seorang perempuan pelaku bis- nis, terpandang dan kaya raya. Ia mempeker- jakan banyak karyawan untuk menjalankan roda bisnisnya dengan sistem bagi hasil. Orang- orang Quraisy adalah kaum pedagang. Ketika
Khadijah mendengar tentang pribadi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kejujuran kata-katanya beliau, keagungan amanah dan keindahan akhlaknya, ia mengutus seseorang untuk menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Khadijah menawarkan kepada Rasulullah memasarkan dagangannya ke Syam dengan ditemani karyawan laki-lakinya yang sangat terpercaya yang bernama Maisarah. Jika Rasulullah mau Khadijah akan memberi- kan gaji yang lebih banyak daripada gaji yang pernah diterima orang-orang lain. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menerima tawaran ini, kemudian pergi dengan membawa barang dagangan Khadijah dengan ditemani karyawan laki-laki Khadijah yang bernama Maisarah hingga ke Syam.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhenti di bawah naungan pohon dekat rumah ibadah seorang satu pendeta. Pendeta itu menemui Maisarah dan bertanya: "Siapa lelaki yang berhenti dan bernaung di bawah pohon itu?" Maisarah berkata kepada pendeta itu: Lelaki itu berasal dari suku Quraisy dan penduduk asli tanah haram." Pendeta itu berkata: Yang bernaung di bawah pohon itu pasti seorang nabi."
Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjual barang-barangnya yang dia bawa dari Mekkah, dan membeli apa yang beliau mau beli. Setelah menyelesaikan semua urusan bisnisnya, Rasulullah pulang ke Mekkah dengan ditemani Maisarah. Menurut para ulama, jika matahari sedang berada di puncak panasnya, Maisarah melihat dua malaikat menaungi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari sengatan panas sinar matahari, sedangkan beliau tetap berjalan di atas untanya. Sesampainya di kota Mekkah, Rasulullah menyerahkan uang hasil penjualan barang dagangan kepada Khadijah, dan Khadijah membeli barang dagangan yang Rasulullah bawa dengan harga dua kali lipat atau lebih sedikit. Maisarah menceritakan ucapan pen- deta dan tentang dua malaikat menaungi Ra¬sulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada Khadijah.
Tatkala Maisarah menceritakan tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam padanya ia mengutus seseorang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa pesan: "Wahai sepupu, aku sangat tertarik kepadamu, karena kedekatan kekerabatanmu, kemuliaanmu di tengah kaummu, amanahmu, kebaikan akhlakmu, dan kejujuran ucapanmu." Kemudian Khadijah menawarkan dirinya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ia wanita Quraisy yang paling mulia nasabnya, paling tehormat dan paling kaya. Orang-orang Quraisy berkeinginan nikah dengannya, andai mereka mampu.
Ibnu Ishaq berkata: Khadijah adalah putri Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bs-Ghalib bin Fihr. Ibu Khadijah adalah Fathimah binti Zaidah bin Al-Asham bin Rawahah bin Hajar bin Abd bin Ma'ish bin Amir bin Luay bin Ghalib bin Fihr.
Ibu Fathimah adalah Halah binti Abdu Manaf bin Al-Harits bin Amr bin Munqidz bin Amr bin Ma'ish bin Amir bin Luai bin Ghalib bin Fihr.
Ibu Halah adalah Qalabah binti Su'aid bin Sa'ad bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr.
 
Tatkala Khadijah mengutarakan keinginan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Rasulullah menceritakan hal ini kepada paman-pamannya. Maka dengan didampingi pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib, Rasulullah pergi ke rumah Khuwailid bin Asad. Hamzah bin Abdul Muthalib melamar Khadijah untuk beliau. Khuwailid bin Asad menikahkan putrinya, Khadijah dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyerahkan maskawin kepada Khadijah sebanyak dua puluh unta betina muda. Khadijah adalah wanita pertama yang dinikahi Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam dan Rasulullah tidak menikah dengan wanita manapun semasa hidup Khadijah. Rasulullah baru menikah lagi setelah Khadijah meninggal dunia.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Khadijahlah seluruh putera puteri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dilahirkan kecuali Ibrahim al-Qasim. Beliau dipanggil dengan nama Abu Al-Qasim. Putera-puterinya adalah Ath-Thahir, Ath-Thayyib, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, dan Fathimah. Salam sejahtera untuk mereka semua.
Ibnu Hisyam berkata: Anak laki-laki Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang sulung adalah Al- Qasim, Ath-Thayyib, lalu Ath-Thahir. Puteri beliau yang sulung adalah Ruqayyah, Zainab, lalu Ummu Kaltsum dan terakhir Fathimah.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Qasim, Ath-Thayyib dan Ath-Thahir, mereka meninggal dunia pada masa jahiliyah. Sedangkan puteri-puterinya hidup hingga zaman Islam, masuk Islam dan ikut hijrah bersama Rasulullah.
Ibnu Hisyam berkata: Ibu Ibrahim adalah Mariyah al-Qibthiyyah.
Ibnu Hisyam berkata bahwa Abdullah bin Wahb berkata kepadaku dari Ibnu Lahi'ah yang berkata: Ibu Ibrahim adalah Mariyah, wanita yang dihadiahkan Al-Muqaiqis kepada beliau. Mariyah berasal dari Hafn di kawasan Anshina.
Ibnu Ishaq berkata: Khadijah binti Khuwalid bercerita kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, pamannya. Ia seorang pemeluk Kristen yang mempelajari kitab-kitab, dan mengetahui banyak tentang Antropologi. Khadijah bercerita tentang apa yang dikisahkan Maisarah budaknya, tentang apa yang dikatakan seorang pendeta kepadanya dan dua malaikat yang menaungi beliau. Waraqah bin Naufal berkata: "Jika ini benar wahai Khadijah, pastilah Muhammad adalah nabi untuk umat ini. Aku tahu pasti bahwa umat ini akan mempunyai seorang nabi yang dinanti kedatangannya dan kini telah tiba waktu kemunculan nabi tersebut," atau sebagaimana dikatakan oleh Waraqah bin Naufal.
Ibnu Ishaq berkata: Sepertinya Waraqah menemui akhir penantiannya yang demikian lama dan membosankan yang senantiasa dia tanyakan: Hingga kapan?
Tentang hal di atas, Waraqah bin Naufal berkata dalam senandung syair:
Telah lama kuingat dengan sabar
Dengan sedih kadang dengan air mata berlinang
Khadijah menggambarkannya dan senantiasa memberi gambaran Sungguh tlah lama masa tungguku wahai Khadijah
Di lembah Mekkah kutunggu dengan penuh harap Dari katamu kuharap dia muncul di sana
Ku tak ingin apa yang dikatakan para pendeta Menjadi sebuah ramalan yang palsu belaka
Muhammad akan menjadi pemimpin kami Ia taklukkan lawannya lewat hujjah Kilau cahayanya kan menebar di seantero bumi
 
Ia luruskan jalan manusia yang bengkok
Orang yang memeranginya pastilah mengalami kerugian Sedangyang berdamai dengannya memperoleh kemenangan Wahai, andai ku hidup di saat itu
Aku saksian dia hingga aku menjadi orang yang paling beruntung Walau apa yang dibenci orang Quraisy itu demikian berat Dengan pekik teriakan keras mereka di kota Mekkah
Aku punya harapan dari apa yang mereka benci Kepada Pemangku Arasy, jika mereka turun dan naik
Bukankah sebuah kebodohan jika kita takpercaya pada-Nya Zat telah memilihnya dan mengangkatnya ke bintang-bintang
Jika mereka masih ada dan aku juga ada kan terjadi banyak persoalan Orang-orang kafir itu kan berteriak dengan bising
Jika aku mati, sesungguhnya semua manusia Akan menemui takdirnya dan ia kan berakhir juga

Pembangunan Ka'bah dan Keputusan Rasulullah di Tengah Orang- orang Quraisy dalam Peletakan Hajar Aswad

Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berumur dua puluh lima tahun, orang-orang Quraisy sepakat untuk memperbaharui pembangunan Ka'bah. Mereka ingin memberi atap pada Ka’bah, tapi mereka khawatir jangan-jangan hal tersebut malah meruntuhkannya. Awal- nya Ka'bah dibangun di atas ketinggian orang pada umumnya. Oleh sebab itulah, mereka berkeinginan untuk meninggikannya dan memberi atap di atasnya. Akar masalahnya adalah karena adanya beberapa orang telah mencuri harta kekayaan yang ada di dalam Ka'bah. Padahal ia harta tersebut di simpan di sebuah sumur di dalam Ka'bah. Barang berharga tersebut ditemukan di rumah Du- waik, mantan budak Bani Mulaih bin Amr bin Khuza'ah.
Ibnu Hisyam berkata: Kemudian orang- orang Quraisy memenggal tangan Duwaik.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy menuduh bahwa orang-orang yang mencuri harta dari Ka'bah itu dengan sengaja meletakkan hasil curiannya di rumah Duwaik. Ketika itu, laut melemparkan perahu milik salah seorang pedagang Romawi ke Jeddah. Perahu tersebut pecah berkeping. Orang- orang Quraisy mengambil kayu-kayunya dan menyiapkannya sebagai atap. Di kota Mekkah saat itu ada seorang tukang kayu yang berasal dari Mesir Qibthy. Orang inilah yang menyiapkan sebagian bahan untuk pembangunan Ka'bah. Pada saat mereka sedang bekerja, tiba-tiba muncul ular keluar dari sumur Ka'bah. Sumur ini adalah tempat mereka memberikan sesajian setiap hari. Ular tersebut melongokkan kepalanya mendekati tembok Ka'bah. Inilah di antara hal yang dikhawatirkan oleh orang-orang Quraisy, karena setiap kali ada yang mencoba mendekati ular tersebut, ia mendesis sambil mengangkat kepalanya dengan mulutnya. Mereka sangat takut kepada ular tersebut.
Suatu ketika, saat ular tersebut sedang berada di tembok Ka'bah, Allah mengirim seekor burung lalu burung itu menerkamnya dan membawanya pergi. Melihat peristiwa ajaib tersebut, orang-orang Quraisy berkata: "Kita berharap semoga Allah meridhai apa yang akan kita kerjakan. Kita memiliki se- orang pekerja yang telaten, kita juga memiliki kayu. Allah telah melindungi kita dari ular kejahatan tersebut."
 
Ibnu Ishaq berkata: Ketika orang-orang Quraisy telah sepakat meruntuhkan Ka'bah dan membangunnya kembali, berdirilah Abu Wahb bin Amr bin Aidz bin Abd bin Imran bin Makhzum, Ibnu Hisyam berkata bahwa Aidz adalah anak Imran bin Makhzum, kemudian mengambil batu dari Ka'bah, namun batu itu meloncat lepas dari tangannya dan kembali ke posisinya semula. Abu Wahb berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, untuk pembangun- an Ka'bah ini janganlah kalian menggunakan uang kecuali uang yang halal. Jangan sampai ada uang hasil pelacuran, uang dari hasil riba, dan uang yang diambil dari manusia dengan cara yang zalim." Orang-orang Quraisy mengatakan bahwa perkataan tersebut berasal Al-Walid bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najin Al-Makki berkata kepadaku bahwa ia diberitahu dari Abdullah bin Shafwan bin Umayyah bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay, bahwa ia melihat anak Ja'dah bin Hubairah bin Abu Wahb bin Amr sedang thawaf di Baitullah, kemudian ia bertanya kepada seseorang tentang orang tersebut. Ia diberi tahu bahwa orang tersebut adalah anak Ja'dah bin Hubairah. Abdullah bin Shafwan berkata: Kakek orang inilah (Abu Wahb) yang mengambil batu dari Ka'bah tatkala orang-orang Quraisy mufakat untuk meruntuhkan Ka'bah, tapi batu tersebut tergelincir dari tangannya dan kembali ke posisinya semua.
Kemudian Abu Wahb berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, untuk pembangunan Ka'bah ini janganlah kalian menggunakan uang kecuali uang yang halal. Jangan sampai ada uang hasil pelacuran, uang dari hasil riba, dan uang yang diambil dari manusia dengan cara yang zalim."
Ibnu Ishaq berkata: Abu Wahb adalah paman ayah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ia seorang yang sangat tehormat.
Orang-orang Quraisy membagi-bagi Ka'bah. Pintu menjadi jatah Bani Abdu Manaf dan Zuhrah. Antara rukun Aswad rukun Yamani menjadi jatah Bani Makhzum dan kabilah-kabilah yang bergabung kepada mereka. Punggung Ka'bah menjadi jatah Jumah dan Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay. Hajar Aswad menjadi jatah Bani Abduddar bin Qushay, Bani Asad bin Al-Uzza, dan Bani Adi bin Ka'ab bin Luay.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang demikian dilanda khawatir untuk melakukan pemugaran terhadap Ka'bah. Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "Akulah yang akan memulai meruntuhkan Ka'bah!" Kemudian ia mengambil kapak, dan berdiri di depan Ka'bah, sambil berkata: "Ya Allah, kami tidak keluar dari agamamu, kami hanya menginginkan selain kebaikan." Ia runtuhkan Ka'bah dari arah dua tiang Ka'bah. Malam itu, dengan cemas orang-orang menunggu apa yang akan terjadi pada mereka. Mereka berkata: "Kita tunggu saja apa yang akan terjadi! Jika Al-Walid terkena sesuatu, kita tidak akan meruntuhkan sedikit pun dari Ka'bah kemudian kita kembalikan ia sebagaimana bentuknya semula. Jika tidak terjadi apa-apa pada dirinya, berarti Allah meridhai dan kita lanjutkan meruntuhkannya." Keesokan harinya, Al-Walid bin Al Mughirah berangkat kembali untuk meneruskan pekerjaannya. Ia runtuh kan Ka’bah dengan diikuti orang-orang Quraisy hingga pemugaran Ka'bah memasuki tahap peruntuhan pondasi Ibrahim Alaihis Salam. Pondasi tersebut terbuat dari batu hijau berbentuk seperti punuk unta yang saling menempel lengket antara satu dengan yang lain. Ibnu Ishaq berkata: Sebagian orang orang meriwayatkan peristiwa ini berkata kepadaku bahwa seseorang dari Quraisy termasuk salah seorang yang meruntuhkan Ka'bah memasuk- kan linggis di antara dua batu untuk men- cabut dengan linggis itu salah satu dari dua batu tersebut. Tatkala batu tersebut bergerak, tiba-tiba seluruh kota Mekkah bergetar hebat. Karena peristiwa ini mereka menghentikan usaha mencabut batu tersebut.
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberi tahu bahwa orang-orang Quraisy menemukan tulisan dalam bahasa Suryaniyah (Syiriak) di tiang Ka'bah namun mereka tidak mengerti tulisan tersebut hingga akhirnya salah seorang Yahudi membacakannya kepada mereka. Tulisan tersebut berbunyi: "Akulah Allah Pemilik Bak- kah (Mekkah) ini. Aku ciptakan ia saat Aku ciptakan langit dan bumi, dan saat Aku cipta¬kan matahari dan bulan. Aku melindunginya dengan penjagaan tujuh malaikat yang lurus. Bakkah tidak akan hancur hingga dua gunung di Bakkah hancur. Penghuninya diberkahi air dan susu."
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberi tahu bahwa mereka menemukan tulisan di atas Ka'bah. Tulisan tersebut berbunyi, "Mekkah adalah Rumah Allah yang haram. Rezki nya datang dari tiga jalur. Mekkah tidak bisa menjadi tanah halal oleh penguasanya. "
Ibnu Ishaq berkata: Laits bin Abu Sulaim mengatakan bahwa empat puluh tahun sebelum diutusnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, jika yang dikatakan Laits bin Abu Suliam ini benar, mereka menemukan sebuah batu di Ka’bah. Pada batu tersebut ada tulisan: "Barangsiapa menabur kebaikan, ia menuai kebahagiaan. Barangsiapa menabur kejahatan, ia menuai penyesalan. Tidaklah mungkin kalian mengerjakan dosa-dosa, lalu kalian dibalas dengan kebaikan-kebaikan. Sekali-kali tidak!! Sebagaimana anggur tidak bisa dipanen dari tanaman duri."
Ibnu Ishaq berkata: Seluruh kabilah di Quraisy mengumpulkan bebatuan untuk pemugaran Ka'bah. Setiap kabilah mengumpulkan batu sendiri-sendiri, kemudian mereka membangun Ka'bah. Ketika pembangunan memasuki tahap peletakan Hajar Aswad, terjadi selisih pendapat di antara mereka. Setiap kabilah ingin menempatkan Hajar Aswad ke tempatnya semula tanpa harus melibatkan kabilah yang lain. Itulah yang terjadi hingga terjadilah perdebatan sengit di antara mereka, membentuk kubu, dan merekapun bersiap-siap untuk berperang. Bani Abduddar men- datangkan cawan berisi darah, lalu mereka bersekutu dengan Bani Adi bin Ka'ab bin Luay untuk mati bersama dan memasukkan tangan mereka ke dalam mangkok darah tersebut. Oleh karena itu, mereka dinamakan La'aqatu Ad- Dami (penyendok darah). Selama empat atau lima malam orang-orang Quraisy berada dalam kondisi seperti itu. Akhirnya mereka bertemu di Masjidil Haram untuk melakukan perundingan.
Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Umar bin Makhzum, orang tertua di kalangan Quraisy berkata: "Hai orang-orang Quraisy, biarlah konflik kalian ini diselesaikan oleh orang yang pertama kali masuk pintu masjid haram, dia memutuskan perkara kalian." Mereka mematuhi perintah Abu Umayyah bin Al-Mughirah, dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah orang pertama yang masuk ke dalam masjid. Tatkala mereka melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sudah berada di dalam Masjid. mereka berkata: "Ini Al-Amien, yang terpercaya. Kami senang! Ini Muhammad." Ketika beliau bertemu dengan mereka, maka diceritakan kepada beliau, kemudian beliau berkata: "Kalau demikian serahkan kain kepadaku." Kain diserahkan kepada beliau. Rasulullah mengambil Hajar Aswad yang diperebutkan, kemudian meletakkannya ke dalam kain dengan tangannya sendiri seraya bersabda:
"Setiap kepala kabilah memegang ujung kain ini, lalu mengangkatnya bersama-sama." Mereka mengikuti perintah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ketika mereka tiba di tempat Aswad, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengambil Hajar Aswad dari kain tersebut lalu meletakkannya di tempatnya semula, lalu membangun di atasnya.12
12    Hadits dhaif. Ini adalah salah satu ucapan indah Az-Zuhri dalam Mushannaf Abdur Razzaq no/ 9104.

Sebelum menerima wahyu, orang-orang Quraisy menggelarinya dengan sebutan Al- Amin, yakni orang yang terpercaya. Ketika mereka telah menuntaskan pembangunan Ka'bah sesuai dengan keinginan mereka, Zubair bin Abdul Muthalib berkata tentang ular yang sangat ditakuti oleh orang-orang Quraisy ketika mereka membangun Ka'bah:
Aku merasa kagum ketika seekor burung elang terbang
 
Ke arah ular dan membuat ular itu terkejut kaget Sebelumnya ular tersebut mendesis
Kadangla ia juga melompat
Ketika kami membangun Ka'bah, ular tersebut muncul Membuat kami tidak berani melanjutkan bangunan Saat kami takut ancaman hukuman
Datanglah burung elang terbang cepat ke tempat ular la menerkam ular
Elang seakan memberi jalan bagi kami Sehingga tiada penghalang
Kami mulai pembangunan
Kami memiliki bagian pondasi dan tanah
Esok hari, kita mulai pembangunan dari Kabah Dengan aurat kami tanpa sehelai benang Dengannya, Tuhan muliakan Bani Luay
Tidak ada seorangpun dari nenek moyangnya yang pergi
Sungguh di sana telah terkumpul Bani Adi Dan Murrah, namun Kilab telah mendahului mereka Dengan ini Sang Raja menyiapkan kebesaran bagi kita
Dan pada sisi-Nya pahala selalu dicari
Pada masa Rasulullah Ka'bah adalah delapan belas hasta. Awalnya Ka'bah ditutup dengan kain putih yang berasal dari Qibthy Mesir. Kemudian ia ditutup dengan kain Al- Burud yang berasal dari Yaman. Adapun orang yang pertama kali menutupnya dengan kain sutera adalah Al-Hajjaj bin Yusuf.

Pembahasan Hums

Ibnu Ishaqberkata: Orang-orang Quraisy dahulu, saya tidak tahu pasti apakah itu sebelum atau setelah tahun gajah membuat bid'ah agama yang dinamakan Al-Humsu. Mereka berkata: "Kami adalah anak- anak keturunan Ibrahim, penduduk tanah haram penguasa Ka'bah, penjaga dan penghuni Mekkah. Tidak ada seorang Arabpun yang memiliki hak sebagaimana hak kami, tidak ada pula yang memiliki kedudukan seperti kedudukan kami, dan tidak ada yang lebih dikenal dari orang Arab yang melebihi kami. Karena itulah, janganlah mengagungkan sedikit pun dari tanah halal sebagaimana kalian mengagungkan tanah haram. Sebab jika kalian melakun itu, orang-orang Arab akan merendahkan kehormatan kalian." Mereka akan berkata: "Mereka telah telah mengagungkan yang halal sebagaimana mereka mengagungkan tanah haram."
Mereka tidak menunaikan wukuf di Arafah tidak juga bertolak darinya padahal mereka telah tahu dan mengakui bahwa wukuf di Arafah dan bertolak darinya adalah termasuk masyair, haji, dan sekaligus agama Ibrahim Alaihis Salam. Mereka berpandangan bahwa bagi semua orang non-Arab haruslah wukuf di Arafah dan harus bertolak daripadanya. Mereka berkata: "Kami penduduk tanah haram, karena itu kami terus berada di dalamnya dan kami tidak akan rela mengagungkan tanah halal seperti halnya mengagungkan tanah haram. Kami adalah Al-Humsu dan Al-Humsu adalah penduduk tanah haram." Kemudian mereka menentukan bahwa orang-orang Arab yang tinggal di tanah haram dan tanah mempunyai hak yang sama dengan mereka. Dengan kelahiran mereka maka dihalalkan apa yang dihalalkan buat mereka dan diharamkan atas mereka apa yang diharakan atas mereka.
 
Ibnu Ishaq berkata: Kinanah dan Khuza'ah masuk dalam kesepakatan dengan orang-orang Quraisy dalam bid'ah Al-Humsu ini.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah An-Nahwi berkata kepadaku, Bani Amir bin Sha'shaah bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin sependapat dengan Quraisy dalam bid'ah Al-Humsu ini.
Yang dimaksud dengan Al-Ahamisu pada syair di atas adalah Bani Amir bin Sha'shaah.
Sedangkan Abbas yang dimaksud adalah Ab-bas bin Mirdas As-Sulami. Ia menyerbu Bani Zubayd di Tatslits. Bait syair di atas adalah penggalan dari syair Amr.
Pemicu terjadinya Perang Jablah adalah karena Bani Abas pada perang tersebut menjadi sekutu Bani Amir bin Sha'sha'ah. Perang Jablah adalah perang yang terjadi antara Bani Handzalah bin Malik bin Zaid bin Manat bin Tamim dengan Bani Amir bin Sha'sha'ah. Pada perang ini, kemenangan berada di pihak Bani Amir bin Sha'sha'ah atas Bani Handzalah. Laqith bin Zurarah bin Udas terbunuh, Hajib bin Zurarah bin Udas tertawan, dan Amr bin Amr bin Udas bin Zaid bin Abdullah bin Darim bin Malik bin Handzalah lari lintang pukang.
Bait syair di atas adalah potongan dari syair-syair Jarir.
Mereka berhadapan lagi di Dzu Najab. Pada perang tersebut, Handzalah berhasil menaklukkan Bani Amir. Sementara Hassan bin Muawiyah Al-Kindi, yang tak lain adalah putera Kabsyah tewas. Yazid bin Ash-Sha'iq tertawan, Ath-Thufail bin Malik bin Ja far bin Kilab Abu Amir bin Ath-Thufal terhempas mundur.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy menciptakan banyak hal yang belum ada preseden sebelumnya. Bahkan mereka berkata: "Penduduk tanah suci Mekkah tidak boleh membuat mentega, tidak boleh memasak minyak selama mereka ihram, tidak memasuki rumah yang terbuat dari dedaunan, dan tidak berteduh kecuali d rumah-rumah dari kulit ketika mereka sedang ihram." Apa yang me-reka lakukan semakin menjadi-jadi dengan berkata: Penduduk tanah halal tidak boleh menyantap makanan yang mereka bawa dari tanah halal ke tanah haram jika mereka mau menunaikan ibadah haji atau umrah. Jika tiba di Mekkah mereka tidak boleh yang thawaf pertama kecuali dengan mengenakan pakai- an penduduk Hums (Mekkah). Jika ternyata tidak mendapatkan pakaian penduduk Mekkah, mereka thawaf di sekitar Ka'bah dengan cara telanjang. Jika di antara mereka terdapat orang dermawan; laki-laki atau perempuan dan tidak mendapatkan pakaian penduduk Mekkah kemudian ia thawaf dengan tetap memakai pakaiannya yang ia dibawa dari negeri asalnya, ia harus membuang pakaian tersebut usai thawaf, tidak boleh memanfaatkannya, tidak juga menyentuhnya baik dirinya atau- pun siapa pun selain dirinya untuk selama-lamanya."
Orang-orang Arab menyebut pakaian tersebut dengan Al-Laqa'. Mereka menerapkan aturan aneh ini kepada seluruh orang Arab, dan mereka pun patuh dengannya. Orang- orang Arab wukuf di Arafah, berangkat dari sana, dan thawaf di Ka'bah dengan telanjang. Laki-lakinya thawaf dengan telanjang bulat. Sedangkan para wanitnya, maka salah seorang dari mereka melorotkan seluruh pakaiannya kecuali yang berlubang di depan dan belakang, kemudian ia thawaf dengan pakaian tersebut. Seorang wanita Arab berkata ketika thawaf di Ka'bah dengan pakaian seperti ini:
Pada hari ini, tampaklah sebagian atau semuanya Apa yang tampak padanya, tidaklah aku halalkan

Siapa yang thawaf dengan mengenakan pakaian yang dibawanya dari daerah asalnya, maka setelah itu ia harus mencopotnya dan tidak memanfaatkannya baik dirinya atau orang lain. Salah seorang Arab
 
berkata ketika ia ingat pakaiannya yang ditanggalkan dan dia tidak boleh mendekatinya setelah thawaf dengannya, padahal ia demikian menyukainya:
Cukuplah ini sebuah kesedihan karena ku harus balik padanya
Karena ia laksana pakaian Al-Laqa yang ada di tangan orang-orang yang thawaf yang dimanfaatkan

Keadaan ini terus berlangsung lama sekian lama hingga Allah Taala mengutus Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagai Nabi. Allah menurunkan wahyu kepada beliau ketika Dia kehendak memantapkan agama- Nya, dan mensyariatkan aturan-aturan haji-Nya:


"Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Baqarah: 199).
Yang dimaksud dengan An-Naasu pada ayat itu adalah orang-orang Arab. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetapkan dalam sunnah haji untuk pergi ke Arafah, wukuf di sana, dan bertolak darinya.
Selain itu, Allah juga menurunkan ayat yang menyinggung aturan orang-orang Quraisy yang mengharamkan manusia makan dan berpakaian di Baitullah tatkala mereka thawaf dengan telanjang dan mengharamkan diri mereka memakan-makanan yang Allah halalkan. Allah Ta'ala berfirman:

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih- lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Al-A'raaf: 31-32).
Allah Ta 'ala menghapus aturan Al-Humsu dan bid'ah yang diciptakan orang-orang Quraisy untuk manusia dengan agama Islam ketika Dia mengutus Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagai Rasul-Nya.
 
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm berkata kepadaku dari Utsman bin Abu Sulaiman bin Jubair bin Muth'im dari pamannya, Nafi' bin Jubair dari ayahnya, Jubair bin Muth'im dimana dia berkata: "Aku melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam -sebelum ditu- runkannya kepada beliau-wukuf di atas untanya di Arafah hingga beliau berangkat pergi dari sana. Itulah petunjuk Allah kepada beliau. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan yang berlimpah padanya dan para sahabatnya.

Dukun-dukun Arab, Rabi-rabi Yahudi dan Pendeta-pendeta Kristen

Ibnu Ishaq berkata: Rabi-rabi Yahudi, pendeta-pendeta Kristen, dan dukun-dukun Arab membahas tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebelum kenabian beliau, karena masa kenabian sudah semakin dekat. Rabi-rabi Yahudi dan para pendeta Kris¬ten mewacanakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebab mereka dapatkan ciri-ciri beliau dan ciri zamannya dalam kitab-kitab mereka, dan sesuai dengan wasiat Nabi-nabi mereka dalam kitab itu. Sedangkan dukun-dukun Arab, mereka didatangi setan-setan dari bangsa jin yang membawa berita yang mereka curi, sebab saat itu setan- setan tidak dihalang-halangi untuk mencuri berita langit. Dukun lelaki dan dukun wanita Arab tiada henti mengungkap tentang hak-hal yang berhubungan dengan Rasulullah, tapi orang- orang Arab tidak ambil peduli hingga saat Allah mengutus Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagai Nabi, dan ramalan-ramalan dukun-dukun tersebut menjadi kenyataan. Saat itulah, orang-orang Arab baru mengetahui berita tersebut.
Tatkala masa kenabian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam semakin dekat dan waktunya telah tiba, setan-setan dihalang untuk mencuri-curi kabar langit dan dijauhkan dari kursi-kursi yang di masa lalu mereka duduki untuk mencuri kabar langit. Mereka dilempari dengan panah-panah berapi. Saat itulah jin-jin menyadari, bahwa pelemparan terhadap dirinya itu pasti terjadi karena satu urusan besar yang ditetapkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam seraya bercerita kepada beliau tentang para jin saat mereka dihalangi untuk mencuri kabar langit. Merekapun tahu namun, merekapun tidak mengingkarinya setelah mereka melihat apa yang mereka saksikan.
 
Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Quran)" lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur'an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutu kan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak. Dan bahwasanya: orang yang kurang akal dari pada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah. Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Mekah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul) pun, dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar- dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka." (QS. al-Jin: 1-10)
Setelah mendengar Al-Qur'an tahulah jin itu bahwa mereka kini terhalang untuk mendengarkan kabar langit agar wahyu tidak tercampur dengan sesuatu dari berita langit yang akan membuat manusia tidak memiliki kepastian tentang apa yang datang dari Allah kepada mereka. Karena Al-Qur'an diturunkan untuk hujjah dan memangkas semua keraguraguan (syubhat). Maka jin-jin itupun ber- iman dan membenarkan. Setelah itu Mereka pulang pada kaumnya dan memberikan peringatan: Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. " (QS. al-Ahqaaf: 29-30).
Perkataan jin,

"Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. " (QS. al- Jin: 6).
Jika ada orang Arab dari kalangan Quraisy ataupun selain Quraisy melakukan perjalanan lalu mampir di salah satu lembah untuk bermalam di sana maka ia berkata: "Aku meminta perlindungan penguasa lembah ini dari jin di malam ini dari kejahatan yang ada di dalamnya."
Ibnu Hisyam berkata: Makna Ar-Rahaqu adalah tindakan yang melampaui batas (zalim) dan kebodohan. Ru'bah bin Al-Ajjaj berkata:
Tiba-tiba penyakit panas menyerang unta yang bodoh
Bait syair di atas adalah penggalan dari syair-syairnya. Ar-Rahaqu berarti pula pencarianmu pada sesuatu hingga engkau dekat padanya lalu engkau mengambil atau meninggalkannya. Ru'bah bin Al- Ajjaj berkata menyifati seekor keledai liar:
Mereka menggerakkan ekornya dan gemetar karena takut ditangkap
Bait syair di atas adalah penggalan dari syair-syairnya. Ar-Rahaqu juga berarti kata mashdar dari perkataan seseorang pada orang lain: "Rahiqtu al-lisma aw al-'usra al-ladzi arhaqtani rahaqan syadidan." Artinya, saya memikul dosa atau kesulitan atas beban berat yang engkau bebankan kepadaku. Sebagaimana Allah sebutkan dalam Al-Quran:

Dan kami khawatir dia mendorong kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. (QS. al-Kahfi: 80).
Dalam firman-Nya yang lain:

 
Dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku. (QS. al- Kahfi: 73).
Ibnu Ishaq berkata: Yaqub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas bercerita kepadaku bahwa ia diberitahu bahwa orang Arab yang pertama kali khawatir tertimpa lemparan bintang-bintang saat dilemparkan adalah perkampungan Tsaqif. Mereka datang kepada seseorang yang bernama Amr bin Umayyah yang berasal dari Bani Ilaj. Ia adalah orang Arab yang pintar dan ramalan selalu
tepat. Mereka berkata kepada Amr: "Wahai Amr, tidakkah engkau melihat lontaran bintang-bintang yang terjadi di langit?" Amr bin Umayyah menjawab: "Benar, aku telah melihatnya. Maka perhatikanlah bintang-bintang itu jika yang dilemparkan adalah bintang-bintang yang bisa dipakai sebagai penunjuk jalan di daratan, lautan, dan untuk mengenali musim panas dan musim hujan yang mendatangkan kemaslahatan kepada manusia dalam kehidupan mereka, maka ketahuilah demi Allah, ia adalah kebinasaan dunia dan kehancuran makhluk yang ada di dalamnya. Jika bintang-bintang tersebut adalah bintang- bintang selain itu, dan ia tetap berada di tempatnya semula, maka yang demikian itu adalah sesuatu yang Allah kehendaki untuk makhluk-Nya. Lalu apa itu?"
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri menyebutkan dari Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abu Thalib dari Abdullah bin Abbas dari beberapa orang dari kaum Anshar bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka:
"Apa pandangan kalian tentang bintang yang digunakan untuk melempar(setan)?" Para sahabat menjawab: "Wahai Nabi Allah, dahulu jika kami melihat bintang tersebut di lempar maka kami berkata: 'Seorang raja telah meninggal dunia, raja telah diangkat, seorang anak telah lahir, dan seorang bayi telah meninggal dunia."' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak demikian. Jika Allah Yang Mahatinggi menetapkan sesuatu atas makhluk-Nya, maka hal itu didengar oleh para malaikat pemikul Arasy, kemudian mereka bertasbih dan bertasbihlah pula siapa saja yang berada di bawah mereka. Tasbih bergema hingga terhenti di langit dunia kemudian mereka bertasbih." Sebagian dari mereka bertanya kepada sebagia lainnya: "Kenapa kalian bertasbih?" Mereka menjawab: "Karena malaikat-malaikat yang berada di atas kami bertasbih, makanya kami ikut pula bertasbih." Mereka berkata: "Kenapa kalian tidak menanyakan kepada para malaikat yang di atas kalian apa yang membuat mereka bertasbih?" Mereka mengatakan perkataan ini hingga berakhir pada malaikat pemikul Arasy. Maka ditanyakanlah hal itu kepada malaikat pemikul Arasy: "Kenapa kalian semua bertasbih?" Para malaikat pemikul Arasy berkata: "Allah telah menetapkan perkara ini dan itu pada makhluk-Nya karena sesuatu hal yang sudah ada, kemudian hal tersebut merembet dari langit ke langit hingga terhenti di langit dunia. Saat mereka sedang memperbin- cangkannya, tiba-tiba setan- setan mencuri pendengaran dengan prasangka dan salah tangkap, lalu mereka membawanya kepada dukun-dukun di bumi. Dukun-dukun membicarakan apa yang mereka peroleh dari setan-setan. Kadang apa yang mereka katakan itu salah dan kadang kala benar."13 Kemudian Allah Yang Mahamulia menghalangi setan-setan dengan bintang-bintang yang dilemparkan kepada mereka. Sehingga terhentilah perdukunan sampai hari ini.
13    HR. Muslim pada hadits no. 2229.

Ibnu Ishaq berkata: Sebagian pakar bertutur kepadaku bahwa seorang wanita dari Bani Sahm yang bernama Al-Ghaithalah dikenal sebagai seorang dukun wanita pada zaman jahiliyah. Pada suatu malam, sahabatnya bangsa jin datang menemuinya kemudian menjungkirkan apa yang ada di bawah sang dukun sambil berkata: "Aku mengerti apa yang kumengerti! hari luka serta hari penyemDennan. Ketika hai tersebut terdengar oleh orang-orang Quraisy, mereka berkata: "Apa maksud dari ucapan itu?" Pada malam yang lain, jin sahabat Al-Ghaithalah kembali datang menemuinya kemudian merobohkna apa yang ada di bawah Al-Ghaithalah sambil berkata: "Apakah kematian itu?. Di
 
dalamnya Ka'ab tewas terbaring." Ketika hal ini didengar orang-orang Quraisy, mereka berkata: "Apa maksud dari ucapannya itu? Apa yang dia dikatakan pasti suatu saat terjadi. Perhatikanlah dengan seksama apa yang akan terjadi?" Mereka tidak mengerti maksud perkataan jin tersebut hingga terjadinya Perang Badar dan Uhud di Syi'b. Saat itulah, mereka mengerti bahwa itulah maksud perkataan jin kepada Al-Ghaithalah.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Ghaithalah berasal dari Bani Murrah bin Abdu Manat bin Kinanah, saudara Mudlij bin Murrah. Al-Ghaithalah adalah ibu dari Al-Ghayathil yang disebutkan Abu Thalib dalam untaian syairnya,
Sungguh bodohlah bayangan sebuah kaum yang mengubah Bani Khalaf menjadi Al-Ghayathil

Anak-anaknya disebut dengan Al-Ghayathil. Mereka adalah Bani Sahm bin Amr bin Hushaish. Bait syair di atas adalah penggalan dari syair-syair Abu Thalib dan secara lengkap, insyaallah, akan saya paparkan pada tempatnya.
Ibnu Ishaq berkata: Ali bin Naff Al-Jurasyi berkata kepadaku bahwa Janb, satu kabilah di Yaman mempunyai seorang dukun pada zaman jahiliyah. Tatkala berita tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyebar
ke mana-mana, kabilah Janb berkata kepada dukun itu: "Coba perhatikan dengan cermat tentang orang tersebut." Mereka berkumpul di lereng gunung guna menunggu dukun tersebut. Ketika matahari terbit, dukun tersebut turun kepada mereka, kemudian berdiri dengan bersandar kepada busur panahnya. Ia angkat kepalanya ke langit dalam waktu yang lama sekali, kemudian ia melompat dan berkata: "Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah memuliakan dan memilih Muhammad serta mensucikan hati dan isi perutnya, namun ia tak lama tinggal di tengah-tengah kalian." Setelah itu, si dukun naik kembali ke gunung tempat dia semula.
Ibnu Ishaq berkata: Seorang yang tidak aku ragukan kredibilitasnya berkata kepadaku dari Abdullah bin Ka'ab, mantan budak Utsman bin Affan, bahwa Utsman bin Affan berkata: Ketika Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya di masjid Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, tiba-tiba datanglah orang Arab kemudian masuk ke dalam masjid karena ingin bertemu dengan Umar bin Khaththab. Saat Umar bin Khaththab melihat kedatangan orang itu, ia berkata: "Sungguh orang ini ada padanya kesyirikan dan dia tidak akan berpisah dengannya." Atau mungkin ia sebelumnya adalah seorang dukun pada zaman jahiliyah. Orang tadi mengucapkan salam kepada Umar bin Khaththab lalu duduk. Umar bin Khaththab berkata: "Apakah engkau telah memeluk agama Islam?" Orang tadi menjawab: "Ya. wahai Amirul Mukminin." Umar bin Khaththab melanjutkan: "Apakah pada zaman jahiliyah engkau pernah menjadi seorang dukun?" Orang tersebut berkata: "Maha suci Allah, wahai Amirul Mukminin, bagaimana kau bisa tahu?!" Umar bin Khaththab berkata: "Ya Allah, ampunilah orang ini. Sesungguh nya pada zaman jahiliyah kami lebih buruk dari itu. Kami menyembah berhala, dan memeluk agama berhala hingga pada akhirnya Allah memuliakan kami dengan Rasul-Nya dan dengan agama Islam." Orang itu berkata: "Benar apa yang kau katakan, wahai Amirul Mukminin, pada zaman jahiliyah aku adalah seorang dukun." Umar bin Khaththab berkata: "Tolong jelaskan kepadaku hal apa (yang paling menakjubkan) yang dibawa jin sahabatmu." Orang itu berkata: "Sebulan atau kurang sebelum Islam datang, ia mendatangi aku seraya berkata: "Tidakkah engkau perhatikan para jin yang diam seribu bahasa, yang dilanda putus asa dari agamanya, dan kepergiannya pada unta muda bersama dengan alas pelananya?"
Ibnu Hisyam berkata: Perkataan di atas adalah sebuah sajak dan bukan untaian syair. Abdullah bin Ka'ab berkata: Kemudian Umar bin Khaththab berkata kepada orang-orang, "Demi Allah, pada zaman
 
jahiliyah aku pernah berada di sisi sebuah patung bersama beberapa orang dari Quraisy. Salah seorang Arab telah menyembelih sapi betina sebagai sesem bahan untuk patung tersebut. Kami menunggu ia memberi bagian untuk dari lembu betina yang ia sembelih. Tiba-tiba terdengar suara dari perut lembu betina itu dan aku tidak mendengar suara yang lebih keras daripada suara tersebut. Peristiwa ini terjadi satu bulan atau kurang sebelum Islam datang. Suara itu adalah: "Hai Dzarih(unta yang disembelih), persoalan yang tepat, dan orang yang meneriakkan Laa Ilaaha ilia Allahu"
Ibnu Hisyam berkata: Dikatakan, seorang yang berteriak dengan suara yang fasih, dengan berucap: Laa Ilaaha Ilia Allah.
Sebagian ahli syair membacakan syair berikut kepadaku:
Aku tertegun dengan jin dan kebingungannya Dan ikatannya pada unta dengan pelananya Ia bergerak ke Mekkah tuk mencari petunjuk Jin yang beriman tidak sama dengan kotoran- nya
Ibnu Ishaq berkata: Inilah kabar yang kami ketahui mengenai para dukun dari ka- langan orang-orang Arab.

Kewaspadaan Orang-orang Yahudi terhadap Rasulullah

Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah bercerita kepadaku yang bersumber dari beberapa orang kaumnya yang berkata: "Sesungguhnya faktor yang membuat kami tertarik memeluk Islam, selain rahmat dan petunjuk Allah, adalah karena kami mendengar beberapa perkataan orang-orang Yahudi. Kami adalah kaum musyrikin dan penyembah berhala, sedangkan mereka adalah Ahli Kitab. Mereka memiliki ilmu yang tidak kami miliki. Konflik terus terjadi antara kami dengan mereka. Jika kami mendapatkan dari mereka apa yang tidak disukai, mereka berkata kepada kami: "Sesungguhnya kini telah dekat kemunculan seorang Nabi dan bersama dengan Nabi itu kami akan membunuh kalian seperti pembunuhan terhadap Ad dan Iram." Sangat sering kami mendengar ucapan tersebut dari mereka. Makanya. ketika Allah mengutus Rasul-Nya, kami langsung merespon positif seruannya saat ia menyeru kepada agama Allah. Kami paham ancaman yang dilontarkan orang-orang Yahudi kepada kami, sehingga kami segera menghadap Nabi, lalu beriman kepada beliau sedangkan mereka tetap kafir. Mengenai kami dan mereka Allah Ta'ala menu- runkan firman-Nya di surat Al-Baqarah:

Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (QS. al-Baqarah: 89).
 
Ibnu Hisyam berkata: yastaftihuuna artinya yastanshiruuna (meminta pertolongan) atau yatahakamuuna (meminta kepastian hu- kum). Sebagaimana disebutkan Kitabullah:

"Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik- baiknya" (QS. al-A'raaf: 89).
Ibnu Ishaq berkata: Shalih bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf bercerita kepadaku dari Mahmud bin Labid, saudara Bani Abdu Al-Asyhal dari Salamah bin Salamah bin Waqqasy-Salamah salah seorang yang terlibat pada Perang Badar: "Kami memiliki tetangga seorang Yahudi di Bani Abdu Al-Asyhal. Suatu ketika ia keluar dari rumahnya menemui kami kemudian berdiri di hadapan Bani Abdu Al- Asyhal. Ketika itu akulah anak yang paling muda di antara yang hadir. Aku mengenakan jubah kecil dan tidur-tiduran di halaman keluargaku. Grang Yahudi itu berkhotbah tentang hari kiamat, hari kebangkitan, hari perhitungan amal, neraca, surga dan neraka. Ia menceritakan itu semua kepada orang-orang musyrikin penyembah patung-patung yang tidak mempercayai adanya kebangkitan kembali setelah kematian. Orang-orang musyrikin berkata: "Dasar sialan kau, apakah engkau mengira bahwa setelah kematiannya manusia mereka akan dibangkitkan di sebuah negeri yang di dalamnya terdapat surga dan neraka, kemudian mereka diberi balasan setimpal dengan amal perbuatan mereka?" Orang Yahudi tersebut berkata: "Ya, demi Dzat yang dengannya aku bersumpah. Seseorang saat itu akan berharap andaikata sebagai ganti neraka tersebut ia mempunyai tungku yang paling besar di dunia ini. Lalu tungku tersebut dijaga, kemudian ia dimasukkan ke dalamnya dan dilumur dengannya itu jauh lebih dan lebih ia sukai asalkan ia selamat dari api neraka." Mereka berkata kepada orang Yahudi itu: "Sialan sekali kau Fulan, lalu apa tanda-tandanya?" Yahudi itu berkata: "Nabi yang diutus dari negeri-negeri ini, sambil menunjuk dengan tangannya ke arah Mekkah dan Yaman." Mereka bertanya: "Kapan itu terjadi?" Orang tersebut menoleh ke arahku dan ketika itu aku adalah anak yang paling muda yang hadir pada pertemuan tersebut, kemudian ia berkata: "Jika umur anak muda ini panjang, niscaya ia berjumpa dengan Nabi tersebut."
Salamah berkata: "Demi Allah, malam dan siang terus bergulir, sampai Allah Ta'ala mengutus Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagai Rasul-Nya, sedangkan Yahudi itu hidup di tengah kami, kemudian kami beriman kepada beliau, sedangkan orang Yahudi tersebut malah ingkar kepadanya karena dengki dan hasud yang ada dalam dadanya. Kami berkata kepada orang Yahudi tersebut: "Sialan sekali kau fulan, bukankah engkau yang berkata demikian dan dan demikian kepada kami?" Ia berkata: "Ya, benar, namun Nabi itu bukanlah yang kami maksudkan."
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku dari tetua Bani Quraizhah yang bertanya kepadaku: "Apakah engkau tahu tentang keislaman Tsa labah bin Sa'yah, Usaid bin Sa'yah, dan Asad bin Ubaid?" Mereka adalah orang-orang Bani Quraizhah sahabat-sahabat mereka di zaman jahiliyah kemudian mereka menjadi pempinan di zaman Islam. Aku berkata: "Tidak, demi Allah." Orang-orang dari Bani Hadl berkata: "Sesung- guhnya seorang Yahudi dari Syam yang bernama Ibnu Al-Hayyaban datang menemui kami dua tahun sebelum Islam datang. Dia tinggal bersama dengan kami. Demi Allah, kami belum pernah melihat orang mengerjakan shalat lima waktu yang lebih baik daripadanya. Ia tinggal bersama-sama kami. Jika kami ditimpa kekeringan dan hujan tidak turun, kami berkata kepada Ibnu Al-Hayyaban: "Keluarlah, wahai Ibnu Al-Hayyaban dan mohonkanlah air hujan untuk kami." Ia berkata: "Tidak, demi Allah, aku tidak akan melakukan itu hingga kalian mengeluarkan sedekah di tempat kalian keluar." Kami bertanya kepadanya: "Berapa jumlahnya?" Ia menjawab: "Satu
sha' kurma, atau dua mud gandum." Kami segera bersedekah, kemudian Ibnu Al-Hayyaban menyertai kami keluar kampung lalu ia berdoa kepada Allah agar hujan turun untuk kami. Demi Allah, belum lama ia beranjak dari duduknya, mendung telah berarak kemudian menurunkan hujan untuk kami. Ia lakukan ini bukan hanya sekali, dua atau tiga kali.
Ashim bin Amir berkata: Saat menjelang kematiannya dan dia berada di tengah kami, dan dia tahu bahwa kematiannya telah semakin dekat ia berkata: "Wahai orang-orang Yahudi, apa pendapat kalian yang membuat aku keluar dari negeri minuman keras dan roti ke sebuah negeri yang penuh derita dan kelaparan?" Mereka berkata: "Engkau jauh lebih tahu tentang hal itu daripada kami." Ibnu Al- Hayyaban berkata: "Sesungguhnya aku datang ke negeri ini dengan tujuan menanti diutusnya seorang Nabi yang sudah dekat kedatangannya. Negeri ini adalah tempat hijrah Nabi tersebut. Aku berharap kiranya ia telah diutus kemudian aku mengikutinya, karena masa kemunculannya telah semakin dekat. Oleh sebab itulah, kalian bersegeralah jangan sampai ada orang yang mendahului kalian wahai orang- orang Yahudi, karena ia diutus dengan menumpahkan darah dan menawan anak-anak dan wanita- wanita siapa saja yang menentangnya. Janganlah kalian menjauh darinya."
Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengepung Bani Quraizhah, anak-anak muda yang dulunya masih anak-anak tersebut, berkata: "Wahai Bani Quraizhah, demi Allah, inilah Nabi yang diceritakan Ibnu Al-Hayyaban kepada kalian." Mereka berkata: "Tidak! Bukan dia!" Mereka berkata: 'Demi Allah, dialah nabi itu dengan semua ciri-ciri yang dimilikinya." Merekapun lalu masuk Islam lalu darah, harta, dan keluarga mereka terlindungi.
Ibnu Ishaq berkata: Itulah berita tentang orang-orang Yahudi yang sampai kepadaku.

Salman Al-Farisi Radhiyallahu Anhu Masuk Islam

Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah Al-Anshari berkata kepadaku dari Mahmud bin Labid dari Abdullah bin Abbas yang berkata bahwa Salman Al-Farisi berkata kepadaku dan aku mendengarnya dari mulutnya langsung. Salman Al-Farisi berkata: "Aku orang Persia, berasal dari di sebuah desa yang bernama Jayyu di daerah Asfahah. Sedangkan ayahku adalah seorang tokoh di desaku adapun aku adalah anak yang paling dicintainya. Ia amat mencintaiku hingga ia mengurungku di dalam rumah laksana seorang anak gadis. Aku demikian serius menganut agama Majusi hingga aku menjadi penjaga api yang harus senantiasa menyala dan tidak boleh padam sesaatpun. Ayahku memiliki ladang yang demikian luas." Pada suatu ketika, ayah disibuk- kan dengan urusan bangunan dan dia berkata: "Anakku, hari ini ayah sibuk dengan urusan bangunan ini hingga tidak punya waktu yang cukup untuk mengurusi ladang. Oleh sebab itulah, pergilah ke ladang!" Ayahku memerintahkan beberapa hal yang seharusnya aku lakukan, kemudian ia berkata: "Janganlah terlambat pulang ya, sebab engkau lebih berarti bagiku daripada ladangku dan engkau berada di atas segala-galanya bagiku.
Salman berkata: "Kemudian aku berjalan menuju ladang ayahku seperti yang dia perintahkan. Dalam perjalanan, aku melewati sebuah gereja milik orang-orang Kristen, dan aku mendengar suara-suara saat mereka mengerjakan ibadah di dalamnya. Aku tidak tahu banyak kehidupan manusia karena aku dikurung di rumah. Ketika mendengar suara-suara mereka itu aku mencoba masuk untuk melihat lebih jauh apa yang mereka kerjakan. Ketika aku perhatikan, aku mengagumi shalat-shalat mereka dan tertarik pada aktivitas mereka." Aku bergumam: "Demi Tuhan, agama orang-orang ini jauh lebih baik daripada agama yang aku peluk. Demi Tuhan, aku tidak akan meninggalkan mereka hingga matahari terbenam." Aku membatalkan perjalanan ke ladang ayahku. Aku berkata kepada orang-orang Kristen itu: "Berasal dari manakah agama ini?" Mereka menjawab "Dari Syam " Setelah itu menemui ayahku, ternyata dia telah mengutus seseorang untuk mencariku. Ini membuatnya tidak mengerjakan semua pekerjaannya. Ketika aku kembali kepadanya, ayahku berkata: "Anakku, kemana saja engkau pergi? Bukankah engkau sudah berjanji untuk cepat pulang?" Aku berkata: "Ayahanda, aku tadi berjalan melewati orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah di dalam gereja mereka, dan aku kagum pada agama mereka. Demi Allah, aku berada di tempat mereka hingga matahari terbenam." Dia berkata: "Wahai Ananda, tidak ada kebaikan apapun pada agama tersebut! Agamamu dan agama nenek moyangmu jauh lebih baik daripada agama tersebut." Aku berkata: "Tidak! Demi Tuhan, agama mereka jauh lebih baik daripada agama kita yang kita anut." Setelah kejadian tersebut, ayah mengkhawatirkanku. Ia ikat diriku dan mengurungku di rumah."
Aku mengirim seseorang kepada orang-orang Kristen itu dan aku katakan kepada mereka: "Manakala ada rombongan dari Syam datang kepada kalian, informasikan padaku tentang mereka." Tidak lama kemudian, datanglah pedagang-pedagang Kristen dari Syam dan mereka menghubungi aku. Aku katakan kepada mereka: "Jika mereka telah tuntas menyelesaikan urusannya, dan hendak pulang ke negeri mereka izinkan aku untuk bisa ikut bersama mereka."
Salman berkata: "Tatkala para pedagang Kristen itu berencana kembali ke negerinya, mereka memberiku informasi. Kemudian aku buang rantai dari kakiku dan pergi bersama mereka hingga tiba di Syam." Setibanya di Syam, aku bertanya: "Siapakah dari pemeluk agama ini yang paling utama ilmunya?" Mereka berkata: "Uskup di gereja."
Lalu aku mendatangi uskup itu dan berkata kepadanya: "Aku demikian tertarik pada agama ini. Aku ingin sekali bersamamu, dan melayanimu di gerejamu ini agar bisa belajar ilmu darimu serta beribadah bersamamu." Uskup itu berkata: "Masuklah!" Aku pun masuk namun ternyata uskup ini adalah seorang yang jahat. Ia perintahkan ummatnya ber- sedekah dan senantiasa menyeru mereka untuk melakukan itu. Namun mana kala mereka telah mengumpulkannya, ia simpan hasilnya untuk kepentingan dirinya sendiri dan tidak menyerahkannya kepada orang-orang miskin, hingga ia berhasil mengumpulkan tujuh kendi penuh berisi emas dan perak. Aku sangat marah padanya akibat tindakannya tersebut. Tak berapa kemudian uskup tersebut meninggal dunia. Orang-orang Kristen berkumpul untuk menguburkan jenazahnya, namun aku katakan kepada mereka: "Sesungguhnya orang ini adalah seorang yang jahat. Ia suruh dan seru kalian bersedekah, namun apabila kalian memberikan sedekah kepadanya, ia malah menyimpannya untuk dirinya sendiri dan tidak mendistribusikannya sedikitpun kepada orang-orang miskin." Mereka berkata: "Bagaimana kau tahu tentang hal itu?" Aku katakan kepada mereka: "Aku akan tunjukkan tempat penyimpanannya kepada kalian." Mereka berkata: "Tolong tunjukkan kepada kami tempat penyimpanannya itu!" Aku tunjukkan tempat penyimpanan uskup itu kepada mereka, kemudian mereka mengeluarkan tujuh tempayan yang penuh dengan emas dan perak. Ketika mereka melihat ketujuh kendi penuh tersebut. Mereka berkata: "Demi Allah, kami tidak akan mengubur mayat uskup ini." Maka mereka menyalib uskup tadi dan melemparinya dengan batu. Setelah itu, mereka menunjuk orang lain untuk menjadi peng-ganti uskup tadi.
Salman berkata: Aku belum pernah melihat orang shalat lima waktu yang lebih utama darinya dalam beribadah, lebih zuhud terhadap dunia, lebih mencintai akhirat, lebih tekun di siang dan malam hari dari uskup baru itu. Aku sangat mencintai uskup baru tersebut dengan cinta yang tiada tandingnya. Aku tinggal bersamanya dalam waktu yang lama sekali hingga akhirnya kematian menghampirinya. Aku katakan kepadanya: "Hai fulan, sungguh aku telah hidup bersamamu dan aku mencintaimu dengan cinta yang tiada terkira. Kini sebagaimana yang engkau saksikan telah datang keputusan Tuhan kepadamu, maka akan engkau titipkan aku kepada siapa?" Ia menjawab: "Anakku, demi Allah, aku tidak tahu seperti apa diriku sesungguhnya. Sudah banyak orang yang meninggal dunia, mengubah agama yang dianutnya dan meninggalkan tradisi yang sebelumnya mereka kerjakan, kecuali satu orang yang kini berada di Al-Maushil, yaitu Si fulan. Ia melakukan seperti apa yang diriku lakukan. Susullah dia ke sana!"

Salman berkata: "Ketika uskup tersebut meninggal dunia dan telah dikuburkan akupun pergi pada uskup di Al-Maushil itu." Setibanya di sana, aku katakan kepadanya: "Wahai fulan, sesungguhnya uskup fulan telah berwasiat kepadaku ketika hendak meninggal dunia agar aku menemui dirimu. Ia katakan kepadaku bahwa engkau seperti dia." Uskup tersebut berkata: "Tinggallah engkau bersa maku." Akupun menetap bersamanya. Aku dapatkan ia seorang yang baik persis seperti yang diceritakan sahabatnya. Tidak lama kemudian uskup tersebut meninggal dunia. Menjelang meninggal dunia, aku berkata kepadanya: "Wahai fulan, sesungguhnya uskup fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu dan sekarang takdir Allah telah datang kepadamu seperti yang engkau saksikan, lalu kepada siapa kini aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?" Uskup berkata: "Anakku, demi Allah, yang aku tahu hanya ada satu orang yang seperti kita di Nashibin, yaitu si Fulan. Pergilah engkau menemuinya!"

Salman berkata: Ketika uskup tersebut telah meninggal dunia dan telah dikuburkan, aku pergi menemui uskup di Nashibin itu. Aku jelaskan perihal diriku adanya dan apa yang diwasiatkan dua sahabatku. Ia berkata: "Tinggallah bersamaku." Aku tinggal bersamanya, dan aku dapati dia seperti sahabatnya yang telah meninggal dunia. Aku tinggal bersama orang terbaik. Demi Allah, tidak lama kemudian ajal menjemputnya. Menjelang kematiannya, aku berkata kepadanya: "Wahai fulan, fulan berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada fulan, kemudian berwasiat agar aku pergi kepadamu, kini kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?" Uskup tersebut berkata: "Anakku, demi Allah, yang aku tahu hanya ada satu orang yang masih seperti kita sehingga aku bisa perintahkan engkau pergi kepadanya di Ammuriyah wilayah Romawi. Ia masih melakukan hal yang sama seperti kita. Jika engkau suka, temuilah dia karena ia masih sama seperti kita!"
Salman berkata: "Uskup Nashibin pun wafat, kemudian ia dikuburkan. Aku lalu pergi kepada uskup di Ammuriyah. Aku terangkan padanya tentang siapa diriku sebenarnya. Ia berkata: "Tinggallah engkau bersamaku." Aku pun tinggal bersama seorang yang demikian baik sesuai dengan arahan sahabat- sahabatnya dan perintah mereka. Aku bekerja sampai mempunyai sejumlah sapi dan kambing. Tak berapa lama kemudian, uskup itupun meninggal dunia. Menjelang kematiannya, aku bertanya kepadanya: "Wahai fulan, aku pernah tinggal bersama fulan lalu ia berwasiat agar aku pergi kepada fulan, kemudian fulan tersebut berwasiat agar aku pergi kepada fulan, lalu fulan tersebut berwasiat agar aku pergi kepada fulan, kemudian dia tersebut berwasiat agar aku pergi kepadamu, kini kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?" Uskup berkata: "Anakku, demi Allah, aku tidak tahu apakah kini masih ada orang-orang yang seperti kita yang bisa aku perintahkan engkau pergi kepadanya, namun demikian kini telah dekat kedatangan seorang Nabi. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim 'Alaihis salam dan akan muncul di negeri Arab. Tempat hijrahnya adalah daerah di antara dua tanah berbatu hitam dan di antara dua daerah tersebut terdapat banyak sekali pohon kurma. Nabi tersebut mempunyai tanda-tanda yang tidak mungkin bisa disembunyikan ia menerima hadiah dan tidak menerima sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat stempel kenabian. Jika engkau sang- gup pergi ke negeri tersebut, pergilah!"
Salman berkata: "Kemudian uskup tersebut pun wafat dan dikebumikan. Sementara aku tetap tinggal di Ammuriyah hingga beberapa lama. Setelah itu, sekelompok pedagang berjalan melewatiku. Aku berkata kepada mereka: "Bawalah aku ke negeri Arab dan aku akan berikan lembu dan kambingku ini kepada kalian!" Mereka berkata: "Ya" Aku berikan sapi dan kambingku kepada mereka kemudian mereka membawaku pergi bersama mereka. Tapi tatkala tiba lembah Al-Quran, mereka berbuat zalim dengan menjuaku sebagai budak kepada seorang Yahudi sebagai seorang budak. Maka aku tinggal bersama orang Yahudi tadi dan aku melihat pohon kurma. Aku berharap semoga negeri inilah yang pernah diisyaratkan sahabatku. Namun aku tidak yakin sepenuhnya.

Salman berkata: "Ketika aku tinggal bersama orang Yahudi tadi, datanglah saudara sepupunya yang berasal dari Bani Quraizha di Madinah. Ia membeliku dari sepupunya itu kemudian membawaku ke Madinah. Demi Allah, begitu aku melihat Madinah, aku lihat persis sifat-sifat seperti dijelaskan sahabatku. Akupun tinggal di sana. Saat itulah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam diutus sebagai Nabi dan menetap di Mekkah dalam jangka waktu tertentu sementara aku tidak mendapat berita tentang beliau, karena sibuk dengan pekerjaanku sebagai seorang budak. Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah."
Salman berkata: "Saat aku sedang berada di atas pohon kurma mengerjakan beberapa tugas rutin untuk tuanku, sedang tuanku duduk di bawahku. Tiba-tiba sepupunya datang dan berdiri di depannya." Sepupunya itu berkata: "Hai fulan, semoga Allah menghancurkan Bani Qailah. Demi Allah, mereka sekarang sedang berkumpul di Quba untuk menyambut kedatangan seorang laki-laki dari Mekkah, dan mereka mengatakan bahwa orang tersebut adalah seorang Nabi.
Ibnu Hisyam berkata: Qailah adalah anak perempuan Kahil bin Udzrah bin Sa'ad bin Zaid bin Laits bin Sud bin Aslum bin Ilhaf bin Qadha'ah. Ia ibu Al Aus dan Al-Khazraj. An-Nu'man bin Basyir Al-Anshari berkata memuji Al Aus dan Al-Khazraj dalam syairnya,
Tuan-tuan dari anak-anak Qailah
Tak seorangpun yang sanggup menandinginya dalam menghadapi kesulitan Manusia lapang dada, pahlawan yang sukakeramahan
Menganggap mengikuti tradisi leluhurnya se-bagai kewajiban

Dua bait syair ini adalah miliknya.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah Al-Anshari berkata kepadaku dari Mahmud bin Labid dari Abdullah bin Abbas ia berkata bahwa Salman berkata: "Ketika aku mendengar apa yang diucapkannya, aku gemetaran seolah-olah akan jatuh. Aku turun dari atas pohon kurma dan bertanya kepada saudara sepupu tuanku: "Apa yang engkau katakan tadi?" Dia berkata: "Apa urusanmu dengan perkara ini? Tuntaskanlah pekerjaanmu!!° Aku berkata: "Tidak ada apa-apa." Aku hanya ingin meyakinkan diri apa sebenarnya yang dia ucapkan.
Salman berkata: Aku memiliki sesuatu yang telah aku siapkan sebelumnya. Pada sore hari aku mengambilnya lalu aku pergi untuk menjumpai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Quba'. Aku lekas menemui beliau dan berkata: "Aku mendapat kabar bahwa engkau seorang yang shalih. Engkau mempunyai sahabat-sahabat asing yang sangat membutuhkan bantuan. Ini ada beberapa barang yang aku siapkan untuk sedekah buatmu. Aku anggap kalian lebih berhak daripada selain kalian." Aku serahkan sedekah tersebut kepada Kasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian beliau berkata kepada sahabat-sahabat- nya: "Makanlah." Sedangkan beliau menahan
tangannya dan tidak memakan sedikit pun dari sedekah yang aku berikan padanya. Aku bergumam dalam hati, "Ini baru tanda pertama." Kemudian aku mohon izin dari hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sete- lah itu, aku menghimpun barang yang lain, sementara itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah pindah ke Madinah. Aku datang menemui beliau dan berkata: "Aku lihat engkau tidak memakan harta sedekah. Maka teri- mah hadiah khusus dariku untukmu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memakan hadiahku dan menyuruh sahabat-sahabatnya ikut makan bersamanya. Aku bergumam dalam hati: "Ini pertanda kedua." Setelah itu, aku mendatangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi
 
wa Sallam di Baqi' Al-Gharqad. Saat itu beliau se- dang mengantar jenazah seorang sahabatnya. Aku telah mengetahui dua tanda kenabian pada beliau. Beliau sedang duduk di antara sahabat- sahabatnya, kemudian aku mengucapkan salam kepada beliau. Setelah itu aku sengaja memposiskan diri di belakang beliau karena ingin melihat punggung beliau apakah aku melihat stempel tanda kenabian seperti yang dijelaskan sahabatku? Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihatku berada di belakangnya, beliau mengetahui bahwa aku sedang mencari sifat yang pernah dijelaskan oleh sahabatku. Beliau menanggalkan kainnya dari punggungnya saat itulah aku melihat stempel kenabian pada punggung beliau. Kemudian aku balik ke depan beliau menciumnya sambil menangis. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadaku.
"Berbaliklah!" Aku pun berbalik arah dan duduk menghadap beliau. Aku kisahkan kepadanya semua peristiwa yang terjadi mengenai diriku sebagaimana aku ceritakan kisah ini kepadamu, wahai Ibnu Abbas. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ingin agar kisahku ini diketahui oleh semua sahabat- sahabatnya." Setelah itu Salman disibukkan dengan statusnya sebagai seorang budak hingga dia ketinggalan dan tidak bisa ikut pada Perang Badar dan Uhud bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.'14
14    Sanadnya hasan. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad pada hadits no. 23788. Albani mengatakan dalam Silsilah al- Shahihah, sanadnya hasan (894).

Salman berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadaku: "Tulislah perjanjian kebebasan dirimu dari perbudakan dengan membayar sejumlah uang, wahai Salman!" Kemudian aku menuliskan kesepakatan pembebasan diriku dari tuanku dengan membayar tiga ratus pohon kurma yang aku tanam untuknya dan emas empat puluh ons (uqiyyah). Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada sahabat-sahabatnya: "Bantulah saudara kalian ini!" Sahabat-sahabat Rasulullah ada yang membantu dengan memberi pohon kurma kepadaku. Ada yang memberi tiga puluh bibit pohon kurma. Ada yang memberiku dua puluh anak pohon kurma. Ada yang memberiku lima belas bibit pohon kurma, ada yang membantu sepuluh bibit pohon kurma. Setiap orang membantu sesuai dengan kadar kemampuannya, hingga akhirnya terkumpul tiga ratus bibit pohon kurma. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Pergilah hai Salman, dan galilah lubang untuk bibit-bibit pohon kurma ini. Jika telah selesai menggalinya, temuilah aku, sehingga tanganku sendiri yang meletakkan bibit pohon kurma ini ke dalamnya." Salman berkata: "Kemudian aku menggali lubang untuk bibit- bibit pohon kurma tersebut dengan dibantu sahabat-sahabatku. Ketika telah selesai menggalinya, aku kembali menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan memberi tahu bahwa aku telah selesai menggali lubang. Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi bersamaku ke lubang-lubang untuk bibit kurma tersebut. Kami berikan bibit pohon kurma kepada beliau lalu beliau masukkan ke dalam lubang dengan tangannya sendiri sampai proses penanaman selesai. Dan, tidak ada satu pun bibit pohon kurma yang mati. Aku rawat pohon-pohon kurma itu dan aku masih memiliki tanggungan hutang harta. Tak berapa lama kemudian, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam datang dengan membawa emas sebesar telur ayam dari sebuah tempat pertambangan. Rasulullah bersabda: "Apa yang telah dilakukan orang Persia yang akan memerdekakan dirinya dengan perjanjian membayar sejumlah uang?" Aku dipanggil untuk menemui Rasulullah. Beliau bersabda: "Ambillah emas ini, dan bayarlah hutangmu dengannya, wahai Salman!" Aku berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana emas ini bisa melunasi semua hutangku?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ambillah, karena Allah akan melunasi hutangmu dengannya."15 Aku mengambil emas tersebut lalu menimbangnya. Ternyata berat emas tersebut adalah empat puluh ons. Lalu aku bayar hutangku pada tuanku dengan emas itu. Sehingga aku menjadi orang merdeka. Aku lalu ikut terjun pada Perang Khandaq bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagai orang merdeka dan sesudahnya tidak pernah sekalipun aku melewatkan satu medan perang pun.
15.    Sanadrlya hasan. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad pada hadits no. 23788. Albani mengatakan dalam Silsilah al- Shahihah, sanadnya hasan (894).
 
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Abu Habib berkata kepadaku dari seseorang dari Abdu Al-Qais dari Salman yang berkata: Ketika aku berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana emas ini bisa melunasi hutangku?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengambil emas tersebut dan membolak-baliknya di depan wajahnya. Beliau bersabda: "Ambillah emas ini, hai Salman dan bayar hutangmu dengannya!"16 Emas tersebut aku ambil, lalu aku bayar hutangku pada tuanku secara penuh; empat puluh uqiyyah.
16.    Hadits hasan diriwayatkan oleh Imam Ahmad pada hadits no. 23789 dan dinyatakan hasan oleh Syu'aib al-Arnauth.

Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa orang yang tidak aku ragukan kredibilitasnya berkata kepadaku dari Umar bin Abdul Aziz bin Marwan yang berkata bahwa aku diberitahu dari Salman, ia berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika menceritakan jejak rekam hidupnya kepada beliau bahwa pendeta Ammuriyah berkata kepadanya: "Pergilah engkau ke daerah ini dan itu di wilayah Syam, karena di sana terdapat seorang laki- laki yang hidup di antara dua hutan. Pada setiap tahun, ia keluar dari satu hutan ke hutan lainnya karena senantiasa ditunggu oleh orang-orang yang sedang sakit. Setiapkali ia mendoakan salah seorang dari mereka, niscaya orang tersebut sembuh dari sakitnya. Tanyakanlah padanya tentang agama yang engkau cari, niscaya ia menjelaskannya padamu!" Salman berkata: "Kemudian aku pergi ke tempat yang dijelaskan sahabatku itu. Di tempat tersebut kulihat orang-orang berkumpul dengan membawa keluarga mereka yang sakit. Pada suatu malam, orang tersebut keluar dari satu hutan ke hutan satunya, dan dibuntuti sekian banyak orang-orang. Dan jika ia mendoakan orang yang sakit, maka orang itu sembuh dari penyakitnya. Mereka lebih cepat datang kepada orang tersebut daripada aku. Akibatnya aku tidak bisa mendekat kepadanya hingga ia masuk ke hutan yang ingin ia masuki. Aku mengikuti orang tersebut. Ia berkata: "Siapa engkau ini sebenarnya?" Ia menoleh kepadaku. kemudian aku katakan kepadanya: "Semoga Tuhan merahmatimu. Katakan padaku tentang perihal hanifiyyyah agama Ibrahim!" Ia berkata: "Engkau menanyakan sesuatu yang tidak ditanyakan oleh siapapun pada hari ini. Telah dekat kepadamu zaman datangnya Nabi yang diutus dengan membawa agama tersebut dari tanah suci. Pergilah engkau kepadanya, pasti ia membawamu kepada agamanya!" Kemudian dia masuk.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rasulullah bersabda kepada Salman. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hai Salman, jika apa yang kamu ceritakan ini benar, sungguh engkau telah bertemu dengan Isa bin Maryam."17 Semoga salam terlimpah pada nabi kita dan Isa bin Maryam.
17.    Sanadnya lemah. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi pada hadits no. 675 dalam bukunya al-Dalail, Ibnu Sa'ad dalam al-Thabaqat (4/81) Adz-Dzahabi dalam at-Siyar (1/513) semuanya dari jalur muhammad bin Ishaq. Adz-Dzahabi berkata. Ibnu Ishaq meriwayatkan sendirian. Sedangkan Ibnu Katsir dalam Al- Bidayah waAn-Nihayah (1/313) menyebutkan bahwa dalam periwayatannya ada yang tidak dikenal.

Waraqah bin Naufal, Ubaidillah bin Jahsy, Utsman bin Al-Huwairits dan Zaid bin Amr bin Nufail

Ibnu Ishaq berkata: Suatu ketika, orang-orang Quraisy mengadakan rapat di sisi salah satu patung yang mereka miliki. Mereka mengagung-agungkan patung tersebut, menyembelih hewan qurban untuknya, duduk berdoa di sampingnya serta thawaf di sekelilingnya. Demikianlah hari raya mereka setiap tahunnya. Mereka melakukan ritual seperti itu, kecuali empat orang di antara mereka. Salah seorang dari mereka berkata kepada sahabatnya: "Bersahabatlah kalian, dan hendaklah sebagian dari kalian merahasiakan dirinya dari sebagian yang lain." Mereka berkata: "Baiklah!" Keempat orang tersebut adalah Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luay, Ubaidillah bin Jahsy bin Ri'ab bin Ya'mar bin Shabrah bin Murrah bin Kabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah (ibunya bernama Umaimah binti Abdul Muthalib), Utsman bin Al- Huwairits bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay, dan Zaid bin Amr bin Nufail bin Abdul Uzza bin Abdullah bin Qurth bin Riyah bin Razah bin Adi bin Ka'ab bin Luay. Sebagian di antara mereka berkata kepada sebagian yang lain: "Demi Allah, belajarlah kalian, karena kaum kalian tidak berada pada kondisi yang bisa diandalkan. Karena mereka telah menyeleweng dari agama nenek moyang mereka, Ibrahim. Batu yang kita thawaf di sekitarnya itu hanyalah batu yang tidak mendengar, tidak melihat, tidak bisa memberi madharat, dan tidak bisa memberi manfaat. Wahai kaum, carilah satu agama untuk untuk diri kalian, kalian tidak berada pada sesuatu yang tidak benar." Lalu mereka menyebar ke berbagai negeri untuk menemukan agama Ibrahim yang lurus (hanafiyyah).
Adapun Waraqah bin Naufal, ia masuk Kristen, dan mempelajari kitab-kitab dari umat Ahli Kitab, hingga ia memperoleh ilmu dari mereka. Sementara itu Ubadillah bin Jahsy mencari agama yang lurus hingga ia masuk Islam dan hijrah bersama kaum Muslimin ke Habasyah. Ketika hijrah, ia disertai istrinya, Ummu Habibah binti Abu Sufyan yang juga telah masuk Islam. Namun pada saat tiba di Habasyah ia masuk agama Kristen dan keluar dari agama Islam. Ia meninggal di Habasyah dalam keadaan memeluk agama Kristen.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Jafar bin Zubair bercerita kepadaku: Setelah murtad dari Islam, Ubaidillah berjalan melewati sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang berada di Habasyah. Mereka berkata: "Kami telah melihat, sedang kalian sedang berusaha untuk melihat tetapi tidak akan pernah bisa melihat." Kata "Sha'sha'a" ini dipakai karena jika anak anjing ingin membuka kedua matanya untuk melihat, ia takut untuk melihat (Sha'shaa).
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Ubaidillah bin Jahsy meninggal dunia, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menikahi Ummu Habibah binti Abi Sufyan, isteri Ubaidillah bin Jahsy.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ali bin Husain berkata kepadaku: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Amr bin Umayyah Adh-Dhamri menghadap Najasyi, kemudian Najasyi melamarkan Ummu Habibah untuk beliau. Setelah itu, Najasyi menikahkan Ummu Habibah dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan beliau memberi mahar kepadanya sebesar empat ratus dinar. Kami lihat Abdul Malik bin Marwan menentukan mahar wanita sebesar empat ratus dinar berdasarkan mahar Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada Ummu Habibah. Yang menjadi wakil Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam pernikahan tersebut adalah Khalid bin Sa'id bin Al-Ash.
Ibnu Ishaq berkata: Adapun Utsman bin Al-Huwairits, ia datang menemui Kaisar, raja Romawi, kemudian masuk agama Kristen, dan memperoleh kedudukan terhormat di sisinya.
Ibnu Hisyam berkata: Ada kisah tentang Utsman bin Al-Huwairits bersama Kaisar, namun saya enggan menyebutkannya, seba- gaimana yang saya lakukan pada saat memaparkan Perang Fijar.
Ibnu Ishaq berkata: Adapun Zaid bin Amr bin Nufail, ia tidak memeluk agama Yahudi tidak pula memeluk agama Kristen. Ia meninggalkan agama kaumnya, kemudian menjauhi patung-patung, bangkai, darah, hewan-hewan yang disembelih untuk patung-patung, dan melarang mengubur anak dalam keadaan hidup-hidup. Ia berkata: "Aku menyembah Tuhan Ibrahim!" Ia menentang kaumnya secara terang-terangan dan meng- kritik mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Hisyam bin Urwah berkata kepadaku dari ayahnya dari ibunya, Asma' binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Aku pernah melihat Zaid bin Amr bin Nufail di masa tuanya. Ia
 
menyandarkan punggungnya ke Ka'bah sambil berkata: "Hai orang-orang Quraisy, demi Tuhan, tidak ada satupun di antara kalian selain aku yang setia berpegang teguh kepada agama Ibrahim." Setelah itu, ia berkata: "Ya Allah, andai kata aku mengetahui wajah yang paling Engkau sukai, pasti aku menyembahnya, namun aku tidak mengetahuinya." Kemudian ia sujud dengan tenang.
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu bahwa anak Zaid, Sa id bin Zaid bin Amr bin Nufail, dan Umar bin Khaththab, ia adalah sepupunya berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Bolehkah kita memohon ampunan untuk Zaid bin Amr?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Boleh. Sungguh, dia akan sendirian sebagai satu umat."18
18    HR. Hakim pada hadits no. 5856 dari jalur Ibnu Ishaq. Namun pada sanadnya ada yang terpotong (munqathi) antara Ibnu Hushein dengan Umar. Lihat Al- Tarikh al-Kabir (1/130), hadits ini memiliki syawahid di dalam Musnad Imam Ahmad (1648)
Zaid bin Amr bin Nufail berkata tentang dirinya yang meninggalkan agama kaumnya, dan perlakuan kaumnya terhadap dirinya karena tindakan tersebut:
Apakah satu Tuhan ataukah seribu tuhan yang mesti aku sembah Jika semua perkara dibagi
Ku tinggalkan Al-Lata dan A-Uzza semuanya Demikianlah yang dilakukan orangyanggigih dan sabar Ku tidak menyembah Uzza dan dua anak wa- nitanya Tidak pula dua patung Bani Amr
Tidak pula aku menyembah Hubal
Walau sejak lama ia dianggap Tuhan sejak masa kecil
Aku kagum dan malam-malam itu memang begitu mengagumkan Demikian siang yang hanya diketahui oleh orang yang bisa melihat Sesungguhnya Allah telah memusnahkan banyak orang
Karena mereka berkubang dengan kejahatan
Dia sisakan yang lain karena kebaikan kaum yang lain Kemudian anak kecil di antara mereka tumbuh dengan baik
Ketika seseorang tersesat, ia akan sadar kembali pada suatu hari
Laksana daun ranting yang kembali tumbuh setelah ia gugur terkena air hujan 1 Namun aku menyembah Ar-Rahman, Tuhanku
Agar Tuhan YangMaha Pengampun mengampuni dosa-dosaku Pertahankan ketakwaan kalian kepada Allah, Tuhan kalian
Jika kalian menjaganya maka kalian tidak akan pernah binasa Kau lihat bahwa negeri-negeri orang yang baik-baik adalah surga
Sedang negeri orang-orang kafir adalah api yang panas membakar Mereka mendapat kehinaan hidup di dunia
Dan pada saat mati, mereka ditimpa siksa yang menyesakkan dada
Zaid bin Amr bin Naufal juga berkata: Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa ini adalah ucapan dari Umayyah bin Abi Shalt dalam syairnya kecuali dua bait pertama, bait ke lima dan bait terakhir. Sedangan akhir dari bait pertama bukan dari Ibnu Ishaq.
Ibnu Hisyam berkata: Nama AI-Hadhrami ialah Abdullah bin Ibad bin Akbar, salah seorang dari Ash- Shadaf. Nama Ash-Shadaf ialah Amr bin Malik Ahas As-Sakun bin Asyras bin Kindi (ada yang mengatakan Kindah) bin Tsaur bin Muratti' bin Ufair bin Adi bin Al-Harits bin Murrah bin Adad bin Zaid bin Mihsa' bin Amr bin Arib bin Zaid bin Kahlan bin Saba. Ada yang mengatakan Muratti' adalah anak Malik bin Zaid bin Kahlan bin Saba'.
Ibnu Ishaq berkata: Zaid bin Amr memutuskan untuk pergi dari Mekkah dan berkelana ke negeri- negeri yang lain untuk menelusuri agama Ibrahim.
 
Ibnu Ishaq berkata: Yang aku tahu, dari sebagian keluarga Zaid bin Amr bin Nufail bahwa jika Zaid tiba di Ka'bah, ia masuk ke dalam masjid, kemudian berkata: "Ya Allah, aku sambut seruan-Mu dengan sepenuh jiwa sebagai ibadah dan kerendahan untuk-Mu. Aku berlindung dengan apa yang Ibrahim berlindung diri dengannya."
Ya Allah, hidungku ini kuserahkan untuk-Mu Walau kau membeniku tetap tak ada keluh dariku
Kebaikanlah yang kucari bukannya seseorang Tidaklah sama yang keluar di terik siang dengan yang tidur di siang bolong
Al-Khaththab menganiaya Zaid bin Amr, membuangnya ke Mekkah Atas, turun ke Gua Hira menghadap Mekkah, kemudian menyerahkannya kepada salah seorang pemuda Quraisy, dan beberapa orang-orang yang bodoh yang ada di tengah-tengah mereka. Al- Khaththab berkata kepada mereka: "Janganlah kalian biarkan dia memasuki Mekkah!" Zaid bin Amr tidak memasuki masuk Mekkah kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi. Ketika orang-orang Ouraisy mengetahui Zaid bin Amr memasuki Mekkah, mereka melaporkannya kepada Al-Khaththab, kemudian mereka mengusir Zaid bin Amr dan mengeroyoknya karena dikhawatirkan mengacak-acak agama mereka, dan tindakannya meninggalkan agama kaumnya bisa diikuti orang lain. Zaid bin Amr berkata lantang sambil membanggakan kehormatan dirinya atas kaumnya yang telah merusaknya.
Usai kejadian itu, Zaid bin Amr pergi menelusuri agama Ibrahim dan bertanya kepada para pendeta Yahudi dan pendeta Kristen hingga ia melintasi Al-Maushil dan jazirah Arab. Ia tak kenal lelah berjalan menyusuri seluruh wilayah Syam hingga bertemu dengan seorang pendeta di bukit di wilayah Al- Balqa'. Seorang pendeta yang menjadi rujukan para pemeluk agama Kristen karena ilmunya. Zaid bin Amr bertanya kepada pendeta tersebut tentang agama Ibrahim. Pendeta tersebut berkata: "Engkau mencari agama yang belum muncul di zaman ini. Tapi ketahuilah telah dekat zaman kemunculan Nabi yang berasal dari negerimu. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim. Kembalilah engkau ke negerimu, karena Nabi itu telah diutus, dan sekarang masa kemunculannya." Sebelumnya Zaid bin Amr menyelami agama Yahudi dan Kristen, namun ia tidak tertarik kepada keduanya. Setelah mendengar perkataan pendeta itu Zaid bin Amr segera bergegas pulang ke Mekkah. Ketika Zaid bin Amr tiba di pertengahan negeri-negeri Lakhm, penduduk setempat menzaliminya kemudian membunuhnya.
Ketika Waraqah bin Naufal mendengar berita kematiannya, ia menangis kemudian berkata:
Wahai anak Amr kau telah dapatkan mahligai petunjuk dan nikmat Engkau jauh dari bara api neraka dan terlindung darinya
Karena kau bersujud pada Tuhan yang tiada Tuhan lain selain Dia
Karena engkau tinggalkan patung-patung thaghut yang tidak bisa berbuat apa-apa Kau telah dapatkan agama yang engkau selama ini kau cari
Engkau tidak pernah lalai mengesakan Tuhanmu Kini kau berada di negeri akhirat yang mulia
Di dalamnya kau bersuka cita dengan kenikmatan Engkau berjumpa dengan kekasih Allah Ibrahim
Tidaklah kau termasuk manusia sombong penghuni neraka Kadang kala rahmat Allah itu mengalir pada manusia Walapun ta telah berada tujuh puluh lembah di bawah bumi
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan bahwa dua bait pertama dan terakhir pada syair di atas adalah ucapan Umayyah bin Abu Ash-Shalt. Adapun ucapan Waraqah bin Naufal, 'Patung-patung thaghut,' bukan dari Ibnu shaq.
 
Sifat Rasulullah Shallahahu 'Alaihi wa Sallam dalam Kitab Injil

Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu bahwa salah satu yang dikabarkan Isa bin Maryam dalam Injil untuk orang-orang Kristen tentang sifat Rasulullah Shallahahu 'Alaihi wa Sallam yang ia terima dari Allah, ialah apa yang ditegaskan Yohanes Al-Hawari kepada orang-orang Kristen ia ketika menulis Injil untuk mereka dari zaman Isa bin Maryam Alaihis Salam. Di dalamnya dijelaskan tentang kedatangan Rasulullah Shallahahu 'Alaihi wa Sallam kepada mereka. Yohanes Al-Hawari mengabarkan bahwa Isa bin Maryam bersabda: Barang siapa yang membuatku marah, sama saja membuat marah Tuhan. Andai aku tidak melakukan di depan mereka tindakan-tindakan yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum aku, pastilah mereka tidak memiliki dosa. Namun sejak kini mereka sombong dan mengaku mengagungkan aku Tuhan. Namun kalimat yang tertera dalam Namus (sebutan bagi Jibril oleh orang Kristen Arab) itu harus terealisir. Mereka telah membuatku marah tanpa mendapat apa-apa. Andai saja Al-Munhammana telah datang kepadaku, dia yang diutus kepada kalian dari sisi Tuhan dan Ruhul Qudus, dan dia yang berasal dari Tuhan telah keluar, ia menjadi saksi atas aku juga atas kalian. Karena sejak dulu kalian senantisa bersamaku dalam hal ini maka aku kabarkan ini kepada kalian, agar kalian tidak berkeluh kesah."

Dalam bahasa Ibrani Al-Munhamana berarti Muhammad, dan Muhammad dalam bahasa Romawi ialah Paraclet. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Shallahahu 'Alaihi wa Sallam.[]

LihatTutupKomentar