Ibnu Ishak dan Ibnu Hisyam Sejarawan Pertama Islam

Ibnu Ishak dan Ibnu Hisyam adalah ahli sirah (kisah hidup) Nabi dan sejarah Islam pertama dalam literatur Islam klasik. Sirah Ibnu Ishaq diringkas

Ibnu Ishak dan Ibnu Hisyam

Nama kitab: Terjemah Sirah Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam
Judul lengkap: Al-Sirah al-Nabawiyah li Ibn Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام)
Penulis: Ibnu Hisyam (عبد الملك بن هشام أو ابن هشام)
Nama lengkap: Abu Muhammad 'Abd al-Malik bin Hisham ibn Ayyub al-Himyari al-Mu'afiri al-Baṣri ( أبو محمد عبد الملك ابن هشام بن أيوب الحميري)
Lahir: Basrah, Iraq
Wafat: 7 Mei 833  M / 218 H, Fustat, Mesir
Penerjemah:
Era: Zaman keemasan Islam, Islamic golden age; (khilafah Abbasiyah)
Bidang studi: Sejarah Nabi Muhammad, sirah Rasulullah

Daftar Isi

  1. Pengantar Penerbit 
  2. Revolusi Sirah Nabawiyah  
  3. Peperangan dan Sejarah  
    1. Sejarah (menurut) Banqsa Arab  
    2. Awal Perbuatan Kitab Sirah (Bioqrafi atau Riwayat Hidup)  
    3. llmu Seiarah Dalam Peran dan Perkembanqannya yang Berbeda-Beda 
    4. Perkembanqan Buku-buku Seputar Maulid (kelahiran) Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam  
    5. llmu Sirah atau Bioqrafi dan Kritikannya
    6. Beberapa Penulis dan Penqaranq kitab yang Menqkompilasi Antara Sirah (Kisah Hidup Nabi) denqan Tarikh (Seiarah)  
  4. Menelusuri Jejak Sirah Ibnu Ishak  
    1. Sebab Pembuatan kitab Sirah Ibnu Ishak  
    2. Kesan Ibnu Hisyam terhadap Kitab Sirah Ibnu Ishak 
    3. As-Suhaili dan Para Ulama Lainnya Adalah Termasuk Oranq-oranq yang Mensyarah Sirah Ibnu Hisyam 
    4. Mukhtashar (Rinqkasan) Sirah Ibnu Ishak  
    5. Oranq-Oranq Menjadikan Sirah Ibnu Ishak Meniadi Susunan Nazham Atau Bait Syair  
  5. Mengenal Ibnu Ishak 
    1. Nasab dan Keturunannya 
    2. Kelahiran dan Kewafatannya 
    3. Pertumbuhan dan Kehidupannya 
    4. Kedudukannya  
  6. Mengenal Ibnu Hisyam  
    1. Asal-usul dan Keturunannya  
    2. Pertumbuhannya  
    3. Kelahiran dan Kematiannya 
    4. Kedudukannya 
    5. Peninggalannya 
  7. Kembali ke: Terjemah Sirah Ibnu Hisyam

Pengantar Penerbit

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Perkasa, Pemilik Arasy yang mulia. Tuhan yang telah membentangkan mata rantai kenabian dari Adam hingga Muhammad Shal lallahu alaihi wa Sallam.

Semoga shalawat senantiasa tercurah ke haribaan Nabi Muhammad, nabi penebar rahmat bagi seluruh jagad raya. Amma ba'du

Membaca sirah Nabi Muhammad, bagaikan menelusuri tapak-tapak kehidupan Sang
Rasul secara detail dan rinci. Membaca sirah Nabi, laksana mengurai perjalanan hidup Sang Nabi yang penuh warna. Perjalanan hidup yang kaya nuansa. Perjalanan hidup yang penuh cita rasa.

Sirah Nabi Muhammad, merekam seluruh mata rantai perjalanan beliau dari kecil, remaja, dewasa, pernikahan, menjadi Nabi, perjuangannya yang heroik dan tantangan- tantangan besar yang dilaluinya, hingga wafatnya.

Dalam perjalanan sejarahnya kita dapatkan beragam pelajaran sangat penting yang patut kita jadikan suri tauladan dalam rekam jejak perjalanan kita. Kekayaan ruhaninya yang melimpah patut kita jadikan sebagai sumber abadi yang harus kita reguk. Ufuk pemikirannya yang luas, patut kita jadikan inspirasi sepanjang masa. Akhlaknya yang tanpa cela layak kita ikuti selama hayat kita.

Dalam sirahnya akan tampak pada kita semua semua perilaku indahnya, akhlak dan moralnya dan pengaruhnya yang demikian besar dalam melahirkan generasi-generasi tangguh melewati tangan dinginnya yang senantiasa mengelus lembut para pengikutnya.
Dalam sirahnya kita diajarkan cinta pada sesama, peduli pada tetangga, kasih pada kawan dan lawan. Strategi menaklukkan hati manusia. Di samping itu juga kita diajarkan untuk bermental baja dalam menegakkan nilai-nilai Islam, teguh dalam berdakwah tak rapuh dalam berjuang.

Dalam sirahnya kita akan dapatkan cinta tulusnya untuk para sahabatnya, dan cinta mereka untuk Nabinya. Cinta tanpa pamrih yang lahir dari hati yang suci.

Namun pada saat yang sama kita juga akan disadarkan bahwa musuh-musuh ummat ini tidak akan henti-hentinya untuk menghadang kebenaran Islam kapan pun dan dimanapun. Dan Rasulullah telah memberikan tip-tipnya bagaimana kita terus memancangkan panji kebenaran dalam kondisi dan situasi apa saja.

Dalam sirahnya akan kita dapatkan makar, konspirasi musuh-musuh Islam yang mereka lakukan dengan rapi dan sistimatis.

Sirah Nabawiyah atau yang lebih dikenal dengan Sirah Ibnu Ishaq yang disyarah Ibnu Hisyam yang kini ada di tangan Anda adalah buku paling representatif yang membahas tentang perjalanan hidup Nabi Agung. Ini adalah buku sirah yang paling lengkap dan menjadi sumber utama penulisan buku-bu- ku sirah setelahnya. Tak ada satu buku sirah manapun yang ditulis setelah itu kecuali dia pasti merujuk pada Sirah Ibnu Hisyam ini. Semua sejarawan Islam telah berhutang in¬telektual kepada Ibnu Hisyam, penulis buku sirah ini.

Banyak kesulitan yang kami hadapi dalam menerjemahkan buku ini, terutama tatkala menerjemahkan syair-syair klasik yang rumit, membosankan dan menjemukan. Alhamdulillah kami terbantu dengan buku terjemahan Sirah Rasul-nya A. Guillaumi yang dia beri judul The Life of Muhammad, buku terjemahan Sirah Ibnu Ishaq yang pada akhir buku ada catatan khusus untuk sirah Ibnu Hisyam. Dan yang ikut menjadi catatan penting di sini adalah beberapa syair dan penggalan peristiwa dan kejadian yang tidak mengganggu inti alur perjalanan hidup Rasulullah yang sengaja kami hilangkan demi menghindari pengulangan dan rasa bosan dalam mencerna pe-san atau berita yang disampaikan Ibnu Ishaq maupun Ibnu Hisyam.

Terjemahan Sirah Ibnu Hisyam ini menjadi lebih apik karena adanya tahqiq dan takhrij hadits- hadits yang ada di dalamnya. Satu hal yang tidak dilakukan pada beberapa terjemahan sirah yang ada sebelumnya.

Kritik, masukan dan koreksi kami harapkan demi kebaikan dan perbaikan buku ini di masa datang.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan karunia dan rahmatnya bagi kita semua dan menjadikan kita mampu mengikuti teladan Nabi-Nya.

Wasalam

Revolusi Sirah Nabawiyah

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala atas segala karunia yang telah diberikan - Nya.
 
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarganya. Amma ba'du

Ini adalah kitab "Sirah (sejarah) Rasu¬lullah Shallallahu alaihi wa Sallam" yang ditakhrij atau ditahqiq oleh Imam Abu Mu¬hammad Abdul Malik bin Hisyam al-Ma'arifi a.k.a Ibnu Hisyam dari kitab "Sirah" karya Muhammad bin Ishak al-Muththalibi a.k.a Ibnu Ishaq, yang merupakan kitab sejarah tertua dan terlengkap, serta menjadi kitab atau kitab sejarah yang terbaik.

Al-Maghazi wa as-Sair (Peperangan dan Sejarah)
Kedua kata ini apabila disebutkan, maka yang dimaksud dari keduanya menurut para sejarawan Muslimin adalah halaman pertama dari sejarah umat atau bangsa Arab: yaitu hala¬man jihad dalam menegakkan agama Islam dan berkumpulnya bangsa Arab di bawah bendera kepemimpinan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam serta sejarah atau peristiwa (hadis) yang menceritakan tentang pertumbuhan dan perkembangan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam, menyebutkan nenek moyangnya, serta menyebutkan segala hal atau kejadian dan peristiwa yang bersangkutan dan pernah dialami oleh beliau, dan tidak lupa menyebutkan sejarah para sahabatnya yang selalu setia menemaninya menegakkan ajaran agama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Merekalah orang-orang yang mendukung Rasulullah dan berbondong- bondong membawa dan menjunjung risalah yang dibawa oleh Rasulullah.

Awal mula munculnya risalah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam merupakan sejarah yang paling besar dan penting, khususnya bagi bangsa Arab, dan umumnya bagi seluruh umat manusia: karena sesungguhnya kehidupan bangsa Arab ketika adanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam merupakan bangsa yang sangat mulia, karena mereka rela berkorban dan berjuang bagi Rasulullah dan agama serta risalah yang dibawanya, maka tidak ada seorang pun yang berkumpul atau berpisah kecuali menurut perintahnya, dan tidaklah mereka semua itu mendapatkan ajaran agama kecuali hanya darinya, dan tidak pula ada satu tentara atau penulis mereka kecuali hanya melakukan hal tersebut untuknya, hingga para raja yang merupakan musuhnya ikut bergabung bersama mereka di dalam agama Islam, dan mengeluarkan mereka semua dari kebodohan dan kejahiliaan, dari kesesatan yang membutakan mata mereka.

Bangsa Arab yang dahulu diingkari ke-beradaannya oleh bangsa-bangsa dan umat lain, serta selalu dirampas hak-haknya oleh orang lain, mulai menampakkan kemunculan dan kegemilangannya ke segala penjuru kehidupan dan dunia, untuk menyampaikan risalah agama mereka dalam hal memberikan petunjuk dan hidayah kepada manusia, kemudian menegakkan kebenaran dan keadil¬an di kalangan manusia, menjunjung tinggi persamaan derajat dengan setinggi-tingginya, menanamkan sifat kepahlawanan, mengutamakan kepentingan orang lain, menolong dalam kebenaran, bertolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, serta berpegang teguh kepada akhlak atau etika yang mulia. Inilah hal-hal yang terkandung di dalam sejarah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam dan barisan atau kawanan terdepan dari para sahabatnya, yang mengikuti beliau dalam petunjuk dan kebenaran, mereka juga yang berlomba-lomba untuk mengkodifikasi hal tersebut ke dalam lembaran-lembaran berharga yang akan mengekalkan usaha mereka dan tak akan lekang oleh waktu.

Beberapa masa sepeninggal Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, muncul banyak sekali hasutan, perselisihan dan pertikaian di dalam diri manusia, dan sedikit sekali kepekaan mereka untuk menolong sesama dalam kebaikan, maka terpecah- belahlah umat menjadi beberapa golongan dan kelompok, dan mereka tersebar di berbagai penjuru dunia. Maka di balik sejarah, mereka memiliki sejarah masing-masing, dan sejarah inilah yang membuat umat manusia terpisah- pisah menjadi beberapa bangsa dan Negara, dan masing- masing dari bangsa merekapun memiliki sejarah dan perjalanan hidup yang berbeda-beda pula dalam memulai kehidupan baru, kemudian bangsa yang satu akan berhubungan dengan bangsa yang lainnya.

Sejarah (menurut) Bangsa Arab
Sebelum kedatangan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bangsa Arab sejatinya belum memiliki materi sejarah yang sebenarnya, kecuali hanya saling mewarisi cerita-cerita yang berkembang di antara mereka: seperti berita tentang penduduk Jahiliyah yang pertama, yaitu tentang kabar berita nenek moyang mereka, keturunan mereka, dan berbagai cerita yang terjadi dan ada pada saat nenek moyang mereka masih hidup dahulu kala, kisah-kisah yang mengandung kepahlawan, kemuliaan dan kesetiaan. Begitu juga kisah dan cerita tentang Baitullah, air Zamzam, serta tentang kaum Jurhum, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Selanjutnya, cerita tentang rumah-rumah yang diserahkan kepada Quraisy dan ditempati secara bergantian, peristiwa yang terjadi di bendungan Ma'rib, lalu peristiwa berikutnya adalah perpecahan yang terjadi di dalam negeri, hingga pada akhirnya al-Qur'an menjadi pengganti dari al-Kitab, lisan menempati tempat pena, manusia saling menasehati dengan hal tersebut, mereka pun sangat menjaga hal itu, kemudian melaksanakannya dengan baik.

Setelah itu semua muncullah sumber yang baru dengan kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam dengan dimulainya da'wah olehnya: yaitu dengan melalui hadis- hadis yang disampaikannya kepada para sahabatnya, lalu dilanjutkan oleh sahabat kepada tabi'in seputar kelahiran Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dan kehidupannya, menyinggung tentang jihad atau perjuangan di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dilakukan dan memenuhi catatan kisah perjuangan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam, berperang melawan kaum Musyrikin dan orang-orang yang berada di luar agama Islam, serta menda'wahkan ketauhidan, dan pengaruh di dalamnya yang terjadi akibat penyampaian dari lisan ke lisan dan peperangan atau pertumpahan darah. Ini semua merupakan materi bagi sejarah sebagai hal pertama, dan kedua sebagai kisah perjalanan atau Sirah. Saat itu, semua hal ini belum dikodifikasikan ke dalam kitab sejarah bangsa Arab atau Sirah atau kisah perjalanan, hingga berakhirnya masa pemerintahan Khulafaurra- syiditt, bahkan pada masa ini tidak ada sesuatu yang sudah terkodifikasi selain al-Qur'an dan beberapa kitab landasan dasar tentang ilmu Nahwu (Tata Bahasa Arab).

Pada masa sekarang ini kita akan mendapatkan banyak sekali kaum Muslimin yang sangat menjaga dan berlomba-lomba dalam menghafal al-Qur'an, sampai mencatatnya baik pada masa kehidupan Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dan setelah kewafatannya, sebagaimana juga mereka sangat resah dengan tersebarnya bahasa 'Ajam dan sangat bersemangat untuk membuat dan membukukan atau mengkodifikasi ilmu Nahwu, hal itu terjadi karena telah bercampurnya bangsa Arab dengan bangsa yang lainnya ketika Islam telah tersebar luas dan berkembang dengan sangat pesat.

Awal Pembuatan Kitab Sirah (Biografi atau Riwayat Hidup)
 
Pada masa pemerintahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan, ia mempunyai keinginan yang kuat untuk membukukan sejarah ke dalam sebuah buku, saat itulah ia mulai merealisasikan keinginannya tersebut. Ia kemudian mengundang seseorang yang bernama 'Ubaid bin Syariyyah al-Jurhumi yang berasal dari Shan'a, ia menuliskan baginya sebuah kitab atau kitab tentang raja-raja dan berita-berita tentang orang-orang atau umat-umat terda¬hulu.

Barulah setelah itu kami mendapati beberapa ulama dan insan cendekia lainnya yang konsen di bidang ilmu sejarah dari segi khusus, bukan umum, yaitu menulis tentang perjalanan dan biografi Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam. Mereka dengan berharap agar dalam penulisan sejarah Rasulullah tersebut akan mendapatkan segala sesuatu yang berhubungan dengan beliau, lalu mereka akan mengaplikaskan hal-hal yang didapat dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam tersebut di dalam diri mereka, karena mereka karena gemar untuk mengikuti jejaknya, karena dahulu mereka dilarang untuk membukukan hadis-hadis beliau, dan pengkodifika sian hadis-hadis beliau baru dibolehkan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Hal ini terjadi atas dasar kekhawatiran akan tercampurnya teks al-Qur'an dengan hadis, oleh sebab itu, maka banyak sekali orang- orang yang berbondong-bondong menjadi muhaddis (seseorang yang ahli dalam bidang hadis), kemudian mereka menulis kitab tentang biografi dan kisah perjalan Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam. Kami akan menyebutkan beberapa orang di antaranya: 'Urwah bin Zubair bin 'Awwam yang merupakan seorang fakih (ahli Fikih) dan muhaddis, yang mengokohkan keturunan dari pihak ayahnya; Zubair, dan ibunya yang bernama Asma binti Abu Bakar yang banyak pula meriwayatkan hadis dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dan pada awal kelahiran dan kedatangan agama Islam.

Dan hal yang patut Anda ketahui adalah bahwa Ibnu Ishak, al-Waqidi dan ath-Thabari merupakan orang yang paling banyak meriwayatkan hadis darinya, khususnya hadis-hadis yang berkenaan dengan Hijrah ke Habasyah, hijrah ke Madinah, dan perang Badar. Tentang hari kematian 'Urwah, ada yang menyebutkan bahwa dia menghembuskan nafas terakhirnya - diperkirakan- tahun 92 H. Kemudian sepeninggalnya, muncullah 'Usman bin' Affan al-Madani yang meninggal dunia pada tahun 105 H. dia menulis sebuah kitab tentang Sirah dan mengumpulkan be¬berapa hadis tentang kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam di dalamnya. Lalu lahirlah setelahnya Wahab bin Munabbih al- Yumna, yang meninggal dunia pada tahun 110 H. Dan di salah satu kota Heidelberg di Jerman terdapat sebuah kitab miliknya yang memuat tentang al-Maghazi (peperangan). Beberapa ulama selain mereka pun ada, di antaranya yang meninggal dunia pada seperempat pertama abad ke dua, seperti: Syarhabil bin Sa'ad yang meninggal dunia tahun 123 H. lalu Ibnu Syihab az-Zuhri yang meninggal dunia pada tahun 124 H. dan 'Ashim bin 'Umar bin Qatadah yang meninggal dunia pada tahun 120 H. Dan adapula beberapa orang ulama lainnya di bawah mereka beberapa tahun, seperti: Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm yang meninggal dunia pada tahun 135 H. Mereka itu adalah keempat ulama yang berkecimpung dan konsen dengan berita-berita tentang peperangan dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Dan di antara mereka pula ada yang diperkirakan hidup hingga pertengahan abad ke dua, bahkan mungkin sedikit lebih dari itu. Seperti: Musa bin 'Uqbah yang meninggal dunia pada tahun 141 H., kemudian Mu'ammar bin Rasyid yang meninggal dunia tahun 150 H., lalu Guru Besar dalam bidang Sirah yaitu Muhammad bin Ishak yang meninggal dunia pada tahun 152 H. Sepeninggal mereka semua ini, lahir dan muncullah beberapa orang ulama lainnya, seperti: Ziyad al-Buka'i yang meninggal dunia pada tahun 183H., al-Waqidi yang merupakan pemilik kitab "al-Maghazi" yang meninggal dunia pada tahun 207 H., serta Muhammad bin Sa'ad yang mempunyai kitab "Thabaqat al- Kubra" dan meninggal dunia pada tahun 230 H. Dan sebelum meninggalnya Ibnu Sa'ad, Anda harus mengetahui dan kembali pada kisah Ibnu Hisyam pada tahun 218 H. Dan dia adalah seseorang yang menyelesaikan biografi Ibnu Ishak, lalu menyebarluaskannya kepada masyarakat luas.
 
Ilmu Sejarah Dalam Peran dan Perkembangannya yang Berbeda- Beda
Penulisan kitab tentang Sirah atau biografi tidak terputus hingga masa sekarang ini, akan tetapi perbedaan yang mendasar adalah bahwa kitab-kitab tersebut dibuat bukan berasal dari analisa pengarangnya, atau bahkan pemikiran yang didasari atas bukti-bukti yang konkret, hal-hal yang merupakan teori-teori ilmuwan yang kita dapati dari beberapa ilmuwan bahwa hubungannya dengan hal yang dianalisa adalah sesuatu yang selalu berubah dan diperbarui tahun demi tahun, akan tetapi mayoritas buku-buku yang ada pada saat ini adalah buku-buku yang datanya hanya didapatkan dari hasil nukilan dan berita dari orang lain.

Sesungguhnya orang-orang yang konsen di dalam ilmu tersebut hanyalah orang- orang yang hanya mendapatkan berita kemudian menukilnya dan menjadikannya sebuah buku, lalu mari kita perhatikan orang yang setelahnya, mereka hanyalah mengarang kitab dengan cara mengumpulkan yang telah ada dan menyusunnya bab demi bab. Oleh karena itu, jika kita perhatikan lebih jauh lagi dan kita bandingkan kitab yang telah dibuat oleh orang-orang pada saat ini dengan ulama atau ilmuwan zaman dahulu, maka terdapat banyak sekali sesuatu yang harus dikritisi dan ditinjau ulang, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Hisyam dengan kitab Sirah Ibnu Ishak. Maka buku-buku klasik yang berada di tangan dan di hadapan orang-orang setelah mereka saat ini, pada hakikatnya adalah sesuatu yang tidak dapat memberikan hal-hal yang baru, karena sesuatu yang terdapat di dalamnya merupakan sebuah bentuk atau gambaran yang tidak dapat disentuh esensinya, kecuali hanya sebagian kecil saja. Oleh karenanya, kita dapat mengklasifikasikan para pengarang kitab dalam hal tersebut ke dalam dua bagian:

1.    kelompok orang yang hidup di bawah naungan kitab-kitab klasik yang dibuat oleh ulama-ulama terdahulu. Kelompok ini akan menjaga kitab-kitab tersebut dengan cara membuat syarah (penjelasan), ringkasan, atau bahkan memformulasikannya menjadi bait-bait syair agar mudah untuk dihafal.

2.    kelompok orang yang membuat dirinya seolah-olah sebagai seorang pengarang yang mengarang sesuatu yang baru. Maka orang-orang seperti ini akan mengumpulkan buku-buku sejarah dan Sirah yang ada di hadapannya, kemudian mengeluarkan beberapa bagian dari kitab tersebut yang pada hakikatnya merupakan bagian inti dan isi dari kitab itu, dan pada hakikatnya orang seperti ini hanyalah merubah sedikit dari apa yang telah dikarang oleh para ulama terdahulu dengan buku-buku mereka. Orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok kedua ini adalah: Ibnu Faris al-Lughawi yang meninggal dunia di Rayy pada tahun 395 H., Muhammad Ibnu 'Ali bin Yusuf asy-Syafi'i asy-Syami yang meninggal dunia pada tahun 600 H., kemudian Ibnu Abu Thayy Yahya bin Hamid yang meninggal dunia pada tahun 630 H., Zhuhairuddin 'Ali bin Muhamad Kazruni yang meningal dunia tahun 694 H., 'Ala'uddin 'Ali bin Muhammad al-Khalathi al-Hanafi yang meninggal dunia tahun 08 H., Ibnu Sayyid an-Nas1 al-Bashri asy-Syafi'i yang lahirkan pada tahun 661 H. dan meninggal dunia pada tahun 734 H., Syihabuddin ar-Ra'aini al- Gharnathi2 yang meninggal dunia pada tahun 779 H., selanjutnya Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin 'Ali bin Jabir al-Andalusi3 yang meninggal dunia pada tahun 780 H. Kemudian Muhammad bin Yusuf ash-Shalihi sang pemilik kitab "as-Sirah asy-Syamiyah",4 dia meninggal dunia pada tahun 942 H. Dan 'Ali bin Burhanuddin yang merupakan pemilik kitab "as-Sirah al-Halbiyah",5 dia dilahirkan di Mesir pada tahun 975 H. dan meninggal pada tahun 1044 H. dan masih banyak lagi selain mereka yang telah kami sebutkan ini.
 
1.    Ibnu Sayyid an-Nas memiliki sebuah kitab yang berjudul: 'Uyunut Atsar fi Funun al- Maghazi wa as-Syamail wa as-Sair dan    juga sebuah buku khutbah yang dikarangnya.
2.    Kitabnya adalah: Risalah fi as-Sirah wa al-Maulid an-Nabawijuga terdapat sebuah buku miliknya yang merupakan kumpulan sejarah.
3.    Kitabnya berjudul: Risalah fi as-Sirah wa al-Maulid an-Nabawi, yang merupakan bagian dari kumpulan sejarah yang merupakan kompilasi dari buku-buku sejarah.
4.    Nama kitab tersebut adalah: Sabilul Huda wa ar-Rasyad fi Sirah Khairil 'Ibad.
5.    Nama kitab ini adalah: Insanul 'Uyun fi SiratHAmin al-Ma'mun 'alaihishalatu wassalam.

Perkembangan Buku-buku Seputar Maulid (kelahiran) Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
Ada beberapa ulama yang membuat kitab tentang biografi atau Sirah dengan cara yang lebih ringkas atau berbentuk ringkasan, dan ringkasan ini hanya membahas tentang satu sisi dari kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yaitu seputar kelahirannya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelahiran yang mulia ini, yang didahului dengan keanehan- keanehan yang menakjubkan, begitupun dengan masa pertumbuhan beliau. Pada masa kecilnya, dan apa saja peristiwa di luar dugaan dan kemampuan manusia yang beliau alami pada masa itu yang sangat terkait dengan pengangkatannya di kemudian hari sebagai Rasul utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala, begitu pula menyinggung tentang kehidupannya pada masa muda belia atau remajanya hingga masa dewasa di mana beliau dipercayakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mengemban dan menyampaikan risalah agama-Nya, selanjutnya bagaimana beliau menyampaikan risalah tersebut dengan penuh kesabaran dan dengan memperlihatkan akhlak yang sangat baik dan sifat-sifat yang sangat terpuji, berbeda sekali dengan perilaku para pemuda sebayanya kala itu. Hal ini sangat diagungkan, jika kami boleh menyebutnya dengan sekilas tentang awal mula kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan sinopsis yang sangat ringkas seputar sejarahnya setelah risalah tersebut dipercayakan kepadanya. Sebagian orang menyebut hal dan peristiwa ini sebagai "Maulid Nabi" atau hari kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, yaitu sebuah ritual rutin yang dilakukan oleh para pemuka agama dan melaksanakan peringatan ini dari tahun ke tahun di masjid-masjid atau di tempat-tempat yang lainnya.

Hal ini membuka peluang yang sangat besar bagi dunia kepenulisan, sehingga risalah atau artikel-artikel yang berkaitan dengan hal ini sangat banyak sekali tersebar, hingga jumlahnya tak dapat terbilang.

As-Sair wa an-Naqd (Ilmu Sirah atau Biografi dan Kritikannya)
Jika kita. flash back dan melihat ke belakang sejenak, yaitu kepada buku-buku klasik yang telah dibuat oleh para ulama Salaf, khususnya yang berkaitan dengan biografi, maka dapat terlihat bahwa di dalamnya banyak sekali terdapat penghapusan jejak (tadlis), hal inilah yang kemudian dijadikan oleh mereka sebagai landasan awal untuk konsen dalam bidang ilmu ini, mereka para ulama mutaqaddimin (yang terdahulu) seluruhnya sangat konsisten dalam hal ini, meskipun mereka ini berbeda- beda sesuai tingkatan-tingkatan zaman mereka, mereka sangat menjaga hal yang pada saat ini mungkin tidak kita pedulikan. Oleh sebab itu, maka kita tidak akan mendapati seseorang pun di antara mereka yang menunjukkan biografi-biografi yang mempunyai dua kemungkinan pemahamannya, yaitu kabar dan berita yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya, maka mereka akan segera mengkritiknya dan mendatangkan serta memaparkan kelemahan-kelemahan yang terdapat di dalamnya. Dan banyak juga mereka yang berkecimpung di bidang ilmu Sirah ini yang membuat ringkasan, saat itu pula mereka menjauhkan diri dari sebagian kabar berita ini, mereka menghindari kabar dan cerita yang mengandung sejarah ini seolah tidak mempercayai kebenarannya, dan bukan meringkas kitab dan cerita tersebut meringankan isi kitab yang terlalu berat. Hal inilah yang sesungguhnya dilarang untuk dilakukkan oleh para ilmuwan zaman dahulu, serta sebagian ulama pada zaman sekarang ini. Karena kita melihat bahwa orang-orang berkeyakinan dan percaya bahwa Sirah itu kurang lebih merupakan kabar berita yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kebenaran, yang hanya dimiliki dan berani dilontarkan oleh orang yang mempunyai keberanian.

Kita juga melihat pemikiran-pemikiran baru yang mengalir dari karya-karya para pembaharu, pelaku pembuat pemikiran baru tersebut membubuhkan sebuah berita atau mungkin dua buah berita tentang Sirah dan sejarah, termasuk juga membuat kritik yang sangat tidak sesuai kepada kita tentang diri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Kemudian mereka meringkasnya dan menambahkan hal-hal yang sangat tidak pantas jika disandarkan kepada Rasulullah karena memang bukan merupakan sesuatu yang berhubungan dengannya, dan tidak pernah terjadi di dalam kehidupan beliau, lalu untuk memperkuat apa yang mereka katakan itu, mereka tidak segan-segan untuk mengeluarkan bukti dan argumentasi tentang kebenaran apa yang mereka katakan dan tuliskan, bukti-bukti tersebut sebagai sesuatu yang akan dipahami dan diterima oleh orang-orang yang percaya kepada mereka. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Syeikh Muhammad 'Abduh di dalam kisah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan seputar pernikahannya dengan Zainab binti Jahsy yang merupakan janda dari Zaid bin Haritsah, Rasulullah menikahi Zainab setelah ia ditalak oleh Zaid bin Haritsah. Hal yang dikemukakannya ini sangat dikhawatirkan diterima begitu saja oleh orang yang tidak paham, dan ini merupakan Sirah Nabawiyah berita yang sangat tidak bermanfaat dan hanya merupakan omong kosong belaka.

Di antara mereka juga ada yang mengungkapkan satu atau dua kisah di dalam kitab atau kitab miliknya, lalu dia ungkapkan dengan 'gaya bahasa' yang baru, lalu mempersembahkan sebuah cerita kepada manusia dengan memutarbalikkan dua kisah yang ada. Di dalam cerita yang ditulisnya, ia juga menuliskan sanad atau siapa sajakah orang- orang yang meriwayatkan cerita dan berita tersebut, ini merupakan salah satu cara yang paling efektif digunakan dan merupakan rahasia pensucian (penghapusan jejak) kabar berita ini, gaya bahasa dan cara pengungkapan yang baru di dalam buku-buku ini. Maka dari itu, akan nampak sekali makna-makna di dalam ungkapan baru yang telah diubah-ubah ini seperti sebuah jasad yang nampak di dalam keterkekangan, tidak ada suatu yang dapat disembunyikan darinya. Uslub atau gaya bahasa dan ungkapan baru ini pun mengandung ejekan dengan pemikiran yang bobrok dan berita yang kotor, si pengarang dan penulis kitab tersebut berharap agar pemikiran dan karyanya dapat diterima oleh para pembaca dan pembaca dapat mengamini pemikiran dan apa yang ditulisnya di dalam bukunya tersebut.
 
Ada pula orang yang menulis kitab sejarah sama seperti yang dilakukan oleh Ibnu Ishak dalam runtutan dan urutannya, ia menulis kitab Sirah atau kisah perjalanan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagaimana cara yang ditempuh oleh Ibnu Ishak, yaitu dengan memulai cerita tersebut dari kisah kelahiran Rasulullah dan berbagai macam peristiwa yang terjadi sebelumnya, baik yang Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam alami sendiri, ataupun yang dialami oleh para sahabatnya. Setelah itu, barulah disebutkan dan dipaparkan tentang kehidupan Rasulullah hingga beliau akhirnya wafat dan kembali ke pangkuan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Orang semacam ini menukil (copy paste) cerita dan berita ini dari kabar-kabar yang dekat sekali dengan kebenaran, ia sangat hati-hati dalam melakukan tugasnya dan sangat menjauhkan diri dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat terjadi, menjauhi segala sesuatu yang bertentangan dengan akal pikirannya dan apa yang ia yakini, serta membantah pemikiran orang-orang yang melampaui batas dan para pendusta. Maka hadirlah bukunya tentang perjalanan dan kisah hidup Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan gaya bahasa yang baru, jauh dari senda gurau dan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Dan jika kita memberitahukan kepada manusia tentang kitab Sirah Ibnu Hisyam, kita ungkapkan kebenaran-kebenaran yang ada di dalam kitab tersebut, tidak pantas bagi kita semua untuk membantahnya, selain bahwasanya kita harus menyerahkan hal tersebut kepada para ulama, dengan keyakinan bahwa ulama mempunyai nash dan dalil yang benar untuk mempersembahkan kitab yang merupakan himpunan kisah perjalanan dan kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan berbagai macam peperangan yang diikutinya dalam berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam rangka menegakkan syari'at-Nya dan membela agama-Nya.

Beberapa Penulis dan Pengarang kitab yang Mengkompilasi Antara Sirah (Kisah Hidup Nabi) dengan Tarikh (Sejarah)
Setelah itu datanglah para pengarang dan penulis yang lainnya, mereka menyampaikan kisah perjalanan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lengkap dengan segala pe ristiwa dan kejadian yang beliau alami, dalam beberapa zaman dan tahun yang lalu. Maka hadirlah kisah perjalanan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di dalam buku-buku mereka sebagai sesuatu yang tidak terikat dan sangat beragam, bahkan hal ini merupakan sebuah babak dari berapa babak sejarah secara universal. Di antara para ulama ada yang memulai menulis kitab sejarahnya dengan pembahasan tentang wujudullah atau adanya Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti Ibnu Jarir ath-Thabari. Dan ulama selainnya ada yang memulai ceritanya langsung kepada kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seperti Imam Hafizh Abu Syuja' Syirwaih yang merupakan pemilik kitab "Riyadhul Uns", dia meninggal dunia pada tahun 509 H.

Menelusuri Jejak Sirah Ibnu Ishak

Sebab Pembuatan kitab Sirah Ibnu Ishak
Ibnu Ishak hidup di kalangan para insan cendekia pada abad kedua, oleh sebab itu maka beliau mempunyai ilmu pengetahuan yang sangat luas, juga sangat memahami tentang seluk beluk kabar berita orang-orang terdahulu, kemampuan dan kecerdasan yang dimilikinya ini membawanya kepada khalifah al-Manshur yang berada di Baghdad -dikatakan pula bahwa ia berada di Hirah di hadapannya pula ada seorang anaknya (al-Manshur) yang bernama al- Mahdi.

Pada suatu hari khalifah al-Manshur bertanya kepadanya: "Apakah engkau mengenal siapa anak ini wahai Ibnu Ishak?", beliau dengan cepat menjawab: "Ya aku mengenalnya, dia adalah anak 'Amirul Mu'minin", lalu sang khalifah pun berkata kepadanya: "Pergilah kepadanya dan karanglah baginya sebuah kitab yang berisi tentang kisah sejak zaman Nabi Adam Alaihi Salam hingga hari ini!". Kemudian pergilah Ibnu Ishak dan membuat sebuah kitab baginya, lalu ia berkata kepadanya: "Wahai Ibnu Ishak, sesungguhnya aku menceritakan itu semua di dalam pembahasan yang panjang, maka ringkaslah cerita tersebut!", beliau pun akhirnya meringkasnya, lalu meletakkan kitab yang besar di dalam lemari 'Amirul Mu'minin'.6 Akan tetapi, sebagian orang mengatakan bahwasanya Ibnu Ishak tidak mengarang dan membuat bukunya atas perintah dari sang Khalifah,7 tidak juga dilakukan di Baghdad atau di Hirah, akan tetapi kitab tersebut dibuat ketika dirinya berada dikota Madinah sebelum dirinya berdomisili dikalangan Dinasti 'Abbasiah. Pendapat tersebut berdasarkan bahwa orang yang meriwayatkan dari mereka adalah hanya orang-orang Ma¬dinah dan Mesir, tidak ada sama sekali yang berasal dari Irak, alasan kedua adalah bahwa Ibrahim bin Sa'ad merupakan muridnya yang berasal dari Madinah, dia meriwayatkan sebuah kitab darinya. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang tidak dilakukan oleh para Khalifah Bani 'Abbasiah, seperti bergabungnya khalifah al-'Abbas bersama orang-orang yang kafir di dalam perang Badar, dan tawanan kaum Muslimin ada di tangannya. Berita seperti yang demikian itu merupakan kabar yang dihapus oleh Ibnu Hisyam setelah itu, karena khawatir terhadap Dinasti 'Abbasiah.

Dan menjadi jelas pula dari Sirah Ibnu Hisyam dan apa yang dinukil oleh Imam Thabari dan para ulama lainnya dari Sirah Ibnu Ishak, bahwasanya kitab tersebut merupakan kitab asli yang terbagi menjadi tiga juz (bagian):

1.    Awal mula kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam (mubtada"),
2.    Dibangkitkannya beliau menjadi seorang Nabi dan Rasul (mab'ats),
3.    Peperangan yang terjadi dan beliau ikuti (al-Maghazi).

Adapun mubtada' berisi tentang empat pembahasan:

Pertama, mencakup pembahasan seputar sejarah beberapa risalah sebelum Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Islam.

Kedua, sejarah bangsa Yaman pada masa Jahiliyah.
Ketiga, sejarah kabilah-kabilah Arab dan cara ibadah atau sembahan mereka.
Keempat, sejarah Mekkah dan nenek moyang Rasulullah saw. Di dalam juz ini, Ibnu Ishak jarang sekali menyebutkan sanad atau sumber dari mana berita tersebut didapatnya, kecuali hanya sedikit saja, adapula kabar berita yang didapatinya dari dongeng dan cerita para umat terdahulu, serta berasal dari Israiliyyat.

Adapun mab'ats. maka pembahasan ini meliputi kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam baik di Mekkah ataupun setelah hijrah. Dan kita akan melihat bahwa sang pengarang berita dan kabar tentang perorangan di dalam kitabnya ini, serta membahasnya dengan penuh seksama, lalu mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengannya secara menyeluruh dan membaginya ke dalam beberapa indeks dan ruang, misalnya saja sebuah ruang bagi siapa saja yang masuk Islam dengan ajakan Abu Bakar ash-Shiddik, dan yang lainnya berkaitan dengan hijrah ke tanah Habasyah, ketiga, pembahasan tentang orang-orang yang kembali dari tanah Habasyah setelah mereka mendengar kabar berita tentang masuk Islamnya para penduduk Mekkah, dan lain sebagainya. Itu semua diurutkan oleh pengarang sesuai dengan zaman terjadinya peristiwa- peristiwa tersebut, sebagaimana ia menambah lebih besar perhatiannya tentang sanad dan sumber berita yang didapatnya.

Adapun maghazu pembahasan ini mencakup tentang kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Madinah, mem- bubuhkannya dengan berita dan kabar tentang awal mula periwayatan hadis secara ringkas, kemudian diikuti dengan berita seluruh perkataan atau hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang meriwayatkan darinya, kemudian pembahasan ini disempurnakan dengan beberapa hal yang berhasil ia kumpulkan dari beberapa referensi yang berbeda-beda. Di dalam pembahasan ini pun diperbanyak indeks dan ruang tentang peperangan yang berbeda-beda, tentunya dengan mendatangkan sanad-sanad atau nara sumber berita atau riwayat yang didapatnya tersebut, dan mengurutkannya berdasarnya masa dan zaman terjadinya.

6.    Diperkirakan bahwa ini merupakan nuskhah atau tulisan yang asli, menurut riwayat Ibnu Ishak, terdapat sebuah nuskhah yang diletakkan di perpustakaan Koprulu yang terletak di dalam Istana.
7.    Lihat kitab"al-Maghazi a/-u/a"Lahurpets, diterjemahkan oleh DR. Husain Nashar, hal. 64 dan halaman berikutnya.

Kesan Ibnu Hisyam terhadap Kitab Sirah Ibnu Ishak
Allah Subhanahu wa Ta'ala lalu mentakdirkan usaha ini -yaitu usaha Ibnu Ishak dengan seseorang yang sangat terkesan dengannya, dia adalah Ibnu Hisyam al-Mu'afiri, dia mengumpulkan Sirah ini kemudian membukukannya. Ia juga turut andil menulis di dalam kitab tersebut, tulisannya tersebut merupakan kritik dan pelurusan terhadap apa yang telah ditulis oleh Ibnu Ishak dari hal-hal yang disimpulkan oleh dirinya sendiri, lalu meringkas dan menanggapi hal tersebut, atau dengan mengkritik dan menyebutkan riwayat lain yang tidak dicantumkan dan disebutkan oleh Ibnu Ishak di dalam tulisannya tersebut. Ini merupakan sebuah usaha untuk mencapai kesempurnaan isi kitab tersebut dan menambahkan beberapa kabar-kabar yang diketahuinya.

Dalam ungkapan yang telah disampaikan oleh Ibnu Hisyam di dalam kitab Sirahnya, Anda akan menemukan dasar dan metode yang digunakan oleh Ibnu Hisyam di dalam kitabnya tersebut, ia berkata: "Dengan izin Allah, aku memulai penulisan kitab ini dengan menyebutkan kisah Nabi Ismail bin Ibrahim Alaihi Salam, begitu pula cucu-cucu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan anak-anak kandungnya. Yang paling pertama menyebutkan kisah dari Nabi Ismail Alaihi Salam hingga kepada Rasulullah Muhammad Shal¬lallahu Alaihi wa Sallam dan berbagai kisah yang berkaitan dengan mereka, kami juga meninggalkan kisah-kisah yang berkenaan dengan perkara selain anak Nabi Ismail Alaihi Salam karena untuk mempersingkat,  sampai  kepada  cerita  tentang  kisah  perjalanan  dan  kehidupan  Nabi
 
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam serta meninggalkan sebagian yang telah disebutkan oleh Ibnu Ishak di dalam kitab ini dari hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan tidak ada ayat al-Qur'an pun yang dikemukakan di dalamnya, jika ayat tersebut bukan merupakan penyebab bagi masalah yang ada di dalam kitab ini, tidak pula aku memberikan penafsiran terhadapnya dan tidak pula memberikan kesaksian dan penguat terhadapnya, karena sesungguhnya kami mengungkapkan dan menyebutkannya dengan sangat ringkas. Adapun syair-syair yang diungkapkannya di dalam kitab tersebut, menurut kami tidak ada ulama manapun yang pernah menyebutkannya dan mengetahuinya, dan meninggalkan pula cerita-cerita yang sedikit mengejek dan mencela, dan hal-hal lainnya yang dapat menimbulkan buruk sangka manusia jika disebutkannya, dan kami juga tidak memasukkan hal-hal yang tidak penting untuk diceritakan. Adapun hal- hal lainnya yang dapat memberikan manfaat, insya Allah kami ungkapkan di sini dengan penyampaian yang dapat mengena, guna berbagi pengetahuan".

Dari pernyataan Ibnu Hisyam di atas, Anda dapat melihat dan menilai bahwasanya dirinya tidak memasukkan beberapa kisah para Nabi Alaihim Salam yang diceritakan oleh Ibnu Ishak, yaitu yang dimulai dari Nabi Adam hingga Nabi Ibrahim Alaihi Salam juga cerita lainnya tentang anak keturunan Nabi Ismail Alaihi Salam yang tidak ada kaitannya dengan kenabian, sebagaimana pula dia membuang dan tidak memasukkan berita-berita yang tidak baik, dan syair-syair yang tidak ada menurutnya, kemudian dia juga mengurangi dari apa yang ada di dalam kitab Ibnu Ishak dan menambahkan dengan beberapa pengetahuan yang dimilikinya, dan menambahkan ide-ide terkenal dengan namanya, karena dinisbatkan kepada namanya, sehingga orang-orang akan mengira bahwa tidak ada campur tangan dari pengarang dan penulisnya yang pertama yang tak lain adalah: Ibnu Ishak.

As-Suhaili dan Para Ulama Lainnya Adalah Termasuk Orang-orang yang Mensyarah Sirah Ibnu Hisyam
Abui Qasim Abdurrahman as-Suhaili yang meninggal dunia pada tahun 581 H. membuat kitab tentang syarah (penjelas) kitab ini, dan menyajikannya dalam bentuk yang baru dan metode yang lain yang tentunya berbeda dari yang digunakan oleh Ibnu Hisyam, kitab karangan as- Suhaili ini menjadi pensayarah dan pengkritik terhadap apa yang telah ditulis oleh Ibnu Hisyam. Kemudian ia memberi judul kepada kitab ini, yaitu: "ar-Raudhu al-unfu" yang berpegang teguh kepada hasil usaha Ibnu Ishak dan Ibnu Hisyam. Dia meng-counter beberapa kabar yang terdapat di dalamnya dengan memberikan pelurusan dan solusi yang benar menurutnya, kemudian memberikan penjelasan dan tambahan terhadap hal tesebut. Oleh sebab itu, maka kitab ini hadir dalam bentuk dan ukuran yang besar, karena banyaknya pendapat- pendapat yang ditambahkan oleh penulisnya, ia menjabarkan penjelasan dan tambahan tersebut dengan panjang lebar dan pertimbangan serta pemikiran yang matang.

Dan atas dasar keberatan dengan kitab yang ditulis oleh as-Suhaili, maka datanglah sebuah kitab lain -menurut perkiraan- yang dibuat oleh Badruddin Muhammad bin Ahmad al-'Aini al- Hanafi, judul kitab yang dibuatnya tersebut adalah: "Kasyfu al-Litsam". kita tidak dapat menilai kandungan kitab tersebut, dan mengetahui usaha yang dilakukan oleh penulisnya. Kemudian kita juga tidak boleh lupa dengan usaha yang dilakukan oleh Abu Dzar al-Khasyni, dia membuat sebuah kitab yang menentang apa yang telah dituliskan oleh Badruddin, lalu menjelaskan hal-hal gharib atau asing yang terdapat di dalam bukunya, dan tidak lupa pula dia memaparkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan olehnya. Maka jadilah karyanya dan karya as-Suhaili sebagai dua kitab yang menjadi penyempurna bagi usaha agung yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka, yaitu Ibnu Ishak dan Ibnu Hisyam.

Mukhtashar (Ringkasan) Sirah Ibnu Ishak
Setelah beberapa orang yang membuat syarah terhadap kitab Ibnu Hisyam di atas, kita tidak lagi mendapati orang-orang yang melakukan sesuatu seperti yang mereka lakukan, akan orang- orang setelah mereka berubah haluan, tidak lagi mensyarah dan mengkritik kitab tersebut, akan tetapi hanya meringkasnya saja. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Burhanuddin bin Muhammad al-Murahhil asy-Syafi'i, meringkas kitab Sirah tersebut dan menambahkan beberapa hal di dalamnya, kemudian mengurutkannya di delapan belas (18) tempat, kitab ini diberi judul olehnya dengan sebutan: "adz-Dzakirah fi Mukhtashar as-Sirah". Kitab ini dapat diram- pungkan olehnya pada tahun 611 H.

Kemudian adapula seseorang yang bernama 'Imaduddin Abul 'Abbas Ahmad bin Ibrahim bin Abdurrahman al-Wasithi, dia meringkas kitab Sirah ini ke dalam sebuah kitab yang diberikan nama olehnya: "Mukhtashar Sirah Ibnu Hisyam". Dia merampungkan tugas mulianya ini - sebagaimana pendapat yang beredar- sekitar tahun 711 H.

Orang-Orang Menjadikan Sirah Ibnu Ishak Menjadi Susunan Nazham Atau Bait Syair
Setelah beberapa proses yang berbeda-beda di atas, maka kita akan mendapati orang- orang yang memformulasikan kitab Sirah Ibnu Ishak ini dalam bentuk baru, yaitu menjadikannya dan menyusunnya menjadi bait-bait syair. Di antara orang-orang yang melakukan hal tersebut adalah: Abu Muhammad Abdul Aziz bin Muhammad bin Sa id ad-Damiriad- Dairini, yang meninggal dunia pada sekitar tahun 607 H. Kemudian ada pula Abu Nashar al- Fath bin Musa bin Muhammad Najmuddin al-Maghribi al-Khadhrawi, yang meninggal dunia pada tahun 663 H. sebagaimana juga yang dilakukan oleh Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad an-Nabulsi yang lebih dikenal dengan nama Ibnu asy-Syahid, dia meninggal dunia pada tahun 793 H. Dan kitab miliknya tersebut dinamakan: "al-Fathul Qarib". Kemudian Abu Ishak al-Anshari at-Talmasani.

Ini menunjukkan manfaat dari Sirah Ibnu Ishak yang tetap dijaga oleh orang-orang setelahnya dari tangan ke tangan, pertama: ada yang berusaha untuk mengumpulkan dan memberikan kritikan tentang apa yang ditulisnya, sebagaimana yang telah Anda ketahui. Kedua: terdapat pula orang-orang yang mensyarah atau menjelaskan isi dari kitab ini dengan sangat rinci. Ketiga: mereka yang menyajikan kitab ini secara ringkas atau meringkasnya. Lalu keempat dan baru saja di bahas adalah: cara yang lebih berbeda dan lebih baru, yaitu menjadikan isi yang terkandung dalam kitab ini ke dalam bait-bait syair atau nazham. Dari beberapa perhatian dan kepedulian para ulama di atas terdapat kitab Sirah ini, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa: tidak ada sebuah kitab pun yang dibuat oleh ulama pada kitab Sirah setelah Ibnu Ishak, kecuali diformulasikan oleh orang-orang yang kompeten, ini apabila dikecualikan satu atau dua orang, yaitu: al-Waqidi dan Ibnu Sa'ad.

Mengenal Ibnu Ishak
 
Nasab dan Keturunannya
Dia adalah Muhammad bin Ishak bin Yasar bin Khiyar. Adapula yang mengatakan bahwa namanya adalah: Ibnu Kautsan, dan Abu Bakar. Bahkan ada yang mengatakan bahwa namanya yang sesungguhnya adalah Abu Abdullah, al-Madani al-Qurasyi. Dia juga merupakan budak Qais bin Makhramah bin al-Muththalib bin Abdu Manaf. Kakeknya bernama Yasar yang berasal dari keturunan "Ain at-Tamar, itu merupakan nama sebuah daerah kuno yang dekat dari Anbar, sebelah barat Kufah, tepatnya bersebelahan dengan padang pasir. Kaum Muslimin dapat mengekspansi wilayah ini pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar pada tahun 12 H. di bawah komandan pasukan Khalid bin al-Walid. Di sebuah gereja Ain at-Tamr, Khalid bin Walid mendapatkan kakek Ibnu Ishak ini berada di antara anak-anak yang menjadi tawanan di tangan Kisra; Raja Persia, adapula bersa- manya itu kakek dari Abdullah bin Abu Ishak al- Hadhrami an-Nahwi, serta kakek al-Kalbi al-Alim. Kemudian dibawalah mereka itu ke arah kiri menuju Madinah.

Kelahiran dan Kewafatannya
Ibnu Ishak dilahirkan di kota Madinah, dan pendapat yang paling akurat menurut se- jarah adalah bahwa dirinya dilahirkan pada tahun 85 H. Adapun tentang tahun kewafatan¬nya, maka pendapat yang berkembang seputar itu adalah sekitar tahun 150 atau 153 H„ per-
bedaan tentang tahun kelahirannya ini tidak sampai empat pendapat.

Pertumbuhan dan Kehidupannya
Masa remaja dan muda Ibnu Ishak dihabiskannya di kota Madinah, dan beberapa riwayat yang sampai kepada kami adalah bahwa Di antara hal yang berhubungan dengan masa remajanya - jika apa yang disampaikan kepada kami ini memang berita dan kabar yang benar- adalah seperti apa yang diceritakan dan dipaparkan oleh Ibnu an-Nadim bahwa seorang Amir atau pemimpin Madinah diberi- tahu bahwasanya Muhammad (Ibnu Ishak) adalah laki-laki yang suka memuja-muja wanita, lalu sang Amir memerintahkannya untuk menghadirkan Muhammad di hadapannya, lalu memukulkan dengan pecut, kemudian melarangnya untuk duduk di masjid. Kemudian Ibnu Ishak meninggalkan Madinah dan berpindah-pindah tempat dari satu Negara ke Negara yang lainnya. Dan menurut spekulasi kami adalah bahwa dia hijrah dan merantau ke Alexandria -pada tahun 115 H.- Alexandria merupakan tujuan perantauannya yang perta ma, lalu di tempat itulah beliau meriwayatkan beberapa hadis dari para ulama yang berasal dari Mesir. Di antaranya adalah: 'Ubaidillah bin al-Mughira, Yazid bin Hubaib, Tsamamah bin Syafi, 'Ubaidillah bin Abu Ja'far, al-Qasim bin Qazman, serat as-Sakan bin Abu Karimah. Ibnu Ishak meriwayatkan beberapa hadis dari para gurunya tersebut, hadis-hadis yang tidak diriwayatkan oleh orang selainnya. Selanjutnya, ia kembali melanjutkan perantauannya ke Kufah, al-Jazirah, Ray, Hirah dan Baghdad. Di Baghdad, -menurut pendapat yang paling kuat- ia memantapkan dirinya untuk mengakhiri perantauannya, kemudian ia bertemu dengan khalifah al-Manshur, dan membuat sebuah kitab bagi anaknya yang bernama al-Mahdi, sebagaimana yang telah kami paparkan sebelumnya. Dan orang-orang yang meriwayatkan hadis-hadis darinya ltu lebih banyak berasal dari daerah ini, dibandingkan dengan orang-orang yang berada di daerah asalnya; yaitu Madinah, bahkan pendapat yang tersebar luas adalah bahwa orang berguru hadis padanya yang berasal dari kota asalnya hanyalah Ibrahim bin Sa'ad. Beliau tinggal dan menetap di Baghdad hingga ajal menjemputnya, kemudian beliau
 dimakamkan di pemakaman Khaizran.

Kedudukannya
Sesungguhnya orang-orang yang meriwayatkan hadis dari Ibnu Ishak mendapati bahwa dirinya merupakan orang yang berlebihan di dalam mengambil ilmu darinya, ada pula yang berlebihan dalam memujinya. Maka Anda akan mendapati ulama yang agung seperti Imam Malik bin Anas dan yang lainnya, seperti Hisyam bin 'Urwah bin Zubair, keduanya bahkan mengeluarkannya dari daftar ulama ahli hadis, orang yang benar dan dapat dipercaya, bahkan keduanya tidak memasukkannya ke dalam daftar tersebut karena menurutnya Ibnu Ishak merupakan orang yang selalu berdusta dan berbohong. Ada pula orang-orang yang menuduhnya sebagai seorang penipu, sering berbicara tentang takdir (padahal takdir mutlak Rahasia Allah), dan suka mengejek, dan juga meriwayatkan dari orang yang tidak tsiqah atau dapat dipercaya. Kemudian dia juga merupakan seseorang yang meriwayatkan syair dan memasukkannya ke dalam kitab yang dikarangnya, dan dia juga adalah orang yang salah dalam hal menentukan keturunan atau nasab atau senang mencemarkan nama baik orang lain.

Akan tetapi dibalik itu semua, nanti Anda akan mendapati para imam dan alim ulama membeberkan testimoni tentang dirinya, seperti: Ibnu Syihab az-Zuhri, Syu'bah bin al-Hujjaj, Sulyan ats-Tsauri, dan Ziyad al-Bukka'i, mereka percaya kepadanya dan tidak menuduhnya melakukan sebuah kedustaan dan tidak pula menuduhnya melakukan sesuatu yang buruk. Dan pada realitanya, bahwa orang-orang yang meriwayatkan darinya adalah bukan orang- orang yang tidak dapat mencapai tujuan, artinya mereka adalah orang-orang yang sukses dan mampu menggapai cita-cita mereka. Oleh sebab itu, maka Anda tidak mempunyai hak untuk mengatakan yang buruk tentang dirinya.

Sesungguhnya kita semua tahu bahwasanya Ibnu Ishak telah mencemarkan nama baik dan menyepelekan Imam Malik bin Anas, begitu juga tentang ilmunya. Dia berkata: "Datangkanlah sebuah kitab miliknya kepadaku, hingga aku dapat menilai dan memaparkan cacat dan aib yang ada di dalamnya!, aku adalah penilai buku-buku miliknya". Kemudian Malik pun mengujinya, dan meneliti serta mencari aib-aib lain yang dimilikinya, kemudian menamakannya sebagai "Dajjal", maka pada saat itu terjadi perang mulut di antara keduanya. Sebagaimana Hisyam bin Malik juga pernah murka dan marah kepada Ibnu Ishak, karena ia mengaku bahwasanya dirinya (Ibnu Ishak) pernah meriwayatkan dari istrinya (Hisyam). Sedangkan menurut Hisyam, bahwasanya periwayatan itu hanya dapat dilakukan dengan saling bertatap muka, dan dia (Ibnu Ishak) telah menuduh istrinya telah saling berpandangan dengan orang lain.

Sebenarnya di sini Hisyam lupa bahwasanya periwayatan itu dapat dilakukan dari balik tirai atau hijab, atau bisa jadi Ibnu Ishak meriwayatkan dari istrinya itu pada masa kecilnya, karena umur istrinya pada saat Ibnu Ishak sudah boleh meriwayatkan hadis itu tidak lebih dari lima puluh tahun, maka sesungguhnya umur istrinya tersebut sesungguhnya umur istrinya tersebut lebih tua sekitar 37 tahun dibandingkan dengan Ibnu Ishak, dengan demikian maka diperbolehkan pada umur sekian seorang laki-laki meriwayatkan dari seorang wanita.

•    Adapun apa yang dituduhkan kepada Ibnu Ishak bahwasanya dirinya merupakan seorang pendusta, penipu dan selainnya, maka al-Khathib al-Baghdadi telah menyinggung masalah ini di dalam kitab miliknya yang bernama: "Tarikh Baghdad", hal yang sama juga dilakukan oleh Ibnu Sayyid an-Nas di dalam kitabnya: "'Uyun al- Atsar", keduanya membantah berbagai macam tuduhan dan penghi- naan yang ditujukan kepada Ibnu Ishak. Hal tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: Adapun hal yang berhubungan dengan yang dituduhkan kepadanya bahwa dirinya adalah seorang penipu, orang yang selalu membicarakan tentang takdir, serta sering mengejek, maka sesungguhnya hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak riwayatnya, karena sifat-sifat tersebut bukanlah merupakan kelemah- an yang besar dan berpengaruh terhadap kebenaran periwayatannya. Sedangkan sifat penipu (mudallis) yang ditujukan kepadanya juga, maka tadlis (penghilangan jejak sumber informasi) itu banyak macamnya, ada yang merusak dan adapu- la yang tidak, maka tidak boleh menuduh seseorang bahwa dirinya adalah seorang penipu secara mutlak, padahal mungkin saja dirinya hanyalah pernah berbohong dalam satu hal saja, tidak mencakup ber-bagai aspek, dan aib tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengeluarkannya dari sifat adilnya.

•    Demikian juga dengan qadar atau takdir dan juga penghinaan yang mungkin pernah dilontarkannya, kedua hal ini tidak dapat pula dijadikan alasan untuk menolak hadis- hadis yang diriwayatkannya dan tidak boleh merusak hal-hal baik lainnya yang terdapat di dalam dirinya, dan be- nar saja, hal (yang dituduhkan) ini tidak dapat kita temukan di dalam kitab ini.

Setelah itu, mereka mengemukakan pendapat mereka yang berisikan penolakan dan bantahan mereka terhadap kejelekan-kejelekan yang dituduhkan kepada Ibnu Ishak, mereka memaparkan penolakan dan bantahan tersebut satu persatu. Sebagaimana tuduhan yang dikemukakan oleh Makki bin Ibrahim bahwasanya dirinya meninggalkan segala hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dan tidak menjadikannya sebagai referensi. Dan juga seperti perkataan Yazid bin Harun: bahwasanya dirinya meriwayatkan banyak hadis dari orang-orang Madinah, akan tetapi manakala ia meriwayatkan sebuah hadis dari mereka yang mereka dapatkan darinya (yang dimaksud adalah Ibnu Ishak), maka mereka akan bungkam. Sebagaimana pula yang dikemukakan oleh Ibnu Numair: "Sesungguhnya dirinya (Ibnu Ishak) meriwayatkan hadis-hadis yang bathil dari orang-orang yang tidak paham dan bodoh. Dan masih banyak lagi pendapat- pendapat miring tentang Ibnu Ishak selain yang kami sebutkan ini, karena tidak mungkin kami paparkan dan kemukakan seluruhnya di sini. Lalu kami akan membantah apa yang dikatakan dan dituduhkan tersebut terhadapnya. Karena sesungguhnya pembicaraan tentang hal ini merupakan sesuatu yang tidak jelas, atau samar-samar, dan memperbanyak serta memperpanjang masalah, dan membahasnya akan sangat membosankan. Maka hal yang seharusnya kita lakukan adalah bahwa memuji dan mengapresiasi segala sesuatu yang telah diusahakannya itu lebih baik daripada sekedar menuduh yang bukan-bukan baginya."

Keduanya (Khathib al-Baghdadi dan Ibnu Sayyid an-Nas) berkata (dalam bantahan keduanya terhadap apa yang dituduhkan kepada Ibnu Ishak di atas):

"Adapun yang dikatakan oleh Makki bin Ibrahim, bahwasanya dirinya meninggalkan segala hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dan tidak menjadikannya sebagai referensi. Dia beralasan bahwa dirinya mendengarnya meriwayatkan hadis-hadis tentang beberapa sifat, lalu tidak senang terhadapnya, padahal hal itu bukan merupakan perkara yang besar. Karena sesungguhnya sekelompok Ulama Salaf memberikan keringanan dalam meriwayatkan hal yang lebih berat lagi dari itu, dan tidak perlu untuk menta'wil hal tersebut, khususnya apabila hadis tersebut mengandung suatu hukum atau perkara dan masalah yang lainnya, karena sesungguhnya hadis-hadis ini merupakan bagian dari hal ini.
 
Sedangkan kabar yang dikemukakan oleh Yazid bin Harun: bahwasanya dirinya meriwayatkan banyak hadis dari orang-orang Madinah, akan tetapi manakala ia meriwayatkan sebuah hadis dari mereka yang mereka dapatkan darinya (yang dimaksud adalah Ibnu Ishak), maka mereka akan bungkam. Dalam hal ini ia tidak menjelaskan mengapa alasan mereka bungkam dan tidak menanggapi hadis yang diriwayatkannya, dan apabila ia tidak menyebutkan alasannya, maka itu berarti ia tidak mengemukakan sesuatu lain selain hanya dugaan dan prasangka semata, dan kami tidak akan dapat memutuskan bahwa keadilan seseorang yang didapatkan dari hasil prasangka semata itu merupakan sebuah aib dan cacat."

•    Selanjutnya, tentang pendapat Ibnu Numair: "Sesungguhnya dirinya (Ibnu Ishak) meriwayatkan hadis-hadis yang bathil dari orang-orang yang tidak paham dan bodoh. Maka kalaulah ia meriwayatkan hadis bukan kepada orang yang tsiqah dan adil, maka berar ti ia memperkeruh masalah dengan menuduh apa yang ada di antaranya dan orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya. Adapun jika di dalam dirinya terdapat sifat tsiqah dan adil, maka perkara keburukan yang dimiliki oleh orang-orang yang diduga bodoh itu harus ditujukan kepada diri mereka, dan jangan di- sangkut pautkan kepada dirinya." • Selanjutnya ada lagi tuduhan yang dilontarkan kepada Ibnu Ishak bahwasanya ia meriwayatkan beberapa syair, lalu mendatangkan syair-syair tersebut, kemudian diminta untuk memasukkan syair-syair tersebut ke dalam kitab Sirahnya., walhasil ia pun menerima permintaan tersebut. Keadaan yang sesungguhnya adalah bahwa hal ini merupakan hak pribadi Ibnu Ishak, jika dia tidak berada di dalam proses periwayatan dan penyampaian riwayat, maka ia boleh dikatakan salah dalam menyajikan pengetahuannya dengan menggunakan syair. Akan tetapi, ia menerima syair-syair tersebut dari guru- gurunya, baik itu syair yang baik ataupun yang buruk. Dan seandainya Ibnu Ishak mengikuti perasaannya dan menempat- kan dirinya sebagai kritikus syair, maka ia akan meringkas kitabnya karena terlalu banyak dugaannya tentang riwayat- riwayat yang maudhu' atau dibuat-buat, dan akan sedikit pula orang- orang yang berkonsentrasi dalam mengkaji kitab Sirahnya. sepeninggalnya, tahun demi tahun.

Dan apabila kita telah selesai membahas hal ini tentang kehidupan Ibnu Ishak, maka kita tidak akan mendapati di hadapan kita ungkapan yang lebih baik dari apa yang dikatakan oleh Ibnu 'Adi menutup pembahasan ini, ketika dia berkata: "Dan seandaianya Ibnu Ishak tidak memiliki kelebihan dan keutamaan apapun, kecuali bahwasanya dirinya hanya mendapatkan perintah untuk menu- lis kitab dari raja, yang tidak akan mungkin didapatkan darinya bahwa dia menyibukkan diri dengan membahas peperangan yang di- lalui oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dibangkitkan dirinya menjadi Rasul, serta kelahiran dirinya ke dunia ini, niscaya keutamaan dan kelebihan ini lebih berhak disandang oleh Ibnu Ishak, dan sungguh hadis-hadis yang diriwayatkan olehnya telah tersebar luas di jagat raya ini, maka aku tidak mendapati bawa hadis yang diriwayatkannya tersebut dihukumkan sebagai hadis yang dha 'if atau lemah. Adapun apabila terdapat kesalahan di sana-sini, maka itu merupakan suatu hal yang wajar dan sering dialami pula oleh yang lainya. Para ulama dan imam-imam yang Tsiqah pun tidak ada yang bertolak belakang dengan hadis-hadis yang diriwayatkannya. Imam Muslim mengeluarkan hadis yang diriwayatkannya dalam bab: pembai'atan, begitu pula dengan Imam Bukhari yang menguatkan hadis tersebut di beberapa tempat, begitu juga ada imam-imam lainnya yang meriwayatkan hadis darinya, seperti: Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah.
 
Mengenal Ibnu Hisyam

Asal-usul dan Keturunannya
la bernama Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin Abu Ayyub al-Humairi. Ada- pula sebagian riwayat yang menghubungkannya kepada kabilah Mu'afir bin Ya'fur, mereka itu merupakan suku atau kabilah yang besar, kemudian sebagian besar dari mereka merantau dan berimigrasi ke Mesir. Ada juga yang mengatakan bahwa dirinya termasuk suku Dzuhal, serta ada pula yang mengemukakan bahwa dirinya berasal dari suku Sadus. Tidak ada seseorang pun yang dapat memastikan dan memaparkan alasannya secara rinci dan detail, sebenarnya ini merupakan sebuah resiko yang wajar dihadapi dan diterima oleh orang yang suka berpindah- pindah dari satu negeri ke negeri lain. Dia tidak hidup bersama keluarganya dan berada di tengah-tengah mereka. Lalu keluarganya juga -di samping ini- bukan merupakan sebuah keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi dan selalu dicari dan dijaga manusia dan tidak pula diburu periwayatannya.

Pertumbuhannya
la tumbuh dan berkembang di Bashrah, kemudian pindah dan merantau ke Mesir. Demikianlah beberapa riwayat yang sampai kepada kami, dan tidak ada satu riwayat- pun yang mengatakan bahwa Ibnu Hisyam pernah tinggal kecuali di kedua Negara ini. Akan tetapi, kami mengira bahwasanya per- jalanan hidup Ibnu Hisyam tidak hanya di kedua Negara ini saja, khususnya pada masa di mana ilmu berkembang dan disampaikan secara sima' atau mendengarkan langsung, dan pada saat itu banyak sekali orang-orang merantau hanya untuk mencari ulama guna menuntut ilmu dari mereka.

Kelahiran dan Kematiannya
Pendapat tentang tempat dan tahun kelahiran Ibnu Hisyam tidak hanya terpaku pada satu pendapat saja, oleh sebab itu ada yang mengatakan bahwa dirinya meninggal dunia pada tahun 218 H. dan ada pula kelompok lain yang berpendapat bahwa Ibnu Hisyam menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 213 H.

Apabila berita tentang kewafatannya saja mempunyai beberapa versi pendapat, maka wajar kiranya jika tidak ada orang tahu pasti tentang tempat dan tanggal kematian orang yang suka merantau ini. Pendapat yang sangat mendekati kebenaran adalah bahwa dirinya mengunjungi Negara lain dulu sebelum akhirnya tinggal di Mesir. Oleh karena itu, maka jadilah hari kelahiran Ibnu Hisyam sebagai rahasia yang terkubur dalam catatan sejarah.

Kedudukannya

Ibnu Hisyam merupakan seorang ulama yang mahir di bidang Nahwu dan Bahasa Arab. Bahkan Imam adz-Dzahabi dan Ibnu Katsir pernah memberitahukan bahwasanya ketika Ibnu Hisyam datang ke Mesir, dirinya pernah bergabung dan berkumpul bersama Imam Syafi'i, lalu keduanya sangat menguasai dan pandai sekali dalam membuat syair-syair Arab. Akan tetapi menurut kami, ini merupakan pendapat yang sangat asing dan jauh dari kebenaran, karena kami tahu bahwa pada saat Ibnu Hisyam menukil beberapa syair dari Ibnu Ishak di dalam kitab ini, banyak sekali syair yang ditulisnya dengan salah, serta ia tidak dapat mengungkapkan syair tersebut dengan pendapatnya sendiri, seraya berkata:

"Demikianlah seorang ulama menceritakan dan meriwayatkan kepada kami di dalam sebuah syair."

Ia hanya dapat menukil syair itu dari orang lain, dan tidak mampu mengungkapkan perasaannya ke dalam bait-bait syair.

Peninggalannya
Ibnu Hisyam merupakan seorang pengarang buku, dia mengarang banyak sekali kitab dalam beberapa bidang. Oleh karenanya, maka ia mempunyai buku-buku lain selain kitab yang berkaitan dengan Syarah Ibnu Ishak, di antara buku-buku itu adalah: Syarhu Mawaqa'a fi Asy'ar as-Sair Minal Gharib, at-Tijan li Ma'rifah Muluk az-Zaman, dan kitab ini baru diterbitkan baru-baru ini. Beberapa hal di atas merupakan pema- paran singkat kami tentang pribadinya, kami pun telah membahas beberapa hal yang menyangkut dirinya pada pembahasan seputar berita dan cerita mengenai sejarah dan biografinya, dia merupakan seorang ahli biografi dan sejarah, yang berkontribusi menyelesaikan kitab Sirah Ibnu Ishak, dan menisbatkan kitab tersebut kepada dirinya, pada akhirnya kitab ini pun terkenal dengan namanya, dan kelebihan serta dedikasinya pada kitab tersebut, tidak kalah dari Ibnu Ishak pula. Inilah yang dapat kami persembahkan, setelah kami menunjukkan usaha kecil kami dalam kitab Sirah ini, kami pun akan mempersembahkan juga cetakan yang kedua darinya dalam formulasi yang menarik ini, dengan harapan agar kami bisa menjadi orang yang selalu dekat dengan Taufiq Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendekati kebenaran.[]

LihatTutupKomentar