Buku Guruku Orang-orang dari Pesantren
Nama kitab / buku: Guruku Orang-orang dari Pesantren
Penulis: Prof. KH. Saifuddin Zuhri
Lahir: 1 Oktober 1919, Kawedanan, Sokaraja Tengah, Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
Wafat: 25 Februari 1986 pada usia 66 tahun
Nama Ayah: Muhammad Zuhri Rasyid
Nama Ibu: Siti Saudatun
Jabatan tertinggi: Menteri Agama pada era Presiden Sukarno dan Suharto 6 Maret 1962 – 17 Oktober 1967
Bidang studi: Sejarah , pesantren, Indonesia, sejarah Islam
Penerbit: LKIS
Daftar isi
- Biografi KH Saifuddin Zuhri
- Tentang Buku Guruku Orang-orang dari Pesantren
- Footnote
- Download Buku
- Di Ambang Pintu Pesantren
- Madrasahku cuma Langgar
- Tokoh-tokoh Pengabdi tanpa Pamrih
- Apresiasi terhadap Rasa Seni
- Memasuki Persiapan Pengabdian
- Masih Belajar Lagi sebelum Terjun ke Medan Pengabdian
- Menjadi Guru
- Tamatnya Zaman Penjajahan
- Di Bawah Penjajahan Seumur Jagung
- Merdeka Berarti 1000 Perjuangan
- Buku Sejarah Lain:
- Terjemah Sirah Ibnu Hisyam
- Terjemah Nurul Yaqin 1
- Terjemah Nurul Yaqin 2
- Terjemah Maulid Diba'
- Terjemah Zadul Ma'ad Ibnu Qayyim
- Terjemah Muqaddimah Qanun Asasi NU
- Terjemah Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah Kyai Hasyim Asy'ari
- Buku Guruku Orang-orang dari Pesantren
- Artikel Sejarah Lain
Biografi KH Saifuddin Zuhri
Prof. KH. Saifuddin Zuhri dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1919 dari ibu yang
bernama Siti Saudatun,
seorang istri dari Muhammad Zuhri di Kawedanan,
Sokaraja Tengah, Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah12. Secara
astronomis, Kab. Banyumas terletak diantara 70 15’ 05” – 70
37’ 10”
Lintang selatan dan diantara 1080 39’ 17” – 1090 27’ 15” Bujur timur yang
berbatasan dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang di utara; Kabupaten
Cilacap menjadi perbatasan yang membentang dari selatan hingga barat;
Kabupaten Brebes menjadi perbatasan di barat serta Kabupaten Purbalingga,
Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen yang berada di timur 13.
Ayahanda Prof. KH. Saifuddin Zuhri yang bernama H. Muhammad Zuhri Rasyid merupakan seorang petani dan seorang sopir kuda atau biasa dikenal dengan nama supir delman yang giat bekerja serta taat dalam beribadah. Ibunda dari Prof. KH. Saifuddin Zuhri adalah seorang pengrajin batik yang memiliki kemampuan luar biasa dalam setiap karya batiknya, bernama Siti Saudatun serta termasuk ke dalam salah satu cucu dari Kyai Asraruddin, seorang ulama, politisi dan juga pejuang yang gigih. Kedua sosok hebat ini merupakan cikal bakal dari tumbuhnya Prof. KH. Saifuddin Zuhri menjadi orang yang hebat, bermartabat, serta taat dalam beragama14.
Beliau menikah dengan Ibu Solichah dan dikaruniai sepuluh putra dan putri. Mereka adalah Dr. Fahmi Dja’far (yang beristrikan Dra. Maryam putri tokoh NU K.H. Ahmad Syaikhu); Farida (bersuamikan Ir. Shalahuddin Wahid putra ketiga K.H. Wahid Hasyim – adik kandung Abdurrahman Wahid); Anisa, istri Dr. Solichul Hadi (mantan aktivis PMII); Aisyah, yang dipersunting Drs. Wisnu Hadi (pengusaha); Andang FN; Baehaqi, berpendidikan di Kairo dan Belanda yang menikah dengan Gitta (Gadis Belanda); Julia; Annie; Adib yang menikah dengan Yanti Ilyas (putri K.H.M. Ilyas); dan Lukman Hakim, salah satu politisi terkemuka Indonesia15.
Prof. KH. Saifuddin Zuhri wafat pada 25 Februari 1986 pada usia 66 tahun. Hal unik yang menjadi kebiasaan beliau ketika menjelang wafatnya adalah setiap sesudah sholat dhuha beliau akan keluar dari rumah dan akan kembali setelah dhuhur. Kebiasaan ini diketahui salah satu dari putra-putri beliau, kemudian diketahui bahwa beliau berjualan beras di pusat perdagangan Glodok, Jakarta Pusat tanpa merasa gengsi ataupun tinggi hati. Selain itu, kerendahan hati beliau juga ditunjukkan ketika beliau menolak memberikan biaya haji dari departemen agama untuk adik iparnya, dikarenakan masih termasuk ke dalam anggota keluarga yang menyalahi aturan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa Prof. KH. Saifuddin Zuhri adalah orang yang dapat dipercaya, jujur dan rendah hati16.
Riwayat Hidup Prof. KH. Saifuddin Zuhri
Prof. KH. Saifuddin
Zuhri mengabdikan hidupnya dalam pengembangan Agama Islam di kancah
perkuliahan dan masyarakat umum. Selain itu beliau juga menunjukkan bahwa
seorang santri dapat memiliki prestasi dan karir yang sangat cemerlang.
Berikut adalah karir yang beliau peroleh semasa hidupnya17.
a)
Konsul daerah Ansor Dan NU Jateng
c) Anggota KNIP
d) Sekjen Partai NU
e) Mustasyar PBNU
f) Ketua DPP PPP
g) Menteri Agama
h) Anggota DPR
i) Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
j) Rektor IAI Al-Akidah
k) Pelopor Pengembangan IAIN
l) Pemimpin Umum/Redaksi “Duta Masyarakat”.
Riwayat Pendidikan Prof. KH. Saifuddin Zuhri
Sejak dari usia yang masih muda Prof. KH. Saifuddin Zuhri telah mengedepankan pendidikan agar kelak bisa memenuhi harapan dari orang tua serta keluarga beliau sehingga beliau mengambil dua jalan pendidikan yakni pendidikan formal yang berbasis sekolah umum serta pendidikan non formal setelah menyelesaikan kegiatan sekolah umum yang berupa pondok pesantren dan pendidikan dari orang tuanya ketika sore hingga malam hari. Berangkat dari kebiasaan baik ini, Prof. KH. Saifuddin Zuhri mampu membaca Al-Qur’an dengan baik sejak kanak- kanak. Selain itu, ketika beliau berusia 13 tahun, beliau juga telah mengkhatamkan berbagai macam kitab kuning antara lain Kitab Safinatu An-Najah, Qathru Al-Ghaits, Matan Al-Jurumiyyah, dan berbagai kitab kuning lainnya18.
Ketika beliau menginjak usia 17 tahun, Prof. KH. Saifuddin Zuhri mengembara ke daerah lain karena haus akan ilmu pengetahuan. Kota tujuan beliau adalah kota Solo. Kota ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Boyolali. Meskipun kondisi ekonomi beliau sedang sulit disaat itu, dengan tekad dan semangat yang membara serta kegigihan beliau, Prof. KH. Saifuddin Zuhri tetap berangkat ke kota Solo. Untuk menutup kekurangan biaya yang dialami Prof. KH. Saifuddin Zuhri, beliau berencana bekerja sebagai pelayan toko dan pelayan hotel namun dilarang oleh ayahandanya. Berangkat dari kemampuan menulisnya, beliau mencoba melamar pekerjaan sebagai staff koresponden Surat Kabar Pemandangan yang terbit di jakarta dengan tugas pokok seperti meliput berbagai peristiwa, khususnya politik yang terjadi di Solo19.
Selain Surat Kabar Pemandangan, beliau juga bekerja di surat kabar berbahasa Jawa, Darmo kondo, yang terbit di Solo. Penghasilan tersebut dapat membiayai sekolahnya di Madrasah Mambaul Ulum hingga kelas tertinggi yakni kelas VIII akan tetapi beliau merasa pekerjaannya terganggu karena sekolahnya masuk saat siang hari sehingga beliau memilih untuk pindah di Madrasah Salafiyah. Beliau memutuskan untuk keluar karena alasan pekerjaan. Kemudian beliau meneruskan pendidikannya di lembaga pendidikan Al-Islam. Sekolah ini tidak membuat Prof. KH. Saifuddin Zuhri terganggu karena jadwal masuknya pagi hari sehingga beliau tetap bisa bekerja di siang harinya. Selain itu, beliau juga betah bersekolah di tempat tersebut karena memiliki pelajaran yang menarik misalnya pelajaran Tajdid (pembaruan). Beliau diterima di sekolah-sekolah tersebut pada kelas tertinggi yang menunjukkan kecerdasan dan tingkat keilmuan beliau yang tinggi20. Pada usia 45 tahun, Prof. KH. Saifuddin Zuhri mendapatkan gelar Guru Besar dalam bidang dakwah dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta21.
Karya-Karya Prof. KH. Saifuddin Zuhri
1. Palestina dari Zaman ke Zaman
2. Agama Unsur Mutlak dalam National Building
3. KH Abdul Wahab Hasbullah, Bapak Pendiri NU
4. Guruku Orang-orang dari Pesantren
5. Sejarah Kebangkitan Islam dan
Perkembangannya di Indonesia
6. Kaleidoskop Politik Indonesia
7. Unsur Politik dalam Dakwah
8. Berangkat dari
Pesantren
9. Secercah Dakwah.
Profil Buku Guruku Orang-orang dari Pesantren (1974)
Guruku Orang-orang
dari Pesantren merupakan
sebuah otobiografi yang mencatat pergulatan dunia pesantren mengarungi
revolusi, didalamnya terdapat informasi antara lain bagaimana wong cilik
menjadi priyayi, bacaan santri, santri akrab dengan wayang dan apa saja peran
politik santri. Buku ini berlatar sekitar tahun 1920-an hingga tahun 1955
yakni sejak awal periode pendidikan Prof. KH. Saifuddin Zuhri hingga ketika
beliau telah menjadi salah satu tokoh Nahdlatul Ulama. Buku ini memiliki 10
bab, yakni “Di Ambang Pintu Pesantren”, “Madrasahku cuma Langgar”,
“Tokoh-tokoh Pengabdi tanpa Pamrih”, Apresiasi terhadap Rasa Seni”, “Memasuki
Persiapan Pengabdian”, Masih Belajar Lagi sebelum Terjun ke Medan Pengabdian”,
“Menjadi Guru”, “Tamatnya Zaman Penjajahan”, Di Bawah Penjajahan Seumur
Jagung”, dan “Merdeka Berarti 1000 Perjuangan”23.
Menurut Prof. KH. Saifuddin Zuhri, ide penulisan buku ini bermula ketika Asrul
Sani, salah satu tokoh seni Indonesia memberikan saran kepada beliau untuk
menulis novel tentang kehidupan di Pesantren. Lantaran kurangnya pengalaman
Prof. KH. Saifuddin Zuhri tentang dunia jurnalistik kala itu, beliau hanya
menuliskan kisah-kisah para guru yang mendukung beliau selama perjalanan
hidupnya. Kenyataannya, otobiografi ini berjalan sangat lancar hingga
menyerupai sebuah novel dengan latar yang amat khas dengan nuansa kehidupan
pedesaan yang kental dengan segala tradisi keagamaannya. Selain itu, buku ini
juga menyajikan banyak niali-nilai moral yang Prof. KH. Saifuddin Zuhri
pelajari dari tokoh-tokoh yang beliau anggap sebagai Pesantren”
Footnote
12 Zarkasih, “KH. Saifuddin Zuhri: Santri, Wartawan, dan
Pejuang,” pkesinteraktif, 2010.
13 Edy Aprotuwiyono, Kabupaten Banyumas Dalam Angka 2020, ed. oleh BPS
Kabupaten Banyumas (Banyumas: BPS Kabupaten Banyumas, 2020).
14
Muhammad Ridwan, Menapak Jejak Mengenal Watak: Sekilas biografi 26 tokoh
Nahdlatul Ulama, 1 ed. (Jakarta: Yayasan Saifuddin Zuhri, 1994).
15 Zarkasih.
16 Saifullah Ma’sum dan Karisma Ulama, “Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU,” Mizan, Bandung, 1998.
17 Ma’sum dan Ulama.
18 Zarkasih.
19 Ma’sum dan Ulama.
23 Ahmad Makki, “Guruku Orang-orang dari Pesantren,” NU Online, 2012
24 Makki.
Kredit
Data biografi dan profil berdasarkan pada skripsi MUHAMMAD IRWAN SYAFI’I, UIN
SUNAN AMPEL SURABAYA TAHUN 2023