Bab 4 Nabi Muhammad Rahmatan Lil Alamin

Bab 4 Nabi Muhammad Rahmatan Lil Alamin Diutusnya Muhammad Sebagai Nabi dan Rasul serta Turunnya Al-Qur'an secara Bertahap-Tahap Menqirinqi Peristiwa
Bab 4 Nabi Muhammad Rahmatan Lil Alamin


 Nama kitab: Terjemah Sirah Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam
Judul lengkap: Al-Sirah al-Nabawiyah li Ibn Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام)
Penulis: Ibnu Hisyam (عبد الملك بن هشام أو ابن هشام)
Nama lengkap: Abu Muhammad 'Abd al-Malik bin Hisham ibn Ayyub al-Himyari al-Mu'afiri al-Baṣri ( أبو محمد عبد الملك ابن هشام بن أيوب الحميري)
Lahir: Basrah, Iraq
Wafat: 7 Mei 833  M / 218 H, Fustat, Mesir
Penerjemah:
Era: Zaman keemasan Islam, Islamic golden age; (khilafah Abbasiyah)
Bidang studi: Sejarah Nabi Muhammad, sirah Rasulullah

Daftar Isi

  1. Bab 4  Nabi Muhammad Rahmatan Lil Alamin:
    1. Diutusnya Muhammad Sebagai Nabi dan Rasul serta Turunnya Al-Qur'an secara
    2. Bertahap-Tahap Menqirinqi Peristiwa Kehidupannva sebaqai Utusan Allah  
    3. Awal Turunnya Al-Quran
    4. Khadijah Masuk Islam
    5. Jibril Menyampaikan Salam Allah kepada Khadijah Radhivallahu Anha
    6. Permulaan Diwajibkannya Shalat
    7. Ali bin Abi Thalib Lelaki Pertama vanq Masuk Islam  
    8. Zaid bin Haritsah Lelaki Kedua vanq Masuk Islam  
    9. Abu Bakar Radhivallahu Anhu Masuk Islam  
    10. Sahabat-Sahabat vanq Masuk Islam Berkat Dakwah Abu Bakar Radhivallahu Anhu  
    11. Awal-Mula Dakwah Rasulullah di Tenqah Kaumnva denqan Teranq-teranqan dan Reaksi Mereka  
    12. Kebinqunqan Al-Walid tentanq Apa vanq Diqambarkan Al-Quran  
    13. Perlakuan Qaum Quraisv kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari Kaumnva  
    14. Hamzah Masuk Islam  
    15. Apa vanq Teriadi Antara Rasulullah denqan Tokoh-tokoh Quraisv dan Tafsir Surat Al-Kahfi
    16. Siapakah Oranq vanq Pertama Kali Membaca Al-Quran Secara Terbuka di Depan Umum?  
    17. Siapa Saia Oranq-oranq Quraisy vanq Menyimak Bacaan Al-Quran vanq Dibaca Nabi  
    18. Kekejaman Kaum Musvrikin Atas Oranq-oranq Lemah vanq Baru Masuk Islam  
    19. Hijrah Pertama ke Neqeri Habasvah  
    20. Oranq-oranq Quraisy Menqirim Intelnya ke Habasvah untuk Menarik Pulanq Kaum Muhajirin  
    21. Kisah Penquasaan Najasvi Atas Habasyah  
    22. Oranq-Oranq Habasyah Menentanq Najasyi  
    23. Kisah Masuk Islamnya Umar bin Khattab Radhivallahu Anhu  
    24. Perihal Shahifah (Surat Perianjian)  
    25. Sebagian Gangguan vanq Dialami Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari Kaumnva  
    26. Kepulanqan Oranq-oranq Muhajirin di Habasyah Tatkala Sampai Kabar tentanq Masuk Islamnya Penduduk Mekkah  
    27. Abu Salamah dalam Perlindungan Abu Thalib  
    28. Abu Bakar Mendapat Perlindunaan Ibnu Duahunnah dan Mengembalikannya Kembali  
    29. Pembatalan Shahifah (Surat Perianjian)  
    30. Thufail bin Amr Ad-Dausi Masuk Islam  
    31. Tentang A'sva Bani Qais bin Tsa'labah  
    32. Al-lrasvi vang Meniual Untanva Kepada Abu Jahal  
    33. Rukanah Al-Mathlabi Berduel Melawan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam  
    34. Utusan Kristen vang Masuk Islam  
    35. Ucapan Al-Ash dan Sebab Turunnva Surat Al-Kautsar  
    36. Turunnya Avat Mengapa Malaikat Tidak Diturunkan kepadanya (Al-An'aam: )  
    37. Turunnva Avat, "Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu" (Al-Anbiya': )  
    38. Peristiwa Isra' dan Mi'raj
    39. Kisah Mi'raj 
    40. Perlindunaan Allah terhadap Rasululllah dari Cemoohan Para Pencemooh  
    41. Kisah Abu Uzaihir al-Dausi  
    42. Pemberontakan Daus untuk Membalas Dendam Atas Kematian Uzaihir dan Tentang Ummu Ghaylan  
    43. Abu Thalib dan Khadijah Meninggal Dunia dan Apa vana Teriadi Sebelum dan Setelah Itu  
    44. Rasulullah Menuiu Thaif Meminta Bantuan  
    45. Perihal Jin yang Mendenaar Apa vang Rasulullah Bacaan Al-Quran dan Beriman Padanva  
    46. Rasulullah Menawarkan Dirinva Pada Kabilah-kabilah  
    47. Awal Masuk Islamnva Orana-orana Anshar  
    48. Baiat Aqabah Pertama  
    49. As'ad bin Zurarah dan Shalat Jum'at Pertama di Madinah
    50. Sa'ad bin Mu'adz dan Usaid bin al-Hudhair Masuk Islam  
    51. Mush'ab bin Umair dan Baiat al-Aqabah Kedua  
    52. Abdullah bin Amr Masuk Islam  
    53. Al-Abbas Menguatkan Kedudukan Rasulullah di Depan Orana-orana Anshar  
    54. Baiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Mas Kaum Anshar  
    55. Nama Dua Belas Pemimpin dan Kelengkapan Kabar Aqabah  
    56. Pemimpin-pemimpin dari Al-Aus 
    57. Orang-orang Anshar Tergesa-gesa Untuk Mendapatkan ljin Berperang  
    58. Kisah Berhala Amir bin Jamuh dan Masuk Islamnya Amir  
    59. Svarat untuk Baiat Aqabah Terakhir  
    60. Nama-nama Orang vang Terlibat Aqabah Kedua dan Jumlah Mereka  
    61. Awal Mula Dijawabkannva Perang Kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam  
    62. Izin kepada Kaum Muslimin Makkah untuk Hijrah ke Madinah  
    63. Hijrahnva Umar bin Khaththab dan Kisah Ayyasv  
    64. Surat Umar bin Khattab Pada Hisvam bin AI-'Ash  
    65. Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Muahirah Keluar Menuiu Mekah Membawa Avvasv bin Abi Rabi'ah dan Hisvam bin Al-Ash  
    66. Rumah-rumah Penampungan Kaum Muhajirin di Madinah  
    67. Hijrahnya Rasulullah dan Berbagai Macam Tantangan yang Dihadapi  
    68. Pemuka-Pemuka Quraisv Berkumpul dan Bermusyawarah Membicarakan Rasulullah  
    69. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Keluar dan Ali Menggantikan Posisinya di Kasurnva  
    70. Rasulullah Hijrah ke Madinah  
    71. Rasulullah Bersama Abu Bakar di Gua Tsur  
    72. Kedua Anak Abu Bakar dan Ibnu Fuhairah Menunaikan Tugas untuk Rasulullah dan Sahabatnya Saat Keduanya Berada di dalam Gua  
    73. Abu Bakar Memberikan Unta Kendaraannya Kepada Rasulullah  
    74. Abu Quhafah dan Asma' Setelah Hijrahnya Abu Bakar  
    75. Suraqah dan Pengejarannya Terhadap Rasulullah  
    76. Perjalanan Hijrah Rasulullah  
    77. Rasulullah Tiba di Quba'  
    78. Pembangunan Masjid Quba'  
    79. Dimanakah Akhirnva Rasulullah Tinggal dan Menetap?  
    80. Pembangunan Masjid Nabawi Yang Mulia dan Kamar-kamarnya  
    81. Sabda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada Ammar bin Yasir
    82. Bahwa ia Kelak Akan Dihabisi Kelompok Pemberontak  
    83. Menumpangnva Rasulullah di Rumah Abu Ayyub dan Sekilas tentang Adabnva  
    84. Khutbah Pertama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah  
    85. Teks Perjanjian Antara Kaum Muhajirin dan Anshar dan Kesepakatan dengan Orang-orang Yahudi  
    86. Persaudaraan Antara Kaum Muhajirin (Mekah) dan Anshar (Madinah)  
    87. Abu Umamah, Kematiannya dan Apa yang Dikatakan Orang-orang Yahudi  
    88. Adzan  
    89. Abu Qais bin Abi Anas  
    90. Orang-orang Yahudi dan Sebab Permusuhan Mereka  
    91. Abdullah bin Salam Masuk Islam   
    92. Kesaksian Shafiyyah tentana Kebandelan Orang-orang Yahudi  
    93. Orana-orana Munafik yang Bersekongkol dengan Yahudi dari Munafik Anshar  
    94. Di antara Rahib-rahib Yahudi yang Pura-pura Masuk Islam  
    95. Pengusiran Orana-orana Munafik dari Mesjid Rasulullah  
    96. Ayat-ayat dalam Surat Al-Baqarah Yany Turun tentang orang-orang Munafik dan Yahudi  
    97. Pertanvaan orang-orang Yahudi dan Jawaban Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Pada Mereka  
    98. Surat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Kepada orang-orang Yahudi Khaybar  
    99. Ayat Al-Qur'an yang Turun tentang Abu Yasir dan Saudaranya  
    100. Kekafiran orang-orang Yahudi terhadap Rasulullah Setelah Mereka Menanti-nanti
    101. Kedatanaannva dan Avat Al-Qur'an vana Diturunkan Allah dalam Hal ini  
    102. Konflik Antara Orana-orana Yahudi dan Kristen di Hadapan Rasulullah  
    103. Komentar Orang Yahudi tentana Pemindahan Kiblat ke Ka'bah  
    104. Orang-orang Yahudi Merahasiakan Isi Kebenaran yana Terkandunaan dalam Kitab Taurat  
    105. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Mengumpulkan Orang-orang Yahudi di Pasar Bani Qainuqa'  
    106. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Masuk ke Baitul Midras  
    107. Orang-orang Yahudi Berusaha Membuat Fitnah Antara Kaum Anshar  
    108. Sekilas tentang Perang Bu'ats  
    109. Orang-orang Yahudi Memerintahkan Orana-orana Mukmin Bersikap Kikir  
    110. Orang-orang yang Berkoalisi  
    111. Orang-orang Yahudi Membuat Makar untuk Membunuh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan Menjatuhkan Batu kepada Beliau  
    112. Mereka Minta Pertimbangan Nabi tentang Hukum Rajam  
    113. Kezaliman Orang-orang Yahudi dalam Diyat  
    114. Konspirasi Orang-orang Yahudi untuk Memfitnah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam  
    115. Klaim Mereka Bahwa Uzair Anak Allah  
    116. Pertanvaan Mereka kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tentang Dzu Al-Qarnain 
    117. Sikap Kurang Ajar Mereka Atas Dzat Allah dan Kemarahan Rasulullah  
    118. Perkara As-Sayyid, al-'Aaib dan Perihal Mubahalah  
    119. Sebab Masuk Islamnya Kuz bin Alaamah  
    120. Mereka Shalat Menghadap ke Timur  
    121. Ayat-ayat Al-Qur'an Yang Turun Tentana Mereka Pada Surat Ali Imran  
    122. Orang-orang Munafik  
    123. Sahabat-sahabat Rasulullah yang Sakit  
    124. Penanggalan Hijrah
    125. Perang Waddan, Perang Pertama yang Diikuti Rasulullah  
    126. Ekspedisi Ubaidah bin al-Harits Pan Pertama vana dibentuk oleh Rasulullah  
    127. Ekspedisi Perana Hamzan bin Abdul Muthalib ke Pesisir Pantai  
    128. Perana Buwath S
    129. Perana 'Usvairah  
    130. Pemberian Kun-vah (Gelar) AN denaan Abu Turab  
    131. Ekspedisi Sa'ad bin Abi Waaaash  
    132. Perana Safwan, Perana Badar Pertama  
    133. Ekspedisi Perana Abdullah bin Jahsv dan Turunnva avat: (Mereka bertanva kepadamu
    134. tentana berperana di bulan Haram)  
    135. Perubahan Arah Kiblat ke Ka'bah  
    136. Perana Badar Kubra  
    137. Mimpi Atikah Binti Abdul Muthalib  
    138. Perana Antara Kinanah dan Quraisv dan Persekutuan Mereka di Perana Badar
    139. Perialanan Kaum Muslimin ke Badar  
    140. Rasulullah Meminta Pendapat Kaum Anshar  
    141. Kehati-hatian Abu Sufvan dan Pelarian Dirinva bersama Kafilah Daaananva  
    142. Persinaaahan Orana-orana Quraisv di Tepi Lembah vana Jauh dari Kaum Muslimin di Badar  
    143. Terbunuhnva Aswad al-Makhzumi  
    144. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Bermunaiat Meminta Pertolonaan kepada Allah
    145. Subhanahu wa Ta'ala  
    146. Umavvah bin Khalaf Terbunuh   
    147. Kisah Pedana Ukkasvah  
    148. Mavat-mavat Kaum Musvrikin Dilemparkan ke dalam Sumur  
    149. Rampasan dan Tawanan Perana Badar  
    150. Perialanan Pulana Rasulullah dan Rombonaannva dari Badar ke Madinah  
    151. Pembunuhan terhadap An-Nadhr bin Al-Harits dan Uabah  
    152. Kabar Kekalahan Orana Quraisv Sampai di Makkah  
    153. Penebusan Suhail bin Amr  
    154. Amr bin Abu Sufvan bin Harb Ditawan dan Pembebasannya  
    155. Kisah Zainab Putri Rasulullah dan Suaminva Abul Ash bin Rabi'  
    156. Zainab binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Beranakat ke Madinah  
    157. Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' Masuk Islam  
    158. Umair bin Wahb Masuk Islam  
    159. Orana-orana Quraisv Pemberi Makan Jamaah Ha  
    160. Nama-nama Kuda Kaum Muslimin di Perana Badar  
    161. Turunnva Surat Al-Anfaal  
    162. Kaum Muslimin vana Ikut Teriun di Perana Badar  
    163. Kaum Anshar dan Orana-orana vana Bersama Mereka vana Teriun Pada Perana Badar  
    164. Svuhada' Kaum Muslimin vana Guaur di Perana Badar  
    165. Kaum Musvrikin vana Tewas di Perana Badar  
    166. Tawanan Porang Badar T
    167. Perang Sawiq (Tepung)  
    168. Perang Dzi Amar  
    169. Perana Al-Furu' di Bahran  
    170. Tentana Bani Qainuaa'  
    171. Ekspedisi Zaid bin Haritsah ke Al-Qaradah  
    172. Terbunuhnva Ka'ab bin Al-Asvraf g
    173. Tentana Muhavvishah dan Huwavvishah
    174. Perana Uhud
    175. Perana Hamra'al-Asad
    176. Avat-avat Al-Quran vana Turun tentana Perana Uhud  
    177. Kalanaan Muharin dan Anshar vana Meniadi Svuhada  
    178. Korban Tewas Kaum Musvrikin di Perana Uhud  
    179. Traaedi Ar-Ra' Tahun Ketiaa Hrivah A J i
    180. Traaedi Bi'ru Ma'unah Bulan Shafar Tahun Keempat Hrivah A
    181. Penaepunaan dan Penausiran Bani An-Nadhir Tahun Keempat Hrivah ™
    182. Perana Dzatu ar-Riaa' Tahun Keempat Hrivah  
    183. Perang Badar Terakhir Bulan Sva'ban Tahun Keempat Hrivah  
    184. Peranq Daumatul Jandal Bulan Rabiul Awwal Tahun Kelima Hijriyah  
    185. Perana Khandaq Bulan Svawwal Tahun Kelima Hriyah  
    186. Peranq Bani Quraizhah Tahun Kelima Hriyah  
    187. Pembaqian Fa'i Bani Quraizhah  
    188. Svuhada Kaum Muslimin Yanq Guqur di Peranq Khandaq  
    189. Korban Tewas Kaum Musvrikin di Peranq Khandaq  
    190. Svuhada Kaum Muslimin Yanq Guqur di Peranq Bani Quraizhah  
    191. Sallam bin Abu al-Huqaiq pun Tewas  
    192. Amr bin Ash dan Khalid bin Walid Masuk Islam  
    193. Peranq Bani Lahvan  
    194. Peranq Dzu Qarad  
    195. Uan Bin al-Akwa'di Peranq Ini  
    196. Julukan Kuda-kuda Kaum Muslimin  
    197. Oranq-oranq yanq Tewas dari Kaum Musvrikin  
    198. Peranq Bani Mushthaliq  
    199. Perialanan Rasulullah untuk Meniauhkan Mereka dari Kasak Kusuk Fitnah  
    200. Berita Dari Rasulullah tentanq Kematian Rifa'ah  
    201. Permintaan Anak Abdullah bin Ubav Salul untuk Meniadikan Dirinya oranq yanq Membunuh
    202. Ayahnya dan Pemaafan Rasul f
    203. Tentanq Miqyas bin Shubabah dan Tipu Muslihatnya dalam Balas Dendam atas Kematian
    204. Saudaranya dan Svair yanq Dilantunkannva  
    205. Kortoan-korban tewas dari Bani Al-Mushthaliq  
    206. Berita Bohonq Yanq Menqhebohkan pada Bani al-Mushtaliq Tahun Keenam Hriyah: Aisvah
    207. Difitnah Berselinqkuh  
    208. Abu Awub dan Ucapannya tentanq Bebasnya Diri Aisvah dari Tuduhan  
    209. Ayat Al-Quran yanq Turun Menqenai Hal Ini  
    210. Perianan Hudaibivah Pada Akhir Tahun Keenam Hriyah dan Peristiwa Baiatur Ridhwan
    211. Serta Perianan Antara Rasulullah dan Sahl bin Amr  
    212. Sahabat Yanq Mencari Air Denqan Anak Panah Dari Rasulullah  
    213. Mikraz Utusan Quraisv Menemui Rasulullah  
    214. Al-Hulais bin Alqamah Utusan Quraisv kepada Rasulullah  
    215. Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi Utusan Quraisv kepada Rasulullah  
    216. Khirasv Utusan Rasulullah kepada oranq-oranq Quraisv  
    217. Mata-mata Quraivs vanq Dikirim untuk Mencuri Informasi tentanq Rasulullah
    218. yanq Kemudian Diampuni  
    219. Utsman bin Affan Radhivallahu Anhu Utusan Muhammad kepada Oranq-oranq Quraisv  
    220. Bai'atur Ridhwan  
    221. Oranq Yanq Tidak ikut Berbaiat  
    222. Peristiwa Geniatan Seniata  
    223. Ali Sebaqai Penulis Svarat-svarat Perianan Damai
    224. Saksi-saksi Perianan Perdamaian cQI
    225. Turunnya Surat Al Fath  
    226. Nasib Oranq-oranq vanq Lemah di Makkah Pasca Ditandatanqaninva Perianan Hudaibivah
    227. Wanita-Wanita Mukminah vanq Hrah Pasca Penanda Tanqanan Perianan Hudaibivah  
    228. Keberanqkatan Menuiu Khaibar Pada Bulan Muharram Tahun Ketuiuh Hriyah  
    229. Temoat-temoat vanq disinqqahi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Sallam Saat Keberanqkatannva
    230. Menuiu Khaibar  
    231. Penaklukan Bentenq-bentenq Khaibar  
    232. Hal-hal Yanq Dilaranq Rasulullah di Khaibar  
    233. Tewasnya Marhab Si Yahudi  
    234. Yasir Saudara Marhab pun Tewas  
    235. Ali bin Abu Thalib Radhivallahu Anhu Pada Peranq Khaibar  
    236. Abu Al-Yasar Ka'ab bin Amr  
    237. Tentanq Ummul Mu'minin Shafiyah binti Huvav bin Akhthab Radhivallahu Anha  
    238. Beberapa Hal vanq Tersisa dari Peristiwa Khaibar  
    239. Perihal Domba Beracun  
    240. Perihal Terbunuhnya Budak Rifa'ah yanq Dihadiahkan Kepada Rasulullah  
    241. Ibnu Muqhaffal dan Sekantonq Lemak vanq Dia Dapatkan  
    242. Resepsi Pernikahan Rasulullah denqan Shafiyah dan Peniaqaan Abu Ayyub terhadap Tenda 
    243. Para Wanita Kaum Muslimin yanq Ikut di Peranq Khaibar dan Peristiwa Wanita Ghifariyah 
    244. Syuhada'Khaibar  
    245. Kisah Al-Aswad Sanq Penqqembala Pada Peranq Khaibar  
    246. Tentanq Al-Haai bin Hath al-Sulami   
    247. Pembaqian Harta Khaibar  
    248. Gandum dari Khaibar yanq Dibaqikan Oleh Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam
    249. Kepada Para isterinya  
    250. Tentanq Fadak dalam Berita Khaibar  
    251. Nama-nama Dariyyin yanq Mendapatkan Wasiat dari Rasulullah untuk Mendapatkan
    252. Harta Khaibar  
    253. Tentanq Kedatanqan Ja'far bin Abi Thalib dari Habasvah dan Kisah Tentanq Oranq-oranq
    254. yanq Hrah ke Habasvah  
    255. Nama-nama Oranq yanq Hrah dan Anak-anak Mereka vanq Meninqqal Dunia di Habasvah 
    256. Inilah nama anak-anak kaum Muslimin yanq lahir di Habasvah  
    257. Umrah Pada Bulan Dzul Qa'dah Tahun Ketuiuh Hriyah  
    258. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Menikah denqan Maimunah  
    259. Peranq Mu'tah Bulan Jumadal Ula Tahun Kedelapan dan Terbunuhnya Ja'far, Zaid dan Ibnu Rawahah  
    260. Pertempuran Kaum Muslimin denqan Pasukan Romawi  
    261. Zaid bin Haritsah Radhivallahu Anhu Guqur sebaqai Svahid  
    262. Kepeminpinan dan Syahidnya Ja'far  
    263. Komando Abdullah bin Rawahah Radhivallahu Anhu dan Kematiannya  
    264. Berita Dari Rasulullah Tentanq Apa yanq Terjadi Pada Kaum Muslimin dan Oranq Romawi 
    265. Duka Cita Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Atas Meninaaalnva Ja'far dan
    266. wasiat-wasiatnya untuk Keluaraanya  
    267. Dukun wanita Hadas dan Perinaatan Atas Kaumnya  
    268. Pasukan Islam Pulana Ke Madinah, Sambutan Rasulullah serta Kemarahan Kaum Muslimin
    269. Svuhada' Mu'tah Inilah nama-nama svuhada' kaum Muslimin di Perana Mu'tah  
    270. Faktor-Faktor yana Mendorona Keberanakatan ke Makkah dan Pembukaan Kota Makkah
    271. Pada Bulan Ramadhan Tahun ke  Hriyah  
    272. Kabilah Khuza'ah Meminta Perlindunaan dari Rasulullah  
    273. Keberanakatan Rasulullah Bersama Pasukan Kaum Muslimin dan Dianakatnva Abu Ruhm
    274. Sebaaai Penaaanti Imam  
    275. Abu Sufvan bin Al-Harits dan Abdullah bin Abu Umaivvah Masuk Islam  
    276. Parade Pasukan Islam di Depan Abu Sufvan  
    277. Abu Quhafah Masuk Islam  
    278. Pasukan Islam Memasuki Makkah  
    279. Sandi Pasukan Islam pada Pembukaan Makkah, Perana Hunain dan Thaif  
    280. Orana-orana vana Diperintahkan Aaar Dibunuh oleh Rasulullah  
    281. Rasulullah Thawaf di Baitullah dan Ucapannva di dalam Ka'bah  
    282. Kekhawatiran Orana-orana Anshar Akan Menetapnya Kembali Rasulullah di Makkah
    283. dan Upava Rasulullah Menenanakan Mereka  
    284. Roboh dan Runtuhnya Berhala-berhala denaan Isvarat Rasulullah  
    285. Jalan Fadhalah Masuk Islam
    286. Para Pemuka Makkah Masuk Islam
    287. Hubairah Tetap Dalam Kekafirannya dan Svair Yana dibuat Olehnya tentana Isterinya
    288. Ummu Hani Yana Masuk Islam
    289. Jumlah Kaum Muslimin Yana Menahadiri Pembebasan Makkah  
    290. Abbas bin Mirdas meniadi Seorana Muslim  
    291. Keberanakatan Khalid bin Walid Pasca Pembebasan Makkah ke Bam Jadzimah dan
    292. Kinanah dan Perialanan Ali untuk Menaoreksi Kesalahan Khalid
    293. Perialanan Khalid bin Walid untuk Menahancurkan Berhala Al-Uzza  
    294. Perana Hunain Tahun Kedelapan Hriyah Pasca Pembebasan Kota Makkah
    295. Rasulullah Shallallahu Alaih wa Sallam Meminiam Baiu Besi Milik Shafwan bin Umayah dan Seniatanya
    296. Pohon Dzatu Anwath DD A
    297. Pertemuan denaan Hawazin dan Keteaaran Rasulullah dan para Sahabatnva  
    298. Keaaaalan Rencana Svaibah bin Utsman Membunuh Rasulullah  
    299. Tentana Ummu Sulaim  
    300. Abu Qatadah dan Hasil Rampasannya  
    301. Kekalahan Orana-orana Khawazin dan Kehadiran Malaikat di Medan Perana  
    302. Terbunuhnya Duraid bin Ash-Shimah  
    303. Bad dan Svaima' Saudari Sesusuan Rasulullah  
    304. Perana Thaif Setelah Perana Hunain Tahun Kedelapan Hriyah  
    305. Perjalanan Menuju Thaif  
    306. Perundinaan Bersama Orana-orana Tsaaif  
    307. Keberanakatan Kaum Muslimin dan Penyebabnya  
    308. Hamba-hamba Sahava di Thaif Menemui Kaum Muslimin  
    309. Kaum Muslimin Yana Guaur pada Perana Thaif  
    310. Harta Dan Tawanan Hawazin Dan Jatah Para Muallaf Serta Pemberian Rasulullah  
    311. Malik bin Auf An-Nashri Masuk Islam  
    312. Pembaaian Fa'i Suku Hawazin  
    313. Umrah Rasulullah dari Ji'ranah dan Penuniukan Attab bin Usaid Sebaaai Wakilnya di Mekkah  
    314. Perang Tabuk Bulan Raiab Tahun Kesembilan Hriyah  
    315. Orana-orana Munafik  
    316. Kondisi Ali Pada Perana Tabuk  
    317. Nabi dan Kaum Muslimin di Hr  
    318. Abu Dzar al-Ghifari  
    319. Surat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Pada Johannes  
    320. Penawanan Ukaidir dan Perdamaian Denaannya  
    321. Ulah Kaum Munafik  
    322. Masd Dhirar Sepulananya Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam dari Perana T abuk  
    323. Tentana Tiaa Sahabat vana Tidak Ikut Beranakat ke Tabuk dan Orana-orana vana
    324. Dzlnkan untuk Tidak Ikut Beranakat  
    325. Utusan Tsaaif dan Keislaman Mereka Pada Bulan Ramadhan Tahun Kesembilan Hriyah  
    326. Penahancuran Berhala Ai-Lata  
    327. Surat Rasulullah kepada Penduduk Tsaaif  
    328. Abu Bakar Bakar Menunaikan Ha Bersama Manusia Tahun Sembilan Hriyah Penqkhu susan
    329. Ali Kin A ki Tholik i inti il/ l\ /I n nx /o m mil/on "Dorook" rlorinx/o rlon Donx/oki iton Qrot Doro'oh
    330. Serta Kisah Penafsirannya  
    331. Ayat vana Turun Menaenai Jihad Melawan Orana-orana Musyrik  
    332. Ayat vana Turun tentana An-Nasi'u  
    333. Ayat vana Turun tentana Orana-orana Munafik  
    334. Ayat Al-Qur an Yana Turun tentana Penerima Zakat  
    335. Ayat Al-Qur an yana Turun Karena Nabi Mensalatkan Abdullah bin Ubav  
    336. Ayat-avat Yana Turun Menaenai Orana Arab Badui   
    337. Tahun Kesembilan Hriyah Sebab-Sebab Dinamakan Sebaaai Tahun Utusan dan Turunnya
    338. Surat Al-Fath  
    339. Kedatanaan Utusan Bani Tamim Dan Turunnya Surat Al Huiurat  
    340. Para Penqhuni Kamar  
    341. Kisah Amir Bin Thufail dan Arbad Bin Qais Dalam Utusan Bani Amir
    342. Kedatanaan Dhimam Bin Tsa'labah Sebaaai Utus an Dari Bani Sa'ad Bin Bakr  
    343. Kedatangan Al Jarud Bersama Utusan Abdul Qais
    344. Kedatangan Utusan Bani Hanifah Bersama Musail amah Al-Kadzdzab
    345. Kedatanaan Zaid Al-Khail Bersama Utusan Thayyi'
    346. Adi Bin Hatim
    347. Kedatanqan Farwah Bin Musaik Al-Muradi
    348. Kedatanaan Amr Bin Ma'di Yakrib Bersama Beberapa Or anq dari Bani Zubaid
    349. Kedatanqan Al Asv'ats Bin Qais Bersam a Utusan Kindah
    350. Kedatanqan Shurad bin Abdullah Al-Azdi
    351. Masuk Islamnva Penduduk Jurasy 
    352. Kedatanqan Utusan Raia-raia Himvar denqan Suratnva
    353. Pesan Pentinq Rasulullah ke pada Muadz bin Jabal Radhiyallahu Anhu Sebelum
    354. Keberanqkatannva ke Yaman
    355. Farwah bin Amr Al-Judzami Memeluk Islam
    356. Bani Al-Harits bin Masuk Memeluk Islam di Depan Khalid bin Walid Tatkala ia Perqi Ke Tempat Mereka  
    357. Pesan Rasulullah kepada Amr bin Hazm  
    358. Kedatanqan Rifa'ah bin Zaid Al-Judzami  
    359. Kedatanqan Utusan Hamdan
    360. Surat Rasul tentanq Laranqan Pada Penduduk Janab
    361. Perihal Dua Oranq Pendusta Musailamah Al-Hanafi Dan Al-Aswad Al-Ansi  
    362. Keberanqkatan Para Gubernur Dan Petuqas Penarik Zakat  
    363. Surat Musailamah Al-Kadzdzab Kepada Rasulullah dan Surat Balasan Beliau Kepadanva  
    364. Ha Wada'(Terakhir)  
    365. Ali bin Abu Thalib Berpapasan denqan Rasulullah di Ha Sepulanqnva dari Yaman  
    366. Khutbah Rasulullah di Haji Wada'  
    367. Rasulullah Memperlihatkan Manasik kepada Manusia dan Menqaiarkan Faraidh-Faraidh Allah ....  
    368. Penqiriman Usamah Bin Zaid ke Palestina  
    369. Keberanqkatan Para Duta Rasulullah Kepada Para Raia  
    370. Nama-nama Para Utusan Nabi Isa bin Marvam 'Alaihis-Salam  
    371. Jumlah Peranq Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  
    372. Jumlah Sarivah (Pasukan Tempur) Dan Misi Rasulullah  
  2. Kembali ke: Terjemah Sirah Ibnu Hisyam

Bab 4 Rahmatan Lil Alamin: 

Diutusnya Muhammad Sebagai Nabi dan Rasul serta Turunnya Al-Qur'an secara Bertahap-Tahap Mengiringi Peristiwa Kehidupannya sebagai Utusan Allah
 



Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Muhammad, Rasulullah Shallahahu 'Alaihi wa Sallam berumur empat puluh tahun, Allah Yang Maha tinggi mengutusnya sebagai rahmat bagi alam semesta, dan pembawa kabar gembira bagi seluruh umat manusia. Sebelum beliau di utus, Allah telah mengambil perjanjian kepada seluruh nabi supaya mereka beriman kepadanya, membenarkannya, dan menolongnya menghadapi orang-orang yang memusuhinya. Allah juga mengambil perjanjian dari mereka supaya mereka mengabarkan hal tersebut kepada orang-orang beriman dan membenarkan mereka sehingga kebenaran dapat ditegakkan. Allah Ta'ala berfirman kepada Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam:


Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yangAku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya." Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui." Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu." (QS. Ali Imran: 81).
Allah mengambil perjanjian dari semua nabi supaya mereka membenarkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, menyertainya dalam menghadapi orang-orang yang memusuhinya, dan menyampaikan perjanjian kepada orang-orang yang beriman kepada mereka, dan membenarkan mereka di antara pengikut, dua kitab suci ini, Taurat dan Injil.
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri telah menyebutkan dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Aisyah berkata kepada Urwah: "Sesungguhnya wahyu yang pertama kali yang diterima Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika Allah berkehendak memuliakannya dan memberi rahmat kepada hamba-hamba-Nya dengannya ialah mimpi yang benar. Dan tidaklah beliau bermimpi da- lam tidurnya, kecuali pasti beliau melihatnya laksana rekahan sinar pagi."
Aisyah berkata: "Mulai saat itu, Allah menjadikan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam suka menyendiri dan tidak ada pekerjaan yang lebih disukainya lebih dari menyendiri (khalwat)."
Ibnu Ishaq berkata: Abdul Malik bin Ubaidillah bin Abu Suf bin Al-Ala' bin Jariyah Ats-Tsaqafi berkata kepadaku dan ia mendengar dari beberapa orang-orang yang berilmu: "Sesungguhnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ketika Allah berkehendak memuliakannya dan menganugrahkan kena- bian padanya, dan beliau ingin keluar untuk buang hajat, beliau pergi ke tempat yang jauh dari rumah- rumah penduduk hingga berhenti di Syi'ab Mekkah, dan lembah-lembahnya. Dan tidaklah sekali-kali Rasulullah melewati sebongkah batu dan sebatang pohon kecuali keduanya pasti berkata: "As- Salaamu Alaika ya Rasulullah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menoleh ke sekitarnya; kanan, kiri, dan belakang namun tidak melihat apapun kecuali pohon dan batu. Kondisi keadaan ini terus-
 
menerus terjadi bermimpi dan mendengar salam hingga Jibril datang kepada beliau dengan membawa kemuliaan dari Allah ketika beliau berada di Gua Hira pada bulan Ramadhan yang mulia.
Ibnu Ishaq berkata: Wahb bin Kaisan, mantan budak keluarga Zubair berkata kepadaku bahwa aku mendengar Abdullah bin Zubair berkata kepada Ubaid bin Umair bin Qatadah Al-Laitsi: "Hai Ubaid, tuturkanlah kepada kami, bagaimana keadaan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat pertama kali menerima wahyu ketika Malaikat Jibril datang padanya!" Wahb bin Kaisan berkata: Kemudian Ubayd berkata ketika itu aku hadir berbicara dengan Abdullah bin Zubair dan orang-orang yang ada di sekitar Abdullah bin Zubair. "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyendiri di Gua Hira' selama sebulan setiap tahunnya. Seperti itulah bentuk tahannuts yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy pada zaman jahiliyah. Arti tahannuts adalah pembersihan diri (tabarrur).
Ibnu Ishaq berkata bahwa Abu Thalib berkata:
Demi Tsaur dan Yang menggangtikan Tsabir pada di tempatnya Serta demi orang yang naik ke gunung Hira dan menuruninya

Ibnu Hisyam berkata bahwa Abu Ubaidah berkata bahwa orang-orang Arab berkata: At-Tahannuts dan At-Tahannuf maksudnya ialah Al-Hanafiyyah. Mereka mengganti huruf ‘a pada kata At-Tahannuf dengan huruf tsa’ maka jadilah ia At-Tahannuts. Ini sama seperti saat mereka mengatakan Jadaf dan jadats, dimana arti keduanya adalah sama yaitu kuburan. Ru'bah bin Al-Ajjaj berkata dalam syairnya:
Seandainya batu-batuku bersama ajdaaf, maksudnya al-ajdaats.
Bait syair di atas dapat dijumpai pada kumpulan syair Ru'bah bin Al-Ajjaj, sedang bait Abu Thalib di atas ada pada kumpulan syairnya yang, Insya Allah, akan saya paparkan pada tempatnya.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah bertutur kepadaku, bahwa orang-orang Arab berkata: "Fumma sebagai ganti kata Tsumma." Mereka mengganti huruf fa' dengan huruf tsa.
Ibnu Ishaq berkata: Wahb bin Kaisan ber- cerita kepadaku, bahwa Ubaid berkata: Pada bulan itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiam diri di Gua Hira sebagaimana biasa dilakukannya setiap tahun. Beliau senantiasa menyuguhkan makanan kepada orang-orang miskin yang datang kepada beliau. Usai melakukan hal itu, beliau pergi ke Ka'bah untuk melakukan thawaf (mengitari Ka'bah) sebanyak tujuh kali atau lebih, baru kemudian beliau pulang ke rumah. Begitulah yang terus terjadi hingga Allah mengutusnya sebagai seorang Nabi pada bulan Ramadhan. Saat itu, beliau berangkat ke Gua Hira dengan disertai istrinya. Malam itu, Allah memuliakan beliau dengan menganugerahkan kerasulan dan merahmati hamba-hamba-Nya dengan rahmat itu. Malaikat Jibril datang dengan membawa perintah Allah Ta'ala. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Jibril mendatangiku saat aku tidur dengan membawa secarik kain sutera yang di dalamnya terdapat tulisan." Malaikat Jibril berkata: "Ba- calah!" Aku berkata: "Aku tidak bisa membaca." Malaikat Jibril mendekapku dengan kain sutera tersebut hingga aku merasa seolah-olah sudah mati kemudian ia melepasku dan berkata: "Bacalah!" Aku menjawab: "Apa yang mesti aku baca?" Malaikat Jibril mendekapku dengan kain sutera itu hingga aku merasa seolah-olah sudah mati, kemudian ia melepasku kembali dan berkata: "Bacalah!" Aku berkata: "Apa yang mesti aku baca?" Jibril kembali mendekap kembali diri dengan sangat kencang dengan kain sutera tersebut hingga aku merasa seolah-olah sudah mati, kemudian ia melepasku, dan berkata: "Bacalah!" Aku berkata: "Apa yang mesti aku baca?" Aku katakan itu dengan harapan ia melepasku sebagaimana yang sebelumnya ia lakukan terhadap diriku. Lalu ia berkata:

 
 


'Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan mulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq: 1- 5).
Aku pun apa yang ia baca kemudian setelah selesai Jibril pergi meninggalkanku dan aku bangun dari tidurku dan kurasakan jida sesuatu yang tertulis dalam hatiku. Lalu aku keluar dari Gua Hira. Ketika aku berada di tengah-tengah gunung, tiba-tiba kudengar sebuah suara dari langit: "Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah sedangkan aku adalah Jibril." Aku dongakkan kepalaku ke langit, saat itu kulihat Jibril dalam sosok seorang laki-laki yang membentangkan kedua kakinya ke ufuk langit. Jibril berkata lagi: "Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah sedangkan aku adalah Jibril." Aku berdiri melihatnya di tempat bagaikan patung. Aku arahkan pandanganku pada di ufuk langit yang lain, tidaklah aku mengarahkan pandanganku ke arah mana pun kecuali aku lihat dia berada di sana. Aku berdiri diam terpana bagaikan patung hingga akhirnya istriku Khadijah mengirim pelayan-pelayannya untuk mencariku. Mereka tiba di Mekkah atas dan kembali pada Khadijah, sementara aku tetap berada di tempatku semula. Lalu diapun menghilang dariku.
Aku pulang menemui istriku Khadijah, aku berbaring di pahanya bersandar merapat padanya. Khadijah berkata: "Wahai suamiku, semalam kau kemana saja? Aku telah mengirim orang-orangku untuk mencarimu hingga mereka tiba di Mekkah Atas, kemudian pulang dengan tangan hampa." Maka aku ceritakan kepada Khadijah peristiwa yang baru saja aku alami. Khadijah berkata: "Suamiku, bergembiralah, dan kokohlah. Demi Dzat yang jiwa Khadijah berada di Tangan-Nya, ku harap engkau diangkat menjadi Nabi untuk umat ini."
Khadijah bangkit lalu membereskan pakaiannya kemudian pergi ke kediaman Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay, saudara sepupunya. Waraqah adalah seorang penganut agama Kristen yang mengkaji kitab-kitab agama ini dan banyak belajar dari orang-orang Yahudi dan Kristen. Khadijah memerintahkan kepada Waraqah persis seperti yang dituturkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, bahwa beliau melihat dan mendengar sesuatu. Waraqah bin Naufal berkata: "Quddus, Quddus (Maha Tuhan) Allah, Demi Dzat yang jiwa Waraqah ada di Tangan-Nya, jika semua yang engkau tuturkan benar, wahai Khadijah, sungguh dia telah didatangi Jibril (Namus) yang dahulu pernah datang kepada Musa. Dia adalah Nabi untuk umat ini. Katakanlah padanya hendaknya ia bersabar." Lalu Khadijah pulang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan menceritakan apa yang dikatakan oleh Waraqah bin Naufal kepada Rasulullah. Usai melakukan khalwat di Gua Hira', Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam beraktivitas seperti biasanya. Beliau pergi ke Ka'bah lalu thawaf. Saat sedang thawaf itulah, beliau bertemu dengan Waraqah bin Naufal. Waraqah bin Naufal berkata: "Wahai sepupuku, tuturkanlah kepadaku apa yang engkau lihat dan dengar!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menuturkan apa yang beliau lihat dan dengar kepada Waraqah bin Naufal. Waraqah bin Naufal berkata: "Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh engkau adalah Nabi untuk umat ini. Sungguh Jibril yang dahulu pernah datang kepada Musa kini telah datang kembali padamu. Engkau pasti akan didustakan, disakiti, diusir, dan diperangi. Seandainya aku masih hidup pada hari itu, pasti aku menolong Allah dengan pertolongan yang diketahui-Nya." Kemudian Waraqah bin Naufal mencium ubun- ubun beliau. Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali ke rumahnya.19
 
19    HR. Thabrani (1/535) dalam Tarikhnya, Baihaqi dalam al-Dalail pada hadits no. 451 dari Abu Ishaq Ubaid bin Umair: Disebutkan oleh Imam Bukhari bahwa Nabi bermimpi dan disebutkan oleh Imam Muslim tentang orang yang iahir di zamannya, bahwa Rasulullah tidak bermimpi. Dia termasuk salah seorang tabiin. Dengan demikian haditsnya adalah mursal. Ini disebutkan oleh penulis buku al-Tahshil fi Ahkam al-Marasil (1/234)
Ibnu Ishaq berkata: Ismail bin Abu Hakim, mantan budak keluarga Zubair berkata kepadaku bahwa ia diberitahu dari Khadijah Rhadhiyallahu Anha, "Khadijah berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai suami, bisakah engkau bertutur padaku tentang sahabatmu (maksudnya Jibril) tatkala datang kepadamu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Ya." Khadijah berkata: "Apabila ia datang lagi kepadamu, tolong beritahu aku!" Tak lama kemudian Jibril datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam seperti yang biasa dia lakukan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada Khadijah: "Wahai istriku, ini Jibril, ia datang kepadaku." Khadijah berkata: "Suamiku, berdirilah dan berbaringlah di atas paha kiriku!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri lalu berbaring di atas paha kiri Khadijah. Khadijah berkata: "Apakah engkau melihatnya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Ya." Khadijah berkata: "Ubahlah posisi dudukmu, berbaringlah di paha kananku!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengubah posisi duduknya dengan cara duduk di atas paha kanan Khadijah. Khadijah berkata: "Masihkan engkau melihatnya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Ya." Khadijah berkata: "Ganti posisimu dan berbaring di atas pangkuanku!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengganti posisinya dengan berbaring di atas pangkuan Khadijah. Khadijah berkata: "Masihkah engkau melihatnya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Ya." Kemudian Khadijah melepas pakainnya serta menanggalkan kerudungnya, sedang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masih tetap berbaring di atas pangkuannya. Khadijah berkata: "Masihkah engkau melihatnya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Tidak." Khadijah berkata: "Wahai sepupuku, tabahlah dan bergembiralah. Demi Allah, dia adalah malaikat dan bukan setan."20
20    HR. Thabrani (1/533) dalam Tarikh-nya dan Baihaqi dalam al-Dalail pada hadits no. 453 dari Ibnu Ishaq dengan sanad mursal

Ibnu Ishaq berkata: Aku pernah mewa- wancarai Abdullah bin Hasan tentang peristiwa di atas. Abdullah bin Hasan berkata: Aku pernah mendengar ibuku, Fathimah binti Husain menceritakan peristiwa tersebut dari Khadijah hanya saja aku pernah mendengar ibuku berkata: Khadijah memasukkan Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam ke dalam daster miliknya, pada saat itulah Jibril meng- hilang dari hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Khadijah berkata Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya ini pasti malaikat, bukan setan."



Awal Turunnya Al-Quran


Ibnu Ishaq berkata: Kali pertama Al-Qur'an turun kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah pada bulan Ramadhan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

 
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. al-Baqarah: 185).
Allah berfirman:

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al- Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. al- Qadr: 1-5).
Allah berfirman:



Haa Miim. Demi Kitab (Al-Qur'an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (Yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul. (QS. ad- Dukhkhan: 1-5).
Allah berfirman:


Jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari Furgaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. (QS. al-Anfal: 41).
Yaitu bertemunya Rasulullah Shalla- lahu 'alaihi wa Sallam dengan orang-orang musyrikin di Perang Badar.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain berkata kepadaku:
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam berperang melawan orang-orang musyrikin di Badar pada hari Jum'at dini hari, tanggal 17 Ramadhan.
 
Ibnu Ishaq berkata: wahyu kemudian turun kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertahap- tahap dan beliau beriman kepada Allah dan membenarkan sepenuhnya apa yang datang kepada beliau, menerimanya dengan sepenuh jiwa, bersabar terhadapnya menanggung semua resikonya baik mendapatkan keridhaan atau kemarahan manusia. Kenabian adalah beban berat yang hanya mampu diemban oleh orang yang kuat dan memiliki tekad baja seperti para rasul karena pertolongan Allah Ta'ala dan taufik-Nya, dalam menghadapi gangguan oleh manusia, dan penolakan kaumnya terhadap apa yang mereka bawa dari Allah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melangkah kokoh dan tegar dalam menunaikan perintah Allah walaupun mendapatkan tantangan dan gangguan dari ummatnya.



Khadijah Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Khadijah binti Khuwailid mengimani Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan membenarkan seluruh yang beliau bawa dari Allah serta memberikan dukungan sepenuhnya dalam melaksanakan perintah Allah. Khadijah binti Khuwailid adalah wanita pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta membenarkan apa yang beliau bawa dari Allah. Dengan masuk Islamnya Khadijah binti Khuwailid, beban Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam semakin ringan. Jika Rasulullah mendengar umpatan dan caci maki terhadap beliau yang membuatnya sedih, Allah menghilangkan kesedihan itu melalui Khadijah binti Khuwailid saat beliau kembali padanya. Khadijah Khuwailid memotivasi beliau, meringankan bebannya, membenarkannya, dan menganggap remeh reaksi negatif manusia terhadap beliau. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Khadijah binti Khuwailid.
Ibnu Ishaq berkata: Hisyam bin Urwah berkata kepadaku dari ayahnya, Urwah bin Zubair dari Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu yang berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Aku membawa kabar gembira kepada Khadijah berupa rumah dari qashab (mutiara yang berlubang) yang di dalamnya tidak ada suara riuh dan kelelahan.21
Ibnu Hisyam berkata: Qashab ialah mutiara yang berlubang.
21    Hadits shahih diriwayatkan Imam Ahmad pada hadits no. 1758 dan al-Hakim pada hadits no. 4849. Hadits ini dinyatakan shahih dan dikokohkan oleh Adz- Dzahabi. Hadits memiliki syawahid (penguat) dalam Shahihain dari hadits Aisyah dan Abu Hurairah serta Ibnu Abi Afwa.






Jibril Menyampaikan Salam Allah kepada Khadijah Radhiyallahu Anha


Ibnu Hisyam berkata: Seorang ahli terpercaya berkata kepadaku: Jibril berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Khadijah, ini dia Jibril menyampaikan salam dari Tuhanmu." Khadijah berkata: "Allah adalah kesejahteraan (Salam), dari-Nya kesejahteraan(salam), dan kesejahteraan(salam) juga atas Malaikat Jibril."22
22    HR. Al-Thabrani dalam dl-Kdbiirpada hadits 18979 dan Al-Haitsami dalam al-Majma' pada hadits 15273. Juga diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dan dalam sanadnya ada Muhammad bin al-Hasan bin Zabalah, dia dikenal sebagai perawi yang lemah.
 
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian wahyu terputus dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sehingga rasa sedih melanda Rasulullah. Setelah itu Jibril mengunjungi Rasulullah dengan membawa surat Adh- Dhuha. Di dalamnya Allah bersumpah dengannya Allah yang memuliakannya dengannya bersumpah kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkannya dan tidak membencinya. Allah Ta'ala berfirman:


Demi waktu matahanri sepenggalahan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tiada benci kepadamu (QS. adh-Dhuha: 1-3).
Yakni Tuhanmu tidak membiarkanmu, tidak pula meninggalkanmu, tidak membencimu sejak Dia mencintaimu. Allah Ta'ala berfirman:


Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. (QS. adh-Dhuha: 4).
Yakni, sesungguhnya kembalimu kepada-Ku itu jauh lebih baik daripada kenikmatan yang Aku berikan kepadamu di dunia.


Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu kamu menjadi puas. (QS. adh- Dhuha: 5).
Yakni, engkau puas dengan keberuntung- an di dunia dan ganjaran di akhirat.


Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. (QS. adh-Dhuha: 6-8).
Melalui ayat-ayat di atas Allah mengabarkan kemulian yang Dia karuniakan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di dunia, juga karunia-Nya pada saat beliau yatim, miskin, tersesat, dan Allah menyelamatkan semua itu dengan rahmat-Nya.
Ibnu Hisyam berkata: Sajaa artinya senyap. Umayyah bin Abu Ash-Shalt Ats-Tsaqafi berkata:
Tatkala dia datang di malam hari sahabatku telah tidur pulas Dan malam telah terliput senyap dengan gelap gulita
 
Bait syair tersebut adalah penggalan dari syair-syair Umayyah bin Ash-Shalt Ats-Tsa- qafi. Kau bisa katakan bahwa apabila mata kelopaknya diam ia disebut sajiyah. Jarir bin al-Khathafa berkata:
Dia telah memanahmu laksana memejamkan mata Membunuhmu di antara celah belahan tirai

Bait ini penggalan syair miliknya. Sedangkan Al-'Ailu dalam ayat tadi artinya fakir. Abu Khiras Al-Hudzali berkata:
Orang miskin berlindung dalam rumahnya kala musim dingin tiba
Dan yang sesat serta berpakaian lusuh fakir datang berteriak bak anjing

Jamaknya Aalah atau Uyyal. Bait syair di atas adalah penggalan dari syair-syair Abu Khiras AI-Hudzali dan secara lengkap, Insya Allah, akan saya paparkan nanti. Al-Aailu juga berarti orang yang menanggung beban, dan orang yang penakut. Disebutkan dalam Al- Qur'an:


Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat zalim. ' (QS. an-Nisa': 3). Abu Thalib berkata:
Dengan neraca keadilan tanpa mengurangi sebutir gandum pun Ada saksi dari dirinya yang tiada berbuat zalim
Bait di atas adalah penggalan dari syair- syair Abu Thalib dan secara lengkap, insyaal- lah, akan saya sebutkan di tempatnya.
Al-Aailu berarti pula sesuatu yang memberatkan dan melelahkan. Seseorang berkata: "Qad 'aalani hadza al-amru" Artinya perkara ini memberatkan dan membuat lelah. Al-Farazdaq berkata:
Kau lihat tokoh utama orang Quraisy
Bila tampil perkara baru maka ia memberatkannya

Bait tersebut di atas adalah penggalan syair-syair Al-Farazdaq. Firman Allah:
Adapun terhadap anakyatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya. (QS. Ad-Dhuha: 9-10).
Yakni, janganlah engkau menyombongkan diri, keji dan berucap kasar kepada hamba Allah yang lemah.
Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hen- daklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (QS. Adh-Dhuha: 11).
Yakni, nikmat Allah dan kemuliaan dalam berupa kenabian yang Allah karuniakan kepadamu hendaklah engkau jelaskan dan engkau ajak orang lain kepadanya.
 
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjelaskan nikmat-nikmat yang Allah berikan kepadanya dan kepada hamba-hamba Allah yang lain secara diam-diam termasuk keluarganya yang dia merasa aman dan percaya.



Permulaan Diwajibkannya Shalat


Shalat pun diwajibkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan beliau menunaikannya. Semoga salam, rahmat dan berkah-Nya terlimpah padanya.
Ibnu Ishaq berkarta: Shalih bin Kaisan berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata: Kali pertama, shalat diwajibkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah dua rakaat setiap kali shalat, kemudian Allah menyempurnakannya dengan menjadikan shalat itu empat rakaat bagi orang muqim dan menetapkannya dua rakaat seperti sejak awalnya bagi seorang musafir.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian pakar berkata kepadaku: Saat pertama kali shalat diwajibkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, malaikat Jibril mendatangi beliau di atas gunung Makkah. Malaikat Jibril mengisyaratkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan tumitnya di lembah dan dari lembah itulah memancarlah mata air. Kemudian Malaikat Jibril berwudhu sementara itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihatnya untuk mengajari Rasulullah bagaimana cara bersuci untuk shalat, kemudian beliau berwudhu sebagaimana yang dilakukan Malaikat Jibril. Kemudian Malaikat Jibril berdiri dan shalat, dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam shalat sebagaimana shalatnya Jibril. Kemudian Malaikat Jibril pergi meninggalkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Setelah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali menemui Khadijah lalu berwudhu' untuk mengajarkan kepadanya cara bersuci untuk shalat sebagaimana di ajarkan Malaikat Jibril kepadanya. Khadijahpun berwudhu sebagaimana Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berwudhu'. Selanjutnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam shalat seperti Malaikat Jibril shaiat mengimami beliau, dan Khadljah shaiat seperti shaiat Rasulullah.
Ibnu lshaq berkata: Utbah bin Muslim, mantan budak Bani Taim bercerita kepadaku dari Nafi' bin Jubair bin Muth'im, sedangkan Nafi' meriwayatkan banyak sekali hadits, dari Ibnu Abbas ia berkata: "Ketika shaiat ditetapkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Rasulullah didatangi Malaikat Jibril, lalu dia shaiat mengimami beliau ketika ma- tahari mulai condong ke barat, kemudian Malaikat Jibril mendirikan shaiat Ashar bersamanya saat bayangan suatu benda sama persis sama dengan bendanya, lalu Malaikat Jibril mendirikan shaiat Maghrib ketika matahari telah terbenam, lalu Malaikat Jibril mendirikan shaiat Isya' ketika sinar merah setelah terbenamnya matahari telah hilang, lalu Malaikat Jibril mendirikan shaiat Shubuh ketika fajar menyingsing. Keesokan harinya Malaikat Jibril kembali mendatangi Rasulullah lalu mendirikan shaiat Zhuhur mengimami beliau ketika bayangan sebuah benda persis sama seperti dirinya, kemudian ia mendirikan shaiat Ashar bersama beliau ketika bayangan seseorang dua kali lebih panjang, kemudian Malaikat Jibril mendirikan shaiat Maghrib ketika matahari telah terbenam sama sebagaimana yang dia lakukan kemarin, kemudian Malaikat Jibril mendirikan shaiat Isya' bersama beliau setelah sepertiga malam pertama berlalu, kemudian Malaikat Jibril mendirikan shaiat Shubuh mengimami beliau ketika sedikit terang namun
 
mentari belum menyingsing. Setelah itu, Malaikat Jibril berkata: "Wahai Muhammad, waktu shaiat adalah pertengahan antara shalatmu hari ini dan shalatmu yang kemarin."



Ali bin Abi Thalib Lelaki Pertama yang Masuk Islam


Ibnu lshaq berkata: Laki-laki pertama yang mengimami Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, shaiat bersama beliau, dan membenarkan risalahnya ialah Ali bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Semoga Allah meridhainya. Saat itu ia baru berumur sepuluh tahun.
Di antara nikmat yang di karuniakan Allah kepada Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu adalah hidup langsung di bawah didikan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebelum Islam.
Ibnu lshaq berkata: Abdullah bin Abu Najih bercerita kepadaku dari Mujahid bin Jabr Abu Al-Hajjaj yang berkata: Di antara nikmat Allah yang dikaruniakan pada Ali bin Abu Thalib, dan kebaikan yang Allah anugrahkan untuknya, adalah saat orang-orang Quraisy ditimpa krisis berkepanjangan sedang Abu Thalib mempunyai tanggungan menghidupi anak-anaknya yang banyak. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada pamannya Al-Abbas, orang Bani Hasyim yang paling kaya ketika itu: "Wahai Abbas, sesungguhnya saudaramu, Abu Thalib mempunyai banyak tanggungan, sedangkan orang-orang di saat sekarang sedang ditimpa krisis seperti yang engkau saksikan. Marilah kita pergi bersama-sama untuk menemuinya lalu kita ringankan bebannya. Aku membesarkan satu orang anaknya dan engkau juga membesarkan satu orang anaknya daripadanya. Jadi, kita minta dua orang anaknya." Al-Abbas berkata: "Baiklah." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Al-Abbas pergi ke rumah Abu Thalib. Sesampainya di rumah Abu Thalib, keduanya berkata: "Kami berdua ingin meringankan bebanmu sampai krisis yang melanda penduduk Quraisy berakhir." Abu Thalib berkata: "Apabila kalian berdua membiarkan Aqil tetap bersamaku maka lakukanlah apa yang kalian berdua inginkan."
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan bahwa Abu Thalib meminta agar Aqil dan Thalib dibiarkan bersama dirinya.
Ibnu Ishaq berkata:Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengambil Ali dan membawanya ke rumah beliau, sedang Al-Abbas memungut Ja'far dan membawanya ke rumah- nya. Ali tinggal bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai beliau diutus Allah sebagai utusan-Nya. Ali Radhiyallahu Anhu mengikuti beliau, beriman kepada beliau, dan membenarkan beliau. Sementara Ja'far tetap tinggal bersama Al-Abbas hingga ia masuk Islam dan bisa berdikari.23
23.    Diriwayatkan oleh At-Thabari dalam Tarikh-nya (1/538) dan Baihaqi dalam al-Dalail pada hadits no. 465 dari Ibnu Ishaq dengan sanad mursal.

Ibnu Ishaq berkata: Sebagian pakar menuturkan bahwa apabila waktu shalat tiba, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat menuju Syi'b ditemani Ali bin Abu Thalib dengan rahasia dan tidak diketahui oleh ayah Ali, yaitu Abu Thalib, paman-pamannya, dan kaumnya. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Ali bin Abu Thalib mendirikan shalat lima waktu di tempat tersebut. Sore harinya mereka pulang ke rumah. Itulah yang mereka berdua lakukan dalam jangka waktu tertentu hingga akhirnya Abu Thalib memergoki keduanya sedang dalam keadaan shalat. Abu Thalib berkata ber tanya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai anak keponakanku, agama apa yang engkau peluk yang kulihat tadi?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Wahai pamanku ini adalah agama Allah, agama malaikat-Nya, agama para Rasul-Nya dan agama bapak kita Ibrahim,
 
atau sebagaimana Rasulullah sabdakan, "Allah telah mengutus aku sebagai Rasul kepada seluruh hamba-Nya. Sedangkan engkau, wahai pamanku adalah orang yang paling berhak aku nasihati dan aku ajak kepada hidayah ini. Engkaulah sosok yang paling layak menerima dakwahku dan mendukungku di dalamnya." Atau sebagaimana yang beliau sabdakan. Abu Thalib berkata: "Wahai keponakanku, sungguh tidak mungkin bagiku bisa meninggalkan agama leluhurku dan tradisi yang biasa mereka lakukan. Meski begitu, demi Allah, takkan kubiarkan ada seorang pun yang berbuat jahat kepadamu, selagi aku masih ada." Banyakyang mengatakan bahwa Abu Thalib berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Anakku, agama apakah yang engkau peluk?" Ali bin Abu Thalib menjawab: "Ayah anda, aku telah beriman kepada Allah, dan Rasul-Nya. Aku membenarkan risalahnya, shalat bersamanya, dan mengikuti beliau." Ada yang mengatakan bahwa Abu Thalib berkata kepada Ali, anaknya: "Jika ia menyerumu pada kebaikan, maka ikutilah dia!"24
24.    Diriwayatkan oleh At-Thabari dalam Tarikh-nya (1/538) dengan sanad mursal.






Zaid bin Haritsah Lelaki Kedua yang Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Setelah Ali bin Abi Thalib masuk Islam, kemudian Zaid bin Haritsah bin Syurahbil bin Ka'ab bin Abdul Uzza bin Umru Al-Qais Al-Kalbi, mantan budak Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyusulnya menganut agama Islam. Dialah kalangan laki- laki yang pertama kali masuk Islam dan ikut shalat sesudah Ali bin Abu Thalib.
Ibnu Hisyam berkata: Zaid adalah anak Haritsah bin Syurahbil bin Ka'ab bin Abdul Uzza bin Umru'u Al- Qais bin Amir bin An- Nu'man bin Amir bin Abdu Wudd bin Auf bin Kinanah bin Bakr bin Auf bin Udzrah bin Zaidullah bin Rufaidah bin Tsaur bin Kalb bin Wabarah. Diceritakan bahwa Hakim bin Hizam bin Khuwalid pulang dari Syam dengan membawa budak-budak yang di antaranya adalah Zaid bin Haritsah dan seorang anak muda lainnya. Kemudian Khadijah binti Khu- wailid, bibi Hakim, istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam datang ke rumahnya. Hakim berkata kepada Khadijah: "Wahai bibiku, ambillah di antara anak-anak muda tersebut yang engkau suka, dan ia menjadi milikmu." Khadijah mengambil Zaid lalu membawanya. Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam melihat Zaid ada bersama Khadijah, lalu Rasululah meminta Khadijah menghibahkannya kepadanya. Khadijah pun menghibahkan Zaid kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian beliau memerdekakan Zaid dan mengangkatnya sebagai anak. Ini semua terjadi sebelum wahyu turun kepada beliau.
Ayah Zaid, Haritsah, sangat berduka dan menangis sedu sedan tatkala kehilangan Zaid. Ia berkata: Ku menangis karena Zaid, dan aku tidak tahu bagaimana keadaannya kini
Masihkah dia hidup hingga masih bisa diharapkan atau dia telah temui ajal Demi Allah aku tak tahu namun ku pasti kan mencarinya
Apakah sepeninggalku, dataran rendah atau- kah gunungyang membinasakamnu? Wahai, andai zaman, mempunyai angin yang bolak-balik
Betapa senang hatiku bila engkau kembali kepadaku Kala mentari terbit, ia mengingatkanku pa danya
Dan kala terbenam ia menghadirkan ingatanku padanya Bila angin bertiup, ia menggerakkan ingatanku padanya
Wahai alangkah lamanya dukaku karenanya Ku kan duduk di punggung unta pilihan berkelana ke bumi sungguh-sungguh Ku tak bosan mengembara hingga unta itu bosan
Wahai kehidupan, ataukah telah tiba padaku kematian
 
Semua orang akan mati, walaupun ia tertipu angan

Haritsah datang menjemput Zaid di ru- mah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Beliau bersabda kepada Zaid: "Jika engkau suka, engkau tetap boleh tinggal bersamaku. Namun apabila suka, engkau boleh pulang kembali kepada ayahmu!" Zaid menjawab, "Aku lebih suka tinggal bersamamu." Setelah itu, Zaid tinggal bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga beliau diangkat sebagai Rasul, lalu ia membenarkannya, lalu masuk Islam, dan shalat bersamanya. Pada saat Allah menurunkan firman-Nya, "Panggillah mereka dengan menggunakan nama ayah-ayah mereka." (QS. Al-Ahzab: 5). Zaid berkata: "Sekarang aku Zaid bin Haritsah."



Abu Bakar Radhiyallahu Anhu Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Setelah Zaid, menyusullah Abu Bakar bin Abu Quhafah masuk Islam. Nama asli Abu Bakar adalah Atiq, adapun nama aslinya Abu Quhafah adalah Utsman bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr.
Ibnu Hisyam berkata: Nama asli Abu Bakar adalah Abdullah, dan Atiq adalah ju¬lukannya, karena wajahnya yang ganteng dan rupawan dan pembebasan budak yang sering ia lakukan.
Ibnu Ishaq berkata: Ketika Abu Bakar Radhiyallahu Anhu masuk Islam ia tampakkan keislamannya, dan berdakwah untuk Allah dan Rasulnya.
Abu Bakar adalah orang yang sangat dihormati kaumnya, dicintai dan mudah bergaul dengan siapa saja. Dia orang Quraisy yang paling ahli tentang nasab Quraisy, yang paling ahli tentang kondisi dan situasa Quraisy yang paling tahu banyak kebaikan dan keburukannya. Selain itu ia seorang pebisnis yang berakhlak dan dikenal luas. Tokoh-tokoh kaumnya sering mendatanginya mengadukan beragam masalah dan karena ilmunya, perniagaannya, dan respon positifnya. Ia ajak kepada agama Allah dan Islam orang-orang yang ia percayai di antara orang-orang yang sering datang kepadanya dan berinteraksi dengannya.



Sahabat-Sahabat yang Masuk Islam Berkat Dakwah Abu Bakar Radhiyallahu Anhu


Ibnu Ishaq berkata: Maka berkat dakwah Abu Bakar tersebut, sebagaimana disampaikan kepadaku, masuk Islamlah Utsman bin Affan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Fihr. Kemudian Az-Zubayr bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai masuk Islam. Lalu disusul Abdurrahman bin Auf bin Abdu Auf bin Abd bin Al-Harts bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay. Sa'ad bin Abu Waqqash bernama nama asli Malik bin
Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay. Demikian juga Thalhah bin Ubaydillah bin Utsman bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Luay.
 
Setelah mereka berlima merespon dengan positif dakwahnya, Abu Bakar membawa mereka kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian mereka masuk Islam dan mendirikan shalat berjamaah bersama.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagaimana disampaikan kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap aku mengajak seseorang kepada Islam biasanya ia tidak langsung memberikan jawaban, kecuali Abu Bakar bin Abu Quhafah. Ia tidak lambat merespon dan tidak ragu- ragu ketika aku mengajaknya kepada Islam."
Ibnu Ishaq berkata: Kedelapan orang itulah yang mendirikan manusia masuk Islam. Lalu mereka melakukan shalat dan membenarkan apa yang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam beliau bawa dari Allah.
Setelah Abu Ubaidah itu menyusul masuk Islam. Nama asli Abu Ubaidah adalah Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbab bin Al-Harts bin Fihr. Kemudian disusul Abu Salamah yang nama aslinya ialah Abdullah bin Abdu Al-Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah bin Ka'ab bin Luay. Lalu disusul Al-Arqam bin Abu Al-Arqam. Nama asli Abu Al- Arqam adalah Abdu Manaf bin Asad (Abu Jundab) bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah bin Ka'ab bin Luay. Kemudian diikuti Utsman bin Madz'un bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay, beserta dua saudara laki-lakinya, Qudamah dan Abdullah. Kemudian diikuti Ubaidah bin Al- Harits bin Al-Muthalib bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay.
Lalu disusul Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail bin Abdul Uzza bin Abdullah bin Qurth bin Riyah bin Rizah bin Adi bin Ka'ab bin Luay beserta istrinya, Fathimah binti Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Abdullah bin Qurth bin Riyah bin Rizah bin Abdi bin Ka'ab bin Luay. Fathimah adalah adik kandung Umar bin Khaththab.
Kemudian diikuti Asma' binti Abu Bakar, dan Aisyah binti Abu Bakar yang ketika itu masih anak-anak. Lalu disusul Khabbab bin Al-Arat, sekutu Bani Zuhrah.
Ibnu Hisyam berkata: Khabbab bin Al- Arat berasal dari Bani Tamim. Ada juga yang mengatakan bahwa ia berasal dari Khuza'ah.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu disusul Umair bin Abu Waqqash, saudara Sa'ad bin Abu Waqqash, Abdullah bin Mas'ud bin Al-Harits bin Syamkhu bin Makhzum bin Shahilah bin Al-Harts bin Tamim bin Sa'ad bin Hudzail yang merupakan sekutu Bani Zuhrah, Mas'ud Al-Qari yang bernama lengkap Mas'ud bin Rabi'ah bin Amr bin Sa'ad bin Al-Uzza bin Hamalah bin Ghalib bin Muhallim bin Aidzah bin Sabi' bin Alhun bin Khuzaimah dari Al- Qarah.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Qarah adalah julukan buat mereka. Tentang Al-Qarah dikatakan:
Sungguh adil terhadap Al-Qarah orangyang memanahnya. Mereka adalah kaum yang pandai memanah

Ibnu Ishaq berkata: Lalu disusul Salith bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin
Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir bin Luay bin Ghalib bin Fihr beserta saudaranya yang bernama Hathib bin Amr, Ayyasy bin Abu Rabi'ah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah bin Ka'ab bin Luay beserta istrinya yang bernama Asma' binti Salamah bin Mukharribah At-Tamimiyyah, Khunais bin Hudzafah bin Qais bin Adi bin Su'aid bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay.
 
Amir bin Rabi'ah dari Anz bin Wail dan sekutu keluarga besar Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza. Ibnu Hisyam berkata: Anz adalah anak Wail. Ia adalah saudara Bakr bin Wail dari Rabi'ah bin Nizar.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu disusul Abdullah bin Jahsy bin Ri'ab bin Ya'mur bin Shabirah bin Murrah bin Kabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah beserta saudaranya yang bernama Abu Ahmad bin Jahsy, sekutu Bani Umayyah bin Abdu Syams. Kemudian diikuti Ja'far bin Abdul Muthalib beserta istrinya, Asma binti Umais bin An-Nu'man bin Ka'ab bin Malik bin Quhafah dari Khats'am. Kemudian diikuti Hathib bin Al-Harits bin Ma'mar bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay beserta istrinya yang bernama Fathimah binti Al-Mujallal bin Abdullah bin Abu Qais bin Abdu Wudd bin Nahsr bin Malik bin Hisl bin Amir bin Luay bin Ghalib bin Fihr, beserta saudaranya Haththab bin Al-Harits dan istrinya yang bernama Fukaihah binti Yasar. Kemudian diikuti Ma'mar bin Al-Harits bin Ma'mar bin Habib bin Walr bin Hudzafah bin Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay.
Lalu disusul As-Saib bin Utsman bin Madz'un bin Habib bin Wahb. Kemudian di ikuti Al-Muthalib bin Azhar bin Abdu Manaf bin Abdu bin Al-Harts bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay beserta istrinya yang bernama Ramlah binti Abu Auf bin Shubairah bin Su'aid bin Sa'ad bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay, dan An Nahham yang nama aslinya ialah Nu'aim bin Abdullah bin Asid, saudara Bani Adi bin Ka'ab bin Luay.
Ibnu Hisyam berkata: An-Nahham ada-lah Nu'aim bin Abdullah bin Asid bin Abdullah bin Auf bin Ubayd bin Uwaij bin Adi bin Ka'ab bin Luay. Ia dinamakan An-Nahham, karena Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Sungguh aku mendengar nahmnya (suara) Nua'im di surga".25
25 Diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dalam al-Thabaqaat dengan sanad mursal (4/138). Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari (5/166) dari riwayat al- Waqidi dan dia lemah.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu disusul oleh Amir bin Fuhairah, mantan budak Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. Ibnu Hisyam berkata: Amir bin Fuhairah dilahirkan di Al-Asdi. Ia berkulit hitam, Abu Bakar membelinya dari mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu disusul Khalid bin Sa'id bin Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Oushai bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab tan Luay beserta istrinya, Umainah binti Khalaf bin As'ad bin Amir bin Bayadhah bin Yutsa'iq bin Ji'tsimah bin Sa'ad bin Mulaih bin Ainr dari Khuza'ah. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Humainah binti Khalaf.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu disusul oleh Hathib bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir bin Luay bin Ghalib bin Fihr.
Abu Hudzaifah bin Rabi'ah yang nama aslinya adalah Muhasysyam -sebagaimana disebutkan Ibnu Hisyam- bin Utbah bin Rabi'ah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin
Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian diikuti Waqid bin Abdullah bin Abdu Manaf bin Arin bin Tsa'labah bin Yarbu' bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid Manat bin Tamim, sekutu Bani Adi bin Ka'ab.
Ibnu Hisyam berkata: Semula Waqid dibawa Bahilah kemudian Bahilah menjual-nya kepada Khaththab bin Nufail yang kemu-dian mengangkatnya sebagai anak.
Ketika Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya: Panggilah mereka dengan menggunakan nama ayah- ayah mereka. (QS. Al-Ahzaab: 5), Waqid berkata: "Aku adalah Waqid bin Abdullah", demikianlah seperti yang disebutkan kepadaku oleh Abu Amr Al-Madani.
 
Ibnu Ishaq berkata: Lalu disusul Khalid, Amir, Aqil, dan Iyas, dari Bani Al-Bukair bin Abdu Yalail bin Nasyib bin Ghirah dari Bani Sa'ad bin Laits bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah, sekutu Bani Adi bin Ka'ab.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu disusul Ammar, sekutu Bani Makhzum bin Yaqadzah. Ibnu Hisyam berkata:Ammar bin Yasir adalah Anak dari Madzhij.
Ibnu Ishaq berkata: Disusul kemudian oleh Shuhaib bin Sinan, salah seorang dari An-Namr bin Qasith, dari sekutu Bani Taim bin Murrah.
Ibnu Hisyam berkata: An-Namr adalah anak Qasith bin Hinb bin Afsha bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar. Ada juga yang mengatakan Afsha adalah anak Du'mi bin Jadilah bin Asad. Ada pula yang mengatakan bahwa Shuhaib adalah mantan budak Abdullah bin Jud'an bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim. Ada lagi yang berpendapat bahwa Shuhaib berasal dari negeri Romawi. Yang mengatakan bahwa Shuhaib berasal dari Bani An-Namr bin Qasith berpendapat bahwa awalnya Shuhaib menjadi tawanan perang di wilayah Romawi, lalu ia dibeli dari mereka. Disebutkan dalam hadits, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang Shuhaib: Shuhaib adalah orang Romawi yang terdepan (yang memeluk Islam).26
26. Lemah. Diriwayatkan oleh ai-Hakim pada hadits no. 5243 dan Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir pada hadits no. 7526 dan dinyatakan lemah oleh Albani dalam Shahih al-Jami' pada hadits no. 1315.






Awal-Mula Dakwah Rasulullah di Tengah Kaumnya dengan Terang-terangan dan Reaksi Mereka


Ibnu Ishaq berkata: Setelah orang-orang masuk Islam, baik laki-laki maupun perempuan secara bertahap-tahap, hingga wacana tentang Islam menyebar di Makkah, dan Islam menjadi bahan diskusi. Kemudian Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan risalah yang beliau bawa dari-Nya secara terbuka, memberitahukan perintah Allah kepada manusia serta mengajak mereka kepada-Nya. Rentang waktu antara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam merahasiakan perintah-Nya hingga Allah Ta'ala memerintahkannya mengampakkan perintah-Nya adalah tiga tahun seperti berita yang sampai kepadaku.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah berfirman kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam:


Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS. al-Hijr: 94).
Allah Ta’ala berfirman kepada Rasulullah:

 
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS. asy-Syu'araa': 214-215).
Allah berfirman:


Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan." (QS. al-Hijr: 89).
Ibnu Hisyam berkata: Arti fashda' ialah menyeleksi antara kebenaran dengan kebatilan. Abu Dzuaib Al-Hudzali yang nama aslinya adalah Khuwailid bin Khalid berkata menyifati keledai betina liar dan pejantannya:
Keledai-keledai laksana pembungkus dadu
Sedangkan pejantannya laksana orang yang memilah kotak dadu dan memisahkannya

Artinya ia memisahkan dadu-dadu dan menerangkan bagiannya masing-masing. Bait syair di atas adalah potongan dari syair-syair Abu Dzuaib Al-Hudzali.
Sedangkan Ru'bah bin Al-Ajjaj berkata:
Engkau orang yang santun dan komandan perang sang pembalas dendam Engkau tampakkan kebenaran dan kau usir orang yang melampaui batas

Bait syair di atas adalah potongan dari syair-syair Ru'bah bin Al-Ajjaj.
Ibnu Ishaq berkata: Pada waktu itu jika para sahabat Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam ingin melakukan shalat, mereka menuju ke Syi'b guna menjauhkan diri dari pandangan orang-orang Quraisy. Ketika Saad bin Abu Waqqash bersama beberapa orang dari sahabat Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam sedang shalat di Syi'b, tiba-tiba di duga sebelumnya beberapa orang dari kaum musyrikin datang ke tempat mereka. Orang-orang Quraisy itu mengumpat apa yang dilakukan kaum Muslimin, menghina apa yang mereka perbuat, hingga terjadilah duel hebat di antara mereka. Dalam duel tersebut, Sa'ad bin Abu Waqqash memukul salah seorang dari orang musyrikin dengan tulang rahang unta hingga terluka. Inilah darah pertama yang tumpah dalam Islam.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam menampakkan Islam secara terbuka kepada kaumnya, dan menyampaikan perintah Allah secara terang-terangan, orang-orang Quraisy belum mengutuk beliau dan belum memberikan reaksi, seperti diberitakan kepadaku, hingga suatu ketika Rasulullah menyebut sesembahan mereka dan menjelaskan kebatilan meng- agungkannya. Saat itulah serta merta mereka menganggap hal ini masalah besar, mengingkarinya dan sepakat untuk menentangnya kecuali orang-orang yang dijaga Allah di antara mereka dengan Islam. Hanya saja jumlah mereka tidaklah banyak dan mereka masih sembunyi-sembunyi. Paman Rasulullah Shal-lalllahu 'Alaihi wa Sallam, Abu Thalib sangat empati sekali kepada Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam, berdiri melindungi beliau. Sementara itu Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam tetap kokoh tegar menyampaikan perintah Allah dan memperlihatkan perintah- Nya tanpa bisa dicegah oleh apa pun.
Melihat bahwa Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam tidak peduli dengan manuver mereka kepada beliau, dan dia terus melecehkan Tuhan mereka, dan melihat pamannya Abu Thalib sangat empati kepada beliau, melindungi beliau, dan tidak akan menyerahkan beliau kepada mereka, maka beberapa
 
tokoh Quraisy di antaranya Utbah, Syaibah, mereka berdua adalah Rabi'ah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib, Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr datang menemui Abu Thalib.
Ibnu Hisyam berkata bahwa nama asli Abu Sufyan adalah Shakhr.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Al-Bakhtari nama aslinya adalah Al-Ash bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad bin Abdul Uzza bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Al-Bakhtari ialah Al-Ash bin Hasyim.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Aswad bin Al- Muthalib bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay. Abu Jahl yang bernama asli Amr, dia diberi julukan Abu Al-Hakam bin Hisyam bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah bin Ka'ab bin Luay.
Al-Walid bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah bin Ka'ab bin Luay. Nabih dan Munabbih, mereka berdua adalah anak Al-Hajjaj bin Amir bin Hudzaifah bin Saad bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay, dan Al-Ash bin Wail.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Ash adalah anak Wail bin Hasyim bin Sa'ad bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy lainnya menemui Abu Thalib. Mereka berkata: "Hai Abu Thalib, coba lihat keponakanmu! Ia telah berani menghina tuhan-tuhan kita, mencaci maki agama kita, menganggap batil mimpi-mimpi kita, dan menyesatkan leluhur kita. Engkau cegah ia untuk meneruskan tindakannya terhadap kami atau engkau biarkan kami mengurus persoalan kami dengannya. Sungguh kami tahu bahwa engkau juga menentangnya seperti kami. Jadi kami merasa kau bisa mengendalikannya." Abu Thalib menjawab dengan perkataan yang santun dan bijak. Lalu merekapun pulang dengan kecewa.
Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam melanjutkan dakwahnya sebagaimana biasanya. Beliau mempopulerkan agama Allah dan mendakwahi orang-orang kepadanya, hingga konflik meletus antara beliau dengan orang-orang Quraisy. Kondisi ini mendorong orang mengirim utusan Quraisy menemui Abu Thalib untuk kedua kalinya. Mereka berkata kepada Abu Thalib: "Wahai Abu Thalib, sesungguhnya engkau adalah sepuh kami, kau memiliki kehormatan dan kemuliaan di tengah-tengah kami. Kami telah memintamu untuk melarang keponakanmu, tapi engkau tidak melakukannya. Demi Allah, kita tidak bisa menahan diri atas penghinaan terhadap para leluhur kita, menganggap batil mimpi-mimpi kita, dan penistaan agama kita. Kini silahkan kau pilih; kau menghentikan semua sepak terjang keponakanmu itu atau kami terjun berhadapan dengannya hingga salah satu dari dua pihak ada yang hancur, hingga hingga
mencegahnya, -atau sebagaimana yang mereka katakan." Usai mengatakan itu demikian mereka berbalik pulang dari hadapan Abu Thalib. Abu Thalib merasa keberatan untuk berbeda pendapat dan bermusuhan dengan kaumnya. Namun demikian ia tidak sudi menyerahkan Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam kepada mereka, atau mentelantarkannya sia-sia.
Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas bercerita kepadaku bahwa ia diberitahu: Ketika orang-orang Quraisy berkata seperti di atas kepada Abu Thalib, ia bergegas menemui Rasulullah Shallalllahu Alaihi wa Sallam dan berkata kepadanya: "Wahai keponakanku, sesungguhnya kaummu baru saja datang menemuiku dan mengatakan ini dan itu kepadaku. Oleh sebab itulah, janganlah kau jauh dariku tetaplah engkau berada bersamaku, jagalah dirimu, dan jangan
 
ikutkan aku ke dalam masalah yang tidak sanggup aku hadapi!" Rasulullah Shallalllahu Alaihi wa Sallam menyangka bahwa pamannya telah berubah padanya, tidak lagi mau melindunginya dan akan menyerahkan dirinya pada orang Quraisy, dan tidak lagi mampu membela serta tidak berpihak lagi kepadanya. Rasulullah Shallalllahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai paman, demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku berhenti dari dakwah ini hingga Allah memenangkan dakwah ini atau aku mati karenanya, niscaya aku tidak meninggalkan dakwah ini." Rasulullah Shallalllahu Alaihi wa Sallam mengucurkan air mata karena sedih kemudian, berdiri lalu pergi dari hadapan Abu Thalib. Ketika hendak meninggalkannya, Abu Thalib memanggilnya: "Wahai keponakanku kembalilah!" Rasulullah Shallalllahu Alaihi wa Sallam datang kembali. Abu Thalib berkata: "Wahai keponakanku, silahkan katakan apa saja yang engkau mau, karena hingga titik darah penghabisan aku tidak akan menyerahkanmu kepada siapa pun."27
27 Hadits lemah diriwayatkan oleh Ath-Thabrani (1/545) dalam Tarikh-nya dan al-Baihaqi dalam al-Dalail di hadits no. 495 dari Ibnu Ishaq dengan sanad mursal.

Ibnu Ishaq berkata: Ketika orang-orang Quraisy dengar bahwa Abu Thalib justru malah mendukung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, tidak mau menyerahkan ponakanya kepada mereka, maka mereka datang kembali kepada Abu Thalib bersama Ima- rah bin Al-Walid. Mereka berkata kepadanya, sebagaimana dikabarkan kepadaku: "Wahai Abu Thalib, inilah Imarah bin Al-Walid. Ia pemuda Quraisy yang paling kuat dan paling tampan. Lindungilah dia. Jadikanlah dia sebagai anakmu. Dan sebagai gantinya serahkanlah keponakanmu itu kepada kami yang menentang agamamu dan agama nenek moyang kita, memecah-belah persatuan kaummu, dan menganggap batil mimpi-mimpi kita kemudian akan kami bunuh dia. Satu orang dengan satu orang pula." Abu Thalib menjawab: "Demi Allah, sungguh jahat sekali ucapan kalian kepadaku. Kalian memberiku anak kalian yang akan aku beri makan dan aku berikan anakku kepada kalian kemudian kalian akan membunuhnya? Demi Allah, sampai kapanpun hal semalam itu tidak akan mungkin pernah terjadi."
Ibnu Ishaq berkata: Al-Muth'im bin Adi bin Naufal bin Abdu Manaf bin Qushay berkata: "Demi Allah, wahai Abu Thalib, kaummu telah berbuat adil kepadamu, dan mereka berusaha keras untuk bisa keluar dari konflik yang mendera mereka selama ini, namun aku lihat engkau tidak merespon apa pun dari mereka." Abu Thalib berkata kepada Al-Muth'im: "Demi Allah, justru mereka yang tidak berbuat adil kepadaku. Mereka malah sepakat meninggalkanku, dan mendukung orang-orang untuk melawanku." Atau sebagaimana yang ia katakan.
Ibnu Ishaq berkata: Kini konfliknya semakin kompleks. Perang semakin berkecamuk. Orang-orang mulai memusuhi sebagian yang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib berkata dalam syairnya sambil menyindir Al-Muth'im bin Adi, menyamakan Bani Abdu Manaf yang meninggalkannya dengan kabilah- kabilah Quraisy yang memusuhinya, menyinggung persoalan mereka padanya, dan persoalan mereka yang semakin keruh.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian orang- orang Quraisy mengancam kabilah-kabilah mereka yang di dalamnya ada sahabat-sahabat Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam yang masuk Islam bersamanya. Setiap kabilah menangkap orang-orang Islam yang ada di tengah-tengah mereka lalu menyiksa dan menganiayanya disebabkan agama yang dianutnya. Adapun Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam, Allah melindunginya melalui pamannya Abu Thalib. Tatkala Abu Thalib melihat teror dan penyiksaan orang-orang Quraisy seperti itu, ia menemui Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib guna mengajak mereka mengayomi Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam. Mereka bersedia memihak Abu Thalib, dan memenuhi ajakannya kecuali Abu Lahab, musuh Allah yang terkutuk.
Abu Thalib begitu terharu melihat keberpihakan dan empati mereka kepadanya, ia memuji mereka, mengingatkan keutamaan Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam di tengah-tengah mereka. Itu
 
semua dilakukan Abu Thalib agar pendapat mereka semakin kuat dan bersama dirinya berpihak kepada Rasulullah Shallalllahu 'Alaihi wa Sallam.



Kebingungan Al-Walid tentang Apa yang Digambarkan Al-Quran


Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang Quraisy mendatangi Al-Walid bin Al-Mughirah pada saat musim haji telah tiba. Al-Walid bin Al-Mughirah adalah tokoh senior yang mereka. Pada pertemuan tersebut, Al-Walid bin Al-Mughirah berkata kepada mereka: "Wahai orang-orang Quraisy, musim haji sudah tiba dan rombongan orang-orang Arab akan berduyun-duyun ke tempat kalian. Mereka mengetahui sepak terjang sahabat kalian ini (maksudnya Rasulullah). Oleh sebab itulah, aku harap kalian bersatu padu, jangan ada perselisihan lagi di antara kalian." Mereka berkata: "Wahai Abu Abdu Syams, bicaralah dan utarakanlah pendapatmu, pasti pendapat itulah yang kami jadikan sebagai sandaran." Al-Walid bin Al- Mughirah berkata: "Silahkan utarakan lebih dulu pendapat kalian, dan aku akan dengar ucapan kalian." Mereka berkata: "Kita akan buat isu bahwa Muhammad adalah seorang dukun." Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "Demi Allah, itu isu konyol, sebab ucapannya yang tersembunyi yang tidak terdengar bukanlah ucapan seorang dukun tidak pula sajaknya." Mereka berkata: "Bagaimana kalau isunya adalah orang gila!?" Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "Tidak, itu lebih konyol lagi! Mereka berkata: "Bagaimana kalau diganti dengan isu penyair?" Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "Bukan, ia bukan penyair, kita sudah tahu seluruh bentuk syair dan perkataannya tidak termasuk syair." Mereka berkata: "Bagaimana kalau ahli sihir?" Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "Tidak, sebab Muhammad tidak ada kaitannya dengan
itu." Mereka berkata: "Jika demikian lalu bagaimanakah pendapatmu wahai Abu Abdu Syams?" Al- Walid bin Al-Mughirah berkata: "Demi Allah, sesungguhnya ucapan Muhammad itu demikian indah dan syahdu dan penuh kekuatan. Maka jika kalian mengatakan seperti ucapan di atas, mudah disimpulkan bahwa ucapan kalian adalah dusta. Sesungguhnya perkataan kalian yang mungkin lebih mengena tentang dirinya, adalah hendaklah kalian mengatakan bahwa dia seorang penyihir. Ia membawa sihir yang memisahkan seorang anak dengan ayahnya, seseorang dengan saudaranya, suami dengan istrinya, dan seseorang dengan keluarganya. Mereka bercerai-berai akibat kekuatan sihirnya."
Maka ketika Arab berdatangan ke kota Makkah di musim haji orang-orang Quraisy duduk di jalan-jalan umum. Tidak ada seorang pun yang berjalan melintasi mereka, melainkan mereka mewanti-wanti perihal Muhammad dan menjelaskan persoalan Muhammad kepadanya. Kemudian Allah Ta 'ala menurunkan firman-Nya tentang Al-Walid bin Al-Mughirah:


 
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Ku lapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur’an). (QS. Al-Muddatstsir: 11-16). Kata 'aniid pada ayat tersebut artinya adalah me- musuhi,"
Ibnu Hisyam berkata 'aniid artinya membangkang dan menentang. Ru'bah bin Al Ajjaj berkata: Kami adalah penghantam kepala orang-orang yang membangkang dan menentang. Bait di atas ada dalam kumpulan syair Ru'bah bin Al-Ajjaj.
Ibnu Ishaq berkata: Allah Ta'ala juga menurunkan ayat:


Aku akan membebaninya mendaki pendakian yangmemayahkan. Sesungguhnya dia telah me- mikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut." (QS. al-Muddatstsir: 17-22).
Ibnu Hisyam berkata: Basar artinya wajahnya menampakkan rasa tidak suka. Ru'bah bin Al A'jaj berkata:
Orang yang berpostur besar dan dua tulang rahangya keras makan dengan gigi depannya
Dia mensifati ketidaksukaan pada wajahnya. Bait syair tersebut ada dalam kumpulan syair-syair Ru'bah bin Al-Ajjaj.
Ibnu Ishaq berkata: Allah juga menurunkan ayat:


Kemudian dia uerpaling (dart kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata: "(Al Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia." (QS. al- Muddatstsir: 23-25).
Allah juga menurunkan ayat tentang Rasul-Nya Shallalahu 'alaihi wa Sallam, apa yang beliau bawa dari Allah Ta'ala, orang-orang yang menyebarkan fitnah keji terhadap beliau, dan terhadap apa yang Rasulullah bawa dari Allah:


Sebagaimana (Kami telah memberi peringat- an), Kami telah menurunkan (adzab) kepada orang- orang yang membagi-bagi (Kitab Allah), (yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al Qur'an itu terbagi-bagi. (yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al Qur'an itu terbagi- bagi tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. " (QS. al-Hijr: 90-93).
 
Ibnu Hisyam berkata: "Kata tunggal idhiin ialah idhah. Orang-orang Arab berkata, 'Adh-dhawhu.' Artinya mereka membagi-baginya. Ru'bah bin Al-Ajjaj berkata:
Agama Allah itu tidak bisa dibagi-bagi
Bait di atas adalah penggalan dari syair-syair Ru'bah bin Al-Ajjaj.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu orang-orang Quraisy menjelek-jelekkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam seperti itu kepada orang-orang yang mereka jumpai. Jadi sejak musim haji tahun itu, orang-orang Arab mulai mengenal sepak terjang Rasulullah shallalahu 'alaihi wa Sallam dan perbincangan tentang beliau segera menyebar ke seantero negeri Arab.
Ibnu Ishaq berkata: Menyaksikan hal ini, Abu Thalib khawatir orang-orang Arab berbondong-bondong akan mendatanginya, oleh karena itu ia segera menggubah syair. Dalam syairnya, ia meminta perlindungan dengan kesucian Makkah, dan kedudukan dirinya di dalamnya. Pada saat yang sama dia jelaskan kepada mereka dan orang-orang selain mereka dalam syairnya, bahwa ia tidak akan pernah menyerahkan Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan tidak meninggalkannya selama-lamanya hingga tetes darah terakhir.
Ibnu Hisyam berkata: Aku diberitahu bahwa penduduk Madinah mengalami musim kemarau yang panjang, lalu mereka menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan mengadukan apa yang mereka alami. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam naik ke atas podium dan memohon air hujan kepada Allah untuk mereka. Tak lama kemudian, hujan turun dan orang-orang dari kawasan yang tidak bisa menampung air melaporkan bahwa telah terjadi banjir. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdoa: "Ya Allah, turunkanlah di sekitar kami, dan tidak di atas kami."28 Seketika itu juga mendung menipis di Madinah dan hujan sekitarnya menjadi reda. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika Abu Thalib melihat peristiwa ini, ia pasti sangat senang." Beberapa sahabat bertanya kepada beliau, "Sepertinya engkau menginginkan syair Abu Thalib."
Beliau bersabda: "Benar."29

Ibnu Ishaq berkata: Al-Ghayathil ber- asal dari Bani Sahm bin Amr bin Hushaish. Abu Sufyan adalah anak Harb bin Umayyah. Muth'im adalah anak Adi bin Naufal bin Abdu Manaf. Zuhair adalah anak Abu Umayyah bin Al Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum dan ibunya adalah Atikah binti Abdul Muthalib.
Ibnu Ishaq berkata: Asid dan anak sulungnya yakni Attab bin Asid bin Abu Al-Ish bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay. Utsman adalah anak Ubaidillah, saudara Thalhah bin Ubaidillah At-Taimi. Qunfudz adalah anak Umair bin Jud'an bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah. Abu Al-Walid adalah Utbah bin Rabi'ah. Ubay adalah Al-Akhnas bin Syariq Ats-Tsaqafi, sekutu Bani Zuhrah bin Kilab.
Ibnu Hisyam berkata: Ia juluki Al-Akhnas, karena ia tidak ikut Perang Badar. Nama aslinya adalah Ubay, ia berasal dari Bani Ilaj, yaitu Ilaj bin Salamah bin Auf bin Uqbah.
Al-Aswad adalah anak Abdu Yaghuts bin Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Subay'i adalah anak Khalid, saudara Al-Harits bin Fihr. Naufal adalah anak Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay. Naufal ini adalah anak Al-Adawiyah dan termasuk gembong-gembong penjahat Quraisy. Dialah yang menyekap Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Thalhah bin Ubaidillah ketika keduanya masuk
 
Islam. Oleh karena itu, Abu Bakar dan Thalhah bin Ubaidillah dinamakan Al-Qarinaini. Naufal dihabisi Ali bin Abu Thalib di Perang Badar. Abu Amr adalah Qurazhah bin Abdu Amr bin Naufal bin Abdu Manaf. Kaum yang dimaksud adalah Bani Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah. Nama-nama itulah yang disebutkan Abu Thalib dalam syairnya.
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala berita tentang
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyebar luas ke berbagai kalangan orang Arab hingga ke banyak negeri termasuk Madinah. Sehingga tidak ada satu pemukiman di Arab yang lebih tahu tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang melebihi pemukiman Al-Aus dan Al-Khazraj. Mereka mendengar kabar tentang beliau dari pendeta-pendeta Yahudi. Pendeta-pendeta Yahudi adalah sekutu-sekutu mereka dan tinggal bersama di negeri mereka. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjadi wacana di Madinah dan mereka membicarakan benturan yang terjadi antara Rasulullah dengan orang-orang Quraisy, maka berkatalah Abu Qais bin Al-Aslat saudara Bani Waqif dalam sebuah (syairnya lengkapnya di bawah ini)
Ibnu Hisyam berkata: Ibnu Ishaq menasabkan Abu Qais kepada Bani Waqif, padahal nasabnya pada peristiwa Gajah dinisbatkan kepada Khathmah. Ini terjadi karena dalam tradisi Arab bisa jadi seseorang menasabkan dirinya kepada nasab saudara kakeknya yang lebih masyhur.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah bercerita kepadaku bahwa Al-Hakam adalah anak Amr Al-Ghifari dari anak keturunan Nu'ailah, saudara Ghifar yaitu Ghifar bin Mulail. Nu'ailah adalah anak Mulail bin Dzamrah bin Bakr bin Abdu Manat. Mereka berkata bahwa Utbah adalah anak Ghazu As-Sulami, padahal ia anak Mazin bin Manshur. Sulaim adalah anak Manshur.
Ibnu Hisyam berkata: Jadi Abu Qais bin Al-Aslat berasal dari Bani Wail. Wail, Waqif, dan Khathmah adalah satu saudara dari Al-Aus.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Qais, dia sangat mencintai Quraisy, memiliki jalinan perbesanan dengan mereka, beristrikan Arnab binti Asad bin Abdi Uzza bin Qushay, dan tinggal di tengah-tengah orang- orang Quraisy selama bertahun-tahun bersama istrinya- mengucapkan syairnya. Dalam syairnya Abu Qais bin Al-Aslat mengagung-agungkan kehormatan Quraisy, mencegah orang-orang Quraisy terlibat perang di Makkah, memerintahkan mereka menahan dari menyerang sebagian yang lain, menyebutkan kelebihan dan mimpi-mimpi mereka, memerintahkan mereka menahan diri dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, menjelaskan bagaimana Allah memperlakukan mereka, dan perlindungan-Nya ter- hadap mereka dari pasukan gajah, serta tipu daya-Nya pada pasukan gajah itu.
Maka berkecamuklah perang antara Abs melawan Fazarah. Hudzaifah bin Badr dan saudaranya, Hamal bin Badr tewas. Qais bin Zuhair bin Jadzimah berkata mengungkapkan kesedihannya atas tewasnya Hudzaifah,
Betapa banyak kesatria dipanggil kesatria, padahal ia bukanlah kesatria Di Al-Habaah ada kesatria yang sudah terbukti satria
Tangisilah Hudzaifah, karena kalian tak akan dapatkan orang seperti dia Walaupun seluruh kabilah telah musnah, tak kan lagi dicipta orang seperti dia

Bait di atas adalah penggalan dari syair- syair Qais bin Zuhair. Qais bin Zuhair juga berkata:
Ketahuilah pemuda Hamal bin Badr telah berlaku zalim Yang mengantarkan pada kebinasaan
 
Bait syair di atas adalah penggalan dari syair-syair Qais bin Zuhair. Al-harts bin Zuhair, saudara Qais bin Zuhair berkata:
Bukan kebanggaan yang aku tinggalkan di Al- Haba 'ah Di sana Hudzaifah terluka tertusuk tombak

Bait syair tersebut ialah penggalan dari syair-syair Al-Harts bin Zuhair.
Ibnu Hisyam berkata: Disebutkan bahwa, Qais mengirim kuda Dahis dan kuda Al- Ghabra, sedangkan Hudzaifah mengirim kuda Al-Khaththar kuda Al-Hanfa'. Namun kisah pertama tadi jauh lebih benar. Kisah tersebut demikian panjang dan saya tidak ingin memotong kronologi sirah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Hisyam berkata: Adapun perkataannya: 'Perang Hathib maka yang dimaksud adalah Hathib bin Al-Harits bin Qais bin Hai- syah bin Al-Harts bin Umayyah bin Muawiyah bin Malik bin Auf bin Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus. Hathib bin Al-Harits membunuh orang Yahudi yang bertetangga dengan Al- Khazraj. Kemudian di tengah malam, Hathib bin Al-Harits didatangi Yazid bin Al-Harits bin Qais bin Malik bin Ahmar bin Haritsah bin Tsalabah bin Ka'ab bm Al-Khazraj bin Al-Harts bin Al-Khazraj yang biasa juluki Ibnu Fushum. Ibunya Fushum berasal dari kabilah Al-Qain bin Jasr dengan beberapa orang dari Bani Al-Harits bin Al-Khazrah lalu mereka membunuh Hathib bin Al-Harits. Perang meletus antara Al-Aus dan Al-Khazraj. Mereka saling menyerang dengan hebat dan di akhir perang kemenangan di peroleh Al-Khazraj atas Al-Aus. Pada perang tersebut, Suwaid bin Shamit bin Khalid bin Athiyyah bin Hauth bin Habib bin Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus terbunuh. Ia dihabisi Al-Mujadzdzar bin Dziyad al Balawi yang nama aslinya adalah Abdullah bin Dziyad Al-Balawi, sekutu Bani AUI Din Al-Khazraj. Pada Perang Uhud, Al- Mujadzdzir bin Dziyad ikut bersama Rasu¬lullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Al-Harits bin Suwaid bin Shamit juga ikut Perang Uhud. Ketika Al-Harits bin Suwaid melihat Al- Mujadzdir lengah, ia menghabisi sebagai bentuk balas dendam atas kematian ayahnya. Pembahasan hal ini akan saya paparkan pada tempatnya, insya Allah.
Perang meletus kembali lagi antara mereka, namun saya tidak akan membahasnya lagi, karena sudah dijelaskan pada bahasan tentang Perang Dahis.
Ibnu Ishaq berkata: Hakim bin Umayyah bin Haritsah Al-Auqash As-Sulami, sekutu Bani Umayyah yang telah memeluk Islam bercerita mengenai persekongkolan kaumnya untuk memusuhi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.



Perlakuan Qaum Quraisy kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari Kaumnya


Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy semakin menggencarkan teror kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan terhadap orang-orang yang masuk mengikutinya. Mereka memobilisasi orang- orang bodoh untuk mendustakan, mengusik dan menuduh beliau sebagai penyair, penyihir, dukun, dan
mereka sukai; menghina agama mereka, meninggalkan berhala-berhala mereka, dan tidak mengikuti kekafiran mereka.
 
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Urwah bin Zubair bercerita kepadaku dari ayahnya, Urwah bin Zubair dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash. Urwah bin Zubair berkata bahwa aku pernah bertanya kepada Abdullah bin Amr: Berapa kali engkau melihat orang-orang Quraisy meneror Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam?
Abdullah bin Amr berkata: Suatu waktu, aku bertemu tokoh-tokoh Quraisy di Hijr. Mereka membicarakan sepak terjang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berkata: sebelumnya, kami tidak pernah bisa bersabar terhadap sebuah persoalan sesabar menghadapi laki-laki ini (Rasulullah). Ia membatilkan mimpi-mimpi kita, mengata-ngatai para leluhur dan mencaci maki agama kita, memecah belah persatuan kita serta menghina Tuhan-tuhan kita.
Ketika mereka asyik berdiskusi, tiba-tiba Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam muncul di depan mereka lalu melakukan thawaf di Ka'bah. Ketika beliau berjalan melintasi mereka, mereka berbisik menghina beliau.
Abdullah bin Amr berkata: Rasulullah melanjutkan langkahnya. Ketika beliau melewati mereka untuk kedua kalinya, mereka melakukan penghinaan sebagaimana sebelumnya.
Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan melewati mereka untuk ketiga kalinya, dan mereka menghina beliau seperti sebelumnya, beliau berhenti kemudian berkata kepada mereka: "Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, apakah kalian tidak tahu bahwa aku datang untuk membinasakan kalian?
Abdullah bin Amr berkata: Perkataan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam itu amat menusuk hati orang-orang Quraisy, hingga salah seorang dari mereka terdiam bagaikan patung. Setelah mendengar ucapan tersebut mereka berusaha menenangkan beliau dan berpura-pura meminta maaf dengan kata-kata yang sebaik mungkin. Ia berkata: "Tinggalkan kami wahai Abu Al-Qasim. Demi Allah, engkau bukan orang bodoh."
Abdullah bin Amr berkata: Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meninggalkan tempat itu. Esok harinya, kembali orang-orang Quraisy mengadakan pertemuan di Hijr. Sebagian di antara mereka berkata kepada sebagian yang lain: "Apakah kalian masih ingat kejadian kemarin di tempat ini? Sayang, ketika ia muncul di tengah kalian dengan memperlihatkan apa yang kalian benci, kalian membiarkannya?" Ketika mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam muncul lagi ke tengah-tengah mereka. Mereka lalu melompat ke arah Rasulullah dan mengitari beliau sambi berkata: "Engkaukah orangnya yang mengatakan ini dan itu." Karena sebelum ini, beliau menghina sesembahan dan agama mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Benar, akulah yang mengatakan semua itu". Abdullah bin Amr berkata: "Aku melihat seorang dari mereka memegang baju Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam." Tiba-tiba, Abu Bakar melewati mereka. Abu Bakar berkata: "Apakah kalian akan membunuh seseorang hanya karena ia mengatakan Tuhanku hanyalah Allah?" lalu merekapun bubar seketika. Itulah gangguan terberat yang pernah dilakukan orang-orang Quraisy terhadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang pernah aku saksikan.30


Ibnu Ishaq berkata: Sebagian orang dari keluarga besar Ummu Kaltsum, putri Abu Bakar berkata bahwa Ummu Kaltsum berkata kepadaku: "Saat Abu Bakar pulang ke rumah. Orang-orang Quraisy menarik jenggot Abu Bakar hingga membuat rambutnya berantakan. Abu Bakar memang memiliki rambut yang tebal."
 
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian pakar berkata kepadaku bahwa cobaan paling berat yang dialami Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari orang-orang Quraisy adalah bahwa pada suatu hari beliau keluar rumah lalu semua orang mendustakannya dan mempermainkannya. Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam kemudian pulang ke rumahnya dan mengenakan selimut karena sedih atas apa yang menimpa dirinya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! (QS.Al-Muddatstsir: 1-2).



Hamzah Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu oleh orang Aslum: Pernah suatu ketika, Abu Jahal berjalan melewati Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di bukit Shafa. Ia lalu mengganggu, mencaci maki dan melampiaskan dendamnya kepada Rasulullah karena dianggap menghina agamanya dan melecehkan ibadahnya. Meski begitu Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam tidak menimpalinya sedikit pun. Ketika itu mantan budak wanita Abdullah bin Jud an bin Amr bin Kaab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah mendengar apa yang dikatakan oleh Abu Jahal kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Usai mengumpat beliau, Abu Jahal pergi meninggalkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menuju ke balai pertemuan orang-orang Quraisy di samping Ka'bah lalu duduk bersama-sama dengan mereka. Tak lama kemudian, Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu datang dengan memanggul anak panahnya dari berburu. Ia adalah sosok yang muda yang disegani di kalangan orang-orang Quraisy dan suka di hina. Ketika ia berjalan melewati mantan budak wanita tadi dan setelah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali ke rumahnya, mantan budak wanita tersebut berkata kepadanya: "Wahai Abu Umarah, andai saja engkau tadi saksikan apa yang dilakukan Abu Al-Hakam bin Hisyam terhadap keponakanmu, Muhammad! Ia, mengganggu keponakannya, mencaci-makinya, dan melakukan hal- hal yang tidak disukainya. Lalu ia pergi dan Muhammad tidak menimpali ucapannya sedikit pun."
Hamzah bin Abdul Muthalib marah karena Allah ingin memuliakannya. Ia pergi mencari Abu Jahal tanpa memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Ia siap-siap jika bertemu dengan Abu Jahal, dia akan memukulnya.
Tatkala Hamzah memasuki masjid, ia melihat Abu Jahal sedang duduk berdiskusi dengan orang-orang Quraisy, lalu ia berjalan menuju ke arahnya. Ketika sudah berada tepat di depannya, ia mengangkat busur panahnya kemudian menghajar Abu Jahal dengannya hingga menderita luka sangat parah. Ia berkata: "Apakah engkau mencaci-maki keponakanku, padahal aku seagama dengannya, dan aku bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah seperti yang ia saksikan? Silahkan balas, jika engkau mampu!" Beberapa orang dari Bani Makhzum mendekat kepada Hamzah untuk menolong Abu Jahal, namun Abu Jahl berkata: "Biarkan saja Abu Umarah. Demi Allah, aku telah menghina keponakannya dengan penghinaan yang buruk." Hamzah sejak peristiwa itu resmi masuk Islam, dan mengikuti ucapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Tatkala Hamzah masuk Islam, orang-orang Quraisy menyadari sepenuhnya bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah kuat, terjaga, dan Hamzah pasti melidunginya. Karena itulah, mereka menghentikan sebagian gangguan mereka terhadapnya.
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ziyad bercerita kepadaku dari Muhammad bin Ka'ab bin Al-Qurazhi yang berkata bahwa aku pernah diberitahu bahwa Utbah bin Rabi'ah sang tokoh Quraisy berkata ketika ia sedang duduk di balai pertemuan Daar An-Nadwah milik orang-orang Quraisy dan ketika itu Rasulullah
 
Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang duduk sendirian di masjid: "Hai orang-orang Quraisy, bagaimana kalau aku berdiplomasi dengan Muhammad dan mengajukan tawaran-tawaran? Siapa tahu ia menerima sebagiannya kemudian kita berikan apa yang diminta selanjutnya ia akan menghentikan dakwahnya?" Peristiwa ini terjadi ketika Hamzah bin Abdul Muthalib telah masuk Islam, dan mereka melihat sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam semakin banyak dan menyebar. Orang-orang Quraisy berkata: "Baiklah, wahai Abu Al-Walid. Temuilah dan bicaralah dengannya!"
Kemudian Utbah pergi ke tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan duduk di dekat beliau. Ia berkata: 'Hai keponakanku, sesungguhnya engkau masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan kami. Engkau mempu nyai kehormatan di keluarga dan memiliki keluhuran nasab. Engkau telah merusak kemapanan kaummu. Engkau memecah belah persatuan mereka, mencemoohkan mimpi-mimpi mereka, mencaci-maki sesembahan dan agama mereka, dan mengkafirkan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Dengarkan perkataanku, sebab aku akan mengajukan beberapa tawaran yang bisa engkau pikirkan dan semoga engkau bisa menerima sebagian tawaran-tawaran tersebut.”
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada Utbah: "Katakan, wahai Abu Al-Walid, aku pasti menyimak apa yang engkau katakan!" Utbah berkata: "Wahai keponakanku, jika tujuan dakwahmu untuk menginginkan harta, maka kami akan himpun seluruh harta kami agar engkau menjadi orang terkaya di antara kami. Jika tujuannya kehormatan, kami akan angkat engkau sebagai pemimpin dan kami tidak memutuskan satu perkarapun tanpamu. Jika tujuannya kekuasaan, maka kami akan angkat engkau sebagai raja. Jika yang datang kepadamu adalah makhluk halus yang tidak sanggup engkau usir, maka kami mencarikan dokter untukmu dan mengeluarkan harta kami hingga engkau sembuh darinya, karena boleh jadi ini mengalahkan orang yang dimasukinya hingga ia sembuh darinya." Atau seperti dikatakan Utbah, hingga dia tuntas.
Ketika Utbah selesai bicara, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Apakah engkau sudah selesai bicara, wahai Abu Al- Walid?" Utbah menjawab: "Ya, sudah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Maka simaklah baik-baik apa yang akan aku katakan." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membaca sebuah ayat:



Bismillahi Ar-Rahmaani Ar-Rahiim. Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; sesungguhnya kami bekerja (pula)." (QS. Fush- shilat: 1-5). Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membacakan kelanjutan ayat-ayat di atas. Sementara Utbah, setiap kali ia mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membacakan ayat-ayat kepadanya, ia diam mendengarkannya dengan serius sambil
 
bersandar dengan kedua tangannya. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai pada ayat Sajdah, beliau sujud, kemudian beliau bersabda, "Hai Utbah, engkau telah menyimak dengan jelas apa yang baru saja engkau dengar. Kini, terserah kepadamu mau dibawa kemana apa yang engkau baru dengarkan itu."
Utbah pulang menemui sahabat-sahabatnya. Sebagian di antara mereka berkata kepada sebagian yang lain: "Kami bersumpah dengan asma Allah, sungguh, Abu Al-Walid datang ke temp at kalian dengan wajah yang berbeda dengan wajah saat ia berangkat."
Ketika Utbah telah duduk, mereka berkata kepadanya: "Apa yang telah terjadi, wahai Abu Al-Walid?" Utbah menjawab: "Demi Allah, baru saja aku mendengar perkataan yang belum pernah aku dengar sebelum ini. Demi Allah, perkataan tersebut bukan syair, bukan sihir, bukan perdukunan. Wahai orang- orang Quraisy, dengarkan aku! Serahkan perkara Quraisy kepadaku, biarkanlah orang itu dengan apa yang ia lakukan, dan biarkanlah dial, Demi Allah, ucapannya yang aku dengar tadi pada suatu saat akan menjelma menjadi kekuatan yang besar. Jika saja ucapannya tersebut dimiliki orang-orang Arab, mereka sudah merasa cukup dengannya tanpa kalian. Jika ia berhasil mengalahkan orang-orang Arab, maka kekuasaannya ialah kekuasaan kalian, dan kejayaannya adalah kejayaan kalian juga, kemudian kalian menjadi manusia yang paling berbahagia karenanya." Mereka berkata: "Ia telah menguna- guniai mu dengan mantranya, wahai Abul Walid." Utbah berkata: "Ini hanya pendapatku saja tentang dia. Terserah kalian, mau menerima atau tidak?!"31





Apa yang Terjadi Antara Rasulullah dengan Tokoh-tokoh Quraisy dan Tafsir Surat Al-Kahfi


Ibnu Ishaq berkata: Pasca kejadian tersebut, Islam menyebar luas di Makkah baik di kalangan laki-laki maupun wanita-wanita di kabilah-kabilah Quraisy. Orang-orang Quraisy memenjara dan menyiksa siapa saja yang bisa mereka tangkap, sebagaimana disampaikan kepadaku oleh sebagian orang berilmu dari Sa id bin Jubair dan dari Ikrimah, mantan budak Ibnu Abbas dari Abdullah bin Abbas (Radhiyallahu Anhuma,).32

Maka berkumpullah tokoh-tokoh Quraisy Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Sufyan bin Harb, An-Nadhr bin Al-Harts bin Kildah saudara Bani Abduddar, Abu Al-Bakh- turi bin Hisyam, Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad, Zam'ah bin Al-Aswad, Al-Walid bin Al-Mughirah, Abu Jahal bin Hisyam, Abdullah bin Abu Umayyah, Al-Ash bin Wail, Nubaih Munabbih, mereka Umayyah bin Khalaf dan lainnya. Mereka mengadakan rapat setelah matahari terbenam di belakang Ka'bah. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain: "Pergilah salah seorang dari kalian kepada Muhammad kemudian bicaralah dengannya, dan berdebatlah dengannya hingga kalian bisa mengajukan argumen-argumen." Mereka mengutus seseorang dengan membawa pesan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Sesungguhnya kaummu sedang berkumpul membicarakan sepak terjangmu. Mereka mengundangmu untuk berdiskusi. Oleh sebab itulah, pergilah engkau ke tempat mereka berkumpul!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan bergegas mendatangi mereka karena mengira ada per- ubahan sikap positif pada mereka. Beliau menaruh perhatian demikian besar kepada mereka,
 
mengharapkan mereka memperoleh petunjuk, dan sedih atas kerusakan mereka. Ketika beliau telah duduk bersama mereka, salah seorang dari mereka berkata: "Muhammad, Demi Allah, kami belum pernah melihat ada seorangpun dari Arab yang bersikap lancang kapada kaumnya melebihi sikap lancanganmu kepada kaummu. Sungguh, engkau telah menghina para leluhur. Engkau mencela agama dan melecehkan sesembahan kami. Engkau mendungu-dungukan mimpi-mimpi dan mencerai- beraikan. Jika tujuan dakwahmu menginginkan harta kekayaan, maka akan kami himpun seluruh kekayaan kami hingga engkau menjadi orang terkaya di antara kami. Jika tujuannya kehormatan, maka kami akan angkat engkau sebagai pemimpin kami. Jika engkau ingin menjadi raja, kami angkat sebagai raja kami. Jika apa yang engkau alami adalah karena bisikan makhluk halus yang tidak mampu engkau usir, maka kami akan mencari dokter dan mengeluarkan biaya yang besar hingga engkau sembuh darinya."
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka: "Apa kalian membicarakan sepak terjang aku? Dakwahku sama sekali tidak bertujuan mendapatkan kekayaan, kehormatan atau kekuasaan atas kalian. Allah mengutusku kepada kalian sebagai Rasul, menurunkan Al-Kitab kepadaku, dan memerintahkanku memberi kabar gembira dan peringatan untuk kalian. Aku sampaikan firman- firman Tuhanku kepada kalian dan memberi nasihat kepada kalian. Jika kalian menerima apa yang aku bawa, maka selamatlah kalian di dunia dan akhirat. Sebaliknya jika kalian menolak, aku bersabar terhadap perintah Allah hingga Dia memutuskan persoalan di antara kita. "Atau seperti yang disabdakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam."
Pentolan-pentolan Quraisy berkata: "Wahai Muhammad, jika engkau tetap keras kepala seperti ini maka, ketahuilah, bahwa tidak ada seorang pun yang lebih sempit daerahnya, dan lebih sedikit persediaan airnya, dan lebih keras kehidupannya dari kami. Oleh karena itu, berdoalah kepada Tuhanmu agar Dia menggoncang gunung-gunung yang menyempitkan kami, meluaskan daerah kami, mengalirkan sungai-sungai seperti Sungai Syam dan Irak untuk kami di dalamnya. Membangkitkan leluhur kami, dan hendaknya di antara leluhur yang dibangkitkan untuk kami adalah Qushay bin Kilab, karena ia orang tua yang benar, kemudian kita bertanya kepada mereka apakah yang engkau katakan; benar atau salah? Jika leluhur kita membenarkanmu dan engkau mengerjakan apa yang kami minta kepadamu, kami akan membenarkanmu, mengakui kedudukanmu di sisi Allah, dan bahwa Allah mengutusmu sebagai Rasul sebagaimana yang engkau utarakan."
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka: "Aku diutus kepada kalian bukan untuk mengabulkan permohonan mistis kalian. Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian dengan apa yang kalian saksikan saat ini. Sungguh, telah aku sampaikan kepada kalian firman Tuhanku. Jika kalian menerimanya, itulah keselamatan kalian di dunia dan akhirat. Jika kalian kerasa kepala, aku tetap akan bersabar dalam menjalankan perintah Allah Ta'ala hingga Dia memutuskan persoalan di antara kita."
Mereka berkata: "Jika engkau tidak mau mengerjakan apa yang kami kita, maka kerjakanlah untuk dirimu sendiri. Mintalah Tuhanmu mengutus malaikat bersamamu yang membenarkan apa yang engkau katakan dan meminta pendapat kami tentang dirimu. Mohonlah pada Tuhanmu untukmu agar memberikan untukmu taman-taman, istana-istana, dan kekayaan dari emas dan perak hingga engkau menjadi kaya dengannya, karena engkau berada di pasar seperti halnya kami dan mencari kehidupan. Kami mengetahui kelebihan dan kedudukanmu di sisi Tuhanmu jika engkau benar-benar Rasul sebagaimana pengakuanmu."
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak akan melakukan itu semua, dan aku tidak akan meminta itu semua kepada Tuhanku, serta aku tidak diutus kepada kalian dengan untuk semua itu. Namun Allah mengutusku sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, atau
 
sebagaimana yang beliau sabdakan. Jika kalian menerima apa yang aku bawa, itulah keberuntungan kalian di dunia dan akhirat. Jika kalian menolaknya, aku bersabar dalam menjalankan perintah Allah hingga Allah memutuskan masalah yang terjadi di antara kita."
Pentolan-pentolan Quraisy itu berkata: Jika ucapanmu memang benar, maka turun- kanlah awan dari langit karena engkau mengatakan bahwa jika Allah berkehendak, Dia pasti melakukannya. Sungguh, kami tidak akan beriman kepadamu jika engkau tidak bisa membuktikan kesaksitanmu."
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika itu dikehendaki Allah pada kalian, pasti itu akan terjadi."
Tokoh-tokoh Quraisy berkata: "Hai Muhammad, apakah Tuhanmu yang menurunkan ini semua, bahwa kami akan bertemu denganmu disini, lalu kami menanyakan ini kepadamu, dan meminta ini semua kepadamu. Dia mendatangimu untuk mengajarimu sesuatu yang bisa engkau jadikan argumen untuk menjawab pertanyaan kami dan Dia menerangkan kepadamu tentang apa yang akan Dia lakukan terhadap kami jika menolak apa yang engkau bawa? Sungguh, kami telah mendengar berita bahwa engkau berguru pada seseorang dari Yamamah yang bernama Ar-Rahman. Demi Allah, kami tidak pernah beriman kepada Ar-Rahman. Wahai Muhammad, kami telah menawarkan banyak hal kepadamu. Demi Allah, kami tidak membiarkanmu sesuka hati berdakwah hingga kami berhasil memerangimu atau engkau yang memerangi kami."
Salah seorang dari pentolan Quraisy berkata: "Kami menyembah para malaikat, karena mereka adalah anak-anak perempuan Allah."
Ucapan mereka diabadikan dalam Al- Qur'an:




Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yangderas alirannya, atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. (QS. al-Israa': 90-92)
Usai mengatakan itu kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau bangkit dan diikuti Abdullah bin Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum yang merupakan saudara misannya, dan suami Atikah binti Abdul Muthalib. Abdullah bin Abu Umayyah berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: Hai Muhammad, kaummu telah mengajukan demikian banyak tawaran menggiurkan kepadamu, namun semuanya kau tolak. Mereka memintamu bukti akan kedudukanmu di sisi Allah sebagaimana pengakuanmu, agar membenarkanmu, dan mengikutimu, namun engkau tidak juga mengabulkannya. Mereka memintamu menunjukkan kesaktianmu hingga mereka mengetahui kelebihanmu atas mereka dan kedudukanmu di sisi Allah, namun engkau tidak juga mampu membuktikannya. Mereka meminta percepatan siksa yang engkau ancamkan kepada mereka, namun engkau tidak juga mewujudkannya" -atau sebagaimana dikatakan Abdullah bin Abu
 
Umayyah. "Demi Allah, sampai kapan pun aku tidak akan pernah mengimanimu hingga engkau membangun tangga ke langit, kemudian engkau naik ke langit melalui tangga itu dan aku melihatmu tiba di sana, setelah itu engkau mengambil empat malaikat yang memberi kesaksian untukmu bahwa yang engkau katakan memang benar. Demi Allah, jika engkau tidak mau melakukannya, jangan harapkan aku membenarkanmu." Kemudian Abdullah bin Abu Umayyah pergi meninggalkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Rasulullah sendiri pulang dengan perasaan sedih dan duka cita karena tidak tercapainya keingin an beliau pada mereka ketika mendakwahi mereka, dan karena melihat mereka menjauh dari beliau.
Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bangkit meninggalkan mereka: Abu Jahl berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad masih seperti dulu tidak mau berhenti mencela agama kita, menghina leluhur kita, mendungu-dungukan mimpi-mimpi kita, dan menghina sesembahan kita. Sungguh aku berjanji kepada Allah, besok pagi aku akan memukulnya dengan batu. Jika ia sujud dalam shalatnya, aku akan melempar kepalanya dengan batu itu. Jika itu terjadi, maka serahkan aku atau lindungi aku. Setelah itu Bani Abdu Manaf bebas melakukan apa saja yang mereka suka." Mereka berkata: "Demi Allah, kami tidak menyerahkanmu selama-lamanya. Lakukanlah apa yang engkau mau!"
Ibnu Ishaq berkata: Keesokan pagi, Abu Jahal telah menyiapkan batu sebagaimana yang dia janjikan, kemudian duduk menunggu kedatangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sementara itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berbuat sebagaimana hari-hari yang lalu. Di Makkah, kiblat beliau menghadap ke Syam. Jika beliau shalat, beliau shalat di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad dan menjadikan Ka'bah di antara beliau dengan Syam. Lalu beliau berdiri melakukan shalat. Orang- orang Quraisy pun berkumpul di ruang pertemuan mereka untuk melihat apa yang akan diperbuat Abu Jahal kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ketika sujud, Abu Jahl mengambil batu dan berjalan ke arah Rasulullah. Ketika dekat pada beliau, ia malah lari ketakutan dengan wajah berubah pucat pasi dan kedua tangannya tiada lagi memegang batu itu hingga batu itupun terjatuh dari tangannya.
Orang-orang Quraisy bergegas berdiri menemui Abu Jahal, dan berkata: "Apa yang terjadi denganmu wahai Abu Jahal?" Abu Jahal berkata: "Aku berjalan kepada Muhammad untuk melakukan apa yang aku katakan pada kalian semalam. Saat aku dekat dengannya, tiba-tiba muncullah seekor unta. Demi Allah, aku belum pernah melihat kepala unta, pangkal lehernya, dan taringnya seperti unta itu. Aku sangat takut unta tersebut akan menerkam diriku."
Ibnu Ishaq berkata: Ada yang menyebut kan, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Itulah Malaikat Jibril. Jika Abu Jahl tetap mendekat, pasti ia menerkam Abu Jahal."33

Ketika Abu Jahl mengalami tekanan seperti itu, maka bangkitlah An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah bin Abdu Manaf bin Abduddar bin Qushay. Ibnu Hisyam menyatakan, dia disebut An-Nadhr bin al- Harits bin Alqamah bin Kaladah bin Abdu Manaf, kemudian berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, sungguh telah datang kepada kalian sesuatu yang tidak bisa kalian berkilah darinya. Sungguh sebelum ini Muhammad di mata kalian adalah anak muda belia, orang yang paling diterima di sisi kalian, orang yang paling benar ucapannya, dan orang yang paling tampak kejujurannya. Hingga ketika kalian lihat dia mulai beruban dan dia datang kepada kalian dengan ajaran yang dibawanya, kalian lalu menuduhnya sebagai penyihir. Tidak, demi Allah, ia bukan penyihir, karena kita telah mengetahui penyihir, sihirnya dan buhul-buhulnya. Kalian menuduhnya sebagai dukun. Tidak, demi Allah, ia bukan seorang dukun, karena kita sudah sangat paham tentang dukun dan mendengar
 
mantera mereka. Kalian menuduhnya sebagai seorang penyair. Tidak, demi Allah, ia bukan penyair, karena kita sudah mengetahui syair, dan menyimak jenis-jenisnya. Kalian menuduhnya orang gila. Tidak, demi Allah, ia bukan orang gila, karena kita sudah pernah menyaksikan orang gila; tangisannya, keragu-raguannya, dan kekacauan pikirannya. Wahai orang-orang Quraisy, pikirkan persoalan kalian ini dengan cermat, karena demi Allah, sebuah masalah besar telah merongrong kehidupan pada kalian."
An-Nadhr bin AI-Harits termasuk gembong-gembong Quraisy, orang yang menganiaya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan membuka front permusuhan dengan beliau. Ia pernah pergi ke Al- Hirah dan di sana ia sering mendengar cerita-cerita tentang raja-raja Persia, kisah-kisah tentang Rustum, dan Isfandiyar. Jika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkhotbah di satu tempat untuk mengajak kaumnya ingat kepada Allah, mengingatkan mereka tentang hukuman Allah yang diterima orang-orang sebelum mereka, dan setelah itu beliau beranjak meninggalkan tempat tersebut, maka An-Nadhr bin Al- Harits duduk di tempat yang sama, kemudian berkata: "Demi Allah, wahai orang- orang Quraisy, ucapanku lebih bagus daripada ucapan Muhammad. Sekarang kalian kemarilah, niscaya aku sampaikan kepada kalian tutur kata yang jauh lebih indah daripada perkataan Muhammad!" Kemudian An-Nadhr bin Al-Harits bercerita kepada mereka kisah tentang raja-raja Persia, Rustum, dan Isfandiyar. Ia berkata: "Ucapan Muhammad yang mana yang lebih bagus daripada ucapanku?"
Ibnu Hisyam berkata: An-Nadhr bin Al-Harits inilah, yang mengatakan: "Aku akan menerima wahyu seperti yang diturunkan Allah."
Ibnu Ishaq berkata: Seperti disampaikan kepadaku bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu berkata: Al- Qur'an menurunkan delapan ayat tentang An Nadhr bin Al-Harits. Yaitu firman Allah Ta'ala:


Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng-dongengan orang- orang dahulu kala." (QS. al-Qalam: 15) Dan semua ayat yang di dalamnya terdapat kata Al-Asaathir (dongeng) dalam Al- Qur'an.
Usai mengatakan itu An-Nadhr bin Al- Harits, orang-orang Quraisy mengutus bersama Uqbah bin Abu Mu'ith untuk menemui pendeta-pendeta Madinah. Orang-orang Quraisy berpesan pada keduanya: "Bertanyalah kalian berdua kepada rabi-rabi Yahudi tentang Muhammad, sifat-sifatnya, dan jelaskan ucapannya kepada mereka, karena mereka adalah orang-orang yang pertama kali diberi kitab yang mempunyai pengetahuan tentang para nabi yang tidak kita ketahui." Keduanya berangkat ke Madinah. Sesampainya di sana, mereka bertanya kepada rabi-rabi Yahudi tentang Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sembari menjelaskan sifat-sifat dan sebagian ucapan beliau kepada mereka. Keduanya berkata kepada mereka: "Sesungguhnya kalian mempunyai Kitab Taurat, dan kami datang kepada kalian untuk bertanya tentang sahabat kami."
Ibnu Ishaq berkata: rabi-rabi Yahudi itu berkata kepada kedua utusan Quraisy: "Tanyakan tiga hal kepada sahabatmu itu. Jika ia mampu menjawab ketiga hal tersebut, ia memang seorang Nabi sekaligus Rasul. Jika tidak bisa menjawabnya, pasti ia berdusta dan kalian akan tahu belangnya. Tanyakan kepadanya mengenai pemuda-pemuda (Ashabul Kahfi) yang meninggal pada periode pertama dan bagaimana kabar tentang mereka? Sebab mereka mempunyai kisah yang menarik. Kemudian tanyakan kepadanya tentang seorang pengembara yang menjelajahi timur dan barat seperti apa kisahnya? Lalu tanyakan padanya tentang ruh, apakah ruh itu? Jika sahabatmu bisa
 
menjawab ketiga pertanyaan tersebut, ia seorang Nabi dan kalian harus mengikutinya. Jika tidak bisa menjawabnya, berarti ia ber kata bohong dan terserah kalian mau berbuat apa saja kepadanya."
Kemudian An-Nadhr bin AJ-Harits dan Uqbah bin Abu Mu'aith bin Abu Amr bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay kembali pulang ke Makkah. Ketika meeka berdua bertemu kembali dengan orang-orang Quraisy, mereka berkata kepada mereka: "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kami datang membawa kabar kepada kalian. Rabi-rabi Yahudi menyuruh kita menanyakan tiga perkara kepada Muhammad. Jika mampu menjawabnya, berarti ia betul seorang Nabi. Jika tidak mampu menjawabnya maka artinya ia berkata bohong dan kalian bebas menilainya seperti apa saja."
Maka merekapun menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan bertanya kepada beliau: "Hai Muhammad, ceritakan kepada kami tentang anak-anak muda (Ashabul Kahfi) yang meninggal dunia pada periode pertama, karena mereka mempunyai kisah yang menarik hati, kisah seorang pengembara yang menjelajahi dunia timur dan barat serta tentang ruh?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Semua pertanyaan kalian aku jawab besokpagi." Rasulullah mengatakan itu tanpa ada embel-embel insya Allah. Setelah itu. mereka berbalik pulang meninggalkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Menurut banyak pakar sejarah, selama lima belas malam Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak menerima wahyu. Malaikat Jibril tidak datang kepada beliau, hingga membuat gusar penduduk Makkah. Mereka berkata: "Muhammad berjanji memberi jawaban atas pertanyaan kita besok pagi, sedangkan waktu sudah berjalan lima belas malam, namun sam- pai kini ia belum memberi jawaban apapun atas pertanyaan kita." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sangat berduka karena wahyu terputus dari beliau. Beliau bersedih hati karena komentar orang-orang Quraisy terhadap dirinya. Baru setelah itu datanglah Malaikat Jibril datang kepada beliau dari Allah Azza wa Jalla dengan membawa surat QS. Al Kahfi. Dalam surat tersebut, Allah mencela ucapan mereka yang membuat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersedih, menjelaskan kepada beliau berita sekitar pertanyaan mereka, tentang pemuda-pemuda yang mereka maksud, sang pengembara, dan masalah ruh."
Ibnu Ishaq berkata: Dikatakan kepadaku bahwa ketika Malaikat Jibril datang, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Sungguh engkau meninggalkanku wahai Jibril, hingga aku berburuk sangka kepadamu." Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam:


Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. (QS. Maryam: 64)
Allah Yang Mahatinggi membuka surat tersebut dengan memuji diri-Nya dan menjelaskan kenabian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan pengingkaran mereka. Allah Ta'ala berfirman:


Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalam- nya; (QS. al-Kahfi: 1)
 
Yakni, Muhammad engkau adalah Rasul dari-Ku, dan sebagai jawaban atas pertanyaan mereka tentang kenabianmu.
dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, (QS. al-Kahfi: 1- 2)
Yakni, Al Quran itu lurus dan tidak ada sesuatu yang saling bertentangan di dalamnya.


Untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah (QS. al-Kahfi: 2)
Yakni, untuk memperingatkan adanya siksaan Allah di dunia dan siksa nan pedih di akhirat dari sisi Tuanmu yang mengutusmu sebagai Rasul.


Dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal shaleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama- lamanya. (QS. al-Kahfi: 2-3)
Yaitu negeri keabadian dimana mereka tidak pernah mati di dalamnya. Mereka yang dimaksud adalah orang-orang yang membenarkan apa yang engkau bawa di saat orang-orang lain mendustakanmu, dan mereka mengerjakan amal-amal perbuatan yang diperintahkan kepada mereka.


Dan untuk memperingatkan kepada orang- orang yang berkata: "Allah mengambil seorang anak. (QS. al-Kahfi: 4)


Yaitu orang-orang Quraisy yang berkata: "Sesunggunya kita menyembah para Malaikat, karena mereka adalah anak-anak perempuan Allah.”


Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitupula nenek moyang mereka (QS. al-Kahfi: 5), yakni yang membesarkan perpecahan mereka dan mengungkap aib agama mereka.

 
Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka (QS. al-Kahfi: 5) Karena ucapan mereka bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.


Mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu (QS. al-Kahfi: 5-6). Maksudnya, apakah engkau akan membunuh dirimu wahai Muhammad atas apa yang mereka lakukan jika mereka tidak beriman dengan Kitab ini? Tatkala kau tidak dapatkan apa yang diharapkan dari mereka, maka jangan pernah lakukan itu.
Ibnu Hisyam berkata: Bakhi'un nafsaka, yakni menghancurkan dirimu, sebagaimana dikatakan kepada saya oleh Abu Ubaidah. Dzu Rumah berkata:
Wahai orang yang menghancurkan dirinya sendiri
Dengan sesuatu takdir yang ditetapkan yang dicabut darinya

Bentul flural dari bakhi' adalah bakhi'un dan bait di atas adalah penggalan dari syairnya. Orang Arab berkata: Bakha'tu lahu nushi wa nafsi yakni aku telah berusaha keras untuknya:
Mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu (QS. al-Kahfi: 5-6).
Allah Yang Mahatinggi berfirman:


Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya (QS. al- Kahfi: 7)
Ibnu Ishaq berkata: Yakni siapa saja yang paling mengikuti perintahku dan taat padaku? Ibnu Ishaq berkata: Allah Yang Maha tinggi juga berfirman:


Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. (QS. AI Kahfi: 8)
Maksud firman Allah: 'Shaidan, artinya bumi. Maksudnya: "Sesungguhnya apa saja yang ada di atas bumi pasti mengalami kematian, dan bahwa tempat kembali adalah kepada-Ku, kemudian Aku menghisab semua orang sesuai dengan amal perbuatannya. Oleh karena itulah, engkau, wahai Muhammad, jangan berduka cita dan bersedih hati atas apa yang engkau dengar dan atas apa yang engkau
lihat selama ini.
Ibnu Hisyam berkata: Ash-Sha'idu artinya bumi dan jamaknya ash-shu'udu. Arti lain ash-sha'idu ialah jalan. Dijelaskan dalam hadits: 'Janganlah kalian duduk di jalan-jalan (shuu'adaat)."34
 
 
Arti kata ash-shu'udaat pada di atas ialah jalan-jalan. Arti kata al-juruzu pada ayat di atas berarti bumi yang kering-kerontang. Jamaknya ialah ajraaz. Sanatun juruzun atau sinunun ajraazun artinya tahun- tahun dimana hujan tidak turun di dalamnya dan terjadi kekeringan, kemarau berkepanjangan. "
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah memberi jawaban atas pertanyaan mereka tentang anak-anak muda dengan berfirman:


Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? (QS. al-Kahfi: 9), yakni boleh jadi di antara tanda-tanda kekuasaan-Ku, misalnya argumen-argumen-Ku yang Aku karuniai kepada hamba- hamba-Ku itu jauh lebih mengherankan menakjub- kan daripada kisah tentang pemuda-pemuda tersebut. "
Ibnu Hisam berkata: Ar-Raqiimu pada ayat diatas ialah kitab yang memuat kisah tentang mereka. Jamaknya ialah ar-ruqumu. Ru'bah bin Al Ajjaj berkata:
Tempat penyimpanan kitab yang memuat (nomor-nomor)
Bait diatas adalah penggalan dari syair-syair Ru'bah bin Al-Ajjaj. Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Allah Ta'ala berfirman:
 

(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu, kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu). Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. (QS. al-Kahfi: 10-13), bi al- haqqi maksudnya, dengan berita yang benar tentang mereka. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka
 
berdiri lalu mereka berkata: "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran." (QS. al-Kahfi: 13-14). Yakni pemuda-pemuda tersebut tidak menyekutukan-Ku sebagaimana kalian menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak kalian ketahui.
Ibnu Hisyam berkata: Kata syathathan pada ayat di atas artinya melampaui batas dan melanggar kebenaran. A'sya Bani Qais bin Tsa'labah berkata:
Mereka tidak akan berhenti, begitu juga orang yang melampaui batas Laksana serbuan yang kehilangan minyak dan lampu

Bait diatas adalah penggalan syair-syair A'sya Bani Qai Tsa'labah. Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Allah Yang Maha tinggi berfirman:
 

Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) (QS. al-Kahfi: 15)
Makna kata sulthaanin bayyinin pada ayat ini adalah argumentasi yang kuat. Kemudian Allah berfirman:




Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orangyang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindungke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. (QS. al-Kahfi: 15-17)
Ibnu Hisyam berkata: Arti tazaawaru pada ayat di atas adalah condong. Kata tersebut beasal dari kata az-zawaru. Umru'u Al Qais bin Hujr berkata:
Sesungguhnya aku adalah penguasa, jika aku kembali sebagai raja Yang dari mereka, Anda melihat orang yang diborgol itu condong

Ini adalah penggalan syair miliknya.
Abu Zahf al-Kulaibi berkata menggambarkan semua negeri:
 
Tanah bergaram bukanlah tempat yang kami condong
Tuk bekerja tanpa air selama lima hari yang membuat unta kurus

Dua bait ini adalah penggalan syairnya. Taqridhuhum Dzaat al-Syimal artinya bahwa matahari menjauhi meninggalkan mereka dari sisi kiri.
Dzu Rummah berkata:
Pada unta yang bertandu dia menggigit pasir yang bundar di sebuah tempat Di sisi kiri sedangkan di sisi kanan adalah para penunggang kuda

Bait ini adalah penggalan syair miliknya.
Al Fajwah artinya tempat yang luas dan jamaknya al-fija'u. Salah seorang penyair berkata:
Engkau sandangkan kehinaan dan kekurangan kepada kaummu
Hingga darah mereka keluar hukum dan mereka meninggalkan negeri yang luas

Kemudian Allah Yang Mahatinggi berfirman:


Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. (QS. Al Kahfi: 17) Yakni, inilah hujjah atas orang-orang dari Ahli Kitab yang mengetahui cerita pemuda-pemuda tersebut. Untuk menguji validitas kenabianmu apakah engkau mampu menjawab tentang mereka atau tidak?
Kemudian Allah berfirman:


Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialahyang mendapatpetunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorangpemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami balik- balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. (QS. A1 Kahfi: 17-18).
Ibnu Hisyam berkata: Al-washiid artinya pintu. A1 Absi yang bernama asli Ubaid bin Wahb berkata:
Di bumi lapang yang pintunya tidak ditutup untukku Dan kebaikanku didalamnya tak mungkin tuk diingkari

Bait diatas adalah penggalan syair-syair Al-Absi.
 
Arti lainnya dari al-washiid ialah hala- man. Jamaknya "al-washaa'idu, al-wushudu, al-wushdaan, al- ushudu, dan al-ushdaan."
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah Ta'ala berfirman:


Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka. Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)." Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uangperakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung untuk selama- lamanya.” Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka." Orang- orangyang berkuasa atas urusan mereka ber- kata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya." (QS. al-Kahfi: 18-21)
 
Kemudian Allah Taala berfirman:


Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang ke- empat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; (QS. al-Kahfi: 22).
Mereka pada ayat di atas adalah rahib- rahib Yahudi yang menyuruh orang-orang Quraisy bertanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tentang pemuda-pemuda tersebut. Rajman bilghaib maksudnya, mereka sendiri tidak mempunyai ilmu pengetahuan yang pasti tentang pemuda-pemuda tersebut. Lalu Allah Taala berfirman:


dan (yang lain lagi) mengatakan: "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya." Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali
Yakni, janganlah engkau bertanya mengenai pemuda-pemuda tersebut kepada mereka sendiri karena mereka tidak mempunyai ilmu pemgetahuan yang pasti tentang mereka itu. Lalu Allah Ta'ala berfirman:


Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenaran- nya daripada ini." (QS. al-Kahfi: 23-24).
 
Yakni, janganlah karena di tanya seperti itu engkau mengatakan akan menjawabnya besok pagi seperti yang engkau katakan sebelumnya. Tapi katakanlah insya Allah. Ingatlah engkau kepada Allah jika engkau lupa, dan katakanlah, "Semoga Allah memberiku petunjuk untuk bisa menjawab apa yang mereka tanyakan kepadaku, karena engkau tidak mengetahui apa yang dikerjakan pemuda- pemuda tersebut.
Lalu Allah berfirman:


Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ra- tus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). (QS. Al- Kahfi: 25)
Yakni, rahib-rahib Yahudi akan mengatakan perkataan tersebut. Kemudian Allah berfirman:


Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan- Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terangpenglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada se- orangpelindungpun bagi mereka selain dari- pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." (QS. al-Kahfi: 26).
Yakni, semua yang mereka tanyakan ituf Allah Mahamengetahui.
Ibnu Ishaq berkata: Allah Taala berfirman tentang pertanyaan mereka perihal seorang pengembara:


Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya." Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, (QS. al-Kahfi: 83-84).
Di antara berita tentang Dzu Al-Qarnain ialah bahwa ia diberi beragam nikmat yang tidak dikarunikan kepada orang lain. Antara lain, jalan-jalan terbentang untuknya hingga ia berjalan melakukan pengembaraan dari timur ke barat. Setiap kali ia menjejakkan kakinya di suatu negeri, maka ia akan
 
berhasil menguasai penduduk setempat. Ia melakukan pengembaraan hingga tiba ke negeri-negeri yang tidak berpenghuni.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang mendapatkan berita-berita dari orang-orang non-Arab berkata kepadaku: Dzu Al-Qarnaini berasal dari Mesir. Ia bernama asli Marzuban bin Mardziyah Al-Yunani. Ia berasal dari anak keturunan Yunan bin Yafits bin Nuh.
Ibnu Hisyam berkata: Nama aslinya adalah Iskandar. Dialah orang yang membangun kota Iskandariyah (Mesir), kemudian kota Iskandariyah diberi nama dengan namanya.
Ibnu Ishaq berkata: Tsaur bin Yazid berkata kepadaku dari Khalid bin Madan Al-Kala'i bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya mengenai Dzu Al-Qarnain, kemudian beliau bersabda: Ia seorang malaikat yang mengukur dengan tali dari bawahnya.
Khalid berkata bahwa Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu mendengar seseorang memanggilnya: "Wahai Dzu Al-Qarnaini" Umar bin Khaththab berkata: "Ya Allah, ampunilah dia! Tidaklah kalian senang memberi nama anak-anak kalian dengan nama para nabi, hingga kalian memberi nama anak kalian dengan nama-nama para malaikat."
Ibnu Ishaq berkata: Allah lebih tahu apa mana yang benar dari keduanya apakah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengatakan itu atau tidak? Jika beliau mengatakannya, maka kebenaran ialah apa yang beliau sabdakan.
Ibnu Ishaq berkata: Allah berfirman tentang pertanyaan mereka seputar ruh.
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra: 85)
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberi tahu oleh Ibnu Abbas: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah, rabi-rabi Yahudi bertanya, "Hai Muhammad, tahukah engkau makna ucapanmu, 'Dan kalian tidak diberi pengetahuan melainkan sedikit. Siapakah yang dimaksud dengan kalian tersebut; kami atau kaummu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Semuanya. Dua-duanya!!" Para rabi-rabi Yahudi berkata: "Engkau sudah membaca apa yang engkau bawa, bahwa kami diberi Taurat. Di dalamnya terdapat penjelasan segala sesuatu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya Taurat dibanding ilmu Allah adalah sedikit sekali. Namun kalian mempunyai sesuatu yang jika kalian lakukan, maka hal itu cukup memadai untuk kalian."35

Ibnu Abbas berkata: Lalu Allah menurunkan ayat tentang pertanyaan mereka:


Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luq- man: 27).
 
Yakni, bahwa penjelasan Taurat tentang hal tersebut itu sangat sedikit jika dibandingkan dengan ilmu Allah.
Ibnu Abbas berkata: Lalu Allah menurunkan ayat kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam menyindir permintaan kaumnya agar terjadi gempa bumi maha dasyat, dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia dihidupkan kembali:


Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala itu adalah kepunyaan Allah. (QS. ar-Ra'du: 31).
Firman Allah,'Ba/ lillahil amru jami'an', maksudnya, "aku tidak mengerjakan hal tersebut melainkan sesuai Aku menghendakinya."
Ibnu Abbas berkata: Lalu Allah menurunkan ayat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tentang ucapan mereka, "Ambillah untuk dirimu", Orang-orang Quraisy meminta beliau membangun untuk taman-taman, istana-istana, harta simpanan, sebagai bukti yang membenarkan apa yang beliau katakan.




Dan mereka berkata: "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil) nya?" Dan orang-orangyang zalim itu berkata: "Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir." Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat
 
perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu). Maha Suci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik dari yang demikian, (QS. al-Furqan: 7-10).
Yakni, Mahasuci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya diadikan-Nya bagimu yang lebih baik dari yang demikian daripada engkau berjalan-jalan di pasar dan kerja mencari kehidupan.


(yaitu) surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan dijadikan-Nya (pula) untukmu istana-istana. (QS. al-Furqan: 10).
Allah Ta'ala juga menurunkan ayat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ten¬tang mereka:


Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat. (QS. al-Furqan: 20).
Firman Allah Ta'ala:


Yakni: "Aku menjadikan sebagian dari kalian menjadi cobaan bagi sebagian yang lain agar kalian bersabar. Jika Aku berkehendak menjadikan dunia tunduk pada perintah rasul-rasul-KU, hal itu niscaya terjadi."
Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tentang ucapan Abdullah bin Abu Umayyah:
 
 

Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hitigga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami," Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaima- na kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca" Katakanlah: "Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?" (QS. al-Isra: 90-93).
Ibnu Hisyam berkata:   pada ayat diatas ialah air yang keluar dari tanah atau selain tanah. Jamaknya    ialah    yanaabi'. Ibnu Harmah yang bernama asli Ibrahim bin Ab-dullah Al Fihri berkata:
Jika kau tumpahkan linangan air mata di setiap negeri
Maka teruskanlah segala sesuatu dan airmata- mu yang memancar

Bait di atas adalah penggalan syair-syair Ibnu Harmah.

Al-Kisafu ialah jenis-jenis siksa. Kata tunggalnya kisfah. Al-Qabiilu artinya saling berhadapan dan terang-terangan, seperti firman Allah pada ayat yang lain:


Kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya adzab atas mereka dengan nyata. (QS. Al-Kahfi: 55)
Abu Ubaidah mendendangkan syair A'sya Bani Qais bin Tsa'labah padaku:
 
Aku kan temani kalian hingga melakukan hal yang sama
Laksana jeritan wanita hami yang gembira karena kelahiran bayinya

Bait kedua bermakna, kedatangan sang wanita kepada bayinya untuk menciumnya. Bait syair di atas adalah penggalan syair-syair A'sya.
Ada yang mengatakan, al-qabiilu dan jamaknya ialah qabulu, artinya kelompok- kelompok. Disebutkan dalam Al Qur'an:


Dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka (QS. al-An'am: 111).
Dikatakan Qubul adalah jamak dari kata qabiilu sebagaimana subulu adalah jamak dari sabilu (jalan), atau sururu adalah jamak dari sariru(ranjang), atau qumushu adalah jamak dari qamishu (baju).
Al-Qabiibilu dalam sebuah pepatah dika-takan, "Maa ya'rifu qabiilan min dabiirin", maksudnya orang itu tidak tahu apa yang akan dan apa yang telah terjadi. Al-Kumait bin Zaid berkata:
Urusan-urusan mereka menjadi kacau balau di tempat mereka
Hingga mereka tak tahu apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi

Bait-bait syair di atas adalah penggalan syair-syair Al-Kumait bin Zaid.
Ada pula yang mengatakan, bahwa dia bermakna meminta. Jika pemintalan terjadi hingga lengan, maka ia dinamakan al-qabii- lu. Jika pemintalan terjadi hingga ujung jari, maka dinamakan ad-dabiiru. Jika pemintalan terjadi hingga lutut, ia dinamakan al-qabiilu. Jika pemintalan terjadi hingga pangkal paha, maka dinamakan ad-dabiiru.
Al Qabiilu juga berarti kaumnya pihak laki-laki. Az-Zukhruf ialah emas. Al-Muzakhrafu ialah sesuatu yang dihiasi dengan emas.
Selain itu, segala sesuatu yang dihiasi di- sebut muzakhraf.
Ibnu Ishaq berkata: Tentang ucapan mereka, "Sesungguhnya kami mendapat berita bahwa engkau diajari seseorang dari Yamamah yang bernama Ar-Rahman, dan kapan pun kami tidak akan beriman kepada-Nya," Allah Ta'ala menurunkan ayat,
Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (Al Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka kafir kepada Tuhan YangMaha Pemurah. Katakanlah: "Dialah Tuhanku tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertobat." (Ar-Ra'du: 30).
Tentang perkataan Abu Jahal, dan keinginannya, Allah Ta'ala menurunkan ayat berikut:
 
 

Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah, sekali-kali jangan, janganlah kamupatuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan) (QS. al-Alaq: 9-19).
Ibnu Hisyam berkata: Firman Allah   artinya Kami pasti membetotnya dan menyeretnya. Seorang penyair berkata:
Sebuah kaum bila mendengar teriakan keras minta tolong kau lihat mereka Antara orang yang dikekang dan mengambil ubun-ubun

An-Nadi ialah auditorium tempat orang-orang berkumpul dan memutuskan seluruh permasalahan mereka. Disebutkan dalam Al- Qur'an:


Apakah sesungguhnya kamu patut menda- tangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempatpertemuanmu? QS. (Al-Ankabut: 29).
Kata lain dari an-nadi ialah an-nadiyyu. Ubaid bin Al-Abrash berkata dalam syair- nya,
Kita akan berkumpul, karena aku berasal dari BaniAsad
Kaum yang mengadakan pertemuan, kemurah- an dan kelompok (an-nadi)

Disebutkan dalam Al-Quran:
 
 

Dan lebih indah tempat pertemuannya (an Nadiyyu)? (QS. Maryam: 73) Jamaknya ialah andiyah.
Melalui ayat di atas, Allah ingin menyampaikan, "Hendaklah ia memanggil orang-orang yang ada di auditorium (an-nadi)", seperti difirmankan Allah Taala, "Dan tanyakan kepada negeri." (QS. Yusuf: 82). Yakni tanyakanlah kepada penduduk negeri tersebut.
Salamah bin Jandal, salah seorang dari Bani Sa'ad bin Zaid Manat bin Tamim berkata:
Ada dua hari, sehari kami melakukan konferensi dan pertemuan Sehari lagi kami pergi menggempur musuh-musuh
Bait syair di atas adalah sebagian dari syair-syair Salamah bin Jandal. Persamaan kata an-nadi yaitu al-julasa' (tempat duduk).
Az-Zabaniyah ialah yang kuat dan perkasa. Maksud dari kata az-zabaniyah pada ayat di atas ialah para malaikat yang menjaga neraka. Sedang az-zabaniyah dalam konteks dunia ialah tentara yang bertindak sebagai pengawal. Kata tunggalnya az-zibniyyah. Tentang hal ini, Ibnu Az-Zaba'ri berkata:
Mewah pada jamuan tamu di kala perang Zabaniyah; bertulang dan berangan keras
Bait di atas adalah pengalan dari syair-syair Ibnu Az-Zaba'ri.
Shakhr bin Abdullah Al-Hudzali yang tak lain Shakhr Al-Ghayyi berkata:
Dan dari desa Kabir (perkampungan Hudzail) banyak orangyang berwatak keras
Bait di atas adalah penggalan syair-syair Shakr bin Abdullah.
Ibnu Ishaq berkata: Tentang kekayaan yang mereka tawarkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Allah Ta'ala menurunkan ayat-Nya,
Katakanlah:


Upah apa pun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Saba': 47).
Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendakwahi orang-orang Quraisy dengan membawa kebenaran yang sudah mereka tahu, dan mereka sadar sekali dengan kebenaran akan ucapan beliau, dan kebenaran kenabian beliau dan tentu ilmu gaib yang beliau bawa setelah mereka menanyakannya, maka menebarlah kedengkian mereka padanya, pada para pengikutnya, dan kejujuran beliau. Mereka mendurhakai Allah, tak acuh terhadap perintah-Nya, dan dengan keras kepala mereka tetap berada dalam kekafiran. Salah seorang dari mereka berkata: sebagaimana diabadikan dalam Al-Quran,
 
 



'Janganlah kalian dengar Al-Quran ini dengan sungguh-sungguh dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kalian dapat mengalahkan (mereka). ' (QS. Fushshilat: 26). Yakni, Al- Qur'an ini hanyalah bahan ejekan, sesuatu yang tak bermanfaat, dan barang mainan, mudah-mudahan kalian bisa menang melawannya, sebab jika pada suatu saat kalian berdebat dengannya, ia mengalahkan kalian dengan gampang.
Suatu ketika, Abu Jahal menghina Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kebenaran yang beliau bawa. Ia berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, Muhammad menyatakan bahwa pasukan tempur Allah yang menyiksa kalian di neraka dan memenjara kalian di dalamnya berjumlah sebanyak sembilan belas, padahal jumlah kalian jauh lebih banyak. Apakah seratus orang dari kalian tidak akan mampu menang melawan salah satu dari tentara tersebut. Kemudian Allah Taala me- nyindir ucapan Abu Jahl tersebut:


Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untukjadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang- orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang- orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatuperumpamaan?"Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapayang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. (QS. al-Muddatstsir: 31).

Saat salah satu dari mereka mengatakan yang demikian kepada sebagian yang lain, ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membaca Al-Qur an dengan suara nyaring dalam shalatnya, mereka menghindar dari beliau dan menolak untuk mendengarkannya. Namun sebagian dari mereka justru ingin mendengarkan sebagian Al-Qur'an yang dibaca Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam shalatnya, ia secara sembunyi-sembunyi mendengarkan tanpa sepengetahuan mereka. Jika ia
 
mengetahui bahwa orang-orang Quraisy mengetahui dirinya mendengarkan bacaan beliau, ia pergi karena takut mendapatkan sik- saan dari mereka dan tidak lagi menyimak bacaan beliau. Jika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengecilkan volume suaranya, orang-orang yang mendengarnya menduga bahwa mereka tidak mendengar sedikit pun bacaan beliau, bahkan beliau yang mendengar sedikit dari suara mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Daud bin Al-Hushain, mantan budak Amr bin Utsman berkata kepadaku dari Ikrimah mantan budak Ibnu Abbas yang berkata bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata kepada mereka:

"Sesungguhnya ayat berikut: 'Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu', diturunkan untuk mereka." Yakni, janganlah engkau menyaringkan suaramu hingga mereka lari darimu, dan jangan pula mengecilkan volume sehingga orang yang ingin mendengarnya tidak dapat mendengar yaitu sebagian orang- orang Quraisy yang mencuri-curi pendengaran sehingga barangkali ia menaruh perhatian kepada apa yang didengarnya lalu hal tersebut membimbingnya pada hidayah.



Siapakah Orang yang Pertama Kali Membaca Al-Quran Secara Terbuka di Depan Umum?


Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Urwah bin Az-Zubayr bercerita kepadaku dari ayahnya yang berkata: Orang yang pertama kali membaca Al-Qur'an secara terbuka di depan umum di Makkah setelah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu. Pada suatu ketika, sahabat- sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkumpul. Mereka berkata: "Demi Allah, orang-orang Quraisy belum pernah mendengar Al-Qur'an yang dibaca di depan umum. Siapakah yang berani memperdengarkannya kepada mereka?" Abdullah bin Mas'ud berkata: "Aku"! Mereka berkata: "Kami khawatir akan nyawa. Kami ingin ada orang yang mempunyai keluarga yang dapat melindunginya dari kaum tersebut jika ternyata nanti mereka berbuat jahat." Abdullah bin Mas'ud berkata: "Biarkanlah aku yang melakukannya, karena Allah akan melindungiku." Kemudian Abdullah bin Mas'ud pergi ke Maqam pada waktu Dhuha pada saat orang-orang Quraisy sedang berada di balai pertemuan mereka.
Abdullah bin Mas'ud berdiri di Maqam tersebut, lalu membaca dengan suara nyaring,


Tuhan yang Maha pemurah, yang telah meng- ajarkan Al Quran. (QS. ar-Rahman: 1-2). Abdullah bin Mas'ud melanjutkan bacaannya, sedang orang-orang Quraisy merenungkannya bahkan sebagian dari mereka berkata: "Apa yang dibaca anak Ummu Abd ini?" Sebagian dari mereka berkata: "Dia sedang membaca sebagian yang dibawa Muhammad". Mereka bangkit bergerak mendatangi Abdullah bin Mas'ud lalu menghajarnya, tapi Abdullah bin Mas'ud tak bergeming dia tetap membaca surat tersebut sampai ayat tertentu. Setelah itu, Abdullah bin Mas'ud baru pergi menemui sahabat-sahabatnya dengan wajah terluka. Mereka berkata kepadanya: "Itulah yang kami khawatirkan atas dirimu." Abdullah bin Mas'ud berkata: "Musuh-musuh Allah itu tidak lebih hina dalam pandanganku daripada mereka sejak sekarang. Jika kalian mau, besok pagi aku akan melakukan hal yang sama. Mereka
 
berkata: "Jangan!! Cukuplah engkau telah memperdengarkan kepada mereka sesuatu yang tidak mereka suka."



Siapa Saja Orang-orang Quraisy yang Menyimak Bacaan Al-Quran yang Dibaca Nabi


Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri berkata kepadaku: Abu Sufyan bin Harb, Abu Jahl bin Hisyam, dan Al-Akhnas bin Syariq bin Amr bin Wahb Ats-Tsaqafi, sekutu Bani Zuhrah, di suatu malam keluar untuk menyimak bacaan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang sedang melakukan shalat malam di rumahnya. Setiap orang dari mereka bertiga tidak saling mengetahui keberadaan mereka satu sama lain. Mereka rela begadang demi mendengarkan bacaan beliau. Ketika fajar menyingsing, mereka bubar, dan bertemu di salah satu jalan. Mereka saling mengata-ngatai satu sama lain. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain: "Jangan lakukan lagi, sebab bila kalian dilihat sebagian orang-orang yang tidak waras di antara kalian, pastilah kalian menimbulkan rasa curiga pada diri mereka." Setelah itu, mereka berpisah. Pada malam berikutnya, setiap orang dari mereka bertiga kembali ke mendengar bacaan Rasulullah. Mereka rela begadang tidur guna mendengarkan bacaan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Saat fajar merekah, mereka bubar dan kembali bertemu di salah satu jalan. Sebagian di antara mereka berkata kepada yang lain persis seperti yang mereka katakan sebelumnya pada malam sebelumnya. Setelah itu mereka berpisah. Pada malam berikutnya, mereka bertiga kembali mendengarkan bacaan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ketika fajar merekah, mereka bubar dan kembali bertemu di salah satu jalan. Sebagian dari mereka berkata kepada yang lain: "Mari kita berjanji tidak akan mengulangi perbuatan kita ini." Mereka bertiga pun berjanji tidak mendengarkan bacaan Al-Qur'an di rumah Muhammad, kemudian pulang ke rumahnya masing-masing.
Keesokan harinya, Al-Akhnas keluar menemui Abu Sufyan di rumahnya. Sesampainya di rumah Abu Sufyan Al-Akhnas bertanya: "Wahai Abu Hanzhalah, katakanlah kepadaku apa pendapatmu tentang apa yang semalam engkau simak dari Muhammad?" Abu Sufyan menjawab: "Wahai Abu Tsa'labah, demi Allah, aku mendengar beberapa yang aku tahu dan aku mengerti maksudnya. Aku juga dengar beberapa hal yang tidak aku tahu dan tidak aku pahami maksudnya. "Al-Akhnas berkata: "Demi Allah, aku juga seperti itu."
Lalu Al-Akhnas menuju rumah Abu Jahal. Sesampainya di rumahnya, Al-Akhnas, kemudian berkata kepada Abu Jahal: "Wahai Abu Al-Hakam, apa yang engkau dengar dari Muhammad semalam?" Abu Jahal berkata: "Mendengar apa aku?! Bukankah kita bersaing ketat memperebutkan kehormatan dengan Bani Abdu Manaf. Mereka memberi makan kita juga melakukan hal yang sama. Mereka menanggung orang, kita juga melakukan hal yang sama. Mereka memberi demikian juga kita. Hingga ketika kita telah siap untuk berangkat dan kami seperti dua kuda pacuan, mereka berkata: 'Kita memiliki Nabi yang mendapatkan wahyu dari langit'. Kapankah kita bisa mencapai hal seperti itu? Demi Allah, aku tidak akan pernah beriman kepada Nabi tersebut tidak pula membenarkannya!" Al- Akhnas berdiri dan meninggalkan Abu Jahl.
Ibnu Ishaq berkata: Apabila Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan mengajak kepada Allah, mereka mencemooh beliau sambil berkata: "Hati kami tertutupi dari apa yang kamu seru kami kepadanya." Artinya, kami tidak mengerti apa yang engkau katakan. "Dan di telinga kami ada sumbatan." Artinya, kami tidak bisa menyimak apa yang engkau katakan.
 
"Dan antara diri kami dan dirimu ada dinding." Artinya, ada penghalang antara kami denganmu. "Maka bekerjalah kamu." Artinya, kerjakan apa yang mesti engkau kerjakan. "Sesungguhnya kami bekerja." Artinya, kami akan mengerjakan apa yang harus kami kerjakan. "Kami tidak mengerti apapun darimu." Kemudian Allah menurunkan firman-Nya kepada beliau tentang ucapan mereka tersebut:


Dan apabila kamu membaca Al-Qur'an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dindingyang tertutup. Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya (QS. al-Isra': 45-46).
Yakni, mustahil mereka mampu memahamimu yang mentauhidkan Tuhanmu, jika Aku sudah menyumbat hati mereka dan menutup telinga mereka, serta terdapat dinding pemisah antara mereka denganmu sebagaimana yang mereka duga? Intinya, "Aku tidak akan membuat mereka mendengar dan memahami."


'Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka ber bisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata: 'Kamu tidak lain hanyalah meng ikuti seorang laki-laki yang kena sihir. ' (QS. al-Isra: 47).
Itulah yang saling mereka wasiatkan yakni tidak mengamalkan apa yang Aku utus engkau dengannya kepada mereka.


Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu, karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar) (QS. al-Isra: 48).
Artinya, mereka telah keliru dalam mencitrakan dirimu. Maka tidaklah aneh apabila mereka tidak mendapatkan petunjuk di dalamnya, dan perkataan mereka tidak memiliki nilai sedikit pun.
 
 

Dan mereka berkata: 'Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru? (QS. al-Isra: 49).
Yakni, engkau telah jelaskan kepada kami bahwa kami akan dibangkitkan setelah kematian dan setelah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur. Ini satu hal tidak mungkin terjadi.


Katakanlah: "Jadilah kalian sekalian batu atau besi, atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiran kalian." Maka mereka akan bertanya, "Siapa yangakan menghidupkan kembali?" Katakanlah, "Yang telah menciptakan kalian pada kali yang pertama." (QS. al-Isra: 50-51).
Yakni, Dzat yang menciptakan kalian sebagaimana yang telah kalian ketahui. Maka diciptakannya kalian dari tanah tidak lebih sulit bagi-Nya.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih berkata kepadaku dari Mujahid dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhumz yang berkata bahwa aku bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai firman Allah:


Atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurutpikiran kalian. (QS. al-Isra: 51).
Apa maksud Allah dengannya? Ibnu Abbas menjawab: Kematian.




Kekejaman Kaum Musyrikin Atas Orang-orang Lemah yang Baru Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Kemudian orang-orang Quraisy meneror orang-orang yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Setiap kabilah menangkap kaum Muslimin yang berada di kabilahnya kemudian memenjara mereka, menghajar mereka, membiarkan mereka lapar dan haus, dan menjemur mereka di padang pasir Makkah jika musim panas sedang membara. Mereka menyiksa orang-orang yang lemah di antara kaum Muslimin. Mereka melakukan cobaan berat atas sikap keberagamaan orang-orang lemah itu. Di antara kaum Muslimin ada yang berubah karena beratnya cobaan yang diterimanya. Namun ada pula yang lawan dan melakukan resistensi, Allah melindungi mereka dari orang-orang Quraisy.
 
Bilal adalah mantan budak Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. Awalnya ia adalah budak salah seorang dari Bani Jumah dan dilahirkan di Bani Jumah. Dialah Bilal bin Rabah. Ibunya bernama Hamamah. Bilal bin Rabah masuk Islam dengan tulus, hatinya bersih. Umayyah bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah mengeluarkannya ketika matahari sedang di puncak teriknya. Ia membaringkannya di atas padang pasir Makkah kemudian memerintahkan untuk meletakkan batu besar di atas dadanya. Umayyah bin Khalaf berkata kepada Bilal: "Demi Allah, engkau akan berada dalam kondisi seperti ini hingga engkau mati atau engkau kafir kepada Muhammad dan menyembah Al-Lata dan Al-Uzza." Meng- hadapi ujian tersebut, Bilal berkata: "Ahad (Esa) Ahad(Esa)."
Ibnu Ishaq berkata: Hisyam bin Urwah berkata kepadaku dari ayahnya ia berkata: Pada saat Bilal sedang disiksa, dan mengucapkan, 'Ahad. Ahad,' Waraqah bin Naufal berjalan melewatinya. Waraqah bin Naufal berkata: "Demi Allah, Ahad, dan Ahad, wahai Bilal." Waraqah bin Naufal menemui Umayyah bin Khalaf dan orang-orang dari Bani Jumah yang menyiksa Bilal. Waraqah bin Naufal berkata kepada mereka, "Allah, jika kalian menghabisi Bilal dalam kondisi seperti ini, pasti aku akan memberkati tempat kematiannya." Demikianlah apa yang terjadi sampai Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berjalan melewati orang-orang yang sedang menyiksa Bilal. Rumah Abu Bakar berada di Bani Jumah. Abu Bakar berkata kepada Umayyah bin Khalaf: "Mengapa engkau tidak takut kepada Allah dari menyiksa orang miskin ini? Hingga kapan engkau akan menyiksanya?" Umayyah bin Khalaf berkata: "Engkaulah yang merusak pikiran orang ini. Oleh karena itu, selamatkan dia jika engkau suka!" Abu Bakar berkata: "Boleh! aku mempunyai budak hitam yang lebih kuat dan kekar daripada dia, dan lebih fanatik berpegang dengan agamamu. Bagaimana kalau kita barter saja." Umayyah bin Khalaf berkata: "Aku setuju." Abu Bakar berkata: "Budak tersebut menjadi milikmu." Kemudian Abu Bakar memberikan budaknya itu kepada Umayyah bin Khalaf sementara ia mengambil Bilal kemudian dia memerdekakannya.
Sebelum hijrah ke Madinah, Abu Bakar memerdekakan enam budak dan Bilal adalah budak ketujuh yang ia merdekakan. Keenam budak yang ia merdekakan adalah sebagai berikut: Amir bin Fuhairah. Ia terlibat pada Perang Badar dan Uhud dan syahid di Perang Bi'ru Maunah, Ummu Ubais, Zinnirah ketika Abu Bakar memerdekakannya, ia dalam kon- disi buta akibat penyiksaan yang diterimanya. Orang-orang Quraisy berkata: "Matanya di cabut Al-Lata dan Al-Uzza." Zinnirah berkata: "Demi Rumah Allah, mereka bohong. Al-Lata dan Al-Uzza adalah patung yang tidak bisa berbuat apa-apa." Kemudian Allah mengembalikan matanya menjadi melihat kembali.
Kemudian dia memerdekakan An-Nahdiyyah dan putrinya. Keduanya milik seorang wanita dari Bani Abduddar. Abu Bakar mele- wati keduanya yang ketika itu sedang membuat tepung. Tuannya berkata: "Demi Allah, aku tidak akan pernah memerdekakan kalian berdua." Abu Bakar berkata: "Wahai ibu Si Fulan, batalkanlah sumpahmu itu!" Wanita tersebut berujar: "Membatalkan sumpah? Padahal engkau yang merusak pikiran keduanya!
Merdekakanlah mereka berdua, jika engkau suka!" Abu Bakar berkata: "Berapa harga keduanya?" Wanita itu berkata: "Sekian dan sekian." Abu Bakar berkata: "Aku beli keduanya dengan harga tersebut, dan keduanya menjadi orang merdeka." Abu Bakar berkata kepada An-Nahdiyyah dan putrinya: "Berhentilah membuat tepung itu!" An-Nahdiyyah dan putrinya berkata: "Wahai Abu Bakar, bagaimana kalau kami selesaikan dulu pembuatan tepung ini, jika telah selesai, baru kami kembalikan kepadanya?" Abu Bakar kemudian berkata: "Terserah kalian berdua." Abu Bakar berjalan melewati budak Muslimah Bani Muammil di perkampungan Bani Adi bin Ka'ab. Ketika itu Umar bin Khaththab menyiksanya agar ia meninggalkan agama Islam. Umar bin Khath-thab yang waktu itu masih musyrik tidak henti-hentinya menyiksa budak wanita tersebut hingga ia kelelahan sendiri. Umar bin Khaththab berkata: "Aku berhenti menyiksamu hanyalah karena kelelahan." Budak wanita itu berkata:
 
"Demikianlah Allah berbuat terhadap dirimu." Kemudian Abu Bakar membeli budak wanita tersebut dan memerdekakannya.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Abdullah bin Abu Atiq bercerita kepadaku dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari sebagian keluarganya yang berkata: Abu Quhafah berkata kepada Abu Bakar: "Aku lihat engkau cenderung memerdekakan budak-budak yang lemah. Andai saja engkau memerdekakan budak-budak yang kuat, niscaya mereka siap untuk melindungimu." Abu Bakar berkata: "Wahai ayahanda, aku hanya melaku- kan apa yang Allah inginkan." Salah seorang dari keluarga Abu Bakar berkata bahwa Allah menurunkan ayat-ayat tentang Abu Bakar dan tentang ucapan ayahnya kepadanya:




Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk, dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia. Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan. (QS. al-Lail: 5-21).
Ibnu Ishaq berkata: tatkala matahari sedang mencapai puncak panasnya, Bani Makhzum membawa Ammar bin Yasir, ayah, dan ibunya, yang semuanya telah masuk Islam, ke padang pasir Makkah untuk disiksa. Pada saat mereka bertiga sedang disiksa, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melewati mereka. Beliau bersabda seperti kabar yang aku terima, "Sabarlah, wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga."36 Mereka membunuh Ummu Ammar karena tetap kokoh dan menolak kecuali Islam.
 
 
Abu Jahal inilah yang mencemooh kaum Muslimin di kalangan orang-orang Quraisy. Jika mendengar ada orang yang mulia mendapat perlindungan masuk Islam, ia mencemooh dan menjelek-jelekkannya dengan mengatakan: "Engkau murtad dari agama ayahmu, padahal ayahmu lebih baik daripada engkau. Kami pasti menjelek-jelekkan mimpimu, tidak menerima pendapatmu, dan merusak kehormatanmu."
Jika orang tersebut pelaku bisnis, Abu Jahal akan berkata kepadanya: "Demi Allah, kami pasti membuat bisnismu bangkrut, dan kami hancurkan kekayaanmu* Jika orang tersebut orang lemah, maka Abu Jahl akan menyiksa atau merayunya.
Ibnu Ishaq berkata: Hakim bin Jubair berkata kepadaku dari Sa'id bin Jubair yang berkata bahwa aku bertanya kepada Abdullah bin Abbas: "Bagaimanakah bentuk penyiksaan orang-orang musyrikin terhadap sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam," Abdullah bin Abbas berkata: "Demi Allah. Orang-orang Quraisy memukul salah seorang dari sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, membuat mereka kelaparan dan kehausan hingga salah seorang dari mereka tidak bisa berdiri tegak akibat beratnya penyiksaan yang diterimanya. Sampai-sampai orang-orang Quraisy berkata kepadanya, "Al-Lata dan Al-Uzza adalah Tuhanmu, bu- kan Allah!!" Ia berkata: "Ya." Bahkan seekor sapi betina dibawa ke hadapannya, kemudian mereka berkata kepadanya: "Sapi betina ini adalah Tuhanmu dan bukannya Allah." Ia menjawab: "Ya." Ia melakukan ini semua demi menghindari penyiksaan yang lebih kejam."
Ibnu Ishaq berkata: Zubair bin Ukasyah bin Abdullah bin Abu Ahmad berkata kepadaku: Beberapa orang Bani Makhzum berjalan menuju rumah Hisyam bin Al-Walid, karena saudaranya yang bernama Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah telah memeluk Islam. Mereka sepakat untuk memurtadkan kembali anak-anak muda mereka yang telah masuk Islam, di antarannya Salamah bin Hisyam, dan Ayyasy bin Abu Rabi'ah. Mereka berkata kepada Al-Walid dalam dengan ketakutan karena wataknya yang keras, "Sesungguhnya kami ingin menjelek-jelekkan anak-anak muda tersebut karena agama baru yang mereka anut. Sehingga kita merasa ringan dalam menangani kasus lainnya selain mereka." Hisyam bin Al-Walid berkata: "Baiklah, silahkan saja, namun kalian jangan macam-macam dengan Al- Walid. Hati-hatilah kalian terhadap dia." Kemudian Hasyim bin Al-Walid berkata:
Janganlah kau sekali-kali habisi Ubais saudaraku
Jika kalian lakukan, maka kita mempunyai permusuhan abadi

"Berhati-hatilah kalian terhadapnya. Aku bersumpah dengan nama Allah, jika kalian membunuhnya, aku akan menghabisi orang paling dihormati di antara kalian. Mereka berkata: 'Ya Allah, laknatilah dia! Siapakah yang mau tertipu dengan ucapannya tersebut. Demi Allah, andaikata saudaranya mening- gal di tangan kita, pasti ia membunuh orang paling dihormati di antara kita." Makanya mereka tidak berani menganggu Al-Walid. Demikianlah Allah melindungi Al-Walid dari teror mereka.



Hijrah Pertama ke Negeri Habasyah


Ibnu Ishaq berkata: "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyaksikan langsung penderitaan yang dialami sahabat-sahabatnya, dan itu berbalik dengan keadaan beliau karena kedudukan beliau di sisi
 
Allah dan di sisi pamannya, Abu Thalib, sementara beliau tidak mampu memberi perlindungan kepada mereka, maka beliau bersabda kepada mereka: "Bagaimana kalau kalian berhijrah ke negeri Habasyah, karena rajanya mengharamkan siapapun dizalimi di dalamnya, dan negeri tersebut adalah negeri yang aman hingga Allah memberi solusi bagi kalian!"
Kemudian sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat menuju Habasyah, karena khawatir menerima siksaan yang lebih berat. Mereka lari kepada Allah dengan membawa agama mereka. Inilah hijrah pertama yang terjadi dalam Islam.
Kaum Muslimin yang pertama kali berangkat dari Bani Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr ialah Utsman bin Affan bin Abu Al- Ash bin Umayyah beserta istrinya, Ruqayyah binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Muhajirin dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf ialah Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi’ah bin Abdu Syams beserta istrinya yang bernama Sahlah binti Suhail bin Amr, salah seorang dari Bani Amir bin Luay. Di Habasyah Sahlah melahirkan seorang putra yang bernama Muhammad bin Hudzaifah.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay ialah Az-ZUbayr bin Awwam bin Khuwailid bin Asad.
Dari Bani Abduddar bin Qushay ialah Mush'ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar.
Dari Bani Zuhrah bin Kilab ialah Abdur-rahman bin Auf bin Abdu Manaf bin Abd bin Al-Harits bin Zuhrah.
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah ialah Abu Salamah bin Abdul Usd bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum beserta istrinya yang bernama Ummu Salamah binti Abu Umayyah bin Al- Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Dari Bani Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab ialah Utsman bin Madz'un bin Habib bin Wahab bin Hudzafah bin Jumah.
Dari Bani Adi bin Ka'ab ialah Amir bin Rabi'ah, sekutu keluarga Al-Khaththab dari Anzah bin Wail.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang dari Anzah ialah anak Asad bin Rabiah. Amir bin Rabi'ah hijrah bersama istrinya, Laila binti Abu Hatsmah bin Hudzafah bin Ghanim bin Abdullah bin Auf bin Ubayd bin Uwaij bin Adi bin Ka'ab.
Dari Bani Amir bin Luay ialah Abu Sabrah bin Abu Ruhm bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir. Ada yang mengatakan yang hijrah dari Bani Amir bin Luay ialah Abu Hathib bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir. Ada yang mengatakan bahwa dialah orang yang pertama kali tiba di Habasyah.
Dari Bani Al-Harits bin Fihr ialah Suhail bin Baidha yang tidak lain adalah Suhail bin Wahb bin Rabi'ah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits.
Sepuluh orang kaum Muslimin inilah yang pertama kali berangkat ke bumi Habasyah, sebagaimana berita yang saya terima.
Ibnu Hisyam berkata: Mereka dipimpin Utsman bin Madz'un seperti diikatakan sebagian orang berilmu kepadaku.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Ja'far bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berangkat menyusul ke bumi Habasyah. Kaum Muslimin secara bertahap-tahap berhijrah ke Habasyah hingga mereka berkumpul di sana. Ada yang hijrah bersama istrinya, ada pula yang hijrah sendirian tanpa ditemani istrinya.
 
Dari Bani Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr ialah Ja'far bin Abu Thalib bin Hasyim beserta istrinya, Asma' binti Umais bin An-Nu'man bin Ka'ab bin Malik bin Quhafah bin Khats'am. Di Habasyah, Asma' melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Abdullah bin Ja'far.
Sedangkan dari Bani Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf ialah Utsman bin Affan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams beserta istrinya yang bernama Ruqayyah binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Amr bin Sa'id bin Al-Ash bin Umayyah beserta istrinya yang bernama Fathimah binti Shaf- wan bin Umayyah bin Muharrits bin Syiqq bin Raqabah bin Mukhdi' Al-Kinani, dan saudaranya yang bernama Khalid bin Sa'id bin Al-Ash bin Umayyah beserta istrinya yang bernama Umainah binti Khalaf bin As'ad bin Amir bin Bayadzah bin Yatsi' bin Ja'tsamah bin Sa'ad bin Mulaih bin Amr, dari Khuza'ah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan Humainah (bukan Umainah) binti Khalaf. Ibnu Ishaq berkata: Di Habasyah, Umainah melahirkan Sa'id bin Khalid dan Amah binti Khalid. Di kemudian hari, Amah menikah dengan Zubair bin Awwam dan dari pernikahan keduanya lahirlah Amr bin Zubair, dan Khalid bin Zubair.
Di antara sekutu-sekutu Bani Umayyah dari Bani Asad bin Khuzaimah yang hijrah ke Habasyah ialah Abdullah bin Jahsy bin Ri'ab bin Ya'mar bin Shabrah bin Murrah bin Kabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad, saudaranya yang bernama Ubaidillah bin Jahsy beserta istrinya yang bernama Ummu Habibah binti Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Qais bin Abdullah salah seorang dari Bani Asad bin Khuzaimah beserta istrinya yang bernama Barakah binti Yasar mantan budak wanita Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah, dan Mu'aiqib bin Abu Fathimah. Ketujuh orang di atas adalah keluarga Sa'id bin Al-Ash.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebut bahwa Mu'aiqib berasal dari Daus.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf ialah Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi'ah bin Abdu Syams, dan Abu Musa Al-Asy ari yang nama aslinya adalah Abdullah bin Qais, sekutu keluarga Utbah bin Rabi'ah.
Dari Bani Naufal bin Abdu Manaf ialah Utbah bin Ghazwan bin Jabir bin Wahb bin Nasib bin Malik bin Al-Harits bin Mazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan, sekutu mereka.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay ialah Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad, Al-Aswad bin Naufal bin Khuwailid bin Asad, Yazid bin Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad, dan Amr bin Umayyah bin Al-Harits bin Asad. Jadi jumlah muhajirin dari Bani Asad bin Abdul Uzza ada empat orang.
Dari Bani Abd bin Qushay ialah Thulaib bin Umair bin Wahb bin Abu Kabir bin Abd bin Qushay. Seorang saja.
Sementara dari Bani Abduddar bin Qushay ialah Mush'ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar, Suwaibith bin Sa'ad bin Harmalah bin Malik bin Umailah bin As-Sibaq bin Abduddar, Jahm bin Qais bin Abdu Syurahbil bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar beserta istrinya yang bernama Ummu Harmalah binti Abdu A-Aswad bin Judzaimah bin Aqyasy bin Amir bin Bayadzah bin Yatsiq bin Ja'tsamah bin Sa'ad bin Mulaih bin Amir dari Khuza'ah beserta kedua anaknya yang bernama Amr bin Jahm dan Khuzaimah bin Jahm, Abu Ar-Rum bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar, dan Firas bin An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah bin Alqamah bin Abdu Manaf bin Abduddar. Dengan demikian jumlah mereka ada lima orang.
 
Dari Bani Zuhrah bin Kilab ialah Abdurrahman bin Auf bin Abdu Auf bin Abd bin Al-Harits bin Zuhrah, Amir bin Abu Waqqash, nama lengkapnya adalah Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah, Al- Muthalib bin Azhar bin Abdu Manaf bin Abd bin Al-Harts bin Zuhrah beserta istrinya Ramlah binti Abu Auf bin Dhubairah bin Su'aid bin Sa'ad bin Sahm. Di Habasyah, Ramlah melahirkan bayi laki-laki yang bernama Abdullah bin Al-Muthalib.
Dari sekutu-sekutu Bani Zuhrah bin Kilab dari Hudzail ialah Abdullah bin Mas'ud bin Al-Harits bin Syamakh bin Makhzum bin Shahilah bin Kahil bin Al-Harits bin Tamim bin Sa'ad bin Hudzail, dan saudaranya yang bernama Utbah bin Mas'ud.
Dari Bahra' ialah Al-Miqdad bin Amr bin Tsa'labah bin Malik bin Rabi'ah bin Tsumamah bin Mathrud bin Amr bin Sa'ad bin Tsaur bin Tsa'labah bin Malik bin Asy-Syarid bin Hazl bin Faisy bin Puraim bin Al- Qain bin Ahwad bin Bahra' bin Amr bin Ilhaf bin Qudha'ah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan bahwa Muhajirin lain dari Bahra' ialah Hazl bin Fas bin Dzar, Duhair bin Tsaur.
Ibnu Ishaq berkata: Ada yang berpendapat bahwa muhajirin lain dari Bahra' ialah Al-Miqdad bin Al- Aswad bin Abdu Yaghuts bin Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah, karena Al-Aswad mengadopsinya pada masa jahiliyah dan bersekutu dengannya. Jadi jumlah Muhajirin dari Bahra' ada enam orang.
Adapun muhajirin dari Bani Taim bin Murrah ialah Al-Harits bin Khalid bin Shakhr bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim beserta istrinya yang bernama Raithah binti Al-Harits bin Jabalah bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim. Di Habasyah dia melahirkan anak yang diberi nama Musa bin Al- Harits. Aisyah binti Al-Harits, Zainab binti Al Harits, dan Fathimah binti Al-Harits, dan Amr bin Utsman bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim. Jadi jumlah Muhajirin dari Bani Taim bin Murrah ada dua orang.
Dari Bani Makhzum bin Yaqazhah bin Murrah ialah Abu Salamah bin Abdu Al-Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum beserta istrinya yang bernama Ummu Salamah bin Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Di Habasyah, Ummu Salamah melahirkan anak perempuan yang diberi nama Zainab binti Abu Salamah. Nama asli Abu Salamah ialah Abdullah sedangkan nama asli Ummu Salamah ialah Hindun. Muhajirin yang lain dari Bani Makhzun ialah Syammas bin Utsman bin Abd bin Asy-Syarid bin Suwaid bin Harmi bin Amr bin Makhzum.
Ibnu Hisyam berkata: Nama asli Syam-mas adalah Utsman. Dinamakan Syammas karena Syammas lain yang berasal dari Asy-Syamamisah tiba di Makkah pada zaman jahiliyah. Syammas dari Asy- Syamamisah ini adalah pria tampan penuh kharisma. Utbah bin Rabi'ah, paman Syammas berkata: "Aku akan datangkan Syammas yang lebih tampan daripada Syammas ini." kemudian ia mendatangkan keponakannya yang bernama Utsman bin Utsman kemudian ia diberi nama Syammas sebagaimana dituturkan Ibnu Syihab.
Ibnu Ishaq berkata: Muhajirin yang lain dari Bani Makhzum ialah Habbar bin Sufyan bin Abdu Al-Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, saudara Habbar, Abdul-lah bin Sufyan, Hisyam Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, Salamah bin Hisyam bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, dan Ayyasy bin Abu Rabi'ah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Muhajirin dari sekutu-sekutu Bani Makh-zum ialah Muattib bin Auf bin Amir bin Al-Fadhl bin Afif bin Kulaib bin Habasyiyah bin Salul bin Ka'ab bin Amr dari Khuza'ah. Dialah yang diberi nama Aihamah. Jadi jumlah muhajirin dari Bani Makhzum dan sekutunya ada delapan orang.
 
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan Muhajirin lain dari sekutu Bani Makhzum ialah Hubsyiyah bin Salul. Dialah yang biasa dipanggil Muattib bin Hamra.
Dari Bani Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab ialah Utsman bin Madz'un bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah beserta anak laki-lakinya yang bernama As-Saib bin Utsman, serta dua saudara laki-lakinya yang bernama Qudamah bin Madz'un dan Abdullah bin Madz'un. Hathib bin Al-Harits bin Ma'mar bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah beserta istrinya yang bernama Fathimah binti Al- Mujallil bin Abdullah bin Abu Qais bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir, kedua anak laki-lakinya yang bernama Muhammad bin Hathib, dan Al-Harits bin
Hathib saudara Hathib yang bernama Haththab bin Al-Harits beserta istrinya yang bernama Fukaihah binti Yasar, Sufyan bin Ma'mar bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah serta kedua anak laki- lakinya yang bernama Jabir bin Sufyan dan Junadah bin Sufyan, serta istrinya yang bernama Hasanah. Hasanah adalah ibu Jabir dan Junadah, serta saudara keduanya dari pihak ibu yaitu Syurahbil bin Hasanah, yang berasal dari Al-Ghauts.
Ibnu Hisyam berkata: Syurahbil merupakan anak Abdullah, salah seorang dari Al-Ghauts bin Murr, saudara Tamim bin Murr.
Ibnu Ishaq berkata: Muhajirin lain dari Bani Jumah ialah Utsman bin Rabi'ah bin Ahban bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah. Jadi jumlah Muhajirin dari Bani Jumah ada sebelas orang laki-laki.
Dari Bani Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab ialah Khunais bin Hudzafah bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, Abdullah bin Al-Harits bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, dan Hisyam bin Al-Ash bin Wail bin Sa'ad bin Sahm.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Ash adalah anak Wail bin Hasyim bin Sa'ad bin Sahm.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Sahm bin Amir ialah Qais bin Hudzafah bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, Abu Qais bin Al-Harits bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, Al-Harts bin Al-Harits bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, Ma'mar bin Al-Harits
bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, Bisr bin Al-Harits bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, saudara seibu Bisr dari Bani Tamim yang bernama Sa'id bin Amr, Sa'id bin Al-Harits bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, As-Saib bin
Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, Umair bin Ri'ab bin Hudzaifah bin Muhassim bin Sa'ad bin Sahm, dan Mahmiyah bin Al-Jaza', sekutu Bani Sahm bin Amr dari Bani Zubaid. Jumlah Muhajirin dari Bani Sahm ada empat belas orang laki-laki.
Dari Bani Adi bin Ka'ab ialah Ma'mar bin Abdullah bin Nadhlah bin Abdul Uzbin Hurtsan bin Auf bin Ubaid bin Uwaij bin Adi, Urwah bin Abdul Uzza bin Hurtsan bin Auf bin Ubaid bin Uwaij bin Adi, Adi bin Nadhlah bin Abdul Uzza bin Auf bin Ubaid bin Uwaid bin Adi beserta anak laki-lakinya yang bernama An-Nu'man bin Adi, dan Amir bin Rabi'ah, sekutu keluarga Al-Khaththab dari Anz bin Wail beserta istrinya yang bernama Laila binti Hatsmah bin Ghanim. Jadi Muhajirin dari Bani Adi bin Ka'ab ada lima orang.
Dari Bani Amir bin Luay ialah Abu Sabrah bin Abu Ruhm bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir beserta istrinya yang bernama Ummu Kaltsum binti Suhail bin Amr bin Abdu Syamsu bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir, Abdullah bin Makhramah bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd bin Nashr bin Nahsr bin Malik bin Hisl bin Amir, Abdullah bin Suhail bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir, Salith bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir, saudara Salith yang
 
bernama As-Sakran bin Amr beserta istrinya yang bernama Saudah binti Zam'ah bin Qais bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir, Malik bin Zam'ah bin Qais bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nahsr bin Malik bin Hisl bin Amir beserta istrinya yang bernama Amrah binti As- Sa'di bin Waqdan bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir, Abu Hathib bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir, dan Sa'ad bin Khaulah, sekutu mereka. Jumlah muhajirin dari Bani Amir bin Luay ada delapan belas orang laki-laki.
Ibnu Hisyam berkata: Sa'ad bin Khaulah adalah orang Yaman.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Al-Harits bin Fihr ialah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah yang bernama asli Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits, Suhail bin Baidha' yang nama leng- kapnya ialah Suhail bin Wahb bin Rabi'ah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits namun nasab ibunya lebih lekat dengannya sehingga ia dinasabkan kepada ibunya. Ibunya bernama Da'dun binti Jahdam bin Umayyah bin Dzarib bin Al-Harits bin Fihr, tapi ibunya lebih sering dipanggil Baidha'.
Muhajirin lainnya dari Bani Al-Harits bin Fihr ialah Amr bin Abu Sarh bin Rabi'ah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits, Iyadh bin Zuhair bin Abu Syaddad bin Rabi'ah bin Uhaib bin Dhabbah bin Al- Harts. Ada yang mengatakan bahwa Rabi'ah ialah anak Hilal bin Malik bin Dhabbah bin Al-Harits. Amr bin Al-Harits bin Zuhair bin Syaddad bin Rabi'ah bin Hilal bin Malik bin Dhabbah bin Al-Harits, Amr bin Abdu Ghunm bin Zuhair bin Abu Syaddad bin Rabi'ah bin Hilal bin Malik bin Dhabbah bin Al-Harits, Sa'ad bin Abdu Qais bin Laqith bin Amir bin Umayyah bin Dzarib bin Al-Harits, dan Al-Harits bin Abdu Qais bin Laqith bin Amir bin Umayyah bin Dzarib bin Al-Harits bin Fihr. Jumlah muhajirin dari Bani Al- Harits bin Fihr ada delapan belas orang laki-laki.
Jumlah kaum Muslimin yang menyusul ke Habasyah dan berhijrah kepadanya, selain anak-anak yang mereka bawa hijrah atau lahir di Habasyah, adalah delapan puluh tiga orang laki-laki, apabila Ammar bin Yasir ditambahkan ke dalam jumlah tersebut, namun tidak jelas apakah ikut hijrah ke sana.
Di antara syair-syair yang diungkapkan di Habasyah adalah bahwa sesungguhnya Abdullah bin Al- Harits bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm menyaksikan Muslimin mendapatkan keamanan di Habasyah, memuji perlindungan yang diberikan Najasyi, dan mereka dapat beribadah kepada Allah tanpa ada rasa takut kepada siapa pun.
Utsman bin Madz'un melaknat Umayyah bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah. Utsman bin Madz'un adalah saudara misan Umayyah bin Khalaf, namun demikian, Umayyah bin Khalaf tetap mengintimidasi karena keislamannya. Padahal, Umayyah bin Khalaf saat itu adalah tokoh yang sangat dihormati di kaumnya.



Orang-orang Quraisy Mengirim Intelnya ke Habasyah untuk Menarik Pulang Kaum Muhajirin


Ibnu Ishaq berkata: Manakala orang-orang Quraisy menyadari bahwa sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hidup damai dan tentram di bumi Habasyah, serta mendapatkan tempat tinggal dan ketenangan, mereka sepakat mengirim dua intel Quraisy yang kokoh agamanya untuk menemui Najasyi dan memintanya menyerahkan sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada mereka. Mereka melakukan ini karena bermaksud menyiksa para sahabat agar murtad dari agamanya, dan mengeluarkan mereka dari negeri Habasyah. Orang-orang Quraisy mengutus
 
Abdullah bin Abu Rabi'ah dan Amr bin Al-Ash bin Wail, dan membekali keduanya dengan hadiah- hadiah mewah untuk mereka serahkan Najasyi dan para pendetanya. Maka diutuslah keduanya.
Ketika Abu Thalib mengendus rencana orang-orang Quraisy, dan hadiah-hadiah mewah yang dibawa oleh kedua utusan tersebut, ia mengucapkan syair-syair untuk Najasyi. Meminta Najasyi agar tetap memberikan perlindungan yang baik kepada kaum Muhajirin, dan membela mereka:
Duhai, bagaimana keadaan Ja'far di tempat nunjauhsana Amr, dan para musuh itu adalah kerabat sendiri
Apakah keramahan Najasyi menyentuh Ja'far dan sahabat-sahabatnya
Ataukah ada pihak yang berusaha merusak suasananya
Engkau orang mulia dan luhur
Hingga orang yang tinggal di sisimu tak merasa menderita
Allah membekalimu dengan kelapangan
Dan pintu-pintu kebaikan semuanya melekat pada dirimu Engkau orang pemurah yang berakhlak mulia
Orang jauh dan dekat merasakan kebaikannya.

Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim Az-Zuhri bercerita kepadaku dari Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam Al-Makhzumi dari Ummu Salamah binti Abu Umayyah bin Al- Mughirah, istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang berkata: "Setiba kami di Habasyah, Najasyi menyambut kami dengan sangat ramah. Kami merasa aman dengan agama kami, dan bisa beribadah kepada Allah tanpa siksaan dan tidak mendengar kata-kata yang menghina kami. Hal ini lalu didengar orang-orang Quraisy, kemudian mereka mengirim dua orang yang kokoh agamanya untuk menemui Najasyi guna membicarakan tujuan mereka, dan merayunya dengan hadiah-hadiah untuk Najasyi yang berasal dari kekayaan penduduk Makkah. Anehnya bahwa di antara hadiah tersebut terdapat kulit. Orang-orang Quraisy mengumpulkan kulit yang banyak sekali, dan tidak ada satu pendetapun yang tidak mereka siapkan hadiah untuk mereka. Barang-barang tersebut dibawa Abdullah bin Abu Rabi'ah dan Amr bin Al-Ash, dan mereka berdua diperintahkan untuk tidak gagal dengan misi mereka. Mereka berkata kepada keduanya: "Berikan hadiah ini kepada semua pendeta sebelum kalian berdua mengutarakan maksud kalian kepada Najasyi mengenai orang-orang yang hijrah. Lalu serahkanlah hadiah-hadiah ini kepada Najasyi, kemudian mohonlah kepada Najasyi agar ia menyerahkan orang- orang yang hijrah itu kepada kalian berdua.
Ummu Salamah bercerita: Bangkitlah kedua utusan Quraisy dari Makkah menuju Habasyah. Kami semua saat itu berada di sebuah rumah yang nyaman dan tetangga yang baik. Mereka berdua lalu memberikan hadiah tersebut kepada para pendeta sebelum berbicara kepada Najasyi. Keduanya berkata kepada setiap orang dari para pendeta: "Sesungguhnya telah masuk ke negeri Tuan raja anak- anak muda yang linglung. Mereka meninggalkan agama kaumnya, dan tidak masuk ke dalam agama kalian. Mereka menganut agama baru yang sama-sama tidak kita kenal. Tokoh-tokoh orang-orang Quraisy mengutus kami kepada kalian untuk menarik pulang mereka kepada kaumnya. Jika kami berbicara kepada raja kalian tentang orang- orang tersebut, hendaklah kalian memberikan isyarat agar dia menyerahkan mereka kepada kami dan agar ia tidak berbicara dengan mereka, karena kaum mereka jauh lebih mengerti apa yang mereka katakan, dan lebih mengerti apa yang mereka cela. Para pendeta berkata kepada keduanya: "Baiklah." Lalu kedua utusan Quraisy itu menyerahkan hadiah- hadiah kepada Najasyi dan Najasyi menerimanya. Keduanya berkata kepada Najasyi: "Wahai tuan raja, sesungguhnya telah menyelinap masuk ke negeri tuan anak-anak muda kami yang linglung. Mereka
 
murtad dari agama kaumnya dan tidak masuk dalam agamamu. Mereka menganut agama yang mereka ciptakan sendiri. Kami tidak mengenal agama tersebut, begitu juga tuan. Kami diutus ayah- ayah mereka, paman-paman mereka, dan keluarga besar mereka untuk membawa mereka pulang kepada kaumnya, karena kaumnya jauh lebih mengerti apa yang mereka katakan."
Ummu Salamah melanjutkan: Tidak ada sesuatupun yang paling dibenci Abdullah bin Abu Rabi ah dan Amr bin Al-Ash lebih daripada Najasyi mendengar perkataan kaum kaum muslimin. Para pendeta di sekeliling Najasyi berkata: "Mereka berdua berkata benar, wahai tuan raja. Kaum mereka jauh lebih mengerti terhadap apa yang mereka katakan, dan lebih mengerti terhadap apa yang mereka cela. Oleh karena itu, kembalikan saja mereka kepada kedua orang ini, agar keduanya membawa mereka kembali pulang ke negeri dan kaum mereka."
Mendengar itu, Najasyi marah besar. Ia berkata: "Tidak!" Demi Allah, aku tidak akan menyembahkan mereka kepada kalian berdua. Jika ada sebuah kaum hidup berdampingan denganku, dan memilihku daripada orang selain aku, maka kewajibanku adalah bertanya kepada mereka tentang apa yang dikatakan dua orang ini tentang diri mereka. Jika memang benar ucapan kedua orang ini, baru aku serahkan mereka kepada keduanya, dan aku pulangkan mereka kepada kaumnya, namun, jika ternyata mereka tidak seperti dikatakan
Keauanya, aku aKan menaungi mereKa aari keduanya, dan melindungi mereka selama tinggal di negeriku."
Ummu Salamah berkata: Kemudian Najasyi mengundang datang sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melalui utusannya. Ketika utusan Raja Najasyi tiba di tempat, mereka segera mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan tersebut, sebagian Muhajirin berkata kepada sebagia yang lain: "Apa yang akan kita katakan kepada raja Najasyi jika kita datang menemuinya?" Mereka berkata: "Demi Allah, kita akan mengatakan apa yang telah kita ketahui selama ini. Apa yang disampaikan Nabi itulah yang akan kita katakan." Ketika mereka tiba di tempat Najasyi yang ketika itu juga memanggil para uskupnya yang kemudian membuka mushaf-mushaf mereka di sisi Najasyi. Najasyi bertanya kepada para muhajirin: "Mengapa agama ini membuat kalian memisahkan dari dari kaum kalian, dan mengapa kalian tidak masuk ke dalam agamaku, serta tidak masuk ke dalam salah satu dari agama-agama yang telah ada?"
Orang yang menjawab pertanyaan Najasyi ialah Ja'far bin Abu Thalib. Ia berkata kepada Najasyi, "Wahai tuan raja, mulanya kami adalah ahli jahiliyah. Kami menyembah patung-patung, memakan bangkai, berzina, memutus silaturahim, menyakiti tetangga, dan orang kuat di antara kami selalu menindas orang lemah. Begitulah kondisi kami hingga Allah mengutus seseorang dari kami menjadi Rasul kepada kaum kami. Kami mengenal keturunannya, kebenarannya dan kejujurannya. la mengajak kami kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, beribadah kepada-Nya, dan meninggalkan batu dan patung-patung yang sebelumnya kami sembah. Rasul itu memerintahkan kami untuk berkata jujur, menunaikan amanah, menyambung tali silaturahim, bertetangga dengan baik, menahan diri dari hal-hal yang haram, dan tidak membunuh. Ia melarang kami dari perbuatan zina, berkata bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berzina wanita yang menjaga kehormatannya. Ia memerintahkan kami hanya beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Ia juga memerintahkan kami shalat, zakat, dan puasa.
Ummu Salamah berkata: Ja'far memaparkan asas-asas utama agama Islam, lalu ia berkata: Kami membenarkan Rasul tersebut, beriman kepadanya, dan mengikuti apa yang dia bawa dari sisi Allah. Hanya kepada Allah
 
kami beribadah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Kami mengharamkan apa saja yang beliau haramkan, dan menghalalkan apa saja yang beliau halalkan. Setelah itu, muncul ketidaksukaan kaum kami kepada kami. Mereka meneror dan menyakiti kami karena agama ini. Mereka memaksa kami kembali menyembah patung-patung, tidak menyembah Allah Ta'ala, dan kami menghalalkan kembali apa yang dulu pernah kami halalkan. Karena mereka selalu meneror kami, menyaluti kami, mempersempit ruang gerak kami, dan memisahkan kami dari agama kami, maka kami pergi ke negeri tuan dan memilih tuan daripada orang lain. Kami lebih suka hidup berdampingan dengan tuan, dan kami berharap tidak disiksa lagi di sisimu, wahai tuan raja."
Najasyi berkata kepada Ja'far: "Apakah engkau membawa bukti yang datang dari sisi Allah?" Ja'far berkata kepada Najasyi: "Ada." Najasyi berkata kepada Ja'far: "Bacakanlah ia untukku!"
Kemudian Ja'far membacakan permuiaan surat Maryam. Demi Allah, Najasyi menangis tersedu-sedu hingga jenggotnya basah oleh air mata. Para uskup juga menangis hingga air mata mereka menetes membasahi mushaf-mushaf mereka ketika mendengar surat yang dibaca Ja'far. Najasyi berkata: "Sesungguhnya ayat tadi dan apa yang dibawa Isa berasal dari sumber cahaya yang sama. Enyahlah kalian berdua, hai utusan Quraisy! Demi Allah, aku tidak akan pernah mengembalikan mereka kepada kalian berdua, dan mereka tidak bisa diusik."
Tatkala kedua utusan Quraisy keluar dari hadapan Najasyi, Amr bin Al-Ash berkata: "Demi Allah, besok pagi aku akan menghadap Najasyi dan mencabut akar asal usul mereka." Abdullah bin Abu Rabi'ah, orang terkuat di tengah kami, berkata: "Jangan kau lakukan itu, karena mereka mempunyai kaum kerabat walaupun mereka berseberangan dengan kita." Amr bin Al-Ash berkata: "Demi Allah, aku akan jelaskan kepada Najasyi, bahwa sahabat-sahabat Muhammad meyakini Isa bin Maryam hanyalah seorang manusia biasa."
Esok harinya, Amr bin Al-Ash kembali menghadap Najasyi untuk kedua kalinya dan berkata kepadanya: "Wahai tuan raja, mereka meyakini sesuatu yang di luar batas tentang Isa bin Maryam. Oleh karena itu, kirimlah seseorang untuk menghadirkan mereka ke sini agar engkau bisa menanyakan tentang pendapat mereka terhadap Isa bin Maryam!" Najasyi mengirim utusan untuk menanyakan pendapat kaum Muslimin terhadap Nabi Isa bin Maryam.
Ummu Salamah berkata: Kami belum pernah berhadapan dengan persoalan rumit seperti ini sebelumnya. Pada saat yang bersamaan, kaum Muslimin mengadakan diskusi. Sebagian di antara mereka bertanya kepada sebagian yang lain: "Apa yang akan kalian katakan tentang Isa bin Mar yam jika raja Najasyi menanyakan hal itu kepada kalian?" Sebagian lain menjawab: "Demi Allah,akan kita katakan seperti yang difirmankan Allah, dan dibawa Nabi kita. Itulah yang akan kita katakan."
Ketika kaum Muslimin masuk ke tempat Najasyi, Najasyi bertanya kepada mereka: "Apa keyakinan kalian tentang Isa bin Maryam?" Jafar menjawab: "Dalam pandangan kami, Isa bin Maryam ialah seperti dikatakan Nabi kami bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, Ruh-Nya, dan Kalimat-Nya yang ditiupkan ke dalam rahim Maryam sang perawan." Najasyi memukul tanah dengan tangannya lalu dia mengambil sebuah tongkat, kemudian berkata: "Demi Allah, apa yang dikatakan Isa bin Maryam mengenai tongkat ini tidak jauh berbeda dengan apa yang engkau yakini."
Para uskup yang ada di sekeliling Najasyi mendengus geram ketika mendengar apa yang dikatakan Najasyi. Najasyi berkata: "Ada apa dengan kalian!" Kepada kaum Muslimin, Najasyi berkata: "Kalian tetap aman di negeriku. Barangsiapa melecehkan kalian, ia pasti merugi. Barangsiapa merendahkan kalian, ia pasti merugi. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi. Memiliki gunung dari emas, jika aku harus menyakiti salah seorang dari kalian maka hal itu sangat kubenci. Kembalikan hadiah-hadiah ini
 
kepada dua orang utusan Quraisy. Demi Allah, Dia tidak pernah menyuapku untuk mendapatkan kekuasaan dariku, apakah pantas jika kemudian aku mengambil suap di dalamnya. Allah jadikan manusia tidak taat padaku lalu haruskah aku jadikan taat mereka padaku." Kemudian kedua utusan Quraisy keluar dari hadapan Najasyi dalam keadaan kecewa sekali. Sementara kami tetap tinggal di negeri Najasyi dengan nyaman dan perlakukan yang baik.
Ummu Salamah berkata: Demi Allan, selama di sana kami hidup bahagia hingga muncul seorang dari Habasyah yang berusaha menggeser Najasyi dari kursi kerajaan. Demi Allah, kami belum pernah bersedih seperti saat itu. Kami khawatir orang tersebut berhasil menjatuhkan Najasyi, sehingga muncullah orang yang tidak mengetahui kondisi kami, sebagaimana Najasyi mengetahui kondisi kami.
Najasyi lalu berangkat menemui lawannya di tepian Sungai Nil. Sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Siapa yang berani menyaksikan berke- camuknya peperangan dua pasukan tersebut kemudian datang ke sini lagi dengan membawa berita?"
Zubair bin Awwam berkata: "Aku siap!" Mereka berkata: "Bagus?" Zubair adalah orang yang termuda di antara kami. Sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengisi tempat air untuk Zubair bin Awwam dan menggantungkannya di dadanya. Kemudian Zubair keluar menuju tepian Sungai Nil, di mana dua pasukan bertemu. Kami semua ber- doa kepada agar Allah memenangkan Najasyi atas musuhnya, dan memberikan kekokohan di negerinya. Demi Allah, di saat kami sedang berharap seperti itu, tiba-tiba Zubair berlari-lari sambil memberi isyarat dengan bajunya, ia berkata: "Bergembiralah, Najasyi telah menang. Allah memenangkannya, dan memberikan ketentaraman di negaranya. "Demi Allah, kami bahagia sekali saat itu. Setelah itu, Najasyi pulang. Allah memberikan keamanan di negaranya. Habasyah pun semakin kokoh di bawah kepemimpinan Najasyi. Kami tinggal di sana dengan tentram hingga pulang ke Makkah bertemu kembali dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. "



Kisah Penguasaan Najasyi Atas Habasyah


Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri bercerita, aku pernah berdiskusi dengan Urwah bin Zubair tentang hadits Abu Bakr bin Abdurrahman dari Ummu Salamah, istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Urwah bin Zubair berkata: "Sesungguhnya Ummul Mukminin, Aisyah berkata kepadaku bahwa ayah Najasyi adalah seorang raja. Ia hanya mempunyai satu anak, yaitu Najasyi. Ayahnya mempunyai seorang saudara yang memiliki anak dua belas orang. Mereka adalah keluarga istana Habasyah. Orang-orang Habasyah berkata: "Bagaimana kalau kita habisi saja ayah Najasyi kemudian kita gantikan ia dengan saudaranya sebagai raja yang baru, karena ayah Najasyi hanya mempunyai satu anak saja, sedang saudara ayahnya mempunyai dua belas anak kemudian mereka mewarisi kerajaan sepeninggal kematian ayahnya. Orang-orang tersebut lalu menyiksa ayah Najasyi dan menghabisinya. Sepeninggalnya, mereka mengangkat saudara ayah Najasyi sebagai raja baru. Najasyipun hidup bersama pamannya. Najasyi anak yang brilian dan penuh kemauan hingga lebih populer ketimbang pamannya, dan menurunkan pamor pamannya itu. Ketika orang-orang Habasyah memahami posisi Najasyi dibandingkan pamannya, mereka berkata: "Demi Allah, anak muda ternyata lebih populer dibanding pamannya. Kami khawatir jika ia diangkat sebagai raja, pasti ia akan menghabisi kami semua, karena lambat laun ia pasti tahu bahwa kami telah membunuh ayahandanya."
 
Lalu mereka berangkat menuju tempat paman Najasyi dan berkata: "Bunuhlah anak muda ini, karena kami khawatir ia mengancam keselamatan diri kami." Pamannya berkata: "Sialan kalian, aku telah membunuh ayahnya kemarin, apakah aku harus membunuh anaknya juga pada hari ini? Namun aku akan keluarkan dia dari negeri kalian!"
Orang-orang tersebut menyeret Najasyi ke pasar, kemudian menjualnya kepada seorang pedagang dengan harga enam ratus dirham. Pedagang tersebut membaa Najasyi ikut serta ke dalam pelayarannya. Pada petang hari itu juga, awan musim gugur bertiup. Paman Najasyi keluar rumah, namun tiba-tiba ia disambar petir hingga tewas.
Orang-orang Habasyah mencari anak raja yang meninggal itu, namun ternyata mereka hanya mendapatkan seorang yang bodoh tidak memiliki kebaikan. Persoalan orang-orang Habasyah pun semakin berantakan. Karena kondisi sulit yang mereka hadapi, sebagian dari mereka berkata kepada yang lain: "Demi Allah, sekarang kalian baru sadar, karena sesungguhnya raja kalian yang mampu menyelesaikan persoalan adalah raja yang telah kalian jual pagi tadi. Jika kalian masih ingin hidup sentosa di Habasyah, kejarlah dia saat ini juga!" Mereka mengejar Najasyi dan mencari pedagang yang membelinya. Ketika mereka berhasil menemukannya, mereka mengambilnya dari pedagang tersebut. Kemudian mereka membawa Najasyi pulang ke Habasyah, lalu mengangkatnya sebagai raja."
Tak lama kemudian, pedagang yang mem- beli Najasyi menemui orang-orang Habasyah. Ia berkata: "Kalian harus mengembalikan uangku, atau mengizinkan aku berbicara dengan Najasyi." Mereka berkata: "Kami tidak akan memberi uang sepeserpun kepadamu." Orang tersebut berkata: "Kalau begitu, izinkan aku berbicara dengan Najasyi." Mereka berkata: "Silahkan saja engkau bicara dengannya."
Orang tersebut menemui Najasyi dan berkata: "Wahai tuan raja, aku pernah membeli seorang budak di pasar dengan harga enam ratus dirham. Ketika aku pulang membawa budak itu, mereka mengejarku, kemudian mengambilnya dariku tanpa mengganti rugi uang yang telah aku bayarkan kepada mereka."
Najasyi berkata kepada orang-orang Habasyah: "Kalian harus mengembalikan uang dirhamnya atau budak tersebut menyerahkan dirinya kepada orang itu, dan ia pulang membawanya." Orang-orang Habasyah berkata: "Jangan! Kami akan kembalikan uang dirhamnya kepadanya."
Aisyah melanjutkan: "Itulah berita pertama tentang kekokohan agama Najasyi, dan keputusannya yang sangat adil. "
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ruman berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Aisyah yang berkata: Ketika Najasyi meninggal dunia, kuburannya cahaya.



Orang-Orang Habasyah Menentang Najasyi


Ibnu Ishaq berkata: Ja'far bin Muhammad berkata kepadaku dari ayahnya yang berkata: Orang-orang Habasyah berkata kepada Najasyi, "Sesungguhnya engkau telah meninggalkan agama yang kita anut dan mutlat mengikuti agama mereka." Najasyi mengirim seseorang untuk menemui Ja'far dan sahabat-sahabatnya untuk menyiapkan perahu-perahu bagi kaum Muhajirin. Najasyi berkata:
 
"Amankalah diri kalian ke dalam perahu-perahu. Jika ternyata nanti aku kalah, pergilah kalian ke mana saja kalian suka. Jika aku menang, kumohon tetaplah kalian di sini."
Najasyi lalu menulis surat yang di dalam suratnya ia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang pantas disembah dengan benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ia juga bersaksi bahwa Isa bin Maryam adalah hamba Allah, Rasul-Nya, Ruh-Nya, dan Kalimat-Nya yang Dia tiupkan kepada Maryam. Kemudian ia menemui orang-orang Habasyah yang sedang berbaris untuknya. Najasyi berkata: "Wahai orang-orang Habasyah, bukankah aku orang yang paling berkuasa atas kalian?"
Mereka menjawab: "Ya, benar!"
Najasyi berkata: "Menurut kalian aku ini bagaimana?"
Mereka menjawab: "Engkau adalah manusia yang paling baik." Najasyi berkata: "Jika demikian, lalu apa yang terjadi pada kalian?"
Mereka menjawab: "Engkau telah keluar dari agama kami dan meyakini bahwa Isa adalah seorang hamba Allah."
Najasyi bertanya: "Lalu apa pendapat kalian tentang Isa?" Mereka menjawab: "Isa adalah anak Allah."
Najasyi berkata sambil meletakkan tangannya di dadanya-, bahwa ia bersaksi Isa adalah anak Maryam dan tidak lebih dari itu seperti yang tertulis dalam surat yang telah ia tulis. Orang-orang Habasyah pun rela, lalu mereka berbalik dari hadapannya.
Hal di atas didengar Nabi Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ketika Najasyi meninggal dunia, beliau menshalatinya dan memohonkan ampunan kepada Allah untuknya.



Kisah Masuk Islamnya Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Amr bin Al-Ash dan Abdullah bin Abu Rabi'ah bertemu dengan orang-orang Quraisy dalam keadaan gagal menarik pulang sahabat-sahabat Rasululah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan Najasyi tidak memperkenankan permintaan mereka, pada saat itulah Umar bin Khaththab memeluk Is lam. la sosok yang mempunyai harga diri yang tinggi dan anti penghinaan. Sahabat- sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terlindungi dengan masuk Islamnya Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul Muthalib hingga membuat orang-orang Quraisy tidak lagi berani menyiksa mereka. Abdullah bin Mas'ud berkata: "Dulunya kami tidak berani shalat di samping Ka'bah sebelum Umar bin Khaththab masuk Islam. Ketika Umar bin Khaththab masuk Islam, ia memenangi duel melawan orang-orang Quraisy hingga ia bisa shalat di samping Ka'bah dan kami pun ikut shalat bersamanya." Masuk Islamnya Umar bin Khaththab terjadi setelah beberapa sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhijrah ke Habasyah.
Al-Bakkai berkata: Mis'ar bin Kidam berkata kepadaku dari Sa'ad bin Ibrahim yang bercerita bahwa Abdullah bin Mas'ud berkata: Sesungguhnya masuk Islamnya Umar bin Khaththab adalah sebuah pembuka kemenangan. Hijrahnya memberikan kemenangan. Dan pemerintahannya adalah karunia.
 
Awal- nya kami tidak berani shalat di sisi Ka'bah sampai Umar bin Khaththab masuk Islam. Ketika masuk Islam, ia memenangi duel melawan orang-orang Quraisy hingga ia berhasil shalat di samping Ka'bah dan kami ikut shalat berjamaah bersamanya.
Ibnu Ishaq berkata: Telah berkata kepadaku Abdurrahman bin Al-Harits bin Abdullah bin Ayyasy bin Abu Rabi'ah dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Amr bin Rabi'ah dari ibunya, yaitu Ummu Abdullah binti Abu Hatsmah yang berkata: "Demi Allah, saat bersiap- siap akan pergi ke negeri Habasyah. Suamiku Amir pergi memenuhi sebagian kebutuhannya. Namun tiba-tiba Umar bin Khaththab yang ketika itu masih musyrik sudah berdiri di hadapanku."
Ummu Abdullah berkata: "Sebelumnya, kami selalu diganggu dan disiksa olehnya." Umar bin Khaththab berkata: "Kelihatannya engkau mau berangkat, wahai Ummu Abdullah?" Aku berkata: "Ya betul, kami akan pergi ke negeri Allah, karena kalian telah menyiksa dan menganiaya kami, hingga Allah memberikan jalan keluar bagi kami." Umar bin Khaththab berkata: "Semoga Allah bersama kalian!" Ummu Abdullah berkata: "Saat itu, kulihat kelembutan pada diri Umar bin Khaththab yang tidak pernah kulihat sebelum ini. Kemudian ia pergi dan menurut perasaanku ia demikian sedih atas kepergian kami."
Ummu Abdullah berkata: Sejurus kemudian, Amir datang dan berkata kepadanya: "Wahai Abu Abdullah, andaikata engkau tadi melihat kelembutan dan duka cita Umar bin Khaththab atas kepergian kita?" Amir berkata: "Apakah dia sudah masuk Islam?" Ummu Abdullah berkata: "Aku berkata: "Entahlah!" Amir berkata: "Umar tidak akan mungkin masuk masuk Islam hingga keledainya masuk Islam." Ummu Abdullah berkata: "Dia mengatakan hal itu karena merasa putus asa melihat sikap keras Umar bin Khaththab dan kebenciannya sangat keras kepada Islam."
Ibnu Ishaq berkata: Mengenai sebab masuk Islamnya Umar bin Khaththab seperti disampaikan kepadaku bahwa saudara perem- puannya Fathimah binti Khaththab yang bersuamikan Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail telah sama-sama masuk Islam tanpa sepengetahuan Umar bin Khaththab. Nu'aim bin Abdullah An-Nahham, salah seorang dari kaumnya yaitu Bani Adi bin Ka'ab juga telah masuk Islam dan merahasiakan keislamannya karena khawatir kepada kaumnya. Khabbab bin Al-Arat sering bolak balik pulang pergi ke rumah Fathimah binti Khaththab guna membacakan Al-Qur'an kepadanya. Pada suatu ketika, Umar bin Khaththab keluar berniat berduel dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sal- lam dan beberapa sahabat beliau, yang sedang berkumpul di salah satu rumah di bukit Shafa. Mereka berjumlah sekitar empat puluh orang; laki-laki dan perempuan. Ketika itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkumpul bersama Hamzah bin Abdul Muthalib, Abu Bakar bin Abu Quhafah Ash Shiddiq, dan Ali bin Abu Thalib. Sahabat-sahabat yang hadir di rumah tersebut adalah sahabat-sahabat yang tetap tinggal bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Makkah dan tidak ikut hijrah ke Habasyah. Di tengah jalan, Umar bin Khaththab bertemu dengan Nu'aim bin Abdullah. " Nu'aim bin Abdullah bertanya kepada Umar bin Khaththab: "Mau pergi ke mana, wahai Umar?" Umar bin Khaththab menjawab: "Aku hendak pergi mencari Muhammad, orang yang keluar dari agama kita, yang memecah belah persatuan orang-orang Quraisy, mendungu-dungukan mimpi-mimpi kita, melecehkan, dan menghina agama kita, untuk aku bunuh dia." Nu'aim bin Abdullah berkata kepada Umar bin Khaththab: "Demi Allah, engkau bodoh sekali bila bertindak demikian, wahai Umar. Apakah Bani Abdu Manaf akan membiarkanmu hidup setelah engkau membunuh Muhammad? Kenapa engkau tidak pulang kepada keluargamu dan meluruskan persoalan mereka?" Umar bin Khaththab berkata: "Keluargaku yang mana?" Nu'aim bin Abdullah berkata: Ya, saudara iparmu yang juga saudara misanmu Sa'id bin Zaid bin Amr, dan Fathimah bin Khaththab, demi Allah, keduanya telah masuk Islam, dan menganut agama Muhammad, perhatikan dulu keduanya." Umar bin Khaththab segera bergegas berbalik arah menuju rumah saudarinya dan saudara iparnya. Ketika itu di rumah mereka berdua ada Khabbab bin Al-Arat yang sedang membacakan surat Thaha. Ketika mereka bertiga mendengar suara
 
Umar bin Khaththab, Khabbab bin Al-Arat bersembunyi di rumah kecil persembunyian atau di salah satu bagian rumah, sedang Fathimah binti Khaththab bergegas mengambil lembaran surat Thaha dan menyembunyikannya. Saat mendekati rumah tersebut Umar bin Khaththab telah mendengar bacaan surat Thaha oleh Khabbab. Tatkala Umar bin Khaththab telah masuk rumah, ia berkata: "Suara apa yang aku dengar tadi?" Sa'id bin Zaid dan Fathimah menjawab: "Aku tidak mendengar suara apa-apa." Umar bin Khaththab berkata: "Demi Allah, sungguh aku telah menerima kabar bahwa kalian berdua telah memeluk agama Muhammad." Kemudian Umar bin Khaththab menghajar saudara iparnya, Sa'id bin Zaid, dan Fathimah pun bangkit melindunginya dari pukulan Umar bin Khaththab. Umar bin Khaththab tanpa sengaja menghajar Fathimah hingga terluka. Karena Umar bin Khaththab bersikap seperti itu, Fathimah dan suaminya berkata: "Benar, kami berdua telah memeluk agama Islam, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Silahkan lakukan apa saja yang engkau mau terhadap kami." Ketika Umar bin Khaththab melihat darah yang menetes di tubuh adik perempuannya ia menyesal atas tindakannya. Sadar akan kesalahan yang dilakukannya ia berkata kepada adik perempuannya: "Bolehkah aku melihat lembaran yang aku dengar tadi agar aku melihat apa sebenarnya yang dibawa Muhammad." Umar bin Khaththab adalah seorang yang pandai menulis. Mendengar Umar bin Khath- thab berkata seperti itu, adik perempuannya berkata: "Sungguh, kami khawatir engkau merobek- robek lembaran tersebut." Umar bin Khaththab berkata: "Engkau tidak perlu khawatir!!. Umar bin Khaththab bersumpah kepada adikperempuannva dengan menyebut nama Tuhannya, bahwa ia pasti mengembalikan lembaran tersebut kepadanva apabila telah selesai membacanya. Ia berkata kepada Umar bin Khaththab: "Wahai saudaraku, sesungguhnya engkau najis, karena engkau seorang yang musyrik. Lembaran ini tidak boleh disentuh kecuali oleh orang rang suci." Kemudian Umar bin Khaththab berdiri, lalu mandi. Usai mandi, Fathimah memberikan lembaran tersebut kepadanva. Di lembaran tersebut tertulis: 'Thaaha.' Umar bin Khaththab membacanya. Ketika ia membaca permulaan surat tersebut, ia berkata: "Betapa indahnya dan mulianya perkataan ini!" Ketika Khabbab bin Al-Arat mendengar ucapan Umar bin Khaththab tersebut, ia keluar dari persembunyiannya dan menemui Umar bin Khaththab. Khabbab bin Al-Arat berkata kepada Umar bin Khaththab: "Wahai Umar, demi Allah, aku berharap kiranya Allah menjadikanmu sebagai orang yang didoakan Nabi-Nya, karena kemarin aku mendengar beliau bersabda: 'Ya Allah, kuatkanlah Islam ini dengan Abu Al-Hakam bin Hisyam atau dengan Umar bin Khaththab.'37 Maka bersegeralah wahai Umar." Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Khabbab, ada di mana Muhammad kini berada agar aku bisa menemuinya lalu aku masuk Islam." Khabbab bin Al-Arat berkata kepadanya: "Beliau berada di Shafa di sebuah rumah bersama beberapa orang sahabatnya."

Umar bin Khaththab mengambil pedangnya, dengan terhunus sambil berjalan menuju tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya. Ia mendobrak pintu rumah tempat berkumpulnya para sahabat. Ketika mereka mendengar suara Umar bin Khattab,salah seorang sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengintip dari celah- celah pintu dan melihat Umar bin Khaththab sedang menghunus pedang. Sahabat tersebut kembaii kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sdlam dalam keadaan sangat ketakutan. Ia berkata: "Wahai Rasulullah, Umar bin Khaththab sedang menghunus pedangnya." Hamzah bin Abdul Muthalib berkata: "Jangan pedulikan dia. Jika ia menginginkan kebaikan, kita benkan padanya kebaikan. Jika keburukan vang dia inginkan, kita akan habisi dia dengan pedangnya sendiri." Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Biarkanlah saja dia masuk." Salah seorang sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membukakan pintu dan mempersilahkan Umar bin Khaththab masuk, kemudian Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam menyambut kedatangannya dan menemuinya di dalam kamar. Beliau mengambil tempat ikatan celana atau ikatan selendangnya, kemudian menarik Umar bin Khaththab dengannya dengan tarikan
 
yang sangat keras, sambil bersabda kepadanya: "Apa yang membuatmu datang ke sini, wahai anak Khaththab? Demi Allah jika engkau tidak menghentikan tindakanmu selama ini, Allah akan menurunkan siksa kepadamu." Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Rasulullah, aku datang menemuimu untuk beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan apa saja yang engkau bawa dari Allah." Mendengar jawaban Umar bin Khaththab, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertakbir dengan keras. Dengan takbir itulah sahabat-sahabat di rumah tersebut paham bahwa Umar bin Khaththab telah masuk Islam.
Sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam begitu senang dengan keislaman Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Mereka sadar sepenuhnya
bahwa keduanya akan membentengi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan dengan keduanya mereka menghadapi musuh-musuh Islam. Itulah kisah para perawi'Madinah tentang keislaman Umar bin Khaththab.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih Al-Makki berkata kepadaku dari sahabat-sahabatnya dari Atha' dan Mujahid, atau dari orang yang meriwayatkannya bahwa keislaman Umar bin Khaththab, sebagaimana mereka katakan, bahwa Umar bin Khaththab pernah berkata: "Aku awalnya demikian jauh dari Islam. Aku hobi meneguk minuman keras. Aku sangat menyukainya dan meminumnya. Dulu kami mempunyai auditorium tempat orang-orang Quraisy biasa bertemu. Auditorium tersebut terletak di bukit kecil di pemukiman keluarga Umar bin Abd bin Imran Al-Makhzumi. Pada suatu malam, aku keluar rumah untuk mencari teman-temanku di auditorium itu. Aku mendatangi tempat mereka, namun tidak menemukan seorang pun. Aku berkata: "Daripada menganggur sebaiknya aku berangkat menemui Si Fulan penjual minuman keras, di Makkah dan minum di sana. Lalu aku pergi ke tempat Si Fulan tersebut, sayang aku tidak berhasil berjumpa dengannya dengannya."
Aku berkata: Ah, lebih baik aku pergi thawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh atau tujuh puluh kali. Maka akupun datang ke Masjidil Haram untuk thawaf di Ka'bah, tanpa sepengetahuanku Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang berdiri shalat. Jika shalat, beliau menghadap Syam, dan menjadikan Ka'bah di antara beliau dengan Syam. Tempat shalat beliau di antara dua rukun, rukun Aswad dan rukun Yamani. Ketika aku melihat beliau, aku berkata dalam hati. "Demi Allah, alangkah baiknya apabila aku mendekat kepada Muhammad pada malam ini agar aku bisa mendengar apa yang dia katakan." Aku juga berkata: "Andai aku mendekat padanya dan mendengarkan apa yang dia katakan, pasti aku membuatnya kaget." Maka aku datang ketempat beliau dari arah Hijr dan aku masuk dari bawah kainnya. Aku berjalan pelan-pelan, sedang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri shalat dengan membaca Al-Qur'an hingga aku berdiri persis di depannya. Ketika aku mendengar Al-Qur'an, tak bisa kupungkiri hatiku tertarik padanya. Aku menangis, dan Al-Qur'an membuatku mengambil keputusan untuk memeluk Islam. Aku terpana di tempatku hingga Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menuntaskan shalatnya. Setelah shalat beliau pergi. Apabila pulang, beliau berjalan hingga muncul di rumah Ibnu Abu Husain. Itulah jalan yang biasa beliau lewati, hingga beliau memotong jalan, kemudian berjalan di antara rumah Abbas bin Abdul Muthalib dan rumah Ibnu Azhar bin Abdu Auf Az-Zuhri, kemudian berjalan ke di rumah Al-Akhnas bin Syariq hingga beliau masuk rumahnya. Tempat kediaman beliau adalah sebuah rumah yang berwarna warni yang berada di tangan Muawiyah bin Abu Sufyan. Aku ikuti beliau hingga masuk di antara rumah Abbas dan rumah Ibnu Azhar, dan aku berhasil menemukan beliau. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar suara langkah kakiku, beliau mengenaliku. Beliau mengira aku mengikutinya untuk menyiksanya. Beliau membentakku, kemudian bersabda: "Apa yang mendorongmu datang ke tempat ini pada jam seperti ini, wahai anak Khaththab?" Aku menjawab: "Aku datang untuk beriman kepada Allah, dan Rasul-Nya, serta kepada apa saja yang dibawa Rasul-Nya dari Allah!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memuji Allah kemudian bersabda: "Allah telah memberi hidayah kepadamu, wahai Umar."38
 
 
Setelah itu, beliau memegang dadaku dan berdoa semoga aku tegar dalam agama ini. Lalu aku pergi dari Rasulullah Shalialahu alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Wallahu alam tentang mana riwayat yang benar.
Ibnu Ishaq berkata: Naff eks budak Abdullah bin Umar berkata kepadaku dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma ia berkata: "Tatkala ayahku masuk Islam, ia berkata: 'Siapakah di antara orang-orang Quraisy yang paling pintar dalam menyebarkan gosip?" Maka Umar bin Khaththab diberi tahu bahwa untuk urusan itu adalah Jamil bin Ma'mar Al-Jumahi orangnya. Kemudian Umar bin Khaththab pergi ke rumah Jamil bin Ma'mar Al-Jumahi. Aku membuntutinya dan aku lihat apa yang akan dia lakukan. Saat itu aku masih kanak- kanak namun telah bisa menangkap apa yang aku lihat. Setibanya di rumahnya, Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Jamil, apa kau sudah tahu bahwa aku memeluk Islam dan memeluk agama Muhammad?" Ibnu Umar berkata: "Demi Allah, Jamil bin Ma'mar tidak merespon perkataan Umar bin Khaththab. Ia berdiri dengan menarik kainnya. Ia dibuntuti Umar bin Khaththab dan aku mengikuti ayahku. Ketika Jamil bin Ma'mar berdiri di pintu masjid, ia berteriak dengan suara terkerasnya: "Wahai orang-orang Quraisy -saat itu mereka sedang berkumpul di sekitar pintu Ka'bah ketahuilah bahwa Umar bin Khaththab telah kafir dari agama nenek-moyang kalian!"
Ibnu Umar berkata: Umar bin Khaththab menyeru dari belakangnya: "Dia berdusta, sesungguhnya aku telah masuk Islam, dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muham¬mad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya." Kemudian orang-orang Quraisy menyerang Umar bin Khaththab dan Umar bin Khaththab membalas menyerang hingga mereka hampir mati. Ibnu Umar berkata: "Umar bin Khaththab kelelahan, kemudian ia duduk, sedang orang-orang Quraisy mengepungnya. Umar bin Khaththab berkata: "Kerjakan apa saja yang kalian mau. Aku bersumpah dengan nama Allah, andai saja jumlah kami telah mencapai tiga ratus orang, pasti kami duel kita berjalan seimbang." Ibnu Umar berkata: "Ketika mereka dalam posisi seperti itu, tiba-tiba muncullah orang tua dari Quraisy yang mengenakan pakaian asal Yaman, dan baju gamis. Ia berdiri di depan mereka dan berkata: "Apa yang terjadi dengan kalian?" Mereka berkata: "Umar bin Khaththab telah murtad." Orang tersebut berkata: "Lalu apa kalian sewot? Ia telah memilih sesuatu untuk dirinya, lalu apa yang kalian inginkan darinya? Apakah kalian pikir Bani Adi bin Ka'ab akan menyerahkan saudara mereka kepada kalian? Biarkanlah orang ini!" Ibnu Umar berkata: "Demi Allah, mereka seperti baju yang ditanggalkan dari Umar bin Khaththab."
Ibnu Umar berkata: Aku bertanya kepada ayahku, usai ia Hijrah ke Madinah: Ayah, siapakah laki-laki tua yang melindungimu dari orang-orang Quraisy pada hari engkau masuk Islam dan mereka mengeroyokmu?" Umar menjawab: "Ananda, dialah Al-Ash bin Wail As-Sahmi."
Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang dari orang berilmu berkata kepadaku bahwa Ibnu Umar berkata: "Ayahanda, siapakah orang yang melindungimu dari orang-orang Quraisy pada saat engkau masuk Islam dan mereka menyerangmu, mudah-mudahan Allah mem Balasannya dengan kebaikan?” Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Ananda, dialah Al-Ash bin Wail, semoga Allah tidak membalasnya dengan kebaikan."
Ibnu Ishaq berkata: Abdurrahman bin Al-Harits bercerita kepadaku dari sebagian keluarga Umar bin Khaththab yang berkata bahwa Umar bin Khaththab berkata: Pada saat aku masuk Islam pada malam itu, aku teringat siapa saja yang paling kejam permusuhannya terhadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian aku datang kepadanya untuk mengatakan, bahwa aku telah masuk Islam. Aku
 
berkata: "Dialah Abu Jahal." Ketika itu, Umar bin Khaththab beristrikan Hantamah binti Hisyam bin Al- Mughirah. Esok paginya, aku pergi ke rumah Abu Jahal dan mengetuk pintu rumahnya.
Ibnu Umar berkata: Abu Jahal pun keluar menyambutku sambil berkata: "Selamat datang wahai anak saudara perempuanku. Apa yang membawa datang kemari?" Aku berkata kepadanya: "Aku datang kemari untuk memberitahukan padamu bahwa aku telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad, serta membenarkan apa yang dibawanya." Abu Jahal langsung menutup pintu rumahnya, sambil berkata: "Semoga Allah memburuk- kanmu, dan memburukkan apa yang engkau bawa."



Perihal Shahifah (Surat Perjanjian)


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala orang-orang Quraisy mengetahui sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di Habasyah dan memperoleh kedamaian dan kenyamanan di dalamnya dan bahwa Najasyi melindungi siapa saja yang meminta per- lindungan kepadanya, saat itulah Umar bin
Khaththab memeluk Islam. Umar bin Khaththab bersama Hamzah bin Abdul Muthalib berada di kubu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya, serta Islam menyebar luas di kabilah- kabilah Quraisy, maka mereka segera berkumpul untuk mengadakan rapat. Dalam rapat itu, mereka merencanakan konspirasi dengan cara membuat perjanjian yang mereka tujukan kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. Isi perjan¬jian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mereka tidak boleh menikahi wanita-wanita dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. 2. Mereka tidak boleh menikahkan putri-putri mereka dengan orang-orang dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. 3. Mereka tidak boleh menjual apa pun kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. 4. Mereka tidak boleh membeli apa pun dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
Ketika sudah mufakat dengan seluruh isi perjanjian tersebut, mereka menulisnya di shahifah (surat perjanjian), kemudian mereka bersumpah untuk senantiasa komitmen dengan isi perjanjian tersebut. Setelah itu, mereka menempelkan shahifah (surat perjanjian) di tengah-tengah Ka'bah sebagai tanda bukti sikap mereka. Penulis shahifah (surat perjanjian) itu adalah Manshur bin Ikrimah bin Amir bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar bin Qushay. Ibnu Hisyam berkata: Ada juga yang mengatakan bahwa penulisnya adalah An-Nadhr bin Al-Harits. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendoakan kehancuran atasnya, maka lumpuhlah sebagian jari Manshur bin Ikrimah.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat orang-orang Quraisy melakukan hal itu, Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib berpihak kepada Abu Thalib bin Abdul Muthalib, dan bergabung bersamanya. Dari kalangan Bani Hasyim yang keluar dan bergaung dengan orang-orang Quraisy dan mendukung sikap mereka ialah Abu Lahab, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib.
Ibnu Ishaq berkata: Husain bin Abdullah bercerita kepadaku, Abu Lahab bertemu dengan Hindun binti Utbah bin Rabi'ah. sesudah ia keluar dari kaumnya dan berpihak kepada orang-orang Quraisy dalam menghadapi kaumnya sendiri, kemudian ia berkata: "Hai anak perempuan Utbah, dengan sikap yang kuambil ini, apakah aku telah menolong Al- Lata dan Al-Uzza? Apakah aku telah berpaling dari orang- orang yang telah meninggalkan AI-Lata dan Al-Uzza? Apakah aku telah membela Al-Lata dan Al-Uzza?" Hindun binti Utbah berkata: "Ya, semoga Allah membalas dengan ganjaran yang baik kepadamu, wahai Abu Utbah."
 
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu selain berkata seperti di atas, Abu Jahal juga berkata: "Muhammad mengintimidasi aku dengan sesuatu yang belum pernah aku lihat. Ia berkata bahwa akan ada kehidupan setelah kematian ini. Celakalah engkau berdua. Aku tidak melihat padamu berdua sesuatu yang dikatakan Muhammad." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang Abu Lahab:


Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya terdapat tali dari sabut. (QS. al-Masad: 1-5).
Ibnu Hisyam menjelaskan: Tabbat artinya merugi dan at-tabab artinya kerugian.
Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib menjalani pemboikotan orang-orang Quraisy selama dua atau tiga tahun, hingga mereka menjalani kesulitan yang sangat luar biasa. Tidak ada makanan atau minuman yang bisa sampai pada mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dan siapa pun dari orang-orang Quraisy tidak bisa berinterakkasi dengan mereka kecuali dengan cara sembunyi- sembunyi pula.
Abu Jahal berjumpa dengan Hakim bin Hizam bin Khuwailid bin Asad yang sedang berjalan bersama budak laki-lakinya yang membawa tepung untuk diantarkan kepada bibinya, Khadijah, istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang sedang berada bersama beliau di Syi'b. Abu Jahal bin Hisyam mendekat pada Hakim bin Hizam, kemudian berkata kepadanya: "Akankah kau membawa makanan ini kepada Bani Hasyim? Demi Allah, engkau tidak bisa membawa makananmu itu hingga aku mengata-ngataimu di kota Makkah. Saat itu, Abu Al-Bakhtari bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad datang menemui Abu Jahal bin Hisyam, kemudian berkata kepadanya: "Apa masalahmu dengannya?" Abu Jahal menjawab: "Dia mau mengantar makanan kepada Bani Hasyim." Abu Al-Bakhtari berkata: "Makanan ini awalnya milik bibinya. Bibinya mengirimkannya kepadanya, lalu mengapa engkau melarangnya membawa kembali makanan itu kepada bibinya? Biarkanlah dia pergi!!"
Namun Abu Jahal bin Hisyam tidak menerima saran Abu Al-Bakhtari, kemudian terjadilah duel seru antara Abu Jahal bin Hisyam melawan Abu Al-Bakhtari. Abu Al-Bakhtari mengambil tulang rahang unta, lalu dia pukulkan dengannya kepala Abu Jahal bin Hisyam hingga luka dan meneteskan darah kemudian dia menginjaknya keras-keras. Hamzah bin Abdul Muthalib yang berada di dekat tempat kejadian menyaksikan langsung perkelahian itu. Orang-orang Quraisy tidak mau duel tersebut didengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya. Sebab jika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya mendengar duel tersebut, beliau dan para sahabatnya pasti akan menertawakannya. Walaupun mendapatkan boikot dari orang-orang Quraisy, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tetap saja terus berdakwah tanpa henti kepada kaumnya siang malam baik secara diam-diam maupun terang-terangan. Beliau tetap menyerukan perintah Allah Ta'ala tanpa takut kepada siapa pun juga.
 
Sebagian Gangguan yang DiaJami Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari Kaumnya


Ibnu Ishaq berkata: Kala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dilindungi pamannya dan didukung kaumnya dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib, sontak hal itu membuat orang-orang Quraisy gagal menghentikan tindakan-tindakan beliau, maka mulailah mereka mengejek, mencibir dan menantangnya berduel. Wahyu pun turun mengisahkan dengan lengkap tentang perilaku orang Quraisy dan orang-orang yang menabuh genderang permusuhan kepadanya. Ada yang namanya disebutkan dengan jelas oleh Al-Qur'an kepada kita ada pulan di antara mereka yang namanya disebut Allah secara umum sebagai orang-orang kafir saja. Di antara orang-orang Quraisy yang kisah disebutkan Al-Qur'an dengan jelas untuk kita ialah paman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Abu Lahab bin Abdul Muthalib dan istrinya, Ummu Jamil binti Harb bin Umayyah. Allah menamainya dengan "sangpembawa kayu bakar," karena ia seperti yang disampaikan kepadaku membawa onak dan meletakkannya di jalan yang selalu dilalui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Tentang kedua orang ini, Allah Ta'ala menurunkan ayat berikut:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaidah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yangbergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. Al-Masad: 1-5).
Ibnu Hisyam berkata: Kata al-jiid dalam ayat di atas artinya adalah leher dan kata jamaknya ajyaadu. Sedangkan al-masad artinya pohon yang telah dihaluskan sebagaimana pohon rami dihaluskan kemudian dibikin tali. Kata tunggalnya masadah.
Ibnu Ishaq berkata: Ketika Ummu Jamil sang pembawa kayu bakar mendengar ayat Al-Qur'an yang diturunkan tentang perihal diri dan suaminya, ia segera datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang waktu itu sedang duduk di masjid di sisi Ka'bah ditemani Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ummu Jamil datang dengan membawa batu besar segenggam tangannya. Ketika berdiri di depan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar, Allah memalingkan pandangannya dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sehingga dia hanya melijhat Abu Bakar. Ia berkata: "Wahai Abu Bakar, mana sahabatmu? Aku dengar sahabatmu mencibir kelakuanku. Demi Allah, apabila aku berjumpa dengannya, pasti aku sumpal mulutnya dengan batu ini. Demi Allah, aku seorang penyair." Kemudian ia berkata:
Mudzammam (lawan dari Muhammad) kami tantang dirinya
Kami bangkang semua perintahnya Dan agamanya membuat kami marah

Selesai mengatakan itu, Ummu Jamil pergi. Abu Bakar berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, apakah Ummu Jamil tidak melihatmu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ia tidak mampu melihatku, karena Allah cabut penglihatannya dariku."39
Ibnu Hisyam berkata: Ucapan Ummu Jamil, "Dan agamanya membuat kami marah" bukan berasal dari Ibnu Ishaq.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy menamakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Mudzammam, kemudian mereka mencela habis-habisan nama Mudzammam tersebut. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ketahuilah, tidakkah kalian merasa takjub bagaimana Allah melindungiku dari gangguan orang-orang Quraisy? Mereka mencela dan mengolok-olok nama Mudzammam, sedangkan aku adalah Muhammad."40
 
 
Umayyah bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah jika melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia melaknat dan mengeluarkan kata-kata kotor untuk beliau, kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang orang ini:


Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung- hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikatpada tiang-tiangyangpanjang. (QS. al-Humazah: 1-9).
Ibnu Hisyam berkata: Al-Humazah ialah orang yang suka melaknat orang lain di depan umum dengan mengarahkan mata padanya serta mencelanya. Jamaknya humazaat. Sedang al-lumazah ialah orang yang mengumpat orang lain dan menyakitinya secara diam-diam. Kata jamaknya lamazaat.
Hasan bin Tsabit berkata:
Umpatanmu demikian hina karena hinanya jiwa Dengan qafiyah yang membakar karena golakan api Ini adalah penggalan syair miliknya.
Sebagaimana disebutkan dalam ungkapan Ru'yah al-Ajjaj:
Di bawah naungan zamanku kebatilan dan umpatanku

Ini adalah penggalan syair miliknya
lbnu ishaq berkata: Juga Al-Ash bin Wail As-Sahmi. Khabbab bin Al-Arat, salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu Alashi wa Sallam adalah tukang besi pembuat pedang di Makkah. Ia telah menjual banyak sekali pedang kepada Al-Ash bin Wail. Pedang-pedang itu ia buat secara khusus untuknya. Ketika uangnya sudah berjumlah banyak pada Al-Ash bin Wail, ia datang kepadanya untuk menagih hutangnya. Al-Ash bin Wail berkata kepada Khabbab bin Al-Arat: "Wahai Khabbab, bukankah sahabatmu, Muhammad yang engkau imani itu mengatakan bahwa di surga, penghuninya mengenakan emas, perak, atau pakaian dan mempunyai pembantu?" Khabbab bin Al-Arat menjawab: "Benar." Al-Ash bin Wail berkata: "Jika demikian beri aku perpanjangan waktu hingga Hari Kiamat, agar aku bisa kembali pada hari tersebut lalu aku beriman dengan kalian. Demi Allah, engkau dan sahabat-sahabatmu tidak lebih baik dariku di sisi Allah dan tidak lebih beruntung di sisi-Nya." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang Al-Ash bin Wail:
 
Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan: "Pasti aku akan diberi harta dan anak." Adakah ia melihat yang gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah?, sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar- benar Kami akan memperpanjang adzab untuknya,


dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. " (QS. Maryam: 77-80).
Abu Jahal bin Hisyam, berjumpa dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, lalu ia berkata kepada beliau: "Wahai Muhammad, hendaknya engkau berhenti mencemooh tuhan-tuhan kami! Jika tidak, maka kami akan menghina Tuhan yang engkau sembah." Lalu Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang Abu Jahal:


Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. "(QS. al-An'am: 108).
Sejak saat itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhenti dari memaki sesembahan mereka dan sebagai gantinya beliau mengajak mereka kepada Allah.
An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah bin Alqamah bin Abdu Manaf bin Abduddar bin Qushay, jika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyeru manusia kepada Allah Ta'ala, membaca Al-Qur'an dan memperingatkan orang-orang Quraisy tentang siksa yang me nimpa umat-umat terdahulu, maka An- Nadhr bin Al-Harits akan melaksanakan hal yang sama, kemudian bercerita kepada manusia tentang Rustum As-Sindid, tentang Isfandiyar dan raja-raja Persia. Setelah itu, ia berkata: "Demi Allah, ceramah Muhammad tidaklah lebih baik daripada ceramahku. Ucapan Muhammad hanyalah dongeng-dongeng
 
orang-orang dulu. Aku mampu menuliskan dongeng-dongeng sebagaimana ia menuliskan dongeng- dongeng tersebut." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang dirinya:


Dan mereka berkata: "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya ditu- liskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang." Katakanlah: "Al Quran itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Furqan: 5-6).
Allah Ta'ala juga menurunkan ayat berikut perihal An-Nadhr bin Al-Harits,


Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng-dongengan orang- orang dahulu kala." (QS. al-Qalam: 15).
Allah juga menurunkan ayat berikut perihal An-Nadhr bin Al-Harits:


Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan- akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan adzab yangpedih. (QS. al- Jatsiyah: 7-8).
Ibnu Hisyam berkata: Firman Allah al- affak artinya para pendusta. Tentang kata tersebut, disebutkan dalam Al-Qur'an:


Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: "Allah beranak." Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta. (QS. ash- Shaffat: 151-152).
Ru'yah bin Al-Ajjaj berkata:
 
Tidaklah seseorang berdusta dengan kata penuh dusta
Ini adalah penggalan syairnya.
Ibnu Ishaq berkata: Suatu hari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sebagaimana berita yang disampaikan kepadaku, sedang duduk-duduk dengan Al-Walid bin Al-Mughirah di masjid, tiba-tiba tanpa disadari datanglah An-Nadhr bin Al-Harits kemudian dia duduk bersama mereka berdua. Saat itu ada beberapa orang Quraisy yang berada di masjid. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alihi wa Sallam berbicara kepada mereka, namun pembicaraan beliau diganggu oleh An Nadhr bin Al Harits. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menegurnya hingga membuat ia diam. Baru setelah itu, beliau membacakan ayat berikut kepadanya dan kepada orang-orang Quraisy lainnya:


Sesungguhnya kamu dan apayangkamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahanam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya. Mereka merintih di dalam api dan mereka di dalamnya tidak bisa mendengar. (QS. al-Anbiya': 98-100).
Ibnu Hisyam berkata: Hashabu Jahannam artinya segala sesuatu yang membuat Jahanam menyala. Abu Dzu'ab al-Hudzali yang bernama asli Khuwailid bin Khalid berkata:
Padamkan dan jangan kau nyalakan
Janganlah jadi kayu penyulut api yang sangat dahsyat

Bait ini adalah penggalan dari bait-baitnya. Diriwayatkan "janganlah kamu menjadi kayu penyulut. Seorang penyair berkata:
Kunyalakan api untuknya hingga dia melihat sinarnya
Dan barang siapa yang mendapatkan sinar api dia dapat petunjuk

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallallahu Alihi wa Sallam lalu berdiri, pada saat yang bersamaan datanglah Abdullah bin Az-Zaba'ra As-Sahmi kemudian ia duduk. Al-Walid bin Al-Mughirah berkata kepada Abdullah bin Az-Zaba'ra, "Demi Allah, tadi An-Nadhr bin Al-Harits seperti patung yang tak bisa bergerak akibat perkataan anak Abdul Muththatib. Muhammad mengatakan bahwa
kita dan tuhan-tuhan sesembahan kita ini akan menjadi bahan bakar Jahannam." Abdullah bin Az- Zaba'ra berkata: "Demi Allah, jika berjumpa dengan Muhammad, aku pasti berdebat dengannya. Tanyailah Muhammad, apakah semua tuhan yang disembah selain Allah itu berada di dalam neraka Jahannam beserta penyembahnya? Kita menyembah para malaikat, sedang orang-orang Yahudi menyembah Uzair dan orang-orang Kristen menyembah Isa bin Maryam." Al-Walid bin Al-Mughirah dan orang-orang yang berada di 'perkumpulan tersebut merasa tercengang dengan ucapan Abdullah
 
bin Az-Zaba'ra. Mereka yakin, bahwa Abdullah bin Az-Zaba'ra mampu beradu argumentasi dengan lihai. Ucapan Abdullah bin Az-Zaba'ra tersebut disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu Alihi wa Sallam kemudian beliau bersabda: "Barangsiapa ingin menyembah sesuatu selain Allah, maka orang yang menyembahnya akan bersama dengan sesembahannya. Sesungguh-nya mereka itu menyembah setan-setan dan apa saja yang dibisiku setan untuk disembah. Lalu Allah Ta'ala menurunkan wahyu berikut tentang peristiwa di atas:


Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka, mereka tidak men¬dengar sedikit pun suara api neraka, dan mere¬ka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka. (QS. al-Anbiya': 101-102).
Mereka yang dimaksud ayat di atas ialah Isa bin Maryam, Uzair, para rahib dan para pendeta yang taat kepada Allah, yang dijadikan tuhan-tuhan selain Allah oleh orang- orang yang menyembahnya dari kalangan orang-orang yang menyimpang.
Al-Qur'an juga merekam ucapan mereka bahwa mereka menyembah para malaikat dan bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah,


Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orangyang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. Dan barang siapa di antara mereka mengatakan: "Sesungguhnya aku adalah tuhan selain daripada Allah", maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. (QS. al-Anbiya': 26- 29).
 
Al-Qur'an juga mengisahkan ayat tentang Isa bin Maryam yang dijadikan tuhan selain Allah dan kekaguman Al-Walid bin Al- Mughirah dan orang-orang yang hadir pada pertemuan tersebut kepada ungkapan Abdullah bin Zaba ra:


Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. (QS. az-Zukhruf: 57), yakni mereka menghamba urusanmu dengan ucapan mereka.
Kemudian Al Quran menyebutkan tentang Isa bin Maryam:


Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israel. Dan kalau Kami kehendaki benar- benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun. Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. (QS. az- Zukhruf: 59-61)
Maksudnya ialah bahwa tanda-tanda kebesaran yang Allah berikan kepada Isa bin Maryam membangunkan kembali orang yang telah mati dan menyembuhkan orang yang sakit suduh cukup baginya sebagai bukti ten¬tang pengetahuannya tentang hari kiamat.
Ibnu Ishaq berkata: Al Akhnas bin Syariq bin Wahb Ats Tsaqafi, sekutu Bani Zuhrah. Ia termasuk salah seorang tokoh yang disegani di kaumnya. Ia menyakiti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan menentang beliau, kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat mengenai dirinya:


Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya, (QS. al-Qalam 10-13)
 
Allah berfirman zaniim, dan tidak mengatakan zaniim karena adanya sesuatu yang hina dalam nasabnya. Karena Allah tidak pernah mencela seseorang karena nasabnya. Namun Allah memastikan sifatnya agar diketahui. Zanim itu artinya, yang keras, kaku dan jahat pada kaumnya.
Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: Mengapa wahyu diturunkan kepada Muhammad dan tidak diturunkan kepadaku, padahal akulah tokoh senior Quraisy dan pemimpinnya? Serta mengapa tidak diturunkan kepada Abu Mas'ud Amr bin Umair Ats-Tsaqafi, pemimpin Tsaqif? Padahal kami berdua pemimpin besar tengah kaum kami?' Lalu Allah Ta'ala menurunkan ayat berikut:


Dan mereka berkata: "Mengapa Al Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini? Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat , Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat memper- gunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. az-Zukhruf: 31-32).
Ubay bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah bin Uqbah bin Abu Mu'aith adalah dua sahabat dekat. Suatu waktu Uqbah bin Abu Muaith pernah duduk bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan mendengar sesuatu dari beliau. Hal ini didengar Ubay bin Khalaf, kemudian ia mendatangi Uqbah bin Abu Mu'aith dan berkata kepadanya, "Benarkah engkau telah duduk bersama Muhamnad dan mendengar sesuatu darinya? Demi Tuhan, aku tidak akan mau berbicara denganmu!! "Ubay bin Khalaf bersumpah dengan sangat keras. "Benarkah engkau pernah duduk bersamannya dan mendengar sesuatu darinya? Lalu kenapa engkau tidak datang kepadanya dan meludahi wajahnya?" Uqbah bin Abu Muaith pun melakukan permintaan Ubay bin Khalaf, kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang keduanya:


Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-satna Rusul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku
 
(dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia" (QS. al-Furqan: 27-29).
Ubay bin Khalaf menghampiri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sambil membawa tulang rusak yang sudah berbau busuk, kemudian ia berkata: "Wahai Muhammad, engkau pernah mengatakan bahwa Allah akan mem- bangkitkan hewan ini setelah rusak seperti ini." Usai mengatakan itu, Ubay bin Khalaf memukul hancur tulang rusak tadi dengan tangannya, kemudian meniupkannnya ke arah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Benar, aku mengatakan itu. Allah akan membangkitkannya juga membangkitkanmu setelah kalian menjadi tulang belulang, lalu Allah menenggeiamkanmu ke dalam neraka." Lalu Allah menurunkan ayat tentang Ubay bin Khalaf:


Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah: "la akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu. (QS. Yaasiin: 78-80).
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, sedang melakukan thawaf di Ka'bah, beliau di datangi Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad bin Abdul Uzza, Al Walid bin Mughirah, Umayyah bin Khalaf dan Al-Ash bin Wail. Mereka adalah orang-orang terpandang di kaumnya masing- masing. Mereka berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, "Wahai Muhammad, bagaimana andai kami menyembah apa yang kau sembah dan kau menyembah apa yang kami sembah. Kita saling bekerja sama dalam hal ini. Jika apa yang engkau sembah lebih baik daripada apa yang kami sembah, maka kami akan mengikutimu. Jika apa yang kami sembah lebih baik, maka engkau mengikuti kami." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang mereka,

 
Katakanlah: "Hai orang-orangyang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhanyang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku." (QS. Al-Kafirun: 1-6).
Tatkala Allah menyebutkan tentang pohon zaqqum dan menakut-nakuti mereka dengan pohon tersebut, Abu Jahal bin Hisyam berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, apakah kalian tahu pohon zaqqum yang di bicarakan Muhammad mengancam kalian dengannya?" Mereka menjawab: "Kami tidak tahu!!" Abu Jahal berkata: "Pohon zaqqum adalah kurma Yatsrib yang bercampur mentega. Demi Allah, jika kami mendapatkannya, kami pasti mencabutnya dengan keras." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat Al-Qur'an tentang ucapan Abu Jahal tersebut:


Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas. (QS. ad-Dukhan: 43-46).
Ibnu Hisyam berkata: Al Muhlu artinya benda-benda yang bisa meleleh misalnya tembaga, timah atau apapun yang serupa dengannya, sebagaimana dikatakan kepadaku oleh Abu Ubaidah.
Aku diberitahu dari Al-Hasan bin Abu Al- Hasan ia berkata bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah petugas Baitul Mai di Kufah di masa
Umar bin Khaththab. Suatu hari, Abdullah bin Mas'ud memerintahkannya melelehkan perak, lalu lelehan perak tersebut membentuk banyak warna. Abdullah bin Mas'ud berkata: "Adakah orang di balik pintu?" Orang-orang menjawab: "Ya, ada." Abdullah bin Mas'ud berkata: "Perintahkan mereka agar masuk." Mereka pun masuk, lalu Abdullah bin Mas'ud berkata: "Sesungguhnya sesuatu yang kalian lihat yang paling mirip dengan al-muhlu adalah lelehan ini." Salah seorang penyair berkata:
Tuhanku meminumkannya air panas lelehan perak Yang menghanguskan wajahnya Larut dalam perutnya
Disebutkan bahwa makna muhlu adalah nanah yang ada di dalam tubuh.

Telah pula sampai berita kepadaku bahwa ketika Abu Bakar akan meninggal dunia, ia mewasiatkan dimandikan dengan dua baju yang biasa dikenakannya dan dikafani dengannya. Aisyah berkata kepada Abu Bakar, "Ayah, sungguh Allah telah membuatmu tidak lagi membutuhkan pada keduanya. Ayahanda belilah baju yang lain!" Abu Bakar berkata: "Sesungguhnya waktu itu hanya sedetik, ke- mudian berubah menjadi al-muhlu"
Ibnu Ishaq berkata: "Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang Abu Jahal bin Hisyam:

 
Dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka. (QS. al-Isra': 60).
Al-Walid bin Al-Mughirah dihampiri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Beliau berbicara kepadanya, karena beliau meng- inginkan sekali Al Walid bin Al Mughirah bisa masuk Islam. Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang berbicara dengan Al Walid bin Al Mughirah, le.watlah Ibnu Ummi Maktum yang buta. Ia merigajak bicara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan me- mintanya mengajarkan Al Quran untuknya. Merasa diganggu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian membentaknya, karena beliau sedang fokus dengan urusan Al Walid bin Al Mugirah dan obsesi beliau agar dia masuk Islam. Ketika Ibnu Ummi Maktum terus menerus mengeyel meminta dibaca- kan Al Quran, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berpaling darinya dengan muka masam, maka Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang beliau:


Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, (QS. Abasa: 1-14).
Ibnu Hisyam berkata: Ibnu Ummi Maktum adalah pemuda yang berasal Bani Amir bin Luay. Ia bernama asli Abdullah. Ada pula yang mengatakan namanya adalah Amr.



Kepulangan Orang-orang Muhajirin di Habasyah Tatkala Sampai Kabar tentang Masuk Islamnya Penduduk Mekkah


Ibnu Ishaq berkata: Sampailah berita kepada sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang hijrah tentang masuk Islamnya warga Makkah, kemudian mereka pun bermaksud pulang ke Makkah. Namun tatkala mendekati Makkah, mereka mendapat berita bahwa semua itu adalah dusta
 
belaka. Karenanya tidak ada seorang pun dari mereka yang memasuki Makkah kecuali dengan perlindungan orang lain atau dengan sembunyi-sembunyi. Di antara mereka ada yang tiba di Makkah, lalu menetap di dalamnya kemudian hijrah ke Madinah dan terjun di Perang Badar bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ada yang tetap tinggal di Makkah, hingga tidak bisa ikut Perang Badar dan perang-perang lainnya. Ada juga yang wafat di Makkah.
Kaum Muhajirin yang pulang ke Makkah dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay ada dua orang, yaitu: Utsman bin Affan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams beserta istrinya, Ruqayyah binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi'ah bin Abdu Syams beserta istrinya Sahlah binti Suhail.
Sedangkan dari sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay ada satu orang, yaitu Abdullah bin Jahsy bin Riab.
Bani Naufal bin Abdu Manaf ada satu orang, yaitu Utbah bin Ghazwan, sekutu Bani Abdu Syams dari Qais Ailan.
Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay ada satu orang, yaitu Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad.
Dari Bani Abduddar bin Qushay ada dua orang, yaitu: Mush'ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf, Suwaibith bin Sa'ad bin Harmalah.
Dari Bani Abd bin Qushay ada satu orang yaitu Thulaib bin Umair bin Wahb bin Abu Kabir bin Abd.
Dari Bani Zuhrah bin Kilab adalah tiga orang, yaitu: Abdurrahman bin Auf bin Abdu Auf bin Abd bin Al- Harits bin Zuhrah, Al- Miqdaq bin Amr, sekutu Bani Zuhrah bin Kilab. Abdullah bin Mas'ud, sekutu Bani Zuhrah bin Kilab.
Dari Bani Makhzum bin Yaqazhah adalah sebagai berikut: Abu Salamah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum beserta istrinya, Ummu Salamah binti Umayyah bin Al-Mughirah, Syammasy bin Utsman bin Asy-Syarid bin Suwaid bin Harmi bin Amir bin Makhzum, Salamah bin Hisyam bin Al-Mughirah yang kemudian dikekang pamannya di Makkah dia tidak bisa bebas kecuali sesudah Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq. Ayyasy bin Abu Rabi'ah bin Al-Mughirah yang hijrah ke Madinah dengan diikuti dua saudara seibunya, yaitu Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam, kemudian Abu Jahal bin Hisyam dan
Al-Harits bin Hisyam membawa Ayyasy bin Abu Rabi'ah pulang ke Makkah dan mengekangnya di Makkah hingga Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq usai.
Dari sekutu Bani Makhzum bin Yaqadzah adalah sebagai berikut: Ammar bin Yasir, diragukan apakah ikut hijrah ke Habasyah atau tidak, Muattib bin Auf bin Amir dari Khuza'ah.
Dari Bani Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab adalah sebagai berikut: Utsman bin Madz'un bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah beserta anaknya, As-Saib bin Utsman, Qudamah bin Madz'un, Abdullah bin Madz'un.
Dari Bani Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab adalah sebagai berikut: Khunais bin Hudzafah bin Qais bin Adi, Hisyam bin Al-Ash bin Wail yang tertahan di Makkah setelah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Dia baru bisa hijrah ke Madinah seusai Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq.
Dari Bani Adi bin Ka'ab bin Luay adalah Amir bin Rabi'ah sekutu Bani Sahm beserta istrinya yang bernama Laita binti Abu Hats- mah bin Ghanim.
 
Dari Bani Amir bin Luay adalah sebagai berikut: Abdullah bin Makhramah bin Abdul Uzza bin Abu Qais, Abdullah bin Suhail bin Amr. Ia ditawan di kota Makkah pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Pada Perang Badar, ia kabur dari orang-orang musyrik dan berpihak kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian ikut Perang Badar bersama beliau, Abu Sabrah bin Abu Ruhm bin Abdul Uzza beserta istrinya yang bernama Ummu Kaltsum binti Suhail bin Amr dan As- Sakran bin Amr bin Abdu Syams beserta istrinya, Saudah binti Zam'ah bin Qais. Abu Sabrah bin Abu Ruhm meninggal di Makkah sebelum Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Kemudian beliau menikahi Saudah binti Zam'ah.
Dari sekutu Bani Amir bin Luay ada satu orang yaitu Sa'ad bin Khaulah.
Dari Bani Al-Harits bin Fihr adalah sebagai berikut: Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Nama aslinya ialah Amir bin Abdullah Al-Jarrah, Amr bin Al-Harts bin Zuhair bin Abu Syadad, Suhail bin Baidha' yang bernama lengkap Suhail bin Wahb bin Rabi'ah bin Hilal. Amr bin Abu Sarh bin Rabi'ah bin Hilal.
Jumlah seluruh sahabat Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam yang tiba di Makkah dari Habasyah adalah tiga puluh tiga orang laki-laki.
Di antara mereka yang masuk ke Makkah dengan perlindungan orang lain ialah Utsman bin Madz'un bin Habib Al-Jumahi yang masuk ke Makkah dengan perlindungan Al-Walid bin Al-Mughirah, Abu Salamah bin Abdul Asad bin Hilal Al-Makhzumi yang masuk ke Makkah dengan perlindungan Abu Thalib bin Abdul Muthalib yang tidak lain adalah pamannya sendiri dari jalur ibunya dan ibu Abu Salamah dan Barrah binti Abdul Muthalib.
Ibnu Ishaq berkata: Adapun Utsman bin Madz'un, maka Shalih bin Ibrahim bin Auf bercerita kepadaku dari orang yang bercerita padanya dari Utsman yang berkata: Ketika Utsman bin Madz'un melihat cobaan yang diderita sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedangkan ia sendiri selama 24 jam berada dalam jaminan keamanan Al-Walid bin Al-Mughirah, ia berkata: "Demi Allah, keberadaanku selama 24 jam dalam keadaan aman di bawah perlindungan salah seorang musyrik, sedang sahabat-sahabatku dan orang-orang yang memiliki keyakinan yang sama denganku mendapatkan ujian di jalan Allah yang menimpaku adalah suatu penyesalan tersendiri dalam diriku." Kemudian Utsman bin Madz'un pergi menemui Al-Walid bin Al-Mughirah dan berkata kepadanya: "Wahai Abu Abdu Syams, engkau telah menepati semua hak perlindungan namun kini aku serahkan kembali perlindungan itu kepadamu." Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "Mengapa demikian wahai keponakanku? Apakah ada seseorang dari kaumku yang menyakitimu?" Utsman bin Madz'un berkata: "Sama sekali tidak! Aku hanya merasa tentram dengan perlindungan Allah dan tidak ingin perlindungan dari selain Dia." Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "Kalau begitu, mari kita pergi ke masjid haram lalu kau kembalikan perlindunganku kepadaku secara di depan umum, sebagaimana aku melindungimu di depan khalayak ramai." Kemudian Utsman bin Madz'un dan Al-Walid bin Al- Mughirah berjalan bersama hingga tiba di masjid. Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "lni Utsman, ia datang ke tempat ini untuk mengembalikan perlindunganku kepadaku." Utsman bin Madz'un berkata: "Apa yang dikatakan Al-Walid bin Al-Mughirah itu sungguh benar. Sungguh, dia telah menepati hak perlindungan dan ia orang yang memberi perlindungan dengan penuh kemuliaan. Namun aku tidak suka mencari perlindungan dari selain Allah. Sekarang aku kembalikan perlindungannya kepadanya." Usai mengumumkan hal itu, Utsman bin Madz'un pergi dan ketika itu, Labid bin Rabi'ah bin Malik bin Ja'far bin Kilab duduk mengobrol bersama orang-orang Quraisy. Ia sedang membacakan syair kepada mereka, kemudian Utsman bin Madz'un duduk bersama mereka. Labid berkata:
Ketahuilah, hanya Allah lah yang Haq dan segala sesuatu selain Allah itu batil
Utsman bin Madz'un berkata: "Engkau berkata benar." Labid melanjutkan
 
Dan setiap nikmat itu pastilah binasa
Utsman bin Madz'un berkata: "Kalau yang ini engkau dusta. Kenikmatan surga tidak akan pernah binasa." Labid bin Rabi'ah berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah teman ngobrol kalian belum pernah disakiti. Sejak kapan kejadian seperti ini menimpa kalian?" Salah seorang dari hadirin berkata: "Sesungguhnya orang bodoh ini (maksudnya Utsman bin Madz'un) bersama orang-orang bodoh seperti dia telah keluar dari agama kami. Oleh karena itu, engkau jangan sekali-kali terprovokasi dengan ucapannya." Utsman bin Madz'un membalas ucapan orang tersebut hingga sengketa semakin besar. Orang tersebut berdiri ke arah Utsman bin Madz'un kemudian memukul matanya hingga luka memar. Al-Walid bin Al-Mughirah yang berada tidak jauh dari tempat kejadian melihat peristiwa itu dengan jelas apa yang dialami Utsman bin Madz'un, kemudian ia berkata: "Demi Allah, wahai keponakanku, sesungguhnya dirimu belum pernah mengalami derita sebagaimana apa yang engkau alami saat ini, selama engkau berada dalam perlindungan yang kokoh." Utsman bin Madz'un berkata: "Sesungguhnya diriku sangat empati dengan apa yang diderita saudaranya yang lain di jalan Allah. Demi Allah, aku berada dalam perlindungan Dzat yang lebih tangguh dan lebih hebat darimu, wahai Abu Abdu Syams." Al-Walid bin Al-Mughirah berkata kepada Utsman bin Madz'un: "Kemarilah wahai keponakanku, jika engkau ingin seperti dulu lagi, maka ambillah kembali perlindunganmu." Utsman bin Madz'un menjawab: "Tidak!!"



Abu Salamah dalam Perlindungan Abu Thalib


Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar berkata kepadaku dari Salamah bin Abdullah bin Umar bin Abu Salamah bahwa ia diberitahu bahwa ketika Abu Salamah meminta perlindungan kepada Abu Thalib, beberapa orang dari Bani Makhzum menemui Abu Thalib dan berkata padanya, "Wahai Abu Thalib, apa maksud dengan semua ini? Kami relakan, engkau melindungi keponakanmu, Muhammad dari kami. Lalu apa alasanmu melindungi seorang laki-laki yang bukan keponakanmu? Abu Thalib berkata: "Abu Salamah termasuk keponakanku juga." Jika aku tidak melindungi Abu Salamah, maka aku juga tidak akan melindungi Muhammad." Abu Lahab bangkit, dan dengan nada marah kemudian berkata: "Wahai orang Quraisy, demi Allah, kalian tiada henti-hentinya memprotesnya orang tua ini atas perlindungannya terhadap salah seorang di antara kaumnya. Demi Allah, apa yang kalian lakukan ini hanyalah kesiasiaan belaka. Mereka berkata: "Lalu kami harus bagaimana wahai Abu Utbah (Abu Lahab)." Abu Lahab adalah pendukung dan penolong berat mereka dalam berhadapan dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka tetap berada dalam kondisi seperti itu. Abu Thalib sendiri terpesona saat dia mendengar ucapan Abu Lahab di atas. Ia sangat berharap Abu Lahab mengambil sikap seperti dirinya terhadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Abu Thalib berkata mendorong Abu Lahab untuk menolong Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam:
Sesungguhnya salah seorang pamannya ialah Abu Utaibah Pasti hidup dalam taman indah jika ia tidak dibebani kezaliman
Aku katakan kepadanya namun apa artinya nasihatku untuknya? Hai Abu Mu'thib, tetap kokohkanlah kepribadianmu!
Janganlah sekali-kali menyerah pada zaman, sepanjang kau ada di jalan lurus Engkau dihina oleh zaman, atau engkau turun di musim ini
Berpalinglah dari jalan kenestapaan dan orang selainmu berada di atas jalan nestapa
 
Karena engkau tidak tercipta dalam keadaan lemah
Perangilah, karena perang adalah solusi ter baik
Engkau takan akan melihat pelaku perang diberi kehinaan Sampai dia diajak damai
Bagaimana tidak, sementara mereka tidak melakukan dosa besar padamu
Dan tidak membiarkan engkau kalah ataumenang Semoga Allah memberi pahala pada Abdu
Syams, Naufal, Taim dan Makhzum karenakebaikannya kepada kami Mereka memecah belah kami setelah sebelumnya penuh cinta intim adanya Mereka telah melanggar hal-halyang diharamkan
Demi Baitullah, kalian semua dusta bohong. Kami tidak merampas Muhammad
Tidakkah kalian lihat suatu hari dia berdiri di Syi'b


Abu Bakar Mendapat Perlindung- an Ibnu Dughunnah dan Mengembalikannya Kembali


Ibnu Ishaq berkata: Kepadaku oleh Muhammad bin Muslim Az-Zuhri bercerita padaku
dari Urwah dari Aisyah Radhiyallahu Anhu- ma, ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu merasa Makkah sudah tidak akrab lagi dengannya dimana ia mendapatkan gangguan di dalamnya, dan melihat kekejaman orang-orang Quraisy terhadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabat beliau, maka ia memohon izin kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk berhijrah dan beliau pun memberikannya. Kemudian Abu Bakar pun berhijrah dan dalam perjalanannya, ia bertemu dengan Ibnu Ad-Daghanah, saudara Bani Al-Harits bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah. Ketika itu, Ibnu Ad-Dughunnah adalah pemimpin orang- orang Ahabisy.
Ibnu Ishaq berkata: Ahabiys adalah anak-anak dari Harits bin Abdu Manat bin Kinanah dan Hun bin Mudrikah dan Bani Mushthaliq bin Khuza'ah.
Ibnu Hisyam berkata: Mereka melakukan persekutuan. Maka kemudian mereka disebut Ahabisy karena melakukan perseketuan di sebuah lembah yang bernama Ahbasy di bawah Mekkah.
Ada yang berkata bahwa nama Ibnu Ad-Dughunnah ialah Ibnu Ad-Dughainah.
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri bercerita kepadaku dari Urwah dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata: Kemudian Ibnu Ad-Dughunnah berkata: "Kenapa engkau ingin pergi wahai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab: "Aku diusir oleh kaumku. Mereka menyakiti serta mempersempit ruang gerakku." Ibnu Ad-Dughunnah berkata: "Kenapa itu semua bisa terjadi?" Demi Allah, engkau hiasan keluarga, menolong orang yang berada dalam kesulitan, melakukan banyak kebajikan dan membantu orang miskin. Jangan pergi karena aku akan melindungimu." Kemudian Abu Bakar pulang bersama Ibnu Ad- Dughunnah.
Ketika Abu Bakar memasuki Mekkah, Ibnu Ad-Dughunnah berdiri lain berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah melindungi anak Abu Quhafah. Maka siapa pun tidak boleh menyakitinya sedikitpun."
 
Aisyah berkata: Orang-orang Quraisy pun mematuhinya. Abu Bakar mempunyai masjid di pintu rumahnya di Bani Jumah dan biasanya ia melakukan shalat di sana. Abu Bakar berhati lembut. Oleh karenanya apabila membaca Al-Qur'an, pasti ia terharu.
Anak-anak muda, para budak dan para wanita berdiri di tempat Abu Bakar karena kagum dengan postur tubuhnya. Oleh sebab itulah beberapa orang Quraisy menemui Ibnu Ad-Dughunnah kemudian berkata: "Wahai Ibnu Ad-Dughunnah, engkau melindungi orang ini bukan untuk mengganggu kami kan? Sesungguhnya dia manakala shalat dan membaca apa yang dibawa Muhammad, maka kemudian ia menangis dan ditambah ia memiliki postur tubuh yang sungguh menawan. Kami khawatir anak-anak muda, wanita-wanita dan orang-orang lemah di antara kami terpengaruh olehnya. Oleh sebab itulah, nasihatilah Abu Bakar agar tidak keluar rumah dan melakukan hal semacam itu."
Ibnu Ad-Dughunnah pergi kepada Abu Bakar dan berkata kepadanya: "Hai Abu Bakar, perlindunganmu bukanlah dengan maksud agar engkau mengusik kaummu. Sesungguhnya mereka tidak suka tempat engkau shalat dan merasa terganggu oleh perbuatanmu. Oleh sebab itu, berdiamlah di dalam rumahmu, dan berbuatlah apa saja yang engkau suka."
Abu Bakar berkata: "Bagaimana kalau perlindunganmu ku kembalikan kepadamu dan aku lebih ridha dengan perlindungan Allah?" Ibnu Ad-Dughunnah berkata: "Ya, cabutlah perlindunganku kepadamu!" Abu Bakar berkata: "Baiklah." Ibnu Ad-Dughunnah berdiri Kemudian berkata: “Wahai Oran-orang Quraisy, sesungguhnya anak Abu Quhafah telah mengembalikan perlindunganku kepadaku, maka terserah apa yang akan kalian lakukan pada sahabat kalian ini."
Ibnu Ishaq berkata: Abdurrahman bin Al-Qasim bercerita kepadaku dari ayahnya, Al-Qasim bin Muhammad ia berkata: Da¬lam perjalanannya menuju Ka'bah, Abu Bakar berjumpa dengan orang Quraisy yang jahil, orang itu melemparkan tanah ke atas kepala Abu Bakar. Kemudian Al-Walid bin Al- Mughirah atau Al-Ash bin Wail berjalan melewati Abu Bakar dan orang jahil berkata: "Engkau sendiri yang memiliki keadaanmu seperti ini." Abu Bakar berkata: "Ya Tuhan, betapa Penyayangnya Engkau. Ya Tuhan, betapa Penyantunnya Engkau. Ya Tuhan, betapa Penyantunnya Engkau."



Pembatalan Shahifah (Surat Perjanjian)


Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang Quraisy secara sepihak membatalkan shahifah yang diterapkan orang-orang Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib. Peristiwa ini di komandoi Hisyam bin Amr Rabi'ah bin Al-Harits bin Habib bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir bin Luay, karena Hisyam bin Amr adalah saudara seibu dengan Nadhlah bin Hasyim bin Abdu Manaf yang memiliki hubungan kuat dengan Bani Hasyim. Ia sangat dihormati di mata kaumnya. Pada suatu malam ia mendatangi Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib di Syi'b dengan menunggang unta dan mengangkut makanan di atas untanya. Pada saat ia telah tiba di gerbang Syi'b, ia turun menggiring untanya, berjalan ke depan dan masuk menemui mereka. Pada hari yang lain, ia datang dengan membawa unta nya yang mengangkut gandum dan melakukan seperti biasanya.
Hisyam bin Amr datang menjumpai Zuhair bin Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Ibu Zuhair bin Abu Umayyah adalah Atikah binti Abdul Muthalib. Hisyam bin Amr berkata kepada Zuhair bin Abu Umayyah, "Hai Zuhair, apakah engkau gembira, jika engkau menikmati makanan, mengenakan pakaian, nikah dengan wanita-wanita, sedang paman-pamanmu dari jalur
 
ibumu seperti yang engkau ketahui tidak boleh menjual dan membeli dari manusia, tidak boleh menikah dan tidak boleh menikahkan putri-putri mereka kepada manusia yang lain? Demi Allah, andaikata mereka adalah paman-paman Abu Al-Hakam bin Hisyam kemudian engkau ajak mereka menuruti keinginanmu, maka tidak ada seorang pun dari mereka yang menjawab seruanmu untuk se- lamanya." Zuhair bin Abu Umayyah berkata: "Lalu apa yang dapat aku lakukan? Demi Allah, jika aku didukung orang lain, pasti aku batalkan shahifah tersebut.'" Hisyam bin Amr berkata: "Ada orang orang lain yang mendukungmu." Zuhair bin Abu Umayyah berkata: "Siapa dia?!" Hisyam bin Amr berkata: "Aku!" Zuhair bin Abu Umayyah berkata: "Carilah pihak ketiga."
Kemudian Hisyam bin Amr pergi mene- mui Al-Muth'im bin Adi dan berkata kepadanya: "Wahai Al- Muth'im, senangkah engkau dua kabilah dari Bani Manaf dan engkau mendukung orang-orang Quraisy dalam masalah ini? Demi Allah, jika engkau mendukung mereka dalam masalah ini, engkau pasti kena getahnya." Al-Muth'im bin Adi berkata: "Lalu apa yang dapat aku lakukan? sementara aku hanyalah seorang diri?" Hisyam bin Amr berkata: "Ada orang kedua yang sependapat denganmu." Al-Muth'im bin Adi berkata: "Siapa dia?" Hisyam bin Amr berkata: "Aku." Al-Muth'im bin Adi berkata: "Carilah orang lain
lagi!" Hisyam bin Amr berkata: "Telah aku
lakukan lakukan." Al-Muth'im bin Adi berkata: "Siapa dia?" Hisyam bin Amr berkata: "Zuhair bin Abu Umayyah." Al-Muth'im bin Adi berkata: "Carilah lagi orang lain!"
Kemudian Hisyam bin Amr menemui Abu Al-Bakhtari bin Hisyam dan berkata kepadanya seperti yang ia katakan kepada Al-Muth'im bin Adi. Abu Al-Bakhtari berkata: "Adakah ada orang yang bisa membantu masalah ini?" Hisyam bin Amr berkata: "Ya, ada." Abu Al Bakhtari bin Hisyam berkata: "Siapa dia?" Hisyam bin Amr berkata: "Zuhair bin Abu Umayyah, Al-Muth'im bin Adi dan saya sependapat denganmu." Abu Al-Bakhtari bin Hisyam berkata: "Carilah orang lain lagi!"
Lalu Hisyam bin Amr menemui Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad dan berbicara dengannya sambil memuji hubungan keluarga Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib dengannya dan hak mereka atas dirinya. Zam'ah bin Al-Aswad berkata: "Adakah orang yang sependapat dengan apa yang kamu lakukan ini?" Hisyam bin Amr berkata: "Ya, ada!" Hisyam bin Amr menyebutkan orang-orang yang telah mufakat dengannya dalam masalah ini. Lalu mereka sepakat untuk bertemu di samping Al- Hajun di Makkah Atas.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian lima orang itu bertemu di samping Al-Hajun. Mereka sepakat dan berjanji untuk membatalkan shahifah. Zuhair bin Abu Umayyah berkata: "Akulah orang yang pertama kali akan angkat bicara."
Keesokan harinya, mereka berlima pergi ke ruang rapat mereka. Zuhair bin Abu Umayyah juga pergi dengan memakai pakaian yang mewah. Lalu ia melakukan thawaf di Baitullah sebanyak tujuh kali, barulah ia menemui orang-orang Quraisy dan berkata kepada mereka: "Wahai orang-orang Makkah, pantaskah kita menikmati makanan dan mengenakan pakaian, sedang Bani Hasyim binasa tidak boleh melakukan jual-beli. Demi Allah, saya tidak akan duduk sampai shahifah yang memutus sitaturahim dan zalim ini di sobek."
Abu Jahal yang sedang berada di sudut masjid berkata: "Demi Allah, jangan omong kosong di sini. Shahifah ini tidak boleh di sobek." Zam'ah bin Al-Aswad berkata: "Demi Allah, engkau jauh lebih dusta, wahai Abu Jahal. Kami tidak rela penulisan shahifah ini sejak awal penulisannya." Abu Al-Bakhtari bin Hisyam berkata: "Zam'ah berkata benar. Demi Allah, kita tidak puas dengan apa yang ditulis di dalamnya dan kita mengingkari." Al-Muth'im bin Adi berkata: "Kalian berdua berkata benar dan
 
dustalah orang yang memprotes kalian. Kita berlepas tangan kepada Allah dari shahifah ini dan dari semua yang ditulis di dalamnya." Hisyam bin Amr juga mengatakan hal sama. Abu Jahal berkata: "Apa yang kalian lakukan telah kalian sepakati di suatu malam dengan musyawarah dan bukan di tempat ini kalian putuskan. Saat itu, Abu Thalib sedang duduk di sudut masjid. Al-Muth'im bin Adi bangkit dan berjalan menuju shahifah untuk    menyobeknya, namun ia dapatkan rayap-rayap telah memakannya,  kecuali  kata   (dengan nama-Mu ya Allah).
Penulis shahifah itu adalah Manshur bin Ikrimah. Setelah menuliskannya tangannya lumpuh, demikianlah menurut riwayat para ulama.
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian pakar menyebut bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada Abu Thalib: "Pamanda, sesungguhnya Allah telah mengirim rayap-rayap kepada shahifah orang-orang Quraisy ini. Rayap-rayap itu justru membiarkan nama Allah di shahifah itu dan menghapus kezaliman, pemutusan hubungan silaturahim dan kebohongan dari shahifah itu." Abu Thalib bertanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Apakah Tuhanmu menginformasikan hal ini kepadamu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Ya benar." Abu Thalib berkata: "Mana Tuhanmu, kenapa aku tidak melihatnya?" Kemudian Abu Thalib keluar menemui orang-orang Quraisy dan berkata kepada mereka: "Wahai orang-orang orang-orang Quraisy, sesungguhnya keponakanku memberitahuku ini dan itu, oleh sebab itu mari kita buktikan kebenaran ucapannya. Jika shahifah tersebut persis seperti yang dikatakan keponanku, maka berhentilah memboikot kami dan turunkanlah apa saja yang ada di dalamnya. Jika keponakanku berkata dusta, maka dia aku serahkan kepada kalian." Orang-orang Quraisy berkata: "Baiklah, kami sependapat dengan tawarabnu itu." Mereka pun sepakat, lalu mereka melihatnya dan ternyata shahifah tersebut persis seperti yang dikatakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Saat itulah, beberapa orang Quraisy membatalkan shahifah yang telah mereka buat.
Usai kembali dari Thaif Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali pergi ke Gua Hira. Rasulullah mengirim seseorang untuk menjumpai Al-Akhnas bin Syariq untuk memohon perlindungan. Al-Akhnas bin Syariq berkata: "Aku seorang lawan dan seorang lawan itu tidak boleh memberikan perlindungan kepada lawannya." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus seseorang untuk menjumpai Suhail bin Amr untuk memohon perlindungan padanya. Suhail bin Amr berkata: "Sesungguhnya Bani Amir dilarang melindungi seseorang untuk melawan Bani Ka'ab." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim seseorang untuk menjumpai Al-Muth'im bin Adi guna memohonkan baginya perlindungannya, dan ia pun siap memberikan perlindungan kepada beliau. Setelah itu, Al-Muth'im bin Adi beserta keluarganya keluar dari rumah dengan persenjataan lengkap hingga mereka tiba di masjid, kemudian Al-Muth'im bin Adi mengirim seseorang menjumpai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa pesan: "Silahkan, masuklah ke dalam masjid!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pun masuk ke dalamnya, lalu thawaf di Baitullah dan shalat di sampingnya, setelah itu pulang ke rumah. Inilah yang dimaksudkan oleh Hassan bin Tsabit dalam untaian syairnya.
Ibnu Ishaq berkata: Hassan bin Tsabit juga memuji Hisyam bin Amr atas jasanya dalam membatalkan shahifah dalam untaian syairnya:
Adakah Bani Umayyah memenuhi hak perlindungan
Dengan ikatan nan kokoh sebagaimana yang dilakukan oleh Hisyam? Seperti sekelompok orang yang tidak menzalimi tetangganya
Yaitu Al-Harits bin Hubaib anak Sukham? Jika Bani Hisl melindungi orang yang meminta perlindungan,
Mereka pasti memenuhinya dan menawarkan ketentraman
 
Ibnu Hisyam berkata: Hisyam adalah saudara Suham. Namun ada pula yang mengatakan bahwa nama Suham adalah Sukham.



Thufail bin Amr Ad-Dausi Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Walaupun memperoleh perlakuan hina dari kaumnya, Rasulullah tetap menyampaikan nasihat dan menyeru mereka kepada keselamatan dari apa yang sedang mereka alami saat itu. Adapun orang-orang Quraisy, mereka malah melarang manusia dan siapa saja dari orang Arab yang datang pada mereka.
Thufail bin Amr adalah seorang yang terhormat, penyair dan seorang sangat cerdas. Orang-orang Quraisy berkata kepada Thufail bin Amr, "Wahai Thufail, engkau telah tiba di negeri kami dan orang ini (Nabi Muhammad) yang ada di tengah-tengah kita telah membuat kami semua porak-poranda. Ia telah memecah belah persatuan dan kesatuan kita. Ucapannya laksana sihir yang mampu memutuskan hubungan seorang anak dengan ayahnya, saudara dengan saudaranya dan suami dengan istrinya. Kami sangat khawatir jika apa yang telah terjadi pada kami itu lambat laun akan menimpamu dan kaummu. Karena itu, janganlah engkau sedikitpun mengobrol dengannya jangan pula mendengar sesuatu pun darinya!"
Thufail bin Amr bercerita: "Demi Allah, mereka tak pernah henti mengatakan itu padaku hingga aku bertekad untuk tidak akan mendengarkan sesuatu pun dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan tidak berbicara dengan beliau sampai pada aksi menutup kedua telingaku dengan kapas karena khawatir perkataan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masuk ke kedua telingaku sementara aku tidak ingin mendengar apa pun darinya. Suatu hari, aku pergi ke masjid, tanpa kuduga ternyata Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri shalat di sisi Ka'bah, kemudian aku berdiri mendekati beliau. Ternyata Allah berkehendak agar aku mendengarkan sebagian firman-Nya. Sungguh apa yang aku dengar adalah ucapan yang teramat indah, aku bergumam dalam diriku: "Demi Allah, sungguh aku seorang yang cerdas dan penyair yang cerdas memilah antara yang haq dengan yang batil lalu apa salahnya kalau aku mendengar apa yang dikatakan lelaki ini. Jika yang dia bawa adalah kebenaran, aku akan menerimanya. Jika yang dibawanya adalah kebatilan, aku akan meninggalkannya."
Aku terpaku bagai patung di tempatku sampai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam beranjak pulang ke rumahnya. Aku mengikuti beliau dengan diam-diam dari belakang hingga beliau masuk ke dalam rumahnya. Ketika telah masuk ke dalam rumahnya, aku ikut masuk ke dalamnya. Aku berkata: "Hai Muhammad, kaummu mengatakan ini dan itu padaku. Demi Allah, mereka terus-menerus mengintimadasi aku terhadap permasalahanmu, hingga aku menutup kedua telingaku ini dengan kapas agar tidak bisa mendengar ucapanmu. Namun ternyata Allah memberiku hidayah hingga bisa mendengarkan ucapanmu yang teramat indah. Tolong terangkan kepadaku persoalanmu!"
Thufail bin Amr berkata: "Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menerangkan tentang Islam kepadaku dan membacakan Al-Qur'an. Demi Allah, aku belum pernah mendengar perkataan seindah Al- Qur'an dan sesuatu yang lebih adil daripada Islam. Maka akupun segera memeluk Islam dengan menyaksikan dua kalimat syahadat. Aku berkata: "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku orang yang ditaati di tengah-tengah kaumku. Aku akan pulang dan mengajak mereka kepada Islam. Oleh karena itu, berdoalah kepada Allah agar Dia memberiku satu tanda yang bisa membantuku dalam
 
menyeru mereka." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Ya Allah, berilah dia sebuah tanda."
Lanjut Thufail: "Maka aku pun pulang kepada kaumku. Ketika aku berada di Tsaniyyah, celah antara dua gunung, yang dari sini aku bisa melihat rumah-rumah kaumku, tiba-tiba di kedua mataku ada cahaya seperti lentera. Aku berkata: "Ya Allah, janganlah dia ada di wajahku. Aku khawatir kaumku mengira bahwa cahaya tersebut adalah tanda bahwa aku keluar dari agama mereka." Kemudian ca¬haya tersebut pindah ke ujung cambukku dan orang-orang bisa melihat sinar di cambukku bagaikan lentera, sementara aku turun ke tem: pat mereka dari Tsaniyyah hingga akhirnya tiba di tempat mereka keesokan harinya.
Thufail bin Amr berkata: "Tatkala aku tiba di rumah, ayahku yang sudah berusia lanjut memanggilku. Aku berkata: "Ayahanda kini aku tidak lagi termasuk golonganmu dan engkau tidak lagi termasuk golonganku." Ayahku berkata: "Apa maksudmu bicara begitu wahai anakku?" Aku berkata: "Aku telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam." Ayahku berkata: "Anakku, agama kamu agamaku juga." Aku berkata: "Mandilah dan cucilah pakaian Ayah! Setelah itu, datanglah kepadaku kembali agar aku mengajari Ayah apa yang telah diajarkan kepadaku." Ayah pun pergi, mandi dan mencuci pakaiannya. Setelah itu, ia datang kepadaku, kemudian aku terangkan kepadanya perihal Islam dan ia pun memeluk Islam.
Lalu datanglah istriku mendekati aku. Aku berkata kepadanya: "Kini aku bukan termasuk golonganmu lagi dan engkau tidak lagi termasuk dari golonganku." Istriku berkata: "Apa maksudmu?!" Aku berkata: "Islam telah memisahkanku darimu, aku telah mengikuti agama Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sal- lam." Istriku berkata: "Agamamu, agamaku jua." Aku berkata: "Pergilah ke Hina Dzi Asy- Syara."
Ibnu Hisyam berkata: Thufail bin Amr berkata: "Pergilah ke Dzi Asy-Syara, lalu mandilah di sana!" Dzi Asy-Syara merupakan berhala kabilah Daus. Kabilah Daud melindungi tempat berhala tersebut di sana ada air terjun yang turun dari gunung. Istriku berkata: "Istriku bergegas pergi untuk mandi. Setelah selesai ia kembali menemuiku, maka aku terangkan Islam kepadanya dan ia pun memeluk Islam.
Kemudian aku menyeru kabilah Daus kepada Islam, namun sayang mereka agak lamban merespon seruanku. Kemudian aku datang kembali kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Makkah. Aku berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya perzinahan telah mendominasi di kabilah Daus, maka berdoalah kepada Allah untuk mereka." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Ya Allah, tunjukilah kabilah Daus. Kembalilah engkau kepada kaummu, lalu serulah mereka dan bersikap santunlah terhadap mereka." Aku pulang kembali di tengah kabilah Daus untuk menyeru mereka kepada Islam hingga Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah sampai terjadinya Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq. Aku pergi menemui Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam dengan membawa orang-orang dari kaumku yang telah masuk Islam. Saat itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang berada di Khaybar. Aku sampai di Madinah dengan membawa sekitar tujuh puluh atau delapan puluh keluarga yang telah masuk Islam, dan kami menyusul Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Khaybar dan beliau memberi bagian rampasan perang sebagaimana kaum Muslimin yang lain.
Hingga Allah menaklukkan Makkah untuk beliau. Aku berkata: "Wahai Rasulullah, kirimlah aku kepada berhala Dzu Al-Kafain -berhala milik Amr bin Humamah- untuk aku bakar."
Ibnu Ishaq berkata: Thufail bin Amr lalu berangkat menuju berhala Dzu Al-Kafaini, kemudian ia membakar tersebut sambil berkata:
Wahai Dzu Al-Kafain, aku bukan lagi budak-budakmu
 
Kami lahir lebih awal dari pada mu Kirii aku selipkan api di dalam hatimu

Ibnu Ishaq berkata: Usai melakukan itu, Thufail bin Amr kembali menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ia hidup menyertai Nabi di Madinah hingga Allah Taala memanggilnya pulang ke haribaan-Nya. Di zaman Abu Bakar, ketika orang-orang Arab murtad, Thufail bin Amr berangkat bersama kaum Muslimin hingga berhasil menaklukkan Thulaihah dan seluruh Negeri Najed. Setelah itu, Thufail bin Amr berangkat bersama kaum Muslimin menuju Yamamah bersama dengan anaknya yang bernama Amr bin Thufail. Dalam perjalanannya menuju Yamamah Thufail bin Amr. Ia berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Sesungguhnya aku baru saja bermimpi, tolong terangkanlah kepadaku arti mimpiku itu. Aku bermimpi kepalaku dicukur, seekor burung keluar dari mulutku, aku berpapasan dengan seorang wanita lalu wanita memasukkan aku ke dalam kemaluannya. Anakku men- cariku dengan sangat gelisah, kemudian aku lihat anakku dijauhkan dariku." Mereka berkata: "Itu suatu pertanda yang baik!!" Thufail bin Amr berkata: "Demi Allah, aku memiliki penafsiran sendiri dari mimpi itu!" Mereka berkata: “Bagaimana takwilnya?” Thufail bin Amr berkata: "Kepalaku dicukur artinya ia letakkan di bumi. Sedangkan burung yang keluar dari mulutku adalah nyawaku. Wanita yang memasukkan aku ke dalam kemaluannya artinya tanah yang digali untukku lalu aku dimasukkan ke dalamnya. Anakku mencariku artinya kemudian ia dijauhkan dariku artinya bahwa ia ingin sekali menggapai sebagaimana yang aku gapai." Thufail bin Amr Rahimahullah gugur sebagai salah seorang syahid pada Perang Yamamah. Sedangkan anaknya menderita luka parah lalu sembuh dan akhirnya dia gugur sebagai syahid di medan Perang Yarmuk pada masa kekhilafahan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu.



Tentang A'sya Bani Qais bin Tsa'labah


Ibnu Hisyam berkata: Khalid bin Qurrah bin Khalid As-Sadusi dan yang lainnya berkata kepadaku dari tokoh-tokoh sepuh berilmu seperti Bakr bin Wail bahwa A'sya Bani Qais bin Tsa'labah bin Ukabah bin Sha'b bin Ali bin Bakr bin Wail pergi menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk masuk Islam.
Ketika A'sya bin Qais sampai atau dekat di Makkah, ia dihalau oleh sebagian orang Quraisy. Mereka menanyakan apa tujuan kedatangannya ke Makkah. A'sya bin Qais nyatakan bahwa maksud kedatangannya ke Makkah karena ingin berjumpa dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan memeluk Islam. Salah seorang Quraisy berkata kepada A'sya bin Qais: "Hai Abu Bashir, sesungguh- nya dia mengharamkan zina." A'sya bin Qais berkata: "Demi Allah, aku tidak gila dengan zina." Orang Quraisy tersebut berkata: "Hai Abu Bashir, sesungguhnya dia mengharamkan minuman keras." A'sya bin Qais berkata:
jjemi Allah, adapun yang mi, maka dalam jiwa ini masih suka kepadanya. Aku akan meminumnya tahun ini, setelah itu aku akan datang kepada beliau untuk masuk Islam." Setelah itu, A'sya bin Qais pulang. Ia meninggal dunia pada tahun itu juga dan berhasil bertemu dengan Rasululla/i Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Walapun musuh Allah, Abu Jahal demikian berat memusuhi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan sangat besar volume kebenciannya kepada beliau dan bersikap keras terhadap
 
beliau, namun Allah merendahkannya di hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam apabila ia melihatnya.



Al-Irasyi yang Menjual Untanya Kepada Abu Jahal


Ibnu Ishaq berkata: Abdul Malik bin Abdullah bin Abu Sufyan Ats-Tsaqafi berkata kepadaku, seseorang dari Arasy, tiba di Makkah dengan mengendarai untanya. Unta itu kemudian dibeli Abu Jahal, dengan menghutanginya. Kemudian orang Irasy tersebut berjalan menuju tempat berkumpulnya orang-orang Quraisy, sedang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang duduk di sudut masjid. Orang Irasy tersebut berkata: "Hai orang-orang Quraisy, siapakah di antara kalian yang bisa membantuku menyelesaikan persoalanku dengan Abu Al-Hakam bin Hisyam karena aku orang asing dan musafir. Sungguh, dia belum membayar untaku." Salah seorang dari hadirin di tempat pertemuan tersebut berkata: "Apakah engkau melihat orang yang sedang sendiri itu?" Orang yang dia maksud adalah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka memanfaatkan Rasulullah, karena mereka tahu permusuhan sengit antara beliau dengan Abu Jahal. Pergilah kepadanya, karena ia pasti bisa membantumu menyelesaikan persoalanmu dengan Abu Jahal."
Maka orang Arasy tersebut berjalan menuju tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata kepada beliau: "Wahai hamba Allah, sesungguhnya Abu Al-Hakam bin Hisyam telah mengambil hakku. Aku di sini hanya orang asing dan musafir. Aku telah bertanya kepada orang-orang tentang siapa yang bisa membantuku mengambil hakku dari Abu Jahal, kemudian mereka menyuruhku datang kepadamu. Oleh karena itu, tolong ambilkan hakku daripadanya semoga Allah merahmatimu!" Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Mari kita pergi kepada Abu Jahal!" Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam berdiri bersamanya. Ketika orang-orang Quraisy melihat beliau berjalan bersama orang Irasy tersebut, mereka berkata kepada salah seorang dari mereka: "Ikuti dan lihatlah apa yang akan dia lakukan!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan hingga tiba di rumah Abu Jahal, kemudian beliau mengetuk pintu rumahnya. Abu Jahal berkata: "Siapa itu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Muhammad. Keluarlah engkau temuilah aku!" Abu Jahal pun keluar membukakan pintu. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Berikan liak orang ini!" Abu Jahal berkata: "Ya, tunggu sebentar, aku akan segera memberikan hak orang ini." Selesai mengatakan itu Abu Jahal segera bergegas masuk ke dalam rumahnya lalu keluar membawa uang untuk melunasi hutangnya kepada orang Irasy tersebut. Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi sambil berkata kepada orang Irasyi tersebut: "Sekarang urusanmu telah tuntas!" Orang Irasyi tersebut berjalan hingga tiba di tempat berkumpulnya orang-orang Quraisy di masjid, kemudian ia berkata: Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. Sungguh, demi Allah, ia telah menolongku mendapatkan kembali hakku." Orang Quraisy yang diperintahkan membuntuti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan orang Irasyi datang ke tempat pertemuan orang-orang Quraisy. Mereka bertanya: "Apa yang engkau lihat?" Orang Quraisy tersebut menjawab: "Sungguh sebuah peristiwa ajaib yang luar biasa. Demi Allah, dia hanya mengetuk pintu rumah Abu Jahal, kemudian Abu Jahal keluar menemuinya bagai seorang pecundang. Muhammad berkata: "Lunasilah hutangmu terhadap orang ini!" Abu Jahal menjawab: "Ya. tunggu sebentar aku ambil uang dulu!" Selesai mengatakkan itu, Abu Jahal segera bergegas masuk ke dalam rumahnya, kemudian keluar lagi membawa uang untuk membayar hutangnya kepadanya." Tak lama berselang, Abu Jahal datang ke tempat pertemuan orang-orang Quraisy. Mereka berkata: "Celaka engkau wahai Abu Jahal, ada apa
 
denganmu? Demi Allah, kami belum pernah melihat seperti apa yang baru saja engkau lakukan!" Abu Jahal berkata: "Demi Allah, dia datang mengetuk pintu rumahku. Saat aku mendengar suaranya, diriku dihinggapi rasa takut yang luar biasa. Kemudian aku keluar menemuinya, sedang di kepalanya terdapat unta. Aku tidak pernah melihat unta yang memiliki kepala, pangkal ekor dan taring seperti unta tersebut. Demi Allah, jika aku tidak memenuhi permintaannya pastilah unta itu menerkam!"



Rukanah Al-Mathlabi Berduel Melawan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam


Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar berkata kepadaku bahwa Rukanah bin Abdun bin Yazid bin Hasyim bin Al-Muthaib bin Abdu Manaf adalah orang Quraisy yang paling hebat bertarungnya. Suatu hari, ia berjumpa Ucngan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di salah satu syi'b (gang di bukit) Makkah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepadanya: "Hai Rukanah, kenapa engkau tidak takut kepada Allah dan tidak menerima seruanku?"41 Rukanah berkata: "Sesungguhnya jika aku tahu bahwa apa yang engkau katakan adalah benar pasti aku mengikutimu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Begini saja, bagaimana jika aku berhasil mengalahkanmu dalam duel, apakah dengan begitu engkau mengetahui bahwa apa yang aku katakan adalah benar?" Rukanah berkata: "Ya!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Kalau begitu, bersiaplah." Rukanah mendekati Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian mulai berduel melawan beliau. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyerangnya, beliau berhasil membantingnya dan diapun tidak berkutik. Rukanah berkata: "Ronde kedua wahai Muhammad!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pun mengulangi dan kembali berhasil merobohkan Rukanah. Rukanah berkata: "Hai Muhammad, demi Allah, sulit dipercaya. Engkau berhasil mengalahkanku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Jika engkau mau, aku akan perlihatkan padamu sesuatu yang lebih sulit dipercaya dari peristiwa tadi, jika engkau bertakwa kepada Allah dan mengikuti agamaku." Rukanah berkata: "Apa itu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Aku akan panggil pohon yang engkau lihat ini, lalu ia datang kepadaku." Rukanah berkata: "Silahkan panggil pohon tersebut.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pun memanggil pohon itu, kemudian pohon

tersebut datang hingga berdiri tepat di hadap- an Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan beliau berujar kepadanya: "Kembalilah ke tempatmu semula." Pohon itu pun kembali ke tempatnya semula.
Setelah itu, Rukanah menemui kaumnya dan berkata: "Hai Bani Abdu Manaf, silahkan adu semua penyihir di dunia dengan sahabat kalian, niscaya dia mampu mempecundangi mereka semua. Demi Allah, aku belum pernah menjumpai ahli sihir yang lebih sakti darinya." Kemudian Rukanah menceritakan apa yang ia saksikan dan apa yang telah diperbuat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.



Utusan Kristen yang Masuk Islam
 
Ibnu Ishaq berkata: Suatu hari, datanglah dua puluh atau hampir dua puluh orang utusan Kristen kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau sedang berada di Makkah. Mereka mendengar kabar kenabian beliau dari orang-orang Habasyah. Mereka menemukan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Masjidil Haram, lalu mereka duduk bersamanya, berbincang dan bertanya jawab dengannya, di tengah-tengah orang-orang Quraisy yang berada di tempat berkumpulnya mereka di sekitar Ka'bah. Setelah berdialog dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Rasulullah mengajak mereka ke jalan Allah dan membacakan Al-Qur'an kepada mereka. Pada saat mendengar Al-Qur'an, mata mereka mengucurkan airmata. Mereka menerima dakwah beliau, beriman kepada beliau, membenarkan dan mengenali beliau persis seperti sifat yang dijelaskan dalam kitab mereka. Setelah itu, mereka pamit kepada Ra- sulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sialnya mereka ditemui Abu Jahal bin Hisyam bersama sejumlah orang Quraisy. Mereka berkata kepada utusan Kristen Habasyah yang telah masuk Islam, "Semoga Allah menggagalkan usaha kalian. Bukankah kalian dikirim oleh rahib-rahib kalian agar kembali kepada mereka dengan membawa berita tentang orang ini. Malah yang kalian lakukan adalah yang sebaliknya, meninggalkan agama kalian dan membenarkan ucapannya. Kami belum pernah mendapatkan utusan yang lebih bodoh daripada kalian."
Utusan Kristen Habasyah yang telah masuk Islam itu berkata kepada orang-orang Quraisy: "Salam sejahtera atas kalian, kami tidak akan membalas ucapan kalian, karena tidak ada yang melarang kami mengerjakan apa saja yang kami inginkan dan tidak ada yang melarang kalian mengerjakan apa saja yang kalian inginkan. Kami tidak akan pernah mengabaikan kebaikan ada bagi diri kami." Ada yang menyebutkan, bahwa delegasi Kristen tersebut datang dari Najran. Hanya Allah yang Mahatahu darimana sebenarnya utusan itu berasal. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat-ayat berikut turun tentang mereka:


Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al Kitab sebelum Al Quran, mereka beriman (pula) dengan Al Quran itu. Dan apabila dibacakan (Al Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata: "Kami beriman kepadanya; sesungguhnya; Al Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan Kami, sesungguhnya Kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan (nya). Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. Dan apabila mereka
 
mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." (QS. al-Qashash: 52-55).
Ibnu Ishaq berkata: Aku pernah tentang ayat-ayat di atas kepada siapa diturunkan? Ibnu Syihab Az- Zuhri berkata kepadaku, "Aku mendengar dari ulama-ulama kita bahwa ayat-ayat di atas diturunkan kepada Najasyi dan sahabat-sahabatnya dan juga ayat-ayat yang ada di surat Al-Maidah"


Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orangNasrani) terdapat pendeta- pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur'an dan kenabian Muhammad saw.)" (QS. al- Maidah: 82-83),
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam senantiasa berkumpul di Masjidil Haram dengan sahabat-sahabat yang lemah, seperti: Khabbab, Ammar, Abu Fukaihah Yasar, mantan budak Shafwan bin Umayyah, Shuhaib dan orang-orang seperti mereka dari kaum Muslimin. Orang-orang Quraisy melecehkan sahabat-sahabat Rasulullah Shaliallahu Alaihi wa Sallam yang lemah itu. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: "Mereka adalah sahabat-sahabat Muhammad, apakah mungkin Allah akan memberikan mereka petunjuk dan kebenaran dan bukan memberikannya kepada kita? Andai yang dibawa Muhammad itu sesuatu yang baik, pasti kita akan mendahului mereka menuju Muhammad dan Allah tidak mengkhususkan mereka atasnya daripada kita." Kemudian Allah menurunkan ayat tentang mereka:
 
 

Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka pun tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang- orang yang zalim. Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?" Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun-alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia berto bat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al- An'am: 52-54).
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sebagaimana berita yang sampai pada saya, seringkali duduk- duduk di Marwa, yaitu di warung dagang seorang anak muda Kristen yang bernama Jabr. Ia budak Ibnu Al-Hadhrami. Orang-orang Quraisy berkata: "Demi Allah, Muhammad itu ternyata diajari banyak hal oleh Jabr, budak Ibnu Al-Hadhrami." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang ucapan mereka tersebut:

 
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedangAl Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (QS. an-Nahl: 103).
Ibnu Hisyam berkata: Firman Allah yulhiduuna ilaihi artinya mereka cenderung kepadanya. Ilhad artinya menghindar dari kebenaran. Ru'bah bin Al-Ajjaj berkata:
Jika Adh-Dzahhak diikuti, maka setiap orang akan menghindar dari kebenaran
Maksudnya Adh-Dhahhak Al-Khariji. Bait syair di atas ialah cuplikan ringkas dari syair-syair Ru'bah bin Al-Ajjaj.



Ucapan Al-Ash dan Sebab Turunnya Surat Al-Kautsar


Ibnu Ishaq berkata: Jika Al-Ash bin Wail As-Sahmi mendengar nama Rasulullah disebut dihadapannya, sebagaimana berita yang sampai padaku, maka ia akan berkata: "Jangan hiraukan si Muhammad itu, sesungguhnya dia orang yang sulit memiliki anak laki-laki. Jika ia meninggal, namanya akan terputus dan kalian akan bebas darinya." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang ucapannya tersebut:


Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS. al-Kautsar: 1-3).
Yakni, Kami telah menganugerahkan kepadamu nikmat yang lebih baik daripada dunia dan seisinya. Al-Kautsar ialah sesuatu yang agung.
Ibnu Ishaq berkata bahwa Labid bin Rabi'ah Al-Kilabi berkata:
Kami merasa sedih saat kematian pemilik Mahlub Dan di Rida' ada rumah agung yang lain
Ibnu Hisyam berkata: Bait syair di atas ialah cuplikan dari syair-syair Labid bin Rabi'ah Al-Kilabi.
Ibnu Hisyam berkata: Pemilik Malhub ialah Auf bin Al-Ahwash bin Ja'far bin Kilab. Ia meninggal di Mahlub. Maksud ucapan Labid bin Rabi'ah Al-Kilabi: Di Ar-Rida' terdapat rumah lain yang agung ialah Syuraih bin Al- Akhwash bin Ja'far bin Kilab. Ia meninggal dunia di Ar-Rida. Makna kata kautsar yang
ia maksud ialah sesuatu yang banyak. Kata kautsar ialah dari kata katsir yang artinya banyak.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Kumait bin Zaid berkata dalam syairnya memuji Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan:
Engkau banyak (katsir), wahai anak Marwan yang baik
 
Sedang ayahmu, Ibnu Al-Aqail adalah kaustar (lebih agung)

Bait syair di atas adalah penggalan dari syair-syairnya.
Ibnu Ishaq berkata bahwa Ja'far bin Amr, Ibnu Hisyam berkata: Dia adalah Ja'far bin Amr bin Ja'far bin Amr bin Umayyah Adh-Dhamri berkata padaku dari Abdullah bin Muslim, saudara Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri dari Anas bin Malik yang berkata bahwa saya mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda dan sebelumnya beliau ditanya,
"Wahai Rasulullah, apakah maksud Al-Kautsar yang dianugrahkan kepadamu itu? Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Al-Kautsar ialah sungai yang luasnya antara Shan'a ke Ailah. Tempat-tempat airnya tak terhitung banyaknya dan ia didatangi burung-burung yang memiliki leher laksana leher unta." Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya burung tersebut pasti merasakan kenikmatan?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang menyantap burung tersebut lebih memiliki nikmat yang lebih besar daripada kenikmatan burung tersebut."42
Ibnu Ishaq berkata: Kami mendengar hadits di atas dan hadits-hadits lainnya bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
Barangsiapa meminum air sungai Al-Kautsar, maka ia tidak akan pernah haus untuk selama- lamanya,43




Turunnya Ayat Mengapa Malaikat Tidak Diturunkan kepadanya (Al- An'aam: 8)


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tanpa henti terus menyeru kaumnya kepada Islam, berdialog, berdiskusi dan berdebat dengan mereka. Kemudian Zam'ah bin Al-Aswad, An-Nadhr bin Al- Harits, Al-Aswad bin Abdu Yaghuts, Ubay bin Khalaf dan Al-Ash bin Wail berkata kepada beliau: "Andai saja Allah mengutus kepada kami malaikat yang berbicara tentang dirimu dan bisa dilihat bersama dirimu?'"Kemudian Allah menurunkan ayat tentang ucapan mereka tersebut:
Dan mereka berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) seorang malaikat?" dan kalau Kami turunkan (kepadanya) seorang malaikat, tentu selesailah urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikit pun). Dan kalau Kamijadikan rasul itu (dari) malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki dan (jika Kami jadikan dia berupa laki-laki), Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu." (Al-An'am: 8-9).



Turunnya Ayat, "Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu" (Al- Anbiya': 41)
 
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam —sebagaimana berita yang saya terima— suatu saat berjalan melewati Al-Walid bin Al-Mughirah, Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal. Mereka mencemooh dan mengolok-olok beliau, hingga membuat beliau naik darah karenanya, lalu Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang mereka tersebut:
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu maka turunlah kepada orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu adzab yang selalu mereka perolok-olokkan. (Al-Anbiya': 41).



Perisiwa Isra' dan Mi'raj


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam diisra'kan (diperjalanan pada malam hari) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yaitu Baitul Maqdis di Ilia. Saat itu Islam telah menyebar di Makkah dan di seluruh kabilah-kabilah.
Ibnu Ishaq berkata: Hadits tentang isra'nya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sebagaimana yang saya terima, berasal dari Abdullah bin Mas'ud, Abu Said Al-Khudri, Aisyah istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Muawiyah bin Abu Sufyan, Al-Hasan bin Al-Hasan, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Qatadah dan ulama-ulama lainnya, serta Ummu Hani' binti Abdul Muthalib. Mereka sama-sama meriwayatkan dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Peristiwa isra' ini di dalamnya terdapat ujian, seleksi, dan merupakan salah satu bukti kekuasaan dan kebesaran Allah. Selain itu, terdapat juga pelajaran bagi orang-orang berakal, petunjuk, rahmat dan penguat keimanan bagi orang yang beriman kepada Allah dan membenarkannya. Allah mengisrakan Rasulullah sebagaimana yang dikehendaki-Nya untuk memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya seperti yang Dia inginkan, hingga beliau bisa menyaksikan bukti-bukti kekuasaan-Nya terutama dalam mengerjakan apa saja yang dihendaki-Nya.
Ibnu Ishaq berkata: Seperti beritakankan kepadaku, Abdullah bin Mas'ud berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menaiki Buraq, yaitu hewan yang membawa para nabi sebelum beliau. Kemudian beliau mengendarainya untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di antara langit dan bumi, hingga perjalanan beliau terhenti di Baitul Maqdis. Di sana, telah ada Ibrahim, Musa dan Isa dalam dan beberapa nabi yang sengaja telah dikumpulkan untuk bertemu beliau, kemudian beliau shalat mengimami mereka. Usai shalat, tiga bejana; satu bejana berisi susu, satu bejana berisi minuman keras dan satu bejana berisi air didatangkan kepada beliau. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ketika itu ada yang berkata: Apabila dia mengambil air, ia tenggelam demikian pula dengan umatnya. Jika ia mengambil minuman keras, ia mabuk demikian pula dengan umatnya. Jika ia mengambil susu, ia mendapatkan petunjuk demikian pula dengan ummatnya.' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kemudian aku mengambil bejana yang berisi susu dan meminumnya." Jibril berkata kepadaku: "Engkau telah mendapatkan petunjuk, demikian pula dengan ummatmu, wahai Muhammad."
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberi tahu dari Al-Hasan bahwa ia bercerita bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ketika aku sedang tidur di Hijr Aswad, Malaikat Jibril mendatangiku kemudian membangunkanku dengan kakinya. Akupun bangun namun tidak melihat apa-apa. Aku tidur lagi dan ternyata Malaikat Jibril datang kepadaku untuk kedua kalinya. Ia membangunkanku hingga aku tersadar, namun aku tidak melihat apa-apa. Aku kembali tidur lagi dan ternyata Malaikat Jibril datang kepadaku untuk ketiga kalinya, kemudian menggerak-gerakkan badanku hingga aku bangun. Ia lalu mengajakku pergi menuju pintu masjid dan ternyata di sana ada seekor hewan putih
 
yang besarnya antara kuda dan keledai. Hewan tersebut rupanya memiliki sayap, ia mendorong kedua kakinya dengan kedua sayapnya dan memindahkan tangannya dalam setiap langkahnya di batas akhir pandangan matanya. Malaikat Jibril menaikiku di atas hewan tersebut, lalu ia keluar bersamaku. Ia tidak berpisah denganku dan aku tidak berpisah dengannya."44
Ibnu Ishaq berkata: Aku mendapatkan riwayat dari Qatadah yang berkata bahwa ia diberitahu bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Ketika aku mendekati hewan tersebut untuk menaikinya, hewan tersebut menunjukkan sikap tidak suka, kemudian Malaikat Jibril menegurnya dan berkata: "Kenapa engkau tidak malu atas apa yang engkau perbuat, wahai Buraq? Demi Allah, engkau memang pernah dinaiki hamba Allah sebelum Muhammad namun tak satupun dari mereka yang lebih mulia di sisi Allah daripada Muhammad." Buraqpun merasa malu hingga keringatnya bercucuran. Setelah itu, ia bersikap jinak kemudian aku menaikinya.45

Al-Hasan bercerita: Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terbang bersama Malaikat Jibril hingga beliau tiba di Baitul Maqdis. Di sana, telah ada Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa dalam kumpulan para nabi. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengimami mereka shalat. Setelah itu, dua bejana; salah satu dari bejana tersebut berisi minuman keras, sedang bejana satunya berisi susu didatangkan kepada beliau. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengambil bejana yang berisi susu, kemudian meminumnya dan meninggalkan bejana berisi khamr minuman keras. Malaikat Jibril berkata kepada beliau: "Engkau dikaruniai petunjuk kepada fitrah demikian pula dengan ummatmu, wahai Muhammad, dan minuman keras diharamkan kepada kalian."
Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang ke Makkah. Keesokan harinya, beliau menceritakan apa yang beliau alami kepada orang-orang Quraisy. Sebagian besar dari mereka berkata: "Demi Allah, ini adalah sesuatu yang sangat konyol. Betapa tidak?! Rombongan musafir yang jalannya cepat saja membutuhkan jarak tempuh selama sebulan untuk pergi dari Makkah ke Syam, apakah mungkin Muhammad pergi ke sana lalu pulang ke Makkah hanya dalam waktu semalam?"
Banyak orang yang tadinya telah masuk Islam menjadi murtad gara-gara peristiwa ini. Orang-orang Quraisy pergi kepada Abu Bakar, kemudian berkata kepadanya: "Coba tengok sahabatmu, wahai Abu Bakar? Ia mengaku pada malam ini pergi ke Baitul Maqdis dan shalat di sana, kemudian pagi ini ia pulang ke Makkah!" Abu Bakar berkata kepada mereka: "Apakah kalian mendustakan apa yang dikatakan?" Mereka menjawab: "Ya, benar!
Dia kini sedang berada di masjid sedang bercerita kepada manusia tentang apa yang baru dialaminya." Abu Bakar berkata: "Demi Allah, jika itu yang ia katakan, pasti ia berkata benar. Apa ada yang aneh bagi kalian? Demi Allah, sesungguhnya ia berkata kepadaku bahwa ia berpindah dari langit ke bumi hanya dalam waktu sesaat pada waktu malam atau sesaat pada waktu siang dan aku mempercayainya. Jadi inilah puncak keheranan kalian?" Usai mengatakan itu, Abu Bakar berjalan hingga tiba di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada. Abu Bakar berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Nabi Allah, benarkah engkau telah bercerita kepada manusia, bahwa pada malam ini engkau pergi ke Baitul Maqdis?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Ya, benar." Abu Bakar berkata: "Kalau begitu, tolong, ceritakan kepadaku ciri-ciri Baitul Maqdis, karena sebelumnya aku pernah pergi ke sana!"
 
Lanjut Al-Hasan: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu menjelaskan ciri-ciri Baitiul Maqdis kepada Abu Bakar. Setelah mendapatkan penjelasan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Abu Bakar berkata: "Engkau berkata benar. Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Setiap kali Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjelaskan ciri-ciri Baitul Maqdis, Abu Bakar berkata: "Engkau berkata benar. Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." usai bercerita. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada Abu Bakar: "Engkau wahai Abu Bakar adalah Ash-Shiddiq (orang yang membenarkan)." Sejak peristiwa itulah, Abu Bakar dijuluki Ash-Shiddiq.
Allah lalu menurunkan ayat mengenai orang-orang Islam yang murtad karena peristiwa isra':


Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka. (QS. al-Isra': 60).
Inilah hadits riwayat Al-Hasan mengenai peristiwa isra Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang lebih komplit dari hadits riwayat Qatadah.
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa keluarga Abu Bakar bercerita kepadaku bahwa Aisyah berkata: "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak pergi dengan badannya, namun dengan ruhnya."46


Ibnu Ishaq berkata: Yaqub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas bercerita kepadaku, Muawiyah bin Abu Sufyan berkata: "Sungguh mimpi-mimpi dari Allah Ta'ala adalah benar."
Ucapan Aisyah dan Muawiyah bin Abu Sufyan ini tidak kontradiksi dengan hadits riwayat Al-Hasan, berdasarkan ayat berikut:
Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia (QS. Al-Isra': 60).
Juga berdasarkan firman Allah Taala yang menceritakan perihal Nabi Ibrahim bahwa ia berkata kepada anaknya:


"Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu." (QS. ash- Shaffat: 102).
 
Dari sini jelaslah, bahwa wahyu dari Allah datang kepada para nabi, terkadang dalam keadaan mereka terjaga dan terkadang pula alam keadaan tidur.
Ibnu lshaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sebagaimana berita yang sampai padaku, bersabda: "Mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur"
Wallahu a'lam dalam kondisi apa beliau datang ke Baitul Maqdis dan menyaksikan apa yang dia saksian dari kebesaran Allah. Bagimana yang dia alami dalam keadaan tidur atau tidak tidur, yang jelas semuanya haq dan benar.
Ibnu lshaq berkata: Az-Zuhri bercerita dari Sa'id bin Al-Musaiyyib bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjelaskan tentang ciri-ciri fisik Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa yang beliau lihat pada malam isra'- Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Nabi Ibrahim ia begitu mirip denganku. Sementara Nabi Musa, dia berkulit sawo matang, tinggi, ceking, rambutnya lebat, hidungnya mancung dan dia seperti orang dari kabilah Syanu'ah (kabilah Azad). Sedang Nabi Isa, beliau berkulit merah, postur tubuhnya sedang, rambutnya lurus, di wajahnya terdapat banyak tahi lalat, dan orang yang paling mirip dengannya ialah Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi.47
Ibnu Hisyam berkata: Umar mantan budak Ghufrah dari Ibrahim bin Muhammad bin Ali bin Abu Thalib berkata: Ali bin Abu Thalib mengisahkan tentang ciri-ciri fisik Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia berkata: "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak terlalu tinggi dan terlalu tidak pendek, tingginya sedang, rambutnya tidak begitu keriting tidak begitu lurus, keritingnya seperti orang-orang Arab pada umumnya, badannya tidak terlalu gemuk, wajahnya tidak bulat, putih kulitnya, kedua matanya hitam legam, bulu matanya panjang, lebar pundaknya, rambut di dada dan perutnya tipis, bulu tangannya tipis, begitu juga dengan bulu kakinya, telapak tangannya keras, begitu juga telapak kakinya. Apabila berjalan kakinya seakan tidak menginjak ta- nah. Beliau seperti berjalan menuruni bukit, jika menoleh maka beliau menoleh dengan menghadapkan seluruh wajahnya, di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian dan itulah tanda semua para nabi. Orang yang paling suka memberi, paling suka memaafkan, paling benar ucapannya, paling menetapi janji, paling lembut akhlaknya, paling mulia pergaulannya. Siapa yang melihatnya maka ia segan padanya dan barangsiapa bergaul dengannya ia pasti mencintainya dan orang yang menyifati ciri-ciri beliau berkata: "Seumur hidupku belum pernah melihat orang yang mirip dengan Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam."48

Ibnu lshaq berkata: Seperti disampaikan kepadaku, dari Ummu Hani' binti Abdul Muthalib Radhiyallahu Anha (ia bernama asli Hindun) mengenai peristiwa isra' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, berkata: "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di isra-kan tatkala beliau sedang berada di rumahku. Malam itu, beliau tidur di rumahku. Dia mengakhirkan shalat Isva', lalu tidur dan kamibpun tidur. Menjelang Shubuh, Rasulullah membangunkan kami. Setelah shalat Shubuh bersama, Rasulullah berkata: "Wahai Ummu Hani', setelah aku mengakhirkan shalat Isya' seperti yang engkau lihat, kemudian aku pergi ke Baitul Maqdis, dan shalat di sana. Setelah itu, barulah aku mengerjakan shalat Shubuh bersama kalian sekarang seperti yang kalian lihat."49 Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar namun aku halangi. Aku berkata kepadanya: "Wahai Nabi Allah, sembunyikan peristiwa ini dari manusia, sebab jika kau ceritakan nanti mereka pasti mendustakanmu dan mempermainkanmu." Rasulullah Shallailahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Allah, aku pasti menceritakan peristiwa ini kepada mereka." Aku berkata kepada budakku dari Habasyah: "Sana, ikutilah Muhammad dan dengarkan apa yang dia katakan kepada manusia dan apa yang dikatakan manusia kepadanya." Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertemu dengan orang-orang, beliau bercerita kepada mereka dan mereka terheran-heran. Mereka berkata: "Hai Muhammad, apa
 
buktinya kalau ceritamu itu benar, sebab kami belum pernah sekalipun mendengar cerita model ini sebelum ini." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Buktinya adalah, aku melihat kafilah Bani Fulan di lembah ini dan di lembah itu. Mereka lari kocar-kacir ketakutan karena mendengar suara hewan. Aku terus berjalan hingga tiba di daerah Dhajnan, aku menghampiri kafilah Bani Fulan dan aku lihat mereka sedang dalam keadaan tidur. Mereka mempunyai wadah berisi air yang mereka tutupi dengan sesuatu, lalu aku buka tutupnya, kemudian aku minum air yang ada di dalamnya. Setelah itu aku menutupnya lagi sebagaimana semula. Dan sekarang kafilah tersebut singgah di Baidha' di Tsaniyyatun Tan'im. Mereka didahului unta berwarna abu-abu dan di unta tersebut terdapat dua karung; satu berwarna hitam dan satunya warna-warni Orang-orang itu segera pergi ke Tsaniyyah dan mereka berjumpa dengan rombongan itu lebih dahulu sebagaimana yang telah diceritakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada mereka. Mereka bertanya kepada kafilah tersebut tentang wadah berisi air, kemudian kafilah tersebut menjawab bahwa memang mereka mengisi wadah tersebut penuh dengan air dan menutupnya, dan setelah itu tidur. Namun ketika mereka bangun mereka tidak mendapatkan air di dalamnya, padahal wadah tersebut tertutup rapat. Mereka juga bertanya kepada orang-orang lain di Makkah, kemudian orang-orang yang ditanya tersebut menjawab: "Demi Allah, dia berkata benar. Kami lari kocar-kacir di lembah yang dia ceritakan."





Kisah Mi'raj


Ibnu Ishaq berkata: Berkata kepadaku dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu yang berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ketika aku telah menuntaskan seluruh urusan di Baitul Maqdis, aku melakukan mi'raj dan aku tidak pernah menyaksikan sebuah peristiwa yang lebih indah daripada peristiwa itu, yakni seperti seseorang yang melihat kematian saat sedang menjelang ajal. Lalu malaikat Jibril membawaku naik hingga tiba di salah satu gerbang langit. Gerbang langit tersebut bernama Gerbang Al-Hafazhah (Para Penjaga). Pintu Al-Hafazhah dijaga salah satu malaikat yang bernama Ismail yang ngomandoi dua belas ribu malaikat dan setiap satu dari mereka juga mengomandoi dua belas ribu malaikat." Ditengah-tengah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menceritakan peristiwa mi'raj, beliau melantunkan firman Allah Ta'ala:


Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tu- hanmu melainkan Dia sendiri. (QS. al-Mudatstsir: 31).
Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam melanjutkan lagi: "Ketika Jibril masuk bersamaku," Malaikat Ismail bertanya: "Siapa orang ini?" Malaikat Jibril menjawab, "Dia Muhammad." Malaikat Ismail bertanya: "Apakah dia sudah diutus?" Malaikat Jibril menjawab: "Ya. Sudah." Malaikat Ismail lalu berdoa untukku."50

Ibnu Ishaq berkata: Sebagian pakar bercerita kepadaku dari orang yang berbicara dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Para malaikat
 
menyambut kedatanganku pada saat aku tiba di langit dunia. Semua dari para malaikat, tersenyum dan memberi kabar gembira kepadaku, ia tidak tertawa dan tidak tampak wajah gembira padanya sebagaimana yang terlihat pada malaikat-malaikat yang lain. Aku bertanya kepada
Jibril: "Wahai jibril, siapakah malaikat ini?" Malaikat Jibril berkata kepadaku: "Dia adalah malaikat penjaga neraka." Aku bertanya kepada Jibril dan kedudukan Malaikat Jibril di sisi Allah seperti yang pernah dijelaskan Allah Ta'ala kepada kalian, Yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. (QS. At- Takwir: 21). Dan bisakah dia memperlihatkan neraka kepadaku?" Malaikat Jibril berkata: "Ya." Kemudian Malaikat Jibril berkata: "Wahai Malaikat perlihatkanlah neraka kepada Muhammad!" Malaikat penjaga neraka pun membuka pintu neraka. Api neraka tersebut menyala-nyala hingga aku menduga bahwa ia pasti akan menghanguskan apa saja yang saya saksikan. Aku berkata kepada Malaikat Jibril: "Wahai Jibril, perintahkan malaikat tersebut untuk menutup kembali pintu neraka ke seperti semula." Malaikat Jibril pun memerintahkan kepada malaikat penjaga neraka dengan berkata kepadanya: "Padamkanlah neraka itu." Kemudian neraka kembali seperti sedia kala."51


Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu Anhu melanjutkan haditsnya dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang bersabda:
"Ketika aku tiba di langit dunia, aku melihat seseorang sedang duduk dan arwah-arwah diperlihatkan kepadanya. Jika arwah tersebut diperlihatkan kepadanya dalam keadaan baik dan ia senang dengannya, orang tersebut berkata: "Ini arwah yang baik yang keluar dari raga yang baik." Jika sebaliknya, ia akan berkata dengan wajah muram. "Ini arwah jelek yang keluar dari raga yang jahat." Aku bertanya kepada Malaikat Jibril: "Siapakah dia wahai Jibril?" Jibril berkata: "Dia adalah nenek moyangmu, Adam. Semua arwah anak keturunannya diperlihatkan kepadanya. Jika arwah orang Mukmin dilewatkan padanya, ia sangat gembira dengannya, sambil berkata: "Ini arwah yang baik yang keluar dari raga yang baik. Jika arwah salah seorang kafir diperlihatkan kepadanya, ia mengatakan 'ahh' (uff) kepadanya, membencinya dan merasa terganggu dengannya, sambil berkata: "Ini arwah jelek yang keluar dari raga yang jelek."
Kemudian aku melihat orang-orang yang bibirnya laksana bibir unta di tangannya ada bara api dari neraka sebesar batu segenggam tangan. Mereka memasukkan bara api tersebut ke dalam mulut mereka, lalu bara dari neraka tersebut keluar lagi dari dubur mereka. Aku berkata: "Siapa mereka itu wahai Jibril?" Jibril berkata: "Mereka pemakan harta anak yatim secara zalim."
Kemudian aku melihat orang-orang dengan perut yang sangat aneh. Mereka duduk di jalan yang akan dilalui keluarga Fir'aun seperti unta yang kehausan. Ketika keluarga Fir'aun akan dibakar dengan api neraka, mereka menginjak orang-orang tersebut dan mereka tidak mampu pindah dari tempat mereka. Aku berkata: "Siapa mereka, wahai Jibril?" Jibril menjawab, "Mereka para pemakan harta riba'."
Lalu aku melihat orang-orang yang memegang daging yang empuk dan di sampingnya terdapat daging keras yang busuk. Mereka memakan daging yang busuk tersebut dan tidak mau memakan daging yang empuk tadi. Aku bertanya kepada Jibril: "Siapakah mereka, wahai Jibril?" Jibril menjawab: "Mereka orang-orang yang."
Kemudian aku melihat wanita-wanita yang digantung pada payudara mereka sendiri. Aku bertanya: "Siapakah mereka itu wahai Jibril?" Jibril menjawab: "Mereka wanita-wanita yang suka berbuat mesum dengan laki-laki lain saat suami dan anaknya tidak ada di rumah."
 
Ibnu Ishaq berkata: Ja'far bin Amr bercerita kepadaku dari Al-Qasim bin Muham¬mad bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Kemurkaan Allah sangat keras terhadap wanita yang memasukkan laki-laki yang bukan berasal dari keluarganya, kemudian laki-laki tersebut memakan harta mereka dan melihat auratnya."52

Ibnu Ishaq berkata: Abu Sa id Al-Khudri bercerita bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Malaikat Jibril lalu membawaku terbang ke langit kedua. Di sana aku berjumpa Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria. Kemudian Jibril membawaku naik ke langit ketiga. Di sana aku berjumpa seorang laki-laki yang postur tubuhnya seperti bulan kala purnama. Aku bertanya: "Siapakah dia, wahai Jibril?" Jibril menjawab: "Ini saudaramu, Yusuf bin Yaqub." Kemudian Jibril membawaku terbang ke langit keempat. Di sana aku berjumpa seorang laki-laki. Aku bertanya, "Siapakah dia wahai, wahai Jibril?" Jibril menjawab: "Dia Idris." Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membaca ayat, "Dan Kami mengangkatnya ke tempat yang tinggi" Kemudian Malaikat Jibril membawaku terbang ke langit kelima. Di sana aku bertemu orang tua yang rambut dan jenggotnya memutih lebat dan aku tidak pernah melihat orang tua setampan dirinya. Aku bertanya: "Siapakah dia wahai Jibril?" Jibril menjawab: "Dia orang yang kharismatik di tengah kaumnya, dia Harun bin Imran." Malaikat Jibril membawaku terbang ke langit keenam. Di sana aku berjumpa orang yang kulitnya berwarna sawo matang, tinggi, berhidung mancung dan seperti orang dari kabilah Syanu'ah. Aku bertanya: "Siapakah lelaki itu wahai Jibril?" Jibril menjawab: "Dia Musa bin Imran." Kemudian Jibril membawaku terbang ke langit ketujuh. Di sana aku bertemu orang tua sedang duduk di atas kursi di pintu Baitul Makmur yang setiap hari didatangi tujuh puluh ribu malaikat yang tidak meninggalkannya hingga Hari Kiamat. Dia sangat mirip denganku. Aku bertanya: "Siapa dia wahai Jibril?" Malaikat Jibril menjawab: "Dia Ibrahim." Kemudian Jibril membawaku masuk ke dalam surga. Di sana, aku melihat seorang perempuan yang berkulit merah agak "hitam". Aku bertanya kepadanya, "Siapa engkau?" Wanita tersebut berkata: " Aku milik Zaid bin Haritsah." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberitahukan kabar gembira ini kepada Zaid bin Haritsah."
Ibnu Ishaq berkata: Dari riwayat Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu —sebagaimana kabar yang sampai padaku— dari Nabi Mu¬hammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam bahwa setiap kali Malaikat Jibril membawa tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ke salah satu langit dan meminta izin masuk, maka para malaikat penjaganya berkata kepada Jibril: "Siapa dia wahai Jibri!?" Jibril menjawab: "Muhammad." Para Malaikat berkata: "Apakah dia sudah diutus?" Jibril menjawab: "Ya." Para malaikat berkata: "Semoga Allah memberinya keselamatan." Demikianlah yang terjadi dengannya hingga sampai di langit ketujuh, lalu beliau menghadap kepada Tuhan-Nya dan Allah mewajibkan kepadanya lima puluh shalat wajib dalam sehari.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kemudian aku keluar dan berpapasan dengan Musa bin Imran. la bertanya kepadaku: "Berapa kali Allah mewajibkan shalat kepadamu?" Aku menjawab: "Lima puluh kali dalam sehari." Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya lima puluh kali itu berat dilaksanakan apalagi umatmu itu lemah. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah Dia memberi dispensasi shalat bagimu dan bagi umatmu." Kemudian aku kembali kepada Tuhanku dan meminta- Nya memberi keringanan shalat bagiku dan bagi umatku, kemudian Allah mengurangi sepuluh shalat dariku. Kemudian aku keluar dan kembali berpapasan dengan Musa. Musa mengatakan kepadaku seperti yang dia katakan sebelumnya. Kemudian aku kembali menghadap Tuhanku dan memintaNya memberi dispensasi bagiku dan bagi umatku, kemudian Allah mengurangi sepuluh shalat dariku. Lalu aku keluar, kembali aku berpapasan dengan Musa dan ia kembali berkata sebagaimana sebelumnya.
 
Aku pun kembali menghadap Allah dan meminta pada-Nya dispensasi lagi, kemudian Allah mengurangi sepuluh shalat dariku. Lalu aku balik lagi dan kembali berpapasan dengan Musa yang tak pernah henti mengatakan seperti itu setiap kali aku pulang dari Allah: "Kembali dan mintalah keringanan!!" Kemudian aku kembali menghadap Tuhanku dan meminta-Nya memberi keringanan shalat bagiku dan bagi umatku, hingga akhirnya Allah menetapkan shalat lima waktu bagiku dalam sehari dan semalam. Kemudian aku menemui Nabi Musa, ia berkata sebagaimana sebelumnya. Aku berkata kepadanya, "Aku telah bolak-balik menghadap Tuhanku dan meminta-Nya hingga aku merasa malu kepada-Nya. Aku tidak akan melakukannya lagi." Jika salah seorang dari kalian mengerjakan shalat lima waktu dengan mengimaninya dan mengharap ridha Allah, ia mendapatkan pahala sebanyak lima puluh shalat (yang diwajibkan)."53



Perlindungan Allah terhadap Rasululllah dari Cemoohan Para Pencemooh


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam senantiasa melaksanakan perintah Allah Ta'ala dengan sabar dan mengharap ridha-Nya dan menyampaikan nasihat kepada kaumnya. Meskipun beliau didustakan dan dapat gangguan dan cemoohan. Tokoh-tokoh yang gemar menghina Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam seperti disampaikan oleh Yazid bin Ruman dari Urwah bin Zubair kepadaku- ada lima orang. Mereka adalah para tokoh yang ditaati kaumnya masing-masing.
Pencemooh dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab adalah Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad Abu Zam'ah. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar Al-Aswad bin Al-Muthalib suka mencemooh, beliau mendoakan kejelekan un- tuknya dengan berdoa: "Ya Allah, buatlah ia buta dan hancurkanlah ia.54


Dari Bani Zuhrah bin Kilab adalah Al-Aswad bin Abdu Yaghuts bin Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah.
Dari Bani Makhzum bin Yaqdzah bin Murrah adalah Al-Walid bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Dari Bani Sahm bin Amr Hushaish bin Ka'ab adalah Al-Ash bin Wail bin Hisyam Ibnu Hisyam berkata: Al-Ash adalah anak Wail bin Hasyim bin Su'aid bin Sahm.
Dari Bani Khuza'ah adalah Al-Harits bin Ath-Thulathilah bin Amr bin Al-Harits bin Abdu Amr bin Luay bin Malakan.
Mereka tanpa henti terus mencemooh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, hingga Allah Ta'ala menurunkan ayat berikut:

 
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu), (yaitu orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah; maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya). (QS. al-Hijr: 94-96).
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ruman bercerita kepadaku dari Urwah bin Zubair atau orang selain Urwah bin Zubair dari kalangan pakar terpercaya bahwa Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika orang-orang Quraisy thawaf di Baitullah dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di sisinya. Malaikat Jibril berjalan melewati Al-Aswad bin Al-Muthalib, kemudian melemparkan daun hijau ke wajahnya dan Al-Aswad bin Al-Muthalib pun menjadi buta. Malaikat Jibril kemudian berjalan melewati Al-Aswad bin Abdu Yaghuts, kemudian Malaikat Jibril mendoakan keburukan pada perutnya hingga membengkak dan dia mati karena perut kembung (gembur). Malaikat Jibril lalu berjalan melewati Al-Walid bin Al-Mughirah, kemudian mendoakan keburukan agar bekas luka di bawah telapak kakinya kambuh kembali hingga membawa kepada kematiannya. Malaikat Jibril berjalan lagi melewati Al-Ash bin Wail, kemudian mendoakan keburukan agar kaki bagian dalam Al-Aswad bin Wail terluka hingga membuatnya mati. Malaikat Jibril berjalan melewati Al-Harits Ath-Thulatilah sambil mendoakan keburukan ke kepalanya, kemudian kepalanya mengeluarkan nanah dan ia mati karenanya.



Kisah Abu Uzaihir al-Dausi


Ibnu Ishaq berkata: Ketika hendak mening- gal dunia Al-Walid bin Al-Mughirah, anak- anaknya yang berjumlah tiga orang, yakni Hisyam bin Al-Walid, Al-Walid bin Al-Walid dan Khalid bin Al-Walid berada di sisinya. Ia berkata kepada mereka: "Aku wasiatkan tiga hal kepada kalian dan penuhilah itu semua. Darahku di Khuza'ah, jangan kalian biarkan begitu saja tumpah tanpa ada balas dendam terhadapnya. Demi Allah, mereka memang berhasil lolos darinya namun aku khawatir kalian akan dicaci maki nantinya. Uang ribaku ada di Tsaqif, cepatlah kalian mengambilnya. Uang diyatku ada pada tangan Abu Uzaihir Ad-Dausi, cepat kalian ambil darinya."
Abu Uzaihir telah menikahkan Al-Walid bin Al-Mughirah dengan putrinya, kemudian Abu Uzaihir Ad- Dausi tidak mempertemukan putrinya dengan Al-Walid bin Al-Mughirah. Sehingga, Al-Walid bin Al- Mughirah tidak bisa menggauli istrinya (putri Abu Uzaihir Ad- Dausi) sampai ia meninggal dunia. Ketika Al- Walid bin Al-Mughirah wafat, Bani Makhzum pergi kepada Khuza'ah untuk meminta uang tebusan kematian Al-Walid bin Al-Mughirah. Orang-orang dari Bani Khuza'ah berkata: "Sesungguhnya penyebab kematian Al-Walid bin Al-Mughirah adalah karena terkena anak pa- nah milik salah seorang dari sahabat-sahabat kalian sendiri." Bani Ka'ab memiliki kedekatan dengan Bani Abdul Muthalib bin Hasyim. Bani Khuza'ah menolak keras membayar diyat atas kematian Al-Walid bin Al-Mughirah kepada Bani Makhzum, hingga mereka membuat banyak sekali syair-syair dan menimbulkan konflik yang sengit di antara mereka. Anak panah yang mengenai Al-Walid bin Al-Mughirah adalah milik seorang pemuda dari Bani Ka'ab bin Amr dari Khuza'ah.
Kedua kubu besar ini saling serang tanpa henti, namun lama-kelamaan mereka sadar bahwa jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan terjadi caci-maki terhadap salah satu kaum. Maka Khuza'ah pun
 
rela untuk mengganti rugi kematian Al-Walid bin Al- Mughirah kepada Bani Makhzum dan kedua belah pihakpun akhirnya berdamai.
Al-Jaun bin Abu Al-Jaun terus saja berbangga diri atas kematian Al-Walid dan bahwa Bani Khuza'ah yang berhasil menciderai Al-Walid, padahal semua itu tidak benar. Al-Jaun bin Abu Al-Jaun lalu pergi menyusul Al-Walid dan anaknya. Kaum Al-Jaun bin Abu Al-Jauh sedikitpun tidak khawatir atas apa yang diperbuat Al-Jaun bin Abu Al-Jaun.
Ibnu Hisyam berkata: Saya tidak tuliskan di sini satu bait syair yang sangat jorok dan vulgar.
Ibnu Ishaq berkata: Hisyam bin Al-Walid kemudian pergi menghadap Abu Uzaihir yang pada saat itu sedang berada di pasar Dzi Al-Majaz sedangkan putrinya Atikah binti Uzaihir telah menjadi istri Abu Sufyan bin Harb. Abu Uzaihir adalah orang terpandang di tengah kaumnya, kemudian Hisyam bin Al- Walid menghabisi Abu Uzaihir karena uang denda Al-Walid bin Al-Mughirah ada padanya seba- gaimana yang diwasiatkan ayahnya.
Peristiwa ini terjadi sesudah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah dan pasca Perang Badar Kubra yang menghilangkan banyak sekali nyawa tokoh dan pemuka kaum musyrikin Quraisy. Ketika Abu Sufyan bin Harb sedang berada di pasar Dzi Al-Majaz, Yazid bin Abu Sufyan bin Harb keluar dari rumahnya untuk mengumpulkan Bani Abdu Manaf. Orang-orang Quraisy pun berkata: "Abu Sufyan ingin membalas dendam atas kematiannya." Ketika Abu Sufyan mendengar apa yang dilakukan anaknya, sedangkan Abu Sufyan dikenal memiliki perangai yang lembut dan santun amat mencintai kaumnya, maka ia segera turun ke Makkah. Ia khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap orang-orang Quraisy akibat kematian Abu Uzaihir. Abu Sufyan bin Harb menghampiri anaknya Yazid yang sedang menenteng tombak di tengah-tengah kaumnya, Bani Abdu Manaf dan orang-orang Al-Muthaiyyibin. Abu Sufyan bin Harb mengambil tombak dari tangan Yazid dan memukulkannya ke kepala Yazid sehingga ia terdiam. Abu Sufyan bin Harb berkata kepada Yazid: "Dasar sialan! Apakah engkau mau mengadu domba sesama sebagian orang Quraisy hanya karena masalah seseorang dari Daus. Kita akan beri ganti rugi kepada mereka jika mereka mau menerimanya." Mendengar itu, Hassan bin Tsabit bangkit mendorong pembalasan darah Abu Uzaihir. la kritik habis-habisan sikap pengecut Abu Sufyan. Ia berkata:
Mendengar kritikan Hassan bin Tsabit, Abu Sufyan menukas: "Hassan bin Tsabit ingin mengadu domba kita semua gara-gara masalah orang dari Daus. Demi Allah, buruk benar apa yang dipikirkannya.
Tatkala orang-orang Thaif telah masuk Islam, Khalid bin Al-Walid berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tentang uang riba Al-Walid bin Al-Mughirah yang ada di tangan Tsaqif karena ayahnya telah berwasiat untuk mengambilnya.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ahli berkata kepadaku, ayat-ayat tentang pengharaman sisa riba yang masih beredar di tengah orang-orang diturunkan karena Khalid bin Al-Walid. Ayat tersebut adalah, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman." (QS. al- Baqarah: 278).



Pemberontakan Daus untuk Membalas Dendam Atas Kematian Uzaihir dan Tentang Ummu Ghaylan
 
Ibnu Ishaq berkata: Sepanjang yang kami ketahui tidak ada balas dendam atas kematian Abu Uzaihir, hingga Islam memberikan batasan yang jelas antara manusia. Namun Dhirar bin Al-Khaththab bin Mirdas Al-Fihri bersama beberapa orang Quraisy datang ke perkampunan Daus. Mereka menemui Ummu Ghailan, eks budak salah seorang dari Daus. Ummu Ghailan adalah pendeta rambut wanita dan mempersiapkan para pengantin. Orang-orang dari kabilah Daus ingin menghabisi orang-orang Quraisy tersebut sebagai balas dendam atas kematian Abu Uzaihir. Namun Ummu Ghailan dan perempuan- perempuan yang berasa bersamanya bangkit melindungi orang-orang Quraisy tadi. Dhirar bin Al- Khaththab berkata tentang peristiwa tersebut:
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah bercerita kepadaku, wanita yang menyelamatkan Dhirar bin Al- Khaththab adalah Ummu Jamil. Ada Jagi yang berpendapat bahwa wanita tersebut adalah Ummu Ghailan. Namun bisa saja Ummu Ghailan bersama-sama dengan Ummu Jamil menyelematkan Dhirar bin Al-Khaththab.
Ketika Umar bin Khaththab diangkat menjadi khalifah, Ummu Jamil datang mengunjunginya, Ummu Jamil menganggap bahwa Umar bin Khaththab adalah saudara Dhirar. Ketika Ummu Jamil mengisahkan nasabnya. Umar bin Khaththab berkata: "Sesungguhnya aku tidak lagi menjadi sau- daranya, sebab saudaraku hanya dalam Islam. Ia sedang berperang. Aku mengetahui jasamu terhadapnya." Kemudian Umar bin Khaththab memberinya harta kepada Ummu Jamil karena ia dalam kondisi musafir.
Ibnu Hisyam berkata: Pada Perang Uhud, Dhirar berkata kepada Umar bin Khaththab: "Berbahagialah, wahai anak lelaki Khaththab, aku tidak akan membunuhmu." Umar bin Khaththab lalu mengenalkan Ummu Jamil kepada Dhirar bin Khaththab setelah ia memeluk Islam.



Abu Thalib dan Khadijah Meninggal Dunia dan Apa yang Terjadi Sebelum dan Setelah Itu


Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy yang suka mengusik Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di rumah beliau ialah Abu Lahab, Al-Hakam bin Al-Ash bin Umayyah, Uqbah bin Abu Mu'aith, Adi bin Hamra' Ats-Tsaqafi dan Ibnu Al-Ashda' Al-Hudzali. Mereka adalah tetangga Rasulullah Shal¬lalahu 'alaihi wa Sallam. Di antara mereka, yang masuk Islam hanyalah Al-Hakam bin Abu Al-Ash. Suatu ketika, salah seorang dari mereka melemparkan usus kambing kepada Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam pada saat beliau sedang shalat. Seperti dikatakan kepadaku oleh Umar bin Abdullah bin Urwah bin Zubair dari Urwah bin Az-Zubayr, bahwa jika dilempari oleh mereka, beliau keluar dengan membawa ranting pohon kemudian usus tersebut dengannya sambil berkata: "Hai Bani Abdu Manaf, hubungan bertetangga macam apakah ini?"kemudian beliau melemparkannya di jalan.
Ibnu Ishaq berkata: Pada tahun ini Khadijah wafat dan pada tahun yang sama, Abu Thalib juga meninggal dunia. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendapatkan banyak sekali ujian kehidupan setelah wafatnya Khadijah, karena sebelumnya Khadijah bagaikan penasihat beliau yang jujur dalam Islam; beliau mencurhatkan seluruh persoalannya kepadanya. Pasca kematian Abu Thalib kehidupan beliau kian bertambah sulit, karena Abu Thalib adalah pelindung beliau, pemelihara dalam semua urusan beliau, orang yang sangat senantiasa mendukung dan membantu dalam menghadapi kaum beliau. Peristiwa tersebut terjadi tiga tahun sebelum Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Tatkala Abu Thalib wafat, orang-orang Quraisy semakin leluasa mengganggu Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam yang tidak mungkin mereka dapat melakukannya semasa Abu Thalib masih
 
hidup. Suatu ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dihadang oleh laki-laki stress dari Quraisy kemudian ia menaburkan tanah ke atas kepala beliau.
Ibnu Ishaq berkata: Hisyam bin Urwah bercerita kepadaku dari ayahnya, Urwah bin Zubair yang berkata: "Setelah orang stress tersebut menaburkan tanah ke atas kepala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau pulang ke rumah dalam keadaan tanah tadi masih ada di atas kepala beliau. Salah seorang dari putri beliau berdiri untuk membersihkan kepala beliau sambil menangis. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Jangan menangis, karena sesungguhnya Allah senantiasa menjaga ayahmu." Beliau juga berkata: "Orang-orang Quraisy selalu gagal melakukan aksinya kepadaku hingga Abu Thalib meninggal dunia."55


Ibnu Ishaq berkata: Pada saat orang-orang Quraisy mendengar sakit Abu Thalib, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain: "Sesungguhnya Hamzah dan Umar telah masuk Islam dan Islam telah menyebar luas di kabilah-kabilah Quraisy secara keseluruhan. Oleh karenanya, mari kita jenguk Abu Thalib dan menasihatinya agar menghentikan dakwah keponakannya. Demi Allah, kita tidak akan pernah merasa hidup nyaman kalau dia menguasai masalah kita."
Ibnu Ishaq berkata: Al-Abbas bin Abdullah bin Muabbad berkata, dari sebagian keluarganya, dari Ibnu Abbas ia berkata: Orang-orang Quraisy itu lalu datang kepada Abu Thalib dan merayunya. Mereka adalah Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf dan Abu Sufyan dalam rombongan tokoh-tokoh Quraisy. Mereka berkata kepada Abu Thalib, "Hai Abu Thalib, seperti telah engkau ketahui sesungguhnya engkau bagian dari kami dan kami khawatir atas kondisimu. Sungguh engkau telah menyaksikan sendiri pertentangan antara kami dengan ponakanmu. Oleh karenanya, panggillah dia, katakan apa yang dia mau, maka kami akan mengabulkannya dan setelah itu kami sebutkan keinginan kami yang harus dia penuhi agar dengan cara itu, ia menahan diri dari kami dan kamipun menahan diri dari dia, dia membiarkan kami pada agama kami dan kami membiarkannya berada pada agamanya. Abu Thalib memanggil Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian beliau datang menemui Abu Thalib. Abu Thalib berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai keponakanku, orang-orang ini adalah pembesar kaummu. Mereka sepakat untuk memberikan sesuatu kepadamu dan sebagai gantinya mereka mendapatkan sesuatu pula darimu." Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Baiklah, Wahai pamanku, hanya ada satu kalimat. Jika mereka memberikannya padaku, maka mereka dapat menguasai Arab, dan orang-orang non-Arab akan tunduk kepada kalian." Abu Jahal berkata: "Ya, jangankan satu, sepuluh kalimat pun boleh kau ucapkan." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Katakanlah Laa Ilaaha ilia Allah dan tinggalkan apa saja yang kalian sembah selain Allah." Tokoh-tokoh Quraisy bertepuk tangan, kemudian mereka berkata: "Wahai Muhammad, apakah engkau mau menjadikan tuhan-tuhan itu satu saja? Sungguh, ini sangatlah konyol." Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain: "Demi Allah, orang ini hanya mempermainkan kita. Pulanglah kalian dan berpegang teguhlah kalian kepada agama leluhur kalian, hingga Allah memutuskan perkara di antara kita dan dirinya." Setelah itu, mereka keluar berpencar dari rumah Abu Thalib.
Sejurus kemudian Abu Thalib berkata kepada Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam: "Demi Allah, wahai ponakanku, permintaanmu itu sebenarnya sangatlah ringan." Ketika Abu Thalib berkata seperti itu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam mengharapkannya masuk Islam. Beliau berkata kepada Abu Thalib; '"Wahai pamanda, ucapkanlah satu kalimat, maka dengan kalimat tersebut engKau aKan menaapatKan syataatKu pada Hari Kiamat." Ketika Abu Thalib melihat keseriusan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terhadap dirinya, ia berkata: "Wahai keponakanku, kalaulah bukan karena
 
aku khawatir mendapatkan kecaman terhadapmu, anak-anak kakekmu sepeninggalku dan kalaulah tidak khawatir orang-orang Quraisy menuduhku mengatakannya karena aku ta kut mati, pastilah aku mengucapkannya. Aku juga tidak mau mengucapkannya hanya untuk menyenangkanmu." Ketika ajal Abu Thalib semakin dekat, Al-Abbas melihatnya meng- gerak-gerakkan kedua bibirnya, kemudian ia mendengarnya dengan telinganya. Al-Abbas berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai keponakanku, demi Allah, sungguh saudaraku telah mengucapkan kalimat tersebut." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak mendengar."56

Ibnu Ishaq berkata: Allah lalu menurunkan ayat tentang orang-orang Quraisy tadi.


Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. Betapa banyaknya umat sebelum merekayang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolongpadahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta." Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yangsatu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan, (QS. Shaad: 1-7).
Agama terakhir dalam ayat di atas ialah agama Kristen, karena mereka berkata: "Sesungguhnya Allah adalah satu dari yang tiga" (QS. al-Maidah: 73). "Dan ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan" (QS. Shaad: 7) Tidak lama kemudian, Abu Thalib meninggal dunia.



Rasulullah Menuju Thaif Meminta Bantuan
 
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Abu Thalib bebas, orang-orang Quraisy semakin mengganggu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak sebagaimana gangguan yang mereka lakukan semasa hidupnya Abu Thalib. Kondisi ini memaksa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi ke Thaif untuk mencari pertolongan dan perlindungan dari Tsaqif atas serangan yang dilancarkan oleh kaum Quraisy, dengan harapan mereka menerima apa yang beliau bawa dari Allah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi sendirian ke sana.
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ziyad berkata kepadaku dari Muhammad bin Ka'ab Al-Qurazhi ia berkata: Setibanya di Thaif, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menemui pemimpin-pemimpin Tsaqif dan tokoh-tokoh mereka. Orang-orang tersebut adalah tiga bersaudara: Abdu Yalail bin Amr bin Umair, Mas'ud bin Amr bin Umair dan Habib bin Amr bin Umair bin Auf bin Aqdah bin Ghirah bin Auf bin Tsaqif. Salah seorang dari mereka bertiga beristrikan wanita dari Quraisy. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam men- datangi mereka, berdakwah kepada mereka dan berdialog dengan mereka tentang tujuan kedatangannya kepada mereka yaitu mencari orang yang bersedia menolongnya menegakkan Islam dan berjuang bersama beliau dalam menghadapi kaumnya yang menentangnya. Salah seorang dari mereka bertiga berkata: "Saya akan merobek kain Ka'bah jika benar kau adalah utusan-Nya." Orang kedua berkata: "Apakah Allah tidak mendapatkan orang lain yang bisa diutus selain dirimu?" Orang ketiga berkata: "'Demi Allah, aku tidak akan bercakap-capak denganmu." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi dari tempat mereka dalam keadaan putus asa akan kebaikan orang- orang Tsaqif.
Mereka malah mengerahkan orang-orang bodoh dan budak-budak mereka untuk mencaci-maki Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka mengepung beliau dan membuatnya terpaksa harus berlindung di sebuah kebun milik Utbah bin Rabi'ah dan Syaibab bin Rabi'ah yang pada saat itu sedang berada di dalamnya. Orang-orang yang mengejar Rasulullah pun kembali pulang. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi berteduh di bawah sebuah pohon anggur dan duduk di sana. Kedua anak Rabi'ah melihat dan menyaksikan apa yang beliau terima dari penduduk Thaif yang bodoh.
Ketika kedua anak Rabi'ah melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan apa yang beliau alami, hati nurani keduanya terketuk. Mereka memanggil budak, seorang Kristen yang bernama Addas dan mereka berkata kepada Addas: "Ambillah setandan anggur, lalu berilah kepada orang itu agar ia memakannya." Addas mengerjakan perintah kedua anak Rabi'ah itu. Lalu ia pergi menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan meletakkan piring berisi anggur di depan beliau. Adas berkata: "Makanlah!" Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meletakkan tangannya di atas piring tersebut, beliau berkata: Bismillah (dengan nama Allah). Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memakannya. Addas memandang wajah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian berkata: "Demi Allah, aku belum pernah penduduk negeri ini. mengucapkan hal itu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada Addas: "Berasal dari negeri manakah engkau wahai Addas? Apa agamamu?" Addas menjawab: "Aku seorang Kristen dan berasal dari negeri Ninawa." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepadanya: "Dari desa orang shalih yang bernama Yunus bin Matta?" Addas berkata: "Apa yang engkau ketahui tentang Yunus bin Matta?' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Dia saudaraku, ia seorang nabi aku juga seorang nabi. "57 Addas bersimpuh di depan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki beliau. Salah seorang anak Rabi'ah berkata kepada saudaranya: "Budakmu itu telah dicuci otak oleh Muhammad." Ketika Addas tiba di tempat kedua anak Rabi'ah, keduanya bertanya kepada Addas: "Sialan kau Addas, kenapa engkau mencium, kedua tangan dan kedua kakinya?" Addas menjawab: "Di dunia ini tidak ada sesuatu yang lebih membahagiakanku daripada apa yang baru aku kerjakan tadi. Sebab ia adalah seorang nabi." Kedua anak Rabi'ah berkata kepada Addas: "Sadarlah,
 
wahai Addas, janganlah engkau dibuat berpaling dari agamamu, karena agamamu jauh lebih baik ketimbang agamanya."



Perihal Jin yang Mendengar Apa yang Rasulullah Bacaan Al-Quran dan Beriman Padanya


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam akhirnya meninggalkan Thaif dan pulang ke Makkah. Sesampainya di Nakhlah, beliau bangun pada suatu malam untuk mendirikan shalat, tak diduga beberapa jin yang disebutkan Allah terbang melewati beliau. Mereka terdiri dari tujuh jin dari jin penduduk Nashibin. Mereka mendengar bacaan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Usai beliau shalat, jin-jin tersebut pulang kepada kaumnya dan menjadi juru dakwah bagi mereka. Mereka mengimani Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan merespon positif apa yang telah mereka dengar. Kemudian Allah mengisahkan mereka kepada Rasulullah
Shallalahu alaihi wa baiiam daiam tirman- Nya. Allah berfirman:


Mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)." Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada- Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari adzab yang pedih." (QS. al-Ahqaf: 29-31).
Allah Tabaraka wa juga berfirman:
 
 

Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Quran), lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan, (QS. al-Jin: 1)



Rasulullah Menawarkan Dirinya Pada Kabilah-kabilah


Ibnu lshaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam akhirnya pulang ke Makkah. Sementara kaum beliau semakin keras menentang agama beliau, kecuali sebagian kecil dari kalangan mustadh'afiin yang telah beriman. Kala musim haji tiba, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menawarkan jasa kepada kabilah-kabilah Arab, sekaligus mengajak mereka kepada agama Allah, meya- kinkan mereka bahwa beliau adalah Nabi yang diutus.
Ibnu lshaq berkata: Beberapa sahabat saya yang tidak saya ragukan kejujurannya menuturkan dari Zaid bin Aslam bin Abbad al-Daili atau dari orang yang menuturkan padanya Abu Zinad, Ibnu Hisyam berkata: Rabi'ah bin Abbad.
Ibnu lshaq berkata: Husain bin Abdullah bin Ubaidillah bin Abbas bercerita kepadaku, aku mendengar Rabi'ah bin Abbad yang pernah berbicara dengan ayahku yang berkata: Saat aku remaja, aku bersama ayahku di Mina. Ketika itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di salah satu rumah kabilah Arab. Beliau bersabda, "Hai Bani Fulan, sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepada kalian. Dia memerintahkan kalian untuk beribadah kepada-Nya, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, kalian harus meninggalkan tandingan-tandingan yang kalian sembah selain Allah, hendaklah kalian beriman kepadaku, membenarkanku dan melindungiku hingga dakwahku terangkat ke seluruh penjuru."
Usai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berbicara dan menyerukan dakwah beliau, orang tersebut berkata: "Wahai Bani Fulan, sesungguhnya laki-laki ini mengajak kalian untuk meninggalkan Tuhan Al- Lata dan Al-Uzza dari leher kalian dan dari sekutu-sekutu kalian dari jin Bani Malik bin Aqiqisy kepada bid'ah dan kesesatan yang dibawanya. Janganlah kalian taat kepadanya jangan pula kalian tertipu dengan ucapannya." Aku bertanya kepada ayahku: "Ayah, siapakah orang yang berkata sebelum orang yang barusan tadi?" Ayah menjawab: "Aku tidak tahu, yang aku tahu pamannya yang bernama Abdul Uzza bin Abdul Muthalib Abu Lahab."58


Ibnu lshaq berkata: Ibnu Syihab berkata kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam datang ke pemukiman mereka di Kindah. Mereka mempunyai pemimpin yang bernama Mulaih.
 
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyeru Mulaih kepada agama Allah Azza wa Jalla dan menawarkan dirinya bergabung dengan mereka, namun mereka merespon negatif ajakan beliau.
Ibnu Hisyam berkata: Nabighah berkata:
Kau laksana unta dari Bani Uqays
Dengan kulit tua yang gemerincing di belakang betismu

Ibnu lshaq berkata: Muhammad bin Abdurrahman bin Abdullah bin Hushain berkata kepadaku, bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendatangi salah satu pemukiman kabilah Bani Kalb, yang bernama kabilah Ab-dullah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyeru mereka kepada agama Allah dan menawarkan diri beliau kepada mereka. Beliau bersabda kepada mereka: "Hai Bani Fulan, sesungguhnya Allah telah memberi nama yang baik untuk para leluhur kalian." Sayangnya mereka tidak menerima tawaran beliau.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian pakar berkata kepadaku dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendatangi Bani Hanifah di pemukiman mereka. Beliau menyeru mereka kepada agama Allah dan menawarkan diri bergabung dengan mereka, namun tidak ada orang Arab yang responnya lebih buruk daripada respon mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri bercerita kepadaku: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendatangi Bani Amir bin Sha'sha'ah untuk menyeru mereka kepada agama Allah Azza wa Jalla dan menawarkan dirinya bergabung dengan mereka. Salah seorang dari mereka yang bernama Biharah bin Firas, Ibnu Hisyam berkata: Firas adalah anak Abdullah bin Salamah bin Qusyair bin Ka'ab bin Rabi'ah bin Amir bin Sha'sha'ah, ia berkata: "Demi Allah, andaikata aku menerima pemuda ini oleh orang-orang Quraisy. Aku pasti dihabisi orang-orang Arab." Biharah bin Firas berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Bagaimana menurutmu jika kami berjanji setia padamu untuk mengikuti agamamu, kemudian Allah menaklukkan orang-orang yang menentangmu, apakah setelah itu urusan ini menjadi milik kami?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Semua urusan itu milik Allah. Terserah Dia mau berbuat apa!" Biharah bin Firas berkata kepada Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Apakah engkau menginginkan leher-leher kami disembelih orang-orang Arab hanya karena membelamu, kemudian jika Allah memenangkanmu, maka urusan ini menjadi milik orang lain selain kami? Kami tidak butuh urusanmu." Mereka menolak tawaran Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Setelah para jama'ah haji menyelesaikan ibadah haji mereka lalu pulang ke negerinya masing-masing, termasuk Bani Amir. Mereka pulang menemui sesepuh mereka yang telah lansia dan tidak bisa ikut haji bersama mereka. Apabila mereka pulang dari haji mereka bercerita kepadanya tentang semua peristiwa yang terjadi di musim haji. Tatkala mereka tiba dari melaksanakan ibadah haji pada tahun ini dan bertemu kembali dengan orang tua tersebut, orang tua tersebut bertanya kepada mereka tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada musim haji tahun ini. Mereka menjawab, "Ada anak pemuda Quraisy dari Bani Abdul Muthalib datang kepada kami. Ia mengaku sebagai nabi ia memohon agar kami melindunginya, berpihak kepadanya dan membawanya ke negeri kita." Orang tua tersebut meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya, kemudian berkata: "Hai Bani Amir, apakah dia masih ada disana? Kalian telah menyia-nyiakan apa yang datang pada kalian! Demi Tuhan, sesungguhnya anak keturunan Ismail itu tidak pernah sekalipun berdusta dalam perkataannya. Perkaataannya selalu benar. Dimana kecerdasan kalian yang selama ini kalian miliki?"
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah Al-Anshari Azh-Zhafari berkata kepadaku dari sesepuh kaumnya yang berkata: Suwaid bin Shamit, saudara Bani Amr bin Auf mendatangi Makkah
 
untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah. Suwaid di tengah kaumnya dipanggil dengan Al-Kamil, karena kegigihannya, puisi-puisinya dan nasabnya."
Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar kedatangan Suwaid bin Shamit, beliau menemuinya dan menyeru- nya kepada agama Allah, Islam. Suwaid bin Shamit berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, "Apakah yang engkau bawa itu memiliki kesamaan dengan apa yang aku bawa?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada Suwaid bin Shamit: "Memangnya apa yang engkau bawa?" Suwaid bin Shamit berkata: "Lembaran Hikmah Luqman." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ber¬kata kepada Suwaid bin Shamit: "Sudikah kau perlihatkan lembaran itu kepadaku!" Suwaid bin Shamit memperlihatkan Lembaran Hikmah Luqman kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian beliau bersabda; "Ini ucapan yang indah, namun apa yang aku miliki jauh lebih indah. Ia adalah Al-Qur'an yang diturunkan Allah Ta'ala kepadaku. Al- Qur'an adalah petunjuk dan nur." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membacakan Al-Qur'an kepada Suwaid bin Shamit
dan mengajaknya kepada Islam. Suwaid bin Shamit tidak membantah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Suwaid bin Shamit berkata: "Sesungguhnya ini ucapan yang paling indah." Setelah itu, Suwaid bin Shamit pamit kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kembali ke Madinah untuk bertemu dengan kaumnya. Tak berapa lama kemudian, Suwaid bin Shamit dihabisi orang-orang Al- Khazraj. Orang-orang dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya ia dibunuh dalam keadaan Muslim." Pembunuhan ini terjadi sebelum Perang Bu'ats.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Hushain bin Abdurrahman bin Amr bin Sa'ad bin Muadz bercerita kepadaku dari Mahmud bin Labid ia berkata: Saat Abu Al-Haisar Anas bin Raff tiba di Makkah bersama dengan anak- anak muda dari Bani Abdul Asyhal, termasuk Iyas bin Muadz untuk mencari sekutu dari orang- orang Quraisy dalam menghadapi kaumnya dari Al-Khazraj, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar kedatangan mereka. Beliau datang menemui mereka dan duduk berbincang bersama mereka. Beliau bersabda: "Maukah kalian menerima kebaikan yang jauh lebih baik daripada tujuan kedatangan kalian ke tempat ini?" Mereka bertanya: "Apa itu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku adalah utusan Allah yang diutus kepada hamba-hamba-Nya. Untuk menyeru mereka menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun dan telah Allah menurunkan Al-Kitab kepadaku." Kemudian Rasulullah menjelaskan tentang Islam dan membacakan Al-Quran pada mereka. Iyas bin Muadz, seorang pemuda di antara mereka berkata: "Wahai Hai kaumku, demi Allah, ini jauh lebih baik dari tujuan kedatangan kita semula." Abu Al-Haisar Anas bin Rafi' lalu mengambil segenggam penuh tanah kotor di bawah kakinya lalu menaburkannya ke wajah Iyas bin Muadz, sambil berkata: "Diam!! "Siapa yang menyuruhmu bicara!!. Aku bersumpah kami datang ke tempat ini bukan untuk keperluan itu!!." Mendengar itu Iyas bin Muadz diam. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi meninggalkan mereka sedangkan mereka kembali pulang ke Madinah. Saat itulah terjadi perang Bu'ats antara Aus dan Khazraj. Tak lama kemudian Iyas bin Muadz berpulang menghadap tuhannya.59


Mahmud bin Labid berkata: Saat kematiannya, kaumnya selalu mendengarnya mengucapkan tahlil, takbir, tahmid dan tasbih hingga ia wafat. Mereka yakin sekali bahwa lyas bin Muadz meninggal dunia dalam keadaan Muslim. Ia merasa sudah masuk Islam sejak pertemuannya dengan Rasulullah dan ketika mendengar apa yang disampaikan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pada waktu itu.
 
Awal Masuk Islamnya Orang-orang Anshar


Ibnu Ishaq berkata: Pada musim haji tahun itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertemu dengan beberapa orang Anshar. Beliau menawarkan dirinya bergabung dengan kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang biasa beliau lakukan pada musim-musim haji sebelum itu. Pada saat sedang berada di Al- Aqabah, beliau berjumpa dengan rombongan dari Al-Khazraj.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku dari sesepuh kaumnya ia berkata: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berpapasan dengan mereka, beliau bertanya: "Siapakah kalian?" Mereka menjawab: "Kami berasal dari Al-Khazraj." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melanjutkan: "Apakah kalian punya hubungan dengan orang-orang Yahudi?" Mereka menjawab: "Ya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sudikah kalian ngobrol sebentar denganku?' Mereka menjawab: "Ya." Mereka pun duduk untuk mendengarkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Menjelaskan tentang agama Allah, Al-Qur'an kepada mereka.
Faktor yang menyebabkan mereka masuk Islam ialah bahwa orang-orang Yahudi tinggal bersama mereka di negeri mereka. Orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang diberi kitab dan ilmu, sedang orang-orang Al-Khazraj tidak seperti itu, mereka adalah penyembah berhala. Jika terjadi konflik antara orang-orang Yahudi dengan orang-orang Al-Khazraj, orang-orang Yahudi itu berkata: "Sesungguhnya zaman kedatangan nabi yang diutus telah dekat. Kita akan mengikutinya dan dengannya kami akan menghabisi kalian seperti pembantaian terhadap orang-orang Ad dan Iram." Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berbicara dengan orang-orang Al-Khazraj tersebut dan mengajak mereka kepada Islam, sebagaian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain: "Wahai kaumku. Demi Tuhan, inilah Nabi yang diceritakan oleh orang-orang Yahudi kepada kalian. Oleh karena itu, kalian jangan kalah cepat menerimanya dari orang-orang Yahudi itu." Mereka lalu merespon ajakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Lalu membenarkan beliau dan menerima Islam yang beliau bawa. Mereka berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Kami akan bertemu kaum kami dan orang-orang Yahudi tersebut, lalu mengajak mereka kepada agamamu dan kami akan mengajak mereka agama yang kami dapatkan darimu ini. Jika Allah menyatukan mereka dalam agama ini, maka tidak akan ada seorangpun yang lebih mulia darimu." Setelah itu, mereka pamit kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk kembali pulang kembali ke negeri mereka beriman dan membenarkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Anshar yang memeluk Islam ada enam orang dari kabilah Al-Khazraj. Salah seorang dari mereka berasal dari Bani An-Najjar yang bernama Taimullah. Dari Bani Malik bin An-Najjar bin Tsa'labah bin Amr bin Al-Khazraj bin Hari tsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir adalah sebagai berikut: As'ad bin Zurarah bin Udas bin Ubaid bin Tsa'labah bin Ghanim bin Malik bin An- Najjar, dia adalah Abu Umamah. Auf bin Al-Harits bin Rifaah bin Sawwad bin Malik bin Ghanim bin Malik bin An-Najjar. Ia adalah Afra'.
Ibnu Hisyam berkata: Afra adalah anak perempuan Ubaid bin Tsa'labah bin Ghanim bin Malik bin Najjar.
Dari Bani Zuraiq bin Amir bin Zuraiq bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadhbu bin Jusyam bin Al-Khazraj hanya satu orang, yaitu Rafi' bin Malik bin Al-Ajlan bin Amr bin Amir bin Zuraiq.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat bahwa Amir adalah anak Al-Azraq.
 
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Salimah bin Sa'ad bin Ali bin Asad bin Saridah bin Tazid bin Jusyam bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Sawwad bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah hanya satu orang, yaitu Quthbah bin Amr bin Hadidah bin Amir bin Ghanim bin Sawwad.
Ibnu Hisyam berkata: Amir adalah anak laki-laki Sawwad. Sebab Sawwad tidak punya anak lelaki yang bernama Ghanim.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Haram bin Ka'ab bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah ialah Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid bin Haram. Dan dari Bani Ubaid bin Adi bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah ialah Jabir bin Abdullah bin Riab bin An-Nu'man bin Sinan bin Ubaid.



Baiat Aqabah Pertama


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala kaum Anshar tiba di negerinya, mereka mulai menyebarkan berita tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada kaumnya dan menyeru mereka kepada Islam hingga Islam menyebar dengan cepat di tempat mereka dan setiap rumah orang-orang Anshar tak pernah sepi dari diskusi tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Tahun berikutnya, dua belas orang Anshar melaksanakan ibadah haji dan mereka menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Al- Aqabah yang dikenal dengan Al-Aqabah Pertama. Mereka mem- baiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam seperti baiat kalangan wanita. Peristiwa baiat ini terjadi sebelum perang diwajibkan kepada mereka.
Mereka yang terlibat pada baiat Al-Aqabah Pertama dari Bani An-Najjar dan dari Bani Malik bin An- Najjar adalah sebagai berikut: As'ad bin Zurarah bin Udas bin Ubaid bin Tsa'labah bin Ghanim bin Malik bin An-Najjar, ia adalah Abu Umamah, Auf, Muadz. Auf dan Muadz adalah anak Al-Harits bin Rifa'ah bin Sawwad bin Malik bin Ghanim bin Malik bin An-Najjar. Keduanya adalah anak Afra.
Dari Bani Zuraiq bin Amir adalah sebagai berikut: Rafi' bin Malik bin Al-Ajlan bin Amr bin Amir bin Zuraiq. Dzakwan bin Abdu Qais bin Khaldah bin Mukhlid bin Amir bin Zuraiq. Ibnu Hisyam berkata: Dzakwan seorang muhajir-Anshar (muhajiri Anshari).
Dari Bani Auf bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Ghanim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut: Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais bin Ahram bin Fihr bin Tsa'labah bin Ghanim. Abu Ab- dur Rahman yang tidak lain adalah Yazid bin Tsa'labah bin Khazmah bin Ashram bin Amr bin Ammar dari Bani Ghudzainah dari Baly, sekutu Bani Auf bin Al-Khazraj.
Dari Bani Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Khadzraj, kemudian dari Bani Al-Ajlan bin Zaid bin Ghanim bin Salim
hanya seorang, yakni Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah bin Malik bin Al-Ajlan.
Dari Bani Salimah bin Sa'ad bin Ali bin Asad bin Saridah bin Tazid bin Jusyam bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Haram bin Ka'ab bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah hanya seorang, yakni Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid bin Haram.
Dari Bani Sawwad bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah hanya seorang, yakni Quthbah bin Amir bin Hadidah bin Amr bin Ghanim bin Sawwad.
 
Dari Al-Aus bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir, kemudian dari Bani Abdul Asyhal bin Jusyam bin Al-Harits bin Al-Khazraj bin Amr bin-Malik bin Al-Aus yang hadir di Baiat Al-Aqabah Pertama adalah Abu Al-Haitsam bin At-Taihan. Ia bernama asli Malik.
Dari Bani Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus ialah Uwaim bin Sa'idah.
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Abu Habib bercerita kepadaku dari Abu Martsid bin Abdullah Al-Yazani dari Abdurrahman bin Asilah bin Ash-Shanabihi dari Ubadah bin Ash-Shamit ia berkata: Saat Baiat Aqabah Pertama. terjadi jumlah kami saat itu adalah dua belas orang laki-laki. Kami berbait kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagaimana halnya kaum wanita dan itu terjadi ketika perang sebelum diwajibkan atas kami. Kami berbaiat agar tidak berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak mengubur hidup-hidup anak-anak kami, tidak membuat- buat ucapan dusta baik baik secara terbuka ataupun sembunyi-sembunyi, tidak durhaka kepada beliau dalam kebaikan. "Jika kalian tidak melanggar baiat kalian, niscaya kalian masuk surga. Jika kalian melanggar salah satunya, urusan kalian terserah kepada Allah. Jika Dia mau maka Dia akan mengadzab kalian. Jika tidak maka Dia akan mengampuni kalian.'60
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri bercerita kepadaku dari Aidzullah bin Abdullah Al-Khaulani Abu Idris bahwa Ubadah bin Ash-Shamit berkata kepadanya: "Pada malam Aqabah Pertama kami membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk mentauhidkan-Nya, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak membuat ucapan dusta baik di depan umum ataupun sembunyi-sembunyi dan tidak bermaksiat kepadanya dalam kebaikan. Nabi bersabda: "Jika kalian melaksanakannya kalian mendapatkan surga. Jika kalian melanggar salah satu daripadanya, maka kalian dihukum sesuai dengan hukumannya di dunia dan itu sebagai penebusnya. Jika kalian menyembunyikan pelanggaran kalian sehingga tak ada yang tahu sampai Hari Kiamat, maka urusan kalian sepenuhnya ada di tangan Allah. Jika Dia mau, Dia akan menyiksa kalian. Jika tidak, maka boleh jadi Dia mengampuni kalian."61


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala kaum Anshar mau kembali pulang ke negeri mereka, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mush'ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar bin Qushay bersama mereka. Rasulullah membentuk misi kepa da Mush'ab untuk membacakan Al-Quran pada mereka dan mengajarkan Islam serta memahamkan agama pada mereka. Maka jika disebut Muqri Madinah pastilah disebut: Mush'ab. Ia bertempat tinggal di rumah As'ad bin Zurarah bin Udas.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa Mush'ab menjadi imam shalat bagi mereka, karena Al-Aus tidak mau diimami orang dari Al-Khazraj demikian pula sebaliknya.



As'ad bin Zurarah dan Shalat Jum'at Pertama di Madinah


Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif bercerita ke-padaku dari ayahnya, Abu Umamah dari Abdurrahman bin Ka'ab bin Malik ia berkata: "Ketika ayahku, Ka'ab bin Malik mengalami rabuan senja. Jika kami keluar bersamanya untuk shalat Jum'at dan ia mendengar adzan, ia berdoa untuk Abu Umamah As'ad bin Zurarah. Ayahku, Ka'ab bin Malik, selalu berbuat
 
seperti itu; jika ia mendengar adzan untuk shalat Jum'at, ia berdoa untuk Abu Umamah As'ad bin Zurarah dan memintakan ampunan baginya." Aku bergumam dalam diriku: "Demi Allah, keadaan ayahku semakin melemah, kenapa aku tidak bertanya saja kepa- danya mengapa setiap kali mendengar adzan Jum'at, ia selalu berdoa untuk Abu Umamah As'ad bin Zurarah?" Di hari Jum'at yang lain, kami keluar lagi dan begitu ayah mendengar adzan Jum'at, ia berdoa untuk Abu Umamah As'ad bin Zurarah. Aku bertanya kepadanya: "Ayah, mengapa setiap kali engkau mendengar adzan Jum'at berdoa untuk Abu Umamah As'ad bin Zurarah?" Ayahku berkata: "Anakku, Abu Umamah As'ad bin Zurarah adalah orang pertama kali yang menyelenggarakan shalat Jum'at untuk kita di Madinah di Hazm An-Nabit di tanah berbatu Bani Bayadhah yang dikenal Naqi' Al-Khadhamat." Aku bertanya lagi: "Berapa jumlah kalian ketika itu?" Ayah menjawab: "Empat puluh orang laki-laki'."



Sa'ad bin Mu'adz dan Usaid bin al-Hudhair Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Ubaidillah bin Al-Mughi- rah bin Mu'aitiq dan Abdullah bin Abu Bab bin Muhammad bin Amr bin Hazm bercerita kepadaku, As'ad bin Zurarah keluar bersama Mush'ab bin Umair menuju rumah Bani Abdul Asyhal dan rumah Bani Zhafar. Sa'ad bin Muadz bin An-Nu'man bin Umru'ul Qais bin Zaid bin Abdul Asyhal adalah anak bibi As'ad bin Zurarah, kemudian As'ad bin Zurarah bersama Mush'ab bin Umair masuk ke salah satu kebun milik Bani Zhafar.
Ibnu Hisyam berkata: Adapun nama asli Zhafar ialah Ka'ab bin Al-Harits bin Ar Khazraj bin Amr bin Malik bin Al-Aus. Kebun ini letaknya berada di Sumur Maraq. Kemudian As'ad bin Zurarah dan Mush'ab bin Umair berkumpul dengan orang Madinah yang telah masuk Islam di sana.
Sa'ad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair adalah pemimpin di tengah kaumnya Bani Abdul Asyhal ia masih musyrik kaumnya kala itu. Ketika keduanya mendengar kedatangan Mush'ab bin Umair, Sa'ad bin Muadz berkata kepada Usaid bin Hudhair: Pergilah kepada dua orang yang datang ke komplek kita untuk menipu orang-orang yang lemah di antara kita. Hadang keduanya dari memasuki komplek kita. Andai saja As'ad bin Zurarah warga kita, maka cukuplah aku saja yang menangani masalah ini, Dia sepupuku dan aku tidak memiliki keberanian yang cukup untuk berhadapan dengannya." Usaid bin Hudhair kemudian pergi kepada As'ad bin Zurarah dan Mush'ab bin Umair dengan membawa tombak Tatkala As'ad bin Zurarah melihat kedatangan Usaid bin Hudhair, ia berkata kepada Mush'ab bin Umair: "Dia adalah pemimpin kaumnya, dia datang kepadamu, maka hadapilah ia de ngan tegar!" Mush'ab bin Umair berkata: "Bila ia duduk, aku akan berbicara dengannya."
Usaid bin Hudhair berdiri di depan As'ad bin Zurarah dan Mush'ab bin Umair dengan wajah memerah. Ia berkata: "Kedatangan ka-lian berdua ke sini hanya membuat bodoh orang-orang yang lemah di antara kami. Enyahlah kalian berdua dari sini, jika kalian berdua masih ingin hidup." Mush'ab bin Umair berkata kepada Usaid bin Hudhair: "Mengapa engkau tidak duduk dulu untuk mendengar penjelasanku. Bila engkau suka, kau terima dan jika tidak apa susahnya bagimu untuk menolaknya." Usaid bin Hudhair berkata: "Engkau berkata benar."
Usaid bin Hudhair lalu meletakkan tombaknya di atas tanah dan duduk bersama As'ad bin Zurarah dan Mush'ab bin Umair. Lalu Mush'ab bin Umair menerangkan tentang Islam kepada Usaid bin Hudhair dan membacakan Al-Qur'an kepadanya. As'ad bin Zurarah dan Mush'ab bin Umair berkata: sebagaimana diriwayatkan dari keduanya: "Demi Allah, kami melihat hidayah pada wajah Usaid bin Hudhair sebelum ia bicara. Wajahnya bersinar dan ia tampak demikian ramah." Usaid bin Hudhair
 
berkata: "Sungguh cantik dan eloknya perkataan ini. Apa yang kalian lakukan jika kalian ingin memeluk agama ini?"
Mush'ab bin Umair dan As'ad bin Zurarah berkata kepada Usaid bin Hudhair: "Mandi, wudhu, sucikan pakaianmu, lalu mengucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalat." Usaid bin Hudhair pun berdiri untuk mandi, berwudhu, mensucikan pakaiannya, meng- ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalat dua rakaat.
Setelah itu Usaid bin Hudhair berkata kepada Mush'ab bin Umair dan As'ad bin Zurarah: "Sesungguhnya di belakangku ada seorang lelaki dimana jika dia mengikuti kalian berdua pasti tidak ada seorang pun dari kaumnya yang tidak mau mengikuti agama kalian berdua. Sekarang juga aku akan kirim Sa'ad bin Muadz kepada kalian berdua." Selesai mengatakan itu, Usaid bin Hudhair mengambil tombaknya, kemudian pergi menemui Sa'ad bin Muadz dan kaumnya yang saat itu sedang duduk di ruang auditorium mereka. Melihat kedatangan Usaid bin Hudhair, Sa'ad bin Muadz berkata: "Demi tuhan, wajah Usaid bin Hudhair kini berbeda dengan wajahnya yang tadi."
Ketika Usaid bin Hudhair tiba di ruang auditorium tersebut, Sa'ad bin Muadz berkata: "Apa yang telah terjadi?" Usaid bin Hudhair berkata: "Aku telah mendebat kedua orang itu. Demi Allah, keduanya tidak membahayakan siapa-siapa dan tidak melawan." Keduanya berkata: "Kami lakukan apa yang engkau sukai. Aku mendengar bahwa Bani Haritsah memburu As'ad bin Zurarah untuk dibunuh. Mereka mengetahui bahwa As'ad bin Zurarah adalah sepupuku. Oleh karena itu, mereka ingin membatalkan perjanjian denganmu."
Maka berdirilah Sa'ad bin Muadz sambil menahan marah dan karena tindakan Bani Haritsah seperti diceritakan Usaid bin Hudhair. Kemudian ia merebut tombak dari tangan Usaid bin Hudhair sambil berkata: "Demi Allah, aku melihatmu tidak melakukan apa-apa." Usai mengatakan itu, Sa'ad bin Muadz langsung bergegas menuju Mush'ab bin Umair dan As'ad bin Zurarah. Sampai disana Sa'ad bin Muadz malah melihat keduanya tenang-tenang saja, ia sadar bahwa Usaid bin Hudhair menginginkan dirinya mendengar secara langsung perkataan Mush'ab bin Umair dan As'ad bin Zurarah daripada hanya sekedar mendengar gosip tentang mereka selama ini. Sa'ad bin Muadz berdiri di depan keduanya dengan penuh kemarahan. Sa'ad bin Muadz berkata Kepada Asad bin Zurarah, "Hai Abu Umamah, demi Allah, kalau saja kau bukan sepupuku pasti akan kuhajar engkau. Kenapa engkau membawa sesuatu yang di benci ke dalam kelompok tempat tinggal kita?" Sebelum itu, As'ad bin Zurarah telah berkata kepada Mush'ab bin Umair: "Wahai Mush'ab, demi Allah, orang ini mempunyai pengikut yang banyak di belakangnya. Apabila ia mengikutimu, mereka maka tidak akan tersisa satu orangpun dari kaumnya kecuali dia pasti mengikutinya." Mush'ab bin Umair berkata kepada Sa'ad bin Muadz: "Mengapa engkau tidak duduk, lalu mendengar penjelasanku. Bila engkau suka, kau terima dan jika tidak tidak usah kau hiraukan. 'Sa'ad bin Muadz berkata: "itu benar."
Sa'ad bin Muadz meletakkan tombaknya ke tanah, lalu ia duduk. Kemudian Mush'ab bin Umair menerangkan Islam kepadanya dan membacakan Al-Our'an kepadanya. Mush'ab bin Umair dan As'ad bin Zurarah berkata: "Demi Allah kami lihat hidayah di wajahnya sebelum ia berbicara, karena wajahnya terlihat bercahaya dan tampak ramah.' Sa'ad bin Muadz berkata: "Apa yang kalian lakukan jika kalian ingin memeluk Islam?" Mush'ab bin Umair dan As'ad bin Zurarah menjawab: " Engkau harus mandi, membersihkan diri (wudhu), mensucikan pakaianmu, mengucap- kan dua kalimat syahadat lalu shalat." Kemudian Sa'ad bin Muadz berdiri, lalu mandi, berwudhu, mensucikan bajunya, mengucapkan dua kalimat syahadat dan shalat dua rakaat. Usai mehjalankan itu semua, ia mengambil tombaknya, kemudian pergi menuju auditorium tempat berkumpul kaumnya dengan ditemani Usaid bin Hudhair.
 
Ketika kaumnya melihat kedatangan Sa'ad bin Muadz, mereka berkata: "Demi Allah wajah Sa'ad bin Muadz telah berubah."
Ketika Sa'ad bin Muadz telah tiba di tempat kaumnya ia berkata kepada mereka: "Wahai Bani Abdul Asyhal, apa kalian tahu posisiku di tengah kalian saat ini?" Mereka menjawab, "Ya, engkau adalah pemimpin kami, orang yang paling suka menjalin tali silaturahim, orang yang paling benar pendapatnya dan orang yang paling baik pertimbangannya." Sa'ad bin Muadz berkata: "Sesungguhnya aku tidak akan bisa memimpin kalian lagi sampai kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
Keduanya berkata: "Demi Allah, pada saat itu semua laki-laki dan perempuan, masuk Islam dengan segera."
As'ad bin Zurarah dan bin Mush'ab bin Umair pun pulang ke rumah As'ad bin Zurarah. Mush'ab bin Umair menetap di rumah As'ad bin Zurarah untuk menyeru Bani Abdul Asyhal kepada Islam hingga mereka semua memeluk Islam, namun saat itu ada beberapa perkampungan yang belum memeluk Islam, yaitu Bani Umayyah bin Zaid, Khathamah, Wail dan Waqif. Warga kampung-kampung tersebut berasal dari Ausullah, sedang mereka yang masuk Islam berasal dari Al-Aus bin Haritsah. Sebab tidak masuknya mereka ke dalam Islam adalah karena segan dengan Abu Qais Al-Aslat. Ia seorang penyair sekaligus pemimpin mereka. Mereka semua sangat patuh dengan Abu Qais bin Al-Aslat. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah, hingga terjadi Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq. Pandangannya tentang Islam dan perbedaan pandanganya dengan manusia saat itu telah berubah, Abu Qais bin Al Aslat berkata dalam sebuah untaian syairnya:
Wahai Tuhan, beragam peristiwa telah terjadi
Yang sulit dan yang mudah bercampur menjadi satu Wahai Tuhanku, jika kami tersesat
Maka mudahkanlah kami kejalan yang baik
Jika bukan karena Tuhan kami, kami pasti menjadi orang-orang Yahudi Dan tidaklah agama Yahudi itu memiliki bentuk
Jika bukan karena Tuhan kami, kami pasti menjadi orang-orang Kristen Bersama dengan para pendeta di gunung Al-Jalil
Namun kala kami diciptakan, di awal penciptaan Agama kami Hanif, dari generasi ke generasi Kita giving hewan kurban berjalan dengan patuh
Dengan pundak terbuka dan kain penutup binatang




Mush'ab bin Umair dan Baiat al-'Aqabah Kedua


Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Mush'ab bin Umair kembali ke Makkah. Di saat yang bersamaan, orang- orang Anshar yang telah masuk Islam pergi menunaikan haji bersama kaumnya yang masih musyrik Makkah.
Setiba di sana Ibnu Ishaq berkata: Ma'bad bin Ka'ab bin Malik bin Abu Ka'ab bin Al-Qain, saudara Bani Salimah bercerita kepadaku bahwa saudaranya Abdullah bin Ka'ab, orang Anshar yang paling cerdas berkata kepadanya bahwa ayahnya, Ka'ab berkata kepadanya. Pada peristiwa baiat Aqabah Kedua, ia membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ka'ab berkata: "Kami menuju Mekah bersama para
 
jama'ah haji kaum kami yang saat itu masih dalam keadaan musyrik. Sebelumnya, kami telah salat dan belajar tentang manasik haji.
Al-Barra bin Ma'rur, memimpin rombongan kami saat itu. Ketika kami akan berangkat, Al-Barra bin Ma'rur berkata: "Wahai kaumku, Demi Allah, aku ingin bicara dengan kalian mengenai pandanganku, Aku tidak tahu, apakah kalian sepakat denganku atau tidak dalam masalah ini?" Kami bertanya: "Apa itu?" Al- Barra' bin Ma'rur berkata: "Aku berpandangan bahwa Ka'bah adalah pusat kiblat kita dan aku tidak berhenti dari shalat menghadap kepadanya." Kami berkata: "Demi Allah, kenapa begitu? Bukankah kita sama-sama tahu bahwa Nabi Shallalahu 'alaihi wa Sallam shalat menghadap Syam (yakni Baitul Maqdis) dan kami tidak ingin melakukan hal berbeda dengan beliau.' Al-Barra bin Ma'rur berkata: "Terserah kalian, aku akan tetap shalat menghadap Ka'bah." Kami berkata: "Terserah kaulah mau berbuat apa!" Apabila waktu shalat telah tiba, kami shalat menghadap Syam, sementara Al- Barra' bin Ma'rur menghadap Ka'bah, hingga kami tiba di Makkah. Kami semua mencela apa yang dilakukan Al-Barra' bin Ma'rur, namun ia tetap dengan pendiriannya. Ketika kami telah sampai di Makkah, Al-Barra bin Ma'rur berkata kepadaku: "Wahai sepupuku, bagaimana kalau kita adukan masalah ini kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kita bertanya padanya tentang perbuatanku selama dalam perjalanan. Karena demi Allah, aku melihat telah terjadi sesuatu pada diriku ketika aku melihat kalian menentang perintahku." Kami lalu menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sebelumnya kami tidak kenal beliau dan belum p'ernah melihatnya. Kami berpapasan dengan salah seorang warga Makkah dan kami menanyakan keberadaan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Orang itu berkata: "Apakah sebelumnya kalian sudah berjumpa dengannya?" Kami menjawab: "Tidak." Orang itu bertanya lagi: Apakah kalian kenal dengan paniannya, Al-Abbas bin Abdul Muthalib?" Kami menjawab: "Ya", kami mengenalinya, karena ia sering datang menemuikami untukberdagang." Orang tersebut berkata: "Jika kalian masuk ke dalam masjid, dan melihat seseorang bersama dengan Al-Abbas maka dialah orang yang sedang kalian cari." Lalu kamipun masuk ke dalam masjid, dan menemukan Al-Abbas bin Abdul Muthalib sedang duduk dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Kami ucapkan salam dan duduk kepadanya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada Al-Abbas: "Hai Abu Al-Fadhl, apakah engkau mengenali dua laki-laki ini?" Al-Abbas menjawab: "Ya. Ini adalah Al-Barra bin Ma'rur, tokoh di tengah kaumnya sedangkan yang ini adalah Ka'ab bin Malik." Demi Allah, aku tidak lupa akan pertanyaan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, "Apakah Ka'ab bin Malikifeng penyair itu?" Al-Abbas menjawab: "Benar." Al-Barra bin Ma'rur berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Nabi Allah, begini aku berpendapat bahwa Ka'bah adalah pusat kiblat sebenarnya, lalu aku shalat menghadap kepadanya. Sikapku itu malah ditentang oleh sahabat-sahabatku hingga terjadi sesuatu yang tidak enak dalam diriku, lalu bagaimana pendapatmu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Engkau harus mengikuti kami menghadap Syam." Kemudian Al-Barra' kembali kepada kiblat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan shalat bersama kami menghadap ke Syam. Keluarganya ada yang mengatakan Al-Barra' tetap shalat menghadap ke Ka'bah hingga ia meninggal dunia. Namun semua ini tidak benar, karena kami lebih tahu tentang Al-Barra bin Ma'rur daripada mereka."
Ibnu Hisyam berkata bahwa Aun bin Ayyub Al-Anshar berkata:
Di tengah kami, ada laki-laki pertama yang shalat
Menghadap Ka'bah Ar-Rahman di antara tem- pat-tempat suci

Yang dimaksud dengan laki-laki pertama tersebut ialah Al-Barra' bin Ma'rur. Ini adalah penggalan syair miliknya.
 
Abdullah bin Amr Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Ma'bad bin Ka'ab ber- cerita kepadaku bahwa saudaranya, Abdullah bin Ka'ab berkata kepadanya bahwa ayahnya, Ka'ab bin Malik berkata kepadanya: Lalu kami kembali melaksanakan manasik haji dan kami berjanji akan menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Aqabah pada pertengahan hari-hari Tasyriq. Setelah kami melakukan ibadah haji, kami menemui Abdullah bin Amr bin Haram Abu Jabir. Ia adalah salah seorang pemimpin yang terhormat di kalangan kami. Tanpa sepengetahuan kaum kami yang masih musyrik, kami berbicara kepada Abdullah bin Amr: "Hai Abu labir, engkau salah seorang pemimpin yang tehormat di kalangan kami. Kami tidak menginginkan kelak engkau dibakar oleh api neraka." Kami tawarkan dia Islam dan kami terangkan kepadanya janji Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada kami untukberjumpa dengannya di Aqabah.62 Alhamdulillah, ia pun masuk Islam dan hadir bersama kami di Aqabah.


Kami tidur malam itu bersama kaum kami di dalam rombongan kami. Hingga saat sepertiga malam telah berlalu, kami keluar dari tempat kami untuk bertemu Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam.
Kami berjalan dengan diam-diam seperti jalannya kucing
yang sembunyi-sembunyi hingga akhirnya kami semua tiba di syi'b diAqabah. Kami saat itu terdiri dari tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang wanita dari wanita-wanita kami, yaitu Nasibah binti Ka'ab Ummu Imarah salah seorang wanita dari Bani Mazin bin An-Najjar dan Asma binti Amr bin Adi bin Naabi, salah seorang wanita dari Bani Salimah. yang bernama Ummu Mann'.



Al-Abbas Menguatkan Kedudukan Rasulullah di Depan Orang-orang Anshar


Lanjut Ka'ab: Di syi'b, kami menunggu kedatangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Beberapa waktu kemudian akhirnya beliau tiba dengan ditemani Al-Abbas bin Abdul Muthalib, yang saat itu masih menganut agama kaumnya. Hanya saja dia ingin menjaga dan mengawal keponakannya dan memastikan apa yang terjadi. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam duduk, tiba-tiba Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata: "Wahai orang-orang Al-Khazraj —orang-orang Arab menyebutperkampungan Anshar dengan nama Al-Khazraj baik Al-Khazraj atau Al-Aus— se- sungguhnya Muhammad adalah keluargaku. Kami telah melindunginya dari teror kaum kami. Ia berada dalam keadaan terhormat di tengah kaumnya dan jaminan keamanan di negerinya. Namun ia lebih suka berkumpul dan menyatu dengan kalian. Jika kalian yakin bisa melindunginya dari orang- orang yang menentangnya dan mengangkat tinggi-tinggi dakwahnya, maka silahkan lanjutkan tugas kalian. Namun jika sebaliknya, kalian malah menelantarkannya setelah ia bergabung kepada kalian, maka sejakkini biarkanlah dia, karena aia suaan ternormat ai tengan Kaumnya aan mendapatkan perlindungan dan keamanan dari kaumnya dan negerinya.
 
Kami lalu menanggapi ucapan Al-Abbas bin Abdul Muthalib: "Kami telah mendengar ucapanmu kini kami akan mendengarkan ucapan Rasulullah!"



Baiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Atas Kaum Anshar


Lanjut Ka'ab: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu berbicara. Beliau membuka ucapannya dengan bacaan Al-Qur'an, mengajak mereka kepada agama Allah dan mengharapkan kesungguhan keislaman mereka. Setelah itu, beliau bersabda: "Aku membaiat kalian untuk melindungiku sebagaimana kalian melindungi istri-isteri dan anak-anak kalian." Al-Barra' bin Ma'rur memegang tangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian ia berkata: "Ya, demi Allah, kami pasti melindungimu sebagaimana kami melindungi istri-istri dan anak-anak kami. Demi Allah, kami ahli perang dan lihat dalam menggunakan senjata. Kami wariskan pengetahuan dan keterampilan kami dari satu generasi kepada generasi lainnya." Ketika Al-Barra' bin Ma'rur sedang berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, tiba-tiba Abu Al-Haitsam bin At-Tayyahan menentang pembicaraannya. Abu Al-Haitsam bin At-Tayyahan berkata: "Wahai Rasulullah, sebelumnya kami memiliki hubungan dengan orang-orang Yahudi dan kini kami akan memutusnya. Jika kami telah berhasil melaksanakan misi dakwah ini, apakah engkau akan meninggalkan kami dan kembali pada kaummu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tersenyum, lalu bersabda, "Tidak. Darah, dengan darah. Penghancuran dengan penghancuran. Aku bagian dari kalian dan kalian bagian dari diriku. Aku memerangi siapa saja yang kalian perangi dan berdamai dengan orang-orang yang kalian berdamai dengan mereka."63 (63. Ibid)
Setelah itu, Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Tunjuk untukku dua belas pemimpin agar mereka menjadi pemimpin bagi kaumnya." Mereka menunjuk dua belas pemimpin dari mereka. Sembilan dari Al- Khazraj dan tiga dari Al-Aus.



Nama Dua Belas Pemimpin dan Kelengkapan Kabar Aqabah


Ibnu Hisyam berkata: Sebagaimana yang dikatakan kepadaku oleh Ziyad bin Abdul¬lah Al-Bakkai dari Muhammad bin Ishaq Al- Muthalibi bahwa naqib dari Al-Khazraj adalah sebagai berikut: (1) Abu Umamah As'ad bin Zurarah bin Udas bin Ubayd bin Tsa'labah bin Ghanim bin Malik bin An-Najjar yang tidak lain adalah Taimullah bin Tsa'labah bin Amr bin Al-Khazraj, (2) Sa'ad bin Ar-Rabi' bin Amr bin Abu Zuhair bin Malik bin Umru'ul Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al-Khazraj bin Al-Harits bin Al- Khazraj, (3) Abdullah bin Rawahah bin Umm'ul Qais bin Amr bin Umru'ul Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al-Khazraj bin Al-Harts bin Al-Khazraj, (4) Rafi' bin Malik bin Al-Ajlan bin Amr bin Amir bin Zuraiq bin Amir bin Zuraiq bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadzbu bin Jusyam bin Al-Khazraj, (5) Al- Barra' bin Ma'rur bin Shakhr bin Khansa' bin Sinan bin Ubayd bin Adi bin Ghanim bin Ka'ab bin Sali- mah bin Sa'ad bin Ali bin Asad bin Saridah bin Tazid bin Jusyam bin Al-Khazraj, (6) Abdullah bin Amr bin Haram bin Tsa'labah bin Haram bin Ka'ab bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah bin Saa’d bin saridah bin Tazid bin Jusyam bin Al-Khazraj, (7) Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais bin Ashram bin Fihr bin Tsa'labah bin Ghanim bin Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Khazrah (Ibnu Hisyam berkata bahwa
 
Ghanim adalah anak Auf, saudara Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Khazraj), Ibnu Ishaq berkata:
(8) Sa'ad bin Ubadah bin Dulaim bin Haritsah bin Abu Hazimah bin Tsa'labah bin Tharif bin Al-Khazraj bin Sa'idah bin Ka'ab bin Al- Khazraj, (9) Al-Mundzir bin Amr bin Khunais bin Haritsah bin Laudzan bin Abdu Wadd bin Zaid bin Tsa'labah bin Al-Khazraj bin Sa'idah bin Ka'ab bin Al-Khazraj. Ibnu Hisyam berkata: Dinyatakan Ibnu Khunais.



Pemimpin-pemimpin dari Al-Aus


Sementara pemimpin dari Aus adalah:(l) Usaid bin Hudhair bin Samak bin Atik bin Rafi' bin Umru'ul Qais bin Zaid bin Abdul Asyhal bin Jusyam bin Al-Harits bin Al-Khazraj bin Amr bin Malik bin Al-Aus, (2) Sa'ad bin Khaitsamah bin Al-Harts bin Malik bin Ka'ab bin An-Nahhath bin Ka'ab bin Haritsah bin Ghanim bin As-Salim bin Umru'ul Qais bin Malik bin Al-Aus, (3) Rifa'ah bin Abdul Mundzir bin Zanbar bin Zaid bin Umayyah bin Zaid bin Malik bin Auf bin Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus.
Ibnu Hisyam berkata: Para ulama memasukkan Abu Al-Haitsam bin Attayyahan ke dalam keduabelas pemimpin tersebut dan tidak memasukkan Rifa'ah.
Ka'ab bin Malik memasukkan Abu Al-Haitsam Attayyahan dan tidak memasukkan Rifa'ah dalam syairnya ini.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar bercerita kepadaku bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam bersabda kepada para pemimpin-pemimpin tersebut: "Kalian harus bertanggung jawab atas apa saja yang terjadi di tengah kaum kalian sebagaimana Hawariyyun yang bertanggung jawab kepada Isa bin Maryam dan aku bertanggung jawab atas kaumku, yakni kaum Muslimin." Mereka menjawab: "Ya."
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah bercerita kepadaku bahwa tatkala orang-orang Anshar membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, maka Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah Al- Anshari, saudara Bani Salim bin Auf berkata: "Wahai orang-orang Al-Khazraj, apa kalian sadar dengan apa yang kalian lakukan ini?" Mereka menjawab: ""Ya, kami sadar." Al-Abbas bin Ubadah berkata: "Sesungguhnya kalian membait laki-laki ini untuk memerangi orang-orang berkulit merah dan orang- orang berkulit hitam. Jika kalian takut, gara-gara laki-laki ini harta kalian menjadi hilang dan pemimpin- pemimpin kalian akan tewas karenanya, maka menyerahlah kalian sejak sekarang. Demi Allah jika kalian melakukan hal itu, maka kalian berada dalam kehinaan di dunia dan akhirat. Jika kalian yakin bahwa kalian mampu mengemban misi ini maka walaupun hal tersebut mengurangi harta kalian dan menewaskan orang-orang terhormat kalian, ambillah dia. Demi Allah, inilah kebaikan di dunia dan akhirat." Mereka berkata: "Kami mengambilnya walaupun hal ini mengurangi harta kami dan menewaskan orang-orang terhormat di tengah kami. Jika kami melakukan hal tersebut, apa yang akan kami dapatkan wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Surga."
Mereka berkata: "Ulurkan tanganmu!" Rasu¬lullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengulurkan tangannya kemudian mereka membaiat beliau. Ashim bin Umar bin Qatadah berkata: "Demi Allah, Al- Abbas berkata seperti itu untuk menguji mereka."
Abdullah bin Abu Bakar berkata: "Al-Abbas berkata seperti itu agar kaum Anshar menunda dulu membaiat Rasulullah pada malam itu dengan harapan Abdullah bin Ubay Salul akan datang kepada
 
mereka, kemudian urusan kaum Anshar menjadi lebih kuat." Wallahu a'lam mana pendapat yang paling benar.
Ibnu Hisyam berkata: Salul merupakan wanita dari Khuza'ah. Ia ibu Ubay bin Malik bin Al-Harits bin Ubaid bin Malik bin Salim bin Ghanim bin Auf bin Al-Khazraj.
Ibnu Ishaq berkata: Bani An-Najjar bercerita, bahwa Abu Umamah As'ad bin Zurarah adalah orang yang pertama kali membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sementara orang-orang Bani Abdul Asyhal berpendapat, bahwa Abu Al-Haitsam bin At- tayyahan lah yang pertama kali membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri bercerita bahwa Ma'bad bin Ka'ab bin Malik berkata kepadaku: Dalam haditsnya, Ma'bad bin Ka'ab bin Malik berkata kepadaku dari saudaranya, Abdullah bin Ka'ab dari ayahnya, Ka'ab bin Malik yang berkata: "Orang yang pertama kali membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah Al-Barra' bin Ma'rur, lalu diikuti kaum Anshar yang lain."64 (Ibid)
Setelah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dibaiat, setan berteriak-teriak dari atas Aqabah dengan teriakan keras yang bisa aku dengar: "Hai penduduk Al-Jabajib, ketahui lah bahwa Mudzammam (maksudnya adaiah Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan orang-orang yang mengikutinya telah bersatu untuk memerangi kalian." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ini Uzab, setan Aqabah. Ini adaiah anak Azyab. Dengarkan wahai musuh Allah, demi Allah, aku pasti akan menghabisimu."65 (Ibid)



Orang-orang Anshar Tergesa-gesa Untuk Mendapatkan Ijin Berperang


Lanjut Ka'ab: Usai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dibaiat, beliau bersabda kepada kaum Anshar: "Pulanglah ke tempat kalian." Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Demi Allah, jika engkau suka, kami akan mendatangi orang-orang di Mina dengan pedang-pedang kami ini." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ja- ngan! Pulanglah kalian ke tempat kalian." Lalu kami pulang ke tempat tidur kami dan tidur di dalamnya hingga pagi menjelang.
Keesokan harinya, pemuka-pemuka Quraisy datang ke tempat kami. Mereka berkata: "Wahai orang- orang Al-Khazraj, kami mendengar bahwa kalian telah menemui Muhammad untuk bergabung dengan kalian dan kalian membaiatnya untuk memerangi kami. Demi Allah, kalian adaiah kabilah yang sangat kami benci." Kaum kami yang masih musyrik spontan berkata, bahwa ini tidak akan terjadi. Saat itu, kami saling memandang satu sama lain. Kemudian orang-orang berdiri termasuk Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah Al-Makhzumi yang mengenakan sandal baru. Aku berkata kepadanya: "Wahai Abu Jabir, engkau salah seorang pemimpin kami, apakan engkau tidak mau membaiat Muhammad?" Pertanyaanku tersebut didengar Al-Harits, kemudian ia lepas kedua sandalnya dan melemparkannya kepadaku. Ia berkata: "Demi Allah, engkau pasti sudah membaiatnya." Al- Harits berkata lagi: "Demi Allah, engkau pasti melindungi anak muda Quraisy tersebut. Keluarlah kau dari agamanya!" Aku (Ka'ab bin Malik) berkata: "Tidak, demi Allah, aku tidak akan mengembalikannya. Demi Allah, ini harapan yang baik. Jika harapan ini terbukti baik, aku pasti menang."
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku, bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Abdullah bin Ubay bin Salul seperti perkataan Ka'ab. Abdullah bin Ubay bin Salul berkata
 
kepada mereka: "Ini sebuah masalah besar. Kaumku tidak akan mengikuti kalian dan ini tidak akan terjadi." Kemudian mereka pergi meninggalkan Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ibnu Ishaq berkata: Kala jama'ah haji bertolak meninggalkan Mina, orang-orang Quraisy dengan cepat melakukan investigasi mengenai pertemuan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan kaum Anshar. Hasilnya ternyata pertemuan itu benar-benar telah terjadi. Lalu mereka keluar mencari kaum Anshar dan berpapasan dengan Sa'ad bin Ubadah di Adzakhir dan Al-Mundzir bin Amr, saudara Bani Sa'idah bin Ka'ab bin Al-Khazraj dan menyeretnya. Keduanya adaiah peminpin mereka. Adapun Al- Mundzir, orang-orang Quraisy tidak berani menyeretnya, mereka malah menangkap Sa'ad bin Ubadah, kemudian mengikatnya. Setelah itu, mereka membawa Sa'ad bin Ubadah ke Makkah untuk disiksa.
Sa'ad bin Ubadah berkata: Demi Allah, saat aku sedang disiksa, tiba-tiba muncul sejumlah orang Quraisy dan di antara mereka terdapat orang yang tampan, putih bersih dan tinggi. Aku berkata dalam hati: "Sepertinya ia orang baik." Ketika orang tersebut telah berada dekat denganku, ia malah menamparku dengan keras. Aku berkata dalam diriku: Tidak! setelah ini aku tidak percaya lagi, kalau ada di antara mereka orang baik." Tiba-tiba salah seorang dari mereka merasa iba kepadaku. ia berkata: "Apakah engkau mempunyai perlindungan dan perjanjian dengan orang-orang Quraisy?" Aku menjawab: "Demi Allah, tidak. Tapi seingatku, aku pernah melindungi bisnis Jubayr bin Muth'im bin Adi bin Naufal bin Abdu Manaf di negeriku. Aku juga pernah melindungi Al-Harits bin Harb bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf." Orang tersebut berkata: "Kalau begitu, berteriaklah dengan kencang sambil menyebut dua nama orang tersebut lalu beberkan hubunganmu dengan mereka berdua." Aku melaksanakan saran orang tersebut, sedang orang tersebut pergi kepada Jubair bin Muth'im dan Al-Harits bin Harb dan menemukan keduanya di masjid di samping Ka'bah. Orang tersebut berkata kepada keduanya, "Ada orang Al-Khazraj sedang disiksa di padang pasir. Ia mengaku bahwa ia mempunyai hubungan dengan kalian dan pernah melindungi kalian." Jubair bin Adi dan Al- Harits bin Harb berkata: "Siapa namanya?" Orang tersebut berkata: "Dia bernama Sa'ad bin Ubadah." Jubair bin Muth'im dan Al- Harits bin Harb berkata: "Benar. Demi Allah, dia pernah melindungi bisnis kami dan menjaganya dari orang-orang yang ingin berbuat zalim kami di negerinya." Kemudian Jubair bin Muth'im dan Al-Harits datang membebaskan Sa'ad bin Ubadah dari siksaan orang-orang Quraisy. Sa'ad bin Ubadah pun bebas. Orang yang menampar Sa'ad bin Ubadah ialah Suhail bin Amr, saudara Bani Amir bin Luay.
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang iba kepada Sa'ad bin Ubadah saat itu adalah Abu Al-Bakhtari bin Hisyam.



Kisah Berhala Amir bin Jamuh dan Masuk Islamnya Amir


Ibnu Ishaq berkata: Setiba kaum Anshar di Madinah, mereka langsung mengumumkan keislaman mereka di sana. Saat itu, kaum mereka masih tersisa orang-orang yang masih menyembah berhala, di antaranya adalah Amr bin Al-Jamuh bin Zaid bin Haram bin Ka'ab bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah. Anak Amr bin Jamuh, Muadz bin Amr telah membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di baiat Aqabah. Amr bin Jamuh adalah salah seorang pemuka Bani Salimah dan salah seorang yang tehormat dari kalangan mereka. Ia membikin satu berhala di rumahnya yang terbuat dari kayu yang ia beri nama Manat seperti yang biasa dilakukan para pemimpin-pemimpin saat itu. Tatkala dua pemuda Bani
 
Salimah, yaitu Muadz bin Jabal dan anak Amr yaitu Muadz bin Amr telah memeluk agama Islam bersama orang lainnya yang telah memeluk Islam dan ikut menghadiri baiat Aqabah, maka pada suatu malam pergi ke berhala Amr bin Jamuh untuk mengambilnya dan melemparkannya dalam keadaan terjungkir kepala di bawah di sumur Bani Salimah yang sering dijadikan tempat pembuangan kotoran manusia. Keesokan harinya, Amr bin Jamuh berkata: "Sialan, siapa yang telah tuhan kita tadi malam?" Amr bin Jamuh mencari-cari berhalanya. Ketika ia berhasil menemukannya, ia membersihkannya dan menghiasinya. Setelah itu, ia berkata: "Demi Allah, jika sampai aku tahu pelakunya, aku pasti menghajarnya."
Malam berikutnya ketika Amr bin Al-Jamuh telah tidur, pemuda-pemuda Islam itu kembali berbuat seperti yang mereka lakukan pada malam sebelumnya. Keesokan harinya, Amr bin Jamuh mendapatkan berhalanya penuh dengan kotoran. Kemudian ia mencucinya, membersihkannya dan menghiasinya. Kejadian itu terus terulang selama tiga malam berturut-turut. Setelah itu, Amr pergi dengan menghunus pedang dan menggantungkannya di berhala tersebut. Ia berkata: "Demi Allah, aku tidak tahu siapa sebenarnya yang tega berbuat seperti ini terhadapmu. Jika engkau memang tuhan maka lindungilah dirimu dengan pedang yang aku bawakan untukmu ini." Pada malam harinya ketika Amr bin lamuh telah tidur, pemuda-pemuda Islam kembali melakukan hal yang serupa. Mereka mencopot pedang dari leher berhala tersebut dan mengantinya dengan bangkai anjing kemudian mengikatnya ke berhala tersebut dengan seutas tali, kemudian melemparkannya di salah satu sumur Bani Salimah yang merupakan tempat pembuangan kotoran manusia. Keesokan harinya, Amr bin Al- Jamuh melihat berhalanya tidak lagi berada di tempatnya.
Lalu ia keluar rumah untuk mencarinya dan dia dapatkan berhalanya di dalam sumur, dengan dikalungi bangkai anjing. Saat itulah ia sadar betapa tidak bergunanya berhala tersebut. Lalu ia diajak bicara oleh orang-orang dari kaumnya yang telah masuk Islam dan ia pun masuk Islam -semoga Allah me- rahmatinya- dan keislamannya patut diacungi jempol. Setelah masuk Islam dan menyadari semua kekeliruannya, ia bersyukur kepada Allah yang telah menyelamatkannya dari kebutaan dan kesesatan:



Syarat untuk Baiat Aqabah Terakhir


Ibnu Ishaq berkata: Baiat Al-Aqabah Pertama dinamakan baiat kaum wanita, karena Allah Ta'ala belum menetapkan kepada Rasul-Nya kewajiban berperang. Ketika Allah Ta'ala telah menetapkan kewajiban berperang dan kaum Anshar lalu membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Aqabah Kedua untuk memerangi orang-orang berkulit sawo matang dan merah, maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, memberi persyaratan-persyaratan kepada kaum Anshar dan menjanjikan untuk mereka surga jika mereka memenuhi syarat-syarat baiat tadi.
Ibnu Ishaq berkata: Ubadah bin Al-Walid bin Ubadah bin Ash-Shamit berkata kepadaku dari ayahnya, Al-Walid dari kakeknya, Ubadah bin Ash-Shamit, salah seorang dari pemimpin pada Baiat Aqabah Pertama, ia berkata: "Kami membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk berperang." Ubadah bin Ash-Shamit merupakan dua belas orang yang membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Aqabah Pertama untuk tetap mendengar dan bersabar dalam suka dan duka dan saling tolong-menolong satu sama lain, berkata jujur di mana pun kita berada dan tidak mempedulikan hinaan orang di jalan Allah."66

 



Nama-nama Orang yang Terlibat Aqabah Kedua dan Jumlah Mereka


Ibnu Ishaq berkata: Berikut ini adalah nama-nama orang-orang Al-Aus dan Al-Khazraj yang ikut menghadiri baiat Al-Aqabah dan membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di sana. Jumlah mereka adalah tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang wanita.
Orang-orang yang menghadiri baiat Aqabah Kedua dari kalangan Al-Aus bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir, kemudian dari Bani Abdul Asyhal bin Jusyam bin Al-Harits bin Al-Khazraj bin Amr bin Malik bin Al-Aus adalah sebagai berikut: Usaid bin Hudhair bin Simak bin Atik bin Rafi' bin Umru'ul Qais bin Zaid bin Abdul Asyhal. la salah satu pemimpin dan tidak ikut Perang Badar, Abu Al-Haitsam bin At-Tayyahan. Nama aslinya Malik, la ikut Perang Badar, Salimah bin Salamah bin Waqs bin Zu'bah bin Za'ura bin Abdul Asyhal. Ia ikut Perang Badar. Jumlah orang-orang yang menghadiri baiat Al- Aqabah Kedua dari Bani Al-Aus bin Haritsah dan Bani Abdul Asyha adalah tiga orang. Ibnu Hisyam mengatakan bin Za'awra'.
Dari Bani Haritsah bin Al-Harits bin Al-Khazraj bin Amr bin Malik Al-Aus adalah sebagai berikut: Zhuhair bin Rafi' bin Adi bin Zaid bin Jusyam bin Haritsah, Abu Bardah bin Niyar. Nama aslinya Hani' bin Niyar bin Amr bin' Ubayd bin Amr bin Kilab bin Dahman bin Ghanim bin Dzubyan bin Hamim bin Kahil bin Dzuhl bin Hani bjn Baly bin Amr bin Ilhaf bin Qudha'ah. Ia patner Bani Haritsah bin Al-Harits bin Al- Khazraj dan ikut serta pada Perang Badar, Nuhair bin Al-Haitsam dari Bani Nabi bin Majda'ah bin Haritsah. kemudian dari kabilah As-Sawwaf bin Qais bin Amir bin Nabi bin Majda'ah bin Haritsah. Jumlah dari Bani Haritsah adalah tiga orang.
Dari Bani Amr bin Auf bin Malik bin Al- Aus adalah sebagai berikut: Sa'ad bin Khaitsamah bin Al-Harits bin Malik bin Ka'ab bin An-Nahhath bin Ka'ab bin Haritsah bin Ghanim bin As-Salm bin Umru'ul Qais bin Malik bin
Al-Aus. la ikut terjun pada Perang Badar bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan gugur sebagai syahid.
Ibnu Hisyam berkata: Ibnu Ishaq mengatakan Sa'ad bin Khaitsamah bernasab kepada Bani Amr bin Auf, padahal ia berasal dari Bani Ghanim bin As-Salm. Boleh jadi itu adalah julukan Sa'ad bin Khaitsamah di tengah kaumnya, atau ia hidup di tempat mereka kemudian ia diberi marga mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rifa'ah bin Abdul Mundzir bin Zanbar bin Zaid bin Abu Umayyah bin Zaid bin Malik bin Auf bin Amr. la termasuk naqib (pemimpin), ikut Perang Badar. Abdullah bin Jubayr bin An-Nu'man bin Umayyah bin Al-Burak. Nama Al-Burak ialah Umru'ul Qais bin Tsa'labah bin Amr. Ia ikut Perang Badar. Pada Perang Uhud, ia memimpin pasukan pemanah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan gugur sebagai syahid di dalamnya.
Dan Ma'an bin Adi bin Al-Jadd bin Al-Ajlan bin Haritsah bin Dhabi'ah, patner mereka dari Baly. Ia ikut Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan perang-perang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang lain. Ia syahid pada Perang Yamamah pada masa pemerintahan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. Uwaim bin Sa'idah. Ia ikut Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq. Jumlah dari Bani Amr bin Auf adalah lima orang.
 
Jumlah keseluruhan orang-orang Al-Aus yang menghadiri baiat Al-Aqabah Kedua adalah sebelas orang.
Dan dari orang-orang Al-Khazraj bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir, kemudian dari Bani An- Najjar yaitu Taimullah bin Tsa'labah bin Amr bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut: Abu Ayyub. Dia adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Tsa'labah bin Abd bin Auf bin Ghanim bin Malik bin An-Najjar. Ia ikut serta dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan perang-perang yang lain. Ia syahid pada saat berjihad di wilayah Romawi di masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Muadz bin Al-Harits bin Rifa'ah bin Suwad bin Malik bin Ghanim bin Malik bin An-Najjar. Ia terlibat pada Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan perang- perang yang lain. Ibunya bernama Al-Afra'. Saudara Muadz, yaitu Auf bin Al-Harits. Ia mengikuti Perang Badar dan mati syahid di dalamnya. Saudara Muadz yang lain, yaitu Mi'wadz bin Al-Harits. Ia ikut Perang Badar dan mati syahid di sana. Dialah yang membunuh Abu Jahal bin Hisyam bin Al-Mughirah. Imarah bin Hazm bin Zaid bin Laudzan bin Amr bin Abdu Auf bin Ghanim bin Malik An-Najjar. Ia ikut terjun dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan perang- perang lainnya. Syahid di Perang Yamamah pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash- Shiddiq Radhiyallahu Anhu. As'ad bin Zurarah bin Udas bin Ubayd bin Tsa'labah bin Ghanim bin Malik bin An-Najjar. Ia termasuk pemimpin di Aqabah Pertama dan meninggal dunia sebelum Perang Badar. Dialah Abu Umamah. Jumlah dari Bani Al-Khazraj bin Haritsah adalah enam orang.
Dari Bani Amr bin Mabdzul, dan Mabdzul adalah Amir bin Malik bin An-Najjar hanya satu orang, yaitu Sahl bin Atik bin Nu'man bin Amr bin Atik bin Amr. Ia ikut serta terjun pada Perang Badar.
Dari Bani Amr bin Malik bin An-Najjar yang tak lain adalah Bani Hudailah, Ibnu Hisyam berkata: Hudailah ialah putri Malik bin Zaidillah bin Habib bin Abu Haritsah bin Malik bin Ghadhbu bin Jusyam bin Al-Khazraj, adalah sebagai berikut: Aus bin Tsabit Al-Mundzir bin Haram bin Amr bin Zaid Manat bin Adij bin Amr bin Malik. Ia ikut Perang Badar. Abu Thalhah. Dia adalah Zaid bin Sahl bin Al-Aswad bin Haram bin Amr bin Zaid Manat bin Adi bin Amr bin Malik. Ikut Perang Badar. Total dari Bani Amr bin Malik bin An-Najjar ada dua orang.
Dari Bani Mazin bin An-Najjar adalah sebagai berikut: Qais bin Abu Sha'sha'ah. Nama Abu Sha'sha'ah adalah Amr bin Zaid bin Auf bin Mabdzul bin Amr bin Ghanim bin Mazin. Terlibat pada Perang Badar. Pada Perang Badar, Ia ditempatkan pada pasukan garis belakang. Amr bin Ghaziyyah bin Amr bin Tsa'labah bin Athiyyah bin Khansa' bin Mabdzul bin Amr bin Ghanim bin Mazin. Jumlah dari Bani Mazin bin An-Najjar adalah dua orang.
Dengan demikian jumlah dari Bani An-Najjar yang menghadiri baiat Aqabah Kedua adalah sebelas orang.
Ibnu Hisyam berkata: Amr bin Ghaziyyah bin Amr bin Tsa'labah bin Athiyyah bin Khansa' yang disebutkan Ibnu Ishaq adalah Ghaziyyah bin Amr bin Athiyyah bin Khansa'.
Dari Balharits bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut: Sa'ad bin Ar-Rabi' bin Amr bin Abu Zuhair bin Malik bin Umru'ul Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin AI-Khazraj bin Al-Harits. Ia termasuk salah seorang pemimpin. Ia ikut serta dalam Perang Badar dan mati syahid di Perang Uhud. Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair bin Malik bin Umru'ul Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al-Khazraj bin Al-Harits. Ia ikut Perang Badar dan mati syahid di Perang Uhud. Abdullah bin Rawahah bin Umuru'ul Qais bin Amr bin Umuru'ul Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al-Khazraj bin Al-Harits. Ia ikut Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan perang-perang lainnya, kecuali penak lukan Makkah dan sesudahnya. Ia syahid di Perang Mu'tah dengan jabatan panglima perang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sal- lam. Basyir bin Sa'ad bin Tsa'labah bin Julas bin Zaid bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al- Khazraj bin Al-Harits. Ia adalah Abu An-Nu'man bin Basyir. Ia ikut Perang Badar. Abdullah bin Zaid
 
Manat bin Tsa'labah bin Abdu Rabbihi bin Zaid bin Al-Harts bin Al-Khazraj bin Al-Harits. Ia terlibat pada Perang Badar. Dialah orang yang mengawali adzan shalat, kemudian ia datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang kemudian menyuruhnya adzan. Khallad bin Suwaid bin Tsa'labah bin Amr bin Haritsah bin Umru'ul Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al-Khazraj bin Al-Harits. Ikut terlibat Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq. Syahid di Perang Bani Quraizhah. Karena ditimpa batu besar dari salah satu istana Bani Quraizhah, kemudian meremukkannya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentangnya: "Khallad mendapatkan dua pahala syahid." Uqbah bin Amr bin Tsa'labah bin Usairah bin Asirah bin Jidarah bin Auf bin Al-Harits. Ia adalah Abu Mas'ud. Dialah yang paling muda yang ikut serta di Baiat Aqabah Kedua dan wafat pada masa peme- rintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia tidak ikut Perang Badar. Jumlah dari Bani Al-Harits bin Al-Khazraj adalah tujuh orang.
Dari Bani Bayadhah bin Amir bin Zuraiq bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadhbu bin Jusyam bin Al- Khazraj adalah sebagai berikut: Ziyad bin Labid bin Tsa'labah bin Sinan bin Amir bin Adi bin Umayyah bin Bayadhah. Ia ikut Perang Badar. Farwah bin Amr bin Wazhfah bin Ubaid bin Amir bin Bayadhah. Ia ikut Perang Badar. Ibnu Hisyam berkata: Wadfah bukan Wadzfah. Kemudian Khalid bih Qais bin Matik bin Al-Ajlan bin Amir bin Bayadhah. Ia ikut terlibat pada Perang Badar. Jumlah tiga orang.
Dari Bani Zuraiq bin Amir bin Zuiraiq bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadhbu bin Jusyam bin Al- Khazraj adalah sebagai berikut: Rafi' bin Malik bin Al-Ajlan bin Amr bin Amir bin Zuraiq. Ia termasuk salah seorang pemimpin pada Aqabah Pertama. Dzakwan bin Abdu Qais bin Khaldah bin Makhlad bin Amir bin Zuraiq. Ia menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam selama di Makkah, kemudian hijrah bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah orang Muhajirin yang sekaligus orang Anshar. Ia ikut Perang Badar dan mati syahid di Perang Uhud. Ubadah bin Qais bin Amir bin Khaladah bin Makhlad bin Amir bin Zuraiq. Ia ikut Perang Badar. Al-Harits bin Qais bin Khalid bin Amir bin Zuraiq. Ia adalah Abu Khalid. Ia ikut Perang Badar. Total empat orang.
Dari Bani Salimah bin Sa'ad bin Ali bin Asad bin Saridah bin Tazid bin Jusyam bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Ubayd bin Adi bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah adalah sebagai berikut: Al-Barra' bin Ma'rur bin Shakr bin Khansa' bin Sinan bin Ubaid bin Adi bin Ghanim. Ia termasuk salah seorang pemimpin pada Aqabah Pertama. Bani Salimah mengklaim bahwa Al-Barra' bin Marur adalah orang yang pertama kali membaiat tangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan menentukan syarat kepada beliau. Ia wafat sebelum Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah. Anak Al-Barra' bin Ma'rur yang bernama Bisyr bin Al-Barra' bin Ma'rur. Ia ikut Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq. Wafat di Khaybar karena memakan makanan beracun bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Dialah orang yang ditanya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada Bani Salimah: "Siapa pemimpin kalian, wahai Bani Salimah?" Mereka menjawab: "Al-Jadd bin Qais, meskipun ia kikir." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apakah masih ada penyakit yang lebih berbahaya daripada penyakit kikir?" Pemimpin Bani Salimah adalah orang yang wajahnya putih dan rambutnya bergelombang, yaitu Bisyr bin Al-Barra' bin Al-Ma'rur. Sinan bin Shaifi bin Shakhr bin Khansa' bin Sinan bin Ubaid. Ikut Perang Badar dan mati syahid di Perang Khandaq. Ath-Thufail bin An- Nu'man bin Khansa' bin Sinan bin Ubayd. Ikut Perang Badar dan mati syahid di Perang Khandaq. Ma'qil bin Al-Mundzir bin Sarh bin Khinas bin Sinan bin Ubaid. Ia ikut terlibat pada Perang Badar. Yazid bin Al-Mundzir bin Sarh bin Khinas bin Sinan bin Ubaid. Ikut terlibat pada Perang Badar. Mas'ud bin Yazid bin Sabi' bin Khansa' bin Sinan bin Ubaid. Adh-Dhahhak bin Haritsah bin Zaid bin Tsa'labah bin Ubad. Ikut terlibat pada Perang Badar. Yazid bin Khidzam bin Sabi' bin Khansa' bin Sinan bin Ubaid. Jubar bin Shakhr bin Umayyah bin Khansa' bin Sinan bin Ubayd. Ia ikut Perang Badar. Ibnu Hisyam berkata: Ada
 
yang mengatakan Jabbar —bukan Jubar— bin Shakhr bin Umayyah bin Khunas. Ath-Thufail bin Malik bin Khansa' bin Sinan bin Ubaid. Ia ikut Perang Badar. Total sebelas orang.
Dari Bani Sawwad bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah, kemudian dari Bani Ka'ab bin Sawwad hanya satu orang, yaitu Ka'ab bin Malik bin Abu Ka'ab bin Al-Qain bin Ka'ab.
Dari Bani Ghanim bin Sawwad bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah adalah sebagai berikut: Sulaim bin Amr bin Hadidah bin Amr bin Ghanim. Ia ikut terjun di Perang Badar. Quthbah bin Amir bin Hadidah bin Ghanim bin Amr. Ikut terjun di Perang Badar, Yazid Abu Al-Mundzir bin Amr bin Hadidah bin Amr bin Ghanim. Ia terjun di Perang Badar. Abu Al-Yasar. Nama aslinya adalah Ka'ab bir Amr bin Abbad bin Amr bin Ghanim. Iku: terjun di Perang Badar. Shaifi bin Sawwad bin Abbad bin Amr bin Ghanim. Total lima orang.
Ibnu Hisyam berkata: Shaifi adalah anak Aswad bin Abbad bin Amr bin Ghanim bin Sawwad. Padahal Sawwad tidak memiliki anak yang bernama Ghanim.
Dari Bani Nabi bin Amr bin Sawwad bir. Ghanim bin Ka'ab bin Salimah adalah sebaga: berikut: Tsa'labah bin Ghanimah bin Adi bin Nabi. Ia ikut terlibat pada Perang Badar dan gugur sebagai syahid di Perang Khandaq, Amr bin Ghanimah bin Adi bin Nabi, Abbas bin Amir bin Adi. Ia ikut Perang Badar, Abdul¬lah bin Unais, sekutu Bani Nabi bin Amr dan Qudha'ah, Khalid bin Amir bin Adi bin Nabi. Total lima orang.
Dari Bani Haram bin Ka'ab bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah adalah sebagai berikut: Abdullah bin Amr bin Haram bin Tsa'labah bin Haram. Ia ikut terjun pada Perang Badar dan mati syahid di Perang Uhud, Anak Abdullah bin Amr yang bernama Jabir bin Abdullah, Muadz bin Amr bin Al-Jamuh bin Zaid bin Haram, ia ikut Perang Badar, Tsabit bin Al-Jidz'u. Al-Jidz'u adalah Tsa'labah bin Zaid bin Al-Harits bin Haram. Tsabit ikut Perang Badar dan gugur sebagai syahid di Thaif. Umair bin Al-Harits bin Tsa'labah bin Zaid bin Al-Harits bin Haram. Ia ikut terlibat pada Perang Badar.
Ibnu Hisyam berkata: Umair adalah anak Al-Harits bin Labdah bin Tsa'labah.
Ibnu Ishaq berkata: Khadij bin Salamah bin Aus bin Amr bin Al-Furafir, sekutu Bani Haram bin Ka'ab dari Bali, Muadz bin Jabal bin Amr bin Aidz bin Adi bin Kaab bin Amr bin Adi bin Sa'ad bin Ali bin Asad. Ada yang mengatakan Asad adalah anak Saridah bin Tazid bin Jusyam bin Al-Khazraj. Muadz bin Jabal hidup di Bani Salimah. Ikut terlibat pada Perang Badar dan perang-perang yang lain. Ia meninggal di Amwas pada tahun wabah penyakit lepra di Syam pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu. Ia bermarga Bani Salimah karena ia saudara seibu dengan Sahl bin Muhammad bin Al-Jidd bin Qais bin Shakhr bin Khansa' bin Sinan bin Ubaid bin Adi bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah. Total tujuh orang.
Dari Bani Auf bin Al-Khazraj kemudian dari Bani Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut: Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais bin Ashram bin Fihr bin Tsa'labah bin Ghanim bin Salim bin Auf. Ia termasuk salah seorang pemimpin di baiat Aqabah Pertama. Ikut terjun pada Perang Badar dan perang-perang lainnya. Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah bin Malik bin Al-Ajlan bin Zaid bin Ghanim bin Salim bin Auf. Ia termasuk orang yang mendatangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Makkah, kemudian ia tinggal di sana. Jadi ia orang Muhajirin sekaligus Anshar. Gugur sebagai syahid di Perang Uhud, Abu Abdurrahman bin Yazid bin Tsa'labah bin Khazmah bin Ashram bin Amr bin Ammarah. Ia sekutu Bani Auf bin Al-Khazraj dari Bani Ghushainah dari Baly. Amr bin Al-Harits bin Labdah bin Amr bin Tsa'labah. Total empat orang.
 
Dari Bani Salim bin Ghanim bin Auf bin Al-Khazraj yang tidak lain adalah Bani Al- Hubla, adalah sebagai berikut: Rifa'ah bin Amr bin Zaid bin Amr bin Tsa'labah bin Malik bin Salim bin Ghanim. Ikut Perang Badar. Ia adalah Abu Al-Walid, Uqbah bin Wahb bin Kaldah bin Al-Ja'du bin Hilal bin Al-Harits bin
Amr bin Adi bin Jusyam bin Auf bin Buhtsah bin Abdullah bin Ghathafan bin Sa'ad bin Qais bin Ailan, sekutu Bani Salim bin Ghanim. Ikut Perang Badar dan termasuk orang yang mendatangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Makkah. Ia seorang Muhajir dan Anshar sekaligus.
Ibnu Hisyam berkata: Total dari Bani Salim bin Ghanim berjumlah dua orang.
Dari Bani Sa'idah bin Ka'ab bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut; Sa'ad bin Ubadah bin Dulaim bin Haritsah bin Abu Huzaimah bin Tsa'labah bin Tharif bin Al-Khazraj bin Sa'idah. Ia termasuk pemimpin di baiat Aqabah pertama, Al-Mundzir bin Amr bin Khunais bin Haritsah bin Laudzan bin Abdu Wadd bin Zaid bin Tsa'labah bin Jusyam bin Al-Khazraj bin Sa'idah. Ia termasuk pemimpin di baiat Aqabah Pertama. Ikut Perang Badar dan Perang Uhud dan mati syahid pada Perang Bi'ru Ma'unah, saat itu ia berstatus panglima perang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Tentang Al-Mundzir bin Amr dikatakan:Ia bersegera berjalan untuk mati. Total dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dengan demikian, total orang-orang yang ikut hadir dalam baiat Aqabah Kedua dari Al-Aus dan Al-Khazraj adalah tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kedua wanita tersebut ikut membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, namun beliau tidak menjabat tangan mereka dalam baiat. Beliau hanya mengambil baiat mereka saja. Manakala wanita-wanita itu telah menyatakan baiat, beliau bersabda: "Pergilah, karena aku telah membaiat kalian."67


Dari Bani Mazin bin An-Najjar adalah Nasibah binti Ka'ab bin Amr bin Auf bin Mab dzul bin Amr bin Ghanim bin Mazm atau yang dikenal dengan Ummu Imarah. Ia menyertai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan ditemani saudara perempuannya dalam peperangan, suaminya bernama Zaid bin Ashim bin Ka'ab, kedua anaknya yaitu Habib bin Zaid dan Abdullah bin Zaid. Anaknya, Habib ditawan Musailamah Al-Kadzdzab Si Pendusta Al-Hanafi, Penguasa Yamamah. Musailamah Al-Kadzdzab Al- Hanafi bertanya kepada Habib, "Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?" Habib bin Zaid menjawab, "Ya." Musailamah Al-Kadzdzab bertanya, "Kalau begitu, apakah engkau juga bersaksi bahwa aku utusan Allah?" Habib menjawab: "Pergilah kau ke neraka." Setelah itu, Musailamah Al- Kadzdzab memutilasi tubuh Habib bin Zaid hingga ia meninggal dunia di tangannya. Setiap kali nama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam disebutkan pada Habib bin Zaid, ia menyatakan beriman kepada beliau dan mengucapkan shalawat untuk beliau dan setiap kali nama Musailmah Al-Kadzdab Si Pendusta disebutkan padanya, ia berkata: "Pergilah ia ke neraka." Kemudian Ummu Imarah bersama kaum Muslimin berangkat menuju Yamamah. Ia terlibat langsung ke medan perang hingga akhirnya Allah menewaskan Musailamah. Dari Yamamah ia pulang dengan membawa dua belas luka akibat tikaman dan pukulan senjata.
Ibnu Ishaq berkata: Kisah tentang Ummu Imarah ini diceritakan kepadaku oleh Muhammad bin Yahya bin Hibban dari Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Sha'shaah.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Salimah adalah Ummu Mani'. Nama lengkapnya Asma' binti Amr bin Adi bin Nabi bin Amr bin Sawwad bin Ghanim bin Ka'ab bin Salimah.
 
Awal Mula Diwajibkannya Perang Kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam


Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai berkata kepadaku dari Muhammad bin Ishaq Al- Muthalibi ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di awal-awal dakwahnya kepada Allah, beliau tidak diizinkan membalas perlakuan kaum Quraisy, apalagi sampai memerangi mereka. Beliau hanya diperintahkan berdakwah dengan damai, bersabar dan memaafkan tindakan mereka. Kala itu, orang-orang Quraisy setiap menjumpa kaum Muhajirin yang mengikuti beliau maka mereka menyiksanya agar bisa memurtadkan mereka dari Islam dan kalau tidak bisa maka orang-orang Quraisy tersebut akan mengusir mereka dari negeri mereka. Di antara mereka ada yang lari ke Habasyah, ada yang lari ke Madinah dan ada yang lari ke negeri-negeri lain.
Di tengah-tengah krisis seperti itu maka Allah mengizinkan Rasul-Nya Shallalahu 'alaihi wa Sallam berperang, melawan orang- orang yang menzalimi kaum Muslimin dan menindas mereka. Ayat pertama yang turun kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang mengizinkan beliau berperang, darah dihalalkan bagi beliau dan memerangi orang-orang yang menindas beliau seperti dikatakan kepadaku dari Urwah bin Zubair dan ulama-ulama lain ialah firman Allah:


Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang- orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja- gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama
 
Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. al-Hajj: 39-41).
Yakni, Aku (Allah) mengizinkan perang kepada mereka, karena mereka telah dizalimi. Jika menang, maka mereka menegakkan shalat, berzakat, menganjurkan kepada perbuatan baik dan melarang dari perbuatan mungkar. Mereka yang dimaksud ialah Rasu- lullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabatnya.
Sesudah itu, Allah Tabaraka wa Ta 'ala menurunkan ayat selanjutnya:
Dan perangilah mereka, sehingga tidak ada ada fitnah. (QS. al-Baqarah: 193). Yakni, agar orang Mukmin tidak difitnah karena agamanya. Allah juga berfirman Dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. (QS. al-Baqarah: 193). Maksudnya, agar Allah ditauhidkan
Ibnu lshaq berkata: Ketika Allah Ta'ala mengizinkan Rasulullah berperang, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan sahabat-sahabatnya kaum Muhajirin dari kaumnya dan kaum Muslimin yang lain di Makkah untuk hijrah ke Madinah dan bergabung dengan saudara-saudara mereka, kaum Anshar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya kalian akan memiliki saudara-saudara dan negeri yang akan menjadikan kalian merasa aman di dalamnya." Lalu kaum Muslimin Makkah pun hijrah ke Madinah secara bergelombang, sementara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tetap berada di Makkah menunggu izin dari Tuhannya untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah.



Izin kepada Kaum Muslimin Makkah untuk Hijrah ke Madinah


Ibnu lshaq berkata: Orang yang pertama kali hijrah ke Madinah dari Bani Makhzum adalah Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Kunyahnya adalah Abu Salamah. Ia hijrah ke Madinah setahun sebelum terjadinya baiat Aqabah.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar bercerita kepadaku dari Salamah bin Abdullah bin Umar bin Abu Salamah dari neneknya, Ummu Salamah Radhiyallahu Anha ia berkata. Tatkala Abu Salamah akan berangkat hijrah ke Madinah, ia menaikkanku bersama anakku, Salamah bin Abu Salamah yang berada di dalam pangkuanku ke atas punggung untanya. Ia lalu berjalan dengan menuntun kami. Saat orang- orang Bani Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum melihatnya, mereka pergi menyongsongnya dan bertanya: "Sepanjang menyangkut dirimu sendiri maka kami telah bebaskan engkau. Namun bagaimana dengan sahabat (isterimu) ini (yakni Ummu Salamah)? Atas dasar apa kami akan membiarkannya dia pergi dengannnya dari negeri ini?" Ummu Salamah berkata: Mereka menarik tali kekang unta dari tangan Abu Salamah dan mengambilku darinya. Melihat kejadian tersebut, Bani Abdul Asad, sanak kerabat Abu Salamah marah besar. Mereka berkata: "Demi Allah, kami tidak akan membiarkan anak kami di sisi ibunya jika mereka telah mengambil ibunya." Mereka memperebutkan anakku Salamah, hingga akhirnya Bani Abdul Asad berhasil mengambil anakku, kemudian mereka
 
membawanya ke tempat mereka. Sementara aku ditahan Bani Al-Mughirah di kediaman mereka. Suamiku Abu Salamah tetap hijrah ke Madinah. Aku suami dan anakku masing-masing hidup terpisah. Setelah peristiwa tersebut, pada setiap pagi aku keluar ke lembah sambil menangis. Peristiwa ini berlangsung kurang lebih setahun. Suatu hari lewatlah salah seorang sepupuku. Melihat keadaan diriku, ia merasa kasihan sekali kepadaku. Ia berkata kepada Bani Al-Mughirah: "Apa kalian tidak punya belas kasih terhadap wanita ini? Dengan kondisinya yang seperti ini!" Bani Al-Mughirah berkata kepadaku: "Ya sudah, sana, susullah suamimu." Sesudah itu, Bani Abdul Asad menyerahkan kembali anakku kepadaku, lalu kami berangkat ke Madinah menyusul suamiku. Kami hanya berdua tanpa ditemani seorangpun saat itu sampai kami tiba di At-Tan'im, dan bertemu dengan Utsman bin Thalhah bin Abu Thalhah, saudara Bani Abduddar. Ia bertanya kepadaku: "Mau pergi ke mana, wahai putri Abu Umayyah?" Aku menjawab: "Menyusul suamiku di Madinah." Utsman bin Thalhah bin Abu Thalhah bertanya: "Kenapa kalian cuma berdua? Demi Allah, kalian harus ditemani." Utsman bin Thalhah bin Abu Thaihah mengambil tali kekang unta, kemudian ia menuntun untaku dengan cepat hingga kami berhasil tiba di Madinah. Ketika ia melihat desa Bani Amr bin Auf di Quba', ia berkata: "Suamimu ada di desa ini. Masuklah ke dalamnya dengan berkah Allah!'" Usai mengantarkanku ke Madinah, Utsman bin Thalhah kembali pulang ke Makkah.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Abu Salamah tiba di Madinah, maka yang menyusulnya ke sana adalah Amir bin Rabi'ah sekutu Bani Adi bin Ka'ab beserta istrinya, Laila binti Abu Hatsmah bin Ghanim bin Abdullah bin Auf bin Ubaid bin Uwaij bin Adi bin Ka'ab. Kemudian Abdullah bin Jahsy bin Riab bin Ya'mur bin Shabirah bin Murrah bin Kabir bin Ghanim bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah sekutu Bani Umayyah bin Abdu Syams. Abdullah bin Jahsy membawa hijrah istri dan saudaranya, Abd bin Jahsy yang lebih dikenal dengan nama Abu Ahmad. Abu Ahmad adalah seorang tuna netra. Ia mengelilingi Makkah Atas dan Makkah Bawah tanpa ada yang menuntunnya. Ia juga seorang penyair yang beristrikan Al-Far'ah binti Abu Sufyan bin Harb dan ibu Al-Far'ah bernama Umaimah binti Abdul Muthalib bin Hasyim. Rumah Abdullah bin Jahsy karena semua peng huninya hijrah ke Madinah. Suatu ketika, Utbah bin Rabi'ah, berjalan melewati rumah Abdullah bin Jahsy, saat itu ia melihat pintu rumah tersebut bargerak-gerak oleh hembusan angin seolah-olah di dalamnya tidak ada penghuninya. Ketika ia melihat rumah tersebut, ternyata dugaannya benar, ia menghela nafas panjang, kemudian ia berkata:
Semua rumah, walau sekian lama ia sejahtera akhirnya Suatu waktu ia akan ditimpa musibah dan dan bencana

Ibnu Hisyam berkata: Bait di atas adalah milik Abu Duwad Al-Iyadi dalam kumpulan syair-syairnya.
Ibnu Ishaq berkata: Utbah bin Rabi'ah berkata: "Rumah Bani Jahsy kini kosong tanpa penghuni." Abu Jahal berkata: "Tiada seorangpun yang akan meratapi rumah itu." Labid bin Rabiah berkata:
Semua Bani Hurrah akhirnya adalah sedikit Walaupun jumlah mereka demikian banyak

Kemudian Abu Jahal berkata: "Ini semua gara-gara ulah anak saudara Si Fulan. Ia memecah belah persatuan kita, dan memutus hubungan di antara kita."
Di Madinah Abu Salamah bin Abdul Asad, Amir bin Rabi'ah, Abdullah bin Jahsy dan saudara Abdullah bin Jahsy, yaitu Abu Ahmad bin Jahsy tinggal di rumah Mubasysyir bin Abdul Mundzir bin Zanbar di Quba' di Bani Amr bin Auf. Setelah itu, kaum Muhajirin baik yang laki-laki ataupun wanita hijrah ke Madinah secara bergelombang. Mereka adalah Bani Dudan yang telah masuk Islam, lalu di susul
 
Abdullah bin Jahsy, saudara Abdullah bin Jahsy yang bernama Abu Ahmad bin Jahsy, Ukasyah bin Mihshan, Syuja' bin Wahb, Uqbah bin Wahb, Arbad bin Humayyirah,
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Ibnu Humayrah.
Ibnu Ishaq: Kemudian diikuti Munqidz bin Nubatah, Sa'id bin Ruqaisy, Mahraj bin Nadhiah, Yazid bin Ruqaisy, Qais bin Khabir, Amr bin Mihshan, Malik bin Amr, Shafwan bin Amr, Tsaqaf bin Amr, Rabi'ah Aksyam, Az-Zubayr bin Ubaydah, Tammam bin bin Ubaydah, Sakhbarah bin Ubaydah dan Muhammad bin Abdullah bin Jahsy.
Sementara yang wanita, mereka adalah Zainab binti Jahsy, Ummu Habib bi Jahsy, Judzamah binti Jandal, Ummu Qais binti Mihshan, Ummu Habib binti Tsumamah, Aminah binti Ruqaisy, Sakhbarah binti Tamim dan Hamn binti Jahsy.



Hijrahnya Umar bin Khaththab dan Kisah Ayyasy


Ibnu Ishaq berkata: Umar bin Khaththab dan Ayyasy bin Abi Rabi'ah Al-Makhzumi lalu berhijrah ke Madinah.
Nafi' eks budak Abdullah bin Umar bercerita kepadaku dari Abdullah bin Umar dari ayahnya, Umar bin Khaththab ia berkata: Sebelum kami berangkat hijrah ke Madinah, aku, Ayyasy bin Abu Rabi'ah dan Hisyam bin Al-Ash bin Wail As-Sahmi bersepakat terlebih dahulu untuk bertemu di Tanadhub, di reruntuhan pohon Adat bin Ghifar di atas Sarif. Kami berkata: "Seandainya besok salah seorang dari kita tidak berada di tempat tersebut, berarti telah terjadi sesuatu padanya dan bagaimanapun dua orang lainnya tetap harus berangkat ke Madinah." Pagi harinya, aku dan Ayyasy bin Abu Rabi'ah berada di Tanadhub. Hisyam bin Al-Ash tidak datang ke tempat tersebut, karena ia mendapat siksaan.
Tiba di Madinah, kami beristirahat di Bani Amr bin Auf di Quba'. Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam berangkat Madinah untuk menemui Ayyasy bin Abu Rabi'ah. Ayyasy bin Abu Rabi'ah ada- lah paman keduanya dan saudara seibu keduanya. Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam tiba di Madinah pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masih berada di Makkah. Keduanya berbicara dan berkata dengan Ayyasy bin Abu Rabi'ah: "Ibumu bersumpah, bahwa ia tidak akan menyisir rambutnya hingga ia melihatmu dan ia tidak akan terus berteduh di bawah sinar matahari hingga melihatmu." Ayyasy bin Abu Rabi'ah terenyuh hatinya mendengar cerita keduanya. Aku berkata kepada Ayyasy: "Wahai Ayyasy, demi Allah, sesungguhnya dua orang Quraisy ini hanya menipumu, mereka ingin memurtadkanmu dari Islam, maka waspadalah dari tipudaya mereka. Demi Allah, jika ibumu terganggu oleh gatalnya kutu, pastilah ia menyisir rambutnya dan jika terik matahari Makkah membara, pastilah ia berteduh." Ayyasy bin Abu Rabi'ah berkata: "Aku akan membayar sumpah ibuku. Di sana, aku mempunyai sejumlah uang dan aku akan mengambilnya." Aku berkata kepada Ayyasy bin Abu Rabi'ah: "Janganlah engkau pergi bersama Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam." Ayyasy bin Abu Rabi'ah mengacuhkan saranku ia lebih tertarik pulang bersama Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam. Ketika akan berangkat pulang ke Makkah, aku katakan kepada Ayyasy, "Jika engkau akan tetap bersikukuh melakukan apa yang engkau inginkan, ambillah untaku ini, karena ia unta yang lincah dan penurut dan tetaplah berada di atas punggungnya. Jika engkau mencium ada sesuatu yang mencurigakan pada mereka berdua ini, selamatkan dirimu dengan unta
 
ini." Kemudian Ayyasy bin Abu Rabi'ah pulang ke Makkah bersama Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam.
Di tengah jalan, Abu Jahal bin Hisyam berkata kepada Ayyasy bin Abu Rabi'ah, "Demi Allah, wahai saudaraku, sepertinya saya keliru dalam memilih untaku ini. la tidak bisa berjalan mengiringi untamu." Ayyasy bin Abu Rabi'ah berkata: "Ya betul." Kemudian Ayyasy bin Abu Rabi'ah turun dari untanya. Begitu juga Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam. Ketika mereka bertiga berada di atas tanah, tiba-tiba Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam mengikat Ayyasy bin Abu Rabi'ah, membawanya masuk Makkah dan menyiksanya.
Ibnu lshaq berkata: Sebagian keluarga Ayyasy bin Abu Rabi'ah berkata kepadaku, ketika Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam membawa Ayyasy bin Abu Rabi'ah memasuki Makkah. Keduanya membawa Ayyasy dalam keadaan terikat di malam hari. Keduanya berkata: "Hai orang-orang Makkah, coba kalian lihat orang bodoh ini."



Surat Umar bin Khattab Pada Hisyam bin Al-'Ash


Ibnu lshaq berkata: Nafi' bercerita kepadaku dari Abdullah bin Umar dari Umar bin Khaththab dalam kisahnya. Umar bin Khaththab berkata: Allah tidak menerima taubat orang yang murtad karena takut siksa, yaitu mereka yang mengenal Allah, kemudian kembali kafir karena tidak tahan dengan cobaan yang menderanya. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah, Allah Ta'ala mewahyukan padanya ayat tentang mereka, tentang ucapan kami dan ucapan mereka terhadap diri mereka:


Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah YangMaha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak
 
dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya (QS. az-Zumar: 53-55).
Umar bin Khaththab melanjutkan: "Maka aku tulis ayat di atas dalam lembaran, kemudian aku kirimkan kepada Hisyam bin Al-Ashi. Hisyam bin Al-Ashi berkata: Dia berkata: Hisyam bin al-Ashi berkata: "Tatkala surat tersebut sampai padaku, aku membawanya di Dzi Thuwa untuk dibaca. Saat aku baca surat tersebut, aku tidak bisa memahaminya, hingga aku berkata: "Ya Allah, karuniakan pemahaman kepadaku!" Kemudian Allah menganugrahi pemahaman ke dalam hatiku, bahwa ayat tersebut diturunkan tentang kami, apa yang kami katakan untuk diri kami dan apa yang diucapkan tentang kami. Aku segera menaiki untaku, kemudian pergi menyusul Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang saat itu sudah berada di Madinah.



Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah Keluar Menuju Mekah Membawa Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan Hisyam bin Al-Ash


Ibnu Hisyam berkata: Orang yang aku percayai bercerita kepadahu bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat berada di Madinah pernah bersabda: "Siapa yang bisa membebaskan Ayyasy bin Abu Rabi'ah dan Hisyam bin Al-Ash untukku?" Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah berkata: "Aku!" Kemudian Al-Walid bin Al-Walid bin Al- Mughirah keluar Madinah menuju Mekkah dan tiba di sana tanpa seorangpun tahu. la bertemu seorang wanita yang membawa makanan. Ia bertanya kepada wanita tersebut: "Boleh aku tahu ke mana kau akan pergi dengan makanan itu?" Wanita tadi menjawab: "Aku akan pergi kepada Ayyasy dan Hisyam yang sedang ditahan." Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah mengikuti wanita itu hingga ia tahu tempat dua orang yang ditahan itu. Kedua orang itu ditahan di rumah yang tidak dipasangi genteng. Sore harinya, Al-Walid bin Al-Walid bin Al- Mughirah memanjat tembok rumah tersebut dan membebaskan Ayyasy dan Hisyam. Setelah itu, Al- Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah menaikkan Ayyasy bin Abu Rabi'ah dan Hisyam bin Al-Ash ke atas punggung untanya. Kemudian ia tuntun unta yang membawa keduanya hingga sampai di Madinah di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.



Rumah-rumah Penampungan Kaum Muhajirin di Madinah


Ibnu Ishaq berkata: Saat tiba di Madinah, Umar bin Khaththab disertai keluarganya, kaumnya yang hijrah, saudaranya yang bernama Zaid bin Khaththab, Amr bin Suraqah bin Al-Mu'tamir, Abdullah bin Al-Mu'tamir, Khunais bin Hudzafah As-Sahmi suami putrinya yang bernama Hafshah binti Umar bin Khaththab. Sepeninggal suaminya, Hafshah dinikahi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail, Waqid bin Abdullah At-Taimi, sekutu mereka, Khauli bin Abu Khauli, Malik bin Khauli, sekutu mereka. Dan anak-anak Al-Bukair yang empat orang yaitu: Iyas bin Al-Bukair, Aqil bin Al-Bukair, Amir bin Al-Bukair dan Khalid bin Al-Bukair, sekutu mereka dari Bani Sa'ad bin Laits; mereka tinggal di rumah Rifa'ah bin Abdul Mundzir bin Zanbar di Bani Amr bin Auf di Quba. Iyas bin Rabi'ah juga ikut tinggal di rumahnya ketika ia tiba di Madinah.
 
Setelah itu kaum Muhajirin secara bergelombang mendatangi Madinah. Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman dan Shuhaib bin Sinan tinggal di rumah Khubaib bin Isaf, saudara Balharits bin AI-Khazraj di As-Sunh. Ada yang mengatakan, Thalhah bin Ubaidillah tinggal di rumah As'ad bin Zurarah, saudara Bani An-Najjar.
Ibnu Hisyam berkata: Aku mendapat in- formasi dari Abu Utsman An-Nahdi bahwa ia berkata: Tatkala Shuhaib Ar-Rumi akan berangkat hijrah, orang-orang Quraisy berkata kepadanya: "Dulu engkau miskin dan hina, lalu kami membuatmu kaya dan menjadi terhormat. Apakah setelah itu engkau akan pergi begitu saja dengan membawa kekayaanmu dan dirimu? Demi Allah, ini adalah hal yang sangat memalukan!" Shuhaib berkata kepada mereka: "Apa maksud kalian aku harus menyerahkan kembali harta kekayaan ini pada kalian?" Mereka menjawab: "Ya." Shuhaib berkata: "Jika demikian aku serahkan semua kekayaanku kepada kalian." Peristiwa ini di dengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian beliau bersabda: "Shuhaib telah selamat dan ia sungguh beruntung."
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu datanglah Hamzah bin Abdul Muthalib, Zaid bin Hari tsah, Abu Martsad Kannaz bin Hishn. Ibnu Hisyam berkata: Abu Martsad Kannaz adalah anak Hushain, anak Kannaz bin Hishn yang bernama Martsad Al-Ghanawiyyan, sekutu Hamzah bin Abdul Muthalib, Anasah dan Abu Kabsyah -keduanya mantan budak Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam- mereka menetap di rumah Kultsum bin Hidam, saudara Bani Amr bin Auf di Quba. Ada yang mengatakan mereka menetap di rumah Sa'ad bin Khaitsamah. Ada lagi yang menceritakan Hamzah bin Abdul Muthalib menetap di rumah As'ad bin Zurarah, saudara Bani An-Najjar.
Adapun Ubaid bin Al-Harits bin Al-Muththalib, Ath-Thufail bin Al-Harits, Al-Hushain bin Al-Harits, keduanya saudara Ubaid, Misthah bin Utsatsah bin Ibad bin Al-Muthalib, Suwaibith bin Sa'ad bin Harmalah saudara Bani Abduddar, Thulaib bin Umair saudara Bani Abd bin Qushay dan Khabbab eks budak Utbah bin Ghazwan tinggal di rumah Abdullah bin Salimah saudara Bal'ijlan di Quba'.
Sementara Abdurrahman bin Auf bersama sejumlah kaum Muhajirin, mereka menetap di rumah Sa'ad bin Ar-Rabi' saudara Bani Al-Harits bin Al-Khazraj di pemukiman Al- Harits bin Al-Khazraj.
Adapun Zubair bin Awwam dan Abu Sab- rah bin Abu Ruhm bin Abdul Uzza tinggal di rumah Mundzir bin Muhammad bin Uqbah bin Uhaihah bin Al-Julaj di Al-Ushbah di komplek Bani Jahjabi.
Mush'ab bin Umair, saudara Bani Abduddar menetap di rumah Sa'ad bin Muadz bin An-Nu'man, saudara Bani Abdul Asyhal tinggal di perkampungan Bani Abdul Asyhal.
Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi'ah, Salim eks budak Hudzaifah. Ibnu Hisyam berkata: Salim eks budak Abu Hudzaifah adalah Saibah, budak yang dimerdekakan yang hak kepemilikannya tidak diserahkan pada pemiliknya, milik Tsubaytah binti Ya'ar bin Zaid bin Ubaid bin Malik bin Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus. Tsubaytah memutus hak pemilikan Salim kemudian Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi'ah mengadopsinya. Maka dipanggillah dia dengan Salim eks budak Abu Hudzaifah. Ada lagi yang mengatakan Tsubaytah adalah istri Abu Hudzaifah bin Utbah, kemudian Tsubaytah memerdekakan Salim, maka dikatakan bahwa Salim adalah mantan budak Abu Hudzaifah.
Ibnu Ishaq berkata: Dan Utbah bin Ghaz- wan bin Jabir menetap di rumah Ibad bin Bisyr bin Waqsy, saudara Bani Abdul Asyhal di komplek permukiman Abdul Asyhal.
Utsman bin Affan menetap di rumah Aus bin Tsabit bin Al-Mundzir saudara Hassan bin Tsabit di perumahan Bani An-Najjar. Oleh karena itu Hassan bin Tsabit amat mencintai Utsman bin Affan dan begitu berduka saat mendengar dia dibunuh.
 
Sementara para bujangan kaum Muhajirin semuanya tinggal di rumah Sa'ad bin Khaitsamah. Karena diajuga seorang bujangan. Wal- lahu a'lam, mana yang paling benar.



Hijrahnya Rasulullah dan Berbagai Macam Tantangan yang Dihadapi


Ibnj Ishaq berkata: Meski para sahabat telah hijrah ke Madinah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masih tetap menetap di Mak- kah menunggu diizinkan untuk hijrah. Hampir seluruh kaum Muhajirin telah hijrah ke Madinah, kecuali sahabat yang ditahan atau orang yang disiksa, dan Ali bin Abu Thalib serta Abu Bakar bin Abu Quhafah. Abu Bakar sudah beberapa kali memohon kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam agar bisa hijrah ke Madinah, namun beliau selalu bersabda kepadanya: "Jangan terburu-buru, semoga Allah memberimu teman untuk hijrah." Abu Bakar merasa tersanjung bila ia bisa menemani Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhijrah.



Pemuka-Pemuka Quraisy Berkumpul dan Bermusyawarah Membicarakan Rasulullah


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala orang-orang Quraisy menyadari bahwa pengikut dan sahabat-sahabat Rasulullah semakin bertambah banyak di negeri lain selain negeri mereka dan hijrahnya kaum Muhajirin ke Madinah secara bergelombang, mereka pun mulai mengambil ancang-ancang menyusun strategi baru agar bisa menghalangi hijrahnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ke Madinah. Mereka juga menyadari bahwa kaum Muslimin telah bersepakat untuk memerangi mereka. Karena itulah, mereka segera menyelenggarakan rapat di Daar An-Nadwah membahas Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Semula Daar An-Nadwah adalah rumah milik Qushay bin Kilab. Orang-orang Quraisy selalu memutuskan setiap perkara, melainkan mereka bermusyawarah di rumah ini. Di Daar An- Nadwah ini pula, mereka menggelar rapat membahas Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tatkala mereka khawatir kepada beliau.
Ibnu Ishaq berkata: Seseorang dari sahabatku yang sangat jujur berkata kepadaku dari Abdullah bin Abu Najih dari Mujahid bin Jabr Abu Al-Hujjaj dan dari orang lain yang tidak aku sangkal kejujurannya dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Orang-orang Quraisy akhirnya menyelenggarakan rapat di Daar An-Nadwah guna membahas Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, pada hari Yawmu Az-Zahmah. Pada hari itu, mereka dicegat iblis yang menjelma menyerupai seorang tua yang berwibawa yang memakai mantel kemudian ia berdiri di depan pintu Daar An-Nadwah. Ketika orang Quraisy melihatnya, mereka bertanya kepadanya: "Siapa Anda?" Iblis menjawab: "Aku penduduk Najed. Aku dengar kalian akan mengadakan rapat membahas Muhammad. Aku ingin menyertai rapat kalian agar kalian bisa mendengarkan pendapat dan nasihat dariku." Orang-orang Quraisy berkata: "Baik, silahkan masuk!" Iblis pun masuk bersama mereka.
Pemuka-pemuka Quraisy dari Bani Syams yang ikut hadir di Daar An-Nadwah adalah Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah dan Abu Sufyan bin Harb.
Dari Bani Naufal bin Abdu Manaf adalah sebagai berikut: Thu'aimah bin Adi, Jubayr bin Muth'im, Al- Harits bin Amir bin Naufal.
 
Dari Bani Abduddar bin Qushay hanya satu orang, yaitu An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza adalah sebagai berikut: Abu Al-Bakhtari bin Hisyam, Zam'ah bin Al- Aswad bin Al-Muthalib, Hakim bin Hizam.
Dari Bani Makhzum hanya satu orang, yaitu Abu Jahal bin Hisyam.
Dari Bani Sahm adalah sebagai berikut: Nubaih bin Al-Hajjaj, Munabbih bin Al-Hajjaj.
Dari Bani Jumah ialah Umayyah bin Khalaf, orang-orang yang ikut bersama mereka dan orang-orang lain yang bukan dari orang-orang Quraisy.
Sebagian dari mereka membuka pembicaraan kepada sebagian yang lain: "Sesungguhnya orang ini semakin berbahaya saja. Demi Allah, kita tidak merasa aman jika sewaktu-waktu para pengikutnya yang berasal dari selain kita menyerang kita. Oleh karena itu, apa yang harus kita lakukan pada orang ini.
Salah seorang dari mereka berkata: "Bagaimana kalau dia kita penjara saja sebagaimana menimpa para penyair sebelumnya, seperti Zuhair dan An-Nabighah dan orang-orang yang mati sebelumnya hingga ia mengalami seperti apa yang mereka alarm."
Iblis berkata: "Demi Allah, ini bukanlah sebuah pandangan yang paling tepat untuk kalian. Sebab, jika kalian memenjarakannya tetap saja ia bisa berkomunikasi dan memberi perintah kepada para sahabatnya, kemudian mereka menyerang kalian dan membebaskannya. Ini bukan pandangan yang tepat. Carilah pandangan yang lain!"
Salah seorang dari mereka berkata: "Bagaimana kalau kita usir saja dia dari negeri kita lalu kita asingkan ke negeri lain. Bukankah jika dia telah diusir dari negeri kita, maka kita tidak terlalu resah dia akan pergi ke mana dan akan singgah di mana. Dengan begitu, kita tidak terganggu olehnya, kemudian kita bersatu seperti semula."
Iblis berkata: "Demi Allah, ini juga bukan pandangan yang paling tepat buat kalian. Tidakkah kalian perhatikan retorika yang indah, manis dan apalagi ia memiliki daya pikat yang mana apabila orang Arab di negeri lain mendengarnya, maka mereka akan mengikutinya, kemudian dia bersama mereka berangkat ke tempat kalian, lalu mereka menginjak negeri kalian dan merampas kepemimpinan dari tangan kalian. Carilah pandangan yang lain!"
Abu Jahal berkata: "Demi Allah, sesungguhnya aku mempunyai ide yang lebih brilian dari kalian." Mereka berkata: "Apa itu, wahai Abu Al-Hakam." Abu Jahal berkata: "Bagaimana kalau kita kerahkan para pemuda yang tangguh dalam bertarung untuk membunuhnya sehingga kita bisa tenang setelah kematiannya. Jika para pemuda tersebut berhasil melakukannya, maka banyak kabilah yang akan mendukung mereka dan Bani Abdu Manaf tidak akan kuasa membalas dendam. Jika mereka meminta uang ganti rugi, kita berikan saja."
Iblis berkata: "Inilah pandangan yang paling tepat." Setelah itu orang-orang Quraisy berpencar dan melaksanakan usulan Abu Jahal.



Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallatn Keluar dan Ali Menggantikan Posisinya di Kasurnya
 
Abdullah bin Abbas berkata: Malaikat Jibril menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: "Malam ini kau tidak boleh tidur di kasurmu." Saat tengah malam tiba, para pemuda Quraisy bergerak menuju rumah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menghabisi beliau. Ketika, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengetahui kedatangan mereka, beliau berkata kepada Ali bin Abu Thalib: "Tidurlah di ranjangku dan selimuti seluruh badanmu dengan selimut yang berwarna hijau ini." Biasanya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memakai selimut tersebut untuk tidur.
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ziyad ber¬kata kepadaku dari Muhammad bin Ka'ab Al-Qurazhi ia berkata: "Para pemuda Quraisy akhirnya sampai di depan pintu rumah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dengan ditemani Abu Jahal. Abu Jahal berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Muhammad menduga bahwa jika kalian mengikutinya, agar kalian menjadi pemimpin bagi orang-orang Arab dan orang-orang non-Arab, setelah kalian mati maka kalian dibangkitkan dan kalian dianugerahi surga laksana taman-taman Yordania. Namun, jika tidak mengikutinya, maka kalian akan dibunuh, lalu setelah mati kalian akan dibangkitkan lalu diazab di neraka."
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar menemui mereka sambil menggenggam tanah, lalu bersabda: "Memang benar, aku pernah mengatakan seperti itu dan engkau (wahai Abu Jahal) termasuk salah seorang penghuni neraka." Allah Ta'ala lalu membutakan penglihatan mereka hingga tidak bisa melihat beliau. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu menaburkan tanah ke atas kepala mereka sambil membaca ayat-ayat berikut:


Yaa Siin. Demi Al Qur'an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) di atas jalan yang lurus, (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (QS. Yaasiin:1-9).
Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi meninggalkan mereka ke tempat yang beliau kehendaki. Tidak lama kemudian, iblis yang menyamar menjadi orang tua dari Nejed itu datang
 
menemui mereka dan berkata: "Apa yang sedang kalian tunggu?" Mereka menjawab: "Kami sedang menunggu Muhammad." Iblis berkata: "Allah telah menggagalkan rencana kalian. Demi Allah, Muhammad telah keluar dari rumahnya saat kalian masih di sini, ia menaburkan tanah ke atas kepala kalian semua, lalu pergi. Apa kalian tidak sadar dengan apa yang sedang terjadi?" Mereka masing- masing meletakkan tangannya ke atas kepala mereka dan mendapatkan tanah di atas kepala. Namun mereka tetap tidak percaya, mereka mengintip lewat celah rumah yang berlubang dan ternyata ada seseorang tertidur di ranjang berselimutkan.
Mereka berkata: "Demi Allah, pasti dia Muhammad sedang tidur mengenakan selimut." Mereka tidak meninggalkan rumah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga pagi hari.
Ali bin Abu Thalib bangun dari ranjang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Para pemuda Quraisy berkata: "Demi Allah, orang yang tadi malam berkata benar!"
Ibnu lshaq berkata: Di antara ayat-ayat: yang mengisahkan peristiwa di atas dan kesepakatan pemuda- pemuda Quraisy adalah sebagai berikut:


Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan day a upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (QS. al-Anfal: 30).
Dan firman Allah Ta'ala:


Bahkan mereka mengatakan: "Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya." Katakanlah: "Tunggulah, maka sesungguhnya aku pun termasuk orang yang menunggu (pula) bersama kamu ° (QS. ath-Thuur: 30-31).
Ibnu Hisyam berkata: Almanuun artinya: kematian, dan raybal manun artinya yang disangsikan. Saat itulah, Allah Ta'ala mulai mengizinkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhijrah.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Bakar adalah konglomerat kaya raya. Pada saat ia meminta izin kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk berhijrah, beliau bersabda: "Janganlah terburu-buru. Semoga Allah memberimu teman." Abu Bakar sangat meng- harapkan orang yang dimaksud Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah dirinya sendiri. Lalu dia membeli dua unta, dia simpan keduanya di rumahnya dan memberinya makan dan minum agar kuat berjalan hingga menuju Madinah.
 
Rasulullah Hijrah ke Madinah


Ibnu Ishaq berkata: Orang yang sangat kredibel berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Ummul Mukmirm yang berkata: "Pada hari Allah mengizinkan Rasulullah hijrah keluar dari Makkah meninggalkan kaumnya, beliau mendatangi kami siang hari, padahal beliau biasanya datang kepada kami pada waktu pagi dan sore. Abu Bakar berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak biasa datang pada waktu seperti ini, pasti ada sesuatu yang sangat penting." Saat itu di rumah Abu Bakar tidak ada siapa-siapa kecuali aku (Aisyah) dan saudari perempuanku Asma' binti Abu Bakar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Siapa saja yang ada bersamamu saat ini?" Abu Bakar menjawab: "Wahai Rasulullah, di rumah ini hanya ada dua anakku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mengizinkanku hijrah dan keluar dari Makkah." Abu Bakar berkata: "Apakah aku yang menyertaimu wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya!" Aisyah berkata: "Demi Allah! Mendengar itu
Abu Bakar langsung menangis karena gembira!" Abu Bakar berkata: "Wahai Nabi Allah, aku sudah menyiapkan dua unta ini untuk hijrah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar menyewa Abdullah bin Uraiqith, seorang dari Bani Ad-Dail bin Bakr dan ibunya berasal dari Bani Sahm bin Amr. Abdullah bin Uraiqith adalah orang musyrik sebagai penunjuk jalan bagi keduanya. Abu Bakar menitipkan kedua untanya kepada Abdullah bin Uraiqith dan akan mengambilanya kembali sampai hari yang telah ditentukan.68


Ibnu Ishaq berkata: Tidak ada orang yang mengetahui keluarnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kecuali Ali bin Abu Thalib, Abu Bakar dan keluarga Abu Bakar. Adapun Ali bin Abu Thalib, beliau memerintahkannya mengembalikan titipan manusia yang dititipkan kepada beliau. Sudah jamak bahwa orang-orang musyrik Makkah jika khawatir hartanya hilang atau dicuri, mereka biasanya menitipkannya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, karena kejujuran dan sifat amanah beliau.



Rasulullah Bersama Abu Bakar di Gua Tsur


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar bin Abu Quhafah, lalu keluar dari pintu rahasia rumah Abu Bakar menuju Gua Tsur di gunung Makkah Bawah dan masuk ke dalamnya. Abu Bakar memerintahkan anaknya, Abdullah bin Abu Bakar melihat perkembangan berita tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar di siang hari, kemudian di senja hari ia melaporkan kepada keduanya. Selain itu, Abu Bakar menyuruh mantan budaknya, Amir bin Fuhairah agar menggembalakan kambingnya di siang hari di dekat Gua Tsur dan pada senja harinya ia membawa kambing tersebut kepada keduanya di gua. Abu Bakar menugaskan Asma binti Abu Bakar mengantarkan makanan yang cukup kepada keduanya.
 
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian pakar berkata kepadaku, Al-Hasan bin Al-Hasan Al-Bashri berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar sampai di gua pada malam hari. Abu Bakar masuk lebih dahulu ke dalam gua melihat apakah di dalamnya terdapat binatang buas atau ular? Ia ingin melindungi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan dirinya sendiri.



Kedua Anak Abu Bakar dan Ibnu Fuhairah Menunaikan Tugas untuk Rasulullah dan Sahabatnya Saat Keduanya Berada di dalam Gua


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar berada di gua selama tiga hari. Saat orang-orang Quraisy menyadari bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sudah tidak ada di Mekah, mereka menyelenggarakan sayembara dengan hadiah seratus unta bagi siapa saja yang bisa membawa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hidup-hidup kepada mereka. Pada siang hari, Abdullah bin Abu Bakar berada di tengah-tengah mereka untuk mendengarkan rencana mereka kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar. Sore harinya, ia pergi ke gua dan melaporkan semua informasi yang ia dengar kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar. Sedangkan Amir bin Fuhairah, mantan budak Abu Bakar, ia tetap menggembala kambing bersama orang-orang Makkah sebagaimana biasanya
dan pada sore harinya ia membawa kambing tersebut kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar, lalu keduanya memerahnya dan menyembelihnya. Jika Abdullah bin Abu Bakar kembali ke Makkah, Amir bin Fuhairah berjalan menutupi jejak kakinya dengan kambing hingga jejak kakinya terhapus. Hingga tatkala tiga hari berlalu dan orang-orang Makkah tidak lagi riuh rendah membahas tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar, maka orang yang disewa oleh keduanya datang dengan membawa unta keduanya serta unta miliknya. Asma' binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma juga datang dengan membawa makanan untuk bekal perjalanan.



Abu Bakar Memberikan Unta Kendaraannya Kepada Rasulullah


Ibnu Ishaq berkata: Abu Bakar Radhiyallahu Anhu lalu mempersilahkan menaiki unta yang paling baik kepada beliau. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama Abu Bakar menaiki untanya masing-masing. Abu Bakar berjalan di belakang Amir bin Fuhairah mantan budaknya agar ia memandu perjalanan keduanya.
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberi tahu dari Asma' binti Abu Bakar Radhiyallahu Anha yang berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar telah berangkat, beberapa orang Quraisy termasuk Abu Jahal datang ke rumah kami. Mereka mengetok pintu rumah, lalu aku keluar menemui mereka. Mereka berkata: "Mana ayahmu?" Aku berkata: "Aku tidak tahu ke mana ayahku pergi." Abu Jahal lalu menampar pipiku sampai anting-antingku terlepas dari telingaku. Setelah itu, mereka pergi.
Ibnu Hisyam berkata: Ummu Ma'bad adalah putri Ka'ab. Ia wanita dari Bani Ka'ab dari Khuza'ah. Bait syair, "Dua orang bersahabat yang singgah di tenda Ummu Ma'bad," dan bait syair, "Keduanya tiba dengan membawa kebaikan lalu pergi di sore hari," berasal dari selain Ibnu Ishaq.
 
Ibnu lshaq berkata bahwa Asma'binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma berkata:
"Pada saat kami mendengar untaian syair orang tadi, kami pun menyadari ke mana Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi, dan arah tujuan beliau tidak lain adalah ke Madinah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi ditemani tiga orang, yaitu: Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, Amir bin Fuhairah mantan budak Abu Bakar, dan Abdullah bin Arqath sang penunjuk jalan.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebut Abdullah bin Urayqith.




Abu Quhafah dan Asma' Setelah Hijrahnya Abu Bakar


Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Ibad bin Abdullah bin Zubair bercerita kepadaku bahwa ayahnya, Ibad, berkata kepadanya dari neneknya, Asma' binti Abu Bakar ia berkata: Dalam hijrahnya bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya yang berjumlah sekitar lima atau enam ribu dirham. Suatu hari, kakekku, Abu Quhafah -yang sudah tuna netra- mengunjungiku dan berkata: "Demi Allah, Abu Bakar berniat melaparkan kalian, karena ia tak meninggalkan sepeserpun harta kekayaannya." Aku berkata: "Tidak, harta kekayaan ayah masih ada untuk kita." Kemudian aku mengambil batu, dan memasukannya di karung karena ayah biasa menaruh kekayaannya di dalamnya dan aku menutupinya dengan kain. Setelah itu, aku minta kakek meletakkan tangannya pada karung tersebut. Ia berkata: "O... ternyata hartanya masih banyak, sungguh ia telah berbuat baik."
Di sini terdapat pelajaran amat berharga, yaitu aku berbuat begitu karena aku ingin menenangkan kakekku."



Suraqah dan Pengejarannya Terhadap Rasulullah


Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata kepadaku bahwa Abdurrahman bin Malik bin Ju'syum berkata kepadanya dari ayahnya dari pamannya, Suraqah bin Malik yang berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah keluar dari Makkah untuk hijrah ke Madinah, orang-orang Quraisy menyelenggarakan sayembara dengan hadiah sebesar seratus unta bagi siapa saja yang berhasil menangkap beliau hidup-hidup kepada mereka. Aku lalu pulang ke rumah dan menaiki kudaku, kemudian setelah itu, aku menelusuri jejak Muhammad. Ketika kudaku berlari capat membawaku, tiba-tiba kudaku tersandung dan aku terlempar darinya. Aku berkata: "Sepertinya aku sedang sial." Walaupun begitu, aku tetap berambisi mengejar Muhammad dan menelusuri jejaknya. Ketika kudaku berlari kencang membawaku, tiba-tiba ia tergelincir dan aku terlempar darinya. Aku berkata: "Benar- benar sial!" Aku tetap berambisi berat mengejar Muhammad dan menyusuri jejaknya. Ketika orang- orang tersebut (Rasulullah dan Abu Bakar) telah tampak olehku, tiba-tiba kudaku terperosok hingga kedua kakinya masuk ke dalam tanah dan aku terbanting darinya. Kudaku mencabut kedua kakinya dari dalam tanah dengan disertai asap laksana angin badai berdebu. Ketika melihat kejadian tersebut, aku sadar bahwa Muhammad bukan manusia biasa. Aku berseru kepada orang-orang tersebut: "Aku Suraqah bin Ju'syum. Tunggulah aku, aku ingin katakan sesuatu pada kalian. Demi Allah, aku tidak
 
berniat buruk pada kalian." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar, "Beri ia tulisan sebagai tanda bahwa kita pernah bertemu dengannya!"
Suraqah berkata: Abu Bakar menulis untukku tulisan di tulang atau di secarik kertas atau di tembikar lalu ia melemparkannya kepadaku. Aku segera mengambilnya dan menyimpannya di busur panahku. Setelah itu, aku pulang, dengan diam-diam dan tidak bercerita sedikit pun tentang peristiwa yang baru saja terjadi, sampai waktu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhasil menaklukkan Makkah, usai Perang Hunain dan Perang Thaif, aku keluar membawa tulisan yang pernah diberikan kepadaku untuk aku aku berikan kepada beliau. Aku melihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Al-Ji'ranah dan aku menerobos masuk pasukan berkuda kaum Anshar. Mereka menghalang-halangiku dengan tombak dan berkata kepadaku: "Enyah kau dari sini! Siapa kau dan apa maumu?" Aku mendekat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang saat itu sedang berada di atas untanya. Demi Allah, aku lihat betis beliau putih seperti putihnya anak pohon kurma. Maka aku angkat tanganku dengan memegang tulisan tersebut dan aku berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, apa kau masih ingat tulisan ini?" Aku Suraqah bin Ju'syum. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sekarang hari penetapan janji dan kebaikan. Mendekatlah kepadaku!" Aku mendekat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan setelah itu aku pun masuk Islam. Aku berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, apakah aku mendapatkan pahala apabila aku memberi minum unta-untaku?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya, bagi setiap makhluk hidup terdapat pahala." Kemudian aku pulang kepada kaumku dan aku bawa sedekahku kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Hisyam berkata: Dia adalah Abdur Rahman bin al-Harits bin Malik bin Ju'syam.




Perjalanan Hijrah Rasulullah


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala penunjuk jalan Ra-sulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar, Abdullah bin Arqath berangkat, Abdullah bin Arqath berjalan bersama keduanya menelusuri Makkah Bawah, lalu menelusuri pesisir hingga bertemu dengan jalan di Usfan Bawah, kemudian melewati Amaj Bawah, kemudian melintasi keduanya setelah melintasi Qudaid, lalu melanjutkan perjalanan melewati Al-Kharrar, lalu menelusuri Tsaniyyatul Marrah, lalu berjalan melewati Liqf.
Ibnu Hisyam berkata: Ada juga yang menyebut Lift, kemudian melintasi Madlaj Liqf, lalu memasuki Madlaj Mijaj. Atau Majaj, lalu menelusuri Marjih Majaj, kemudian memasuki Marjih dari Dzi Al- Ghudzwaini. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan Al-'Udhawaini, lalu memasuki Dzi Kasyra, lalu melewati Al-Jadajid, lau melewati Al-Ajrad, lalu melewati Dzi Salam dari dalam Madlaj Ta hin, lalu melewati Al-Ababid. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Al-Ababaib dan Al-Itsyaninah, kemudian melintasi Al-Fajah, dan ada yang mengatakan Al-Qahah sebagaimana dikatakan Ibnu Hisyam
Ibnu Hisyam berkata: Kemudian Abdullah bin Arqath bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Abu Bakar kemudian menuruni Al-Arju. karena mengalami kelelahan, kemudian Rasulullah Shallalahu'alaihi wa Sallam dinaikkan seseorang yang telah masuk Islam yang bernama Aus bin Hajar ke atas untanya yang bernama Ibnu Ar-Rada' menuju Madinah. Aus bin Hajar saat itu ditemani budaknya yang bernama Mas'ud bin Hunaidah. Kemudian Abdullah bin Arqath keluar dari Al-Arju, lalu melewati Tsaniyyatul Air atau Tsaniyyatul Ghair, menurut Ibnu Hisyam, dari sebelah kanan Rakubah,
 
lalu menuruni Kabilah Rim menuju di Quba' tepatnya di Bani Amr bin Auf pada tanggal 12 Rabiul Awwal, hari Senin, saat waktu dhuha hampir habis dan ketika panas matahari tidak terlalu panas.



Rasulullah Tiba di Quba'


Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Abdurrahman bin Uwaim bin Sa'idah yang berkata: bahwa beberapa sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang masih tersisa dari kaumku berkata kepadaku: "Ketika kami mendengar teriakan seorang Yahudi bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah tiba, maka kami segera keluar dari rumah untuk menemui beliau yang kala itu sedang bernaung di bawah pohon kurma ditemani Abu Bakar yang sebaya dengan beliau. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam diajak tinggal di rumah Kultsum bin Hidam, saudara Bani Amr bin Auf, kemudian salah satu Bani Ubaid. Ada juga yang mengatakan di rumah As'ad bin Zurarah.
Sedangkan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu berhenti di rumah Khubaib bin Isaf, salah seorang dari Bani Al-Harts bin Al-Khazraj di As-Sunh. Ada yang berpendapat beliau sing- gah di rumah Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair, saudara Bani Al-Harits bin Al-Khazraj.
Ali bin Abu Thalib tetap berada di Mak- kah selama tiga hari tiga malam. Ketika ia selesai mengembalikan semua barang titipan orang Quraisy kepada Rasulullah, ia lalu menyusul hijrah ke Madinah dan singgah bersama beliau di rumah Kultsum bin Hidam.



Pembangunan Masjid Quba'


Ibnu Ishaq berkata: Di Quba Rasulullah Shal-lalahu 'alaihi wa Sallam menumpang tinggal di Bani Amr bin Auf pada hari Senin, hari Selasa, hari Rabu dan hari Kamis. Dan di saat itu pulalah beliau membangun masjid di Quba'.
Kemudian Allah mengumpulkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama Anshar di Quba' pada hari Jum'at. Orang- orang Bani Amr bin Auf menganggap bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam me- netap di tempat mereka lumayan lama. Wal- lahu a'lam pendapat mana yang lebih benar. Tatkala waktu shalat Jum'at telah tiba, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat itu sedang berada di Bani Salim bin Auf, kemudian beliau mendirikan shalat Jum'at di sebuah masjid yang ada di tengah lembah Ranuna'. Inilah shalat Jum'at yang pertama kali diker jakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah.



Dimanakah Akhirnya Rasulullah Tinggal dan Menetap?
 
Ibnu Ishaq berkata: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunggangi untanya beliau didatangi 'Itban bin Malik dan Abbas bin Ubadah bin Nadhlah bersama orang-orang Salim bin Auf memohon agar Rasulullah tinggal bersama mereka. Namun, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menolak dengan halus. Lalu beliau didatangi Ziyad bin Labid dan Farwah bin Amr bersama orang-orang Bani Bayadhah memohon agar Rasulullah ting gal bersama mereka. Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam menolak mereka dengan halus. Kemudian beliau didatangi Sa'ad bin Ubadah dan Al-Mundzir bin Amr bersama orang-orang Bani Saidah. Mereka berkata: "Memohon agar Rasulullah tinggal bersama mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menolak mereka dengan halus. Kemudian beliau didatangi oleh Sa'ad bin Ar-Rabi', Kharijah bin Zaid dan Abdullah bin Rawahah bersama orang- orang Bani Al-Harits bin Al- Khazraj. Mereka meminta Rasulullah agar tinggal bersama mereka, namun beliau menolak mereka dengan halus. Kemudian beliau di datangi Salith bin Qais dan Abu Salith Asirah bin Abu Kharijah bersama orang-orang dari Bani Adi bin An-Najjar. Mereka menawarkan agar Rasulullah tinggal bersama mereka yang notabene paman-paman beliau. Namun, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menolak mereka dengan halus, beliau terus menggiring untanya berjalan ke depan.
Sampai ketika unta beliau melewati perkampungan Bani Malik bin An-Najjar, ia menderum di pintu masjid Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang kala itu masih berupa tempat pengeringan kurma milik dua anak yatim Bani An-Najjar. yang bernama Sahl dan Suhail. Keduanya adalah anak Amr dan berada dalam asuhan Muadz bin Afra'. Unta itu berhenti sejenak ditempat itu, kemudian berjalan lagi ke depan, tidak jauh dari tempat itu. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meletakkan kekang unta itu dan beliau tidak membelokkannya. Kemudian unta itu menoleh ke belakang dan pergi ke tempat menderumnya semula, menderum di sana, diam tenang tak bergerak. Saat itulah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam turun darinya. Setelah itu, Abu Ayyub Khalid bin Zaid menurunkan bekal perjalanan Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam dan menaruhnya di rumahnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal di rumah Abu Ayyub Khalid bin Zaid. Beliau bertanya tentang tempat pengeringan kurma itu milik siapa? Muadz bin Afra' menjawab bahwa itu adalah milik Sahl dan Suhail anak Amr. Keduanya adalah anak yatim dan masih keluarga Muadz. Muadz akan memohon kerelaan keduanya agar meninggalkan tempat itu, kemudian merubahnya menjadi masjid."



Pembangunan Masjid Nabawi Yang Mulia dan Kamar-kamarnya


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian mengajak pen- duduk Madinah membangun masjid di tempat itu. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sendiri saat itu masih menumpang tinggal di rumah Abu Ayyub hingga pembangunan masjid dan rumah beliau selesai. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama kaum muslimin bahu-membahu dalam pembangunan masjid dan rumah beliau. Kaum Muslimin Muhajirin dan Anshar tanpa kenal lelah terus bekerja dengan bersungguh-sungguh. Salah seorang dari kaum Muslimin berkata dalam senandung syair:
Jika kita santai-santai, padahal Rasulullah bekerja keras Maka ini adalah perbuatan tercela

Kaum Muslimin terus bekerja sambil mendendangkan syair:
Kehidupan itu hanya satu, yaitu akhirat Ya Allah, sayangilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin
 
Ibnu Hisyam berkata: Sebenarnya ini ungkapan biasa dan bukan syair
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berujar: "Kehidupan sebenarnya itu hanya satu, yaitu akhirat. Ya Allah, sayangilah Muhajirin dan Anshar."69






Sabda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada Ammar bin Yasir Bahwa la Kelak Akan Dihabisi Kelompok Pemberontak


Ibnu Ishaq berkata: Di tengah-tengah kesibukan mereka membangun masjid. Ammar bin Yasir malah dibebani dengan batu bata yang sangat memberatkannya. Ammar bin Yasir mengadu: "Wahai Rasulullah, mereka sepertinya ingin membunuhku." Ummu Salamah, istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bercerita: Aku lihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengusap debu yang menempel di kepala Ammar bin Yasir dengan tangannya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Berhati-hatilah, sebab yang membunuhmu itu bukan mereka, tapi yang membunuhmu adalah kelompok pemberontak.70

Saat itu Ali bin Abu Thalib menyenandung syair,
Tidaklah sama orang yang membangun masjid dengan sungguh-sungguh sambil duduk dan berdiri Dengan orang-orangyang terlihat menghindari debunya

Ibnu Hisyam berkata: Aku bertanya kepada banyak ahli sastra tentang syair di atas, mereka menjawab: Kami diberitahu bahwa memang Ali bin Abu Thalib lah yang mengucapkan syair di atas, namun tidak diketahui jelas apakah dia langsung yang menggubahnya ataukah orang lain.
Ibnu Ishaq berkata: Ammar bin Yasir melantunkan bait syair di atas dan mendendangkannya.
Ibnu Hisyam berkata: Ketika Ammar bin Yasir sedang asyik mendendangkan syair di atas, maka salah seorang sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyangka bahwa Ammar bin Yasir ingin menyindirnya dengan syair tersebut, seperti diceritakan kepadaku oleh Ziyad bin Abdullah bin Al- Bakkai dari Ibnu Ishaq.
Ibnu Ishaq berkata: Sahabat tersebut berkata: "Hai Anak Sumayyah, aku telah mendengar apa yang engkau katakan hari ini. Jika tetap kau lakukan maka demi Allah, aku akan sodokkan tongkat ini ke hidungmu." Ketika itu sahabat tersebut sedang memegang tongkat. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam marah mendengar ucapannya itu. Beliau bersabda: "Ada ribut-ribut apa ini? Apa mereka tidak sadar kalau Ammar mengajak mereka ke surga, sedang mereka mengajaknya ke neraka. Sesungguhnya Ammar lebih dekat padaku daripada mata dan hidungku. Jika ucapan di atas diucapkan orang tersebut, maka jauhilah dia!"
Ibnu Hisyam berkata bahwa Sufyan bin Uyainah berkata dari Zakaria dari Asy-Sya'bi yang berkata: Orang yang pertama kali membangun masjid Rasulullah adalah Ammar bin Yasir.
 
Menumpangnya Rasulullah di Rumah Abu Ayyub dan Sekilas tentang Adabnya


Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Abu Habib berkata kepadaku dari Martsid bin Abdullah bin Al-Yazini dari Abu Rahm As-Simai yang berkata bahwa Abu Ayyub berkata: Ketika Rasulullah menumpang hidup di rumahku, beliau tidur di lantai bawah, sedangkan aku dan istriku, Ummu Ayyub tinggal di lantai atas. Aku berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku sungkan berada di atasmu sementara engkau berada di bawahku. Silahkan engkau berada di lantai atas dan kami saja yang berdiri di lantai bawah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Hai Abu Ayyub, tidak mengapa, biarlah kami tetap berada di lantai bawah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tetap tinggal di lantai bawah, sementara kami tinggal di lantai atas.
Abu Ayyub berkata: "Kami memasak makanan malam untuk Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian kami menghidangkannya kepada beliau dan beliaupun memakannya. Namun pada suatu malam, ketika kami memasak makanan tersebut dengan bawang merah atau bawang putih, beliau mengembalikannya kepada kami. Aku segera datang kepada beliau dengan perasaan cemas. Aku berkata: "Wahai Rasulullah, ada apa? Apa makanannya tidak enak?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak makan bawang. Jika kalian mau, silahkan makan makanan tersebut!" Maka kami pun memakannya dan sejak saat itu, kami tidak memasak dengan bawang merah atau putih.
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa kaum Muhajirin berhasil hijrah ke Madinah, namun sebagian mereka ada juga yang tidak hijrah karena mendapat siksa atau di tahan oleh orang-orang Quraisy. Kaum Muhajirin yang hijrah dari Makkah saat itu tidak bisa membawa keluarga dan harta mereka kepada Allah dan Rasul-Nya Shallalahu 'alaihi wa Sallam kecuali Bani Madz'un dari Bani Jumah, Bam Jahsy bin Riab sekutu Bani Umayyah, Bam Al-Bukair dari Bani Sa'ad bin Laits sekutu dan Bani Adi bin Ka'ab.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal di rumah Abu Ayub sejak beliau tiba di sana pada bulan Rabiul Awwal hingga bulan Shafar pada depannya. sampai masjid dan rumahnya selesai dibangun, serta perkampungan kaum Anshar telah masuk Islam. Hampir semua perkampungan kaum Anshar, telah masuk Islam, kecuali perkampungan Khatmah, Waqif, Wail dan Umayyah. Perkampungan-perkampungan tersebut adalah Ausullah. Semua perkampungan tersebut masih berada dalam kemusyrikan.



Khutbah Pertama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah


Ibnu Ishaq berkata: Abu Salamah bin Abdurrahman, ia berkata kepadaku: Kita berlindung diri kepada Allah dari mengatakan sesuatu atas Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam apa yang tidak beliau sabdakan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di depan kaum Muslimin kemudian memuji Allah. Setelah itu, beliau berkhutbah: "Amma ba'du. Wahai sekalian manusia, semua kita pasti akan mati. Ia akan tinggalkan kambing-kambingnya tanpa penggembala. Tuhan-nya lalu bertanya kepadanya dan saat itu tidak ada penerjemah di antara keduanya: "Bukankah telah datang kepadamu Rasul-Ku, lalu dia menyampaikan wanyu-Ku Kepada kalian? Bukankah Aku telah menganugrahi kekayaan dan melebihkanmu, lalu apa yang engkau persembahkan? Ia menengok ke kanan dan ke kiri, tapi ia tidak melihat apa-apa. Justru di depannya yang ia lihat adalah Neraka Jahannam. Barang siapa
 
mampu melindungi dirinya dari neraka hendaklah ia lakukan, walaupun hanya dengan bersedekah separuh biji kurma. Barangsiapa tidak mendapatkannya, hendaklah ia mengucapkan yang baik, karena satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat lebih banyak.
Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh."
Ibnu Ishaq berkata: Di lain waktu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkhutbah lagi kepada kaum Muslimin. Beliau berujar: "Sesungguhnya segala pujian hanya milik Allah. Aku memuji-Nya dan meminta pertolongan-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari segenap keburukan diri kita dan kesalah- an amal perbuatan kita. Barangsiapa yang dibimbing oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan Allah, maka tidak ada yang bisa membimbingnya kepada hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang pantas disembah dengan benar kecuali Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya tutur kata yang paling baik adalah Kitab Allah. Sungguh beruntung orang yang Allah hiasi hatinya dengan Kitab-Nya, memasukkannya ke dalam Islam setelah sebelumnya kafir dan menomor satukan Al-Qur'an daripada perkataan-perkataan manusia. Karena Al- Qur'an adalah tutur kata yang paling baik dan paling sempurna. Cintailah apa saja yang dicintai Allah dan cintailah Allah dengan segenap jiwa kalian. Janganlah kalian jenuh dari firman Allah dan ingatlah kepadanya. Janganlah hati kalian keras untuk menerima Al-Qur’an, karena sungguh, Allah telah memilih amal perbuatan yang paling baik, dan hamba-hamba-Nya yang terpilih, perkataan yang baik dan dari apa yang diberikan kepada manusia; yang halal dan yang haram. Maka sembahlah Allah, janganlah engkau menyekutukan-Nya dengan apa pun, bertakwalah kepada-Nya dengan takwa yang sebenarnya, bersikap jujurlah kepada Allah dan perbaiki apa yang kalian ucapkan dengan mulut kalian dan hendaklah kalian saling mencintailah dengan ruh Allah di antara kalian, karena Allah sangat benci jika perjanjian-Nya dilanggar. Wassalamu alaikum.



Teks Perjanjian Antara Kaum Muhajirin dan Anshar dan Kesepakatan dengan Orang-orang Yahudi


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengadakan perjanjian antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar untuk tidak memerangi orang-orang Yahudi, dan mengadakan pula perjanjian dengan mereka, mengakui agama dan harta mereka dan membuat kesepakatan dengan mereka. Teks perjanjian adalah sebagai berikut:
Bismillahirrahmaanirrahim
Ini adalah dokumen dari Muhammad Shalallahu 'alaihi wa Sallam yang mengatur hubungan kaum Mukminin dan kaum Muslimin dari Quraisy dan Yatsrib, orang-orang yang bergabung dengan mereka dan berjuang bersama mereka. Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu dan tidak sama dengan golongan manusia lainnya. Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap dengan tradisi mereka yang dibenarkan Islam, mereka membayar diyat (ganti rugi) kepada sebagian yang lain, menebus tawanan mereka dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang yang beriman. Bani Auf tetap dalam tradisi mereka yang dibenarkan Islam mereka membayar diyat kepada sebagian yang lain sebagaimana da- hulu dan setiap kelompok menebus tawanan- nya dengan cara yang baik dan adil di antara orang- orang yang beriman. Bani Saidah tetap berada pada tradisi mereka yang dibenarkan Islam, sebagian dari mereka membayar diyat sebagaimana sebelumnya, sebagian dari mereka menebus tawanannya dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman. Bani Al-Harits tetap berada pada tradisi mereka yang dibenarkan Islam, sebagian dari mereka membayar diyat, sebagian dari mereka menebus
 
tawanannya dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman. Bani An-Najjar tetap berada pada tradisi mereka yang dibenarkan Islam, sebagian dari mereka setiap kelompok dari mereka menebus tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman. Bani Amr bin Auf tetap berada pada tradisi mereka yang dibenarkan Islam, sebagian dari mereka membayar diyat kepada sebagian yang lain sebagaimana sebelumnya sebagian dari mereka menebus tawanannya dengan cara yang baik, dan adil di antara. Bani Al-Aus tetap berada pada tradisi mereka yang dibenarkan Islam, sebagian dari mereka membayar diyat kepada sebagian yang lain sebagaimana sebelumnya, setiap kelompok dari mereka menebus tawanannya dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman. Dan orang-orang beriman harus memperhatikan mufrah (orang yang banyak hutang dan kesulitan menghidupi keluarganya) dengan memberinya uang untuk penebusan tawanan atau pembayaran diyat dengan cara yang baik.
Orang beriman tidak boleh mengambil mantan budak orang Mukmin lainnya untuk dipekerjakan tanpa ijin tuannya. Sesungguhnya orang-orang yang beriman yang bertakwa itu bersatu dalam menghadapi orang yang berbuat zalim terhadap mereka atau orang yang menghendaki kezaliman besar, menghendaki dosa, permusuhan atau kerusakan terhadap orang-orang beriman. Semua tangan harus bersatu padu walaupun orang itu adalah anak salah seorang dari mereka. Orang beriman tidak boleh membunuh orang Mukmin karena orang kafir dan orang Mukmin tidak boleh membantu orang kafir dalam menghadapi orang Mukmin. Sesungguhnya perlindungan Allah itu satu. Orang yang terlemah di antara mereka diberi perlindungan dan sesungguhnya orang-orang beriman itu harus mendukung satu sama lain. Barangsiapa di antara orang Yahudi taat kepada kami, ia ber hak mendapatkan pertolongan, Kebersamaan, mereka tidak boleh dianiaya dan tidak boleh dikalahkan. Sesungguhnya perdamaian orang- orang beriman itu satu. Orang beriman tidak boleh berdamai dengan selain orang beriman dalam perang di jalan Allah kecuali atas dasar persamaan dan keadilan di antara mereka. Semua batalion tempur yang berperang bersama kami itu datang secara bergantian. Sesungguhnya sebagian orang beriman itu dibunuh karena mereka membunuh sebagian orang beriman lainnya. Sesungguhnya orang beriman yang bertakwa berada pada petunjuk terbaik dan lurus. Sesungguhnya orang musyrik tidak boleh melindungi orang Quraisy baik harta atau jiwa mereka dan tidak boleh bergabung bersama mereka untuk menghadapi orang beriman. Barangsiapa membunuh orang Mukmin tanpa kesalahan dan bukti, maka ia akan dibunuh juga karenanya terkecuali jika keluarga korban memberi maaf. Sesungguhnya orang beriman harus bersatu dalam menghadapinya dan wajib menegakkan hukum terhadap orang tersebut. Sesungguhnya orang Islam yang beriman kepada isi perjanjian ini, beriman kepada Allah dan beriman kepada Hari Akhir haram baginya membela pelaku bid'ah dan melindunginya. Barangsiapa membelanya atau melindunginya, ia akan di kutuk oleh Allah dan mendapat murka-Nya pada Hari Kiamat. Tebusan tidak boleh di- ambil daripadanya. Jika muncul perselisihan di tengah kalian maka kembalikanlah kepada Allah Yang Mahamulia dan Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sesungguhnya orang-orang Yahudi juga berkewajiban menanggung dana apabila mereka sama-sama diperangi musuh. Sesungguhnya orang- orang Yahudi Bani Auf satu umat bersama kaum Mukminin. Bagi orang-orang Yahudi agama mereka dan bagi kaum Mukminin agama mereka. Budak- budak mereka dan jiwa mereka terilindungi, kecuali mereka yang berbuat aniaya dan dosa, sebab ia tidak menganiaya siapa-siapa selain diri dan keluarganya sendiri. Sesungguhnya orang-orang Yahudi Bani An-Najjar memiliki hak yang setara dengan orang-orang Yahudi Bani Auf. Begitu juga orang-orang Yahudi Bani Al-Harits, mereka mempunyai hak yang setara dengan hak orang-orang Yahudi Bani Auf. Sesungguhnya orang-orang Yahudi Bani Saidah memiliki hak yang sama dengan hak orang-orang Yahudi Bani Auf. Begitu juga orang-orang Yahudi Bani Jusyam, mereka memiliki hak yang setara dengan orang-orang Yahudi Bani Auf. Sesungguhnya orang-orang Yahudi Bani Al-Aus mempunyai hak yang setara dengan hak orang- orang Yahudi Bani Auf. Sesungguhnya orang-orang Yahudi Bani Tsa'labah mempunyai hak yang sama
 
dengan hak orang-orang Yahudi Bani Auf, kecuali mereka yang melakukan perbuatan aniaya dan dosa, ia tidak menganiaya siapa-siapa selain diri dan keluarganya sendiri. Sesungguhnya Jafnah, salah satu kabilah dari Tsa'labah harus diperlakukan sama seperti mereka. Sesungguhnya orang-orang Yahudi Bani As-Syathibah memiliki hak yang setara dengan hak orang-orang Yahudi Bani Auf. Sesungguhnya kebaikan itu selalu mencegah seseorang dari keburukan. Sesungguhnya budak orang-orang Tsa'labah dan sesungguhnya keluarga orang-orang Yahudi sama seperti mereka. Tidak boleh seorang pun dari orang- orang Yahudi keluar dari Madinah kecuali atas izin Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Barangsiapa membunuh, maka itu sama saja ia membunuh diri dan keluarganya sendiri, kecuali orang yang dianiaya, karena Allah sangat membenci kezaliman. Sesungguhnya orang-orang Yahudi terkena kewajiban infak dan kaum Muslimin juga terkena kewajiban infak yang sama, serta mereka semua berkewajiban membela siapa saja yang memerangi orang-orang yang terikat dengan perjanjian ini. Nasihat dan kebaikan harus senantiasa diaplikasikan di tengah-tengah mereka. Seseorang tidak boleh mengganggu sekutunya dan wajib bagi orang yang dizalimilah yang harus dibela. Sesungguhnya orang- orang Yahudi berinfak bersama orang-orang beriman apabila mereka diperangi musuh. Sesungguhnya Yatsrib diharamkan bagi orang yang terikat dalam perjanjian ini. Tetangga itu seperti jiwa, tidak boleh diganggu dan disakiti. Sesungguhnya kehormatan itu tidak boleh dilanggar kecuali pemiliknya mengijinkan. Jika orang-orang yang terikat dalam perjanjian ini mengalami konflik yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, maka urusan itu harus dikembalikan kepada Allah dan kepada Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sesungguhnya Allah sangat mampu menjaga perjanjian ini. Dan orang- orang Quraisy tidak boleh dilindungi demikian pula dengan para sekutu mereka. Sesungguhnya orang- orang yang terikat dengan perjanjian ini wajib untuk memberikan pertolongan melawan siapa saja yang bermaksud menyerang Yatsrib. Jika mereka diajak berdamai, maka mereka harus berdamai. Jika mereka diajak kepada hal tersebut, mereka mempunyai hak atas kaum Mukminin kecuali terhadap orang-orang yang ingin menghancurkan agama. Setiap manusia mempunyai bagian terhadap mereka sendiri seperti sebelumnya. Sesungguhnya orang- orang Yahudi Al-Aus; budak-budak mereka
dan jiwa mereka memiliki hak yang sama dengan orang-orang yang berada dalam perjanjian ini, termasuk berbuat baik kepada orang-orang yang terikat dengan perjanjian ini. Sesungguhnya kebaikan itu tidak pernah sama dengan keburukan. Jika seseorang melakukan sesuatu, maka konsekwensinya aaa paaanya. Sesungguhnya Allah membenarkan isi perjanjian ini dan meridhainya. Sesungguhnya dokumen kesepakatan ini tidak memberikan perlindungan pada orang yang zalim dan pendosa. Barangsiapa keluar masuk dan menetap di Madinah, ia aman, kecuali orang yang berbuat zalim dan berlaku dosa. Sesungguhnya Allah selalu menjaga orang yang berbuat baik dan bertakwa, serta Muhammad adalah utusan Allah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.



Persaudaraan Antara Kaum Muhajirin (Mekah) dan Anshar (Madinah)


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mempersatukan sahabat- sahabatnya yang Muhajirin dengan sahabat-sahabatnya yang Anshar dalam ikatan persaudaraan. Beliau bersabda seperti: "Bersaudaralah kalian karena Allah; dua bersaudara, dua bersaudara." Beliau mengangkat tangan Ali bin Abu Thalib, kemudian bersabda, "Ini saudaraku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah pemimpin para rasul, pemimpin orang-orang yang bertakwa dan utusan Tuhan semesta alam yang tidak ada yang bisa menyamainya di antara hamba-hamba-Nya. Adapun Ali bin Abu Thalib adalah saudara beliau. Hamzah bin Abdul Muthalib singa Allah, singa Rasul-Nya dan paman beliau. Ia
 
dipersaudarakan dengan Zaid bin Haritsah mantan budak beliau. Hamzah bin Abdul Muthalib berwasiat sesuatu hal kepada Zaid bin Haritsah pada Perang Uhud apabila terjadi sesuatu pada dirinya (yakni meninggal dunia). Ja'far bin Abu Thalib (pemilik dua sayap dan menjadi burung di surga) dipersaudarakan dengan Muadz bin Jabal, saudara Bani Salimah.
Ibnu Hisyam berkata: Ja tar bin Abu Thalib saat itu sedang berada di Habasyah.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Bakar Ash- Shiddiq Radhiyallahu Anhu dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair, saudara Bani Balharits bin Al-Khazraj. Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu dipersaudarakan dengan 'Itban bin Malik, saudara Bani Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin AI-Khazraj. Abu Ubaidah bin Abdullah bin Al Jarrah -ia bernama asli Amir bin Abdullah- dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Muadz bin Nu'man, saudara Bani Abdul Asyhal.
Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Ar-Rabi' saudara Bani Bal-harits bin Al- Khazraj. Az-Zubayr bin Awwam dipersaudarakan dengan Salamah bin Salamah bin Waqs, saudara Bani Abdul Asyhal. Ada juga yang mengatakan bahwa Zubair bin Awwam dipersaudarakan dengan Abdullah bin Mas'iri sekutu Bani Zuhrah. Utsman bin Affan dipersaudarakan dengan Aus bin Tsabit bin Al- Mundzir, saudara Bani An-Najjar. Thalhah bin Ubaidillah dipersaudarakan dengan Ka'ab bin Malik, saudara Bani Salimah. Sa'id bin Zaid bin Amir bin Nufail dipersaudarakan dengan Ubay bin Ka'ab saudara Bani An-Najjar. Mush'ab bin Umair bin Hasyim dipersaudarakan dengan Abu Ayyub Khalid bin Zaid, saudara Bani An-Najjar. Abu Huzhaifah bin Utbah bin Rabi'ah dipersaudarakan dengan Abbad bin Bisyr bin Waqsy, saudara Bani Abdul Asyhal.
Ammar bin Yasir sekutu Bani Makhzum dipersaudarakan dengan Hudzaifah bin Al-Yaman, saudara Bani Absu sekutu Bani Ab-dul Asyhal. Ada juga yang mengatakan Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas saudara Al-Harits bin Al-Khazraj khatib Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dipersaudarakan dengan Ammar bin Yasir.
Abu Dzar yang bernama Barir bin Jinadah AI-Ghifari dipersaudarakan dengan Al-Mundzir bin Amr, saudara Bani Saidah bin Ka'ab bin Al-Khazraj.
Ibnu Hisyam berkata: Aku dengar dari sekian banyak ulama bahwa Abu Dzar adalah Jundab bin Junadah.
Ibnu Ishaq berkata: Hathib bin Abu Balta'ah sekutu Bani Asad bin Abdul Uzza dipersaudarakan dengan Uwaim bin Saidah saudara Bani Amr bin Auf.
Salman Al-Farisi dipersaudarakan dengan Abu Ad-Darda' Uwaimir bin Tsa'labah, saudara Bani Balharits bin Al-Khazraj.
Ibnu Hisyam berkata: Uwaimir adalah anak Amir. Ada yang mengatakan Uwaimir adalah anak Zaid.
Ibnu Ishaq berkata: Bilal mantan budak Abu Bakar Radhiyallahu An/iuma dan muadzin Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dipersaudarakan dengan Abu Ruwaihah Abdullah bin Abdurrahman Al- Khats'ami, salah seorang Faza' yang sangat terkenal.
Demikianlah di antara nama-nama yang dipersaudarakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ketika Umar bin Khaththab membuat departemen-departemen di Syam Bilal berangkat ke sana dan menetap di sana sebagai seorang mujahid, Umar bin Khaththab berkata kepada Bilal: "Hai Bilal, engkau dengan siapa ditulis dalam surat persaudaraan itu?" Bilal menjawab: "Dengan Abu Ruwaihah. Aku akan selalu bersama dengannya selama-lamanya, karena persaudaraan yang telah ditetapkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam antara aku dengan dia." Umar bin Khaththab pun
 
menggabungkan Bilal kepada Abu Ruwaihah dan menggabungkan departemen orang-orang Habasyah ke dalam departemen orang-orang Khatsam, karena kedudukan Bilal di tengah-tengah mereka.



Abu Umamah, Kematiannya dan Apa yang Dikatakan Orang-orang Yahudi


Ibnu Ishaq berkata: Di bulan itu juga, Abu Umamah, As'ad bin Zurarah berpulang ke pangkuan Ilahi pada saat masjid tengah dibangun. Ia meninggal dunia karena menderita sakit tenggorokan (dipteria) atau batuk.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm ber¬kata kepadaku dari Yahya bin Abdullah bin Abdurrahman bin As'ad bin Zurarah bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sungguh alangkah tidak beruntungnya mayit Abu Umamah." Orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik Arab berkata: "Jika ia (Rasulullah) benar-benar seorang Nabi, sahabatnya pasti tidak akan mati." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda lebih lanjut, "Aku tidak memiliki kekuatan dari Allah untuk diriku dan sahabatku (untuk me- nepis kematian)."
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah Al-Anshar berkata kepadaku bahwa pada saat Abu Umamah As'ad bin Zurarah meninggal dunia, orang-orang dari Bani An-Najjar menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam -Abu Umamah adalah naqib (pemimpin) mereka. Mereka berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang Abu Umamah As'ad bin Zurarah ini memiliki kedudukan di kalangan kami seperti telah engkau ketahui. Oleh karena itu, carilah orang lain yang bisa menggantikan kedudukannya dan mengatur urusan kami sebagaimana Abu Umamah As'ad bin Zura- rah mengatur urusan kami." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka: "Kalian adalah paman-pamanku dan aku adalah naqib bagi kalian. Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam enggan menyerahkan jabatan naqib kepada salah seorang dari mereka. Di antara kelebihan Bani An- Najjar yang mereka banggakan kepada kaumnya, bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah naqib mereka.



Adzan


Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam merasa betah tinggal di Madinah, saudara-saudara beliau dari kaum Muhajirin berdatangan kepada beliau dan persatuan kaum Anshar telah tercapai, Islam pun mulai mengakar; shalat ditegakkan, zakat dan puasa diwajibkan, hudud (hukum pidana) ditegakkan, hal-hal yang halal dan haram diwajibkan dan Islam mendapat kedudukan terhormat di tengah-tengah mereka. Perkampungan Anshar selalu yang menyediakan tempat bagi kaum Muhajirin dan beriman. Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah, kaum Muslimin berkumpul untuk menegakkan shalat karena waktunya telah tiba tanpa seruan suara. Pada walnya, beliau ingin menggunakan suara terompet seperti orang-orang Yahudi pada saat mengajak salat, namun beliau tidak menyukainya. Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan penggunaan lonceng untuk memanggil kaum Muslimin sebagai pertanda waktu shalat.
 
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat kaum Muslimin berada dalam keadaan seperti di atas, tiba-tiba Abdullah bin Zaid bin Tsa'labah bin Abdu Rabbihi saudara Bani Al-Harits bin Al-Khazraj bermimpi melihat seruan shalat. Ia menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, tadi malam aku bermimpi melihat seseorang memakai pakaian hijau berjalan melewatiku dengan membawa lonceng. Aku bertanya kepadanya, "Hai hamba Allah, bolehkah loncengmu itu kubeli?" Orang tersebut menjawab: "Apa yang kau inginkan darinya?" Aku menjawab: "Aku akan gunakan untuk memanggil orang untuk shalat. Orang tersebut berkata: "Maukah engkau aku tunjukkan yang lebih baik daripada lonceng ini?" Aku berkata: "Apa itu?" Orang tersebut berkata: "Hendaknya engkau berkata: "Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Asyhadu an laa Ilaaha Ilia Allah. Asyhadu an laa Ilaaha Ilia Allah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya aala ash- shalah. Hayya 'alas ash-shalah. Hayya alal falah. Hayya alalfalah. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Laa ilaaha ilia Allah!'71
Usai Abdullah bin Zaid mengisahkan mimpinya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Mimpi itu benar, insya Allah. Cepat engkau temui Bilal, kemudian ajarkan lafadz tersebut kepada Bilal agar ia menyeru dengan seruan tersebut, karena suara Bilal lebih keras dari suaramu." Tatkala Bilal sedang mengumandangkan adzan tersebut, Umar bin Khaththab mendengarnya. Ia segera pergi menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengenakan selendangnya. Ia berkata: "Wahai Nabi Allah, demi Allah! Aku juga melihat dalam mimpiku seperti yang dilihat Abdullah bin Zaid dalam mimpinya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Segala puji bagi Allah atas semua ini."72

Ibnu Ishaq berkata: Peristiwa di atas disampaikan kepadaku oleh Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits dari Muhammad bin Abdullah bin Zaid bin Tsa'labah bin Abdu Rabbihi dari ayahnya.
Ibnu Ishaq bercerita: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari seorang wanita Bani An-Najjar yang berkata: "Tidak ada rumah yang paling tinggi di sekitar masjid kecuali rumahku dan Bilal biasa menyerukan suara adzan shubuh di atasnya pada setiap pagi. Jika waktu shubuh telah tiba, ia berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya aku memuji-Mu dan memohon pertolongan-Mu agar orang-orang Quraisy mengokohkan agama-Mu. Setelah itu, Bilal menyerukan suara adzan. Demi Allah, aku lihat Bilal selalu mendawami doanya tersebut."



Abu Qais bin Abi Anas


Ibnu Ishaq berkata: Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam merasa nyaman tinggal di rumahnya, Allah memenangkan agama-Nya di Madinah, dan membuat beliau bahagia dengan bersatunya antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar kepada beliau, maka Abu Qais Shirmah bin Abu Anas saudara Bani Adi bin An-Najjar melantunkan bait-bait syairnya yang menawan.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Qais adalah Shirmah bin Abu Anas bin Shirmah bin Malik bin Adi bin Amir bin Ghanim bin Adi bin An-Najjar. Ibnu Ishaq berkata: Abu Qais adalah seorang pemikir yang bersahaja pada masa Jahiliyah. Ia tidak menyembah berhala, mandi junub, menyuruh wanita yang haid untuk
 
bersuci, dia ingin memeluk agama Kristen, namun mengurungkannya. Kemudian ia menjadikan rumahnya sebagai tempat ibadah yang tidak boleh dimasuki orang yang kotor atau orang yang junub. Ia berkata: Aku hanya menyembah Tuhan Ibrahim saat ia meninggalkan berhala-berhala dan membencinya." Fada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah, ia masuk Islam dengan baik sekali. Saat itu usianya telah lanjut. Ia selalu berbicara yang benar, mengagungkan Allah Yang Maha agung pada masa jahihyahnya.



Orang-orang Yahudi dan Sebab Permusuhan Mereka


Ibnu Ishaq berkata: Ketika Islam berjaya di Madinah, para rabi Yahudi yang didukung orang-orang Al- Aus dan Al-Khazraj yang tetap bertahan pada kejahiliyahannya, merasa resah gelisah. Orang-orang Al- Aus dan Al-Khazraj tersebut adalah orang-orang musyrik yang munafik. Mereka bersandiwara dengan identitas "Muslim" agar bisa selamat dari pembunuhan, namun sebenarnya dalam hati mereka ada kemunafikan. Hati nurani mereka bersatu dengan orang-orang Yahudi karena kekafiran mereka kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan keengganan mereka untuk menerima Islam dan masuk di dalamnya.
Di antara rabi-rabi Yahudi tersebut adalah: Huyay bin Akhthab. Saudara Huyay bin Akhthab yang bernama Abu Yasir bin Akhthab, saudara Huyay bin Akhthab yang lain, yaitu Judai bin Akhthab, Salam bin Misykam, Kinanah bin Ar-Rabi' bin Abu Al-Haqiq, Salam bin Abu Al-Haqiq, saudara Salam bin Al- Ha-qiq yang bernama Salam bin Ar-Rabi'. Salam bin Ar-Rabi' adalah anak Rafi' Al-A'war yang di eksekusi sahabat-sahabat Rasulullah Shal-lalahu 'alaihi wa Sallam di Khaybar, Ar-Rabi bin Ar-Rabi' bin Abu Al- Haqiq, Amr bin Juhasy, Ka'ab bin Al-Asyraf. Ka'ab bin Al-Asyraf berasal dari Thayyi', kemudian dari salah satu Bani Nabhan. Ibunya berasal dari Bani An- Nadhir, Al-Hajjaj bin Amr sekutu Ka'ab bin Al- Asyraf, Kardum bin Qais sekutu Ka'ab bin Al-Asyraf. Mereka semua berasal dari Bani An-Nadhir.
Para rahib dari Bani Tsa'labah bin Al- Fathiyyun adalah: Abdullah bin Shuri Al- A'war. Pada zamannya, di Hijaz tidak ada seorang pun yang lebih paham tentang Kitab Taurat (Perjanjian Lama) dari Abdullah bin Shuri. Ibnu Shaluba, Mukhairiq. Ia rahib orang Yahudi, namun kemudian ia masuk Islam.
Dari Bani Qainuqa' adalah: Zaid bin Al-Lashait. Ada yang mengatakan Ibnu Al-Lushait seperti dikatakan Ibnu Hisyam. Sa'ad bin Hanif, Mahmud bin Saihan, Uzair bin Abu Uzair, Abdullah bin Shaif.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Ibnu Dhaif.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Suwaid bin Al-Harits.. Rifa'ah bin Qais. Finhashh, Asyi', Nu'man bin Adha, Bahri bin Amr, Syas bin Adi, Syas bin Qais, Zaid bin Al-Harts, Nu'man bin Amr, Sukain bin Abu Sukain, Adi bin Zaid, Nu'man bin Abu Aufa Abu Anas, Mahmud bin Dahiyyah, Malik bin Ash-Shaif. Ada pula yang mengatakan Ibnu Adh-Dhaif.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Ka'ab bin Rasyid, Azir, Rafi' bin Abu Rafi', Khalid, Izar bin Abu Izar. Ibnu Hisyam berkata: Ada pula yang mengatakan Azir bin Abu Azir.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rafi' bin Haritsah, Rafi' bin Huraimalah, Rafi' bin Kharijah, Malik bin Auf, Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut, Abdullah bin Salam bin Al-Harits. Ia ulama mereka, seorang rahib yang paling cerdas. Ia bernama asli Al-Hushain. Ketika ia masuk Islam, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengganti namanya dengan nama Abdullah. Mereka ini berasal dari Bani Qainuqa'.
 
Bani Quraizhah adalah sebagai berikut: Az-Zubayr bin Batha bin Wahb, Azzal bin Samuel, Ka'ab bin Asad. Ia terikat perjanjian dengan Bani Quraizhah kemudian membatalkannya pada Perang Ahzab. Samuel bin Zaid, Jabal bin Amr bin Sakinah, An-Nahham bin Zaid, Fardam bin Ka'ab, Wahb bin Zaid, Nafi' bin AbuNafi, Abu Nafi', Adi bin Zaid, Al-Harts bin Auf, Kardam bin Zaid, Usamah bin Habib, Rafi' bin Rumailah, Jabal bin Abu Qusyair, Wahb bin Yahuda. Mereka ini berasal dari Bani Quraizhah.
Dari Bani Zuraiq ialah Labid bin A'sham. Dialah orang yang menyihir Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga tidak bisa mendatangi istri-istrinya.
Dari Bani Haritsah: Kinanah bin Shuriya. Dari Bani Amr bin Auf ialah Fardam bin Amr.
Dari Bani An-Najjar ialah Silsilah bin Barham.
Mereka semua rabi-rabi Yahudi, orang- orang jahat, orang-orang yang melawan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya, orang-orang yang banyak bertanya tanpa aplikasi apapun, dan memusuhi Islam karena ingin memadamkannya, kecuali Abdullah bin Salam dan Mukhairiq.



Abdullah bin Salam Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Di antara kisah Abdullah bin Salam, sebagaimana dikatakan oleh sebagian keluarganya kepadaku dan tentang masuk Islamnya. Dia rabi dan ulama. Abdullah bin Salam berkata: Tatkala aku mendengar kemunculan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, aku pun mengetahui tanda-tanda beliau dan namanya. Aku sembunyikan hal ini dan tidak mendiskusikannya dengan siapapun hingga beliau tiba di Madinah. Saat itu, aku bekerja di atas pohon kurma, dan bibiku, Khalidah binti Al-Harits duduk di bawahku, ketika Rasulullah singgah di Quba' di Bani Amr bin Auf, seseorang datang memberi tahu kedatangan beliau, aku segera bertakbir. Ketika bibiku mendengar pekikan takbirku, ia berkata kepadaku: "Usahamu akan sia-sia! Demi Allah, jika engkau mendengar kedatangan Musa bin Imran, engkau pasti akan kecewa dengan Nabi baru tersebut!" Aku katakan kepada bibiku: "Bibi, demi Allah, beliau (Rasulullah) adalah saudara Musa bin Imran, seagama dengannya, dan diutus dengan membawa ajaran yang sama dengan Musa bin Imran." Bibiku berkata: "Hai keponakanku, apakah dia nabi yang di janjikan kepada kita bahwa dia akan diutus pada era sekarang ini?" Aku menjawab: "Ya." Bibiku berkata: "Kalau begitu, pasti dialah nabi itu." Setelah itu aku menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan menyatakan diri masuk Islam di hadapan beliau. Setelah masuk Islam, aku pulang ke rumah dan menyeru keluargaku masuk Islam, mereka pun masuk Islam.
Dia berkata: Aku sembunyikan keislamanku dari orang-orang Yahudi. Aku menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan lagi berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang- orang Yahudi adalah kaum yang pandai membuat dusta dan bersilat lidah. Aku ingin engkau menyembunyikanku di sebagian rumahmu dan merahasiakanku dari mereka. Sesudah itu, engkau berdiskusi dengan mereka tentang diriku hingga mereka menjelaskan kepadamu bagaimana kedudukanku di mata mereka sebelum mereka mengetahui keislamanku. Jika mereka mengetahui keislamanku, mereka pasti mendustakanku dan mencelaku. "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyembunyikanku di salah satu rumah beliau dan pada saat yang sama orang-orang Yahudi masuk menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berdiskusi dengan beliau dan bertanya
 
kepada beliau. Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada mereka, "Bagaimana kedudukan Al-Hushaini bin Salam di tengah kalian?" Orang-orang Yahudi menjawab, "la pemimpin kami dan anak pemimpin kami. Ia seorang rabi dan ulama kami. "Usai mereka bersaksi dihadapan Rasulullah, aku langsung keluar menemui mereka, dan aku berkata kepada mereka, "Hai kaumku, bertakwalah kalian kepada Allah, dan terimalah apa yang telah datang kepada kalian. Demi Allah, kalian telah mengetahui bahwa beliau utusan Allah. Kalian mendapatkan beliau tertulis di dalam Kitab Taurat lengkap dengan nama, dan sifat- sifat beliau. Sesungguhnya aku bersaksi bahwa beliau adalah utusan Allah, mengimaminya, membenarkannya, dan mengenalnya." Mereka berkata: "Engkau sedang mengigau." Lalu mereka pun mencaci-makiku. Aku berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, "Wahai Rasulullah, sekarang engkau lihat sendiri bagaimana watak asli mereka yang suka mengingkari kedatangan Nabi?' Aku tetap terbuka dengan keislamanku dan keislaman keluargaku. Bibiku, Khalidah binti Al-Harits juga masuk islam dengan keislaman yang baik.



Kesaksian Shafiyyah tentang Kebandelan Orang-orang Yahudi


Ibnu Ishaq menuturkan: Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazir berkata kepadaku, ia berkata aku diberi tahu dari Shafiyyah binti Huyay bin Akhthab bahwa Shafiyyah berkata: "Aku merupakan anak yang paling dicintai oleh ayah dan pamanku Abu Yasir. Apabila aku betemu dengan mereka yang sedang membawa anak-anak mereka pasti keduanya membawaku bersama anak-anak mereka. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah, dan singgah di Quba' di Bani Amr bin Auf, ayahku Huyay bin Akhthab, dan pamanku, Abu Yasir bin Akhthab menghampiri beliau saat menjelang Shubuh dan mereka berdua tidak pulang ke rumah hingga matahari terbenam. Setelah matahari terbenam, keduanya tiba dengan kondisi malas dan lemas, bingung dan berjalan lunglai. Aku berusaha menyenangkan keduanya sebagaimana biasa aku lakukan. Demi Allah, tak seorang pun dari keduanya menoleh kepadaku, ada perasaan gelisah pada diri mereka berdua. Aku mendengar pamanku, Abu Yasir berkata kepada ayahku, Huyay bin Akhthab: "Apakah memang dia (Rasulullah)?" Ayahku menjawab: "Ya betul, demi Allah." Pamanku, Abu Yasir bertanya kepada ayahku: "Apakah engkau mengetahuinya dan bisa memastikannya?" Ayahku menjawab: "Ya. '" Pamanku, Abu Yasir bertanya kepada ayahku: "Bagaimana perasaanmu terhadapnya?" Ayahku menjawab: "Demi Allah, aku senantiasa memusuhinya selama aku hidup."



Orang-orang Munafik yang Bersekongkol dengan Yahudi dari Munafik Anshar


Ibnu Ishaq berkata: Inilah nama deretan orang-orang munafik dari Al-Aus dan Al-Khazraj yang bergabung dengan orang-orang Yahudi. Wallahu a lam.
Dari Al-Aus, kemudian dari Bani Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus, kemudian dari Bani Lawdzan bin Amr bin Auf ialah Zuwai bin Al-Harits.
Dari Bani Habib bin Amr bin Auf adalah sebagai berikut:
 
Julas bin Suwaid bin Ash-Shamit. Dialah yang berkata — ia termasuk orang yang tidak ikut serta berangkat ke Perang Tabuk bersama Rasulullah: "Jika orang ini (Rasulullah) memang benar, kita pasti lebih buruk daripada keledai." Ucapannya ini disampaikan Umair bin Sa'ad kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ketika itu, Umair bin Sa'ad berada dalam asuhan Julas. Julas mengasuh Umair bin Sa'ad menggantikan ibunya setelah sebelumnya Umair bin Sa'ad diasuh ayahnya. Umair bin Sa'ad berkata kepada Julas: "Wahai Julas, demi Allah, engkau orang yang paling aku cintai, orang yang paling baik dan dermawan bagiku, dan aku berharap tidak terjadi sesuatu yang tidak baik terhadapmu. Sungguh engkau telah berucap; jika aku membeberkannya, engkau akan dijelek-jelekkan. Namun bila aku menyembunyikannya, maka itu akan merusak agamaku. Salah satu dari kedua pilihan itu mudah bagiku dari yang lainnya. Setelah itu, Umair bin Sa'ad pergi menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan melaporkan apa yang dikatakan Julas. Julas bersumpah pun dengan nama Allah di hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian berkata: "Sungguh Umair berkata dusta, dan aku tidak mengatakan apa yang dilaporkan
Umair bin Sa'ad." Kemudian Allah Subhanahu wa Taala menurunkan ayat tentang Julas ini:




Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka dengan adzab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. " (QS. at-Taubah: 74).
Ibnu Hisyam berkata: Firman Allah: 'Al-Alim artinya sangat pedih dan menyakitkan.
Ibnu Ishaq berkata: Para ulama menyatakan, bahwa Julas bertobat dan tobat serta keislamannya baik.
Lainnya adalah saudara Julas, Al-Harits bin Suwaid yang membunuh Al-Mujadzdzar bin Dziyad Al- Balawi dan Qais bin Zaid salah seorang Bani Dhabi'ah di Perang Uhud. Al-Harits adalah orang munafik. Pada saat kaum Muslimin dan orang-orang Quraisy bertemu di medan Uhud, Al-Harits menyerang Al-
 
Mujadzdzar bin Dziyad dan Qais bin Zaid. Setelah ia berhasil menghabisi nyawa keduanya keduanya, ia pun kemudian bergabung dengan pasukan Quraisy.
Ibnu Hisyam berkata: "Al-Mujadzdzar bin Dziyad sebelumnya membunuh Suwaid bin Shamit pada sebuah perang yang terjadi antara Al-Aus melawan Al-Khazraj. Pada Perang Uhud, Al-Harits bin Suwaid mencari kelengahan Al-Mujadzdzar bin Dziyad untuk dibunuh sebagai bentuk balas dendam atas kematian ayahnya, dan ia pun membunuhnya. Pendapat ini dikatakan tidak hanya oleh seorang ulama. Bukti bahwa Al-Harits bin Suwaid tidak membunuh Qais bin Zaid ialah bahwa Ibnu Ishaq tidak memasukkan Qais bin Zaid dalam daftar orang yang terbunuh di Perang Uhud.
Ibnu Ishaq berkata: Suwaid bin Shamit membunuh Muadz bin Afra' ketika ia lengah dan bukan di medan perang. Suwaid bin Shamit memanah Muadz bin Afra' dan membuatnya meninggal dunia sebelum Perang Buats.
Ibnu Ishaq berkata: Menurut penuturan para pakar, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintah Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu untuk membunuh Al-Harits bin Suwaid bila bertemu dengannya, namun dia tidak bertemu dengannya. Al-Harits bin Suwaid tinggal di Makkah. Ia kirim surat kepada saudaranya, Julas bin Suwaid. Dalam surat tersebut, Al-Harits bin Suwaid mengatakan ingin bertobat dan kembali kepada kaumnya, kemudian Allah Subhanahu wa Taala menurunkan ayat tentang Al-Harits bin Suwaid seperti dikatakan kepadaku dari Ibnu Abbas:


Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa RasuV itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keterangan pun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orangyangzalim (QS. Ali Imran: 86), hingga akhir kisah.
Dari Bani Dhubai'ah bin Zaid bin Malik bin Auf bin Amr bin Auf ialah Bajad bin Utsman bin Amir.
Dari Bani Laudzan bin Amr bin Auf ialah Nabtal bin Al-Harits. Orang tersebut adalah yang dikatakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam -seperti berita yang disampaikan kepadaku: "Barangsiapa ingin melihat setan, hendaklah ia melihat Nabtal bin Al-Harits." Ia memiliki postur yang tubuh besar, bibirnya melorot ke bawah, rambutnya berantakan, kedua matanya merah, dengan kedua pipinya merah kehitaman. Ia pernah berjumpa dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, berdialog dan mendengar ucapan beliau, kemudian ia ceritakan ucapan beliau kepada orang-orang munafik, sambil berkata kepada mereka: "Sesungguhnya Muhammad mendengarkan perkataan orang yang berbicara dengannya, lalu ia membenarkannya." Allah Yang Mahatinggi menurunkan ayat tentang Nabtal bin Al- Harits sebagai berikut:
 
 

Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya." Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang- orang yang beriman di antara kamu." Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka adzab yang pedih." (QS. at-Taubah: 61).
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian orang Al-Ajlan berkata kepadaku: Malaikat Jibril 'Alaihis salam datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan berkata: "Telah datang kepadamu orang yang bibirnya melorot ke bawah, rambutnya acak-acakan. Kedua pipinya merah kehitaman, kedua matanya merah seperti dua periuk dari kuningan, hatinya lebih keras daripada hati keledai, ia menceritakan apa yang engkau ucapkan kepada orang-orang munafik. Oleh karenanya, berhati-hatilah terhadapnya." Itulah sifat-sifat Nabtal bin Al-Harits yang disebut oleh mereka.
Dari Bani Dzabi'ah adalah sebagai berikut: Abu Habibah bin Al-Az'ar. Dia adalah di antara orang yang membangun Masjid Dhirar. Tsa'labah bin Hathib, Mu'attib bin Qusyair. Tsa'labah bin Hathib, dan Mu'attib bin Qasyir itulah yang berjanji kepada Allah bahwa jika Allah memberi kami rezeki, akan bersedekah dan menjadi orang-orang shalih. Mu'attib inilah yang berkata pada saat Perang Uhud: "Seandainya kami pada posisi lain dalam hal ini, kami pasti tidak terbunuh di tempat ini." Allah menurunkan ayat tentang Mu'attib bin Qusyair:

 
Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?" Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah." Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini." (QS. Ali Imran: 154), hingga akhir kisah.
Mu'attib ini pula yang berkata di Perang Ahzab, 'Muhammad telah berjanji kepada kita, bahwa kita akan memiliki simpanan-simpanan Kisra dan Kaisar, sementara untuk buang air saja kita tidak merasa aman. Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat tentang ucapan Mu'attib tersebut:


Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya (QS. al-Ahzab: 12). Juga al- Harits bin Hathib.
Ibnu Hisyam berkata: Muattib bin Qusyair, Tsa'labah bin Hathib, dan Al-Harits bin Hathib berasal dari Bani Umayyah bin Zaid. Mereka ikut dalam Perang Badar dan tidak tergolong orang-orang munafik - seperti dikatakan kepadaku oleh ulama yang lebih di percaya. Ibnu Ishaq memasukkan Tsa'labah dan Al-Harits ke dalam deretan nama orang-orang Bani Umayyah di antara para peserta Perang Badar.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Abbad bin Hunaif saudara Sahl bin Hunaif dan Bahzaj, mereka terlibat dalam pembangunan Masjid Dhirar. Amr bin Khidzam dan Abdullah bin Nabtal.
Dari Bani' Tsa 'labah bin Amr bin Auf adalah sebagai benkut:
Jariyah bin Amir bin Al-Aththaf dan kedua anaknya yakni Zaid bin Jariyah, Mu-jammi' bin Jariyah. Mereka bertiga termasuk orang-orang yang membangun Masjid Dhirar. Mujammi' adalah anak muda yang hafal sebagian besar Al-Qur'an dan shalat bersama orang-orang munafik di Masjid Dhirar. Ketika Masjid Dhirar telah dirubuhkan, dan orang-orang dari Bani Amr bin Auf pergi, orang- orang munafik itu shalat di Bani Auf bin Amr di masjid mereka. Pada masa kakhalifah Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu pernah ada yang menyarankan kepadanya agar Mujammi' bisa ikut shalat bersama kaum Muslimin. Umar bin Khaththab menjawab: Tidak mung- kin, bukankah dia imam orang-orang munafik di Masjid Dhirar?' Mujammi' berkata kepada Umar bin Khaththab, 'Wahai Amirul Mukmi- nin, demi Allah yang tidak ada Tuhan yang pantas disembah kecuali Dia, aku tidak tahu sedikit pun tentang persoalan mereka. Pada masa itu, aku masih kecil, dan biasa membaca serta menghafal Al-Qur'an.
Tidak ada seorang pun diantara mereka yang mempunyai
hafalan Al-Qur'an, lalu mereka memintakn mengimami mereka dan aku tidak diberi tahu sama sekali tentang persoalan mereka kecuali hal-hal yang baik saja. Ada yang menyebutkan bahwa Umar bin Khaththab mengizinkar. Mujammi' shalat bersama kaumnya.
Dari Bani Umayyah bin Zaid bin Malik ialah Wadi'ah bin Tsabit. Dia termasuk orang yang ikut membangun Masjid Dhirar. Dialah orang yang berkata: 'Sesungguhnya kami hanya bergurau dan bermain-main.' Allah Taba- raka wa Ta'ala menurunkan ayat tentang dia dan orang-orang munafik seperti dirinya:
 
 

Danjika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (QS. at-Taubah: 65). Hingga akhir kisah.
Dari Bani Ubaid bin Zaid bin Malik ialah Khidzam bin Khalid. Dari rumahnyalah masjid Dhirar. Bisyr, dan Rafi' keduanya adalah anak Zaid.
Dari Bani An-Nabit, Ibnu Hisyam berkata: ialah Amr bin Malik bin Al-Aus.
Dari Bani Haritsah bin Al-Harts bin Al-Khazraj bin Amr bin Malik bin Al-Aus ialah Mirba bin Qaidzi. Dialah orang yang berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau berjalan melewati kebunnya dalam perjalanannya menuju medan Perang Uhud, "Hai Muhammad, jika engkau adalah seorang nabi, aku tidak menghalalkanmu ber jalan melewati, kebunku ini." kemudian Mirba' bin Qaizhi mengambil segenggam tanah, dan berkata: "Demi Allah, jika aku tahu bahwa tanah ini tidak mengenai orang lain selain dirimu, aku akan melemparmu dengannya." Spontan kaum muslimin ingin membunuhnya, namun Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka, "Biarkanlah dia. Orang ini buta hati dan matanya." Lalu dia dipukul oleh Sa'ad bin Zaid dan saudaranya Aus bin Qaidzi, mereka saudara Bani Abdul Asyhal hingga ia terluka. Dialah yang berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pada Perang Khandaq: "Sesungguhnya rumah-rumah kami adalah terbuka tidak ada penjagaya. Oleh karena itu, izinkan kami pulang ke rumah." Allah Tabaraka Ta'ala menurunkan ayat tentang ucapan Aus bin Qaidzi tersebut:


Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: "Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu." Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)." Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. (QS. al-Ahzab: 13).
Ibnu Hisyam berkata: kata 'aurat" dalam ayat ini artinya adalah terbuka untuk musuh dan bisa habis. Aurat juga bermakna kehormatannya atau kemaluannya.
 
Dari Bani Zhafar, nama aslinya ialah Ka'ab bin Al-Harits bin Al-Khazraj adalah seba gai berikut: Hathib bin Umayyah bin Rafi'. Ia orang tua yang berbadan besar, dan tetap bertahan pada kejahiliyahannya. Ia memiliki seorang anak yang termasuk seorang muslimin pilihan bernama Yazid bin Hathib. Yazid bin Hathib ikut Perang Uhud hingga terdapat banyak luka di tubuhnya, kemudian ia dibawa ke pemukiman Bani Zhafar.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa telah ber- kumpul seluruh kaum Muslimin baik laki- laki maupun wanita yang berasal dari Bani Zhafar di rumah Yazid bin Hathib pada saat dia dalam kondisi sakaratul maut. Kemudian mereka berkata: 'Bergembiralah engkau wahai Yazid dengan surga.' Demikianlah sehingga tampak jelas kemunafikan Hathib bin Umayyah. Hathib bin Umayyah berkata: 'Ya betul surga dari tumbuh-tumbuhan Harmal! Demi Allah, kalian telah menipu orang yang lemah


Ibnu Ishaq berkata: Busyair bin Ubairiq, dia adalah Abu Thu'mah. Dialah orang yang mencuri dua baju besi dan Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang dirinya:


Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orangyang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa (QS. an-Nisa: 107).
Quzman, sekutu mereka. Ibnu Ishaq berkata bahwa Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sungguh Quzman adalah diantara manusia yang akan menghuni neraka."73

Pada saat Perang Uhud, Quzman bertempur dengan gigih bahkan dia berhasil membunuh banyak orang dari kaum musyrikin, dan dia pun mengalami banyak luka. Kemudian dia dibawa ke perkampungan Bani Zhafar. Salah seorang dari kaum Muslimin berkata kepadanya: "Bergembiralah engkau wahai Quzman, sungguh pada hari ini engkau mendapatkan keuntungan besar, dan mendapatkan ujian di jalan Allah seperti yang engkau rasakan." Quzman bertanya: "Dengan apa aku harus bergembira. Demi Allah, aku tidak bertempur kecuali demi membela kaumku." Saat luka- lukanya bertambah parah, dan membuatnya merasa semakin kesakitan, Quzman mengambil anak panah dari busurnya, kemudian ia memotong urat nadi tangannya dengan anak panah tersebut. Ia pun mati bunuh diri.
Ibnu Ishaq berkata: Tidak diketahui ada orang taki-laki dan wanita munafik di Bani Abdul Asyhal, namun Adh-Dhahhak bin Tsabit, salah seorang dari Bani Ka'ab satu kabilah Sa'ad bin Zaid dicurigai sebagai orang munafik dan dekat dengan orang Yahudi.
Ibnu Ishaq berkata: Julas bin Suwaid bin Shamit sebelum taubatnya -seperti disampaikan kepadaku-, Mu'attib bin Qusyair, Rafi' bin Zaid, dan Bisyr mengaku bahwa mereka masuk Islam. Mereka pernah berselisih dengan sebagian kaum Muslimin, kemudian pihak kaum Muslimin meminta perkaranya dibawa dan diadukan kepada Rasulullah Shal- lalahu 'alaihi wa Sallam, sementara mereka meminta
 
perkara itu dibawa ke tukang ramal, hakim orang-orang Jahiliyah. Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat tentang mereka:


Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. an-Nisa': 60).
Dari Al-Khazraj, kemudian dari Bani An-Najjar adalah sebagai berikut: Rafi' bin Wadi'ah, Zaid bin Amr, Amr bin Qais, Qais bin Amr bin Sahl.
Dari Bani Jusyam bin Al-Khazrad, kemudian dari Bani Salimah ialah Al Jadd bin Qais. Dialah yang berkata: "Hai Muhammad, izinkan aku tidak mengikuti perang dan janganlah engkau menjerumuskanku ke dalam fitnah.' Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang dirinya,


Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah." Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orangyang kafir. (QS. at-Taubah:49).
Dari Bani Auf bin Al-Khazraj ialah Abdullah bin Ubay bin Salul. Dialah gembong orang-orang munafik dan orang-orang munafik senantiasa datang berduyun kepadanya. Dialah yang berkata di Perang Bani Al-Musthalaq, 'Jika kami tiba di Madinah, orang yang paling mulia akan mengusir orang yang paling hina darinya.' Allah Ta'ala menurunkan surat Al-Munafiqun secara sekaligus yang mengabadikan ucapannya tersebut, dirinya, Wadi'ah salah seorang dari Bani Auf, Malik bin Abu Qauqal, Suwaid, dan Da'is. Mereka orang-orang terdekat Abdullah bin Ubay bin Salul.
Abdullah bin Ubay bin Salul bersama me reka menyusup ke Bani An-Nadhir ketika mereka di kepung Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berkata kepada orang-orang Bani An-Nadhir, 'Hendaklah kalian tetap bertahan. Demi Allah, jika kalian diusir, kami akan keluar bersama kalian. Kami tidak akan patuh kepada seorang pun untuk menyusahkan kalian. Jika kalian diperangi, kami pasti
 
menolong kalian-' Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya tentang Abdullah bin Salul dan teman- temannya dari kaum munafik tersebut dalam ayat berikut:


Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli Kitab: "Sesungguhnya jika kamu di usir niscaya kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu." Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tiada akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi; niscaya mereka tiada akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tiada akan mendapat pertolongan. Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti. Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka
 
adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedanghati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Mereka adalah) seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih. (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam." (QS. al Hasyr:11-16)



Di antara Rahib-rahib Yahudi yang Pura-pura Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: berikut ini adalah di antara orang-orang yang berlindung diri dengan agama Islam, masuk Islam bersama kaum Muslimin, serta menampakkan keislamannya, padahal mereka orang- orang munafik, dari golongan rahib-rahib Yahudi.
Dari Bani Qainuqa' adalah sebagai berikut: Sa'ad bin Hunaif, Zaid bin Al-Lushait, Nu'man bin Awfa bin Amr, dan Utsman. Zaid bin Al-Kushait pernah bertengkar dengan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu di pasar Bani Qainuqa'. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kehilangan untanya dia Zaid bin Al-Kushait: "Muhammad mengaku mendapat wahyu dari langit, mengapa sampai dia tidak tahu di mana untanya ber- ada?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda -setelah mendapatkan wahyu- dari Allah tentang ucapan musuh Allah tersebut tentang lokasi unta beliau berada: "Sesungguhnya orang yang mengatakan bahwa Muhammad mengaku mendapat wahyu, kenap* tidak tahu di mana untanya berada, maka sesungguhnya aku tidak tahu apa-apa kecual apa yang diberitahukan oleh Allah kepadaku- dan sungguh Allah telah menunjukkan kepadaku lokasi unta itu, ia berada di syi'b. Unta tersebut tertahan oleh pohon dengan tab kekangnya." Kemudian beberapa orang dar. kaum Muslimin pergi kesana dan mendapat unta tersebut seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Rafi' bin Huraimalah. Pada saat dia mat:. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ber sabda tentang dirinya: "Pada hari ini, salah seorang pembesar orang-orang munafik telah meninggal dunia."
Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut. Dalam perjalanan pulang setelah perang melawan Ban: Al-Mushthalaq, angin bertiup kencang menerpa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga kaum Muslimin merasa kewalahan, kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada kaum Muslimin: "Janganlah kalian takut. sesungguhnya angin ini bertiup kencang karena kematian salah satu pemimpin orang-orang kafir." Dan terbukti ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah, beliau mendapati Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut meninggal dunia tepat pada hari angin bertiup kencang.
Silsilah bin Burham serta Kinanah bir. Shuriya.




Pengusiran Orang-orang Munafik dari Mesjid Rasulullah
 
Ibnu Ishaq berkata: Suatu hari beberapa orang munafik berada di masjid Nabi. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat mereka sedang berbincang di antara mereka dengan suara lirih sambil mendekat pada yang lain. Lalu Rasulullah menyuruh sahabatnya untuk menggusir mereka dengan tegas dari masjid.
Abu Ayyub Khalid bin Zaid bin Kutaib beranjak berdiri dari tempat dimana dia duduk lalu berjalan ke tempat Amr bin Qais saudara Bani Ghanm bin Malik bin An-Najjar. Amr bin Qais adalah pemilik patung- patung sesembahan mereka di zaman jahiliyah. Lalu ia memegang kuat kaki Amr bin Qais dan menariknya hingga ia keluar dari masjid. Amr bin Qais berkata kepada Abu Ayyub: "Wahai Abu Ayyub, pantaskan engkau mengusir diriku dari tempat pengeringan kurma ( masjid Nabi) Bani Tsa'labah?" Lalu Abu Ayyub bergerak menuju tempat Rafi' bin Wadi'ah, salah seorang Bani An-Najjar. Ia pegang kuat leher baju Rafi' bin Wadi'ah lalu menariknya dengan kencang. Ia tampar wajahnya, mengusirnya dari masjid seraya berkata: "Celakalah engkau wahai orang munafik yang menjijikkan. Wahai munafik kotor, keluarlah dari masjid Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam."
Imarah bin Hazm bangki ke tempat Zaid bin Amr. Zaid adaiah seorang lelaki berjenggot panjang. Ia pegang jenggotnya, dan menariknya dengan kencang sampai ia dipaksa keluar masjid. Kemudian Imarah bin Hazm mengepalkan kedua tangannya dan memukul wajah Zaid bin Amr sehingga membuat Zaid bin Amr tersungkur jatuh. Zaid bin Amr berkata: "Wahai Imarah, engkau telah mencideraiku!" Imarah bin Hazm berkata: "Wahai munafik kotor, mudah-mudahan Allah mencelakakanmu. Apa yang Allah persiapkan bagimu nanti jauh lebih mengerikan daripada tamparanku. Janganlah sekali-kali engkau mendekati masjid Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam."
Ibnu Ishaq berkata: Abu Muhammad yang berasal dari Bani An-Najjar -pemilik nama lengkap Mas'ud bin Aus bin Zaid bin Ashram bin Zaid bin Tsa'labah bin Ghanm bin Malik bin An-Najjar- beranjak ke tempat dimana Qais bin Amr bin Sahl berada. Ia seorang pemuda satu-satunya di tengah orang-orang munafik saat itu, lalu ia mendorong tengkuk kepalanyanya sampai ia keluar dari masjid Nabi.
Seseorang dari Khadirah-bin Al-Khazraj yang bernama Abdullah bin Al-Harits orang yang berasal dari kabilah yang sama dengan Sa'id Al-Khudri berjalan ke tempat Al-Harits bin Amr yang memiliki rambut sangat tebal, kemudian ia menarik rambutnya serta menyeretnya dengan kuat sampai dia tertarik keluar dari masjid. Si munafik kotor Al-Harits bin Amr berkata kepada Abdullah bin Al-Harits: "Wahai anak Al-Harits, engkau telah ber- laku di luar batas pada diriku." Abdullah bin Al-Harits menjawab: "Engkau sangat pantas menerimanya, wahai musuh Allah, karena Allah telah menurunkan firman-Nya tentang dirimu. Maka janganlah engaku pernah lagi mendekati masjid Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam karena sesungguhnya dirimu itu najis."
Seseorang dari Bani Amr bin Auf bangkit ke tempat saudaranya yang bernama Zuwai bin Al-Harits lalu mengusirnya keluar dari masjid. Zuwai bin Al-Harits tidak menerima perlakuan seperti itu dari saudaranya. Maka ia berkata: "Setan telah menguasai dirimu dan kau berada dalam cengkeraman perintahnya."
Si munafik-munafik inilah yang berada di masjid dimana Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar mereka diusir dari masjid.



Ayat-ayat dalam Surat Al-Baqarah Yang Turun tentang orang-orang Munafik dan Yahudi
 
Mengenai pendeta-pendeta Yahudi dan orang munafik dari Aus dan Khazraj, Allah menurunkan permulaan surat Al-Baqarah sampai ayat seratus. Allah berfirman:


Alif Laam Miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS. al-Baqarah: 1-2), yakni tidak ada kesamaran dan keraguan di dalamnya.
petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS. al-Baqarah: 2) Orang-orang bertakwa yang dimaksud adalah mereka yang takut mendapatkan siksa Allah akibat dari meninggalkan petunjuk yang telah mereka ketahui. Dan mereka senantiasa berharap rahmat Allah dengan senantiasa membenarkan apapun yang datang dari Allah kepada mereka.


(yaitu) mereka yang beriman kepada yanggaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka (QS. al-Baqarah: 3). Yakni, mereka mendirikan shalat dan menaikan zakat dengan harapan memperoleh ridha Allah.

dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, (QS. al-Baqarah: 4). Yakni, percaya sepenuhnya dengan apa yang engkau bawa dari Tuhanmu dan percaya sepenuhnya dengan apa yang dibawa para Rasul yang datang sebelummu dengan tidak membeda-bedakan antari rasul serta tidak membangkang terhadap ajaran yang mereka bawa dari Tuhan mereka.


serta mereka yakin akan adanya (kehidupan akhirat (QS. al-Baqarah: 4). Yakni, mereka yakin sepenuhnya akan adanya Hari Berbangkit, Hari Kiamat, surga, dan neraka, Hari Hisab dan neraca amal perbuatan. Mereka yakir. sepenuhnya akan apa yang dibawa para rasuj sebelummu, dan apa yang diturunkan tuhan kepadamu.

 
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka (QS. al-Baqarah: 5) Yakni, mereka mendapat cahaya petunjuk dari tuhan dan senantiasa berpegang teguh dengan ajaran yang diturunkan kepada mereka.


dan merekalah orang-orang yang beruntung (QS. al-Baqarah: 5). Yakni orang-orang yang memperoleh apa yang selama ini mereka can. dan selamat dari kejahatan yang mereka lari dari padanya.


Sesungguhnya orang-orang kafir (QS. al-Baqarah: 6),Yakni, orang-orang yang mengingkari terhadap apa yang diturunkan Allah kepadamu walaupun mereka berucap bahwa kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada para rasul sebelummu.


Sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman (QS. al-Baqarah: 6). Yakni, mereka mengingkari kitab milik mereka sendiri yang memuat tentang kenabian dirimu di dalamnya, dan mengkhianati perjanjian yang diambil dari mereka untuk dirimu. Mereka mengingkari apa yang datang padamu dan apa yang ada pada mereka sendiri yang telah Allah turunkan kepada orang selain engkau. Lalu bagaimana mungkin mereka suka menyimak ancaman dan peringatanmu, sedangkan mereka telah kafir terhadap kitab mereka sendiri yang di dalamnya tercantum pengetahuan tentang diri dan kenabianmu.


Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup (QS. al- Baqarah: 7). Yakni, penglihatan mereka ditutup dari kebenaran, dan membuat mereka tidak kuasa mendapatkannya untuk selama-lamanya.

Dan bagi mereka (QS. al-Baqarah: 7). Yakni, akibat dari tindakan penentangan mereka terhadapmu.

 
Siksa yang amat berat (QS. al-Baqarah: 7). Yakni, siksa tersebut ditujukan untuk pendeta-pendeta Yahudi sebab mereka telah mendustakan kebenaran, padahal sebelumnya mereka telah mengetahuinya.


Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman (QS. al-Baqarah: 8). Yakni orang-orang munafik dari Aus dan Khazraj dan orang-orang yang semisal mereka.


Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. al-Baqarah: 9).


Dalam hati mereka ada penyakit (QS. al- Baqarah: 10). Yakni, penyakit keraguan dan syakwasangka.


lalu ditambah Allah penyakitnya (QS. al-Baqarah: 10). Yakni, Allah melipatkan gandakan keraguannya.


dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan (QS. al-Baqarah: 10-11). Yakni, sebenarnya kami bermaksud mendamaikan dua pihak kaum Mukminin dengan Ahli Kitab. Allah Ta'ala berfirman:
 
 

Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman. " Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, (QS. al-Baqarah: 12-14), Setan- setan tersebut adalah orang-orang Yahudi yang menyuruh mereka mendustakan kebenaran, dan membangkang terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka mengatakan:


"Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, (QS. al-Baqarah: 14). Yakni, kami hanyalah berolok- olok dan bermain-main dengan mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:


Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, (QS. al-Baqarah: 15-16). Yakni, mereka menukar kekafiran dengan keimanan.


Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. (QS. al- Baqarah: 16).


Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah membuai perumpamaan tentang mereka. Allah Yang Mahaagung berfirman:
 
 

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat (QS. al-Baqarah: 17).
Yakni, mereka tidak kuasa melihat kebenaran dan tidak kuasa pula untuk mengutarakannya. Apabila mereka keluar dengan kebenaran dari kegelapan kekafiran, mereka memadamkannya kembali dengan kekafiran dan kemunafikan mereka, lalu Allah membiarkan mereka dalam gelap kekafiran sehingga mereka tidak mampu melihat petunjuk dan tidak pula mampu bertahan berada dalam kebenaran.


Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (QS. al-Baqarah: 18). Yakni, mereka tidak kuasa untuk kembali pada petunjuk. Mereka tuli, bisu, dan buta akan kebenaran. Mereka tidak akan kuasa untuk kembali kepada kebaikan, dan tidak akan memperoleh keselamatan sepanjang mereka tetap berada dalam posisi mereka.


atau seperti (orang-orangyang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anakjarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. (QS. al-Baqarah: 19)
Ibnu Ishaq berkata: Mereka berada dalam gulita kekafiran, mereka menghindari kematian, dari orang- orang yang berbeda dengan mereka dan khawatir akan mereka. Sebagaimana disifatkan laksana tatkala mereka berada di gelapnya hujan. Mereka menjadikan jari jemarinya di kedua telinganya karena suatu guruh karena takut mati. Dia berkata: Allah menurunkan itu semua pada mereka sebagai siksa atas kedurhakaan mereka. Yakni Allah meliputi orang-orang kafir.


Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. (QS. al-Baqarah:20). Karena kuatnya sinar kilatan itu.
 
 

Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. (QS. al-Baqarah: 20). Yakni, mereka mengetahui kebenaran dan membicarakannya. Jika mereka kebali dari kebenaran kepada kekafiran, mereka menjadi orang-orang linglung kebingungan


Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. (QS. al- Baqarah: 20). Yakni akibat apa yang mereka tinggalkan dari kebenaran setelah mengetahuinya.


Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Baqarah: 20).
Kemudian Allah berfirman:


Hai manusia, sembahlah Tuhanmu (QS. al-Baqarah: 21). Perintah tadi diarahkan kepada dua kelompok di atas yaitu orang-orang kafir dan munafik. Maksudnya, kalian harus meng-Esakan Tuhan kalian.


Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itujanganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui (QS. al-Baqarah: 21-22).
 
Ibnu Hisyam berkata: al-andad artinya "al-amtsal" kata singularnya adalah "nidd" Labid bin Rabi'ah berkata:
Aku memuji Allah karena dia tidak punya nidd(sekutu) Di tangan-Nya segala kebaikan apa yang Dia kehendaki

Ini adalah penggalan syairnya.
Ibnu Ishaq berkata: Yakni janganlah kalian menyekutukan Allah dengan selain-Nya beruapa tandingan- tandingan yang tidak memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya. Kalian tahu bahwa tidak ada Tuhan yang kuasa memberi rezeki pada kalian selain Dia. Kalian tahu pula bahwa tauhid yang Rasul serukan kepada kalian adalah benar dan tiada sedikitpun keraguan padanya.


Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad) (QS. al-Baqarah: 23). Yakni, apabila kalian merasa ragu terhadap apa yang dibawa oleh rasul untuk kalian,


buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah (QS. al-Baqarah: 23). Yaitu pihak- pihak yang mampu membantu kalian.


"Jika kamu orang-orang yang benar. 'Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya)... (QS. al-Baqarah: 23-24). Karena kebenarir telah tampak jelas bagi kalian.


peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediaksn bagi orang- orang kafir (QS. al-Baqarah: 24) Yakni, neraka itu disediakan buat orang-orang kafir yang semisal dengan kalian.
Kemudian Allah memberikan kabar gembira dan peringatan terhadap mereka akibat dari melanggar perjanjian yang telah diam bil atas mereka untuk Nabi-Nya Shallalakt 'alaihi wa Sallam apabila ia
 
datang pada mereka dan menerangkan mengenai asal-muasal penciptaan mereka tatkala Allah menciptaki: mereka, dan memaparkan kepada mereka tentang para leluhur mereka, Adam dengan segala kondisinya. Apa yang telah Allah lakukar padanya saat Adam tidak taat kepada-Nya Kemudian Allah berfirman:


Hai Bani Israel (QS. al-Baqarah: 40). Seruan itu diarahkan untuk pendeta-pendeta Yahudi.


ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu (QS. al-Baqarah: 40). Yakni, nikmat- Ku atas kalian secara khusus juga atas leluhur-leluhur kalian, dimana dengan nikmat itu Allah menyelamatkan mereka dari kejahatan Fir'aun dan kaumnya,


dan penuhilah janjimu Kepaaa-Ku (al- Baqarah: 40). Yakni, janji yang dibebankan di pundak kalian untuk Nabi Ahmad (Muhammad), apabila ia datang kepada kalian,


niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu (QS. al-Baqarah: 40), Yakni, pasti Aku tepati apa yang Aku pernah janjikan untuk kalian, apabila kalian membenarkan Nabi tersebut dan mengikutinya. Yakni dengan melepaskan semua belenggu yang ada pada pundak kalian akibat dosa-dosa kalian,


dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (QS. al-Baqarah: 40). Yakni, Aku turunkan siksaan-siksaan yang pernah Aku turunkan kepada leluhur kalian dan kalian telah mengetahui bentuk siksaan-siksaan itu.


Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur'an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orangyangpertama kafir kepadanya, (QS. al- Baqarah: 41). Yakni, janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir kepada Nabi itu, sebab kalian memiliki ilmu mengenai dirinya, satu hal yang tidak dimiliki orang-orang selain kalian,
 
 

dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada AKulah Kamu harus bertakwa. Dan jangan-lah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.' (QS. al-Baqarah: 41-42). Yakni, janganlah kalian menyembunyikan ilmu akan Rasul-Ku yang ada pada kalian serta apa yang dibawanya yang kalian temukan dalam kitab-kitab suci kalian.


Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?' (QS. al- Baqarah: 44). Yakni, mengapa kalian melarang manusia kafir terhadap kenabian, dan janji yang ada dalam kitab Taurat, sementara kalian lupa terhadap diri kalian sendiri. Artinya, kalian ingkar terhadap janji-Ku buat kalian untuk menyataka kebenaran Rasul-Ku, kalian melanggar janji-Ku serta menolak Kitab-Ku yang sudah kalian ketahui. Kemudian Allah menerangkan kepada mereka semua perbuatan mereka. Allah paparkan kisah sapi betina pada mereka, tindakan mereka terhadapnya, tobat mereka yang Allah kabulkan, pengusiran mereka, dan perkataan bodoh mereka:


Perlihatkan Allah kepada kami secara terang-terangan (QS. an-Nisaa': 153).
Ibnu Hisyam berkata: Jahrah artinya, yakni tampak jelas kepada kami dan tidak tertutup sesuatupun dari kami.
Ibnu Ishaq berkata: Mereka dihantam petir karena keteledoran mereka, lalu Allah menghidupkanya kembali, menaungi mereka dengan awan dan menurunkan kepada mereka Manna dan Salwa. Lalu Allah berfirman kepada mereka:


dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskatilah kami dari dosa" (QS. al-Baqarah: 58). Yakni, ucapkanlah apa yang Kami perintahkan pasti Aku akan menghapus dosa-dosa kalian. Allah menjelaskan bahwa mereka mengubah firman di atas sebagai bahan pelecehan terhadap perintah-Nya.
 
Ibnu Hisyam berkata: Al-Mann adalah sesuatu yang turun pada saat waktu sahur pada pepohonan yang mereka miliki lalu mereka mengambilnya dalam keadaan manis bagaikan manisnya madu serta meminum dan memakannya. Sedangkan As-Salwa adalah salah satu jenis burung. Ada pula yang mengatakan bahwa maksud As-Salwa ialah burung puyuh. Madu kadang kala juga dinamakan dengan As-Salwa.
Firman Allah,'Hiththatun, artinya hapuslah dosa-dosa kami!"
Ibnu Ishaq berkata: Di antara perbuatan mereka mengubah perintah Allah adalah sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Shalih bin Kaisan dari Shalih, mantan budak At-Taumah binti Umayyah bin Khalaf dari Abu Hurairah dan dari orang yang tidak aku ragukan integritasnya dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang bersabda: "Mereka masuk dari pintu tempat mereka diperintahkan masuk darinya dalam keadaan sujud, tapi mereka memasukinya dengan cara merangkak sambil mengatakan, 'Hinthunfi syair (Hinthun adalah salah satu jenis gandum)."
Ibnu Ishaq berkata: Ayat tersebut kemudian dilanjutkan dengan kisah mengenai permohonan air oleh Musa bagi kaumnya, perintah Allah kepada Musa agar Musa menggunakar. tongkatnya untuk memukul batu, lalu memancarlah dua belas mata air untuk mereka dar. setiap kabilah memiliki mata airnya sendiri dan mengetahui mata air mereka masing-masing, serta kisah mengenai perkataan mereka kepada Musa Alaihis-Salam:


"Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dari bawang merahnya." Musa berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebaga: pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta" (QS. al-Baqarah: 61).
Ibnu Hisyam berkata: Firman Allah, 'Al-Fumu berarti biji gandum
Ibnu Ishaq berkata: Mereka tidak melakukan perintah Musa. Ayat itu kemudian dilanjutkan dengan kisah diangkatnya Gunung Ath-Thur di atas mereka, perubahan fisik mereka dimana Allah mengubahnya menjadi kera akibat tindakan dan tingkah buruk mereka. Kisah berlanjut tentang sapi betina yang mengandung pelajaran dalam kasus pembunuhan yang mereka persengketakan. Lalu Allah menerangkan kejadian tersebut mereka setelah mereka bertanya secara berulang-ulang kepada Musa tentang ciri-ciri sapi betina yang dimaksud. Kisah berlanjut tentang mengerasnya hati mereka setelah peristiwa itu hingga seperti batu atau bahkan jauh lebih keras lagi. Kemudian Allah berfirman kepada mereka:
 
 

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. (QS. al-Baqarah: 74). Yakni, di antara jenis batu itu terdapat batu yang jauh lebih lembut dari pada hati kalian yang keras terhadap kebenaran yang diserukan kepada kalian. Allah melanjutkan firman-Nya:


Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Baqarah: 74).
Kemudian Allah menunjukkan firman-Nya kepada Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kaum Mukminin, sahabat beliau:


Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (QS. al-Baqarah: 75).
Maksud firman Allah bahwa mereka mendengar Taurat, itu tidak berarti bahwa semua mereka mendengarkannya. Bahkan beberapa ulama berpendapat bahwa hanya kalangan tertentu saja yang mendengarkan Taurat. Bani Israel berkata kepada Musa: "Wahai Musa, sesungguhnya kami terhijab tidak mampu melihat Allah secara nyata, maka perdengarkan kepada kami suara Allah agar Dia berkomunikasi langsung denganmu." Maka Musa memohonkan permintaan itu kepada Tuhannya. Allah berfirman kepada Musa: Wahai Musa, perintahkan mereka untuk membersihkan diri dengan mencuci pakaian mereka, dan berpuasa." Mereka melak- sanakan perintah Altah tersebut, lalu Musa pergi membawa serta mereka sampai tiba di bukit Ath-Thur. Tatkala mereka tertutup ka- but tebal, Musa memerintahkan mereka untuk bersujud. Saat mereka bersujud itulah, Allah berbicara dengan Musa sementara mereka mendengarkan firman Allah yang memerintahkan dan melarang mereka hingga mereka mampu memahami apa yang baru saja mereka dengar. Lalu Musa kembali pulang membawa mereka kepada Bani Israel. Sesampainya di sana, sebagian mereka mengganti apa yang
 
baru saja Allah perintahkan kepada mereka. Ketika Musa berkata kepada Bani Israel: "Sesungguhnya Allah memerintahkan ini dan itu atas kalian." Namun mereka mengatakan sebaliknya dari apa yang Allah firmankan kepada mereka. Mereka itulah yang Allah terangkan kepada Rasul-Nya, Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Kemudian Allah berfirman:


Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orangyang beriman, mereka berkata: "Kami pun telah beriman," (QS. al-Baqarah; 76). Yakni, kami pun beriman dengan sahabat kalian adalah Rasulullah Shallahahu 'Alaihi wa Sallam, namun ia hanya diutus secara khusus kepada kalian. Tapi, mana kala mereka berada bersama kelompoknya mereka berkata: "Janganlah kalian memceritakan ini kepada orang-orang Arab, sebab dulu kalian pernah meminta kemenangan atas mereka dengan selalu menyebut nama Muhammad, ternyata kini Muhammad berada di pihak mereka." Allah menurunkan firman-Nya perihal mereka,


Dan apabila mereka berjumpa dengan orang- orang yang beriman, mereka berkata: "Kami pun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?" (QS. al-Baqarah: 76). Yakni, apakah kalian mengakui Muhammad sebagai Nabi, padahal kalian mengetahui bahwa kalian telah dimintai perjanjian untuk mengikutinya. Dia telah menerangkan dengan gamblang bahwa Muhammad adalah seorang Nabi yang sejak lama kita tunggu-tunggu, dan kita dapati namanya dalam Kitab suci kita. Maka ingkarilah. dan jangan pernah engkau mengakuinya. Allah berfirman:


Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan? Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. (QS. al-Baqarah: 77-
 
78). Yakni, merekii tidak mengetahui Al-Kitab, tidak memaham: isinya, serta tidak mengakui kenabianmu melainkan hanya berdasar pada prasangka saja Allah berfirman:


Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidan akan disentuh oleh api neraka, kecuali selamu beberapa hari saja." Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya ataukak kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?" (QS. al-Baqarah: 80).
Ibnu Ishaq berkata: Mantan budak Zaid bin Tsabit berkata kepadaku dari Ikrimah atau dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi hm Sallam tiba di Madinah, orang-orang Yahudi berkata: "Usia dunia ini ialah tujuh ribu tahun. Allah menyiksa manusia di neraka dalam setiap seribu tahun hitungan hari-hari dunia dengan hanya satu hari dari hitungan hari-hari akhirat di neraka. Dengan demikian mereka hanya menjalani tujuh hari siksa di dalam neraka, kemudian siksa terhenti.' Allah Ta 'ala menurunkan ayat tentang ucapan mereka tersebut:


Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja. " Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?." (Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.' (QS. al-Baqarah: 80-81), Yakni, barangsiapa mengerjakan tindakan sebagaimana tindakan kalian, dan berlaku ingkar sebagaimana kekafiran kalian, maka kekafiran akan menghapus kebaikan dirinya di sisi Allah.
 
 

Dan orang-orang yang beriman serta beramal shaleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (QS. al-Baqarah: 82). Yakni, barangsiapa beriman kepada apa yang mereka ingkari, dan melakukan apa yang kalian tinggalkan dari agama-Nya, bagi mereka surga dan mereka kekal di dalamnya. Allah menjelaskan kepada mereka bahwa balasan kebaikan dan keburukan itu diberikan secara terus menerus kepada pelakunya tanpa terhenti.
Ibnu Ishaq berkata: Allah mencela mereka dengan firman-Nya:


Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS. al-Baqarah: 83). Yakni, kalian meninggalkan semua itu, dan tidak menetapi perjanjian, bukan karena kurang pengetahuan.
Allah melanjutkan firman-Nya:


Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya (QS. al-Baqarah: 84). Yakni, bahwa ini adalah hak dari perjanjian-Ku atas kalian.
Allah melanjutkan firman-Nya:
 
 

Kemudian kamu (Bani Israel) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan (QS. al-Baqarah: 85). Yang dimaksud dengan mereka pada ayat di ini adalah orang-orang musyrik. Kalian menumpahkan darah dan mengusir mereka dari negeri mereka.


tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. (QS. al-Baqarah: 85).
Yakni, padahal kalian mengetahui bahwa itu telah ditetapkan dalam agama dan dalam kitab kalian yaitu haram hukumnya bagi kalian untuk mengusir mereka.
Allah Ta'ala berfirman:


Apakah kamu beriman kepada sebahagiar. Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? (QS. al-Baqarah: 85), yakni, apakak kalian menebus mereka dalam keadaan kahir mempercayainya, dan kalian mengusir mereka dalam keadaan mengingkarinya.
Allah berfirman:


Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat: mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat (QS. al-Baqarah: 85).
 
Allah memurkai mereka disebabkan perbuatan buruk mereka. Padahal Allah telar mengharamkan mereka di dalam Taurat untuk membunuh orang lain, dan mewajibkan ataf mereka untuk menebus tawanan perang.
Pendeta-pendeta Yahudi terbagi dua: Pertama, Bani Qainuqa' dan orang-orang yang selaras dengan mereka, mereka adalah sekutu Khazraj. Kedua, An-Nadhir, Quraizhah, dan orang-orang yang selaras dengan mereka, sekutu Aus. Apabila terjadi perang antara Khazraj melawan Aus, Bani Qainuqa' beraci di pihak Khazraj, sementara An-Nadhir dar Quraizhah berada di pihak Aus. Setiap kubu membantu sekutunya untuk menghadapi lawannya yang pada akhrinya mereka menum pahkan darah. Padahal memiliki Taurat yang darinya mereka mengerti hak dan kewajiban mereka. Aus dan Khazraj adalah orang-orang musyrik yang tidak mengetahui surga tidak pula neraka, Hari kebangkitan, Hari Kiamat, Kitab, Suci atau hal-hal yang halal dan yang haram.
Apabila perang telah usai, mereka menebus tawanan perangnya karena yakin apa yang tertera di dalam Taurat. Bani Qainuqa' menebus tawanan mereka di Aus. Nadhir dan Quraizhah menebus tawanan mereka di Khazraj. Dan dalam waktu yang sama mereka menyatakan bahwa darah mereka yang tertumpah adalah halal, dan korban mereka yang terbunuh sebagai realisasi dukungan mereka terhadap orang-orang musyrik. Allah Ta'ala berfirman mencela tindakan buruk yang mereka lakukan: Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? (QS. al-Baqarah: 85). Yakni, apakah kalian menebus tawanan perang berdasarkan hukum yang tertera dalam Taurat lalu kalian membunuh manusia padahal pembunuhan adalah merupakan sesuatu yang diharamkan dalam Taurat? Apakah kalian mengusirnya dari negerinya dan mendukung orang-orang yang menyekutukan Allah dan menyembah patung-patung karena mengharapkan kehidupan yang sekejap?
Demikianlah yang diperbuat orang-orang Yahudi terhadap Khazraj dan Aus. Inilah latar belakang sebab dilansirnya kisah ini oleh Allah.
Lalu Allah berfirman:


Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Is a putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus. (QS. al-Baqarah: 87). Di antara mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa ialah menghidupkan orang yang telah mati, ia meniup tanah yang dibentuk burung kemudian tanah tersebut menjadi burung yang hidup dengan izin Allah, menyembuhkan orang sakit, dan memberi tahu apa yang tersimpan di rumah-rumah mereka. Allah menyebutkan bantahan atas mereka yang ada di dalam Taurat dan Injil yang dibuat untuk mereka. Allah memaparkan kekafiran mereka terhadap semua itu:
 
 

Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh? (QS. al-Baqarah: 87).
Allah berfirman:


Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup." Allah berfirman: Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman. (QS. al-Baqarah: 88).
Allah Ta’ala befirman:


Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (QS. al-Baqarah: 89).
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku dari sesepuh kalangan Ansar yang mengatakan: Ayat di atas diturunkan karena perbuatan kami dan orang-orang Yahudi. Kami mengalahkan orang-orang Yahudi pada masa jahiliyah, saat itu kami masih berstatus sebagai ahli syirik, sedangkan mereka para Ahli Kitab. Dahulu pendeta-pendeta Yahudi berkata kepada kami: "Kemunculan nabi yang akan diutus telah dekat. Apabila ia telah muncul kami akan menumpas kalian sebagaimana penumpasan terhadap kaum Ad dan Iram." Pada saat Allah mengutus Rasul-Nya dari suku Quraisy, kami mengimaninya sementara mereka mengingkarinya." Allah berfirman:
 
 

Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang- orang yang ingkar itu. Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba- Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. (QS. al-Baqarah: 89-90).
Allah murka karena mereka menyia-nyiakan Taurat dan ingkar kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang diutus oleh Allah kepada mereka.
Kemudian Allah memurkai mereka dengan mengangkat Gunung Ath-Thur ke atas mereka, dan mereka menjadikan anak sapi betina sebagai Tuhan selain Allah. Allah berfirman kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam:


Katakanlah: Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (mu), jika kamu memang benar. (QS. al- Baqarah: 94), yakni, doakan kematian atas salah satu dari dua kelompok yang paling berdusta di sisi Allah, namun mereka tidak mau melakukannya. Allah Ta'ala melanjutkan firman-Nya:


Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan- kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. (QS. al- Baqarah: 95), mereka tidak mengharapkan kematian, karena
 
mereka memiliki pengetahuan tentang dirimu, hanya saja mereka mengingkarinya. Ada yang mengatakan andai saja orang-orang Yahudi mengharapkan kematian pada hari itu, maka tidak ada seorang Yahudi pun yang akan tersisa di atas muka bumi.
Kemudian Allah memaparkan tabiat orang-orang Yahudi yaitu menginginkan kehidupan kekal di dunia dan umur yang panjang:


Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. al-Baqarah: 96). Yakni, usia panjang tidak akan pernah bisa menyelamatkan mereka dari adzab, hal tersebut disebabkan karena orang kafir tidak mengharapkan kebangkitan setelah kematian, ia memilih untuk hidup kekal di dunia, karena mengetahui kehinaan yang akan menimpa mereka di akhirat akibat menyia-nyiakan pengetahuan tentang nabi yang dimilikinya. Kemudian Allah berfirman:


Katakanlah: Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman (QS. al-Baqarah: 97).



Pertanyaan Orang-orang Yahudi dan Jawaban Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Pada Mereka


Ibnu lshaq berkata: Abdullah bin Abdur-rahman bin Abu Husain Al-Makki bertutur kepadaku dari Syahr bin Hausyab Al-Asy'ari yang berkata bahwa beberapa pendeta Yahudi datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berkata: "Wahai Muhammad, jawablah pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan kepadamu. Apabila engkau mampu memberikan jawaban, maka kami akan mengikuti, membenarkan dan beriman kepadamu. "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kalian mempunyai perjanjian dengan Allah, bahwa apabila aku mampu menjawab pertanyaan-
 
pertanyaan yang kalian ajukan, kalian pasti membenarkanku?" Mereka berkata: Ya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Katakanlah apa yang kalian hendak tanyakan." Mereka bertanya: "Terangkanlah kepada kami kenapa seorang bayi itu menyerupai ibunya, padahal sperma itu berasal dari bapaknya!” Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Aku bersumpah dengan Allah dan dengan hari-hari-Nya di Bani Israel, tahukah kalian bahwa sperma laki-laki itu berwarna putih kental, dan ovum wanita berwarna kuning dan encer; maka mana di antara keduanya yang lebih dominan, keserupaan akan terjadi padanya." Pendeta-pendeta Yahudi berkata: "Benar!" Kini terangkanlah kepada kami, bagaimana cara tidurmu!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Aku bersumpah dengan Allah dan dengan hari-hari-Nya di Bani Israel, aku seperti yang kalian perkirakan dimana mataku tidur namun hatiku tidaklah tidur." Pendeta-pendeta Yahudi berkata: "Benar." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Begitu juga tidurku, mataku tidur, namun hatiku tetap terjaga." Pendeta-pendeta Yahudi itu kemudian bertanya kembali: "Terangkan kepada kami apa saja yang diharamkan orang-orang Israel atas diri mereka!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Aku bersumpah dengan Allah dan dengan hari-hari-Nya di Bani Israel, tahukah kalian bahwa mulanya makanan dan minuman yang paling disukai Israel adalah daging unta dan susunya? Kemudian ketika ia sakit, maka Allah menyembuhkannya dengannya, kemudian ia mengharamkan atas dirinya makanan dan minuman yang paling disukainya itu sebagai refleksi syukurnya kepada Allah. Dia mengharamkan atas dirinya daging dan susu unta." Pendeta-pendeta Yahudi berkata: "Benar." Kini terangkanlah kepada kami tentang ruh!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku bersumpah dengan Allah dan dengan hari-hari-Nya di Bani Israel, apakah kalian tahu bahwa yang datang kepadaku adalah Jibril?" Pendeta-pendeta Yahudi berkata: "Betul!" Tapi wahai Muhammad, dia adalah musuh Kami. Ia malaikat, tapi dia datang dengan kasar dan menumpahkan darah. Jika bukan karena itu, pastilah kami mengikutimu." Kemudian Allah menurunkan firman-Nya tentang ucapan mereka tersebut:

 
 

Katakanlah: Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik. Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebahagian besar dari mereka tidak beriman. Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang- orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung) nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babilyaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS. al-Baqarah: 97-102)
Ibnu Ishaq berkata: -sebagaimana berita yang sampai kepadaku—bahwa ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyebutkan Nabi Sulaiman bin Daud termasuk bagian dari para rasul, sebagian pendeta Yahudi berkata: Apakah kalian tidak merasa heran dengan Muhammad? Ia beranggapan bahwa Sulaiman bin Daud itu seorang nabi. Demi Allah, Sulaiman bin Daud itu tidak lebih dari seorang penyihir." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang mereka:
Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (QS. al-Baqarah: 102).
 
Yakni, setan-setan itu kafir disebabkan mereka mengikuti sihir dan mengamalkannya, Dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun (QS. al-Baqarah: 102)
Ibnu Ishaq berkata: seorangyang aku percaya pada kejujurannya berkata kepadaku dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata: Yang diharamkam Israel terhadap dirinya ialah bagian yang menonjol dari hati, ginjal dan lemak kecuali lemak yang ada pada tulang punggung sebab lemak pada tulang punggung biasanya disediakan untuk sesajen yang kemudian ditelan api.



Surat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Kepada Orang-orang Yahudi Khaybar


Ibnu Ishaq berkata:-sebagaimana dituturkan kepadaku oleh mantan budak keluarga Zaid bin Tsabit dari Ikrimah atau Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas yang berkata-- Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam menulis surat kepada orang-orang Yahudi Khaybar yang berbunyi sebagai berikut: Bismillahirrah- manirrahim. Dari Muhammad, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sahabat dan saudara Musa, dan orang yang membenarkan apa telah berfirman kepada kalian wahai orang- orang yang diberi Kitab Taurat dan kalian telah temukan ini dalam kitab kalian:


Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam- penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang- orang mukmin). Allah men- janjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. al-Fath: 29).
 
Aku bersumpah dengan nama Allah, dan dengan apa yang diturunkan kepada kalian, aku bersumpah dengan Dzat yang memberi kalian makan beruapa Al-Manna dan As-Salwa yang diberikan kepada orang-orang yang datang sebelum kalian, aku bersumpah dengan Allah yang mengeringkan laut untuk para leluhur kalian kemudian Allah menyelamatkan kalian dari Fir'aun dan tindakannya. Tidakkah kalian mau memberitahukan kepadaku apakah kalian temukan dalam Kitab yang diturunkan kepada kalian bahwa kalian wajib percaya kepada Muhammad? Apabila kalian tidak menemukannya maka tidak ada paksaan bagi kalian, karena Allah telah menjelaskan,


"Sungguh petunjuk dan kesesatan itu telah jelas. " (QS. al-Baqarah: 256). Aku seru kalian kepada Allah dan Nabi-Nya.



Ayat Al-Qur'an yang Turun tentang Abu Yasir dan Saudaranya


Ibnu lshaq berkata: Sesungguhnya di antara pendeta-pendeta Yahudi dan orang-orang kafir Yahudi yang kisahnya disebutkan dalam Al-Qur'an —sebagaimana dituturkan kepadaku dari Abdullah bin Abbas dan Jabir bin Abdullah bin Ri'ab— yang bertanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sal- lam, dan membuat kerancuan bagi beliau untuk mencampuradukkan antara kebenaran dengan kebatilan adalah Yasir bin Akhthab dan saudaranya. Suatu ketika Abu Yasir bin Akhthab berjalan melintasi di hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan saat itu beliau sedang membaca surat Al-Baqarah, 'Alif' laam mim. Kitab itu tiada keraguan di dalamnya (QS. al-Baqarah: 1-2). Kemudian Yasir bin Akhthab menjumpai saudaranya, Huyay bin Akhthab yang tengah berkumpul bersama orang- orang Yahudi. Abu Yasir bin Akhthab berkata: "Demi Allah, ketahuilah, baru saja aku mendengar Muhammad membaca apa yang diturunkan padanya 'Alif' laam mim. Kitab itu tiada keraguan di dalamnya (QS. al-Baqarah: 1-2) Orang-orang Yahudi berkata: "Apakah engkau benar-benar men- dengarnya?' Yasir bin Akhthab menjawab: "Benar." Huyay bin Akhthab bersama orang-orang Yahudi segera beranjak dan berangkat untuk menjumpai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berkata: "Wahai Muhammad, telah dikbarkan kepada kami bahwa engkau membaca apa yang diturunkan kepadamu? "Alif' laam mim. Kitab itu tiada keraguan di dalamnya (QS. al-Baqarah: 1-2),
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya, benar." Orang-orang Yahudi berkata: "Apakah ayat Al-Qur'an itu dibawa Jibril dari sisi Allah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya, benar." Orang-orang Yahudi berkata: "Sungguh Allah telah mengutus beberapa nabi sebelum engkau. Kami tidak mengetahui Allah menjelaskan kepada salah seorang nabi itu tentang masa kekuasaannya, dan masa kekuasaan umatnya selain pada dirimu."
Huyay bin Akhtab berkata sambil menghadap pada orang-orang yang datang bersamanya: "Alif satu, laam tiga puluh, dan miim empat puluh. Jadi jumlah keseluruhannya tujuh puluh satu tahun. Apakah kalian akan menganut agama yang masa kekuasaannya hanyalah tujuh puluh satu tahun saja?." Kemudian Huyay bin Akhthab menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan berkata: "Hai Muhammad, apakah engkau mempunyai ayat lain selain ayat tadi?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, Ya!.' Huyai bin Akhthab berkata: "Bagaimana bunyinya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi
 
wa Sallam membaca ayat, 'Alif laam miim shaad (QS. al-A'raaf: 1) Huyai bin Akhthab berkata: "Demi Allah, ayat ini jauh lebih berat dan lebih panjang. Alif satu, laam a tiga puluh, miim empat puluh dan shaad adalah sembilan puluh. Jadi jumlah keseluruhannya adalah seratus enam puluh satu tahun. Apakah engkau mempunyai ayat yang lain, wahai Muhammad?' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya." Huyay bin Akhthab berkata: "Bagaimana bunyinya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membaca ayat, 'Alif laam raa' (QS. Yunus: 1) Huyay bin Akhthab berkata: "Demi Allah, ini jauh lebih berat dan lebih panjang. Alif satu, laam tiga puluh dan raa' dua ratus. Jadi jumlah keseluruhannya adalah dua ratus tiga puluh satu tahun. Apakah engkau masih memiliki ayat yang lain, wahai Muhammad?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya." Huyay bin Akhthab berkata: "Bagaimana bunyinya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membaca ayat: Alif laam mim raa (QS. ar-Ra'd: 1). Huyay bin Akhthab berkata: "Ini lebih jauh berat dan lebih panjang. Alif satu, laam tiga puluh, miim empat puluh, dan raa' dua ratus. Jadi jumlah keseluruhannya dua ratus tujuh puluh satu tahun." Huyay bin Akhthab berkata: "Wahai Muhammad, masalahnya menjadi sangat kompleks bagi kami, hingga kami tidak mengerti apakah engkau diberi banyak atau sedikit?" Kemudian orang-orang Yahudi itu pergi. Abu Yasir bin Akhthab berkata kepada saudaranya, Huyay bin Akhthab dan pendeta- pendeta Yahudi yang ikut bersamanya: "Tahukah kalian barangkali jumlah tadi diberikan kepada Muhammad, yaitu tujuh puluh satu, seratus enam puluh satu, dua ratus tiga puluh satu, dan dua ratus tujuh puluh satu. Jadi jika dijumlah keseluruhannya maka menjadi tujuh ratus tiga puluh empat tahun. Pendeta-pendeta Yahudi berkata: "Persoalannya menjadi sangat kompleks bagi kami." Para ulama meyakini bahwa ayat di bawah ini Allah turunkan karena ulah mereka:


Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al- Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. (QS. Ali Imran: 7).
Ibnu Ishaq berkata: Aku mendengar dari ulama kredibel yang tidak aku ragukan integritasnya berkata bahwa ayat di atas diturunkan atas warga Najran yaitu pada saat mereka bertemu dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk bertanya tentang Isa bin Maryam ' Alaihis-Salam.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif berkata kepadaku bahwa ia mendengar ayat di atas diturunkan untuk beberapa orang Yahudi namun dia tidak memberikan rinciannya lebih lanjut kepadaku. Wallahu a'lam mana yang lebih benar.



Kekafiran Orang-orang Yahudi terhadap Rasulullah Setelah Mereka Menanti-nanti Kedatangannya dan Ayat Al-Qur'an yang Diturunkan Allah dalam Hal ini


Ibnu Ishaq berkata: Aku mendengar dari Ikrimah mantan budak Ibnu Abbas atau dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas ia berkata: Orang-orang Yahudi berharap mengungguli orang-orang Aus dan Khazraj dengan wasilah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebelum diutusnya. Namun saat Allah mengutusnya dan ternyata beliau berasal dari orang- orang Arab, mereka kafir dan membantah apa
 
saja yang dikatakan beliau. Kemudian Muadz bin Jabal, dan Bisyr bin Al-Barra' bin Ma'rur, saudara Bani Salimah berkata kepada mereka: "Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah, dan masuklah ke dalam Islam, karena kalian pernah mengharapkan kemenangan atas kami dengan perantara Muhammad, sedangkan kami pada saat itu masih dalam keadaan musyrik. Kalian pernah sampaikan kepada kami bahwa beliau telah diutus, dan kalian telah terangkan kepada kami tentang sifat-sifat beliau." Salam bin Misykam, salah seorang dari Bani Nadhir berkata: " Namun ia sama sekali tidak membawa apa pun yang kami ketahui, dan tidak membawa sesuatu yang pernah kami sampaikan kepada kalian.' Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang ucapan mereka dalam firman-Nya berikut:


Dan setelah datang kepada mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu (QS. al-Baqarah: 89).
Ibnu Ishaq berkata: Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam diangat menjadi rasul, dan memaparkan tentang perjanjian yang telah Allah ambil dari mereka, Malik bin Ash-Shaif berkata: "Demi Allah, kami tidak pernah diberi perjanjian agar percaya kepada Muhammad, tidak pernah pula dimintai perjanjian tentang dirinya." Allah Ta'ala menurunkan ayat Al-Qur'an tentang Malik bin Ash- Shaif:


Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebahagian besar dari mereka tidak beriman. (QS. al-Baqarah: 100).
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Shaluba al-Fithyuni berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Muhammad, engkau tidak datang kepada kami dengan membawa sesuatu yang pernah kami ketahui, dan Allah tidak menurunkan kepadamu ayat nyata yang mengharuskan kami beriman dan mengikutimu." Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang ucapan Ibnu Shaluba tersebut:

 
Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang- orang yang fasik. (QS. al-Baqarah: 99).
Ibnu Ishaq berkata: Rafi' bin Huraimalah dan Wahb bin Zaid berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Muhammad, datangkanlah pada kami kitab yang engkau turunkan dari langit hingga kami bisa membacanya, lalu pancarkanlah air sungai untuk kami, pasti kami akan beriman, mengikuti dan membenarkanmu." Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya mengenai perkataan Rafi' bin Huraimalah dan Wahb bin Zaid tersebut:


Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israel meminta kepada Musapada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yanglurus. (QS. al-Baqarah: 108).
Ibnu Ishaq berkata: Huyay bin Akhthab dan saudaranya, Abu Yasir bin Akhthab adalah sosok orang Yahudi yang memendam dendam kesumat yang amat dalam kepada orang-orang Arab, karena Allah memberikan karunia kepada mereka berupa seorang Rasul-Nya Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berdua berupaya sekuat tenaga untuk menjauhkan manusia dari agama Islam dengan segala kapasitas yang mereka miliki. Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya tentang mereka berdua:


Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Baqarah: 109).



Konflik Antara Orang-orang Yahudi dan Kristen di Hadapan Rasulullah
 
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat delegasi Kristen Najran sampai di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, maka pendeta-pendeta Yahudi itu datang menemui mereka, dan lang- sung terlibat cekcok dengan mereka di hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Rafi' bin Huraimalah berkata: "Kalian tidak
mempunyai pegangan." Rafi' bin Huraimalah kafir kepada Isa bin Maryam dan Injil. Seorang delegasi Kristen Najran angkat bicara kepada orang-orang Yahudi: "Kalian tidak memiliki pegangan." Dia juga mengingkari kenabian Musa dan kafir kepada Taurat. Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya tentang ucapan mereka berdua tersebut:


Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,"padahal mereka (sama-sama) membaca Al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. (QS. al-Baqarah: 113).
Yakni, setiap pihak membaca dalam kitabnya apa yang membenarkan sesuatu yang mereka ingkari sendiri. Orang-orang Yahudi kafir kepada Isa bin Maryam, padahal mereka mempunyai kitab Taurat yang di dalamnya Allah mengambil janji kepada mereka melalui mulut Musa 'Alaihis-Salam untuk membenarkan Isa bin Maryam 'Alaihis Salam. Demikian pula dengan Injil yang diturunkan kepada Isa bin Maryam terdapat ayat yang membenarkan Musa 'Alaihis salam dan Taurat yang dia bawa dari Allah. Namun ternyata masing-masing pihak mengingkari apa yang ada di tangan lawannya.
Ibnu Ishaq berkata: Rafi' bin Huraimalah berkata kepada Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam: "Wahai Muhammad, apabila engkau benar-benar seorang Rasul yang diutus oleh Allah sebagaimana yang engkau katakan, maka mintalah kepada Allah agar Dia berbicara kepada kami hingga kami bisa mendengar firman-Nya." Allah Taala menurunkan firman-Nya tentang ucapan Rafi' bin Huraimalah tersebut:

 
Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orangyang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yangyakin. (QS. al-Baqarah: 118).
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Shuriya Al-A'war (si Mata Juling) Al-Fithyuni berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Muhammad, petunjuk itu, hanyalah petunjuk yang kami miliki. Oleh sebab itu, ikutilah kami, pastilah engkau mendapatkan petunjuk." Orang-orang Kristen mengatakan hal serupa. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya tentang ucapan Abdullah bin Shuriya dan tentang ucapan orang Kristen tersebut:




Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadipenganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." Katakanlah: "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik. Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya lah kami
 
menyembah. Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati, ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakqub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: "Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan. Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. al-Baqarah: 135-141)



Komentar Orang Yahudi tentang Pemindahan Kiblat ke Ka'bah


Ibnu Ishaq berkata: Ketika arah kiblat dipindahkan dari Syam ke Ka'bah yang terjadi pada bulan Rajab genap tujuh puluh bulan sesudah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah, maka Rifa'ah bin Qais, Fardam bin Amr, Ka'ab bin Al-Asyraf, Rafi' bin Abu Raff Al-Hajjaj bin Amr sekutu Ka'ab bin Al- Asyraf, Ar-Rabi' bin Ar-Rabi' bin Abu Al-Huqaiq, dan Kinanah bin Ar-Rabi' bin Abu Al-Huqaiq datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata: "Wahai Muhammad, mengapa engkau beralih dari kiblatmu yang semula, padahal engkau menyatakan bahwa dirimu sebagai penganut agama Ibrahim? Kembalilah kepada kiblatmu yang pertama, niscaya kami mengikuti dan membenarkanmu." Ucapan tersebut memiliki maksud untuk mengeluarkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari agamanya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya:


Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitulmakdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yanglurus. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblatyang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Sebagai ujian dan cobaan, Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; yakni berupa keyakinan dan yang Allah kokohkan dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Yakni keimanan kalian dengan
 
kiblat dan pembenaran kalian akan Nabi kalian, dan ikutnya kalian pada kiblat terakhir, dan ketaatan kalian pada nabi kalian, agar Allah berikan pahala keduanya secara keseluruhan. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. al-Baqarah: 142-143)
Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. (QS. al-Baqarah: 144).
Ibnu Hisyam berkata: syathrahu artinya nahwahu (ke arahnya).


Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasukgolongan orang-orang yang zalim. Orang-orang (Yahudidan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang- orang yang ragu. (QS. al- Baqarah: 144-147).
 
Orang-orang Yahudi Merahasiakan Isi Kebenaran yang Terkandungan dalam Kitab Taurat


Ibnu Ishaq berkata: Muadz bin Jabal saudara Bani Salimah, Sa'ad bin Muadz saudara Bani Abdul Asyhal, dan Kharijah bin Zaid saudara Bani Balharits bin Al-Khazraj bertanya kepada beberapa pendeta Yahudi mengenai sebagian kandungan Taurat. Hanya saja mereka merahasiakannya serta menolak dengan keras untuk memberikan penjelasan. Kemudian Allah menurunkan ayat tentang sikap orang-orang Yahudi tersebut:


Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, (QS. al-Baqarah: 159).
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyeru orang-orang Yahudi untuk masuk Islam dan memperingatkan mereka akan siksa Allah. Raff bin Kharijah dan Malik bin Auf berkata: "Wahai Muhammad, kami hanya akan mengikuti apa yang kami peroleh dari pan leluhur kami, karena mereka lebih mengen. dan lebih bijak daripada kami." Lalu Allat menurunkan firman-Nya tentang ucapan mereka berdua:


Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?" (QS. al- Baqarah: 170).



Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Mengumpulkan Orang-orang Yahudi di Pasar Bani Qainuqa'


Ibnu Ishaq berkata: Setelah Allah menjatuhkan kekalahan kepada orang-orang Quraisy di Perang Badar, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengumpulkan orang-orang Yahudi di Pasar Bani
 
Qainuqa' setibanya beliau di Ma- dinah. Beliau berkata kepada mereka: "Waha: orang-orang Yahudi, masuklah kalian ke dalam Islam sebelum Allah menjatuhkan kekalahan pada kalian sebagaimana yang menimpa orang-orang Quraisy." Orang-orang Yahud; berkata: "Wahai Muhammad, janganlah engkau terpedaya oleh dirimu sendiri. Engkau hanya berhasil membunuh beberapa orang Quraisy yang miskin pengalaman dan tidak paham tata cara perang. Demi Allah, apabila engkau memerangi kami, engkau pasti akan tahu, bahwa kami benar-benar manusia, dan engkau tidak pernah menjumpai orang-orang sehebat kami." Maka Allah Yang Mahamulia menurunkan firman-Nya :


Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya." Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang- orang muslimin dua kalijumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (QS. Ali imran: 12-13).



Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Masuk ke Baitul Midras


Ibnu Ishaq berkata: Pada suatu hari, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memasuki Baitul Midras (tempat belajar Taurat orang Yahudi) yang pada saat itu dihadiri beberapa orang Yahudi untuk menyeru mereka kembali ke jalan Allah. An-Nu'man bin Amr dan Al-Harits bin Zaid berkata kepada Rasulullah: "Wahai Muhammad, agama apakah yang engkau anut?' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku menganut agama Ibrahim." An-Nu'man bin Amr dan Al-Harits bin Zaid berkata: "Sesungguhnya Ibrahim itu orang Yahudi." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika demikian, marilah kita kembali kepada Taurat sebagai jalan keluar dari masalah yang ada di antara kita." Namun mereka berdua menampik ajakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Lalu Allah menurunkan ayat Al-Qur'an tentang keduanya:
 
 

Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al-Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran). Hal itu adalah karena mereka mengaku: "Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung." Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan. (QS. Ali Imran: 23-24).
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat pendeta-pendeta Yahudi dan delegasi Kristen berkumpul di kediaman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, mereka terlibat adu mulut.
Pendeta-pendeta Yahudi berkata: "Ibrahim itu adalah seorang Yahudi." Delegasi Kristen berkata: "Ibrahim adalah seorang Kristen." Lalu Allah Ta 'ala menurunkan ayat tentang perselisihan mereka itu:


Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hai Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir? Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hai yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah- membantah tentang hai yang tidak kamu ketahui?; Allah mengetahui sedangkamu tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. " Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imrm 65-68).
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Shaif. Adi bin Zaid, dan Al-Harits bin Auf berkata kepada sebagian orang Yahudi: "Marilah kita mempercayai apa yang diturunkan kepada Muhammad dan sahabat- sahabatnya di pagi hari, lalu kita berbondong-bondong mengingkarinya pada sore hari, agar kita bisa mengacak-acak agama mereka. Mudar-mudahan mereka melakukan sebagaimana yang kita lakukan lalu mereka berpaling dari agamanya." Maka Allah menurunkan firman Nya :

 
 



Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampw adukkan yang hak dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kami mengetahui? Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apt yang diturunkan kepada orang-orang ber iman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran). Dan Janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu." Katakanlah: "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas (karunia- Nya) lagi Maha Mengetahui. " (QS. Ali Imran: 71-73).
Abu Rafi' al-Qurazhi berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi dan delegasi Kristen Najran saat mereka berkumpul di kediaman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan beliau mengajak mereka kepada Islam: "Wahai Muhammad, apakah engkau bermaksud agar kami menyembahmu sebagaimana orang- orang Kristen menyembah Isa bin Maryam?' Salah seorang dari delegasi Kristen Najran bemama Ar- Ribbiyusu berkata: "Wahai Muhammad, apakah itu yang engkau kehendaki dari kami, dan engkau menyeru kami kepadanya?" Atau sebagaimana yang ia katakan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku berlindung kepada Allah dari menyembah selain Allah, atau menyuruh orang lain beribadah kepada selain Allah. Allah tidak mengutusku demikian, dan tidak menyuruhku pada perkara seperti ini." Lalu Allah menurunkan ayat:

 
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah. " Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?" (QS. Ali Imran 79- 80).
Ibnu Hisyam berkata: Rabbaniyyun adalah para ulama dan fuqaha' terkemuka. Kata tunggalnya "rabbany" dan derivasi dari kata "rabb" yang berarti sayyid (pemimpin).


Akan memberi minum tuannya dengan khamar (QS. Yusuf: 41), yakni rabb (tuan)
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah Yang Maha mulia menyebutkan tentang perjanjian yang telah Dia ambil dari mereka dan dari nabi-nabi mereka untuk mengimani Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, apabila dia telah diutus di tengah mereka:


Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yan gAku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya." Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui." Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu." (QS. Ali lmran: 81).



Orang-orang Yahudi Berusaha Membuat Fitnah Antara Kaum Anshar


Ibnu Ishaq berkata: Syas bin Qais seorang yang sudah tua bangka dengan kekafiran yang luar biasa dan memendam kedengkian yang hebat kepada kaum Muslimin, berjalan melewati beberapa sahabat
 
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari Aus dan Khazraj dalam sebuah majlis yang menyatukan mereka dan mereka berbincang-bincang satu sama salinnya. Melihat keakraban mereka muncullah kedengkian dan kejengkelan Syas bin Qais. Dia merasa muak saat menyaksikan persatuan dan kebaikan hati mereka dengan Islam setelah sebelumnya pada masa jahiliyah mereka saling bermusuhan. Syas bin Qais berkata: "Tokoh-tokoh Bani Qailah telah berkumpul di negeri ini. Tidak, demi Allah, rasanya tidak sepatutnya bagi kita ikut bersama-sama dengan mereka apabila tokoh-tokoh mereka bertemu di dalamnya secara damai." Maka Syas bin Qais memerintahkan seorang pemuda Yahudi dengan mengatakan padanya: "Pergilah ke tempat mereka kini beradi lalu duduklah bersama mereka! Setelah itu usik ingatan mereka akan Perang Bu'ats dar perang-perang sebelumnya serta lantunkan kepada mereka syair-syair yang dulu pernah mereka lontarkan."



Sekilas tentang Perang Bu'ats


Perang Bu'ats adalah perang yang terjadi antara Al-Aus melawan Al-Khazraj. Perang tersebut dimenangkan oleh Al-Aus atas Al-Khazraj. Saat itu, Al-Aus dipimpin Hudhair bin Simak Al-Asyhali, Abu Usaid bin Hudhair, sedang pemimpin Al-Khazraj pada saa: itu adalah Amr bin An-Nu'man Al-Bayadhi Pada perang tersebut kedua pemimpin tersebut tewas terbunuh.
Perang Bu'ats sangat panjang untuk diurai secara keseluruhan dan saya tidak terpikat untuk memamparkannya mengungkapnya secara utuh, karena khawatir memutus pemaparan sirah hidup Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Pemuda Yahudi melaksanakan apa yang diperintahkan padanya yang kemudian kaum muslimin terlibat pembicaraan yang panas antar mereka pada pertemuan tersebut, saling adu mulut hingga mereka bertengkar, dan saling membanggakan dirinya atas orang lain. Bahkan dua orang dari Aus dan Khazraj meloncat ke atas hewan kendaraannya. Mereka adalah Aus bin Qaidhi salah seorang dari Haritsah bin Al-Harits dari Aus dan seorang lagi Jabbar bin Shakr dari Bani Salimah dari Khazraj. Keduanya beradu kata secara bergantian, "Bila kalian mau kami akan melakukan hal yang sama sebagaimana kita lakukan dahulu!' Kedua belah pihak tersulut emosi. Mereka berkata: "Boleh kita lakukan itu dan mari kita bertemu lagi di siang hari. Senjata beradu senjata!" Pada hari yang telah ditentukan, mereka pergi ke tempat yang telah disepakati sebelumnya. Peristiwa ini terdengar oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian beliau berangkat menemui mereka dengan ditemani beberapa sahabat dari kaum Muhajirin. Sesampainya di sana Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai kaum Muslimin, ingatlah Allah. Mengapa kalian mengikuti propaganda jahiliyah, padahal aku masih ada di tengah-tengah kalian. Allah telah memberi petunjuk kalian kepada Islam dan menjadikan kalian orang yang mulia dengannya, memutus segala kejahiliyahan dari kalian, menyelamatkan kalian dari kekufuran serta menyatukan hati kalian!" Kaum Muslimin dari Aus dan Khazraj segera menyadari bahwa propaganda jahiliyah adalah tipudaya setan, dan merupakan konspirasi musuh-musuh mereka. Tangisan mereka meledak, mereka saling merangkul, antara Al-Uas dan Al-Khazraj. Setelah itu, mereka pulang bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan patuh dan taat. Allah telah memadamkan dari mereka salah satu konspirasi jahat musuh Allah, Syas bin Qais. Lalu Allah menurunkan ayat tentang Syas bin Qais dan perilaku buruknya itu:
 
 

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha menyaksikan apa yang kamu kerjakan?" Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan?" Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran: 98-99)
Sedangkan tentang Aus bin Qaidhi, Jabbar bin Shakr dan pengikutnya masing-masing serta perbuatan mereka yang terjebak propaganda kejahiliyahan yang ditebarkan Syas bin Qais kepada mereka, Allah menurunkan firman-Nya:


Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al- Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
 
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makrufdan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yangjelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (QS. Ali Imran: 100-105)
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Abdullah bin Salam, Tsa'labah bin Sa'yah, Usaid bin Sa'yah, Asad bin Ubaid, dan orang-orang Yahudi lainnya masuk Islam, beriman, membenarkan serta tertarik kepadanya, dan setelah keislaman mereka kokoh kuat, pendeta-pendeta Yahudi yang masih saja kafir berkata: "Tidaklah akan menganut agama Muhammad kecuali orang-orang terjelek di antara Jika mereka orang-orang terbaik kami, niscaya mereka tidak akan meninggalkan agama leluhur, dan tidak mungkin beralih pada agama lain." Maka Allah menurunkan firman-Nya:


Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujus (shalat). (QS. Ali Imran: 113).
Ibnu Hisyam berkata: Makna dari Anaa' al-Lail adalah jam-jam malam. Kata tunggalnya adalah adalah
inyun


Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang shaleh (QS. Ali Imran: 114)
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang dari kaum Muslimin memiliki hubungan dekat dengan beberapa orang Yahudi, karena ikatan jaminan keamanan dan persekutuan pada masa jahiliyah. Setelah itu Allah Yang Maha tinggi menurunkan ayat yang melarang mereka menjadikan orang-orang Yahudi sebagai teman akrab:

 
 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat- ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. (QS. Ali lmran: 118-119), hingga akhir kisah. Yakni, kalian beriman kepada kitab mereka dan kepada kitab yang telah lalu sementara mereka kafir dengan kitab kalian. Jadi kalian lebih berhak untuk menyukai mereka dari- pada mereka benci kepada kalian.
Ta'ala melanjutkan firman-Nya,


Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: "Kami beriman"; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujungjari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu." Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. " (QS. Ali lmran: 119)



Ibnu Ishaq berkata: Pada suatu hari, Abu Bakar memasuki Baitul Midras dan melihat orang-orang Yahudi sedang berkumpul di kediaman salah seorang dari mereka yang benama Finhash, salah seorang ulama dan pendeta mereka. Finhash ditemani seorang pendeta Yahudi lainnya yang bernama Asya'. Abu Bakar berkata kepada Finhash: "Celaka engkau wahai Finhash, bertakwalah kepada Allah dan peluklah agama Islam! Demi Allah, engkau telah mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dia datang dengan membawa kebenaran dari sisi Allah, dan kalian menemukan namanya tertulis di dalam Taurat dan Injil. "'Finhash berkata: "Demi Allah, wahai Abu Bakar, kami tidak butuh Allah, sebaliknya Allah-lah yang butuh pada kami. Kami tidak merendahkan diri kepada-Nya sebagaimana Dia merendahkan diri kepada kami. Kami tidak butuh Dia, Dia-lah yang butuh kepada kami. Apabila Allah lebih kaya daripada kami, pastilah Dia tidak meminjam kekayaan kami seperti dikatakan sahabat kalian. Allah melarang kalian dari riba, dan Dia memberi riba kepada kami. Jika Allah lebih kaya dari
 
pada kami, Dia tidak memberi kami riba." Abu Bakar meluap ama- rahnya mendengar ucapan Finhash tersebut, kemudian ia memukul wajah Finhash dengan pukulan keras, sambil berkata: "Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika tidak ada perjanjian di antara kita, akan ku tampar wajahmu wahai musuh Allah." Mendapat perlakuan seperti itu dari Abu Bakar, Finhash pergi menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian berkata kepada beliau: "Wahai Muhammad, perhatikanlah tindakan sahabatmu itu terhadap diriku!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada Abu Bakar: "Apa yang membuatmu melakukan itu semua, wahai Abu Bakar?" Abu Bakar berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya musuh Allah ini telah melontarkan sebuah perkataan yang sungguh melampaui batas. Ia berkata bahwa Allah membutuhkan mereka, dan mereka lebih kaya daripada Allah. Ketika ia mengatakan itu, meluaplah amarahku karena Allah atas perkataannya tadi, lalu aku pukul wajahnya." Finhash membantah bahwa dia mengatakan seperti itu. Ia berkata: "Aku tidak pernah mengatakan semua itu." Kemudian Allah menurunkan ayat tentang ucapan Finhash dan membenarkan Abu Bakar,


Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya." Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): "Rasakanlah olehmu adzab yang membakar." (QS. Ali Imran; 181).
Allah juga menurunkan firman-Nya tentang Abu Bakar Radhiyallahu Anhu dan sikap marahnya atas perkataan Finhash tadi:


Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mereka dengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang ymg mempersekutukan Allah, gangguan yang banyakyang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. Ali Imran: 186).
 
 

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil jarji dari orang-orang yang telah diberi kitab: (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya. "Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima. Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya di puji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. (QS. Ali Imran 187-188).
Mereka yang dimaksud dalam ayat tadi adalah Finhash, Asya', dan pendeta-pendeta Yahudi yang semisal mereka berdua yang amat cinta pada dunia dan pujian dengan sesuatu hal yang mana mereka sendiri tidak mengerjakannya: mereka dianggap ulama oleh banyak orang, padahal sebenarnya mereka bukanlah sosok ulama. Mereka tidak mengarahkan manusia kepada hidayah dan kebenaran.



Orang-orang Yahudi Memerintahkan Orang-orang Mukmin Bersikap Kikir


Ibnu Ishaq berkata: Kardam bin Qais sekutu Kaab bin Al-Asyraf, Usamah bin Habib, Nafi' bin Abu Nafi', Bahri bin Amr, Huyay bin Akhthab dan Rafi'ah bin Zaid bin At-Tabut bertemu dengan beberapa orang dari kalang- an kaum Anshar. Dulu orang-orang Yahudi tersebut bergaul dengan kaum Anshar. Mereka menasihati sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan berkata kepada mereka: "Janganlah kalian menginfakkan harta kalian, karena itu akan menjadikan kalian menjadi orang miskin. Janganlah tegesa-gesa untuk berinfak, sebab kalian tidak tahu apa yang akan terjadi dengan nasib kalian kelak." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat:

 
(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. (QS. an-Nisa': 37).
Yang dimaksud dengan karunia pada ayat di atas adalah Taurat yang membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Kemudian Allah berfirman,


Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. ' Dan (juga) orang- orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil sayitan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya. Apakah kemudaratannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian dan menafkahkan sebahagian rezeki yang telah diberikan Allah kepada mereka? Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka. (QS. an-Nisa': 37-39).
Ibnu lshaq berkata: Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut adalah salah seorang pemuka Yahudi. Apabila berbicara dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia senantiasa memilin-milin lidahnya. Ia berkata: "Wahai Muhammad, dengarkanlah dengan seksama, agar kamu paham." Kemudian Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut menghina dan mencemooh Islam. Lalu Allah Yang Mahamulia menurunkan firman-Nya tentang dirinya:

 
 

Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al-Kitab (Taurat)? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengati petunjuk) dan mereka bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar). Dan Allah lebih mengetahui (daripada kamu) tentang musuh- musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu). Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): "Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: "Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. (QS. an-Nisa': 44-46).
Suatu ketika, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada pemuka-pemuka Yahudi seperti Abdullah bin Shuriya AI-A'war dan dan Ka'ab bin Asad: "Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah dan masuklah ke dalam Islam. Demi Allah sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa yang aku bawa adalah kebenaran." Orang-orang Yahudi berkata: "Kami tidak kenal itu wahai Muhammad." Mereka ingkar terhadar apa yang sebenarnya telah mereka ketahui dan tetap bertahan dengan kekafiran. Lalu Allah menurunkan firman-Nya.


Hai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami merobah muka (mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang (yang berbuat maksiat)pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. " (QS. An-Nisa': 47).



Orang-orang yang Berkoalisi
 
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang yang mem bangun koalisi dari Quraisy, Ghathafan, dar Bani Quraizhah adalah Huyay bin Akhthab Salam bin Abu Al-Huqaiq, Abu Rafi', Ar-Rab; bin Ar-Rabi' bin Abu Al-Huqaiq, Abu Ammar, Wahwah bin Amir, dan Haudzah bin Qais. Wahwah bin Amir, Abu Ammar, dan Haudzah berasal dari Bani Wail, dan selebihnya dari Bani An-Nadhir. Pada saat mereka sampai di tempat orang-orang Quraisy, orang-orang Quraisy itu berkata: "Mereka adalah pendeta-pendeta Yahudi, dan orang-orang yang memiliki ilmu yang memadai tentang kitab suci terdahulu. Cobalah tanyakan kepada mereka manakah yang lebih baik agama kalian atau agama Muhammad." Orang- orang Quraisy pun bertanya kepada pendeta-pendeta Yahudi dan mereka menjawab: "Agama kalian jauh lebih baik dari pada agama Muhammad. Kalian tentunya lebih baik daripada Muhammad dan yang orang yang bersamanya. Lalu Allah menurunkan firman-Nya:


Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut (QS. an-Nisa': 51).
Ibnu Hisyam berkata: Menurut orang-orang Arab jibt adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah, sementara thaghut adalah segala sesuatu yang membuat orang berpaling dari kebenaran. Kata plural dari kata jibt ialah jubut, sementara plural dari kata thaghut adalah thawaghit.
Ibnu Hisyam berkata: Kami mendengar dari Ibnu Abu Najih berkata: bahwa jibt adalah sihir, sementara thaghut adalah setan.
Allah kemudian berfirman:


Dan mengatakan kepada orang-orang kafir '(musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendati pun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia, ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (QS. an-Nisa 51-54).
 
Ibnu Ishaq berkat: Sukain dan Adi bin Zaid mengatakan: "Wahai Muhammad, kami tidak mengetahui bahwa setelah Musa diturunkan, Allah menurunkan sesuatu atas manusia. Kemudian Allah Yang Maha mulia menurunkan firman-Nya:


Sesurtgguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (Mereka kami utus) selaku rasul- rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agarsupaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. an-Nisa: 163-165)
Beberapa orang Yahudi datang menjumpai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian beliau bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku utusan Allah yang diutus kepada kalian." Orang-orang Yahudi berkata: '"Kami tidak mengetehaui itu, dan tidak bersaksi atasnya." Lalu Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya:

 
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya. (QS. an- Nisa': 166).



Orang-orang Yahudi Membuat Makar untuk Membunuh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan Menjatuhkan Batu kepada Beliau


Suatu ketika, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi ke Bani An-Nadhir untuk meminta bantuan mereka dalam membantu beliau, meminta diyat (ganti rugi kriminal) dua orang Bani Amir yang telah membunuh Ami bin Umayyah Adh-Dhamri. Ketika itu orang-orang Yahudi sedang duduk sesama mereka. sebagian dari mereka berkata: "Kalian tidak pernah dapatkan Muhammad berada dekat sekali dengan kalian dari pada saat ia berada saat ini. Maka siapakah di antara kalian yang siap untuk naik ke atas rumah, untuk menjatuhkan batu kepadanya sehingga kita tidak merasa terganggu oleh keberadaannya?" Amr bin Jihasy bin Ka'ab berkata: "Aku siap!" Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mangetahui makar jahat mereka, beliau segera pergi. Lalu Allah Yang Mahatinggi menurunkan firman-Nya:


Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah Kepada Allah, dan hanya hepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal. (QS. al-Maidah: 11).
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjumpa dengan Nu'man bin Adha, Bahri bin Amr dan Syas bin Qais. Mereka terlibat dalam sebuah percakapan dengan Rasul dan beliau mengajak mereka kepada agama Allah, serta memberi peringatan akan siksa Allah. Mereka berkata:
 
"Janganlah engkau mengintimidasi kami wahai Muhammad, karena kami anak-anak dan kekasih- kekasih Allah persis sebagaiama perkataan orang-orang Kristen." Lalu Allah Yang Maha mulia menurunkan ayat:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih- Nya." Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu). " (QS. al-Maidah: 18).
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyeru orang-orang Yahudi untuk masuk Islam, dan memberi peringatan kepada mereka akan hukuman Allah. Namun sayang mereka menolak untuk masuk Islam, dan tetap mengingkari terhadap ajaran yang beliau bawa. Kemudian Muadz bin Jabal, Sa'ad bin Ubadah, dan Uqbah bin Wahb berkata kepada mereka: "Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah. Demi Allah, kalian telah mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah, jauh sebelum beliau diutus menjadi rasul, dan kalian pun telah memaparkan dan menerangkan ciri- cirinya kepada kami." Rafi' bin Huraimalah dan Wahb bin Yahudza berkata: "Kami tidak pernah mengatakan hal itu kepada kalian. Allah tidak menurunkan kitab, tidak mengutus rasul dan pemberi peringatan setelah Musa." Lalu Allah menurunkan firman-Nya tentang perkataan Rafi' bin Huraimalah, dan Wahb bin Yahudza:


Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: "Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan." Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Ma'idah: 19).
Kemudian Allah memaparkan kisah Musa kepada mereka, apa yang Nabi Musa terima dari mereka, protes mereka dan perintah Allah yang ditolak oleh mereka hingga mereka terlunta-lunta di muka bumi selama empat puluh tahun sebagai hukuman atas tindakan mereka.



Mereka Minta Pertimbangan Nabi tentang Hukum Rajam
 
Ibnu lshaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri menuturkan kepadaku, ia mendengar seseorang dari Muzainah dari seorang ulama yang berbicara dengan Said bin Al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata kepada mereka bahwa pendeta-pendeta Yahudi berkumpul di Baitul Midras saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah. Sebelum Rasulullah tiba salah seorang lelaki yang telah menikah telah berzina dengan seorang wanita Yahudi yang telah menikah pula. Mereka berkata: "Bawalah pria dan wanita ini kepada Muhammad, lalu tanyakanlah kepadanya apa hukuman atas mereka berdua, dan beri dia hak untuk mengadilinya, Jika ia menjatuhkan hukuman cambuk dengan tali kepadanya seperti kalian, pasti dia seorang raja dan ikutilah dia. Namun apabila dia menjatuhkan hukuman rajam kepada mereka, pastilah dia seorang nabi. Maka jagalah apa yang ada pada kalian, agar tidak direbut olehnya." Mereka mendatangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: "Wahai Muhammad, orang ini telah menikah kemudian berzina dengan wanita ini yang telah menikah pula. Adililah mereka berdua dan kami memberikan hak sepenuhnya kepadamu untuk mengadili mereka." Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berjalan hingga tiba di tempat pendeta-pendeta mereka di Baitul Midras. Beliau bersabda: "Wahai orang-orang Yahudi, datangkan kepadaku ulama kalian." Mereka mengirim Abdullah bin Shuriya kepada Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam.75


Ibnu lshaq berkata: Beberapa orang Bam Quraizhah berkata kepadaku, selain mendatangkan Abdullah bin Shuriya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, mereka juga mendatangkan Abu Yasir bin Akhthab dan Wahb bin Yahudza. Pendeta-pendeta Yahudi berkata: "Merekalah ulama kami” Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada pendeta-pendeta Yahudi tentang masalah tersebut sampai perkaranya menjadi jelas hingga akhimya mereka berkata tentang Abdullah bin Shuriya: "Orang ini lebih mengerti tentang Taurat daripada ulama-ulama kami yang lain."
Ibnu Hisyam berkata: Dari perkataan "beberapa Bani Quraizhah hingga "Orang ini lebih mengerti tentang Taurat" adalah ucapan Ibnu lshaq sedangkan yang setelahnya adalah dari untaian kisah sebelumnya.
Setelah itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam duduk berdua bersama dengan Abdullah bin Shuriya. Abdullah bin Shuriya adalah orang paling dalam ilmunya di antara ulama-ulama Yahudi. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyelidik Abdullah bin Shuriya dengan beberapa pertanyaan menukik: "Wahai anak Shuriya, aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, dan dengan hari-hari Allah yang ada di Bani Israel, tidakkah engkau paham bahwa Allah menetapkan hukuman rajam bagi seorang muhshan (lelaki atau perempuan yang telah menikah) yang berzina di dalam Taurat?" Abdullah bin Shuriya menjawab: "Benar, demi Allah, memang demikianlKetahuilah wahai Abu Al- Qasim, sesungguhnya orang-orang Yahudi telah tahu bahwa engkau adalah nabi yang diutus, hanya saja mereka dengki padamu."
Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dan memerintahkan agar kedua orang yang berbuat zina tersebut di rajam di depan pintu masjid beliau di Bani Ghanm bin Malik bin An-Najjar. Sesudah peristiwa ini Abdullah bin Shuriya kafir dan tidak mengingkari kenabian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah Yang Maha mulia menurunkan firman-Nya tentang orang-orang Yahudi tersebut:
 
     

Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu di sedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memper- lihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; yakni mereka mengutus orang yang mereka utus di antara mereka, dan mereka mengingkari, dan mereka menyuruh mereka dengan apa yang mereka suruhkan dengan mengubah hukum dari yang sebenarnya, kemudian Allah berfirman: mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah dirobah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, yakni rajam, maka hati-hatilah" (QS. al-Ma'idah: 41).
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Thalhah bin Yazid bin Rukanah berkata kepadaku dari Ismail bin Ibrahim dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan pelaksanaan hukuman rajam kepada kedua pelaku zina tersebut, lalu mereka berdua dirajam di depan masjid beliau. Ketika laki-laki Yahudi tersebut mulai mendapatkan lemparan batu, ia berdiri menuju wanita yang dia pernah berzina dengannya, kemudian menelungkupinya untuk melindunginya hingga akhirnya keduanya meninggal dunia.76


Demikianlah satu hal yang Allah lakukan bagi Rasul-Nya dalam melaksanakan hukum-an zina terhadap kedua orang tersebut.
Ibnu Ishaq berkata: Shalih bin Kaisan berkata kepadaku dari Nafi' bekas budak Abdullah bin Umar dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Pada saat orang-orang Yahudi menyerahkan putusan hukum mereka berdua kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau meyeru mereka kepada Taurat dan salah seorang dari pendeta mereka duduk membaca Taurat sambil menutup ayat tentang hukuman rajam dengan tangannya, kemudian Abdullah bin Salam memukul tangan pendeta tadi. Abdullah bin Salam berkata: "Wahai Rasulullah, inilah ayat tentang hukuman rajam. Namun ia menolak membacakannya kepadamu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka: "Sungguh celaka kalian wahai orang-orang Yahudi, mengapa kalian meninggalkan hukum Allah, padahal itu berada di tangan kalian?" Mereka menjawab: "Demi Allah, awalnya hukuman rajam diberlakukan pada kami, hingga pada suatu hari orang muhshan yang berasal dari keluarga istana dan kalangan tehormat berbuat zina. Raja melarang pemberlakukan hukuman rajam terhadapnya. Kemudian ada seseorang berzina
 
sesudah keluarga istana tersebut. Raja bermaksud merajamnya, hanya saja orang-orang Yahudi berkata: "Demi Allah, tidak mungkin ini bisa dilakukan. Apabila engkau mau merajam orang ini maka hendaknya engkau juga merajam orang dari keluarga istana yang berzina. Selesai mengatakan itu kepada rajanya mereka menyelenggarakan rapat, dengan hasil kesepakatan mengganti hukuman rajam dengan hukuman cambuk, dan mereka meninggalkan hukuman rajam dan penerapannya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika demikian, maka akulah orang yang pertama kali menghidupkan hukum Allah dan Kitab-Nya serta penerapannya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meminta keduanya dihukum rajam di depar. masjid beliau. Abdullah bin Umar berkata "Aku ikut serta merajam kedua orang pezim tersebut."77






Kezaliman Orang-orang Yahudi dalam Diyat


Ibnu Ishaq berkata: Daud bin Al-Husha:r. berkata padaku dari Ikrimah dari Ibnu Abba? bahwa ayat- ayat di surat Al-Maidah beriku;


Maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akar memberi mudarat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. '(QS. al-Ma'idah 42).
Diturunkan pada kasus diyat antara Ban An-Nadhir dengan Bani Quraizhah. Penyebab nya bahwa Bani An-Nadhir yang terhorma: membayar diyat dengan utuh, sementara Ban: Quraizhah hanya membayar separuh saja. Ke mudian mereka mengadukan masalah ini kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Lalu Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya di atas tentang mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengembalikan mereka pada kebenaran dengan menyamakan diyat di antara mereka.78


Ibnu Ishaq berkata: Wallahu a 'lam mana yang lebih benar di antara riwayat tersebut.
 
Konspirasi Orang-orang Yahudi untuk Memfitnah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam


Ibnu Ishaq berkata: Ka'ab bin Asad, Ibnu Shaluba, Abdullah bin Shuriya, dan Syas bin Qais berbincang di antara mereka: "Marilah kita pergi menemui Muhammad, semoga kita berhasil mengeluarkannya dari agamanya, karena dia juga manusia biasa layaknya kita semua." Mereka pun datang menjumpai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian berkata: Wahai Muhammad, engkau tahu bahwa kami pendeta-pendeta Yahudi, orang-orang tehormat serta pemimpin-pemimpin mereka. Jika kami mengikutimu, maka semua orang Yahudi akan mengikutimu, dan mereka tidak mungkin menentang kami. Sesungguhnya kami mempunyai sengketa, bagaimana jika kami serahkan sengketa mereka itu padamu, lalu engkau memutuskan penyelesainnya untuk kami, setelah itu kami akan beriman dan membenarkanmu?' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menolak permintaan mereka, lalu Allah Yang Mahamulia menurunkan firman-Nya tentang mereka:


Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. al-Maidah: 49-50).
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang Ya-hudi antara lain Abu Yasir bin Akhthab, Nafi' bin Abu Nafi, Azir bin Abu Azir, Khalid, Zaid, Izar bin Abu Izar, dan Asya' datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian bertanya mengenai rasul-rasul yang diimani oleh rasul. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab:

 
Katakanlah (hai orang-orangmukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." (QS. al-Baqarah: 136). Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyebut Nabi Isa bin Maryam, mereka mengingkarinya. Mereka berkata: "Kami tidak beriman kepada Isa bin Maryam, tidak pula pada orang-orang yang beriman kepadanya." Kemudian Allah menurunkan firman-Nya:


Katakanlah: "Hai Ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik? (QS. al- Maidah: 59).
Rafi' bin Haritsah, Salam bin Misykam, Malik bin Shaif, dan Rafi' bin Huraimalah datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian berkata: "Wahai Muhammad, bukankah engkau mengaku menganut agama Ibrahim, beriman kepada Taurat yang kami miliki, dan engkau bersaksi bahwa Taurat itu benar dari Allah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Benar. Namun kalian telah membuat kebid'ahan, menolak perjanjian yang telah diambil Allah dari kalian yang ada di dalamnya, kalian pun menyembunyikan apa yang diperintahkar. kepada kalian untuk memaparkannya paca manusia. Maka aku berlepas diri dari bid'ah-bid'ah yang kalian bikin." Orang-orang Yahudi tersebut berkata: "Kami tetap berpegang tegufa dengan apa yang berada pada tangan kam karena kami yakin bahwa kami ada dalam petunjuk dan kebenaran. Kami tidak berimar kepadamu tidak juga akan mengikutimu Lalu Allah Yang Mahamulia menurunkan firman-Nya:


Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak d: pandang beragama sedikit pun hingga kan:, menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu." Sesungguhnya apa yang diturunkar kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akar menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlar kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. (QS. al-Maidah: 68)
 
Ibnu Ishaq berkata: An-Nahham bin Zaid, Fardam bin Ka'ab, dan Bahri bin Amr datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian berkata: "Hai Muhammad apakah engkau tidak tahu bahwa terdapat tuhan lain selain Allah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, bersabda: "Tidak ada Tuhan yang pantas disembah selain Allah. Dengan ajaran ini aku diutus, dan kepada-Nya aku menyeru." Kemudian Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya:


Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di sampingAllah?"Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)." Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah). (QS. al-An'am: 19-20)
Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut dan Suwaid bin Al-Harits pura-pura berpenampilan sebagai Muslim walaupun hakikatnya dia seorang munafik. Karena kepura-puraannya inilah, beberapa orang kaum Muslimin mencintainya. Lalu Allah Ta'ala menurunkan firman- Nya tentang Rifa'ah bin Zaid dan Suwaid bin Al-Harits:

 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. Katakanlah: "Hai Ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?" Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang- orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?" Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan: "Kami telah beriman", padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (daripada kamu) dengan kekafirannya (pula); dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. " (QS. al-Ma'idah: 57-61).
Jabal bin Abu Qusyair dan Samuel bin Zaid berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Muhammad, tolong terangkan kepada kami kapankah Hari Kiamat akan terjadi bila engkau adalah benar-benar seorang Nabi sebagaimana yang selama ini engkau ucapkan! Lalu Allah Yang Maha mulia menurunkan firman-Nya tentang Jabal bin Abu Qusyair dan Samuel bin Zaid:


Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan aengan tiba-tiba. Mereica bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. al-A'raaf: 187).



Klaim Mereka Bahwa Uzair Anak Allah
 
Sallam bin Misykam, Nu'man bin Abu Aufa Abu Anas, Mahmud bin Dahyah, Syas bin Qais, dan Malik bin As-Shaif datang menemm Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian berkata: "Bagaimana mungkin kami akan mengikutimu, sedangkan engkau telah meninggalkan kiblat kami, dan tidak meyakini Uzair sebagai anak Allah." Lalu Allah Yang Mahamulia menurunkan ayat tentang ucapan mereka tersebut:


Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al-Masik itu putra Allah." Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? (QS. at- Taubah: 30), hingga akhir kisah.
Ibnu Hisyam berkata: Yudhahi'una artinya ucapan mereka itu sama dengan ucapan orang-orang yang kafir.
Ibnu Ishaq berkata: Mahmud bin Saihan, Nu'man bin Adha, Bahri bin Amr, Uzair bin Abu Uzair, dan Sallam bin Misykam datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian mereka berkata: "Wahai Muhammad apakah benar kebenaran yang engkau bawa itu bersumber dari Allah? Karena kami tidak mendapatkannya tersusun sebagaimana Kitab Taurat?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya kalian pun mengetahui bahwa yang aku bawa ini benar-benar dari Allah dan kalian telah mendapatkannya tertera dalam Taurat yang ada pada kalian. Andai semua manusia dan jin bersekutu untuk membuat sebagaimana apa yang aku bawa, mereka tidak akan kuasa untuk melakukannya." Usai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda seperti itu, Finhash, Abdullah bin Shuwariya, Ibnu Shaluba, Kinanah bin Ar-Rabi' bin Abu Al-Huqaiq, Asya', Ka'ab bin Asa Samuel bin Zaid, dan Jabal bin Sukainah berkata serentak: "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah melakukan apa saja untuk Rasul-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Jika Dia mengutusnya sebagai nabi, dan Dia kuasa melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya, maka turunkan- lah kitab dari langit yang bisa kami baca dan kami mengerti. Apabila engkau tidak dapat melakukannya, kami datang kepadamu dengan membawa sesuatu sebagaimana yang engkau bawa. Maka Allah menurunkan firman-Nya:

 
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia." (QS. al¬Isra': 88).
Ibnu Hisyam berkata: Zhahir artinya 'aun (pertolongan) dan pluralnya adalah Zhuhara
Wahai orang yang memakai nama Nabi kau menjadi tonggak agama Dan kau menjadi penolong bagi sang Imam



Pertanyaan Mereka kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tentang Dzu Al-Qarnain


Ibnu Ishaq berkata: Huyay bin Akhthab, Ka'ab bin Asad, Abu Nafi', Asya', dan Samuel bin Zaid berkata kepada Abdullah bin Salam ketika ia telah masuk Islam: "Kenabian tidak akan ada pada orang-orang Arab. Sahabatmu itu tak lebih hanyalah seorang raja." Usai mengatakan itu kepada Abdullah bin Salam, mereka menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian bertanya tentang Dzu Al- Qarnain. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menceritakan kisah Dzu Al-Qarnain yang diterimanya dari Allah seperti yang pernah beliau ceritakan kepada orang-orang Quraisy. Merekalah yang memerintakan kepada orang-orang Quraisy untuk bertanya mengenai Dzu Al-Qarnain kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yaitu pada saat orang-orang Quraisy mengirim An-Nadhr bin Al-Harits dan Uqbah bin Mu'ath kepada mereka.



Sikap Kurang Ajar Mereka Atas Dzat Allah dan Kemarahan Rasulullah


Ibnu Ishaq berkata:Dituturkan kepadaku dari Said bin Jubair, ia berkata: Beberapa orang Yahudi datang menjumpai Rasulullah Shallalahu 'alaihi. wa Sallam, kemudian berkata: "Wahai Muhammad, Dialah Allah yang menciptakan makhluk. Lalu siapakah yang menciptakan Allah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam marah besar mendengar pertanyaan mereka hingga wajah beliau berubah disebabkan kemarahannya karena Allah. Maka datanglah Malaikat Jibril guna menenangkan beliau. Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Tenangkanlah dirimu wahai Muhammad!" Malaikat Jibril datang dari Allah dengan sebuah jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan:


Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." (QS. al- Ikhlas: 1-4).
 
Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membacakan ayat-ayat tersebut, mereka berkata kepada beliau: "Coba terangkan kepada kami wahai Muhammad, bagaimana penciptaan Allah, bagaimana tangan-Nya? Seperti apa lengan-Nya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertambah marah melebihi dari pada kemarahannya yang pertama. Kemudian Malaikat Jibril datang kepada beliau dan berkata sebagaimana yang ia katakan sebelumnya, serta membawa jawaban dan Allah atas semua pertanyaan mereka. Allah berfirman:


Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (QS. az-Zumar: 67).
Ibnu Ishaq berkata: Utbah bin Muslim mantan budak Bani Taim berkata kepadaku dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah yang berkata bahwa aku mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Seluruh manusia saling bertanya di antara mereka hingga salah seorang dari mereka berkata: "Allah-lah yang telah menciptakan makhluk, maka siapakah yang menciptakan Allah?" Apabila mereka mengatakan itu, katakanlah: Katakanlah: "Dia-lah Allah: Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. ' (QS. al-Ikhlas: 1-4), Kemudian hendaknya seseorang meludah kecil di sebelah kirinya sebanyak tiga kali, dan berlindunglah kepada Allah dari semua godaan setan yang terkutuk."79






Perkara As-Sayyid, al-'Aqib dan Perihal Mubahalah




Ibnu Ishaq berkata: Delegasi Kristen Najran datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Jumlah mereka enam puluh orang. Di antara mereka terdapat empat belas tokoh terhormat di kalangan mereka. Dari empat belas orang itu, tiga orang yang mengatur urusan mereka. Pertama, Al- 'Aqib. Jabatan Al-Aqib adalah pemimpin kaum, ahli pertimbangan, dan segala urusan tidakboleh diputuskan kecuali menurut pendapatnya. Ia bernama Abul Masih. Kedua, As-Sayyid. Jabatan As- Sayyid ialah administrator yang mengatur perjalalan dan kesepakatan umum. Yang menjabat As- Sayyid saat itu adalah Al-Aiham. Abu Haritsah bin Alqamah salah seorang dari Bani Bakr bin Wail. Dia uskup, pendeta, ulama dan pemilik Baitul Mirdas.
 
Abu Haritsah datang ke tempat mereka dan menelaah kitab-kitab mereka hingga pengetahuannya tentang agama mereka sangat memadai. Raja-raja Byzantium Romawi yang memeluk agama Kristen menghormati dan memuliakan Abu Haritsah, mengirimkan pembantu, membangunkan gereja untuknya, dan memberikan banyak sekali kemudahan-kemudahan kepadanya. Itu semua dilakukan karena kapasitas ilmunya dan semangatnya dalam agama mereka.



Sebab Masuk Islamnya Kuz bin Alqamah


Saat mereka telah siap sedia untuk berangkat menuju ke tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari Najran, Abu Haritsah duduk di atas keledainya dengan arah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan di sampingnya terdapat saudaranya yang bernama Kuz. Ada pula yang menyebut Kurz bin Alqamah.
Keledai Abu Haritsah terperosok ke lubang, kemudian Kuz bin Alqamah berkata: "Celakalah orang jauh tersebut." Yang dia maksud dengan orang jauh adalah Rasulullah Shallailahu 'Alaihi wa Sallam. Abu Haritsah berkata kepada Kuz bin Alqamah: "Dirimu-lah yang binasa." Kuz bin Alqamah berkata: "Mengapa demikian, wahai saudaraku?" Abu Haritsah menjawab: "Demi Allah, sungguh orang itulah Nabi yang selama ini kita tunggu-tunggu." Kuz bin Alqamah berkata kepada Abu Haritsah: "Lalu apa yang menghalangimu untuk masuk Islam sedangkan engkau mengetahuinya?" Abu Haritsah berkata: "Kaum tersebut (para raja Romawi) telah memuliakan, mengangkat derajat dan menghormati kami. Mereka menginginkan agar kami menentang Nabi tersebut. Maka apabila aku memeluk Islam, mereka akan menarik semua fasilitas yang selama ini mereka berikan kepada kami." Kuz bin Alqamah merahasiakan tentang dirinya dari Abu Haritsah sampai setelah itu ia memeluk Islam. Kisah ini berasal daripadanya sebagaimana disampaikan kepadaku.
Ibnu Hisyam berkata: Telah dituturkan kepadaku, bahwa para pemimpin Najran mewariskan kitab- kitab milik mereka. Apabila salah seorang pemimpin mereka meninggal dunia, mereka segera mengalihkan kepemimpinan pada yang lain. Kitab-kitab tersebut dikunci dan tidak seorangpun yang memecahkannya. Pada masa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, pemimpin Najran berjalan-jalan dan ia jatuh terpeleset. Anak sang pemimpin berkata: "Celakalah orang jauh -maksudnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam." Pemimpin tersebut berkata: "Janganlah engkau berkata demikian, karena dia seorang Nabi dan namanya tertera dalam kitab kita." Ketika pemimpin tersebut telah meninggal dunia, anaknya mempunyai ke inginan kuat untuk memecahkan kunci kitab itu. Lalu ia membongkar kunci kitab tersebut dan mendapatan nama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tertera di dalamnya. Maka diapun masuk Islam dan dengan keislaman yang bagus. Orang inilah yang berkata:
Kepadamu, dia lari dengan tali pingging yang melorot
Janin di perutnya menonjol kan melahirkan agamanya berbeda dengan agama Kristen
 
Mereka Shalat Menghadap ke Timur


Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku: Pada saat delegasi Najran tiba di kediaman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan masuk ke masjid beliau pada saat waktu shalat Ashar telah tiba, mereka memakai pakaian bergaris yang berasal dari Yaman dengan jubah dan mantel warna-warni menawan sebagaimana yang biasa dikenakan orang-orang Bani Al-Harits bin Ka'ab. Salah seorang sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang melihat mereka ketika itu berujar: "Kami tidak pernah melihat delegasi seperti mereka. Pada saat shalat mereka telah tiba, mereka langsung berdiri di masjid Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu merekapun shalat. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Biarkanlah mereka melakukan shalat." Mereka shalat dengan menghadap ke arah timur.
Ibnu Ishaq berkata: Nama keempat belas delegasi Najran adalah sebagai berikut: Al Aqib Abdul Masih, As-Sayyid Al-Aiham, Abu Haritsah bin Alqamah saudara Bani Bakr bin Wail, Aus, Al-Harits, Zaid, Qais, Yazid. Nabaih, Khuwailid, Amr, Khalid, Abdullah, Johannes. Mereka membawa enam puluh kendaraan.
Sebagai Juru bicara kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mereka menunjuk Abu Haritsah bin Alqamah, Al-Aqib Abdul Masih, dan As Sayyid Al-Aiham. Mereki menganut agama Kristen model raja, walau- pun dalam beberapa hal mereka berbeda. Mereka berkata: "Isa adalah Allah." Mereka juga berkata: "Isa adalah anak Allah." Mereka juga berkata: "Isa adalah satu dari tiga Tuhan." Demikianlah ucapan orang-orang Kristen itu.
Mengenai perkataan mereka bahwa Isa adalah Allah, mereka berargumen bahwa Isa bisa menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit, memberi tahu hal-hal yang ghaib, dan membuat burung dari tanah lalu meniupnya hingga menjadi burung hidup. Itu semua adalah perintah Allah Tabaraka wa Ta'ala. "Dan Kami jadikan dia sebagai tanda kebesaran Kami pada manusia." (Maryam: 21)
Mengenai perkataan mereka bahwa Isa adalah anak Allah, mereka berkata: "Isa tidak mempunyai ayah yang bisa diketahui. Ini belum pernah terjadi pada anak keturunan Adam sebelum mereka. Mengenai perkataan mereka bahwa Isa adalah salah satu dari tiga tuhan, mereka berargumentasi dengan menggunakan firman Allah, 'Kami berbuat, Kami memerintahkan, Kami menciptakan, dan Kami memutuskan." Mereka menambahkan, bahwa jika Allah itu satu, maka Dia berfirman Aku -bukan Kami- berbuat, Aku memerintahkan, dan Aku menciptakan. Namun tuhan itu adalah Dia sendiri, Isa, dan Maryam. Al-Qur'an menurunkan firman-Nya tentang masing-masing perkaataan mereka tersebut. Setelah dua pendeta tadi mengatakan itu kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Masuklah kalian berdua ke dalam Islam." Namun kedua pendeta tersebut menjawab: "Kami telah masuk Islam." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kalian berdua belum masuk Islam." Kedua pendekta tersebut berkata: "Kami telah masuk Islam sebelum engkau memasukinya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kalian berdua berdusta. Kalian berdua terhalang masuk Islam karena masih menyakini bahwa Allah mempunyai anak, karena kalian berdua menyembah salib dan memakan daging babi." Kedua pendeta itu menukas: "Jika demikian lalu siapa ayahnya, wahai Muhammad?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam diam tidak menjawab pertanyaan kedua pendeta itu.
 
Ayat-ayat Al-Qur'an Yang Turun Tentang Meraka Pada Surat Ali Imran


Maka Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya pada awal surat Ali Imran hingga ayat delapan puluhan tentang perkataan dan perbedaan pandangan mereka. Allah berfirman:


Alif laam miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. YangHidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk- Nya (QS. Ali Imran: 1-2).
Allah mengawali surat dengan menyucikan diri-Nya dari apa yang mereka katakan, tentang keesaan- Nya dalam penciptaan dan perintah, serta tidak ada sekutu bagi-Nya. Hal ini juga sebagai sanggahan terhadap kekafiran yang mereka lakukan, dan tandingan-tandingan bagi Allah yang mereka ciptakan, serta sanggahan yang menerangkan kesesatan mereka. Allah berfirman:
Aliflaam miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya (QS. Ali Imran: 1-2).
Yakni Allah tidak memiliki sekutu dalam perintah-Nya. Al-Hayyu al-Qayyum yang tidak pernah mati, sementara Nabi Isa mati dan ia disalib dalam pandangan orang-orang Kristen. Al-Qayyum artinya yang berdiri bertahan pada posisi-Nya yaitu kekuasaan-Nya terhadap makhluk-Nya. Kekuasaan Allah tidak pernah habis, sementara kekuasaan Isa bin Maryam lenyap dari dirinya sesuai dengan pandangan mereka dan berpindah tangan kepada orang lain. Allah berfirman:


Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya (QS. Ali Imran: 3) Al-Haq maksudnya dengan benar tentang apa yang mereka perselisihkan. Allah berfirman:


dan menurunkan Taurat dan Injil (QS. Ali Imran: 3). Allah menurunkan Taurat kepada Musa, dan menurunkan Injil kepada Isa, serta menurunkan kitab-kitab sebelumnya. Allah berfirman:


Sebelum (Al-Qur'an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqaan (QS. Ali Imran: 4). Al-Furqan ialah yang memisahkan kebenaran dengan kebatilan dalam hal-hal yang menjadi sengketa antara manusia, seperti tentang Isa, dan masalah-masalah lainnya. Allah berfirman:

 
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat, dan Allah Mahaperkasa lagi mempunyai balasan (siksa) (QS. Ali Imran: 4). Yakni, Allah mengadzab orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah yang telah diketahuinya padahal mereka mengetahui kandungannya. Allah berfirman:


'Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satu pun yang tersembunyi di bumi dan tidak di langit. '(QS. Ali Imran: 5), yakni Allah mengetahui apa yang mereka inginkan, kejahatan yang sedang mereka rencanakan, perkataan mereka tentang Isa, sebab mereka menjadikan Isa sebagai Tuhan yang disembah. Allah Ta'ala berfirman:


Dialah yang membentuk kalian dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya (QS. Ali Imran: 6), sesungguhnya Isa termasuk orang yang diciptakan langsung oleh Allah dalam rahim, dan mereka tidak bisa membantahnya sebagaimana halnya anak keturunan Adam yang lain dibentuk di dalam rahim. Bagaimana mungkin Isa didaulat sebagai tuhan, padahal kedudukannya sama seperti mereka? Kemudian Allah berfirman mensucikan diri-Nya dan mentauhidkan-Nya dari tuhan-tuhan yang mereka akui:


'Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha perkasa lagi Ma- habijaksana (QS. Ali Imran: 6), yakni, Allah Maha perkasa untuk menang atas orang-orang yang kafir kepada-Nya apabila Dia mengkehendaki. Dia Maha bijaksana dalam alasan logis dan argumen-Nya terhadap hamba hamba-Nya. Allah berfirman:


Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al Quran0 kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al- Qur'an (QS. Ali Imran: 7), yakni pada ayat- ayat itu terdapat muhkamaat (ayat yang jelas dan pasti) terdapat hujjah Allah, perlindungan bagi hamba-hamba Allah, penolakan dari lawan dan kebatilan. Di dalamnya tidak tidak ada deviasi dan penyelewengan. Lalu Allar berfirman:
 
 

dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihat, (QS. Ali Imran: 7), yakni ayat-ayat mutasyabihat mempunyai multi tafsir dan interpretasi. Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan ayat-ayat mutasyabihat sebagaimana halnya Allah menguji mereka dalam hal-hal yang halal dan haram. Agar ayat-ayat mutasyabihat itu tidak boleh diorientasikan kepada kebatilan dan tidak didisorientasikan dari kebenaran Lalu Allah berfirman:


Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, yakni yang miring dan hidayah


maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat, dia mengutak-atiknya agar bisa dibenarkan hal-hal bid'ah yang mereka lakukan, agar hal ini menjadi hujjah buat mereka dan menjadi senjata atas ucapan syubhat mereka,


untuk menimbulkan fitnah, yakni pengkaburan,


dan untuk mencari-cari takwilnya, ini semua terjadi karena tindakan sesat mereka dalam ucapannya: Kami menciptakan, Kami memutuskan,


padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya, yang apa-apa yang mereka inginkan,


melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman ke- pada ayat- ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Bagaimana mungkin mereka masih saja
 
berselisih padahal itu adalah satu kata dan dari Satu Tuhan. Kemudian mereka mengembalikan takwil mutasyabih pada apa yang mereka ketahui tentang takwil muhkamat, dimana dalam hal ini tidak ada lagi penafsiran selain satu takwil tunggal, dan ucapan mereka berselaras dengan Kitabullah membenarkan antara satu dengan yang lain. Dengan demikian maka habislah hujjah dengan Al-Quran, dan tampaklah ketidakmampuan, kebatilan menjadi lenyap, dan kekufuran menjadi sirna. Allah berfirman dalam hal serupa dengan ini:


Dan tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia). (QS. Ali Imran: 7-8).
Selanjutnya Allah berfirman:


Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu), berseberangan dengan apa yang mereka katakan, Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imran: 3) Yakni yang menjadi agamamu wahai Muhammad: Mengesakan Tuhan dan membenarkan Rasulullah.


Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, yakni yang diberikan kepadamu, bahwa Allah itu Maha Esa dan tidak punya sekutu,
 
 

karena kedengkian (yangada) di antara mereka. Barang siapa yangkafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), yakni dengan apa yang mereka datangkan dari kebatilan dari ucapan mereka: Kami mencipta, melakukan dan memerintah, maka semua itu adalah syubhat batil dan mereka mengetahui kebenaran yang sebenarnya,


maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah, yakni hanya pada-Nya saja, dan (demikian pula) orang-orangyang mengikuti-ku" Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: yakni orang yang tidak memiliki Kitab


"Apakah kamu (mau) masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Ali Imran: 18-20).
Kemudian Allah Ta'ala menggabungkan kedua ahli Kitab dan mengutarakan apa yang telah mereka buat. Allah Ta'ala berfirman:

 
     

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Mereka itu adalah orang- orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memper- oleh penolong. Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al-Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran). Hal itu adalah karena mereka mengaku: "Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung." Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada- adakan. Bagaimanakah nanti apabila mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan). Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, yakni Tuhan hamba- hamba, dan Raja yang tidak yang memutus perkara di tengah mereka kecuali Dia, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan, tidak ada Tuhan selain Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yakni tiada seorangpun yang mampu melakukan itu selain Engkau dengan kekuatan dan kekuasaan-Mu.. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dengan kekuasaan itu, Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas) " (QS. Ali Imran: 21-27).
Yakni, tidak ada yang kuasa memberikan rizki kecuali Engkau dan tidak ada orang yang bisa melakukannya kecuali Engkau. Artinya walaupun Aku memberikan banyak karunia kepada Isa sehingga dengan hal-hal tersebut orang-orang Kristen berasumsi bahwa Isa sebagai Tuhan, seperti menghidupkan orang yang telah mati, menyembuhkan penyakit, menciptakan burung dari tanah, dan memberi tahu hal-hal yang ghaib, maka sesungguhnya Aku memberikan hal-hal tersebut kepada Isa sebagai tanda-tanda kebesaran-Ku untuk manusia, serta untuk membenarkan kenabian yang Aku utus dia dengannya kepada kaumnya. Sesungguhnya banyak sekali kekuasaan-Ku dan kemampuan-Ku yang tidak Aku berikan kepadanya. Seperti penentuan raja-raja melalui perintah kenabian, dan pe¬nentuan kenabian kepada siapa saja yang Aku sukai, memasukkan malam ke dalam siang, memasukkan siang ke dalam malam, mengeluarkan orang hidup dari orang mati, mengeluarkan orang mati dari orang hidup, memberi rezeki tanpa batas kepada siapa saja yang Aku suka baik dia orang jahat atau baik. Semua itu Aku tidak berikan kepada Isa. Apakah semua ini masih belum cukup untuk menjadi pelajaran dan bukti nyata bagi mereka bahwa andaikata Isa itu benar-benar Tuhan, pastilah ia memiliki semua hal tadi. Padahal pada kenyataannya, sebagaimana mereka ketahui Isa melarikan diri dari para raja berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain.
Kemudian Allah berfirman:
 
 

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, jika ini adalah perkataanmu yang sebenarnya sebagai rasa cinta dan pengagungan kepada Allah,


ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Yakni kekufuran masa lalunya,


Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; karena kalian mengetahuinya, dan kalian dapatkan dalam Kitab kalian,


jika kalian berpaling, dan tetap dalam kekafiran kalian,


maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (QS. Ali Imran: 31-32).


Lalu Allah menerangkan pada mereka tentang Nabi Isa dan bagaimana Nabi Isa memulai apa yang Allah kehendaki dengannya. Maka Allah berfirman:


Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (keturunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Ali Imran: 33-34).
Lalu Allah memaparkan tentang istri Imran dan perkataannya:
 
 

(lngatlah), ketika istri Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepadi Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat (di Baitul makdis). Yakni aku telah bernazar dan aku telah bebaskan dia, dan hanya semata-mata mengabdi kepada Allah dan bukan derm kepentingan dunia,


karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dari anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan, yakni laki-laki tidaklah sama dengan perempuan dalam hal nazar yang aku jadikan dia bebas untuk pengabdian,


Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak- anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk. "Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya, (QS. Ali Imran: 35-37) yakni setelah ia dipelihara oleh ayah dan ibunya.
Kemudian Allah Ta'ala memaparkan kisah tentang Maryam, tentang Nabi Zakaria, doa Nabi Zakaria, dan karunia yang diberikan Allah kepada Nabi Zakaria berupa seorang anak yang bernama Yahya. Kemudian Allah menyebutkan tentang Maryam, dan ucapan malaikat kepadanya:

 
Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yangsemasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang- orangyang rukuk. (QS. Ali Imran: 42-43).
Allah berfirman:


Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berit agaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa. (QS. Ali Imran: 44).
Ibnu Hisyam berkata: Maksud dengan Aqlaam pada ayat di atas adalah anak-anak panah yang mereka gunakan untuk mengundi, maka dari undian itu keluarlah nama Zakaria. Maka Maryam pun diasuh oleh Nabi Zakaria sebagaimana dikatakan Al-Hasan bin Abu Al-Hasan Al-Basri.
Ibnu Ishaq berkata: Maryam diasuh oleh Juraij sang pendeta Yahudi. Ia salah seorang dari Bani Israil Najjar. Undian keluar atas namanya, makanya ia pun mengasuh Maryam, setelah sebelumnya Maryam diasuh oleh Nabi Zakaria. Pada saat Maryam diasuh Zakaria, Bani Israel mengalami krisis pangan yang luar biasa sehingga membuat Zakaria tidak kuasa untuk mengasuh Maryam. Orang-orang Bani Israel melakukan undian kembali untuk menentukan kembali siapa yang berhak mengasuh Maryam. Undian keluar atas nama Juraij, maka diapun diserahi pengasuhannya.
Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa. (QS. Ali Imran: 44), yakni kamu waktu itu tidak bersama dengan mereka tatkala terjadi perselisihan antara mereka tentang Maryam. Allah memberitahukan kepada Rasulullah apa yang mereka sembunyikan dari ilmu yang mereka ketahui demi mengokohkan kenabiannya, dan menjadi argumen atas mereka mengenai apa yang mereka sembunyikan selama ini.
KemudianAllah Ta 'ala berfirman:


(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembira kan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yangdatang) daripada-Nya,
 
namanya Al-Masih Isa putra Maryam, yakni demikianlah kondisinya dan bukan sebagaimana yang kalian semua katakan, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat, yakni di sisi Allah, dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang shaleh. (QS. Ali Imran: 45-46).
Allah Yang Mahaagung memberitahukan kepada mereka tentang kondisi Isa yang sebenarnya, bagaimana Nabi Isa bersikap sebagaimana manusia lainnya sepanjang umurnya baik saat masih anak kecil atau orang dewasa. Hanya saja Allah memberi keistimewaan dengan kemampuan berbicara tatkala ia masih berada dalam pangkuan ibunya, sebagai tanda kenabiannya dan menerangkan kekuasaan-Nya kepada manusia.
Lalu Allah berfirman:


Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun. " Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dia membuat apa yang Dia kehendaki, dan mencipta apa yang Dia kehendaki dari manusia atau selain manusia,


Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia. ' (QS. Ali Imran; 47), sebagaimana yang Dia kehendaki.
Kemudian memberitahukan Maryam apa yang Dia kehendaki dengan firman-Nya:


Dan Allah akan mengajarkan kepadanya At Kitab, Hikmah, Taurat, yang ada di tengah-tengah mereka sejak zaman Musa sebelum dia, dan Injil sebuah Kitab lain yang Allah turunkan kepadanya yang belum ada di tengah mereka kecuali hanya sebagai penyebutan bahwasanya dia akan ada di tangan salah seorang Nabi setelah Musa.


 
Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israel (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yang mengokohkan kenabianku bahwa sesungguhnya aku adalah seorang Rasul darinya yang diutus kepada kalian,


yaitu aku membuat untuk kamu dari tanak berbentuk burung; kemudian aku meniupnya maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; yang telah mengutusku kepada kalian semua, Dia Tuhanku dan Tuhan kalian semua,


dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya padayang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, bahwa sesungguhnya aku adalah seorang Rasul Allah pada kalian, jika kamu sungguh-sungguh beriman. "


Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, yakni aku beritahukan kepadamu bahwa itu haram kemudian kalian meninggalkannya, lalu aku beritahukan bahwa itu halal untuk kalian sebagai keringanan sehingga kalian mendapatkan kemudahan dan kalian keluar dari beban-bebannya,


dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu,
 
sebagai ungkapan berlepas diri dari apa yang mereka katakan tentang Isa dan sebagai hujjah untuk Tuhannya atas mereka,


karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus." Yakni inilah apa yang aku bawa atasnya dan akan datang dengannya,


Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel), dan permusuhan atasnya,


berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?"Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kami lah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; ini adalah ungkapan mereka dimana mereka mendapatkan keutamaan dari Tuhan mereka,


dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri, bukan sebagaimana yang dikatakan orang-orang yang mendebatmu tentang Isa.


Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)." (QS. Ali Imran: 48-53) Yakni demikianlah perkataan dan keimanan mereka.
Lalu Allah menyebutkan tentang pengangkatan Nabi Isa pada-Nya saat mereka berkonspirasi untuk membunuhnya. Allah berfirman:

 
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu, dan Allah sebaik- baik pembalas tipu-daya (QS. Ali Imran: 54).
Kemudian Allah memberitahukan kepada mereka, dan menyangkal prasangka orang-orang Yahudi yang menyatakan bahwa mereka telah menyalib Nabi Isa dan cara Allah mengangkat Nabi Isa, dan membersihkan beliau dari mereka. Allah berfirman:


(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, tatkala mereka merencanakan apa yang mereka inginkan, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat, (QS. Ali Imran: 55). Kemudian kisahnya berlanjut hingga berakhir pada firman-Nya,


Demikianlah (kisah Isa), Kami membacakannya kepada kamu, wahai Muhammad, sebagian dari bukti- bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al-Qur'an yang penuh hikmah. ' (QS. Ali Imran: 58).
Inilah kata terakhir yang benar yang tidak ada kebatilan di dalamnya tentang kisah Nabi Isa, dan apa yang mereka perselisihkan tentang beliau. Oleh karena itu, janganlah engkau menerima kabar lain selain dari apa yang kamu peroleh dari kabar ini.
Kemudian Allah berfirman:


Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilan dia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), inilah yang benar, yang datang dari Tuhanmu. yakni kabar yang datang padamu tentang Isa, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (QS. Ali Imran: 59- 60). Kebenaran dari Tuhanmu telah dataEi kepadamu, yakni tentang Isa. Oleh karena itu janganlah engkau meragukannya. Jika mereka mengatakan, 'Isa diciptakan tanpa ayah,' sesungguhnya Aku juga sebelumnya telah menciptakan Adam dari tanah tanpa ayah dan ibu. Penciptaan Adam tidak jauh berbeda dengar penciptaan Isa; sama-sama mempunyai daging, darah,
 
rambut, dan kulit. Jadi penciptaan Isa yang tidak memiliki ayah itu tidak lebih menakjubkan dari penciptaan Adam.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu , (QS. Ali Imran: 61), yakni setelah Aku kisahkan kepadamu tentang Isa dan bagaimana kondisi dia yang sebenarnya maka Allah Taaia berfirman:


Maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri- istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (QS. Ali Imran: 61).
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaid berkata: Nabtahil artinya kita berdoa untuk saling laknat. Ibnu Ishaq berkata: Sesungguhnya apa yang aku bawa tentang kabar Isa:


Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar (QS. Ali Imran: 62), yakni sesuai perintah-Nya. Kemudian Allah berfirman:

 
Dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan. Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (QS. Ali Imran: 62-64). Dia mengajak mereka untuk adil dan mematahkan hujjah- hujjah mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendapatkan wahyu dari Allah dan keputusan final antara beliau dengan kaum Najran dan beliau diperintahkan untuk saling melaknat apabila mereka menolak ajakan beliau, maka beliaupun menantang mereka untuk melakukan adu laknat (saling melaknat). Orang-orang Kristen berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Abu Al-Qasim, berilah kami waktu jeda untuk memikirkan perkara kami ini. Baru kemudian kami akan datang kepadamu dengan jawaban atas tantanganmu itu." Setelah itu, mereka pergi dari hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan menemui Al-Aqib, tokoh paling berpengaruh bagi mereka. Mereka berkata kepada Al-Aqib: "Wahai Abdul Masih, bagaimana pandanganmu?" Al-Aqib menjawab: "Wahai orang-orang Kristen, kalian telah mengetahui bahwa Muhammad adalah Nabi yang diutus, dan kini ia telah datang kepada kalian dengan membawa jawaban pasti tentang kenabian. Kalian pun telah mengetahui bahwa jika suatu kaum melakukan saling laknat dengan seorang Nabi, maka seluruh orang dewasa yang ada dari kaum tersebut akan mati, dan anak-anaknya tidak akan bisa lahir. Sesungguhnya saling laknat (mubahalah) itu hanya akan memusnahkan kalian, apabila kalian melakukannya. Apabila kalian ingin bertahan dengan tetap memeluk agama kalian, dan mempertahankan pendapat kalian tentang kenabian, berdamailah dengan orang itu (Rasulullah). Sesudah itu, kembalilah kalian ke negeri kalian!" Maka merekapun pergi menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: "Wahai Abu Al-Qasim, kami memutuskan untuk tidak mengadakan saling laknat denganmu, membiarkanmu memeluk agamamu dan kami pun tetap dalam agama kami. Namun demikian utuslah kepada kami salah seorang sahabatmu yang engkau rekomendasikan untuk kami agar ia memutuskan perkara-perkara yang kami berselisih dalam kekayaan kami. Sesungguhnya kalian diridhai di sisi kami."
Muhammad bin Ja'far berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Temuilah aku nanti sore, pasti aku akan mengirim orang kuat dan tepercaya ber- sama kalian." Umar bin Khaththab berkata: aku tidak pernah berobsesi untuk mendapatkan posisi kecuali posisi yang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebutkan saat itu. Aku demikian berharap kiranya akulah orang yang akan diutus oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Kemudian aku segera berangkat untuk shalat Zhuhur. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam shalat Zhuhur bersama kami, beliau mengucapkan salam, dan beliau menoleh ke kanan dan ke kiri. Aku tampakkan diriku, agar bisa terlihat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tapi beliau terus mencari-cari seseorang, hingga beliau melihat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Ketika itulah, beliau bersabda: "Wahai Abu Ubaidah, pergilah bersama orang-orang Kristen lalu putuskan secara adil apa saja yang mereka perselisihkan!" Umar bin Khaththab berkata: Maka berangkatlah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah berangkat bersama dengan delegasi Kristen Najran tersebut.
 
Orang-orang Munafik


Ibnu Ishaq berkata: Ketika Rasulullah She. lalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinar --sebagaimana dituturkan kepadaku olea Ashim bin Umar bin Qatadah- tokoh paling berpengaruh di kota Madinah pada saat itu ialah Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Aufi, salah seorang dari Bani Al-Hubla. Tidak ada seorang pun dari kaumnya yang dapat menandingi otoritas Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Aufi. Sebelum dan sesudahnya, orang orang Al-Aus dan Al-Khazraj tidak pernah menjadikan pemimpin lain selain Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Aufi sampai akhirnya Islam datang. Selain Abdullah bin Ubay bin Salul, di Al-Aus terdapat tokoh berpengarur lainnya yang juga dihormati dan ditaati kaumnya, yang bernama Abu Amir Abdu Ann bin Shaifi bin An-Nu'man. Abu Amir adaia: orang tua dari sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang bernama Hanzhalar Al-Ghasil, ia adalah orang yang dimandikar para malaikat pada Perang Uhud. Pada za man jahiliyah, Abu Amir menjadi pendeka mengenakan baju kasar, dan biasa dipangg: pendeta. Namun sayang seribu sayang, justru posisi terhormat mereka berdua menjadikan mereka celaka dan membahayakan dirinya. Adapun untuk Abdullah bin Ubay bin Salul, kaumnya telah mempersiapkan mutiara sebagai mahkota untuk disematkan padanva dan mengangkatnya sebagai raja mereka. Sementara mereka dalam kondisi seperti itu, Saat itulah Allah mengutus Rasul-Nya kepada mereka. Maka tatkala kaumnya berpaling darinya dan tidak memilih kecuali Islam, ia pun menaruh dendam permusuhan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan menuduh beliau telah merampok mahkota kepemimpinannya. Ketika dia melihat kaumnya tidak suka kecuali memilih Islam, ia ikut masuk Islam namun tetap dengan menyimpan kemunafikan dan dendam kesumat.
Sementara Abu Amir bin Shaifi, ia tetap bersikukuh pada kekafirannya, dan berseberangan dengan kaumnya pada saat kaumnya telah memutuskan masuk Islam. Abu Amir memilih pergi bersama belasan orang dari kaumnya ke Makkah dengan meninggalkan Islam, dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Rasulullah -sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Muhammad bin Abu Umamah dari sebagian keluarga Hanzhalah bin Abu Amir, bersabda: "Janganlah kalian memanggil dia rahib (pendeta), panggillah dia si Fasiq."
Ibnu Ishaq berkata: Ja'far bin Abdullah bin Abu Al-Hakam, sebelum berangkat ke Mekkah berkata kepadaku bahwa Abu Amir menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau tiba Madinah. Ia berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Agama apakah yang engkau datang dengannya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku datang dengan agama yang lurus (hanifiyah), agama Ibrahim." Abu Amir berkata: "Aku juga menganut agama Ibrahim." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Amir: "Engkau tidak menganut agama Ibrahim." Abu Amir menjawab: "Betul, aku menganut agama Ibrahim!" Dia berkata: "Wahai Muhammad, engkau telah memasukkan hal-hal baru ke dalam agama yang lurus (hanifiyah) yang bukan merupakan bagian darinya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak pernah melakukan itu semua. Aku datang dengan agama Ibrahim dalam keadaan putih suci." Abu Amir berkata: "Seorang pendusta akan Allah matikan dia dalam keadaan terusir, terasing dan dalam kesendirian." Yang di maksud pendusta olehnya adalah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Yakni engkau Muhammad, tidak membawa agama Ibrahim dalam keadaan putih suci, sebagaimana yang kau katakan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Betul!" Barangsiapa berlaku dusta, Allah akan melakukan itu." Demikianlah apa yang dilakukan musuh Allah, Abu Amir. Ia pun beranjak pergi ke Makkah. Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhasil menaklukkan Makkah, Abu Amir pergi ke Thaif. Tatkala orang-orang Thaif masuk Islam, ia pegi ke Syam, di sanalah dia meninggal dunia dalam keadaan terusir, terasing, dan dalam kesendirian.
 
Orang yang pergi keluar Madinah bersama Abu Amir ialah Alqamah bin Ulatsah bin Auf bin Al-Ahwash bin Ja'far bin Kilab, dan Kinanah bin Abdu Yalail bin Amr bin Umair Ats-Tsaqafi. Pada saat Abu Amir meninggal dunia, keduanya berebut hartanya dan mengadukan perkara mereka berdua kepada Kaisar Romawi. Kaisar berkata: "Orang kota mewarisi orang kota, dan orang padang pasir mewarisi orang padang pasir." Berdasarkan keputusan Kaisar, Kinanah bin Abdul Yalail mewarisi harta Abu Amir tanpa Alqamah.
Sedangkan Abdullah bin Ubay bin Salul tetap terhormat pada pandangan kaumnya hanya saja dia senantiasa ragu-ragu hingga ia dikalahkan Islam, dan dia memeluk Islam secara terpaksa.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim Az-Zuhri berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Usamah bin Zaid bin Haritsah, seorang yang sangat dicintai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ia berkata: Suatu saat, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi menunggang keledai. Di atas keledainya ada kain pelana yang di atasnya terdapat selimut asal Fadak yang diikat dengan serat palem, sementara aku berada di belakang beliau. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan melewati Abdullah bin Ubay bin Salul yang sedang bernaung di bawah benteng kecil yang bernama Muzahim.
Abdullah bin Ubay bin Salul saat itu tengah bersama beberapa orang dari kaumnya. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat Abdullah bin Ubay bin Salul, beliau merasa malu melintasinya dengan mengendarai keledai. Makanya beliau turun dari keledainya dan mengucapkan salam lalu duduk sejenak. Lalu Rasulullah membacakan Al-Qur'an kepada Abdullah bin Ubay bin Salul, sambil mengajaknya kepada agama Allah, mengingatkannya tentang Allah, memberi peringatan keras, memberi kabar gembira dan ancaman padanya. Abdullah bin Ubay bin Salul diam seribu bahasa. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sudah selesai bicara, Abdullah bin Ubay bin Salul berkata: "Wahai Muhammad, sesungguhnya tidak ada orang yang lebih baik perkataannya dari per- kataanmu. Apabila yang engkau katakan benar adanya, duduk sajalah di rumahmu. Siapapun yang datang menemuimu, bicaralah engkau dengannya. Sedang orang yang tidak datang menemuimu, tidak usahlah engkau bersusah payah datang kepadanya untuk mengatakan sesuatu yang orang itu tidak menyukainya." Abdullah bin Rawahah yang sedang bersama beberapa orang dari kaum Muslimin berkata: "Betul sekali. Biarkan kami senantiasa berada bersamanya. Biarkanlah kami membawanya ke majlis-majlis, kampung dan rumah-rumah kami. Demi Allah, inilah satu hal sangat kami sukai, sesuatu yang dengannya Allah jadikan kami mulia, dan dia memberi petunjuk bagi kami padanya."
Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul memperhatikan kaumnya menentang pendapatnya, ia berkata:
Kala tuanmu menjadi musuhmu
Kau akan senantiasa hina dan lawanmu akan menjatuhkanmu Biasakah burung elang harus terbang tanpa sayapnya
Jika pada suatu hari bulunya dicabut, ia kar jatuh

Ibnu Hisyam berkata: Bait kedua bukar dari Ibnu Ishaq
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata ke padaku dari Urwah bin Zubair dari Usama bin Zaid yang berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam beranjak dari tempat tersebut lalu pergi ke rumah Sa'ad bin Ubadah. Ucapan Abdullah bin Ubay bin Salul masih terus membersit di wajah beliau. Sa'ad bin Ubadah berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku melihat sesuatu terbersit di wajahmu, apakah engkau baru mendengar satu hal yang tidak engkau sukai?" Rasulullah Shallalahu 'alaiki wa Sallam bersabda: "Betul sekali." Sa'ad bin Ubadah berkata: "Wahai Rasulullah, bersikaplah lemah-lembut terhadap Abdullah bin Ubay bin Salul. Demi Allah, sesungguhnya tatkala engkau datang kepada kami,
 
kami telah mempersiapkan mahkota yang akan kami berikan padanya sebagai kepemimpinan. Ia beranggapan bahwa sesungguhnya engkau telah merampas mahkota kepemimpinannya itu darinya!"



Sahabat-sahabat Rasulullah yang Sakit


Ibnu Ishaq berkata: Hisyam bin Urwah dan Amr bin Abdullah bin Urwah berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Radhiyallahu Anha ia berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai di Madinah. Madinah saat itu merupakan bumi Allah yang paling potensial dengan penyakit demam. Dampaknya, banyak sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang terjangkiti sakit demam itu. Allah menjaga Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sehingga beliau tidak terserang wabah penyakit demam. Abu Bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal satu rumah. Mereka semua terjangkit wabah demam. Lalu aku menjenguk mereka. Peristiwa ini terjadi pada saat hijab belum diwajibkan. Mereka bertiga diserang demam tinggi yang hanya Allah sajalah yang tahu. Aku mendekat kepada Abu Bakar, dan bertanya kepadanya: "Bagaimana kabarmu, ayahanda?"Abu Bakar menjawab:
Semua manusia disambut ria oleh keluarganya di pagi hari Sementara maut lebih dekat padanya daripada tali sandalnya

Aisyah: Aku berkata: 'Demi Allah, ayah tidak sadar akan apa yang ia katakan. Aku mendekat kepada Amir bin Fuhairah, dan bertanya kepadanya: "Bagaimana kabarmu, wahai Amir?" Amir bin Fuhairah menjawab:
Telah aku jumpai kematian sebelum mencicipinya
Sesungguhnya kematian datang pada para pengecut dari atasnya Setiap orang itu berjuang dengan kekuatannya
Sebagaimana sapi jantan menjaga kulitnya dengan tanduknya
Aisyah berkata: Aku berkata: "Demi Allah, Amir tidak menyadari apa yang dikatakannya." Adapun Bilal, bila demam menderanya, ia berbaring di emperan rumah, dengan mengangkat suaranya sambil berkata:
Wahai bisakah aku kembali bermalam Di Fakh (tempat di luar Makkah),
Sementara di sekitarku terdapat idzkhir (nama pohon beraroma wangi), dan Jalil (nama tumbuh- tumbuhan) Mampukan suatu saat aku berada di mata air Majannah?
Adakah gunung Syamah dan Gunung Thafil terlihat olehku?

Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Maka aku ceritakan apa yang aku dengar dari mereka bertiga kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Aku berkata kepada beliau: "Mereka bertiga bicara asal-asalan dan tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan akibat serangan demam tinggi." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana telah Engkau jadikan kami mencintai Makkah, atau kokohkanlah rasa cinta kami kepada Madinah. Berilah kami keberkahan di mud, dan sha' Madinah (yakni makanannya). Alihkan serangan wabahnya ini ke Mahyaa'h."80 Mahyaa'h adalahAl-Juhfah.

 
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash yang berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai di Madinah sahabat-sahabatnya di dera wabah demam Madinah yang mengakibatkan banyak di antara mereka menderita sakit berat namun Allah menjauhkan wabah tersebut dari beliau. Akibat deraan penyakit demam ini hingga ada di antara para sahabat mengerjakan shalat dengan cara duduk. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar menemui mereka yang kala itu menunaikan shalat dengan cara duduk. Beliau bersabda kepada mereka: "Ketahuilah wahai sahabat-sahabatku bahwa shalat orang yang duduk itu pahalanya adalah setengah shalat orang yang berdiri." Maka para sahabat berupaya untuk berdiri sekuat mungkin walaupun mereka demikian lemah dan sedang sakit dengan harapan mendapatkan pahala.
Ibnu Ishaq berkata: Sesudah itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersia-siap diri untuk perang dan berjihad melawan musuhnya sesuai yang Allah perintahkan, serta memerangi orang-orang musyrik, orang-orang musyrik Arab. Ini semua baru terjadi tiga belas tahun setelah Allah mengutus beliau sebagai Nabi.



Penanggalan Hijrah


Berdasarkan pada sanad sebelumnya, dari Abdul Malik bin Hisyam yang berkata bahwa Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai berkata dari Abdullah bin lshaq Al-Muthallibi yang berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai di Madinah pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal, pada saat waktu dhuha berakhir, saat matahari tidak begitu panas. Itulah tanggal hijrah beliau sebagaimana dituturkan Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah sampai di Madinah, usia beliau lima puluh tiga tahun, tiga belas tahun sesudah beliau diutus menjadi Nabi dan Rasul. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal di Madinah pada akhir sisa bulan Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawwal, Dzul Qa'dah dan Dzul Hijjah. Pada bulan-bulan inilah dan bulan pada Muharram tahun berikutnya, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak berperang dengan kaum musyrikin.
Barulah pada bulan Shafar tahun berikutnya, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar untuk berperang. Tepatnya setelah setahun sejak kedatangannya di Madinah.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk Sa'ad bin Ubadah sebagai penggantinya di Madinah selama dirinya berada di medan jihad.



Perang Waddan, Perang Pertama yang Diikuti Rasulullah


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalaka 'alaihi wa Sallam keluar dari Madinah hingga sampai di daerah Waddan. Perang Waddan adalah sebutan lain untuk Perang Al-Abwa’. Rasulullah Shallalahu
 
'alaihi wa Sallam bermaksud untuk menyerang orang-orang Quraisy dan Bani Dhamrah bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah. Namun akhirnya beliau berdamai dengan Bani Dhamrah di Al-Abwal. Dalam proses perdamaian ini Bani Dhamra diwakili pemimpin mereka yang bernama Makhsyi bin Amr Adh- Dhamri. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali ke Madinah tanpa ada perlawanan apapun. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Madinah hingga sisa akhir bular Shafar dan awal-awal bulan Rabiul Awwal.
Ibnu Hisyam berkata: Perang Waddar merupakan perang yang pertama dilakukan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.



Ekspedisi Ubaidah bin al-Harits Panji Pertama yang dibentuk oleh Rasulullah


Ibnu Ishaq berkata: Pada saat berada di Madinah inilah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim Ubaidah bin Al-Harits bin Al-Muthalib bin Abdu Manaf bin Qushay bersama enam puluh atau delapan puluh pasukan dari kaum Muhajirin, tanpa menyerta kan seorangpun dari kaum Anshar. Ubaidah bin Al-Harits beserta pasukannya keluar dari Madinah hingga tiba di mata air di Hijaz di bawah Tsaniyyatul Murrah. Di sana, Ubaidah bin Al-Harits dan pasukannya berpapasan dengan sekian banyak orang Quraisy, namun perang belum meletus di antara mereka. Namun demikian Sa'ad bin Abu Waqqash telah memanah dengan satu anak panahnya. Itulah anak panah pertama yang dipanahan dalam Islam.
Kedua belah pihak kemudian meninggal- kan yang lain. Saat itu kaum Muslimin telah memiliki keberanian yang hebat. Beberapa orang musyrik yang bergabung dengan baris- an kaum muslimin saat itu adalah Al-Miqdad bin Amr Al-Bahrani sekutu Bani Zuhrah, dan Utbah bin Ghazwan bin Jabir Al-Mazini sekutu Bani Naufal bin Abdu Manaf. Keduanya telah masuk Islam, namun mereka berdua sengaja keluar bersama orang-orang kafir sebagai fasilitas untuk lebih mudah bergabung dengan kaum muslimin. Pimpinan kaum kafir saat itu adalah Ikrimah bin Abu Jahal.
Ibnu Hisyam berkata: Ibnu Abu Amr bin Al-Ala' berkata kepadaku dari Abu Amr Al-Madani ia berkata: Tatkala itu orang-orang kafir dipimpin oleh Mikraz bin Hafsh bin Al-Akhyaf salah seorang dari Bani Ma'ish bin Amir bin Luay bin Ghalib bin Fihr.
Ibnu Ishaq berkata: Panji perang Ubaidah bin Al-Harits, sebagaimana yang dituturkan padaku, adalah panji pertama yang diberikan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam Islam kepada salah seorang kaum Muslimin.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim Ubaidah bin Al-Harits dan pasukannya tatkala beliau pulang dari Perang Al-Abwa', dan sebelum beliau tiba di kota Madinah.



Ekspedisi Perang Hamzan bin Abdul Muthalib ke Pesisir Pantai
 
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat yang bersamaan, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam juga mengirim Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim dengan membawahi tiga puluh orang Muhajirin ke Saiful Bahri (kawasan pantai) di daerah Al-Ish tanpa mengikut sertakan satu orangpun dari kaum Anshar dalam ekspedisi Hamzah bin Abdul Muthalib. Di daerah pantai tersebut, Hamzah bin Abdul Muthalib bersama pasukannya berpapasan dengan Abu Jahal bersama tiga ratus pasukan orang Makkah. Kemudian kedua belah pihak berdamai dengan mediator Majdi bin Amr Al-Juhani yang mendamaikan kaum Muslimin dan kaum musyrikin dan kedua belah pihak pulang ke tempat masing-masing tanpa melakukan perang.
Sebagian ulama berpendapat bahwa panji perang Hamzah bin Abdul Muthalib adalah panji pertama yang diberikan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada salah seorang dari kaum Muslimin. Karena pada saat pengiriman ekspedisi perang Hamzah bin Abdul Muthalib, dan ekspedisi perang Ubaidah bin Al-Harts terjadi secara bersamaan. Karenanya banyak orang yang tidak mengetahui masalah ini dengan pasti.
Sebagian ulama berkata bahwa Hamzah bin Abdul Muthalib mengucapkan syair-syair yang di dalamnya berkata bahwa panji perang miliknya adalah panji pertama yang diserahkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Jika Hamzah bin Abdul Muthalib berkata seperti itu, insya Allah ia berkata benar dan tidak mungkin berdusta. Wallahu a 'lam mana yang paling benar dalam masalah ini.
Sementara yang kami dengar dari para ulama di kalangan kami Ubaidah bin Al-Harits-lah orang pertama yang diberi panji perang oleh Rasulullah.



Perang Buwath


Ibnu Ishaq berkata: Kemudian pada bulan Rabiul Awwal, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dari Madinah dengan maksud untuk memerangi orang-orang Quraisy.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk As-Saib bin Utsman bin Madz'un sebagai pemimpin sementara di Madinah, demikian menurut Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: Hingga tatkala Rasulullah sampai di Buwath, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memutuskan pulang ke Madinah, karena tidak ada perlawanan. Beliau menetap di Madinah pada sisa akhir bulan Rabiul Awwal, dan sebagian bulan Jumadil Ula.



Perang 'Usyairah


Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat untuk memerangi orang-orang Quraisy, dan menetapkan Abu Salamah bin Abdul Asad sebagai pemimpin sementara di Madinah, demikianlah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan melintasi gunung Bani Dinar, kemudian Faifa' dan Al-Khabar. Beliau berhenti di bawah pohon di lembah Bin Azhar yang bemama
 
Dzatu As-Saaq dan melaksankan shalat di sana. Kemudian dibangunlah mesjid untuk beliau, makanan dibuat untuk beliau lalu beliau dan para sahabat menyantapnya. Tempat tungku dapur beliau masih terisa di sana, dan beliau dihidangi air minum dari Mata Air Al-Musytarib.
Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melanjutkkan perjalanannya dengan meninggalkan Khalaiq di sisi kiri, dan berjalan melintasi perbukitan berlorong kecil yang disebut dengan bukit berlorong Abdullah. Itulah nama bukit tersebut pada saat itu. Kemudian beliau menuruni Yasar hingga tiba di Yalyal. Beliau berhenti di perkampungan Yalyal, dan perkampungan Adh-Dhabu'ah. Beliau diam- bilkan air dari sumur di Adh-Dhabu'ah lalu berjalan melewati dataran Malal, hingga bertemu dengan jalan di Shuhairat Al-Yama. Lalu berjalan lurus dan berhenti di Al-Usyairah, salah satu kabilah di Yanbu'. Beliau berada di sana selama bulan Jumadil Ula, dan beberapa malam pada bulan Jumadil Akhir. Beliau berdamai dengan Bani Mudlij dan sekutu-sekutunya dari Bani Dhamrah. Sesudahnya beliau pulang ke Madinah tanpa ada perlawanan.



Pemberian Kun-yah (Gelar) Ali dengan Abu Turab


Pada perang ini Rasulullah mengatakan sesuatu kepada Ali bin Abu Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Muhammad bin Khaitsam Al-Muharibi berkata kepadaku dari Muhammad bin Ka'ab Al-Ourazhi dari Muhammad bin Khaitsam Abu Yazid dari Ammar bin Yasir yang berkata: Aku dan Ali bin Abu Thalib adalah dua sahabat akrab pada Perang 'Usyairah. Pada saat itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhenti di 'Usyairah dan menetap di tempat itu. Kami melihat sekian banyak Bani Mudlij bekerja di mata air dan kebun kurma mereka. Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku: "Wahai Abu Al-Yaqzhan, apa pendapatmu apabila kita singgah ke tempat orang-orang tersebut, agar bisa melihat lebih dekat apa yang mereka kerjakan?" Aku menjawab: “Jika engkau mau, mariian kita pergi ke sana!' Kami pergi ke tempat orang-orang tersebut untuk melihat pekerjaan mereka selama beberapa saat hingga kantuk mengalahkan kami. Kemudian aku dan Ali bin Abu Thailib pergi, dan tidur-tiduran di bawah anak pohon kurma di tempat yang bertanah lembek. Demi Allah, tidaklah ada yang membagunkan dari tidur kami kecuali Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang menggerak-gerakkan kami dengan kakinya, sedangkan kami berlumuran tanah dari tempat kami tidur. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali bin Abu Thalib: "Apa yang terjadi pada dirimu, wahai Abu Turab (bapak tanah)?" Beliau katakan itu karena menyaksikan kami berlumuran tanah liat. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Maukah kalian aku kabari tentang dua orang yang paling celaka?" Kami menjawab: "Tentu saja, wahai Rasulullah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Dua orang yang paling celaka ialah Uhaimir Tsamud yang telah menyembelih unta, dan orang yang memukul tengkukmu seperti ini wahai Ali." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda demikian sambil memegang tengkuk Ali bin Abu Thalib hingga basah. Rasulullah juga sambil memegang jenggot Ali bin Abu Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama berkata kepadaku Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberi gelar Ali bin Abu Thalib dengan Abu Turab, karena ia marah kepada Fathimah karena satu perkara, ia tidak menuruti marahnya dan tidak mengatakan sesuatu yang melukai hati Fathimah. Alih-alih ia malah mengambil tanah, kemudian menyimpannya di atas kepalanya. Apabila Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat tanah di atas kepala Ali bin Abu Thalib beliau paham bahwa Ali bin Abu Thalib
 
sedang marah kepada anaknya tercintanya Fathimah, kemudian beliau bersabda: "Ada apa dengan dirimu, wahai Abu Turab?" Wallahu a'lam mana yang lebih benar dalam hal ini.



Ekspedisi Sa'ad bin Abi Waqqash


Ibnu Ishaq berkata: Di sela waktu tersebut, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Sa'ad bin Abu Waqqash bersama pasukannya yang terdiri dari kaum Muhajirin yang berjumlah delapan orang. Sa'ad bin Abu Waqqash dan pasukannya berangkat hingga tiba di Al-Kharrar di Hijaz, kemudian pulang ke Madinah tanpa ada perlawanan.
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian ulama menyatakan bahwa pengiriman ekspedisi Sa'ad bin Abu Waqqash terjadi sesudah pengiriman pasukan Hamzah bin Abdul Muthalib.



Perang Safwan, Perang Badar Pertama


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah tinggal di Madinah tidak lebih dari sepuluh malam setelah kedatangannya dari Perang 'Usyairah, ternyata Kurzu bin Jabir Al-Fihri menyerang sekawanan hewan ternak Madinah. Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar mengejar Kurzu bin Jabir Al-Fihri. Beliau menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai wakilnya di Ma¬dinah sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengejar Kurzu bin Jabir Al-Fihri hingga lembah Safwan dari arah Badar namun tidak berhasil mengejar Kurzu bin Jabir Al-Fihri untuk menangkapnya. Inilah Perang Badar Pertama.
Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali ke Madinah dan menetap di sana sepanjang sisa bulan Jumadil Akhir, Rajab, dan Sya'ban.



Ekspedisi Perang Abdullah bin Jahsy dan Turunnya ayat: (Mereka bertanya kepadamu tentang berperang di bulan Haram)


Ibnu Ishaq berkata: Pada bulan Rajab, sesudah kedatangannya dari Perang Badar I, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim Abdullah bin Jahsy bin Riab Al-Asadi dengan membawa delapan orang kaum Muhajirin dan tanpa ada seorang pun dari kalangan Anshar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menulis surat untuk Abdullah bin Jahsy dan memintanya untuk tidak membukanya kecuali sesudah perjalanan berlangsung selama dua hari. Sesudah dua hari berjalan, Abdullah bin Jahsy baru membukanya sesuai dengan perintah beliau di surat tersebut tanpa memaksa seorangpun dari sahabatnya.
 
Sahabat-sahabat Abdullah bin Jahsy dari kaum Muhajirin dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi'ah bin Abdu Syams.
Dari sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah Abdullah bin Jahsy yang menjadi komandan mereka, dan 'Ukkasyah bin Mihshan bin Hurtsan sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf dari Bani Asad bin Khuzaimah. Dari Bani Naufal bin Abdu Manaf adalah Utbah bin Ghazwan bin Jabir sekutu mereka.
Dari Bani Zuhrah bin Kilab adalah Sa'ad bin Abu Waqqash.
Dari Bani Adi bin Ka'ab adalah Amir bin Rabi'ah sekutu mereka dari Anz bin Wail, Waqid bin Abdullah bin Abdu Manaf bin Arin bin Tsa'labah bin Yarbu' salah seorang Bani
Tamim sekutu mereka, Khalid bin Al-Bukair salah seorang Bani Sa'ad bin Laits sekutu mereka. Dan dari Bani Al-Harits bin Fihr adalah Suhail bin Baidha'.
Sesudah berjalan dua hari, Abdullah bin Jahsy membuka surat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ternyata surat tersebut berbunyi sebagai berikut: Apabila membaca suratku ini, hendaklah engkau berjalan hingga berhenti di Nakhlah antara Makkah dan Thaif. Perhatikan dan awasi kaum kafir Quraisy lalu laporkan kepadaku berita tentang mereka.
Sesudah membuka dan membaca surat tersebut, Abdullah bin Jahsy berkata: "Aku patuh atas perintahmu." Abdullah bin Jahsy berkata kepada sahabat-sahabatnya: Rasulullah Shallallau 'Alaihi wa Sallam memerintahkanku berjalan menuju Nakhlah untuk mengawasi kaum Quraisy lalu melaporkan berita tentang mereka kepadanya. Beliau tidak membolehkan aku memaksa seorang pun dari kalian. Barangsiapa di antara kalian berniat mati syahid, dan tertarik padanya, silakan tetap ikut bersama aku. Namun barangsiapa tidak ingin mati syahid, silakan saja kembali ke Madinah. Sedangkan aku tetap akan melaksanakan amar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Abdullah bin Jahsy dan sahabat-sahabatnya melanjutkan perjalanan dan ternyata tidak seorang pun dari mereka yang pulang ke Madinah. Mereka berjalan melalaui Hijaz. Tatkala mereka berada di Bahran, unta Sa'ad bin Abu Waqqash dan Utbah bin Ghazwan tiba-tiba hilang. Padahal unta mereka berdua telah diikat kuat. Dampaknya keduanya ter- tinggal dari pasukan Abdullah bin Jahsy karena mencari-cari untanya.
Abdullah bin Jahsy dan sisa-sisa sahabatnya tetap berjalan hingga sampai di Nakhlah yang dimaksudkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Tak berapa lama kemudian kafilah dagang Quraisy yang membawa anggur kering, kulit, dan barang-barang dagangan orang-orang Quraisy melewati Nakhlah. Di dalam kafilah dagang ini ada Amr bin Al-Hadhrami, Utsman bin Abdullah bin Al- Mughirah Al-Makhzumi, saudara Utsman yang bernama Naufal bin Abdullah Al-Makhzumi, dan Al- Hakam bin Kaisan mantan budak Hisyam bin Al-Mughirah. Tatkala kafilah dagang Quraisy tersebut dilihat pasukan Abdullah bin Jahsy mereka didera ketakutan, sebab posisi tempat mereka berhenti tepat berdekatan dengan pasukan Abdullah bin Jahsy. Lalu Ukkasyah bin Mihsyan yang telah mencukur rambutnya mendekat kepada kafilah dagang Quraisy tersebut. Begitu melihat kedatangan Ukkasyah bin Mihshan, mereka merasa aman. Mereka berkata: "Ini dia Ummar. Janganlah kalian takut kepada mereka." Pada saat itu juga, pasukan Abdullah bin Jahsy bermusyawarah antar mereka membahas tentang kafilah dagang Quraisy. Peristiwa ini terjadi pada akhir bulan Rajab. Pasukan Abdullah bin Jahsy berkata: "Demi Allah, apabila malam ini kalian membiarkan kafilah dagang Quraisy tersebut, mereka pasti akan memasuki Al-Haram lalu berlindung dari kalian di sana. Apabila membunuh mereka berarti kalian membunuh mereka di bulan-bulan haram."
 
Pasukan Abdullah bin Jahsy pun merasa ragu. Namun akhirnya mereka memutuskan untuk menyerang kafilah dagang Quraisy tersebut. Mereka bakar semangat untuk menghadapi kafilah dagang Quraisy itu. Mereka sepakat untuk membunuh siapa saja dari kafilah dagang Quraisy yang mampu mereka bunuh, dan mengambil apa saja yang bisa dirampas dari mereka. Lalu Waqid bin Abdullah At-Tamimi melepaskan anak panahnya ke arah Amr bin Al-Hadhrami dan menewaskannya.
Pasukan Abdullah bin Jahsy berhasil pula menawan Utsman bin Abdullah dan Al-Hakam bin Kaisan. Sementara Naufal bin Abdullah berhasil lolos dari serbuan pasukan Abdullah bin Jahsy dan mereka tidak berhasil menangkapnya. Lalu Abdullah bin Jahsy dan pasukannya pulang membawa unta dan dua tawanan hingga tiba di Madinah dan bertemu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Salah seorang dari keluarga Abdullah bin Jahsy menyebutkan bahwa Abdullah bin Jahsy berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Sesungguhnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mempunyai hak seperlima dari rampasan perang yang kita peroleh." Itu terjadi ketika Allah Ta'ala belum mewajibkan seperlima terhadap rampasan perang. Abdullah bin Jahsy menyisihkan seperlima bagian untuk Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sisanya dia bagikan untuk para sahabatnya.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat pasukan Abdullah bin Jahsy menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Aku tidak menyuruh kalian untuk membunuh mereka di bulan haram." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menahan unta dan kedua tawanan tersebut. Beliau tidak mau mengambil bagian sedikit pun dari rampasan tersebut. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengatakan itu, pasukan Abdullah bin Jahsy sangat menyesal atas perbuatan mereka dan mereka merasa akan dihukum qishah.
Kaum Muslimin juga sangat mengecam tindakan yang mereka lakukan. Pada saat yang sama di tempat lain, orang-orang Quraisy berkata: "Muhammad dan para sahabatnya telah menghalalkan bulan haram dan menumpahkan darah, merampas harta dan menawan manusia di bulan haram." Beberapa orang dari kaum Muslimin di Makkah membalas ucapan orang-orang Quraisy dengan berkata "Sesungguhnya tindakan pasukan Abdullah bin Jahsy merupakan reaksi atas apa yang mereka terima di bulan Sya'ban."
Orang-orang Yahudi berkata menyerang Rasulullah dalam ucapan yang buruk: "Amr bin Al-Hadhrami telah dibunuh Waqid bin Abdullah. Amr telah meramaikan (ammarat) perang. Al-Hadhrami ialah orang yang terlibat perang. Dan Waqid bin Abdullah ialah orang yang menyalakan(waqid) perang." Pada saat orang-orang ramai membicarakan tentang peristiwa ini, Allah menurunkan ayat-Nya:




Mereka bertanya kepadamu tentang berperang di bulan haram. Katakanlah, 'Berperang di bulan itu dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitamya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. (QS. al-
 
Baqarah: 217). Yakni, apabila kalian telah membunuh pada bulan haram, sesungguhnya mereka telah menghalang-halangi kalian dari jalan Allah dan telah kafir kepada Allah, melarang kalian ke Masjidil Haram, dan mengusir kalian dari sana. Padahal kalianlah orang yang paling berhak atas Masjidil Haram. Dosa yang mereka lakukan itu jauh lebih besar dosanya di sisi Allah daripada pembunuhan kalian terhadap seorang di antara mereka.


Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS. Baqarah: 217). Yakni, mereka telah menyiksa orang Muslim disebabkan oleh agama mereka, karena mereka berambisi sekali untuk mengeluarkan orang Muslim dari agamanya sesudah mereka beriman. Yang demikian itu jauh lebih besar dosanya di sisi Allah daripada pembunuhan yang kalian lakukan.


Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka dapat mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup (QS. al-Baqarah: 217). Yakni, mereka melakukan perbuatan yang lebih kejam dan lebih jahat daripada perbuatan mereka sebelum itu sebagaimana disebutkan pada ayat sebelumnya. Mereka engggan bertobat, dan tiada hentinya dari melakukan tindakan-tindakan jahat itu.
Tatkala ayat Al-Qur'an turun membawa hal tersebut, dan Allah menghilangkan gundah gulana yang dialami kaum Muslimin. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersedia untuk menerima unta dan kedua tawanan perang tersebut. Kemudian orang-orang Quraisy mengirim perwakilan mereka untuk menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menebus Utsman bin Abdullah dan Al-Hakam bin Kaisan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kami tidak akan menyerahkan keduanya pada kalian sampai dua sahabat kami datang yakni Sa'ad bin Abu Waqqash dan Utbah bin Ghazwan. Kami khawatir kalian berbuat sesuatu yang tidak wajar terhadap mereka. Jika ternyata kalian membunuh mereka berdua, maka dua sahabat kalian ini akan kami bunuh pula." Tak lama kemudian, Sa'ad bin Abu Waqqash dan Utbah bin Ghazwan tiba di Madinah, kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyerahkan dua tawanan tadi kepada perwakilan Quraisy.
Sedangkan Al-Hakam bin Kaisan, ia masuk Islam dengan amat baik. Dia tetap tinggal bersama Rasulullah di Madinah hingga terbunuh sebagai seorang syahid pada Perang Bi'ru Ma unah. Sementara Utsman bin Abdullah pulang kembali ke Makkah dan mati dalam kondisi kafir.
Tatkala gundah gulana telah hilang dari pasukan Abdullah bin Jahsy setelah Al-Qur'an turun, maka para sahabat berobsesi besar untuk mendapatkan pahala. Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, bolehkan kita menginginkan perang, yang dengan perang itu kita memperoleh pahala para mujahidin?" Allah Yang Mahaagung menurunkan firman-Nya:
 
 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. al- Baqarah: 218). Allah memposisikan mereka pada harapan tertinggi.
Hadits tentang hal ini berasal dari Az- Zuhri dan Yazid bin Ruman dari Urwah bin Zubair.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian keluarga Abdullah bin Jahsy berkata bahwa Allah membaginya dengan cara fay' (rampasan tanpa pertempuran), setelah Dia menghalalkannya, yakni empat perlima bagi yang mendapatkannya sedangkan seperlima adalah bagian untuk Allah dan Rasul-Nya. Artinya, ini selaras dengan kebijakan yang diambil Abdullah bin Jahsy pada unta yang mereka dapatkan dari kafilah dagang Quraisy tersebut.
Ibnu Hisyam berkata: Itulah rampasan perang pertama yang diperoleh kaum Muslimin. Sedangkan Amr bin Al-Hadhrami adalah orang yang pertama kali dibunuh oleh kaum Muslimin sementara Utsman bin Abdullah dan Al-Hakam bin Kaisan adalah orang yang pertama kali menjadi tawanan kaum Muslimin.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Bakar Ash-Shid- diq berkata mengenai ekspedisi Abdullah bin Jahsy, walaupun ada juga yang mengatakan bahwa perkataan ini dikatakan oleh Abdullah bin Jashy tatkala orang-orang Quraisy berkata: "Muhammad dan sahabat-sahabatnya menghalalkan bulan-bulan haram, menumpahkan darah, merampas harta di dan menawan orang-orang di dalamnya."



Perubahan Arah Kiblat ke Ka'bah


Ibnu Ishaq berkata: Ada yang berpendapat bahwa perubahan arah kiblat ke Ka'bah terjadi pada bulan Sya'ban, delapan belas bulan setelah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah.



Perang Badar Kubra


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar berita bahwa Abu Sufyan bin Harb baru saja tiba dari Syam bersama dengan kafilah dagang Quraisy yang membawa sejumlah besar kekayaan dan barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Kafilah ini terdiri dari tiga puluh atau empat puluh orang Quraisy. Di antara mereka ada Makhramah bin Naufal bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah dan Amr bin Al-Ash bin Wail bin Hisyam.
 
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berkata bahwa Amr adalah anak dari Wail bin Hasyim.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, Ashim bin Umar bin Qatadah, Abdullah bin Abu Bakr, Yazid bin Ruman, dan ulama-ulama lain berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma. Mereka Semua mengatakan beberapa hadits dalam redaksi sama tentang Perang Badar.
Mereka berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar Abu Sufyan bin Harb tiba dari Syam, beliau mengajak kaum Muslimin keluar dari Madinah dan bersabda: "Inilah kafilah dagang Quraisy. Di dalamnya adalah harta kekayaan mereka. Oleh sebab itu, pergilah kalian kepada mereka! Semoga Allah memberikan kekayaan mereka kepada kalian!" Kaum Muslimin menanggapi cepat seruan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sebagian mereka merasa ringan tanpa beban untuk berangkat dan sebagian lainnya merasa berat hati untuk berangkat, karena mereka tidak mengira Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam akan mendapatkan perlawanan perang.
Pada saat mendekati Hijaz, Abu Sufyan mengorek berita dan bertanya kepada musafir yang ia temui, karena khawatir mendapat serangan tak terduga. Akhirnya dia mendapatkan berita dari salah seorang musafir yang mengatakan kepadanya: "Sesungguhnya Muhammad telah mengirim sahabat- sahabatnya untuk menyerangmu dan kafilah dagang yang kamu pimpin." Karena berita tersebut, Abu Sufyan bersikap ekstra hati-hati. Ia menyewa Dhamdham bin Amr Al-Ghifari untuk pergi ke Makkah dan memerintahkannya untuk mendatangi orang-orang Quraisy serta mendesak mereka untuk menyelamatkan harta kekayaan mereka, dan memberi tahu mereka bahwa Muhammad kini telah menghadangnya bersama para sahabatnya. Dhamdham bin Amr Al-Ghifari segera meluncur ke Makkah.



Mimpi Atikah Binti Abdul Muthalib


Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dan Yazid bin Ruman dari Urwah bin Zubair mereka berdua berkata: Tiga malam sebelum kedatangan Dhamdham bin Amr Al-Ghifari di Makkah, Atikah binti Abdul Muthalib melihat mimpi yang sangat mengerikan. Ia pun pergi menemui saudaranya, Al-Abbas bin Abdul Muthalib sambil bertutur: "Saudaraku, demi Allah, semalam aku melihat mimpi yang demikian mengerikan. Aku khawatir keburukan dan musibah akan menimpa kaummu. Maka rahasiakanlah apa yang aku akan katakan padamu nanti." Al-Abbas bin Abdul Muthalib bertanya kepada Atikah binti Abdul Muthalib: "Mimpi apakah yang engkau lihat?" Atikah binti Abdul Muthalib menjawab: "Dalam mimpiku aku melihat seorang musafir datang dengan menunggang unta. Ia berdiri di sebuah tanah lembah nan lapang. Lalu ia berteriak dengan suara sangat lantang: "Ketahuilah, wahai orang-orang Ghudar, berangkatlah kalian ke ladang kematian kalian dalam jangka tiga hari." Aku lihat manusia berhimpun pada musafir tersebut, kemudian ia masuk ke masjid di ikuti banyak orang. Ketika mereka berada di sekelilingnya, musafir tersebut berdiri di atas untanya di depan Ka'bah, lalu berteriak dengan suara sangat lantang: "Ketahuilah, wahai orang-orang Ghudar, berangkatlah kalian ke ladang kematian kalian dalam jangka tiga hari." Kemudian musafir tersebut berdiri di atas untanya di atas Abu Qubais, dan berteriak dengan teriakan yang sama lantangnya. Musafir tersebut mengambil batu besar lalu melemparkannya. Batu besar itu meluncur jatuh. Tatkala batu tersebut sampai di bawah gunung, ia pecah berkeping-keping. Tidak ada satupun rumah di Makkah, kecuali diterjang pecahan batu besar tersebut."
 
Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata: "Demi Allah, inilah mimpi yang sebenarnya. Saya berpesan padamu agar merahasiakan mimpimu ini, dan janganlah sekali-kali kau menceritakannya kepada siapa pun"
Kemudian Al-Abbas bin Abdul Muthalib keluar dan bertemu dengan Al-Walid bin Utbah bin Rabi'ah seorang sahabat dekat Al-Abbas bin Abdul Muthalib. Lalu Al-Abbas bin Abdul Muthalib menceritakan mimpi Atikah binti Abdul Muthalib kepadanya, dan meminta Al-Walid merahasiakan rapat-rapat mimpi tersebut. Sayang sekali Al-Walid tak mampu menahan rahasia dan ia menceritakan mimpi tersebut kepada ayahnya, Utbah bin Rabi'ah. Hasilnya, berita tentang mimpi tersebut pun menyebar luas ke seantero Makkah dan menjadi bahan pembicaraan hangat di antara orang-orang Quraisy di tempat pertemuan mereka.
Al-Abbas berkata: Lalu aku pergi untuk thawaf di Baitullah. Saat itu, Abu Jahal sedang berkumpul bersama beberapa orang Quraisy membincangkan serius tentang mimpi Atikah binti Abdul Muthalib. Pada saat Abu Jahal melihatku, ia berkata: "Wahai Abu AI-Fadhl, apabila telah selesai thawaf, harap engkau datang ke tempat kami!" Seusai thawaf, aku datang dan duduk bersama mereka. Abu Jahal berkata kepadaku: "Wahai Bani Abdul Muthalib, sejak kapan ada nabi wanita di tengah kalian?" Aku bertanya: "maksudnya apa itu ?" Abu Jahal berkata: "Mimpi yang dilihat Atikah." Aku bertanya: "Bermimpi apakah Atikah?" Abu Jahal berkata: "Wahai Bani Abdul Muthalib, bukankah kalian senang ada seorang laki-laki di antara kalian yang mengaku sebagai seorang nabi, kemudian wanita kalian juga mengaku sebagai nabi? Atikah mengaku bahwa dalam mimpinya, orang tersebut berkata: 'Pergilah kalian dalam tiga hari ini! Kami akan menunggu apa yang akan terjadi pada kalian dalam jangka waktu tiga hari ini! Apabila apa yang dikatakan Atikah benar, maka dia akan terjadi. Jika telah berjalan tiga hari, namun tidak terjadi sesuatupun, kami akan menulis bahwa kalian adalah warga Baitullah yang paling pendusta di seluruh dunia Arab."
Al-Abbas berkata: Demi Allah, di mataku Abu Jahal bukanlah apa-apa, aku bisa melakukan apa saja atasnya. Namun, aku sengaja mengingkari mimpi tersebut, pura-pura tidak mengetahuinya. Setelah itu kami bubar.
Pada sore harinya, tidak seorangpun wanita Bani Abdul Muthalib kecuali pasti datang menemuiku. Setiap wanita Bani Abdul Muthalib berkata: "Mengapa engkau biarkan begitu saja orang fasik dan kotor ini menyerang orang laki-laki kita, dan menyinggung perasaan wanita-wanita kita? Sementara engkau mendengar jelas ucapannya, namun engkau tidak merasa gerah atas ucapan yang engkau dengar." Al-Abbas berkata: "Demi Allah, aku akan melakukannya. Abu Jahal itu bukan apa-apa di mataku, dan aku bisa melakukan apa saja atasnya. Aku bersumpah kepada Allah, aku akan hadapi dia. Jika ia mengulangi perbuatannya, aku pasti melakukan perlindungan terhadap kalian dari perilaku jahatnya."
Al-Abbas berkata: "Tiga hari setelah mimpi Atikah binti Abdul Muthalib, aku keluar rumah dalam keadaan marah besar. Aku mengira bahwa aku telah kehilangan momen besar yang seharusnya aku lakukan. Aku masuk masjid, dan melihat Abu Tahal di dalamnya. Demi Allah, aku berjalan ke arahnya untuk menghadapinya, agar ia menahan sebagian ucapannya, dan aku bisa membungkamnya. Abu Jahal adalah orang yang ringan, wajahnya keras, mulutnya dan pandangannya tajam. Tiba-tiba Abu Jahal buru-buru keluar menuju pintu masjid. Aku berkata dalam diri ku: "Ada apa dengan orang yang dikutuk Allah ini?" Apakah ia takut aku akan mencercanya?" Ternyata Abu Jahal telah mendengar apa yang tidak aku dengar, yaitu suara Dhamdham bin Amr Al-Ghifari di tengah lembah sambil berdiri di atas untanya yang hidungnya sudah dipotong. Ia putar pelana untanya dalam posisi terbalik, dan merobek-robek bajunya. Dhamdham bin Amr Al-Ghifari berkata: "Hai orang-orang Quraisy, unta, dan harta kekayaan kalian yang sedang dibawa Abu Sufyan dihadang oleh Muhammad bersama para
 
sahabatnya. Aku kira kalian tidak bisa menyelamatkannya. Bantulah mereka dan selamatkanlah meraka"
Al-Abbas berkata: "Aku lebih fokus dengan berita Dhamdham, hingga tak mempedulikan Abu Jahal. Demikian pula halnya dengan Abu Jahal, dia fokus pada kabar itu dan tidak memperhatikan saya."
Orang-orang Quraisy cepat-cepat melakukan persiapan. Mereka berkata: "Apakah Muhammad dan sahabat-sahabatnya menyangka bahwa nasib kafilah dagang Abu Sufyan akan mengalami nasib serupa dengan nasib kafilah dagang Ibnu Al-Hadhrami? Tidak, demi Allah, dia pasti akan mengetahui, bahwa kafilah dagang Abu Sufyan tidak akan mengalami nasib serupa dengan kafilah dagang Ibnu Al- Hadhrami." Orang-orang Quraisy terbagi ke dalam dua kelompok. Ada yang keluar sendiri untuk menghadapi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dan ada yang cukup dengan mengutus seseorang sebapai pengganti dirinya. Orang-orang Quraisy sepakat untuk perang. Tidak ada seorang pun dari tokoh-tokoh utama mereka yang ketinggalan, kecuali Abu Lahab bin Abdul Muthalib. Ia tidak ikut serta dan hanya mengutus Al-Ashi bin Hisyam bin Al-Mughirah sebagai pengganti dirinya. Awalnya Al-Ashi bin Hisyam bin Al-Mughirah tidak akan ikut terjun dalam kecamuk perang karena ia mempunyai hutang sebesar empat ribu dirham kepada Abu Lahab. Al-Ashi bin Hisyam bin Al-Mughirah bangkrut dalam perdagangannya. Maka iapun di kontrak Abu Lahab dengan nilai sebesar hutangnya. Akhirnya, ia ikut perang menggantikan posisi Abu Lahab.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih berkata kepadaku bahwa Umayyah bin Khalaf memutuskan tidak ikut perang. Ia sudah sangat tua dan terhormat, gemuk, dan berbadan berat. Uqabah bin Mu'aith datang menemui Umayyah bin Khalaf yang pada saat itu duduk di masjid bersama kaumnya. Ia membawa anglo tempat membakar kemenyan dan dupa. Uqbah bin Abu Mu'aith meletakkan anglo dan dupa tersebut di depan Umayyah bin Khalaf seraya berkata: "Wahai Abu Ali, hiasilah dirimu dengan dupa ini, karena engkau laksana seorang perempuan." Umayyah bin Khalaf menjawab: "Semoga Allah memburukkanmu dan memburukkan apa yang engkau bawa!" Karena tersinggung Umayyah bin Khalaf segeraber siap-siap dan ikut perang bersama pasukan lainnya.



Perang Antara Kinanah dan Quraisy dan Persekutuan Mereka di Perang Badar


Ibnu Ishaq berkata: Pada saat orang-orang Quraisy mengadakan persiapan perang, dan akan berangkat, tiba-tiba memori mereka terbang pada perang yang terjadi antara mereka melawan Bani Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah. Mereka berkata: "Kita khawatir orang-orang Bani Bakr akan menohok kita dari belakang."
Seseorang dari Bani Amir bin Luay berkata kepadaku dari Muhammad bin Sa'id bin Al-Musayyib yang berkata bahwa anak Hafsh bin Al-Akhyaf salah seorang dari Bani Ma'ish bin Amir bin Luay keluar untuk mencari untanya yang hilang di Dhajnan. Anak Hafsh itu terbilang masih sangat muda, rambutnya memakai ikatan, mengenakan perhiasan demikian tampan dan bersih. Anak Hafsh tersebut berjalan melewati Amir bin Yazid bin Amir Al-Mulawwah, salah seorang dari Bani Ya'mur bin Auf bin Ka'ab bin Amir bin Laits bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah di Dhajnan. Pada saat itu Amir bin Yazid adalah seorang pemimpin kaumnya. Pada saat meli- hat anak Hafsh, ia terpikat kepadanya. Ia bertanya kepada anak Hafsh: "Siapa engkau ini wahai anak muda?" Anak Hafsh menjawab: "Aku anak Hafsh bin Al-Akhyaf Al-Qurasyi." Tatkala anak Hafsh itu berpaling dari Amir bin Al-Akhyaf, ia berkata: "Wahai Bani Bakr, apakah kalian punya utang darah pada Quraisy?" Mereka menjawab: "Ya, kita punya utang
 
darah pada mereka." Amir bin Yazid berkata: "Apabila salah seorang di antara kalian membunuh anak muda ini, berarti ia telah menunaikan hutang darahnya."
Salah seorang dari Bani Bakr bergerak untuk membunuh anak Hafsh lalu ia membunuhnya sebagai pembalasan darah yang ada pada Quraisy. Orang-orang Quraisy geger membicarakan pembunuhan terhadap anak Hafsh itu. Amir bin Yazid berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, kalian memiliki utang darah pada kami. Apakah yag menjadi keinginan kalian? Apabila mau, silahkan bayar hutang kalian pada kami sebelumnya, niscaya kami bayar lunas utang kami pada kalian sebelum ini. Jika mau, maka ini adalah darah satu orang dibalas dengan darah satu orang pula. Oleh karena itu, silakan kalian membayar hutang kalian sebelumnya pada kami, niscaya kami bebaskan hutang kalian atas kami sebelumnya. Anak Hafsh tersebut dianggap tidak ada harganya di perkampungan orang-orang Quraisy." Orang-orang Quraisy berkata: "Benar, satu orang dibalas dengan satu orang pula." Maka mereka tidak menuntut apa pun atas darah anak Hafsh.
Tatkala saudara korban Makraz bin Hafsh bin Al-Akhyaf berjalan melintas di Marr Adh-Dhahran, ia melihat Amir bin Yazid bin Amir bin Al-Mulawwah sedang menunggang unta. Tatkala Makraz bin Hafsh melihatnya, ia mendekat kepadanya dan mendudukkan untanya. Ketika itu Amir bin Yazid menghunus pedang dan Makraz bin Hafsh menyerangnya dengan pedangnya hingga tewas. Lalu Makraz bin Hafsh merobek perutnya lalu membawanya ke Makkah, dan menggantungkannya suatu malam pada kain Ka'bah. Ketika orang-orang Quraisy melihat pedang Amir bin Yazid bin Amr menggantung di kain Ka'bah keesokan mereka pun mengenalinya. Mereka berkata: "Ini pasti pedang Amir bin Yazid. Ia diserang Makraz bin Hafsh dan kemudian membunuhnya." Demikianlah apa yang terjadi antara orang- orang Quraisy dengan Bani Bakr.
Pada saat mereka berada pada situasi perang demikian, datanglah Islam menengahi perselisihan itu dan mereka melupakan yang lain, hingga orang Quraisy memutuskan untuk berangkat ke Badar. Lalu memori kembali muncul tentang perseteruannya dengan Bani Bakr dan mereka was-was Bani Bakr menyerang.
Makraz bin Hafsh berkata dalam untaian syair tentang pembunuhannya terhadap Amir bin Yazid: Kala ku lihat bahwa dia adalah Amir
Aku ingat akan daging mengelupas saudara tercintaku
Aku bergumam dalam diriku, 'Dia itu Amir, Janganlah takut padanya dan lihatlah tunggangan apa saja
Aku yakin aku kuasa memukulnya dengan pedang, dan ia pasti binasa Saat menghadapinya, aku kendalikan rasa takutku
Dan kudorongkan dadaku pada pahlawan si penghunus pedang yang kenyangpengalaman Tatkala kekhawatiran telah bertemu untuk perang
Aku tidak tampakkan diriku sebagai anak dua orang tua yang bodoh
Aku mengendurkan anak panahku, dan aku tak pernah melupakan balas dendamnya Apabila orang yang lemah akalnya lupa pada dendamnya

Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ruman menuturkan kepadaku dari Urwah bin Zubair yang berkata: Tatkala orang-orang Quraisy telah memutuskan berangkat perang, mereka ingat konfliknya dengan Bani Bakr. Memori tentang konflik ini hampir saja menggagalkan keberangkatan mereka. Namun iblis terkutuk menampakkan diri kepada mereka dalam rupa Suraqah bin Malik bin Ju'syum Al-Mudliji. Suraqah bin Malik adalah salah seorang tokoh utama Bani Kinanah. Iblis berkata kepada orang-orang Quraisy: "Aku memberikan garansi kepada mereka bahwa orang-orang Kinanah tidak akan menohok kalian dari belakang dengan hal-hal yang kalian tidak sukai." Maka merekapun berangkat dengan segera.
 
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dari Madinah bersama para sahabatnya setelah Ramadhan berlalu beberapa hari.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dari Madinah pada hari Senin tanggal 8 Ramadhan, dan mengangkat Amr bin Ummu Maktum sebagai pengganti sementara beliau untuk menjadi imam shalat di Madinah. Ada juga yang berpendapat bahwa nama Amr adalah Abdullah bin Ummu Maktum, saudara Bani Amir bin Luay. Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menarik pulang Abu Lubabah dari Ar-Rauha, dan mengangkatnya sebagai penggantinya di Madinah selama kepergiannya keluar kota.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyerahkan panji perang kepada Mush'ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar.
Ibnu Hisyam berkata: Panji yang Rasulullah serahkan itu berwarna putih.
Ibnu Ishaq berkata: Di depan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ada dua panji hitam; salah satunya dipegang Ali bin Abu Thalib. Panji itu bernama Al-'Uqab. Sementara yang satunya lagi dipegang oleh salah seorang dari kaum Anshar.
Ibnu Ishaq berkata: Jumlah unta sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika itu adalah tujuh puluh ekor, dan mereka mengendarainya secara bergantian. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Ali bin Abu Thalib dan Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi mengendarai satu unta secara bergiliran. Hamzah bin Abdul Muthalib, Zaid bin Haritsah, Abu Kabsyah dan Anasah keduanya mantan budak Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menaiki satu dengan cara bergantian. Abu Bakar, Umar bin Khaththab dan Abdurrahman bin Auf juga mengendarai satu unta secara bergiliran.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memilih Qais bin Abu Shasha'ah saudara Bani Mazin bin An-Najjar sebagai komandan pasukan sayap belakang.
Panji perang kaum Anshar dipegang Sa'ad bin Muadz sebagaimana dituturkan Ibnu Hisyam.




Perjalanan Kaum Muslimin ke Badar


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menempuh perjalanannya dari Madinah ke Makkah dengan melewati jalur atas Madinah, lalu ke Al-Aqiq, terus ke Dzi Al-Hulaifah dan melewati Ulatul Jaisy.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Dzatul Jaisy, kemudian ke Turban, lalu Malal, lalu Ghamis AI-Hamam dari Marayain, lalu melewati Shukhairatul Yamam, kemudian melewati As-Sayyalah, terus Fajji Ar-Rauha', terus Syanukah. Inilah jalur normal yang biasa dilalui manusia umumnya.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabat tiba di Irqi Adz- Dzubyah atau Adz-Dzabyah, versi Ibnu Hisyam, mereka berpapasan dengan salah seorang Arab pedalaman. Para sahabat menanyakan kepadanya tentang berita orang-orang Quraisy. Sayang mereka tidak berhasil mengorek berita apa pun dari orang Arab pedalaman itu. Para sahabat berkata kepada orang Arab pedalaman itu: "Katakanlah ucapan salam kepada Rasulullah!” Orang Arab dusun tersebut bertanya: " Apakah di tengah rombongan kalian ada seorang utusan Allah?" Para sahabat menjawab: "Benar!!." Orang Arab pedalaman itu pun menguluk salam kepada Rasulullah Shallalahu
 
'alaihi wa Sallam, dan berkata kepada: "Jika engkau memang seorang utusan Allah, mala beritahukanlah kepadaku apa saja yang ada di dalam perut untaku ini. Salamah bin Salamah bin Waqasy berkata kepada orang Arab dusun tersebut: "Jangan bertanya demikian kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, tapi berpalinglah kepadaku niscaya aku berikan jawabannya kepadamu. Engkau telah menggauli untamu dan kini di dalam perutnya ada anak unta hasil hubungannya denganmu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Stop!!, engkau mengatakan perkataan yang kotor kepada orang ini." Kemudian Rasulullah pergi meninggalkan Salamah.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhenti di Sajsaj, sebuah sumur di Ar-Rauha. Beliau pergi meninggalkan tempat itu. Ketika sampai di Al-Munsharif, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak menempuh perjalanan ke Makkah dari sisi kiri, beliau menempuhnya dari sisi kanan dengan melewati An-Naziyah dengan tujuan Badar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menempuh perjalanan darinya, hingga melintasi Lembah Rahqan antara An-Naziyah dengan jalan kecil Ash-Shafra', kemudian berjalan melewati jalan kecil itu lalu turun darinya. Ketika tiba di dekat Ash-Shafra', Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Basbas bin Al-Juhani sekutu Bani Sa'idah, dan Adi bin Abu Az- Zaghba Al-Juhani sekutu Bani An-Najjar untuk pergi ke Badar guna memburu berita tentang Abu Sufyan bin Harb beserta anak buahnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sendiri meneruskan perjalanannya setelah mengutus kedua sahabatnya di atas. Pada saat berjalan menghadap Ash-Shafra, sebuah desa yang berada di antara dua gunung, beliau menanyakan nama kedua gunung di desa itu. Para sahabat menjawab bahwa salah satu dari gunung tersebut bernama Muslih, dan yang satu lagi bernama Mukhzi'. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam juga bertanya tentang penduduk kedua gunung tersebut dan para sahabat menjawab: "Salah satu penduduk gunung tersebut ialah Bani An- Naar (neraka), dan penduduk gunung satunya ialah Bani Huraq(terbakar). Keduanya kabilah dari Bani Ghifar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak menyukai kedua penduduk tersebut dan menolak melewatinya. Beliau tidak menyukai nama gunung tersebut beserta penduduknya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak melewati kedua gunung tersebut, dan tidak belok ke kiri ke Ash- Shafra'. Beliau belok kanan melewati sebuah lembah yang disebut Dzafiran, kemudian berjalan turun melintasinya.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memperoleh berita tentang keberangkatan orang-orang Quraisy untuk melindungi unta-unta mereka. Maka Rasulullah segera meminta pandangan sahabat- sahabatnya dan memberitahukan tentang orang-orang Quraisy itu. Abu Bakar berdiri, dan mengatakan sesuatu dengan baik. Umar bin Khaththab juga berdiri, dan mengatakan sesuatu dengan baik. Al-Miqdad bin Amr berdiri dan berkata "Wahai Rasulullah, lanjutkan perjalanan sebagaimana yang Allah perlihatkan kepadamu kami pasti ikut bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu sebagaimana apa yang pernah diucapkan Bani Israel kepada Musa:


"Pergilah engkau dan Tuhanmu, kemudian berperanglah, sesungguhnya kami duduk di sini. (QS. al- Ma'idah: 24). Namun pergilah engkau dan Tuhanmu untuk berperang niscaya kami ikut perang bersamamu, dan bersama Allah. Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau berjalan bersama kami ke Barki Al-Ghimad (sebuah kawasan di Yaman), kami akan bersabar de- nganmu hingga engkau sampai di sana." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Al-Miqdad bin Amr dengan baik dan berdoa kepada Allah untuknya.81
 
 



Rasulullah Meminta Pendapat Kaum Anshar


Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: " Wahai manusia, sampaikanlah pandangan kalian kepadaku!" Yang dimaksud Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan manusia dalam sabdanya adalah kalangan Anshar, sebab mereka adalah bagian dari manusia, dan ketika mereka berbaiat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Al-Aqabah,mereka berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tidak bertanggung jawab atas keselamatanmu hingga engkau tiba di negeri kami. Apabila telah tiba di negeri kami, maka engkau berada dalam perlindungan kami. Kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi anak-anak dan wanita-wanita kami." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam khawatir apabila kaum Anshar berpandangan bahwa pertolongan mereka kepada beliau itu hanya diberikan tatkala musuh yang datang menyerang Madinah, dan mereka tidak mau berang- kat bersama beliau apabila musuh berada di luar Madinah.
Seusai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda seperti itu, Sa'ad bin Muadz berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, tampaknya engkau menginginkan kami yang angkat bicara?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Benar sekali." Sa'ad bin Muadz berkata: "Kami telah beriman kepadamu, membenarkanmu dan bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah benar, berjanji dan bersumpah untuk mendengar dan taat. Wahai Rasulullah, kerjakan apa yang engkau inginkan, kami senantiasa akan tetap bersamamu. Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau menyuruh kami menyelami laut ini, kemudian engkau menyelaminya, kami pasti menyelaminya bersamamu, dan tidak akan engkau dapatkan seorang pun di antara kami yang tidak ikut menyelam. Mudah-mudahan Allah memperlihatkan dari kami apa yang menyejukkan matamu. Berangkatlah bersama kami bersamaaan dengan berkah Allah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sangat gembira dengan ucapan Sa'ad bin Muadz dan menjadikannya semakin bersemangat. Beliau bersabda: "Berangkatlah, dan bergembiralah kalian, karena sesungguh- nya Allah telah menjanjikan dua kelompok kepadaku. Demi Allah, kini aku bagaikan melihat tempat kematian kaum itu."
Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat dari Dzafiran, melewati bukit yang bernama Al- Ashafir, lalu turun darinya menuju daerah Ad-Dabbah. Beliau membiarkan Al-Hannan di sisi kanan, karena Al-Hannan adalah sebuah bukit berpasir sebagaimana gunung besar. Beliau berhenti di dekat Badar, kemudian meneruskan perjalanan dengan salah seorang sahabatnya.
Ibnu Hisyam berkata:Sahabat yang dimakasudkana adalah Abu Bakar.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan hingga bertemu dengan salah seorang tua dari Arab, sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Muhammad bin Yahya bin Habban. Beliau menanyakan kepadanya mengenai orang-orang Quraisy, Muhammad serta para sahabatnya, dan berita lain tentang mereka yang sempat ia terima padanya. Orang tua Arab tersebut menjawab: "Sekali-kali aku tidak akan memberi kabar kepada kalian berdua, hingga kalian berdua memberi tahu aku tentang siapa sebenarnya kalian berdua ini!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika engkau mengatakan kepada kami siapa sebenarnya ini, kami akan katakan siapa kami berdua sebenarnya kepadamu!" Orang tua Arab tersebut berkata: "Adakah itu dibalas dengan itu pula?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Benar!." Orang tua Arab tersebut berkata: "Telah
 
sampai kepadaku kabar, bahwa Muhammad dan sahabat-sahabatnya berangkat pada hari ini dan itu. Bila berita yang disampaikan kepadaku benar, maka berarti pada hari ini mereka berada di tempat ini dan itu - maksudnya tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kini berada. Telah pula sampai berita kepadaku, bahwa orang-orang Quraisy berangkat pada hari ini dan itu. Apabila orang yang membawa berita padaku itu jujur berarti pada hari ini mereka berada di tempat ini dan itu." Yang ia maksud tempat orang-orang Quraisy. Orang tua Arab tersebut bertanya: "Lalu kalian berdua ini berasal dari mana?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Kami berasal dari Air." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi dari hadapan orang tua Arab tersebut. Orang tua Arab tersebut bertanya-tanya dalam hatinya: Air manakah yang mereka berdua maksud? Apakah dari air yang berada di Irak?"
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menga- takan bahwa orang tua Arab tersebut adalah Sufyan Adh- Dhamari.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali kepada para sahabatnya. Pada senja hari itu, beliau mengutus Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abu Waqqash bersama beberapa sahabat pergi ke air Badar untuk mencari berita tentang air untuk beliau. Demikian yang terjadi sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Yazid bin Ruman dari Urwah bin Zubair. Mereka berhasil menangkap unta milik orang-orang' Quraisy dan pada unta itu ada Aslam budak Bani Al-Hajjaj, dan Aridh Abu Yasar budakBani Al-Ashbin Said. Sahabat-sahabat Rasulullah membawa keduanya dan mengorek berita dari mereka berdua. Sementara itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang berdiri melakukan shalat. Kedua orang tersebut menjawab: "Kami berdua hanyalah petugas pengambil air orang-orang Quraisy. Mereka mengirim kami untuk mengangkut air dari air Badar." Para sahabat tidak puas dengan jawaban yang diberikan kedua orang tersebut. Sebab mereka mengira mereka adalah milik Abu Sufyan. Kemudian para sahabat memukuli kedua orang tersebut. Akhirnya setelah para sahabat memukul mereka berdua berkali-kali, keduanya berucap: "Benar, kami milik Abu Sufyan." Setelah keduanya berkata seperti itu para sahabat melepaskannya, sedangkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ruku' lalu sujud dua kali kemudian mengucapkan salam kemudian bersabda: "Pada saat kedua orang ini berkata dengan jujur kepada kalian, kalian justru memukulinya namun tatkala mereka berdua berdusta kalian malah membiarkan keduanya. Demi Allah, dua orang ini berkata benar bahwa keduanya adalah milik orang-orang Quraisy." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada kedua orang itu: "Jelaskanlah kepada kami berita tentang orang-orang Quraisy." Kedua orang tersebut menjawab: "Demi Allah, mereka berada di balik bukit pasir yang terlihat itu. Tepatnya mereka berada di tepi lembah yang jauh dari Madinah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya: "Berapa jumlahnya?", "Jumlah mereka banyak." Jawab kedua orang itu. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kembali: "Apa saja persenjataan yang mereka miliki?" Mereka menjawab: "Kalau ini kami tidak tahu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada keduanya: "Berapa hewan yang mereka sembelih setiap sehari?" Mereka menjawab: "Setiap hari sembilan ekor dan kadang sepuluh ekor." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika demikian berarti jumlah mereka berada pada kisaran antara sembilan ratus hingga seribu." Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepada kedua orang tersebut: "Siapa sajakah para pentolan Quraisy yang ikut bersama mereka?" Mereka menjawab: "Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Al-Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid, Al-Harits bin Amir bin Naufal, Thuaimah bin Adi bin Naufal, An-Nadhr bin Al-Harits, Zam'ah bin Al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Nubaih bin Al-Hajjaj, Munabbih bin Al-Hajjaj, Suhail bin Amr, dan Amr bin Abdu Wudd."
Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menemui para sahabat dan bersabda: "Ini dia Makkah, kini melemparkan potongan-potongan hatinya kepada kalian."
 
lbnu Ishaq berkata: Basbas bin Amr dan Adi bin Abu Az-Zaghba pergi hingga berhenti di Badar, dan menderumkan untanya di anak bukit yang berdekatan dengan mata air. Lalu mereka mengambil tempat air dari kulit untuk diisi air. Ketika itu, Majdi bin Amr sedang berada di air tersebut. Tiba-tiba Adi dan Basbas mendengar suara dua perempuan milik mereka yang ada di air itu. Keduanya sedang saling menagih utang. Budak perempuan yang ditagih berkata kepada budak yang menagihnya: "Kafilah dagang itu akan sampai besok atau lusa. Apabila mereka telah tiba aku akan bekerja pada mereka, dan uang hasil kerjaku akan aku bayarkan kepadamu." Majdi bin Amr Al-Juhani berkata kepada budak perempuan yang ditagih: "Engkau benar." Majdi bin Amr Al-Juhani membebaskan keduanya dan kejadian ini terdengar oleh Adi dan Basbas. Adi dan Basbas duduk di atas untanya, lalu kembali pulang hingga tiba di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka memberi tahukan kepada Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam tentang apa yang mereka dengar tadi."



Kehati-hatian Abu Sufyan dan Pelarian Dirinya bersama Kafilah Dagangnya


Tak lama setelah itu datanglah Abu Sufyan bin Harb dengan ekstra hati-hati. Hingga kafilahnya berada demikian dekat dengan air Badar. Abu Sufyan bin Harb bertanya kepada Majdi bin Amr Al-Juhani: "Apakah engkau punya rasa curiga bahwa di sini ada seseorang?" Majdi bin Amr Al-Juhani menjawab: "Aku tidak melihat seseorang yang aku curigai. Tapi tadi aku melihat dua musafir berhenti dengan untanya di bukit pasir ini, mereka mengisi tempat air kulit mereka dengan air, lalu pergi."
Abu Sutyan bin Harb pergi ke tempat pemberhentian unta kedua orang yang disebut- kan Majdi bin Amr al-Juhani. Ia ambil kotoran unta keduanya, meremasnya kuat-kuat. Ternyata di dalamnya terdapat biji kurma. Ia berkata: "Demi Allah, ini kotoran binatang orang-orang Yatsrib." Abu Sufyan bin Harb segera menemui sahabat-sahabatnya kemudian dengan sigap mengubah arah perjalanannya dengan melewati pantai dan membiarkan Badr ada di sisi kirinya lalu berangkat dengan cepat.
Ibnu Ishaq berkata: Pada waktu yang bersamaan, orang-orang Quraisy terus berjalan. Tatkala mereka berhenti di Al-Juhfah, Juhaim bin Ash-Shalt bin Makhramah bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf bermimpi dalam tidurnya. Juhaim bin Ash-Shalt berkata: "Aku bermimpi layaknya orang tidur bermimpi. Aku berada dalam kondisi antara tidur dan jaga, tiba-tiba aku melihat seseorang datang dengan menunggang seekor kuda bersama dengan untanya lalu berhenti seraya berkata: "Akan terbunuh Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Al-Hakam bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, si Fulan, dan si Fulan -sambil menyebutkan pentolan-pentolan Quraisy yang tewas pada Perang Badar. Aku lihat orang tersebut memukul dada untanya, kemudian mengirimkannya ke kemah-kemah dan seluruh kemah terkena percikan darahnya." Tatkala mimpiku aku ceritakan kepada Abu Jahal ia berkata: "Walah, ini dia nabi yang lain lagi dari Bani Abdul Muthalib. Besok akan tampak siapa sebenarnya yang terbunuh, jika kami telah berhadap-hadapan."
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Abu Sufyan bin Harb telah berhasil menyelamatkan diri dan kafilah dagangnya, ia menulis surat kepada orang-orang Quraisy yang isinya: "Sesungguhnya kalian keluar dari Makkah untuk melindungi unta-unta, orang-orang dan harta kekayaan kalian. Kini Allah telah menyelamatkan itu semua. Oleh sebab itulah, kembalilah kalian." Abu Jahal berkata: "Demi Allah, kita tidak akan kembali pulang hingga kita sampai di Badar. Badar saat itu merupakan salah satu tempat pertemuan orang-orang Arab, di sana ada pasar tahunan dan kita tinggal di sana selama tiga hari. Di sana kita memotong unta, memberi makan orang-orang, minum minuman keras, budak-budak wanita
 
bernyanyi untuk kita, orang-orang Arab mendengar kita, perjalanan dan kekompakan kita, agar selamanya mereka takut kepada kita. Terus sajalah kalian berangkat."
Al-Akhnas bin Syariq bin Amr bin Wahb Ats-Tsaqafi sekutu Bani Zuhrah berkata pada saat mereka sedang berada di Al-Juhfah: 'Hai orang-orang Bani Zuhrah, Allah telah menyelamatkan harta kekayaan dan sahabat kalian, Makhramah bin Naufal. Kalian berangkat untuk melindunginya dan melindungi harta kekayaan kalian. Aku tidak khawatir dianggap sebagai seorang pengecut. Pulanglah, karena kalian tidak boleh keluar tanpa ada sebab, tidak seperti yang dikatakan orang ini - yakni Abu Jahal." Mereka pun kembali pulang maka tidak ada seorang pun dari Bani Zuhrah yang ikut serta dalam Perang Badar. Mereka taat kepada Al-Akhnas bin Syariq bin Amr, karena ia orang yang mereka segani dan patuhi.
Ibnu Ishaq berkata: Tidak ada satu kabi- lah pun di Quraisy, melainkan di antara mereka ada yang berangkat kecuali Bani Adi. Tak ada seorang pun dari mereka yang berangkat ke Badar.
Bani Zuhrah pulang bersama Al-Akhnas bin Syariq. Dengan demikian tidak ada seorang pun dari kedua kabilah tadi yang ikut terjun dalam Perang Badar, sedangkan kabilah-kabilah Quraisy tetap berangkat ke Badar.
Telah 'terjadi dialog antara Thalib bin Abu Thalib yang sedang berada di tengah-tengah orang-orang Quraisy dengan sebagian orang-orang Quraisy. Mereka berkata kepada Thalib bin Abu Thalib: "Demi Allah, wahai Bani Hasyim, sesungguhnya walaupun kalian keluar bersama kami, tapi sebenarnya hati kalian tertaut pada Muhammad." Maka Thalib bin Abu Thalib kembali ke Makkah bersama orang- orang yang kembali pulang. Thalib bin Abu Thalib berkata:
Ya Allah, bila Thalib menuju perang dengan enggan Di dalam pasukan perang ini
Jadikanlah dia orang yang dirampas bukan yang merampas Orang yang dikalahkan bukan yang mengalahkan

Ibnu Hisyam berkata: Bait syair,' Jadikan dia orang yang dirampas bukan yang merampas. Orang yang dikalahkan bukan yang mengalahkan, berasal dari banyak perawi syair.



Persinggahan Orang-orang Quraisy di Tepi Lembah yang Jauh dari Kaum Muslimin di Badar


Ibnu Ishiiq berkata: Orang-orang Quraisy terus bergerak hingga tiba di tepi lembah yang jauh (Al- 'Udwatul Qushwa), di belakang Al-Aqanqal, di lembah utama yaitu Yalyal yang terletak di antara Badar dan Al-Aqanqal. Bukit pasir berada di belakang orang-orang Quraisy, sedangkan Sumur Badar terletak di lembah yang dekat dengan kabilah Yalyal menuju Madinah. Kemudian Allah menurunkan hujan. Lembah itu bertanah lembek. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya mendapatkan air hujan yang membuat tanah menjadi padat, yang tidak membuat perjalanan mereka tersendat. Sementara itu orang-orang Quraisy mendapatkan air yang membuat mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba lebih awal daripada orang-orang Quraisy tiba di lembah tersebut. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di air yang paling defeat dengan Badar, barulah beliau berhenti di sana.
 
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu oleh beberapa orang dari Bani Salamah yang berkata bahwa Al- Hubab bin Al-Muhdzir bin Al-Jamuh berkata: "Wahai Rasulullah, apakah ini telah ditentukan Allah sehingga kita tidak boleh memajukan atau mengundurkannya. Ataukah tempat ini hanya sebuah strategi dan taktik perang semata?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: Ini hanyalah sebuah strategi dan taktik perang.'Al-Hubab bin Al-Mundzir berkata: "Wahai Rasulullah, jika demikian ini bukanlah tempat yang tepat. Pergilah bersama para sahabatmu hingga tiba di air yang paling dekat dengan orang-orang Quraisy. Lalu berhentilah di sana, kemudian kita menutup dan menimbunnya, membangun kolam dan memenuhi dengan air barulah kita berperang melawan orang-orang Quraisy dalam keadaan kita bisa Iftinum sementara mereka tidak bisa seperti itu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Pendapatmu sungguh sangat tepat." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabat pergi.
Tatkala sudah tiba di air yang dekat dengan orang-orang Quraisy, beliau berhenti. Beliau perintahkan air sumur dialirkan, kemudian membangun kolam di dekat sumur itu dan memenuhinya dengan air. Para sahabat melemparkan tempat-tempat air mereka ke dalam kolam itu.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku bahwa ia diberi tahu Saad bin Muadz Radhiyallahu Anhu yang berkata: "Wahai Nabi Allah, tidakkah kita bikinkan bilik khusus untukmu dan kau tinggal di sana lalu kita persiapkan kendaraan untukmu kemudian kita bertempur melawan musuh-musuh kita? Apabila Allah memuliakan dan memenangkan kita atas musuh-musuh kita, maka itulah yang kita harapkan. Namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya, tetaplah engkau duduk di atas kendaraanmu dan menyusul kaum kami yang ada di belakang kami, karena kaum tersebut berjalan di belakang. Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kita lebih mencintaimu daripada mereka. Jika mereka melihat engkau mendapatkan perlawanan, mereka tidak akan tinggal diam. Allah akan melindungi dirimu dengan mereka; mereka akan memberi nasihat padamu dan berjihad bersamamu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memuji Sa'ad bin Muadz dengan baik lalu mendoakannya. Kemudian bilik dibangun untuk beliau maka beliau menetap di dalamnya.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy terus melanjutkan perjalanan. Mereka tiba keesokan harinya. Begitu melihat mereka turun dari bukit pasir, beliau bersabda: "Ya Allah, inilah orang-orang Quraisy datang dengan kecongkakan dan arogansinya memusuhi-Mu, dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, berikan pertolongan-Mu yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkan mereka pagi hari ini."
Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat Utbah bin Rabi'ah menunggang unta merahnya bersama dengan orang-orang Quraisy, beliau bersabda: "Apabila pada kaum itu terdapat kebaikan, niscaya kebaikan itu ada pada pemilik unta merah itu. Jika mereka taat kepadanya, mereka pasti akan mendapatkan petunjuk."
Khufaf bin Aima' bin Rahadhah Al-Ghi- fari atau ayahnya, Aima' bin Rahadhah Al- Ghifari mengutus anaknya untuk membawa hewan sembelihan sebagai hadiah untuk me¬reka, pada saat kaum Quraisy melewatinya. Ia berkata kepada mereka: "Apabila kalian ingin kami membantu kalian dengan senjata dan pasukan, kami akan melakukannya." Orang- orang Quraisy mengirim utusan bersama anaknya dengan membawa pesan: "Engkau telah menyambung hubungan sanak kerabat, dan menunaikan kewajibanmu. Kami ber- sumpah, jika kami berperang melawan ma- nusia, kami tidak lemah untuk menghadapi mereka. Namun jika kita memerangi Allah seperti yang dikatakan Muhammad, maka siapa pun tidak memiliki daya untuk mela¬wan Allah.
Tatkala orang-orang Quraisy telah ber- henti, beberapa orang dari mereka termasuk Hakim bin Hizam pergi hingga tiba di kolam Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa
 
Sallam bersabda: "Biarkan saja mereka." Tidak seorang pun yang meminum air kolam tersebut pada saat itu, melainkan ia dibunuh, kecuali Hakim bin Hizam. Ia tidak dibunuh dan kemudian hari dia masuk Islam, dengan keislaman yang baik. Jika ia bersumpah, ia selalu mengatakan: "Tidak, demi Dzat yang menyelamatkanku pada saat Perang Badar."
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar dan kalangan ulama lainnya berkata kepadaku dari tetua kaum Anshar yang berkata: Setelah suasana tenang, orang-orang Quraisy mengirim Umair bin Wahb Al- Jumahi. Mereka berkata kepada Umair bin Wahb Al-Jumahi: Hitunglah jumlah sahabat Muhammad!'" Umair bin Wahb Al-Jumahi berjalan mengelilingi perkemahan pasukan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dengan menunggang kudanya lalu pulang menemui orang-orang Quraisy, dan berkata: "Jumlah sahabat Muhammad kurang lebih tiga ratus orang. Namun berilah aku jeda waktu hingga aku melihat kembali apakah mereka mempunyai kekuatan tersembunyi atau bala bantuan yang lain." Umair bin Wahb Al-Jumahi kembali berjalan mengelilingi lembah hingga jauh, namun ia tidak melihat apa-apa. Maka iapun pulang menemui orang-orang Quraisy dan berkata: "Aku tidak mendapatkan apapun. Namun ketahuilah wahai kaum Quraisy, aku melihat musibah-musibah yang membawa kematian. Unta-unta Yatsrib datang membawa kematian yang begitu mengerikan. Mereka kaum yang tidak mempunyai perlindungan, dan tempat bersandar kecuali pedang-pedang yang mereka miliki. Demi Allah, aku tidak melihat seorang pun dari mereka akan terbunuh, kecuali sebelumnya ia telah berhasil membunuh salah seorang dari kalian. Jika mereka membunuh kalian dengan jumlah sama dengan jumlah mereka, lalu apa artinya hidup setelah itu? Bagaimaan pendapat kalian?"
Mendengar ucapan Umair bin Wahb Al- Jumahi, maka Hakim bin Hizam berjalan orang-orang Quraisy. Ia bertemu Utbah bin Rabi'ah dan berkata: "Wahai Abu Al-Walid, engkau pemuka dan pemimpin serta sekaligus orang yang ditaati oleh Quraisy. Mengapa dirimu tidak berkeingin untuk dikenang baik sepanjang zaman?" Utbah bin Rabi'ah berkata: "Apa maksud ucapanmu itu, wahai Hakim?" Hakim bin Hizam berkata: "Pulanglah bersama orang-orang dan kau tanggung persoalan sekutumu, Amr bin Al- Hadhrami." Utbah bin Rabi'ah berkata: "Ya, aku akan melakukannya. Engkau sama denganku dalam hal ini. Amr bin Al-Hadhrami adalah sekutuku, dan aku berhak menanggung ganti ruginya dan harta yang diambil darinya. Pergilah kepada anak Al-Hanzhaliyah!'
Ibnu Hisyam berkata: Al-Hanzhaliyah adalah ibu Abu Jahal. Ia bernama lengkap Asma' binti Mukharribah, salah seorang Bani Nahsyal bin Darim bin Malik bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid Manat bin Tamim.
Karena tidak merasa khawatir akan ada manusia yang menentang hal ini, kecuali Abu Jahal maka Utbah bin Rabi'ah berdiri berpida- to: "Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, kalian tidak akan mampu mengerjakan apa- apa, jika kalian bertemu dengan Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Demi Allah, jika kalian bisa mengalahkannya, ia akan tetap memandang wajah orang lain dengan wajah tidak suka. Ia telah membunuh saudara sepupunya dari jalur ayahnya, atau sepupunya dari jalur ibunya, atau salah seorang dari keluarganya. Pulanglah kalian, dan biarkanlah Muhammad dengan seluruh orang Arab. Apabila mereka berhasil mengalahkannya memang itulah yang kalian dambakan. Namun apabila itu tidak terjadi, ia dapatkan kalian tidak berusaha melakukan apapun padanya sesuai niat yang kalian ingin lakukan padanya."
Hakim bin Hizam berkata: Kemudian aku pergi menemui Abu Jahal. Aku lihat dia mengeluarkan baju besi dari kantong kulitnya dan mengecatnya dengan minyak yang diendapkan. Aku berkata: "Wahai Abu Al-Hakam, sesungguhnya Utbah bin Rabi'ah menyuruhku datang menemuimu dengan membawa pesan ini dan itu." Abu Jahal berkata: "Demi Allah, paru-paru Utbah telah mengembung (sindiran sinis bahwa dia pengecut), ketika ia melihat Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Tidak, demi Allah kita
 
tidak akan pernah pulang hingga Allah memutuskan masalah kita dengan Muhammad. Utbah bin Rabi'ah tidak yakin apa yang dia katakan, namun ini dia lakukan karena ia sudah tahu bahwa Muhammad dan sahabat-sahabatnya adalah para pemakan satu unta yang disembelih, dan karena anak kandungnya ada pada mereka. Karenanya ia takut anaknya termasuk yang terbunuh."
Abu Jahal pergi menemui Amir bin Al-Hadhrami dan berkata kepadanya: "Ini dia sekutumu hendak pulang ke Makkah bersama orang-orangnya. Sungguh aku lihat dendammu pada kedua matamu. Berdirilah, kemudian perintahkan orang-orang Quraisy untuk memenuhi janji kepadamu dan tempat kematian saudaramu!" Amir bin Al-Hadhrami berdiri kemudian menampakkan diri dan berteriak keras: "Wahai Amr. wahai Amr, perang telah bergolak, persoalan manusia telah memanas, mereka sepakat terhadap keburukannya, lalu semuanya dihancurkan oleh pendapat Utbah bin Rabi'ah."
Ketika Utbah bin Rabi'ah mendengar perkataan Abu Jahal yang mengatakan bahwa paru-parunya telah mengembung (pengecut), ia berkata: "Orang yang melumuri bokongnya dengan za'faron (maksudnya Abu Jahal) akan tahu siapa yang pengecut: aku atau dia!!."
Lalu Utbah bin Rabi'ah mencari topi baja, namun ia tidak berhasil mendapatkan topi baja yang cocok dengan ukuran kepalanya karena kepalanya terlalu besar. Sebagai ganti maka ia menggunakan kain sebagai sorban pengikat kepalanya.



Terbunuhnya Aswad al-Makhzumi


Ibnu Ishaq berkata: Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi ikut terjun ke Perang Badar. Ia adalah seorang yang bengis dan berakhlak sangat buruk. Ia berkata: "Aku bersumpah dengan nama Allah, aku pasti minum dari kolam mereka, menghancurkannya atau mati sebelum sampai ke sana." Ketika Al- Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi telah keluar, Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu juga keluar untuk berduel perang dengannya. Tatkala keduanya telah bertatapan muka, Hamzah bin Abdul Muthalib memukul Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi, dan menebas kakinya hingga separuh bagian betisnya pada saat ia mau pergi ke kolam. Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi terjengkang jatuh dengan kaki penuh lumuran darah saat dia berusaha dia menuju sahabat-sahabatnya. Maka dia pun berjalan sambil merayap ke kolam itu hanya demi untuk memenuhi sumpahnya. Namun Hamzah membuntutinya lalu memukulnya hingga ia tewas di kolam tersebut.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Utbah bin Rabi'ah bersama saudaranya Syaibah bin Rabi'ah dan anak Utbah sendiri, Al-Walid bin Utbah keluar dari barisan kaumnya dan menantang perang tanding. Tiga pemuda Anshar, yaitu Auf bin Al-Harits, Muawwidz bin Al-Harits, dan Abdullah bin Rawahah keluar menyongsong untuk menghadapi mereka bertiga. Ketiga orang Quraisy tersebut bertanya: "Siapakah kalian!?" Ketiga orang dari kaum Anshar tersebut menjawab: "Kami orang-orang Anshar." Ketiga orang Quraisy tersebut berkata: "Kami tidak ada sangkut-paut apapun dengan kalian!" Penyeru orang-orang Quraisy berseru: "Wahai Muhammad, keluarkan orang-orang dari kaum kami yang selevel dengan kami!" Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Majulah engkau wahai Ubaidah bin Al-Harits! Majulah engkau wahai Hamzah! Majulah engkau wahai Ali!" Ketika ketiga sahabat tersebut telah bangkit dan
mendekat kepada tiga orang Quraisy tersebut, mereka bertanya: "Siapakah kalian?" Ubaidah menjawab: Ubaidah! Hamzah menjawab, "Hamzah." Ali menjawab: "Ali." Ketiga orang Quraisy
 
tersebut berkata: "Benar, kalian memang orang-orang mulia yang selevel dengan kami." Kemudian Ubaidah -sahabat paling senior di antara mereka bertiga- duel melawan Utbah bin Rabi'ah, Hamzah melawan Syaibah bin Rabi'ah, dan Ali melawan Al-Walid bin Utbah. Hamzah tidak membutuhkan banyak waktu untuk menekuk Syaibah bin Rabi'ah, demikian pula halnya Ali yang berhasil membunuh Al-Walid dengan mudah. Sedangkan Ubaidah dan Utbah bin Rabi'ah mereka berdua saling memukul lawannya dengan pukulan yang ganas dan tepat. Hamzah dan Ali memukulkan kedua pedangnya kepada Utbah bin Rabi'ah. Hamzah, dan Ali membantu Ubaidah membunuh lawannya, kemudian membawa Ubaidah ke tempat para sahabat.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa Utbah bin Rabi'ah berkata kepada tiga pemuda Anshar: "Kalian ini orang-orang mulia yang selevel dengan kami, hanya saja kami ingin duel dengan kaum kami sendiri."
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian kedua belah pihak saling mendekat. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang para sahabat menyerang, kecuali setelah ada perintah dari beliau. Beliau bersabda: " Jika mereka telah berkumpul dekat kalian, seranglah mereka dengan anak panah."Ketika itu, beliau berada di bilik didampingi Abu Bakar Radhiyallahu Anhu.
Perang Badar terjadi di waktu pagi di hari Jum'at tanggal 17 Ramadhan. Sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Al-Husain. Ibnu Ishaq berkata: Habban bin Wasi' bin Habban berkata kepadaku dari sesepuh kaumnya yang berkata bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam meluruskan barisan para sahabat pada Perang Badar dengan menggunakan anak panah di tangannya. Beliau berjalan melewati Sawwad bin Ghaziyyah sekutu Bani Adi bin An-Najjar yang sedikit maju keluar dari barisan lalu menusuk perut Sawwad bin Ghaziyyah dengan anak panah tersebut sambil bersabda: "Luruskan barisanmu wahai Sawwad!" Sawwad bin Ghaziyyah berkata: "Wahai Rasulullah, engkau menyakitiku, padahal engkau diutus Allah dengan membawa kebenaran dan keadilan. Aku meminta qishas atasmu." Rasulullah ShaUalahu 'alaihi wa Sallam membuka perutnya, dan bersabda kepada Sawwad bin Ghaziyyah: "Silahkan lakukan qishas." Sawwad bin Ghaziyyah merangkul Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan mencium perut beliau. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Sawwad bin Ghaziyyah: "Mengapa engkau melakukan ini semua, wahai Sawwad?" Sawwad bin Ghaziyyah menjawab: "Wahai Rasulullah, aku hadir di sini sebagaimana yang engkau saksikan. Aku bertekad menjadikan akhir jumpaku denganmu dalam keadaan kulitku bersentuhan dengan kulitmu." Rasulullah ShaUalahu 'alaihi wa Sallam mendoakan kebaikan untuk Sawwad bin Ghaziyyah.



Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Bermunajat Meminta Pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala


Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rasululah meluruskan barisan para sahabat, dan setelah itu kembali ke biliknya. Beliau memasuki bilik ditemani Abu Bakar dan tidak ada seorang pun selain meraka berdua. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bermunajat kepada Allah, dan meminta pertolongan yang dijanjikan kepadanya. Dalam munajatnya Rasulullah ShaUalahu 'alaihi wa Sallam berdoa: "Ya Allah, bila kelompok ini (kaum muslimin) kalah pada hari ini, maka Engkau tidak akan lagi disembah." Abu Bakar berkata: "Wahai Nabi Allah, tahanlah munajatmu kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Allah pasti menepati janji-Nya kepadamu."
 
Kemudian Rasulullah ShaUalahu 'alaihi wa Sallam tertidur sejenak di bilik, lalu terbangun dan bersabda: "Bergembiralah wahai Abu Bakar, telah datang pertolongan Allah kepadamu. Inilah Jibril seraya memegang kendali kuda sambil menuntun kuda tersebut sementara pada gigi depannya ada debu."
Ibnu Ishaq berkata: Mihja', mantan budak Umar bin Khaththab terkena serangan anak panah dan ia pun meninggal dunia. Dengan demikian dialah orang pertama yang syahid dari kaum Muslimin. Kemudian Haritsah bin Suraqah, salah seorang dari Bani Adi bin An-Najjar yang pada saat itu sedang minum air kolam terkena lemparan anak panah pada bagian lehernya, hingga meninggal dunia.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dari biliknya menuju sahabat-sahabatnya, dan memotivasi mereka untuk perang. Beliau bersabda: "Demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman Tangan-Nya, tidak ada seorang pun dari kalian yang memerangi mereka dengan sabar, mengharap ridha Allah, dan maju tanpa berpaling pada hari ini melainkan Allah akan memasukkannya ke dalam surga." Umair bin Al-Humam, saudara Bani Salimah berkata sambil memegang beberapa kurma yang hendak ia makan: "Wah, luar biasa! Wah, luar biasa! Tidak ada jarak antara aku dan masuk surga kecuali mereka mem bunuhku." Umair bin Al-Humam membuang kurma dari tangannya kemudian mengambil pedangnya dan bertempur melawan musuh hingga gugur sebagai syahid."
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa Auf bin Al- Harits anak Afra' berkata: "Wahai Rasulullah, apa yang membuat Tuhan suka dan ridha pada hamba-Nya?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "la tancapkan tangannya pada musuh tanpa menggunakan baju besi." Maka Auf bin Al-Harits pun melepas baju besinya, membuangnya, kemudian mengambil pedangnya dan bertempur melawan musuh hingga gugur sebagai syahid.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri berkata kepadaku dari Abdullah bin Tsa'labah bin Shu'air Al-'Udzri sekutu Bani Zuhrah yang berkata padanya bahwa ia diberi tahu, ketika kedua pasukan saling berhadapan dan saling mendekat, maka Abu Jahal bin Hisyam berkata: "Ya Allah, orang yang paling banyak memutus hubungan silaturahim di antara kami, datang kepada kami dengan sesuatu yang tidak dikenal, hancurkanlah dia esok hari!" Dialah yang menjadi hakim dalam doanya itu.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengambil segenggam kerikil, kemudian berjalan ke arah orang-orang Quraisy dan bersabda: "Wajah-wajah kaum nan buruk." Beliau meniup mereka dengan kerikil tersebut sambil bersabda kepada para sahabatnya: "Kencangkan serangan kalian!" Maka kekalahan itu terjadi. Allah membinasakan pemuka-pemuka Quraisy yang terbunuh dan menawan pemuka-pemuka mereka yang lainnya.
Tatkala para sahabat sedang istirahat setelah berhasil menawan orang-orang Quraisy, dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di dalam bilik, tiba-tiba Sa'ad bin Muadz berdiri di depan pintu bilik tersebut dengan menghunus pedang bersama beberapa orang dari kaum Anshar guna menjaga Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka khawatir kemungkinan adanya serangan balik dari musuh. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat ketidaksenangan di wajah Sa'ad bin Muadz atas apa yang dilakukan oleh sahabat. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Wahai Sa'ad, tampaknya engkau tidak begitu senang atas apa yang dilakukan oleh orang-orang itu?" Sa'ad bin Muadz menjawab: '"Benar, wahai Rasulullah. Ini perang pertama melawan orang-orang musyrik yang Allah kehendaki. Oleh sebab itu, pembunuhan terhadap mereka lebih aku sukai daripada menyisakan orang-orang tersebut."
Ibnu Ishaq berkata: Al-Abbas bin Abdullah bin Ma'bad berkata kepadaku dari salah seorang keluarganya dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhumz bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
 
bersabda kepada para sahabat: "Aku tahu, bahwa terdapat banyak orang-orang dari Bani Hasyim maupun selain Bani Hasyim yang keluar untuk berperang karena terpaksa. Mereka tidak ada keperluan berperang dengan kita. Oleh sebab itulah, sia- papun diantara kalian yang bertemu dengan salah seorang dari Bani Hasyim, maka jangan bunuh dia. Barangsiapa bertemu dengan Abu Al-Bakhtari bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad, jangan bunuh dia. Barangsiapa bertemu dengan Al-Abbas bin Abdul Muthalib paman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam jangan bunuh dia, karena ia didesak keluar untuk berperang."
Abu Hudzaifah berkata: "Apakah kita bunuh ayah-ayah dan anak-anak kita, saudara-saudara dan keluarga kita, lalu setelah itu kita biarkan Al-Abbas melenggang hidup bebas begitu saja? Demi Allah, jika bertemu
dengannya, niscaya aku membunuhnya." Apa yang diucapkan Abu Hudzafah ini didengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian beliau bersabda kepada Umar bin Khaththab: "Wahai Abu Hafsh!" Umar bin Khaththab berkata: "Demi Allah, itulah saat pertama kalinya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memanggilku dengan sebutan Abu Hafsh" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melanjutkan sabdanya: "Bolehkah wajah paman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ditebas dengan pedang?" Umar bin Khaththab menjawab: "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal leher orang itu! Demi Allah, sungguh dia telah munafik." Abu Hudzaifah berkata: "Dari saat itulah, aku merasa tidak aman dengan ucapanku tersebut. Ada ketakutan yang menghantui diriku disebabkan oleh ucapanku itu, namun aku senantiasa berharap ucapanku bisa tertebus dengan mati syahid." Abu Hudzaifah gugur sebagai salah syahid pada Perang Yamamah.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang pembunuhan terhadap Abu Al- Bakhtari, karena dialah orang yang paling bisa menahan diri untuk tidak mengganggu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat beliau berada di Makkah. Ia tidak pernah menyakiti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan tidak pula pernah melontarkan ucapan yang menyakitkan hati beliau. Ia termasuk salah orang yang membatalkan shahifah yang diberlakukan orang-orang Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib. Pada Perang Badar, Al-Mujadzdzar bin Dziyad Al-Balawi sekutu kaum Al-Anshar, kemudian dari Bani Salim bin Auf bertemu dengan Abu Al-Bakhtari dan berkata kepadanya: "Sesungguhnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarangku membunuhmu." Saat itu Abu Al-Bakhatari sedang berdua dengan temannya yang keluar bersamanya dari Makkah, yaitu Junadah bin Mulaihah binti Zuhair bin Al-Harits bin Asad. Junadah berasal dari Bani Laits. Abu Al- Bakhtari bernama asli Al-Ash. Abu Al-Bakhtari bertanya kepada Al-Mujadzdzar: "Apakah ini berlaku buat temanku juga?" Al-Mujadzdzar menjawab: "Tidak. Demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu, karena Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang pembunuhan hanya terhadap dirimu!" Abu Al-Bakhtari berkata: "Tidak. Demi Allah, kalau begitu, aku lebih baik mati bersamanya, agar wanita-wanita Quraisy tidak mengunjingku bahwa aku membiarkan temanku dibunuh sementara aku lebih menyukai hidup untuk diriku sendiri."
Kemudian Abu Al-Bakhtari bertempur melawan Al-Mujadzdzar. Al-Mujadzdzar berhasil membunuhnya.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Al-Mujadzdzar pergi menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan berkata: "Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawaa kebenaran, aku sudah berusaha menjadikannya sebagai tawanan dan membawanya kepadamu, sayang ia tidak mau dan memilih bertempur melawanku. Lalu aku bertempur melawannya, dan akhirnya aku pun berhasil membunuhnya."
Ibnu Hisyam berkata: Abu Al-Bakhtari ialah Al-Ash bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad.
 
Umayyah bin Khalaf Terbunuh


Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair berkata kepadaku dari ayahnya. Ibnu Ishaq juga berkata bahwa Abdullah bin Abu Bakar berkata kepada keduanya dan kepada selain keduanya dari Abdurrahman bin Auf ia berkata: "Umayyah bin Khalaf adalah sahabat dekatku di Makkah. Nama asliku Abdu Amr. Sesudah masuk Islam, aku mengganti namaku dengan nama baru, yaitu Abdurrahman. Ini terjadi ketika kami masih berada di Makkah. Sewaktu masih di Makkah, Umayyah bin Khalaf sering datang kepadaku dan berkata: "Wahai Abdu Amr, apakah engkau membenci nama yang diberikan oleh kedua orang tuamu? Aku menjawab: "Ya, betul." Umayyah bin Khalaf berkata: "Aku tidak kenal dengan Ar-Rahman. Oleh sebab itulah, buatkan nama yang dengannya aku memanggilmu dengan nama tersebut! Engkau jangan menjawab panggilanku jika aku memanggilmu dengan nama pertamamu, aku juga tidak akan memanggilmu dengan nama yang tidak aku ketahui."
Abdurrahman bin Auf berkata: Jika ia memanggilku dengan panggilan: "Wahai Abdu Amr aku tidak menjawabnya. Aku berkata kepada Umayyah bin Khalaf: "Wahai Abu Ali, panggillah aku sesukamu!" Umayyah bin Khalaf berkata: "Engkau aku panggil dengan nama Abdul Ilah." Aku berkata: "Itu pun boleh juga!" Sejak saat itu, jika aku berjalan melewati Umayyah bin Khalaf, ia memanggilku, "Wahai Abdullah!' Aku menjawab panggilannya dan akupun berbincang dengannya. Pada Perang Badar, aku berjalan melewati Umayyah bin Khalaf yang pada saat itu sedang berdiri bersama anaknya yang bernama Ali bin Umayyah sambil memegang tangan anaknya. Saat itu, aku membawa beberapa baju besi yang berhasil aku rampas dari orang-orang Quraisy. Begitu melihatku, ia berkata: "Wahai Abdu Amr!" Aku sengaja tidak menjawab pang-gilannya. Umayyah bin Khalaf memanggilku lagi: "Wahai Abdullah?" Aku menimpali: "Ya." Umayyah bin Khalaf berkata: "Apakah engkau tertarik untuk menjadikanku sebagai tawanan, karena aku lebih baik daripada baju besi yang ada berada bersamamu itu?" Aku berkata: "Ya." Maka aku buang baju-baju besi dari tanganku, dan aku pegang tangan erat Umayyah bin Khalaf dan tangan anaknya. Umayyah bin Khalaf berkata: "Aku belum pernah melihatmu seperti sekarang ini! Apakah engkau menginginkan susu?" Kemudian aku berjalan keluar dengan membawa keduanya.
Ibnu Hisyam berkata: Yang dimaksud Umayyah bin Khalaf dengan susu ialah bahwa siapa saja yang menawan diriku, aku akan menebus diriku dengan unta yang air susunya melimpah.
Ibnu Ishaq berkata: Abdul Wahid bin Abu Aun berkata kepadaku dari Said bin Ibrahim dari ayahnya dari Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu Anhu yang berkata:Umayyah bin Khalaf berkata kepadaku pada saat aku memegang tangannya dan tangan anaknya: " Wahai Abdullah, siapakah di antara kalian yang memakai tanda di dadanya dari bulu unta?" Aku menjawab: "Dialah Hamzah bin Abdul Mutha- lib." Umayyah bin Khalaf berkata: "Orang itulah yang melakukan hal-hal buruk terhadap kami." Demi Allah, aku terus menuntun Umayyah bin Khalaf dan anaknya, Ali bin Umayyah. Tiba-tiba Bilal melihat Umayyah bin Khalaf yang sedang bersamaku. Umayyah bin Khalaf adalah orang yang menyiksa Bilal di Makkah supaya Bilal meninggalkan Islam. Umayyah bin Khalaf membawa Bilal ke padang pasir Makkah yang sedang panas sedang terik membara, membaringkannya, lalu meletakkan batu besar di atas dadanya. Umayyah bin Khalaf berkata kepada Bilal: "Apakah engkau ingin terus berada dalam keadaan seperti ini atau engkau meninggalkan agama Muhammad!" Bilal menjawab: "Ahad (Esa), Ahad (Esa)." Pada saat Bilal melihat Umayyah bin Khalaf, ia berkata: Inilah dia otak kekafiran, Umayyah bin Khalaf. Aku tidak akan merasa dalam keadaan selamat bila dia selamat." Aku berkata kepada Bilal: "Wahai
 
Bilal, bukankah dua orang ini tawananku?'" Bilal berkata: "Aku tidak akan merasa selamat bila dia selamat."
Aku berkata kepada Bilal: "Apakah engkau tidak mendengar suaraku, wahai anak Si Hitam?" Bilal berkata: "Aku tidak akan merasa selamat bila dia selamat" Bilal berteriak dengan suara yang paling kencang: "Wahai para penolong Allah, ini dia otak kekafiran. Aku tidak akan merasa selamat bila dia selamat." Abdurrahman bin Auf berkata: Lalu para sahabat mengepung kami, hingga mereka menjadikan kami seperti berada di dalam sebuah lingkaran. Aku masih tetap berusaha melindungi Umayyah bin Khalaf. Seseorang menghunus pedang dari sarungnya, dan pada saat yang bersamaan seseorang memukul anak Umayyah bin Khalaf sampai ia jatuh terkapar. Melihat anaknya jatuh terkapar, Umayyah bin Khalaf berteriak sangat keras yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Aku berkata kepada Umayyah bin Khalaf: "Selamatkan dirimu, karena tidak ada keselamatan bagimu. Demi Allah, sedikitpun aku tidak kuasa melindungimu." Para sahabat memotong keduanya dengan pedang hingga tewas. Abdurrahman bin Auf berkata: "Semoga Allah merahmati Bilal. Baju besiku hilang dan ia menyakitiku dengan tawananku."
Ibnu lshaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku, bahwa ia diberitahu oleh Ibnu Abbas yang berkata bahwa salah seorang dari Bani Ghifar berkata kepadaku: Aku dan saudara sepupuku naik ke atas gunung, hingga kami bisa melihat Badar. Saat itu kami masih dalam keadaan musyrik. Kami menunggu hasil akhir peperangan, siapakah yang kalah hingga kemudian kami bisa mengambil rampasan perang bersama yang lain. Tatkala kami berada di atas gunung itulah, tiba-tiba ada awan mendekat ke arah kami berada. Kami mendengar ringkikan kuda di celah awan itu, dan ada orang yang berkata: "Majulah wahai Haizum (Haizum adalah nama kuda Malaikat Jibril)!"Sepupuku tidak kuat jantungnya atas apa yang dia lihat dan dengar sehingga ia mendadak mati saat itu di tempat itu. Aku sendiri nyaris meninggal dunia, namun aku berusaha menahan diri sekuat tenaga.
Ibnu lshaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku dari seseorang dari Bani Sa'idah dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah yang ikut hadir pada Perang Badar. Setelah matanya buta, ia berkata: Apabila hari ini aku berada di Badar dan masih bisa melihat, aku pasti memperlihatkan pada kalian jalan tempat munculnya para malaikat. Aku tidak ragu tentangnya dan tidak mengada-ada dalam hal ini.
Ibnu lshaq berkata: Abu lshaq bin Yasar berkata kepadaku dari orang-orang Bani Mazin bin An-Najjar dari Abu Daud Al-Mazini yang ikut Perang Badar ia berkata: Ketika aku mengintai salah seorang musyrik pada Perang Badar untuk menebasnya, tiba-tiba kepalanya jatuh terkulai sebelum pedangku menyentuhnya. Aku pun sadar bahwa kepala orang tersebut telah ditebas pihak lain.
Ibnu lshaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan kejujurannya berkata kepadaku dari Miqsam mantan budak Abdullah bin Al- Harits dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma. berkata: "Ciri- ciri para malaikat pada Perang Badar ialah sorban putih yang mereka julurkan di punggung mereka. Pada Perang Hunain, mereka memakai sorban merah."
Ibnu lshaq berkata: Beberapa ulama berkata kepadaku bahwa Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berkata: Sorban adalah mahkota utama orang-orang Arab. Pada Perang Badar ciri-ciri para malaikat adalah memakai sorban putih yang mereka julurkan hingga punggung mereka, kecuali Malaikat Jibril yang mengenakan sorban kuning.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan kejujurannya berkata kepadaku dari Miqsam dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Arthurm ia berkata: Para malaikat tidak ikut perang secara langsung pada selain Perang Badar. Selain Perang Badar, mereka menjadi penambah jumlah dan tidak langsung ikut bertempur.
 
Ibnu Ishaq berkata: Sambil bertempur Abu Jahal melantunkan untaian syair:
Perang sengit bukanlah balas dendam kepadaku
Aku telah kuat bagaikan unta dua tahun yang telah muncul giginya Memang untuk inilah, ibuku melahirkanku

Ibnu Hisyam berkata: Sandi perang sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Perang Badar ialah, Ahad (Esa). Ahad (Esa)'. "
Ibnu Ishaq berkata: Sesudah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk mencari Abu Jahal di antara korban-korban perang. Orang yang pertama kali menemukan Abu Jahal -sebagimana dituturkan Tsaur bin Zaid kepadaku dari Ikrimah dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Abu Bakar juga berkata kepadaku- ialah Muadz bin Amr bin Al-Jamuh saudara Bani Salimah. Muadz bin Amr Al-Jamuh berkata: "Aku mendengar dari beberapa orang bahwa Abu Jahal sedang berada di sebuah pohon nan lebat. Mereka berkata: "Tempat Abu Al-Hakam tidak bisa ditembus." Mendengar kabar itu, aku menjadikan Abu Jahal sebagai target utamaku dan akupun pergi menuju tempat Abu Jahal. Ketika menemukan tempat Abu Jahal, aku menebasnya dengan tebasan yang membuat kakinya putus hingga separuh betisnya. Demi Allah, aku tidak mengumpamakan betisnya -ketika telah terpotong- melainkan seperti biji kurma yang jatuh dari alat penggiling biji saat biji kurma selesai ditumbuk. Ikrimah anak Abu Jahal memukul pundakku yang membuat tanganku terlempar dan menggantung pada kulit di lambungku. Perang di sekitarku berlangsung sengit hingga membuatku jauh dari Abu Jahal. Aku terus bertempur sepanjang hari sambil menyeret tanganku di belakangku. Tatkala merasa kesakitan, aku letakkan kakiku di atasnya dan berdiri dengannya, hingga akhirnya aku membuangnya."
Ibnu Ishaq berkata: Muadz bin Amr hidup hingga masa kekhilafahan Utsman bin Affan.
Ibnu Ishaq berkata: Muawwidz bin Afra' berjalan melewati Abu Jahal yang terluka, kemudian Muawwidz bin Afra' memukulnya dengan telak, dan membiarkannya dalam keadaan sekarat. Setelah itu, Muawwidz bin Afra' berperang hingga gugur sebagai syahid. Lalu Abdullah bin Mas'ud berjalan melewati Abu Jahal -ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan sahabatnya untuk melakukan pencarian Abu Jahal di antara para korban perang. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada para sahabatnya: "Apabila kalian mendapatkan kesulitan untuk mengenali ciri Abu Jahal di antara para korban perang, lihatlah bekas luka di lututnya! Suatu hari aku dan dia berdesak- desakan di jamuan makan di rumah Abdullah bin Jud'an. Saat itu kami masih anak-anak. Aku lebih kurus darinya, lalau aku mendorongnya. Ia jatuh di atas kedua lututnya, dan lutut itu luka yang kemudian menimbulkan bekas pada salah satunya. Hingga kini bekas itu masih ada. Abdullah bin Mas'ud berkata: 'Aku menemukan Abu Jahal di ujung sekaratnya. Aku mengenalinya, lalu aku letakkan kedua kakiku di atas lehernya. Ketika di Makkah dahulu Abu Jahal pernah memukulku hingga aku kesakitan dan pernah memukulkan tinjunya. Aku bertanya kepada Abu Jahal: "Apakah Allah telah menghinakanmu, wahai musuh Allah?" Abu Jahal berkata: "Dengan apa Allah menghinakanku? Apakah aku demikian berharga dari orang-orang yang kalian bunuh? Katakan kepadaku, di pihak siapa kemenangan berpihak pada hari ini?" Aku menjawab: "Di sisi Allah dan Rasul-Nya."
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang dari Bani Makhzum berkata bahwa Abdullah bin Mas'ud berkata: Abu Jahal berkata kepadaku: "Sungguh engkau telah melakukan pendakian yang sulit, wahai anak kecil penggembala." Lalu aku penggal kepalanya dan membawa kepala Abu Jahal tersebut ke hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Aku berkata: "Wahai Rasulullah, inilah kepala Abu Jahal, musuh Allah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia." Itulah sumpah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Aku berkata: "Ya, benar.
 
Demi Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia." Aku hempaskan kepala Abu Jahal ke hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan beliau pun memuji Allah.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubadah dan para ahli strategi perang berkata kepadaku bahwa Umar bin Khaththab Radhiyallahu Atthu berkata kepada Sa'id bin Al-Ash pada saat ia berjalan melewatinya: "Sesungguhnya aku melihat ada sesuatu dalam dirimu? Aku lihat engkau menyangka aku telah membunuh ayahmu? Apabila aku membunuh ayahmu, aku tidak meminta maaf kepadamu. Tapi aku telah membunuh paman dari jalur ibuku yaitu Al- Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah. Sedangkan ayahmu, aku melewatinya sedang menggali tanah bagaikan sapi jantan menggali tanah dengan tanduknya. Aku menghindar darinya, kemudian ia didatangi sepupunya yakni Ali, kemudian ia membunuhnya."



Kisah Pedang Ukkasyah


Ibnu Ishaq berkata: Pada Perang Badar, Ukkasyah bin Mihshan bin Hurtsan Al-Asadi sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf bertempur hingga pedangnya patah di tangannya. Ia menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberi akar pohon, seraya bersabda: "Wahai Ukkasyah, bertempurlah dengan akar kayu ini!" Tatkala Ukkasyah bin Mihshan mengambil akar kayu dari genggaman tangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan ia menggerak-gerakkannya. Tiba-tiba akar kayu tersebut berubah bentuknya menjadi pedang panjang, sangat kuat dan putih ujungnya (tajam ). Maka Ukkasyah bin Mihshan pun kembali bertempur dengan pedang tersebut, sampai Allah Ta'ala memberi kemenangan kepada kaum Muslimin. Dan pedang itu dinamai Al-Aun. Kemudian pedang tersebut menjadi milik Ukkasyah bin Mihshan dan ia gunakan pedang tersebut di semua peperangan bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai dia meninggal dunia sebagai syahid pada Perang Riddah (perang melawan orang-orang murtad), sementara pedang tersebut masih berada di genggamannya. Ukkasyah bin Mihshan dibunuh Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi.
Ibnu Hisyam berkata: Hibal adalah anak Thulaihah bin Khuwailid, dan Ibnu Aqram adalah Tsabit bin Aqram Al-Anshari.
Ibnu Ishaq berkata: Ukkasyah bin Mihshan adalah sahabat yang berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di saat beliau bersabda: "Akan masuk surga tujuh puluh ribu dari umatku bagaikan bulan kala purnama." Ukkasyah bin Mihshan berkata: "Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar aku termasuk salah seorang dari mereka." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Engkau termasuk salah seorang dari mereka." Setelah itu salah seorang dari kaum Anshar berdiri, dan berkata: "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar aku juga termasuk kelompok mereka!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ukkasyah telah mendahuluimu, dan doa itu telah dikokohkan."82


Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam juga bersabda sebagaimana dituturkan kepadaku oleh keluarganya: "Di antara kami terdapat penunggang kuda terbaik di kalangan orang Arab." Para sahabat bertanya: "Siapa gerangan wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
 
bersabda: "Dia adalah Ukkasyah bin Al Mihshan." Dhirar bin Al-Azwar Al-Asadi berkata: "Apakah orang tersebut salah seorang dari kami, wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "la bukan salah seorang dari kalian, namun salah seorang dari kami, melalui aliansi."
Ibnu Hisyam berkata: Pada Perang Badar, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu memanggil anaknya Abdurrahman yang pada saat itu bersama orang-orang musyrikin dan berada di pihaknya: "Mana kekayaanku, wahai bajingan?" Abdurrahman menjawab:
Tiada tersisa kecuali senjata dan kuda yang berlari kencang Serta pedang tajam yang membunuh orang tua yang sesat
Sebagaimana hal ini dituturkan kepadaku dari Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi. Mayat-mayat Kaum Musyrikin Dilemparkan ke dalam Sumur
Sebagaimana hal ini dituturkan kepadaku dari Abdul bin Muhammad Ad-Darawardi




Mayat-Mayat Kaum Musyrikin Dilemparkan ke Dalam Sumur


Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ruman berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar korban perang kaum musyrikin dilemparkan ke dalam sumur, maka korban-korban itu dilemparkan ke sana, kecuali mayat Umayyah bin Khalaf. Badan Umayyah bin Khalaf membengkak di baju besinya hingga baju tersebut penuh. Tatkala para sahabat pergi untuk menggerak-gerakkannya, malah dagingnya cerai-berai. Para sahabat melemparkan tanah dan batu ke atas tubuh Umayyah bin Khalaf untuk menutupinya.
Setelah pelemparan mayat-mayat kaum musyrikin ke dalam sumur selesai dikerjakan, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di atas mereka, dan bersabda: "Wahai para penghuni sumur, apakah kalian telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kalian itu benar terjadi? Karena sesungguhnya aku telah mendapatkan apa yang dijanjikan Allah kepadaku itu benar terjadi."
Aisyah berkata: Para sahabat berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Apakah engkau berbicara dengan kaum yang telah meninggal dunia?" Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Sungguh mereka telah mengetahui, bahwa apa yang dijanjikan Tuhan kepada mereka itu adalah benar adanya."
Aisyah berkata: Para sahabat berkata: "Apakah mereka mendengar apa yang engkau ucapkan kepada mereka?" Padahal Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Sungguh mereka telah mengetahui."
Ibnu Ishaq berkata: Humaid Ath-Thawil berkata kepadaku dari Anas bin Malik yang berkata: "Para sahabat mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata pada pertengahan malam: "Wahai penghuni sumur, hai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, hai Umayyah bin Khalaf, wahai Abu Jahal bin Hisyam - Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyebut beberapa nama orang-orang Quraisy: "Apakah kalian telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhanmu kepada kalian itu benar? Sungguh aku telah mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhanku itu benar." Kaum Muslimin berkata: "Wahai Rasulullah, apakah engkau memanggil manusia yang telah meninggal dunia?" Rasulullah
 
Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bukan hanya kalian saja yang mendengar apa yang aku katakan kepada mereka, hanya saja mereka tidak bisa menjawab pertanyaanku."83
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama berkata kepadaku, pada suatu hari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai penghuni sumur, keluarga Nabi yang paling jelek adalah kalian. Kalian mendustakanku tatkala orang-orang membenarkanku. Kalian mengusirku, pada saat orang lain melindungiku. Kalian memerangiku, padahal orang-orang lain menolongku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melanjutkan sabdanya: "Apakah kalian telah mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhan kalian kepada kalian itu benar?"84


Ibnu Ishaq berkata: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar mayat orang- orang musyrikin dilempar ke dalam sumur, diambillah mayat Utbah bin Rabi'ah kemudian diseret ke dalam sumur. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat kemurungan pada wajah Abu Hudzaifah bin Utbah yang tampak dari rona wajahnya. Beliau bersabda kepada Abu Hudzaifah bin Utbah: "Wahai Abu Hudzaifah, barangkali ada sesuatu telah masuk ke dalam dirimu karena perlakuan terhadap ayahmu?" Abu Hudzaifah berkata: "Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak ragu tentang ayahku dan perihal kematiannya. Hanya saja aku dapatkan dalam dirinya sikap bijak, kelembutan, dan nilai- nilai. Oleh karena itu, aku berharap ki- ranya itu semua membuatnya mendapat petunjuk kepada Islam. Tatkala aku melihat apa yang terjadi padanya, dan aku ingat bahwa ia mati dalam keadaan kafir setelah aku berharap banyak darinya, maka aku berduka cita karenanya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendoakan kebaikan bagi Abu Hudzaifah dan mengatakan sesuatu dengan baik untuknya.
Ibnu Ishaq berkata: Disebutkan kepadaku tentang beberapa pemuda yang terbunuh di Perang Badar yang karenanya kemudian Al-Qur'an turun tentang mereka -sebagaimana dtuturkan kepadaku:


Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS. an-Nisa': 97).
Mereka adalah pemuda-pemuda Muslim. Dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay ialah Al-Harits bin Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muthalib bin ASad.
Dari Bani Makhzum ialah Abu Qais bin Al-Faldh bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, dan Abu Qais bin Al-Walid bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
 
Dari Bani Jumah ialah Ali bin Umayyah bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah.
Dari Bani Sahm ialah Al-Ash bin Munabbih bin Al-Hajjaj bin Amir bin Hudzaifah bin Sa'ad bin Sahm.
Mereka semua telah masuk Islam pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masih di Makkah. Namun ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah mereka tertahan oleh ayah dan keluarga mereka di Makkah serta mendapat siksaan. Sehingga mereka terpengaruh dan keluar bersama kaumnya ke Badar dan semuanya tewas terbunuh.



Rampasan dan Tawanan Perang Badar


Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar rampasan perang yang telah berhasil dihimpun para sahabat dikumpulkan di bilikbeliau, namun mereka berbeda pendapat mengenai rampasan perang itu. Para sahabat yang mengumpul- kannya berkata: "Rampasan perang tersebut milik kami." Sementara para sahabat yang bertempur melawan musuh berkata: "Demi Allah, tanpa kami, mustahil kalian dapat mengumpulkannya. Kami lebih sibuk memerangi musuh sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengumpulkannya. Sedang kalian tidak ikut bertempur sehingga dengan begitu mudah mengumpulkannya." Para sahabat yang mengawal Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam karena khawatir beliau diserang musuh berkata: "Demi Allah, kalian tidak lebih berhak atas rampasan perang dari pada kami. Kami ingin membunuh musuh, namun tiba-tiba Allah memberikan pundak-pundak mereka kepada kami. Awalnya kami ingin menghimpun rampasan perang ketika tidak ada orang yang mengawal Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Namun kami khawatir musuh balik menyerang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Oleh sebab itulah, kami melindungi beliau. Artinya kalian tidak lebih berhak atas rampasan perang itu daripada kami."
Ibnu Ishaq berkata: Abdurrahman bin Al-Harits dan sahabat-sahabatku lainnya berkata kepadaku dari Sulaiman bin Musa dari Makhul dari Abu Umamah Al-Bahili -nama asli Abu Umamah ialah Shudai bin Ajlan sebagaimana disebutkan Ibnu Hisyam- yang berkata: Aku pernah bertanya kepada Ubadah bin Ash-Shamit tentang surat Al-Anfaal dan ia pun menjawab: "Surat tersebut diturunkan kepada kami para mujahidin Perang Badar. Surat itu Allah turunkan pada saat kami berbeda pendapat tentang rampasan perang. Saat itu, akhlak kami betul-betul hancur, kemudian Allah mencabut rampasan perang tersebut dari tangan kami, dan menyerahkannya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Lalu beliau mendistribusikannya kepada kaum Muslimin dengan adil."
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku bahwa salah seorang dari Bani Sa'idah berkata kepadanya dari Abu Usaidah As-Sa'idi Malik bin Rabi'ah ia berkata: "Pada Perang Badar, aku berhasil mendapat- kan pedang Bani Aidz Al-Makhzumi yang bernama Al-Marzuban. Ketika Rasuluhah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan pengembalian semua rampasan perang yang ada di tangan para sahabat, aku pun datang dan mengumpulkan pedang tersebut bersama rampasan perang lainnya. Saat itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak menolak sesuatu yang diminta kepada beliau. Pedang tersebut diketahui Al-Arqam bin Abu Al-Arqam, kemudian ia memintanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan beliau memberikannya."
Ibnu Ishaq berkata: Setelah kemenangan tercapai, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim Abdullah bin Rawahah sebagai orang yang menyampaikan kabar gembira kemenangan kepada penduduk Madinah bagian utara, bahwa Allah Yang Maha tinggi telah memberi kemenangan kepada
 
Rasul-Nya dan kaum Muslimin. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Zaid bin Harits sebagai orang yang menyampaikan kabar gembira kemenangan kepada penduduk Madinah Selatan.
Usamah bin Zaid berkata: Kabar gembira sampai kepada kami tatkala kami sedang menimbun tanah ke atas kuburan Ruqayyah binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam istri Utsman bin Affan. Rasulullah Shailallahu 'Alaihi wa Sallam menyuruhku bersama Utsman untuk menjaga Ruqayyah. Ketika Zaid bin Haritsah tiba, aku datang kepadanya yang pada saat itu sedang berdiri di mushalla, dan dikerubungi oleh kaum Muslimin. Zaid bin Haritsah berkata: "Utbah bin Rabi'ah tewas, Syaibah bin Rabi'ah tewas, Abu Jahal bin Hisyam tewas, Zam'ah bin Al-Aswad tewas, Abu Al-Bakhtari Al-Ash bin Hisyam tewas, Umayyah bin Khalaf tewas, Nubaih bin Al-Hajjaj tewas, dan Munabbih bin Al-Hajjaj juga tewas." Usamah bin Zaid bertanya kepada ayahnya, Zaid bin Haritsah: "Benarkan itu semua, wahai ayahanda?" Zaid bin Haritsah menjawab: "Demi Allah, semua itu benar wahai ananda!."



Perjalanan Pulang Rasulullah dan Rombongannya dari Badar ke Madinah


Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang ke Madinah bersama rombongan para sahabat, dengan membawa tawanan perang dari kaum musyrikin. Di antara tawanan perang tersebut adalah Uqbah bin Abu Mu'aith dan An-Nadhr bin Al-Harits. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membawa pulang rampasan perang yang berhasil diper- oleh dari kaum musyrikin. Beliau memerintahkan Abdullah bin Ka'ab bin Amr bin Auf bin Mabdzul bin Amr bin Ghanm bin Mazin bin An-Najjar untuk menjaga rampasan perang tersebut. Salah seorang dari kaum Muslimin melantunkan syair-syairnya. Ibnu Hisyam berkata: Orang itu adalah Adi bin Abu Az-Zaghba':
Mulailah berangkatkan unta-untamu wahai Basbas untuknya Tiada tempat untuk ragu Di Dzi Ath-Thalah baginya
Tidak pula di gurun Ghumair ada penjara Sesungguhnya kuda-kuda mereka tidak mungkin ditahan Maka kuda-kuda itu dibawa orang yang cerdas
Allah telah mememenangkan, sementara Al-Akhnas melarikan diri

Rasulullah Shallalahu 'alaihi xva Sallam berjalan, dan ketika beliau keluar dari lorong kecil Ash-Shafra', beliau berhenti di bukit pasir antara Madhiq (lorong kecil) dengan An-Naziyah yang bernama Sayar, tepatnya di bawah sebuah pohon di tempat itu.
Di sanalah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membagi rampasan perang yang diberikan Allah kepada kaum Muslimin dari kaum musyrikin secara merata. Setelah melakukan pembagian rampasan perang, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meneruskan perjalanannya. Sesampainya di Ar-Rauha, beliau disambut kaum Muslimin. Mereka mengucapkan selamat atas kemenangan yang diberikan Allah kepada beliau dan kaum Muslimin. Salamah bin Salamah berkata kepada kaum Muslimin, sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Ashim bin Umar bin Qatadah dan Yazid bin Ruman: "Ucapan selamat apakah yang kalian persembahkan kepada kami? Demi Allah, kita tidak bertemu kecuali dengan wanita-wanita lemah dan botak bagaikan unta yang diikat lalu di sembelih." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tersenyum, kemudian bersabda: "Wahai anak saudaraku, mereka (orang- orang Quraisy) adalah para pemuka kaumnya dan orang-orang terpandang."
 
Pembunuhan terhadap An-Nadhr bin Al-Harits dan Uqbah


Ibnu Ishaq berkata:Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Ash-Shafra', An-Nadhr bin Al- Harits dibunuh. Ia bunuh Ali bin Abu Thalib, sebagaimana dikatakan kepadaku oleh ulama Makkah.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terus berjalan. Ketika beliau tiba di Irqi Azh- Zhabyah, Uqbah bin Mu'aith terbunuh.
Ibnu Hisyam berkata: Irqi Azh-Zhabyah bukan dari Ibnu Ishaq.
Ibnu Ishaq berkata: Sahabat yang menawan Uqbah bin Mu'aith adalah Abdullah bin Salimah salah seorang yang berasal dari Bani Al-Ajlan.
Ibnu Ishaq berkata: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan pembunuhan terhadap Uqbah bin Mu'aith, ia berkata: "Wahai Muhammad, siapa yang akan mengasuh anak perempuanku yang masih kecil?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Neraka." Uqbah bin Mu'aith dibunuh Ashim bin Tsabit bir- Abu Al-Aqlah Al-Anshari, saudara Bani Amr bin Auf - sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Abu Ubaidah bin Muhammad bin Ammar bin Yasir.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Uqbah bin Mu'aith dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib - sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dan ulama lain.
Ibnu Ishaq berkata: Di Irqi Azh-Zhabyah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjumpa dengan Abu Hindun mantan budak Farwan bin Amr Al-Bayadhi yang membawa kantong penuh berisi hais (samin yang di campur kurma). Abu Hindun tidak ikut Perang Badar, kemudian ikut serta peperangan lainnya bersama Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam. Abu Hindun adalah seorang ahli bekam Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya Abu Hindun termasuk kaum Anshar. Oleh karena itu, nikahkan dia dengan wanita kalian!" Para sahabat melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terus berjalan hingga sampai di Madinah satu hari sebelum para tawanan perang tiba.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku bahwa Yahya bin Abdullah bin Abdurrahman bin As'ad bin Zurarah berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah membawa tawanan perang. Ketika itu, Saudah binti Zam'ah, istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di tempat keluarga Afra' sedang meratapi kematian Auf dan Muawwidz, keduanya adalah anak Afra'. Hal itu terjadi ketika hijab belum menjadi kewajiban atas wanita Muslimah. Saudah berkata: "Demi Allah, aku berada di tempat mereka, ketika tiba-tiba seseorang datang kepada kami, dan berkata: 'Para tawanan perang telah datang bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.' Aku segera pulang ke rumah, ternyata Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sudah berada di sana, dan Abu Yazid Suhail bin Amr berada di pojok kamar dalam keadaan kedua tangan terikat di lehernya. Tidak, demi Allah, aku tidak dapat menguasai diriku ketika melihat Abu Yazid dalam kondisi seperti itu. Aku berkata: Wahai Abu Yazid, kenapa engkau memberikan tanganmu? Kenapa engkau tidak mati saja dalam keadaan mulia?" Demi Allah, tidak ada yang menyadarkan diriku kecuali ucapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari dalam rumah: "Wahai Saudah, pantaskah engkau mengobarkan perang terhadap Allah dan Rasul-Nya?'" Aku menjawab: "Wahai Rasulullah, aku tidak dapat menguasai diriku, ketika melihat Abu Yazid dalam keadaan kedua tangannya terikat di lehernya, sehingga terlontar ucapan itu dariku."85
 
 

Ibnu Ishaq berkata: Nubaih bin Wahb saudara Bani Abduddar berkata kepadaku: ketika para tawanan perang datang, maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membagi-bagikannya kepada para sahabat. Beliau bersabda: "Berbuat baiklah kalian kepada para tawanan perang ini." Abu Azid bin Umair bin Hasyim, saudara kandung Mush'ab bin Umair yang berada dalam tawanan perang berkata: Saudaraku, Mush'ab bin Umair berjalan melewatiku bersama salah seorang kaum Anshar yang menawanku. Mush'ab bin Umair berkata: "Jagalah tawanan ini dengan baik, karena ibunya seorang wanita kaya raya. Mudah-mudahan ia menebusnya darimu!" Abu Aziz bin Umair berkata: "Aku bersama beberapa orang orang Anshar ketika mereka membawaku dari Badar. Jika mereka datang membawa makanan siang dan makanan malam, mereka memberiku makanan berupa roti, sementara mereka sendiri hanya makan kurma. Ini semua terjadi karena Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka berbuat baik terhadap para tawanan perang. Tidak ada seorang pun dari mereka yang memiliki kepingan roti, melainkan ia memberikannya kepadaku. Aku pun merasa malu kepada mereka, sehingga aku pun mengembalikan roti tersebut kepada salah seorang dari mereka, tapi ia mengembalikannya kepadaku. Ia sama sekali tidak menyentuhnya."



Kabar Kekalahan Orang Quraisy Sampai di Makkah


Ibnu Hisyam berkata: Abu Aziz adalah pemegang panji perang kaum musyrikin setelah An-Nadhr bin Al-Harits. Ketika saudaranya, Mush'ab bin Umair berkata kepada Abu Yasir, sahabat yang menawannya seperti di atas. Abu Aziz bin Umair berkata kepada Mush'ab bin Umair: "Saudaraku, apakah demikian wasiatmu bagiku?" Mush'ab bin Umair berkata kepada saudaranya itu: "Sesungguhnya Abu Yasir adalah saudaraku." Kemudian ibu Abu Aziz bin Umair bertanya tentang tebusan tawanan paling mahal bagi orang Quraisy. Lalu dikatakan padanya: empat ribu dirham. Maka ibu Abu Aziz mengirim uang empat ribu dirham dan menebus anaknya dengan uang itu.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang pertama kali tiba di Makkah dengan membawa kabar kekalahan orang- orang Quraisy di Perang Badar ialah Al-Haisuman bin Abdullah Al-Khuzai. Orang-orang Quraisy bertanya kepada Al-Haisuman bin Abdullah: "Kabar apa yang engkau bawa?" Al-Haisuman bin Abdullah menjawab: "Utbah bin Rabi'ah gugur, Syaibah bin Rabi'ah gugur, Abu Al-Hakam (Abu Jahal) bin Hisyam gugur, Umayyah bin Khalaf gugur. Zam'ah bin Al-Aswad gugur, Nubayh bin Al-Hajjaj gugur, Munabbih bin Al-Hajjaj gugur, dan Abu Al-Bakhtari gugur." Ketika Al-Haisuman bin Abdullah menyebutkan nama-nama pemimpin Makkah, Shafwan bin Umayyah yang duduk di batu berkata: "Demi Allah, orang itu sudah kehilangan akalnya!" Tanyakan padanya tentang diirku!!" Orang-orang Quraisy bertanya: "Apa yang dikerjakan Shafwan bin Umayyah?" Al-Haisuman bin Abdullah menjawab: "Saat ini dia sedang duduk di atas batu. Demi Allah, aku melihat ayah dan saudaranya pada saat mereka berdua terbunuh."
Ibnu Ishaq berkata: Husain bin Abdullah bin Ubaidillah bin Abbas berkata kepadaku dari Ikrimah mantan budak Ibnu Abbas yang berkata bahwa Abu Rafi' mantan budak Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: Awalnya aku adalah budak milik Al-Abbas bin Abdul Muthalib, dan Islam telah masuk kepada kami, keluarga rumah Al-Abbas. Al-Abbas kemudian masuk Islam kemudian diikuti oleh Ummu Al-Fadhl, lalu aku pun masuk Islam. Al-Abbas khawatir kepada kaumnya, dan tidak suka
 
berbeda pendapat dengan mereka. Makanya ia merahasiakan keislamannya. Ia seorang yang kaya raya dan kekayaannya tersebar di tengah kaumnya. Abu Lahab tidak ikut Perang Badar, dan ia kirim Al-Ashi bin Hisyam bin Al-Mughirah untuk menggantinya. Demikianlah yang diperbuat orang-orang Quraisy saat itu. Jika ia tidak bisa berangkat perang sendiri, ia mengirim seseorang meng- gantikan posisi dirinya. Di saat Abu Lahab mendengar berita kekalahan orang-orang Quraisy di Perang Badar, maka Allah menghinakan dan merendahkannya. Sedang kami merasa lebih kuat dan mulia. Sedangkan aku sendiri adalah seorang yang lemah. Yang berprofesi sebagai pembuat anak panah. Aku meraut anak panah di kemah Zamzam. Demi Allah, aku duduk di kemah kulitku di Zamzam dengan meraut anak panah. Demikian pula Al-Fadhl. Kami semua amat senang dengan kabar kemenangan kaum Muslimin yang sampai pada kami. Tiba-tiba Abu Lahab datang. la menyeret Kedua kakinya dengan Kejelekan, hingga ia duduk di kayu pasak kemah, punggungnya berada di balik punggungku. Dan di saat ia duduk, tiba-tiba orang-orang berkata: "Itu Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib telah datang." Ibnu Hisyam berkata: Abu Sufyan bernama asli Al-Mughirah. Abu Lahab berkata kepada Abu Sufyan bin Al-Harits: "Wahai Abu Sufyan, mendekatlah kepadaku. Aku bersumpah, engkau pasti mempunyai kabar penting!'"Abu Sufyan bin Al-Harits menghampiri Abu Lahab dan duduk di dekatnya, sedangkan orang-orang berdiri di hadapannya. Abu Lahab berkata: "Wahai anak saudaraku, ceritakanlah kepadaku tentang orang-orang Quraisy!" Abu Sufyan bin Al-Harits berkata: "Demi Allah, kami bertemu dengan kaum (Muslimin) itu, lalu kami serahkan pundak-pundak kami kepada mereka dan mereka membunuh dan menawan kami sekehendak mereka. Demi Allah, walaupun begitu, aku tidak mencela orang-orang Quraisy. Kami bertemu dengan orang-orang yang mengenakan pakaian serba putih di atas kuda belang yang terbang di antara langit dan bumi. Demi Allah, dia tidak menyisakan sesuatu pun dan tidak ada yang sanggup bertahan menghadapi mereka."
Abu Rafi' berkata: Lalu aku mengangkat pasak kemah dengan kedua tanganku dan berkata: "Demi Allah, orang-orang yang mengenakan pakaian serba putih tersebut adalah para malaikat." Abu Lahab mengangkat tangannya, lalu memukulkannya pada wajahku dengan pukulan yang sangat keras. Aku loncat ke arah Abu Lahab, tapi ia menyerangku dan melemparkanku ke tanah, lalu mendudukiku sambil memukuliku, karena aku orang lemah. Maka Ummu Al-Fadhl segera pergi ke tiang kayu kemah lalu mengambilnya. Ia pukul Abu Lahab dengan tiang kayu kemah tersebut dengan pukulan yang menyebabkan kepala Abu Lahab terluka parah. Ummu Al-Fadhl berkata: "Engkau anggap dia lemah, tatkala tuannya tidak ada!!" Lalu Abu Lahab melarikan diri dengan keadaan hina. Demi Allah, dia hidup tak lebih dari tujuh hari, hingga Allah timpakan penyakit seperti tha'un dan ia pun mati dikarenakan penyakit itu.
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair berkata kepadaku dari ayahnya Abbad ia berkata: Orang-orang Quraisy menangis meratapi korban-korban perang mereka. Mereka berkata: "Berhentilah dan jangan teruskan ratapan kalian, karena ratapan kalian akan sampai ke telinga Muhammad dan sahabat-sahabatnya, kemudian mereka pun menjadikan kalian bahan tertawaan. Janganlah kalian mengirim orang untuk menebus tawanan, tangguhkanlah penebusan mereka, pasti Muhammad dan sahabat-sahabatnya tidak akan meminta uang tebusan banyak atas tawanan!"
Tiga anak Al-Aswad bin Al-Muththahb: Zam'ah bin Al-Aswad, Aqil bin Al-Aswad, dan Al-Harits bin Al- Aswad mati di Perang Badar. Ia ingin menangisi kematian anak-anaknya. Tapi di saat ia ingin menangisi kematian anak-anaknya, tiba-tiba pada suatu malam ia mendengar ratap tangis seorang wanita. Al- Aswad yang tuna netra berkata kepada budaknya: "Lihatlah, apakah meratap itu dihalalkan? Lihatlah, apakah orang-orang Quraisy menangisi para korban perang mereka, sehingga dengan demikian aku bisa menangisi Abu Hakimah (Zam'ah)? Sungguh hatiku kini terbakar!" Ketika budak Al-Aswad telah kembali, ia berkata: "Wanita itu menangisi untanya yang hilang."
 
Ibnu Ishaq berkata: Di antara para tawanan ialah Abu Wada'ah bin Dhubayrah As-Sahmi. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Abu Wada'ah me kaya di Mekkah, tampaknya ia datang kepada kalian untuk menebus ayahnya." Ketika orang- orang Quraisy berkata: " Janganlah kalian cepat-cepat menebus tawanan kalian, semoga dengan cara itu, Muhammad dan sahabat- sahabatnya tidak meminta uang tebusan yang banyak." Al-Muthalib bin Abu Wada'ah ini yang dimaksud Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pada kisah di atas berkata: "Kalian benar. Janganlah kalian tergesa-gesa menebus tawanan kalian!" Tapi ketika datang malam hari, Al-Muthalib bin Abu Wada'ah pergi secara sembunyi-sembunyi dari Makkah, sampai tiba di Madinah, kemudian menebus ayahnya dengan uang tebusan sebesar empat ribu dirham. Lalu ia pulang ia pulang bersama dengan ayahnya.



Penebusan Suhail bin Amr


Ibnu Ishaq berkata: Lalu orang-orang Quraisy mengirim utusan untuk menebus tawanan perang mereka. Mikraz bin Hafsh bin Al-Akhyaf tiba di Madinah untuk menebus Suhail bin Amr yang ditawan Malik bin Ad-Dukhsyum, saudara Bani Salim bin Auf. Malik bin Ad-Dukhsyum berkata:
Aku tawan Suhail dan aku tak mau tawanan selain dia dari seluruh bangsa Khindif mengetahui bahwa pahlawan mereka
Ialah Suhail, jika ia dizalimi
Aku tebas dengan parang hingga parang tersebut bengkok
Aku paksa diriku dengan untuk memukul orang berbibir sumbing Suhail adalah seorang yang bibir bawahnya sumbing.

Ibnu Ishaq Hisyam: Sebagian pakar syair mengklaim bahwa bait syair-syair di atas bukan syair-syair Malik bin Ad-Dukhsyum.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Amr bin Atha', saudara Bani Amir bin Luay berkata kepadaku bahwa Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, izinkan saya mencongkel dua gigi depan Suhail bin Amr, agar lidahnya menjulur sehingga ia tidak berdiri ngoceh terus menerus di tempat mana pun untuk selamanya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak akan memutilasi dia, agar Allah tidak memutilasiku, walaupun aku seorang Nabi."
Ibnu Ishaq berkata: Ada yang menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam juga bersabda kepada Umar bin Khaththab pada peristiwa di atas: "Memang dia pasti akan berada di sebuah tempat yang kamu sendiri tidak akan meencelanya."
Ibnu Hisyam berkata: Pembahasan tentang tempat ini, insya Allah akan saya jelaskan pada tempatnya.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Mikraz bin Hafsh berbicara dengan para sahabat tentang Suhail bin Amr dan para sahabat setuju dengan hasil pembicaraan tersebut, maka para sahabat berkata: "Sekarang serahkanlah hak kami!" Mikraz bin Hafsh berkata: " Jadikanlah kakiku sebagai ganti kaki Suhail bin Amr, dan lepaskan dia hingga dia mengirimkan orang untuk menebusnya!" Para sahabat melepas Suhail bin Amr, dan menjadikan Mikraz bin Hafsh tawanan sebagai gantinya.
 
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian kritikus sastra Arab berkata bahwa bait syair-syair di atas bukan milik Mikraz bin Hafsh.



Amr bin Abu Sufyan bin Harb Ditawan dan Pembebasannya


Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku ia berkata: "Amr bin Abu Sufyan bin Harb salahsatu tawanan Perang Badar di tangan Rasullullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ibu Amr bin Abu Sufyan bin Harb adalah anak perempuann Uqbah bin Abu Mu'aith.
Ibnu Hisyam berkata: Ibu Amr bin Abu Sufyan bin Harb ialah anak perempuan Abu Amr, saudara wanita Abu Mu'aith bin Abu Amr.
Ibnu Hisyam berkata: Amr bin Abu Sufyan bin Harb ditawan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku bahwa ada orang yang berkata kepada Abu Sufyan bin Harb: "Tebuslah Amr, anakmu!" Abu Sufyan bin Harb berkata: "Apakah aku harus kehilangan darah dan kekayaanku?Mereka bunuh Hanzhalah, apakah aku harus pula membayar tebusan buat Amr? Biarkan Amr berada di tangan mereka, dan biarkan mereka menahannya sesuka mereka!"
Ketika Amr bin Abu Sufyan tertawan di Madinah di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, tiba-tiba Sa'ad bin An-Nu'man bin Akkal saudara Bani Amr bin Auf lalu salah seorang dari Bani Umayyah keluar dari Madinah untuk melakukan umrah bersama dengan gadis kecilnya. Sa'ad bin An- Nu'man telah lanjut usia dan telah menjadi muslim. Ia menetap bersama kambingnya di An-Naqi'. Dari An-Naqi', ia keluar untuk melakukan umrah tanpa merasa takut akan perlakuan buruk. Ia tidak mengira akan ditahan di Makkah, karena kepergiannya ke Makkah adalah untuk melakukan umrah. Sebelumnya Sa'ad bin An-Nu'man telah membuat perjanjian dengan orang-orang Quraisy, bahwa mereka tidak boleh mengganggu orang yang datang ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah kecuali dengan kebaikan. Namun Abu Sufyan bin Harb melanggar janji, dan menahannya sebagai ganti penahanan atas Amr bin Abu Sufyan. Abu Sufyan berkata:
Hai anak-anak Akkal, penuhilah seruannya Kalian telah berjanji tak kan menyerahkan pemimpin yang telah tua Sesungguhnya Bani Amr manusia hina-dina, Jika mereka tidak melepas tawanan mereka dari belenggugnya
Syair Abu Sufyan bin Harb di atas dijawab oleh Hassan bin Tsabit:
Andai Sa'ad dilepas pada hari dia di Makkah
Ia pasti akan banyak membunuh kalian sebelum ditawan
Dengan pedang tajam atau dengan anakpanah dari pohon Nab'ah Hingga pedang atau anak panah itu mengeluarkan suara

Bani Amr bin Auf pergi menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan menjelaskan persoalan mereka. Mereka meminta pada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyerahkan Amr bin Abu Sufyan bin Harb kepada mereka untuk dibebaskan sehingga dengan cara seperti itu, mereka bisa membebaskan sahabat mereka, yakni Sa'ad bin An-Nu'man. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
 
mengabulkan permohonan mereka, lalu mereka mengirim Amr bin Abu Sufyan bin Harb kepada Abu Sufyan Harb, dan Abu Sufyan bin Harb membebaskan Sa'ad bin An-Nu'man.



Kisah Zainab Putri Rasulullah dan Suaminya Abul Ash bin Rabi'


Ibnu lshaq berkata: Di antara tawanan Perang Badar terdapat Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' bin Abdun bin Al-Uzza bin Abdu Syams, menantu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, suami Zainab putri beliau.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Al-Ash di- tawan Khirasy bin Ash-Shimmah, salah seorang dari Bani Haram.
Ibnu lshaq berkata:Abu Al-Ash termasuk orang-orang Makkah yang diperhitungkan dari sisi: harta kekayaan, amanah, bisnis. Halal binti Khuwailid adalah ibunya dan Khadijah adalah bibinya. Khadijah meminta Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menikahkan Abu Al-Ash dengan Zainab. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak menolak keinginan Khadijah, dan itu terjadi sebelum wahyu tu- run kepada beliau, lalu beliau menikahkan Abu Al-Ash dengan Zainab. Khadijah men- jadikan kedudukan Abu Al-Ash baginya seperti anaknya sendiri. Dan di saat Allah Ta'ala memuliakan Rasul-Nya Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan kenabian dan turunnya wahyu kepada beliau, Khadijah dan putri-putrinya beriman kepada beliau. Mereka membenarkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan bersaksi bahwa apa yang di bawa beliau dari wahyu adalah haq. Mereka memeluk Islam agama beliau. Kendati Abu Al-Ash bertahan pada kekufuran dan kesyirikannya.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menikahkan Utbah bin Abu Lahab dengan Ruqayyah atau Ummu Kaltsum. Di saat Rasulullah memperlihatkan perintah Allah, dan permusuhan terhadap orang- orang Quraisy, mereka berkata: "Sungguh kalian telah meng- hilangkan kesedihan di hati Muhammad. Kembalikan putri-putrinya kepadanya, sehingga ia lebih disibukan dengan mengurusi mereka." Lalu mereka berjalan menemui Abu Al-Ash dan berkata kepadanya: "Ceraikan istrimu, dan kami akan nikahkan engkau dengan wanita Quraisy mana saja yang engkau sukai!" Abu Al-Ash menjawab: "Tidak!! Demi Allah, aku tidak akan menceraikan istriku! Aku tidak berharap wanita Quraisy manapun menggantikan posisi istriku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberi pujian kepada Abu Al- Ash dengan pujian yang baik, sebagaimana dituturkan kepadaku.
Orang-orang Quraisy mendatangi Utbah bin Abu Lahab, dan mereka berkata kepadanya: "Ceraikan putri Muhammad, dan kami akan nikahkan engkau dengan wanita Quraisy mana saja yang engkau suka." Utbah bin Abu Lahab berkata: "Jika kalian mampu menikahkan aku dengan anak perempuan Aban bin Sa'id bin Al-Ash atau anak perempuan Sa'id bin Al-Ash, aku akan menceraikan putri Muhammad. Lalu orang-orang Quraisy menikahkan Utbah bin Abu Lahab dengan anak perempuan Sa'id bin Al-Ash, dan Utbah bin Abu Lahab pun menceraikan putri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan ia tidak pernah menggaulinya. Allah memuliakan Ruqaiyyah dengan cara membebaskannya dari tangan Utbah bin Abu Lahab, dan menjadikan Utbah bin Abu Lahab hina. Setelah itu, Ruqaiyyah dinikahi Utsman bin Affan.
Di Makkah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak menghalalkan dan tidak mengharamkan, kondisinya sangat membatasinya. Islam telah memisahkan Zainab binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan suaminya, Abu Al-Ash -ketika Zainab telah masuk Islam-, hanya saja Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak kuasa untuk memisahkan keduanya. Zainab tetap tinggal bersama Abu Al-Ash sebagai seorang Muslimah dan Abu Al-Ash yang masih dalam keadaan musyrik hingga
 
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Di saat orang-orang Quraisy berangkat menuju Badar, Abu Al-Ash ikut bersama mereka, dan menjadi slahsatu tawanan perang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair berkata kepadaku dari ayahnya, Abbad dari Aisyah Radhiyallahu Anha dia berkata: Di saat orang-orang Makkah mengirim wakilnya pergi ke Madinah untuk menebus tawanan mereka, Zainab binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam juga mengirim wakilnya pergi ke Madinah untuk menebus Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' dengan uang. Zainab juga mengirimkan kalung kepada suaminya, Abu Al-Ash. Kalung tersebut dulunya milik Khadijah, kemudian Khadijah memberikan kalung tersebut kepadanya tat- kala ia menikah dengan Abu Al-Ash. Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat kalung tersebut, beliau terenyuh, lalu bersabda: "Jika kalian hendak membebaskan suami Zainab, dan mengembalikan hartanya kepadanya, silakan lakukan!" Para sahabat berkata: "Akan kami lakukan, wahai Rasulullah. Maka para sahabat segera membebaskan Abu Al-Ash dan mengembalikan harta Zainab.86






Zainab binti Rasulullah Shalla¬lahu 'alaihi wa Sallam Berangkat ke Madinah


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masih membuat kesepakatan dengan Abu Al-Ash, atau beliau membuat perjanjian dengannya untuk memudah- kan kepergian Zainab kepada beliau. Atau Abu Al-Ash telah mengajukan syarat dalam pembebasan dirinya, namun persyaratan tersebut tidak terlihat pada Abu Al-Ash atau dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, hingga bisa diketahui. Hanya saja ketika Abu Al-Ash pulang ke Makkah, Rasulullah Shal¬lalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Zaid bin Haritsah dan salah seorang dari kaum Anshar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada keduanya: "Pergilah kalian ke kabilah Ya'jaj hingga Zainab melewati kalian berdua, temani dia hingga tiba di tempatku!"87 Kemudian Zaid bin Haritsah dan sahabat dari kaum Anshar tersebut berangkat ke tempat yang Shallalahu 'alaihi wa Sallam maksud. Kejadian ini terjadi kurang lebih sebulan sesudah Perang Badar. Ketika Abu Al-Ash tiba di Makkah, ia memerintahkan istrinya pergi pada ayahnya, lalu Zainab keluar untuk mengadakan persiapan untuk pergi ke Madinah.


Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku bahwa aku diberi tahu dari Zainab ia berkata: pada saat aku menyiapkan diri di Makkah untuk menyusul ayahku, Hindun binti Utbah menemuiku. Ia berkata: "Wahai putri Muhammad, benarkah berita yang sampai padaku bahwa engkau akan pergi menyusul ayahmu?" Aku menjawab: "Aku tidak mau melakukan itu." Hindun binti Utbah berkata: "Wahai putri pamanku, telah sampai padaku berita bahwa engkau akan menyusul ayahmu. Jika engkau membutuhkan bekal untuk perjalananmu atau uang sehingga engkau bisa sampai di sana, silahkan utarakan kebu tuhanmu kepadaku, dan janganlah engkau malu kepadaku, karena aku pun perempuan sepertimu, aku sangat mengerti." Zainab berkata: "Demi Allah, aku melihat Hindun berkata seperti itu memang untuk melakukannya. Namun aku tetap takut padanya.
 
Oleh karena itu, menolak untuk mengatakan bahwa aku akan menyusul ayahku. Namun aku tetap melakukan persiapan untuk kepergianku ke Madinah menyusul ayahku"
Pada saat Zainab telah siap berangkat, saudara ipar Zainab, Kinanah bin Ar-Rabi' yang juga saudara suaminya memberikan unta kepadanya. Kinanah bin Ar-Rabi' mengambil busur dan anak panah. Kemudian di siang hari, Kinanah bin Ar-Rabi' berjalan menuntun unta Zainab, sedangkan Zainab berada di dalam tandunya. Hal tersebut menjadi wa- cana massif orang-orang Quraisy, kemudian mereka pergi mengejar Zainab. Mereka berhasil bertemu dengannya di Dzi Thuwa. Orang yang pertama kali menyusul Zainab ialah Habbar bin Al-Aswad bin Abdul Muthalib bin Asad bin Abdul Uzza Al-Fihri. Habbar bin Al-Aswad mengintimidasi Zainab di tandunya dengan tombak. Menurut para ulama, ketika itu Zainab sedang hamil. Karena mendapat teror dari Habbar bin Al-Aswad, maka bayi di kandungan Zainab mengalami keguguran. Kinanah bin Ar-Rabi' berhenti, kemudian ia mengeluarkan anak panahnya lalu berkata: "Demi Allah, apabila salah seorang dari kalian mendekatiku, aku akan mengerahkan anak panahku padanya." Orang-orang Quraisy pun akhirnya balik kembali ke Makkah.
Abu Sufyan bin Harb bersama tokoh-tokoh Quraisy tiba di tempat Zainab dan Kinanah bin Ar-Rabi'. Abu Sufyan bin Harb berkata kepada Kinanah: "Wahai Fulan, tahanlah anak panahmu dari kami, beri kami kesempatan bicara denganrrtu!" Kinanah bin
Ar-Rabi' menahan anak panahnya, kemudian Abu Sufyan bin Harb menghampirinya dan berdiri di dekatnya. Abu Sufyan bin Harb berkata kepada Kinanah bin Ar-Rabi': "Engkau bertindak tidak benar, karena engkau keluar bersama seorang wanita secara terang-terangan dan disaksikan oleh seluruh manusia. Engkau menyadari musibah, dan petaka yang menimpa kami, serta kesedihan yang dimasukkan Muhammad dalam perasaan kami. Jika engkau tetap memaksa keluar bersama putri Muhammad dengan terang-terangan yang dilihat banyak orang, maka orang-orang akan menyimpulkan bahwa ini terjadi karena kehinaan yang menimpa kita akibat kekalahan yang menimpa kita, dan dianggap sebagai kelemahan kita semua. Aku bersumpah bahwa kami tidak meliki kepentingan menahan putri Muhammad, agar ia tidak bisa bertemu ayahnya. Kami tidak ingin balas dendam terhadap Zainab dengan cara menahannya. Untuk sementara pulanglah dengan putri Muhammad. Jika suara-suara sumbang telah mereda dan orang-orang berkata bahwa kami telah mengembalikan putri Muhammad kepada Muhammad, pergilah bersama putri Muhammad dengan diam-diam dan bawalah dia untuk menemui ayahnya!"
Kinanah bin Ar-Rabi' menerima usulah Abu Sufyan bin Harb, kemudian Zainab ting- gal di Makkah beberapa waktu. Ketika suara-suara sumbang mulai mereda, akkhirnya pada suatu malam, Kinanah bin Ar-Rabi' keluar dari Makkah bersama Zainab, kemudian menyerahkan Zainab kepada Zaid bin Haritsah dan sahabatnya. Zaid bin Haritsah dan sahabatnya pun tiba di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa Zainab.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Rawahah atau Abu Khaitsamah saudara Bani Salim bin Auf berkata tentang kejadian yang dialami Zainab.
Ibnu Ishaq berkata: Mantan budak Abu Sufyan yang dimaksud pada syair di atas adalah Amir bin Al- Hadhrami. Iajuga menjadi tawanan di tempat kaum Muslimin. Tadinya ia bersekutu dengan Harb bin Umayyah.
Ibnu Hisyam berkata: Mantan budak Abu Sufyan yang dimaksud di syair di atas ialah Uqbah bin Abdul Harits bin Al-Hadhrami. Adapun Amir bin Al-Hadhrami tewas di Perang Badar.
Pada saat orang-orang Quraisy yang menemui Zainab tadi pulang ke Makkah dan mereka bertemu dengan Hindun binti Utbah. Hindun binti Utbah berkata kepada mereka,
 
Apakah dalam suasana damai, mereka tegas bersikap keras
Namun di medan perang, mereka laksana wanita-wanita yang lagi haid

Kinanah bin Ar-Rabi' berkata tentang Zainab, ketika ia menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan sahabatnya
Aku heran dengan Habbar, dan orang-orang lemah hina dan kaumnya Mereka berniat mencegahku memenuhi janji pada putri Muhammad Aku tidak peduli jumlah mereka selagi aku masih hidup
Dan selagi tanganku masih bisa bertarung dengan pedang dari India
Ibnu Ishaq berkata bahwa Yazid bin Abu Habib berkata kepadaku dari Bukair bin Abdullah bin Al-Asyaj dari Sulaiman bin Yasar dari Abu Ishaq Ad-Dausi dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim ekspedisi dan aku ikut serta di dalamnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada kami: "Apabila kalian bisa menangkap Habbar bin Al- Aswad atau orang lain yang tiba duluan di tempat Zainab." Ibnu Hisyam berkata: Ibnu Ishaq berkata bahwa orang yang dimaksud Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam peristiwa di atas adalah Nafi' bin Abdu Qais, maka bakarlah keduanya dengan api." Abu Hurairah berkata: "Keesokan harinya, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi ke tempat kami dan bersabda: "Kemarin aku menyuruh kalian membakar dua orang tersebut apabila kalian berhasil menangkap keduanya, kemudian aku memandang bahwa siapapun tidak boleh menyiksa orang lain dengan api kecuali Allah saja yang boleh melakukannya. Apabila kalian berhasil menangkap kedua orang itu, maka bunuhlah mereka!"



Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Sesudah itu, Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' tinggal di Makkah, sementara Zainab menetap di Madinah bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika Islam memisahkan mereka berdua. Menjelang penaklukan Makkah, Abu Al-Ash pergi berdagang ke Syam. Abu Al-Ash dikenal sebagai orang yang amanah dalam menjaga harta. Baik milik sendiri maupun harta orang-orang Quraisy yang mereka titipkan padanya. Tatkala usai berdagang dan kembali ke Makkah, ia berpapasan dengan ekspedisi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, mereka merampas kekayaan Abu Al-Ash bin Ar-Rabi'. Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' tidak kuasa untuk menghadapi mereka, akhirnya dia melarikan diri. Ketika ekspedisi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah dengan membawa barang rampasan, pada malam harinya Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' tiba di Madinah. Ia ma suk ke rumah Zainab binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian ia meminta perlindungan darinya dan Zainab pun memberi perlindungan padanya. Abu Al-Ash bin Ar-Rabi pergi ke Madinah untuk mengambil kembali hartanya.
Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar untuk menunaikan shalat Shubuh, sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Yazid bin Ruman, beliau bertakbir, para sahabat bertakbir dan tiba-tiba Zainab berteriak keras dari shaf wanita: "Hai manusia, sesungguhnya aku telah memberi perlindungan kepada Abu Al-Ash. Setelah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam selesai menunaikan shalat, beliau menemui sahabat-sahabatnya dan bersabda: "Wahai manusia, apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?" Para sahabat menjawab: "Ya, kami telah mendengar apa yang engkau dengar." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, aku
 
tidak mengetahui sedikit pun tentang hal ini hingga aku mendengar apa yang kalian dengar. Sesungguhnya kaum Muslimin harus memberi perlindungan kepada orang yang paling lemah di antara mereka; " Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang hingga beliau menemui putrinya, dan berkata: "Wahai putriku, muliakan dia dan jangan sekali-kali dia mendekatimu, karena engkau tidak halal baginya!"
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakar berkata kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi ke ekspedisi yang merampas harta Abu Al-Ash bin Ar-Rabi', dan bersabda kepada mereka: "Sesungguhnya orang ini termasuk golongan kita sebagaimana yang kalian ketahui, dan kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik dan mengembalikan hartanya itu kepadanya, maka hal ini sangat aku kehendaki. Namun jika kalian tidak ingin melakukan itu, maka harta rampasan tersebut adalah harta yang diberikan Allah kepada kalian." Para sahabat menjawab: "Kami akan mengembalikan harta itu kepadanya, wahai Rasulullah." Maka para sahabat pun mengembalikan harta Abu Al-Ash bin Ar-Rabi', hingga salah seorang dari mereka mengembalikan timbanya, yang lain- nya datang mengembalikan kirbahnya, yang lain mengembalikan tempat airnya yang terbuat dari kulit, bahkan yang lain lagi mengembalikan kayu kecil untuk mengangkat karung. Mereka mengembalikan semua harta Abu Al- Ash bin Ar-Rabi' tanpa terkecuali.
Kemudian Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' membawa pulang harta tersebut ke Makkah, lalu mengembalikan seluruh harta itu kepada para pemiliknya yaitu orang-orang yang menitipkan barang dagangan padanya. Kemudian, Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' berkata: "Wahai orang-orang Quraisy, masih adakah di antara kalian yang belum menerima hartanya?" Orang-orang Quraisy menjawab: "Tidak ada!." Kami telah menerima harta kami seluruhnya. Semoga Allah memberi balasan yang baik kepadamu. Kami mendapatimu selalu menetapi janji dan engkau adalah seorang yang mulia." Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' berkata: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak di sembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku masuk Islam di tempat Muhammad, kecuali karena rasa takutku bahwa kalian akan mengira aku memakan harta kalian. Setelah Allah mengembalikan harta kalian kepada kalian, dan aku telah membagi-bagikannya, maka kini aku nyatakan diriku masuk Islam." Setelah itu, Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' keluar dari Makkah hingga tiba di Madinah. Ibnu Ishaq berkata: Daud bin Al-Hushain berkata kepadaku dari Ikrimah dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma. yang berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyatukan kembali Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' dengan Zainab setelah mereka berpisah selama enam tahun.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah berkata kepadaku bahwa ketika Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' pulang dari Syam dengan membawa harta orang-orang musyrikin, dikatakan kepadanya: "Apakah engkau masuk Islam dan mengambil harta milik orang-orang musyrikin?" Abu Al-Ash bin Ar-Rabi menjawab: "Sungguh buruk bagiku, bila aku mengawali keislamanku dengan berkhianat."
Ibnu Hisyam berkata: Abdul Warits bin Sa'id At-Tanuri berkata kepadaku dari Daud bin Abu Hindun dari Amir Asy-Sya'bi tentang hadits yang sama dengan hadits Abu Ubaidah dari Abu Al-Ash.
Ibnu Ishaq berkata: Di antara tawanan yang dibebaskan tanpa uang tebusan yang nama-namanya disebutkan kepada kami adalah sebagai berikut:
Dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf ialah Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' bin Abdul Uzza bin Abdu Syams bin Abdu Manaf. Ia dibebaskan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam setelah Zainab binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus orang untuk menebusnya.
 
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah adalah: Al-Muthalib bin Hanthab bin Al-Harts bin Ubaid bin Umar bin Makhzum. Ia ditawan di Bani Al-Harits. kemudian mereka membebaskannya, dan ia menyusul kaumnya.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Muthalib bin Hanthab ditawan oleh Khalid bin Zaid yang tidak lain adalah Abu Ayyub Al-Anshari, saudara Bani An-Najjar.
Shaifi bin Abu Rifa'ah bin Aidz bin Abdullah bin Umar bin Makdzum. Selama dia ditawan, ia dibiarkan bebas namun tetap dalam pengawasan para sahabat. Ketika tidak ada orang yang menebus Shaifi bin Abu Rifa'ah, para sahabat membuat perjanjian dengannya agar ia mengirim orang untuk menebus dirinya. Lalu para sahabat membebaskannya, namun ia tidak memberikan apa-apa pada mereka. Tentang hal tersebut, Hassan bin Tsabit berkata:
Shaifi tidak menetapi amanahnya
Ia laksana tengkuk serigala yang kelelahan di sebuah sumber air

Abu Azzah Amr bin Abdullah bin Utsman bin Uhaib bin Hudzafah bin Jumah. Ia seorang miskin yang mempunyai banyak anak perempuan. Ia berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, engkau telah mengetahui kalau aku tidak mempunyai uang, seorang miskin, dan mempunyai tanggungan anak-anak perempuan yang banyak. Oleh karena itu, bebaskanlah diriku!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membebaskannya, dan membuat perjanjian dengannya agar ia tidak membantu siapa pun untuk memerangi beliau. Tentang hal ini, Abu Azzah berkata memuji Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan menyebutkan keutamaan beliau di tengah kaumnya:
Siapakah yang bisa menyampaikan pesanku kepada Rasul Muhammad? Bahwa engkau adalah benar dan seorang raja yang terpuji
Engkau lelaki yang mengajak kepada kebenaran dan petunjuk Engkau saksi dari Allah Yang Mahaagung
Engkau orang yang memperoleh kedudukan tinggi di kalangan kami
Dalam derajat yang mudah dan tinggi Barangsiapa yang engkau perangi, ia tentara yang sengsara Barangsiapa yang engkau berdamai dengannya, ia orang yang bahagia
Namun, bila disebut Badar dan para pelaku Perang Badar Kembali rasa sedih dan duka menyelinap dalam dadaku
Ibnu Hisyam berkata: Jumlah tebusan orang-orang musyrikin ketika itu ialah empat ribu hingga seribu dirham per satu tawanan lelaki, kecuali tawanan yang tidak mempunyai apa-apa, maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membebaskannya tanpa uang tebusan.



Umair bin Wahb Masuk Islam


Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair ia berkata: Setelah orang-orang Quraisy mengalami kekalahan telak di Perang Badar, Umair bin Wahb Al-Jumahi duduk berdua dengan Shafwan bin Umayyah di dekat Hijr. Umair bin Wahb adalah salah satu setan Quraisy, termasuk orang yang menyakiti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya, serta para sahabat di berondong kesusahan darinya ketika mereka tinggal di Makkah. Anak Umair bin Wahb yang bernama Wahb bin Umair termasuk dalam salah satu tawanan kaum Muslimin.
 
Ibnu Hisyam berkata: Wahb bin Umair ditawan Rifa'ah bin Rafi', salah seorang dari Bani Zuraiq.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair yang berkata: Umair bin Wahb teringat akan orang-orang Quraisy yang tewas dan menjadi penghuni sumur di Badar dan apa yang menimpa mereka dari kekalahan. Shafwan bin Umayyah berkata: "Demi Allah, tidak ada kebaikan dalam hidup ini setelah mereka tiada." Umair bin Wahb berkata kepada Shafwan bin Umayyah: "Demi Allah, engkau berkata benar. Demi Allah, bila aku tidak mempunyai utang yang harus aku bayar, dan tidak mempunyai beban keluarga yang membuatku takut jika aku tinggalkan mereka menjadi miskin, niscaya aku akan pergi kepada Muhammad kemudian aku bunuh dia. Karena sesungguhnya aku memiliki banyak alasan untuk itu. Anakku berada di tangan mereka sebagai tawanan perang."
Shafwan bin Umayah melihat ada sebuah kesempatan pada ucapan Umair bin Wahb tersebut, maka ia gunakan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya kemudian ia berkata: "Utangmu aku yang akan membayarnya hingga lunas. Dan beban keluargamu menjadi bebanku dan aku akan membantu mereka sepanjang hidup mereka. Tidak ada sesuatu yang bisa mencegahku dan menjadikanku lemah untuk mengurusi mereka." Umair bin Wahb berkata kepada Shafwan bin Umayyah: "Rahasiakan kesepakatan kita ini dari orang lain." Shafwan bin Umayyah menjawab: "Ya!"
Lalu Umair bin Wahb meminta salah seorang dari keluarganya mengambilkan pedangnya, ia pun mengasahnya dan memberinya racun kemudian dia berangkat menuju Madinah. Saat itu Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berada di tengah kumpulan beberapa sahabat yang sedang memperbincangkan Perang Badar, kemuliaan yang Allah berikan kepada mereka, dan tentang musuh yang Allah perlihatkan kepada mereka.
Tiba-tiba Umar bin Khaththab melihat Umair bin Wahb datang dengan menghunus pedang kemudian berhenti dan berdiri di ambang pintu masjid. Umar bin Khaththab berkata: "Inilah dia anjing dan musuh Allah, Umair bin Wahb. Demi Allah, ia tidak datang ke sini kecuali dengan maksud jahat. Dialah yang menghasut orang-orang untuk berbuat jahat terhadap kita, dan memberitahu akan jumlah kita di Perang Badar kepada orang-orang Quraisy." Umar bin Khaththab masuk menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata kepada beliau: "Wahai Nabi Allah, inilah musuh Allah Umair bin Wahb datang dengan menghunus pedangnya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perintahkan dia masuk menemuiku!" Umar bin Khaththab pergi sambil membawa tali busur pedangnya lalu mengalungkannya ke leher Umair bin Wahb. Umar bin Khaththab berkata kepada beberapa sahabat dari kaum Anshar: "Masuklah kalian kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan duduklah di depan beliau. Hati-hatilah kalian terhadap orang jahat ini, karena sesungguhnya orang ini tidak bisa dipercaya." Kemudian Umar bin Khaththab masuk ke tempat Rasulullah Shal¬lalahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa Umair bin Wahab.
Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat Umair bin Wahb, dan Umar bin Khaththab memanggul pedangnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Umar, turunkan pedangmu. Hai Umair mendekatlah kepadaku!" Umair bin Wahb pun mendekat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, kemudian Umair bin Wahb berkata: 'An 'imuu shahahan (Selamat Pagi) - ini adalah ucapan salam pada zaman Jahiliyah.' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Umair, sesungguhnya Allah telah memuliakan kami dengan ucapan salam yang lebih baik daripada salammu. Yaitu ucapan salam para penghuni surga." Umair bin Wahb berkata: "Demi Allah, wahai Muhammad, sesungguhnya aku orang baru dalam hal tersebut." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Umair bin Wahb: "Wahai Umair, apa yang membuatmu datang kemari?"Umair bin Wahb menjawab: "Aku datang kepada kalian demi tawanan yang ada di tangan kalian. Berbuat baiklah kepadanya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Lalu mengapa
 
mesti ada pedang terhunus di atas pundakmu?" Umair bin Wahb menjawab: "Semoga Allah menjelek- jelekkan pedang ini di antara pedang lainnya. Apakah pedang ini bisa memberikan suatu mamfaat padamu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Umair bin Wahb: "Katakan sejujurnya kepadaku kenapa engkau datang ke mari?" Umair bin Wahb menjawab: "Aku datang ke mari hanya demi tujuan tersebut." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: Tidak! engkau telah duduk bersama Shafwan bin Umayyah di dekat Hijr, lalu kalian berdua membahas tentang orang- orang Quraisy yang tewas di Perang Badar dan menjadi penghuni sumur, lalu engkau berkata: 'Seandainya aku tidak mempunyai hutang yang harus aku lunasi, dan tanggungan anak-anak, pasti aku pergi ke Madinah kemudian aku bunuh Muhammad. Lalu Shafwan bin Umayyah menanggung hutangmu, dan anak-anak tanggunganmu dan sebagai gantinya engkau membunuhku untuknya. Hanya saja Allah menghalangimu."
Umair bin Wahb berkata: "Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah. Wahai Rasulullah, dulu kami mendustakan berita langit yang engkau bawa kepada kami, dan yang diturun kepadamu dari Wahyu. Dan tidak ada satu pun yang tahu tentang rencana pembunuhan ini kecuali aku dan Shafwan bin Umayyah. Demi Allah. Aku tahu bahwa tidak ada yang bisa memberitahukan rencana ini kepadamu kecuali Allah. Segala puji bagi Allah yang telah memberiku Hidayah kepada Islam, dan menuntunku ke jalan ini." Setelah itu, Umair bin Wahb bersaksi dengan kesaksian yang benar.' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada para sahabatnya: "Ajarilah saudara kalian ini tentang masalah- masalah agamanya, bacakan Al-Qur'an kepadanya, dan bebaskan tawanannya!" Para sahabat melaksanakan perintah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Umair bin Wahb berkata: "Wahai Rasulullah, dulu aku berusaha keras untuk memadamkan cahaya Allah, dan amat kejam terhadap orang yang memeluk agama -Nya. Kini izinkanlah aku untuk kembali pulang ke Makkah, lalu aku ajak orang-orang Quraisy kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada Islam. Mudah-mudahan Allah memberi Hidayah kepada mereka. Jika tidak, aku siksa mereka karena agama mereka seperti halnya dulu aku menyiksa sahabat-sahabatmu karena agama mereka." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengizinkan Umair bin Wahb pulang ke Makkah, dan ia pun pulang ke Makkah.
Ibnu Ishaq berkata: Ketika Umair bin Wahb berangkat ke Madinah. Shafwan bin Umayyah berkata kepada orang-orang Quraisy: "Bergembiralah kalian dengan kejadian yang akan datang kepada kalian pada hari-hari di mana kalian dibuat lupa akan peristiwa Perang Badar."Shafwan bin Umayyah senantiasa menanyakan kabar tentang Umair bin Wahb kepada setiap musafir, hingga suatu saat datanglah salah seorang musafir, lalu musafir tersebut menjelaskan kepadanya tentang ke Islaman Umair bin Wahb. Maka Shafwan bin Umayyah bersumpah ia tidak akan berbicara apa pun dengan Umair bin Wahb dan tidak memberikan apa pun kepadanya untuk selama-lamanya.
Ibnu lshaq berkata: Tatkala Umair bin Wahb telah tiba di Makkah, ia tinggal di sana untuk mengajak manusia kepada Islam, dan menyiksa siapa saja yang menentangnya dengan siksaan yang keras sehingga banyak yang masuk Islam berkat dakwahnya.
Ibnu Ishaq berkata: Dikatakan kepadaku bahwa salah seorang dari Umair bin Wahb atau Al-Harits bin Hisyam melihat iblis tatkala iblis itu mundur pada saat Perang Badar. Iblis tersebut berkata: "Kemana kau pergi wahai Suraqah?" Kemudian Iblis turun ke bumi dan lenyap pergi. Mengenai hal ini, Allah menurunkan ayat:
 
 

Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: "Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungan' (QS. al-Anfal: 48).
Pada ayat di atas, Allah menjelaskan tentang tipu daya (istidraj) iblis kepada orang- orang musyrikin Quraisy, dan penyerupaan dia menjadi seperti Suraqah bin Malik bin Ju'syum ketika mereka ingat perang yang terjadi antara mereka melawan Bani Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah. Allah Ta'ala berfirman.


Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan) (QS. al- Anfal: 48). Yakni, musuh Allah iblis melihat tentara-tentara Allah dari para malaikat yang dengannya Allah menolong Rasul-Nya dan kaum Muslimin dalam menghadapi musuh-musuh Allah. Allah berfirman:


setan itu balik ke belakang seraya berkata: "Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat" (QS. al-Anfal: 48).
Musuh Allah iblis itu berkata benar di mana ia bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat orang-orang musyrikin Quraisy. Iblis berkata:


sesungguhnya saya takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksa-Nya (QS. al-Anfal: 48).
Ibnu lshaq berkata: Disebutkan kepadaku bahwa orang-orang Quraisy melihat iblis itu di setiap tempat dalam rupa seperti Suraqah bin Malik. Oleh sebab itulah mereka mempercayainya. Tatkala Perang Badar berlangsung dan pada saat kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan, iblis balik ke belakang, lalu meninggalkan mereka setelah berhasil membujuk mereka dan menyerahkan mereka kepada kaum Muslimin.
 
Orang-orang Quraisy Pemberi Makan Jamaah Haji


Ibnu lshaq berkata: Para pemberi makan jamaah haji dari orang-orang Quraisy, kemudian dari Bani Hasyim bin Abdu Manaf adalah Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim.
Dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah Utbah bin Rabi'ah bin Abdu Syams.
Dari Bani Naufal bin Abdu Manaf adalah Al-Harits bin Amir bin Naufal dan Thu'aimah bin Al-Harits bin Naufal, mereka berdua saling bergantian.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza adalah Abu Al-Bakhtari bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad dan Hakim bin Hizam bin Khuwailid bin Asad, mereka berdua saling bergantian.
Dari Bani Abduddar bin Qushay adalah An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah bin Alqamah bin Abdu Manaf bin Abduddar.
Ibnu Hisyam berkata: Ada juga yang mengatakan bahwa An-Nadhr adalah anak Al-Harits bin Alqamah bin Abdu Manaf binAbduddar.
Ibnu lshaq berkata: Dari Bani Makhzum bin Yagdzhah adalah Abu Jahal bin Hisyam bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Dari Bani Jumah adalah Umayyah bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah.
Dari Bani Sahm bin Amr adalah Nubaih dan Munabbih. Keduanya anak Al-Hajjaj bin Amir bin Hudzaifah bin Sa'ad bin Sahm, dan mereka berdua saling bergantian.
Dari Bani Amir bin Luay adalah Suhail bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir.



Nama-nama Kuda Kaum Muslimin di Perang Badar


Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang ulama berkata kepadaku bahwa kuda-kuda kaum Muslimin di Perang Badar ialah sebagai berikut:
Kuda milik Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi yang bemama As-Sabal.
Kuda milik Al-Miqdad bin Amr bin Al-Bahrani yang bemama Ba'zajah, ada juga menamakannya Sabhah.
Kuda milik Zubair bin Awwam yang bernama Al-Ya'sub.
Ibnu Hisyam berkata: Kuda-kuda kaum musyrikin ada seratus ekor.




Turunnya Surat Al-Anfaal
 
Ibnu Ishaq: Setelah permasalahan Perang Badar selesai, Allah Yang Mahatinggi menurunkan surat Al- Anfal secara keseluruhan tentang Perang Badar. Di antara ayat di surat Al-Anfal yang turun adalah tentang perselisihan kaum Muslimin tentang rampasan perang ketika mereka memperselisihkannya. Allah berfirman:


Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang- orang yang beriman." (QS. al-Anfal: 1),
Apabila Ubadah bin Ash-Shamit --sebagaimana dituturkan kepadaku-- ditanya mengenai surat Al- Anfal, ia berkata: Surat Al-Anfal ini diturunkan kepada kami, para mujahidin Perang Badar pada saat kami berselisih pendapat tentang harta rampasan perang di Perang Badar, lalu Allah mencabut rampasan perang tersebut dari tangan kami --tatkala akhlak kami rusak--, dan Allah mengembalikannya kepada Rasul-Nya, yang kemudian membagi-bagikannya kepada kami secara merata. Pada hal demikian itu terdapat ketakwaan dan ketaatan kepada Allah, ketaatan kepada Rasul- Nya, dan perbaikan hubungan di antara kami.
Setelah itu Allah Yang Mahatinggi menerangkan tentang para sahabat, dan perjalanan mereka bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tatkala mereka mengetahui bahwa orang-orang Quraisy berangkat kepada mereka. Tadinya kaum Muslimin hanyalah menginginkan kafilah dagang Abu Sufyan karena mereka ingin mendapatkan harta rampasan, lalu Allah Ta'ala berfirman:


Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (QS. al-Anfal: 5-6).
Yakni, mereka tidak menghendaki berperang dengan orang-orang Quraisy, dan tidak menginginkan keberangkatan orang-orang Quraisy pada saat berita tentang orang-orang Quraisy disampaikan kepada mereka.
 
Allah Ta'ala berfirman:


Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yangkamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu (QS. al-Anfal: 7).
Yakni, para sahabat menginginkan rampasan perang bukan perang itu sendiri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir, (QS. al-Anfal: 7).
Yakni,menghancurkan orang-orang kafir melalui pertempuran yang membinasakan pemuka-pemuka Quraisy, dan pemimpin-pemimpin mereka di Perang Badar.
Kemudian Allah Subhananu wa ta'ala berfirman:


(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu (QS. al-Anfal: 9).
Yakni, takala mereka berdoa setelah mengetahui begitu banyaknya jumlah musuh, dan sedikitnya jumlah mereka.
Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


lalu diperkenankan-Nya bagimu (QS. al-An¬fal: 9).
Yakni, berkat doa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan doa kalian. Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

 
"Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut" (QS. al-Anfal: 9).
Setelah itu Allah Subhanu wa Ta'ala berfirman:


(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman dari- pada-Nya (QS. al-Anfal: 11).
Yakni, tatkala Aku membuat kalian mengantuk, kemudian kalian tidur tanpa ada rasa takut sedikit pun. Lalu Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman:


dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit (QS. al-Anfal: 11).
Yakni, hujan yang turun pada mereka di malam hari dimana dengan hujan tadi Allah menjadikan orang-orang musyrikin tidak mampu mendahului kaum muslimin tiba di air Badar, dan Allah memudahkan perjalanan kaum Muslimin ke air Badar.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman:


untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu). (QS. al-Anfal: 11).
Yakni, untuk menyingkirkan dari kalian keragu-raguan setan. Allah menjadikan musuh mereka takut kepada mereka, dan menjadikan bumi keras dan padat bagi mereka sehingga mereka dapat mendahului musuh tiba lebih awal dengan mudah di tempat mereka.
Lalu Allah Ta 'ala berfirman:


(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang- orangyang telah beriman." (QS. al-Anfal: 12). Yakni, bantulah orang-orang beriman!
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
 
     

Kelak akan Aku timpakan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul- Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. Itulah (hukum duniayang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) adzab neraka. ' (QS. al-Anfal: 12-14).
Lalu Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perangatau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (QS. al-Anfal: 15-16).
Ayat di atas adalah dorongan Allah kepada kaum Muslimin dalam menghadapi orang-orang Quraisy, supaya mereka tidak kabur saat berhadapan dengan orang-orang Quraisy, karena Allah berjanji akan memberi kemenangan kepada mereka.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman tentang pelemparan kerikil yang dilakukan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan tangannya kepada orang-orang Quraisy ketika beliau melempar mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

 
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (QS. al-Anfal: 17).
Yakni, engkau tidak akan bisa melempar mereka jika Allah tidak memberikan pertolongan dengan lemparan tersebut, dan jika Allah tidak melemparkannya ke dada-dada musuhmu di saat Allah menjadikan kekalahan atas mereka.
Setelah itu AllahTa'ala berfirman:


(Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Anfal: 17).
Hal ini dimaksudkan agar kaum Mukminin mengetahui nikmat Allah pada mereka, yakni memberi mereka kemenangan, kendati jumlah mereka sedikit, juga agar mereka mengetahui hak Allah, lalu mereka mensyukuri nikmat-Nya pada mereka.
Lalu Allah Ta'ala berfirman:


Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepadamu; (QS. al-Anfal: 19).
Yaitu ucapan Abu Jahal: Ya Allah, orang yang telah memutus tali persaudaraan, dan datang dengan sesuatu yang tidak kami ketahui, binasakan dia pada pagi ini!'
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


dan jika kamu berhenti; maka itulah yang lebih baik bagimu; (QS. al-Anfal; 19).
Firman di atas ditujukan kepada orang-orang Quraisy. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (pula); '(QS. al-Anfal: 19).
 
Yakni, yang sama dengan apa yang Kami timpakan kekalahan pada kalian pada Perang Badar. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahaya pun, biar pun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman (QS. al-Anfal: 19).
Yakni, sesungguhnya jumlah kalian yang banyak tidak memberi guna apa pun bagi kalian, karena Aku bersama dengan kaum Mukminin, dan Aku menolong mereka dalam menghadapi siapa saja yang menentang mereka.
Lalu Allah Ta'ala berfirman:


Hai orang-orangyang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya) (QS. al-Anfal: 20).
Yakni, wahai orang-orang beriman, kalian jangan menentang perintah Allah, padahal kalian mendengar firman-Nya, dan mengklaim bahwa kalian berasal dari-Nya.


dan janganlah kamu menjadi sebagai orang-orang (munafik) yang berkata: "Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan. (QS. al-Anfal: 21).
Yakni, seperti orang-orang munafik yang menampakkan ketaatan kepada Allah, padahal sebenarnya mereka menyembunyikan kemaksiatan kepada-Nya.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman:


Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. (QS. Al-Anfal: 22)
 
Yakni, orang-orang munafik yang Aku larang kalian menjadi seperti mereka., karena mereka tuli terhadap kebaikan dan bisu akan kebenaran. Mereka tidak berakal dan tidak mengetahui hukuman yang ditimpakan kepada mereka.
Kemudian Allah Ta ala berfirman:


Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. (QS. al-Anfal: 23).
Yakni, Kami pasti menembuskan ucapan mereka kepada mereka ucapan yang diucapkan mulut mereka, namun hati mereka mengingkari ucapan mereka.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman: Dan andaikata mereka keluar bersamamu,


niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). " (QS. al-Anfal: 23).
Yakni, mereka tidak memenuhi janji mereka kepada kalian. Lalu Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan. (QS. al-Anfal; 24).
Yakni, jawablah panggilan perang di mana Allah memuliakan kalian dengannya di mana sebelumnya kalian hina, Allah menguatkan kalian dengannya dimana sebelumnya kalian lemah, dan Allah melindungi kalian dengannya dimana sebelumnya mereka mengalahkan kalian.
Lalu Allah Ta'ala berfirman:
 
     

Dan ingatlah (haipara muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah- amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. al-Anfal: 26-27).
Yakni, janganlah kalian menampakkan kepada Allah kebenaran yang dengannya Allah ridha kepada kalian, lalu kalian membangkang kebenaran itu secara diam-diam, karena itu adalah kebinasaan bagi kalian, dan pengkhianatan terhadap diri kalian.
Lalu Allah berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. al-Anfal: 29).
Maksud Furqaan pada ayat di atas ialah lini demarkatif antara kebenaran dan kebatilan. Dengannya, Allah memenangkan hak kalian, dengannya la memadamkan kebatilan orang yang menentang kalian. Kemudian Allah Ta 'ala mengingatkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tentang nikmat-Nya kepada beliau, ketika orang-orang Quraisy membikin makar, mereka mau membunuh, menahan beliau di Makkah, atau mengusirnya dari Makkah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu
 
daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (QS. al-Anfal: 30).
Yakni, lalu Aku patahkan tipu-daya mereka dengan tipu daya-Ku yang dahsyat, sehingga Aku melepaskanmu dari mereka. Lalu Allah menyebutkan permohonan orang-orang di saat mereka berkata:


"Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau". (QS. al-Anfal: 32).
Yakni, ia adalah ajaran yang dibawa Muhammad. Mereka berkata:


maka hujanilah kami dengan batu dari langit (QS. al-Anfal: 32).
Yakni, hujanilah kami dengan batu dari langit seperti Engkau menghujani kaum Luth dengan batu. Mereka berkata:


Atau datangkanlah kepada kami adzab yang pedih (QS. al-Anfal: 32).
Yakni, datangkan kepada kami sebagian adzab yang Engkau turunkan kepada umat-umat sebelum kami. Mereka berkata: "Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa kami, tatkala kami mohon ampunan kepada-Nya, dan Allah tidk akan menyiksa suatu kaum selama Nabi mereka masih bersama mereka, kecuali jika mereka mengusir Nabi mereka. Itulah perkataan mereka di hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya, mengingatkannya tentang kepandiran mereka, tentang permohonan mereka untuk diri mereka, dan Allah memberi tahu beliau tentang kejelekan perbuatan mereka:
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami adzab yang pedih. (QS. al-Anfal: 32).
Yakni, perkataan mereka: Kita memohon ampunan, karena Muhammad ada di tengah-tengah kita. Allah Ta'ala berfirman:

Kenapa Allah tidak mengadzab mereka.. (QS. al-Anfal: 34).
 
Yakni, mengapa Allah tidak akan mengadzab mereka, meskipun engkau (Muhammad) ada di tengah- tengah mereka, dan kendati mereka meminta ampunan sebagaimana yang mereka ucapkan?
Allah Ta'ala berfirman:


padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil haram.. (QS. al-Anfal: 34).
Yakni, padahal mereka menghalang-halangi orang yang beriman kepada Allah dan orang yang menyembah-Nya, yaitu engkau dan orang-orang yang mengikutimu untuk mendatangi Masjidil Haram?
Allah Ta'ala berfirman:


dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang-orang yang berhak menguasai (nya), hanyalah orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (QS. al- Anfal: 34).
Yang dimaksud dengan orang-orang yang bertakwa pada ayat di atas ialah orang-orang yang mengharamkan apa yang Allah haramkan, dan menunaikan shalat di Masjidil Haram, yaitu engkau dengan orang-orang yang beriman kepadamu.
Allah Ta'ala berfirman:


shalat mereka di sekitar Baitullah itu, lain ti- dak hanyalah siul-siul dan tepukan tangan.. (QS. al-Anfal: 35).
Yakni, ibadah mereka yang seperti itu sama sekali tidak Allah ridhai bukan pula ibadah yang Dia wajibkan dan diperintahkan kepada mereka. Allah Ta'ala berfirman:


Maka rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu. '(QS. al-Anfal; 35).
Yakni, rasakanlah pembinasaan yang Allah jatuhkan kepada kalian di Perang Badar.
 
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair berkata kepadaku dari ayahnya, Abbad dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata: "Jeda jarak antara turunnya ayat,


'Hai orang yang berselimut (Muhammad), (QS. al-Muzzammil: 1) dengan ayat,


'Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar. Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang bernyala-nyala, dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan adzab yang pedih. ' (QS. al-Muzzammii: 11-13).
Tidaklah lama, hingga Allah menimpakan kekalahan telak dan memalukan pada orang-orang Quraisy di Perang Badar.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah Ta'ala berfirman:


Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan, (QS. al-Anfal: 36).
Yang dimaksud orang-orang kafir pada ayat di atas ialah mereka yang pergi kepada Abu Sufyan bin Harb, dan kepada orang- orang kaya Quraisy di kafilah dagang Abu Sufyan bin Harb. Mereka meminta Abu Sufyan bin Harb, dan orang-orang kaya Quraisy untuk mendukung mereka dalam memerangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, lalu Abu Sufyan bin Harb dan orang-orang kaya Quraisy mengabulkan permintaan mereka.
Allah Ta'ala berfirman:
 
 

Katakanlah kepada orang-orangyang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi (QS. al-Anfal: 38).
Yakni mereka kembali memerangimu, wahai Muhammad. Allah berfirman:


sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu (QS. al- Anfal: 38).
Orang-orang terdahulu yang dimaksud pada ayat di atas ialah orang-orang yang telah terbunuh di Perang Badar dari mereka.
Allah Ta 'ala berfirman:


Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (QS. al-Anfal: 39).
Yakni, perangilah mereka agar tidak lagi ada orang Mukmin yang dipaksa keluar dari agamanya dan tauhid hanya untuk Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan semua tuhan-tuhan tandingan selain Allah dihilangkan.
Allah berfirman:


Dan jika mereka berpaling (QS. al-Anfal: 40).
Yakni, apabila mereka berpaling dari perintahmu dan memilih kekafiran:
 
 

maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong (QS. al-Anfal: 40).
Yakni, ketahuilah bahwa Allah adalah pelindung yang memuliakan dan menolong kalian di Perang Badar atas mereka, kendati jumlah mereka jauh lebih banyak, sementara jumlah kalian jauh lebih sedikit.
Kemudian Allah memaparkan kepada kaum Muslimin tentang pembagian harta rampasan, dan hukumnya setelah Allah menghalalkannya bagi mereka. Allah Ta'ala berfirman:


Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Anfal: 41).
Hari Furqaan yang dimaksud pada ayat di atas adalah hari di mana pada hari tersebut Aku memisahkan antara kebenaran dengan kebatilan dengan kekuatan-Ku, yaitu hari pertemuan dua kubu; kubu dari kalian dan kubu mereka. Lalu Allah Ta'ala berfirman:


(Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kamu.. (QS. al-Anfal: 42).
Maksud kafilah pada ayat di atas adalah kafilah dagang Abu Sufyan bin Harb di mana kalian keluar dari Madinah untuk merampasnya, dan mereka keluar untuk melindungi kafilah dagang tersebut tanpa ada kesepakatan sebelumnya baik dengan mereka ataupun dengan kalian.
 
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu... (QS. al-Anfal: 42).
Yakni apabila perang itu dilakukan melalui kesepakatan antara kalian dengan mereka, lalu kalian tahu jumlah mereka yang banyak sementara jumlah kalian sedikit, pasti kalian tidak akan berani berperang dengan mereka.


Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan (QS. al-Anfal: 42).
Yakni, agar Allah melaksanakan apa yang Dia kehendaki seuai dengan ketentuan-Nya, yakni memuliakan Islam dan umatnya serta menghinakan kekafiran dan orang-orang kafir tanpa adanya kontribusi dari kalian. Lalu Allah melaksanakan apa yang Dia kehendaki dengan kebaikan-Nya.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. al- Anfal: 42).
Yakni, supaya kafirlah orang yang kafir itu setelah dipaparkan pada mereka Hujjah dari ayat-ayat Allah dan ibrah-Nya, dan berimanlah orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah dan ibrah-Nya.
Setelah itu Allah menyebutkan kebaikan Allah kepada Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam dan rencana-Nya untuk beliau.
Allah Ta'ala berfirman.


(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi
 
gentar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati (QS. al-Anfal: 43).
Apa yang diperlihatkan Allah dalam mimpi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam adalah salah satu nikmat-Nya kepada kaum Muslimin. Dengan nikmat tersebut, Allah mendorong mereka untuk menghadapi mu- suhnya dan Allah cabut ketakutan dari mereka karena kelemahan mereka, karena Allah mengetahui apa saja yang ada pada diri mereka.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman


Dan ketika Allah menampakkan mereka kepada kamu sekalian, ketika kamu berjumpa dengan mereka berjumlah sedikit pada penglihatan matamu dan kamu ditampakkan-Nya berjumlah sedikit pada penglihatan mata mereka, karena Allah hendak melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan. Dan hanya kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. (QS. al-Anfal: 44).
Yakni, supaya Allah mempertemukan di antara kedua kubu tersebut dalam sebuah peperangan sebagai tempat balas dendam terhadap orang-orang yang Allah kehendaki balas dendam terhadapnya, dan memberi nik¬mat kepada orang-orang yang Allah kehendaki menyempurnakan nikmat-Nya kepada mereka, yaitu wali-wali-Nya.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menasihati, mengajari kaum muslimin, dan menjelaskan kepada mereka tentang sikap yang seyogyaya mereka laksanakan dalam perang mereka. Allah Ta'ala berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh),.  (QS. al-An- fal: 45).
Yakni, apabila kalian memerangi mereka di jalan Allah. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman


maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (QS. al-Anfal: 45).
Dan demi Dia yang kalian mengorbankan nyawa kalian, dan menepati janji baiat yang pernah kalian berikan kepada-Nya. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:
 
 

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar  (QS. al-Anfal 46).
Yakni, janganlah kalian saling silang sengketa antara sesama kalian yang hanya akan mengakibatkan persatuan kalian menjadi tercabik-cabik.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Dan hilang kekuatanmu.    (QS. al-Anfal: 46).
Yakni, hilang wibawa kalian.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman


dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orangyang sabar (QS. al-Anfal: 46).
Yakni, Aku bersama kalian jika kalian melaksanakan perintah-Ku tersebut. Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) darijalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. (QS. al-Anfal: 47).
Yakni, janganlah kalian menjadi laksana Abu Jahal beserta teman-temannya yang berkata: 'Kita tidak akan pulang hingga tiba di Badar. Di sanalah kita sembelih unta, kita adakan pesta minuman keras, para pelayan wanita bernyanyi untuk kita sementara orang-orang Arab mendengar siapa kita yang sebenarnya. ' Yakni, janganlah terjadi riya' dan sum'ah dalam urusan kalian. Jangan pula mempunyai sifat dengki. Namun niatkan itu semata-mata karena Allah, dan mengharap pertolongan-Nya kepada agama kalian dan membela Nabi kalian. Janganlah beramal, kecuali karena tujuan tersebut, janganlah bertujuan selain tujuan tersebut.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
 
     

Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: "Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu." Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata: "Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah." Dan Allah sangat keras siksa-Nya. (QS. al-Anfal: 48).
Ibnu Hisyam berkata: Sebelum ini tafsir ayat ini telah kita bahas.
Lalu Allah sebutkan tentang orang-orang kafir, dan apa yang mereka jumpai pada saat mereka meninggal dunia. Allah menyifati mereka dengan sifat mereka. Allah jelaskan tentang mereka kepada Nabi-Nya hingga hingga pada firman-Nya:


Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. al-Anfal: 57).
Yakni, habisilah mereka dari belakang supaya mereka bisa berpikir. Lalu Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman:


Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda- kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan) (QS. al-Anfal: 60).
Yakni, ganjaran kalian di sisi Allah Ta'ala dan menyegerakan penggantinya di dunia. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:
 
 

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya    (QS. al-Anfal: 61).
Yakni, jika mereka mengajakmu berishlah untuk Islam atas Islam maka berishlahlah dengan Islam itu. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Dan bertawakkallah engkau kepada Allah (QS. al-Anfaal: 61) sesungguhnyaa Allah memberi jaminan padamu..


Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Anfal: 61).
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu) (QS. al-Anfal: 62).
Yakni, Allah berada di belakangmu mendukung itu semua. Lalu Allah Ta'ala berfirman:


Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu'min, (QS. al-Anfal: 62).
Yakni, Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dimana sebelumnya engkau lemah. Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). (QS. al-Anfal 63).
Yakni, Dia yang mempersatukan hati orang-orang beriman di atas petunjuk yang Engkau bawa dari Allah kepada mereka.
 
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Anfal: 63).
Yakni, Allah telah menyatukan hati mereka dengan agama-Nya, dan mengumpulkan mereka di atas agama itu.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu. Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang- orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (QS. al-Anfal: 64-65).
Yakni, orang-orang kafir itu berperang tidak berdasarkan keikhlashan, tidak berdasar- kan kebenaran, dan tidk berlandadkan atas pengetahuan baik dan buruk.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih berkata kepadaku dari Atha bin Rabah dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma yang berkata: Pada saat ayat di atas turun, kaum Muslimin merasa keberatan dan mereka beranggapan bahwa dua puluh oran mukmin tidak mungkin mampu berperang melawan dua ratus orang dari kaum musyrikin, dan seratus dari mereka tidak mungkin dapat berperang melawan seribu orang musyrikin. Lalu Allah memberikan keringanan kepada mereka, dan ayat tersebut di nasakh dengan ayat berikutnya:

 
Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Makajika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. al- Anfal: 66).
Ibnu Ishaq berkata: Setelah turunnya ayat tadi maka apabila jumlah kaum Muslimin adalah setengahnya dari jumlah musuh mereka, mereka tidak boleh kabur dari musuh. Jika jumlah mereka di bawah jumlah musuh, maka tidak wajib memeranginya dan diperbolehkan menghindar dari mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Allah menegur Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam masalah tawanan dan pengambilan rampasan perang, karena sebelumnya tidak ada seorang pun nabi yang memakan rampasan perang dari musuhnya.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad Abu Ja'far bin Ali bin Al-Husain berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Aku ditolong dengan rasa takut (yang ditanamkan dalam jiwa musuh). Bumi dijadikan sebagai masjid dan suci untukku. Aku dikaruniai perkataan yang simple tapi padat. Dihalalkan bagiku rampasan perang dan sebelumnya rampasan perang tidak dihalalkan kepada seorang nabi pun. Aku diberi syafa'at. Lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku.88


Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Tidak patut, bagi seorang Nabi... (QS. al-An- fal: 67). Yakni, nabi sebelum kamu.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman


mempunyai tawanan... (QS. al-Anfal: 67). Yakni, tawanan dari musuhnya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi.. (QS. al-Anfal:67). Yakni, membuat musuhnya terjepit dan mengusirnya.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
 
 

Kamu menghendaki harta benda duniawi. (QS. al-Anfal: 67). Harta benda duniawi ialah harta benda dan uang tebusan para tawanan perang.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. al-Anfal: 67). Yaitu pembunuhan atas orang-orang Quraisy demi kemenangan agama yang ingin Allah tampakkan dan dengannya akhirat bisa tercapai.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. ! (QS. al-Anfal: 68).
Sesuatu yang kalian ambil dari tawanan dan rampasan perang. Maksudnya, jika tidak telah Aku tetapkan sebelumnya, bahwa Aku tidak menghukum kalian melainkan setelah adanya larangan, pastilah Aku menghukum kalian akibat apa yang kalian perbuat. Lalu Aku menghalalkan rampasan perang kepada Muhammad dan kepada mereka sebagai rahmat dan kebaikan dari Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kemudian Allah Ta'ala Subhanahu wa berfirman:


Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Anfal: 69)
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

 
Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu: "Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu." Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Anfal: 70).
Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk senantiasa menjalin hubungan dengan sesama Muslim lainnya, dan menjadikan kaum Muhajirin dan kaum Anshar sebagai wali-wali dalam agama dan bukan orang-orang selain mereka. Selain itu, Allah menjadikan orang-orang kafir itu sebagai pelindung bagi orang- orang kafir lainnya.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. al-Anfal: 73).
Yakni, apabila orang Mukmin tidak menjadikan orang Mukmin lainnya wali-wali atas dia, bahkan sebaliknya ia menjadikan orang kafir sebagai wali baginya, kendati ia mempunyai hubungan kekerabatan dengan orang Mukmin, maka akan muncullah fitnah di muka bumi. Artinya, akan terjadi kesamaran antara kebenaran dengan kebatilan, dan akan muncl kerusakan di muka bumi, karena orang Mukmin memberikan loyalitasnya kepada orang kafir dan bukan kepada orang Mukmin. Kemudian Allah mengembalikan hak waris kepada keluarga mereka yang beriman setelah sebelumnya mereka memberikannya kepada kaum Mujahirin dan kaum Anshar.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Yakni, warisan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. al-An- faal: 75).



Kaum Muslimin yang Ikut Terjun di Perang Badar
 
Ibnu Ishaq berkata: Berikut adalah nama-nama kaum Muhajirin yang ikut terjun di Perang Badar dari Quraisy kemudian dari Bani Hasyim bin Abdu Manaf, dan Bani Al-Muthalib bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah.
Muhammad Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, pemimpin para Rasul bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim, singa Allah, singa Rasul-Nya, dan paman Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Ali bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim.. Zaid bin Haritsah bin Syurahbil bin Ka'ab bin Abdul Uzza bin Umm'ul Qais Al-Kalbi, semoga Allah dan Rasul-Nya memberi karunia kepadanya.
Ibnu Hisyam berkata: Zaid ialah anak Haritsah bin Syurahbil bin Ka'ab bin Abdul Uzza bin Umru'ul Qais bin Amir bin An- Nu'man bin Amir bin Abdu Wudd bin Auf bin Kinanah bin Bakr bin Auf bin Udzrah bin Zaidullah bin Rufaidah bin Tsaur bin Kalb bin Wabrah.
Anasah, mantan budak Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Abu Kabsyah, mantan budak Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.
Ibnu Hisyam berkata: Anasah berasal dari Habasyah, sementara Abu Kabsyah berasal dari Persia.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Martsad Kannaz bin Hishn bin Yarbu' bin Amr bin Yarbu' bin Kharsyah bin Sa'ad bin Tharif bin Jillan bin Ghanm bin Ghani bin Ya'shur bin Sa'ad bin Qais bin Ailan.
Ibnu Hisyam berkata: Kannaz adalah anak dari Hushain.
Ibnu Ishaq berkata: Anak Kannaz yang bernama Martsad bin Abu Martsad, dua sekutu Hamzah bin Abdul Muthalib, Ubaidah bin Al-Harits bin Al-Muthalib, Saudara Ubaidah bin Al-Harits yang bernama Ath-Thufail bin Al-Harits, Saudara Ubaidah bin Al-Harits yang lain yang bernama Al-Hushain bin Al- Harits, Misthah. Ia bernama lengkap Auf bin Utsatsah bin Abbad bin Al-Muthalib. Jumlah seluruhnya dua belas orang lelaki.
Kaum Muhajirin dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Utsman bin Affan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams. Sebenarnya ia tidak ikut di Perang Badar karena sedang menjaga istrinya, Ruqaiyyah binti Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, tapi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memberinya satu bagian dari rampasan perang. Utsman bin Affan berkata: "Apakah aku dapat pahala juga wahai Rasulullah?" Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Engkau juga mendapatkan pahala."89 Dan Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi'ah bin Abdu Syams dan Salim mantan budak Hudzaifah.


Ibnu Hisyam berkata: Nama asli Abu Hudzaifah adalah Mihsyam.
Ibnu Hisyam berkata: Salim adalah seorang budak yang dimerdekakan tuannya {saibah) yaitu Tsubaytah binti Ya'ar bin Zaid Malik bin Al-Aus. Setelah Tsubaytah menjadikan Salim merdeka, lalu ia berikan kepada Abu Hudzaifah, maka Abu Huzaifah pun menjadikannya sebagai anak angkatnya. Dan ada yang berpendapat bahwa Tsubaytah binti Ya'ar adalah istri Abu Hudzaifah bin Utbah. Tsubaytah binti Ya'ar memerdekakan Salim dengan cara saibah. Namun ada pula yang mengatakan bahwa Salim adalah mantan budak Abu Hudzaifah.
 
Ibnu Ishaq berkata: Para ulama mengklaim bahwa Shubaih, mantan budak Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams sebenarnya telah mempersiapkan diri untuk berangkat bersama dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ke Badar namun kemudian ia jatuh sakit. Lalu ia menaikkan Abu Salamah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum ke atas untanya. Namun sesudah itu, Shubaih selalu hadir di semua perang bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Nama-nama kaum Muhajirin dari sekutu Bani Abdu Syams kemudian dari Bani Asad bin Khuzaimah ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut:
Abdullah bin Jahsy bin Ri'ab bin Ya'mur bin Shabrah bin Murrah bin Kabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad, Ukkasyah bin Mihshan bin Hurtsan bin Qais bin Murrah bin Kabir bm Ghanm bin Dudan bin Asad, Syuja' bin Wahb bin Rabi'ah bin Asad bin Shuhaib bin Malik bin Kabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad, saudara Syuja' yang bemama asli Uqbah bin Wahb, Yazid bin Ruqaisy bin Ri'ab bin Ya'mur bin Shabrah bin Murrah binKabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad, Abu Sinan bin Mihshan bin Hurtsan bin Qais. Ia adalah saudara kandung Ukkasyah bin Mihshan, Anak Sinan yang bemama Sinan bin Abu Sinan, Muhriz bin Nadhlah bin Abdullah bin Murrah bin Kabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad. Rabi'ah bin Aktam bin Sakhbarah bin Amr bin Lukaiz bin Amir bin Ghanm bin Dudan bin Asad.
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muhajirin dari sekutu Bani Kabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad yang ikut terjun pada Perang Badar ialah sebagai berikut: Tsaqfu bin Amr dan kedua saudaranya Malik bin Amr dan Mudlij bin Amr.
Ibnu Hisyam berkata: Midlaj bin Amr. Ibnu Ishaq berkata: Mereka berasal dari Bani Hajar, keluarga Bani Salim. Abu Mukhsyi sekutu mereka, jadi seluruhnya berjumlah enam belas orang.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Mukhsyi Thaai bernama asli Suwaid bin Mukhsyi.
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muhajirin dari Bani Naufaul bin Abdu Manaf yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut:
Utbah bin Ghazwan bin Jabir bin Wahb bin Nusaib bin Malik bin Malik bin Al-Harits bin Mazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan dan Khabbab, mantan budak Utbah bin Ghazwan. Total dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muhajirin dari Bani Asad bin Abdul Uzza yang ikut serta pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad, Hathib bin Abu Balta'ah, Sa'ad, mantan budak Hathib bin Abu Balta'ah. Jumlah seluruhnya tiga orang.
Ibnu Hisyam berkata: Hathib ialah anak Abu Balta'ah. Nama asli Abu Balta'ah ialah Amr. Hathib berasal dari Lakhmi, sedang Sa'ad mantan budak Hathib berasal dari Kalb.
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muhajirin dari Bani Abduddar yang ikut terjun pada Perang Badar ialah sebagai berikut: Mush'ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar bin Qushay dan Shuwaibith bin Sa'ad bin Huraimalah bin Malik bin Umailah bin As-Sabbaq bin Abduddar bin Qushay. Jumlah seluruhnya dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muhajirin dari Bani Zuhrah bin Kilab yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Abdur-rahman bin Auf bin Abdu Manaf bin Abdul Harits bin Zuhrah, Sa'ad bin Abu Waqqash. Abu Waqqash ialah Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah, saudara Sa'ad bin Abu Waqqash yang bernama asli Umair bin Abu Waqqash.
Kaum Muhaj'irin dari sekutu-sekutu Bani Zuhrah bin Kilab yang ikut terjun pada Perang Badar ialah sebagai berikut:
 
Al-Miqdad bin Amr bin Tsa'labah bin Malik bin Rabi'ah bin Tsumamah bin Mathrud bin Amr bin Sa'ad bin Zuhair bin Tsaur bin Tsa'labah bin Malik bin Asy-Syarid bin Hazl bin Qaisy bin Duraim bin Al-Qain bin Ahwad bin Bahra' bin Amr bin Alhaf bin Qudha'ah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat Hazl adalah anak Qas bin Dzar, dan Dahir bin Tsaur.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Abdullah bin Mas'ud bin AI-Harits bin Syamkhu bin Makhzum bin Shahilah bin Kahil bin Al-Harits bin Tamim bin Sa'ad bin Hudzail, Mas'ud bin Rabi'ah bin Amr bin Sa'ad bin Abdut Uzza bin Hamalah bin Ghalib bin Muhallim bin Aidzah bin Subay'i bin Al-Hun bin Khuzaimah dari Al-Qarah.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Qarah adalah julukan buat meraka. Mereka ahli dalam melempar panah.
Ibnu Ishaq berkata: Dzu Asy-Syamalain bin Abdu Amr bin Nadhlah bin Ghubsyan bin Sulaim bin Malkan bin Afsha bin Haritsah bin Amr bin Amir dari Khuza'ah.
Ibnu Hisyam berkata: Dinamakan Dzu Asy-Syamalain, karena ia seorang yang sulit hidupnya. Ia bernama asli Umair.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Khabbab bin Al-Arat. Ibnu Hisyam berkata: "Khabbab bin Al-Arat berasal dari Bani Tamim. Karena itulah, ia dinasabkan kepada Bani Tamim. Bani Tamim menetap di Kufah. Ada yang mengatakan bahwa Khabbab bin Al-Arat berasal dari Khuza'ah. Jumlah seluruhnya delapan orang.
Ibnu Ishaq berkata:Dari Bani Taim bin Murrah yang terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Abu Bakar Ash-Shiddiq. Nama lengkapnya ialah Atiq bin Ustman bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim.
Ibnu Hisyam berkata: Nama asli Abu Bakar ialah Abdullah, sementara Atiq adalah julukannya, karena wajahnya yang rupawan, dan karena seringnya ia memerdekakan budak.
Ibnu Ishaq berkata: Bilal bin Rabah, mantan budak Abu Bakar. Bilal dilahirkan di Bani Jumah. Ia dibeli Abu Bakar dari Umayyah bin Khalaf, kemudian Amir bin Fuhairah.
Ibnu Hisyam berkata: Amir bin Fuhairah dilahirkan di Bani Asad. Ia berkulit hitam, dan dibeli oleh Abu Bakar dari mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Dan Shuhaib bin Sinan dari Namir bin Qasith.
Ibnu Hisyam berkata: Namir adalah anak Qasith bin Hinbu bin Afsha bin Jadilah bin Asad bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar. Ada yang berpendapat bahwa Afsha adalah anak Du'mi bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar. Ada yang mengatakan Shuhaib adalah mantan budak Abdullah bin Jud'an bin Amr bin Kaab bin Sa'ad bin Taim. Ada juga yang berpendapat Shuhaib berasal dari Romawi. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa Shuhaib berasal dari An-Namir bin Qasith.
Ada puia yang berpendapat bahwa Shuhaib menjadi tawanan di tangan orang-orang Romawi, kemudian An-Namir bin Qasith mem- belinya dari mereka. Disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Shuhaib adalah orang Romawi yang terdepan (yang memeluk Islam).90

 
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim. Awalnya Thalhah berada di Syam. Ia tiba di Madinah setelah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kembali dari Badar. Ia berbicara dengan Rasulullah Shalalahu 'Alaihi wa Sallam, lalu beliau memberinya satu bagian dari rampasan perang. Thalhah bin Ubaidillah bertanya: "Bagaimana dengan pahalaku, wahai Rasulullah?" Rasulullah Shalallahu 'Alaihiwa Sallam bersabda: "Engkau juga memperoleh pahala." Jumlah seluruhnya lima orang.
Ibnu Ishaq berkata: Bani Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Abu Salamah bin Abdul Asad. Nama asli Abu Salamah ialah Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, Syammas bin Utsman bin Asy-Syarid bin Suwaid bin Harmi bin Amir bin Makhzum.
Ibnu Hisyam berkata: Nama asli Syammas ialah Utsman. Ia dinamakan Syammas, karena pada zaman jahiliyah ada seorang Syammas tiba di Makkah. Ia demikian rupawan. Orang-orang kagum akan kerupawanannya. Kemudian Utbah bin Rabi'ah, yang tak lain adalah paman Syammas dari jalur ibunya, berkata: "Aku akan datangkan Syammas yang lebih tampan dari Syammas yang ini." Lalu, ia pergi dan datang iagi aengan membawa anak saudara perempuannya yang bernama Utsman bin Utsman. Sejak saat itulah, Utsman bin Utsman dipanggil Syammas seperti dituturkan kepadaku oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dan para ulama lainnya.
Kemudian Al-Arqam bin Abu Al-Arqam. Nama Abu Al-Arqam ialah Abdu Manaf bin Asad. Asad dijuluki Abu Jundab bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, Ammar bin Yasir.
Ibnu Hisyam berkata: Ammar bin Yasir berasal dari Ansi dari Madhij.
Ibnu Ishaq berkata: Muattib bin Auf bin Amir bin Al-Fadhl bin Afif bin Kulaib bin Hubsyiyah bin Salul bin Ka'ab bin Amr, sekutu Bani Makhzum dari Khuza'ah. Muattib bin Auf yang biasa dipanggil dengan sebutan Aihamah. Jumlah seluruhnya lima orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Adi bin Ka'ab yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin bin Razah bin Adi dan saudara Umar bin Khaththab yang bernama Zaid bin Khaththab, Mihja', mantan budak Umar bin Khaththab. Ia berasal dari Yaman. Dialah Muslim pertama yang gugur di Perang Badar. Ia terkena lemparan anak panah.
Ibnu Hisyam berkata: Mihja' berasal dari Akka bin Adnan, Amr bin Suraqah bin Al-Mu'tamir bin Anas bin Adzat bin Abdullah bin Qarth bin Riyah bin Rizah bin Adi bin Ka'ab, saudara Amir bin Suraqah yang bemama Abdullah bin Suraqah, Waqid bin Abdullah bin Abdu Manaf bin Arin bin Tsa'labah bin Yarbu' bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid Manat bin Tamim, sekutu Bani Adi bin Ka'ab, Khauli bin Abu Khauli, sekutu Bani Adi bin Ka'ab, Malik bin Abu Khauli, sekutu Bani Adi bin Ka'ab.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Khauli berasal dari Bani Ijl bin Lujaim bin Sha'b bin Ali bin Bakr binWail.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Amir bin Rabi'ah, sekutu keluarga Khaththab. Ia berasal dari Anz bin Wail.
Ibnu Hisyam berkata: Anz adalah anak Wail bin Qasith bin Hinbu bin Afsha bin Jadilah bin Asad bin Rabi' bin Nizar. Ada yang mengatakan Afsha adalah anak Du'mi bin Jadilah.
Ibnu Ishaq berkata: Amir bin Al-Bukair bin Abdu Yalail bin Nasyib bin Ghiyarah. Ia berasal dari Bani Sa'ad bin Laits. la sekutu Bani Adi bin Ka'ab, Aqil bin Al-Bukair. Ia sekutu Bani Adi bin Ka'ab, Khalid bin Al-Bukair. Ia sekutu Bani Adi bin Ka'ab. Iyas bin Al-Bukair. Ia sekutu Bani Adi bin Ka'ab. Kemudian Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail bin Abdul Uzza bin Abdullah bin Qurth bin Riyah bin Rizah bin Adi bin Ka'ab.
 
Awalnya Sa'id bin Zaid berada di Syam. Ia tiba di Madinah setelah Rasululah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba dari Badar, kemudian Sa'id bin Zaid berbicara dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memberinya satu bagian dari rampasan perang. Sa'id bin Zaid berkata: Apakah aku juga dapat pahala wahai Rasulullah?' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, 'Engkaupun mendapat pahala juga.'91 Jumlah seluruhnya empat belas orang.


Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Jumah bin Amr bm Hushaish bin Ka'ab yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut:
Utsman bin Mazh'un bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah, Anak Utsman bin Madzh'un yang bemama As-Saib bin Utsman, dua saudara Utsman bin Mazh'un yang bernama Qudamah bin Mahz'un dan Abdullah bin Madz'un, Ma'mar bin Al-Harits bin Ma'mar bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah. Jumlah seluruhnya lima orang.
Dari Bani Sahm bin Amr yang ikut terjun di Perang Badar hanya satu orang yaitu Khunais bin Hudzafah bin Qais bin Adi bin Su'aid bin Sahm.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Amir bin Luay kemudian dari Bani Malik bin Hisl bin Amir yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Abu Sabrah bin Abu Ruhm bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl, Abdullah bin Makhramah bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik, Abdullah bin Suhail bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl. Ia berangkat bersama ayahnya, Suhail bin Amr. Ketika orang-orang Quraisy tiba di Badar, ia menemui Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kemudian terjun Perang Badar bersama Rasulullah Shalalahu 'Alaihi wa Sallam, Umair bin Auf, mantan budak Suhail bin Amr, Sa'ad bin Khaulah. Ia sekutu Bani Amir bin Luay.
Ibnu Hisyam berkata: Sa'ad bin Khaulah berasal dari Yaman. Jumlah seluruhnya lima orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Al-Harits bin Fihr yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Abu Ubadah bin al-Jarrah. Ia bernama lengkap Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits, Amr bin Al-Harits bin Zuhair bin Abu Syaddad bin Rabi'ah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin At-Harits, Suhail bin Wahb bin Rabi'ah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits, Saudara Suhail bin Wahb yang benama Shafwan bin Wahb, Amr bin Abu Sarh bin Rabi'ah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits. Total lima orang.
Ibnu Ishaq berkata: Jumlah seluruh kaum Muhajirin yang ikut terjun pada Perang Badar dan para sahabat yang diberi jatah rampasan perang dan pahala adalah berjumlah delapan puluh tiga orang.
Ibnu Hisyam berkata: Banyak ulama selain Ibnu Ishaq menambahkan Wahb bin Sa'ad bin Abu Sarh dan Hathib bin Amr ke dalam kaum Muslimin dari Bani Amir bin Luay yang terjun di Perang Badar. Mereka juga memasukkan Iyadh bin Abu Zuhair ke dalam barisan kaum Muslimin dari Bani Al-Harits bin Fihr yang hadir di Perang Badar.



Kaum Anshar dan Orang-orang yang Bersama Mereka yang Terjun Pada Perang Badar
 
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muslimin kalangan Anshar yang hadir bersama Rasulullah Shalalahu 'Alaihi wa Sallam di Perang Badar, kemudian dari Al-Aus bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr, kemudian dari Bani Abdul Asyhal bin Jusyam bin Al-Harits bin Al-Khazraj bin Amir bin Malik bin Al-Aus adalah sebagai berikut:
Sa'ad bin Muadz bin An-Nu'man bin Umru'ul Qais bin Zaid bin Abdul Asyhal,. Amr bin Muadz bin An- Nu'man bin Umru'ul Qais bin Zaid bin Abdul Asyhal, Al-Harits bin Aus bin Muadz bin An-Nu'man, Al- Harits bin Anas bin Rafi' bin Umru'ul Qais.
Dari Bani Ubaid bin Ka'ab bin Abdul Asyhal yaitu Sa'ad bin Zaid bin Malik bin Ubaid.
Dari Bani Za'ura bin Abdul Asyhal adalah sebagai berikut: Salamah bin Salamah bin Waqasy bin Zughbah, Abbad bin Bisyr bin Waqasy bin Zughbah bin Zaura, Salamah bin Tsabit bin Waqasy, Rafi' bin Yazid bin Kurz bin Sakan bin Zaura, Al-Harits bin Khazamah bin Adi bin Ubay bin Ghanm bin Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Khazraj, sekutu Bani Zaura bin Abdul Asyhal. Muhammad bin Maslamah bin Khalid bin Uday Majda'ah bin Haritsah bin Al-Harits, sekutu Bani Zaura bin Abdul Asyhal dari Bani Haritsah bin Al-Harits, Salamah bin Aslam bin Harisy bin Uday bin Majda'ah bin Haritsah bin Al-Harits, sekutu Bani Zaura bin Abdul Asyhal dari Bani Haritsah bin Al-Harits.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat bahwa Aslam adalah anak Haris bin Uday. Ibnu Ishaq: Abu Al-Haitsam bin At-Tayyahan, Ubaid bin At-Tayyahan.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Atik bin At-Tayyahan.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Sahl. Jumlah kaum Anshar lima belas orang.
Ibnu Hisyam berkata: Abdullah bin Sahl adalah saudara Bani Zaura. Ada pula yang mengatakan ia berasal dari Ghassan.
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Anshar dari Bani Zhafar kemudian dari Sawwad bin Zhafar bin Kaab -Ka'ab adalah Dzafar.
Ibnu Hisyam berkata: Zhafar adalah anak Al-Khazraj bin Amr bin Malik bin Al-Aus, yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Qatadah bin An-Numan bin Zaid bin Amir bin Sawwad dan Ubaid bin Aus bin Malik bin Sawwad. Jumlah seluruhnya dua orang.
Ibnu Hiysam berkata: Ubaid bin Aus adalah sahabat yang biasa disapa dengan nama Muqarrin, karena ia mengikat empat tawanan di Perang Badar. Pada Perang Badar, Ubaid bin Aus menawan Aqil bin Abu Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Abd bin Rizah bin Ka'ab dan sekutu mereka yang hadir di Perang Badar adalah sebagai berikut:
Nashr bin Al-Harits bin Abd., Mu'attib bin Abd. Sedangkan dari sekutu mereka dari Bali adalah Abdullah bin Thariq. Jumlah seluruhnya tiga orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Haritsah bin Al-Harits bin Al-Khazraj bin Amr bin Malik bin Al-Aus yang hadir di Perang Badar adalah sebagai berikut: Mas'ud bin Sa'ad bin Amir bin Adi bin Jusyam bin Majda'ah bin Haritsah. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang pula yang menyebutkan Mas'ud bin Abdu Sa'ad.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Absu bin Jabr bin Amr bin Zaid bin Jusyam bin Majda'ah bin Haritsah.
 
Sedangkankan dari sekutu Bani Haritsah bin Al-Harits dari Bali adalah Abu Burdah bin Niyar. Nama aslinya Hani' bin Niyar bin Amr bin Ubaid bin Kilab bin Duhman bin Ghanm bin Dzubyan bin Humaim bin Kahil bin Dzuhl bin Hunai bin Bali bin Amr bin Ilhaf bin Qudha'ah. Jumlah seluruhnya tiga orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Auf bin Amr bin Malik bin Al-Aus, kemudian dari Bani Dhubay'ah bin Zaid bin Malik bin Auf bin Amr bin Auf yang ikut serta di Perang Badar adalah sebagai berikut: Ashim bin Tsabit bin Qais. Qais adalah Abu Al-Aqlah bin Ishmah bin Malik bin Amah bin Dhubay'ah, Mu'attib bin Qusyair bin Mulail bin Zaid bin At-Aththaf bin Dhubay'ah, Abu Mulail bin Al- Az'ar bin Zaid bin Al- Aththaf bin Dhubay'ah, Amr bin Ma'bad bin Al-Az'ar bin Ziad bin Al-Aththaf bin Dhubay'ah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan Umair bin Ma'bad. Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Sahl bin Hunaif bin Wahib bin Al-Ukaim bin Tsa'labah bin Majda'ah bin Al-Harits bin Amr. Ada yang berpendapat bahwa Amr adalah Bahzaj bin Hanasy bin Auf bin Amr bin Auf. Jumlah seluruhnya lima orang.
Dari Bani Umayyah bin Zaid bin Malik: Mubasysyir bin Abdul Mundzir bin Zanbar bin Zaid bin Umayyah, Rifa'ah bin Abdul Mundzir bin Zanbar, Sa'ad bin Ubaid bin An-Nu'man bin Qais bin Amr bin Zaid bin Umayyah, Uwaim bin Sa'idah, Rafi' bin Unjadah, Unjadah adalah ibu Rafi' seperti dikatakan Ibnu Hisyam, Ubaid bin Abu Ubaid, Tsa'labah bin Hathib.
Para ulama berpendapat bahwa Abu Lubabah bin Abdul Mundzir dan Al-Harits bin Hathib keluar bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ke Badar, kemudian Rasulullah Shalalahu 'Alaihi wa Sallam memulangkan keduanya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menunjuk Abu Lubabah sebagai wakil beliau di Madinah. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam memberi kepada mereka masing-masing satu bagian dari rampasan perang bersama Mujahidin Perang Badar. Jumlah seluruhnya sembilan orang.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengembalikan keduanya dari Ar-Rauha. Hathib bin Amr bin Ubaid bin Umayyah sedangkan nama Lubabah adalah Basyir.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Ubaid bin Zaid bin Malik ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Unais bin Qatadah bin Rabia bin Khalid bin Al-Harits bin Ubaid. Sedangkan sekutu mereka dari Bali Ma'nu bin Adi bin Al-Jaddi bin Al-Ajlan bin Dhubay'ah, Tsabit bin Aqram bin Tsa'labah bin Adi bin A1 Ajlan,, Abdullah bin Salamah bin Malik Al-Harist bin Adi bin al-Ajlan, Zaid bin Aslam bin Tsa'labah bin Adi bin Al-Ajlan, Rib'i bin Rafi' bin Zaid bin Haritsah bin Al-Jaddi bin Al-Ajlan, Ashim bin Adi bin Al- Jaddi bin Al-Ajlan ikut berangkat ke Badar, namun Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memu- langkannya dan memberinya satu bagian dari rampasan perang Badar. Jumlah seluruhnya tujuh orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dri Bani Tsa'labah bin Amr bin Auf yang hadir di Perang Badar adalah sebagai berikut: Abdullah bin Jubair bin An-Nu'man bin Umayyah bin Al-Burak. Nama Al-Burak adalah Umru'ul Qais bin Tsa'labah. Ashim bin Qais.
Ibnu Hisyam berkata: Ashim adalah anak Qais bin Tsabit bin An-Nu'man bin Umayyah bin Umru'ul Qais bin Tsa'labah.
Ibnu Ishaq berkata: Dan Abu Dhayyah bin Tsabit bin An-Nu'man bin Umayyah bin Umru'ul Qais bin Tsa'labah, Abu Hannah.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Hannah adalah saudara Abu Dhayyah. Ada yang memanggilnya Abu Habbah. Imruul Qais disebut al-Burak bin Tsa'labah.
Ibnu Ishaq berkata: Salim bin Umair bin Tsabit bin Tsa'labah bin An-Nu'man bin Umayyah Umru'ul Qais bin Tsa'labah.
 
Ibnu Hisyam berkata: Tsabit bin Amr bin Tsa'tabah.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Harits bin An- Nu'man bin Umayyah bin Umru'ul Qais bin Tsa'labah, Khawwath bin Jubair bin An-Nu'man. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memberinya satu bagian dari rampasan perang bersama Mujahidin Perang Badar. Total tujuh orang.
Sementara dari Bani Jahjabah bin Kulfah bin Auf bin Amr bin Auf adalah: Mundzir bin Muhammad bin Uqbah bin Uhaihah bin Al-Julah bin Al-Harisy bin Jahjabah bin Kulfah. Ibnu Hisyam berkata: Ada pula yang berpendapat Al-Haris bin Jahjaba.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Abu Aqil bin Abdullah bin Tsa'labah bin Baihan bin Amir bin Al-Harits bin Malik bin Amir bin Unaif bin Jusyam bin Abdullah bin Taim bin Irasy. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Tamim bin Arasyah bin Amir bin Umailah bin Qasmil bin Faran bin Bali bin Amr bin Ilhaf bin Qudha'ah. Jumlah seluruhnya dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Adapun dari Bani Ghanam bin As-Salm bin Umru'ul Qais bin Malik bin Al-Aus adalah sebagai berikut: Sa'ad bin Khaitsamah bin Al-Harits bin Malik bin Ka'ab bin An-Nahhath bin Ka'ab bin Haritsah bin Ghanm, Mundzir bin Qudamah bin Ar-fajah, Malik bin Qudamah bin Arfajah.
Ibnu Hisyam berkata: Arfajah adalah anak Ka'ab bin An-Nahhath bin Ka'ab bin Haritsah bin Ghanm.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Harits bin Arfajah, Tamim, mantan budak Bani Ghanm. Ibnu Hisyam berkata:Tamim adalah mantan budak Sa'ad bin Khaitsamah. Jumlah seluruhnya lima orang.
Ibnu Ishaq berkata: Sedangkan dari Bani Muawiyah bin Malik bin Auf bin adalah sebagai berikut: Jabr bin Atik bin Al-Harits bin Qais bin Haisyah bin Al-Harits bin Umayyah bin Muawiyah, Malik bin Numailah, sekutu mereka dari Muzainah, An-Nu'man bin Ashar, sekutu Bani Muawiyah bin Malik dari Bali. Jumlah seluruhnya tiga orang.
Jumlah keseluruhan kaum Anshar dari Al-Aus, dan para sahabat yang diberi bagian rampasan perang dan pahala jihad pada di Perang Badar bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berjumlah enam puluh satu orang.
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muslimin dari kaum Anshar dari Al-Khazraj bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir, kemudian dari Bani Al-Harits bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Umru'ul Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al-Khazraj bin Al-Harits bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut:
Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair bin Malik bin Umru'ul Qais, Sa'ad bin Ar-Rabi' bin Amr bin Abu Zuhair bin Malik bin Umru'ut Qais, Abdullah bin Rawahah bin Tsa'labah bin Umru'ul Qais bin Amr bin Umru'ul Qais, Khallad bin Suwaid bin Tsa'labah bin Amr bin Haritsah bin Umru'ul Qais. Jumlah seluruhnya empat orang.
Sementara dari Bani Zaid bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al-Khazraj bin Al- Harits bin Al-Khadzraj adalah sebagai berikut:
Basyir bin Sa'ad bin Tsa'labah bin Khilas bin Zaid. Ibnu Hisyam berkata: Ada pula yang berpendapat Julias bukan Khilas. Saudara Basyir bin Sa'ad, yaitu Simak bin Sa'ad. Jumlah seluruhnya dua orang.
Adapun dari Bani Adi bin Ka'ab bin Al- Khadzraj bin Al-Harits bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut: Subay'i bin Qais bin Aisyah bin Umayyah bin Malik bin Amir bin Adi. Saudara Subay'i bin Qais, yaitu Abbad bin Qais bin Aisyah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat Qais bin Abasah bin Umayyah, Abdullah bin Absu. Jumlah seluruhnya tiga orang.
 
Sementara itu dari Bani Ahmar bin Hari¬tsah bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Al-Khazraj bin Al-Harits bin Al-Khazraj hanya satu orang, yaitu Yazid bin Al-Harits bin Qais bin
Malik bin Ahmar. Dialah yang dikenal dengan panggilan Ibnu Fushum.
Ibnu Hisyam berkata: Fushum adalah ibu Yazid. Ia berasal dari Bani Al-Qain bin Jasr. Jumlah seluruhnya satu orang.
Ibnu Ishaq berkata: Adapun dari Bani Jusyam bin Al-Haritsah bin Al-Khazraj dan dari Bani Zaid bin Al- Harits bin Al- Khazraj -Jusyam dan Zaid adalah saudara kembar- adalah sebagai berikut: Khubaib bin Isaf bin Itabah bin Amr bin Khadij bin Amir bin Jusyam. Abdullah bin Zaid bin Tsa'labah bin Abdu Rabbih bin Zaid, saudara Abdullah bin Zaid, yaitu Huraits bin Zaid bin Tsa'labah. Mereka juga memasukkan Sufyan bin Basyir.
Ibnu Hisyam berkata: Sufyan adalah anak Nasr bin Amr bin Al-Harits bin Ka'ab bin Zaid. Jumlah keseluruhan empat orang.
Dari Bani Jidarah bin Auf bin Al-Harits bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut: Tamim bin Ya'ar bin Qais bin Adi bin Umayyah bin Jidarah, Abdullah bin Umair dari Bani Haritsah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pula yang berpendapat bahwa Abdullah adalah anak Umair bin Adi bin Umayyah bin Jidarah.
Ibnu Ishaq: Zaid bin Al-Muzayyin bin Qais bin Adi bin Umayyah bin Jidarah. Ibnu Hisyam berkata: Zaid bin Al-Murry.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Ur-futhah bin Adi bin Umayyah bin Jidarah. Jumlah seluruhnya empat orang.
Dari Bani Al-Abjar yang tidak lain adalah Bani Khudrah bin Auf bin Al-Harits bin Al-Khazraj hanya satu orang, yaitu Abdullah bin Rabi' bin Qais bin Amr bin Abbad bin Al-Abjar.
Dari Bani Auf bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Ubaid bin Malik bin Salim bin Ghanm bin Auf bin Al- Khazraj yang tidak lain adalah Bani Al-Hubla.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Hubla adalah
Salim bin Ghanm bin Auf. Ia dinamakan Al-Hubla karena perutnya buncit, adalah sebagai berikut: Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Malik bin Al-Harits bin Ubaid yang terkenal dengan sebutan Ibnu Salul. Salul adalah ibu Ubay, Aus bin Khauli bin Abdullah bin Al-Harits bin Ubaid. Jumlah seluruhnya dua orang.
Dari Bani Jaz'i bin Malik bin Salim bin Ghanm adalah sebagai berikut: Zaid bin Wadi'ah bin Amr bin Qais bin Jaz'i, Uqbah bin Wahb bin Kaladah, sekutu Bani Jaz'i bin Adi dari Bani Abdullah bin Ghathafan, Rifa'ah bin Amr bin Zaid bin Tsa'labah bin Malik bin Salim bin Ghanm, Amir bin Salamah bin Amir, sekutu Bani Jaz'i bin Adi dari Yaman. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat bahwa Amr bin Salamah. Ia berasal dari Bali, tepatnya dari Qudha'ah.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Humaidhah bin Ma'bad bin Abbad bin Qusyair bin Al-Miqdam bin Salim bin Ghanm.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang pula mengatakan bahwa Ma'bad adalah anak Ubadah bin Qasyghar bin Al-Qudm. Ada lagi yang mengatakan Ubadah adalah anak Qais bin Al-Qudm.
Ibnu Ishaq berkata: Amir bin Al-Bukair, sekutu Bani Jaz'i bin Adi. Jumlah seluruhnya enam orang.
 
Ibnu Hisyam berkata: Amir bin al-Ukair, ada pula yang menyebutkan Ashim bin al-Ukair.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Al-Ajlan bin Zaid bin Ghanm bin Salim hanya satu orang, yaitu Naufal bin
Abdullah bin Nadhlah bin Malik bin Al-Ajlan.
Dari Bani Ashram bin Fihr bin Tsa labah bin Ghanm bin Salim bin Auf. Ibnu Hisyam berkata: Ini adalah Ghanmbink Auf, saudara Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Khazraj. adalah sebagai berikut: Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais bin Ashram, saudara Ubadah bin Ash-Shamit, yaitu Aus bin Ash-Shamit. Jumlah seluruhnya dua orang.
Dari Bani Da'du bin Fihr bin Tsa'labah bin Ghanm hanya satu orang, yaitu An-Nu'man bin Malik bin Tsa'labah bin Da'du. An-Nu'man biasa disapa dengan sapaan Qauqal.
Dari Bani Qaryusy bin Ghanm bin Umayyah bin Laudzan bin Salim, Ibnu Hisyam berkata: ada pendapat yang mengatakan Quryus bin Ghanm, yang hadir di Perang Badar hanya satu orang, yaitu Tsabit bin Hazzal bin Amr bin Qaryusy.
Dari Bani Mardhakhah bin Ghanm bin Salim hanya satu orang, yaitu Malik bin Ad-Dukhsyum bin Mardhakhah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Malik adalah anak Ad-Dukhsyum bin Malik bin Ad- Dukhsyum bin Mardhakhah.
Dari Bani Laudzan bin Ghanm bin Salim adalah sebagai berikut: Rabi' bin lyas bin Amr bin Ghanm bin Umayyah bin Laudzan, saudara Rabi' bin lyas, yaitu Waraqah bin lyas, Amr bin lyas, sekutu Bani Laudzan dari Yaman. Jumlah seluruhnya adalah tiga orang.
Ibnu Hisyam berkata ada pendapat yang mengatakan bahwa Amr adalah saudara Rabi' dan Waraqah.
Ibnu Ishaq berkata: Sekutu-sekutu Bani Laudzan dari Bani Bali dan dari Bani Ghushainah, Ibnu Hisyam berkata: Ghushainah adalah ibu mereka sedangkan ayah mereka adalah Amr bin Umarah, adalah sebagai beri kut: Al-Mujadzdzar bin Dziyad bin Amr bin Zumzumah bin Amr bin Umarah bin Malik bin Ghashainah bin Amr bin Butairah bin Masynuuwi bin Qasr bin Taim bin Irasy bin Amir bin Umailah bin Qasmil bin Faran bin Bali bin Amr bin Ilhaf bin Qudha'ah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pendapat yang mengatakan bahwa Qasr adalah anak Tamim bin Arasyah. Nama asli Al-Mujadzdzar adalah Abdullah.
Ibnu Ishaq: Ubadah bin Al-Khasykhasy bin Amr bin Zumzumah. Nahhab bin Tsa'labah bin Khazamah bin Ashram bin Amr bin Imarah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat Bahhats bin Tsa'labah.
Ibnu Ishaq: Abdullah bin Tsa'labah bin Khazamah bin Ashram, para ulama berpendapat, bahwa Utbah bin Rabi'ah bin Khalid bin Muawiyah, sekutu Bani Laudzan dari Bahra' ikut terjun di Perang Badar.
Ibnu Hisyam berkata: Utbah adalah anak Bahz dari Bani Salim. Jumlah seluruhnya lima orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Sa idah bin Ka'ab dan dari Bani Tsa'labah bin Al-Khazraj bin Sa'idah adalah sebagai berikut: Abu Dujanah Simak bin Kharasyah.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Dujanah Samak adalah anak Aus bin Kharasyah bin Laudzan bin Abdu Wudd bin Zaid bin Tsa'labah.
 
Ibnu Ishaq berkata: Al-Mundzir bin Amr bin Khunais bin Haritsah bin Zaid bin Laudzan bin Abdu Wudd bin Tsa'labah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan bahwa Al-Mundzir adalah anak Amr bin Khanbasy. Jumlah mereka adalah dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Al-Badiyyi bin Amir bin Auf bin Haritsah bin Amr bin Al-Khazraj bin Sa'idah adalah sebagai berikut:
Abu Usaid Malik bin Rabi'ah bin Al-Badiyyi, Malik bin Mas'ud. Ia dinasabkan kepada Al-Badiyyi.
Ibnu Hisyam berkata: Malik adalah anak Mas'ud bin Al-Badiyyi seperti dikatakan oleh para ulama kepadaku. Total dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Tharif bin Al-Khazraj bin Sa'idah hanya seorang yaitu Abdu Rabbih bin Haq bin Aus bin Waqasy bin Tsa'labah.
Sedangkan dari sekutu-sekutu Bani Tharif bin Al-Khazraj dari Bani Juhainah adalah sebagai berikut: Ka'ab bin Himar bin Tsa labah
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menga-takan Ka'ab adalah anak Jammaz. la berasal dari Ghubsyan. Ibnu Ishaq berkata: Dhamrah bin Amr, Ziyad bin Amr dan Bas-bas Bani Amr.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat bahwa Dhamrah dan Ziyad adalah anak Bisyr. Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Amir, dari Bali. Jumlah seluruhnya adalah lima orang.
Dari Bani Jusyam bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Salimah bin Sa'ad bin Ali bin Asad bin Saridah bin Tazid bin Jusyam, kemudian dari Bani Haram bin Ka'ab bin Ghanm bin Ka'ab bin Salimah adalah sebagai berikut: Khiras bin Ash-Shimmah bin Amr bin Al-Jamuh bin Zaid bin Haram, Al-Hubab bin Al-Mundar bin Al-Jamuh bin Zaid bin Haram, Umair bin Al-Humam bin Al-Jamuh bin Zaid bin Haram, Tamim, mantan budak Khiras bin Ash-Shimmah, Abdullah bin Amr bin Haram bin Tsa'labah bin Haram, Muadz bin Amr bin Al-Jamuh, Muawwidz bin Amr bin Al-Jamuh bin Zaid bin Haram, Khallad bin Amr bin AI- Jamuh bin Zaid bin Haram, Utbah bin Amir bin Nabi bin Zaid bin Haram, Habib bin Al-Aswad, mantan budak Bani Haram bin Ka'ab, Tsabit bin Tsa’labah bin Zaid bin Al-Harits bin Haram. Tsa'labah terkenal dipanggil dengan nama Al-Jidz'u, Umair bin Al-Harits bin Tsa'labah bin Al-Harits bin Haram. Jumlah seluruhnya dua belas orang.
Ibnu Hisyam berkata: "Al-Jamuh yang maksud di atas adalah Al-Jamuh anak Zaid bin Haram, kecuali Jadd bin Ash-Shimmah, karena Ash-Shimah adalah anak Amr bin Al-Jamuh bin Haram. Umair adalah anak al-Harits bin Labdah bin Tsa'labah.
Dari Bani Ubaid bin Adi bin Ghanm bin Ka'ab bin Salimah, kemudian dari Bani Khansa' bin Sinan bin Ubaid dalah sebagai berikut: Bisyr bin Al-Barra' bin Ma'rur bin Shakhr bin Malik bin Khansa', Ath- Thufail bin Malik bin Khansa', Ath-Thufail bin An-Nu'man bin Khansa', Sinan bin Shaifi bin Shakhrbin Khansa', Abdullah bin Al-Jadd bin Qais bin Shakhr bin Khansa', Utbah bin Abdullah bin Shakhr bin Khansa', Jabbar bin Shakhr bin Umayyah bin Khansa, Kharijah bin Humayyir, Abdullah bin Humayyir dua sekutu mereka dari Asyja' dari Bani Duhman. Jumlah mereka secara keseluruhan adalah sembilan orang.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pendapat yang mengatakan bahwa Jabbar adalah anak Shakhr bin Umayyah bin Khunas.
 
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Khunas bin Sinan bin Ubaid adalah sebagai berikut: Yazid bin Al-Mundzir bin Sarh bin Khunas, Ma'qil bin Al-Mundzir bin Sarh bin Khunas, Abdullah bin An-Nu'man bin Baldamah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat bahwa, Abdullah adalah anak An- Nu'man bin Buldzumah atau Buldumah.
Ibnu Ishaq berkata: Adh-Dhahhak bin Haritsah bin Zaid bin Tsa'labah bin Ubaid bin Adi, Sawad bin Zuraiq bin Tsa'labah bin Ubaid bin Adi.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat bahwa Sawad adalah anak Razn bin Zaid bin Tsa'labah.
Ibnu Ishaq berkata: Ma'bad bin Qais bin Shakr bin Haram bin Rabi'ah bin Adi bin Ghanm bin Ka'ab bin Salimah. Ada pula yang memiliki pendapat, bahwa Ma'bad adalah anak dari Qais bin Shaifi bin Shakh bin Haram bin Rabi'ah sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Qais bin Shakhr bin Haram bin Rabi'ah bin Adi bin Ghanm. Jumlah mereka seluruhnya tujuh orang.
Dari Bani An-Nu'man bin Sinan bin Ubayd adalah sebagai berikut: Abdullah bin Abdu Manaf bin An- Nu'man, Jabir bin Abdulllah bin Ri'ab bin An-Nu'man, Khulaidah bin Qais bin An-Nu'man, An-Nu'man bin Sinan, mantan budak Bani An-Nu'man bin Sinan. Jumlah seluruhnya empat orang.
Dari Bani Sawad bin Ghanm bin Ka'ab bin Salimah, kemudian dari Bani Hadidah bin Amr bin Ghanm bin Sawad, -Ibnu Hisyam berkata: Amr adalah anak Sawad dan Sawad tidak memiliki anak yang bernama Ghanm-, adalah sebagai berikut: Abu Al-Mundzir. Abu Al-Mundzir adalah Yazid bin Amir bin Hadidah, Sulaim bin Amr bin Hadidah. Quthbah bin Amir bin Hadidah, Antarah, mantan budak Sulaim bin Amr.
Ibnu Hisyam berkata: Antarah berasal dari Bani Sulaim bin Manshur, kemudian dari Bani Dzakwan. Jumlah seluruhnya adalah empat orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Adi bin Nabi bin Amr bin Sawad bin Ghanm yang ikut terjun pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Absu bin Amir bin Adi, Tsa'labah bin Anamah bin Adi, Abu Al-Yasar bernama lengkap Ka'ab bin Amr bin Abbad bin Amr bin Ghanm bin Sawad. Sahl bin Qais bin Abu Ka'ab bin Al- Qain bin Ka'ab bin Sawad, Amr bin Thalq bin Zaid bin Umayyah bin Sinan bin Ka'ab bin Ghanm, Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus bin Aidz bin Adi bin Ka'ab bin Adi bin Udaiyyi bin Sa'ad bin Ali bin Asad bin Saridah bin Tazid bin Jusyam bin Al-Khazraj bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr bin Amir.
Ibnu Hisyam berkata: Aus adalah anak Abbad bin Adi bin Ka'ab bin Amr bin Udaiyyi bin Sa'ad. Ibnu Ishaq menisbatkan Muadz bin Jabal kepada Bani Sawad, padahal ia bukan berasal dari keturunan mereka, walaupun memang tinggal di tempat mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Sahabat-saJiabat yang memecah berhala-berhala Bani Salimah adalah Muadz bin Jabal, Abdullah bin Unais, dan Tsa'labah bin Anamah. Ketiga sahabat tersebut berasal dari Bani Sawad bin Ghanm. Jumlah mereka secara keseluruhan adalah enam orang.
Ibnu ishaq berkata: Dari Bani Zuraiq bin Amir bin Zuraiq bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadzbu bin Jusyam bin Al-Khazraj, kemudian dari Bani Mukhallad bin Amir bin Zuraiq, Ibnu Hisyam berkata: Ada pula yang berpendapat bahwa Amir adalah anak Al-Azraq, adalah sebagai berikut: Qais bin Mihshan bin Khalid bin Mukhailad. Ibnu Hisyam berkata: Pendapat lain mengatakan bahwa Qais adalah anak dari Hishn.
 
Ibnu Ishaq berkata: Abu Khalid Nama lengkap Abu Khalid adalah Al-Harits bin Qais bin Khalid bin Mukhallad, Jubair bin lyas bin Khalid bin Mukhallad, Abu Ubadah. Abu Ubadah bernama lengkap Sa'ad bin Utsman bin Khaladah bin Mukhallad, Uqbah bin Utsman bin Khaladah bin Mukhallad, saudara Abu Ubadah, Dzakwan bin Abu Qais bin Khaladah bin Mukhallad, Mas'ud bin Khaladah bin Amir bin Mukhallad. Jumlah mereka adalah tujuh orang.
Dari Bani Khalid bin Amir bin Zuraiq hanya seorang, yaitu Abbad bin Qais bin Amir bin Khalid.
Dari Bani Khaladah bin Amir bin Zuraiq yang ikut terjun dalam Perang Badar adalah sebagai berikut: As'ad bin Yazid bin Al-Fakih bin Zaid bin Khaladah, Al-Fakih bin Bisyr bin Al-Fakih bin Zaid bin Khaladah. Ibnu Hisyam berkata: ada yang mengatakan, bahwa Al-Fakih adalah anak Busr bin Al-Fakih.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Muadz bin Ma'ish bin Qais bin Khaladah dan sauda- ranya yang bernama Aidz bin Ma'ish bin Qais bin Khaladah, Mas'ud bin Sa'ad bin Qais bin Khaladah. Jumlah mereka seluruhnya adalah lima orang.
Dari Bani Al-Ajlan bin Amr bin Arnir bin Zuraiq adalah sebagai berikut: Rifa'ah bin Rafi' bin Malik bin Al-Ajlan, Khallad bin Rafi' bin Malik bin Al-Ajlan saudara Rifa'ah bin Rafi, Ubaid bin Zaid bin Amir bin Al-Ajlan. Seluruhnya adalah tiga orang.
Dari Bani Bayadhah bin Amir bin Zuraiq adalah sebagai berikut: Ziyad bin Lubaid bin Tsa'labah bin Sinan bin Amir bin Adi bin Umaiyyah bin Bayadhah, Farwah bin Amr bin Wadzafah bin Ubaid bin Amir bin Bayadhah.
Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain yang mengatakan Farwah adalah anak Amr bin Wadfah.
Ibnu Ishaq berkata: Dan Khalid bin Qais bin Malik bin Al-Ajlan bin Amir bin Bayadhah., Rujailah bin Tsa'labah bin Khalid bin Tsa'labah bin Amir bin Bayadhah. Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain mengatakan Rukhailah.
Ibnu Ishaq berkata: Athiyyah bin Nuwairah bin Amir bin Athiyyah bin Amir bin Bayadhah, Khulaifah bin Adi bin Amr bin Malik bin Amir bin Fuhairah bin Bayadhah. Jumlah mereka enam orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Habib bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadhbu bin Jusyam bin Al-Khazraj hanya seorang saja, yaitu Rafi' bin Al-Mu'alla bin Laudzan bin Haritsah bin Adi bin Zaid bin Tsa'labah bin Zaid Manat bin Habib.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani An-Najjar yang tidak lain adalah Taimullah bin Tsa'labah bin Amr bin Al- Khazraj, kemudian dari Bani Ghanm bin Malik bin An-Najjar, kemudian dari Bani Tsa'labah bin Abdu Auf bin Ghanm yang ikut terjun pada Perang Badar hanya seorang, dia adalah Abu Ayyub Khalid bin Kulaib bin Tsa'labah.
Dari Bani Usairah bin Abdu Auf bin Ghanm hanya satu orang, yaitu Tsabit bin An-Nu'man bin Khansa' bin Usairah. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Usair atau Usyairah.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Amr bin Abdu Auf bin Ghanm adalah sebagai berikut: Umarah bin Hazm bin Zaid bin Laudzan bin Amr, Suraqah bin Ka'ab bin Abdul Uzza bin Ghaziyyah bin Amr. Jumlah mereka hanya dua orang.
Dari Bani Ubay bin Tsa'labah bin Ghanm adalah sebagai berikut: Haritsah bin An-Nu'man bin Zaid bin Ubaid. Ibnu Hisyam berkata: Haritsah adalah anak An-Nu'man bin Naf'u bin Zaid. Sulaim bin Qais bin Qahdu. Nama Qahdu adalah Khalid bin Qais bin Ubaid. Jumlah dua orang.
 
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Anshar dari kaum Aidz bin Tsa’labah bin Ghanm, ada yang mengatakannya Bani Abid bin Adzz seperti dikatakan Ibnu Hisyam, adalah sebagai berikut: Suhail bin Rafi' bin Abu Amr bin Aidz, Adi bin Abu Az-Zaghba', sekutu Bani Aidz bin Tsa'labah. Mereka hanya dua orang.
Dari Bani Zaid bin Tsa'labah bin Ghanm adalah sebagai berikut: Mas'ud bin Aus bin Zaid. Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid bin Ashram bin Zaid, Rafi' bin Al-Harits bin Sawwad bin Zaid. Jumlah mereka tiga orang.
Dari Bani Sawad bin Malik bin Ghanm adalah sebagai berikut: Auf bin Al-Harits bin Rifa'ah bin Sawad, Saudara Auf bin Al-Harits, yaitu Muawwidz bin Al-Harits bin Rifa'ah bin Sawad, saudara Auf bin Al- Harits yang lain, yaitu Muadz bin Al-Harits bin Rifa'ah bin Sawad. Ibu mereka bertiga adalah Afra'.
Ibnu Hisyam berkata: Afra' adalah putri Ubaid bin Tsa'labah bin Ubaid bin Tsa'labah bin Ghanm bin Malik bin An-Najjar. Pendapat lain yang mengatakan Rifa'ah adalah anak Al-Harits bin Sawad. An- Nu'man bin Amr bin Rifa'ah bin Sawad. Ada pula pendapat yang mengatakan Nu'iman dan bukannya An-Nu'man seperti dikatakan Ibnu Hisyam, Amir bin Mukhallad bin Al-Harits bin Sawad, Abdullah bin Qais bin Khalid bin Khaladah bin Al-Harits bin Sawad, Ushaimah, sekutu Bani Sawad bin Malik dari Asyja', Wadi'ah bin Amr, sekutu Bani Sawad bin Malik dari Juhainah, Tsabit bin Amr bin Zaid bin Adi bin Sawwad. Para ulama mengatakan Abu Al-Hamra, mantan budak Al-Harits bin Afra ikut terjun di Perang Badar. Ibnu Hisyam berkata: Atau Al-Hamra, mantan budak Al-Harits bin Rifa'ah. Secara keseluruhan mereka berjumlah sepuluh orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Amir bin Malik bin An-Najjar dan Amir Mabdzul, kemudian dari Bani Atik bin Amr bin Mabdzul adalah sebagai berikut: Tsa'labah bin Amr bin Mihshan bin Amr bin Atik, Sahl bin Atik bin An-Nu'man bin Amr bin Atik, Al-Harits bin Ash-Shimmah bin Amr bin Atik. Al-Harits diminta untuk kembali ke Madinah dari Ar-Rauha oleh Rasulullah', kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberinya satu bagian dari rampasan perang. Jumlah mereka tiga orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Amr bin Malik bin An-Najjar yaitu Bani Hudailah, kemudian dari Bani Qais bin Ubayd bin Zaid bin Muawiyah bin Amr bin Malik bin An-Najjar.
Ibnu Hisyam berkata: Hudailah adalah putri Malik bin Zaidullah bin Habib bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadhbu bin Jusyam bin Al-Khazraj. Hudailah adalah ibu Muawiyah bin Amr bin Malik bin An- Najjar. Bani Muawiyah keturnan Hudaillah, adalah sebagai berikut: Ubay bin Ka'ab bin Qais, Anas bin Muadz bin Anas bin Qais. Jumlah mereka hanya dua orang.
Dari Bani bin Amr bin Malik bin Najjar, Ibnu Hisyam berkata: Mereka adalah Bani Maghalah binti Auf bin Abdu Manat bin Amr bin Malik bin Kinanah bin Khuzaimah. Pendapat yang lain mengatakan Maghalah berasal dari Bani Zuraiq. Maghalah adalah ibu Adi bin Amr bin Malik bin An-Najjar. Bani Adi menisbatkan diri mereka kepada Maghalah.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Adi bin Amr bin Malik bin Najjar adalah sebagai berikut: Aus bin Tsabit bin Al-Mundzir bin Haram bin Amr bin Zaid Manat bin Adi, Abu Syaikh Ubay bin Tsabit bin Al-Mundzir bin Haram bin Amr bin Zaid Manat bin Adi. Ibnu Hisyam berkata: Abu Syaikh Ubay bin Tsabit adalah saudara Hassan bin Tsabit, Abu Thalhah. Ia bernama lengkap Zaid bin Sahl bin Al-Aswad bin Haram bin Amr bin Zaid Manat bin Adi. Jumlah mereka adalah tiga orang.
Dari Bani Adi bin An-Najjar, kemudian dari Bani Adi bin Amir bin Ghanm bin Adi bin An-Najjar adalah sebagai berikut: Haritsah bin Suraqah bin Al-Harits bin Adi bin Matik bin Adi bin Amir, Amr bin Tsa'labah bin Wahb bin Adi bin Malik bin Adi bin Amir. Amr adalah ayah Hakim, Salith bin Qais bin Amr bin Atik bin Malik bin Adi bin Amir, Abu Salith yang tidak lain adalah Usairah bin Amr, Amr Abu Kharijah bin Qais bin Malik bin Adi bin Amir, Tsabit bin Umayyah bin Zaid bin Al-Hashas bin Malik bin Adi bin
 
Amir, Muhriz bin Amir bin Malik bin Adi bin Amir, Sawad bin Ghaziyyah bin Uhaib, sekutu Bani Adi bin An-Najjar dari Bali.
Ibnu Hisyam berkata: Pendapat lain mengatakan Sawwad. Jumlah seluruhnya adalah delapan orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanm bin Adi bin An-Najjar adalah sebagai berikut: Abu Zaid bin Qais bin Sakan bin Qais bin Zaura' bin Haram, Abu Al-A'war bin Al-Harits bin Zalim bin Absu bin Haram.
Ibnu Hisyam berkata: Pendapat lain mengatakan Abu Al-A'war adalah Al-Harits bin Zalim.
Ibnu Ishaq berkata: Sulaim bin Milhan. Nama Milhan adalah Malik bin Khalid bin Zaid bin Haram, Haram bin Milhan. Jumlah seluruhnya adalah empat orang.
Sedangkan yang berasal dari Bani Mazin bin An-Najjar, kemudian dari Bani Auf bin Mabdzul bin Amr bin Ghanm bin Mazin bin An-Najjar adalah sebagai berikut: Qais bin Abu Sha'sha'ah. Nama lengkap Abu Sha'sha'ah adalah Amr bin Zaid bin Auf, Abdullah bin Ka'ab bin Amr bin Auf, Ushaimah, sekutu Bani Mazin bin An-Najjar dari Bani Asad bin Khuzaimah. Seluruhnya berjumlah tiga orang.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Khansa' bin Amr bin Ghanm bin Mazin adalah sebagai berikut: Abu Daud Umair bin Amir bin Malik bin Khansa'. Jumlah seluruhnya hanya dua orang.
Adapun dari Bani Tsa'labah bin Mazin bin An-Najjar hanya seorang, dia adalah Qais bin Mukhallad bin Tsa'labah bin Shakhr bin Habib bin Al-Harits bin Tsa'labah.
Ibnu Ishaq berkata: Bani Dinar bin An-Najjar, kemudian dari Bani Mas'ud bin Abdul Asyhal bin Haritsah bin Dinar bin An-Najjar adalah sebagai berikut: An-Nu'man bin Abdu Amr bin Mas'ud, Saudara seibu An-Nu'man bin Abdu Amr, yaitu Adh-Dhahhak bin Abdu Amr bin Mas'ud, Sulaim bin Al-Harits bin Tsa'labah bin Ka'ab bin Haritsah bih Dinar, Jabir bin Khalid bin Abdul Asyhal bin Haritsah, Sa'ad bin Suhail bin Abdul Asyhat. Jumlah seluruhnya adalah lima orang.
Dari Bani Qais bin Malik bin Ka'ab bin Haritsah bin Dinar bin An-Najjar adalah sebagai berikut: Ka'ab bin Zaid bin Qais, Bujair bin Abu Bujair, sekutu mereka.
Ibnu Hisyam berkata: Bujair berasal dari Abdu bin Baghidh bin Raits bin Ghathafan, kemudian dari Bani Jadzimah bin Rawahah. Jumlah seluruhnya hanya dua orang.
Dengan demikian total kaum Anshar dari Al-Khazraj yang ikut serta pada Perang Badar adalah seratus tujuh puluh orang.
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian besar ulama menambahkan Itban bin Malik bin Amr bin Al-Ajlan, Mulail bin Wabarah bin Khalid bin Al-Ajlan, dan Ishmah bin Al-Hushain bin Wabarah bin Khalid bin Al-Ajlan ke dalam daftar kaum Anshar dari Bani Al-Ajlan bin Zaid bin Ghanm bin Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Al-Ajlan yang turut serta pada Perang Badar. Mereka juga menambahkan Hilal bin Al-Mu'alla bin Laudzan bin Haritsah bin Adi bin Zaid bin Tsa'labah bin Malik bin Zaid Manat bin Habib ke dalam kaum Anshar dari Bani Habib bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadhbu bin Jusyam bin Al-Khazraj yang hadir di Perang Badar.
Ibnu Ishaq berkata: Jumlah keseluruhan kaum Muslimin dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang terjun pada Perang Badar, serta diberi jatah rampasan perang dan pahala jihad meskipun tidak hadir adalah tiga ratus empat belas. Dengan rincian sebagai berikut: Dari kaum Muhajirin sebanyak delapan puluh tiga orang, dari kaum Anshar dari kaum Al-Aus sebanyak enam puluh satu orang, dari kaum Anshar dari kaum Al-Khazraj sebanyak seratus tujuh puluh orang.
 

 Syuhada' Kaum Muslimin yang Gugur di Perang Badar


Kaum Muslimin yang gugur sebagai syuhada pada Perang Badar dari Quraisy dari Bani Abdul Muthalib bin Abdu Manaf hanya seorang yaitu Ubadah bin Al-Harits bin Al-Muthalib. Ia dibunuh Utbah bin Rabi'ah. Utbah bin Rabi'ah memotong kakinya. Ubaidah bin Al- Harits gugur di Ash-Shafra'.
Sedangkan dari Bani Zuhrah bin Kilab adalah sebagai berikut: Umair bin Abu Waqqash bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah. Ia saudara Sa'ad bin Abu Waqqash seperti dikatakan Ibnu Hisyam, Dzu Asy- Syimalain bin Abdu Amr bin Nadhlah, sekutu Bani Zuhrah dari Khuza'ah, kemudian dari Bani Ghubsyan. Seluruhnya berjumlah dua orang.
Dari Bani Adi bin Ka'ab bin Luay adalah sebagai berikut: Aqil bin Al-Bukair, sekutu Bani Adi bin Ka'ab dari Ibnu Sa'ad bin Laits bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah, Mihja', mantan budak Umar bin Khaththab. Jumlah- nya adalah dua orang.
Dari Bani Al-Harits bin Fihr hanya Shafwan bin Baidha'.
Secara keseluruhan jumlah syuhada' Perang Badar dari kaum Muhajirin berjumlah enam orang.
Sedangkan syuhada' Perang Badar dari kaum Al-Anshar dari Bani Amr bin Auf adalah sebagai berikut: Sa'ad bin Khaitsamah, Mubasysyir bin Abdul Mundzir bin Zanbar. Jumlahnya hanya dua orang.
Dari Bani Al-Harits bin Al-Khazraj hanya Yazid bin Al-Harits yang biasa disapa dengan sapaan Ibnu Fushum.
Dari Bani Salimah, kemudian dari Bani Haram bin Ka'ab bin Ghanm bin Ka'ab bin Salimah hanya Umair bin Al-Humam.
Dari Bani Habib bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadhbu bin Jusyam hanya Rafi' bin Al-Mu'alla. Dari Bani An-Najjar hanya Haritsah bin Suraqah bin Al-Harits.
Dari Bani Ghanm bin Malik bin An-NaJ- jar adalah sebagai berikut: Auf bin Al-Harits bin Rifa'ah bin Sawad, Saudara Auf bin Al- Harits, yaitu Muawwidz bin Al-Harits bin Rifa'ah bin Sawad. keduanya merupakan anak dari Afra'.
Jumlah seluruh sahabat yang gugur sebagai syuhada' Perang Badar dari kaum Anshar adalah delapan orang.



Kaum Musyrikin yang Tewas di Perang Badar


Korban tewas dari pihak kaum musyrikin di Perang Badar dari Quraisy dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah sebagai berikut: Hanzhalah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdu Syams. Hanzhalah dibunuh Zaid bin Haritsah, mantan budak Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. pendapat lain mengatakan Hanzhalah dibunuh oleh tiga orang sekaligus, yakni Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah sebagaimana disebutkan Ibnu Hisyam.
 
Ibnu Ishaq berkata: Al-Harits bin Al-Hadhrami, sekutu Bani Abdu Syams. Al-Harits dibunuh An-Nu'man bin Ashr, sekutu Al-Aus menurut Ibnu Hisyam. Amir bin Al-Hadhrami. Ia dibunuh oleh Ammar bin Yasir menurut Ibnu Hisyam, Umair bin Abu Umair, sekutu Bani Abdu Syams. Umair bin Abu Umair dibunuh Salim, mantan budak Abu Hudzaifah menurut Ibnu Hisyam. Anak Umair bin Abu Umair, yaitu Umair sekutu Bani Abdu Syams.
Ibnu Ishaq berkata: Ubaidah bin Sa'id bin Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams. Ia dibunuh Zubair bin Awwam, Al-Ash bin Sa'id bin Al-Ash bin Umayyah. la dibunuh Ali bin Abu Thalib, Uqbah bin Abu Mu'aith bin Abu Amr bin Umayyah bin Abdu Syams. la dibunuh dalam keadaan terikat oleh Ashim bin Tsabit bin Abu Al-Aqla', saudara Bani Amr bin Auf.
Ibnu Hisyam berkata: Dikatakan bahwa dia dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: Utbah bin Rabiah bin Abdu Syam. Ia dibunuh oleh Ubaidah bin al-Harits bin al- Muthalib.
Ibnu Hisyam berkata: Hamzah dan Ali bersamaan membunuh Utbah bin Rabiah bin Abdu Samy.
Ibnu Ishaq berkata: Syaibah bin Rabi'ah bin Abdu Syams. Ia dibunuh oleh Hamzah bin Abdiri Muthalib, Al-Walid bin Utbah bin Rabi'ah. Ia dibunuh Ali bin Abu Thalib, Amir bin Abdullah, sekutu Bani Abdu Syams dari Bani Anmar bin Baghidh. Ia dibunuh Ali bin Abu Thalib. Seluruh korban tewas dari Bani Abdu Syams adalah dua belas orang.
Sedangkan dari Bani Naufal bin Abdu Manaf adalah sebagai berikut: Al-Harits bin Amir bin Naufal. Ia dibunuh Khubaib bin Isaf, saudara Bani Al-Harits bin Al-Khazraj, Thu'aimah bin Adi bin Naufal. Ia dibunuh Ali bin Abu Thalib. Pendapat lain mengatakan bahwa dia dibunuh oleh Hamzah bin Abdul Muthalib. Seluruh korban tewas dari Bani Naufal bin Abu Manaf berjumlah dua orang.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay adalah sebagai berikut: Zam'ah bin Al- Aswad bin Al- Muthalib bin Asad.
Ibnu Hisyam berkata: Zam'ah bin Al-Aswad dibunuh Al-Jidz'u, saudara Bani Haram. Pendapat lain mengatakan ia dibunuh oleh beberapa sahabat, yaitu; Al-Jidz'u sendiri, Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abu Thalib, dan Tsabit.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Harits bin Zam'ah. Ia dibunuh Ammar bin Yasir sebagaimana dikatakan Ibnu Hisyam. Aqil bin Al-Aswad bin Al-Muthalib. Ia dibunuh Hamzah bin Abdul Muthalib dan Ali bin Abu Thalib sebagaimana dikatakan Ibnu Hisyam, Abu Al-Bakhtari. Nama lengkapnya Al-Ash bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad. Ia dibunuh Al-Mujadzdzar bin Dziyad Al-Balawi.
Ibnu Hisyam berkata: Nama lengkap Abu Al-Bakhtari adalah Al-Ash bin Hasyim.
Ibnu Ishaq berkata: Naufal bin Khuwailid bin Asad. Dia adalah orang yang mengikat Abu Bakar Ash- Shiddiq dan Thalhah bin Ubaidillah dalam satu ikatan ketika keduanya masuk Islam, sehingga keduanya dikenal dengan panggilan dua orang yang terkait. Naufal bin Khuwailid termasuk diantara setan-setan Quraisy. Ia dibunuh Ali bi Abu Thalib.
Seluruh korban tewas dari Bani Naufal bin Abdul Uzza berjumlah lima orang.
Dari Bani Abduddar bin Qushay adalah sebagai berikut: An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah bin Alqamah bin Abdu Manaf bin Abduddar. Ia dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib
dalam keadaan terikat di hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Ash-Shafra'.
 
Ibnu Hisyam berkata: An-Nadhar bin Al-Harits dibunuh di Al-Utsail. Ada pendapat yang mengatakan An-Nadhr adalah anak Al-Harits bin Alqamah bin Kaladah bin Abdu Manaf bin Abduddar.
Ibnu Ishaq berkata: Zaid bin Mulaish, mantan budak Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar.
Ibnu Hisyam berkata: Zaid bin Mulaish dibunuh Bilal bin Rabah, mantan budak Abu Bakar. Zaid adalah sekutu Bani Abduddar. Ia berasal dari Bani Mazin bin Malik bin Amr bin Tamim. Pendapat lain mengatakan Zaid bin Mulaish dibunuh Al-Miqdad bin Amr. seluruh korban tewas dari Bani Abduddar bin Qushay berjumlah dua orang.
Dari Bani Taim bin Murrah adalah sebagai berikut: Umair bin Utsman bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim.
Ibnu Hisyam berkata: Umair bin Utsman dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib. Pendapat lain menyebutkan bahwa ia dibunuh oleh Abdurrahman bin Auf.
Ibnu Ishaq berkata: Utsman bin Malik bin Ubaidillah bin Utsman bin Amr bin Ka'ab. la dibunuh Shuhaib bin Sina.
Jumlah korban tewas dari Bani Taim bin Murrah adalah dua orang.
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah adalah sebagai berikut: Abu Jahal bin Hisyam. Abu Jahal bernama asli Amr bin Hisyam bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Kakinya ditebas oleh Muadz bin Amr bin Al-Jamuh hingga kakinya terputus, kemudian anak Abu Jahal, Ikrimah menyerang balik Muadz bin Amr hingga tangannya terputus, lalu Abu Jahal diserang Muawwidz bin Afra' dengan serangan yang membuatnya sekarat. Muawwidz membiarkan Abu Jahal dalam keadaan sekarat, kemudian Abu Jahal ditebas oleh Abdullah bin Mas'ud hingga tewas. Abdullah bin Mas'ud memenggal kepalanya pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meminta para sahabat untuk mencari Abu Jahal di antara korban dari pihak kaum musyrikin.
Al-Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Ia tewas di tangan Umar bin Khaththab.
Yazid bin Abdullah, sekutu Bani Makhzum bin Murrah dari Bani Tamim.
Ibnu Hisyam berkata: Yazid bin Abdullah adalah seorang yang sangat pemberani. Ia tewas dibunuh oleh Ammar bin Yasir.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Musafi' Al- Asy'ari, sekutu Bani Makhzum bin Murrah. Ia dibunuh Abu Dujanah As-Sa'idi sebagaimana dikatakan Ibnu Hisyam, Harmalah bin Amr, sekutu Bani Makhzum.
Ibnu Hisyam berkata: Harmalah bin Amir dibunuh Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair, saudara Balharits bin Al-Khazraj. Pendapat lain mengatakan ia tewas dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib. Harmalah berasal dari Al-Asd.
Ibnu Ishaq berkata: Mas'ud bin Abu Umayyah bin Al-Mughirah. Ia dibunuh Ali bin Abu Thalib sebagaimana dikatakan Ibnu Hisyam.
Abu Qais bin Al-Walid bin Al-Mughirah.
Ibnu Hisyam berkata: Ia tewas di tangan Hamzah bin Abdul Muthalib.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Qais bin Al-Fakih bin Al-Mughirah. Ia tewas dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib. Pendapat lain mengatakan ia dibunuh oleh Ammar bin Yasir seperti dikatakan Ibnu Hisyam.
 
Ibnu Ishaq berkata: Rifa'ah bin Abu Rifa'ah bin Aidz bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Ia tewas dibunuh oleh Sa'ad bin Ar-Rabi', saudara Al-Harits bin Al-Khazraj sebagaimana dikatakan Ibnu Hisyam.
Al-Mundzir bin Abu Rifa'ah bin Aidz. Ia tewas dibunuh oleh Ma'nu bin Adi bin Al-Jaddu bin Al-Ajlan, sekutu Bani Ubaid bin Zaid bin Malik bin Auf bin Amr bin Auf seperti dikatakan Ibnu Hisyam.
Abdullah bin Al-Mundzir bin Abu Rifa'ah bin Aidz. Ia tewas di tangan Ali bin Abu Thalib seperti dikatakan Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: As-Saib bin Abu As- Saib bin Abid bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Ibnu Hisyam berkata: As-Saib bin Abu As-Saib merupakan sekutu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Rasulullah pernah bersabda tentang As-Saib bin Abu As-Saib: Sebaik-baik sekutu adalah As- Saib bin Abu As-Saib. Ia tidak layak diajak bermusyawarah dan bertengkar92. ' Ia masuk Islam dan keis- lamannya sangat bagus. Demikianlah berita yang sampai pada kami, wallahu a'lam. "


Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata dari Ubai- dillah bin Abdullah bin Utbah dari Ibnu Abbas, bahwa As-Saib bin Abu As-Saib bin Abid bin Abdullah bin Umar bin Makhzum termasuk diantara orang-orang Quraisy yang berbaiat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Pada Perang Al-Ji'ranah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberinya rampasan Perang Hunain. Ibnu Hisyam berkata: Selain Ibnu Ishaq berkata bahwa As-Saib bin Abu As-Saib dibunuh Zubair bin Awwam.
Ibnu Ishaq: Al-Aswad bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, la tewas dibunuh oleh Hamzah bin Abdul Muthalib. Hajib bin As-Saib bin Uwaimir bin Amr bin Abid, Ibnu Hisyam berkata: Pendapat lain mengatakan Aidz bin Abd bin Imran bin Makhzum. Ibnu Hisyam berkata: Pendapat lain mengatakan Hajiz bin As-Saib. la tewas dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: Uwaimir bin As-Saib bin Uwaimir. Ia tewas di tangan An-Nu'man bin Malik Al- Qauqali dalam perang tanding sebagaimana dikatakan Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Sufyan sekutu Bani Makhzum bin Yaqazhah dari Thayyi'. Ia dibunuh Yazid bin Ruqaisy, Jabir bin Sufyan, sekutu Bani Makhzum bin Yaqazhah. Ia dibunuh Abu Burdah bin Niyar sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hisyam.
Seluruh korban tewas dari Bani Makhzum bin Yaqazhah adalah berjumlah tujuh belas orang.
Dari Bani Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay adalah sebagai berikut: Munabbih bin Al- Hajjaj bin Amir bin Hudzaifah bin Sa'ad bin Sahm. Ia tewas dibunuh oleh Abu Al-Yasar saudara Bani Salimah. Anak Munabbih, yang bernama Al-Ash bin Munabbih bin Al-Hajjaj. Ia tewas dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib sebagaimana dikatakan Ibnu Hisyam. Nubaih bin Al-Hajjaj bin Amir. Ia tewas di tangan Hamzah bin Abdul Muthalib dan Sa'ad bin Abu Waqqash. Abu Al-Ash bin Qais bin Adi bin Su'aid bin Sahm.
Ibnu Hisyam berkata: Ia tewas di tangan Ali bin Abu Thalib. Pendapat lain menyebutkan bahwa ia tewas dibunuh oleh An-Nu'man bin Malik Al-Qauqali. Ada pula yang menyebutkan bahwa ia dibunuh oleh Abu Dujanah.
 
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Abu Auf bin Dhubayrah bin Su'aid bin Sahm. Ia tewas oleh Abu Al-Yasar, saudara Bani Salimah seperti dikatakan Ibnu Hisyam. seluruh korban tewas dari Bani Sahm bin Amr adalah berjumlah lima orang.
Dari Bani Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Luay adalah sebagai berikut: Umayyah bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah. Ia tewas di tangan seseorang dari kaum Anshar dari Bani Mazin.
Ibnu Hisyam berkata: Ia dibunuh oleh Muadz bin Afra', Kharijah bin Zaid, dan Khubaib bin Isaf.
Ibnu Ishaq berkata: Anak Umayyah bih Khalaf. yaitu Ali bin Umayyah bin Khalaf. Ia tewas di tangan Ammar bin Yasir. Aus bin Mi'yar bin Laudzan bin Sa'ad bin Jumah. Ia tewas oleh Ali bin Abu Thalib seperti dituturkan Ibnu Hisyam. Pendapat lain mengatakan ia tewas oleh Al-Hushain bin Al-Harits bin Al-Muthalib dan Utsman bin Madz'un.
Jumlah keseluruhan korban tewas dari Bani Jumah bin Amr adalah tiga orang.
Dari Bani Amir bin Luay adalah sebagai berikut: Muawiyah bin Amir, sekutu Bani Amir bin Luay. Ia tewas di tangan Ali bin Abu Thalib. Pendapat lain mengatakan ia dibunuh oleh Ukasyah bin Mihshan sebagaimana disebutkan Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: Ma'bad bin Wahb, sekutu Bani Amir bin Luay dari Bani Kalb bin Auf bin Ka'ab bin Amir bin Laits. Ia dibunuh Khalid bin Al-Bukair, dan Iyas bin Al-Bukair. Ada lagi yang mengatakan ia dibunuh Abu Dujanah. Jumlah seluruh korban tewas dari Bani Amir bin Luay adalah dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: seluruh korban dari pihak orang-orang Quraisy di Perang Badar yang disebutkan kepada kami adalah sebanyak lima puluh orang.
berkata kepadaku dari Abu Amr yang berkata bahwa seluruh korban tewas dari pihak orang-orang Quraisy di Perang Badar berjumlah tujuh puluh orang. Jumlah orang-orang Quraisy yang tertawan juga tujuh puluh orang. Ini pendapat Ibnu Abbas dan Sa'id bin Musaiyyib. Allah Taala berfirman,


Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar). (QS. Ali Imran: 165).
Ayat di atas ditujukan kepada para mujahidin Perang Uhud. Dimana jumlah syuhada kaum Muslimin pada Perang Uhud tujuh puluh orang. Allah mengatakan kepada mereka: Kalian telah menimpakan musibah kepada mereka (kaum musyrikin) dua kali lipat lebih banyak di Perang Badar daripada jumlah syuhada kalian di Perang Uhud; tujuh puluh korban yang tewas, dan tujuh puluh orang lainnya tertawan.
Abu Zaid al-Anshari menyenandungkan syairnya kepadaku:
Mereka berada di tempat menderumnya unta di sekitar air Tujuh puluh orang di antara mereka terdapat Utbah dan Aswad

Maksud tujuh puluh di sini adalah korban pihak Quraisy di Perang Badar. Ini adalah syair dia di perang Uhud yang akan aku paparkan nanti, Insyaallah.
 
Ibnu Hisyam berkata: Di antara ketujuh puluh korban dari kaum musyrikin yang tidak disebutkan Ibnu Ishaq adalah sebagai berikut:
Dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah: Wahb bin Al-Harits, sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf dari Bani Anmar bin Baghidh. Amir bin Zaid sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf dari Yaman. seluruhnya dua orang.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza adalah: Utbah bin Zaid, sekutu Bani Asad bin Abdul Uzza dari Yaman. Ubaid bin Salith, sekutu Bani Asad bin Abdul Uzza dari Qais. Seluruh korbannya adalah dua orang.
Dari Bani Taim bin Murrah adalah: Malik bin Ubaidillah bin Utsman. Ia saudara Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman. Ia ditawan kemudian meninggal dunia. Sebab itulah ia dimasukkan ke dalam daftar korban tewas. Amr bin Abdullah bin Jud'an. Seluruhnya berjumlah dua orang.
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah adalah: Hudzaifah bin Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah. Ia tewas oleh Sa'ad bin Abu Waqqash, Hisyam bin Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah. Ia tewas di tangan Shuhaib bin Sinan. Zuhair bin Abu Rifa'ah. Ia tewas oleh Abu Usaid bin Malik bin Rabi'ah. As-Saib bin Abu Rifa'ah. Ia tewas dibunuh oleh Abdurrahman bin Auf. Aidz bin As-Saib bin Uwaimir. Ia tertawan, lalu ditebus, dan meninggal dunia dalam perjalanan karena luka akibat serangan Hamzah bin Abdul Muthalib. Umair, sekutu Bani Makhzum bin Yaqadzah dari Thayyi'. Khiyar sekutu bani Makhzum bin Yaqadzah dari Al-Qarah. Seluruh korban tewas adalah tujuh orang.
Dari Bani Jumah bin Amr hanya seorang Sabrah bin Malik sekutu Bani Jumah bin Amr.
Dari Bani Sahm bin Amr adalah: Al-Harits bin Munabbih bin Al-Hajjaj. Ia tewas dibunuh oleh Shuhaib bin Sinan. Amir bin Abu Auf bin Dhubayrah saudara Ashim bin Dhubayrah. la dibunuh oleh Abdullah bin Salamah Al-Ajlani. Pendapat lain mengatakan ia dibunuh Abu Dujanah. Seluruh korban tewas adalah dua orang.



Tawanan Perang Badar


Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang musyrikin Quraisy dari Bani Hasyim bin Abdu Manaf yang tertawan pada Perang Badar adalah sebagai berikut: Aqil bin Abu Thalib bin Abddul Muthalib bin Hasyim dan Naufal bin Al-Harits bin Abdul Muthalib bin Hasyim.
Dari Bani Al-Muthalib bin Abdu Manaf: As-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al-Muthalib, Nu'man bin Amr bin Alqamah bin Al-Muthalib. Jumlahnya dua orang.
Dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf: Amr bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdu Syams. Al-Harits bin Abu Wajzah bin Abu Amr bin Umayyah bin Abdu Syam Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain mengatakan Al-Harits adalah anak Abu Wahrah. Abu Al-Ash bin Ar-Rabi' bin Abdul Uzza bin Abdu Syams, Abu Al-Ash bin Naufal bin Abdu Syams, Abu Risyah bin Abu Amr, sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf, Amr bin Al-Azraq, sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf, Uqbah bin Abdul Harits bin Al-Hadhrami, sekutu Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf. Jumlah seluruh tawanan dari Bani Abdu Syam bin Abdu Manaf, dan sekutu-sekutu mereka adalah tujuh orang.
Ghazwan bin Jabir. Utsman bin Abdu Syams adalah sekutu Bani Naufal bin Abdu Manaf dari Bani Mazin bin Manshur. Abu Tsaur, sekutu Bani Naufal bin Abdu Manaf. Seluruhnya adalah tiga orang.
 
Dari Bani Abduddar bin Qushay adalah sebagai berikut: Abu Aziz bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar, Al-Aswad bin Amir, sekutu Bani Abdudaar bin Qushay. Orang-orang Bani Al-Aswad berkata: Kami keturunan Al-Aswad bin Amir bin Amr bin Al-Harits bin As-Sabbaq. Seluruhnya adalah dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: dari Bani Asad bin Abdul Uzza adalah sebagai berikut: As-Saib bin Abu Hubaysy bin Al-Muthalib bin Asad. Al-Huwairits bin Abbad bin Utsman bin Asad. Ibnu Hisyam berkata: Dia bukan Al-Huwairits, tapi Al-Harits bin Aidz bin Utsman bin Asad. Salim bin Syammakh, sekutu Bani Asad bin Abdul Uzza. Seluruhnya adalah tiga orang.
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah yang tertawan di Perang Badar adalah sebagai berikut: Khalid bin Hisyam bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Umayyah bin Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah. Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah Utsman bin Abdullah bin Al-Mughirah bm Abdullah bin Umar bin Makhzum, Shaifi bin Abu Rifa'ah bin Abid bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, Abu Al-Mundzir bin Abu Rifa'ah bin Abid bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Abu Atha' Abdullah bin Abu As-Saib bin Abid bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Al-Muthalib bin Hanthab bin Al-Harits bin Ubayd bin Umar bin Makhzurrij Quraisy yang mundur dari medan perang Badar. Dialah yang pernah berkata: Kami mundur bukan karena luka kami berdarah, namun dari kami-kami mengucur darah. ' Khalid bin Al-A'lam berasal dari Khuza'ah.
Seluruhnya tawanan dari suku ini berjumlah sembilan orang.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy dari Bani Sahm bin Amr Hushaih bin Ka'ab bin Luay adalah sebagai berikut: Abu Wada'ah bin Dhubairah bin Su'aid bin Sa'ad bin Sahm. Dialah tawanan Badar yang paling pertama ditebus. Ia ditebus oleh anaknya, AI-Muthalib bin Abu Wada'ah. Farwah bin Qais bin Adi bin Hudzafah bin Su'aid bin Sahm. Handzalah bin Qabishah bin Hudzafah bin Su'aid bin Sahm. Al- Hajjaj bin Al-Harits bin Qais bin Adi bin Su'aid bin Sahm. Seluruh yang tertawan adalah empat orang.
Dari Bani Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab adalah sebagai berikut: Abdullah bin Ubay bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah, Abu Azzah bin Amr bin Abdullah bin Utsman bin Uhaib bin Hudzafah bin Jumah, Al-Fakih, mantan budak Umayyah bin Khalaf. Rabah bin Al-Mughtarif mengaku bahwa ia adalah tuan (pemilik) Al-Fakih. Rabah bin Al-Mughtarif berkata bahwa Al-Fakih berasal dari Bani Syammakh bin Muharib bin Fihr. Pendapat lain mengatakan Al-Fakih adalah anak Jarwal bin Hidzyim bin Auf bin Ghadhbu bin Syammakh bin Muharib bin Fihr. Wahb bin Umair bin Wahb bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah. Rabi'ah bin Darraj bin Al-Anbas bin Uhban bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah. Selurunya berjumlah lima orang.
Dari Bani Amir bin Luay adalah sebabagi berikut: Suhail bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir. Ia ditawan oleh Malik bin Ad-Dukhsyum, saudara Bani Salim bin Auf. Abdu bin Zam'ah bin Qais bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir. Abdurrahman bin Mansyu' bin Waqdan bin Qais bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin
Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir. Seluruh-nya adalah tiga orang.
Dari Bani Al-Harits bin Fihr adalah se-bagai berikut: Ath-Thufail bin Abu Qunay'i dan Utbah bin Amr bin Jahdam. Seluruhnya adalah dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Seluruh orang-orang Quraisy yang tertawan di Perang Badar sebagaimana disampaikan kepada kami adalah berjumlah empat puluh tiga orang.
Ibnu Hisyam berkata: Terdapat beberapa orang yang menjadi tawanan perang yang namanya tidak aku ketahui.
 
Ibnu Hisyam berkata: Terdapat orang-orang Quraisy yang tertawan di Perang Badar, namun nama mereka tidak disebutkan oleh Ibnu Ishaq. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Dari Bani Hasyim bin Abdu Manaf hanya seorang, yaitu Utbah, sekutu Bani Hasyim bin Abdu Manaf dari Bani Fihr.
Dari Bani Abdul Muthalib bin Abdu Manaf adalah sebagai berikut: Aqil bin Amr, sekutu Bani Abdul Muthalib bin Abdu Manaf. Saudara Aqil bin Amir, yaitu Tamim bin Amr,Anak Aqil bin Amr. Seluruhnya adalah tiga orang.
Dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah sebagai berikut: Khalid bin Usaid bin Abu Al-Ish. Abu Al- Aridh Yasar, mantan budak Umayyah bin Khalaf. seluruhnya dua orang.
Dari Bani Naufal bin Abdu Manaf hanya serang, yaitu Nabhan, sekutu mereka.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza hanya seorang, yaitu Abdullah bin Humaid bin Zuhair bin Al-Harits. Dari Bani Abduddar bin Qushay satu orang, yaitu Aqil, sekutu mereka dari Yaman.
Dari Bani Taim bin Murrah adalah seba- gai berikut: Musafi' bin lyadh bin Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim. Jabir bin
Zubair, sekutu mereka. Total Dua orang
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah satu orang, yaitu Qais bin As-Saib.
Dari Bani Jumah bin Amr adalah sebagai berikut: Amr bin Ubay bin Khalaf, Abu Ruhm bin Abdullah, sekutu mereka, dan seorang sekutu mereka yang aku lupa namanya. Nisthas dan Abu Rafi' keduanya adalah mantan budak Umayyah bin Khalaf. Total enam orang.
Dari Bani Sahm bin Amr satu orang, yaitu Aslam, mantan budak Nubaih bin Al-Hajjaj.
Dari Bani Amir bin Luay adalah sebagai berikut: Habib bin Jabir, As-Saib bin Malik. Total dua orang.
Dari Bani Al-Harits bin Fihr adalah sebagai berikut: Syaafi' dan Syafii', sekutu mereka dari Yaman. Total dua orang.



Perang Sawiq (Tepung)


Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah bin Al-Bakkai bercerita kepadaku dari Muhammad bin Ishaq Al Muthalibi yang berkata: Abu Sufyan bin Harb meninggalkan Makkah untuk melaksanakan Perang As-Sawiq, pada bulan Dzul Hijjah. Haji tahun itu dikelola oleh orang-orang musyrik.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ta'far bin Zubair, Yazid bin Ruman, dan orang yang tidak diragukan kejujurannya berkata kepadaku dari Abdullah bin Ka’ab bin Malik –salah seorang Anshar yang berilmu tinggi: Tatkala Abu Sufyan bin Harb tiba di Makkah, dalam waktu yang bersamaan orang-orang Quraisy yang kalah perang lari dari Badr dalam keadaan berantakan. Maka ia bernazar untuk tidak ada air yang menyentuh kepalanya karena junub (tidak menggauli isterinya) hingga menyerang Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Maka ia pun berangkat ia keluar dari Makkah bersama dengan dua ratus pasukan Quraisy demi menebus nazarnya. Abu Sufyan bin Harb berjalan melewati tanah tinggi yang
 
rumit, hingga akhirnya ia tiba di depan terowongan ke arah Gunung Tsaib yang berjarak kurang lebih 12 mil dari Madinah.
Pada suatu malam yang gelap gulita, Abu Sufyan bin Harb pergi menuju Bani An-Nadhir. Setibanya di rumah Huyay bin Al Akhthab lalu mengetuk pintu rumahnya, namun karena ada rasa khawatir Huyay bin Akhthab menolak membukakan pintu untuknya. Abu Sufyan bin Harb segera berpindah pergi ke rumah Sallam bin Misykam. Sallam bin Misykam adalah tokoh sangat berpengaruh di Bani An-Nadhir dan penjaga harta kekayaan mereka. Abu Sufyan bin Harb meminta Sallam bin Misykam mengizinkan dirinya masuk rumah dan Sallam bin Misykam mengizikannya. Sallam bin Misykam menjamu Abu Sufyan dan memberi banyak informasi kepadanya. Pada penghujung malam, Abu Sufyan bin Harb keluar dari rumah Sallam bin Misykam ke tempat para sahabatnya, lalu ia mengutus beberapa orang Quraisy ke Madinah. Anak buah Abu Sufyan bin Harb tiba di Al-Uraidh kemudian mereka membakar perkebunan kurma di sana. Di Al Uraidh, mereka bertemu salah seorang Anshar dan sekutunya yang sedang bekerja ladang mereka, lalu mereka membunuh kedua Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar untuk menguber orang-orang Quraisy tersebut hingga tiba di dataran rendah Al-Kudri, lalu meninggalkannya sebab beliau tidak berhasil mengejar Abu Sufyan bin Harb dan anak buahnya. Di Al Kudri, para sahabat mendapatkan perbekalan orang-orang Quraisy yang dibuang di sawah dengan tujuan demi melincahkan gerak mereka dalam pelarian. Ketika para sahabat pulang ke Madinah bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mereka bertanya: Wahai Rasulullah apakah engkau menginginkan perang untuk kami? Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Ya, benar."
Ibnu Hisyam berkata: Selama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengikuti perang Sawiq, beliau menunjuk Basyir bin Abdul Mundzir yakni Abu Lubabah sebagai pengganti beliau sementara untuk menjadi imam di Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Perang ini dinamakan perang Sawiq, sebagaimana dituturkan Abu Ubaidah kepadaku adalah karena sebagian besar perbekalan yang dibuang oleh orang-orang Quraisy adalah tepung (sawiq), lalu kaum muslimin mengambil tepung yang berjumlah sangat banyak itu.
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Abu Sufyan bin Harb keluar dari rumah Sallam bin Misykam dan mendapat sambutan hangat, ia berkata:
Aku pilih seseorang di Madinah, sebagai seorang sekutu Aku tiada menyesal tidak pula menghinanya
Aku diberi minum hingga puas dengan minuman keras Kumait dan Mudamah
Oleh Sallam bin Misykam Kala pasukan berbalik pulang, aku berkata: dan aku tidak ingin menggembirakannya
Bergembiralah dengan kemuliaan dan rampasan perang Perhatikanlah karena sesungguhnya kaum itu intinya Mereka adalah sisa-sisa kaum Luay
Bukan campuran Jurhum
Dan tidaklah dia diam kecuali pada sebagian malam
Datang dalam kelaparan walaupun dia bukan orangyang miskin



Perang Dzi Amar
 
Ibnu Ishaq berkata: Sekembalinya dari perang Sawiq, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal di Madinah pada sebagian bulan Dzulhijjah atau hampir sebulan penuh, lalu pergi ke Najed untuk memerangi orang-orang Ghathafan. Itulah yang dinamakan Perang Dzi Amar.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk Utsman bin Affan sebagai Imam di Madinah untuk sementara waktu, sebagaimana hal ini dituturkan oleh Ibnu Hisyam.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah tinggal selama sebulan atau mendekati sebulan di berada di Nejad, lalu pulang kembali ke Madinah karena tidak ada perlawanan. Beliau menghabiskan sisa bulan Rabiul Awwal atau sedikit dari bulan Rabiul Awwal di Madinah.



Perang Al-Furu' di Bahran


Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi untuk memerangi orang-orang Quraisy. Rasulullah Shallaullahu 'Alaihi wa Sallam mengangkat Ibnu Ummu Maktum sebagai imam pengganti sementara di Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melanjutkan perjalanan hingga sampai di Bahran, satu kawasan pertambangan di Hijaz dari arah Al-Furu'. Beliau menetap selama bulan Rabiul Akhir dan Jumadil Ula di kawasan. Setelah itu kembali pulang ke Madinah, karena tiada perlawanan.



Tentang Bani Qainuqa'


Ibnu Ishaq berkata: Di tengah-tengah perang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di atas terjadilah insiden Bani Qainuqa. Insiden Bani Qainuqa' terjadi saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menghimpun orang-orang Yahudi di pasar Bani Qainuqa' lalu bersabda kepada mereka: "Wahai orang- orang Yahudi, takutlah kepada Allah yang bisa menurunkan hukuman seperti yang Dia turunkan kepada orang-orang Quraisy dan masuklah kalian ke dalam Islam, sebab kalian telah mengetahui bahwa aku adalah seorang Nabi yang diutus. Inilah perjanjian Allah kepada kalian, dan telah kalian temukan di dalam kitab kalian." Orang-orang Yahudi berkata: "Wahai Muhammad, apa kau pikir kami ini sama dengan kaummu. Janganlah sekali-kali engkau tertipu karena engkau kini sedang berhadapan dengan kaum yang tidak paham tentang perang. Sehingg dengan sangat gampang engkau bisa mengalahkan mereka. Demi Allah, jika kami memerangimu, pasti kau sadar bahwa kami adalah manusia yang sebenarnya."93


Ibnu Ishaq berkata: Mantan budak keluarga Bani Yazid bin Tsabit berkata kepadanya dari Said bin Jubair atau dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata: Setelah itu Allah menurunkan ayat tentang orang- orang Yahudi tersebut.
 
      

Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya." Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang- orang muslimin dua kalijumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, hartayang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran: 12-14).
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa Bani Qainuqa' adalah kabilah Yahudi pertama yang mengingkari perjanjiannya dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berperang melawan beliau antara perang Badar dan perang Uhud.
Ibnu Hisyam berkata: Abdullah bin Ja'far bin Al-Miswar bin Makhramah berkata bahwa Abu Aun berkata: Penyebab terjadinya perang Bani Qainuqa' ialah seorang wanita Arab datang membawa barang dagangannya untuk dijual di pasar Bani Qainuqa' kemudian duduk bersebelahan dengan seorang tukang emas dan perak. Orang-orang Yahudi meminta wanita Arab tersebut menyingkap wajahnya, tapi wanita itu menolak permintaan mereka. Tukang emas mendekat ke ujung pakaian wanita tadi dan mengikatkannya ke punggungnya. Saat wanita Arab tadi berdiri, maka tersingkaplah auratnya dan orang-orang Yahudi pun tertawa terbahak-bahak menyaksikan peristiwa tersebut. Mendapatkan perlakuan keji seperti itu, wanita Arab tadi berteriak kencang. Maka salah seorang dari kaum muslimin melompat ke tukang emas Yahudi itu lalu membunuhnya. Yahudi-yahudi lainnya tidak tinggal diam. Mereka menarik lelaki muslim tadi dan membunuhnya juga. Akibat peristiwa tersebut, keluarga lelaki muslim yang dibunuh berteriak memanggil kaum muslimin seraya menyebutkan aksi kurang ajar orang-orang Yahudi. Kaum muslimin pun geram sehingga meledaklah perang antara kaum muslimin dengan orang-orang Yahudi.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku: maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu mengepung orang-orang Yahudi Bani Qainuqa' hingga akhirnya mereka menerima keputusannya. Abdullah bin Ubay bin Salul, saat itu Allah menjadikan orang-orang Yahudi di bawah kepemimpinannya, menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: "Wahai Muhammad, berbuat baiklah kepada para klieanku, mereka adalah sekutu Khazraj." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam diam tidak memberi jawaban hingga Abdullah bin Ubay bin Salul berkata
 
untuk kedua kalinya: "Hai Muhammad, berbuat baiklah kepada para klienku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memalingkan muka dari Abdullah bin Ubay bin Salul, kemudian Abdullah bin Salul memasukkan tangannya ke saku baju besi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Hisyam berkata: Baju besi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bernama Dzatu Al-Fudhul.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada Abdullah bin Ubay bin Salul: "Celakalah engkau. Biarkanlah aku pergi!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam marah hingga wajah beliau berubah merah padam karena ucapan dan perbuatan Abdullah bin Ubay bin Salul. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda lagi: "Celakalah engkau, biarkanlah aku pergi!" Abdullah bin Ubay bin Salul berkata: "Tidak, demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu pergi hingga engkau berbuat baik kepada para klienku, yaitu empat ratus tentara tanpa baju besi dan tiga ratus tentara berbaju besi yang telah melindungiku dari orang-orang berkulit merah dan orang-orang berkulit hitam, namun engkau membunuh mereka hanya sekejap saja. Demi Allah, sungguh aku orang yang paling takut tertimpa malapetaka." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mereka menjadi milikmu."94


Ibnu Hisyam berkata: Pacta saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerangi orang-orang Yahudi Bani Qainuqa', beliau mengangkat Basyir bin Abdul Mundzir sebagai imam sementara di Madinah. Beliau mengepung Bani Qainuqa' selama lima belas malam.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar berkata kepadaku dari Ubadah bin Alwalid bin Ubadah bin Ash-Shamit yang berkata: "Saat Bani Qainuqa' memerangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, mereka menyerahkan urusannya kepada Abdullah bin Ubay bin Salul karena dia adalah pemimpin mereka. Di sisi lain, Ubadah bin As-Shamit menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam -Ubadah bin As-Shamit adalah warga Bani Auf dan ia memiliki hubungan dekat dengan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa' sebagaimana mereka mempunyai hubungan dekat dengan Abdullah bin Ubay bin Salul. Ubadah bin As-Shamit memutuskan hubungan dengan mereka dan ia berlepas diri dari mereka. Kemudian dia berkata: "Wahai Rasulullah, aku memihak kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum mukmi- nin. Dan aku berlepas diri dari persekutuan dengan mereka, tidak loyal kepada mereka." ' Tentang Ubadah bin As-Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul turunlah ayat berikut:


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka
 
kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) yakni Abdullah bin Ubay. Dan perkataannya sesungguhnya aku orang yang paling tahu tertimpa bencana,


Sesungguhnya mereka bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orangyang merugi. Hai orang- orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Maha Mengetahui.
Kemudian kisahnya berlanjut hingga firman-Nya:


Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). "Allah menyebutkan tentang keberpihakan Ubadah bin Shamit kepada Allah, Rasululullah dan orang-orang mukmin dan berlepas dirinya dari Bani Qaynuqa' dalam firman-Nya:


Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yangpasti menang. (QS. al-Ma'idah: 51-56).
 
Ekspedisi Zaid bin Haritsah ke Al-Qaradah


Ibnu Ishaq berkata: Ekspedisi Zaid bin Haritsah yang ditugaskan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah berhasil menaklukkan kafilah dagang Quraisy, termasuk di dalamnya Abu Sufyan bin Harb di Al- Qaradah, salah satu mata air di Najed. Saat itu, orang-orang Quraisy mengkhawatirkan jalur yang biasa mereka tempuh ke Syam, setelah kekalahan mereka yang getir di perang Badar. Oleh karena itu, mereka melewati jalur Irak. Lalu berangkatlah kafilah dagang mereka, termasuk di dalamnya Abu Sufyan bin Harb yang membawa perak dalam jumlah besar dan merupakan harta terbesar kafilah dagang tadi. Kafilah dagang Quraisy ini menyewa seseorang dari Bani Bakr bin Wail yang bernama Furat bin Hayyan yang menunjukkan jalan bagi mereka.
Ibnu Hisyam berkata: Furat bin Hayyan bin Ijl adalah sekutu Bani Sham.
Ibnu Ishaq berkata: Karena itulah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim Zaid bin Haritsah untuk menyongsong mereka. Ekspedisi Zaid bin Haritsah bertemu dengan mereka di mata air Al- Qaradah dan berhasil mengalahkan dan menguasai barang dagangan mereka namun para saudagarnya dibiarkan perang. Zaid bin Haritsah kemudian membawa barang dagangan kafilah Quraisy ke hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Pasca perang Uhud, yakni pada perang Badar Terakhir, Hassan bin Tsabit menyindir orang-orang Quraisy yang menempuh jalur Irak
Mereka tinggalkan oase Syam yang dijaga oleh
Urang kuat laksana mulut unta betina hamil yang makan di bawah pohon arak Di tangan orang-orang yang hijrah kepada Tuhan mereka
Dengan dukungan para penolong-Nya yang setia dan para malaikat-Nya Tatkala mereka berjalan untuk menyerang melalui lembah Alij
Katakan kepada mereka, 'Tak ada jalan di tempat ini ke sana.

Ibnu Hisyam berkata: Bait-bait di atas adalah bait-bait syair Hassan bin Tsabit yang ditanggapi oleh Abu Sufyan bin A1 Harits bin Abdul Muthalib. Akan saya paparkan bait-bait Hassan bin Tsabit dan jawaban Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib pada tem- patnya. Insyaallah.



Terbunuhnya Ka'ab bin Al-Asyraf


Ibnu Ishaq berkata: Ketika orang-orang Quraisy ditimpa kekalahan telak di perang Badar, Zaid bin Haritsah berangkat ke kawasan lembah sedangkan Abdullah bin Rawahah di kirim ke dataran atas sebagai utusan yang dikirim Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk memberi kabar gembira kepada kaum muslimin di Madinah tentang pertolongan yang Allah berikan dan terbunuhnya orang- orang musyrikin. Sebagaimana hal ini dikatakan kepadaku oleh Abdullah bin Al-Mughits bin Abu Burdah Adz-Dzafari, Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad bin Hazm, Ashim bin Umar bin Qatadah, dan Shalih bin Abu Umarah bin Sahl. Mereka semua menceri- takan sebagian ucapannya kepadaku bahwa
Ka'ab bin Al-Asyraf berasal dari Thayyi' yang berasal dari Bani Nabhan, sedangkan ibunya berasal dari Bani An-Nadhir. Ka'ab bin Al-Asyraf berkata ketika mendengar kabar dari Zaid bin Haritsah dan
 
Abdullah bin Rawahah: "Apakah berita ini benar? Benarkah Muhammad telah berhasil mengalahkan orang-orang yang disebutkan oleh kedua orang tersebut— yakni Abdullah bin Rawahah dan Zaid? Padahal mereka adalah orang-orang Arab yang termulia dan raja manusia? Demi Allah, bila Muhammad telah benar berhasil mengalahkan orang-orang tersebut, maka lebih baik aku mati saja."
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala musuh Allah ini yakin tentang kebenaran berita yang dibawa kedua sahabat tersebut, ia beranjak dari Madinah menuju Makkah dan singgah di rumah Al-Muthalib bin Abu Wada'ah bin Dhubairah As-Shami yang beristrikan Atikah binti Abu Al-Ish bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf yang kemudian menjamu dan menghormatinya. Ka'ab bin Al-Asyraf memprovokasi orang-orang Quraisy untuk menggempur Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan melantunkan untaian-untaian syair, dan menangisi penghuni sumur Badar, yaitu orang-orang Quraisy yang tewas di perang Badar.
Setelah itu, Ka'ab bin Al-asyraf pulang ke Madinah dan menyanjung istri-istri kaum muslimin sehingga membuat mereka tidak nyaman karenanya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda sebagaimana dikatakan kepadaku oleh Abdullah bin Al-Mughits bin Abu Burdah: "Siapa yang berani memberi pelajaran pada Ka'ab bin Al-Asyraf atas namaku?"95


Muhammad bin Maslamah, dari Bani Abdul Asyhal berkata: "Wahai Rasullah, saya siap bertindak atas namamu!!. Aku akan habisi dial! Rasullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Silahkan ambil tindakan, bila engkau sanggup melakukannya."
Muhammad bin Maslamah pulang ke rumah dan mengurung diri di dalamnya selama tiga hari tanpa makan dan minum, kecuali sekedarnya saja. Peristiwa ini dilaporkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, lalu beliau memanggilnya dan bersabda: "Kenapa engkau tidak makan dan minum?"Muhammad bin Maslamah menjawab: "Wahai Rasulullah, aku telah mengucapkan perkataan kepadamu dan aku tidak tahu pasti apakah aku mampu menepatinya atau tidak?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Muhammad bin Maslamah: "Sesungguhnya hal itu satu hal yang kau mesti engkau lakukan?" Muhammad bin Maslamah berkata: "Wahai Rasulullah, kita harus mengatakan sesuatu padanya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Silahkan katakan apa yang terlintas untuk kalian katakan, karena itu bebas buat kalian lakukan."
Setelah itu terkumpullah sejumlah orang untuk membunuh Ka'ab bin Al-Asyraf. Mereka adalah Muhammad bin Maslamah, Silkan bin Salamah bin Waqasy -Abu Nailah- salah seorang dari Bani Abdul Asyhal dan saudara sesusuan dengan Ka'ab bin Al-Asyraf-, Abbad bin Bisyr bin Waqasy -dari Bani Abdul Asyhal-, A1 Harts bin Aus bin Muadz -dari Bani Abdul Asyhal-, dan Abu Abs bin Jabr - dari Bani Haritsah.
Sebelum mendatangi musuh Allah, Ka'ab bin Al-Asyraf, mereka mengutus Silkan bin Salamah menemui Ka'ab Bin Al-Asyraf. Silkan bin Salamah pun segera menemuinya. Silkan bin Salamah berbicara beberapa saat dengan Kaab bin Al-Asyraf, melantunkan syair-syair, dan berkata kepada Ka'ab bin Al- Asyraf: "Sungguh celaka engkau wahai Ka'ab bin Al-Asyraf, aku datang menemuimu karena sesuatu yang ingin aku utarakan kepadamu dan dengan harapan engkau merahasiakannya.
Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: "Pasti akan saya rahasiakan itu." Silkan bin Salamah berkata: "Sungguh kedatangan orang ini (Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ) kepada kita adalah petaka di atas petaka, orang-orang Arab memusuhi kita karenanya dan menyerang kita bersama-sama bersatu memusuhi kita, mereka memutus jalur dan jalan-jalan hingga orang-orang kita menjadi sengsara, setiap jiwa menderita, kita dan orang-orang tanggungan kita juga mengalami beban derita."
 
Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: "Aku anak Al-Asyraf, demi Allah, aku telah mengatakan padamu wahai Ibnu Salamah bahwa perkara ini akan berujung pada apa yang telah pernah aku katakan." Silkan bin Salamah berkata kepada Ka'ab bin Al-asyraf: "Aku ingin engkau menjual makanan kepada kami dan untuk itu kami gadaikan sesuatu kepadamu buat penguat untukmu sebagai balasannya engkau berbuat baik dalam hal ini." Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: "Apakah engkau mau mengadaikan anak-anak kalian kepadaku?" Silkan bin Salamah berkata: "Tampaknva engkau hanya ingin menjelek-jelekkan kami. Sesungguhnya bersamaku ada teman-teman yang seide dan aku ingin datang menemuimu kembali bersama mereka kemudian engkau jual makanan kepada mereka, berbuat baik, dan kami gadaikan kepadamu senjata. Kami tidak akan melanggar janji." Silkan bin Salamah mengatakan itu padanya agar Ka'ab bin Al-Asyraf tidak menolak teman-temannya apabila mereka datang dengan menghunus pedang.
Kemudian Silkan bin Salamah menemui sahabat-sahabatnya, menceritakan keadaan Ka'ab Al-Asyraf dan meminta mereka untuk mengambil pedangnya masing-masing. Lalu merekapun berangkat untuk menghabisi Ka'ab bin Al-Asyraf, namun sebelum itu mereka berkumpul di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan bahwa Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: "Apakah kalian mau menggadaikan istri-istri kalian kepadaku?" Silkan bin Salamah berkata: "Bagaimana kami harus menggadaikan istri-istri kami, padahal engkau warga Yatsrib yang pintar memuji wanita dan paling gemar memakai parfum?" Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: Apakah kalian mau menggadaikan anak-anak kalian?"
Ibnu Ishaq berkata: Tsaur bin Ziad berkata kepadaku dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma yang berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama sahabat-sahabat tersebut berangkat ke Baqi' Al-Gharqad dan memberi arahan kepada mereka. Beliau bersabda: "Berangkatlah kalian dengan nama Allah. Ya Allah, tolonglah mereka."96 Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang ke rumah dan ketika itu malam sedang purnama.


Sementara sahabat-sahabat tadi berjalan hingga sampai di benteng Ka'ab bin Al-Asyraf. Abu Nailah memanggil Ka'ab bin Al-Asyraf yang baru saja menikah. Ka'ab bin Al-Asyraf melompat namun istrinya memegang ujung selimutnya sambil berkata: "Engkau adalah seorang yang sudah terbiasa perang dan orang yang terbiasa perang tidak akan pernah terjun ke medan perang pada jam-jam seperti ini."Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: Dia Abu Nailah, Silkan bin Salamah. Jika dia dapatkan aku tidur, pasti tidak akan membangunkanku." Istri Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: "Sesungguhnya aku mengerti ada keburukan pada suaranya." Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: "Seorang pemuda ditantang untuk bertarung, pastilah ia tak akan mundur."
Ka'ab bin Al-Asyraf menemui Silkan bin Salamah dan sahabat-sahabatnya, mereka terlibat pembicaraan dalam beberapa saat. Sahabat-sahabat Silkan bin Salamah berkata: "Hai anak Al-Asyraf, maukah engkau berjalan ke Syi'ab al-Ajuz (luar Madinah) kemudian kita berbincang di sana di sisa-sisa malam kita ini?" Ka'ab bin Al-Asyraf berkata: "Jika kalian mau, mari silahkan saja!" Mereka pun keluar Madinah sambil jalan-jalan sesaat. Silkan bin Salamah berkata kepada Ka'ab bin Al-Asyraf: "Tidak pernah aku dapatkan parfum yang lebih wangi dari parfummu!" Silkan bin Salamah berjalan sesaat dan malakukan seperti yang dia lakukan sebelumnya, kemudian berkata: "Hantamlah musuh Allah
 
ini!" Sahabat-shabatnyapun memukuli Ka'ab bin Al-Asyraf dan pedang mereka menyerangnya secara bertubi-tubi, namun ternyata pedang-pedang itu tidak mempan untuk melukainya.
Muhammad bin Maslamah berkata: "Tatkala aku dapatkan pedang sahabat-sahabatku tidak mempan sedikit pun untuk melukai Ka'ab bin Asyraf, aku ingat belati kecil di pedangku dan akupun mengambilnya. Musuh Allah, Ka'ab bin Al-Asyraf, berteriak dengan teriakan yang melengking sehingga tidak ada satu benteng di sekitar kami yang tidak menyalakan api, kemudian aku menusukkan tombak kecilku kebagian antara pusar dan kemaluannya dan menancapkannya hingga mengenai kemaluannya. Musuh Allah Ka'ab bin Al-Asyraf, jatuh tersungkur ke tanah. Al- Harits bin Aus bin Muadz, sahabatku terluka di kepala atau kakinya karena terkena tebasan pedang salah seorang di antara kami sendiri. Setelah itu, kami pulang melewati perkampungan Bani Umayyah bin Zaid, kemudian melewati perkampungan Bani Quraizhah, lalu melewati Buats hingga kemudian mendaki tanah berbatu hitam Al-Uraidhah. Al-Harits bin Aus tertinggal oleh kami karena kucuran darahnya. Kami berhenti sejenak menunggunya dan tidak lama berselang, ia datang menyusul kami. Kami membopong Al-Harits bin Aus dan membawanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di akhir malam. Rasulullah ketika itu sedang shalat qiyamul lail. Kami ucapkan salam kepada beliau, kemudian beliau keluar menemui kami. Kami terangkan kronologi terbunuhnya musuh Allah, Ka'ab bin Al-Asyraf, dan terlukanya salah seorang dari kami, yakni Al-Harits bin Aus. Rasulullah menjampi luka sahabat itu lalu kami masing-masing pulang ke rumah. Keesokan harinya orang-orang Yahudi ketakutan karena pembunuhan kami terhadap musuh Allah, Ka'ab bin Al-Asyraf. Maka sejak saat itu semua orang Yahudi tidak ada yang berani macam-macam lagi.



Tentang Muhayyishah dan Huwayyishah


Ibnu Ishaq berkata: Rasullulah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barang siapa
yang berhasil menguasai salah seorang lelaki Yahudi maka bunuhlah dia!"97 Dengan serta merta Muhaishah membunuhnya, Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan namanya adalah Mahishah bin Mas'ud bin Ka'ab bin Amir bin Adi bin Majda'ah bin Haritsah bin Al-Khazraj bin Atnr bin Malik bin Al-Aus, menangkap Ibnu Sunainah.


Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebut namanya adalah Ibnu Subainah, salah seorangpedagang Yahudi yang realitanya memiliki hubungan sosial dan bisnis dengan mereka. Huwaiyyishah bin Mas'ud ketika itu belum masuk Islam dan secara usia lebih tua dari pada Muhaiyyishah. Ketika Muhaiyyishah membunuh Ibnu Sunainah, Huwaiyyishah memukulnya dan berkata: "Wahai musuh Allah, kenapa engkau membunuh Ibnu Sunainah? Demi Allah, bukankah lemak yang di perutmu itu berasal dari hartanya?!" Muhaiyyishah berkata: "Demi Allah, aku diperintah untuk membunuhnya oleh orang yang jika ia menyuruhku membunuhmu, aku pasti mematahkan lehermu." Muhayyishah berkata lagi: "Demi Allah, itulah sebab awal masuk Islamnya Huwaiyyishah." Huwaiyyishah berkata: "Demi Allah, andaikata Muhammad menyuruhmu membunuhku, apakah engkau akan membunuhku juga?" Muhaiyyishah menjawab: "Ya, Demi Allah, seandainya dia memerintahkanku untuk membunuhmu,
 
aku pasti mematahkan lehermu." Huwaiyyishah berkata: "Demi Allah, sungguh agama ini telah membuatmu demikian kagum." Lalu Huwaiyyishah pun masuk Islam.
Ibnu Ishaq berkata: Cerita tentang hal di atas dituturkan kepadaku oleh mantan budak Bani Haritsah dari anak perempuan Muhaiyyishah. Tentang kejadian di atas, Muhaiyyishah berkata dalam untaian syair:
Anak ibuku mencelaku apabila aku diperintah untuk membunuh dirinya Pasti potong tulang telinga belakangnya dengan pedang nan tajam Pedang laksana kristal garam yang putih cemerlang
Bila pedang itu aku ayunkan, ia tidak pernah luput sasaran Aku bahagia karena aku membunuhmu berdasarkan ketaatan
Dan kita berhak mendapatkan yang di antara Bushra dan Ma'arib
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah berkata kepadaku dari Abu Amr Al-Madani yang berkata: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhasil mengalahkan Bani Quraizhah, beliau menawan sekitar empat ratus orang Yahudi dari mereka. Mereka adalah sekutu orang-orang Al-Aus. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar mereka dihabisi, lalu orang-orang Al-Khazraj menghabisi mereka dan itu membuat lega mereka. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melihat orang-orang Al-Khazraj, ternyata wajah mereka berbinar cerah penuh bahagia. Rasulullah melihat pada orang-orang Al-Aus namun tidak demikian halnya dengan orang-orang mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengira bahwa murung dan kusutnya wajah orang-orang Al-Aus itu disebabkan karena adanya persekutuan antara mereka dengan Bani Quraizhah. Sisa dari keempat ratus orang yang masih hidup dari Bani Quraizhah adalah delapan belas orang, kemudian ke dua belas orang tersebut di serahkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada orang-orang Al-Aus, dan untuk setiap dua orang Al-Aus diserahi satu orang dari Bani Quraizhah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hendaklah satu orang menghajarnya sedangkan satunya lagi membunuhnya." Di antara kedua belas orang Bani Quraizhah yang diserahkan kepada orang-orang Al-Aus ialah Ka'ab bin Yahudza, salah seorang tokoh utama Bani Quraizhah. Ia diserahkan kepada Mu- haiyyishah bin Mas'ud dan Abu Burdah bin Nayar. Abu Burdah inilah yang di beri keringanan oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menyembelih anak kambing yang berusia delapan atau sembilan bulan di Hari Raya Idul Adha. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hendaklah Muhaiyyisah menghajar Ka'ab bin Yahudza dan hendaklah Abu Burdah membunuhnya!" Muhaiyyishah menghajar Ka'ab bin Yahudza kemudian barulah Abu Burdah menghabisinya. Huwaiyyishah yang saat itu masih kafir berkata kepada saudaranya: "Apakah engkau membunuh Ka'ab bin Yahudza?" Muhaiyyishah berkata: "Ya." Huwaiyyishah berkata: "Demi Allah, lemak yang ada di perutmu itu mungkin berasal dari hartanya? Engkau tercela, hai Muhaiyyishah!" Muhaiyyishah berkata: "Aku diperintah membunuhnya oleh orang yang jika menyuruhku membunuhmu, pasti aku membunuhmu juga." Huwaiyyishah berpaling dari Muhaiyyishah dalam keadaan terkagum-kagum. Para ulama sirah menyebutkan bahwa pada malam harinya, Huwaiyyishah terbangun dari tidurnya dan dia sangat kagum pada perktaan saudaranya. Esok harinya, Huwaiyyishah berkata: "Demi Allah, inilah agama yang benar." Setelah itu, ia datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, mengucapkan salam lalu masuk Islam, dan mengucapkan syair- syair yang telah saya tuliskan sebelum ini.
Ibnu Ishaq berkata: Sekembalinya dari Bahran, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Madinah selama bulan Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, dan Ramadhan.
Orang-orang Quraisy memerangi beliau di Perang Uhud di bulan Syawal tahun ketiga Hijriyah.
 
Perang Uhud


Ibnu Ishaq berkata: Cerita tentang Perang Uhud adalah sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Muhammad bin Muslim Az Zuhri, Muhammad bin Yahya bin Hibban, Ashim bin Umar bin Qatadah, A1 Hushain bin Abdurrahman bin Amr bin Sa'ad bin Muadz, dan ulama-ulama lainnya. Semua dari mereka menceritakan sebagian cerita tentang Perang Uhud dan cerita mereka terkumpul menjadi satu dalam kisah Perang Uhud yang akan saya ketengahkan pada bahasan berikut ini. Para ulama tadi atau salah seorang dari mereka berkata: Setelah orang-orang kafir Quraisy mengalami kekalahan telak di sumur Perang Badar, tokoh-tokoh mereka yang masih hidup pulang ke Makkah. Abu Sufyan bin Harb tiba di Makkah dengan kafilah dagangnya. Maka Abdullah bin Abu Rabi'ah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Shafwan bin Umaiyyah berangkat bersama dengan orang-orang Quraisy yang kehilangan ayah, anak dan saudara di Perang Badar mendatangi Abu Sufyan Bin Harb dan berkata kepadanya dan kepada para saudagar Quraisy yang ikut bersamanya: "Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah melakukan kekeliruan besar pada kalian dan membinasakan orang-orang pilihan kalian. Oleh sebab itulah, bantulah kami dengan harta kalian untuk memeranginya. Mudah-mudahan dengan itu kita bisa melakukan balas dendam atas kematian orang-orang kita!" Abu Sufyan bin Harb dan para saudagar Quraisy mengabulkan permintaan mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama berkata kepadaku bahwa tentang Abu Sufyan bin Harb dan kawan- kawan Allah menurunkan firman-Nya:


Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan (QS. al-Anfal: 36).
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy sepakat untuk memerangi Rasulullah ketika Abu Sufyan bin Harb melakukan itu dan di ikuti oleh pedagang-pedagang Quraisy dan kabilah lain yang bergabung dengan Quraisy dan kabilah-kabilah yang loyal kepada mereka seperti Kinanah dan orang-orang Tihamah.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Izzah Amr bin Abdullah Al-Jumahi adalah seorang tawanan yang dibebaskan secara gratis oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Perang Badar, karena ia miskin dan menanggung tanggungan keluarga yang banyak. Seusai Perang Badar, ia berkata: "Wahai Rasulullah, aku seorang yang miskin dan mempunyai tanggungan keluarga yang banyak, maka bebaskanlah aku, mudah-mudahan Allah memberi shalawat dan salam kepadamu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu membebaskan Abu Izzah Al-Jumahi.
 
Beberapa hari sebelum Perang Uhud, Shafwan bin Umaiyyah berkata kepada Abu Izzah Al Jumahi: "Wahai Abu 'Izzah, engkau adalah seorang penyair, maka bantulah kami dengan lidahmu dan keluarlah bersama kami!" Abu Izzah Al-Jumahi menjawab: "Sesungguhnya Muhammad telah membebaskanku dan aku tidak ingin membantu orang-orang yang hendak memeranginya." Shafwan bin Umaiyyah berkata: "Bantulah kami dengan kehadiran dirimu. Demi Allah, jika aku berhasil kembali maka aku berjanji akan membuatmu kaya dan jika engkau tidak terbunuh maka aku berjanji akan membuatmu kaya namun jika engkau terbunuh maka kami akan jadikan anak-anak perempuanmu mendapat jatah seperti jatah anak-anak perempuanku pada saat sulit dan mudah. Akhirnya Abu Izzah Al-Jumahi berangkat dalam rombongan orang-orang Tihamah dan mengajak orang-orang Bani Kinanah dengan berkata:
Wahai Bani Abdu Manat nan tegar di medan perang, Kalian para pembela sebagaimana nenek moyang kalian
Janganlah janjikan pertolonganmu padaku setelah tahun ini
Dan jangan kalian khianati aku, karena pengkhianatan itu tidaklah dibenarkan

Ibnu Ishaq berkata: Musafi' bin Abdu Manaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumahi pergi ke Bani Malik bin Kinanah untuk menghasut dan menyeru mereka memerangi Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam. Musafi' berkata:
Wahai Malik, orang yang paling mulia
Aku bersumpah dengan sanak kerabat dan mereka yang terikat perjanjian,
Orang yang mempunyai kekerabatan dan orang yang tidak menghormati persekutuan Di tengah-tengah negeri nan suci
Pada tembok Ka 'bah yang diagungkan

Ibnu Ishaq berkata: Jubair bin Al-Muth’im memanggil budak hitamnya, Wahsyi, seorang ahli melempar tombak asal Habasyah dengan lemparan yang jarang sekali meleset dari sasaran. Jubiar berkata kepadanya, "Berangkatlah engkau bersama orang-orang Quraisy. Jika berhasil membunuh Hamzah, paman Muhammad, sebagai pembalasan atas kematian pamanku, Thu'aimah bin Adi, maka engkau menjadi orang bebas merdeka."
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy berangkat dengan kekuatan penuh, tokoh-tokoh, orang- orang yang pro mereka, dan para pengikutnya baik orang-orang dari Bani Ki-nanah dan orang-orang Tihamah. Mereka juga mengikut sertakan istri-istri mereka sebagai penjaga agar mereka tidak melarikan diri dari medan perang. Abu Sufyan bin Harb sang komandan perang berangkat bersama istrinya, Hindun binti Utbah. Ikrimah bin Abu Jahal berangkat bersama istrinya, Ummu Hakim binti Al- Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah. Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah berangkat bersama istrinya, Fathimah binti Al-Walid bin At-Mughirah. Shafwan bin Umaiyyah berangkat bersama istrinya, Barzah binti Mas'ud bin Amr bin Umair Ats-Tsaqafi, ibu Abdullah bin Shafwan bin Umaiyyah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Ruqayyah.
Amr bin Al-Ash berangkat bersama is-trinya, Barithah bin Munabbih bin Al-Hajjaj, ibu Abdullah bin Amr bin Al-Ash. Thalhah bin Abu Thalhah (Abu Thalhah ialah Abdullah bin Abdul Uzza bin Utsman bin Abdud- dar) berangkat bersama istrinya Sulafah binti Sa'ad bin Syuhaid Al-Anshariyah, ibu anak-anak Thalhah; Musafi', Al-Julas, dan Kilab yang seluruhnya tewas bersama ayah mereka. Khunas binti Malik bin Al-Mudharrib, salah satu istri Malik bin Hisl, berangkat bersama anaknya, Abu Aziz bin Umair. Khunas binti Malik adalah ibu Mush'ab bin Umair. Amrah binti Alqamah, salah seorang wanita Bani Al- Harits bin Abdu Manat bin Kinanah, juga ikut berangkat ke medan perang.
 
Apabila Hindun bin Utbah berjalan melewati Wahsyi atau Wahsyi berjalan melewatinya, ia selalu berkata: "Wahai Abu Dasamah, sembuhkanlah dendamku dan carilah kesembuhan!" Wahsyi diberi gelar Abu Dasamah.
Orang-orang Quraisy berjalan hingga sampai di dua mata air di gunung di lembah Sabkhah dari saluran air di atas tepian lembah yang menghadap Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat orang-orang Quraisy sampai di tempat tersebut, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kaum Muslimin mendengar kedatangan mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Allah, aku melihat dalam mimpiku sesuatu yang baik. Aku lihat sapi disembelih, salah satu sisi pedangku retak, dan aku lihat diriku memasukkan tanganku ke dalam baju perang baja dan aku menafsirkannya bahwa itu adalah Madinah."98
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian ulama berkata kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Aku bermimpi melihat sapiku disembelih."99 Adapun tafsir sapi ialah beberapa orang dari sahabat- sahabatku terbunuh. Sedang keretakan yang aku lihat di salah satu sisi pedangku ialah bahwa salah seorang dari keluargaku akan terbunuh."100


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada para sahabat: "Jika kalian mau, tetaplah tinggal di Madinah dan biarkan mereka di tempat mereka kini berada. Jika mereka tetap di tempat itu, maka ia menjadi tempat yang paling buruk bagi mereka. Jika masuk menyerbu kita, kita akan serang balik mereka di dalamnya." Pendapat Abdullah bin Ubay bin Salul serupa dengan pendapat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, yaitu tidak usah keluar dari Madinah untuk menyerbu orang-orang Quraisy. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sendiri tidak ingin keluar dari Madinah untuk berduel dengan mereka, namun beberapa orang dari kaum Muslirrrin yang dimuliakan Allah untuk gugur sebagai syuhada di Perang Uhud dan perang-perang lainnya yang tidak ikut berkesampatan hadir di Perang Badar berkata: "Wahai Rasulullah, keluarlah bersama kami untuk berduel melawan mereka agar mereka tidak menganggap kami sebagai pengecut yang tidak berani berhadapan dengan mereka." Abdullah bin Ubay bin Salul berkata: "Wahai Rasulullah, tetaplah tinggal di Madinah dan janganlah engkau keluar menyerbu tempat mereka. Demi Allah, jika kita menyongsong musuh-musuh kita mereka pasti akan membunuh salah seorang di antara kita dan apabila mereka masuk ke tempat kita, kita pasti berhasil mengalahkan mereka. Wahai Rasulullah, biarkanlah mereka di tempat kini mereka berada. Apabila menetap di tempat tersebut, mereka menetap di tempat tahanan terburuk. Apabila masuk ke Madinah, mereka akan diperangi orang laki- laki dan akan dilempari batu oleh kaum wanita-wanita dan anak-anak. Apabila pulang kembali ke negeri asalnya, mereka pulang dengan gagal seperti halnya saat mereka datang."
Para sahabat yang menginginkan berhadapan langsung dengan orang-orang Quraisy tetap tidak beranjak dari tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai beliau masuk rumah dan mengenakan baju besi perangnya. Hari itu adalah hari Jum'at dan itu terjadi ketika beliau usai menunaikan shalat. Pada hari itu, salah seorang dari kaum Anshar, yang bernama Malik bin Amr dari
 
Bani An-Najjar meninggal dunia. Rasulullah Shalla¬lahu 'alaihi wa Sallam mensalatkannya. Barulah Rasulullah menemui sahabat-sahabatnya dan mereka menyesal atas apa yang mereka lakukan. Mereka berkata: "Kita telah lancang memaksa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk keluar dan itu tidak sepatutnya kita lakukan."
Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertemu para sahabat, mereka berkata: "Wahai Rasulullah, kami telah lancang memaksamu untuk keluar Madinah padahal hal itu tidak sepatutnya kami lakukan. Bila mau sabda: "Apabila seorang nabi telah memakai baju besi, tidak patut baginya mencopotnya
Kembali, hingga ia berperang."101 Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ber- angkat bersama seribu sahabatnya.


Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menugaskan Ibnu Ummi Maktum untuk menjadi imam sementara di Mesjid Nabawi.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama para sahabat sampai di Asy-Syauth, kawasan yang berada di antara Madinah dan Uhud, Abdullah bin Ubay bin Salul beserta sepertiga pasukan memisahkan diri dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Abdullah bin Ubay bin Salul berkata: "Dia (Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam ) mentaati usulan sahabat-sahabatnya dan tidak mau mengambil pendapatku. Wahai manusia, kami tidak mau bunuh diri di tempat ini?" Setelah itu, Abdullah bin Ubay bin Salul pulang ke Madinah bersama para pengikutnya, yaitu orang- orang munafik dan orang-orang yang dihinggapi penyakit keragu-raguan dalam hatinya. Mereka dikejar Abdullah bin Amr bin Haram saudara Bani Salimah yang kemudian berkata kepada mereka: "Wahai kaumku, aku ingatkan kalian kepada Allah, hendaklah kalian tidak menelantarkan kaum dan Nabi kalian ketika ia akan berhadapan dengan musuh." Mereka berkata: "Andai kita tahu kalian akan diperangi,.kita pasti tidak akan meninggalkan kalian, namun kami memandang bahwa perang tidak membangkang dengan pulang ke Madinah, Abdullah bin Amr bin Haram berkata: "Wahai musuh- musuh Allah, mudah-mudahan Allah mengutuk kalian dan Dia jadikan Nabi-Nya tidak lagi membutuhkan kalian."
Ibnu Hisyam berkata: Beberapa orang lain selain Ziyad berkata: dari Muhammad bin Ishaq dari Az- Zuhri bahwa orang-orang Anshar berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebelum Perang Uhud: "Wahai Rasulullah, mengapa kita tidak meminta bantuan sekutu-sekutu kita dari orang- orang Yahudi?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Kita tidak membutuhkan mereka.
Ziyad berkata: Muhammad bin Ishaq berkata kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terus berjalan hingga melewati Harrah Bani Haritsah. Di sana, ada seekor kuda mengibaskan ekornya hingga mengenai besi di gagang pedang salah seorang sahabat hingga membuat pedang itu terhunus.
Ibnu Hisyam mengatakan: Kilab al-Saif (paku di ujung pedang).
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang terbiasa optimis dan tidak pesimis bersabda kepada sahabat pemilik pedang: "Sarungkanlah pedangmu kembali, karena pada hari ini aku lihat semua pedang akan terhunus."
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada sahabat- sahabatnya: "Siapa di antara kalian yang bisa membawa kita dekat dengan musuh melalui jalan lain
 
yang tidak biasa dilalui mereka?'"Abu Khaitsamah dari Bani Haritsah bin Al-Haritsah berkata: "Aku, wahai Rasulullah." Kemudian Abu Khaitsamah membawa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melewati antara tanah hitam berbatu (harrah) Bani
Haritsah dengan kebun-kebun mereka hingga melewati kebun milik Mirba' bin Qaidhi. Ia adalah seorang munafik bermata buta. Ketika mendengar gerak Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama sahabatnya, ia berdiri untuk melemparkan tanah ke muka mereka. Ia berkata: "Seandainya engkau memang benar sebagai utusan Allah, tetap saja aku tidak akan mengizinkanmu memasuki kebunku."
Ibnu Ishaq berkata: Ada yang menuturkan kepadaku bahwa Mirba' bin Qaidhi memegang segenggam tanah, seraya berkata: "Demi Allah, hai Muhammad, jika aku tahu tanah ini tidak akan mengenai orang selain dirimu, pastilah aku lemparkan semuanya kepadamu." Kaum Muslimin spontan bergerak ingin menghabisi Mirba bin Qaidhi, namun Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jangan! Orang buta ini, buta hati dan matanya." Namun, Sa'ad bin Zaid dari Bani Abdul Asyhal berhasil mendekati Mirba' bin Qaidhi sebelum Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang membunuhnya, lalu menghantam kepalanya dengan busur panah hingga bersimbah berdarah102
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terus melanjutkan perjalanannya hingga sampai di jalan menuju Gunung Uhud, di sebuah ngarai yang dekat dengan Gunung Uhud, dan Rasulullah jadikan ngarai itu memunggunginya dan menghadapkan pasukannya ke gunung Uhud. Beliau berkata: "Janganlah salah seorang dari kalian berperang tanpa perintah dariku."103


Orang-orang Quraisy melepas unta dan kuda mereka di rerumputan di Ash-Shamghah dekat dengan saluran kaum Muslimin. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang kaum Muslimin berperang hingga beliau memerintahkannya, salah seorang dari kaum Anshar berkata: "Pantaskah tanaman-tanaman Bani Qailah dijadikan padang gembala sementara kami tidak mendapatkan bagian?"
Ibnil Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam siaga perang bersama tujuh ratus sahabatnya dan menunjuk Abdullah bin Jubair dari Bani Amr bin Auf sebagai komandan pasukan pemanah. Saat itu, Abdullah bin Jubair diberi sandi pakaian putih dengan jumlah pasukan pemanah sebanyak lima puluh orang. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Abdullah bin Jubair: "Cegah pasukan berkuda mereka dari kami dengan anak panah kalian agar tidak akan menyerang ke tempat kita dari belakang kita. Baik kita menang atau kalah, engkau harus tetap berada pada posisimu semula. Kita tidak akan diserbu dari depanmu!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam merapatkan kedua baju besinya dan menyerahkan panji perang kepada Mush'ab bin Umair dari Bani Abduddar.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengijinkan Samurah bin Jundab Al- Fazari dan Rafi' bin Khadij saudara Bani Haritsah ikut ikut dalam medan perang. Kedua sahabat tersebut baru berusia lima belas tahun. Sebelumnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyuruh mereka pulang kembali ke Madinah, kemudian ada seseorang mengatakan kepadanya: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Rafi' itu seorang pemuda pemanah yang lihai." Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengizinkannya ikut perang. Setelah mengizinkan Rafi', dikatakan kepada beliau: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Samurah pernah mengalahkan Rafi'." Akhirnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengizinkan Samurah ikut perang juga. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa
 
Sallam memulangkan Usamah bin Zaid, Abdullah bin Umar bin Khaththab, Zaid bin Tsabit salah seorang dari Bani Malik bin An-Najjar, Al-Bara' bin Azib salah seorang dari Bani Haritsah, Amr bin Hazm salah seorang dari Bani Malik bin An-Najjar, dan Usaid bin Zhuhair salah seorang dari Bani Haritsah, kemudian membolehkan mereka ikut dalam Perang Khandaq saat usia mereka lima belas tahun.
Ibnu Ishaq berkata: Pasukan Quraisy berkekuatan tiga ribu personil dengan dua ratus pasukan berkuda. Mereka menunjuk Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan berkuda sayap kanan dan Ikrimah bin Abu Jahal sebagai komandan pasukan berkuda sayap kiri.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Siapa yang siap mengambil pedang ini dengan haknya?"104


Beberapa sahabat berdiri untuk mengambihya dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, namun beliau belum juga memberikan pedang itu kepada seorang pun dari mereka. Abu Dujanah Simak bin Kharasyah dari Bani Saidah berdiri seraya berkata: "Apa haknya, wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Engkau menyerang musuh dengannya hingga musuh tersungkur mati” Abu Dujanah berkata: "Aku siap mengambilnya dengan haknya, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberikan pedang tersebut kepada Abu Dujanah. Abu Dujanah adalah seorang lelaki pemberani dan suka berjalan sombong pada saat perang berkecamuk. Ia membuat tanda dengan ikat kepala berwarna merah di kepalanya. Apabila ia telah memakaianya, semua mengerti bahwa dia siaga berperang.
Setelah mengambil pedang tersebut dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia keluarkan ikat kepala berwarna merah, lalu mengenakanya dan berjalan dengan angkuh di antara dua barisan.
Ibnu Ishaq berkata: Ja'far bin Abdullah bin Aslam mantan budak Umar bin Khaththab berkata kepadaku dari salah seorang kaum Anshar dari Bani Salimah ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaiWi wa Sallam bersabda saat melihat Abu Dujanah berjalan dengan sombong: "Sesungguhnya cara berjalan seperti itu yang dibenci Allah kecuali di tempat ini (perang)."105


Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata kepadaku bahwa Abu Amir Abdu Amr bin Shaifi bin Malik bin An-Nu'man salah seorang dari Bani Dhabi'ah berada di Makkah karena ingin menjauh dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa lima puluh budak dari kabilah Aus, ada yang mengatakan dua puluh lima budak, berjanji kepada orang-orang Quraisy bahwa jika ia bertemu dengan kaumnya, niscaya tidak akan ada seorangpun yang menentangnya. Saat kedua pasukan terlibat pertempuran, orang pertama yang menemui orang-orang Madinah ialah Abu Amir dalam barisan orang-orang non Arab dan budak warga Makkah. Abu Amir berseru: "Hai orang-orang Aus, saya Abu Amir." Orang-orang Aus berkata: "Semoga Allah tidak memberimu mata, wahai orang yang fasik." Pada masa jahiliyah, Abu Amir dipanggil dengan sebutan Rahib (pendeta), lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menamakannya Fasiq (orang fasik). Saat mendengar jawaban orang-orang Aus tadi, ia berkata: "Sepeninggalku, kaumku tertimpa keburukan." Sesudah mendapatkan kenyataan itu, Abu Amir memerangi kaum Muslimin dengan sangat brutal dan melemparkan batu ke arah mereka.
 
Ibnu Ishaq berkata: Abu Sufyan bin Harb membakar semangat para pemegang panji perang Bani Abduddar dengan berkata: "Wahai Bani Abduddar, kalian ditunjuk memegang panji perang kita pada saat Perang Badar lalu kita kalah sebagaimana kalian ketahui. Sesungguhnya pasukan perang senantiasa di datangi dari arah para pemegang panji perangnya. Apabila para pemegang panji kalah maka pasukan pun kalah. Sekarang terserah kalian, apakah kalian tetap ingin memegang panji perang atau kalian melepaskannya, dan untuk itu kami melindungi kalian." Orang-orang Bani Abduddar terpukau dengan tawaran Abu Sufyan dan berjanji padanya dengan berkata: "Kami serahkan panji perang kepadamu. Esok hari, apabila kita berhadapan dengan musuh, engkau akan tahu apa yang akan kami lakukan." Sikap seperti inilah sesungguhnya yang dikehendaki Abu Sufyan bin Harb dari orang- orang Bani Abduddar.
Ketika kedua pasukan telah bertempur, Hindun binti Utbah berdiri bersama wanita lainnya lalu mengambil rebana dan menabuhnya di belakang pasukan orang-orang musyrikin untuk guna menyemangati mereka. Hindun binti Utbah berkata:
Wahai Bani Abduddar,
Wahai para penjaga bagian belakang Tebaslah dengan pedang nan tajam
Hindun binti Utbah juga berkata:
Kami rangkul kalian jika kalian maju bertempur Kami sediakan sandaran dengan bantal kecil Kami kan tinggalkan bila kalian mundur
Dengan perspisahan yang tidak menggembirakan

Ibnu Hisyam berkata: Telik sandi kaum Muslimin di Perang Uhud ialah amit (bunuh), amif(bunuh). Ibnu Ishaq berkata: Kedua pasukan pun berduel hingga perang berkobar.
Ibnu Hisyam berkata: Tidak sedikit ulama yang berkata kepadaku bahwa Zubair bin Awwam berkata: Aku sedih ketika meminta pedang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan beliau tidak mengabulkan permintaanku malah memberikannya kepada Abu Dujanah, padahal aku adalah anak bibinya, Shafiyyah. Aku juga dari kalangan Quraisy di samping itu aku lebih dahulu meminta pedang itu daripada Abu Dujanah. Demi Allah, aku akan lihat sepak terjang apa yang bisa di perbuat Abu Dujanah. Maka aku ikuti dia dan kulihat dia mengeluarkan ikat kepala berwarna merah lalu mengikatkannnya di kepalanya. Orang-orang Anshar berkata: "Abu Dujanah mengeluarkan ikat kepala kematian."
Demikianlah apa yang dikatakan oleh orang-orang Anshar tentang Abu Dujanah apabila ia mengenakan ikat kepalanya yang berwarna merah. Setelah itu Abu Dujanah keluar sambil berkata:
Akulah yang disumpah setia oleh kekasihku Kala kami berada di kaki bukit dekat pohon kurma Agar aku tidak berada di barisan yang terakhir
Aku hajar musuhku dengan pedang Allah dan pedang sang Rasul mulia

Ibnu Hisyam berkata: Ada riwayat yang menyebutkan kata kabul sebagai ganti kayul.
Maka setelah itu, setiap kala berpapasan dengan musuh dia membunuhnya. Di pihak kaum musyrikin ada seseorang yang tidak membiarkan orang terluka di antara kami melainkan pasti ia membantainya. Orang musyrik tersebut mendekat kepada Abu Dujanah dan aku berdoa kepada Allah mudah- mudahan Dia mempertemukan keduanya. Betul, mereka bertemu lalu saling serang. Orang musyrik itu memukul Abu Dujanah, namun perisai kulit Abu Dujanah melindungi dan menahan pedang orang
 
tersebut, kemudian Abu Dujanah membunuhnya. Setelah itu, Abu Dujanah mengayunkan pedangnya di atas kepala Hindun binti Utbah, hanya saja ia menurunkan pedangnya kembali. Zubair berkata: Maka aku katakan: " Allah dan Rasul-Nya lebih tahu apa yang terjadi."
Ibnu Ishaq berkata: Abu Dujanah Simak bin Kharasyah berkata: Aku lihat seseorang mengobarkan semangat kaum musyrikin kemudian aku pergi kepadanya. Ketika aku hendak menebasnya, ia mendoakan kecelakaan, ternyata ia perempuan. Akupun tidak jadi mengayunkan pedang Rasululah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan tidak memukulkannya pada seorang perempuan.
Hamzah bin Abdul Muthalib terus menghantam pasukan hingga berhasil menghabisi Artha'ah bin Abdu Syurahbil bin Hasyim bin Abdu Manaf Abduddar. Artha'ah adalah seorang pemegang panji perang kaum musyrikin. setelah itu, Siba' bin Abdul Uzza Al-Ghubsyani yang biasa dipanggil dengan panggilan Abu Niyar berjalan melewati Hamzah bin Abdul Muthalib. Hamzah bin Abdul Muthalib berkata kepada Siba' bin Abdul Uzza, "Kemarilah, wahai anak perempuan tukang sunat bayi perempuan!" Ibu Siba' bin Abdul Uzza adalah Ummu Anmar mantan budak wanita Syariq bin Amr bin Wahb Ats- Tsaqafi. Ibnu Hisyam berkata: Syariq adalah anak Al-Akhnas bin Syariq. Ummu Anmar adalah wanita ahli khitan di Makkah. Ketika keduanya bertemu, Hamzah bin Abdul Mutha- lib menghabisi Siba' bin Abdul Uzza.
Wahsyi budak Jubair bin Muth'im berkata: Demi Allah aku melihat Hamzah bin Abdul Muthalib menghabisi orang-orang Quraisy dengan pedangnya tanpa menyisakan seorang pun. Kulihat Hamzah Bin Abdul Muthalib seperti unta belang-belang putih dan hitam, tiba-tiba Siba' bin Abdul Uzza lebih cepat dariku datang kepada Hamzah bin Abdul Muthalib. Hamzah bin Abdul Muthalib berkata: "Kemarilah!" Usai berkata seperti itu, Hamzah bin Abdul Muthalib menghabisi Siba bin Abdul Uzza. Akupun menggerak-gerakkan tombakku. Saat telah siap, aku melemparkannya ke arah Hamzah bin Abdul Muthalib dan tepat mengenai bagian bawah perutnya hingga tombakku keluar di antara kedua kakinya. Hamzah bin Abdul Muthalib berusaha berjalan ke arahku, namun ia kehabisan tenaga dan akhirnya terjatuh. Aku membiarkannya beberapa waktu. saat aku yakin ia telah mati, aku ambil tombakku kemudian pergi ke barak, karena tugasku hanyalah membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib.
Ketika yakin ia telah meninggal, aku ambil tombakku, kemudian aku masuk ke barak dan duduk di dalamnya. Aku tidak mempunyai tujuan lain selain hanya membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib, karena aku ingin menjadi orang merdeka dengan membunuhnya. Ketika tiba di Makkah, aku langsung dimerdekakan dan tetap berdomisili di Makkah. Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menaklukkan Makkah, aku melarikan diri ke Thaif dan bertempat tinggal di sana. Ketika delegasi Thaif pergi menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menyatakan masuk Islam, tiba-tiba semua jalan terasa tertutup bagiku. Aku berkata dalam diriku aku akan pergi ke Syam atau Yaman atau negara lain. Demi Allah, aku merasa demikian hingga ada seseorang berkata kepadaku: "Celakalah engkau, demi Allah, dia tidak pernah membunuh seseorang yang masuk dalam agamanya dan mengucapkan syahadatnya!!"
Ketika orang tersebut berkata seperti itu kepadaku, aku ikut pergi bersama orang-orang Thaif untuk berjumpa dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam demikian terkejut melihat aku berdiri di hadapannya dengan mengucapkan syahadat kebenaran. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihatku, beliau bersabda: "Bukankah engkau Wahsyi?" Aku menjawab: "Benar wahai Rasulullah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, "Duduklah dan tuturkanlah kepadaku bagaimana caramu menghabisi Hamzah?'"Aku pun bercerita kepada beliau tentang pembunuhan Hamzah bin Abdul Muthalib sebagaimana yang aku ceritakan kepada kalian berdua saat ini. Ketika aku telah bercerita tentang pembunuhan terhadap Hamzah bin
 
Abdul Muthalib, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Celakalah engkau, palingkanlah wajahmu dariku. Aku tidak suka melihatmu kembali!" Aku pergi meninggalkan Rasulullah supaya beliau tidak melihat wajahku.
Pada saat kaum Muslimin berangkat untuk memerangi Musailamah si Pendusta, penguasa Yamamah, aku ikut bersama mereka dan mengambil tombak yang dulu pernah aku gunakan untuk membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib. Ketika kedua pasukan telah berhadap-hadapan, aku melihat Musailamah si Pendusta berdiri dengan pedang terhunus dan sat itu aku tidak kenal mengenalinya. Aku bersiap- siap membidiknya. Salah seorang dari kaum Anshar juga siap-siap membidiknya. Kami berdua ingin membunuh Musailamah si Pendusta itu. Aku gerak-gerakkan tombak ku. Ketika telah siap, aku melemparkannya ke arah Musailamah si Pendusta dan tepat mengenainya dan pada saat yang bersamaan, orang dari kaum Anshar memukul Musailamah si Pendusta dengan pedang. Hanya Tuhan yang lebih tahu siapa di antara kami berdua yang membunuh Musailamah si Pendusta itu.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Al-Fadhl berkata kepadaku dari Sulaiman bin Yasar dari Abdullah bin Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhuma yang berkata ikut terjun di Perang Yamamah: Pada perang Yamamah, aku dengar seseorang berteriak dengan suara nyaring: "Seorang budak hitam telah membunuhnya."
Ibnu Hisyam berkata: Aku mendapat kabar bahwa Wahsyi tidak henti-hentinya dijatuhi hukuman cambuk karena mengkonsumsi minuman keras hingga namanya di hapus sebagai salah seorang penerima uang pensiunan perang. Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata: "Sungguh aku tahu bahwa Allah Ta 'ala tidak pernah membiar- kan begitu saja pembunuh Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu hidup tanpa hukuman."
Ibnu Ishaq berkata: Mush'ab bin Umair bertempur melindungi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga gugur. Ia dihabisi oleh Ibnu Qami'ah Al-Laitsi karena dia mengira bahwa Mush'ab adalah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Setelah membunuh Mush'ab bin Umair yang disangkanya Rasulullah Shal¬lalahu 'alaihi wa Sallam, Ibnu Qami'ah Al-Laitsi pulang ke Makkah dan berkata: Aku telah berhasil membunuh Muhammad.
Tatkala Mush'ab bin Umair gugur sebagai syahid, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyerahkan panji perang kepada Ali bin Abu Thalib, kemudian Ali bin Abu Thalib bertempur bersama beberapa orang dari kaum Muslimin.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Sa'ad bin Abu Thalhah dibunuh Sa'ad bin Abu Waqqash. Ashim bin Tsabit bin Abu Al-Aqlah bertempur habis-habisan dan berhasil membunuh Musafi' bin Thalhah dan saudaranya yang bernama Al-Julas bin Thalhah. Keduanya terkena anak panah Ashim bin Tsabit. Salah seorang dari keduanya sebelum meniggal menemui ibunya, Sulafah, dan merebahkan kepalanya di pangkuannya. Sulafah berkata: "Anakku, siapakah orang yang telah melukaimu?" Musafi atau Al-Julas menjawab: "Tatkala seseorang melemparkan anak panah kepadaku, aku dengar ia berkata: "Terimalah ini, aku anak Abu Al-Aqlah." Sulafah pun bernazar apabila Allah menakdirkan padanya untuk melihat kepala Ashim bin Tsabit, ia akan menyiramkan minuman keras di kepalanya. Pada saat yang sama Ashim bin Tsabit juga bersumpah kepada Allah untuk tidak menyentuh orang kafir atau disentuh orang kafir untuk selama-lamanya.
Pada Perang Uhud, Utsman bin Abu Thalhah, yang memegang panji perang kaum musyrikin berkata:
Sesungguhnya para pemegang panji perang ada hak Tuk melumuri tombaknya hingga berkeping-keping

Utsman bin Abu Thalhah dibunuh Hamzah bin Abdul Muthalib.
 
Ibnu Ishaq berkata: Hanzhalah bin Abu Amir Al-Ghasil berduel dengan Abu Sufyan bin Harb pada Perang Uhud. Ketika Hanzhalah bin Abu Amir dapat mengatasi perlawanan Abu Sufyan bin Harb, tiba- tiba Syaddad bin Al-Aswad bin Sya'ub melihat Hanzhalah bin Abu Harb yang berhasil mengatasi perlawanan Abu Sufyan bin Harb kemudian memukul Hanzhalah bin Abu Amir hingga gugur sebagai syahid. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya sahabat kalian, Hanzhalah, pasti akan dimandikan para malaikat." Para sahabat menanyakan tentang Hanzhalah bin Abu Amir kepada istrinya: "Ada apa dengan Hanzhalah bin Abu Amir?" Istrinya menjawab bahwa Hanzhalah bin Abu Amir berangkat dari rumah dalam keadaan junub pada saat mendengar seruan jihad.106
Ibnu Hisyam berkata: Dikatakan "al-hai'ah" sebagai pengganti"al-hatifah ." Disebutkan dalam hadits Rasulullah. Sebaik-baik lelaki adalah seorang yang memegang kendali kudanya, setiap kali dia mendengar teriakan ketakutan maka dia langsung melesat ke Sana.107


At-Thirimah bin Hakim al-Thai –ada pun makna Thirimah adalah orang yang berpostur tinggi, dia berkata:
Aku anak-anak keturunan keluarga mulia dari keluarga Malik Kapanpun ada teriakan minta tolong kami akan segera berangkat

Makna "al-hai'ah" adalah teriakan yang di dalamnya ada rasa ketakutan.
Ibnu Ishaq berkata: Oleh sebab itulah Rasulullah bersabda: Oleh sebab itulah (belum mandi junub) dia dimandikan oleh para malaikat.
Ibnu Ishaq berkata: Syaddad bin Al-Aswad berkata tentang pembunuhan terhadap Hanzhalah bin Abu Amir:
Aku lindungi sahabat dan diriku sendiri dengan tikaman bak sinar mentari
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Allah Ta'ala menurunkan pertolongan kepada kaum Muslimin sehingga mereka berhasil membunuh orang-orang musyrikin dengan pedang-pedang dan memaksa mereka membuka pertahanan. Maka kekalahan telak pun menimpa kaum musyrikin.
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair berkata kepadaku dari ayahnya, Abbad dari Abdullah bin Zubair dari Zubair, berkata: "Demi Allah, aku menyaksikan gelang kaki Hindun binti Utbah dan teman-temannya tertinggal tanpa diambil sedikit pun. Namun tiba-tiba pasukan pemanah pergi ke perkemahan ketika kami berhasil mendobrak pertahanan musuh dan mereka membiarkan punggung kami berada di depan pasukan berkuda musuh. Akhimya kami di datangi pasukan berkuda musuh dari belakang dan seseorang penyeru berseru dengan lantang: "Ketahuilah oleh kalian sesungguhnya Muhammad telah terbunuh." Musuh berhasil mengalahkan kami setelah sebelumnya kami berhasil mengalahkan para pemegang panji mereka hingga tidak ada seorangpun dari kita yang berani mendekatinya.
Ibnu Hisyam berkata: Sharikh maknanya seseorang berteriak keras adalah setan.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama ber- cerita kepadaku bahwa panji perang orang-orang Quraisy jatuh kemudian diambil oleh Amrah binti Alqamah Al Haritsiyah. Ia mengangkatnya tinggi-tinggi kepada orang-orang Quraisy dan orang-orang Quraisypun kemudian berkumpul kembali di sekitar
 
bendera tersebut. Kemudian panji perang tersebut di pegang Shu'ab yang tidak lain adalah budak Abu Thalhah, asal Habasyah dan dialah orang terakhir yang memegangnya. Shu'ab bertempur dengan bendera itu hingga kedua tangannya terputus. Setelah itu, ia bertempur dengan berlutut kemudian ia mendekap panji perang tersebut dengan dada dan lehernya hingga akhirnya ia tewas sambil berkata: "Ya Allah, apakah Engkau memaafkanku?"
Ibnu Ishaq berkata: Pertahanan kaum Muslimin pun berantakan dan kocar kacir dan musuh menyerang mereka. Hari itu adalah hari ujian dan hari penyaringan dimana Allah memuliakan kaum Muslirnin dengan memberi peluang mati syahid kepada mereka. Karena pertahanan kaum Muslimin terbuka, mereka berhasil menyelinap masuk ke tempat dimana Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada kemudian mereka melempar beliau dengan batu hingga terjatuh dalam posisi miring, batu tersebut mengenai gigi antara gigi depan dengan gigi taring, melukai wajah dan bibir beliau. Orang yang berhasil melempar beliau dengan batu ialah Utbah bin Abu Waqqash.
Ibnu Ishaq berkata: Humaid Ath-Thawil bercerita kepadaku dari Anas bin Malik di mana berkata: Pada Perang Uhud, gigi seri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam retak dan wajahnya terluka. Darah mengalir pada wajahnya, sambil mengusap darah itu beliau bersabda: "Bagaimana mungkin bahagia sebuah kaum bila mereka melukai wajah Nabi mereka, sementara ia mengajaknya kepada Tuhan mereka." Tentang hal ini, Allah menurunkan firman-Nya:


Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang zalim. (QS. Ali Imran: 128).108


Ibnu Hisyam berkata: Rubaih bin Abdurrahman bin Abu Sa'id Al-Khudri berkata dari ayahnya dari Abu Sa'id AI-Khudri bahwa di Perang Uhud: Utbah bin Abu Waqqash melempar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga memecahkan gigi seri sebelah kanan bawah dan melukai bibir bawah beliau. Sedangkan Abdullah bin Syihab Az-Zuhri menciderai kening Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ibnu Qami'ah melukai pipi bagian atas yang menonjol hingga dua rantai besi perisai masuk ke dalam pipi bagian atas beliau. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terperosok ke dalam satu lubang yang sengaja digali oleh Abu Amir agar kaum muslimin terperosok ke dalamnya tanpa mereka sadari. Ali bin Abu Thalib segera memegang tangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedangkan Thalhah bin Ubaidillah mengangkat beliau hingga beliau tegak berdiri. Malik bin Sinan yang tidak lain adalah Abu Sa'id Al-Khudri menyeka darah dari wajah beliau lalu menelannya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barang siapa darahnya bercampur dengannya darahku, maka ia tidak akan tersentuh neraka."
Ibnu Hisyam berkata: Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi menyebutkan bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa ingin melihat orang syahid berjalan di atas muka bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah."109
 
 

Ibnu Hisyam berkata: Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi berkata dari Ishaq bin Yahya bin Thalhah dari Isa bin Thalhah dari Aisyah dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa Abu Ubaidah bin Al-Jarrah mencabut salah satu besi dari wajah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga gigi bagian depannya tanggal dan mencabut besi satunya hingga gigi depan lainnya juga tanggal. Jadi kedua gigi depannya tanggal.
Ibnu Hisyam berkata: Ada dua bait syair yang sengaja tidak saya camtumkan, karena terlalu vulgar.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dikepung oleh kaum Quraisy, beliau bersabda: "Siapa orang yang siap berkorban nyawa buat kami?" Ziyad bin As-Sakan berdiri bersama lima orang dari kaum Anshar sebagaimana hal ini dikatakan kepadaku oleh Al-Hushain bin Abdurrahman bin Amr bin Sa'ad bin Muadz dari Mahmud bin Amr. Sebagian orang berkata bahwa orang yang siap mengorbankan nyawa untuk Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah Umarah bin Yazid bin As-Sakkan. Mereka bertempur dengan sengit melindungi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga satu persatu dari mereka gugur sebagai syuhada. Sedangkan orang terakhir yang gugur dari kelima orang itu ialah Ziyad atau Umarah yang bertempur hingga mengalami luka yang parah. Dalam kondisi kritis itu, datanglah salah satu kelompok dari kaum Muslimin yang akhirnya berhasil menyingkirkan orang-orang musyrik dari sisi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Beliau bersabda: "Dekatkanlah dia kepadaku." Mereka pun mendekatkannya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian beliau merebahkan Ziyad bin As-Sakan , lalu ia pun meninggal sedangkan pipinya berada di atas paha Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.110


Ibnu Hisyam berkata: Ummu Umarah, perisai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga panah mengenai punggungnya dan dia memiringkan diri kepada Rasulullah sehingga banyak panah yang mengenai dirinya. Sa'ad bin Abu Waqqash melepas anak panah untuk melindungi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Qasim bin Abdurrahman bin Raff dari Bani Adi bin An-Najjar berkata kepadaku bahwa Anas bin An-Nadhr, paman Anas bin Malik, tiba di tempat Umar bin Khaththab dan Thalhah bin Ubaidillah bersama beberapa orang dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang berhenti bertempur. Anas bin An-Nadhr berkata: "Kenapa kalian duduk?!" Mereka menjawab, "Rasulullah Shallallahu Shallalahu alaihi wa Sallam telah gugur." Dengan sedikit berang Anas bin An-Nadhr berkata: "Jika demikian, apa yang akan bisa kita lakukan dengan kehidupan ini setelah beliau gugur? Meninggallah kalian seperti meninggalnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam."
Usai mengatakan itu, Anas bin An-Nadhr maju ke arah musuh dan bertempur sengit hingga gugur sebagai syahid. Anas bin Malik diberi nama Anas seperti dirinya.
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian ulama bercerita kepadaku bahwa tatkala Perang Uhud terjadi, bibir Abdurrahman bin Auf terluka, gigi depannya patah, terluka sebanyak dua puluh atau lebih. Sebagian luka itu ada pada kakinya hingga membuatnya pincang. Ka'ab bin Malik berkata: "Aku ketahui kedua mata Rasuiullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengkilat dari balik tutup kepalanya, kemudian aku berteriak dengan suaraku yang paling lantang: "Wahai kaum Muslimin, bergembiralah kalian. Inilah Rasulullah." Namun Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberi padaku isyarat agar aku diam.
 
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala kaum Muslimin mengetahui bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masih hidup, mereka beranjak bangkit mendekati beliau. Kemudian beliau pergi ke jalan ke Gunung Uhud bersama mereka dan dikawal oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair, Al-Harits bin Ash-Shammah, dan sejumlah sahabat lainnya dari kaum Muslimin.
Ibnu lshaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan mendaki menuju Gunung Uhud, dia berjumpa dengan Ubay bin Khalaf. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam maju menuju Ubay bin Khalaf dan menikam lehernya sehingga membuatnya tersungkur beberapa kali dari kuda tunggangannya.111
Ibnu Ishaq berkata: Ubay bin Khalaf, seperti dituturkan kepadaku oleh Shalih bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, pernah bertemu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Makkah kemudian berkata kepada: "Wahai Muhammad, aku mempunyai kuda bemama Al-Audz yang aku beri makan se¬banyak dua belas kwintal makanan setiap harinya agar membunuhmu pada saat aku sedang menungganginya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Justru sebaliknya, akulah yang akan membunuhmu, insya Allah." Maka matilah musuh Allah itu di Saraf dan orang-orang Quraisy membawa mayatnya ke Makkah."112
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai di lorong jalan menuju Gunung Uhud, Ali bin Abu Thalib keluar untuk mengisi tempat airnya di Al-Mihras lalu membawanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk diminum oleh beliau. Hanya saja Rasulullah mencium bau tidak sedap pada air tersebut dan beliau tidak jadi meminumnya. Beliau membersihkan sisa darah dari wajahnya dan menyiramkan air tersebut ke kepalanya sambil bersabda, "Allah sangat murka kepada seseorang yang melukai wajah nabi-Nya."113


Ibnu Ishaq berkata: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di lorong jalan menuju Gunung Uhud bersama beberapa sahabatnya, tiba-tiba pasukan berkuda Quraisy mendaki gunung. Ibnu Hisyam berkata: Di antara pasukan berkuda tersebut adalah Khalid bin Walid.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Ya Allah, tidak layak bagi mereka berada di atas kami!" Lalu Umar bin Khaththab bersama beberapa orang kaum Muhajirin melawan mereka hingga menjungkalkan mereka dari gunung.114
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi ke batu cadas di gunung untuk mendakinya dalam keadaan badan mulai lemah dengan mengenakan baju besi di depan dan belakang badannya. Beliau berusaha mendaki, namun tidak berhasil, kemudian Thalhah bin Ubaidillah duduk di bawah beliau dan berdiri bersamanya hingga beliau mampu berdiri tegak. Saat itulah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam seperti dikatakan kepadaku oleh Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair dari ayahnya dari Abdullah bin Zubair dari Zubair, bersabda: "Thalhah pasti masuk surga."115

 
Ibnu Hisyam berkata: Aku mendapat berita dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak mampu mencapai tempat yang dibangun di lorong jalan yang menuju Gunung Uhud.
Ibnu Hisyam berkata: Umar eks budak Ghufrah menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam melaksanakan shalat Zhuhur di perang Uhud dengan cara duduk akibat luka yang menimpanya sedangkan kaum muslimin mengerjakan shalat di belakangnya dengan cara yang sama.
Ibnu Ishaq berkata: Para sahabat mundur dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga sebagian dari mereka tiba di Al-Munaqqa dekat Al-A'wash. Tsabit bin Waqasy dihabisi oleh orang-orang musyrikin, sedang Husail bin Jabir (Al-Yaman) tewas dengan tangan kaum Muslimin. Mereka tidak sengaja menghabisi Husail bin Jabir (Al-Yaman) karena tidak tahu bahwa ia adalah Husail bin Jabir (Al- Yaman). Hudzaifah bin Al-Yaman berkata: "Ini ayahku." Para sahabat berkata: "Sungguh kami andai kami tahu pasti kami tidak melakukan itu!! Dan mereka berkata benar." Hudzaifah berkata: "Mudah- mudahan Allah mengampuni kalian, karena Allah Dzat yang paling Penyayang." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ingin memberi diyat(tebusan darah) kepada Hudzaifah, namun Hudzaifah menyedekahkan diyatnya kepada kaum Muslimin. Peristiwa ini semakin mendekatkan Hudzaifah dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata: di tengah-tengah kami ada orang asing yang tidak diketahui dari mana dia berasal. Namanya Quzman. Jika namanya disebutkan di sisi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Dia pasti termasuk salah seorang penghuni neraka." Di perang Uhud, Quzman berperang dengan sengit dan berhasil membunuh tujuh atau delapan orang dari kaum musyrikin. Ia sosok lelaki yang kuat. Pada Perang Uhud ia terluka. Lalu ia dibawa ke pemukiman Bani Zhafar. Orang-orang dari kaum Muslimin berkata kepadanya: "Demi Allah, engkau berhasil pada hari ini wahai Quzman, maka bergembiralah!" Quzman berkata: "Kabar gembira apa yang ucapkan untukku? Demi Allah, aku berperang hanya untuk membela kehormatan kaumku. Kalau bukan karena itu aku tidak akan berperang." Saat lukanya bertambah parah, maka ia mengambil anak panah dari tempat perlengkapan perangnya, lalu iapun bunuh diri dengannya.116
Ibnu Ishaq berkata: Di antara orang yang terbunuh pada Perang Uhud ialah Mukhairiq. Ia salah seorang warga Bani Tsa'labah bin Al-Fithyaun. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana dituturkan kepadaku: "Mukhairiq adalah orang Yahudi terbaik."117


Ibnu Ishaq berkata: Al-Harits bin Suwaid bin Shamid seorang munafiq, pada Perang Uhud, ia ikut bersama kaum muslimin. Ketika kaum muslimin telah bertemu dengan kaum musyrikin, Al-Harits bin Suwaid bin Shamid menghabisi Al-Mujadzdir bin Dziyad Al-Balawi dan Qais bin Zaid, warga Bani Dhuba'iah. Setelah membunuh keduanya, Al-Harits bin Suwaid bin Shamid pergi ke Makkah bergabung dengan orang-orang kafir Quraisy. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sebagaimana dituturkan para ulama, memerintahkan Umar bin Khaththab membunuhnya apabila dia berhasil menangkapnya. Namun Umar bin Khaththab tidak berhasil mengejarnya karena ia berada di Makkah. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus saudara Al-Harits bin Suwaid yang bernama Al-Julas bin Suwaid untuk menemui Al-Harits bin Suwaid dan memintanya bertaubat agar ia bisa kembali kepada kaumnya.
 
Ibnu Ishaq berkata: Maka Allah, sebagaimana dituturkan kepadaku dari Ibnu Abbas, menurunkan ayat tentang Al-Harits bin Suwaid bin Shamid dalam firman-Nya:


Bagaimana Allah akan menunjukisuatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Mu¬hammad) benar-benar rasul, dan keterangan- keterangan pun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim (QS. Ali Imran: 86), hingga akhir kisah.
Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada bersama beberapa orang sahabatnya, tiba-tiba Al-Harits bin Suwaid keluar dari salah satu kebun Madinah, dia memakai pakaian rangkap dua berwarna merah darah. Rasulullah memerintahkan Utsman bin Affan untuk menghabisinya dan Utsman bin Affan pun menebas kepalanya. Ada yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyuruh salah seorang dari kaum Anshar untuk menghabisi Al-Harits bin Suwaid bin Shamit.
Ibnu Ishaq berkata: Suwaid bin Shamit dibunuh Muadz bin Afra' dengan cara tipu daya dan bukan dihabisi di medan perang. Muadz bin Afra' melempar Suwaid bin Shamit dengan anak panah dan menewaskannya sebelum meletusnya Perang Bu'ats.
Ibnu Ishaq berkata: Hindun binti Utbah dan wanita-wanita Quraisy yang bersamanya memutilasi korban dari sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagaimana hal ini dikatakan kepadaku oleh Shalih bin Kaisan dan mengiris telinga-telinga dan hidung-hidung mereka. Bahkan lebih jahat dari itu, Hindun binti Utbah menjadikan telinga-telinga dan hidung-hidung korban dari para sahabat sebagai gelang kaki dan kalung. Sedangkan gelang kaki dan kalung serta cincin yang dia pakai diberikan kepada Wahsyi budak Jubair bin Muth'im. Tidak hanya sampai batas itu, Hindun binti Utbah membelah hati Hamzah bin Abdul Muthalib, mengunyah, dan ingin menelannya namun ia tidak mampu maka iapun memuntahkannya.
Ibnu lshaq berkata: Al-Hulais bin Zabban dari Bani Al-Harits bin Abdu Manat saat itu adalah pemimpin orang non Arab (Ubaiys). Ia berjalan melewati Abu Sufyan bin Harb yang sedang memukul tulang rahang bagian bawah Hamzah bin Abdul Muthalib dengan besi tombak sambil berkata: "Rasakanlah ini, wahai makhluk durhaka." Al-Hulais berkata: "Wahai orang-orang Bani Kinanah, apakah demikian perilaku pemuka Quraisy terhadap anak pamannya sendiri yang telah menjadi mayat?" Abu Sufyan bin Harb berkata: "Celakalah engkau, rahasiakan hal ini, ini hanyalah sebuah kesalahan kecil." Setelah itu, Abu Sufyan bin Harb berteriak: "Di antara korban-korban kalian ada yang dicincang. Demi Allah, aku tidak rela, tidak marah, tidak melarang dan tidak pula menyuruh mereka melakukan itu." Ketika Abu Sufyan bin Harb dan anak buahnya hendak pulang ke Makkah, Abu Sufyan bin Harb berseru, "Sesungguhnya kita akan bertemu kembali kalian di Badar tahun depan." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada salah seorang sahabatnya: "Katakan padanya ya. Kita mempunyai janji itu!"
Ibnu lshaq berkata: Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dan bersabda kepadanya: "Ikutilah jejak-jejak perjalanan orang-orang Quraisy itu!"
 
Ali bin Abu Thalib berkata: "Aku berjalan menelusuri jejak-jejak perjalanan orang-orang Quraisy karena ingin melihat apa yang mereka lakukan. Ternyata mereka menggiring kuda-kuda mereka di sebelah selatan mereka dan menaiki unta-unta mereka dan beranjak pulang ke Makkah.118


Setelah itu, kaum Muslimin mengurusi korban mereka.
Ibnu lshaq berkata: Sesudah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar mencari Hamzah bin Abdul Muthalib, sebagaimana dituturkan kepadaku, dan menemukannya di dasar lembah dengan perut robek dan hatinya dicincang-cincang, hidung dan kedua telinganya dipotong-potong.
Ketika kaum Muslimin menyaksikan duka lara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan murkanya atas perbuatan orang kafir Quraisy terhadap pamannya, mereka berkata: "Jika suatu saat nanti Allah memenangkan kita atas mereka, kita habisi mereka dengan cara yang belum pernah lakukan oleh orang Arab manapun."
Ibnu Hisyam berkata: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di hadapan jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, beliau bersabda: "Aku tidak akan pernah akan mendapat musibah selama- lamanya seperti musibah kematianmu ini. Aku tidak pernah berdiri dalam keadaan marah sebagaimana kemarahanku ini." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lebih lanjut bersabda: Jibril baru saja datang menemuiku dan menjelaskan kepadaku bahwa Hamzah bin Abdul Muthalib tertulis di penghuni tujuh langit: "Hamzah singa Allah dan Rasul-Nya."119


Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, Hamzah bin Abdul Muthalib, dan Abu Salamah bin Abdul Asad tiga saudara sesusuan. Mereka disusui oleh mantan budak perempuan Abu Lahab.
Ibnu Ishaq berkata: Buraidah bin Sufyan bin Farwah Al-Aslami berkata kepadaku dari Muhammad bin Ka'ab Al-Quradhi dan seseorang yang tidak aku ragukan integritasnya yang berkata kepadaku dari Ibnu Abbas bahwa Allah Yang Mahamulia menurunkan ayat berikut tentang ucapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya:



Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. Akan tetapijika kalian bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. an-Nahl: 126-127).
 
Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberi maaf pada orang-orang yang mencincang Hamzah bin Abdul Muthalib, bersabar dan melarang pencincangan.

Ibnu Ishaq berkata: Humaid Ath-Thawil berkata kepadaku dari Al-Hasan dari Samurah bin Jundub yang berkata: "Tidaklah pernah sekalipun Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam apabila berdiri di satu tempat dan sebelum meninggalkannya beliau selalu memerintahkan kami bersedekah dan melarang kita mencincang.120


Ibnu Ishaq berkata: Orang yang sama sekali tidak aku ragukan kredibilitasnya berkata kepadaku dari Misqam mantan budak Abdullah bin AI-Harits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma dimana dia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib ditutup dengan kain burdah kemu- dian dishalati. Beliau bertakbir sebanyak tujuh takbir. Setelah itu, jenazah-jenazah lainnya didatangkan dan diletakkan di dekat jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib kemudian dishalati sedang jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib bersama mereka hingga akhirnya Hamzah bin Abdul Muthalib dishalati sebanyak tujuh puluh dua kali.

Abdullah bin Jahsy juga dicincang-cincang sebagaimana Hamzah bin Abdul Muthalib hanya saja perutnya tidak dibelah untuk diambil hatinya. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan Abdullah bin Jahsy dimakamkan satu tempat dengan kuburan Hamzah bin Abdul Muthalib. Hal ini hanya aku dengar dari keluarga Abdullah bin Jahsy.
Ibnu Ishaq berkata: Awalnya beberapa orang dari kaum Muslimin ingin membawa korban perang Uhud ke Madinah dan dikuburkan di sana, namun Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang seraya bersabda: "Kuburkanlah mereka di tempat mereka gugur."
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim Az-Zuhri dari Abdullah bin Tsa'labah bin Shu'air Al-Udzri sekutu Bani Zuhrah, berkata bahwa tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di depan korban Perang Uhud, beliau bersabda, "Aku menjadi saksi bagi mereka bahwa setiap orang yang terluka di jalan Allah, maka Allah akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan lukanya berdarah; warnanya warna darah dengan aroma wangi kasturi. Lihatlah mana di antara mereka yang paling banyak hapalan Al-Qur'annya kemudian letakkan dia di depan sahabat-sahabatnya di kuburan."121 Para sahabat memakamkan dua atau tiga orang dalam satu liang lahat.


Ibnu Ishaq berkata: Pamanku, Musa bin Yasar, berkata kepadaku bahwa ia mendengar Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang terluka di Jalan Allah, maka Allah akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan lukanya berdarah; warnanya warna darah dengan wangi kasturi."122


Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar berkata kepadaku dari tetua Bani Salimah bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada saat memerintahkan pemakaman para korban Perang Uhud: "Lihatlah Amr Al-Jamuh dan Abdullah bin Amr bin Haram, sesungguhnya keduanya bersahabat karib di dunia, oleh karena itu, letakkan keduanya di satu liang lahat."
 
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang ke Madinah dan berpapasan dengan Hamnah binti Jahsy, sebagaimana disampaikan kepadaku. Ketika Hamnah binti Jahsy bertemu para sahabat dan diberi kabar tentang saudaranya yang syahid, Abdullah bin Jahsy, maka ia mengucapkan innalillaahi wa inna ilaihi raaji'un dan memintakan ampunan kepada Allah untuknya. Setelah itu, ia diberi kabar tentang pamannya dari jalur ibunya, Hamzah bin Abdul Muthalib, yang juga syahid kemudian ia mengucapkan inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'un dan memintakan ampunan kepada Allah untuknya. Lalu ia diberi kabar tentang suaminya, Mush'ab bin Umair yang juga syahid. Iapun menjerit dan menangis kencang sambil mengucapkan kata-kata sesal berat. Melihat hal ini Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya seorang suami itu memiliki tempat tersendiri dalam relung hati istrinya." Rasullah bersabda seperti itu, saat melihat Hamnah binti Jahsy tegar saat mendengar syahidnya saudara dan pamannya dari jalur ibunya, namun berteriak keras histeris atas syahidnya suaminya tercinta.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam berjalan melewati pemukiman-pemukiman kaum Anshar yaitu pemukiman Bani Abdul Asyhal dan pemukiman Zhafar, dan mendengar ratap tangis atas korban-korban mereka. Kedua mata Rasulullah mengucurkan air mata, seraya bersabda: "Namun kenapa tidak ada seorang wanitapun yang menangisi Hamzah!"
Pada saat Sa'ad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair pulang ke tempat Bani Abdul Asyhal, keduanya memerintahkan wanita-wanita Bani Abdul Asyhal menggunakan ikat pinggang lalu pergi untuk menangisi Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Hakim bin Hakim bin Abbad bin Hunaif berkata dari seseorang dari Bani Abdul Asyhal yang berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar jerit tangis wanita- wanita tersebut atas Hamzah bin Abdul Muthalib, beliau keluar menemui mereka yang berada di pintu masjid kemudian bersabda: "Pulanglah, semoga Allah merahmati kalian. Sungguh kalian telah mensejajarkan Hamzah dengan korban-korban kalian."
Ibnu Hisyam berkata: Sejak waktu itulah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang ratapan histeris terhadap jenazah.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah berkata kepadaku bahwa ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar jerit tangis wanita-wanita Anshar, beliau bersabda kepada mereka: "Semoga Allah merahmati orang-orang Anshar, sesungguhnya tenggang rasa adalah sikap mereka sejak lama. Perintahkan mereka pulang ke rumahnya masing- masing."
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di rumah, beliau menyerahkan pedangnya kepada putrinya, kesayangannya Fathimah, sambil bersabda: "Bersihkanlah darah dari pedang ini wahai puteriku. Demi Allah, pedang tersebut telah berlaku jujur kepadaku di hari ini." Ali bin Abu Thalib juga menyerahkan pedangnya kepada Fathimah sambil berkata: "Tolong pedang ini juga dibersihkan darahnya, karena sesungguhnya ia telah berlaku jujur kepadaku di hari ini!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika engkau berperang dengan jujur, sesunguhnya Sahl bin Hunaif dan Abu Dujanah telah juga berperang dengan jujur bersamamu dirimu."
Ibnu Hisyam berkata: Pedang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dinamakan Dzul Faqar.
Ibnu Hisyam berkata bahwa sebagian ulama berkata kepadanya bahwa Ibnu Abu Najih berkata: Seorang penyeru berseru di Perang Uhud:
Tidak ada pedang kecuali pedang Dzul Faqar Dan tidak ada pemuda kecuali Ali
 
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian Ulama berkata kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu: "Orang-orang musyrikin tidak akan pernah lagi mengalahkan kita sesudahnya (yakni Perang Uhud) sampai Allah memenangkan kita."
Ibnu Ishaq berkata: Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawwal.




Perang Hamra' al-Asad


Keesokan harinya, yakni pada Ahad tanggal 16 Syawwal, penyeru Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengumumkan kepada kaum Muslimin dengan intruksi agar mereka mengejar musuh dan agar tidak ada seorang pun yang melakukan pengejaran bersama kami kecuali mereka yang ikut serta pada Perang Uhud kemarin. Beliau bersama para sahabatnya mengejar musuh untuk menakut-nakuti mereka agar saat mereka mendengar beliau melakukan pengejaran mereka berkesimpulan bahwa beliau jauh lebih kuat, dan bahwa apa yang menimpa para sahabatnya itu sama sekali tidak melemahkan semangat juang mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan hingga tiba di Hamraul Asad yang berjarak delapan sekitar mil dari kota Madinah.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk Ibnu Ummi Maktum sebagai imam untuk sementara di Madinah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Hamraul Asad hari Selasa, Rabu, dan Kamis, kemudian pulang kembali ke Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr berkata kepadaku bahwa Ma'bad bin Abu Ma'bad dari Khuza'ah berjalan melewati Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Orang Muslim dan orang kafir Khuza'ah adalah kepercayaan Rasululiah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam hal-hal yang bersifat rahasia di Tihamah. Beliau mempunyai kesepakatan dengan mereka bahwa mereka tidak boleh menyembunyikan apa saja yang terjadi di Khuza'ah. Saat itu, Ma'bad bin Abu Ma'bad adalah seorang musyrik. Ia berkata: "Wahai Muhammad, demi Allah, sungguh kami demikian berduka atas apa yang menimpa sahabat-sahabatmu dan kami berharap Allah menyelamatkanmu di tengah-tengah mereka." Usai mengatakan itu, Ma'bad bin Abu Ma'bad pergi sedang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tetap di Hamraaul Asad dan bertemu dengan Abu Sufyan bin Harb beserta anak buahnya di Ar- Rauha yang telah sepakat untuk kembali menghadapi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabatnya. Mereka berkata: "Kita telah berhasil mengalahkan kekuatan sahabat-sahabat Muhammad, tokoh-tokoh, dan pemimpin-pemimpin mereka, apakah kemudian kita pulang sebelum berhasil membasmi mereka hingga habis. Kini kita akan kembali balik untuk menghabisi sisa-sisa mereka." Ketika
Abu Sufyan bin Harb melihat Ma'bad bin Abu Ma'bad, ia berkata: "Kabar apa yang engkau bawa, wahai Ma'bad?" Ma'bad menjawab: "Muhammad sedang melakukan dengan sahabat-sahabatnya sedang melakukan pengejaran terhadap kalian yang belum pernah aku lihat sebelumnya, karena mereka marah kepada kalian. Sahabat-sahabatnya yang tidak ikut bersamanya pada Perang Uhud kini semuanya bergabung dengannya dan menyesal karena tidak ikut perang. Mereka demikian marah kepada kalian, satu hal yang belum aku lihat sebelumnya." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Celakalah engkau, lalu apa pandanganmu?" Ma'bad bin Abu Ma'bad berkata: "Demi Allah, aku berpendapat hendaknya engkau pergi hingga lihat ubun-ubun kuda." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Demi Allah,
 
sesungguhnya kami telah sepakat untuk balik kembali ke tempat mereka dan menghabisi sisa-sisa mereka." Ma'bad bin Abu Ma'bad berkata: Aku cegah engkau untuk melakukan tindakan seperti itu. Demi Allah, sungguh apa yang aku lihat membuatku mendendangkan syai-syair tentang mereka." Abu Sufyan bin Harb berkata: 'Syair-syair seperti apa yang engkau lantunkan tentang mereka?' Ma'bad bin Abu Ma'bad berkata: "Aku berkata:
Hewan kendaraanku nyaris tersungkur karena suara-suara
Ketika bumi mengalir dengan kuda-kuda dalam berkelompok-kelompok Kuda-kuda itu lari dengan singa-singa mulia yang tidak pendek di saat perang
Tiada bersenjata dan tiada mampu bertahan di atas pelana kuda Aku terus berlari karena menduga bumi telah menjadi miring
Kala mereka menyerangkami denganpemimpin nan pantang mundur Aku katakan: Celakalah anak Harb bila berjumpa dengan kalian”
Jika bumi berguncang dengan sekumpulan manusia
Aku ingatkan penduduk tanah suci yang menyembah berhala secara terbuka Bagi setiap orang yang masih berakal
Dari pasukan Ahmad yang di dalamnya tidak ada tandingan Apa yang aku katakan ini tidak bisa diurai lewat ungkapan kata

Syair-syair di atas mengurungkan keinginan Abu Sufyan bin Harb dan anak buahnya untuk pergi ke Madinah.
Kafilah musafir dari Bani Abdul Qais melewati Ma'bad bin Abu Ma'bad, kemudian Ma'bad bin Abu Ma'bad berkata kepada mereka: "Mau ke mana kalian?" Mereka menjawab: "Ke Madinah?" Ma'bad bin Abu Ma'bad berkata: "Apa keperluan kalian pergi ke Madinah?" Mereka menjawab,: "Kami hendak pergi ke Al-Mirah." Ma'bad bin Abu Ma'bad berkata: "Maukah kalian membawakan suratku kepada Muhammad? Apabila kalian bersedia, aku akan membawakan anggur ini pada kalian di Pasar Ukadz esok pagi?" Mereka menjawab: "Ya." Ma'bad bin Abu Ma'bad berkata: "Jika kalian bersedia, katakan pada Muhammad bahwa kami telah sepakat kembali balik kepadanya dan sahabat-sahabatnya untuk menghabisi seluruh sisa-sisa mereka." Rombongan musafir tersebut pun berjalan melewati Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Hamra al-Asad dan mereka menceritakan kepada beliau apa yang dikatakan Abu Sufyan bin Harb dan anak buahnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Cukuplah Allah bagi kita dan Dia sebaik-baik Pelindung."
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah berkata kepada kami bahwa ketika Abu Sufyan bin Harb dan anak buahnya pulang dari Perang Uhud lalu ia berencana kembali balik ke Madinah untuk menghabisi seluruh sisa-sisa sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sebagaimana yang mereka rencanakan, Shafwan bin Umaiyyah bin Khalaf berkata kepada mereka: "Janganlah kalian kerjakan itu, karena mereka sedang dilanda marah besar. Kita khawatir mereka memiliki semangat tempur yang tidak sebelumnya tidak mereka miliki, maka kembalilah kalian ke Makkah." Abu Sufyan bin Harb dan anak buahnya pun pulang ke Makkah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang saat itu berada di Hamra al-Asad dan mendengar orang-orang Quraisy bertekad untuk balik menyerangnya bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, batu telah ditandai buat mereka. Seandainya mereka diserang dengannya, pasti mereka akan mengalami seperti yang kemarin mereka alami."
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah berkata kepadaku bahwa sebelum pulang ke Madinah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menangkap Muawiyah bin Al-Mughirah bin Abu Al-Ash bin Umaiyyah bin Abdu Syams, kakek dari Abdul Malik bin Marwan karena ia ayah dari ibunya yang bernama Aisyah binti Muawiyah dan juga menangkap Abu Azzah Al-Jumahi. Rasulullah pernah menawannya Shallalahu 'alaihi wa Sallam menawan Abu Azzah Al-Jumahi di Perang Badar, lalu membebaskannya. Abu Azzah
 
Al-Jumahi berkata: "Wahai Rasulullah, bebaskanlah aku!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda AKU KataKan: "Tidak, demi Allah, engkau tidak lagi bisa membasuh kedua sisi badanmu di Makkah lalu kau katakan: Aku telah menipu Muhammad dua kali.' Habisi ia, wahai Zubair." Zubair pun menghabisinya.
Ibnu Hisyam berkata: Aku mendengar dari Sa'id bin Al-Musayyib yang berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Azzah Al-Jumahi: "Sesungguhnya orang Mukmin tidak mungkin disengat dari lubang yang sama hingga dua kali. Habisi, hai Ashim bin Tsabit." Ashim bin-Tsabit pun menghabisi Abu Azzah Al- Jumahi.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Ubay bin Salul, sebagaimana dituturkan dikatakan kepadaku oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri, mempunyai tempat berpidato di setiap hari Jum'at dan tidak ada yang melarangnya karena kemuliaan pada diri dan pada kaumnya. Ia orang terhormat di tengah-tengah kaumnya. Apabila Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam duduk dari khutbah Jum'at, Abdullah bin Ubai bin Salul berdiri dan berkata: "Wahai manusia, inilah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di tengah- tengah kalian. Dengannya, Allah memuliakan dan memenangkan kalian. Oleh karena itu, tolonglah dan bantulah dia, dengar dan taatilah." Usai mengatakan itu Abdullah bin Ubai bin Salul duduk. Setelah melakukan tindakan tidak sepatutnya pada Perang Uhud dan kaum Muslimin pulang dari Perang Uhud, ia tetap melakukan seperti apa yang dia lakukan sebelumnya. Namun kaum Muslimin memegang bajunya dari seluruh sisinya dan berkata kepadanya: "Duduklah engkau, hai musuh Allah, demi Allah, tidaklah pantas bagimu melakukan seperti dulu lagi. Engkau telah berbuat tidak pantas sebelum ini." Abdullah bin Ubay bin Salul keluar berjalan di tengah-tengah manusia dengan melangkahi bahu-bahu mereka sambil berkata: "Demi Allah, aku berkata tentang sesuatu yang besar ketika berdiri memperkuat urusannya (Rasulullah). ' Salah seorang dari kaum Anshar yang berpapasan dengan Abdullah bin Ubay bin
Salul di pintu masjid berkata: "Celakalah engkau, apa yang terjadi pada dirimu?" Abdullah bin Ubay bin Salul menjawab: "Aku berdiri mendukungnya namun salah seorang sahabatnya melompat ke arahku, menarikku dan menjelek-jelekkanku, seakan-akan aku akan mengatakan suatu yang menakutkan padahal itu untuk mendukungnya." Sahabat dari kaum Anshar tersebut berkata: "Bodoh sekali kau ini, kembalilah menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan mohonlah padanya untuk memintakan ampunan dari Allah untuk dirimu!" Abdullah bin Ubay bin Salul berkata: "Demi Allah, aku tidak membutuhkannya untuk memintakan ampunan kepada Allah buat diriku."
Ibnu Ishaq berkata: Perang Uhud adalah ujian, pembersihan dan seleksi. Dengan perang ini, Allah Ta 'ala menguji kaum Mukminin dan membongkar topeng orang-orang munafik yang menampakkan iman dengan lisan namun menyembunyikan kekafiran dalam hatinya. Di samping itu Perang Uhud adalah hari di mana di dalamnya Allah Ta'ala memuliakan wali-wali-Nya yang hendak Dia muliakan dengan gugur sebagai para syuhada' di jalan-Nya.



Ayat-ayat Al-Quran yang Turun tentang Perang Uhud


Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai berkata kepadaku dari Muhammad bin Ishaq Al- Muththallibi yang berkata: "Di antara ayat-ayat yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang Perang Uhud ialah enam puluh ayat yang ada pada surat Ali Imran. Pada ayat-ayat tersebut terdapat
 
penjelasan tentang apa yang terjadi pada kaum muslimin di Perang Uhud dan celaan Allah kepada orang yang Dia cela di antara mereka.
Allah berfirman kepada Nabi-Nya:


Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. Ali Imran: 121).
Ibnu Hisyam berkata: tubawwiu al-mu'minin maksudnya adalah kau membuat tempat duduk dan tempat tinggal buat mereka. Al-Kumaitu bin Zaid berkata:
Andaikata aku ada sebelum dia Telah aku siapkan tempat berbaringnya
Bait syair ini adalah miliknya. Sami'un maksudnya Allah mendengar apa yang mereka katakan. Alim maksudnya Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Ketika dua golongan dari padamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah Penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah karena Allah saja orang-orang mukmin bertawakal (QS. Ali Imran: 122). Tafsyalaa maksudnya saling berkhianat. Kedua golongan yang disebutkan pada ayat di atas ialah Bani Salimah bin Jusyam bin Khazraj dan Bani Haritsah bin An-Nabit dari Aus.
Wallahu waliyyuhuma maksudnya Allah menyingkirkan niat tidak ingin menolong dari kedua kelompok tersebut. Awalnya, kedua golongan tersebut berniat tidak memberikan pertolongan kepada Rasulullah Shallalahu Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Allah Ta'ala berfirman:
karena itu, hendaklah karena Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal (QS. Ali Imran: 122), maksudnya bila ada di antara kaum Mukminin merasa tak berdaya, hendaklah ia bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Allah, niscaya Allah menolong urusannya dan melindunginya hingga Aku sampai dengannya, melindunginya, dan memperkuat niatnya. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:

 
Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah orang-orang yang lemah (ketika itu). Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (QS. Ali Imran: 123).
Yakni, bertakwalah kalian kepada-Ku karena takwa adalah refleksi syukur atas nikmat-Ku. Sungguh Allah telah menolong kalian di Perang Badar. Dimana saat itu kalian berjumlah sedikit dan kekuatan kalian sangatlah lemah.


(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: "Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikatyang diturunkan (dari langit)?" ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itujuga, niscaya Allah menolongkamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda (QS. Ali Imran: 124-125).
Yakni apabila kalian bersabar terhadap musuh-Ku, menataati perintah-Ku, lalu mereka datang dari depan kalian, Aku akan menolong kalian dengan lima ribu malaikat yang kesemuanya memakai tanda.
Ibnu Hisyam berkata: Musawwimin artinya memakai tanda. Telah dituturkan kepada kami dari Al- Hasan bin Abu Al-Hasan Al-Bashri yang berkata: Para malaikat membuat tanda pada ekor dan ubun- ubun kuda mereka dengan kain wol putih. Sedang Ibnu Ishaq berkata bahwa tanda para malaikat di Perang Badar ialah dengan memakain sorban-sorban putih dan hal ini telah aku uraikan pada pembahasan Perang Badar.
Sima' artinya: tanda. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:




Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud (QS. al-Fath: 29), yakni tanda-tanda mereka.
Pada ayat lain Allah berfirman:

 
Dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi yang diberi tanda oleh Tuhanmu (QS. Huud: 82- 83), musawwamah: yang ditandai.
Telah sampai kepada saya dari Al-Hasan bin Abil Hasan al-Bashri bahwa sesungguhnya dia berkata: Di atasnya ada tanda dan bahwa sesungguhnya batu itu bukan dari bebatuan dunia, batu itu adalah batu adzab.
Ru'bah bin al-Ajjaj berkata:
Kini mereka mendapat ujian di atas kuda saat bertemu aku Mereka tidak bisa menghentikan walaupun memakai tanda Mata mereka kuyu dan sayu karena terlalu cepat berlari
Ajdzamu (dengan huruf dzal) maknanya bersegera sedangkan jika menggunakan huruf (dal) maka maknanya adalah menyerah. Bait ini terdapat dalam syair rajaz-nya. Musawwamah juga bermakna pilihan (peliharaan/ gembalaan). Sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Quran:


Kuda pilihan (QS. Ali Imran: 14),


Yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu (QS. an-Nahl: 10). Orang-orang Arab berkata: Sawwama khailahu wa ibilahu wa asamahaa: artinya adalah menggembalakannya. Al- Kumaitu bin Zaid berkata:
Dia penggembala kambingyang baik, kini kita kehilangan dia
Sedangkan kehilangan penggembala itu sama dengan kehilangan gembalaan

Ibnu Hisyam berkata: musjiya artinya seorang penggembala yang cakap dan baik pada binatang gembalaannya. Bait ini adalah miliknya. Allah berfirman:


Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Ali Imran: 126).
Yakni, pasukan dari malaikat-malaikat Allah yang Allah sebutkan tidak lain adalah kabar gembira bagi kalian dan agar hati kalian menjadi tenang karenanya, karena Allah mengetahui ketidak berdayaan kalian dan kemenangan itu berasal dari kekuasaan dan kemampuan Allah. Itu karena keperkasaan dan kebijaksanaan itu milik Allah dan bukan milik seorang pun dari makhluk Allah.
 
Lalu, Allah berfirman:


(Allah menolong kamu dalam perang Badar dan memberi bala bantuan itu) untuk membinasakan segolongan orang-orangyang kafir, atau untuk menjadikan mereka hina, lalu mereka kembali dengan tiada memperoleh apa-apa. (QS. Ali Imran: 127).
Yakni, agar Allah menghancurkan orang-orang musyrik dengan pembunuhan sebagai pembalasan Allah terhadap mereka atau mengalahkan mereka dalam keadaan mengenaskan. Artinya, orang yang masih hidup di antara mereka pulang dalam keadaan gagal tanpa mendapatkan apa yang selama ini mereka inginkan.
Ibnu Hisyam berkata: Yakbitahum, yakni menjadikan mereka sedih sesedih sedihnya dan mencegah mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Dzu Rummah berkata:
Kala aku lupakan derita masa laluku. Aku tidak akan lupa kebingungan kami Antara gembira dan kecewa

Yakbitahum juga berarti: melempar mereka dan menjadikan mereka terjembab dengan mukanya. Ibnu Ishaq berkata: Lalu, Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam:


Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima tobat mereka, atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim (QS. Ali Imran: 128). Yakni engkau tidak memiliki otoritas untuk menentukan apapun atas hamba-hamba Allah. Kecuali apa yang Allah perintahkan kepadamu mengenai mereka, atau Allah beri ampunan kepada mereka dengan rahmat Allah. Jika Allah mau maka Allah lakukan. Atau Allah siksa mereka dengan dosa-dosa mereka sesuai dengan hak-Nya karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang zalim. Apa yang mereka lakukan sebenarnya telah layak bagi mereka untuk disiksa karena maksiat mereka kepada-Nya. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yakni mengampuni dosa dan me nyayangi hamba-hamba-Nya terhadap apa yang mereka lakukan.
Kemudian Allah Ta 'ala berfirman:

 
Hai orang-orangyang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipatganda (QS. Ali Imran: 130).
Yakni, janganlah kalian memakan riba saat kalian telah masuk dalam Islam, karena dengannya Allah memberi petunjuk kalian kepada hal-hal haram yang akan kalian makan jika kalian berada di luar Islam. Kemudian Allah berfirman:


Dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian beruntung (QS. Ali Imran: 130).
Yakni, taatilah Allah, semoga kalian selamat dari siksa yang telah diperingatkan Allah kepada kalian dan kalian mendapatkan pahala dimana Allah membuat kalian senang kepadanya. Setelah itu, Allah berfirman:


Dan peliharalah diri kalian dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang yang kafir (QS. Ali Imran: 131), yakni, neraka yang dijadikan sebagai tempat tinggal bagi orang yang kafir terhadap-Ku.
Sesudah itu, Allah berfirman:


Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kalian dirahmati (QS. Ali Imran: 132). Ayat ini sebagai suatu celaan dan kecaman bagi para sahabat yang tidak taat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau memerintahkan suatu perkara kepada mereka pada Perang Uhud dan pada peristiwa-peristiwa lainnya.
Sesudah itu, Allah berfirman:


Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS. Ali Imran: 133) maksudnya, surga tersebut menjadi tempat tinggal bagi siapa saja yang taat kepada-Ku dan kepada Rasul-Ku.
Sesudah itu, Allah berfirman:
 
 

(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapai maupun sempit dan orang- orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikkan. (QS. Ali Imran: 134) yakni, itu semua kebajikan(ihsan) dan Aku mencintai siapa saja yang melakukannya.
Sesudah itu, Allah Ta'ala berfirman:


Dan (juga) orang-orangyang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak menerus- kan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran: 135), yakni, jika mereka melakukan perbuatan keji "atau menzalimi diri mereka sendiri" (QS. Ali Imran: 135) dengan bermaksiat kepada Allah, maka mereka ingat larangan Allah dari perbuatan tersebut dan apa saja yang diharamkan-Nya kepada mereka, lalu mereka meminta ampun kepada-Nya atas segala dosa mereka dan mereka mengetahui bahwa tidak ada seorangpun yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Allah.
Wa lam yushirruu 'ala maa fa'aluu wa hum ya'lamuun, artinya mereka tidak terus menerus melakukan maksiat kepada-Ku seperti perbuatan orang yang melampaui batas dalam kekafiran mereka "padahal mereka mengetahui" (QS. Ali Imran: 135) apa yang Aku haramkan atas mereka dalam hal ibadah kepada selain Aku.
Sesudah itu Allah berfirman:

 
Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal (QS. Ali Imran: 136) yakni pahala orang-orang yang taat.
Setelah menyebutkan musibah yang menimpa kaum Muslimin dan ujian yang terjadi pada mereka, saringan terhadap apa yang ada pada mereka penunjukan beberapa orang dari mereka menjadi syuhada', Allah berfirman menghibur mereka, menjelaskan apa yang mereka kerjakan, dan apa yang Allah lakukan pada mereka:


Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. Ali Imran: 137).
Yakni, sebelum ini telah terjadi peristiwa-peristiwa hukuman dari Allah kepada orang-orang yang mendustakan rasul-Nya dan menyekutukan-Nya, seperti kaum Ad, Tsamud, Luth, dan penduduk Madyan. Sehingga mereka bisa melihat contoh-contoh hukuman yang Allah timpakan pada mereka dan kepada orang-orang yang sejalan dengan mereka. Allah memberi jangka waktu agar mereka tidak mengira bahwa hukuman-Nya telah terputus dari musuh kalian dan musuh-Nya. Karena pergantian yang Allah putar kepada kalian ditujukan agar dengan cara itu Allah mengetes kalian dan mengetahui apa yang ada pada kalian.
Kemudian Allah berfirman:


(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang- orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran: 138), yakni, Al-Qur'an ini sebagai penjelasan bagi manusia jika mereka mau menerima hidayah. Ia adalah petunjuk dan pelajaran serta adab bagi orang-orang bertakwa yaitu orang yang taat kepada-Ku dan tahu perintah-Ku.
Selanjutnya Allah Ta'ala berfirman:


Janganlah kalian bersikap lemah dan jangan lah (pula) kalian bersedih hati (QS. Ali Imran: 139), yakni, janganlah kalian merasa lemah dan putus harapan karena musibah yang menimpa kalian. Kemudian Allah berfirman:

 
Padahal kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya). (QS. Ali Imran: 139), artinya kemenangan dan hasil akhir yang indah itu adalah milik kalian.
Lalu Allah berfirman:


Jika kalian orang-orang yang beriman (QS. Ali Imran: 139), artinya jika kalian membenarkan nabi-Nya serta semua apa yang dia bawa dari-Nya.
Setelahnya Allah berfirman:


Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (QS. Ali Imran: 140), artinya, Aku putar hari-hari baik dan buruk di antara manusia untuk proses ujian dan penyaringan.
Pada ayat selanjutnya Allah berfirman:


Dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim (QS. Ali Imran: 140), yakni, agar Allah membedakan antara orang-orang mukmin dengan orang- orang munafik dan memuliakan orang-orang mukmin dengan menjadikannya sebagai syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang Zalim (QS. Ali Imran: 140), yakni orang-orang munafik yang mengumbar ketaatan dengan mulut berbusa sedangkan hati mereka terus-menerus berkubang dengan dosa.
Allah berfirman:


Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (QS. Ali Imran: 41), artinya Allah mengetes orang-orang beriman karena ingin menyaring mereka dengan ujian yang ditimpakan pada mereka, melalui kesabaran dan keyakinan mereka.
Setelahnya, Allah Ta’ala berfirman:
 
 

Dan membinasakan orang-orang yang kafir. (QS. Ali Imran: 141). artinya, membatalkan perkataan orang-orang munafik dengan mulut mereka yang tidak berasal dari hati mereka sehingga terlihat jelas kekafiran yang selama ini mereka sembunyikan.
Selanjutnya Allah berfirman:


Apakah kalian kira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian dan belum nyata orang-orangyang sabar (QS. Ali Imran:142). Artinya, apakah kalian menyangka akan masuk surga dan mendapatkan balasan kemuliaan dari Allah, padahal Allah belum menguji kalian dengan penderitaan dan hal-hal yang tidak mengenakkan sehingga dengan cara itu Allah menangkap kejujuran kalian dengan beriman kepada-Nya dan bersabar atas apa pun yang menimpa kalian di jalan-Nya. Kalian pernah mengharapkan mati syahid karena kebenaran yang ada pada diri kalian sebelum kalian bertemu dengan musuh kalian. Yang dimaksud dengan kalian pada ayat ini adalah para sahabat yang meminta Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk keluar bersama mereka menghadapi musuh karena mereka sebelumnya tidak ikut pada Perang Badar. Mereka berharap dengan keluar menghadapi musuh, mereka bisa mati syahid yang sebelumnya tidka mereka dapatkan. Selanjutnya Allah berfirman:


Sesungguhnya kalian mengharapkan mati sebelum kalian menghadapinya (QS. Ali Imran: 143)
Allah selanjutnya berfirman:


(Sekarang) sungguh kalian telah melihatnya dan kalian menyaksikannya (QS. Ali Imran: 143), artinya, kalian sekarang saksikan kematian di pedang-pedang lawan kalian, Allah membuat jarak antara kalian dengan musuh kalian sedang saat itu kalian melihat mereka kemudian Allah mencegah mereka dari kalian.
Selanjutnya Allah berfirman:

 
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya bebe- rapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran: 144), yakni apakah karena adanya perkataan manusia: Muhammad meninggal dunia atau terbunuh, kalian akan keluar dari agama Islam, menjadi kafir seperti sebelumnya, meninggalkan jihad melawan musuh, meninggalkan Kitab Allah, dan meninggalkan agama-Nya yang ditinggalkan nabi kalian? Padahal Muhammad telah menerangkan kepada kalian dalam apa yang ia bawa dari Allah bahwa ia akan meninggal dan meninggalkan kalian!
"Wa man yanqalib 'ala aqibaihi" (Barang siapa yang berbalik ke belakang) maksudnya murtad dari agamanya.
"Falan yazhurrahullaha syai'an" (maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun), yakni bahwa keluarnya seseorang dari agama Islam sama sekali tidak akan mengurangi keperkasaan Allah, kerajaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan kemampuan-Nya.
"Wa sayazjillahusy syakirin" (dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur) yakni, Allah akan memberi balasan orang-orang yang taat dan melaksanakan perintah-Nya.
Selanjutnya Allah Ta 'ala berfirman: Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (QS. Ali Imran: 145), yakni sesungguhnya Muhammad Shallalahu alaihi wa Sallam memiliki ajal ajal yang ia akan sampai pada ajal itu. Jika Allah Ta'ala telah mengizinkannya pada ajalnya, maka dia akan menjemputnya.
Selanjutnya Allah berfirman:


Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang- orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran: 145), artinya, Apabila ada di antara kalian menginginkan dunia dan tidak menginginkan akhirat, maka Allah berikan rizki yang ditentukan baginya, tidak lebih dari itu, dan ia tidak meraih apapun di akhirat kelak. Sebaliknya barang siapa mengharapkan pahala akhirat, maka apa yang dijanjikan akan diberikan kepadanya termasuk rizki di dunia dan itulah balasan bagi orang-orang yang bersyukur, yaitu orang- orang yang bertakwa.
Selanjutnya Allah berfirman:
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran: 146). Artinya, berapa banyak nabi yang terbunuh, namun pengikut para nabi tersebut
 
tidak menjadi lemah karena kematian Nabi mereka, tidak juga lemah dalam menghadapi musuh dan tidak menyerah karena musibah di medan jihad karena membela Allah dan agama-Nya. Demikian kesabaran itu dan Allah menyayangi orang-orang yang bersabar.
Selanjutnya, Allah Ta 'ala berfirman:


Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan- tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir (QS. Ali Imran: 147).
Ibnu Hisyam berkata: Kata tunggal dari ribbiyun adalah ribby. Sedangkan perkataan mereka rubab diperuntukkan untuk anak-anak Abdu Manat bin Add bin Thaihah bin Ilyas dan Dhabbah karena mereka berkumpul dan bersekutu. Dari sisi ini maksudnya adalah kelompok-kelompok. Sedangkan kata tunggal dari rubab adalah ribbah dan ribah. Yakni kumpulan tongkat dan anak panah dan sejenisnya. Maka mereka menyerupakan dengannya.
Abu Dzu’aib al-Hudzali berkata:
Mereka laksana kain pembungkus anak panah Yang mengalir di atas busur dan merekah

Inilah adalah bait-bait yang dia karang. Sementara itu Umayyah bin Abi Shalt berkata:
Di sekeliling begundal-begundal mereka ada kerumunan dalam jumlah besar Yang berbungkus baju-baju besi pelindung berpaku

Ini adalah bait-bait yang dia tulis.
Ibnu Hisyam berkata: Ar-Ribabah juga bermakna potongan kain yang dengannya anak panah dibungkus.
Ibnu Hisyam berkata: as-sanur adalah baju besi, ad-dusur adalah paku-paku yang ada pada lingkaran. Allah berfirman:


Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku (QS. al-Qamar: 13).
Seorang penyair yang bernama Abul Akhzar al-Himmani dari Tamim mengatakan dalam sebuah syairnya:
Dia memaku di ujung tangkal tombak yang tajam
 
Ibnu Ishaq berkata: Yakni, katakanlah sebagaimana yang mereka katakan. Dan ketahuilah bahwa semua itu terjadi akibat dari dosa-dosa kalian. Mohonlah ampun sebagaimana halnya mereka meminta ampun. Lakukan agama kalian sebagaimana yang mereka lakukan. Janganlah kalian murtad dari agama kalian dengan berbalik arah. Mintalah sebagaimana mereka meminta-Nya untuk mengokohkan kaki-kaki kalian. Mintalah pertolongan-Nya sebagaimana mereka meminta pertolongan pada-Nya uniuK memenangkan atas orang-orang kafir. Apa yang mereka katakan telah terjadi, nabi mereka telah dibunuh namun mereka tidak melakukan sebagaimana yang kalian perbuat. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia berupa kemenangan atas musuh-musuh mereka, dan pahala yang baik di akhirat, dari apa yang Allah janjikan di dalamnya. Dan Allah menyukai orang- orang yang berbuat kebaikan.


Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalujadilah kamu orang-orang yang rugi (QS. Ali Imran: 149).
Yakni, dunia dan akhirat kalian menjadi sirna. Setelahnya, Allah berfirman:


Tetapi (ikutilah Allah), Allahlah Pelindungmu, dan Dia-lah sebaik-baik Penolong. (QS. Ali Imran: 150) yakni, jika apa yang kalian ucapkan dengan mulut kalian itu benar-benar berasal dari hati kalian, maka berpegang teguhlah kepadanya, janganlah pernah meminta pertolongan kepada selain Allah, dan jangan murtad dari agama kalian.
Selanjutnya Allah berfirman:


akan Kami masukkan ke dalam hati orang kafir rasa takut (QS. Ali Imran: 151). Yakni Allah tolong kalian atas musuh-musuh kalian karena mereka menyekutukan-Nya dan Allah tidak memberikan hujjah buat mereka. Karenanya, janganlah kalian menyangka bahwa kemenangan itu milik mereka dan bukan milik kalian selagi kalian berpegang teguh kepada-Nya dan mengikuti perintah-Nya. Janganlah kalian mengira seperti itu karena musibah yang kalian derita dari musuh-musuh kalian karena dosa- dosa kalian yaitu melanggar perintah-Nya dan tidak mematuhi Nabi-Nya.
Selanjutnya Allah berfirman:
 
      

Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orangyang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yangberiman. (QS. Ali Imran: 152) Allah telah menepati janji-Nya kepada kalian dengan memberi kemenangan atas musuh-musuh kalian pada saat kalian membunuh mereka dengan pedang-pedang kalian dengan izin- Nya, penguasaan-Nya kepada tangan-tangan kalian terhadap mereka, dan menghalangi tangan mereka terhadap kalian.
Lalu, Allah mencela kaum muslimin karena lari dari Nabi mereka dan mereka diseru olehnya namun tidak mendengar seruannya


"(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran: 153).
Yakni, musibah demi musibah yang beruntun dalam bentuk terbunuhnya saudara-saudara kalian, menangnya musuh atas kalian, dan pengaruh provokasi seseorang kepada kalian bahwa nabi kalian telah terbunuh. Itulah di antara kesedihan demi kesedihan beruntun yang ditimpakan kepada kalian "supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu" dengan tidak tercapainya kemenangan atas musuh setelah kalian melihat kemenangan tersebut dengan mata kepala kalian "dan terhadap apa yang menimpa kamu" dari pembunuhan terhadap saudara-saudara kalian itu menimpa kalian hingga Aku hilangkan musibah dan kesedihan serta kegundahan dari kalian. Kemudian Allah cegah dari mereka kedustaan setan bahwa Nabi mereka telah dibunuh. Maka tatkala mereka melihat
 
Rasulullah masih hidup di antara mereka, terasa ringanlah apa yang menimpa mereka walaupun mereka menang sebelumnya. Terasa ringan pula musibah yang menimpa saudara-saudara mereka dengan kehadiran Sang Nabi Mulia
Selanjutnya Allah berfirman:


Kemudian setelah kamu berduka-cita Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantukyang meliputi segolongan daripada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) aaiam urusan imr Katakanlah: "Sesungguh-nya urusan itu seluruhnya di tangan Allah." Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini." Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh." Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha mengetahui isi hati. (QS. Ali Imran: 154).
Yakni, Allah menurunkan kantuk sebagai bentuk rasa aman kepada orang-orang beriman dan mereka pun tidur nyenyak tanpa rasa takut sedikitpun. Sementara orang-orang munafik dibikin gelisah oleh diri mereka sendiri. Semua itu terjadi karena mereka tidak mengharapkan kemenangan. Oleh sebab itulah, Allah menyebutkan celaan dan kerugian mereka. Setelahnya, Allah berfirman kepada Nabi-Nya:
Katakanlah: "Sekiranya kalian berada di rumah kalian." (QS. Ali Imran: 154).
Yakni, apabila kalian tidak menghadiri perang yang mana di dalamnya Allah membuka rahasia-rahasia kalian, "niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh" yaitu tempat lain selain tempat ini dimana mereka terbunuh di dalamnya sehingga dengan cara itu Allah menguji dan membersihkan apa yang ada di dalam dada dan hati kalian yang selama ini kalian sembunyikan.
"Wallahu a'liimun bidzaatish shuduri" (Allah Mahamengetahui isi hati) yakni, semua yang mereka rahasiakan terhadap kalian itu semuanya diketahui Allah.
Selanjutnya Allah berfirman:
 
 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: "Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh." Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yangsangat di dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran: 156).
Yakni, janganlah kalian menjadi laksana orang-orang munafik yang menahan saudara-saudara mereka untuk berjihad di jalan Allah dan berjalan di muka bumi-Nya untuk patuh pada-Nya dan Rasul-Nya. Apabila saudara-saudara mereka terbunuh, orang-orang munafiq berkata: "Andai kata mereka mematuhi kami, pastilah mereka tidak tidak terbunuh."
Firman Allah, "Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka," maksudnya, karena tipisnya keyakinan mereka kepada Tuhan mereka. "Wallahu yuhyii wa yumiitu" (Allah menghidupkan dan mematikan) artinya, Allah mempercepat dan menunda ajal sesuai kehendak-Nya.
Selanjutnya Allah berfirman:


Sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan. (QS. Ali Imran: 157)
Yakni, kematian itu tidak mungkin bisa di hindari dan akan tetap terjadi. Maka meninggal di jalan Allah atau di bunuh di jalan-Nya itu lebih baik apabila mereka mengetahui dan meyakininya. Itu lebih baik daripada dunia sebab dunia itulah yang menyebabkan mereka tidak berangkat jihad karena takut mati dan terbunuh
Selanjutnya Allah berfirman:

 
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159). Allah menyebutkan kepada Nabi-nya tentang sifat lembutnya kepada mereka, kesabarannya bergaul dengan mereka karena kelemahan mereka. Dan minimnya kesabaran mereka atas kekerasan dan tekanan apabila itu dia lakukan kepada mereka terhadap hal-hal dimana mereka selalu menentangnya atas apa yang diwajibkan atas mereka untuk mentaati Nabi-Nya.
Ampunilah dosa-dosa orang yang melakukan dosa-dosa dari kalangan orang-orang beriman. Dan bermusyawarahlah, dengan tujuan agar kamu memperlihatkan pada mereka bahwa kamu mendengar pandangan mereka, dan meminta bantuan mereka walaupun sebenarnya bisa saja kamu tidak membutuhkan mereka. Ini sebagai usaha pendekatan komunikatif pada agama mereka. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad atas satu perkara yang datang padamu dari-Ku dan perkara dalam agamamu dalam hal berjihad melawan musuhmu dan tidak ada pilihan lagi bagimu dan bagi mereka maka laksanakan selaras dengan apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah engkau mengikuti siapa saja yang berbeda pendapat denganmu dan hendaknya kamu berjalan dengan siapa yang sepakat denganmu. Dan bertawakallah kepada Allah, yakni ridhalah dengan-Nya. Sesungguhnya Allah senang terhadap orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.


"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS. Ali Imran: 160). Yakni agar kalian tidak menyerahkan urusan Allah kepada manusia, sebaliknya serahkan urusan manusia kepada Allah. Dan hendaknya hanya kepada Allah dan bukan kepada manusia orang-orang mukmin bertawakkal.
Kemudian Allah berfirman:

 
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (QS. Ali Imran: 161).
Yakni, tidak mungkin bagi seorang Nabi menyembunyikan apa yang dia emban dari Allah karena ada perasaan takut atau cinta pada manusia, karena pada Hari Kiamat nanti ia dibalas sesuai dengan apa yang telah diperbuatnya di dunia, tanpa ada kezaliman dan melampaui batas.


Apakah orang yang mengikuti keridaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahanam? Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (QS. Ali Imran: 162).
Yakni apakah orang yang taat kepada Allah yang berbalas surga dan keridhaan dari-Nya, sama dengan orang yang kembali dengan mendapat kemurkaan dari Allah, dan memang pantas untuk tertimpa kemurkaan-Nya yang tempat tinggalnya adalah neraka dan ia adalah Jahannam dua tempat terburuk, maka ketahuilah:


(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imran: 163), setiap orang memiliki derajat di surga atau neraka sesuai dengan apa yang mereka perbuat: yakni tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya orang-orang yang taat kepada-Nya dan orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya.
Kemudian Allah berfirman:


Sungguh Allah telah memberi karuuia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul darigolongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat- ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imran: 164)
 
Yakni sungguh Allah telah menganugerahi karunia kalian dengan keutamaan wahai orang-orang beriman, tatkala Dia mengutus seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri yang membacakan kepada kalian ayat-ayat-Nya yang kalian bicarakan dan yang kalian kerjakan. Lalu dia menerangkan kebaikan dan keburukan kepada kalian agar kalian mengenal kebaikan tersebut kemudian melaksanakan dan mengenal keburukan tersebut lalu menjaga diri darinya. Rasul itu juga menerangkan kepada kalian tentang keridhaan Allah kepada kalian apabila kalian mentaati-Nya lalu kalian memperbanyak ketaatan kepada-Nya dan menjauhi maksiat yang Dia murkai sehingga dengan demikian, kalian terlepas dari hukuman-Nya dan memperoleh pahala berupa surga. Padahal sebelumnya kalian buta dan tidak tahu tentang kebaikan, tidak meminta ampunan atas kejahatan yang dilakukan; tuli atas kebaikan, bisu atas kebenaran, dan buta dengan pengarahan yang baik.
Kemudian Allah memaparkan musibah yang menimpa kaum muslimin dengan firman-Nya:


Dan mengapa ketikd kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri." Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali Imran: 165).
Yakni, apabila kalian ditimpa musibah dengan tewasnya sahabat-sahabat kalian karena dosa-dosa kalian, karena sebelum itu kalian telah menimpakan musibah berlipat terhadap musuh kalian: pembunuhan dan penawanan di Perang Badar. Kalian lupa akan pelanggaran kalian terhadap apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian, karena kalian lebih suka mengikuti kehendak diri kalian sendiri. Dan sesungguhnya Allah MahaKuasa atas semua yang Dia kehendaki untuk menimpakan hukuman atau mengampuni hamba-hamba-Nya.


Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orangyang beriman. (QS. Ali Imran: 166).
Yakni, kekalahan yang kalian alami saat berperangan dengan musuh itu adalah atas izin Allah. Kekalahan itu terjadi karena kalian tidak mentaati perintah Rasul sesudah pertolongan Allah mendatangi kalian dan setelah Allah tepati janji-Nya. Ini semua Allah lakukan untuk membedakan mana orang-orang beriman dan mana orang-orang munafik. Setelah itu Allah berfirman:

 
Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafiq (QS. Ali Imran: 167), agar Allah tampakkan apa yang ada pada diri orang-orang yang munafik itu.
Kemudian Allah berfirman:


Kepada mereka dikatakan: "Marilah ber- perang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu." (QS. Ali Imran: 167). Orang-orang munafik yang dimaksud dalam ayat itu ini adalah Abdullah bin Ubay bin Salul dan kroni-kroninya yang berbalik pulang meninggalkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau keluar untuk menghadapi musuh-musuhnya kaum musyrikin pada perang Uhud. Orang- orang munafik itu berkata: "Andaikata kami tahu bahwa kalian akan diperangi pasti kami akan berangkat bersama kalian dan kami membela kalian, namun kami tidak memprediksi perang bakal terjadi." Lalu Allah tampakkan apa yang selama ini mereka sembunyikan dalam diri mereka dalam firman-Nya berikut:


Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (QS. Ali Imran: 167).
Yakni, orang-orang munafik berpura-pura beriman di tengah kalian padahal sebenarnya keimanan yang mereka perlihatkan itu sama sekali tidak ada di hati mereka.
Setelah itu, Allah Ta'ala berfirman:


Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya (QS. Ali Imran: 168).
Yang dimaksud dengan saudara-saudaranya dalam ayat tadi adalah keluarga orang munafik dan kaum mereka yang mendapatkan musibah bersama kalian.


Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh." Katakanlah: "Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar. " (QS. Ali Imran: 168).
 
Kematian itu pastilah terjadi. Maka apabila kalian mampu menyingkirkan mereka, lakukanlah karena mereka bersikap munafik dan tidak suka berjihad di jalan Allah karena menginginkan keabadian di dunia dan menghindar dari maut.
Kemudian Allah berfiman kepada Nabi-Nya Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menyeru orang-orang beriman berjihad dan menganggap enteng terbunuh di medan laga.
Allah berfirman:


Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki, mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakangyang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS. Ali Imran: 169-170), janganlah kalian menyangka bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati. Mereka Allah hidupkan dan diberi rizki di sisi-Nya di surga yang elok dan mempesona. Mereka riang gembira dengan karunia yang dilimpahkan kepada mereka karena jihad mereka di jalan-Nya dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang masih hidup. Artinya, mereka senang karena saudara-saudara mereka yang berjihad seperti mereka itu bisa menyusul mereka sehingga bisa bersama-sama dapat memperoleh pahala Allah yang diberikan kepada mereka. Allah mengikis ketakutan dan kesedihan dari diri mereka.


Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman (QS. Ali Imran: 171). Tatkala mereka menyaksikan janji yang ditepati dan agungnya pahala.
Ibnu Ishaq berkata: Ismail bin Umaiyyah berkata kepadaku dari Abu Zubair dari Ibnu Abbas yang berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Tatkala saudara-saudara kalian syahid di Perang Uhud, Allah meletakkan ruh mereka di rongga burung yang berwarna hijau. Burung tersebut terbang ke sungai-sungai surga, memakan buah-buahannva, dan bersarang di lampu-lampu dari emas di bawah naungan Arasy. Tatkala mereka merasakan lezatnya minuman, makanan, dan tempat tinggal maka mereka berkata: 'Andaikata saudara-saudaraku mengetahui apa yang diperbuat Allah terhadap kami, pastilah mereka tidak meninggalkan jihad dan tidak berpaling mundur di kala
 
perang.' Allah Taala berfirman: Aku akan sampaikan hal ini kepada mereka atas nama kalian.' Kemudian, Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya ayat 169 surat Ali Imran."123
Ibnu Ishaq berkata: Al-Harits bin Al- Fudhail berkata dari Mahmud bin Labid Al-Anshari dari Ibnu Abbas yang berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salllam bersabda: "Para syuhada' berada di atas sungai yang berkilap di pintu surga pada sebuah kubah hijau. Rizki mereka dari surga datang pada kepada mereka setiap pagi dan senja hari.124
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan kredibiltasnya berkata kepadaku dari Abdullah bin Mas'ud yang pernah ditanya tentang ayat-ayat berikut: "Janganlah kalian kira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki." (QS. al-Baqarah: 169).
Abdullah bin Mas'ud menjawab: Akupun pernah menanyakan pertanyaan ini kemudian diberi jawaban demikian: bahwa tatkala saudara-saudara kalian terbunuh di Perang Uhud, Allah meletakkan ruh mereka di rongga burung berwarna hijau. Burung tersebut datang ke sungai-sungai surga, memakan buah-buahannya, dan bersarang di lampu-lampu dari emas di bawah naungan Arasy. Kemudian Allah Azza wa Jalla menampakkan diri kepada mereka sesaat dan berfirman,
"Wahai hamba-hamba-Ku, apa yang ingin kalian ada keinginan lain lagi untuk Aku kabulkan kepada kalian?' Mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami, tidak ada lagi yang lebih baik bagi kami daripada surga yang telah Engkau karuniakan kepada kami. Kami menikmati apa saja yang kami sukai di dalamnya.' Allah menampakkan diri kepada mereka dan berfirman, 'Wahai hamba-hamba-Ku, apa ada lagi permintaan lain yang ingin kalian minta dari-Ku?' Mereka menjawab: 'Wahai Tuhan kami, bagi kami tidak ada lagi yang lebih baik daripada surga yang telah Engkau karuniakan kepada kami. Kami menikmati apa saja yang kami sukai di dalamnya.' Kemudian Allah menampakkan diri kembali kepada mereka dan berfirman, 'Wahai hamba-hamba-Ku, apa lagi yang ingin kalian minta dari-Ku?' Mereka menjawab: 'Wahai Tuhan kami, bagi kami tidak ada lagi yang lebih baik daripada surga yang telah Engkau karuniakan kepada kami. Kami menikmati apa saja yang kami sukai di dalamnya. Hanya satu keinginan kami agar ruh kami dikembalikan pada jasad-jasad kami di dunia agar kami bisa sekali lagi berjuang di jalan-Mu dan mati syahid di jalan-Mu.'125


Ibnu Ishaq berkata: Sebagian sahabat- sahabatku berkata kepadaku dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil yang berkata: Aku mendengar Jabir Abdullah berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Apa kau ingin mendengar kabar gembira wahai Jabir?' Aku menjawab, "Tentu saja aku mau wahai Rasulullah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya ayahmu yang gugur di Uhud dihidupkan Allah Azza wa Jalla kemudian Dia berfirman kepadanya: "Hai Abdullah bin Amr, apa yang engkau inginkan untuk Aku lakukan untuk mu?" Ayahmu menjawab, "Tuhanku, aku ingin kembali lagi ke dunia agar bisa berjuang di jalan-Mu kemudian terbunuh sekali lagi.”126
Ibnu Ishaq mengatakan, bahwa Amr bin Ubaid berkata dari Al-Hasan yang berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
 
"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, setiap Mukmin yang meninggal dunia lalu ingin kembali ke dunia sesaat saja lalu diberikan padanya dunia serta isinya hanyalah orangyang mati syahid. Ia ingin dikembalikan ke dunia untuk berperang di jalan Allah dan mati syahid sekali lagi."127


Ibnu lshaq berkata: Kemudian Allah berfirman:
(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka. (QS. Ali Imran: 172).
Yang dimaksud dengan adalah orang-orang beriman pada ayat di atas adalah mereka yang keluar bersama Rasulullah Shallallahu Alaih wai Sallam ke Hamraul Asad sehari setelah Perang Uhud walaupun mereka sedang dalam sakit karena luka yang mereka derita. Kemudian Allah berfirman:


orangyang berbuat kebaikan di ahtara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolongkami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. " (QS. Ali Imran: 172- 173).
Orang-orang yang mengatakan perkataan di atas kepada kaum Muslimin adalah beberapa orang dari kabilah Abdul Qais yang pernah mendengar Abu Sufyan bin Harb mendiskusikan sesuatu kepada mereka. Kemudian mereka berkata: "Sesungguhnya Abu Sufyan bin Harb dan anak buahnya akan kembali lagi kepada kalian." Kemudian Allah berfirman:


"Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (QS. Ali Imran: 174) Allah mempunyai karunia yang besar ketika menjadikan kaum muslimin tidak berpapasan dengan musuh mereka.
 
Setelah itu, Allah berfirman:


Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan- kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 175).
Selanjutnya Allah Ta'ala berfirman:


Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir (QS. Ali Imran: 176).
Maksud dari orang-orang yang sebentar lagi akan menjadi kafir pada ayat di atas adalah orang-orang munafik.
Selanjutnya Allah Ta'ala berfirman:


Sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah sedikit pun. Allah berkehendak tidak akan memberi sesuatu bahagian (dari pahala) kepada mereka di hari akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar. Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sekali-kali mereka tidak akan dapat memberi mudharat kepada Allah sedikit pun; dan bagi mereka adzab yang pedih. Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka adzab yang menghinakan. Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, yakni apa yang Allah akan ujikan kepada kalian agar kalian senantiasa siaga terhadap apa yang akan masuk pada kalian, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Yakni memberitahukan tentanghal itu, karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika
 
kamu beriman dan bertakwa, yakni kembali kepada Allah dan bertobat, maka bagimu pahala yang besar. (QS. Ali Imran: 176-179).



Kalangan Muhajirin dan Anshar yang Menjadi Syuhada


Ibnu Ishaq berkata: Syuhada' Perang Uhud dari kalangan Muhajirin Quraisy dan Bani Hasyim bin Abdu Manaf ialah Hamzah bin Abdul Muthalib bi Hasyim Radhiyallahu Anhu yang syahid dibunuh Wahsyi, budak Jubair bin Muth'im.
Dari Bani Umaiyyah bin Abdu Syams ialah Abdullah bin Jahsy. Ia sekutu Bani Umaiyyah bin Abdu Syams dari Bani Asad bin Khuzaimah.
Dari Bani Abduddar bin Qushay ialah Mush'ab bin Umair. Ia dibunuh oleh Ibnu Qami'ah Al-Laitsi. Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah ialah Syammas bin Utsman.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari kalangan Muhajirin adalah empat orang
Sedangkan Syuhada' Perang Uhud dari kaum Anshar yang dari Bani Abdul Ayshal adalah: Amr bin Muadz bin Ah-Nu'man, Al-Harits bin Anas bin Rafi'. Umarah bin Ziyad bin As-Sakan.
Ibnu Hisyam berkata: As-Sakan adalah anak Rafi' bin Umru'ul Qais. Ada pula yang mengatakan As- Sakn(tanpa fathah).
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Salamah bin Tsabit bin Waqasy, Amr bin Tsabit bin Waqasy, dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah bercerita kepadaku bahwa ayah Salamah bin Tsabit bin Waqasy dan Amr binTsabit bin Waqasy yang bernama Tsabit juga mati syahid pada Perang Uhud, Rifa'ah bin Waqasy, Husail bin Jabir yang tidak lain adalah Al-Yaman ayah dari Abu Hudzaifah. Ia (tanpa sengaja) dibunuh kaum Muslimin sendiri karena mereka tidak tahu bahwa dia adalah Husail kemudian Hudzaifah bin Al-Yaman bersedekah dengan diyatnya kepada kaum Muslimin yang membunuh ayahnya, Shaifi bin Qaidzi, Habab bin Qaidhi, Abbad bin Sahl, Al-Harits bin Aus bin Muadz.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Abdul Asyhal adalah dua belas orang.
Sementara itu jumlah syuhada' dari kalangan Ratij adalah sebagai berikut: Iyas bin Aus bin Atik bin Amr bin Abdul A'lam bin Zaura bin Jusyam Abdul Asyhal, Abid bin At-Tayyahan. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang berpendapat dia adalah Atik bin At-Tayyahan, lalu yang terakhir adalah Habib bin Yazid bin Taim.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Ratij adalah tiga orang.
Dari Bani Dzafar hanya satu orang, yaitu Yazid bin Hathib bin Umaiyyah bin Rafi'.
Dari Bani Amr bin Auf, yakni dari Bani Dzubai'ah bin Zaid adalah: Abu Sufyan bin Al-Harits bin Qais bin Zaid, Hanzhalah bin Abu Amir bin Shaifi bin Nu'man bin Malik bin Amah. Ia dimandikan para malaikat dan dihabisi oleh Syaddad bin Al-Aswad bin Syaub Al-Laitsi.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Amr bin Auf, lebih tepatnya dari Dzubai'ah bin Zaid adalah dua orang.
 
Bani Abid bin Zaid hanya satu orang, Unais bin Qatadah.
Bani Tsa'labah bin Amr bin Auf adalah sebagai berikut: Abu Habbah, saudara seibu Sa'ad bin Khaitsamah. Ibnu Hisyam berkata: Abu Habbah adalah Ibnu Amr bin Tsabit, Abdullah bin Jubair bin An-Nu'man. Dialah komandan pasukan pemanah.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Tsa'labah bin Amr bin Auf adalah dua orang.
Dari Bani As-Salm bin Umru'ul Qais bin bin Al-Aus hanya satu orang, yaitu Khaitsamah Abu Sa'ad bin Khaitsamah
Dari sekutu-sekutu Bani As-Salm dari Bani Al-Ajlan hanya satu orang, yaitu Abdullah bin Salimah.
Dari Bani Muawiyah bin Malik hanya satu orang, yaitu Subay'i bin Hathib bin Al-Harits bin Qais bin Haisyah. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan ia bernama Suwaibiq bin Al-Harits bin Hathib bin Haisyah.
Dari Bani An-Najjar tepatnya dari Bani Sawad Malik bin Ghanm adalah: Amr bin Qais. Ibnu Hisyam berkata: Amr adalah anak Qais bin Zaid bin Sawad, dan anaknya Qais bin Amr, Tsabit bin Amr bin Zaid, Amir bin Makhlad.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani An-Najjar tepatnya dari Bani Sawad bin Malik bin Ghanm adalah empat orang.
Dari Bani Mabdzul adalah: Abu Habirah bin Al-Harits bin Alqamah bin Amr bin Tsaqf bin Malik bin Mabdzul, Amr bin Mutharrif bin Alqamah bin Amr.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Mabdzul adalah dua orang.
Dari Bani Amr bin Malik hanya satu orang, yaitu Aus bin Tsabit bin Al-Mundzir Ibnu Hisyam berkata: Aus bin Tsabit adalah saudara Hassan bin Tsabit.
Dari Bani Adi bin An-Najjar hanya satu orang, Anas bin An-Nadhr bin Dhamdham bin Zaid bin Haram bin Jundab bin Amr bin Ghanm bin Adi bin An-Najjar. Ibnu Hisyam berkata: Anas bin An-Nadhr adalah paman Anas bin Malik, pembantu Rasulullah Shal- lallahu 'Alaihi Sallam.
Dari Bani Mazin bin An'Najjar adalah: Qais bin Mukhallad, Kabsan budak Bani Mazin bin An-Najjar.
Jadi syuhada' Perang Uhud dari Bani Mazin bin An-Najjar ada dua orang.
Dari Bani Dinar bin An-Najjar adalah: Sulaim bin Al-Harits, Nu'man bin Abdu Amr.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Dinar bin An-Najjr adalah dua orang
Dari Bani Al-Harits bin Al-Khazraj adalah: Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair,. Sa'ad bin Ar-Rabi' bin Amr bin Abu Zuhair. Kharijah bin Zaid dan Sa'ad bin Ar-Rabi' dimakamkan di satu kuburan, Aus bin Al-Arqam bin Zaid bin Qais bin Nu'man bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Al-Harits bin Al-Khazraj ada tiga orang.
Dari Bani Al-Abjur yang merupakan anak- anak keturunan Khudrah adalah: Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa'labah bin Ubaid bin Al-Abjur. Malik bin Sinan tidak lain adalah Abu Sa'id Al-Khudri. Ibnu Hisyam berkata: Nama Abu Sa'id Al-Khudri adalah Sinan. Ada juga yang mengatakan Sa'ad, Sa'id bin Suwaid bin Qais bin Amir bin Abbad bin Al-Abjur, Utbah bin Rabi' bin Rafi' bin Muawiyah bin Ubaid bin Tsa'labah bin Ubaid bin Al-Abjur.
 
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Al-Abjur adalah tiga orang.
Dari Bani Saidah bin Ka'ab bin Al-Khaz- raj adalah: Tsa'labah bin Sa'ad bin Malik bin Khalid bin Tsa'labah bin Haritsah bi Amr bin Al-Khazraj bin Saidah, Saqf bin Farwah bin Al-Badi.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Saidah bin Ka'ab bin Al-Kharaj adalah dua orang.
Dari Bani Auf bin Al-Khazraj kemudian dari Bani Salim kemudian dari Bani Malik bin Al-Ajlan bin Zaid bin Ghanm bin Salim adalah:
Naufal bin Abdullah, Abbas bin Ubadah bin Nadhlah bin Malik bin Al-Ajlan, An-Nu'man bin Tsa'labah bin Fihr bin Ghanm bin Salim, Al-Mujadzdzir bin Dziyad sekutu mereka dari Baly, Ubadah bin Al-Hashas. An-Nu'man bin Malik, Al-Mujadzdzir, dan Ubadah dimakamkan di satu liang lahat.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Malik bin Al-Ajlan bin Zaid bin Ghanm bin Salim adalah lima orang.
Dari Bani Al-Hubla hanya satu orang, yaitu Rifa'ah bin Amr.
Dari Bani Salimah kemudian dari Bani Haram adalah: Abdullah bin Amr bin Haram bin Tsa'labah bin Haram, Amr bin Al-Jamuh bin Zaid bin Haram. Abdullah bin Amr dan Amr bin Al-Jamuh dimakamkan di satu lang lahat, Khallad bin Amr bin Al-Jamuh bin Zaid bin Haram, Abu Aiman mantan budak Amr bin Al-Jamuh.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Haram adalah empat orang.
Syuhada' Perang Uhud dari Bani Sawad bin Ghanm adalah: Sulaim bin Amr bin Hadidah. Mantan budak Sulaim bin Amr bin Hadidah yang bernama Antarah, Sahl bin Qais bin Abu Ka'ab bin Alqain.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Sawad bin Ghanm adalah tiga orang.
Syuhada' Perang Uhud dari Bani Zuraiq bin Amir adalah: Dzakwan bin Abdu Qais, Ubaid bin Al-Mualla bin Laudzan. Ibnu Hisyam berkata:Ubaid adalah anak Al-Mualla dari Bani Habib.
Jumlah syuhada' Perang Uhud dari Bani Zuraiq bin Amir adalah dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Jumlah sahabat yang syahid di Perang Uhud dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar adalah enam puluh lima orang.
Sementara itu Ibnu Hisyam berkata: Di antara tujuh puluh syuhada yang tidak dise- butkan Ibnu Ishaq dan kami sebutkan dari kalangan Aus kemudian dari Bani Muawiyah bin Malik adalah Malik bin Tumailah sekutu mereka dari Muzainah.
Dari Bani Khatmah -nama Khatmah ialah Abdullah bin Jusyam bin Malik bin Al-Aus, adalah Al-Harits bin Adi bin Kharasyah bin Umaiyyah bin Amir bin Khathamah.
Dari Khazraj kemudian dari Bani Sawad bin Malik adalah Malik bin Iyas. Dari Bani Amr bin Malik bin An-Najjar adalah Ilyas bin Adi.
Dari Bani Salim bin Auf adalah Amr bin Iyas.


Korban Tewas Kaum Musyrikin di Perang Uhud
 
Ibnu Ishaq berkata: Korban tewas kaum musyrikin di Perang Uhud dari Quraisy kemudian dari Bani Abduddar bin Qushay dari para pemegang panji perang adalah sebagai berikut: Thalhah bin Abu Thalhah. Abu Thalhah bernama asli Abdullah bin Abdul Uzza bin Utsman bin Abduddar. Ia tewas di tangan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu, Abu Sa'ad bin Abu Thalhah. Ia tewas di tangan Sa'ad bin Abu Waqqash. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan bahwa ia tewas di tangan Ali bin Abu Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: Juga Utsman bin Abu Thalhah. Ia tewas di tangan Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu, Musafi: bin Thalhah, Al-Julas bin Thalhah. MusafT dan Al-Julas dibunuh Ashim bin Tsabit bin Abu Al-Aqlah Radhiyallahu Anhu, Kilab bin Thalhah, Al-Harits bin Thalhah. Kilab dan Thalhah tewas di tangan Quzman sekutu Bani Dzafar. Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan bahwa Kilab tewas di tangan Abdurrahman bin Auf.
Ibnu Ishaq berkata: Artha'ah bin Abdu Syurahbil bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar tewas di tangan Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu, Abu Yazid bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar tewas di tangan Quzman,Shu'ab bu- daknya yang berasal dari Habasyah. Ia tewas di tangan Quzman.
Ibnu Hisyam berkkata: Ada yang menyebutkan bahwa Shu'ab tewas di tangan Hamzah bin Abdul Muthalib. Ada juga yang mengatakan bahwa ia tewas di tangan Sa'ad bin Abu Waqqash. Ada lagi yang mengatakan bahwa ia tewas di tangan Abu Dujanah.
Ibnu Ishaq berkata: Al-Qasith bin Syuraih bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar tewas di tangan Quzman.
Dengan demikian korban kaum musyrikin di Perang Uhud dari Bani Abduddar bin Qushai berjumlah sebelas orang.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushai hanya seorang, yaitu Abdullah bin Hamid bin Zuhair bin AI- Harits bin Asad. Ia tewas di tangan Ali bin Abu Thalib.
Dari Bani Zuhrah bin Kilab adalah sebagai berikut: Abu Al-Hakam bin Al-Akhnas bin Syariq bin Amr bin Wahb Ats-Tsaqafi sekutu mereka. Ia tewas dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib, kemudian Siba' bin Abdul Uzza. Abdul Uzza bernama asli Amr bin Nadhlah bin Ghubsyan bin Sulaim bin Malkan bin Afsha. Siba' adalah sekutu mereka dari Khuza'ah. Ia tewas di tangan Hamzah bin Abdul Muthalib.
Korban tewas kaum musyrikin pada Perang Uhud dari Bani Zuhrah bin Kilab berjumlah dua orang.
Korban tewas kaum musyrikin di Perang Uhud dari Bani Makhzum bin Yaqadzah adalah sebagai berikut: Hisyam bin Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah. Ia tewas di tangan Quzman, Al-Walid bin Al-Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah juga tewas di tangan Quzman, Abu Umaiyyah bin Abu Hudzaifah bin Al- Mughirah. Tewas di tangan Ali bin Abu Thalib, Khalid bin Al-Alam sekutu mereka. Ia tewas di tangan Quzman.
Korban tewas kaum musyrikin di Perang Uhud dari Bani Makhzum bin Yaqadzah berjumlah empat orang.
Korban tewas kaum musyrikin pada Perang Uhud dari Bani Jumah bin Amr adalah sebagai berikut: Amr bin Abdullah bin Umair bin Wahab bin Hudzafah bin Jumah. Dialah Abu Azzah dan tewas di tangan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam dalam keadaan terikat, Ubay bin Khalaf bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah. Ia tewas di tangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
 
Korban tewas kaum musyrikin di Perang Uhud dari Bani Jumah bin Amr berjumlah dua orang.
Ibnu Ishaq berkata: Korban tewas orang- orang musyrikin yang dibunuh Allah Tabaraka wa Ta'ala pada Perang Uhud berjumlah dua puluh dua orang.


Tragedi Ar-Raji' Tahun Ketiga Hijriyah
Telah menuturkan kepada kami Abdul Malik bin Hisyam dia berkata: Telah menuturkan kepada kami Ziyad bin Abdullah al-Bakkai dari Muhammad bin Ishaq al-Muththalabi dia berkata: telah mengatakan pada saya Ashim bin Umar bin Qatadah berkata: Seusai Perang Uhud, utusan dari Adhal dan Al-Qarah da tang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ibnu Hisyam berkata: Adhal dan Al-Qarah berasal dari anak keturunan Al-Haun bin Khuzaimah bin Mudrikah. Mereka berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya di kalangan kami ada orang-orang yang telah masuk Islam, oleh sebab itu, sudi kiranya Anda mengirimkan beberapa orang sahabatmu yang akan mengajarkan agama, membaca Al-Qur'an, dan mengajarkan syariat Islam kepada kami."
Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim enam orang sahabat yang menyertai kepulangan utusan Adhal dan Al-Qarah. Keenam sahabat tersebut adalah sebagai berikut:
Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi sekutu Hamzah bin Abu Muthalib. Khalid bin Al-Bukair Al-Laitsi sekutu Bani Adi bin Ka'ab, Ashim bin Tsabit bin Abu Al-Aqlah saudara Bani Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus, Khubaib bin Adi saudara Bani Jahjahi bin Kulfah bin Amr bin Auf, Zaid bin Ad-Datsinah bin Muawiyah saudara Bani Bayadhah bin Amr bin Zuraiq bin Abdu Haritsah bin Malik bin Ghadzbu bin Jusyam bin Al Khazraj, Abdullah bin Thariq sekutu Bani Dzafar bin Al-Khazraj bin Amr bin Malik bin Al- Aus.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk Martsad bin Abu Martsad sebagai pemimpin rombongan keenam orang sahabatnya tadi.
Maka keenam sahabat Nabi itu berangkat menyertai utusan Adhal dan Al-Qarah. Ketika sampai di Ar- Raji', sebuah nama mata air Hudzail dari arah Hijaz, di depan Al-Had'ah, tiba-tiba utusan Adhal dan Al- Qarah mengkhianati keenam sahabat tadi dan berteriak meminta bantuan kepada orang-orang Hudzail. Utusan Adhal dan Al-Qarah berkata
kepada keenam sahabat tersebut: "Demi Allah, kami tidak hendak membunuh kalian, kami hanya ingin mendapatkan sesuatu dari orang-orang Quraisy dengan menahan kalian. Kalian berhak atas janji Allah bahwa kami tidak akan membunuh kalian. Martsad bin Abu Martsad, Khalid bin Al-Bukair, dan Ashim bin Tsabit berkata: "Demi Allah, kami tidak menerima janji atau kesepakatan dari orang musyrik untuk selama-lamanya."
Ibnu lshaq berkata: Julukan Ashim bin Tsabit adalah Abu Sulaiman. Ia melawan orang-orang Hudzail hingga terbunuh beserta dua orang sahabat setianya. Ketika Ashim bin Tsabit terbunuh, orang-orang Hudzail hendak mengambil kepalanya untuk dijual kepada Sulafah binti Sa'ad bin Syahid. Sebelumnya, Sulafah binti Sa'ad bin Syahid bernazar sesudah kedua anaknya tewas di Perang Uhud, bahwa apabila bisa memungut kepala Ashim bin Tsabit ia pasti menyiramkan minuman keras ke tulang tengkoraknya. Namun keinginannya ini dihalau lebah-lebah yang berkerumun. Lebah-lebah itu menghalau orang- orang Hudzail hingga tidak mampu mendekat kepada Ashim bin Tsabit. Mereka berkata: "Biarkan lebah-lebah tersebut hingga petang hari. Kalau mereka sudah pergi, kita ambil jenazahnya." Namun Allah Ta'ala mengirim banjir besar yang kemudian membawa pergi jenazah Ashim. Sebelumnya Ashim
 
bin Tsabit bersumpah kepada Allah bahwa ia tidak akan pernah mau disentuh oleh tangan orang musyrik dan ia tidak menyentuhnya selama-lamanya karena orang musyrik najis.
Adapun Zaid bin Ad-Datsinah, Khubaib bin Adi dan Abdullah bin Thariq, mereka putus asa dan menyerahkan diri kemudian dijadikan tawanan oleh orang-orang HudzaiL Setelah itu, orang-orang Hudzail membawi ketiganya ke Makkah dan menjualnya di sana. Kala mereka tiba di Dahran, tiba-tiba Abdullah bin Thariq berontak kemudian mengambil pedang. Orang-orang Hudzail tak tinggal diam mereka menghantamnya dengan batu hingga ia meninggal dunia. Dengan demikian kuburan Abdullah bin Thariq kini berada di Dahran. Sedang Khubaib bin Adi dan Zaid bin At-Datsinah, tetap dibawa oleh Hudzail ke kota Makkah.
Ibnu Hisyam berkata: Orang-orang Hudzail menawarkan Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ad-Datsinah kepada orang-orang Quraisy agar ditukar dengan dua tawanan orang-orang Hudzail di Makkah.
Ibnu Ishaq berkata: Khubaib bin Adi di beli Abu Ihab At Tamimi sekutu Bani Naufal dari Utbah bin Al- Harits bin Amir bin Naufal. Abu Ihab adalah saudara seibu dari Al-Harits bin Amir. Ia sengaja membeli Khubaib bin Adi untuk dibunuh sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Harits bin Amir adalah paman Abu Ihab (saudara ibunya) dan Abu Ihab berasal dari Bani Usaid bin Amr bin Tamim. Ada yang menyebutkan bahwa Abu Ihab berasal dari Bani Udas bin Zaid bin Abdullah bin Darim dari Bani Tamim.
Ibnu Ishaq berkata: Zaid bin Ad-Datsinah dibeli Shafwan bin Umayyah untuk dihabisi sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, Umayyah bin Khalaf.
Shafwan bin Umayyah mengutus budaknya. Nisthas, membawa Zaid bin Ad-Datsinah ke At-Tan'im bersama dengan orang-orang Quraisy. Zaid Ad-Datsinah dibunuh oleh Nisthas.
Sementara Khubaib bin Adi Radhiyallahu Anhu, Abdullah bin Abu Najih berkata kepadaku bahwa ia diberitahu Mawiyyah mantan budak wanita Hujair bin Abu Lahab yang saat itu telah masuk Islam dan berkisah:
Khubaib bin Adi ditawan di rumahku. buatu hari, aku mengintip dan mendapatinya ia sedang memegang setandan anggur dan memakannya sebagiannya, padahal sepanjang yang aku tahu di tempat ini tidak ada anggur yang bisa dimakan (pada saat itu)."
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah berkata: Orang-orang Quraisy menyeret Khubaib bin Adi ke luar Makkah hingga tatkala mereka tiba di At-Tan'im dan bermaksud menyalibnya, ia berkata kepada mereka: "Bisakah aku shalat dua raka'at ter- lebih dahulu sebelum menghabisiku?" Mereka berkata: "Silahkan." Khubaib bin Adi menger- jakan shalat dua raka'at dengan sempurna dan baik. Setelah itu, ia menemui mereka dan berkata: "Demi Allah andaikata kalian tidak akan mengira aku takut mati dengan mengulur waktu shalatku, niscaya aku mengulurnya."
Ashim bin Umar bin Qatadah berkata: Khubaib bin Adi adalah muslim pertama kali yang melakukan shalat sunnah dua raka'at bagi kaum Muslimin ketika hendak dibunuh.
Ashim bin Umar bin Qatadah berkata lebih lanjut: Maka orang-orang Quraisy mengangkat Khubaib bin Adi ke atas kayu. Ketika mereka telah mengikatnya, ia berkata: "Ya Allah, sesungguhnya risalah Nabi- Mu telah kami sampaikan, maka sampaikan pada beliau apa yang mereka perbuat terhadapku esok hari. Ya Allah, pastikan jumlah mereka, musnahkanlah mereka secara terpisah, dan jangan biarkan satu orang pun dari mereka lolos."
 
Ibnu Ishaq berkata: Wahyu-wahyu yang turun tentang peristiwa Ar Raji seperti dikatakan kepadaku oleh eks budak keluarga Zaid bin bin Tsabit dari Ikrimah eks budak Ibnu Abbas atau dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas yang berkata: Ketika utusan menuju Ar-Raji' yang di dalamnya ada Martsad dan Ashim ditimpa musibah, orang-orang munafik bergumam: "Alangkah celakanya orang-orang yang ter- bunuh itu. Andaikata mereka berdiam diri di tengah keluarganya." Kemudian turunlah ayat tentang ucapan orang-orang munafik tersebut dan kebaikan yang diperoleh sahabat-sahabat Rasulullah atas semua musibah yang mereka alami. Allah Ta'ala berfirman:


Dan di antara manusia ada orangyang ucapannya tentang kehidupan dunia mearik hatimu. (QS. al- Baqarah: 204), yakni orang-orang yang secara lisan menyatakan keislamannya.


Dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya (QS. al-Baqarah: 204) yang bertentangan dengan apa yang mereka ucapkan.


Padahal ia adalah penantang yang paling keras (QS. al-Baqarah: 204).
Yakni, ia selalu mendebat jika mengkritikmu saat berbicara denganmu.
Ibnu Hisyam berkata: Al-aladdu artinya adalah kebencian yang memuncak. Sedangkan jamaknya adalah ludd. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:


Dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang (QS. Maryam: 97).
Al-Muhalhal bin Rabi'ah al-Taghlibi yang bernama asli adalah Imruul Qais ada pula yang menyebutkan namanya adalah Adi bin Rabi'ah:
Sesungguhnya di bawah batu-batu itu ada yang keras dan yang lunak
Ada pembantah yang lebih keras yang tiada sanggup berbicara pada musuhnya

Ibnu Hisyam berkata: Ini adalah syair miliknya.
Al-Thirimmmah bin Hakim Al-Thai berkata menyifati bunglon:
Dia melihat di atas pokok akar dengan angkuh
Laksana seorang yang mampu mengalahkan musuh dalam debatnya

Ini adalah syair miliknya.
 
Ibnu Ishaq berkata: Allah berfirman:


Dan apabila ia berpaling (dari kamu) (QS. al-Baqarah: 205). Yakni keluar dari sisimu dia berjalan di muka bumi


'Untuk mengadakan kerusakan padanya dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak dan Allah tidak menyukai kebinasaan (QS. al-Baqarah: 205), Yakni, Allah tidak menyukai dan tidak meridhai amal perbuatannya.
Selanjutnya Allah berfirman,


Dan apabila dikatakan kepadanya, "Bertakwalah kepada Allah," bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa, maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam dan sungguh neraka Jabannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah dan Allah Maha Penyantun kepada hamba- hamba-Nya (QS. al-Baqarah: 206-207). Maknanya adalah mereka menjual nyawa mereka kepada Allah dengan berjihad di jalan-Nya hingga mereka tewas terbunuh. Mereka adalah utusan Rasulullah ke Ar-Raji'
Ibnu Hisyam berkata: Yasyri nafsahu yakni menjual dirinya, syaraw maknanya adalah menjual (ba'uu).
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Quraisy yang berkumpul dan berteriak-teriak membuat keributan di dekat Khubaib bin Adi setelah meninggal dunia ialah Ikrimah bin Abu Jahal, Said bin Abdullah bin Abu Qais bin Abdu Wudd, AI-Akhnas bin Syariq Ats-Tsaqafi sekutu Bani Zuhrah, Ubaidah bin Hakim bin Haritsah bin Al-Auqash As Sulami sekutu Bani Umaiyyah bin Abdu Syams, Umaiyyah bin Abu Utbah, dan Bani Al-Hadhrami.
Ibnu Ishaq berkata: Hassan bin Tsabit Radhiyallahu Anhu juga mencemooh orang-orang Hudzail atas tindakan mereka terhadap Khubaib bin Adi Radhiyallahu Anhu.
Ibnu Hisyam berkata: Zuhair bin Al-Aghar dan Jami' adalah dua orang dari kabi- lah Hudzail yang menjual Khubaib bin Adi Radhiyallahu Anhu.
 
Tragedi Bi'ru Ma'unah Bulan Shafar Tahun Keempat Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal di Madinah dan tidak keluar selama sisa hari bulan Syawal, Dzulqadah dan Dzulhijjah dan Muharram.
Pada saat itu urusan haji di Makkah diurusi oleh kaum musyrikin. Setelah itu beliau mengirim para sahabat pelaku tragedi Bi'ru Maunah di bulan Shafar tepatnya di awal empat bulan pasca Perang Uhud.
Ibnu Ishaq berkata: Tentang tragedi Bi'ru Maunah sebagaimana dituturkan kepadaku oleh Abu Ishaq bin Yasar dari Al-Mughirah bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam dan Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad Bin amr bin Hazm dan ulama-ulama lainnya dimana semuanya mengatakan bahwa Abu Bara' bin Amir bin Malik bin Ja'far seorang ahli tombak datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah. Nabi menawarkan Islam kepadanya dan mendakwahinya tapi ia menolak masuk Islam namun ia tetap mendukung Islam. Abu Bara' berkata: "Wahai Muhammad, tidak mengapa bila engkau mengirim beberapa orang sahabatmu kepada penduduk Najed, untuk berdakwah sebab aku berharap bisa mereka memenuhi seruanmu?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku khawatir kalau sewaktu-waktu penduduk Najed melakukan tindakan jahat pada sahabat-sahabatku." Abu Bara' berkata: "Aku akan menjadi orang yang memberi perlindungan buat mereka. Maka utuslah mereka menyampaikan risalahmu kepada orang-orang di sana."
Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim Al-Mundzir bin Amr saudara Bani Saidah, seorang yang bersegera menjemput syahidnya (Al-Mu'niq Liyamut) bersama empat puluh orang sahabat-sahabatnya yang merupakan orang-orang pilihan dan terbaik dari kaum Muslimin. Di antara mereka adalah Al-Harits bin Ash-Shimmah, Haram bin Milhan saudara Bani Adi bin An-Najjar, Urwah bin Asma' bin Ash-Shalt As-Sulami, Nafi' bin Budail bin Warqa' AI-Khuzai, Amir bin Fuhairah mantan budak Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan sahabat-sahabat terpilih lainnya.
Para utusan tersebut berjalan hingga tiba di Bi'ru Maunah yang terletak berada di antara tanah hitam berbatu Bani Amir dengan tanah hitam berbatu Bani Sulaim. Kedua lokasi tersebut hampir berhimpitan, namun Bi'ru Maunah lebih dekat dengan lokasi tanah Bani Sulaim.
Tatkala utusasn Rasulullah tiba di Bi'ru Maunah, mereka mengutus Haram bin Milhan mengantarkan surat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada musuh Allah, Amir bin Ath-Thufail. Ketika Hararn bin Milhan tiba, Amir bin Ath-Thufail tidak membuka surat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sebaliknya ia malah membunuhnya. Amir bin Ath-Thufail memprovokasi kaumnya, menyerang para utusan tersebut, namun mereka menolak seruannya. Mereka berkata: "Kami tidak akan pernah menghinati perjanjian Abu Bara'. "Sebelum itu Abu Bara' telah membuat perjanjian untuk melindungi utusan Rasulullah. Namun Amir bin Ath-Thufail tidak menyerah, kemudian ia terus memprovokasi kabilah-kabilah Bani Sulaim seperti Ushaiyyah, Ri'l, dan Dzakawan untuk menyerang para utusan tersebut dan ternyata merekapun menyambutnya lalu terjadilah perang antara mereka hingga mereka semua terbunuh kecuali Ka'ab bin Zaid saudara Bani Dinar bin An-Najjar, karena kabilah- kabilah tersebut membiarkannya dalam keadaan antara hidup dan mati. Ka'ab bin Zaid mengalami luka berat hingga berada di antara hidup dan mati di antara para korban. Dia pun hidup selamat dan baru gugur sebagai syahid pada Perang Khandaq. Semoga Allah merahmatinya.
Di tengah kaum itu ada Amr bin Umaiyyah Adh-Dhamri dan salah seorang dari kaum Anshar dari Bani Amr bin Auf.
Ibnu Hisyam berkata: Orang dari kaum Anshar tersebut adalah Al-Mundzir bin Muhammad bin Uqbah bin Uhaihah bin Al-Julah.
 
Tidak ada yang memberi tahu keduanya tentang tragedi yang menimpa sahabat-sahabatnya kecuali burung yang terbang di atas barak. Kedua sahabat Rasulullah itu berkata: "Demi Allah, burung ini pasti membawa berita penting." Keduanya berjalan menuju lokasi untuk melihat apa sesungguhnya yang sedang terjadi. Ketika mereka melihat delegasi qari' bersimbah darah sementara kuda mereka berdiri, maka sahabat dari kaum Anshar berkata kepada Amr bin Umaiyyah: "Bagaimana pandanganmu?" Amr bin Umaiyyah berkata: "Aku memandang sebaiknya kita segera menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kita jelaskan apa yang sebenarnya terjadi." Sahabat Anshar berkata: "Sedangkan aku sangat gembira dengan tempat tewasnya Al-Mundzir bin Amr dan apa yang menimpaku diriku nanti pasti akan diberitahukan orang-orang. "Setelah berkata demikian, sahabat Anshar berperang melawan kabilah-kabilah di atas hingga terbunuh dan mereka menawan Amr bin Umaiyyah. Ketika Amr bin Umaiyyah mengatakan kepada mereka bahwa dirinya berasal dari Mudhar, Amir bin Ath- Thufail melepaskannya dan mencukur rambut di ubun-ubunnya, dan membebaskannya dengan membayar budak wanita yang diklaimnya milik ibunya.
Lalu, Amr bin Umaiyyah berjalan. Saat dia tiba di Al-Qarqarah di depan Qunat, datanglah dua orang dari Bani Amir.
Ibnu Hisyam berkata: Kemudian dari Bani Kilab. Abu Amr Al-Madani menyebutkan bahwa keduanya berasal dari Bani Sulaim.
Kedua orang tersebut mampir di tempat Amr bin Umaiyyah dan berteduh di bawah sebuah pohon. Orang-orang Bani Amir terikat perjanjian kesepakatan bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang tidak diketahui Amr bin Umaiyyah. Ketika keduanya berhenti di tempat bernaungnya Amr bin Umaiyyah, maka Amr bin Umaiyyah bertanya kepada keduanya: "Dari mana asal kalian berdua?" Keduanya menjawab: "Kami berasal dari Bani Amir.' Amr bin Umaiyyah menunggu beberapa waktu dan ketika keduanya telah tertidur, ia menghabisi mereka berdua. Ia beranggapan bahwa dengan cara ini, ia telah membalas dendam atas orang- orang Bani Amir karena mereka sebelum ini membantai sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Tatkala Amr bin Umaiyyah tiba di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan menjelaskan apa yang dialaminya, beliau bersabda: "Sungguh engkau telah membunuh dua orang dan aku akan memberi diyat(tebusan) kepada keluarga mereka berdua." Beliau bersabda lagi: "Ini semua terjadi gara-gara Abu Bara' dimana itu semua tidak aku sukai dan aku khawatirkan sebelumnya."
Saat sabda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tersebut sampai ke telinga Abu Bara' ia marah besar kepada Amir bin Ath-Thufail atas tindakan brutalnya karena meremehkan perjanjiannya dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan tragedi memilukan yang dialami sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam itu terjadi karena ulah dan perlindunganya. Di antara yang terbunuh pada tragedi tragis ini adalah Amir bin Fuhairah.
Ibrnu Ishaq berkata: Lalu Rabi'ah bin Amir bin Malik mencari Amir bin Ath-Thufail dan menikamnya dengan tombak di pahanya. Dia tidak berhasil membunuhnya namun dia terpelanting dari kudanya. Amir bin Ath-Thufail berkata: "Ini semua karena ulah Abu Bara'. Jika aku mati, darahku milik pamanku dan Abu Bara' tidak boleh diikuti. Namun jika aku masih hidup, akan aku tampakkan sikapku terhadap perlakuan yang dilakukan terhadapku."
Ibnu Ishaq berkata: Anas bin Abbas As-Sulami, paman Thu'aimah bin Adi bin Naufal dari jalur ibunya, yang Pada Tragedi Bi'ru Maunah, Thu'aimah bin Adi bin Naufal membunuh Nafi' bin Budail bin Warqa Al-Khuzai. Tentang kematian Nafi' bin Budail bin Warqa' Al-Khuzai, Anas bin Abbas As-Sulami berkata:
Kubiarkan anak Warqa Al-Khuzai tergeletak tewas
 
Di perang di sebuah jalan sempit yang dimana angin menghamburkan badai berdebu Ku teringat Abu Ar-Rayyan saat kulihat dia Aku yakin dendamku telah lunas terbayar
Abu Ar-Rayyan adalah Thu'aimah bin Adi.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu Anhu berkata menangisi Nafi' bin Budail bin Warqa':
Semoga Allah melimpahkan rahmatnya pada Nafi' bin Budail Dengan rahmat pencari pahala orang berjihad
la soosk yang sabar, jujur, dan memenuhi janji
Tatkala manusia mengepungnya, ia berucap dengan ucapan yang benar

Ibnu Ishaq berkata: Hassan bin Tsabit Radhiyallahu Anhu berkata menangisi para korban Bi'ru Maunah, terutama Al-Mundzir bin Amr Rahimahullah:
Ingatlah korban-korban Maunah, hendaklah kalian semua menangis Dengan air mata yang tercurah tiada henti
Ingatlah pasukan berkuda Rasul di pagi hari
Yang bertemu dan ditemui kematian dengan takdir mereka Mereka ditimpa kematian karena kesepakatan suatu kaum
Yang kemudian tali perjanjian itu dikhianati dengan pengkhianatan Alangkah sedihnya aku atas kematian
Al-Mundzir ketika ia berjalan berpaling
Dan berlari kepada kematian dengan sabar Ia dibunuh di suatu pagi Seorang bangsawan terhormat dan mulia keturunan Amr

Pengepungan dan Pengusiran Bani An-Nadhir Tahun Keempat Hijriyah

Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar menuju Bani An-Nadhir untuk meminta bantuan diyat bagi dua korban dari Bani Amir yang dihabisi Amr bin Umaiyyah Adh-Dhamri karena jaminan perlindungan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada keduanya seperti dikatakan kepadaku oleh Yazid bin Ruman. Bani An-Nadhir dan Bani Amir terdapat persekutuan dan perjanjian. Kala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai di tempat Bani An-Nadhir, mereka berkata: "Wahai Abu Al-Qasim kami akan berusaha membantumu."
Ibnu Ishaq berkata: Lalu orang-orang Bani An-Nadhir berkumpul.
Tiba-tiba Amr bin Jahasy naik ke atas rumah untuk menjatuhkan batu ke atas kepala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ketika itu Rasulullah ditemani Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Ali bin Abu Thalib. Namun saat itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menerima wahyu dari langit tentang apa yang akan dilakukan orang-orang Bani An-Nadhir. Oleh karenanya, Rasulullah segera beranjak dan pulang ke Madinah. Rasulullah menjelaskan kepada para sahabat rencana makar orang-orang Yahudi untuk membunuh dirinya pada mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu memerintahkan para sahabat untuk bersiap-siap untuk memerangi orang-orang An-Nadhir.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengamanahi Ibnu Ummi Maktum sebagai imam sementara di Madinah selama Rasulullah berada di Bani An-Nadhir. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pergi bersama sahabat dan beristirahat bersama mereka. Peristiwa terjadi pada bulan Rabiul Awwal. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengepung orang-orang Bani An- Nadhir selama enam hari saat itulah turunlah ayat pengharaman khamar.
 
Kala pasukan Rasulullah menyerang maka orang-orang Bani An-Nadhir melindungi diri mereka di kastil-kastil mereka. Allah lalu menurunkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Bani An-Nadhir, kemudian mereka meminta Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melindungi darah mereka ketika mereka akan keluar dari kastil mereka dengan syarat mereka berhak atas harta mereka yang bisa diangkut oleh unta mereka kecuali seluruh peralatan perang. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memenuhi permintaan mereka. Setelah mengambil harta kekayaan mereka masing-masing yang bisa diangkut unta. Mereka pergi ke Khaybar ada pula di antaranya yang pergi ke kawasan Syam. Pemimpin mereka yang pergi ke Khaybar adalah Sallam bin Abu Al-Huqaiq, Kinanah bin Ar-Rabi bin Abu al Huqaiq, dan Huyay bin Akhthab. Ketika mereka tiba di Khaybar, penduduknya berpihak kepada mereka.
Ibnu Ishaq berkata: tidak ada yang masuk Islam dari Bani An-Nadhir kecuali dua orang, yaitu Yamin bin Umar Abu Ka'ab bin Amr bin Jahasy dan Abu Sa'ad bin Wahb. Keduanya masuk Islam karena sayang pada hartanya.
Tentang Bani An-Nadhir ini, turunlah surat Al-Hasyr secara keseluruhan. Di dalamnya disebutkan hukuman yang ditimpakan Allah kepada mereka, kemenangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam atas mereka, dan apa yang diperbuat Sang Nabi terhadap mereka. Allah Ta'ala berfirman:


Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS. al-Hasyr: 2)
itu karena mereka merusak rumah mereka dari depan pintu rumah ketika hendak mengangkut barang-barangnya. Allah berfirman,


Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka benar-benar Allah mengadzab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat adzab neraka. (QS. al-Hasyr: 2-3)
 
Mereka pantas dan berhak mendapatkan hukuman dari Allah. Kemudian Allah berfirman:
Benar-benar Allah mengadzab mereka di du nia. Dengan pedang. Dan bagi mereka di akhirat adzab neraka. (QS. al-Hasyr: 3). Namun demikian Allah Ta'ala berfirman:


Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (QS. al-Hasyr: 5)
Kemudian Allah Ta'ala berfirman: Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (QS. al-Hasyr: 5).
Yakni, dengan perintah Allah engkau tebang pohon kurma itu. Jadi penebangan pohon kurma itu tidak merusak, namun hukuman dari Allah kepada mereka.
Ibnu Hisyam berkata: Liinah dari alwan bukan dari barniyah bukan pula kurma al-'ajwah sebagaimana dituturkan oleh Abu Ubaidah. Dzu Rammah berkata:
Seakan pelana kuda di atasnya ada sarang burung
Di atas kurma yang pokoknya kuat dan ujung-ujungnya bergerak

Bait syair ini adalah miliknya. Lalu Allah Ta'ala berfirman:

Dan apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka (QS. al-Hasyr: 6) Ibnu Ishaq berkata bahwa yang dimaksud mereka pada ayat tersebut adalah Bani an- Nadhir. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki- Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Hasyr: 6).
Ibnu Hisyam berkata: Awjaftum menggerakkanmu dan melelahkanmu dalam perjalanan. Tamim bin Ubay bin Muqbil salah seorang Bani Amir bin Sha'sha'ah berkata:
 
Pelindungpedangyang baru gagangnya sering membuat pejalan kaki
merasa keberatan untuk membawanya

Ini adalah syair miliknya, yakni wajif (lari).
Abu Zaid al-Thai yang namanya adalah Harmalah mengatakan dalam syairnya:
Tali pinggangnya terikat kuat laksana tombak India
Karena panjangan perjalanan yang yang di tempuh para gembala

Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul (QS. al-Hasyr: 7)
Ibnu Ishaq berkata: Maksud ayat tersebut ialah bahwa apa yang dikuasai kaum Muslimin dengan kuda, kendaraan, dan perang, semua itu adalah milik Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Itu semua milik Allah dan Rasul-Nya, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang- orang yang dalam perjalanan, supaya harta itujangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. al-Hasyr: 7)
Pembagian ini adalah pembagian bentuk lain bagi kaum muslimin dari apa yang di dapatkan dengan perang sesuai dengan apa yang Allah tentukan.
Kemudian Allah berfirman:

 
Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik (QS. al-Hasyr: 11), yang di maksud dengan orang-orang munafiq pada ayat ini adalah Abdullah bin Ubay bin salul dan orang-orang yang seirama dengannya.
Kemudian Allah berfirman:


Yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli Kitab (QS. al-Hasyr: 11). Yang dimaksud dengan ahli Kitab di atas ialah Bani an-Nadhir.
Kemudian Allah berfirman:


(Mereka adalah) seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih(QS. al-Hasyr: 15)
Yang dimaksud adalah Bani Qainuqa'. Kemudian kisah tentang pengusiran Bani An-Nadhir di dalam Al- Qur'an ditutup dengan ayat:


(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam." Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yangzalim (QS. al-Hasyr: 16-17)


Perang Dzatu ar-Riqa' Tahun Ke empat Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Usai Perang Bani An-Nadhir, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal di Madinah selama bulan Rabiul Akhir dan sebagian Jumadil Ula. Setelah itu, beliau berangkat ke Najed untuk berperang menghadapi Bani Muharib dan Bani Tsa'labah dari Ghathafan. Rasulullah mengamanahi Abu Dzar Al-Ghifari menjadi imam untuk sementara waktu di Madinah
 
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menceritakan bahwa Rasulullah mengamanahi Utsman bin Affan menjadi imam sementara waktu di Madinah.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan hingga tiba di Nakhl dan di tempat inilah Perang Dzatu Ar-Riqa' terjadi.
Ibnu Hisyam berkata: Perang ini disebut Perang Dzatu Ar-Riqa', karena kaum Muslimin menjahit dan memperbaiki panji-panji perangnya di sana. Ada pula yang menyebutkan bahwa ia disebut Perang Dzatu Ar-Riqa, karena Dzatu Ar-Riqa' adalah nama pohon di kawasan tersebut.
Di Dzatu Ar-Riqa', Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menghadapi pasukan Ghathafan dalam jumlah yang sangat besar. Namun perang tidak berkobar di antara mereka, karena masing-masing pihak sama-sama khawatir kepada pihak lain hingga Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan Shalat Khauf bersama para sahabat.
Ibnu Hisyam berkata: Abdul Warits bin Said At-Tannuri, yang nama aslinya Abu Ubaidah berkata kepadaku bahwa Yunus bin Ubaid berkata padaku dari Al-Hasan bin Abu Al-Hasan dari Jabir bin Abdullah yang berkata tentang Shalat Khauf: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melaksanakan Shalat Khauf dua raka'at bersama dua kelompok dengan cara bergiliran. Pertama beliau shalat dengan kelompok pertama lalu salam kemudian kelompok yang tadinya menghadap musuh datang lalu Rasulullah mengimamai lagi shalat dua raka'at yang lain bersama mereka lalu salam.128


Ibnu Hisyam berkata: Abdul Warits bin Sa'id At-Tannuri berkata kepadku bahwa Ayyub berkata kepadanya dari Nafi' dari Ibnu Umar yang berkata: Imam melangsungkan shalat bersama shaf pertama yang berdiri bersamanya sedang shaf kedua menghadap musuh, kemudian imam ruku' dan sujud di ikuti shaf pertama, kemudian mereka ber- gerak mundur ke belakang dan mengganti shaf yang tadi menghadap musuh, kemudian shaf kedua maju ke depan, lalu imam ruku' bersama mereka satu raka'at dan sujud bersama mereka, kemudian masing-masing shaf shalat satu raka'at sendiri-sendiri. Jadi masing-masing shaf shalat satu raka'at bersama imam dan mereka shalat satu raka'at secara sendirian.
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Ubaid berkata kepadaku dari Al-Hasan dari Jabir bin Abdullah bahwa salah seorang dari Bani Muharib yang bernama Ghaurats berkata kepada kaumnya yaitu Ghathafan dan Muharib: Apa kalian mau Muhammad aku bunuh demi kalian?' Kaumnya menjawab: "Ya, namun bagaimana engkau bisa membunuhnya?" Ghaurats berkata: "Aku akan menjebaknya." Kemudian Ghaurats pergi menghadap Rasulullah yang ketika itu duduk, sedangkan pedang beliau berada di pangkuannya. Ghaurats berkata: "Wahai Muhammad, boleh aku lihat pedangmu ini." Rasulullah menjawab, "Ya, silahkan saja." Pedang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut berhiaskan perak, sebagaimana disebutkan Ibnu Hisyam. Ghaurats lalu menghunusnya dari sarungnya. Kemudian ia memain-mainkannya dan bermaksud membunuh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam namun Allah menggagalkan usahanya. Ia berkata: "Wahai Muhammad, apa kau takut padaku?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tentu saja sama sekali tidak, apa yang harus aku takutkan darimu?"
Ghaurats berkata: "Apakah engkau tidak takut padaku padahal di tanganku ada sebilah pedang?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak takut, karena Allah selalu melindungiku." Ghauratspun berjalan dan mengembalikan pedang itu kepada Sang Nabi. Maka setelah itu Allah menurunkan ayat berikut:
 
 

Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu seseorang bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangannya dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang- orang mukmin itu harus bertawakal. (QS. al-Maidah: 11)
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ruman berkata kepadaku bahwa ayat di atas diturunkan perihal Amr bin Jahasy dari Bani An-Nadhir dan yang ia rencanakan. Wallahu a 'lam mana yang lebih benar di antara kedua riwayat itu.
Ibnu Ishaq berkata: Wahb bin Kisan berkata kepadaku dari Jabir bin Abdullah yang berkata: "Aku keluar bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ke Perang Dzatu Ar-Riqa' di Nakhl dengan menaiki unta yang lemah. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang dari Perang Dzatu Ar-Riqa', rombongan pasukan berjalan tanpa hambatan, sementara aku tersisih di belakang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyusulku. Beliau bersabda: "Apa yang terjadi, wahai Jabir? Aku menjawab: "Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan." Beliau bersabda: "Perintahkan dia membungkuk." Aku membungkukkan untaku sedangkan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu, Rasulullah bersabda: "Berikan tongkatmu itu kepadaku." Atau beliau bersabda: "Ambilkan buatku tongkat dari sebatang pohon!" Maka akupun melaksanakan permintaan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan beliaupun mengambil tongkat yang dimintanya. Rasulullah memukul lambung untaku beberapa kali kemudian bersabda kepadaku: "Naikilah untamu!" Aku segera menaikinya. Demi Dzat yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu mendahului unta Rasulullah. Aku berbincang dengannya, kemudian beliau berkata: "Wahai Jabir apakah boleh aku membeli untamu ini?'"Aku menjawab: "Tidak wahai Rasulullah, tapi aku bermaksud memberikannya kepadamu sebagai hibah." Beliau bersabda: "Juallah untamu ini kepadaku!" Aku berkata: "Wahai Rasulullah tetapkanlah harga untuk untaku ini!" Beliau bersabda: "Cukup satu dirham." Aku berkata: "Tidak Rasulullah, dengan harga seperti itu, engkau merugikanku." Beliau bersabda: "Bagaimana kalau begitu dua dirham!" Aku berkata: "Aku tidak mau dengan itu, wahai Rasulullah." Beliau terus menaikkan penawaran harga unta hingga mencapai satu uqiyah. Aku berkata: "Wahai Rasulullah, jika demikian, maka kini untaku ini menjadi milikmu." Beliau bersabda: "Kalau demikian, aku ambil untamu." Setelah itu Rasulullah bersabda: "Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?" Aku menjawab: "Sudah, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Dengan seorang janda atau seorang gadis?" Aku menjawab: "Dengan janda." Beliau bersabda: "Mengapa engkau tidak menikah dengan seorang gadis sehingga engkau bisa bergurau ria dengannya dan ia bergurau ria denganmu?" Aku menjawab: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku gugur di Perang Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan, karenanya aku menikahi seorang wanita sempurna yang bisa meneduhi kepala ketujuh anak perempuan tersebut dan mengasuh mereka." Beliau bersabda: "Engkau benar, insya Allah." Tatkala kita sudah tiba di Shirar aku perintahkan orang-orang untuk menyiapkan unta untuk disembelih kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut hingga istrimu mendengarnya kemudian ia melepaskan bantal
 
kecilnya?" Aku berkata: "Wahai Rasulullah, kami tidak memiliki bantal kecil." Beliau bersabda: "Dia akan ada bersamamu. Oleh karenanya, apabila engkau telah sampai di sana, lakukanlah sebuah perbuatan yang pintar.
Tatkala sampai di Shirar, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menginstruksikan orang-orang untuk segera menyembelih unta dan kita pun mengadakan pesta makan di hari itu. Pada sore harinya, beliau masuk ke rumah dan kamipun masuk ke rumahku. Maka aku pun menceritakan peristiwa kepada isteriku ini dan apa yang dikatakan kepadaku oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada istriku. Istriku berkata: "Ya, karena aku mendengar dan taat kepada Rasulullah." Esok paginya, aku pegang kepala unta, menuntun dan mendudukkannya di pintu masjid Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian aku duduk di dekat masjid. Ketika beliau ke luar dan melihat unta itu, beliau bersabda: "Apa ini?" Para Sahabat menjawab: "Unta ini, Jabir yang datang membawanya." Beliau bertanya: "Lalu kemana Jabir sekarang?" Aku pun dipanggi untuk menghadap Rasulullah, kemudian beliau bersabda: "Wahai anak saudaraku, peganglah kepala untamu karena itu menjadi milikmu!" Beliau memanggil Bilal dan bersabda kepadanya: "Pergilah bersama Jabir dan berikan uang satu uqiyah kepadanya!" Akupun pergi bersama Bilal kemudian ia memberiku uang satu uqiyah dan memberi sedikit tambahan. Demi Allah, pemberian itu terus bertambah dan bertambah hingga aku mendapatkan musibah di Perang Al-Harrah belum lama ini.
Ibnu Ishaq berkata: Sepulangnya dari Perang Dzatu Ar-Riqa', Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Madinah pada sisa bulan Jumadil Ula dan Jumadil Akhir, serta bulan Sya'ban.


Perang Badar Terakhir Bulan Sya'ban Tahun Keempat Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Saat bulan Sya'ban, Rasulullah Shallallahu Alaih wa Sallam meninggalkan Madinah untuk memenuhi janji dengan Abu Sufyan bin Harb hingga tiba di Badar.
Rasulullah Shallallahu Alaih wa Sallam menunggu Abu Sufyan bin Harb di Badar selama delapan malam. Sedangkan Abu Sufyan bin Harb sendiri keluar meninggalkan Makkah ditemani orang-orang Makkah hingga tiba di Majinnah dari arah Zhahran. Sebagian ulama lainnya menceritakan bahwa Abu Sufyan bin Harb dan anak buahnya berjalan hingga ke Usfan, kemudian mereka berniat memilih pulang kembali ke Makkah.
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di Badar menunggu Abu Sufyan bin Harb, beliau disapa oleh Makhsyi bin Amr Adh-Dhamri. perwakilan Bani Dhamrah, yang telah berdamai dengan beliau di Perang Waddan.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tetap berada di Badar menunggu kedatangan Abu Sufyan bin Harb. Suatu ketika, Ma'bad bin Abu Ma'bad A1 Khuzai berjalan melewati beliau. Tatkala dia ketika melihat tempat dan unta beliau yang berjalan cepat ke sana, ia berkata:
Sungguh, untanya lari dari sahabat-sahabat Muhammad Dan dari kurma Ajwah Yatsrib laksana anggw kering
Ia berjalan cepat di atas agama ayahnya dahulu
Ia menjadikan Mata Air Qudaid sebagai tempat tempat perjanjianku Sumber air Dajnan besok akanjadi miliknya

Ibnu Hisyam berkata: Abu Zaid Al-Anshari berkata kepadaku bahwa syair di atas adalah syair Ka'ab bin Malik.
Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu Anhu berkata tentang Perang Badar Terakhir yang gagal tersebut:
 
Kami berjanji pada Abu Sufyan untuk kembali bertemu di Badar Tapi kami dapatkan dia tidak jujur dan iapun tak menepati janji
Aku bersumpah, andai engkau tepati janji perjumpaan dengan kami Niscaya engkau pulang dirundung hina dan kehilangan para kerabat Di sana, kami biarkan tubuh Utbah dan anak-nya
Demikian pula Amr dan Abu Jahal terbunuh tewas
Kalian membangkang Rasulullah, celakalah agama kalian Dan urusan buruk kalian yang sesat itu
Walaupun kalian bersikap keras padaku
Aku tetap katakan keluarga dan hartaku menjadi tebusan bagi Rasulullah Kami mentaatinya dan tidak menggantinya dengan orang lain
Ia adalah cahaya dan penunjuk kami di gelapnya malam

Perang Daumatul Jandal Bulan Rabiul Awwal Tahun Kelima Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali pulang ke Madinah dan tinggal di sana beberapa bulan hingga bulan Dzulhijjah usai. Ini merupakan tahun keempat semenjak kedatangan
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
berangkat untuk memerangi Daumatul Jandal.
Ibnu Hisyam berkata: Itu terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
mengangkat Siba' bin Urfuthah Al-Ghifari untuk sementara sebagai imam di Madinah.
Lalu beliau pulang ke Madinah sebelum tiba di Daumatul Jandal karena tidak adanya perlawanan. Beliau menetap di Madinah di sisa-sisa hari tahun itu.


Perang Khandaq Bulan Syawwal Tahun Kelima Hijriyah
Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah bin Al-Bakkai berkata kepadaku dari Muhammad bin Ishaq Al-Muthalibi yang berkata bahwa setelah itu meletuslah Perang Khandaq yang terjadi pada bulan Syawwal tahun kelima Hijriyah.
Ibnu ishaq berkata: Yazid bin Ruman eks budak keluarga Zubair berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dan dari orang yang tidak aku ragukan integritasnya dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dan Muhammad bin Ka'ab Al-Quradhi. Az-Zuhri, Ashim bin Umar bin Qatadah, Abdullah bin Abu Bakr dan ulama-ulama lainnya dimana penuturan mereka tentang Perang Khandaq tidak berbeda namun ada sebagian dari mereka yang menambahkan ceritanya.
Dikisahkan bahwa sebab meletusnya perang Khandaq karena beberapa orang Yahudi di antaranya Sallam bin Abu Al-Huqaiq An-Nadhri, Huyay bin Akhthab An-Nadhri, Kinanah bin Ar-Rabi bin Abu Al- Huqaiq An-Nadhri, Haudzah bin Qais Al-Waili, dan Abu Ammar Al-Waili -dalam kelompok orang- orang dari Bani An-Nadhir dan Bani Wail yang membentuk pasukan sekutu untuk melawan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar dari Madinah dan tiba di tempat orang-orang Quraisy di Makkah. Mereka menghasut orang-orang Quraisy menyerang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berkata: "Kami senantiasa akan bersama kalian dalam menghadapi dia hingga kita berhasil membabatnya habis." Orang-orang Quraisy berkata kepada orang-orang Yahudi: "Wahai orang-orang Yahudi, sesungguhnya kalian adalah ahli Kitab yang pertama mempunyai pengetahuan tentang perselisihan kami dengan Muhammad; Apakah agama kami yang lebih baik atau agama Muhammad?"
 
Orang-orang Yahudi menjawab: "Agama kalian lebih baik daripada agama Muhammad dan kalian lebih pantas untuk mendapatkan kebenaran daripada dia."
Tentang orang-orang Yahudi itulah, Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya berikut:


Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barang siapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (An Nisa: 51-52) hingga firman-Nya "ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahanam yang menyala-nyala apinya. (QS. an- Nisa': 54-55). Yang dimaksud dengan karunia (fadhlihi) pada ayat di atas ialah nubuwwat.
Pada saat orang-orang Yahudi berkata seperti itu kepada orang-orang Quraisy, mereka sangat gembira dan segera menyambut ajakan orang-orang Yahudi untuk memerangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Kemudian dua kekuatan tersebut bersatu lalu mereka bersiap-siap.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Yahudi lalu meninggalkan Makkah menuju Ghathafan untuk menyeru mereka untuk memerangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka provokasi orang-orang Ghathafan agar mengikuti kehendak mereka dan mereka jelaskan bahwa orang-orang Quraisy telah mendukung ide ini. Orang-orang Ghathafan pun bersatu dengan orang-orang Yahudi.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu, berangkatlah orang-orang Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb, sedangkan orang-orang Ghathafan berada di bawah komando Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr bersama orang-orang Bani Fazarah, Al-Harits bin Auf bin Abu Haritsah Al-Muri bersama orang- orang Bani Murrah, Mis'ar bin Rukhailah bin Nuwairah bin Tharif bin Suhmah bin Abdullah bin Hilal bin Khulawah bin Asyja' bin Raits bin Ghathafan bersama orang-orang yang ikut dengannya dari Bani Asyja'.
Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar rencana orang-orang musyrikin tersebut, beliau membuat parit di sekitar Madinah. Beliau terlibat langsung dalam pembuatannya untuk memberi semangat pada kaum Muslimin dalam berburu pahala. Beliau demikian bersemangat dalam menggali parit itu demikian pula dengan para sahabatnya. Hanya beberapa orang-orang munafik sajalah yang kerjanya bermalas-malasan. Orang-orang munafik kerja sedikit kemudian pulang secara diam-diam ke rumah mereka tanpa sepengetahuan beliau apalagi meminta izinnya. Pada saat yang sama, apabila salah seorang dari kaum Muslimin mempunyai kebutuhan mendesak yang tidak bisa
 
ditinggalkan, ia memberitahukan dan meminta izin kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian beliau mengizinkannya pulang ke rumah untuk menyelesaikan urusan keluarganya. Apabila selesai, ia kembali kerja membuat parit karena ingin mendapatkan kebaikan dan pahala dari Allah.
Allah menurunkan wahyu tentang kaum Mukminin tersebut:


Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sesungguhnya ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. an-Nuur: 62)
Wahyu di atas turun kepada kaum Muslimin yang mengharapkan kebaikan di sisi Allah, taat kepada- Nya dan kepada Rasul-Nya. Setelah itu Allah Ta'ala menurunkan ayat tentang orang-orang munafik yang malas-malasan bekerja dan pulang ke rumah tanpa meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu Ala wa Sallam:


Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yangpedih. (QS. an-Nuur: 63).
Ibnu Hisyam berkata: Al-Liwadz bermakna bertutup sesuatu saat melarikan diri. Hassan bin Tsabit berkata:
Orang-orang Quraisy lari dari kami dengan menutup diri Mereka tidak tenangdiam dengan pikiran yang tidak stabil
 
Bait syair ini telah saya paparkan pada saat membahas tentang perang Uhud. Kemudian Allah berfirman:
 

Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allah lah apa yangdi langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). (QS. an-Nuur: 64). Maksudnya, Allah tahu siapa yang jujur dan yang dusta.
Kemudian Allah berfirman:


Dan (mengetahui pula) hari (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. an-Nuur: 64).
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muslimin bersungguh-sungguh dalam pembuatan parit hingga berhasil menyelesaikannya.
Ibnu Ishaq berkata: Ada banyak sekali peristiwa yang mengandung ibrah tentang kebenaran Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam penggalian parit, kenabiannya yang langsung dilihat langsung oleh kaum Muslimin. Salah satu peristiwa yang sampai kepadaku ialah hadits yang diriwayatkan dari
Jabir bin Abdullah yang berkata: Kaum Muslimin sempat kesulitan menggali sebagian tanah berbatu, maka mereka mengutarakan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Beliau meminta disediakan air kemudian meludah ke dalamnya, lalu berdoa kepada Allah dan menuangkan air tersebut ke atas tanah tersebut. Para sahabat yang hadir ketika itu berkata: Demi Dzat yang mengutusnya sebagai nabi dengan membawa kebenaran, tanah berbatu tersebut hancur lebur hingga menjadi seperti pasir padahal tadinya tidak mempan dipukul dengan kapak cangkul.129
Ibnu Ishaq berkata: Aku mendapat berita yang berasal dari Salman Al-Farisi yang berkata: "Saat aku sedang menggali aku temukan ada batu yang keras sehingga tidak mampu aku pecahkan, sementara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di dekatku. Ketika beliau melihatku kesulitan memecah- kan batu tersebut beliau turun kemudian mengambil alih cangkul dari tanganku. Beliau menghantam batu tersebut sehingga memercikkan cahaya terang berkemilau. Beliau terus menghantam batu tersebut hingga tiga kali sehingga memercikkan cahaya terang di bawah kapak. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, cahaya apakah yang aku lihat: ketika engkau menghantam batu tersebut?" Beliau bersabda: "Wahai Salman apakah engkau melihatnya?" Aku menjawab, "Ya, tentu saja." Beliau bersabda: "Adapun cahaya pertama, itu adalah tanda bahwa Allah akan menaklukkan Yaman untukku. Sedangkan cahaya kedua. adalah tanda aku akan menaklukkan Syam dan negeri-negeri Barat (Maghribi) untukku. Sedang cahaya ketiga, adalah tanda aku akan menaklukkan negeri-negeri timur."130
 
 

lbnu lshaq berkata: Tatkala seiesai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menggali parit, datanglah orang-orang Quraisy yang kemudian berhenti di Dumah. Mereka datang ketempat tersebut dengan membawa sepuluh ribu orang dari orang-orang Ahabisy (non Arab), Bani Kinanah, dan Bani Tihamah. Orang-orang dari Ghathafan bersama orang-orang Najed juga datang kemudian berhenti di Dzanab Naqma di samping Uhud. Sementara, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama tiga ribu kaum muslimin keluar ke Gunung Sil'un. Di sanalah beliau membuat markas, sedang parit membatasi mereka dengan musuh.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menganugerahi Ibnu Ummi Maktum menjadi imam sementara di Madinah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengamankan anak- anak dan wanita-wanita di balik benteng.
Ibnu lshaq berkata: Musuh Allah, Huyay bin Akthab An-Nadhri, keluar menemui Ka'ab bin Sa'ad Al- Quradhi, wakil Bani Quraizhah yang masih terikat perjanjian dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sayangnya, Ka'ab termakan provokasi Huyai sehingga ia membatalkan perjanjian tersebut.
Ketika berita pembatalan perjanjian di atas terdengar oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kaum Muslimin, beliau kecewa sekali kepada mereka.
Kaum Muslimin mengalami krisis kepercayaan diri karena hal tersebut, sebab musuh datang dari atas dan bawah mereka hingga kedok orang munafik pun terbuka dengan sendirinya. Seperti Mu'attib bin Qusyair dari Bani Amr bin Auf yang berkata: "Muhammad pernah menjanjikan kepada kita bahwa kita akan menguasai kekayaan Kisra dan Kaisar, padahal pada hari ini salah seorang dari kita untuk buang air saja tidak merasa aman."
Ibnu Hisyam berkata: Ulama yang aku percaya berkata kepadaku bahwa Mu'attib bin Qusyair tidak masuk barisan orang-orang munafik. Dengan alasan bahwa Muattib bin Qusyair ikut hadir terjun pada Perang Badar.
Hampir sebulan, perang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan orang-orang musyrikin hanya saling lempar panah.
Ibnu lshaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama kaum Muslimin masih bertahan di dalam kota Madinah, sedang musuh mengepung mereka, tapi perang tetap tidak berkobar di antara mereka. Beberapa tentara berkuda Quraisy di antaranya Amr bin Abdu Wudd bin Abu Qais dari Bani Amir bin Luay. Ibnu Hisyam berkata: "Ada yang mengatakan bahwa Amr adalah anak Abd bin Abu Qais, Ikrimah bin Abu Jahal dari Bani Makhzum, Hubairah bin Abu Wahb dari Bani Makhzum, dan Dhirar bin Khaththab bin Mirdas dari Bani Muharits bin Fihr mengambil ancang-ancang berjalan melintasi kampung-kampung Bani Kinanah, mereka berkata: "Wahai Bani Kinanah, bangkitlah kalian untuk perang, karena pada hari ini kalian akan tahu siapa sesungguhnya pasukan berkuda itu." Setelah mengatakan itu, orang-orang Quraisy tersebut melecut kencang kuda-kuda mereka hingga tiba di parit. Tatkala melihat parit tersebut, mereka ber-kata: "Demi Allah, jebakan ini tidak pernah dilakukan oleh orang-orang Arab."
Ibnu Hisyam berkata: Salman Al-Farisi adalah sahabat yang mengusulkan ide kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam agar membuat parit tersebut.
Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang pakar bercerita kepadaku bahwa pada perang Khandaq kaum Muhajirin berkata: "Salman termasuk kelompok kami." Orang-orang dari kaum Anshar berkata:
 
"Salman bagian dari kami." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Salman bagian dari keluarga (ahlul Bait) Nabi."
Ibnu lshaq berkata: Kemudian orang-orang Quraisy tersebut mencari celah agar bisa melewati parit- parit tersebut lalu kuda-kuda mereka pun akhirnya masuk ke tempat tersebut, kemudian mereka menerobos celah yang ada di antara parit dan Sala'. Pada saat yang bersamaan, Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu bersama beberapa orang dari kaum Muslimin memblokade jalan masuknya orang- orang Quraisy. Penungang-penunggang kuda Quraisy berjalan cepat dengan kuda-kuda mereka ke tempat Ali bin Abu Thalib dan sahabat-sahabatnya. Amr bin Abdu Wudd ikut hadir di Perang Badar hingga terluka berat sehingga absen di Perang Uhud. Pada Perang Khandaq, ia keluar dengan mengenakan tanda pengenal supaya mudah dikenali. Ketika kudanya berhenti, ia berteriak menantang: "Siapa yang siap duel berhadapan denganku?" Ali bin Abu Thalib tampil kemudian berkata: "Wahai Amr, sungguh engkau telah berjanji kepada Allah bahwa bila ada seorang Quraisy mengajakmu kepada dua hal maka engkau akan menyambutnya." Amr bin Abdu Wudd menjawab: "Benar!" Ali bin Abu Thalib berujar melanjutkan: "Sekarang aku mengajakmu kepada Allah, Rasul-Nya, dan Islam." Amr bin Abdu Wudd menjawab: "Aku tidak butuh itu semua!!" Ali bin Abu Thalib berkata: "Jika demikian maka aku ajak engkau berperang." Amr bin Abdu Wudd berkata: "Mengapa demikian?" Demi Allah, aku tidak berniat menghabisimu." Ali bin Abu Thalib berkata: "Namun demi Allah, aku bergairah sekali untuk membunuhmu." Amr bin Abdu Wudd bangkit marahnya mendengar tantangan Ali bin Abu Thalib. Ia turun dari atas kuda, kemudian menyembelihnya, memukul wajah kudanya, dan maju ke hadapan Ali bin Abu Thalib. Keduanya bertempur sangat sengit hingga akhirnya Ali bin Abu Thalib berhasil menghabisi Amr bin Abdu Wudd, sedang kuda-kuda Quraisy lari kocar-kacir tak menentu.
Ibnu lshaq berkata: Saat itu, Ikrimah bin Abu Jahal lari menyelamatkan diri meninggalkan Amr bin Abdu Wudd.
Ibnu lshaq berkata: Tentang kaburnya Ikrimah bin Abu Jahal, Hassan bin Tsabit berkata:
Ia melarikan diri dan membiarkan tombaknya untuk kami
Sesuatu yang tidak kau yang tidak pernah engkau lakukan sebelum ini Kau kabur bagaikan burung unta ketika berpaling dari jalan
Engkau tidak membiarkan punggungmu berjalan dengan jinak Punggungmu laksana dagu biawak kecil
Ibnu Hisyam berkata: Sandi perang sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Perang Khandaq dan Perang Bani Quraizhah adalah, Haamm miim, laa yun sharuun.
Ibnu lshaq berkata: Abu Laila Abdullah bin Sahl bin Abdurrahman bin Sahl Anshari dari Bani Haritsah bercerita kepadaku bahwa pada Perang Khandaq Ummul Mukminin, Aisyah, berada di benteng Bani Haritsah, bentang terkuat di Madinah.
Ibnu lshaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair bercerita kepadaku dari ayahnya, Abbad yang berkata bahwa Shafiyyah binti Abdul Muththalib Radhiyallahu Anha berada di benteng tinggi kepunyaan Hassan bin Tsabit. Shafiyyah binti Abdul Muthalib berkata bahwa Hassan bin Tsabit berada di benteng tersebut bersama para wanita dan anak-anak.
Ibnu Ishaq berkata: Rasullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya dilanda ketakutan dan kegundahan yang luar biasa, karena persekutuan musuh untuk menghadapi mereka dan musuh- musuh itu datang dari segala arah.
 
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Nu'aim bin Mas'ud bin Amir bin Unaif bin Tsa'labah bin Qunfudz bin Hilal bin Khalawah bin Asyja' bin Raits bin Ghathafan datang ke tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah masuk Islam sementara kaumku belum ada yang tahu keislamanku. Oleh karena itu aku siap dengan tugas darimu." Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya engkau salah seorang dari kami. Karena itulah, kacaukanlah persatuan mereka apabila engkau mampu, karena perang adalah tipu daya."131


Nu'aim bin Mas'ud pergi menemui Bani Quraizhah dan ia adalah sahabat mereka pada masa jahiliyah.
Kemudian Nu'aim bin Mas'ud pergi ke tempat orang-orang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb.
Kemudian Nu'aim bin Mas'ud pergi ke tempat-orang orang Ghathafan. Nu'aim berhasil mengadu domba di antara mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar berita tentang sengketa dan konflik yang terjadi di antara mereka, lalu beliau memanggil Hudzaifah bin Al-Yaman kemudian mengutusnya pergi kepada mereka untuk mencan tanu apa yang akan mereka kerjakan pada malam hari.
Ternyata mereka semua telah menarik pasukan mereka dan pulang kembali ke daerah asal mereka masing-masing.
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala pagi menjelang Rasulullah pulang dari Khandaq ke Madinah bersama dengan kaum muslimin dan meletakkan senjata.


Perang Bani Quraizhah Tahun Kelima Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Berkata padaku Az-Zuhri pada waktu Zhuhur Malaikat Jibril Alaihis salam mendatangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia kemudian bertanya: "Apakah engkau melakukan gencatan senjata?' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Ya." Malaikat Jibril berkata: "Para malaikat tidak melakukan gencatan senjata. Kini mereka sedang mengejar kaum tersebut. Hai Muhammad sesungguhnya Allah menyuruhmu berangkat ke Bani Quraizhah aku juga akan berangkat ke sana untuk memerangi mereka."
Setelah itu, Rasjilullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan seseorang untuk menyeru Kaum Musilmin: "Barangsiapa mendengar dan taat, maka janganlah ia menunaikan shalat Ashar kecuali ia sudah sampai di Bani Quraizhah."132


Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk sementara Ibnu Ummi Maktum sebagai Imam di Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk Ali bin Abu Thalib sebagai komandan pasukan dengan membawa panji perang dalam perjalanan menuju Bani Quraizhah sedangkan kaum Muslimin berjalan di belakangnya. Rasulullah berjalan melewati beberapa sahabat di As-Shaurain sebelum sampai di Bani Al-Quraizhah, lalu beliau bertanya kepada mereka: "Apakah
 
ada seseorang melewati kalian sebelum aku?" Mereka menjawab: "Ya ia adalah Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi." Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Bukan! Dia itu Jibril yang di kirim kepada Bani Quraizhah guna menghancurkan benteng-benteng dan menghunjamkan rasa takut ke hati mereka."
Tatkala Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam tiba di Bani Quraizhah, beliau istirahat di salah satu sumur Bani Quraizhah di sisi kebun mereka yang bernama sumur Una. Ibnu Hisyam berkata ada pula yang mengatakan sumur Anna.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu, kaum Muslimin tiba berombongan. Namun, ada beberapa orang di antara mereka yang tiba setelah Isya' akhir dan belum mengerjakan shalat ashar karena berpedoman kepada sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Janganlah seorangpun di antara kalian mengerjakan shalat ashar kecuali sudah tiba di Bani Quraizhah."133 Kemudian mereka mengerjakan shalat Ashar di Bani Quraizhah setelah shalat Isya. Allah tidak mencela mereka dalam Kitab Sucinya atas peristiwa tadi dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga tidak marah pada mereka. Hadits ini di sampaikan kepadaku oleh Abu Ishaq bin Yasar dari Ka'ab bin Ka'ab bin Malik Al-Anshari.


Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengepung Bani Quraizhah selama dua puluh lima malam hingga mereka menderita karena pengepungan ini dan Allah rnerasukkan rasa takut luar biasa ke dalam hati mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Bani Quraizhah meyakini sepenuhnya bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak akan berbalik meninggalkan mereka sampai mengalahkan mereka.
Maka mereka mengirim utusan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa pesan: "Datangkanlah kepada kami Abu Lubabah bin Abdul Mundzir dari Bani Amr bin Auf dan sekutu orang-orang Aus agar kita bisa berkonsultasi dengannya dalam masalah kami ini." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim Abu Lubabah kepada Bani Quraizhah. Ketika mereka melihat Abu Lubabah maka orang laki-laki, wanita-wanita, dan anak-anak berdatangan kepadanya kemudian menangis di hadapannya hingga Abu Lubabah merasa kasihan kepada mereka. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah berkata kepada Abu Lubabah: "Wahai Abu Lubabah, bagaimana pendapatmu apabila kita menyerah kepada hukum Muhammad?" Abu Lubabah berkata: "Ya!" Sambil berisyarat dengan tangan pada tenggorokannya, itu artinya dipenggal." Abu Lubabah berkata: "Demi Allah, apa yang kulakukan? Aku telah mengkhianati Allah dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam!" Kemudian, Abu Lubabah pergi. Ketika sampai di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia langsung mengikat diri pada salah satu tiang masjid. Abu Lubabah berkata: "Aku akan terus begini di sini hingga Allah menerima taubatku atas apa yang telah aku perbuat. Aku berjanji kepada Allah untuk tidak memasuki benteng Bani Quraizhah untuk selama-lamanya namun hal itu malah kulakukan."
Ibnu Hisyam berkata: Allah lalu menurunkan ayat tentang Abu Lubabah seperti diceritakan Sufyan bin Uyainah dari Ismail bin Abu Khalid bin Abdullah bin Abu Qatadah:

 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. al-Anfaal: 27)
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Abdullah bin Qusaith bercerita kepadaku bahwa berita taubatnya Abu Lubabah diterima Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjelang shubuh pada saat beliau sedang berada di rumah Ummu Salamah. Ummu Salamah berkata: Saat menjelang shubuh, aku mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tertawa. Aku berkata: "Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Allah telah menerima taubat Abu Lubabah." Aku berkata: "Bolehkah aku kabarkan kabar gembira ini kepadanya?" Beliau bersabda: "Silahkan sampaikan saja." Ummu Salamah berdiri di depan pintu kamarnya, peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya hijab- kemudian berkata: "Wahai Abu Lubabah sambutlah kebahagianmu karena Allah telah menerima taubatmu." Para sahabat lalu mengerumuninya untuk melepaskan ikatannya. Namun ia berkata: "Tidak, demi Allah, aku tidak suka kalian lakukan hal ini, hingga Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sendiri yang melepaskan ikatanku dengan kedua tangannya." Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar untuk melaksanakan shalat Shubuh, beliau berjalan melewati Abu Lubabah dan melepaskan ikatannya.
Ibnu Hisyam berkata: Selama enam hari Abu Lubabah terus mengikat dirinya. Sepanjang waktu tersebut, istrinya senantiasa datang setiap waktu shalat untuk melepaskan ikatan agar ia bisa melaksanakan shalat. Sesuai shalat kembali ia mengikat diri lagi. Demikianlah yang terjadi, sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama kepadaku.
Ibnu Ishaq berkata: Keesokan harinya, Bani Quraizhah tunduk kepada hukum Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Sebelum mengepung Bani Quraizhah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah mengepung Bani Qainuqa sekutu Al-Khazraj kemudian mereka tunduk kepada hukum beliau.
Sebelumnya, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menempatkan Sa'ad bin Muadz di sebuah kemah milik seorang wanita dari Aslam, yang bernama Rufaidah. Kemah itu berada di mesjid Rasulullah, sedangkan Rufaidah mengobati orang-orang yang terluka dan mewakafkan diri untuk melayani siapa saja di antara kaum Muslimin yang terluka. Ketika Sa'ad bin Muadz terkena anak panah di Perang Khandaq, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada kaumnya: "Rawatlah Sa'ad bin Muadz di kemah milik Rufaidah agar aku dapat mengunjunginya dari dekat.134


Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk Sa'ad bin Muadz sebagai mediator bagi Bani Quraizhah, kaum Sa'ad bin Muadz datang kepada Sa'ad bin Muadz kemudian mereka menaikkannya di atas keledai. Mereka pergi bersama Sa'ad bin Muadz kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berkata: "Wahai Abu Amr, berbuat baiklah kepada sekutumu, karena Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjukmu sebagai hakim agar engkau berbuat baik kepada mereka." Ketika mereka banyak bicara kepada Sa'ad bin Muadz, Sa'ad bin Muadz berkata: "Kini telah tiba saatnya bagi Sa'ad bin Muadz untuk bangkit menghadapi orang yang mengecamnya di jalan Allah." Setelah itu, beberapa orang dari kaum Sa'ad bin Muadz yang tadinya menemani Sa'ad bin Muadz pulang ke perkampungan Abdul Asyhal dan menceritakan apa yang dikatakan Sa'ad bin Muadz kepada beberapa orang dari Bani Quraizhah sebelum Sa'ad bin Muadz sampai di tempat mereka. Pada saat Sa'ad bin
 
Muadz dan kaumnya tiba di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Berdirilah untuk menyambut pemimpin kalian!"135


Ibnu Hisyam berkata: Sebagian orang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku bahwa Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berteriak keras pada saat kaum Muslimin mengepung Bani Quraizhah. Setelah itu, orang-orang laki-laki Yahudi Bani Quraizhah disuruh turun, kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah dibawa ke parit yang telah digali dipasar Madinah dan menghabisi mereka di dalamnya. Termasuk di dalamnya musuh Allah Huyay bin Akhthab, Kaab bin Asad tokoh Bani Quraizhah bersama dengan enam ratus atau tujuh ratus orang-orang Bani Quraizhah.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hanya memerintahkan membunuh orang- orang Bani Quraizhah yang telah dewasa.
Ibnu Ishaq berkata: Syu'bah bin Al-Hajjaj berkata kepadaku dari Abdul Malik bin Umair dari Athiyyah Al-Qurazhi yang berkata: "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan menghabisi orang- orang Bani Quraizhah yang telah dewasa. Kala itu, aku masih anak-anak, makanya mereka membebaskanku.136




Pembagian Fa'i Bani Quraizhah
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membagi-bagikan harta kekayaan, wanita- wanita, dan anak-anak Bani Quraizhah kepada kaum Muslimin. Disaat yang sama, beliau juga mewartakan jumlah bagian yang didapat pasukan berkuda, dan tentara pejalan kaki, dan mengeluarkan seperlima dari seluruh rampasan perang itu. Tentara berkuda mendapat tiga jatah; dua jatah untuk kuda dan satu jatah untuk penunggangnya. Adapun tentara pejalan kaki mereka mendapatkan satu jatah. Jumlah kuda Bani Quraizhah saat itu ada tiga puluh enam ekor. Itulah fa'i yang pertama kali dibagi sesuai dengan jatahnya, seperlima daripadanya dikeluarkan, dan merupakan sunnah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dalam pembagian fa'i di medan perang. Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Sa'ad Zaid Al-Anshari saudara Bani Abdul Asyhal membawa tawanan-tawanan wanita Bani Quraizhah ke Najed dan menukar mereka dengan kuda- kuda dan peralatan perang.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memilih salah seorang wanita Bani Quraizhah yang bernama Raihanah binti Amr bin Junafah untuk diri beliau sendiri. Ia berasal Bani Amr bin Quraizhah dan tetap dalam kepemilikan beliau pada saat beliau wafat. Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menawan Raihanah binti Amr, ia tetap memilih menjadi seorang wanita Yahudi. Rasulullah sedih karena sikapnya itu kemudian melepaskannya. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang bersama para sahabat, tiba-tiba Tsa'labah bin Sa'yah datang dan ia berkata: "Wahai Rasulullah, Raihanah telah memeluk Islam." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sangat gembira dengan berita tersebut.
Ibnu Ishaq berkata: Tentang Perang Khandaq dan Bani Quraizhah, Allah Ta'ala menurunkan surat Al- Ahzab. Dalam surat tersebut, Allah Ta'ala mengisahkan musibah yang menimpa kaum Muslimin,
 
nikmat-Nya kepada mereka, perlindungan-Nya, dan bagaimana Allah mencabut musibah tersebut dari mereka karena ucapan orang-orang munafik. Allah berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara (orang-orang Quraisy, Ghathafan, Bani Quraizah), lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara (angin dan para malaikat) yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Ahzab: 9)


(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. (QS. al-Ahzab:10)
Orang-orang yang mengepung kaum muslimin dari atas mereka adalah orang-orang Bani Quraizhah, sedangkan yang mengepung dari bawah mereka adalah orang-orang Quraisy dan Ghathafan. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya." (QS. al-Ahzab: 11-12)
Orang yang mengatakan perkataan seperti diatas adalah Mu'attib bin Qusyair, Kemudian Allah Ta'ala berfirman:

 
 

Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: "Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu." Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)." Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. (QS. al-Ahzab: 13).
Disebabkan perkataan Aus bin Qaidhi dan orang-orang dari kaumnya yang seirama dengannya. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada akan menunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat. (QS. al- Ahzab: 14). Maksud kata "fitnah" pada ayat di atas ialah kembali kepada kesyirikan, kemudian Allah berfirman:


Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah: "Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)" Dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. al-Ahzab: 15)
Mereka adalah Bani Haritsah yang ingin mundur di Perang Uhud bersama Bani Salimah, kemudian berjanji kepada Allah tidak akan mengulanginya lagi untuk selama-lamanya. Allah menyebutkan kepada mereka apa yang pernah mereka janjikan. Kemudian Allah Ta'ala berfirman:

 
Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja." Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah. (QS. al-Ahzab: 16-17)
Selanjutnya Allah berfirman: Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu (Al Ahzab: 18), yakni orang munafik.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya: "Marilah kepada kami.” Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. (QS. al-Ahzab: 18)
Yakni sekedar berlindung diri dan sebagai alasan, kemudian Allah Ta'ala berfirman:
Dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. al-Ahzab: 19), mereka meledek sekalian dengan ungkapan yang tidak kalian senangi. Sebab mereka tidak pernah sedikitpun mengharapkan akhirat, tidak menabung pahala di sisi Allah, dan mereka sangat takut mati.
Ibnu Hisyam berkata: Salaquukum yakni berlebihan dalam celaan kepada kalian. Maka mereka membakar dan menyakiti kalian. Seperti dikatakan orang Arab: Khathibun Sallaq dan Khathibun Musliq dan Mislaq, artinya khatib yang membikin sakit hati pendengarnya.
A'sya Bani Qais bin Tsa'labah berkata:
Pada mereka ada kemulian tolerasani dan pertolongan Di tengah mereka ada para khatib yang melukai jiwa
Kemudian Allah Ta'ala berfirman:


Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi; yakni orang-orang Quraisy dan Ghathfan (QS. al-Ahzab: 20), yakni adalah orang-orang Quraisy dan Ghathafan.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman:

 
dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badwi, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu. Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang, melainkan sebentar saja. (QS. al-Ahzab: 20)
Kemudian Allah mengarahkan firman kepada kaum mukmin dalam firman-Nya:


Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab: 21) dengan tujuan agar orang-orang beriman tidak lebih mencintai diri mereka daripada diri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kedudukan beliau. Setelah itu, Allah Ta'ala menemui kaum Mukminin, yang tahan cobaan. Allah Ta'ala berfirman:


Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (QS. al-Ahzab: 22). Semua ini menguatkan kesabaran mereka atas musibah yang terjadi, kepasrahan kepada takdir, dan pembenaran terhadap yang dijanjikan.
Allah Ta'ala berfirman:


Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur (QS. Al-Ahzab: 23), di antara mereka ada yang telah menuntaskan tugasnya dan telah pulang menuju dalam keadaan gugur sebagai syuhada pada perang Badar dan Perang Uhud.
Ibnu Hisyam berkata: qadha nahbahu artinya meninggal dunia. Adapun makna an-nahb adalah jiwa, sebagaimana dikatakan oleh Abu Ubaidah kepadaku dan jamaknya adalah nuhub.
Dzu Rummah berkata:
 
Di senja hari orang-orang Harits melarikan diri Setelah Hawbar kehilangan jiwa di pertempuran kuda

Hawbar termasuk Bani Harits bin Ka'ab. Yang dimaksud di sini adalah Yazid bin Hawbar. Nahbu juga bermakna nazar sebagaimana dikatakan oleh Jarir bin al-Khathfai dalam syairnya.
Ibnu Ishaq berkata mengomentari firman Allah: Di antara mereka ada yang menanti, yakni menanti janji Allah, yaitu kemenangan atau syahadah sebagaimana dicapai oleh sahabat-sahabatnya terdahulu.
Kemudian Allah berfirman:


Dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya), (QS. al-Ahzab: 23), mereka tidak ragu-ragu sedikitpun terhadap agama mereka, dan tidak menukar agamanya dengan agama lain.
Kemudian Allah berfirman:


Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang dalam keadaan penuh kejelekan (QS. al-Ahzab: 24), yakni, orang-orang Quraisy dan Ghathfan.


(lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, (QS. al-Ahzab: 25- 26), Ahli Kitab pada ayat diatas adalah orang-orang Bani Quraizhah.
 
dan Dia memasukkan rasa takut dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan. (Al Ah- zab: 26), yakni pembunuhan orang laki-laki, penawanan anak-anak dan wanita-wanita.
Kemudian Allah berfirman:


Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. (QS. al- Ahzab: 27)
Ibnu Ishaq berkata: Muadz bin Rif'ah Az Zuraqa berkata kepadaku bahwa orang-orang dari kaumku berkata kepadaku: 'Tak berapa lama setelah syahid Sa'ad bin Mu'adz, Malaikat Jibril Alaihis salam datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan mengenakan sorban dari sutra pada pertengahan malam, kemudian berkata: "Wahai Muhammad, siapakah jenazah yang membuat pintu- pintu langit dibuka dan Arasy bergetar dibuatnya?"
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri mencari Sa'ad bin Muadz ternyata ia telah meninggal dunia.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku dari Al Hasan Al- Bashri yang berkata: Sa'ad bin Muadz adalah seorang yang bertubuh gemuk. Anehnya pada saat orang-orang mengusung jenazahnya, mereka merasakan ringan." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, bersabda: "Sesunguhnya Sa'ad bin Muadz dipikul oleh para pemikul selain kalian. Demi Allah para malaikat sangat gembira dengan ruh Sa'ad bin Muadz sampai-sampai Arasy bergetar dibuatnya."
Ibnu Ishaq berkata: Muadz bin Rifa'ah bercerita kepadaku dari Mahmud bin Abdurrahman bin Amr bin Al-Jamuh dari Jabir bin Abdullah yang berkata: Pada saat Sa'ad bin Muadz dikubur, kami menemani Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian beliau bertasbih, diikuti bertakbir dan para sahabat pun ikut melakukannya. Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, kenapa engkau bertasbih?"' Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sungguh kuburan ini menyempit untuk hamba yang shalih ini namun Allah melonggarkannya."137
Ibnu Hisyam berkata: Hadits yang senada adalah ucapan Aisyah yang bercerita bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya kuburan menjepit dan jika ada orang yang selamat daripadanya tentu ia adalah Sa'ad bin Muadz."138




Syuhada Kaum Muslimin Yang Gugur di Perang Khandaq
Ibnu Ishaq berkata: Ada enam orang yang syahid dari kaum muslimin pada Perang Khandaq.
 
Syuhada' dari Bani Abdul Asyhal adalah sebagai berikut: Sa'ad bin Muadz, Anas bin Aus bin Atik bin Amr, Abdullah bin Sahi. Jumlah seluruhnya tiga orang.
Syuhada dari Bani Jusyam bin Al-Khazraj kemudian dari Bani Salimah adalah sebagai berikut: Ath- Thufail bin An-Nu'man, Tsa'labah bin Ghanamah. Jumlah seluruhnya hanya dua orang.
Syuhada' dari Bani An-Najjar kemudian dari Bani Dinar adalah Ka'ab bin Zaid. la terkena anak panah misterius yang tidak diketahui siapa yang melemparkannya hingga kemudian membuatnya gugur sebagai syahid.


Korban Tewas Kaum Musyrikin di Perang Khandaq
Ibnu Ishaq berkata: Korban dari kaum musyrikin hanya tiga orang. Yaitu, korban dari Bani Abduddar bin Qushai adalah Munabbih bin Utsman bin Ubaid bin As-Sabbaq bin Abduddar. Ia terpanah dan kemudian meninggal dunia karenanya di Makkah. Ibnu Hisyam berkata: Utsman yang dimaksud ialah Utsman anak Umaiyyah bin Munabbih bin Ubaid bin As-Sabbaq.
Korban dari Bani Makhzum bin Yaqadzah adalah Naufal bin Abdu bin Abdullah bin Al- Mughirah. Orang-orang Quraisy mendesak Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam agar beliau menjual jasad Naufal bin Abdullah kepada mereka. Pada saat Perang Khandaq, ia menerobos parit dan ia terjebak di dalamnya lalu dia tewas. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kami tidak butuh jasad dan harganya." Rasulullah pun membiarkan jasad Naufal bin Abdullah diambil oleh orang-orang Quraisy.
Ibnu Hisyam berkata: Orang-orang Quraisy memberi uang sebanyak sepuluh ribu dirham kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk tebusan jasad Naufal bin Abdullah sebagaimana dituturkan Az-Zuhri kepadaku.
Korban dari Bani Amir bin Luay kemudian dari Bani Malik bin Hisl adalah Amr bin Abdu Wudd. Ia tewas dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu.
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang aku yakini integritasnya berkata kepadaku bahwa ia diberitahu oleh Az-Zuhri: Pada Perang Khandaq, Ali bin Abu Thalib membunuh Amr bin Abdu Wudd dan juga putranya yaitu Hisl bin Amr.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pendapat yang menyebutkan namanya adalah Amr bin Abdu Wudd, namun ada juga pendapat yang menyebutnya Amr bin Abdin.


Syuhada Kaum Muslimin Yang Gugur di Perang Bani Quraizhah
Ibnu Ishaq berkata: Syuhada kaum Muslimin yang gugur di Perang Bani Quraizhah dari Bani Al Harits bin Al-Khazraj adalah Khallad bin Suwaid bin Tsa'labah bin Amr. Ia terkena lemparan batu penggiling sampai tengkorak kepalanya hancur. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Khallad bin Suwaid mendapatkan pahala dua orang syahid".
Abu Sinan bin Mihshan bin Hurtsan saudara Bani Asad bin Khuzaimah, ia gugur pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengepung Bani Quraizhah. Jenazah Abu Sinan bin Mihshan dikebumikan di pemakaman Bani Quraizhah.
 
Tatkala para sahabat kembali dari khandaq Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setelah tahun ini, orang-orang Quraisy tidak akan menyerang kalian, tapi kalianlah yang akan menyerang mereka."
Sejak tahun itu, orang-orang Quraisy tidak menyerang kaum Muslimin, sebaliknya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang menyerang mereka hingga Allah menaklukkan kota Makkah untuk kemengan rasul-Nya.


Sallam bin Abu al-Huqaiq pun Tewas
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Perang Khandaq usai dan penanganan terhadap Bani Quraizhah selesai, maka orang-orang Khazraj meminta izin kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk membunuh Sallam bin Abu Al-Huqaiq yang ketika itu berada di Khaibar dan beliau memberi izin kepada mereka untuk membunuhnya. Sallam bin Abu Al-Huqaiq alias Abu Rafi' terlibat dalam pembentukan pasukan sekutu untuk memerangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan orang- orang Aus membunuh Ka'ab bin Al-Asyraf sebelum Perang Uhud karena permusuhannya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan provokasinya.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik yang berkata: Di antara kebaikan yang berikan oleh Allah untuk Rasul-Nya adalah bahwa dua pemukiman kaum Anshar; Aus dan Khazraj, selalu bersaing untuk memberikan kebaikan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, laksana persaingan dua ekor kuda dalam pacuan. Apabila para sahabat dari Aus mengerjakan sesuatu kebaikan untuk Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, para sahabat dari Khazraj berkata kepada mereka: "Demi Allah, kalian tidak boleh melenggang dengan kebaikan tersebut dan tidak boleh lebih baik daripada kami di sisi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam." Para sahabat Khazraj pun tidak berhenti berbuat hingga bisa mengejar ketertinggalan mereka dari para sahabat dari Aus. Sebaliknya, apabila para sahabat Al-Khazraj mengerjakan suatu kebaikan para sahabat dari Aus juga mengatakan hal yang sama.
Tatkala para sahabat dari Aus berhasil membunuh Ka'ab bin Al-Asyraf karena permusuhannya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, maka para sahabat dari kalangan Khazraj berkata: "Demi Allah, kalian tidak boleh melenggang dengan prestasi tersebut dan menjadi lebih baik daripada kami untuk selamanya." Para sahabat dari Khazraj membuat daftar siapa saat ini yang memusuhi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagaimana Ka'ab bin Al-Asyraf. Kemudian mereka mengingat nama Sallam bin Abu Al-Huqaiq yang ketika itu berada di Khaibar. Lantas mereka pun minta izin kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk membunuhnya dan beliaupun mengizinkannya.
Maka berangkatlah lima orang dari Bani Salimah ke tempat Sallam bin Al-Huqaiq. Kelima sahabat tersebut adalah sebagai berikut:
Abdullah bin Atik, Mas'ud bin Sinan, Abdullah bin Unais, Abu Qatadah Al-Harits bin Rib'i, Khuza'ah bin Aswad sekutu mereka dari Aslam.
Mereka berangkat dan Abdullah bin Atik ditunjuk oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagai pemimpin rombongan, beliau pun melarang mereka untuk membunuh anak-anak dan para wanita. Tatkala tiba di Khaibar, mereka mendatangi rumah Sallam bin Abu Al-Huqaiq pada malam hari. Rombongan para sahabat tersebut menyuruh semua orang di kampung itu untuk menutup pintu rumah mereka. Untuk menaiki ke lantai dua rumah milik Sallam bin Abu AI-Huqaiq terdapat sebuah tangga terbuat dari batang kurma. Mereka naik ke kamar Sallam bin Abu Al-Huqaiq yang terdapat di atas melalui tangga tersebut hingga mereka pun berdiri depan pintu kamarnya, lalu meminta izin
 
untuk masuk, namun mereka ditemui istri Sallam bin Abu Al-Huqaiq. Istri Sallam bin Abu Al-Huqaiq bertanya: "Siapa kalian?!" Para sahabat menjawab: "Kami orang-orang Arab yang sedang mencari makanan." Istri Sallam bin Abu Al-Huqaiq berkata: "Itu dia sahabat kalian, silahkan masuk!" setelah mereka berhasil masuk ke tempat Sallam bin Abu Al- Huqaiq, mereka menutup pintu rumah dan pintu kamarnya karena khawatir ada jalan yang memungkinkan seseorang masuk kemudian mengagalkan misi mereka membunuh Sallam bin Abu Al-Huqaiq. Kemudian mereka pergi dengan pedang terhunus ke tempat Sallam bin Abu Huqaiq yang pada saat itu berada di atas ranjangnya. Demi Allah, tidak ada yang menunjukkan mereka kepadanya di tengah malam yang gelap itu melainkan kulitnya yang amat putih laksana kain dari Mesir yang digelar terbuka. Isteri Sallam bin Abu Al-Huqaiq berteriak, pada saat istri Sallam bin Abu Al-Huqaiq berteriak, salah seorang dari mereka mengayunkan pedang untuk membunuhnya, namun dia mengurungkan niatnya sebab ingat akan larangan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Andai saja mereka tidak mengingat larangan itu, pasti kami membunuhnya pada malam itu. Ketika mereka telah memukul Sallam bin Abu Al-Huqaiq dengan pedang-pedang mereka, Abdullah bin Unais menusukkan pedang ke perut Sallam bin Abu Al-Huqaiq hingga tembus. Saat itulah, Sallam bin Abu Al-Huqaiq berkata: "Cukup! Cukup!"
Kemudian kelima sahabat tersebut keluar. Karena Abdullah bin Atik kurang baik penglihatannya, ia jatuh dari tangga hingga tangannya mengalami luka memar.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang mengalami luka memar adalah kakinya. Mereka menggotong Abdullah bin Atik hingga tiba di tempat masuknya aliran air ke benteng kemudian kami masuk ke dalamnya.
Ibnu Ishaq berkata: Penduduk setempat segera menyalakan lampu dan berkeliling kampung berusaha mencari kelima sahabat itu ke segala penjuru kampung. Ketika mereka putus asa tidak berhasil menemukan, mereka pergi ke tempat Sallam bin Abu Al-Huqaiq dan memeluknya. Sallam bin Abu AI- Huqaiq meninggal dunia di hadapan mereka.
Salah seorang dari kelima sahabat berkata: "Bagaimana caranya agar kita mengetahui dengan pasti bahwa musuh Allah tersebut telah benar-benar mati?" Salah seorang dari mereka berkata: "Aku akan pergi ke sana untuk melihat keadaannya sekarang." Sahabat tersebut berangkat hingga berhasil menyelinap ke tengah kerumunan manusia. Ia berkata: "Aku melihat istri Sallam bin Abu Al-Huqaiq memegang lampu melihat wajah Sallam bin Abu Al-Huqaiq bersama orang-orang Yahudi. Istri Sallam bin Abu Al-Huqaiq berkata kepada orang-orang Yahudi: "Demi Allah, tadi aku mendengar suara Abdullah bin Atik, namun aku tidak mempercayainya, mana ada Abdullah bin Atik di negeri kita ini?" Setelah itu. istri Sallam bin Abu Al-Huqaiq mendekat kepada Sallam bin Abu Al-Huqaiq lalu berkata. "Demi Tuhan orang-orang Yahudi, Ia telah tewas." Sahabat tersebut berkata, Aku tidak pernah mendengar ungkapan yang lebih enak didengar daripada apa yang dikatakan istn Sallam bin Abu Al- Huqaiq tersebut. Setelak itu, sahabat tadi datang ke tempat persembunyian para sahabat lainnya dan menceritakan peristiwa tadi.
Kemudian mereka menggotong Abdullah bin Atik yang tangannya luka memar menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Tatkala tiba di kediaman Rasulullah, mereka melaporkan tentang tewasnya musuh Allah tersebut. Masing-masing dari mereka mengaku dirinyalah yang telah membunuh Sallam bin Abu Al-Huqaiq. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bawalah ke hadapanku seluruh pedang kalian!" Mereka pun datang lagi kepada Rasululla Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan pedang masing-masing. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengamati pedang- pedang tersebut kemudian bersabda tentang pedang Abdullah bin Unais: "Pedang inilah yang telah membunuhnya. Aku melihat bekas makanan padanya."
 
Amr bin Ash dan Khalid bin Walid Masuk Islam
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Abu Habib meriwayatkan kepadaku dari Rasyid mantan budak Habib bin Abu Aus At-Tsaqafi dari Habib bin Abu Aus Ats-Tsaqafi, ia berkata kepadaku beberapa orang Quraisy yang bisa diajak bermusyawarah dan mendengarkan pendapatku. Aku berkata kepada mereka: "Demi Allah, kalian semua telah mengetahui, aku berpandangan bahwa persoalan Muhammad telah memuncak dan sangat sulit untuk bisa ditandingi. Aku memiliki suatu pandangan, bagaimana menurut kalian?" Mereka bertanya: Apa pendapatmu itu?" aku menjawab: "Menurut pandanganku, sebaiknya kita pergi ke tempat Najasyi dan menetap di sana bersamanya. Apabila Muhammad berhasil mengalahkan kaum kita, maka kita menetap di negeri Najasyi, karena kita lebih suka dikuasai Najasyi ketimbang dikuasai oleh Muhammad. Namun apabila kaum kita berhasil mengalahkan Muhammad, kita orang yang telah dikenal di kalangan mereka, maka hanya kebaikan yang akan kembali kepada kita." Mereka berkata: "Ini pendapat yang pas." Aku berkata: "Jika demikian, kumpulkanlah hadiah untuk kita berikan kepada raja An-Najasy."
Amr bin Ash berkata: Barang istimewa yang selalu menjadi oleh-oleh khas dan istimewa dari daerah kami, dan paling kami sukai untuk dijadikan hadiah bagi Najasyi adalah kulit. Sebab itu, kami mengumpulkan kulit sebanyak-banyaknya, kemudian kami pun pergi ke sana. Demi Allah, ketika kami berada di tempat Najasyi, tiba-tiba Amr bin Umaiyyah Adh-Dhamri datang ke sana yang sengaja dikirim oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menanyakan tentang Ja'far dan sahabat- sahabatnya. Amr bin Umaiyyah Adh-Dhamri masuk ke tempat Najasyi, tak lama kemudian diapun keluar. Aku berkata kepada sahabat-sahabatku: "Inilah Amr bin Umaiyyah Adh-Dhamri, jika kepalanya. Jika hal itu berhasil aku lakukan, orang-orang Quraisy akan tahu bahwa aku telah mewakilinya membunuh utusan Muhammad." Aku pun segera masuk ke ruangan Najasyi dan sujud kepadanya sebagaimana biasa aku lakukan. Najasyi berkata: "Selamat datang sahabatku. Hadiah apa yang engkau bawa dari negerimu?" aku menjawab: "Ya, wahai raja aku hadiahkan untukmu kulit yang sangat banyak." Kemudian aku dekatkan kulit tersebut kepadanya, dan ia pun mengaguminya dan terlihat senang dengannya. Aku berkata: "Wahai raja, sungguh baru saja kulihat seseorang keluar dari tempatmu yang tak lain adalah utusan musuh kami. Serahkanlah dia padaku untuk kami bunuh, karena ia telah membunuh tokoh-tokoh dan orang-orang pilihan di antara kami."
Amr bin Al-Ash berkata: Najasyi marah besar. Ia mengangkat tangan dan memukulkannya ke hidungku, aku mengira pukulan tersebut membuat hidungku pecah. Apabila bumi terbelah untukku saat itu, aku pasti masuk ke dalamnya karena takut akan kemarahannya. Aku berkata: "Wahai raja, demi Allah, jika aku tahu bahwa baginda raja tidak menyukai permintaanku, pastilah aku tidak akan mengajukannya kepadamu." Najasyi bertanya: "Pantaskah engkau meminta padaku untuk memberikan padamu utusan orang yang didatangi Malaikat Jibril yang pernah datang kepada Nabi Musa, untuk kemudian engkau bunuh utusan itu?" Aku berkata: "Wahai raja, betulkah yang engkau katakan itu?" Najasyi berkata: "Celakalah engkau wahai Amr, taatilah aku dan ikutilah Muhammad. Demi Allah, ia berada di atas kebenaran dan Allah pasti memenangkannya atas siapa saja yang menentangnya, sebagaimana Allah memberikan kemenangan kepada Musa atas Fir'aun dan bala tentaranya." Aku bertanya: "Maukah engkau membaiatku masuk Islam mewakilinya?" Najasyi menjawab: ya, kemudian Najasyi mengulurkan tangannya, lalu aku berbaiat kepadanya untuk masuk Islam. Setelah itu, aku menemui teman-temanku dengan pendapat yang berbeda dari sebelumnya. Akupun merahasiakan keislamanku.
Amr bin Al-Ash berkata: Kemudian aku sengaja pergi ke tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk memeluk Islam. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan Khalid bin Walid. Peristiwa ini terjadi
 
menjelang penaklukan Makkah dan saat itu Khalid bin Walid datang dari Makkah. Aku berkata: "Wahai Abu Sulaiman, hendak pergi ke mana engkau?" Khalid bin Walid menjawab: "Demi Allah, sungguh kini segala sesuatu telah menjadi jelas bahwa lelaki ini (Muhammad) benar-benar seorang nabi. Aku akan pergi menemuinya untuk masuk Islam. Lalu engkau sendiri sampai kapan akan terus memusuhinya?" Aku menjawab: "Demi Allah, tidaklah aku datang ke tempat ini kecuali untuk masuk Islam." Kami berdua tiba di Madinah, di tempat kediaman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Khalid bin Walid maju ke depan kemudian masuk Islam dan berbaiat. Kemudian aku mendekat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan berkata kepada beliau: " Wahai Rasulullah, aku akan berbaiat kepadamu dengan syarat dosa-dosa masa laluku diampuni." Aku tidak menyebutkan dosa-dosaku pada masa mendatang. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Amr, berbaiatlah, karena Islam dan hijrah itu menghapuskan dosa-dosa masa lalu."139 Aku pun berbaiat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian segera mohon diri untuk pulang.


Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku bahwa Utsman bin Thalhah bin Abu Thalhah juga masuk Islam bersamaan dengan Amr bin Al-Ash dan Khalid bin Walid.
Penaklukan Bani Quraizhah terjadi pada bulan Dzulqa'dah dan awal bulan Dzulhijjah. Saat itu, masih orang-orang musyrik Makkah yang menangani urusan para jamaah haji.


Perang Bani Lahyan
Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah Al- Bakkai berkata kepadaku dari Muhammad bin Ishaq Al- Muththallabi yang berkata: Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Madinah selama bulan Dzulhijjah, Muharram, Shafar, Rabi'ul Awwal, dan Rabi'ul Akhir. Pada bulan Jumadil Ula, enam bulan setelah penaklukan Bani Quraizhah, beliau keluar dari Madinah menuju Bani Lahyan untuk mencari para sahabat yang dikirim ke Ar-Raji' yaitu Khubaib bin Adi dan yang lainnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terlihat seperti hendak pergi ke Syam agar bisa menyerang Bani Lahyan dengan tanpa diduga sebelumnya.
Ibnu Hisyam berkata: Beliau menunjuk Ibnu Ummi Maktum untuk sementara sebagai imam di Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan melintasi Ghurab, gunung di Madinah, dengan tujuan Syam, melintasi Makhidh, Al-Batra', belok kiri ke Dzatu Al-Masar, lalu keluar di Bain, kemudian melintasi Shukhairatul Yamam, berjalan lurus menuju Al-Mahajjah dari jalur Makkah, kemudian meningkatkan ritme perjalanan hingga turun di Ghuran, lembah tempat tinggal Bani Lahyan. Ghuran adalah lembah yang berada di antara Amaj dengan Usfan, yang mengarah ke daerah yang bernama Sayah. Di sana Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendapati orang-orang Bani Lahyan dalam keadaan siap siaga dengan berlindung di puncak gunung.
Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam turun di Sayah dan berencana menyerang Bani Lahyan dengan tanpa diduga, beliau mengalami kegagalan, lalu beliau bersabda: "Seandainya kita turun ke Usfan, orang-orang Makkah pasti melihat kita dan akan mengira kita hendak mendatangi mereka." Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melanjutkan perjalanan bersama dengan dua ratus pejalan kaki dari para sahabatnya hingga turun di Usfan. Beliau mengutus dua penunggang
 
kuda dari para sahabat hingga keduanya tiba di Kural Ghamim dan Kura. Sedangkan Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam sendiri memilih pulang ke Madinah.
Jabir bin Abdullah berkata: Tatkala Rasulullah hendak pulang ke Madinah, aku mendengar Rasulullah bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang kembali, dan orang-orang yang bertaubat insya Allah mereka juga merupakan orang-orang yang selalu memuji Tuhan. Aku berlindung diri dari kesulitan perjalanan, sedihnya kepulangan, penglihatan buruk terhadap keluarga dan harta."140


Hadits tentang Perang Bani Lahyan adalah berasal dari Ashim bin Umar bin Saadah dan Abdullah bin Abu Bakr dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik.


Perang Dzu Qarad
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kembali pulang ke Madinah dan hanya menetap beberapa malam di sana. Karena tak lama setelah itu, Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr Al-Fazari bersama pasukan berkuda yang berasal dari Ghathafan menyerang unta-unta hamil milik rasulullah di Al-Ghabah. Di Al Ghabah itu ada seseorang lelaki dari Bani Ghifar dan seorang istrinya. Uyainah bin Hishn membunuh lelaki tersebut dan membawa istrinya dengan meletakkannya di unta hamil tersebut.


Ujian Bin al-Akwa’ di Perang Ini
lbnu ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah dan Abdullah bin Abu Bakr serta orang yang tidak aku ragukan integritasnya menceritakan kepadaku dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik. Mereka semua hanya menceritakan sebagian Perang Dzu Qarad. Mereka berkata: "Orang yang pertama kali melihat kedatangan Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr Al-Fazari beserta pasukannya adalah Salamah bin Amr bin Al Akwa' As-Sulami. Ia pergi ke Al-Ghabah pada waktu pagi dengan membawa busur lengkap dengan anak panahnya, dia ditemani seorang budak milik Thalhah bin Ubaidillah yang menuntun kudanya. Ketika Salamah bin Amr berada di atas Tsaniyyatul Wada', ia melihat sebagian kuda-kuda Uyainah bin Hishn, kemdudian dia mendaki Sal'u untuk mengintainya lalu dia berteriak: "Hai orang-orang yang terjaga di pagi hari!" Kemudian Salamah bin Amr bergerak menelusuri jejak Uyainah bin Hishn. Dalam kondisi seperti itu Salamah bin Amr laksana binatang buas. ia terus mengejar hingga berhasil mendekati mereka, kemudian menyerang mereka dengan anak panah. Setiap kali ia memanah, ia berkata: "Rasakanlah anak panah ini, aku anak Al-Akwa! Hari ini hari kematian orang jahat."
Jika pasukan berkuda Uyainah bin Hishn berlari ke arahnya, ia melarikan diri dan menjauhi mereka. Jika terbuka kesempatan untuk memanah, ia memanah mereka sambil berkata: "Rasakanlah anak panah ini, aku adalah anak Al-Akwa! Hari ini hari kematian orang jahat."
Demikianlah yang terjadi hingga salah seorang dari anak buah Uyainah bin Hishn berkata: "Alangkah buruknya nasib kita sejak berseru di Madinah: Bergeslah! Bergegaslah!. Para sahabat penunggang kuda memacu kudanya menuju Rasulullah. Penunggang kuda yang pertama kali tiba di tempat beliau adalah Al-Miqdad bin Amr. Dialah sahabat yang dikenal dengan nama Al-Miqdad bin Al Aswad sekutu Bani Zuhrah. Sedangkan orang kedua yang tiba di tempat beliau setelah Al-Miqdad bin Amr ialah
 
Abbad bin Bisyr bin Waqasy bin Zughbah bin Zaura' salah seorang warga Bani Abdul Asyhal dari kalangan Anshar, kemudian Sa'ad bin Zaid salah seorang warga Bani Ka'ab bin Abdul Asyhal, lalu Usaid bin Dhuhair saudara Bani Haritsah bin Al-Hari- tsah, namun riwayat tentangnya diragukan, kemudian Ukkasyah bin Mihshan saudadra Bani Asad bin Khuzaimah, lalu Muhriz bin Nadhlah saudara Bani Asad bin Khuzaimah, lalu Abu Qatadah Al-Harits bin Rib'i saudara Bani Salamah, dan Ayyas alias Abu Ubaid bin Zaid bin Ash-Shamit saudara Bani Zuraiq.
Pada saat para sahabat penunggang kuda berkumpul di tempat Rasulullah, beliau menunjuk Sa'ad bin Zaid sebagai pemimpin pasukan, kemudian beliau bersabda: "Kejarlah kaum tersebut hingga kalian bertemu dengan mereka." Sebelumnya, Rasulullah bersabda kepada Abu Ayyas, "Wahai Abu Ayyas, apa pendapatmu jika kudamu engkau serahkan kepada orang lain yang lebih pintar daripada engkau dalam menunggang kuda, hingga ia mampu mengejar musuh?" Abu Ayyas berkata: "Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang paling pintar mengendarai kuda." Kata Abu Ayyas: Usai mengatakan itu, aku lantas memukul kudaku. Demi Allah, kuda tersebut baru saja berlari sejauh lima puluh hasta, aku
terjatuh. Aku merasa terinat akan sabda Rasulullah tadi: "Bagaimana kalau kudamu engkau serahkan kepada orang lain yang lebih pintar mengendarai kuda?" Dan aku menjawab: "Aku adalah orang yang paling pintar mengendarai kuda." Orang-orang Bani Zuraiq mengatakan bahwa Rasulullah memberikan kuda Abu Ayyas kepada Muadz bin Ma'ish atau Aidz bin Ma'ish bin Qais bin Khaladah penungang kuda kedelapan. Sebagian ahli sejarah memasukkan Salamah bin Amr bin Al Akwa sebagai salah satu dari kedelapan penunggang kuda dan menghapus Usaid Dhuhair dari Bani Haritsah. Wallahu a 'lam mana pendapat yang paling benar dalam masalah ini.
Pada saat itu, sebenarnya Salamah bin Amr bukan seorang penunggang kuda, akan tetapi ia adalah merupakan orang yang pertama kali mengejar Uyainah bin Hishn dan rombongannya dengan berjalan kaki. Kemudian pasukan berkuda keluar untuk mengejar mereka sampai akhirnya mereka saling berpapasan.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah menceritakan padaku bahwa penunggang kuda yang pertama kali mengejar Uyainah bin Hishn dan rombongannya adalah Muhriz bin Nadhlah dari Bani Asad bin Khuzaimah. Ia dikenal dengan panggilan Al-Akhram atau Qumair.
Pada saat Rasulullah berteriak: berge-gaslah, bergegaslah! kuda jinak milik Mahmud bin Maslamah berjalan di pekarangan, para wanita Bani Abdul Asyhal berkata kepada Muhriz bin Nadhlah saat mereka melihat kuda tersebut berjalan di pekarangan sedang menanggut pelapah kurma yang diikatkan di punggungnya,: "Wahai Qumair, apakah engkau siap menunggang kuda seperti ini agar kamu dapat menyusul Rasulullah dan kaum Muslimin?" Muhriz bin Nadhlah menjawab: "Ya!" Kemudian merekapun memberikan kuda tersebut kepada Muhriz bin Nadhlah, lalu dia pun menaiki kuda itu. Tanpa membutuhkan waktu yang lama, kuda itu mampu menyusul kuda-kuda lainnya dan akhirnya dapat mengejar Uyainah bin Hishn dan rombongannya.
Muhriz bin Nadhlah berdiri di hadapan rombongan Uyainah dan berkata kepada mereka: "Berhentilah kalian, tunggulah di situ hingga kalian ditemui oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang berada di belakang kalian!" Kemudia seorang lelaki dari rombongan Uyainah bin Hishn naik ke kuda Muhriz bin Nadhlah lalu membunuhnya. Kuda Muhriz bin Nadhlah mengamuk lalu lari hingga tiba di tempat diikatnya kuda-kuda di Bani Abdul Asyhal. Dalam kejadian ini hanya Muhriz bin Nadhlah yang gugur dari kaum Muslimin.
Ibnu Hisyam berkata: Dalam peristiwa itu, selain Muhriz bin Nadhlah gugur pula Waqqash bin Mujazziz Al-Mudliji dari kaum muslimin, seperti dikatakan kepadaku oleh beberapa ulama ahli sejarah.
 
Julukan Kuda-kuda Kaum Muslimin
Ibnu Ishaq berkata: Kuda milik Mahmud bin Maslamah benama Dzu Al Limmah.
Ibnu Hisyam berkata: Kuda milik Sa'ad bin Zaid berjuluk Lahiq. Kuda milik Al-Miqdad berjuluk Ba'zajah. Namun ada pula ulama yang menyebutkan kudanya berjuluk Sabhah. Kuda milik Ukkasyah bin Mihshan berjuluk Dzu Al-Limmah. Kuda milik Abu Qatadah berjuluk Hazrah. Kuda milik Abbad bin Bisyr berjuluk Lama'. Kuda milik Usaid bin Dhuhair berjuluk Masnun. Dan kuda milik Abu Ayyas berjuluk Julwah.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya menceritakan kepadaku dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik, ia berkata bahwa Muhriz bin Nadhlah menunggangi kuda milik Ukkasyah bin Mihshan yang berjuluk Al-Junah, Muhriz bin Nadhlah gugur dibunuh oleh salah seorang anak buah Uyainah bin Hishn sementara kuda yang ditungganginya dirampas.


Orang-orang yang Tewas dari Kaum Musyrikin
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat pasukan kuda kaum Muslimin berdatangan, Abu Qatadah alias Al-Harits bin Rib'i saudara Bani Salamah membunuh Habib bin Uyainah bin Hishn dan menutupi jasadnya dengan kain burdah. kemudian beliau mengejar pasukan musuh yg lain dan di sana beliau bergabung dengan Rasulullah dan kaum Muslimin.
Ibnu Hisyam berkata: Pada saat itu, Ibnu Ummi Maktum ditunjuk oleh Rasulullah untuk menjadi imam sementara di Madinah.
Ibnu Ishak berkata: Tatkala kaum muslimin menemukan sesesok jasad ditutup dengar kain burdah milik Abu Qatadah, mereka meminta pulang. Kaum Muslimin berkata: "Abu Qatadah telah terbunuh." Rasulullah bersabda: "Ini bukan jasad Abu Qatadah, melainkan jasad orang yang dibunuh oleh Abu Qatadah. Dia sengaja menutup jasad itu dengan burdahnya agar kalian tahui bahwa dialah yang telah membunuhnya."
Ukkasyah bin Mihshan mampu mengejar Awbar dan anaknya, Amr bin Awbar, yang keduanya menaiki satu unta secara bersama. Ukkasyah bin Mihshar menusuk keduanya hingga tewas dengan tombak milikinya. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil merebut kembali beberapa unta yang sedang hamil yang telah dirampas oleh pasukan Uyainah bin Hishn.
Rasulullah terus berjalan hingga melintasi gunung dari Dzu Qarad. Di sana, beliau bertemu dengan kaum muslimin yang lain. Rasulullah berkemah di tempat itu selama sehari semalam. Kemudian Salamah bin Al-Akwa' berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, jika engkau mengirimku bersama seratus orang, aku pasti mampu menyelamatkan sisa-sisa unta hamil yang belum berhasil diselamatkan dan aku penggal para musuh itu." Rasulullah bersabda, seperti diriwayatkan kepadaku: "Saat ini mereka sedang diberi jamuan sore di Ghathafan."
Kemudian Rasulullah membagi-bagikan unta, untuk setiap seratus sahabat diberi satu ekor unta dan mereka berpesta dengan daging unta. Setelah itu, Rasulullah dan kaum muslimin kembali pulang ke Madinah.
Salah seorang sahabat wanita dari Bani Ghifar datang dengan menunggangi salah satu unta milik Rasulullah. Setelah dia mencertikan kronologi kejadian ini kepada Rasulullah, Lalu dia berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah bernazar untuk menyembelih unta ini apabila Allah menyelamatkanku
 
dengannya." Rasulullah pun tersenyum, lalu bersabda: "Alangkah buruknya balas budimu. Allah menyelamatkanmu di atasnya lalu engkau akan menyembelihnya? Sungguh itu merupakan nazar dalam kemaksiatan kepada Allah dan engkau bernadzar dengan sesuatu yang bukan milikmu. Sesungguhnya unta ini milikku. Maka pulanglah kepada keluargamu, semoga Allah memberkahimu." Hadits tentang wanita dari Bani Ghifar tersebut dan tentang ceritanya itu merupakan riwayat dari Abu Zubair Al-Makki dari jalan Al-Hasan bin Abu Al Hasan Al-Bashri.


Perang Bani Mushthaliq
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Madinah beberapa hari dari bulan Jumadil Akhir dan Rajab. Sesudah itu, Nabi menyerbu Bani Mushthaliq pada bulan Syaban tahun keenam Hijriyah.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunjuk Abu Dzar Al-Ghifari sebagai iniam sementara di Madinah. Pendapat lain mengatakan bahwa yang ditunjuk sebagai imam sementara saat itu adalah Numailah bin Abdullah Al-Laitsi.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah, Abdullah bin Abu Bakr, dan Mu¬hammad bin Yahya bin Hibban menceritakan kepadaku. Mereka semuanya hanya menceritakan sebagian tentang peristiwa Perang Bani Al-Mushthaliq kepadaku, mereka mengatakan: Rasulullah mendapat berita bahwa Bani Al-Mushthaliq bersatu untuk memeranginya, sedangkan panglima perang mereka adalah Al-Harits bin Abu Dhirar ayah Juwairiyah binti Al-Harits istri Rasulullah.
Setelah mendengar rencana mereka tersebut, Rasulullah berangkat hingga bertemu mereka di sebuah sumur yang bernama Al-Muraisi'. Dari arah Qudaid ke Sahi. Di sana, kedua belah pihak saling serang dan bertempur hingga akhirnya Allah mengalahkan Bani Mushthaliq. Banyak pasukan dari mereka yang tewas, dan Rasulullah pun menguasai anak-anak, istri-istri, dan kekayaan mereka. Allah memberikan fay'i kepada Rasulullah berupa mereka (anak-anak, para istri dan harta mereka).
Pada perang ini, salah seorang dari kaum muslimin yang berasal dari Bani Kalb bin Auf bin Amir bin Laits bin Bakr yang bernama Hisyam bin Shubabah gugur. Ia dibunuh oleh salah seorang dari kaum Anshar yaitu kabilah Ubadah bin Ash-Shamit karena ia mengairanya musuh.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berada di dekat sumur Al- Muraisi', orang-orang dan pekerja Umar bin Khaththab dari Bani Ghifar bernama Jahjah bin Mas'ud yang menuntun kuda datang ke sumur tersebut. Di sana, Jahjah bin Mas'ud berebut air dengan Sinan bin Wabar Al-Juhani sekutu Bani Auf bin Khazraj hingga keduanya terlibat perkelahian. Sinan bin Wabar Juhani berteriak: "Wahai orang-orang Anshar." Sedangkan Jahjah berteriak: "Wahai orang- orang Muhajirin."
Ibnu Ishaq berkata: Akibat peristiwa di itu, Abdullah bin Ubay bin Salul yang saat itu bersama beberapa orang dari kaumnya, di antaranya Zaid bin Arqam -anak muda - marah besar kemudian berkata: "Sungguh mereka telah melakukannya. Mereka mengalahkan dan mengungguli kita di negeri kita. Demi Allah, aku tidak mengibaratkan apa yang dilakukan orang-orang hina Quraisy tersebut melainkan hal ini seperti kata pepatah neneng moyang dahulu: 'Gemukkan anjingmu niscaya ia memakanmu.' Demi Allah, jika kita sampai di Madinah, orang-orang mulia di sana akan mengusir orang-orang hina." Abdullah bin Ubay bin Salul menemui beberapa orang dari kaumnya yang berada di sana. Kemudian berkata kepada mereka: "Inilah yang kalian perbuat terhadap diri kalian. Setelah kalian memberi tempat mereka di negeri kalian dan membagi harta kalian untuk mereka. Demi Allah, andai kalian tidak memberikan harta kepada mereka, mereka akan minggat ke negeri yang lain."
 
Ibnu Ishaq berkata: Zaid bin Arqam mendengar hasutan Abdullah bin Ubay bin Salul itu, lalu ia pergi kepada Rasulullah. Kejadian ini terjadi setelah Rasulullah berhasil menaklukkan musuhnya. Zaid bin Arqam melaporkan ucapan Abdullah bin Ubay bin Salul kepada Rasulullah yang kala itu tengah bersama Umar bin Khaththab. Maka Umar berkata kepada Rasulullah: "Perintahkanlah Abbad bin Bisyr untuk membunuhnya." Rasulullah kepada kepada Umar bin Khattab: "Bagaimana pendapatmu wahai Umar, apabila orang-orang mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya. Tidak, namun perintahkanlah agar semua orang pulang." Ketika itu Rasulullah tidak pulang ke Madinah, namun para sahabat pulang.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Abdullah bin Ubai bin Salul mengetahui bahwa Zaid bin Arqam melaporkan hasutannya kepada Rasulullah Shallallah 'Alaihi wa Sallam, ia pergi menghadap Rasulullah dan bersumpah dengan nama Allah seraya berkata: "Aku tidak mengatakan apa yang dilaporkan Zaid bin Arqam." Abdullah bin Ubay bin Salul merupakan salah seorang tokoh penting di tengah kaumnya. Seorang sahabat Anshar berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, bisa jadi anak muda tersebut (Zaid bin Arqam) salah tanggap dan tidak hafal seluruh perkataan Abdullah bin Ubay bin Salul." Dia mengatakan itu demi melindungi Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ibnu Ishaq berkata: Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Rasulullah bertemu dengan Usaid bin Hudhair. Ia mengucapkan salam, dan berkata: "Wahai Nabi Allah, demi Allah sungguh engkau pulang pada saat yang tidak menyenangkan, yang tidak pernah engkau lakukan sebelum ini." Rasulullah bersabda kepada Usaid bin Hudhair: "Apakah engkau telah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat kalian?"
Usaid bin Hudhair berkata: "Siapa yang engkau maksud, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Abdullah bin Ubai bin Salul." Usaid bin Hudhair berkata: "Apa yang ia katakan?" Rasulullah bersabda, "Ia menyangka bahwa jika ia tiba di Madinah, orang mulia di dalamnya akan mengusir orang hina." Usaid bin Hudhair berkata: "Wahai Rasulullah, engkaulah yang akan mengusirnya dari Madinah, bila engkau menghendakinya. Demi Allah, dialah orang yang hina sedangkan engkau orang yang mulia." Usaid bin Hudhair berkata lagi: "Wahai Rasulullah, bersikap lembutlah kepadanya. Demi Allah, pada saat engkau datang kepada kami, saat itu kaumnya meminta pendapatnya dalam posisinya sebagai raja dan kini ia beranggapan bahwa engkau telah merampas kekuasaannya."


Perjalanan Rasulullah untuk Menjauhkan Mereka dari Kasak Kusuk Fitnah
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rasulullah berjalan bersama kaum Muslimin pada siang hari itu hingga menjelang sore, dan pada malam harinya hingga pagi hari berikutnya, serta awal pagi hari berikutnya hingga terik matahari. kemudian, beliau dan kaum muslimin berhenti. Tak lama kemudian mereka mengantuk dan tertidur. Rasulullah beristirahat agar kaum Muslimin melupakan pembicaraan tentang hasutan Abdullah bin Ubay bin Salul yang terjadi pada hari kemarin.


Berita Dari Rasulullah tentang Kematian Rifa'ah
Kemudian Rasulullah meneruskan perjalanan bersama kaum Muslimin hingga melewati Hijaz dan singgah di sebuah sumur yang terdapat di Hijaz bernama Baq'a. Pada saat berjalan, tiba-tiba angin kencang bertiup ke arah kaum Muslimin hingga mereka jatuh sakit dan menjadikan mereka dilanda rasa takut. Rasulullah bersabda: "Janganlah kalian takut akan angin kencang ini. Ini bertiup karena kematian seorang pembesar orang-orang kafir." Saat kaum Muslimin tiba di Madinah, mereka mendengar Rifa'ah bin Zaid bin At-Tabut salah seorang warga Bani Qainuqa yang merupakan pemuka
 
orang-orang Yahudi dan pelindung orang-orang munafik meninggal tapat pada hari bertiupnya angin kencang tersebut.
Kemudian turunlah surat Al-Qur'an, dida- lamnya Allah menceritakan orang-orang munafik yaitu Abdullah bin Ubay bin Salul dan mereka yang memiliki kesamaan sifat dengannya. Ketika surat itu diturunkan, Rasulullah memegang telinga Zaid bin Arqam kemudian bersabda: "Inilah orang yang menepati janji kepada Allah dengan telinganya." Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul mendengar masalah yang terjadi pada ayahnya.


Permintaan Anak Abdullah bin Ubay Salul untuk Menjadikan Dirinya orang yang Membunuh Ayahnya dan Pemaafan Rasul
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah menceritakan kepadaku bahwa Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul menghadap Rasulullah lalu berkata: "Wahai Rasulullah, aku mendengar rencana engkau hendak membunuh ayahku karena ucapannya. Jika itu harus dilakukan, izinkan aku untuk membunuhnya, niscaya aku akan bawa kepalanya ke hadapanmu. Demi Allah, seluruh orang Khazraj mengetahui dengan baik bahwa di kalangan mereka tidak ada anak yang lebih berbakti kepada orang tuanya selain aku. Aku khawatir engkau menyuruh orang lain untuk membunuhnya. Maka jangan biarkan diriku melihat pembunuh ayahku berada di sekitar kita kemudian aku membunuhya. Jika itu terjadi, berarti aku membunuh orang Mukmin yang telah membunuh orang kafir. Karena itu akan menyebabkanku masuk neraka.
Rasulullah bersabda: Kita akan bersikap lembut dan bermu'amalah dengan baik selama ia hidup berdampingan bersama kita.
Setelah peristiwa itu, jika Abdullah bin Ubay bin Salul mengerjakan kesalahan, maka kaumnya sendiri yang mengecamnya, menindak, dan memarahinya.
Rasulullah bersabda kepada Umar bin Khaththab ketika mendengar sikap kaum Abdullah bin Ubay bin Salul seperti itu: "Bagaimana pendapatmu wahai Umar?. Demi Allah, jika aku membunuhnya saat engkau memintaku untuk membunuhnya, niscaya beritanya akan menggemparkan. Namun, jika sekarang engkau memintaku untuk membunuhnya, aku pasti akan membunuhnya." Umar bin Khaththab berkata: "Demi Allah, aku tahu bahwa perintah Rasulullah Shalla- lahu 'alaihi wa Sallam itu lebih agung keberkahannya daripada perintahku."


Tentang Miqyas bin Shubabah dan Tipu Muslihatnya dalam Balas Dendam atas Kematian Saudaranya dan Syair yang Dilantunkannya
Ibnu Ishaq berkata: Miqyas bin Shubabah datang dari Makkah ke Madinah dengan dengan penampilan seolah-olah dia telah masuk Islam. Ia berkata: "Wahai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, aku menghadap kepadamu dalam keadaan Muslim dan bertujuan untuk meminta diyat atas saudaraku. Ia dibunuh karena salah sasaran." Rasulullah pun memerintahkan sahabat untuk membayar diyat kepadanya. Miqyas bin Shubabah tinggal di Madinah dalam waktu singkat, kemudian mengintai sahabat yang telah membunuh saudaranya dan membunuhnya, kemudian, ia pulang ke Makkah dalam keadaan murtad.
Ibnu Hisyam berkata: Selogan perang kaum Muslimin di Perang Bani Al-Mushthaliq adalah ya manshuur amit, amit (wahai orang yang menang, bunuhlah, bunuhlah).
 
Korban-korban tewas dari Bani AI-Mushthaliq
Ibnu Ishaq: Korban dari Bani AI-Mushthaliq banyak sekali. Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu membunuh dua orang, mereka adlah Malik dan anaknya. Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu Anhu membunuh seorang penunggang kuda dari mereka yang bernama Ahmar atau Uhaimar.
Pada perang ini Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menawan banyak sekali dari orang-orang Bani Al- Mushthaliq lalu seluruh tawanan tersebut dibagikan kepada kaum Muslimin secara merata. Dan Juwairiyah binti Al-Harits bin Abu Dhirar ketika itu termasuk di antara daftar nama-nama tawanan wanita Bani Al-Mushthaliq yang akhirnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memperistrinya.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membagi- bagi para tawanan wanita dari Bani Al-Mushthaliq kepada para Shahabat, Juwairiyah binti Al-Harits masuk ke dalam bagian Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas atau anak pamannya, lalu ia menebus dirinya dengan cara mencicil. Ia wanita yang manis cantik nan rupawan. Siapapun yang melihatnya, pasti kepincut kepadanya. Pada suatu ketika, ia menemui Rasulullah untuk meminta bantuan beliau dalam penebusan dirinya. Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Demi Allah, aku melihat dia berdiri di depan pintu kamarku dan aku sangat membencinya. Aku tahu bahwa Rasulullah akan melihat kecantik¬annya sebagaimana aku telah melihatnya. Ia pun masuk menemui Rasulullah lalu berkata: "Wahai Rasulullah, aku Juwairiyah binti Al-Harits bin Abu Dhirar dan ayahku adalah seorang pemimpin di tengah kaumnya. Aku tertimpa musibah dan engkau pasti mengetahuinya aku masuk kedalam bagian yang menjadi jatah Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas atau anak pamannya, lalu aku menebus diriku dengan cara mencicil. Dan saat ini aku menemuimu untuk meminta bantuanmu dalam pembayaran cicilan tersebut." Rasulullah bersabda: "Apakah engkau menginginkan sesuatu yang lebih baik dari itu?" Ia berkata: "Apakah yang kau maksud wahai Rasulullah?' Rasulullah bersabda: "Aku bantu kamu lunasi cicilan pembebasanmu dan menikahimu." Ia menjawab: "Ya, wahai Rasulullah." Rasulullah bersabda: "Itu telah aku lakukan."
Aisyah berkata: Berita pun menyebar bahwa Rasulullah menikah dengan Juwairiyah binti Al-Harits. Mereka berkata: "Ia menjadi keluarga Rasulullah." Mereka kirim apa yang ada di tangan mereka. Dengan pernikahan ini, seratus keluarga dari Bani Al-Mushthaliq dibebaskan. Aku tidak tahu ada wanita yang lebih berkah di antara kaumnya daripada Juwairiyah binti Al Harits.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan bahwa ketika tiba di Dzatul Jaisy, Rasulullah yang pada waktu itu dalam perjalanan pulang dari perang Bani Al-Mushthaliq dan di sertai Juwairayah binti Al Haris, beliau menitipkan Juwairiyah binti Al-Harits kepada salah seorang dari kaum Anshar dan menyuruhnya untuk menjaganya sesudah itu beliau melanjutkan perjalanan hingga sampai di Madinah. Kemudian datanglah ayah Juwairiyah, Al-Harits bin Abu Dhirar, dengan maksud menebus putrinya. Pada saat ia berada di Al-Aqiq, ia mengamati unta-unta yang ia siapkan sebagai tebusan bagi putrinya dan ia pun tertarik dengan dua unta dari unta-unta yang ada. Dan ia menyembunyikannya di salah satu lembah di Al-Aqiq. Sesudah itu ia datang menemui Rasulullah dan berkata: "Wahai Muhammad, engkau tawan putriku dan ini sebagai tebusannya." Rasulullah bersabda: "Lalu mana dua unta yang engkau sembunyikan di salah satu lembah di Al-Aqiq?" Al Harits bin Abu Dhirar berkata: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Demi Allah, tidak ada yang melihat kedua unta tersebut kecuali Allah." Maka Al-Harits masuk Islam yang diikuti dua anaknya dan sejumlah orang dari kaumnya. Kemudian dia menyuruh seseorang untuk mengambil dua unta yang dia sembunyikan, yang kemudian dibawa ke tempat dia
 
berada dan diserahkan kepada Rasulullah, dan putrinya, Juwairiyah binti Al-Harits diserahkan kepadanya. Juwairiyah binti Al-Harits masuk Islam dan keislamannya sangat baik. Lalu Rasulullah melamar beliau kepada ayahnya kemudian ayahnya menikahkan beliau dengan Juwairiyah dengan mahar empat ratus dirham. Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ruman menuturkan kepadaku bahwa setelah masuk orang-orang Bani Al-Mushthaliq masuk Islam, Rasulullah mengutus Al-Walid bin Uqbah bin Abu Mu'aith kepada mereka. Mereka mendengar kedatangan Al-Walid bin Uqbah bin Abu Mu'aith. Mereka berangkat kepadanya. Namun ketika Al-Walid bin Uqbah bin Abu Mu'aith mendengar keberangkatan mereka, ia takut kepada mereka, oleh karena itu ia pulang kepada Rasulullah dan melaporkan bahwa mereka hendak membunuhnya dan mencegahnya untuk mengambil zakat dari mereka. Banyak di antara kaum muslimin yang mengusulkan agar mereka diperangi. Hingga Rasulullah pun berniat untuk menyerang mereka. Pada saat kaum muslimin telah siap, tiba-tiba datanglah utusan mereka kepada Rasulullah seraya berkata: "Wahai Rasulullah, kami telah mendapat kabar tentang kedatangan utusanmu kepada kami. Karena itulah, kami keluar kepadanya untuk menghormati dan menyerahkan zakat kepadanya, tapi ia buru-buru dan langsung kembali ke Madinah. Kemudian, kami mendapat kabar dia melaporkan padamu bahwa kami akan membunuhnya. Demi Allah, kami tidak memiliki niatan untuk tujuan itu."
Mengenai Al Walid bin Uqbah bin Abu Mu'aith dan delegasi Bani Al-Mushthaliq tadi, Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya berikut:


Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus (QS. al-Hujuraat: 6-7).
Rasulullah meneruskan perjalanan dari tempat tersebut, seperti dituturkan kepadaku oleh orang yang tidak aku ragukan integritasnya, dari jalan Az-Zuhri dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Radhiyallahu Anha. Pada saat Rasulullah tiba di dekat Madinah, dimana saat itu Aisyah bersama beliau, orang-orang mengatakan berita bohong tentang Aisyah Radhiyallahu Anha.
 
Berita Bohong Yang Menghebohkan pada Bani al-Mushtaliq Tahun Ke enam Hijriyah: Aisyah Difitnah Berselingkuh
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Alqamah bin Waqqash, Sa'id bin Jubair, dan Urwah bin Zubair dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah. Mereka semua mengisahkan sebagian berita ini kepadaku dan sebagian dari mereka lebih menguasai dari sebagian lain, dan aku telah mengumpulkan seluruh berita tersebut.
Muhammad bin Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair meriwayatkan kepadaku dari ayahnya dari Aisyah. Abdullah bin Abu Bakar juga meriwayatkan kepadaku dari Amrah binti Abdurrahman dari Aisyah sendiri ketika orang-orang menyebarkan kebohongan tentang dirinya. Mereka semua membahas kabar tentang Aisyah dari Aisyah sendiri; sebagian dari mereka meriwayatkan apa yang tidak diriwayatkan oleh yang lain. Mereka yang meriwayatkan hadits tersebut dari Aisyah adalah orang-orang yang sangat kredibel dan masing-masing meriwayatkan apa yang mereka dengar langsung dari Aisyah.
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Apabila Rasulullah hendak melakukan perjalanan, beliau selalu mengadakan undian di antara istri-istrinya. Isteri yang namanya keluar dalam undian itu, dialah yang berhak menemaninya dalam perjalanan. Pada Perang Bani Al-Mushthaliq, Rasulullah mengundi istri- istrinya sebagaimana yang biasa dilakukannya. Dalam undian kali ini, namakulah yang keluar. Maka aku yang beliau bawa dalam perjalanan itu.141


Pada masa itu, kebiasaan makan para wanita hanya beberapa suap saja, sehingga bobot badan mereka tidak berat. Ketika untaku sudah disiapkan, aku duduk di dalam sekedup, kemudian orang-orang datang untuk membawaku. Mereka mengangkat sekedup itu dengan memegang bagian bawahnya, lalu me- letekannya di atas punggung unta dan meng-ingatnya, kemudian mereka memegang tali kendali unta tersebut lalu berangkat dengannya.
Setelah permasalahan Bani Al-Mushthaliq selesai, Rasulullah pun kembali ke Madinah. Sesampainya di dekat Madinah, beliau ber¬henti di suatu tempat untuk istirahat malam. Kemudian memerintahkan kaum Muslimin untuk melanjutkan kembali perjalanan. Mereka pun berangkat, sedang aku saat itu keluar untuk membuang hajat dengan mengenakan kalung yang padanya terdapat batu akik dari kota Zhifar. Ketika selesai membuang hajat, ternyata kalung yang aku pakai terlepas tanpa aku sadari. Aku pun kembali ke tempat pemberhentian rombongan yang tadi untuk mencari kalungku, tapi sayang sekali aku tidak berhasil menemukannya. Pada waktu itu, kaum Muslimin mulai bergerak meninggalkan tempat untuk melanjutkan perjalanan. Aku pergi lagi ke tempat aku membuang hajat untuk mencari kalungku yang jatuh sampai aku menemukannya. Kemudian, datanglah orang-orang yang menyiapkan unta untukku lalu langsung mengangkat sekedup karena mengira aku berada di dalamnya. Mereka mengangkat sekedup itu dan mengikatkannya ke atas unta karena mereka yakin bahwa aku telah berada di dalamnya. Kemudian mereka berjalan menuntun untanya.
Ketika aku kembali lagi ke tempat pemberhentian rombongan tak ada seorang pun di sana, karena semuanya telah berangkat. Kemudian aku menutup diriku dengan jilbab dan tertidur di tempat tersebut. Aku merasa yakin, bila mereka sadar dan tahu diriku tidak dalam rombongan, pasti mereka kembali ke tempat ini. Demi Allah, saat aku tidur, tiba-tiba saja Shafwan bin Al-Muaththal As-Sulami berjalan melintas. Dia memang sengaja berjalan di belakang kaum Muslimin untuk memenuhi salah
 
satu kebutuhannya. Kemudian dia melihat bayangan hitam diriku lalu menghampiriku. Dia pernah melihat wajahku pada saat hijab belum diwajibkan. Pada saat dia melihatku, dia pun berkata: "Inna lillahi wa inna Ilaihi raaji'uun. Ini adalah istri Rasulullah!! Aku pun langsung menutup diriku dengan jilbab. Shafwan bin Al-Muaththai As-Sulami bertanya: "Mengapa engkau tertinggal?" Aku tidak menjawab pertanyaannya. Kemudian dia mendekatkan untanya kepadaku seraya berkata: "Naiklah ke punggung unta ini." Lalu, dia menjauh dariku dan aku pun segera menaikinya. Setelah aku berada di atas'unta, dia memegang tali kendali unta lalu berjalan dengan cepat dengan tujuan bisa menyusul kaum Muslimin. Demi Allah, kami tidak berhasil menyusul mereka dan kaum Muslimin tidak sadar akan kehilangan diriku hingga hari berikutnya, bahkan hingga tiba di Madinah.
Pada saat mereka sedang istirahat di Madinah, Shafwan bin Al-Muaththal As-Sulami datang dengan menuntun unta yang membawa diriku. Maka ketika itulah para penyebar berita bohong mengatakan perkataan mereka. Maka terjadilah kegemparan di Madinah. Sementara itu, demi Allah, aku tidak mendengar apa-apa tentang kabar yang menggemparan tersebut.
Tak lama setelah kami tiba di Madinah aku sakit. Selama itu, aku tidak pernah mendapat berita yang menyebar di tengah masyarakat. Berita tentang diriku juga terdengar oleh Rasulullah dan kedua orang tuaku, namun mereka tidak menceritakannya kepadaku. Tapi ada sesuatu yang tidak biasa, dimana aku tidak lagi merasakan keramahan beliau. Sebab, biasanya jika aku sakit, beliau menyayangiku dan sangat ramah kepadaku. Namun kali kini, itu semua tidak beliau berikan kepadaku. Saat itu, apabila beliau masuk ke kamarku dan di sampingku ada ibuku yang sedang merawatku beliau hanya sekedar berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Tidak lebih dari itu.
Ibnu Hisyam berkata: Ibu Aisyah adalah Ummu Ruman. Ia bernama asli Zainab binti Abdu Duhman salah seorang dari Bani Faras bin Ghanm bin Malik bin Kinanah.
Diriku dibuat sedih karenanya. Aku ber-kata tatkala merasakan ketidakramahan beliau: "Wahai Rasulullah, apakah engkau mengizinkanku pulang ke rumah ibuku sehingga aku dirawat olehnya?" Rasulullah menjawab: "Silahkan, tidak apa-apa." Maka akupun pulang ke rumah ibuku dan sama sekali tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi sampai aku sembuh dari sakitku selama dua puluh hari lebih. Kami adalah orang Arab yang memiliki adat kebiasaan tidak membuat WC di dalam rumah, tidak seperti yang dilakukan oleh orang-orang non-Arab, karena kami tidak menyukainya dan lebih terbiasa pergi ke pa- dang pasir di Madinah. Apabila para wanita hendak buang hajat, mereka keluar rumah pada malam hari. Suatu malam, aku keluar rumah untuk membuang hajat dan ditemani oleh Ummu Misthah binti Abu Ruhm bin Al-Muthalib bin Abdu Manaf. Ibu Misthah adalah putri Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim dan Ummu Misthar adalah bibi ayahku dari garis keturunan ibu. Demi Allah, Ummu Misthah yang berjalan bersamaku, tiba-tiba jatuh karena pakaiannya tersangkut. Ia berkata: "Celakalah Misthah." Misthah merupakan julukan, sedangkan nama aslinya adalah Auf. Aku berkata: "Demi Allah sungguh jelek perkataanmu terhadap salah seorang dari Muhajirin yang ikut terjun Perang Badar." Ummu Misthah berkata: "Apakah engkau tidak mendengar kabar tersebut wahai putri Abu Bakar?' Aku bertanya: "Berita apakah itu?" Ummu Misthah pun menceritakan padaku apa yang diucapkan oleh para penyebar berita bohong. Aku bertanya lagi kepada Ummu Misthah: "Apakah kabar ini telah menyebar luas?" beliau menjawab: "Ya betul, demi Allah." Demi Allah, akupun tidak jadi buang hajat dan segera kembali ke rumah. Demi Allah, aku terus menerus menangis hingga aku mengira tangisanku akan menghentikan detak jantung-ku. Aku berkata kepada ibuku: "Semoga Allah mengampunimu, orang-orang ramai membicarakan diriku, namun mengapa engkau tidak bercerita apapun kepadaku?" Ibuku berkata: "Putriku, janganlah engkau menganggap apa yang menimpamu ini sebagai masalah yang berat. Demi Allah, jika ada seorang istri cantik yang dicintai suaminya, sedangkan suaminya itu mempunyai istri yang lain, niscaya mereka dan orang lain akan banyak membincangkan istri yang cantik itu."
 
Rasulullah berkhutbah kepada para sahabat tanpa sepengetahuanku. Beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya. Kemudian, beliau bersabda: "Wahai manusia, mengapa orang-orang menyakitiku dengan jalan menyakiti keluargaku dan menyebarkan berita tidak benar tentang mereka. Demi Allah, yang aku ketahui, keluargaku adalah orang baik. Kenapa pula mereka mengatakan yang tidak benar tentang seorang laki-laki yang aku tidak dapatkan padanya kecuali kebaikan dan dia tidak pernah sama sekali masuk salah satu rumahku kecuali bersamaku."
Aisyah berkata: Orang yang paling gencar menyebarkan berita bohong ini adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Ia menyebarkannya di perkumpulan orang-orang Khazraj bersama Misthah dan Hamnah binti Jahsy. Hamnah binti Jahsy turut menyebarkan berita bohong ini karena saudarinya, Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan dia merupakan satu-satunya istri beliau yang menyaingi kedudukanku di sisi Rasulullah. Sedangkan Zainab binti Jahsy sendiri, Allah Ta'ala melindunginya dan tidak mengatakan apapun kecuali yang baik-baik. Sedang Hamnah binti Jahsy ikut menyebar luaskan berita bohong ini dan konfrontasi denganku karena ingin membela saudarinya. Maka merugilah dia.
Sesudah Rasulullah mengatakan ungkapan di atas Usaid bin Hudhair berkata: "Wahai Rasulullah, jika orang yang menyakitimu adalah dari kabilah Al-Aus, kami akan melindungimu dari mereka. Jika yang engkau maksud adalah orang-orang Khazraj, maka kami akan melaksanakan apa yang engkau perintahkan, karena demi Allah, leher mereka layak untuk dipenggal." Aisyah berkata: Maka berdirilah Sa'ad bin Ubadah, sebelum itu ia terlihat sebagai sosok yang shalih, kemudian berkata kepada Usaid bin Hudhair: "Demi Allah, engkau telah berdusta, janganlah engkau memenggal leher mereka. Demi Allah, engkau mengatakan demikian, karena engkau telah mengetahui bahwa yang menyebarkan berita bohong itu adalah orang-orang Khazraj. Akan tetapi jika mereka berasal dari kaummu, pastilah engkau tidak akan mengatakan semua tadi." Usaid bin Hudhair berkata kepada Sa'ad bin Ubadah: "Demi Allah, engkau telah berdusta, dan engkau seorang munafik yang membela orang-orang munafik." Orang-orang pun terpancing amarahnya hingga hampir saja perang meletus antara kedua kabilah tersebut: Aus dan Khazraj.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam turun dari mimbar lalu masuk ke dalam rumahnya. Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Beliau memanggil Ali bin Abu Thalib dan Usamah bin Zaid Radhiyallahu Anhuma untuk meminta pendapat dari keduanya. Adapun Usamah bin Zaid, ia memujiku dan berkata baik tentang diriku. Usamah bin Zaid berkata: "Wahai Rasulullah, ia istrimu dan kami tidak dapatkan darinya kecuali yang baik-baik dan engkau juga tidak dapatkan darinya kecuali yang baik-baik saja. Ini adalah sebuah kebohongan dan kebatilan." Sedangkan Ali bin Abu Thalib berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya masih banyak wanita lain dan engkau mampu mencari wanita yang menggantikannya. Maka tanyakanlah hal ini kepada budak wanita, pasti ia akan membenarkanmu."
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memanggil Barirah untuk bertanya kepadanya tentang masalah ini. Ali bin Abu Thalib berdiri dan menghampiri Barirah kemudian memukulnya dengan pukulan keras seraya berkata: "Katakanlah dengan jujur kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam." Barirah berkata: "Demi Allah, aku tidak dapatkan pada Aisyah kecuali yang baik-baik saja. Aku tidak pernah mencela sesuatu apapun pada Aisyah melainkan satu hal dimana aku pernah membuat adonan roti lalu menyuruhnya untuk menjaganya tapi ia tertidur hingga akhirnya kambing datang dan memakan adonan roti itu.142

 
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Rasulullah masuk ke dalam kamarku. Saat itu aku sedang ditemani kedua orang tuaku dan salah seorang wanita dari kalangan Anshar. Aku menangis dan wanita dari Anshar tersebut ikut pula menangis. Rasulullah duduk, memuji Allah, mengagungkan-Nya, kemudian bersabda: "Hai Aisyah, engkau telah mendengar gunjingan orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah. Dan jika engkau telah melakukan kesalahan, maka bertaubatlah kepada Allah, karena Allah maha menerima taubat hamba-hamba-Nya."
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Demi Allah, tidaklah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda seperti itu, kecuali air mataku jatuh tercurah dari kelopak mataku tanpa kusadari. Dan aku menunggu kedua orang tuaku menjawab pernyataan beliau untuk mewakiliku, namun keduanya tidak berbicara apapun. Demi Allah, aku merasa terlalu kecil dan tak berarti kalau Allah menurunkan ayat Al-Qur'an tentang diriku dan itu dibaca di masjid-masjid dan dibaca pada saat shalat. Namun, tetap ada harapan, semoga Rasulullah melihat sesuatu dalam mimpinya dimana Allah tidak membenarkan ucapannya, sebab Allah Mahamengetahui akan kesucian diriku atau Allah memberitahukan sesuatu kepada beliau. Adapun Al-Qur'an yang diturunkan tentang diriku, demi Allah itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi, karena diriku bukan siapa-siapa.
Ketika kuperhatikan kedua orang tuaku tidak juga berbicara, aku bertanya kepada mereka: "Mengapa kalian tidak menjawab pertanyaan Rasulullah?" Mereka menjawab: "Demi Allah, kami tidak tahu harus menjawab apa." Demi Allah, aku tidak tahu ada keluarga yang ditimpa musibah melebihi apa yang menimpa keluarga Abu Bakar saat itu.
Pada saat kedua orang tuaku tutup mulut tentang diriku, aku sangat sedih dan tangisanku meledak. Aku berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Demi Allah, aku tidak akan bertaubat kepada Allah selama-lamanya dari apa yang engkau katakan itu. Demi Allah, bila aku mengakui apa yang diomongkan oleh orang-orang, sementara Allah Mahamengetahui akan diriku yang jauh dari kebenaran omongan itu, maka itu berarti bahwa aku mengatakan sesuatu yang tidak terjadi. Dan bila aku mengingkari apa yang mereka katakan, pasti kalian tidak akan mempercayaiku." Aku mengingat- ingat nama Ya'qub, namun tidak mampu mengingatnya. Maka aku katakan: "Tapi aku akan mengatakan sebagaimana yang pernah dikatakan ayah Nabi Yusuf:


"Maka kesabaran yang baik itulah (kesabar- anku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan. " (QS. Yusuf: 18).
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Sebelum beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba Rasulullah tidak sadarkan diri. Lalu beliau diselimuti dengan pakaiannya sementara bantal dari kulit diletakkan di bawah kepalanya. Walaupun melihat kejadian tersebut, demi Allah, aku tidak merasa gentar dan tidak mempedulikannya, karena aku merasa suci bersih dan bebas dari tuduhan itu dan Allah tidak akan mendzalimi diriku. Sedang kedua orang tuaku, -demi jiwa Aisyah yang berada ditangan-Nya,- keduanya terlihat tidak menyukai apa yang terjadi pada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga aku berkeyakinan bahwa keduanya akan meninggal karena khawatir datang sesuatu dari Allah yang membenarkan apa yang digunjingkan oleh orang-orang. Lalu kedua orangtuaku terlihat gembira saat melihat keadaan Rasulullah sadar dan kembali duduk. Keringat mengucur dari tubuh Rasulullah seperti biji intan berlian di musim hujan. Beliau mengusap keringat dari keningnya, lalu bersabda: "Wahai Aisyah. Bergembiralah engkau, sebab Allah telah menurunkan ayat tentang kesucian dirimu'
 
Aku langsung berkata alhamdulillah, dan beliau keluar untuk menemui orang-orang, lalu berkhutbah di hadapan mereka serta membacakan ayat Al Quran yang diturunkan Allah kepada beliau tentang masalah ini. Setelah itu, beliau meminta untuk dipanggilkan Misthah bin Atsatsah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah binti Jahys yang telah ikut menyebarluaskan berita bohong tentang diriku, lalu mereka dikenakan hukuman had.143




Abu Ayyub dan Ucapannya tentang Bebasnya Diri Aisyah dari Tuduhan
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar meriwayatkan kepadaku dari beberapa orang dari Bani An- Najjar yang menceritakan bahwa Abu Ayyub bin Khalid bin Zaid ditanya oleh istrinya, Ummu Ayyub: "Wahai Abu Ayyub, apakah engkau tidak mendengar apa yang dikatakan orang-orang tentang Aisyah?" Abu Ayyub bin Khalid bin Zaid menjawab, "Ya, aku mendengarnya dan itu semua bohong. Wahai Ummu Ayyub apakah engkau melakukan hal sepereti itu?" Ummu Ayyub menjawab: "Tidak, demi Allah, karena tidak selayaknya aku untuk melakukan hal itu." Abu Ayyub bin Khalid bin Zaid berkata: "Demi Allah, Aisyah jauh lebih baik dari dirimu."


Ayat Al-Quran yang Turun Mengenai Hal Ini
Aisyah melanjutkan: Ketika ayat Al-Qur'an turun dan menyebutkan orang yang menceritakan berita bohong itu. Allah Ta'ala berfirman:


Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (QS. an-Nuur: 11).
Pelakunya adalah Hassan bin Tsabit dan para sahabatnya.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pendapat yang mengatakan bahwa mereka yang dimaksud adalah Abdullah bin Ubay bin Salul dan para sahabatnya. Orang yang memiliki peran besar pada penyebaran berita bohong itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul dan itu telah disebutkan Ibnu Ishaq pada pemaparan peristiwa di atas.
Lalu Allah berfirman:
 
 

Mengapa di waktu kamu mendengar berita bo-hong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, yakni mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Ayyub dan isterinya, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata." (QS. an-Nuur: 12).
Lalu Allah berfirman:


(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitjuga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal itu di pada sisi Allah adalah besar. (QS. an-Nuur: 15).
Pada saat ayat di atas diturunkan untuk Aisyah dan orang-orang yang telah menggunjingnya, Abu Bakar yang sebelumnya menafkah Misthah karena ada hubungan kerabat dan juga ia miskin, berkata: "Demi Allah, aku tidak akan memberinya lagi suatu kepada Misthah untuk selama-lamanya setelah ia berkata sesuatu yang tidak benar tentang Aisyah dan memasukkan musibah kepada kita." Kemudian Allah menurunkan ayat tentang perkataan Abu Bakar itu dalam firman-Nya:


Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orangyang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. an-Nuur: 22).
 
Abu Bakar berkata: "Ya, demi Allah, aku ingin Allah mengampuni diriku." Usai mengatakan itu, ia kembali menafkahi Misthah seperti yang dia lakukan sebelumnya dan berkata: "Demi Allah, aku tidak akan menghentikan pemberian nafkah kepadanya selama-lamanya."
Ibnu Ishaq berkata: "Shafwan bin Al-Muaththal datang kepada Hassan bin Tsabit dengan membawa pedang, ini terjadi setelah dia mendengar ucapan Hassan bin Tsabit tentang dirinya. Sebelum itu, Hassan bin Tsabit mengatakan syair dan dalam syairnya, Hassan bin Tsabit menyindir Shafwan bin Al- Muaththal dan orang-orang Arab dari Mudhar yang masuk Islam.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At-Taimi menceritakan kepadaku bahwa Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas melompat ke arah Shafwan bin Al-Muaththal setelah ia memukul Hassan bin Tsabit. Kemudian mengikat kedua tangannya ke leher lalu membawanya ke Bani Al-Harits bin Al-Khazra. Dalam perjalanannya, Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas bertemu dengan Abdullah bin Rawahah yang bertanya: "Apa yang terjadi dengan ini semua?" Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas berkata: "Tidakkah engkau merasa heran. Dia telah memukul Hassan bin Tsabit dengan pedang. Demi Allah, aku berpendapat ia pantas untuk dibunuh." Abdullah bin Rawahah berkata kepada Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas: "Apakah Rasulullah telah mengetahui apa yang engkau lakukan ini?" Tsabit bin Qais Asy-Syammas menjawab:
"Demi Allah, Tidak!" Abdullah bin Rawahah berkata: "Engkau telah melakukan sesuatu di luar batas. Lepaskanlah lelaki itu!!" Tsabit bin Qais bin Asy-Syammas melepas Shafwan bin Al-Muaththal. kemudian para sahabat datang kepada Rasulullah dan menceritakan kejadian di atas kepada beliau. Lalu beliau memang- gil Hassan bin Tsabit dan Shafwan bin Al- Muaththal.
Shafwan bin Al-Muaththal berkata: "Wahai Rasulullah, Hassan bin Tsabit menyakiti dan menghinaku kemudian emosi kemarahanku mendorongku untuk memukulnya." Rasulullah bersabda: "Wahai Hassan, berbuat baiklah, apakah engkau hendak meremehkan kaumku, padahal Allah telah memberi mereka petunjuk kepada Islam?" Rasulullah bersabda lagi kepada Hassan bin Tsabit: "Wahai Hassan, berbuat baiklah kepada orang yang telah memukulmu!" Hassan bin Tsabit berkata: "Aku akan menaatimu wahai Rasulullah!"
Ibnu Hisyam berkata: Apakah kalian melakukan ini setelah Allah memberi petunjuk kepada kalian dengan agama Islam?
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ibrahim meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah memberi Hassan bin Tsabit 'iwadh (ganti rugi) berupa Bayruha' yaitu istana Bani Hudailah di Madinah. Awalnya, Bayruha' tersebut adalah milik Thaihah bin Sahl, namun dia menghadiahkannya kepada Rasulullah, kemudian beliau memberikannya kepada Hassan bin Tsabit atas pemukulan itu. Selain itu, beliau memberikan Sirin, budak wanita dari Mesir, kepada Hassan bin Tsabit yang kemudian darinya lahir putranya yang diberi nama Abdurrahman bin Hassan.
Aisyah berkata: Orang-orang bertanya tentang keadaan Shafwan bin Al-Muaththal, dan ternyata mereka mendapatinya seorang yang memiliki penyakit impotensi yang tidak mampu menggauli wanita. Tak lama kemu-dian, Shafwan bin Al-Muaththal meninggal sebagai syahid.
Hassan bin Tsabit meminta maaf atas ucapan yang pernah diucapkannya tentang Aisyah dalam sebuah syair:
la suci, teguh, dan tidak layak untuk dituduh
Serta tidak berkata batil tentang wanita yang suci yang terhindar dari kesia-siaan Orang mulia dari kampungdari Luay bin Ghalib
Usaha mereka mulia dan kejayaannya lestari
 
la terdidik, Allah mempercantik wataknya
Dan menyucikannya dari semua keburukan dan kebathilan Jika aku telah mengatakan sesuatu yang kalian sangka Cemeti pukulan terhadapku itu tidak naik ke ujung jemariku
Bagaimana tidak kecintaan dan pertolonganku selama hidupku Kepada keluarga Rasulullah hiasan para pasukan
Beliau berkedudukan tinggi atas para manusia Kehebatan lompatan tetap tidak mampu mendekatinya Apa yang telah dikatakan itu tak akan dapat menempel Dia hanya kata dari orang yang menebar kabar bohong

Ibnu Hisyam berkata: Bait,'Orang mulia dari kampung, dan setelahnya dan bait,'Beliau mempunyai kedudukan yang tinggi,' berasal dari riwayat Abu Zaid Al-Anshari.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah menceritakan kepadaku bahwa seorang memuji putri Hassan bin Tsabit di hadapan Aisyah:
la suci, teguh, dan tidak layak dituduh
Tiada berkata batil tentang wanita yang suci

Aisyah berkata: "Justru ayahnya-lah yang harus dicurigai."
Ibnu Ishaq berkata: Salah seorang dari kaum Muslimin berkata tentang hukuman terhadap Hassan bin Tsabit dan kedua temannya karena berita bohongnya terhadap Aisyah.
Ibnu Hisyam berkata: Orang tersebut berkata tentang hukuman terhadap Hassan bin Tsabit dan dua sahabatnya.
Hassan telah merasakan rajam karena ia pantas mendapatkannya Juga Hamnah dan Misthah
Ketika mereka menduga kotor tentang istri Nabinya Mereka terkena murka Pemilik Arasy yang Mulia
Mereka telah menyakiti Rasul karenanya Yang menyebar di tengah manusia dan mereka dilanda kesedihan
Dan diliputi dengan kehinaan abadi Cambukan dikenakan atas mereka
Laksana hujan yang tercurah dari ketinggian


Perjanjian Hudaibiyah Pada Akhir Tahun Keenam Hijriyah dan Peristiwa Baiatur Ridhwan Serta Perjanjian Antara Rasulullah dan Sahl bin Amr
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian, Rasulullah menetap di Madinah sepanjang bulan Ramadhan dan Syawal. Pada bulan Dzulqa'dah beliau keluar dari Madinah untuk untuk melaksanakan umrah dan bukan untuk perang.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah meminta Numailah bin Abdullah AI-Laitsi sebagai imam di Madinah untuk sementara waktu.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyeru orang-orang Arab dan Badui yang ada di sekitarnya untuk pergi bersama beliau, karena khawatir orang-orang Quraisy akan memerangi atau menghalanginya berkunjung ke Baitullah. Tak sedikit orang Badui yang menampik ajakannya. Walau demikian, Rasulullah tetap berangkat bersama para sahabat dari kaum Muhajirin, kaum
 
Anshar, dan orang-orang Arab lainnya. Rasulullah membawa hewan sembelihan dan berpakaian ihram untuk umrah agar orang-orang Quraisy merasa aman dan mengetahui bahwa kedatangannya untuk mengunjungi Baitullah dan untuk mengagungkannya.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Urwah bin Zubair dari Miswar bin Makhramah dan Marwan bin Al Hakam yang keduanya berkata: "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pada Tahun Hudaibiyah pergi untuk mengunjungi Baitullah, bukan untuk berperang, beliau membawa tujuh puluh unta untuk di sembelih. Jumlah sahabat yang ikut bersamanya adalah tujuh ratus ekor orang. Sehingga satu unta untuk sepuluh orang."144


Sedangkan Jabir bin Abdullah, sebagaimana diriwayatkan kepadaku bertutur bahwa jumlah para sahabat yang ikut serta ke Al-Hudaibiyah adalah empat ratus orang.
Sementara itu Az-Zuhri berkata: Rasulullah berjalan dan pada saat beliau tiba di Usfan, berjumpa dengan Bisyr bin Sufyan Al-Ka'bi.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang menyebutkan namanya Busyr. Bisyr bin Sufyan berkata kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mengetahui keberangkatanmu, karenanya mereka keluar bersama para isteri dan anak-anak mereka dengan mengenakan kulit-kulit dari harimau dan berkumpul di Dzu Thawa. Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa engkau tidak boleh masuk ke daerah mereka untuk selama-lamanya. Kemudian Khalid bin Walid dengan pasukan berkudanya telah mereka kerahkan ke Kuraul Ghamim.
Rasulullah bersabda: "Celakalah orang-orang Quraisy itu, sungguh mereka telah dimakan api perang. Apa salahnya apabila mereka membiarkan aku berinteraksi dengan semua orang Arab. Jika orang- orang Arab tersebut mengalahkanku, memang sepeti itulah yang mereka harapkan. Namun, jika Allah memenangkanku atas mereka, maka mereka akan masuk Islam dengan berbondong-bondong. Dan bila mereka tidak masuk Islam mereka akan berperang karena mereka mempunyai kekuatan. Demi Allah, orang-orang Quraisy janganlah berperasangka salah, sesungguhnya aku tidak pernah berhenti memperjuangkan risalah yang aku bawa dari Allah hingga Dia memenangkannya atau aku mati karenanya." Rasulullah melanjutkan sabdanya: "Siapakah yang mengetahui jalan lain untuk kita lalui selain jalan yang akan dihadang oleh mereka?"145 ibid
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa seseorang dari Aslam berkata: "Aku, wahai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam." Kemudian orang tersebut berjalan bersama kaum Muslimin melewati jalan yang penuh dengan pepohonan di antara jalan-jalan menuju gunung sehingga sulit dilalui. Pada saat mereka keluar dari jalan tersebut dalam keadaan lelah dan kini mereka berada di tanah datar di ujung lembah, Rasulullah bersabda: "Katakanlah kami memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya." Para sahabatpun mengucapkannya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda lagi: "Demi Allah, itulah perkataan (hiththah) yang dulu pernah ditawarkan oleh Allah kepada Bani Israel, namun mereka enggan untuk mengatakannya."
Az-Zuhri berkata: Kemudian Rasulullah memberi perintah kepada kaum Muslimin seraya bersabda: "Hendaklah kalian berjalan melewati Dzatul Yamin. Dzatul Yamin terletak di antara tepi Al Hamsy jalan yang mengeluarkan kalian di Tsaniyyatul Mirar, tem- pat pemberhentian di Al-Hudaibiyah, dari bawah Kota Makkah." Mereka pun berjalan melewati jalan tersebut. Pada saat pasukan berkuda Quraisy melihat kepulan debu dari jalan yang berbeda dengan jalan yang sedang mereka lalui, mereka segera pulang menemui orang-orang Quraisy.
 
Pada saat yang sama, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam terus melanjutkan perjalan dan saat berjalan di Tsaniyyatul Mirar, tiba-tiba unta beliau berhenti dan para sahabat berkata: "Unta ini tidak mau berjalan." Rasulullah bersabda: "Bukannya ia tidak mau berjalan sebab yang demikian ini bukan kebiasaannya, tapi ia ditahan oleh Dzat yang dulu pernah menahan gajah untuk sampai di Makkah. Apabila pada hari ini orang-orang Quraisy mengajakku menjalin kembali hubungan kekerabatan, pasti aku menyepakatinya." Beliau melanjutkan sabdanya: "Berhentilah kalian." Salah seorang sahabat berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, di lembah ini tidak ada mata air. Maka janganlah kita berhenti di tempat ini." kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengeluarkan anak panah dari tabungnya lalu memberikannya kepada salah seorang sahabat, lalu dia turun dengan membawa anak panah tersebut ke sebuah sumur yang terdapat di sekitar situ, lalu dia menancapkan anak panah itu ke dalamnya. Air pun memancar dari sumur itu hingga tanah di sekitarnya menjadi basah, lalu mereka beristirahat di sana.


Sahabat Yang Mencari Air Dengan Anak Panah Dari Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama menceritakan kepadaku dari seorang yang berasal dari Aslam bahwa sahabat yang turun ke sumur dengan membawa anak panah dari Rasulullah adalah Najiyah bin Jundab bin Umair bin Ya'mur bin Darim bin Amr bin Watsilah bin Sahm bin Mazin bin Salaman bin Aslam bin Afsha bin Abu Haritsah. Dialah orang yang menuntun unta Rasulullah.
Ibnu Hisyam berkata: Afsha adalah anak Haritsah.
Ibnu Ishaq berkata: Dan beberapa ulama menceritakan kepadaku bahwa Al-Barra' bin Azib pernah berkata: "Aku orang yang turun membawa panah Rasulullah." Wallahu a 'lam mana yang benar di antara kedua riwayat tersebut.
Orang-orang dari Aslam membacakan bait-bait syair yang pernah di lantunkan oleh Najiyah bin Jundab dan saya mengira dialah orang yang turun membawa panah Rasulullah. Orang-orang Aslam berpendapat bahwa budak wanita dari Anshar datang dengan membawa timba, sedang Najiyah bin Jundab memenuhi timba orang-orang yang datang tersebut dengan air. Budak wanita tersebut berkata:
Ku lihat orang-orang memujimu
Wahai pengisi timba timbaku ada di dekatmu
Mereka menyanjungmu dengan baik dan memuliakanmu

Ibnu Hisyam berkata diriwayatkan:
Ku lihat orang-orang memujimu
Najiyah bin Jundab yang mengisi timba di sumur berkata:
Budak wanita asal Yaman tahu akulah pengisi timba dan aku bernama Najiyah Aku tusukkan sumur pada dada orang-orang yang memusuhi
Tusukan yang dalam dan lebar
Az-Zuhri berkata dalam haditsnya: "Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam istirahat Budail bin Warqa' Al-Khuzai dan bersama beberapa orang dari Khuza'ah datang menemui Rasulullah. Mereka berbicara dan menanyakan apa alasan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam datang ke Makkah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjelaskan pada mereka bahwa kedatangannya bukan untuk
 
tujuan perang, akan tetapi untuk berziarah ke Baitullah dan mengagungkannya, kemudian beliau bersabda kepada mereka seperti yang beliau sabdakan kepada Bisyr bin Sufyan. Setelah mendapatkan klarifikasi, Budail bin Warqa' Al-Khuzai dan anak buahnya kembali ke tempat orang-orang Quraisy lalu berkata: Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian terlalu tergesa-gesa terhadap Muhammad. Ketahuilah bahwa sesungguhnya dia datang bukan untuk tujuan perang, dia datang untuk mengunjungi Baitullah. Namun orang-orang Quraisy curiga dan menolak mereka dengan kata-kata kasar. Orang-orang Quraisy berkata: Jika ia datang untuk tujuan tersebut dan bukan untuk tujuan perang, maka janganlah dia masuk ke tempat kita dengan kekerasan untuk selama-lamanya, bila tidak maka orang-orang Arab akan mengatakan bahwa kita telah dikalahkan."146 ibid
Az-Zuhri berkata: Orang-orang Khuzaah, baik yang Muslim atau yang kafir adalah sahabat dekat Rasulullah yang tidak menyembunyikan apapun yang terjadi di Makkah pada Rasulullah.


Mikraz Utusan Quraisy Menemui Rasulullah
Az-Zuhri berkata: kemudin Mereka mengutus Mikraz bin Hafsh bin Al-Akhyaf dari Bani Amir bin Luay kepada Rasulullah. Di saat Rasulullah melihat kedatangannya beliau bersabda: "Orang ini pengkhianat" Di saat Mikraz bin Hafsh tiba di hadapan Rasulullah dan berbicara padanya, beliau bersabda sebagaimana yang disabdakan kepada Budail bin Warqa' dan teman-temanya. Kemudian Makraz bin Hafsh pun kembali kepada orang-orang Quraisy dan menceritakan kepada mereka apa yang disabdakan Rasulullah.147 ibid


Al-Hulais bin Alqamah Utusan Quraisy kepada Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata: Orang-orang Quraisy mengirim Al-Hulais bin Alqamah atau bin Zabban kepada Rasulullah. Saat itu, Al-Hulais bin Alqamah adalah pemimpin orang-orang Ahabisy (non Arab) dan warga Bani Al-Harits bin Abdu Manat bin Kinanah. Tatkala melihat kedatangannya, Rasulullah bersabda: "Orang ini berasal dari kaum yang taat beribadah maka tempatkan hewan sembelihan di hadapannya agar ia bisa melihatnya. Tatkala Al-Husail bin Alqamah melihat hewan sembelihan berdatangan kepadanya dari sisi samping lembah dengan kalung di lehernya sebagai tanda akan disembelih dan bulu-bulunya telah habis akibat terlalu lama berada di tempat untuk disembelih, ia bergegas kembali kepada orang-orang Quraisy dan tidak jadi menemui Rasulullah karena hormat terhadap apa yang dia saksikan. Ia ceritakan apa yang dilihatnya kepada orang-orang Quraisy, lalu orang-orang Quraisy berkata kepadanya: "Duduklah, karena engkau orang Arab pedalaman yang tidak tau banyak ilmu."148 ibid
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr berkata kepadaku bahwa Al-Hulais bin Alqamah marah besar ketika mendengar perkataan orang-orang Quraisy. la berkata: "Hai orang-orang Quraisy, demi Allah, kami bersepakat dan mengikat perjanjian dengan kalian bukan untuk hal seperti ini. Pantaskah kalian larang orang yang bermaksud mengagungkan Baitullah? Demi Dzat yang jiwa Al-Hulais berada di tangan-Nya, kalian izinkan Muhammad mengunjungi Baitullah atau aku keluar dari kalian bersama orang-orang Ahabisy secara serentak." Orang-orang Quraisy berkata kepada Al-Hulais bin Alqamah: "Sabarlah wahai Al-Hulais, sampai kami bisa mengambil keputusan yang terbaik bagi kami."


Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi Utusan Quraisy kepada Rasulullah
 
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata dalam haditsnya: Setelah itu orang-orang Quraisy mengutus Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi untuk berjumpa dengan Rasulullah. Urwah bin Mas'ud berkata: "Hai orang-orang Quraisy sungguh aku tahu kata-kata kasar dan buruk yang kalian sampaikan kepada Muhammad melalui orang-orang yang kalian utus. Kalian tahu bahwa kalian adalah orang tuaku sedang aku anakmu, Urwah adalah anak Subai'ah binti Abdu Sy'ams. Aku mendengar apa yang telah menimpa kalian, maka aku kumpulkan orang-orang yang taat dari kaumku kepadaku, kemudian aku datang untuk membantu kalian dengan diriku sendiri." Orang-orang Quraisy berkata: "Benar. Engkau bukanlah orang yang tertuduh di tempat kami." Setelah itu, Urwah bin Masud Ats-Tsaqafi berangkat ke tempat Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam. Pada saat tiba di hadapan Rasulullah, ia duduk dihadapan beliau seraya berkata: "Hai Muhammad, apakah engkau kumpulkan orang banyak untuk membunuh keluarga besarmu? Sungguh orang-orang Quraisy telah keluar dengan membawa alat pelindung serta mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit-kulit harimau. Mereka bersumpah untuk melarangmu masuk ke tempat mereka selama-lamanya. Demi Allah, sepertinya kami lihat pengikut kalian akan meninggalkanmu besok pagi."
Abu Bakar Ash-Shiddiq yang duduk di belakang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Lancang sekali kau. Apakah kamu mengira kami akan meninggalkan beliau?" Urwa bin Mas'ud Ats- Tsaqafi berkata: "Siapa dia, wahai Muhammad?" Beliau menjawab: "Dia anak Abu Quhafah."
Urwah bin Masud Ats-Tsaqafi berkata: "Demi Allah, andai aku tidak memiliki hutang budi padanya, pasti aku balas ucapannya dengan ucapan yang jauh lebih menyakitkan, namun perkataanku ini sudah kuanggap cukup." Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi berusaha memegang jenggot Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sambil berbicara dengan beliau. Al-Mughirah bin Syu'bah yang tatkala itu berada di depan Rasulullah berupaya menghalau tangan Urwah bin Masud dengan memukulkan pedang ke tangannya, seraya berkata: "Turunkan tanganmu dari wajah Rasulullah sebelum pedang ini mengenaimu." Urwah bin Mas'ud Ats Tsaqafi berkata: "Celakalah engkau. Alangkah kasarnya engkau!" Rasulullah tersenyum. Urwah bin Masud Ats-Tsaqafi berkata kepada beliau: "Siapakah dia, hai Muhammad?" Rasulullah menjawab: Dia anak saudaramu, yaitu Al-Mughirah bin Syu'bah." Urwah bin Masud berkata: "Hai pengkhianat, bukankah aku baru membersihkan aibmu kemarin."149 ibid
Ibnu Hisyam berkata: Dengan perkataan itu, Urwah bin Mas'ud Ats Tsaqafi hendak menjelaskan bahwa Al-Mughirah bin Syu-bah sebelum masuk Islam telah membunuh tiga belas orang dari keluarga Tsakif keturunan Bani Malik. Akibatnya kabilah Bani Malik yang tidak lain adalah keluarga korban dan kabilah A1 Ahlaf keluarga Al-Mughirah bin Syu'bah marah, kemudian Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi memberi diyat kepada ketiga belas keluarga korban dan persoalanpun tuntas.
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata: Kemudian Rasulullah menjelaskan kepada Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi seperti yang telah beliau jelaskan kepada teman-teman Urwah bin Masud Ats-Tsaqafi sebelumnya bahwa beliau datang bukan untuk tujuan perang. Kemudian Urwah bin Mas'ud Ats- Tsaqafi beranjak dari tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam namun sebelum itu, ia menyak sikan apa yang dilakukan oleh para sahabat terhadap Nabinya tatkala berwudhu dimana mereka memperebutkan bekas air wudhu beliau. Apabila Rasulullah meludah mereka memperebutkannya, dan apabila rambutnya jatuh mereka berebut untuk mengambilnya. Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi kembali pulang menemui orang-orangQuraisy dan berkata: "Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah mengunjungi Kisra (raja Persia) di istananya, dan Kaisar (gelar raja Romawi) di istananya, juga Najasyi (Negus) di istananya, namun demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang raja di tengah rakyatnya sebagaimana Muhammad di tengah-tengah para sahabatnya. Sungguh aku melihat kaum yang tidak akan membiarkan Muhammad begitu saja untuk selama-lamanya. Maka pertimbangkan kembali pendapat kalian."150 ibid
 
Khirasy Utusan Rasulullah kepada orang-orang Quraisy
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa ulama berkata kepadaku bahwa Rasulullah memanggil Khirasy bin Umaiyyah Al-Khuzai dan mengirimnya untuk menemui orang-orang Quraisy Beliau menyuruhnya untuk menunggangi unta beliau yang bernama Ats-Tsa'lab untuk menyampaikan pesan kepada pembesar-pembesar Quraisy. Pada saat Khirasy bin Umaiyyah sampai di tempat orang-orang Quraisy, mereka menyembelih unta yang dikendarai Khirasy bin Umayyah dan bermaksud membunuh Khirasy bin Umaiyyah namun niat mereka itu dicegah orang-orang Ahabisy. Mereka membebaskan Khirasy bin Umayyah hingga ia bisa kembali di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.151 ibid


Mata-mata Quraiys yang Dikirim untuk Mencuri Informasi tentang Rasulullah yang Kemudian Diampuni
Ibnu Ishaq berkata: Seorang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku dari Ikrimah mantan budak Ibnu Abbas dari Ibnu Abbas yang berkata bahwa orang-orang Quraisy mengirim empat puluh atau lima puluh orang dan memerintahkan mereka untuk mengitari markas Rasulullah Shallallahu alihi wa Sallam guna menculik salah seorang dari sahabat beliau. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, justru mereka sendiri yang tertangkap. Mereka dihadapkan kepada Rasulullah dan beliau memaafkan dan melepas mereka. Sebelum itu, mereka menghujani markas beliau dengan batu dan anak panah.


Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu Utusan Muhammad kepada Orang-orang Quraisy
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rasulullah memanggil Umar bin Khaththab untuk dikirim ke Makkah guna menyampaikan pesan beliau kepada para pemuka Quraisy. Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Rasulullah, aku khawatir pada tindakan orang-orang Quraisy atas diriku karena di Makkah saat ini, tidak ada seorang pun dari Bani Adi bin Ka'ab yang bisa memberi perlindungan untukku. Selain itu juga, orang-orang Quraisy mengetahui permusuhanku terhadap mereka. Namun aku akan tunjukkan kepadamu sese- orang yang lebih mulia di Makkah daripada aku yaitu Utsman bin Affan." Rasulullah memanggil Utsman bin Affan dan memerintahkannya untuk menemui Abu Sufyan bin Harb dan pemuka-pemuka Quraisy lainnya serta memberitahukan kepada mereka bahwa kedatangan beliau bukan untuk tujuan perang, namun untuk berziarah ke Baitullah dan mengagungkannya.152 ibid
Ibnu Ishaq berkata: Utsman bin Affan pergi menuju Makkah, pada saat memasuki Makkah atau hendak memasukinya dia bertemu dengan Aban bin Sa id Ash yang kemudian membawa Utsman bin Affan di depannya dan melindunginya hingga ia menyampaikan surat Rasulullah. Kemudian, Utsman bin Affan menemui Abu Sufyan bin Harb pemuka-pemuka Quraisy, dan menyampaikan surat Rasulullah kepada mereka. Setelah mereka menerima surat itu kemudian mereka berkata kepada Utsman bin Affan: "Apabila engkau mau thawaf di Baitullah, silahkan saja." Utsman bin Affan menjawab: "Aku tidak akan melakukan ibadah thawaf hingga Rasulullah sendiri yang memulainya." Utsman bin Affan ditawan orang-orang Quraisy di tempat mereka, tapi kabar yang sampai kepada Rasulullah dan kaum Muslimin adalah Utsman bin Affan telah dibunuh.153 ibid


Bai'atur Ridhwan
 
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr berkata kepadaku: Pada saat Rasulullah mendengar kabar bahwa Utsman bin Affan telah dibunuh, beliau bersabda: "Kita tidak akan pernah pulang hingga menaklukkan kaum tersebut." Rasulullah mengajak kaum Muslimin berbaiat. Maka berlangsung Baiat Ar-Ridhwan di bawah sebuah pohon. Kaum Muslimin berkata: "Rasulullah membaiat kaum Muslimin untuk mati." Jabir bin Abdullah berkata: "Sesungguhnya Rasulullah tidak membaiat kita untuk mati, namun agar kita tidak melarikan diri."


Orang Yang Tidak ikut Berbaiat
Ibnu Ishaq berkata: Al-Jadd bin Qais saudara Bani Salimah adalah salah satu di antara kaum Muslimin yang hadir pada peristiwa Baiat Ar- Ridhwan akan tetapi dia tidak ikut berbaiat. Jabir bin Abdullah berkata: "Demi Allah, seakan aku lihat Al-Jadid bin Qais merapat ke perut untanya dan bersembunyi di dalamnya menghindari tatapan manusia. Kemudian, ia datang kepada Rasulullah menjelaskan kepada beliau bahwa kabar terbunuhnya Utsman bin Affan adalah kabar bohong adanya.
Ibnu Hisyam berkata: Waki menuturkan dari Ismail bin Abu Khalid dari Asy-Sya'bi yang mengatakan orang pertama yang ber-baiat kepada Rasulullah di Baiat Ar-Ridhwan adalah Abu Sinan Al-Asadi.
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang aku tidak ragukan integritasnya berkata kepadaku dari orang yang berkata kepadanya dengan sanadnya dari Ibnu Abu Mulaikah dari Ibnu Umar yang berkata:Rasulullah membaiat untuk Utsman bin Affan dan memukulkan salah satu tangannya ke tangannya yang lain.154




Peristiwa Genjatan Senjata
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata: Kemudian orang-orang Quraisy mengutus Suhail bin Amr saudara Bani Amir bin Luay menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Mereka berkata kepada Suhail bin Amr: "Pergilah untuk menemui Muhammad, berdamailah dengannya, dan tidaklah ada dalam perjanjian damai kecuali bahwa ia harus pergi dari tempat kita tahun ini. Demi Allah, orang- orang Arab tidak boleh mengatakan bahwa ia datang kepada kita dengan cara kekerasan." Suhail bin Amr datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Pada saat melihat kedatangan Suhail bin Amr, beliau bersabda: "Ketika mengutus orang ini pastilah orang-orang Quraisy menginginkan perdamaian." Pada saat Suhail bin Amr tiba di tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, ia berbicara panjang lebar dengan beliau, saling adu argumentasi, dan sesudah itu berlangsunglah perdamaian.155


Pada saat semuanya rampung dan tinggal penulisan teks perjanjian, Umar bin Khaththab bergerak bangkit kemudian mendatangi Abu Bakar dan berkata padanya: "Wahai Abu Bakar, bukankah beliau Utusan Allah?" Abu Bakar menjawab: "Ya betul." Umar bin Khath- thab berkata. "Bukankah kita orang- orang Islam?' Abu Bakar menjawab: "Ya, benar." Umar bin Khaththab berkata: "Bukankah mereka orang-orang musyrikin?" Abu Bakar menjawab: "Benar!" Umar bin Khaththab berkata: Jika demikian, lalu mengapa kita harus menerima kehinaan untuk agama kita?" Abu Bakar berkata: "Wahai Umar,
 
komitmenlah dengan perintah dan larangannya. Sesungguhnya aku bersaksi bahwa beliau utusan Allah." Umar bin
Khaththab berkata: "Aku juga bersaksi bahwa beliau utusan Allah." Kemudian Umar bin Khaththab datang menemui Rasulullah dan berkata: "Wahai Rasulullah, bukankah engkau adalah utusan Allah?" Rasulullah menjawab: "Ya, benar!" Umar bin Khaththab berkata: "Bukankah kita orang-orang Islam?" Rasulullah menjawab: "Benar!" Umar bin Khaththab berkata: "Bukankah mereka orang-orang musyrik?" Rasulullah menjawab: "Ya, Benar!" Umar bin Khaththab berkata: "Jika demikian, lalu mengapa kita menerima kehinaan untuk agama kita?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak menentang perintah Allah dan Dia tidak akan pernah menyianyiakanku."
Umar bin Khaththab berkata: Aku selalu bersedekah, berpuasa, shalat, dan memerdekakan budak karena khawatir atas ucapanku tersebut, dengan harapan menjadi kebaikan.156 ibid


Ali Sebagai Penulis Syarat-syarat Perjanjian Damai
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata: Rasulullah memanggil Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dan bersabda kepadanya: "Tulislah Bismillahir Rahmaanir Rahiim." Suhail bin Amr berkata: Aku tidak tahu kata-kata itu, namun tulislah Bismikallahumma (dengan nama-Mu, ya Allah). Rasulullah bersabda kepada Ali bin Abu Thalib: "Tulislah Bismikallahumma" Ali bin Abu Thalib lalu menuliskannya. Rasulullah bersabda kepada Ali bin Abu Thalib: "Ketahuilah wahai Ali, ini adalah perdamaian antara Rasulullah dengan Suhail bin Amr." Suhail bin Amr berkata: "Kalau aku bersaksi bahwa engkau sebagai Rasulullah, aku tidak memerangimu, akan tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali bin Abu Thalib: "Tulislah, ini adalah perdamaian antara Muhammad bin Abdullah dengan Suhail bin Amr. Keduanya bersepakat untuk menghentikan perang selama sepuluh tahun, masing-masing pihak saling memberikan rasa aman dan saling menahan diri atas pihak lainnya selama jangka waktu tersebut. Barangsiapa di antara orang-orang Quraisy datang kepada Muhammad tanpa seizin walinya maka ia harus dikembalikan kepadanya, dan barangsiapa di antara pengikut Muhammad datang kepada orang-orang Quraisy maka ia tidak harus dikembalikan kepadanya, kita harus patuh dengan isi perdamaian, tidak ada pencurian rahasia dan pengkhianatan, barangsiapa yang suka dengan perjanjian Muhammad maka ia masuk ke dalamnya, dan barangsiapa yang suka dengan perjanjian orang Quraisy maka ia masuk ke dalamnya."157


Orang-orang Khuza'ah berdiri dan berkata: "Kami masuk ke dalam perjanjian Muhammad." Orang- orang Bani Bakr juga berdiri dan berkata: "Kami masuk ke dalam perjanjian orang Quraisy."
Engkau (Muhammad) harus pergi dari tempat kami tahun ini dan tidak boleh masuk ke Makkah. Dan di tahun yang akan datang, kami akan keluar Makkah, setelah itu engkau dan sahabat-sahabatmu boleh memasuki Makkah, dan engkau boleh berada di sana selama tiga hari dengan membawa senjata seperti halnya musafir yaitu hanya pedang berada di sarungnya dan tidak boleh membawa senjata selain pedang.158

 
Di saat Rasulullah sedang menulis teks perdamaian dengan Suhail bin Amr, tiba-tiba Abu Jundal bin Suhail bin Amr datang dengan membawa pedang, dia adalah orang yang berhasil lolos dari orang- orang Quraisy dan sampai ke Rasulullah. Sebenarnya para sahabat tidak merasa ragu akan pembebasan kota Makkah di saat mereka keluar dari Madinah, di karenakan mimpi Rasulullah. Maka ketika mereka menyaksikan apa yang terjadi dari proses perdamaian, sikap mengalah atas orang- orang Quraisy, dan apa yang dirasakan Rasulullah, mereka merasa sedih dan terpukul, dan keraguraguan pun menghampiri dan masuk ke hati mereka hingga hampir saja rasa ragu-ragu itu membinasakan mereka.
Di saat Suhail bin Amr melihat Abu Jandal, ia berdiri kemudian memukul wajahnya dan mencengkeram kerah bajunya, lalu berkata: "Wahai Muhammad, perjanjian di antara kita telah usai sebelum orang ini datang menemuimu."
Rasulullah bersabda: "Engkau berkata benar." Maka Suhail bin Amr mencengkeram lebih keras kerah baju Abu Jandal dan menyeretnya untuk dibawa kepada orang-orang Quraisy. Abu Jandal berteriak dengan suaranya yang paling kencang: "Wahai kaum Muslimin, apakah kalian akan membiarkanku di seret dan dibawa kepada kaum musyrikin lalu mereka menyiksaku karena agamaku?" Kaum Muslimin bertambah sedih menyaksikan peristiwa yang menimpa Abu Jandal.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Abu Jandal, bersabarlah dan berharaplah pahala di sisi Allah, sesungguhnya Allah akan membuka jalan keluar bagimu dan bagi orang-orang tertindas sepertimu. Sungguh, kita telah menanda tangani perjanjian dengan kaum tersebut. Kita berikan kepada mereka pejanjian dan mereka berikan kepada kita janji Allah, kita tidak akan mengkhianati mereka."
Az-Zuhri berkata: Umar bin Khaththab berdiri menghampiri Abu Jandal lalu berjalan di sampingnya dan berkata: "Bersabarlah engkau, wahai Abu Jandal, sesungguhnya mereka orang-orang musyrikin dan darah mereka adalah darah anjing." Umar bin Khaththab merapatkan gagang pedang kepada Abu Jandal. Umar bin Khaththab berkata: "Aku berharap agar Abu Jandal mencabut pedang tersebut lalu menebaskan pedang tersebut kepada ayahnya. Akan tetapi dia tidak berbuat apapun terhadap ayahnya, sehingga selesailah permasalahannya."159 ibid


Saksi-saksi Perjanjian Perdamaian
Az-Zuhri berkata: Setelah perdamaian ditulis, beberapa orang dari kaum Muslimin dan kaum musyrikin menjadi saksi atas perdamaian tersebut. Dan di antara para saksi tersebut adalah Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Abdurrahman bin Auf, Abdullah bin Suhail bin Amr, Sa'ad bin Abu Waqqash, Mahmud bin Maslamah, Mikraz bin Hafsh -yang waktu itu masih dalam keadaan musyrik, dan Ali bin Abu Thalib, sekaligus penulis teks perdamaian tersebut.
Ibnu Ishaq: Rasulullah demikian terguncang dengan peristiwa dimana Rasulullah berada dalam keadaan tahallul sedangkan beliau shalat dalam keadaan ihram. Setelah
Rasulullah menyelesaikan perdamaian, beliau berjalan ke arah hewan sembelihannya lalu menyembelihnya, duduk dan mencukur rambutnya. Adapun orang yang mencukur rambut beliau seperti yang telah dituturkan kepadaku, adalah Khirasy bin Umaiyyah bin Al-Fadhl Al-Khuzai. Pada saat kaum Muslimin menyaksikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyembelih hewan sembelihan dan mencukur rambut, mereka pun beramai-ra- mai menyembelih hewan sembelihan dan mencukur rambutnya.
 
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih berkata kepadaku dari Mujahid dari Ibnu Abbas yang berkata: Pada peristiwa Al-Hudaibiyah, sebagian orang mencukur rambutnya dan sebagian lain memendekkannya. Rasulullah bersabda: "Semoga Allah merahmati orang-orang yang mencukur rambutnya." Para sahabat berkata: "Bagaimana halnya dengan orang-orang yang hanya memendekkannya, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Semoga Allah merahmati orang-orang yang mencukur rambutnya." Mereka berkata: "Bagaimana halnya dengan orang-orang yang yang hanya memendekkannya, wahai Rasulullah?" Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Semoga Allah merahmati orang-orang yang mencukur rambutnya." Mereka berkata: "Bagaimana halnya dengan orang-orang yang hanya memendekkannya, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Semoga Allah juga merahmati orang-orang yang memendekannya." Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, mengapa engkau mengulang-ulang doa untuk orang-orang yang mencukur rambutnya dan tidak untuk orang-orang yang memendekkannya?" Rasulullah bersabda: "Mereka tidak ragu-ragu.” 160


Abdullah bin Abu Najih berkata bahwa Mujahid berkata dari Ibnu Abbas ia berkata: Pada peristiwa Al- Hudaibiyah tersebut, Rasulullah menyembelih banyak hewan sembelihan. Dan di antara hewan sembelihan tersebut ada unta yang tadinya milik Abu Jahal yang di kepalanya terdapat kalung dari perak. Agar orang-orang musyrikin marah karenanya.161


Turunnya Surat Al Fath
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata dalam haditsnya: Kemudian Rasulullah kembali pulang dari tempat tersebut bersama rombongan. Dan di saat beliau berada di antara Makkah dengan Madinah, Allah menurunkan surat Al Fath. Allah Ta'ala berfirman:


Sesungguhnya Kami telah memberikan kepa- damu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosa- mu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus (QS. al-Fath: 1- 2).
Kisah tentang Rasulullah dan para saha- bat berlanjut sampai pemaparan tentang Ba'iat Ar Ridhwan. Allah Ta'ala berfirman:
 
 

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar (QS. al-Fath: 10)
Kemudian, Allah Ta'ala memaparkan tentang orang-orang Arab Badui yang tidak ikut bersama Rasulullah lalu berfirman ketika menyeru mereka untuk berangkat bersama beliau, akan tetapi mereka tetap enggan dan tidak mau berangkat:


Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudaratan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. al- Fath: 11)
Kisah dilanjutkan tentang orang-orang Arab Badui hingga berakhir pada firman Allah Ta'ala:

 
Orang-orang Badui yangtertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: "Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu;" mereka hendak merubah janji Allah. Katakanlah: "Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami:" demikian Allah telah menetapkan sebelumnya (QS. al-Fath: 15)
Kisah dilanjutkan tentang orang-orang Arab Badui tersebut dan penawaran jihad kepada mereka menghadapi musuh yang sangat kuat dan tangguh.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih berkata kepadaku dari Atha' bin Abu Rabah dari Ibnu Abbas yang berkata: "Kaum yang sangat kuat tersebut adalah orang-orang Persia.
Ibnu Ishaq berkata: seorang yang tidak aku ragukan keju integritasnya berkata kepadaku dari Az Zuhri ia berkata: Kaum yang sangat kuat tersebut adalah Hanifah dan Musailamah sang pendusta (Al- Kadzdzab).
Kemudian Allah berfirman:


Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan ma- nusia dari (membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus. Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukan-Nya. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Fath: 18-21).
Kemudian Allah berfirman:

 
Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Fath: 24).
Kemudian Allah menyebutkan tentang ditahannya Rasulullah dan dicegahnya dia dari perang, setelah kemenangan atas mereka, yakni orang-orang yang berhasil ditangkap dan Allah mencegah mereka untuk tidak menyerang Rasulullah.
Setelah itu, Allah berfirman:


Merekalah orang-orang yang kafiryang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil haram dan menghalangi hewan kurban sampai ke tempat (penyembelihan) nya (QS. al-Fath: 25).
Ibnu Hisyam berkata: al-Makuf artinya al-mahbus (yang ditahan). Ibnu Ishaq berkata: Allah berfirman:


Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka) (QS. al-Fath:25). Al-Ma'arrah adalah "tebusan" yakni kalian ditimpa hutang tanpa kalian ketahui sehingga kalian mengeluarkan tebusan perang, adapaun dosa maka tidak dikhawatirkan atas mereka
Ibnu Hisyam berkata: Aku mendapat- kan berita dari Mujahid yang berkata: Ayat di atas turun tentang Al Walid bin Al Walid bin Al Mughirah, Salamah bin Hisyam, Ayyas bin Abu Rabi'ah, Abu Jandal bin Suhai, dan orang-orang seperti mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Allah berfirman:


Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliah. (QS. al-Fath: 26)
 
Yang di maksud dengan orang-orang kafir pada ayat di atas adalah Suhail bin Amr tatkala ia menolak untuk menulis Bismillahir rahmaanir rahiim dan Rasulullah. Setelah itu, Allah Ta'ala berfirman:


Lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya (QS. al-Fath: 26) Kalimat takwa pada ayat di atas adalah kalimat tauhid yakni kesaksian tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya:
Kemudian Allah berfirman:


Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedangkamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apayang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. (QS. al-Fath: 27). Yakni karena mimpi Rasulullah yang beliau lihat akan masuk Makkah dengan aman tanpa rasa takut. Adapun yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat adalah Perdamaian Hudaibiyah. Sesuai dengan firman Allah di atas.
Az Zuhri berkata: Sebelum penaklukan Makkah, tidak ada penaklukan yang lebih besar daripada perdamaian Hudaibiyah. Dan dikatakan sebelumnya perang adalah karena kedua belah saling berhadapan. Di saat gencatan senjata terjadi, perang dihentikan, kedua belah pihak saling memberikan rasa aman, dan mereka bertemu, melakukan dialog, perdebatan, dan tidak ada seorangpun yang dibicarakan Islam padanya melainkan ia masuk ke dalamnya. Dalam jangka waktu dua tahun tersebut, orang yang memeluk Islam jumlahnya sama dengan orang-orang yang masuk Islam pada tahun-tahun sebelumnya atau bahkan lebih.
Ibnu Hisyam berkata: Pendapat Az Zuhri ini didasarkan pada fakta bahwa Rasulullah berangkat ke Hudaibiyah dengan seribu empat ratus sahabat, sebagaimana ucapan Jabir bin Abdullah, ternyata dua tahun kemudian pada tahun penaklukan Makkah, Rasulullah berangkat dengan sepuluh ribu orang.
 
Nasib Orang-orang yang Lemah di Makkah Pasca Ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah tiba Madinah, beliau didatangi Abu Bashir Utbah bin Usaid bin Jariyah. Ia adalah salah seorang yang tertahan di Makkah. Di saat Abu Bashir sampai di tempat beliau, maka Azhar bin Abdu Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah dan Al-Akhnas bin Syariq bin Amr bin Wahb Ats-Tsaqafi mengutus salah seorang dari Bani Amir bin Luay dan ditemani seorang mantan budak mereka dengan membawa surat yang mereka tulis untuk Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ketika kedua utusan tersebut sampai di hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa surat Azhar bin Abu Auf dan Al-Akhnas Syariq, beliau bersabda kepada Abu Bashir: "Wahai Bashir, sebagaimana telah engkau ketahui, sesungguhnya kita telah mengikat perjanjian dengan mereka, dan agama kita melarang kita untuk berkhianat, sesungguhnya Allah akan memberimu dan orang-orang lemah yang semisalmu jalan keluar, maka kembalilah kepada kaummu."
Abu Bashir berkata: "Wahai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, apakah engkau akan kembalikan aku kepada orang-orang musyrikin lalu mereka menyiksaku karena agama yang aku peluk?" Rasulullah bersabda: "Wahai Abu Bashir, kembalilah, karena Allah akan memberimu dan orang-orang lemah sepertimu jalan keluar." Abu Bashir pun per gi meninggalkan Rasulullah bersama kedua utusan orang Quraisy tersebut. Di saat mereka sampai di Dzul AI-Hulaifah, Abu Bashir duduk bersandar ke sebuah tembok kemudian kedua utusan tersebut ikut duduk. Abu Bashir berkata: "Wahai saudara Bani Amir, apakah pedang milikmu itu tajam?" Utusan Quraisy tersebut menjawab: 'Tentu saja.' Abu Bashir berkata: "Bolehkah aku melihatnya?" Utusan orang-orang Quraisy tersebut berkata: "Silahkan saja, jika engkau suka." Abu Bashir mengeluarkan pedang tersebut dari sarungnya, lalu menebaskannya pada utusan orang Quraisy tersebut hingga tewas. Melihat kejadian tersebut, mantan budak orang- orang Quraisy segera kembali menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan tiba di tempat beliau yang pada saat itu sedang duduk di masjid.
Tatkala Rasulullah melihat kedatangannya, beliau bersabda: "Sesungguhnya orang ini baru saja menyaksikan sesuatu yang sangat menakutkan." Dan di saat orang tersebut berada di hadapannya, beliau bersabda: "Celakalah engkau, apa yang menimpamu?" Mantan budak orang-orang Quraisy tersebut menjawab: "Sahabat kalian telah membunuh sahabatku." Tidak lama kemudian, Abu Bashir datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan pedang terhunus, sampai dia berada tepat di hadapan beliau. Ia berkata: "Wahai Rasulullah, tanggunganmu telah terpenuhi, dan Allah telah menunaikannya. Engkau berikan aku kepada orang-orang tersebut, namun karena agamaku aku menolaknya, aku tidak mau disiksa atau diremehkan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Celakalah ibunya, dia orang yang menyalakan api perang andai saja banyak banyak orang."162


Kemudian Abu Bashir keluar hingga sampai di Al-Ish dari arah Dzi Al-Marwah di atas pantai di jalan yang biasa dilalui orang-orang Quraisy apabila hendak pergi menuju Syam. Pada saat yang bersamaan, apa yang disabdakan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada Abu Bashir "Celakalah ibunya, dia orang yang menyalakan api perang andai saja bersama banyak orang" sampai ke telinga kaum Muslimin yang tertahan di Makkah. Maka mereka keluar dari Makkah menuju Al-Ish guna menemui Abu Bashir. Maka berkumpullah sekitar tujuh puluh orang. Mereka menekan dan menyempitkan ruang gerak orang-orang Quraisy dan tidak seorangpun yang berhasil mereka tangkap dari orang Quraisy kecuali pasti membunuhnya dan tidaklah rombongan orang-orang Quraisy jalan melewati mereka dengan barang dagangannya kecuali mereka merampasnya. Demikian yang terjadi hingga akhimya orang-orang Quraisy mengirim surat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk
 
meminta beliau melindungi kelurga dan kerabat mereka. Karena mereka tidak berarti lagi. Lalu Rasulullah memberikan perlindungan pada mereka, hingga mereka tiba di Madinah.
Pada saat Suhail bin Amr mendengar berita pembunuhan Abu Bashir terhadap sahabatnya dari Bani Amir, dia sandarkan punggungnya ke dinding Ka'bah, lalu berkata: "Demi Allah, aku tidak akan menggeserkan punggungku sedikitpun dari dinding Ka'bah ini hingga orang tersebut diberi diyat (tebusan darah)." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Demi Allah, ini tindakan bodoh. Demi Allah, orang itu tidaklah pantas diberi diyat." Abu Sufyan bin Harb mengatakan itu sebanyak tiga kali.


Wanita-Wanita Mukminah yang Hijrah Pasca Penanda Tanganan Perjanjian Hudaibiyah
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Ummu Kul tsum binti Uqbah bin Abu Mu'aith hijrah kepada Rasulullah, maka kedua saudaranya yang bernama Imarah bin Uqbah dan Al-Walid bin Uqbah datang kepada beliau dengan tu juan meminta Rasulullah untuk menyerahkan Ummu Kultsum kepada mereka berdua sesuai dengan perjanjian beliau dengan orang-orang Quraisy di Hudaibiyah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menolak permintaan mere ka, karena Allah tidak menghendakinya.
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri bertutur kepadaku dari Urwah bin Zubair yang berkata: Aku pernah masuk ke tempat Az-Zuhri yang sedang menulis surat untuk dikirimkan kepada Ibnu Abu Hunaidah sahabat Al Walid bin Abdul Malik. Dalam surat itu Az-Zuhri bertanya tentang maksud dari firman Allah ini:


Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. (QS. Al-Mumtahanah: 10)
Ibnu Hisyam berkata: Kata tunggal dari 'awashim adalah 'ishmah yang berarti tali atau sebab. Al-A'sya bin Qais bin Tsa'labah berkata dalam syairnya:
Kita lakukan perjalanan panjang menemui Imruul Qais Dan kita ambil tali dari setiap kabilah

Ini adalah syair miliknya.
 
 

Dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Mumtahanah: 10)
Ibnu Ishaq berkata: Lalu Urwah bin Zubair menulis surat kepada Az-Zuhri bahwa Rasu lullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdamai dengan orang-orang Quraisy di Hudaibiyah dengan ketentuan siapa saja yang datang ke pada beliau tanpa izin mereka beliau harus mengembalikannya kepada mereka di Mak- kah. Pada saat wanita-wanita mukminan hijrah kepada beliau dan Islam, Allah tidak meng hendaki pemulangan mereka pada orang-orang musyrik karena mereka telah disiksa ka rena keislaman mereka sehingga orang-orang musyrik menyadari bahwa mereka datang ke Madinah karena kecintan mereka terhadap Islam. Di sampaing itu, Allah memerintahkan pengembalian mahar wanita-wanita Muslimah tersebut kepada orang-orang musyrik apabila wanita-wanita muslimah tersebut tidak mau kembali kepada suami-suami mereka yang masih musyrikin dan orang-orang musyrik tersebut juga mengembalikan mahar wanita-wanita kaum Muslimin yang ada pada mereka. Demikianlah keputusan Allah yang diputus kan untuk kalian dan Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.
Maka Rasulullah menahan dan tidak memulangkan wanita-wanita muslimah yang datang dari Makkah, dan memulangkan laki-laki Muslim yang datang dari Makkah, lalu meminta apa yang diperintahkan Allah kepada beliau yaitu meminta mahar wanita-wanita Mukminah yang ada pada kaum musyrikin, dan beliau mengembalikan mahar wanita-wanita Mukminah yang tidak mau kembali kepada mereka jika mereka mengembalikan mahar wanita-wanita yang ada pada mereka. Andaikata Allah tidak memberikan keputusan seperti itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pasti mengembalikan wanita-wanita Muslimah yang hijrah kepada beliau pasca ditandanganinya Perdamaian Hudaibiyah seperti halnya beliau mengembalikan laki-laki Muslim yang hijrah kepada beliau ke Makkah sebelumnya. Dan andai saja tidak ada gencatan senjata dan perdamaian antara Rasulullah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan orang-orang Quraisy di peristiwa Hudaibiyah, pastinya beliau tidak akan mengembalikan wanita-wanita Muslimah dan tidak mengembalikan mahar-mahar mereka kepada suami-suami mereka yang musyrik. Demikianlah yang beliau lakukan atas wanita-wanita Muslimah yang datang kepada beliau sebelum ditandatanganinyaperjanjian Hudaibiyah.
Ibnu Ishaq berkata: Aku pernah bertanya kepada Az-Zuhri tentang ayat di atas dan firman Allah Ta'ala:

 
Dan jika seseorang dari istri-istri kalian lari kepada orang-orang kafir lalu kalian mengalahkan mereka maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari istrinya itu mahar sebanyak yang telah mereka bayar dan takwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kalian beriman. (QS. al-Mumtahanah: 11).
Az-Zuhri menjawab: Yakni, bila istri salah seorang dari kalian lari kepada orang-orang kafir dan tidak ada wanita yang bisa kalian ambil seperti halnya mereka mengambil istri dari kalian, maka berilah ganti orang tersebut dari harta fay'i jika kalian mendapatkanya.
Maka tatkala turun ayat:
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegangpada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir (QS. al-Mumtahanah: 10), di antara sahabat yang menceraikan istrinya adalah Umar bin Khaththab. Ia menceraikan istrinya yang bernama Quraibah binti Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah yang kemudian dinikahi Muawiyah bin Abu Sufyan saat mereka berdua masih musyrik di Makkah. Umar bin Khaththab juga menceraikan istri lainnya yang masih kafir, yang bernama Ummu Kultsum binti Jarwal Al-Khuzaiyah ibu Ubaidillah bin Umar yang kemudian dinikahi Abu Jahm Hudzaifah bin Ghanim dari kaum yang sama dengan Umar bin Khaththab dan keduanya dalam keadaan musyrik di Makkah.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah menuturkan kepadaku bahwa ada beberapa sahabat yang pernah bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada beliau saat beliau sampai di Madinah: "Wahai Rasulullah, bukankah engkau pernah mengatakan bahwa engkau akan memasuki Makkah dengan aman? "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Benar. tapi apakah aku pernah mengatakan bahwa itu akan terjadi pada tahun ini?" Mereka menjawab: "Tidak!" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Itu sama dengan apa yang dikatakan kepadaku oleh Malaikat Jibril "Alaihis Salam."


Keberangkatan Menuju Khaibar Pada Bulan Muharram Tahun Ketujuh Hijriyah
Muhammad bin Ishaq berkata: Sekembalinya dari Hudaibiyah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Ma dinah selama bulan Dzulhijjah dan beberapa hari dari bulan Muharram. Saat itu kendali pengurusan haji berada di tangan orang-orang musyrik. Pada akhir bulan Muharram beliau berangkat ke Khaibar.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menjadikan Numailah bin Abdullah bin Al-Laitsi sebagai imam sementara di Madinah dan menyerahkan panji perang yang berwarna putih kepada Ali bin Abu Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At-Taimi berkata kepadaku dari Abu Al- Haitsam bin Nashr bin Dahr Al-Aslami bahwa ayahnya berkata padanya ia mendengar Rasulullah bersabda kepada Amir bin Al-Akwa paman Salamah bin Amr Al-Akwa saat kepergiannya ke Khaibar. Al-Akwa' bernama asli Sinan: 'Wahai Ibnu Al-Akwa, berhentilah dan perdengarkan kepada kami tentang syair dan berita-berita yang ada pada dirimu." Amir bin Al-Akwa' berhenti, lalu membacakan syair tentang Rasulullah:
 
Demi Allah, kalau bukan karena Allah, tiadalah kita dapatkan petunjuk Tanpanya, tiada mungkin kita sedekah dan shalat
Sesungguhnya kami adalah kaum jika ada menzalimi kami
Jika mereka menginginkan huru-hara, kami akan lawan mereka Maka ketenangan turun kepada kami
Dan kaki kami kokoh saat berhadapan dengan mereka

Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Amir bin Al-Akwa: " Semoga Allah merahmatimu." Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Rasulullah, apakah kita masih lama hidup nikmat bersamanya."163


Amir bin Al-Akwa gugur sebagai syahid pada Perang Khaibar. Ia gugur karena pedang miliknya sendiri pada saat ia bertempur, pedang itu melukainya sangat parah sehingga ia meninggal karenanya. Kaum Muslimin ragu-ragu tentang kematiannya sehingga mereka berkata: "Senjatanya telah membunuh dirinya." Oleh sebab itu keponakannya, Salamah bin Amr bin Al-Akwa', bertanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam prihal tersebut dan melaporkan perkataan kaum Muslimin perihal kematian Amir bin Al-Akwa'. Beliau bersabda: "Ia gugur sebagai syahid." Lalu beliau mensalati Amir bin Al-Akwa' yang diikuti kaum Muslimin.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku dari Atha' bin Marwan Al-Aslami dari ayahnya dari Abu Muattib bin Amr yang berkata: Di saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat Khaibar, beliau besabda kepada para sahabatnya, dan saat itu aku ada di tengah-tengah mereka: "Berhentilah kalian!" Kemu dian beliau berdoa, "Ya Allah Tuhan langit dan apa saja yang dinaunginya, Tuhan bumi dan apa saja yang terkandung di dalamnya, Tuhan setan dan apa saja yang disesatkannya, Tuhan angin dan apa saja yang diterbangkannya, sesungguhnya kami memo hon kepada-Mu kebaikan dari kota ini, dan kebaikan penduduknya dan apa yang ada di dalamnya. Kami berlindung diri kepada-Mu dari keburukan kota ini, dari keburukan pen duduknya dan yang ada di dalamnya. Majulah dengan nama Allah(Bismillah)!" Doa tersebut selalu diucapkan setiap kali beliau memasuki sebuah perkampungan.
Ibnu Ishaq berkata: Seorang yang tidak diragukan kejujurannya meriwayatkan kepadaku dari Anas bin Malik ia berkata: Apabila Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bermaksud menyerang sebuah kaum, beliau tidak menyerang mereka hingga menjelang pagi hari. Apabila beliau mendengar kumandang adzan beliau menahan diri dan tidak menyerbunya, apabila tidak mendengar adzan maka beliau menyerangnya. Pada saat berhenti di Khaibar di malam hari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bermalam hingga pagi hari, namun tidak mendengar adzan. Beliau kemudian berjalan sementara kami mengikutinya. Pada saat itu, aku berjalan di belakang Abu Thalhah dan kakiku meriyentuh kaki Rasulullah. Pada saat itu kami bertemu dengan para pekerja di Khaibar yang berangkat dengan sekop dan keranjang. Pada saat mereka melihat Rasullullah dan pasukannya, mereka berkata: "Muhammad datang bersama pasukannya." Mereka lari pontang panting, lalu Rasulullah bertakbir: "Allahu Akbar", Allah Mahabesar, hancurlah Khaibar. Sesungguhnya apabila kami turun tempat sebuah kaum, maka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu."164 Ibnu Ishaq berkata: Harun menuturkan kepada kami dari Humaid dari Anas bin Malik dengan penuturan yang serupa dengan kisah di atas.


 
Tempat-tempat yang disinggahi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Sallam Saat Keberangkatannya Menuju Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah ke luar dari Madinah menuju Khaibar, beliau melintasi Ishr dan membangun masjid di tempat itu. Lalu melintasi Ash-Shahba'. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan pasukannya terus berjalan hingga menuruni lembah yang di namakan Ar-Raji' kemudian berhenti di tempat yang terletak di antara penduduk lembah tersebut dengan penduduk Ghathafan dengan tujuan menghalangi mereka memberi bantuan kepada penduduk Khaibar, karena penduduk Ghathafan mereka pernah mem bantu penduduk Khaibar dalam melawan Rasulullah.
Pada saat penduduk Ghathafan mendengar keberadaan Rasulullah di Khaibar, mereka bersatu untuk memerangi beliau dan keluar untuk bergabung dengan orang-orang Yahudi dalam memerangi Rasulullah. Baru saja berjalan beberapa langkah mereka mendengar derap suara dari belakang mereka. Mereka mengira bahwa kaum Muslimin mengejar mereka. Karenanya mereka kembali pulang dan menetap di rumah-rumah mereka dan menjaga harta-harta mereka, dan tidak ikut campur dengan apa yang terjadi antara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan penduduk Khaibar.


Penaklukan Benteng-benteng Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Secara berangsur-angsur Rasulullah dan pasukannya mendekati harta kekayaan mereka dan mengambilnya sedikit demi sedikit begitu juga beliau taklukan Benteng penduduk Khai bar satu demi satu. Dan Ben teng penduduk Khaibar yang pertama kali ditaklukkan ialah Benteng Na'im. Di situ, Mahmud bin Masla mah terbunuh dikarena kan lemparan batu penggiling yang dilempar kan dari atas ben teng tersebut.
Kemudian Benteng Al-Qamush, bentengnya Bani Abu Al-Huqaiq. Dari orang-orang tersebut, Rasulullah memperoleh tawanan-tawanan wanita, dan di antara tawanan tersebut adalah Shafiyah bin Huyay bin Akhthab yang saat itu adalah istri dari Kinanah bin Rabi' bin Abu Al-Huqaiq beserta dua putri pamannya dari jalur ayahnya. Beliau memilih Shafiyah binti Huyay bin Akhtthab untuk diri beliau sendiri.
Awalnya, Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi meminta Shafiyah binti Huyai bin Akhtab dari Rasulullah, akan tetapi karena beliau memilih-nya untuk dirinya sendiri, maka beliau berikan ke dua putri paman Shafiyah kepada Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi sebagai gantinya. Para tawanan wanita Khaibar tersebut di bagikan kepada kaum Muslimin secara merata.


Hal-hal Yang Dilarang Rasulullah di Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Kaum Muslimin memakan daging keledai yang jinak milik orang-orang Khaibar, lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri dan melarang beberapa hal yang Ra sulullah sebutkan kepada Muslimin.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Amr bin Dhamrah Al-Fazari meriwayatkan kepadaku dari Abdullah bin Abu Salith dari ayahnya ia berkata: Telah sampai ke telinga kami tentang larangan Rasulullah dari memakan daging keledai jinak di saat periuk-periuk sedang mendidih memasaknya, maka kami pun berhenti dari menyantapnya.165

 
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih meriwayatkan kepadaku dari Makhul ia berkata: Pada Perang Khaibar, Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam melarang empat hal; menggauli tawanan wanita yang sedang hamil, memakan keledai jinak, memakan binatang buas yang memiliki taring, dan menjual rampasan perang hingga dibagikan.166


Ibnu Ishaq berkata: Sallam bin Kirkarah berkata kepadaku dari Amr bin Dinar dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari, dan Jabir tidak ikut terjun pada Perang Khaibar ia berkata: Pada saat Rasulullah Shallahahu 'Alaihi wa Sallam melarang kaum Muslimin memakan daging keledai jinak, maka beliau memboleh- kan mereka memakan daging kuda.167


Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Abu Habib menuturkan kepadaku dari Marzuq mantan budak Tujib dari Hans Ash-Shan'ani ia berkata: Kami memerangi kawasan Maghribi bersama Ruwaifi' bin Tsabit AI- Anshari dan kami pun berhasil menaklukkan salah satu desa Maghrib yang bernama Jarbah. Ruwaifi' berdiri lalu berkhutbah di tengah kami: "Wahai manusia, sesungguhnya aku tidak mengatakan sesuatu kepada kalian kecuali seperti perkataan yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pada Perang Khaibar. Saat itu beliau berdiri, lalu bersabda: Tidak halal bagi seorang yang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir mengalirkan airnya ke tanaman orang lain. Yakni tidak boleh menggauli tawanan wanita yang hamil. Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk menggauli salah satu tawanan wanita hingga ia dia suci dari Haidh. Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk menjual rampasan perang hingga dibagi. Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menaiki hewan kendaraan dari fay'i (rampasan perang) kaum Muslimin sampai kurus melainkan ia harus mengembalikan keadaannya seperti sedia kala. Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk memakai pakaian dari fay'i kaum Muslimin hingga rusak melainkan ia harus mengembalikannya seperti sedia kala."168


Ibnu Ishaq: Yazid bin Abdullah bin Qu- saith berkata kepadanya bahwa ia diberitahu dari Ubadah bin Ash-Shamit dimana dia berkata pada Perang Khaibar: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarang kita menjual atau membeli biji emas dengan uang logam emas serupa dan biji perak dengan logam perak serupa. Beliau bersabda: "Belilah biji emas dengan uang logam perak dan biji perak dengan uang logam emas."169


Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mulai mengambil harta mereka secara berangsur dan menaklukkan benteng-benteng Khaibar satu demi satu.
 
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr menuturkan kepadaku bahwa ia diberitahu bahwa sesunguhnya beberapa orang dari Bani Sahm dari Aslam datang menemui Rasulullah dan berkata: "Wahai Rasullullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam demi Allah, kami kelaparan dan tidak punya apa-apa lagi." Dan pada saat itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak mempuyai apa-apa yang bisa diberikan kepada mereka. Beliau bersabda: "Ya Allah, Engkau Mahatahu keadaan mereka, mereka tidak memiliki kekuatan, sementara aku tidak memiliki apa-apa yang biasa aku berikan kepada mereka. Maka taklukkan buat mereka benteng yang paling besar, paling kaya, banyak makanan dan paling banyak gizinya. Kemudian Bani Sahm pun pergi dan tidak lama berselang Allah menaklukkan benteng Ash-Sha'b bin Muadz di tangan mereka. Dan tidaklah ada satu benteng di Khaibar yang lebih banyak makanan dan gizinya dari benteng ini.


Tewasnya Marhab Si Yahudi
Ibnu Ishaq berkata: Sesudah berhasil me naklukkan beberapa benteng dari benteng- benteng Khaibar dan berhasil menguasai harta kekayaannya, Rasulullah meneruskan perjalanan hingga tiba di dua benteng, yaitu Al-Wathih dan As-Sulaim. Keduanya ada lah benteng terakhir yang ditaklukkan kaum Muslimin. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengepung mereka selama sepuluh hari lebih.
Ibnu Hisyam berkata: Slogan perang para sahabat Rasulullah pada Perang Khai bar adalah ya manshuur (wahai yang mendapat pertolongan), amit (bunuhlah), amit (bunuhlah).
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Sahl bin Abdurrahman bin Sahl dari Bani Haritsah meriwayatkan kepadaku dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Marhab si orang Yahudi itu keluar dari benteng dengan senjata lengkap.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Sahl meriwayatkan kepadaku dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari, ia berkata: Rasulullah bersabda: "Siapakah yang bersedia berhadapan dengan Marhab?' Muhammad bin Maslamah berkata: "Aku, wahai Rasulullah. Demi Allah, aku ingin membalas dendam karena kemarin saudaraku terbunuh." Rasulullah bersabda: "Berdiri dan hadapilah dia. Ya Allah, tolonglah dia!" Ketika keduanya telah saling mendekat satu sama lainnya, tiba-tiba pohon tua di antara pohon Usyar roboh di antara keduanya. Maka masing-masing dari keduanya berlindung dari lawannya di balik pohon itu. Setiap kali keduanya berlindung di balik pohon tersebut, lawannya memotong pohon yang menghalanginya dengan pedang hingga keduanya tampak oleh lawannya, kemudian keduanya seperti satu orang yang berdiri, dan di antara keduanya tidak ada lagi dahan pohon yang menghalanginya. Marhab menyerang Muhammad bin Maslamah dan memukulnya dengan pedang, namun Muhammad bin Maslamah tertahan oleh perisainya yang terbuat dari kulit. Pedang Marhab tertahan di perisai kulit Muhammad bin Maslamah. Dalam kondisi seperti itu kemudian Muhammad bin Maslamah memukul Marhab hingga tewas.170




Yasir Saudara Marhab pun Tewas
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Marhab terbunuh, majulah saudaranya yang bernama Yasir. la berkata dengan penuh tantangan: "Siapa yang berani duel denganku?" Hisyam bin Urwah mengira bahwa Zubair bin Aw warn akan maju untuk berhadapan dengan Yasir. lbu Zubair, Shafiyah binti Abdul Mutha
 
lib, berkata: "Wahai Rasulullah, apakah dia akan membunuh anakku?" Rasulullah bersabda: "Tidak, sebaliknya, anakmu lah yang akan membunuh nya, insya Allah." Zubair bin Awwam pun maju. Keduanya bertarung dan akhirnya Zubair bin Awwam berhasil mem bunuh Yasir.
Ibnu Ishaq berkata: Hisyam bin Urwah meriwayatkan kepadaku bahwa jika dikatakan kepada Zubair bin Awwam: "Demi Allah, saat itu pedangmu tajam sekali." Ia menjawab: "Demi Allah, bukan pedangku yang tajam, namun aku memaksanya agar menjadi tajam."


Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu Pada Perang Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Buraidah bin Sufyan bin Farwah Al-Aslami meriwayatkan ke padaku dari ayahnya, Sufyan, dari Salamah bin Amr Al-Akwa', ia berkata: "Rasulullah mengutus Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu dengan panji perangnya yang berwarna putih, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hisyam, ke salah satu benteng Khaibar. Abu Bakar pun berjuang untuk menakluk kannya, namun ia tidak berhasil dan pulang kembali dalam kondisi lelah.
Keesokan harinya Rasulullah mengirim Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu. Umar pun berjuang untuk menaklukkan benteng tersebut, namun diapun gagal dan mengalami kelelahan yang sama. Kemudian Rasulullah bersabda: "Besok pagi, panji ini niscaya aku berikan kepada orang yang mencintai Allah dan mencintai Rasul-Nya. Allah akan memberi kemenangan melalui tangannya dan ia bukan orang yang melarikan diri."
Rasulullah memanggil Ali bin Abu Thalib yang pada saat itu sedang menderita sakit mata. Rasulullah meludahi matanya seraya bersabda: "Ambillah panji perang ini, majulah dengannya hingga Allah memberi kemenangan bagimu." Demi Allah, saat itu Ali bin Abu Thalib dengan nafas terengah-engah sambil berlari-lari kecil dan kami saat itu berada di belakang mengikutinya-hingga ia menancapkan panji perang pada tumpukan batu yang berada di bawah benteng. Seorang Yahudi me- lihat Ali bin Abu Thalib dari atas benteng seraya bertanya: "Siapakah kamu?" Ali bin Abu Thalib menjawab: "Aku Ali bin Abu Thalib." Orang Yahudi tersebut berkata: "Demi kitab yang diturunkan kepada Musa. Kalian telah menang." Ali bin Abu Thalib tidak kembali sebelum berhasil menaklukkan benteng tersebut dengan tangannya.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Al-Hasan meriwayatkan kepadaku dari sebagian keluarganya dari Abu Rafi' mantan budak Rasulullah, ia berkata: Aku pergi bersama Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu saat ia dikirim oleh Rasulullah dengan membawa panji perang. Pada saat Ali bin Abu Thalib telah mendekat ke benteng yang akan ditaklukkannya, dengan serta merta penghuni benteng itu keluar melawan Ali bin Abu Thalib. Maka terjadilah pertempuran antara Ali bin Abu Thalib dengan mereka. Salah seorang Yahudi memukul Ali bin Abu Thalib yang membuat perisainya terlempar dari tangannya, kemudian Ali bin Abu Thalib mengambil salah satu pintu gerbang benteng itu untuk membentengi dirinya dari serangan musuh. Pintu gerbang itu dipegang Ali bin Abu Thalib hingga akhirnya Allah memberi kemenangan padanya. Setelah itu barulah ia melepaskan pintu gerbang tersebut. Demikianlah yang terjadi. Padahal kami dengan jumlah delapan orang saja tidak sanggup mengangkat pintu gerbang itu.


Abu Al-Yasar Ka'ab bin Amr
Ibnu Ishaq berkata: Buraidah bin Sufyan Al-Aslami meriwayatkan kepadanya dari beberapa orang dari Bani Salimah dari Abu Al-Yasar Ka'ab bin Amr, ia berkata: Demi Allah, pada suatu senja ketika kami
 
bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Khai bar. Lalu datanglah sekawanan kambing milik orang Yahudi yang hendak balik ke benteng mereka pada saat kami sedang mengepung nya. Rasulullah bersabda: "Siapakah yang menyajikan makanan untuk kita dengan kambing-kambing tersebut?" Aku menjawab: "Aku wahai Rasulullah." Rasulullah bersabda: "Kerjakanlah." Aku pun belari kencang lak sana burung unta. Saat Rasulullah melihatku berlari, beliau bersabda: "Ya Allah, berilah kami kenikmatan dengannya." Aku berhasil menangkap dua ekor dari kawanan kambing tersebut lalu mendekapnya dan berlari ken cang membawa keduanya seperti orang yang tidak membawa apa-apa lalu memberikannya kepada Rasulullah. Kemudian kaum Muslimin pun menyembelih kedua kambing itu dan me nyatapnya bersama-sama. Abu Al-Yasar meru pakan sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang paling terakhir meninggal dunia. Jika ia menceritakan peristiwa ini, pasti ia menangis. Abu Al-Yasar berkata: "Demi Allah, mereka diberi kenikmatan dengan jalanku hingga aku menjadi orang yang terakhir kali meninggal dunia diantara mereka."171


Tentang Ummul Mu'minin Shafiyah binti Huyay bin Akhthab Radhiyallahu Anha
Ibnu Ishaq berkata: Saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berhasil menguasai Al-Qamush benteng milik Bani Abu Al-Huqaiq, Shafiyah binti Huyay bin Akhthab dan seorang wanita lainnya dibawa kepada beliau. Bilal adalah orang yang mendatangkan keduanya, dia dan kedua wanita tersebut melewati korban orang-orang Yahudi. Ketika wanita yang bersama Shafiyah melihat korban- korban orang-orang Yahudi itu, ia berteriak mencakar-cakar wajahnya, dan menaburkan tanah ke kepala. Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihatnya beliau bersabda: "Jauhkanlah wanita setan ini dariku!" Rasulullah memerintahkan Shafiyah berjalan di belakangnya dan memakaikan selendang miliknya kepada Shafiyah. Kaum Muslimin pun memahaminya, bahwa beliau memilih Shafiyah untuk dirinya. Rasul bersabda kepada Bilal: "Wahai Bilal, sungguh rasa kasih sayang telah hilang dari dirimu tatkala engkau berjalan bersama dua wanita ini melewati korban (para suami) keduanya." Shafiyah, yang sebelumnya adalah istri Kinanah bin Rabi' Abu Al-Huqaiq, pernah bermimpi kejatuhan bulan dalam pangkuannya, Lalu ia menceritakan mimpi itu kepada suaminya. Kemudian suaminya berkata: "Ini menunjukan bahwa engkau menginginkan raja Hijaz, yaitu Muhammad." Usai berkata demikian, Kinanah menamparnya hingga membuat matanya biru memar. Ketika Shafiyah dibawa menghadap Rasulullah, bekas biru memar itu masih jelas terlihat. Beliau pun menanyakan yang menyebabkan matanya biru memar itu kepada Shafiyah. Shafiyah pun menceritakan kisahnya kepadanya.


Beberapa Hal yang Tersisa dari Peristiwa Khaibar
Kinanah bin Rabi' dibawa menghadap kepada Rasulullah, karena kekayaan Bani Nadhir ada dalam kekuasaannya. Beliau menanyakan ke-kayaan tersebut kepada Kinanah, namun ia tidak mengakuinya. Kemudian, salah seorang Yahudi yang lain datang menghadap kepada Rasulullah lalu ia berkata: "Aku sering menyaksikan Kinanah mengelilingi reruntuhan benteng tersebut setiap pagi." Rasulullah bersabda kepada Kinanah bin Rabi: "Bagaimana pendapatmu bila kami menemukannya padamu maka kami akan membunuhmu?" Kinanah bin Rabi' menjawab: "Silahkan!" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh para sahabat untuk menggali reruntuhan benteng itu, hingga akhirnya sebagian kekayaan orang-orang Khaibar dapat dikeluarkan dari dalamnya. Kemudian Rasulullah bertanya kepada Kinanah bin Rabi' tentang kekayaan lainnya, namun ia masih saja menutup mulutnya. Lalu
 
Rasulullah bersabda kepada Zubair bin Awwam: "Siksa dia hingga engkau bisa mengorek tuntas apa yang di dadanya." Zubair bin Awwam menyalakan api dengan batang kayu di dada Kinanah bin Rabi', kemudian Rasulullah mendorongnya kepada Muhammad bin Maslamah, kemudian dia memenggal kepalanya sebagai balasan atas kematian saudaranya, Mahmud bin Maslamah.
Rasulullah mengepung penduduk Khaibar di kedua benteng Al-Wathih dan As-Sulalim. Pada saat telah yakin kalah, penduduk khaibar meminta beliau untuk membiarkan mereka pergi dan tidak membunuhnya. Rasulullah pun mengabulkan permintaan mereka. sebelumnya, beliau telah berhasil menguasai seluruh harta penduduk Khaibar; As-Syiqq, Nathah, dan Al-Katibah dan seluruh ben- tengnya kecuali dua benteng yakni benteng Al-Wathih dan As-Sulalim. Saat orang-orang Fadak mendengar apa yang dilakukan oleh penduduk Khaibar, mereka mengutus seseorang menemui Rasulullah untuk meminta beliau membiarkan mereka pergi tidak membunuhnya dan mereka akan meninggalkan seluruh harta kekayaan mereka untuk Rasul. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pun memenuhi permintaan mereka.
Di antara orang yang menjadi mediator antara mereka dan Rasulullah pada masalah ini ialah Muhayyishah bin Mas'ud dari Bani Haritsah. Penduduk Khaibar memohon kepada Rasulullah untuk membagi dua hasil dari kebun mereka. Mereka berkata: "Kami lebih tahu tentang pengurusan kebun tersebut dan lebih mampu memakmurkannya daripada kalian." Akhirnya, Rasulullah menyetujui permintaan itu, namun jika ingin mengusir mereka maka beliau berhak melakukannya. Rasulullah juga memperlalukan orang-orang Fadak dengan cara yang sama. Dengan demikian, Khaibar merupakan harta fay'i kaum Muslimin; adapun Fadak adalah milik khusus Rasulullah, karena kaum muslimin tidak menaklukkannya dengan membawa pasukan.


Perihal Domba Beracun
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah merasa tenang, Zainab binti Al-Harits istri Sallam bin Misykam memberinya hadiah berupa seekor domba guling. Sebelumnya Zainab telah menanya kan tentang bagian domba yang paling disukai oleh Rasulullah. Maka diberitahukan padanya bahwa yang beliau sukai adalah bagian paha. Maka Zainab pun menaburkan racun sebanyak-banyaknya pada bagian paha kambing itu dan meracuni seluruh bagian kambing lalu menyuguhkannya kepada Rasulullah Shalla lahu 'alaihi wa Sallam. Beliau pun mengambil bagian paha kambing itu, lalu mengunyah nya dan kemudian memuntahkannya. Sedang Bisyr bin Al-Barra bin Ma'rur yang saat itu berada bersamanya memakan dan menelan nya. Beliau bersabda: "Sesungguhnya tulang kambing itu memberitahu aku bahwa ia me ngandung racun." Rasulullah memanggil Zainab dan iapun mengakui bahwa dirinya telah meracuni domba bakar tersebut. Beliau bertanya padanya: "Mengapa engkau melaku kan semua ini?" Zainab menjawab: "Engkau telah melakukan tindakan terhadap kaumku, sebagaimana yang engkau ketahui. Apabila dia seorang raja maka aku bisa merasa tenang dengan kematiannya dan apabila dia seorang nabi maka ia akan diberitahu oleh tuhan ten tang racun itu."
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun memaafkan Zainab, sedang Bisyr meninggal dunia karena makanan yang telah dimakannya.172


Ibnu Ishaq berkata: Marwan bin Utsman bin Abu Sa'id Al-Mu'alla meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda pada saat sakit yang menyebabkannya wafat, yaitu ketika ibunda Bisyr binti Al-Barra' bin Ma'rur menjenguk beliau: "Wahai ibu Bisyr, aku rasa inilah
 
waktunya, aku menemukan potongan urat dari makanan yang aku makan bersama saudaramu di Khaibar." Kaum muslimin beranggapan bahwa Rasulullah meninggal sebagai syahid di sam- ping kenabian yang di sandangnya.
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Rasulullah berhasil menaklukan Khaibar, beliau berangkat ke arah Lembah Al-Qura dan mengepung penduduknya dalam waktu beberapa malam, lalu beliau kembali pulang ke Madinah.


Perihal Terbunuhnya Budak Rifa'ah yang Dihadiahkan Kepada Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Tsaur bin Zaid meri wayatkan kepadaku dari Salim mantan budak Abdullah bin Muthi' dari Abu Hurairah, ia berkata: Kami berangkat bersama Rasulullah ke Lembah Al-Qura dan tiba di sana pada waktu sore menjelang terbenamnya matahari. Ketika itu beliau ditemani oleh budak hadiah dari Rifa'ah bin Zaid Al-Judzami Adh-Dhabini.
Ibnu Hisyam berkata: Judzam saudara Lakhum.
Demi Allah, ketika budak tersebut meletakkan pelana milik Rasulullah, tiba-tiba ia mendapatkan serangan panah dari arah yang tidak jelas dan menyebabkannya gugur. Kami berkata: "Selamat, surga menjadi miliknya." Rasulullah bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di Tangan- Nya, sesungguhnya mantel yang dipakainya ini membakar dirinya di neraka. Ia telah mencurinya dari harta fay'i kaum Muslimin pada saat Perang Khaibar."173


Sabda Rasulullah tadi terdengar oleh salah seorang sahabatnya, kemudian ia datang kepada beliau dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku pun telah mengambil tali untuk dua sandalku." Rasulullah bersabda: "Dua serupa di potong untukmu di dalam neraka."


Ibnu Mughaffal dan Sekantong Lemak yang Dia Dapatkan
Ibnu Ishaq berkata: Seorang yang tidak aku ragukan integritasnya meriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani, ia berkata: Aku mendapatkan sekantong lemak dari fay'i Khaibar lalu aku meletakkannya di kendaraanku dan kendaraan sahabat-sahabat ku. Aku berjumpa dengan orang yang mem peroleh rampasan perang dimana ia berhak mendapatkannya. Ia berkata: "Mari sekan tong lemak ini kita bagi di antara kaum Mus limin!" Aku berkata: "Demi Allah, aku tidak akan mengizinkannya." Namun orang itu tetap berusaha merebut kantong lemak itu dariku. Dan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat kami saat itu. Beliau pun tersenyum dan bersabda kepada orang tersebut: "Engkau tidak memiliki ayah." Berikanlah kantong lemak itu kepadanya!" Diapun melepas kantong lemak itu. Lalu aku membawa kantong lemak tersebut ke kendaraanku dan para sahabatku, kemudian menyantapnya bersama-sama.


Resepsi Pernikahan Rasulullah dengan Shafiyah dan Penjagaan Abu Ayyub terhadap Tenda
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah melangsung kan pesta pernikahan dengan Shafiyah binti Huyay di Khaibar atau di salah satu perjalanan. Dan wanita yang merias Shafiyah binti Huyay untuk pernikahannya dengan Rasulullah, me nyisir rambutnya, dan merapikannya adalah Ummu Sulaim binti
 
Milhan ibunya Anas bin Malik. Rasulullah bermalam dengan Shafiyah binti Huyay di kemah beliau. Sedangkan Abu Ayyub Khalid bin Zaid dari Bani An-Najjar semalaman penuh menjaga dan mengitari kemah beliau dengan pedangnya yang ter hunus. Pada keesokan harinya, ketika Rasu lullah melihat Abu Ayyub berada di sekitar kemah, beliau bertanya: "Ada apa denganmu wahai Abu Ayyub?" Abu Ayyub menjawab: "Wahai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sal lam aku takut jika wanita ini mencelakaimu, karena engkau telah membunuh ayah, suami, dan kaumnya dan ia juga baru saja memeluk Islam, jadi, aku takut jika ia mencelakaimu." Para ulama berkeyakinan bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdoa: "Ya Allah, jagalah Abu Ayyub, sebagaimana ia semalam penuh menjaga diriku."
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri berkata kepadaku dari Sa'id bin Al-Musayyib yang berkata: Ketika Rasulullah dalam perjalanan pulang dari Khaibar dan tiba di salah satu tempat pada akhir malam, beliau bersabda kepada para sahabat: "Siapa di antara kalian yang bersedia berjaga sampai shubuh untuk kita sehingga kita bisa tidur?" Bilal berkata: "Aku bersedia berjaga sampai shubuh untukmu, wahai Rasulullah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pun berhenti dan para sahabat pun ikut berhenti, lalu merekapun tidur. Kemudian Bilal shalat beberapa raka'at. Usai mengerjakan shalat, kemudian ia bersandar pada untanya untuk menanti datangnya shubuh tiba, akan tetapi ia tidak bisa mengalahkan rasa kantuk akhirnya dia pun tertidur pulas. Tidak ada yang membangunkan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabat kecuali sengatan panas sinar matahari.174


Rasulullah bangun lebih awal dari sahabat-sahabatnya. Beliau bersabda: "Apa yang engkau perbuat terhadap kami, wahai Bilal?" Bilal menjawab: "Wahai Rasulullah Dzat yang membuatmu tidur membuatku tidur juga sebagaimana tidurmu." Rasulullah bersabda: "Engkau berkata benar." Kemudian Rasulullah menuntun untanya tidak terlalu jauh, lalu berhenti. Setelah itu Beliau berwudhu dan para sahabat pun mengikutinya, kemudian menyuruh Bilal mengumandangkan iqamah kemudian shalat bersama kaum Muslimin. Setelah mengucapkan salam, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menghadapkan badannya ke arah para sahabatnya sambil bersabda: "Apabila kalian lupa menunaikan shalat, maka shalatlah apabila kalian telah ingat, karena Allah Ta 'ala berfirman: Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku (Thaha: 14). 175




Para Wanita Kaum Muslimin yang Ikut di Perang Khaibar dan Peristiwa Wanita Ghifariyah
Ibnu Ishaq berkata: Pada Perang Khaibar, Be- berapa istri kaum Muslimin ikut hadir pada Perang tersebut bersama Rasulullah, kemudi an beliau pun memberi mereka sebagian dari dari harta fay'i dan tidak menjadikan bagian khusus(As-Sahm) untuk mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Sulaiman bin Suhaim meriwayatkan kepadaku dari Umayyah binti Abu Ash-Shalt dari seorang wanita dari Bani Ghifar yang berkata: Aku menemui Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersama para wanita dari Bani Ghifar dan berkata: "Wahai Rasulullah, kami ingin ikut keluar bersamamu ke Khaibar, sehingga kami bisa mengobati orang-yang terluka dan membantu kaum muslimin sesuai kemampuan kami."
 
Rasulullah bersabda: "Berangkatlah dengan berkah Allah." Kami pun berangkat bersama beliau. Pada saat itu, aku adalah seorang gadis yang belum balig. Oleh sebab itu, Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam memboncengku dan menempatkanku di tas pelana kudanya. Wanita dari Bani Ghifar tersebut berkata: "Demi Allah, pada saat beliau turun dari unta untuk Sholat Shubuh dan menghentikan untanya." Aku pun turun dari tas pelana unta beliau, ternyata di dalamnya terdapat darah haidku, dan itulah haidku yang pertama kali. Aku melompat ke arah unta sambil menahan malu. Pada saat beliau menyaksikan yang aku lakukan dan melihat darah, beliau bertanya: "Ada apa denganmu, mungkin engkau mengalami haid pertama kali?" Aku menjawab: "Ya, benar." Beliau bersabda: "Rapihkan dirimu dan ambillah bejana air kemudian masukkan garam ke dalamnya dan bersihkan tas pelana unta yang terkena darah dengan air garam itu, lalu naiklah kembali ke kendaraanmu."
Wanita dari Bani Ghifar tersebut berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhasil menaklukkan Khaibar, beliau memberi kami sebagian dari harta fay'i dan mengambil kalung yang kalian lihat di leherku ini, lalu memberikannya kepadaku, dan mengalungkkannya dengan tangannya ke leherku. Demi Allah, kalung ini tidak aku lepas dariku selama-lamanya."
Umayyah binti Abu Ash-Shalt berkata: "Kalung tersebut tetap berada di leher wanita tersebut sampai ia meninggal dunia. Dia berwasiat agar kalung tersebut dimakamkan bersamanya. Dan tidaklah wanita itu bersuci dari haid kecuali dia juga memasukkan garam ke dalam air dan juga berwasiat agar ia di mandikan dengan air yang di campuri garam jika meninggal dunia.176




Syuhada' Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Berikut nama-nama syuhada' kaum Muslimin dari Quraisy, lalu Bani Umaiyyah bin Abdu Syams dan kolega-kolega mereka, yaitu: Rabi'ah bin Aktsam bin Sakhbarah bin Amr bin Lakiz bin Amir bin Ghanm bin Dudan bin Asad, Tsaqif bin Amr, Rifa'ah bin Masruh.
Syuhada' dari Bani Asad bin Abdul Uzza adalah Abdullah bin AI-Hubaib Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Al-Habib bin Uhaib bin Suhaim Bani Ghiyarah dari Bani Sa'ad bin Laits kolega Bani Asad dan anak saudara perempuan mereka.
Syuhada' dari kaum Anshar, kemudian dari Bani Salimah adalah sebagai berikut: Bisyr bin Al-Barra' bin Ma'rur ia meninggal dunia karena memakan daging kambing beracun yang disiapkan Zainab Binti Haritsah untuk Rasulullah, Fudhail bin An-Nu'man. Maka jumlah seluruhnya dua orang.
Dari Bani Zuraiq adalah Mas'ud bin Sa'ad bin Qais bin Khaladah Amir bin Zuraiq.
Dari kalangan Al-Aus kemudian dari Bani Abdul Asyhal adalah Mahmud bin Maslamah bin Khalid bin Adi bin Majda'ah bin Haritsah bin Al-Haritsah. Ia kolega mereka dari Bani Haritsah.
Dari Bani Amr bin Auf adalah sebagai berikut: Abu Dhayyah bin Tsabit bin An-Nu'man bin Umaiyyah bin Umru'ul Qais bin Tsa'labah bin Amr bin Auf, Al-Harits bin Hathib, Urwah bin Murrah bin Suraqah, Aus bin Al-Qaid, Unaif bin Hubaib, Tsabit bin Atslah dan Thal- hah.
Sedangkan syuhada' dari Bani Ghifar adalah Umarah bin Uqbah. Ia terkena bidikan panah.
 
Dari Aslam adalah sebagai berikut: Amir bin Al-Akwa', dan Al-Aswad ia seorang peng- gembala yang nama aslinya adalah Aslam.
Ibnu Hisyam barkata: Al-Aswad seorang penggembala yang berasal dari Khaibar
Syuhada' di Khaibar dari Bani Zuhrah adalah Mas'ud bin Rabi'ah sekutu mereka dari Al-Qarah, demikian menurut Az-Zuhri.
Syuhada' kaum Anshar dari Bani Amr bin Auf adalah Aus bin Qatadah.


Kisah Al-Aswad Sang Penggembala Pada Perang Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Kisah prihal Al-Aswad sang penggembala sebagaimana yang telah dituturkan kepadaku adalah sebagai berikut. Ia datang kepada Rasulullah Sallal lahu 'Alaihi wa Sallam, saat itu beliau sedang mengepung salah satu benteng Khaibar, de ngan membawa sekawanan kambing milik orang Yahudi dan ia menggembalanya untuk orang Yahudi tersebut, kemudian ia berkata: "Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku ten tang Islam!" Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam menjelaskan Islam kepadanya, maka ia masuk Islam. Dan Rasulullah tidak pernah merendahkan seseorang tatkala beliau meng ajaknya kepada Islam dan begitu juga tatkala menjelaskan Islam kepadanya. Setelah masuk Islam, Al-Aswad berkata: "Wahai Rasulullah, aku seorang penggembala untuk pemilik kambing- kambing ini dan kambing-kambing tersebut amanah bagiku, apa yang harus aku lakukan? Rasulullah bersabda: "Pukul bagian wajah-wajahnya, pasti kambing-kambing itu ia pulang kembali kepada pemiliknya." Atau sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Kemudian Al-Aswad berdiri, mengambil segenggam batu-batu kecil, dan melemparkannya ke arah wa jah kambing-kambing itu sambil berkata: Kembalilah kepada pemilik kalian, demi Allah, aku tidak akan pernah lagi menemanimu untuk selamanya." Sontak, kambing-kambing itu berhimpun dan berjalan bersamaan seakan ada yang menuntun hingga memasuki benteng.
Kemudian, Al-Aswad maju masuk ke dalam benteng bertempur bersama kaum Muslimin dan ia terkena lemparan batu dan meninggal dunia karenanya. Ia meninggal dalam keadaan belum pernah mengerjakan shalat. Al-Aswad dibawa ke hadapan Rasulullah dan diletakkan di belakang beliau dan ditutup dengan jubah yang dipakainya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melihatnya bersama beberapa orang dari para sahabat, lalu beliau memalingkan muka. Para sahabat ber- tanya heran: "Mengapa engkau memalingkan muka darinya, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya ia sedang bersama dua bidadari, isterinya."
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih berkata kepadaku ia diberitahu bahwa apabila seorang syahid meninggal dunia, turun kepadanya dua istrinya dari bidadari dan mengibaskan tanah dari wajahnya sambil berkata: "Semoga Allah menjadikan tanah di atas wajah orang yang menjadikan tanah di wajahmu dan membunuh orang yang membunuhmu."


Tentang Al-Hajjaj bin Ilath al-Sulami
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Khaibar telah ditaklukkan, Al-Hajjaj bin Ilath As-Sulami berbicara kepada Rasulullah Shallallahu AlaIhi wa Sallam. Ia berkata: "Wahai Rasulullah, aku memiliki harta kekayaan yang dipegang istriku, Ummu Syaibah binti Abu Thalhah, di Makkah." Ummu Syaibah adalah istri Al- Hajjaj bin Ilath dan darinya ia dikaruniai anak yang bernama Mu'ridh bin Al-Hajjaj. Ia melanjutkan pembicaraannya: "Aku juga memiliki harta kekayaan di tangan para pedagang Makkah, maka dari itu, berilah aku izin untuk pergi ke sana!" Rasulullah Shallalhhu Alaihi wa Sallam mengizinkannya. Ia
 
berkata: "Wahai Rasulullah, ada satu hal yang harus aku katakan." Rasulullah bersabda, "Katakanlah." Al-Hajjaj bin Ilath berkata: "Maka akupun segera berangkat menuju Makkah. Pada saat sampai di Tsaniy yatul Baidha, aku mendapati banyak sekali orang-orang Quraisy yang sedang mencari dan menanyakan kabar tentang Rasulullah, karena berita keberangkatan beliau ke Khaibar telah sampi ke telinga mereka tentunya mereka tahu bahwa Khaibar adalah kawasan yang paling subur, kuat, dan paling banyak penduduknya di Hijaz.
Mereka terus mencari-cari kabar berita dan mengorek tentang kondisi Rasulullah kepada setiap musafir. Dan pada saat mereka melihatku, mereka berkata: "Itu dia Al-Hajjaj bin Ilath, mereka belum mengetahui keislamanku, demi Allah, ia pasti membawa kabar." Wahai Abu Muhammad, tolong berita tahu kepada kami tentang seorang yang memutus hubungan kekerabatan (Nabi) sebab kami mendengar berita dia sedang bergerak menuju Khaibar, padahal Khaibar adalah negeri Yahudi dan kawasan di Hijaz yang paling subur." Aku menimpali: "Aku pun mendengar demikian. Aku juga mempunyai berita yang menggembirakan buat kalian." Mereka berkumpul di sekeliling untaku. Mereka berkata: "Apa gerangan berita itu wahai Al-Hajjaj?" Aku berkata: "la kalah perang dan kalian belum pernah mendengar kekalahan seperti kekalahan yang dideritanya. Sahabat-sahabatnya terbunuh dan kalian belum pernah mendengar pembunuhan seperti yang mereka alami. Bahkan Muhammad sendiri tertawan. Orang-orang Khaibar berkata: "Kami tidak akan membunuhnya, tapi kami akan mengirim dia ke Makkah biar orang-orang Makkah sendiri yang membunuhnya sebagai tindakan balas dendam atas terbunuhnya orang-orang mereka."
Al-Hajjaj berkata: Orang-orang Quraisy berdiri seraya berteriak: "Nah ini baru berita! Kalian tinggal menanti Muhammad digiring kepada kalian lalu dibunuh di hadapan kalian." Aku berkata: "Namun sebelum itu, bantulah aku untuk mengumpulkan hartaku di Makkah dan dari orang yang berhutang padaku, karena aku ingin pergi ke Khaibar untuk membeli barang-barang Muhammad dan sahabat- sahabatnya sebelum ada para pedagang yang lain yang mendahuluiku." Mereka pun segera mengumpulkan harta milikku dengan cepat. Aku mendatangi istriku dan bertanya kepadanya: "Dimana hartaku? Semoga aku bisa pergi ke Khaibar dan ada kesempatan membeli barang rampasan Muhammad sebelum ada pedagang lain yang mendahuluiku." Ketika Al-Abbas bin Abdul Muthalib mendengar berita yang aku bawa, ia mendatangiku dan berdiri di sampingku, saat itu aku berada di salah satu tenda milik salah seorang pedagang. Ia bertanya: "Wahai Hajjaj, apakah berita yang engkau bawa?" Aku menjawab: "Apakah engkau bersedia menjaga sesuatu (rahasia) yang akan aku simpan padamu?" Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjawab: "Ya." Aku berkata kepada Al-Abbas bin Abdul Muthalib: "Jika demikian maka pergilah, nanti kita bertemu lagi di tempat yang sepi, sebab kini aku sibuk mengumpulkan hartaku sebagaimana yang engkau saksikan."
Seusai mengumpulkan seluruh hartaku di Makkah dan telah siap untuk pulang, aku mendatangi Al- Abbas bin Abdul Muthalib. Aku sampaikan kepadanya: "Jagalah pembicaraanku ini Wahai Abu Al- Fadhl, karena aku khawatir diburu -ia mengatakan itu hingga tiga kali-. Katakan apa saja yang engkau inginkan selain apa yang aku bicarakan ini.!"
Al-Abbas bin Al-Muthalib berkata: "Akan aku laksanakan."
Aku berkata: "Demi Allah, aku tinggalkan ponakanmu itu dalam keadaan sedang menjadi pengantin dengan putri raja mereka, Shafiyah binti Huyay. Khaibar telah ia kalahkan. Ia telah mengeluarkan seluruh isi yang berada di dalamnya. Khaibar kini menjadi miliknya dan para sahabatnya."
Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata: "Apakah tidak salah apa yang engkau katakan ini, wahai Hajjaj?"
Aku katakan kepada Al-Abbas bin Abdul Muthalib: "Tidak! Demi Allah, rahasiakanlah ini, sesungguhnya aku telah masuk Islam. Dan tidaklah aku datang ke sini kecuali untuk mengambil hartaku karena aku
 
khawatir harta tersebut dirampas. Jika telah lewat tiga hari, barulah sebarkan perihal diriku seperti engkau inginkan."
Pada hari ketiga, Al-Abbas bin Abdul Muthalib dengan mengenakan pakaian yang dibubuhi parfum dan memakai tongkat, dia pergi ke Ka'bah dan dia pun thawaf. Pada saat orang-orang Quraisy melihatnya, mereka berkata: "Wahai Abu Al-Fadhl, demi Allah, alangkah tabahnya engkau atas musibah yang berat yang sedang menimpa!" Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjawab: "Tidak! demi Allah. Sungguh Muhammad telah menaklukkan Khaibar, dia kini menjadi pengantin dengan putri raja mereka, dan mengambil seluruh harta benda yang berada di dalamnya kemudian menjadi miliknya dan para sahabatnya. Mereka bertanya: "Siapakah yang membawa berita ini?" Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjawab: "Berita ini disampaikan oleh orang yang telah datang kepada kalian dan menyampaikan berita yang berlainan. Sebenarnya ia datang ke tempat kalian dalam keadaan Muslim dan mengambil seluruh hartanya, lalu pergi untuk bergabung dengan Muhammad dan para sahabatnya. Sekarang orang tersebut sedang bersama dia." Mereka berkata: "Wahai hamba-hamba Allah, musuh Allah itu telah lolos. Demi Allah, andai kita mengetahui berita ini sebelumnya, maka pasti kita akan membuat perhitungan dengannya."
Tak lama kemudian, kabar yang sebenarnya tentang nabi Muhammad sampai kepada mereka.


Pembagian Harta Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Kekayaan Khaibar yang dibagi-bagi adalah Asy-Syiqq, Nathah, dan Al-Katibah. Asy- Syiqq dan Nathah dibagikan kepada kaum Muslimin karena itu memang merupakan jatah mereka. Sedang Al- Katibah, seperlima darinya untuk Allah, Ra sulullah, sanak kerabat beliau, anak-anak ya tim, orang-orang miskin, makanan para istri beliau, dan makanan untuk orang-orang yang menjadi perantara perdamaian di antara beliau dengan penduduk Fadak. Mereka antara lain adalah Muhaiyyishah bin Mas'ud yang kala itu diberi tiga puluh wasaq gandum dan tiga puluh wasaq kurma. Harta dari Khaibar dibagikan kepada para sahabat yang meng hadiri Perdamaian Hudaibiyah, para sahabat yang menghadiri Perang Khaibar, dan sahabat yang tidak menghadirinya sekalipun yaitu Ja bir bin Abdullah bin Amr bin Haram. Rasu lullah memberinya jatah seperti sahabat yang menghadiri Perang Khaibar. Lembah Khaibar adalah lembah As-Surair dan Khash. Kedua lembah itulah yang menjadi batas tentorial Khaibar. Nathah dan Asy-Syiqq mempunyai delapan belas bagian; Nathah lima bagian, sementara As-Syiqq tiga belas bagian, kemudian dibagi menjadi seribu delapan ratus bagian.
Jumlah tersebut berdasarkan jumlah bagian para sahabat dari harta Khaibar. Pejalan kaki berjumlah seribu empat ratus sedangkan pasukan berkuda berjumlah dua ratus. Setiap kuda mendapatkan dua bagian dan penunggangnya satu bagian, adapun pejalan kaki mendapatkan satu bagian. Kemudian harta itu dibagi menjadi delapan belas bagian, dari setiap bagiannya dibagi untuk seratus orang.
Ibnu Hisyam berkata: Di Khaibar, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memilah-milah kuda berdasarkan keturunannya, kuda Arab dan kuda campuran.
Ibnu Ishaq berkata: Ali bin Abu Thalib merupakan ketua demikian pula dengan Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Umar bin Khaththab, Abdurrahman bin Auf, Ashim bin Adi dari Bani Al-Ajlan, Usaid bin Al-Hudhair. Bagian Al-Harits bin Al-Khazraj, bagian dari Nairn, bagian Bani Bayadhah, bagian Bani Ubaidah, bagian Bani Haram dari Bani Salimah, bagian Ubaid As-Siham.
Ibnu Hiyam berkata: Dinamakan Ubadi As-Siham, karena membeli as-siham (anak panah) di Perang Khaibar. Sebenarnya dia adalah Ubaid bin Aus dari Bani Haritsah bin Al-Harits bin Al-Khazraj bin Amr bin Malik bin Al-Aus.
 
Ibnu Ishaq berkata: Juga bagian Saidah, bagian Ghifar dan Aslam, bagian An-Najjar, bagian Haritsah dan bagian Aus.
Bagian yang pertama kali keluar dari harta Khaibar di Nathat adalah bagian Zubair bin Awwam yaitu Al-Khau' disusul As-Surair, bagian kedua adalah bagian Bayadlah, bagian ketiga adalah bagian Usaid, bagian empat adalah bagian Bani Al-Harits bin Al-Khazraj, bagian kelima adalah bagian Nairn untuk Bani Auf bin Al-Khazraj dan Muzayyanah dan sekutu-sekutu mereka. Di tempat inilah, Mahmud bin Maslamah terbunuh. Itulah pembagian dari Nathat.
Sesudah itu, para sahabat memasuki Asy-Syiqq. Bagian yang pertama kali keluar adalah bagian Ashim bin Adi saudara Bani Al-Ajlan bersama bagian Rasulullah, lalu bagian Abdurrahman bin Auf, diikuti bagian Saidah, lalu bagian An-Najjar, kemudian bagian Ali bin Thalib, disusul bagian Thalhah bin Ubai- dillah, disusul bagian Ghifar dan Aslam, di susul bagian Umar bin Khaththab, disusul dua bagian Bani Ubaid dan Bani Haram, disusul bagian Haritsah, disusul Ubaid As-Siham, disusul bagian Aus yaitu bagian Al-Lafif, Juhainah, dan orang-orang Arab yang hadir di perang Khaibar. Di dekat bagian Aus terdapat bagian Rasulullah yang beliau dapatkan bersama bagian Ashim bin Adi.
Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membagi Al-Katibah, yaitu Lembah Khash kepada sanak kerabat dan beberapa orang laki-laki dan wanita dari kaum Muslimin. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberi Fathimah dua ratus wasaq, Ali bin Abu Thalib seratus wasaq, Usamah bin Zaid dua ratus lima puluh wasaq biji-bijian, Aisyah Ummul Mukminil dua ratus wasaq, Abu Bakar bin Abu Quhafah seratus wasaq, Aqil bin Abu Thalib seratus empat puluh wasaq, anak-anak Ja'far lima puluh wasaq, Rabi'ah bin Al-Harits seratus wasaq, Ash-Shalt bin Makhramah dan dua anaknya seratus wasaq, untuk Ash-Shalt empat puluh wasaq, untuk Abu Nabiqah lima puluh wasaq, Buat Rukanah bin Abdu Yazid lima puluh wasaq, Qais bin Makhramah tiga puluh wasaq, Abu Al-Qasim bin Makhramah empat puluh wasaq, anak-anak putri Ubaidah bin Al-Harits dan putri Al-Hushain bin Al-Harits seratus wasaq, anak-anak Ubaid bin Abdu Yazid enam puluh wasaq, anak Aus bin Makhramah tiga puluh wasaq, Misthah bin Atsatsah dan anak Ilyas lima puluh wasaq, Ummu Rumaitsah empat puluh wasaq, Nu'aim bin Hindun tiga puluh wasaq, Buhainah binti Al-Harits tiga puluh wasaq, Ujair bin Abdu Yazid tiga puluh wasaq, Ummu Al-Hakam binti Zubair bin AI-Muthalib tiga puluh wasaq, Juman^th binti Abu Thalib tiga puluh wasaq, Ummu AI-Arqam lima puluh wasaq, Abdurrahman bin Abu Bakar empat puluh wasaq, Hamnah binti Jahsy tiga putuh wasaq, Ummu Zubair empat putuh wasaq, Dzuba'ah binti Zubair empat puluh wasaq, anak Abu Khunais tiga puluh wasaq, Ummu Thalib empat puluh wasaq, Abu Bashrah dua puluh wasaq, Numailah Al-Kalbi lima puluh wasaq, Abdullah bin Wahb dan kedua anaknya sembilan puluh wasaq, kedua anaknya mendapatkan empat puluh wasaq, Ummu Habib binti Jahsy tiga puluh wasaq, Malku bin Abdah tiga puluh wasaq, dan istri-istri beliau mendapatkan tujuh ratus wasaq.
Ibnu Hisyam berkata: Gandum, kurma, biji-bijian, dan lain sebagainya dibagi oleh Rasulullah berdasarkan kebutuhan mereka. Kebutuhan Bani Abdul Muthalib lebih banyak daripada yang lain, oleh karenanya, beliau memberi mereka melebihi bagian yang lain.


Gandum dari Khaibar yang Dibagikan Oleh Muhammad Shallalahu 'alaihi wa Sallam Kepada Para isterinya
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membagikan seratus delapan puluh wasaq gandum kepada para isterinya, sedangkan untuk Fathimah binti Rasulullah sebanyak delapan puluh lima wasaq, Usamah bin Zaid empat puluh wasaq, Al-Miqdad bin Al-Aswad lima belas wasaq, dan
 
Ummu Rumaitsah lima wasaq. Pembagian ini disaksikan oleh Utsman bin Affan dan ditulis oleh Al- Abbas.
Ibnu Ishaq berkata: Shalih bin Kaisan meriwayatkan kepadaku dari Ibnu Syihab Az- Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud, ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mewasiatkan tiga hal sebelum wafatnya; orang-orang Rahawiyin diberi seratus wasaq gandum Khaibar, orang-orang Ad-Dariyyin diberi seratus wasaq gandum Khaibar, orang-orang As-Sibaiyyin diberi seratus wasaq gandum Khaibar, orang-orang Al-Asy'ariyyin diberi seratus wasaq gandum Khaibar, dan mewasiatkan untuk tetap melaksanakan pengiriman pasukan Usamah bin Zaid, dan wasiat yang ketiga agar tidak boleh ada lagi dua agama di Jazirah Arab.


Tentang Fadak dalam Berita Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Rasulullah menyelesaikan penaklukan Khaibar, Allah merasukkan perasaan takut yang luar biasa ke dalam hati orang-orang Fadak saat mendengar bahwa Allah telah menimpakan hukuman ke pada orang-orang Khaibar. Oleh karenanya, mereka mengirim utusan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk berdamai dengan cara membagi dua kekayaan Fadak. Utusan mereka bertemu Rasulullah di Khai bar, atau di salah satu jalan, atau setelah beliau tiba di Madinah. Rasulullah pun menerima usulah perdamaian mereka. Maka Fadak murni menjadi bagian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebab tidak diserang, baik dengan pasukan berkuda ataupun pasukan pejalan kaki.


Nama-nama Dariyyin yang Mendapatkan Wasiat dari Rasulullah untuk Mendapatkan Harta Khaibar
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Ad-Dariyyin adalah anak keturunan Dar bin Hani bin Habib bin Numarah bin Lahm yang datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari Syam. Tamim bin Aus, saudara Tamim yang bernama Nu'aim bin Aus, Yazid bin Qais, Arafah bin Malik, yang diberi nama Abdur Rahman oleh Rasulullah.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Azza bin Malik dan saudaranya yang bernama Murran bin Malik.
Ibnu Hisyam berkata: Namanya Marwan bin Malik.
Ibnu Ishaq berkata: Sedang Fakih bin Nu'man, Jabalah bin Malik, Abu Hindun bin Bar dan saudaranya yang bernama Ath-Thayyib diberi nama Abdullah oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Rasulullah -sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abu Bakar kepadaku- mengutus Abdullah bin Rawahah kepada penduduk Khaibar sebagai kharrash (petugas yang memperkirakan hasil panen buah kurma yang masih berada di pohonnya) antara kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi. Apabila Orang-orang Yahudi berkata: "Engkau mencurangi kami." Abdullah bin Rawahah berkata: "Jika kalian setuju dengan keputusan ini, maka ambillah bagian kalian, jika tidak, maka kalian tidak akan mendapatkan apa-apa." Mereka berkata: "Dengan inilah langit dan bumi menjadi tegak." Hanya dalam waktu setahun Abdullah bin Rawahah bertugas sebagai kharish di Khaibar, karena ia mati syahid pada Perang Mu'tah. Sepeninggalnya ia digantikan oleh Jabbar bin Shakhr bin Umaiyyah bin Khansa dari Bani Salimah.
Selama beberapa waktu, kaum Muslimin tidak melihat hal-hal yang tidak baik pada orang-orang Yahudi. Hingga suatu waktu, mereka menyerang Abdullah bin Sahl dari Bani Haritsah dan
 
membunuhnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kaum Muslimin menuduh mereka sebagai pembunuhnya.
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri dan Busyair bin Yasar bekas budak Bani Haritsah meriwayatkan kepadaku dari Sahl bin Abu Hatsmah, ia berkata: Abdullah bin Sahl meninggal di Khaibar. Ia berangkat ke Khaibar bersama para sahabatnya untuk memetik kurma, namun ia ditemukan dalam kondisi leher terputus di salah satu mata air dan dilemparkan ke dalamnya. Para sahabat pun mengambilnya dan menguburkannya. Kemudian mereka datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, dan menceritakan peristiwa tersebut kepada beliau. Saudara Abdullah bin Sahl, Abdurrahman bin Sahl, menghadap kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersama dua anak pamannya; Huwaiyyishah bin Mas'ud dan Muhayyishah bin Mas'ud. Abdurrahman bin Sahl adalah orang yang paling muda di antara mereka. Dia salah seorang keluarga korban, dan dikenal sangat pemberani di kalangan kaumnya. Ketika Abdurrahman bin Sahl berbicara mendahului kedua anak pamannya, Rasulullah bersabda: "Mulailah dari yang usianya lebih tua. Mulailah dari yang usianya tua lebih!!"
Ibnu Hisyam berkata: Mulailah dari yang suianya lebih tua, mulailah dari yang usianya lebih tua!. Demikian yang dikatakan oleh Malik bin Anas kepada saya, maka Abdur Rahman bin Shal pun diam. Akhirnya yang pertama kali berbicara adalah Huwaiyyishah, Muhayyishah, kemudian Abdurrahman. Mereka menceritakan kabar terbunuhnya saudara mereka kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Beliau bersabda kepada mereka: "Maukah kalian menyebutkan nama pembunuh saudara kalian, bersumpah atasnya sebanyak lima puluh kali, kemudian pembunuh tersebut aku serahkan kepada kalian?" Mereka menjawab: "Wahai Rasulullah, kami tidak terbiasa bersumpah atas sesuatu yang kami sendiri tidak mengetahuinya." Rasulullah bersabda: "Bagaimana kalau orang-orang Yahudi bersumpah dengan nama Allah bagi kalian bahwa mereka tidak membunuh saudara kalian dan tidak mengetahui siapa pembunuhnya, kemudian mereka dibebaskan?" Mereka bertiga menjawab: "Wahai Rasulullah, kami tidak terbiasa menerima sumpah orang-orang Yahudi, karena kekafiran yang ada pada mereka itu jauh lebih besar dari pada bersumpah atas sebuah dosa." Kemudian Rasulullah memberi mereka diyat seratus unta dari harta milik beliau sendiri. Abdurrahman bin Sahl berkata: "Demi Allah, aku tidak pernah melupakan seekor anak unta merah yang menendangku saat aku menggiringnya."
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At-Taimi meriwayatkan kepadaku dari Abdurrahman bin Bujaid bin Qaidhi saudara Bani Haritsah. Muhammad bin Ibrahim berkata: Demi Allah, Abdurrahman bin Sahl tidak lebih tahu darinya, namun ia berusia lebih tua. Ia berkata kepada Rasulullah: "Demi Allah, permasalahannya tidak seperti ini. Sahl hanya salah paham, karena sebenarnya beliau tidak bersabda, "Bersumpahlah dengan apa yang tidak kalian ketahui," namun Rasullah menulis surat kepada orang-orang Yahudi sesudah kaum Anshar berbicara kepada beliau. Isi suratnya adalah sebagai berikut: Telah didapatkan korban di pemukiman kalian, oleh sebab itulah, hendaklah kalian membayar tebusan darahnya (diyat)." Orang-orang Yahudi membalas surat beliau yang isi suratnya menjelaskan bahwa mereka bersumpah tidak membunuh korban tersebut juga tidak mengetahui pelakunya. Akhirnya, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membayar diyat untuk keluarga korban dari harta milik beliau sendiri.177


Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Syuaib meriwayatkan kepadaku sebagaimana riwayat Abdurrahman bin Bujaid, hanya saja Amr bin Syuaib berkata dalam ceritanya bahwa Rasulullah bersabda kepada orang- orang Yahudi: "Berikan diyatnya atau bersiap-siaplah untuk perang." Merekapun menulis dan dalam
 
suratnya bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak membunuhnya. Kemudian Rasulullah membayar diatnya dari harta beliau sendiri.
Ibnu Ishaq berkata: Aku bertanya kepada Az-Zuhri bagaimana Rasulullah memberikan kebun kurma mereka kepada orang Yahudi Khaibar tatkala itu diberikan kepada mereka atas dasar sewa? Apakah itu diberikan setelah dikuasai atau diberikan karena adanya keperluan lain?
Maka Az-Zuhri menjelaskan kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menaklukkan Khaibar dengan senjata, maka Khaibar tergolong harta fay'i yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Allah Ta'ala memberikan seperlimanya kepada beliau, dan membagikannya kepada kaum Muslimin, serta mengusir orang-orang Khaibar seusai perang. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memanggil orang Khaibar dan bersabda kepada mereka: "Apabila kalian suka, kami akan menyerahkan kebun-kebun ini kepada kalian untuk kalian garap dan hasilnya dibagi di antara kita, aku menegakkan apa yang ditetapkan oleh Allah atas kalian." Mereka pun menerima itu dan menggarap kebun-kebun Khaibar dengan perjanjian tadi.178


Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Abdullah bin Rawahah untuk membagi hasil panen dengan adil. Setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq mengesahkan kebun-kebun tersebut berada di tangan mereka dengan cara yang pernah dilakukan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam hingga Abu Bakar meninggal dunia.
Rasul pada saat beliau sakit menjelang wafat: "Tidak boleh berkumpul dua agama di Jazirah Arab." Umar bin Khaththab mengklarifikasi kebenaran wasiat tersebut dan mendapatkan kesimpulan bahwa wasiat tersebut memang benar adanya. Kemudian Umar bin Khaththab pun mengirim surat kepada orang-orang Yahudi. Dalam suratnya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengizinkan pengusiran kalian, karena aku mendengar bahwa Rasulullah bersabda: "Tidak boleh berkumpul dua agama di Jazirah Arab"179


Oleh sebab itulah, barangsiapa di antara orang-orang Yahudi yang mempunyai perjanjian dengan Rasulullah, silahkan datang kepadaku untuk aku tunaikan perjanjiannya. Adapun yang tidak mempunyai perjanjian dengan beliau, bersiap-siaplah untuk diusir." kemudian, Umar bin Khaththab mengusir orang-orang Yahudi yang tidak terikat perjanjian dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Nafi' mantan budak Abdullah bin Umar meriwayatkan kepadaku dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Aku pergi bersama Zubair bin Awwam dan Al-Miqdad bin Al-Aswad ke kebun-kebun kami untuk mengadakan perjanjian terkait kebun itu. Ketika tiba di Khaibar, kami berpisah untuk pergi ke kebun masing-masing. Suatu malam, saat aku tidur di kasur, tiba-tiba seseorang menyerangku yang menyebabkan kedua tanganku terkilir pada bagian sikut. Keesokan harinya, kedua sahabatku berteriak memanggilku dan mendatangiku. Mereka bertanya: "Siapa yang melakukan semua ini kepadamu?" Aku menjawab: "Aku tidak tahu." Kedua sahabatku itu memijat kedua tanganku lalu keduanya membawaku menghadap Umar bin Khaththab. Kemudian Umar bin Khaththab berkata: "Ini pasti perbuatan orang-orang Yahudi." Umar bin Khaththab berdiri berpidato di hadapan kaum Muslimin. ia berkata: "Wahai manusia, sesungguhnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah
 
memperlakukan Khaibar dengan baik dan kita boleh mengusir mereka kapan pun kita menghendakinya. Sebelum ini, mereka telah menyerang Abdullah bin Umar hingga kedua tangannya terkilir, dan sebelumnya mereka telah menyerang salah seorang dari kaum Anshar padahal kita tahu bahwa mereka sahabat orang-orang Yahudi itu. Kita tidak memiliki musuh selain mereka. Maka barangsiapa memiliki harta di Khaibar pergilah ke sana untuk mengambilnya, sebab aku akan mengusir mereka." Kemudian Umar bin Khaththab mengusir mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku dari Abdullah bin Maknaf dari Bani Haritsah, ia berkata: Tatkala Umar bin Khaththab hendak mengusir orang-orang Yahudi dari Khaibar, ia pergi ke sana bersama Jabbar bin Shakhr bin Umaiyyah bin Khansa' dari Bani Salimah yang merupakan kharrash (ahli takar) Madinah, dan Yazid bin Tsabit. Keduanya membagi Khaibar kepada penduduknya berdasarkan pola pembagian sebelumnya. Di antara pembagian yang dilakukan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu terhadap Lembah Al-Qura, Utsman bin Affan mempunyai satu bagian darinya, Abdurrahman mempunyai satu bagian, Umar bin Salamah mempunyai satu bagian, Amir bin Abu Rabi'ah mempunyai satu bagian, Amr bin Suraqah mempunyai satu bagian dan Usyaim satu bagian.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pendapat ulama ahli sejarah yang mengatakan bahwa Aslam mempunyai satu bagian, Bani Ja'far satu bagian, Muaiqib satu bagian, Abdullah bin Al-Arqam satu bagian, Abdullah dan Ubaidillah satu bagian, anak Abdullah bin Jahsy satu bagian, Ibnu Al-Bukair satu bagian, Al- Mu'tamir satu bagian, Zaid bin Tsabit satu bagian, Ubay bin Ka'ab bagian satu, Muadz bin Afra mempunyai satu bagian, Abu Thalhah dan Hasan satu bagian. Jabbar bin Shakhr bin Abdullah bin Riab satu bagian, Malik bin Sha'sha'ah dan Jabir bin Abdullah bin Amr satu bagian, Ibnu Hudhair satu bagian, Sa'ad bin Muadz satu bagian. Salamah bin Salamah satu bagian, Abdurrahman bin Tsabit dan Abu Syariq satu bagian, Abu Abs bin Jabr satu bagian, Muhammad bin Maslamah satu bagian, Jabr bin Atik setengah bagian, Muhammad bin Maslamah satu bagian dan Ubadah bin Thariq satu bagian.
Ibnu Hisyam berkata: Ada pendapat yang mengatakan untuk Qatadah satu bagian.
Ibnu Ishaq berkata: Jabir bin Atik setengah bagian, anak Al-Harits bin Qais setengah bagian, anak Hazamah dan Adh-Dhahhak satu bagian. Demikianlah riwayat yang sampai kepada kami tentang penyelesaian Khaibar dan Lembah Al-Qura serta pembagiannya.


Tentang Kedatangan Ja'far bin Abi Thalib dari Habasyah dan Kisah Tentang Orang-orang yang Hijrah ke Habasyah
Ibnu Hisyam berkata: Sufyan bin Uyainah berkata dari Al-Ajlah dari Asy-Sya'bi ia berkata: Ja'far bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu sampai di kediaman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertepatan dengan hari di mana Khaibar di taklukan. Beliau mencium di antara kedua mata Ja'far bin Abu Thalib kemudian merangkulnya. Beliau bersabda: "Aku tidak tahu dengan apakah aku merasa gembira, dengan penaklukan Khaibar atau dengan kedatangan Ja'far."
Ibnu Ishaq berkata: Di antara para sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang tinggal di Habasyah sampai beliau mengutus Abdullah bin Umaiyyah Adh-Dhamri kepada Najasyi yang kemudian membawa mereka pulang dengan dua buah kapal hingga tiba di tempat beliau yang pada saat itu berada di Khaibar adalah sebagai berikut:
Dari Bani Hasyim bin Abdu Manaf satu orang, ia adalah Ja'far bin Abu Thalib bersama istrinya Asma binti Umais Al-Khats'amiyyah, dan anaknya Abdullah bin Ja'far yang dilahirkan di negeri Habasyah.
 
Ja'far bin Abu Thalib gugur sebagai syahid pada Perang Mu'tah, salah satu kawasan di Syam, dan ketika itu ia sebagai panglima perang Rasulullah.
Dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah sebagai berikut:. Khalid bin Sa'id bin Umaiyyah bin Abdu Syams bersama istrinya Umainah binti Khalaf bin As'ad.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Humainah binti Khalaf, dan kedua anak Khalid Bin Sa'id, yaitu Sa'id bin Khalid dan Amah binti Khalid. Keduanya di lahirkan di Habasyah. Khalid gugur sebagai syahid di Marj Ash-Shufur sebuah daerah di Syam, pada masa pemerintahan Abu Bakar. Dan saudara Khalid, Amr bin Sa'id bin Al-Ash, bersama istrinya, Fathimah binti Shafwan bin Umaiyyah bin Muharrits Al-Kinani. Fathimah binti Shafwan wafat di Habasyah, sedang Khalid gugur sebagai syahid di Ajnadin, kawasan di Syam, pada masa pemerintahan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu.
Kemudian Muaqib bin Abu Fathimah. Penjaga Baitul Mai kaum Muslimin saat pemerintahan Umar bin Khaththab. Selain itu juga, dia termasuk keluarga Sa'id bin Al-Ash.
Lalu Abu Musa Al-Asy'ari Abdullah bin Qais kolega keluarga Utbah bin Rabi ah bin Abdu Syams. Jadi jumlah seluruhnya adalah empat orang.
Sedangkan dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushay cuma satu orang, dia adalah Al- Aswad bin Naufal bin Khuwailid.
Begitu juga dari Bani Abduddar bin Qushai cuma satu orang, dia adalah Jahm bih Qais bin Abdu Syurahbil bersama kedua anaknya, Amr bin Jahm dan Khuzaimah bin Jahm. Istri Jahm bin Qais, Ummu Harmalah binti Abdul Al-Aswad, dan dua anaknya yang lain meninggal dunia di Habasyah.
Dari Bani Zuhrah bin Kilab adalah sebagai berikut: Amir bin Abu Waqqash, Utbah bin Mas'ud kolega mereka dari Hudzail. Jadi seluruhnya dua orang.
Dari Bani Taim bin Murrah bin Ka'ab Cuma satu orang, dia adalah Al-Harits bin Khalid bin Shakhr. Ia bersama istrinya, Raithah binti Al-Harits bin Jubailah, dan meninggal dunia di Habasyah.
Dari Bani Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab satu orang, yakni Utsman bin Rabi'ah bin Uhban.
Dari Bani Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab cuma satu orang, yakni Mahmiyyah bin Al-Jaz'i kolega mereka dari Bani Zubaid. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pernah memberikan seperlima bagian kaum Muslimin dan menjadikan bagiannya.
Dari Bani Adi bin Ka'ab bin Luay satu orang, yakni Ma'mar bin Abdullah bin Nadhlah.
Dari Bani Amir bin Luai bin Ghalib adalah sebagai berikut: Abu Hathib bin Amr bin Abdu Syams. Malik bin Rabi'ah bin Qais bin Abdu Syams bersama istrinya, Amrah binti As-Sa'di bin Waqdan bin Abdu Syams. Jadi seluruhnya dua orang
Dari Bani Al-Harits bin Fihr bin Malik cuma satu orang, dia adalah Al-Harits bin Abdu Qais bin Laqith.
Maka ltulah orang-orang yang diangkut Najasyi bersama Abdullah bin Umaiyyah Adh-Dhamri ke dalam dua buah perahu. Jadi jumlah keseluruhan orang-orang yang datang kepada Rasulullahdari Habasyah enam belas orang laki-laki. Itu temasuk istri-istri kaum Muslimin yang meninggal di Habasyah yang di ikut sertakan di dalam dua buah perahu tersebut.
Adapun di antara para sahabat yang hijrah ke Habasyah akan tetapi tidak datang kepada Rasulullah melainkan setelah Perang Badar, dan tidak pula diangkut Najasyi ke dalam dua perahu, kemudian mereka datang setelah itu, dan ada pula yang meninggal di daerah Habasyah, adalah sebagai berikut:
 
Dari Bani Umaiyyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah Ubaidillah bin Jahsy bin Riab Al-Usadi kolega Bani Umaiyyah bin Abdu Syams bersama istrinya, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, dan putrinya, Habibah binti Ubaidillah. Oleh sebab itu istrinya dipanggil Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Adapun nama asli Ummu Habibah adalah Ramlah.
Ubaidillah bin Jahsy hijrah bersama dengan kaum Muslimin ke Habasyah. Namun di saat tiba di sana, ia murtad dan masuk agama Kristen dan meninggal di sana. Sepeninggal suaminya, kemudian Ummu Habibah binti Abu Sufyan Bin Harb dinikahi Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku dari Urwah yang berkata: Ubaidillah bin Jahsy keluar bersama kaum Muslimin dalam keadaan Muslim. Setibanya di Habasyah, ia memeluk agama Kristen. Ibn Ishaq berkata: "Apabila Ubaidillah lewat di hadapan kaum Muslimin, ia selalu berkata: "Aku telah berhasil membuka mata kami dan melihat, sedangkan kalian mencari penglihatan dan hingga kini belum bisa melihat."
Ibnu Ishaq berkata: kemudian Qais bin Abdullah, dia adalah salah seorang dari Bani Asad bin Khuzaimah. Ia ayah Umaiyyah binti Qais yang ikut pergi bersama Ummu Habibah. Ia keluar bersama istrinya, Barakah binti Yasar mantan budak Abu Sufyan. Umaiyyah binti Qais dan Barakah menyusui anak Ubadillah bin Jahsy dan Ummu Habibah. Ubaidillah bin Jahsy dan Ummu Habibah membawa kedua- nya ke Habasyah tatkala hijrah ke sana. Jadi jumlah seluruhnya dua orang.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qushai adalah sebagai berikut: Yazid bin Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad. Ia gugur sebagai syahid di Perang Hunain. Kemudian Amr bin Umaiyyah bin Al- Harits bin Asad, dia meninggal dunia di Habasyah. Jadi jumlah seluruhnya dua orang.
Dari Bani Abduddar bin Qushai adalah sebagai berikut: Abu Ar-Ruum bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar. Kemudian Firas bin An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah bin Alqamah bin Abdu Manaf bin Abduddar. Jadi jumlah seluruhnya dua orang.
Dari Bani Zuhrah bin Kilab bin Miarrah Cuma satu orang, dia adalah Al-Muthalib bin Azhar bin Abdu Manaf bin Abd bin Al-Harits bin Zuhrah ia pergi bersama istrinya, Ramlah binti Abu Auf bin Dhubair bin Sa'id bin Sa'ad bin Sahm. Al-Muthalib bin Azhar meninggal di Habasyah. Di sanateh, Ramlah binti Abu Auf melahirkan Abdullah bin Al-Muthalib. Ada yang mengatakan bahwa Abdullah bin Al-Mutht- hatib adalah seorang anak yang pertama kali mewarisi harta ayahnya dalam Islam.
Dari Bani Taym bin Murrah bin Ka’ab bin Luay satu orang, dia adalah Amr bin Utsman bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taym. Ia gugur sebagai syahid pada Perang Al-Qadisiyah t-atkala ikut terjun ke medan perang bersama Sa'ad bin Abu Waqqash.
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah bin Ka'ab adalah sebagai berikut: Habbar bin Sufyan bin Abdul Asad. Ia gugur sebagai syahid di Ajnadin salah satu kawasan di Syam pada masa pemerintahan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. Lalu saudara Habbar bin Sufyan, Abdullah bin Sufyan. Ia gugur sebagai syahid di Perang Yarmuk di Syam pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu. Akan tetapi ia diragukan, apakah ia gugur di perang tersebut atau tidak. Dan Hisyam bin Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah. Jadi jumlah seluruhnya tiga orang.
Dari Bani Jumah bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab adalah sebagai berikut: Hathib bin Al-Harits bin Ma'mar bin Habib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah bersama kedua anaknya, Muhammad dan Al- Harits, dan bersama istrinya, Fathimah binti Al-Muhallal. Hathib bin Al-Harits meninggal di Habasyah dalam keadaan Muslim, kemudian istri dan kedua anaknya tiba di Madinah dengan menaiki salah satu perahu. Kemudian saudara Hathib bin Al-Harits, Haththab bin Al-Harits, pergi bersama istrinya, Fukaihah binti Yasar. Haththab bin Al-Harits meninggal di Habasyah dalam keadaan Muslim, kemudian
 
istrinya pulang dengan menaiki salah satu perahu. Kemudian Sufyan bin Ma'mar bin Habib dan kedua anaknya, Junadah dan Jabir, dan juga ibu keduanya, Hasanah, dan saudara seibu keduanya, Syurahbil bin Hasanah. Sufyan bin Ma'mar dan kedua anaknya, Junadah dan Jabir, meninggal pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab. Jadi jumlah seluruhnya enam orang.
Dari Bani Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab adalah sebagai berikut: Abdullah bin Al-Harits bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm, la adalah seorang penyair dan meninggal dunia di daerah Habasyah. Qais bin Hudzafah bin Qais bin Adi bin Sa'id bin Sahm. Abu Qais bin Al-Harits bin Qais bin Adi bin Sa'id bin Sahm, ia gugur sebagai syahid di Perang Yamamah pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin Adi bin Sa'id bin Sahm, dia adalah utusan Rasulullah kepada Kisra Persia. Al-Harits bin Ai-Harits bin Qais bin Adi. Ma'mar bin Al-Harits bin Qais bin Adi. Bisyr bin Al-Harits bin Qais bin Adi. Saudara seibu Bisyr bin Al-Harits dari Bani Tamim yang bernama Sa'id bin Amr, ia gugur saat Perang Ajnadin sebagai syahid pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Sa'id bin Al-Harits bin Qais, ia gugur saat Perang Yarmuk sebagai syahid pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu. As-Saib bin Al-Harits bin Qais, ia terluka di Thaif bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan gugur saat Perang Fihl sebagai syahid pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu. Dan ada juga yang mengklaim bahwa ia gugur di Perang Khaibar, namun hal tersebut diragukan. Umair bin Riab bin Hudzaifah bin Mihsyam bin Sa'id bin Sahm, ia gugur di Ain At-Tamri saat bersama Khalid bin Al-Walid yang waktu itu dalam perjalanan pulang dari Yamamah pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash- Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Jadi jumlah seluruhnya sebelas orang.
Dari Bani Adi bin Ka'ab bin Luay adalah sebagai berikut: Urwah bin Abdul Uzza bin
Hurtsan bin Auf bin Ubaid bin Uwaij bin Adi bin Ka'ab, ia meninggal di daerah Habasyah. Adi bin Nadhlah bin Abdul Uzza bin Hurtsan, ia meninggal di Habasyah. Jadi jumlah seluruhnya dua orang.
Pada saat Adi bin Nadhlah pergi ke Ha-basyah, ia pergi bersama anaknya An-Nu'man bin Adi. Dan An- Nu'man sendiri adalah orang yang datang bersama kaum Muslimin dari Habasyah dan hidup sampai masa pemerintahan Umar bin Khaththab kemudian Umar bin Khaththab menjadikannya sebagai gubernur Maisyan, sebuah kawasan di Basrah. Di sana ia melantunkan beberapa bait syair:
Apakah telah terdengar oleh Hasna tentang sebuah kabar? Bahwa suaminya di Maisyan disuguhi minum dari kaca dan guci Jika aku suka seluruh gadis desa bernyanyi untukku
Juga para penari yang berlenggak-lenggok di atas jari-jarinya Bila kau menyesal maka berilah aku minum yang lebih banyak Jangan beri aku dengan minuman yang lebih sedikit
Mungkin Amirul Mukminin berburuk sangka
Kami menyesal berada di bawah reruntuhan bangunan nan tinggi
Tatkala bait-bait sya'ir tersebut sampai ke telinga Umar bin Khaththab ia marah lalu berkata: "Ya, demi Allah, itu sangat menggangguku. Maka barangsiapa yang bertemu dengan An-Nu'man bin Adi, katakan padanya bahwa aku mencopot dari jabatannya." Umar bin Khaththab pun mencopot An-Nu'man bin Adi. Setelah itu, pada saat An-Nu'man bin Adi pulang dan tiba di hadapan Umar bin Khaththab, ia meminta maaf dan berkata: "Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, aku Tidak berbuat apa-apa sebagaimana yang ada dalam syair yang engkau dengar, akan tetapi aku seorang penyair yang kelepasan bicara seperti yang biasa terjadi pada para penyair." Umar bin Khaththab berkata: "Demi Allah, janganlah engkau mengerjakan tugas apa pun untukku selagi aku hidup, karena ucapan yang engkau katakan."
 
Kemudian dari Bani Amir bin Luai bin Ghalib bin Fihr cuma satu orang, ia adalah Salith bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir, ia adalah utusan Rasulullah kepada Haudzah bin Ali AI-Hanafi di Yamamah.
Dari Bani Al-Harits bin Fihr bin Malik adalah sebagai berikut: Utsman bin Abdu Ghanm bin Zuhair bin Abu Syadad. Sa'ad bin Abdu Qais bin Laqith bin Amir bin Umaiyyah bin Dzarib bin Al-Harits bin Fihr dan lyadh bin Zuhair bin Abu Syadad. Jadi jumlah seluruhnya tiga orang.
Maka jumlah seluruh orang-orang yang hijrah ke Habasyah dan tidak datang kepada Rasulullah di Makkah, tidak ikut perang Badar dan kemudian datang setelah itu dan juga tidak diangkut Najasyi dengan dua perahu adalah tiga puluh empat orang.


Nama-nama Orang yang Hijrah dan Anak-anak Mereka yang Meninggal Dunia di Habasyah.
Ibnu Ishaq berkata: Dari Bani Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah Ubaidillah bin Jahsy bin Riab kolega Bani Umaiyyah. Ia meninggal dunia di Habasyah dalam keadaan Kristen.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qu- shay adalah Amr bin Umaiyyah bin Al-Harits bin Asad. Dari Bani Jumah adalah Hathib bin A-Harits dan saudaranya, Haththab bin Al-Harits.
Dari Bani Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab adalah Abdullah bin Al-Harits bin Qais.
Dari Bani Adi bin Ka'ab bin Luay adalah Urwah bin Abdul Uzza bin Hurtsan bin Auf dan Adi bin Nadhlah.
Jadi jumlah seluruh orang-orang yang hijrah ke Habasyah dan meninggal dunia di sana adalah tujuh orang.
Adapun dari anak-anak mereka yang meninggal dunia di Habasyah hanya dari Bani Taym bin Murrah saja yaitu satu orang, dan dia adalah Musa bin Al-Harits bin Khalid bin Shakhr bin Amir.
Sementara jumlah wanita Muslimah yang hijrah ke Habasyah baik yang kembali pulang atau meninggal dunia di sana, adalah enam belas orang, dan itu tidak termasuk putri-putri mereka yang lahir di sana. Dan inilah rincian nama-nama yang pulang lagi atau meninggal di sana, dan wanita- wanita yang hijrah bersama mereka:
Dari kaum Quraisy, sebagai berikut: dari Bani Hasyim adalah Ruqaiyyah binti Rasulullah.
Dari Bani Umaiyyah adalah Ummu Habibah binti Abu Sufyan bersama putrinya, Habibah. Ummu Habibah membawanya hijrah ke Habasyah dan juga membawanya pulang dari sana.
Dari Bani Makhzum adalah Ummu Salamah binti Abu Umaiyyah, ia pulang bersama putrinya, Zainab yang di lahirkan di Habsyah, hasil dari pernikahannya dengan Abu Salamah.
Dari Bani Taym bin Murrah adalah Raithah binti Al-Harits bin Jubailah. Ia pulang bersama kedua putrinya yang lahir di Habasyah, Aisyah binti Al-Harits dan Zainab binti Al-Harits dan bersama anak laki-lakinya, Musa bin Harits, namun mereka meninggal dunia ketika di perjalanan karena air yang mereka minum di jalan. Adapun yang tiba hanya salah seorang putrinya yang lahir di Habasyah dia bernama Fathimah. Dan tidak ada yang tersisa dari anak-anaknya kecuali dia.
Dari Bani Sahm bin Amr adalah Ramlah binti Abu Auf bin Dhubairah. Dari Bani'' Adi bin Ka'ab adalah Laila binti Abu Hatsmah bin Ghanim.
 
Dari Bani Amir bin Luay adalah sebagai berikut: Saudah binti Zam'ah bin Qais, Sahlah binti Suhail bin Amr, Putri Al-Muhallal, Amrah binti As-Satii bin Waqdan dan Ummu Kultsum binti Suhail bin Amr.
Adapun dari orang-orang Arab yang bernasab jauh adalah sebagai berikut: Asma'-binti Umais bin An- Nu'man Al-Khats amiyyah, Fathimah binti Shafwan bin Umaiyyah bin Muharrits Al-Kinaniyah, Fukaikah binti Yasar, Barakah binti Yasar, Hasanah ibu Syurahbil bin Hasanah.


Inilah nama anak-anak kaum Muslimin yang lahir di Habasyah
Dari Bani Hasyim, Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib.
Dari Bani Abdu Syams adalah sebagai berikut: Muhammad bin Abu Hudzaifah, Sa-id bin Khalid bin Sa'id saudara perempuan Sa'id dan Amah binti Khalid.
Dari Bani Makhzum adalah Zainab binti Abu Salamah bin Abdul Asad. Dari Bani Zuhrah adalah Abdullah bin Al-Muthalib bin Azhar.
Dari Bani Taym adalah Musabin Al-Harits bin Khalid dan saudari-saudari perempuannya, yaitu Aisyah binti Al-Harits, Fathimah binti A-l-Harits, dan Zainab binti Al-Harits.
Detailnya, anak laki-laki yang lahir di Ha-basyah berjumlah lima orang, yaitu: Abdullah bin Ja'far, Muhammad bin Abu Hudzaifah, Sa'id bin Khalid, Abdullah bin AI-Muthalib dan Musa bin Al-Harits.
Sementara anak-anak perempuan juga bepjumlah lima orang yaitu: Amah binti Khalid, Zainab binti Abu Salamah, Aisyah binti Al-Harits bin Khalid bin Shakhr, Zainab binti Al-Harits bin Khalid bin Shakhr, Fathimah binti Al-Harits bin Khalid bin Shakhr.


Umrah Pada Bulan Dzul Qa'dah Tahun Ketujuh Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Sekembalinya dari Khaibar, Rasulullah menetap di Madinah selama bulan Rabi'ul Awwal, Rabi'ul Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, dan Syawwal. Di sela-sela waktu antara budan-bulan itu, beliau meagirim para pengintai dan ekspedisinya.
Pada bulan Dzulqa'dah tahun ketujuh Hijriyah, pada bulan dimana beliau di hadang oleh orang-orang musyrik. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan dari Madinah untuk menunaikan ibadah umrah sebagai pengganti umrah yang pernah digagalkan oleh kaum musyrikin.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah memberi mandat kepada Uwaif bin Al-Adhbath Ad-Daili untuk menjadi imam di Madinah untuk sementara waktu. Umrah ini disebut umrah qishas, sebab dilaksanakan pada bulan DzuJqa'dah yang merupakan salah satu bulan haram, yaitu pada tahun keenam Hijriyah. orang-orang Quraisy melarang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melaksanakan umrah, lalu pada tahun berikutnya, tahun ketujuh Hijriah, beliau mengambil qishas (pembalasan) dari mereka yaitu dengan cara datang ke Makkah pada bulan Dzulqa'dah.
Aku mendengar riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata: Allah Ta 'ala menurunkan ayat berikut tentang umrah tersebut:

 
Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yangpatut dihormati, berlaku hukum qishash (QS. al-Baqarah: 194).
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat ke Makkah bersama para sahabat yang hendak ikut umrah pada tahun sebelumnya, namun gagal dilaksanakan. Saat orang- orang Quraisy mendengar keberangkatan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, mereka pergi meninggalkan Makkah. Orang-orang Quraisy saling berbicara diantara mereka bahwa Rasulullah dan para sahabat berada dalam kesulitan, tekanan, dan penderitaan.
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya berkata kepadaku dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma. yang berkata: Orang-orang Quraisy berbaris di Daar An-Nadwah untuk menyaksikan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabat. Ketika beliau dan para sahabat memasuki Masjidil Haram, beliau beridhthiba’ (menyembunyikan sebagian tangannya), dan mengeluarkan tangan kanannya lalu bersabda: "Semoga Allah merahmati orang yang memperlihatkan kekuatannya terhadap orang-orang Quraisy pada hari ini." Rasulullah menyentuh rukun, kemudian berlari-lari kecil bersama para sahabat hingga Baitullah tertutup oleh mereka, kemudian beliau menyentuh Rukun Yamani, dan terus berjalan hingga menyentuh bagian Hajar Aswad, beliau berlari- lari kecil pada tiga putaran pertama, dan berjalan di sisa putaran. I'bmu Abbas berkata: Orang-orang Quraisy melihat bahwa thawaf yang beliau lakukan berbeda dengan thawaf yang selama ini mereka lakukan. Rasulullah Shalllallahu 'Alaihi wa Sallam sengaja memperlihatkan thawaf dengan cara tadi itu kepada orang-orang Quraisy, karena beliau mendengar ucapan mereka bahwa beliau dan para sahabat berada dalam kesulitan, tekanan, dan penderitaan. Dan pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunaikan haji Wada', beliau mengerjakan thawaf seperti di atas kemudian thawaf semacam itu ditetapkan sebagai sunnah beliau.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr menceritakan kepadaku bahwa pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai di Makkah untuk melaksanakan umrah tersebut, tali kendali unta beliau dipegang Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu Anhu seraya menuturkan syair:
Hai orang-orang kafir, biarkanlah dia menempuh jalannya Biarkanlah karena semua kebaikan ada pada Rasul-Nya Wahai Tuhan, aku beriman kepada sabdanya
Ku yakin hak Allah pasti menerimanya Kami perangi kalian selaras takwilnya
Seperti kami perangi kalian selaras dengan wahyu-Nya
Kami serang kalian dengan pukulan yang melepaskan kepala dari lehernya Dan membuat sahabat kehilangan sahabat dekatnya.

Ibnu Hisyam berkata: "Bait syair, 'Kami perangi kalian selaras dengan takwilnya,' dan bait sesudahnya merupakan bait syair milik Ammar bin Yasir Radhiyallahu Anhuma yang diueapkannya dalam peristiwa yang berbeda. Dengan dalil bahwa Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu Anhuma menujukan syair tadi untuk orang-orang musyrikin, padahal mereka tidak mempercayai wahyu, sedangkan orang yang dibunuh sesuai dengan takwil ialah orang yang mempercayai wahyu.


Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam Menikah dengan Maimunah
Ibnu Ishaq berkata: Aban bin Shalih dan Abdullah bin Abu Najih meriwayatkan kepadaku dari Atha' bin Abu Rabah juga Mujahid bin Al-Hajjaj meriwayatkan kepadaku dari Ibnu Abbas Radiyallahu Anhuma, ia berkata: Pada perjalanan umrah tersebut Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam menikah dengan
 
Maimunah binti Al-Harits dan Al-Abbas bin Abdul Muthalib merupakan orang yang menikahkan beliau dengannya.
Ibnu Hisyam berkata: Maimunah binti At-Harits mewakilkan urusan dirinya kepada saudarinya Ummu Al-Fadhl, istri Al-Abbas bin Abdul Muthalib. Kemudian Ummu Al-Fadhl melimpahkan kepada suaminya, Al- Abbas bin Abdul Muthalib. Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam menikahi Maimunah binti Al-Harits di Makkah dengan mahar uang sebesar empat ratus dirham.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah berada di Makkah selama tiga hari. Pada hari ketiga, Huwaithib bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bersama dengan beberapa orang Quraisy lainnya datang kepada beliau, mereka diberi tugas oleh orang-orang Quraisy untuk mengusir beliau. Mereka berkata kepada Rasulullah: "Batas izin tinggalmu di Makkah telah habis, maka segeralah engkau pergi dari kami."
Rasulullah bersabda: "Apa yang akan menimpa kalian, andai kalian membiarkanku mengadakan resepsi pernikahan di tengah-tengah kalian lalu kalian ikut menghadirinya dan aku akan menyajikan hidangan makanan untuk kalian?" Orang-orang Quraisy berkata: "Kami tidak butuh makananmu. Pergilah!"
Rasulullah meninggalkan Makkah dan menugaskan Abu Rati', mantan budaknya untuk menjaga Maimunah binti Al-Harits, lalu dia menyusulnya kemudian bersama Maimunah binti Al-Harits di daerah Sarif. Di sanalah resepsi pernikahannya dilangsungkan. Pada bulan Dzulhijjah, Rasulullah pulang ke Madinah.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah meriwayatkankepadaku bahwa Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat berikut kepada Rasulullah:


Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kalianpasti memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kalian tidak merasa takut, maka Allah mengetahui apa yang tidak kalian ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. (QS. al-Fath: 27). Kemenangan yang dekat maksudnya adalah penaklukan Khaibar.


Perang Mu'tah Bulan Jumadal Ula Tahun Kedelapan dan Terbunuhnya Ja'far, Zaid dan Ibnu Rawahah
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal di Madinah pada sisa bulan Dzulhijjah dan terus hingga bulan Muharram, Shafar, Rabiul Awal, dan Rabiul Akhir. Pada bulan Jumada Ula, beliau mengirim pasukan ke Syam yang kemudian diantara mereka ada yang gugur di perang Mu'tah.
 
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja far bin Zubair meriwayatkan kepadaku dari Urwah bin Zubair, ia berkata: Pada bulan Jumadal Ula tahun kedelapan Hijriyah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengirim pasukan ke Mu'tah dan menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai panglima. Rasulullah bersabda: "Apabila Zaid gugur, maka panglima pasukan digantikan oleh Ja'far bin Abu Thalib. Apabila Ja'far bin Abu Thalib gugur, maka digantikan oleh Abdullah bin Rawahah."180


Pasukan Islam segera mengadakan persiapan dan bersiaga penuh untuk berangkat melaksanakan tugas dan kewajiban. Pasukan itu berjumlah tiga ribu personel. Saat keberangkatan tiba, kaum Muslimin melepas keberangkatan mereka dan mengucapkan salam perpisahan kepada para panglima pasukan. Ketika Abdullah bin Rawahah diberi ucapan selamat jalan oleh orang-orang yang melepas kepergian para panglima pasukan, ia menangis. Para sahabat bertanya: "Wahai Ibnu Rawahah mengapa engkau menangis?" Abdullah bin Rawahah menjawab: "Demi Allah, aku menangis bukan karena kecintaanku pada dunia atau kerinduanku pada kalian, namun karena aku pernah mendengar Rasulullah membaca ayat Al-Qur'an tentang neraka:


Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi neraka tersebut; hal ini bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan (QS. Maryam: 71).
Aku tidak tahu seperti apa nasib diriku setelah kematian. Kaum Muslimin berkata: Semoga Allah menyertai, melindungi serta mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan selamat.
Kemudian Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu Anhu menuturkan syair:
Aku memohon ampunan pada Sang Maha Penyayang Dan pukulan dahsyat yang memancarkan darah
Atau tikaman oleh manusia haus darah Dengan tombak yang menembus usus dan hati
Hingga orang-orang berkata tatkala melewati kuburanku,
Semoga Allah memberi petunjuk kepada tentara dan ia telah menggapainya

Ibnu Ishaq berkata: Pada saat pasukan siap untuk berangkat, Abdullah bin Rawahah menghadap Rasulullah dan mengucapkan salam perpisahan kepadanya.
Ibnu Ishaq berkata: Lalu pasukan tersebut berangkat dan dilepas oleh Rasulullah. Setelah beliau melepas dan berpisah dengan mereka, Abdullah bin Rawahah bertutur:
Semoga damai tercurah kepada orangyangku tinggalkan di Madinah Sebaik-baik penjaga dan sahabat
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian pasukan Islam berangkat dan singgah di sebuah daerah di Syam bernama Ma'an. Di sana, mereka mendengar kabar bahwa Heraklius telah tiba di Ma'ab, sebuah daerah di Al-Balqa', dengan membawa seratus ribu tentara Romawi dan seratus ribu tentara sekutu dari Lakhm, Judzam, Al-Yaqin, Bahra', dan Baly yang dipimpin salah seorang dari Baly kemudian dari Irasyah yang bernama Malik bin Zafilah. Pada saat kaum Muslimin mendapatkan informasi itu, mereka
 
tinggal di Ma'an selama dua malam untuk berfikir mencari solusi. Sebagian mereka berpendapat: "Kita harus mengirim surat kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk memberitahukan kepadanya jumlah kekuatan pasukan musuh, agar beliau mengirim pasukan tambahan atau memerintahkan kita kembali pulang."
Abdullah bin Rawahah memotivasi mereka seraya berkata: "Wahai kaum Muslimin, demi Allah, sesungguhnya hal yang kalian takuti ini pada hakikatnya inilah yang kalian cari yaitu mati syahid. Kita tidak memerangi musuh karena jumlah kita banyak atau kekuatan. Tapi, kita memerangi mereka dengan agama ini yang menjadikan kita dimuliakan oleh Allah. Berangkatlah, kalian akan mem- peroleh salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau mati syahid." Kaum Muslimin berkata: "Demi Allah, apa yang dikatakan Abdullah bin Rawahah adalah benar." Maka kaum muslimin pun berangkat.
Ibnu Ishaq berkata: Pasukan kaum Muslimin pun berangkat. Kemudian Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa ia diberitahu dari Zaid bin Arqam, ia berkata: Aku adalah seorang anak yatim dalam asuhan Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu Anhu. Dalam perjalanan ini, ia membawaku dan menempatkanku di kantong besar yang ada pada unta. Demi Allah, pada saat ia berjalan pada suatu malam, aku mendengarya menuturkan syair berikut ini:
Bila engkau membawaku mengangkut perbekalanku Dalam perjalanan empat hari di tanah berair penuh batu Maka nikmatilah hidup dan kau tidak tercela
Dan aku tidak akan kembali ke keluarga di belakang Kaum Muslimin telah pergi dan mereka meninggalkan aku Di daerah Syam karena senang berdiam di sana
Engkau wahai kudaku, ditinggalkan orang yang memiliki nasab dekat Kepada Ar-Rahman dalam keadaan persaudaraan yang terputus
Disana, aku tidakpeduli dengan buah-buahan yang tergantung pada hujan Dan kurma yang akarnya disirami oleh manusia

Saat mendengar untaian bait-bait syair tersebut, aku menangis. Abdullah bin Rawahah memukulku dengan tongkat kecil seraya berkata: "Anakku, apa salahnya jika Allah menganugrahkan kepadaku mati syahid dan engkau pulang pada salah satu kantong pelana unta ini?" situ, Abdullah bin Rawahah bertutur:
Wahai Zaid, wahai" Zaid unta yang berjalan cepat, malam telah berlalu Engkau telah mendapat petunjuk, maka turunlah

Pertempuran Kaum Muslimin dengan Pasukan Romawi
Ibnu Ishaq berkata: Pasukan Islam terus berjalan. Ketika mereka tiba di perbatasan Al-Balqa' tepatnya di desa Masyarif, mereka berpapasan dengan pasukan Romawi dan pasukan sekutu Arab. Kedua pasukan itu saling merapat, namun kaum Muslimin bergerak menuju daerah Mu'tah. Di sanalah, kedua belah pihak berhadapan. Kaum Muslimin bersiap-siap menghadapi musuh dengan menunjuk Quthbah bin Qatadah seorang sahabat dari Bani Udzrah sebagai pemimpin pasukan sayap kanan sedangkan pada sayap kiri dipimpin oleh Ubayah bin Malik seorang sahabat dari kaum Anshar.
Ibnu Hisyam berkata: Pendapat lain mengatakan namanya Ubadah bin Malik.


Zaid bin Haritsah Radhiyallahu Anhu Gugur sebagai Syahid
 
Ibnu Ishaq berkata: Kedua belah pihak saling berhadapan lalu saling serang. Zaid bin Haritsah bertempur dengan memegang panji perang Rasulullah hingga gugur karena terkena tikaman tombak musuh.


Kepeminpinan dan Syahidnya Ja'far
Kemudian panji perang diambil alih oleh Ja'far bin Abu Thalib. Saat perang berkecamuk, Ja'far bin Abu Thalib turun dari kudanya dan menyembelih kudanya tersebut. Kemudian ia bertempur hingga gugur. Dalam sejarah Islam, Ja'far bin Abu Thalib merupakan orang yang pertama kali menyembelih kudanya di medan perang.
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair meriwayatkan kepadaku dari ayahnya, Abbad, ia berkara: Ayahku adalah warga Bani Murrah bin Auf dan hadir pada Perang Mu'tah, Ia berkata: "Demi Allah, pada saat aku menyaksikan Ja'far bin Abu Thalib turun dari kudanya, lalu menyembelihnya, kemudian bertempur hingga terbunuh, ia bertutur:
Betapa indah dan dekatnya surga Minumannya baik dan menyegarkan
Orang-orang Romawi sungguh dekat siksanya Mereka kafir dan bernasab jauh
Jika bertemu, akan kuserang mereka

Ibnu Hisyam berkata: Seorang yang aku percayai meriwayatkan kepadaku bahwa Ja'far bin Abu Thalib mempertahankan panji perang dengan tangan kanannya hingga putus, kemudian ia memegangnya dengan tangan kiri hingga putus, lalu ia dekap dengan kedua lengannya hingga ia pun gugur pada usianya yang ketiga puluh tiga tahun. Allah Ta'ala memberinya balasan berupa dua buah sayap sehingga ia dapat terbang di dalam surga sesuka hatinya. Pendapat lain mengatakan bahwa salah seorang tentara Romawi memukulnya dan tubuhnya terbelah menjadi dua bagian.


Komando Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu Anhu dan Kematiannya
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair meriwayatkan kepadaku dari ayahnya, Abbad, ia berkata: ayahku merupakan warga Bani Murrah bin Auf, ia kepadaku: Tatkala Ja'far bin Abu Thalib menemui kesyahidannya, Abdullah bin Rawahah cepat bertindak dengan mengambil alih panji perang. Ia maju dengan membawa bendera perang itu dengan mengendarai kuda dan terjun ke medan perang, namun dia sedikit ragu, kemudian ia bertutur:
Aku bersumpah: Wahai diriku engkau harus terjun ke medan laga Kau harus terjun ke medan laga atau kupaksa engkau menerjuninya Manusia telah siaga dan berteriak kencang
Lalu kenapa kulihat kau tak suka surga Sudah sekian lama engkau merasa tentram
Engkau hanyalah setetes air mani di himpitan daging
Abdullah bin Rawahah juga bertutur:
Wahai diriku jika tidak terbunuh, engkaupun kan mati jua Kekang kematian kini telah mengenaimu
Apa yang engkau impikan telah diberikan kepadamu
 
Jika engkau mengerjakan perbuatan keduanya, kau pasti dapat petunjuk

Adapun yang dimaksud dengan "keduanya" pada bait syair itu ialah Zaid bin Haritsah dan Ja'far bin Abu Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: kemudian, Abdullah bin Rawahah maju ke medan laga. Kala itu, ia dihampiri saudara sepupunya yang membawa sepotong tulang yang masih terdapat daging padanya. Saudara sepupunya itu berkata: "Makanlah daging ini agar badanmu tambah kuat, sesungguhnya hari-hari ini engkau berada dalam hari-hari yang melelahkan." Abdullah bin Rawahah pun mengambil daging tersebut menggigitnya. Tiba-tiba dia mendengar suara pertempuran, ia pun berkata: "Apakah engkau masih hidup di dunia?!". Ia pun segera membuang daging tersebut dan mengambil pedangnya lalu bertempur hingga gugur sebagai syahid.
Sepeninggal Abdullah bin Rawahah, panji perang diambil alih oleh Tsabit bin Arqam dari Bani Al-Ajlan. Ia berkata: "Wahai kaum Muslimin, pilihlah salah seorang dari kalian untuk menjadi panglima pasukan." Kaum Muslimin berkata: "Engkaulah panglima perang kami." Tsabit bin Arqam berkata: "Aku tidak bersedia." Kemudian kaum Muslimin mengangkat Khalid bin Walid untuk menjadi panglima pasukan. Ketika Khalid bin Walid mengambil panji perang, ia pun menyerang musuh, namun kemudian mundur dan pulang bersama kaum Muslimin.


Berita Dari Rasulullah Tentang Apa yang Terjadi Pada Kaum Muslimin dan Orang Romawi
Ibnu Ishaq berkata: Ketika para panglima pasukan Islam gugur, Rasulullah bersabda: "Panji perang dipegang Zaid bin Haritsah kemudian dia bertempur hingga gugur sebagai syahid, lalu panji perang diambil alih oleh Ja'far bin Abu Thalib, diapun bertempur hingga gugur sebagai syahid." Kemudian Rasulullah terdiam sejenak hingga rona wajah orang-orang Anshar berubah dan mengira telah terjadi sesuatu yang tidak mereka sukai pada Abdullah bin Rawahah. Kemudian Rasulullah melanjutkan sabdanya: "Kemudian panji perang diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah, lalu dia bertempur hingga gugur sebagai syahid." Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terus melanjutkan sabdanya: "Diperlihatkan kepadaku dalam mimpi, bahwa mereka berada di surga di atas singgasana terbuat dari emas. Aku melihat singgasana Abdullah bin Rawahah miring tidak seperti singgasana dua sahabatnya. Aku bertanya: "Mengapa singgasana Abdullah bin Rawahah miring?" Dikatakan kepadaku: "Tatkala Zaid bin Haritsah dan Ja'far bin Abu Thalib maju ke medan laga tanpa ragu, sedang Abdullah bin Rawahah sedikit ragu sebelum ia bertempur."181



Duka Cita Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam Atas Meninggalnya Ja'far dan wasiat-wasiatnya untuk Keluarganya
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku dari Ummu Isa Al-Khuza iyyah dari Ummu Ja'far binti Muhammad bin Ja'far bin Abu Thalib dari neneknya, Asma binti Umais, ia menceritakan: Ketika Ja'far dan para sahabat gugur, Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam datang berta'ziah kepadaku. Saat itu, aku baru selesai menyamak sebanyak empat puluh kulit, membuat adonan roti, memandikan anak-anakku, meminyaki rambut, dan membersihkan mereka. Rasulullah bersabda: "Bawalah kemari anak-anak Ja'far." Aku pun segera membawa anak-nakku ke hadapan beliau, lalu Rasulullah mencium mereka satu persatu dengan air mata berlinang. Aku berkata: "Wahai
 
Rasulullah, apa yang membuat engkau menangis? Apakah engkau telah mendapat berita tentang Ja'far dan para sahabatnya?" Rasulullah bersabda: "Mereka gugur pada hari ini." Aku pun berdiri dan berteriak hingga wanita-wanita berkumpul di sekitarku. Lalu Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam keluar dari rumahku seraya bersabda: "Janganlah kalian lupa memasak makanan bagi keluarga Ja'far, sebab mereka telah disibukkan dengan kematian Ja'far."182


Ibnu Ishaq berkata: Abdurrahman bin Al-Qasim bin Muhammad meriwayatkan kepadaku dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata: Saat berita tentang gugurnya Ja'far bin Abu Thalib sampai, aku melihat rona duka pada wajah Rasulullah Shallallahu Alalhi wa Sallam.
Salah seorang sahabat masuk ke tempat beliau dan berkata: "Wahai Rasulullah, para wanita membuat kami repot dan sangat mengganggu." Rasulullah bersabda: "Temuilah mereka dan perintahkan agar mereka diam!" Sahabat tersebut pergi namun datang kembali dan mengatakan hal yang sama. Aku berkata: "Bisa saja berlebih-lebihan akan membahayakan pelakunya." Rasulullah bersabda: "Pergilah ke tempat mereka dan suruhlah mereka untuk diam. Jika mereka tetap tidak diam, maka taburkan tanah ke mulut mereka." Aku berkata dalam hati tentang sahabat tersebut: "Demi Allah, engkau tidak membiarkan dirimu bebas dan kau tidak taat kepada Rasulullah." Aku tahu sahabat itu tidak sanggup menaburkan tanah ke mulut para wanita tersebut.183


Ibnu Ishaq berkata: Quthbah bin Qatadah Al-Udzri, pemimpin pasukan sayap kanan tentara kaum Muslimin menyerang Malik bin Zafilah dan berhasil menewaskannya. Quthbah bin Qatadah bertutur:
Ku tusuk anak Zafilah bin Al-Irasy
Dengan tombak yang menembus tubuhnya kemudian merobeknya
Aku pukul lehernya hingga miring laksana miringnya ranting pohon As-Salam Kami giring wanita-wanita sepupunya
Pada hari Ruqaiqah laksana domba-domba

Ibnu Hisyam berkata: Kata "Bin Al-Irasy," bukan berasal dari Ibnu Ishaq.
Sedangkan bait ketiga berasal dari Khallad bin Qurrah. Pendapat lain mengatakan Malik bin Rafilah.


Dukun wanita Hadas dan Peringat- an Atas Kaumnya
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat mendengar kepulangan pasukan kaum Muslimin, dukun wanita dari Hadas berkata mengingatkan kaumnya di sebuah perkampungan yang bernama Bani Ghanm: "Aku peringatkan kalian terhadap sebuah kaum yang melihat dengan memicingkan mata dan penuh lirik- an, menuntun unta dengan berurutan, dan menumpahkan darah kotor." Orang-orang Bani Ghanm mematuhi ucapan dukun wanita itu dan menyingkir dari Lakhm. Setelah itu Hadas tetap menjadi sebuah kabilah yang besar dan makmur.
Sedangkan orang-orang yang menyulut api perang pada saat itu adalah Bani Tsa'labah, merupakan salah satu kabilah di Hadas yang terus berkurang setelah itu. Setelah Khalid bin Walid berhasil mundur, ia pulang ke Madinah bersama para pasukan Islam.
 
Pasukan Islam Pulang Ke Madinah, Sambutan Rasulullah serta Kemarahan Kaum Muslimin
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair berkata kepadaku dari Urwah bin Zubair yang berkata: Pada saat pasukan kaum Muslimin mendekati kawasan Madinah, mereka disambut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kaum Muslimin, dan anak-anak sambil berlarian. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama kaum Muslimin datang ke tempat itu dengan menunggang kuda. Beliau bersabda: "Ambillah anak-anak, bawa mereka, dan berikan kepadaku anak Ja'far. Maka' Abdullah bin Ja'far dibawa kehadapan Rasulullah kemudian beliau mengambilnya dan membawanya. Adapun Kaum Muslimin menaburkan tanah ke arah pasukan kaum Muslimin sambil berkata: "Wahai orang-orang yang lari, kalian lari dari jalan Allah." Rasulullah bersabda: "Mereka tidak melarikan diri, namun akan balik kembali, Insya Allah."
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr berkata kepadaku, dari Amir bin Abdul¬lah bin Zubair, dari beberapa anggota keluarga Al-Harits bin Hisyam —mereka adalah pa- man-pamannya— yang berkata: Dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha, isteri Rasulullah: Ia bertanya kepada istri Salamah bin Hisyam bin Al-Ash bin AI-Mughirah: "Kenapa aku tidak melihat Salamah ikut shalat berjamaah bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya?" Istri Salamah bin Hisyam menjawab: 'Demi Allah, ia tidak bisa keluar, sebab setiap kali ia keluar, orang-orang selalu mengejeknya: "Hai orang-orang yang lari, kalian lari dari jalan Allah." Oleh sebab itulah, ia berdiam diri di rumah dan tidak berani keluar."
Ibnu Ishaq berkata: Perihal apa yang terjadi pada pasukan kaum Muslimin dan keputusan Khalid bin Walid untuk menghindari musuh, serta kepulangannya bersama pasukan. Dengan demikian Qais menjelaskan apa yang menjadi perselisihan di tengah penduduk Madinah dalam syairnya ini. Bahwa banyak orang yang tidak suka dan mengelak dari kematian dan dia menyatakan bahwa langkah Khalid bersama pasukannya adalah benar.
Ibnu Hisyam berkata: Az-Zuhri berkata bahwa setelah ketiga panglima pasukan kaum Muslimin gugur, maka kaum Muslimin di pimpin oleh Khalid bin Walid hingga Allah memberi kemenangan kepada mereka. Khalid bin Walid tetap menjadi panglima pasukan hingga tiba di tempat Rasulullah.


Syuhada' Mu'tah Inilah nama- nama syuhada' kaum Muslimin di Perang Mu'tah
Ibnu Ishaq berkata: Di antara para syuhada' dari kaum Quraisy, kemudian dari Bani Hasyim adalah sebagai berikut: Ja'far bin Abu Thalib dan Zaid bin Haritsah Radhiyallahuma.
Dari Bani Adi bin Ka'ab adalah Mas'ud bin Al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah. Dari Bani Malik bin Hisl adalah Wahb bin Sa'ad bin Abu Sarh.
Adapun para syuhada dari kaum Anshar, kemudian dari Bani Al-Harits bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut: Abdullah bin Rawahah, Abbad bin Qais.
Dari Bani Ghanm bin Malik bin An-Najjar adalah Al-Harits bin Nu'man bin Isaf bin Nadhlah bin Abdun bin Auf bin Ghanm.
Dari Bani Mazin bin An-Najjar adalah Suraqah bin Amr bin Athiyyah bin Khansa.
 
Ibnu Hisyam berkata: Ibnu Syihab berkata: Di antara syuhada Perang Mu'tah dari Bani Mazin bin An- Najjar adalah kedua anak Amr bin Zaid Bin "Auf bin Mabdzul yakni Abu Kulaib dan Jabir. Mereka berdua adalah saudara kandung.
Dari Bani Malik bin Afsha adalah sebagai berikut: Amr dan Amir bin Sa'ad bin Al-Harits bin Abbad bin Sa'ad bin Amir bin Tsa'labah bin Malik bin Afsha.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan bahwa Abu Kilab dan Jabir adalah kedua anak Amr.


Faktor-Faktor yang Mendorong Keberangkatan ke Makkah dan Pembukaan Kota Makkah Pada Bulan Ramadhan Tahun ke 8 Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menetap di Madinah pada bulan Jumadil Akhir dan Rajab setelah pengiriman pasukan Islam ke Mu'tah Ibnu Ishaq berkata:Tak lama berselang, kabilah Bani Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah menyerang kabilah Khuza'ah pada saat mereka berada di mata air mereka di Makkah Bawah yang bernama Al-Watir. Faktor penyebab perang antara kabilah Bani Bakr dengan kabilah Khuza'ah adalah karena orang dari Bani Al-Hadhrami yang bernama Malik bin Abbad -saat itu Bani Al-Hadhrami bersepakat dengan Bani Al-Aswad bin Razn Ad- Daili dari kabilah Bani Bakr- berangkat untuk berdagang. Pada saat ia berada di tengah-tengah kawasan Khuza'ah, orang-orang dari kabilah Khuza'ah menyerangnya dan membunuhnya kemudian mereka merampas harta miliknya. Maka sebagai balasanya, kabilah Bani Bakr balik menyerang salah seorang dari kabilah Khuza'ah yang kemudian membunuhnya. Sebelum Islam datang, orang-orang dari kabilah Khuza'ah menyerang Bani Al-Aswad bin Razn Ad-Daili dan mereka adalah tokoh dan pemuka kaumnya, yaitu Salma, Kultsum, dan Dhuaib, serta membunuh mereka di Araf di perbatasan tanah bertanda batu yang menunjukkan batas tanah haram.
Ibnu Ishaq berkata: Salah seorang dari Bani Ad-Dail berkata kepadaku bahwa pada zaman Jahiliyah, Bani Al-Aswad bin Razn Ad-Dail diberi diyat dua kali lipat, sedangkan mereka membayar satu diyat. Hal tersebut karena kemuliaan mereka atas kami.
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat kabilah Bani Bakr dan kabilah Khuza'ah terlibat konflik seperti itu, Islam meredam kedua belah pihak berperang karena masing-masing pihak lebih sibuk memikirkan Islam. Dan pada saat Perdamaian Hudaibiyah yang terjadi antara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan orang-orang Quraisy yang di dalamnya disyaratkan-sebagaimana diriwayatkan kepadaku oleh Az-Zuhri dari Urwah bin Zubair dari Al-Miswar bin Makhramah, Marwan bin Al-Hakam, dan ulama- ulama lainnya bahwa barangsiapa ingin masuk ke dalam perjanjian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam maka ia masuk ke dalamnya dan barangsiapa ingin masuk ke dalam perjanjian Quraisy maka hendaklah ia masuk ke dalamnya. Oleh sebab itu, kabilah Bani Bakr memilih masuk ke dalam perjanjian Quraisy sedang kabilah Khuza'ah masuk ke dalam perjanjian Rasulullah. Dan pada saat itulah, Bani Ad- Dail dari kabilah Bani Bakr menggunakan kesempatan untuk membalas dendam atas kematian orang- orang dari Bani Al-Aswad bin Razn Ad-Daili yang dibunuh kabilah Khuza'ah. Oleh karena itulah, Naufal bin Muawiyah Ad-Daili, pemimpin Bani Ad-Dail dari kabilah Bani Bakr, keluar bersama mereka, walaupun tidak semua Bani Bakr keluar mengikutinya, ia tetap menyerang kabilah Khuza'ah yang saat itu sedang berada di Mata Air mereka yang bernama Al-Watir secara tiba-tiba dan membunuh salah satu dari mereka. Dan setelah itu, setiap orang bergabung kepada kabilahnya masing-masing dan bertempur.
Sementara itu, Bani Ad-Dail dari kabilah Bani Bakr mendapat suplai senjata dari kaum Quraisy dan beberapa orang Quraisy ikut terjun membela Bani Ad-Dail dari Bani Bakr di malam hari secara
 
sembunyi-sembunyi. Perang pun terus berkecambuk sampai akhirnya Bani Ad-Dail dari kabilah Bani Bakr berhasil mendesak kabilah Khuza'ah mundur ke tanah haram. Pada saat kabilah Khuza'ah sampai di tanah haram, orang-orang Bani Ad-Dail dari kabilah Bani Bakr berkata: "Wahai Naufal, kita telah memasuki tanah haram. Ingatlah engkau akan Tuhanmu. Ingatlah engkau akan Tuhanmu." Naufal bin Muawiyah Ad-Daili mengucapkan kata-kata umpatan berat: "Tidak ada Tuhan di hari ini wahai Bani Bakr, maka lampiaskan semua dendam kalian. Aku bersumpah, kalian telah mencuri di tanah haram, kenapa kalian tidak melampiaskan dendam kalian di dalamnya?".
Saat Bani Ad-Dail dari kabilah Bani Bakr menyerang kabilah Khuza'ah di Mata Air Al-Watir pada malam hari, mereka berhasil menangkap seorang lelaki dari kabilah Khuza'ah bernama Munabbih berhati lembut. Saat itu dia sedang keluar bersama seorang temannya, Tamim bin Asad. Munabbih berkata kepada Tamim bin Asad, "Wahai Tamim, selamat- kanlah dirimu sendiri. Tinggalkanlah aku, sesungguhnya aku akan mati. Baik mereka membunuhku atau membiarkanku. Sungguh hatiku telah hancur luluh." Tamim bin Asad pun pergi dengan cepat untuk menyelamatkan diri. Bani Ad-Dail dari kabilah Bani Bakr menemukan Munabbih lalu membunuhnya. Pada waktu kabilah Khuza'ah tiba di Makkah, mereka berlindung di rumah Budail bin Warqa' dan di rumah mantan budak mereka, Rafi. Tamim bin Asad lalu memohon maaf atas tindakannya meninggalkan Munabbih.


Kabilah Khuza'ah Meminta Perlindungan dari Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Pada waktu kabilah Bani Bakr bersekongkol dengan Quraisy untuk menyerang kabilah Khuza'ah, menangkap salah seorang dari mereka, melanggar perjanjian dengan Rasulullah, serta untuk membunuh orang-orang dari kabilah Khuza'ah walaupun sebenarnya kabilah Khuza'ah adalah sekutu Rasulullah, maka Amr bin Salim dari Khuza'ah dari Bani Ka'ab pergi ke Madinah untuk menemui Rasulullah. Peristiwa ini merupakan faktor yang mendorong terjadinya pembebasan Makkah. Amr bin Salim berdiri di hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang sedang duduk bersama muslimin di masjid.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Amr bin Salim, engkau akan dibantu." Kemudian langit mendung ditampakkan kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya awan ini datang membawa pertolongan bagi Bani Ka'ab, kabilah Khuza'ah.
Budail bin Warqa' dan beberapa orang dari kabilah Khuza'ah pergi ke Madinah untuk menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Setibanya di Madinah, mereka melaporkan kepada beliau apa yang menimpa kepada mereka dan tentang dukungan Quraisy terhadap kabilah Bani Bakr dalam menyerang mereka. lantas mereka kembali pulang ke Makkah. Sebelumnya, Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda: "Nampaknya Abu Sufyan bin Harb akan datang kepada kalian untuk menguatkan perjanjian dan memperpanjang masa berlakunya."
Budail bin Warqa' dan para sahabatnya pergi hingga bertempu dengan Abu Sufyan bin Harb di Usfan. Dia diutus oleh orang-orang Quraisy untuk menemui Rasulullah untuk menguatkan perjanjian dan memperpanjang masa berlakunya, sebab mereka ketakutan atas tindakan mereka sendiri membantu kabilah Bani Bakr. Pada saat Abu Sufyan bin Harb bertemu Budail bin Warqa', ia bertanya kepadanya: "Dari mana engkau datang, wahai Budail." Abu Sufyan bin Harb menduga bahwa Budail bin Warqa' baru saja menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Budail bin Warqa' menjawab: "Aku baru saja rekreasi di pantai dan di lembah ini bersama orang- orang kabilah Khuza'ah." Abu Sufyan bin Harb bertanya: "Apakah engkau baru kembali dari Muhammad?." Budail bin Warqa' menjawab: "Tidak." Saat Budail bin Warqa' tiba di Makkah, Abu Sufyan bin Harb berkata: "Apabila Budail bin Warqa' baru datang dari Madinah, pasti untanya memakan biji kurma." Kemudian Abu Sufyan bin Harb segera
 
mendatangi tempat pemberhentian unta Budail bin Warqa' dan mengambil kotoran untanya. Ia mengurai kotoran unta tersebut dan mendapati biji kurma padanya. Lalu ia berkata: "Aku bersumpah bahwa Budail bin Warqa' telah menemui Muhammad."
Maka berangkatlah Abu Sufyan bin Harb ke Madinah. Setibanya di sana, ia masuk ke rumah putrinya, Ummu Habibah binti Abu Sufyan bin Harb. Pada saat hendak duduk di atas kasur Rasulullah, Ummu Habibab melipatnya karena tidak menginginkan Abu Sufyan bin Harb duduk di sana. Abu Sufyan bin Harb berkata: "Wahai putriku, aku tidak tahu apakah engkau tidak menyukaiku duduk di atas kasur ini atau engkau tidak menyukai diriku." Lalu Ummu Habibah menjawab: "Kasur ini milik Rasulullah, adapun engkau adalah seorang musyrikyang najis. Aku tidak sudi engkau duduk di atas kasur itu." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Demi Allah, setelah engkau berpisah denganku, engkau menjadi orang berperangai buruk."
Kemudian dia keluar dan datang ke tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ia berbicara depadanya, namun beliau tidak meresponnya. Lalu Abu Sufyan bin Harb pergi ke tempat Abu Bakar untuk memintanya ber bicara dengan Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, tapi Abu Bakar pun menolaknya, ia berkata: "Aku tidak mau melakukannya." Lalu Abu Sufyan bin Harb mendatangi Umar bin Khaththab, tapi Umar bin Khaththab menimpalinya dengan ucapan: "Apakah pantas Aku memberi pembelaan untukmu di hadapan Rasulullah?!! Demi Allah, andai aku tidak memiliki apapun kecuali hanya seekor semut kecil, aku akan memerangimu dengannya." Abu Sufyan bin Harb pun keluar dari rumah Umar bin Khaththab dan pergi menuju rumah Ali bin Abu Thalib, kala itu dia sedang bersama istrinya, Fathimah dan anak mereka, Hasan bin Ali yang sedang merangkak dengan kedua tangannya. Abu Sufyan bin Harb berkata: "Hai Ali, engkau orang yang paling sayang padaku. Aku datang kepadamu untuk sebuah kepentingan. Oleh sebab itu, janganlah kalian memulangkan aku dalam keadaan kecewa. Bantulah aku di hadapan Rasulullah." Ali bin Abu Thalib berkata: "Wahai Abu Sufyan, Celakalah engkau!. Demi Allah, Rasulullah telah bertekad untuk melakukan sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi."
Abu Sufyan bin Harb melirikkan pandangannya ke arah Fathimah, lalu berkata: "Wahai putri Muhammad, maukah engkau menyuruh anak kecilmu ini untuk memberikan perlindungan kepada manusia, semoga kelak dia menjadi pemimpin Arab sepanjang zaman?" Fathimah menjawab: "Demi Allah, anakku belum mampu melindungi manusia dan tidak ada seorang pun yang bisa melindungi mereka dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam." kemudian Abu Sufyan bin Harb berkata kepada Ali bin Abu Thalib: "Wahai Abu Hasan, nampaknya persoalan ini menjadi semakin rumit bagiku, maka berilah aku nasihat." Ali bin Abu Thalib berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui sesuatu yang bermanfaat bagimu. Engkau adalah pemimpin Bani Kinanah, maka berdiri dan lindungilah manusia, dan pulanglah ke tempat asalmu." Abu Sufyan bin Harb bertanya: "Apakah yang demikian ini berguna bagiku?" Ali bin Abu Thalib menjawab: Tidak, demi Allah. Aku kira hal tersebut tidak bermanfaat bagimu, namun aku tidak melihat pilihan lain yang lebih baik untukmu." Abu Sufyan bin Harb pergi ke masjid seraya berkata: "Wahai manusia, aku telah memberikan perlindungan kepada manusia."
Setelah mengatakan ucapannya tadi, Abu Sufyan bin Harb menaiki untanya dan balik ke Makkah. Sesampainya di Makkah, orang-orang Quraisy bertanya padanya: "Berita apakah yang engkau bawa?" Abu Sufyan bin Harb menjawab: "Aku telah menemui Muhammad dan berbicara dengannya, namun ia tidak memberi respon sedikit pun. Kemudian aku menemui Abu Bakar, namun aku tidak melihat kebaikan terpancar padanya. Lalu aku datangi Umar bin Khaththab dan mendapatinya orang yang paling kencang permusuhannya.
Ibnu Ishaq berkata: Kemudian aku datang kepada Ali bin Abu Thalib dan mendapatkan dia sebagai orang yang paling lembut. Ia memberi nasehat padaku untuk melakukan sesuatu. Tapi, demi Allah,
 
aku tidak tahu apakah itu akan berguna bagiku atau tidak." Orang-orang Quraisy bertanya: "Apa yang Ali perintahkan kepadamu?" Abu Sufyan bin Harb menjawab: "la menyuruhku melindungi manusia dan aku pun melakukannya," jawab Abu Sufyan. Orang-orang Quraisy bertanya: "Apakah Muhammad mengizinkan itu?" Abu Sufyan bin Harb menjjawab: "Tidak." Orang-orang Quraisy berkata: "Celakalah engkau, engkau telah dipermainkan oleh Ali bin Abu Thalib. Semua yang engkau katakan tadi tidak berguna bagimu." Abu Sufyan bin Harb berkata:
"Demi Allah, tidak ada pilihan lain bagiku."
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kaum Muslimin mempersiap- kan diri mereka dan memerintahkan keluarga beliau untuk menyiapkan keperluan beliau. Abu Bakar masuk ke rumah anaknya, Aisyah yang sedang menyiapkan keperluan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu berkata: "Anakku, apakah Rasulullah menyuruhmu menyiapkan keperluan beliau?" Aisyah men- jawab: "Ya," Oleh karena itu, bersiap-siaplah engkau." Jawab Aisyah. Abu Bakar bertanya lagi: "Apakah engkau tahu hendak kemana beliau akan pergi?" Aisyah menjawab: "Demi Allah, aku tidak tahu."
Tidak lama kemudian, Rasulullah mengumumkan bahwa beliau segera berangkat ke Makkah dan memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya. Lalu beliau membaca do'a: "Ya Allah, tutuplah penglihatan dan pendengaran orang-orang Quraisy agar tidak mengetahui informasi keberangkatan kami, supaya kami bisa menyerang mereka dengan mengejutkan di dalam negeri mereka sendiri." Kaum Muslimin pun segera bersiap-siap.
Hassan bin Tsabit Radhiyallahu Anhu menuturkan bait-bait sya'ir untuk memberi motivasi kepada kaum muslimin dan menyebutkan perihal korban kabilah Khuza'ah:
Aku sangat risau walaupun tidak melihat orang-orang Bani Ka'ab dipancung lehernya di lembah Makkah
Oleh orang-orang dengan pedang mereka yang tidak terhunus Banyak korban yang yang dibiarkan tidak di kubur
Kuharap; bantuanku dan tikamanku sampai kepada Suhail bin Amr dan Shafwan? Mereka unta tua yang telah terpotong dari rambut duburnya
Inilah saatperang dimana tali-temalinya telah diikat kuat Hai anak Ummu Mujalid, janganlah merasa aman dari kami
Tatkala susu murninya telah diperas dan taringnya telah bengkok Janganlah kalian sedih karenanya, karena
pedang-pedang kami
Akan membukakan pintu kematiannya

Ibnu Hisyam berkata: Yang dimaksud Hassan bin Tsabit dengan bait sya'irnya, Oleh orang-orang dengan pedang mereka yang tidak terhunus ialah orang-orang Quraisy. Adapun yang dimaksud dengan Anak Ummu Mujalid adalah Ikrimah bin Abu Jahal.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair meriwayatkan kepadaku dari Urwah bin Zubair dan yang lainnya. Mereka berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengambil keputusan untuk pergi ke Makkah, Hathib bin Abu Balta'ah mengirim surat kepada orang-orang Quraisy. Di dalamnya, Hathib bin Abu Balta'ah menjelaskan prihal keputusan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk pergi ke tempat mereka. Surat tersebut dititipkan Hathib bin Abu Balta'ah kepada seorang wanita bernama Muzainah demikian menurut Muhammad bin Ja'far, pendapat lain mengatakan, bahwa surat tersebut dititipkan kepada Sarah mantan budak wanita salah seorang dari Bani Abdul Muthalib. Hathib bin Abu Balta'ah akan memberi hadiah kepada wanita tadi apabila ia bersedia menyampaikan surat yang dia tulis kepada orang-orang Quraisy. Kemudian wanita tersebut
 
menyembunyikan surat tersebut di gelungan rambut kepalanya. Dan wanita itupun berangkat menuju Makkah.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menerima berita dari Jangit tentang perbuatan Hathib bin Abu Balta'ah tersebut, maka diutuslah Ali bin Abu Thalib dan Zubair bin Awwam. Kepada mereka berdua Rasulullah bersabda: "Kejarlah wanita yang membawa surat Hathib bin Abu Balta'ah yang berisi keterangan untuk orang-orang Quraisy perihal rencana keberangkatan kita terhadap mereka." Keduanya segera berangkat dan berhasil menyusul wanita tersebut di daerah Khulaiqah Bani Abu Ahmad. Keduanya menyuruh wanita tersebut turun dari unta dan membongkar pelananya, namun kedua sahabat itu tidak menemukan apa-apa.
Ali bin Abu Thalib berkata kepada wanita tersebut: "Aku bersumpah dengan nama Allah bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tidak berbohong, dan kami juga tidak berbohong. Maka serahkanlah surat tersebut kepada kami, kalau tidak, kami akan tanggalkan seluruh pakaianmu." Tatkala melihat keseriusan Ali bin Abu Thalib, wanita tersebut berkata: "Balikan badanmu". Ali bin Abu Thalib pun membalikan badannya. Setelah itu wanita tersebut membuka gelungan rambutnya dan mengeluarkan surat dari dalamnya lalu menyerahkan surat tersebut kepada Ali bin Abu Thalib. Ali bin Abu Thalib segera membawa surat tersebut kepada Rasulullah.
Rasulullah segera memanggil Hathib bin Abu Balta'ah seraya bertanya: "Wahai Hathib, apa yang mendorongnmu melakukan semua ini?" Hathib bin Abu Balta'ah menjawab: "Wahai Rasulullah, ketahuilah demi Allah, sesungguhnya aku masih beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak mengubah agamaku ataupun menggantinya. Sebenarnya, aku orang yang tidak memiliki nenek moyang di Quraisy, sedangkan aku memilki anak dan keluarga yang kini tinggal di sana. Sebab itulah, aku lakukan itu untuk mencari simpatik dari mereka." Umar bin Khaththab yang hadir di tempat itu berkata: "Wahai Rasulullah, aku meminta izin untuk memenggal leher orang ini, karena ia telah berdusta." Rasulullah bersabda: "Wahai Umar, tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah melihat mujahidin Badar, kemudian berfirman: "Kerjakan apa saja yang kalian inginkan, Aku telah mengampuni kalian."184


Allah berfirman perihal Hathib bin Abu Balta'ah,

 
 

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihadpada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-kali tiada bermanfaat bagimu pada hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja." Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah." (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali (QS. al- Mumtahanah: 1-4).


Keberangkatan Rasulullah Bersama Pasukan Kaum Muslimin dan Diangkatnya Abu Ruhm Sebagai Pengganti Imam
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud, dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat ke Makkah dan menunjuk Abu Ruhm — Kultsum bin Hushain bin Utbah bin Khalaf Al-Ghifari— sebagai imam sementara di Madinah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal sepuluh Ramadhan sehingga Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan kaum Muslimin berpuasa. Setibanya di Al-Kudaid, daerah yang terletak antara Usfan dan Amaj, beliau berbuka puasa.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terus melanjutkan perjalanan hingga berhenti di Marru Azh-Zhahran bersama sepuluh ribu kaum Muslimin. Tujuh ratus orang berasal dari Sulaim, pendapat yang lain mengatakan bahwa mereka berjumlah seribu orang. Pasukan dari Muzainah juga berjumlah seribu, oleh karena dari setiap kabilah terdapat orang-orang yang masuk Islam. Seluruh kaum Muhajirin dan Anshar ikut bersama Rasulullah, tak seorang pun yang tertinggal. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam singgah di Marru Azh-Zhahran dan tidak diketahui oleh orang-
 
orang Quraisy. Pada malam tersebut, keluarlah Abu Sufyan bin Harb, Hakim bin Hizam, dan Budail bin Warqa' untuk menyelidiki kabar dan melihat kondisi dan situasi barang kali mereka akan mendapat atau mendengar berita. Al-Abbas bin Abdul Muthalib bertemu Rasulullah di salah satu jalan.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Abbas bin Abdul Muthalib bertemu Rasulullah di Al-Juhfah saat itu dia bermaksud hijrah bersama keluarganya. Sebelumnya, Al-Abbas bin Abdul Muthalib tinggal di Makkah untuk melayani kebutuhan air para jama'ah haji atas restu Rasulullah, demikian seperti disampaikan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri.


Abu Sufyan bin Al-Harits dan Abdullah bin Abu Umaiyyah Masuk Islam
Ibnu Ishaq berkata: Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib dan Abdullah bin Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah juga bertemu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Niqul Uqab, sebuah daerah yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Keduanya hendak masuk ke tempat Rasulullah, lalu Ummu Salamah memberitahu beliau tentang keduanya: "Wahai Rasulullah, inilah anak paman dan anak bibimu, serta iparmu." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak butuh mereka berdua. Adapun anak pamanku, ia telah merusak kehormatanku. Sedang anak bibiku dan iparku, ia pernah menghina diriku di Makkah." Tatkala sabda Rasulullah disampaikan kepada keduanya, Abu Sufyan bin Al-Harits -yang ketika itu membawa anaknya yang masih kecil berkata: "Demi Allah, Muhammad harus memberiku izin untuk masuk.
lika tidak, aku akan membawa anak kecil ini keliling padang pasir hingga kami mati kelaparan dan haus." Saat Rasulullah mendengar ucapan Abu Sufyan bin Al-Harits tadi, hatinya terenyuh, akhirnya beliau mengizinkan keduanya untuk menemuinya. Keduanya pun masuk bertemu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan merekapun masuk Islam.
Ibnu Ishaq berkata: Para ulama mengatakan bahwa tatkala Abu Sufyan bin Al-Harits melantunkan bait syair berikut kepada Rasulullah: Yang pernah kuusir, kini Allah telah mendapatkanku kemudian beliau bersabda: "Engkaulah orang yang pernah mengusirku!!
Ketika Rasulullah berhenti di Marru Azh-Zhahran, Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata: "Wahai orang- orang Quraisy hati-hatilah di pagi ini. Demi Allah, jika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memasuki Makkah dengan kekerasan dan orang-orang Quraisy tidak meminta jaminan keamanan kepadanya, maka itu adalah sebuah kehancuran bagi mereka sepanjang masa."
Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata: kemudian, aku duduk di atas baghal milik Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang berwarna putih dan pergi dengan menungganginya. Ketika tiba di pohon arak (siwak), aku berkata: "Mudah-mudahan aku bisa bertemu dengan salah seorang pencari kayu bakar, atau pemilik susu, atau siapa saja yang berkepentingan untuk pergi ke Makkah, yang bisa menerangkan kepada mereka tentang keberadaan Rasulullah. Kemudian mereka datang menemui beliau untuk meminta jaminan keamanan sebelum beliau datang kepada mereka dengan kekerasan. Demi Allah, aku terus berjalan dengan baghal milik Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk mencari seseorang.
Tiba-tiba aku mendengar suara percakapan Abu Sufyan bin Harb dan Budail bin Warqa'. Abu Sufyan bin Harb berkata: "Aku belum pernah melihat api dan markas tentara seperti malam ini." Budail bin Warqa' berkata: "Demi Allah, itu adalah kabilah Khuza'ah yang sedang menyalakan api." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Api kabilah Khuza'ah dan markasnya tidak sebesar itu." Aku mengenali dengan baik suara Abu Sufyan bin Harb. Aku berkata: "Wahai Abu Hanzhalah." Abu Sufyan bin Harb juga mengenali suaraku, lalu ia berkata: "Apakah engakau Abu Al-Fadhl?." Aku berkata: "Yaa, betul." Abu Sufyan bin
 
Harb bertanya: "Ayah-ibuku menjadi tebusanmu, apa yang sedang engkau lakukan?' Aku menjawab: "Celakalah engkau wahai Abu Sufyan, kini Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sedang bersama pengikutnya. Demi Allah, orang-orang Quraisy harus berhati-hati pada pagi ini." Abu Sufyan bin Harb bertanya: "Bagaimana caranya untuk menghindari ini semua?" Aku menjawab: "Demi Allah, jika Rasulullah berhasil menangkapmu, beliau pasti memenggal batang lehermu. Sebab itu, naiklah ke baghal ini di belakangku, hingga aku akan membawamu kepada Rasulullah, lalu mintalah jaminan keamanan darinya."
Abu Sufyan bin Harb pun naik di belakangku, adapun kedua temannya kembali ke Makkah. Lalu aku membonceng Abu Sufyan bin Harb dan membawanya untuk bertemu Rasulullah, dan setiap kali aku melewati api kaum Muslimin, mereka berkata: "Siapa orang ini?" dan tatkala mereka mengetahui akan baghal milik Rasulullah dan aku berada di atasnya, mereka berkata: "Itu adalah paman Rasulullah sedang mengendari baghal beliau." Aku pun terus berjalan sampai melewati api Umar bin Khaththab. Ia bertanya: "Siapa orang ini?" kemudian ia berjalan mendekatiku dan pada saat ia melihat orang yang duduk di belakangku itu Abu Sufyan bin Harb, ia berkata: "Abu Sufyan si musuh Allah. Segala puji bagi Allah yang telah menaklukanmu tanpa perjanjian dan kesepakatan sebelumnya." Kemudian Umar bin Khaththab berlari menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, sedangkan aku terus memacu baghal hingga mendahului Umar bin Khaththab seperti halnya hewan yang berlari pelan yang mendahului orang yang jalannya pelan.
Aku turun dari baghal lalu masuk ke tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan pada saat yang sama Umar bin Khaththab masuk ke tempat beliau. Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, inilah Abu Sufyan, Allah telah menaklukkannya tanpa perjanjian sebelumnya dan kesepakatan. Oleh sebab itu, izinkan aku untuk memenggal leherya." Aku berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah melindungi Abu Sufyan bin Harb." Kemudian, aku duduk di dekat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan memegang kepala beliau sambil berkata: "Demi Allah, pada malam ini tidak ada yang berbicara denganmu selain diriku." Tatkala Umar bin Khaththab tidak henti- henti berbicara tentang Abu Sufyan bin Harb, aku berkata: "Tahan ucapanmu wahai Umar. Demi Allah, jika saja Abu Sufyan bin Harb berasal dari Bani Adi bin Ka'ab, pastinya engkau tidak akan berkata demikian. Akan tetapi, karena engkau tau kalau Abu Sufyan bin Harb berasal dari Bani Abdu Manaf maka engkaupun berkata seperti itu." Umar bin Khaththab berkata: "Tahan ucapanmu, wahai Al- Abbas. Demi Allah, keislamanmu saat engkau masuk Islam itu lebih aku sukai daripada keislaman Khaththab apabila ia masuk Islam. Dan aku juga tahu kalau keislamanmu jauh lebih di sukai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam daripada keislaman Khaththab apabila ia masuk Islam." Rasulullah bersabda: "Wahai Al- Abbas, pergilah bersama Abu Sufyan bin Harb ke tempat dimana kendaraanmu berada, dan apabila pagi datang, menghadaplah kembali kepadaku."
Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata: "Aku membawa pergi Abu Sufyan bin Harb ke tempat kendaraanku berada dan ia menginap di tempatku. Ketika pagi datang, aku bersama Abu Sufyan bin Harb menghadap Rasulullah. Pada saat melihat Abu Sufyan bin Harb, beliau bersabda: "Celakalah engkau wahai Abu Sufyan, apakah belum tiba waktu bagimu untuk mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?" Abu Sufyan bin Harb berkata: "Betapa lembut, mulia, dan menyambung hubungan kekerabatan. Demi Allah, sungguh aku telah meyakini seandainya ada Tuhan lain selain Allah, maka dia pasti akan mencukupiku dengan sesuatu." Rasulullah bersabda: "Celakalah engkau wahai Abu Sufyan, apakah belum tiba waktu bagimu untuk mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah?" Abu Sufyan bin Harb berkata: "Betapa lembut, mulia, dan menyambung hubungan kekerabatan. Adapun hal ini, demi Allah, sampai saat ini, di dalam diriku masih terdapat sesuatu yang mengganjal." Al-Abbas bin Abdul Muthalib berkata kepada Abu Sufyan bin Harb:
 
"Celakalah engkau, wahai Abu Sufyan, masuk Islamlah, bersaksilah bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah sebelum lehermu dipenggal."
Abu Sufyan bin Harb pun bersaksi dengan syahadat yang Haq dan masuk Islam. Aku berkata: "Wahai Rasulullah, Abu Sufyan bin
Harb adalah orang yang senang dengan kebanggaan, oleh sebab itulah, berikanlah suatu kebanggan kepadanya." Rasulullah bersabda: "Ya, barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan bin Harb, ia aman. Barangsiapa menutup pintu rumahnya, ia aman. Dan barangsiapa memasuki Masjidil Haram, ia aman."185


Pada saat Abu Sufyan bin Harb telah pergi, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hai Al- Abbas, tahanlah Abu Sufyan bin Harb di tempat sempit di depan gunung, supaya pasukan Allah melewatinya dan ia bisa lelauasa melihat mereka." Aku segera keluar dan menahan Abu Sufyan bin Harb di tempat yang diperintahkan Rasulullah.


Parade Pasukan Islam di Depan Abu Sufyan.
Ibnu Ishaq berkata: Tidak lama berselang, setiap kabilah berjalan melewatinya dengan membawa panji masing-masing. Setiap satu kabilah lewat, Abu Sufyan bin Harb bertanya: "Hai Al-Abbas, siapa orang ini?" Aku menjawab: "Inilah kabilah Sulaim." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Aku tidak mempunyai urusan dengan kabilah Sulaim." Kemudian kabilah lain lewat, dan Abu Sufyan bin Harb bertanya lagi: "Hai Al-Abbas, siapa orang-orang ini?" Aku menjawab: "Ini kabilah Muzainah." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Aku tidak mempunyai urusan dengan kabilah Muzainah." Setiap kali kabilah lewat, Abu Sufyan bertanya kepadaku tentang kabilah tersebut dan di saat aku telah menjelaskan tentang mereka, ia selalu berkata: "Aku tidak mempunyai urusan dengan Bani ini dan Bani itu." Demikianlah yang terjadi hingga akhirnya Rasulullah lewat dengan pasukannya dengan pakaian yang berwarna hijau.
Ibnu Hisyam berkata: Pasukan Rasulullah dikatakan hijau karena besinya banyak dan dominasi warna hijau di dalamnya.
Al-Harits bin Hilzat al-Yasykari berkata:
Kemudian datanglah Hujr yakni Ibnu Ummi Qatham
Dia memiliki kuda berwarna hijau Artinya adalah batalion (squadron). Bait ini ada dalam syairnya.

Sedangkan Hassan bin Tsabit berkata:
Tatkala dia melihat tembok-tembok lembah Badr Mengalir di sana dengan pasukan Hijau dari Khazraj
Ibnu Ishaq berkata: Dalam pasukan tersebut terdapat kaum Muhajirin dan Anshar Radhiyallahu Anhum. Mereka seluruhnya memakai baju besi. Abu Sufyan bin Harb berkata: "Mahasuci Allah. Siapakah mereka ini wahai Al-Abbas?" Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjawab: "Mereka adalah Rasulullah bersama kaum Muhajirin dan Anshar." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Tak seorang pun yang memiliki keberanian dan kekuatan untuk menghadapi mereka. Wahai Al-Abbas, demi Allah, esok hari
 
urusan keponakanmu ini akan menjadi agung." Al-Abbas bin Al-Muthalib berkata: "Hai Abu Sufyan, itulah dia kenabian. "Abu Sufyan bin Harb berkata "Benar!" Al-Abbas bin Al-Muthalib berkata "Sekarang pergilah segera untuk menemu kaummu."
Saat Abu Sufyan bin Harb sampai di tengah-tengah kaum Quraisy, ia berteriak dengan suara lantang: "Wahai orang-orang Quraisy, inilah Muhammad datang kepada kalian dengan membawa pasukan yang tak tertandingi. Maka barangsiapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, dia akan aman." Hindun binti Utbah mendekat kepada Abu Sufyan bin Harb lalu memegang kumisnya seraya berkata: "Perangilah orang yang gendut, banyak lemak, dan dagingnya. Alangkah jeleknya pemimpin kaum ini.'" Abu Sufyan bin Harb berkata: "Celakalah kalian, hati-hatilah kalian jangan sampai tertipu oleh wanita ini. Sungguh Muhammad akan datang kepada kalian dengan pasukan yang tak tertandingi. Barangsiapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, dia akan aman." Orang-orang Quraisy berkata: "Semoga Allah mematikanmu. Apa manfaat rumahmu bagi kami?" Abu Sufyan bin Harb berkata: "Barangsiapa yang menutup pintu rumahnya, dia akan aman. Dan barangsiapa yang masuk Masjidil Haram, dia pun akan aman." Kemudian orang-orang Quraisy pun berpencar; diantara mereka ada yang pulang ke rumah mereka sendiri dan ada pula yang berjalan menuju ke Masjidil Haram.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tiba di Dzu Thuwa, beliau menghentikan binatang kendaraannya lalu tertunduk. beliau memakai sorban (burdah) dari Yaman yang bersulam benang warna merah. Beliau menundukkan wajah sebagai simbol kerendahannya di hadapan Allah Ta'ala ketika melihat penaklukan yang Allah karuniakan untuknya, hingga jenggotnya hampir menyentuh pelana bagian tengah.


Abu Quhafah Masuk Islam
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair meriwayatkan kepadaku dari ayahnya dari neneknya, Asma' binti Abu Bakar, ia berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berhenti di Dzu Thuwa, Abu Quhafah berkata kepada putri bungsunya: "Wahai anakku, bawalah aku naik ke Gunung Abu Qubis." -Abu Quhafah sudah buta-. Aku membawanya naik ke Gunung Abu Qubis. Ia bertanya: "Wahai putriku, apa yang engkau saksikan sekarang?" Putrinya menjawab: "Aku menyaksikan kumpulan warna hitam." Abu Quhafah berkata: "Itu adalah kuda." Putri bungsunya berkata: "Aku juga melihat orang-orang hilir-mudik berjalan di hadapannya." Abu Quhafah berkata: "Putriku, dialah sebagai pemimpinnya. Ia sedang mengatur pasukan berkuda yang berada di depannya." Putrinya berkata: "Demi Allah, warna hitam itu kini menyebar." Abu Quhafah berkata: "Demi Allah, pasukan berkuda itu telah berjalan. Maka bawalah aku sekarang juga kembali ke rumah." Kemudian putri bungsu Abu Qufahah membawa ayahnya turun dan bertemu dengan pasukan berkuda tersebut sebelum mereka sampai di rumah. Putri bungsu Abu Quhafah memakai kalung yang terbuat dari perak dan berpapasan dengan salah seorang dari pasukan berkuda, lalu dia menjabret kalung tersebut dari lehernya.
Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memasuki Makkah dan Masjidil Haram, Abu Bakar datang sambil menuntun ayahnya ke hadapan beliau. Saat Rasulullah melihat ayah Abu Bakar, beliau bersabda: "Wahai Abu Bakar, mengapa engkau tidak membiarkan ayahmu berdiam diri di rumah saja dan aku yang akan datang menemuinya?" Abu Bakar menjawab: "Wahai Rasulullah, ayahku lebih pantas berjalan menemuimu daripada engkau datang menemuinya." Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mempersilahkan Abu Quhafah duduk di hadapannya, beliau mengusap dadanya seraya bersabda: "Masuk Islam-lah." Dan Abu Quhafah pun masuk Islam.
 
Tak lama kemudian, Abu Bakar membawa ayahnya yang kepalanya penuh dengan uban kembali menghadap Rasulullah. Beliau bersabda: "Gantilah warna rambutnya." Abu Bakar berdiri lalu memegang tangan saudari perempuannya seraya bertanya: "Aku bersumpah dengan nama Allah dan Islam, siapakah yang telah mengambil kalung saudari perempuanku ini.?" Namun tak ada seorang- pun yang menjawab pertanyaannya, kemudian ia berkata: "Wahai saudariku, ikhlaskanlah kalungmu, berharapkanlah pahala di sisi Allah. Demi Allah, sungguh pada hari ini kejujuran di tengah manusia amat sedikit."186




Pasukan Islam Memasuki Makkah
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih meriwayatkan kepadaku bahwa setelah Rasulullah membagi-bagi pasukan di Dzu Thuwa, beliau memerintahkan Zubair bin Awwam bergabung dengan salah satu pasukan kuda. Zubair bin Awwam menjadi komandan pasukan sayap kiri. Dan beliau juga memerintahkan Sa'ad bin Ubadah bergabung dengan salah satu pasukan berkuda.
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama berpendapat bahwa ketika Sa'ad bin Ubadah memasuki Makkah ia berkata: "Hari ini merupakan hari Peperangan, dan pada hari ini dihalalkan hal-hal diharamkan." Ucapan tersebut didengar salah seorang sahabat dari kaum Muhajirin.
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang dimaksud adalah Umar bin Khaththab, kemudian dia berkata: "Wahai Rasulullah, dengarkanlah apa yang dikatakan oleh Sa'ad bin Ubadah, Kami tidak merasa aman jika ia memiliki kekuasaan atas Quraisy." Rasulullah bersabda kepada Ali bin Abu Thalib: "Carilah Sa'ad bin Ubadah, ambil panji perang darinya, dan masuklah engkau ke Makkah dengan panji perang tersebut."
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah memerintahkan Khalid bin Walid masuk ke Makkah dari arah Al-Lith, bagian Makkah Bawah bersama salah satu pasukan. Semula, Khalid bin Walid berada di pasukan sayap kanan yang di dalamnya terdapat kabilah Aslam, kabilah Sulaim, kabilah Ghifar, kabilah Muzainah, kabilah Juhainah, dan kabilah-kabilah Arab yang lain. Sedangkan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah bersama salah satu pasukan kakum muslimin turun ke Makkah di hadapan Rasulullah, dan beliau sendiri masuk ke Makkah dari arah Adzakhir hingga tiba di Makkah bagian Atas, dan di sanalah tenda beliau dipancangkan.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih dan Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa Shafwan bin Umaiyyah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Suhail bin Amr mengumpulkan orang-orang di Al- Khandamah untuk berperang. Himas bin Qais bin Khalid saudara Bani Bakr telah menyiapkan perlengkapan dan senjata sebelum Rasulullah memasuki Makkah. Istri Himas bin Qais berkata: "Untuk apakah engkau menyiapkan senjata?" Himas bin Qais menjawab: "Untuk memerangi Muhammad dan para pengikutnya." Istrinya berkata: "Demi Allah, aku mengira senjatamu tidak akan membahayakan Muhammad dan para sahabatnya sedikitpun." Dia berkata:
"Demi Allah, aku berharap bisa memberimu budak dari sebagian mereka." Kemudian dia bertutur:
Bila mereka menyerang di hari ini maka aku tidak punya alasan menyerah Karena aku punya senjata sempurna dan dan tajam dengan dua gigi
Serta pedang yang mempunyai dua matapena dan terhunus dengan cepat
 
Himas bin Qais turut serta pada Perang Al-Khandamah bersama Shafwan bin Umaiyyah, Suhail bin Amr, dan Ikrimah bin Abu Jahal. Saat mereka bertemu pasukan Khalid bin Walid, mereka terlibat dalam peperangan kecil sehingga menewaskan Kurz bin Jabir warga Bani Muharib bin Fihr dan Khunais bin Khalid bin Rabi'ah bin Ashram sekutu Bani Munqidz. Awalnya mereka berdua berada di pasukan berkuda Khalid bin Walid, namun keduanya memisahkan diri dari Khalid bin Walid dan menempuh jalan lain hingga akhirnya terbunuh; Khunais bin Khalid terbunuh sebelum Kurz bin Jabir. Setelah Khunais bin Khalid terbunuh, Kurz bin Jabir meletakkan jenazahnya di antara kedua kakinya, lalu ia berperang sambil melantunkan syair, hingga ia akhirnya ia gugur:
Shafra' dari Bani Fihr yang berwajah bening dan dada bersih telah mengetahui bahwa aku akan berperang membela Abu Sakhr
Ibnu Hisyam berkata: Nama panggilan Khunais bin Khalid adalah Abu Shakhr dia berasal dari kabilah Khuza'ah.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih dan Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku: "Salamah bin Al-Maila merupakan orang yang terbunuh dari kabilah Juhainah, ia adalah salah seorang tentara pasukan berkuda Khalid bin Walid. Adapun korban tewas dari kaum musyrikin sekitar dua belas atau tiga belas orang. Kemudian, orang-orang musyrikin mundur termasuk Himas bin Qais hingga ia pulang ke rumahnya seraya berkata kepada istrinya: "Kuncilah pintu rumah." Istrinya bertanya: "Mana yang kau ucapankan dulu?" Himas bin Qais bertutur:
Andai kau saksikan Perang Al-Khandamah, Kala Shafwan dan Ikrimah melarikan diri
Abu Yazid berdiri mematung laksana wanita yang ditinggal mati suaminya yang meninggalkan anak yatimnya
Mereka dihadang pedang-pedang kaum Muslimin Yang memutus semua lengan dan tengkorak kepala
Hingga tidak ada yang bisa didengar melainkan suara yang tak dimengerti Mereka memiliki suara dari tenggorokan dan suara dada di belakang kami Pasti kau tak akan mengecam walau hanya sepatah kata

Sandi Pasukan Islam pada Pem- bukaan Makkah, Perang Hunain dan Thaif
Ibnu Ishaq berkata: Sandi kaum Muslimin pada penaklukan Makkah, Perang Hunain, dan Perang Thaif adalah sebagai berikut:
Sandi kaum Muhajirin adalah ya bani Abdurrahman, Sandi kaum Al-Khazraj adalah ya bani Abdillah
dan adapun Sandi kaum Al-Aus adalah ya bani Ubaidillah.


Orang-orang yang Diperintahkan Agar Dibunuh oleh Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah berpesan kepada para panglima pasukannya -saat memasuki Makkah- untuk tidak menyakiti siapa pun kecuali orang-orang yang memerangi mereka serta beberapa orang yang harus dibunuh walaupun mereka berlindung diri dengan bergantung di kain penutup Ka'bah. Mereka adalah Abdullah bin Sa'ad saudara Bani Amir bin Luay.
Rasulullah memerintahkan para panglima perangnya untuk membunuhnya, sebab awalnya ia seorang Muslim dan menjadi penulis wahyu untuk beliau, akan tetapi kemudian murtad dan kembali kepada orang-orang Quraisy. Abdullah bin Sa'ad lari kepada Utsman bin Affan -saudara sesusuannya- dan
 
Utsman bin Affan menyembunyikannya kemudian membawanya ke hadapan Rasulullah di saat kaum Muslimin dan penduduk Makkah telah merasa tenang. Utsman bin Affan meminta kepada Rasulullah jaminan keamanan untuk Abdullah bin Sa'ad, akan tetapi beliau diam lama sekali, lalu bersabda: "Ya." Dan di saat Utsman bin Affan pergi meninggalkan Rasulullah, beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di sekitar beliau dari para sahabat: "Aku berdiam diri agak lama tadi karena harapan ada salah seorang dari kalian berdiri kemudian memenggal leher Abdullah bin Sa'ad." Salah seorang dari kaum Al-Anshar berkata: "Kenapa engkau tidak memberi isyarat kepadaku, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya seorang Nabi itu tidak boleh membunuh dengan cara memberi isyarat."
Ibnu Hisyam berkata: Kemudian Abdullah bin Sa'ad masuk Islam lagi dan Umar bin Khaththab menjadikannya sebagai wakil di beberapa urusannya, begitu juga Utsman bin Altan sesudan watatnya Umar bin Khaththab.
Ibnu Ishaq berkata: Abdulllah bin Hazhal adalah seorang yang berasal dari Bani Tamim bin Ghalib. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan untuk dibunuh karena awalnya ia seorang muslim dan Rasulullah mengutusnya sebagai petugas zakat ke salah satu daerah bersama salah seorang dari kaum Anshar dan mantan budak Abdullah bin Khaththal yang muslim. Ia berhenti di suatu tempat dan menyuruh mantan budaknya untuk menyembelih kambing serta membuat makanan untuknya. Kemudian, Abdullah bin Khaththal tidur. Saat ia bangun, ia mendapati mantan budaknya tidak membuatkan makanan apa-apa untuknya, lalu ia membunuhnya. Kemudian ia murtad dan menjadi seorang musyrik. Ia memiliki dua penyanyi bernama Fartana dan seorang temannya. Kedua penyanyi wanita itu bernyanyi menghina Rasulullah, oleh sebab itu beliau memerintahkan keduanya dibunuh bersama Abdullah bin Khathal.
Al-Huwairits bin Nugaidz bin Wahb bin Abdun bin Qushay. Ia termasuk salah seorang yang menyakiti Rasulullah di Makkah.
Ibnu Hisyam berkata: Ketika Abdullah bin Al-Abbas membawa kedua putri Rasulullah yaitu Fathimah dan Ummu Kultsum dari Makkah ke Madinah, kemudian hewan kendaraan yang mereka berdua tunggangi ditusuk lambungnya oleh Al-Huwairits bin Nuqaidz hingga mereka berdua terjatuh ke tanah.
Ibnu Ishaq berkata: Juga Miqyas bin Hubabah. Rasulullah memerintahkan untuk membunuh Miqyas bin Hubabah, karena ia telah membunuh salah seorang kaum Anshar yang membunuh saudaranya dengan tidak sengaja, selain itu, ia telah murtad dan pulang ke orang-orang Quraisy dalam keadaan musyrik.
Kemudian Sarah mantan budak salah seorang dari Bani Abdul Muthalib, dan Ikrimah bin Abu Jahal. Sarah termasuk salah seorang yang menyakiti Rasulullah dari kalangan wanita saat di Makkah. Sedangkan Ikrimah bin Abu Jahal, ia melarikan diri ke Yaman, adapun istrinya, Ummu Hakim binti Al- Harits bin Hisyam, masuk Islam yang kemudian memintakan jaminan keamanan untuknya kepada Rasulullah dan beliau pun mengabulkan permintaannya. Setelah itu, Ummu Hakim binti Al-Harits pergi mencari suaminya ke Yaman hingga akhirnya berhasil membawanya kepada Rasulullah dan Ikrimahpun masuk Islam.
Abdullah bin Khathal dibunuh oleh Sa'id bin Harits Al-Makhzumi dan Abu Barzah Al-Aslami.
Sedangkan Miqyas bin Shubabah dibunuh oleh Numailah bin Abdullah, seorang yang berasal dari kaumnya sendiri.
 
Adapun dua penyanyi wanita Abdullah bin Khathal, salah satunya dibunuh, sedang yang lainnya melarikan diri, kemudian ia meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah dan beliau mengabulkan permintaannya.
Sajah juga meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah dan beliau mengabulkannya. Kemudian dia pun hidup dalam keamanan hingga pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, ia diterjang oleh kuda milik seseorang di Al-Abthah sebuah lembah di Makkah, akhirnya ia meninggal dunia.
Adapun Al-Huwairits bin Nuqaidz dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib.
Ibnu Ishaq berkata: Sa'id bin Abu Hindun meriwayatkan kepadaku dari Abu Murrah mantan budak Aqil bin Abu Thalib bahwa Ummu Hani' binti Abu Thalib berkata: Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ber- henti di bagian atas kota Makkah, dua orang pamanku yang berasal dari Bani Makhzum lari menghapiriku -Saat itu, Ummu Hani' dinikahi oleh Abu Habuirah bin Abu Wahb Al-Makhzumi. Adapun saudaraku, Ali bin Abu Thalib, menghampiriku dan berkata: "Demi Allah, aku akan membunuh dua orang ini." Aku pun segera menutup pintu rumahku demi melindungi mereka berdua, dan akupun pergi ke tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di bagian atas kota Makkah. Aku melihat beliau sedang mandi dengan menggunakan bejana yang padanya terdapat bekas adonan roti, dan Fathimah menutupinya dengan kain. Seusai mandi, beliau mengenakan pakaian lalu melaksanakan shalat Dhuha sebanyak delapan raka'at. Kemudian beliau datang menemuiku dan bersabda: "Selamat datang wahai Ummu Hani, ada apa engkau datang ke sini?" Aku pun menjelaskan kepada beliau perihal dua orang yang berada di rumahku dan keinginan Ali bin Abu Thalib untuk membunuh keduanya. Lalu beliau bersabda: "Aku melindungi orang yang engkau lindungi dan memberi keamanan kepada orang yang engkau beri keamanan. karena itu, jangan sekali-kali Ali bin Abu Thalib membunuh kedua orang tersebut."187


Ibnu Hisyam berkata: Kedua orang tersebut adalah Al-Harits bin Hisyam dan Zuhair bin Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah.


Rasulullah Thawaf di Baitullah dan Ucapannya di dalam Ka'bah
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja'far bin Zubair meriwayatkan kepadaku dari Ubaidillah bin Abdullah bin Abu Tsaur dari Shafiyyah binti Syaibah, ia berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masuk ke Makkah dan seluruh manusia telah merasa tenang, beliau pun mendatangi Baitullah dan melaksanakan thawaf di atas unta sebanyak tujuh kali putaran dan mengusap rukun dengan tongkat. Selepas melakukan thawaf, beliau mengambil kunci Ka'bah dari Utsman bin Thalhah. Beliau membuka pintu Ka'bah, memasukinya, mendapati patung burung merpati dari kayu, kemudian beliau memecahkan patung tersebut dengan tangannya lalu membuangnya.
Kemudian Rasulullah berdiri di depan Ka'bah, dan orang-orang berkumpul di Masjidil Haram.
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang ulama meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di pintu Ka'bah seraya bersabda: "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia telah menepati janji-Nya, memenangkan hamba-Nya, dan menaklukkan pasukan sekutu dengan sendirian. Ketahuilah, seluruh kemuliaan, atau darah, atau
 
kekayaan yang didakwakan itu berada di bawah kedua kakiku ini, kecuali pelayan Ka'bah dan pemberi minuman kepada jama'ah haji. Ketahuilah, korban pembunuhan karena ketidak sengajaan itu sama dengan pembunuhan "mirip sengaja" seperti membunuh dengan cambuk atau tongkat, maka diyatnya diperberat yaitu berupa seratus unta; empat puluh ekor diantaranya harus dalam keadaan hamil. Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghapuskan semangat Jahiliyah dan mengagung-agungkan nenek moyang, karena semua manusia berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah." Kemudian Rasulullah membaca firman Allah:


Hai manusia, sesungguhnya Kami mencipta- kan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orangyangpaling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. al-Hujurat: 13). Kemudian Rasulullah melanjutkan sabdanya: "Wahai orang-orang Quraisy, menurut kalian kira-kita apa yang akan aku lakukan kepada kalian." Orang-orang Quraisy menjawab: "Kebaikan. Karena engkau adalah saudara yang mulia dan anak saudara yang mulia." Rasulullah bersabda: "Pergilah, sesungguhnya kalian bebas."188


Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam duduk di Masjidil Haram, lalu Ali bin Abu Thalib datang menemui beliau dengan membawa kunci Ka'bah. Ali bin Abu Thalib berkata: "Wahai Rasulullah, kumpulkan untuk kami penjaga Ka'bah dan pemberi air minum jama'ah haji, semoga Allah memberi kesejahteraan untukmu." Rasulullah bersabda: "Dimanakah Utsman bin Thalhah?" Utsman bin Thalhah pun dipanggil, kemudian beliau bersabda: "Inilah kuncimu, wahai Utsman. Hari ini hari kebaikan dan hari penepatan janji."
Ibnu Hisyam berkata: Sufyan bin Uyaynah menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib: "Aku hanya memberikan pada kalian apa yang hilang dari kalian dan bukan yang akan hilang dari orang lain."
Ibnu Hisyam berkata: Beberapa orang ulama meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah memasuki Baitullah pada hari penaklukan Makkah, lalu beliau melihat lukisan-lukisan tentang para malaikat dan yang lainnya. Beliau juga melihat lukisan Nabi Ibrahim yang digambarkan dengan memegang dadu undian di tanganya. Maka beliau bersabda: "Semoga Allah membunuh mereka. Mereka menggambarkan orang tua kita, Nabi Ibrahim, mengundi dengan undian. Apa hubungan Ibrahim dengan undian, sedang Allah Ta'ah berfirman:

 
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik (QS. Ali Imran: 67). Kemudian, beliau memerintahkan seluruh lukisan itu dihancurkan.189


Ibnu Hisyam berkata: Beberapa orang ulama meriwayatkan kepadaku bahwa saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memasuki Ka'bah ditemani oleh Bilal, kemudian beliau keluar sedangkan Bilal masih berada di dalam Ka'bah. Tak lama kemudian, Abdullah bin Umar masuk menemui Bilal dan bertanya kepadanya: "Di manakah tadi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengerjakan shalat? Abdullah bin Umar tidak menanyakan bera pa rakaat beliau mengerjakan shalat. Maka setiap kali Abdullah bin Umar memasuki Baitullah dia berjalan lurus dan menjadikan pintu Ka bah di belakang punggungnya hingga antara dirinya dan dinding ada tiga hasta, kemudian ia shalat, karena menghendaki tempat shalatnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sebagaimana yang dikatakan Bilal kepadanya.
Ibnu Hisyam berkata: Beberapa orang ulama meriwayatkan kepadaku bahwa saat Rasulullah memasuki Ka'bah pada hari penaklukan Makkah, beliau ditemani oleh Bilal, kemudian beliau menyuruh Bilal mengumandangkan adzan, ketika itu Abu Sufyan bin Harb, Attab bin Usaid, dan Al- Harits bin Hisyam duduk di halaman Ka bah. Attab bin Usaid berkata: "Sungguh Allah telah memu- liakan Usaid, sebab dulu dia tidak mendengar ini, namun kini ia mendengar apa yang dulu dibencinya."
Al-Harits bin Hisyam berkata: "Demi Allah, jika aku tahu ia (Rasulullah) itu benar, maka aku pasti mengikutinya." Abu Sufyan bin Harb berkata: "Aku tidak akan mengatakan apa-apa, sebab bila mengatakan sesuatu, tongkat ini akan berbicara mewakiliku." Kemudian Nabi menemui ketiga orang tersebut lalu bersabda: "Aku mendengar apa yang kalian katakan tadi. Lalu beliau pun menceri- takan apa yang telah mereka katakan tadi. Al-Harits bin Hisyam dan Attab bin Usaid berkata: "Kami bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah. Demi Allah, tidak ada seorang pun yang bersama kami mengetahui hal ini, sehingga tidak akan ada yang memberitahukannya kepadamu."
Ibnu Ishaq berkata: Sa'id bin Sandar Al- Aslami meriwayatkan kepadaku dari seseorang dari kaumnya, ia berkata: "Di antara kami terdapat orang kuat dan pemberani bernama Ahmar Ba'san. Dia selalu mendengkur dengan keras pada saat tidurnya dan karena dengkurannya itu sehingga mudah untuk diketahui keberadaannya. Ia tidur di tempat yang jauh dari kampungnya. Bila kaumnya tiba-tiba mendapat serangan di malam hari, mereka berteriak, "Wahai Ahmar." Ia pun akan segera melompat laksana singa dan tidak ada seorang pun yang dapat menghalanginya. Suatu ketika, pasukan dari Hudzail datang dengan tujuan kampung Ahmar. Tatkala mereka telah mendekati perkampungan tersebut, Ibnu Al-Atswa' Al-Hudzali berkata: "Kalian jangan tergesa-gesa hingga aku memeriksa situasinya. Jika di sana terdapat Ahmar, maka kita tidak akan menemukan jalan untuk pergi ke sana, sebab Ahmar mempunyai suara deng- kur yang mudah diketahui." Ibnu Al-Atswa' Al-Hudzali mencari- cari suaranya. Ketika ia mendengar suara dengkur Ahmar, ia berjalan menuju tempatnya, kemudian menusukkan pedang ke dadanya hingga tewas. Lalu menyerang kampung tersebut. Penduduk kampung tersebut pun berteriak memanggil "Hai Ahmar." Kini mereka tidak lagi memiliki Ahmar karena telah tewas terbunuh.
Saat penaklukan Makkah, yaitu pada pagi hari setelah penaklukan, Ibnu Al-Atswa' Al-Hudzali seorang musyrik datang ke Makkah untuk melihat langsung dan bertanya tentang kondisi orang-orang di sana. Saat itulah, ia dilihat oleh orang-orang kabilah Khuza'ah yang mengenalinya. Kemudian mereka mengepungnya yang pada saat itu berada di salah satu sisi tembok Makkah. Orang-orang kabilah
 
Khuza'ah berkata: "Apakah benar engkau orang yang membunuh Ahmar?" Ibnu Al-Atswa Al-Hudzali menjawab: "Ya, benar. Akulah orang yang membunuh Ahmar. "Apakah yang kalian harapkan?"' Tiba- tiba Khirasy bin Umaiyyah datang dengan menghunus pedang seraya berkata: "Jauhilah orang ini." Demi Allah, dengan cara seperti itu, Khirasy bin Umaiyyah ingin menjauhkan orang-orang dari Ibnu Al- Atswa' Al-Hudzali. Betul, keti- ka kami telah menjauh dari ibnu Al-Atswa' Al-Hudzali, ia menyerangnya dan menikam perutnya dengan pedang. Demi Allah, aku melihat isi perut Ibnu Al-Atswa Al-Hudzali terurai keluar dan kedua matanya pelan-pelan terpejam seraya berkata: "Mengapa kalian melakukan ini, wahai orang-orang kabilah Khuzaah?" Demikianlah peristiwanya hingga akhirnya ia jatuh terkulai tak berdaya dan tewas.
Rasulullah bersabda: "Hai orang-orang kabilah Khuzaah, hentikanlah tangan kalian dari membunuh. Sungguh, seandainya pembunuhan itu bermanfaat maka ia akan sangat marak. Karena kalian telah membunuh seseorang maka aku akan membayar diyatnya."190


Ibnu Ishaq berkata: Abdurrahman bin Harmalah Al-Aslami meriwayatkan kepadaku dari Sa'id bin Al- Musayyib, ia berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mendengar apa yang dilakukan oleh Khirasy bin Umaiyyah, beliau bersabda: "Sesungguhnya Khirasy benar-benar seorang pembunuh." Sabdanya tersebut merupakan kecaman terhadap Khirasy.
Ibnu Ishaq berkata: Sa'id bin Abu Sa'id Al-Maqburi meriwayatkan kepadaku dari Abu Syuraih Al-Khuzai, ia berkata: Pada saat Amr bin Zubair tiba di Makkah untuk memerangi saudaranya, Abdullah bin Zubair, aku menemui Amr bin Zubair dan berkata kepadanya: "Wahai Amr bin Zubair, duhulu saat pembebasan kota Makkah aku ikut bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Pada hari itu, orang-orang dari kabilah Khuzaah menyerang seseorang dari Hudzail dan membunuhnya dalam keadaan musyrik, kemudian Rasulullah berdiri dan memberikan khutbah kepada kami: "Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah mengharamkan Makkah sejak hari penciptaan langit dan bumi. Makkah merupakan tanah haram dan akan terus menjadi tanah mulia hingga hari Kiamat. Sebab itu, tidak dihalalkan bagi siapapun yang beriman kepada Allah dan hari akhirat untuk menumpahkan darah di dalamnya dan juga tidak diperbolehkan memotong pepohonnya. Makkah tidak dihalalkan bagi siapa pun sebelumku dan tidak halal bagi siapa pun setelah aku meninggal. Makkah tidak dihalalkan kecuali saat ini sebagai bentuk kemurkaan bagi penduduknya. Ketahuilah, sesungguhnya keharaman (kemuliaan) Makkah telah kembali seperti sebelumnya. Hendaklah orang yang hadir di tempat ini menyampaikan pesan ini kepada yang tidak hadir. Barangsiapa berkata kepada kalian bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam telah berperang di Makkah, sampaikanlah padanya bahwa Allah telah menghalalkan perang ini bagi Rasul-Nya namun tidak menghalalkannya bagi kalian. Wahai orang- orang kabliah Khuzaah, berhentilah kalian dari membunuh, sungguh jika pembunuhan itu bermanfaat maka ia akan merajalela. Sungguh karena kalian telah membunuh seseorang maka aku akan membayar diyatnya. Barangsiapa dibunuh setelah aku berdiri di tempat ini, maka keluarganya berhak atas dua pilihan; meminta darah pembunuhnya jika mereka mau atau meminta diyat jika mereka mau.191


Setelah itu Rasulullah membayar diyat untuk Ibnu Al-Atswa' Al-Hudzali yang dibunuh oleh orang-orang kabilah Khuza'ah. Amr bin Zubair berkata kepada Abu Syuraih: "Pergilah engkau wahai orang tua, karena aku lebih tahu tentang kemuliaan Makkah daripadamu. Sesungguhnya keharaman (kemuliaan)
 
Makkah tidak bisa menahan Pelaku pembunuhan, orang yang tidak taat, dan orang yang tidak membayar jizyah." Abu Syuraih berkata: "Aku hadir sedangkan engkau tidak hadiri. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerin- tahkan siapa saja yang hadir pada peristiwa itu untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir. Aku telah menyampaikan pesan Rasul itu kepadamu, maka terserah padamu."
Ibnu Hisyam berkata: seseorang meriwayatkan kepadaku bahwa korban yang pertama kali dibayar diyatnya oleh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ialah Junaidib bin Al-Akwa yang dibunuh oleh Bani Kaab. Beliau memberi diyat atas kematiannya dengan seratus unta.


Kekhawatiran Orang-orang Anshar Akan Menetapnya Kembali Rasulullah di Makkah dan Upaya Rasulullah Menenangkan Mereka
Ibnu Hisyam berkata: Diriwayatkan kepadaku dari Yahya bin Sa'id bahwa pada hari pembebasan Makkah, Rasulullah berdiri di atas bukit Shafa untuk berdoa kepada Allah dan dikelilingi kaum Anshar. Orang-orang Anshar berkata satu sama lainnya: "Apakah kalian memiliki pemikiran Jika Allah memberi kemenangan kepada Rasul-Nya dan berhasil menaklukan negerinya, ia akan menetap di sana?" Setelah selesai berdoa, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepada mereka: "Apa yang tadi kalian katakan?" Kaum Anshar menjawab: "Kami tidak mengatakan apa-apa, wahai Rasulullah." Rasulullah tetap bersama orang-orang Anshar hingga mereka menjelaskan kepada beliau apa yang telah mereka perbincangkan, kemudian beliau bersabda: "Aku berilndung kepada Allah. Kehidupanku adalah bersama kalian dan kematianku adalah bersama kalian."


Roboh dan Runtuhnya Berhala-berhala dengan Isyarat Rasulullah
Ibnu Hisyam berkata: Seorang perawi yang sangat aku percayai meriwayatkan kepadaku dalam sanadnya dari Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masuk ke Makkah pada hari pembebeasan Kota itu dengan menaiki unta lalu mengelilinginya. Banyak terdapat berhala-berhala yang diikat dengan timah di sekitar Ka'bah, kemudian beliau memberi isyarat pada patung-patung tersebut dengan potongan kayu yang beliau pegang seraya membaca ayat:


Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap." Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap (QS. al-Isra': 81).192


Setiap Rasulullah berisyarat ke wajah sebuah berhala, maka ia pasti terjungkal ke bela kang dan setiap kali beliau memberi isyarat ke tengkuk suatu berhala maka berhala tersebut jatuh tersungkur. Demikianlah hingga semua berhala jatuh. Tentang peristiwa ini, Tamim bin Asad Al-Khuza'i bertutur:
 
Pada berhala-berhala itu ada pelajaran dan ilmu Untuk orang yang mengharap pahala atau adzab


Jalan Fadhalah Masuk Islam
Ibnu Hisyam berkata: Diriwayatkan kepadaku bahwa Fadhalah bin Umair bin Al-Mulawwah Al-Laitsi berniat membunuh Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam saat beliau melaksanakan thawaf di Baitullah pada hari pembebasan Makkah. Saat ia telah berdekatan dengan Rasulullah, beliau bersabda kepadanya: "Apakah betul engkau Fadhalah?" Fadhalah bin Umair menjawab: "Benar, wahai Rasulullah, akulah Fadhalah." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang telah engkau katakan kepada dirimu?" Fadhalah bin Umair menjawab: "Aku tidak mengatakan apa-apa. Aku hanya berdzikir kepada Allah." Rasulullah tertawa lalu bersabda, "Wahai Fadhalah, mohon ampunlah engkau kepada Allah." Usai bersabda seperti itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meletakkan tangannya di dada Fadhalah bin Umair hingga ia merasa tenang." Fadhalah bin Umair berkata: "Demi Allah, sebelum Rasulullah mengangkat tangannya dari dadaku, tiba-tiba tidak ada orang yang aku lebih cintai melebihi dirinya." Setelah itu, aku pulang. Dalam perjalanan ke rumah, aku bertemu dengan wanita. Teman wanitaku berkata: "Marilah kita berbincang sejenak." Aku berkata: "Tidak."
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ja’far meriwayatkan kepadaku dari Urwah bin Zubair, ia berkata: Shafwan bin Umaiyyah pergi ke Juddah karena ingin pergi ke Yaman. Umair bin Wahb berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Shafwan bin Umaiyyah merupakan pemimpin kaumnya. Saat ini ia melarikan diri darimu dan hendak melemparkan dirinya ke laut, maka berilah dia jaminan keamanan, mudah mudahan Allah menganugrahkan shalawat dan salam atasmu." Rasulullah bersabda: "Ia mendapat jaminan keamanan." Umair bin Wahb berkata: "Wahai Rasulullah, dapatkan engkau memberiku bukti tentang jaminan keamanan untuknya." Maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberikan sorban dipakai olehnya saat memasuki Makkah kepada Umair bin Wahb. kemudian, Umair bin Wahb pergi membawa sorban tersebut hingga bertemu Shafwan bin Umaiyyah yang saat itu hendak berlayar. Umair bin Wahb berkata: "Hai Shafwan, ayah-ibuku menjadi tebusanmu, takutlah engkau kepada Allah dan janganlah engkau bunuh diri. Inilah aku membawakan jaminan keamanan dari Rasulullah untukmu."
Shafwan bin Umayyah berkata: "Celakalah engkau, pergilah dan jangan bicara denganku." Umair bin Wahb berkata: "Wahai Shafwan, Rasulullah adalah manusia paling mulia, paling baik, paling lembut, dan sekaligus anak pamanmu. Kejayaan beliau adalah kejayaanmu, kemuliaan beliau adalah kemuliaanmu, dan kerajaan beliau juga kerajaanmu." Shafwan bin Umaiyyah berkata: "Namun aku khawatir atas diriku sendiri." Umair bin Wab berkata: "Beliau lebih lembut dan mulia dari apa yang engkau khawatirkan." Akhirnya, Umair bin Wahb berhasil membawa pulang Shafwan bin Umayyah kepada Rasulullah. Sesampainya di tempat Rasulullah, Shafwan bin Umaiyyah berkata kepada Rasulullah: Umair bin Wahb mengatakan bahwa engkau telah memberi jaminan keamanan untukku." Rasulullah bersabda: "Benar." Shafwan bin Umayyah berkata: "Beri aku waktu dua bulan untuk memilih." Rasulullah: " Bahkan aku beri waktu empat bulan untukmu."
Ibnu Hisyam berkata: Seorang ulama dari Quraisy meriwayatkan kepadaku bahwa Shafwan bin Umayyah berkata kepada Umair bin Wahb: "Celakalah engkau, pergilah dariku dan janganlah berbicara denganku, karena engkau pandai berdusta." Shafwan bin Umayyah berkata seperti itu karena sikap Umair bin Wahb kepadanya, dan masalah ini telah aku jelaskan pada bagian akhir dari pembahasan tentang Perang Badar.
 
Para Pemuka Makkah Masuk Islam
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku bahwa Ummu Hakim binti Al-Harits bin Hisyam dan Fakhitah binti Al-Walid masuk Islam. Fakhitah binti Al-Walid merupakan istri Shafwan bin Umayyah, sedang Ummu Hakim adalah istri Ikrimah bin Abu Jahal. Ummu Hakim meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk Ikrimah bin Abu Jahal dan beliau mengabulkannya. Kemudian Ummu Hakim menyusul Ikrimah bin Abu Jahal ke Yaman dan kembali dengan membawa Ikrimah bin Abu Jahal. Pada saat Ikrimah bin Abu Jahal dan Shafwan bin Umayyah masuk Islam, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melegalkan pernikahan keduanya dengan istri mereka berdua dengan akad nikahnya dahulu sebelum masuk islam.
Ketika berita tentang keislaman para pemuka Quraisy terdengar oleh Abdullah bin Az-Zaba'ra, ia pun pergi menghadap Rasulullah dan masuk Islam


Hubairah Tetap Dalam Kekafirannya dan Syair Yang dibuat Olehnya tentang Isterinya Ummu Hani Yang Masuk Islam
Ibnu Ishaq berkata: Adapun Hubairah bin Wahb Al-Makhzumi, ia menetap di Najran hingga meninggal dalam keadaan kafir. Istrinya bernama Ummu Hani' binti Abu Thalib yang bernama asli Hindun. Ketika Hubairah mendengar Ummu Hani' masuk Islam, ia bertutur:
Adakah engkau rindu kepada Hindun atau kau mendengar dia bertanya tentangmu ? Begitulah jarak itu, menghasilkan perubahan dari waktu ke waktu
Dia tidak mampu tidur di puncak benteng kokoh di Najran Khayalannya melayang jauh malam demi malam
Ia pengeritik yang bertiup membangunkanku di malam hari untuk mencelaku Dia menghinaku sungguh sesat apa yang ia perbuat terhadapku
Ia kira bila aku mentaati margaku, maka aku menjadi hina
Padahal yang membuatku hina adalah karena aku kehilangan dia dan ia membunuhku Aku berasal dari kaum yang jika semangat mereka meninggi dalam segala keadannya Aku melindungiku keluargaku dari belakang mereka
Tatkala mereka bergerak di bawah ujung tombak Tangan keluargaku memegang pedang-pedang
Laksana pedang yang biasa dimainkan anak-anak yang ada bayangannya Sungguh aku benci kepada orang-orang yang dengki dan perbuatan mereka Rezekiku dan rezeki keluargaku berada di Tangan Allah
Perkataan seseorang yang tidakpada tempatnya
Adalah seperti anak panah yang meluncur tanpa pengaruh apa-apa Jika engkau telah mengikuti agama Muhammad
Dan tali-tali telah menyatukan keluarga
Maka tinggallah engkau di atas dataran tinggi sambil bolak-balik Yang diliputi debu kering yang lembab.

Jumlah Kaum Muslimin Yang Menghadiri Pembebasan Makkah
Ibnu Ishaq berkata: Jumlah kaum Muslimin yang ikut serta pada pembebasan Makkah adalah sepuluh ribu orang; dari Bani Sulaim sebanyak tujuh ratus orang, pendapat lain mengatakan seribu orang, dari Bani Ghifar sebanyak empat ratus orang, dari Aslam empat ratus orang, dan dari Muzainah sebanyak seribu tiga orang. Adapun sisanya berasal dari Quraisy, kaum Anshar, sekutu-sekutu mereka, dan kabilah-kabilah Arab dari Tamim, Qais, dan Asad.
 
Abbas bin Mirdas menjadi Seorang Muslim
Ibnu Hisyam berkata: Kisah masuk Islamnya Abbas bin Mirdas, -seperti diriwayatkan kepadaku oleh ulama pakar melalui syairnya- bahwa ayah Abbas, Mirdas, memiliki berhala yang biasa disembah, yaitu berupa batu bernama Dhimar. Pada saat dia akan meninggal dunia, Mirdas berkata kepada Abbas: "Wahai anakku, sembahlah Dhimar, karena ia dapat memberi manfaat dan mudharat kepadamu." Abbas lalu mendatangi berhala Dhimar kemudian ia membakar berhala Dhimar tersebut, lalu menemui Rasulullah dan masuk Islam.


Keberangkatan Khalid bin Walid Pasca Pembebasan Makkah ke Bani Jadzimah dari Kinanah dan Perjalanan Ali untuk Mengoreksi Kesalahan Khalid
Ibnu lshaq berkata: Rasulullah mengirim para pasukan perang ke wilayah-wilayah di sekitar Makkah untuk mengajak manusia ke jalan Allah dan bukan untuk berperang. Di antara sahabat yang beliau kirim ialah Khalid bin Walid. Beliau menyuruh Khalid bin Walid pergi ke daerah Tihamah bagian bawah sebagai dai dan bukan sebagai tentara perang. Namun ketika Khalid bin Walid tiba di Bani Jadzimah, dia membunuh salah seorang dari Bani Jadzimah. Mengenai hal ini, Abbas bin Mirdas menuturkan syair:
Jika engkau mengangkat Khalid sebagai komandan pasukan
Dan mengedepankannya, sungguh ia telah maju dan menjadi komandan pasukan Mudah-mudahan Allah memberinya petunjuk dan engkau adalah komandannya Dengannya, kami menangkan kebenaran atas siapa yang berlaku zalim

Ibnu Hisyam: Bait-bait syair di atas merupakan penggalan dari syair Abbas bin Mirdas di Perang Hunain dan insya Allah akan aku paparkan pada bahasan yang lain.
Ibnu Ishaq berkata: Hakim bin Hakim bin Abbad bin Hunaif meriwayatkan kepadaku dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali, ia berkata: Setelah selesai pembebasan Makkah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meng- utus Khalid bin Walid sebagai dai dan bukan sebagai tentara. Khalid bin Walid berangkat menunaikan tugasnya ditemani oleh beberapa kabilah Arab; antara lain kabilah Sulaim bin Manshur dan kabilah Mudlij bin Murrah. Khalid bin Walid tiba di Bani Jadzimah bin Amir bin Abdu Manat bin Kinanah.pasa saat kabilah Bani Jadzimah melihat kedatangan Khalid bin Walid, mereka mengambil senjata. Khalid bin Walid berkata: "Turunkanlah senjata kalian, karena orang-orang telah masuk Islam."
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang ulama yang berasal dari Bani Jadzimah meriwayatkan kepadaku bahwa saat Khalid bin Walid meminta kami meletakkan senjata, salah seorang dari kami bernama Jahdam, berkata: "Wahai Bani Jadzimah celakalah kalian, dia adalah Khalid. Demi Allah, yang akan terjadi setelah peletakan senjata hanyalah penawanan dan pembunuhan. Demi Allah, aku tidak akan meletakkan senjata selamanya." Kemudian Jahdam dipegang oleh beberapa orang dari kaumnya dan mereka berkata padanya: "Wahai Jahdam, apakah engkau hendak menumpahkan darah kami? Sesungguhnya orang-orang telah masuk Islam, meletakkan senjata, menghentikan perang, dan telah merasa aman." Itulah yang terjadi hingga mereka merebut senjata Jahdam dan meletakkannya atas perintah Khalid bin Walid.
Ibnu lshaq berkata: Hakim bin Hakim meriwayatkan kepadaku dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali, ia berkata bahwa ketika orang-orang Bani Jadzimah meletakkan sen-jata, Khalid bin Walid menyuruh mereka meletakan kedua tangan di atas pundak dan kemudian Khalid bin Walid mengacungkan pedangnya lalu membunuh orang-orang yang memberontak diantara mereka. Saat berita tentang
 
kejadian ini sampai kepada Rasulullah, beliau mengangkat tangan ke langit, seraya berdo'a: "Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari perbuatan Khalid bin Walid."193


Ibnu Hisyam berkata: Beberapa ulama meriwayatkan kepadaku dari Ibrahim bin Ja'far Al-Mahmudi, ia berkata bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku bermimpi makan sepotong roti haits (kurma yang dicampur mentega) dan merasakan kelezatannya, namun tiba-tiba sebagian makanan tersebut berhenti di tenggorokanku, kemudian Ali bin Abu Thalib memasukkan tangannya dan mengeluarkan makanan yang menyumbat tersebut." Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata: "Wahai Rasulullah, salah satu dari pasukan yang engkau kirim mendatangkan kabar yang menyenangkanmu dan pasukan lainnya mendatangkan hambatan, oleh karena itu, utuslah Ali untuk menyelesaikan hambatan tersebut."
Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang dari Bani Jadzimah melarikan diri kemudian menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan melaporkan kejadian itu kepada beliau. Beliau bersabda, "Apakah ada orang yang menentang tindakan Khalid?" Orang tersebut menjawab: "Iya ada. Tindakan Khalid bin Walid tersebut ditentang orang yang kulitnya putih dan tingginya sedang, namun ia di bentak oleh Khalid bin Walid kemudian orang tersebut diam. Tindakan Khalid bin Walid juga ditentang orang lain yang tinggi dan kurus. Kedua orang itu terus menentang sehingga terjadi perselisihan sengit." Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Rasulullah, orang pertama adalah anakku, Abdullah bin Umar, sedang orang kedua adalah Salam mantan budak Abu Hudzaifah."
Ibnu Ishaq berkata: Hakim bin Hakim meriwayatkan kepadaku dari Abu Ja'far bin Muhammad bin Ali, ia berkata: Kemudian Rasulullah memanggil Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu lalu bersabda: "Wahai Ali, berangkatlah ke Bani Jadzimah, lihatlah masalah mereka, dan letakkan urusan jahiliyah di bawah kedua kakimu." Ali bin Abu Thalib pun berangkat dan tiba di Bani Jadzimah dengan membawa harta yang dikirim Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Ali bin Abu Thalib memberi diyat (ganti rugi) atas darah mereka dan kekayaan mereka, hingga memberi diyat (ganti rugi) atas tempat minum anjing milik mereka yang rusak. Seluruh darah dan kekayaan diberi diyat oleh Ali bin Abu Thalib hingga harta yang dibawanya hanya tersisa sedikit saja. Kemudian Ali bin Abu Thalib berkata kepada mereka: "Apakah ada darah dan kekayaan kalian yang lain yang belum diberi diyatV' Mereka menjawab: "Tidak ada." Ali bin Abu Thalib berkata: "Sisa harta ini aku berikan kepada kalian sebagai wujud kehati-hatian Rasulullah atas apa yang tidak beliau ketahui dan tidak kalian ketahui." Lalu Ali bin Abu Thalib menyerahkan sisa harta tersebut kepada mereka, kemudian pulang menghadap Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan melaporkan kepadanya atas apa yang ia telah lakukan.
Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Engkau bertindak benar dan baik." Setelah itu, beliau berdiri menghadap kiblat, mengangkat kedua tangannya hingga tampak ketiaknya, lalu berkata: "Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang diperbuat Khalid bin Walid." Rasulullah mengucapkannya sebanyak tiga kali.
lbnu Ishaq berkata: bebagian orang membela Khalid bin Walid dengan berkata bahwa Khalid bin Walid berkata: Aku memerangi mereka karena disuruh oleh Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi yang berkata bahwa Rasulullah memerintahkanmu memerangi mereka sebab mereka menolak masuk Islam.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Amr Al-Madani berkata bahwa ketika orang-orang Bani Jadzimah didatangi Khalid bin Walid, mereka berkata: "Kami telah mengganti agama kami, kami telah mengganti agama kami."
 
Ibnu Ishaq berkata: Jahdam berkata kepada Bani Jadzimah saat ia melihat mereka menurunkan senjata dan melihat tindakan Khalid bin Walid terhadap mereka: "Wahai orang-orang Bani Jadzimah. Apa yang kalian alami saat ini, sebelumnya telah aku peringatkan kepada kalian." Khalid bin Walid berbicara dengan Abdurrahman bin Auf. Lalu Abdurrahman bin Auf berkata: "Wahai Khalid, engkau telah melakukan tindakan jahiliyah dalam Islam." Khalid bin Walid berkata: "Aku membalas dendam atas kematian ayahmu." Abdurrahman bin Auf berkata: "Engkau berdusta. Karena aku telah membunuh pembunuh ayahku dan engkau hanyalah membalas dendam atas kematian pamanmu, Al- Fakih bin Al-Mughirah." Demikianlah yang terjadi hingga perbincangan keduanya meruncing. Hal tersebut didengar oleh Rasulullah, lalu beliau bersabda: "Pelan-pelan wahai wahai Khalid dan biarkan sahabat-sahabatku. Demi Allah, andai engkau memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu engkau menginfakkannya di jalan Allah, niscaya engkau tidak akan mampu menyamai pahala salah seorang sahabatku di pagi atau di sore hari."
Ibnu Ishaq berkata: Al-Fakih bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, Auf bin Abdu Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah, dan Affan bin Abu Al-Ash bin Umaiyyah bin Abdu Syams pergi untuk berniaga ke Yaman. Affan membawa putranya, Utsman, dan Auf pun membawa putranya, Abdurrahman. Ketika mereka kembali dari Yaman, mereka membawa harta salah seorang dari Bani Jadzimah yang wafat di Yaman untuk diserahkan kepada ahli warisnya. Harta tersebut diakui oleh salah seorang Bani Jadzimah bernama Khalid bin Hisyam dan ia menemui orang-orang Quraisy tersebut di sebuah daerah di Bani Jadzimah sebelum mereka tiba di keluarga mayit, akan tetapi mereka menolak memberikan harta tersebut kepada Khalid bin Hisyam. Kemudian Khalid bin Hisyam bersa- ma beberapa orang dari kaumnya menyerang orang-orang Quraisy tersebut untuk merebut harta itu dan kejadian ini menewaskan Auf bin Abdu Auf dan Al-Fakih bin Al-Mughirah, adapun Affan bin Abu Al-Ash beserta anaknya selamat.
Orang-orang Bani Jadzimah merampas harta Al-Fakih bin Al-Mughirah dan harta Auf bin Abdu Auf lalu membawanya pergi. Kemudian Abdurahman bin Auf membunuh Khalid bin Hisyam yang telah membunuh ayahnya. Setelah itu, orang-orang Quraisy hendak menyerang Bani Jadzimah, namun orang-orang Bani Jadzimah berkata kepada mereka: "Mereka tidak dibunuh oleh orang-orang kami, namun mereka dibunuh oleh salah satu kaum karena mereka tidak tahu. Kemudian mereka membunuhnya tanpa sepengetahuan kami. Kami akan membayar diyat (ganti rugi) darah dan harta kalian." Akhirnya, orang-orang Quraisy pun menerima tawaran tersebut dari Bani Jadzimah dan mengurungkan niat perangnya.
Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas meriwayatkan kepadaku dari Az- Zuhri dari Ibnu Abu Hadrad Al-Aslami, ia berkata: Waktu itu aku ikut bersama pasukan berkuda Khalid bin Walid. Salah seorang pemuda dari Bani Jadzimah yang seusia denganku berkata kepadaku -ketika itu kedua tangannya diikat ke tengkuk dengan tali dan wanita-wanita berkumpul tidak jauh darinya: "Wahai anak muda." "Ya, ada apa?" jawabku. Ia berkata: "Sudikah engkau mengambil tali dari leherku kemudian menuntunku kepada wanita-wanita itu untuk memenuhi kebutuhanku kemudian engkau mengembalikanku ke tempat semula dan engkau dapat melakukan apa saja kepadaku?" Aku berkata: "Ya! demi Allah, betapa remeh permintaanmu itu." Kemudian, aku mengambil talinya lalu menuntun dan membawanya kepada para wanita itu. Ia berkata: "Tenanglah wahai Hubaisy walau kehidupan akan berakhir."
Ibnu Hisyam berkata: Sebagian besar pakar syair berpendapat bahwa dua bait syair terakhir bukan milik orang tersebut.
Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas meriwayatkan kepadaku dari Az- Zuhri dari Ibnu Abu Hadrad Al-Aslami, ia berkata: Wanita tersebut bertutur: "Dan engkau semoga
 
mendapat tambahan umur tujuh belas ganjil atau delapan belas genap." Kemudian aku pergi bersama pemuda tersebut lalu lehernya dipancung.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Firas bin Abu Sunbulah Al-Aslami meriwayatkan kepadaku dari orang-orang tua mereka dari orang-orang yang menyaksikan peristiwa di atas, ia berkata: Ketika kepala pemuda tadi dipenggal, wanita itu mendekat dan menindihnya. Ia terus menerus mencium pemuda tersebut hingga wanita itu pun meninggal di sisinya.


Perjalanan Khalid bin Walid untuk Menghancurkan Berhala Al-Uzza
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu, Rasulullah mengirim Khalid bin Walid ke lokasi berhala Al-Uzza yang terletak di daerah Nakhlah. Al-Uzza adalah rumah yang di agung-agungkan oleh warga setempat, yaitu orang-orang Quraisy, Kinanah, dan Mudhar. Kuncen Al-Uzza adalah Bani Syaiban dari Bani Sulaim sekutu Bani Hasyim. Ketika pemilik Al-Uzza dari Bani Sulaim mengetahui keberangkatan Khalid bin Walid ke Al-Uzza, ia menggantungkan pedangnya ke atas Al-Uzza dan ia naik ke puncak gunung dimana Al-Uzza berada. Ketika Khalid bin Walid tiba di sana, ia menghancurkan berhala Al-Uzza, lalu beliau kembali ke menghadap Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud, ia berkata: Setelah pembebasan Makkah, Rasulullah menetap di Makkah selama lima belas malam. Dan selama masa itu, beliau mengqashar shalat.194


Ibnu Ishaq berkata: Pembebasan Makkah terjadi pada tanggal 20 Ramadhan tahun ke delapan Hijriyah.


Perang Hunain Tahun Kedelapan Hijriyah Pasca Pembebasan Kota Makkah
Ibnu Ishaq berkata: Ketika kabilah Hawazin mendengar berita tentang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan pembebasan Makkah yang dianugerahkan Allah kepada beliau, mereka segera disatukan Malik bin Auf An-Nashri. Selain Kabilah Hawazin bergabung pula seluruh penduduk kabilah Tsaqif dengannya. Demikian pula seluruh penduduk kabilah Nashr, kabilah Jusyam, Sa'ad bin Bakr, dan beberapa orang dari Bani Hilal walaupun dalam jumlah yang sangat kecil. Dari Qais Ailan tidak ada yang ikut serta pada Perang Hunain kecuali orang-orang tadi. Orang-orang kabilah Hawazin yang tidak ikut serta pada perang Hunain ialah kabilah Ka'ab dan Kilab serta tak seorang pun dari mereka yang namanya diketahui ikut serta di perang ini. Dari Bani Jusyam terdapat Duraid bin Ash-Shimmah, Ia seorang yang sudah tua namun pendapatnya brilian, ahli perang, dan sangat berpengalaman. Dari kabilah Tsaqif terdapat dua tokoh mereka. Dari Ahlaf ialah Qarib bin Al-Aswad bin Mas'ud bin Muattib. Dari Bani Malik terdapat Dzu Al-Khimar yang tidak lain adalah Subay'i bin Al-Harits bin Malik dan saudaranya bernama Ahmar bin Al-Harits. Pusat komando ada pada Malik bin Auf An-Nashri. Ketika Malik bin Auf An-Nashri telah bertekad bulat untuk menyerang Rasulullah, ia berangkat bersama pasukannya lengkap dengan harta, istri, dan anak-anak mereka.
Pada saat ia tiba di Lembah Authas, orang-orang berkumpul di tempat Malik bin Auf An-Nashri, termasuk Duraid bin Ash-Shimmah yang berangkat dalam sekedup khusus. Saat Duraid bin Ash- Shimmah turun dari sekedupnya, ia bertanya: "Di lembah manakah kalian berhenti?" Orang-orang
 
menjawab: "Di Lembah Authas." Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Tempat ini merupakan tempat terbaik untuk kuda. Tidak terlalu berbatu dan tidak pula terlalu banyak debu. Namun mengapa aku mendengar suara erang an unta, ringkik keledai, tangisan anak kecil, dan kambing mengembik?" Mereka menjawab: "Malik bin Auf An-Nashri berangkat bersama orang-orang dengan membawa serta seluruh harta, istri, dan anak mereka." Duraid bin Ash-Shimmah bertanya: "Dimanakah Malik?" Malik bin Auf An-Nashri pun dipanggil. Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Wahai Malik, kini engkau telah menjadi pemimpin kaummu dan sesungguhnya hari perang itu akan terjadi dan tidak akan terjadi lagi setelahnya. Namun mengapa mengapa aku mendengar suara unta, ringkik keledai, tangisan anak kecil, dan kambing mengembik?" Malik bin Auf An-Nashri menjawab, "Aku membawa orang-orang dengan mengikut sertakan seluruh harta, istri-istri, dan anak-anak mereka." Duraid bin Ash-Shimmah bertanya: "Mengapa?" Malik bin Auf An-Nashri menjawab: "Aku ingin menempatkan istri dan harta di belakang setiap orang, agar ia berperang membela mereka." Duraid bin Ash-Shimmah menghardik keras Malik bin Auf An-Nashri, kemudian Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Demi Allah, strategi ini laksana penggembala kambing. Adakah sesuatu yang dapat menahan mundurnya seseorang yang lari dari medan laga? Jika engkau memperoleh kemenangan maka sesungguhnya yang bermanfaat bagimu hanyalah seseorang dengan pedang dan tombaknya. Jika kamu mengalami kekalahan, maka keluargamu akan mendapat malu pada keluarga dan hartamu." Duraid bin Ash-Shimmah bertanya lagi: "Apa yang dilakukan kabilah Ka'ab dan kabilah Kilab?" Orang- orang menjawab: "Tak seorangpun di antara mereka yang ikut serta." Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Kekuatan dan keberanian telah sirna. Bila yang akan terjadi adalah kejayaan, pasti tidak ada seorangpun yang tidak ikut serta dari kabilah Ka'ab dan kabilah Kilab.
Sungguh aku menginginkan kalian berbuat seperti apa yang dilakukan oleh kabilah Ka'ab dan Kilab. Lalu siapa saja yang ikut serta di antara kalian?" Orang-orang menjawab: "Amr bin Amir dan Auf bin Amir." Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Dua orang itu anak muda yang tidak memiliki strategi perang yang tidak memberi manfaat dan bahaya. Wahai Malik, engkau sedikit pun tidak mendekatkan para pemuka Hawazin ke leher kuda. Tempatkan mereka dan harta di tempat yang sulit dijangkau dan mudah dipertahankan di tanah mereka, lalu hadapilah orang-orang yang keluar dari agama nenek moyang itu (ummat Islam) di atas punggung kuda. Jika kemenangan berpihak padamu, maka orang- orang yang ada di belakangmu pasti menyusulmu. Apabila engkau menderita kekalahan, aku bisa menemuimu di tempat itu, sungguh engkau telah melindungi keluarga dan hartamu."
Malik bin Auf An-Nashri berkata: "Itu semua takkan aku lakukan. Wahai Duraid bin Ash-Shimah, engkau seorang yang sepuh dan akalmu juga telah menua. Demi Allah, kalian harus taat kepadaku wahai orang-orang Hawazin. Jika tidak, aku akan bersandar di atas pedang ini hingga menembus keluar dari punggungku." Malik bin Auf An-Nashri tidak ingin Duraid bin Ash-Shimah mempunyai kontribusi atau ide dalam persoalan ini. Orang-orang kabilah Hawazin pun berkata: "Kami akan menta'atimu." Duraid bin Ash-Shimmah betutur: "Inilah hari yang tidak akan aku saksikan dan tidak akan aku biarkan, lalu ia melantunkan syair:
Andai saja pada perang ini aku seorang pemuda Yang berjalan menyelinap dan berjalan di dalamnya
Aku tuntun kuda yang berambutpanjang menjulur di kakinya Laksana kijang muda yang berlari cepat

Ibnu Hisyam berkata: Tidak sedikit orang yang meriwayatkan bait syair: Andai saja pada perang ini aku seorang pemuda.
 
Ibnu Ishaq berkata: "Setelah itu, Malik bin Auf An-Nashri berkata kepada pasukannya: "Apabila kalian melihat mereka, patahkan sarung pedang kalian, lalu seranglah mereka ibarat serangan satu orang."
Ibnu Ishaq berkata: Umaiyyah bin Abdullah bin Amr bin Utsman meriwayatkan kepadaku ia diberitahu bahwa Malik bin Auf An-Nashri mengirim beberapa orang dari pasukannya untuk menjadi mata-mata. Tak lama kemudian, mereka menemui Malik bin Auf An-Nashri dalam keadaan ketakutan. Malik bin An-Nashri berkata kepada mereka: "Celaka kalian, apa yang terjadi ?" Mata-mata tersebut berkata: "Kami melihat orang-orang putih mengendarai kuda belang. Demi Allah, tiba-tiba kami diguncang ketakutan luar biasa seperti yang kini engkau lihat." Demi Allah, kejadian itu tidak menyurutkan tekad Malik bin Auf An-Nashri merealisasikan niatnya.
Ibnu Ishaq berkata: Ketika Rasulullah mendapat berita tentang Malik bin Auf An- Nashri dan pasukannya, beliau mengutus Abdullah bin Abu Hadrad Al-Aslami dan menyuruhnya untuk menyelinap ke tempat mereka untuk mengetahui kondisi mereka. Kemudian kembali kepada beliau dengan membawa informasi. Abdullah bin Abu Hadrad pun berangkat, menyelinap ke tempat mereka. Ia berada di sana hingga mengetahui bahwa orang-orang kabilah Hawazin telah bersatu dengan Malik bin Auf An-Nashri untuk memerangi beliau. Ia juga mendengar perbincangan Malik bin Auf An-Nashri dan kondisi terakhir orang-orang kabilah Hawazin. Setelah mendapatkan semua informasi itu, Abdullah bin Abu Hadrad segera pulang menemui Rasulullah. Ia melaporkan hasil temuannya. Setelah itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memanggil Umar bin Khaththab dan menyampaikan tentang berita itu kepadanya. Umar bin Khaththab berkata: "Abdullah bin Abu Hadrad berkata dusta." Abdullah bin Abu Hadrad berkata: "Apabila engkau tidak mempercayaiku, mungkin engkau tidak mempercayai kebenaran wahai Umar. Sungguh engkau tidak mempercayai orang yang lebih baik dariku." Rasulullah bersabda: "Wahai Umar, sesungguh engkau dahulu dalam keadaan tersesat, lalu Allah memberimu petunjuk."


Rasulullah Shallallahu Alaih wa Sallam Meminjam Baju Besi Milik Shafwan bin Umayyah dan Senjatanya
Ibnu Ishaq berkata: Saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memutuskan untuk pergi ke tempat orang-orang Hawazin untuk menghadapi mereka, beliau mendapat kabar bahwa Shafwan bin Umayyah memiliki baju besi dan senjata. Sebab itu, beliau pergi menemui Shafwan bin Umayyah yang pada saat itu masih dalam keadaan musyrik lalu bersabda: "Hai Abu Umayyah, pinjamkanlah kepada kami senjatamu untuk menghadapi musuh kami esok pagi." Shafwan bin Umaiyah bertanya: "Apakah ini merupakan perampasan, wahai Muhammad?" Rasulullah menjawab: "Tidak, ini adalah pinjaman yang diberi jaminan dan akan aku serahkan kembali kepadamu." Shafwan bin Umayyah berkata: "Bila demikian adanya, maka tidak apa-apa." Shafwan bin Umayyah pun memberikan seratus baju besi yang cukup sebagai senjata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Pendapat lain mengatakan bahwa Rasulullah meminta Shafwan bin Umayyah membantu kaum Muslimin dengan membawa baju besi tersebut dan ia pun menyepakatinya.
Kemudian Rasulullah berangkat bersama dua ribu warga Makkah dan sepuluh ribu sahabat yang ikut berangkat bersama beliau dalam pembebasan Makkah. Jadi jumlah keseluruhan pasukan Islam pada perang kali ini adalah dua belas ribu tentara.
Rasulullah memilih Attab bin Usaid bin Abu Al-Ish bin Umayyah bin Abdu Syams sebagai pemimpin Makkah bagi orang-orang yang tidak bisa berangkat perang bersama beliau.
Kemudian Rasulullah berangkat untuk menghadapi orang-orang kabilah Hawazin.
 
Pohon Dzatu Anwath
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Sinan bin Abu Sinan Ad-Duali dari Abu Waqid Al-Laitsi bahwa Al-Harits bin Malik berkata: Kami berangkat ke Hunain bersama Rasulullah, ketika itu kami baru saja lepas dari telikungan jahiliyah. Orang-orang kafir Quraisy dan orang-orang Arab memiliki pohon besar yang rindang nan hijau di sekitar mereka bernama Dzatu Anwath. Mereka rutin datang ke pohon tersebut setiap tahun kemudian menggantungkan senjata padanya, menyembelih hewan di sekitarnya, dan tinggal di bawahnya selama sehari. Ketika kami berjalan bersama Rasulullah, kami melihat pohon hijau dan besar tersebut. Kami saling berseru dari samping jalan: "Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami pohon Dzatu Anwath seperti yang mereka miliki." Rasulullah bersabda: "Allahu Akbar, demi Dzat dimana jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kalian telah berkata seperti yang pernah dikatakan kaum Nabi Musa kepada Nabinya: Hai Musa, buatkanlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)." Musa menjawab: "Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang bodoh." (Al-A'raaf: 138). Sesungguhnya ini merupakan salah satu tradisi dan sungguh kalian akan mengerjakan tradisi- tradisi orang-orang sebelum kalian.” 195


Ketegaran Rasulullah dan para Sahabatnya
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah meriwayatkan kepadaku dari Abdurrahman bin Jabir dari ayahnya, Jabir bin Abdullah, ia berkata: Ketika kami berjalan menuju Hunain, kami turun di salah satu lembah Tihamah yang luas, saat itu seharusnya kami singgah dengan santai, namun kami singgah dengan tergesa-gesa. Ini terjadi pada tengah malam yang gelap gulita. Sementara itu kabilah Hawazin telah tiba lebih awal mendahului kami di lembah tersebut. Kemudian mereka bersembunyi dari penglihatan kami di salah satu jalan. Mereka telah bertekad bulat dan siap tempur. Demi Allah, tidak ada yang membuat kami saat kami singgah, selain pasukan mereka yang menyerang kami dengan serentak ibarat serangan satu orang. Kami lari kocar-kacir sehingga tak seorang pun yang memperdulikan orang lain.
Rasulullah bergeser ke sebelah kanan, kemudian berseru lantang: "Wahai manusia mendekatlah kepadaku, aku adalah Rasu lullah. Aku Muhammad bin Abdullah." Namun tidak ada respon, sebagian unta pergi meninggalkan unta lain dan seluruh orang berlarian. Hanya beberapa orang dari kaum Muhajirin, kaum Anshar, dan ahlul bait yang tetap bertahan bersama Rasulullah. Di antara para sahabat yang tetap setia bertahan bersama beliau dari kalangan kaum Mujahirin ialah Abu Bakar dan Umar bin Khathathab. Adapun yang tetap bertahan bersama beliau dari ahlul bait ialah Ali bin Abu Thalib, Al-Abbas bin Abdul Muthalib, Abu Sufyan bin Al-Harits beserta putranya, Al-Fadhl bin Al-Abbas, Rabi'ah bin Al-Harits, Usamah bin Zaid, dan Aiman bin Ummu Aiman bin Ubaid yang ketika itu gugur sebagai syahid.
Ibnu Hisyam berkata: Nama putra Abu Sufyan bin Al-Harits ialah Ja'far dan nama Abu Sufyan sendiri ialah Al-Mughirah. Sebagian ulama memasukkan nama Qutsam bin Al-Abbas ke dalam daftar orang- orang yang tetap bertahan bersama Rasulullah dan tidak mencantumkan nama Abu Sufyan bin Al- Harits.
Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah meriwayatkan kepadaku dari Abdurrahman bin Jabir dari ayahnya, Jabir bin Abdullah, ia berkata: Seseorang dari kabilah Hawazin mengendarai unta merah dengan memegang panji perang berwama hitam di ujung tombaknya yang panjang, ia berjalan di
 
depan orang-orang Hawazin, sementara itu orang-orang Hawazin berjalan di belakangnya. Jika ia melihat sesuatu, ia menghunjamkan tombaknya ke tanah. Dan tatkala ia tidak melihat apa-apa, ia mengangkat tombak dan mengarahkannya kepada orang-orang yang ada di belakangnya, kemudian mereka ber-jalan mengikutinya.
Ibnu Ishaq berkata: Ketika orang-orang kalah dan lari dari medan Perang Hunain dan salah seorang yang bersama Rasulullah melihat kekalahan tersebut, berkatalah beberapa orang dari mereka yang menyimpan dendam di dalam hatinya. Abu Sufyan bin Harb berkata: "Pelarian mereka tidak akan berakhir hingga mereka sampai di laut. Panah undian pasti berada di busur panahnya."
Jabalah bin AI-Hanbal, (Ibnu Hisyam mengatakan Kaladah bin Al-Hanbal) dan saudaranya Shafwan bin Umayyah -seorang yang masih musyrik dalam kurun waktu yang telah ditentukan oleh Rasulullah- berteriak kencang: "Ketahuilah, pada hari ini sihir telah kalah." Shafwan bin Umayyah berkata kepada Jabalah atau Kaladah bin Al-Hanbal: "Diamlah kamu, semoga Allah memecahkan gigimu. Demi Allah, jika aku dipimpin seseorang dari Quraisy, itu lebih aku sukai ketimbang dipimpin seseorang yang berasal dari kabilah Hawazin."
Ibnu Hisyam berkata: Hassan bin Tsabit mencibir Kaladah atau Jabalah bin Al-Hanbal:
Kulihat orang hitam dari jauh dan aku pun takut olehnya
Abu Hanbal menggauli Ummu Hanbal Orang yang berada di atas perut Ummu Hanbal Bagaikan lengan-lengan unta muda hasil perbuatan Ibnu 'Izhil

Bait-bait syair tersebut dibacakan kepadaku oleh Abu Zaid. Selain itu, dikatakan kepadaku bahwa Hassan bin Tsabit menujukan bait-bait syair tadi kepada Shafwan bin Umayyah yang merupakan saudara seibu Kaladah (atau Jabalah).


Kegagalan Rencana Syaibah bin Utsman Membunuh Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Syaibah bin Utsman bin Abu Thalhah dari Bani Abduddar berkata: "Pada hari ini, aku bisa melampiaskan dendamku -karena ayahnya terbunuh di Perang Uhud-. Hari ini, aku akan membunuh Muhammad. Aku mengitarinya untuk membunuhnya, namun tiba-tiba ada sesuatu datang menutup hatiku yang membuat aku sama sekali tidak berdaya. Akhirnya aku sadar bahwa beliau terlindungi dariku."
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang warga Makkah meriwayat kepadaku bahwa Rasulullah bersabda
-pada saat berangkat dari Makkah menuju Hunain dan melihat terdapat banyak tentara-tentara Allah yang ikut serta bersamanya-: "Pada hari ini, kita tidak akan dikalahkan karena jumlah yang sedikit."
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian ulama mengingatkan bahwa ucapan di atas merupakan ucapan seseorang yang berasal dari kabilah Bani Bakr.
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri meriwayatkan kepadaku dari Katsir bin Al-Abbas dari ayahnya, Al-Abbas bin Abdul Muthalib, ia berkata: "Aku bersama Rasulullah memegang tali kekang bighal (binatang hasil perkawinan antara kuda dan keledai) beliau yang berwarna putih. Aku letakkan tali kekang bighal tersebut di antara dagunya. Aku adalah orang dengan perawakan besar dan memiliki suara keras. Ketika melihat orang-orang lari dari medan perang Rasulullah bersabda: "Pada pergi kemana orang-orang?" Aku tidak melihat orang-orang menoleh kepada sesuatu apa pun. Karena itu, Rasulullah bersabda: "Wahai Abbas, katakanlah dengan lantang: "Wahai sekalian orang-orang Anshar, wahai seluruh orang-orang pemilik samurah." Mereka menjawab: "Labbaika, labbaika (kami memenuhi panggilanmu)." Kemudian ada seseorang yang berusaha untuk membelokkan untanya,
 
namun ia tidak kuasa. Kemudian ia memakai baju besinya dan melemparkan dirinyaa dari atas unta. Lalu ia mengambil pedang dan tameng, kemudian berjalan tanpa mengendarai untanya menuju suaraku hingga ia tiba di sisi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallatn.
Ketika seratus orang telah berkumpul di tempat Rasulullah, mereka maju menghadapi musuh dan bertempur melawan mereka. Panggilan pertama dikumandangkan kepada orang anshar: "Hai orang- orang Anshar!" kemudian ditujukan kepada orang Al-Khajraj: "Wahai orang-orang Al-Khazraj." Orang- orang Al-Khazraj dari kalangan Anshar merupakan orang-orang yang paling sabar dalam peperangan. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melihat medan perang dari atas hewan kendaraannya ketika kedua belah pihak saling bertempur, kemudian bersabda: "Saat ini perang telah berkecamuk."196


Ibnu Ishaq berkata: Ashim bin Umar bin Qatadah meriwayatkan kepadaku dari Abdurrahman bin Jabir dari ayahnya, Jabir bin Abdullah, ia berkata: Pada saat kabilah Hawazin pemegang panji perang tengah berada di atas unta melakukan apa yang biasa dilakukan, tiba-tiba Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dan seseorang dari Anshar menghampirinya. Ali bin Abu Thalib datang kepada pemegang panji perang kabilah Hawazin tersebut dari arah belakang kemudian memukul dua urat tumit untanya dengan pedang hingga ia pun jatuh tersungkur. Pada saat yang bersamaan, sahabat dari kaum Anshar melompat ke arah pemegang panji kabilah Hawazin tersebut, lalu memukulinya dengan pedang hingga kakinya terputus. Pemegang panji perang kabilah Hawazin tersebut pun tersungkur. Kedua belah pihak terus bertempur. Demi Allah, para sahabat yang semula lari dari perangan, kini mereka melihat para tawanan dalam keadaan terikat berada di samping Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Rasulullah melirik ke arah Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib ia termasuk salah seorang yang bersabar bersama beliau di perang tersebut, Saat ia masuk Islam, keislamannya baik. Dia adalah orang yang memegang tali belakang pelana bighal Rasulullah. Beliau bertanya: "Siapakah orang ini?'"Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib menjawab: "Aku anak pamanmu, wahai Rasulullah."


Tentang Ummu Sulaim
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah menoleh dan melihat Ummu Sulaim binti Milhan yang pada saat itu ikut terjun ke medan perang bersama suaminya, Abu Thalhah. Ummu Sulaim mengikat pinggangnya dengan kain burdah karena sedang mengandung Abdullah bin Abu Thalhah, dan menaiki unta milik suaminya, ia khawatir terlempar dari untanya. Oleh sebab itu ia mendekatkan kepala unta kepadanya dan menggulungkan tali kendali unta tersebut di tangannya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Ummu Sulaim: "Apakah engkau Ummu Sulaim?" Ummu Sulaim menjawab: "Benar! wahai Rasulullah. Bagaimana kalau engkau membunuh mereka yang melarikan diri darimu sebagaimana engkau membunuh orang-orang yang memerangimu, karena mereka layak diperlakukan demikian." Rasulullah bersabda: "Cukuplah Allah bagiku, wahai Ummu Sulaim?" Pada saat itu, Ummu Sulaim membawa pisau. Abu Thalhah bertanya kepada Ummu Sulaim: "Mengapa engkau membawa pisau, wahai Ummu Sulaim?" Ummu Sulaim menjawab: "Pisau ini sengaja aku bawa. Dan apabila ada salah seorang dari kaum musyrikin mendekat padaku, aku akan menikamnya dengan pisau ini." Abu Thalhah berkata: "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan oleh Ummu Sulaim Ar-Rumaisha?"
 
Ibnu Ishaq berkata: "Ketika Rasulullah berangkat menuju Hunain, Bani Salim bersatu dengan Adh- Dhahhak bin Sufyan Al- Kilabi. Pada saat orang-orang melarikan diri, Malik bin Auf An-Nashri bertutur kepada kudanya:
Majulah hai Muhaj, mereka adalah peminpin perang yang baik Janganlah engkau tertipu bahwa musuh sudah berlalu

Ibnu Hisyam berkata: Kedua bait di atas bukanlah syair Malik bin Auf An-Nashri dan dilantunkan bukan pada Perang Hunain.


Abu Qatadah dan Hasil Rampasannya
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa ia diberitahu dari Abu Qatadah Al-Anshari. Aku juga diberitahu orang yang tidak aku ragukan integritasnya dari Nafi' mantan budak Bani Ghifar Abu Muhammad dari Abu Qatadah, ia berkata: "Pada Perang Hunain, aku melihat dua orang; muslim dan kafir sedang bertempur. Tiba-tiba salah seorang dari kaum musyrikin ingin membantu temannya untuk menghadapi lawannya yang muslim. Aku hampiri orang itu dan aku tebas tangannya hingga terputus. Lalu ia merangkulku dengan tangan kirinya. Demi Allah, ia tidak membiarkanku hingga aku mencium aroma darah. Menurut Ibnu Hisyam, aroma kematian, dan hampir saja ia membunuhku andai ia tidak kehabisan darah. Lalu ia terjatuh, kemudian aku menyerangnya kembali hingga ia pun tewas. Perang membuatku menjauh dari orang tersebut, tiba- tiba seseorang dari warga Makkah melewati orang tadi kemudian mengambil barang yang ada pada tubuhnya. Setelah perang berakhir dan kami berhasil mengalahkan musuh, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa membunuh salah seorang korban, ia berhak atas salab (harta kekayaan) korban itu." Aku berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku telah membunuh salah seorang musuh yang mempunyai salab (kekayaan) kemudian kecamuk perang memisahkanku dari orang tersebut sehingga aku tidak tahu siapa yang mengambilnya." Seseorang dari warga Makkah berkata: "Ia (Abu Qatadah) berkata benar, wahai Rasulullah. Harta orang yang ia bunuh kini ada padaku." Mintakanlah untukku agar ia (Abu Qatadah) merelakannya untuk aku miliki." Abu Bakar Ash- Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata kepada orang Makkah tersebut: "Tidak, Allah tidak meridhai hal ini. Engkau sengaja mendekat kepada salah seorang singa Allah yang berperang karena Allah karena maksud agar dapat berbagi rampasan dengannya. Kembalikanlah barang itu kepada pemiliknya." Rasulullah bersabda kepada orang Makkah tersebut: "Abu Bakar berkata benar, kembalikanlah salab itu kepada pemiliknya." Aku pun segera mengambil salab dari orang itu kemudian menjualnya.
Uang dari hasil penjualannya, aku gunakan untuk membeli sebuah kebun kurma dan itulah kekayaan pertama yang aku miliki.197


Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya meriwayatkan kepadaku dari Abu Salamah dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik, ia berkata: Abu Qatadah sendiri berhasil mendapatkan rampasan (salab) dari dua puluh orang di Perang Hunain.


Kekalahan Orang-orang Khawazin dan Kehadiran Malaikat di Medan Perang
 
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ishaq bin Yasar meriwayatkan kepadaku dari Jubair bin Muth'im, ia berkata: Sebelum kekalahan musuh dan saat kedua belah pihak bertempur, aku melihat seperti gumpalan hitam turun dari langit di tempat antara kami dan musuh. Aku perhatikan, ternyata gumpalan hitam itu adalah semut yang berserakan dan memenuhi lembah. Aku yakin bahwa itu adalah para malaikat, karena yang terjadi setelah itu adalah kekalahan musuh.
Ibnu Ishaq berkata: Saat Allah Ta'ala mengalahkan orang-orang musyrikin pada Perang Hunain dan memberikan kemenangan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, seorang wanita dari kaum Muslimin melantunkan syair:
Kuda Allah telah mengalahkan kuda Al-Lata Dan Allah lebih Perkasa

Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang pakar syair membacakan kepadaku syair berikut:
Sungguh kuda Allah telah mengalahkan kuda Al-Lata Dan kuda-Nya itu lebih perkasa

Ibnu Ishaq berkata: Ketika orang-orang kabilah Hawazin menyerah, terdapat banyak korban di pihak Tsaqif Bani Malik; tujuh puluh orang dari mereka terbunuh, termasuk di dalamnya Utsman bin Abdullah bin Rabi'ah bin Al-Harits bin Habib. Pada awalnya panji perang mereka dipegang oleh Dzu Al- Khimar. Setelah Dzu Al-Khimar tewas, panji perang itu diambil-alih oleh Utsman bin Abdullah yang kemudian bertempur dengan panji itu hingga tewas.
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu Amir bin Wahb bin Al-Aswad, ia mengatakan: Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengetahui tewasnya Utsman bin Abdullah, beliau bersabda: "Semoga Allah melaknatnya, karena dulu ia membenci orang-orang Quraisy."
Ibnu Ishaq berkata: Ya'qub bin Utbah bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas meriwayatkan kepadaku bahwa koraban yang lainnya yang tewas terbunuh selain Utsman bin Abdullah ialah budak Kristennya.
Al-Mughirah bin Syu'bah berkata: Tatkala salah seorang dari kaum Anshar mengambil salab (harta rampasan) dari para korban Tsaqif, ia mendapati budak tersebut tidak dikhitan. kemudian ia berteriak: "Wahai orang-orang Arab, Allah mengetahui bahwa orang-orang Tsaqif tidak dikhitan." Aku pegang tangan orang Anshar tersebut, karena aku khawatir ia bercerita tentang kami kepada orang-orang Arab. Aku berkata padanya: "janganlah engkau berkata seperti itu. Sesungguhnya orang tersebut adalah budak kami yang beragama Kristen." Lalu aku memperlihatkan korban lain kepada orang Anshar tersebut dan aku berkata: "Tidak engkau melihat mereka dikhitan?"
Ibnu Ishaq berkata: Panji perang Al-Ahlaf ada pada Qarib bin Al-Aswad. Ketika orang-orang kabilah Hawazin kalah, ia sandarkan panji perangnya pada sebuah pohon, lalu ia bersama anak-anak paman dan kaumnya dari Al-Ahlaf melarikan diri. Dengan demikian, yang terbunuh dari orang-orang Al-Ahlaf hanyalah dua orang; seorang dari Bani Ghiyarah bernama Wahb dan yang lain berasal dari Bani Kabbah bernama Al-Julah.
Ketika Rasulullah mendengar kabar tewasnya Al-Julah, beliau bersabda: "Hari ini, pemuda terbaik Tsaqif telah terbunuh, kecuali apa yang terjadi pada Ibnu Hunaidah." -Yang dimaksud dengan Ibnu Hunaidah ialah Al- Harits bin Uwais-.


Terbunuhnya Duraid bin Ash-Shimah
 
Ibnu Ishaq berkata: Saat kaum musyrik kalah di Perang Hunain, mereka pergi ke Thaif bersama Malik bin Auf An-Nashri, sebagian dari mereka berkemah di Lembah Authas dan sebagian lainnya pergi ke Nakhlah, dan hanya Bani Ghiyarah dari Tsaqif saja yang pergi ke Nakhlah. Pasukan berkuda Rasulullah membuntuti orang-orang yang melintasi Nakhlah namun tidak membuntuti orang-orang yang melewati perbatasan.
Rabi'ah bin Rufay'i bin Uhban bin Tsa'labah bin Rabi'ah bin Yarbu' bin Sammal bin Auf bin Umru'ul Qais
-Rabi'ah yang dikenal dengan panggilan Ibnu Ad-Dughunah dan Ad-Dughunah adalah ibunya. Ia lebih dikenal dengan sebutan ini. Pendapat lain mengatakan Ibnu Ladz'ah, ia menemukan Duraid bin Ash- Shimmah, kemudian Rabi'ah bin Rufay'i memegang untanya karena Rabi'ah bin Rufay'i mengira bahwa Duraid bin Ash-Shimmah seroang wanita, sebab saat itu Duraid bin Ash-Shimmah berada di dalam sekedup, tapi ternyata Duraid bin Ash-Shimmah adalah seorang lelaki. Rabi'ah bin Rufay'i mendudukkan unta Duraid bin Ash-Shimmah, dan didapatinya ia telah tua, namun Rabi'ah bin Rufay'i tidak mengenalnya.
Duraid bin Ash-Shimmah berkata kepada Rabi'ah bin Rufay'i: "Apa yang engkau inginkan dariku?" Rabi'ah bin Rufay'i menjawab: "Aku ingin membunuhmu." Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Siapakah dirimu?" Rabi'ah bin Rufay'i menjawab: "Aku adalah Rabi'ah bin Rufay'i As-Sulami." Kemudian Rabi'ah bin Rufay'i menebas Duraid bin Ash-Shimmah dengan pedangnya, namun tebasan pedang- nya tidak menyebabkan pengaruh apapun. Duraid bin Ash-Shimmah berkata: "Alangkah jeleknya senjata yang diberikan ibumu. Ambillah pedangku di belakang pelana yang terletak di sekedup, kemudian tebaslah aku dengan pedang tersebut seperti itulah dahulu aku biasa menyerang orang. Setelah itu, temui ibumu dan katakan padanya bahwa engkau telah berhasil membunuh Duraid bin Ash-Shimmah. Demi Allah, aku banyak menyelamatkan wanita-wanitamu." Orang-orang Bani Sulaim meriwayatkan bahwa Rabi'ah bin Rufay'i berkata: "Ketika aku memukul Duraid bin Ash- Shimmah dengan pedangnya, ia terjatuh dan pakaiannya tersingkap, ternyata pantat dan pahanya bagaikan kertas karena ia sering mengendarai kuda tanpa mengenakan pelana." Ketika Rabi'ah bin Rufay'i pulang menemui ibunya dan bercerita tentang pembunuhannya terhadap Duraid bin Ash- Shimmah di tangannya, ibunya berkata: "Demi Allah, ia telah memerdekakan tiga orang ibu dari keluargamu."
Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain mengatakan bahwa orang yang membunuh Duraid bin Ash- Shimmah adalah Abdullah bin Qunay'i bin Ahban bin Tsa'labah bin Rabi'ah.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah memerintahkan Abu Amir Al-Asy'ri untuk menelusuri jejak-jejak kaum musyrikin yang pergi ke arah Lembah Authas. Abu Amir Al-Asy'ari menemukan sebagian orang musyrikin yang kalah, kemudian perang terjadi di antara ke dua belah pihak. Pada perang tersebut, Abu Amir Al-Asy'ari terkena panah hingga gugur, kemudian panji perang diambil alih oleh Abu Musa Al-Asy'ari yang merupakan anak paman Abu Amir Al-Asy'ari. Abu Musa Al-Asy'ari bertempur melawan orang-orang musyrikin, hingga akhirnya Allah memberikan kemenangan.
Para ulama berkata bahwa Salamah bin Duraid bin Ash-Shimmah adalah orang yang melempar Abu Amir Al-Asy'ari dengan panah yang mengenai lututnya dan menyebabkannya gugur.
Samadir adalah ibu Salamah bin Duraid bin Ash-Shimmah.
Korban tewas terbanyak adalah dari Bani Nashr tepatnya dari Bani Riab. Para ulama meriwayatkan bahwa Abdullah bin Qais yang terkenal dengan panggilan Ibnu Al-Aura' yang juga merupakan salah seorang anak keturunan Wahb bin Riab berkata: "Wahai Rasulullah, banyak orang yang meninggal dunia dari Bani Riab." Mereka mengatakan bahwa Rasulullah berdoa: "Ya Allah, berilah ganti atas musibah mereka."
 
Saat orang-orang kabilah Hawazin menderita kekalahan, Malik bin Auf An-Nashri pergi lalu berhenti di tengah-tengah pasukan berkuda kaumnya di jalan sempit di sebuah gunung. Ia berkata kepada para pengikutnya: "Berhentilah hingga orang-orang lemah dari kalian dapat berjalan di depan dan teman- teman kalian di belakang dapat menyusul."
Di sana, Malik bin Aur An-Nashri dan para pengikutnya berhenti hingga orang-orang musyrikin yang kalah bisa menyusul mereka.
Ibnu Hisyam berkata: Sebuah riwayat sampai padaku bahwa pasukan berkuda muncul saat Malik bin Auf An-Nashri berada di jalan sempit. Malik bin Auf An-Nashri berkata kepada pasukannya: "Apa yang kalian saksikan?" Pasukannya menjawab: "Kami melihat sebuah kaum yang meletakkan tombak- tombak di antara telinga kuda mereka dan bagian dalam paha mereka." Malik bin Auf An-Nashri berkata: "Mereka Bani Sulaim, kalian tidak perlu khawatir bertemu dengan mereka." Ketika pasukan berkuda tersebut semakin dekat, mereka berjalan melintasi bagian bawah lembah. Tiba-tiba pasukan berkuda lain datang. Malik bin Auf An-Nashri berkata kepada pasukannnya: "Apa yang kalian saksikan?" Anak buahnya menjawab: "Kami melihat kaum yang mengangkat tombak-tombak dalam kondisi lalai di atas kuda-kuda mereka." Malik bin Auf An-Nashri berkata: "Mereka adalah orang-orang dari Aus dan Khazraj. Kalian tidak perlu khawatir dari mereka." Ketika pasukan berkuda tersebut tiba di jalan itu, mereka berjalan melintasi jalan Bani Sulaim. Namun tak lama kemudian, muncullah penunggang kuda, kemudian Malik bin Auf An-Nashri berkata kepada pasukannya: "Apa yang kalian saksikan?" pasukannya menjawab: "Kami melihat seorang penunggang kuda yang pahanya panjang, meletakkan tombak di atas pundaknya, dan mengikat kepalanya dengan kain berwarna merah." Malik bin Auf An-Nashri berkata: "Dia adalah Zubair bin Awwam. Aku bersumpah dengan Al-Lata, ia pasti akan menghancurkan barisan kalian, maka hendaklah kalian tetap tegar saat menghadapinya."
Ketika Zubair bin Awwam tiba di ujung jalan itu, ia memperhatikan Malik bin Auf An-Nashri dan pasukannya, kemudian berjalan menuju mereka dan ia terus mengganggu mereka hingga berhasil mengusir mereka.
Ibnu Ishaq berkata: Salamah bin Duraid bin Ash-Shimmah bersenandung sambil menuntun istrinya hingga membuat semangat orang-orang musyrikin lemah:
Engkau melupakanku, padahal engkau tidak terluka Walaupun kau tahu di hari itu di kaki Al-Adhrub
Bahwa aku telah melindungimu, sementara para tentara melarikan diri
Aku berjalan di belakangmu laksana jalannya orang yang miring salah satu pundaknya Kala orang-orang terlatih dengan kepala tertutup melarikan diri
Dari ibunya dan tak akan pernah lagi kembali pada temannya

Ibnu Hisyam berkata: Seorang ulama pakar syair yang tidak aku ragukan integritasnya menuturkan kepadaku bahwa Abu Amir Al-Asy'ari bertemu dengan sepuluh bersaudara dari kaum musyrikin di perang Authas. Salah seorang dari kesepuluh bersaudara tersebut menyerang Abu Amir Al-Asy'ari dan beliau menghadapinya dengan mengajaknya masuk Islam, ia kepadanya: "Ya Allah, saksikanlah." Kemudian orang tersebut dibunuh oleh Abu Amir Al-Asy'ari. lalu satu demi satu dari kesepuluh bersaudara tersebut menyerang Abu Amir Al-Asy'ari dan Abu Amir Al-Asy'ari menghadapinya sambil mengajaknya masuk Islam seraya berkata: "Ya Allah, saksikanlah dia." Kemudian orang tersebut dibunuh oleh Abu Amir Al-Asy'ari. Kejadian seperti itu terus terulang hingga tersisa satu orang dari mereka. Orang terakhir dari sepuluh bersaudara tersebut menyerang Abu Amir Al-Asy'ari, lalu Abu Amir Al-Asy'ari menghadapinya dengan berkata kepadanya: "Ya Allah, saksikanlah dia." Orang tersebut berkata: "Ya Allah, janganlah Engkau bersaksi terhadapku." Abu Amir Al-Asy'ari menahan
 
dirinya, kemudian orang itu melarikan diri. Setelah itu, orang tersebut masuk Islam dan keislamannya baik. Setiap kali Rasulullah melihat orang itu, beliau bersabda: "Orang ini adalah orang yang lari dari Abu Amir." Setelah itu, Abu Amir diserang oleh dua orang; Al-Ala' dan Aufa, keduanya merupakan anak Al-Harits dari Bani Jusyam bin Muawiyah. Serangan salah seorang dari keduanya mengenai ulu hati Abu Amir Al-Asy'ari sedang serangan yang lainnya mengenai lutut. kemudian Abu Amir Al-Asy'ari meninggal akibat serangan kedua orang tersebut.
Setelah itu, komando kaum Muslimin diambil alih oleh Abu Musa Al-Asy'ari yang kemudian menyerang kedua orang yang telah membunuh Abu Amir Al-Asy'ari dan beliau berhasil membunuh mereka berdua
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa ulama meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah berjalan melintasi wanita yang dibunuh oleh Khalid bin Walid yang sedang dikerumuni oleh banyak orang. Beliau bertanya: "Ada apa ini?" Orang-orang menjawab: "Ada mayat wanita yang dibunuh Khalid bin Walid." Rasulullah bersabda kepada seorang sahabat yang ketika itu bersama beliau: "Carilah Khalid dan katakan kepadanya bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melarangmu membunuh anak- anak, wanita dan budak sewaan."


Bijad dan Syaima' Saudari Sesusuan Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Beberapa orang dari Bani Sa'ad bin Bakr meriwayatkan kepadaku bahwa pada saat itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kalian berhasil menangkap Bijad, seorang berasal dari Bani Sa'ad bin Bakr, maka jangan biarkan dia lepas dari kalian." Sebelumnya, Bijad membuat ulah. Pada saat kaum Muslimin berhasil menangkapnya, mereka menggiring Bijad bersama keluarganya, termasuk Syaima' binti Al-Harits bin Abdul Uzza yang merupakan saudari sesusuan Rasulullah. Saat itu kaum Muslimin berprilaku kasar terhadap Syaima' binti Al-Harits. Karenanya Syaima' binti Al-Harits berkata kepada mereka: "Ketahuilah, aku adalah saudari sesusuan sahabat (Nabi) kalian." Kaum Muslimin tidak mempercayai pengakuan Syaima' itu hingga mereka membawanya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Ubaid As-Sa'adi meriwayatkan kepadaku bahwa pada saat kaum Muslimin datang kepada Rasulullah dengan membawa Syaima', Syaima' binti Al-Harits berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, aku adalah saudari sesusuanmu." Rasulullah bertanya: "Apa buktinya?" Syaima' binti Al-Harits menjawab: "Bekas gigitan. Engkau pernah menggigit punggungku saat aku menggendongmu." Rasulullah pun mengenali bukti tersebut, kemudian beliau menggelar burdahnya untuk Syaima' binti Al-Harits lalu menyuruhnya duduk di atas kain burdah tersebut, serta mengajukan beberapa tawaran baginya. Rasulullah bersabda kepada Syaima' binti Al-Harits: "Apabila engkau mau tinggal bersamaku, maka sesungguhnya engkau akan dicintai dan dimuliakan. Namun jika engkau menginginkanku memberimu sesuatu dan kembali kepada kaummu, itu juga akan aku penuhi." Syaima' binti Al-Harits berkata: "Aku menginginkanmu memberi sesuatu kepadaku dan memulangkan aku kepada kaumku." Ke mudian Rasulullah memberikan sesuatu kepada Syaima binti Al-Harits dan memulangkannya kepada kaumnya. Bani Sa'ad mengatakan bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memberi seorang budak laki-laki yang bernama Makhul dan seorang budak wanita Syaima binti Al-Harits. Kemudian kedua budak itu menikah satu sama lainnya dan anak keturunannya masih ada hingga saat ini.
Ibnu Hisyam berkata: Allah menurunkan firman-Nya tentang perang Hunain:
 
 



Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di tnedan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumiyangluas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (QS. at- Taubah: 25-26).
Ibnu Ishaq berkata: Berikut ini adalah daftar nama para syuhada' kaum Muslimin pada Perang Hunain: Dari Quraisy kemudian lebih pasnya dari Bani Hasyam ialah Aiman bin Ubaid.
Dari Bani Asad bin Abdul Uzza, Yazid bin Zam'ah bin Al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad. Ia gugur karena kudanya yang bernama Al-Janah enggan berlari.
Dari kaum Anshar ialah Suraqah bin Al-Harits bin Adi.
Dari Bani Al-Ajlan dari orang-orang Al- Asy'ari ialah Abu Amir Al-Asy'ari-
Seluruh tawanan dan harta rampasan dari Perang Hunain diserahkan kepada Rasulullah. Harta rampasan itu kemudian dijaga oleh Mas'ud bin Amr Al-Ghifari. Rasulullah memerintahkan para tawanan dan harta rampasan agar dibawa ke Al-Ji'ranah dan disimpan di sana.


Perang Thaif Setelah Perang Hunain Tahun Kedelapan Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala orang-orang Tsaqif yang kalah perang tiba di Thaif, mereka menutup seluruh pintu gerbang dan membuat sejumlah persiapan untuk kembali melancarkan perang. Urwah bin Mas'ud dan Ghailan bin Salamah tidak ikut serta pada Perang Hunain dan pengepungan Thaif, sebab ketika itu keduanya sedang berada di Jurasy tengah mempelajari pembuatan dabbabah (testudo, tank kayu), manjaniq (ketapel besar berfungsi laksana meriam) dan dhabur (kulit pelapis kayu).
 
Ibnu Ishaq berkata: Setelah Perang Hunain usai, Rasulullah berangkat ke Thaif.


Perjalanan Menuju Thaif
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah berangkat melalui jalur Nakhlah Al-Yamaniyah, Qarn, Al-Mulaih, dan Bahrah Ar-Rugha' dari Liyyah. Di sana, Rasulullah membangun sebuah masjid dan mendirikan shalat.
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Syua'ib meri- wayatkan kepadaku, pada saat Rasulullah singgah di Bahrah Ar-Rugha beliau melaksanakan hukuman qishas atas kasus pembunuhan dan itulah qishas pembunuhan pertama kali terjadi dalam Islam. Ini terjadi karena seorang warga Bani Laits membunuh seorang warga Hudzail. Maka orang Bani Laits itu dibunuh sebagai qishas atasnya.
Rasulullah memerintahkan penghancuran benteng Malik bin Auf di Liyyah, maka benteng tersebut pun dihancurkan.
Setelah itu Rasulullah melanjutkan perjalanan melalui jalan yang disebut Adh-Dhayqah. Saat Rasulullah berjalan menuju jalan tersebut, beliau bertanya tentang namanya: "Apakah nama jalan ini?" Para sahabat menjawab: "Jalan ini bernama Adh-Dhayqah." Rasulullah bersabda: "Gantilah namanya menjadi Al-Yusra." Setelah itu, Rasulullah keluar dari jalan Adh-Dhayqah (AI-Yusra) melintasi Nakhab dan berhenti di bawah sebuah pohon bidara bernama Ash-Shadirah yang terletak di dekat kebun milik salah seorang dari Tsaqif.
Rasulullah pergi menemui pemilik kebun tersebut lalu berkata kepadanya: "Engkau harus pergi dari sini. Jika tidak, kami akan merusak kebun milikmu." Orang dari Tsaqif tersebut menolak untuk pergi, kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar kebun orang Tsaqif itu dirusak.
Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meneruskan perjalanan hingga tiba di daerah dekat Thaif dan di sana beliau berkemah. Namun di tempat tersebut beberapa sahabat Rasulullah terkena lemparan anak panah, karena markas beliau berdekatan dengan benteng Thaif. Sehingga tidak aneh bila ada anak panah mengenai kaum Muslimin. Mereka tidak dapat menembus benteng orang-orang Thaif lantaran mereka menutup gerbangnya. Tatkala beberapa sahabat terkena serangan anak panah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memindahkan kemahnya ke sebuah tempat yang saat ini tempat tersebut menjadi masjid rasulullah yang ada di Thaif. Kemudian melakukan pengepungan terhadap orang-orang Thaif selama dua puluh malam lebih.
Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain mengatakan bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengepung orang-orang Thaif selama tujuh belas malam.
Ibnu Ishaq berkata: Saat itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ditemani dua orang istrinya, diantaranya ialah Ummu Salamah binti Abu Umayyah. Karena itulah, dua tenda untuk keduanya dipasang dan Rasulullah mendirikan shalat di antara kedua kemah tersebut. Pada saat orang-orang Tsaqif masuk Islam, Amr bin Umayyah bin Wahb bin Muattib bin Malik membangun masjid di tempat yang dipakai shalat oleh Rasulullah tersebut. Di masjid tersebut terdapat pilar, apabila terkena sinar matahari, maka akan terdengar jeritan dari pilar tersebut. Rasulullah mengepung orang-orang Thaif, lalu memerangi mereka dan terjadilah saling lempar anak panah antara kedua belah pihak.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam melempar orang-orang Thaif dengan senjata manjaniq. Orang yang aku percayai meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah merupakan orang yang pertama kali melempar dengan senjata manjaniq dalam sejarah Islam, yaitu pada saat beliau melempar orang-orang Thaif.
 
Ibnu Ishaq berkata: Hingga pada pertempuran Syadkhah di samping tembok Thaif, beberapa sahabat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam masuk ke bawah dabbabah (tank kayu), kemudian dengan dabbabah tersebut, mereka mendekat ke benteng Thaif agar melubanginya. Pada saat itulah orang- orang Tsaqif melepaskan besi panas ke arah kaum Muslimin. Dan kaum muslimin menyelamatkan diri darinya. Pada saat yang sama, mereka juga menghujani kaum Muslimin dengan anak panah, sehingga kaum muslimin banyak yang gugur.
Lalu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kaum Muslimin memotong pohon-pohon anggur milik orang-orang Tsaqif dan kaum Muslimin pun segera melaksanakan perintah rasulnya.


Perundingan Bersama Orang- orang Tsaqif
Ibnu Ishaq berkata: Abu Sufyan bin Harb dan Al-Mughirah bin Syu'bah berjalan mendekat ke Thaif lalu keduanya memanggil orang-orang Thaif: "Berilah jaminan keamanan kepada kami agar kami bisa berunding dengan kalian." Orang-orang Thaif pun memberikan jaminan keamanan kepada kedua sahabat tersebut.
Lalu keduanya memanggil wanita-wanita Quraisy dan wanita-wanita Bani Kinanah agar mereka keluar menemui keduanya sebab keduanya khawatir jika wanita-wanita tersebut menjadi tawanan perang, namun para wanita itu menolak memenuhi panggilan mereka berdua. Di antara para wanita yang menolak panggilan keduanya ialah Aminah binti Abu
Sufyan yang diperistri Urwah bin Mas'ud dan dari keduanya lahir Daud bin Urwah.
Ibnu Hisyam berkata: Pendapat lain mengatakan bahwa ibu Daud ialah Maimunah binti Abu Sufyan yang diperistri oleh Abu Murrah bin Urwah bin Mas'ud, dari pernikahannya lahirlah Daud bin Abu Murrah. Al-Firasiyyah binti Suwaid bin Amr bin Tsa'labah, ia memiliki anak bernama Abdurrahman bin Qarib, dan Al-Fuqaimiyyah binti An-Nasi' bin Qala.
Saat para wanita ini menolak memenuhi panggilan Abu Sufyan bin Harb dan Al-Mughirah bin Syu'bah, maka Ibnu Al-Aswad bin Mas'ud berkata kepada keduanya: "Wahai Abu Sufyan dan Al-Mughirah, maukah engkau berdua aku tunjukkan pada sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian inginkan? Sesungguhnya kalian telah mengetahui kebun Bani Al-Aswad bin Mas'ud. Saat itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam singgah di lembah benama Al-Aqiq dan di Thaif tidak terdapat harta yang lebih panjang talinya, lebih dibutuhkan, dan lebih luas bangunannya daripada kebun milik Bani Al- Aswad bin Mas'ud. Dan jika Muhammad telah menebangnya, maka kebun itu tidak akan ditanami kembali untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu, maka sampaikanlah kepada beliau, agar beliau mengambil kebun itu untuk beliau sendiri atau membiarkannya untuk Allah dan sanak kerabatnya. Karena seperti diketahui banyak orang bahwa kami memiliki hubungan kekerabatan dengan beliau." Para ulama berpendapat mengenai kebun tersebut apakah Rasulullah membiarkan kebun tersebut untuk Bani Al-Aswad bin Mas'ud.
Ibnu Ishaq berkata: Diriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah bersabda kepada Abu Bakar saat beliau mengepung orang-orang Tsaqif: "Wahai Abu Bakar, aku bermimpi diberi hadiah mangkuk yang berisi penuh mentega, kemudian mangkuk itu dipatuk ayam jago hingga isinya pun tertumpah." Abu Bakar berkata: "Aku mengira engkau tidak dapat menaklukkan mereka pada hari ini sebagaimana yang engkau harapkan." Rasulullah bersabda: "Tapi aku tidak berkesimpulan seperti itu."
Keberangkatan Kaum Muslimin dan Penyebabnya
 
Ibnu Ishaq berkata: Khuwailah binti Hakim bin Umaiyyah bin Haritsah bin Al-Auqash As-Sulami, istri Utsman bin Mazh'un berkata: "Wahai Rasulullah, apabila Allah menaklukkan Thaif untukmu, maka berikanlah kepadaku perhiasan Badiyah binti Ghailan bin Salamah atau perhiasan Al-Fari'ah binti Aqil." Khuwailah mengatakan seperti itu karena keduanya merupakan wanita Tsaqif yang memiliki perhiasan paling banyak. Dituturkan kepadaku bahwa ketika itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Khuwailah binti Hakim, "Wahai Khuwailah, bagaimana bila aku tidak diberi izin atas orang- orang Tsaqif?" Khuwailah binti Hakim pergi dari hadapan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam lalu menceritakan ucapan Rasulullah tersebut kepada Umar bin Khaththab. Kemudian Umar bin Khaththab menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah yang telah engkau sampaikan kepada Khuwailah? Sebab ia bercerita bahwa engkau mengatakan sesuatu?" Rasulullah menjawab: "Ya, aku memang telah mengatakan demikian." Umar bin Khaththab bertanya: "Apakah engkau tidak diizinkan atas mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Tidak." Umar bin Khaththab berkata: "Bagaimana jika aku mengumumkan kepada orang-orang untuk berangkat?" Rasulullah bersabda: "Silahkan." Umar bin Khaththab mengumumkan kepada kaum muslimin agar mereka berangkat.
Setelah mereka berangkat, Sa'id bin Ubaid bin Usaid bin Abu Amr bin Allaj menyeru: "Ketahuilah, sesungguhnya penduduk kampung itu tidak ikut berangkat." Uyainah bin Hishn berkata: "Tentu saja, demi Allah, ini merupakan sebuah kemuliaan." Salah seorang dari kaum Muslimin berkata kepada Uyainah bin Hishn: "Semoga Allah membunuhmu wahai Uyainah. Layakkah engkau memuji orang- orang musyrikin yang telah menghadang Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, padahal engkau datang ke tempat ini untuk menolongnya?" Uyainah bin Hishn berkata: "Demi Allah, aku datang ke tempat ini bukan untuk memerangi orang-orang Tsaqif bersama kalian, namun aku berharap Muhammad dapat membuka benteng Thaif, kemudian aku mendapatkan salah seorang gadis Tsaqif, lalu aku mengawinya dan semoga lahir darinya anak laki-laki untukku, karena orang-orang Tsaqif itu jenius."
Beberapa orang budak di antara orang- orang yang terkepung di Thaif menemui Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam untuk masuk Islam, lalu beliau memerdekakan mereka.


Hamba-hamba Sahaya di Thaif Menemui Kaum Muslimin
Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya meriwayatkan kepadaku dari Abdullah bin Mukaddam dari beberapa orang Tsaqif, ia berkata: Pada saat orang-orang Thaif masuk Islam, beberapa orang dari mereka berbicara jelek tentang budak-budak tersebut, kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak, mereka adalah orang-orang yang telah dimerdekakan oleh Allah." Di antara orang yang membicarakan tentang budak-budak tersebut adalah Al-Harits bin Kaladah.
Ibnu Hisyam berkata bahwa Ibnu Ishaq telah menyebutkan nama-nama para budak yang menemui Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Tsaqif menangkap keluarga Marwan bin Qais Ad- Dausi. Marwan bin Qais Ad-Dausi telah masuk Islam dan membantu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ketika menghadapi orang-orang Tsaqif. Orang-orang Tsaqif yang mengaku berasal dari Qais meyakini bahwa Rasulullah bersabda kepada Marwan bin Qais Ad-Dausi: "Wahai Marwan, sebagai ganti keluargamu, tangkaplah orang Qais yang pertama kali engkau jumpai." Lalu Marwan bin Qais Ad-Dausi bertemu Ubay bin Malik Al-Qusyairi, dan Marwan bin Qais Ad-Dausi pun menangkapnya dengan harapan agar orang-orang Tsaqif membebaskan keluarganya. Sebab itulah Adh-Dhahhak bin Sufyan Al-Kilabi berdiri
 
lalu berdialog dengan orang-orang Tsaqif yang pada akhirnya bersedia memembebaskan keluarga Marwan bin Qais Ad-Dausi, dan sebagai gantinya Marwan bin Qais Ad-Dausi juga membebaskan Ubay bin Malik Al-Qusyairi.


Kaum Muslimin Yang Gugur pada Perang Thaif
Ibnu Ishaq berkata: berikut ini adalah nama-nama kaum Muslimin yang gugur sebagai syuhada di Perang Thaif:
Dari Quraisy, kemudian dari Bani Umaiy sementara Ibnu Hisyam berkata: pendapat lain yang mengatakan Ibnu Hubab.
Dari Bani Taym bin Murrah: Abdullah bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. la terkena panah dan karenanya ia meninggal dunia di Madinah setelah Rasulullah wafat.
Dari Bani Makhzum: Abdullah bin Abu Umayyah bin Al-Mughirah yang gugur karena terkena lemparan panah.
Dari Bani Adi bin Ka'ab: Abdullah bin Amir bin Rabi'ah, sekutu mereka.
Dari Bani Sahm bin Amr: As-Saib bin Al-Harits bin Qais bin Adi dan saudaranya bernama Abdullah bin Al-Harits.
Dari Bani Sa'ad bin Laits: Julaihah bin Abdullah.
Syuhada' kaum Muslimin dari kaum Anshar, kemudian dari Bani Salamah: Tsabit bin Al-Jidz'i. Dari Bani Mazin bin An-Najjar: Al-Harits bin Sahl bin Abu Sha'sha'ah.
Dari Bani Saidah: Al-Mundzir bin Abdullah.
Dari Al-Aus: Ruqaim bin Tsabit bin Tsa'labah bin Zaid bin Laudzan bin Muawiyah.
Dengan demikian jumlah sahabat Rasulullah yang gugur sebagai syuhada' Perang Thaif ialah dua belas orang. Tujuh diantaranya berasal dari Quraisy sementara empat orang lainnya dari kaum Anshar, dan satu orang dari Bani Laits.


Harta Dan Tawanan Hawazin Dan Jatah Para Muallaf Serta Pemberian Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Sekembalinya dari Thaif, Rasulullah berjalan melintas di daerah Duhna kemudian singgah di Ji’ranah bersama para sahabatnya dan membawa tawanan dari kabilah Hawazin dalam jumlah besar. Salah seorang sahabat berkata kepada Rasulullah pada saat meninggalkan Tsaqif: "Wahai Rasulullah, doakan orang-orang Tsaqif agar mendapatkan kebinasaan." Rasulullah bersabda: "Ya Allah, berilah petunjuk kepada orang-orang Tsaqif dan bawalah mereka ke dalam Islam."
Utusan dari kabilah Hawazin datang kepada Rasulullah saat beliau berada di Al-Ji'ranah. Pada saat itu, Rasulullah membawa enam ribu orang tawanan kabilah Hawazin, anak-anak dan para wanita, serta unta dan kambing yang berjumlah banyak.
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Syuaib meriwayatkan kepadaku dari ayahnya dari kakeknya, Abdullah bin Amr, yang berkata bahwa utusan kabilah Hawazin datang kepada Rasulullah dan mereka telah masuk Islam. Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kita berasal dari satu keturunan dan
 
keluarga besar. Kami telah ditimpa petaka sebagaimana engkau ketahui. Oleh karena itu, berilah kami pertolongan, semoga Allah memberimu pertolongan."
Salah seorang utusan kabilah Hawazin dari Bani Sa'ad bin Bakr bernama Zuhair yang biasa dipanggil Abu Shurad berdiri seraya berkata: "Wahai Rasulullah, di tempat penampungan para tawanan terdapat bibi-bibimu dari jalur ayah, bibi-bibimu dari jalur ibu, dan wanita-wanita yang biasa menyusui yang dahulu pernah mengasuhmu. Jika kami (istri-istri atau orang tua kami perempuan) menyusui Al- Harits bin Abu Syamr atau An-Nu'man bin Al-Mundzir, kemudian kami ditimpa petaka sebagaimana yang menimpanya, maka kami mengharapkan belas kasihan dan pertologannya kepada kami. Dan kami tahu bahwa engkau merupakan anak asuh yang paling baik."
Ibnu Hisyam mengatakan: dalam riwayat lain dikatakan, Andaikata kami menyusui Al-Harits bin Syamir atau An-Nu'man bin al-Mundzir.
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Syuaib meriwayatkan kepadaku dari ayahnya dari kakeknya, Abdullah bin Amr, ia berkata: Kemudian Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada utusan kabilah Hawazin: "Manakah yang lebih kalian cintai; anak-anak dan para wanita, atau harta benda kalian?" Utusan kabliah Hawazin berkata: "Wahai Rasulullah, engkau menyuruh kami memilih antara anak keturunan dengan harta kami? Kembalikanlah para wanita dan anak-anak kami, karena mereka lebih kami cintai dari pada yang lain." Rasulullah bersabda kepada utusan kabilah Hawazin: "Jatahku dan jatah Bani Abdul Muthalib menjadi milik kalian. Setelah aku mengerjakan shalat Zhuhur ber- sama kaum Muslimin, maka berdirilah dan katakan: "Kami meminta pembelaan kepada Rasulullah dalam menghadapi kaum Muslimin dan meminta pembelaan kaum Muslimin dalam menghadapi Rasulullah dalam urusan wanita dan anak-anak kami.' Niscaya saat itu permintaan kalian akan aku kabulkan dan aku akan meminta untuk kalian."
Seusai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menunaikan shalat Zhuhur bersama kaum Muslimin, utusan Hawazin itu berdiri dan berkata sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kaum Muhajirin berkata: "Jatah kami menjadi milik Rasulullah." Kaum Anshar berkata: "Jatah kami juga menjadi milik Rasulullah." Al-Aqra' bin Habis berkata: "Adapun jatahku dan jatah Bani Tamim tidak menjadi milik Rasulullah." Uyainah bin Hishn berkata: "Jatahku dan jatah Bani Fazarah juga tidak menjadi milik Rasulullah." Abbas bin Mirdas berkata: "Jatahku dan jatah Bani Sulaim tidak menjadi milik Rasulullah.” Bani Sulaim berkata: "Oh, tidak demikian, jatah kami menjadi milik Rasulullah." Abbas bin Mirdas berkata kepada Bani Sulaim: "Kalian telah melemahkan posisiku."
Rasulullah bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian tetap mempertahankan haknya atas tawanan ini, maka ia berhak atas enam bagian dari setiap tawanan; mulai dari tawanan yang pertama kali aku dapatkan." Orang-orang pun menyerahkan para tawanan anak dan wanita kepada utusan kabilah Hawazin.
Ibnu Ishaq berkata: Abu Wajzah bin Yazid bin Ubaid As-Sa'di meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah memberi hadiah kepada Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu seorang budak wanita bernama Raithah binti Hilal bin Hayyan bin Umairah bin Hilal bin Nashirah bin Qushaiyyah bin Nashr bin Sa'ad bin Bakr, dan memberi Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu seorang seorang budak wanita bernama Zainab binti Hayyan bin Amr bin Hayyan, serta memberi Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu seorang budak wanita yang kemudian diberikan kepada putranya, Abdullah bin Umar.
Ibnu Ishaq berkata: Nafi' mantan budak Abdullah bin Umar meriwayatkan kepadaku dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata: Aku pergi membawa budak wanita hadiah tersebut kepada paman-pamanku dari jalur ibu di Bani Jumah, agar mereka mendandaninya untukku, karena saat itu aku hendak melakukan thawaf dan sesudahnya aku kembali kepada mereka. Aku ingin menggauli
 
budak wanita itu setelah aku melaksanakan thawaf. Seusai thawaf, aku keluar dari Masjidil Haram dan orang-orang berlarian. Aku bertanya kepada mereka: “Apa yang terjadi dengan kalian." Mereka menjawab: "Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengembalikan para wanita dan anak-anak kepada kami." Aku berkata: "Salah seorang budak wanita kalian kini berada di Bani Jumah, maka pergilah kepada mereka dan ambillah dia." Mereka pun pergi ke Bani Jumah dan mengambil budak wanita tersebut.
Ibnu Ishaq berkata: Adapun Uyainah bin Hishn, ia mengambil wanita tua dari kabilah Hawazin. Pada saat mengambil wanita itu, Uyainah binti Hishn berkata: "Aku menyakiskan wanita ini sudah tua dan aku berharap ia memiliki keluarga. Semoga uang tebusannya besar." Pada waktu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengembalikan para tawanan wanita dengan memberi ganti enam bagian kepada orang yang berhak mendapatkannya, Uyainah bin Hishn menolak mengembalikan wanita tua itu. Lalu Zuhair Abu Shurad berkata kepada Uyainah bin Hishn: "Ambillah wanita tersebut. Demi Allah, mulutnya tidak lagi dingin, payudaranya sudah tidak lagi berisi, perutnya tidak lagi bisa mengandung, suaminya sudah tidak sedih berpisah dengannya dan air susunya tidak banyak." Uyainah bin Hishn pun mengembalikan wanita tua tersebut ketika Zuhair Abu Shurad mengatakan itu kepadanya dan mendapat ganti enam bagian.
Para ulama berpendapat bahwa Uyainah bin Hishn bertemu Al-Aqra' bin Habis dan mengadukan masalah tersebut. Lalu Al-Aqra' bin Habis berkata kepada Uyainah bin Hishn: "Demi Allah, mengapa engkau tidak mengambil wanita yang putih, muda belia, dan montok?."


Malik bin Auf An-Nashri Masuk Islam
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah bersabda kepada utusan suku Hawazin dan bertanya kepada mereka mengenai keberadaan Malik bin Auf An-Nashri? Utusan suku Hawazin menjawab: "Malik bin Auf An- Nashri sedang berada di Thaif." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sampaikan kepada Malik bahwa jika ia masuk Islam, maka keluarga dan hartanya akan aku kembalikan kepadanya, bahkan aku hadiahi seratus unta." Berita itu disampaikan kepada Malik bin Auf, kemudian ia keluar dari Thaif bermaksud menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Malik bin Auf An-Nashri khawatir kalau orang-orang Tsaqif mengetahui tawaran Rasulullah untuknya, sebab apabila diketahui, mereka pasti menahannya. Oleh sebab itulah, ia keluar dari Thaif pada malam hari. Ia menaiki kudanya lalu memacunya sekencang-kencangnya hingga tiba di tempat untanya yang disiapkan. Lalu ia menaiki unta tersebut mengejar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan bertemu beliau di Ji'ranah atau Makkah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengembalikan keluarga dan hartanya kepadanya, serta memberinya seratus unta. Ia memeluk Islam dan keislamannya baik. Malik bin Auf An-Nashri berkata tatkala masuk Islam:
Tak pernah aku mendapati manusia seperti Muhammad di seluruh dunia Menepati janji dan ringan memberi jika di minta
Kapan saja kau minta, ia jelaskan padamu apa yang terjadi di besok hari Jika satu pasukan tempur telah memperlihatkan senjata pembunuhnya Dengan tombak dan tebasan seluruh pedang India
Beliau laksana singa terhadap anak-anak singa
Di tengah debu yang menderu dan bagaikan singa yang sedang mengintai

Rasulullah menunjuk Malik bin Auf An-Nashri sebagai komandan membawahi orang-orang dari kaumnya yang telah memeluk Islam. Suku-suku dari kaumnya yang memeluk Islam ialah Tsumalah,
 
Salamah, dan Fahm. Bersama suku-suku inilah, Malik bin Auf An-Nashri memerangi orang-orang Tsaqif.


Pembagian Fa'i Suku Hawazin
Ibnu Ishaq berkata: Usai mengembalikan para tawanan Perang Hunain kepada keluarganya, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam naik kendaraannya dan diikuti kaum muslimin, sambil yang berkata: "Wahai Rasulullah, bagikan fa'i unta dan kambing kepada kami. Mereka terus mendesak Rasulullah hingga beliau bersabda: "Wahai manusia, demi Allah! Seandainya hewan ternak sebanyak pohon- pohon di Tihamah itu adalah hak kalian, aku pasti membagi-bagikannya, karena aku bukanlah orang bakhil, pengecut dan pendusta." Sesaat setelah itu Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berdiri di samping unta, mengambil bulunya yang paling halus, dan mengangkatnya seraya bersabda: "Wahai manusia, demi Allah, fa'i kalian tidak halal bagiku dan tidak pula atas harta sebesar bulu ini melainkan seperlimanya saja dan seperlimanya dibagi-bagikan kepada kalian. Oleh karena itu, kembalikan benang dan jarum, karena sesungguhnya ghulul (mengambil sendiri harta rampasan perang sebelum dibagi) adalah aib, dan noda buruk di Hari Kiamat."
Seorang laki-laki Anshar datang dengan membawa gulungan benang dari rambut dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku mengambil gulungan benang dari rambut ini dan memanfaatkannya sebagai alas pelana kendaraanku yang telah rusak." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika ini bagianku dari rampasan perang maka kau tetap bisa saja menyimpannya bersamamu." Orang dari kaum Anshar tersebut berkata: "Kalau hanya ini, aku tidak membutuhkannya." Orang tersebut pun lalu membuangnya.
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah membagikan jatah kepada para muallaf, khususnya para tokoh terpandang setiap kaum yang diharapkan dapat menaklukkan dan meluluhkan hati kaum mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menganugrahi Abu Sufyan bin Harb seratus unta, Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb sebanyak seratus unta, Hakim bin Hizam sebanyak seratus unta. Al-Harits bin Al-Harits bin Kaldah saudara Bani Abdduddar seratus unta.
Ibnu Hisyam berkata: la adalah Nushair bin Al-Harits bin Kaladah, Suhail bin Amr seratus unta, Huwaithib bin Abdul Uzza bin Abu Qais seratus unta, Al-Ala' bin Jariyah Ats-Tsaqafi sekutu Bani Zuhrah seratus unta, Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr seratus unta, Al-Aqra' bin Habis At-Tamimi seratus unta, Malik bin Auf An-Nashri seratus unta, dan Shafwan bin Umayyah seratus unta. Semua mendapatkan seratus unta.
Selain itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam juga memberi sejumlah orang-orang Quraisy unta di bawah jumlah seratus ekor. Mereka adalah Makhramah bin Naufal Az-Zuhri, Umair bin Wahb Al- Jumahi, dan Hisyam bin Amr saudara Bani Amir bin Luay.
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menghadiahi Sa'id bin Yarbu' bin Ankatsah bin Amir bin Makhzum lima puluh unta, As-Sahmi -Ibnu Hisyam berkata: nama aslinya Adi bin Qais- lima puluh unta. Ibnu Hisyam berkata: Salah seorang ulama yang tidak aku ragukan kejujurannya bercerita kepadaku dalam sanadnyz. dari Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membaiat orang- orang Quraisy dan yang lain. Kemudian pada Perang Ji'ranah beliau membagi jatah kepada mereka dari ghanimah Perang Hunain.
Dari Bani Umayyah bin Abdu Syams, mereka adalah: Abu Sufyan bin Harb bin Umaiyah, Thaliq bin Sufyan bin Umayyah, Khalid bin Usaid bin Abu Al-Ish bin Umayyah.
 
Dari Bani Abduddar bin Qushai mereka adalah: Syaibah bin Utsman bin Abu Thalhah bin Abdul Uzza bin Utsman bin Abduddar, Abu As-Sanabil bin Ba'kak bin Al-Harits bin Umailah bin As-Sabbaq bin Abduddar, Ikrimah bin Amir bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddar.
Dari Bani Makhzum bin Yaqadzah, mereka adalah: Zuhair bin Abu Umaiyah bin Al-Mughirah, Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah, Khalid bin Hisyam bin Al-Mughirah, Hisyam bin Al-Walid bin Al-Mughirah, Sufyan bin Abdul Asad bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, As-Saib bin Abu As-Saib bin Aidz bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Dari Bani Adi bin Ka'ab, mereka adalah: Muthi' bin Al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah, Abu Jahm bin Hudzaifah bin Ghanim.
Dari Bani Jumah bin Amr, mereka adalah: Shafwan bin Umaiyah bin Khalaf, Uhaihah bin Umaiyah bin Khalaf, Umair bin Wahb bin Khalaf.
Dari Bani Sahm ialah Adi bin Qais bin Hudzafah.
Dari Bani Amir bin Luay, mereka adalah: Huwaithib bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd, Hisyam bin Amr bin Rabi'ah bin Al-Harits bin Hubaib.
Orang-orang dari suku selain Quraisy yang memperoleh ghanimah (harta rampasan) Perang Hunain, mereka adalah sebagai berikut:
Dari Bani Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah ialah Naufal bin Muawiyah bin Urwah bin Shakhr bin Razn bin Ya'mar bin Nufatsah bin Adi bin Ad-Dail.
Dari Bani Qais kemudian dari Bani Amir bin Shasha'ah kemudian dari Bani Kilab bin Rabi'ah bin Amir bin Shasha'ah: Alqamah bin Ulatsah bin Auf bin Al-Ahwash bin Ja'far bin Kilab, Labid bin Rabi'ah bin Malik bin Ja'far bin Kilab.
Dari Bani Amir bin Rabi'ah: Khalid bin Haudzah bin Rabi'ah bin Amr bin Amir bin Rabi'ah bin Amir bin Shasha'ah, Harmalah bin Haudzah bin Rabi'ah bin Amr.
Dari Bani Nashr bin Muawiyah adalah Malik bin Auf bin Sa'id bin Yarbu'. Dari Bani Sulaim bin Manshur adalah Abbas bin Mirdas bin Abu Amir, dari Bani Al-Harts bin Buhtsah bin Sulaim.
Dari Bani Ghathafan lalu dari Bani Fazarah ialah Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr. Dari Bani Tamim lalu Bani Handzalah ialah Al-Aqra' bin Habis bin Iqal dari Bani Mujasyi.
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harts At-Tamimi bercerita kepadaku bahwa seseorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam: "Wahai Rasulullah, kenapa engkau memberi Uyainah bin Hishn dan Al-Aqra' bin Habis masing-masing seratus unta, Ju'ail bin Suraqah Adh-Dhamri tidak diberi sedikitpun?" Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Allah, asal kau tahu saja Juail bin Suraqah itu adalah manusia terbaik. Hanya saja aku memberikan Uyainah bin Hishn dan Al-Aqra' bin Habis berharap agar hati keduanya luluh sehingga masuk Islam."
Ibnu Ishaq berkata: Abu Ubaidah bin Muhammad bin Ammar bin Yasir bercerita kepadaku dari Miqsam Abu Al-Qasim mantan budak Abdullah bin Al-Harits bin Naufal, ia bercerita: Aku bersama Talid bin Kilab Al-Laitsi bertanya kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash: "Apakah engkau menyaksikan langsung saat At-Tamimi mengkritik Rasulullah di Perang Hunain?" Abdullah bin Amr bin Al-Ash berkata: "Ya, Dzu Al-Khuwaishirah yang berasal dari Bani Tamim mendatangi Rasulullah saat beliau membagi-bagi rampasan perang kepada manusia. Dzu Al-Khuwaishirah berkata: "Wahai Muhammad, aku sudah melihat sendiri apa yang engkau perbuat pada hari ini." Rasulullah bersabda: "Lalu
 
bagaimana pendapatmu?" Dzu AI-Khuwaishirah berkata: "Menurutku apa yang kau lakukan ini tidak adil." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam marah kemudian bersabda: "Parah sekali kau ini, jika aku saja dianggap tidak adil lalu siapa lagikah yang bisa berbuat adil?" Umar bin Khaththab berkata: "Wahai Rasulullah, izinkan aku menghabisi orang ini." Rasulullah bersabda: "Jangan. Abaikan saja ia karena nanti ia akan pengikut yang ahli dalam agama, namun sayangnya mereka keluar dari agama, seperti keluarnya anak panah dari busurnya. Ia terlihat di pedang, namun tak ada apapun di dalamnya. Ia terlihat di panah, tidak terdapat apapun di dalamnya. Ia terlihat di belahan ujung anak panah, ternyata tetap sama, tak ada apa-apa juga. Kotoran dan darah telah lebih dahulu berlalu."198


Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Ali bin Al-Husain Abu Ja'far bercerita kepadaku seperti cerita Abu Ubaidah di atas dan ia menamakan orang yang bersangkutan Dzu Al-Khuwaishirah.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Naji menceritakan kisah yang sama kepadaku dari ayahnya.
Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah bercerita kepadaku, Ibnu Ishaq bercerita kepadaku, Ashim bin Umar bin Qatadah bercerita kepadaku dari Mahmud bin Labid dari Abu Sa id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu yang berkata: Pada saat Rasulullah membagi-bagi rampasan perang kepada orang- orang Quraisy, suku-suku Arab, dan tidak memberikan sedikit pun kepada kaum Anshar, maka kaum Anshar bersedih hati dan merasa tidak diang- gap sama sekali sampai-sampai Sa'ad bin Ubadah menemui Rasulullah dan menyampaikan keberatan mereka. Rasulullah lalu menyuruh Sa'ad bin Ubadah mengumpulkan kaum Anshar di tempat penginapan unta. Tatkala kaum Anshar telah berkumpul, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka: "Wahai seluruh kaum Anshar, keluhan kalian telah aku terima? Apa kalian tidak puas dengan yang kulakukan? Bukankah aku datang kepada kalian yang dulu tersesat setelah itu Allah memberi petunjuk pada kalian, yang dulunya miskin setelah itu Allah mengkayakan kalian, dan yang dulunya bermusuhan setelah itu Allah menyatukan hati kalian?" Kaum Anshar menjawab: "Benar. Allah dan Rasul-Nya yang lebih utama." Rasulullah melanjutkan sabdanya: "Mengapa kalian diam saja dan tidak menanggapi ucapanku, hai kaum Anshar?" Kaum Anshar berkata: "Apa yang harus kami tanggapi, wahai Rasulullah? Karunia dan keutamaan hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda lagi: "Demi Allah, jika kalian mau, kalian pasti berbicara, kalian berkata benar, dan dibenarkan. Kalian akan mengatakan, begitu pun denganmu, datang kepada kami saat kau didustakan kemudian kami membenarkanmu, engkau terlantar kemudian kami menolongmu, engkau terusir kemudian kami menyambutmu dan menerimamu di tengah kami, dan engkau miskin kemudian kami mengkayakanmu. Hai kaum Anshar, secuil dunia inikah yang kalian persoalkan, padahal itu hanya untuk meluluhkan hati mereka agar masuk Islam, sedang aku menyerahkan kalian kepada keislaman kalian? Hai kaum Anshar, apa kalian tidak bahagia sekiranya orang-orang itu pulang membawa kambing-kambing dan unta-unta, sedang kalian pulang membawa Rasulullah ke tempat kalian? Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, kalaulah tidak karena peristiwa hijrah, pastilah aku menjadi salah seorang dari kaum Anshar. Jika manusia dan kaum Anshar melewati dua jalan berbeda, aku pasti berjalan di jalan yang dilewati kaum Anshar. Ya Allah, sayangilah dan kasihilah kaum Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar." Kaum Anshar pun luluh, air mata mereka berderai hingga jenggot mereka basah karenanya. Mereka berkata: "Kami sangat bahagia Rasulullah- menjadi bagian kami." Setelah itu, Rasulullah pergi dan kaum Anshar pun berpencar.199


 
Umrah Rasulullah dari Ji'ranah dan Penunjukan Attab bin Usaid Sebagai Wakilnya di Mekkah
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah meninggalkan Ji'ranah menuju Makkah untuk berumrah dan memerintahkan sisa-sisa fa'i untuk disimpan di Majannah, salah satu daerah di Marr Adh-Dhahran. Sesudah berumrah, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang ke Madinah dan menunjuk Attab bin Usaid sebagai wakil beliau di Makkah, dan menunjuk Muadz bin Jabal di Makkah untuk mengajarkan perkara-perkara agama dan Al-Qur'an kepada kaum Muslimin. Rasulullah kembali ke Madinah dengan membawa sisa-sisa fa'i.
Ibnu Hisyam berkata: Diberitakan kepadaku dari Zaid bin Aslam bahwa ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengamanahi Attab bin Usaid sebagai pejabat beliau di Makkah, beliau mengupahnya satu dirham per hari. Attab bin Usaid berdiri dan berkhutbah kepada manusia: "Hai manusia, kenapa kalian mengeluh kelaparan dengan dengan uang satu dirham. Sungguh Rasulullah mengupahku satu dirham per hari. Bahkan dengan jumlah tersebut, aku sudah tidak lagi membutuhkan siapa pun."
Ibnu Ishaq berkata: Umrah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di atas terjadipada bulan Dzulqa'dah. Rasulullah kembali pulang ke Madinah pada akhir bulan Dzulqadah atau di awal bulan Dzulhijjah.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam sampai di Madinah pada tanggal dua puluh empat bulan Dzulqa'dah seperti dikatakan Abu Amr Al-Madani.
Ibnu Ishaq berkata: Pada tahun itu, orang-orang Arab menunaikan ibadah haji sebagaimana biasanya. Pada tahun itu juga, Attab bin Usaid menunaikan ibadah haji bersama kaum Muslimin pada tahun kedelapan hijriyah. Pada tahun itu juga, orang-orang Thaif masih belum bisa meninggalkan kemusyrikan mereka antara bulan Dzulqa'dah sejak Rasulullah pulang ke Madinah hingga bulan Ramadhan tahun ke sembilan Hijriyah.


Perang Tabuk Bulan Rajab Tahun Kesembilan Hijriyah
Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai bercerita kepadaku dari Muhammad bin Ishaq Al-Muthalibi yang berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tinggal di Madinah antara bulan Dzulhijjah hingga Rajab, dalam rentang waktu tersebut beliau menyiapkan pasukan perang kaum muslimin untuk menyerbu Romawi.
Ibnu Hisyam berkata: Az-Zuhri, Yazid bin Ruman, Abdullah bin Abu Bakr, Ashim bin Umar bin Qatadah, dan ulama-ulama kami lainnya, semuanya bercerita kepadaku. Mereka berkata: Saat akan terjadinya Perang Tabuk kaum Muslimin mengalami masa-masa sulit, cuaca panas membakar, sedang musim panas, buah-buahan mulai ranum, orang-orang lebih menyukai berada di buah-buahan mereka dan tempat tempat bernaung mereka, serta tidak suka berangkat dalam kondisi seperti itu karena perjalanannya sangat jauh dan banyaknya musuh yang ingin beliau tuju. Dan pada saat beliau tengah bersiap-siap untuk perang, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Al-Jadd bin Qais, salah seorang dari Bani Salamah: "Hai Al-Jadd, apa kau akan ikut memerangi orang-orang berkulit pucat (bangsa Romawi)?" Al-Jadd bin Qais berkata: "Wahai Rasulullah, berilah aku izin untuk tidak ikut dan janganlah engkau libatkan aku ke dalam fitnah wanita, karena aku adalah laki-laki yang lebih gampang tertarik kepada perempuan daripada aku. Oleh karena itu, aku khawatir jika aku melihat wanita-wanita berkulit pucat, aku tidak mampu sabar. Rasulullah memalingkan muka dari Al-Jadd bin Qais dan bersabda: "Aku memberimu izin." Tentang Al-Jadd bin Qais ini, turunlah wahyu Allah:
 
 

Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah." Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orangyang kafir. (QS. at- Taubah: 49). Maksudnya adalah seandainya saja Al-Jadd bin Qais benar-benar kuatir tergoda wanita- wanita Romawi, dan mengharapkan itu tidak akan terjadi padanya. Harusnya fitnah yang ia telah jatuh ke dalamnya itu, yaitu tidak ikut berangkat perang bersama Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan lebih mencintai dirinya daripada diri beliau lebih ia khawatirkan lagi karena fitnah itu lebih besar dari wanita. Oleh karena itulah, Allah Taala berfirman: Sesungguhnya Jahannam benar-benar ada di belakangnya.


Orang-orang Munafik
Orang-orang munafik saling berkata-kata: "Musim panas terik seperti ini sebaiknya kita tetap di sini saja dan tidak ikut berangkat." Setelah itu Allah Tabaraka wa Taala menurunkan ayat tentang mereka:


Orang-orangyang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka Jahanam itu lebih sangat panas (nya)",jika mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. at-Taubah: 81-82).
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang aku percaya bercerita kepadaku dari seseorang yang berkata kepadanya dari Muhammad bin Thalhah bin Abdurrahman dari Ishaq bin Ibrahim bin Abdullah bin Haritsah dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: Orang-orang munafik berkumpul di rumah Suwailim seorang Yahudi yang terletak di Jasum. Orang-orang munafik mengompori manusia agar mereka tidak berangkat bersama Rasulullah di Perang Tabuk. Mengetahui kondisi itu Rasulullah lalu mengutus Thalhah bin Ubaidillah beserta sejumlah sahabat dan memerintahkan mereka membakar rumah Suwailim. Thalhah bin Ubaidillah dan anak buahnya melaksanakan perintah Rasulullah. Adh-Dhahhak bin Khalifah meloncat dari atas rumah Suwailim hingga kakinya patah dan sahabat-sahabatnya menyerbu, sementara mereka melarikan diri.
 
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah tetap bergairah untuk berangkat, memerintahkan manusia bersiap-siap dan menyeru orang-orang kaya supaya berinfak dan membiayai jihad di menyumbang dalam jumlah yang banyak sekali.
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang aku percayai bercerita kepadaku bahwa Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu berinfak sebanyak seribu dinar untuk membantu para tentara yang mengalami kesulitan (Jaisy al-'usrah) di Perang Tabuk. Rasulullah bersabda: "Ya Allah, ridhailah Utsman, sebagaimana aku ridha padanya."
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah telah menentukan waktu pemberangkatan. Namun di lain pihak, beberapa orang dari para sahabat kurang mempersiapkan diri dengan baik hingga mereka tertinggal dari beliau bukan karena mereka munafik, di antara mereka adalah Ka'ab bin Malik bin Abu Ka'ab saudara Bani Salamah, Murarah bin Rabi' saudara Bani Amr bin Auf, Hilal bin Umayyah saudara Bani Waqif, dan Abu Khaitsamah saudara Bani Salim bin Auf. Mereka adalah orang-orang jujur dan dengan keislaman yang meyakinkan. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berangkat, beliau membuat tenda di Tsaniyyatul Wada'.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah menunjuk Muhammad bin Maslamah Al-Anshari sebagai wakil beliau di Madinah. Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi berkata dari ayahnya dari Rasulullah bahwa tatkala beliau berangkat ke Tabuk, beliau menunjuk Siba' bin Urfuthah sebagai wakil sementara beliau di Madinah.
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Ubay bin Salul memancangkan tendanya menyendiri di bawah Rasulullah menghadap ke Gunung Dzubab. Para ulama berkata bahwa tenda Abdullah bin Ubay bin Salul bukan kemah yang kecil. Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam meneruskan perjalanan, Abdullah bin Ubay bin Salul bersama orang-orang munafik dan orang-orang yang hati mereka diliputi keraguan tidak ikut berangkat bersama Sang Nabi.


Kondisi Ali Pada Perang Tabuk
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah mempercayakan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu untuk menjaga keluarga beliau dan tak disangka hal ini dijadikan isu panas oleh orang-orang munafik. Tak tinggal diam, Ali bin Abu Thalib mengambil senjata dan cepat-cepat berangkat hingga berhasil menyusul Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang tatkala itu berhenti di Al-Jurf. Ali bin Abu Thalib berkata: "Wahai Nabi Allah, orang-orang munafik menebarkan isu bahwa engkau meninggalkanku di Madinah karena aku dianggap memberatkanmu dan agar engkau menjadi ringan tanpa aku." Rasulullah bersabda: "Mereka dusta. Aku meninggalkanmu di Madinah untuk menjaga keluargaku, oleh karena itu, pulanglah dan jagalah keluargaku dan keluargamu. Wahai Ali, apakah engkau tidak rela jika kedudukanmu di sisiku itu bagaikan kedudukan Nabi Harun di sisi Nabi Musa? Namun tidak ada nabi setelahku."200 Ali bin Abu Thalib pun kembali ke Madinah, sementara Rasulullah melanjutkan perjalanan.


Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Thalhah bin Yazid bin Rukanah bercerita kepadaku dari Ibrahim bin Sa'ad bin Abu Waqqash dari ayahnya, Sa'ad bin Abu Waqqash, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda demikian sebagaimana disebutkan di atas kepada Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu.
 
Nabi dan Kaum Muslimin di Hijr
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah Shal- lalahu 'alaihi wa Sallam berjalan menyusuri Al-Hijr, beliau beristirahat di sana dan para sahabat mengambil air dari sumurnya. Para sahabat mentaati perintah Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam tersebut, kecuali dua orang dari Bani Saidah. Salah seorang dari mereka berdua keluar untuk buang hajat, sedang yang satu lagi keluar mencari untanya. Orang yang keluar untuk buang hajat tercekik di tempat buang hajatnya. Sementara temannya yang mencari untanya, terbawa angin hingga terlempar di dua gunung Thayyi'. Peristiwa ini dilaporkan kepada Rasulullah kemudian beliau mendoakan orang yang tercekik di tempat buang hajat kemudian ia sembuh. Adapun orang satunya terlempar angin di dua gunung Thayyi', orang-orang Thayyi' menyerahkannya kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tatkala beliau kembali ke Madinah.
Ibnu Hisyam berkata: Disampaikan kepadaku dari Az-Zuhri yang berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berjalan menyusuri Al-Hijr sembari bersabda: "Rumah orang-orang yang berbuat zalim tidak boleh kalian masuki, kecuali kalian dalam keadaan menangis karena khawatir tertimpa musibah seperti yang mereka alami."201


Ibnu Ishaq berkata: Keesokan harinya, kaum Muslimin mencari-cari air namun mereka tidak menemukannya, lalu hal tersebut dilaporkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang kemudian berdoa. Tak lama berselang, Allah mengirim awan yang menurunkan air hujan hingga kaum Muslimin tidak lagi kehausan dan bisa membawa perbekalan air sesuai kebutuhan mereka.


Abu Dzar al-Ghifari
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah lalu melanjutkan perjalanannya. Namun tak disangka salah seorang sahabatnya, yaitu Abu Dzar tertinggal karena untanya berjalan lamban. Abu Dzar mencela untanya yang berjalan seperti siput. Karena untanya tetap berjalan lamban, Abu Dzar lalu meninggalkannya lalu mengejar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Di saat yang sama, Rasulullah berhenti di salah satu jalan, tiba-tiba salah seorang dari kaum Muslimin melihat bayangan hitam kemudian ia berkata: "Wahai Rasulullah, ada orang berjalan kaki sendirian." Rasulullah bersabda: "Dialah Abu Dzar." Tatkala orang-orang melihatnya, mereka berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah, betul sekali dia itu Abu Dzar." Rasulullah bersabda: "Semoga Allah merahmati Abu Dzar yang berjalan sendirian, meninggal sendirian, dan dibangkitkan di hari kiamat sendirian."
Ibnu Ishaq berkata: Buraidah bin Sufyan Al-Aslami bercerita kepadaku dari Muhammad bin Ka'ab Al- Quradhi dari Abdullah bin Mas'ud yang berkata: Tatkala Utsman bin Affan mengisolir Abu Dzar ke Ar- Rabadzah dan ia menemui takdirnya, ia hanya bersama dengan istri dan budaknya.
Ibnu Ishaq berkata: Di tengah perjalanan menuju Tabuk Rasulullah dibuntuti beberapa orang munafik, seperti Wadi'ah bin Tsabit saudara Bani Amr bin Auf dan salah seorang dari Asyja sekutu Bani Salamah yang bernama Mukhasysyin bin Humayyir. Mereka mengeluarkan ucapan yang menakut-nakuti dan menggoyahkan sikap kaum Muslimin. Rasulullah mendengar hal tersebut dan marah kepada mereka, kemudian mereka mendatangi Rasulullah guna meminta maaf kepada beliau. Wadi'ah bin Tsabit berkata dengan memegang tali kekang unta Rasulullah yang saat berada di atas unta: "Wahai Rasulullah, kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja." Setelah itu Allah menurunkan firman- Nya:
 
 

Danjika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat- ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (QS. at-Taubah: 65)
Di antara orang yang dimaafkan di ayat tadi ialah Mukhasysyin bin Humayyir yang merubah namanya menjadi Abdurrahman. Ia memohon kepada Allah agar dirinya gugur sebagai syahid yang tempat syahidnya tidak diketahui manusia. Kemudian ia gugur di Perang Yamamah tanpa diketahui tempat syahidnya.


Surat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam Pada Johannes
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala Rasulullah tiba di Tabuk, beliau didatangi Johannes bin Ru'bah, penguasa Aylah, yang kemudian berdamai dengan beliau dan dia bersedia membayar jizyah. Begitupula dengan penduduk Jarba' dan Adzruh yang kemudian membayar jizyah pula. Rasulullah menulis surat perjanjian untuk mereka dan sampai sekarang surat perjanjian tersebut masih berada di tangan mereka. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menulis surat perjanjian untuk Johannes bin Ru'bah seperti berikut:
Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah jaminan keamanan dari Allah dan Muhammad, Nabi dan Rasulullah, untuk Johannes bin Ru'bah dan penduduk Aylah yang mencakup kapal-kapal dan kendaraan-kendaraan bisnis mereka di darat dan laut. Mereka berhak mendapatkan jaminan Allah dan jaminan Muhammad, termasuk penduduk Syam, Yaman, dan Al-Bahr. Barangsiapa di antara mereka membangkang dan membuat ulah, harta tidak terlindungi lagi dan menjadi halal bagi siapa saja di antara manusia yang menemukannya. Orang-orang selain mereka pun berhak mendatangi mata air dan berjalan di salah satu jalan yang mereka inginkan; di daratan maupun di lautan.


Penawanan Ukaidir dan Perdamaian Dengannya
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah memanggil Khalid bin Walid untuk menaklukan Ukaidir Dawmah bin Abdul Malik. Ia adalah Raja Kristen yang berasal dari Kindah. Kemudian Khalid bin Walid datang membawa Ukaidir Dawmah kepada RasululhhShallalahu 'alaihi wa Sallam. Ia pun berdamai dan mau membayar jizyah, setelah itu ia dibebaskan. Ukaidir Dawmah lalu pulang kepada kerabatnya.


Ulah Kaum Munafik
Ibnu Ishaq berkata: Di tengah perjalanan pulang dari Tabuk, beliau melewati air yang keluar dari sela- sela batu di Lembah Al-Musyaqqaq dimana air tersebut hanya cukup untuk satu, dua, atau tiga orang saja. Rasulullah bersabda: "Bila ada di antara kalian yang sampai ke sana lebih awal, maka janganlah ia mengambil sedikit pun airnya hingga kita tiba di sana." Ternyata orang-orang munafik diam-diam
 
bergerak lebih awal menuju ke sana kemudian mereka mengambil seluruh air yang berada di tempat tersebut. Tatkala Rasulullah tiba di tempat tersebut, beliau tidak melihat air tersebut. Rasulullah bersabda: "Siapa yang pertama kali tiba di sini dan mengambil air ini dari kami?" Diberitahukan kepada beliau: "Wahai Rasulullah, yang pertama kali tiba di air tersebut adalah si fulan dan si fulan." Rasulullah mengutuk mereka dan mendoakan keburukan untuk mereka. Setelah itu, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyentuh air tersebut dengan tangannya, dan berdoa dengan doa tertentu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari air tersebut dan suara tersebut didengar semua orang yang mendengarnya, kemudian mereka meminum air tersebut.


Masjid Dhirar Sepulangnya Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam dari Perang Tabuk
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersiap-siap untuk berangkat ke Tabuk, para pemilik masjid Dhirar datang menemui beliau dan meminta doa restu beliau. Tatkala Rasulullah berhenti di Dzu Awan, beliau mendapat kabar tentang masjid tersebut, kemudian beliau memanggil Malik bin Ad-Dukhsyum saudara Bani Salim bin Auf dan Ma'na bin Adi atau saudaranya yang bernama Ashim bin Adi untuk menghancurkan dan membakar masjid tersebut. Mereka berdua membakar dan meruntuhkan masjid itu hingga para penghuninya lari tunggang-langgang sehingga turunlah ayat:


Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang- orang mukmin (QS. at-Taubah: 107), hingga akhir kisah.
Orang-orang yang membangun masjid Dhirar ada dua belas orang. Nama-nama mereka adalah sebagai berikut:
Khidam bin Khalid dari Bani Zaid, salah seorang warga Bani Amr bin Auf. Dari perkampungannya, masjid Asy-Syaqqaq dibangun, Tsa'labah bin Hathib dari Bani Umaiyah bin Zaid, Muattib bin Qusyair dari Bani Dzubai'ah bin Zaid, Abu Habibah bin Al-Az'ur dari Bani Dzubai'ah bin Zaid, Abbad bin Hunaif saudara Sahl bin Hunaif dari Bani Amr bin Auf, Jariyah bin Amir, dan kedua anaknya Mujammi' bin Jariyah dan Zaid bin Jariyah, Nabtal bin Al-Harits dari Bani Dhubai'ah bin Zaid, Bahzaj dari Bani Dhubai'ah bin Zaid, Bijad bin Utsman dari Bani Dhubai'ah bin Zaid. dan Wadi'ah bin Tsabit dari Bani Umaiyah bin Zaid yang merupakan warga Abu Lubabah bin Al-Mundzir.
Ibnu Ishaq berkata: Masjid-masjid Rasu- lullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di antara Madinah dengan Tabuk adalah sebagai berikut: Masjid di Tabuk, Masjid di Tsaniyyah Midran, Masjid di Dzatu Az-Zirab, Masjid di Al-Akhdhar, Masjid di Dzatu Al-Khith- mi, Masjid di Ala', Masjid di Tharf Al-Batra', Masjid di jalan menuju Tara, Masjid di Dzi Al-Jifah, Masjid di Shadr Haudha, Masjid di Al-Hijr, Masjid di Al-Wadi yang sekarang dikenal dengan nama Wadi Al-Qura, Masjid di Ar-Ruq'ah dari arah Bani Udzrah, Masjid di Dzu Al-Marwah, Masjid di Al-Faifa', Masjid di Dzu Khusyub.
 
Tentang Tiga Sahabat yang Tidak Ikut Berangkat ke Tabuk dan Orang-orang yang Diizinkan untuk Tidak Ikut Berangkat
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang yang tidak berangkat bersama beliau ke Tabuk terdiri atas sejumlah orang munafik dan tiga orang dari kaum Muslimin yang lurus hatinya namun dihalangi oleh udzur. Ketiga orang tersebut adalah Ka'ab bin Malik, Murarah bin Ar-Rabi', dan Hilal bin Umayyah. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada para sahabat: "Janganlah kalian sekali-kali berbicara dengan salah seorang dari ketiga orang tersebut." Orang-orang munafik yang tidak ikut berangkat ke Tabuk datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian bersumpah kepada beliau, meminta ijin dan maaf, dan beliau memaafkan mereka. Namun Allah dan Rasul-Nya sebenarnya tidak memberi maaf kepada mereka. Kemudian para sahabat mengucilkan ketiga sahabat dari kaum Muslimin."202 Namun setelah itu Allah menerima taubat mereka karena penangguhan taubat mereka hanya untuk melihat ketulusan mereka dibanding orang-orang munafik yang suka bersandiwara.


Hadis Ka'ab bin Malik, ia bercerita, aku belum pernah tertinggal dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam peperangan apapun yang beliau lakukan, kecuali dalam perang Tabuk. Memang aku tertinggal dalam perang Badar. Tetapi tidak seorang pun dicela lantaran tidak ikut perang Badar tersebut. Sebab, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersama kaum muslimin keluar pada waktu itu hanyalah bermaksud menghadang kafilah dagang milik kaum Quraisy, lalu tanpa terduga Allah mempertemukan mereka dengan musuh. Sungguh, aku pernah mengikuti pertemuan bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada malam hari di dekat Jumrah Aqabah, ketika kami mengokohkan janji memeluk agama Islam. Tidak lah aku merasa lebih senang seandainya aku bisa mengikuti perang Badar, meskipun tidak mengikuti bai'at di Jumrah Aqabah, walaupun perang Badar disebut-sebut dikalangan manusia itu lebih utama daripada bai'at Jumrah Aqabah. Di antara ceritaku pada waktu tertinggal dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam pertempuran Tabuk, adalah sebagai berikut, "Aku sama sekali tidak pernah merasa lebih kuat dan lebih mudah (mencari perlengkapan perang), daripada ketika aku tertinggal dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam perang Tabuk tersebut. Demi Allah, sebelumnya aku tidak dapat mengumpulkan dua kendaraan sekaligus. Namun pada waktu perang Tabuk itu, kalau mau aku bisa melakukannya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berangkat ke pertempuran Tabuk pada hari yang sangat panas dan menempuh perjalanan yang cukup jauh dan sulit. Musuh yang akan dihadapi berjumlah sangat besar. Karena itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam merasa perlu menjelaskan kepada kaum muslimin tentang kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi, agar mereka membuat persiapan-persiapan yang cukup. Beliau menjelaskan tentang tujuan mereka. Pada saat itu kaum muslimin yang ikut berangkat bersama beliau berjumlah cukup banyak. Tetapi nama-nama mereka tidak tercatat dalam sebuah buku. Sedikit sekali kaum laki-laki yang ingin absen. Orang yang absen mengira kalau Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak akan mengetahuinya, selama wahyu Allah Ta'ala mengenai hal itu tidak turun. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berangkat ke pertempuran Tabuk bertepatan dengan masa buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan kelihatan bagus. Karena itu, hatiku lebih condong kesana. Ketika beliau dan kaum muslimin yang hendak berangkat bersama beliau sedang mempersiapkan segala sesuatunya, aku pun bergegas keluar guna mempersiapkan diri bersama mereka. Namun kemudian aku kembali tanpa menghasilkan apa-apa. Padahal dalam hati aku berkata, "Aku mampu mengadakan perlengkapan, kalau aku benar-benar mau." Yang demikian terus berlangsung, sampai kemudian kesibukan kaum muslimin semakin memuncak dan akhirnya pagi-pagi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beserta kaum muslimin berangkat. Sementara aku belum mengadakan persiapan sedikit pun. Lalu aku keluar (untuk mencari perlengkapan), tetapi aku kembali
 
dengan tangan hampa. Begitulah, aku terus menunda-nunda, sehingga kaum muslimim sudah bertambah jauh dan pertempuran menjadi semakin dekat. Kemudian aku bertekad hendak berangkat menyusul kaum muslimin. Namun ternyata takdir menentukan lain bagi diriku. Akibatnya, jika aku keluar bergaul dengan masyarakat sesudah keberangkatan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, aku merasa sedih. Soalnya aku melihat diriku tidak lebih hanyalah seorang lelaki yang bisa disebut munafik, atau orang yang diberi keringanan oleh Allah karena dianggap lemah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menyebut-nyebutku sampai beliau tiba di Tabuk. Dan ketika tiba di Tabuk, barulah beliau bertanya, "Apa sebenarnya yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik?" Seorang sahabat dari Bani Salamah menjawab, "Wahai Rasulullah, ia terhalang oleh selendangnya dan sedang asyik memandang kedua pinggangnya." Mu'adz bin Jabal membentak orang itu, "Buruk sekali ucapanmu itu. Demi Allah, wahai Rasulullah, setahu kami Ka'ab adalah orang yang baik." Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun terdiam tanpa berkata apa-apa. Pada saat itulah beliau melihat seseorang lelaki berpakaian putih sedang berjalan dari kejauhan. Beliau bersabda, "Mudah-mudahan saja itu adalah Abu Khaitsamah." Ternyata benar, orang itu adalah Abu Khaitsamah Al Anshari. Dialah orang yang bersedekah segantang kurma, ketika diolok-olok oleh orang-orang munafik.
Ketika aku mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah berada dalam perjalanan pulang dari Tabuk, aku semakin merasa gelisah. Aku mulai mereka-reka kebohongan yang sekiranya mungkin bisa menyelamatkan aku dari kekecewaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam besok. Oleh karena itu, aku juga meminta bantuan kepada keluargaku yang mempunyai pendapat bagus. Tetapi ketika dikabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah semakin dekat, hilanglah dari hatiku segala macam kebohongan yang telah aku reka-reka, sehingga aku yakin bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat menyelamatkan aku dari kegusaran beliau. Karena itu aku bermaksud untuk mengatakan yang sebenarnya kepada beliau.
Keesokan harinya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun tiba di Madinah. Dan biasanya setiap baru datang dari bepergian, tempat yang pertama kali beliau tuju ialah masjid. Setelah melakukan shalat dua raka'at, beliau duduk menunggu kaum muslimin. Pada saat itulah orang-orang yang tidak ikut ke Tabuk berdatangan menemui beliau. Mereka mengemukakan alasan masing-masing kepada beliau disertai dengan sumpah-sumpah. Mereka yang tertinggal ada delapan-puluh orang lebih. Secara lahiriah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menerima alasan mereka. Beliau mem- perkenankan mereka memperbaharui bai'at dan memehonkan ampun bagi mereka, sedangkan urusan batin mereka beliau serahkan pada Allah Ta'ala. Tibalah giliranku menghadap. Ketika aku mengucapkan salam, beliau malah tersenyum sinis", lalu bersabda, "Kemarilah." Aku berjalan menghampiri beliau, lalu duduk dihadapannya. Lalu beliau mulai bertanya, "Kenapa kamu tidak ikut berangkat? Bukankah kamu sudah membeli kendaraan (untuk berperang)?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, demi Allah, seandainya aku duduk dihadapan orang selain Anda, tentu aku yakin akan bebas dari kemarahanya dengan mengemukakan alasan yang bisa diterima. Aku memang pandai berbicara. Namun, demi Allah aku benar-benar yakin, seandainya hari ini aku memberikan jawaban yang bohong kepada Anda, lalu Anda percaya, namun aku yakin tidak lama setelah itu Allah pasti menggerakan hati Anda untuk murka kepadaku. Sebaliknya kalau aku memberikan jawaban jujur yang membuat Anda murka kepadaku, maka setidaknya aku dapat mengharapkan penyelesaian yang baik dari Allah. Demi Allah, aku tidak mempunyai uzur. Demi Allah, aku sama sekali tidak pernah merasa lebih kuat dan lebih mudah daripada ketika aku tidak mengikuti Anda." Beliau bersabda, "Orang ini sudah berkata benar. Sekarang pulanglah. Tunggu saja keputusan Allah terhadapmu." Aku pun berdiri dan berlalu. Beberapa orang dari Bani Salimah berloncatan mengejarku. Mereka berkata kepadaku, "Demi Allah! Kami belum pernah melihat kamu melakukan kesalahan sebelum ini. Kamu benar-benar tidak mampu mengemukakan alasan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain yang tidak ikut ke Tabuk. Mestinya kamu merasa cukup kalau
 
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah memaafkanmu dan memohon ampunan kepada Allah untukmu." Kata Ka'ab lebih lanjut, "Demi Allah, orang-orang Bani Salimah itu terus menerus menyalahkan aku, sehingga ingin rasanya aku kembali kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk meralat ucapanku. Kemudian aku bertanya kepada orang-orang Bani Salimah itu, "Adakah orang lain yang mengalami seperti yang aku alami ini?" Mereka menjawab, "Tentu. Ada dua orang yang mengatakan seperti yang kamu katakan tadi, dan mereka pun mendapat jawaban yang sama seperti jawaban yang kamu terima." Aku bertanya, "Siapa mereka itu?" Mereka menjawab, "Murarah bin Rabi'ah Al Amiri dan Hilal bin Umayyah Al Waqifi." Mereka menyebutkan kepadaku dua orang saleh veteran perang Badar yang aku ikuti. Aku lalu pulang, setelah mereka menyebutkan kedua nama orang tesebut. Sejak saat itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga yang sama-sama absen dalam perang Tabuk. Kaum muslimin mulai menjauhi kami, sehingga bumi terasa asing bagiku. Seolah-olah bumi yang aku pijak ini bukan bumi yang sudah sangat aku kenal. Kami mengalami keadaan demikian selama lima puluh malam. Dua orang temanku sengaja menyembunyikan diri, dan memilih berdiam di rumah masing-masing sambil terus menerus menangis. Sementara aku adalah yang paling muda dan kuat di antara kami bertiga. Aku tetap keluar rumah untuk menunaikan shalat jamaah bersama kaum muslimin. Aku juga tetap pergi ke pasar. Tetapi, tidak ada seorang pun yang sudi berbicara kepadaku. Aku lalu menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk sekedar mengucapkan salam kepada beliau yang masih berada di tempat duduk beliau sesudah shalat. Aku berkata dalam batin, "Apakah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkenan menjawabi salamku atau tidak ya?" Aku sengaja shalat di tempat yang dekat dengan beliau, supaya bisa melirik beliau. Saat aku menghadap ke shalatku, beliau memandangku. dan kalau aku menengok ke arah beliau, beliau berpaling dariku. Peristiwa kaum muslimin mendiamkan aku ini terus berlarut-larut, dan aku tetap menahan diri, sampai akhirnya pada suatu ketika aku berjalan-jalan, lalu melompati pagar pekarangan Abu Qatadah, sepupuku yang sangat aku sayangi. Aku mengucapkan salam kepadanya. Tetapi demi Allah, ia juga tidak mau menjawab salamku. Kemudian aku bertanya kepadanya, "Wahai Abu Qatadah, aku ingin bertanya kepadamu, demi Allah, tahukah kamu kalau aku ini mencintai Allah dan Rasul-Nya?" Tetapi ia tetap diam saja. Aku bertanya lagi kepadanya. dan ia juga tetap diam saja. dan setelah aku tanya untuk yang ketiga kalinya, ia baru mau menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."
Seketika itu mengalir air mataku. Aku langsung berbalik dengan melompati pagar untuk pulang. Pada suatu hari ketika aku sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, tiba- tiba ada seorang petani beragama Nashrani dari Syam datang ke Madinah untuk menjual bahan makanan. Petani itu bertanya (kepada orang-orang yang berada di pasar), "Siapa yang bisa menolong menunjukan aku pada Ka'ab bin Malik?" Orang-orang memberikan isyarat kepada petani itu ke arahku. Ia menghampiri aku dan menyerahkan sepucuk surat kepadaku dari raja Ghassan. Aku membacanya. Isinya sebagai berikut, "Selanjutnya. Sungguh kami sudah mendengar bahwa temanmu itu (Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam) mendiamkanmu. Padahal Allah sendiri tidak menjadikan kamu untuk tinggal di tempat hina dan tersia-sia. Oleh karena itu datanglah ke negeri kami. Kami pasti menolongmu." Selesai membaca surat itu, aku berkata pada diriku sendiri, "Ini juga merupakan cobaan." Aku bawa surat itu ke dapur lalu membakarnya. Waktu sudah berlalu selama empat puluh hari dari yang lima puluh hari. Namun wahyu dari Allah belum juga kunjung turun. Tiba-tiba seorang kurir Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam datang menemuiku dan berkata, "Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh kamu agar menjauhi isterimu." Aku bertanya, "Apakah aku harus menceraikanya atau bagaimana?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi hindarilah dia, kedatanganku, Thalhah bin Ubaidillah segera berdiri menyongsongku, menjabat tanganku, dan juga memberi ucapan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak ada seorang pun di antara mereka yang berdiri kecuali dia. Ketika aku mengucapkan salam kepada Rasulullah Shal- lallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda dengan wajah berseri-seri karena gembira,
 
"Bergembiralah, karena hari ini merupakan hari paling baik yang kamu lewati sejak kamu dilahirkan ibumu." Aku bertanya, "Apakah itu dari Anda sendiri, wahai Rasulullah, atau dari sisi Allah?" Beliau bersabda, "Bukan dariku, melainkan dari sisi Allah yang Maha Agung lagi Maha Tinggi." Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam jika sedang merasa gembira, wajahnya bersinar terang laksana potongan rembulan. Dan aku tahu saat itu beliau benar-benar sedang merasa senang hatinya. Ketika sudah berada di hadapan beliau, aku berkata, "Wahai Rasulullah, sungguh sebagai rasa syukur karena Allah telah berkenan menerima taubatku, aku bermaksud menyerahkan harta-bendaku sebagai sedekah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya." Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Simpan sebagiannya, dan jangan kamu serahkan seluruhnya. Itu lebih baik." Aku berkata, "Aku masih mempunyai tanah yang menjadi bagianku dari rampasan perang di Khaibar." Lebih lanjut aku berkata, "Wahai Rasulullah, sungguh Allah telah menyelamatkan aku juga karena aku telah mengatakan yang sebenarnya. dan aku nyatakan dengan sesungguhnya, bahwa termasuk taubatku ialah, aku tidak akan berbicara selain yang benar, selama hidupku. Demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang pun di antara kaum muslimin yang diuji oleh Allah Ta'ala dalam hal benarnya pembicaraan -sejak aku berjanji di depart Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sampai hari ini- yang lebih baik caranya menghadapi ujian tersebut daripada diriku. Demi Allah, sejak aku berjanji di depan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hingga kini, aku tidak pernah sengaja berbohong. dan aku berharap semoga Allah menjagaku dalam sisa hidupku. Selanjutnya Alah menurunkan ayat,


"Sesungguhnya Allah benar-benar telah menerima taubat Nabi, shahabat-shahabat Muhajirin dan sahabat-sahabat Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, sesudah hati segolongan dari para shahabat tersebut hampir saja berpaling, setelah itu Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadap mereka dan juga terhadap tiga orang yang ditangguhkan taubat mereka, sehingga ketika bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit oleh mereka, serta mereka tahu bahwa tidak ada tempat lari dari siksa Allah melainkan kepada-Nya saja. Setelah itu Allah menerima taubat mereka, agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah adalah Zat Yang Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian berkumpul dengan orang-orang yang benar." (QS. at- Taubah:117-119)
Demi Allah, belum pernah sama sekali Allah memberiku nikmat -sesudah Dia memberiku petunjuk memeluk islam- yang melebih ucapan benarku kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Sebab, seandainya aku berkata bohong kapada beliau, tentu bencana akan menimpaku, sebagaimana yang dialami oleh orang-orang munafik yang berdusta kepada beliau. Sungguh, Allah telah berfirman untuk
 
orang-orang yang mendustai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan firman yang menunjukkan betapa jelek dan jahat mereka itu, yakni firman-Nya,


"Orang-orang munafik itu akan bersumpah dengan nama Allah kepada kalian, apabila kalian kembali kepada mereka, agar kalian berpaling dari mereka. Maka berpalinglah kalian dari mereka, karena sesungguhnya mereka itu najis dan tempat mereka adalah jahannam, sebagai balasan atas apayang mereka perbuat. Mereka akan bersumpah kepada kaliam, supaya kalian ridha terhadap mereka. Tetapi jika sekiranya kalian ridha terhadap mereka, maka ketahuilah sesungguhnya Allah tidak ridha terhadap orang-orang yang fasik." (QS. at-Taubah: 95-96)
Urusan kami bertiga ditunda dari urusan orang-orang munafik, ketika mereka bersumpah kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau mnerima bai at mereka dan memintakan ampun kepada Allah bagi mereka. Tetapi persoalan kami ditunda oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sampai Allah memutuskan menerima taubat kami. Oleh sebab Allah Ta'ala berfirman,


"Dan kepada tiga orangyang tertinggal..." (QS. at-Taubah: 118) Firman Allah ini bukan berarti kami bertiga ketinggalan dari perang Tabuk. Tetapi persoalan kami bertiga diundurkan dari orang-orang munafik yang bersumpah kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan menyampaikan bermacam-macam alasan, dan beliau pun menerimanya."203




Utusan Tsaqif dan Keislaman Mereka Pada Bulan Ramadhan Tahun Ke sembilan Hijriyah
Ibnu Ishaq berkata: Sesampainya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Madinah dari Tabuk pada bulan Ramadhan beliau didatangi utusan Tsaqif. Ia adalah Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi. Kemudian Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi memeluk Islam dan meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada kaumnya. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi seperti dikatakan kaumnya: "Sesungguhnya mereka akan membunuhmu."204
 
 

Dan memang benar bahwa sepulangnya dari kaumnya ia tewas terbunuh karena mengajak kaumnya masuk Islam. Kematian Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi membuat orang-orang Tsaqif ketakutan bilaman nantinya orang-orang Arab yang ada di sekitar mereka yang telah berbai'at dan telah memeluk Islam akan memrangi mereka sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali masuk islam. Tatkala orang-orang Tsaqif memeluk Islam dan Rasulullah membuat surat perjanjian untuk mereka, beliau mengangkat Utsman bin Abu Al-Ash sebagai pemimpin mereka. Utsman bin Abu Al-Ash adalah orang termuda diantara mereka, orang yang paling bersemangat untuk mendalami agama, dan mempelajari Al-Qur'an. Abu Bakar berkata: "Wahai Rasulullah, aku lihat anak muda ini adalah orang Tsaqif yang paling bersemangat untuk mendalami agama dan mempelajari Al-Qur'an."
Ibnu Ishaq berkata: Isa bin Abdullah bercerita kepad&ku dari Athiyah bin Sufyan bin Rabi'ah Ats- Tsaqafi dari salah seorang utusan Tsaqif yang berkata: Tatkala kami telah memeluk Islam dan berpuasa bersama Rasulullah di sisa bulan Ramadhan, Bilal bin Rabah datang membawa makanan untuk berbuka puasa dan sahur untuk kami dari Rasulullah. Kami berkata: "Kami melihat fajar telah terbit" Bilal bin Rabah berkata: "Aku meninggalkan Rasulullah yang sekarang sedang sahur, karena beliau menunda sahur." Pada saat berbuka puasa, Bilal bin Rabah datang lagi kepada kami dengan membawa makanan buka. Kami berkata: "Kami belum melihat matahari telah terbenam seluruhnya." Bilal bin Rabah berkata: "Aku tidak datang kepada kalian hingga Rasulullah makan kemudian meletakkan tangannya di mangkuk dan mengambil sedikit makanan daripadanya."
Ibnu Hisyam berkata: Dengan makanan buka kami dan sahur kami.
Ibnu Ishaq berkata: Said bin Abu Hindun berkata kepada kami dari Mutharrif bin Abdullah bin Asy- Syikhkhir dari Utsman bin Abu Al-Ash yang berkata: "Tatkala Rasulullah menyuruhku kembali ke Tsaqif, sesuatu yang paling akhir yang beliau pesankan padaku ialah: "Wahai Utsman, jangan mengimami shalat terlalu lama dan perhatikanlah kondisi mereka karena di antara para makmum ada orang yang lanjut usia, anak kecil, orang lemah, dan orang yang memiliki keperluan."205




Penghancuran Berhala Al-Lata
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala orang-orang Thaif memeluk Islam dan Rasulullah mengirim Abu Sufyan bin Harb dan Al-Mughirah bin Syu'bah untuk membumihancurkan berhala Al-Lata. Tatkala Al-Mughirah bin Syu'bah telah mengumpulkan kekayaan berhala Al- Lata, ia berkata kepada Abu Sufyan bin Harb: "Sesungguhnya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kepadamu untuk membayarkan hutang Urwah bin Mas'ud dan Al-Aswad." Maka Abu Sufyan bin Harb membayar hutang mereka.


Surat Rasulullah kepada Penduduk Tsaqif
Ibnu Ishaq berkata: Surat Rasulullah untuk penduduk Thaif ialah sebagai berikut:
Bismiiiahirrahmanirrahim, dari Muhammad; Nabi dan utusan Allah kepada kaum Mukminin, sesungguhnya pohon Idhah Lembah Wajj tidak boleh ditebang dan hewannya tidak boleh diburu.
 
Barangsiapa yang kedapatan melakukan salah satu dari hal tersebut, ia dicambuk dan pakaiannya dilucuti. Jika ia bertindak melampaui itu, ia diambil kemudian dibawa kepada Nabi Muhammad. Ini perintah Nabi Muhammad Rasulullah.
Khalid bin Sa'id atas menuliskan ini atas perintah Rasulullah Muhammad bin Abdullah. Maka jangan sampai ada orang menentang surat tersebut, karena apabila ia menentangnya, berarti telah menzalimi dirinya sendiri terhadap apa yang telah diperintahkan Rasulullah atasnya.


Abu Bakar Bakar Menunaikan Haji Bersama Manusia Tahun Sembilan Hijriyah Pengkhususan Ali bin Abi Thalib untuk Menyampaikan "Baraah" darinya dan Penyebutan Surat Bara'ah Serta Kisah Penafsirannya
Ibnu lshaq berkata: Rasulullah mengutus Abu Bakar sebagai Amirul Hajj pada tahun kesembilan untuk meluruskan tata cara haji kaum Muslimin, karena orang-orang musyrikin melaksanakan ibadah haji menurut cara mereka. Tatkala Abu Bakar akan berangkat tiba-tiba turunlah surat Al-Bara'ah tentang pembatalan perjanjian yang pernah diadakan Rasulullah dengan kaum musyrikin. Setelah pembatalan tersebut, siapa pun tidak boleh dilarang dan dihentikan perjalanannya untuk datang ke Baitullah dan siapa pun tidak boleh diintimidasi pada bulan-bulan haram. Perjanjian bersifat umum antara Rasulullah dengan kaum musyrikin. Di antara perjanjian tersebut terdapat perjanjian antara Rasulullah dengan beberapa suku Arab hingga waktu tertentu, kemudian turunlah ayat tentang perjanjian tersebut, orang-orang munafik yang tidak ikut berangkat bersama Rasulullah ke Tabuk, dan ucapan salah seorang dari mereka. Dengan turunnya ayat tentang hal-hal tersebut, Allah menyingkap seluruh isi jiwa orang-orang munafik yang selama ini mereka sembunyikan. Di antara nama orang-orang munafik tersebut, ada yang disebutkan kepada kami dan ada yang tidak disebutkan. Allah berfirman:


(Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan daripada Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum Muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). (QS. At-Taubah: 1). Yakni, bagi mereka yang mengadakan perjanjian umum dari orang-orang yang musyrik. Selanjutnya Allah berfirman:

 
Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir, dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Yakni setelah haji ini kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertobat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yangpedih. (QS. at-Taubah: 2-3).
Setelah itu Allah berfirman:


Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) (QS. At- Taubah: 4). Yakni, kecuali orang-orang musyrikin dimana kalian telah mengadakan perjanjian dengan mereka dengan perjanjian khusus sampai batas waktu tertentu.
Lalu Allah berfirman:


Dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorangyang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. Apabila sudah habis bulan- bulan Haram itu (QS. at- Taubah: 4-5) yakni empat bulan yang telah ditetapkan bagi mereka.
Lalu Allah berfirman:
Maka perangilah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamujumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu (QS. at-Taubah: 5-6), yakni orang-orang yang kamu perintahkan untuk dibunuh.
Lalu Allah berfirman:

 
Maka lindungilah ia supaya ia sempat men- dengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempatyang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (QS. at- Taubah: 6).
Lalu Allah berfirman:


Bagaimana bisa ada perjanjian (aman ) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, (QS. at-Taubah: 7), yakni orang-orang yang kalian adakan perjanjian umum dengan mereka dimana mereka tidak boleh mengintimidasi kalian dan kalian tidak boleh mengintimidasi mereka di tanah haram dan bulan haram.
Lalu Allah berfirman:


Kecuali dengan orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haram? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. at-Taubah: 7). Mereka yang dimaksud adalah suku-suku Arab yang terikat dengan perjanjian Quraisy di Perdamaian Hudaibiyah sampai batas waktu yang telah ditentukan Rasulullah Shallalahu 'alaihi Kwa Sallam bersama orang-orang Quraisy. Tidak ada yang membatalkan perjanjian tersebut kecuali orang-orang Quraisy dan Bani Ad- Dail dari Bani Bakr bin Wail yang masuk ke dalam perjanjian orang-orang Quraisy. Allah memerintahkan Rasulullah menyempurnakan batas waktu perjanjian kepada orang-orang yang tidak melanggarnya yaitu Bani Bakr.
Lalu Allah berfirman:

 
Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu,yakni orang-orang musyrik yang tidak ada perjanjian dengan mereka dalam batas waktu tertentu dari orang musyrik yang umum, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian). Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (ma nusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. fika mereka bertobat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (QS. at-Taubah: 8-11).
Ibnu Ishaq berkata: Hakim bin Hakim bin Abbad bin Hunaif bercerita kepadaku dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali Radhiyallahu Anhu yang berkata: Pada saat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Abu Bakar sebagai Amirul Hajj untuk meluruskan tata cara haji kaum Muslimin turunlah surat Al-Bara'ah lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana kalau surat Al-Bara'ah ini engkau kirim kepada Abu Bakar yang sedang dalam perjalanan ke sana?" Rasulullah bersabda: "Tidak, tugas ini hanya boleh dijalankan seseorang dari ahli baitku." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memanggil Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu dan mengutusnya ke Mekah." Maka Alipun keluar dengan menunggang unta Rasulullah, yang bernama al-Adhba' hingga berhasil mengejar Abu Bakar di jalan. Tatkala Abu Bakar melihat Ali di jalan dia berkata: Apakah engkau menjadi amir (peminpin) atau ma'mur (menjadi yang dipimpin). Ali bin Abu Thalib berkata: Saya diperintah (ma'mur)! Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan. Maka Abu Bakar menunaikan ibadah haji, sedangkan orang- orang Arab berada di tempat masing-masing dan menunaikan haji sebagaimana yang mereka lakukan di masa jahiliyah. Sampai pada saat hari Qurban Ali berdiri dan mengumumkan di tengah-tengah manusia apa yang Rasulullah perintahkan padanya dengan berkata: "Hai manusia, sesungguhnya orang kafir tidak masuk surga, orang musyrik tidak boleh melakukan ibadah haji setelah tahun ini, orang telanjang tidak boleh melakukan thawaf di Baitullah, siapa saja yang mempunyai perjanjian dengan Rasulullah maka perjanjian tersebut berlaku hingga waktunya, dan tenggang waktu bagi manusia adalah empat bulan sejak pengumuman ini diberikan kepada mereka. Setelah itu, hendaklah setiap kaum pulang ke tempat mereka yang aman atau negeri mereka, karena setelah itu tidak ada perjanjian bagi orang musyrik, kecuali orang yang mempunyai perjanjian dengan Rasulullah hingga waktu tertentu maka perjanjian tersebut berlaku hingga waktunya." Kemudian keduanya mendatangi Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Pembatalan perjanjian ini berlaku bagi orang-orang musyrikin yang mempunyai perjanjian umum dan orang- orang yang mempunyai perjanjian hingga waktu tertentu.


Ayat yang Turun Mengenai Jihad Melawan Orang-orang Musyrik
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Allah memerintahkan Rasulullah memerangi orang-orang musyrikin baik yang terikat perjanjian khusus maupun yang umum setelah empat bulan yang telah ditentukan untuk mereka. Kecuali apabila pada masa empat bulan tersebut ada orang yang berbuat zalim maka ia harus dihabisi karena kezalimannya.
 
      

Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orangyang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah: 13-15). Yakni, Allah menerima taubat sesudah itu.
Setelah itu Allah berfirman:


Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. at-Taubah: 16).
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Allah menceritakan ucapan orang-orang Quraisy, sesungguhnya kami adalah penduduk tanah haram, pemberi minuman kepada orang-orang yang berhaji, dan yang memakmurkan Baitullah. Jadi, tidak ada orang yang lebih baik daripada kami. Allah berfirman:


Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian (QS. At-Taubah: 18)
Yakni, pemakmuran yang kalian lakukan terhadap Baitullah itu tidaklah benar, namun yang dimaksud adalah orang-orang yang memakmurkannya sesuai dengan haknya ialah:
 
 

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, (QS. at-Taubah: 18): merekalah orang yang memakmurkannya,


maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. at-Taubah: 18).
Setelah itu Allah berfirman:


Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta ber jihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS. at-Taubah: 19).
Kemudian kisah ini berlanjut hingga berakhir sampai Perang Hunain; apa saja yang terjadi di dalamnya, mundurnya kaum Muslimin serta pertolongan yang diturunkan Allah kepada mereka.
Allah berfirman:


Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, (QS. at- Taubah: 28). Allah Ta'ala berfirman demikian, karena manusia banyak berkata: "Pasar-pasar pasti akan disegel, sehingga mengakibatkan perdagangan kami rusak dan hilanglah apa yang biasa kami dapatkan dari para rekan bisnis kami." Oleh sebab itulah, Allah Ta'ala berfirman:
 
 

Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya. (QS. at-Taubah: 28). Yakni, dan jika kalian khawatir menjadi miskin, Allah akan memberikan kekayaan kepada kalian dari jalur yang lain, jika Dia menghendaki.


Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. at-Taubah: 29). Yakni, pembayaran jizyah oleh mereka adalah pengganti dari ditutupnya pasar untuk kalian. Maka Allah gantikan bagi mereka dari apa yang apa yang Allah putus dari kemusyrikan dan apa yang Allah Allah berikan dari leher ahli Kitab dan jizyah.
Setelah itu Allah Ta'ala menyebutkan tentang dua Ahli Kitab dan kejahatan dan dusta yang ada pada mereka, hingga ayat:


Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih (QS. at- Taubah: 34).
 
Ayat yang Turun tentang An-Nasi'u
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Allah menyebutkan tentang an-nasi'u dan bid'ah-bid'ah baru yang diadakan orang-orang Arab di dalamnya. An-Nasi'u ialah menghalalkan bulan-bulan yang diharamkan Allah dan mengharamkan bulan-bulan yang dihalalkan Allah.
Allah berfirman:


Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, (QS. at-Taubah: 36), janganlah kalian mengharamkan bulan-bulan yang halal dan jangan pula menghalalkan bulan-bulan yang haram sebagaimana dikerjakan orang-orang musyrik.
Lalu Allah berfirman:


Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu, yang mereka lakukan, adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah, (setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. at-Taubah: 37).
Setelah itu Allah berfirman tentang Perang Tabuk, ketidak seriusan kaum Muslimin di dalamnya, keengganan mereka untuk berperang bersama Rasulullah Shaallallahu 'Alaihi wa Sallam memerangi bangsa Romawi, dan kemunafikan kaum munafik tatkala mereka diajak untuk berjihad, setelah itu Allah mengecam orang-orang munafik atas tingkah mereka dalam Islam.
Allah berfirman:
 
 

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) padajalan Allah kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (QS. at-Taubah: 38),
Kisah dilanjutkan pada lanjutan ayat:


Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) tatkala orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang tatkala keduanya berada dalam gua (QS. at-Taubah: 39-40).


Ayat yang Turun tentang Orang-orang Munafik
Ibnu Ishaq berkata: Sesudah itu Allah tentang sikap orang-orang munafik:
 
 

Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapajauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jika kami sanggup tentulah kami berangkat bersamamu."
Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orangyang berdusta. (QS. at-Taubah: 42), yakni bahwa sesungguhnya mereka itu bisa.
Lalu Allah berfirman:


Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keudzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta ? Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu
 
bersama orang-orang yang tinggal itu." Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka akan terus menambah kerusakan, dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah- celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu; sedang di antara kamu ada orang- orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. (QS. at-Taubah: 43-47).
Ibnu Hisyam berkata: Orang-orang yang meminta izin Rasulullah untuk tidak ikut berangkat ke Tabuk berasal dari kalangan terhormat sebagaimana disampaikan kepadaku. Mereka antara lain, Abdullah bin Ubay bin Salul dan Al Jadd bin Qais. Mereka adalah orang-orang terhormat di kaumnya. Karenanya, Allah melemahkan keinginan mereka untuk ikut perang, karena Allah mengetahui bahwa apabila mereka ikut berangkat bersama Rasulullah, mereka merusak pasukan Islam, karena di tubuh pasukan Islam terdapat orang-orang yang mencintai dan mentaati apa yang mereka serukan karena kedudukan tinggi mereka di kalangan kaumnya. Setelah itu Allah Ta'ala berfirman:


Sedang di antara kalian terdapat orang-orang yangamatsuka mendengarkan perkataan mereka dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. Sesungguhnya dari dahulu pun mereka telah mencari-cari kekacauan (QS. at-Taubah: 47-48), yakni sebelum meminta izin kepadamu.


Dan mereka mengatur berbagai macam tipu-daya untuk (merusakkan) kalian. (QS. at-Taubah: 48), untuk memperdaya sahabat-sahabatmu darimu dan agar mereka menolak perintahmu.


Hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah), dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya. Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah." Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. (QS. at-Taubah: 48-49). Orang yang mengatakan ini -seperti dituturkan kepada kami- adalah Al-Jadd bin Qais saudara Bani Salamah tatkala Rasulullah Shaallallahu Alaihi wa Sallam mengajaknya berjihad melawan bangsa Romawi.
Kisah dilanjutkan dengan firman Allah:
 
      

Jikalau mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lobang-lobang (dalam tanah) niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya. Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. (QS. at-Taubah: 57-58), yakni sesungguhnya niat, keridhaan, dan kemarahan mereka hanya untuk dunia mereka.


Ayat Al-Qur'an Yang Turun tentang Penerima Zakat
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Allah Ta'ala menjelaskan tentang zakat; kepada siapakah zakat tersebut disalurkan? Allah juga menyebutkan para penerimanya dalam firman-Nya:


Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus- pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah: 60).
Setelah itu Allah menyebutkan tipu daya dan kekerasan orang-orang munafik terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Allah berfirman:

 
Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya." Katakanlah: "la mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang- orang yang beriman di antara kamu." Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. (QS. at-Taubah: 61).
Orang munafik yang melontarkan perkataan di atas, seperti yang sampai pada saya adalah Nabtal bin Al-Harits dari Bani Amr bin Auf. Ayat tersebut turun tentang dirinya, karena ia pernah berkata: "Sesungguhnya Muhammad mendengarkan semua yang dikatakan kepadanya kemudian mempercayainya." Setelah itu Allah Ta'ala berfirman: Katakanlah, 'Ia mempercayai semua yang baik bagi kalian', yakni, ia mendengarkan sesuatu yang baik dan membenarkannya.
Setelah itu Allah berfirman:


Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin. (QS. at- Taubah: 62).
Setelah itu Allah berfirman:


Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. at-Taubah: 65-66). Orang yang melontarkan ungkapan di atas adalah Wadi'ah bin Tsabit saudara Bani Umayyah bin Zaid dari Bani Amr bin Auf - orang yang dimaafkan Rasulullah seperti sampai kepadaku, dan Mukhasysyin bin Humayyir Al-Asyja'i sekutu Bani Salamah.
Ayat tersebut turun, karena Mukhasysyin bin Humayyir tidak mengingkari perkataan yang didengar dari sebagian orang-orang munafik itu.
Kemudian kisah tentang orang-orang munafik dilanjutkan dengan pemaparan sifat-sifat mereka hingga firman-Nya:
 
      

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul- Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka dengan azab yangpedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. (QS. at-Taubah: 73-74).
Orang yang melontarkan penyataan yang disebutkan ayat di atas ialah Al-Julas bin Suwaid bin Shamit. Ucapannya tersebut dilaporkan kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam oleh seseorang yang berada dalam asuhannya bernama Umair bin Sa'ad, namun Al-Julas bin Suwaid bin Shamit tidak meng- akui telah berkata seperti itu dan ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia betul-betul tidak mengatakan itu. Tatkala ayat-ayat Al- Qur'an turun tentang orang-orang munafik, Al-Julas bin Suwaid bin Shamit pun bertaubat dengan taubat yang baik, seperti yang sampai kepadaku.
Setelah itu Allah berfirman:


Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shaleh." (QS. at-Taubah: 75). Di antara orang-orang munafik yang berikrar kepada Allah ialah Tsa'labah bin Hathib dan Mu'attib bin Qusyair, mereka berdua berasal dari Bani Amr bin Auf.
Setelah itu Allah berfirman:

 
(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (QS. at-Taubah: 79). Di antara kaum Mukminin yang bersedekah secara sukarela ialah Abdurrahman bin Auf dan Ashim bin Adi saudara Bani Al-Ajlan. Kisahnya adalah bahwa Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memotivasi kaum Mukminin bersedekah, kemudian Abdurrahman bin Auf berdiri dan bersedekah dengan empat ratus dirham. Ashim bin Adi juga berdiri lalu bersedekah dengan seratus wasaq kurma, kemudian orang- orang munafik menghina kedua sahabat tersebut. Mereka berkata: "Sedekah ini tidak lain adalah riya." Sahabat yang bersedekah sesuai dengan kesanggupannya ialah Abu Aqil saudara Bani Unaif yang datang dengan membawa satu sha' kurma dan menyedekahkannya. Orang-orang munafik mentertawakan sedekah Abu Aqil dan berkata: "Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan sedekah satu sha' kurma Abu Aqil."
Setelah itu Allah Ta'ala menyebutkan beberapa celotehan orang-orang munafik tatkala Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin berjihad dan berangkat ke Tabuk dalam cuaca yang demikian terik dan musim paceklik.
Allah berfirman:



Dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini. Katakanlah: "Api neraka Jahanam itu lebih sangatpanas (nya)",jika mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. Maka jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk ke luar (pergi berperang), maka katakanlah: "Kamu tidak boleh ke luar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang" Dan janganlah kamu sekali-kali men-shalat-kan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu (QS. at-Taubah: 81-85).
 
Ayat Al-Qur'an yang Turun Karena Nabi Mensalatkan Abdullah bin Ubay
Ibnu Ishaq berkata: Az-Zuhri bercerita kepadaku dari Ubadillah bin Abdullah bin Utbah dari Ibnu Abbas ia berkata: aku mendengar Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata: Tatkala Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal, Rasulullah diminta oleh anaknya untuk menyalatkannya. Ketika Beliau sudah berdiri hendak shalat, aku hampiri Beliau dan berkata: "Wahai Rasulullah, apakah anda akan menyolatkan anak Ubay padahal dia suatu hari pernah mengatakan begini begini, begini dan begini, (aku mengulang-ulang ucapan bin Ubay yang dahulu pernah dilontarkan kepada Nabi)". Ternyata Rasulullah malah tersenyum seraya berkata: "Cukupkanlah ucapanmu dari ku wahai 'Umar." Tatkala aku terus berbicara kepada Beliau, dan Beliau berkata: "Sungguh aku diberi pilihan dan aku memilih: "Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendati pun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali- kali tidak akan memberi ampun kepada mereka (QS. at-Taubah: 80), seandainya aku mengetahui bila aku menambah lebih dari tujuh puluh kali permohonan ampun baginya dia akan diampuni, pasti aku akan tambah (permohonan ampun baginya)." Umar berkata: "Maka kemudian Rasulullah menyalatkannya hingga selesai, tak lama setelah Beliau terdiam, turunlah firman Allah subhanahu wa ta'ala QS At-Taubah ayat 84 berikut: Dan janganlah kamu sekali-kali men-shalat-kan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS. at-Taubah: 84). Setelah itu, Rasulullah tidak menyalati jenazah seorang munafik-pun, hingga Allah mencabut ruhnya.206


Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Allah Ta 'ala berfirman:


Dan apabila diturunkan sesuatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk (QS. at-Taubah: 86). Abdullah bin Ubay bin Salul termasuk orang- orang di atas, setelah itu Allah mengecamnya dan menyebutkannya dalam firman-Nya.
Setelah itu Allah berfirman:

 
 

Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan "udzur, yaitu orang-orang Arab Badui agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak pergi berjihad), sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa adzab yang pedih. (QS. at-Taubah: 88-90).
Orang-orang yang meminta permakluman, sebagaimana disampaikan padaku, ialah sejumlah orang dari Bani Ghifar, di antaranya Khufaf bin Aima' bin Rakhashah. Kemudian kisah dilanjutkan dengan pemaparan tentang orang-orang yang mempunyai permakluman hingga pada firman Allah Ta'ala:


Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS. At-Taubah: 92). Mereka adalah para sahabat yang banyak menangis.
Setelah itu Allah berfirman:

 
Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka). (QS. at-Taubah: 93).
Orang-orang yang tidak ikut perang (khawalif) yang disebutkan ayat di atas ialah para kaum wanita. Setelah itu Allah menyebutkan sumpah orang-orang munafik kepada kaum Muslimin dan permintaan ijin mereka, namun Allah berfirman:


Maka berpalinglah dari mereka; karena sesugguhnya mereka itu adalah najis dan tem pat mereka Jahanam; seoagai baiasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu rida kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang yang fasik itu. (QS. at-Taubah: 95-96).


Ayat-ayat yang Turun Mengenai Orang Arab Baduy
Ibnu Ishaq berkata: Setelah itu Allah menyebutkan tentang orang-orang Arab Baduy; siapa saja dari mereka yang menjadi orang-orang munafik dan kemauan mereka agar Rasulullah dan kaum Muslimin dilanda petaka. Allah Ta'ala berfirman:


Di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (dijalan Allah) sebagai suatu kerugian (QS. at-Taubah: 98).
Yang dinafkahkan itu mencakup sedekah atau infak di jalan Allah. Setelah itu Allah berfirman:


Dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu; merekalah yang akan ditimpa mara bahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. at-Taubah: 98).
Setelah itu Allah menyebutkan orang-orang Arab Baduy yang ikhlas dan beriman. Allah Ta'ala berfirman:
 
 

Dan di antara orang-orang Arab Baduy itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah) (QS. at-Taubah: 99).
Setelah itu Allah menyebutkan generasi awal dari kaum Muhajirin dan Anshar beserta keutamaan mereka, dan pahala yang dijanjikan Allah kepada mereka termasuk kepada para tabi'in yang mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya.
Allah Ta'ala berfirman:


Allah ridha kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah (QS. at-Taubah: 100), setelah itu Allah berfirman:


Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. (QS. at-Taubah: 101). Yakni, mereka larut dalam kemunafikan dan menolak selain lainnya.
Setelah itu Allah berfirman:


Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada adzab yang besar (QS. at-Taubah: 101). Dua kali azab yang dijanjikan Allah Ta'ala kepada orang-orang munafik -seperti yang sampai kepadaku- ialah kesedihan mereka terhadap permasalahan Islam beserta kemarahan tidak terduga yang masuk kepada mereka, kemudian penyiksaan mereka di kubur jika mereka masuk
 
ke dalamnya, kemudian azab yang pedih jika mereka dikembalikan kepada-Nya yaitu azab neraka dan kekal di dalamnya.
Setelah itu Allah berfirman:


Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. at-Taubah: 102).
Dilanjutkan firman-Nya:


dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. at-Taubah: 103).
Setelah itu Allah Ta'ala berfirman:


Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima tobat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah: 106), mereka adalah tiga sahabat yang tidak ikut berangkat ke Perang Tabuk dan Rasulullah menangguhkan taubat mereka hingga taubat mereka datang dari Allah.
Pada lanjutan ayat Allah berfirman:
 
 

Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang- orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereKa itu adalah pendusta (dalam sumpahnya) (QS. at- Taubah: 107).
Setelah itu Allah berfirman:


Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka (QS. at-Taubah: 111), kemudian kisah dilanjutkan dengan kisah Tabuk, dan apa yang terjadi di dalamnya.
Pada zaman Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam ia disebut surat Al-Bara'ah (QS. at-Taubah) sedangkan sesudahnya disebut dengan Al-Muba'tsirah, karena surat tersebut menyingkap rahasia seluruh manusia. Tabuk adalah perang terakhir yang dilakukan Rasulullah.


Tahun Kesembilan Hijriyah Sebab-Sebab Dinamakan Sebagai Tahun Utusan dan Turunnya Surat Al- Fath
Ibnu Ishaq berkata: Seusai Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menaklukkan Makkah, dan selesai dari Perang Tabuk, orang-orang Tsaqif memeluk Islam dan berbaiat, datanglah utusan-utusan Arab dari segala semua arah kepada beliau.
Ibnu Hisyam berkata: Abu Ubaidah bercerita kepadaku bahwa hal tersebut terjadi pada tahun kesembilan hijriyah dan bahwa sesungguhnya tahun itu disebut dengan sanatul wufuud (tahun utusan).
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang Arab menanti-nanti perkembangan yang terjadi pada orang-orang Quraisy dan perkembangan Rasulullah. Semua karena dalam pandangan mereka, orang-orang Quraisy adalah pemimpin mereka, pemilik Baitullah, penduduk tanah haram, anak keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim 'Alaihimas Salam. Para peminpin Arab mengakui hal ini. Orang Quraisy lah yang menyatakan
 
perang terhadap Rasulullah dan menentang keras. Tatkala Makkah dapat ditaklukkan oleh Rasulullah dan orang-orang Quraisy tunduk padanya, orang-orang Arab pun tahu bahwa mereka tidak mempunyai kekuatan untuk berperang melawan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan untuk memusuhinya. Karenanya, mereka masuk ke dalam agama Allah, sebagaimana difirmankan Allah:


Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (QS. an-Nashr: 1-3). Yakni, pujilah Allah karena Dia telah memenangkan agamamu dan mintalah ampunan kepada-Nya, karena Dia Maha Penerima taubat.


Kedatangan Utusan Bani Tamim Dan Turunnya Surat Al-Hujurat
Ibnu Ishaq berkata: Setelah segalanya terjadi maka berdatanganlah utusan-utusan Arab kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. 'Utharid bin Hajib bin Zurarah bin Udud da tang kepada Rasulullah bersama tokoh-tokoh Bani Tamim, di antaranya Al-Aqra' bin Habis At-Tamimi, Az-Zibriqan bin Badr At-Tamimi salah seorang warga Bani Sa'ad, Amr bin Al- Ahtam, dan Al-Habhab.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Hutat bin Yazid dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Rasulullah mempersaudarakan para sahabat dari kaum Muhajirin dengan sesama mereka sendiri; mempersaudarakan Abu Bakar dengan Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dengan Abdur- rahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah dengan Zubair bin Awwam, Abu Dzar Al-Ghifari dengan Al- Miqdad bin Amr Al-Bahrani, dan Muawiyah bin Abu Sufyan dengan Al-Hutat bin Yazid Al-Mujasyi. Al- Hutat bin Yazid meninggal dunia di rumah Muawiyah bin Abu Sufyan pada masa pemerintahannya, kemu- dian Muawiyah bin Abu Sufyan mengambil harta peninggalan Al-Hutat bin Yazid sebagai hak waris dari persaudaraan antar keduanya.



Para Penghuni Kamar
Ibnu Ishaq berkata: Tatkala utusan Bani Tamim menghadap Rasulullah, keduanya ikut bersama mereka. Tatkala utusan Bani Tamim masuk ke masjid, mereka memanggil Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dari belakang kamar-kamar beliau: "Wahai Muhammad keluarlah engkau kepada kami." Rasulullah merasa sangat terganggu dengan teriakan mereka, lalu beliau keluar menemui mereka dan turunlah firman Allah Ta'ala:
 
 

Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar bilik kebanyakan mereka tidak mengerti.
(QS. al-Hujuraat: 4).


Kisah Amir Bin Thufail dan Arbad Bin Qais Dalam Utusan Bani Amir
Ibnu Ishaq berkata: Utusan Bani Amir juga datang menemui Rasulullah. Di dalamnya terdapat Amir bin Thufail, Arbad bin Qais bin Jaz'i bin Khalid bin Ja'far, dan Jabbar bin Salma bin Malik bin Ja'far. Mereka bertiga adalah pentolan Bani Amir dan setan-setan mereka.
Amir bin Thufail si musuh Allah, datang kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menghabisi beliau. Tatkala tiba di salah satu jalan, Allah Ta'ala mengirim penyakit misterius ke leher Amir bin Thufail. Lalu Allah matikan dia dengan penyakit itu di rumah seorang wanita dari Bani Salul. Sebelum meninggal dunia, Amir bin Thufail berkata: "Wahai Bani Amir, apakah ini penyakit ghuddah (penyakit kelenjar mematikan) seperti yang sering menyerang anak unta di rumah seorang wanita dari Bani Salul?"
Ibnu Hisyam berkata: Zaid bin Aslam berkata dari Atha' bin Yasar, dari Ibnu Abbas ia berkata: Tentang Amir bin Ath-Thufaii dan Arbad bin Qais, Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya:


Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. Yang mengetahui semua yang gaib dan yang nampak; Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi. Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus-terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak meng-ubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali- kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. ' (QS. ar-Ra'du: 8-11). Al-Mu'aqqibaat adalah para malaikat Allah yang diperintahkan melindungi Nabi Muhammad.
Setelah itu Allah menyebutkan tentang Arbad bin Qais dan bagaimana mati:
 
 

Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada- Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya. (QS. ar- Ra'du: 13).


Kedatangan Dhimam Bin Tsa'labah Sebagai Utusan Dari Bani Sa'ad Bin Bakr
Ibnu Ishaq berkata: Muhammad bin Al-Walid bin Nuwaifi' bercerita kepadaku, dari Kuraib mantan budak Abdullah bin Abbas, dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata: Bani Sa'ad bin Bakr mengutus Dhimam bin Tsalabah menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk menanyakan perihal Islam. Ia tiba di tempat Rasulullah kemudian menderumkan untanya di pintu masjid, mengikatnya lalu masuk ke dalam masjid. Tatkala itu, Rasulullah sedang duduk 'bersama sahabat-sahabatnya. Dhimam bin Tsalabah lalu mendatangi Rasulullah dan bertanya tentang Islam kemudian ia pun masuk Islam. Setelah itu Dhimam bin Tsalabah pulang ke kaumnya. Tatkala Dhimam bin Tsalabah tiba di kaumnya, kaumnya segera menemuinya. Yang pertama kali diucapkan Dhimam bin Tsa'labah ialah: "Alangkah jahatnya Al-Lata dan Al-Uzza." Bani Sa'ad bin Bakr berkata: "Wahai Dhimam, takutlah akan penyakit kusta, penyakit lepra, dan gila," Dhimam bin Tsa'labah berkata: "Celakalah kalian, sesungguhnya Al-Lata dan Al-Uzza tidak da pat memberi mudharat dan tidak pula manfaat. Sesungguhnya Allah telah mengutus seorang rasul, menurunkan Kitab kepadanya, dan menyelamatkan kalian dari keadaan yang kalian alami. Sungguh aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul- Nya. Aku baru saja datang dari beliau dengan membawa apa yang beliau perintahkan dan apa saja yang beliau larang atas kalian."
Demi Allah, sebelum hari menjelang di sore di hari itu, seluruh penduduk Bani Sa'ad bin Bakr baik kalangan laki-laki maupun perempuan semuanya masuk Islam.
Ibnu Abbas berkata: Kami belum pernah mendengar utusan sebuah kaum yang lebih mulia daripada Dhimam bin Tsa'labah.


Kedatangan Al-Jarud Bersama Utusan Abdul Qais
Ibnu Ishaq berkata: Al-Jarud bin Amr bin Hanasy saudara Abdul Qais juga datang menemui Rasulullah.
Ibnu Hisyam berkata: Al-Jarud adalah anak Bisyr bin Al-Ma'alli. Ia datang bersama utusan Abdul Qais dan saat itu ia beragama Kristen.
Ibnu Ishaq berkata: Seorang yang tidak aku ragukan kejujurannya bercerita kepadaku, dari Al-Hasan, ia berkata: Tatkala Al-Jarud tiba di tempat Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, ia berbicara banyak
 
dengan Nabi. Rasulullah menawarkan dan mengajak Al-Jarud untuk memeluk Islam lalu iapun masuk Islam. Kemudian Al-Jarud keluar dari tempat Rasulullah untuk pulang ke kaumnya. Keislamannya baik dan teguh dalam memegang agama Islam hingga ia meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia, ia sempat ikut memerangi orang-orang murtad.
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang meriwayatkan bahwa Al-Jarud berkata: "Aku tidak membutuhkan orang mendeklarasikan syahadat."
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah mengirim Al-Ala' bin Al-Hadhrami kepada Al-Mundzir bin Sawa Al-Abdi sebelum penaklukan Mekkah, kemudian Al-Mundzir bin Sawa Al-Abdi memeluk Islam dan baik keislamannya. Al-Mundzir bin Sawa Al-Abdi meninggal dunia sepeninggal Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam sebelum murtadnya penduduk Al-Bahrain. Tatkala itu, Al-Ala' berada di rumah Al-Mundzir bin Sawa Al-Abdi sebagai gubernur Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam di Al-Bahrain.


Kedatangan Utusan Bani Hanifah Bersama Musailamah Al-Kadzdzab
Ibnu Ishaq berkata: Utusan Bani Hanifah juga datang menemui Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam. Dalam utusan itu ada Musailamah bin Habib Al-Hanafi Al-Kadzdzab.
Ibnu Hisyam berkata: Musailamah bin Tsumamah, biasa dipanggil Abu Tsumamah.
Ibnu Ishaq berkata: Salah satu sesepuh dari Bani Hanifah dari penduduk Al-Yamamah bercerita kepadaku bahwa utusan Bani Hanifah menghadap Rasulullah dan meninggalkan Musailamah bin Al- Habib Al-Kadzdzab di perbekalan mereka. Tatkala mereka semua masuk Islam, mereka menyebutkan tempat Musailamah Al-Kadzdzab. Setelah itu, mereka keluar dari tempat Rasulullah dan pulang membawa hadiah yang diberikan Rasulullah. Tatkala mereka tiba di Al-Yamamah, musuh Allah, Musailamah bin Habib, murtad, mengaku menjadi nabi, dan membuat kebohongan untuk orang-orang Bani Hanifah. Tidak cukup sampai di sini, Musailamah bin Habib menghalalkan minuman keras untuk Bani Hanifah dan menggugurkan kewajiban shalat dari mereka. Walaupun demikian ia masih Dersaksi bahwa Rasulullah adalah seorang Nabi. Bani Hanifah menyetujui yang dia katakan. Wallahu a'lam, riwayat mana yang valid dalam hal ini.


Kedatangan Zaid Al-Khail Bersama Utusan Thayyi'
Ibnu Ishaq berkata: Utusan Thayyi' yang di dalamnya ada Zaid Al-Khail dan pemimpin mereka juga datang menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Tatkala tiba di tempat Rasulullah, beliau berbicara dan menawarkan Islam kepada mereka, kemudian mereka memeluk Islam dan keislamannya baik. Rasulullah bersabda -sebagaimana disampaikan kepadaku dari salah seorang Thayyi' yang tidak aku ragukan kejujurannya: "Tidaklah ada salah seorang Arab dengan segala kelebihannya disebutkan kepadaku lalu orang itu datang kepadaku melainkan ia di bawah(nilanya) apa yang disampaikan kepadaku, kecuali Zaid Al- Khail. Segala kelebihannya tidak semua disampaikan kepadaku." Kemudian Rasulullah memberi nama dengan nama yang baru, yaitu Zaid Al-Khair, memberinya daerah Faid beserta lahan-lahan yang ada di dalamnya dan menulisnya dalam dokumen resmi.


Adi Bin Hatim
 
Ibnu Ishaq berkata: Adapun tentang Adi, maka Adi bin Hatim berkata -sebagaimana yang sampai kepadaku: "Semasa Nashrani dulu tidak ada seorang Arab yang lebih sangat membenci Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam tatkala mendengar namanya dari pada aku. Aku orang terhormat dan beragama Kristen." Lalu Allah menurunkan hidayah padaku hingga aku masuk Islam. Dua hal yang dijanjikan Rasulullah dalam sabdanya tersebut betul-betul telah terjadi dan satu hal yang belum terjadi dan itu pasti akan terjadi. Sungguh aku melihat istana-istana putih di negeri Babilonia ditaklukkan, aku juga melihat seorang wanita keluar dari Al-Qadisiyah dengan mengendarai untanya tanpa ada rasa takut hingga ia menunaikan ibadah haji di Baitullah. Demi Allah, satunya lagi akan terjadi, yaitu harta akan melimpah hingga tidak ada orang yang mau mengambilnya."


Kedatangan Farwah Bin Musaik Al-Muradi
Ibnu Ishaq berkata: Farwah bin Musaik Al- Muradi juga datang menemui Rasulullah dengan meninggalkan raja-raja Kindah. Tatkala Farwah bin Musaik berangkat menuju Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dengan meninggalkan raja-raja Kindah sesampainya di tempat Rasulullah, beliau bersabda: "Wahai Farwah, apakah musibah yang menimpa kaummu di Perang Ar-Radm itu membuatmu sedih?" Farwah bin Musaik berkata: "Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, kaum manakah yang mendapat musibah seperti kaumku di Perang Ar-Radm lalu mereka tidak merasakan sedih?" Rasulullah bersabda: "Ketahuilah itu semua justru malah menambahkan kebaikan kepada kaummu di dalam Islam." Kemudian Rasulullah mengangkat Farwah bin Musaik sebagai gubernur beliau yang membawahi wilayah Murad, Zubair, dan Madzhij secara keseluruhan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam pernah mengutus Khalid bin Sa'id bin Al-Ash untuk menarik zakat bersamanya. Khalid bin Sa'id bin Al-Ash tetap bersamanya di negerinya sampai Rasulullah berpulang keharibaab Tuhannya.


Kedatangan Amr Bin Ma'di Yakrib Bersama Beberapa Orang dari Bani Zubaid
Ibnu Ishaq berkata: Amr bin Ma'di Yakrib juga datang menemui Rasulullah bersama beberapa orang dari Bani Zubaid, kemudian ia memeluk Islam. Sebelumnya, tatkala Bani Zubaidah mendengar tentang Rasulullah, Amr bin Ma'di Yakrib berkata kepada Qais bin Maksyuf Al-Muradi: "Wahai Qais, sesungguhnya engkau adalah pemimpin kaummu. Kami mendapatkan laporan bahwa salah seorang dari Quraisy bernama Muhammad telah muncul di Hijaz dan mendeklarasikan dirinya sebagai nabi. Oleh sebab itulah, marilah pergi menemuinya agar kita mengetahui seperti apa ilmu yang dimilikinya. Apabila ia seorang nabi sebagaimana yang ia nyatakan, itu mustahil tidak engkau ketahui dan apabila kita bertemu dengannya, kita mengikuti dia sehigga kalau dia ia bukan nabi, pasti terungkap ilmunya." Qais bin Maksyuf meremehkan usulan Amr bin Ma'd Yakrib, bahkan menganggapnya sebagai pendapat yang bodoh. Lalu Amr bin Ma'di Yakrib berangkat hingga tiba di tempat Rasulullah dan masuk Islam, membenarkan beliau, dan beriman kepadanya. Tatkala keislaman Amr bin Ma'dikarb di dengar Qais bin Maksyuf, ia mengintimidasinya dengan keras. Qais bin Maksyuf berkata: "Amr bin Ma'di Yakrib telah menentangku dan meninggalkan pendapatku."


Kedatangan Al Asy'ats Bin Qais Bersama Utusan Kindah
Ibnu Ishaq berkata: Ibnu Syihab Az-Zuhri bercerita kepadaku bahwa Al-Asy'ats bin Qais datang menemui Rasulullah bersama utusan Kindah yang berjumlah delapan puluh orang dengan rambut rapi tersisir, bercelak, dan mengenakan jubah dari habrah, buatan Yaman, yang pada setiap ujungnya
 
diberi kain sutra. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam saat itu berada di masjid. Tatkala mereka telah masuk, Rasulullah bersabda: "Bukankah kalian telah masuk Islam?" Mereka menjawab: "Ya." Rasulullah bersabda: " Lalu bagaimana dengan kain sutera yang ada melengkar di leher kalian?" Maka mereka merobek-robek kain sutra tersebut, lalu mencampakkannya. Al-Asy'ats bin Qais berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, kami adalah Bani Akil Al-Murar dan juga engkau Bani Akil Al- Murar." Rasulullah tersenyum, kemudian bersabda: "Nasabkan nasab itu kepada Al-Abbas bin Abdul Muthalib dan Rabiah Al-Harits." Al-Abbas bin Abdul Muthalib dan Rabi'ah bin Al-Harits adalah dua lelaki pedagang. Jika mereka berdua berjalan jauh di sebagian orang-orang Arab, kemudian mereka berdua ditanya: "Kalian berdua berasal dari mana?" Keduanya menjawab: "Kami berasal dari Bani Akil Al-Murar." Keduanya berbangga dengan nasab ini, karena tatkala itu orang-orang Kindah adalah raja. Rasulullah bersabda kepada utusan Kindah: "Tidak, kami adalah Bani An-Nadhr bin Kinanah. Kita tidak bernasab kepada ibu kami dan tidak menolak ayah kami. Al-Asy'ats bin Qais berkata: "Wahai orang- orang Kindah, apakah kalian dengar itu? Demi Allah, tidaklah aku mendengar seseorang berkata seperti itu setelah ini, kecuali aku akan segera menghajarnya delapan puluh kali."
Ibnu Hisyam berkata: Al-Asy'ats bin Qais adalah anak keturunan Akil Al-Murar dari jalur nasab wanita. Akil Al-Murar ialah Al-Harits bin Amr bin Hujr bin Amr bin Muawiyah bin Al-Harits bin Muawiyah bin Tsaur bin Muratta’ bin Muawiyah bin Kindi –ada yang menuturkan Kindah.


Kedatangan Shurad bin Abdullah Al-Azdi
Ibnu Ishaq berkata: Shurad bin Abdullah Al-Azdi juga datang menemui Rasulullah bersama dengan utusan Al-Azd, kemudian ia memeluk Islam dan keislamannya baik. Rasulullah menjadikan Shurad bin Abdullah pemimpin bagi kaumnya yang memeluk Islam dan memerintahkannya bersama mereka yang masuk telah Islam untuk memerangi orang-orang musyrik dari suku-suku Yaman yang ada di sekitar kawasan mereka. Setelah itu Shurad bin Abdullah berangkat sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hingga berhenti di Jurasy yang saat itu merupakan sebuah kota tertutup yang di dalamnya terdapat suku-suku Yaman dan suku Khats'am. Suku Khats'am bersama suku-suku Yaman masuk ke Jurasy begitu mereka mendengar kedatangan kaum muslimin. Shurad bin Abdullah dan anak pasukannya lalu mengepung mereka selama hampir sebulan dan mereka berlindung di sana menghindari serangan Shurad bin Abdullah.


Masuk Islamnya Penduduk Jurasy
Sebelumnya, penduduk Jurasy mengirim dua orang dari mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di Madinah guna memperhatikan situasi yang sedang berkembang. Lalu utusan Jurasy keluar dari Jurasy dan tiba di tempat Rasulullah kemudian memeluk Islam. Setelah mereka masuk Islam, Rasulullah melindungi sebuah tanah di sekitar desa mereka dengan memberi tanda-tanda tertentu untuk kepentingan kuda, unta, dan sapi pembajak. Jadi, barangsiapa menggembala di tempat tersebut, dia bisa dirampas.


Kedatangan Utusan Raja-raja Himyar dengan Suratnya
Ibnu Ishaq berkata: Setelah pulang dari Tabuk, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menerima surat dari raja-raja Himyar dari utusan mereka. Raja-raja Himyar yang memeluk Islam adalah sebagai berikut: Al-Harits bin Abdu Kulal, Nua'im bin Abdu Kulal, An-Nu'man raja kecil Dzu Ru'ain, Ma'afir, dan
 
Hamdan. Zur'ah Dzu Yazan juga mengirim Malik bin Murrah Ar-Rahawi untuk bertemu dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan melaporkan bahwa suku mereka telah masuk Islam, meninggalkan kesyirikan dan orang-orang yang masih tenggelam dalam kemusyrikan. Rasulullah menulis surat kepada mereka:
Bismillahirrahmaanirrahim
Dari Muhammad utusan Allah dan Nabi-Nya, kepada Harits bin Abdu Kulal, Nu’aim bin Abdu Kulal, dan An-Nu’man raja Dzu Ru’ain, Ma’afir, dan Hamdan. Aku memuji Allah yang tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Dia. Amma bad'u.
Utusan kalian tiba di tempat kami tak lama setelah kami tiba dari Byzantium Romawi. Kami bertemu mereka di Madinah. Utusan kalian menyampaikan apa saja yang kalian pesankan kepada mereka, menjelaskan berita dari kalian yaitu masuk Islamnya kalian, pembunuhan kalian terhadap orang- orang musyrikin, dan bahwa Allah telah memberikan hidayah-Nya kepada kalian. Apabila kalian telah memperbaiki diri, taat kepada Allah dan Rasul Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, memberikan jatah seperlima bagi Allah, dan jatah Rasulullah dan pilihan-Nya dari rampasan perang, kalian membayar zakat yang diwajibkan kepada orang-orang mukminin, yaitu sepersepuluh dari tanaman yang diairi dengan mata air dan air hujan, seperlima dari tanaman yang diairi dengan timba, zakat pada empat puluh ekor unta ialah satu bintu labun (anak unta betina yang berumur dua tahun) zakat pada tiga puluh ekor unta ialah ibnu labun (anak unta jantan yang berumur dua tahun), zakat pada setiap lima ekor unta ialah satu kambing, zakat pada setiap sepu- luh ekor unta ialah dua kambing, zakat pada setiap empat puluh ekor sapi ialah satu sapi, zakat pada setiap tiga puluh ekor sapi ialah tabi 'jadza' (anak sapi jantan yang berusia satu tahun) atau jadza'ah (anak sapi betina yang berumur satu tahun), dan zakat pada setiap empat puluh ekor kambing yang digembalakan ialah satu kambing, maka itu semua adalah kewajiban Allah yang Dia wajibkan kepada kaum mukminin dalam zakat.
Barangsiapa yang berbuat baik dan terus menambahnya, maka yang demikian itu lebih baik baginya. Barangsiapa menunaikan kewajiban tersebut, bersaksi atas keislamannya, dan membantu kaum Mukminin dalam menghadapi orang-orang musyrikin, maka ia termasuk golongan kaum Mukminin; ia mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana kaum Mukminin lainnya, serta berhak atas jaminan Allah dan Rasul-Nya.
Barangsiapa dari orang Yahudi atau Kristen masuk Islam, ia termasuk bagian dari kaum Mukmimn; ia memiliki hak dan kewajiban sebagaimana mereka. Dan barang siapa tetap dengan ke-Yahudi-annya atau ke-Kristenannya, ia tidak boleh dipalingkan dari agamanya dan ia wajib membayar jizyah yang diambil dari orang yang telah bermimpi (aqil baligh); laki-laki atau perempuan, merdeka atau budak, sebesar satu dinar dari harga kain Al-Ma'afir atau diganti pakaian. Barangsiapa menunaikan hal tersebut kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, ia berhak atas jaminan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menolak menunaikannya, maka ia adalah musuh Allah dan Rasul-Nya. Amma ba 'du.
Sesungguhnya Muhammad yang merupakan nabi dan utusan Allah mengirim kepada Zur'ah Dzu Yazin bahwa jika para utusanku datang kepada kalian, hendaklah kalian berbuat baik kepada mereka. Para utusanku adalah Muadz bin Jabal, Abdullah bin Zaid, Malik bin Ubadah, Uqbah bin Namir, Malik bin Murrah, dan sahabat-sahabat mereka yang lain. Hendaklah kalian mengumpulkan zakat dan jizyah yang ada pada kalian dari daerah kalian kemudian berikan kepada utusan-utusanku, pemimpin utusanku adalah Muadz bin Jabal, dan ia jangan sekali-kali pulang kecuali dalam keadaan ridha. Amma ba 'du.
Sesungguhnya Muhammad bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah dan bahwa ia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Malik bin Murrah  Ar-Rahawi
 
menerangkan kepadaku bahwa engkau (Zur'ah Dzu Yazin) orang Himyar pertama yang memeluk Islam dan memerangi orang-orang musyrikin, oleh karena itu, aku sampaikan berita gembira padamu, memerintahkan padamu untuk berbuat baik kepada orang-orang Himyar. Jangan berkhianat, dan jangan saling menelantarkan, karena Rasulullah adalah pelindung orang kaya dan orang miskin kalian. Sesungguhnya zakat tidak halal bagi Muhammad dan keluarganya, namun zakat adalah untuk orang-orang fakir dari kaum Muslimin dan para ibnu sabil (musafir). Sesungguhnya Malik bin Murrah Ar-Rahawi melaporkan berita yang dibawanya dan menjaga rahasia, oleh karena itu, aku perintahkan kalian berbuat baik kepadanya. Sesungguhnya aku akan mengutus orang-orang yang paling shalih di antara keluargaku, yang paling baik agamanya, dan yang paling banyak ilmunya kepada kalian. Oleh sebab itulah aku perintahkan kalian berbuat baik kepada mereka, karena kebaikan senantiasa diharapkan dari mereka. Wassalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.


Pesan Penting Rasulullah kepada Muadz bin Jabal Radhiyallahu Anhu Sebelum Keberangkatannya ke Yaman
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Bakr bercerita kepadaku bahwa ia diberitahu tatkala Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengutus Muadz bin Jabal Radhiyallahu Anhu ke Yaman, beliau berpesan kepadanya: "Jadikanlah mudah persoalan yang rumit dan jangan merumitkan yang mudah, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari terbirit. Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari Ahli Kitab yang akan bertanya kepadamu: "Apa kunci surga?" Maka katakanlah: "Syahadat (kesaksian) bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang tidak ada sekutu bagi- Nya."
Muadz bin Jabal Radhiyallahu Anhu pun meninggalkan Madinah menuju Yaman. Setibanya di sana, ia menjalankan apa saja yang diperintahkan Rasulullah kepadanya. Suatu ketika, wanita Yaman mendatangi Muadz bin Jabal dan berkata: "Wahai sahabat Rasulullah, apa hak seorang suami atas istrinya?" Muadz bin Jabal berkata kepada wanita tersebut: "Sesungguhnya seorang istri tidak akan mampu melaksanakan hak suami atas dirinya, oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah engkau dalam menunaikan hak suamimu sesuai dengan kemampuanmu." Wanita tersebut berkata: Demi Allah, apabila engkau benar-benar sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam engkau pasti mengetahui apa hak suami atas istrinya." Muadz bin Jabal berkata kepada wanita tersebut: "Seandainya engkau pulang menemui suamimu dan kau dapatkan kedua lubang hidungnya sedang mengucurkan nanah dan darah, lalu engkau mengobatinya maka engkau masih belum menunaikan haknya."


Farwah bin Amr Al-Judzami Memeluk Islam
Ibnu Ishaq berkata: "Farwah bin Amr bin An-Nafirah Al-Judzami kemudian An-Nufatsi mengirim utusan kepada Rasulullah yang mengabarkan bahwa dirinya telah memeluk Islam dan menghadiahkan bighal putih padanya. Farwah bin Amr adalah gubernur kerajaan Byzantium Romawi yang membawahi orang-orang Arab yang ada di sekitar kerajaan Byzantium Romawi. Daerah kekuasaannya adalah Mu'an dan daerah-daerah Syam di sekitarnya. Tatkala orang-orang Romawi mereka mencarinya kemudian menangkapnya dan menahannya di tempat mereka. Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata bahwa tatkala orang-orang Byzantium Romawi membawa Farwah bin Amr untuk membunuhnya, ia berkata:
Sampaikan kepada para patriot dan prajurit kaum Muslimin Bahwa aku berserah diri kepada Tuhanku tulang dan tubuhku
 
Kemudian orang-orang Romawi menghabisi Farwah bin Amr Al-Judzami di mata air tersebut. Mudah- mudahan Allah merahmatinya.


Bani Al-Harits Bin Masuk Memeluk Islam di Depan Khalid Bin Walid Tatkala Ia Pergi Ke Tempat Mereka
Ibnu Ishaq berkata: Sekitar bulan Rabiul Awal atau Jumadil Ula tahun kesepuluh Hijriyah, Rasulullah mengutus Khalid bin Walid Radhiyallahu Anhu kepada Bani Al-Harits bin Ka'ab di Najran dan memerintahkannya untuk menyeru mereka kepada Islam. Orang-orang Bani Al-Harits bin Kaab pun masuk Islam, kemudian Khalid bin Walid menetap di tempat mereka untuk mengajarkan Islam, Kitabullah, dan Sunnah Nabi-Nya. Setelah itu, Khalid bin Walid pulang menghadap Rasulullah bersama utusan Bani Al-Harits bin Ka'ab yang di dalamnya ada Qais bin Al-Hushain bin Dzu Al-Ghishshah, Yazid bin Abdul Madan, Yazid bin Al-Muhajjal, Abdullah bin Qurad Az-Ziyadi, Syaddad bin Abdullah Al- Qanani, dan Amr bin Abdullah Adz-Dzababi. Kemudian mereka pulang kepada kaum mereka di akhir bulan Syawal atau pada awal bulan Dzulqa'dah. Empat bulan setelah mereka di kaum mereka, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam wafat. semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya, menurunkan,berkah-Nya, meridhainya, dan memberi kenikmatan padanya.


Pesan Rasulullah kepada Amr bin Hazm
Ibnu Ishaq berkata: Pasca kembalinya utusan Bani Al-Harits bin Ka'ab ke negeri mereka, Rasulullah mengutus Amr bin Hazm ke untuk mengajarkan masalah-masalah agama, sunnah, dan ajaran-ajaran Islam kepada mereka. Barangsiapa di antara orang Yahudi dan orang Kristen di antara mereka memeluk Islam dengan keislaman yang tulus dari sanubarinya, ia termasuk golongan kaum Mukminin; ia berhak atas hak dan kewajiban sebagaimana kaum Mukminin lainnya.
Barangsiapa tetap bertahan dengan ke-Kristenan-nya atau ke-Yahudi-annya, ia tidak boleh dipaksa keluar dari agamnya. Setiap orang yang teiah bermimpi (baligh); laki-laki, atau perempuan, orang merdeka, atau budak, harus membayar satu dinar utuh atau yang setara dengannya yaitu pakaian sebagai gantinya. Barangsiapa menunaikan kewajiban tersebut, ia berhak atas jaminan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menolak membayarnya, ia musuh Allah, Rasul-Nya dan kaum Mukminin. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Muhammad.


Kedatangan Rifa'ah Bin Zaid Al- Judzami
Ibnu Ishaq berkata: Di tengah-tengah disepakatinya perdamaian Al-Hudaibiyah sebelum terjadinya perang Khaybar, Rifa'ah bin Zaid Al-Judzami dan Adh-Dhubaibi datang menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam lalu menghadiahi Beliau seorang budak. Rifa'ah bin Zaid Al-Judzami memeluk Islam dengan keislaman yang baik. Rasulullah menulis surat kepada Rifa'ah bin Zaid Al-Judzami untuk disampaikan kepada kaumnya. Berikut isi surat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:
Bismillahirrahmanaanirrahim
Ini adalah surat dari Muhammad sang utusan Allah kepada Rifa'ah bin Zaid. Aku mengutusmu kepada segenap kaummu dan untuk menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa di antara mereka memenuhi seruan tersebut, ia termasuk golongan (penganut agama) Allah dan golongan Rasul-Nya.
 
Dan barangsiapa tidak memenuhi ajakan tersebut, ia mendapatkan jaminan keamanan selama dua bulan.
Sesampainya Rifa'ah bin Zaid di tengah kaumnya dan mengajak mereka masuk Islam, mereka memenuhi ajakannya dengan memeluk Islam, kemudian mereka berangkat ke Harrah Ar-Rajla'.


Kedatangan Utusan Hamdan
Ibnu Hisyam berkata: Disampaikan orang yang tidak aku ragukan kredibilitasnya, dari Amr bin Abdullah bin Udzainah Al-Abdi, dari Abu Ishaq As-Sabi'i, ia berkata: Utusan Hamdan juga datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dalam utusan Hamdan tersebut ada Malik bin Namath, Abu Tsaur yakni Dzu Al-Misy'ar, Malik bin Aifa', Dhimam bin Malik As-Salmani, dan Umairah bin Malik Al-Kharifi. Mereka berpapasan dengan Rasulullah saat kepulangan beliau dari Tabuk. Saat itu, mereka mengenakan pakaian dari kain kain-kain berjahit yang halus asal Yaman, sorban dari Aden, di atas unta yang gagah asal Mahrab dan Arhab. Malik bin Namath dan seseorang dari mereka berkata membanggakan kaumnya. Ia berkata: "Wahai Rasulullah, orang-orang Hamdan yang terpandang dari semua kota dan desa berkerumun mendatangimu dengan menaiki unta muda yang kencang larinya dan bersambung dengan buhul-buhul Islam. Mereka tidak khawatir oleh kecaman orang yang mengecam. Mereka berasal dari kota Kharif, Yam, dan Syakir, yang merupakan pemilik unta dan kuda. Mereka menerima dakwah Rasul, merobohkan tuhan-tuhan patung-patung. Janji mereka tidak akan dilanggar selagi gunung masih berdiri tegak dan anak kijang masih berlari dengan kencang.


Surat Rasul tentang Larangan Pada Penduduk Janab
Bismillahirrahmaanirrahim
Surat ini datang dari Rasulullah, Muhammad, kepada distrik kota Kharif, penduduk negeri tanah tinggi (Janab), dan bukit berpasir bersama utusannya yaitu Dzu Al-Misy'ar, untuk Malik bin Namath bersama siapa saja dari kaumnya yang memeluk Islam bahwa mereka berhak atas tanah dataran tinggi dan dataran rendah mereka, selagi mereka mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka boleh menikmati kacang-kacangan di daerah-daerah itu dan menggembalakan hewan ternak di padang rumput di daerah tersebut. Oleh karena itulah, mereka berhak dan layak atas jaminan Allah dan Rasul- Nya. Saksi mereka adalah Muhajirin dan Anshar.


Perihal Dua Orang Pendusta Musailamah Al-Hanafi Dan Al-Aswad Al-Ansi
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam masih hidup ada dua orang yang membual tentang beragam hal: Musailamah bin Habib Al-Kadzdzab di Yamamah di Bani Hanifah dan Al-Aswad bin Ka'ab Al-Ansi di Shan'a.
Ibnu Ishaq berkata: Yazid bin Abdullah bin Qusaith bercerita kepadaku, dari Atha' bin Yasar, atau saudaranya yaitu Sulaiman bin Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkhutbah di atas mimbar: "Hai orang-orang sekalian, aku menyaksikan lailatul qadr kemudian aku dilupakannya. Aku melihat gelang dari emas di kedua tanganku namun aku tidak menyukainya. Lalu aku tiup gelang tersebut, ternyata keduanya terbang melayang, lalu aku tafsirkan kedua gelang tersebut adalah dua orang pendusta itu: orang Yaman dan Yamamah."207
 
 

Ibnu Ishaq berkata: Orang yang tidak aku ragukan integritasnya bercerita kepadaku, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:
"Hari Kiamat tidak akan datang sampai muncul tiga pul'uh dajjal yang kesemuanya mengklaim sebagai nabi."208


Keberangkatan Para Gubernur Dan Petugas Penarik Zakat
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengutus para gubernurnya dan petugas zakat ke negeri-negeri yang berada di bawah kekuasaan kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengutus Al-Muhajir bin Abu Umaiyah bin Al-Mughirah ke Shan'a. Namun Al-Aswad bin Ka'ab Al-Ansi melakukan pemberontakan kepadanya saat ia berada di sana. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengutus Ziyad bin Labid saudara Bani Bayadhah Al-Anshari ke Hadramaut sebagai gubemur dan petugas penarik zakat di sana, mengutus Adi bin Hatim ke Thayyi' sebagai gubernur dan petugas zakat di sana dan Bani Asad, mengutus Malik bin Nuwairah, Ibnu Hisyam berkata: ia berasal dari Yarbu', sebagai petugas zakat di Bani Handzalah, membagi penanganan zakat Bani Sa'ad kepada dua orang dari mereka; Az-Zibriqan bin Badr di salah satu daerah di sana dan Qais bin Ashim di daerah lainnya, mengirim Al-Ala' bin Al-Hadhrami sebagai gubernur Bahrain, dan mengirim Ali bin Abu Thalib kepada penduduk Najran untuk menarik zakat dan menyerahkan jizyah mereka kepada beliau.


Surat Musailamah Al-Kadzdzab Kepada Rasulullah dan Surat Balasan Beliau Kepadanya
Ibnu Ishaq berkata: Musaiiamah bin Habib mengirim surat kepada Rasulullah. Yang isinya sebagai berikut:
Dari Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah, salamun alaika. Amma ba'du.
"Sesungguhnya kepentingan kita dalam perkara (kenabian) ini sama. Kami berhak atas separuh bumi dan Quraisy berhak atas separuhnya lagi, namun Quraisy adalah orang-orang yang melampaui batas."
Dua utusan membawa surat Musailamah bin Habib kepada Rasulullah.
Ibnu Ishaq berkata: Salah satu syaikh dan Asyja' bercerita kepadaku, dari Salamah uin Nuaim bin Mas'ud Al-Asyja'i, dari ayahnya. Nuaim, yang berkata: Aku mendengar Rasulullah bertanya kepada kedua utusan Musailamah bin Habib setelah beliau membaca surat tersebut: "Bagaimana pandangan kalian?" Kedua utusan Musailamah bin Habib tersebut berkata: "Kami sepakat dengan Musailamah bin Habib." Rasulullah bersabda: "Demi Allah, andai seorang utusan itu boleh dibunuh, aku pasti menghabisi kalian berdua."
Kemudian Rasulullah menulis surat kepada Musailamah bin Habib. Isi surat beliau sebagai berikut:
Bismillahirrahmaanirrahim
Dari Muhammad Rasulullah kepada Mu-sailamah Al-Kadzdzab (si pendusta). Kedamaian atas siapa saja yang mengikuti petunjuk Amma badu. Sesungguhnya bumi ini hanyalah milik Allah yang Dia
 
wariskan kepada siapa saja yang Dia hendaki dari hamba-hamba-Nya dan pahala itu hanya untuk orang-orang yang bertakwa.209


Peristiwa ini terjadi pada akhir tahun kesepuluh hijriyah.


Haji Wada' (Terakhir)
Ibnu Ishaq berkata: Menjelang bulan Dzulqadah, Rasulullah segera bersiap-siap untuk menunaikan ibadah haji dan memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap-siap.
Ibnu Ishaq berkata: Abdurrahman bin Al-asim bercerita kepadaku, dari ayahnya, Al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata: "Rasulullah berangkat untuk melaksanakan ibadah haji pada tanggal dua puluh lima bulan Dzulqadah."210


Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah meng angkat Abu Dujanah As-Saidi sebagai imam sementara di Madinah. Ada yang menuturkan bahwa beliau menunjuk Siba' bin Urfuthah Al-Ghifari.
Ibnu Ishaq berkata: Abdurrahman bin Al-Qasim bercerita kepadaku dari ayahnya, Al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata: Dalam perjalanannya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam terus menyebutkan haji di tangah kumpulan rombongannya. Tatkala tiba di Saraf beliau memerintahkan rombongannya bertahallul dari umrah kecuali orang yang membawa hewan unta sembelihan.
Aisyah melanjutkan: Ketika itu aku sedang haid dan menangis. Rasulullah lalu menemuiku dan bersabda: "Wahai Aisyah, ada apa? Apakah engkau sedang haidh?" Aku menjawab: "Ya. Demi Allah, kalau terus begini rasanya aku tidak bisa melanjutkan perjalanan bersama kalian." Rasulullah bersabda: "Janganlah pesimis. Engkau tetap berhaji berhaji, hanya saja engkau tidak boleh melakukan thawaf di sekitar Baitullah."
Aisyah berkata: Tatkala Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam memasuki Makkah, semua orang yang tidak membawa hewan sembelihan, dan juga isteri-isteri beliau ber tahallul dari umrah. Di hari penyembelihaii hewan qurban, daging-daging sapi diantarkan kepadaku. Aku bertanya: "Apa ini?" Orang orang berkata: "Rasulullah menyembelih hewan qurban atas nama istri-istrinya." Pada malam setelah hari-hari tasyriq, Rasulullah berjalan bersamaku dan saudaraku Abdurrahman bin Abu Bakar, kemudian ia membantuku untuk melaksanakan umrah dari At-Tan'im, yaitu tempat aku tidak bisa melaksanakan umrah sebelumnya.211
Ibnu Ishaq berkata: Nafi' mantan budak Abdullah bin Umar bercerita kepadaku, dari Abdullah bin Umar, dari Hafshah binti Umar, yang berkata: "Tatkala Rasulullah menyuruh istri-istrinya ber tahallul, aku berkata: "Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak bertahallul bersama kami?" Rasulullah bersabda: "Aku membawa hewan sembelihan dan menggulung rambut, jadi aku tidak bertahallul hingga aku menyembelih untaku.'212

 
Ali bin Abu Thalib Berpapasan dengan Rasulullah di Haji Sepulangnya dari Yaman
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih bercerita kepadaku bahwa sebelumnya Rasulullah mengutus Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu ke Najran, kemudian beliau bertemu dengannya di Makkah dalam keadaan berihram. Ali bin Abu Thalib menemui Fathimah binti Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan mendapatinya bertahallul dan berhias. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam membagi dua hewan sembelihan dengan Ali bin Abu Thalib dan Ali bin Abu Thalib tetap dalam keadaan ihram bersama Rasulullah. Tatkala keduanya menyelesaikan seluruh aktivitas haji, Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyembelih hewan sembelihan untuknya dan Ali.


Khutbah Rasulullah di Haji Wada'
Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah melanjutkan prosesi ibadah hajinya, mengajarkan manasik haji kepada kaum Muslimin, menjelaskan sunnah-sunnah haji kepada mereka, dan berkhutbah kepada mereka menjelaskan apa yang perlu dia jelaskan. Rasulullah memuji Allah, menyanjung-Nya lalu bersabda:
Wahai manusia, simaklah dengan seksama perkataanku, karena aku tidak tahu apakah aku masih bisa berjumpa kalian tahun depart di tempat ini.
Wahai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah haram bagi kalian hingga kalian berjumpa dengan Allah sebagaimana haramnya hari dan bulan kalian ini.
Sesungguhnya kalian semua akan menemui Tuhan kalian lalu Dia akan bertanya tentang amal perbuatan kalian.
Sungguh hal ini telah aku sampaikan...
Barangsiapa yang masih memiliki amanah, hendaklah ia menunaikannya kepada yang berhak menerimanya.
Sesungguhnya semua riba dihapus terkecuali modal harta kalian. Dengan cara ini kalian tidak berbuat zalim dan jangan pula mau dizalimi. Karena Allah telah menentukan tidak boleh lagi ada riba. Sesungguhnya riba Al-Abbas bin Abdul Muthalib semuanya terhapus.
Sesungguhnya bunuh membunuh karena balas dendam pada masa jahiliyah itu terhapus dan darah yangpertama kali aku hapus ialah darah Ibnu Rabi'ah bin Al-Harits bin Abdul Muthalib. Dulu ia mencari wanita yang menyusui di Bani Laits lalu ia dihabisi oleh orang-orang Hudzail.
Ia lah yang pertama kali kuhapuskan darahnya pada masa jahiliyah.
Wahai manusia, sesungguhnya setan telah menyerah dan putus asa untuk bisa disembah di negeri kalian untuk selama-lamanya, namun setan ditaati dalam hal yang lainnya dan sungguh setan senang sekali dengan hal itu, yaitu amal perbuatan yang kalian anggap kecil, oleh karena itu, hati-hatilah kalian terhadap setan, jangan sampai merusak agama kalian!
Wahai manusia,
"sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu bisa menambah kekafiran. Orang-orang yang kafir telah disesatkan karena mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mencocokkannya dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang Allah halalkan." (QS. at-Taubah: 37)
 
Sesungguhnya roda waktu itu terus berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah ialah dua belas. Empat di antaranya adalah haram; tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab yang berada di antara bulan Jumadil Akhir dengan bulan Sya'ban. Amma ba 'du.
Wahai manusia, sesungguhnya kalian memiliki hak atas istri-istri kalian sebagaimana istri-istri kalian juga mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas istri-istri kalian ialah mereka harus mengharamkan siapa pun dari orang-orang yang kalian tidak sukai untuk mendatangi ranjang-ranjang kalian dan istri- istri kalian haram bagi mereka mengerjakan perbuatan keji dan tidak senonoh. Jika istri-istri kalian mengerjakan hal-hal tersebut, Allah mengizinkan kalian untuk mendiamkan mereka di tempat tidur dan memukul mereka namun jangan sampai melukai mereka. Jika meeka telah sadar dan bertaubat, mereka berhak mendapatkan nafkah danpakaian dengan cara yang baik. Berbuat baiklah kepada para istri kalian, karena mereka seperti tawanan yang tidak memiliki sesuatu apa pun. Sesungguh- nya kalian mengambil istri-istri kalian dengan amanah Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat-kalimat Allah, oleh karena itu, camkanlah ucapanku ini, karena aku telah menyampaikannya kepada kalian.
Aku wariskan kepada kalian Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat untuk selamanya.
Wahai manusia sekalian, simak dan camkanlah ucapanku. Ketahuilah bahwa setiap Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya dan seluruh kaum Muslimin itu bersaudara. Oleh sebab itulah, tidak halal baginya mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali bila hatinya menyetujuinya. Janganlah kalian suka menzalimi diri kalian. Apakah ini semua telah aku sampaikan... ?
Disebutkan kepadaku bahwa kaum Muslimin berkata: "Sudah." Rasulullah bersabda: ". Saksikanlah."
Ibnu Ishaq berkata: Yahya bin Abbad bin Abdullah bin Zubair bercerita kepadaku, dari ayahnya, Abbad, yang berkata bahwa orang yang mengulang kembali sabda Rasulullah di atas dengan berteriak tatkala beliau berada di Arafah ialah Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf. Rasulullah bersabda kepada Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf: "Katakan kepada orang-orang bahwa Rasulullah bertanya: Bulan apa sekarang?" Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf menyampaikan pertanyaan Rasulullah tersebut dengan berteriak kencang kepada kaum Muslimin, kemudian mereka berkata kepada Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf: "Bulan Haram." Rasulullah bersabda kepada Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf: "Beritahu mereka lagi bahwa Allah mengharamkan darah dan harta kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini hingga kelak kalian menemui Allah." Rasulullah bersabda lagi kepada Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf: "Katakan kepada mereka: 'Wahai manusia, sesungguhnya Rasulullah bersabda, 'tahukah kalian di negeri mana kalian kini berada?'" Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf kembali menyampaikan sabda Rasulullah tersebut dengan suara yang keras, kemudian kaum Muslimin berkata: "Kami sedang berada di negeri haram." Rasulullah bersabda lagi kepada Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf: "Sampaikan lagi kepada mereka bahwa Allah mengharamkan darah dan harta kalian sebagaimana haramnya negeri kalian ini hingga kelak kalian menemui Tuhan kalian." Rasulullah bersabda lagi kepada Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf: "Katakan kepada mereka, tahukah kalian hari apakah sekarang?" Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf kembali meneriakkan sabda Rasulullah tersebut, kemudian kaum Muslimin menjawab: "Sekarang adalah hari haji akbar." Rasulullah bersabda kepada Rabi'ah bin Umaiyah bin Khalaf: "Katakan kepada mereka bahwa Allah mengharamkan darah dan harta kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini hingga kelak kalian menemui Tuhan kalian."213

 
Ibnu Ishaq berkata: Laits bin Abu Sulaim bercerita kepadaku, dari Syahr bin Hausyab Al-Asy'ari, dari Amr bin Kharijah, ia berkata: Attab bin Usaid mengutusku menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam untuk satu urusan, saat itu beliau berdiri di Arafah. Lalu aku utarakan keperluan tersebut kepada beliau. Setelah itu, aku berdiri di bawah unta Rasulullah dan sungguh air liur unta beliau menetes ke kepalaku. Saat itu aku dengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah 'azza wajalla telah mem- berikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Dan tidak ada wasiat bagi ahli waris, anak adalah hak bagi sang suami, sedangkan bagi seorangpezina adalah batu (hukuman rajam). Dan barangsiapa menisbatkan dirinya kepada selain bapaknya atau (budak) menisbatkan diri kepada selain tuannya, maka ia akan mendapatkan Allah, malaikat dan seluruh manusia. Allah tidak akan menerima amalan sunnah dan tidak pula amalan wajib, atau amalan sunnah dan tidak pula amalan wajibnya."214


Rasulullah Memperlihatkan Manasik kepada Manusia dan Mengajarkan Faraidh-Faraidh Allah
Ibnu Ishaq berkata: Abdullah bin Abu Najih bercerita kepadaku bahwa tatkala Rasulullah berdiri di Arafah, beliau bersabda: "Ini adalah tempat berhenti dan semua Muzdalifah adalah tempat berhenti", Tatkala berdiri di Quzah pada pagi hari Muzdalifah, Rasulullah bersabda: "Ini adalah tempat berhenti dan semua Muzdalifah adalah tempat berhenti." Tatkala menyembelih hewan sembelihan di tempat penyembelihan di Mina, Rasulullah bersabda: "Ini adalah manhar (tempat penyembelihan hewan) dan Mina semuanya adalah manhar." Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam menyelesaikan haji, memperlihatkan manasik haji kepada kaum Muslimin, menerangkan kepada mereka apa saja yang diwajibkan Allah kepada mereka pada saat haji mereka; tempat wuquf, melempar jumrah, thawaf, dan menerangkan apa saja yang dihalalkan Allah dan apa saja yang Dia haramkan atas mereka di haji mereka. Dan ini adalah pesan-pesan terakhir dan haji wada' (perpisahan) beliau, karena Rasulullah tidak berhaji lagi sesudah tahun itu.215


Pengiriman Usamah Bin Zaid ke Palestina
Ibnu Ishaq berkata: Setelah menunaikan haji wada', Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam pulang ke Madinah dan menghabiskan sisa-sisa hidupnya di sana pada sisa bulan Dzulhijjah, Muharram, dan Shafar. Rasulullah Shal lalahu 'alaihi wa Sallam mengirim pasukan ke Syam dengan Usamah bin Zaid bin Haritsah, mantan budak beliau sebagai komandannya. Beliau memerintahkannya untuk menjejakkan kuda-kudanya ke perbatasan Al-Balqa' dan Ad-Darum, di wilayah Palestina. Kaum Muslimin segera bersiaga dan sejumlah Muhajirin generasi awal ikut Usamah bin Zaid dalam pasukan kali ini.


Keberangkatan Para Duta Rasulullah Kepada Para Raja
Ibnu Hisyam berkata: Orang yang aku tidak ragukan integritasnya bercerita kepadaku, dari Abu Bakr Al-Hudzali, ia berkata: Telah sampai berita padaku bahwa pada suatu hari Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam keluar menemui para sahabatnya setelah umrah di Hudaibiyah, kemudian beliau bersabda: "Hai manusia, sesungguhnya Allah mengutusku sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Maka janganlah kalian mengkhianatiku sebagaimana Al-Hawariyyun mengkhianati Isa bin Maryam." Para
 
sahabat bertanya: "Bagaimana Al-Hawariyyun mengkhianati Isa bin Maryam, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Isa bin Maryam menyeru mereka kepada sesuatu sebagaimana halnya aku juga menyerukan hal tersebut kepada kalian. Adapun orang yang diutus Isa bin Maryam ke tempat yang dekat, ia tunduk dan patuh. Sementara orang yang diutus Isa bin Maryam ke tempat yang jauh, ia enggan dan berat hati untuk melaksanakan tugas tersebut. Isa mengadukan itu kepada Allah, maka jadilah orang-orang yang merasa keberatan itu dan setiap orang dari mereka jadi berbicara dengan bahasa ummat kemana mereka diutus.
Kemudian Rasulullah mengutus beberapa orang dari sahabatnya untuk membawakan suratnya kepada para raja yang berisi ajakan kepada Islam. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam mengutus Dihyah bin Khalifah Al- Kalbi kepada Kaisar Byzantium Romawi, Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi kepada Kisra Persia, Amr bin Umaiyah Adh-Dhamri kepada Najasyi, raja Habasyah, Hathib bin Abu Balta'ah kepada Al-Muqaiqis di Iskandariyah, Amr bin Al-Ash As-Sahmi kepada Jaifar dan lyadh - keduanya anak Al-Julunda Al-Azdi- raja Amman, Salith bin Amr salah seorang warga Bani Amir bin Luay kepada Tsumamah bin Utsal dan Haudzah bin Ali -keduanya dari Bani Hanifah- raja Yamamah, Al-Ala' bin Al- Hadhrami kepada Al-Mundzir bin Sawa Al- Abdi raja Al-Bahrain, dan Syuja' bin Wahb Al-Asadi kepada Al-Harits bin Abu Syamr Al-Ghassani raja di perbatasan Syam.
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah juga mengirim Syuja' bin Wahb kepada Jabalah bin Al-Aiham Al- Ghassani dan Al-Muhajir bin Abu Umaiyah Al-Makhzumi kepada Al-Harits bin Abdu Kulal Al-Himyari, raja Yaman.


Nama-nama Para Utusan Nabi Isa bin Maryam 'Alaihis-Salam
Ibnu Ishaq berkata: Orang-orang dari Al-Ha-wariyyun dan Al-Atba' (bukan pengikut Nabi Isa langsung, tabiin) yang diutus Nabi Isa bin Maryam 'Alaihis salam keberbagai negeri ada- lah sebagai berikut: Butrus (Peter, Petrus) Al- Hawari bersama Bulus (Paulus) -ia termasuk Al-Atba dan tidak termasuk Al- Hawariyyun- ke negeri Romawi, Andarais (Andrew) dan Matta (Mathius) ke negeri yang penduduknya memakan daging manusia (kanibal), Thomas ke negeri Babilionia, negeri di timur, Philip ke Qarthajannah (Chartage) yang tidak lain adalah Afrika, Yohannes ke Afsus (Ephesus), desa tempat tinggal anak muda ashabul kahfi, Ya'qubus (James) ke Yerusalem yang tidak lain adalah Iliya', sebuah desa di Baitul Maqdis, Ibnu Tsalma' (Bartholomew) kepada orang- orang Arab Baduy yang berada di Hijaz, Si¬mon ke negeri Barbar, Yahuda (Judah) -ia tidak termasuk Al-Hawariyyun- ditempatkan Nabi Isa bin Maryam di tempat Yudas.


Jumlah Perang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
Ibnu Hisyam berkata: Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai bercerita kepada kami dari Muhammad bin Ishaq Al-Muthallabi ia berkata: Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam berperang sebanyak dua puluh tujuh kali. Perang-perang yang dilalui oleh beliau adalah sebagai berikut:
1. Perang Waddan a.k.a Perang Al-Abwa'. 2. Perang Buwath di Radhwa. 3. Perang Al-Qusyairah di lembah Yanbu'. 4. Perang Badar Pertama dalam rangka mencari Kurz bin Jabir. 5. Perang Badar Al- Kubra yang mana di dalamnya tokoh-tokoh Quraisy banyak tewas. 6. Perang Bani Sulaim hingga tiba di Al-Kudr. 7. Perang As-Sawiq dalam rangka mencari Abu Sufyan bin Harb. 8. Perang Ghathafan yakni Perang Dzu Amar. 9. Perang Bahran di kawasan tambang di Al-Hijaz. 10. Perang Uhud. 11. Perang Hamra'ul Asad. 12. Perang Bani An-Nadhir. 13. Perang Dzatu Ar-Riqa'. 14. Perang Badar Terakhir. 15. Perang Dawmatul Al-Jandal. 16. Perang Khandaq. 17. Perang Bani Quraizhah. 18. Perang Bani Lahyan
 
dari suku Hudzail. 19. Perang Dzu Qarad. 20. Perang Bani Al-Mushthaliq dari suku Khuza'ah. 21. Perang Al-Hudaibiyah dimana Rasulullah tidak menginginkan perang, karena dilarang melaksanakan umrah oleh kaum musyrikin 22. Perang Khaybar. 23. Umrahul Qadha'. 24. Perang Penaklukan Makkah. 25. Perang Hunain. 26. Perang Thaif. 27. Perang Tabuk.


Jumlah Sariyah (Pasukan Tempur) Dan Misi Rasulullah
Ibnu Ishaq berkata: Total misi dan sariyah (pasukan tempur) yang dikirim Rasulullah ialah tiga puluh delapan, dengan rincian sebagai berikut: 1. Serangan Ubaidah bin Al-Harits di Tsaniyatul Marrah Bawah. 2. Serangan Hamzah bin Abdul Muthalib ke pantai laut di daerah Al-Ish. 3. Serangan Sa'ad bin Abu Waqqash ke Al-Kharrar. 4. Penyerbuan Abdullah bin Jahsy ke Nakhlah. 5. Serangan Zaid bin Haritsah ke Al-Qaradah. 6. Serangan Muhammad bin Maslamah terhadap Ka'ab bin Al-Asyraf. 7. Serangan Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi ke Ar-Raji'. 8. Serangan Al-Mundzir bin Amr ke Bi'ru Maunah. 9. Serangan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ke Dzu Al-Qashshah di jalan ke Irak. 10. Serangan Umar bin Khaththab ke Turbah, daerah di Bani Amir. 11. Serangan Ali bin Abu Thalib ke Yaman. 12. Serangan Ghalib bin Abdullah Al-Kalbi yaitu Kalbi Laits ke Al-Kadid. Pada se-rangan tersebut, Ghalib bin Abdullah Al-Kalbi berhasil mengalahkan Bani Al-Mulawwah. Kemudian 13. Serangan Ali bin Abu Thalib ke Bani Abdullah bin Sa'ad dari penduduk Fadak. 14. Serangan Abu Al-Auja' As-Sulami ke Bani Sulaim. Pada penyerbuan tersebut, Abu Al-Auja' dan sahabat-sahabatnya gugur sebagai syahid. 15. Serangan Ukkasyah bin Mihshan ke Al-Ghamrah. 16. Serangan Abu Salamah bin Abdul Asad ke Qathan, salah satu mata air Bani Asad dari arah Najd. Pada serangan tersebut, Urwah bin Mas'ud gugur sebagai syahid. 17. Serangan Muhammad bin Maslamah ke saudara Bani Haritsah Al-Ouratha' dari Hawazin.
18. Serangan Basyir bin Sa'ad bin Murrah terhadap orang-orang Fadak. 19. Serangan Basyir bin Sa'ad bin Murrah ke daerah di Khaybar. 20. Serangan Zaid bin Haritsah ke Al-Jamum, salah satu daerah Bani Sulaim. 21. Serangan Zaid bin Haritsah ke Judzam, salah satu daerah di Khusyain. 22. Serangan Zaid juga mengarah ke Tharaf di arah Nakhl, dari jalur Irak. Serangan Zaid bin Haritsah Pada Bani Fazarah dan Terbunuhnya Ummu Qirfah 23. Serangan Zaid bin Haritsah ke Lembah Al-Qura. 24. Serangan Abdullah bin Rawahah ke Khaybar dua kali. Di salah satu serangan- nya, Abdullah bin Rawahah berhasil melukai Al-Yasir bin Rizam. 25. Serangan Abdullah bin Atik ke Khaybar. Di penyerbuan tersebut, Abdullah bin Atik berhasil membunuh Abu Rafi' bin Abu Al-Huqaiq. 26. Serangan Abdullah bin Unair ke Khalid bin Sufyan bin Nubaih Al-Hudzali. 27. Serangan Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah di Mu'tah, daerah di Syam. Pada perang tersebut, ketiga sahabat tersebut gugur sebagai syuhada. 28. Serangan Ka'ab bin Umair AI-Ghifari ke Dzatu Athlah, daerah di Syam. Pada serangan tersebut, Ka'ab bin Umair Al- Ghifari dan sahabat-sahabatnya terbunuh. 29. Serangan Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr ke Bani Al-Anbar, salah satu suku dari Bani Tamim. 30. Serangan Ghalib bin Abdullah Al-Kalbi yaitu Kalbi Laits, ke daerah Bani Murrah. 31. Serangan Amr bin Al-Ash ke Dzatu As-Salasil, salah satu daerah Bani Udzrah. 32. Serangan Ibnu Abi Hadrad atas Suku Idham dan Pembunuhan Atas Amir bin Al-Adhbath al-Asyja'i. 33. Serangan Ibnu Hadrad Al-Aslami untuk Membunuh Rifa'ah bin Qais al-Jusyami. 34. Serangan Abdurrahman bin Auf ke Dumatul Al- Jandal. 35. Serangan Salim bin Umar untuk Membunuh Abu Afak. 36. Serangan Umair bin Adi Al- Khathmi Untuk Membunuh Ashma binti Marwan. 37. Serangan Ali bin Abi Thalib ke Yaman, terjadi sebanyak dua kali. 38. Ekspedisi Usamah bin Zaid ke Palestina.
Ibnu Hisyam berkata: "Itulah misi terakhir yang dikirim Rasulullah."


LihatTutupKomentar