Adab Tata Cara Beribadah

Adab Tata Cara Beribadah Adab Bangun Dari Tidur Adab Memasuki Kamar Kecil Adab Berwudu Adab Mandi Adab Bertayamum Adab Keluar Menuju Masjid Adab Memas

Adab Tata Cara Beribadah
 Nama kitab: Terjemah Maroqil 'Ubudiyah: Syarah Bidayatul Hidayah
Nama kitab asal: Maraqi al-Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayah (مراقي العبودية شرح بداية الهداية)
Ejaan lain:  Maraaqi al-Ubuudiyyah Sharh Bidayat al-Hidaayah, Maraaqi al-Oboodiyah
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Bantenk, Indonesia
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang studi:Tasawuf, sufisme, tarekat, suluk

Daftar Isi

  1. Mengenai Ketaatan
  2. Adab Bangun Dari Tidur
  3. Adab Memasuki Kamar Kecil
  4. Adab Berwudu
  5. Adab Mandi
  6. Adab Bertayamum
  7. Adab Keluar Menuju Masjid
  8. Adab Memasuki Masjid
  9. Adab Di Antara Terbit Hingga Tergelincirnya Matahari
  10. Adab Persiapan Untuk Salat salat Lainnya
  11. Kembali ke: Terjemah Maroqil Ubudiyah

 Mengenai Ketaatan

Perintah-perintah Allah  ada dua macam, yaitu fardu dan nawafil.

 

Fardu merupakan pokoknya, ia ibarat modal dagangan, yang dengannya tercapailah keselamatan dan terhindarlah segala bahaya. Sedang Nawafil (amalan sunah.) adalah keuntungan, yang dengannya tercapailah keberuntungan berupa derajat-derajat. Nabi  bersabda:

 

“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: “Tidaklah orang-orang mendekatkan diri kepadaku seperti menunaikan apa yang Aku wajibkan atas mereka, hamba yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil hingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan lisannya yang digunakannya untuk bicara dan tangannya yang ta gunakan untuk bekerja serta kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”

 

Dalam riwayat Bukhari: “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ketaatan yang lebih Aku sukai daripada melakukan apa-apa yang Aku wajibkan atasnya.”

 

Termasuk dalam lafaz ini adalah semua amal yang fardu ‘ain dan fardu kifayah dan meliputi fardu-fardu yang lahir seperti salat, zakat dan ibadat-ibadat lainnya di samping meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan seperti zina dan pembunuhan. Dan perbuatan batin seperti mengenal Allah dan cinta karena Allah, bertawakal kepada-Nya serta takut kepada-Nya.

 

Yang dimaksud dengan wafawil adalah amalan-amalan sunah yang dilakukan setelah mengerjakan amalan fardu, bukan dengan meninggalkan amalan fardu.

 

Maka Aku menjaga anggota-anggota tubuhnya dan melindungi bagian-bagiannya dari bergerak tanpa rida-Ku dan supaya tidak diam kecuali untuk mentaati Aku.

 

Ada pula makna yang lebih rendah dari itu, yaitu ia tidak mendengar kecuali sebutan nama-Ku dan tidak merenungkan kecuali keajaibankeajaiban dari kerajaan-Ku, tidak menikmati kecuali pembacaan kitabKu, tidak merasa senang kecuali bila bermunajat dengan-Ku, tidak mengulurkan tangannya kecuali dengan sesuatu yang menimbulkan ridaKu dan tidak berjalan dengan kakinya kecuali dalam mentaati Aku.

 

Alhasil, siapa yang berijtihad mendekatkan diri kepada Allah  dengan amalan-amalan fardu dan dibarengi dengan nawafil, maka Allah  akan dekat kepadannya dan mengangkatnya sampai derajat ihsan sehingga ia beribadat kepada Allah   disertai kehadiran hati dan kerinduan kepada Allah  hingga menyaksikan Allah  dengan mata hatinya seakan-akan ia melihat Allah .

 

Orang yang demikian saat itu, hatinya dipenuhi dengan makrifat dan kecintaan terhadap-Nya. Kemudian kecintaannya kepada Allah akan bertambah sampai tidak tersisa lagi di dalam hatinya selain itu.

 

Anggota-anggota tubuhnya tidak bekerja kecuali dengan persetujuan hatinya. Apa yang dikatakan tidak menyisakan di dalam hatinya selain Allah, yakni makrifatullah – cinta Allah dan sebutan-Nya.

 

Wahai pencari derajat yang tinggi, engkau tidak akan sampai ke tingkat ihsan yang wujudnya adalah mengerjakan perintah-perintah Allah  , dengan mengawasi hati dan anggota tubuhmu dengan kedipankedipan matamu dan nafas-nafasmu dari pagi hingga sore.

 

Apabila engkau menginginkan muragabah, maka ketahuilah bahwa Allah  mengetahui isi hatimu dan mengawasi lahir dan batinmu serta mengetahui dengan sempurna semua pandangan dan bisikan hatimu, langkah-langkahmu, seluruh diammu dan gerakmu dalam hal maksiat dan ketaatan.

 

Sesungguhnya di saat bergaul dengan orang banyak maupun menyendiri engkau mondar-mandir di hadapan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang bergerak, melainkan diketahui oleh penguasa langit dan bumi. Allah Y& mengetahui khianat mata sebagai perbuatan yang paling tersembunyi dari perbuatan lahir, yaitu isyarat mata. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syarbini. Dan Allah mengetahui isi hati dan mengetahui rahasia maupun yang lebih tersembunyi dari itu.

 

Ibnu Abbas berkata: “Rahasia adalah apa yang engkau rahasiakan di dalam hatimu. Sedang rahasia yang paling tersembunyi yang dimasukkan Allah  di dalam hatimu dari jauh dan engkau tidak mengetahui bahwa engkau akan mengatakannya di dalam hatimu. Karena engkau tidak mengetahui apa yang engkau rahasiakan hari ini dan tidak tahu apa yang engkau rahasiakan besok sedangkan Allah mengetahui apa yang engkau rahasiakan hari ini dan apa yang engkau rahasiakan besok.”

 

Seorang ulama berkata: “Apabila ahli ibadat selalu mengucapkan Zikir, Allahu syaahidii (Allah menyaksikan aku), Allahu haadhirii (Allah menghadiri aku), maka Allah Ig membantunya untuk melakukan muragabah tersebut.”

 

Dengan itu pengarang telah membimbing ahli ibadat hingga melakukan ibadatnya dengan cara yang lebih sempurna berupa keikhlasan dan kekosongan hati dari urusan-urusan dunia.

 

Barangsiapa sanggup melakukan muraqabah itu dalam ibadatnya dan mengetahui bahwa ia bermunajat dengan Raja’ dari segala raja’, lenyaplah darinya was-was yang timbul dari kebodohan akan jalan-jalan syariat dan keengganan merenungkan makna-makna dari apa yang dikatakannya. Apabila ibadatnya demikian, terbukalah baginya pengetahuan yang sulit digambarkan oleh setiap orang yang arif.

 

Oleh karena itu, hai miskin, beradablah lahir batin dengan akhlak yang baik pada anggota tubuh dan hati dengan melawan keinginankeinginan nafsu yang terlarang seperti cinta dunia dan kepemimpinan di waktu bergaul dengan orang banyak dan ketika engkau menyendiri di hadapan Allah  sebagai hamba yang hina dan berdosa di hadapan Raja Yang Maha Perkasa lagi Maha Penakluk.

 

Seorang ulama berkata: “Apabila engkau ingin melakukan sesuatu, ketahuilah bahwa Allah  lebih dulu hadir dan melihat.”

 

Bilamana sesuatu itu baik, maka lakukanlah dengan kerendahan diri dan khusyuk, yakni dengan suara pelan demi memperhatikan dan mengagungkan Allah  .

 

Kalau tidak bisa, maka tinggalkanlah itu karena takut kepada Allah dan hukuman-Nya. Berusahalah sekuat tenaga untuk menjauhi maksiat dan melakukan ketaatan supaya engkau bisa mencapai tujuan akhir dari pagi hingga sore. Kerjakanlah perintah-perintah Allah  yang sampai kepadamu sejak engkau bangun dari tidurmu hingga saat engkau kembali lagi ke tempat tidurmu.

 Adab Bangun Dari Tidur

 

Apabila engkau bangun dari tidur dan berniat untuk menghasilkan keutamaan terbesar, maka berusahalah sekuat tenaga untuk bangun sebelum terbit fajar, supaya bisa salat di awal waktu, karena salat dalam suasana masih gelap lebih baik daripada salam dalam suasana sudah terang.

 

Apabila seseorang mengerjakan salat pada awal waktu dan masih dalam keadaan gelap, maka para malaikat malam hadir menyaksikan salatnya. Dan apabila salat itu lama disebabkan bacaan yang tartil hingga nampak cahaya, maka para malaikat siang hadir pula sambil menyaksikan salatnya.

 

Juga apabila seseorang mengerjakan salat sejak awal waktu, dengan bacaan yang panjang, maka di tengah-tengah bacaan tersebut alam berubah dari gelap menjadi terang.

 

Kegelapan itu sesuai dengan kehidupan kematian dan ketidakadaan, sedangkan cahaya itu sesuai dengan kehidupan wujud. Maka ketika manusia bangun dari tidurnya, seakan-akan ia berpindah dari kematian menuju kehidupan dan dari tidak ada menjadi ada, dan dari diam menjadi bergerak. Keadaan yang menakjubkan ini menunjukkan kepada akal bahwa tidak ada yang dapat melakukan perubahan ini kecuaii AlKhalig dengan hikmah. Ketika itu akal menjadi terang dengan cahaya makrifat ini dan terbebas dari penyakit hati. Karena kebanyakan manusia ditimpa penyakit hati, yaitu cinta dunia, keserakahan, dengki saling membanggakan diri.

 

Para nabi seperti halnya para dokter mengajak manusia untuk melakukan ketaatan dan ubudiyah mulai bangun dari tidur, karena sangat bermanfaat dan bisa menghilangkan penyakit. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syarbini. Hendaklah mengawali waktu dalam harimu dengan berzikir menyebut asma Allah  .

 

Diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah  bersabda:

 

”Setan mengikat belakang kepala salah seorang dari kamu di waktu tidur dengan tiga ikatan. Ia memukul pada setiap ikatan seraya berkata: Tetaplah di tempatmu, malam masih panjang, maka tidurlah. Jika ia terbangun sambil menyebut nama Allah  terlepasiah satu ikatan. Dan Jika ia salat, terlepaslah seluruh ikatan. Maka ta pun menjadi giat dan baik jiwanya. Kalau tidak, maka ia pun berjiwa buruk dan malas.” Pada waktu itu bacalah:

 

“Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kami dibangkirkan (dari kubur).” (HR. Bukhari dari Hudzaif ah dan Abi Dzar)

 

“Ketika memasuki waktu pagi dan kerajaan itu hanya bagi Allah, keagungan dan kekuasaan itu bagi Allah, keperkasaan dan kekuasaan itu bagi Allah, keperkasaan dan kekuasaan itu bagi Allah Tuhan sekalian alam. Di waktu pagi kami berada di atas agama Islam yang benar dan kalimat ikhlas (syahadat) dan di atas agama Nabi Muhammad  serta agama bapak kita Ibrahim yang lurus sebagai orang muslim dan bukanlah ja termasuk orang-orang musyrik.”

 

Zikir ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

 

“Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu kami memasuki wakru pagi, dengan menyebut nama-Mu kami memasuki waktu sore, dengan menyebut namaMu kami hidup dan dengan menyebut nama-Mu kami mati dan kepadaMu kami kembali. Ya Allah, kami mohon kepada-Mu agar mengarahkan kami pada hari ini kepada setiap kebaikan dan kami berlindung kepadaMu agar kami tidak berbuat kejahatan atau menimpakannya kepada seorang muslim atau seseorang menimpakannya kepada kami. Kami mohon kepada-Mu kebaikan hari ini dan kebaikan segala yang ada di dalamnya dan berlindung kepada-Mu dari keburukan hari ini dan keburukan segala yang ada di dalamnya.”

 

Diriwayatkan dari Abi Hurairah dari Nabi  beliau bersabda:

 

“Apabila seseorang dari kamu bangun, hendaklah ia mengucapkan: Segala puji bagi Allah yang mengembalikan ruhku kepadaku dan menyehatkan aku dalam tubuhku serta mengizinkan aku menyebut nama-Nya.”

 

Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah  bersabda:

 

“Tidaklah seseorang bangun dari tidurnya, lalu mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang menciptakan tidur dan jaga. Segala puji bagi Allah yang membangkitkan aku dalam keadaan selamat dan sempurna. Aku bersaksi bahwa Allah menghidupkan orang mati dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”, kemudian Allah  berkata: ”Benarlah hamba-Ku.”

 

Dari Aisyah  bahwa Rasulullah  apabila bangun di waktu malam, beliau mengucapkan:

 

“Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ampunan atas dosaku dan aku mohon kepada-Mu rahmat-Mu. Ya Allah, tambahlah ilmuku dan jangan sesatkan aku setelah Engkau beri perunjuk kepadaku dan berilah aku rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”

 

Demikianlah disebutkan oleh An-Nawawi dalam kitab Adzkar-nya.

 

Apabila engkau memakai baju, maka niatkanlah mematuhi perintah Allah  untuk menutup auratmu dan waspadalah agar jangan sampai tujuanmu memakai baju untuk riya kepada manusia sehingga engkau rugi.

 

Apabila engkau memakai baju, sandal dan lainnya dengan niat agar dihormati orang banyak atau dicintai para ulama dan pemuka dengan tujuan menguatkan mazhab ahlil hag dan menyiarkan ilmu serta mendorong orang-orang untuk beribadat, bukan sekadar memuliakan diri sendiri maupun untuk memperoleh kesenangan dunia, maka hal itu merupakan kebaikan dan termasuk amal akhirat, karena ini adalah niat terpuji. Yang demikian tidaklah termasuk riya, karena yang dimaksud adalah urusan akhirat. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali dalam bab riya.

 

Salah seorang dari mereka berkata: “Patutlah para ulama dan pelajar di zaman kita ini lebih bagus bajunya, lebih besar surbannya dan lebih luas lengan bajunya daripada orang-orang bodoh, yakni supaya ilmu menjadi kuat dan agung.”

 

Sebagaimana dikatakan oleh Abi Hanifah kepada para pengikutnya: ”Besarkanlah surbanmu dan luaskanlah lengan bajumu supaya orangorang tidak meremehkan ilmu dan ahlinya.”

 

Dari Said bin Malik bin Sinan bahwa Nabi  apabila memakai baju gamish, rida (selendang) atau imamah (surban), beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan pemakarnya.”

 

Dari Mu’adz bin Anas bahwa Rasulullah , bersabda:

 

“Barangsiapa memakai baju baru, lalu mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang memberikan pakatan ini dan mengaruniakannya kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku, melainkan Allah mengampuni dosanya yang terdahulu.”

Adab Memasuki Kamar Kecil

 

Apabila engkau hendak ke kamar kecil (WC), maka dahulukanlah kaki kirimu di waktu masuk dan kaki kananmu di waktu keluar.

 

Semua tempat kotor adalah tempat yang tidak terhormat (hina). Dan setiap memasuki tempat yang kotor, dahulukan kaki kiri. Demikian dikatakan oleh Al-Wana’iy. Janganlah engkau membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah  dan rasul-Nya ke dalam tempat kotor dan janganlah masuk tanpa memakai penutup kepala. Dan cukuplah menutup kepala dengan lengan bajunya untuk melindungi dari gangguan jin sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli. Dan jangan memasukinya dalam keadaan telanjang kaki untuk menghindari najis, saat di depan pintu pada waktu masuk ucapkanlah doa di bawah ini, apabila terlanjur masuk baru ingat, maka ucapkanlah di dalam hati:

 

”Dengan nama Allah, Aku berlindung kepada Allah dari kotoran yang najis, setan yang jahat dan menjadikan jahat, yaitu setan yang terkutuk.”

 

Dalam riwayat Ibnu Adiy:

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu perlindungan dari kotoran yang najis dan setan yang jahat dan menjadikan jahar, yaitu seran yang terkutuk,”

 

Doa ini terdapat pula dalam riwayat Ibnu Abi Ayaibah, tetapi dengan taawud lain.

 

Di waktu keluar dari tempat buang air ucapkan:

 

“Ya Allah, ampunilah aku. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku kotoran yang menggangguku dan menyisakan padaku kekuatan yang berman aat bagiku.”

 

Disunahkan mengucapkan: ”Ghufranaka”, dua atau tiga kali sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana’iy.

 

Hendaklah menyiapkan batu-batu sebelum buang hajat untuk istinja sesuai dengan sabda Nabi : ”Hindarilah tempat-tempat yang menimbulkan laknat dan sediakanlah batu-batu.”

 

Janganlah engkau beristinja dengan air di tempat buang hajat yang bukan pada tempatnya, karena ditakutkan terkena percikan air kencing hingga menajiskannya. Lain halnya jika dengan batu, karena tidak menimbulkan percikan. Lain halnya dengan tempat yang telah disediakan, dan istinja di tempat itu menjadikannya bersih, kecuali bila di tempat tersebut ada udara yang berlawanan arah sehingga ditakutkan percikan air kencingnya kembali.

 

Menuntaskan sisa air kencing dengan berdehem dan mengusapnya atau memijit dari pangkal hingga ujung kemaluan tiga kali dengan tangan kirimu dengan pijitan yang lembut. Jika perempuan hendaknya meletakkan jari-jari tangannya yang kiri pada rambut kemaluannya dan memijitnya perlahan. Demikian dinukil oleh Al-Bujairami dari Syarh Ar-Raudh oleh Syaikhul Islam.

 

Setiap orang berbeda dalam menyucikan anggota tubuhnya.

 

Hukumnya sunah jika diyakini bahwa kencingnya sudah berhenti, dan wajib bila besar dugaannya kencingnya belum habis, kecuali dengan berdchem.

 

Jika engkau berada di padang terbuka, maka menjauhlah dari pandangan orang-orang schingga sosokmu tidak terlihat. Kejauhan ini lebih baik daripada menjauhkan diri dari orang-orang ke tempat di mana orang yang keluar dari situ tidak mendengar suaranya dan tidak mencium baunya sebagaimana dinukil oleh Al-Wana’iy dari Ar-Ramli.

 

Tutuplah auratmu meski tidak ada orang melihatmu. Apabila engkau berada di dalam bangunan, maka hal itu sudah cukup, jika tidak ada orang yang melihatnya. Kalau tidak, maka wajib menutup aurat, karena diharamkan membuka aurat di hadapan orang banyak sebagaimana dikatakan oleh Al-Wana’iy. Janganlah engkau membuka auratmu sampai di tempat duduk.

 

Apabila engkau sampai ke situ, maka bukalah pakaianmu sedikit demi sedikit. Kecuali bila engkau takut terkena najis, maka engkau boleh mengangkatnya sesuai keperluanmu. Kemudian turunkan lagi sebelum engkau berdiri tegak.

 

Janganlah menghadap matahari dan bulan di waktu buang air kecil maupun buang air besar di waktu terbit atau terbenamnya tanpa penutup seperti awan. Tidaklah mengapa bagimu bila engkau membelakanginya. Janganlah menghadap kiblat dan jangan membelakanginya. Menghadap dan membelakangi kiblat pada saat buang hajat, walaupun dada tidak menghadap ke arah kiblat tanpa penutup ketika buang hajat adalah haram di tempat yang tidak disiapkan baginya, Adapun di tempat yang disediakan, maka berlawanan arah dengan adalah lebih utama, jika mudah menyimpang dari kiblat.

 

Yang dimaksud dengan membelakangi kiblat adalah menampakkan kemaluan depan atau belakang ke arahnya di saat membuang hajat.

 

Barangsiapa menunaikan dua hajat sekaligus, tidaklah wajib baginya menutut aurat, kecuali dari arah kiblat saja jika ia menghadap atau membelakanginya.

 

Disyaratkan penutup itu meliputi semua bagian tubuhnya yang menghadap kiblat, yaitu dari pusat sampai ke tanah. Sama halnya antara orang yang berdiri dan yang duduk.

 

Andaikata ia buang hajat sambil berdiri, maka ia harus menutupi dari pusatnya sampai ke dua telapak kakinya demi memelihara kiblat, meskipun aurat itu sampai ke lutut.

 

Disyaratkan antara ia dan penutup itu berjarak tiga hasta atau kurang sepanjang hasta manusia yang sedang.

 

Diharamkan menghadap atau membelakangi Mushaf di waktu buang hajat bilamana menimbulkan kesan penghinaan, bahkan bisa menjadi kufur. Demikian pula dikatakan tentang menghadap atau membelakangi kubur orang yang dimuliakan sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana’iy.

 

Janganlah buang hajat di tempat berkumpulnya orang-orang, tempat umum milik orang banyak tempat mencari nafkah atau tempat untuk beristirahat. Hal itu tidaklah disukai jika mereka berkumpul untuk suatu perkara yang mubah. Tetapi jika bukan tempat untuk berkumpul, maka tidak ada larangan, bahkan wajib, jika hal itu bisa menghilangkan maksiat.

 

Janganlah kencing pada air yang diam. Adapun air yang mengalir, maka tidaklah dilarang. Diharamkan pula kencing di tempat yang diwakafkan dan air yang berhenti di situ, meskipun sedikit. Buang air pada malam hari di air tidaklah disukai, baik pada air yang mengalir atau diam, yang luas atau tidak, karena air di waktu malam adalah tempat tinggal jin. Dan di bawah pohon berbuah, walaupun buahnya boleh dimakan, tetapi demi memelihara buah yang jatuh, meskipun di masa musim buah. Hal itu tidak disukai selama tidak ada sesuatu yang dapat menghilangkan najis di tempat itu seperti, hujan dan lainnya.

 

Janganlah kencing di dalam lubang, karena dikatakan lubang adalah tempat tinggal jin. Mereka (jin) telah membunuh Saad bin Ubadah  ketika kencing di dalamnya.

 

Diharamkan buang hajat di dalam lubang apabila diduga terdapat binatang yang tidak dianjurkan untuk dibunuh, karena ia terganggu oleh barang najis itu atau dapat menyebabkannya mati. Demikian dikatakan oleh Al-Wana’iy.

 

Janganlah kencing di tanah yang keras atau kencing di tempat angin bertiup yang berlawanan arah sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli. Maka janganlah menghadappya demi menghindari percikannya atau bau dari kotoran tersebut.

 

Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini mengatakan bahwa: ”Yang diperhitungkan dalam karohah (bau yang ditimbulkan) itu adalah bertiupnya angin yang kencang pada saat itu, meskipun tidak selalu bertiup, karena boleh jadi ia bertiup setelah mulai kencing atau buang air besar sehingga terganggu olehnya.”

 

Bertumpulah di atas kaki kiri di waktu engkau duduk sambil meletakkan kaki kanan di atas tanah dan mengangkat anggota lainnya di atas tanah, karena hal itu lebih memudahkan keluarnya kotoran disamping istirahatnya anggota-anggota utama seperti lambung yang penuh. Jika dimiringkan, mudahlah keluarnya kotoran dan apabila ditegakkan, maka sulitlah keluarnya. Dan karena yang sesuai bagi kita kaki kanan adalah dijaga dari penggunaannya di tempat yang kotor ini.

 

Apabila kencing sambil berdiri, maka bertumpulah di atas dua kaki, sebagaimana dikatakan oleh As-Syeikh Athiyyah yang menukil dari Al-Minhaaj.

 

Usahakan waktu kencing maupun buang air besar tidak dengan berdiri, karena hal itu makruh, kecuali dalam keadaan darurat, maka tidak ada larangan dan tidak bertentangan dengan yang utama. Karena Nabi pernah mendatangi tempat pembuangan sampah umum, lalu kencing sambil berdiri.

 

Mengenai hadis tersebut ada tiga pendapat, Pertama, Rasulullah  melakukan itu karena tidak bisa duduk akibat adanya bagian tubuhnya yang sakit.

 

Kedua, karena beliau berobat dengan cara itu untuk mengatasi sakit pada sulbinya sebagaimana kebiasaan orang arab yang mengobatinya dangan cara kencing sambil berdiri.

 

Keriga, beliau tidak bisa duduk di situ karena terdapat banyak barang najis.

 

Kumpulkanlah antara penggunaan batu dan air di waktu beristinja dengan mendahulukan batu dan ini lebih utama daripada membatasi pada salah satunya untuk menghindari najis guna menghilangkan bendanya dengan batu dan tercapailah sunah.

 

Diriwayatkan bahwa ketika turun firman Allah :”Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri, Dan Allah menyukai orangorang yang bersih.” OS. At-Taubah: 108

 

Rasulullah  berkata kepada penduduk Suba’: “Sesungguhnya Allah  telah memujimu mengenai bersuci. Apakah itu?”

 

Mereka menjawab: ”Kami beristinja dengan air.” Sebelumnya Rasulullah  berkata dengan mereka: “Apabila seseorang dari kamu mendatangi tempat buang air, hendaklah ia beristinja dengan tiga buah batu. Demikianlah istinja dilakukan pada mulanya.”

 

Ada yang mengatakan, ketika mereka ditanya tentang hal itu, mereka menjawab: “Kami menggunakan air sesudah batu.” Demikianlah disebutkan dalam Awaaritul Ma’ari .

 

Jika engkau ingin membatasi salah satunya, maka lebih utama menggunakan air. Jika engkau menggunakan batu saja, maka hendaklah engkau menggunakan tiga batu yang suci dan mengeringkan bendanya. Janganlah menggunakan batu yang najis maupun yang basah dan yang halus seperti tanah.

 

Usaplah bagian tubuhmu yang kotor secara merata dari depan ke belakang supaya najis tidak berpindah dari tempatnya. Begitu pula usaplah kemaluanmu di tiga tempat dengan sebuah batu yang besar atau dengan tiga batu atau tiga kali pada sebuah dinding hingga tidak terlihat kebasahan di tempat usapan. Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya’. Jika tercapai pembersihan dengan dua kali, wajiblah engkau sempurnakan untuk kali yang ketiga. Jika dengan tiga kali usapan masih ada bekas, maka engkau gunakan batu keempat dan demikian seterusnya. Apabila dengan dengan batu keempat sudah bersih, maka sempurnakan dengan batu kelima supaya menjadi bilangan ganjil. Jika engkau membersihkan dengan enam batu, maka sempurnakan menjadi tujuh. Demikianlah seterusnya hingga bersih dengan bilangan ganjil. Mengusap dengan bilangan ganjil adalah mustajab sedang membersihkan adalah wajib.

 

Ketahuilah, bahwa pengarang menyebut enam syarat dalam menggunakan batu. Dua kali membersihkan kotorannya, yaitu harus sampai Suci untuk menghilangkan najisnya, sedangkan yang ketiga mengusap tiga kali dengan meratakan setiap usapan pada seluruh tempat yang dibersihkannya. Salah satunya tempat di mana ia beristinja, yaitu tidak berpindahnya benda yang keluar.

 

Janganlah beristinja, kecuali dengan tangan kiri, yaitu mengambil batu dengan tangan kiri dan menuangkan air dengan tangan kanan, lalu menggosoknya dengan tangan kiri hingga tidak tersisa bekasnya yang dapat diraba. Cukuplah dalam hal itu jika diduga najis telah lenyap dan tidak disunahkan mencium tangan.

 

Hendaklah ia mengendorkan anggota supaya bekasnya tidak tertinggal di sela-sela lubang dubur. Maka perhatikanlah hal itu. Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Hajar. Sehabis beristinja, ucapkanlah:

 

“Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari si at muna ik dan lindungilah kemaluanku dari perbuatan-perbuatan keji.”

 

Ketahuilah bahwa berbicara ketika memasuki tempat buang hajat adalah makruh sekali pun tidak buang hajat. Misalnya masuk untuk meletakkan kendi atau menyapu, kecuali untuk suatu kepentingan. Tidaklah dihukum makruh seperti berzikir di dalam hati. Cukuplah dalam keadaan ini bila kita malu kepada Allah dan melakukan muragabah serta mengingat nikmat Allah  dalam mengeluarkan kotoran, andaikata tidak keluar, niscaya akan membunuhnya. Ini termasuk peringatan besar, walaupun tidak mengucapkan dengan lisan sebagaimana dikatakan oleh Umar Al-Bashri.

 

Setelah selesai beristinja, gosokkan tanganmu di tanah atau di dinding untuk menghilangkan bau yang melekat, kemudian cucilah tanganmu. Termasuk adab pula adalah duduk lama tanpa keperluan mendesak dan tidak mempermainkan tangan, tidak melihat ke kanan dan ke kiri, tidak memandang ke langit atau kemaluan atau ke luar tanpa keperluan.

 Adab Berwudu

 

Yang dimaksud dengan adab disini meliputi tuntunan dari yang wajib sampai sunah-sunahnya sebagaimana disebutkan oleh guru kami Abdul Hamid.

 

Apabila engkau selesai beristinja, maka jangan tinggalkan siwak dan niatkanlah dengan siwak itu mengerjakan sunah dan membersihkan mulut untuk membaca Al-Qur’an dan mengingat Allah dalam salat, sebagaimana engkau niat jimak (senggama) untuk mendapatkan keturunan. Karena siwak itu membersihkan mulut dari bau busuk dan menimbulkan keridaan Tuhan serta membangkitkan kemarahan setan. Ketahuilah salat dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada salat 70 rakaat tanpa bersiwak berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh AlHumaidi:

 

“Dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada 70 rakaat tanpa siwak.”

 

Dalam riwayat lain: “Dua rakaat dengan bersiwak menyamai 70 rakaat.”

 

Hadis ini tidak menunjukkan bahwa keutamaan siwak melebihi keutamaan salat jamaah yang mencapai 27 derajat, karena pahala keduanya tidaklah sama, sebab satu derajat dari salat jamaah bisa menyamai banyak dari 70 rakaat dengan bersiwak.

 

Dikatakan oleh Al-Wanna’iy, terkadang bersiwak itu wajib bagi seorang istri apabilah disuruh oleh suaminya dan wajib bagi hamba sahaya bila disuruh oleh tuannya.

 

Hal itu juga wajib bagi siapa yang makan bawang putih atau bawang merah pada hari Jumat, dan penghilangan bau itu tergantung pada siwak untuk salat Jumat.

 

Diriwayatkan dari Abi Hurairah  , ia berkata, Rasulullah  bersabda:

 

“Kalau saja tidak memberatkan umatku, niscaya kusuruh mereka bersiwak setiap hendak mengerjakan salat.”

 

Dalam riwayat lain Nabi  bersabda: “Aku disuruh bersiwak hingga aku takut diwajibkan atasku.”

 

Kemudian duduklah untuk berwudu dengan menghadap kiblat di atas tempat yang tingi supaya tidak terkena percikan kencing. Ini sesuai dengan perkataan Ar-Ramli dan Al-Mawardi bahwa tempatnya sebelum membasuh kedua telapak tangan.

 

Berlainan dengan Al-Imam dan Ibnu Shalah, Ibnu An-Nagib, Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini bahwa tempatnya antara membasuh kedua telapak tangan dan berkumur.

 

Dan ucapkanlah: Bismillahi rahmanir rahiim. Jika engkau ucapkan: Bismillah, maka itu sudah cukup. Jika engkau lupa mengucapkan basmalah di awal wudu, maka bacalah ditengahnya. Namun jika sudah selesai engkau baru ingat, maka janganlah membacanya, karena bukan pada tempatnya.

 

Setelah itu ucapkanlah:

 

“Segala puji bagi Allah yang menjadikan air ini suci.”

 

Dalam Al-Adzkar disebutkan:

 

“ya Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan dan

 

aku berlindung kepada-Mu dari kehadiran mereka kepadaku.” Kemudian basuhlah kedua telapak tanganmu tiga kali, dan sebelum memasukkan tanganmu ke dalam bejana ucapkanlah:

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu keberuntungan dan keberkahan serta berlindung kepada-Mu dari kesialan dan kebinasaan.” Atau ucapkanlah seperti yang dinukil dari Ar-Ramli, yaitu:

 

“Ya Allah, jagalah kedua tanganku dari seluruh kedurhakaan terhadap-Mu.”

 

Kemudian niatkanlah untuk menghilangkan hadas atau mengerjakan salat. Pertahankan niat ini hingga membasuh muka. Tidaklah mengapa bila niat menghilangkan hadas dilakukan sejak awal pembasuhan kedua telapak tangan, meskipun sunah-sunah yang sebelumnya tidak menghilangkan hadas. Sebab sunah-sunah dalam setiap ibadat masuk dalam niatnya sebagai tambahan. Maka makna menghilangkan hadas adalah bertujuan menghilangkannya dengan semua amalan wudu sedang ia menghilangkan hadas secara pasti. Demikianlah disebutkan dalam Haasyiyah Al-Igna. Janganlah melupakan niatmu sebelum membasuh muka sehingga wudumu tidak sah.

 

Kemudian ambillah air dengan tanganmu dan berkumurlah tiga kali hingga ke ujung tenggorokan. Kecuali engkau sedang puasa, maka berkumurlah dengan lembut supaya tidak membatalkan puasamu, sambil mengucapkan:

 

“Ya Allah, tolonglah aku untuk membaca kitab-Mu dan banyak mengingatMu.” Atau sebagaimana disebutkan dalam Al-Adzkar, yaitu:

 

“Ya Allah, berilah aku minum dari telaga nabi-Mu segelas sehingga aku tidak haus untuk selama-lamanya.” .

 

Atau mengucapkan: ‘

 

“Ya Allah tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan mensyukuri-Mu.”

 

Kemudian ambillah air untuk membasuh hidungmu dan hiruplah air tiga kali, kecuali dalam keadaan puasa, dan keluarkanlah air dan kotoran di hidung dengan jari kelingking kirimu, sambil mengucapkan di waktu beristinsyaq:

 

“Yg Allah, berilah aku ban surga sedang Engkau rida kepadaku.”

 

Dalam Al-Adzkar disebutkan:

 

”Ya Allah, janganlah Engkau haramkan aku bau kenikmatan dan surgaMu.”

 

Di waktu mengeluarkan air dari hidung ucapkanlah:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bau api neraka dan tempat tinggal yang buruk.”

 

Kemudian ambillah air untuk mukamu dan basuhlah dari dahi hingga dagu, dan dari batas telinga hingga telinga yang lain melebar. Usapkanlah air ke rambut di tepi kepala, yaitu bagian antara ujung telinga hingga sudut dahi. Usapkan pula air ke tempat-tempat tumbuh rambut yang empat, yaitu alis, kumis, bulu mata dan jambang serta wajib mengusapkan air ke tempat tumbuh jenggot yang tipis, bukan yang lebat.

 

Ketika membasuh muka ucapakanlah:

 

“Ya Allah, putihkan wajahku dengan cahaya-Mu ketika wajah-wajah para wali-Mu menjadi putih. Dan Janganlah Engkau hitamkan wajahku dengan kegelapan-Mu ketika wajah-wajah para musuh-Mu menjadi hitam.”

 

Lebih ringkasnya:

 

“Ya Allah, putihkanlah wajahku ketika wajah-wajah menjadi putih dan wajah-wajah menjadi hitam.”

 

Renggangkanlah sela-sela jenggot yang lebat sebelum membasuh muka sebagaimana dikatakan oleh Athiyyah menurut Al-Inani, kecuali bila engkau dalam keadaan ihram. Maka janganlah melakukanya supaya rambutnya tidak tercabut. Ini pendapat Ar-Ramli dan diikuti oleh Ibnu Qasim, Az-Ziyadi dan Asy-Syabramalsi.

 

Kemudian basuhlah kedua tanganmu dari ujung jari sampai ke siku, dimulai dengan tangan kanan kemudian tangan kiri karena perhiasan di surga mencapai tempat-tempat wudu. Gerakkan cincin dan renggangkanlah sebelum membasuh jari-jarimu.

 

Ketika mulai membasuh tangan kanan, ucapkan:

 

“Ya Allah, berilah kitabku dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab yang ringan.”

 

Dan ketika membasuh tangan kiri, ucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar jangan Engkau berikan

 

kitabku dengan tangan kiriku atau dari belakang punggungku.”

 

Kemudian usaplah kepalamu setelah membasuh kedua tanganmu dengan merapatkan telapak tangan kanan dan kirimu dari depan kepala sambil menggerakkan kedua tangan ke belakang, lalu mengembalikan ke depan supaya air mengenai seluruh kepala. Ini adalah sekali, lakukan hal tersebut tiga kali, begitu pula terhadap anggota-anggota yang lain. Dan ucapkanlah:

 

“Ya Allah, penuhilah aku dengan rahmat-Mu dan turunkan kepadaku dari berkah-Mu dan naungilah aku di bawah naungan Arsy-Mu pada hari tiada naungan, kecuali naungan-Mu.” :

 

Dalam Al-Adzkar disebutkan pula:

 

“Ya Allah, haramkan rambut dan kulitku atas api neraka dan naungilah aku dibawah Arsy-Mu pada hari nada naungan selain naungan-Mu.”

 

Kemudian usaplah kedua telingamu bagian luar dan dalamnya dengan air baru. Masukkan kedua ujung jari telunjukmu ke dalam telinga dan usapkanlah bagian luar telingamu dengan kedua ibu jarimu.

 

Wajah adalah anggota tubuh termulia, tetapi terdapat lubang-lubang yang isinya pahit seperti kotoran kedua telinga dan sebagiannya asin seperti air mata, sebagiannya asam seperti yang terdapat dalam hidung, dan sebagiannya tawar seperti air ludah. Jumlah lubangnya ada enam, yaitu kedua mata, kedua telinga, mulut dan hidung. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syeikh Athiyyah.

 

Ketika membasuh telinga ucapkanlah:

 

“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik darinya. Ya Allah, perdengarkanlah kepadaku seruan juru azan di surga bersama orang-orang yang berbakti.”

 

Kemudian usaplah tengkukmu sambil mengucapkan:

 

“Ya Allah, lepaskanlah batang leherku dari api neraka dan aku berlindung kepada-Mu dari ikatan rantai dan belenggu.”

 

Menurut An-Nawawi: “Mengusap tengkuk adalah bid’ah, karena tidak disunahkan, dinukil dari Syarah Ar-Raundh.”

 

Kemudian basuhlah kedua kakimu dari atas mata kaki hingga tumit. Renggangkan jari-jari kakimu dengan memasukkan jari-jari tanganmu dari bawah dan usaplah mulai dari kelingking kanan hingga berakhir pada kelingking kiri sambil mengucapkan:

 

“Ya Allah, teguhkanlah telapak kakiku di atasjalan yang lurus bersama kaki-kaki para hamba-Mu yang salih.”

 

Dan ketika membasuh kaki kiri, ucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar kakiku tidak tergelincir di atas shirot ke dalam api neraka bersama kaum munafik.”

 

Dalam Al-Adzkar disebutkan oleh An-Nawawi, ketika membasuh kedua kaki bacalah: “Allahumma tsabbit qadamii ‘alaa ash-shirot (Ya Allah, teguhkan kakiku di atas shirot).”

 

Siramkanlah air hingga mencapai tengah kaki dan ulangi tiga kali dalam semua perbuatanmu. Adapun doa ketika membasuh anggota tubuh, An-Nawawi mengatakan, tidak ada sesuatu keterangan dari Nabi  mengenai hal itu. Akan tetapi semua itu adalah doa-doa yang diriwayatkan dari para salaf yang salih. Ada yang menambah dan ada yang menguranginya.

 

Ibnu Hajar berkata: Hal itu diriwayatkan dari jalan-jalan yang tidak kosong dari dusta. Akan tetapi Al-Mahalil dan Ar-Ramli Al-Kabir dan Ash-Shaghir menyukainya karena hal itu disebutkan dalam Tarikh Ibnu Hibban dan lainnya, meskipun dha’if, karena hadis dha’if diamalkan mengenai amalan-amalan utama. Syarat mengamalkan hadis dha’if adalah bilamana tidak sangat lemah masuk di bawah asal umum serta termasuk dalam ibadat.

 

Apabila selesai berwudu, arahkan pandanganmu ke langit dan menghadaplah ke kiblat dengan dadamu, karena langit adalah kiblat doa, dan kebutuhan-kebutuhan manusia berada dalam perbendaharaan di bawah Arsy. Ulurkan kedua tanganmu dan mohonlah semua kebutuhanmu, karena Kakbah adalah arah termulia. Dan katakanlah:

 

“Aku bersaksi bahwa tidak Tuhan selain Allah, riada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu, Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selam Engkau. Aku berbuat keburukan dan menganiaya diriku. Aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu, maka ampunilah dosaku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci dan jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang salih. Jadikanlah aku seorang yang penyabar dan sangat bersyukur dan Jadikanlah aku sering mengingat-Mu dan bertasbih kepada-Mu pagi dan petang.”

 

Setelah itu ucapkanlah salawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad serta para sahabatnya. Lebih disukai jika doa itu dibaca tiga kali.

 

Barangsiapa membaca doa-doa yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Al-Hakim ketika selesai berwudu, maka keluarlah dosadosanya semua dari anggota tubuhnya dan dicatat di atas wudunya pahalanya, dan dilindungi pelakunya dari kesia-siaan amal serta diangkat wudunya hingga mencapai bawah Arsy. Wudu tersebut terus bertasbih kepada Allah $& dan menyucikan-Nya serta ditulis pahala itu baginya sampai hari kiamat. Hal tersebut berulang setiap kali ia berwudu. Apabila ia mengucapkannya tiga kali sesudah wudu, maka ditulis tiga kali. Hal itu tidaklah sulit bagi Allah.

 

Kemudian bacalah surah Al-Qadr tiga kali, karena siapa yang membacanya sekali sesudah berwudu, maka ia termasuk golongan shiddigin. Siapa yang membacanya dua kali, ia dicatat dalam diwan para syuhada dan siapa yang membacanya tiga kali, maka Allah menghimpunnya bersama para nabi sebagaimana disebutkan dalam hadis.

 

Setelah membaca surah itu disunahkan membaca:

 

”Ya Allah, ampunilah dosaku dan luaskan bagiku dalam rumahku dan berkatilah aku dalam rezekiku dan janganlah Engkau timpahkan fitnah atasku dengan apa yang Engkau jauhkan dariku.”

 

Usahakan mempertahankan wudu sebagainana diriwayatkan dalam hadis Qudsi, “Hai Musa, apabila engkau mengalami musibah sedang engkau tidak dalam keadaan berwudu, maka janganlah engkau menyalahkan kecuali dirimu.”

 

Juga dalam sebuah hadis Nabi  bersabda: “Tetaplah engkau dalam keadaan bersuci, niscaya dilapangkan rezeki bagimu.” Disebutkan oleh AlBujairami dengan menukil dari Sayyidi Mustafa Al-Bakri.

 

Jauhilah tujuh perkara di waktu berwudu: “Janganlah engkau kebaskan kedua tanganmu hingga memercikkan air dan jangan mengeringkannya tanpa alasan.”

 

Adapun bila ada alasan yang kuat, dahulukanlah anggota yang kiri sebelum yang kanan, karena ia menghilangkan bekas ibadat hingga patut memulai dari sebelah kiri supaya bekasnya tetap ada pada anggota yang lebih mulia.

 

Seperti ketika engkau keluar setelah berwudu dalam tiupan angin yang mengandung najis atau merasakan kedinginan yang sangat.

 

Sebaiknya jangan menggunakanbaju, sebagaimana dinukil oleh Al-Wan’iy dari Adz-Dzakhaair. Tetapi disunahkan mengeringkan mayit sesudah memandikannya.

 

Janganlah engkau siram wajah dan kepalamu dengari air, tetapi engkau ambil air dengan kedua tanganmu dan engkau basuh wajahmu dengan keduanya serta engkau usap kepalamu dengan keduanya.

 

Jangan berbicara di tengah wudu tanpa alasan kuat, tetapi hal ini tidak dikatakan makruh, karena Nabi  berbicara kepada Ummu Hani pada hari penaklukan kota Makkah di saat sedang mandi sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar.

 

Janganlah melebihi dari tiga gerakan ketika membasuh dan mengusap dan jangan pula menguranginya. Karena hal itu makruh, kecuali dengan alasan yang kuat. Misalnya karena waktunya sempit sehingga andaikata ia mengerjakannya tiga kali, niscaya habis waktunya. Saat itu diharamkan mengerjakan tiga kali. Atau airnya sedikit sehingga tidak cukup bagimu kecuali untuk salat fardu. Maka hal itu diharamkan menambahinya. Atau sisa airnya digunakan untuk minum, maka diharamkan atasmu mengerjakan tiga kali. Sedang mendapati salat jamaah lebih utama daripada berwudu dengan membasuh tiga kali.

 

Begitu pula adab-adab lainnya yang tidak dikatakan wajib seperti mengusap seluruh kepala dan menggosok anggota-anggota badan. Kalau tidak, maka tentulah ia dahulukan sebelum jamaah.

 

Jangan, menuangkan banyak air sehingga melebihi kadar yang cukup bagi anggota, meskipun tidak melebihi tiga kali tanpa keperluan, sekalipun di sungai. Hal itu makruh apabila hanya disebabkan was-was sedang air itu miliknya atau mubah. Apabila diwakafkan, maka haramlah melampaui batas. Dan orang yang sering was-was, maka memiliki setan yang bernama Walhan.

 

Seorang ulama mengatakan bahwa iblis mempunyai sembilan anak. Masing-masing dari mereka mempunyai nama dan tugas.

 

Yang pertama bernama Khinzib, ia bertugas menimbulkan rasa waswas di dalam salat.

 

Yang kedua Walhan adalah setan yang bertugas menimbulkan rasa was-was dalam taharah.

 

Yang ketiga bernama Zalanbur ia bertugas di pasar untuk menggoda orang-orang yang berjual beli hingga berbicara sia-sia, bersumpah bohong, memuji barang dagangannya, mencurangi takaran dan timbangan.

 

Yang keempat adalah Al-A’war dan ia adalah setan zina. Ia meniup kemaluan laki-laki dan perempuan.

 

Yang kelima adalah Washan. Ia adalah setan tidur yang memberatkan kepala dan kelopak mata hingga tidak bangun untuk mengerjakan salat dan sebagainya, sedangkan ia membangunkan orang untuk melakukan perbuatan buruk seperti zina dan sebagainya.

 

Yang keenam bernama Tabar, yaitu setan musibah, bertugas menggoda wanita untuk menjerit dan menampar pipi dan sebagainya.

 

Yang ketujuh bernama Dasim, bertugas menemani manusia yang makan atau memasuki rumah dengan tidak menyebut nama Allah, tidur di atas tempat tidur mereka serta memakai baju yang dilipat dengan tidak menyebut nama Allah. Ada yang mengatakan, ia adalah setan yang berusaha menimbulkan permusuhan di antara suami istri untuk memisahkan antara keduanya.

 

Yang kedelapan bernama Mathun ada yang mengatakan Masuth, bertugas penyiarkan berita bohong yang ditiupkan ke telinga manusia, sedangkan berita tersebut tidak ada sumbernya.

 

Yang kesembilan bernama Al-Abyadh, bertugas menggoda para nabi dan wali. Adapun para nabi, maka mereka selamat darinya. Sedang para wali, maka mereka memeranginya. Dan siapa yang disesatkan Allah, ia pun tersesat. Demikianlah disebutkan oleh Husein bin Sulaiman ArRasyidi.

 

Janganlah berwudu dengan air yang terkena sinar matahari. Diriwayatkan dari Aisyah  bahwa ketika ia memanaskan air di sinar matahari untuk Rasulullah  Maka beliau berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, hai Humaira’, karena bisa menyebabkan belang.”

 

Meskipun hadis ini dhaif karena sanadnya lemah, namun ia dikuatkan oleh khabar Umar   bahwa ia tidak suka mandi dengan air yang terkena sinar matahari.

 

Diriwayatkan bahwa Umar berkata: “Janganlah kalian mandi dengan air yang terkena sinar karena bisa menyebabkan belang. Dan Janganlah membersihkan makanan di sela-sela gigi dengan bambu, karena bisa membusukkan gigi. Ini masyhur dikalangan para sahabat hingga menjadi ijjma sukuti.”

 

Janganlah berwudu di bejana yang terbuat dari kuningan, tanah liat atau wadah kulit dan wadah kayu. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abi Hurairah bahwa dihukum makruh memakai bejana kuningan.

 

Inilah tujuh perkara yang dihukum makruh di waktu berwudu dan berlawanan dengan yang utama seperti mengebaskan air dan berbicara.

 

Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh Abdur Razzag dari Hasan Al-Kufi:

 

“Sesungguhnya siapa yang menyebut nama Allah diwaktu berwudhu, maka Allah menyucikan seluruh tubuhnya. Dan siapa yang tidak menyebut nama Allah, maka tidaklah suci darinya kecuali bagian yang terkenaan:”

 

Ali bin Ahmad Al-Azizi berkata mengenai makna hadis ini, yakni: ”Siapa yang menyebut nama Allah di awal wudu, maka Allah menyucikan tubuhnya yang lahir dan batin. Jika ia tidak menyebut nama Allah ketika berwudu, maka tidaklah disucikan darinya, kecuali yang lahir saja tanpa yang batin.”

 

Disunahkan wudu di setiap waktu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: “Wudu syar’i dituntut di banyak tempat, yaitu ketika membaca Al-Quran, di waktu mendengarkan Al-Quran, di waktu mendengarkan riwayat hadis dari syeikh (guru), di waktu belajar ilmu syar’i berupa tafsir, hadis, fikih, dan mengajarkannya kepada para pelajar. Adapun alat-alatnya, maka tidak disunahkan wudu baginya. Di waktu berzikir menyebut nama Allah , di waktu melakukan sa’i antara Shofa dan Marwah, di waktu wukuf di Arafah, di waktu menziarahi kubur Nabi  dan kubur-kubur lainnya, di waktu berkhutbah selain hari Jumat, di waktu tidur malam atau siang, walaupun sedikit dalam keadaan duduk yang tegak, ketika menyerukan azan, ketika mandi janaba dan mandi wajib atau sunah lainnya, ketika menyerukan iqamat unruk salat, di waktu beribadat seperti menulis fikih, melempar jumrah, ketika orang yang junub ingin makan, walaupun makanan yang diharamkan seperti yang dirampas atau ingin minum atau ingin tidur atau ingin menggauli istrinya sekali lagi, meskipun janaba yang pertama tanpa menggauli.”

 

Adapun yang diharamkan seperti zina, maka tidaklah disunahkan baginya berwudu. Dan ketika berbekam (canduk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh), dan sebelum atau sesudah memikul mayit, ketika menyentuh bagian tubuh mayit, meskipun tidak membatalkan wudu seperti rambut dan kuku. Maka disunahkan berwudu sesudahnya.

 

Dan ketika orang lelaki atau perempuan menyentuh badan orang banci, dan ketika seorang menyentuh kemaluannya, maka disunahkan untuk menyempurkan wudu.

 

Ketika orang lelaki dan perempuan menyentuh kemaluan orang lain dan ketika menyentuh laki-laki yang mulus mukanya dan tampan berdasarkan khilaf mengenai pembatalan wudu oleh sebab itu. Setelah makan daging unta, dan ketika melakukan ghiba. Maka disunahkan wudu sesudahnya, walaupun engkau dalam keadaan wudu.

 

Dan ketika melakukan namimah, (mengadu domba) di antara orang-orang, dan melakukan perbuatan keji seperti mengejek orang lain, melakukan sumpah palsu, bersaksi bohong, menuduh orang berzina tanpa bukti, berdusta tanpa ada maslahat dan tertawa keras di dalam salat.

 

Karena tertawa keras di dalam salat membatalkan wudu menurut pendapat Abi Hanif ah. Adapun tertawa keras di luar salat, maka ia tidak membatalkan wudu menurutnya sebagaimana ditetapkan oleh Asy-Syeikh Abdul Hamid dan Asy-Syeikh Yusuf As-Sunbulawi.

 

Dan disunahkan wudu ketika mencukur rambut kepala dan di waktu marah, walaupun karena Allah  berdasarkan sabda Nabi :

 

“Sesungguhnya amarah itu berasal dari setan dan sesungguhnya setan diciptakan dari api dan sesungguhnya api itu bisa dipadamkan dengan air: Maka apabila seseorang dari kamu marah, hendaklah ia berwudu.”

 

Dan ketika mencapai usia baligh. Maka disunahkan wudu baginya disertai anjuran mandi pula, karena dituntut baginya wudu tersendiri tanpa mandi.

 

Sebabnya ialah hikmah mandi mengandung kemungkinan keluarnya mani tanpa disadari. Oleh karena itu diniatkan dengannya menghilangkan janaba dan ini tidak nampak pada wudu.

 

Dan ketika menyentuh kemaluan hewan disunahkan wudu sesudahnya, karena menyentuh bagian yang terpotong darinya membatalkan wudu menurut mazhab lama. Adapun dubur hewan, maka tidaklah membatalkan tanpa ada perselisihan sebagaimana disebutkan oleh Ad-Dimyari.

 

Juga disunahkan wudu di waktu murtad dan ketika memutuskan niat setelah selesai berwudu dan ketika mengangkat pembalut luka bila disangka sudah sembuh, tetapi ternyata belum sembuh. Dan ketika menyentuh bagian yang terbuka dibawah perut sedangkan aslinya tetap terbuka.

 

Dan di waktu membawa kitab-kitab tafsir bilamana tafsirnya lebih banyak daripada Al-Qur’an. Ini adalah mushaf Sayyidina Usman yang dikhususkan bagi dirinya dengan menamakan Mushaf Al-Imam. Adapun tafsir, maka dengan pertimbangan bentuk tulisannya berdasarkan kaidahkaidah ilmu khat. Inilah yang diandalkan oleh Ibnu Hajar.

 

Dan disunahkan memperbaharui wudu ketika sehabis melakukan tiap salat, walaupun wudu yang diperbarui itu disempurnakan dengan tayamum, baik wudu yang pertama itu seluruhnya dengan air atau disempurnakan dengan tayamum. Maka dituntut baginya mengulangi wudu. Perkara-perkara ini sebagiannya dituntut wudu sebelumnya dan sebagiannya dituntut sesudahnya sebagaimana telah menjadi jelas.

 

Dalam seluruhnya ia berniat wudu dan tidak cukup meniatkan sebabnya seperti berniat wudu untuk membaca Al-Qur’an dan seperti berniat sunah wudu karena marah. Lain halnya dengan mandi-mandi yang disunahkan, karena sah meniatkan sebabnya.

 

Bedanya ialah tujuannya yang terbesar adalah kebersihan sedangkan tujuan wudu ini adalah ibadat. Apabila berwudu dengan niat sujud tilawah atau syukur, maka boleh baginya mengerjakan salat fardu dengannya. Andaikata berwudu dengan niat membaca Al-Qur’an atau tinggal di masjid tidak boleh baginya mengerjakan salat fardu dengannya. Bedanya ialah taharah tidak disyaratkan untuk membaca, karena ia dibolehkan dalam keadaan berhadas. Lain halnya dengan sujud tilawah, karena syarat sahnya adalah suci. Oleh karena ini dibolehkan baginya mengerjakan salat fardu.

Adab Mandi

 

Yang dimaksud dengan mandi adalah mandi wajib atau mandi sunah. Apabila seseorang terkena janaba yang disebabkan karena mimpi atau persetubuhan, maka ambillah bejana ke tempat mandi dan letakkanlah di sisi kanan jika akan menciduk, dan di sisi kiri jika akan menuangkan. Menyebut nama Allah sambil membasuh kedua tangan terlebih dahulu tiga kali, kemudian beristinja dan menghilangkan kotoran yang melekat di anggota tubuh seperti mani atau lendir serta najis bilamana ada.

 

Berwudulah sebagaimana wudu untuk salat beserta semua doa dan sunah-sunahnya. Hendaklah membasuh kedua telapak kakimu atau kedua kakimu supaya airnya tidak sia-sia.

 

Apabila selesai berwudu, maka yang lebih utama sesudah itu membersihkan sela-sela anggota tubuh, merenggangkan rambut kepalamu sekalipun dalam keadaan ihram, lakukan dengan perlahan jika ada rambut di atasnya dengan memasukkan sepuluh jarimu di dalamnya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar. Lalu menggosoknya tiga kali sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam dalam At-Tahrir, kemudian tuangkan air di atas kepala tiga kali sambil berniat menghilangkan hadas, karena janaba atau semacamnya. Kemudian tuangkan air di atas sisi yang kanan tiga kali, dan di atas sisi yang kiri tiga kali.

 

Dengan cara ini tercapailah semua sunah sebagaimana dikatakan oleh Al-Bujairami. Cara lainnya ialah dengan membasuh kepala tiga kali, kemudian sisi kanan dari depan tiga kali, dan belakang tiga kali. Menggosok badan bagian depan dan belakang masing-masing tiga kali dan dilakukankan secara berurutan.

 

Renggangkan sela-sela rambut dan jenggotmu, baik lebat maupun tipis, namun bagi orang perempuan tidak wajib menguraikan jalinan-jalinan rambut kecuali bila ia mengetahui bahwa air tidak sampai pada lekuk-lekuk tubuh seperti kelopak mata, ujung mata, ketiak, telinga, bagian dalam pusar dan di bawah hidung, karena hal itu biasa dilupakan.

 

Hendaklah sangat memperhatikan telinga, terutama pada orang yang puasa dengan mengambil segenggam air dan memasukkannya ke dalam telinga dengan perlahan supaya mengenai lekuk-lekuknya tetapi tidak sampai mengenai gendang telinga karena bisa membahayakan.

 

Dan sampaikan pula air ke tempat-tempat tumbuh rambut yang tipis maupun lebat. Ketahuilah bahwa berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung) adalah sunah tersendiri di waktu mandi sbagaimana keduanya adalah sunah tersendiri di waktu mandi sebagaimana disebutkan dalam Fathul Jawad.

 

Tidaklah disukai meninggalkan keduanya seperti meninggalkan wudu, dan disunahkan melakukannya walaupun sehabis mandi, karena tidak disyaratkan tertib (berurutan) dalam perbuatan-perbuatannya.

 

Menurut Imam Malik keduanya adalah sunah di waktu mandi dan wudu sebagaimana mazhabnya, wajib dalam mandi dan wudu menurut Imam Ahmad serta fardu dalam mandi, sunah dalam wudu menurut Imam Abi Hanifah.

 

Jagalah jangan sampai engkau menyentuh kemaluan sesudah wudu, yakni sebelum mandi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Ihya’. Jika tanganmu menyentuh, maka ulangilah wudu. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dan ini adalah jelas supaya keluar dari khilaf.

 

Al-Bujairami berkata: “Andaikata setelah wudu dan sebelum mandi engkau berhadas, maka tidaklah disunahkan mengulangi wudu, ini menurut pendapat yang mu’tamad dari Ar-Ramli, karena wudu tidak dibatalkan oleh hadas, tetapi dibatalkan oleh jimak.”

 

Ada teka-teki, wudu mana yang tidak dibatalkan oleh hadas.

 

Dalam bait-bait syairnya As-Suyuthi berkata:

 

Katakanlah kepada ahli fikih dan para syeikh, juga kepada siapa yang mempunyai pengetahuan luas. Apa jawabmu mengenai orang yang berwudu. la telah melakukan perbuatan yang tepat. Mereka tidak membatalkan wudunya meskipun ta buang air besar atau lebih dan wudunya tidak batal kecuali dengan persetubuhan baru.

 

Salah seorang dari mereka menjawab dalam bait-bait syair pula:

 

Hai pembuat teka-teki yang benar,

Hai orang alim yang riada bandingannya dimasanya, Hudu inilah yang disunahkan untuk mandi sebagaimana engkau beritahukan.

Dan wudu itulah yang tidak batal, kecuali dengan persetubuhan baru.

Yang ardu dari semua itu adalah niat dan menghilangkan najasah serta membasuh seluruh badan.

 

Fardu wudu adalah membasuh muka dan kedua tangan sampai dengan kedua siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kedua kaki sampai tumit disertai niat dan tertib. Selain itu adalah sunah muakkadah. Keutamannya dan pahalanya banyak sedangkan yang meremehkannya akan rugi.

 

Bahkan ia pun nyaris merusakkan fardu-fardunya. Karena nawafil bisa mengganti kekurangan fardunya, yakni jika seseorang mati dan tidak mengerjakan salat-salat fardu, maka setiap 70 rakaat nawafil (sunah) menggantikan satu rakaat fardu.

 

Begitu pula setiap 70 riyal dari sedekah tathawwu’ (sunah) sama dengan satu riyal zakat. Adapun di dunia, maka amalan fardu tidak bisa diganti dengan nawafil, tetapi harus dikerjakan.

 

Adapun wudu maka ia menghapus dosa-dosa kecil. Jika ia tidak mempunyai dosa kecil, maka diambillah dari dosa besar.

 

Kemudian, fardu-fardu di sini terhadap wudu adalah menjauhi maksiat. Yaitu bilamana yang dimaksud dengan nawafil adalah sunahsunah wudu, maka arti perkataan: Nawafil mengganti kekurangan faraidh adalah pengamalan sunah-sunah wudu menggantikan faraidh yang berarti meninggalkan dosa-dosa besar yang berkaitan dengan hak-hak Allah , yakni menghapus dosa-dosa itu di samping penghapusan dosa oleh wudu tanpa sunah-sunahnya.

 

Adapun dosa-dosa besar, maka tidaklah bisa dihapus kecuali oleh tobat atau haji mabrur.

 

Begitu pula dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia, maka haruslah meminta maaf dengan yang bersangkutan. Kalau tidak, maka ia dikenakan qishash jika tidak mendapat karunia dari Allah  Wallahu a’lam

Adab Bertayamum

 

Ia adalah rukhsah di saat tidak ada air, sebagian ada yang mengatakan azimah. Rukhsah adalah menggugurkan qadha’. Sebagian yang lain mengatakan, bilamana airnya tidak ada secara nyata, maka tayamum itu merupakan azimah.

 

Apabila tidak demikian, maka ia adalah rukhsah dengan dalil keabsahan tayamum orang yang durhaka dalam perjalanan sebelum bertobat jika tidak ada air secara nyata dan kebatalan tayamumnya sebelum itu jika tidak ada air secara syara’ seperti bertayamum karena sakit. Jika engkau tidak sanggup menggunakan air karena salah satu dari enam sebab, maka bolehlah bagimu bertayamum.

 

Sebab-sebab itu ialah karena tidak ada air setelah mencarinya atau karena halangan seperti sakit atau karena air tidak bisa sampai kepadanya lantaran dikurung tanpa alasan yang benar atau air yang ada dibutuhkan untuk minum atau untuk orang yang bukan murtad dan bukan peninggal salat maupun kafir (harbi)?

 

Apabila air itu dibutuhkan suatu kepentingan, maka wajib menyimpannya dan haram dipakai untuk berwudu, demi memelihara nyawa atau anggota atau manfaat dari kerusakan. Atau airnya milik orang lain dan tidak dijual kecuali lebih dari yang semestinya, dimasa dan tempat itu atau seseorang menderita luka.

 

Diriwayatkan oleh Al-Hakim bahwa sesorang lelaki menderita luka di zaman Rasulullah  Kemudian ia mimpi hingga keluar mani, orang-orang menyuruhnya mandi. Maka ia pun mandi hingga mati, beritanya sampai kepada Rasulullah , maka beliau mengatakan: “Mereka telah membunuhnya, bukankah kalau tidak tahu harus bertanya.”

 

Atau engkau menderita sakit yang dikhawatirkan atas dirimu. Maka apabila ingin bertayamum, hendaklah engkau sabar hingga masuk waktu salat fajar. Karena tayamum adalah taharah yang bersifat darurat dan tiada darurat sebelum waktunya. Kemudian carilah debu yang baik dan murni suci tidak bercampur dengan barang najis.

 

Tepukkan kedua tanganmu dengan merapatkan jari-jarimu di atas debu dengan niat, istibahah fardhi as-sholah. Kemudian usapkan kedua telapak tanganmu pada seluruh wajahmu sekali. Janganlah memaksakan sampainya debu ke tempat-tempat tumbuhnya rambut, baik tipis maupun tebal karena tidak disunahkan, mengingat kesulitannya.

 

Lepaskanlah cincinmu, karena melepas cincin pada kali yang kedua adalah wajib supaya debu sampai ke tempatnya dan tidak cukup dengan hanya menggerakkannya, karena debu tidak masuk di bawahnya lantaran ketebalannya. Lain halnya dengan air, maka kewajiban melepaskannya adalah di waktu mengusap. Demikian dikatakan oleh Ahmad Al-Mahiy.

 

Adapun dalam tepukan pertama, hukumnya sunah supaya seluruh wajah bisa diusap dengan tangan sebagaimana dikatakan oleh AlMahalli. Tepuklah untuk kali yang kedua dengan merenggangkan antara jari-jarimu dan usapkanlah dengan kedua telapak tanganmu pada kedua tanganmu sampai dengan kedua sikumu.

 

Jika tidak bisa memenuhi keduanya, maka tepuklah sekali lagi hingga memenuhi keduanya. Kemudian usapkan salah satu telapak tanganmu pada telapak tangan yang lain dan usapkan pada sela-sela jari-jarimu dengan merenggangkannya dan salatlah fardu sekali dan nawafil yang engkau inginkan. Jika engkau ingin mengerjakan salat fardu lainya, maka bertayamum lagi, meskipun tidak berhadas. Demikianlah setiap salat fardu dikerjakan dengan satu tayamum.

 

Ya, apabila salat kedua adalah muakkadah (ulangan), boleh menggabungkan dengan satu tayamum, karena muakkadah menjadi sunah, meskipun engkau berniat fardu di dalamnya. Boleh juga engkau gabungkan antara salat Zuhur dan Jumat dengan satu tayamum.

Adab Keluar Menuju Masjid

 

Apabila engkau selesai bersuci dari hadas, maka salatlah dua rakaat sebelum Subuh di rumah jika fajar telah terbit, dan bacalah di dalamnya surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash atau bacalah surah An-Nasr dan Al-Fiil.

 

Barangsiapa membaca dalam dua rakaat sebelum fajar, surah An-Nasr dan Al-Fiil, maka tangan setiap musuh tidak bisa menjangkaunya dan mereka tidak mempunyai jalan untuk mengganggunya. Ini adalah shahih mujarab tanpa diragukan. Demikianlah yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Al-Ghazali.

 

Begitulah yang dilakukan oleh Rasulullah , yakni menunaikan salat sunah dua rakaat sebelum Subuh di rumah. Disunahkan memisahkan antara sunah Subuh dan fardu dengan berbaring di atas sisinya yang kanan atau kiri dan yang kanan lebih utama, walaupun di dalam masjid, sekalipun diakhirkannya sesudah salat fardu sebagaimana dikatakan oleh Al-Wanna’iy.

 

Hikmah dari hal itu ialah mengingat berbaring di dalam kubur di awal siang supaya mendorongnya untuk mengerjakan amal-amal akhirat atau untuk menampakkan ketidak mampuan di awal siang.

 

Ia berkata di waktu berbaring:

 

“Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail. Israfil dan Izrail serta Tuhan Muhammad  Lindungilah aku dari api neraka (tiga kali).

 

Kemudian pergilah menuju masjid sesuai sabda Nabi :

 

Allah  berfirman: “Sesungguhnya rumahku di bumi-Ku adalah masjid dan tamu-tamu-Ku didalamnya adalah orang-orang yang memakmurkannya. Maka beruntunglah hamba yang bersuci di rumahnya, kemudian mengunjungi Aku di rumah-Ku. Maka wajiblah tuan rumah menghormati tamunya.”

 

Janganlah engkau meninggalkan salat jamaah, sebagaimana disabdakan oleh Nabi :

 

“Barangsiapa mengerjakan salat-salat dalam jamaah selama 40 hari tanpa ketinggalan takbiratul ihram, maka Allah menulis baginya dua kebebasan, kebebasan dari sifat munafik dan kebebasan dari api neraka.”

 

Utamanya adalah salat Subuh, karena jamaah dalam salat Subuh lebih utama daripada salat jamaah dalam salat Isya dan jamaah dalam salat Isya lebih utama daripada jamaah salat lainnya. Adapun salat yang paling utama adalah salat Asar.

 

Dalam hadis disebutkan: “Barangsiapa mengerjakan salat Isya dalam jamaah, seakan-akan ia salat separuh malam dan siapa mengerjakan salat Subuh dalam jamaah, seakan-akan salat semalam penuh.” Kemudian penulis mengemukan alasan larangan meninggalkan salat jamaah dengan perkataannya: Karena salat jamaah lebih baik 27 derajat daripada salat sendiri sebagaimana disebutkan dalam hadis. Jika engkau mengabaikan keuntungan seperti ini, yakni keutamaan jamaah maka apakah gunanya engkau menuntut ilmu?

 

Sesungguhnya buah ilmu adalah mengamalkannya. Apabila engkau pergi ke masjid, maka berjalanlah dengan perlahan dan tenang dan jangan terburu-buru. Dan ucapkanlah dalam perjalananmu: ,

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu, demi hak orang-orang yang memohon pada-Mu dan hak orang-orang yang berharap kepada-Mu dan demi perjalananku kepada-Mu ini. Sesungguhnya aku tidak keluar (ke masjid) dengan sombong dan congkak maupun karena riya’ dan mencari ketenaran. Akan terapi aku keluar dari rumahku untuk menghindari kemarahan-Mu dan mencari keridaan-Mu. Maka aku mohon kepada-Mu agar menyelamatkan aku dari api neraka dan mengampuni dosa-dosa-Ku, Sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau.”

 

Dalam kitab Ibnu Hajar ada tambahan sesudahnya, Ya arhamar raahimiin, Ya akramal akramiin (wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang, wahai Tuhan yang Maha Pemurah di antara para pemurah).

Adab Memasuki Masjid

 

Jika engkau akan memasuki masjid, maka lepaskanlah sandal kirimu lebih dulu dan letakkan kaki kirimu di atasnya. Kemudian lepaskan sandal kananmu, dan dahulukan kaki kananmu ketika akan memasukinya. Sama halnya dengan masjid, setiap tempat yang mulia, dan setiap tempat tidak diketahui keadaannya, maka dahulukan kaki kananmu. Apabila keluar dari masjid menuju masjid, dahulukanlah kaki kanan.

 

Di saat memasuki Kakbah maupun keluar dari situ, ia dahulukanlah kaki kanan. Demikianlah yang disebutkan oleh Al-Wanna’iy.

 

Ketika hendak masuk, maka ucapkan:

 

“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung dan Dzat-Nya yang mulia serta kekuasaan-Nya yang lama dari setan yang terkutuk, segala puji bagi Allah.”

 

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Adzkaar. Kemudian ucapkanlah:

 

“Ya Allah, impahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad serta para sahabatnya. Ya Allah, ampunilah dosadosaku dan bukalah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu.”

 

Kemudian ucapkan Basmallah, dan masuklah. Apabila engkau keluar, maka dahulukan kaki kirimu dan ucapkanlah sama seperti di atas, dan yang terakhir diganti:

 

“Dan bukalah bagiku pintu-pintu karunia-Mu.”

 

Hikmah menyebut rahmat di waktu masuk dan menyebut karunia di waktu keluar, adalah Allah   akan memberi rahmat bagi para hambaNya, dan akan membukakan pintu-pintu rezeki serta dicukupkan sesuai dengan ibadatnya.

 

Ini termasuk karunia yang diberikan Allah kepada para hambaNya sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar. Siapa saja yang engkau lihat melakukan transaksi berjual beli di dalam masjid, maka katakanlah, semoga Allah tidak menjadikan perdaganganmu beruntung. Dan apabila engkau lihat orang yang mencari barangnya yang hilang di dalam masjid. Maka katakanalah, semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang. Demikianlah yang diajarkan Rasulullah  , diriwayatkan dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Apabila kalian melihat seseorang melakukan jual-beli sesuatu di dalam masjid, maka katakanlah, semoga Allah tidak menjadikan perdaganganmu beruntung. Dan apabila kalian melihat seseorang yang mencari barangnya yang hilang di dalamnya, maka katakanlah, semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.”

 

Diriwayatkan pula dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa melihat seseorang mencari barang yang hilang di dalam masjid, maka hendaklah ia mengatakan, “Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu, karena masjid tidak dibangun untuk ini.”

 

Apabila engkau memasuki masjid, maka janganlah duduk sampai engkau kerjakan salat dua rakaat tahiyyatul masjid. Akan tetapi bila engkau memasuki Masjidil Haram dan hendak melakukan thawaf, maka yang lebih utama adalah engkau mulai dengan thawaf, kemudian engkau niatkan dua rakaat sunah thawaf serta tahiyyatul masjid sekaligus. Jika engkau berniat salah satunya, maka termasuk pula yang lain, meskipun engkau tidak meniatkannya. Karena tahiyyat Al-Masjidil Haram tidak luput dengan thawaf sebagaimana dinukil oleh Al-Wan’iy dari Abu Qasim.

 

Makruh mengerjakan salat tahiyyat bila mendapati salat fardu telah diserukan igomahnya dengan kalimat -kalimat yang telah dikenal. Makruh pula bila ia khawatir meninggalkan salat, baik fardu maupun salat sunah. Adapun bila ia meyakini ketinggalan salat fardu, maka diharamkan salat tahiyyatul masjid. Namun jika salatnya nafilah maka hukumnya makruh.

 

Disunahkan membaca Subhanallah walhamdullilah wa laa ilaha illallah wallahu akbar empat kali bagi siapa yang memasuki masjid namun enggan untuk salat tahiyyat masjid dikarenakan sibuk atau sesuatu yang lain, karena keutamanya menyamai salat dua rakaat. Ini adalah bila tidak bsia berwudu di dalam masjid sebelum waktu yang lama. Kalau tidak, maka tidaklah cukup hal itu karena ia ceroboh dengan meninggalkan wudu padahal ia mampu melakukannya.

 

Jika engkau belum melakukan salat dua rakaat fajar di rumah, maka engkau boleh menunaikannya sebagai ganti tahiyyat, karena ia bisa tercapai dengan setiap salat sunah maupun wajib. Meskipun engkau tidak meniatkannya. Karena yang dimaksud adalah adanya salat sebelum duduk dan telah terwujud dengan itu Al-Bujairami berkata: ” Apabila ia berniat tahiyyat dengan salat fardu misalnya, maka ia mendapat pahalanya, sesuai ijma’ para ulama. Namun jika tidak diniatkan, maka tidaklah terwujud, sesuai ijma’ ulama.” Jika engkau selesai salat sunah dua rakaat fajar atau tahiyyat, maka berniatlah iktikaf, yaitu tinggal di masjid dengan niat iktikaf, karena hukumnya sunah muakkadah dalam setiap waktu.

 

Telah diriwayatkan dari Rasulullah  bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan iktikaf selama waktu orang memeras susu, maka seakan-akan ia membebaskan hamba sahaya.”

 

Kemudian berdoalah sebagaimana doa Rasulullah  setelah salat sunah fajar sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Akan

 

tetapi diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah  membaca doa ini setelah selesai salat pada malam Jumat:

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu rahmat dari sisi-Mu yang dengannya Engkau menunjuki hatiku dan menyatukan keadaanku yang bercerai berai dan Engkau perbaiki urusanku yang berantakan dan Engkau kembalikan kecintaanku, dengan rahmat itu Engkau pelihara batinku dan Engkau angkat derajat lahirku, Engkau bersihkan amaiku, Engkau ilhami kebenaranku, Engkau penuhi hajatku bagiku dan Engkau pelihara aku dengannya dari setiap keburukan.”

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu iman yang murni dan kekal yang memasuki hatiku dan keyakinan yang tulus hingga aku mengetahui bahwa tidak akan menimpa diriku kesulitan apa yang Lengkan tetapkan bagiku dan jadikan aku rida dengan apa yang Lengkan berikan kepadaku.”

 

Doa ini tidak tercantum dalam Al-Ihya’, Asy-Syifa’ dan Al-Jaami .. Akan tetapi disebutkan dalam Al-Ihya’ bahwa ini doa Adam sedang doa yang sebelum dan sesudahnya terdapat dalam Al-Ihya’ dan Al-Jaami’.

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu iman yang tulus dan keyakinan yang tiada kekafiran sesudahnya dan aku mohon kepada-Mu rahmat untuk mencapai kemuliaan karomah-Mu di dunia dan akhirat.”

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu keberuntungan di waktu bertemu dan kesabaran ketika menerima takdir dan aku mohon kepada-Mu derajat para syuhada dan kehidupan orang-orang yang bahagia, kemenangan dalam melawan musuh serta berkumpul dengan para nabi.”

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar Engkau penuhi hajatku meskipun aku sulit menjangkau yang lebih baik dan kurang ibadatku sedang aku membutuhkan rahmat-Mu, Wahai Tuhan yang menyembuhkan penyakir hari, sebagaimana Engkau melindungi lautan dari percampuran, maka lindungilah aku dari siksa neraka dan seruan celaka serta itnah kubur.”

 

“Ya Allah, sesuatu yang tidak tercapai oleh akalku dan tidak dikerjakan olehku dan tidak tercapai oleh niat dan keinginan ku berupa kebaikan yang Engkau janjikan kepada salah seorang hamba-Mu atau kebaikan yang Engkau berikan kepada salah seorang makhluk-Mu, maka aku benar berharap kepada-Mu untuk memperolehnya dan aku memohonnya kepada-Mu, wahai Tuhan semesta alam.”

 

“Ya Allah, jadikanlah kami sebagai pemberi petunjuk yang mengikuti kebenaran, tidak sesat dan tidak menyesatkan, berperang melawan musuh-musuh-Mu dan berdamai dengan para wali-Mu. Kami cintai orang-orang karena kami mencintai-Mu dan kami musuhi penentang-Mu di antara makhluk-Mu karena Engkau memusuhinya.”

 

“Ya Allah, inilah doa kami dan terserah kepada-Mu untuk mengabulkannya. Dan inilah kemampuan kami dan kepada-Mu kami bertawakal, Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kami kembali dan tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Ya Allah, Tuhan yang memiliki tahi yang kuat (Al-Qur’an) dan ajarannya benar: Aku mohon kepada-Mu keamanan pada hari ancaman dan mohon surga pada hari kekekalan bersama orang-orang yang dekat dengan Allah dan memandang kepada Tuhan mereka beserta orang-orang yang rukuk dan sujud dan menepati janjinya kepada-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan Sesungguhnya Engkau melakukan apa yang Engkau inginkan. Maha Suci Tuhan yang memiliki segala kekuatan dan mengalahkan setiap sesuatu yang kuat dengannya. Maha Suci Tuhan yang memiliki segala kebesaran dan menganugerahkannya kepada para hambaNya. Maha Suci Tuhan yang tidak parut disucikan selai Dia. Maha Suci Tuhan yang memiliki segala karunia dan kenikmatan. Maha Suci Tuhan yang banyak memberikan dan Maha Pemurah. Maha Suci Tuhan yang mengetahui jumlah segala sesuatu.”

 

“Ya Allah, jadikanlah bagiku cahaya di dalam hatiku, cahaya di dalam kuburku, cahaya di dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam rambutku, cahaya dalam kulitku, cahaya dalam dagingku, cahaya dalam darahku, cahaya dalam tulang-tulangku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya dari atasku dan cahaya di bawahku. Ya Allah, tambahilah aku cahaya dan berilah aku cahaya, yaitu cahaya terbesar dan jadikanlah cahaya bagiku dengan rahmat-Mu, Ya Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

 

Al-Qurtubi berkata: “Yang jelas mengenai makna cahaya ialah pemandangan dari apa yang dinisbahkan kepadanya dan berbeda-beda menurut keadaannya. Cahaya pendengaran menampakkan apa-apa yang di dengar, cahaya penglihatan menyingkapkan apa-apa yang dilihat cahaya hati menyingkapkan apa-apa yang diketahui, cahaya anggota-anggota badan ialah amal-amal ketaatan yang nampak padanya.”

 

An-Nawawi berkata, menukil dari para ulama: “Cahaya dicari dalam anggota-anggota tubuhnya, tindakan-tindakannya, berbagai keadaannya, semua perbuatannya yang halal serta keseluruhannya dalam keenam penjurunya hingga tidak luput sedikitpun darinya.”

 

Doa ini terdapat dalam Al-ihya’ tanpa ditambah maupun dikurangi, dan berlainan dengan yang terdapat dalam Al-Jaami’. Apabila engkau selesai berdoa, maka janganlah melakukan sesuatu hingga salat fardu, kecuali berfikir atau bertasbih atau membaca Al-Qur’an atau lainnya seperti membaca tahmid dan istigfar.

 

Diriwayatkan dari Anas dari Nabi , beliau bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan pada pagi hari Jumat sebelum salat Subuh, Aku mohon ampun kepada Allah yang tiada Tuhan selai Dia, yang hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya serta bertobat kepada-Nya tiga kali, maka Allah  mengampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih air laut.”

 

Diriwayatkan dari Ummi Raafi’  , bahwa Rasulullah  berkata kepadanya: “Hai Ummi Raafi, apabila engkau hendak mengerjakan salat, maka bacalah tasbih (subhanallah) sepuluh kali, tahlil (laa ilaha illallah) sepuluh kali, tahmid (alhamdulillah) sepuluh kali, takbir (Allahu akbar) sepuluh kali dan mohonlah ampun (istigfar) sepuluh kali kepada-Nya. Karena apabila engkau bertasbih, maka Allah berkata: “Ini adalah bagiKu.” Dan apabila engkau membaca tahlil, maka Allah berkata: “Ini adalah bagi-Ku.” Apabila engkau membaca tahmid, maka Allah berkata: Ini adalah bagi-Ku.” Apabila engkau bertakbir, maka Allah berkata: ”Ini adalah bagi-Ku.” Dan apabila engkau memohon ampun, maka Allah berkata: “Aku telah mengampuninya.” Demikianlah yang disebutkan dalam Al-Adzkar oleh An-Nawawi. Dalam hadis disebutkan:

 

“Barangsiapa mengucapkan antara terbit fajar dan salat Subuh, Maha Suci Allah yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Tuhan yang memberi karunia dan tidak menerima pemberian. Maha Suci Tuhan yang melindungi dan tidak menerima perlindungan, Maha Suci Tuhan yang tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan-Nya Maha Suci Tuhan yang tasbih merupakan pemberian dari-Nya atas siapa. Yang bersandar kepada-Nya, Maha Suci Tuhan yang segala sesuatu bertasbih dengan memujinya, Maha Suci Engkau tiada Tuhan selain Engkau, Ya Tuhan, yang bertasbih kepada-Nya segala sesuatu selamatkan lah aku dengan maaf-Mu, karena aku tak sabar lagi.”

 

Kemudian ia memohon ampun kepada Allah seratus kali, maka tidak genap empat puluh hari, melainkan telah datang dunia seluruhnya kepadanya. Hal itu dengan syarat takwa. Demikianlah yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Sayyidi Ahmad Zaruq. Apabila engkau mendengar azan di tengah pembacaan wirid-wirid tersebut, maka hentikanlah apa yang sedang engkau lakukan dan dengarkanlah azan itu, karena mendengarkannya pada waktunya telah lebih utama daripada mendengarkan Al-Quran, meskipun lebih utama darinya.

 

Demikianlah yang disebut oleh Al-Wan’iy dengan menukil dari Az-Ziyadi. Jawablah muazin, walaupun engkau sedang melakukan thawaf atau mengajar atau dalam keadaan junub dan semacamnya, dan bukan di saat engkau buang hajat atau saat melakukan jimak atau mendengarkan khatib, atau dalam keadaan salat. Akan tetapi bila engkau selesai dari salat, maka jawablah sebagaimana biasanya. Apabila engkau menjawabnya di waktu salat, maka hukumnya makruh dan tidak membatalkan salat, kecuali bila engkau ucapkan, shodagta wa barorta (engkau berkata benar dan berbuat baik), maka batallah salatmu. Begitu pula ketika engkau keluar dari tempat buang air, maka jawablah muazin.

 

Apabila muazin mengucapkan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka katakanlah seperti itu. Begitu pula dalam setiap kalimat kecuali   maka ucapkanlah: Laahaula wala quwwata ilia billahil ‘alryyil Adhim.

 

Apabila muazin mengucapkan   , maka ucapkanlah dalam jawabanmu,

 

“Engkau berkata benar dan berbuat baik dan aku termasuk orang-orang yang bersaksi atashal itu.”

 

Apabila engkau mendengar iqamat, maka jawablah seperti apa yang di katakannya, kecuali dalam perkataan gad gaamatish sholah, maka engkau jawab masing-masing:

 

“Semoga Allah terap menegakkanya dan mengekalkannya selama adanya langit dan bumi.”

 

Apabila engkau selesai dari menjawab azan dan iqamat atau selesai menyerukan azan dan iqamat, jika engkau sebagai muazin atau orang yang menyerukan iqamat, maka bacalah salawat dan salam atas Nabi kemudian ucapkanlah

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu di waktu kehadiran salat-Mu dan ketika mendengar suara-suara dari orang-orang yang menyerukan panggilan-Mu di waktu perginya malam dan datangnya siang-Mu agar Engkau berikan kepada Muhammad kedudukan tinggi di surga dan keutamaan serta derajat yang tinggi dan berilah dia kedudukan terpujiyang Engkau Janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji, Ya Tuhan Maha Penyayang di antara para penyayang.”

 

Doa ini khusus di waktu Subuh. Adapun doa yang disunahkan bagi muazin dan orang yang menyerukan iqamat serta pendengarnya di setiap waktu adalah doa yang masyhur:

 

“Ya Allah, pemilik seruan yang sempurna dan salat yang berdiri ini, berilah Muhammad kedudukan wasiilah dan keutamaan serta berilah dia kedudukan terpuji yang Engkau janjikan kepadanya.”

 

Yakni setelah selesai menyerukan azan dan iqamat, disunahkan bagi muazin, pendengar dan siapa yang mendengarnya selain imam Jumat di waktu iqamat agar bacaan doa ini, sesudah membaca salawat dan salam atas Nabi  sebagaimana disebutkan oleh Al-Wina’iy. Yang dimaksud seruan yang sempurna adalah azan, karena ia mengumpulkan akidahakidah secara lengkap.

 

Yang dimaksud dengan magam mahmud (kedudukan terpuji) adalah syafa’at terbesar dalam memutuskan perkara yang dipuji oleh orangorang yang terdahulu dan yang kemudian, karena Nabi  sujud empat kali di bawah Arsy hingga dikabulkan. Sebelumnya mereka mengandalkan Adam   , kemudian ulul azmi, Nuh , Ibrahim  , Musa , dan Isa   dan masing-masing mengemukakan uzurnya.

 

Dan apabila engkau mendengar suara azan sedang engkau berada dalam salat, maka selesaikanlah salatmu dan jangan menjawabnya, karena jawabanmu ketika itu adalah makruh.

 

Kemudian bacalah jawabannya sesudah salam menurut cara dan tertibnya. Begitu pula jika engkau berada di luar salat dan tidak menjawab muazin selesai dari dari azan atau iqamat, maka di anjurkan menyusulkan jawabannya walaupun tanpa uzur, jika selang waktunya tidak lama menurut kebiasaan.

 

Andaikata engkau hanya mendengar azan atau iqamat terakhir, maka engkau jawab dari permulaan lalu engkau jawab seluruhnya dan engkau jawab pula di waktu melakukan Tarjii’, meskipun engkau tidak mendengarnya menurut pendapat Al-Wana’iy.

 

Apabila imam mengucapkan takbiratul ihrom untuk salat fardu, maka janganlah menyibukkan diri kecuali dengan mengikutinya dan kerjakanlah salat fardu sebagaimana akan dikemukan kepadamu dalam cara salat dan adab-adabnya. Apabila engkau selesai dari mengerjakan salat fardu, maka ucapkanlah setelah istigfar tiga kali. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Tsauban bekas sahaya Rasulullah “Ya Allah, limpahkanlah salawat dan salam atas Muhammad dan keluarga Muhammad, Ya Allah, Engkau adalah pemberi keselamatan dan dariMu berasal keselamatan serra kepada-Mu kembali keselamatan. Maka hidupkanlah kami, Ya Tuhan kami dengan kesclamatan dan masukkanlah kami ke dalam surga negeri keselamatan. Maha suci Engkau, Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”

 

Kemudian mulai berdoa sesudah salat dengan perkataannya:

 

“Maha Suci Tuhan yang Maha Tinggi lagi Maha Pemberi karunia.”

 

Diriwayatkan oleh Salamah Ibnul Akwa’ bahwa Nabi , memulai doanya dengan perkataan subhana robbiyal aliyyil a’laa al-wahhaab tiga kali, kemudian membaca:

 

“Tiada Tuhan selain Allah sendiri rada sekutu bagi-Nya, Dia memiliki segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan, Dia hidup kekal tidak bisa mati, di tangan-Nya terdapat segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan selain Allah Pemberi kenikmatan dan karuma dan pemilik pujian yang baik, Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain Dia dengan memurnikan agama bagi-Nya, walaupun tidak disukai oleh orang-orang kafir.”

 

Ini adalah sebagaimana yang tercantum dalam Al-Ihya”: An-Nawawi berkata dalam Al-Adzkar. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Zubair bahwa setiap habis salat setelah memberi salam dianjurkan membaca:

 

“Tiada Tuhan selain Allah sendiri, nada sekutu bagi-Nya. Dia memiliki segala kekuasaan, Bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah. Tiada Tuhan selam Allah dan kami tidak menyembah selain dia. Bagi-Nya segala kenikamaran dan karunia dan bagi-Nya pujian yang baik. Tiada Tuhan selain Allah dengan memurnikan agama bagi-Nya, walaupun tidak disukai oleh orang-orang yang kafir.”

 

Kemudian berdoalah sesudah itu doa Al-Kawaamil (yang lengkap dan sempurna), yaitu doa yang diajarkan Rasulullah  kepada Aisyah  :

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu segala kebaikan, yang segera maupun yang akan datang, yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan, yang segera maupun yang akan datang, yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Aku mohon kepada-Mu surga dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa perkataan, perbuatan, niat dan itikad dan aku berlindung kepada-Mu dari api neraka dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa perkataan, perbuatan, niat, dan itikad. Aku mohon perlindungan kepada-Mu dari kebaikan yang dimohon kepada-Mu oleh hamba dan nabi-Mu Muahammad , dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang dimohonkan perlindungan darinya oleh hamba dan nabi-Mu Muhammad  Ya Allah, perkara apa saja yang Engkau putuskan atas diriku, maka jadikanlah kesudahannya kebaikan.”

 

Dalam riwayat lain dari Ibnu Majah dari Aisyah adalah: “Dan aku mohon kepada-Mu agar Engkau jadikan setiap keputusan yang Engkau putuskan bagiku merupakan kebaikan.”

 

Kemudian berdoalah seperti yang diwasiatkan oleh Rasulullah  kepada Fatimah :

 

“Ya Tuhan yang hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya, Ya Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan, tiada Tuhan selain Engkau, dengan rahmat-Mu aku meminta tolong dan aku memohon perlindungan dari siksa-Mu. Janganlah Engkan serahkan aku kepada diriku maupun kepada salah satu seorang makhluk-Mu sekejap matapun dan perbaikilah bagiku urusanku seluruhnya sebagaimana Engkau memperbaiki orangorang yang salih.”

 

Kemudian katakanlah apa yang yang dikatakan oleh Sayyidina Isa

 

“Ya Allah, di waktu ini aku tidak dapat menolak apa yang tidak aku sukai dan aku tidak berkuasa untuk memberi manfaat yang aku harapkan sedangkan segala urusan berada di tangan-Mu bukan di tangan selain Engkau. Diriku bergantung pada amalku, maka nada orang miskin yang lebih membutuhkan Engkau dari pada aku, dan tiada yang lebih kaya dan tidak membutuhkan aku dari pada Engkau. Ya Allah, janganlah Engkau Jadikan musuhku gembira atas penderitaanku dan janganlah Engkau Jadikan temanku sedih atas musibah yang menimpaku. Janganlah Engkau Jadikan musibahku dalam agamaku dan janganlah Engkau jadikan dunia keinginanku yang terbesar maupun puncak pengetahuanku dan janganlah Jadikan orang yang tidak kasihan padaku menguasai aku lantaran dosaku.”

 

Kemudian berdoalah sesukamu dengan doa-doa yang masyhur, yang paling utama adalah sayyidul istigfar, yaitu:

 

“Ya Allah, Engkau Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau. Engkau ciptakan aku sedang aku adalah hamba-Mu dan aku dalam jaminan dan janjiMu sesuai kemampuanku. Aku mengakui bagi-Mu kenikmatan-Mu atas diriku dan aku mengakuai dosaku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Aku berlindung dengan-Mu dari kejahatan perbuatanku.”

 

Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah “ bersabda: ,

 

“Barangsiapa di waktu pagi dan sore mengucapkan: Di waktu pagi aku jadikan Engkau dan para pemikul Arsy-Mu dan para malaikat-Mu serta semua makhluk-Mu sebagai saksi bahwa Engkaulah Allah tiada Tuhan selain Engkau dan Mulommad dan rasul-mu, maka Allah membebaskan seperempatnya dari neraka. Barangsiapa mengucapkannya dua kali, maka Allah membebaskan separuhnya dari neraka. Dan siapa mengucapkannya tiga kali, maka Allah membebaskan tiga perempatnya dari neraka. Dan siapa mengucapkan empat kali, maka Allah   membebaskan seluruhnya dari neraka.”

 

Diriwayatkan dari Ummi Salamah, ia berkata: Rasulullah  apabila selesai dari salat Subuh, beliau mengatakan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepadamu imu yang berguna dan amal yang diterima serta rezeki yang baik.”

 

Demikianlah disebutkan dalam Al-Adzkar oleh An-Nawawi .

 

Al-Ghazali berkata kepada salah seorang muridnya: “Bacalah doa ini dalam waktuwaktumu, terutama sesudah salat-salatmu.”

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu nikmat yang sempuna, perlindungan yang terus-menerus, rahmat yang menyeluruh, tetapnya kesehatan, kehidupan yang paling sejahtera, umur yang paling bahagia, waktu yang paling baik, kebaikan yang paling sempurna, kenikmatan yang paling menyeluruh, karunia yang paling nyaman, kelembutan yang paling berguna dan rezeki yang paling luas. Ya Allah, jadikah Engkau penolong kami dan janganlah Engkau memusuhi kami, Ya Tuhan yang Maha Perkasa. Ya Allah, akhirilah ajal kami dengan kebahagiaan dan tambahilah amal-amal kami, berilah kami kesehatan di waktu pagi dan sore, jadikanlah kesudahan dan penghabisanku dalam ampunan dan rahmat-Mu. Tuangkanlah maaf-Mu yang deras kepada dosa-dosa kami dan karuniatlah kami dengan memperbaiki kejelekan-kejelekan kami, Jadikanlah ketakwaan sebagai bekal kami dan ijtihad kami dalam agamaMu, dan kepada-Mu tawakal dan sandaran kami, tetapkan kami di atas Jalan yang lurus dan lindungilah kami di dunia dan aklurat dari hal-hal yang menyebabkan penyesalan di hari kiamat.”

 

“Ya Allah, ringankanlah dari kami beban dosa-dosa kami dan anugerahilah kami penghidupan orang-orang salih dan Iidungilah kami serta jauhkanlah dari kami kejahatan orang-orang yang jahat. Bebaskanlah batang leher kami dan batang leher bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudara lelaki dan saudar-saudara perempuan kami dari api neraka dengan rahmat-Mu, Ya Tuhan yang Maha Perkasa, Ya Tuhan yang Maha Pengampun, Ya Tuhan yang Maha Pemurah, Ya Tuhan yang menutupi kejelekan, Ya Tuhan yang Maha Penyantun, Ya Tuhan yang Maha Perkasa, Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah, Ya Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Semoga Allah melimpahkan salawat atas Sayyidina Muhammad dan keluarganya semua.”

 

Hafalkanlah doa-doa itu yang kami sebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, lalu berdoalah dengan semuanya jika engkau mampu melakukannya atau hafalkanlah darinya mana yang lebih cocok dengan keadaanmu dan lebih menyentuh hatimu serta lebih ringan pada lisanmu sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Ghazali.

 

Di antara doa-doa yang tersebut dalam Al-Ihya’ adalah doa Sayyidina Ibrahim Al-Khalil , siapa yang berdoa dengannya ketika memasuki waktu pagi, maka ia telah menunaikan syukur di hari itu, yaitu:

 

“Ya Allah, ini adalah mahluk baru, maka bukalah dia bagiku dengan mentaati-Mu dan akhirilah bagiku dengan ampunan dan keridaan-Mu dan anugerahilah aku di dalamnya kebaikan yang Engkau terima dariku dan bersihkanlah dia serta lipar gandakanlah bagiku sedangkan dosa yang aku lakukan di dalamnya, maka ampunilah dia bagiku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemurah.”

 

Di antaranya adalah doa Atabah Al-Ghulam. Ada orang mimpi berjumpa dengannya. Ia berkata: Aku masuk surga dengan sebab kalimatkalimat ini:

 

“Ya Allah, pemberi petunjuk kepada orang-orang yang menyesatkan dan pengasih orang-orang berdosa serta pemaaf kesalahan orang-orang yang bersalah, kasihanilah hamba-Mu dalam menghadapi bahaya besar dan kaum muslimin semuanya dan jadikanlah kami termasuk orang-orang baik yang mendapar rezeki dan Engkau beri kenikmatan kepada mereka, yaitu para nabi, shiddiq syuhada dan orang-orang salih. Amin, Ya Tuhan semesta Alam.”

 

Bagilah waktu-waktumu sehabis salat hingga terbit matahari menjadi empat wirid. Pertama, satu wirid berupa pembacaan doa-doa, Yang dimulai dengan menyebut nama Allah, sebagaimana telah di kemukakan di atas dan janganlah memulai dengan meminta.

 

Salamah Ibnu Akwa’ berkata, tidaklah aku mendegar Rasulullah memulai doa, melainkan beliau memulai dengan perkataan: “Subhana robbiyal aliyyil alaa al-wahhab.” Kemudian itu membaca salawat atas nabi . Barulah setelah itu mintalah keperluan, dan akhirilah dengan membaca salawat atas Nabi  Karena Allah menerima kedua salawat itu dan tidak menyia-yiakan doa di antara keduanya. Demikianlah disebut dalam Al-Ihya”.

 

Kedua, satu wirid dalam bentuk zikir-zikir dan tasbih dan engkaufbaca dengan bantuan biji tasbih. Ketiga, satu wirid berupa bacaan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mengumpulkan antara keutamaan zikir , berfikir dan berdoa bilamana dilakukan dengan penuh renungan. Maka dianjurkan bagimu membaca sejumlah ayat yang disebutkan dalam khabar-khabar tentang keutamaannya, yaitu membaca Al-Fatihah, ayat Kursi dan penghabisan surah Al-Bagarah, Akhir surah At-Taubah, lima ayat dari awal surah Al-Hadid dan empat ayat terakhir dari surah Al-Hasyr da beberapa ayat lainnya. Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya’. Keempar, satu wirid dengan renungan. Maka renungan apa pun yang bisa engkau lakukan, maka ia adalah ibadat yang paling mulia, karena di dalamnya terdapat makna dzikrullah dan tambahan dua perkara.

 

Yang pertama, tambahan makrifat, karena renungan adalah kunci makrifat dan kasyaf. Yang kedua, ialah tambahan mahabbah (cinta), karena hari tidak mencintai selain siap yang diagungkannya dan tidaklah tersingkap kebesaran Allah  , kecuali dengan mengenal sifat-sifat dan kekuasaan serta keajaiban perbuatan-perbuatannya. Maka dari renungan itu timbul makrifat dan dari makrifat timbul pengagungan dan dari pengagungan timbul cita.

 

Maka renungkanlah dosa-dosa dan kesalahan-kesalahanmu serta ke cerobohanmu dalam beribadat kepada Tuhanmu dengan akibatnya berupa hukuman-Nya yang pedih dan kemurkaan-Nya yang besar.

 

Dengan renungan engkau atur wirid-wiridmu dalam seluruh harimu untuk menyusul ketinggalanmu dan menghidari kemurkaan Allah  pada harimu dan engkau niatkan kebaikan bagi seluruh orang muslim.

 

Engkau putuskan untuk tidak menyibukkan diri dalam seluruh siangmu kecuali dengan mentaati Allah  dan engkau maksudkan dalam hatimu ketaatan yang bisa engkau lakukan dan engkau pilih mana yang paling utama, engkau persiapkan sebab-sebabnya untuk mengerjakan dan jangan lupa memikirkan dekatnya ajal dan datangnya kematian yang memutuskan angan-angan dan timbulnya hal itu secara pasti serta terjadinya kesedihan dan penyesalan di akhirat disebabkan kelalaian yang lama di dunia. Rasulullah bersabda:

 

”Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (yakni kematian).”

 

Aisyah  berkata:” Ya Rasulullah, apakah ada orang yang dihimpun bersama para syuhada?”

 

Nabi  menjawab: “Ya, yaitu siapa yang mengingat kematian 20 kali dalam sehari semalam. Hendaklah diantara tasbih-tasbih dan zikirzikirmu adalah sepuluh kalimat.” Salah satunya:

 

“Tiada Tuhan selain Allah sendiri, tiada sekutu bagi-Nya, Dia memiliki segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia hidup kekal tidak bisa mati, di tangan-Nya terdapat segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

Yang kedua ialah:

 

”Tiada Tuhan selain Allah Raja yang Maha Benar dan menjelaskan kebenaran. ”

 

“Tiada Tuhan selai Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Penakluk, Tuhan Penguasa langit dan bumi dan segala yang terdapat di antara keduanya, yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

 

Keempat:

 

”Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selai Allah dan Allah Maha Besar, nada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.”

 

Perkataan ini sampai perkataannya, “Wallahu Akbar” dinamakan Al-Baaqiyaatush salihaat. Ada yang mengatakan sampai perkataannya: ”Illaa billah.”

 

Rasulullah  bersabda:

 

”Perkataanku: Subhanallah walhamdu lillah wa laa ilaha illallah allahu Akbar lebih aku sukaidari pada tempat naiknya matahari.”

 

Kelima:

 

“Tuhan yang disucikan dan Maha Suci, Tuhan para malaikat dan ruh (jibril).”

 

Beda antara tasbih dan tagdis, tasbih diwujudkan dengan melakukan berbagai ketaatan dan ibadatnya sedangkan tagdis diwujudkan dengan mengenal Dzat Allah  sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Maka tagdis adalah merenungkan semua itu. Diriwayatkan oleh Abi Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni dari Az-Zubair.

 

Nabi  bersabda:

 

“Tidaklah para hamba memasuki waktu pagi, melainkan ada suara berseru: Hai para makhluk, sucikanlah Raja Yang Maha Suci, Tuhan para malaikat dan ruh.”

 

Asy-Syarbini berkata, Ruh itu adalah Jibril   ada yang mengatakan ruh itu adalah seorang malaikat yang kepalanya berada dibawah Arsy dan kedua kakinya berada di lapisan bumi yang ketujuh. Ia mempunyai seribu kepala dan setiap kepala lebih besar dari pada dunia. Pada setiap kepala ada seribu muka dan pada setiap muka ada seribu mulut dan pada setiap mulut ada seribu lisan yang bertasbih menyucikan Allah  Pada setiap lisan ada seribu magam tasbih, tahmid dan tamjin dan setiap lisan mempunyai bahasa yang tidak sama dengan bahasa lisan lainnya. Apabila ia membuka mulut-mulutnya dengan bertasbih, maka para malaikat di langit ketujuh menyungkur sujud karena takut terbakar oleh cahaya yang keluar dari mulutnya.

 

Keenam:

 

”Maha Suci Allah dengan segala puji bagin-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung.”

 

Jabir berkata bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan, Subhanallahi wa bihamdihi, ditanamlah baginya sebatang pohon kurma di surga.”

 

Ketujuh:

 

“Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung yang tiada Tuhan selain Dia Yang hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya dan aku bertobat kepada-Nya.”

 

Dalam salah satu naskah ada tambahan: “Dan ampunan”, sedangkan dalam Al-Ihya’ tidak ada tambahan ini. Kedelapan,

 

“Ya Allah, tiada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tiada yang dapat memberikan apa yang Engkau cegah dan tiada yang dapat menolak apa yang Engkau takdirkan dan tidaklah bermanfaat kekayaan seseorang di sisi-Mu (bila tanpa amal).”

 

Kesembilan:

 

“Ya Allah, limpahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad serta para sahabatnya.”

 

Kesepuluh:

 

“Dengan nama Allah yang tidak berbahaya dengan menyebut nama-Nya sesuatu apa pun di bumi maupun di langit dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 

Kalimat-kalimat ini berbeda dengan yang terdapa: dalam Al-Ihya’ sebagaimana dan tertibnya.

 

Kalimat pertama sama, kalimat kedua tanpa al-aliyyil adhim, kalimat ketiga sama, kalimat keempat: perkataanya subhanallahil adhim wa bihamdihi, kalimat kelima sama, kalimat keenam sama, kalimat ketujuh sama, kalimat kedelapan sama, kalimat kesembilan:

 

“Ya Allah, limpahkanlah salawat dan salam atas Muhammad, hamba-Mu, nabi dan rasul-Mu, nabi yang ummiy dan keluarga serta sahabatnya.”

 

Kalimat kesepuluh:

 

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk. Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan dan aku berlindung kepada-Mu, Ya Tuhanku dari kehadiran mereka kepadaku.”

 

Kemudian pengarang berkata: “Jika engkau baca sepuluh kalimat yang dihadiahkan Al-Khidhir kepada Ibrahim At-Taimi, maka telah lengkap keutamaan dan mengumpulkan keutamaan semua doa tersebut.”

 

Yaitu engkau baca sebelum terbit dan sebelum terbenam matahari surah Al-Fatihah, An-Naas, Al-Falag, Al-Ikhlash, Al-Kafirun dan avat

 

Al-Kursi masing-masing tujuh kali. Kemudian membaca ”subhanal walhamdu lillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar” tujuh kali, dan bersalawat atas Nabi tujuh kali serta memohon ampunan bagi dirimu, ayah dan ibumu serta orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan sebanyak tujuh kali. Dan jangan engkau meninggalkan bacaan tersebut setiap pagi dan sore. Kemudian bacalah:

 

“Ya Allah, perlakukanlah aku dan mereka di waktu dekat maupun di masa yang akan datang dalam urusan agama, dunia dan aklurat dengan sesuatu yang pantas bagi-Mu dan jangan perlakukan kami Ya Tuhan kami dengan sesuatu yang kami pantas menerimanya. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyantun, Maha Pemberi lagi Maha Pemurah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

 

Ulangilah masing-masing kalimat ini seratus atau tujuh puluh atau sepuluh kali, paling sedikit supaya seluruhnya berjumlah seratus.

 

Hal itu lebih baik daripada mengulangi setiap kalimat seratus kali, karena masing-masing kalimat ini mempunyai keutamaan tersendiri sedangkan setiap kalimat menimbulkan semacam kegiatan dan kenikmatan di dalam hati dan perpindahan dari satu kalimat ke kalimat yang lain menimbulkan ketenangan di dalam jiwa dan keamanan dari kebosanan. Demikianlah disebutkan oleh pengarang dalam Al-Ihya”. Bacalah selalu wirid-wirid ini. Janganlah bicara sebelum terbit matahari. Di dalam khabar disebutkan bahwa hal itu lebih utama daripada membebaskan delapan orang keturunan Ismail  Yakni terus berzikir hingga terbit matahari tanpa diselingi bicara.

 

Nabi  bersabda:

 

” Aku lebih suka duduk di majelisku dengan menyebut nama Allah  sejak salat Subuh hingga terbit matahari daripada membebaskan empat orang hamba sahaya.”

 

Diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Allah   berfirman, “Hai anak Adam, ingatlah Aku sesudah salat Subuh dan sesudah salat Asar sesaat, niscaya aku melindungimu di antara kedua waktu itu.” Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya”.

 

Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah  bersabda: ”Barangsiapa mengerjakan salat Subuh berjamaah, kemudian duduk menyebut nama Allah  hingga terbit matahari, kemudian mengerjakan salat dua rakaat, maka pahalanya seperti pahala haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.” Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.

Adab Di Antara Terbit Hingga Tergelincirnya Matahari

 

Apabila matahari sudah terbit dan naik setinggi tombak, maka kerjakanlah salat dua rakaat. Hal itu dilakukan sesudah hilangnya waktu yang dilarang mengerjakan salat, karena salat di waktu itu makruh.

 

Yaitu setelah fardu Subuh hingga naiknya matahari. Apabila matahari telah tinggi dan lewat seperempat siang, maka kerjakanlah salat Dhuha empat atau enam atau delapan rakaat, masing-masing dua rakaat dan itu lebih utama.

 

As-Suyuthi menyebutkan bahwa yang lebih utama adalah dalam rakaat pertama sesudah Al-Fatihah membaca surah Asy-Syams dan rakaat kedua sesudah Al-Fatihah membaca surah Adh-Dhuha. Ibnu Hajar sependapat dengannya, akan tetapi Ar-Ramli berpendapat bahwa ia membaca dalam rakaat pertama Al-Kafirun dan dalam rakaat kedua Al-Ikhlash. Ia lalukan itu dalam setiap dua rakaat darinya. Jumlah ini seluruhnya telah diriwayatkan dari Rasulullah  sebagaimana dikatakan oleh Ummu Hani, Nabi  mengerjakan salat Dhuha dan memberi salam dari setiap dua rakaat. HR. Abi Dawud. Dan salat itu adalah baik seluruhnya, maka siapa yang mau ia boleh mengerjakan banyak dan siapa mau ia boleh mengerjakan sedikit sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Abi Hurairah  : Tiada salat sunah di antara terbitnya matahari dan waktu tergelincirnya, kecuali salat Dhuha.

 

Maka waktumu yang lebih dari itu ada empat keadaan. Keadaan pertama, yang paling utama adalah bila engkau gunakan waktumu untuk menuntut ilmu agama, bukan ilmu yang tidak berguna seperti ilmu sihir dan ilmu nujum.

 

Orang alim menggunakan waktunya untuk mengajar dan mengarang. Jika engkau orang awam, maka kehadiranmu di majelis pengajian dan ilmu lebih baik dari pada membaca wirid-wirid dan mengerjakan salat sunah. Dalam hadis Abi Dzaar  disebutkan bahwa menghadiri majelis zikir lebih utama daripada salat seribu rakaat dan menghadiri seribu jenazah serta menjenguk seribu orang sakit.

 

Ilmu yang berguna ialah ilmu yang menambah rasa takutmu kepada Allah  dan menambah pengetahuanmu tentang kejelekan dirimu, menambah pengetahuan tentang ibadat kepada Tuhanmu, mengurangi keinginanmu terhadap dunia dan menambah kesukaanmu terhadap akhirat serta membuka mata hatimu terhadap cacat-cacat dari amalamahnu hingga engkau bisa menghindarinya disamping membantumu untuk menempuh jalan akhirat bila engkau belajar ilmu itu dengan tujuan tersebut. Ilmu itu bisa menunjukkanmu kepada kejahatan setan serta tipudayanya dan cara penyesatannya terhadap ulama yang buruk, yaitu mereka yang menggunakan ilmu dengan tujuan menikmati kesenangan dunia dan mencapai suatu kedudukan.

 

Mereka itu akan mendapat murka Allah karena mencari kesenangan dunia dengan menjual agama. Mereka menjadikan ilmu sebagai dalih dan alat untuk mengambil harta raja-raja dan makan harta wakaf dan anak yatim serta orang miskin.

 

Mereka rujukan kemauan mereka yang kuat dan mereka habiskan siang hari yang lama untuk mencari kedudukan dan pangkat yang tinggi dalam pandangan manusia. Perbuatan itu menyebabkan mereka bersikap riya, suka mendebat dan meyelidik di dalam pembicaraan.

 

Dalam salah satu naskah disebutkan, persaingan, yakni kesukaan akan ilmu dan amal dengan cara menentang dan membanggakan diri. Ilmu berguna yang semacam ini telah kami kumpulkan dalam kitab Ihya Ulumuddin.

 

Saya sebutkan ringkasanya, yaitu bahwa ilmu yang berguna itu ada dua macam. Ada macam yang sedikit dan banyaknya adalah terpuji. Semakin banyak jumlahnya semakin baik. Ada macam lain yang terpuji bila mencukupi, tetapi tidak baik bila lebih dari itu.

 

Yang pertama adalah pengetahuan tentang Allah , sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya, serta sunah-Nya pada makhluk-Nya dan hikmah-Nya dalam menertibkan akhirat di atas dunia. Yang kedua terbagi menjadi empat bagian, yaitu Ushul, Furu’, pendahuluan dan pelengkap.

 

Ushul ada empat, yaitu Kitabullah dan sunah nabi Muhammad  Bahasa dan nahwu bukanlah termasuk ilmu vang mulia secara tersendiri, tetapi harus dipelajari dengan sebab syara”, karena syariat ini datang dengan bahasa Arab dan setiap syariat dengan setiap bahasa. Maka belajar bahasa itu adalah alat ilmu dan termasuk alat adalah ilmu tentang tulisan. Mutammimaat (pelengkap) ada dalam ilmu Al-Qur’an, karena ia terbagi menjadi tiga macam. Satu macam berkaitan dengan hafal seperti belajar Al-Qur’an dan makhraj huruf. Satu macam berkaitan dengan makna seperti tafsir, karena ia mengandalkan nukilan, dan bahasa semata-mata tidak cukup.

 

Dan satu macam berkaitan dengan hukum-hukum Al-Qur’an seperti pengetahuan vasikh dan mansukh, aam dan khaash, nash dan dhahir, cara menggunakan sebagiannya dengan sebagian lainnya, yaitu ilmu yang dinamakan Ushulul Fikih.

 

Adapun mutammimaat dalam atsar dan khabar, maka ia adalah pengetahuan tentang para perawi, nama-nama mereka, nasab-nasab mereka, nama para sahabat dan sifat-sifat mereka, ilmu tentang keadilan para perawi dan keadaan mereka untuk membedakan antara yang lemah dan yang kuat, ilmu tentang umur-umur mereka untuk membedakan antara yang mursal dan yang musnad.

 

Inilah ilmu-ilmu syar’iyah dan seluruhnya termasuk fardu kifayah. Jika engkau menyenangi macam ilmu tersebut, maka pelajarilah dia dan amalkanlah, kemudian ajarkanlah kepada orang-orang dan serukanlah agar orang-orang mempelajarinya.

 

Maka siapa yang menguasai ilmu berguna dan mengamalkannya, kemudian mengajarkannya dan menyeru orang-orang untuk mempelajarinya, ia dinamakan orang besar di kerajaan langit dengan kesaksian Isa . Karena Sayyidina Isa  berkata: “Siapa yang belajar dan mengamalkan serta mengajarkan, maka ia dinamakan orang besar di kerajaan langit.”

 

Nabi  bersabda: “Siapa yang belajar satu bab ilmu untuk mengajari orang-orang, ia pun diberi pahala tujuh puluh Shiddig.” Apabila engkau selesai dari mempelajari ilmu yang berguna itu dan selesai memperbaiki dirimu lahir batin sedangkan waktumu masih tersisa, maka tidaklah mengapa bila engkau sibukkan dirimu dengan ilmu mazhab Fikih untuk mengetahui cabang-cabang yang jarang dalam ibadat dan cara menengahi persengketaan di antara para makhluk ketika mereka menuruti keinginan nafsu. Belajar ilmu mazhab juga termasuk fardu kifayah setelah mempelajari ilmu-ilmu yang wajib dipelajari. Termasuk fardu kifayah adalah belajar ilmu kedokteran. Az-Ziyadi berkata: Belajar ilmu syar’i ada tiga macam.

 

Fardu ain, yaitu belajar ilmu yang wajib. Fardu kifayah, yaitu belajar ilmu yang menyampaikan kepada derajat pemberian fatwa, dan sunah, yaitu yang lebih dari itu.

 

Al-Ghazali berkata, Jadilah engkau salah satu dari dua orang. Yaitu sibuk dengan dirimu atau sibuk untuk orang lain setelah selesai dari mengurusi dirimu. Janganlah engkau mengurusi orang lain sebelum mengurusi dirimu.

 

Jika engkau sibuk dengan dirimu, maka jangalah engkau sibukkan diri kecuali dengan ilmu yang wajib bagimu sesuai dengan keadaanmu dan segala yang berkaitan dengan amalan-amalan lahir seperti belajar salat, taharah dan puasa.

 

Yang lebih penting adalah ilmu sifat-sifat hati, mana yang terpuji dan tercela, darinya, karena manusia tidak luput dari sifat-sifat tercela seperti serakah, dengki, riya’, sombong, suka membanggakan diri dan sebagainya.

 

Jika nafsumu mengajakmu untuk meninggalkan wirid-wirid dan Zikir-zikir yang kami sebutkan karena menganggapnya berat, maka ketahuilah bahwa setan telah memasukkan dalam hatimu penyakit cinta harta dan kedudukan.

 

Maka janganlah engkau terpedaya olehnya sehingga menjadi bahan tawaannya. Karena ia akan membinasakanmu dan mengejekmu.

 

Jika engkau biasakan dalam waktu lama membaca wirid-wirid dan mengerjakan ibadat-ibadat sunah sehingga engkau tidak merasa berat karena malas, tetapi nampak keinginanmu untuk menghasilkan ilmu yang berguna dan engkau hanya mengharapkan rida Allah  serta negeri akhirat, maka itu lebih utama dari pada ibadat sunah meskipun niatnya benar. Misalnya dalam belajar ilmu itu engkau bermaksud menghidupkan syariat dan menyiarkannya. Maka amal yang disertai niat ini lebih utama dari pada puasa dan salat malam, khalwat, riyadhah dan segala sesuatu lainnya.

 

Andaikata pelakunya membatasi pada amalan-amalan fardu disertai niat yang baik ini, maka hal itu berlipat-lipat kali lebih baik dari pada lainnya, karena manfaat yang meluas lebih besar pahalanya daripada manfaat yang terbatas.

 

Akan tetapi yang diperhitungkan adalah keabsahan niat. Jika niatnya tidak sah, maka belajar adalah tempat kesesatan orang-orang bodoh dan tempat tergelincirnya para ulama.

 

Keadaan kedua, adalah engkau tidak dapat menghasilkan ilmu yang berguna dalam agama, tetapi engkau sibukkan dirimu dengan wirid-wirid seperti Zikir, tasbih, membaca Al-Qur’an dan salat.

 

Semua itu termasuk derajat-derajat para ahli ibadat dan perilaku orang-orang salih. Dengan melakukan itu engkau menjadi orang yang beruntung. Diantara para sahabat ada yang wiridnya dalam sehari membaca 12.000 tasbih, ada yang wiridnya 30.000 tasbih, ada yang wiridnya 300 rakaat hingga 600 rakaat, bahkan 1.000 rakaat.

 

Di antara mereka ada yang wiridnya dalam sehari mengkhatamkan Al-Qur’an. Ada pula yang menghabiskan waktunya dalam sehari semalam untuk merenungkan satu ayat dan di ulang-ulang.

 

Karzin bin Wabrah yang bermukim di Makkah, bertawaf 70 kali dalam sehari dan 70 kali dalam semalam. Di samping itu ia juga mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari semalam dua kali.

 

Ketahuilah bahwa membaca Al-Qur’an di dalam salat sambil berdiri dengan merenungkannya telah mencakup semuanya, tetapi boleh jadi sulit dilakukan terus-menerus. Maka yang lebih utama menurut kemampuan masing-masing. Tujuan wirid adalah membersihkan dan menyenangkan hati dengan menyebut nama Allah .

 

Hendaklah pencari kebaikan melihat kepada hatinya. Mana yang dilihatnya lebih berpengaruh dalam hatinya, hendaklah ia menekuninya. Apabila ia merasa jemu, maka hendaklah ia berpindahlah kepada yang lain, karena kejemuan merupakan tabiat manusia. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya”.

 

Keadaan ketiga, hendaknya engkau sibukkan dirimu dengan sesuatu yang menimbulkan kebaikan bagi kaum muslimin dan memasukkan kegembiraan dalam hati orang-orang mukmin dengan memenuhi hajat dan menolong mereka dalam kebajikan dan ketakwaan. Telah diriwayatkan dalam khabar bahwa amalan yang paling utama adalah menimbulkan kegembiraan dalam hati orang-orang mukmin. Atau kerjakanlah amalamal baik bagi untuk orang-orang salih seperti mengabdi para fuqaha dan orang-orang sufi serta ahli agama. Memberi makan kaum fakir miskin, menjenguk orang sakit, melayat jenazah dan mengantarkannya ke kuburan. Semua itu lebih utama dari pada salat sunah, karena merupakan ibadat dan mengandung manfaat bagi orang-orang muslim.

 

Al-Jailani berkata: “Tidaklah aku sampai kepada Allah  dengan salat malam dan puasa di siang hari, tetapi aku sampai kepada Allah  dengan kemurahan hati, rendah hati dan hati bersih.”

 

Keadaan keempat, jika engkau tidak sanggup melakukan ketiga keadaan yang di atas. Maka bekerjalah untuk memenuhi kebutuhanmu atau keluargamu, karena bekerja juga termasuk ibadat dan wajib bagi umat Islam. Wiridmu adalah memasuki pasar dan bekerja mencari nafkah.

 

Kaum muslimin telah selamat darimu dan aman dari lisan serta tanganmu dan selamat pula agamamu, karena engkau tidak melakukan pelanggaran sehingga dengan itu engkau mencapai derajat ashabul yamiin, meskipun tidak termasuk orang-orang yang naik ke kedudukan orang-orang yang bergegas dalam menunaikan ibadat di samping mengajar dan belajar. Mencari nafkah dengan sifat ini adalah derajat yang paling sedikit dalam tingkatan-tingkatan agama.

 

Adapun bila engkau terus mencari nafkah dan tidak lupa menyebut. nama Allah  dalam pekerjaanmu, dengan membaca tasbih dan zikir zikir serta membaca Al-Qur’an dan menyedekahkan kelebihan dari hajatmu, maka semua itu lebih baik dari pada zikir-zikir yang saya sebutkan disini, karena ibadat yang menyangkut orang lain lebih berguna daripada yang untuk diri sendiri.

 

Mencari nafkah dengan niat ini adalah ibadat bagimu dalam dirimu yang mendekatkanmu kepada Allah , kemudian timbul faidah bagi orang lain disamping engkau mendapat berkah doa kaum muslimin dan berlipat kali pahalanya. Selain dari keadaan keempat yang tersebut ini adalah tempat berkeliarannya setan.

 

Karena sekain keadaan keempat itu engkau akan bekerja dengan sesuatu yang merobohkan agamamu atau mengganggu seorang hamba Allah. Ini adalah kedaan orang-orang yang binasa. Maka janganlah engkau termasuk golongan ini. Pepatah mengatakan: Waktu itu bagai pedang. Jika engkau tidak memotongnya, maka ia akan memotongmu.

 

Dan nafsumu, jika tidak engkau sibukkan dengan tindakan yang benar, maka ia akan menyibukkanmu dengan sesuatu yang batil.

 

Ketahuilah bahwa hamba terhadap agamanya ada tiga derajat. Pertama orang yang selamat dari dosa, ia adalah orang yang membatasi dengan menunaikan amalan-amalan fardu dan meninggalkan maksiat. Kedua orang yang beruntung untuk akhiratnya, yaitu mereka yang menyumbang-kan amalan-amalan dan salat-salat sunah. Dan yang ketiga orang yang merugi, yaitu mereka yang binasa dan berdosa dan ia adalah orang yang ceroboh dalam menunaikan amalan-amalan wajib.

 

Allah  berfirman:

 

“Diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat baik dengan izin Allah.” (QS. Faathir :32)

 

Abu Bakar Al-Waraq berkata: “Keadaan hamba ada tiga, yaitu bermaksiat, lalai dan bertobat, kemudian mendekatkan diri kepada Allah. Apabila durhaka, ia masuk dalam golongan orang-orang yang zaiim. Apabila bertobat, ia masuk dalam golongan orang-orang yang pertengahan. Bila sah tobatnya dan banyak ibadat serta mujahadahnya ia akan masuk golongan orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan. Jika tidak bisa beruntung dengan amalan-amalan sunah, maka berijtihad untuk menjadi orang yang selamat dengan menunaikan amalan-amalan yang wajib dan menjauhi semua larangan. Oleh karenanya jagalah dirimu, agar tidak menjadi orang yang merugi dengan tidak adanya perhatian dalam menunaikan amalan-amalan fardu.

 

Meskipun hamba masuk surga dengan karunia Allah, namun setelah ia mempersiapkan diri dengan mentaati-Nya, karena rahmat Allah dekat dari orang-orang yang berbuat kebajikan.

 

Diceritakan bahwa seseorang lelaki dari kalangan Bani Israil beribadat kepada Allah  selama 70 tahun. Lalu Allah mengutus kepadanya seorang malaikat yang mengabarinya bahwa meskipun ia beribadat selama itu, namun ja tidak pantas masuk surga. Ketika mendengar itu, ahli ibadat tersebut berkata: “Kita diciptakan untuk beribadat, maka haruslah kita menyembah-Nya.”

 

Ketika malaikat itu kembali, ia berkata: “Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui apa yang dikatakannya.” Kemudian Allah  berfirman: “Oleh karena ia tidak berpaling dari menyembah Kami, maka Kamipun tidak berpaling darinya dengan kemurahan Kami. Saksikanlah hai para malaikat, bahwa aku telah mengampuni dosanya.”

 

Hamba itu terhadap para hamba lainnya ada tiga tingkatan. Pertama, hamba yang menempati kedudukan para malaikat yang mulia dan berbakti. Hamba tersebut bekerja untuk memenuhi keinginan mereka dengan menolong mereka dan memasukkan kegembiraan dalam hati mereka. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis: Tidaklah Allah di sembah dengan sesuatu yang lebih baik daripada menggembirakan hati orang lain. Kedua, hamba yang menempati kedudukan hewan dan benda mati terhadap mereka. Maka kebaikannya tidak mencapai mereka, tetapi tidak menganggu mereka.

 

Ketiga, hamba yang menempati kedudukan kalajengking dan ular serta binatang buas yang berbahaya terhadap mereka sehingga tidak diharapkan kebajikannya dan dihindari kejahatannya.

 

Jika engkau tidak bisa meniru para malaikat yang mulia, maka janganlah engkau turun dari derajat hamba yang pertengahan, yaitu tingkatan hewan dan benda mati, menjadi tingkatan kalajengking, ular dan binatang buas yang berbahaya.

 

Jika engkau rela dirimu turun derajat malaikat ke derajat malikat ke derajat orang-orang yang pertengahan, maka jangalah engkau rela dirimu turun ke derajat yang paling rendah, yaitu derajat binatang buas.

 

Maka barangkali engkau selamat sekadar kebutuhanmu, tidak kurang dan tidak lebih, engkau tidak mendapat manfaat dan juga tidak dirugikan. Oleh sebab itu, kerjakanlah di waktu siangmu sesuatu yang bermanfaat bagimu untuk dunia dan akhiratmu yang engkau butuhkan.

 

Jika engkau seorang pedagang, maka berdaganglah dengan benar dan jujur. Jika engkau seorang pekerja, maka bekerjalah dengan baik dan jangan lupa menyebut nama Allah dalam semua pekerjaanmu. Batasilah pencaharianmu sesuai dengan kebutuhan harimu.

 

Sesanggup apapun engkau mencari nafkah dalam sehari dan telah cukup memperoleh keuntungan, hendaklah engkau luangkan waktu untuk menyiapkan bekal akhiratmu, karena kebutuhan akan akhirat lebih banyak dan kenikmatannya lebih kekal.

 

Jika engkau tidak sanggup menunaikan kewajiban agamamu ketika bergaul dengan orang banyak sedangkan engkau juga tidak dapat selamat dari maksiat, ghibah, riya, tidak dapat ber-amar ma’ruf dan nahi munkar serta tidak menunjukkan akhlak yang mulia dan selalu berbuat jahat sebagai akibat keserakahan terhadap dunia, maka sebaiknya engkau lakukan uzlah.

 

Hendaklah engkau jauhkan dirimu (uzlah) dari orang banyak karena di dalam uzlah terdapat keselamatan dari berbagai fitnah, permusuhan dan kejahatan orang lain serta keserakahan orang lain terhadap milikmu dan keserakahanmu terhadap milik orang lain. Karena terputusnya keserakahan orang-orang darimu mengandung faidah yang banyak. Sedangkan keridaan orang-orang adalah tujuan yang tidak tercapzsi. Maka sebaiknya manusia lebih mengutamakan perbaikan dirinya. Dan sesungguhnya terputusnya keserakahanmu dari mereka mengadung faidah yang banyak. Maka siapa yang memandang kepada keindahan dunia dan kebagusannya, bangkitlah keserakahannya.

 

Bilamana ia melakukan uzlah, maka ia tidak menyaksikan, dan jika tidak disaksikan, ia pun tidak menyukai dan tidak serakah. Bilamana engkau merasa was-was yang tidak diridai Allah di waktu uzlah sedang engkau tidak mampu mengatasi-nya dengan wirid, hendaklah engkau tidur. Karena tidur adalah keadaan yang terbaik. Bilamana tidak sanggup mendapat keuntugan dari kemenangan, kita rela dengan keselamatan dalam kekalahan.

 

Artinya bila kita tidak sanggup mengerjakan amal-amal Salih, maka janganlah melakukan amal-amal yang buruk. Seburuk-buruk keadaan adalah orang yang ingin selamat agamanya tanpa mengerjakan ibadat, dan meluangkan seluruh waktunya untuk tidur. Karena dengan tidur ia menganggurkan kehidupannya dan masuk dalam golongan benda mati.

 

Abu Thalib Al-Makki menyebutkan perselisihan mengenai keadaan jaga yang kosong dari ibadat-ibadat seperti zikir dan lainnya dan keadaan tidur yang bukan untuk takwa dengan mentaati Allah , maupun untuk meninggalkan maksiat.

 

Maka dikatakan, keadaan jaga lebih utama daripada tidur itu, karena merupakan kekurangan. Ada yang mengatakan, tidur lebih utama, karena boleh jadi ia bermimpi melihat nabi atau orang-orang salih. Adapun tidur yang bertujuan mencari keselamatan dan berniat salat malam, maka ia adalah ibadat.

Adab Persiapan Untuk Salat salat Lainnya

 

Setelah engkau salat Dhuha dan melakukan ibadat yang lainnya, hendaklah engkau bersiap-siap untuk menunaikan salat Zuhur sebelum matahari tergelincir dan didahului dengan tidur sebentar.

 

Tidur menjelang Zuhur itu sunah, kecuali pada hari Jumat, bilamana engkau menunaikan salat Tahajjud di waktu malam. Salat Tahajjud ini dilakukan sesudah tidur dan tiada batas bagi jumlah rakaat. Karena Nabi  berkata kepada Abi Dzarr. ”Salat sunah itu sebaik-baiknya ibadat yang ditentukan, maka kerjakanlah yang banyak atau sedikit.” HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim.

 

Apabila di malam hari engkau banyak mengerjakan kebaikan seperti mempelajari kitab-kitab sehingga kalau tidak tidur siang, engkau tidak bisa mengerjakan kebaikan. Maka tidur tengah hari membantu untuk salat malam sedangkan makan sahur membantu puasa di siang hari.

 

Rasulullah  bersabda:

 

“Tidurlah siang supaya bisa membantu untuk salat malam dan makanlah sahur supaya bisa membantu untuk puasa siang hari dan makanlah kurma dan kismis supaya bisa mengatasi musim dingin.” (HR. Abi Dawud)

 

Tidur siang tanpa salat di malam hari seperti makan sahur tanpa puasa di siang hari. Apabila engkau tidur siang (menjelang Zuhur), maka berusahalah keras untuk bangun sebelum matahari tergelincir dan berwudulah, lalu pergilah ke masjid. Waktu itu adalah sebelum waktu salat. Karena ia termasuk amalan utama, meskipun engkau tidak tidur dan tidak bekerja mencari nafkah.

 

Waktu tersebut merupakan waktu terbaik, karena pada waktu-waktu itu banyak orang lalai dari mengingat Allah  karena disibukkan oleh urusan dunia. Demikian disebut dalam Al-Ihya’

 

Kerjakan salat tahiyyat masjid sambil menunggu muazin mengumandangkan azan Dhuzur. Kemudian kerjakanlah salat sunah empat rakaat sesudah matahari tergelincir dengan satu salam. Mazhab Asy-Syafi’i, masing-masing dua rakaat dengan satu salam seperti salat nawafil lainnya, Ini adalah berdasarkan kabar-kabar yang sah. Demikian yang disebutkan dalam Al-Ihya”: Rasulullah  memanjangkan rakaatrakaat ini.

 

Beliau berkata: ”Ini adalah waktu dimana pintu-pintu langit di buka. Maka aku ingin amal salihku diangkat di waktu ini.”

 

Demikian diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshori: Keempat rakaat sebelum Zuhur ini adalah sunah muakkad menurut sebuah pendapat.

 

Pendapat yang kuat adalah empat rakaat sebelum Zuhur lebih di tekankan daripada dua rakaat sebagaimana disebutkan dalam Al-Ihya’ dan inilah yang dipegangi.

 

Diriwayatkan dalam hadis dari Abi Hurairah dari nabi  bahwa siapa yang mengerjakan empat rakaat sesudah matahari tergelincir dan membaca dengan baik di dalam rukuk dan sujudnya, maka ikut salat bersamanya 70.000 malaikat yang memohonkan ampun untuknya sampai malam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baqdadi dari Anas:

 

“Barangsiapa mengerjakan salat sebelum Luhur empat rakaat, diampunilah dosa-dosanya pada hari itu.”

 

Diriwayatkan oleh Thabrani dari seorang laki-laki Anshar: “Barangsiapa mengerjakan salat sebelum Zuhur empat rakaat, maka ia seperti membebaskan seorang sahaya dari keturunan Ismail.”

 

Yakni pahalanya seperti pahala membebaskan seorang sahaya dari keturunan Ismail bin Ibrahim Al-Khalil  .

 

Kemudian kerjakan salat Zuhur berjamaah, diteruskan dengan salat sunah dua rakaat sesudah Zuhur. Keduanya termasuk salat rawatib yang muakkad (sangat dianjurkan) dan diriwayatkan dari Nabi .

 

Di samping kedua rakaat itu ada dua rakaat yang bukan muakad berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abi Dawud. Tirmidzi Nasxi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ummu Habibah:

 

“Barangsiapa memelihara empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkan api neraka atasnya.”

 

Al-Ghazali berkata: Dianjurkan baginya membaca dalam salat nafilah (sunah) ini ayat Al-Kursi dan akhir surah Al-Bagarah. Janganlah engkau sibukkan dirimu hingga Asar, kecuali dengan belajar ilmu agama, menolong sesama muslim, membaca Al-Qur’an atau mencari nafkah supaya engkau bisa mengarnalkan agamamu dengan baik.

 

Nabi  bersabda: “Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.”

 

Tungguhlah salat Asar dengan beriktikaf, karena termasuk amalan utama. Telah dikatakan, menunggu salat sesudah salat itu adalah sunah para salaf.

 

Kerjakanlah salat sunah empat rakaat sebelum Asar.

 

Salat itu adalah sunah muakkad, karena mengharapkan doa Rasulullah  berikut ini sedangkan doa beliau sangatlah mustajab, ini semata-mata bukan karena Nabi selalu mengerjakannya. Namun Nabi   jarang melakukan salat sunah sebelum Asar seperti menekuni dua rakaat sebelum Zuhur. Demikian disebutkan dalam Al-lhyz, Oleh karena itu empat rakaat sebelum Asar ini tidak muakkad menurut Asy-Syafi’i sebagaimana disebutkan oleh Al-Azizi.

 

Doa Nabi  untuk mereka yang salat sunah sebelum Asar:

 

“Semoga Allah mengasihi orang yang mengerjakan salat empat rakaat sebelum Asar:” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban dari Umar)

 

Maka berusahalah sekuat tenaga supaya mendapatkan doa Nabi  ini dan jangan bekerja sesudah Asar kecuali seperti yang dikerjakan sebelumnya.

 

Tidaklah patut engkau sia-siakan waktumu dan dalam waktu itu tidak disukai tidur. Salah seorang ulama berkata: “Tiga perkara dibenci Allah, yaitu tertawa tanpa ada keheranan, makan tanpa merasa lapar, dan tidur di siang hari tanpa salat di malam hari. Maka janganlah sibukkan dirimu dalam setiap waktu dengan cara yang sembarangan menurut keinginanmu.

 

Akan tetapi engkau dituntut untuk mengoreksi dirimu atas kesalahan-kesalahanmu. Sedikitnya dalam sehari, adalah sejak sesudah Zuhur atau Asar sampai malam. Salah seorang ulama mencatat gerakgeriknya di waktu siang dalam sebuah kitab. Apabila tiba waktu sore ia letakkan kitab itu di depannya dan mengoreksi dirinya atas kesalahan yang ada di dalamnya. Sebagaimana mereka, mengoreksinya atas bisikan-bisikan hatinya dalam sehari semalam. Dalam koreksi itu terdapat berkah yang besar.” Demikianlah disebutkan oleh Abdullah Asy-Syarqawi dalam Rabi’ul Fuaad.

 

Luangkanlah waktumu siang dan siang dengan wirid-wirid dan tentukan suatu pekerjaan bagi setiap waktu. Janganlah engkau melampauinya dan jangan memilih selain itu. Dengan itu tampaklah berkah waktunya. Adapun apabila engkau biarkan dirimu tanpa wirid dan terlantar seperti hewan hingga engkau tidak tahu apa yang engkau kerjakan dalam setiap waktu, maka habislah sebagian besar waktumu dan umurmu dalam keadaan sia-sia. Umurmu adalah modalmu dan di atasnya terdapat perdaganganmu, dengannya engkau mencapai kenikmatan di negeri abadi di sisi Allah

 

Maka setiap nafasmu adalah permata yang tak ternilai, karena tidak ada gantinya. Apabila nafas itu lepas darimu, maka ia tidak bisa kembali. Oleh karena itu patutlah engkau bersikap sopan terhadap Allah  dan memperhatikan-Nya dalam setiap nafasmu sehingga dalam setiap nafas engkau menempuh jalan menuju Allah

 

Itulah makna perkataan mereka, jalan menuju Allah adalah sebanyak nafas manusia. Salah seorang ulama berkata: “Sesungguhnya hari berseru kepada manusia setiap waktu dengan perkataannya, hai anak Adam, aku adalah hari baru dan aku menjadi saksi atas apa yang engkau kerjakan. Maka manfaatkanlah aku, karena engkau tidak akan mencapai aku bila matahari terbenam. Janganlah engkau menjadi seperti orang-orang dungu yang terpedaya oleh dunia dan setan yang gembira setiap hari dengan tambahan harta mereka di samping berkurangnya umur-umur mereka. Maka kebaikan manakah dalam harta yang bertambah dan umur yang berkurang. Janganlah engkau gembira, kecuali dengan tambahan ilmu atau amal salih, karena keduanya adalah temanmu yang menemanimu di alam kubur. Ketika itu engkau ditinggalkan oleh istri, harta, anak-anak dan teman-temanmu.”

 

Seorang penyair berkata:

 

Berbekallah dengan teman dari perbuatan-perbuatranmu sesungguhnya teman manusia di dalam kuburnya adalah amalnya.

 

Kemudian apabila matahari menguning, berusahalah keras untuk kembali ke masjid sebelum matahari terbenam dan engkau sibukkan dirimu dengan bertasbih dan beristigfar seperti:

 

Sebaiknya mengucapkan istigfar dengan nama-nama yang terdapat dalam Al-Quran seperti:

 

Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’. Karena sesungguhnya keutamaan waktu ini adalah seperti keutamaan waktu sebelum terbit | matahari.

 

Allah  berfirman:

 

“Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit mataliari dan sebelum terbenamnya.” (OS. Thaaha: 130)

 

Yakni sibukkanlah dirimu dengan menyucikan Allah  di kedua ujung siang sebagaimana dikatakan oleh Abu Muslim.

 

Bacalah empat surah sebelum matahari terbenam, yaitu surah Asy-Syams, Al-Lail dan Al-Mu’awwidzatain. Barangsiapa, membaca surah Asy-Syams, maka Allah mengaruniainya pemahaman yang cerdas dan kecerdasan mengenai segala sesuatu. Barangsiapa membaca surah AlLail, ia akan terpelihara dari tersikapnya kejelekan. Barangsiapa membaca surah Al-Falaq, ia terpelihara dari gangguan. Dan siapa membaca surah An-Naas, ia terlindung dari berbagai cobaan dan terlindung dari setan. Barangsiapa yang terus-menerus membacanya, ia mendapat rezeki seperti hujan.

 

Hendaklah engkau sering beristigfar ketika matahari terbenam. Apabila engkau mendengar azan Magrib, maka jawablah dan berdoalah seperti di bawah ini:

 

“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kerika malam-Mu telah tiba dan siang-.Mu telah pergi dan salat-Mu telah datang serta suara-suara para muazin-Mu telah terdengar agar Engkau beri Muhammad gasilah (kedudukan di surga).

 

Bacalah doa itu selengkapnya seperti dalam doa Subuh. Dalam Sunan Abi Dawud dan Tirmidzi diriwayatkan dari Ummi Salamah  ia berkata: Rasulullah  mengajariku membaca di waktu mendengar azan Magrib.

 

“Ya Allah, ini adalah saat kedatangan malam-Mu dan kepergian siang-Mu dan terdengarnya suara-suara para muazin-Mu, maka ampunilah aku.”

 

Demikianlah disebutkan dalam Al-Adzkar dan ini sesuai dengan yang terdapat dalam Al-Ihya’. Al-Ghazali berkata: Maka patutlah seorang hamba memperhatikan keadaannya. Jika keadaan hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung. Jika keadaan hari ini sama dengan hari kemarinnya, maka ia merugi. Jika lebih buruk darinya, maka ia terkutuk. Jika ia melihat dirinya berbuat banyak kebajikan seluruh harinya, maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah  atas taufiknya dan mensyukuri Allah  atas kesehatan tubuhnya dan umurnya yang panjang. Kemudian kerjakanlah salat fardu setelah menunaikan dua rakaat ringan. Salat sunah sebelum salat Magrib bukanlah sunah muakkadah sebagaimana disahkan oleh An-Nawawi.

 

Kemudian kerjakanlah sesudah salat sunah dua rakaat sesudah salat Magrib sebelum bicara. Bacalah dalam dua rakaat itu Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Dua rakaat sebelum Magrib adalah sunah muakkadah. Jika engkau kerjakan empat rakaat, maka salat itu adalah sunnat awwabin.

 

Jika engkau bisa melakukan iktikaf hingga Isya dan menghidupkan waktu antara Magrib dan Isya, maka lakukanlah. Sebanyak-banyaknya salat awwabin adalah 20 rakaat. Ada yang mengatakan enam rakaat sebagaimana disebutkan oleh Al-Bujairami dan sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali dalam kitab Ihya’nya. Diriwayatkan, Rasulullah  pernah mengerjakan salat sunah sebanyak enam rakaat antara waktu Magrib dan Isya.

 

Dalam riwayat lain yang dikatkan oleh Ar-Ramli, salat awwabin antara Magrib dan Isya jumlahnya 20 rakaat, dan dalam riwayat lain enam rakaat, empat rakaat dan dua rakaat, sedikitnya.

 

Diriwayatkan pula oleh Al-Ghazali dalam Al-Ihya’nya, barangsiapa tinggal antara Magrib dan Isya dalam masjid berjamaah tanpa berbicara kecuali salat atau membaca Al-Qur’an, maka Allah akan mendirikan baginya dua buah istana di surga yang masing-masing istana jaraknya seratus tahun dan menanamkan baginya diantara keduanya sebatang pohon yang andaikata dikelilingi oleh penduduk bumi, niscaya cukuplah bagi mereka. Al-Ghazali berkata pula, “Bilamana masjidnya dekat dengan rumahmu, tidaklah mengapa bagimu untuk mengerjakan salat di rumah, jika engkau tidak bermaksud tinggal di masjid.”

 

Menghidupkan waktu antara Magrib dan Isya ini adalah naasyiatul laili (permulaan malam) yang disebutkan dalam firman Allah :

 

“Sesungguhnya permulaan malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (OS. Al-Muzzammil: 6)

 

Yakni permulaan malam yang di isi dengan salat lebih menjaga kebaikan hati, mata, telinga dan lisan karena terputusnya berbagai suara dan gerak serta lebih besar pengaruhnya di dalam hati karena kehadiran hati di saat tidak terdengar suara dan dunia tenang.

 

Sayyidina Ali bin Husein berkata: “Mengerjakan salat di antara Magrib dan Isya adalah permulaan malam sebagaimana disebutkaan dalam Siraajul Munii: Dan salat itu adalah salat awwabin, yakni orangorang yang bertobat.”

 

Nasyiatul laili dalam ayat itu telah ditafsirkan sebagai permulaan malam oleh Atha dan Ikrimah dan ditafsirkan oleh Ali bin Husein sebagai salat awwabin. Ia dinamakan pula sholatul ghaflah (salat kelalaian), karena di saat itu orang-orang lalai darinya dengan sebab makan malam tidur dan semacamnya.

 

Rasulullah  ditanya tentang firman Allah : ”Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur.” Maka Rasulullah   menjawab: “Ia adalah salat di antara Magrib dan Isya, karena salat itu menghilangkan perkataan yang tidak berguna di siang hari dan membersihkan akhirnya.”

 

Disebutkan dalam Al-Ihya”: Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa Nabi  ditanya tentang ayat ini. Maka Rasulullah  menjawab: “Ia adalah salat antara Magrib dan Isya.” Kemudian Rasulullah  berkata: Hendaklah kalian kerjakan salat antara Magrib dan Isya, karena ia menghilangkan perkataan tak berguna di siang hari dan membersihkan akhirnya. Anas ditanya tentang orang yang tidur di antara Magrib dan Isya. Ia menjawab: “Jangan lakukan, karena ia adalah saat yang dimaksud dengan firman Allah : ”Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur.”

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hazim, ia berkata mengenai ayat ini: Diantara Magrib dan Isya terdapat salat awwabin.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata mengenai ayat: “Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur”, lalai dalam mengingat Allah di dalam salat, di waktu berdiri atau duduk atau sambil berbaring mereka selalu menyebut nama Allah. Asy-Syarqawi berkata dalam Rabi’ul Fund: Kemudian setelah mengerjakan salat awwabin, salatlah dua rakaat dengan niat melapangkan kubur. Jika mau, dahulukanlah salat itu sebelum salat awwabin. Bacalah dalam rakaat pertama surah Al-Kafirun dan dalam rakaat kedua surah An-Nashr. Atau rakaat pertama surah Az-Zalzalah dan rakaat kedua surah At-Takatsur. Apabila masuk waktu Isya, salatlah empat rakaat sebelum fardu untuk menghidupkan wakru di antara dua azan, yakni antara azan dan iqamat berdasarkan khabar: antara setiap dua azan terdapat salat. Tidak ada hadis secara khusus mengenai salat empat rakaat ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Barkawi.

 

Yang tersebut dalam At-Tahrir ialah bahwa salat ratibah sebelum Isya adalah dua rakaat, tetapi tidak muakkadah. Oleh karena itu An-Nawawi tidak menyebutkan dalam Al .Winhaaj. Banyak keutamaan terdapat dalam menghidupkan antara azan dan iqamat. Dalam khabar (hadis) disebutkan bahwa doa antara azan dan iqamat tidak ditolak. Khabar ini bukanlah dalil atas salat sunah ratibah yang sebelum Isya. Kemudian kerjakan salat fardu dan salat ratibah sesudahnya dua rakaat dan keduanya muakkadah, walaupun sedang melakukan haji di Muzdalifah. Meninggalkan salat sunah mutlak disunahkan baginya supaya ia bisa beristirahat dan bersiap-siap untuk menghadapi amalan-amalan yang berat pada hari penyembelihan korban. Bacalah dalam kedua rakaat itu surah Alif Laam Miim As-Sajdah dan Al-Mulk atau surah Yaa-siin dan Ad-Dukhan. Jika engkau tidak salat, maka jangan tinggalkan membaca surah ini atau sebagiannya sebelum tidur.

 

Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’. Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: “Nabi  tidak tidur hingga membaca surah Al-Mulk dan Alif Laam Miim Tanziil dan beliau berkata: Keduanya melebihi setiap surah dalam Al-Quran dengan 70 kebaikan. Dan siapa membaca kedua surah itu ditulis baginya 70 kebaikan daan diangkat baginya 70 derajat.” Dari Ubaiy bin Ka’ab bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa membaca surah Alif Laam Miim Tanjziil, ia pun diberi pahala seperti orang yang menghidupkan malam Oadar.”

 

Diriwayatkan oleh Abi Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda: “Sesungguhnya ada sebuah surah dari Kitabullah yang terdiri dari 30 ayat dan memberi syafa’at bagi seseorang pada hari kiamat, lalu mengeluarkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga.”

 

Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa membaca surah Yaa-Sun dalam suatu malam, ia pun memasuki waktu pagi dalam keadaan terampuni dosanya.”

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata:

 

Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa memasuki tempat kuburan, lalu membaca surah Yaa-Sun, maka diringankan siksanya dari mereka pada hari itu dan ia mendapat kebaikan sebanyak penghuni kuburan itu.”

 

Diriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa membaca Haa miim Ad-Dukhan pada malam Jumat, ia pun memasuki waktu pagi dalam keadaan terampuni dosanya.”

 

Demikian disebutkan dalam As-Sirrajul Muniir. Keterangan tentang surah-surah itu diriwayatkan dari Rasulullah  yakni beliau banyak membacanya dalam setiap malam. Begitu pula Rasulullah  banyak membaca surah Az-Zumar, Al-Waaqi’ah dan Bani Israil. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.

 

Setelah itu salatlah empat rakaat dan bacalah di dalamnya ayat Kursi dan ayat terakhir surah Al-Bagarah, atau permulaan surah Al-Hadid dan akhir surah Al-Hasyr atau lainnya. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’

 

Ungkapan Al-Ihya’ dhahirnya menunjukkan bahwa ke empat rakaat ini dilakukan dengan satu salam sebagaimana mazhab Abi Hanifah yang mengatakan cara itu lebih utama: Ada yang mengatakan: “Sesungguhnya keempat rakaat ini seluruhnya dilakukan apabila ia kerjakan salat Isya di luar waktu yang tidak dianjurkan untuk memperbaiki kekurangan itu. Adapun bila ia kerjakan salat itu dalam waktu yang diajurkan, maka ia boleh memilih antara empat dan dua rakaat sebagaimana dikatakan oleh Al-Barkawi.”

 

Dalam khabar terdapat keterangan yang menunjukkan keutamaannya yang besar. Seperti khabar Muslim: “Salat yang paling utama sesudah salat fardu adalah salat malam.”

 

Diriwayatkan pula bahwa dalam setiap malam terdapat saat ijabah. Demikian disebutkan dalam At-Tuhfah. Diriwayatkan dari Aisyah, ia pernah ditanya tentang salat Rasulullah  maka Aisyah menjawab: “Tidaklah beliau selesai mengerjakan salat Isya, lalu memasuki rumahku melainkan beliau kerjakan salat empat atau enam rakaat.” HR. Abi Dawud.

 

Khabar ini menunjukkan bahwa empat rakaat sesudah salat Isya adalah keutamaan dan yang muakkadah adalah dua rakaat. Demikian dikatakan oleh Al-Barkawi. Yang jelas keempat rakaat ini adalah sunah mutlak di waktu malam.

 

Asy-Syarqawi berkata: “Apabila selesai mengerjakan sunah Isya disunahkan baginya salat dua rakaat sebelum witir dengan niat tetap iman. Bacalah dalam rakaat pertama surah Az-Zalzalah dan dalam rakaat kedua surah At-Takatsur. Kemudiaan lanjutkan dengan salat witir, tiga rakaat dengan dua salam atau satu salam. Pemisahan antara satu rakaat dan setiap dua rakaat dengan salam adalah lebih utama daripada menyambungnya.

 

Diriwayatkan bahwa Rasulullah  salat witir, pada rakaat pertama membaca surah Al-A’laa, rakaat kedua surah Al-Kafirun dan rakaat ketiga surah Al-Ikhlash dan Al-Mu-awwidzatain. Apabila beliau mengerjakan salat witir itu dengan tiga rakaat yang terpisah dari yang sebelumnya delapan atau enam atau empat rakaat, maka beliau baca semua surah itu dalam tiga rakaat terakhir. Apabila beliau kerjakan salat witir dengan lebih dari tiga rakaat yang bersambung, misalnya lima rakaat, maka beliau membaca surah Al-Muthaffifin dan Al-Insyigaag dalam rakaat pertama, dan Al-Buruuj serta Ath-Thaarig dalam rakaat kedua supaya dalam rakaat ketiga tidak kosong dari bacaan surah-surah sunah. Disunahkan membaca sesudah salat witir, subhanal malikil qudduus tiga kali sebagaimana diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Sunni. la ucapkan itu dengan suara keras sebagaimana dalam riwayat Ahmad dan Nasa’i. Kemudian ia membaca:

 

“Ya Allah, aku berlindung dengan keridaan-Mu dari kemarahan-Mu dan aku berlindung dengan pemaa an-Mu dari hukuman-Mu. Dan aku berlindung denganMu dari keburukan takdir-Mu, Aku tidak bisa menghitung pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu.” (HR. Abi Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i dari AH)

 

Apabila engkau bermaksud mengerjakan salat malam sesudah tidur, maka akhirkan salat witir supaya akhir salatmu di waktu malam menjadi witir berdasarkan hadis Syaikhain: “Jadikanlah akhir salatmu di waktu malam dengan salat witir.”

 

Dan berdasarkan hadis Muslim:

 

“Barangsiapa takut tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia kerjakan salat witir pada malamnya. Dan siapa yang ingin bangun pada akhirnya, hendaklah ia kerjakan salat witir pada akhir malam.” Kemudiaan setelah mengerjakan salat witir gunakanlah waktumu untuk mempelajari Ilmu atau membaca kitab, karena waktu itu adalah sebab bagi keberhasilan sebagaimana dikatakan oleh salah seorang ulama.” Seorang penyair berkata: Barangsiapa mendapat ilmu daan mempelajarinya, baiklah dunia dan akhiratnya teruslah engkau pelajari mu karena kehidupan ilmu adalah dengan mempelajarinya.

 

Janganlah engkau habiskan harimu dengan bersenda-gurau dan bermain-main, karena amal-amal itu tergantung penghabisannya. Ini menurut pengetahuan kita dan sebagian orang pada sebagian keadaan.

 

Adapun menurut pengetahuan Allah  dan kehendak-Nya, maka amalamal itu tergantung permulaannya. Akan tetapi oleh karena permulaannya tertutup dari kita sedangkan penghabisannya jelas bagi kita, maka Nabi   bersabda: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung penghabisannya.”[]

LihatTutupKomentar