Adab Tata Cara Beribadah
Nama kitab: Terjemah Maroqil 'Ubudiyah: Syarah Bidayatul Hidayah
Nama kitab asal: Maraqi al-Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayah (مراقي العبودية شرح بداية الهداية)
Ejaan lain: Maraaqi al-Ubuudiyyah Sharh Bidayat al-Hidaayah, Maraaqi al-Oboodiyah
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Bantenk, Indonesia
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang studi:Tasawuf, sufisme, tarekat, suluk
Daftar Isi
- Mengenai Ketaatan
- Adab Bangun Dari Tidur
- Adab Memasuki Kamar Kecil
- Adab Berwudu
- Adab Mandi
- Adab Bertayamum
- Adab Keluar Menuju Masjid
- Adab Memasuki Masjid
- Adab Di Antara Terbit Hingga Tergelincirnya Matahari
- Adab Persiapan Untuk Salat salat Lainnya
- Kembali ke: Terjemah Maroqil Ubudiyah
Mengenai Ketaatan
Perintah-perintah Allah ada dua macam, yaitu fardu dan
nawafil.
Fardu merupakan pokoknya, ia ibarat
modal dagangan, yang dengannya tercapailah keselamatan dan terhindarlah segala
bahaya. Sedang Nawafil (amalan sunah.) adalah keuntungan, yang dengannya
tercapailah keberuntungan berupa derajat-derajat. Nabi bersabda:
“Allah
Tabaroka wa Ta’ala berfirman: “Tidaklah orang-orang mendekatkan diri kepadaku
seperti menunaikan apa yang Aku wajibkan atas mereka, hamba yang selalu
mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil hingga Aku mencintainya. Apabila Aku
mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar
dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan lisannya yang
digunakannya untuk bicara dan tangannya yang ta gunakan untuk bekerja serta
kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”
Dalam
riwayat Bukhari: “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan
sesuatu ketaatan yang lebih Aku sukai daripada melakukan apa-apa yang Aku
wajibkan atasnya.”
Termasuk dalam lafaz ini
adalah semua amal yang fardu ‘ain dan fardu kifayah dan meliputi fardu-fardu
yang lahir seperti salat, zakat dan ibadat-ibadat lainnya di samping
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan seperti zina dan pembunuhan.
Dan perbuatan batin seperti mengenal Allah dan cinta karena Allah, bertawakal
kepada-Nya serta takut kepada-Nya.
Yang dimaksud
dengan wafawil adalah amalan-amalan sunah yang dilakukan setelah mengerjakan
amalan fardu, bukan dengan meninggalkan amalan fardu.
Maka
Aku menjaga anggota-anggota tubuhnya dan melindungi bagian-bagiannya dari
bergerak tanpa rida-Ku dan supaya tidak diam kecuali untuk mentaati Aku.
Ada
pula makna yang lebih rendah dari itu, yaitu ia tidak mendengar kecuali
sebutan nama-Ku dan tidak merenungkan kecuali keajaibankeajaiban dari
kerajaan-Ku, tidak menikmati kecuali pembacaan kitabKu, tidak merasa senang
kecuali bila bermunajat dengan-Ku, tidak mengulurkan tangannya kecuali dengan
sesuatu yang menimbulkan ridaKu dan tidak berjalan dengan kakinya kecuali
dalam mentaati Aku.
Alhasil, siapa yang
berijtihad mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan fardu dan
dibarengi dengan nawafil, maka Allah akan dekat kepadannya dan
mengangkatnya sampai derajat ihsan sehingga ia beribadat kepada
Allah disertai kehadiran hati dan kerinduan kepada Allah
hingga menyaksikan Allah dengan mata hatinya seakan-akan ia melihat
Allah .
Orang yang demikian saat itu, hatinya
dipenuhi dengan makrifat dan kecintaan terhadap-Nya. Kemudian kecintaannya
kepada Allah akan bertambah sampai tidak tersisa lagi di dalam hatinya selain
itu.
Anggota-anggota tubuhnya tidak bekerja
kecuali dengan persetujuan hatinya. Apa yang dikatakan tidak menyisakan di
dalam hatinya selain Allah, yakni makrifatullah – cinta Allah dan
sebutan-Nya.
Wahai pencari derajat yang tinggi,
engkau tidak akan sampai ke tingkat ihsan yang wujudnya adalah mengerjakan
perintah-perintah Allah , dengan mengawasi hati dan anggota tubuhmu
dengan kedipankedipan matamu dan nafas-nafasmu dari pagi hingga sore.
Apabila
engkau menginginkan muragabah, maka ketahuilah bahwa Allah mengetahui
isi hatimu dan mengawasi lahir dan batinmu serta mengetahui dengan sempurna
semua pandangan dan bisikan hatimu, langkah-langkahmu, seluruh diammu dan
gerakmu dalam hal maksiat dan ketaatan.
Sesungguhnya
di saat bergaul dengan orang banyak maupun menyendiri engkau mondar-mandir di
hadapan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang bergerak, melainkan diketahui oleh
penguasa langit dan bumi. Allah Y& mengetahui khianat mata sebagai
perbuatan yang paling tersembunyi dari perbuatan lahir, yaitu isyarat mata.
Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syarbini. Dan Allah mengetahui isi hati dan
mengetahui rahasia maupun yang lebih tersembunyi dari itu.
Ibnu
Abbas berkata: “Rahasia adalah apa yang engkau rahasiakan di dalam hatimu.
Sedang rahasia yang paling tersembunyi yang dimasukkan Allah di dalam
hatimu dari jauh dan engkau tidak mengetahui bahwa engkau akan mengatakannya
di dalam hatimu. Karena engkau tidak mengetahui apa yang engkau rahasiakan
hari ini dan tidak tahu apa yang engkau rahasiakan besok sedangkan Allah
mengetahui apa yang engkau rahasiakan hari ini dan apa yang engkau rahasiakan
besok.”
Seorang ulama berkata: “Apabila ahli
ibadat selalu mengucapkan Zikir, Allahu syaahidii (Allah menyaksikan aku),
Allahu haadhirii (Allah menghadiri aku), maka Allah Ig membantunya untuk
melakukan muragabah tersebut.”
Dengan itu
pengarang telah membimbing ahli ibadat hingga melakukan ibadatnya dengan cara
yang lebih sempurna berupa keikhlasan dan kekosongan hati dari urusan-urusan
dunia.
Barangsiapa sanggup melakukan muraqabah
itu dalam ibadatnya dan mengetahui bahwa ia bermunajat dengan Raja’ dari
segala raja’, lenyaplah darinya was-was yang timbul dari kebodohan akan
jalan-jalan syariat dan keengganan merenungkan makna-makna dari apa yang
dikatakannya. Apabila ibadatnya demikian, terbukalah baginya pengetahuan yang
sulit digambarkan oleh setiap orang yang arif.
Oleh
karena itu, hai miskin, beradablah lahir batin dengan akhlak yang baik pada
anggota tubuh dan hati dengan melawan keinginankeinginan nafsu yang terlarang
seperti cinta dunia dan kepemimpinan di waktu bergaul dengan orang banyak dan
ketika engkau menyendiri di hadapan Allah sebagai hamba yang hina dan
berdosa di hadapan Raja Yang Maha Perkasa lagi Maha Penakluk.
Seorang
ulama berkata: “Apabila engkau ingin melakukan sesuatu, ketahuilah bahwa
Allah lebih dulu hadir dan melihat.”
Bilamana
sesuatu itu baik, maka lakukanlah dengan kerendahan diri dan khusyuk, yakni
dengan suara pelan demi memperhatikan dan mengagungkan Allah .
Kalau
tidak bisa, maka tinggalkanlah itu karena takut kepada Allah dan hukuman-Nya.
Berusahalah sekuat tenaga untuk menjauhi maksiat dan melakukan ketaatan supaya
engkau bisa mencapai tujuan akhir dari pagi hingga sore. Kerjakanlah
perintah-perintah Allah yang sampai kepadamu sejak engkau bangun dari
tidurmu hingga saat engkau kembali lagi ke tempat tidurmu.
Adab Bangun Dari Tidur
Apabila engkau bangun dari tidur dan berniat
untuk menghasilkan keutamaan terbesar, maka berusahalah sekuat tenaga untuk
bangun sebelum terbit fajar, supaya bisa salat di awal waktu, karena salat
dalam suasana masih gelap lebih baik daripada salam dalam suasana sudah
terang.
Apabila seseorang mengerjakan salat pada
awal waktu dan masih dalam keadaan gelap, maka para malaikat malam hadir
menyaksikan salatnya. Dan apabila salat itu lama disebabkan bacaan yang tartil
hingga nampak cahaya, maka para malaikat siang hadir pula sambil menyaksikan
salatnya.
Juga apabila seseorang mengerjakan
salat sejak awal waktu, dengan bacaan yang panjang, maka di tengah-tengah
bacaan tersebut alam berubah dari gelap menjadi terang.
Kegelapan
itu sesuai dengan kehidupan kematian dan ketidakadaan, sedangkan cahaya itu
sesuai dengan kehidupan wujud. Maka ketika manusia bangun dari tidurnya,
seakan-akan ia berpindah dari kematian menuju kehidupan dan dari tidak ada
menjadi ada, dan dari diam menjadi bergerak. Keadaan yang menakjubkan ini
menunjukkan kepada akal bahwa tidak ada yang dapat melakukan perubahan ini
kecuaii AlKhalig dengan hikmah. Ketika itu akal menjadi terang dengan cahaya
makrifat ini dan terbebas dari penyakit hati. Karena kebanyakan manusia
ditimpa penyakit hati, yaitu cinta dunia, keserakahan, dengki saling
membanggakan diri.
Para nabi seperti halnya para
dokter mengajak manusia untuk melakukan ketaatan dan ubudiyah mulai bangun
dari tidur, karena sangat bermanfaat dan bisa menghilangkan penyakit.
Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syarbini. Hendaklah mengawali waktu dalam
harimu dengan berzikir menyebut asma Allah .
Diriwayatkan
oleh Bukhari bahwa Rasulullah bersabda:
”Setan
mengikat belakang kepala salah seorang dari kamu di waktu tidur dengan tiga
ikatan. Ia memukul pada setiap ikatan seraya berkata: Tetaplah di tempatmu,
malam masih panjang, maka tidurlah. Jika ia terbangun sambil menyebut nama
Allah terlepasiah satu ikatan. Dan Jika ia salat, terlepaslah seluruh
ikatan. Maka ta pun menjadi giat dan baik jiwanya. Kalau tidak, maka ia pun
berjiwa buruk dan malas.” Pada waktu itu bacalah:
“Segala
puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya
kami dibangkirkan (dari kubur).” (HR. Bukhari dari Hudzaif ah dan Abi Dzar)
“Ketika
memasuki waktu pagi dan kerajaan itu hanya bagi Allah, keagungan dan kekuasaan
itu bagi Allah, keperkasaan dan kekuasaan itu bagi Allah, keperkasaan dan
kekuasaan itu bagi Allah Tuhan sekalian alam. Di waktu pagi kami berada di
atas agama Islam yang benar dan kalimat ikhlas (syahadat) dan di atas agama
Nabi Muhammad serta agama bapak kita Ibrahim yang lurus sebagai orang
muslim dan bukanlah ja termasuk orang-orang musyrik.”
Zikir
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
“Ya Allah,
dengan menyebut nama-Mu kami memasuki wakru pagi, dengan menyebut nama-Mu kami
memasuki waktu sore, dengan menyebut namaMu kami hidup dan dengan menyebut
nama-Mu kami mati dan kepadaMu kami kembali. Ya Allah, kami mohon kepada-Mu
agar mengarahkan kami pada hari ini kepada setiap kebaikan dan kami berlindung
kepadaMu agar kami tidak berbuat kejahatan atau menimpakannya kepada seorang
muslim atau seseorang menimpakannya kepada kami. Kami mohon kepada-Mu kebaikan
hari ini dan kebaikan segala yang ada di dalamnya dan berlindung kepada-Mu
dari keburukan hari ini dan keburukan segala yang ada di dalamnya.”
Diriwayatkan
dari Abi Hurairah dari Nabi beliau bersabda:
“Apabila
seseorang dari kamu bangun, hendaklah ia mengucapkan: Segala puji bagi Allah
yang mengembalikan ruhku kepadaku dan menyehatkan aku dalam tubuhku serta
mengizinkan aku menyebut nama-Nya.”
Dari Abi
Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:
“Tidaklah
seseorang bangun dari tidurnya, lalu mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang
menciptakan tidur dan jaga. Segala puji bagi Allah yang membangkitkan aku
dalam keadaan selamat dan sempurna. Aku bersaksi bahwa Allah menghidupkan
orang mati dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”, kemudian Allah
berkata: ”Benarlah hamba-Ku.”
Dari Aisyah
bahwa Rasulullah apabila bangun di waktu malam, beliau mengucapkan:
“Tiada
Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ampunan
atas dosaku dan aku mohon kepada-Mu rahmat-Mu. Ya Allah, tambahlah ilmuku dan
jangan sesatkan aku setelah Engkau beri perunjuk kepadaku dan berilah aku
rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”
Demikianlah
disebutkan oleh An-Nawawi dalam kitab Adzkar-nya.
Apabila
engkau memakai baju, maka niatkanlah mematuhi perintah Allah untuk
menutup auratmu dan waspadalah agar jangan sampai tujuanmu memakai baju untuk
riya kepada manusia sehingga engkau rugi.
Apabila
engkau memakai baju, sandal dan lainnya dengan niat agar dihormati orang
banyak atau dicintai para ulama dan pemuka dengan tujuan menguatkan mazhab
ahlil hag dan menyiarkan ilmu serta mendorong orang-orang untuk beribadat,
bukan sekadar memuliakan diri sendiri maupun untuk memperoleh kesenangan
dunia, maka hal itu merupakan kebaikan dan termasuk amal akhirat, karena ini
adalah niat terpuji. Yang demikian tidaklah termasuk riya, karena yang
dimaksud adalah urusan akhirat. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali dalam
bab riya.
Salah seorang dari mereka berkata:
“Patutlah para ulama dan pelajar di zaman kita ini lebih bagus bajunya, lebih
besar surbannya dan lebih luas lengan bajunya daripada orang-orang bodoh,
yakni supaya ilmu menjadi kuat dan agung.”
Sebagaimana
dikatakan oleh Abi Hanifah kepada para pengikutnya: ”Besarkanlah surbanmu dan
luaskanlah lengan bajumu supaya orangorang tidak meremehkan ilmu dan
ahlinya.”
Dari Said bin Malik bin Sinan bahwa
Nabi apabila memakai baju gamish, rida (selendang) atau imamah (surban),
beliau mengucapkan:
“Ya Allah, aku mohon
kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan pemakarnya.”
Dari
Mu’adz bin Anas bahwa Rasulullah , bersabda:
“Barangsiapa
memakai baju baru, lalu mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang memberikan
pakatan ini dan mengaruniakannya kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku,
melainkan Allah mengampuni dosanya yang terdahulu.”
Adab Memasuki Kamar Kecil
Apabila engkau hendak ke kamar kecil (WC), maka
dahulukanlah kaki kirimu di waktu masuk dan kaki kananmu di waktu keluar.
Semua
tempat kotor adalah tempat yang tidak terhormat (hina). Dan setiap memasuki
tempat yang kotor, dahulukan kaki kiri. Demikian dikatakan oleh Al-Wana’iy.
Janganlah engkau membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah dan
rasul-Nya ke dalam tempat kotor dan janganlah masuk tanpa memakai penutup
kepala. Dan cukuplah menutup kepala dengan lengan bajunya untuk melindungi
dari gangguan jin sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli. Dan jangan memasukinya
dalam keadaan telanjang kaki untuk menghindari najis, saat di depan pintu pada
waktu masuk ucapkanlah doa di bawah ini, apabila terlanjur masuk baru ingat,
maka ucapkanlah di dalam hati:
”Dengan nama
Allah, Aku berlindung kepada Allah dari kotoran yang najis, setan yang jahat
dan menjadikan jahat, yaitu setan yang terkutuk.”
Dalam
riwayat Ibnu Adiy:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu
perlindungan dari kotoran yang najis dan setan yang jahat dan menjadikan
jahar, yaitu seran yang terkutuk,”
Doa ini
terdapat pula dalam riwayat Ibnu Abi Ayaibah, tetapi dengan taawud lain.
Di
waktu keluar dari tempat buang air ucapkan:
“Ya
Allah, ampunilah aku. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku
kotoran yang menggangguku dan menyisakan padaku kekuatan yang berman aat
bagiku.”
Disunahkan mengucapkan: ”Ghufranaka”,
dua atau tiga kali sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana’iy.
Hendaklah
menyiapkan batu-batu sebelum buang hajat untuk istinja sesuai dengan sabda
Nabi : ”Hindarilah tempat-tempat yang menimbulkan laknat dan sediakanlah
batu-batu.”
Janganlah engkau beristinja dengan
air di tempat buang hajat yang bukan pada tempatnya, karena ditakutkan terkena
percikan air kencing hingga menajiskannya. Lain halnya jika dengan batu,
karena tidak menimbulkan percikan. Lain halnya dengan tempat yang telah
disediakan, dan istinja di tempat itu menjadikannya bersih, kecuali bila di
tempat tersebut ada udara yang berlawanan arah sehingga ditakutkan percikan
air kencingnya kembali.
Menuntaskan sisa air
kencing dengan berdehem dan mengusapnya atau memijit dari pangkal hingga ujung
kemaluan tiga kali dengan tangan kirimu dengan pijitan yang lembut. Jika
perempuan hendaknya meletakkan jari-jari tangannya yang kiri pada rambut
kemaluannya dan memijitnya perlahan. Demikian dinukil oleh Al-Bujairami dari
Syarh Ar-Raudh oleh Syaikhul Islam.
Setiap orang
berbeda dalam menyucikan anggota tubuhnya.
Hukumnya
sunah jika diyakini bahwa kencingnya sudah berhenti, dan wajib bila besar
dugaannya kencingnya belum habis, kecuali dengan berdchem.
Jika
engkau berada di padang terbuka, maka menjauhlah dari pandangan orang-orang
schingga sosokmu tidak terlihat. Kejauhan ini lebih baik daripada menjauhkan
diri dari orang-orang ke tempat di mana orang yang keluar dari situ tidak
mendengar suaranya dan tidak mencium baunya sebagaimana dinukil oleh
Al-Wana’iy dari Ar-Ramli.
Tutuplah auratmu meski
tidak ada orang melihatmu. Apabila engkau berada di dalam bangunan, maka hal
itu sudah cukup, jika tidak ada orang yang melihatnya. Kalau tidak, maka wajib
menutup aurat, karena diharamkan membuka aurat di hadapan orang banyak
sebagaimana dikatakan oleh Al-Wana’iy. Janganlah engkau membuka auratmu sampai
di tempat duduk.
Apabila engkau sampai ke situ,
maka bukalah pakaianmu sedikit demi sedikit. Kecuali bila engkau takut terkena
najis, maka engkau boleh mengangkatnya sesuai keperluanmu. Kemudian turunkan
lagi sebelum engkau berdiri tegak.
Janganlah
menghadap matahari dan bulan di waktu buang air kecil maupun buang air besar
di waktu terbit atau terbenamnya tanpa penutup seperti awan. Tidaklah mengapa
bagimu bila engkau membelakanginya. Janganlah menghadap kiblat dan jangan
membelakanginya. Menghadap dan membelakangi kiblat pada saat buang hajat,
walaupun dada tidak menghadap ke arah kiblat tanpa penutup ketika buang hajat
adalah haram di tempat yang tidak disiapkan baginya, Adapun di tempat yang
disediakan, maka berlawanan arah dengan adalah lebih utama, jika mudah
menyimpang dari kiblat.
Yang dimaksud dengan
membelakangi kiblat adalah menampakkan kemaluan depan atau belakang ke arahnya
di saat membuang hajat.
Barangsiapa menunaikan
dua hajat sekaligus, tidaklah wajib baginya menutut aurat, kecuali dari arah
kiblat saja jika ia menghadap atau membelakanginya.
Disyaratkan
penutup itu meliputi semua bagian tubuhnya yang menghadap kiblat, yaitu dari
pusat sampai ke tanah. Sama halnya antara orang yang berdiri dan yang
duduk.
Andaikata ia buang hajat sambil berdiri,
maka ia harus menutupi dari pusatnya sampai ke dua telapak kakinya demi
memelihara kiblat, meskipun aurat itu sampai ke lutut.
Disyaratkan
antara ia dan penutup itu berjarak tiga hasta atau kurang sepanjang hasta
manusia yang sedang.
Diharamkan menghadap atau
membelakangi Mushaf di waktu buang hajat bilamana menimbulkan kesan
penghinaan, bahkan bisa menjadi kufur. Demikian pula dikatakan tentang
menghadap atau membelakangi kubur orang yang dimuliakan sebagaimana disebutkan
oleh Al-Wana’iy.
Janganlah buang hajat di tempat
berkumpulnya orang-orang, tempat umum milik orang banyak tempat mencari nafkah
atau tempat untuk beristirahat. Hal itu tidaklah disukai jika mereka berkumpul
untuk suatu perkara yang mubah. Tetapi jika bukan tempat untuk berkumpul, maka
tidak ada larangan, bahkan wajib, jika hal itu bisa menghilangkan maksiat.
Janganlah
kencing pada air yang diam. Adapun air yang mengalir, maka tidaklah dilarang.
Diharamkan pula kencing di tempat yang diwakafkan dan air yang berhenti di
situ, meskipun sedikit. Buang air pada malam hari di air tidaklah disukai,
baik pada air yang mengalir atau diam, yang luas atau tidak, karena air di
waktu malam adalah tempat tinggal jin. Dan di bawah pohon berbuah, walaupun
buahnya boleh dimakan, tetapi demi memelihara buah yang jatuh, meskipun di
masa musim buah. Hal itu tidak disukai selama tidak ada sesuatu yang dapat
menghilangkan najis di tempat itu seperti, hujan dan lainnya.
Janganlah
kencing di dalam lubang, karena dikatakan lubang adalah tempat tinggal jin.
Mereka (jin) telah membunuh Saad bin Ubadah ketika kencing di
dalamnya.
Diharamkan buang hajat di dalam lubang
apabila diduga terdapat binatang yang tidak dianjurkan untuk dibunuh, karena
ia terganggu oleh barang najis itu atau dapat menyebabkannya mati. Demikian
dikatakan oleh Al-Wana’iy.
Janganlah kencing di
tanah yang keras atau kencing di tempat angin bertiup yang berlawanan arah
sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli. Maka janganlah menghadappya demi
menghindari percikannya atau bau dari kotoran tersebut.
Ibnu
Hajar dan Asy-Syarbini mengatakan bahwa: ”Yang diperhitungkan dalam karohah
(bau yang ditimbulkan) itu adalah bertiupnya angin yang kencang pada saat itu,
meskipun tidak selalu bertiup, karena boleh jadi ia bertiup setelah mulai
kencing atau buang air besar sehingga terganggu olehnya.”
Bertumpulah
di atas kaki kiri di waktu engkau duduk sambil meletakkan kaki kanan di atas
tanah dan mengangkat anggota lainnya di atas tanah, karena hal itu lebih
memudahkan keluarnya kotoran disamping istirahatnya anggota-anggota utama
seperti lambung yang penuh. Jika dimiringkan, mudahlah keluarnya kotoran dan
apabila ditegakkan, maka sulitlah keluarnya. Dan karena yang sesuai bagi kita
kaki kanan adalah dijaga dari penggunaannya di tempat yang kotor ini.
Apabila
kencing sambil berdiri, maka bertumpulah di atas dua kaki, sebagaimana
dikatakan oleh As-Syeikh Athiyyah yang menukil dari Al-Minhaaj.
Usahakan
waktu kencing maupun buang air besar tidak dengan berdiri, karena hal itu
makruh, kecuali dalam keadaan darurat, maka tidak ada larangan dan tidak
bertentangan dengan yang utama. Karena Nabi pernah mendatangi tempat
pembuangan sampah umum, lalu kencing sambil berdiri.
Mengenai
hadis tersebut ada tiga pendapat, Pertama, Rasulullah melakukan itu
karena tidak bisa duduk akibat adanya bagian tubuhnya yang sakit.
Kedua,
karena beliau berobat dengan cara itu untuk mengatasi sakit pada sulbinya
sebagaimana kebiasaan orang arab yang mengobatinya dangan cara kencing sambil
berdiri.
Keriga, beliau tidak bisa duduk di situ
karena terdapat banyak barang najis.
Kumpulkanlah
antara penggunaan batu dan air di waktu beristinja dengan mendahulukan batu
dan ini lebih utama daripada membatasi pada salah satunya untuk menghindari
najis guna menghilangkan bendanya dengan batu dan tercapailah sunah.
Diriwayatkan
bahwa ketika turun firman Allah :”Di dalamnya ada orang-orang yang ingin
membersihkan diri, Dan Allah menyukai orangorang yang bersih.” OS. At-Taubah:
108
Rasulullah berkata kepada penduduk
Suba’: “Sesungguhnya Allah telah memujimu mengenai bersuci. Apakah
itu?”
Mereka menjawab: ”Kami beristinja dengan
air.” Sebelumnya Rasulullah berkata dengan mereka: “Apabila seseorang
dari kamu mendatangi tempat buang air, hendaklah ia beristinja dengan tiga
buah batu. Demikianlah istinja dilakukan pada mulanya.”
Ada
yang mengatakan, ketika mereka ditanya tentang hal itu, mereka menjawab: “Kami
menggunakan air sesudah batu.” Demikianlah disebutkan dalam Awaaritul Ma’ari
.
Jika engkau ingin membatasi salah satunya, maka
lebih utama menggunakan air. Jika engkau menggunakan batu saja, maka hendaklah
engkau menggunakan tiga batu yang suci dan mengeringkan bendanya. Janganlah
menggunakan batu yang najis maupun yang basah dan yang halus seperti tanah.
Usaplah
bagian tubuhmu yang kotor secara merata dari depan ke belakang supaya najis
tidak berpindah dari tempatnya. Begitu pula usaplah kemaluanmu di tiga tempat
dengan sebuah batu yang besar atau dengan tiga batu atau tiga kali pada sebuah
dinding hingga tidak terlihat kebasahan di tempat usapan. Demikianlah
disebutkan dalam Al-Ihya’. Jika tercapai pembersihan dengan dua kali, wajiblah
engkau sempurnakan untuk kali yang ketiga. Jika dengan tiga kali usapan masih
ada bekas, maka engkau gunakan batu keempat dan demikian seterusnya. Apabila
dengan dengan batu keempat sudah bersih, maka sempurnakan dengan batu kelima
supaya menjadi bilangan ganjil. Jika engkau membersihkan dengan enam batu,
maka sempurnakan menjadi tujuh. Demikianlah seterusnya hingga bersih dengan
bilangan ganjil. Mengusap dengan bilangan ganjil adalah mustajab sedang
membersihkan adalah wajib.
Ketahuilah, bahwa
pengarang menyebut enam syarat dalam menggunakan batu. Dua kali membersihkan
kotorannya, yaitu harus sampai Suci untuk menghilangkan najisnya, sedangkan
yang ketiga mengusap tiga kali dengan meratakan setiap usapan pada seluruh
tempat yang dibersihkannya. Salah satunya tempat di mana ia beristinja, yaitu
tidak berpindahnya benda yang keluar.
Janganlah
beristinja, kecuali dengan tangan kiri, yaitu mengambil batu dengan tangan
kiri dan menuangkan air dengan tangan kanan, lalu menggosoknya dengan tangan
kiri hingga tidak tersisa bekasnya yang dapat diraba. Cukuplah dalam hal itu
jika diduga najis telah lenyap dan tidak disunahkan mencium tangan.
Hendaklah
ia mengendorkan anggota supaya bekasnya tidak tertinggal di sela-sela lubang
dubur. Maka perhatikanlah hal itu. Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Hajar.
Sehabis beristinja, ucapkanlah:
“Ya Allah,
bersihkanlah hatiku dari si at muna ik dan lindungilah kemaluanku dari
perbuatan-perbuatan keji.”
Ketahuilah bahwa
berbicara ketika memasuki tempat buang hajat adalah makruh sekali pun tidak
buang hajat. Misalnya masuk untuk meletakkan kendi atau menyapu, kecuali untuk
suatu kepentingan. Tidaklah dihukum makruh seperti berzikir di dalam hati.
Cukuplah dalam keadaan ini bila kita malu kepada Allah dan melakukan muragabah
serta mengingat nikmat Allah dalam mengeluarkan kotoran, andaikata tidak
keluar, niscaya akan membunuhnya. Ini termasuk peringatan besar, walaupun
tidak mengucapkan dengan lisan sebagaimana dikatakan oleh Umar Al-Bashri.
Setelah
selesai beristinja, gosokkan tanganmu di tanah atau di dinding untuk
menghilangkan bau yang melekat, kemudian cucilah tanganmu. Termasuk adab pula
adalah duduk lama tanpa keperluan mendesak dan tidak mempermainkan tangan,
tidak melihat ke kanan dan ke kiri, tidak memandang ke langit atau kemaluan
atau ke luar tanpa keperluan.
Adab Berwudu
Yang dimaksud dengan adab disini meliputi
tuntunan dari yang wajib sampai sunah-sunahnya sebagaimana disebutkan oleh
guru kami Abdul Hamid.
Apabila engkau selesai
beristinja, maka jangan tinggalkan siwak dan niatkanlah dengan siwak itu
mengerjakan sunah dan membersihkan mulut untuk membaca Al-Qur’an dan mengingat
Allah dalam salat, sebagaimana engkau niat jimak (senggama) untuk mendapatkan
keturunan. Karena siwak itu membersihkan mulut dari bau busuk dan menimbulkan
keridaan Tuhan serta membangkitkan kemarahan setan. Ketahuilah salat dua
rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada salat 70 rakaat tanpa bersiwak
berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh AlHumaidi:
“Dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada
70 rakaat tanpa siwak.”
Dalam riwayat lain: “Dua
rakaat dengan bersiwak menyamai 70 rakaat.”
Hadis
ini tidak menunjukkan bahwa keutamaan siwak melebihi keutamaan salat jamaah
yang mencapai 27 derajat, karena pahala keduanya tidaklah sama, sebab satu
derajat dari salat jamaah bisa menyamai banyak dari 70 rakaat dengan
bersiwak.
Dikatakan oleh Al-Wanna’iy, terkadang
bersiwak itu wajib bagi seorang istri apabilah disuruh oleh suaminya dan wajib
bagi hamba sahaya bila disuruh oleh tuannya.
Hal
itu juga wajib bagi siapa yang makan bawang putih atau bawang merah pada hari
Jumat, dan penghilangan bau itu tergantung pada siwak untuk salat Jumat.
Diriwayatkan
dari Abi Hurairah , ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Kalau
saja tidak memberatkan umatku, niscaya kusuruh mereka bersiwak setiap hendak
mengerjakan salat.”
Dalam riwayat lain Nabi
bersabda: “Aku disuruh bersiwak hingga aku takut diwajibkan atasku.”
Kemudian
duduklah untuk berwudu dengan menghadap kiblat di atas tempat yang tingi
supaya tidak terkena percikan kencing. Ini sesuai dengan perkataan Ar-Ramli
dan Al-Mawardi bahwa tempatnya sebelum membasuh kedua telapak tangan.
Berlainan
dengan Al-Imam dan Ibnu Shalah, Ibnu An-Nagib, Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini
bahwa tempatnya antara membasuh kedua telapak tangan dan berkumur.
Dan
ucapkanlah: Bismillahi rahmanir rahiim. Jika engkau ucapkan: Bismillah, maka
itu sudah cukup. Jika engkau lupa mengucapkan basmalah di awal wudu, maka
bacalah ditengahnya. Namun jika sudah selesai engkau baru ingat, maka
janganlah membacanya, karena bukan pada tempatnya.
Setelah
itu ucapkanlah:
“Segala puji bagi Allah yang
menjadikan air ini suci.”
Dalam Al-Adzkar
disebutkan:
“ya Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu
dari bisikan-bisikan setan dan
aku berlindung
kepada-Mu dari kehadiran mereka kepadaku.” Kemudian basuhlah kedua telapak
tanganmu tiga kali, dan sebelum memasukkan tanganmu ke dalam bejana
ucapkanlah:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu
keberuntungan dan keberkahan serta berlindung kepada-Mu dari kesialan dan
kebinasaan.” Atau ucapkanlah seperti yang dinukil dari Ar-Ramli, yaitu:
“Ya
Allah, jagalah kedua tanganku dari seluruh kedurhakaan terhadap-Mu.”
Kemudian
niatkanlah untuk menghilangkan hadas atau mengerjakan salat. Pertahankan niat
ini hingga membasuh muka. Tidaklah mengapa bila niat menghilangkan hadas
dilakukan sejak awal pembasuhan kedua telapak tangan, meskipun sunah-sunah
yang sebelumnya tidak menghilangkan hadas. Sebab sunah-sunah dalam setiap
ibadat masuk dalam niatnya sebagai tambahan. Maka makna menghilangkan hadas
adalah bertujuan menghilangkannya dengan semua amalan wudu sedang ia
menghilangkan hadas secara pasti. Demikianlah disebutkan dalam Haasyiyah
Al-Igna. Janganlah melupakan niatmu sebelum membasuh muka sehingga wudumu
tidak sah.
Kemudian ambillah air dengan tanganmu
dan berkumurlah tiga kali hingga ke ujung tenggorokan. Kecuali engkau sedang
puasa, maka berkumurlah dengan lembut supaya tidak membatalkan puasamu, sambil
mengucapkan:
“Ya Allah, tolonglah aku untuk
membaca kitab-Mu dan banyak mengingatMu.” Atau sebagaimana disebutkan dalam
Al-Adzkar, yaitu:
“Ya Allah, berilah aku minum
dari telaga nabi-Mu segelas sehingga aku tidak haus untuk selama-lamanya.”
.
Atau mengucapkan: ‘
“Ya
Allah tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan mensyukuri-Mu.”
Kemudian
ambillah air untuk membasuh hidungmu dan hiruplah air tiga kali, kecuali dalam
keadaan puasa, dan keluarkanlah air dan kotoran di hidung dengan jari
kelingking kirimu, sambil mengucapkan di waktu beristinsyaq:
“Yg
Allah, berilah aku ban surga sedang Engkau rida kepadaku.”
Dalam
Al-Adzkar disebutkan:
”Ya Allah, janganlah Engkau
haramkan aku bau kenikmatan dan surgaMu.”
Di
waktu mengeluarkan air dari hidung ucapkanlah:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bau api
neraka dan tempat tinggal yang buruk.”
Kemudian
ambillah air untuk mukamu dan basuhlah dari dahi hingga dagu, dan dari batas
telinga hingga telinga yang lain melebar. Usapkanlah air ke rambut di tepi
kepala, yaitu bagian antara ujung telinga hingga sudut dahi. Usapkan pula air
ke tempat-tempat tumbuh rambut yang empat, yaitu alis, kumis, bulu mata dan
jambang serta wajib mengusapkan air ke tempat tumbuh jenggot yang tipis, bukan
yang lebat.
Ketika membasuh muka ucapakanlah:
“Ya
Allah, putihkan wajahku dengan cahaya-Mu ketika wajah-wajah para wali-Mu
menjadi putih. Dan Janganlah Engkau hitamkan wajahku dengan kegelapan-Mu
ketika wajah-wajah para musuh-Mu menjadi hitam.”
Lebih
ringkasnya:
“Ya Allah, putihkanlah wajahku ketika
wajah-wajah menjadi putih dan wajah-wajah menjadi hitam.”
Renggangkanlah
sela-sela jenggot yang lebat sebelum membasuh muka sebagaimana dikatakan oleh
Athiyyah menurut Al-Inani, kecuali bila engkau dalam keadaan ihram. Maka
janganlah melakukanya supaya rambutnya tidak tercabut. Ini pendapat Ar-Ramli
dan diikuti oleh Ibnu Qasim, Az-Ziyadi dan Asy-Syabramalsi.
Kemudian
basuhlah kedua tanganmu dari ujung jari sampai ke siku, dimulai dengan tangan
kanan kemudian tangan kiri karena perhiasan di surga mencapai tempat-tempat
wudu. Gerakkan cincin dan renggangkanlah sebelum membasuh jari-jarimu.
Ketika
mulai membasuh tangan kanan, ucapkan:
“Ya Allah,
berilah kitabku dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab yang
ringan.”
Dan ketika membasuh tangan kiri,
ucapkan:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar
jangan Engkau berikan
kitabku dengan tangan
kiriku atau dari belakang punggungku.”
Kemudian
usaplah kepalamu setelah membasuh kedua tanganmu dengan merapatkan telapak
tangan kanan dan kirimu dari depan kepala sambil menggerakkan kedua tangan ke
belakang, lalu mengembalikan ke depan supaya air mengenai seluruh kepala. Ini
adalah sekali, lakukan hal tersebut tiga kali, begitu pula terhadap
anggota-anggota yang lain. Dan ucapkanlah:
“Ya
Allah, penuhilah aku dengan rahmat-Mu dan turunkan kepadaku dari berkah-Mu dan
naungilah aku di bawah naungan Arsy-Mu pada hari tiada naungan, kecuali
naungan-Mu.” :
Dalam Al-Adzkar disebutkan
pula:
“Ya Allah, haramkan rambut dan kulitku atas
api neraka dan naungilah aku dibawah Arsy-Mu pada hari nada naungan selain
naungan-Mu.”
Kemudian usaplah kedua telingamu
bagian luar dan dalamnya dengan air baru. Masukkan kedua ujung jari telunjukmu
ke dalam telinga dan usapkanlah bagian luar telingamu dengan kedua ibu
jarimu.
Wajah adalah anggota tubuh termulia,
tetapi terdapat lubang-lubang yang isinya pahit seperti kotoran kedua telinga
dan sebagiannya asin seperti air mata, sebagiannya asam seperti yang terdapat
dalam hidung, dan sebagiannya tawar seperti air ludah. Jumlah lubangnya ada
enam, yaitu kedua mata, kedua telinga, mulut dan hidung. Demikianlah dikatakan
oleh Asy-Syeikh Athiyyah.
Ketika membasuh telinga
ucapkanlah:
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk
orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik darinya. Ya
Allah, perdengarkanlah kepadaku seruan juru azan di surga bersama orang-orang
yang berbakti.”
Kemudian usaplah tengkukmu sambil
mengucapkan:
“Ya Allah, lepaskanlah batang
leherku dari api neraka dan aku berlindung kepada-Mu dari ikatan rantai dan
belenggu.”
Menurut An-Nawawi: “Mengusap tengkuk
adalah bid’ah, karena tidak disunahkan, dinukil dari Syarah Ar-Raundh.”
Kemudian
basuhlah kedua kakimu dari atas mata kaki hingga tumit. Renggangkan jari-jari
kakimu dengan memasukkan jari-jari tanganmu dari bawah dan usaplah mulai dari
kelingking kanan hingga berakhir pada kelingking kiri sambil mengucapkan:
“Ya
Allah, teguhkanlah telapak kakiku di atasjalan yang lurus bersama kaki-kaki
para hamba-Mu yang salih.”
Dan ketika membasuh
kaki kiri, ucapkan:
“Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu agar kakiku tidak tergelincir di atas shirot ke dalam api neraka
bersama kaum munafik.”
Dalam Al-Adzkar disebutkan
oleh An-Nawawi, ketika membasuh kedua kaki bacalah: “Allahumma tsabbit qadamii
‘alaa ash-shirot (Ya Allah, teguhkan kakiku di atas shirot).”
Siramkanlah
air hingga mencapai tengah kaki dan ulangi tiga kali dalam semua perbuatanmu.
Adapun doa ketika membasuh anggota tubuh, An-Nawawi mengatakan, tidak ada
sesuatu keterangan dari Nabi mengenai hal itu. Akan tetapi semua itu
adalah doa-doa yang diriwayatkan dari para salaf yang salih. Ada yang menambah
dan ada yang menguranginya.
Ibnu Hajar berkata:
Hal itu diriwayatkan dari jalan-jalan yang tidak kosong dari dusta. Akan
tetapi Al-Mahalil dan Ar-Ramli Al-Kabir dan Ash-Shaghir menyukainya karena hal
itu disebutkan dalam Tarikh Ibnu Hibban dan lainnya, meskipun dha’if, karena
hadis dha’if diamalkan mengenai amalan-amalan utama. Syarat mengamalkan hadis
dha’if adalah bilamana tidak sangat lemah masuk di bawah asal umum serta
termasuk dalam ibadat.
Apabila selesai berwudu,
arahkan pandanganmu ke langit dan menghadaplah ke kiblat dengan dadamu, karena
langit adalah kiblat doa, dan kebutuhan-kebutuhan manusia berada dalam
perbendaharaan di bawah Arsy. Ulurkan kedua tanganmu dan mohonlah semua
kebutuhanmu, karena Kakbah adalah arah termulia. Dan katakanlah:
“Aku
bersaksi bahwa tidak Tuhan selain Allah, riada sekutu bagi-Nya dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Maha Suci Engkau Ya Allah
dan dengan memuji-Mu, Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selam Engkau. Aku berbuat
keburukan dan menganiaya diriku. Aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu, maka
ampunilah dosaku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima
tobat lagi Maha Penyayang. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang
bersuci dan jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang salih. Jadikanlah aku
seorang yang penyabar dan sangat bersyukur dan Jadikanlah aku sering
mengingat-Mu dan bertasbih kepada-Mu pagi dan petang.”
Setelah
itu ucapkanlah salawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad serta para
sahabatnya. Lebih disukai jika doa itu dibaca tiga kali.
Barangsiapa
membaca doa-doa yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Al-Hakim ketika
selesai berwudu, maka keluarlah dosadosanya semua dari anggota tubuhnya dan
dicatat di atas wudunya pahalanya, dan dilindungi pelakunya dari kesia-siaan
amal serta diangkat wudunya hingga mencapai bawah Arsy. Wudu tersebut terus
bertasbih kepada Allah $& dan menyucikan-Nya serta ditulis pahala itu
baginya sampai hari kiamat. Hal tersebut berulang setiap kali ia berwudu.
Apabila ia mengucapkannya tiga kali sesudah wudu, maka ditulis tiga kali. Hal
itu tidaklah sulit bagi Allah.
Kemudian bacalah
surah Al-Qadr tiga kali, karena siapa yang membacanya sekali sesudah berwudu,
maka ia termasuk golongan shiddigin. Siapa yang membacanya dua kali, ia
dicatat dalam diwan para syuhada dan siapa yang membacanya tiga kali, maka
Allah menghimpunnya bersama para nabi sebagaimana disebutkan dalam hadis.
Setelah
membaca surah itu disunahkan membaca:
”Ya Allah,
ampunilah dosaku dan luaskan bagiku dalam rumahku dan berkatilah aku dalam
rezekiku dan janganlah Engkau timpahkan fitnah atasku dengan apa yang Engkau
jauhkan dariku.”
Usahakan mempertahankan wudu
sebagainana diriwayatkan dalam hadis Qudsi, “Hai Musa, apabila engkau
mengalami musibah sedang engkau tidak dalam keadaan berwudu, maka janganlah
engkau menyalahkan kecuali dirimu.”
Juga dalam
sebuah hadis Nabi bersabda: “Tetaplah engkau dalam keadaan bersuci,
niscaya dilapangkan rezeki bagimu.” Disebutkan oleh AlBujairami dengan menukil
dari Sayyidi Mustafa Al-Bakri.
Jauhilah tujuh
perkara di waktu berwudu: “Janganlah engkau kebaskan kedua tanganmu hingga
memercikkan air dan jangan mengeringkannya tanpa alasan.”
Adapun
bila ada alasan yang kuat, dahulukanlah anggota yang kiri sebelum yang kanan,
karena ia menghilangkan bekas ibadat hingga patut memulai dari sebelah kiri
supaya bekasnya tetap ada pada anggota yang lebih mulia.
Seperti
ketika engkau keluar setelah berwudu dalam tiupan angin yang mengandung najis
atau merasakan kedinginan yang sangat.
Sebaiknya
jangan menggunakanbaju, sebagaimana dinukil oleh Al-Wan’iy dari Adz-Dzakhaair.
Tetapi disunahkan mengeringkan mayit sesudah memandikannya.
Janganlah
engkau siram wajah dan kepalamu dengari air, tetapi engkau ambil air dengan
kedua tanganmu dan engkau basuh wajahmu dengan keduanya serta engkau usap
kepalamu dengan keduanya.
Jangan berbicara di
tengah wudu tanpa alasan kuat, tetapi hal ini tidak dikatakan makruh, karena
Nabi berbicara kepada Ummu Hani pada hari penaklukan kota Makkah di saat
sedang mandi sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar.
Janganlah
melebihi dari tiga gerakan ketika membasuh dan mengusap dan jangan pula
menguranginya. Karena hal itu makruh, kecuali dengan alasan yang kuat.
Misalnya karena waktunya sempit sehingga andaikata ia mengerjakannya tiga
kali, niscaya habis waktunya. Saat itu diharamkan mengerjakan tiga kali. Atau
airnya sedikit sehingga tidak cukup bagimu kecuali untuk salat fardu. Maka hal
itu diharamkan menambahinya. Atau sisa airnya digunakan untuk minum, maka
diharamkan atasmu mengerjakan tiga kali. Sedang mendapati salat jamaah lebih
utama daripada berwudu dengan membasuh tiga kali.
Begitu
pula adab-adab lainnya yang tidak dikatakan wajib seperti mengusap seluruh
kepala dan menggosok anggota-anggota badan. Kalau tidak, maka tentulah ia
dahulukan sebelum jamaah.
Jangan, menuangkan
banyak air sehingga melebihi kadar yang cukup bagi anggota, meskipun tidak
melebihi tiga kali tanpa keperluan, sekalipun di sungai. Hal itu makruh
apabila hanya disebabkan was-was sedang air itu miliknya atau mubah. Apabila
diwakafkan, maka haramlah melampaui batas. Dan orang yang sering was-was, maka
memiliki setan yang bernama Walhan.
Seorang ulama
mengatakan bahwa iblis mempunyai sembilan anak. Masing-masing dari mereka
mempunyai nama dan tugas.
Yang pertama bernama
Khinzib, ia bertugas menimbulkan rasa waswas di dalam salat.
Yang
kedua Walhan adalah setan yang bertugas menimbulkan rasa was-was dalam
taharah.
Yang ketiga bernama Zalanbur ia bertugas
di pasar untuk menggoda orang-orang yang berjual beli hingga berbicara
sia-sia, bersumpah bohong, memuji barang dagangannya, mencurangi takaran dan
timbangan.
Yang keempat adalah Al-A’war dan ia
adalah setan zina. Ia meniup kemaluan laki-laki dan perempuan.
Yang
kelima adalah Washan. Ia adalah setan tidur yang memberatkan kepala dan
kelopak mata hingga tidak bangun untuk mengerjakan salat dan sebagainya,
sedangkan ia membangunkan orang untuk melakukan perbuatan buruk seperti zina
dan sebagainya.
Yang keenam bernama Tabar, yaitu
setan musibah, bertugas menggoda wanita untuk menjerit dan menampar pipi dan
sebagainya.
Yang ketujuh bernama Dasim, bertugas
menemani manusia yang makan atau memasuki rumah dengan tidak menyebut nama
Allah, tidur di atas tempat tidur mereka serta memakai baju yang dilipat
dengan tidak menyebut nama Allah. Ada yang mengatakan, ia adalah setan yang
berusaha menimbulkan permusuhan di antara suami istri untuk memisahkan antara
keduanya.
Yang kedelapan bernama Mathun ada yang
mengatakan Masuth, bertugas penyiarkan berita bohong yang ditiupkan ke telinga
manusia, sedangkan berita tersebut tidak ada sumbernya.
Yang
kesembilan bernama Al-Abyadh, bertugas menggoda para nabi dan wali. Adapun
para nabi, maka mereka selamat darinya. Sedang para wali, maka mereka
memeranginya. Dan siapa yang disesatkan Allah, ia pun tersesat. Demikianlah
disebutkan oleh Husein bin Sulaiman ArRasyidi.
Janganlah
berwudu dengan air yang terkena sinar matahari. Diriwayatkan dari Aisyah
bahwa ketika ia memanaskan air di sinar matahari untuk Rasulullah Maka
beliau berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, hai Humaira’, karena bisa
menyebabkan belang.”
Meskipun hadis ini dhaif
karena sanadnya lemah, namun ia dikuatkan oleh khabar Umar bahwa
ia tidak suka mandi dengan air yang terkena sinar matahari.
Diriwayatkan
bahwa Umar berkata: “Janganlah kalian mandi dengan air yang terkena sinar
karena bisa menyebabkan belang. Dan Janganlah membersihkan makanan di
sela-sela gigi dengan bambu, karena bisa membusukkan gigi. Ini masyhur
dikalangan para sahabat hingga menjadi ijjma sukuti.”
Janganlah
berwudu di bejana yang terbuat dari kuningan, tanah liat atau wadah kulit dan
wadah kayu. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abi Hurairah bahwa dihukum makruh
memakai bejana kuningan.
Inilah tujuh perkara
yang dihukum makruh di waktu berwudu dan berlawanan dengan yang utama seperti
mengebaskan air dan berbicara.
Disebutkan dalam
khabar yang diriwayatkan oleh Abdur Razzag dari Hasan Al-Kufi:
“Sesungguhnya
siapa yang menyebut nama Allah diwaktu berwudhu, maka Allah menyucikan seluruh
tubuhnya. Dan siapa yang tidak menyebut nama Allah, maka tidaklah suci darinya
kecuali bagian yang terkenaan:”
Ali bin Ahmad
Al-Azizi berkata mengenai makna hadis ini, yakni: ”Siapa yang menyebut nama
Allah di awal wudu, maka Allah menyucikan tubuhnya yang lahir dan batin. Jika
ia tidak menyebut nama Allah ketika berwudu, maka tidaklah disucikan darinya,
kecuali yang lahir saja tanpa yang batin.”
Disunahkan
wudu di setiap waktu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: “Wudu syar’i
dituntut di banyak tempat, yaitu ketika membaca Al-Quran, di waktu
mendengarkan Al-Quran, di waktu mendengarkan riwayat hadis dari syeikh (guru),
di waktu belajar ilmu syar’i berupa tafsir, hadis, fikih, dan mengajarkannya
kepada para pelajar. Adapun alat-alatnya, maka tidak disunahkan wudu baginya.
Di waktu berzikir menyebut nama Allah , di waktu melakukan sa’i antara Shofa
dan Marwah, di waktu wukuf di Arafah, di waktu menziarahi kubur Nabi dan
kubur-kubur lainnya, di waktu berkhutbah selain hari Jumat, di waktu tidur
malam atau siang, walaupun sedikit dalam keadaan duduk yang tegak, ketika
menyerukan azan, ketika mandi janaba dan mandi wajib atau sunah lainnya,
ketika menyerukan iqamat unruk salat, di waktu beribadat seperti menulis
fikih, melempar jumrah, ketika orang yang junub ingin makan, walaupun makanan
yang diharamkan seperti yang dirampas atau ingin minum atau ingin tidur atau
ingin menggauli istrinya sekali lagi, meskipun janaba yang pertama tanpa
menggauli.”
Adapun yang diharamkan seperti zina,
maka tidaklah disunahkan baginya berwudu. Dan ketika berbekam (canduk
mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh), dan sebelum atau sesudah memikul
mayit, ketika menyentuh bagian tubuh mayit, meskipun tidak membatalkan wudu
seperti rambut dan kuku. Maka disunahkan berwudu sesudahnya.
Dan
ketika orang lelaki atau perempuan menyentuh badan orang banci, dan ketika
seorang menyentuh kemaluannya, maka disunahkan untuk menyempurkan wudu.
Ketika
orang lelaki dan perempuan menyentuh kemaluan orang lain dan ketika menyentuh
laki-laki yang mulus mukanya dan tampan berdasarkan khilaf mengenai pembatalan
wudu oleh sebab itu. Setelah makan daging unta, dan ketika melakukan ghiba.
Maka disunahkan wudu sesudahnya, walaupun engkau dalam keadaan wudu.
Dan
ketika melakukan namimah, (mengadu domba) di antara orang-orang, dan melakukan
perbuatan keji seperti mengejek orang lain, melakukan sumpah palsu, bersaksi
bohong, menuduh orang berzina tanpa bukti, berdusta tanpa ada maslahat dan
tertawa keras di dalam salat.
Karena tertawa
keras di dalam salat membatalkan wudu menurut pendapat Abi Hanif ah. Adapun
tertawa keras di luar salat, maka ia tidak membatalkan wudu menurutnya
sebagaimana ditetapkan oleh Asy-Syeikh Abdul Hamid dan Asy-Syeikh Yusuf
As-Sunbulawi.
Dan disunahkan wudu ketika mencukur
rambut kepala dan di waktu marah, walaupun karena Allah berdasarkan
sabda Nabi :
“Sesungguhnya amarah itu berasal
dari setan dan sesungguhnya setan diciptakan dari api dan sesungguhnya api itu
bisa dipadamkan dengan air: Maka apabila seseorang dari kamu marah, hendaklah
ia berwudu.”
Dan ketika mencapai usia baligh.
Maka disunahkan wudu baginya disertai anjuran mandi pula, karena dituntut
baginya wudu tersendiri tanpa mandi.
Sebabnya
ialah hikmah mandi mengandung kemungkinan keluarnya mani tanpa disadari. Oleh
karena itu diniatkan dengannya menghilangkan janaba dan ini tidak nampak pada
wudu.
Dan ketika menyentuh kemaluan hewan
disunahkan wudu sesudahnya, karena menyentuh bagian yang terpotong darinya
membatalkan wudu menurut mazhab lama. Adapun dubur hewan, maka tidaklah
membatalkan tanpa ada perselisihan sebagaimana disebutkan oleh Ad-Dimyari.
Juga
disunahkan wudu di waktu murtad dan ketika memutuskan niat setelah selesai
berwudu dan ketika mengangkat pembalut luka bila disangka sudah sembuh, tetapi
ternyata belum sembuh. Dan ketika menyentuh bagian yang terbuka dibawah perut
sedangkan aslinya tetap terbuka.
Dan di waktu
membawa kitab-kitab tafsir bilamana tafsirnya lebih banyak daripada Al-Qur’an.
Ini adalah mushaf Sayyidina Usman yang dikhususkan bagi dirinya dengan
menamakan Mushaf Al-Imam. Adapun tafsir, maka dengan pertimbangan bentuk
tulisannya berdasarkan kaidahkaidah ilmu khat. Inilah yang diandalkan oleh
Ibnu Hajar.
Dan disunahkan memperbaharui wudu
ketika sehabis melakukan tiap salat, walaupun wudu yang diperbarui itu
disempurnakan dengan tayamum, baik wudu yang pertama itu seluruhnya dengan air
atau disempurnakan dengan tayamum. Maka dituntut baginya mengulangi wudu.
Perkara-perkara ini sebagiannya dituntut wudu sebelumnya dan sebagiannya
dituntut sesudahnya sebagaimana telah menjadi jelas.
Dalam
seluruhnya ia berniat wudu dan tidak cukup meniatkan sebabnya seperti berniat
wudu untuk membaca Al-Qur’an dan seperti berniat sunah wudu karena marah. Lain
halnya dengan mandi-mandi yang disunahkan, karena sah meniatkan sebabnya.
Bedanya
ialah tujuannya yang terbesar adalah kebersihan sedangkan tujuan wudu ini
adalah ibadat. Apabila berwudu dengan niat sujud tilawah atau syukur, maka
boleh baginya mengerjakan salat fardu dengannya. Andaikata berwudu dengan niat
membaca Al-Qur’an atau tinggal di masjid tidak boleh baginya mengerjakan salat
fardu dengannya. Bedanya ialah taharah tidak disyaratkan untuk membaca, karena
ia dibolehkan dalam keadaan berhadas. Lain halnya dengan sujud tilawah, karena
syarat sahnya adalah suci. Oleh karena ini dibolehkan baginya mengerjakan
salat fardu.
Adab Mandi
Yang dimaksud dengan mandi adalah mandi wajib
atau mandi sunah. Apabila seseorang terkena janaba yang disebabkan karena
mimpi atau persetubuhan, maka ambillah bejana ke tempat mandi dan letakkanlah
di sisi kanan jika akan menciduk, dan di sisi kiri jika akan menuangkan.
Menyebut nama Allah sambil membasuh kedua tangan terlebih dahulu tiga kali,
kemudian beristinja dan menghilangkan kotoran yang melekat di anggota tubuh
seperti mani atau lendir serta najis bilamana ada.
Berwudulah
sebagaimana wudu untuk salat beserta semua doa dan sunah-sunahnya. Hendaklah
membasuh kedua telapak kakimu atau kedua kakimu supaya airnya tidak
sia-sia.
Apabila selesai berwudu, maka yang lebih
utama sesudah itu membersihkan sela-sela anggota tubuh, merenggangkan rambut
kepalamu sekalipun dalam keadaan ihram, lakukan dengan perlahan jika ada
rambut di atasnya dengan memasukkan sepuluh jarimu di dalamnya. Sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Hajar. Lalu menggosoknya tiga kali sebagaimana dikatakan
oleh Syaikhul Islam dalam At-Tahrir, kemudian tuangkan air di atas kepala tiga
kali sambil berniat menghilangkan hadas, karena janaba atau semacamnya.
Kemudian tuangkan air di atas sisi yang kanan tiga kali, dan di atas sisi yang
kiri tiga kali.
Dengan cara ini tercapailah semua
sunah sebagaimana dikatakan oleh Al-Bujairami. Cara lainnya ialah dengan
membasuh kepala tiga kali, kemudian sisi kanan dari depan tiga kali, dan
belakang tiga kali. Menggosok badan bagian depan dan belakang masing-masing
tiga kali dan dilakukankan secara berurutan.
Renggangkan
sela-sela rambut dan jenggotmu, baik lebat maupun tipis, namun bagi orang
perempuan tidak wajib menguraikan jalinan-jalinan rambut kecuali bila ia
mengetahui bahwa air tidak sampai pada lekuk-lekuk tubuh seperti kelopak mata,
ujung mata, ketiak, telinga, bagian dalam pusar dan di bawah hidung, karena
hal itu biasa dilupakan.
Hendaklah sangat
memperhatikan telinga, terutama pada orang yang puasa dengan mengambil
segenggam air dan memasukkannya ke dalam telinga dengan perlahan supaya
mengenai lekuk-lekuknya tetapi tidak sampai mengenai gendang telinga karena
bisa membahayakan.
Dan sampaikan pula air ke
tempat-tempat tumbuh rambut yang tipis maupun lebat. Ketahuilah bahwa berkumur
dan istinsyaq (menghirup air ke hidung) adalah sunah tersendiri di waktu mandi
sbagaimana keduanya adalah sunah tersendiri di waktu mandi sebagaimana
disebutkan dalam Fathul Jawad.
Tidaklah disukai
meninggalkan keduanya seperti meninggalkan wudu, dan disunahkan melakukannya
walaupun sehabis mandi, karena tidak disyaratkan tertib (berurutan) dalam
perbuatan-perbuatannya.
Menurut Imam Malik
keduanya adalah sunah di waktu mandi dan wudu sebagaimana mazhabnya, wajib
dalam mandi dan wudu menurut Imam Ahmad serta fardu dalam mandi, sunah dalam
wudu menurut Imam Abi Hanifah.
Jagalah jangan
sampai engkau menyentuh kemaluan sesudah wudu, yakni sebelum mandi,
sebagaimana disebutkan dalam Al-Ihya’. Jika tanganmu menyentuh, maka ulangilah
wudu. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dan ini adalah jelas
supaya keluar dari khilaf.
Al-Bujairami berkata:
“Andaikata setelah wudu dan sebelum mandi engkau berhadas, maka tidaklah
disunahkan mengulangi wudu, ini menurut pendapat yang mu’tamad dari Ar-Ramli,
karena wudu tidak dibatalkan oleh hadas, tetapi dibatalkan oleh jimak.”
Ada
teka-teki, wudu mana yang tidak dibatalkan oleh hadas.
Dalam
bait-bait syairnya As-Suyuthi berkata:
Katakanlah
kepada ahli fikih dan para syeikh, juga kepada siapa yang mempunyai
pengetahuan luas. Apa jawabmu mengenai orang yang berwudu. la telah melakukan
perbuatan yang tepat. Mereka tidak membatalkan wudunya meskipun ta buang air
besar atau lebih dan wudunya tidak batal kecuali dengan persetubuhan baru.
Salah
seorang dari mereka menjawab dalam bait-bait syair pula:
Hai
pembuat teka-teki yang benar,
Hai orang alim yang riada
bandingannya dimasanya, Hudu inilah yang disunahkan untuk mandi sebagaimana
engkau beritahukan.
Dan wudu itulah yang tidak batal, kecuali
dengan persetubuhan baru.
Yang ardu dari semua itu adalah niat dan
menghilangkan najasah serta membasuh seluruh badan.
Fardu
wudu adalah membasuh muka dan kedua tangan sampai dengan kedua siku, mengusap
sebagian kepala dan membasuh kedua kaki sampai tumit disertai niat dan tertib.
Selain itu adalah sunah muakkadah. Keutamannya dan pahalanya banyak sedangkan
yang meremehkannya akan rugi.
Bahkan ia pun
nyaris merusakkan fardu-fardunya. Karena nawafil bisa mengganti kekurangan
fardunya, yakni jika seseorang mati dan tidak mengerjakan salat-salat fardu,
maka setiap 70 rakaat nawafil (sunah) menggantikan satu rakaat fardu.
Begitu
pula setiap 70 riyal dari sedekah tathawwu’ (sunah) sama dengan satu riyal
zakat. Adapun di dunia, maka amalan fardu tidak bisa diganti dengan nawafil,
tetapi harus dikerjakan.
Adapun wudu maka ia
menghapus dosa-dosa kecil. Jika ia tidak mempunyai dosa kecil, maka diambillah
dari dosa besar.
Kemudian, fardu-fardu di sini
terhadap wudu adalah menjauhi maksiat. Yaitu bilamana yang dimaksud dengan
nawafil adalah sunahsunah wudu, maka arti perkataan: Nawafil mengganti
kekurangan faraidh adalah pengamalan sunah-sunah wudu menggantikan faraidh
yang berarti meninggalkan dosa-dosa besar yang berkaitan dengan hak-hak Allah
, yakni menghapus dosa-dosa itu di samping penghapusan dosa oleh wudu tanpa
sunah-sunahnya.
Adapun dosa-dosa besar, maka
tidaklah bisa dihapus kecuali oleh tobat atau haji mabrur.
Begitu
pula dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia, maka haruslah meminta
maaf dengan yang bersangkutan. Kalau tidak, maka ia dikenakan qishash jika
tidak mendapat karunia dari Allah Wallahu a’lam
Adab Bertayamum
Ia adalah rukhsah di saat tidak
ada air, sebagian ada yang mengatakan azimah. Rukhsah adalah menggugurkan
qadha’. Sebagian yang lain mengatakan, bilamana airnya tidak ada secara nyata,
maka tayamum itu merupakan azimah.
Apabila tidak
demikian, maka ia adalah rukhsah dengan dalil keabsahan tayamum orang yang
durhaka dalam perjalanan sebelum bertobat jika tidak ada air secara nyata dan
kebatalan tayamumnya sebelum itu jika tidak ada air secara syara’ seperti
bertayamum karena sakit. Jika engkau tidak sanggup menggunakan air karena
salah satu dari enam sebab, maka bolehlah bagimu bertayamum.
Sebab-sebab
itu ialah karena tidak ada air setelah mencarinya atau karena halangan seperti
sakit atau karena air tidak bisa sampai kepadanya lantaran dikurung tanpa
alasan yang benar atau air yang ada dibutuhkan untuk minum atau untuk orang
yang bukan murtad dan bukan peninggal salat maupun kafir (harbi)?
Apabila
air itu dibutuhkan suatu kepentingan, maka wajib menyimpannya dan haram
dipakai untuk berwudu, demi memelihara nyawa atau anggota atau manfaat dari
kerusakan. Atau airnya milik orang lain dan tidak dijual kecuali lebih dari
yang semestinya, dimasa dan tempat itu atau seseorang menderita luka.
Diriwayatkan
oleh Al-Hakim bahwa sesorang lelaki menderita luka di zaman Rasulullah
Kemudian ia mimpi hingga keluar mani, orang-orang menyuruhnya mandi. Maka ia
pun mandi hingga mati, beritanya sampai kepada Rasulullah , maka beliau
mengatakan: “Mereka telah membunuhnya, bukankah kalau tidak tahu harus
bertanya.”
Atau engkau menderita sakit yang
dikhawatirkan atas dirimu. Maka apabila ingin bertayamum, hendaklah engkau
sabar hingga masuk waktu salat fajar. Karena tayamum adalah taharah yang
bersifat darurat dan tiada darurat sebelum waktunya. Kemudian carilah debu
yang baik dan murni suci tidak bercampur dengan barang najis.
Tepukkan
kedua tanganmu dengan merapatkan jari-jarimu di atas debu dengan niat,
istibahah fardhi as-sholah. Kemudian usapkan kedua telapak tanganmu pada
seluruh wajahmu sekali. Janganlah memaksakan sampainya debu ke tempat-tempat
tumbuhnya rambut, baik tipis maupun tebal karena tidak disunahkan, mengingat
kesulitannya.
Lepaskanlah cincinmu, karena
melepas cincin pada kali yang kedua adalah wajib supaya debu sampai ke
tempatnya dan tidak cukup dengan hanya menggerakkannya, karena debu tidak
masuk di bawahnya lantaran ketebalannya. Lain halnya dengan air, maka
kewajiban melepaskannya adalah di waktu mengusap. Demikian dikatakan oleh
Ahmad Al-Mahiy.
Adapun dalam tepukan pertama,
hukumnya sunah supaya seluruh wajah bisa diusap dengan tangan sebagaimana
dikatakan oleh AlMahalli. Tepuklah untuk kali yang kedua dengan merenggangkan
antara jari-jarimu dan usapkanlah dengan kedua telapak tanganmu pada kedua
tanganmu sampai dengan kedua sikumu.
Jika tidak
bisa memenuhi keduanya, maka tepuklah sekali lagi hingga memenuhi keduanya.
Kemudian usapkan salah satu telapak tanganmu pada telapak tangan yang lain dan
usapkan pada sela-sela jari-jarimu dengan merenggangkannya dan salatlah fardu
sekali dan nawafil yang engkau inginkan. Jika engkau ingin mengerjakan salat
fardu lainya, maka bertayamum lagi, meskipun tidak berhadas. Demikianlah
setiap salat fardu dikerjakan dengan satu tayamum.
Ya,
apabila salat kedua adalah muakkadah (ulangan), boleh menggabungkan dengan
satu tayamum, karena muakkadah menjadi sunah, meskipun engkau berniat fardu di
dalamnya. Boleh juga engkau gabungkan antara salat Zuhur dan Jumat dengan satu
tayamum.
Adab Keluar Menuju Masjid
Apabila engkau selesai bersuci dari hadas, maka
salatlah dua rakaat sebelum Subuh di rumah jika fajar telah terbit, dan
bacalah di dalamnya surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash atau bacalah surah An-Nasr
dan Al-Fiil.
Barangsiapa membaca dalam dua rakaat
sebelum fajar, surah An-Nasr dan Al-Fiil, maka tangan setiap musuh tidak bisa
menjangkaunya dan mereka tidak mempunyai jalan untuk mengganggunya. Ini adalah
shahih mujarab tanpa diragukan. Demikianlah yang dinukil oleh Al-Bujairami
dari Al-Ghazali.
Begitulah yang dilakukan oleh
Rasulullah , yakni menunaikan salat sunah dua rakaat sebelum Subuh di rumah.
Disunahkan memisahkan antara sunah Subuh dan fardu dengan berbaring di atas
sisinya yang kanan atau kiri dan yang kanan lebih utama, walaupun di dalam
masjid, sekalipun diakhirkannya sesudah salat fardu sebagaimana dikatakan oleh
Al-Wanna’iy.
Hikmah dari hal itu ialah mengingat
berbaring di dalam kubur di awal siang supaya mendorongnya untuk mengerjakan
amal-amal akhirat atau untuk menampakkan ketidak mampuan di awal siang.
Ia
berkata di waktu berbaring:
“Ya Allah, Tuhan
Jibril, Mikail. Israfil dan Izrail serta Tuhan Muhammad Lindungilah aku
dari api neraka (tiga kali).
Kemudian pergilah
menuju masjid sesuai sabda Nabi :
Allah
berfirman: “Sesungguhnya rumahku di bumi-Ku adalah masjid dan tamu-tamu-Ku
didalamnya adalah orang-orang yang memakmurkannya. Maka beruntunglah hamba
yang bersuci di rumahnya, kemudian mengunjungi Aku di rumah-Ku. Maka wajiblah
tuan rumah menghormati tamunya.”
Janganlah engkau
meninggalkan salat jamaah, sebagaimana disabdakan oleh Nabi :
“Barangsiapa
mengerjakan salat-salat dalam jamaah selama 40 hari tanpa ketinggalan
takbiratul ihram, maka Allah menulis baginya dua kebebasan, kebebasan dari
sifat munafik dan kebebasan dari api neraka.”
Utamanya
adalah salat Subuh, karena jamaah dalam salat Subuh lebih utama daripada salat
jamaah dalam salat Isya dan jamaah dalam salat Isya lebih utama daripada
jamaah salat lainnya. Adapun salat yang paling utama adalah salat Asar.
Dalam
hadis disebutkan: “Barangsiapa mengerjakan salat Isya dalam jamaah,
seakan-akan ia salat separuh malam dan siapa mengerjakan salat Subuh dalam
jamaah, seakan-akan salat semalam penuh.” Kemudian penulis mengemukan alasan
larangan meninggalkan salat jamaah dengan perkataannya: Karena salat jamaah
lebih baik 27 derajat daripada salat sendiri sebagaimana disebutkan dalam
hadis. Jika engkau mengabaikan keuntungan seperti ini, yakni keutamaan jamaah
maka apakah gunanya engkau menuntut ilmu?
Sesungguhnya
buah ilmu adalah mengamalkannya. Apabila engkau pergi ke masjid, maka
berjalanlah dengan perlahan dan tenang dan jangan terburu-buru. Dan ucapkanlah
dalam perjalananmu: ,
“Ya Allah, aku mohon
kepada-Mu, demi hak orang-orang yang memohon pada-Mu dan hak orang-orang yang
berharap kepada-Mu dan demi perjalananku kepada-Mu ini. Sesungguhnya aku tidak
keluar (ke masjid) dengan sombong dan congkak maupun karena riya’ dan mencari
ketenaran. Akan terapi aku keluar dari rumahku untuk menghindari kemarahan-Mu
dan mencari keridaan-Mu. Maka aku mohon kepada-Mu agar menyelamatkan aku dari
api neraka dan mengampuni dosa-dosa-Ku, Sesungguhnya tiada yang dapat
mengampuni dosa-dosa selain Engkau.”
Dalam kitab
Ibnu Hajar ada tambahan sesudahnya, Ya arhamar raahimiin, Ya akramal akramiin
(wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang, wahai Tuhan yang
Maha Pemurah di antara para pemurah).
Adab Memasuki Masjid
Jika engkau akan memasuki masjid, maka
lepaskanlah sandal kirimu lebih dulu dan letakkan kaki kirimu di atasnya.
Kemudian lepaskan sandal kananmu, dan dahulukan kaki kananmu ketika akan
memasukinya. Sama halnya dengan masjid, setiap tempat yang mulia, dan setiap
tempat tidak diketahui keadaannya, maka dahulukan kaki kananmu. Apabila keluar
dari masjid menuju masjid, dahulukanlah kaki kanan.
Di
saat memasuki Kakbah maupun keluar dari situ, ia dahulukanlah kaki kanan.
Demikianlah yang disebutkan oleh Al-Wanna’iy.
Ketika
hendak masuk, maka ucapkan:
“Aku berlindung
kepada Allah yang Maha Agung dan Dzat-Nya yang mulia serta kekuasaan-Nya yang
lama dari setan yang terkutuk, segala puji bagi Allah.”
Sebagaimana
disebutkan dalam Al-Adzkaar. Kemudian ucapkanlah:
“Ya
Allah, impahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad
serta para sahabatnya. Ya Allah, ampunilah dosadosaku dan bukalah bagiku
pintu-pintu rahmat-Mu.”
Kemudian ucapkan
Basmallah, dan masuklah. Apabila engkau keluar, maka dahulukan kaki kirimu dan
ucapkanlah sama seperti di atas, dan yang terakhir diganti:
“Dan
bukalah bagiku pintu-pintu karunia-Mu.”
Hikmah
menyebut rahmat di waktu masuk dan menyebut karunia di waktu keluar, adalah
Allah akan memberi rahmat bagi para hambaNya, dan akan membukakan
pintu-pintu rezeki serta dicukupkan sesuai dengan ibadatnya.
Ini
termasuk karunia yang diberikan Allah kepada para hambaNya sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu Hajar. Siapa saja yang engkau lihat melakukan transaksi
berjual beli di dalam masjid, maka katakanlah, semoga Allah tidak menjadikan
perdaganganmu beruntung. Dan apabila engkau lihat orang yang mencari barangnya
yang hilang di dalam masjid. Maka katakanalah, semoga Allah tidak
mengembalikan barangmu yang hilang. Demikianlah yang diajarkan
Rasulullah , diriwayatkan dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah
bersabda:
“Apabila kalian melihat seseorang
melakukan jual-beli sesuatu di dalam masjid, maka katakanlah, semoga Allah
tidak menjadikan perdaganganmu beruntung. Dan apabila kalian melihat seseorang
yang mencari barangnya yang hilang di dalamnya, maka katakanlah, semoga Allah
tidak mengembalikannya kepadamu.”
Diriwayatkan
pula dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa melihat
seseorang mencari barang yang hilang di dalam masjid, maka hendaklah ia
mengatakan, “Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu, karena masjid tidak
dibangun untuk ini.”
Apabila engkau memasuki
masjid, maka janganlah duduk sampai engkau kerjakan salat dua rakaat
tahiyyatul masjid. Akan tetapi bila engkau memasuki Masjidil Haram dan hendak
melakukan thawaf, maka yang lebih utama adalah engkau mulai dengan thawaf,
kemudian engkau niatkan dua rakaat sunah thawaf serta tahiyyatul masjid
sekaligus. Jika engkau berniat salah satunya, maka termasuk pula yang lain,
meskipun engkau tidak meniatkannya. Karena tahiyyat Al-Masjidil Haram tidak
luput dengan thawaf sebagaimana dinukil oleh Al-Wan’iy dari Abu Qasim.
Makruh
mengerjakan salat tahiyyat bila mendapati salat fardu telah diserukan
igomahnya dengan kalimat -kalimat yang telah dikenal. Makruh pula bila ia
khawatir meninggalkan salat, baik fardu maupun salat sunah. Adapun bila ia
meyakini ketinggalan salat fardu, maka diharamkan salat tahiyyatul masjid.
Namun jika salatnya nafilah maka hukumnya makruh.
Disunahkan
membaca Subhanallah walhamdullilah wa laa ilaha illallah wallahu akbar empat
kali bagi siapa yang memasuki masjid namun enggan untuk salat tahiyyat masjid
dikarenakan sibuk atau sesuatu yang lain, karena keutamanya menyamai salat dua
rakaat. Ini adalah bila tidak bsia berwudu di dalam masjid sebelum waktu yang
lama. Kalau tidak, maka tidaklah cukup hal itu karena ia ceroboh dengan
meninggalkan wudu padahal ia mampu melakukannya.
Jika
engkau belum melakukan salat dua rakaat fajar di rumah, maka engkau boleh
menunaikannya sebagai ganti tahiyyat, karena ia bisa tercapai dengan setiap
salat sunah maupun wajib. Meskipun engkau tidak meniatkannya. Karena yang
dimaksud adalah adanya salat sebelum duduk dan telah terwujud dengan itu
Al-Bujairami berkata: ” Apabila ia berniat tahiyyat dengan salat fardu
misalnya, maka ia mendapat pahalanya, sesuai ijma’ para ulama. Namun jika
tidak diniatkan, maka tidaklah terwujud, sesuai ijma’ ulama.” Jika engkau
selesai salat sunah dua rakaat fajar atau tahiyyat, maka berniatlah iktikaf,
yaitu tinggal di masjid dengan niat iktikaf, karena hukumnya sunah muakkadah
dalam setiap waktu.
Telah diriwayatkan dari
Rasulullah bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan iktikaf selama
waktu orang memeras susu, maka seakan-akan ia membebaskan hamba sahaya.”
Kemudian
berdoalah sebagaimana doa Rasulullah setelah salat sunah fajar
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Akan
tetapi
diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah
membaca doa ini setelah selesai salat pada malam Jumat:
“Ya
Allah, aku mohon kepada-Mu rahmat dari sisi-Mu yang dengannya Engkau menunjuki
hatiku dan menyatukan keadaanku yang bercerai berai dan Engkau perbaiki
urusanku yang berantakan dan Engkau kembalikan kecintaanku, dengan rahmat itu
Engkau pelihara batinku dan Engkau angkat derajat lahirku, Engkau bersihkan
amaiku, Engkau ilhami kebenaranku, Engkau penuhi hajatku bagiku dan Engkau
pelihara aku dengannya dari setiap keburukan.”
“Ya
Allah, aku mohon kepada-Mu iman yang murni dan kekal yang memasuki hatiku dan
keyakinan yang tulus hingga aku mengetahui bahwa tidak akan menimpa diriku
kesulitan apa yang Lengkan tetapkan bagiku dan jadikan aku rida dengan apa
yang Lengkan berikan kepadaku.”
Doa ini tidak
tercantum dalam Al-Ihya’, Asy-Syifa’ dan Al-Jaami .. Akan tetapi disebutkan
dalam Al-Ihya’ bahwa ini doa Adam sedang doa yang sebelum dan sesudahnya
terdapat dalam Al-Ihya’ dan Al-Jaami’.
“Ya Allah,
aku mohon kepada-Mu iman yang tulus dan keyakinan yang tiada kekafiran
sesudahnya dan aku mohon kepada-Mu rahmat untuk mencapai kemuliaan karomah-Mu
di dunia dan akhirat.”
“Ya Allah, aku mohon
kepada-Mu keberuntungan di waktu bertemu dan kesabaran ketika menerima takdir
dan aku mohon kepada-Mu derajat para syuhada dan kehidupan orang-orang yang
bahagia, kemenangan dalam melawan musuh serta berkumpul dengan para nabi.”
“Ya
Allah, aku mohon kepada-Mu agar Engkau penuhi hajatku meskipun aku sulit
menjangkau yang lebih baik dan kurang ibadatku sedang aku membutuhkan
rahmat-Mu, Wahai Tuhan yang menyembuhkan penyakir hari, sebagaimana Engkau
melindungi lautan dari percampuran, maka lindungilah aku dari siksa neraka dan
seruan celaka serta itnah kubur.”
“Ya Allah,
sesuatu yang tidak tercapai oleh akalku dan tidak dikerjakan olehku dan tidak
tercapai oleh niat dan keinginan ku berupa kebaikan yang Engkau janjikan
kepada salah seorang hamba-Mu atau kebaikan yang Engkau berikan kepada salah
seorang makhluk-Mu, maka aku benar berharap kepada-Mu untuk memperolehnya dan
aku memohonnya kepada-Mu, wahai Tuhan semesta alam.”
“Ya
Allah, jadikanlah kami sebagai pemberi petunjuk yang mengikuti kebenaran,
tidak sesat dan tidak menyesatkan, berperang melawan musuh-musuh-Mu dan
berdamai dengan para wali-Mu. Kami cintai orang-orang karena kami mencintai-Mu
dan kami musuhi penentang-Mu di antara makhluk-Mu karena Engkau
memusuhinya.”
“Ya Allah, inilah doa kami dan
terserah kepada-Mu untuk mengabulkannya. Dan inilah kemampuan kami dan
kepada-Mu kami bertawakal, Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan
kepada-Nya kami kembali dan tiada daya dan kekuatan melainkan dengan
pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Ya Allah, Tuhan yang
memiliki tahi yang kuat (Al-Qur’an) dan ajarannya benar: Aku mohon kepada-Mu
keamanan pada hari ancaman dan mohon surga pada hari kekekalan bersama
orang-orang yang dekat dengan Allah dan memandang kepada Tuhan mereka beserta
orang-orang yang rukuk dan sujud dan menepati janjinya kepada-Mu. Sesungguhnya
Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan Sesungguhnya Engkau melakukan apa
yang Engkau inginkan. Maha Suci Tuhan yang memiliki segala kekuatan dan
mengalahkan setiap sesuatu yang kuat dengannya. Maha Suci Tuhan yang memiliki
segala kebesaran dan menganugerahkannya kepada para hambaNya. Maha Suci Tuhan
yang tidak parut disucikan selai Dia. Maha Suci Tuhan yang memiliki segala
karunia dan kenikmatan. Maha Suci Tuhan yang banyak memberikan dan Maha
Pemurah. Maha Suci Tuhan yang mengetahui jumlah segala sesuatu.”
“Ya
Allah, jadikanlah bagiku cahaya di dalam hatiku, cahaya di dalam kuburku,
cahaya di dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam
rambutku, cahaya dalam kulitku, cahaya dalam dagingku, cahaya dalam darahku,
cahaya dalam tulang-tulangku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku,
cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya dari atasku dan
cahaya di bawahku. Ya Allah, tambahilah aku cahaya dan berilah aku cahaya,
yaitu cahaya terbesar dan jadikanlah cahaya bagiku dengan rahmat-Mu, Ya Tuhan
yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”
Al-Qurtubi
berkata: “Yang jelas mengenai makna cahaya ialah pemandangan dari apa yang
dinisbahkan kepadanya dan berbeda-beda menurut keadaannya. Cahaya pendengaran
menampakkan apa-apa yang di dengar, cahaya penglihatan menyingkapkan apa-apa
yang dilihat cahaya hati menyingkapkan apa-apa yang diketahui, cahaya
anggota-anggota badan ialah amal-amal ketaatan yang nampak padanya.”
An-Nawawi
berkata, menukil dari para ulama: “Cahaya dicari dalam anggota-anggota
tubuhnya, tindakan-tindakannya, berbagai keadaannya, semua perbuatannya yang
halal serta keseluruhannya dalam keenam penjurunya hingga tidak luput
sedikitpun darinya.”
Doa ini terdapat dalam
Al-ihya’ tanpa ditambah maupun dikurangi, dan berlainan dengan yang terdapat
dalam Al-Jaami’. Apabila engkau selesai berdoa, maka janganlah melakukan
sesuatu hingga salat fardu, kecuali berfikir atau bertasbih atau membaca
Al-Qur’an atau lainnya seperti membaca tahmid dan istigfar.
Diriwayatkan
dari Anas dari Nabi , beliau bersabda:
“Barangsiapa
mengucapkan pada pagi hari Jumat sebelum salat Subuh, Aku mohon ampun kepada
Allah yang tiada Tuhan selai Dia, yang hidup kekal dan selalu mengurusi
makhluk-Nya serta bertobat kepada-Nya tiga kali, maka Allah mengampuni
dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih air laut.”
Diriwayatkan
dari Ummi Raafi’ , bahwa Rasulullah berkata kepadanya: “Hai Ummi
Raafi, apabila engkau hendak mengerjakan salat, maka bacalah tasbih
(subhanallah) sepuluh kali, tahlil (laa ilaha illallah) sepuluh kali, tahmid
(alhamdulillah) sepuluh kali, takbir (Allahu akbar) sepuluh kali dan mohonlah
ampun (istigfar) sepuluh kali kepada-Nya. Karena apabila engkau bertasbih,
maka Allah berkata: “Ini adalah bagiKu.” Dan apabila engkau membaca tahlil,
maka Allah berkata: “Ini adalah bagi-Ku.” Apabila engkau membaca tahmid, maka
Allah berkata: Ini adalah bagi-Ku.” Apabila engkau bertakbir, maka Allah
berkata: ”Ini adalah bagi-Ku.” Dan apabila engkau memohon ampun, maka Allah
berkata: “Aku telah mengampuninya.” Demikianlah yang disebutkan dalam
Al-Adzkar oleh An-Nawawi. Dalam hadis disebutkan:
“Barangsiapa
mengucapkan antara terbit fajar dan salat Subuh, Maha Suci Allah yang Maha
Agung dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Tuhan yang memberi karunia dan tidak
menerima pemberian. Maha Suci Tuhan yang melindungi dan tidak menerima
perlindungan, Maha Suci Tuhan yang tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan
pertolongan-Nya Maha Suci Tuhan yang tasbih merupakan pemberian dari-Nya atas
siapa. Yang bersandar kepada-Nya, Maha Suci Tuhan yang segala sesuatu
bertasbih dengan memujinya, Maha Suci Engkau tiada Tuhan selain Engkau, Ya
Tuhan, yang bertasbih kepada-Nya segala sesuatu selamatkan lah aku dengan
maaf-Mu, karena aku tak sabar lagi.”
Kemudian ia
memohon ampun kepada Allah seratus kali, maka tidak genap empat puluh hari,
melainkan telah datang dunia seluruhnya kepadanya. Hal itu dengan syarat
takwa. Demikianlah yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Sayyidi Ahmad Zaruq.
Apabila engkau mendengar azan di tengah pembacaan wirid-wirid tersebut, maka
hentikanlah apa yang sedang engkau lakukan dan dengarkanlah azan itu, karena
mendengarkannya pada waktunya telah lebih utama daripada mendengarkan
Al-Quran, meskipun lebih utama darinya.
Demikianlah
yang disebut oleh Al-Wan’iy dengan menukil dari Az-Ziyadi. Jawablah muazin,
walaupun engkau sedang melakukan thawaf atau mengajar atau dalam keadaan junub
dan semacamnya, dan bukan di saat engkau buang hajat atau saat melakukan jimak
atau mendengarkan khatib, atau dalam keadaan salat. Akan tetapi bila engkau
selesai dari salat, maka jawablah sebagaimana biasanya. Apabila engkau
menjawabnya di waktu salat, maka hukumnya makruh dan tidak membatalkan salat,
kecuali bila engkau ucapkan, shodagta wa barorta (engkau berkata benar dan
berbuat baik), maka batallah salatmu. Begitu pula ketika engkau keluar dari
tempat buang air, maka jawablah muazin.
Apabila
muazin mengucapkan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka katakanlah seperti itu.
Begitu pula dalam setiap kalimat kecuali maka ucapkanlah: Laahaula
wala quwwata ilia billahil ‘alryyil Adhim.
Apabila
muazin mengucapkan , maka ucapkanlah dalam jawabanmu,
“Engkau
berkata benar dan berbuat baik dan aku termasuk orang-orang yang bersaksi
atashal itu.”
Apabila engkau mendengar iqamat,
maka jawablah seperti apa yang di katakannya, kecuali dalam perkataan gad
gaamatish sholah, maka engkau jawab masing-masing:
“Semoga
Allah terap menegakkanya dan mengekalkannya selama adanya langit dan bumi.”
Apabila
engkau selesai dari menjawab azan dan iqamat atau selesai menyerukan azan dan
iqamat, jika engkau sebagai muazin atau orang yang menyerukan iqamat, maka
bacalah salawat dan salam atas Nabi kemudian ucapkanlah
“Ya
Allah, aku mohon kepada-Mu di waktu kehadiran salat-Mu dan ketika mendengar
suara-suara dari orang-orang yang menyerukan panggilan-Mu di waktu perginya
malam dan datangnya siang-Mu agar Engkau berikan kepada Muhammad kedudukan
tinggi di surga dan keutamaan serta derajat yang tinggi dan berilah dia
kedudukan terpujiyang Engkau Janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi
janji, Ya Tuhan Maha Penyayang di antara para penyayang.”
Doa
ini khusus di waktu Subuh. Adapun doa yang disunahkan bagi muazin dan orang
yang menyerukan iqamat serta pendengarnya di setiap waktu adalah doa yang
masyhur:
“Ya Allah, pemilik seruan yang sempurna
dan salat yang berdiri ini, berilah Muhammad kedudukan wasiilah dan keutamaan
serta berilah dia kedudukan terpuji yang Engkau janjikan kepadanya.”
Yakni
setelah selesai menyerukan azan dan iqamat, disunahkan bagi muazin, pendengar
dan siapa yang mendengarnya selain imam Jumat di waktu iqamat agar bacaan doa
ini, sesudah membaca salawat dan salam atas Nabi sebagaimana disebutkan
oleh Al-Wina’iy. Yang dimaksud seruan yang sempurna adalah azan, karena ia
mengumpulkan akidahakidah secara lengkap.
Yang
dimaksud dengan magam mahmud (kedudukan terpuji) adalah syafa’at terbesar
dalam memutuskan perkara yang dipuji oleh orangorang yang terdahulu dan yang
kemudian, karena Nabi sujud empat kali di bawah Arsy hingga dikabulkan.
Sebelumnya mereka mengandalkan Adam , kemudian ulul azmi, Nuh ,
Ibrahim , Musa , dan Isa dan masing-masing mengemukakan
uzurnya.
Dan apabila engkau mendengar suara azan
sedang engkau berada dalam salat, maka selesaikanlah salatmu dan jangan
menjawabnya, karena jawabanmu ketika itu adalah makruh.
Kemudian
bacalah jawabannya sesudah salam menurut cara dan tertibnya. Begitu pula jika
engkau berada di luar salat dan tidak menjawab muazin selesai dari dari azan
atau iqamat, maka di anjurkan menyusulkan jawabannya walaupun tanpa uzur, jika
selang waktunya tidak lama menurut kebiasaan.
Andaikata
engkau hanya mendengar azan atau iqamat terakhir, maka engkau jawab dari
permulaan lalu engkau jawab seluruhnya dan engkau jawab pula di waktu
melakukan Tarjii’, meskipun engkau tidak mendengarnya menurut pendapat
Al-Wana’iy.
Apabila imam mengucapkan takbiratul
ihrom untuk salat fardu, maka janganlah menyibukkan diri kecuali dengan
mengikutinya dan kerjakanlah salat fardu sebagaimana akan dikemukan kepadamu
dalam cara salat dan adab-adabnya. Apabila engkau selesai dari mengerjakan
salat fardu, maka ucapkanlah setelah istigfar tiga kali. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim dari Tsauban bekas sahaya Rasulullah “Ya Allah,
limpahkanlah salawat dan salam atas Muhammad dan keluarga Muhammad, Ya Allah,
Engkau adalah pemberi keselamatan dan dariMu berasal keselamatan serra
kepada-Mu kembali keselamatan. Maka hidupkanlah kami, Ya Tuhan kami dengan
kesclamatan dan masukkanlah kami ke dalam surga negeri keselamatan. Maha suci
Engkau, Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”
Kemudian
mulai berdoa sesudah salat dengan perkataannya:
“Maha
Suci Tuhan yang Maha Tinggi lagi Maha Pemberi karunia.”
Diriwayatkan
oleh Salamah Ibnul Akwa’ bahwa Nabi , memulai doanya dengan perkataan subhana
robbiyal aliyyil a’laa al-wahhaab tiga kali, kemudian membaca:
“Tiada
Tuhan selain Allah sendiri rada sekutu bagi-Nya, Dia memiliki segala kekuasaan
dan bagi-Nya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan, Dia hidup kekal
tidak bisa mati, di tangan-Nya terdapat segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Tiada Tuhan selain Allah Pemberi kenikmatan dan karuma
dan pemilik pujian yang baik, Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak
menyembah selain Dia dengan memurnikan agama bagi-Nya, walaupun tidak disukai
oleh orang-orang kafir.”
Ini adalah sebagaimana
yang tercantum dalam Al-Ihya”: An-Nawawi berkata dalam Al-Adzkar. Diriwayatkan
dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Zubair bahwa setiap habis salat setelah
memberi salam dianjurkan membaca:
“Tiada Tuhan
selain Allah sendiri, nada sekutu bagi-Nya. Dia memiliki segala kekuasaan,
Bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan
kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah. Tiada Tuhan selam Allah dan kami
tidak menyembah selain dia. Bagi-Nya segala kenikamaran dan karunia dan
bagi-Nya pujian yang baik. Tiada Tuhan selain Allah dengan memurnikan agama
bagi-Nya, walaupun tidak disukai oleh orang-orang yang kafir.”
Kemudian
berdoalah sesudah itu doa Al-Kawaamil (yang lengkap dan sempurna), yaitu doa
yang diajarkan Rasulullah kepada Aisyah :
“Ya
Allah, aku mohon kepada-Mu segala kebaikan, yang segera maupun yang akan
datang, yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari segala keburukan, yang segera maupun yang akan datang, yang aku
ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Aku mohon kepada-Mu surga dan segala
yang mendekatkan kepadanya berupa perkataan, perbuatan, niat dan itikad dan
aku berlindung kepada-Mu dari api neraka dan segala yang mendekatkan kepadanya
berupa perkataan, perbuatan, niat, dan itikad. Aku mohon perlindungan
kepada-Mu dari kebaikan yang dimohon kepada-Mu oleh hamba dan nabi-Mu
Muahammad , dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang dimohonkan
perlindungan darinya oleh hamba dan nabi-Mu Muhammad Ya Allah, perkara
apa saja yang Engkau putuskan atas diriku, maka jadikanlah kesudahannya
kebaikan.”
Dalam riwayat lain dari Ibnu Majah
dari Aisyah adalah: “Dan aku mohon kepada-Mu agar Engkau jadikan setiap
keputusan yang Engkau putuskan bagiku merupakan kebaikan.”
Kemudian
berdoalah seperti yang diwasiatkan oleh Rasulullah kepada Fatimah :
“Ya
Tuhan yang hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya, Ya Tuhan yang
memiliki keagungan dan kemuliaan, tiada Tuhan selain Engkau, dengan rahmat-Mu
aku meminta tolong dan aku memohon perlindungan dari siksa-Mu. Janganlah
Engkan serahkan aku kepada diriku maupun kepada salah satu seorang makhluk-Mu
sekejap matapun dan perbaikilah bagiku urusanku seluruhnya sebagaimana Engkau
memperbaiki orangorang yang salih.”
Kemudian
katakanlah apa yang yang dikatakan oleh Sayyidina Isa
“Ya
Allah, di waktu ini aku tidak dapat menolak apa yang tidak aku sukai dan aku
tidak berkuasa untuk memberi manfaat yang aku harapkan sedangkan segala urusan
berada di tangan-Mu bukan di tangan selain Engkau. Diriku bergantung pada
amalku, maka nada orang miskin yang lebih membutuhkan Engkau dari pada aku,
dan tiada yang lebih kaya dan tidak membutuhkan aku dari pada Engkau. Ya
Allah, janganlah Engkau Jadikan musuhku gembira atas penderitaanku dan
janganlah Engkau Jadikan temanku sedih atas musibah yang menimpaku. Janganlah
Engkau Jadikan musibahku dalam agamaku dan janganlah Engkau jadikan dunia
keinginanku yang terbesar maupun puncak pengetahuanku dan janganlah Jadikan
orang yang tidak kasihan padaku menguasai aku lantaran dosaku.”
Kemudian
berdoalah sesukamu dengan doa-doa yang masyhur, yang paling utama adalah
sayyidul istigfar, yaitu:
“Ya Allah, Engkau
Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau. Engkau ciptakan aku sedang aku adalah
hamba-Mu dan aku dalam jaminan dan janjiMu sesuai kemampuanku. Aku mengakui
bagi-Mu kenikmatan-Mu atas diriku dan aku mengakuai dosaku. Sesungguhnya tiada
yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Aku berlindung dengan-Mu dari
kejahatan perbuatanku.”
Diriwayatkan dari Anas
bahwa Rasulullah “ bersabda: ,
“Barangsiapa di
waktu pagi dan sore mengucapkan: Di waktu pagi aku jadikan Engkau dan para
pemikul Arsy-Mu dan para malaikat-Mu serta semua makhluk-Mu sebagai saksi
bahwa Engkaulah Allah tiada Tuhan selain Engkau dan Mulommad dan rasul-mu,
maka Allah membebaskan seperempatnya dari neraka. Barangsiapa mengucapkannya
dua kali, maka Allah membebaskan separuhnya dari neraka. Dan siapa
mengucapkannya tiga kali, maka Allah membebaskan tiga perempatnya dari neraka.
Dan siapa mengucapkan empat kali, maka Allah membebaskan
seluruhnya dari neraka.”
Diriwayatkan dari Ummi
Salamah, ia berkata: Rasulullah apabila selesai dari salat Subuh, beliau
mengatakan:
“Ya Allah, aku mohon kepadamu imu
yang berguna dan amal yang diterima serta rezeki yang baik.”
Demikianlah
disebutkan dalam Al-Adzkar oleh An-Nawawi .
Al-Ghazali
berkata kepada salah seorang muridnya: “Bacalah doa ini dalam waktuwaktumu,
terutama sesudah salat-salatmu.”
“Ya Allah, aku
mohon kepada-Mu nikmat yang sempuna, perlindungan yang terus-menerus, rahmat
yang menyeluruh, tetapnya kesehatan, kehidupan yang paling sejahtera, umur
yang paling bahagia, waktu yang paling baik, kebaikan yang paling sempurna,
kenikmatan yang paling menyeluruh, karunia yang paling nyaman, kelembutan yang
paling berguna dan rezeki yang paling luas. Ya Allah, jadikah Engkau penolong
kami dan janganlah Engkau memusuhi kami, Ya Tuhan yang Maha Perkasa. Ya Allah,
akhirilah ajal kami dengan kebahagiaan dan tambahilah amal-amal kami, berilah
kami kesehatan di waktu pagi dan sore, jadikanlah kesudahan dan penghabisanku
dalam ampunan dan rahmat-Mu. Tuangkanlah maaf-Mu yang deras kepada dosa-dosa
kami dan karuniatlah kami dengan memperbaiki kejelekan-kejelekan kami,
Jadikanlah ketakwaan sebagai bekal kami dan ijtihad kami dalam agamaMu, dan
kepada-Mu tawakal dan sandaran kami, tetapkan kami di atas Jalan yang lurus
dan lindungilah kami di dunia dan aklurat dari hal-hal yang menyebabkan
penyesalan di hari kiamat.”
“Ya Allah,
ringankanlah dari kami beban dosa-dosa kami dan anugerahilah kami penghidupan
orang-orang salih dan Iidungilah kami serta jauhkanlah dari kami kejahatan
orang-orang yang jahat. Bebaskanlah batang leher kami dan batang leher
bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudara lelaki dan saudar-saudara perempuan kami
dari api neraka dengan rahmat-Mu, Ya Tuhan yang Maha Perkasa, Ya Tuhan yang
Maha Pengampun, Ya Tuhan yang Maha Pemurah, Ya Tuhan yang menutupi kejelekan,
Ya Tuhan yang Maha Penyantun, Ya Tuhan yang Maha Perkasa, Ya Allah, Ya Allah,
Ya Allah, Ya Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Semoga Allah
melimpahkan salawat atas Sayyidina Muhammad dan keluarganya semua.”
Hafalkanlah
doa-doa itu yang kami sebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, lalu berdoalah
dengan semuanya jika engkau mampu melakukannya atau hafalkanlah darinya mana
yang lebih cocok dengan keadaanmu dan lebih menyentuh hatimu serta lebih
ringan pada lisanmu sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Ghazali.
Di
antara doa-doa yang tersebut dalam Al-Ihya’ adalah doa Sayyidina Ibrahim
Al-Khalil , siapa yang berdoa dengannya ketika memasuki waktu pagi, maka ia
telah menunaikan syukur di hari itu, yaitu:
“Ya
Allah, ini adalah mahluk baru, maka bukalah dia bagiku dengan mentaati-Mu dan
akhirilah bagiku dengan ampunan dan keridaan-Mu dan anugerahilah aku di
dalamnya kebaikan yang Engkau terima dariku dan bersihkanlah dia serta lipar
gandakanlah bagiku sedangkan dosa yang aku lakukan di dalamnya, maka ampunilah
dia bagiku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang,
Maha Pemurah.”
Di antaranya adalah doa Atabah
Al-Ghulam. Ada orang mimpi berjumpa dengannya. Ia berkata: Aku masuk surga
dengan sebab kalimatkalimat ini:
“Ya Allah,
pemberi petunjuk kepada orang-orang yang menyesatkan dan pengasih orang-orang
berdosa serta pemaaf kesalahan orang-orang yang bersalah, kasihanilah hamba-Mu
dalam menghadapi bahaya besar dan kaum muslimin semuanya dan jadikanlah kami
termasuk orang-orang baik yang mendapar rezeki dan Engkau beri kenikmatan
kepada mereka, yaitu para nabi, shiddiq syuhada dan orang-orang salih. Amin,
Ya Tuhan semesta Alam.”
Bagilah waktu-waktumu
sehabis salat hingga terbit matahari menjadi empat wirid. Pertama, satu wirid
berupa pembacaan doa-doa, Yang dimulai dengan menyebut nama Allah, sebagaimana
telah di kemukakan di atas dan janganlah memulai dengan meminta.
Salamah
Ibnu Akwa’ berkata, tidaklah aku mendegar Rasulullah memulai doa, melainkan
beliau memulai dengan perkataan: “Subhana robbiyal aliyyil alaa al-wahhab.”
Kemudian itu membaca salawat atas nabi . Barulah setelah itu mintalah
keperluan, dan akhirilah dengan membaca salawat atas Nabi Karena Allah
menerima kedua salawat itu dan tidak menyia-yiakan doa di antara keduanya.
Demikianlah disebut dalam Al-Ihya”.
Kedua, satu
wirid dalam bentuk zikir-zikir dan tasbih dan engkaufbaca dengan bantuan biji
tasbih. Ketiga, satu wirid berupa bacaan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an
mengumpulkan antara keutamaan zikir , berfikir dan berdoa bilamana dilakukan
dengan penuh renungan. Maka dianjurkan bagimu membaca sejumlah ayat yang
disebutkan dalam khabar-khabar tentang keutamaannya, yaitu membaca Al-Fatihah,
ayat Kursi dan penghabisan surah Al-Bagarah, Akhir surah At-Taubah, lima ayat
dari awal surah Al-Hadid dan empat ayat terakhir dari surah Al-Hasyr da
beberapa ayat lainnya. Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya’. Keempar, satu
wirid dengan renungan. Maka renungan apa pun yang bisa engkau lakukan, maka ia
adalah ibadat yang paling mulia, karena di dalamnya terdapat makna dzikrullah
dan tambahan dua perkara.
Yang pertama, tambahan
makrifat, karena renungan adalah kunci makrifat dan kasyaf. Yang kedua, ialah
tambahan mahabbah (cinta), karena hari tidak mencintai selain siap yang
diagungkannya dan tidaklah tersingkap kebesaran Allah , kecuali dengan
mengenal sifat-sifat dan kekuasaan serta keajaiban perbuatan-perbuatannya.
Maka dari renungan itu timbul makrifat dan dari makrifat timbul pengagungan
dan dari pengagungan timbul cita.
Maka
renungkanlah dosa-dosa dan kesalahan-kesalahanmu serta ke cerobohanmu dalam
beribadat kepada Tuhanmu dengan akibatnya berupa hukuman-Nya yang pedih dan
kemurkaan-Nya yang besar.
Dengan renungan engkau
atur wirid-wiridmu dalam seluruh harimu untuk menyusul ketinggalanmu dan
menghidari kemurkaan Allah pada harimu dan engkau niatkan kebaikan bagi
seluruh orang muslim.
Engkau putuskan untuk tidak
menyibukkan diri dalam seluruh siangmu kecuali dengan mentaati Allah dan
engkau maksudkan dalam hatimu ketaatan yang bisa engkau lakukan dan engkau
pilih mana yang paling utama, engkau persiapkan sebab-sebabnya untuk
mengerjakan dan jangan lupa memikirkan dekatnya ajal dan datangnya kematian
yang memutuskan angan-angan dan timbulnya hal itu secara pasti serta
terjadinya kesedihan dan penyesalan di akhirat disebabkan kelalaian yang lama
di dunia. Rasulullah bersabda:
”Perbanyaklah
mengingat pemutus kenikmatan (yakni kematian).”
Aisyah
berkata:” Ya Rasulullah, apakah ada orang yang dihimpun bersama para
syuhada?”
Nabi menjawab: “Ya, yaitu siapa
yang mengingat kematian 20 kali dalam sehari semalam. Hendaklah diantara
tasbih-tasbih dan zikirzikirmu adalah sepuluh kalimat.” Salah satunya:
“Tiada
Tuhan selain Allah sendiri, tiada sekutu bagi-Nya, Dia memiliki segala
kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia
hidup kekal tidak bisa mati, di tangan-Nya terdapat segala kebaikan dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Yang kedua
ialah:
”Tiada Tuhan selain Allah Raja yang Maha
Benar dan menjelaskan kebenaran. ”
“Tiada Tuhan
selai Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Penakluk, Tuhan Penguasa langit dan
bumi dan segala yang terdapat di antara keduanya, yang Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.”
Keempat:
”Maha
Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selai Allah dan Allah Maha
Besar, nada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha
Tinggi lagi Maha Agung.”
Perkataan ini sampai
perkataannya, “Wallahu Akbar” dinamakan Al-Baaqiyaatush salihaat. Ada yang
mengatakan sampai perkataannya: ”Illaa billah.”
Rasulullah
bersabda:
”Perkataanku: Subhanallah walhamdu
lillah wa laa ilaha illallah allahu Akbar lebih aku sukaidari pada tempat
naiknya matahari.”
Kelima:
“Tuhan
yang disucikan dan Maha Suci, Tuhan para malaikat dan ruh (jibril).”
Beda
antara tasbih dan tagdis, tasbih diwujudkan dengan melakukan berbagai ketaatan
dan ibadatnya sedangkan tagdis diwujudkan dengan mengenal Dzat Allah
sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Maka tagdis adalah merenungkan semua
itu. Diriwayatkan oleh Abi Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni
dari Az-Zubair.
Nabi bersabda:
“Tidaklah
para hamba memasuki waktu pagi, melainkan ada suara berseru: Hai para makhluk,
sucikanlah Raja Yang Maha Suci, Tuhan para malaikat dan ruh.”
Asy-Syarbini
berkata, Ruh itu adalah Jibril ada yang mengatakan ruh itu adalah
seorang malaikat yang kepalanya berada dibawah Arsy dan kedua kakinya berada
di lapisan bumi yang ketujuh. Ia mempunyai seribu kepala dan setiap kepala
lebih besar dari pada dunia. Pada setiap kepala ada seribu muka dan pada
setiap muka ada seribu mulut dan pada setiap mulut ada seribu lisan yang
bertasbih menyucikan Allah Pada setiap lisan ada seribu magam tasbih,
tahmid dan tamjin dan setiap lisan mempunyai bahasa yang tidak sama dengan
bahasa lisan lainnya. Apabila ia membuka mulut-mulutnya dengan bertasbih, maka
para malaikat di langit ketujuh menyungkur sujud karena takut terbakar oleh
cahaya yang keluar dari mulutnya.
Keenam:
”Maha
Suci Allah dengan segala puji bagin-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung.”
Jabir
berkata bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
mengucapkan, Subhanallahi wa bihamdihi, ditanamlah baginya sebatang pohon
kurma di surga.”
Ketujuh:
“Aku
mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung yang tiada Tuhan selain Dia Yang
hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya dan aku bertobat kepada-Nya.”
Dalam
salah satu naskah ada tambahan: “Dan ampunan”, sedangkan dalam Al-Ihya’ tidak
ada tambahan ini. Kedelapan,
“Ya Allah, tiada
yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tiada yang dapat memberikan
apa yang Engkau cegah dan tiada yang dapat menolak apa yang Engkau takdirkan
dan tidaklah bermanfaat kekayaan seseorang di sisi-Mu (bila tanpa amal).”
Kesembilan:
“Ya
Allah, limpahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad
serta para sahabatnya.”
Kesepuluh:
“Dengan nama Allah yang tidak berbahaya dengan
menyebut nama-Nya sesuatu apa pun di bumi maupun di langit dan Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kalimat-kalimat
ini berbeda dengan yang terdapa: dalam Al-Ihya’ sebagaimana dan tertibnya.
Kalimat
pertama sama, kalimat kedua tanpa al-aliyyil adhim, kalimat ketiga sama,
kalimat keempat: perkataanya subhanallahil adhim wa bihamdihi, kalimat kelima
sama, kalimat keenam sama, kalimat ketujuh sama, kalimat kedelapan sama,
kalimat kesembilan:
“Ya Allah, limpahkanlah
salawat dan salam atas Muhammad, hamba-Mu, nabi dan rasul-Mu, nabi yang ummiy
dan keluarga serta sahabatnya.”
Kalimat
kesepuluh:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk. Ya Tuhanku,
aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan dan aku berlindung kepada-Mu, Ya
Tuhanku dari kehadiran mereka kepadaku.”
Kemudian
pengarang berkata: “Jika engkau baca sepuluh kalimat yang dihadiahkan
Al-Khidhir kepada Ibrahim At-Taimi, maka telah lengkap keutamaan dan
mengumpulkan keutamaan semua doa tersebut.”
Yaitu
engkau baca sebelum terbit dan sebelum terbenam matahari surah Al-Fatihah,
An-Naas, Al-Falag, Al-Ikhlash, Al-Kafirun dan avat
Al-Kursi
masing-masing tujuh kali. Kemudian membaca ”subhanal walhamdu lillah wa laa
ilaha illallah wallahu akbar” tujuh kali, dan bersalawat atas Nabi tujuh kali
serta memohon ampunan bagi dirimu, ayah dan ibumu serta orang-orang mukmin
laki-laki dan perempuan sebanyak tujuh kali. Dan jangan engkau meninggalkan
bacaan tersebut setiap pagi dan sore. Kemudian bacalah:
“Ya
Allah, perlakukanlah aku dan mereka di waktu dekat maupun di masa yang akan
datang dalam urusan agama, dunia dan aklurat dengan sesuatu yang pantas
bagi-Mu dan jangan perlakukan kami Ya Tuhan kami dengan sesuatu yang kami
pantas menerimanya. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyantun,
Maha Pemberi lagi Maha Pemurah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Ulangilah
masing-masing kalimat ini seratus atau tujuh puluh atau sepuluh kali, paling
sedikit supaya seluruhnya berjumlah seratus.
Hal
itu lebih baik daripada mengulangi setiap kalimat seratus kali, karena
masing-masing kalimat ini mempunyai keutamaan tersendiri sedangkan setiap
kalimat menimbulkan semacam kegiatan dan kenikmatan di dalam hati dan
perpindahan dari satu kalimat ke kalimat yang lain menimbulkan ketenangan di
dalam jiwa dan keamanan dari kebosanan. Demikianlah disebutkan oleh pengarang
dalam Al-Ihya”. Bacalah selalu wirid-wirid ini. Janganlah bicara sebelum
terbit matahari. Di dalam khabar disebutkan bahwa hal itu lebih utama daripada
membebaskan delapan orang keturunan Ismail Yakni terus berzikir hingga
terbit matahari tanpa diselingi bicara.
Nabi
bersabda:
” Aku lebih suka duduk di majelisku
dengan menyebut nama Allah sejak salat Subuh hingga terbit matahari
daripada membebaskan empat orang hamba sahaya.”
Diriwayatkan
bahwa Rasulullah bersabda:
“Allah
berfirman, “Hai anak Adam, ingatlah Aku sesudah salat Subuh dan sesudah salat
Asar sesaat, niscaya aku melindungimu di antara kedua waktu itu.” Demikianlah
disebutkan dalam Al-Ihya”.
Diriwayatkan dari Anas
bahwa Rasulullah bersabda: ”Barangsiapa mengerjakan salat Subuh
berjamaah, kemudian duduk menyebut nama Allah hingga terbit matahari,
kemudian mengerjakan salat dua rakaat, maka pahalanya seperti pahala haji dan
umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.” Demikian disebutkan dalam
Al-Ihya’.
Adab Di Antara Terbit Hingga Tergelincirnya Matahari
Apabila matahari sudah terbit dan naik setinggi
tombak, maka kerjakanlah salat dua rakaat. Hal itu dilakukan sesudah hilangnya
waktu yang dilarang mengerjakan salat, karena salat di waktu itu makruh.
Yaitu
setelah fardu Subuh hingga naiknya matahari. Apabila matahari telah tinggi dan
lewat seperempat siang, maka kerjakanlah salat Dhuha empat atau enam atau
delapan rakaat, masing-masing dua rakaat dan itu lebih utama.
As-Suyuthi
menyebutkan bahwa yang lebih utama adalah dalam rakaat pertama sesudah
Al-Fatihah membaca surah Asy-Syams dan rakaat kedua sesudah Al-Fatihah membaca
surah Adh-Dhuha. Ibnu Hajar sependapat dengannya, akan tetapi Ar-Ramli
berpendapat bahwa ia membaca dalam rakaat pertama Al-Kafirun dan dalam rakaat
kedua Al-Ikhlash. Ia lalukan itu dalam setiap dua rakaat darinya. Jumlah ini
seluruhnya telah diriwayatkan dari Rasulullah sebagaimana dikatakan oleh
Ummu Hani, Nabi mengerjakan salat Dhuha dan memberi salam dari setiap
dua rakaat. HR. Abi Dawud. Dan salat itu adalah baik seluruhnya, maka siapa
yang mau ia boleh mengerjakan banyak dan siapa mau ia boleh mengerjakan
sedikit sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani
dari Abi Hurairah : Tiada salat sunah di antara terbitnya matahari dan
waktu tergelincirnya, kecuali salat Dhuha.
Maka
waktumu yang lebih dari itu ada empat keadaan. Keadaan pertama, yang paling
utama adalah bila engkau gunakan waktumu untuk menuntut ilmu agama, bukan ilmu
yang tidak berguna seperti ilmu sihir dan ilmu nujum.
Orang
alim menggunakan waktunya untuk mengajar dan mengarang. Jika engkau orang
awam, maka kehadiranmu di majelis pengajian dan ilmu lebih baik dari pada
membaca wirid-wirid dan mengerjakan salat sunah. Dalam hadis Abi Dzaar
disebutkan bahwa menghadiri majelis zikir lebih utama daripada salat seribu
rakaat dan menghadiri seribu jenazah serta menjenguk seribu orang sakit.
Ilmu
yang berguna ialah ilmu yang menambah rasa takutmu kepada Allah dan
menambah pengetahuanmu tentang kejelekan dirimu, menambah pengetahuan tentang
ibadat kepada Tuhanmu, mengurangi keinginanmu terhadap dunia dan menambah
kesukaanmu terhadap akhirat serta membuka mata hatimu terhadap cacat-cacat
dari amalamahnu hingga engkau bisa menghindarinya disamping membantumu untuk
menempuh jalan akhirat bila engkau belajar ilmu itu dengan tujuan tersebut.
Ilmu itu bisa menunjukkanmu kepada kejahatan setan serta tipudayanya dan cara
penyesatannya terhadap ulama yang buruk, yaitu mereka yang menggunakan ilmu
dengan tujuan menikmati kesenangan dunia dan mencapai suatu kedudukan.
Mereka
itu akan mendapat murka Allah karena mencari kesenangan dunia dengan menjual
agama. Mereka menjadikan ilmu sebagai dalih dan alat untuk mengambil harta
raja-raja dan makan harta wakaf dan anak yatim serta orang miskin.
Mereka
rujukan kemauan mereka yang kuat dan mereka habiskan siang hari yang lama
untuk mencari kedudukan dan pangkat yang tinggi dalam pandangan manusia.
Perbuatan itu menyebabkan mereka bersikap riya, suka mendebat dan meyelidik di
dalam pembicaraan.
Dalam salah satu naskah
disebutkan, persaingan, yakni kesukaan akan ilmu dan amal dengan cara
menentang dan membanggakan diri. Ilmu berguna yang semacam ini telah kami
kumpulkan dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Saya
sebutkan ringkasanya, yaitu bahwa ilmu yang berguna itu ada dua macam. Ada
macam yang sedikit dan banyaknya adalah terpuji. Semakin banyak jumlahnya
semakin baik. Ada macam lain yang terpuji bila mencukupi, tetapi tidak baik
bila lebih dari itu.
Yang pertama adalah
pengetahuan tentang Allah , sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya, serta
sunah-Nya pada makhluk-Nya dan hikmah-Nya dalam menertibkan akhirat di atas
dunia. Yang kedua terbagi menjadi empat bagian, yaitu Ushul, Furu’,
pendahuluan dan pelengkap.
Ushul ada empat, yaitu
Kitabullah dan sunah nabi Muhammad Bahasa dan nahwu bukanlah termasuk
ilmu vang mulia secara tersendiri, tetapi harus dipelajari dengan sebab
syara”, karena syariat ini datang dengan bahasa Arab dan setiap syariat dengan
setiap bahasa. Maka belajar bahasa itu adalah alat ilmu dan termasuk alat
adalah ilmu tentang tulisan. Mutammimaat (pelengkap) ada dalam ilmu Al-Qur’an,
karena ia terbagi menjadi tiga macam. Satu macam berkaitan dengan hafal
seperti belajar Al-Qur’an dan makhraj huruf. Satu macam berkaitan dengan makna
seperti tafsir, karena ia mengandalkan nukilan, dan bahasa semata-mata tidak
cukup.
Dan satu macam berkaitan dengan
hukum-hukum Al-Qur’an seperti pengetahuan vasikh dan mansukh, aam dan khaash,
nash dan dhahir, cara menggunakan sebagiannya dengan sebagian lainnya, yaitu
ilmu yang dinamakan Ushulul Fikih.
Adapun
mutammimaat dalam atsar dan khabar, maka ia adalah pengetahuan tentang para
perawi, nama-nama mereka, nasab-nasab mereka, nama para sahabat dan
sifat-sifat mereka, ilmu tentang keadilan para perawi dan keadaan mereka untuk
membedakan antara yang lemah dan yang kuat, ilmu tentang umur-umur mereka
untuk membedakan antara yang mursal dan yang musnad.
Inilah
ilmu-ilmu syar’iyah dan seluruhnya termasuk fardu kifayah. Jika engkau
menyenangi macam ilmu tersebut, maka pelajarilah dia dan amalkanlah, kemudian
ajarkanlah kepada orang-orang dan serukanlah agar orang-orang
mempelajarinya.
Maka siapa yang menguasai ilmu
berguna dan mengamalkannya, kemudian mengajarkannya dan menyeru orang-orang
untuk mempelajarinya, ia dinamakan orang besar di kerajaan langit dengan
kesaksian Isa . Karena Sayyidina Isa berkata: “Siapa yang belajar dan
mengamalkan serta mengajarkan, maka ia dinamakan orang besar di kerajaan
langit.”
Nabi bersabda: “Siapa yang belajar
satu bab ilmu untuk mengajari orang-orang, ia pun diberi pahala tujuh puluh
Shiddig.” Apabila engkau selesai dari mempelajari ilmu yang berguna itu dan
selesai memperbaiki dirimu lahir batin sedangkan waktumu masih tersisa, maka
tidaklah mengapa bila engkau sibukkan dirimu dengan ilmu mazhab Fikih untuk
mengetahui cabang-cabang yang jarang dalam ibadat dan cara menengahi
persengketaan di antara para makhluk ketika mereka menuruti keinginan nafsu.
Belajar ilmu mazhab juga termasuk fardu kifayah setelah mempelajari ilmu-ilmu
yang wajib dipelajari. Termasuk fardu kifayah adalah belajar ilmu kedokteran.
Az-Ziyadi berkata: Belajar ilmu syar’i ada tiga macam.
Fardu
ain, yaitu belajar ilmu yang wajib. Fardu kifayah, yaitu belajar ilmu yang
menyampaikan kepada derajat pemberian fatwa, dan sunah, yaitu yang lebih dari
itu.
Al-Ghazali berkata, Jadilah engkau salah
satu dari dua orang. Yaitu sibuk dengan dirimu atau sibuk untuk orang lain
setelah selesai dari mengurusi dirimu. Janganlah engkau mengurusi orang lain
sebelum mengurusi dirimu.
Jika engkau sibuk
dengan dirimu, maka jangalah engkau sibukkan diri kecuali dengan ilmu yang
wajib bagimu sesuai dengan keadaanmu dan segala yang berkaitan dengan
amalan-amalan lahir seperti belajar salat, taharah dan puasa.
Yang
lebih penting adalah ilmu sifat-sifat hati, mana yang terpuji dan tercela,
darinya, karena manusia tidak luput dari sifat-sifat tercela seperti serakah,
dengki, riya’, sombong, suka membanggakan diri dan sebagainya.
Jika
nafsumu mengajakmu untuk meninggalkan wirid-wirid dan Zikir-zikir yang kami
sebutkan karena menganggapnya berat, maka ketahuilah bahwa setan telah
memasukkan dalam hatimu penyakit cinta harta dan kedudukan.
Maka
janganlah engkau terpedaya olehnya sehingga menjadi bahan tawaannya. Karena ia
akan membinasakanmu dan mengejekmu.
Jika engkau
biasakan dalam waktu lama membaca wirid-wirid dan mengerjakan ibadat-ibadat
sunah sehingga engkau tidak merasa berat karena malas, tetapi nampak
keinginanmu untuk menghasilkan ilmu yang berguna dan engkau hanya mengharapkan
rida Allah serta negeri akhirat, maka itu lebih utama dari pada ibadat
sunah meskipun niatnya benar. Misalnya dalam belajar ilmu itu engkau bermaksud
menghidupkan syariat dan menyiarkannya. Maka amal yang disertai niat ini lebih
utama dari pada puasa dan salat malam, khalwat, riyadhah dan segala sesuatu
lainnya.
Andaikata pelakunya membatasi pada
amalan-amalan fardu disertai niat yang baik ini, maka hal itu berlipat-lipat
kali lebih baik dari pada lainnya, karena manfaat yang meluas lebih besar
pahalanya daripada manfaat yang terbatas.
Akan
tetapi yang diperhitungkan adalah keabsahan niat. Jika niatnya tidak sah, maka
belajar adalah tempat kesesatan orang-orang bodoh dan tempat tergelincirnya
para ulama.
Keadaan kedua, adalah engkau tidak
dapat menghasilkan ilmu yang berguna dalam agama, tetapi engkau sibukkan
dirimu dengan wirid-wirid seperti Zikir, tasbih, membaca Al-Qur’an dan
salat.
Semua itu termasuk derajat-derajat para
ahli ibadat dan perilaku orang-orang salih. Dengan melakukan itu engkau
menjadi orang yang beruntung. Diantara para sahabat ada yang wiridnya dalam
sehari membaca 12.000 tasbih, ada yang wiridnya 30.000 tasbih, ada yang
wiridnya 300 rakaat hingga 600 rakaat, bahkan 1.000 rakaat.
Di
antara mereka ada yang wiridnya dalam sehari mengkhatamkan Al-Qur’an. Ada pula
yang menghabiskan waktunya dalam sehari semalam untuk merenungkan satu ayat
dan di ulang-ulang.
Karzin bin Wabrah yang
bermukim di Makkah, bertawaf 70 kali dalam sehari dan 70 kali dalam semalam.
Di samping itu ia juga mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari semalam dua
kali.
Ketahuilah bahwa membaca Al-Qur’an di dalam
salat sambil berdiri dengan merenungkannya telah mencakup semuanya, tetapi
boleh jadi sulit dilakukan terus-menerus. Maka yang lebih utama menurut
kemampuan masing-masing. Tujuan wirid adalah membersihkan dan menyenangkan
hati dengan menyebut nama Allah .
Hendaklah
pencari kebaikan melihat kepada hatinya. Mana yang dilihatnya lebih
berpengaruh dalam hatinya, hendaklah ia menekuninya. Apabila ia merasa jemu,
maka hendaklah ia berpindahlah kepada yang lain, karena kejemuan merupakan
tabiat manusia. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya”.
Keadaan
ketiga, hendaknya engkau sibukkan dirimu dengan sesuatu yang menimbulkan
kebaikan bagi kaum muslimin dan memasukkan kegembiraan dalam hati orang-orang
mukmin dengan memenuhi hajat dan menolong mereka dalam kebajikan dan
ketakwaan. Telah diriwayatkan dalam khabar bahwa amalan yang paling utama
adalah menimbulkan kegembiraan dalam hati orang-orang mukmin. Atau kerjakanlah
amalamal baik bagi untuk orang-orang salih seperti mengabdi para fuqaha dan
orang-orang sufi serta ahli agama. Memberi makan kaum fakir miskin, menjenguk
orang sakit, melayat jenazah dan mengantarkannya ke kuburan. Semua itu lebih
utama dari pada salat sunah, karena merupakan ibadat dan mengandung manfaat
bagi orang-orang muslim.
Al-Jailani berkata:
“Tidaklah aku sampai kepada Allah dengan salat malam dan puasa di siang
hari, tetapi aku sampai kepada Allah dengan kemurahan hati, rendah hati
dan hati bersih.”
Keadaan keempat, jika engkau
tidak sanggup melakukan ketiga keadaan yang di atas. Maka bekerjalah untuk
memenuhi kebutuhanmu atau keluargamu, karena bekerja juga termasuk ibadat dan
wajib bagi umat Islam. Wiridmu adalah memasuki pasar dan bekerja mencari
nafkah.
Kaum muslimin telah selamat darimu dan
aman dari lisan serta tanganmu dan selamat pula agamamu, karena engkau tidak
melakukan pelanggaran sehingga dengan itu engkau mencapai derajat ashabul
yamiin, meskipun tidak termasuk orang-orang yang naik ke kedudukan orang-orang
yang bergegas dalam menunaikan ibadat di samping mengajar dan belajar. Mencari
nafkah dengan sifat ini adalah derajat yang paling sedikit dalam
tingkatan-tingkatan agama.
Adapun bila engkau
terus mencari nafkah dan tidak lupa menyebut. nama Allah dalam
pekerjaanmu, dengan membaca tasbih dan zikir zikir serta membaca Al-Qur’an dan
menyedekahkan kelebihan dari hajatmu, maka semua itu lebih baik dari pada
zikir-zikir yang saya sebutkan disini, karena ibadat yang menyangkut orang
lain lebih berguna daripada yang untuk diri sendiri.
Mencari
nafkah dengan niat ini adalah ibadat bagimu dalam dirimu yang mendekatkanmu
kepada Allah , kemudian timbul faidah bagi orang lain disamping engkau
mendapat berkah doa kaum muslimin dan berlipat kali pahalanya. Selain dari
keadaan keempat yang tersebut ini adalah tempat berkeliarannya setan.
Karena
sekain keadaan keempat itu engkau akan bekerja dengan sesuatu yang merobohkan
agamamu atau mengganggu seorang hamba Allah. Ini adalah kedaan orang-orang
yang binasa. Maka janganlah engkau termasuk golongan ini. Pepatah mengatakan:
Waktu itu bagai pedang. Jika engkau tidak memotongnya, maka ia akan
memotongmu.
Dan nafsumu, jika tidak engkau
sibukkan dengan tindakan yang benar, maka ia akan menyibukkanmu dengan sesuatu
yang batil.
Ketahuilah bahwa hamba terhadap
agamanya ada tiga derajat. Pertama orang yang selamat dari dosa, ia adalah
orang yang membatasi dengan menunaikan amalan-amalan fardu dan meninggalkan
maksiat. Kedua orang yang beruntung untuk akhiratnya, yaitu mereka yang
menyumbang-kan amalan-amalan dan salat-salat sunah. Dan yang ketiga orang yang
merugi, yaitu mereka yang binasa dan berdosa dan ia adalah orang yang ceroboh
dalam menunaikan amalan-amalan wajib.
Allah
berfirman:
“Diantara mereka ada yang menganiaya
diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara
mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat baik dengan izin Allah.” (QS.
Faathir :32)
Abu Bakar Al-Waraq berkata: “Keadaan
hamba ada tiga, yaitu bermaksiat, lalai dan bertobat, kemudian mendekatkan
diri kepada Allah. Apabila durhaka, ia masuk dalam golongan orang-orang yang
zaiim. Apabila bertobat, ia masuk dalam golongan orang-orang yang pertengahan.
Bila sah tobatnya dan banyak ibadat serta mujahadahnya ia akan masuk golongan
orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan. Jika tidak bisa beruntung
dengan amalan-amalan sunah, maka berijtihad untuk menjadi orang yang selamat
dengan menunaikan amalan-amalan yang wajib dan menjauhi semua larangan. Oleh
karenanya jagalah dirimu, agar tidak menjadi orang yang merugi dengan tidak
adanya perhatian dalam menunaikan amalan-amalan fardu.
Meskipun
hamba masuk surga dengan karunia Allah, namun setelah ia mempersiapkan diri
dengan mentaati-Nya, karena rahmat Allah dekat dari orang-orang yang berbuat
kebajikan.
Diceritakan bahwa seseorang lelaki
dari kalangan Bani Israil beribadat kepada Allah selama 70 tahun. Lalu
Allah mengutus kepadanya seorang malaikat yang mengabarinya bahwa meskipun ia
beribadat selama itu, namun ja tidak pantas masuk surga. Ketika mendengar itu,
ahli ibadat tersebut berkata: “Kita diciptakan untuk beribadat, maka haruslah
kita menyembah-Nya.”
Ketika malaikat itu kembali,
ia berkata: “Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui apa yang dikatakannya.” Kemudian
Allah berfirman: “Oleh karena ia tidak berpaling dari menyembah Kami,
maka Kamipun tidak berpaling darinya dengan kemurahan Kami. Saksikanlah hai
para malaikat, bahwa aku telah mengampuni dosanya.”
Hamba
itu terhadap para hamba lainnya ada tiga tingkatan. Pertama, hamba yang
menempati kedudukan para malaikat yang mulia dan berbakti. Hamba tersebut
bekerja untuk memenuhi keinginan mereka dengan menolong mereka dan memasukkan
kegembiraan dalam hati mereka. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis: Tidaklah
Allah di sembah dengan sesuatu yang lebih baik daripada menggembirakan hati
orang lain. Kedua, hamba yang menempati kedudukan hewan dan benda mati
terhadap mereka. Maka kebaikannya tidak mencapai mereka, tetapi tidak
menganggu mereka.
Ketiga, hamba yang menempati
kedudukan kalajengking dan ular serta binatang buas yang berbahaya terhadap
mereka sehingga tidak diharapkan kebajikannya dan dihindari kejahatannya.
Jika
engkau tidak bisa meniru para malaikat yang mulia, maka janganlah engkau turun
dari derajat hamba yang pertengahan, yaitu tingkatan hewan dan benda mati,
menjadi tingkatan kalajengking, ular dan binatang buas yang berbahaya.
Jika
engkau rela dirimu turun derajat malaikat ke derajat malikat ke derajat
orang-orang yang pertengahan, maka jangalah engkau rela dirimu turun ke
derajat yang paling rendah, yaitu derajat binatang buas.
Maka
barangkali engkau selamat sekadar kebutuhanmu, tidak kurang dan tidak lebih,
engkau tidak mendapat manfaat dan juga tidak dirugikan. Oleh sebab itu,
kerjakanlah di waktu siangmu sesuatu yang bermanfaat bagimu untuk dunia dan
akhiratmu yang engkau butuhkan.
Jika engkau
seorang pedagang, maka berdaganglah dengan benar dan jujur. Jika engkau
seorang pekerja, maka bekerjalah dengan baik dan jangan lupa menyebut nama
Allah dalam semua pekerjaanmu. Batasilah pencaharianmu sesuai dengan kebutuhan
harimu.
Sesanggup apapun engkau mencari nafkah
dalam sehari dan telah cukup memperoleh keuntungan, hendaklah engkau luangkan
waktu untuk menyiapkan bekal akhiratmu, karena kebutuhan akan akhirat lebih
banyak dan kenikmatannya lebih kekal.
Jika engkau
tidak sanggup menunaikan kewajiban agamamu ketika bergaul dengan orang banyak
sedangkan engkau juga tidak dapat selamat dari maksiat, ghibah, riya, tidak
dapat ber-amar ma’ruf dan nahi munkar serta tidak menunjukkan akhlak yang
mulia dan selalu berbuat jahat sebagai akibat keserakahan terhadap dunia, maka
sebaiknya engkau lakukan uzlah.
Hendaklah engkau
jauhkan dirimu (uzlah) dari orang banyak karena di dalam uzlah terdapat
keselamatan dari berbagai fitnah, permusuhan dan kejahatan orang lain serta
keserakahan orang lain terhadap milikmu dan keserakahanmu terhadap milik orang
lain. Karena terputusnya keserakahan orang-orang darimu mengandung faidah yang
banyak. Sedangkan keridaan orang-orang adalah tujuan yang tidak tercapzsi.
Maka sebaiknya manusia lebih mengutamakan perbaikan dirinya. Dan sesungguhnya
terputusnya keserakahanmu dari mereka mengadung faidah yang banyak. Maka siapa
yang memandang kepada keindahan dunia dan kebagusannya, bangkitlah
keserakahannya.
Bilamana ia melakukan uzlah, maka
ia tidak menyaksikan, dan jika tidak disaksikan, ia pun tidak menyukai dan
tidak serakah. Bilamana engkau merasa was-was yang tidak diridai Allah di
waktu uzlah sedang engkau tidak mampu mengatasi-nya dengan wirid, hendaklah
engkau tidur. Karena tidur adalah keadaan yang terbaik. Bilamana tidak sanggup
mendapat keuntugan dari kemenangan, kita rela dengan keselamatan dalam
kekalahan.
Artinya bila kita tidak sanggup
mengerjakan amal-amal Salih, maka janganlah melakukan amal-amal yang buruk.
Seburuk-buruk keadaan adalah orang yang ingin selamat agamanya tanpa
mengerjakan ibadat, dan meluangkan seluruh waktunya untuk tidur. Karena dengan
tidur ia menganggurkan kehidupannya dan masuk dalam golongan benda mati.
Abu
Thalib Al-Makki menyebutkan perselisihan mengenai keadaan jaga yang kosong
dari ibadat-ibadat seperti zikir dan lainnya dan keadaan tidur yang bukan
untuk takwa dengan mentaati Allah , maupun untuk meninggalkan maksiat.
Maka
dikatakan, keadaan jaga lebih utama daripada tidur itu, karena merupakan
kekurangan. Ada yang mengatakan, tidur lebih utama, karena boleh jadi ia
bermimpi melihat nabi atau orang-orang salih. Adapun tidur yang bertujuan
mencari keselamatan dan berniat salat malam, maka ia adalah ibadat.
Adab Persiapan Untuk Salat salat Lainnya
Setelah engkau salat Dhuha dan melakukan ibadat
yang lainnya, hendaklah engkau bersiap-siap untuk menunaikan salat Zuhur
sebelum matahari tergelincir dan didahului dengan tidur sebentar.
Tidur
menjelang Zuhur itu sunah, kecuali pada hari Jumat, bilamana engkau menunaikan
salat Tahajjud di waktu malam. Salat Tahajjud ini dilakukan sesudah tidur dan
tiada batas bagi jumlah rakaat. Karena Nabi berkata kepada Abi Dzarr.
”Salat sunah itu sebaik-baiknya ibadat yang ditentukan, maka kerjakanlah yang
banyak atau sedikit.” HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim.
Apabila
di malam hari engkau banyak mengerjakan kebaikan seperti mempelajari
kitab-kitab sehingga kalau tidak tidur siang, engkau tidak bisa mengerjakan
kebaikan. Maka tidur tengah hari membantu untuk salat malam sedangkan makan
sahur membantu puasa di siang hari.
Rasulullah
bersabda:
“Tidurlah siang supaya bisa membantu
untuk salat malam dan makanlah sahur supaya bisa membantu untuk puasa siang
hari dan makanlah kurma dan kismis supaya bisa mengatasi musim dingin.” (HR.
Abi Dawud)
Tidur siang tanpa salat di malam hari
seperti makan sahur tanpa puasa di siang hari. Apabila engkau tidur siang
(menjelang Zuhur), maka berusahalah keras untuk bangun sebelum matahari
tergelincir dan berwudulah, lalu pergilah ke masjid. Waktu itu adalah sebelum
waktu salat. Karena ia termasuk amalan utama, meskipun engkau tidak tidur dan
tidak bekerja mencari nafkah.
Waktu tersebut
merupakan waktu terbaik, karena pada waktu-waktu itu banyak orang lalai dari
mengingat Allah karena disibukkan oleh urusan dunia. Demikian disebut
dalam Al-Ihya’
Kerjakan salat tahiyyat masjid
sambil menunggu muazin mengumandangkan azan Dhuzur. Kemudian kerjakanlah salat
sunah empat rakaat sesudah matahari tergelincir dengan satu salam. Mazhab
Asy-Syafi’i, masing-masing dua rakaat dengan satu salam seperti salat nawafil
lainnya, Ini adalah berdasarkan kabar-kabar yang sah. Demikian yang disebutkan
dalam Al-Ihya”: Rasulullah memanjangkan rakaatrakaat ini.
Beliau
berkata: ”Ini adalah waktu dimana pintu-pintu langit di buka. Maka aku ingin
amal salihku diangkat di waktu ini.”
Demikian
diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshori: Keempat rakaat sebelum Zuhur ini
adalah sunah muakkad menurut sebuah pendapat.
Pendapat
yang kuat adalah empat rakaat sebelum Zuhur lebih di tekankan daripada dua
rakaat sebagaimana disebutkan dalam Al-Ihya’ dan inilah yang dipegangi.
Diriwayatkan
dalam hadis dari Abi Hurairah dari nabi bahwa siapa yang mengerjakan
empat rakaat sesudah matahari tergelincir dan membaca dengan baik di dalam
rukuk dan sujudnya, maka ikut salat bersamanya 70.000 malaikat yang memohonkan
ampun untuknya sampai malam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Al-Khatib Al-Baqdadi dari Anas:
“Barangsiapa
mengerjakan salat sebelum Luhur empat rakaat, diampunilah dosa-dosanya pada
hari itu.”
Diriwayatkan oleh Thabrani dari
seorang laki-laki Anshar: “Barangsiapa mengerjakan salat sebelum Zuhur empat
rakaat, maka ia seperti membebaskan seorang sahaya dari keturunan Ismail.”
Yakni
pahalanya seperti pahala membebaskan seorang sahaya dari keturunan Ismail bin
Ibrahim Al-Khalil .
Kemudian kerjakan salat
Zuhur berjamaah, diteruskan dengan salat sunah dua rakaat sesudah Zuhur.
Keduanya termasuk salat rawatib yang muakkad (sangat dianjurkan) dan
diriwayatkan dari Nabi .
Di samping kedua rakaat
itu ada dua rakaat yang bukan muakad berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh
Abi Dawud. Tirmidzi Nasxi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ummu Habibah:
“Barangsiapa
memelihara empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah
mengharamkan api neraka atasnya.”
Al-Ghazali
berkata: Dianjurkan baginya membaca dalam salat nafilah (sunah) ini ayat
Al-Kursi dan akhir surah Al-Bagarah. Janganlah engkau sibukkan dirimu hingga
Asar, kecuali dengan belajar ilmu agama, menolong sesama muslim, membaca
Al-Qur’an atau mencari nafkah supaya engkau bisa mengarnalkan agamamu dengan
baik.
Nabi bersabda: “Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.”
Tungguhlah
salat Asar dengan beriktikaf, karena termasuk amalan utama. Telah dikatakan,
menunggu salat sesudah salat itu adalah sunah para salaf.
Kerjakanlah
salat sunah empat rakaat sebelum Asar.
Salat itu
adalah sunah muakkad, karena mengharapkan doa Rasulullah berikut ini
sedangkan doa beliau sangatlah mustajab, ini semata-mata bukan karena Nabi
selalu mengerjakannya. Namun Nabi jarang melakukan salat sunah
sebelum Asar seperti menekuni dua rakaat sebelum Zuhur. Demikian disebutkan
dalam Al-lhyz, Oleh karena itu empat rakaat sebelum Asar ini tidak muakkad
menurut Asy-Syafi’i sebagaimana disebutkan oleh Al-Azizi.
Doa
Nabi untuk mereka yang salat sunah sebelum Asar:
“Semoga
Allah mengasihi orang yang mengerjakan salat empat rakaat sebelum Asar:” (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Hibban dari Umar)
Maka
berusahalah sekuat tenaga supaya mendapatkan doa Nabi ini dan jangan
bekerja sesudah Asar kecuali seperti yang dikerjakan sebelumnya.
Tidaklah
patut engkau sia-siakan waktumu dan dalam waktu itu tidak disukai tidur. Salah
seorang ulama berkata: “Tiga perkara dibenci Allah, yaitu tertawa tanpa ada
keheranan, makan tanpa merasa lapar, dan tidur di siang hari tanpa salat di
malam hari. Maka janganlah sibukkan dirimu dalam setiap waktu dengan cara yang
sembarangan menurut keinginanmu.
Akan tetapi
engkau dituntut untuk mengoreksi dirimu atas kesalahan-kesalahanmu. Sedikitnya
dalam sehari, adalah sejak sesudah Zuhur atau Asar sampai malam. Salah seorang
ulama mencatat gerakgeriknya di waktu siang dalam sebuah kitab. Apabila tiba
waktu sore ia letakkan kitab itu di depannya dan mengoreksi dirinya atas
kesalahan yang ada di dalamnya. Sebagaimana mereka, mengoreksinya atas
bisikan-bisikan hatinya dalam sehari semalam. Dalam koreksi itu terdapat
berkah yang besar.” Demikianlah disebutkan oleh Abdullah Asy-Syarqawi dalam
Rabi’ul Fuaad.
Luangkanlah waktumu siang dan
siang dengan wirid-wirid dan tentukan suatu pekerjaan bagi setiap waktu.
Janganlah engkau melampauinya dan jangan memilih selain itu. Dengan itu
tampaklah berkah waktunya. Adapun apabila engkau biarkan dirimu tanpa wirid
dan terlantar seperti hewan hingga engkau tidak tahu apa yang engkau kerjakan
dalam setiap waktu, maka habislah sebagian besar waktumu dan umurmu dalam
keadaan sia-sia. Umurmu adalah modalmu dan di atasnya terdapat perdaganganmu,
dengannya engkau mencapai kenikmatan di negeri abadi di sisi Allah
Maka setiap nafasmu adalah permata yang tak
ternilai, karena tidak ada gantinya. Apabila nafas itu lepas darimu, maka ia
tidak bisa kembali. Oleh karena itu patutlah engkau bersikap sopan terhadap
Allah dan memperhatikan-Nya dalam setiap nafasmu sehingga dalam setiap
nafas engkau menempuh jalan menuju Allah
Itulah
makna perkataan mereka, jalan menuju Allah adalah sebanyak nafas manusia.
Salah seorang ulama berkata: “Sesungguhnya hari berseru kepada manusia setiap
waktu dengan perkataannya, hai anak Adam, aku adalah hari baru dan aku menjadi
saksi atas apa yang engkau kerjakan. Maka manfaatkanlah aku, karena engkau
tidak akan mencapai aku bila matahari terbenam. Janganlah engkau menjadi
seperti orang-orang dungu yang terpedaya oleh dunia dan setan yang gembira
setiap hari dengan tambahan harta mereka di samping berkurangnya umur-umur
mereka. Maka kebaikan manakah dalam harta yang bertambah dan umur yang
berkurang. Janganlah engkau gembira, kecuali dengan tambahan ilmu atau amal
salih, karena keduanya adalah temanmu yang menemanimu di alam kubur. Ketika
itu engkau ditinggalkan oleh istri, harta, anak-anak dan teman-temanmu.”
Seorang
penyair berkata:
Berbekallah dengan teman dari
perbuatan-perbuatranmu sesungguhnya teman manusia di dalam kuburnya adalah
amalnya.
Kemudian apabila matahari menguning,
berusahalah keras untuk kembali ke masjid sebelum matahari terbenam dan engkau
sibukkan dirimu dengan bertasbih dan beristigfar seperti:
Sebaiknya
mengucapkan istigfar dengan nama-nama yang terdapat dalam Al-Quran seperti:
Demikian
disebutkan dalam Al-Ihya’. Karena sesungguhnya keutamaan waktu ini adalah
seperti keutamaan waktu sebelum terbit | matahari.
Allah
berfirman:
“Dan bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu sebelum terbit mataliari dan sebelum terbenamnya.” (OS. Thaaha:
130)
Yakni sibukkanlah dirimu dengan menyucikan
Allah di kedua ujung siang sebagaimana dikatakan oleh Abu Muslim.
Bacalah
empat surah sebelum matahari terbenam, yaitu surah Asy-Syams, Al-Lail dan
Al-Mu’awwidzatain. Barangsiapa, membaca surah Asy-Syams, maka Allah
mengaruniainya pemahaman yang cerdas dan kecerdasan mengenai segala sesuatu.
Barangsiapa membaca surah AlLail, ia akan terpelihara dari tersikapnya
kejelekan. Barangsiapa membaca surah Al-Falaq, ia terpelihara dari gangguan.
Dan siapa membaca surah An-Naas, ia terlindung dari berbagai cobaan dan
terlindung dari setan. Barangsiapa yang terus-menerus membacanya, ia mendapat
rezeki seperti hujan.
Hendaklah engkau sering
beristigfar ketika matahari terbenam. Apabila engkau mendengar azan Magrib,
maka jawablah dan berdoalah seperti di bawah ini:
“Ya
Allah, aku mohon kepada-Mu kerika malam-Mu telah tiba dan siang-.Mu telah
pergi dan salat-Mu telah datang serta suara-suara para muazin-Mu telah
terdengar agar Engkau beri Muhammad gasilah (kedudukan di surga).
Bacalah
doa itu selengkapnya seperti dalam doa Subuh. Dalam Sunan Abi Dawud dan
Tirmidzi diriwayatkan dari Ummi Salamah ia berkata: Rasulullah
mengajariku membaca di waktu mendengar azan Magrib.
“Ya
Allah, ini adalah saat kedatangan malam-Mu dan kepergian siang-Mu dan
terdengarnya suara-suara para muazin-Mu, maka ampunilah aku.”
Demikianlah
disebutkan dalam Al-Adzkar dan ini sesuai dengan yang terdapat dalam Al-Ihya’.
Al-Ghazali berkata: Maka patutlah seorang hamba memperhatikan keadaannya. Jika
keadaan hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung. Jika keadaan hari
ini sama dengan hari kemarinnya, maka ia merugi. Jika lebih buruk darinya,
maka ia terkutuk. Jika ia melihat dirinya berbuat banyak kebajikan seluruh
harinya, maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah atas taufiknya dan
mensyukuri Allah atas kesehatan tubuhnya dan umurnya yang panjang.
Kemudian kerjakanlah salat fardu setelah menunaikan dua rakaat ringan. Salat
sunah sebelum salat Magrib bukanlah sunah muakkadah sebagaimana disahkan oleh
An-Nawawi.
Kemudian kerjakanlah sesudah salat
sunah dua rakaat sesudah salat Magrib sebelum bicara. Bacalah dalam dua rakaat
itu Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Dua rakaat sebelum Magrib adalah sunah
muakkadah. Jika engkau kerjakan empat rakaat, maka salat itu adalah sunnat
awwabin.
Jika engkau bisa melakukan iktikaf
hingga Isya dan menghidupkan waktu antara Magrib dan Isya, maka lakukanlah.
Sebanyak-banyaknya salat awwabin adalah 20 rakaat. Ada yang mengatakan enam
rakaat sebagaimana disebutkan oleh Al-Bujairami dan sebagaimana dikatakan oleh
Al-Ghazali dalam kitab Ihya’nya. Diriwayatkan, Rasulullah pernah
mengerjakan salat sunah sebanyak enam rakaat antara waktu Magrib dan Isya.
Dalam
riwayat lain yang dikatkan oleh Ar-Ramli, salat awwabin antara Magrib dan Isya
jumlahnya 20 rakaat, dan dalam riwayat lain enam rakaat, empat rakaat dan dua
rakaat, sedikitnya.
Diriwayatkan pula oleh
Al-Ghazali dalam Al-Ihya’nya, barangsiapa tinggal antara Magrib dan Isya dalam
masjid berjamaah tanpa berbicara kecuali salat atau membaca Al-Qur’an, maka
Allah akan mendirikan baginya dua buah istana di surga yang masing-masing
istana jaraknya seratus tahun dan menanamkan baginya diantara keduanya
sebatang pohon yang andaikata dikelilingi oleh penduduk bumi, niscaya cukuplah
bagi mereka. Al-Ghazali berkata pula, “Bilamana masjidnya dekat dengan
rumahmu, tidaklah mengapa bagimu untuk mengerjakan salat di rumah, jika engkau
tidak bermaksud tinggal di masjid.”
Menghidupkan
waktu antara Magrib dan Isya ini adalah naasyiatul laili (permulaan malam)
yang disebutkan dalam firman Allah :
“Sesungguhnya
permulaan malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu
lebih berkesan.” (OS. Al-Muzzammil: 6)
Yakni
permulaan malam yang di isi dengan salat lebih menjaga kebaikan hati, mata,
telinga dan lisan karena terputusnya berbagai suara dan gerak serta lebih
besar pengaruhnya di dalam hati karena kehadiran hati di saat tidak terdengar
suara dan dunia tenang.
Sayyidina Ali bin Husein
berkata: “Mengerjakan salat di antara Magrib dan Isya adalah permulaan malam
sebagaimana disebutkaan dalam Siraajul Munii: Dan salat itu adalah salat
awwabin, yakni orangorang yang bertobat.”
Nasyiatul
laili dalam ayat itu telah ditafsirkan sebagai permulaan malam oleh Atha dan
Ikrimah dan ditafsirkan oleh Ali bin Husein sebagai salat awwabin. Ia
dinamakan pula sholatul ghaflah (salat kelalaian), karena di saat itu
orang-orang lalai darinya dengan sebab makan malam tidur dan semacamnya.
Rasulullah
ditanya tentang firman Allah : ”Lambung-lambung mereka jauh dari tempat
tidur.” Maka Rasulullah menjawab: “Ia adalah salat di antara
Magrib dan Isya, karena salat itu menghilangkan perkataan yang tidak berguna
di siang hari dan membersihkan akhirnya.”
Disebutkan
dalam Al-Ihya”: Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa Nabi ditanya tentang
ayat ini. Maka Rasulullah menjawab: “Ia adalah salat antara Magrib dan
Isya.” Kemudian Rasulullah berkata: Hendaklah kalian kerjakan salat
antara Magrib dan Isya, karena ia menghilangkan perkataan tak berguna di siang
hari dan membersihkan akhirnya. Anas ditanya tentang orang yang tidur di
antara Magrib dan Isya. Ia menjawab: “Jangan lakukan, karena ia adalah saat
yang dimaksud dengan firman Allah : ”Lambung-lambung mereka jauh dari tempat
tidur.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hazim, ia
berkata mengenai ayat ini: Diantara Magrib dan Isya terdapat salat awwabin.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata mengenai ayat:
“Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur”, lalai dalam mengingat Allah
di dalam salat, di waktu berdiri atau duduk atau sambil berbaring mereka
selalu menyebut nama Allah. Asy-Syarqawi berkata dalam Rabi’ul Fund: Kemudian
setelah mengerjakan salat awwabin, salatlah dua rakaat dengan niat melapangkan
kubur. Jika mau, dahulukanlah salat itu sebelum salat awwabin. Bacalah dalam
rakaat pertama surah Al-Kafirun dan dalam rakaat kedua surah An-Nashr. Atau
rakaat pertama surah Az-Zalzalah dan rakaat kedua surah At-Takatsur. Apabila
masuk waktu Isya, salatlah empat rakaat sebelum fardu untuk menghidupkan wakru
di antara dua azan, yakni antara azan dan iqamat berdasarkan khabar: antara
setiap dua azan terdapat salat. Tidak ada hadis secara khusus mengenai salat
empat rakaat ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Barkawi.
Yang
tersebut dalam At-Tahrir ialah bahwa salat ratibah sebelum Isya adalah dua
rakaat, tetapi tidak muakkadah. Oleh karena itu An-Nawawi tidak menyebutkan
dalam Al .Winhaaj. Banyak keutamaan terdapat dalam menghidupkan antara azan
dan iqamat. Dalam khabar (hadis) disebutkan bahwa doa antara azan dan iqamat
tidak ditolak. Khabar ini bukanlah dalil atas salat sunah ratibah yang sebelum
Isya. Kemudian kerjakan salat fardu dan salat ratibah sesudahnya dua rakaat
dan keduanya muakkadah, walaupun sedang melakukan haji di Muzdalifah.
Meninggalkan salat sunah mutlak disunahkan baginya supaya ia bisa beristirahat
dan bersiap-siap untuk menghadapi amalan-amalan yang berat pada hari
penyembelihan korban. Bacalah dalam kedua rakaat itu surah Alif Laam Miim
As-Sajdah dan Al-Mulk atau surah Yaa-siin dan Ad-Dukhan. Jika engkau tidak
salat, maka jangan tinggalkan membaca surah ini atau sebagiannya sebelum
tidur.
Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.
Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: “Nabi tidak tidur hingga membaca
surah Al-Mulk dan Alif Laam Miim Tanziil dan beliau berkata: Keduanya melebihi
setiap surah dalam Al-Quran dengan 70 kebaikan. Dan siapa membaca kedua surah
itu ditulis baginya 70 kebaikan daan diangkat baginya 70 derajat.” Dari Ubaiy
bin Ka’ab bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa membaca surah Alif Laam Miim
Tanjziil, ia pun diberi pahala seperti orang yang menghidupkan malam
Oadar.”
Diriwayatkan oleh Abi Hurairah
bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ada sebuah surah dari
Kitabullah yang terdiri dari 30 ayat dan memberi syafa’at bagi seseorang pada
hari kiamat, lalu mengeluarkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam
surga.”
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa
Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa membaca
surah Yaa-Sun dalam suatu malam, ia pun memasuki waktu pagi dalam keadaan
terampuni dosanya.”
Diriwayatkan dari Anas bin
Malik, ia berkata:
Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
memasuki tempat kuburan, lalu membaca surah Yaa-Sun, maka diringankan siksanya
dari mereka pada hari itu dan ia mendapat kebaikan sebanyak penghuni kuburan
itu.”
Diriwayatkan bahwa Nabi bersabda:
“Barangsiapa membaca Haa miim Ad-Dukhan pada malam Jumat, ia pun memasuki
waktu pagi dalam keadaan terampuni dosanya.”
Demikian
disebutkan dalam As-Sirrajul Muniir. Keterangan tentang surah-surah itu
diriwayatkan dari Rasulullah yakni beliau banyak membacanya dalam setiap
malam. Begitu pula Rasulullah banyak membaca surah Az-Zumar, Al-Waaqi’ah
dan Bani Israil. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.
Setelah
itu salatlah empat rakaat dan bacalah di dalamnya ayat Kursi dan ayat terakhir
surah Al-Bagarah, atau permulaan surah Al-Hadid dan akhir surah Al-Hasyr atau
lainnya. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’
Ungkapan
Al-Ihya’ dhahirnya menunjukkan bahwa ke empat rakaat ini dilakukan dengan satu
salam sebagaimana mazhab Abi Hanifah yang mengatakan cara itu lebih utama: Ada
yang mengatakan: “Sesungguhnya keempat rakaat ini seluruhnya dilakukan apabila
ia kerjakan salat Isya di luar waktu yang tidak dianjurkan untuk memperbaiki
kekurangan itu. Adapun bila ia kerjakan salat itu dalam waktu yang diajurkan,
maka ia boleh memilih antara empat dan dua rakaat sebagaimana dikatakan oleh
Al-Barkawi.”
Dalam khabar terdapat keterangan
yang menunjukkan keutamaannya yang besar. Seperti khabar Muslim: “Salat yang
paling utama sesudah salat fardu adalah salat malam.”
Diriwayatkan
pula bahwa dalam setiap malam terdapat saat ijabah. Demikian disebutkan dalam
At-Tuhfah. Diriwayatkan dari Aisyah, ia pernah ditanya tentang salat
Rasulullah maka Aisyah menjawab: “Tidaklah beliau selesai mengerjakan
salat Isya, lalu memasuki rumahku melainkan beliau kerjakan salat empat atau
enam rakaat.” HR. Abi Dawud.
Khabar ini
menunjukkan bahwa empat rakaat sesudah salat Isya adalah keutamaan dan yang
muakkadah adalah dua rakaat. Demikian dikatakan oleh Al-Barkawi. Yang jelas
keempat rakaat ini adalah sunah mutlak di waktu malam.
Asy-Syarqawi
berkata: “Apabila selesai mengerjakan sunah Isya disunahkan baginya salat dua
rakaat sebelum witir dengan niat tetap iman. Bacalah dalam rakaat pertama
surah Az-Zalzalah dan dalam rakaat kedua surah At-Takatsur. Kemudiaan
lanjutkan dengan salat witir, tiga rakaat dengan dua salam atau satu salam.
Pemisahan antara satu rakaat dan setiap dua rakaat dengan salam adalah lebih
utama daripada menyambungnya.
Diriwayatkan bahwa
Rasulullah salat witir, pada rakaat pertama membaca surah Al-A’laa,
rakaat kedua surah Al-Kafirun dan rakaat ketiga surah Al-Ikhlash dan
Al-Mu-awwidzatain. Apabila beliau mengerjakan salat witir itu dengan tiga
rakaat yang terpisah dari yang sebelumnya delapan atau enam atau empat rakaat,
maka beliau baca semua surah itu dalam tiga rakaat terakhir. Apabila beliau
kerjakan salat witir dengan lebih dari tiga rakaat yang bersambung, misalnya
lima rakaat, maka beliau membaca surah Al-Muthaffifin dan Al-Insyigaag dalam
rakaat pertama, dan Al-Buruuj serta Ath-Thaarig dalam rakaat kedua supaya
dalam rakaat ketiga tidak kosong dari bacaan surah-surah sunah. Disunahkan
membaca sesudah salat witir, subhanal malikil qudduus tiga kali sebagaimana
diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Sunni. la ucapkan itu dengan suara keras
sebagaimana dalam riwayat Ahmad dan Nasa’i. Kemudian ia membaca:
“Ya
Allah, aku berlindung dengan keridaan-Mu dari kemarahan-Mu dan aku berlindung
dengan pemaa an-Mu dari hukuman-Mu. Dan aku berlindung denganMu dari keburukan
takdir-Mu, Aku tidak bisa menghitung pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau
memuji diri-Mu.” (HR. Abi Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i dari AH)
Apabila
engkau bermaksud mengerjakan salat malam sesudah tidur, maka akhirkan salat
witir supaya akhir salatmu di waktu malam menjadi witir berdasarkan hadis
Syaikhain: “Jadikanlah akhir salatmu di waktu malam dengan salat witir.”
Dan
berdasarkan hadis Muslim:
“Barangsiapa takut
tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia kerjakan salat witir pada
malamnya. Dan siapa yang ingin bangun pada akhirnya, hendaklah ia kerjakan
salat witir pada akhir malam.” Kemudiaan setelah mengerjakan salat witir
gunakanlah waktumu untuk mempelajari Ilmu atau membaca kitab, karena waktu itu
adalah sebab bagi keberhasilan sebagaimana dikatakan oleh salah seorang
ulama.” Seorang penyair berkata: Barangsiapa mendapat ilmu daan
mempelajarinya, baiklah dunia dan akhiratnya teruslah engkau pelajari mu
karena kehidupan ilmu adalah dengan mempelajarinya.
Janganlah
engkau habiskan harimu dengan bersenda-gurau dan bermain-main, karena
amal-amal itu tergantung penghabisannya. Ini menurut pengetahuan kita dan
sebagian orang pada sebagian keadaan.
Adapun
menurut pengetahuan Allah dan kehendak-Nya, maka amalamal itu tergantung
permulaannya. Akan tetapi oleh karena permulaannya tertutup dari kita
sedangkan penghabisannya jelas bagi kita, maka Nabi bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung penghabisannya.”[]