Isra' dan Mi'raj menurut Akidah Ahlussunnah

Isra' dan Mi'raj menurut Akidah Ahlussunnah diwajibkan bagi setiap mukallaf meyakini bahwa Allah telah memuliakan Nabi-Nya shollallahu ‘alaihi wa sal

Isra' dan Mi'raj menurut Akidah Ahlussunnah

 Nama kitab: Terjemah Nuruzh Zhalam Syarah Aqidatul Awam, Nurudz Dholam, Nur al-Zholam
Nama kitab asal: Nur adz-Dzolam Syarah Aqidatul Awam (نور الظلام شرح منظومة عقيدة العوام)
Ejaan lain:  Noor -ul-Zalaam, Nuuruzh Zhalaam, Nur adz-Dzolam, Nuruzh Zholam, Nuruzh Zhalam, Nurud Dhalam
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Banten
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang studi:Tauhid, Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) Asy'ariyah, ilmu kalam, ushuluddin.

Daftar Isi 

  1. Nadzom Ke-46, 47, 48: Isra' dan Mi'raj 
  2. Nadzom Ke-49: Rasulullah    Menyampaikan Peristiwa Isrok Mikroj
  3. Nadzom Ke-50: Abu Bakar adalah Orang Yang Pertama Kali Membenarkan berita Isrok dan Mikroj (Isra' dan Mi'raj)
  4. Nadzom Ke-51: Kitab Aqidatul Awam
  5. Nadzom Ke-52: Nama Pengarang Kitab Aqidatul Awam
  6. Nadzom Ke-53 dan 54: Alasan Menutup dengan Hamdalah
  7. Nadzom Ke-55: Tingkatan Ikhlas
  8. Nadzom Ke-56: Latar Belakang Penanggalan Hijriah
  9. Nadzom Ke-57: Perihal dalam Agama
  10. Penutup
  11. Kembali ke Terjemah Nurud Dholam 

30.    NADZOM  KEEMPAT  PULUH  ENAM,  KEEMPAT  PULUH  TUJUH,  DAN KEEMPAT PULUH DELAPAN

 وَقَبْـلَ هِجْـرَةِ النَّـبِيِّ اْلإِسْرَا * مِـنْ مَـكَّةَ لَيْلاً لِقُدْسٍ يُدْرَى

[46] Sebelum melakukan hijrah, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama mengalami isrok ...
... dari Mekah menuju Baitul Muqoddas yang terkenal.
 

 وَبَعْدَ إِسْـرَاءٍ عُرُوْجٌ لِلسَّـمَا * حَتَّى رَأَى النَّـبِيُّ رَبًّـا كَـلَّمَا

[47] Setelah isrok, beliau mengalami mikroj ke langit ... hingga beliau melihati Allah yang mengkhitobinya ...

مِنْ غَيْرِكَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْـتَرَضْ * عَلَيْهِ خَمْسًا بَعْدَ خَمْسِيْنَ فَرَضْ

[48]  ...  tanpa  kaifiah  dan  meliputi dan yang mewajibkan ...  kepadanya  5  sholat  setelah  50 sholat.

a.    Meyakini Peristiwa Isrok dan Mikroj

Maksud nadzom di atas adalah bahwa diwajibkan bagi setiap mukallaf meyakini bahwa Allah telah  memuliakan Nabi-Nya shollallahu ‘alaihi wa sallama dengan isrok dan mi’roj pada malam hari selama 4 jam, atau 3 jam, atau lebih sedikit dari itu. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama pulang dari isrok dan mi’roj dengan keadaan Khotijah belum berpindah posisi dari tidur miringnya. Dalam riwayat lain disebutkan, “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama pulang dari isrok dan mi’roj tempat yang sebelumnya  beliau tempati dingin.”

Isrok   dan   mi’roj   terjadi   pada malam Senin, atau Jumat, atau Sabtu, menurut beberapa pendapat ulama. Ia terjadi pada bulan Ramadhan, atau Syawal, atau Rojab, atau Dzulhijah, atau Robiul Awal, atau Roibul  Tsani, menurut beberapa pendapat ulama. Ia terjadi setelah Rasulullah diutus sebagai rasul  selisih 5 tahun, atau 10 tahun, atau 11 tahun, atau 12 tahun, menurut beberapa pendapat ulama. Akan tetapi pendapat yang masyhur adalah bahwa isrok dan mikroj terjadi pada malam Senin tanggal 27 bulan Rojab sebelum melakukan hijrah ke Madinah kurang 1 tahun. Peristiwa perjalanan isrok terjadi dari Mekah ke Baitul Muqoddas dengan mengendarai Burok dengan Malaikat Jibril berada di sebelah kanan Rasulullah dan Malaikat Mikail berada di sebelah kiri beliau, seperti yang dikatakan oleh Zainul Abidin al-Barzanji dengan nadzom berbahar towil:

Tuhanku telah memperjalankanku di malam hari ** ke Masjidil Aqsho untuk melihat-Nya
Yang Maha Bijaksana,

Seperti perjalanan purnama di malam gelap. Sesungguhnya telah melakukan perjalanan ** Jibril dan Mikail bersama Rasulullah.

Maskudnya  adalah  bahwa  Allah  telahmengisrokkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dari hijr (tembok rendah yang menyambung dengan Ka’bah: Syeh Ahmad ad-Dardiri) atau dari samping tembok Ka’bah pada malam hari ke Masjidil Aqsho untuk melihat Dzat  Allah Subhanahu wa ta’aala seperti perjalanan  bulan purnama di malam yang gelap. Arti lafadz ‘اﻟﺤﻨﺎن’ adalah ‘اﻟﺤﻠﯿﻢ’ yang berarti Maha  Bijaksana  atau  Dzat  yang  tidak menerima hamba yang  menjauh dari-Nya. Perkataan Syeh Zainal Abidin ‘ ﻛﻤﺎ اﻟﺒﺪر’ adalah susunan jer majrur. Huruf ‘ﻣﺎ’ adalah huruf tambahan.

Ketahuilah! Sesungguhnya Buroq adalah binatang berkaki empat. Ia tidak berjenis kelamin jantan atau betina. Ukurannya adalah lebih pendek daripada bighol dan lebih tinggi daripada himar. Ketika ia berjalan maka kedua kakinya [bagian depan] akan berpijak di tanah sejauh matanya melihat tanah tersebut. Kemudian baru salah   satu   kedua   kaki   belakangnya akan memijak pada tanah yang dipijak kedua kaki depannya atau salah satu kaki belakangnya itu ketika memijak lebih maju daripada  kedua  kaki depannya. Burok adalah lebih kuat daripada burung dan ia selalu mengibas-ngibaskan kedua telinganya karena saking kuatnya. Ketika ia naik ke atas gunung maka kedua kakinya menjadi panjang dan ketika ia menuruni jurang yang dalam maka kedua kaki depannya akan memanjang sedikit demi sedikit. Keadaan cara berjalan burok ini  adalah kekhususan bagi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Dengan demikian keadaan atau cara berjalan burok tersebut tidak dialami oleh nabi lain yang mengendarainya.

Binatang ini disebut dengan ‘burok’ yang berasal dari kata ‘اﻟﺒﺮق’ karena kencang berjalannya, atau yang berasal dari ‘اﻟﺒﺮﯾﻖ’ yang berarti putih dimana warna putih adalah warna yang paling utama karena putih-putih tubuh borok bercampur dengan hitam-hitam. Allah mengutus burok untuk dinaiki Rasulullah dari surga karena tujuan memuliakan dan mengagungkan karena pada umumnya ketika ada seorang raja yang lebih mulia mengundang orang yang istimewa maka raja itu akan menjemputnya dengan kendaraan yang mewah. Setelah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama telah sampai di Masjidil Aqsho maka burok diikat dengan tali yang diikatkan pada batu besar yang pernah diduduki oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk menunggu nantinya ketika Rasulullah pulang kembali ke Mekah setelah mikrojnya ke langit. Demikian ini adalah pendapat yang masyhur menurut para ulama yang mengetahui    keadaan-keadaan Rasulullah shollallahu ‘alaihi  wa sallama dan mikroj.
Dalil yang menunjukkan peristiwa mikroj (naiknya Rasulullah ke langit dan seterusnya) adalah riwayat Bukhori, “Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama menaiki Burok.    Kemudian    Rasulullah mengalami mikroj atau naik ke atas dari batu besar sampai tempat  yang Allah kehendaki        setelah        Jibril mengumandangkan azan dan iqomat dan   setelah   Rasulullah   sholat    dua rakaat sebagai imam bersama seluruh para nabi dan rasul di Baitil Muqoddas, seperti yang dikatakan oleh Zainal Abidin al-Barzanji dalam nadzom berbahar towil:

Dan ketika Rasulullah telah sampai di Baitul Muqoddas maka ** seluruh para rasul, para nabi, dan semua yang memiliki ruh dikumpulkan karenanya.
Jibril mengajak maju dan Rasulullah sholat bersama mereka ** sebagai imam. Mereka adalah makhluk yang paling yakin dengan kebenaran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian isrok adalah    perjalanan    Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho dan pengertian mikroj atau ‘uruj adalah naiknya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama ke langit-langit hingga melewatinya dan naik ke ‘Arsy dan tidak melewatinya. Isrok dan mikroj dialami oleh Rasulullah dengan jasad dan ruh beliau dengan keadaan sadar, tidak tidur, satu kali dan dalam satu malam, menurut jumhur ulama Hadis, Fiqih, dan Kalam, serta didasarkan pada dalil-dalil yang jelas. Ada yang mengatakan bahwa isrok dan mikroj terjadi sekali pada Rasulullah dengan keadaan tidur dan sekali  dalam keadaan sadar.

Ada yang mengatakan bahwa isrok terjadi pada  malam hari sedangkan mikroj pada malam hari lain. Ada   yang   mengatakan   bahwa   isrok terjadi pada Rasulullah dengan keadaan tidur dan mikroj terjadi dalam keadaan sadar. Ada yang  mengatakan bahwa perbedaan pendapat yang ada adalah tentang perihal apakah Rasulullah dalam keadaan sadar atau tidur ketika mi’roj. Ada yang mengatakan pula bahwa Rasulullah mengalam isrok sebanyak dua kali dalam keadaan sadar dan isrok yang pertama adalah tanpa mikroj dan isrok kedua adalah dengan mikroj.

Peristiwa isrok telah ditetapkan dengan al-Quran, Sunah, dan Ijmak ulama sehingga barang siapa mengingkarinya maka ia telah kufur. Sedangkan peristiwa mikroj telah ditetapkan dengan hadis-hadis yang masyhur sehingga barang siapa mengingkarinya maka ia tidak kufur tetapi ia fasik. Demikian ini dikatakan oleh Syeh Bajuri.
  
b.    Kisah Singkat Isra' dan Mi'raj

Mula-mula Rasulullah shollallahu ‘alaihi    wa    sallama    didatangi    oleh Malaikat Jibril, Mikail, dan  satu malaikat yang tidak diketahui namanya. Ada yang mengatakan bahwa malaikat itu adalah Malaikat Ismail, penjaga langit dunia. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Malaikat Isrofil. Rasulullah ditemui mereka saat beliau di dekat tembok Ka’bah, atau di sya’ab Abi Tholib, atau di rumah Ummu Hanik, menurut    beberapa    riwayat.    Dari banyak riwayat tersebut dapat digabungkan bahwa Mereka menemui Rasulullah saat beliau di rumah milik Ummu Hanik yang dekat dengan sya’ab Abu Tholib. Rumah Ummu Hanik disandarkan kepada Rasulullah adalah karena  saat itu  beliau  menempatinya.

Kemudian Malaikat mengeluarkan Rasulullah dari rumah tersebut dan membawanya ke Masjidil Haram. Kemudian Malaikat menidur miringkan beliau di dekat tembok Ka’bah karena masih ada  rasa  kantuk  yang beliau rasakan. Setelah beliau sadar penuh, Malaikat memegangnya    dan mengeluarkannya dari masjid. Kemudian beliau di belah dadanya dan dibasuh bersihkan hatinya. Kemudian beliau dinaikkan di atas burok  dan berjalan hingga sampai di Baitul Muqoddas. Banyak peristiwa-peristiwa yang ajaib dan aneh di tengah-tengah perjalanan.

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Jibril naik burok bersama Rasulullah. Kemudian mereka melewati Madinah. Mereka berhenti dan Rasulullah diperintahkan untuk turun dan melakukan sholat [dua rakaat]. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan lagi hingga melewati Madyan dan Rasulullah diperintahkan lagi untuk turun dan sholat disana. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan lagi hingga melewati tanah Baitul Lahm, yaitu wilayah dimana Nabi Isa dilahirkan dan Rasulullah diperintahkan untuk turun dan sholat disana. Ketika Rasulullah telah sampai di Baitul Muqoddas maka beliau masuk ke dalam masjid lewat pintu syarofi. Kemudian Rasulullah dan juga Jibril melakukan sholat tahiyyatul masjid dua rakaat. Selesai sholat, tidak lama kemudian Rasulullah melihat masjid penuh dengan para manusia yang terdiri dari golongan para nabi, rasul, malaikat, manusia, jin. Para nabi dan rasul hadir dengan keadaan berbentuk jasad dan berbentuk ruh karena ruh mereka  adalah  hidup  saat  dikuburan, 
juga berpuasa, sholat, berhaji. [Sebagian ulama mengatakan bahwa ruh-ruh para nabi dan rasul juga menikah.] Dikumpulkannya mereka semua merupakan satu bentuk kemuliaan untuk Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Rasulullah pun mengetahui para nabi yang tengah berdiri, rukuk, dan sujud. Setelah itu, Jibril adzan dan iqomat. Ketika mereka semua mendengar maka mereka pun berdiri dengan membentuk shof sambil menunggu  siapa  yang  akan mengimami.    Kemudian    Jibril memegang tangan Rasulullah dan mengajaknya maju ke tempat imaman (mihrob). Kemudian Rasulullah melaksanakan sholat dua rakaat mengimami mereka. Para rasul terdiri dari 3 shof. Para nabi terdiri dari 4 shof. Para malaikat, manusia, dan jin terdiri dari banyak shof yang tidak terhitung. Allah meluaskan Masjidil Aqsho sebagai bentuk memuliakan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Masjidil Aqsho sangat luas hingga biasanya satu shof saja tidak penuh, baik saat sholat Jumat, Id, dan lainnya karena Masjid tersebut adalah yang paling besar.

Ada yang mengatakan bahwa para rasul dan nabi hadir dalam bentuk ruh- ruh mereka saja. Kemudian ruh-ruh mereka menjelma menjadi jasad-jasad mereka. 

Ada yang mengatakan bahwa hijab telah dihilangkan oleh Allah dari Rasulullah dan para rasul dan nabi di dalam kuburan mereka sehingga Rasulullah sholat bersama mereka di masjid sedangkan mereka sendiri tetap berada di kuburan.

Setelah selesai mengimami mereka maka Jibril menegakkan tangga yang akan dapat dilihat oleh setiap makhluk yang ruhnya akan keluar. Tangga tersebut ditegakkan dan para ruh mukminin dari anak cucu Adam menaikinya.    Tangga    tersebut dikhususkan untuk Rasulullah dan untuk para ruh mukminin pada umumnya karena untuk tujuan memuliakan dan mengagungkan meskipun sebenarnya memungkinkan bagi Rasulullah naik tanpa melewati tangga tersebut. Puncak tangga mencapi atas langit-langit dan dasarnya di atas batu besar karena batu besar itu adalah benda yang paling istimewa di Masjidil Aqsho. Batu besar itu berasal dari surga. Semua makhluk tidak melihat satu pun yang lebih tampan daripada Rasulullah.

Apabila ada tangga yang memiliki tingkatan-tingkatan (Jawa; Undak- undakan) yang banyak maka disebut dengan istilah mikroj. Tingkatan- tingkatan tangga itu berbeda-beda jenisnya karena ada tingkatan yang terbuat dari emas, lalu tingkatan atasnya terbuat dari perak, dan seterusnya. Salah satu sisi tangga tersebut (Jawa: Cagak) terbuat dari intan yaqut merah sedangkan sisi yang satunya terbuat dari intan zamrud hijau. Tangga itu berasal dari surga Firdaus dan dihiasi dengan intan luk-luk dan lainnya, yaitu perhiasan- perhiasan surga.

Rasulullah naik atau mikroj ke langit dengan dikawal dua malaikat yang masing-masing berada  di  sebelah kanan dan kirinya untuk tujuan memuliakan dan mengagungkan tamu Allah Yang Maha Merajai dan Agung. Setiap tingkatan tangga memiliki ketinggian sejauh perjalanan  500 tahun, yaitu sekitar ukuran jarak antara langit dan bumi. Jumlah tingkatan tangga yang akan Rasulullah naiki adalah 10 tingkatan sehingga nantinya beliau akan naik sebanyak 10 kali.

Kemudian Rasulullah dan Jibril menaiki tangga pertama hingga sampai di langit dunia. Lalu pintu langit dunia terbuka. Di langit dunia pertama ini, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Nabi Adam, sungai Nil, dan sungai Faroot.

Kemudian Rasulullah dan Jibril menaiki tangga kedua hingga sampai  di  langit kedua. Lalu pintu langit terbuka. Di langit kedua ini, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Nabi Yahya dan Isa. Hikmah mengapa ada dua Nabi di satu langit [langit kedua] padahal di langit-langit lain hanya satu nabi adalah agar langit tidak kosong dari satu nabi karena kelak Nabi Isa akan turun ke bumi di akhir zaman sehingga yang masih ada  di langit kedua  tersebut adalah Nabi Yahya.

Di langit ketiga, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Nabi Yusuf ‘alaihi as-salaam. 
Di langit keempat, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Nabi Idris.

Di langit kelima, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Nabi Harun.

Di langit keenam, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Nabi Musa.

Di langit ketujuh, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat  Nabi Ibrahim.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Nabi Idris berada di langit kedua. Nabi Harun berada di langit keempat. Nabi Ibrahim berada di langit keenam. Dan Nabi Musa berada di langit ketujuh. Dari dua riwayat, yaitu riwayat pertama dan yang terakhir ini adalah bahwa yang paling  shohih adalah riwayat yang pertama. Atau dua riwayat tersebut dapat digabungkan sehingga kesimpulannya adalah bahwa pertama Rasulullah naik dengan melihat para nabi berada di langit- langit [yang seperti riwayat pertama ATAU kedua], kemudian ketika beliau turun maka beliau melihat mereka berada di langit-langit yang berbeda [yang seperti riwayat pertama ATAU kedua].

Hikmah mengapa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama hanya melihat nabi-nabi tertentu yang telah disebutkan di atas adalah karena untuk memberikan isyarat atau petunjuk bahwa pengalaman yang Rasulullah alami dalam malam isrok dan mikroj adalah    seperti    masing-masing pengalaman yang mereka alami, seperti pengalaman keluarnya Rasulullah dari Mekah adalah sendirian dan akan kembali ke sana bersama bala tentara yang banyak sebagaimana pengalaman ini dialami juga oleh Nabi Adam, yaitu ia keluar dari surga dengan keadaan sendiri dan nanti akan kembali ke sana dengan bala tentara banyak yang tidak terhitung, dan seperti pengalaman Rasulullah dimusuhi oleh keluarganya di awal permulaan Islam sebagaimana pengalaman ini juga dialami Nabi Isa dan Yahya yang dimusuhi oleh kaum Yahudi, kemudian keluarga Rasulullah berbalik mencintai beliau sebagaimana kaum Yahudi berbalik mencintai Nabi Harun, dan seperti pengalaman Rasulullah menangani persoalan kaumnya sebagaimana pengalaman Nabi Musa yang juga menangani persoalan kaumnya, dan seperti pengalaman    Rasulullah    yang menguasai Mekah dan Ka’bah sebagaimana pengalaman ini juga dialami oleh Nabi Ibrahim.
Setelah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama [dan Jibril] melewati langit ketujuh maka dibukakan baginya sidrotul    muntaha    sehingga    beliau melihatnya. 

Menurut riwayat di atas, sidrotul muntaha berada di langit ketujuh. Ada yang mengatakan ia berada di langit keenam.

Rasulullah melihat sungai Nil, Farot, Saihan, dan Jaihan. Kemudian Rasulullah melewati sidrotul muntaha dan sampai ke mustawa. Disana beliau mendengar suara pena. Beliau mendengar suara gesekan pena dengan kedua telinganya tetapi tidak ada yang mengetahui kaifiah atau keadaan pena dan bagaimana cara ia menulis kecuali hanya Allah. Kemudian Jibril  berhenti dan tidak ikut mengantar Rasulullah. Kemudian Rasulullah masuk terliputi di dalam cahaya. Setelah itu beliau membuka 70.000 tabir cahaya yang masing-masing tabir itu berjarak sejauh perjalanan 500 tahun.

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa ketika Jibril berhenti dan tidak ikut mengantar, Rasulullah bertanya, “Mengapa kamu tidak mengantarkanku ke   tempat   itu   (sidrotul   muntaha)?
  
Apakah    kekasih    (Jibril)    akan meninggalkan        kekasihnya (Rasulullah)?” Jibril menjawab, “Sampai sinilah aku bisa mengantarmu. Andaikan aku melewati tempat itu maka cahayanya akan membakarku.” Rasulullah berkata, “Apakah kamu punya permintaan kepada Allah?” Jibril menjawab, “Mintalah kepada Allah agar mengizinkan    aku    untuk membentangkan sayapku di atas shirot demi umatmu agar mereka dapat melewatinya!” Kemudian ketika Rasulullah     shollallahu     ‘alaihi      wa sallama telah berada di maqom khitob (tingkatan Rasulullah berdialog dengan Allah) maka Allah bertanya kepadanya, “Apa yang dinginkan Jibril? Hai Muhammad!” Rasulullah menjawab, “Engkau adalah Dzat yang lebih tahu.” Allah berkata, “Sesungguhnya Aku telah mengabulkan   keinginan   Jibril,   orang yang kamu cintai, dan para sahabatmu.”

Setelah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama membuka tabir cahaya maka dibentangkan permadani hijau. Kemudian Rasulullah naik hingga sampai ke tempat yang berada di bawah Arsy. Di maqom ini, Rasulullah melihat Allah dengan bentuk melihat yang berhak dan patut bagi Allah Yang Maha Suci [dari menyamai para makhluk]. Rasulullah melihat Allah dengan kedua matanya yang telah diberi kekuatan oleh Allah.

Pendapat yang ashoh mengatakan bahwa Rasulullah melihat Allah dengan kedua mata kepalanya secara langsung. Pendapat ini diunggulkan  oleh para pembesar ulama.

Ada yang mengatakan bahwa Rasulullah melihat dengan kedua mata hatinya saja, maksudnya Allah telah menciptakan dua mata di dalam hati Rasulullah seperti dua mata yang ada dikepalanya. Lalu dengan dua mata hati itu, Rasulullah dapat melihat Allah tanpa terhalang oleh tubuh dan pakaian. Berdasarkan pendapat ini, maka yang dimaksud melihat dengan hati bukanlah hudhur atau syuhud (terbukanya hati dari tabir-tabir hingga dapat melihat malukut as-samaawaat) dan bukan fokus hati jauh dari selain Allah, karena keadaan hudhur dan syuhud sudah pasti dimiliki Rasulullah, bahkan sebagian para wali juga memilikinya. Aisyah dan Ibnu Mas’ud membantah kalau Rasulullah melihat Allah dengan mata kepadalnya sampai Aisyah berkata, “Barang siapa menganggap kalau Muhammad telah melihat Tuhannya maka sesungguhnya ia telah berbohong.” Aisyah berkata kepada orang yang bertanya kepadanya tentang Rasulullah melihat Tuhannya dengan    penglihatan    mata, “Sesungguhnya bulu tubuhku berdiri sebab kaget karena mendengar perkataan (pertanyaan) yang tidak semestinya.dikatakan.” 

Pendapat mauquf (tidak terjawab) mengenai penglihatan Rasulullah kepada Allah telah diunggulkan. Pendapat ini dinisbatkan kepada segolongan ulama muhakikin.
  
Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama jatuh bersujud dengan    sujud    penghormatan, memuliakan, dan bersyukur atas kenikmatan dipanggil oleh Allah secara langsung. Sujud yang dilakukan Rasulullah adalah sujud yang tidak membutuhkan niat dan salam. Dalam sujud, Rasulullah saling berdialog dengan Allah. Rasulullah berkata, “Saya sambut panggilan-Mu!  Ya Tuhanku!” Allah berkata, “Mintalah kepada-Ku niscaya Aku akan memberimu.” Rasulullah berkata, “Sesungguhnya Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai al-kholil, dan Engkau telah berfirman kepada Musa, dan Engkau telah memberi Daud istana kerajaan yang besar, kemampuan meluluhkan besi dengan izin-Mu, dan menjadikan gunung-gunung bersujud kepadanya, dan Engkau telah memberi Sulaiman istana kerajaan yang besar, menjadikan para manusia, jin, dan setan tunduk kepadanya,    menjadikan    angin mematuhinya, dan memberikan kekuasaan yang tidak diperoleh oleh makhluk setelahnya, dan Engkau telah bawaan lahir, dan yang berpenyakit lepra, mampu menghidupkan orang- orang mati dengan izin-Mu, dan telah melindunginya dan ibunya dari setan yang terkutuk sehingga tidak ada bagi setan kesempatan untuk menggoda mereka.” Allah subhaanahu wa ta’aala berkata, “Sesungguhnya aku telah menjadikanmu kekasih (habib). Aku telah mengutusmu kepada seluruh makhluk sebagai pemberi kabar gembira berupa pahala dan kabar menakut-nakuti berupa siksaan. Aku telah melapangkan hatimu. Aku telah mengampuni dosamu. Aku telah mengangkat sebutan    namamu [maskudnya Aku tidak akan menyebutkan Nama-Ku kecuali dengan menyertakan  sebutan  namamu].  Aku telah menjadikan umatmu sebagai yang terbaik. Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat yang pertama kali saat dibangkitkan dari kubur, penghitungan amal, melewati jembatan atau sirot, dan masuk ke dalam surga. Aku telah menjadikan umatmu sebagai orang- orang yang terakhir diwujudkan. Aku menjadikan umatmu tidak boleh berkhutbah kecuali  mereka bersaksi bahwa sesungguhnya kamu adalah hamba-Ku dan utusan-Ku. Aku menjadikan sebagian umatmu sebagai orang yang hafal al-Quran di hati mereka. Aku telah menjadikanmu sebagai nabi yang pertama kali diciptakan dan yang paling akhir dibangkitkan. Aku menjadikanmu sebagai orang yang pertama kali memberikan keputusan kepada mereka di Hari Kiamat. Aku memberimu sab’atul matsani (al-Fatihah) yang belum pernah Aku berikan kepada nabi sebelummu. Aku telah memberimu akhir Surat al-Baqoroh yang berasal dari gedung bawah Arsy yang belum pernah Aku berikan kepada nabi sebelummu. Aku telah memberimu telaga Kautsar. Aku telah memberimu 8 (delapan) harta, yaitu Islam, Hijrah, Jihad, Shodaqoh, Sholat, Puasa Ramadhan,   dan   Amar   Ma’ruf   Nahi Munkar. Aku telah menjadikanmu sebagai pembuka segala kebaikan dan penutup para nabi. Aku telah memberikanmu bendera pujian (Liwaul Hambdi) yang mana Adam dan seluruh keturunannya akan berada di bawah benderamu. Sesungguhnya pada hari Aku menciptakan langit-langit dan bumi telah mewajibkanmu dan umatmu melaksanakan sholat 50 kali di setiap hari dan malam. Oleh karena itu kamu    dan    umatmu    harus melaksanakannya.”

Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama meminta keringan kepada Allah dengan perintah dari Nabi Musa ‘alaihi as-salam untuk kembali ke maqom munajat atau berdialog dengan Allah setelah Rasulullah kembali ke tempat Nabi Musa berada. Dengan demikan Rasulullah bolak-balik antara tempat Nabi Musa berada dan maqom khitob atau munajat. Setiap kembali ke maqom khitob, Allah mengurangi 5 dari 50 sholatan hingga akhirnya Allah berkata, “Hai Muhammad! Labbaika wa Sa’daika! 5 kali sholat adalah untuk dilakukan di setiap hari dan malam [yang setiap dari 5 sholat akan dilipat gandakan menjadi 10 kali]. Firman-Ku tidak akan pernah tergantikan. Kitab- Ku tidak akan pernah tersalin. Barang siapa menyengaja melakukan kebaikan, kemudian ia belum melakukannya, maka Aku menulis baginya satu kebaikan dan apabila ia melakukannya maka Aku menulis baginya 10 kebaikan. Barang siapa menyengaja melakukan keburukan, kemudian ia belum melakukannya maka Aku tidak akan menulis kesalahan untuknya, kemudian apabila ia melakukannya maka Aku menulis satu kesalahan baginya.”

Setelah    itu,    Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama kembali ke tempat dimana  beliau  tidur dan keadaan hangat tempat beliau tidur belum hilang.

c.    I’rob Nadzom

[TANBIH]    Perkataan    Syeh Ahmad    Marzuki    ‘اﻟﻨﺒﻰ berhubungan dengan lafadz yang terbuang yang menjadi khobar muqoddam.  Huruf  wawu  dalam  ‘وﻗﺒﻞ’ masuk dalam perkataannya ‘اﻹﺳﺮا’ dengan membuang huruf hamzah mamdudah    karena    wazan. Perkataannya ‘ﻗﻠﯿﻼ’ berari dalam sebagian waktu yang sebentar dari malam. Syeh az-Zamakhsyari berkata, “Arti sebagian waktu yang sebentar dari malam dibuktikan dengan bacaan Abdullah dan Hudzaifah ‘اﻟﻠﯿﻞ ﻣﻦ’ yang berarti sebagian dari malam dalam Firman-Nya, ‘ﺑﻌﺒﺪه أﺳﺮى اﻟﺬى ﺳﺒﺤﺎﻧﮫ’.

Adapun malam yang dikhususkan dilakukan isrok dan mikroj, bukan siang, adalah karena malam adalah waktu tenangnya hati dan tidak memikirkan    problema-problema kehidupan.

Ada yang mengatakan bahwa malam yang dikhususkan, bukan siang, adalah karena ketika Allah menghapus cahaya malam dengan kegelapan dan menjadikan siang sebagai terang dan segala sesuatu menjadi kelihatan maka malam menjadi bersedih. Oleh karena itu Allah mengisrokkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama di malam hari agar adil. Oleh karena inilah maka ada yang mengatakan bahwa siang hari bersikap sombong kepada malam hari karena ia memiliki matahari. Kemudian malam berkata, “Hai Siang! Kamu jangan sombong dulu! Jika kamu memang memiliki matahari yang menyinarimu maka sesungguhnya matahari [Rasulullah] segala sesuatu yang wujud akan dimikrojkan atau dinaikkan ke langit di malam hari.”

Ada yang mengatakan bahwa alasan mengapa isrok dan mikroj diadakan di malam hari, bukan siang adalah karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi  wa sallama adalah lampu. Sedangkan lampu hanya dinyalakan di malam hari.

Ada yang mengatakan bahwa Rasulullah disebut dengan  panggilan ‘ْﺪر ﺑَ’ atau purnama dalam Firman Allah ‘طﮫ’ karena huruf thok sebanding dengan angka 9 (sembilan) dan haa dengan angka 5 (lima) sehingga jumlahnya adalah 14 dimana hari ke 14 adalah bulan purnama terjadi. Dengan demikian maka Firman Allah ‘طﮫ’ seolah-olah menjadi ‘ﺑﺪر ﯾﺎ’.

Perkataan Syeh  Ahmad  Marzuki ‘ﻟﻘﺪس’ adalah dengan huruf laam yang berarti seperti Firman Allah;
 Lafadz ’اﻟﻘﺪس’ adalah dengan sukun pada    huruf    daal    karena    wazan.

Disebutkan dalam kitab al-Misbah bahwa lafadz ‘اﻟﻘﺪس’ dengan dibaca dengan dua dhommah. Mensukun huruf kedua adalah bacaan meringankan atau takhfif. Lafadz ‘اﻟﻘﺪس’ berarti suci. Bumi Muqoddasah berarti bumi yang disucikan. Baitul Muqoddas yang termasuk bumi yang disucikan merupakan tempat yang terkenal. Ada yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim memanggil bumi tersebut dengan panggilan     Quds,     kemudian     bumi tersebut    dipanggil    dengan    bumi Muqoddasah.    Perkataannya    ‘ﯾﺪرى’ adalah  pelengkap  bait.  Perkataannya’ menunjukkan bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Allah setiap kali ia kembali menghadapnya. Melihat Allah dengan kedua mata secara langsung di dunia dalam keadaan sadar merupakan kekhususan atau keistimewaan yang diberikan kepada Rasulullah, dan tidak diberikan kepada nabi selainnya meskipun sebenarnya boleh saja bagi nabi selainnya melihat  Allah  secara akal karena Allah adalah Dzat Yang Wujud dan setipa yang wujud berhak untuk dapat dilihat.

Syeh     asy-Syaibani     berkata     dalam
Qosidahnya dari bahar thowil: 
Allah mengkhususkan setiap nabi dengan memberinya keutamaan. ** Dia     telah     mengkhususkan     Nabi Muhammad dengan melihat-Nya.
  
Oleh karena itu tidak ada mata yang melihat-Nya di dunia karena ada Firman-Nya   **   kecuali   Rasulullah yang    terpilih    karena    ia    diberi kedekatan istimewa dengan-Nya.
 
Yang dimaksud dengan perkataan Syeh asy-Syaibani ‘karena ada Firman-Nya’ adalah Firman Allah yang berbunyi, “Penglihatan-penglihatan itu tidak akan melihat Allah sedangkan Allah melihat mereka.” Adapun melihat Allah di akhirat maka merupakan hal yang boleh menurut akal dan yang wajib menurut syariat. Syeh Syaibani berkata:
 
Akan tetapi hamba-hamba Allah akan melihat-Nya di surga ** sebagaimana    hadis    yang    shohih sebutkan yang kami riwayatkan.

Syeh al-Khamzawi mengatakan bahwa melihat Allah di akhirat adalah dengan melihat-Nya di setiap bagian menurut pendapat tahkik.
 
Diriwayatkan dari Imam Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Allah tidak dapat dilihat di dunia karena  Dia   adalah  Dzat   yang  kekal sedangkan Dzat yang kekal tidak akan dapat dilihat oleh dzat-dzat yang tidak kekal (makhluk). Berbeda ketika telah berada di akhirat dan para makhluk telah diberi rizki berupa penglihatan yang kekal, maka Dzat Allah yang kekal dapat dilihat oleh penglihatan dzat- dzat yang kekal (makhluk).
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘َﻤﺎ َﻛﻠﱠ ’ adalah dengan fathah pada huruf kaaf  dan  dengan  tasydid  pada  huruf laam.  Lafadz  ‘َﻤﺎ َﻛﻠﱠ ’  adalah  fi’il  madhi.
 
Huruf alif yang memasukinya berfungsi untuk    memanjangkan    suara.    Isim Faa’ilnya adalah isim dhomir mustatar yang kembali pada lafadz ‘رﺑﺎ’. Jumlah fi’liah yang terdiri dari lafadz ‘ﻛﻠﻤﺎ’ dan faa’il isim dhomir tersebut adalah sifat bagi lafadz ‘رﺑﺎ’.
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘ﻛﯿﻒ ﻏﯿﺮ ﻣﻦ’ berhubungan dengan lafadz yang    terbuang    yang    menjadi    sifat kedua bagi lafadz ‘رﺑﺎ’, maksudnya adalah Allah dapat dilihat tanpa disertai dengan kaifiah atau keadaan yang sama seperti kaifiah  makhluk, baik berupa kaifiah sisi berhadapan, arah, cakupan, dan lain-lain.
  
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘اﻧﺤﺼﺎر’ berarti tidak adanya batasan bagi Allah yang dilihat menurut Rasulullah yang melihat-Nya sekiranya Allah meliputi Rasulullah karena batasan itu  muhal atau  mustahil bagi Allah Ta’aala. Begitu juga, melihat Allah di akhirat kelak tidak akan terbatasi karena Dia dapat dilihat tanpa disertai dengan kaifiah-kaifiah yang ada ketika melihat jisim-jisim dan tanpa adanya meliputi. Akan tetapi hamba yang melihat-Nya akan merasa bingung karena keagungan dan keluhuran-Nya hingga ia tidak mengenal dirinya sendiri dan tidak mengetahui keberadaan makhluk yang ada di sekitarnya karena akal tidak akan mampu untuk memahami, bahkan semuanya akan sirna di sisi keagungan- Nya. Oleh karena itu, tidak ada kenikmatan yang lebih agung daripada kenikmatan melihat Dzat-Nya. Dia berfirman,  Bagi orang-orang yang beramal sholih akan memperoleh kenikmatan surga dan melihat Dzat Allah Yang Maha Mulia.
Lafadz ‘اﻟﺤﺴﻨﻰ’ ditafsiri dengan arti ‘surga’ dan lafadz ‘زﯾﺎدة’ ditafsiri dengan ‘melihat Dzat Allah Yang Maha Mulia’.

Syeh Iwad al-Ghomrowi berkata,

Kenikmatan yang paling agung di dalam surga adalah ** melihatnya orang-orang mukmin kepada Dzat Allah Yang Maha Luhur dan Maha Pemberi.

Lafadz ‘َالمنان’ adalah dengan fathah pada huruf mim dan tasydid pada huruf nun. Syeh al-Bajuri berkata, “Arti lafadz ‘اﻟﻤﻨﺎن’ adalah bahwa Allah adalah Dzat yang  memuliakan  hamba-hamba-Nya dengan    memberikan    anugerah kenikmatan    kepada    mereka.” Perkataannya ‘اﻟﻌﻠﻰ’ adalah dengan sukun pada huruf yaa karena mengikuti wazan.
 
Ketahuilah  sesungguhnya  Allah mengkhususkan    kekasih-Nya    yang terpilih,    Muhammad,    dengan mendengar Kalam-Nya yang tidak terdiri dari huruf dan suara, dan dengan melihat Dzat-Nya di maqom yang mulia itu untuk diberi khitob karena    mengagungkan        dan memuliakannya. Di maqom tersebut, Allah tidak bertempat dan berarah. Maha Suci Allah dari bertempat dan berarah. Adapun istilah bertempat adalah dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahu       ‘alaihi       wa       sallama.
 
Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mengunggulkanku    dibanding    Yunus bin Mata.” Maksudnya adalah Janganlah kalian menganggap  kalau aku adalah lebih dekat kepada Allah daripada Yunus bin Mata dengan alasan kalau aku telah dinaikkan menuju atas langit ketujuh dan Yunus berada di dalam lautan di perut ikan besar. Masing-masing dari kami adalah sama dari sisi kedekatan kami dengan Allah.
 
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘ﺧﻤﺴﯿﻦ ﺑﻌﺪ ﺧﻤﺴﺎ ﻋﻠﯿﮫ واﻓﺘﺮض’ berarti bahwa Allah telah mewajibkan 5 (lima) sholat kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dan umatnya setelah bolak- balik dari/ke tempat Musa dan tempat dimana Rasulullah menghadap Allah dan meminta keringanan 5 sholat dari 50    sholat.    Perkataannya    ‘’    adalah pelengkap bait. Lafadz ‘ﻓﺮض’ adalah fi’il madhi. Arti keseluruhan baitnya adalah bahwa Allah telah menetapkan dan mengukuhkan 5 sholat.

d.    Hikmah    Latar    Belakang Peristiwa Isro' Mi'roj

Syeh Usman bin Hasan al-Juberi berkata    dalam    buku    Durroh    al-Wa’idzin, “Sebab diadakannya mikroj adalah bahwa bumi bersikap sombong terhadap langit. bumi berkata kepada langit, ‘Aku adalah lebih baik daripadamu karena Allah telah menghiasiku dengan daratan, lautan, sungai, pepohonan, pegunungan, dan lain-lain.’ Langit menjawab, ‘Aku adalah yang lebih baik daripadamu karena matahari, bulan, bintang-bintang, cakrawala, buruj, ‘Arsy, Kursi, dan surga ada padaku.’ Bumi  berkata seraya tidak mau kalah, ‘Aku mempunyai sebuah bait atau Ka’bah yang dikunjungi dan dikelilingi oleh para nabi, rasul, wali, dan seluruh orang-orang    mukmin.’    Langit menjawab, ‘Aku juga punya Baitul Makmur yang dikelilingi oleh para malaikat langit. Selain itu, aku juga memiliki surga yang merupakan tempat bagi arwah para nabi, rasul, wali, dan seluruh orang-orang shalih.’ Kemudian bumi tidak mau kalah, ‘Sesungguhnya pemimpin para rasul, penutup para nabi, kekasih Allah Yang merajai seluruh alam, makhluk yang paling utama, semoga kesempurnaan penghormatan selalu tercurah atasnya, menempatiku dan syariatnya  berlaku di atasku.’ Mendengar perkataan bumi ini, langit tidak bisa membantah dan diam.   Kemudian   langit    menghadap
memohon kepada Allah dan berkata, ‘Ya Tuhanku! Engkau adalah Dzat yang mengabulkan permintaan makhluk lemah ketika ia berdoa kepada-Mu. Aku tidak mampu membantah perkataan bumi. Aku mohon kepada-Mu agar membawa naik Muhammad kemari sehingga aku bisa merasa lebih mulia dengannya sebagaimana bumi menjadi mulia dengan keindahannya. Dengan demikian, aku bisa menjawab perkataan bumi.’ Kemudian Allah memberikan wahyu kepada Jibril. Dia berfirman, ‘Hai Jibril! Pergilah ke surga dan bawalah Burok! Kemudian pergilah dengannya menemui Muhammad!’ Setelah menerima wahyu tersebut, Jibril pun langsung pergi menuju surga. Disana  ia  melihat  40.000  burok  yang sedang    merumput    di    taman-taman surga.    Masing-masing    dari    mereka memiliki cap nama ‘ﻣﺤﻤﺪ’ di dahi. Tiba- tiba   Jibril   melihat   satu   burok   yang menundukkan kepala sambil menangis dan mengalirkan air mata  dari kedua matanya.   Jibril   bertanya   kepadanya, ‘Hai  Burok!  Apa  yang  sedang  terjadi pada dirimu?’ Burok menjawab, ‘Hai Jibril! Sesungguhnya sejak 40.000 tahun lamanya aku telah mendengar nama Muhammad. Kemudian aku merasakan rasa cinta yang amat dalam kepada pemilik nama itu. Aku  benar- benar rindu ingin sekali bertemu dengannya hingga aku tak mau makan dan minum. Aku benar-benar telah terbakar oleh api kerinduan kepadanya.’ Jibril berkata, ‘Aku akan membawamu menemuinya.’ Kemudian Jibril pun memasangi pelana dan tali kendali. Kemudian ia membawanya bertemu dengan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama sampai akhir cerita.
 
31.    NADHOM    KEEMPAT    PULUH SEMBILAN

وَبَـلَّـغَ اْلأُمَّـةَ بِاْلإِسْــرَاءِ * وَفَـرْضِ خَـمْـسَةٍ بِلاَ امْتِرَاءِ

[49]    Kemudian    Rasulullah menyampaikan kepada umat tentang perjalanan isrok dan kewajiban sholat lima waktu tanpa keraguan.

a.    Rasulullah    Menyampaikan Peristiwa Isrok Mikroj 
Maksud nadzom di atas adalah bahwa diwajibkan bagi setiap mukallaf meyakini bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama   telah   menyampaikan   berita tentang    isrok    dan    mikroj    dengan membawa    perintah    kewajiban mendirikan sholat 5 waktu. Waktu beliau menyampaikan berita itu adalah waktu pagi harinya malam isrok dan mikroj.    Sholat    yang    pertama    kali didirikan  di  zaman  keislaman  adalah sholat Dzuhur karena ia adalah sholat yang pertama kali diajarkan oleh Jibril kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Adapun sholat Subuh tidak diwajibkan pada saat itu padahal ibadah sholat sendiri diwajibkan pada malam isrok adalah karena kewajiban sholat tergantung pada penjelasan tentang tata caranya sedangkan ibadah sholat sendiri belum diajarkan kecuali ketika sholat Dzuhur.

b.    I’rob Nadzom
  
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki  adalah  dibaca  dengan  i’rob  jer karena diathofkan pada perkataannya Tidak diperbolehkan membaca dengan  i’rob  nasob  yang diathofkan  pada  lafadz  ‘اﻷﻣﺔ’,  seperti dzohir ibarot Syeh Ahmad Marzuki menurut pensyarah. Perkataannya ‘’ berarti   tanpa   keraguan.   Disebutkan dalam kitab al-Misbah bahwa lafadz ‘’ berarti lafadz ‘’. Lafadz ‘’ dengan kasroh adalah pelengkap bait.

40.    NADZOM KELIMA PULUH

 قَدْ فَازَ صِـدِّيْقٌ بِتَصْـدِيْقٍ لَهُ * وَبِالْعُرُوْجِ الصِّـدْقُ وَافَى أَهْلَهُ

[50] Sesungguhnya Abu Bakar telah memperoleh    keyakinan membenarkan Rasulullah ... dan setuju dengan berita isrok dan mikroj yang telah disampaikan oleh Rasulullah yang bersifatan dengan keduanya.

a.    Abu Bakar adalah Orang Yang Pertama Kali Membenarkan berita Isrok dan Mikroj (Isra' dan Mi'raj).
 
Maksud nadzom di atas adalah bahwa diwajibkan bagi setiap mukallaf meyakini bahwa Abu Bakar telah memperoleh dan selamat dengan keyakinannya yang membenarkan Rasulullah shollallahu  ‘alaihi  wa sallama tentang berita isrok dan mikroj yang beliau sampaikan. Abu Bakar adalah orang yang pertama kali membenarkan Rasulullah tentang berita tersebut. Oleh karena inilah, Abu Bakar dijuluki atau dilaqobi dengan julukan Shiddiq. Alam isminya adalah Abdullah. Ia adalah seorang sahabat bin seorang sahabat. Abu Bakar adalah alam kun-yahnya. Demikian ini disebutkan oleh Syaikhuna Yusuf.

Syeh Ibnu Qodhi Ajilun berkata, “Sesungguhnya Abu Bakar selalu membenarkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dalam segala ucapannya karena Abu Bakar langsung membenarkan beliau dan senantiasa jujur sehingga tidak ada unsur keraguan sama sekali. Oleh karena inilah, Abu Bakar dijuluki atau dilaqobi dengan ‘Ash-Shiddiq’. Mengenai alam ismi, masih diperselisih, ada yang mengatakan alam isminya adalah Atik. Menurut pendapat yang shohih, alam isminya adalah Abdullah sedangkan ‘Atik’ adalah nama laqobnya  kerena Abu Bakar merdeka dari neraka. Syeh Muhammad Alisy berkata, “Abu Bakar adalah Abdullah bin Usman bin Abu Quhafah, menurut pendapat yang masyhur.” Abu Bakar as-Siddiq adalah orang yang paling utama dari umat. Rasulullah shollallahu  ‘alaihi  wa sallama bersabda, “Andaikan keimanan Abu Bakar ditimbang dan keimanan seluruh penduduk bumi sampai Hari Kiamat    niscaya    keimanannya mengungguli keimanan mereka.” Rasulullah shollallahu  ‘alaihi  wa sallama bersabda, “Sesungguhnya sifat- sifat orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya ada 360 sifat yang semua sifat tersebut terdapat pada diri Abu Bakar.”

b.    I’rob Nadzom
 
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘وﺑﺎﻟﻌﺮوج’ bemaksud bahwa huruf wawu
masuk  pada  lafadz  ‘اﻟﺼﺪق’  dan  lafadz  berhubungan dengannya. Perkataannya ‘اﻟﺼﺪق’ adalah mubtadak. Jumlah   ‘أﻫﻠﻪ  واﰱ’   adalah   khobarnya.

Takdirnya adalah Arti    lafadz    ‘واﰱ’    adalah    ‘واﻓﻖ’    atau mencocoki.   Arti   lafadz   ‘أﻫﻠﻪ’   adalah berhak bagi Rasulullah mengalami isrok dan mikroj dan bersifatan dengan keduanya. Disebutkan dalam kitab al- Misbah bahwa Ahlul Ilmi adalah orang yang bersifatan dengan ilmu. Ahlul Ikrom adalah orang yang berhak untuk dimuliakan.

Ketahuilah sesungguhnya di dalam kalam Syeh Ahmad Marzuki terdapat unsur ihtibak, yaitu membuang materi yang sebenarnya berkaitan yang mana materi tersebut telah ditetapkan dalam cakupan materi lain. Dengan demikian Syeh Ahmad Marzuki membuang kata dari bait pertama karena bait kedua ini telah menunjukkannya sebagaimana ia membuang kata ‘اﻹﺳﺮاء’ dari bait kedua ini karena bait pertama telah menunjukkannya.

33.    NADZOM KELIMA PULUH SATU

  وَهَـذِهِ عَقِيْـدَةٌ مُخْـتَصَرَهْ * وَلِلْـعَـوَامِ سَـهْـلَةٌ مُيَسَّرَهْ

[51] Nadzom-nadzom ini adalah akidah-akidah yang diringkas ...

... yang mudah dipahami dan yang mudah dihafalkan bagi orang-orang awam.

a.    Kitab Aqidatul Awam
 
Maksud nadzom di atas adalah bahwa nadzom awal hingga nadzom akhir adalah materi yang menjelaskan akidah yang dipaparkan dengan sedikit pernyataan, yang banyak maknanya, dan yang mudah ibarotnya yang tidak sulit      untuk      memahami      makna-maknanya, yang mudah kata-katanya sehingga tidak sulit menghafalnya dan tidak sukar diucapkan oleh orang-orang awam.
 
b.    I’rob Nadzom

Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘ﻋﻘﯿﺪة’    bemaksud    bahwa    pengertian akidah    adalah    aturan-aturan    yang dijadikan sebagai agama seseorang dan dipegang teguhi oleh hati.  Disebutkan ‘ﺣﺴﻨﺔ ﻋﻘﯿﺪة’ berarti akidah yang selamat dari keraguan. Perkataannya ‘ﻣﺨﺘﺼﺮة’ menunjukkan bahwa menurut Syeh as- Sujai, yang dimaksud dengan Mukhtashor menurut arti bahasa adalah sesuatu yang sedikit lafadznya dan banyak artinya. Sedangkan menurut istilah, mukhtashor berarti sesuatu yang sedikit lafadznya, baik banyak, sedikit, atau sama jumlah kandungan maknanya.    Dengan    demikian, pengertian mukhtashor yang batasi dengan sedikit lafadz dan  banyak makna adalah arti menurut bahasa, bukan istilah. 

Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘وﻟﻠﻌﻮام’    berhubungan    dengan perkataannya  ‘ﻣﯿﺴﺮة  ﺳﮭﻠﺔ’.  Huruf  wawu masuk pada lafadz ‘ﻣﯿﺴﺮة ﺳﮭﻠﺔ’. Artinya adalah bahwa  nadzom-nadzom Aqidatul Awam ini adalah akidah- akidah yang diringkas, yang mudah ibarotnya/pernyataannya sehingga mudah dipahami kandungan isinya dan yang sedikit lafadz-lafadznya sehingga tidak bosan untuk diucapkan dan mudah dihafalkan diluar kepala bagi orang-orang awam. Lafadz ‘اﻟﻌﻮام’ adalah bentuk jamak dari mufrod ‘ﻋﺎﻣﺔ’ dengan mentasydid huruf mim pada masing- masing keduanya, seperti lafadz ‘داﺑﺔ’ dan  ‘دواب’.  Bentuk  nisbat  pada  ‘اﻟﻌﺎﻣﺔ’ adalah ‘ﻋﺎﻣﻰ’. Huruf haa yang ada dalam lafadz ‘اﻟﻌﺎﻣﺔ’ berfungsi untuk menta’kid, seperti yang dilakukan oleh al-Fuyumi dalam kitab al-Misbah. Yang dimaksud dengan ‘اﻟﻌﻮام’ disini adalah orang-orang pemula yang mempelajari ilmu-ilmu dasar. Arti perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘ﺳﮭﻠﺔ’ adalah yang mudah ibarot atau pernyataan sehingga akan mudah untuk dipahami kandungan maknanya. Arti perkataannya ‘ﻣﯿﺴﺮة’ adalah yang sedikit lafadznya sehingga tidak bosan diucapkan dan tidak sulit dihafalkan di luar kepala. 

NADZOM KELIMA PULUH DUA

نَاظِمُ تِلْكَ أَحْـمَدُ الْمَرْزُوْقِيْ * مَنْ يَنْتَمِي لِلصَّـادِقِ الْمَصْدُوْقِ

 
[56] Orang yang menadzomkan akidah-akidah tersebut adalah Ahmad Marzuki, yaitu orang  yang  dinisbatkan kepada    Rasulullah    shodiqil masdhuq.
 
a.    Nama Penyusun Kitab Aqidatul Awam

Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘ﻧﺎظﻢ’    adalah    mubtadak.    Ia berkedudukan sebagai mudhof. Perkataannya ‘ﺗﻠﻚ’ berkedudukan sebagai mudhof ilaih yang musyar ilaihnya adalah lafadz ‘اﻟﻌﻘﯿﺪة’. Perkataannya ‘أﺣﻤﺪ’ adalah khobar mubtadak. Lafadz ‘أﺣﻤﺪ’ adalah alam ismi bagi Naadzim (orang yang menadzomkan kitab Aqidatul Awam).

Perkataannya ‘اﻟﻤﺮزوﻗﻰ’ berkedudukan sebagai sifat pertama bagi lafadz ‘أﺣﻤﺪ’. Al-Marzuki adalah alam  laqob Naadzim, yaitu bentuk nisbat kepada Syeh  yang  ma’rifat  Allah,  Marzuki  al-Kafafi. Alam kun-yahnya adalah Abu al- Fauzi. Nama ayahnya adalah Muhammad Romadhon al-Khusni dan al-Khasbini.
Perkataannya ‘ ﻟﻠﺼﺎدق ﯾﻨﺘﻤﻰ ﻣﻦ واﻟﻤﺼﺪوق’ berarti bahwa Naadzim adalah orang yang bergaris keturunan dari Rasulullah. Lafadz ‘ﻣﻦ’ adalah isim maushul yang menjadi sifat kedua bagi lafadz ‘أﺣﻤﺪ’. Kata shodiqul mashduq adalah dua nama yang termasuk nama- nama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Arti shoodiq adalah orang yang jujur dan benar dalam menyampaikan berita. Oleh karena itu tidak ada kebohongan yang keluar dari lisan Rasulullah. Karena kejujurannya, orang-orang Quraisy menjuluki Rasulullah sebelum diangkat sebagai rasul dengan julukan ‘al-Amin’. Arti kata mashduq adalah bahwa orang- orang menyebarkan berita tentang kejujuran Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.

b.    Sikap   Pelajar   terhadap   Suatu Kajian Ilmu
  
Ketahuilah sesungguhnya Naadzim, Syeh Ahmad Marzuki, adalah orang yang     alim     dan     cerdas.     Ia juga mensyarahi nadzom-nadzom Aqidatul Awamnya dan memberi  judul kitab syarahnya ‘Tahsilu Nailil Maram’. Saya juga berpedoman dengan kitab syarah tersebut dalam menuliskan kitab ini meskipun saya bukan termasuk orang- orang yang berakal cerdas karena berharap doa darinya yang mustajabah. Dengan demikian, wahai  para pembaca! Apabila kamu menemukan materi yang tidak sesuai dengan kitab syarah Tahsilu Nailil Maram maka kamu dianjurkan membenarkan dengan pertimbangan yang matang. Syeh as-Suyuti berkata, “Sesungguhnya pengarang  bait  sendiri  adalah  lebih tahu    tentang    kandungan    mutiara isinya”.   Sebagian   besar   para   ulama berkata, “Kebenaran lebih berhak diikuti.” Oleh karena itu, saya anjurkan kamu membenarkan kesalahan yang ada dalam kitab ini. Berikanlah kebenaran sesuai dengan haknya, seperti yang dikatakan oleh Sayyidina Ali karromallahu wajhah, “Jangan melihat prang yang berkata! Lihatlah makna yang ia katakan! Ketika kamu mendengar perkataan ilmu  maka janganlah kamu melihat keadaan orang yang mengatakannya tetapi lihatlah kemampuannya karena banyak sekali orang bodoh mengatakan kebenaran dan banyak orang pandai mengatakan keburukan.” Demikian ini dikatakan oleh Syeh Ahmad Marzuki.
 
c.    Tujuan    Menyebutkan    Nama dalam Karya Ilmiah
Syeh    Ahmad    Marzuki menyebutkan  namanya  sendiri  dalam bait nadzomnya karena memang dianjurkan. Oleh karena inilah Syeh Syarqowi berkata, “Ketahuilah sesungguhnya  seharusnya  bagi  orang yang menyusun karya ilmiah tertentu menyebutkan    basmalah,    hamdalah, syahadat, sholawat dan salam kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Sedangkan hal yang dianjurkan baginya ada 3 (tiga), yaitu menyebutkan nama sendiri, judul karyanya, dan mengawali dengan metode Baroatul Istihlal, yaitu menyebutkan kata atau arti di awal pembahasan untuk mengisyaratkan tentang isi kajian yang disusun dalam karya. 

35.    NADZOM KELIMA PULUH TIGA DAN KELIMA PULUH EMPAT

 وَ الْحَمْدُ ِللهِ وَصَـلَّى سَـلَّمَا * عَلَـى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ عَلَّـمَا

[53] Segala pujian adalah hanya milik Allah. Semoga Allah mencurahkan    rahmat    dan keselamatan ...  atas   Nabi,   yaitu   sebai-baiknya orang yang mengajarkan.

 وَاْلآلِ وَالصَّـحْبِ وَكُلِّ مُرْشِدِ * وَكُلِّ مَـنْ بِخَيْرِ هَدْيٍ يَقْتَدِيْ

 
[54] Dan semoga tercurahkan atas para keluarga, sahabat, setiap orang yang menunjukkan jalan kebenaran dan setiap orang yang mendapatkan petunjuk yang benar dan mengikuti petunjuk yang benar.

Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘ﺳﻠﻤﺎ’   diathofkan   pada   lafadz   ‘وﺻﻠﻰ’ dengan membuang huruf athof. Huruf alif   yang   masuk   pada   lafadz   ‘ﺳﻠﻤﺎ’ berfungsi    untuk    itlak    atau memanjangkan suara. Perkataannya ‘  bermaksud bahwa Rasululllah adalah orang yang telah mengajarkan kebaikan. Kemudian beliau adalah orang terbaik yang mengajarkan hidayah kepada seluruh makhluk. Syeh al-Bushoiri berkata dalam Burdah:

Rasulullah tidaklah mengajari kita sesuatu yang sulit bagi akal untuk menerimanya sehingga akal tidaklah bingung dan ragu.

Rasulullah tidak mengajarkan kita pelajaran yang sulit bagi akal kita untuk menerima dan mengamalkannya karena saking senangnya beliau dalam memberikan petunjukkan kepada kita tetapi beliau mengajari kita dengan metode yang tepat sehingga kita tidak meragukan   dan   tidak   bingung   atas pelajaran yang disampaikan.

Perkataan    Syeh    Ahmad Marzuki ‘ﻣﺮﺷﺪ وﻛﻞ’ berarti setiap orang yang menasehati dengan kebaikan dan memberikan petunjuk  pada  kebaikan.
 
Perkataannya   ‘ﯾﻘﺘﺪى  ھﺪى  ﺑﺨﯿﺮ  ﻣﻦ  وﻛﻞ’ berarti setiap orang yang berpedoman pada jalan dan arah kebaikan. Dengan demikian   lafadz   ‘ﺑﺨﯿﺮ’   berhubungan dengan lafadz ‘ﯾﻘﺘﺪى’. Perkataannya ‘ھﺪى’ adalah dengan fathah pada huruf haa dan sukun pada huruf dal, seperti lafadz ‘ﻓﻠﺲ’. Arti lafadz ‘ھﺪى’ adalah jalan dan arah.

Ketika penyelesaian penyusunan nadzom-nadzom Aqidatul Awam merupakan salah satu nikmat yang besar, maka Syeh Ahmad Marzuki memuji Allah atas nikmat tersebut, sebagaimana ia memuji-Nya dalam pembukaan penyusunannya. Dengan demikian, seolah-olah Syeh Ahmad Marzuki berkata, “Segala pujian adalah hanya milik Allah yang telah mentakdirkanku    menyelesaikan penyusunan nadzom-nadzom Aqidatul Awam sebagaimana Dia telah mentakdirkanku mengawali penyusunannya.”

Alasan mengapa Syeh Ahmad Marzuki menutup kitab Aqidatul Awamnya dengan hamdalah atau memuji Allah Yang merajai dunia dan akhirat, dan memintakan rahmat dan salam untuk Rasulullah, Sang pemimpin jin dan manusia, dan para pengikutnya adalah karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama yang berbunyi, “Tidak ada suatu perkumpulan yang duduk dalam suatu majlis tanpa berdzikir menyebut Allah dan tidak bersholawat kepada Nabi-Nya kecuali mereka mengalami kekurangan.    Apabila    Allah berkehendak maka Dia menyiksa mereka dan apabila Dia berkehendak maka Dia mengampuni mereka.” (HR. Turmudzi dan Ibnu Majah) Lafadz ‘ﺗﺮه’ adalah sama seperti ‘اﻟﻌﺪة’. Artinya adalah kekurangan. Dalam riwayat lain disebutkan dengan pernyataan, “... kecuali mereka akan mengalami kekecewaan berat kelak di Hari Kiamat meskipun mereka telah masuk ke dalam surga.” 

36.    NADZOM KELIMA PULUH LIMA

 وَأَسْـأَلُ الْكَرِيْمَ إِخْلاَصَ الْعَمَلْ * ونَفْعَ كُلِّ مَنْ بِهَا قَدِ اشْـتَغَلْ

Saya    meminta    Allah    Yang Maha Pemberi keikhlasan beramal ...
...   dan   manfaat   bagi   setiap orang  yang  mempelajari  [nadzom- nadzom] akidah ini.

a.    I’rob Nadzom
 
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘أﺳﺄل’  berarti  ‘أطﻠﺐ’  dan  ‘أﺳﺘﻌﻄﻰ’  yang bermakna   saya   meminta   dan   saya berharap    diberi.        Ketahuilah sesungguhnya    lafadz    ‘ﺳﺄل’    apabila berarti   ‘اﺳﺘﻌﻄﻰ’  atau   berharap   diberi seperti disini maka muta’adi pada dua maf’ul bih dengan sendirinya. Lafadz ‘اﻟﻜﺮﯾﻢ’ adalah maf’ul bih pertama dan lafadz ‘اﻟﻌﻤﻞ إﺧﻼص’ adalah maf’ul bih kedua. Apabila lafadz ‘ﺳﺄل’ berarti ‘اﺳﺘﻔﮭﻢ’ atau bertanya maka hanya muta’adi pada satu maf’ul bih dengan sendirinya, dan pada maf’ul bih kedua dengan perantara huruf jer ‘ﻋﻦ’, seperti Firman Allah; اﻷﻧﻔﺎل ﻋﻦ ﯾﺴﺄﻟﻮﻧﻚ atau dengan huruf jer lain yang searti dengan ‘ﻋﻦ’.
 
Perkataannya   ‘اﻟﻜﺮﯾﻢ’   adalah   dengan fathah    pada    huruf    kaaf    menurut pendapat  yang  masyhur.  Boleh  juga dengan  mengkasrohnya.    Arti    ‘اﻟﻜﺮﯾﻢ’ adalah Allah adalah yang memberikan nikmat    sebelum    yang    diberi memintanya, atau yang pemberian-Nya menyeluruh bagi orang yang taat ataupun yang bermaksiat karena Dia adalah Yang Maha Pemberi bukan karena tujuan tertentu dan juga bukan karena sebagai balasan.

b.    Tingkatan Ikhlas

Perkataannya ‘اﻟﻌﻤﻞ إﺧﻼص’ dijelaskan sebagai berikut;
Ketahuilah sesungguhnya ikhlas memiliki tiga tingkatan, yaitu:
1.    Ikhlas adalah kamu beribadah kepada Allah dan beramal kebaikan bukan karena berharap mendapatkan pahala dan buka karena menghindari siksa tetapi karena meyakini bahwa Allah adalah Tuhanmu dan kamu adalah hamba-Nya. Tingkatan ikhlas ini adalah tingkatan yang tertinggi.
2.    Ikhlas adalah kamu beribadah kepada Allah dan beramal kebaikan karena mencari pahala dan karena takut dengan siksa, atau karena mengharapkan masuk surga dan takut masuk ke neraka. Tingkatan ikhlas ini adalah tingkatan sedang.
3.    Ikhlas adalah kamu beribadah kepada Allah agar kamu menjadi mulia dan kamu disebut sebagai orang yang dekat kepada Allah, seperti ada orang mengatakan, “Orang ini adalah ahli ibadah dan sholih,” atau kamu beramal kebaikan    karena    tujuanmenghasilkan balasan di dunia, seperti ketika kamu membaca Surat al-Waqiah dengan harapan mendapat kekayaan dan lainnya. Tingkatan ikhlas ini adalah tingkatan yang terendah.

Apabila   kamu   beramal   karena   riya (pamer),  atau  karena  sum’ah  (agar orang    lain    mendengar    amal kebaikanmu)    maka    diharamkan bagimu karena tidak ada unsur ikhlas. Syeh Fudhail bin Iyadh berkata, “Meninggalkan amal karena karena orang lain adalah riya. Beramal karena orang lain adalah syirik. Ikhlas adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.”

Perkataannya   ‘وﻧﻔﻊ’   diathofkan   pada lafadz    ‘اﻹﺧﻼص’.    Perkataannya    ‘ﺑﮭﺎ’ berhubungan dengan lafadz ‘اﺷﺘﻐﻞ’. Isim dhomir dalam lafadz ‘ﺑﮭﺎ’ kembali pada akidah.

c.    Doa Syeh Ahmad Marzuki untuk Para Pelajar Akidatul Awam

Maksud nadzom adalah bahwa saya meminta Allah Yang Maha Pemberi untuk memberikan manfaat kepada orang-orang yang mempelajari akidah- akidah ini, yaitu mereka yang menghafalkan lafadz nadzom- nadzomnya    atau    memahami kandungan maknanya. Semoga Allah menjadikan kamu termasuk orang yang masuk dalam doa Syeh Ahmad Marzuki ini karena ia adalah orang yang dikabulkan doanya.

37.    NADZOM KELIMA PULUH ENAM

 أَبْيَاتُهَا ( مَيْـزٌ ) بِـعَدِّ الْجُمَلِ * تَارِيْخُهَا ( لِيْ حَيُّ غُرٍّ ) جُمَلِ

[56] Jumlah bait-bait Aqidah ini adalah    sama    dengan    hitungan huruf ‘ﻣﯿﺰ’ dengan hitungan jumlah
besar   [yaitu   berjumlah   57   bait].
Tanggal selesainya adalah sama dengan jumlah hitungan huruf- huruf ‘    ’ [yaitu tahun 1258 Hijriah].
 
a.    I’rob Nadzom

Maksud nadzom di atas adalah bahwa jumlah bait-bait nadzom akidah ini adalah 57 bait sama dengan jumlah huruf mim, yaa, dan zaa. Huruf mim berjumlah 40. Huruf yaa berjumlah 10. Dan huruf zaa berjumlah 7. Jumlah  57  adalah hasil setelah hitungan jumlah besar dari bagian huruf-huruf abjad yang tersusun  dalam  rangkaian  ‘ 

Penyelesaian menadzomkan akidah ini, yaitu tahun 1258, adalah sama dengan hitungan huruf-huruf yang terangkai dalam ‘ ﻟﻰ ﻏﺮ ﺣﻰ’ dengan jumlah besar karena huruf laam berjumlah 30, yaa berjumlah 10, khaa berjumlah 8. Kemudian huruf yaa juga berjumlah 10, ghoin berjumlah 1000, roo berjumlah 200. Jumlah besar dihitung dari huruf abjad hamzah sampai thok secara hitungan satuan, dari yaa sampai shood  secara puluhan, dari qoof sampa dzoo secara ratusan. Huruf ghoin adalah satu ribu. Mengecualikan dengan jumlah besar adalah jumlah kecil karena satuan, puluhan, ratusan, dan satuan ribu diibaratkan dengan satuan saja, kecuali yaa maka diibaratkan dengan puluhan. Dengan demikian huruf kaaf dihitung 2, laam dihitung 3, dan seterusnya. Begitu juga, huruf qoof dihitung 1, roo dihitung   2,   dan   seterusnya.   Huruf ghoin    dihitung    dengan    1. Mengecualikan   juga   dengan   jumlah besar adalah hitungan secara urut, artinya hitungan yang diurutkan dari awal abjad sampai akhirnya karena huruf  kaaf  akan  terhitung  11,  laam terhitung  12,  dan  seterusnya  secara urut.
 
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘أﺑﯿﺎﺗﮭﺎ’ adalah bentuk jamak dari mufrod ‘ﺑﯿﺖ’. Yang dimaksud dengan bait disini adalah bait nadzom, yaitu rangkaian    rumus    yang    mencakup bagian-bagian  pola  tertentu.  Bagian-bagian pola tersebut disebut dengan tafaa’il. Bait nadzom disebut dengan tafaa’il karena tersusunnya bagian- bagiannya dengan bagian-bagian yang lain menurut jenis pola tertentu, sebagaimana bagian-bagian rumah tersusun sedemikian rupa dalam bentuk tertentu sehingga bisa disebut dengan ‘rumah’. Begitu juga lafadz ‘ﺑﯿﺖ’ juga dijamakkan menjadi lafadz ‘ﺑﯿﻮت’.
 
Perkataannya    ‘اﻟﺠﻤﻞ’    adalah dengan dhommah pada huruf jim dan tasydid pada huruf mim yang difathah seperti lafadz ‘ﱠﻜﺮ ُﺳ ’ yang berarti gula. Terkadang huruf mim tidak ditasydid seperti yang disebutkan dalam al- Qomus.

Perkataannya ‘ﺗﺎرﯾﺨﮭﺎ’ adalah mubtadak. Lafadz ‘ﺗﺎرﯾﺦ’ berasal dari lafadz yang dengan hamzah atau wawu seperti yang disebutkan dalam al-Qomus, ‘اﻟﻜﺘﺎب أرخ’ dengan tidak mentasydid huruf roo dan ‘ورﺧﮫ’ dengan mentasydidnya, dan ‘آرﺧﮫ’ dengan membaca mad pada huruf hamzahnya, artinya adalah ‘وﻗﺘﮫ’ dan ‘اﻟﻜﺘﺎب  ورخ’  dengan  huruf  wawu  dan tasydid roo, maksudnya ‘أرﺧﮫ’. Disebutkan dalam kitab al-Misbah bahwa ‘اﻟﻜﺘﺎب أرﺧﺖ’ dengan mentasydid pada huruf roo / ra' menurut pendapat yang asyhar. Sedangkan dengan tidak mentasydidnya   adalah   satu   bahasa yang  pernah  diceritakan  oleh  Ibnu Qutok. Artinya adalah memberikan waktu selesainya penyusunan kitab atau buku. Disebutkan ‘ورﺧﺖ’ dengan mengganti huruf hamzah dengan wawu. Lafadz ‘اﻟﺘﻮرﯾﺦ’  jarang digunakan.

b.    Latar    Belakang    Penanggalan Hijriah
Alasan diadakan penanggalan pada permulaan Islam adalah bahwa Sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu    datang    dengan    membawa dokumen yang tertulis berlaku sampai bulan Sya’ban. Kemudian beliau bertanya, “Dokumen ini berlaku sampai bulan Sya’ban kemarin atau bulan  Sya’ban  berikutnya?”  Akhirnya beliau   memberikan   perintah   untuk diadakan    penanggalan.    Seluruh sahabat bersepakat mengawali penanggalan dimulai dari Hijrah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama ke Madinah. Kemudian mereka menjadikan awal tahun berada di bulan    Muharram.    Awal    pergantian tanggal   adalah   malam   hari   dengan alasan    bahwa    orang-orang    Arab menganggap waktu malam lebih dulu terjadi  daripada  waktu  siang  karena mereka  saat  itu  adalah  orang-orang ummi  yang  tidak  cakap  menulis  dan tidak mengetahui penghitungan kaum- kaum selain mereka, sehingga mereka berpedoman pada munculnya bulan dan menjadikan malam saat itu sebagai tanggal pertama (satu) Hijriah.

Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘ﻏﺮ ﺣﻰ’ menjadi khobar bagi mubtadak.
Perkataanya   ‘ﺟﻤﻞ’   adalah   pelengkap bait, yaitu menjadi haal dari khobar, artinya bahwa tahun penyelesaian bait-bait Aqidah al-Awam  adalah sesuai dengan jumlah huruf-huruf ‘ ﺣﻰ ﺟﻤﻞ ﻏﺮ’, yaitu 1258 Hijriah.

[Faedah] Penyusun kitab Bad-ul Kholqi berkata, “Diriwayatkan bahwa ketika Isa bin Maryam telah dilahirkan, padahal ia baru berusia satu hari, maka seolah-olah ia telah berusia dua bulan. Ketika ia  berusia  9 bulan, Maryam menggendongnya dan membawanya menemui seorang juru tulis. Kemudian Maryam mendudukkannya di depan si juru tulis. Setelah itu,  Si  juru tulis berkata kepada Isa, “Bacalah ‘ ﷲ ﺑﺴﻢ اﻟﺮﺣﯿﻢ اﻟﺮﺣﻤﻦ’.” Isa pun berkata, “ ﷲ ﺑﺴﻢ اﻟﺮﺣﯿﻢ اﻟﺮﺣﻤﻦ”. Si juru tulis berkata, “ْﺪ َﺠ ْﺑ اَ”. Kemudian Isa  pun menimpalinya dengan pertanyaan, “Apakah kamu tahu apa itu ‘ْﺪ َﺠ ْﺑ اَ’?” Si juru tulis menjawab, “Tidak. Aku tidak tahu.” Isa menjelaskan, “ ‘َﺠﺪ ْﺑ اَ’, yaitu bahwa huruf
alif adalah ‘ﷲ’ (Allah), huruf baa adalah  (Keelokan  Allah),  huruf  jim
adalah ‘ﷲ ﺟﻼل’ (Keagungan Allah), dan huruf dal adalah ‘ﷲ دﯾﻦ’ (Agama Allah). Rangkaian Abjad atau اﺑﺠﺪ yang berupa, ‘ﺿﻈﻎ ﻧﺨﺬ ﻗﺮﺷﺖ ﺳﻌﻔﺺ ﻛﻠﻤﻦ  ﺣﻄﻰ  ھﻮز berarti bahwa lafadz ‘ھﻮز’ yaitu huruf haa adalah singkatan dari ‘ﺟﮭﻨﻢ ھﻮة’ yang berarti Neraka Hawiah, huruf wawu adalah ‘اﻟﻨﺎر ﻷھﻞ وﯾﻞ’ yang berarti Celaka adalah bagi para penduduk neraka, dan huruf zaa adalah ‘ﺟﮭﻨﻢ زﻓﯿﺮ’ yang berarti Malapetaka Jahannam. Lafadz ‘ﺣﻄﻰ’ yaitu ‘اﻟﻤﺴﺘﻐﻔﺮﯾﻦ ﻋﻦ اﻟﺨﻄﺎﯾﺎ ﺣﻄﺖ’ yang berarti kesalahan-kesalahan dilebur dari orang-orang yang meminta ampun. Lafadz ‘ﻛﻠﻤﻦ’ yaitu ‘ﻟﻜﻠﻤﺎﺗﮫ ﻣﺒﺪل ﻻ اﻟﮫ ﻛﻼم’ yang  berarti  Kalam  Allah.  Tidak  ada yang mengganti Kalimat-kalimat-Nya. Lafadz ‘ﺳﻌﻔﺺ’ yaitu ‘ واﻟﺨﺒﺰ ﺑﺼﺎع ﺻﺎع ﺑﺎﻟﺨﺒﺰ’ yang berarti satu shok diganti atau dibalas dengan satu shok dan roti diganti atau dibalas dengan roti. Lafadz ‘ﻗﺮﺷﺖ’ yaitu ‘ﺗﺤﺸﺮھﻢ ﺣﯿﻦ ﺟﮭﻨﻢ ﺗﻘﺮﺷﮭﻢ’ yang berarti Mereka (penduduk neraka) ditusuk nerakan Jahanam ketika ia melahap mereka.”
 
Akhirnya Si juru tulis pun berkata kepada Maryam, “Bawalah anakmu! Ia sudah berilmu dan tidak memerlukan lagi guru.”

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika Isa diutus oleh Ibunya, Maryam, untuk   pergi   menemui   si   juru   tulis, maka    Si    juru    tulis    itu    berkata kepadanya,   “Bacalah   ‘   اﻟﺮﺣﻤﻦ  ﷲ   ﺑﺴﻢ اﻟﺮﺣﯿﻢ’.”        Kemudian    Isa    berkata kepadanya,  “Apa  hakikat  ‘ﷲ  ﺑﺴﻢ’?”  Si juru tulis menjawab, “Aku tidak tahu.” Kemudian  Isa  menjelaskan,  “  ‘ﷲ  ﺑﺴﻢ’ yaitu  bahwa  huruf  baa  adalah    ﺑﮭﺎء ﷲ(Keagungan Allah), huruf sin adalah ﷲ  ﺳﻨﺎء(Keluhuran   Allah),   dan   huruf mim adalah ﷲ ﻣﻠﻚ (Kerajaan Allah).”
 
38.    NADZOM KELIMA PULUH TUJUH

سَـمَّيْـتُهَا عَـقِـيْدَةَ الْعَوَامِ * مِـنْ وَاجِبٍ فِي الدِّيْنِ بِالتَّمَامِ

[57] Saya memberi judul bait-bait akidah tersebut dengan judul Aqidah al-Awam yang ia adalah aqidah yang wajib dalam agama secara pasti.
 
a.    I’rob Nadzom

Perkataan Syeh Ahmad Marzuki ‘ﺳﻤﯿﺘﮭﺎ’ berarti bahwa huruf haa adalah maf’ul   pertama   yang   kembali   pada marjik ‘اﻟﻌﻘﯿﺪة’ dan perkataannya ‘ ﻋﻘﯿﺪة اﻟﻌﻮام’ adalah maf’ul kedua karena lafadz ‘ﱠﻤﻰ َﺳ ’ muta’adi pada dua maf’ul tetapi maf’ul yang kedua terkadang dibaca jer dengan huruf jer baa, dan terkadang dibaca nashob. Kami berkata, ‘ وﻟﺪى ﺳﻤﯿﺖ زﯾﺪا        وﺳﻤﯿﺘﮫ        ﺑﺰﯾﺪ’.         Sama       dengan pengamalan  lafadz  ‘ﺳﻤﻰ’  adalah lafadz ‘ﻛﻨﻰ’ dan ‘دﻋﺎ’,  seperti    yang telah disebutkan oleh Syeh  Muhammad al- Andalusi dalam kitabnya yang berjudul al-Mustaqil Bil    Mafhumiati Fi Hilli Alfaadzi al-Ajurumiah.
Adapun Syeh Ahmad Marzuki menyebutkan judul kitab akidah ini adalah karena memang dianjurkan bagi seorang penyusun karya ilmiah untuk menyebutkan judul karyanya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Perkataan Syeh Ahmad Marzuki
 
‘ﺑﺎﻟﺘﻤﺎم اﻟﺪﯾﻦ ﻓﻰ واﺟﺐ ﻣﻦ’merupakan athof bayan atau penjelasan dari lafadz ‘ , maksudnya adalah ‘ اﻟﺘﻰ اﻟﻌﻮام ﻋﻘﯿﺪة ﺑﺎﻟﺘﻤﺎم اﻟﺪﯾﻦ ﻓﻰ واﺟﺒﺔ ھﻰ’ atau Saya memberi judul bait-bait akidah tersebut dengan judul Aqidah al-Awam yang ia adalah aqidah yang wajib dalam agama secara pasti, karena kitab tersebut mencakup akidah-akidah yang diwajibkan bagi seluruh mukallaf.

b.    Perihal dalam Agama
 
Perihal-perihal agama ada 4 (empat), seperti yang telah dikatakan oleh Syeh Nawawi, maksudnya tanda-tanda wujud atau keberadaan agama ada 4. Sebagian ulama telah menadzomkannya dari bahar towil, yaitu:
 
Tanda-tanda wujudnya agama adalah kebenaran penyengajaan, memenuhi janji, ** meninggalkan larangan,    dan    keabsahan kemantapan.

Maksud kebenaran penyengajaan adalah melaksanakan ibadah dengan niat dan ikhlas. Memenuhi janji adalah melaksanakan kefardhuan-kefardhuan. Meninggalkan         larangan         adalah menjauhi hal-hal yang diharamkan. Dan keabsahan akidah adalah kemantapan (keyakinan) dengan akidah-akidah ahli sunah.
 
PENUTUP

1.    Penutupan dari Syeh Nawawi al-Banteni
 
Tulisan pada paragraf ini adalah akhir dari semua tulisan yang telah dimudahkan oleh Allah, yang mana semua tulisan tersebut ditampilkan tanpa jlimet dan berbelit-belit, melainkan ditampilkan dengan mudah, benar, dan gampang dipahami. Hanya kepada Allah lah, saya memohon, dan dengan Nabinya, saya berwasilah, agar menjadikan kitab Nur-adz-Dzolam ini sebagai amal yang murni karena Dzat- Nya Yang Mulia, dan menjadikannya bermanfaat dengan kemanfaatan yang merata. Harapan yang saya minta dari pembaca yang berakal selamat dan berbudi luhur adalah memaafkan kekeliruanku    dan    menutupi kesalahanku [dalam penulisan kitab ini]. Wahai saudaraku! Jadilah anda sebagai orang yang menutupi aib-aib. Hanya kepada Allah, saya memohon ampunan dosa-dosa. Tidak ada daya kekuatan melakukan ketaatan dan tidak ada daya kekuatan menghindari dosa-dosa maksiat kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Luhur dan Agung. Semoga  Allah menambahkan        rahmat        dan keselamatan, serta memuliakan dan mencurahi anugerah, kepada  Nabi yang penyayang dan berbelas kasih, dan kepada seluruh keluarganya dan sahabatnya.
Maha Suci Tuhanmu Yang Mulia dari semua yang disifatkan oleh orang- orang musyrik. (180) Dan semoga keselamatan selalu tercurahkan kepada para rasul. (181) Dan segala pujian adalah hanya milik Allah.
(182) (QS. As-Shoffaat: 180-182)
Syeh Nawawi al-Banteni berkata, “Kitab [Nur ad-Dzolam] ini dimulai penyusunannya pada hari Selasa setelah waktu Dzuhur pada tanggal 13 pada bulan Syawal al- Mubarok tahun 1277 Hijriah. Semoga Allah selalu mencurahkan rahmat termulia dan penghormatan agung kepada Rasulullah Sang Pemilik Hijrah Nabawiah. Penyelesaian penyusunan bertepatan pada hari Sabtu pada waktu Dhuha tanggal 27 bulan Syawal di Mekah al-Musyarrofah. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan salam kepada pemimpin kita, Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya.

2.    Penutup dari Penerjemah

أكملت هذه الترجمة بالحمد لله الواحد والصلاة والسلام على نبيه المحمود محمد مبلغ الرسالة إلى الأمة وعلى آله وأصحابه أجمعين والشهادة التوحيدية والرسالتية بأن أقول وأقر عليكم أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله شهادة دائمة إلى يوم قبض الروح وناجية لى من دخول النار وعذا ا سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين ونخص خصوصا هدية حجم هذه الترجمة لمشيطة لأجل يوم ميلادها يسرها الله فى تحفيظ كتاب الله القرآن اين ما كانت والعفو منكم رحمكم الله آمين آمين آمين

LihatTutupKomentar