Adab Tatacara Berinteraksi dengan Allah dan Manusia
Nama kitab: Terjemah Maroqil 'Ubudiyah: Syarah Bidayatul Hidayah
Nama kitab asal: Maraqi al-Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayah (مراقي العبودية شرح بداية الهداية)
Ejaan lain: Maraaqi al-Ubuudiyyah Sharh Bidayat al-Hidaayah, Maraaqi al-Oboodiyah
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Bantenk, Indonesia
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang studi:Tasawuf, sufisme, tarekat, suluk
Daftar Isi
- Adab Tidur
- Adab-Adab Salat
- Adab Imam Dan Makmum
- Adab-Adab Salat Jumat
- Adab-Adab Puasa
- Menjauhi Perbuatan Maksiat
- Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati
- Adab Bergaul Dengan Al-Khaliq Dan Sesama
- Kembali ke: Terjemah Maroqil Ubudiyah
Adab Tidur
Semua yang engkau kerjakan dalam harimu mempunyai adabadab,
demikian juga dengan tidur. Sebelum engkau tidur hendaknya mengerjakan
adab-adabnya yang enam,
Pertama, menghadap kiblat. Menggelar alas
tidur dengan menghadap kiblat. Menghadap kiblat itu ada dua macam, yang
pertama:
Menghadap kiblat seperti orang yang
menghadapi ajal, yakni berbaring di atas punggungnya, wajah dan perutnya
menghadap kiblat. Cara berbaring ini dibolehkan bagi orang lelaki dan makruh
bagi perempuan.
Tidur di atas sisi kanan
sebagaimana mayit berbaring di dalam lahatnya, dan dengan bagian depan badan
menghadap kiblat. Adapun tidur di atas wajah, maka itu adalah tidurnya setan
dan hukumnya makruh. Adapun tidur di atas sisi sebelah kiri, dianjurkan para
dokter, karena mempercepat pencernaan makanan. Untuk memenuhi sunah dan segi
kedokteran patutlah ia berbaring di atas sisi kanan sebentar sesudah makan,
kemudian berbalik di atas sisi kiri.
Kedua, ketahuilah bahwa tidur
ibarat kematian dan jaga ibarat kebangkitan, karena setiap orang tidak tahu
kapan ia akan dicabut nyawanya. Barangkali Allah mencabut nyawamu di
saat tidur. Maka bersiaplah untuk berjumpa dengan-Nya dengan tidur dalam
keadaan suci.
Ketiga, hendaklah menulis wasiat
yang diletakkan di bawah bantal. Karena boleh jadi nyawamu diambil di waktu
tidur. Maka jika seseorang mati tanpa wasiat, ia tidak berbicara di alam
barzakh. Sesungguhnya orang-orang mati saling mengunjungi di dalam kubur-kubur
mereka. Seseorang berkata kepada yang temannya: “Kenapa orang yang miskin
ini?”
Dijawab: “Ia mati tanpa meninggalkan
wasiat.” Demikian dinukil dari Ibnu Sholah. Al-Bujairami berkata, hal itu bisa
diartikan bila ia mati tanpa meninggalkan wasiat yang wajib karena telah
dinazarkannya.
Keempat, tidurlah dalam keadaan
bertobat dari dosa-dosa dan memohon untuk tidak mengulangi berbuat dosa.
Diriwayatkan
oleh Tirmidzi dari Abi Said Al-Khuudfi dari Nabi beliau bersabda:
“Barangsiapa
ketika hendak tidur mengucapkan, “Aku mohon ampun kepada Allah yang rada Tuhan
selam Dia Yang Hidup Kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya tiga kali, maka
Allah mengampuni dosa| dosanya.”
Berusahalah
untuk selalu berbuat kebaikan kepada sesama muslim jika Allah membangkitkanmu
dari tidur.
Nabi bersabda:
“Barangsiapa
tidur tanpa berniat untuk menganiaya seseorang dan tidak mendendam kepada
seseorang, diampunilah dosanya.”
Ingatlah bahwa
engkau akan berbaring dalam lahatmu seperti itu dalam keadaan sendirian dan
terasing. Engkau tidak mempunyai sesuatu apa pun selain amal dan tidak dibalas
kecuali dengan usahamu. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya hasil usahanya akan
dilihatnya.”
Yakni dalam timbangannya pada hari
kiamat tanpa ada keraguan dengan janji yang tidak akan meleset, meskipun
setelah waktu yang lama.
Kelima, janganlah
membiasakan dirimu tidur di atas kasur yang empuk, dan janganlah tidur bila
tidak sangat mengantuk, kecuali kalau ingin tidur supaya bisa bangun di akhir
malam. Adalah mereka tidur bila sangat mengantuk, dan makan bila sangat lapar
dan berbicara hanya seperlunya.
Janganlah
paksakan tidur, karena tidur itu menganggurkan kehidupan, kecuali bila jagamu
berakibat buruk atas dirimu, dan tidurmu menimbulkan keselamatan bagi agamamu,
maka ketika itu engkau boleh tidur.
Disunahkan
bagi untuk merapikan dan membersihkan tempat tidurnya bila ingin kembali tidur
sesuai dengan sabda Nabi :
“Apabila seseorang
dari kamu ingin tidur, hendaklah ia mengebas alas tidurnya dengan bagian dalam
sarungnya, karena ia tidak tahu apa yang ditinggalkannya di situ.” (HR.
Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah)
Ketahuilah
bahwa dalam sehari semalam 24 jam, maka gunakan waktumu untuk tidur siang dan
malam tidak lebih dari 8 jam.
Jika engkau tidur
di waktu malam lebih dari 8 jam, maka tidak ada artinya tidur di siang hari.
Maka cukuplah bagimu jika engkau hidup misalnya 60 tahun bahwa engkau
menyia-nyiakan 20 tahun darinya, yaitu sepertiga umurmu.
Siapkan
siwakmu dan air untuk bersuci ketika akan tidur dan bertekadlah untuk bangun
malam atau bangun sebelum Subuh. Diriwayatkan dari Rasulullah , bahwa beliau
bersiwak beberapa kali setiap malam ketika hendak tidur dan di waktu bangun
dari tidur.
Adalah dua rakaat di tengah malam
merupakan salah satu simpanan kebaikanmu untuk memenuhi kebutuhanmu di dalam
kubur dan di hari kiamat. Simpanan hartamu di dunia tidak akan cukup bagimu
bila engkau mati. Nabi bersabda: “Barangsiapa mendatangi tempat tidurnya
sedang ia berniat bangun malam dan mengerjakan salat, tetapi ia tertidur
sampai pagi, maka ditulis baginya apa yang diniatkannya dan tidurnya menjadi
sedekah atas dirinya dari Allah
Keenam, berdoa
ketika akan tidur dan ketika bangun dari tidur, katakanlah ketika hendak
tidur.
“Dengan menyebut nama-Mu ya Tuhanku, aku
letakkan lambungku dan dengan menyebut nama-Mu aku mengangkatnya, maka
ampunilah dosaku. Ya Allah, lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau
bangkirkan hamba-hamba-Mu Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan aku
mati. Dan aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari kejahatan setiap makhluk yang
jahat dan kejahatan setiap makhluk yang nyawanya berada di tangan-Mu,
sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Ya Allah, Engkaulah yang
permulaan, maka nada sesuatu pun sebelum Engkau. Dan Engkaulah yang
penghabisan, maka tiada sesuatu pun selai Engkau. Engkaulah Yang Tampak dan
tiada sesuatupun di atas-Mu dan Engkaulah Yang Tersembunyi, maka nada sesuatu
pun di dekat-Mu. Lunaskanlah hutangku daan cukupilah aku dan jauhkan aku dari
kemiskinan.”
Di dalam Al-Ihya’ dan Al-Adzkar yang
diriwayatkan oleh Abi Dawud, sampai pada kata “anta al-awalu”.
Adapun
riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah, maka seperti itu, kecuali
lafaz: “Lunaskanlah hutang kami dan cukupilah kami dan jauhkan dari
kemiskinan.”
“Ya Allah, Engkau ciptakan diriku
dan engkau mematikannya. Engkaulah yang berkuasa mematikan dan menghidupkannya
sewaktu-waktu. Jika Engkau mematikannya, maka ampunilah dia dan jika Engkau
menghidupkannya, maka peliharalah dia sebagaimana Engkau memelihara
hamba-hamba-Mu yang salih. Ya Allah, aku mohon kepadaMu maaf dan keselamatan
dalam agama, dunia dan akhirat.”
(HR. Muslim dari Ibnu Umar)
“Ya
Allah, bangunkanlah aku dalam saat yang paling aku sukai dan Jadikanlah aku
sebagai pelaku amal yang paling Engkau sukai untuk mendekatkan aku kepada-Mu
sedekat-dekatnya dan menjauhkan aku dari kemarahan-Mu sejauh-jauhnya. Aku
memohon kepada-Mu hingga Engkau memberiku dan aku mohon ampun kepada-Mu hingga
Engkau ampuni aku dan aku berdoa kepada-Mu hingga Engkau mengabulkannya
bagiku.”
Kemudian bacalah ayat Kursi.
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi bahwa siapa membacanya ketika hendak tidur, maka
Allah mengamankannya atas dirinya, tetangganya dan rumah-rumah di sekitarnya.
Demikian disebutkan dalam As-Siraajul Munir. Kemudian diteruskan dengan
membaca ”Aamanaar rasuul” hingga akhir surah Al-Baqarah. Diriwayatkan dari
Nabi bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari
surah Al-Bagarah dalam suatu malam, maka kedua ayat itu akan melindunginya.”
Asy-Syarbini menambahi, yakni dari ketidak-mampuan bangun malam atau dari
segala yang menyedihkannya.
Diriwayatkan oleh Abu
Bakar dari Ali bahwa ia berkata: “Tidaklah kulihat seorang yang berakal tidur
sebelum membaca tiga ayat terakhir dari surah Al-Bagarah dan Al-Ikhlas tiga
kali sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Adzkar dan Al-Mu’
awwidzatain.”
Kemudian tiuplah dalam kedua
tanganmu ketika membaca dan usaplah kepala, wajah dan bagian tubuhmu yang lain
dan lakukan itu tiga kali. Kemudian bacalah surah Al-Mulk, dan ucapkanlah
dalam keadaan terjaga:
“Tiada Tuhan selain Allah
Yang Maha Esa lagi Maha Penakluk, Tuhan Penguasaa langit dan bumi dan segala
yang terdapat di antara keduanya. Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Demikian
diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Aisyah Hendaklah engkau tertidur dalam
keadaan berzikir dan dalam keadaan suci.
Barangsiapa
bersuci sebelum tidur, ruhnya dinaikkan ke Arsy dan ditulis sebagai orang yang
salat hingga ia bangun dan mimpinya benar. Jika tidak tidur dalam keadaan
suci, maka mimpi-mimpinya kacau dan tidak benar. Saya maksudkan dengan ini
kesucian batin dan lahir sekaligus. Kesucian batin itulah yang berpengaruh
dalam tersingkapnya tabir kegaiban. Apabila engkau bangun, maka kembalilah
kepada apa yang saya beritahukan kepadamu pertama sekali dalam bab adab-adab
di waktu bangun dan peliharalah tertib ini dalam sisa umurmu. Jika berat
bagimu memeliharanya, maka sabarlah dengan kesabaran orang sakit yang menahan
pahitnya obat sambil menunggu kesembuhan dan pikirkanlah umurmu yang
pendek.
Jika engkau hidup seratus tahun misalnya,
maka umur itu sedikit dibandingkan tinggalmu di negeri akhirat yang abadi.
Renungkanlah
bagaimana engkau menanggung kepayahan dan kehinaan dalam mencari dunia selama
sebulan atau setahun karena berharap bisa beristirahat dengan kenikmatan dunia
itu selama 20 tahun misalnya. Mengapa engkau tidak sanggup menanggung
kepayahan dengan mengamalkan wirid-wirid dalam masa yang sebentar dari hidupmu
di dunia demi mengharapkan istirahat untuk selama-lamanya. Kenikmatan dunia
dibanding pahala akhirat tidak ada artinya.
Janganlah
engkau panjangkan angan-anganmu sehingga menjadi berat bagimu untuk beramal
sementara kematian telah dekat.
Katakanlah dalam
hatimu: Aku menanggung kepayahan hari ini dengan membaca wirid-wirid, karena
boleh jadi aku mati nanti malam. Dan aku bersabar malam ini dengan menanggung
pahitnya berjaga dalam melakukan ibadat, karena boleh jadi aku mati besok.
Maka ibadat itu menjadi bekal bagiku di akhirat.
Sesungguhnya
kematian tidak akan datang kepada seorang hamba dalam waktu yang telah
ditentukan, tetapi ia kan datang sewaktu-waktu dalam setiap keadaan, baik
keadaan sehat, sakit, lalai maupun ingat. Dan kematianpun tidak datang dalam
umur tertentu, tetapi ia akan datang kepada anak kecil, pemuda maupun orang
tua.
Maka kematian itu pasti menyerang dalam
setiap keadaan sehingga persiapan untuk menghadapinya lebih patut daripada
persiapan untuk mendapatkan kenikmatan dunia, sedangkan engkau tahu bahwa
engkau tidak tinggal di dalamnya kecuali sebentar. Barangkali ajalmu hanya
tinggal sehari atau sedetik, maka pikirkanlah serangan kematian ini dalam
hatimu setiap hari.
Nabi bersabda: “Hadiah
bagi orang mukmin adalah kematian.” Nabi mengatakan ini karena dunia
adalah penjara bagi orang mukmin di mana ia bersusah payah dan mematahkan
syahwat serta memerangi setannya. Maka kematian merupakan pembebasan baginya
dari siksaan ini, sedangkan pembebasan itu adalah hadiah baginya.
Ar-Rabi
bin Khaitsam berkata: ”Andaikata hatiku tidak mengingat kematian sesaat,
niscaya rusaklah dia.”
Paksakan dirimu untuk
sabar dalam mentaati Allah hari demi hari karena jika engkau bisa hidup selama
50 tahun misalnya, dan engkau memaksanya bersabar dalam mentaati Allah,
niscaya nafsu itu putus asa dan menjadi sulit bagimu.
Maka
jika engkau lakukan itu, engkau pun gembira di saat kematian dengan
kegembiraan yang tak berakhir, setelah engkau melihat tempatmu di surga,
karena engkau telah bersiap-siap untuk akhirat dengan beribadat dan
membersihkan jiwa. Jika engkau menunda-nunda ketaatan dan menggampangkannya,
maka datanglah kematian kepadamu secara mendadak dalam waktu yang tidak engkau
sangka dan engkau pun menyesal dengan penyesalan yang tak berakhir. Amalan
orang-orang di waktu malam berupa ibadat akan dipuji di pagi hari sebagaimana
halnya orang-orang yang melakukan perjalanan malam akan terpuji di waktu pagi
karena mempersingkat perjalanan.
Saat kematian
adalah kabar yang jelas kepadamu, yakni gembira dengan mendapat rida Tuhan
sekalian alam atau bersedih karena mendapat kemurkaan-Nya dan kamu akan
mengetahui kabar tersebut setelah waktu tertentu, yakni setelah habis
umurmu.
Setelah kami tunjukkan kepadamu tertib
dari wirid-wirid, maka akan kami sebutkan bagimu cara salat dan puasa,
adab-adabnya dan adab-adab imam, makmum dan salat Jumat.
Adab-Adab Salat
Apabila selesai membersihkan kotoran di badan
dan telah suci dari hadas tutuplah aurat dari pusat sampai ke lutut,
berdirilah menghadap kiblat sambil merenggangkan kedua telapak kaki dan
bacalah surah AnNaas untuk melindungi diri dari godaan setan.
Hadirkan
hatimu dengan apa yang sedang engkau hadapi dan kosongkan dari rasa was-was
dan ingatlah di hadapan siapa engkau berdiri dan bermunajat serta agungkanlah
munajat itu dalam dirimu.
Hendaklah engkau merasa
malu untuk bermunajat kepada Tuhanmu dengan hati yang lalai dan dada yang
dipenuhi dengan urusan dunia serta keinginan-keinginan buruk, bukan memikirkan
urusan akhirat seperti surga dan neraka. Ini adalah makruh pula sebagaimana di
sebutkan oleh Ar-Ramli. Ketahuilah bahwa di saat engkau berdiri di hadapan
Allah 48 Dia mengetahui isi hatimu dan melihat kepada hatimu. Bayangkan dalam
salatmu bahwa surga ada di sebelah kananmu dan neraka di sebelah kirimu,
karena jika hati sibuk mengingat akhirat, terputuslah rasa was-was darinya.
Maka perumpamaan ini menjadi obat untuk menolak rasa waswas. Demikian
disebutkan dalam Awaariful Ma’arif. Sesungguhnya Allah menerima dari salatmu
sesuai dengan kadar kekhusyukan, ketundukanmu dan kerendahan diri serta doamu
yang tulus. Ada yang mengatakan, salat itu terdiri dari empat bagian, yaitu
kehadiran hati, penyaksian akal, ketundukan jiwa dan ketundukan anggota
tubuh.
Kehadiran hati menyingkap tabir,
penyaksian akal menghilangkan teguran, ketundukan jiwa membuka pintu-pintu dan
ketundukan anggota tubuh mendatangkan pahala.
Maka
siapa yang mengerjakan salat tanpa kehadiran hati, maka ia lengah. Dan siapa
yang mengerjakannya tanpa penyaksian akal, maka ia lalai. Dan siapa yang
mengerjakannya tanpa ketundukan jiwa, maka ia berdosa. Sedangkan siapa yang
mengerjakannya tanpa ketundukan anggota tubuh, maka ia sia-sia. Barangsiapa
menunaikannya sebagaimana digambarkan, maka ia adalah mushalli yang memenuhi
kewajibannya. Demikian disebutkan dalam Awaari ul Ma’ari .
Diriwayatkan
dalam khabar: “Tidaklah manusia mendapat dari salatnya kecuali apa yang ia
pahami dari salatnya.” Dan telah diriwayatkan dalam khabar bahwa siapa yang
khusyuk dalam salatnya, wajiblah surga baginya dan ia pun keluar dari
dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Beribadatlah kepada
Allah dalam salatmu seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa
melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Jika hatimu tidak hadir dan
anggota badanmu tidak tenang lantaran kurangnya pengetahuan terhadap kebesaran
Allah , maka hadirkan dalam salat seorang salih dari pemuka keluargamu melihat
kepadamu untuk mengetahui bagaimana salatmu. Saat itu hatimu hadir dan
anggota-anggota tubuhmu akan tenang karena takut dikatakan salatmu kurang
khusyuk.
Kemudian katakan dalam hatimu: “Hai diri
yang buruk, engkau mengaku mengenal Allah dan mencintai-Nya. Tidakkah engkau
merasa malu terhadap Pencipta dan Tuhanmu, karena engkau telah berbuat riya
dalam salatmu dengan mengumpamakan seorang hamba yang hina melihatmu sedang ia
tidak berkuasa membahayakanmu maupun memberimu manfaat, namun anggota badanmu
tunduk dan salatmu menjadi baik. Engkau pun tahu bahwa Allah melihatmu sedang
engkau tidak tunduk kepada kebesaran-Nya. Apakah Allah di sisimu lebih
kecil dari pada salah seorang hamba-Nya.
Betapa
besarnya kedurhakaan dan kebodohanmu dan betapa besar permusuhanmu terhadap
dirimu, karena engkau menghormati seorang hamba yang hina dan tidak
menghormati Allah , engkau takut kepada manusia dan tidak takut kepada
Allah sedangkan engkau seharusnya lebih takut kepada-Nya.”
Obatilah
hatimu dengan cara ini, barangkali hatimu hadir bersamamu dalam salatmu,
karena engkau tidak mendapat dari salatmu, kecuali yang engkau perhatikan
sepenuhnya. Adapun bacaan dan zikir yang engkau lakukan dalam keadaan lalai
dan lupa, maka ia memerlukan istigfar dan kaftarat (tebusan), karena salatmu
mengalami cacat. Khusyuk dalam salat, walaupun dalam sebagian darinya adalah
wajib. Akan tetapi ia bukan syarat sahnya salat sebagaimana disebutkan oleh
Ahmad Al-Bahrawi.
Jika hatimu hadir, maka
janganlah tinggalkan iqamat meskipun sendirian, karena ia adalah untuk
pembukaan salat. Jika engkau menunggu kehadiran jamaah, maka serukanlah azan
dan iqamat. Pendapat ini bahwa azan tidak disunahkan bagi orang yang salat
sendirian, ini berdasarkan mazhab yang lama, karena yang dimaksud dengan azan
adalah pemberitahuan sedangkan hal itu tidak terdapat pada orang yang salat
sendirian. Pendapat ini lemah.
Dalam mazhab baru
azan disunahkan bagi orang yang salat sendirian dengan mengeraskan suara di
dalam bangunan atau di padang luas, meskipun ia mendengar azan orang lain.
Cukuplah dalam azannya bila ia memperdengarkan dirinya.
Lain
halnya dengan azan untuk pemberitahuan. Apabila engkau menyerukan iqamat, maka
niatkanlah tujuan salat sesuai dengan jenisnya. Ketahuilah bahwa istihdhar
(menghadirkan salat) ada dua macam, hakiki dan urfi. Yang hakiki ialah
menghadirkan bentuk salat secara terinci dengan menghadirkan salat yang
dimaksud, setiap bagiannya. Sedangkan urfi ialah menghadirkan salat secara
keseluruhan. Kemudian mugaranah ada dua macam, hakiki dan urfi. Hakiki ialah
bila bertujuan mengerjakan salat yang di maksud, misalnya Zuhur, dan tidak
melalaikannya dari permulaan takbir hingga akhirnya. Para ulama menukil dari
Imam Asy-Syafi’i bahwa yang wajib menurutnya adalah istihdhar urfi disertai
mugaranah hakiki. An-Nawawi memilih pendapat Imam Haramain, yaitu mencukupkan
dengan mugaranah urfiah bersama istihdhar urfi. Ini adalah ringkasan pendapat
yang disebutkan dalam Kasybun Nigaab leh Asy-Syeikh Ali bin Abdul Barr
Al-Wanna’iy.
Selalu niatkan dalam hatimu setiap
engkau akan salat sesuai dengan waktunya untuk membedakan dari yang qadha’ dan
sunah serta dari waktu lainnya. Hendaklah makna-makna dari lafaz-Iafadz ini
hadir dalam hatimu ketika engkau bertakbir dan pertahankan sampai akhir takbir
supaya niatnya tidak lepas darimu sebelum selesai bertakbir, karena itulah
yang wajib menurut Imam Asy-Syafi’i dan lebih sempurna menurut Imam
Haramain.
Apabila semua itu sudah hadir dalam
hatimu, maka angkatlah kedua tanganmu di waktu bertakbir sampai batas kedua
pundakmu dengan kedua telapak tangan terbuka. Jangan merapatkan jari-jarimu
dan jangan merenggangkannya, tetapi biarkan menurut apa adanya hingga kedua
telapak tanganmu sejajar dengan kedua telingamu.
Demikian
disebutkan dalam Al-Ihya’. Akan tetapi Ibnu Hajar berkata seperti Syaikhul
Islam, disunahkan membuka kedua telapak tangan dan merentangkan jari-jari
serta merenggangkannya secara sedang.
Apabila
kedua telapak tanganmu sudah berada tepat di tempatnya, maka bertakbirlah
dengan menghadirkan niat yang lalu. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.
Ibnu
Hajar dan An-Nawawi berkata: ” Pendapat yang lebih sahih ialah bahwa yang
lebih utama di waktu mengangkat tangan adalah bertepatan dengan permulaan
takbir.”
Al-Wanna’iy berkata: “Dianjurkan
mengakhiri takbir bersama meletakkan kedua tangan.”
Kemudian
turunkan kedua tangan dengan perlahan dan jangan mendorong kedua tanganmu
ketika mengangkat dan menurunkannya ke depan dengan keras maupun mengangkatnya
dengan keras ke belakang ketika selesai bertakbir.
Dan
jangan mengebaskannya ke kanan dan ke kiri, yakni bila engkau selesai
bertakbir. Apabila engkau menurunkan kedua tanganmu, maka angkatlah lagi ke
dadamu setelah menurunkannya. Muliakanlah tangan kanan dengan meletakkannya di
atas tangan kiri dan bentangkan jari-jari tangan kanan sepanjang tangan kirimu
dan peganglah pergelangan tangan kirimu dengan telapak tangan kananmu, sambil
membaca, “Allah Maha Besar sebesar-besarnya dan segala puji yang banyak bagi
Allah. Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan urus dan berserah diri dan
bukanlah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya
salatku, ibadatku, hidup dan matiku adalah bagi Allah Tuhan sekalian alam.
Tiada sekutu bagi-Nya dan dengan semua itu aku disuruh dan aku termasuk
orang-orang yang berserah diri.”
Jika engkau
berada di belakang imam, maka ringkaslah dalam membaca doa iftitah karena
takut tidak bisa membaca Al-Fatihah sebelum rukuknya imam.
Bacalah
“A’udzu billahi min asy-syaithaanir rajiim” setiap mengawali membaca surah
dengan suara pelan dalam setiap rakaat, karena taawud dianjurkan ketika hendak
membaca surah.
Bacalah surah Al-Fatihah secara
benar dan berusahalah sekuat tenaga untuk membedakan antara dhaad dan dhaa’
dalam bacaanmu di dalam salatmu dan ucapkanlah Amin, setelah membaca
Al-Fatihah, karena separuhnya adalah doa. Maka dianjurkan kita memohon kepada
Allah agar mengabulkannya, baik di dalam salat maupun di luarnya.
Akan
tetapi lebih dianjurkan di dalam salat. Janganlah menyambung perkataan dengan
kalimat sebelumnya, tetapi berhentilah sebentar di antara keduanya untuk
membedakan zikir dari Al-Qur’an. Bacalah surah dengan suara keras dalam salat
Subuh, Magrib dan Isya, yakni dalam dua rakaat pertama, kecuali bila menjadi
makmum. Dan ucapkanlah Amin dengan suara keras dalam salat yang keras
bacaannya, walaupun engkau sendirian.
Bacalah
dalam salat Subuh surah-surah yang panjang dari AlMutashshal sesudah
Al-Fatihah. Permulaan Al-Muf ashshal adalah surah Al-Hujuraat dan
penghabisannya adalah surah An-Naba dan surahsurahnya yang panjang adalah
seperti surah Al-Mursalaat.
Dan bacalah dalam
salat Magrib surah-surah yang pendek, yaitu dari Adh-Dhuha hingga akhir Al-Qur
an.
Dalam salat Zuhur, Asar dan Isya bacalah
surah-surah yang sedang seperti Al-Buruuj dan yang hampir sama dengannya.
Dalam
salat Subuh di hari Jumat bila waktunya luas, bacalah Alif Laam Miim Tanziil
dalam rakaat pertama dan Al-Insaan dalam rakaat kedua. Jika salat Subuh di
perjalanan bacalah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Kedua surah ini dinamakan
kemurnian ibadat dan agama sedang AlIkhlash untuk kemurnian tauhid.
Begitu
pula salam dua rakaat fajar, thawaf dan tahiyyat serta di waktu membaca surah
dianjurkan bagi imam, orang yang sendirian dan makmum yang tidak mendengar
bacaan imamnya. Janganlah menyambung akhir surah dengan takbir rukuk, tetapi
diamlah sebentar seperti lamanya ucapan Subhanallah. Disunahkan pula diam
sebentar antara ucapan Amin dan surah yang dibacanya.
Jika
ia tidak membacanya, maka di antara Amin dan rukuk. Dan disunahkan bagi imam
untuk diam sesudah mengucapkan Amin dalam salat yang keras bacaannya sekadar
pembacaan Al-Fatihah oleh makmum jika diketahuinya bahwa makmum membacanya di
waktu diamnya.
Hendaklah di waktu berdiri engkau
memandang ke tempat sujudmu, walaupun engkau salat di dalam Kakbah atau di
belakang seorang nabi atau mensalati jenazah. Hal ini dilakukan sejak
permulaan hingga akhir salat, karena lebih menyatukan dan lebih menghadirkan
hati.
Apabila membaca tasyahud, maka disunahkan
membatasi pandangannya pada jari telunjuknya selama terangkat setelah memberi
isyarat dengannya: Illallah dalam tasyahud dan hendaklah membungkuk mengahadap
kiblat. Hal itu berlangsung terus hingga berdiri dari tasyahud awal atau salam
dalam tasyahud akhir.
Janganlah engkau menoleh ke
kanan atau ke kiri dalam salatmu dan seandainya engkau bermaksud bermain
dengan menoleh, maka batallah salatmu. Kemudian bertakbirlah untuk rukuk dan
angkatlah kedua tanganmu bersama permulaan takbir dan jangan terus
mengangkatnya sampai selesai sebagaimana disunahkan mengangkat kedua tangan
dalam takbiratul ihram. Panjangkan takbirnya sampai selesai rukuk, kemudian
letakkan kedua telapak tanganmu di atas kedua lututmu sementara jarijarimu
terbuka sedikit menghadap kiblat sepanjang betis dengan lurus. Tegakkan kedua
lututmu secara terpisah dan ulurkan punggung dan leher serta kepalamu dengan
lurus seperti papan dan jauhkan kedua sikumu dari kedua lambungmu. Untuk
wanita cukup merapatkan yang satu dengan yang lain.
Ucapkanlah
“subhana robbiyal adhiim” tiga kali. Jika engkau sendirian, maka boleh
ditambah hingga 27 kali.
Mengucapkan tasbih
sekali telah menghasilkan sunah, tetapi makruh. Kemudian angkatlah kepalamu
hingga engkau berdiri tegak dan angkatlah kedua tanganmu seraya mengucapkan
“sami allahu liman hamidah”. Apabila engkau berdiri tegak, lepaskanlah kedua
tanganmu dan ucapkanlah:
“Ya Tuhan kami, segala
puji bagi-Mu sepenuh langit dan sepenuh bumi dan apa pun yang engkau kehendaki
selam itu.”
Jika engkau mengerjakan salat Subuh,
maka bacalah qunut dalam rakaat kedua sesudah bangkit dari rukuk. Ounut
terwujud dengan setiap kalimat yang mengandung doa dan pujian kepada Allah.
Akan tetapi yang paling utama adalah qunut Nabi , yaitu:
“Ya
Allah, berilah aku perunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk
dan berilah aku kesehatan di antara orang-orang yang Engkau beri kesehatan,
pimpinlah aku di antara orang-orang yang Engkau pimpin, berkatilah dalam apa
yang Engkau berikan dan lindungilah aku dari keburukan takdir-Mu. Sesungguhnya
Engkaulah yang memutuskan dan tidak menerima keputusan. Sesungguhnya tidaklah
hina siapa yang engkau cintai dan tidaklah mulia siapa yang engkau musuhi,
Maha Suci Tuhan kami dan Maha Tinggi.”
Dianjurkan
membaca sesudah ini:
Demikian disebutkan dalam
Al-Adzkar.
Kemudian sujudlah sambil bertakbir,
tanpa mengangkat kedua tangan dan letakkan lebih dulu kedua lututmu, kemudian
kedua tanganmu, yakni kedua telapak tanganmu dalam keadaan terbuka, kemudian
dahimu dalam keadaan terbuka dan letakkan hidungmu sejajar dengan dahi.
Wajib
menempelkan dahi pada tempat sujud, sedang membuka anggota sujud yang selain
itu adalah mandub dan kedua lutut adalah makruh sedangkan meninggalkan tertib
dalam meletakkan anggotaanggota ini adalah makruh.
Jauhkanlah
kedua sikumu dari lambungmu dan angkatlah perutmu di atas kedua pahamu,
sedangkan wanita jangan melakukan itu. Dan letakkan kedua tanganmu di atas
tanah sejajar dengan pundak sambil mengucapkan “subhana robbiyal a’laa” tiga
kali atau tujuh kali atau sepuluh kali bilamana engkau berada sendirian.
Demikian
pula bila engkau salat berjamaah dan sujud lama, karena di dalam sujud tidak
boleh diam.
Adapun bagi seorang imam, maka jangan
lebih dari tiga kali. Kemudian angkatlah kepalamu dari sujud seraya bertakbir
tanpa mengangkat kedua tanganmu hingga engkau duduk tegak dan duduklah di atas
tumit kakimu yang kiri dan tegakkan telapak kakimu yang kanan dan letakkan
kedua telapak tanganmu di atas kedua pahamu dengan jarijari terbuka, jangan
merapatkan maupun merenggang-kannya. Tidaklah mengapa bila terus meletakkan
kedua telapak tangan di atas tanah hingga sujud yang kedua.
Ucapkanlah
dalam keadaan duduk itu:
”ya Tuhanku, ampunilah
aku, kasihanilah aku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk dan perbaikilah
aku, berilah aku keselamatan dan maafkanlah aku. ”
Dalam
.Al-Adzkar diriwayatkan oleh Baihagi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi apabila
mengangkat kepalanya dari sujud, beliau mengucapkan:
“Ya
Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, perbaikilah aku, angkatlah derajarku,
berilah aku rezeki dan berilah aku perunjuk. Dalam riwayat Abi dawud: “Dan
berilah aku keselamatan.”
Janganlah memanjangkan
duduk ini, kecuali dalam salat tasbih. Kemudian sujudlah untuk kali yang kedua
seperti itu, kemudian duduklah tegak sejenak untuk istirahat dalam setiap
rakaat yang tidak ada tasyahud sesudahnya.
Tidaklah
mengapa bila makmum ketinggalan dari imam lantaran duduk ini, karena hanya
sebentar. Bahkan melakukannya pada waktu itu adalah sunah. Ini tidak
disunahkan sesudah sujud tilawat.
Kemudian engkau
berdiri dari sujud dan duduk istirahat dan engkau letakkan kedua tangan di
atas tanah dengan bertumpu pada bagian bawah kedua telapak tanganmu dan
jari-jarinya. Janganlah engkau majukan salah satu dari kedua kakimu di waktu
bangkit dan mulailah mengucapkan takbir untuk bangkit ketika mendekati batas
duduk istirahat dan panjangkan takbir itu hingga tengah-tengah kebangkitanmu
untuk berdiri. Hendaknya duduk ini cepat sekali, maka tidak boleh
memanjangkannya seperti duduk di antara dua sujud sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu Hajar. Duduk ini tidak disunahkan bagi orang yang duduk, sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Hajar dan Ar-Ramli.
Kerjakanlah
rakaat yang kedua seperti rakaat pertama, yakni dalam meletakkan kedua tangan
di bawah dada, membaca Al-fatihah dan surah serta memusatkan pandangan pada
tempat sujud. Ulangilah membaca taawud dalam permulaan berdiri, karena ia
disunahkan untuk membaca surah dan jangan ulangi membaca doa iftitah.
Kemudian
duduklah dalam rakaat kedua untuk membaca tasyahud pertama dan letakkan tangan
kanan di waktu duduk tasyahud di atas paha kanan dengan jari-jari tergenggam,
kecuali jari telunjuk dan ibu jarimu.
Bentangkan
telunjuk kananmu dengan memiringkannya sedikit supaya tidak keluar dari arah
kiblat engkau mengucapkan.” “Illallah”, bukan ketika mengucapkan: ”Laa
ilaha.”
Dan letakkan tangan kiri dengan jari-jari
terbentang di atas paha kiri dan duduklah di atas kakimu yang kiri dalam
tasyahud ini seperti di antara dua sujud dan dalam tasyahud akhir duduk
tawarruk (di atas paha).
Lengkapilah tasyahud
akhir dengan doa yang terkenal di antara orang-orang yang diriwayatkan dari
Rasulullah , sesudah membaca salawat untuk Nabi seperti:
“Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahanam dan siksa kubur,
dari irnah di masa hidup dan sesudah mati serta kejahatan Al-Masih ad-Dajjal.
Ya Allah, aku telah menganiaya diriku dengan penganiayaan yang banyak dan
besar dan tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Maka ampunilah
aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Duduklah
dalam tasyahud akhir di atas pantatmu yang kiri dan letakkan kakimu yang kiri
di luar dari bawahmu dan tegakkan telapak kaki kanan. Kemudian setelah selesai
membaca tasyahud, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri ucapkanlah:
Tidaklah
dianjurkan mengucapkan: wa barokaatuhu, karena bertentangan dengan yang
masyhur dari Rasulullah meskipun telah disebutkan dalam sebuah riwayat
oleh Abi Dawud. Demikian disebutkan dalam Al-Adzkar.
Pada
kali pertama engkau menoleh hingga terlihat pipimu yang kanan dari belakangmu
dan pada kali kedua hingga terlihat dari belakangmu pipimu yang kiri.
Niatkanlah keluar dari salat dengan salam yang pertama dan niatkanlah salam
bagi para malaikat dan muslimin dari golongan manusia dan jin. Dengan salam
yang pertama engkau niatkan bagi siapa saja yang ada di sebelah kananmu dan
dengan salam yang kedua bagi siapa saja yang ada di sebelah kirimu dan boleh
engkau niatkan pula bagi yang di belakang dan di depanmu. Disunahkan menjawab
oleh orang yang tidak salat dan tidak wajib menjawab karena salam itu untuk
tahallul.
Ini adalah bentuk salat munfarid dan
akan datang sifat salat jamaah yang melebihi sifat ini. Tiang salat adalah
khusyuk dan kehadiran hati disertai bacaan dan zikir dengan pemahaman Hasan
Al-Bashri rahimahullah berkata: “Setiap salat yang hati tidak hadir di
dalamnya, maka ia lebih cepat mendapat hukuman.” Diceritakan dalam suatu
hikayat: “Apabila engkau memasuki salat, maka berilah aku kekhusyukan dari
hatimu dan ketundukan dari badanmu serta air mata dari matamu, karena
sesungguhnya Aku adalah dekat,”
Rasulullah
bersabda:
“Sesungguhnya hamba mengerjakan salat
dan tidak ditulis baginya dari salat itu seperenam maupun sepersebuluhnya,
tetapi ditulis bagi hamba itu dari salatnya sebanyak yang ia perhatikan
darinya.”
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Abi Hurairah bahwa apabila hamba mengerjakan salat di depan orang
banyak dengan sebaik-baiknya dan mengerjakan salat tersembunyi dengan
sebaikbaiknya, maka Allah berkata: Ini adalah hamba-Ku yang sejati.
Maksudnya ialah apabila seorang hamba mengerjakan salat fardu atau sunah yang
terlihat oleh banyak orang, lalu ia kerjakan salat itu dengan sebaik-baiknya
dan melakukan apa yang dituntut dalam salat itu serta tidak bersikap riya
dengannya atau mengerjakan salat yang tidak terlihat oleh seseorang dan
mengerjakannya dengan baik dengan memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya
sedang ia memenuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya,
maka Allah memujinya dan menyiarkan pujian itu di antara para malaikat
sehingga mereka mencintainya, kemudian ia dicintai oleh para penghuni bumi.
Inilah hamba yang digambarkan sebagai hamba yang melakukan ketaatan. Maka ja
adalah hamba sejati.
Adab Imam Dan Makmum
Seorang imam harus mengetahui adab-adabnya yang
delapan.
Pertama, ia ringankan salat, yakni di
waktu membaca surah, meskipun diriwayatkan bahwa Nabi membaca dalam
salat Zuhur surah yang panjang dari jenis Al-Mufashshal hingga 30 ayat, dan
membaca separuhnya dalam salat Asar dan membaca akhir Al-Mufashshal dalam
salat Magrib.
Diriwayatkan bahwa dalam salat
Magrib terakhir yang dikerjakan Rasulullah beliau membaca surah
Al-Mursalat.
Ringkasnya adalah lebih utama
meringankan salat, terutama apabila jamaahnya banyak.
Nabi
bersabda:
“Apabila seseorang dari kamu mengimami
orang banyak, maka hendaklah ia meringankan salatnya, karena di antara mereka
ada yang lemah dan orang tua serta orang yang mempunyai keperluan. Apabila ia
salat sendiri tak apalah ia memanjangkan sesuai keinginannya.”
Anas
bin Malik pernah menjadi pelayan Rasulullah selama sepuluh tahun.
Beliau berkata: “Tidak pernah aku salat di belakang seseorang imam yang
salatnya lebih ringan dan lebih sempurna dari pada salat Rasulullah ”
Kedua,
imam tidak bertakbir sebelum muazin menyelesaikan 1gamatnya dan selama saf-saf
makmumnya belum lurus.
Maka hendaklah ia menoleh
ke sebelah kanan dan sebelah kiri. Jika melihat penyimpangan, ia suruh
orang-orang meluruskan saf.
Muazin mengakhirkan
iqamat sesudah azan sekadar persiapan orangorang untuk menunaikan salat,
karena Nabi $£, melarang menahan kentut dan kencing dan beliau menyuruh
mendahulukan makan malam untuk mengosongkan hati.
Ketiga,
imam bertakbir dengan suara keras sedang makmum tidak mengeraskan suaranya,
kecuali sekadar yang terdengar olehnya.
Imam
meniatkan imaman supaya mendapat keutamaan jamaah. Jika imam tidak berniat
imaman, maka salatnya tetap sah begitu juga dengan makmumnya bila mereka
berniat menjadikannya sebagai panutan dan mereka mendapat keutamaan sebagai
makmum. Apabila makmum meninggalkan niat ini atau meragukannya dan
mengikutinya dalam perbuatan atau salam selama mengikutinya, maka batallah
salatnya karena ia menghentikan salat tanpa ada ikatan antara imam dan makmum.
Keempar, imam membaca doa iftitah dan taawud
dengan suara pelan seperti munfarid (pada salat sendiri). Membaca Al-Fatihah
dan surat dengan suara keras dalam kedua rakaat Subuh dan dua rakaat pertama
dari Magrib dan Isya, begitu pula munfarid. Imam mengucapkan amin dengan suara
keras dalam salat yang keras bacaannya dan begitu pula makmumnya, baik
jamaahnya sedikit atau banyak. Begitu pula ucapan amin itu untuk bacaan
imamnya, bukan untuk bacaannya sendiri.
Tidaklah
disunahkan membaca amin oleh makmum untuk bacaan dalam salat yang pelan
bacaannya, meskipun imam mengeraskan bacaannya. Makmum mengucapkan amin
serentak dengan ucapan amin imamnya, bukan sesudah dan sebelumnya. Tidak ada
dalam salat suatu tempat di mana dianjurkan ucapan serentak oleh makmum dan
imam, melainkan dalam ucapan amin. Adapun dalam perkataan-perkataan lainnya,
maka hendaklah perkataan makmum diucapkan sesudah perkataan imam.
Kelima,
sesudah membaca Al-Fatihah hendaknya imam diam sejenak supaya kembali nafasnya
dan makmum membaca Al-Fatihah dalam salat yang keras bacaannya (jahriyah)
dalam diamnya ini.
Diamnya imam selama ini adalah
supaya makmum bisa mendengarkan pembacaan surat oleh imam. Makmum tidak
membaca surat dalam salat jahriyah kecuali bila ia tidak mendengar suara imam
karena sesuatu hal seperti jauh atau tuli atau mendengar suara yang tidak
dipahami atau membaca dengan suara pelan di depannya, walaupun dalam salat
jahriyah. Maka boleh ia membaca sebuah surah atau lebih hingga imam rukuk,
karena salat itu tidak ada diamnya, kecuali yang disyariatkan.
Keenam,
imam tidak melebihi dari tiga kali ketika membaca tasbih dalam rukuk dan
sujudnya.
Diriwayatkan bahwa ketika Anas bin
Malik salat di belakang Umar bin Abdul Aziz yang menjadi Amir di Madinah, ia
berkata: “Tidak pernah aku salat di belakang seseorang yang salatnya lebih
menyerupai Rasulullah dari pada pemuda ini.” Kami bertasbih di belakangnya
sepuluh kali dan itu adalah baik.
Akan tetapi
tiga kali itu bila jamaahnya lebih banyak. Maka hal itu lebih baik. Bilamana
yang hadir adalah orang-orang yang hanya memusatkan perhatiannya pada agama,
maka tidaklah mengapa bertasbih sepuluh kali. Ini adalah cara menggabungkan
riwayat ini. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya”.
Ketujuh,
imam tidak menambahi setelah mengucapkan Allahumma sholli ‘ala Muhammad dalam
tasyahud awal.
Adapun makmum, maka disunahkan
baginya berdoa setelah selesai membaca tasyahud dan salawat atas Nabi
sebelum imam.
Kedelapan, imam membatasi dalam dua
rakaat terakhir pada AlFatihah, demikian pula munfarid.
Adapun
makmum, maka disunahkan baginya membaca surat dalam rakaat ketiga dan keempat
bila selesai dari membaca Al-Fatihah sebelum imam rukuk, karena tiada arti
bagi diamnya.
Janganlah imam memanjangkan bacaan
terhadap para makmum dan Jangan lebihkan doanya dalam tasyahud akhir dari
tasyahud dan salawat atas Rasulullah Akan tetapi yang lebih utama adalah
doanya kurang dari kedua bacaan itu, karena doa mengikuti keduanya dan dihukum
makruh atas imam bila melebihkan doanya dari kedua bukaan itu. Akan tetapi hal
itu tidak menjadi masalah bagi lainnya.
Ketika
mengucapkan salam, imam berniat memberi salam kepada para makmum dan para
makmum berniat menjawabnya dengan ucapan salam mereka di samping niat
tahallul.
Disunahkan bagi makmum untuk tidak
mengucapkan salam sampai imam selesai dari mengucapkan kedua salamnya.
Andaikata
sunahnya ditinggalkan dengan mengucapkan salam sebelum salam yang kedua dari
imamnya, maka disunahkan bagi imam untuk menjawabnya. Hendaklah imam tinggal
sebentar sesudah selesai mengucapkan salam. Dalam kabar disebutkan bahwa
Nabi , tidak duduk, kecuali sekadar mengucapkan:
“Ya
Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dari Engkau berasal keselamatan. Maha
Suci Engkau wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”
Imam
menghadapkan wajahnya kepada Orang-Orang dan yang lebih utama menjadikan
sebelah kanannya menghadap orang-orang dan sebelah kirinya menghadap mihrab
untuk mengikuti sunah Nabi , di luar masjid Nabi Adapun di dalam
masjidnya, maka ia hadapkan sisi kanannya kepadanya demi sopan santun terhadap
Nabi
Menurut Abi Hanifah: “Ta hadapkan wajahnya
kepada mereka”, sebagaimana dikatakan oleh Athiyah dan Al-Bujairami.
Janganlah
menoleh bila di belakangnya ada orang-orang perempuan. Biarlah mereka pergi
lebih dulu. Disunahkan bagi mereka pergi sesudah imam memberi salam, karena
percampuran dengan mereka bisa menimbulkan fitnah. Janganlah seseorang makmum
berdiri sebelum imam berdiri, karena berdirinya makmum sebelum imam beranjak
adalah makruh. Imam berpindah dari tempat salam ke tempat lain, walaupun di
tengah masjid atau dari bagian masjid atau ke jalan yang diinginkannya di
sebelah kanan atau sebelah kirinya sedangkan sebelah kanan lebih disukai.
Janganlah
imam mengkhususkan doa bagi dirinya dalam qunut Subuh. Maka Janganlah ia
katakan: “Allahumma ihdini?” (Ya Allah, berilah aku petunjuk), tetapi ia
katakan: “Allahumma ihdinaa” (Ya Allah, berilah kami petunjuk).
Demikianlah
berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh Tirmidzi: “Janganlah seseorang
mengimami orang-orang, tetapi mengkhususkan doa bagi dirinya tanpa mereka.
Jika ia lakukan, maka ia telah mengkhianati mereka.” Yakni telah mengurangi
pahala mereka dengan menghilangkan apa yang dibutuhkan bagi mereka. Maka hal
itu tidak disukai. Adapun nash yang menyebutkan doa bagi diri sendiri, maka
itu adalah di luar qunut. Imam membaca qunut dengan suara keras, walaupun
dalam salat yang pelan bacaannya menurut mazhab yang sahih. Para makmum
mengucapkan Amin dengan suara keras bila mereka mendengar qunut imam, apabila
mereka tidak mendengarnya, maka mereka baca qunut dengan suara pelan.
Mereka
tidak perlu mengangkat tangan, karena tidak ada dasarnya dalam kabar-kabar.
Pendapat ini lemah.
Akan tetapi yang shahih
adalah disunahkan mengangkat kedua tangan dalam seluruh qunut dan mengucapkan
salawat dan salam sesudahnya.
Telah diriwayatkan
hadis mengenai mengangkat tangan di waktu qunut. Tidaklah disunahkan mengusap
kedua tangan sesudahnya dalam salat dan dianjurkan diluarnya.
Makmum membaca sisa qunut sejak perkataannya:
Dengan
suara pelan dan ia adalah pujian. Maka tidaklah patut baginya mengucapkan
amin, tetapi ia baca bersama imam dan mengucapkan seperti perkataannya dan itu
lebih utama. Atau ia katakan: Balaa wa anaa alaa dzalika min asy-syaahidin
atau ia katakan: Asyhadu atau ia diam sambil mendengarkan imamnya.
Makmum
mengucapkan amin sesudahnya mengucapkan salawat untuk Nabi , berdasarkan
pendapat yang kuat, karena ia adalah doa.
Janganlah
makmum berdiri sendirian di luar saf, tetapi hendaklah ia masuk dalam saf bila
tidak ada halangan atau menarik orang lain kesampingnya dan berdiri bersamanya
agar keluar dari perselisihan mengenai batalnya salat sendirian di belakang
saf. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ibnul Mundziir, Ibnu Khuzaimah dan
Al-Humaidi.
Ketahuilan bahwa syarat-syarat
menjadi seorang imam ada enambelas.
Tamyiz, 2. Berakal, 3. Islam, 4. Laki-laki bila mengimami orang lelaki atau
banci, 5. Ia harus seorang mukallaf bilamana menjadi imam Jumat dan termasuk
empat puluh orang, 6. Tidak ada keharusan mengulangi salat seperti orang yang
bertayamum karena dingin atu karena tidak ada air di tempat yang besar dugaan
adanya air di situ, 7. Ia tidak boleh bertindak sembarangan tanpa ijtihad jika
ia memerlukannya mengenai bejana atau baju atau kiblat. Salat semacam itu
adalah batal dan harus diulang, 8. Mengetahui cara salat, 9. Tidak salah ucap
sehingga merusak makna di waktu membaca Al-Fatihah, 10. Tidak bisu, meskipun
makmumnya bisu pula, 11. Bukan seorang yang ummi, yaitu tidak bisa membaca
Al-Fatihah dengan baik sedang makmumnya pandai membaca, 12. Ia tidak boleh
mengikuti lainnya, 13. Bukan pelaku bid’ah yang bisa dikafirkan, 14.
Perbuatan-perbuatannya harus jelas bagi makmum supaya bisa mengikutinya, 15.
Berkumpulnya syarat-syarat salat pada imam secara yakin atau dugaan taharah,
menutup aurat dan menjauhi najasah yang tidak dimaafkan, 16. Berniat imaman
dalam salat yang wajib niat itu di dalamnya, yaitu Jumat dan salat muakkadah
(salat yang diulang) dan salat yang dijamak karena hujan dan yang dinazarkan
secara jamaah seperti salat led dan semacamnya, misalnya seseorang yang
bernazar untuk mengerjakan salat itu secara jamaah, kemudian ia salat sebagai
imam, maka wajiblah niat imaman.
Tidaklah patut
makmum mendahului imam dalam perbuatan| perbuatannya atau menyamainya, tetapi
ia harus berada di belakangnya dan tidak bergerak untuk rukuk, kecuali bila
imam sudah rukuk dan tidak bergerak untuk sujud, selama dahi imam belum
menyentuh tanah. Ketahuilah bahwa syarat-syarat makmum ada sembilan.
Mengikuti imamnya dalam semua perbuatannya. Maka ia tidak boleh mendahuluinya
dengan dua rukun fi’li (perbuatan) walaupun sebentar dengan sengaja sedang ia
mengetahui pengharamannya dan tidak ketinggalan dua rukun fi’li tanpa alasan,
2. Niat mengikuti imam atau jamaah atau menjadi makmum secara mutlak selain
salat Jumat, karena mengikuti imam adalah perbuatan sengaja sehingga
memerlukanniat. Begitu juga dengan salat Jumat, atau semua salat yang
dikerjakan secara berjamaah, 3. Kesesuaian makmum dengan imamnya dalam
sunah-sunah yang pelanggarannya merupakan kesalahan besar di waktu melakukan
dan meninggalkannya seperti sujud tilawat, 4. Meyakini kedahuluan imamnya atas
semua perbuatannya, 5. Mengetahui perpindahan-perpindahan dalam semua
perbuatan imam supaya bisa mengikutinya, 6. Tidak boleh mendahului imam dalam
perbuatannya, 7. Tidak meyakini kebatalan salat imamnya. Andaikata makmum
bermazhab Syafi’i ragu mengenai perbuatan yang wajib pada makmum bermazhab
Hanafi misalnya, maka hal itu tidak berpengaruh pada keabsahan untuk terus
mengikuti imam yang demi berbaik sangka dalam menghindari perselisihan.
Andaikata makmum bermazhab Syafi’i mengetahui imam tidak membaca basmalah,
maka tidak sah ia mengikutinya, meskipun imam yang diikutinya adalah seorang
imam yang agung. Demikian dikatakan oleh Muhammad As-Samanudi, 8. Berkumpulnya
imam dan makmum di satu tempat, 9. Kesesuaian antara bentuk salat imam dan
makmum dalam perbuatanperbuatan nyata.
Adab-Adab Salat Jumat
Ketahuilah bahwa hari Jumat adalah hari raya
Orang-orang mukmin. Salat Jumat adalah salat yang paling utama dan harinya
adalah hari yang paling utama.
Hari Jumat lebih
besar di sisi Allah dari pada hari raya Fitri dan Adha. Adapun hari Arafah,
maka ia lebih utama darinya dan ini berbeda dengan imam Ahmad.
Jumat
adalah hari yang mulia, Allah mengkhususkan umat ini dengannya.
Dalam khabar disebutkan bahwa dalam setiap Jumat Allah membebaskan
600.000 orang dari api neraka. Nabi bersabda: “Barangsiapa mati pada
hari Jumat atau malam Jumat, ditulis baginya pahala orang yang mati syahid dan
dilindungi dari fitnah kubur.”
Di hari Jumat
terdapat saat yang disembunyikan Allah di dalamnya. Tidaklah seorang
hamba muslim mendapatinya dan memohon sesuatu keperluan kepada Allah di
saat itu, melainkan Allah memberikannya kepadanya. Sebagian dari mereka
mengatakan, waktu ijabah itu ada di akhir siang, karena Allah
menciptakan Adam sesudah Asar pada hari Jumat dan karena sumpah
menjadi berat sesudah Asar hari Jumat.
Oadhi
Iyadh berkata: Waktu ijabah itu hanya sebentar dan terbatas antara duduknya
imam di atas mimbar hingga ia memberi salam dari salat, yakni tidak keluar
dari waktu itu.
Bukanlah yang dimaksud bahwa
waktu itu meliputi seluruh waktu antara duduknya imam dan akhir salat, karena
ia adalah waktu yang sedikit.
Kemudian pengarang
menyebutkan di sini bahwa adab-adab Jumat ada tujuh.
Pertama,
bersiap untuk menyambut Jumat sejak hari Kamis dengan membersihkan baju dan
menyiapkan wangi-wangian, banyak mengucapkan tasbih dan istigfar pada sore
hari Kamis, karena ia adalah saat yang keutamaannya menyamai keutamaan pada
hari Jumat.
Seorang ulama salaf berkata:
“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia selain rezeki untuk para hamba.
Dia tidak memberikan karunia itu, kecuali kepada siapa yang memintanya pada
sore hari Kamis dan siang hari Jumat.”
Berniatlah
puasa hari Jumat, tetapi bersama Kamis atau Sabtu, karena tidak boleh pada
hari Jumat saja.
Nabi berkata:
“Janganlah
seseorang puasa pada hari Jumat, kecuali bila berpuasa pada hari sebelumnya
atau berpuasa sesudahnya.” (HR. Syaikhain)
Nabi
bersabda: “Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang
diwajibkan atasmu.”
Kedua, apabila tiba waktu
Subuh, maka mandilah, karena waktu mandi Jumat masuk dengan masuknya waktu
Subuh.
Jika engkau tidak pergi ke masjid di awal
waktu, maka sebaiknya engkau mandi di saat hendak berangkat ke masjid supaya
kebersihanmu lebih dekat waktunya.
Mandi di hari
Jumat sangat dianjurkan bagi setiap orang yang sudah baligh, tetapi tidak
wajib berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abi Dawud dan lainnya:
“Barangsiapa
berwudu pada hari Jumat, maka ia sudah berbuat benar dan baik. Dan siapa yang
mandi, maka mandi lebih utama.”
Kemudian
berhiaslah dengan memakai baju putih. Baju putih adalah baju terbaik di setiap
zaman di mana tidak ada uzur sebagaimana dikatakan oleh pengarang. Karena ia
adalah baju yang paling disukai Allah Nabi bersabda:
“Pakailah
baju putih, karena ia adalah bajumu yang terbaik. Dan kafanilah mayitmu dengan
baju itu.” (HR. Tirmidzi)
Pakailah minyak wangi
yang paling harum yang engkau miliki.
Sebaik-baiknya
minyak wangi bagi laki-laki adalah yang semerbak baunya dan tersembunyi
warnanya sedangkan sebaik-baik minyak wangi bagi perempuan adalah yang nampak
warnanya dan samar baunya.
Ketiga, bersihkan
badanmu dengan mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan serta menggunting kumis
hingga tampak bibirnya, tetapi dihukum makruh menghabiskannya.
Disunahkan
menggunting kuku. Yang paling utama dalam menggunting kuku pada kedua tangan
adalah memulai pada yang kanan dengan jari telunjuk hingga jari kelingking
berturut-turut dan menyudahinya dengan ibu jari. Pada tangan kirinya ia mulai
dengan jari kelingking dan menyudahinya dengan ibu jari secara berturut-turut.
Pada kedua kaki ia mulai dari kelingking kaki kanan hingga kelingking kaki
kiri secara berturut-turut.
Disunahkan pula
bersiwak dan melakukan berbagai macam kebersihan lainnya serta mengharumkan
bau. Yang paling utama adalah dengan misik, kecuali bila engkau dalam keadaan
ihram sehingga wajib meninggalkannya atau dalam keadaan puasa sehingga dihukum
makruh memakai minyak wangi. Imam Asy-Syaffi berkata: “Barangsiapa
membersihkan bajunya sedikitlah kesusahannya. Dan siapa yang harum baunya,
bertambahlah pemahamannya.”
Keempat, pergilah ke
masjid pada awal waktu. Ini adalah sunah bagi selain imam dan khatib. Adapun
imam, maka disunahkan baginya mengakhirkan hingga waktu khutbah. Berjalanlah
dengan pelan dan tenang menuju masjid tanpa bermain-main dan selalu bersikap
sopan. Nabi , bersabda: “Barangsiapa pergi ke masjid untuk menunaikan
salat Jumat dalam saat pertama, maka seakan-akan ia mengorbankan seekor unta.
Dan siapa yang berangkat ke masjid dalam saat kedua, maka seakanakan ia
mengorbankan seekor sapi. Dan siapa yang berangkat dalam saat ketiga,
seakan-akan ia mengorbankan seekor domba yang besar tanduknya. Dan siapa yang
berangkat dalam saat keempat, seakan-akan ia mengorbankan seekor ayam,
sedangkan siapa yang berangkat dalam saat kelima seakan-akan mengorbankan
sebutir telur. Apabila imam sudah masuk untuk naik mimbar, maka
lembaran-lembaran di lipat dan penapena di angkat. Para malaikat berkumpul di
dekat mimbar mendengarkan khutbah.”
Dalam sebuah
riwayat, saat keempat seekor itik, dan saat kelima seekor ayam. Dalam riwayat
An-Nasa’i, dalam saat kelima seperti orang yang menyembelih korban seekor
burung. Dan saat keenam seperti menghadiahkan sebutir telur.
Ibnu
Hajar berkata: “Yang dimaksud ialah waktu antara fajar dan naiknya khatib ke
atas mimbar terbagi menjadi enam bagian yang sama, baik harinya panjang maupun
pendek.”
Menurut riwayat, kedekatan para hamba di
waktu memandang wajah Allah adalah sesuai dengaan keberangkatan mereka
di awal-awal waktu untuk menunaikan salat Jumat. Nabi bersabda: “Tiga
perkara yang andaikata Orang-orang mengetahui keutamaan yang terdapat di
dalamnya, niscaya mereka memacu unta untuk mencarinya, yaitu azan, saf pertama
dan pergi di awal waktu untuk menunaikan salat Jumat.”
Ahmaad
bin Hanbal berkata: “Yang paling utama dari semua itu adalah berangkat di awal
waktu untuk menunaikan salat Jumat.”
Diriwayatkan
dalam kabar: “Pada hari Jumat para malaikat duduk di pintu-pintu masjid dengan
membawa kitab-kitab dari perak di tangan dan pena dari emas. Mereka menulis
siapa yang datang pertama, lalu yang pertama sesuai dengan tingkatan-tingkatan
mereka.”
Kelima, disebutkan dengan perkataannya,
apabila engkau telah memasuki masjid maka carilah saf pertama karena
keutamaannya banyak. Ini adalah bila tidak melakukan kemungkaran di depan
khatib dan tidak melangkahi pundak orang-orang.
Said
bin Amir berkata:” Aku salat di samping Abi Darda kemudian ia terus mundur
dalam saf-saf hingga kami berada di saf terakhir. Setelah selesai salat, aku
berkata: Bukankah dikatakan: Saf pertama yang terbaik adalah pemulaannya?”
Abi
Darda’ menjawab: ”Benar, akan tetapi umat ini mendapat rahmat dan diperhatikan
di antara umat-umat. Maka apabila Allah memandang kepada seorang hamba
di dalam salat, diampunilah dosanya dan orang-orang yang berada di
belakangnya.”
Sesungguhnya aku mundur karena
berharap Allah akan mengampuni dosaku dengan sebab salah seorang dari mereka
yang Allah memandang kepadanya. Maka siapa yang mundur dari saf pertama dengan
niat ini karena mengutamakan orang lain dan menampakkan akhlak yang baik, maka
ia lebih utama dan sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya.
Keenam,
apabila orang-orang berkumpul, maka janganlah engkau melangkahi pundak-pundak
mereka.
Adapun melewati saf-saf untuk mencapai
saf terdepan misalnya bukanlah termasuk melangkahi pundak-pundak, tetapi
menyibak saf bila tidak terdapat celah di dalam saf-saf itu untuk berjalan.
Melangkahi
pundak-pundak hukumnya sangat makruh, karena Nabi melihat seorang lelaki
melangkahi pundak orang-orang, lalu berkata kepadanya: “Duduklah, engkau telah
mengganggu orang karena datang terlambat.” Larangan ini tidak menunjukkan
keharaman, karena gangguan disini untuk suatu tujuan sebagaimana disebutkan
oleh Al-Bujairami.
Ketujuh, janganlah engkau
lewat di depan mereka di saat mereka sedang salat.
Nabi
, bersabda: “Andaikata orang yang lewat di depan orang yang sedang salat
mengetahui dosa yang menimpanya, niscaya ia lebih baik berdiri empat puluh
(hariltahun) dari pada lewat di depannya.”
Duduklah
di dekat dinding atau tiang supaya mereka tidak lewat di depanmu. Jika tidak
menemukan tiang, maka letakkanlah sesuatu di depanmu sebagai tanda batas.
Janganlah
engkau duduk hingga engkau kerjakan salat tahiyyat masjid. Yang lebih baik
adalah engkau kerjakaan salat empat rakaat dengan satu salam. Karena salat
tahiyyat masjid hanyalah dengan satu salam walaupun seratus rakaat sebagaimana
dikatakan oleh Al-Fasyani. Dalam setiap rakaat engkau bacaa sesudah Al-Fatihah
surah AlIkhlash sebanyak 50 kali. Maka surah Al-Ikhlash dalam empat rakaat itu
berjumlah 200 kali. Diriwayatkan dalam kabar bahwa siapa yang melakukan itu,
ia pun tidak mati sebelum melihat tempatnya di surga atau ditunjukkan
kepadanya.
Janganlah engkau tinggalkan tahiyyat
masjid, meskipun imam sedang berkhutbah. Akan tetapi pada saat itu engkau
harus meringankannya dengan hanya mengerjakan dua rakaat saja dan membaca yang
wajib saja. Juga tidak dibolehkan bagi salah seorang yang hadir salat selain
tahiyyat setelah khatib duduk, meskipun ia tidak mendengar khatib. Andaikata
ia masuk masjid di akhir khutbah, maka jika besar dugaannya bahwa apabila ia
kerjakan salat dua rakaat yang ringan, ia akan ketinggalan takbiratul ihram
bersama imam, tidaklah disunahkan tahiyyat baginya, tetapi berdiri hingga
diserukan iqamat dan janganlah ia duduk supaya ia tidak duduk di masjid
sebelum mengerjakan tahiyyat.
Termasuk sunah
adalah engkau baca dalam empat rakaat surah AlAn’aam, Al-Kahfi, Thaahaa dan
Yaa-Siin.
Dalam Al-ihya’ disebutkan anjuran
mengerjakan salat ini dengan membaca surah-surah ini dihari ini atau di waktu
malamnya. Jika tidak mampu, maka engkau baca surah Yaa-Siin, Ad-Dukhan, Alif
Laam Miim As-Sajdah dan surah Al-Mulk.
Janganlah
engkau tinggalkan pembacaan surah-surah ini di malam Jumat, karena di dalamnya
terdapat keutamaan yang banyak.
Menurut riwayat:
“Barangsiapa membaca surah Al-An’aam, ia pun terpelihara agamanya dan mendapat
rezeki yang baik serta dikaruniai keberuntungan dalam dunia dan akhiratnya.
Nabi
, bersabda: “Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi pada malam Jumat atau siang
hari Jumat, ia diberi cahaya dari tempat ia membacanya sampai ke Mahsyar dan
diampuni dosanya sampai Jumat berikutnya, ditambah tiga hari, didoakan oleh
70.000 malaikat sampai pagi dan dilindungi dari dabiilah (semacam penyakit
perut yang sangat keras atau jantung), radang paru, lepra, belang dan fitnah
Dajjal.”
Nabi , bersabda: “Tidaklah penghuni
surga membaca Al-Quran, kecuali Yaa-Siin dan Ihaahaa.”
Menurut
riwayat: Barangsiapa membaca surah Ihaahaa ia pun menyukai salat malam dan
melakukan kebaikan serta menyukai pergaulan dengan para ahli agama. Dan siapa
yang membaca surah Yaa-Siin, maka agamanya menjadi kuat. Diriwayatkan dari
Ubaiy bin Ka’ab bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa membaca surah Alif
Laam Miim Tanzil, ia diberi pahala seperti orang yang menghidupkan malam
Oodar.”
Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca
surah As-Sajdah, ia pun kuat tauhidnya dan selamat keyakinannya.” Nabi
bersabda:
“Barangsiapa membaca Haa Mim Ad-Dukhan
pada malam Jumat atau hari Jumat, maka Allah membangun baginya sebuah rumah di
surga.”
Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca
surah Al-Mulk, Allah nemberinya kebaikan dunia dan akhirat, harta milik dan
kekayaannya menjadi banyak.”
Barangsiapa tidak
bisa melakukan itu dengan baik, hendaklah ia banyak membaca surah Al-Ihklash
dan banyak mengucapkan salawat untuk Nabi pada hari ini secara khusus
dan banyak membaca surah Al-Kahfi. Al-Wanna’iy berkata: “Sedikitnya salawat
atas Nabi adalah 300 kali di waktu malam dan 300 kali di waktu
siang.”
Sedikitnya membaca surah Al-Kahfi adalah
tiga kali dan membacanya di siang hari lebih utama, yang paling utama adalah
sesudah Subuh.
Begitu khatib naik mimbar
hentikanlah salat dan pembicaraan dan jawablah muazin, kemudian dengarkanlah
khutbah dan ambillah pelajaran darinya. Al-Wanna’iy berkata: “Ketika khatib
sudah berada di atas mimbar, maka seseorang yang salat harus meringankan
bacaannya guna mendengar nasihat khatib. Akan tetapi memulai salat sebelum
khatib duduk dan sesudah ia mulai naik tidaklah diharamkan.”
Adapun
sesudah ia duduk, maka diharamkan. Salat tidak dikerjakan sama sekali, kecuali
dua rakaat tahiyyat berdasarkan ijma’ sebagaimana disebutkan dalam Haasyiyah
Al-Iqma. Janganlah bicara sama sekali di waktu imam menyampaikan khutbah.
Dalam
khabar disebutkan bahwa siapa yang mengatakan kepada temannya: “Diamlah, maka
ia pun telah berbuat dosa dan siapa yang berdosa tiada pahala Jumat baginya.”
Maka patutlah ia melarang orang lain dengan isyarat, bukan dengan lafaz. Dalam
mazhab jadid (baru) tidak diharamkan bicara di waktu khutbah, tetapi dihukum
makruh.
Diam di saat imam menyampaikan khutbah
adalah sunah. Yang di maksud dengaan perkataan Al-Laaghwi dalam khabar yang
masyhur adalah menyalahi sunah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar. Yang
dimaksud dengan perkataan: “Tiada Jumat baginya adalah tidak sempurna
Jumatnya, bukan tidak sah Jumatnya.” Dalam mazhab godim (lama) diharamkan
bicara pada waktu itu seperti imam-imam yang tiga dan wajib diam.
Al-Bujairami
berkata: “Tidaklah dikatakan makruh berbicara sebelum khutbah dan sesudahnya
dan di antara dua khutbah, walaupun tanpa keperluan. Kemudian ikutilah apa
yang dilakukan imam dalam salat Jumat. Apabila engkau mendengar bacaan imam,
maka janganlah membaca selain Al-Fatihah.
Apabila
engkau selesai dari salat Jumat dan memberi salam, maka bacalah Al-Fatihah
sebelum bicara tujuh kali, Al-Ikhlash tujuh kali dan Al-Mw’awwidzatain
masing-masing tujuh kali.
Surah-surah tersebut
melindungimu dari bahaya sejak hari Jumat itu hingga hari Jumat berikutnya dan
menjadi pelindung bagimu dari gangguan setan sebagaimana diriwayatkan oleh
Ibnu Sunni dari Aisyah dari Rasulullah akan tetapi tanpa Al-Fatihah.
Diriwayatkan
oleh Al-Hafidh Al-Mundzini dari Anas bahwa nabi , bersabda:
“Barangsiapa
membaca setelah imam memberi salam pada hari Jumat sebelum melipat kakinya
Al-Fatihah dan Qul huwallahu Ahad serta Al-Mu’aumridzatain masing-masing tujuh
kali, diampunilah dosanya yang terdahulu dan yang kemudian dan ia diberi
pahala sebanyak orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya.” Ucapkanlah
empat kali sesudah salam dari salat Jumat sebagaimana diriwayatkan dari
Ad-Dimyari dari Abi Thalib Al-Makki sebagaimana lisebutkan dalam Al-Ihya’.
”Ya
Allah, Ya Tuhan Yang Maha Kaya, Ya Tuhan Yang Maha Terpuji, Ya Tuhan Yang
Memulai Penciptaan, Ya Tuhan Yang Mengulangi Penciptaan, Ya Tuhan Yang Maha
Pengasih, Ya Tuhan Yang Maha Penyayang,
cukupilah aku dengan segala
yang engkau halaikan dan jauhkanlah aku dari segala yang Engkau haramkan.
Cukupilah aku dengan mentaati-Mu daanjauhkan aku dari bermaksiat kepada-Mu
serta cukupilah aku dengan karunia-Mu tanpa membutuhkan selain Engkau.”
Menurut
riwayat: “Barangsiapa yang terus membaca doa ini, Allah mencukupiny a hingga
tidak membutuhkan makhluk-Nya dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak
disangkanya.”
Kemudian kerjakan salat dua rakaat
sesudah Jumat sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Umar atau empat rakaa’at
sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah atau enam rakaat sebagaimana
diriwayatkaan oleh Ali dan Abdullah bin Abbas masing-masing dua rakaat dan
perkataan ini tidak disebutkan dalam Al-Ihya’
Semua
itu, yakni keterangan jumlah dua rakaat empat dan enam rakaat itu diriwayatkan
dari Rasulullah dalam berbagai keadaan.
Nabi
, bersabda:
”Barangsiapa di antara kamu salat
sesudah Jumat, hendaklah ia salat empat rakaat.”
Dalam
sebuah riwayat Muslim:
“Apabila seseorang dari
kamu selesai mengerjakan salat Jumat hendaklah ia salat sesudahnya empat
rakaat.”
Al-Barkawi berkata mengenai makna hadis
ini: Hai para mukallaf, barangsiapa di antara kamu yang ingin menunaikan salat
sesudah menunaikan fardu Jumat, hendaklah ia salat empat raka’aat dengan satu
malam.
Hadis ini menunjukkan bahwa yang muakkad
dari keenam rakaat ini sehabis salat Jumat adalah empat rakaat.
Ini
adalah pendapat Abi Hanifah dan Muhammad dan Asy-Syafi’i dalam satu pendapat.
Menurut Abi Yusuf: Yang sunah muakkadah sesudah salat Jumat adalah enam
rakaat. Empat rakaat sunah Jumat dan dua sunah waktu.
Yang
lebih utama adalah salat empat rakaat, kemudian dua rakaat. Berdasarkan ini,
maka kedua rakaat yang lebih dari empat rakaat termasuk nawafil yang
berdasarkan waktu, bukan nawafil mutlak.
Kemudian
tinggallah di masjid sampai Magrib atau Asar. Menurut riwayat: Barangsiapa
menunaikan salat Asar di masjid, maka ia mendapat pahala haji. Dan siapa yang
menunaikan salat Magrib, maka ia mendapat pahala haji dan umrah. Jika ia takut
mendapat bencana karena pandangan manusia kepada iktikafnya atau takut
membicarakan sesuatu yang tidak pantas, maka yang lebih utama adalah kembali
ke rumahnya dengan mengingat Allah, memikirkan nikmat-nikmatnya, mensyukuri
Allah atas taufik-Nya, merasa takut atas kecerobohannya, mengawasi hati
dan lisannya hingga matahari terbenam supaya tidak ketinggalan saat yang mulia
dan janganlah ia membicarakan urusan dunia di masjid atau lainnya.
Berusahalah
mendapatkan saat yang mulia, karena ia tersembunyi dalam seluruh hari.
Mudah-mudahan engkau menemukannya sedang engkau tunduk kepada Allah
merendahkan diri dan berdoa dengan tulus. Janganlah engkau menghadiri
majelis-majelis ta’lim di masjid pada waktu itu.
Diriwayatkan
oleh Abdullah bin Umar bahwa Nabi melarang menghadiri majelis ta’lim
pada hari Jumat sebelum salat, kecuali bilamana di situ terdapat orang yang
alim dan mengingatkan tentang hari-hari Allah, dan mengajarkan agama Allah
sedang ia berbicara di masjid di waktu pagi, lalu duduk mendengarkannya supaya
ia kumpulkan antara kedatangan di awal waktu dan mendengarkan pelajaran,
karena mendengarkan perkataan yang berguna tentang akhirat lebih utama
daripada menyibukkan diri dengan nawafil.
Janganlah
engkau hadiri majelis-majelis tukang dongeng, karena taida kebaikan dalam
perkataan mereka. Akan tetapi hadirilah majelis ilmu yang berguna, yaitu yang
menambah rasa takutmu kepada Allah dan mengurangi keinginanmu terhadap
kesenangan dunia. Telah diriwayatkan oleh Abi Dzar bahwa menghadiri suatu
majelis ilmu lebih baik dari pada salat seribu rakaat.
Lebih
baik engkau tidak mengetahui suatu ilmu bilamana ilmu itu tidak mengalihkanmu
dari dunia ke akhirat. Maka berlindunglah engkau kepada Allah dari ilmu yang
tidak berguna. Katakanlah:
“Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak berguna, hari yang tidak tunduk,
mata yang tidak menangis, nafsu yang tidak pernah puas, amal yang tidak
diangkat (diterima) dan doa yang tidak didengar”
Perbanyaklah
berdoa di waktu matahari naik, matahari tergelincir, matahari terbenam, di
waktu mendengar iqamat, di waktu khatib menaiki mimbar dan di waktu
orang-orang berdiri untuk menunaikan salat. Maka tidaklah patut engkau dalam
keadaan kosong di seluruh hari Jumat dari berbagai kebaikan dan doa hingga
datang kepadamu saat yang mulia sedang engkau dalam keadaan baik. Tidaklah
mengapa bila engkau mengucapkan doa ini:
“Ya
Allah, kami mohon kepada-Mu pengertian tentang agama, tambahan dalam ihmu,
kecukupan dalam rezeki, afiat dan kesehatan dalam badan, tobat sebelum mati,
ketenangan di waktu mari, ampunan sesudah mati dan kenikmatan memandang
wajah-Mu yang mulia, Ya Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, Ya
Tuhan yang paling suka bila dimintai.” Saat yang mulia itu ada di antara
waktu-waktu ini. Para ulama berselisih mengenainya dalam beberapa pendapat.
Ada yang mengatakan: ”AIlah menyembunyikannya dalam hari itu.” Ada yang
mengatakan: ”la adalah permulaan siang. Ada yang mengatakan: Ia terdapat pada
akhirnya dan ini adalah pendapat sebagian besar ulama.”
An-Nawawi
berkata, yang benar ialah yang disebutkan dalam hadis Muslim bahwa Nabi
bersabda: “Saat itu terdapat antara duduknya imam di atas mimbar hingga ia
memberi salam dari salat.”
Dhahir hadis ini
menunjukkan bahwa doa itu dianjurkan ketika imam sibuk berkhutbah. Masalah ini
dirumitkan dengan perintah untuk diam ketika imam berkhutbah. Al-Bulqini
menjawab tentang kerumitan ini bahwa bukanlah termasuk syarat doa
mengucapkannya dengan jelas. Akan tetapi menghadirkannya di dalam hati sudah
cukup.
Al-Hulaimi berkata: “Sesungguhnya doa itu
diucapkan apabila imam duduk sebelum ia memulai khutbah atau di antara dua
khutbah atau antara khutbah kedua dan salat atau di dalam salat sesudah
tasyahud.”
Apa yang dikatakan oleh Al-Hulaimi
lebih tepat. Demikian yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Al-Ajhur.
Berusahalah
mengeluarkan sedekah menurut kemampuanmu walaupun sedikit, karena sedekah di
waktu itu mendapat pahala yang berlipat ganda. Maka engkau kumpulkan antara
salat, puasa, sedekah, pembacaan Al-Qur’an, berzikir, beriktikaf dan menunggu
salat demi salat.
Seorang ulama salaf berkata:
“Barangsiapa memberi makan orang miskin pada hari Jumat, kemudian pergi di
awal waktu ke masjid dan tidak mengganggu seseorang, kemudian ia mengucapkan
setelah imam memberi salam:
“Dengan nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ”Yang Hidup Kekal dan Yang selalu
mengurusi makhluk-Nya, aku mohon
kepada-Mu agar Engkau meengampuni
aku dan menyayangi serta menyelamatkan aku dari api neraka.”
Kemudian
ia ucapkan doa yang diinginkannya. Maka dikabulkanlah doanya. Jadikanlah hari
ini khusus bagi akhiratmu dan perbanyaklah membaca wirid di waktu itu.
Mudah-mudahan hari ini menjadi penebus bagi hari-hari yang lain dalam minggu
ini. Ringkasnya, siapa yang ingin sampai kepada Allah agar menambah wiridnya
dan berbagai macam kebaikannya, karena apabila Allah mencintai seorang hamba,
Dia menjadikannya sebagai pelaku amal-amal utama. Dan apabila Allah
membencinya, Dia menjadikannya sebagai pelaku amal-amal buruk dalam
waktu-waktu yang mulia itu supaya lebih pedih dalam hukumannya dan menunjukkan
kebencian-Nya yang sangat karena ia tidak mendapat berkah waktu dan melanggar
kehormatannya.
Adab-Adab Puasa
Tidaklah patut engkau membatasi pada puasa
bulan Ramadhan dengan meninggalkan puasa sunah untuk mencapai derajat yang
tinggi di surga firdaus sehingga engkau menyesal. Ka’ab berkata: “Tidak ada
surga di antara surga-surga yang lebih tinggi daripada surga Firdaus. Di
dalamnya terdapat orang-orang yang menyuruh berbuat ma’ruf dan orang-orang
yang mencegah dari yang mungkar.”
Apabila engkau
memandang ke tempat orang-orang yang puasa seakan-akan engkau memandang
bintang-bintang yang bersinar sedangkan mereka berada di puncak Illiyyin.
Dalam
kabar disebutkan bahwa di surga ada sebuah pintu bernama Ar-Rayyan.
Orang-orang yang Puasa masuk di dalamnya pada hari Jumat dan tidak ada yang
masuk dari situ selain mereka. Apabila mereka telah masuk, maka pintu itu akan
ditutup kembali, dan tidak ada seorang pun memasukinya. Dalam kabar disebutkan
pula bahwa di dalam surga ada sebuah pintu bernama Adh-Dhuha. Pada hari kiamat
seorang juru panggil berseru: “Dimana orang-orang selalu mengerjakan salat
Dhuha. Inilah pintumu, maka masuklah kalian ke dalamnya.”
Dalam
kabar disebutkan pula bahwa di dalam surga ada sebuah pintu bernama Al-Farah
(kegembiraan). Tiada yang masuk dari situ selain orang yang menggembirakan
anak-anak kecil. Alhasil, setiap orang yang memperbanyak jenis ibadat, ia pun
dikhususkan dengan balasan yang sesuai dengannya dan diseru dari berbagai
pintu yang ada di surga.
Demikian juga orang yang
melakukan berbagai ketaatan, ia dipanggil dari semua pintu sebagai penghormat
sedangkan masuknya tidak dilakukan kecuali dari sebuah pintu, yaitu pintu amal
yang paling banyak dikerjakannya.
Ketahuilah
bahwa puasa sangat dianjurkan dalam hari-hari mulai sedangkan sebagian
hari-hari itu terdapat dalam setiap tahun dan sebagiannya terdapat dalam
setiap bulan sedangkan sebagiannya terdapat setiap minggu. Adapun hari-hari
mulia yang terdapat dalam setiap tahun dan disebutkan kemuliaan dan
keutamaannya dalam kabar-kabar dengan pahala-pahalanya yang banyak adalah hari
Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Maka disunahkan puasa pada hari itu bagi
mereka yang tidak dapat melakukan ibadat haji. Adapun orang haji, disunahkan
baginya untuk tidak puasa sedangkan puasa bertentangan dengan yang lebih utama
jika ia sampai di Arafah pada siang hari. Apabila ia sampai di sana pada malam
sembilan, maka tidak makruh dan tidak bertentangan dengan yang lebih utama.
Hari Arafah adalah hari yang paling mulia, karena puasa di hari itu menghapus
dosa-dosa kecil selama dua tahun.
Kemudian puasa
hari Asyura pada tanggal 10 Muharram, karena puasa di hari itu menghapus
dosa-dosa kecil dalam tahun yang lalu. Dan sepuluh hari pertama dari bulan
Dzulhijjah. Dalam khabar disebutkan: “Tidak ada hari-hari yang amalnya lebih
disukai Allaah azzaa wajalla dari pada sepuluh hari pertama bulan
Dzulhjjjah.
Sesungguhnya puasa sehari darinya
sama dengan puasa setahun dan salat di malamnya sama dengan salat di malam
Oadar.
Dan sepuluh hari pertama dari bulan
Muharram. Dalam kabar disebutkan: “Puasa yang paling utama sesudah Ramadhan
adalah puasa di bulan Muharram dan salat yang paling utama sesudah salat fardu
adalah salat malam. Yakni dibandingkan dengan selain Arafah dan dibandingkan
dengan selain salat rawatib.”
Dan puasa di bulan
Rajab dan Sya’ban. Sebagian sahabat Nabi tidak menyukai puasa di bulan
Rajab seluruhnya supaya tidak menyamai bulan Ramadhan. Rasulullah banyak
berpuasa di bulan Sya’ban hingga disangka bahwa ia berada di bulan
Ramadhan.
Dalam khabar disebutkan: Apabila
Sya’ban mencapai separuhnya, maka tiada puasa hingga bulan Ramadhan.
Puasa
di bulan-bulan haram termasuk amalan ulama, yaitu bulan Dzulqa’idah,
Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Rajab berdiri
sendiri sedangkan yang tiga berturut-turut. Inilah hari-hari yang mulia dalam
setahun. Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah Muharram, kemudian
Rajab, kemudian Dzulhijjah, kemudian Dulga’dah, kemudian Sya’ban. Al-Bujairami
menyusun keutamaan bulan-bulan itu menurut tertibnya.
Bulan
yang paling utama secara multak bulan puasa, yaitu bulan Ramadhan kemudian
bulan Tuhan kita yaitu Muharram kemudian Dzulhijah yang diagungkan kemudian
Dzulga’dah dan Sya ban sesudahnya Semua ini sudah diterangkan.
Adapun
hari-hari mulai yang terulang dalam sebulan, maka ia adalah permulaan bulan
dan pertengahan serta penghabisannya.
Ibnu Hajar
berkata: “Disunahkan puasa hari-hari hitam karena takut kegelapan dosa-dosa,
yaitu hari ke tujuh atau ke delapan dan dua hari berikutnya.”
Disunahkan
puasa pada hari-hari putih, yaitu hari ketigabelas, ) keempatbelas dan
kelimabelas.
Di bulan Dzulhijjah hari ketigabelas
diganti dengan hari keenambelas atau sehari sesudahnya. Adapun hari-hari mulia
dalam seminggu adalah hari Senin, hari Kamis dan hari Jumat.
Maka
dianjurkan puasa dalam hari-hari itu dan memperbanyak kebaikan supaya
pahalanya berlipat ganda, karena Nabi, mengutamakan puasa hari Senin dan hari
Kamis. Beliau berkata: “Sesungguhnya kedua hari itu adalah hari-hari di mana
amal-amal ditunjukkan. Maka aku ingin amalku ditunjukkan ketika aku sedang
puasa.”
Yakni amal-amal seminggu ditunjukkan
kepada Allah dalam kedua hari itu secara garis besar. Maka aku suka amalku
ditunjukkan di saat aku puasa, karena penunjukkan amal berlangsung sesudah
matahari terbenam dan faidah penunjukkan amal adalah menampakkan keadilan dan
menegakkan hujjah, karena tidak tersembunyi sesuatu apa pun terhadap Allah.
Amal-amal
ditunjukkan kepada anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu pada hari Jumat dan
ditunjukkan kepada Nabi pada hari-hari yang lain sedangkan amal-amal
seluruh alam ditunjukkan kepada Allah secara garis besar pada malam dan sekali
di waktu siang.
Dihukum makruh puasa pada hari
Jumat saja tanpa sebab, dengan puasa sunah mutlak. Larangan puasa di hari
Jumat saja adalah karena ja merupakan hari ibadat dan berbagai sunah lainnya.
Oleh karena itu disunahkan tidak puasa pada hari itu untuk membantu dalam
mengerjakan amalan-amalan sunah pada hari itu. Demikian dinukil oleh
Al-Bujairami dari An-Nawawi. Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh
Baihagi dan Al-Hakim:
“Sesungguhnya hari Jumat
dalam hari raya dan zikir, maka janganlah kalian menjadikan hari rayamu
sebagai hari puasamu, tetapi jadikanlah ia hari makan minum dan zikir, kecuali
bila kalian menggabungkannya dengaan beberapa hari.”
Maka
puasa hari Senin, Kamis dan Jumat menghapus dosa-dosa seminggu dan puasa hari
pertama dari setiap bulan, hari tengah dan hari akhir serta hari-hari putih
menghapus dosa-dosa sebulan.
Sedangkan dosa-dosa
setahun dihapus dengan puasa di hari-hari yang tersebut ini dan bulan-bulan
tersebut, yaitu yang terulang dalam setiap tahun. Pengarang tidak menyebut
puasa enam hari di bulan Syawwal. Sesungguhnya dianjurkan berpuasa enam hari
di bulan Syawwal.
Nabi bersabda:
“Barangsiapa
berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian ia menambahnya dengan enam hari dari
bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa setahun.” .. Terkadang puasa
mempunyai dua sebab seperti hari Arafah dan Asyura yang bertepatan dengan hari
Senin atau Kamis dan seperti adanya hari Senin dan Kamis dalam enam hari
Syawwal.
Maka sangat dianjurkan puasa dalam hari
yang mempunyai dua sebab demi memelihara kehormatan masing-masing dari
keduanya. Jika meniatkan kedua-duanya, maka diperoleh pahalanya semua.
Seperti
sedekah kepada kerabat adalah sedekah dan memelihara hubungan keluarga.
Demikian pula jika meniatkan salah satu dari keduanya sebagaimana disebutkan
oleh Al-Bujairami. Janganlah engkau mengira bahwa puasa itu hanya meninggalkan
makan, minum serta persetubuhan saja.
Nabi ,
bersabda:
“Betapa banyak orang yang puasa, tetapi
ia hanya merasakan lapar dan haus dari puasanya.”
Nabi
bersabda:
“Barangsiapa tidak meninggalkan
perkataan dusta dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan agar
ia meninggalkan makanan dan minumannya.”
Akan
tetapi puasa yang sempurna adalah dengan mencegah anggotaanggotaa tubuh dari
perbuatan dosa yang dibenci Allah. Itu adalah puasa orang-orang shahih yang
dinamakan puasa khusus.
Maka puasa sempurna
dilakukan dengan empat perkara.
Pertama, patutlah
engkau menjaga mata dari pandangan kepada yang diharamkan dan kepada setiap
sesuatu yang melalaikan hati dari zikrullah.
Nabi
, bersabda:
“Pandangan terlarang adalah salah
satu panah beracun dari iblis yang dilaknat Allah. Maka siapa meninggalkannya
karena takut kepada Allah, ia pun diberi Allah iman yang ia rasakan
kemanisannya di dalam hatinya.”
Kedua, menjaga
lisan dari perkataan yang tidak berguna. Perkataan yang berguna bagi seseorang
adalah yang berkaitan dengan keselamatannya di akhirat dan kebutuhan hidupnya
dalam penghidupan yang mengenyangkannya dari lapar dan haus dan menutup
auratnya serta memelihara kemaluannya, bukan yang digunakan untuk
bersenangsenang.
Keriga, Mencegah telinga dari
mendengarkan apa-apa yang diharamkan Allah , karena pendengar bersekutu
dengan orang yang mengucapkannya dan ia adalah satu dari orang-orang yang
menggunjingkan orang, karena mendengarkan ghibah adalah haram.
Allah
berfirman: “Jika begitu sesungguhnya kalian adalah seperti mereka.”
Nabi
bersabda: “Penggunjing dan pendengar sama-sama berdosa.”
Begitu
pula engkau cegah semua anggota tubuh dari perbuatan tercela sebagaimana
engkau mencegah perut dan kemaluan dari melampiaskan syahwatnya. Disebutkan
dalam khabar yang diriwayatkan oleh Jabir dari Anas dari Rasulullah
bahwa beliau bersabda:
“Lima perkara membatalkan
puasa, yaitu berkata dusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, dan pandangan
dengan syahwat.”
Perkataan, membatalkan puasa
menurut mazhab Sayyidah Aisyah dan Imam Ahmad adalah batal seluruhnya. Menurut
mazhab Asy-Syafi’i dan para sahabatnya, hanya membatalkan pahala puasa, bukan
puasa itu sendiri.
Diriwayatkan khabar ini oleh
Abu Path Al-Azadi dan Ad-Dailami dari Anas dengan isnad yang di dalamnya
terdapat seorang pendusta, yaitu: “Lima perkara membatalkan puasa dan
membatalkan wudu, yaitu berkata dusta, ghibah, namimah, memandang dengan
syahwat dan sumpah palsu.” Ini merupakan peringatan terhadap perbuatan atas
hal-hal tersebut dan bukan yang sebenarnya. Demikian disebutkan oleh
Al-Azizi.
Nabi bersabda:
“Sesungguhnya
puasa itu perisai. Maka apabila seseorang dari kamu berpuasa, janganlah ia
berkata keji dan jangan melakukan perbuatan terlarang dan jangan mengganggu
orang lain.
Jika seseorang mengajaknya berkelahi
atau memakinya, maka hendaklah ia mengatakan: “Aku puasa.”
Yakni
di dalam hatinya bilamana puasanya sunah dan dengan lisan dan hatinya bilamana
puasanya di bulan Ramadhan. Demikian disebutkan oleh Al-Azizi.
Kemudian
berijtihadlah untuk berbuka dengan makanan halal. Tidaklah ada artinya
berpuasa, yaitu menahan diri dari makanan halal, bila ia berbuka dengan
makanan haram. Perbuatan itu adalah seperti orang yang membangun istana dan
merobohkan kota.
Keempar, janganlah memperbanyak
makanan sehingga engkau menambah makanan selain waktu puasa. Maka tiada
bedanya bagimu antara berbuka dan berpuasa bila engkau penuhi makanan yang
biasa engkau makan di waktu siang dan malam dalam sekali makan.
Sesungguhnya
yang dimaksud dengan puasa adalah mematahkan sy ahwatmu dan melemahkan
kekuatanmu untuk melakukan maksiat supaya , engkau menjadi kuat untuk
bertagwa. Apabila engkau makan di waktu petang untuk menebus ketinggalan
makananmu dari pagi hingga malam, maka tiada faidah dalam puasamu.
Para
ulama berkata: “Barangsiapa yang sempurna laparnya di bulan Ramadhan, ia pun
terlindung dari setan hingga Ramadhan berikutnya, karena puasa adalah perisai
pada tubuh orang yang berpuasa selama tidak dirusak oleh sesuatu apapun.
Apabila ia rusak, masuklah setan dari tempat kerusakan itu.
Demikian
dinukil oleh Al-Bujairami dari Asy-Syarani. Perutmu – menjadi berat bagimu dan
apa yang terdapat di dalamnya lebih dibenci Allah dari pada perut yang
penuh dengan makanan halal sebagaimana disebutkan dalam hadis. Karena perut
yang penuh dengan makanan menyebabkan kerusakan agama dan dunia.
Kebanyakan
penyakit disebabkan oleh banyak makan dan pemasukan makanan dalam tubuh
sebelum mencernakan makanan yang pertama.
Demikian
disebutkan oleh Al-Azizi.
Maka bagaimana halnya
bila perut menjadi penuh dari makanan haram. Apabila engkau telah mengetahui
makna puasa, maka perbanyaklah puasa menurut kemampuanmu, karena ia adalah
dasar ibadat dan kunci kedekatan dengan Allah.
Sebagaimana
Nabi bersabda:
“Allah berfirman:
Setiap kebaikan mendapat pahala sepuluh kali lipat hingga 700 kali, kecuali
puasa. Karena ta adalah untuk-Ku dan Akulah yang membalasnya.”
Artinya
Allah telah menentukan besarnya pahala berbagai macam amal bagi manusia
dan jumlahnya berlipat kali dari sepuluh hingga 700 kali kecuali puasa, karena
hanya Allah sendiri yang mengetahui jumlah pahalanya dan melipat gandakan
kebaikannya.
Maka perkataan, “dan Aku-lah yang
membalasnya”, yakni memberi balasan yang banyak tanpa menentukan jumlahnya.
Ada yang mengatakan, artinya ialah bahwa puasa itu adalah ibadat yang paling
Aku sukai dan paling utama di sisi-Ku.
Nabi
bersabda:
“Sesungguhnya bau mulut orang yang
puasa lebih harum di sisi Allah daripada bau musik.”
Artinya
bau mulut orang yang puasa lebih banyak pahalanya daripada misik yang
disunahkan dalam salat Jumat dan majelis zikir. AnNawawi menguatkan makna ini
dan mengartikan makna harum sebagai penerimaan puasa dan keridaan atasnya.
Al-Mawardi berkata, artinya ia lebih banyak mendekatkan dirimu dari pada
misik.
Seorang ulama berkata: “Ketaatan-ketaatan
pada hari kiamat mempunyai bau semerbak. Maka bau puasa di antara
ibadat-ibadat itu seperti misik.” Ini adalah sebagaimana disebutkan dalam
hadis: “Orang yang ihram dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan sedang
mengucapkan Talbiyah.” Sebagaimana diriwayatkan bahwa peniup seruling di
bangkitkan sementara serulingnya tergantung di tanganya dan ja melemparkannya,
tetapi seruling itu kembali ke tangannya dan tidak berpisah darinya.
“Allah
yang Maha Mulia perkataannya berfirman: Sesungguhnya ia meninggalkan syahwat,
makanan dan minumannya karenaAku. Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku yang
membalasnya.”
Ini adalah hadis Imam Ahmad dari
malik dan awalnya ialah sabda Nabi kepada orang yang menanyainya tentang
amal yang paling utama.
Maka beliau menjawab:
“Hendaklah engkau berpuasa, karena puasa itu tiada bandingannya. Kemudian
beliau melanjutkan, Allah berfirman, hingga akhirnya.”
Nabi
bersabda:
“Surga mempunyai sebuah pintu bernama
Ar-Rayyan yang tidak dimasuki, kecuali orang-orang yang berpuasa.”
Ini
adalah janji untuk berjumpa dengan Allah dalam membalas puasanya.
Keterangan tentang ketaatan-ketaatan ini sudah cukup bagimu dari kitab
Bidaayatul Hidayat. Apabila engkau memerlukan keterangan zakat dan haji atau
penjelasan tambahan tentang salat dan puasa, maka carilah dia dari apa yang
telah kami sebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Penjelasan salat dan puasa
telah ditemukan sebagiannya dalam syarah ini dari kitab Al-Ihya” dan
sebagiannya dari berbagai kitab.
Menjauhi Perbuatan Maksiat
Ketahuilah bahwa agama memiliki dua ketentuan.
Meninggalkan perbuatan-perbuatan terlarang dan melakukan ketaatan.
Meninggalkan perbuatan terlarang lebih berat dan lebih sulit dari pada
melakukan ketaatan. Oleh karena itu pahalanya lebih besar. Karena ketaatan
dapat dilakukan oleh setiap orang sedangkan meninggalkan syahwat tidak dapat
dilakukan kecuali oleh orang-orang yang benar. Mereka adalah orangorang yang
mengetahui hujjah-hujjah dan ayat-ayat serta membersihkan hati dan melakukan
riyadhah menuju puncak Irfan hingga mengetahui segala sesuatu dan
memberitahukannya menurut apa adanya.
Oleh karena
itu Rasulullah , bersabda: “Muhajir itu orang yang meninggalkan keburukan
sedangkan mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya.”
Dalam
riwayat Tirmidzi dan Ibnu Hibban: “Muhajir ialah orang yang berjihad melawan
nafsunya, yakni menekan nafsunya yang buruk untuk melakukan ketaatan dan
menjauhi maksiat.
Jihad melawan hawa nafsu adalah
puncak dari semua jihad, karena bila ia tidak bisa memeranginya, maka ia pun
tidak bisa memerangi musuh.
Tentara hawa nafsu
ada sepuluh, dengki, kesewenang-wenangan, sombong, dendam, tipu-daya, was-was,
melawan perintah, berburuk sangka dan suka mendebat. Demikian disebutkan oleh
Al-Hamadani.
Ketauilah bahwa sesungguhnya engkau
mendurhakai Allah dengan anggota tubuhmu yang merupakan nikmat dari Allah atas
dirimu serta amanat padamu yang harus engkau pelihara dari perbuatan yang
dilarang Allah. Maka penggunaan nikmat Allah olehmu untuk melakukan maksiat
merupakan puncak pengingkaran nikmat sedangkan pengkhiatanmu terhadap amanat
yang dititipkan Allah $& padamu adalah puncak pelanggaran dalam
kedurhakaan yang engkau lakukan. Anggota-anggota tubuhmu adalah di bawah
pengawasanmu, maka lihatlah bagaimana engkau memeliharanya dengan menunaikan
haknya. Karena masingmasing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari
kamu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Orang
laki-laki pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas yang
dipimpinnya dan orang perempuan pemimpin di rumah suaminya dan
bertanggung-jawab atas yang dipimpinnya sedangkan pelayan adalah penjaga harga
tuannya dan bertanggung-jawab atas harta yang dijaganya. Demikian disebutkan
dalam Az-Zawuayir:
Seorang penyair berkata:
Kiranya
kita dibiarkan begitu saja setelah mari niscaya kematian merupakan istirahat
bagi setiap orang yang hidup akan tetapi setelah ini kita ditanya tentang
segala sesuatu
Ketahuilah bahwa semua anggotamu
akan menjadi saksi atas dirimudi tempat-tempat berkumpul pada hari kiamat
dengan perkataan yang fasih dan jelas.
Anggota
tubuhmu akan mengungkapkan semua keburukan dengan lisan itu dihadapan orang
banyak.
Allah berfirman dalam surah An-Nur:
”Pada hari dimana lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas apa yang
mereka kerjakan.” Yakni berupa perkataan dan perbuatan di hari kiamat. Pada
hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang sebenarnya.
Dalam
surah yang lain Allah berfirman:
“Pada hari
ini kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan
memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
(QS. Yaa-Siin: 65)
Setiap anggota menceritakan
apa yang pernah dilakukannya. Mengenai cara penutupan mulut mereka ada dua
pendapat. Yang terkuat adalah pendapat bahwa Allah membungkam mulut
mereka dan menjadikan anggota tubuh mereka berbicara, lalu bersaksi atas diri
mereka sedangkan itu adalah mudah dalam kekuasaan Allah Adapun pembungkaman
mulut, maka sudah jelas.
Adapun pengadaan bicara,
maka lisan adalah anggota yang bergerak dengan gerak tertentu. Bilamana
demikian, maka anggota lainnya bisa digerakkan pula seperti itu. Sedangkan
Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Pendapat
lainnya ialah mereka tidak mengucapkan sesuatu apa pun, karena mereka tidak
mempunyai uzur dan tabir mereka telah tersingkap. Maka mereka berdiri dengan
kepala tertunduk tidak bisa mengajukan uzur dan tidak bisa menyatakan
tobat.
Pembicaraan tangan-tangan adalah nampaknya
kejadian yang tidak bisa diingkari. Yang shahih adalah pendapat pertama.
Demikian disebutkan dalam As-Siraajul Munir.
Oleh
sebab itu, hai manusia yang miskin, peliharalah seluruh anggota badanmu dari
maksiat, terutama anggota-anggotamu yang tujuh. Karena neraka mempunyai tujuh
lapisan dan setiap lapisan mempunyai bagian tertentu.
Ibnu
Juraij berkata: “Neraka mempunyai tujuh lapis. Lapis pertama adalah Jahannam,
kedua Ladha, ketiga Al-Huthamah, keempat As-Sa’ir, kelima Sagar, keenam
Al-Jahiim, dan ketujuh Al-Haawiyah.
Pengkhususan
jumlah ini adalah karena penghuninya terdiri dari tujuh golongan. Dan jumlah
itu sesuai dengan tujuh anggota badan, yaitu mata, telinga, lidah, kemaluan,
tangan dan kaki, karena semua itu adalah sumber perbuatan-perbuatan dosa.
Maka
tempat-tempat masuknya adalah pintu-pintu yang berjumlah tujuh. Oleh karena
anggota-anggota itu adalah sumber kebaikankebaikan dengan syarat niat,
sedangkan niat termasuk amalan hati, maka anggotanya bertambah satu sehingga
pintu-pintu (lapisan) surga dijadikan delapan.
Dalam
setiap lapisan pertama ada golongan bertauhid yang dimasukkan neraka. Mereka
disiksa sesuai dengan dosa-dosa mereka, kemudian dikeluarkan. Sedang lapisan
kedua dihuni kaum Nasrani, lapisan ketiga dihuni kaum Yahudi, lapisan keempat
kaum Shabi’in, lapisan kelima kaum Majusi, lapisan keenam kaum Musrikin, dan
lapisan ketujuh kaum Munafik.
Diriwayatkan dari
Umar bahwa Rasulullah bersabda: ”Neraka Jahanam mempunyai tujuh pintu
(lapisan) dan salah satunya diperuntukkan bagi orang yang menghunus pedang
terhadap umatku. Demikian disebutkan dalam As-Siranjul Munir. Tidaklah
dimasukkan dalam pintu-pintu itu melainkan siapa yang mendurhakai Allah
dengan ketujuh anggota ini, yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan,
tangan dan kaki. Masing-masing kenikmatan ini harus disyukuri oleh pemiliknya
dengan menggunakannya dalam ketaan terhadap Allah
Mata
diciptakan bagimu untuk menunjukimu dalam kegelapan dan memenuhi kebutuhanmu
serta memandang kerajaan bumi dan langit dan mengambil pelajaran dari
tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di dalamnya, yakni petunjuk-petunjuk
yang jelas atas ke-Esa-an Allah.
Allah
berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu
segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang berfikir.” Al-Baqarah: 164.
Maka
jagalah mata dari empat perkara, memandang yang bukan mahramnya. Jagalah
matamu dari memandang aurat wanita, walaupun mahramnya. Tidaklah berdosa
seseorang yang melihatnya pertama kali tanpa disengaja. Lain halnya bila ia
mengulangi pandangangnya. Demikian dikatakan oleh Ar-Ramli.
Atau
memandang bentuk rupa yang tampan dengan syahwat. Diriwayatkan bahwa suatu
kaum datang kepada Nabi , sedang diantara mereka terdapat seorang pemuda
tampan yang mulus wajahnya. Maka Nabi mendudukkannya di belakang
punggungnya.
Beliau berkata: “Sesungguhnya fitnah
yang menimpa Dawud adalah dari sebab pandangan. Janganlah engkau memandang
kepada seorang muslim dengan pandangan penghinaan atau menggunakannya untuk
menyelidiki aib seorang muslim.”
Allah
berfirman: “Katakanlah kepada orang-orang mukmin supaya mereka menjaga
pandangan mereka.”
Seorang penyair berkata:
Semua
kecelakaan diawali dari pandangan dan api yang besar disebabkan oleh percikan
api yang kecil manusia itu selama mempunyai mata yang digerakkannya di antara
mata-mata yang lunak ia pun cenderung menghadapi bahaya betapa banyak
pandangan berbuat dalam hati pemiliknya seperti panah tanpa busur dan talinya
pemandangnya merasa senang dengan apa yang membahayakan hatinya tiada kebaikan
bagi kegembiraan yang menimbulkan bahaya
Penyair
lain berkata:
Bilamana manusia itu seorang yang
berakal dan wara maka kewara’annya mencegahnya dari mengurusi aib orang lain
seperti orang yang sakit parah rasa sakitnya mencegahnya dari mengurusi
penyakit orang lain
Adapun telinga, maka jagalah
dari mendengarkan bid’ah, nyanyian atau alat musik seperti gitar dan seruling,
mendengarkan ghibah dan perkataan keji, menceritakan rahasia suami istri dan
pembicaraan batil atau ceritera tentang keburukan-keburukan orang lain.
Sesungguhnya telinga itu diciptakan bagimu untuk mendengarkan kalam
Allah dan sunah Rasulullah serta hikmah para wali-Nya. Engkau
gunakan telinga itu setelah mendapat ilmu dengannya untuk mencapai kedudukan
dan kenikmatan abadi di sisi Tuhan. Apabila engkau gunakan untuk mendengarkan
hal-hal yang buruk, maka apa yang berguna bagimu menjadi bahaya bagimu
sehingga penyebab keberuntunganmu berubah menjadi penyebab kebinasaanmu dan
ini adalah puncak kerugian.
Janganlah engkau
mengira bahwa dosa itu hanya menimpa orang yang mengatakannya saja tanpa
pendengarnya. Dalam kabar disebutkan bahwa pendengar ikut menanggung dosa
bersama dengan orang yang membicarakannya, dan ia salah satu dari kedua
penggunjing. Mengenai hal itu seorang penyair berkata:
Jagalah
pendengaranmu dari mendengarkan perkataan buruk seperti menjaga lisan dari
mengucapkannya karena ketika mendengar perkataan yang buruk engkau ikut
berdosa dengan yang mengatakannya, maka waspadalah.
An-Nawawi
berkata: Hendaklah ia membenci ghibah dengan perkataannya jika ia khawatirkan
bahaya yang nyata bila mencegahnya dengan tangan atau lisan.
Apabila
terpaksa berada di majelis berlangsungnya ghibah dan tidak sanggup
mengingkarinya tetapi tidak diterima sedang ia tidak bisa meninggalkan majelis
itu, maka diharamkan atasnya mendengarkan pembicaraan di situ. Dengan menyebut
nama Allah dengan lisan dan hatinya atau dengan hatinya atau memikirkan
masalah lain supaya ia tidak sempat mendengarkannya. Dalam keadaan itu
tidaklah mengapa bila ia mendengar tanpa mendengarkannya.
Jika
sanggup meninggalkan majelis sesudah itu sedang mereka terus melakukan ghibah
dan semacamnya, wajiblah ia meninggalkan majelis.
Diriwayatkan
dari Ibrahim bin Adham bahwa ia diundang menghadiri walimah. Kemudian
orang-orang di majelis itu menceritakan bahwa seorang laki-laki tidak datang
kepada mereka. Kemudian yang lain berkata, orang itu berat.
Kemudian
Ibrahim berkata: “Aku telah mengatakan ini dalam hatiku ketika menghadiri
suatu tempat di mana orang-orang melakukan ghibah. Maka ia pun keluar dan
tidak makan selama tiga hari.”
Adapun lisan, maka
ia diciptakan bagimu untuk memperbanyak dzikrullah, membaca kitab-Nya dan
menggunakannya untuk membimbing makhluk Allah menuju jalan-Nya, yakni
agama-Nya yang benar dan ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Di
samping itu engkau menggunakannya untuk menampakkan isi hatimu. berupa
keperluan-keperluan agama dan duniamu. Maka apabila engkau menggunakannya di
luar fungsinya, engkaupun telah mengingkari nikmat Allah padanya
sedangkan ia adalah anggotamu yang paling menonjol terhadapmu dan para makhluk
lainnya.
Seorang penyair berkata:
Jagalah
lisanmu dan berlindunglah dari kejahatannya sesungguhnya lisan itu adalah
musuh yang membantai dan timbanglah perkataanmu bila engkau mengucapkannya di
suatu majelis dengan timbangan yang menampakkan kebenaran
Nabi
Dawud berdoa: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu empat perkara dan
berlindung kepada-Mu dari empat perkara. Aku mohon kepada-Mu lisan yang
berzikir, hati yang bersyukur, badan yang sabar dan istri yang membantuku
dalam urusan dunia dan akhiratku. Aku berlindung kepada-Mu dari anak yang
mendurhakai aku, dan istri yang membuat rambutku beruban sebelum waktunya dan
harta yang merupakan siksaan dan bencana bagiku serta tetangga yang bila
melihat kebaikan dariku disembunyikannya dan bila melihat keburukan dariku
disiarkannya.”
Tidaklah mejerumuskan kebanyakan
orang dalam neraka, kecuali sebagai akibat korban kejahatan lisan mereka,
yaitu perbuatan dosa seperti berdusta, menuduh orang berzina tanpa bukti, suka
memaki orang lain, melakukan namimah dan lainnya.
Asy-Syafi’i
radhiyallahu ‘anhu berkata:
Jagalah dirimu, wahai
manusia Jangan sampai ia menyengatmu sesungguhnya ia seperti ular banyak orang
yang mati karena terbunuh oleh perbuatan hisannya padahal banyak pemberani
takut kepadanya
Berusahalah sekuat tenaga dengan
segenap kekuatanmu untuk mengatasi lisanmu supaya ia tidak mejerumuskanmu di
dasar Jahannam.
Dalam kabar disebutkan bahwa ada
orang mengucapkan perkataan supaya teman-temannya tertawa sehinggaa
menjerumuskannya ke dalam neraka Jahannam selama 70 tahun.
Maksudnya
ialah tertawa yang mengganggu orang muslim dan semacamnya, bukan sekadar
bercanda yang dibolehkan. Karena terdapat dosa-dosa di dalamnya yang
dilalaikannya atau bila ia tidak bertobat dasnya.
Maksudnya
ia naik turun dalam waktu yang sangat lama di dalam neraka. Waktu tujuh puluh
tahun adalah untuk menunjukkan waktu yang sangat lama, bukan pembatasan.
Demikian dinukil oleh Al-Azizi dari AlManawi.
Diriwayatkan
bahwa ada seorang mati syahid dalam perang di zaman Rasulullah , yakni dalam
perang Uhud. Ternyata ditemukan sebuah batu di perut orang itu yang
diikatkannya untuk menahan lapar. Kemudian ada orang berkata setelah mengusap
tanah di wajahnya: Sungguh beruntung ia masuk surga.
Nabi
berkata: “Bagaimana engkau tahu? Barangkali ia berbicara yang tidak perlu
baginya atau kikir dengan apa-apa yang tidak membuatnya kaya.”
Seorang
ulama berkata: “Perkataan itu ada empat macam. Ada yang menimbulkan bahaya,
ada yang menimbulkan manfaat, ada yang menimbulkan keduanya, dan ada yang
tidak menimbulkan keduanya.
Yang menimbulkan
bahaya harus didiamkan. Begitu pula yang menimbulkan bahaya dan manfaat.
Adapun yang menimbulkan bahaya maupun manfaat, maka itu adalah perkataan yang
sia-sia sedangkan mengatakan perkataan itu berarti membuang waktu dan itu
merupakan kerugian. Maka tinggallah saru macam sehingga menggugurkan tiga
perempat perkataan.
Dalam perkataan itu ada
bahaya bila menimbulkan dosa dengan berbuat riya dan pura-pura dan
sebagainya.
Lugman berkata kepada putranya:
“Andaikata bicara itu adalah perak, maka diam itu adalah emas.” Maksudnya
sebagaimana di katakan oleh Ibnul Mubarak: Andaikata bicara dalam mentaati
Allah itu dari perak, maka berdiam diri dari mendurhakai Allah adalah dari
emas.
Ibrahim Al-Atki berkata:
Mereka
berkata, diammu berarti tidak mendapat rezeki, maka aku katakan kepada mereka
apa yang ditakdirkan Allah datang kepadaku tanpa susah payah andaikata
perkataan yang kuwcapkan itu terbuat dari perak maka diamku itu terbuat dari
emas
Seorang ulama berkata: “Di dalam diam
terdapat 7000 kebaikan dan semua itu berkumpul tujuh perkataan, dalam setiap
perkataan terdapat seribu kebaikan.”
Pertama,
bahwa diam itu ibadat tanpa kepayahan. Kedua, keindahan tanpa perhiasan.
Keriga, wibawa tanpa kekuasaan. Keempat, benteng tanpa penjaga. Kelima, tidak
ada keperluan mengajukan uzur kepada orang banyak. Keenam, Mengistirahatkan
para malaikat yang mulia dan penulis. Ketujuh, menutupi aib-aibnya, karena
diam itu perhiasan orang alim dan menutupi kebodohan orang yang bodoh.
Ada
yang mengatakan: Tiga perkara membuat hati menjadi keras, tertawa tanpa merasa
heran, makan tanpa merasa lapar dan bicara tanpa keperluan.
Maka
jagalah lisanmu dari delapan perkara.
Berdusta. Maka jagalah lisanmu dari berdusta, baik dalam keadaan serius maupun
bercanda. Janganlah engkau biasakan lisanmu berdusta dalam bercanda sehingga
menyebabkan engkau berdusta dalam keadaan serius.
Berdusta
termasuk sumber dosa-dosa besar. Rasulullah bersabda:
“Hendaklah
kalian selalu berkata benar, karena perkataan yang benar menyebabkan kebajikan
dan kebajikan menyebabkan masuk surga. Manusia selalu berkata benar dan
mengutamakan kebenaran hingga dirulis di sisi Allah sebagai shiddig. Jagalah
dirimu dari perkataan dusta, karena perkataan dusta menyebabkan perbuatan
jahat sedangkan perbuatan Jahat menyebabkan masuk neraka. Adalah hamba selalu
berdusta dan mengutamakan dusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai
pendusta.”
Jika engkau dikenal sebagai pendusta,
maka gugurlah keadilanmu, orang-orang tidak percaya semua ucapanmu, serta
meremehkan dan menghinakanmu. |
Apabila engkau
ingin mengetahui keburukan dusta dari dirimu, maka lihatlah kepada dusta orang
lain dan ketidak sukaan dirimu terhadap dusta serta sikapmu yang meremehkan
pelakunya dan menganggapnya buruk. Begitu pula, lakukanlah seperti itu
terhadap semua kejelekan dirimu, karena engkau tidak mengetahui kejelekanmu
dari dirimu, tetapi dari orang lain. Maka apa yang engkau anggap buruk dari
orang lain, ia pun pasti dianggap buruk oleh orang lain pada dirimu.
Ketahuilah
bahwa lisan itu adalah alat untuk mencapai tujuan. Maka setiap tujuan terpuji
yang dapat dicapai dengan perkataan benar maupun dusta, diharamkan berdusta
untuk itu karena tidak perlu melakukannya.
Jika
tujuan itu dapat dicapai dengan dusta dan tidak dapat dicapai dengan perkataan
yang benar, maka dusta dalam keadaan itu adalah mubah bilamana pencapaian
tujuan itu mubah. Dan menjadi wajib bilamana tujuan itu wajib dicapai.
Apabila
seorang muslim bersembunyi dari seorang yang zalim dan ditanyakan tentang dia,
maka wajiblah berdusta untuk menyembunyikannya. Begitu pula bila ada titipan
padanya atau orang lain dan seorang yang zalim menanyakannya untuk
mengambilnya, wajiblah ia berdusta untuk menyembunyikannya. Bahkan andaikata
ia mengabarinya bahwa ada titipan barang padanya lalu di rampas oleh seorang
yang zalim, wajiblah ia menggantinya.
Andaikata
ia disuruh bersumpah mengenai titipan itu, wajiblah ia bersumpah dan
menggunakan kata samaran dalam sumpahnya. Jika tidak menggunakan kata samaran,
ia pun melanggar sumpah menurut pendapat yang lebih shahih dan wajib baginya
membayar kafarat. Ada yang mengatakan, ia tidak melanggar sumpah. Begitu pula
bila tujuannya adalah meredakan peperangan atau mendamaikan orang-orang yang
berselisih atau membujuk orang yang disakiti agar memaafkan orang yang
menyakitinya sedangkan hal itu hanya bisa tercapai dengan dusta, maka berdusta
tidak haram.
Akan tetapi patutlah ia
menghindarinya sedapat mungkin, karena ia membuka pintu dusta bagi dirinya,
maka dikhawatirkan bisa menyebabkan dusta yang terus-menerus dan tidak
terbatas pada keadaan darurat. Maka dusta itu asalnya haram, kecuali untuk
kebutuhan mendesak dimana tujuannya tidak tercapai kecuali dengan dusta.
Untuk
berhati-hati dalam semua ini digunakanlah tauriyah (kata samaran), yaitu
kalimat yang maksudnya benar dan bukan dusta terhadapnya, meskipun ia berdusta
pada lafaznya yang lahir.
Andaikata ia tidak
bermaksud ini, tetapi mengucapkan perkataan dusta, maka tidaklah haram di
tempat ini. Demikian disebutkan dalam AlAdzkar dan Al-Ihya’. Maka janganlah
engkau senang melakukan itu.
Menyalahi janji. Janganlah berjanji jika tidak dapat menepati. Akan tetapi
hendaklah kebaikanmu kepada orang-orang merupakan perbuatan tanpa perkataan.
Jika engkau terpaksa berjanji, maka janganlah engkau mengingkarinya, kecuali
bila engkau tidak sanggup atau terpaksa. Karena ingkar janji tanpa alasan
mendesak termasuk tanda orang munafik dan merupakan akhlak yang buruk.
Nabi
bersabda:
“Tiga perkara yang apabila berkumpul
pada seseorang, maka ia menyerupai munafik, meskipun ta berpuasa dan salat.
Yaitu orang yang apabila berbicara ia berdusta. Apabila berjanji, ia ingkar:
Dan apabila Aiserahi amanar, ia berkhianat.”
Yang
dimaksud dalam pembicaraan ini adalah orang yang sifat-sifat ini menjadi
kebiasaan dan cirinya tidak terlepas darinya.
Diriwayatkan
oleh Syaikhain dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash bahwa Nabi bersabda:
“Empat
perkara yang apabila terdaparpada seseorang, maka ia menjadi seorang munafik
yang murni. Dan siapa yang ada padanya salah satu sifat padanya, maka ia
mempunyai salah satu sifat munafik hingga ditinggalkannya. Apabila diserahi
amanat ia berklianat. Apabila berbicara, ia berdusta. Apabila berjanji
mengingkarinya. Dan apabila bertengkar, ia melampaui batas.”
Yang
dimaksud dengan sifat munafik adalah perbuatan, bukan iman. Atau nifag urfi,
bukan syar’i. Karena kedua makna ini tidak menyebabkan kufur yang dimasukkan
dalam lapisan neraka yang paling bawah. Demikian dikatakan oleh AlAzizi.
Ghibah. Maka jagalah lisanmu darinya. Ghibah itu lebih besar dosanya dari tiga
puluh kali zina. Demikianlah yang disebutkan dalam khabar. Ghibah artinya bila
engkau menyebut sesuatu pada seseorang yang tidak disukainya andaikata
didengarnya, baik engkau menyebutnya dengan lisanmu atau dalam bentuk tulisan
atau pun dengan isyarat mata, kedua tangan atau kepalamu.
Definisi
ghibah adalah membuka atau membeberkan aib orang lain tentang kekurangan yang
ada padanya seperti, cacat tubuh, nasabnya, perbuatannya, perkataannya, agama,
harta miliknya seperti, pakaiannya, rumah atau hewan peliharaannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah perilaku ghibah yang zalim, meskipun apa
yang dikatakan benar.
Sebagaimana sabda Nabi :
“Jika padanya terdapat kekurangan seperti apa yang engkau katakan itu, maka
engkau telah menggunjingnya. Dan jika tidak terdapat padanya, maka engkau
telah memfitnahnya. Maka jagalah lisanmu dari ghibahnya orang yang bersifat
riya’, karena yang demikian itu macam dari ghibah yang terburuk”, diriwayatkan
oleh Muslim, Abi Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i.
Ketika
engkau ditanya misalnya, “Bagaimana keadaan si Fulan?” Dan engkau menjawab:
“Semoga Allah memperbaikinya. Aku merasa sedih atas apa yang dilakukannya.
Maka kita mohon kepada Allah agar memperbaiki kami dan dia.”
Maka
ucapan tersebut adalah gabungan antara dua perbuatan yang buruk. Yang pertama
adalah ghibah bilamana dengan perkataan ini bisa memahami orang yang dimaksud.
Adapun bila tidak bisa memahami orang yang dimaksud, bolehlah mengatakan itu.
Adapun Rasulullah apabila tidak menyukai pada seseorang, beliau berkata:
“Mengapa orang-orang melakukan begini dan begini?” Dan beliau tidak menunjuk
orangnya.
Memuji diri dengan mencela orang lain
serta menganggap dirinya lebih baik. Maka yang demikian itu adalah pengagungan
terhadap diri sendiri dan merendahkan orang lain.
Engkau
memuji dirimu baik dalam mencela orang lain sehingga engkau gabungkan dua
perbuatan buruk, yaitu ghibah dan memuji dirimu, bahkan empat, yaitu riya dan
menganggap dirimu baik.
Engkau berbuat riya dan
karena kebodohanmu mengira bahwa engkau termasuk orang salih yang tidak mau
melakukan ghibah.
Maka siapa yang beribadat dalam
kebodohan, ia pun dipermainkan setan. Dengan demikian ia menyebut kejelekan
seseorang dan menyebut Allah serta menggunakan nama-Nya sebagai alat dalam
mewujudkan kejahatannya. Juga dusta ketika merasa sedih dan susah dan di saat
ia berdoa.
Akan tetapi jika maksud perkataanmu:
”Semoga Allah memperbaikinya” adalah doa, maka doakanlah dia dengan diam-diam
sesudah salat. Dan jika engkau merasa sedih dengan sebabnya dan menampakkan
aibnya. Sedangkan penampakan kesedihan atas aibnya itu sendiri berarti
menjelekkannya.
Cukuplah bagimu peringatan atas
perbuatan ghibah firman Allah : “Dan janganlah sebagian dari kamu menggunjing
sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu ingin makan daging saudaranya
yang sudah mati sehingga kamu tidak menyukainya.”
Allah
telah mengumpamakanmu dengan pemakan daging orang yang sudah mati. Dalam
perumpamaan ini terdapat petunjuk bahwa kehormatan manusia adalah seperti
darah dan dagingnya, karena manusia merasa sakit hatinya bila kehormatannya
disakiti sebagaimana tubuhnya merasa sakit bila dagingnya dipotong.
Untuk
mencegahmu dari menggunjing orang muslim, hendaklah engkau pikirkan dengan
memeriksa dirimu apakah pada dirimu ada aib batin atau lahir dan apakah engkau
lakukan maksiat secara diam-diam atau terang-terangan. Apabila engkau telah
mengetahui hal itu dari dirimu, maka ketahuilah bahwa ketidakmampuan orang
yang engkau gunjingkan untuk membersihkan dirinya sama dengan ketidakmampuanmu
dan uzurnya sama dengan uzurmu.
Sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Abbas “Apabila engkau ingin menyebut kejelekan
temanmu, maka sebutlah kejelekanrnu.” Abi Hurairah juga berkata: “Seseorang
dari kami melihat debu di mata saudaranya dan tidak melihat batang pohon di
depan matanya.”
Sebagaimana engkau tidak suka
kejelekanmu diketahui dan disebutsebut orang lain, maka ia pun tidak
menyukainya. Maka jika engkau menutupi kejelekannya, Allah pun menutupi
kejelekanmu. Dan jika engkau mengungkapkan kejelekannya, maka Allah menurunkan
orangorang yang tajam lisannya dan mencemarkan kehormatanmu di dunia, kemudian
Allah mencemarkanmu di akhirat di hadapan khalayak pada hari kiamat. Jika
engkau memandang kepada lahir dan batinmu, namun engkau tidak menemukan
kekurangan dalam urusan agama dan dunia pada: keduanya, maka ketahuilah bahwa
ketidaktahuanmu akan aib-aib dirimu adalah macam kedunguan yang terburuk dan
tiada aib yang lebih besar daripada kedunguan.
Seandainya
Allah menghendaki kebaikan bagimu, niscaya Dia menjadikanmu mengetahui aib-aib
dirimu. Maka penglihatanmu terhadap dirimu dengan pandangan keridaan adalah
puncak kedunguan dan kebodohanmu.
Kebanyakan
manusia tidak mengetahui kejelekan dirinya. Seseorang dari mereka bisa melihat
debu di mata saudaranya sedangkan ia tidak bisa melihat batang pohon di depan
matanya. Maka siapa yang ingin mengetahui kejelekan dirinya, ia mempunyai
empat jalan.
Pertama, ia duduk di depan seorang
guru yang memahami kejelekankejelekan nafsu dan mengetahui cacat-cacat
tersembunyi serta mengikuti petunjuknya dalam mengatasinya.
Kedua,
hendaklah ia mencari teman yang bisa dipercaya, bijaksana dan taat beragama,
lalu menjadikannya sebagai pengawas atas dirinya untuk mengawasi keadaan dan
perbuatannya. Mana yang tidak disukainya dari akhlak dan perbuatan serta
kejelekannya yang batin dan lahir, ia pun mengingatkannya.
Ketiga,
ia ambil faidah dari lisan musuh-musuhnya untuk mengetahui keadaan dirinya,
karena pandangan kebencian itu serasa menampakkan keburukan sedangkan tabiat
itu diciptakan untuk mendustakan musuh dan mengartikan perkataannya sebagai
dengki. Akan tetapi orang yang bijaksana tidak segan mengambil manfaat dari
perkataan musuhnya.
Keempat, ia bergaul dengan
orang-orang. Maka setiap sesuatu yang dianggap tercela di antara masyarakat,
hendaklah ia tuntut dirinya dengan sifat itu, karena orang mukmin adalah
cermin orang mukmin. Kemudian jika dugaanmu benar bahwa engkau tidak memiliki
kekurangan dalam agama dan duniamu, maka bersyukurlah kepada Allah atas
hal itu dan jangan merusakkannya dengan mencela mereka dan mencemarkan
kehormatan mereka, karena perbuatan itu termasuk aib terbesar. Umar
berkata: “Hendaklah kalian sering menyebut nama Allah , karena ja adalah obat.
Dan jagalah dirimu dari ghibah dan menyebut kejelekan orang lain, karena itu
adalah penyakit.”
Ketahuilah bahwa buruk sangka
adalah haram seperti perkataannya. Sebagaimana diharamkan bagimu berbicara
kepada orang lain tentang keburukan-keburukan seseorang, maka diharamkan pula
berbicara dalam hatimu tentang hal itu dan berburuk sangka kepadanya.
Allah
berfirman: “Jauhilah banyak sangkaan.”
Diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
“Jagalah dirimu dari sangkaan, karena sangkaan itu adalah pembicaraan yang
paling dusta.” Yang dimaksud dengan sangkaan adalah pemastian hati terhadap
keburukan orang lain. Adapun lintasan pikiran dan bisikan hati yang tidak
menetap dan dibiarkan lewat oleh orang yang mengalaminya, maka hal itu
dimaafkan menurut ijma’ ulama, karena ia tidak mempunyai kemauan atas kejadian
itu dan tidak bisa melepaskan diri darinya. Itulah yang dimaksud dengan sabda
Rasulullah :
“Sesungguhnya Allah memaa kan bagi
umatku apa yang dibisikannya dalam hatinya selama belum dibicarakannya atan
dikerjakannya.”
Para ulama berkata: Yang dimaksud
dengan itu adalah lintasan pikiran yang tidak menetap, sama halnya apakah
lintasan pikiran itu merupakan ghibah atau kufur atau lainnya.
Maka
siapa yang mengalami lintasan kufur tanpa disengaja untuk melakukannya,
kemudian di singkirkannya seketika itu, maka ia bukan kafir dan tidak berdosa.
Sebab pemaafannya adalah karena tidak mungkin menghindarinya. Yang mungkin
hanyalah mencegahnya untuk terus berlangsung.
Oleh
karena itu kelangsungannya dan ketetapan hati atas hal itu adalah haram. Apa
pun lintasan pikiran yang menimpa dirimu seperti ghibah dan maksiat lainnya,
wajiblah engkau mengusirnya dengan berpaling darinya dan menyebut
takwil-takwil yang menjauhkannya dari lahirnya. Demikian di sebutkan An-Nawawi
dalam Al-Adzkarnya..
Membantah
dan mendebat. Yang dimaksud adalah mencela pendapat orang lain dan
mendustakannya serta meremehkan orang yang mengatakannya dan tiada tujuan
baginya selain itu.
Dan pertengkaran yang
berlarut-larut dengan orang lain. Inilah yang dinamakan khusumat. Hal itu
merupakan kekerasan sikap dalam berbicara untuk memperoleh harta atau hak
tertentu. Kadang-kadang dilakukan dari permulaan dan kadang-kadang sebagai
sanggahan. Perbuatan itu menimbulkan gangguan terhadap orang yang diajak
bicara dan ejekan serta celaan terhadapnya. Dalam hadis disebutkan: Tidaklah
orang mukmin itu suka menyerang kehormatan orang lain. Dalam perbuatan itu
pula terdapat pujian kepada diri sendiri sebagai orang yang pandai dan
berilmu, kemudian ia pun mengeruhkan kehidupan. Karena tidaklah engkau
membantah seorang yang bijaksana, melainkan ia membencimu dan mendendam
kepadamu.
Barangsiapa siap memulai pertengkaran,
ia pun telah mengacaukan pikirannya sehingga dalam salatnya ia sibuk mengurusi
lawannya.
Nabi $£ bersabda:
“Barangsiapa
meninggalkan perdebatan sedang ia mengakui kesalahannya, maka Allah mendirikan
baginya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa meninggalkan perdebatan sedang
ia mengakui benar, maka Allah mendirikan baginya sebuah rumah di surga yang
paling atas.”
Meninggalkan perdebatan dibolehkan
bila hal itu tidak menghilangkan hak yang wajib dan tidak menimbulkan
kerusakan.
Dalam sebuah riwayat Abi Dawud dan
Tirmidzi dari Abi Umamah bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
meninggalkan perdebatan sedang ia mengaku salah, didirikan baginya sebuah
rumah di tepi surga. Dan siapa meninggalkannya sedang ia mengaku benar,
didirikan baginya sebuah rumah di tengahnya.
Sedangkan
siapa yang baik akhlaknya, didirikan baginya sebuah rumah di surga yang paling
atas.”
Tidaklah pantas bagimu bila setan menipumu
dan berkata kepadamu: ”Tampakkan kebenaran dan janganlah bersikap lunak dalam
membela kebenaran”, karena setan selalu berusaha menjerumuskan orang-orang
yang dungu ke dalam kejahatan dalam bentuk kebaikan.
Maka
janganlah engkau menjadi bahan tertawaan setan sehingga ia mengejekmu.
Menampakkan kebenaran adalah baik terhadap siapa yang mau menerimanya
darimu.
Hal itu dilakukan dengan cara nasihat
secara diam-diam, bukan dengan cara perdebatan. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnyaa
di dalam surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat dari dalamnya
dan bagian dalamnya terlihat dari luarnya. Allah menyediakannya bagi siapa
yang memberi makan orang lain dan bersikap lunak di waktu bicara.”
Beliau
berkata pula: “Perkataan yang baik adalah sedekah.”
Nasihat
adalah sifat dan keadaan sedang ia memerlukan sikap lunak atau ia akan
menyingkap kejelekan orang lain dan kerusakannya lebih banyak daripada
kebaikannya.
Barangsiapa bergaul dengan para
pelajar fikih di zaman ini, maka ia pun bertabiat suka membantah dan berdebat
dan sulit untuk diam karena diajarkan kepadanya oleh para ulama. yang buruk
bahwa itu adalah keutamaan sedangkan kemampuan untuk mengalahkan lawan dengan
hujjah dan menyelidiki sesuatu perkara adalah perbuatan terpuji. Maka
hindarilah mereka seperti engkau menghindari singa, dan ketahuilah bahwa
perdebatan adalah penyebab kebencian di sisi Allah dan para makhluk.
Nabi
bersabda: “Tinggalkanlah perdebatan, karena hikmahnya tidak dipahami dan
fitnahnya tidak bisa dihindari.” Beliau bersabda pula: “Tidaklah seorang hamba
menyempurnakan hakikat iman hingga ia tinggalkan perdebatan, meskipun ia
mengaku benar.
Muslim bin Yasar berkata: “Jagalah
dirimu dari perdebatan, karena ia adalah saat kejahilan orang alim dan ketika
itu setan mengharapkan kesalahannya.”
Abi Darda
berkata: “Cukuplah dosa bagimu bila engkau selalu berdebat.”
Umar
berkata: “Janganlah engkau belajar ilmu karena tiga perkara dan jangan
meninggalkannya karena tiga perkara. Janganlah engkau belajar untuk berdebat
dan membanggakan diri serta bersikap riya. Janganlah meninggalkannya karena
malu untuk mempelajarinya maupun untuk menghindarinya dan karena tidak ingin
mengetahuinya.”
Memuji diri
dengan cara membanggakan diri. Adapun untuk mengakui nikmat, maka itu adalah
baik, karena menyebut kenikmatan berarti mensyukurinya.
Hal
itu hanya boleh bila bertujuan mensyukurinya dan untuk mengikuti teladan orang
lain dan tidak mengkhawatirkan fitnah atas dirinya sedangkan menutupi hal itu
lebih utama. Demikian dikatakan oleh Asy-Syarbini.
Allah
berfirman: “Janganlah kamu memuji dirimu, Dia (Allah) lebih mengetahui siapa
yang bertakwa di antara kamu kamu.” Yakni Allah mengetahui siapa yang
bertakwa di antara kamu sebelum Dia mengeluarkan kamu dari sulbi bapakmu Adam
.”
Dikatakan kepada orang bijak: ” Apakah
kebenaran yang buruk itu?” Maka ia menjawab: “Pujian manusia terhadap
dirinya.” Perbuatan itu termasuk tanda seseorang yang tertutup dari
Allah sebagaimana dinukil oleh Asy-Syarbini dari Al-Ousyairi.
Maka
janganlah engkau membiasakan dirimu di antara orang banyak serta menyebabkan
engkau dibenci di sisi Allah Apabila engkau ingin mengetahui bahwa
pujian atas dirimu tidak menambah derajatmu di sisi orang lain, maka lihatlah
kepada teman-teman yang sebaya denganmu ketika mereka memuji diri mereka
dengan kebaikan dan kedudukan yang tinggi sebagaimana hatimu tidak menyukai
mereka dan tabiatmu tidak bisa menerimanya. Lihatlah bagaimana engkau mencela
mereka atas pujian itu ketika engkau tinggalkan mereka dari majelis itu.
Apabila
demikian halnya, maka ketahuilah bahwa mereka pun mencelamu dalam hati mereka
di saat engkau memuji dirimu dan mereka akan menampakkan celaan itu dengan
lisan mereka ketika engkau tinggalkan mereka. Orang mukmin itu cermin dari
orang mukmin. Ia melihat aib-aib orang lain, karena tabiatnya hampir sama
dalam mengikuti hawa nafsu.
Cukuplah ini sebagai
pendidikan bagimu. Andaikata orang-orang meninggalkan apa yang tidak mereka
sukai dari selain mereka, niscaya mereka tidak memerlukan pendidik.
An-Nawawi
berkata: “Ketahuilah bahwa penyebutan kebaikankebaikan seseorang ada dua
macam, tercela dan disukai.
Yang tercela ialah
bila seseorang menyebutnya untuk membanggakan diri dan menunjukkan keunggulan
di atas teman-temannya dan sebagainya. Yang disukai ialah bila di dalamnya
terdapat maslahat keagamaan. Hal itu dilakukan dengan menyuruh berbuat yang
maruf atau mencegah yang mungkar atau menasihati atau menunjukkan suatu
maslahat atau mengajar atau mendidik atau mengingatkan atau mendamaikan antara
dua orang atau menolak kejahatan dari dirinya atau semacam itu, lalu ia sebut
kebaikan-kebaikannya dengan meniatkan bahwa hal ini lebih dekat untuk menerima
perkataannya dan mengandalkan apa yang disebutnya. Atau bahwa perkataan yang
saya katakan tidak kalian temukan pada orang lain, maka peliharalah dia atau
semacam itu.
Melaknat sesuatu,
atau mendoakan orang lain agar dijauhkan dari rahmat Allah Maka jagalah dirimu
dari melaknat sesuatu dari makhluk Allah, berupa hewan, makanan atau
seseorang, walaupun orang kafir. Seperti mengatakan, semoga Allah melaknat si
fulan, meskipun ia orang Yahudi misalnya. Hal itu sangat bahaya, mungkin kelak
ia mendapat hidayat dari Allah dan masuk Islam, kemudian mati dan dekat di
sisi Allah Adapun melaknat tanpa menunjuk pribadi, maka hal itu dibolehkan.
Seperti mengatakan, semoga Allah melaknat orang-orang zalim, semoga Allah
melaknat orang-orang kafir, semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani,
semoga Allah melaknat orang-orang fasik, semoga Allah melaknat para pematung
dan sebagainya.
Janganlah engkau pastikan dengan
kesaksianmu atas seseorang dari ahlil giblah bahwa ia seorang musyrik, kafir
atau munafik, karena hal itu adalah perkara yang sulit sekali. Sebab yang
mengetahui isi hati hanyalah Allah, maka janganlah masuk antara hamba dan
Allah
Nabi bersabda:
“Tidaklah
seseorang bersaksi atas seseorang bahwa ia kafir, melainkan salah saru dari
keduanya akan mendapatkannya. Jika ia seorang kafir, maka jadilah ia seperti
yang dikatakannya. Jika ia bukan seorang kafir, maka ia pun telah ka ir karena
mengka irkannya.”
Jika dikatakan: “Bolehkah
melaknat Yazid, karena ia pembunuh Husein atau menyuruh membunuhnya?” Kami
jawab: ”Ini tidak terbukti pada asalnya. Maka tidak boleh dikatakan bahwa ia
membunuhnya atau menyuruh membunuhnya selama tidak terbukti. Terlebih pula
melaknatnya, karena seorang muslim tidak boleh dituduh melakukan dosa besar
tanpa memastikannya.Namun boleh mengatakan, Ibnu Muljam membunuh Ali dan Ibnu
Luluah membunuh Umar, karena hal itu terbukti secara mutawatir.” Demikian
disebutkan dalam Al-Ihya’
Ketahuilah di hari
kiamat tidak dikatakan kepadamu: “Mengapa engkau tidak melaknat si fulan dan
mengapa engkau mendiamkannya.” Bahkan seandainya engkau tidak melaknat iblis
seumur hidupmu dan tidak menyibukkan urusanmu dengan menyebutnya, maka engkau
tidak ditanya tentang hal itu dan tidak dituntut pada hari kiamat. Apabila
engkau melaknat sesuatu yang tidak patut dilaknat, .hendaklah engkau segera
mengatakan: “Kecuali bila tidak patut dilaknat.” Demikian disebutkan dalam
Adzar An-Nawawi. Janganlah engkau mencela sesuatu dari makhluk Allah.
Nabi
tidak pernah mencela makanan yang tidak disukai. Tetapi bila menyukai sesuatu,
beliau memakannya, dan bila tidak suka beliau meninggalkannya tanpa
mencelanya. Diantara kata-kata tercela yang biasa dipakai adalah perkataan
seseorang kepada musuhnya, Hai keledai, hai bandot, hai anjing, ini adalah
perkataan yang buruk dari dua jalan. Pertama ia adalah dusta, kedua ia adalah
gangguan.
Berbeda dengan perkataan: “Hai zalim
dan semacamnya”, karena perkataan ini diperbolehkan dalam keadaan darurat dan
pada umumnya benar. Setiap manusia tentu pernah berbuat zalim kepada dirinya
atau orang lain. Demikian disebutkan dalam Adztar An-Nawawi.
Mendoakan orang lain supaya binasa. Maka jagalah lisanmu dari doa yang tidak
baik, sekalipun pada orang menganiayamu. Serahkan urusannya kepada Allah ,
dalam hadis disebutkan, Seorang yang teraniaya mendoakan kebinasaan
penganiayanya hingga sebanding dengannya. Kemudian orang yang zalim mempunyai
kelebihan padanya yang dituntutnya pada hari kiamat.
Diceritakan
bahwa orang-orang mencaci-maki Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsagafi, seorang
menguasa alim tetapi zalim. Maka berkatalah seorang ulama salaf yang salih
Al-Imam Muhammad bin Sirin di hadapan orang banyak, dan beliau melarang
mencaci-maki Al-Hajjaj: “Sesungguhnya Allah akan menghukum orang yang
mencaci-maki Al-Hajjaj sebagaimana Dia menghukum Al-Hajjaj karena menganiaya
yang lain.”
Menurut riwayat dikatakan bahwa
Al-Hajjaj telah membunuh dan menyalib Sayyidina Abdullah bin Zubair salah
seorang sahabat Nabi Dan ia juga telah membunuh Said bin Jubair salah
seorang tokoh tabi’in dan ulama yang beramal, namun ketika ia membunuh
Saiddarahnya terus mendidih hingga memenuhi baju-bajunya dan surut ketika ia
berada di tempat tidurnya, dan tidak berhenti pada dirinya dan belum pernah
terlihat darah yang lebih banyak daripada itu. Al-Hajjaj terus dalam ketakutan
hingga tidak bisa tidur. Dalam ketakutannya itu ia berkata: “Mengapa aku dan
kenapa engkau hai Said bin Jubair, ini terjadi terusmenerus selama enam bulan,
sampai perutnya menjadi kering dan pecah, dan akhirnya ia pun mati. Ketika
dikubur, bumi menelan jasadnya. Ia hidup enam bulan setelah meninggalnya Said
bin Jubair. Menurut riwayat ada orang-orang tahanan telah kematiaannya 33.000
orang teraniaya. Juga telah di hitung jumlah orang tahanan dibunuh oleh
Al-Hajjaj, ternyata ada 120.000 orang. Demikian disebutkan dalam Syarah
Asy-Syifa’.
Jagalah dirimu
dari bergurau dan mengejek serta menghina orang lain. Yang dimaksud senda
gurau di sini adalah senda gurau yang tercela.
Adapun
ejekan, maka bisa dilakukan dengan meniru perkataan dan perbuatan dan
terkadang dengan isyarat. Bilamana dilakukan di hadapan orang yang diejek,
maka hal itu tidak dinamakan ghibah, meskipun mengandung makna ghibah. Maka
jagalah dirimu dari semua itu dalam keadaan serius maupun bercanda, karena ia
bisa menumpahkan air muka, menghilangkan wibawa, menyebabkan kesusahan dan
menyakiti hati orang lain.
Perbuatan itu
menimbulkan permusuhan, kemarahan dan pemutusan hubungan serta menanamkan
dendam di dalam hati. Maka menjauhlah dari senda gurau, karena ia tidak
membawa manfaat. Jika seseorang bergurau denganmu, janganlah engkau
menjawabnya.
Dalam sebuah naskah dijelaskan, Jika
mereka bergurau denganmu, maka janganlah menjawab mereka dan berpalinglah dari
mereka hingga mereka berbicara masalah lain. Jadilah engkau termasuk
orang-orang yang apabila mendengar perkataan yang buruk segeralah menyingkir,
dan jadilah orang-orang yang menyuruh berbuat maruf dan mencegah dari yang
mungkar. Dan berusahalah menjauhi perbuatan keji dan memaafkan dosa-dosa serta
menahan diri dari perbuatan yang buruk bila ditegaskan. Demikian disebutkan
dalam Siraajul Munir.
Umar bin Abdul Aziz
berkata: “Takutlah kamu kepada Allah dan jagalah dirimu dari bergurau, karena
perbuatan itu menyebabkan dendam dan perbuatan buruk. Bicaralah tentang
Al-Qur’an dan duduklah dengan membacanya. Jika berat bagimu melakukannya, maka
berbicaralah yang baik tentang orang-orang salih.”
Kedelapan
penyakit lisan.tersebut di atas adalah kumpulan kejelekan lisan dan tiada yang
membantu untuk mengatasinya selain uzlah atau tetap diam kecuali sekadar
keperluan.
Nabi bersabda: “Barangsiapa
ingin selamat, hendaklah ia diam.”
Dalam kata
berhikmah disebutkan: ”Lidahmu adalah singa. Jika engkau lepaskan dia, ia akan
memangsamu. Dan jika engkau menahannya, maka ia akan menjagamu.”
Abu
Bakar Ash-Shiddig pernah meletakkan batu dalam mulutnya untuk mencegah dari
pembicaraan yang tidak berguna. Ia mengisyaratkan kepada lisannya seraya
berkata: “Inilah yang memasukkan aku di tempat yang baik atau tempat yang
buruk.”
Ketika Abu Bakar meninggal, ia terlihat
dalam mimpi salah seorang sahabat. Kemudian dikatakan kepadanya: “Ke tempat
mana engkau dimasukkan oleh lisanmu?” Abu Bakar menjawab: Aku ucapkan Laa
ilaha illallah dengan tulus, maka ia masukkan aku ke dalam surga.”
Oleh
sebab itu berusahalah sekuat tenaga untuk menghindari pelanggaran lisan karena
ia adalah penyebab terkuat yang membinasakanmu di dunia dan akhirat.
Dalam
hadis disebutkan: ”Beruntunglah siapa yang bisa mengendalikan lisannya dan
merasa cukup di rumahnya serta menangisi dosanya. Diriwayatkan dari Al-Auzz’i
bahwa ia berkata: “Orang mukmin itu sedikit bicara dan banyak amalnya,
sedangkan orang munafik banyak bicara sedikit amalnya.
Abu
Bakar bin Khalaf Al-Lakhmi berkata:
Manusia bisa
mari karena tergelincir lidahnya sedang manusia tidak bisa mati karena
tergelincir kakinya tergelincirnya lisan dari mulutnya bisa melemparkan
kepalanya sedangkan tergelincirnya kaki bisa sembuh secara berangsur
Adapun
perut, maka jagalah dia dari makan makanan haram dan Syubhat. Haram adalah
yang menurut pengetahuanmu atau sebagian besar dugaanmu yang dilarang syara.
Apabila ada dua tanda yang menunjukkan halal dan haram, hingga menimbulkan
keraguan yang tidak bisa ditetapkan salah satunya, maka itu adalah syubhat
yang bisa menjadi halal dan bisa menjadi haram sehingga tersamar keadaannya
begimu. Demikian disebutkan dalam .Winhajul “Abidin.
Ibrahim
Asy-Syabarkhiti berkata: “Para ulama telah berselisih pendapat mengenai
syubhat.
Sebagian mengatakan ia adalah hukum yang
diperselisih-kan para ulama. Seperti daging kuda yang diharamkan Imam Malik
dan dibolehkan menurut yang lain, atau makruh menurut mendapat Al-Mawardi.
Karena ia adalah pertengahan halal dan haram, maka hendaklah berhati-hati dan
meninggalkannya.
Al-Khattabi mengatakan syubhat,
jika seseorang bermua’amalat dengan orang lain yang memiliki harta yang
bercampur dengan barang haram atau syubhat. Perkara ini tidak terdapat dalam
nash dari syara’ apakah yang demikian itu halal atau haram. Maka berusahalah
sekuat tenaga untuk mencari rezeki yang halal.
Nabi
bersabda: “Mencari rezeki halal adalah wajib atas setiap muslim.” HR. Ibnu
Mas’ud.
Imam Malik dan Asy-Syafi’i menafsirkan
halal sebagai suatu yang tidak terdapat dalil tentang pengharamannya, dan ia
dikategorikan halal, karena lebih menyerupai kemudahan agama. Abi Hanifah
menafsirkan sebagai sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil tentang kehalalannya.
Nampak buah perselisihan tentang sesuatu yang didiamkan dan tidak diketahui
asalnya. Sedang menurut fuqaha Hanafi ia termasuk haram, apabila menemukan
yang halal dan membatasi makan dengan sekadar mencukupi. Dan
tingkatan-tingkatan dalam makan ada tujuh.
Pertama,
makan sekadar untuk hidup.
Kedua, melebihkan dari
itu dengan kadar yang menimbulkan kekuatan untuk menunaikan salat lima waktu
dan nawafil. Kedua hal ini adalah wajib. Seperti makan untuk menguatkan
menjalankan puasa wajib.
Ketiga, makan makanan
yang menimbulkan kekuatan untuk melakukan ibadat sunah dan ini adalah
mustahab.
Kcempat, Makan untuk menguatkan tubuh
mencari nafkah dan bekerja, ini adalah syar’i.
Kelima,
memenuhi sepertiga perut. Kekenyangan ini tidaklah makruh jika ia makan dari
miliknya. Adapun jika makan milik orang lain, maka Al-Ourafi berkata:
“Sesungguhnya itu adalah haram.”
Karena makan
lebih dari tuntunan syar’i tidak boleh, kecuali bila diketahui keridaan dari
orang yang mengundang untuk makan lebih dari itu. Maka ia boleh makan sesuai
keinginannya.
Keenam, Makan makanan lebih dari
sepertiga perut dan itu adalah makruh, karena menyebabkan seseorang merasa
malas dan selalu ingin tidur. Inilah yang dilakukan kebanyakan orang.
Ketujuh,
Makan lebih dari itu hingga terlalu kenyang dan terganggu. Ini adalah haram.
Demikian disebutkan dalam Syarah Al-Mandhumah oleh Ibnu Imad.
Sesungguhnya
kenyang itu bisa mengeraskan hati dan merusakkan pikiran dan mengganggu daya
hafal serta memberatkan anggota tubuh dari ibadat dan belajar ilmu di samping
menguatkan syahwat dan membantu tentara setan yang sepuluh, yaitu kezaliman,
khianat, kufur, tidak memelihara amanat, naminah, sifat munafik, penipuan,
meragukan Allah Yang Maha Esa, melanggar perintah Allah yang memiliki
keagungan dan kemuliaan dan melalaikan sunah Nabi Demikian disebutkan
oleh Al-Hamadani.
Lugman berkata kepada
putranya:” Apabila perut menjadi penuh, pikiran tidur, hikmah menjadi bisu dan
anggota-anggota badan malas beribadat.”
Seorang
bijak berkata: “Barangsiapa banyak makannya, ia pun banyak minumnya. Dan siapa
yang banyak minumnya, ia pun banyak tidurnya. Dan siapa yang banyak tidurnya,
ia pun banyak dagingnya (gemuk). Dan siapa yang menjadi gemuk, hatinya menjadi
keras. Dan siapa yang keras hatinya, ia pun hanyut dalam dosa-dosa.
Kekenyangan dari yang halal adalah awal segala kejahatan. Maka bagaimana pula
dari yang haram.
Asy-Syarani berkata:
Sesungguhnya makan makanan haram atau syubhat membuat hati menjadi gelap dan
menghalanginya dari memasuki hadirat Allah Mencari rezeki halal adalah wajib
atas setiap muslim. Fardu ini adalah yang paling sulit dipahami akal dan
paling berat dilakukan oleh anggota badan, karena orang-orang bodoh mengira
bahwa rezeki halal itu tidak ada dan jalan untuk mencapainya telah tertutup.
Hal itu mustahil. Segala yang halal itu jelas dan yang haram jelas, sedangkan
di antara keduanya terdapat hal-hal yang tersamar dan ketiga perkara ini
selalu bergandengan bagaimanapun beratnya keadaan-keadaan. Demikian disebutkan
dalam Al-Ihya’.
Beribadat dan menuntut ilmu tapi
makan makanan haram seperti membangun di atas kotoran. Ibrahim bin Adham
berkata: Baikkanlah makananmu dan hendaklah engkau berpuasa di waktu siang dan
mengerjakan salat malam (tahajjud).
Apabila
engkau merasa puas dengan sepotong baju yang kasar dalam setahun dan potong
roti kering dalam sehari semalam tanpa menikmati kuah yang paling enak,
tidaklah sulit bagimu mencari yang halal sekadar mencukupi harimu sedangkan
yang halal itu banyak. Engkau tidak perlu menyelidiki hal-hal yang
tersembunyi, tetapi engkau harus berhati-hati dari apa yang engkau yakini
sebagai sesuatu yang haram atau engkau menduga bahwa ia adalah haram
berdasarkan tanda yang nampak dan berkaitan dengan harta. Hal itu termasuk
haram pendapat Al-Ghazali, karena dugaan yang besar sama dengan meyakininya
dalam banyak hukum. Namun ada yang mengatakan, hal itu termasuk syubhat,
karena tidak terdapat keyakinan tentang keharamannya.
Adapun
harta yang diyakini keharaman atau kehalalannya, maka sudahlah jelas. Seperti
harta yang diambil dari akad yang saling meridai seperti jual beli, mahar dan
upah. Adapun yang tanpa imbalan adalah seperti hibah, sedekah dan wasiat. Dan
yang diambil secara paksa karena merupakan harta yang tak terlindung seperti
ghanimah atau harta milik orang kafir yang tidak mendapat perlindungan dan
jaminan. Maka ini adalah halal jika mereka keluarkan khumus darinya dan
dibagikan dengan adil di antara orang-orang yang berhak. Atau mengambil dari
zakat atau dari nafkah-nafkah yang wajib. Ini semua diambil dari orang-orang
yang memiliki harta lebih atau mengambil dari barang-barang mubah yang tidak
dimiliki oleh seseorang, yaitu seperti binatang buruan, atau dari menebang
kayu di hutan, mencari rumput, mengambil air dari sungai dan menanami tanah
tak bertuan, kesemuanya ini diperoleh dengan ikhtiar.
Dan
yang diambil tanpa ikhtiar seperti warisan. Semua itu adalah halal apabila
diperhatikan svarat-syvarat syara’ dalam menghasilkannya. Adapun harta yahg
diduga keharamannya dengan suatu tanda seperti, harta raja dan para
pejabatnya.
Para ulama berselisih tentang hadiah
mereka di zaman ini. Sebagian mengatakan halal bagi kita mengambilnya karena
tidak bisa dipastikan keharamannya. Sebagian mengatakan haram, karena
kebanyakan harta di zaman ini adalah haram.
Sebagian
lagi mengatakan, sesungguhnva hadiah mereka halal bagi orang kaya dan orang
miskin bila tidak dipastikan bahwa harta itu haram sedangkan yang bertanggung
jawab adalah pemberi. Sebagian yang lain mengatakan haram harta mereka bagi
orang kaya maupun orang miskin sekalipun sedikit, karena mereka bersitat zalim
dan kebanyakan harta mereka adalah haram, sedangkan hukumnya berlaku atas yang
terbanyak. Ada yang mengatakan halal bagi orang miskin saja, kecuali bila
diketahui bahwa barang itu adalah hasil rampasan. Maka ia tidak boleh
mengambil barang, kecuali untuk mengembalikannya kepada pemiliknya. Tidaklah
berdosa bagi orang miskin untuk mengambil dari harta raja, karena apabila
barang itu miliknya, maka tiada keraguan tentang kehalalan orang miskin untuk
mengambilnya. Dan bilamana berasal dari harta fai’, maka orang miskin
mempunyai hak kepadanya, begitu pula bagi ahli ilmu.
Ali
bin Abi Thalib berkata: “Barangsiapa masuk Islam dengan tunduk dan membaca
Al-Qur’an dengan jelas, maka ia berhak mendapat seratus dirham setiap tahun
dari Baitul maal kaum muslimin. Jika ia tidak mengambilnya di dunia, maka ia
mengambilnya di akhirat. Apabila demikian halnya, maka orang miskin dan orang
alim boleh mengambil haknya.”
Para ulama berkata,
apabila hartanya bercampur dengan barang rampasan yang tidak bisa dikenali
atau tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya dan anak cucunya, maka tiada
jalan keluar bagi raja kecuali menyederhanakannya.
Maka
diizinkan bagi orang miskin untuk mengambil, kecuali barang yang dirampas dan
barang haram, karena ia tidak boleh mengambilnya. Masalah-masalah ini tidak
mungkin difatwakan mengenainya, kecuali dengan penjelasan dan penelitian.
Inilah ringkasan dari apa yang disebutkan dalam Minhajul Abidin.
Dan
harta orang yang tidak mempunyai penghasilan selain dari meratapi mayit atau
menjual khamar dan semacamnya yang diharamkan atau riba atau menjual alat-alat
musik seperti seruling dan alat-alat lainnya yang diharamkan. Jika engkau
ketahui bahwa sebagian besar hartanya haram secara pasti, maka apa yang engkau
ambil dari tangannya adalah haram karena itulah dugaan terbesar.
Asy-Syabarkhiti
berkata dalam Al-Futuuhaat Al-Wahbiyyah dengan menukil dan Mukhtasor Ihya?”
Uluumiddin, termasuk golongan yang samar adalah sesuatu yang sudah dibeli
dengan harta haram, kecuali bila makanannya telah diterima atau telah dimakan
sebelum membayar, maka hukumnya halal dengan ijma’ dan tidak berubah menjadi
haram dengan membayarnya dengan harta haram.
Termasuk
pula barang haram, harta yang dimakan dari wakaf sesuai dengan sabda Nabi :
“Orang-orang muslim itu tergantung pada syaratsyarat mereka.”
Barangsiapa
yang tidak belajar fikih, maka apa yang diambilnya dari madrasah tersebut
adalah harta haram. Karena ia tidak berhak mengambil barang itu, sebab barang
yang diwakafkan atas pelajar madrasah berlaku atas pelajar fikih, sedangkan
ilmu syar’i ada tiga macam: fikih, hadis dan tafsir.
Barangsiapa
melakukan maksiat yang menyebabkan kesaksiannya ditolak seperti pembunuhan,
berzina, menuduh orang berzina tanpa bukti, kesaksian bohong dan terus menerus
melakukan dosa kecil, maka apa yang diambilnya atas nama orang sufi dari harta
wakaf atau lainnya seperti sedekah yang ditetapkan untuk orang sufi, maka
harta itu haram karena ia tidak berhak atasnya. Karena kaum sufi adalah
orang-orang yang menjalankan adab-adab syariah lahir dan batin.
Kami
telah menyebutkan jalan-jalan masuknya syubhat, halal dan haram dalam sebuah
kitab khusus, dalam bab Halal dan Haram dari kitab Ihya? Uluumiddin. Maka
carilah kitab itu, tetapi ringkasannya tertulis dalam syarah ini.
Sesungguhnya
pengetahuan tentang rezeki halal dan pencariannya adalah wajib atas setiap
muslim seperti salat lima waktu berdasarkan sabda Nabi : “Mencari nafkah halal
adalah wajib atas setiap muslim.” HR. Ad-Dailami dari Anas.
Yakni
mencari pengetahuan tentang mana yang halal dan mana yang haram adalah wajib.
Atau artinya mencari nafkah halal adalah wajib. Demikian dinukil oleh Al-Azizi
dari Al-Manawi. Dan hadis yang lain Nabi #£ bersabda: “Mencari nafkah (rezeki)
halal adalah wajib sesudah kewajiban lainnya.” HR. Thabrani dari Ibnu
Mas’ud.
Yakni nafkah (rezeki) halal untuk biaya
dirinya, istri dan anakanaknya adalah wajib sesudah iman dan salat atau
sesudah semua kewajiban yang ditetapkan Allah. Maka mencari apa yang
diperlukannya bagi dirinya, istri dan anak-anaknya adalah wajib tanpa melebihi
dari yang cukup. Demikian dikatakan oleh Al-Azizi.
Nabi
bersabda: “Mencari nafkah halal adalah jihad.” HR. AlOudha’iy dari Ibnu
Abbas.
Mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga
pahalanya seperti pahala jihad.
Adapun kemaluan,
maka jagalah dia dari perbuatan yang diharamkan Allah seperti zina,
liwath (homoseks), hubungan antara wanita dengan sejenisnya (lesbian),
mengeluarkan mani dengan tangan (onani), menggauli istri di waktu haid dan di
waktu suci sebelum mandi serta bersetubuh dengan hewan. Jadilah engkau
sebagaimana Allah berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluan
mereka, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka
miliki, maka mereka itu tidak dipersalahkan.”
Engkau
tidak akan sampai kepada hakikat pemeliharaan mata dari pandangan terlarang
dan memelihara hati dari memikirkan keindahan wanita serta memelihara perut
dari syubhat dan terlebih pula dari yang haram atau dari makan terlalu
kenyang.
Karena semua ini dapat menggerakkan
syahwat dan pokok-pokoknya. Adapun kedua tangan, maka jagalah keduanya dari
memukul atau dzimmi tanpa alasan yang sah seperti memukul muka atau membunuh
dengan tangan secara langsung atau karena suatu sebab seperti menggali sumur
secara aniaya.
Nabi bersabda:
“Andaikata
penghuni langit dan penghuni bumi bersekutu dalam menumpahkan darah seorang
mukmin, niscaya Allah menjerumuskan mereka ke dalam neraka.”
Atau
engkau peroleh harta haram dengan perantaraan kedua tanganmu atau menganggu
seseorang atau menghianati amanat atau titipan atau engkau tuliskan sesuatu
yang tidak boleh diucapkan, karena pena adalah salah satu dari kedua pesan.
Maka jagalah pena dari apa yang tidak boleh diucapkan oleh lisan.
Dzun
Nun Al-Mishri berkata:
Tidaklah setiap penulis,
melainkan ia akan binasa i sedang apa yang ditulis kedua tangannya akan terap
hidup maka janganlah engkau menulis dengan tanganmu kecuali sesuatu yang
menyenangkanmu di hari kiamat ketika melihatnya.
Adapun
kedua kaki, maka jagalah keduanya supaya tidak berjalan menuju ke tempat yang
diharamkan seperti berjalan menuju pintu raja yang zalim dengan meridai
kezalimannya. Demikian dikatakan oleh Ibnu Hajar. Karena berjalan menuju raja
yang zalim tanpa keperluan yang sah dan tanpa melakukan maksiat adalah dosa
besar.
Sebab berjalan menuju mereka berarti
merendahkan diri dan memuliakan mereka atas kezaliman mereka sedangkan
Allah telah menyuruh berpaling dari mereka dalam firman Allah : “Dan
janganlah kamu condong kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu
disentuh api neraka.” QS. Hud: 114.
Perbuatan itu
memperbanyak kelompok mereka dan membantu mereka untuk berbuat zalim. Dalam
kabar disebutkan: “Sebaik-baik umara adalah yang mendatangi ulama dan
seburuk-buruk ulama adalah yang mendatangi umara.”
Dalam
kabar disebut: “Para ulama adalah orang-orang kepercayaan para rasul atas
hamba-hamba Allah selama mereka tidak bergaul dengan raja (penguasa). Apabila
mereka lakukan itu, maka mereka telah mengkhianati para rasul. Maka waspadalah
dan jauhilah mereka.
Abi Dzar berkata:
“Barangsiapa memperbanyak kelompok suatu kaum, maka ia termasuk golongan
mereka. Seperti halnya raja-raja, ketentuan ini berlaku pula bagi para pejabat
mereka.
Al-Auza’y berkata: Tidaklah sesuatu yang
lebih dibenci Allah dari pada seorang alim yang mengunjungi pejabat.
Bilamana
kedatangan kepada mereka itu bertujuan meminta harta mereka, maka itu berarti
kepergian menuju sesuatu yang haram.
Nabi
bersabda:
“Barangsiapa merendahkan diri kepada
seorang kaya yang salih karena kekayaannya, lenyaplah dua pertiga
agamanya.”
Yang dimaksud dengan agama di sini
adalah adab. Artinya ialah adab itu ada tiga macam, yaitu adab terhadap Allah,
adab terhadap Rasulullah dan adab terhadap orang banyak. Apabila seseorang
merendahkan diri kepada orang kaya, lenyaplah kedua adabnya, yaitu adab
terhadap Allah dan adab terhadap rasul-Nya dan tinggalah satu adab.
Lenyapnya
dua pertiga adab ini adalah mengenai seorang kaya yang salih. Maka bagaimana
sangkaanmu terhadap orang kaya yang zalim.
Ringkasnya
ialah gerak dan diammu pada anggota tubuhmu adalah salah satu nikmat Allah
padamu. Maka janganlah engkau gerakkan sebagian darinya dalam mendurhakai
Allah seluruhnya. Akan tetapi gunakanlah anggota-anggota itu dalam
mentaati Allah Ketahuilah bahwa jika engkau lamban dalam melakukan
ketaatan, maka engkau akan merugi.
Dan jika
engkau giat dalam melakukan ketaatan, maka engkau akan mendapat faidahnya.
Allah
tidak membutuhkan dirimu dan tidak membutuhkan amalmu.
Akan
tetapi setiap jiwa tergantung pada amalnya di sisi Allah.
Ali
berkata: “Barangsiapa menduga bahwa tanpa susah payah ia bisa masuk surga,
maka ia pun berangan-angan. Dan siapa yang menduga bahwa dengan mencurahkan
segenap tenaga, ia bisa masuk surga, maka ia pun berangan-angan. Maka
janganlah engkau tinggalkan amal.” Hasan Al-Bashri berkata: “Meminta surga
tanpa beramal adalah salah satu dosa.”
Waspadalah
dari perkataanmu: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang dan
mengampuni dosa-dosa bagi orang-orang yang durhaka. Karena ini adalah
perkataan hak, tetapi maksudnya batil dan orang yang mengucapkannya disebut
orang dungu seperti sebutan yang diberikan Rasulullah ”
Beliau
bersabda:
“Orang yang cerdas ialah orang yang
mengendalikan nafsunya dan beramal untuk kehidupan sesudah mari sedangkan
orang yang dungu ialah orang yang na sunya mengikuti keinginannya dan
berangan-angan dusta terhadap Allah.”
Hasan
Al-Bashri berkata: “Banyak orang yang dilalaikan oleh anganangan ampunan
hingga mereka keluar dari dunia dalam keadaan bangkrut dan tidak mempunyai
kebaikan.”
Salah seorang dari mereka berkata:
“Aku berbaik sangka kepada Tuhanku.” Ia berdusta: “Sesungguhnya jika ia
berbaik sangka kepada Tuhannya, niscaya ia beramal baik untuk-Nya.”
Ketahuilah
bahwa perkataan ini sama dengan orang yang merasa pandai tentang ilmu-ilmu
agama tanpa belajaf ilmu dan tidak berbuat apa-apa.
Maka
ia berkata: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang dan berkuasa
untuk menampakkan berbagai ilmu dalam hatiku sebagaimana Dia menampakkannya
dalam hati para nabi-Nya tanpa bersusah payah maupun belajar berulang-ulang.
”
Yahya bin Mw’adh berkata: “Keterpedayaan itu
menurutku adalah terus-menerus berbuat dosa dengan mengharap ampunan tanpa
menyesal dan mengharap kedekatan dari Allah 4& tanpa melakukan ketaatan,
menunggu tanaman surga dengan menabur benih mereka, mencari negeri orang-orang
yang taat dengan melakukan berbagai maksiat serta menunggu melampaui
batas.”
Makna ini telah disebutkan penyair dalam
Bahrul Basitth: Engkau harapkan keselamatan tetapi tidak menempuh
jalan-jalannya sesungguhnya kapal tidak bisa berlayar di atas tempat yang
kering.
Ia seperti orang yang menginginkan harta,
tetapi tidak mau bertani, tidak mau berdagang dan tidak mau bekerja, tetapi
tetap menganggur. Sedangkan ia berkata: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. Dia mempunyai perbendaharaan langit dan bumi. Dan Dia berkuasa
untuk menunjukkan kepadaku harta terpendam di bumi sehingga cukup bagiku tanpa
bekerja. Dia telah melakukan itu pada sebagian hamba-Nya. Maka jika engkau
mendengar perkataan dari kedua macam orang ini, niscaya engkau menganggap
keduanya orang dungu dan engkau ejek kedua orang itu, meskipun apa yang
dikatakannya benar dan betul bahwa Allah $$ Maha Pemurah dan Maha Kuasa.
Hal
itu disebabkan Allah menjadikan bagi segala sesuatu kebutuhan manusia
sebagai sebab dan jalan untuk mencapai keinginannya. Jika tidak begitu,
niscaya Allah tidak berfirman kepada Sayyidah Mary am: “Dan goyanglah
pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah
kurma yang masak kepadamu.” QS. Maryam: 25. Sesungguhnya Allah sanggup
menggugurkan kurma yang masak kepada Sayyidah Maryam tanpa menggoyang pangkal
pohon kurma. Akan tetapi Allah “ menjadikan segala sesuatu melalui sebab.
rakyatnya:
“Bagaimana keadaan pemimpinmu?”
Orang itu
menjawab: “Wahai Amirul mukminin, apabila sumber airnya tawar, maka sungai pun
menjadi sedap.”
Apabila demikian halnya, maka
perbaikilah hati itu supaya anggotaanggota badanmu menjadi baik dan
kebaikannya tercapai dengan melakukan muragabah, yaitu menghadirkan hati
bersama Allah JS dan memusatkan perhatian kepada-Nya.
Salah
seorang dari mereka berkata: “Kebaikan terdapat dalam lima perkara, yaitu
banyak lapar, membaca Al-Qur’an dengan merenungkan maknanya, yaitu sambil
menangis kepada Allah di waktu dini hari, mengerjakan salat di waktu malam dan
duduk dengan orang-orang salih.”
Seorang penyair
berkata:
Obat hatimu yang keras ada lima
lakukanlah itu, niscaya engkau mendapat kebaikan dan keberuntungan kekosongan
perut dan merenungkan Al-qur’an ‘ merengek sambil menangis kepada Allah di
waktu dini hari begitu pula sholat di tengah malam dan duduk dengan
orang-orang salih.
Ada yang menambahkan:
makan
makanan halal dan diam mengasingkan diri tidak suka mengurusi hal ihwal orang
lain.
Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati
Ketahuilah bahwa sifat-sifat tercela di dalam hati banyak
jumlahnya, karena berkumpul pada manusia empat macam sifat, yaitu Sabu’iyah
(binatang buas), Bahimiyah (binatang), Syaitaniyah dan Rabbaniyah. Semua itu
terkumpul di dalam hati. Maka berkumpullah pada manusia sifat babi, anjing,
setan dan orang bijak.
Babi adalah syahwat, anjing adalah amarah
sedangkan setan selalu membangkitkan syahwat babi dan amarah binatang buas
sementara orang bijak yang berupa akal, diperintah menolak tipu daya setan.
Seseorang yang memiliki sifat babi, ia akan menuruti syahwatnya dengan
menimbulkan sifat tak tahu malu, jahat, boros, kikir, riya’, berandal,
kesiasiaan, tamak, dengki, dendam dan lainnya.
Sedang
mereka yang memiliki sifat anjing, ia akan menuruti amarahnya dengan
menyebarkan ke dalam hati sifat menonjolkan diri, suka berlaku keji,
kemewahan, pembual, sombong, membanggakan diri, mengajak dan meremehkan orang
lain, keinginan berbuat jahat dan kezaliman dan lainnya. Sedang mereka yang
memiliki sifat setan ia akan menuruti syahwat dan amarah yang menghasilkan
sifat licik dan penuh tipu-daya, keberanian, penyelewengan, pengkhianatan dan
semacamnya.
Andaikata semua itu ditanam di bawah
kepemimpinan sifat Rabbaniyah, niscaya menetaplah dari sifat-sifat Rabbaniyah
di dalam hati, Yaitu ilmu, hikmah, keyakinan, pengetahuan akan hakikat segala
sesuatu dan segala urusan menurut apa adanya.
Cara
membersihkan hati dari sifat-sifat tercela sangatlah sulit. Cara pengobatan
dan pengamalannya telah terhapus seluruhnya karena manusia lalai akan dirinya
dan sibuk dengan kesenangan dunia. Kami telah menjelaskan hal itu semua, yaitu
sifat-sifat tercela dan cara pembersihkan hati darinya dalam kitab Ihya’
Ulumiddin dalam Rubu’ Muhlikaat dan Rubu? Munyiyaat.
Dalam
Muhlikaat (perkara-perkara yang membinasakan) adalah pada bagian ketiga,
sedangkan dalam Munjiyaat (perkara-perkara yang menyelamatkan) adalah pada
bagian keempat. Akan tetapi kami peringatkan agar berhati-hati terhadap tiga
sifat buruk di dalam hati yang kebanyakan menimpa pelajar figh di zaman ini,
karena ketiga sifat ini menimbulkan kebinasaan dan merupakan pokok dari
sifat-sifat buruk lainnya, yaitu dengki, riya dan kesombongan.
Maka
berijtihadlah dalam membersihkan hati darinya. Jika seseorang sanggup
membersihkannya, maka ia pun mengetahui cara menghindari sisanya diantara
rubu’ muhlikaat.
Bilamana tidak sanggup melakukan
ini, maka ia lebih tidak sanggup lagi membersihkan sifat-sifat buruk lainnya.
Janganlah sering menyangka bahwa diri kita selamat dari dosa dengan niat yang
baik dalam belajar ilmu sementara dalam hati kita terdapat sifat dengki, riya
dan kesombongan.
Nabi bersabda:
“Tiga
perkara menimbulkan keselamatan, yaitu rasa takut kepada Allah
dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Berlaku adil Jalam keadaan rida
dan marah, dan berbuat wajar dalam keadaan miskin dan kaya. Dan nga perkara
menimbulkan kebinasaan yaitu kekikiran yang dituruti, hawa na Su yang diikuti
dan kebanggaan manusia terhadap dirinya.”
Sifat
yang terakhir ini adalah fitnah yang menimpa para ulama dan merupakan fitnah
terbesar.
“Tiga perkara menimbulkan kebinasaan
dan tiga perkara menimbulkan keselamatan serta tiga perkara menghapus dosa dan
tiga perkara merupakan derajat-derajat. Adapun perkara-perkara yang
membinasakan adalah kekikiran yang di taati, hawa nafsu yang diikuti dan
kebanggaan manusia terhadap dirinya, Adapun perkara-perkara yang menimbulkan
keselamatan alah berlaku adil dalam keadaan marah dan nda, berbuat wajar dalam
kradaan miskin dan kaya, rasa takut kepada Allah dalam keadaan sembunyi dan
terang-terangan. Adapun pertaraperkara yang menghapus dosa talah salat sesudah
salat, menyempurnakan wudu mesti udara dalam keadaan sangat dingin dan
melangkahkan kaki untuk salat jamaah. Adapun derajat-derajat (di surga) ialah
dengan memberi makan orang lain, menyiarkan salam dan mengerjakan salat di
waktu malam ketika orang-orang tidur:
Nabi
bersabda :
“Tiga perkara yang tidak selamat umat
ini darinya, yaitu iri hati, prasangka dan berfirasat buruk. Maukah
kuberitahukan kepada kalian jalan keluarnya? Mereka menjawab: Beritahulah
kami, Nabi berkata: Apabila menyangka, janganlah engkau pastikan.
Apabila engkau iri. maka Janganlah berbuar zalim. Dan apabila berfirasat
buruk, maka teruslah seraya bertawakal kepada Allah.”
Adapun
hasad, maka ia adalah cabang dari kekikiran, dendam dan amarah. Karena orang
bakhil adalah orang yang enggan membelanjakan hartanya yang dituntut oleh
syara dan harga dirinya untuk menafkahkannya kepada orang lain.
Sedangkan
syakhih adalah orang yang kikir dengan nikmat Allah yang terdapat dalam
perbendaharaan kekuasaan Allah bukan dalam perberdaharaan-Nya pada
hamba-hamba Allah. Maka kekikirannya lebih besar, karena macam yang kedua ini
mencegah seseorang memberi orang lain sebagaimana ia mencegah seseorang
memberi orang lain. Orang yang hasad ialah orang yang merasa berat melihat
Allah memberi kenikmatan kepada orang lain dari perbendaharaan kekuasaan-Nya
berupa ilmu atau harta atau kecintaan oleh orang banyak seperti pengikut yang
banyak atau jabatan. Bahkan orang yang hasad itu menginginkan lenyapnya
kenikmatan yang dimiliki orang lain, meskipun dengan keinginan itu ia tidak
mendapatkan sedikitpun dari kenikmaran itu. Keinginan ini adalah puncak
kekejian dan ini adalah salah satu tingkatan hasad.
Tingkatan
kedua adalah menginginkan kenikmatan itu berada kepadanya karena ia menyukai
nikmat itu. Seperti menyukai sebuah rumah yang bagus atau wanita yang cantik
atau jabatan berpengaruh atau yezeki banyak yang diperoleh orang lain. Ia
ingin memiliki kenikmatan jtu dan yang diharapkannya adalah kenikmatan itu,
bukan lenyapnya kenikmatan itu darinya.
Tingkatan
ketiga adalah ia tidak menyukai kenikmatan itu untuk dirinya, tetapi menyukai
yang seperti itu. Jika tidak bisa memperoleh yang seperti itu, maka ia
harapkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya supaya tidak nampak
perbedaan antara ia dan orang lain.
Bagian
pertama tidak tercela dan itulah yang dinamakan ghibah (iri) dan munafasah
(persaingan), sedangkan bagian kedua tercela. Tingkatan keempat adalah
menginginkan kenikmatan seperti itu bagi dirinya. Jika tidak memperolehnya,
maka ia tidak menginginkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya. Macam
terakhir ini bisa dimaafkan bila mengenai dunia dan dianjurkan bilamana
mengenai agama.
Oleh sebab itu Nabi
bersabda:
“Kedengkian itu memakan kebaikan
seperti api memakan kayu.” (H.R. Ibnu Majah)
Orang
yang hasad itu tersiksa di dalam hatinya tanpa belas kasihan dan terus
tersiksa di dunia.
Kedengkian itu menimbulkan
lima perkara.
Pertama, rusaknya ketaatan, kedua,
perbuatan maksiat dan kejahatan, ketiga, Kepayahan dan kesusahan tanpa faidah,
keempat, kebutaan hati hingga nyaris tidak bisa memahami suatu hukum
Allah dan kelima, kegagalan, dan nyaris tidak bisa mencapai
keinginannya. Karena dunia tidak kosong dari banyak teman sebaya maupun
kenalannya yang diberi Allah kenikmatan berupa ilmu atau harta atau
kedudukan.
Maka orang yang hasad itu terus
tersiksa di dunia, yaitu terjadinya kesusahan dan kebingungan pada akal dan
beban pikiran sampai akhir hayatn a, sedangkan siksa akhirat lebih keras dan
lebih besar. Bahkan hamba tidak bisa mencapai hakikat iman selama ia tidak
menyukai bagi kaum muslimin lainnya apa yang ia sukai bagi dirinya. Akan
tetapi ia harus ikut bersama kaum muslimin dalam merasakan kesenangan dan
kesusahan.
Orang-orang muslim itu seperti sebuah
bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian lainnya. Dan seperti satu tubuh.
Apabila salah satu anggota darinya merasa sakit, maka anggota lainnya merasa
sakit.
Nabi bersabda:
“Orang-orang
mukmin iru seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasa sakit,
maka seluruh tubuh menderita sakit demam dan tidak bisa tidur:”
Ibnu
Baththal dan lainnya berkata:
“Rasa cinta itu ada
tiga macam, yaitu cinta penghormatan dan pengagungan seperti cinta terhadap
ayah. Cinta kasih sayang seperti cinta terhadap anak. Dan cinta simpati
seperti cinta terhadap orang-orang lainnya. Jika engkau tidak menemukan cinta
ini dari hatimu, maka lebih baik engkau sibukkan dirimu dengan mencari jalan
keselamatan dari kebinasaan daripada kesibukanmu dengan furu’ yang langka dan
ihnu khusumat.”
Adapun riya’ maka ia adalah
syirik tersembunyi. Nabi Bersabda: ”Hindarilah syirik kecil.”
Para
sahabat berkata” Apakah syirik kecil itu?” Nabi Menjawab: ”Riya’. Ia
adalah salah satu dari dua syirik.”
Asal syirik
ialah mencari simpati dalam hati orang-orang dengan menonjolkan sifat-sifat
baik untuk memperoleh kedudukan dan supaya engkau disegani oleh mereka.
Cinta
kedudukan termasuk hawa nafsu yang diikuti dan kebanyakan orang binasa
karenanya. Maka tidaklah orang-orang binasa, melainkan dengan sebab
orang-orang lainnya. Andaikata orang-orang bersikap adil, niscaya mereka
mengetahui bahwa sebagian besar ilmu dan ibadat yang mereka amalkan di samping
amalan-amalan biasa tidak lain disebabkan oleh riya’, sedangkan riya itu
menghilangkan pahalanya.
Diriwayatkan dari Nabi ,
beliau bersabda: “Sesungguhnya orang yang berbuat riya’ akan dipanggil pada
hari kiamat dengan empat nama, hai kafir, hai fajir (durjana), hai kadir
(penghianat), dan hai khaasir (orang yang rugi), usahamu telah sesat dan
sia-sia pahalamu. Maka tiada bagian untukmu hari ini. Carilah pahala dari
orang yang untuknya engkau beramal.”
Diriwayatkan
dalam khabar bahwa orang yang mati syahid dibawa ke neraka. Maka ia berkata:
“Ya Robb, aku telah mati syahid untuk menegakkan agama-Mu.” Allah
berkata: “Engkau dusta! Engkau ingin dikatakan pemberani. Dan telah dikatakan
begitu dan itulah ganjaranmu.” Begitu pula dikatakan kepada orang alim, orang
haji dan pembaca AlQuran.
Sebagaimana
diriwayatkan oleh Abi Hurairah dari Nabi beliau bersabda: “Orang pertama
yang dipanggil pada hari kiamat adalah seorang yang telah hafal Al-Qur’an dan
seorang yang berperan untuk menegakkan agama Allah serta seorang yang banyak
harta.
Kemudian Allah berkata kepada
pembaca Al-Qur’an: “Bukankah Aku telah mengajarimu Al-Qur’an yang Aku turunkan
kepada rasul-Ku?” Orang itu menjawab: “Benar, ya Robb.” Allah berkata: “Apa
yang engkau
amalkan dari yang engkau ketahui
itu?” Orang itu menjawab: “Aku mengamalkannya sepanjang malam dan siang.”
Allah berkata: “Engkau dusta.” Dan para malaikat berkata: “Engkau dusta.”
Kemudian Allah berkata: “Akan tetapi engkau ingin supaya dikatakan
sebagai ahli baca Al-Qur’an dan telah dikatakan begitu.” Kemudian pemilik
harta didatangkan. Allah berkata kepadanya: “Bukankah Aku telah melapangkan
rezekimu . hingga engkau tidak lagi membutuhkan seseorang?” Orang itu
menjawab: “Benar, ya Robb.” Allah berkata: “Apa yang engkau lakukan terhadap
rezeki yang Aku berikan kepadamu?”
Orang itu
menjawab: “Aku menyambung hubungan kekeluargaan dan mengeluarkan sedekah.”
Allah
berkata: “Engkau dusta.”
Dan para malaikat
berkata: “Engkau dusta.”
Kemudian Allah
berkata: “Akan tetapi engkau ingin dikatakan ba’hwa engkau dermawan dan telah
dikatakan begitu.”
Kemudian didatangkan orang
berperang untuk menegakkan agama Allah. Allah berkata: ” Apa yang engkau
lakukan?”
Orang itu menjawab: ” Aku diperintahkan
berjihat untuk menegakkan agama-Mu. Maka aku berperang hingga aku
terbunuh.”
Allah berkata: “Engkau
dusta.”
Dan para malaikat berkata: Engkau
dusta.”
Allah berkata: ” Akan tetapi engkau ingin
dikatakan ”Si Fulan berani” dan telah dikatakan begitu.”
Ketahuilah
bahwa perbuatan riya’ itu ada lima macam. Pertama, riya dalam agama dengan
menonjolkan badan seperti menampakkan kurus dan pucat serta membiarkan rambut
acak-acakan. Dengan menampilannya ia ingin menunjukkan sedikit makan dan
dengan pucat ia ingin menunjukkan kurang tidur di waktu malam dan sangat sedih
atas agama. Dengan rambut acak-acakan, ia ingin menunjukkan dirinya sangat
memikirkan agama dan tidak sempat menyisir rambut.
Kedua,
riya dengan penampilan dan pakaian seperti menundukkan kepala di waktu
berjalan, bersikap tenang dalam gerak serta membiarkan bekas sujud pada
mukanya, mengenakan baju kasar, tidak membersihkan baju dan membiarkannya
robek serta memakai baju bertambal.
Ketiga, riya’
dengan perkataan, seperti mengucapkan kata berhikmah dan menggerakkan kedua
bibir dengan berzikir di hadapan orang banyak. Amar maruf nahi munkar di
hadapan orang banyak, menampakkan amarah atas perbuatan mungkar, menampakkan
penyesalan karena orang lain berbuat maksiat, melemahkan suara di waktu
berbicara dan melunakkan suara ketika membaca Al-Qur’an untuk menunjukkan rasa
takut dan sedih. Keempat, riya’ dengan amal seperti riya’nya orang salat, lama
di waktu berdiri, sujud dan rukuk, tidak menoleh, meluruskan kedua telapak
kaki dan kedua tangannya. Begitu pula di waktu puasa atau haji dan di waktu
mengeluarkan sedekah dan memberikan makanan.
Kelima,
bersikap riya kepada teman-teman, para tamu dan orangorang yang bergaul
seperti orang-orang yang bergaul seperti orang yang berusaha mendatangkan
seorang alim atau abid atau seorang raja atau seorang pejabat supaya dikatakan
bahwa mereka mengambil berkah darinya karena kedudukannya yang besar dalam
agama dan seperti orang yang banyak menyebut guru-guru supaya dilihat bahwa ia
mempunyai banyak guru dan belajar dari mereka sehingga merasa bangga dengan
guru-gurunya. Adapun kesombongan dan membanggakan diri maka ia adalah penyakit
kronis yang telah menyulitkan para dokter.
Ujub
adalah membanggakan amal salih. Kesombongan terbagi menjadi batin dan lahir.
Kesombongan batin ialah sifat pada diri seseorang yang menganggap dirinya
melebihi orang lain. Sedangkan kesombongan lahir ialah amal-amal yang timbul
dari anggota badan. Apabila nampak sifat sombong pada anggota badan, maka
dinamakan takabbur. Dan apabila tidak nampak, maka dinamakan kibir. Al-Kibru
mengharuskan adanya orang yang disombongi dan perbuatan yang disombongkan.
Adapun ujub, maka ia hanya menghendaki orang yang membanggakan diri. Bahkan
seandainya manusia diciptakan sendirian, ia pun bisa dianggap membanggakan
diri, bukan sombong, kecuali bila bersama lainnya. Al-kibru ialah padangan
hamba kepada dirinya sebagai orang mulai dan pandangannya kepada orang lain
dengan penghinaan. Apabila ia menganggap dirinya mulia, tetapi memandang orang
lain lebih mulia, darinya atau seperti dirinya, maka ia tidak dianggap
menyombongkan diri kepada orang itu.
Andaikata ia
meremehkan orang lain, namun ia menganggap dirinya lebih hina, ia pun tidak
menyombongkan diri. Andaikata ia menganggap orang lain seperti dirinya, ia pun
tidak dianggap sombong. Akan tetapi orang yang sombong ialah orang yang
menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Sebagaimana dikatakan oleh
iblis terkutuk: “Engkau Ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari
tanah.”
Kesombongan di majelis-majelis, ialah
mengutamakan diri dan mendahulukan orang lain serta ingin memimpin dan tidak
suka disanggah ketika berdialog.
Orang sombong
ialah orang yang tidak mau mencrima jika dinasihati. Dan apabila menasihati,
ia bersikap keras. Apabila perkataannya disanggah, ia marah. Dan jika
mengajar, ia tidak bersikap lemah lembut terhadap para pelajar. Ja suka
menghina dan membentak mereka, menyebut-nyebut kebaikannya kepada mereka dan
menjadikan meraka sebagai pelayan.
Ia memandang
kepada orang awam seperti memandang seekor keledai karena menganggapnya bodoh
dan hina. Setiap orang yang menganggap dirinya lebih baik daripada seseorang
di antara makhluk Allah, maka ia pun termasuk orang yang sombong.
Akan
tetapi engkau harus mengetahui bahwa orans baik adalah orang yang baik di sisi
Allah di negeri akhirat sedangkan hal itu tidak diketahui oleh manusia dan ia
tergantung pada penghabisan hidupnya. Maka keyakinanmu tentang dirimu bahwa
engkau lebih baik daripada orang lain adalah kebodohan semata-mata. Akan
tetapi engkau harus menganggap orang lain lebih baik darimu dan mempunyai
kelebihan atas dirimu. Caramu untuk merendahkan diri adalah dengan merendahkan
dirimu terhadap teman-teman setaraf dan orang-orang di bawah mereka hingga
mudahlah bagimu bersikap tawadhu dan hilanglah kesombongan darimu, Jika mudah
bagimu melakukan itu, maka terwujudlah bagimu akhlak tawadhu”. Jika berat
bagimu melakukan itu dan engkau tetap melakukannya, maka engkau memaksa diri,
bukan bersikap tawadhu. Akhlak yang sebenarnya adalah yang engkau lakukan
dengan mudah tanpa merasa berat. Ketahuilah bahwa manusia mempunyai dua ujung
dan satu tengah. Ujung yang satu condong kepada kelebihan dinamakan takkabur.
Ujung yang lain condong kepada kekurangan dinamakan kehinaan dan kerendahan
dan yang tengah dinamakan tawadhu’. Yang terpuji adalah bersikap tawadhu tanpa
menghinakan diri. Masing-masing dari kedua ujung itu tercela.
Perkara
yang paling disukai Allah adalah yang di tengah. Barangsiapa mendahului
orang lain adalah sombong dan siapa yang mundur darinya adalah merendahkan
diri. Orang alim yang didatangi orang biasanya, menjauh dari tempat duduknya
dan mendudukkan orang Jain di majelisnya, maka ia telah menghinakan dirinya
sedang perbuatan itu tidak terpuji. Yang terpuji di sisi Allah ialah dengan
berikan kepada sescorang apa yang menjadi haknya. Maka patutlah ia bersikap
tawadhu dengan cara seperti ini terhadap teman-teman sejawatnya dan siapa yang
mendekati derajatnya. Adapun tawadhu’nya kepada orang awam, maka ia lakukan
dengan berdiri dan menampakkan wajah ceria di waktu berbicara, bersikap lemah
lembut di waktu bertanya, menghadiri undangannya dan berusaha memenuhi
keperluannya.
Janganlah menganggap dirimu lebih
baik dari orang lain, tetapi lebih mengkhawatirkan diri daripadanya sehingga
orang lain tidak meremehkan.
Jika melihat seorang
anak kecil, maka katakanlah: “Anak ini tidak mendurhakai Allah sedang
aku mendurhakai-Nya, maka tiada keraguan bahwa ia lebih baik dariku.”
Jika
melihat orang yang lebih tua, katakan: ” Orang ini telah beribadat kepada
Allah sebelum aku, maka tiada keraguan bahwa ia lebih baik dariku.”
Karena
ibadat yang berturut-turut meningkat pahalanya. salat pertama ibarat satu
pahala, salat kedua mendapat dua pahala dan salat ketiga mendapat tiga pahala.
Demikian dikatakan oleh seorang ulama. Bila bertemu dengan orang alim
katakanlah: “Orang ini diberi kelebihan yang tidak diberikan kepadaku,
menyampaikan dakwah yang tidak aku sampaikan dan mengetahui hukum-hukum yang
tidak aku ketahui. Salah seorang dari mereka berkata: “Bahwa siapa yang
mempunyai hubungan nasab dengan Rasulullah $ dan ia termasuk keturunan
Sayyidina Hasan atau Husein sedang ia bukan orang alim, maka ia mengungguli
orang lain yang setaraf dengannya sebanyak 60 derajat.
Sedangkan
orang alim yang tidak mempunyai hubungan nasab dengan Rasulullah
mengungguli keturunan Rasulullah yang bukan alim sebanyak 60 derajat.
Jika
bertemu dengan orang yang lebih tua bodoh dan durhaka, katakan dalam hatimu:
“Orang ini telah mendurhakai Allah karena kebodohan, sedang aku
mendurhakai-Nya dengan ilmu. Maka hujjah Allah terhadapku lebih kuat dan aku
tidak tahu bagaimana kesudahanku dan bagaimana kesudahannya.”
Jika
bertemu orang kafir, katakan dalam hatimu: ”Aku tidak tahu barangkali besok ia
masuk Islam dan berakhir hidupnya dengan sebaikbaik amal serta keluar dari
dosa-dosa dengan keislamannya seperti rambut keluar dari tepung. Adapun aku,
semoga Allah melindungi. Barangkali Allah menyesatkan aku hingga aku
kafir dan mengakhiri hidupku dengan seburuk-buruk amal hingga orang itu besok
di akhirat di sisi Allah menjadi lebih baik daripada aku dan menjadi orang
yang dekat dengan Allah sedang aku menjadi orang yang dijauhkan dari rahmat
Allah
Maka tidaklah kesombongan itu keluar dari
hatimu, kecuali bila engkau mengetahui bahwa orang besar itu adalah orang yang
besar di sisi Allah dan pengetahuan itu tergantung pada penghuvisan yang
baik sedangkan hal itu masih diragukan.
Dengan
begitu ketakutanmu akan penghabisan yang buruk mencegahmu untuk bersikap
sombong terhadap para hamba Allah meskipun ada keraguan di dalamnya.
Keyakinanmu mengenai kebaikan atau keburukan dirimu dan orang lain serta
keimananmu mengenai keadaan itu tidaklah bertentangan dengan kebolehanmu untuk
merubah di masa yang akan datang. Karena Allah bisa mengubah-ubah hati.
Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa
yang dikehendaki-Nya. Seorang ulama berkata: “Kesempurnaan maqam tawadhu’
tidak bisa tercapai, kecuali bila hamba menyaksikan mengenai dirinya bahwa
derajatnya di bawah setiap orang muslim dan tidak ada seorangpun di muka bumi
yang lebih banyak durhaka dan tidak ada yang lebih sedikit adab maupun rasa
malunya dari pada dia secara pasti, bukan berdasarkan dugaan.”
Karena
siapa yang menganggap dirinya lebih baik dari seorang yang durhaka dengan cara
yang tidak menunjukkan syukur kepada Allah , maka ia pun telah masuk dalam
derajat-derajat kesombongan. Orang-orang arif telah sepakat bahwa siapa yang
mempunyai sedikit sifat sombong, ia tidak boleh memasuki hadirat Allah
untuk selamanya, walaupun pada lahirnya ia beribadat kepada Allah dengan
ibadat manusia dan jin. Ketahuilah, bahwa tidaklah manusia menganggap dirinya
besar, melainkan ia beranggapan bahwa ia mempunyai salah satu sifat
kesempurnaan dalam urusan agama atau duniawi. Sebab-sebab kesombongan ada
tujuh. Pertama, ilmu, Nabi bersabda: “Perusak ilmu adalah kesombongan.”
Ilmu hakiki ialah ilmu yang dengan perantaraannya manusia mengenal diri dan
Tuhannya, bahaya penghabisan yang buruk, hujjah Allah atas para ulama dan
besarnya bahaya ilmu.
Kedua, amal dan ibadat,
para ulama dan ahli ibadat dalam menghadapi bencana kesombongan ada tiga macam
tingkatan.
Kesombongan itu
menetap dalam hatinya. Ia menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain,
hanya saja ia berijtihad dan bersikap tawadhu’ serta melakukan perbuatan
seperti yang dilakukan orang lain, sehingga menganggap dirinya lebih baik
daripada orang lain. Ini telah mengukuhkan dalam hatinya pohon kesombongan,
tetapi ia telah memotong seluruh rantingnya.
Ia tampakkan hal itu pada perbuatan-perbuatannya dengan mengangkat dirinya di
majelis-majelis dan mendahului teman-teman sebaya serta menampakkan
pengingkaran terhadap siapa yang kurang memenuhi haknya.
Sekurang-kurangnya
hal itu terjadi pada orang alim yang memalingkan mukanya dari orang-orang
seakan-akan ia menjauhi mereka. Sedangkan pada ahli ibadat selalu bermuka
masam seakan-akan ia membersihkan diri dari orang-orang dan menganggap jijik
mereka atau marah kepada mereka.
Menampakkan kesombongan pada lisannya hingga menyebabkan dia membanggakan diri
dan memuji dirinya seperti perkataan ahli ibadat itu kepada orang lain: “Siapa
dia dan apa amalnya dan dari mana zuhudnya.”
Ia
berkata: “Aku tidak makan sejak hari anu sampai hari anu, dan aku tidak tidur
di waktu malam.”
Orang alim itu berkata: “Aku
menguasai berbagai macam ilmu dan mengetahui hakikat-hakikat. Aku pernah
berguru kepada si Fulan dan si Fulan. Apa kelebihanmu, siapa gurumu dan apa
hadis yang pernah engkau dengar. Sebab ketiga adalah nasab. Orang yang
mempunyai nasab mulia meremehkan orang yang tidak mempunyai nasab itu,
meskipun lebih tinggi amal dan ilmunya.
Keempat,
kecantikan, hal ini kebanyakan terjadi di kalangan kaum wanita dan bisa
menyebabkan ghibah dan cerita tentang kejelekan orang lain.
Kelima,
harta, ini terjadi di antara raja-raja mengenai perbendaharaan mereka, dan di
antara para pedagang pengenai barang-barang mereka, di antara para tuan tanah
mengenai tanah mereka, di antara orang-orang kaya mengenai pakaian, kuda dan
kendaraan mereka.
Keenam, kekuatan, yaitu yang
disombongkan kepada orang yang lemah.
Ketujuh,
pengikut dan murid serta kerabat.
Hal itu terjadi
di antara raja-raja mengenai jumlah tentara yang banyak. Dan di antara para
ulama mengenai jumlah murid yang banyak. Maka setiap kenikmatan yang bisa
dianggap sempurna meskipun sebenarnya tidak sempurna, ia pun bisa
disombongkan. Bahkan orang fasik terkadang membanggakan banyaknya kedurjanaan
yang dilakukannya terhadap wanita dan disombongkannya karena ia menganggap
sempurna, meskipun ia berdosa dalam perbuatan itu. Khabar-khabar mengenai
kedengkian, kesombongan, riva’ dan kebanggaan diri banyak jumlahnya dan
cukuplah bagimu sebuah hadis vang mencakup keempat macam itu.
Diriwayatkan
oleh Al-Gadhi Al-Marusi dan Abdullah ibnul Mubarak rahimahumullah dengan
sanadnya dari Khalid bin Madan, bahwa Rasulullah pernah berkata mengenai
Mu’adz bin Jabal “Yang paling mengetahui halal dan haram di antara kamu
adalah Mu’adz bin Jabal.” Kemudian Ia berkata: “Hai Mu’adz, ceritakan kepadaku
sebuah hadis yang engkau dengar dari Rasulullah ”
Mendengar
itu lantas Mw’adz menangis hingga aku menyangka bahwa ia tidak akan diam.
Kemudian ia diam, dan berkata, “Betapa rindunya aku kepada Rasulullah
dan kepada pertemuan dengannya.” Kemudian Mu’adz berkata lagi, aku mendengar
Rasulullah bersabda: “Segala puji bagi Allah yang menetapkan bagi
makhluk-Nya apa saja yang dikehendaki-Nya. Pada waktu itu beliau menaiki
kendaraan sedangkan aku duduk di belakangnya.”
Beliau
memandang ke langit, kemudian berkata kepadaku: “Hai Mu’adz kuceritakan
kepadamu sebuah hadis yang jika engkau menghafalnya, maka ia bermanfaat bagimu
di sisi Allah. Dan jika engkau melupakannya dengan tidak menghafalnya, maka
terputuslah hujjahmu di sisi Allah pada hari kiamat.
Hai
Mu’adz, sesungguhnya Allah dg, menciptakan tujuh orang malaikat sebelum
menciptakan langit dan bumi. Maka Allah menjadikan pada setiap langit seorang
malaikat penjaga pintunya. Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba
sejak pagi sampai sore. Amal itu mempunyai cahaya seperti cahaya matahari
hingga ketika para malaikat pencatat naik membawanya ke langit dunia, yaitu
yang dekat dari bumi, para malaikat itu memujinya dan menganggapnya banyak.
Maka berkatalah malaikat yang bertugas di langit dunia kepada para malaikat
pencatat: Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat
pengurus ghibah. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amal
yang yang menggunjingkan orang lain melewati aku menuju malaikat lain.
Nabi
berkata: Kemudian besoknya para malaikat pencatat datang membawa amal salih
dari seorang hamba dan amal itu mempunyai cahaya. Maka para malaikat pencatat
memuji dan menganggapnya banyak hingga melewati langit pertama dan
menyampaikan amal itu ke langit kedua. Namanya Al-Maaun dan ia terbuat dari
besi atau marmer putih. Kemudian malaikat yang bertugas di situ (bernama
Rubail) berkata: Berhentilah kalian dan pukulkanlah amal ini ke wajah
pemiliknya. Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan kenikmatan dunia. Aku
adalah malaikat pengurus kebanggaan. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk
tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain. la dulu suka
membanggakan diri kepada orang-orang di majelis-majelis mereka (hingga para
malaikat melaknatnya sampai sore).
Nabi
berkata: Para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bercahaya berupa
sedekah, salat dan puasa. Para malaikat pencatat itu merasa kagum. Maka mereka
membawa amal itu melewati langit pertama dan kedua hingga tiba di langit
ketiga. Konon ia terbuat dari tembaga dan ada yang mengatakan dari besi.
Namanya Harabut, dan tasbih yang diucapkan penghuninya adalah ”subhanal hayyi
al-ladzu laa yamuut”. (Maha Suci Tuhan yang hidup kekal dan tidak bisa mati).
Barangsiapa mengucapkan perkataan itu, maka ia mendapat pahala seperti
mereka.
Kemudian malaikat yang bertugas di situ
berkata kepada mereka: Berhentilah dan pukulkan amal ini ke wajah
pemiliknya.
Aku adalah malaikat pengurus
kesombongan. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya
melewati aku menuju malaikat lain. Ia dulu menyombongkan diri kepada
orang-orang di majelis -majelis mereka.
Nabi
berkata: Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba yang bercahaya seperti
bintang yang bersinar dan mengeluarkan suara berupa tasbih, salat, puasa, haji
dan umrah hingga mereka melewati langit ketiga dan tiba di langit keempat.
Konon langit itu terbuat dari tembaga, ada yang mengatakan dari perak. Namanya
Az-Zahir, dan tasbih yang diucapkan penghuninya adalah “subhanal malikil
quddus”. Barangsiapa mengucapkannya, ia pun mendapat pahala seperti mereka.
Malaikat
yang bertugas di situ berkata mereka: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini
ke wajah, punggung dan perut pemiliknya. Aku adalah malaikat pengurus
kebanggaan diri. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya
melewati aku menuju malaikat lain. Sesungguhnya ia dulu apabila mengerjakan
suatu amal, ia pun membangunkan amal itu.
Nabi
berkata: Kemudian para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bercahaya
seperti matahari hingga melewati langit keempat dan tiba di langit kelima
seakan-akan pengantin yang ditemukan dengan suaminya. Konon langit kelima itu
terbuat dari perak dan ada yang mengatakan dari emas. Di langit kelima itu
bernama Al-Mushirah. Kemudian malaikat yang bertugas di situ berkata:
“Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya dan letakkan dia
di atas pundaknya. Aku adalah malaikat pengurus kedengkian. Sesungguhnya ia
dulu dengki kepada orang yang belajar dan beramal seperti dia. Setiap orang
yang lebih banyak beribadat daripada dia, ia pun dengki kepadanya dan
menggunjingkannya.
Dalam .Minhajul ‘Abidiin
disebutkan: Kemudian para malaikat itu berkata: Aku adalah malaikat pengurus
kedengkian. Ia dulu dengki kepada orang-orang atas karunia yang diberikan
Allah kepada mereka. Ia telah membenci apa yang diridai Allah, Tuhanku telah
memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju
malaikat lain, yakni sesudah langit ini.
Nabi
berkata: Kemudian para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bersinar
seperti matahari berupa salat, zakat, haji, umrah, jihad dan puasa, lalu
mereka membawa amal itu ke langit keenam. Konon langit itu terbuat dari emas
dan ada yang mengatakan dari permata dan namanya Al-Khalishah.
Malaikat
yang bertugas di situ bernama Thuthail, ia berkata: Berhentilah kalian dan
pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya. Ia dulu tidak mengasihani seorang pun
dari hamba-hamba Allah yang ditimpa cobaan atau penyakit, tetapi ia gembira
dengannya. Aku adalah malaikat pengurus rahmat. Tuhanku memerintahkan kepadaku
untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lainnya yakni
malaikat penjaga sesudahku.
Nabi berkata:
Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba berupa puasa, salat, nafagah
untuk menegakkan agama Allah, jihad fi sabilillah dan wara (berhati-hati dalam
membedakan antara halal dan haram). Amal itu mengeluarkan suara seperti suara
lebah dan sinar seperti sinar matahari.
Dalam
Minhajul “Abidin disebutkan: Ia mengeluarkan suara seperti guntur dan sinar
seperti kilat. Amal itu disertai 3000 malaikat. Mereka membawanya ke langit
ketujuh. Konon ia terbuat dari yagut merah dan namanya Al-Labiyah. Tasbih yang
diucapkan penghuninya ialah “subhana khaligin nuur” (Maha Suci Tuhan Pencipta
Cahaya). Barangsiapa mengucapkannya, ia mendapat pahala seperti pahala
mereka.
Kemudian malaikat yang bertugas di situ
berkata kepada mereka: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini pada wajah
pemiliknya dan pukullah anggota-anggota tubuhnya, lalu pukulkan amal itu pada
jantungnya. Aku adalah malaikat pengurus kemasyhuran. Aku bertugas menutupi
dari Tuhanku semua amal yang tidak ditujukan untuk mendapatkan keridaan
Tuhanku.
Sesungguhnya ia menginginkan selain
Allah dengan amalnya. Ia menginginkan kemuliaan di antara para ulama,
kedudukan di antara para pembesar dan kemasyhuran di antara masyarakat supaya
tersiar di kota-kota. Tuhanku memerintah-kan kepadaku untuk tidak membiarkan
amalnya melewati aku menuju malaikat lainnya. Setiap amal yang tidak karena
Allah secara murni, maka itu adalah riya dan Allah tidak menerima amal
orang yang riya.
Nabi berkata: Para
malaikat pencatat naik membawa amal hamba berupa salat, zakat, puasa, haji,
umrah, akhlak yang baik, diamnya orang itu dari segala yang tidak berguna di
dunia dan akhirat serta dzikrullah, lalu para malaikat dari tujuh lapis langit
mengantarkannya hingga mereka melewati semua tabir menuju Allah , lalu
berhenti di hadapan-Nya dan menjadi saksi baginya atas amalnya yang salih dan
diikhlaskan untuk Allah
Kemudian Allah
berkata: Kalian adalah para pencatat amal hamba-Ku dan Akulah Yang Mengawasi
isi hatinya. Sesungguhnya ia tidak menginginkan Aku dengan amal mi, tetapi
menginginkan selain Aku. la tidak mengikhlaskannya untuk-Ku sedang Aku lebih
tahu tentang apa yang diinginkannya dengan amalnya.
Kutukan-Ku
akan menimpanya. la telah menipu para manusia dan menipu kalian, tetapi tidak
bisa menipu Aku sedang Aku Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan
mengetahui isi hati. Tidaklah tersembunyi sesuatu apa pun dari-Ku.
Pengetahuan-Ku tentang apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku
tentang apa yang sedang terjadi. Pengetahuan-Ku tentang apa yang sudah lewat
sama dengan pengetahuan-Ku tentang apa yang akan terjadi.
Pengetahuan-Ku
tentang orang-orang yang terdahulu sama dengan pengetahuan-Ku tentang
orang-orang yang kemudian. Aku mengetahui segala rahasia dan lebih tersembunyi
dari itu.
Bagaimana hamba-Ku bisa menipu Aku
dengan amalnya. Sesungguhnya ia hanya bisa menipu para makhluk yang tidak
mengetahui sesuatu yang gaib sedang Aku Maha Mengetahui segala yang gaib. Maka
laknat-Ku dan laknat kami akan menimpanya. Kemudian ia dilaknat oleh langit
yang tujuh dan, penghuninya.
Kemudian Mu’adz
menangis dan meratap dengan keras sambil berkata: Aku bertanya kepada
Rasulullah: Ya Rasulullah, engkau adalah utusan Allah, sedang aku adalah
Muw’adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat dari semua itu? Kemudian
Nabi menjawab: Ikutilah aku, meskipun ada kekurangan dalam amalmu. Hai
Muw’adz, peliharalah lisanmu dari mengumpat saudara-saudaramu para penghafal,
AlQuran khususnya dan pikullah dosa-dosamu sendiri dan jangan membebankannya
pada mereka, jangan memuji dirimu dengan mencela mereka, jangan mengangkat
dirimu di atas mereka dengan merendahkan mereka, jangan masukkan amalan dunia
dalam amalan akhirat dan jangan bersikap riya dalam amalmu, janganlah engkau
menyombong-kan diri di majelismu supaya orang-orang takut kepada akhlak-mu
yang buruk dan janganlah engkau berbisik kepada seseorang atau seorang teman
sedang di dekatmu ada orang lain. Janganlah engkau membanggakan diri kepada
orang lain supaya tidak terputus darimu kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat.
Janganlah engkau merobek-robek (mencaci maki) orang lain dengan lisanmu supaya
engkau tidak dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka pada hari kiamat di dalam
neraka.”
Allah berfirman: “Wan nassyithaati
nasythan.” Tahukah engkau apakah itu hai Mu’adz?”
Aku
menjawab: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah.”
Nabi
berkata: “Mereka adalah anjing-anjing di neraka yang mencabuti daging dari
tulang.” Aku berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah.”
Siapa
yang bisa menanggung kejadian ini dan siapa yang bisa selamat darinya?
Nabi menjawab: “Hai Mu’adz, sesungguhnya itu adalah mudah atas siapa
yang dimudahkan Allah baginya. Sesungguhnya cukuplah bagimu untuk , menghadapi
semua itu bila engkau menyukai pada orang lain apa yang engkau sukai bagi
dirimu dan membenci pada mereka apa yang engkau benci pada dirimu. Hai Mu’adz,
dengan begitu engkau telah selamat.”
Khalid bin
Madan rahimahullah berkata: “Maka tidaklah kulihat seseorang yang lebih banyak
membaca Al-Quran dari pada Mu’adz lantaran hadis yang agung ini.”
Wahai
orang yang menyukai ilmu, renungkanlah hal-hal ini dan berlindunglah dengan
Tuhanmu, Tuhan seluruh alam dan mohonlah dengan penuh kerendahan diri sambil
merengek dan menangis sepanjang malam dan siang bersama orang-orang yang
berdoa dengan khusyuk, karena tidaklah selamat dari bencana ini, kecuali
dengan pemeliharaanNya. Maka perangilah nafsumu dalam menghadapi hambatan ini
supaya engkau tidak binasa bersama orang-orang yang binasa. Ketahuilah, bahwa
sebab terbesar dalam kokohnya sifat-sifat keji ini di dalam hati adalah
mencari ilmu untuk membanggakan diri dan bersaing.
Kebanyakan
orang awam jauh dari sifat keji ini, sedangkan orang yang berilmu menjadi
sasaran sifat-sifat ini dan cenderung mengalami kebinasaan karenanya.
Maka
pikirlah mana urusanmu yang lebih penting. Apakah engkau belajar cara
menghindari hal-hal yang membinasakan ini dan berusaha memperbaiki hatimu
serta membangun akhiratmu ataukah lebih mementingkan ikut berbicara yang tidak
perlu bersama orangorang, sehingga engkau dapatkan ilmu yang menyebabkan
tambahan kesombongan, riya dengki dan kebanggaan diri hingga engkau binasa
bersama orang-orang yang binasa. Ketahuilah bahwa tiga sifat pertama ini
merupakan induk berbagai kekejian hati. Pengarang menganggap kesombongan dan
kebanggaan diri sebagai satu sifat karena keduanya saling berhubungan dan
hampir sama. Oleh karena itu keduanya tidak disebut diawal bab.
Ketiga
sifat mempunyai satu asal, yaitu cinta dunia. Oleh karena itu Nabi
bersabda: “Cinta dunia itu adalah pangkal setiap dosa.” Sesungguhnya cinta itu
menjerumuskan dalam hal-hal yang syubhat, kemudian yang makruh, kemudian yang
diharamkan.
Bilamana cinta dunia adalah pangkal
setiap dosa, maka benci dunia adalah pangkal setiap kebaikan. Hadis ini
diriwayatkan oleh Baihagi dari Hasan Al-Bashri secara mursal. Demikian
disebutkan dalam Al-Jaami’ Ash-shaghir dan syarahnya. Az-Zargani berkata: ”Ini
adalah perkataan Malik bin Dinar sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya.
Atau perkataan Isa sebagaimana diriwayatkan oleh Baihagi dalam kitab
Az-Zuhd.”
Ia berkata dalam Syw’abul Innan: ”Ini
tidak berasal dari Nabi , tetapi dari mursal Hasan Al-Bashri. Meskipun
demikian, dunia adalah tempat tanaman untuk negeri akhirat. Barangsiapa yang
mengambil sesuatu dari dunia sekadar kebutuhannya untuk menggunakan dalam
mencapai kebahagiaan akhirat, maka dunia menjadi tempat tanamannya: Dan siapa
yang menginginkan dunia untuk bersenang-senang dengannya, maka dunia adalah
tempat kebinasaannya.
Seorang ulama berkata:
“Mencari penghasilan adalah wajib dan terbagi menjadi empat macam.”
Fardu,
yaitu mencari sekadar yang mencukupi bagi dirinya, keluarga dan agamanya.
Mustahab, yaitu yang melebihi dari itu untuk menolong orang miskin atau
menyambung hubungan kekeluargaan dan itu lebih dari utama dari pada ibadat
sunah. Mubah, yaitu mencari yang lebih dari itu untuk bersenang-senang dan
berhias. Haram, yaitu mencari sebanyak mungkin untuk membanggakan jumlahnya
yang banyak dan membanggakan diri.
Semua yang
tersebut di atas adalah sekelumit dari ilmu takwa yang lahir, yaitu permulaan
hidayat. Jika engkau uji nafsumu dengan permulaan ini dan ia tunduk kepadamu
untuk menunaikan maksudnya, maka hendaklah engkau berpegang pada kitab Ihya”
Ulumiddin supaya engkau mengetahui cara mencapai batinnya takwa.
Saya
nukil dari kitab Ihya’ Ulumuddin sesuatu yang patut dihadirkan di dalam hati
pada setiap rukun dan syarat dari amal-amal salat. Yaitu, apabila engkau
mendengar panggilan muazin, maka bayangkanlah dalam hatimu kedahsyatan
panggilan itu pada hari kiamat dan engkau siapkan lahir dan batinmu untuk
menjawab dan segera memenuhi panggilan itu. Karena orang-orang yang segera
memenuhi panggilan ini adalah orang-orang yang dipanggil dengan lembut pada
hari penunjukkan amal terbesar.
Maka hadapkan
hatimu kepada panggilan ini. Jika engkau dapati dia gembira dan penuh dengan
kesukaan untuk ,bersegara, maka ketahuilah bahwa telah datang kepadamu
panggilan dengan membawa gembira. Dan apabila engkau bersuci, maka janganlah
engkau lalai dari hatimu. Berusahalah engkau untuk menutupi aurat, maka
ketahuilah bahwa maknanya ialah menutupi keburukan-keburukan badanmu dari
pandangan manusia. Maka bagaimana pendapatmu tentang kejelekankejelekan di
hatimu dan berusahalah untuk menutupinya, karena ia tidaklah bisa dihapus,
kecuali dengan rasa penyesalan, malu dan takut. Adapun menghadap kiblat, maka
pusatkan perhatianmu ke arah Baitullah. Oleh sebab itu, hendaklah wajah hatimu
selalu menyertai anggota badanmu.
Ketahuilah
bahwa sebagaimana wajah, ia tidak menghadap ke arah Baitullah, kecuali dengan
meninggalkan lainnya, demikian pula hati tidak menghadap Allah , kecuali
dengan mengosongkannya dari selain Allah. Adapun “tidak dengan berdiri, ia
adalah tampilnya badan dan hati di hadapan Allah Ketika itu hendaklah
kepala menunduk sebagai peringatan kepada hati agar selalu bersikap tawadhu’
dan menjauhi kesombongan. Ingatlah dalam keadaan itu kehebatan berdiri di
hadapan Allah pada hari kiamat ketika amal-amal ditunjukkan untuk
ditanya. Adapun niat, maka bertekadlah memenuhi seruan Allah dalam
mematuhi perintah-Nya untuk mengerjakan salat dan menyempurnakannya serta
menghindari hal-hal yang memsakkannya dan mengikhlaskan semuanya untuk Dzat
Allah dengan mengharap pahalaNya dan takut kepada hukuman-Nya serta mencari
kedekatan dari-Nya.
Adapun takbir, maka apabila
lisanmu mengucapkannya, janganlah hatimu mendustakannya. Jika dalam hatimu ada
sesuatu yang engkau anggap lebih besar daripada Allah, maka Allah menyaksikan
bahwa engkau dusta. Adapun doa iftitah, awal kalimatnya adalah perkataanmu:
Kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan bukanlah
yang dimaksud wajah yang nampak, karena engkau hanya menghadapkannya ke arah
kiblat sedangkan Allah tidak dibatasi oleh arah. Sesungguhnya hatilah yang
kita hadapkan kepada Pencipta langit dan bumi.
Maka
lihatlah kepadanya, apakah ia memikirkan urusan dunia dan mengikuti syahwat
atau menghadap kepada Pencipta langit. Apabila engkau katakan: Hanii an
musliman, (secara lurus sebagai orang muslim), maka hendaklah engkau renungkan
bahwa orang muslim itu ialah orang yang tidak mengganggu sesama muslim dengan
lisan atau tangannya. Jika tidak, maka engkau dusta. Apabila engkau katakan:
”Dan bukanlah aku termasuk orang musyrik,” maka renungkanlah syirik
tersembunyi dan waspadalah terhadap syirik ini. Karena nama syirik berlaku
untuk yang sedikit maupun yang banyak. Apabila engkau katakan: Hidup dan
matiku bagi Allah, maka ketahuilah bahwa ini adalah keadaan seorang hamba yang
hilang untuk dirinya dan ada untuk Tuannya.
Apabila
engkau katakan: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk,
maka ketahuilah bahwa ia adalah musuhmu dan selalu berusaha memalingkan hatimu
dari Allah karena dengki kepadamu atas munajatmu dengan Allah dan
sujudmu kepada-Nya. Ketahuilah bahwa termasuk tipu daya setan adalah
menyibukkan dalam salatmu dengan mengingat akhirat dan memikirkan perbuatan
akhirat untuk mencegahmu dari memahami apa yang engkau baca. Maka ketahuilah
bahwa segala apa yang melalaikanmu dari memahami maknamakna bacaanmu, maka itu
adalah was-was. Karena gerakan lisan tidaklah dituju, tetapi yang dituju
adalah makna-maknanya.
Apabila membaca:
Bismillahi” Rahmanir Rahim, rnaka niatkanlah tabarruk dengannya karena
mengawali bacaan dengan kalamullah. Pahamilah bahwa maknanya: Segala sesuatu
itu tergantung pada Allah dan yang dimaksud dengan nama di sini adalah pemilik
nama itu sendiri. Makna alhamdu adalah bahwa segala syukur itu bagi Allah,
karena segala kenikmatan berasal dari Allah. Apabila engkau ucapkan
Ar-Rahmanir Rahim, rnaka hadirkan dalam hatimu segala macam karunia-Nya supaya
rahmat-Nya menjadi jelas bagimu. Kemudian resapkan pengagungan bagi Allah
dalarn hatimu dan rasa takut terhadap kedahsyatan hari kiamat dengan
perkataanmu: Maaliki yaumuiddin.
Kemudian
perbaharuilah keikhlasan dengan perkataanmu: iyyakta na ‘budu dan
perbaharuilah ketidakmampuan, kebutuhan dan kebebasan dari daya dan kekuatan
dengan perkataanmu: Wa iyyaaka nastta’iin.
Kemudian
mintalah hajatmu yang terpenting dan ucapkanlah: Ihdinash shirotol mustagiim.
Kemudian mohonlah ijabah (pengabulan doa) dengan mengucapkan: Amin. Apabila
engkau membaca Al-Fatihah, maka engkau termasuk orang-orang yang dikatakan
Allah dalam hadis yang diriwayatkan dari Nabi : “Aku membagi salat,
yakni bacaannya antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua, yakni separuhnya bagi-Ku
dan separuhnya bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya. Apabila
hamba mengucapkan, Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin, Allah , berkata: “Hamba-Ku
memuji-Ku.” Apabila hamba mengucapkan: Ar-Rahmanir Rahiim, Allah
berkata: “Hamba-Ku menyanjung-Ku.” Apabila hamba mengucapkan: Maaliki
yaumiddiin, Allah berkata: “Hamba-Ku mengagungkan Aku.” Apabila hamba
mengucapkan: Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in, Allah berkata:”Ini
antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”
Apabila
hamba mengucapkan: lldinash shirorol mustagim, shirotol ladziina anamta
‘alaihim ghairil maghdluubi alaihim wa ladidhoollium, maka Allah
berkata: “Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”
Adapun
berdiri yang lama, maka itu adalah peringatan untuk menegakkan hati bersama
Allah dengan kehadiran penuh. Adapun rukuk dan sujud, hendaklah engkau
mengingat berulang kali kebesaran Allah dan engkau angkat kedua tanganmu
seraya berlindung dengan maaf Allah dari hukuman-Nya. Apabila engkau
duduk menghadap-Nya, maka duduklah dengan sopan dan hadirkan Nabi di
dalam hatimu sebagai pribadi yang mulia, kemudian renungkan bahwa Allah
menjawab salammu dengan penuh sebanyak hamba-hamba-Nya yang salih. Kemudian
engkau saksikan bahwa Allah Maha Esa dan Muhammad adalah nabi dan
rasul-Nya dengan memperbaharui janji kepada Allah dengan mengulangi dua
kalimat syahadat.
Kemudian berdoalah di akhir
salatmu dengan doa yang diriwayatkan dari Nabi Tunjukkan sikap tawadhu’,
khusyuk dan harapan yang tulus bahwa doamu akan terkabul. Ikutkan dalam doamu
kedua orang tuamu dan orang-orang mukmin lainnya. Ketika memberi salam
niatkanlah salam itu untuk para malaikat dan hadirin dan akhirilah salat
dengannya. Sembunyikanlah dalam hatimu rasa syukur kepada Allah atas
taufikNya untuk menyempurnakan ketaatan ini. Bayangkan bahwa engkau berpamitan
dengan salatmu ini dan barangkali engkau tidak hidup lebih lama lagi untuk
menunaikannya. Takutlah bahwa salatmu tidak diterima dan engkau dibenci dengan
sebab itu lahir dan batin hingga ditolak salatmu di depanmu. Meskipun begitu,
berharaplah bahwa Allah akan menerimanya dengan kemurahan dan
karunia-Nya.
Di antara mereka ada yang tinggal
sesaat sesudah salat seakan-akan ia sakit. Maka hendaklah manusia memeriksa
salatnya dan gembira atas kadar yang telah dikerjakannya dengan sempurna serta
menyesali ketinggalannya. Hendaklah ia berijtihad untuk terus melakukan itu.
Apabila engkau penuhi batin hatimu dengan ketakwaan, maka ketika itu
tersingkaplah tabir antara engkau dengan Tuhanmu dan tersingkap pula cahaya
makrifat. Sumber-sumber hikmah memancar dari hatimu rahasiarahasia kerajaan
Allah (Al-mulk dan Al-malakuut).
Al-mulk adalah
segala yang engkau saksikan dengan penglihatan matamu sedangkan Al-malakuut
adalah segala sesuatu yang bisa engkau ketahui dengan mata hatimu. Dengannya
engkau akan mudah memperoleh ilmu ladunni berupa rahasia-rahasia mukasyafah
dan ma’arif tanpa berusaha dan bersusah payah sehingga engkau anggap remeh
ilmuilmu baru yang belum pernah ada di zaman para sahabat dan tabi’in
radhiyallahu ‘anhum seperti fikih dan nahwu serta lainnya.
Diceritakan
bahwa Imam Al-Ghazali ketika menjadi imam di masjidnya, sementara saudaranya
bernama Ahmad tidak mengikutinya. Maka Imam Al-Ghazali berkata kepada ibunya:
Hai ibuku, suruhlah saudaraku Ahmad untuk mengikuti aku dalam salatku supaya
orangorang tidak menuduhku atas perbuatanku yang buruk. Kemudian ibunya
menyuruh Ahmad mengikuti Al-Ghazali menjadi makmum dalam shalamya, maka
saudaranya mengikutinya. Kemudian ia melihat darah dalam perut Al-Ghazali.
Maka saudaranya memisahkan diri darinya. Setelah selesai salat, Imam Ghazali
bertanya kepadanya tentang sebab pemisahan dirinya dalam salat. Saudaranya
menjawab: “Aku melihat perutmu penuh dengan darah.” Al-GHazali bertanya: “Dari
mana engkau belajar ilmu itu?”
Saudaranya
menjawab: “Aku mempelajarinya dari Asy-Syeikh Al-Utaqi. Seorang menjahit
sandal-sandal yang sudah usang dan memperbaikinya. Kemudian Al-Ghazali pergi
kepada Asy-Syeikh AlKharrazi.
Al-Ghazali berkata
kepadanya:” Wahai tuanku, aku ingin belajar ilmu darimu”. Asy-Syeikh berkata:
“Barangkali engkau tidak sanggup mentaati perintahku.”
Al-Ghazali
berkata: ”Insya’ Allah aku sanggup”. Kemudian AsySyeikh berkata: “Sapulah
lantaimu.” Ketika Al-Ghazali hendak menyapu dengan sapu, Asy-Syeikh menyuruh
menyapu lantai itu dengan tangannya. Maka Al-Ghazali menyapu dengan tangannya.
Kemudian ia melihat kotoran (tahi) banyak sekali di lantai tersebut.
Asy-Syeikh berkata: “Sapulah kotoran itu.” Ketika Al-Ghazali hendak melepaskan
bajunya, Asy-Syeikh berkata kepadanya: ”Sapulah lantai itu dengan baju yang
engkau pakai.” Ketika Al-Ghazali dengan senang hati hendak menyapunya,
Asy-Syeikh melarangnya dan menyuruh pulang ke rumahnya. Setelah Al-Ghazali
kembali dan tiba di madrasahnya, yaitu tempat mengajarkan ilmu kepada para
pelajar, ia berkata kepada para santrinya: “Ini tempat kita bermain bersama
anak-anak kecil.”
Allah telah memberinya
ilmu-ilmu ladunni dan ketika itu ia menyadari bahwa semua ilmu yang
diajarkannya kepada muridnya adalah ilmu yang tak ada apa-apanya dibandingkan
dengan ilmu-ilmu yang ditanamkan Allah dalam hatinya tanpa berusaha dan
bersusah-payah. Jika engkau mencari ilmu dari berdebat, maka betapa besarnya
musibahmu dan betapa lamanya kepayahanmu serta betapa besarnya kerugianmu.
Maka
kerjakanlah apa saja yang engkau sukai dari hal-hal yang dilarang jika engkau
tidak takut binasa. Karena engkau tak akan mendapatkan dunia dengan menjual
agama, dan akhiratmu juga akan lenyap (meninggalkanmu). Maka siapa yang
mencari kesenangan dunia dengan menjual agama, ia pun rugi kedua-duanya. Dan
siapa yang meninggalkan kesenangan dunia demi agama, ia pun beruntung
keduaduanya. Sesungguhnya dunia adalah musuh Allah dan musuh para wali-Nya
serta musuh dari para musuh Allah. Adapun permusuhannya terhadap Allah , maka
ia putuskan jalan dari para wali-Nya. Adapun permusuhannya terhadap para wali
Allah, maka disebabkan ia berhias bagi mereka dan membutakan mereka dengan
keindahannya sehingga mereka menanggung pahitnya kesabaran dalam memutuskan
hubungan dengannya.
Sedangkan permusuhannya
dengan musuh-musuh Allah adalah mereka menikmatinya dalam waktu yang lama
hingga mereka mengandalkannya. Semua yang tersebut ini adalah petunjuk menuju
permulaan jalan dalam perlakuanmu terhadap Allah dengan menunaikan
segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Saya
nasihatkan kepadamu sekarang dengan sejumlah adab supaya engkau bisa
mengoreksi dan mengobati dirimu dalam pergaulanmu dengan para hamba Allah dan
ketika engkau berteman dengan mereka di dunia. Adab ialah perlakuan terpuji
berupa perkataan dan perbuatan dengan akhlak dan sifat-sifat yang baik seperti
menunjukkan wajah yang menyenangkan, perjumpaan yang baik serta mengambil
sesuatu dengan cara yang baik.
Ibnu Atha’illah
berkata: “Adab ialah menjalankan segala sesuatu yang dipandang baik.” Ada yang
mengatakan: “Ia adalah penghormatan kepada orang yang lebih tinggi dan kasih
sayang terhadap yang lebih rendah kedudukannya.” Seorang ulama terdahulu
berkata: “Adab ibarat makanan tubuh, yang harus di olah dahulu sebelum
memakannya makanan yang dibuat, demikian pula makanan akal adalah adab-adab
yang didengar.”
Seorang penyair berkata:
Tidaklah
setiap waktu engkau lihat berguna maka peliharalah jalan adab niscaya kau
lihat Allah menyingkap sesuatu yang tersembunyi hingga kau peroleh pahala dan
kau capai pangkat yang tinggi
Adab Bergaul Dengan Al-Khaliq Dan Sesama
Ketahuilah bahwa seseorang yang tidak akan pernah berpisah dengan
Tuhannya baik dalam perjalanan, di waktu tidur dan jaga, bahkan di masa hidup
dan kematian di dunia ini. Dia adalah Tuan, Pemimpin dan Penciptanya, di
manapun ia mengingat-Nya dengan lisan atau hatinya, maka Dia adalah teman
dudukmu. Dalam hadis Oudsi Allah berfirman: ”Aku adalah teman duduk
orang yang menyebut-Ku.”
Allah berfirman: “Hai hamba-Ku, Aku
tergantung pada sangkaanmu terhadap-Ku dan Aku menyertaimu dengan taufik atau
Aku menyertai dengan pengetahuan-Ku ketika engkau menyebut-Ku sehingga Aku
mendengar apa yang engkau katakan dan mengabulkan doamu.”
Ini dan
semacamnya adalah mengenai zikir dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan
lalai.
Allah berfirman:
“Hai anak Adam, jika
engkau menyebut-Ku dalan keadaan sendiri, maka Aku menyebutmu dalam keadaan
sendirian. Jika engkau menyebut-Ku dalam suatu majelis, maka Aku menyebutmu
dalam majelis yang lebih baik darinya. Jika engkau mendekat dari-Ku sehasta,
maka Aku mendekat darimu sedepa. Dan jika engkau mendatangi Aku dengan
berjalan, maka Aku mendatangimu dengan berlari.”
Artinya ialah jika
engkau menyebut Allah dengan diam-diam secara ikhlas dan menjauhi riya, maka
Allah segera memberimu pahala sesuai dengan amalmu. Jika engkau menyebut Allah
dalam sekelompok orang untuk membanggakan dan mengagungkan-Nya di antara para
makhluk-Nya, maka Allah akan menyebutmu di antara para malaikat yang
didekatkan dan arwah para rasul untuk membanggakanmu dan mengagungkan
derajatmu. Dan jika engkau mendekat kepada Allah dengan ijtihad dan ikhlas
dalam mentaati-Nya, maka Allah mendekatkanmu dengan hidayat dan taufik. Jika
engkau menambah, maka Allah pun menambah ganjarannya.
Demikian
disebutkan oleh Al-Azizi. Bilamana patah hatimu dan sedih atas kecerobohanmu
mengenai hak agamamu, maka Dia adalah temanmu dan pendampingmu. Karena
Allah berfirman dalam hadis Oudsi:” Aku menyertai orang-orang yang patah
hatinya demi Aku.”
Yakni Allah bersama
orang-orang yang khusyuk dengan taufik karena kecerobohan dalam melakukan
ketaatan dan melakukan maksiat. Andaikata engkau mengenai Allah dengan
sebenarnya, niscaya engkau menjadikan-Nya sebagai teman dan mengesampingkan
orang-orang.
Seorang penyair berkata:
Sejak
aku mengenal Tuhan, aku tidak mengenal lainnya begitu pula selain Dia
terlarang di dekat kami Sejak aku berkumpul aku tak takut berpisah sekarang
aku pun sampai dan berkumpul
Seorang penyair
berkata dari Bahrul Basiith:
Segala sesuatu yang
engkau tinggalkan tentu ada gantinya tetapi jika engkau tinggalkan Allah maka
tidak ada gantinya.
Jika engkau tidak bisa
melakukan itu dalam seluruh waktumu, maka janganlah engkau kosongkan malam dan
siangmu dari suatu waktu dimana engkau menyendiri bermunajat kepada Allah.
Hendaklah engkau pelajari adab-adab berteman dengan Allah
Adab
bergaul dengan Allah ada empat belas:
Menundukkan kepala dan merendahkan pandangan.
Memusatkan perhatian kepada Allah.
Memperbanyak diam disertai dengan zikirullah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi
:” Hendaklah engkau banyak diam, karena hal itu bisa mengusir setan.”
Menenangkan anggota badan dari gerakan yang sia-sia. Karena pada waktu itu
dituntut khusyuk, tunduk dan kehadiran hati bersama Allah
Segera mematuhi perintah.
Menjauhi larangan.
Sedikit
menyanggah takdir.
Nabi bersabda: “Sembahlah
Allah dengan keridaan. Jika engkau tidak mampu, maka terdapat kebaikan yang
banyak dalam kesabaran atas apa yang tidak engkau sukai.”
Allah
berfirman:
“Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain
Aku. Maka siapa yang tidak sabar atas cobaan-Ku dan tidak mensyukuri nikmat-Ku
serta tidak menerima keputusan-Ku, biarlah ia mencari Tuhan selain Aku.”
Abu
Ali Ad-Daggag rahimahullah berkata: “Bukanlah keridaan itu bila seseorang
tidak merasakan cobaan, tetapi keridaan itu adalah bila ia tidak menyanggah
hukum dan keputusan Allah.”
Diceritakan dari
Asy-Syeikh Afifuddin Az-Zahid bahwa ketika berada di Mesir ia mendengar
tentang penyerbuan suku Tartar ke Baghdad. Maka ia pun tidak bisa menerimanya
dan berkata: “Ya Robb, bagaimana terjadi kehancuran ini sedang di antara
mereka terdapat anak-anak dan orang-orang tak berdosa?”
Kemudian
ia bermimpi melihat seorang lelaki yang di tangannya terdapat sebuah kitab
bertulisan dua bait syair:
Tinggalkan sanggahan
itu, karena kejadian itu bukan urusanmu dan jangan menghakimi tentang
gerakan-gerakan alak Janganlah engkau tanyakan kepada Allah tentang
perbuatan-Nya barangsiapa memasuki gelombang laut, ia pun binasa.
Senantiasa berzikir, yakni dengan lisan dan hati.
Selalu memikirkan tentang nikmat Allah dan keagunganNya.
Mengutamakan kebenaran di atas kebatilan.
Tidak mengandalkan manusia dalam segala keperluan, baik di waktu bepergian
maupun di dalam kota, karena manusia tidak bisa memberikan manfaat dan tidak
menimbulkan bahaya (tanpa kehendak Allah).
Tunduk disertai rasa takut kepada Allah
Bersedih disertai rasa malu kepada Allah atas kecerobohan dalam ibadat.
Tidak mengandalkan siasat dalam mencari penghasilan karena percaya pada
jaminan Allah Allah berfirman: “Dan tidak ada suatu binatang melata (yakni
makhluk bernyawa) pun di bumi, melainkan Allah yang memberi rezekinya.”
Huud: 6.
Dan bersandar pada karunia Allah karena
mengetahui pilihan Allah yang baik. Semua adab ini patut menjadi peganganmu
dalam seluruh malam dan siangmu. Karena adab-adab ini adalah adab-adab
berteman dengan sesama yang tidak meninggalkanmu dalam seluruh waktumu
sementara manusia seluruhnya meninggalkanmu.
Allah
berfirman: “Dan Dia selama bersama kamu dimana pun kamu berada.”
Jika
engkau seorang alim, maka adab-adab orang alim ada tujuh belas.
Menerima pertanyaan yang diajukan oleh murid-muridnya dan sabar atas hal
itu.
Tidak terburu-buru dalam
segala urusan.
Duduk dengan
penuh wibawa disertai ketenangan dan menundukkan kepala.
Tidak bersikap sombong kepada semua manusia, kecuali terhadap orang-orang yang
zalim dan terang-terangan menunjukkan kezalimannya untuk mencegah mereka
berbuat zalim. Karena bersikap sombong terhadap orang-orang yang sombong
adalah sedekah seperti tawadhu terhadap orang-orang yang bersikap tawadhu.
Mengutamakan tawadhu’ di tempat-tempat pertemuan dan majelismajelis.
Tidak bermain dan bercanda.
Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar di waktu mengajarnya dan bersabar
terhadap siswa yang tidak pandai bertanya tetapi mengaku mengetahui sesuatu
sedang ia tidak mengetahuinya, yaitu engkau perlakukan dia dengan sikap dan
perkataan yang baik.
Memperbaiki siswa yang bebal dengan bimbingan yang baik.
Tidak memarahi siswa yang bebal dan tidak menyindirnya.
Tidak sombong, tidak segan dan tidak malu mengatakan: ”Saya tidak tahu,” atau
mengatkan: “Wallahu Alam,” jika masalahnya tidak jelas atau tidak
diketahui.
Diriwayatkan dalam hadis bahwa seorang
lelaki bertanya kepada Nabi : “Negeri mana yang paling buruk?”
Nabi
menjawab: “Aku tidak tahu, aku akan menanyakannya kepada Jibril.” Jibril
menjawab: “Aku tidak tahu. Aku akan menanyakannya kepada Robbil izzah.”
Memusatkan perhatian kepada penanya dan memahami pertanyaannya untuk menjawab
masalahnya.
Menerima dalil
yang benar dan mendengarkannya, meskipun dari lawan, karena mengikuti
kebenaran adalah wajib.
Tunduk
kepada kebenaran dengan kembali kepadanya ketika bersalah, sekalipun kebenaran
itu dari orang yang lebih rendah kedudukannya.
Melarang siswa mempelajari ilmu yang membahayakan dalam agama seperti ilmu
sihir, nujum dan ramal.
Melarang siswa dari mengharap selain rida Allah dan negeri akhirat dengan ilmu
yang berguna.
Mencegah siswa
dari menyibukkan diri dengan fardu kifayah sebelum menyibukkan diri dengan
fardu ‘ain, sedangkan fardu ‘ainnya adalah memperbaiki lahir dan batinnya
dengan ketakwaan, yakni dengan menunaikan ibadat yang lahir dan batin dan
menjauhi maksiat lahir dan batin sebagaimana disebutkan dalam kitab ini.
Mengutamakan memperbaiki diri sendiri sebelum menyuruh orang lain berbuat
kebaikan dan sebelum melarang mereka berbuat kejahatan dengan bertakwa supaya
diikuti amal perbuatan dan perkataannya oleh siswa.
Karena
bukti perbuatan lebih kuat dari pada bukti perkataan. Abul Aswad berkata:
Bila
engkau menegur teman dan menyalahkannya sedang engkau sendiri berbuat itu,
maka engkau pun tercela mulailah dengan dirimu dan laranglah dia dari
penyimpangannya bila engkau berhenti darinya, maka engkau pun bijaksana
janganlah engkau melarang suatu perbuatan tetapi engkau sendiri melakukannya
adalah besar kejelekanmu bila engkau melakukannya.
Jika
engkau seorang siswa, maka adab-adab siswa terhadap orang alim (guru) ada tiga
belas.
Memulai memberi salam
dan minta izin masuk.
Sedikit
bicara di hadapannya.
Tidak
berbicara selama tidak ditanya oleh gurunya.
Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada gurunya lebih dulu.
Tidak menyanggah guru dengan perkataan si fulan yang berbeda dengan yang
engkau katakan atau semacam itu.
Tidak menyanggah pendapat guru bila berbeda denganmu, sehingga menjatuhkan
martabatnya dan mengurangi berkah.
Janganlah bertanya kepada teman di majelisnya dan jangan tertawa ketika
berbicara dengannya.
Tidak
menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi duduk sambil menundukkan pandangannya
dengan tenang dan sopan seakan-akan ia di dalam salat.
Tidak banyak bertanya kepada gurunya ketika sedang jemu atau bersedih,
walaupun dengan berdasarkan dugaan yang kuat.
Apabila guru berdiri, maka siswa pun berdiri untuk menghormatinya.
Tidak mengikuti guru dengan berbicara dan menanyainya.
Tidak bertanya dijalan, tetapi tunggulah sampai ia tiba di rumahnya atau
tempat duduknya.
Tidak
berburuk sangaka kepadanya mengenai perbuatan-perbuatan yang lahirnya adalah
mungkar menurut siswa. Guru lebih tahu tentang rahasia-rahasianya. Ingatlah
kisah Nabi Musa yang berkata kepada Al-Khaidhir bernama Balya’ bin Mulkan: ”
Mengapa kamu melobangi perahu itu yang berakibat menenggelamkan penumpangnya?
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan besar.”
Perbuatan
itu pada lahirnya adalah munkar. Oleh karena itu Musa menyalahkan gurunya
Al-Khaidir pertama kalinya. Akan tetapi pada hakikatnya sesuai dengan batin
syariat. Dan akhirnya Musa membenarkan perbuatan gurunya. Hendaklah seorang
siswa ingat bahwa ia bersalah ketika mempersalahkan gurunya dengan
mengandalkan dhahirnya, ketahuilah bahwa guru mengetahui rahasia-rahasia.
Diriwayatkan
bahwa ketika Ibnu ‘Arabi sedang mengerjakan salat, para muridnya memperhatikan
Ibnu ‘Arabi menggerak-gerakkan kakinya berulang kali dalam salat. Selesai
salat, mereka menanyainya: “Mengapa anda menggerakkan kaki?” Ibnu ‘Arabi
menjawab: ”Fakhrur Rasi akan wafat dan para setan mengepungnya untuk
menghilangkan imannya, maka kuusir mereka dengan kakiku hingga ia mati dalam
keadaan iman.”
Jika engkau mempunyai ayah dan
ibu, maka adab-adab anak terhadap kedua orang tuanya yang muslim ada dua
belas.
Mendengarkan perkataan
mereka.
Berdiri menyambut
keduanya ketika mereka berdiri demi menghormati dan memelihara kehormatan
mereka, meskipun kedudukan mereka berada di bawahnya.
Mematuhi perintahnya selama perintah itu bukan dalam mendurhakai Allah.
Tidak berjalan di depan kedua orangnya, tetapi di samping atau dibelakangnya.
Jika ia berjalan di depan kedua orang karena sesuatu hal, maka tidaklah
mengapa ketika itu.
‘Tidak
mengeraskan suaranya melebihi suara kedua orang tua demi sopan santun terhadap
mereka. Ini adalah adab yang paling ditekankan sebagaimana dikatakan oleh
Ar-Ramli dalam Umadatur Raabih.
Menjawab panggilan mereka dengan jawaban yang lunak seperti: Labbaik.
7,
Berusahalah keras untuk mencari keridaan kedua orang tua dengan perbuatan dan
perkataan.
Bersikaplah rendah
hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua seperti melayani mereka. Menyuapi
makan dengan tangannya bila keduanya tidak mampu dan mengutamakan keduanya di
atas diri dan anak-anaknya.
Tidak mengungkit-ungkit kebaikanmu yang kepada keduanya maupun pelaksanaan
perintah yang dilakukan olehnya. Seperti ia katakan:” Aku beri engkau sekian
dan sekian dan aku lakukan begini kepada kamu berdua.” Karena perbuatan itu
bisa mematahkan hati. Ada yang mengatakan, menyebut-nyebut kebaikan itu bisa
memutuskan hubungan.
Janganlah
ia memandang kedua orang tua dengan pandangan sinis.
Janganlah bermuka cemberut kepada keduanya.
Janganlah bepergian, kecuali dengan izin keduanya, yaitu perjalanan untuk
jihad, haji tathawwu’, menziarahi para nabi dan wali serta perjalanan yang
bisa mengancam keselamatan untuk berniaga. Maka perjalanan macam itu
diharamkan, bilamana tidak diizinkan oleh ayah dan ibu, meskipun diizinkan
oleh yang lebih dekat darinya. Kecuali perjalanan untuk belajar ilmu yang
fardu, walaupun kifayah, seperti belajar nahwu dan derajat pemberian fatwa.
Maka tidaklah diharamkan atasnya, meskipun tidak diizinkan oleh orang
tuanya.
Demikian disebutkan dalam Fathul Mu’iin.
Adapun ayah dan ibu yang kafir, maka anaknya harus mempergaulinya dengan baik
dalam halhal yang tidak berkaitan dengan agama selama ia masih hidup.
Ketahuilah
bahwa selain orang-orang yang tersebut ini, yakni orang alim (guru), siswa dan
kedua orang tua, maka ada tiga golongan dalam hakmu,
Mereka
itu adalah teman-teman, para kenalan atau orang-orang yang belum dikenal
sebelumnya. Apabila engkau bergaul dengan orang awam yang belum dikenal
sebelumnya, maka adab di waktu duduk dengan mereka ada lima.
Tidak ikut campur pembicaraan mereka.
Sedikit mendengarkan cerita-cerita mereka yang buruk dan perkataan mereka yang
dusta.
Mengabaikan apa yang
terjadi dari perkataan mereka yang buruk.
Menghindari banyak pertemuan dengan mereka dan tidak menampakkan kebutuhan
kepada mereka.
Mengingatkan
kesalahan mereka dengan lemah lembut dan nasihat agar mereka mau menerimanya.
Karena hati orang awam cepat berubah. Maka jika nasihat tidak bermanfaat,
sebaiknya engkau berpaling darinya.
Adapun
terhadap saudara-saudara dan teman-teman, maka engkau mempunyai dua tugas.
Pertama:
Engkau harus mencari lebih dulu syarat-syarat bersahabat dan berteman.
Oleh
karena itu Janganlah engkau bersaudara, kecuali dengan orang yang cocok untuk
menjadi saudara dan teman. la harus mempunyai sifatsifat yang disukai dalam
berteman dengannya dan sesuai dengan faidahfaidah yang diinginkan.
Hendaklah
diketahui bahwa apa yang disyaratkan untuk berteman dalam urusan-urusan dunia
tidaklah disyaratkan untuk berteman bagi tujuan akhirat. Karena teman itu ada
tiga macam. Ada teman untuk akhiratmu, ada teman untuk duniamu dan teman
supaya engkau terhibur dengannya. Tujuan-tujuan ini tidak berkumpul pada satu
orang, tetapi terpencar-pencar pada sejumlah orang sehingga terbagilah
syarat-syarat itu pada mereka.
Rasulullah
bersabda:
“Manusia itu mengikuti kebiasaan
temannya, maka hendaklah seseorang dari kami melihat dengan siapa ia
berteman.”
Dalam sabdanya yang lain: “Manusia itu
mengikuti siapa yang disukainya dan ia mendapat apa yang dilakukannya.” HR.
Timidzi dari Anas.
Sahl bin Abdullah berkata:
“Hindarilah berteman dengan tiga macam orang, yaitu para penguasa yang sombong
dan lalai, para ahli baca
(ulama) yang
berpura-pura baik dan para pengamal tasawwuf yang bodoh. Apabila engkau
mencari teman untuk menjadi mitramu dalam belajar dan temanmu dalam urusan
agama serta duniamu, maka perhatikanlah lima perkara di dalamnya.
Pertama,
carilah teman yang berakal (cerdas), karena tiada kebaikan dalam berteman
dengan orang dungu yang hanya menimbulkan keresahan dan berakibat pemutusan
hubungan. Sebaik-baik teman dungu adalah ia bisa membahayakanmu di saat ingin
memberimu manfaat. Musuh yang berakal lebih dari dari pada teman yang
dungu.
Seorang penyair berkata:
Sungguh
aku merasa aman dari musuh yang cerdas dan takut teman yang dungu
Oleh
sebab itu dikatakan: Pemutusan hubungan dengan orang dungu adalah pendekatan
kepada Allah. Yang dimaksud dengan orang berakal adalah orang yang memahami
segala urusan menurut apa adanya.
Amirul mukminin
Ali bin Abi Thalib berkata:
“Janganlah
engkau berteman dengan orang bodoh, dan jagalah dirimu darinya. Banyak orang
bodoh membinasakan orang berakal ketika berteman dengannya. Manusia diukur
dengan manusia bila ia berjalan dengannya, seperti sandal dengan sandal bila
sandal itu berdampingan dengan pasangannya. Sesuatu itu berdampingan ukuran
dan kemiripan dengan benda lainnya, sedang hati itu menjadi petunjuk hati yang
lain bila ,berjumpa dengannya.”
Penyair lain
berkata:
Bergaullah dengan orang mulia dan
hindarilah pergaulan dengan orang yang rendah Jangan urusi kejelekan temanmu
dan lupakanlah Jagalah lisanmu bila berada di tempat berkumpul orang banyak
Jangan ikut serta dan jangan menjamin
kedua,
akhlak yang baik. Hal itu harus dimiliki. Karena boleh jadi orang yang berakal
memahami segala sesuatu menurut apa adanya. Akan tetapi bila dia dikuasai
amarah atau syahwat atau kekikiran atau sifat penakut, maka ia pun menuruti
hawa nafsunya dan menentang apa yang diketahuinya karena tidak mampu mengatasi
sifat-sifatnya dan meluruskan akhlaknya. Itu adalah akhlak yang buruk. Oleh
karena itu janganlah engkau berteman dengan orang yang buruk akhlaknya. Ja
adalah orang yang tidak bisa mengendalikan nafsunya di waktu marah dan bangkit
syahwatnya.
Al-qamah bin Milhan rahimahullah
telah mengumpulkan dalam wasiatnya kepada anaknya menjelang wafatnya.
Ia
berkata: “Hai anakku, apabila engkau ingin berteman dengan seseorang, maka
bertemanlah dengan orang yang apabila engkau melayaninya dengan perkataan dan
perbuatan, ia melindungimu dalam kehormatan, jiwa dan hartamu. Jika engkau
berteman dengannya, maka ia menghiasimu. Jika engkau tidak mempunyai biaya,
maka ia menanggungnya dan mencukupimu.
Bertemanlah
dengan orang yang apabila engkau berbuat baik kepadanya, maka ia membalasmu
atau bila engkau berbuat sesuatu kebajikan, ia membantu. Jika ia melihat
kebaikan darimu, ia menyebutnya. Dan jika melihat perbuatan buruk darimu, ia
pun menutupinya.
Bertemanlah dengan orang yang
apabila engkau meminta sesuatu darinya, ia memberimu. Jika engkau diam, ia
memulaimu. Dan jika bencana menimpamu, ia menolongmu. Bertemanlah dengan orang
yang apabila engkau mengatakan sesuatu, ia benarkan perkataanmu. Apabila
engkau berusaha mengatasi suatu perkara yang ia suruh melakukannya, maka ia
membantu dan menolongmu. Dan jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka ia
lebih mengutamakan engkau. Ini adalah kumpulan hak persahabatan.”
Al-Mamun
berkata:” Dimana orang macam ini?”
Dikatakan
kepadanya: “Tahukah engkau, mengapa ia wasiatkan itu kepadanya?”
Al-Ma’mun
menjawab:” Aku tidak tahu.”
Orang itu berkata:
“Karena ia tidak ingin berteman dengan seorangpun.”
Salah
seorang udaba (ahli adab) berkata: “Janganlah engkau berteman, kecuali dengan
orang yang menyimpan rahasiamu dan menutupi kejelekanmu. Maka ia selalu
bersamaan dalam keadaan susah dan mengutamakan engkau dalam keadaan senang. Ia
siarkan kebaikanmu dan menutupi perbuatanmu yang buruk. Jika engkau tidak
menemukannya, maka janganlah berteman kecuali dengan dirimu sendiri.”
Amirul
mukminin Ali bin Abi Thalib berkata:
“Sesungguhnya
saudaramu yang sebenarnya adalah yang bersamamu, dan yang membahayakan dirinya
untuk memberimu manfaat dan yang ketika datang musibah, ia menolongmu ia
korbankan dirinya untuk menyenangkanmu.”
Keriga,
janganlah berteman dengan orang fasik yang terus-menerus melakukan maksiat
besar, karena tidak ada faidah dalam berteman dengannya. Karena orang yang
takut kepada Allah akan berhenti berbuat dosa sedangkan orang yang tidak takut
kepada Allah, akan selalu menimbulkan gangguan pada orang lain.
Keadaannya
berubah-ubah mengikuti perabahan situasi dan kondisi. Allah berfirman
kepada nabi Muhammad : “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah
kami lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya
itu melampaui batas.” QS. Al-Kahfi: 28.
Ini
menunjukkan bahwa keadaan manusia yang terburuk adalah bila hatinya dalam
keadaan kosong dari mengingat Allah dan penuh dengan hawa nafsu yang
menyibukkan pikiran dengan urusan manusia. Karena mengingat Allah adalah
cahaya dan mengingat selain Allah adalah kegelapan. Demikian dikatakan oleh
Asy-Syarbini.
Al-Ghazali berkata, dalam ayat itu
terdapat peringatan bagi orang “ fasik. Hindarilah berteman dengan orang
fasik, karena penyaksian kefasikan dan maksiat secara terus menerus
menghilangkan dari hatimu kebencian terhadap maksiat dan memudahkan bagimu
untuk berbuat maksiat. Oleh sebab itu hati menganggap remeh perbuatan ghibah,
karena mereka menyukainya. Andaikata mereka melihat cincin dari emas atau
pakaian sutera pada seorang fagih, niscaya mereka sangat menyalahkannya.
Sedangkan ghibah lebih besar dosanya daripada memakai emas dan sutera.
Diriwayatkan
dari Aisyah bahwa ia berkata kepada Nabi : “Cukuplah bagimu bahwa
Shofiyah begini dan begini, yakni ia seorang yang pendek.”
Kemudian
Nabi berkata: “Engkau telah mengucapkan perkataan yang andaikata
dicampur dengan air laut, niscaya akan merusakkannya.” HR. Tirmidzi.
Para
ulama berkata: Hadis ini termasuk peringatan yang paling keras terhadap
ghibah. Demikian disebutkan dalam Qam’in Nufuus oleh Abu Bakar Al-Hismi.
Keempat,
bertemanlah dengan orang yang tidak tamak terhadap dunia. Berteman dengan
seorang yang tamak terhadap dunia adalah racun yang mematikan, karena tabiat
diciptakan untuk meniru dan mengikuti temannya. Bahkan tabiat yang baik
mencari dari tabiat yang fasid dari jalan yang tidak diketahui manusia.
Ungkapan
dalam Al-Ihya’ ialah: Dari jalan yang tidak diketahui oleh pemiliknya.
Pergaulan dengan orang tamak menambah ketamakanmu dan pergaulan dengan orang
zahid menyebabkan kezuhudanmu dan menambah kezuhudanmu. Oleh karena itu
tidaklah disukai bertemu dengan pencari dunia dan dianjurkan berteman dengan
orang-orang yang menyukai akhirat. Ali berkata: “Hiduplah ketaatan-ketaatan
dengan duduk bersama orang yang disegani.”
Ahmad
bin Hambal berkata: “Tidaklah menjerumuskan aku dalam bencana, kecuali
berteman dengan orang yang tidak aku segani.”
Luqman
berkata kepada anaknya: ”Hai anakku, duduklah dengan para ulama dan
mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena hati menjadi hidup
dengan mendengarkan hikmah seperti bumi yang tandus dihidupkan dengan hujan
yang deras.”
Kelima, berkata benar, maka
janganlah berteman dengan pendusta, karena engkau tidak tahu keadaannya yang
sebenarnya. Orang macam itu bagaikan fatamorgana yang mendekatkan sesuatu yang
jauh darimu dan menjauhkan yang dekat darimu. Janganlah berteman dengan ahli
bid’ah, karena berteman dengannya menimbulkan bahaya menjalarnya bid’ah itu
kepadamu.
Janganlah berteman dengan orang kikir,
karena ia menghalangimu untuk mendapatkan sesuatu yang paling engkau
butuhkan.
Janganlah berteman dengan orang
penakut, karena ia akan membiarkanmu dan lari di saat menghadapi bahaya.
Barangkali engkau tidak menemukan sifat-sifat ini pada penghuni madrasah dan
masjid, yakni para ulama, pelajar dan ahli ibadat. Maka asingkanlah dirimu dan
hiduplah sendirian, karena dengan uzlah engkau selamat dari dosa. Atau
bergaullah dengan teman yang sesuai dengan sifat-sifat mereka, misalnya
mengetahui bahwa teman itu ada tiga macam sebagaimana dinukil oleh Al-Ghazali
dari Basyar. Yaitu teman untuk akhiratmu. Maka janganlah perhatikan padanya,
kecuali agama.
Dan teman untuk duniamu. Maka
janganlah perhatikan padanya, kecuali akhlak yang baik dan keadaan yang
menyebabkan kebaikan. Dan teman untuk menghibur hatimu, maka janganlah
perhatikan padanya, kecuali keselamatan dari kejahatan dan cobaan serta
penipuannya. “Abu Dzar bekata: “Tinggal sendirian lebih baik daripada
berteman dengan orang yang buruk kelakuannya. Dan teman yang baik lebih baik
daripada menyendiri.
Orang-orang yang engkau
jadikan teman ada tiga macam sebagaimana dinukil oleh Al-Ghazali dari
Al-Ma’mun. Salah satu dari mereka adalah seperti makanan yang selalu
dibutuhkan, yaitu para ulama. Yang satu lagi perumpamaannya adalah seperti
obat yang dibutuhkan dalam waktu tertentu.
Perumpamaan
lainnya seperti penyakit. Ia tidak dibutuhkan sama sekali, tetapi terkadang
seseorang dicoba dengannya. Yakni ia diuji berkumpul bersama orang yang
sifatnya seperti penyakit, pendusta dan penakut. Maka haruslah engkau bersikap
lunak kepadanya guna menyelamatkan diri darinya dan menolak kejahatannya.
Rasulullah
bersabda: “Bersikap lunak kepada orang-orang adalah sedekah.” HR. Ibnu Hibban,
Thabrani dan Baihagi dari Jabir bin Abdullah.
Maksudnya
bersikap lemah lembut kepada orang-orang dengan perkataan dan perbuatan diberi
pahala seperti pahala sedekah. Dalam menyaksikan orang semacam itu terdapat
faidah besar jika engkau berhasil mengatasinya. Yaitu engkau saksikan hal
ihwal perbuatan-perbuatannya yang buruk sehingga engkau bisa menjauhinya.
Orang
yang bahagia ialah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain sedangkan
orang yang sengsara ialah orang yang kejelekannya mengungguli kebaikannya.
Orang mukmin adalah cermin orang mukmin lainnya. Maka ia mengukur dirinya
dengan orang lain dalam hal ihwal dan perkataan yang disukai maupun yang tidak
disukainya.
Dikatakan kepada Isa : “Siapa yang
mengajarimu adab sedangkan engkau dilahirkan tanpa ayah.”
Isa
menjawab: “Tak seorang pun ang mengajariku adab. Akan tetapi aku melihat
kebodohan orang bodoh, lalu aku menjauhinya.”
Beliau
berkata benar. Andaikata orang-orang menjauhi perkataan dan perbuatan tercela
yang berasal dari orang lain, niscaya sempurnalah adab mereka dan tidak
memerlukan pengajar adab. Karena orang berakal melihat perubahan zaman dan
menjalankan adab sesuai dengan keadaannya. Secara keseluruhan manusia itu
ibarat dan pohon. Di antaranya ada yang mempunyai bayangan tetapi tidak
mempunyai buah. Ja adalah orang yang bermanfaat mengenai urusan dunia tanpa
akhirat. Sesungguhnya manfaat dunia itu seperti bayangan yang cepat hilang.
Ada pula yang mempunyai buah dan tidak mempunyai bayangan. Ia adalah orang
yang bermanfaat untuk akhirat tanpa dunia. Ada pula yang tidak mempunyai buah
maupun bayangan. Ada yang mempunyai salah satu dari keduanya. Semuanya ada
empat macam.
Kewajiban kedua, ialah memelihara
hak-hak persahabatan dan persaudaraan. Apabila terjadi persekutuan dan
terjalin persahabatan, maka engkau harus menunaikan kewajiban-kewajiban yang
harus diamalkan yang terdapat dalam adab-adab.
Rasulullah
bersabda: “Perumpamaan dua orang saudara adalah seperti dua tangan, yang satu
membasuh yang lain.”
Rasulullah
mengumpamakan keduanya dengan dua tangan, bukan tangan dengan kaki, karena
keduanya saling membantu untuk mencapai satu tujuan. Begitu pula dua orang
bersaudara. Persaudaraan keduanya menjadi sempurna bila saling membantu
mencapai satu tujuan. Keduanya dari satu sisi seperti satu orang. Ini menuntut
kebersamaan dalam keadaan suka dan duka dan kebersamaan dalam menghadapi masa
akan datang maupun masa sekarang.
Suatu ketika
Rasulullah memasuki hutan, kemudian mengambil dua ranting. Yang satu
bengkok dan yang lain lurus.
Menurut riwayat
Nabi disertai seorang sahabatnya, yaitu Abdurrahman bin Auf, ada yang
mengatakan beliau ditemani Usman bin Affan. Kemudian beliau memberikan yag
lurus kepada sahabatnya dan menahan yang bengkok. Maka ia berkata kepada Nabi
:”Ya Rasulullah, engkau lebih berhak memegang yang lurus daripada aku.”
Kemudian Rasulullah berkata:” Tidaklah seseorang menemani temannya
walaupun sesaat di siang hari, melainkan ia ditanya tentang persahabatannya,
apakah ia menegakkan hak Allah dalam persahabatan itu atau
menyianyiakannya.”
Hadis ini menunjukkan bahwa
yang diutamakan adalah menunaikan hak Allah dalam persahabatan.
Pada
suatu hari Rasulullah keluar menuju sebuah sumur untuk mandi di situ,
Hudzaifah memegang baju dan berdiri menutupi Rasulullah hingga beliau
selesai mandi. Kemudian Hudzaifah duduk untuk mandi. Maka Rasulullah
mengambil baju itu dan berdiri menutupi Hudzaifah dari pandangan orang-orang.
Namun Hudzaifah menolak dan berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya
Rasulullah, janganlah engkau lakukan itu.” Akan tetapi Rasulullah tetap
menutupinya hingga Hudzaifah selesai mandi.
Rasulullah
bersabda: “Tidaklah dua orang berteman, melainkan yang paling dicintai
Allah ‘adalah yang paling lemah lembut terhadap temannya.”
Adab-adab
dalam persahabatan ini ada dua belas:
Mengutamakan temannya dalam pemberian harta. Jika tidak bisa melakukan ini,
maka ia beri temannya dari hartanya di saat temannya membutuhkan, walaupun
sedikit. Alhasil, pertolongan dengan harta terhadap saudara-saudara ada tiga
tingkatan. Tingkatan terendah adalah bila engkau tempatkan temanmu dalam
kedudukan hamba atau pelayanmu. Maka engkau penuhi kebutuhannya dari kelebihan
hartamu. Bilamana ia mempunyai keperluan sedang engkau mempunyai kelebihan
dari hartamu, maka engkau beri dia sebelum ia meminta. Karena jika ia
memintanya kepadamu, maka itu adalah puncak kecerobohan terhadap hak saudara.
Tingkatan kedua engkau tempatkan dia dalam kedudukan dirimu dan engkau rela ia
ikut menikmati hartamu. Dan tingkatan tertinggi, yaitu engkau utamakan dia di
atas dirimu dan engkau dahulukan kebutuhannya di atas kebutuhanmu bila
sama-sama mempunyai keperluan. Ini adalah tingkatan pada shiddig dan puncak
tingkatan orang-orang yang saling mencintai. Adapun dalam hal ibadat, maka
tidaklah disukai mengutamakan orang lain dengannya.
Menolong dengan jiwa dalam memenuhi kebutuhan atas kemauan sendiri tanpa
menunggu permintaan.
Hal itu lebih menampakkan
tawadhu dan ini juga terbagi dalam beberapa tingkatan seperti menolong dengan
harta. Maka yang terendah adalah memenuhi kebutuhan ketika diminta dan dalam
keadaan mampu, tetapi dengan wajah berseri-seri dan menampakkan
kegembiraan.
Menyimpan rahasia
yang disampaikan temannya kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada orang
lain sama sekali maupun kepada temannya yang paling akrab dan tidak
menyingkapnya sekalipun setelah pemutusan hubungan dan mengalami keresahan.
Karena hal itu adalah tabiat yang hina dan batin yang buruk. Dan menutupi
kejelekan yang diketahuinya, baik tanpa setahu temannya, meskipun berkaitan
dengan larangan Allah demi menutupi kejelekan sebagaimana dianjurkan,
sekalipun dalam keadaan putus hubungan. Dan tidak menyampaikan sesuatu yang
menyedihkan dari celaan orang kepadanya. Ringkasnya ialah tidak menyampaikan
perkataan yang tidak disukainya, kecuali bila wajib baginya mengucapkan
sesuatu tentang amar maruf atau nahi munkar dan ia tidak menemukan rukhsah
untuk diam. Ketika itu ia tidak peduli untuk tidak menyukainya, karena hal itu
merupakan kebaikan kepadanya.
Menyampaikan sesuatu yang menyenangkan berupa pujian orang kepadanya di
samping menampakkan kegembiraan. Karena menyembunyikan hal itu merupakan
kedengkian belaka. Nabi telah bersabda: “Apabila seseorang dari kamu mencintai
saudaranya, hendaknya ia mengabarinya. Hendaklah ia mendengarkan dengan baik
ketika temannya berbicara dan tidak menyelidiki keadaannya. Bilamana
melihatnya di jalan atau sedang menunaikan suatu keperluan, janganlah ia
menanyainya tentang tujuan kepergiannya. Barangkali ia merasa berat
menyebutnya.”
Hendaklah ia
memanggil temannya dengan nama yang paling disukainya dan memujinya dengan
menyebut kebaikannya yang ia ketahui, karena hal itu termasuk sebab terbesar
untuk menimbulkan kecintaan. Begitu pula dengan memuji anak-anak dan
keluarganya, hingga ilmu dan karangannya dan segala yang menggembirakannya
tanpa berdusta dan berlebihan. Hendaklah ia berterima kasih kepadanya atas
kebaikannya terhadap dirinya. Ini sesuai dengan AlIhya. Bahkan ia berterima
kasih kepadanya atas niatnya, meskipun telah terlaksana.
Ali
berkata: “Barangsiapa tidak memuji saudaranya (temannya) atas niatnya yang
baik, maka ia pun tidak memujinya atas perbuatannya yang baik.” Hendaklah ia
membela temannya bila ada yang menyinggung kehormatannya sebagaimana ia
membela dirinya.
Ini lebih besar pengaruhnya
dalam menimbulkan kecintaan, karena hak persaudaraan adalah berusaha keras
dalam melindungi dan membela teman serta menegur dan memarahi siapa yang
mengganggunya. Rasulullah mengumpamakan dua orang saudara dengan dua
tangan, yang satu mencuci yang lain, adalah supaya saudara yang satu menolong
saudara yang lain. Hendaklah ia menasihati temannya dengan lemah lembut dan
secara tersamar bila ia perlu menasihatinya. Hal itu dilakukannya dengan
menyebut kejelekan-kejelekan perbuatan itu dan faidahfaidah bila
meninggalkannya serta mengingatkannya akan akibat buruk perbuatan itu di dunia
dan di akhirat supaya ia berhenti melakukannya. Akan tetapi patutlah ia
lakukan itu dengan diamdiam tanpa diketahui seorang pun. Apabila dilakukannya
di hadapan orang banyak, maka itu adalah keburukan dan kecemaran. Dan apabila
dilakukannya dengan diam-diam, maka itu adalah kasih sayang dan nasihat yang
sebenarnya.
Asy-Syafi’i berkata:
“Barangsiapa menasihati saudaranya dengan diam-diam, maka ia pun telah
menasihatinya dengan membaguskannya sedangkan siapa yang menasihatinya secara
terang-terangan, maka ia pun telah mencemarkan dan menjelekkannya.”
Hendaklah
ia maafkan kesalahannya dalam agamanya karena melakukan maksiat atau kurang
memenuhi hak persaudaraan, walaupun ia sanggup imbalannya, karena sikap itu
lebih besar pahalanya. Janganlah ia menegurnya dengan kebencian. Adapun
pelanggaran agama seperti perbuatan maksiat atau terus menerus melakukannya,
maka nasihatilah dia dengan lemah lembut supaya ia kembali menjadi baik.
Adapun kesalahan terhadap dirinya, maka tiada perselisihan bahwa yang lebih
utama adalah memaafkan dan menanggungnya.
Telah
dikatakan: Patutlah engkau mencari 70 uzur bagi kesalahan saudaramu. Jika
hatimu tidak menerimanya, maka salahkan dirimu. Maka katakan pada hatimu:
Betapa kerasnya engkau. Ia mengajukan 70 uzur kepadamu, namun engkau tidak
menerimanya. Maka engkaulah yang tercela, bukan saudaramu, jika ia tidak bisa
menerima perbaikan, maka jika sanggup sebaiknya engkau jangan marah. Akan
tetapi hal itu tidak mungkin.
Asy-Syafi’i telah
berkata: “Barangsiapa yang dibangkitkan kemarahannya sedang ia tidak marah,
maka ia adalah keledai. Dan siapa pun yang diminta kerelaannya sedang ia tidak
rela, maka ia adalah setan. Maka janganlah engkau menjadi keledai maupun setan
jika tidak mau menerima.”
Mendoakannya ketika berada sendirian di masa hidupnya dan sesudah matinya
dengan segala yang disukainya bagi dirinya dan keluarganya. Maka engkau doakan
dia sebagaimana engkau mendoakan dirimu.
Janganlah
engkau bedakan antara dirimu dan dia, karena doamu baginya sama dengan doanya
bagi dirimu. Nabi bersabda: “Apabila seseorang berdoa bagi saudaranya
dalam keadaan sendirian, malaikat berkata, Dan bagimu seperti itu. Dalam lafaz
lain: Allah berkata, Denganmu aku mulai.”
Disebutkan
dalam hadis:” Dikabulkan doa seseorang bagi saudaranya tidak seperti yang
dikabulkan baginya mengenai dirinya.”
Dalam hadis
disebutkan: “Dan seseorang bagi saudaranya di kala sendirian tidak
ditolak.”
Tetap setia dalam
mencintainya sampai mati terhadap anak-anaknya dan para kerabatnya setelah
temannya meninggal seperti sebelumnya. Karena cinta itu sesungguhnya
dimaksudkan untuk akhirat. Maka jika terputusnya sesudah mati, sia-sialah amal
dan usahanya.
Hendaklah ia
berusaha meringankannya dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang
memberatkannya. Maka janganlah meminta darinya suatu kedudukan atau harta
untuk menghindari kejemuan yang menimbulkan perpecahan. Janganlah memaksanya
bersikap tawadhu’ kepadanya, tetapi ia hanya mengharapkan rida Allah dengan
kecintaannya untuk mencari berkah dengan doanya dan kesenangan ketika berjumpa
dengannya untuk memelihara agamanya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan
menunaikan hak-haknya dan menanggung bebannya.
Dan
menampakkan kegembiraan atas semua kegembiraan yang dialaminya serta
menampakkan kesedihan atas gangguan yang dialaminya. Ia sembunyikan dalam
hatinya seperti apa yang nampak sehinggaia benar-benar tulus dalam
kecintaanya, baik dalam keadaan diam-diam maupun terang-terangan. Karena
keikhlasan dalam persaudaraan’adalah kesamaan sikap pada ucapan dan di dalam
hati, dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, di hadapan jamaah maupun
dalam keadaan sendirian. Barangsiapa tidak ikhlas dalam persaudaraan
(persahabatannya), maka ia pun munafik. Bilamana batin menyembunyikan dendam
dan kedengkian, maka putus hubungan lebih baik daripada persahabatan.
Seorang
bijak berkata: “Teguran yang nyata lebih baik daripada dendam yang
tersembunyi.”
Apabila seseorang ingin mengetahui
kecintaan temannya kepadanya, maka hendaklah ia melihat kecintaannya kepada
temannya itu: Tanyailah hatimu tentang kecintaan orang lain
Itu
adalah saksi yang tidak menerima suap
Janganlah kamu tanyai mata
tentang kecintaan itu
Karena ia akan menunjukkan lain dari yang
tersembunyi dalam hati.
Mendahului memberi salam kepadanya ketika berjumpa dengannya. Demikian pula ia
lakukan terhadap orang yang tak dikenalnya. Dan melapangkan tempat duduk
baginya dalam majelis dan engkau panggil dia dengan nama yang paling
disukainya.
Keluar dan
menyambut serta mengantarkannya ketika temannya berdiri demi menghormatinya,
kecuali bila ia melarangnya.
Diam ketika temannya berbicara hingga ia selesaikan bicaranya dan tidak
mencampuri pembicaraannya.
Memenuhi undangannya
bila ia mengundangnya,dan menjenguknya bila sakit walaupun sekali. Menghadiri
jenazah keluarganya bila meninggal dunia walaupun tidak mengimami salat
jenazah. Memenuhi sumpahnya ketika temannya bersumpah terhadapnya dalam
perkara yang mubah. Ringkasnya ialah ia perlakukan temannya sebagaimana
mestinya, karena hal itu menunjukkan kesempurnaan iman.
Sahl
bin Abdullah berkata: “Barangsiapa tidak suka mengganggu orang lain, ia pun
bisa berjalan di atas air, yakni menampakkan karomahnya untuk suatu keperluan.
Karena boleh jadi wali wajib menyembunyikan karomah yang utama.” Sebagaimana
dinukil oleh ArRamli dari Asy-Syeikh Khalil.
Maka
siapa yang tidak menyukai pada saudaranya seperti yang ia sukai bagi dirinya,
persaudaraannya adalah nifag dan persaudaraan itu akan menjadi berat baginya
di dunia dan akhirat.
Hak persahabatan itu berat,
tidak ada yang sanggup memenuhinya kecuali orang yang bijaksana. Tidaklah
diragukan bahwa pahalanya banyak. Tidak ada orang yang dapat memperolehnya,
kecuali orang yang mendapat taufik. Karena itu dikatakan: ”Berbuatlah baik
kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang mukmin sejati. Semua ini
adalah adabmu terhadap orang awam yang belum engkau kenal sebelumnya dan
terhadap teman-teman yang telah engkau anggap sebagai Sudara.”
Adapun
macam ketiga, yaitu para kenalan, maka waspadalah terhadap mereka, karena
engkau tidak menemukan kejahatan kecuali dari orang yang dikenalnya. Adapun
teman, maka ia akan membantumu. Adapun orang tak dikenal, maka ia tidak
mengganggumu.
Sesungguhnya kejahatan itu timbul
dari para kenalan yang menampakkan persahabatan dengan lisan mereka, tetapi
menyembunyikan permusuhan dalam batin mereka. Maka sedikitlah berhubungan
dengan para kenalan sedapat mungkin. Apabila engkau terpaksa bergaul dengan
mereka dalam madrasah atau masjid atau masjid atau pasar atau di tempat lain
di dalam maupun diluar negaramu, maka janganlah meremehkan seorang pun dari
mereka. Karena engkau tidak tahu barangkali ia lebih baik darimu di sisi Allah
“
Disebutkan dalam sebuah hadis:
“Cukuplah
kejahatan orang muslim bila ia meremehkan saudaranya yang muslim. Setiap
muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, harta dan kehormatannya.”
Janganlah
engkau memandang kepada mereka dengan mengagungkan mereka dalam urusan dunia,
karena engkau akan binasa dengan sebab cintamu kepada dunia. Sebagaimana sabda
Nabi : “Barangsiapa merendahkan diri kepada seorang kaya lantaran kekayaannya,
lenyaplah dua pertiga agamanya.” Karena dunia itu di sisi Allah
sangatlah kecil dan rendah, dan Allah tidak memandang kepada dunia sejak
Dia menciptakannya.
Betapa pun besarnya penghuni
dunia di dalam hatimu, ia telah jatuh dari pandangan Allah , yakni pandangan
cinta. Karena dunia adalah musuh Allah dan para wali-Nya. Dalam hadis
disebutkan: ”Cinta harta dan kehormatan menumbuhkan sifat munafik di dalam
hati sebagaimana air menumbuhkan tanaman.”
Janganlah
engkau berikan agamamu kepada mereka untuk memperoleh kesenangan dunia dari
mereka. Hal itu merupakan kerugian besar. Tidaklah seseorang melakukan itu,
melainkan ia menjadi rendah dalam pandangan mereka, kemudian tidak mendapat
harta dari mereka sebagaimana kita saksikan di masyarakat. Jika mereka
memusuhimu, janganlah engkau balas mereka dengan permusuhan, karena engkau
tidak bisa bersabar untuk membalas mereka sehingga lenyaplah agamamu dalam
permusuhan mereka dan mengalami kepayahan yang Jama bersama mereka. Janganlah
engkau condong kepada mereka ketika mereka menghormatimu dan memujimu di
hadapanmu serta menampakkan kecintaan kepadamu. Karena jika engkau mencari
hakikat perlakuan itu, niscaya engkau tidak menemukan seorang dari seratus
orang.
Seorang penyair berkata:
Ambillah
yang bersih dari temanmu dan tinggalkan mana yang keruh darinya karena umur
manusia terlalu pendek untuk mencela orang lain.
Janganlah
engkau berharap sikap mereka sama terhadapmu dalam keadaan sembunyi maupun
terang-terangan. Janganlah engkau heran bila mereka mencelamu di saat engkau
tidak ada dan jangan marah kepadanya lantaran itu, karena jika engkau berlaku
adil, maka engkau dapati dirimu seperti itu pula. Bahkan engkau telah
melakukan seperti itu terhadap teman-teman dan para kerabatmu sekalipun
terhadap gurumu dan kedua orang tuamu, karena engkau menyebut mereka di saat
mereka tidak ada, lain dari yang engkau katakan secara langsung kepada mereka.
Janganlah engkau terlalu mengharapkan harta, kedudukan dan pertolongan mereka,
karena orang yang tamak pada umumnya adalah sia-sia dalam akibatnya di masa
yang akan datang. Orang yang tamak itu pasti hina seketika itu.
Seorang
penyair berkata:
Hamba itu merdeka jika ia
menerima apa adanya sedang orang merdeka adalah hambajika ia tamak maka
terimalah apa yang ada dan jangan tamak karena tiada sesuatu yang buruk selain
tamak.
Apabila engkau mempunyai keperluan kepada
seseorang, lalu ia memenuhinya, maka berterima kasihlah kepadanya dan
bersyukurlah kepada Allah Karena tidaklah sempurna syukur kepada Allah ,
kecuali disertai terima kasih kepada perantaranya.
Rasulullah
bersabda: “Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, ia pun tidak
bersyukur kepada Allah ” Sabdanya pula:
”Barangsiapa
berbuat kebaikan kepadamu, maka balaslah dia. Jika kamu tidak bisa
membalasnya, maka doakanlah dia.”
Dalam sabdanya
yang lain:
“Barangsiapa memberikan suatu
kenikmatan kepada suatu kaum, tetapi mereka tidak berterima kasih kepadanya
hingga ia doakan kebiasaan mereka, maka doanya dikabulkan.”
Jika
berbuat ceroboh, maka jangan menegurnya. Abu Sulaiman AdDaazani berkata kepada
Ahmad bin Abil Hawazi: Jika engkau berteman dengan seeorang, janganlah engkau
menegurnya atas sesuatu yang tidak engkau sukai. Karena engkau akan
mendapatkan dalam jawabanmu sesuatu yang lebih buruk daripada yang pertama.
Ahmad
berkata: Kemudian aku mencobanya. Ternyata begitulah adanya. Salah seorang
dari mereka berkata: Bersabar atas gangguan teman lebih baik daripada
menegurnya. Menegur lebih baik daripada memutuskan hubungan, memutus hubungan
lebih baik daripada mencaci maki. Janganlah engkau adukan perbuatannya
terhadapmu kepada orang lain sehingga menimbulkan permusuhan.
Jadilah
engkau sebagai orang mukmin yang mencari uzur dan jangan menjadi seperti orang
munafik yang mencari aib-aib orang Lain.
Katakanlah
di dalam hatimu bila temanmu berbuat kesalahan itu karena ja mempunyai uzur
yang tidak aku ketahui. Janganlah engkau menasihati salah seorang dari mereka
sebelum engkau periksa dengan hatimu apakah ia bisa menerima nasihatmu. Kalau
tidak, ia tidak akan mendengarkan nasihatmu dan memusuhimu. Apabila mereka
keliru dalam suatu masalah dan mereka enggan belajar darimu, maka janganlah
engkau ajari mereka, karena bila mereka belajar darimu, mereka akan menjadi
musuhmu.
Kecuali bila kekeliruan itu berkaitan
dengan maksiat yang mereka lakukan karena kebodohan dari mereka. Maka sebutlah
kebenaran dengan lemah lembut tanpa kekerasan.
Apabila
engkau melihat perbuatan mulia dan kebaikan, maka bersyukurlah kepada Allah
yang menjadikan mereka mencintaimu. Dan apabila engkau melihat kejahatan dari
mereka, serahkanlah mereka kepada Allah dan berlindunglah kepada Allah dari
kejahatan mereka dan jangan menegur mereka.
Teguran
secara sembunyi lebih baik daripada pemurusan hubungan, sindiran lebih baik
daripada penegasan, rulisan lebih baik daripada bicara langsung dan menahan
diri lebih baik daripada semua itu. Janganlah engkau katakan kepada mereka:
Mengapa kalian tidak mengenal hakku sedang aku adalah fulan bin fulan dan aku
unggul dalam ilmu. Itu adalah perkataan orang yang dungu, sedangkan orang yang
paling dungu adalah orang yang memuji dirinya.
Ketahuiah
bahwa Allah tidak menjadikan mereka menindasmu dengan kejahatan itu,
kecuali lantaran suatu dosa yang pernah engkau lakukan, walaupun setelah
beberapa tahun. Maka mohonlah ampun kepada Allah atas dosamu setiap waktu.
Dalam
riwayat Ibnu Hibban: Kami menghitung seratus kali perkataan Rasulullah
dalam satu majelis, yaitu:
“Ya Tuhanku, ampunilah
dosaku dan terimalah tobatku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang.”
Asy-Syadzali rahimahullah
berkata: Hendaklah engkau sering mengucapkan istigfar, meskipun tidak
berdosa.”
Ketahuilah bahwa kejahatan yang mereka
lakukan adalah hukuman dari Allah bagimu di dunia dan jadilah engkau di
antara mereka mendengarkan perkataan mereka yang benar dan tidak mendengarkan
kebatilan mereka dengan tidak menyiarkan di antara orang-orang atau engkau
menasihati mereka dengan lemah lembut atau mengabaikannya sama sekali. Engkau
sebutkan kebaikan-kebaikan mereka dan menyiarkannya di antara orang-orang
dengan menampakkan kegembiraan dan menutupi kejelekan-kejelakan mereka. Semoga
Allah mengasihani orang yang melihat kejelekan saudaranya dan menutupinya.
Hindarilah bergaul dengan para pelajar fikih di zaman ini, terutama
orang-orang yang menyibukkan diri dengan ilmu khilaf dan perdebatan.
Waspadalah
terhadap mereka, karena mereka mengharap-kan datangnya bencana atas dirimu
karena kedengkian mereka mengharapkan datangnya bencana atas dirimu
berdasarkan sangkaan-sangkaan yang buruk. Mereka memberi isyarat di belakangmu
dengan kedipan mata dan menyebut-nyebut kesalahanmu dalam pergaulan mereka
hingga mereka mengecammu dengan kesalahan-kesalahan itu seakan-akan mereka
memukulmu dengan batu di dahimu ketika mereka marahmarah kepadamu dan berdebat
denganmu. Mereka tidak memaafkan kesalahanmu dan tidak menutupi aibmu. Mereka
menunrutmu atas perbuatan yang sangat remeh, maka terlebih pula yang lebih
besar dari itu.
Mereka dengki kepadamu atas
sesuatu kenikmatan yang sedikit dan banyak. Mereka menghasut orang-orang
terhadapmu dengan melancarkan naminah. Dalam hadis disebutkan: Tidaklah masuk
surga orang yang suka melakukan naminah. Mereka suka mengadukan kepada
penguasa dan melancarkan fitnah terhadapmu. Jika mereka senang kepadamu, maka
pada lahirnya mereka menunjukkan kelembutan yang sangat. Jika mereka tidak
senang denganmu, maka batin mereka adalah kejengkelan. Bagian luar mereka
adalah baju dan bagian dalam mereka adalah serigala. Ini adalah yang kita
saksikan pada sebagian besar dari mereka, kecuali siapa yang dipelihara
Allah Maka berteman dengan mereka adalah suatu kerugian dan bergaul
dengan tidak mendatangkan pertolongan.
Ini adalah
hukum orang yang menampakkan persahabatan denganmu. Maka bagaimana pula orang
yang memusuhimu secara terangterangan.
Al-Oadhi
ibnu Maruf rahimahumullah berkata:
Waspadailah
musuhmu sekali, dan waspadailah temanmu seribu kali.
Barangkali
temanmu berubah, maka ia lebih tahu cara untuk menimbulkan bahaya.
Abu
Tamman berkata:
Musuhmu berasal dari temanmu,
maka jangan terlalu sering menyalahkan teman.
Karena penyakit’yang
engkau lihat kebanyakan berasal dari makanan atau minuman.
Abu
Said Ats-Tsauri berkata: ” Apabila engkau berteman dengan seseorang, maka
buatlah dia marah. Kemudian suruhlah orang untuk menanyainya tentang dirimu
dan rahasia-rahasiamu. Jika ia berkata baik atau menyembunyikan rahasiamu,
maka temanilah dia.”
Dzun Nun berkata: “Tiada
kebaikan dalam berteman dengan orang orang tidak ingin melihatmu kecuali dalam
keadaan terpelihara. Dan siapa yang menyiarkan rahasia di waktu marah, maka ia
adalah orang yang hina.” Seorang bijak berkata: “Janganlah berteman dengan
orang yang berubah dalam empat keadaan, yaitu di waktu marah dan senangnya, di
saat ia tamak dan menuruti hawa nafsunya. Akan tetapi ia harus tetap sikapnya
dalam berbagai keadaan sebagai teman yang tulus.”
Seorang
penyair berkata:
Engkau lihat orang yang mulia
apabila putus hubungannya
Menyembunyikan yang buruk dan menampakkan
kebaikan Dan engkau lihat orang yang hina ketika dipenuhi kebutuhannya
Menyembunyikan
yang baik dan menampakkan dusta.
Jadilah engkau
sebagaimana dikatakan oleh Hilal ibnu Ala Ar-Ruqiy:
Ketika
kuberi maaf dan aku tidak mendendam kepada seorangpun kubebaskan diriku dari
keresahan permusuhan kuberi salam kepada musuhku sewaktu melihatnya untuk
menolak gangguan dariku dengan memberi salam kutampakkan senyum kepada manusia
yang kubenci seakan-akan ia telah memenuhi hatiku dengan kegembiraan aku tidak
selamat dari orang yang tidak kukenal maka bagaimana aku selamat dari orang
yang berkasih sayang orang-orang itu penyakit dan obatnya adalah membiarkan
mereka sedang menjauhi mereka berarti memutuskan persaudaraan maka berdamailah
dengan orang-orang niscaya engkau selamat dari gangguan mereka dan berusahalah
keras untuk menghasilkan kasih sayang
Asy-Syaf”i
berkata:
Manusia itu penyakit tersembunyi yang
tak ada obatnya akal bingung terhadap mereka dan tak berdaya Jika engkau giat
mereka bilang engkau mengejek atau engkau bersantai mereka bilang pemalas Jika
engkau bergaul dengan mereka maka mereka bilang engkau tamak Jika engkau jauhi
mereka, maka mereka bilang engkau jemu Jika engkau tidak menginginkan harta
mereka sebagai kemuliaan mereka bilang engkau sudah kaya dan jika engkau minta
kepada mereka, ternyata mereka kikir Sungguh aku bingung mengenai urusanku dan
urusan mereka seperti halnya burung unta yang bukan burung dan bukan unta
Rasulullah
bersabda:
“Sesungguhnya kalian tidak bisa
mencukupi orang-orang dengan hartamu, tetapi yang mencukupi mereka dari kamu
adalah wajah ceria dan akhlak yang baik.”
Wahai
pencari kebaikan, amalkanlah adab-adab penghidupan dan pergaulan bersama
berbagai macam manusia.
Seorang bijak berkata:
Temuilah teman dan musuhmu dengan wajah ceria tanpa merendahkan diri
maupun.takut kepada keduanya. Tunjukkan kewibawaan tanpa menyombongkan diri
dan tawadhu tanpa menghinakan diri. Beradablah engkau dalam semua urusanmu
ditengahnya, karena kedua ujungnya adalah sifat tercela.
Seorang
penyair berkata:
Ambillah sikap tengah dalam
segala urusan karena ia adalah cara terbaik dalam menempuh jalan yang lurus
Janganlah engkau melampaui batas atau ceroboh karena kedua sifat itu tercela
Rasulullah bersabda:
“Sebaik-baik perkara
adalah yang di tengah.” Janganlah engkau memandang ke kanan dan kiri dan
jangan sering menoleh ke belakang maupun berhenti di tempat orang-orang yang
duduk tanpa keperluan. Apabila engkau duduk bersama orang-orang, maka
janganlah mengangkat kedua kakimu dan janganlah mengaitkan jari-jarimu, karena
perbuatan itu menyebabkan mengantuk dan berasal dari setan. Janganlah engkau
mempermainkan janggut dan cincinmu dan mengorek gigimu serta memasukkan
jari-jarimu dalam hidungmu. Janganlah banyak meludah dan mengeluarkan ingus
serta mengusir lalat dari wajahmu. Janganlah banyak menggeliat dan menguap di
hadapan orang banyak dan di dalam salat serta lainnya.
Apabila
engkau menguap, maka tutupilah mulutmu dengan punggung tanganmu yang kiri
untuk mengusir setan, karena menguap berasal dari setan.
Hendaklah
engkau duduk dengan tenang dan bicara yang teratur. Dengarkanlah perkataan
baik dari orang yang berbicara kepadamu tanpa menampakkan keheranan yang
banyak dan jangan terlalu banyak bercerita. Janganlah engkau ceritakan tentang
kekagumanmu terhadap anakmu maupun syairmu, perkataan dan karanganmu serta
segala urusanmu. Janganlah memaksakan sikap seperti orang salih dalam
tindaktandukmu seperti wanita yang berlebihan dalam bersolek.
Janganlah
memakai baju yang hina seperti budak dan jangan terlalu banyak memakai celak.
Janganlah berlebihan dalam memakai minyak di badan dan jangan mendesak dalam
mencari keperluanmu dari orangorang dan jangan mendorong seseorang untuk
berbuat kezaliman kepada orang lain. Karena siapa yang membantu perbuatan
jahat, ia pun terlibat di dalamnya.
Janganlah
engkau memberitahu istri dan anakmu maupun orang lain kader kedudukan yang
engkau miliki.
Karena jika mereka melihatnya
sedikit, maka mereka meremehkannya. Dan jika mereka melihatnya banyak, mereka
tetapi tidak puas. Menjauhlah dari mereka bila mereka bersalah tanpa bersikap
keras dan bersikaplah lunak terhadap mereka tanpa menunjukkan kelemahan.
Janganlah engkau bercanda dengan budak perempuan maupun budak lelakimu supaya
tidak hilang kewibawaanmu dari hati mereka.
Demikian
pula terhadap orang-orang lainnya. Oleh karena itu dikatakan: “Janganlah
menampakkan putihnya gigimu kepada seseorang supaya ia tidak menampakkan
kehitaman duburnya kepadamu.”
Apabila engkau
bertengkar dengan orang lain, maka hargailah dirimu supaya orang-orang
mengikuti perkataanmu.
Demikian dikatakan oleh
Asy-Syeikh Abdush Shomad. Jangan sampai engkau melakukan atau mengatakan
sesuatu yang bertentangan dengan syara di waktu bertengkar dan jangan
terburu-buru ketika menjawab dan ketika marah. Pikirkanlah jawabanmu dan
jangan banyak memberi isyarat dengan menoleh serta jangan sering menoleh
kepada orang yang dibelakangmu, dan jangan duduk di atas kedua lututmu.
Apabila
amarahmu telah reda, maka bicaralah. Bahkan patutlah engkau diam sebeum
berwudu. (Ini adalah penyelesaian perkara yang dilakukan di hadapan raja atau
penguasa).
Jagalah dirimu dari teman yang hanya
menemanimu di saat engkau sakit dan miskin, karena ia adalah musuh yang paling
jahat. Dan Janganlah engkau jadikan hartamu lebih mulia daripada kehormatanmu.
Barangsiapa bergurau atau ribut di majelis, hendaklah ia menyebut nama Allah
ketika berdiri.
Nabi bersabda:
“Barangsiapa
duduk di suatu majelis dan banyak ribut di situ, lalu mengucapkan sebelum
berdiri dari tempat duduknya itu: Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan
memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku mohon ampun dan
bertobat kepada-Mu, maka diampunilah dosanya di majelis itu.”
Hai
pemuda, cukuplah bagimu kadar ini dari Bidayatul Hidayat, maka amalkanlah
dengan permulaan ini bagi dirimu. Permulaan itu terdiri dari tiga bagian. Satu
bagian mengenai adab-adab ketaatan, satu bagian tentang meninggalkan maksiat
dan satu bagian tentang pergaulan dengan manusia. Permulaan hidayat ini
mencakup hubungan hamba dengan Al-Khalig dan manusia. Keseluruhan ini
dinamakan agama yang sempurna dan ia adalah bekal untuk akhirat. Jika engkau
lihat permulaan hidayat ini dekat dengan dirimu dan engkau dapati hatimu
condong kepadanya serta ingin mengamalkan isinya, maka ketahuilah bahwa engkau
adalah hamba Allah yang diterangi hatimu dengan iman sempurna oleh
Allah dan dilapangkan Allah dadamu dengannya.
Maka
bersyukurlah kepada Allah yang memberimu petunjuk untuk melakukan itu
dan mohonlah kepada-Nya agar tetap di atas jalan yang lurus. Telah jelas bahwa
permulaan ini mempunyai penghabisan dan di balik penghabisan itu ada
rahasia-rahasia dan rincian-rincian yang telah saya sebutkan pertama kali
dalam syarah ini dan ilmu-ilmu batin seperti ihnu hal ihwal hati.
Adapun
yang terpuji darinya adalah kesabaran, syukur, rasa takut, harapan, keridaan,
zuhud, gana’ah, pengetahuan karunia Allah dalam semua keadaan, baik
sangka dan keikhlasan dan sebagainya. Adapun yang tercela adalah takut miskin,
benci takdir, mencari ihnu, ingin dipuji, ingin panjang umur di dunia untuk
bersenang-senang dan sebagainya.
Dan mukasyafah,
yaitu puncak ilmu. Ia adalah ibarat cahaya yang nampak di dalam hati ketika
membersihkan dari sifat-sifatnya yang tercela. Dari cahaya itu timbul banyak
hal hingga timbul pengetahuan yang hakiki tentang Dzat Allah dan
sifat-sifat-Nya yang kekal dan sempurna, perbuatan-perbuatan-Nya,
hikmah-hikmah-Nya dalam hukum penciptaan dunia dan akhirat dan alasan
pengutamaan-Nya terhadap akhirat di atas dunia.
Kami
telah memasukkannya dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, maka pelajarilah kitab
Al-Ihya’ supaya engkau menjadi ahli dhahir dan batin sekaligus. Telah
dikatakan: Ulama dhahir adalah perhiasan bumi dan kerajaan bumi, sedangkan
ulama batin adalah perhiasan langit dan kerajaan langit. :
As-Sariyyu
berkata kepada Al-Junaid: Semoga Allah menjadikanmu ahli hadis yang sufi dan
tidak menjadikanmu sebagai sufi yang ahli hadis. Dengan itu ia mengisyaratkan
kepada pendapat bahwa siapa yang mempelajari hadis dan ilmu, kemudian belajar
tasawuf, ia pun beruntung. Dan siapa yang belajar tasawuf sebelum ilmu, ia pun
membahayakan dirinya.
Jika engkau melihat dirimu
merasa berat mengamalkan wirid-wirid ini dan mengingkari ilmu semacam ini,
lalu dirimu berkata kepadamu: Bagaimana ilmu ini bisa bermanfaat bagimu dalam
majelis ulama dan kapan engkau bisa mengungguli teman-teman sejawat dan
sederajat dan bagaimana ilmu ini bisa mengangat kedudukanmu di majelis umara
dan wuzara. Bagaimana ia menyampaikanmu kepada pemberian dan tunjangan yang
diberikan oleh mereka serta kepemimpinan atas wakaf dan peradilan.
Maka
ketahuilah bahwa setan telah menyesatkan dan membuatmu lupa akan tempat
kembali dan tempat tinggalmu, yaitu akhirat. Oleh karena itu carilah setan
seperti engkau untuk memberitahukan kepadamu apa yang engkau sangka bahwa ia
berguna bagimu di dunia dan menyampaikanmu kepada keinginanmu. Kemudian
ketahuilah bahwa kemuliaan itu tidak bersih dari kekeruhan, baik di rumahmu
maupun di desa dan kotamu.
Kemudian engkau akan kehilangan
kemuliaan yang kekal dan kenikmatan abadi di sisi Tuhan sekalian alam.
Segala puji bagi Allah yang pertama dan terakhir, yang lahir dan batin dan
tiada daya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi
dan Maha Agung.
Semoga Allah melimpahkan salawat dan salam yang
banyak kepada Sayyidina Muhammad dan keluarga serta para
sahabatnya.[alkhoirot.org]