Adab Tatacara Berinteraksi dengan Allah dan Manusia

Adab Tatacara Berinteraksi dengan Allah dan Manusia Adab Tidur Adab-Adab Salat Adab Imam Dan Makmum Adab-Adab Salat Jumat Adab-Adab Puasa Menjauhi Per

Adab Tatacara Berinteraksi dengan Allah dan Manusia

 Nama kitab: Terjemah Maroqil 'Ubudiyah: Syarah Bidayatul Hidayah
Nama kitab asal: Maraqi al-Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayah (مراقي العبودية شرح بداية الهداية)
Ejaan lain:  Maraaqi al-Ubuudiyyah Sharh Bidayat al-Hidaayah, Maraaqi al-Oboodiyah
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Bantenk, Indonesia
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang studi:Tasawuf, sufisme, tarekat, suluk

Daftar Isi

  1. Adab Tidur
  2. Adab-Adab Salat
  3. Adab Imam Dan Makmum
  4. Adab-Adab Salat Jumat
  5. Adab-Adab Puasa
  6. Menjauhi Perbuatan Maksiat
  7. Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati
  8. Adab Bergaul Dengan Al-Khaliq Dan Sesama
  9. Kembali ke: Terjemah Maroqil Ubudiyah

 Adab Tidur

Semua yang engkau kerjakan dalam harimu mempunyai adabadab, demikian juga dengan tidur. Sebelum engkau tidur hendaknya mengerjakan adab-adabnya yang enam,

Pertama, menghadap kiblat. Menggelar alas tidur dengan menghadap kiblat. Menghadap kiblat itu ada dua macam, yang pertama:

    Menghadap kiblat seperti orang yang menghadapi ajal, yakni berbaring di atas punggungnya, wajah dan perutnya menghadap kiblat. Cara berbaring ini dibolehkan bagi orang lelaki dan makruh bagi perempuan.

    Tidur di atas sisi kanan sebagaimana mayit berbaring di dalam lahatnya, dan dengan bagian depan badan menghadap kiblat. Adapun tidur di atas wajah, maka itu adalah tidurnya setan dan hukumnya makruh. Adapun tidur di atas sisi sebelah kiri, dianjurkan para dokter, karena mempercepat pencernaan makanan. Untuk memenuhi sunah dan segi kedokteran patutlah ia berbaring di atas sisi kanan sebentar sesudah makan, kemudian berbalik di atas sisi kiri.

Kedua, ketahuilah bahwa tidur ibarat kematian dan jaga ibarat kebangkitan, karena setiap orang tidak tahu kapan ia akan dicabut nyawanya. Barangkali Allah  mencabut nyawamu di saat tidur. Maka bersiaplah untuk berjumpa dengan-Nya dengan tidur dalam keadaan suci.

 

Ketiga, hendaklah menulis wasiat yang diletakkan di bawah bantal. Karena boleh jadi nyawamu diambil di waktu tidur. Maka jika seseorang mati tanpa wasiat, ia tidak berbicara di alam barzakh. Sesungguhnya orang-orang mati saling mengunjungi di dalam kubur-kubur mereka. Seseorang berkata kepada yang temannya: “Kenapa orang yang miskin ini?”

 

Dijawab: “Ia mati tanpa meninggalkan wasiat.” Demikian dinukil dari Ibnu Sholah. Al-Bujairami berkata, hal itu bisa diartikan bila ia mati tanpa meninggalkan wasiat yang wajib karena telah dinazarkannya.

 

Keempat, tidurlah dalam keadaan bertobat dari dosa-dosa dan memohon untuk tidak mengulangi berbuat dosa.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abi Said Al-Khuudfi dari Nabi  beliau bersabda:

 

“Barangsiapa ketika hendak tidur mengucapkan, “Aku mohon ampun kepada Allah yang rada Tuhan selam Dia Yang Hidup Kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya tiga kali, maka Allah  mengampuni dosa| dosanya.”

 

Berusahalah untuk selalu berbuat kebaikan kepada sesama muslim jika Allah membangkitkanmu dari tidur.

 

Nabi  bersabda:

 

“Barangsiapa tidur tanpa berniat untuk menganiaya seseorang dan tidak mendendam kepada seseorang, diampunilah dosanya.”

 

Ingatlah bahwa engkau akan berbaring dalam lahatmu seperti itu dalam keadaan sendirian dan terasing. Engkau tidak mempunyai sesuatu apa pun selain amal dan tidak dibalas kecuali dengan usahamu. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya hasil usahanya akan dilihatnya.”

 

Yakni dalam timbangannya pada hari kiamat tanpa ada keraguan dengan janji yang tidak akan meleset, meskipun setelah waktu yang lama.

 

Kelima, janganlah membiasakan dirimu tidur di atas kasur yang empuk, dan janganlah tidur bila tidak sangat mengantuk, kecuali kalau ingin tidur supaya bisa bangun di akhir malam. Adalah mereka tidur bila sangat mengantuk, dan makan bila sangat lapar dan berbicara hanya seperlunya.

 

Janganlah paksakan tidur, karena tidur itu menganggurkan kehidupan, kecuali bila jagamu berakibat buruk atas dirimu, dan tidurmu menimbulkan keselamatan bagi agamamu, maka ketika itu engkau boleh tidur.

 

Disunahkan bagi untuk merapikan dan membersihkan tempat tidurnya bila ingin kembali tidur sesuai dengan sabda Nabi :

 

“Apabila seseorang dari kamu ingin tidur, hendaklah ia mengebas alas tidurnya dengan bagian dalam sarungnya, karena ia tidak tahu apa yang ditinggalkannya di situ.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah)

 

Ketahuilah bahwa dalam sehari semalam 24 jam, maka gunakan waktumu untuk tidur siang dan malam tidak lebih dari 8 jam.

 

Jika engkau tidur di waktu malam lebih dari 8 jam, maka tidak ada artinya tidur di siang hari. Maka cukuplah bagimu jika engkau hidup misalnya 60 tahun bahwa engkau menyia-nyiakan 20 tahun darinya, yaitu sepertiga umurmu.

 

Siapkan siwakmu dan air untuk bersuci ketika akan tidur dan bertekadlah untuk bangun malam atau bangun sebelum Subuh. Diriwayatkan dari Rasulullah , bahwa beliau bersiwak beberapa kali setiap malam ketika hendak tidur dan di waktu bangun dari tidur.

 

Adalah dua rakaat di tengah malam merupakan salah satu simpanan kebaikanmu untuk memenuhi kebutuhanmu di dalam kubur dan di hari kiamat. Simpanan hartamu di dunia tidak akan cukup bagimu bila engkau mati. Nabi  bersabda: “Barangsiapa mendatangi tempat tidurnya sedang ia berniat bangun malam dan mengerjakan salat, tetapi ia tertidur sampai pagi, maka ditulis baginya apa yang diniatkannya dan tidurnya menjadi sedekah atas dirinya dari Allah

 

Keenam, berdoa ketika akan tidur dan ketika bangun dari tidur, katakanlah ketika hendak tidur.

 

“Dengan menyebut nama-Mu ya Tuhanku, aku letakkan lambungku dan dengan menyebut nama-Mu aku mengangkatnya, maka ampunilah dosaku. Ya Allah, lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau bangkirkan hamba-hamba-Mu Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan aku mati. Dan aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari kejahatan setiap makhluk yang jahat dan kejahatan setiap makhluk yang nyawanya berada di tangan-Mu, sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Ya Allah, Engkaulah yang permulaan, maka nada sesuatu pun sebelum Engkau. Dan Engkaulah yang penghabisan, maka tiada sesuatu pun selai Engkau. Engkaulah Yang Tampak dan tiada sesuatupun di atas-Mu dan Engkaulah Yang Tersembunyi, maka nada sesuatu pun di dekat-Mu. Lunaskanlah hutangku daan cukupilah aku dan jauhkan aku dari kemiskinan.”

 

Di dalam Al-Ihya’ dan Al-Adzkar yang diriwayatkan oleh Abi Dawud, sampai pada kata “anta al-awalu”.

 

Adapun riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah, maka seperti itu, kecuali lafaz: “Lunaskanlah hutang kami dan cukupilah kami dan jauhkan dari kemiskinan.”

 

“Ya Allah, Engkau ciptakan diriku dan engkau mematikannya. Engkaulah yang berkuasa mematikan dan menghidupkannya sewaktu-waktu. Jika Engkau mematikannya, maka ampunilah dia dan jika Engkau menghidupkannya, maka peliharalah dia sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang salih. Ya Allah, aku mohon kepadaMu maaf dan keselamatan dalam agama, dunia dan akhirat.”

(HR. Muslim dari Ibnu Umar)

 

“Ya Allah, bangunkanlah aku dalam saat yang paling aku sukai dan Jadikanlah aku sebagai pelaku amal yang paling Engkau sukai untuk mendekatkan aku kepada-Mu sedekat-dekatnya dan menjauhkan aku dari kemarahan-Mu sejauh-jauhnya. Aku memohon kepada-Mu hingga Engkau memberiku dan aku mohon ampun kepada-Mu hingga Engkau ampuni aku dan aku berdoa kepada-Mu hingga Engkau mengabulkannya bagiku.”

 

Kemudian bacalah ayat Kursi. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi bahwa siapa membacanya ketika hendak tidur, maka Allah mengamankannya atas dirinya, tetangganya dan rumah-rumah di sekitarnya. Demikian disebutkan dalam As-Siraajul Munir. Kemudian diteruskan dengan membaca ”Aamanaar rasuul” hingga akhir surah Al-Baqarah. Diriwayatkan dari Nabi  bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surah Al-Bagarah dalam suatu malam, maka kedua ayat itu akan melindunginya.” Asy-Syarbini menambahi, yakni dari ketidak-mampuan bangun malam atau dari segala yang menyedihkannya.

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar dari Ali bahwa ia berkata: “Tidaklah kulihat seorang yang berakal tidur sebelum membaca tiga ayat terakhir dari surah Al-Bagarah dan Al-Ikhlas tiga kali sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Adzkar dan Al-Mu’ awwidzatain.”

 

Kemudian tiuplah dalam kedua tanganmu ketika membaca dan usaplah kepala, wajah dan bagian tubuhmu yang lain dan lakukan itu tiga kali. Kemudian bacalah surah Al-Mulk, dan ucapkanlah dalam keadaan terjaga:

 

“Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa lagi Maha Penakluk, Tuhan Penguasaa langit dan bumi dan segala yang terdapat di antara keduanya. Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

 

Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Aisyah  Hendaklah engkau tertidur dalam keadaan berzikir dan dalam keadaan suci.

 

Barangsiapa bersuci sebelum tidur, ruhnya dinaikkan ke Arsy dan ditulis sebagai orang yang salat hingga ia bangun dan mimpinya benar. Jika tidak tidur dalam keadaan suci, maka mimpi-mimpinya kacau dan tidak benar. Saya maksudkan dengan ini kesucian batin dan lahir sekaligus. Kesucian batin itulah yang berpengaruh dalam tersingkapnya tabir kegaiban. Apabila engkau bangun, maka kembalilah kepada apa yang saya beritahukan kepadamu pertama sekali dalam bab adab-adab di waktu bangun dan peliharalah tertib ini dalam sisa umurmu. Jika berat bagimu memeliharanya, maka sabarlah dengan kesabaran orang sakit yang menahan pahitnya obat sambil menunggu kesembuhan dan pikirkanlah umurmu yang pendek.

 

Jika engkau hidup seratus tahun misalnya, maka umur itu sedikit dibandingkan tinggalmu di negeri akhirat yang abadi.

 

Renungkanlah bagaimana engkau menanggung kepayahan dan kehinaan dalam mencari dunia selama sebulan atau setahun karena berharap bisa beristirahat dengan kenikmatan dunia itu selama 20 tahun misalnya. Mengapa engkau tidak sanggup menanggung kepayahan dengan mengamalkan wirid-wirid dalam masa yang sebentar dari hidupmu di dunia demi mengharapkan istirahat untuk selama-lamanya. Kenikmatan dunia dibanding pahala akhirat tidak ada artinya.

 

Janganlah engkau panjangkan angan-anganmu sehingga menjadi berat bagimu untuk beramal sementara kematian telah dekat.

 

Katakanlah dalam hatimu: Aku menanggung kepayahan hari ini dengan membaca wirid-wirid, karena boleh jadi aku mati nanti malam. Dan aku bersabar malam ini dengan menanggung pahitnya berjaga dalam melakukan ibadat, karena boleh jadi aku mati besok. Maka ibadat itu menjadi bekal bagiku di akhirat.

 

Sesungguhnya kematian tidak akan datang kepada seorang hamba dalam waktu yang telah ditentukan, tetapi ia kan datang sewaktu-waktu dalam setiap keadaan, baik keadaan sehat, sakit, lalai maupun ingat. Dan kematianpun tidak datang dalam umur tertentu, tetapi ia akan datang kepada anak kecil, pemuda maupun orang tua.

 

Maka kematian itu pasti menyerang dalam setiap keadaan sehingga persiapan untuk menghadapinya lebih patut daripada persiapan untuk mendapatkan kenikmatan dunia, sedangkan engkau tahu bahwa engkau tidak tinggal di dalamnya kecuali sebentar. Barangkali ajalmu hanya tinggal sehari atau sedetik, maka pikirkanlah serangan kematian ini dalam hatimu setiap hari.

 

Nabi  bersabda: “Hadiah bagi orang mukmin adalah kematian.” Nabi  mengatakan ini karena dunia adalah penjara bagi orang mukmin di mana ia bersusah payah dan mematahkan syahwat serta memerangi setannya. Maka kematian merupakan pembebasan baginya dari siksaan ini, sedangkan pembebasan itu adalah hadiah baginya.

 

Ar-Rabi bin Khaitsam berkata: ”Andaikata hatiku tidak mengingat kematian sesaat, niscaya rusaklah dia.”

 

Paksakan dirimu untuk sabar dalam mentaati Allah hari demi hari karena jika engkau bisa hidup selama 50 tahun misalnya, dan engkau memaksanya bersabar dalam mentaati Allah, niscaya nafsu itu putus asa dan menjadi sulit bagimu.

 

Maka jika engkau lakukan itu, engkau pun gembira di saat kematian dengan kegembiraan yang tak berakhir, setelah engkau melihat tempatmu di surga, karena engkau telah bersiap-siap untuk akhirat dengan beribadat dan membersihkan jiwa. Jika engkau menunda-nunda ketaatan dan menggampangkannya, maka datanglah kematian kepadamu secara mendadak dalam waktu yang tidak engkau sangka dan engkau pun menyesal dengan penyesalan yang tak berakhir. Amalan orang-orang di waktu malam berupa ibadat akan dipuji di pagi hari sebagaimana halnya orang-orang yang melakukan perjalanan malam akan terpuji di waktu pagi karena mempersingkat perjalanan.

 

Saat kematian adalah kabar yang jelas kepadamu, yakni gembira dengan mendapat rida Tuhan sekalian alam atau bersedih karena mendapat kemurkaan-Nya dan kamu akan mengetahui kabar tersebut setelah waktu tertentu, yakni setelah habis umurmu.

 

Setelah kami tunjukkan kepadamu tertib dari wirid-wirid, maka akan kami sebutkan bagimu cara salat dan puasa, adab-adabnya dan adab-adab imam, makmum dan salat Jumat.

Adab-Adab Salat

 

Apabila selesai membersihkan kotoran di badan dan telah suci dari hadas tutuplah aurat dari pusat sampai ke lutut, berdirilah menghadap kiblat sambil merenggangkan kedua telapak kaki dan bacalah surah AnNaas untuk melindungi diri dari godaan setan.

 

Hadirkan hatimu dengan apa yang sedang engkau hadapi dan kosongkan dari rasa was-was dan ingatlah di hadapan siapa engkau berdiri dan bermunajat serta agungkanlah munajat itu dalam dirimu.

 

Hendaklah engkau merasa malu untuk bermunajat kepada Tuhanmu dengan hati yang lalai dan dada yang dipenuhi dengan urusan dunia serta keinginan-keinginan buruk, bukan memikirkan urusan akhirat seperti surga dan neraka. Ini adalah makruh pula sebagaimana di sebutkan oleh Ar-Ramli. Ketahuilah bahwa di saat engkau berdiri di hadapan Allah 48 Dia mengetahui isi hatimu dan melihat kepada hatimu. Bayangkan dalam salatmu bahwa surga ada di sebelah kananmu dan neraka di sebelah kirimu, karena jika hati sibuk mengingat akhirat, terputuslah rasa was-was darinya. Maka perumpamaan ini menjadi obat untuk menolak rasa waswas. Demikian disebutkan dalam Awaariful Ma’arif. Sesungguhnya Allah menerima dari salatmu sesuai dengan kadar kekhusyukan, ketundukanmu dan kerendahan diri serta doamu yang tulus. Ada yang mengatakan, salat itu terdiri dari empat bagian, yaitu kehadiran hati, penyaksian akal, ketundukan jiwa dan ketundukan anggota tubuh.

 

Kehadiran hati menyingkap tabir, penyaksian akal menghilangkan teguran, ketundukan jiwa membuka pintu-pintu dan ketundukan anggota tubuh mendatangkan pahala.

 

Maka siapa yang mengerjakan salat tanpa kehadiran hati, maka ia lengah. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa penyaksian akal, maka ia lalai. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan jiwa, maka ia berdosa. Sedangkan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan anggota tubuh, maka ia sia-sia. Barangsiapa menunaikannya sebagaimana digambarkan, maka ia adalah mushalli yang memenuhi kewajibannya. Demikian disebutkan dalam Awaari ul Ma’ari .

 

Diriwayatkan dalam khabar: “Tidaklah manusia mendapat dari salatnya kecuali apa yang ia pahami dari salatnya.” Dan telah diriwayatkan dalam khabar bahwa siapa yang khusyuk dalam salatnya, wajiblah surga baginya dan ia pun keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Beribadatlah kepada Allah dalam salatmu seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Jika hatimu tidak hadir dan anggota badanmu tidak tenang lantaran kurangnya pengetahuan terhadap kebesaran Allah , maka hadirkan dalam salat seorang salih dari pemuka keluargamu melihat kepadamu untuk mengetahui bagaimana salatmu. Saat itu hatimu hadir dan anggota-anggota tubuhmu akan tenang karena takut dikatakan salatmu kurang khusyuk.

 

Kemudian katakan dalam hatimu: “Hai diri yang buruk, engkau mengaku mengenal Allah dan mencintai-Nya. Tidakkah engkau merasa malu terhadap Pencipta dan Tuhanmu, karena engkau telah berbuat riya dalam salatmu dengan mengumpamakan seorang hamba yang hina melihatmu sedang ia tidak berkuasa membahayakanmu maupun memberimu manfaat, namun anggota badanmu tunduk dan salatmu menjadi baik. Engkau pun tahu bahwa Allah melihatmu sedang engkau tidak tunduk kepada kebesaran-Nya. Apakah Allah  di sisimu lebih kecil dari pada salah seorang hamba-Nya.

 

Betapa besarnya kedurhakaan dan kebodohanmu dan betapa besar permusuhanmu terhadap dirimu, karena engkau menghormati seorang hamba yang hina dan tidak menghormati Allah , engkau takut kepada manusia dan tidak takut kepada Allah  sedangkan engkau seharusnya lebih takut kepada-Nya.”

 

Obatilah hatimu dengan cara ini, barangkali hatimu hadir bersamamu dalam salatmu, karena engkau tidak mendapat dari salatmu, kecuali yang engkau perhatikan sepenuhnya. Adapun bacaan dan zikir yang engkau lakukan dalam keadaan lalai dan lupa, maka ia memerlukan istigfar dan kaftarat (tebusan), karena salatmu mengalami cacat. Khusyuk dalam salat, walaupun dalam sebagian darinya adalah wajib. Akan tetapi ia bukan syarat sahnya salat sebagaimana disebutkan oleh Ahmad Al-Bahrawi.

 

Jika hatimu hadir, maka janganlah tinggalkan iqamat meskipun sendirian, karena ia adalah untuk pembukaan salat. Jika engkau menunggu kehadiran jamaah, maka serukanlah azan dan iqamat. Pendapat ini bahwa azan tidak disunahkan bagi orang yang salat sendirian, ini berdasarkan mazhab yang lama, karena yang dimaksud dengan azan adalah pemberitahuan sedangkan hal itu tidak terdapat pada orang yang salat sendirian. Pendapat ini lemah.

 

Dalam mazhab baru azan disunahkan bagi orang yang salat sendirian dengan mengeraskan suara di dalam bangunan atau di padang luas, meskipun ia mendengar azan orang lain. Cukuplah dalam azannya bila ia memperdengarkan dirinya.

 

Lain halnya dengan azan untuk pemberitahuan. Apabila engkau menyerukan iqamat, maka niatkanlah tujuan salat sesuai dengan jenisnya. Ketahuilah bahwa istihdhar (menghadirkan salat) ada dua macam, hakiki dan urfi. Yang hakiki ialah menghadirkan bentuk salat secara terinci dengan menghadirkan salat yang dimaksud, setiap bagiannya. Sedangkan urfi ialah menghadirkan salat secara keseluruhan. Kemudian mugaranah ada dua macam, hakiki dan urfi. Hakiki ialah bila bertujuan mengerjakan salat yang di maksud, misalnya Zuhur, dan tidak melalaikannya dari permulaan takbir hingga akhirnya. Para ulama menukil dari Imam Asy-Syafi’i bahwa yang wajib menurutnya adalah istihdhar urfi disertai mugaranah hakiki. An-Nawawi memilih pendapat Imam Haramain, yaitu mencukupkan dengan mugaranah urfiah bersama istihdhar urfi. Ini adalah ringkasan pendapat yang disebutkan dalam Kasybun Nigaab leh Asy-Syeikh Ali bin Abdul Barr Al-Wanna’iy.

 

Selalu niatkan dalam hatimu setiap engkau akan salat sesuai dengan waktunya untuk membedakan dari yang qadha’ dan sunah serta dari waktu lainnya. Hendaklah makna-makna dari lafaz-Iafadz ini hadir dalam hatimu ketika engkau bertakbir dan pertahankan sampai akhir takbir supaya niatnya tidak lepas darimu sebelum selesai bertakbir, karena itulah yang wajib menurut Imam Asy-Syafi’i dan lebih sempurna menurut Imam Haramain.

 

Apabila semua itu sudah hadir dalam hatimu, maka angkatlah kedua tanganmu di waktu bertakbir sampai batas kedua pundakmu dengan kedua telapak tangan terbuka. Jangan merapatkan jari-jarimu dan jangan merenggangkannya, tetapi biarkan menurut apa adanya hingga kedua telapak tanganmu sejajar dengan kedua telingamu.

 

Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’. Akan tetapi Ibnu Hajar berkata seperti Syaikhul Islam, disunahkan membuka kedua telapak tangan dan merentangkan jari-jari serta merenggangkannya secara sedang.

 

Apabila kedua telapak tanganmu sudah berada tepat di tempatnya, maka bertakbirlah dengan menghadirkan niat yang lalu. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.

 

Ibnu Hajar dan An-Nawawi berkata: ” Pendapat yang lebih sahih ialah bahwa yang lebih utama di waktu mengangkat tangan adalah bertepatan dengan permulaan takbir.”

 

Al-Wanna’iy berkata: “Dianjurkan mengakhiri takbir bersama meletakkan kedua tangan.”

 

Kemudian turunkan kedua tangan dengan perlahan dan jangan mendorong kedua tanganmu ketika mengangkat dan menurunkannya ke depan dengan keras maupun mengangkatnya dengan keras ke belakang ketika selesai bertakbir.

 

Dan jangan mengebaskannya ke kanan dan ke kiri, yakni bila engkau selesai bertakbir. Apabila engkau menurunkan kedua tanganmu, maka angkatlah lagi ke dadamu setelah menurunkannya. Muliakanlah tangan kanan dengan meletakkannya di atas tangan kiri dan bentangkan jari-jari tangan kanan sepanjang tangan kirimu dan peganglah pergelangan tangan kirimu dengan telapak tangan kananmu, sambil membaca, “Allah Maha Besar sebesar-besarnya dan segala puji yang banyak bagi Allah. Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan urus dan berserah diri dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidup dan matiku adalah bagi Allah Tuhan sekalian alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan dengan semua itu aku disuruh dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”

 

Jika engkau berada di belakang imam, maka ringkaslah dalam membaca doa iftitah karena takut tidak bisa membaca Al-Fatihah sebelum rukuknya imam.

 

Bacalah “A’udzu billahi min asy-syaithaanir rajiim” setiap mengawali membaca surah dengan suara pelan dalam setiap rakaat, karena taawud dianjurkan ketika hendak membaca surah.

 

Bacalah surah Al-Fatihah secara benar dan berusahalah sekuat tenaga untuk membedakan antara dhaad dan dhaa’ dalam bacaanmu di dalam salatmu dan ucapkanlah Amin, setelah membaca Al-Fatihah, karena separuhnya adalah doa. Maka dianjurkan kita memohon kepada Allah agar mengabulkannya, baik di dalam salat maupun di luarnya.

 

Akan tetapi lebih dianjurkan di dalam salat. Janganlah menyambung perkataan dengan kalimat sebelumnya, tetapi berhentilah sebentar di antara keduanya untuk membedakan zikir dari Al-Qur’an. Bacalah surah dengan suara keras dalam salat Subuh, Magrib dan Isya, yakni dalam dua rakaat pertama, kecuali bila menjadi makmum. Dan ucapkanlah Amin dengan suara keras dalam salat yang keras bacaannya, walaupun engkau sendirian.

 

Bacalah dalam salat Subuh surah-surah yang panjang dari AlMutashshal sesudah Al-Fatihah. Permulaan Al-Muf ashshal adalah surah Al-Hujuraat dan penghabisannya adalah surah An-Naba dan surahsurahnya yang panjang adalah seperti surah Al-Mursalaat.

 

Dan bacalah dalam salat Magrib surah-surah yang pendek, yaitu dari Adh-Dhuha hingga akhir Al-Qur an.

 

Dalam salat Zuhur, Asar dan Isya bacalah surah-surah yang sedang seperti Al-Buruuj dan yang hampir sama dengannya.

 

Dalam salat Subuh di hari Jumat bila waktunya luas, bacalah Alif Laam Miim Tanziil dalam rakaat pertama dan Al-Insaan dalam rakaat kedua. Jika salat Subuh di perjalanan bacalah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Kedua surah ini dinamakan kemurnian ibadat dan agama sedang AlIkhlash untuk kemurnian tauhid.

 

Begitu pula salam dua rakaat fajar, thawaf dan tahiyyat serta di waktu membaca surah dianjurkan bagi imam, orang yang sendirian dan makmum yang tidak mendengar bacaan imamnya. Janganlah menyambung akhir surah dengan takbir rukuk, tetapi diamlah sebentar seperti lamanya ucapan Subhanallah. Disunahkan pula diam sebentar antara ucapan Amin dan surah yang dibacanya.

 

Jika ia tidak membacanya, maka di antara Amin dan rukuk. Dan disunahkan bagi imam untuk diam sesudah mengucapkan Amin dalam salat yang keras bacaannya sekadar pembacaan Al-Fatihah oleh makmum jika diketahuinya bahwa makmum membacanya di waktu diamnya.

 

Hendaklah di waktu berdiri engkau memandang ke tempat sujudmu, walaupun engkau salat di dalam Kakbah atau di belakang seorang nabi atau mensalati jenazah. Hal ini dilakukan sejak permulaan hingga akhir salat, karena lebih menyatukan dan lebih menghadirkan hati.

 

Apabila membaca tasyahud, maka disunahkan membatasi pandangannya pada jari telunjuknya selama terangkat setelah memberi isyarat dengannya: Illallah dalam tasyahud dan hendaklah membungkuk mengahadap kiblat. Hal itu berlangsung terus hingga berdiri dari tasyahud awal atau salam dalam tasyahud akhir.

 

Janganlah engkau menoleh ke kanan atau ke kiri dalam salatmu dan seandainya engkau bermaksud bermain dengan menoleh, maka batallah salatmu. Kemudian bertakbirlah untuk rukuk dan angkatlah kedua tanganmu bersama permulaan takbir dan jangan terus mengangkatnya sampai selesai sebagaimana disunahkan mengangkat kedua tangan dalam takbiratul ihram. Panjangkan takbirnya sampai selesai rukuk, kemudian letakkan kedua telapak tanganmu di atas kedua lututmu sementara jarijarimu terbuka sedikit menghadap kiblat sepanjang betis dengan lurus. Tegakkan kedua lututmu secara terpisah dan ulurkan punggung dan leher serta kepalamu dengan lurus seperti papan dan jauhkan kedua sikumu dari kedua lambungmu. Untuk wanita cukup merapatkan yang satu dengan yang lain.

 

Ucapkanlah “subhana robbiyal adhiim” tiga kali. Jika engkau sendirian, maka boleh ditambah hingga 27 kali.

 

Mengucapkan tasbih sekali telah menghasilkan sunah, tetapi makruh. Kemudian angkatlah kepalamu hingga engkau berdiri tegak dan angkatlah kedua tanganmu seraya mengucapkan “sami allahu liman hamidah”. Apabila engkau berdiri tegak, lepaskanlah kedua tanganmu dan ucapkanlah:

 

“Ya Tuhan kami, segala puji bagi-Mu sepenuh langit dan sepenuh bumi dan apa pun yang engkau kehendaki selam itu.”

 

Jika engkau mengerjakan salat Subuh, maka bacalah qunut dalam rakaat kedua sesudah bangkit dari rukuk. Ounut terwujud dengan setiap kalimat yang mengandung doa dan pujian kepada Allah. Akan tetapi yang paling utama adalah qunut Nabi , yaitu:

 

“Ya Allah, berilah aku perunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk dan berilah aku kesehatan di antara orang-orang yang Engkau beri kesehatan, pimpinlah aku di antara orang-orang yang Engkau pimpin, berkatilah dalam apa yang Engkau berikan dan lindungilah aku dari keburukan takdir-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tidak menerima keputusan. Sesungguhnya tidaklah hina siapa yang engkau cintai dan tidaklah mulia siapa yang engkau musuhi, Maha Suci Tuhan kami dan Maha Tinggi.”

 

Dianjurkan membaca sesudah ini:

 

Demikian disebutkan dalam Al-Adzkar.

 

Kemudian sujudlah sambil bertakbir, tanpa mengangkat kedua tangan dan letakkan lebih dulu kedua lututmu, kemudian kedua tanganmu, yakni kedua telapak tanganmu dalam keadaan terbuka, kemudian dahimu dalam keadaan terbuka dan letakkan hidungmu sejajar dengan dahi.

 

Wajib menempelkan dahi pada tempat sujud, sedang membuka anggota sujud yang selain itu adalah mandub dan kedua lutut adalah makruh sedangkan meninggalkan tertib dalam meletakkan anggotaanggota ini adalah makruh.

 

Jauhkanlah kedua sikumu dari lambungmu dan angkatlah perutmu di atas kedua pahamu, sedangkan wanita jangan melakukan itu. Dan letakkan kedua tanganmu di atas tanah sejajar dengan pundak sambil mengucapkan “subhana robbiyal a’laa” tiga kali atau tujuh kali atau sepuluh kali bilamana engkau berada sendirian.

 

Demikian pula bila engkau salat berjamaah dan sujud lama, karena di dalam sujud tidak boleh diam.

 

Adapun bagi seorang imam, maka jangan lebih dari tiga kali. Kemudian angkatlah kepalamu dari sujud seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tanganmu hingga engkau duduk tegak dan duduklah di atas tumit kakimu yang kiri dan tegakkan telapak kakimu yang kanan dan letakkan kedua telapak tanganmu di atas kedua pahamu dengan jarijari terbuka, jangan merapatkan maupun merenggang-kannya. Tidaklah mengapa bila terus meletakkan kedua telapak tangan di atas tanah hingga sujud yang kedua.

 

Ucapkanlah dalam keadaan duduk itu:

 

”ya Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk dan perbaikilah aku, berilah aku keselamatan dan maafkanlah aku. ”

 

Dalam .Al-Adzkar diriwayatkan oleh Baihagi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi  apabila mengangkat kepalanya dari sujud, beliau mengucapkan:

 

“Ya Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, perbaikilah aku, angkatlah derajarku, berilah aku rezeki dan berilah aku perunjuk. Dalam riwayat Abi dawud: “Dan berilah aku keselamatan.”

 

Janganlah memanjangkan duduk ini, kecuali dalam salat tasbih. Kemudian sujudlah untuk kali yang kedua seperti itu, kemudian duduklah tegak sejenak untuk istirahat dalam setiap rakaat yang tidak ada tasyahud sesudahnya.

 

Tidaklah mengapa bila makmum ketinggalan dari imam lantaran duduk ini, karena hanya sebentar. Bahkan melakukannya pada waktu itu adalah sunah. Ini tidak disunahkan sesudah sujud tilawat.

 

Kemudian engkau berdiri dari sujud dan duduk istirahat dan engkau letakkan kedua tangan di atas tanah dengan bertumpu pada bagian bawah kedua telapak tanganmu dan jari-jarinya. Janganlah engkau majukan salah satu dari kedua kakimu di waktu bangkit dan mulailah mengucapkan takbir untuk bangkit ketika mendekati batas duduk istirahat dan panjangkan takbir itu hingga tengah-tengah kebangkitanmu untuk berdiri. Hendaknya duduk ini cepat sekali, maka tidak boleh memanjangkannya seperti duduk di antara dua sujud sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar. Duduk ini tidak disunahkan bagi orang yang duduk, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dan Ar-Ramli.

 

Kerjakanlah rakaat yang kedua seperti rakaat pertama, yakni dalam meletakkan kedua tangan di bawah dada, membaca Al-fatihah dan surah serta memusatkan pandangan pada tempat sujud. Ulangilah membaca taawud dalam permulaan berdiri, karena ia disunahkan untuk membaca surah dan jangan ulangi membaca doa iftitah.

 

Kemudian duduklah dalam rakaat kedua untuk membaca tasyahud pertama dan letakkan tangan kanan di waktu duduk tasyahud di atas paha kanan dengan jari-jari tergenggam, kecuali jari telunjuk dan ibu jarimu.

 

Bentangkan telunjuk kananmu dengan memiringkannya sedikit supaya tidak keluar dari arah kiblat engkau mengucapkan.” “Illallah”, bukan ketika mengucapkan: ”Laa ilaha.”

 

Dan letakkan tangan kiri dengan jari-jari terbentang di atas paha kiri dan duduklah di atas kakimu yang kiri dalam tasyahud ini seperti di antara dua sujud dan dalam tasyahud akhir duduk tawarruk (di atas paha).

 

Lengkapilah tasyahud akhir dengan doa yang terkenal di antara orang-orang yang diriwayatkan dari Rasulullah , sesudah membaca salawat untuk Nabi  seperti:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahanam dan siksa kubur, dari irnah di masa hidup dan sesudah mati serta kejahatan Al-Masih ad-Dajjal. Ya Allah, aku telah menganiaya diriku dengan penganiayaan yang banyak dan besar dan tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

 

Duduklah dalam tasyahud akhir di atas pantatmu yang kiri dan letakkan kakimu yang kiri di luar dari bawahmu dan tegakkan telapak kaki kanan. Kemudian setelah selesai membaca tasyahud, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri ucapkanlah:

 

Tidaklah dianjurkan mengucapkan: wa barokaatuhu, karena bertentangan dengan yang masyhur dari Rasulullah  meskipun telah disebutkan dalam sebuah riwayat oleh Abi Dawud. Demikian disebutkan dalam Al-Adzkar.

 

Pada kali pertama engkau menoleh hingga terlihat pipimu yang kanan dari belakangmu dan pada kali kedua hingga terlihat dari belakangmu pipimu yang kiri. Niatkanlah keluar dari salat dengan salam yang pertama dan niatkanlah salam bagi para malaikat dan muslimin dari golongan manusia dan jin. Dengan salam yang pertama engkau niatkan bagi siapa saja yang ada di sebelah kananmu dan dengan salam yang kedua bagi siapa saja yang ada di sebelah kirimu dan boleh engkau niatkan pula bagi yang di belakang dan di depanmu. Disunahkan menjawab oleh orang yang tidak salat dan tidak wajib menjawab karena salam itu untuk tahallul.

 

Ini adalah bentuk salat munfarid dan akan datang sifat salat jamaah yang melebihi sifat ini. Tiang salat adalah khusyuk dan kehadiran hati disertai bacaan dan zikir dengan pemahaman Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Setiap salat yang hati tidak hadir di dalamnya, maka ia lebih cepat mendapat hukuman.” Diceritakan dalam suatu hikayat: “Apabila engkau memasuki salat, maka berilah aku kekhusyukan dari hatimu dan ketundukan dari badanmu serta air mata dari matamu, karena sesungguhnya Aku adalah dekat,”

 

Rasulullah  bersabda:

 

“Sesungguhnya hamba mengerjakan salat dan tidak ditulis baginya dari salat itu seperenam maupun sepersebuluhnya, tetapi ditulis bagi hamba itu dari salatnya sebanyak yang ia perhatikan darinya.”

 

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abi Hurairah bahwa apabila hamba mengerjakan salat di depan orang banyak dengan sebaik-baiknya dan mengerjakan salat tersembunyi dengan sebaikbaiknya, maka Allah  berkata: Ini adalah hamba-Ku yang sejati. Maksudnya ialah apabila seorang hamba mengerjakan salat fardu atau sunah yang terlihat oleh banyak orang, lalu ia kerjakan salat itu dengan sebaik-baiknya dan melakukan apa yang dituntut dalam salat itu serta tidak bersikap riya dengannya atau mengerjakan salat yang tidak terlihat oleh seseorang dan mengerjakannya dengan baik dengan memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya sedang ia memenuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, maka Allah memujinya dan menyiarkan pujian itu di antara para malaikat sehingga mereka mencintainya, kemudian ia dicintai oleh para penghuni bumi. Inilah hamba yang digambarkan sebagai hamba yang melakukan ketaatan. Maka ja adalah hamba sejati.

 Adab Imam Dan Makmum

 

Seorang imam harus mengetahui adab-adabnya yang delapan.

 

Pertama, ia ringankan salat, yakni di waktu membaca surah, meskipun diriwayatkan bahwa Nabi  membaca dalam salat Zuhur surah yang panjang dari jenis Al-Mufashshal hingga 30 ayat, dan membaca separuhnya dalam salat Asar dan membaca akhir Al-Mufashshal dalam salat Magrib.

 

Diriwayatkan bahwa dalam salat Magrib terakhir yang dikerjakan Rasulullah  beliau membaca surah Al-Mursalat.

 

Ringkasnya adalah lebih utama meringankan salat, terutama apabila jamaahnya banyak.

 

Nabi  bersabda:

 

“Apabila seseorang dari kamu mengimami orang banyak, maka hendaklah ia meringankan salatnya, karena di antara mereka ada yang lemah dan orang tua serta orang yang mempunyai keperluan. Apabila ia salat sendiri tak apalah ia memanjangkan sesuai keinginannya.”

 

Anas bin Malik  pernah menjadi pelayan Rasulullah  selama sepuluh tahun. Beliau berkata: “Tidak pernah aku salat di belakang seseorang imam yang salatnya lebih ringan dan lebih sempurna dari pada salat Rasulullah ”

Kedua, imam tidak bertakbir sebelum muazin menyelesaikan 1gamatnya dan selama saf-saf makmumnya belum lurus.

 

Maka hendaklah ia menoleh ke sebelah kanan dan sebelah kiri. Jika melihat penyimpangan, ia suruh orang-orang meluruskan saf.

 

Muazin mengakhirkan iqamat sesudah azan sekadar persiapan orangorang untuk menunaikan salat, karena Nabi $£, melarang menahan kentut dan kencing dan beliau menyuruh mendahulukan makan malam untuk mengosongkan hati.

 

Ketiga, imam bertakbir dengan suara keras sedang makmum tidak mengeraskan suaranya, kecuali sekadar yang terdengar olehnya.

 

Imam meniatkan imaman supaya mendapat keutamaan jamaah. Jika imam tidak berniat imaman, maka salatnya tetap sah begitu juga dengan makmumnya bila mereka berniat menjadikannya sebagai panutan dan mereka mendapat keutamaan sebagai makmum. Apabila makmum meninggalkan niat ini atau meragukannya dan mengikutinya dalam perbuatan atau salam selama mengikutinya, maka batallah salatnya karena ia menghentikan salat tanpa ada ikatan antara imam dan makmum.

 

Keempar, imam membaca doa iftitah dan taawud dengan suara pelan seperti munfarid (pada salat sendiri). Membaca Al-Fatihah dan surat dengan suara keras dalam kedua rakaat Subuh dan dua rakaat pertama dari Magrib dan Isya, begitu pula munfarid. Imam mengucapkan amin dengan suara keras dalam salat yang keras bacaannya dan begitu pula makmumnya, baik jamaahnya sedikit atau banyak. Begitu pula ucapan amin itu untuk bacaan imamnya, bukan untuk bacaannya sendiri.

 

Tidaklah disunahkan membaca amin oleh makmum untuk bacaan dalam salat yang pelan bacaannya, meskipun imam mengeraskan bacaannya. Makmum mengucapkan amin serentak dengan ucapan amin imamnya, bukan sesudah dan sebelumnya. Tidak ada dalam salat suatu tempat di mana dianjurkan ucapan serentak oleh makmum dan imam, melainkan dalam ucapan amin. Adapun dalam perkataan-perkataan lainnya, maka hendaklah perkataan makmum diucapkan sesudah perkataan imam.

 

Kelima, sesudah membaca Al-Fatihah hendaknya imam diam sejenak supaya kembali nafasnya dan makmum membaca Al-Fatihah dalam salat yang keras bacaannya (jahriyah) dalam diamnya ini.

 

Diamnya imam selama ini adalah supaya makmum bisa mendengarkan pembacaan surat oleh imam. Makmum tidak membaca surat dalam salat jahriyah kecuali bila ia tidak mendengar suara imam karena sesuatu hal seperti jauh atau tuli atau mendengar suara yang tidak dipahami atau membaca dengan suara pelan di depannya, walaupun dalam salat jahriyah. Maka boleh ia membaca sebuah surah atau lebih hingga imam rukuk, karena salat itu tidak ada diamnya, kecuali yang disyariatkan.

 

Keenam, imam tidak melebihi dari tiga kali ketika membaca tasbih dalam rukuk dan sujudnya.

 

Diriwayatkan bahwa ketika Anas bin Malik salat di belakang Umar bin Abdul Aziz yang menjadi Amir di Madinah, ia berkata: “Tidak pernah aku salat di belakang seseorang yang salatnya lebih menyerupai Rasulullah dari pada pemuda ini.” Kami bertasbih di belakangnya sepuluh kali dan itu adalah baik.

 

Akan tetapi tiga kali itu bila jamaahnya lebih banyak. Maka hal itu lebih baik. Bilamana yang hadir adalah orang-orang yang hanya memusatkan perhatiannya pada agama, maka tidaklah mengapa bertasbih sepuluh kali. Ini adalah cara menggabungkan riwayat ini. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya”.

 

Ketujuh, imam tidak menambahi setelah mengucapkan Allahumma sholli ‘ala Muhammad dalam tasyahud awal.

 

Adapun makmum, maka disunahkan baginya berdoa setelah selesai membaca tasyahud dan salawat atas Nabi  sebelum imam.

 

Kedelapan, imam membatasi dalam dua rakaat terakhir pada AlFatihah, demikian pula munfarid.

 

Adapun makmum, maka disunahkan baginya membaca surat dalam rakaat ketiga dan keempat bila selesai dari membaca Al-Fatihah sebelum imam rukuk, karena tiada arti bagi diamnya.

 

Janganlah imam memanjangkan bacaan terhadap para makmum dan Jangan lebihkan doanya dalam tasyahud akhir dari tasyahud dan salawat atas Rasulullah  Akan tetapi yang lebih utama adalah doanya kurang dari kedua bacaan itu, karena doa mengikuti keduanya dan dihukum makruh atas imam bila melebihkan doanya dari kedua bukaan itu. Akan tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi lainnya.

 

Ketika mengucapkan salam, imam berniat memberi salam kepada para makmum dan para makmum berniat menjawabnya dengan ucapan salam mereka di samping niat tahallul.

 

Disunahkan bagi makmum untuk tidak mengucapkan salam sampai imam selesai dari mengucapkan kedua salamnya.

 

Andaikata sunahnya ditinggalkan dengan mengucapkan salam sebelum salam yang kedua dari imamnya, maka disunahkan bagi imam untuk menjawabnya. Hendaklah imam tinggal sebentar sesudah selesai mengucapkan salam. Dalam kabar disebutkan bahwa Nabi  , tidak duduk, kecuali sekadar mengucapkan:

 

“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dari Engkau berasal keselamatan. Maha Suci Engkau wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”

 

Imam menghadapkan wajahnya kepada Orang-Orang dan yang lebih utama menjadikan sebelah kanannya menghadap orang-orang dan sebelah kirinya menghadap mihrab untuk mengikuti sunah Nabi , di luar masjid Nabi   Adapun di dalam masjidnya, maka ia hadapkan sisi kanannya kepadanya demi sopan santun terhadap Nabi

 

Menurut Abi Hanifah: “Ta hadapkan wajahnya kepada mereka”, sebagaimana dikatakan oleh Athiyah dan Al-Bujairami.

 

Janganlah menoleh bila di belakangnya ada orang-orang perempuan. Biarlah mereka pergi lebih dulu. Disunahkan bagi mereka pergi sesudah imam memberi salam, karena percampuran dengan mereka bisa menimbulkan fitnah. Janganlah seseorang makmum berdiri sebelum imam berdiri, karena berdirinya makmum sebelum imam beranjak adalah makruh. Imam berpindah dari tempat salam ke tempat lain, walaupun di tengah masjid atau dari bagian masjid atau ke jalan yang diinginkannya di sebelah kanan atau sebelah kirinya sedangkan sebelah kanan lebih disukai.

 

Janganlah imam mengkhususkan doa bagi dirinya dalam qunut Subuh. Maka Janganlah ia katakan: “Allahumma ihdini?” (Ya Allah, berilah aku petunjuk), tetapi ia katakan: “Allahumma ihdinaa” (Ya Allah, berilah kami petunjuk).

 

Demikianlah berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh Tirmidzi: “Janganlah seseorang mengimami orang-orang, tetapi mengkhususkan doa bagi dirinya tanpa mereka. Jika ia lakukan, maka ia telah mengkhianati mereka.” Yakni telah mengurangi pahala mereka dengan menghilangkan apa yang dibutuhkan bagi mereka. Maka hal itu tidak disukai. Adapun nash yang menyebutkan doa bagi diri sendiri, maka itu adalah di luar qunut. Imam membaca qunut dengan suara keras, walaupun dalam salat yang pelan bacaannya menurut mazhab yang sahih. Para makmum mengucapkan Amin dengan suara keras bila mereka mendengar qunut imam, apabila mereka tidak mendengarnya, maka mereka baca qunut dengan suara pelan.

 

Mereka tidak perlu mengangkat tangan, karena tidak ada dasarnya dalam kabar-kabar. Pendapat ini lemah.

 

Akan tetapi yang shahih adalah disunahkan mengangkat kedua tangan dalam seluruh qunut dan mengucapkan salawat dan salam sesudahnya.

 

Telah diriwayatkan hadis mengenai mengangkat tangan di waktu qunut. Tidaklah disunahkan mengusap kedua tangan sesudahnya dalam salat dan dianjurkan diluarnya.

 

Makmum membaca sisa qunut sejak perkataannya:

 

Dengan suara pelan dan ia adalah pujian. Maka tidaklah patut baginya mengucapkan amin, tetapi ia baca bersama imam dan mengucapkan seperti perkataannya dan itu lebih utama. Atau ia katakan: Balaa wa anaa alaa dzalika min asy-syaahidin atau ia katakan: Asyhadu atau ia diam sambil mendengarkan imamnya.

 

Makmum mengucapkan amin sesudahnya mengucapkan salawat untuk Nabi , berdasarkan pendapat yang kuat, karena ia adalah doa.

 

Janganlah makmum berdiri sendirian di luar saf, tetapi hendaklah ia masuk dalam saf bila tidak ada halangan atau menarik orang lain kesampingnya dan berdiri bersamanya agar keluar dari perselisihan mengenai batalnya salat sendirian di belakang saf. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ibnul Mundziir, Ibnu Khuzaimah dan Al-Humaidi.

 

Ketahuilan bahwa syarat-syarat menjadi seorang imam ada enambelas.

 

    Tamyiz, 2. Berakal, 3. Islam, 4. Laki-laki bila mengimami orang lelaki atau banci, 5. Ia harus seorang mukallaf bilamana menjadi imam Jumat dan termasuk empat puluh orang, 6. Tidak ada keharusan mengulangi salat seperti orang yang bertayamum karena dingin atu karena tidak ada air di tempat yang besar dugaan adanya air di situ, 7. Ia tidak boleh bertindak sembarangan tanpa ijtihad jika ia memerlukannya mengenai bejana atau baju atau kiblat. Salat semacam itu adalah batal dan harus diulang, 8. Mengetahui cara salat, 9. Tidak salah ucap sehingga merusak makna di waktu membaca Al-Fatihah, 10. Tidak bisu, meskipun makmumnya bisu pula, 11. Bukan seorang yang ummi, yaitu tidak bisa membaca Al-Fatihah dengan baik sedang makmumnya pandai membaca, 12. Ia tidak boleh mengikuti lainnya, 13. Bukan pelaku bid’ah yang bisa dikafirkan, 14. Perbuatan-perbuatannya harus jelas bagi makmum supaya bisa mengikutinya, 15. Berkumpulnya syarat-syarat salat pada imam secara yakin atau dugaan taharah, menutup aurat dan menjauhi najasah yang tidak dimaafkan, 16. Berniat imaman dalam salat yang wajib niat itu di dalamnya, yaitu Jumat dan salat muakkadah (salat yang diulang) dan salat yang dijamak karena hujan dan yang dinazarkan secara jamaah seperti salat led dan semacamnya, misalnya seseorang yang bernazar untuk mengerjakan salat itu secara jamaah, kemudian ia salat sebagai imam, maka wajiblah niat imaman.

 

Tidaklah patut makmum mendahului imam dalam perbuatan| perbuatannya atau menyamainya, tetapi ia harus berada di belakangnya dan tidak bergerak untuk rukuk, kecuali bila imam sudah rukuk dan tidak bergerak untuk sujud, selama dahi imam belum menyentuh tanah. Ketahuilah bahwa syarat-syarat makmum ada sembilan.

 

    Mengikuti imamnya dalam semua perbuatannya. Maka ia tidak boleh mendahuluinya dengan dua rukun fi’li (perbuatan) walaupun sebentar dengan sengaja sedang ia mengetahui pengharamannya dan tidak ketinggalan dua rukun fi’li tanpa alasan, 2. Niat mengikuti imam atau jamaah atau menjadi makmum secara mutlak selain salat Jumat, karena mengikuti imam adalah perbuatan sengaja sehingga memerlukanniat. Begitu juga dengan salat Jumat, atau semua salat yang dikerjakan secara berjamaah, 3. Kesesuaian makmum dengan imamnya dalam sunah-sunah yang pelanggarannya merupakan kesalahan besar di waktu melakukan dan meninggalkannya seperti sujud tilawat, 4. Meyakini kedahuluan imamnya atas semua perbuatannya, 5. Mengetahui perpindahan-perpindahan dalam semua perbuatan imam supaya bisa mengikutinya, 6. Tidak boleh mendahului imam dalam perbuatannya, 7. Tidak meyakini kebatalan salat imamnya. Andaikata makmum bermazhab Syafi’i ragu mengenai perbuatan yang wajib pada makmum bermazhab Hanafi misalnya, maka hal itu tidak berpengaruh pada keabsahan untuk terus mengikuti imam yang demi berbaik sangka dalam menghindari perselisihan. Andaikata makmum bermazhab Syafi’i mengetahui imam tidak membaca basmalah, maka tidak sah ia mengikutinya, meskipun imam yang diikutinya adalah seorang imam yang agung. Demikian dikatakan oleh Muhammad As-Samanudi, 8. Berkumpulnya imam dan makmum di satu tempat, 9. Kesesuaian antara bentuk salat imam dan makmum dalam perbuatanperbuatan nyata.

Adab-Adab Salat Jumat

 

Ketahuilah bahwa hari Jumat adalah hari raya Orang-orang mukmin. Salat Jumat adalah salat yang paling utama dan harinya adalah hari yang paling utama.

 

Hari Jumat lebih besar di sisi Allah dari pada hari raya Fitri dan Adha. Adapun hari Arafah, maka ia lebih utama darinya dan ini berbeda dengan imam Ahmad.

 

Jumat adalah hari yang mulia, Allah   mengkhususkan umat ini dengannya. Dalam khabar disebutkan bahwa dalam setiap Jumat Allah   membebaskan 600.000 orang dari api neraka. Nabi  bersabda: “Barangsiapa mati pada hari Jumat atau malam Jumat, ditulis baginya pahala orang yang mati syahid dan dilindungi dari fitnah kubur.”

 

Di hari Jumat terdapat saat yang disembunyikan Allah  di dalamnya. Tidaklah seorang hamba muslim mendapatinya dan memohon sesuatu keperluan kepada Allah  di saat itu, melainkan Allah memberikannya kepadanya. Sebagian dari mereka mengatakan, waktu ijabah itu ada di akhir siang, karena Allah  menciptakan Adam   sesudah Asar pada hari Jumat dan karena sumpah menjadi berat sesudah Asar hari Jumat.

 

Oadhi Iyadh berkata: Waktu ijabah itu hanya sebentar dan terbatas antara duduknya imam di atas mimbar hingga ia memberi salam dari salat, yakni tidak keluar dari waktu itu.

 

Bukanlah yang dimaksud bahwa waktu itu meliputi seluruh waktu antara duduknya imam dan akhir salat, karena ia adalah waktu yang sedikit.

 

Kemudian pengarang menyebutkan di sini bahwa adab-adab Jumat ada tujuh.

 

Pertama, bersiap untuk menyambut Jumat sejak hari Kamis dengan membersihkan baju dan menyiapkan wangi-wangian, banyak mengucapkan tasbih dan istigfar pada sore hari Kamis, karena ia adalah saat yang keutamaannya menyamai keutamaan pada hari Jumat.

 

Seorang ulama salaf berkata: “Sesungguhnya Allah  mempunyai karunia selain rezeki untuk para hamba. Dia tidak memberikan karunia itu, kecuali kepada siapa yang memintanya pada sore hari Kamis dan siang hari Jumat.”

 

Berniatlah puasa hari Jumat, tetapi bersama Kamis atau Sabtu, karena tidak boleh pada hari Jumat saja.

 

Nabi  berkata:

 

 

“Janganlah seseorang puasa pada hari Jumat, kecuali bila berpuasa pada hari sebelumnya atau berpuasa sesudahnya.” (HR. Syaikhain)

 

Nabi  bersabda: “Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang diwajibkan atasmu.”

 

Kedua, apabila tiba waktu Subuh, maka mandilah, karena waktu mandi Jumat masuk dengan masuknya waktu Subuh.

 

Jika engkau tidak pergi ke masjid di awal waktu, maka sebaiknya engkau mandi di saat hendak berangkat ke masjid supaya kebersihanmu lebih dekat waktunya.

 

Mandi di hari Jumat sangat dianjurkan bagi setiap orang yang sudah baligh, tetapi tidak wajib berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abi Dawud dan lainnya:

 

“Barangsiapa berwudu pada hari Jumat, maka ia sudah berbuat benar dan baik. Dan siapa yang mandi, maka mandi lebih utama.”

 

Kemudian berhiaslah dengan memakai baju putih. Baju putih adalah baju terbaik di setiap zaman di mana tidak ada uzur sebagaimana dikatakan oleh pengarang. Karena ia adalah baju yang paling disukai Allah  Nabi  bersabda:

 

“Pakailah baju putih, karena ia adalah bajumu yang terbaik. Dan kafanilah mayitmu dengan baju itu.” (HR. Tirmidzi)

 

Pakailah minyak wangi yang paling harum yang engkau miliki.

 

Sebaik-baiknya minyak wangi bagi laki-laki adalah yang semerbak baunya dan tersembunyi warnanya sedangkan sebaik-baik minyak wangi bagi perempuan adalah yang nampak warnanya dan samar baunya.

 

Ketiga, bersihkan badanmu dengan mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan serta menggunting kumis hingga tampak bibirnya, tetapi dihukum makruh menghabiskannya.

 

Disunahkan menggunting kuku. Yang paling utama dalam menggunting kuku pada kedua tangan adalah memulai pada yang kanan dengan jari telunjuk hingga jari kelingking berturut-turut dan menyudahinya dengan ibu jari. Pada tangan kirinya ia mulai dengan jari kelingking dan menyudahinya dengan ibu jari secara berturut-turut. Pada kedua kaki ia mulai dari kelingking kaki kanan hingga kelingking kaki kiri secara berturut-turut.

 

Disunahkan pula bersiwak dan melakukan berbagai macam kebersihan lainnya serta mengharumkan bau. Yang paling utama adalah dengan misik, kecuali bila engkau dalam keadaan ihram sehingga wajib meninggalkannya atau dalam keadaan puasa sehingga dihukum makruh memakai minyak wangi. Imam Asy-Syaffi berkata: “Barangsiapa membersihkan bajunya sedikitlah kesusahannya. Dan siapa yang harum baunya, bertambahlah pemahamannya.”

 

Keempat, pergilah ke masjid pada awal waktu. Ini adalah sunah bagi selain imam dan khatib. Adapun imam, maka disunahkan baginya mengakhirkan hingga waktu khutbah. Berjalanlah dengan pelan dan tenang menuju masjid tanpa bermain-main dan selalu bersikap sopan. Nabi  , bersabda: “Barangsiapa pergi ke masjid untuk menunaikan salat Jumat dalam saat pertama, maka seakan-akan ia mengorbankan seekor unta. Dan siapa yang berangkat ke masjid dalam saat kedua, maka seakanakan ia mengorbankan seekor sapi. Dan siapa yang berangkat dalam saat ketiga, seakan-akan ia mengorbankan seekor domba yang besar tanduknya. Dan siapa yang berangkat dalam saat keempat, seakan-akan ia mengorbankan seekor ayam, sedangkan siapa yang berangkat dalam saat kelima seakan-akan mengorbankan sebutir telur. Apabila imam sudah masuk untuk naik mimbar, maka lembaran-lembaran di lipat dan penapena di angkat. Para malaikat berkumpul di dekat mimbar mendengarkan khutbah.”

 

Dalam sebuah riwayat, saat keempat seekor itik, dan saat kelima seekor ayam. Dalam riwayat An-Nasa’i, dalam saat kelima seperti orang yang menyembelih korban seekor burung. Dan saat keenam seperti menghadiahkan sebutir telur.

 

Ibnu Hajar berkata: “Yang dimaksud ialah waktu antara fajar dan naiknya khatib ke atas mimbar terbagi menjadi enam bagian yang sama, baik harinya panjang maupun pendek.”

 

Menurut riwayat, kedekatan para hamba di waktu memandang wajah Allah  adalah sesuai dengaan keberangkatan mereka di awal-awal waktu untuk menunaikan salat Jumat. Nabi  bersabda: “Tiga perkara yang andaikata Orang-orang mengetahui keutamaan yang terdapat di dalamnya, niscaya mereka memacu unta untuk mencarinya, yaitu azan, saf pertama dan pergi di awal waktu untuk menunaikan salat Jumat.”

 

Ahmaad bin Hanbal berkata: “Yang paling utama dari semua itu adalah berangkat di awal waktu untuk menunaikan salat Jumat.”

 

Diriwayatkan dalam kabar: “Pada hari Jumat para malaikat duduk di pintu-pintu masjid dengan membawa kitab-kitab dari perak di tangan dan pena dari emas. Mereka menulis siapa yang datang pertama, lalu yang pertama sesuai dengan tingkatan-tingkatan mereka.”

 

Kelima, disebutkan dengan perkataannya, apabila engkau telah memasuki masjid maka carilah saf pertama karena keutamaannya banyak. Ini adalah bila tidak melakukan kemungkaran di depan khatib dan tidak melangkahi pundak orang-orang.

 

Said bin Amir berkata:” Aku salat di samping Abi Darda kemudian ia terus mundur dalam saf-saf hingga kami berada di saf terakhir. Setelah selesai salat, aku berkata: Bukankah dikatakan: Saf pertama yang terbaik adalah pemulaannya?”

 

Abi Darda’ menjawab: ”Benar, akan tetapi umat ini mendapat rahmat dan diperhatikan di antara umat-umat. Maka apabila Allah  memandang kepada seorang hamba di dalam salat, diampunilah dosanya dan orang-orang yang berada di belakangnya.”

 

Sesungguhnya aku mundur karena berharap Allah akan mengampuni dosaku dengan sebab salah seorang dari mereka yang Allah memandang kepadanya. Maka siapa yang mundur dari saf pertama dengan niat ini karena mengutamakan orang lain dan menampakkan akhlak yang baik, maka ia lebih utama dan sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya.

 

Keenam, apabila orang-orang berkumpul, maka janganlah engkau melangkahi pundak-pundak mereka.

 

Adapun melewati saf-saf untuk mencapai saf terdepan misalnya bukanlah termasuk melangkahi pundak-pundak, tetapi menyibak saf bila tidak terdapat celah di dalam saf-saf itu untuk berjalan.

 

Melangkahi pundak-pundak hukumnya sangat makruh, karena Nabi  melihat seorang lelaki melangkahi pundak orang-orang, lalu berkata kepadanya: “Duduklah, engkau telah mengganggu orang karena datang terlambat.” Larangan ini tidak menunjukkan keharaman, karena gangguan disini untuk suatu tujuan sebagaimana disebutkan oleh Al-Bujairami.

 

Ketujuh, janganlah engkau lewat di depan mereka di saat mereka sedang salat.

 

Nabi , bersabda: “Andaikata orang yang lewat di depan orang yang sedang salat mengetahui dosa yang menimpanya, niscaya ia lebih baik berdiri empat puluh (hariltahun) dari pada lewat di depannya.”

 

Duduklah di dekat dinding atau tiang supaya mereka tidak lewat di depanmu. Jika tidak menemukan tiang, maka letakkanlah sesuatu di depanmu sebagai tanda batas.

 

Janganlah engkau duduk hingga engkau kerjakan salat tahiyyat masjid. Yang lebih baik adalah engkau kerjakaan salat empat rakaat dengan satu salam. Karena salat tahiyyat masjid hanyalah dengan satu salam walaupun seratus rakaat sebagaimana dikatakan oleh Al-Fasyani. Dalam setiap rakaat engkau bacaa sesudah Al-Fatihah surah AlIkhlash sebanyak 50 kali. Maka surah Al-Ikhlash dalam empat rakaat itu berjumlah 200 kali. Diriwayatkan dalam kabar bahwa siapa yang melakukan itu, ia pun tidak mati sebelum melihat tempatnya di surga atau ditunjukkan kepadanya.

 

Janganlah engkau tinggalkan tahiyyat masjid, meskipun imam sedang berkhutbah. Akan tetapi pada saat itu engkau harus meringankannya dengan hanya mengerjakan dua rakaat saja dan membaca yang wajib saja. Juga tidak dibolehkan bagi salah seorang yang hadir salat selain tahiyyat setelah khatib duduk, meskipun ia tidak mendengar khatib. Andaikata ia masuk masjid di akhir khutbah, maka jika besar dugaannya bahwa apabila ia kerjakan salat dua rakaat yang ringan, ia akan ketinggalan takbiratul ihram bersama imam, tidaklah disunahkan tahiyyat baginya, tetapi berdiri hingga diserukan iqamat dan janganlah ia duduk supaya ia tidak duduk di masjid sebelum mengerjakan tahiyyat.

 

Termasuk sunah adalah engkau baca dalam empat rakaat surah AlAn’aam, Al-Kahfi, Thaahaa dan Yaa-Siin.

 

Dalam Al-ihya’ disebutkan anjuran mengerjakan salat ini dengan membaca surah-surah ini dihari ini atau di waktu malamnya. Jika tidak mampu, maka engkau baca surah Yaa-Siin, Ad-Dukhan, Alif Laam Miim As-Sajdah dan surah Al-Mulk.

 

Janganlah engkau tinggalkan pembacaan surah-surah ini di malam Jumat, karena di dalamnya terdapat keutamaan yang banyak.

 

Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca surah Al-An’aam, ia pun terpelihara agamanya dan mendapat rezeki yang baik serta dikaruniai keberuntungan dalam dunia dan akhiratnya.

 

Nabi , bersabda: “Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi pada malam Jumat atau siang hari Jumat, ia diberi cahaya dari tempat ia membacanya sampai ke Mahsyar dan diampuni dosanya sampai Jumat berikutnya, ditambah tiga hari, didoakan oleh 70.000 malaikat sampai pagi dan dilindungi dari dabiilah (semacam penyakit perut yang sangat keras atau jantung), radang paru, lepra, belang dan fitnah Dajjal.”

 

Nabi , bersabda: “Tidaklah penghuni surga membaca Al-Quran, kecuali Yaa-Siin dan Ihaahaa.”

 

Menurut riwayat: Barangsiapa membaca surah Ihaahaa ia pun menyukai salat malam dan melakukan kebaikan serta menyukai pergaulan dengan para ahli agama. Dan siapa yang membaca surah Yaa-Siin, maka agamanya menjadi kuat. Diriwayatkan dari Ubaiy bin Ka’ab bahwa Nabi  bersabda: “Barangsiapa membaca surah Alif Laam Miim Tanzil, ia diberi pahala seperti orang yang menghidupkan malam Oodar.”

 

Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca surah As-Sajdah, ia pun kuat tauhidnya dan selamat keyakinannya.” Nabi  bersabda:

 

“Barangsiapa membaca Haa Mim Ad-Dukhan pada malam Jumat atau hari Jumat, maka Allah membangun baginya sebuah rumah di surga.”

 

Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca surah Al-Mulk, Allah nemberinya kebaikan dunia dan akhirat, harta milik dan kekayaannya menjadi banyak.”

 

Barangsiapa tidak bisa melakukan itu dengan baik, hendaklah ia banyak membaca surah Al-Ihklash dan banyak mengucapkan salawat untuk Nabi  pada hari ini secara khusus dan banyak membaca surah Al-Kahfi. Al-Wanna’iy berkata: “Sedikitnya salawat atas Nabi  adalah 300 kali di waktu malam dan 300 kali di waktu siang.”

 

Sedikitnya membaca surah Al-Kahfi adalah tiga kali dan membacanya di siang hari lebih utama, yang paling utama adalah sesudah Subuh.

 

Begitu khatib naik mimbar hentikanlah salat dan pembicaraan dan jawablah muazin, kemudian dengarkanlah khutbah dan ambillah pelajaran darinya. Al-Wanna’iy berkata: “Ketika khatib sudah berada di atas mimbar, maka seseorang yang salat harus meringankan bacaannya guna mendengar nasihat khatib. Akan tetapi memulai salat sebelum khatib duduk dan sesudah ia mulai naik tidaklah diharamkan.”

 

Adapun sesudah ia duduk, maka diharamkan. Salat tidak dikerjakan sama sekali, kecuali dua rakaat tahiyyat berdasarkan ijma’ sebagaimana disebutkan dalam Haasyiyah Al-Iqma. Janganlah bicara sama sekali di waktu imam menyampaikan khutbah.

 

Dalam khabar disebutkan bahwa siapa yang mengatakan kepada temannya: “Diamlah, maka ia pun telah berbuat dosa dan siapa yang berdosa tiada pahala Jumat baginya.” Maka patutlah ia melarang orang lain dengan isyarat, bukan dengan lafaz. Dalam mazhab jadid (baru) tidak diharamkan bicara di waktu khutbah, tetapi dihukum makruh.

 

Diam di saat imam menyampaikan khutbah adalah sunah. Yang di maksud dengaan perkataan Al-Laaghwi dalam khabar yang masyhur adalah menyalahi sunah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar. Yang dimaksud dengan perkataan: “Tiada Jumat baginya adalah tidak sempurna Jumatnya, bukan tidak sah Jumatnya.” Dalam mazhab godim (lama) diharamkan bicara pada waktu itu seperti imam-imam yang tiga dan wajib diam.

 

Al-Bujairami berkata: “Tidaklah dikatakan makruh berbicara sebelum khutbah dan sesudahnya dan di antara dua khutbah, walaupun tanpa keperluan. Kemudian ikutilah apa yang dilakukan imam dalam salat Jumat. Apabila engkau mendengar bacaan imam, maka janganlah membaca selain Al-Fatihah.

 

Apabila engkau selesai dari salat Jumat dan memberi salam, maka bacalah Al-Fatihah sebelum bicara tujuh kali, Al-Ikhlash tujuh kali dan Al-Mw’awwidzatain masing-masing tujuh kali.

 

Surah-surah tersebut melindungimu dari bahaya sejak hari Jumat itu hingga hari Jumat berikutnya dan menjadi pelindung bagimu dari gangguan setan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Aisyah dari Rasulullah  akan tetapi tanpa Al-Fatihah.

 

Diriwayatkan oleh Al-Hafidh Al-Mundzini dari Anas bahwa nabi , bersabda:

 

“Barangsiapa membaca setelah imam memberi salam pada hari Jumat sebelum melipat kakinya Al-Fatihah dan Qul huwallahu Ahad serta Al-Mu’aumridzatain masing-masing tujuh kali, diampunilah dosanya yang terdahulu dan yang kemudian dan ia diberi pahala sebanyak orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya.” Ucapkanlah empat kali sesudah salam dari salat Jumat sebagaimana diriwayatkan dari Ad-Dimyari dari Abi Thalib Al-Makki sebagaimana lisebutkan dalam Al-Ihya’.

 

”Ya Allah, Ya Tuhan Yang Maha Kaya, Ya Tuhan Yang Maha Terpuji, Ya Tuhan Yang Memulai Penciptaan, Ya Tuhan Yang Mengulangi Penciptaan, Ya Tuhan Yang Maha Pengasih, Ya Tuhan Yang Maha Penyayang,

cukupilah aku dengan segala yang engkau halaikan dan jauhkanlah aku dari segala yang Engkau haramkan. Cukupilah aku dengan mentaati-Mu daanjauhkan aku dari bermaksiat kepada-Mu serta cukupilah aku dengan karunia-Mu tanpa membutuhkan selain Engkau.”

 

Menurut riwayat: “Barangsiapa yang terus membaca doa ini, Allah mencukupiny a hingga tidak membutuhkan makhluk-Nya dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangkanya.”

 

Kemudian kerjakan salat dua rakaat sesudah Jumat sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Umar atau empat rakaa’at sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah atau enam rakaat sebagaimana diriwayatkaan oleh Ali dan Abdullah bin Abbas masing-masing dua rakaat dan perkataan ini tidak disebutkan dalam Al-Ihya’

 

Semua itu, yakni keterangan jumlah dua rakaat empat dan enam rakaat itu diriwayatkan dari Rasulullah  dalam berbagai keadaan.

 

Nabi , bersabda:

 

”Barangsiapa di antara kamu salat sesudah Jumat, hendaklah ia salat empat rakaat.”

 

Dalam sebuah riwayat Muslim:

 

“Apabila seseorang dari kamu selesai mengerjakan salat Jumat hendaklah ia salat sesudahnya empat rakaat.”

 

Al-Barkawi berkata mengenai makna hadis ini: Hai para mukallaf, barangsiapa di antara kamu yang ingin menunaikan salat sesudah menunaikan fardu Jumat, hendaklah ia salat empat raka’aat dengan satu malam.

 

Hadis ini menunjukkan bahwa yang muakkad dari keenam rakaat ini sehabis salat Jumat adalah empat rakaat.

 

Ini adalah pendapat Abi Hanifah dan Muhammad dan Asy-Syafi’i dalam satu pendapat. Menurut Abi Yusuf: Yang sunah muakkadah sesudah salat Jumat adalah enam rakaat. Empat rakaat sunah Jumat dan dua sunah waktu.

 

Yang lebih utama adalah salat empat rakaat, kemudian dua rakaat. Berdasarkan ini, maka kedua rakaat yang lebih dari empat rakaat termasuk nawafil yang berdasarkan waktu, bukan nawafil mutlak.

 

Kemudian tinggallah di masjid sampai Magrib atau Asar. Menurut riwayat: Barangsiapa menunaikan salat Asar di masjid, maka ia mendapat pahala haji. Dan siapa yang menunaikan salat Magrib, maka ia mendapat pahala haji dan umrah. Jika ia takut mendapat bencana karena pandangan manusia kepada iktikafnya atau takut membicarakan sesuatu yang tidak pantas, maka yang lebih utama adalah kembali ke rumahnya dengan mengingat Allah, memikirkan nikmat-nikmatnya, mensyukuri Allah  atas taufik-Nya, merasa takut atas kecerobohannya, mengawasi hati dan lisannya hingga matahari terbenam supaya tidak ketinggalan saat yang mulia dan janganlah ia membicarakan urusan dunia di masjid atau lainnya.

 

Berusahalah mendapatkan saat yang mulia, karena ia tersembunyi dalam seluruh hari. Mudah-mudahan engkau menemukannya sedang engkau tunduk kepada Allah  merendahkan diri dan berdoa dengan tulus. Janganlah engkau menghadiri majelis-majelis ta’lim di masjid pada waktu itu.

 

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar bahwa Nabi  melarang menghadiri majelis ta’lim pada hari Jumat sebelum salat, kecuali bilamana di situ terdapat orang yang alim dan mengingatkan tentang hari-hari Allah, dan mengajarkan agama Allah sedang ia berbicara di masjid di waktu pagi, lalu duduk mendengarkannya supaya ia kumpulkan antara kedatangan di awal waktu dan mendengarkan pelajaran, karena mendengarkan perkataan yang berguna tentang akhirat lebih utama daripada menyibukkan diri dengan nawafil.

 

Janganlah engkau hadiri majelis-majelis tukang dongeng, karena taida kebaikan dalam perkataan mereka. Akan tetapi hadirilah majelis ilmu yang berguna, yaitu yang menambah rasa takutmu kepada Allah  dan mengurangi keinginanmu terhadap kesenangan dunia. Telah diriwayatkan oleh Abi Dzar bahwa menghadiri suatu majelis ilmu lebih baik dari pada salat seribu rakaat.

 

Lebih baik engkau tidak mengetahui suatu ilmu bilamana ilmu itu tidak mengalihkanmu dari dunia ke akhirat. Maka berlindunglah engkau kepada Allah dari ilmu yang tidak berguna. Katakanlah:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak berguna, hari yang tidak tunduk, mata yang tidak menangis, nafsu yang tidak pernah puas, amal yang tidak diangkat (diterima) dan doa yang tidak didengar”

 

Perbanyaklah berdoa di waktu matahari naik, matahari tergelincir, matahari terbenam, di waktu mendengar iqamat, di waktu khatib menaiki mimbar dan di waktu orang-orang berdiri untuk menunaikan salat. Maka tidaklah patut engkau dalam keadaan kosong di seluruh hari Jumat dari berbagai kebaikan dan doa hingga datang kepadamu saat yang mulia sedang engkau dalam keadaan baik. Tidaklah mengapa bila engkau mengucapkan doa ini:

 

“Ya Allah, kami mohon kepada-Mu pengertian tentang agama, tambahan dalam ihmu, kecukupan dalam rezeki, afiat dan kesehatan dalam badan, tobat sebelum mati, ketenangan di waktu mari, ampunan sesudah mati dan kenikmatan memandang wajah-Mu yang mulia, Ya Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, Ya Tuhan yang paling suka bila dimintai.” Saat yang mulia itu ada di antara waktu-waktu ini. Para ulama berselisih mengenainya dalam beberapa pendapat. Ada yang mengatakan: ”AIlah  menyembunyikannya dalam hari itu.” Ada yang mengatakan: ”la adalah permulaan siang. Ada yang mengatakan: Ia terdapat pada akhirnya dan ini adalah pendapat sebagian besar ulama.”

 

An-Nawawi berkata, yang benar ialah yang disebutkan dalam hadis Muslim bahwa Nabi  bersabda: “Saat itu terdapat antara duduknya imam di atas mimbar hingga ia memberi salam dari salat.”

 

Dhahir hadis ini menunjukkan bahwa doa itu dianjurkan ketika imam sibuk berkhutbah. Masalah ini dirumitkan dengan perintah untuk diam ketika imam berkhutbah. Al-Bulqini menjawab tentang kerumitan ini bahwa bukanlah termasuk syarat doa mengucapkannya dengan jelas. Akan tetapi menghadirkannya di dalam hati sudah cukup.

 

Al-Hulaimi berkata: “Sesungguhnya doa itu diucapkan apabila imam duduk sebelum ia memulai khutbah atau di antara dua khutbah atau antara khutbah kedua dan salat atau di dalam salat sesudah tasyahud.”

 

Apa yang dikatakan oleh Al-Hulaimi lebih tepat. Demikian yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Al-Ajhur.

 

Berusahalah mengeluarkan sedekah menurut kemampuanmu walaupun sedikit, karena sedekah di waktu itu mendapat pahala yang berlipat ganda. Maka engkau kumpulkan antara salat, puasa, sedekah, pembacaan Al-Qur’an, berzikir, beriktikaf dan menunggu salat demi salat.

 

Seorang ulama salaf berkata: “Barangsiapa memberi makan orang miskin pada hari Jumat, kemudian pergi di awal waktu ke masjid dan tidak mengganggu seseorang, kemudian ia mengucapkan setelah imam memberi salam:

 

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ”Yang Hidup Kekal dan Yang selalu mengurusi makhluk-Nya, aku mohon

kepada-Mu agar Engkau meengampuni aku dan menyayangi serta menyelamatkan aku dari api neraka.”

 

Kemudian ia ucapkan doa yang diinginkannya. Maka dikabulkanlah doanya. Jadikanlah hari ini khusus bagi akhiratmu dan perbanyaklah membaca wirid di waktu itu. Mudah-mudahan hari ini menjadi penebus bagi hari-hari yang lain dalam minggu ini. Ringkasnya, siapa yang ingin sampai kepada Allah agar menambah wiridnya dan berbagai macam kebaikannya, karena apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia menjadikannya sebagai pelaku amal-amal utama. Dan apabila Allah membencinya, Dia menjadikannya sebagai pelaku amal-amal buruk dalam waktu-waktu yang mulia itu supaya lebih pedih dalam hukumannya dan menunjukkan kebencian-Nya yang sangat karena ia tidak mendapat berkah waktu dan melanggar kehormatannya.

Adab-Adab Puasa

 

Tidaklah patut engkau membatasi pada puasa bulan Ramadhan dengan meninggalkan puasa sunah untuk mencapai derajat yang tinggi di surga firdaus sehingga engkau menyesal. Ka’ab berkata: “Tidak ada surga di antara surga-surga yang lebih tinggi daripada surga Firdaus. Di dalamnya terdapat orang-orang yang menyuruh berbuat ma’ruf dan orang-orang yang mencegah dari yang mungkar.”

 

Apabila engkau memandang ke tempat orang-orang yang puasa seakan-akan engkau memandang bintang-bintang yang bersinar sedangkan mereka berada di puncak Illiyyin.

 

Dalam kabar disebutkan bahwa di surga ada sebuah pintu bernama Ar-Rayyan. Orang-orang yang Puasa masuk di dalamnya pada hari Jumat dan tidak ada yang masuk dari situ selain mereka. Apabila mereka telah masuk, maka pintu itu akan ditutup kembali, dan tidak ada seorang pun memasukinya. Dalam kabar disebutkan pula bahwa di dalam surga ada sebuah pintu bernama Adh-Dhuha. Pada hari kiamat seorang juru panggil berseru: “Dimana orang-orang selalu mengerjakan salat Dhuha. Inilah pintumu, maka masuklah kalian ke dalamnya.”

 

Dalam kabar disebutkan pula bahwa di dalam surga ada sebuah pintu bernama Al-Farah (kegembiraan). Tiada yang masuk dari situ selain orang yang menggembirakan anak-anak kecil. Alhasil, setiap orang yang memperbanyak jenis ibadat, ia pun dikhususkan dengan balasan yang sesuai dengannya dan diseru dari berbagai pintu yang ada di surga.

 

Demikian juga orang yang melakukan berbagai ketaatan, ia dipanggil dari semua pintu sebagai penghormat sedangkan masuknya tidak dilakukan kecuali dari sebuah pintu, yaitu pintu amal yang paling banyak dikerjakannya.

 

Ketahuilah bahwa puasa sangat dianjurkan dalam hari-hari mulai sedangkan sebagian hari-hari itu terdapat dalam setiap tahun dan sebagiannya terdapat dalam setiap bulan sedangkan sebagiannya terdapat setiap minggu. Adapun hari-hari mulia yang terdapat dalam setiap tahun dan disebutkan kemuliaan dan keutamaannya dalam kabar-kabar dengan pahala-pahalanya yang banyak adalah hari Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Maka disunahkan puasa pada hari itu bagi mereka yang tidak dapat melakukan ibadat haji. Adapun orang haji, disunahkan baginya untuk tidak puasa sedangkan puasa bertentangan dengan yang lebih utama jika ia sampai di Arafah pada siang hari. Apabila ia sampai di sana pada malam sembilan, maka tidak makruh dan tidak bertentangan dengan yang lebih utama. Hari Arafah adalah hari yang paling mulia, karena puasa di hari itu menghapus dosa-dosa kecil selama dua tahun.

 

Kemudian puasa hari Asyura pada tanggal 10 Muharram, karena puasa di hari itu menghapus dosa-dosa kecil dalam tahun yang lalu. Dan sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah. Dalam khabar disebutkan: “Tidak ada hari-hari yang amalnya lebih disukai Allaah azzaa wajalla dari pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhjjjah.

 

Sesungguhnya puasa sehari darinya sama dengan puasa setahun dan salat di malamnya sama dengan salat di malam Oadar.

 

Dan sepuluh hari pertama dari bulan Muharram. Dalam kabar disebutkan: “Puasa yang paling utama sesudah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram dan salat yang paling utama sesudah salat fardu adalah salat malam. Yakni dibandingkan dengan selain Arafah dan dibandingkan dengan selain salat rawatib.”

 

Dan puasa di bulan Rajab dan Sya’ban. Sebagian sahabat Nabi  tidak menyukai puasa di bulan Rajab seluruhnya supaya tidak menyamai bulan Ramadhan. Rasulullah  banyak berpuasa di bulan Sya’ban hingga disangka bahwa ia berada di bulan Ramadhan.

 

Dalam khabar disebutkan: Apabila Sya’ban mencapai separuhnya, maka tiada puasa hingga bulan Ramadhan.

 

Puasa di bulan-bulan haram termasuk amalan ulama, yaitu bulan Dzulqa’idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.

 

Rajab berdiri sendiri sedangkan yang tiga berturut-turut. Inilah hari-hari yang mulia dalam setahun. Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah Muharram, kemudian Rajab, kemudian Dzulhijjah, kemudian Dulga’dah, kemudian Sya’ban. Al-Bujairami menyusun keutamaan bulan-bulan itu menurut tertibnya.

 

Bulan yang paling utama secara multak bulan puasa, yaitu bulan Ramadhan kemudian bulan Tuhan kita yaitu Muharram kemudian Dzulhijah yang diagungkan kemudian Dzulga’dah dan Sya ban sesudahnya Semua ini sudah diterangkan.

 

Adapun hari-hari mulai yang terulang dalam sebulan, maka ia adalah permulaan bulan dan pertengahan serta penghabisannya.

 

Ibnu Hajar berkata: “Disunahkan puasa hari-hari hitam karena takut kegelapan dosa-dosa, yaitu hari ke tujuh atau ke delapan dan dua hari berikutnya.”

 

Disunahkan puasa pada hari-hari putih, yaitu hari ketigabelas, ) keempatbelas dan kelimabelas.

 

Di bulan Dzulhijjah hari ketigabelas diganti dengan hari keenambelas atau sehari sesudahnya. Adapun hari-hari mulia dalam seminggu adalah hari Senin, hari Kamis dan hari Jumat.

 

Maka dianjurkan puasa dalam hari-hari itu dan memperbanyak kebaikan supaya pahalanya berlipat ganda, karena Nabi, mengutamakan puasa hari Senin dan hari Kamis. Beliau berkata: “Sesungguhnya kedua hari itu adalah hari-hari di mana amal-amal ditunjukkan. Maka aku ingin amalku ditunjukkan ketika aku sedang puasa.”

 

Yakni amal-amal seminggu ditunjukkan kepada Allah dalam kedua hari itu secara garis besar. Maka aku suka amalku ditunjukkan di saat aku puasa, karena penunjukkan amal berlangsung sesudah matahari terbenam dan faidah penunjukkan amal adalah menampakkan keadilan dan menegakkan hujjah, karena tidak tersembunyi sesuatu apa pun terhadap Allah.

 

Amal-amal ditunjukkan kepada anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu pada hari Jumat dan ditunjukkan kepada Nabi  pada hari-hari yang lain sedangkan amal-amal seluruh alam ditunjukkan kepada Allah secara garis besar pada malam dan sekali di waktu siang.

 

Dihukum makruh puasa pada hari Jumat saja tanpa sebab, dengan puasa sunah mutlak. Larangan puasa di hari Jumat saja adalah karena ja merupakan hari ibadat dan berbagai sunah lainnya. Oleh karena itu disunahkan tidak puasa pada hari itu untuk membantu dalam mengerjakan amalan-amalan sunah pada hari itu. Demikian dinukil oleh Al-Bujairami dari An-Nawawi. Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh Baihagi dan Al-Hakim:

 

“Sesungguhnya hari Jumat dalam hari raya dan zikir, maka janganlah kalian menjadikan hari rayamu sebagai hari puasamu, tetapi jadikanlah ia hari makan minum dan zikir, kecuali bila kalian menggabungkannya dengaan beberapa hari.”

 

Maka puasa hari Senin, Kamis dan Jumat menghapus dosa-dosa seminggu dan puasa hari pertama dari setiap bulan, hari tengah dan hari akhir serta hari-hari putih menghapus dosa-dosa sebulan.

 

Sedangkan dosa-dosa setahun dihapus dengan puasa di hari-hari yang tersebut ini dan bulan-bulan tersebut, yaitu yang terulang dalam setiap tahun. Pengarang tidak menyebut puasa enam hari di bulan Syawwal. Sesungguhnya dianjurkan berpuasa enam hari di bulan Syawwal.

 

Nabi  bersabda:

 

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian ia menambahnya dengan enam hari dari bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa setahun.” .. Terkadang puasa mempunyai dua sebab seperti hari Arafah dan Asyura yang bertepatan dengan hari Senin atau Kamis dan seperti adanya hari Senin dan Kamis dalam enam hari Syawwal.

 

Maka sangat dianjurkan puasa dalam hari yang mempunyai dua sebab demi memelihara kehormatan masing-masing dari keduanya. Jika meniatkan kedua-duanya, maka diperoleh pahalanya semua.

 

Seperti sedekah kepada kerabat adalah sedekah dan memelihara hubungan keluarga. Demikian pula jika meniatkan salah satu dari keduanya sebagaimana disebutkan oleh Al-Bujairami. Janganlah engkau mengira bahwa puasa itu hanya meninggalkan makan, minum serta persetubuhan saja.

 

Nabi , bersabda:

 

“Betapa banyak orang yang puasa, tetapi ia hanya merasakan lapar dan haus dari puasanya.”

 

Nabi  bersabda:

 

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan agar ia meninggalkan makanan dan minumannya.”

 

Akan tetapi puasa yang sempurna adalah dengan mencegah anggotaanggotaa tubuh dari perbuatan dosa yang dibenci Allah. Itu adalah puasa orang-orang shahih yang dinamakan puasa khusus.

 

Maka puasa sempurna dilakukan dengan empat perkara.

 

Pertama, patutlah engkau menjaga mata dari pandangan kepada yang diharamkan dan kepada setiap sesuatu yang melalaikan hati dari zikrullah.

 

Nabi , bersabda:

 

“Pandangan terlarang adalah salah satu panah beracun dari iblis yang dilaknat Allah. Maka siapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, ia pun diberi Allah iman yang ia rasakan kemanisannya di dalam hatinya.”

 

Kedua, menjaga lisan dari perkataan yang tidak berguna. Perkataan yang berguna bagi seseorang adalah yang berkaitan dengan keselamatannya di akhirat dan kebutuhan hidupnya dalam penghidupan yang mengenyangkannya dari lapar dan haus dan menutup auratnya serta memelihara kemaluannya, bukan yang digunakan untuk bersenangsenang.

 

Keriga, Mencegah telinga dari mendengarkan apa-apa yang diharamkan Allah  , karena pendengar bersekutu dengan orang yang mengucapkannya dan ia adalah satu dari orang-orang yang menggunjingkan orang, karena mendengarkan ghibah adalah haram.

 

Allah   berfirman: “Jika begitu sesungguhnya kalian adalah seperti mereka.”

 

Nabi  bersabda: “Penggunjing dan pendengar sama-sama berdosa.”

 

Begitu pula engkau cegah semua anggota tubuh dari perbuatan tercela sebagaimana engkau mencegah perut dan kemaluan dari melampiaskan syahwatnya. Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh Jabir dari Anas dari Rasulullah  bahwa beliau bersabda:

 

“Lima perkara membatalkan puasa, yaitu berkata dusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, dan pandangan dengan syahwat.”

 

Perkataan, membatalkan puasa menurut mazhab Sayyidah Aisyah dan Imam Ahmad adalah batal seluruhnya. Menurut mazhab Asy-Syafi’i dan para sahabatnya, hanya membatalkan pahala puasa, bukan puasa itu sendiri.

 

Diriwayatkan khabar ini oleh Abu Path Al-Azadi dan Ad-Dailami dari Anas dengan isnad yang di dalamnya terdapat seorang pendusta, yaitu: “Lima perkara membatalkan puasa dan membatalkan wudu, yaitu berkata dusta, ghibah, namimah, memandang dengan syahwat dan sumpah palsu.” Ini merupakan peringatan terhadap perbuatan atas hal-hal tersebut dan bukan yang sebenarnya. Demikian disebutkan oleh Al-Azizi.

 

Nabi  bersabda:

 

“Sesungguhnya puasa itu perisai. Maka apabila seseorang dari kamu berpuasa, janganlah ia berkata keji dan jangan melakukan perbuatan terlarang dan jangan mengganggu orang lain.

 

Jika seseorang mengajaknya berkelahi atau memakinya, maka hendaklah ia mengatakan: “Aku puasa.”

 

Yakni di dalam hatinya bilamana puasanya sunah dan dengan lisan dan hatinya bilamana puasanya di bulan Ramadhan. Demikian disebutkan oleh Al-Azizi.

 

Kemudian berijtihadlah untuk berbuka dengan makanan halal. Tidaklah ada artinya berpuasa, yaitu menahan diri dari makanan halal, bila ia berbuka dengan makanan haram. Perbuatan itu adalah seperti orang yang membangun istana dan merobohkan kota.

 

Keempar, janganlah memperbanyak makanan sehingga engkau menambah makanan selain waktu puasa. Maka tiada bedanya bagimu antara berbuka dan berpuasa bila engkau penuhi makanan yang biasa engkau makan di waktu siang dan malam dalam sekali makan.

 

Sesungguhnya yang dimaksud dengan puasa adalah mematahkan sy ahwatmu dan melemahkan kekuatanmu untuk melakukan maksiat supaya , engkau menjadi kuat untuk bertagwa. Apabila engkau makan di waktu petang untuk menebus ketinggalan makananmu dari pagi hingga malam, maka tiada faidah dalam puasamu.

 

Para ulama berkata: “Barangsiapa yang sempurna laparnya di bulan Ramadhan, ia pun terlindung dari setan hingga Ramadhan berikutnya, karena puasa adalah perisai pada tubuh orang yang berpuasa selama tidak dirusak oleh sesuatu apapun. Apabila ia rusak, masuklah setan dari tempat kerusakan itu.

 

Demikian dinukil oleh Al-Bujairami dari Asy-Syarani. Perutmu – menjadi berat bagimu dan apa yang terdapat di dalamnya lebih dibenci Allah  dari pada perut yang penuh dengan makanan halal sebagaimana disebutkan dalam hadis. Karena perut yang penuh dengan makanan menyebabkan kerusakan agama dan dunia.

 

Kebanyakan penyakit disebabkan oleh banyak makan dan pemasukan makanan dalam tubuh sebelum mencernakan makanan yang pertama.

 

Demikian disebutkan oleh Al-Azizi.

 

Maka bagaimana halnya bila perut menjadi penuh dari makanan haram. Apabila engkau telah mengetahui makna puasa, maka perbanyaklah puasa menurut kemampuanmu, karena ia adalah dasar ibadat dan kunci kedekatan dengan Allah.

 

Sebagaimana Nabi  bersabda:

 

“Allah  berfirman: Setiap kebaikan mendapat pahala sepuluh kali lipat hingga 700 kali, kecuali puasa. Karena ta adalah untuk-Ku dan Akulah yang membalasnya.”

 

Artinya Allah  telah menentukan besarnya pahala berbagai macam amal bagi manusia dan jumlahnya berlipat kali dari sepuluh hingga 700 kali kecuali puasa, karena hanya Allah sendiri yang mengetahui jumlah pahalanya dan melipat gandakan kebaikannya.

 

Maka perkataan, “dan Aku-lah yang membalasnya”, yakni memberi balasan yang banyak tanpa menentukan jumlahnya. Ada yang mengatakan, artinya ialah bahwa puasa itu adalah ibadat yang paling Aku sukai dan paling utama di sisi-Ku.

 

Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah daripada bau musik.”

 

Artinya bau mulut orang yang puasa lebih banyak pahalanya daripada misik yang disunahkan dalam salat Jumat dan majelis zikir. AnNawawi menguatkan makna ini dan mengartikan makna harum sebagai penerimaan puasa dan keridaan atasnya. Al-Mawardi berkata, artinya ia lebih banyak mendekatkan dirimu dari pada misik.

 

Seorang ulama berkata: “Ketaatan-ketaatan pada hari kiamat mempunyai bau semerbak. Maka bau puasa di antara ibadat-ibadat itu seperti misik.” Ini adalah sebagaimana disebutkan dalam hadis: “Orang yang ihram dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan sedang mengucapkan Talbiyah.” Sebagaimana diriwayatkan bahwa peniup seruling di bangkitkan sementara serulingnya tergantung di tanganya dan ja melemparkannya, tetapi seruling itu kembali ke tangannya dan tidak berpisah darinya.

 

“Allah yang Maha Mulia perkataannya berfirman: Sesungguhnya ia meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya karenaAku. Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku yang membalasnya.”

 

Ini adalah hadis Imam Ahmad dari malik dan awalnya ialah sabda Nabi  kepada orang yang menanyainya tentang amal yang paling utama.

 

Maka beliau menjawab: “Hendaklah engkau berpuasa, karena puasa itu tiada bandingannya. Kemudian beliau melanjutkan, Allah  berfirman, hingga akhirnya.”

 

Nabi  bersabda:

 

“Surga mempunyai sebuah pintu bernama Ar-Rayyan yang tidak dimasuki, kecuali orang-orang yang berpuasa.”

 

Ini adalah janji untuk berjumpa dengan Allah  dalam membalas puasanya. Keterangan tentang ketaatan-ketaatan ini sudah cukup bagimu dari kitab Bidaayatul Hidayat. Apabila engkau memerlukan keterangan zakat dan haji atau penjelasan tambahan tentang salat dan puasa, maka carilah dia dari apa yang telah kami sebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Penjelasan salat dan puasa telah ditemukan sebagiannya dalam syarah ini dari kitab Al-Ihya” dan sebagiannya dari berbagai kitab.

Menjauhi Perbuatan Maksiat

 

Ketahuilah bahwa agama memiliki dua ketentuan. Meninggalkan perbuatan-perbuatan terlarang dan melakukan ketaatan. Meninggalkan perbuatan terlarang lebih berat dan lebih sulit dari pada melakukan ketaatan. Oleh karena itu pahalanya lebih besar. Karena ketaatan dapat dilakukan oleh setiap orang sedangkan meninggalkan syahwat tidak dapat dilakukan kecuali oleh orang-orang yang benar. Mereka adalah orangorang yang mengetahui hujjah-hujjah dan ayat-ayat serta membersihkan hati dan melakukan riyadhah menuju puncak Irfan hingga mengetahui segala sesuatu dan memberitahukannya menurut apa adanya.

 

Oleh karena itu Rasulullah , bersabda: “Muhajir itu orang yang meninggalkan keburukan sedangkan mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya.”

 

Dalam riwayat Tirmidzi dan Ibnu Hibban: “Muhajir ialah orang yang berjihad melawan nafsunya, yakni menekan nafsunya yang buruk untuk melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat.

 

Jihad melawan hawa nafsu adalah puncak dari semua jihad, karena bila ia tidak bisa memeranginya, maka ia pun tidak bisa memerangi musuh.

 

Tentara hawa nafsu ada sepuluh, dengki, kesewenang-wenangan, sombong, dendam, tipu-daya, was-was, melawan perintah, berburuk sangka dan suka mendebat. Demikian disebutkan oleh Al-Hamadani.

 

Ketauilah bahwa sesungguhnya engkau mendurhakai Allah dengan anggota tubuhmu yang merupakan nikmat dari Allah atas dirimu serta amanat padamu yang harus engkau pelihara dari perbuatan yang dilarang Allah. Maka penggunaan nikmat Allah olehmu untuk melakukan maksiat merupakan puncak pengingkaran nikmat sedangkan pengkhiatanmu terhadap amanat yang dititipkan Allah $& padamu adalah puncak pelanggaran dalam kedurhakaan yang engkau lakukan. Anggota-anggota tubuhmu adalah di bawah pengawasanmu, maka lihatlah bagaimana engkau memeliharanya dengan menunaikan haknya. Karena masingmasing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari kamu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.

 

Orang laki-laki pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya dan orang perempuan pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung-jawab atas yang dipimpinnya sedangkan pelayan adalah penjaga harga tuannya dan bertanggung-jawab atas harta yang dijaganya. Demikian disebutkan dalam Az-Zawuayir:

 

Seorang penyair berkata:

 

Kiranya kita dibiarkan begitu saja setelah mari niscaya kematian merupakan istirahat bagi setiap orang yang hidup akan tetapi setelah ini kita ditanya tentang segala sesuatu

 

Ketahuilah bahwa semua anggotamu akan menjadi saksi atas dirimudi tempat-tempat berkumpul pada hari kiamat dengan perkataan yang fasih dan jelas.

 

Anggota tubuhmu akan mengungkapkan semua keburukan dengan lisan itu dihadapan orang banyak.

 

Allah  berfirman dalam surah An-Nur: ”Pada hari dimana lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan.” Yakni berupa perkataan dan perbuatan di hari kiamat. Pada hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang sebenarnya.

 

Dalam surah yang lain Allah  berfirman:

 

“Pada hari ini kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaa-Siin: 65)

 

Setiap anggota menceritakan apa yang pernah dilakukannya. Mengenai cara penutupan mulut mereka ada dua pendapat. Yang terkuat adalah pendapat bahwa Allah  membungkam mulut mereka dan menjadikan anggota tubuh mereka berbicara, lalu bersaksi atas diri mereka sedangkan itu adalah mudah dalam kekuasaan Allah Adapun pembungkaman mulut, maka sudah jelas.

 

Adapun pengadaan bicara, maka lisan adalah anggota yang bergerak dengan gerak tertentu. Bilamana demikian, maka anggota lainnya bisa digerakkan pula seperti itu. Sedangkan Allah  berkuasa atas segala sesuatu.

 

Pendapat lainnya ialah mereka tidak mengucapkan sesuatu apa pun, karena mereka tidak mempunyai uzur dan tabir mereka telah tersingkap. Maka mereka berdiri dengan kepala tertunduk tidak bisa mengajukan uzur dan tidak bisa menyatakan tobat.

 

Pembicaraan tangan-tangan adalah nampaknya kejadian yang tidak bisa diingkari. Yang shahih adalah pendapat pertama. Demikian disebutkan dalam As-Siraajul Munir.

 

Oleh sebab itu, hai manusia yang miskin, peliharalah seluruh anggota badanmu dari maksiat, terutama anggota-anggotamu yang tujuh. Karena neraka mempunyai tujuh lapisan dan setiap lapisan mempunyai bagian tertentu.

 

Ibnu Juraij berkata: “Neraka mempunyai tujuh lapis. Lapis pertama adalah Jahannam, kedua Ladha, ketiga Al-Huthamah, keempat As-Sa’ir, kelima Sagar, keenam Al-Jahiim, dan ketujuh Al-Haawiyah.

 

Pengkhususan jumlah ini adalah karena penghuninya terdiri dari tujuh golongan. Dan jumlah itu sesuai dengan tujuh anggota badan, yaitu mata, telinga, lidah, kemaluan, tangan dan kaki, karena semua itu adalah sumber perbuatan-perbuatan dosa.

 

Maka tempat-tempat masuknya adalah pintu-pintu yang berjumlah tujuh. Oleh karena anggota-anggota itu adalah sumber kebaikankebaikan dengan syarat niat, sedangkan niat termasuk amalan hati, maka anggotanya bertambah satu sehingga pintu-pintu (lapisan) surga dijadikan delapan.

 

Dalam setiap lapisan pertama ada golongan bertauhid yang dimasukkan neraka. Mereka disiksa sesuai dengan dosa-dosa mereka, kemudian dikeluarkan. Sedang lapisan kedua dihuni kaum Nasrani, lapisan ketiga dihuni kaum Yahudi, lapisan keempat kaum Shabi’in, lapisan kelima kaum Majusi, lapisan keenam kaum Musrikin, dan lapisan ketujuh kaum Munafik.

 

Diriwayatkan dari Umar bahwa Rasulullah  bersabda: ”Neraka Jahanam mempunyai tujuh pintu (lapisan) dan salah satunya diperuntukkan bagi orang yang menghunus pedang terhadap umatku. Demikian disebutkan dalam As-Siranjul Munir. Tidaklah dimasukkan dalam pintu-pintu itu melainkan siapa yang mendurhakai Allah  dengan ketujuh anggota ini, yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan dan kaki. Masing-masing kenikmatan ini harus disyukuri oleh pemiliknya dengan menggunakannya dalam ketaan terhadap Allah

 

Mata diciptakan bagimu untuk menunjukimu dalam kegelapan dan memenuhi kebutuhanmu serta memandang kerajaan bumi dan langit dan mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di dalamnya, yakni petunjuk-petunjuk yang jelas atas ke-Esa-an Allah.

 

Allah  berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” Al-Baqarah: 164.

 

Maka jagalah mata dari empat perkara, memandang yang bukan mahramnya. Jagalah matamu dari memandang aurat wanita, walaupun mahramnya. Tidaklah berdosa seseorang yang melihatnya pertama kali tanpa disengaja. Lain halnya bila ia mengulangi pandangangnya. Demikian dikatakan oleh Ar-Ramli.

 

Atau memandang bentuk rupa yang tampan dengan syahwat. Diriwayatkan bahwa suatu kaum datang kepada Nabi , sedang diantara mereka terdapat seorang pemuda tampan yang mulus wajahnya. Maka Nabi  mendudukkannya di belakang punggungnya.

 

Beliau berkata: “Sesungguhnya fitnah yang menimpa Dawud adalah dari sebab pandangan. Janganlah engkau memandang kepada seorang muslim dengan pandangan penghinaan atau menggunakannya untuk menyelidiki aib seorang muslim.”

 

Allah  berfirman: “Katakanlah kepada orang-orang mukmin supaya mereka menjaga pandangan mereka.”

 

Seorang penyair berkata:

 

Semua kecelakaan diawali dari pandangan dan api yang besar disebabkan oleh percikan api yang kecil manusia itu selama mempunyai mata yang digerakkannya di antara mata-mata yang lunak ia pun cenderung menghadapi bahaya betapa banyak pandangan berbuat dalam hati pemiliknya seperti panah tanpa busur dan talinya pemandangnya merasa senang dengan apa yang membahayakan hatinya tiada kebaikan bagi kegembiraan yang menimbulkan bahaya

 

Penyair lain berkata:

 

Bilamana manusia itu seorang yang berakal dan wara maka kewara’annya mencegahnya dari mengurusi aib orang lain seperti orang yang sakit parah rasa sakitnya mencegahnya dari mengurusi penyakit orang lain

 

Adapun telinga, maka jagalah dari mendengarkan bid’ah, nyanyian atau alat musik seperti gitar dan seruling, mendengarkan ghibah dan perkataan keji, menceritakan rahasia suami istri dan pembicaraan batil atau ceritera tentang keburukan-keburukan orang lain. Sesungguhnya telinga itu diciptakan bagimu untuk mendengarkan kalam Allah  dan sunah Rasulullah  serta hikmah para wali-Nya. Engkau gunakan telinga itu setelah mendapat ilmu dengannya untuk mencapai kedudukan dan kenikmatan abadi di sisi Tuhan. Apabila engkau gunakan untuk mendengarkan hal-hal yang buruk, maka apa yang berguna bagimu menjadi bahaya bagimu sehingga penyebab keberuntunganmu berubah menjadi penyebab kebinasaanmu dan ini adalah puncak kerugian.

 

Janganlah engkau mengira bahwa dosa itu hanya menimpa orang yang mengatakannya saja tanpa pendengarnya. Dalam kabar disebutkan bahwa pendengar ikut menanggung dosa bersama dengan orang yang membicarakannya, dan ia salah satu dari kedua penggunjing. Mengenai hal itu seorang penyair berkata:

 

Jagalah pendengaranmu dari mendengarkan perkataan buruk seperti menjaga lisan dari mengucapkannya karena ketika mendengar perkataan yang buruk engkau ikut berdosa dengan yang mengatakannya, maka waspadalah.

 

An-Nawawi berkata: Hendaklah ia membenci ghibah dengan perkataannya jika ia khawatirkan bahaya yang nyata bila mencegahnya dengan tangan atau lisan.

 

Apabila terpaksa berada di majelis berlangsungnya ghibah dan tidak sanggup mengingkarinya tetapi tidak diterima sedang ia tidak bisa meninggalkan majelis itu, maka diharamkan atasnya mendengarkan pembicaraan di situ. Dengan menyebut nama Allah  dengan lisan dan hatinya atau dengan hatinya atau memikirkan masalah lain supaya ia tidak sempat mendengarkannya. Dalam keadaan itu tidaklah mengapa bila ia mendengar tanpa mendengarkannya.

 

Jika sanggup meninggalkan majelis sesudah itu sedang mereka terus melakukan ghibah dan semacamnya, wajiblah ia meninggalkan majelis.

 

Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham bahwa ia diundang menghadiri walimah. Kemudian orang-orang di majelis itu menceritakan bahwa seorang laki-laki tidak datang kepada mereka. Kemudian yang lain berkata, orang itu berat.

 

Kemudian Ibrahim berkata: “Aku telah mengatakan ini dalam hatiku ketika menghadiri suatu tempat di mana orang-orang melakukan ghibah. Maka ia pun keluar dan tidak makan selama tiga hari.”

 

Adapun lisan, maka ia diciptakan bagimu untuk memperbanyak dzikrullah, membaca kitab-Nya dan menggunakannya untuk membimbing makhluk Allah menuju jalan-Nya, yakni agama-Nya yang benar dan ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

 

Di samping itu engkau menggunakannya untuk menampakkan isi hatimu. berupa keperluan-keperluan agama dan duniamu. Maka apabila engkau menggunakannya di luar fungsinya, engkaupun telah mengingkari nikmat Allah  padanya sedangkan ia adalah anggotamu yang paling menonjol terhadapmu dan para makhluk lainnya.

 

Seorang penyair berkata:

 

Jagalah lisanmu dan berlindunglah dari kejahatannya sesungguhnya lisan itu adalah musuh yang membantai dan timbanglah perkataanmu bila engkau mengucapkannya di suatu majelis dengan timbangan yang menampakkan kebenaran

 

Nabi Dawud   berdoa: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu empat perkara dan berlindung kepada-Mu dari empat perkara. Aku mohon kepada-Mu lisan yang berzikir, hati yang bersyukur, badan yang sabar dan istri yang membantuku dalam urusan dunia dan akhiratku. Aku berlindung kepada-Mu dari anak yang mendurhakai aku, dan istri yang membuat rambutku beruban sebelum waktunya dan harta yang merupakan siksaan dan bencana bagiku serta tetangga yang bila melihat kebaikan dariku disembunyikannya dan bila melihat keburukan dariku disiarkannya.”

 

Tidaklah mejerumuskan kebanyakan orang dalam neraka, kecuali sebagai akibat korban kejahatan lisan mereka, yaitu perbuatan dosa seperti berdusta, menuduh orang berzina tanpa bukti, suka memaki orang lain, melakukan namimah dan lainnya.

 

Asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata:

 

Jagalah dirimu, wahai manusia Jangan sampai ia menyengatmu sesungguhnya ia seperti ular banyak orang yang mati karena terbunuh oleh perbuatan hisannya padahal banyak pemberani takut kepadanya

 

Berusahalah sekuat tenaga dengan segenap kekuatanmu untuk mengatasi lisanmu supaya ia tidak mejerumuskanmu di dasar Jahannam.

 

Dalam kabar disebutkan bahwa ada orang mengucapkan perkataan supaya teman-temannya tertawa sehinggaa menjerumuskannya ke dalam neraka Jahannam selama 70 tahun.

 

Maksudnya ialah tertawa yang mengganggu orang muslim dan semacamnya, bukan sekadar bercanda yang dibolehkan. Karena terdapat dosa-dosa di dalamnya yang dilalaikannya atau bila ia tidak bertobat dasnya.

 

Maksudnya ia naik turun dalam waktu yang sangat lama di dalam neraka. Waktu tujuh puluh tahun adalah untuk menunjukkan waktu yang sangat lama, bukan pembatasan. Demikian dinukil oleh Al-Azizi dari AlManawi.

 

Diriwayatkan bahwa ada seorang mati syahid dalam perang di zaman Rasulullah , yakni dalam perang Uhud. Ternyata ditemukan sebuah batu di perut orang itu yang diikatkannya untuk menahan lapar. Kemudian ada orang berkata setelah mengusap tanah di wajahnya: Sungguh beruntung ia masuk surga.

 

Nabi  berkata: “Bagaimana engkau tahu? Barangkali ia berbicara yang tidak perlu baginya atau kikir dengan apa-apa yang tidak membuatnya kaya.”

 

Seorang ulama berkata: “Perkataan itu ada empat macam. Ada yang menimbulkan bahaya, ada yang menimbulkan manfaat, ada yang menimbulkan keduanya, dan ada yang tidak menimbulkan keduanya.

 

Yang menimbulkan bahaya harus didiamkan. Begitu pula yang menimbulkan bahaya dan manfaat. Adapun yang menimbulkan bahaya maupun manfaat, maka itu adalah perkataan yang sia-sia sedangkan mengatakan perkataan itu berarti membuang waktu dan itu merupakan kerugian. Maka tinggallah saru macam sehingga menggugurkan tiga perempat perkataan.

 

Dalam perkataan itu ada bahaya bila menimbulkan dosa dengan berbuat riya dan pura-pura dan sebagainya.

 

Lugman berkata kepada putranya: “Andaikata bicara itu adalah perak, maka diam itu adalah emas.” Maksudnya sebagaimana di katakan oleh Ibnul Mubarak: Andaikata bicara dalam mentaati Allah itu dari perak, maka berdiam diri dari mendurhakai Allah adalah dari emas.

 

Ibrahim Al-Atki berkata:

 

Mereka berkata, diammu berarti tidak mendapat rezeki, maka aku katakan kepada mereka apa yang ditakdirkan Allah datang kepadaku tanpa susah payah andaikata perkataan yang kuwcapkan itu terbuat dari perak maka diamku itu terbuat dari emas

 

Seorang ulama berkata: “Di dalam diam terdapat 7000 kebaikan dan semua itu berkumpul tujuh perkataan, dalam setiap perkataan terdapat seribu kebaikan.”

 

Pertama, bahwa diam itu ibadat tanpa kepayahan. Kedua, keindahan tanpa perhiasan. Keriga, wibawa tanpa kekuasaan. Keempat, benteng tanpa penjaga. Kelima, tidak ada keperluan mengajukan uzur kepada orang banyak. Keenam, Mengistirahatkan para malaikat yang mulia dan penulis. Ketujuh, menutupi aib-aibnya, karena diam itu perhiasan orang alim dan menutupi kebodohan orang yang bodoh.

 

Ada yang mengatakan: Tiga perkara membuat hati menjadi keras, tertawa tanpa merasa heran, makan tanpa merasa lapar dan bicara tanpa keperluan.

 

Maka jagalah lisanmu dari delapan perkara.

 

    Berdusta. Maka jagalah lisanmu dari berdusta, baik dalam keadaan serius maupun bercanda. Janganlah engkau biasakan lisanmu berdusta dalam bercanda sehingga menyebabkan engkau berdusta dalam keadaan serius.

 

Berdusta termasuk sumber dosa-dosa besar. Rasulullah  bersabda:

 

“Hendaklah kalian selalu berkata benar, karena perkataan yang benar menyebabkan kebajikan dan kebajikan menyebabkan masuk surga. Manusia selalu berkata benar dan mengutamakan kebenaran hingga dirulis di sisi Allah sebagai shiddig. Jagalah dirimu dari perkataan dusta, karena perkataan dusta menyebabkan perbuatan jahat sedangkan perbuatan Jahat menyebabkan masuk neraka. Adalah hamba selalu berdusta dan mengutamakan dusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”

 

Jika engkau dikenal sebagai pendusta, maka gugurlah keadilanmu, orang-orang tidak percaya semua ucapanmu, serta meremehkan dan menghinakanmu. |

 

Apabila engkau ingin mengetahui keburukan dusta dari dirimu, maka lihatlah kepada dusta orang lain dan ketidak sukaan dirimu terhadap dusta serta sikapmu yang meremehkan pelakunya dan menganggapnya buruk. Begitu pula, lakukanlah seperti itu terhadap semua kejelekan dirimu, karena engkau tidak mengetahui kejelekanmu dari dirimu, tetapi dari orang lain. Maka apa yang engkau anggap buruk dari orang lain, ia pun pasti dianggap buruk oleh orang lain pada dirimu.

 

Ketahuilah bahwa lisan itu adalah alat untuk mencapai tujuan. Maka setiap tujuan terpuji yang dapat dicapai dengan perkataan benar maupun dusta, diharamkan berdusta untuk itu karena tidak perlu melakukannya.

 

Jika tujuan itu dapat dicapai dengan dusta dan tidak dapat dicapai dengan perkataan yang benar, maka dusta dalam keadaan itu adalah mubah bilamana pencapaian tujuan itu mubah. Dan menjadi wajib bilamana tujuan itu wajib dicapai.

 

Apabila seorang muslim bersembunyi dari seorang yang zalim dan ditanyakan tentang dia, maka wajiblah berdusta untuk menyembunyikannya. Begitu pula bila ada titipan padanya atau orang lain dan seorang yang zalim menanyakannya untuk mengambilnya, wajiblah ia berdusta untuk menyembunyikannya. Bahkan andaikata ia mengabarinya bahwa ada titipan barang padanya lalu di rampas oleh seorang yang zalim, wajiblah ia menggantinya.

 

Andaikata ia disuruh bersumpah mengenai titipan itu, wajiblah ia bersumpah dan menggunakan kata samaran dalam sumpahnya. Jika tidak menggunakan kata samaran, ia pun melanggar sumpah menurut pendapat yang lebih shahih dan wajib baginya membayar kafarat. Ada yang mengatakan, ia tidak melanggar sumpah. Begitu pula bila tujuannya adalah meredakan peperangan atau mendamaikan orang-orang yang berselisih atau membujuk orang yang disakiti agar memaafkan orang yang menyakitinya sedangkan hal itu hanya bisa tercapai dengan dusta, maka berdusta tidak haram.

 

Akan tetapi patutlah ia menghindarinya sedapat mungkin, karena ia membuka pintu dusta bagi dirinya, maka dikhawatirkan bisa menyebabkan dusta yang terus-menerus dan tidak terbatas pada keadaan darurat. Maka dusta itu asalnya haram, kecuali untuk kebutuhan mendesak dimana tujuannya tidak tercapai kecuali dengan dusta.

 

Untuk berhati-hati dalam semua ini digunakanlah tauriyah (kata samaran), yaitu kalimat yang maksudnya benar dan bukan dusta terhadapnya, meskipun ia berdusta pada lafaznya yang lahir.

 

Andaikata ia tidak bermaksud ini, tetapi mengucapkan perkataan dusta, maka tidaklah haram di tempat ini. Demikian disebutkan dalam AlAdzkar dan Al-Ihya’. Maka janganlah engkau senang melakukan itu.

 

    Menyalahi janji. Janganlah berjanji jika tidak dapat menepati. Akan tetapi hendaklah kebaikanmu kepada orang-orang merupakan perbuatan tanpa perkataan. Jika engkau terpaksa berjanji, maka janganlah engkau mengingkarinya, kecuali bila engkau tidak sanggup atau terpaksa. Karena ingkar janji tanpa alasan mendesak termasuk tanda orang munafik dan merupakan akhlak yang buruk.

 

Nabi  bersabda:

 

“Tiga perkara yang apabila berkumpul pada seseorang, maka ia menyerupai munafik, meskipun ta berpuasa dan salat. Yaitu orang yang apabila berbicara ia berdusta. Apabila berjanji, ia ingkar: Dan apabila Aiserahi amanar, ia berkhianat.”

 

Yang dimaksud dalam pembicaraan ini adalah orang yang sifat-sifat ini menjadi kebiasaan dan cirinya tidak terlepas darinya.

 

Diriwayatkan oleh Syaikhain dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash bahwa Nabi  bersabda:

 

“Empat perkara yang apabila terdaparpada seseorang, maka ia menjadi seorang munafik yang murni. Dan siapa yang ada padanya salah satu sifat padanya, maka ia mempunyai salah satu sifat munafik hingga ditinggalkannya. Apabila diserahi amanat ia berklianat. Apabila berbicara, ia berdusta. Apabila berjanji mengingkarinya. Dan apabila bertengkar, ia melampaui batas.”

 

Yang dimaksud dengan sifat munafik adalah perbuatan, bukan iman. Atau nifag urfi, bukan syar’i. Karena kedua makna ini tidak menyebabkan kufur yang dimasukkan dalam lapisan neraka yang paling bawah. Demikian dikatakan oleh AlAzizi.

 

    Ghibah. Maka jagalah lisanmu darinya. Ghibah itu lebih besar dosanya dari tiga puluh kali zina. Demikianlah yang disebutkan dalam khabar. Ghibah artinya bila engkau menyebut sesuatu pada seseorang yang tidak disukainya andaikata didengarnya, baik engkau menyebutnya dengan lisanmu atau dalam bentuk tulisan atau pun dengan isyarat mata, kedua tangan atau kepalamu.

 

Definisi ghibah adalah membuka atau membeberkan aib orang lain tentang kekurangan yang ada padanya seperti, cacat tubuh, nasabnya, perbuatannya, perkataannya, agama, harta miliknya seperti, pakaiannya, rumah atau hewan peliharaannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah perilaku ghibah yang zalim, meskipun apa yang dikatakan benar.

 

Sebagaimana sabda Nabi : “Jika padanya terdapat kekurangan seperti apa yang engkau katakan itu, maka engkau telah menggunjingnya. Dan jika tidak terdapat padanya, maka engkau telah memfitnahnya. Maka jagalah lisanmu dari ghibahnya orang yang bersifat riya’, karena yang demikian itu macam dari ghibah yang terburuk”, diriwayatkan oleh Muslim, Abi Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i.

 

Ketika engkau ditanya misalnya, “Bagaimana keadaan si Fulan?” Dan engkau menjawab: “Semoga Allah memperbaikinya. Aku merasa sedih atas apa yang dilakukannya. Maka kita mohon kepada Allah agar memperbaiki kami dan dia.”

 

Maka ucapan tersebut adalah gabungan antara dua perbuatan yang buruk. Yang pertama adalah ghibah bilamana dengan perkataan ini bisa memahami orang yang dimaksud. Adapun bila tidak bisa memahami orang yang dimaksud, bolehlah mengatakan itu. Adapun Rasulullah  apabila tidak menyukai pada seseorang, beliau berkata: “Mengapa orang-orang melakukan begini dan begini?” Dan beliau tidak menunjuk orangnya.

 

Memuji diri dengan mencela orang lain serta menganggap dirinya lebih baik. Maka yang demikian itu adalah pengagungan terhadap diri sendiri dan merendahkan orang lain.

 

Engkau memuji dirimu baik dalam mencela orang lain sehingga engkau gabungkan dua perbuatan buruk, yaitu ghibah dan memuji dirimu, bahkan empat, yaitu riya dan menganggap dirimu baik.

 

Engkau berbuat riya dan karena kebodohanmu mengira bahwa engkau termasuk orang salih yang tidak mau melakukan ghibah.

 

Maka siapa yang beribadat dalam kebodohan, ia pun dipermainkan setan. Dengan demikian ia menyebut kejelekan seseorang dan menyebut Allah serta menggunakan nama-Nya sebagai alat dalam mewujudkan kejahatannya. Juga dusta ketika merasa sedih dan susah dan di saat ia berdoa.

 

Akan tetapi jika maksud perkataanmu: ”Semoga Allah memperbaikinya” adalah doa, maka doakanlah dia dengan diam-diam sesudah salat. Dan jika engkau merasa sedih dengan sebabnya dan menampakkan aibnya. Sedangkan penampakan kesedihan atas aibnya itu sendiri berarti menjelekkannya.

 

Cukuplah bagimu peringatan atas perbuatan ghibah firman Allah : “Dan janganlah sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu ingin makan daging saudaranya yang sudah mati sehingga kamu tidak menyukainya.”

 

Allah telah mengumpamakanmu dengan pemakan daging orang yang sudah mati. Dalam perumpamaan ini terdapat petunjuk bahwa kehormatan manusia adalah seperti darah dan dagingnya, karena manusia merasa sakit hatinya bila kehormatannya disakiti sebagaimana tubuhnya merasa sakit bila dagingnya dipotong.

 

Untuk mencegahmu dari menggunjing orang muslim, hendaklah engkau pikirkan dengan memeriksa dirimu apakah pada dirimu ada aib batin atau lahir dan apakah engkau lakukan maksiat secara diam-diam atau terang-terangan. Apabila engkau telah mengetahui hal itu dari dirimu, maka ketahuilah bahwa ketidakmampuan orang yang engkau gunjingkan untuk membersihkan dirinya sama dengan ketidakmampuanmu dan uzurnya sama dengan uzurmu.

 

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas  “Apabila engkau ingin menyebut kejelekan temanmu, maka sebutlah kejelekanrnu.” Abi Hurairah juga berkata: “Seseorang dari kami melihat debu di mata saudaranya dan tidak melihat batang pohon di depan matanya.”

 

Sebagaimana engkau tidak suka kejelekanmu diketahui dan disebutsebut orang lain, maka ia pun tidak menyukainya. Maka jika engkau menutupi kejelekannya, Allah pun menutupi kejelekanmu. Dan jika engkau mengungkapkan kejelekannya, maka Allah menurunkan orangorang yang tajam lisannya dan mencemarkan kehormatanmu di dunia, kemudian Allah mencemarkanmu di akhirat di hadapan khalayak pada hari kiamat. Jika engkau memandang kepada lahir dan batinmu, namun engkau tidak menemukan kekurangan dalam urusan agama dan dunia pada: keduanya, maka ketahuilah bahwa ketidaktahuanmu akan aib-aib dirimu adalah macam kedunguan yang terburuk dan tiada aib yang lebih besar daripada kedunguan.

 

Seandainya Allah menghendaki kebaikan bagimu, niscaya Dia menjadikanmu mengetahui aib-aib dirimu. Maka penglihatanmu terhadap dirimu dengan pandangan keridaan adalah puncak kedunguan dan kebodohanmu.

 

Kebanyakan manusia tidak mengetahui kejelekan dirinya. Seseorang dari mereka bisa melihat debu di mata saudaranya sedangkan ia tidak bisa melihat batang pohon di depan matanya. Maka siapa yang ingin mengetahui kejelekan dirinya, ia mempunyai empat jalan.

 

Pertama, ia duduk di depan seorang guru yang memahami kejelekankejelekan nafsu dan mengetahui cacat-cacat tersembunyi serta mengikuti petunjuknya dalam mengatasinya.

 

Kedua, hendaklah ia mencari teman yang bisa dipercaya, bijaksana dan taat beragama, lalu menjadikannya sebagai pengawas atas dirinya untuk mengawasi keadaan dan perbuatannya. Mana yang tidak disukainya dari akhlak dan perbuatan serta kejelekannya yang batin dan lahir, ia pun mengingatkannya.

 

Ketiga, ia ambil faidah dari lisan musuh-musuhnya untuk mengetahui keadaan dirinya, karena pandangan kebencian itu serasa menampakkan keburukan sedangkan tabiat itu diciptakan untuk mendustakan musuh dan mengartikan perkataannya sebagai dengki. Akan tetapi orang yang bijaksana tidak segan mengambil manfaat dari perkataan musuhnya.

 

Keempat, ia bergaul dengan orang-orang. Maka setiap sesuatu yang dianggap tercela di antara masyarakat, hendaklah ia tuntut dirinya dengan sifat itu, karena orang mukmin adalah cermin orang mukmin. Kemudian jika dugaanmu benar bahwa engkau tidak memiliki kekurangan dalam agama dan duniamu, maka bersyukurlah kepada Allah  atas hal itu dan jangan merusakkannya dengan mencela mereka dan mencemarkan kehormatan mereka, karena perbuatan itu termasuk aib terbesar. Umar  berkata: “Hendaklah kalian sering menyebut nama Allah , karena ja adalah obat. Dan jagalah dirimu dari ghibah dan menyebut kejelekan orang lain, karena itu adalah penyakit.”

 

Ketahuilah bahwa buruk sangka adalah haram seperti perkataannya. Sebagaimana diharamkan bagimu berbicara kepada orang lain tentang keburukan-keburukan seseorang, maka diharamkan pula berbicara dalam hatimu tentang hal itu dan berburuk sangka kepadanya.

 

Allah  berfirman: “Jauhilah banyak sangkaan.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah  bersabda: “Jagalah dirimu dari sangkaan, karena sangkaan itu adalah pembicaraan yang paling dusta.” Yang dimaksud dengan sangkaan adalah pemastian hati terhadap keburukan orang lain. Adapun lintasan pikiran dan bisikan hati yang tidak menetap dan dibiarkan lewat oleh orang yang mengalaminya, maka hal itu dimaafkan menurut ijma’ ulama, karena ia tidak mempunyai kemauan atas kejadian itu dan tidak bisa melepaskan diri darinya. Itulah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah :

 

“Sesungguhnya Allah memaa kan bagi umatku apa yang dibisikannya dalam hatinya selama belum dibicarakannya atan dikerjakannya.”

 

Para ulama berkata: Yang dimaksud dengan itu adalah lintasan pikiran yang tidak menetap, sama halnya apakah lintasan pikiran itu merupakan ghibah atau kufur atau lainnya.

 

Maka siapa yang mengalami lintasan kufur tanpa disengaja untuk melakukannya, kemudian di singkirkannya seketika itu, maka ia bukan kafir dan tidak berdosa. Sebab pemaafannya adalah karena tidak mungkin menghindarinya. Yang mungkin hanyalah mencegahnya untuk terus berlangsung.

 

Oleh karena itu kelangsungannya dan ketetapan hati atas hal itu adalah haram. Apa pun lintasan pikiran yang menimpa dirimu seperti ghibah dan maksiat lainnya, wajiblah engkau mengusirnya dengan berpaling darinya dan menyebut takwil-takwil yang menjauhkannya dari lahirnya. Demikian di sebutkan An-Nawawi dalam Al-Adzkarnya..

 

    Membantah dan mendebat. Yang dimaksud adalah mencela pendapat orang lain dan mendustakannya serta meremehkan orang yang mengatakannya dan tiada tujuan baginya selain itu.

 

Dan pertengkaran yang berlarut-larut dengan orang lain. Inilah yang dinamakan khusumat. Hal itu merupakan kekerasan sikap dalam berbicara untuk memperoleh harta atau hak tertentu. Kadang-kadang dilakukan dari permulaan dan kadang-kadang sebagai sanggahan. Perbuatan itu menimbulkan gangguan terhadap orang yang diajak bicara dan ejekan serta celaan terhadapnya. Dalam hadis disebutkan: Tidaklah orang mukmin itu suka menyerang kehormatan orang lain. Dalam perbuatan itu pula terdapat pujian kepada diri sendiri sebagai orang yang pandai dan berilmu, kemudian ia pun mengeruhkan kehidupan. Karena tidaklah engkau membantah seorang yang bijaksana, melainkan ia membencimu dan mendendam kepadamu.

 

Barangsiapa siap memulai pertengkaran, ia pun telah mengacaukan pikirannya sehingga dalam salatnya ia sibuk mengurusi lawannya.

 

Nabi $£ bersabda:

 

“Barangsiapa meninggalkan perdebatan sedang ia mengakui kesalahannya, maka Allah mendirikan baginya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa meninggalkan perdebatan sedang ia mengakui benar, maka Allah mendirikan baginya sebuah rumah di surga yang paling atas.”

 

Meninggalkan perdebatan dibolehkan bila hal itu tidak menghilangkan hak yang wajib dan tidak menimbulkan kerusakan.

 

Dalam sebuah riwayat Abi Dawud dan Tirmidzi dari Abi Umamah bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa meninggalkan perdebatan sedang ia mengaku salah, didirikan baginya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa meninggalkannya sedang ia mengaku benar, didirikan baginya sebuah rumah di tengahnya.

 

Sedangkan siapa yang baik akhlaknya, didirikan baginya sebuah rumah di surga yang paling atas.”

 

Tidaklah pantas bagimu bila setan menipumu dan berkata kepadamu: ”Tampakkan kebenaran dan janganlah bersikap lunak dalam membela kebenaran”, karena setan selalu berusaha menjerumuskan orang-orang yang dungu ke dalam kejahatan dalam bentuk kebaikan.

 

Maka janganlah engkau menjadi bahan tertawaan setan sehingga ia mengejekmu. Menampakkan kebenaran adalah baik terhadap siapa yang mau menerimanya darimu.

 

Hal itu dilakukan dengan cara nasihat secara diam-diam, bukan dengan cara perdebatan. Rasulullah bersabda:

 

“Sesungguhnyaa di dalam surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat dari dalamnya dan bagian dalamnya terlihat dari luarnya. Allah menyediakannya bagi siapa yang memberi makan orang lain dan bersikap lunak di waktu bicara.”

 

Beliau berkata pula: “Perkataan yang baik adalah sedekah.”

 

Nasihat adalah sifat dan keadaan sedang ia memerlukan sikap lunak atau ia akan menyingkap kejelekan orang lain dan kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya.

 

Barangsiapa bergaul dengan para pelajar fikih di zaman ini, maka ia pun bertabiat suka membantah dan berdebat dan sulit untuk diam karena diajarkan kepadanya oleh para ulama. yang buruk bahwa itu adalah keutamaan sedangkan kemampuan untuk mengalahkan lawan dengan hujjah dan menyelidiki sesuatu perkara adalah perbuatan terpuji. Maka hindarilah mereka seperti engkau menghindari singa, dan ketahuilah bahwa perdebatan adalah penyebab kebencian di sisi Allah dan para makhluk.

 

Nabi  bersabda: “Tinggalkanlah perdebatan, karena hikmahnya tidak dipahami dan fitnahnya tidak bisa dihindari.” Beliau bersabda pula: “Tidaklah seorang hamba menyempurnakan hakikat iman hingga ia tinggalkan perdebatan, meskipun ia mengaku benar.

 

Muslim bin Yasar berkata: “Jagalah dirimu dari perdebatan, karena ia adalah saat kejahilan orang alim dan ketika itu setan mengharapkan kesalahannya.”

 

Abi Darda berkata: “Cukuplah dosa bagimu bila engkau selalu berdebat.”

 

Umar  berkata: “Janganlah engkau belajar ilmu karena tiga perkara dan jangan meninggalkannya karena tiga perkara. Janganlah engkau belajar untuk berdebat dan membanggakan diri serta bersikap riya. Janganlah meninggalkannya karena malu untuk mempelajarinya maupun untuk menghindarinya dan karena tidak ingin mengetahuinya.”

 

    Memuji diri dengan cara membanggakan diri. Adapun untuk mengakui nikmat, maka itu adalah baik, karena menyebut kenikmatan berarti mensyukurinya.

 

Hal itu hanya boleh bila bertujuan mensyukurinya dan untuk mengikuti teladan orang lain dan tidak mengkhawatirkan fitnah atas dirinya sedangkan menutupi hal itu lebih utama. Demikian dikatakan oleh Asy-Syarbini.

 

Allah  berfirman: “Janganlah kamu memuji dirimu, Dia (Allah) lebih mengetahui siapa yang bertakwa di antara kamu kamu.” Yakni Allah  mengetahui siapa yang bertakwa di antara kamu sebelum Dia mengeluarkan kamu dari sulbi bapakmu Adam .”

 

Dikatakan kepada orang bijak: ” Apakah kebenaran yang buruk itu?” Maka ia menjawab: “Pujian manusia terhadap dirinya.” Perbuatan itu termasuk tanda seseorang yang tertutup dari Allah  sebagaimana dinukil oleh Asy-Syarbini dari Al-Ousyairi.

 

Maka janganlah engkau membiasakan dirimu di antara orang banyak serta menyebabkan engkau dibenci di sisi Allah  Apabila engkau ingin mengetahui bahwa pujian atas dirimu tidak menambah derajatmu di sisi orang lain, maka lihatlah kepada teman-teman yang sebaya denganmu ketika mereka memuji diri mereka dengan kebaikan dan kedudukan yang tinggi sebagaimana hatimu tidak menyukai mereka dan tabiatmu tidak bisa menerimanya. Lihatlah bagaimana engkau mencela mereka atas pujian itu ketika engkau tinggalkan mereka dari majelis itu.

 

Apabila demikian halnya, maka ketahuilah bahwa mereka pun mencelamu dalam hati mereka di saat engkau memuji dirimu dan mereka akan menampakkan celaan itu dengan lisan mereka ketika engkau tinggalkan mereka. Orang mukmin itu cermin dari orang mukmin. Ia melihat aib-aib orang lain, karena tabiatnya hampir sama dalam mengikuti hawa nafsu.

 

Cukuplah ini sebagai pendidikan bagimu. Andaikata orang-orang meninggalkan apa yang tidak mereka sukai dari selain mereka, niscaya mereka tidak memerlukan pendidik.

 

An-Nawawi berkata: “Ketahuilah bahwa penyebutan kebaikankebaikan seseorang ada dua macam, tercela dan disukai.

 

Yang tercela ialah bila seseorang menyebutnya untuk membanggakan diri dan menunjukkan keunggulan di atas teman-temannya dan sebagainya. Yang disukai ialah bila di dalamnya terdapat maslahat keagamaan. Hal itu dilakukan dengan menyuruh berbuat yang maruf atau mencegah yang mungkar atau menasihati atau menunjukkan suatu maslahat atau mengajar atau mendidik atau mengingatkan atau mendamaikan antara dua orang atau menolak kejahatan dari dirinya atau semacam itu, lalu ia sebut kebaikan-kebaikannya dengan meniatkan bahwa hal ini lebih dekat untuk menerima perkataannya dan mengandalkan apa yang disebutnya. Atau bahwa perkataan yang saya katakan tidak kalian temukan pada orang lain, maka peliharalah dia atau semacam itu.

 

    Melaknat sesuatu, atau mendoakan orang lain agar dijauhkan dari rahmat Allah Maka jagalah dirimu dari melaknat sesuatu dari makhluk Allah, berupa hewan, makanan atau seseorang, walaupun orang kafir. Seperti mengatakan, semoga Allah melaknat si fulan, meskipun ia orang Yahudi misalnya. Hal itu sangat bahaya, mungkin kelak ia mendapat hidayat dari Allah dan masuk Islam, kemudian mati dan dekat di sisi Allah Adapun melaknat tanpa menunjuk pribadi, maka hal itu dibolehkan. Seperti mengatakan, semoga Allah melaknat orang-orang zalim, semoga Allah melaknat orang-orang kafir, semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani, semoga Allah melaknat orang-orang fasik, semoga Allah melaknat para pematung dan sebagainya.

 

Janganlah engkau pastikan dengan kesaksianmu atas seseorang dari ahlil giblah bahwa ia seorang musyrik, kafir atau munafik, karena hal itu adalah perkara yang sulit sekali. Sebab yang mengetahui isi hati hanyalah Allah, maka janganlah masuk antara hamba dan Allah

 

Nabi  bersabda:

 

“Tidaklah seseorang bersaksi atas seseorang bahwa ia kafir, melainkan salah saru dari keduanya akan mendapatkannya. Jika ia seorang kafir, maka jadilah ia seperti yang dikatakannya. Jika ia bukan seorang kafir, maka ia pun telah ka ir karena mengka irkannya.”

 

Jika dikatakan: “Bolehkah melaknat Yazid, karena ia pembunuh Husein atau menyuruh membunuhnya?” Kami jawab: ”Ini tidak terbukti pada asalnya. Maka tidak boleh dikatakan bahwa ia membunuhnya atau menyuruh membunuhnya selama tidak terbukti. Terlebih pula melaknatnya, karena seorang muslim tidak boleh dituduh melakukan dosa besar tanpa memastikannya.Namun boleh mengatakan, Ibnu Muljam membunuh Ali dan Ibnu Luluah membunuh Umar, karena hal itu terbukti secara mutawatir.” Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’

 

Ketahuilah di hari kiamat tidak dikatakan kepadamu: “Mengapa engkau tidak melaknat si fulan dan mengapa engkau mendiamkannya.” Bahkan seandainya engkau tidak melaknat iblis seumur hidupmu dan tidak menyibukkan urusanmu dengan menyebutnya, maka engkau tidak ditanya tentang hal itu dan tidak dituntut pada hari kiamat. Apabila engkau melaknat sesuatu yang tidak patut dilaknat, .hendaklah engkau segera mengatakan: “Kecuali bila tidak patut dilaknat.” Demikian disebutkan dalam Adzar An-Nawawi. Janganlah engkau mencela sesuatu dari makhluk Allah.

 

Nabi  tidak pernah mencela makanan yang tidak disukai. Tetapi bila menyukai sesuatu, beliau memakannya, dan bila tidak suka beliau meninggalkannya tanpa mencelanya. Diantara kata-kata tercela yang biasa dipakai adalah perkataan seseorang kepada musuhnya, Hai keledai, hai bandot, hai anjing, ini adalah perkataan yang buruk dari dua jalan. Pertama ia adalah dusta, kedua ia adalah gangguan.

 

Berbeda dengan perkataan: “Hai zalim dan semacamnya”, karena perkataan ini diperbolehkan dalam keadaan darurat dan pada umumnya benar. Setiap manusia tentu pernah berbuat zalim kepada dirinya atau orang lain. Demikian disebutkan dalam Adztar An-Nawawi.

 

    Mendoakan orang lain supaya binasa. Maka jagalah lisanmu dari doa yang tidak baik, sekalipun pada orang menganiayamu. Serahkan urusannya kepada Allah , dalam hadis disebutkan, Seorang yang teraniaya mendoakan kebinasaan penganiayanya hingga sebanding dengannya. Kemudian orang yang zalim mempunyai kelebihan padanya yang dituntutnya pada hari kiamat.

 

Diceritakan bahwa orang-orang mencaci-maki Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsagafi, seorang menguasa alim tetapi zalim. Maka berkatalah seorang ulama salaf yang salih Al-Imam Muhammad bin Sirin di hadapan orang banyak, dan beliau melarang mencaci-maki Al-Hajjaj: “Sesungguhnya Allah  akan menghukum orang yang mencaci-maki Al-Hajjaj sebagaimana Dia menghukum Al-Hajjaj karena menganiaya yang lain.”

 

Menurut riwayat dikatakan bahwa Al-Hajjaj telah membunuh dan menyalib Sayyidina Abdullah bin Zubair salah seorang sahabat Nabi  Dan ia juga telah membunuh Said bin Jubair salah seorang tokoh tabi’in dan ulama yang beramal, namun ketika ia membunuh Saiddarahnya terus mendidih hingga memenuhi baju-bajunya dan surut ketika ia berada di tempat tidurnya, dan tidak berhenti pada dirinya dan belum pernah terlihat darah yang lebih banyak daripada itu. Al-Hajjaj terus dalam ketakutan hingga tidak bisa tidur. Dalam ketakutannya itu ia berkata: “Mengapa aku dan kenapa engkau hai Said bin Jubair, ini terjadi terusmenerus selama enam bulan, sampai perutnya menjadi kering dan pecah, dan akhirnya ia pun mati. Ketika dikubur, bumi menelan jasadnya. Ia hidup enam bulan setelah meninggalnya Said bin Jubair. Menurut riwayat ada orang-orang tahanan telah kematiaannya 33.000 orang teraniaya. Juga telah di hitung jumlah orang tahanan dibunuh oleh Al-Hajjaj, ternyata ada 120.000 orang. Demikian disebutkan dalam Syarah Asy-Syifa’.

 

    Jagalah dirimu dari bergurau dan mengejek serta menghina orang lain. Yang dimaksud senda gurau di sini adalah senda gurau yang tercela.

 

Adapun ejekan, maka bisa dilakukan dengan meniru perkataan dan perbuatan dan terkadang dengan isyarat. Bilamana dilakukan di hadapan orang yang diejek, maka hal itu tidak dinamakan ghibah, meskipun mengandung makna ghibah. Maka jagalah dirimu dari semua itu dalam keadaan serius maupun bercanda, karena ia bisa menumpahkan air muka, menghilangkan wibawa, menyebabkan kesusahan dan menyakiti hati orang lain.

 

Perbuatan itu menimbulkan permusuhan, kemarahan dan pemutusan hubungan serta menanamkan dendam di dalam hati. Maka menjauhlah dari senda gurau, karena ia tidak membawa manfaat. Jika seseorang bergurau denganmu, janganlah engkau menjawabnya.

 

Dalam sebuah naskah dijelaskan, Jika mereka bergurau denganmu, maka janganlah menjawab mereka dan berpalinglah dari mereka hingga mereka berbicara masalah lain. Jadilah engkau termasuk orang-orang yang apabila mendengar perkataan yang buruk segeralah menyingkir, dan jadilah orang-orang yang menyuruh berbuat maruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan berusahalah menjauhi perbuatan keji dan memaafkan dosa-dosa serta menahan diri dari perbuatan yang buruk bila ditegaskan. Demikian disebutkan dalam Siraajul Munir.

 

Umar bin Abdul Aziz berkata: “Takutlah kamu kepada Allah dan jagalah dirimu dari bergurau, karena perbuatan itu menyebabkan dendam dan perbuatan buruk. Bicaralah tentang Al-Qur’an dan duduklah dengan membacanya. Jika berat bagimu melakukannya, maka berbicaralah yang baik tentang orang-orang salih.”

 

Kedelapan penyakit lisan.tersebut di atas adalah kumpulan kejelekan lisan dan tiada yang membantu untuk mengatasinya selain uzlah atau tetap diam kecuali sekadar keperluan.

 

Nabi  bersabda: “Barangsiapa ingin selamat, hendaklah ia diam.”

 

Dalam kata berhikmah disebutkan: ”Lidahmu adalah singa. Jika engkau lepaskan dia, ia akan memangsamu. Dan jika engkau menahannya, maka ia akan menjagamu.”

 

Abu Bakar Ash-Shiddig pernah meletakkan batu dalam mulutnya untuk mencegah dari pembicaraan yang tidak berguna. Ia mengisyaratkan kepada lisannya seraya berkata: “Inilah yang memasukkan aku di tempat yang baik atau tempat yang buruk.”

 

Ketika Abu Bakar meninggal, ia terlihat dalam mimpi salah seorang sahabat. Kemudian dikatakan kepadanya: “Ke tempat mana engkau dimasukkan oleh lisanmu?” Abu Bakar menjawab: Aku ucapkan Laa ilaha illallah dengan tulus, maka ia masukkan aku ke dalam surga.”

 

Oleh sebab itu berusahalah sekuat tenaga untuk menghindari pelanggaran lisan karena ia adalah penyebab terkuat yang membinasakanmu di dunia dan akhirat.

 

Dalam hadis disebutkan: ”Beruntunglah siapa yang bisa mengendalikan lisannya dan merasa cukup di rumahnya serta menangisi dosanya. Diriwayatkan dari Al-Auzz’i bahwa ia berkata: “Orang mukmin itu sedikit bicara dan banyak amalnya, sedangkan orang munafik banyak bicara sedikit amalnya.

 

Abu Bakar bin Khalaf Al-Lakhmi berkata:

 

Manusia bisa mari karena tergelincir lidahnya sedang manusia tidak bisa mati karena tergelincir kakinya tergelincirnya lisan dari mulutnya bisa melemparkan kepalanya sedangkan tergelincirnya kaki bisa sembuh secara berangsur

 

Adapun perut, maka jagalah dia dari makan makanan haram dan Syubhat. Haram adalah yang menurut pengetahuanmu atau sebagian besar dugaanmu yang dilarang syara. Apabila ada dua tanda yang menunjukkan halal dan haram, hingga menimbulkan keraguan yang tidak bisa ditetapkan salah satunya, maka itu adalah syubhat yang bisa menjadi halal dan bisa menjadi haram sehingga tersamar keadaannya begimu. Demikian disebutkan dalam .Winhajul “Abidin.

 

Ibrahim Asy-Syabarkhiti berkata: “Para ulama telah berselisih pendapat mengenai syubhat.

 

Sebagian mengatakan ia adalah hukum yang diperselisih-kan para ulama. Seperti daging kuda yang diharamkan Imam Malik dan dibolehkan menurut yang lain, atau makruh menurut mendapat Al-Mawardi. Karena ia adalah pertengahan halal dan haram, maka hendaklah berhati-hati dan meninggalkannya.

 

Al-Khattabi mengatakan syubhat, jika seseorang bermua’amalat dengan orang lain yang memiliki harta yang bercampur dengan barang haram atau syubhat. Perkara ini tidak terdapat dalam nash dari syara’ apakah yang demikian itu halal atau haram. Maka berusahalah sekuat tenaga untuk mencari rezeki yang halal.

 

Nabi  bersabda: “Mencari rezeki halal adalah wajib atas setiap muslim.” HR. Ibnu Mas’ud.

 

Imam Malik dan Asy-Syafi’i menafsirkan halal sebagai suatu yang tidak terdapat dalil tentang pengharamannya, dan ia dikategorikan halal, karena lebih menyerupai kemudahan agama. Abi Hanifah menafsirkan sebagai sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil tentang kehalalannya. Nampak buah perselisihan tentang sesuatu yang didiamkan dan tidak diketahui asalnya. Sedang menurut fuqaha Hanafi ia termasuk haram, apabila menemukan yang halal dan membatasi makan dengan sekadar mencukupi. Dan tingkatan-tingkatan dalam makan ada tujuh.

 

Pertama, makan sekadar untuk hidup.

 

Kedua, melebihkan dari itu dengan kadar yang menimbulkan kekuatan untuk menunaikan salat lima waktu dan nawafil. Kedua hal ini adalah wajib. Seperti makan untuk menguatkan menjalankan puasa wajib.

 

Ketiga, makan makanan yang menimbulkan kekuatan untuk melakukan ibadat sunah dan ini adalah mustahab.

 

Kcempat, Makan untuk menguatkan tubuh mencari nafkah dan bekerja, ini adalah syar’i.

 

Kelima, memenuhi sepertiga perut. Kekenyangan ini tidaklah makruh jika ia makan dari miliknya. Adapun jika makan milik orang lain, maka Al-Ourafi berkata: “Sesungguhnya itu adalah haram.”

 

Karena makan lebih dari tuntunan syar’i tidak boleh, kecuali bila diketahui keridaan dari orang yang mengundang untuk makan lebih dari itu. Maka ia boleh makan sesuai keinginannya.

 

Keenam, Makan makanan lebih dari sepertiga perut dan itu adalah makruh, karena menyebabkan seseorang merasa malas dan selalu ingin tidur. Inilah yang dilakukan kebanyakan orang.

 

Ketujuh, Makan lebih dari itu hingga terlalu kenyang dan terganggu. Ini adalah haram. Demikian disebutkan dalam Syarah Al-Mandhumah oleh Ibnu Imad.

 

Sesungguhnya kenyang itu bisa mengeraskan hati dan merusakkan pikiran dan mengganggu daya hafal serta memberatkan anggota tubuh dari ibadat dan belajar ilmu di samping menguatkan syahwat dan membantu tentara setan yang sepuluh, yaitu kezaliman, khianat, kufur, tidak memelihara amanat, naminah, sifat munafik, penipuan, meragukan Allah Yang Maha Esa, melanggar perintah Allah yang memiliki keagungan dan kemuliaan dan melalaikan sunah Nabi  Demikian disebutkan oleh Al-Hamadani.

 

Lugman berkata kepada putranya:” Apabila perut menjadi penuh, pikiran tidur, hikmah menjadi bisu dan anggota-anggota badan malas beribadat.”

 

Seorang bijak berkata: “Barangsiapa banyak makannya, ia pun banyak minumnya. Dan siapa yang banyak minumnya, ia pun banyak tidurnya. Dan siapa yang banyak tidurnya, ia pun banyak dagingnya (gemuk). Dan siapa yang menjadi gemuk, hatinya menjadi keras. Dan siapa yang keras hatinya, ia pun hanyut dalam dosa-dosa. Kekenyangan dari yang halal adalah awal segala kejahatan. Maka bagaimana pula dari yang haram.

 

Asy-Syarani berkata: Sesungguhnya makan makanan haram atau syubhat membuat hati menjadi gelap dan menghalanginya dari memasuki hadirat Allah Mencari rezeki halal adalah wajib atas setiap muslim. Fardu ini adalah yang paling sulit dipahami akal dan paling berat dilakukan oleh anggota badan, karena orang-orang bodoh mengira bahwa rezeki halal itu tidak ada dan jalan untuk mencapainya telah tertutup. Hal itu mustahil. Segala yang halal itu jelas dan yang haram jelas, sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang tersamar dan ketiga perkara ini selalu bergandengan bagaimanapun beratnya keadaan-keadaan. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.

 

Beribadat dan menuntut ilmu tapi makan makanan haram seperti membangun di atas kotoran. Ibrahim bin Adham berkata: Baikkanlah makananmu dan hendaklah engkau berpuasa di waktu siang dan mengerjakan salat malam (tahajjud).

 

Apabila engkau merasa puas dengan sepotong baju yang kasar dalam setahun dan potong roti kering dalam sehari semalam tanpa menikmati kuah yang paling enak, tidaklah sulit bagimu mencari yang halal sekadar mencukupi harimu sedangkan yang halal itu banyak. Engkau tidak perlu menyelidiki hal-hal yang tersembunyi, tetapi engkau harus berhati-hati dari apa yang engkau yakini sebagai sesuatu yang haram atau engkau menduga bahwa ia adalah haram berdasarkan tanda yang nampak dan berkaitan dengan harta. Hal itu termasuk haram pendapat Al-Ghazali, karena dugaan yang besar sama dengan meyakininya dalam banyak hukum. Namun ada yang mengatakan, hal itu termasuk syubhat, karena tidak terdapat keyakinan tentang keharamannya.

 

Adapun harta yang diyakini keharaman atau kehalalannya, maka sudahlah jelas. Seperti harta yang diambil dari akad yang saling meridai seperti jual beli, mahar dan upah. Adapun yang tanpa imbalan adalah seperti hibah, sedekah dan wasiat. Dan yang diambil secara paksa karena merupakan harta yang tak terlindung seperti ghanimah atau harta milik orang kafir yang tidak mendapat perlindungan dan jaminan. Maka ini adalah halal jika mereka keluarkan khumus darinya dan dibagikan dengan adil di antara orang-orang yang berhak. Atau mengambil dari zakat atau dari nafkah-nafkah yang wajib. Ini semua diambil dari orang-orang yang memiliki harta lebih atau mengambil dari barang-barang mubah yang tidak dimiliki oleh seseorang, yaitu seperti binatang buruan, atau dari menebang kayu di hutan, mencari rumput, mengambil air dari sungai dan menanami tanah tak bertuan, kesemuanya ini diperoleh dengan ikhtiar.

 

Dan yang diambil tanpa ikhtiar seperti warisan. Semua itu adalah halal apabila diperhatikan svarat-syvarat syara’ dalam menghasilkannya. Adapun harta yahg diduga keharamannya dengan suatu tanda seperti, harta raja dan para pejabatnya.

 

Para ulama berselisih tentang hadiah mereka di zaman ini. Sebagian mengatakan halal bagi kita mengambilnya karena tidak bisa dipastikan keharamannya. Sebagian mengatakan haram, karena kebanyakan harta di zaman ini adalah haram.

 

Sebagian lagi mengatakan, sesungguhnva hadiah mereka halal bagi orang kaya dan orang miskin bila tidak dipastikan bahwa harta itu haram sedangkan yang bertanggung jawab adalah pemberi. Sebagian yang lain mengatakan haram harta mereka bagi orang kaya maupun orang miskin sekalipun sedikit, karena mereka bersitat zalim dan kebanyakan harta mereka adalah haram, sedangkan hukumnya berlaku atas yang terbanyak. Ada yang mengatakan halal bagi orang miskin saja, kecuali bila diketahui bahwa barang itu adalah hasil rampasan. Maka ia tidak boleh mengambil barang, kecuali untuk mengembalikannya kepada pemiliknya. Tidaklah berdosa bagi orang miskin untuk mengambil dari harta raja, karena apabila barang itu miliknya, maka tiada keraguan tentang kehalalan orang miskin untuk mengambilnya. Dan bilamana berasal dari harta fai’, maka orang miskin mempunyai hak kepadanya, begitu pula bagi ahli ilmu.

 

Ali bin Abi Thalib berkata: “Barangsiapa masuk Islam dengan tunduk dan membaca Al-Qur’an dengan jelas, maka ia berhak mendapat seratus dirham setiap tahun dari Baitul maal kaum muslimin. Jika ia tidak mengambilnya di dunia, maka ia mengambilnya di akhirat. Apabila demikian halnya, maka orang miskin dan orang alim boleh mengambil haknya.”

 

Para ulama berkata, apabila hartanya bercampur dengan barang rampasan yang tidak bisa dikenali atau tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya dan anak cucunya, maka tiada jalan keluar bagi raja kecuali menyederhanakannya.

 

Maka diizinkan bagi orang miskin untuk mengambil, kecuali barang yang dirampas dan barang haram, karena ia tidak boleh mengambilnya. Masalah-masalah ini tidak mungkin difatwakan mengenainya, kecuali dengan penjelasan dan penelitian. Inilah ringkasan dari apa yang disebutkan dalam Minhajul Abidin.

 

Dan harta orang yang tidak mempunyai penghasilan selain dari meratapi mayit atau menjual khamar dan semacamnya yang diharamkan atau riba atau menjual alat-alat musik seperti seruling dan alat-alat lainnya yang diharamkan. Jika engkau ketahui bahwa sebagian besar hartanya haram secara pasti, maka apa yang engkau ambil dari tangannya adalah haram karena itulah dugaan terbesar.

 

Asy-Syabarkhiti berkata dalam Al-Futuuhaat Al-Wahbiyyah dengan menukil dan Mukhtasor Ihya?” Uluumiddin, termasuk golongan yang samar adalah sesuatu yang sudah dibeli dengan harta haram, kecuali bila makanannya telah diterima atau telah dimakan sebelum membayar, maka hukumnya halal dengan ijma’ dan tidak berubah menjadi haram dengan membayarnya dengan harta haram.

 

Termasuk pula barang haram, harta yang dimakan dari wakaf sesuai dengan sabda Nabi : “Orang-orang muslim itu tergantung pada syaratsyarat mereka.”

 

Barangsiapa yang tidak belajar fikih, maka apa yang diambilnya dari madrasah tersebut adalah harta haram. Karena ia tidak berhak mengambil barang itu, sebab barang yang diwakafkan atas pelajar madrasah berlaku atas pelajar fikih, sedangkan ilmu syar’i ada tiga macam: fikih, hadis dan tafsir.

 

Barangsiapa melakukan maksiat yang menyebabkan kesaksiannya ditolak seperti pembunuhan, berzina, menuduh orang berzina tanpa bukti, kesaksian bohong dan terus menerus melakukan dosa kecil, maka apa yang diambilnya atas nama orang sufi dari harta wakaf atau lainnya seperti sedekah yang ditetapkan untuk orang sufi, maka harta itu haram karena ia tidak berhak atasnya. Karena kaum sufi adalah orang-orang yang menjalankan adab-adab syariah lahir dan batin.

 

Kami telah menyebutkan jalan-jalan masuknya syubhat, halal dan haram dalam sebuah kitab khusus, dalam bab Halal dan Haram dari kitab Ihya? Uluumiddin. Maka carilah kitab itu, tetapi ringkasannya tertulis dalam syarah ini.

 

Sesungguhnya pengetahuan tentang rezeki halal dan pencariannya adalah wajib atas setiap muslim seperti salat lima waktu berdasarkan sabda Nabi : “Mencari nafkah halal adalah wajib atas setiap muslim.” HR. Ad-Dailami dari Anas.

 

Yakni mencari pengetahuan tentang mana yang halal dan mana yang haram adalah wajib. Atau artinya mencari nafkah halal adalah wajib. Demikian dinukil oleh Al-Azizi dari Al-Manawi. Dan hadis yang lain Nabi #£ bersabda: “Mencari nafkah (rezeki) halal adalah wajib sesudah kewajiban lainnya.” HR. Thabrani dari Ibnu Mas’ud.

 

Yakni nafkah (rezeki) halal untuk biaya dirinya, istri dan anakanaknya adalah wajib sesudah iman dan salat atau sesudah semua kewajiban yang ditetapkan Allah. Maka mencari apa yang diperlukannya bagi dirinya, istri dan anak-anaknya adalah wajib tanpa melebihi dari yang cukup. Demikian dikatakan oleh Al-Azizi.

 

Nabi bersabda: “Mencari nafkah halal adalah jihad.” HR. AlOudha’iy dari Ibnu Abbas.

 

Mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga pahalanya seperti pahala jihad.

 

Adapun kemaluan, maka jagalah dia dari perbuatan yang diharamkan Allah  seperti zina, liwath (homoseks), hubungan antara wanita dengan sejenisnya (lesbian), mengeluarkan mani dengan tangan (onani), menggauli istri di waktu haid dan di waktu suci sebelum mandi serta bersetubuh dengan hewan. Jadilah engkau sebagaimana Allah  berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluan mereka, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka mereka itu tidak dipersalahkan.”

 

Engkau tidak akan sampai kepada hakikat pemeliharaan mata dari pandangan terlarang dan memelihara hati dari memikirkan keindahan wanita serta memelihara perut dari syubhat dan terlebih pula dari yang haram atau dari makan terlalu kenyang.

 

Karena semua ini dapat menggerakkan syahwat dan pokok-pokoknya. Adapun kedua tangan, maka jagalah keduanya dari memukul atau dzimmi tanpa alasan yang sah seperti memukul muka atau membunuh dengan tangan secara langsung atau karena suatu sebab seperti menggali sumur secara aniaya.

 

Nabi bersabda:

 

“Andaikata penghuni langit dan penghuni bumi bersekutu dalam menumpahkan darah seorang mukmin, niscaya Allah menjerumuskan mereka ke dalam neraka.”

 

Atau engkau peroleh harta haram dengan perantaraan kedua tanganmu atau menganggu seseorang atau menghianati amanat atau titipan atau engkau tuliskan sesuatu yang tidak boleh diucapkan, karena pena adalah salah satu dari kedua pesan. Maka jagalah pena dari apa yang tidak boleh diucapkan oleh lisan.

 

Dzun Nun Al-Mishri berkata:

 

Tidaklah setiap penulis, melainkan ia akan binasa i sedang apa yang ditulis kedua tangannya akan terap hidup maka janganlah engkau menulis dengan tanganmu kecuali sesuatu yang menyenangkanmu di hari kiamat ketika melihatnya.

 

Adapun kedua kaki, maka jagalah keduanya supaya tidak berjalan menuju ke tempat yang diharamkan seperti berjalan menuju pintu raja yang zalim dengan meridai kezalimannya. Demikian dikatakan oleh Ibnu Hajar. Karena berjalan menuju raja yang zalim tanpa keperluan yang sah dan tanpa melakukan maksiat adalah dosa besar.

 

Sebab berjalan menuju mereka berarti merendahkan diri dan memuliakan mereka atas kezaliman mereka sedangkan Allah  telah menyuruh berpaling dari mereka dalam firman Allah : “Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” QS. Hud: 114.

 

Perbuatan itu memperbanyak kelompok mereka dan membantu mereka untuk berbuat zalim. Dalam kabar disebutkan: “Sebaik-baik umara adalah yang mendatangi ulama dan seburuk-buruk ulama adalah yang mendatangi umara.”

 

Dalam kabar disebut: “Para ulama adalah orang-orang kepercayaan para rasul atas hamba-hamba Allah selama mereka tidak bergaul dengan raja (penguasa). Apabila mereka lakukan itu, maka mereka telah mengkhianati para rasul. Maka waspadalah dan jauhilah mereka.

 

Abi Dzar berkata: “Barangsiapa memperbanyak kelompok suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. Seperti halnya raja-raja, ketentuan ini berlaku pula bagi para pejabat mereka.

 

Al-Auza’y berkata: Tidaklah sesuatu yang lebih dibenci Allah dari pada seorang alim yang mengunjungi pejabat.

 

Bilamana kedatangan kepada mereka itu bertujuan meminta harta mereka, maka itu berarti kepergian menuju sesuatu yang haram.

 

Nabi  bersabda:

 

“Barangsiapa merendahkan diri kepada seorang kaya yang salih karena kekayaannya, lenyaplah dua pertiga agamanya.”

 

Yang dimaksud dengan agama di sini adalah adab. Artinya ialah adab itu ada tiga macam, yaitu adab terhadap Allah, adab terhadap Rasulullah dan adab terhadap orang banyak. Apabila seseorang merendahkan diri kepada orang kaya, lenyaplah kedua adabnya, yaitu adab terhadap Allah dan adab terhadap rasul-Nya dan tinggalah satu adab.

 

Lenyapnya dua pertiga adab ini adalah mengenai seorang kaya yang salih. Maka bagaimana sangkaanmu terhadap orang kaya yang zalim.

 

Ringkasnya ialah gerak dan diammu pada anggota tubuhmu adalah salah satu nikmat Allah padamu. Maka janganlah engkau gerakkan sebagian darinya dalam mendurhakai Allah  seluruhnya. Akan tetapi gunakanlah anggota-anggota itu dalam mentaati Allah  Ketahuilah bahwa jika engkau lamban dalam melakukan ketaatan, maka engkau akan merugi.

 

Dan jika engkau giat dalam melakukan ketaatan, maka engkau akan mendapat faidahnya.

 

Allah tidak membutuhkan dirimu dan tidak membutuhkan amalmu.

 

Akan tetapi setiap jiwa tergantung pada amalnya di sisi Allah.

 

Ali  berkata: “Barangsiapa menduga bahwa tanpa susah payah ia bisa masuk surga, maka ia pun berangan-angan. Dan siapa yang menduga bahwa dengan mencurahkan segenap tenaga, ia bisa masuk surga, maka ia pun berangan-angan. Maka janganlah engkau tinggalkan amal.” Hasan Al-Bashri berkata: “Meminta surga tanpa beramal adalah salah satu dosa.”

 

Waspadalah dari perkataanmu: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang dan mengampuni dosa-dosa bagi orang-orang yang durhaka. Karena ini adalah perkataan hak, tetapi maksudnya batil dan orang yang mengucapkannya disebut orang dungu seperti sebutan yang diberikan Rasulullah ”

 

Beliau bersabda:

 

“Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan nafsunya dan beramal untuk kehidupan sesudah mari sedangkan orang yang dungu ialah orang yang na sunya mengikuti keinginannya dan berangan-angan dusta terhadap Allah.”

 

Hasan Al-Bashri berkata: “Banyak orang yang dilalaikan oleh anganangan ampunan hingga mereka keluar dari dunia dalam keadaan bangkrut dan tidak mempunyai kebaikan.”

 

Salah seorang dari mereka berkata: “Aku berbaik sangka kepada Tuhanku.” Ia berdusta: “Sesungguhnya jika ia berbaik sangka kepada Tuhannya, niscaya ia beramal baik untuk-Nya.”

 

Ketahuilah bahwa perkataan ini sama dengan orang yang merasa pandai tentang ilmu-ilmu agama tanpa belajaf ilmu dan tidak berbuat apa-apa.

 

Maka ia berkata: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang dan berkuasa untuk menampakkan berbagai ilmu dalam hatiku sebagaimana Dia menampakkannya dalam hati para nabi-Nya tanpa bersusah payah maupun belajar berulang-ulang. ”

 

Yahya bin Mw’adh berkata: “Keterpedayaan itu menurutku adalah terus-menerus berbuat dosa dengan mengharap ampunan tanpa menyesal dan mengharap kedekatan dari Allah 4& tanpa melakukan ketaatan, menunggu tanaman surga dengan menabur benih mereka, mencari negeri orang-orang yang taat dengan melakukan berbagai maksiat serta menunggu melampaui batas.”

 

Makna ini telah disebutkan penyair dalam Bahrul Basitth: Engkau harapkan keselamatan tetapi tidak menempuh jalan-jalannya sesungguhnya kapal tidak bisa berlayar di atas tempat yang kering.

 

Ia seperti orang yang menginginkan harta, tetapi tidak mau bertani, tidak mau berdagang dan tidak mau bekerja, tetapi tetap menganggur. Sedangkan ia berkata: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia mempunyai perbendaharaan langit dan bumi. Dan Dia berkuasa untuk menunjukkan kepadaku harta terpendam di bumi sehingga cukup bagiku tanpa bekerja. Dia telah melakukan itu pada sebagian hamba-Nya. Maka jika engkau mendengar perkataan dari kedua macam orang ini, niscaya engkau menganggap keduanya orang dungu dan engkau ejek kedua orang itu, meskipun apa yang dikatakannya benar dan betul bahwa Allah $$ Maha Pemurah dan Maha Kuasa.

 

Hal itu disebabkan Allah  menjadikan bagi segala sesuatu kebutuhan manusia sebagai sebab dan jalan untuk mencapai keinginannya. Jika tidak begitu, niscaya Allah  tidak berfirman kepada Sayyidah Mary am: “Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” QS. Maryam: 25. Sesungguhnya Allah sanggup menggugurkan kurma yang masak kepada Sayyidah Maryam tanpa menggoyang pangkal pohon kurma. Akan tetapi Allah “ menjadikan segala sesuatu melalui sebab.

 

rakyatnya: “Bagaimana keadaan pemimpinmu?”

 

Orang itu menjawab: “Wahai Amirul mukminin, apabila sumber airnya tawar, maka sungai pun menjadi sedap.”

 

Apabila demikian halnya, maka perbaikilah hati itu supaya anggotaanggota badanmu menjadi baik dan kebaikannya tercapai dengan melakukan muragabah, yaitu menghadirkan hati bersama Allah JS dan memusatkan perhatian kepada-Nya.

 

Salah seorang dari mereka berkata: “Kebaikan terdapat dalam lima perkara, yaitu banyak lapar, membaca Al-Qur’an dengan merenungkan maknanya, yaitu sambil menangis kepada Allah di waktu dini hari, mengerjakan salat di waktu malam dan duduk dengan orang-orang salih.”

 

Seorang penyair berkata:

 

Obat hatimu yang keras ada lima lakukanlah itu, niscaya engkau mendapat kebaikan dan keberuntungan kekosongan perut dan merenungkan Al-qur’an ‘ merengek sambil menangis kepada Allah di waktu dini hari begitu pula sholat di tengah malam dan duduk dengan orang-orang salih.

 

Ada yang menambahkan:

 

makan makanan halal dan diam mengasingkan diri tidak suka mengurusi hal ihwal orang lain.

Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati

Ketahuilah bahwa sifat-sifat tercela di dalam hati banyak jumlahnya, karena berkumpul pada manusia empat macam sifat, yaitu Sabu’iyah (binatang buas), Bahimiyah (binatang), Syaitaniyah dan Rabbaniyah. Semua itu terkumpul di dalam hati. Maka berkumpullah pada manusia sifat babi, anjing, setan dan orang bijak.

Babi adalah syahwat, anjing adalah amarah sedangkan setan selalu membangkitkan syahwat babi dan amarah binatang buas sementara orang bijak yang berupa akal, diperintah menolak tipu daya setan. Seseorang yang memiliki sifat babi, ia akan menuruti syahwatnya dengan menimbulkan sifat tak tahu malu, jahat, boros, kikir, riya’, berandal, kesiasiaan, tamak, dengki, dendam dan lainnya.

 

Sedang mereka yang memiliki sifat anjing, ia akan menuruti amarahnya dengan menyebarkan ke dalam hati sifat menonjolkan diri, suka berlaku keji, kemewahan, pembual, sombong, membanggakan diri, mengajak dan meremehkan orang lain, keinginan berbuat jahat dan kezaliman dan lainnya. Sedang mereka yang memiliki sifat setan ia akan menuruti syahwat dan amarah yang menghasilkan sifat licik dan penuh tipu-daya, keberanian, penyelewengan, pengkhianatan dan semacamnya.

 

Andaikata semua itu ditanam di bawah kepemimpinan sifat Rabbaniyah, niscaya menetaplah dari sifat-sifat Rabbaniyah di dalam hati, Yaitu ilmu, hikmah, keyakinan, pengetahuan akan hakikat segala sesuatu dan segala urusan menurut apa adanya.

 

Cara membersihkan hati dari sifat-sifat tercela sangatlah sulit. Cara pengobatan dan pengamalannya telah terhapus seluruhnya karena manusia lalai akan dirinya dan sibuk dengan kesenangan dunia. Kami telah menjelaskan hal itu semua, yaitu sifat-sifat tercela dan cara pembersihkan hati darinya dalam kitab Ihya’ Ulumiddin dalam Rubu’ Muhlikaat dan Rubu? Munyiyaat.

 

Dalam Muhlikaat (perkara-perkara yang membinasakan) adalah pada bagian ketiga, sedangkan dalam Munjiyaat (perkara-perkara yang menyelamatkan) adalah pada bagian keempat. Akan tetapi kami peringatkan agar berhati-hati terhadap tiga sifat buruk di dalam hati yang kebanyakan menimpa pelajar figh di zaman ini, karena ketiga sifat ini menimbulkan kebinasaan dan merupakan pokok dari sifat-sifat buruk lainnya, yaitu dengki, riya dan kesombongan.

 

Maka berijtihadlah dalam membersihkan hati darinya. Jika seseorang sanggup membersihkannya, maka ia pun mengetahui cara menghindari sisanya diantara rubu’ muhlikaat.

 

Bilamana tidak sanggup melakukan ini, maka ia lebih tidak sanggup lagi membersihkan sifat-sifat buruk lainnya. Janganlah sering menyangka bahwa diri kita selamat dari dosa dengan niat yang baik dalam belajar ilmu sementara dalam hati kita terdapat sifat dengki, riya dan kesombongan.

 

Nabi  bersabda:

 

“Tiga perkara menimbulkan keselamatan, yaitu rasa takut kepada Allah   dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Berlaku adil Jalam keadaan rida dan marah, dan berbuat wajar dalam keadaan miskin dan kaya. Dan nga perkara menimbulkan kebinasaan yaitu kekikiran yang dituruti, hawa na Su yang diikuti dan kebanggaan manusia terhadap dirinya.”

 

Sifat yang terakhir ini adalah fitnah yang menimpa para ulama dan merupakan fitnah terbesar.

 

“Tiga perkara menimbulkan kebinasaan dan tiga perkara menimbulkan keselamatan serta tiga perkara menghapus dosa dan tiga perkara merupakan derajat-derajat. Adapun perkara-perkara yang membinasakan adalah kekikiran yang di taati, hawa nafsu yang diikuti dan kebanggaan manusia terhadap dirinya, Adapun perkara-perkara yang menimbulkan keselamatan alah berlaku adil dalam keadaan marah dan nda, berbuat wajar dalam kradaan miskin dan kaya, rasa takut kepada Allah dalam keadaan sembunyi dan terang-terangan. Adapun pertaraperkara yang menghapus dosa talah salat sesudah salat, menyempurnakan wudu mesti udara dalam keadaan sangat dingin dan melangkahkan kaki untuk salat jamaah. Adapun derajat-derajat (di surga) ialah dengan memberi makan orang lain, menyiarkan salam dan mengerjakan salat di waktu malam ketika orang-orang tidur:

 

Nabi  bersabda :

 

“Tiga perkara yang tidak selamat umat ini darinya, yaitu iri hati, prasangka dan berfirasat buruk. Maukah kuberitahukan kepada kalian jalan keluarnya? Mereka menjawab: Beritahulah kami, Nabi   berkata: Apabila menyangka, janganlah engkau pastikan. Apabila engkau iri. maka Janganlah berbuar zalim. Dan apabila berfirasat buruk, maka teruslah seraya bertawakal kepada Allah.”

 

Adapun hasad, maka ia adalah cabang dari kekikiran, dendam dan amarah. Karena orang bakhil adalah orang yang enggan membelanjakan hartanya yang dituntut oleh syara dan harga dirinya untuk menafkahkannya kepada orang lain.

 

Sedangkan syakhih adalah orang yang kikir dengan nikmat Allah  yang terdapat dalam perbendaharaan kekuasaan Allah  bukan dalam perberdaharaan-Nya pada hamba-hamba Allah. Maka kekikirannya lebih besar, karena macam yang kedua ini mencegah seseorang memberi orang lain sebagaimana ia mencegah seseorang memberi orang lain. Orang yang hasad ialah orang yang merasa berat melihat Allah memberi kenikmatan kepada orang lain dari perbendaharaan kekuasaan-Nya berupa ilmu atau harta atau kecintaan oleh orang banyak seperti pengikut yang banyak atau jabatan. Bahkan orang yang hasad itu menginginkan lenyapnya kenikmatan yang dimiliki orang lain, meskipun dengan keinginan itu ia tidak mendapatkan sedikitpun dari kenikmaran itu. Keinginan ini adalah puncak kekejian dan ini adalah salah satu tingkatan hasad.

 

Tingkatan kedua adalah menginginkan kenikmatan itu berada kepadanya karena ia menyukai nikmat itu. Seperti menyukai sebuah rumah yang bagus atau wanita yang cantik atau jabatan berpengaruh atau yezeki banyak yang diperoleh orang lain. Ia ingin memiliki kenikmatan jtu dan yang diharapkannya adalah kenikmatan itu, bukan lenyapnya kenikmatan itu darinya.

 

Tingkatan ketiga adalah ia tidak menyukai kenikmatan itu untuk dirinya, tetapi menyukai yang seperti itu. Jika tidak bisa memperoleh yang seperti itu, maka ia harapkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya supaya tidak nampak perbedaan antara ia dan orang lain.

 

Bagian pertama tidak tercela dan itulah yang dinamakan ghibah (iri) dan munafasah (persaingan), sedangkan bagian kedua tercela. Tingkatan keempat adalah menginginkan kenikmatan seperti itu bagi dirinya. Jika tidak memperolehnya, maka ia tidak menginginkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya. Macam terakhir ini bisa dimaafkan bila mengenai dunia dan dianjurkan bilamana mengenai agama.

 

Oleh sebab itu Nabi  bersabda:

 

“Kedengkian itu memakan kebaikan seperti api memakan kayu.” (H.R. Ibnu Majah)

 

Orang yang hasad itu tersiksa di dalam hatinya tanpa belas kasihan dan terus tersiksa di dunia.

 

Kedengkian itu menimbulkan lima perkara.

 

Pertama, rusaknya ketaatan, kedua, perbuatan maksiat dan kejahatan, ketiga, Kepayahan dan kesusahan tanpa faidah, keempat, kebutaan hati hingga nyaris tidak bisa memahami suatu hukum Allah  dan kelima, kegagalan, dan nyaris tidak bisa mencapai keinginannya. Karena dunia tidak kosong dari banyak teman sebaya maupun kenalannya yang diberi Allah kenikmatan berupa ilmu atau harta atau kedudukan.

 

Maka orang yang hasad itu terus tersiksa di dunia, yaitu terjadinya kesusahan dan kebingungan pada akal dan beban pikiran sampai akhir hayatn a, sedangkan siksa akhirat lebih keras dan lebih besar. Bahkan hamba tidak bisa mencapai hakikat iman selama ia tidak menyukai bagi kaum muslimin lainnya apa yang ia sukai bagi dirinya. Akan tetapi ia harus ikut bersama kaum muslimin dalam merasakan kesenangan dan kesusahan.

 

Orang-orang muslim itu seperti sebuah bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian lainnya. Dan seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota darinya merasa sakit, maka anggota lainnya merasa sakit.

 

Nabi  bersabda:

 

“Orang-orang mukmin iru seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka seluruh tubuh menderita sakit demam dan tidak bisa tidur:”

 

Ibnu Baththal dan lainnya berkata:

 

“Rasa cinta itu ada tiga macam, yaitu cinta penghormatan dan pengagungan seperti cinta terhadap ayah. Cinta kasih sayang seperti cinta terhadap anak. Dan cinta simpati seperti cinta terhadap orang-orang lainnya. Jika engkau tidak menemukan cinta ini dari hatimu, maka lebih baik engkau sibukkan dirimu dengan mencari jalan keselamatan dari kebinasaan daripada kesibukanmu dengan furu’ yang langka dan ihnu khusumat.”

 

Adapun riya’ maka ia adalah syirik tersembunyi. Nabi  Bersabda: ”Hindarilah syirik kecil.”

 

Para sahabat berkata” Apakah syirik kecil itu?” Nabi  Menjawab: ”Riya’. Ia adalah salah satu dari dua syirik.”

 

Asal syirik ialah mencari simpati dalam hati orang-orang dengan menonjolkan sifat-sifat baik untuk memperoleh kedudukan dan supaya engkau disegani oleh mereka.

 

Cinta kedudukan termasuk hawa nafsu yang diikuti dan kebanyakan orang binasa karenanya. Maka tidaklah orang-orang binasa, melainkan dengan sebab orang-orang lainnya. Andaikata orang-orang bersikap adil, niscaya mereka mengetahui bahwa sebagian besar ilmu dan ibadat yang mereka amalkan di samping amalan-amalan biasa tidak lain disebabkan oleh riya’, sedangkan riya itu menghilangkan pahalanya.

 

Diriwayatkan dari Nabi , beliau bersabda: “Sesungguhnya orang yang berbuat riya’ akan dipanggil pada hari kiamat dengan empat nama, hai kafir, hai fajir (durjana), hai kadir (penghianat), dan hai khaasir (orang yang rugi), usahamu telah sesat dan sia-sia pahalamu. Maka tiada bagian untukmu hari ini. Carilah pahala dari orang yang untuknya engkau beramal.”

 

Diriwayatkan dalam khabar bahwa orang yang mati syahid dibawa ke neraka. Maka ia berkata: “Ya Robb, aku telah mati syahid untuk menegakkan agama-Mu.” Allah  berkata: “Engkau dusta! Engkau ingin dikatakan pemberani. Dan telah dikatakan begitu dan itulah ganjaranmu.” Begitu pula dikatakan kepada orang alim, orang haji dan pembaca AlQuran.

 

Sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah dari Nabi  beliau bersabda: “Orang pertama yang dipanggil pada hari kiamat adalah seorang yang telah hafal Al-Qur’an dan seorang yang berperan untuk menegakkan agama Allah serta seorang yang banyak harta.

 

Kemudian Allah  berkata kepada pembaca Al-Qur’an: “Bukankah Aku telah mengajarimu Al-Qur’an yang Aku turunkan kepada rasul-Ku?” Orang itu menjawab: “Benar, ya Robb.” Allah berkata: “Apa yang engkau

 

amalkan dari yang engkau ketahui itu?” Orang itu menjawab: “Aku mengamalkannya sepanjang malam dan siang.” Allah berkata: “Engkau dusta.” Dan para malaikat berkata: “Engkau dusta.” Kemudian Allah  berkata: “Akan tetapi engkau ingin supaya dikatakan sebagai ahli baca Al-Qur’an dan telah dikatakan begitu.” Kemudian pemilik harta didatangkan. Allah berkata kepadanya: “Bukankah Aku telah melapangkan rezekimu . hingga engkau tidak lagi membutuhkan seseorang?” Orang itu menjawab: “Benar, ya Robb.” Allah berkata: “Apa yang engkau lakukan terhadap rezeki yang Aku berikan kepadamu?”

 

Orang itu menjawab: “Aku menyambung hubungan kekeluargaan dan mengeluarkan sedekah.”

 

Allah berkata: “Engkau dusta.”

 

Dan para malaikat berkata: “Engkau dusta.”

 

Kemudian Allah  berkata: “Akan tetapi engkau ingin dikatakan ba’hwa engkau dermawan dan telah dikatakan begitu.”

 

Kemudian didatangkan orang berperang untuk menegakkan agama Allah. Allah berkata: ” Apa yang engkau lakukan?”

 

Orang itu menjawab: ” Aku diperintahkan berjihat untuk menegakkan agama-Mu. Maka aku berperang hingga aku terbunuh.”

 

Allah  berkata: “Engkau dusta.”

 

Dan para malaikat berkata: Engkau dusta.”

 

Allah berkata: ” Akan tetapi engkau ingin dikatakan ”Si Fulan berani” dan telah dikatakan begitu.”

 

Ketahuilah bahwa perbuatan riya’ itu ada lima macam. Pertama, riya dalam agama dengan menonjolkan badan seperti menampakkan kurus dan pucat serta membiarkan rambut acak-acakan. Dengan menampilannya ia ingin menunjukkan sedikit makan dan dengan pucat ia ingin menunjukkan kurang tidur di waktu malam dan sangat sedih atas agama. Dengan rambut acak-acakan, ia ingin menunjukkan dirinya sangat memikirkan agama dan tidak sempat menyisir rambut.

 

Kedua, riya dengan penampilan dan pakaian seperti menundukkan kepala di waktu berjalan, bersikap tenang dalam gerak serta membiarkan bekas sujud pada mukanya, mengenakan baju kasar, tidak membersihkan baju dan membiarkannya robek serta memakai baju bertambal.

 

Ketiga, riya’ dengan perkataan, seperti mengucapkan kata berhikmah dan menggerakkan kedua bibir dengan berzikir di hadapan orang banyak. Amar maruf nahi munkar di hadapan orang banyak, menampakkan amarah atas perbuatan mungkar, menampakkan penyesalan karena orang lain berbuat maksiat, melemahkan suara di waktu berbicara dan melunakkan suara ketika membaca Al-Qur’an untuk menunjukkan rasa takut dan sedih. Keempat, riya’ dengan amal seperti riya’nya orang salat, lama di waktu berdiri, sujud dan rukuk, tidak menoleh, meluruskan kedua telapak kaki dan kedua tangannya. Begitu pula di waktu puasa atau haji dan di waktu mengeluarkan sedekah dan memberikan makanan.

 

Kelima, bersikap riya kepada teman-teman, para tamu dan orangorang yang bergaul seperti orang-orang yang bergaul seperti orang yang berusaha mendatangkan seorang alim atau abid atau seorang raja atau seorang pejabat supaya dikatakan bahwa mereka mengambil berkah darinya karena kedudukannya yang besar dalam agama dan seperti orang yang banyak menyebut guru-guru supaya dilihat bahwa ia mempunyai banyak guru dan belajar dari mereka sehingga merasa bangga dengan guru-gurunya. Adapun kesombongan dan membanggakan diri maka ia adalah penyakit kronis yang telah menyulitkan para dokter.

 

Ujub adalah membanggakan amal salih. Kesombongan terbagi menjadi batin dan lahir. Kesombongan batin ialah sifat pada diri seseorang yang menganggap dirinya melebihi orang lain. Sedangkan kesombongan lahir ialah amal-amal yang timbul dari anggota badan. Apabila nampak sifat sombong pada anggota badan, maka dinamakan takabbur. Dan apabila tidak nampak, maka dinamakan kibir. Al-Kibru mengharuskan adanya orang yang disombongi dan perbuatan yang disombongkan. Adapun ujub, maka ia hanya menghendaki orang yang membanggakan diri. Bahkan seandainya manusia diciptakan sendirian, ia pun bisa dianggap membanggakan diri, bukan sombong, kecuali bila bersama lainnya. Al-kibru ialah padangan hamba kepada dirinya sebagai orang mulai dan pandangannya kepada orang lain dengan penghinaan. Apabila ia menganggap dirinya mulia, tetapi memandang orang lain lebih mulia, darinya atau seperti dirinya, maka ia tidak dianggap menyombongkan diri kepada orang itu.

 

Andaikata ia meremehkan orang lain, namun ia menganggap dirinya lebih hina, ia pun tidak menyombongkan diri. Andaikata ia menganggap orang lain seperti dirinya, ia pun tidak dianggap sombong. Akan tetapi orang yang sombong ialah orang yang menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Sebagaimana dikatakan oleh iblis terkutuk: “Engkau Ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah.”

 

Kesombongan di majelis-majelis, ialah mengutamakan diri dan mendahulukan orang lain serta ingin memimpin dan tidak suka disanggah ketika berdialog.

 

Orang sombong ialah orang yang tidak mau mencrima jika dinasihati. Dan apabila menasihati, ia bersikap keras. Apabila perkataannya disanggah, ia marah. Dan jika mengajar, ia tidak bersikap lemah lembut terhadap para pelajar. Ja suka menghina dan membentak mereka, menyebut-nyebut kebaikannya kepada mereka dan menjadikan meraka sebagai pelayan.

 

Ia memandang kepada orang awam seperti memandang seekor keledai karena menganggapnya bodoh dan hina. Setiap orang yang menganggap dirinya lebih baik daripada seseorang di antara makhluk Allah, maka ia pun termasuk orang yang sombong.

 

Akan tetapi engkau harus mengetahui bahwa orans baik adalah orang yang baik di sisi Allah di negeri akhirat sedangkan hal itu tidak diketahui oleh manusia dan ia tergantung pada penghabisan hidupnya. Maka keyakinanmu tentang dirimu bahwa engkau lebih baik daripada orang lain adalah kebodohan semata-mata. Akan tetapi engkau harus menganggap orang lain lebih baik darimu dan mempunyai kelebihan atas dirimu. Caramu untuk merendahkan diri adalah dengan merendahkan dirimu terhadap teman-teman setaraf dan orang-orang di bawah mereka hingga mudahlah bagimu bersikap tawadhu dan hilanglah kesombongan darimu, Jika mudah bagimu melakukan itu, maka terwujudlah bagimu akhlak tawadhu”. Jika berat bagimu melakukan itu dan engkau tetap melakukannya, maka engkau memaksa diri, bukan bersikap tawadhu. Akhlak yang sebenarnya adalah yang engkau lakukan dengan mudah tanpa merasa berat. Ketahuilah bahwa manusia mempunyai dua ujung dan satu tengah. Ujung yang satu condong kepada kelebihan dinamakan takkabur. Ujung yang lain condong kepada kekurangan dinamakan kehinaan dan kerendahan dan yang tengah dinamakan tawadhu’. Yang terpuji adalah bersikap tawadhu tanpa menghinakan diri. Masing-masing dari kedua ujung itu tercela.

 

Perkara yang paling disukai Allah  adalah yang di tengah. Barangsiapa mendahului orang lain adalah sombong dan siapa yang mundur darinya adalah merendahkan diri. Orang alim yang didatangi orang biasanya, menjauh dari tempat duduknya dan mendudukkan orang Jain di majelisnya, maka ia telah menghinakan dirinya sedang perbuatan itu tidak terpuji. Yang terpuji di sisi Allah ialah dengan berikan kepada sescorang apa yang menjadi haknya. Maka patutlah ia bersikap tawadhu dengan cara seperti ini terhadap teman-teman sejawatnya dan siapa yang mendekati derajatnya. Adapun tawadhu’nya kepada orang awam, maka ia lakukan dengan berdiri dan menampakkan wajah ceria di waktu berbicara, bersikap lemah lembut di waktu bertanya, menghadiri undangannya dan berusaha memenuhi keperluannya.

 

Janganlah menganggap dirimu lebih baik dari orang lain, tetapi lebih mengkhawatirkan diri daripadanya sehingga orang lain tidak meremehkan.

 

Jika melihat seorang anak kecil, maka katakanlah: “Anak ini tidak mendurhakai Allah  sedang aku mendurhakai-Nya, maka tiada keraguan bahwa ia lebih baik dariku.”

 

Jika melihat orang yang lebih tua, katakan: ” Orang ini telah beribadat kepada Allah  sebelum aku, maka tiada keraguan bahwa ia lebih baik dariku.”

 

Karena ibadat yang berturut-turut meningkat pahalanya. salat pertama ibarat satu pahala, salat kedua mendapat dua pahala dan salat ketiga mendapat tiga pahala. Demikian dikatakan oleh seorang ulama. Bila bertemu dengan orang alim katakanlah: “Orang ini diberi kelebihan yang tidak diberikan kepadaku, menyampaikan dakwah yang tidak aku sampaikan dan mengetahui hukum-hukum yang tidak aku ketahui. Salah seorang dari mereka berkata: “Bahwa siapa yang mempunyai hubungan nasab dengan Rasulullah $ dan ia termasuk keturunan Sayyidina Hasan atau Husein sedang ia bukan orang alim, maka ia mengungguli orang lain yang setaraf dengannya sebanyak 60 derajat.

 

Sedangkan orang alim yang tidak mempunyai hubungan nasab dengan Rasulullah  mengungguli keturunan Rasulullah yang bukan alim sebanyak 60 derajat.

 

Jika bertemu dengan orang yang lebih tua bodoh dan durhaka, katakan dalam hatimu: “Orang ini telah mendurhakai Allah karena kebodohan, sedang aku mendurhakai-Nya dengan ilmu. Maka hujjah Allah terhadapku lebih kuat dan aku tidak tahu bagaimana kesudahanku dan bagaimana kesudahannya.”

 

Jika bertemu orang kafir, katakan dalam hatimu: ”Aku tidak tahu barangkali besok ia masuk Islam dan berakhir hidupnya dengan sebaikbaik amal serta keluar dari dosa-dosa dengan keislamannya seperti rambut keluar dari tepung. Adapun aku, semoga Allah melindungi. Barangkali Allah  menyesatkan aku hingga aku kafir dan mengakhiri hidupku dengan seburuk-buruk amal hingga orang itu besok di akhirat di sisi Allah menjadi lebih baik daripada aku dan menjadi orang yang dekat dengan Allah sedang aku menjadi orang yang dijauhkan dari rahmat Allah

 

Maka tidaklah kesombongan itu keluar dari hatimu, kecuali bila engkau mengetahui bahwa orang besar itu adalah orang yang besar di sisi Allah  dan pengetahuan itu tergantung pada penghuvisan yang baik sedangkan hal itu masih diragukan.

 

Dengan begitu ketakutanmu akan penghabisan yang buruk mencegahmu untuk bersikap sombong terhadap para hamba Allah meskipun ada keraguan di dalamnya. Keyakinanmu mengenai kebaikan atau keburukan dirimu dan orang lain serta keimananmu mengenai keadaan itu tidaklah bertentangan dengan kebolehanmu untuk merubah di masa yang akan datang. Karena Allah  bisa mengubah-ubah hati. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Seorang ulama berkata: “Kesempurnaan maqam tawadhu’ tidak bisa tercapai, kecuali bila hamba menyaksikan mengenai dirinya bahwa derajatnya di bawah setiap orang muslim dan tidak ada seorangpun di muka bumi yang lebih banyak durhaka dan tidak ada yang lebih sedikit adab maupun rasa malunya dari pada dia secara pasti, bukan berdasarkan dugaan.”

 

Karena siapa yang menganggap dirinya lebih baik dari seorang yang durhaka dengan cara yang tidak menunjukkan syukur kepada Allah , maka ia pun telah masuk dalam derajat-derajat kesombongan. Orang-orang arif telah sepakat bahwa siapa yang mempunyai sedikit sifat sombong, ia tidak boleh memasuki hadirat Allah  untuk selamanya, walaupun pada lahirnya ia beribadat kepada Allah  dengan ibadat manusia dan jin. Ketahuilah, bahwa tidaklah manusia menganggap dirinya besar, melainkan ia beranggapan bahwa ia mempunyai salah satu sifat kesempurnaan dalam urusan agama atau duniawi. Sebab-sebab kesombongan ada tujuh. Pertama, ilmu, Nabi  bersabda: “Perusak ilmu adalah kesombongan.” Ilmu hakiki ialah ilmu yang dengan perantaraannya manusia mengenal diri dan Tuhannya, bahaya penghabisan yang buruk, hujjah Allah atas para ulama dan besarnya bahaya ilmu.

 

Kedua, amal dan ibadat, para ulama dan ahli ibadat dalam menghadapi bencana kesombongan ada tiga macam tingkatan.

 

    Kesombongan itu menetap dalam hatinya. Ia menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain, hanya saja ia berijtihad dan bersikap tawadhu’ serta melakukan perbuatan seperti yang dilakukan orang lain, sehingga menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Ini telah mengukuhkan dalam hatinya pohon kesombongan, tetapi ia telah memotong seluruh rantingnya.

 

    Ia tampakkan hal itu pada perbuatan-perbuatannya dengan mengangkat dirinya di majelis-majelis dan mendahului teman-teman sebaya serta menampakkan pengingkaran terhadap siapa yang kurang memenuhi haknya.

 

Sekurang-kurangnya hal itu terjadi pada orang alim yang memalingkan mukanya dari orang-orang seakan-akan ia menjauhi mereka. Sedangkan pada ahli ibadat selalu bermuka masam seakan-akan ia membersihkan diri dari orang-orang dan menganggap jijik mereka atau marah kepada mereka.

 

    Menampakkan kesombongan pada lisannya hingga menyebabkan dia membanggakan diri dan memuji dirinya seperti perkataan ahli ibadat itu kepada orang lain: “Siapa dia dan apa amalnya dan dari mana zuhudnya.”

 

Ia berkata: “Aku tidak makan sejak hari anu sampai hari anu, dan aku tidak tidur di waktu malam.”

 

Orang alim itu berkata: “Aku menguasai berbagai macam ilmu dan mengetahui hakikat-hakikat. Aku pernah berguru kepada si Fulan dan si Fulan. Apa kelebihanmu, siapa gurumu dan apa hadis yang pernah engkau dengar. Sebab ketiga adalah nasab. Orang yang mempunyai nasab mulia meremehkan orang yang tidak mempunyai nasab itu, meskipun lebih tinggi amal dan ilmunya.

 

Keempat, kecantikan, hal ini kebanyakan terjadi di kalangan kaum wanita dan bisa menyebabkan ghibah dan cerita tentang kejelekan orang lain.

 

Kelima, harta, ini terjadi di antara raja-raja mengenai perbendaharaan mereka, dan di antara para pedagang pengenai barang-barang mereka, di antara para tuan tanah mengenai tanah mereka, di antara orang-orang kaya mengenai pakaian, kuda dan kendaraan mereka.

 

Keenam, kekuatan, yaitu yang disombongkan kepada orang yang lemah.

 

Ketujuh, pengikut dan murid serta kerabat.

 

Hal itu terjadi di antara raja-raja mengenai jumlah tentara yang banyak. Dan di antara para ulama mengenai jumlah murid yang banyak. Maka setiap kenikmatan yang bisa dianggap sempurna meskipun sebenarnya tidak sempurna, ia pun bisa disombongkan. Bahkan orang fasik terkadang membanggakan banyaknya kedurjanaan yang dilakukannya terhadap wanita dan disombongkannya karena ia menganggap sempurna, meskipun ia berdosa dalam perbuatan itu. Khabar-khabar mengenai kedengkian, kesombongan, riva’ dan kebanggaan diri banyak jumlahnya dan cukuplah bagimu sebuah hadis vang mencakup keempat macam itu.

 

Diriwayatkan oleh Al-Gadhi Al-Marusi dan Abdullah ibnul Mubarak rahimahumullah dengan sanadnya dari Khalid bin Madan, bahwa Rasulullah  pernah berkata mengenai Mu’adz bin Jabal  “Yang paling mengetahui halal dan haram di antara kamu adalah Mu’adz bin Jabal.” Kemudian Ia berkata: “Hai Mu’adz, ceritakan kepadaku sebuah hadis yang engkau dengar dari Rasulullah ”

 

Mendengar itu lantas Mw’adz menangis hingga aku menyangka bahwa ia tidak akan diam. Kemudian ia diam, dan berkata, “Betapa rindunya aku kepada Rasulullah  dan kepada pertemuan dengannya.” Kemudian Mu’adz berkata lagi, aku mendengar Rasulullah  bersabda: “Segala puji bagi Allah yang menetapkan bagi makhluk-Nya apa saja yang dikehendaki-Nya. Pada waktu itu beliau menaiki kendaraan sedangkan aku duduk di belakangnya.”

 

Beliau memandang ke langit, kemudian berkata kepadaku: “Hai Mu’adz kuceritakan kepadamu sebuah hadis yang jika engkau menghafalnya, maka ia bermanfaat bagimu di sisi Allah. Dan jika engkau melupakannya dengan tidak menghafalnya, maka terputuslah hujjahmu di sisi Allah  pada hari kiamat.

 

Hai Mu’adz, sesungguhnya Allah dg, menciptakan tujuh orang malaikat sebelum menciptakan langit dan bumi. Maka Allah menjadikan pada setiap langit seorang malaikat penjaga pintunya. Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba sejak pagi sampai sore. Amal itu mempunyai cahaya seperti cahaya matahari hingga ketika para malaikat pencatat naik membawanya ke langit dunia, yaitu yang dekat dari bumi, para malaikat itu memujinya dan menganggapnya banyak. Maka berkatalah malaikat yang bertugas di langit dunia kepada para malaikat pencatat: Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat pengurus ghibah. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amal yang yang menggunjingkan orang lain melewati aku menuju malaikat lain.

 

Nabi  berkata: Kemudian besoknya para malaikat pencatat datang membawa amal salih dari seorang hamba dan amal itu mempunyai cahaya. Maka para malaikat pencatat memuji dan menganggapnya banyak hingga melewati langit pertama dan menyampaikan amal itu ke langit kedua. Namanya Al-Maaun dan ia terbuat dari besi atau marmer putih. Kemudian malaikat yang bertugas di situ (bernama Rubail) berkata: Berhentilah kalian dan pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya. Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan kenikmatan dunia. Aku adalah malaikat pengurus kebanggaan. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain. la dulu suka membanggakan diri kepada orang-orang di majelis-majelis mereka (hingga para malaikat melaknatnya sampai sore).

 

Nabi  berkata: Para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bercahaya berupa sedekah, salat dan puasa. Para malaikat pencatat itu merasa kagum. Maka mereka membawa amal itu melewati langit pertama dan kedua hingga tiba di langit ketiga. Konon ia terbuat dari tembaga dan ada yang mengatakan dari besi. Namanya Harabut, dan tasbih yang diucapkan penghuninya adalah ”subhanal hayyi al-ladzu laa yamuut”. (Maha Suci Tuhan yang hidup kekal dan tidak bisa mati). Barangsiapa mengucapkan perkataan itu, maka ia mendapat pahala seperti mereka.

 

Kemudian malaikat yang bertugas di situ berkata kepada mereka: Berhentilah dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya.

 

Aku adalah malaikat pengurus kesombongan. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain. Ia dulu menyombongkan diri kepada orang-orang di majelis -majelis mereka.

 

Nabi  berkata: Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba yang bercahaya seperti bintang yang bersinar dan mengeluarkan suara berupa tasbih, salat, puasa, haji dan umrah hingga mereka melewati langit ketiga dan tiba di langit keempat. Konon langit itu terbuat dari tembaga, ada yang mengatakan dari perak. Namanya Az-Zahir, dan tasbih yang diucapkan penghuninya adalah “subhanal malikil quddus”. Barangsiapa mengucapkannya, ia pun mendapat pahala seperti mereka.

 

Malaikat yang bertugas di situ berkata mereka: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini ke wajah, punggung dan perut pemiliknya. Aku adalah malaikat pengurus kebanggaan diri. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain. Sesungguhnya ia dulu apabila mengerjakan suatu amal, ia pun membangunkan amal itu.

 

Nabi  berkata: Kemudian para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bercahaya seperti matahari hingga melewati langit keempat dan tiba di langit kelima seakan-akan pengantin yang ditemukan dengan suaminya. Konon langit kelima itu terbuat dari perak dan ada yang mengatakan dari emas. Di langit kelima itu bernama Al-Mushirah. Kemudian malaikat yang bertugas di situ berkata: “Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya dan letakkan dia di atas pundaknya. Aku adalah malaikat pengurus kedengkian. Sesungguhnya ia dulu dengki kepada orang yang belajar dan beramal seperti dia. Setiap orang yang lebih banyak beribadat daripada dia, ia pun dengki kepadanya dan menggunjingkannya.

 

Dalam .Minhajul ‘Abidiin disebutkan: Kemudian para malaikat itu berkata: Aku adalah malaikat pengurus kedengkian. Ia dulu dengki kepada orang-orang atas karunia yang diberikan Allah kepada mereka. Ia telah membenci apa yang diridai Allah, Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain, yakni sesudah langit ini.

 

Nabi berkata: Kemudian para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bersinar seperti matahari berupa salat, zakat, haji, umrah, jihad dan puasa, lalu mereka membawa amal itu ke langit keenam. Konon langit itu terbuat dari emas dan ada yang mengatakan dari permata dan namanya Al-Khalishah.

 

Malaikat yang bertugas di situ bernama Thuthail, ia berkata: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya. Ia dulu tidak mengasihani seorang pun dari hamba-hamba Allah yang ditimpa cobaan atau penyakit, tetapi ia gembira dengannya. Aku adalah malaikat pengurus rahmat. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lainnya yakni malaikat penjaga sesudahku.

 

Nabi  berkata: Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba berupa puasa, salat, nafagah untuk menegakkan agama Allah, jihad fi sabilillah dan wara (berhati-hati dalam membedakan antara halal dan haram). Amal itu mengeluarkan suara seperti suara lebah dan sinar seperti sinar matahari.

 

Dalam Minhajul “Abidin disebutkan: Ia mengeluarkan suara seperti guntur dan sinar seperti kilat. Amal itu disertai 3000 malaikat. Mereka membawanya ke langit ketujuh. Konon ia terbuat dari yagut merah dan namanya Al-Labiyah. Tasbih yang diucapkan penghuninya ialah “subhana khaligin nuur” (Maha Suci Tuhan Pencipta Cahaya). Barangsiapa mengucapkannya, ia mendapat pahala seperti pahala mereka.

 

Kemudian malaikat yang bertugas di situ berkata kepada mereka: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini pada wajah pemiliknya dan pukullah anggota-anggota tubuhnya, lalu pukulkan amal itu pada jantungnya. Aku adalah malaikat pengurus kemasyhuran. Aku bertugas menutupi dari Tuhanku semua amal yang tidak ditujukan untuk mendapatkan keridaan Tuhanku.

 

Sesungguhnya ia menginginkan selain Allah dengan amalnya. Ia menginginkan kemuliaan di antara para ulama, kedudukan di antara para pembesar dan kemasyhuran di antara masyarakat supaya tersiar di kota-kota. Tuhanku memerintah-kan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lainnya. Setiap amal yang tidak karena Allah  secara murni, maka itu adalah riya dan Allah tidak menerima amal orang yang riya.

 

Nabi  berkata: Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba berupa salat, zakat, puasa, haji, umrah, akhlak yang baik, diamnya orang itu dari segala yang tidak berguna di dunia dan akhirat serta dzikrullah, lalu para malaikat dari tujuh lapis langit mengantarkannya hingga mereka melewati semua tabir menuju Allah , lalu berhenti di hadapan-Nya dan menjadi saksi baginya atas amalnya yang salih dan diikhlaskan untuk Allah

 

Kemudian Allah  berkata: Kalian adalah para pencatat amal hamba-Ku dan Akulah Yang Mengawasi isi hatinya. Sesungguhnya ia tidak menginginkan Aku dengan amal mi, tetapi menginginkan selain Aku. la tidak mengikhlaskannya untuk-Ku sedang Aku lebih tahu tentang apa yang diinginkannya dengan amalnya.

 

Kutukan-Ku akan menimpanya. la telah menipu para manusia dan menipu kalian, tetapi tidak bisa menipu Aku sedang Aku Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan mengetahui isi hati. Tidaklah tersembunyi sesuatu apa pun dari-Ku. Pengetahuan-Ku tentang apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku tentang apa yang sedang terjadi. Pengetahuan-Ku tentang apa yang sudah lewat sama dengan pengetahuan-Ku tentang apa yang akan terjadi.

 

Pengetahuan-Ku tentang orang-orang yang terdahulu sama dengan pengetahuan-Ku tentang orang-orang yang kemudian. Aku mengetahui segala rahasia dan lebih tersembunyi dari itu.

 

Bagaimana hamba-Ku bisa menipu Aku dengan amalnya. Sesungguhnya ia hanya bisa menipu para makhluk yang tidak mengetahui sesuatu yang gaib sedang Aku Maha Mengetahui segala yang gaib. Maka laknat-Ku dan laknat kami akan menimpanya. Kemudian ia dilaknat oleh langit yang tujuh dan, penghuninya.

 

Kemudian Mu’adz menangis dan meratap dengan keras sambil berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, engkau adalah utusan Allah, sedang aku adalah Muw’adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat dari semua itu? Kemudian Nabi  menjawab: Ikutilah aku, meskipun ada kekurangan dalam amalmu. Hai Muw’adz, peliharalah lisanmu dari mengumpat saudara-saudaramu para penghafal, AlQuran khususnya dan pikullah dosa-dosamu sendiri dan jangan membebankannya pada mereka, jangan memuji dirimu dengan mencela mereka, jangan mengangkat dirimu di atas mereka dengan merendahkan mereka, jangan masukkan amalan dunia dalam amalan akhirat dan jangan bersikap riya dalam amalmu, janganlah engkau menyombong-kan diri di majelismu supaya orang-orang takut kepada akhlak-mu yang buruk dan janganlah engkau berbisik kepada seseorang atau seorang teman sedang di dekatmu ada orang lain. Janganlah engkau membanggakan diri kepada orang lain supaya tidak terputus darimu kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat. Janganlah engkau merobek-robek (mencaci maki) orang lain dengan lisanmu supaya engkau tidak dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka pada hari kiamat di dalam neraka.”

 

Allah berfirman: “Wan nassyithaati nasythan.” Tahukah engkau apakah itu hai Mu’adz?”

 

Aku menjawab: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah.”

 

Nabi  berkata: “Mereka adalah anjing-anjing di neraka yang mencabuti daging dari tulang.” Aku berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah.”

 

Siapa yang bisa menanggung kejadian ini dan siapa yang bisa selamat darinya? Nabi  menjawab: “Hai Mu’adz, sesungguhnya itu adalah mudah atas siapa yang dimudahkan Allah baginya. Sesungguhnya cukuplah bagimu untuk , menghadapi semua itu bila engkau menyukai pada orang lain apa yang engkau sukai bagi dirimu dan membenci pada mereka apa yang engkau benci pada dirimu. Hai Mu’adz, dengan begitu engkau telah selamat.”

 

Khalid bin Madan rahimahullah berkata: “Maka tidaklah kulihat seseorang yang lebih banyak membaca Al-Quran dari pada Mu’adz lantaran hadis yang agung ini.”

 

Wahai orang yang menyukai ilmu, renungkanlah hal-hal ini dan berlindunglah dengan Tuhanmu, Tuhan seluruh alam dan mohonlah dengan penuh kerendahan diri sambil merengek dan menangis sepanjang malam dan siang bersama orang-orang yang berdoa dengan khusyuk, karena tidaklah selamat dari bencana ini, kecuali dengan pemeliharaanNya. Maka perangilah nafsumu dalam menghadapi hambatan ini supaya engkau tidak binasa bersama orang-orang yang binasa. Ketahuilah, bahwa sebab terbesar dalam kokohnya sifat-sifat keji ini di dalam hati adalah mencari ilmu untuk membanggakan diri dan bersaing.

 

Kebanyakan orang awam jauh dari sifat keji ini, sedangkan orang yang berilmu menjadi sasaran sifat-sifat ini dan cenderung mengalami kebinasaan karenanya.

 

Maka pikirlah mana urusanmu yang lebih penting. Apakah engkau belajar cara menghindari hal-hal yang membinasakan ini dan berusaha memperbaiki hatimu serta membangun akhiratmu ataukah lebih mementingkan ikut berbicara yang tidak perlu bersama orangorang, sehingga engkau dapatkan ilmu yang menyebabkan tambahan kesombongan, riya dengki dan kebanggaan diri hingga engkau binasa bersama orang-orang yang binasa. Ketahuilah bahwa tiga sifat pertama ini merupakan induk berbagai kekejian hati. Pengarang menganggap kesombongan dan kebanggaan diri sebagai satu sifat karena keduanya saling berhubungan dan hampir sama. Oleh karena itu keduanya tidak disebut diawal bab.

 

Ketiga sifat mempunyai satu asal, yaitu cinta dunia. Oleh karena itu Nabi  bersabda: “Cinta dunia itu adalah pangkal setiap dosa.” Sesungguhnya cinta itu menjerumuskan dalam hal-hal yang syubhat, kemudian yang makruh, kemudian yang diharamkan.

 

Bilamana cinta dunia adalah pangkal setiap dosa, maka benci dunia adalah pangkal setiap kebaikan. Hadis ini diriwayatkan oleh Baihagi dari Hasan Al-Bashri secara mursal. Demikian disebutkan dalam Al-Jaami’ Ash-shaghir dan syarahnya. Az-Zargani berkata: ”Ini adalah perkataan Malik bin Dinar sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya. Atau perkataan Isa  sebagaimana diriwayatkan oleh Baihagi dalam kitab Az-Zuhd.”

 

Ia berkata dalam Syw’abul Innan: ”Ini tidak berasal dari Nabi , tetapi dari mursal Hasan Al-Bashri. Meskipun demikian, dunia adalah tempat tanaman untuk negeri akhirat. Barangsiapa yang mengambil sesuatu dari dunia sekadar kebutuhannya untuk menggunakan dalam mencapai kebahagiaan akhirat, maka dunia menjadi tempat tanamannya: Dan siapa yang menginginkan dunia untuk bersenang-senang dengannya, maka dunia adalah tempat kebinasaannya.

 

Seorang ulama berkata: “Mencari penghasilan adalah wajib dan  terbagi menjadi empat macam.”

 

Fardu, yaitu mencari sekadar yang mencukupi bagi dirinya, keluarga dan agamanya. Mustahab, yaitu yang melebihi dari itu untuk menolong orang miskin atau menyambung hubungan kekeluargaan dan itu lebih dari utama dari pada ibadat sunah. Mubah, yaitu mencari yang lebih dari itu untuk bersenang-senang dan berhias. Haram, yaitu mencari sebanyak mungkin untuk membanggakan jumlahnya yang banyak dan membanggakan diri.

 

Semua yang tersebut di atas adalah sekelumit dari ilmu takwa yang lahir, yaitu permulaan hidayat. Jika engkau uji nafsumu dengan permulaan ini dan ia tunduk kepadamu untuk menunaikan maksudnya, maka hendaklah engkau berpegang pada kitab Ihya” Ulumiddin supaya engkau mengetahui cara mencapai batinnya takwa.

 

Saya nukil dari kitab Ihya’ Ulumuddin sesuatu yang patut dihadirkan di dalam hati pada setiap rukun dan syarat dari amal-amal salat. Yaitu, apabila engkau mendengar panggilan muazin, maka bayangkanlah dalam hatimu kedahsyatan panggilan itu pada hari kiamat dan engkau siapkan lahir dan batinmu untuk menjawab dan segera memenuhi panggilan itu. Karena orang-orang yang segera memenuhi panggilan ini adalah orang-orang yang dipanggil dengan lembut pada hari penunjukkan amal terbesar.

 

Maka hadapkan hatimu kepada panggilan ini. Jika engkau dapati dia gembira dan penuh dengan kesukaan untuk ,bersegara, maka ketahuilah bahwa telah datang kepadamu panggilan dengan membawa gembira. Dan apabila engkau bersuci, maka janganlah engkau lalai dari hatimu. Berusahalah engkau untuk menutupi aurat, maka ketahuilah bahwa maknanya ialah menutupi keburukan-keburukan badanmu dari pandangan manusia. Maka bagaimana pendapatmu tentang kejelekankejelekan di hatimu dan berusahalah untuk menutupinya, karena ia tidaklah bisa dihapus, kecuali dengan rasa penyesalan, malu dan takut. Adapun menghadap kiblat, maka pusatkan perhatianmu ke arah Baitullah. Oleh sebab itu, hendaklah wajah hatimu selalu menyertai anggota badanmu.

 

Ketahuilah bahwa sebagaimana wajah, ia tidak menghadap ke arah Baitullah, kecuali dengan meninggalkan lainnya, demikian pula hati tidak menghadap Allah , kecuali dengan mengosongkannya dari selain Allah. Adapun “tidak dengan berdiri, ia adalah tampilnya badan dan hati di hadapan Allah  Ketika itu hendaklah kepala menunduk sebagai peringatan kepada hati agar selalu bersikap tawadhu’ dan menjauhi kesombongan. Ingatlah dalam keadaan itu kehebatan berdiri di hadapan Allah  pada hari kiamat ketika amal-amal ditunjukkan untuk ditanya. Adapun niat, maka bertekadlah memenuhi seruan Allah  dalam mematuhi perintah-Nya untuk mengerjakan salat dan menyempurnakannya serta menghindari hal-hal yang memsakkannya dan mengikhlaskan semuanya untuk Dzat Allah dengan mengharap pahalaNya dan takut kepada hukuman-Nya serta mencari kedekatan dari-Nya.

 

Adapun takbir, maka apabila lisanmu mengucapkannya, janganlah hatimu mendustakannya. Jika dalam hatimu ada sesuatu yang engkau anggap lebih besar daripada Allah, maka Allah menyaksikan bahwa engkau dusta. Adapun doa iftitah, awal kalimatnya adalah perkataanmu: Kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan bukanlah yang dimaksud wajah yang nampak, karena engkau hanya menghadapkannya ke arah kiblat sedangkan Allah tidak dibatasi oleh arah. Sesungguhnya hatilah yang kita hadapkan kepada Pencipta langit dan bumi.

 

Maka lihatlah kepadanya, apakah ia memikirkan urusan dunia dan mengikuti syahwat atau menghadap kepada Pencipta langit. Apabila engkau katakan: Hanii an musliman, (secara lurus sebagai orang muslim), maka hendaklah engkau renungkan bahwa orang muslim itu ialah orang yang tidak mengganggu sesama muslim dengan lisan atau tangannya. Jika tidak, maka engkau dusta. Apabila engkau katakan: ”Dan bukanlah aku termasuk orang musyrik,” maka renungkanlah syirik tersembunyi dan waspadalah terhadap syirik ini. Karena nama syirik berlaku untuk yang sedikit maupun yang banyak. Apabila engkau katakan: Hidup dan matiku bagi Allah, maka ketahuilah bahwa ini adalah keadaan seorang hamba yang hilang untuk dirinya dan ada untuk Tuannya.

 

Apabila engkau katakan: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, maka ketahuilah bahwa ia adalah musuhmu dan selalu berusaha memalingkan hatimu dari Allah  karena dengki kepadamu atas munajatmu dengan Allah dan sujudmu kepada-Nya. Ketahuilah bahwa termasuk tipu daya setan adalah menyibukkan dalam salatmu dengan mengingat akhirat dan memikirkan perbuatan akhirat untuk mencegahmu dari memahami apa yang engkau baca. Maka ketahuilah bahwa segala apa yang melalaikanmu dari memahami maknamakna bacaanmu, maka itu adalah was-was. Karena gerakan lisan tidaklah dituju, tetapi yang dituju adalah makna-maknanya.

 

Apabila membaca: Bismillahi” Rahmanir Rahim, rnaka niatkanlah tabarruk dengannya karena mengawali bacaan dengan kalamullah. Pahamilah bahwa maknanya: Segala sesuatu itu tergantung pada Allah dan yang dimaksud dengan nama di sini adalah pemilik nama itu sendiri. Makna alhamdu adalah bahwa segala syukur itu bagi Allah, karena segala kenikmatan berasal dari Allah. Apabila engkau ucapkan Ar-Rahmanir Rahim, rnaka hadirkan dalam hatimu segala macam karunia-Nya supaya rahmat-Nya menjadi jelas bagimu. Kemudian resapkan pengagungan bagi Allah dalarn hatimu dan rasa takut terhadap kedahsyatan hari kiamat dengan perkataanmu: Maaliki yaumuiddin.

 

Kemudian perbaharuilah keikhlasan dengan perkataanmu: iyyakta na ‘budu dan perbaharuilah ketidakmampuan, kebutuhan dan kebebasan dari daya dan kekuatan dengan perkataanmu: Wa iyyaaka nastta’iin.

 

Kemudian mintalah hajatmu yang terpenting dan ucapkanlah: Ihdinash shirotol mustagiim. Kemudian mohonlah ijabah (pengabulan doa) dengan mengucapkan: Amin. Apabila engkau membaca Al-Fatihah, maka engkau termasuk orang-orang yang dikatakan Allah  dalam hadis yang diriwayatkan dari Nabi : “Aku membagi salat, yakni bacaannya antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua, yakni separuhnya bagi-Ku dan separuhnya bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya. Apabila hamba mengucapkan, Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin, Allah , berkata: “Hamba-Ku memuji-Ku.” Apabila hamba mengucapkan: Ar-Rahmanir Rahiim, Allah  berkata: “Hamba-Ku menyanjung-Ku.” Apabila hamba mengucapkan: Maaliki yaumiddiin, Allah  berkata: “Hamba-Ku mengagungkan Aku.” Apabila hamba mengucapkan: Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in, Allah  berkata:”Ini antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”

 

Apabila hamba mengucapkan: lldinash shirorol mustagim, shirotol ladziina anamta ‘alaihim ghairil maghdluubi alaihim wa ladidhoollium, maka Allah  berkata: “Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”

 

Adapun berdiri yang lama, maka itu adalah peringatan untuk menegakkan hati bersama Allah dengan kehadiran penuh. Adapun rukuk dan sujud, hendaklah engkau mengingat berulang kali kebesaran Allah dan engkau angkat kedua tanganmu seraya berlindung dengan maaf Allah  dari hukuman-Nya. Apabila engkau duduk menghadap-Nya, maka duduklah dengan sopan dan hadirkan Nabi  di dalam hatimu sebagai pribadi yang mulia, kemudian renungkan bahwa Allah menjawab salammu dengan penuh sebanyak hamba-hamba-Nya yang salih. Kemudian engkau saksikan bahwa Allah Maha Esa dan Muhammad  adalah nabi dan rasul-Nya dengan memperbaharui janji kepada Allah  dengan mengulangi dua kalimat syahadat.

 

Kemudian berdoalah di akhir salatmu dengan doa yang diriwayatkan dari Nabi  Tunjukkan sikap tawadhu’, khusyuk dan harapan yang tulus bahwa doamu akan terkabul. Ikutkan dalam doamu kedua orang tuamu dan orang-orang mukmin lainnya. Ketika memberi salam niatkanlah salam itu untuk para malaikat dan hadirin dan akhirilah salat dengannya. Sembunyikanlah dalam hatimu rasa syukur kepada Allah  atas taufikNya untuk menyempurnakan ketaatan ini. Bayangkan bahwa engkau berpamitan dengan salatmu ini dan barangkali engkau tidak hidup lebih lama lagi untuk menunaikannya. Takutlah bahwa salatmu tidak diterima dan engkau dibenci dengan sebab itu lahir dan batin hingga ditolak salatmu di depanmu. Meskipun begitu, berharaplah bahwa Allah  akan menerimanya dengan kemurahan dan karunia-Nya.

 

Di antara mereka ada yang tinggal sesaat sesudah salat seakan-akan ia sakit. Maka hendaklah manusia memeriksa salatnya dan gembira atas kadar yang telah dikerjakannya dengan sempurna serta menyesali ketinggalannya. Hendaklah ia berijtihad untuk terus melakukan itu. Apabila engkau penuhi batin hatimu dengan ketakwaan, maka ketika itu tersingkaplah tabir antara engkau dengan Tuhanmu dan tersingkap pula cahaya makrifat. Sumber-sumber hikmah memancar dari hatimu rahasiarahasia kerajaan Allah (Al-mulk dan Al-malakuut).

 

Al-mulk adalah segala yang engkau saksikan dengan penglihatan matamu sedangkan Al-malakuut adalah segala sesuatu yang bisa engkau ketahui dengan mata hatimu. Dengannya engkau akan mudah memperoleh ilmu ladunni berupa rahasia-rahasia mukasyafah dan ma’arif tanpa berusaha dan bersusah payah sehingga engkau anggap remeh ilmuilmu baru yang belum pernah ada di zaman para sahabat dan tabi’in radhiyallahu ‘anhum seperti fikih dan nahwu serta lainnya.

 

Diceritakan bahwa Imam Al-Ghazali ketika menjadi imam di masjidnya, sementara saudaranya bernama Ahmad tidak mengikutinya. Maka Imam Al-Ghazali berkata kepada ibunya: Hai ibuku, suruhlah saudaraku Ahmad untuk mengikuti aku dalam salatku supaya orangorang tidak menuduhku atas perbuatanku yang buruk. Kemudian ibunya menyuruh Ahmad mengikuti Al-Ghazali menjadi makmum dalam shalamya, maka saudaranya mengikutinya. Kemudian ia melihat darah dalam perut Al-Ghazali. Maka saudaranya memisahkan diri darinya. Setelah selesai salat, Imam Ghazali bertanya kepadanya tentang sebab pemisahan dirinya dalam salat. Saudaranya menjawab: “Aku melihat perutmu penuh dengan darah.” Al-GHazali bertanya: “Dari mana engkau belajar ilmu itu?”

 

Saudaranya menjawab: “Aku mempelajarinya dari Asy-Syeikh Al-Utaqi. Seorang menjahit sandal-sandal yang sudah usang dan memperbaikinya. Kemudian Al-Ghazali pergi kepada Asy-Syeikh AlKharrazi.

 

Al-Ghazali berkata kepadanya:” Wahai tuanku, aku ingin belajar ilmu darimu”. Asy-Syeikh berkata: “Barangkali engkau tidak sanggup mentaati perintahku.”

 

Al-Ghazali berkata: ”Insya’ Allah aku sanggup”. Kemudian AsySyeikh berkata: “Sapulah lantaimu.” Ketika Al-Ghazali hendak menyapu dengan sapu, Asy-Syeikh menyuruh menyapu lantai itu dengan tangannya. Maka Al-Ghazali menyapu dengan tangannya. Kemudian ia melihat kotoran (tahi) banyak sekali di lantai tersebut. Asy-Syeikh berkata: “Sapulah kotoran itu.” Ketika Al-Ghazali hendak melepaskan bajunya, Asy-Syeikh berkata kepadanya: ”Sapulah lantai itu dengan baju yang engkau pakai.” Ketika Al-Ghazali dengan senang hati hendak menyapunya, Asy-Syeikh melarangnya dan menyuruh pulang ke rumahnya. Setelah Al-Ghazali kembali dan tiba di madrasahnya, yaitu tempat mengajarkan ilmu kepada para pelajar, ia berkata kepada para santrinya: “Ini tempat kita bermain bersama anak-anak kecil.”

 

Allah  telah memberinya ilmu-ilmu ladunni dan ketika itu ia menyadari bahwa semua ilmu yang diajarkannya kepada muridnya adalah ilmu yang tak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang ditanamkan Allah dalam hatinya tanpa berusaha dan bersusah-payah. Jika engkau mencari ilmu dari berdebat, maka betapa besarnya musibahmu dan betapa lamanya kepayahanmu serta betapa besarnya kerugianmu.

 

Maka kerjakanlah apa saja yang engkau sukai dari hal-hal yang dilarang jika engkau tidak takut binasa. Karena engkau tak akan mendapatkan dunia dengan menjual agama, dan akhiratmu juga akan lenyap (meninggalkanmu). Maka siapa yang mencari kesenangan dunia dengan menjual agama, ia pun rugi kedua-duanya. Dan siapa yang meninggalkan kesenangan dunia demi agama, ia pun beruntung keduaduanya. Sesungguhnya dunia adalah musuh Allah dan musuh para wali-Nya serta musuh dari para musuh Allah. Adapun permusuhannya terhadap Allah , maka ia putuskan jalan dari para wali-Nya. Adapun permusuhannya terhadap para wali Allah, maka disebabkan ia berhias bagi mereka dan membutakan mereka dengan keindahannya sehingga mereka menanggung pahitnya kesabaran dalam memutuskan hubungan dengannya.

 

Sedangkan permusuhannya dengan musuh-musuh Allah adalah mereka menikmatinya dalam waktu yang lama hingga mereka mengandalkannya. Semua yang tersebut ini adalah petunjuk menuju permulaan jalan dalam perlakuanmu terhadap Allah  dengan menunaikan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

 

Saya nasihatkan kepadamu sekarang dengan sejumlah adab supaya engkau bisa mengoreksi dan mengobati dirimu dalam pergaulanmu dengan para hamba Allah dan ketika engkau berteman dengan mereka di dunia. Adab ialah perlakuan terpuji berupa perkataan dan perbuatan dengan akhlak dan sifat-sifat yang baik seperti menunjukkan wajah yang menyenangkan, perjumpaan yang baik serta mengambil sesuatu dengan cara yang baik.

 

Ibnu Atha’illah berkata: “Adab ialah menjalankan segala sesuatu yang dipandang baik.” Ada yang mengatakan: “Ia adalah penghormatan kepada orang yang lebih tinggi dan kasih sayang terhadap yang lebih rendah kedudukannya.” Seorang ulama terdahulu berkata: “Adab ibarat makanan tubuh, yang harus di olah dahulu sebelum memakannya makanan yang dibuat, demikian pula makanan akal adalah adab-adab yang didengar.”

 

Seorang penyair berkata:

Tidaklah setiap waktu engkau lihat berguna maka peliharalah jalan adab niscaya kau lihat Allah menyingkap sesuatu yang tersembunyi hingga kau peroleh pahala dan kau capai pangkat yang tinggi

Adab Bergaul Dengan Al-Khaliq Dan Sesama

Ketahuilah bahwa seseorang yang tidak akan pernah berpisah dengan Tuhannya baik dalam perjalanan, di waktu tidur dan jaga, bahkan di masa hidup dan kematian di dunia ini. Dia adalah Tuan, Pemimpin dan Penciptanya, di manapun ia mengingat-Nya dengan lisan atau hatinya, maka Dia adalah teman dudukmu. Dalam hadis Oudsi Allah  berfirman: ”Aku adalah teman duduk orang yang menyebut-Ku.”

Allah  berfirman: “Hai hamba-Ku, Aku tergantung pada sangkaanmu terhadap-Ku dan Aku menyertaimu dengan taufik atau Aku menyertai dengan pengetahuan-Ku ketika engkau menyebut-Ku sehingga Aku mendengar apa yang engkau katakan dan mengabulkan doamu.”

Ini dan semacamnya adalah mengenai zikir dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan lalai.

Allah  berfirman:

“Hai anak Adam, jika engkau menyebut-Ku dalan keadaan sendiri, maka Aku menyebutmu dalam keadaan sendirian. Jika engkau menyebut-Ku dalam suatu majelis, maka Aku menyebutmu dalam majelis yang lebih baik darinya. Jika engkau mendekat dari-Ku sehasta, maka Aku mendekat darimu sedepa. Dan jika engkau mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatangimu dengan berlari.”

Artinya ialah jika engkau menyebut Allah dengan diam-diam secara ikhlas dan menjauhi riya, maka Allah segera memberimu pahala sesuai dengan amalmu. Jika engkau menyebut Allah dalam sekelompok orang untuk membanggakan dan mengagungkan-Nya di antara para makhluk-Nya, maka Allah akan menyebutmu di antara para malaikat yang didekatkan dan arwah para rasul untuk membanggakanmu dan mengagungkan derajatmu. Dan jika engkau mendekat kepada Allah dengan ijtihad dan ikhlas dalam mentaati-Nya, maka Allah mendekatkanmu dengan hidayat dan taufik. Jika engkau menambah, maka Allah pun menambah ganjarannya.

 

Demikian disebutkan oleh Al-Azizi. Bilamana patah hatimu dan sedih atas kecerobohanmu mengenai hak agamamu, maka Dia adalah temanmu dan pendampingmu. Karena Allah  berfirman dalam hadis Oudsi:” Aku menyertai orang-orang yang patah hatinya demi Aku.”

 

Yakni Allah bersama orang-orang yang khusyuk dengan taufik karena kecerobohan dalam melakukan ketaatan dan melakukan maksiat. Andaikata engkau mengenai Allah dengan sebenarnya, niscaya engkau menjadikan-Nya sebagai teman dan mengesampingkan orang-orang.

 

Seorang penyair berkata:

 

Sejak aku mengenal Tuhan, aku tidak mengenal lainnya begitu pula selain Dia terlarang di dekat kami Sejak aku berkumpul aku tak takut berpisah sekarang aku pun sampai dan berkumpul

 

Seorang penyair berkata dari Bahrul Basiith:

 

Segala sesuatu yang engkau tinggalkan tentu ada gantinya tetapi jika engkau tinggalkan Allah maka tidak ada gantinya.

 

Jika engkau tidak bisa melakukan itu dalam seluruh waktumu, maka janganlah engkau kosongkan malam dan siangmu dari suatu waktu dimana engkau menyendiri bermunajat kepada Allah. Hendaklah engkau pelajari adab-adab berteman dengan Allah

 

Adab bergaul dengan Allah ada empat belas:

 

    Menundukkan kepala dan merendahkan pandangan.

 

    Memusatkan perhatian kepada Allah.

 

    Memperbanyak diam disertai dengan zikirullah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi :” Hendaklah engkau banyak diam, karena hal itu bisa mengusir setan.”

 

    Menenangkan anggota badan dari gerakan yang sia-sia. Karena pada waktu itu dituntut khusyuk, tunduk dan kehadiran hati bersama Allah

 

    Segera mematuhi perintah.

 

    Menjauhi larangan.

 

    Sedikit menyanggah takdir.

 

Nabi bersabda: “Sembahlah Allah dengan keridaan. Jika engkau tidak mampu, maka terdapat kebaikan yang banyak dalam kesabaran atas apa yang tidak engkau sukai.”

 

Allah  berfirman:

 

“Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku. Maka siapa yang tidak sabar atas cobaan-Ku dan tidak mensyukuri nikmat-Ku serta tidak menerima keputusan-Ku, biarlah ia mencari Tuhan selain Aku.”

 

Abu Ali Ad-Daggag rahimahullah berkata: “Bukanlah keridaan itu bila seseorang tidak merasakan cobaan, tetapi keridaan itu adalah bila ia tidak menyanggah hukum dan keputusan Allah.”

 

Diceritakan dari Asy-Syeikh Afifuddin Az-Zahid bahwa ketika berada di Mesir ia mendengar tentang penyerbuan suku Tartar ke Baghdad. Maka ia pun tidak bisa menerimanya dan berkata: “Ya Robb, bagaimana terjadi kehancuran ini sedang di antara mereka terdapat anak-anak dan orang-orang tak berdosa?”

 

Kemudian ia bermimpi melihat seorang lelaki yang di tangannya terdapat sebuah kitab bertulisan dua bait syair:

 

Tinggalkan sanggahan itu, karena kejadian itu bukan urusanmu dan jangan menghakimi tentang gerakan-gerakan alak Janganlah engkau tanyakan kepada Allah tentang perbuatan-Nya barangsiapa memasuki gelombang laut, ia pun binasa.

 

    Senantiasa berzikir, yakni dengan lisan dan hati.

 

    Selalu memikirkan tentang nikmat Allah dan keagunganNya.

 

    Mengutamakan kebenaran di atas kebatilan.

 

    Tidak mengandalkan manusia dalam segala keperluan, baik di waktu bepergian maupun di dalam kota, karena manusia tidak bisa memberikan manfaat dan tidak menimbulkan bahaya (tanpa kehendak Allah).

 

    Tunduk disertai rasa takut kepada Allah

 

    Bersedih disertai rasa malu kepada Allah atas kecerobohan dalam ibadat.

 

    Tidak mengandalkan siasat dalam mencari penghasilan karena percaya pada jaminan Allah Allah berfirman: “Dan tidak ada suatu binatang melata (yakni makhluk bernyawa) pun di bumi, melainkan Allah yang memberi rezekinya.”

 

    Huud: 6.

 

Dan bersandar pada karunia Allah karena mengetahui pilihan Allah yang baik. Semua adab ini patut menjadi peganganmu dalam seluruh malam dan siangmu. Karena adab-adab ini adalah adab-adab berteman dengan sesama yang tidak meninggalkanmu dalam seluruh waktumu sementara manusia seluruhnya meninggalkanmu.

 

Allah  berfirman: “Dan Dia selama bersama kamu dimana pun kamu berada.”

 

Jika engkau seorang alim, maka adab-adab orang alim ada tujuh belas.

 

    Menerima pertanyaan yang diajukan oleh murid-muridnya dan sabar atas hal itu.

 

    Tidak terburu-buru dalam segala urusan.

 

    Duduk dengan penuh wibawa disertai ketenangan dan menundukkan kepala.

 

    Tidak bersikap sombong kepada semua manusia, kecuali terhadap orang-orang yang zalim dan terang-terangan menunjukkan kezalimannya untuk mencegah mereka berbuat zalim. Karena bersikap sombong terhadap orang-orang yang sombong adalah sedekah seperti tawadhu terhadap orang-orang yang bersikap tawadhu.

 

    Mengutamakan tawadhu’ di tempat-tempat pertemuan dan majelismajelis.

 

    Tidak bermain dan bercanda.

 

    Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar di waktu mengajarnya dan bersabar terhadap siswa yang tidak pandai bertanya tetapi mengaku mengetahui sesuatu sedang ia tidak mengetahuinya, yaitu engkau perlakukan dia dengan sikap dan perkataan yang baik.

 

    Memperbaiki siswa yang bebal dengan bimbingan yang baik.

 

    Tidak memarahi siswa yang bebal dan tidak menyindirnya.

 

    Tidak sombong, tidak segan dan tidak malu mengatakan: ”Saya tidak tahu,” atau mengatkan: “Wallahu Alam,” jika masalahnya tidak jelas atau tidak diketahui.

 

Diriwayatkan dalam hadis bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi : “Negeri mana yang paling buruk?”

 

Nabi menjawab: “Aku tidak tahu, aku akan menanyakannya kepada Jibril.” Jibril menjawab: “Aku tidak tahu. Aku akan menanyakannya kepada Robbil izzah.”

 

    Memusatkan perhatian kepada penanya dan memahami pertanyaannya untuk menjawab masalahnya.

 

    Menerima dalil yang benar dan mendengarkannya, meskipun dari lawan, karena mengikuti kebenaran adalah wajib.

 

    Tunduk kepada kebenaran dengan kembali kepadanya ketika bersalah, sekalipun kebenaran itu dari orang yang lebih rendah kedudukannya.

 

    Melarang siswa mempelajari ilmu yang membahayakan dalam agama seperti ilmu sihir, nujum dan ramal.

 

    Melarang siswa dari mengharap selain rida Allah dan negeri akhirat dengan ilmu yang berguna.

 

    Mencegah siswa dari menyibukkan diri dengan fardu kifayah sebelum menyibukkan diri dengan fardu ‘ain, sedangkan fardu ‘ainnya adalah memperbaiki lahir dan batinnya dengan ketakwaan, yakni dengan menunaikan ibadat yang lahir dan batin dan menjauhi maksiat lahir dan batin sebagaimana disebutkan dalam kitab ini.

 

    Mengutamakan memperbaiki diri sendiri sebelum menyuruh orang lain berbuat kebaikan dan sebelum melarang mereka berbuat kejahatan dengan bertakwa supaya diikuti amal perbuatan dan perkataannya oleh siswa.

 

Karena bukti perbuatan lebih kuat dari pada bukti perkataan. Abul Aswad berkata:

 

Bila engkau menegur teman dan menyalahkannya sedang engkau sendiri berbuat itu, maka engkau pun tercela mulailah dengan dirimu dan laranglah dia dari penyimpangannya bila engkau berhenti darinya, maka engkau pun bijaksana janganlah engkau melarang suatu perbuatan tetapi engkau sendiri melakukannya adalah besar kejelekanmu bila engkau melakukannya.

 

Jika engkau seorang siswa, maka adab-adab siswa terhadap orang alim (guru) ada tiga belas.

 

    Memulai memberi salam dan minta izin masuk.

 

    Sedikit bicara di hadapannya.

 

    Tidak berbicara selama tidak ditanya oleh gurunya.

 

    Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada gurunya lebih dulu.

 

    Tidak menyanggah guru dengan perkataan si fulan yang berbeda dengan yang engkau katakan atau semacam itu.

 

    Tidak menyanggah pendapat guru bila berbeda denganmu, sehingga menjatuhkan martabatnya dan mengurangi berkah.

 

    Janganlah bertanya kepada teman di majelisnya dan jangan tertawa ketika berbicara dengannya.

 

    Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi duduk sambil menundukkan pandangannya dengan tenang dan sopan seakan-akan ia di dalam salat.

 

    Tidak banyak bertanya kepada gurunya ketika sedang jemu atau bersedih, walaupun dengan berdasarkan dugaan yang kuat.

 

    Apabila guru berdiri, maka siswa pun berdiri untuk menghormatinya.

 

    Tidak mengikuti guru dengan berbicara dan menanyainya.

 

    Tidak bertanya dijalan, tetapi tunggulah sampai ia tiba di rumahnya atau tempat duduknya.

 

    Tidak berburuk sangaka kepadanya mengenai perbuatan-perbuatan yang lahirnya adalah mungkar menurut siswa. Guru lebih tahu tentang rahasia-rahasianya. Ingatlah kisah Nabi Musa yang berkata kepada Al-Khaidhir bernama Balya’ bin Mulkan: ” Mengapa kamu melobangi perahu itu yang berakibat menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan besar.”

 

Perbuatan itu pada lahirnya adalah munkar. Oleh karena itu Musa menyalahkan gurunya Al-Khaidir pertama kalinya. Akan tetapi pada hakikatnya sesuai dengan batin syariat. Dan akhirnya Musa membenarkan perbuatan gurunya. Hendaklah seorang siswa ingat bahwa ia bersalah ketika mempersalahkan gurunya dengan mengandalkan dhahirnya, ketahuilah bahwa guru mengetahui rahasia-rahasia.

 

Diriwayatkan bahwa ketika Ibnu ‘Arabi sedang mengerjakan salat, para muridnya memperhatikan Ibnu ‘Arabi menggerak-gerakkan kakinya berulang kali dalam salat. Selesai salat, mereka menanyainya: “Mengapa anda menggerakkan kaki?” Ibnu ‘Arabi menjawab: ”Fakhrur Rasi akan wafat dan para setan mengepungnya untuk menghilangkan imannya, maka kuusir mereka dengan kakiku hingga ia mati dalam keadaan iman.”

 

Jika engkau mempunyai ayah dan ibu, maka adab-adab anak terhadap kedua orang tuanya yang muslim ada dua belas.

 

    Mendengarkan perkataan mereka.

 

    Berdiri menyambut keduanya ketika mereka berdiri demi menghormati dan memelihara kehormatan mereka, meskipun kedudukan mereka berada di bawahnya.

 

    Mematuhi perintahnya selama perintah itu bukan dalam mendurhakai Allah.

 

    Tidak berjalan di depan kedua orangnya, tetapi di samping atau dibelakangnya. Jika ia berjalan di depan kedua orang karena sesuatu hal, maka tidaklah mengapa ketika itu.

 

    ‘Tidak mengeraskan suaranya melebihi suara kedua orang tua demi sopan santun terhadap mereka. Ini adalah adab yang paling ditekankan sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli dalam Umadatur Raabih.

 

    Menjawab panggilan mereka dengan jawaban yang lunak seperti: Labbaik.

 

7, Berusahalah keras untuk mencari keridaan kedua orang tua dengan perbuatan dan perkataan.

 

    Bersikaplah rendah hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua seperti melayani mereka. Menyuapi makan dengan tangannya bila keduanya tidak mampu dan mengutamakan keduanya di atas diri dan anak-anaknya.

 

    Tidak mengungkit-ungkit kebaikanmu yang kepada keduanya maupun pelaksanaan perintah yang dilakukan olehnya. Seperti ia katakan:” Aku beri engkau sekian dan sekian dan aku lakukan begini kepada kamu berdua.” Karena perbuatan itu bisa mematahkan hati. Ada yang mengatakan, menyebut-nyebut kebaikan itu bisa memutuskan hubungan.

 

    Janganlah ia memandang kedua orang tua dengan pandangan sinis.

 

    Janganlah bermuka cemberut kepada keduanya.

 

    Janganlah bepergian, kecuali dengan izin keduanya, yaitu perjalanan untuk jihad, haji tathawwu’, menziarahi para nabi dan wali serta perjalanan yang bisa mengancam keselamatan untuk berniaga. Maka perjalanan macam itu diharamkan, bilamana tidak diizinkan oleh ayah dan ibu, meskipun diizinkan oleh yang lebih dekat darinya. Kecuali perjalanan untuk belajar ilmu yang fardu, walaupun kifayah, seperti belajar nahwu dan derajat pemberian fatwa. Maka tidaklah diharamkan atasnya, meskipun tidak diizinkan oleh orang tuanya.

 

Demikian disebutkan dalam Fathul Mu’iin. Adapun ayah dan ibu yang kafir, maka anaknya harus mempergaulinya dengan baik dalam halhal yang tidak berkaitan dengan agama selama ia masih hidup.

 

Ketahuilah bahwa selain orang-orang yang tersebut ini, yakni orang alim (guru), siswa dan kedua orang tua, maka ada tiga golongan dalam hakmu,

 

Mereka itu adalah teman-teman, para kenalan atau orang-orang yang belum dikenal sebelumnya. Apabila engkau bergaul dengan orang awam yang belum dikenal sebelumnya, maka adab di waktu duduk dengan mereka ada lima.

 

    Tidak ikut campur pembicaraan mereka.

 

    Sedikit mendengarkan cerita-cerita mereka yang buruk dan perkataan mereka yang dusta.

 

    Mengabaikan apa yang terjadi dari perkataan mereka yang buruk.

 

    Menghindari banyak pertemuan dengan mereka dan tidak menampakkan kebutuhan kepada mereka.

 

    Mengingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut dan nasihat agar mereka mau menerimanya. Karena hati orang awam cepat berubah. Maka jika nasihat tidak bermanfaat, sebaiknya engkau berpaling darinya.

 

Adapun terhadap saudara-saudara dan teman-teman, maka engkau mempunyai dua tugas.

 

Pertama: Engkau harus mencari lebih dulu syarat-syarat bersahabat dan berteman.

 

Oleh karena itu Janganlah engkau bersaudara, kecuali dengan orang yang cocok untuk menjadi saudara dan teman. la harus mempunyai sifatsifat yang disukai dalam berteman dengannya dan sesuai dengan faidahfaidah yang diinginkan.

 

Hendaklah diketahui bahwa apa yang disyaratkan untuk berteman dalam urusan-urusan dunia tidaklah disyaratkan untuk berteman bagi tujuan akhirat. Karena teman itu ada tiga macam. Ada teman untuk akhiratmu, ada teman untuk duniamu dan teman supaya engkau terhibur dengannya. Tujuan-tujuan ini tidak berkumpul pada satu orang, tetapi terpencar-pencar pada sejumlah orang sehingga terbagilah syarat-syarat itu pada mereka.

 

Rasulullah  bersabda:

 

“Manusia itu mengikuti kebiasaan temannya, maka hendaklah seseorang dari kami melihat dengan siapa ia berteman.”

 

Dalam sabdanya yang lain: “Manusia itu mengikuti siapa yang disukainya dan ia mendapat apa yang dilakukannya.” HR. Timidzi dari Anas.

 

Sahl bin Abdullah berkata: “Hindarilah berteman dengan tiga macam orang, yaitu para penguasa yang sombong dan lalai, para ahli baca

 

(ulama) yang berpura-pura baik dan para pengamal tasawwuf yang bodoh. Apabila engkau mencari teman untuk menjadi mitramu dalam belajar dan temanmu dalam urusan agama serta duniamu, maka perhatikanlah lima perkara di dalamnya.

 

Pertama, carilah teman yang berakal (cerdas), karena tiada kebaikan dalam berteman dengan orang dungu yang hanya menimbulkan keresahan dan berakibat pemutusan hubungan. Sebaik-baik teman dungu adalah ia bisa membahayakanmu di saat ingin memberimu manfaat. Musuh yang berakal lebih dari dari pada teman yang dungu.

 

Seorang penyair berkata:

 

Sungguh aku merasa aman dari musuh yang cerdas dan takut teman yang dungu

 

Oleh sebab itu dikatakan: Pemutusan hubungan dengan orang dungu adalah pendekatan kepada Allah. Yang dimaksud dengan orang berakal adalah orang yang memahami segala urusan menurut apa adanya.

 

Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib  berkata:

 

“Janganlah engkau berteman dengan orang bodoh, dan jagalah dirimu darinya. Banyak orang bodoh membinasakan orang berakal ketika berteman dengannya. Manusia diukur dengan manusia bila ia berjalan dengannya, seperti sandal dengan sandal bila sandal itu berdampingan dengan pasangannya. Sesuatu itu berdampingan ukuran dan kemiripan dengan benda lainnya, sedang hati itu menjadi petunjuk hati yang lain bila ,berjumpa dengannya.”

 

Penyair lain berkata:

 

Bergaullah dengan orang mulia dan hindarilah pergaulan dengan orang yang rendah Jangan urusi kejelekan temanmu dan lupakanlah Jagalah lisanmu bila berada di tempat berkumpul orang banyak Jangan ikut serta dan jangan menjamin

 

kedua, akhlak yang baik. Hal itu harus dimiliki. Karena boleh jadi orang yang berakal memahami segala sesuatu menurut apa adanya. Akan tetapi bila dia dikuasai amarah atau syahwat atau kekikiran atau sifat penakut, maka ia pun menuruti hawa nafsunya dan menentang apa yang diketahuinya karena tidak mampu mengatasi sifat-sifatnya dan meluruskan akhlaknya. Itu adalah akhlak yang buruk. Oleh karena itu janganlah engkau berteman dengan orang yang buruk akhlaknya. Ja adalah orang yang tidak bisa mengendalikan nafsunya di waktu marah dan bangkit syahwatnya.

 

Al-qamah bin Milhan rahimahullah telah mengumpulkan dalam wasiatnya kepada anaknya menjelang wafatnya.

 

Ia berkata: “Hai anakku, apabila engkau ingin berteman dengan seseorang, maka bertemanlah dengan orang yang apabila engkau melayaninya dengan perkataan dan perbuatan, ia melindungimu dalam kehormatan, jiwa dan hartamu. Jika engkau berteman dengannya, maka ia menghiasimu. Jika engkau tidak mempunyai biaya, maka ia menanggungnya dan mencukupimu.

 

Bertemanlah dengan orang yang apabila engkau berbuat baik kepadanya, maka ia membalasmu atau bila engkau berbuat sesuatu kebajikan, ia membantu. Jika ia melihat kebaikan darimu, ia menyebutnya. Dan jika melihat perbuatan buruk darimu, ia pun menutupinya.

 

Bertemanlah dengan orang yang apabila engkau meminta sesuatu darinya, ia memberimu. Jika engkau diam, ia memulaimu. Dan jika bencana menimpamu, ia menolongmu. Bertemanlah dengan orang yang apabila engkau mengatakan sesuatu, ia benarkan perkataanmu. Apabila engkau berusaha mengatasi suatu perkara yang ia suruh melakukannya, maka ia membantu dan menolongmu. Dan jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka ia lebih mengutamakan engkau. Ini adalah kumpulan hak persahabatan.”

 

Al-Mamun berkata:” Dimana orang macam ini?”

 

Dikatakan kepadanya: “Tahukah engkau, mengapa ia wasiatkan itu kepadanya?”

 

Al-Ma’mun menjawab:” Aku tidak tahu.”

 

Orang itu berkata: “Karena ia tidak ingin berteman dengan seorangpun.”

 

Salah seorang udaba (ahli adab) berkata: “Janganlah engkau berteman, kecuali dengan orang yang menyimpan rahasiamu dan menutupi kejelekanmu. Maka ia selalu bersamaan dalam keadaan susah dan mengutamakan engkau dalam keadaan senang. Ia siarkan kebaikanmu dan menutupi perbuatanmu yang buruk. Jika engkau tidak menemukannya, maka janganlah berteman kecuali dengan dirimu sendiri.”

 

Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib  berkata:

 

“Sesungguhnya saudaramu yang sebenarnya adalah yang bersamamu, dan yang membahayakan dirinya untuk memberimu manfaat dan yang ketika datang musibah, ia menolongmu ia korbankan dirinya untuk menyenangkanmu.”

 

Keriga, janganlah berteman dengan orang fasik yang terus-menerus melakukan maksiat besar, karena tidak ada faidah dalam berteman dengannya. Karena orang yang takut kepada Allah akan berhenti berbuat dosa sedangkan orang yang tidak takut kepada Allah, akan selalu menimbulkan gangguan pada orang lain.

 

Keadaannya berubah-ubah mengikuti perabahan situasi dan kondisi. Allah  berfirman kepada nabi Muhammad : “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu melampaui batas.” QS. Al-Kahfi: 28.

 

Ini menunjukkan bahwa keadaan manusia yang terburuk adalah bila hatinya dalam keadaan kosong dari mengingat Allah dan penuh dengan hawa nafsu yang menyibukkan pikiran dengan urusan manusia. Karena mengingat Allah  adalah cahaya dan mengingat selain Allah adalah kegelapan. Demikian dikatakan oleh Asy-Syarbini.

 

Al-Ghazali berkata, dalam ayat itu terdapat peringatan bagi orang “ fasik. Hindarilah berteman dengan orang fasik, karena penyaksian kefasikan dan maksiat secara terus menerus menghilangkan dari hatimu kebencian terhadap maksiat dan memudahkan bagimu untuk berbuat maksiat. Oleh sebab itu hati menganggap remeh perbuatan ghibah, karena mereka menyukainya. Andaikata mereka melihat cincin dari emas atau pakaian sutera pada seorang fagih, niscaya mereka sangat menyalahkannya. Sedangkan ghibah lebih besar dosanya daripada memakai emas dan sutera.

 

Diriwayatkan dari Aisyah  bahwa ia berkata kepada Nabi : “Cukuplah bagimu bahwa Shofiyah begini dan begini, yakni ia seorang yang pendek.”

 

Kemudian Nabi  berkata: “Engkau telah mengucapkan perkataan yang andaikata dicampur dengan air laut, niscaya akan merusakkannya.” HR. Tirmidzi.

 

Para ulama berkata: Hadis ini termasuk peringatan yang paling keras terhadap ghibah. Demikian disebutkan dalam Qam’in Nufuus oleh Abu Bakar Al-Hismi.

 

Keempat, bertemanlah dengan orang yang tidak tamak terhadap dunia. Berteman dengan seorang yang tamak terhadap dunia adalah racun yang mematikan, karena tabiat diciptakan untuk meniru dan mengikuti temannya. Bahkan tabiat yang baik mencari dari tabiat yang fasid dari jalan yang tidak diketahui manusia.

 

Ungkapan dalam Al-Ihya’ ialah: Dari jalan yang tidak diketahui oleh pemiliknya. Pergaulan dengan orang tamak menambah ketamakanmu dan pergaulan dengan orang zahid menyebabkan kezuhudanmu dan menambah kezuhudanmu. Oleh karena itu tidaklah disukai bertemu dengan pencari dunia dan dianjurkan berteman dengan orang-orang yang menyukai akhirat. Ali berkata: “Hiduplah ketaatan-ketaatan dengan duduk bersama orang yang disegani.”

 

Ahmad bin Hambal berkata: “Tidaklah menjerumuskan aku dalam bencana, kecuali berteman dengan orang yang tidak aku segani.”

 

Luqman berkata kepada anaknya: ”Hai anakku, duduklah dengan para ulama dan mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena hati menjadi hidup dengan mendengarkan hikmah seperti bumi yang tandus dihidupkan dengan hujan yang deras.”

 

Kelima, berkata benar, maka janganlah berteman dengan pendusta, karena engkau tidak tahu keadaannya yang sebenarnya. Orang macam itu bagaikan fatamorgana yang mendekatkan sesuatu yang jauh darimu dan menjauhkan yang dekat darimu. Janganlah berteman dengan ahli bid’ah, karena berteman dengannya menimbulkan bahaya menjalarnya bid’ah itu kepadamu.

 

Janganlah berteman dengan orang kikir, karena ia menghalangimu untuk mendapatkan sesuatu yang paling engkau butuhkan.

 

Janganlah berteman dengan orang penakut, karena ia akan membiarkanmu dan lari di saat menghadapi bahaya. Barangkali engkau tidak menemukan sifat-sifat ini pada penghuni madrasah dan masjid, yakni para ulama, pelajar dan ahli ibadat. Maka asingkanlah dirimu dan hiduplah sendirian, karena dengan uzlah engkau selamat dari dosa. Atau bergaullah dengan teman yang sesuai dengan sifat-sifat mereka, misalnya mengetahui bahwa teman itu ada tiga macam sebagaimana dinukil oleh Al-Ghazali dari Basyar. Yaitu teman untuk akhiratmu. Maka janganlah perhatikan padanya, kecuali agama.

 

Dan teman untuk duniamu. Maka janganlah perhatikan padanya, kecuali akhlak yang baik dan keadaan yang menyebabkan kebaikan. Dan teman untuk menghibur hatimu, maka janganlah perhatikan padanya, kecuali keselamatan dari kejahatan dan cobaan serta penipuannya. “Abu Dzar  bekata: “Tinggal sendirian lebih baik daripada berteman dengan orang yang buruk kelakuannya. Dan teman yang baik lebih baik daripada menyendiri.

 

Orang-orang yang engkau jadikan teman ada tiga macam sebagaimana dinukil oleh Al-Ghazali dari Al-Ma’mun. Salah satu dari mereka adalah seperti makanan yang selalu dibutuhkan, yaitu para ulama. Yang satu lagi perumpamaannya adalah seperti obat yang dibutuhkan dalam waktu tertentu.

 

Perumpamaan lainnya seperti penyakit. Ia tidak dibutuhkan sama sekali, tetapi terkadang seseorang dicoba dengannya. Yakni ia diuji berkumpul bersama orang yang sifatnya seperti penyakit, pendusta dan penakut. Maka haruslah engkau bersikap lunak kepadanya guna menyelamatkan diri darinya dan menolak kejahatannya.

 

Rasulullah  bersabda: “Bersikap lunak kepada orang-orang adalah sedekah.” HR. Ibnu Hibban, Thabrani dan Baihagi dari Jabir bin Abdullah.

 

Maksudnya bersikap lemah lembut kepada orang-orang dengan perkataan dan perbuatan diberi pahala seperti pahala sedekah. Dalam menyaksikan orang semacam itu terdapat faidah besar jika engkau berhasil mengatasinya. Yaitu engkau saksikan hal ihwal perbuatan-perbuatannya yang buruk sehingga engkau bisa menjauhinya.

 

Orang yang bahagia ialah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain sedangkan orang yang sengsara ialah orang yang kejelekannya mengungguli kebaikannya. Orang mukmin adalah cermin orang mukmin lainnya. Maka ia mengukur dirinya dengan orang lain dalam hal ihwal dan perkataan yang disukai maupun yang tidak disukainya.

 

Dikatakan kepada Isa : “Siapa yang mengajarimu adab sedangkan engkau dilahirkan tanpa ayah.”

 

Isa  menjawab: “Tak seorang pun ang mengajariku adab. Akan tetapi aku melihat kebodohan orang bodoh, lalu aku menjauhinya.”

 

Beliau berkata benar. Andaikata orang-orang menjauhi perkataan dan perbuatan tercela yang berasal dari orang lain, niscaya sempurnalah adab mereka dan tidak memerlukan pengajar adab. Karena orang berakal melihat perubahan zaman dan menjalankan adab sesuai dengan keadaannya. Secara keseluruhan manusia itu ibarat dan pohon. Di antaranya ada yang mempunyai bayangan tetapi tidak mempunyai buah. Ja adalah orang yang bermanfaat mengenai urusan dunia tanpa akhirat. Sesungguhnya manfaat dunia itu seperti bayangan yang cepat hilang. Ada pula yang mempunyai buah dan tidak mempunyai bayangan. Ia adalah orang yang bermanfaat untuk akhirat tanpa dunia. Ada pula yang tidak mempunyai buah maupun bayangan. Ada yang mempunyai salah satu dari keduanya. Semuanya ada empat macam.

 

Kewajiban kedua, ialah memelihara hak-hak persahabatan dan persaudaraan. Apabila terjadi persekutuan dan terjalin persahabatan, maka engkau harus menunaikan kewajiban-kewajiban yang harus diamalkan yang terdapat dalam adab-adab.

 

Rasulullah  bersabda: “Perumpamaan dua orang saudara adalah seperti dua tangan, yang satu membasuh yang lain.”

 

Rasulullah  mengumpamakan keduanya dengan dua tangan, bukan tangan dengan kaki, karena keduanya saling membantu untuk mencapai satu tujuan. Begitu pula dua orang bersaudara. Persaudaraan keduanya menjadi sempurna bila saling membantu mencapai satu tujuan. Keduanya dari satu sisi seperti satu orang. Ini menuntut kebersamaan dalam keadaan suka dan duka dan kebersamaan dalam menghadapi masa akan datang maupun masa sekarang.

 

Suatu ketika Rasulullah  memasuki hutan, kemudian mengambil dua ranting. Yang satu bengkok dan yang lain lurus.

 

Menurut riwayat Nabi  disertai seorang sahabatnya, yaitu Abdurrahman bin Auf, ada yang mengatakan beliau ditemani Usman bin Affan. Kemudian beliau memberikan yag lurus kepada sahabatnya dan menahan yang bengkok. Maka ia berkata kepada Nabi :”Ya Rasulullah, engkau lebih berhak memegang yang lurus daripada aku.” Kemudian Rasulullah  berkata:” Tidaklah seseorang menemani temannya walaupun sesaat di siang hari, melainkan ia ditanya tentang persahabatannya, apakah ia menegakkan hak Allah  dalam persahabatan itu atau menyianyiakannya.”

 

Hadis ini menunjukkan bahwa yang diutamakan adalah menunaikan hak Allah dalam persahabatan.

 

Pada suatu hari Rasulullah keluar menuju sebuah sumur untuk mandi di situ, Hudzaifah memegang baju dan berdiri menutupi Rasulullah  hingga beliau selesai mandi. Kemudian Hudzaifah duduk untuk mandi. Maka Rasulullah  mengambil baju itu dan berdiri menutupi Hudzaifah dari pandangan orang-orang. Namun Hudzaifah menolak dan berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah, janganlah engkau lakukan itu.” Akan tetapi Rasulullah  tetap menutupinya hingga Hudzaifah selesai mandi.

 

Rasulullah  bersabda: “Tidaklah dua orang berteman, melainkan yang paling dicintai Allah  ‘adalah yang paling lemah lembut terhadap temannya.”

 

Adab-adab dalam persahabatan ini ada dua belas:

 

    Mengutamakan temannya dalam pemberian harta. Jika tidak bisa melakukan ini, maka ia beri temannya dari hartanya di saat temannya membutuhkan, walaupun sedikit. Alhasil, pertolongan dengan harta terhadap saudara-saudara ada tiga tingkatan. Tingkatan terendah adalah bila engkau tempatkan temanmu dalam kedudukan hamba atau pelayanmu. Maka engkau penuhi kebutuhannya dari kelebihan hartamu. Bilamana ia mempunyai keperluan sedang engkau mempunyai kelebihan dari hartamu, maka engkau beri dia sebelum ia meminta. Karena jika ia memintanya kepadamu, maka itu adalah puncak kecerobohan terhadap hak saudara. Tingkatan kedua engkau tempatkan dia dalam kedudukan dirimu dan engkau rela ia ikut menikmati hartamu. Dan tingkatan tertinggi, yaitu engkau utamakan dia di atas dirimu dan engkau dahulukan kebutuhannya di atas kebutuhanmu bila sama-sama mempunyai keperluan. Ini adalah tingkatan pada shiddig dan puncak tingkatan orang-orang yang saling mencintai. Adapun dalam hal ibadat, maka tidaklah disukai mengutamakan orang lain dengannya.

 

    Menolong dengan jiwa dalam memenuhi kebutuhan atas kemauan sendiri tanpa menunggu permintaan.

 

Hal itu lebih menampakkan tawadhu dan ini juga terbagi dalam beberapa tingkatan seperti menolong dengan harta. Maka yang terendah adalah memenuhi kebutuhan ketika diminta dan dalam keadaan mampu, tetapi dengan wajah berseri-seri dan menampakkan kegembiraan.

 

    Menyimpan rahasia yang disampaikan temannya kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada orang lain sama sekali maupun kepada temannya yang paling akrab dan tidak menyingkapnya sekalipun setelah pemutusan hubungan dan mengalami keresahan. Karena hal itu adalah tabiat yang hina dan batin yang buruk. Dan menutupi kejelekan yang diketahuinya, baik tanpa setahu temannya, meskipun berkaitan dengan larangan Allah demi menutupi kejelekan sebagaimana dianjurkan, sekalipun dalam keadaan putus hubungan. Dan tidak menyampaikan sesuatu yang menyedihkan dari celaan orang kepadanya. Ringkasnya ialah tidak menyampaikan perkataan yang tidak disukainya, kecuali bila wajib baginya mengucapkan sesuatu tentang amar maruf atau nahi munkar dan ia tidak menemukan rukhsah untuk diam. Ketika itu ia tidak peduli untuk tidak menyukainya, karena hal itu merupakan kebaikan kepadanya.

 

    Menyampaikan sesuatu yang menyenangkan berupa pujian orang kepadanya di samping menampakkan kegembiraan. Karena menyembunyikan hal itu merupakan kedengkian belaka. Nabi telah bersabda: “Apabila seseorang dari kamu mencintai saudaranya, hendaknya ia mengabarinya. Hendaklah ia mendengarkan dengan baik ketika temannya berbicara dan tidak menyelidiki keadaannya. Bilamana melihatnya di jalan atau sedang menunaikan suatu keperluan, janganlah ia menanyainya tentang tujuan kepergiannya. Barangkali ia merasa berat menyebutnya.”

 

    Hendaklah ia memanggil temannya dengan nama yang paling disukainya dan memujinya dengan menyebut kebaikannya yang ia ketahui, karena hal itu termasuk sebab terbesar untuk menimbulkan kecintaan. Begitu pula dengan memuji anak-anak dan keluarganya, hingga ilmu dan karangannya dan segala yang menggembirakannya tanpa berdusta dan berlebihan. Hendaklah ia berterima kasih kepadanya atas kebaikannya terhadap dirinya. Ini sesuai dengan AlIhya. Bahkan ia berterima kasih kepadanya atas niatnya, meskipun telah terlaksana.

 

Ali  berkata: “Barangsiapa tidak memuji saudaranya (temannya) atas niatnya yang baik, maka ia pun tidak memujinya atas perbuatannya yang baik.” Hendaklah ia membela temannya bila ada yang menyinggung kehormatannya sebagaimana ia membela dirinya.

 

Ini lebih besar pengaruhnya dalam menimbulkan kecintaan, karena hak persaudaraan adalah berusaha keras dalam melindungi dan membela teman serta menegur dan memarahi siapa yang mengganggunya. Rasulullah  mengumpamakan dua orang saudara dengan dua tangan, yang satu mencuci yang lain, adalah supaya saudara yang satu menolong saudara yang lain. Hendaklah ia menasihati temannya dengan lemah lembut dan secara tersamar bila ia perlu menasihatinya. Hal itu dilakukannya dengan menyebut kejelekan-kejelekan perbuatan itu dan faidahfaidah bila meninggalkannya serta mengingatkannya akan akibat buruk perbuatan itu di dunia dan di akhirat supaya ia berhenti melakukannya. Akan tetapi patutlah ia lakukan itu dengan diamdiam tanpa diketahui seorang pun. Apabila dilakukannya di hadapan orang banyak, maka itu adalah keburukan dan kecemaran. Dan apabila dilakukannya dengan diam-diam, maka itu adalah kasih sayang dan nasihat yang sebenarnya.

 

Asy-Syafi’i  berkata: “Barangsiapa menasihati saudaranya dengan diam-diam, maka ia pun telah menasihatinya dengan membaguskannya sedangkan siapa yang menasihatinya secara terang-terangan, maka ia pun telah mencemarkan dan menjelekkannya.”

 

Hendaklah ia maafkan kesalahannya dalam agamanya karena melakukan maksiat atau kurang memenuhi hak persaudaraan, walaupun ia sanggup imbalannya, karena sikap itu lebih besar pahalanya. Janganlah ia menegurnya dengan kebencian. Adapun pelanggaran agama seperti perbuatan maksiat atau terus menerus melakukannya, maka nasihatilah dia dengan lemah lembut supaya ia kembali menjadi baik. Adapun kesalahan terhadap dirinya, maka tiada perselisihan bahwa yang lebih utama adalah memaafkan dan menanggungnya.

 

Telah dikatakan: Patutlah engkau mencari 70 uzur bagi kesalahan saudaramu. Jika hatimu tidak menerimanya, maka salahkan dirimu. Maka katakan pada hatimu: Betapa kerasnya engkau. Ia mengajukan 70 uzur kepadamu, namun engkau tidak menerimanya. Maka engkaulah yang tercela, bukan saudaramu, jika ia tidak bisa menerima perbaikan, maka jika sanggup sebaiknya engkau jangan marah. Akan tetapi hal itu tidak mungkin.

 

Asy-Syafi’i telah berkata: “Barangsiapa yang dibangkitkan kemarahannya sedang ia tidak marah, maka ia adalah keledai. Dan siapa pun yang diminta kerelaannya sedang ia tidak rela, maka ia adalah setan. Maka janganlah engkau menjadi keledai maupun setan jika tidak mau menerima.”

 

    Mendoakannya ketika berada sendirian di masa hidupnya dan sesudah matinya dengan segala yang disukainya bagi dirinya dan keluarganya. Maka engkau doakan dia sebagaimana engkau mendoakan dirimu.

 

Janganlah engkau bedakan antara dirimu dan dia, karena doamu baginya sama dengan doanya bagi dirimu. Nabi  bersabda: “Apabila seseorang berdoa bagi saudaranya dalam keadaan sendirian, malaikat berkata, Dan bagimu seperti itu. Dalam lafaz lain: Allah  berkata, Denganmu aku mulai.”

 

Disebutkan dalam hadis:” Dikabulkan doa seseorang bagi saudaranya tidak seperti yang dikabulkan baginya mengenai dirinya.”

 

Dalam hadis disebutkan: “Dan seseorang bagi saudaranya di kala sendirian tidak ditolak.”

 

    Tetap setia dalam mencintainya sampai mati terhadap anak-anaknya dan para kerabatnya setelah temannya meninggal seperti sebelumnya. Karena cinta itu sesungguhnya dimaksudkan untuk akhirat. Maka jika terputusnya sesudah mati, sia-sialah amal dan usahanya.

 

    Hendaklah ia berusaha meringankannya dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang memberatkannya. Maka janganlah meminta darinya suatu kedudukan atau harta untuk menghindari kejemuan yang menimbulkan perpecahan. Janganlah memaksanya bersikap tawadhu’ kepadanya, tetapi ia hanya mengharapkan rida Allah dengan kecintaannya untuk mencari berkah dengan doanya dan kesenangan ketika berjumpa dengannya untuk memelihara agamanya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan menunaikan hak-haknya dan menanggung bebannya.

 

Dan menampakkan kegembiraan atas semua kegembiraan yang dialaminya serta menampakkan kesedihan atas gangguan yang dialaminya. Ia sembunyikan dalam hatinya seperti apa yang nampak sehinggaia benar-benar tulus dalam kecintaanya, baik dalam keadaan diam-diam maupun terang-terangan. Karena keikhlasan dalam persaudaraan’adalah kesamaan sikap pada ucapan dan di dalam hati, dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, di hadapan jamaah maupun dalam keadaan sendirian. Barangsiapa tidak ikhlas dalam persaudaraan (persahabatannya), maka ia pun munafik. Bilamana batin menyembunyikan dendam dan kedengkian, maka putus hubungan lebih baik daripada persahabatan.

 

Seorang bijak berkata: “Teguran yang nyata lebih baik daripada dendam yang tersembunyi.”

 

Apabila seseorang ingin mengetahui kecintaan temannya kepadanya, maka hendaklah ia melihat kecintaannya kepada temannya itu: Tanyailah hatimu tentang kecintaan orang lain

Itu adalah saksi yang tidak menerima suap

Janganlah kamu tanyai mata tentang kecintaan itu

Karena ia akan menunjukkan lain dari yang tersembunyi dalam hati.

 

    Mendahului memberi salam kepadanya ketika berjumpa dengannya. Demikian pula ia lakukan terhadap orang yang tak dikenalnya. Dan melapangkan tempat duduk baginya dalam majelis dan engkau panggil dia dengan nama yang paling disukainya.

 

    Keluar dan menyambut serta mengantarkannya ketika temannya berdiri demi menghormatinya, kecuali bila ia melarangnya.

 

    Diam ketika temannya berbicara hingga ia selesaikan bicaranya dan tidak mencampuri pembicaraannya.

 

Memenuhi undangannya bila ia mengundangnya,dan menjenguknya bila sakit walaupun sekali. Menghadiri jenazah keluarganya bila meninggal dunia walaupun tidak mengimami salat jenazah. Memenuhi sumpahnya ketika temannya bersumpah terhadapnya dalam perkara yang mubah. Ringkasnya ialah ia perlakukan temannya sebagaimana mestinya, karena hal itu menunjukkan kesempurnaan iman.

 

Sahl bin Abdullah berkata: “Barangsiapa tidak suka mengganggu orang lain, ia pun bisa berjalan di atas air, yakni menampakkan karomahnya untuk suatu keperluan. Karena boleh jadi wali wajib menyembunyikan karomah yang utama.” Sebagaimana dinukil oleh ArRamli dari Asy-Syeikh Khalil.

 

Maka siapa yang tidak menyukai pada saudaranya seperti yang ia sukai bagi dirinya, persaudaraannya adalah nifag dan persaudaraan itu akan menjadi berat baginya di dunia dan akhirat.

 

Hak persahabatan itu berat, tidak ada yang sanggup memenuhinya kecuali orang yang bijaksana. Tidaklah diragukan bahwa pahalanya banyak. Tidak ada orang yang dapat memperolehnya, kecuali orang yang mendapat taufik. Karena itu dikatakan: ”Berbuatlah baik kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang mukmin sejati. Semua ini adalah adabmu terhadap orang awam yang belum engkau kenal sebelumnya dan terhadap teman-teman yang telah engkau anggap sebagai Sudara.”

 

Adapun macam ketiga, yaitu para kenalan, maka waspadalah terhadap mereka, karena engkau tidak menemukan kejahatan kecuali dari orang yang dikenalnya. Adapun teman, maka ia akan membantumu. Adapun orang tak dikenal, maka ia tidak mengganggumu.

 

Sesungguhnya kejahatan itu timbul dari para kenalan yang menampakkan persahabatan dengan lisan mereka, tetapi menyembunyikan permusuhan dalam batin mereka. Maka sedikitlah berhubungan dengan para kenalan sedapat mungkin. Apabila engkau terpaksa bergaul dengan mereka dalam madrasah atau masjid atau masjid atau pasar atau di tempat lain di dalam maupun diluar negaramu, maka janganlah meremehkan seorang pun dari mereka. Karena engkau tidak tahu barangkali ia lebih baik darimu di sisi Allah “

 

Disebutkan dalam sebuah hadis:

 

“Cukuplah kejahatan orang muslim bila ia meremehkan saudaranya yang muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, harta dan kehormatannya.”

 

Janganlah engkau memandang kepada mereka dengan mengagungkan mereka dalam urusan dunia, karena engkau akan binasa dengan sebab cintamu kepada dunia. Sebagaimana sabda Nabi : “Barangsiapa merendahkan diri kepada seorang kaya lantaran kekayaannya, lenyaplah dua pertiga agamanya.” Karena dunia itu di sisi Allah  sangatlah kecil dan rendah, dan Allah  tidak memandang kepada dunia sejak Dia menciptakannya.

 

Betapa pun besarnya penghuni dunia di dalam hatimu, ia telah jatuh dari pandangan Allah , yakni pandangan cinta. Karena dunia adalah musuh Allah  dan para wali-Nya. Dalam hadis disebutkan: ”Cinta harta dan kehormatan menumbuhkan sifat munafik di dalam hati sebagaimana air menumbuhkan tanaman.”

 

Janganlah engkau berikan agamamu kepada mereka untuk memperoleh kesenangan dunia dari mereka. Hal itu merupakan kerugian besar. Tidaklah seseorang melakukan itu, melainkan ia menjadi rendah dalam pandangan mereka, kemudian tidak mendapat harta dari mereka sebagaimana kita saksikan di masyarakat. Jika mereka memusuhimu, janganlah engkau balas mereka dengan permusuhan, karena engkau tidak bisa bersabar untuk membalas mereka sehingga lenyaplah agamamu dalam permusuhan mereka dan mengalami kepayahan yang Jama bersama mereka. Janganlah engkau condong kepada mereka ketika mereka menghormatimu dan memujimu di hadapanmu serta menampakkan kecintaan kepadamu. Karena jika engkau mencari hakikat perlakuan itu, niscaya engkau tidak menemukan seorang dari seratus orang.

 

Seorang penyair berkata:

 

Ambillah yang bersih dari temanmu dan tinggalkan mana yang keruh darinya karena umur manusia terlalu pendek untuk mencela orang lain.

 

Janganlah engkau berharap sikap mereka sama terhadapmu dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Janganlah engkau heran bila mereka mencelamu di saat engkau tidak ada dan jangan marah kepadanya lantaran itu, karena jika engkau berlaku adil, maka engkau dapati dirimu seperti itu pula. Bahkan engkau telah melakukan seperti itu terhadap teman-teman dan para kerabatmu sekalipun terhadap gurumu dan kedua orang tuamu, karena engkau menyebut mereka di saat mereka tidak ada, lain dari yang engkau katakan secara langsung kepada mereka. Janganlah engkau terlalu mengharapkan harta, kedudukan dan pertolongan mereka, karena orang yang tamak pada umumnya adalah sia-sia dalam akibatnya di masa yang akan datang. Orang yang tamak itu pasti hina seketika itu.

 

Seorang penyair berkata:

 

Hamba itu merdeka jika ia menerima apa adanya sedang orang merdeka adalah hambajika ia tamak maka terimalah apa yang ada dan jangan tamak karena tiada sesuatu yang buruk selain tamak.

 

Apabila engkau mempunyai keperluan kepada seseorang, lalu ia memenuhinya, maka berterima kasihlah kepadanya dan bersyukurlah kepada Allah  Karena tidaklah sempurna syukur kepada Allah , kecuali disertai terima kasih kepada perantaranya.

 

Rasulullah  bersabda: “Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, ia pun tidak bersyukur kepada Allah ” Sabdanya pula:

 

”Barangsiapa berbuat kebaikan kepadamu, maka balaslah dia. Jika kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia.”

 

Dalam sabdanya yang lain:

 

“Barangsiapa memberikan suatu kenikmatan kepada suatu kaum, tetapi mereka tidak berterima kasih kepadanya hingga ia doakan kebiasaan mereka, maka doanya dikabulkan.”

 

Jika berbuat ceroboh, maka jangan menegurnya. Abu Sulaiman AdDaazani berkata kepada Ahmad bin Abil Hawazi: Jika engkau berteman dengan seeorang, janganlah engkau menegurnya atas sesuatu yang tidak engkau sukai. Karena engkau akan mendapatkan dalam jawabanmu sesuatu yang lebih buruk daripada yang pertama.

 

Ahmad berkata: Kemudian aku mencobanya. Ternyata begitulah adanya. Salah seorang dari mereka berkata: Bersabar atas gangguan teman lebih baik daripada menegurnya. Menegur lebih baik daripada memutuskan hubungan, memutus hubungan lebih baik daripada mencaci maki. Janganlah engkau adukan perbuatannya terhadapmu kepada orang lain sehingga menimbulkan permusuhan.

 

Jadilah engkau sebagai orang mukmin yang mencari uzur dan jangan menjadi seperti orang munafik yang mencari aib-aib orang Lain.

 

Katakanlah di dalam hatimu bila temanmu berbuat kesalahan itu karena ja mempunyai uzur yang tidak aku ketahui. Janganlah engkau menasihati salah seorang dari mereka sebelum engkau periksa dengan hatimu apakah ia bisa menerima nasihatmu. Kalau tidak, ia tidak akan mendengarkan nasihatmu dan memusuhimu. Apabila mereka keliru dalam suatu masalah dan mereka enggan belajar darimu, maka janganlah engkau ajari mereka, karena bila mereka belajar darimu, mereka akan menjadi musuhmu.

 

Kecuali bila kekeliruan itu berkaitan dengan maksiat yang mereka lakukan karena kebodohan dari mereka. Maka sebutlah kebenaran dengan lemah lembut tanpa kekerasan.

 

Apabila engkau melihat perbuatan mulia dan kebaikan, maka bersyukurlah kepada Allah yang menjadikan mereka mencintaimu. Dan apabila engkau melihat kejahatan dari mereka, serahkanlah mereka kepada Allah dan berlindunglah kepada Allah dari kejahatan mereka dan jangan menegur mereka.

 

Teguran secara sembunyi lebih baik daripada pemurusan hubungan, sindiran lebih baik daripada penegasan, rulisan lebih baik daripada bicara langsung dan menahan diri lebih baik daripada semua itu. Janganlah engkau katakan kepada mereka: Mengapa kalian tidak mengenal hakku sedang aku adalah fulan bin fulan dan aku unggul dalam ilmu. Itu adalah perkataan orang yang dungu, sedangkan orang yang paling dungu adalah orang yang memuji dirinya.

 

Ketahuiah bahwa Allah  tidak menjadikan mereka menindasmu dengan kejahatan itu, kecuali lantaran suatu dosa yang pernah engkau lakukan, walaupun setelah beberapa tahun. Maka mohonlah ampun kepada Allah atas dosamu setiap waktu.

 

Dalam riwayat Ibnu Hibban: Kami menghitung seratus kali perkataan Rasulullah  dalam satu majelis, yaitu:

 

“Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah tobatku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”

 

Asy-Syadzali rahimahullah berkata: Hendaklah engkau sering mengucapkan istigfar, meskipun tidak berdosa.”

 

Ketahuilah bahwa kejahatan yang mereka lakukan adalah hukuman dari Allah  bagimu di dunia dan jadilah engkau di antara mereka mendengarkan perkataan mereka yang benar dan tidak mendengarkan kebatilan mereka dengan tidak menyiarkan di antara orang-orang atau engkau menasihati mereka dengan lemah lembut atau mengabaikannya sama sekali. Engkau sebutkan kebaikan-kebaikan mereka dan menyiarkannya di antara orang-orang dengan menampakkan kegembiraan dan menutupi kejelekan-kejelakan mereka. Semoga Allah mengasihani orang yang melihat kejelekan saudaranya dan menutupinya. Hindarilah bergaul dengan para pelajar fikih di zaman ini, terutama orang-orang yang menyibukkan diri dengan ilmu khilaf dan perdebatan.

 

Waspadalah terhadap mereka, karena mereka mengharap-kan datangnya bencana atas dirimu karena kedengkian mereka mengharapkan datangnya bencana atas dirimu berdasarkan sangkaan-sangkaan yang buruk. Mereka memberi isyarat di belakangmu dengan kedipan mata dan menyebut-nyebut kesalahanmu dalam pergaulan mereka hingga mereka mengecammu dengan kesalahan-kesalahan itu seakan-akan mereka memukulmu dengan batu di dahimu ketika mereka marahmarah kepadamu dan berdebat denganmu. Mereka tidak memaafkan kesalahanmu dan tidak menutupi aibmu. Mereka menunrutmu atas perbuatan yang sangat remeh, maka terlebih pula yang lebih besar dari itu.

 

Mereka dengki kepadamu atas sesuatu kenikmatan yang sedikit dan banyak. Mereka menghasut orang-orang terhadapmu dengan melancarkan naminah. Dalam hadis disebutkan: Tidaklah masuk surga orang yang suka melakukan naminah. Mereka suka mengadukan kepada penguasa dan melancarkan fitnah terhadapmu. Jika mereka senang kepadamu, maka pada lahirnya mereka menunjukkan kelembutan yang sangat. Jika mereka tidak senang denganmu, maka batin mereka adalah kejengkelan. Bagian luar mereka adalah baju dan bagian dalam mereka adalah serigala. Ini adalah yang kita saksikan pada sebagian besar dari mereka, kecuali siapa yang dipelihara Allah  Maka berteman dengan mereka adalah suatu kerugian dan bergaul dengan tidak mendatangkan pertolongan.

 

Ini adalah hukum orang yang menampakkan persahabatan denganmu. Maka bagaimana pula orang yang memusuhimu secara terangterangan.

 

Al-Oadhi ibnu Maruf rahimahumullah berkata:

 

Waspadailah musuhmu sekali, dan waspadailah temanmu seribu kali.

Barangkali temanmu berubah, maka ia lebih tahu cara untuk menimbulkan bahaya.

 

Abu Tamman berkata:

 

Musuhmu berasal dari temanmu, maka jangan terlalu sering menyalahkan teman.

Karena penyakit’yang engkau lihat kebanyakan berasal dari makanan atau minuman.

 

Abu Said Ats-Tsauri berkata: ” Apabila engkau berteman dengan seseorang, maka buatlah dia marah. Kemudian suruhlah orang untuk menanyainya tentang dirimu dan rahasia-rahasiamu. Jika ia berkata baik atau menyembunyikan rahasiamu, maka temanilah dia.”

 

Dzun Nun berkata: “Tiada kebaikan dalam berteman dengan orang orang tidak ingin melihatmu kecuali dalam keadaan terpelihara. Dan siapa yang menyiarkan rahasia di waktu marah, maka ia adalah orang yang hina.” Seorang bijak berkata: “Janganlah berteman dengan orang yang berubah dalam empat keadaan, yaitu di waktu marah dan senangnya, di saat ia tamak dan menuruti hawa nafsunya. Akan tetapi ia harus tetap sikapnya dalam berbagai keadaan sebagai teman yang tulus.”

 

Seorang penyair berkata:

 

Engkau lihat orang yang mulia apabila putus hubungannya

Menyembunyikan yang buruk dan menampakkan kebaikan Dan engkau lihat orang yang hina ketika dipenuhi kebutuhannya

Menyembunyikan yang baik dan menampakkan dusta.

 

Jadilah engkau sebagaimana dikatakan oleh Hilal ibnu Ala Ar-Ruqiy:

 

Ketika kuberi maaf dan aku tidak mendendam kepada seorangpun kubebaskan diriku dari keresahan permusuhan kuberi salam kepada musuhku sewaktu melihatnya untuk menolak gangguan dariku dengan memberi salam kutampakkan senyum kepada manusia yang kubenci seakan-akan ia telah memenuhi hatiku dengan kegembiraan aku tidak selamat dari orang yang tidak kukenal maka bagaimana aku selamat dari orang yang berkasih sayang orang-orang itu penyakit dan obatnya adalah membiarkan mereka sedang menjauhi mereka berarti memutuskan persaudaraan maka berdamailah dengan orang-orang niscaya engkau selamat dari gangguan mereka dan berusahalah keras untuk menghasilkan kasih sayang

 

Asy-Syaf”i berkata:

 

Manusia itu penyakit tersembunyi yang tak ada obatnya akal bingung terhadap mereka dan tak berdaya Jika engkau giat mereka bilang engkau mengejek atau engkau bersantai mereka bilang pemalas Jika engkau bergaul dengan mereka maka mereka bilang engkau tamak Jika engkau jauhi mereka, maka mereka bilang engkau jemu Jika engkau tidak menginginkan harta mereka sebagai kemuliaan mereka bilang engkau sudah kaya dan jika engkau minta kepada mereka, ternyata mereka kikir Sungguh aku bingung mengenai urusanku dan urusan mereka seperti halnya burung unta yang bukan burung dan bukan unta

 

Rasulullah  bersabda:

 

“Sesungguhnya kalian tidak bisa mencukupi orang-orang dengan hartamu, tetapi yang mencukupi mereka dari kamu adalah wajah ceria dan akhlak yang baik.”

 

Wahai pencari kebaikan, amalkanlah adab-adab penghidupan dan pergaulan bersama berbagai macam manusia.

 

Seorang bijak berkata: Temuilah teman dan musuhmu dengan wajah ceria tanpa merendahkan diri maupun.takut kepada keduanya. Tunjukkan kewibawaan tanpa menyombongkan diri dan tawadhu tanpa menghinakan diri. Beradablah engkau dalam semua urusanmu ditengahnya, karena kedua ujungnya adalah sifat tercela.

 

Seorang penyair berkata:

 

Ambillah sikap tengah dalam segala urusan karena ia adalah cara terbaik dalam menempuh jalan yang lurus Janganlah engkau melampaui batas atau ceroboh karena kedua sifat itu tercela Rasulullah  bersabda:

 

“Sebaik-baik perkara adalah yang di tengah.” Janganlah engkau memandang ke kanan dan kiri dan jangan sering menoleh ke belakang maupun berhenti di tempat orang-orang yang duduk tanpa keperluan. Apabila engkau duduk bersama orang-orang, maka janganlah mengangkat kedua kakimu dan janganlah mengaitkan jari-jarimu, karena perbuatan itu menyebabkan mengantuk dan berasal dari setan. Janganlah engkau mempermainkan janggut dan cincinmu dan mengorek gigimu serta memasukkan jari-jarimu dalam hidungmu. Janganlah banyak meludah dan mengeluarkan ingus serta mengusir lalat dari wajahmu. Janganlah banyak menggeliat dan menguap di hadapan orang banyak dan di dalam salat serta lainnya.

 

Apabila engkau menguap, maka tutupilah mulutmu dengan punggung tanganmu yang kiri untuk mengusir setan, karena menguap berasal dari setan.

 

Hendaklah engkau duduk dengan tenang dan bicara yang teratur. Dengarkanlah perkataan baik dari orang yang berbicara kepadamu tanpa menampakkan keheranan yang banyak dan jangan terlalu banyak bercerita. Janganlah engkau ceritakan tentang kekagumanmu terhadap anakmu maupun syairmu, perkataan dan karanganmu serta segala urusanmu. Janganlah memaksakan sikap seperti orang salih dalam tindaktandukmu seperti wanita yang berlebihan dalam bersolek.

 

Janganlah memakai baju yang hina seperti budak dan jangan terlalu banyak memakai celak. Janganlah berlebihan dalam memakai minyak di badan dan jangan mendesak dalam mencari keperluanmu dari orangorang dan jangan mendorong seseorang untuk berbuat kezaliman kepada orang lain. Karena siapa yang membantu perbuatan jahat, ia pun terlibat di dalamnya.

 

Janganlah engkau memberitahu istri dan anakmu maupun orang lain kader kedudukan yang engkau miliki.

 

Karena jika mereka melihatnya sedikit, maka mereka meremehkannya. Dan jika mereka melihatnya banyak, mereka tetapi tidak puas. Menjauhlah dari mereka bila mereka bersalah tanpa bersikap keras dan bersikaplah lunak terhadap mereka tanpa menunjukkan kelemahan. Janganlah engkau bercanda dengan budak perempuan maupun budak lelakimu supaya tidak hilang kewibawaanmu dari hati mereka.

 

Demikian pula terhadap orang-orang lainnya. Oleh karena itu dikatakan: “Janganlah menampakkan putihnya gigimu kepada seseorang supaya ia tidak menampakkan kehitaman duburnya kepadamu.”

 

Apabila engkau bertengkar dengan orang lain, maka hargailah dirimu supaya orang-orang mengikuti perkataanmu.

 

Demikian dikatakan oleh Asy-Syeikh Abdush Shomad. Jangan sampai engkau melakukan atau mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan syara di waktu bertengkar dan jangan terburu-buru ketika menjawab dan ketika marah. Pikirkanlah jawabanmu dan jangan banyak memberi isyarat dengan menoleh serta jangan sering menoleh kepada orang yang dibelakangmu, dan jangan duduk di atas kedua lututmu.

 

Apabila amarahmu telah reda, maka bicaralah. Bahkan patutlah engkau diam sebeum berwudu. (Ini adalah penyelesaian perkara yang dilakukan di hadapan raja atau penguasa).

 

Jagalah dirimu dari teman yang hanya menemanimu di saat engkau sakit dan miskin, karena ia adalah musuh yang paling jahat. Dan Janganlah engkau jadikan hartamu lebih mulia daripada kehormatanmu. Barangsiapa bergurau atau ribut di majelis, hendaklah ia menyebut nama Allah ketika berdiri.

 

Nabi  bersabda:

 

“Barangsiapa duduk di suatu majelis dan banyak ribut di situ, lalu mengucapkan sebelum berdiri dari tempat duduknya itu: Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu, maka diampunilah dosanya di majelis itu.”

 

Hai pemuda, cukuplah bagimu kadar ini dari Bidayatul Hidayat, maka amalkanlah dengan permulaan ini bagi dirimu. Permulaan itu terdiri dari tiga bagian. Satu bagian mengenai adab-adab ketaatan, satu bagian tentang meninggalkan maksiat dan satu bagian tentang pergaulan dengan manusia. Permulaan hidayat ini mencakup hubungan hamba dengan Al-Khalig  dan manusia. Keseluruhan ini dinamakan agama yang sempurna dan ia adalah bekal untuk akhirat. Jika engkau lihat permulaan hidayat ini dekat dengan dirimu dan engkau dapati hatimu condong kepadanya serta ingin mengamalkan isinya, maka ketahuilah bahwa engkau adalah hamba Allah  yang diterangi hatimu dengan iman sempurna oleh Allah   dan dilapangkan Allah dadamu dengannya.

 

Maka bersyukurlah kepada Allah  yang memberimu petunjuk untuk melakukan itu dan mohonlah kepada-Nya agar tetap di atas jalan yang lurus. Telah jelas bahwa permulaan ini mempunyai penghabisan dan di balik penghabisan itu ada rahasia-rahasia dan rincian-rincian yang telah saya sebutkan pertama kali dalam syarah ini dan ilmu-ilmu batin seperti ihnu hal ihwal hati.

 

Adapun yang terpuji darinya adalah kesabaran, syukur, rasa takut, harapan, keridaan, zuhud, gana’ah, pengetahuan karunia Allah  dalam semua keadaan, baik sangka dan keikhlasan dan sebagainya. Adapun yang tercela adalah takut miskin, benci takdir, mencari ihnu, ingin dipuji, ingin panjang umur di dunia untuk bersenang-senang dan sebagainya.

 

Dan mukasyafah, yaitu puncak ilmu. Ia adalah ibarat cahaya yang nampak di dalam hati ketika membersihkan dari sifat-sifatnya yang tercela. Dari cahaya itu timbul banyak hal hingga timbul pengetahuan yang hakiki tentang Dzat Allah  dan sifat-sifat-Nya yang kekal dan sempurna, perbuatan-perbuatan-Nya, hikmah-hikmah-Nya dalam hukum penciptaan dunia dan akhirat dan alasan pengutamaan-Nya terhadap akhirat di atas dunia.

 

Kami telah memasukkannya dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, maka pelajarilah kitab Al-Ihya’ supaya engkau menjadi ahli dhahir dan batin sekaligus. Telah dikatakan: Ulama dhahir adalah perhiasan bumi dan kerajaan bumi, sedangkan ulama batin adalah perhiasan langit dan kerajaan langit. :

 

As-Sariyyu berkata kepada Al-Junaid: Semoga Allah menjadikanmu ahli hadis yang sufi dan tidak menjadikanmu sebagai sufi yang ahli hadis. Dengan itu ia mengisyaratkan kepada pendapat bahwa siapa yang mempelajari hadis dan ilmu, kemudian belajar tasawuf, ia pun beruntung. Dan siapa yang belajar tasawuf sebelum ilmu, ia pun membahayakan dirinya.

 

Jika engkau melihat dirimu merasa berat mengamalkan wirid-wirid ini dan mengingkari ilmu semacam ini, lalu dirimu berkata kepadamu: Bagaimana ilmu ini bisa bermanfaat bagimu dalam majelis ulama dan kapan engkau bisa mengungguli teman-teman sejawat dan sederajat dan bagaimana ilmu ini bisa mengangat kedudukanmu di majelis umara dan wuzara. Bagaimana ia menyampaikanmu kepada pemberian dan tunjangan yang diberikan oleh mereka serta kepemimpinan atas wakaf dan peradilan.

 

Maka ketahuilah bahwa setan telah menyesatkan dan membuatmu lupa akan tempat kembali dan tempat tinggalmu, yaitu akhirat. Oleh karena itu carilah setan seperti engkau untuk memberitahukan kepadamu apa yang engkau sangka bahwa ia berguna bagimu di dunia dan menyampaikanmu kepada keinginanmu. Kemudian ketahuilah bahwa kemuliaan itu tidak bersih dari kekeruhan, baik di rumahmu maupun di desa dan kotamu.

Kemudian engkau akan kehilangan kemuliaan yang kekal dan kenikmatan abadi di sisi Tuhan sekalian alam.

Segala puji bagi Allah yang pertama dan terakhir, yang lahir dan batin dan tiada daya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.

Semoga Allah melimpahkan salawat dan salam yang banyak kepada Sayyidina Muhammad  dan keluarga serta para sahabatnya.[alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar