Terjemah Tahafut al-Tahafut Ibnu Rushdi

Judul kitab/buku: Terjemah Kitab Tahafut al-Tahafut (Kerancuan dari Kerancuan Filsafat) Penulis/pengarang: Ibn Rushd / Ibnu Rusyd / Ibnu Rusydi

Terjemah Tahafut al-Tahafut

Judul kitab/buku: Terjemah Kitab Tahafut al-Tahafut (Kerancuan dari Kerancuan / Kerancuan kitab al-Tahafut-nya al-Ghazali)
Judul asal: Tahafut al-Tahafut / Tahafut at-Tahafut
Judul asal dalam teks Arab: تهافت التهافت
Judul bahasa Inggris: The Incoherence of the Incoherence
Penulis/pengarang: Ibn Rushd / Ibnu Rusyd / Ibnu Rusydi / Averroes
Nama lengkap: Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibn Rusydi (Rushd)
Tempat, tahun lahir: 14 April , 1126, Córdoba / Kordoba, Spanyol.
Tempat, tahun wafat: 10 December , 1198 (usia 72 tahun), Marrakesh, Maroko/Maghribi.
Bidang studi: Tasawuf, filsafat
Penerjemah:


Daftar Isi

  1. Biografi Ibnu Rushd
  2. Profil Kitab Tahafut al-Tahafut
  3. Footnote
  4. Daftar Pustaka
  5. Download Terjemah Tahafut at-Tahafut
  6. Download Tahafut al-Tahafut versi Arab 
  7. Download Tahafut al-Tahafut versi Inggris
  8. Kitab Filsafat Lain:
    1. Terjemah Tahafut al-Falasifah al-Ghazali 
    2. Terjemah Sullam al-Munawraq 
  9. Daftar Isi Kitab Tahafut al-Tahafut
    1. Pengantar  
    2. Bismillahirrahmanirrahim
    3. Tentang Ibnu Rusyd
    4. Tentang Kitab Tahafut al-Tahafut
    5. Sarkasme Mutual antara al-Ghazali dan Ibnu Rusyd
    6. Masalah Pertama
    7. Penggugat Pernyataan para Filosof
    8. Masalah Eternalitas Alam (Qidam al-Alam)
    9. Dalil Pertama
    10. Dalil Kedua
    11. Dalil Ketiga
    12. Dalil Keempat
    13. Masalah Kedua
    14. Sanggahan terhadap para Filosof tentang Keabadian Alam, Masa dan Gerak
    15. Dalil Kedua tentang Anihilisasi (Ketiadaan) Alam
    16. Masalah Ketiga
    17. Argumen Pertama
    18. Argumen Kedua
    19. Argumen Ketiga
  10. Daftar Kitab terbaru

Biografi Ibnu Rushd

Nama lengkapnya Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibn Rusyd dengan gelar Abul Walied. Ibn Rusyd lahir pada tahun 520 H/ 1126 M di kota Cordova ibu kota Andalusia wilayah ujung barat benua Eropa. Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol).4

Ibn Rusyd adalah seorang filosof Islam terbesar yang di belahan barat dunia di Eropa pada zaman pertengahan dengan sebutan “Averrois”. Keluarga Ibn Rusyd sejak dari kakeknya, tercatat sebagai tokoh keilmuan. Kakeknya menjabat sebagai Qadhi di Cordova dan meninggalkan karya-karya ilmiah yang berpengaruh di Spanyol, begitu pula ayahnya. Maka Ibn Rusyd dari kecil tumbuh dalam suasana rumah tangga dan keluarga yang besar sekali perhatiannya kepada ilmu pengetahuan. Ia mempelajari kitab Qanun karya Ibn Sina dalam kedokterandan filsafat di kota kelahirannya sendiri.5

Keluarga Ibn Rusyd yang besar mengutamakan ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu faktor yang ikut melempangkan jalan baginya menjadi ilmuan. Faktor lain bagi keberhasilannya adalah ketajaman berpikir dan kejeniusan otaknya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika ia dapat mewarisi sepenuhnya intelektualitas keluarganya dan berhasil menjadi seorang sarjana yang menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti hukum, filsafat, kedokteran, astronomi, sastra arab dan lainnya.

Ibn Rusyd dipandang sebagai pemikir yang sangat menonjol pada periode perkembangan filsafat Islam mencapai puncaknya. Keunggulannya terletak pada kekuatan dan ketajaman filsafatnya yang luas serta pengaruhnya yang besar terhadap perkembangan pemikiran di Barat. Filsafatnya merembes dari Andalusia (Spanyol) ke seluruh negeri-negeri Eropa, dan itulah yang menjadi pokok pangkal kebangkitan bangsa-bangsa Barat. Pada tahun 1169 M.

Ibn Tufail membawa Ibn Rusyd (ketika itu umurnya 43 tahun) ke hadapan sultan yang berpikiran maju dan memberi perhatian kepada bidang ilmu, yaitu Abu Ya’qub Yusuf yang memberinya tugas untuk menyeleksi dan mengkoreksi berbagai syarah (komentar) dan tafsir karya-karya Aristoteles, sehingga ungkapan-ungkapannya lebih kena dan bersih dari banyak cacat karena keteledoran transkrip maupun
kekeliruan para penulis sejarah dan penafsir lainnya.

Ketika Ibn Tufail memasuki usia senja tahun 1182 M., Ibn Rusyd (dalam usia 56 tahun) menempati jabatan sebagai dokter pribadi Sultan Ya’qub di istana Marakish. Sebagai seorang filosof pengaruhnya di kalangan istana tidak disenangi oleh kaum ulama dan fukaha. Bahkan ia dituduh membawa filsafat yang menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, Sebagai akibatnya ia ditangkap dan dan diasingkan ke suatu tempat bernama Lucena daerah Cordova Tindakan kaum ulama dan fukaha tidak hanya sampai di situ, bahkan membawa pengaruh yang menyebabkan kaum filosof tidak disenangi lagi.6

Di kalangan ilmuwan muslim, Ibnu Rusyd dikenal sebagai seorang ulama yang mampu memadukan antara agama dan filsafat guna mencerahkan dan membela dirinya dari dakwaan zindiq dan keluar dari agama. Hal ini juga memberi penjelasan bahwa kesibukannya dengan filsafat tidaklah membuat aqidah dan agamanya menjadi rusak. Sebab filsafat tidaklah bertentangan dengan agama, sedang agama tidak
mengingkari filsafat, bahkan justru menganjurkan dan menyerukannya, karena agama memerintahkan untuk meneliti dan merenungkan alam rayaa (al falaq, kosmos), jiwa-jiwa, wujud-wujud (eksistensi). Secara umum berfilsafat itu tak lain adalah meneliti wujud-wujud dari sisi penunjukannya atas adanya Pencipta.7

Dalam memadukan agama dan filsafat ini dibahas dalam buku Fashl al-Maqal, di mana filsafat dinyatakan tidak bertentangan dengan agama karena fungsi filsafat tidak lain hanyalah untuk memikirkan yang maujud agar membawa kepada ma’rifat pada Allah. Dan al-Quran dengan berbagai ayatnya menganjurkan manusia untuk bernazhar. Kalau kelihatannya ketidakserasian antara zhahir nash wahyu dengan hasil nazhar (filsafat) itu, maka jalan keluarnya adalah dengan jalan ta’wil. Dalam
memahami Qur’an ini, manusia terbagi kepada tiga golongan yaitu burhaniyyun, jadaliyyun dan khithabiyyun.

Ibnu Rusyd juga menghasilkan banyak karya tulis. Suatu ketika semua buku Ibn Rusyd diperintahkan untuk dibakar oleh orang-orang yang dengki kepadanya, kecuali mengenai ilmu-ilmu kedokteran, matematika dan astronomi. Ia pun diumumkan keseluruh negeri sebagai penyeleweng dan menjadi kafir. Setelah Ibn Rusyd dipindahkan ke Maroko dan meninggal di sana pada tahun 1198 dalam usia 72
tahun.8

Buku-bukunya adakalanya merupakan karangan sendiri, atau ulasan atau ringkasan. Karena sangat tinggi penghargaannya terhadap aristoteles, maka tidak mengherankan jika dia memberi perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan meringkaskan filsafat Aristoteles. Buku-buku yang lain yang diulasnya adalah buku Karangan Plato, Iskandar Aphrodisias, Plotinus, Galinus, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, dan Ibn Bajjah.9

Ibnu Rusyd banyak mengarang buku-buku dan risalah tentang hukum islam, kedokteran, astronomi, teologi, filsafat dan ilmu-ilmu lain yang dikenal pada masanya. Namun sebagian besar karangan-karangannya masih dalam bahasa Ibrani atau Latin.10

Produktifitas karangan-karangannya itu karena dia memang sosok yang mengabdikan ilmu baik lewat belajar mengajar, membaca dan mengarang buku.Tidak satu haripun yang lewat tanpa belajar kecuali dua malam saja, yaitu malam perkawinannya dan meninggalnya sang ayah.11

Diantara karya-karyanya, ada yang hasil karyanya sendiri dan ada yang merupakan ulasan terhadap karya Aristoteles, sehingga ia disebut komentator Aristoteles.

Karya-karya aslinya dari Ibn Rusyd yang penting, yaitu:
1. Tahafut al-Tahafut12
2. Kulliyat fit Thib (Aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
3. Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri dari 12 bab.
4. Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
5. Taslul, Tentang Ilmu kalam.
6. Kasful Adillah, Sebuah buku Skolastik, buku filsafat dan agama.
7. Muwafaqatil hikmatiwal Syari’ah, persamaan filsafat dengan agama.
8. Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan alasan-
alasannya masing- masing.
9. Risalah al-kharaj (tentang perpajakan)
10. Al-da’awi, dan lain-lain.13


Profil Kitab Tahafut al-Tahafut

Melalui buka Tahafut Al-Falasifah, kekacauan pemikiran para filosof, Al-Ghazali melancarkan kritik keras terhadap para filosof dalam 20 masalah, tiga dari masalah tersebut menurut Al-Ghazali dapat menyebabkan kekfiran, permasalahan dimaksud,: Pertama: Qidamnya alam, Kedua; tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam, ketiga: tidak adanya pembangkitan jasmani.

Sehubungan dengan serangan dan pengkafiran Al-Ghazali itu, Ibnu Rusyd tampil membela para filosof dari serangan dan pengkafiran, dalam rangka pembelaan itulah ia menulis buku tahafut al-tahafut kekacauan dalam kekacauan, yang menunjukan secara tegas bahwaAl-Ghazalilah yang sebenarnya yang dalam kekacauan pemikiran bukan para filosof, berikut penjelasan Ibnu Rusyd terhadap Al-Ghazali
dalam tiga masalah tersebut.

1. Pendapat Filosof Tentang Qidamnya Alam
Pendapat filosof bahwa alam kekal dalam arti tidak bermula tidak dapat diterima kalangan teologi islam, sebab menurut konsep teologi islam, tuhan adalah pencipta, yang di maksud pencipta adalah, mengadakan sesuatu dari tiada, (creation ex nihilio), kalau alam tidak dikatakan tidak bermula, berarti alam bukanlah diciptakan, dengan demikian tuhan bukanlah pencipta, pendapat seperti ini membawa kekufuran, demikian gugatan Al-Ghazali, dalam kitabnya tahafut al-falasifah.

Ibnu Rusyd, begitu pula para filosof lainnya berpendapat bahwa creatio ex nihilio tidak mungkin terjadi. Dari yang tidak ada atau kekosongan tidak mungkin berubah menjadi ada. Yang mungkin terjadi ialah “ada” yang berubah menjadi “ada” dalam bentuk lain.23 

Pernyataan bahwa creatio ex nihilio tidak didukung oleh dasar syari’at yang kuat, disanggah oleh Ibn Rusyd. Tidak ada ayat yang mengatakan bahwa Tuhan pada mulanya berwujud sendiri, yaitu tidak ada wujud selain dari dirinya, dan kemudian dijadikanlah alam ini. Ini kata Ibn Rusyd hanyalah merupakan pendapat dan Interpretasi kaum teolog.24

Ibnu Rusyd begitu pula para filosof lainya berpendapat bahwa creation exnihilio, tidak mungkin terjadi dari yang tidak ada (al-‘adam) dari kekosongan, tidak mungkin berubah menjadi ada, (alwujud), yang mungkin terjadi ialah”ada”, yang berubah menjadi “ada” dalam bentuk yang lain.

Pernyataan bahwa creation ex nihilio tidak di dukung oleh dasar syariat, yang kuat, di sanggah oleh Ibnu Rusyd, tidak ada ayat yang mengatakan bahwa tuhan pada mulanya berwujud sendiri, yaitu tidak ada wujud selain dari dirinya, dan kemudian barulah dijadikan ala mini kata Ibnu Rusyd hanyalah merupakan pendapat dan interpretasi kaum teolog.

2. Pendapat Filosof Tentang Pengetahuan Tuhan
Masalah yang kedua yang di gugat oleh Al-Ghazali dan dianggapnya dapat membawa kekufuran ialah masalah tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam.

Pernyataan yang mengatakan bahwa tuhan hanya mengetahu tentang dirinya tetapi pengetahuan nya itu bersifat kulli, tidak dapat dibenarkan sebab menurut Al-Ghazali setiap yang maujud ini diciptakan karena kehendak tuhan dan juga setiap yang terjadi di ala mini atas kehendaknya, tentunya seluruhnya itu diketahui oleh tuhan, sebab yang berkehendakharuslah mengetahui yang dikehendakinya, jadi tuhan tentunya mengetahuisegala sesuatu secara rinci.

Kalau Al-Ghazali mengatakan menurut para filosof tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam, maka oleh Ibnu Rusyd dijawab, Al-Ghazali dalam hal ini salah faham, sebab para filosof tidak ada yang pernah mengataka demikian, yang ada adalah pendapat mereka bahwa, pengetahuan tentang perincian yang terjadi, di alam tidak sama dengan pengetahuan manusia, tentang perincian itu, jadi
menurut Ibnu Rusyd, pertentangan antara Al-Ghazali dan para filosof timbul dari penyamaan pengetahuan tuhan dengan pengetahuan manusia, pengetahuan manusia tentang perincian diperoleh dari indra, dan dengan panca indra ini pulalah pengetahuan manusia tentang sesuatu, selalu berubah dan berkembang, sesuai dengan pengindraan, yang dicernanya, sedangkan pengetahuan tentang kulliyah,
diperoleh melalui akal, dan sifatnya tidak berhubungan langsung dengan rincian-rincian (juziyah) yang materi itu.

Selanjutnya, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa, penegetahuan tuhan merupakan sebab (bagi wujudnya perincian) yang tidak berubah oleh perubahan yang dialami juziyah. Tuha juga mengetahui apa-apa yang terjadi dan sesuatu yang telah terjadi, penegetahuan tuha tidak dibatasi oleh waktu, yang telah lampau, sekaranmg, dan akan datang, pengetahuannya bersifat qadim, yang semenjak azali tuhan mengetahui segala hal-hal yang terjadi di alam, betapapun kecilnya, meskipun demikian pengetahuan tuhan tdak dapat diberi sifat, kulliyah atau juziyah, sebab kedua sifat itu merupakan kategori-kategori, manusia, bukan merupakan kategori ilahi sebenarnya bentuk pengetahuan tuhan tidak dapat diketahui kecuali oleh tuhan sendiri.

Demikian Ibnu Rusyd berkesimpulan bahwa tuhan mengetahui segala sesuatu, tetapi dengan cara yang berbeda, dengan cara manusia mengetahui disebabkan pengetahuan tuhan menjadai sebab adanya segala sesuatu, sedangkan pengetahuan manusia, yang serba terbatas adalah effek dari pada adanya segala sesuatu di ala mini, yang dapat ditangkapnya melalui indra.

3. Pendapat Filosof Tentang Bangkitnya Jasmani
Masalah ketiga yang digugat oleh Alghazali, dan dianggapnya dapat membawa kekafiran ialah pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani di akhirat oleh para filosof, al-ghzali dalam kita Tahafut al-Falasifah telah mengkafirka filosof yang mengatalkan bahwa di akhirat nanti mansuia akan dibangkitkan kembali dalam wujud rohani, tidak dalam wujud jasmani. Pengkafiran ini, menurut Al-Ghazali karena pendapat para filosof tersebut sangant bertentangan dengan ayat-ayat a;-quran yang dengan jelas dan tegas menyatajan bahwa manusia akan mengalami berbagai kenikmatan jasmani di dalam surga, atau kesengsaraan jasmani di neraka. Ajaran al-qur’an dalam masalah ini tidak dapat ditakwilkan.

Dalam membantah gugatan dan vonis Al-Ghazali, Ibnu Rusyd bahwa filosof tidak menolak adanya kebangkitan bahkan semua agama samawi mengakuai kebangkitan ukhrowi, hanya saja sebagian berpendapat bahwa kebangkitan tersebut dalam bentuk rohani, dan sebagian yang lain berpendapat bahwa, dalam bentuk rohani dan jasmani sekaligus.

Meskipun Ibnu Rusyd cendrung berpendapat bahwa kebangkitan di akhirat nanti dalam wujud rohani saja, ia tidak menafikan kemungkinan kebangkitan jasmani bersama-sama rohani. Kalupun kebangkitan ukhrowi tersebut dalam bentuk fisik dimana ruh-ruh akan menyatu kembali dengan jasad debagiman keadaanya semula di dunia. Tetapi jasad tersebut bukanlah jasad yang ada di dunia itu sendiri, sebab jasad yang di dunia telah hancur dan lenyap disebabkan kemtian, sedangkan yang hancur mustahil kembali seperti semula. Para filosof menolak konsep kebangkitan jasmani, karena meraka menganggap hal tersebut mustahil, menurut mereka unsur-unsur fisik manusia yang telah mati akan diproses oleh alam.proses alam panjanng tersebut, tidak menutup kemungkinan merubah unsur pertama menjadi bagian dari fisik mansia yang lain, dengan demikian jika kebangkitan ukhrowi manusia dalm bentuk fisiknya yang semuala, maka terdapat kemungkinan manusia yang dibangikitkan dalam bentuk fisik yang tidak sempurna.

Ibnu Rusyd sendiri melihat bahw adanya pertentangan did lam pendapat Al-Ghazali dalam bukunya tahafuth al-falasifah, Al-Ghazali mengatakan bahwa, kebangkitan tidak hanya dalam bentuk rohani, tetapi dalam tulisannya, yang lain pada buku yang berbeda, ia mengatakan bahwa kebangkitan, bagi kaum sufi akn terjadi hanya dalam bentuk rohani tidak dalam bentuk jasmani karena itu, alghazali
telah membatalkan sendiri gugatan dan vonisnya terhadap para fisuf, sejarah kehidupan Al-Ghazali menunjukan bahwa ia terakhir adalah sebagai tokoh sufi. 

Sunguh pun Demikian Ibnu Rusyd berpendapat bahwa, bagi orang awam soal pembangkitan itu perlu digambarkan dalam bentuk jasmani, dan tidak hanya dalam bentuk ruhani, karena pembangkitan jasmani lebih mendorong bagi kaum awam untuk melakukan pekerjaan baik dan meninggalkan perbuatan jahat.

Dari penjelasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat antara Al-Ghazali dan kaum filosof tentang arti baru dan qadim. Baru menurut Al-Ghazali berarti mewujudkan dari tiada, sedangkan menurut kaum filosof kata itu berarti mewujudkan yang tak bermula dan tak berakhir. Sedangkan qadim menurut Al-Ghazali ialah suatu yang berwujud tanpa sebab, sedangkan menurut kaum filosof adalah tidak selalu tanpa sebab bisa juga berarti sesuatu yang berwujud dengan sebab.

Al-Ghazali telah salah memahami pendapat para filosof, bahwa sebenarnya para filosof tidak mengatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang sifatnya particular, namun untuk mengetahui hal itu Tuhan dapat mengetahuinya dengan pengetahuan tuhan yang sifatnya Kully.

Dalam persoalan jasmani, Ibn Rusyd dan Al-Ghazali tidak jauh berbeda karena Ibn Rusyd tidak menafsirkan adanya kebangkitan jasmani dan ruhani, tetapi itu dipergunakan untuk penjelasan bagi orang awam karena hal-hal yang bersifat ruhani jauh lebih tinggi daripada hal-hal yang bersifat materil.

Kesimpulannya, Kontroversi Pemikiran filsafat antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, bukan terletak pada konsep filsafat, tetapi terletak pada terdapatnya perbedaan anggapan terhadap eksistensi filsafat itu sendiri. Al-Ghazali adalah orang yang menentang filsafat dan menyerang filosof tertentu dengan tuduhan “Kafir”, sementara Ibnu Rusyd adalah seorang filosof Islam yang dituntut untuk membela
keberadaan filsafat.

Jadi meskpun dari kedua judul kitab tersebut mengindikasikan meletusnya api peperangan antara al-Ghazali di satu sisi dan Ibnu Rusyd, yang mewakili filosof lain.

Namun sebenarnya itu hanyalah bunyi terompet pertanda perang. Adapun perang yang sebenarnya adalah perang ide, gagasan, nalar dan pemikiran serta perang dalil. Inilah yang dapat ditelusuri pada ruas kedua tokoh tersebut. []

Footnote

3 lihat dalam M. Azhar, Filsafat Politik: Perbandingan Islam dan Barat, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1996, hal 89 yang mengutip pendapat Ghazali dalam kitab Al-Iqtishad wa al-Iqtiqad. 

4 Muhammad Iqbal, Ibnu Rusyd dan Averroisme, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004) h. 

5 ibid 

6 Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang; Dina Utama Semarang,
1993), h.86

7 Abdul Maqsud Abdul Ghani Abdul Maqsud, Agama dan Filsafat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000), h. 6b

8 ibid

9 Ahmad Hanafi, Pengantar filsafat islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1991) h.

10 M.Yusuf Musa, Bayn al-Din wa al-Falsafat Fi Ra’yi Ibn Rusyd wa Falasifat al ‘Asr al Wasith, (Kairo: Dar al-Malarif,1980), h. 44

11 Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Ibnu Rusyd Filsof Islam Terbesar di Barat(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h.32

12 (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan Al-Ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.

13 Thawil Akhyar Dasoeki, Kompilasi.................., h. 86

20 Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah................., h. 213

21 Ibid, 301

22 Ibid, 302

23 De Boer, T.J., Tarikh al-Falsafah fi al-Islam, terjemahan Arab oleh Abd. Al-Hadi Abu Raidah. (Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1938), h. 260.

24 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme, h. 44.

 DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zainal Abidin. Riwayat Ibnu Rusyd, Jakarta: Bulan Bintang, 1975

___________, Negara Bermoral Menurut Al-Ghazali, Jakarta, Bulan Bintang, 1979. 

Al-Gozali, Imam. Tahafut al-Falasifah, Bandung: Pustaka Marja, 2000.

Azhar, M. Filsafat Politik: Perbandingan Islam dan Barat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Dasoeki, Thawil Akhyar. Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, Semarang: Dina Utama Semarang, 1993

Hadiwijoyo, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat I, Yogyakarta: Kanisius,1980.

Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

Iqbal, Muhammad. Ibnu Rusyd dan Averroisme, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004.

Madjid, Nurcholish. Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1984

Maqsud, Abdul Ghani. Agama dan Filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Musa, M.Yusuf, Bayn al-Din wa al-Falsafat Fi Ra’yi Ibn Rusyd wa Falasifat al ‘Asr al Wasith, Kairo: Dar al-Malarif, 1980.

Qardhawy, Yusuf. Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Rusyd, Ibn. Tahafut at-Tahafut, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet II. 2010

Download Terjemah Tahafut al-Tahafut

Download Kitab Tahafut al-Tahafut versi Arab

Download The Incoherence of Incoherence 

LihatTutupKomentar