Iman pada Kitab Suci para Nabi dan Rasul

Iman pada Kitab Suci para Nabi dan Rasul Bidang studi:Tauhid, Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) Asy'ariyah, ilmu kalam, ushuluddin. Terjemah Nuru

Iman pada Kitab Suci para Nabi dan Rasul
Nama kitab: Terjemah Nuruzh Zhalam Syarah Aqidatul Awam, Nurudz Dholam, Nur al-Zholam
Nama kitab asal: Nur adz-Dzolam Syarah Aqidatul Awam
Nama lain kitab kuning: Hasyiyah al-Dasuqi
Ejaan lain:  Noor -ul-Zalaam, Nuuruzh Zhalaam, Nur adz-Dzolam, Nuruzh Zholam, Nuruzh Zhalam, Nurud Dhalam
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Banten
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang studi:Tauhid, Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) Asy'ariyah, ilmu kalam, ushuluddin.

Daftar Isi  

  1. Nadzom Ke-24 dan Ke-25: Iman pada Kitab Suci
  2. Nadzom Ke-26: Iman pada Suhuf
  3. Kembali ke Terjemah Nurud Dholam 

17.    NADZOM KEDUA PULUH EMPAT DAN KEDUA PULUH LIMA

 أَرْبَـعَـةٌ مِنْ كُتُبٍ تَـفْصِيْلُهَا * تَوْارَةُ مُوْسَى بِالْهُدَى تَـنْـزِيْلُهَا

[24] Kitab yang berjumlah 4 (empat) tetap termasuk dari Kitab-kitab [Allah]. Rincian mereka adalah Taurat Musa yang diturunkan membawa petunjuk,

زَبُـوْرُ دَاوُدَ وَاِنْجِـيْـلُ عَلَى * عِيْـسَى وَفُـرْقَانُ عَلَى خَيْرِ الْمَلاَ


[25] dan Zabur Daud, Injil Isa, dan Furqon    [al-Quran]    Muhammad, makhluk yang terbaik.
 
a.    Mengimani Kitab-Kitab Allah

Maksudnya adalah bahwa wajib bagi setiap mukallaf meyakini 4 (empat) kitab secara rinci dengan mengetahui nama-namanya,  yaitu Kitab Taurat untuk Nabi Musa, Kitab Zabur untuk Nabi Daud, Kitab Injil untuk Nabi Isa, dan al-Quran untuk pemimpin makhluk, yaitu Muhammad sholawatullah wa salaamuhu ‘alaihim ajma’iin. Adapun kitab-kitab selain 4 tersebut maka kita hanya wajib meyakini secara ijmal atau global dengan cara meyakini bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab dari langit secara ijmal.
Telah masyhur bahwasanya seluruh kitab-kitab itu ada 104, ada yang mengatakan 114. Syeh Suhaimi mengatakan bahwa menurut pendapat yang ashoh adalah tidak perlu membatasi kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah dengan hitungan tertentu. Oleh karena itu tidak perlu mengatakan kalau kitab-kitab-Nya yang diturunkan ada 104 saja karena ketika kamu meneliti riwayat-riwayat yang ada maka kamu akan menemui kitab-kitab yang diturunkan itu lebih dari 184.

b.    Sebagian Isi Kitab Taurat
 
[FAEDAH] Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih bahwa ia berkata, “Saya  menemukan  di  dalam  Taurat  4 satar tulisan. Pertama adalah barang siapa membaca Kitab Allah, kemudian ia menyangka kalau Allah tidak akan pernah mengampuninya maka ia termasuk orang-orang yang menghina Ayat-ayat Allah. Kedua adalah barang siapa merendahkan diri atau tawaduk kepada orang kaya karena kekayaannya maka hilanglah 2/3 agamanya. Ketiga adalah barang siapa bersedih hati atas apa yang telah ia lewatkan maka ia sungguh telah marah dengan Qodho Tuhannya. Keempat adalah barang siapa mengeluhkan suatu musibah maka ia sungguh telah mengeluhkan Tuhannya.”
Disebutkan juga dalam Taurat, “Hai anak Adam! Janganlah kalian takut dengan raja selama masih ada kerajaan-Ku yang akan  tetap selamanya. Hai anak cucu Adam! Aku telah menciptakanmu agar beribadah kepada-Ku. Oleh karena itu jangan main-main! Hai anak Adam! Jangan takut terlewatnya rizki selama gedung- gedung-Ku masih dipenuhi rizki dan gedung-gedung-Ku tidak akan sirna selamanya. Hai anak Adam! Aku telah menciptakan langit-langit dan bumi dan Aku tidak gelisah dengan menciptakan mereka. Lantas apakah satu roti yang Aku berikan kepadamu setiap waktu akan  melemahkan-Ku? Hai anak Adam! Sebagaimana Aku tidak menuntutmu untuk beramal besok maka janganlah kamu menuntut-Ku dengan rizki besok! Hai anak Adam! Wajib bagimu kefardhuan dan wajib bagi-Ku memberikan rizki kepadamu. Apabila kamu mendurhakai-Ku dalam kefardhuan-Ku maka Aku tidak akan mendurhakaimu dalam memberikan rizki kepadamu. Hai anak Adam! Apabila kamu meridhoi apa yang telah Aku bagikan kepadamu maka Aku menyejahterakan hatimu dan tubuhmu. Dan apabila kamu tidak meridhoi apa yang telah aku bagikan kepadamu maka Aku akan menguasakan dunia atasmu sampai kamu akan berlari di dunia sebagaimana binatang liar berlari di daratan, maksudnya di tempat yang luas. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku! Tidak ada sesuatu yang kamu peroleh dari dunia kecuali apa yang telah Aku bagikan kepadamu. Dan kamu di sisi-Ku  adalah orang yang terhina.”
Perkataan   ‘ﯾﻨﻔﺬ’   adalah   dengan fathah pada huruf faa dan dengan daal yang   tidak   bertitik.   Artinya   adalah sirna atau terputus.

Perkataan ‘أﻋﻰ ﻟﻢ’ adalah fi’il mudhori dari fi’il madhi ‘ﻋﯿﻰ’ dengan kasroh pada ain  fi’il  dari  bab  ‘ﺗﻌﺐ’.  Artinya  adalah )ﻗﻮﻟﻪ وﱂ أﻋﻰ(
 
Aku tidak risau. Perkataan  ‘أﯾﻌﯿﯿﻨﻰ’ adalah dengan dhomah pada huruf mudhoroah dari masdar ‘اﻟﺮﯾﺎﻋﻰ اﻋﯿﺎر’. Artinya apakah melemahkanku?

c.    Al-Quran    adalah    Kitab    Yang Paling Lengkap

Diriwayatkan dari Hasan Bashri bahwa Allah telah menurunkan 104 Kitab dan menitipkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam kitab-kitab tersebut ke  dalam  4  Kitab,  yaitu  Taurat,  Injil, Zabur, dan al-Quran. Kemudian Dia menitipkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam Taurat, Injil, dan Zabur ke dalam al-Quran disertai dengan tambahan- tambahan yang tidak terhitung.
Imam Syafii radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seluruh apa yang dikatakan oleh umat adalah penjelasan pada Sunah. Dan seluruh Sunah adalah penjelasan pada al-Quran.” Ia juga berkata, “Seluruh hukum yang dibawa oleh Rasulullah adalah hukum-hukum yang beliau pahami dari al-Quran.”
Sebagian ulama berkata, “Tidak ada yang mengetahui seluruh kandungan al-Quran kecuali Allah, kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, kecuali apa yang hanya Allah sendiri ketahui, maka Rasulullah tidak    mengetahuinya.    Kemudian Rasulullah mewariskan sebagian besar ilmu dari al-Quran kepada para pembesar sahabat disertai perbedaan- perbedaan pemahaman  mereka, seperti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, karena ia adalah orang yang paling alim (tahu) dari kalangan para sahabat, dan seperti Ali karromallahu wajhahu, karena   sabda   Rasulullah   shollallahu ‘alaihi wa sallama, ‘Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintu kota ilmu,’ oleh karena hadis ini, Ibnu Abbas berkata, ‘Semua keterangan tafsir al- Quran yang telah aku jelaskan kepada kalian adalah berasal dari Ali.’”

 
Sebagian ulama berkata, “Ilmu- ilmu al-Quran ada 77. 450 ilmu sama seperti jumlah kalimah-kalimah (kata) al-Quran dimana kalimah-kalimah tersebut terbagi menjadi 4 (empat) karena masing-masing kalimah mengandung dhohir, batin, haad, dan matlak. Pengertian dhohir kalimah adalah   makna-makna   kalimah   yang diketahui oleh ahli ilmu dhohir. Pengetian batin kalimah adalah rahasia-rahasia yang berasal  dari kalimah yang ditemukan oleh para ahli ilmu hakikat. Pengertian haad kalimah adalah hukum-hukum tentang halal dan haram. Dan pengertian matlak kalimah adalah [kalimah yang kandungan arti] memperlihatkan janji- janji [Allah] dan ancaman-ancaman[- Nya].”
 
Sebagian ulama berkata, “Dasar- dasar ilmu ada 3 (tiga), yaitu tauhid, wa’dz (nasehat), dan hukum. Oleh karena pembagian ini, maka Surat al- Fatihah disebut dengan nama Ummu al- Quran karena mengandung tiga ilmu tersebut. Adapun Surat al-Ikhlas disebut sebagai 2/3 al-Quran karena hanya mengandung ilmu tauhid.”

d.    I’rob Nadzom

[TANBIH]    Perkataan    Syeh Ahmad Marzuki ‘أرﺑﻌﺔ’ adalah mubtadak pertama. Perkataannya ‘ﻛﺘﺐ ﻣﻦ’ adalah berhubungan dengan lafadz yang terbuang yang menjadi sifat bagi lafadz ‘أرﺑﻌﺔ’.    Perkataannya    ‘ﺗﻔﺼﯿﻠﮭﺎ’    adalah mubtadak  kedua.  Perkataannya  ‘ﺗﻮراة’ adalah    khobar    kedua.    Jumlahnya menjadi khobar pertama yang sekaligus menjadi mudhof. Lafadz ‘ﻣﻮﺳﻰ’ adalah mudhof ilaih. Perkataannya ‘ﺑﺎﻟﮭﺪى’ adalah berhubungan dengan lafadz yang terbuang yang menjadi khobar muqoddam.    Lafadz    ‘ﺗﻨﺰﯾﻠﮭﺎ’    menjadi mubtadak muakhor. Perkataannya ‘زﺑﻮر’ adalah maktuf pada lafadz ‘ﺗﻮراة’ dengan membuang huruf atofnya. Lafadz ‘ﺗﻮراة’ adalah mudhof dan lafadz ‘داود’ adalah mufhof ilaih. Begitu juga menjadi maktuf pada lafadz ‘ﺗﻮراة’ dengan membuang  huruf  atof  adalah  lafadz ‘إﻧﺠﯿﻞ’ dan ‘ﻓﺮﻗﺎن’. Perkataannya ‘اﻟﻤﻼ’ berarti orang yang paling mulia di antara kaum. Yang dimaksud dengan ‘kaum’ disini adalah para  nabi dan rasul. Mereka disebut dengan ‘اﻟﻤﻼ’ karena    mereka    mendiktekan pengetahuan yang mereka miliki. Perkataannya ini berarti bahwa Rasulullah, Muhammad, shollallahu ‘alaihi wa sallama adalah sebaik- baiknya nabi dan rasul. Dengan demikian beliau lebih utama daripada selain mereka.

Kata ‘اﻟﺘﻮراة’ diambil dari kalam ‘اﻟﺰﻧﺪ ورى’ yang berarti api kayu balok itu menyala karena Taurat adalah cahaya dan sinar. Allah berfirman, “Sesungguhnya    Kami    telah menurunkan Taurat yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya ...” (QS. Al-Maidah: 44) Kata ‘اﻟﺰﻧﺪ’ berarti sesuatu [kayu] yang  menjadi bahan menyalakan api.
Kata    ‘اﻹﻧﺠﯿﻞ’    adalah    dengan
kasroh atau fathah pada huruf hamzah,
  seperti yang tertulis dalam  Qomus. Ia berasal dari kata ‘’ yang berarti ingin mengeluarkan inti sari dari sesuatu. Kitab Isa ini disebut dengan ‘إﻧﺠﯿﻞ’ karena Kitabnya mengekstrak inti sari cahaya Taurat. Termasuk ungkapan yang menggunakan arti ini adalah ungkapan ‘أﺑﯿﮫ ﻧﺠﻞ ﻟﻠﻮﻟﺪ’ yang berarti anak itu menyendiri dari ayahnya.
 
18.    NADZOM KEDUA PULUH ENAM

وَصُحُـفُ الْخَـلِيْلِ وَالْكَلِيْمِ * فِيْهَـا كَلاَمُ الْـحَـكَمِ الْعَلِـيْمِ

[26] Suhuf (lembaran-lembaran) Nabi Ibrahim dan Nabi Musa mengandung ** Firman Allah al- Hakam al-Alim

a.    Mengimani Suhuf-Suhuf
 
Diwajibkan bagi setiap mukallaf untuk meyakini bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan suhuf (lembaran-lembaran) kepada Nabi Ibrahim dan menurunkan suhuf kepada Nabi Isa sebelum Taurat. Tidak wajib mengetahui jumlah suhuf itu secara rinci tetapi hanya diwajibkan meyakininya secara ijmal atau global karena tidak ada keterangan dalam al- Quran yang menjelaskan tentang ketentuan jumlahnya, berbeda dengan Kitab 4 (empat) yang telah disebutkan sebelumnya maka mereka ditentukan jumlahnya [empat] dengan keterangan al-Quran. Oleh karena itu wajib mengetahui 4 (empat) tersebut secara rinci atau tafsil.
Syeh Muhammad Basudan al- Khadromi mengatakan nadzom yang berbahar rojaz;

Segala sesuatu yang disampaikan al- Quran telah hadir ** secara tafsil dan ijmal. Maka wajib diyakini.

Perkataan Basudan ‘ورد’ adalah dengan binak faa’il, artinya adalah hadir secara majas. Perkataannya ‘ﻓﻠﯿﻌﺘﻘﺪ’ adalah dengan binak majhul.
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘وﺻﺤﻒ’ adalah dengan dhommah pada huruf shood dan chaa, yaitu lafadz bentuk jamak dari mufrod ‘ﺻﺤﯿﻔﺔ’. Yang dimaksud dengan ‘اﻟﺨﻠﯿﻞ’ adalah Nabi Ibrahim dan dengan ‘اﻟﻜﻠﯿﻢ’ adalah Nabi Musa. Lafadz ‘اﻟﺤﻜﻢ’ adalah dengan fathah pada huruf chaa dan kaaf. Syeh Suyuti berkata bahwa arti ‘اﻟﺤﻜﻢ’ adalah bahwa Allah adalah Dzat yang mengukuhkan       pengaturan       dalam meletakkan asbab yang menjadi faktor berlakuknya taqdir-taqdir. Pengertian ‘اﻟﻌﻠﯿﻢ’ adalah Dzat yang ilmu-Nya tidak dapat diambil faedah dan maklumatnya tidak dapat ditembus.”

b.    Sebagian Isi Suhuf-Suhuf

[FAEDAH] Diriwayatkan dari hadis Abu Dzar bahwa ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah! Apa kandungan-kandungan suhuf Ibrahim?’ Rasulullah menjawab, ‘Semua suhufnya adalah kalam-kalam perumpamaan. Di antaranya  adalah; Hai raja yang telah dikuasai nafsu dan yang tertipu! Sesungguhnya Aku [Allah] tidaklah    mengutusmu        untuk mengumpulkan    dunia,    sebagian [dikumpulkan] dengan sebagian yang lain, tetapi Aku mengutusmu agar kamu bisa mencegah doa-doa orang yang teraniaya dari-Ku karena sesungguhnya Aku tidak akan menolak doa-doanya meskipun keluar dari mulut orang kafir. Di antaranya lagi adalah; Wajib bagi orang yang berakal memiliki sedikit waktu untuk digunakan bermunajat kepada Tuhannya Yang Maha Mulia dan Agung, dan memiliki sedikit waktu untuk menginstrospeksi dirinya  sendiri, dan memiliki sedikit waktu untuk bertafakkur (memikirkan) kekuasaan- kekuasaan Allah, dan memiliki sedikit waktu untuk digunakan memenuhi hajat, seperti makan dan minum. Di antaranya lagi adalah; Wajib bagi orang yang berakal untuk tidak terlalu berpikir kecuali dalam tiga hal, yaitu mencari bekal untuk akhirat, memenuhi kebutuhan hidup, dan kesenangan dalam hal yang bukan diharamkan.  Diantaranya  lagi  adalah;
Wajib bagi  orang  yang berakal untuk mengawasi betul masa  hidupnya, menghadapi kenyataan, dan menjaga lisan. Barang siapa menghitung ucapannya daripada amalnya maka ucapannya itu akan sedikit kecuali dalam ucapan yang bermanfaat.

Lafadz    ‘ﯾﻌﻨﯿﮫ’    adalah    dengan fathah  huruf  yaa  yang  masuk  dalam
 
Bab lafadz ‘رﻣﻰ’ dalam tasrifan, maksud artinya adalah sesuatu yang berhubungan dengan kemanfaatan bagi diri seseorang, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathu al- Mubin. Dalam redaksi lain disebutkan dengan pernyataan ‘ﻛﻼﻣﮫ ﺣﺴﺐ ﻣﻦ’ sebagai ganti dari pernyataan ‘ ﻋﺪ ﻣﻦ ﻛﻼﻣﮫ’. Arti dari masing-masing redaksi adalah sama karena lafadz ‘ﺣﺴﺐ’ ketika termasuk dari Bab ‘ﯾﻨﺼﺮ ﻧﺼﺮ’ maka memiliki arti ‘ﻋﺪ’ yang berarti menghitung. Dan bentuk masdarnya adalah ‘ﺣﺴﺒﺔ’ dengan kasroh pada huruf chaa dan ‘ﺣﺴﺒﺎﻧﺎ’ dengan dhomah pada huruf chaa. Lafadz ‘ﺣﺴﺐ’ adalah fi’il yang muta’adi pada satu maf’ul. Adapun lafadz ‘ﺣﺴﺐ’ yang berarti ‘ظﻦ’ atau menyangka maka termasuk dari Bab ‘ﺗﻌﺐ’ dengan kasroh pada ain fi’il pada fi’il madhi dan fathah pada fi’il mudhorik menurut bahasa seluruh orang Arab, kecuali bani Kananah karena mereka mengkasroh ain fi’il pada bentuk fi’il mudhoriknya dan mengkasrohkannya juga pada bentuk fi’il madhi. Bacaan Bani Kananah ini tidak sesuatu dengan aturan qiyas. Lafadz ‘ﺣﺴﺐ’ memiliki bentuk masdar ‘ﺣﺴﺒﺎﻧﺎ’ dengan kasroh pada huruf chaa dan muta’adi  pada dua maf’ul  karena termasuk af’aalul quluub.

Perkataan Rasulullah ‘ﺳﺎﻋﺔ’ atau waktu berarti bahwa orang yang berakal  mengistrospeksi  dirinya  pada waktu tersebut, maksudnya ia menginstrospeksi diri di setiap pagi atas amal yang telah orang yang berakal lakukan di malam harinya, dan di setiap sore atas semua amal yang telah ia lakukan si siang harinya. Maka amal yang ia temukan sebagai kebaikan maka ia memuji Allah dan amal yang ia temukan termasuk keburukan maka ia meminta ampunan kepada Allah. Yang lebih mendekatkan pada keselamatan diri daripada introspeksi diri di atas adalah bahwa orang yang berakal menginstrospeksi diri sebelum ia melakukan perbuatan agar ia tidak melakukannya kecuali setelah mengetahui hukum Allah yang berkaitan dengan  perbuatan tersebut. Apabila perbuatan itu diketahui sebagai hal kebaikan maka ia melakukannya dan apabila diketahui sebagai hal keburukan maka ia menjauhinya agar tidak membuat lelah atau payah para malaikat, karena orang yang menginstrospeksi diri di dunia maka siksa di akhirat akan ringan. Di dalam hadis disebutkan, “Instrospeksi dirilah kalian sebelum kalian diintrospeksi (dihisab).” Demikian disebutkan oleh Syeh al-Bajuri. Syeh Syarqowi berkata, “Sebagian ulama mencatat gerakan-gerakannya di siang harinya dalam sebuah buku. Kemudian ketika masuk waktu sore maka ia meletakkan buku catatan tersebut di bagian antara kedua matanya dan mengintrospeksi diri atas semua yang tertulis dalam buku catatannya tersebut. Ada juga ulama yang menginstrospeksi dirinya atas segala sesuatu yang terlintas di hatinya di siang hari dan malam hari.” Perkataan Rasulullah ‘ﻣﺮﻣﺔ’ adalah dengan tiga fathah  dann  tasydid  pada  huruf  mim.
 
Artinya    adalah    membaguskan    atau membuat baik.
Abu Dzar juga berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah! Apa kandungan-kandungan suhuf Musa’ Rasulullah menjawab, ‘Seluruh kandungan-kandungan suhuf Musa adalah nasehat-nasehat. Di antaranya adalah; Aku [Allah] heran dengan orang-orang yang meyakini adanya neraka, bagaimana bisa mereka malah bersenang-senang. Aku heran dengan orang-orang yang meyakini adanya neraka, bagaimana bisa mereka malah tertawa terbahak-bahak. Aku heran dengan orang-orang yang melihat dunia padahal dunia akan mengkhianati ahli dunia, bagaimana bisa   mereka   malah   merasa   tenang-tenang saja. Aku heran dengan orang- orang   yang   meyakini   akan   taqdir, bagaimana bisa mereka malah merasa payah (mengeluh putus asa) [Satu riwayat menyebutkan pernyataan; bagaimana bisa mereka malah merasa marah dengan takdir]. Aku heran dengan orang-orang yang meyakini adanya penghitungan amal tetapi kemudian mereka tidak beramal.’”[]

LihatTutupKomentar