Kewajiban Orang Tua terhadap Anak

Fasal Kewajiban Wali Anak Didik Dan Pemimpin Fardhu Wudhu Perkara Yang Membatalkan Wudhu Yang Mewajibkan Istinjak Mandi Syarat Toharoh (Wudhu, Mandi

Kewajiban Orang Tua terhadap Anak

Nama kitab: Terjemah Mirqatus Suud Syarah Sulam Taufiq (bahasa Indonesia, Melayu)
Judul lengkap: Mirqotus Su’ud at-Tashdiq Fi Syarhi Sullam at-Taufiq Ila Mahabbatillah ‘Ala at-Tahqiq, Mirqat Su'ud al-Tashdiq fi Sharh Sullam al-Taufiq ila Mahabbat Allah ala al-Tahqiq.
Judul asal dalam teks Arab: مرقاة صعود التصديق فى شرح سلم التوفيق الى محبة الله على التحقيق
Makna: Tangga naik menuju keimanan komentar atas kitab Sullamut Taufiq (tangga pertolongan) menuju cinta Allah secara benar.
Penulis, pengarang: Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Banten
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Bidang studi: Akidah, fikih, tauhid
Penerjemah:

Daftar isi

  1. Bagian Ketujuh: Fasal Kewajiban Wali Anak Didik Dan Pemimpin
  2. Bagian Kedelapan: Fasal Fardhu-Fardhu Wudhu
  3. Bagian Kesembilan: Fasal Perkara-Perkara Yang Membatalkan Wudhu
  4. Bagian Kesepuluh: Fasal Perkara-Perkara Yang Mewajibkan Istinjak Dan Syarat-Syaratnya
  5. Bagian Kesebelas: Fasal Perkara-Perkara Yang Mewajibkan Mandi Dan Fardhu-Fardhunya
  6. Bagian Kedua Belas: Fasal Syarat-Syarat Toharoh (Wudhu, Mandi, Dan Tayamum) Dan Rukun-Rukun Tayamum
  7. Bagian Ketiga Belas: Fasal Perkara-Perkara Yang Diharamkan Atas Orang Yang Menanggung Hadas 
  8. Kembali ke: Terjemah Mirqotus Su'ud

 ﻓﺼﻞ( ﻓﻴﻤﺎ ﳚﺐ ﻋﻠﻰ ﺻﺎﺣﺐ اﻟﻮﻻﻳﺔ

BAGIAN KETUJUH (FASAL) KEWAJIBAN WALI ANAK DIDIK DAN PEMIMPIN
Syeh Nawawi al-Banteni rahimahullah berkata,

)ﳚﺐ( ﻋﻠﻰ ﻃﺮﻳﻖ اﻟﻜﻔﺎﻳﺔ )ﻋﻠﻰ وﱃ اﻟﺼﱮ واﻟﺼﺒﻴﺔ اﳌﻤﻴﺰﻳﻦ أن ﻳﺄﻣﺮﳘﺎ( أى اﳌﻤﻴﺰﻳﻦ ﻣﻦ اﻟﺸﺮوط اﻟﺼﻼة )أﺣﻜﺎﻣﻬﺎ( أى أى اﳌﻤﻴﺰﻳﻦ )وﻳﻌﻠﻤﻬﻤﺎ( ﻗﻀﺎء وﻟﻮ )ﺑﺎﻟﺼﻼة( وﻏﲑﻫﺎ )ﺑﻌﺪ( ﲤﺎم )ﺳﺒﻊ ﺳﻨﲔ( وﻻ ﺑﺪ ﻣﻦ اﻟﺘﻬﺪﻳﺪ ﺑﺎﻟﻀﺮب وﳓﻮﻩ ﻣﻊ اﻷﻣﺮ واﳌﺮاد ﺑﺎﻟﻮﱃ ﻛﻞ ﻣﻦ أﺑﻮﻳﻪ وإن ﻋﻠﻴﺎ وﻟﻮ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻷم ﻓﻴﺴﻘﻂ اﻟﻮﺟﻮب ﺑﻔﻌﻞ أﺣﺪﳘﺎ ﳊﺼﻮل اﳌﻘﺼﻮد ﺑﻪ

A.    Kewajiban Orang Tua terhadap Anak.
Diwajibkan secara fardhu kifayah atas wali shobi atau shobiah yang keduanya telah tamyiz untuk memerintahkan mereka melaksanakan sholat, meskipun sholat qodho dan mengajari mereka hukum-hukum sholat, seperti syarat-syaratnya dan lain-lain, setelah mereka genap berusia 7 tahun (dengan hitungan kalender Hijriah). Dalam memberikan perintah harus disertai dengan menakut-nakuti akan dipukul atau lain-lainnya. Yang dimaksud dengan wali disini adalah masing-masing dari bapak dan ibu meskipun tingkatan seatasnya (seperti; kakek, nenek) dan meskipun dari jalur garis keturunan ibu. Oleh karena fardhu kifayah, maka kewajiban memerintah dan mengajari akan gugur jika telah dilakukan oleh salah satu dari para wali karena tujuan intinya telah tercapai.

وإﳕﺎ ﺧﻮﻃﺒﺖ ﺑﺬﻟﻚ اﻷم وإن ﱂ ﻳﻜﻦ ﳍﺎ وﻻﻳﺔ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ اﻷﻣﺮ ﺑﺎﳌﻌﺮوف وﻟﺬﻟﻚ وﺟﺐ

 

ﻷ ﻤﺎ
 
ﺑﺬﻟﻚ
 
اﻷﺑﻮﻳﻦ
 
ﺧﺼﻮا
 
وإﳕﺎ
 
اﻟﺰرﻛﺸﻰ
 
ﻣﺎ ذﻛﺮﻩ
 
ﻋﻠﻰ
 
أﻳﻀﺎ
 
اﻷﺟﺎﻧﺐ
 
ﻋﻠﻰ
 
ذﻟﻚ

 

أﺧﺺ ﻣﻦ ﺑﻘﻴﺔ اﻷﺟﺎﻧﺐ ﻧﻘﻠﻪ اﻟﻜﺮدى ﻋﻦ اﻹﻳﻌﺎب


Adapun ibu dituntut untuk memerintah dan mengajari, meskipun ia tidak memiliki hak kewalian, karena tuntutan tersebut termasuk dari al- amru bil ma’ruf sehingga diwajibkan atas siapa pun juga, berdasarkan keterangan yang disebutkan oleh az-Zarkasyi. Alasan mengapa para ulama mengkhususkan kedua orang tua sebagai pihak yang dituntut adalah karena
 
mereka adalah yang lebih khusus daripada orang lain, seperti yang dikutip al-Kurdi dari kitab al-I’ab.

 
وﺣﺪﻩ
 
وﻳﺸﺮب
 
وﺣﺪﻩ
 
ﻳﺄﻛﻞ
 
ﲝﻴﺚ
 
واﻟﺼﺒﻴﺔ
 
اﻟﺼﱮ
 
ﻛﻞ ﻣﻦ
 
ﻳﻜﻮن
 
اﻟﺘﻤﻴﻴﺰ أن
 
وﺣﺪ
 
وﻳﺴﺘﻨﺠﻰ وﺣﺪﻩ وﻗﻴﻞ أن ﻳﻔﻬﻢ اﳋﻄﺎب وﻳﺮد اﳉﻮاب وﻗﻴﻞ أن ﻳﻌﺮف ﳝﻴﻨﻪ ﻣﻦ ﴰﺎﻟﻪ
ﺣﻜﻰ ذﻟﻚ ﻋﻄﻴﺔ واﳌﺮاد أن ﻳﻌﺮف ﻣﺎ ﻳﻨﻔﻌﻪ وﻣﺎ ﻳﻀﺮﻩ

    Batasan Tamyiz

Batasan tamyiz adalah sekiranya masing-masing dari shobi atau shobiah dapat makan sendiri, minum sendiri, dan cebok sendiri. Menurut qiil, batasannya adalah sekiranya masing-masing dari mereka dapat memahami dialog atau perkataan yang ditujukan kepadanya serta dapat merespon. Menurut qiil lain, batasannya adalah sekiranya masing-masing dari mereka mengetahui kanannya dan kirinya, seperti yang diceritakan oleh Syeh Athiah, maksudnya; masing-masing dari mereka mengetahui mana yang baik baginya dan mana yang buruk baginya.

وﻻ ﳚﺐ اﻷﻣﺮ ﻗﺒﻞ ﲤﺎم اﻟﺴﺒﻊ وإن ﻣﻴﺰ ﻗﺒﻠﻬﺎ

Memberikan perintah untuk melaksanakan sholat dan lainnya tidak diwajibkan atas wali sebelum masing-masing shobi atau shobiah genap berusia 7 (tujuh) tahun, meskipun sudah tamyiz.

)وﻳﻀﺮ ﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﺑﻌﺪ( ﺷﺮوع )ﻋﺸﺮ ﺳﻨﲔ( أى إذا وﺻﻼ إﻟﻴﻬﺎ ﺑﺘﻤﺎم اﻟﺘﺴﻌﺔ ﻷ ﺎ ﻣﻈﻨﺔ اﻻﺣﺘﻼم واﻟﺮاﺟﺢ أ ﻤﺎ ﻳﻀﺮﺑﺎن ﺑﻘﺪر اﳊﺎﺟﺔ وإن ﻛﺜﺮ ﻟﻜﻦ ﺑﺸﺮط أن ﻳﻜﻮن ﻏﲑ
ﻣﱪح ﻓﻼ ﻳﺘﻘﻴﺪ ﺑﺼﻼص ﻣﺮات ﺧﻼﻓﺎ ﻻﺑﻦ ﺟﺮﻳﺢ ﺣﻴﺚ ﻗﻴﺪﻩ ﺎ أﺧﺬا ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻏﻂ
ﺟﱪﻳﻞ ﻟﻠﻨﱮ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﺛﻼث ﻣﺮات ﰱ اﺑﺘﺪاء اﻟﻮﺣﻰ ذﻛﺮﻩ اﻟﺸﺮﻗﺎوى وﻟﻮ ﱂ
ﻳﻔﺪ إﻻ اﳌﱪح ﺗﺮﻛﻬﻤﺎ ﻋﻠﻰ اﳌﻌﺘﻤﺪ ﻗﺎﻟﻪ اﻟﻜﺮدى

Diwajibkan atas wali untuk memukul shobi atau shobiah karena meninggalkan sholat setelah mereka genap berusia 9 (sembilan) tahun dan beranjak ke usia 10 (sepuluh) tahun, karena di usia tersebut merupakan usia yang disangka terjadinya ihtilam (mimpi basah). Menurut pendapat rojih, mereka dipukul seperlunya meskipun banyak, tetapi dengan syarat pukulan tersebut tidak sampai menyakiti (menghilangkan nyawa atau melemahkan
 
fungsi tubuh yang dipukul). Dengan demikian, berdasarkan pendapat rojih tersebut, pukulan tidak dibatasi sebanyak 3 (tiga) kali, berbeda dengan pendapatnya Ibnu Juraih yang mana ia membatasi pukulan sebanyak 3 (tiga) kali dengan berlandaskan hadis bahwa Malaikat Jibril menaungi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama sebanyak 3 (tiga) kali pada saat permulaan diturunkannya wahyu. Perbedaan pendapat dari Ibnu Juraih tersebut disebutkan oleh asy-Syarqowi. Apabila shobi atau shobiah tidak jera atau kapok meninggalkan sholat kecuali memang harus dipukul dengan pukulan yang menyakiti, maka menurut pendapat mu’tamad, mereka ditinggalkan saja, maksudnya tidak dipukul, seperti yang dikatakan oleh al-Kurdi.

)ﻛﺼﻮم أﻃﺎﻗﺎﻩ( ﺑﺄن ﱂ ﲢﺼﻞ ﳍﻤﺎ ﺑﻪ ﻣﺸﻘﺔ ﻻ ﲢﺘﻤﻞ ﻋﺎدة وإن ﱂ ﺗﺒﺢ اﻟﺘﻴﻤﻢ أﻓﺎدﻩ اﺑﻦ
 
أﻳﺎم
 
ﺛﻼﺛﺔ
 
ﺻﻴﺎم
 
اﻟﻐﻼم
 
أﻃﺎق
 
إذا
 
وﺳﻠﻢ
 
اﷲ ﻋﻠﻴﻪ
 
ﺻﻠﻰ
 
ﻗﺎل
 
اﳉﻮاد
 
ﰱ ﻓﺘﺢ
 
ﺣﺠﺮ
 
ﻣﺘﺘﺎﺑﻌﺎت ﻓﻘﺪ وﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺻﻮم ﺷﻬﺮ رﻣﻀﺎن رواﻩ أﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ واﻟﺪﻳﻠﻤﻰ

Demikian juga, wali diwajibkan memerintahkan shobi atau shobiah untuk berpuasa Ramadhan jika mereka kuat, yaitu sekiranya mereka tidak mengalami resiko yang diluar kebiasaan, meskipun resiko tersebut tidak sampai termasuk resiko yang memperbolehkan tayamum, seperti yang difaedahkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathu al-Jawad. Begitu juga, wali diwajibkan memukul mereka jika mereka meninggalkan puasa. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Ketika bocah telah kuat melaksanakan puasa selama 3 (tiga) hari berturut-turut maka ia wajib berpuasa Ramadhan. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan ad- Dailami.

وﻗﺎل ﻋﻄﻴﺔ وﻻ ﻳﻀﺮب اﻟﺰوﺟﺔ ﰱ ﺣﻘﻮق اﷲ ﺑﻞ ﻳﻘﺘﺼﺮ ﻋﻠﻰ اﻷﻣﺮ ﲞﻼف ﺣﻘﻮق ﻧﻔﺴﻪ
اﻩ
Syeh Athiah berkata, “Suami tidak boleh memukul istrinya yang meninggalkan hak-hak Allah (seperti; sholat, puasa, dan lain-lain), melainkan ia hanya memerintahkannya untuk melaksanakannya saja. Berbeda dengan masalah apabila istri meninggalkan hak-hak suami, maka suami boleh memukulnya.”

)وﳚﺐ ﻋﻠﻴﻪ أﻳﻀﺎ( أى ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻣﺮ )ﺗﻌﻠﻴﻤﻬﻤﺎ( أى اﻟﺼﱮ واﻟﺼﺒﻴﺔ )ﻣﺎ ﳚﺐ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ( أى وﻣﺎ ﻳﻨﺪب ﳍﻤﺎ ﻣﻦ ﺳﺎﺋﺮ ﺷﺮاﺋﻊ اﻹﺳﻼم وﳚﺐ أﻣﺮﳘﺎ ﺑﺬﻟﻚ ﻓﻬﻮ واﺟﺐ ﰱ اﻟﻮاﺟﺐ
وﻣﻨﺪوب ﰱ اﳌﻨﺪوب
 
Diwajibkan atas wali untuk mengajari shobi dan shobiah tentang syariat-syariat Islam yang diwajibkan dan yang disunahkan atas mereka. Selain itu, ia juga diwajibkan untuk memerintah mereka melaksanakan syariat-syariat Islam. Apabila syariat yang diperintahkan adalah wajib maka hukum memerintahnya pun wajib. Apabila syariat yang diperintahkan adalah sunah maka hukum memerintahnya pun sunah.

)و( ﳚﺐ ﺗﻌﻠﻴﻤﻬﻤﺎ )ﻣﺎ ﳛﺮم( أى ﳚﺐ ﺑﻴﺎﻧﻪ ﳍﻤﺎ و ﻴﻬﻤﺎ ﻋﻨﻪ وﻻ ﻳﻨﺘﻔﻰ ﺑﺬﻟﻚ اﻟﻮﺟﻮب
إﻻ ﺑﺎﻟﺒﻠﻮغ ﻣﻊ اﻟﺮﺷﺪ

Dan juga, diwajibkan atas wali untuk mengajari mereka perkara- perkara yang diharamkan dan mencegah mereka darinya. Kewajiban ini belum berakhir kecuali jika mereka telah mencapai baligh serta rusyd (pintar).

وأﺟﺮة ﺗﻌﻠﻴﻤﻬﻤﺎ ذﻟﻚ ﻛﺎﻟﻘﺮآن واﻵداب ﰱ ﻣﺎﳍﻤﺎ ﰒ ﻋﻠﻰ أﺑﻴﻬﻤﺎ ﰒ أﻣﻬﻤﺎ أﻓﺎدﻩ اﺑﻦ
ﺣﺠﺮ
Biaya mengajari, seperti; mengajari al-Quran, adab, diambil dari harta shobi atau shobiah. Jika mereka tidak memiliki harta, maka biayanya dibebankan atas bapak, kemudian ibu, seperti yang difaedahkan oleh Ibnu Hajar.

 
ﺷﺮط ﻣﻦ
 
ﺗﺎرك
 
اﻟﺼﻼة( أو
 
ﺗﺎرك
 
)ﻗﺘﻞ
 
ﻧﺎﺋﺒﻪ
 
اﻹﻣﺎم أو
 
اﻷﻣﺮ( ﻣﻦ
 
وﻻة
 
ﻋﻠﻰ
 
)وﳚﺐ
 
ﺷﺮوﻃﻬﺎ ا ﻤﻊ ﻋﻠﻴﻪ أو رﻛﻦ ﻣﻦ أرﻛﺎ ﺎ ﻛﺬﻟﻚ ودﺧﻞ ﻓﻴﻬﺎ اﳉﻤﻌﺔ ﰱ ﳏﻞ اﻹﲨﺎع ﻋﻠﻴﻬﺎ )ﻛﺴﻼ( أى ﻣﺴﺎﻫﻼ و ﺎوﻧﺎ ﺑﺄن ﻳﻌﺪ ذﻟﻚ ﺳﻬﻼ ﻫﻴﻨﺎ )إن ﱂ ﻳﺘﺐ( أى ﱂ ﳝﺘﺜﻞ اﻷﻣﺮ وﱂ ﻳﺼﻞ وﻳﺘﻮﻋﺪ ﺑﺎﻟﻘﺘﻞ إن ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻓﺈن ﻓﻌﻠﻬﺎ ﺑﻌﺪ ذﻟﻚ ﺗﺮك وإﻻ ﻗﺘﻞ ﺑﻀﺮب ﻋﻨﻘﻪ ﺑﻨﺤﻮ
اﻟﺴﻴﻒ
B.    Kewajiban Pemerintah
Pemerintah, yakni imam atau naaibnya, diwajibkan membunuh mukallaf yang meninggalkan sholat, atau yang meninggalkan salah satu syarat dari syarat-syaratnya yang telah diijmakkan, atau yang meninggalkan salah satu rukun dari rukun-rukunnya yang telah diijmakkan, atau yang meninggalkan sholat Jumat, yang mana meninggalkannya itu karena malas
 
atau nggampangake dan orang yang meninggalkannya itu belum bertaubat, sekiranya; ia belum mengikuti perintah dan melaksanakan apa yang ditinggalkan. Diwajibkan pula bagi pemerintah untuk mengancamnya dengan ancaman akan dibunuh jika meninggalkannya. Apabila setelah diancam, orang itu melaksanakan sholat dan lainnya yang ditinggalkan maka ia tidak jadi dibunuh. Sebaliknya, jika ia tidak melaksanakannya setelah diancam maka ia dibunuh dengan dipenggal kepalanya dengan, misalnya; pedang.
وﻻ ﻳﻘﺘﻞ ﺑﺎﻟﻔﺎﺋﺘﺔ إﻻ إن ﺗﻮﻋﺪ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻗﺒﻞ

Mukallaf tidak dihukum dengan dibunuh karena ia meninggalkan sholat faitah (yaitu sholat yang sudah terlewatkan karena waktunya telah habis), kecuali apabila sebelumnya ia telah diancam akan dibunuh (yaitu sebelum sholat berubah menjadi faitah) maka ia dihukum dengan dibunuh karena meninggalkan sholat faitah tersebut.

وإذا ﻗﺎل ﺻﻠﻴﺖ ﻗﺒﻞ ﻣﻨﻪ وإن ﻛﺎن ﺟﺎﻟﺴﺎ ﻋﻨﺪﻧﺎ وﱂ ﻧﺸﺎﻫﺪ ذﻟﻚ ﻣﻨﻪ ﻓﻼ ﻳﻘﺘﻞ ﻻﺣﺘﻤﺎل أﻧﻪ ﻃﺮأ ﻋﺬر ﺟﻮز ﻟﻪ اﻟﺼﻼة ﺑﺎﻹﳝﺎء ﲞﻼف ﻣﺎ ﻟﻮ ﻗﺎل ﺻﻠﻴﺖ ﰱ اﳊﺮم ﻻ ﻳﻘﺒﻞ ﻣﻨﻪ ﻷﻧﻪ
ﻣﻦ ﺧﻮارق اﻟﻌﺎدات اﻟﱴ ﻻ ﻳﻌﺘﺪ ﺎ ﺷﺮﻋﺎ أﻓﺎدﻩ اﻟﺸﺮﻗﺎوى

Apabila mukallaf berdalih, “Saya telah sholat,” maka dalihannya tersebut diterima, meskipun ia tengah duduk di samping kita saat berdalih, dan meskipun kita tidak melihatnya telah melaksanakan sholat, maka ia tidak dibunuh karena masih adanya kemungkinan bahwa ia mengalami udzur yang memperbolehkannya sholat dengan berisyarat. Berbeda apabila mukallaf berkata, “Saya telah melaksanakan sholat di tanah Haram,” maka perkataannya itu tidak dapat diterima karena termasuk perkara yang khowarik al-adah yang tidak dianggap menurut syariat, seperti yang difaedahkan oleh asy-Syarqowi.

وﻻ ﻳﻘﺘﻞ إﻻ أﺧﺮج اﻟﺼﻼة ﻋﻦ ﲨﻴﻊ وﻗﺘﻬﺎ ﺣﱴ ﻋﻦ وﻗﺘﻬﺎ اﻟﻀﺮورى ﻓﻼ ﻳﻘﺘﻞ ﺑﱰك اﻟﻈﻬﺮ ﺣﱴ ﺗﻐﺮب اﻟﺸﻤﺲ وﻻ ﺑﱰك اﳌﻐﺮب ﺣﱴ ﻳﻄﻠﻊ اﻟﻔﺠﺮ وﻳﻘﺘﻞ ﰱ اﻟﺼﺒﺢ ﺑﻄﻠﻮع اﻟﺸﻤﺲ
وﰱ اﻟﻌﺼﺮ ﺑﻐﺮوب اﻟﺸﻤﺲ وﰱ اﻟﻌﺸﺎء ﺑﻄﻠﻮع اﻟﻔﺠﺮ

Mukallaf tidak dihukum dengan dibunuh kecuali apabila ia telah mengeluarkan sholat dari waktunya sampai waktu dhorurinya. Oleh karena itu, ia tidak dibunuh karena meninggalkan sholat Dzuhur kecuali sampai
 
matahari terbenam, dan ia tidak dibunuh karena meninggalkan sholat Maghrib kecuali sampai terbitnya fajar. Ia dibunuh karena meninggalkan sholat Subuh sampai terbitnya matahari, atau karena meninggalkan sholat Ashar sampai terbenamnya matahari, atau karena meninggalkan sholat Isyak sampai terbitnya fajar.

)وﺣﻜﻤﻪ( أى ﺗﺎرك اﻟﺼﻼة ﻛﺴﻼ )ﻣﺴﻠﻢ( ﻓﻴﺠﺐ دﻓﻨﻪ ﰱ ﻣﻘﺎﺑﺮ اﳌﺴﻠﻤﲔ ﻷﻧﻪ ﻣﻨﻬﻢ وﻳﺮﻓﻊ ﻗﱪﻩ ﺑﻘﺪر ﺷﱪ وﳚﺐ أﻳﻀﺎ ﻏﺴﻠﻪ وﺗﻜﻔﻴﻨﻪ واﻟﺼﻼة ﻋﻠﻴﻪ ﻗﺎل ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺻﻠﻮا ﺧﻠﻒ ﻛﻞ ﺑﺎر وﻓﺎﺟﺮ وﺻﻠﻮا ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺑﺎر وﻓﺎﺟﺮ وﺟﺎﻫﺪوا ﻣﻊ ﻛﻞ ﺑﺎر وﻓﺎﺟﺮ رواﻩ اﻟﺒﻴﻬﻘﻰ وﻗﺎل ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺻﻠﻮا ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻗﺎل ﻻإﻟﻪ إﻻ اﷲ وﺻﻠﻮا وراء ﻣﻦ
ﻗﺎل ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﷲ رواﻩ اﻟﺪارﻗﻄﲎ واﻟﻄﱪاﱏ وﻏﲑﳘﺎ

Status orang yang meninggalkan sholat karena malas yang telah dibunuh adalah muslim. Oleh karena itu, mayitnya wajib dikuburkan di kuburan muslim karena ia termasuk muslim juga, dan kuburannya ditinggikan kurang lebih sejengkal. Mayitnya juga wajib dimandikan, dikafani, dan disholati. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama telah bersabda, “Sholatlah dibelakang imam yang baik atau bermaksiat, dan sholatilah setiap mayit yang baik atau bermaksiat, dan berjihadlah bersama setiap orang yang baik atau bermaksiat,” hadis diriwayatkan oleh al- Baihaqi. Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Sholatilah mayit yang mati menetapi ‘ﷲ إﻻ إﻟﮫ ﻻ’ dan sholatlah di belakang imam yang berkata, ‘ﷲ إﻻ إﻟﮫ ﻻ’,” hadis diriwayatkan oleh ad-Daruqutni, Tabrani, dan lain-lain.
)وﳚﺐ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ أﻣﺮ أﻫﻠﻪ( أى زوﺟﻨﻪ وﳏﺮﻣﻪ ) ﺎ( أى ﺑﺎﻟﺼﻼة ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﱃ وأﻣﺮ
 
)وﺷﺮوﻃﻬﺎ
 
اﻟﺼﻼة
 
أرﻛﺎ ﺎ(أى
 
)وﺗﻌﻠﻴﻤﻬﻢ
 
ﻓﻌﻠﻬﺎ
 
ﻋﻠﻰ
 
)وﻗﻬﺮﻫﻢ(
 
ﺑﺎﻟﺼﻼة
 
أﻫﻠﻚ
 
وﻣﺒﻄﻼ ﺎ( وﻣﺜﻞ اﻟﺼﻼة ﺳﺎﺋﺮ ﺷﺮاﺋﻊ اﻹﺳﻼم
Diwajibkan atas setiap muslim untuk memerintah keluarganya dan mahramnya melaksanakan sholat, karena Firman Allah, “Dan perintahlah keluargamu sholat,” dan memaksa mereka untuk melaksanakannya, dan mengajari mereka rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, dan perkara-perkara yang membatalkannya. Selain sholat, ia diwajibkan memerintah, memaksa melaksanakan, dan mengajari syariat-syariat Islam.
 
ﻗﺎل اﻟﺪﻣﲑى وﻣﻘﺘﻀﻰ ﻛﻼم اﻟﺮوﺿﺔ أن اﻟﺰوج ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﺿﺮب زوﺟﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﺗﺮك اﻟﺼﻼة ﻟﻜﻦ ﰱ ﻓﺘﺎوى اﺑﻦ اﻟﺒﺎروى أﻧﻪ ﳚﺐ ﻋﻠﻴﻪ أﻣﺮﻫﺎ ﺑﺎﻟﺼﻼة ﰱ أوﻗﺎ ﺎ وﺿﺮ ﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﻩ )و( ﳚﺐ اﻷﻣﺮ واﻟﻘﻬﺮ واﻟﺘﻌﻠﻴﻢ أﻳﻀﺎ ﻋﻠﻰ )ﻛﻞ ﻣﻦ ﻗﺪر ﻋﻠﻴﻪ( أى اﳌﺬﻛﻮر ﻣﻦ اﻷﻣﺮ واﻟﻘﻬﺮ
 
وذﻟﻚ
 
ﳏﺮم
 
وذى
 
اﻷﻣﺮ واﻟﺰوج
 
ووﻻة
 
اﻟﻮﱃ
 
اﳌﺬﻛﻮرﻳﻦ ﻣﻦ
 
ﻏﲑﻫﻢ( أى
 
)ﻣﻦ
 
واﻟﺘﻌﻠﻴﻢ
 
ﻛﺼﻠﺤﺎء اﳌﺴﻠﻤﲔ

Ad-Damiri berkata, “Menurut keterangan dari kitab ar-Roudhoh, suami tidak boleh memukul istri karena meninggalkan sholat. Namun, di dalam Fatawi ibnu al-Barizi disebutkan bahwa wajib bagi suami memerintah istri untuk melakukan sholat tepat pada waktunya dan memukulnya karena meninggalkannya.”

Selain wali, pemerintah (imam atau naaibnya), suami, dan orang yang memiliki mahram, anjuran memerintah, memaksa, dan mengajari sholat dan syariat-syariat Islam juga diwajibkan atas setiap orang yang mampu melakukannya.

 ﻓﺼﻞ( ﰱ ﻓﺮوض اﻟﻮﺿﻮء

BAGIAN KEDELAPAN (FASAL) FARDHU-FARDHU WUDHU
A.    Pengertian Wudhu
Menurut bahasa, wudhu berarti membasuh sebagian anggota tubuh, baik disertai dengan niat atau tidak. Sedangkan menurut istilah, wudhu berarti menggunakan air pada anggota-anggota tubuh tertentu yang diawali dengan niat. Demikian ini dijelaskan oleh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jurdani dalam Fathu al-Alam.

B.    Pensyariatan Wudhu
Ketahuilah sesungguhnya wudhu difardhukan bersamaan dengan difardhukannya ibadah sholat pada malam Lailatu al-Isrok, akan tetapi pensyariatannya lebih dulu daripada pensyariatan sholat karena ada sebuah riwayat bahwa Malaikat Jibril 'alaihi as-salam mendatangi Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallama pada permulaan terutusnya Rasulullah sebagai rasul. Malaikat Jibril mengajarinya wudhu. Lalu ia sholat bersamanya dua rakaat.

Wudhu termasuk salah satu syariat terdahulu karena ada hadis, "Ini adalah wudhuku dan wudhu para nabi sebelumku." Adapun yang dikhususkan bagi kita sebagai umat Rasulullah adalah tentang tata cara wudhu yang saat ini kita lakukan.

Awalnya, wudhu wajib dilakukan di setiap akan melakukan sholat fardhu, baik sudah hadas atau belum. Kemudian kewajiban ini disalin dan diganti dengan kewajiban berwudhu hanya saat akan melakukan sholat dan telah berhadas.
Semua keterangan di atas difaedahkan oleh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jurdani dalam Fathu al-Alam.

C.    Hikmah Wudhu
Hikmah mengapa wudhu hanya dilakukan pada 4 anggota tubuh, yaitu wajah, tangan, kepala, dan kaki adalah karena 4 anggota tubuh tersebut merupakan anggota tubuh yang dilakukan untuk melakukan dosa- dosa. Menurut qiil, "Hikmah mengapa wudhu hanya dikhususkan pada 4 anggota tubuh adalah karena Adam 'alaihi as-salam berjalan menuju pohon
 
buah khuldi dengan kedua kakinya. Ia melihat pohon tersebut dengan kedua matanya. Ia memetik buahnya dengan kedua tangannya. Dan daunnya tersentuh oleh kepalanya.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata, "Istinjak disyariatkan karena untuk menjimak hur al-'ain atau bidadari di surga. Membasuh kedua telapak tangan disyariatkan untuk makan hidangan-hidangan surga. Berkumur disyariatkan untuk bercakap- cakap dengan Allah Sang Penguasa Alam Semesta. Istinsyaq atau menghirup air ke dalam hidung disyariatkan untuk mencium bau-bau wangi surga. Membasuh wajah disyariatkan untuk melihat Dzat Allah Yang Maha Mulia. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku-siku disyariatkan untuk mengenakan gelang-gelang perhiasan surga. Mengusap kepala disyariatkan untuk mengenakan mahkota surga. Mengusap kedua telinga disyariatkan untuk mendengarkan Firman Allah Sang Penguasa Alam Semesta. Membasuh kedua kaki disyariatkan untuk berjalan di dalam surga.” Semoga Allah memasukkan kita ke dalam surga tanpa terlebih dahulu menerima siksa-Nya.
Demikian di atas difaedahkan oleh Sayyid al-Jurdani dalam Fathu
al-Alam.

D.    Keutamaan-keutamaan Wudhu
Banyak hadis yang menjelaskan tentang keutamaan-keutamaan wudhu, diantaranya;

ﻣﻦ ﺗﻮﺿﺄ ﻫﺬﻩ اﻷﻋﻀﺎء ﻓﺄﺣﺴﻦ وﺿﻮءﻫﺎ اﺳﺘﻮﺟﺐ ﻣﻦ اﷲ اﻟﺮﺿﻮان اﻷﻛﱪ
Barang siapa berwudhu dengan membasuh anggota-anggota tubuh ini (wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki), kemudian ia membaguskan wudhunya, maka ia berhak menerima keridhoan paling besar dari Allah.

ﻻ ﻳﺴﺒﻎ ﻋﺒﺪ اﻟﻮﺿﻮء إﻻ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ وﻣﺎ ﺗﺄﺧﺮ
Tidaklah seorang hamba menyempurnakan wudhunya kecuali dosa- dosanya yang telah lalu dan yang akan datang telah terampuni.

إن اﻟﻌﺒﺪ إذا ﺗﻮﺿﺄ ﻓﺘﻤﻀﻤﺾ أذﻫﺐ اﷲ ﺑﻜﻞ ذﻧﺐ أﺻﺎﺑﻪ ﺑﻔﻴﻪ ﻓﺈذا اﺳﺘﻨﺸﻖ أذﻫﺐ اﷲ ﺑﻜﻞ ذﻧﺐ أﺻﺎﺑﻪ ﺑﺄﻧﻔﻪ ﻓﺈذا ﻏﺴﻞ وﺟﻬﻪ أذﻫﺐ اﷲ ﺑﻜﻞ ذﻧﺐ أﺻﺎﺑﻪ ﺑﻮﺟﻬﻪ ﻓﺈذا ﻏﺴﻞ
 
ﻳﺪﻳﻪ أذﻫﺐ اﷲ ﺑﻜﻞ ذﻧﺐ أﺻﺎﺑﻪ ﺑﻴﺪﻳﻪ ﻓﺈذا ﻣﺴﺢ رأﺳﻪ أذﻫﺐ اﷲ ﺑﻜﻞ ذﻧﺐ أﺻﺎﺑﻪ
ﺑﺮأﺳﻪ ﻓﺈذا ﻏﺴﻞ رﺟﻠﻴﻪ أذﻫﺐ اﷲ ﺑﻜﻞ ذﻧﺐ أﺻﺎﺑﻪ ﺑﺮﺟﻠﻴﻪ رواﻩ أﲪﺪ ﰱ ﻣﺴﻨﺪﻩ
واﻟﻨﺴﺎﺋﻰ واﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ واﳊﺎﻛﻢ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ اﻟﺼﻨﺎﲜﻰ
Sesungguhnya ketika seorang hamba berwudhu, kemudian ia berkumur, maka Allah menghilangkan setiap dosa yang dilakukan oleh mulutnya. Ketika ia beristinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) maka Allah menghilangkan setiap dosa yang dilakukan oleh hidungnya. Ketika ia membasuh wajahnya maka Allah menghilangkan setiap dosa yang dilakukan oleh wajahnya. Ketika ia membasuh kedua tangan maka Allah menghilangkan setiap dosa yang dilakukan oleh kedua tangannya. Ketika ia mengusap kepalanya maka Allah menghilangkan setiap dosa yang dilakukan oleh kepalanya. Ketika ia membasuh kedua kakinya maka Allah menghilangkan setiap dosa yang dilakukan oleh kedua kakinya.
Demikian ini semua difaedahkan oleh Sayyid al-Jurdani dalam
Fathu al-Alam.

Syeh Nawawi al-Banteni rahimahullah berkata,

)وﻣﻦ ﺷﺮوط اﻟﺼﻼة( وﻟﻮ ﺻﻼة ﺟﻨﺎزة وﺳﺠﺪة ﺗﻼوة وﺷﻜﺮ )اﻟﻮﺿﻮء( ﻫﻮ ﺑﻀﻢ اﻟﻮاو اﺳﻢ ﻟﻠﺘﻨﻈﻴﻒ واﻟﺘﻮﺿﺆ وﻫﻮ اﳌﺮاد ﻫﻨﺎ وأﻣﺎ ﺑﻔﺘﺤﻬﺎ ﻓﻬﻮ اﺳﻢ ﳌﺎ ﻫﻴﺊ وأﻋﺪ ﻟﺬﻟﻚ ﻛﻤﺎء
 
ﻣﺎ ﰱ ﻣﻌﺪﻧﻪ
 
اﳊﻨﻔﻴﺔ واﻹﺑﺮﻳﻖ ﲞﻼف
 
وﺑﺎﳍﻤﺰ وﻣﺎء
 
اﻟﻴﺎء
 
وﺳﻜﻮن
 
اﳌﻴﻢ
 
ﺑﻜﺴﺮ
 
اﳌﻴﻀﺎء
 
ﻛﺎﻟﺒﺤﺮ واﻟﺒﺌﺮ ﻓﻼ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺬﻟﻚ أﻓﺎدﻩ ﻋﻄﻴﺔ

Termasuk salah satu syarat sholat, meskipun sholat jenazah, sujud
tilawah dan syukur, adalah wudhu.

Dalam Bahasa Arab, kata ‘اﻟﻮﺿﻮء’ (wudhu), yaitu dengan dhommah pada huruf /و/ adalah istilah bagi membersihkan dan melakukan wudhu. Ia adalah pokok materi yang akan dibahas nanti. Adapun kata ‘اﻟﻮﺿﻮء’ (wadhu) dengan fathah pada huruf /و/ pertama adalah nama bagi air yang disiapkan atau yang disediakan untuk melakukan wudhu, seperti; air midhok (air yang memang hanya disediakan untuk berwudhu), air ledeng, dan air kendi. Berbeda dengan air yang berada di tempat sumbernya, seperti; laut dan sumur, maka tidak disebut dengan wadhu.
 
E.    Fardhu-fardhu Wudhu

)وﻓﺮوﺿﻪ( أى اﻟﻮﺿﻮء )ﺳﺘﺔ اﻷول ﻧﻴﺔ اﻟﻄﻬﺎرة ﻟﻠﺼﻼة( وﻻ ﻳﻜﻔﻰ ﻧﻴﺔ اﻟﻄﻬﺎرة اﻟﻮاﺟﺒﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ اﻋﺘﻤﺪﻩ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﰱ ﺑﻌﺾ ﻛﺘﺒﻪ واﻋﺘﻤﺪ ﰱ ﺑﻌﺾ ﻛﺘﺐ أﺧﺮ اﻻﻛﺘﻔﺎء ﺑﺬﻟﻚ
 
ﲨﻴﻊ
 
اﻟﻄﻬﺎرة
 
ﻧﻮﻳﺖ
 
ﺑﻘﻮﻟﻪ
 
ﻟﻮ ﻧﻮى
 
ﻧﻌﻢ
 
ﻓﻘﻂ
 
اﻟﻄﻬﺎرة
 
ﻧﻴﺔ
 
ﻳﻜﻔﻰ
 
اﻟﻜﺮدى وﻻ
 
ﺣﻜﺎﻩ
 
أﻧﻮاﻋﻬﺎ أﺟﺰأﻩ ﻛﻤﺎ ﻧﻘﻠﻪ اﻟﻜﺮدى ﻋﻦ اﻹﻳﻌﺎب
Fardhu-fardhu wudhu ada 6 (enam), yaitu;
1.    Niat

Niat dalam berwudhu bisa dengan niatan bersuci karena sholat. Adapun kalau berniat dengan niatan bersuci wajib maka belum dianggap mencukupi menurut pendapat yang dipedomani oleh Ibnu Hajar dalam sebagian kitab-kitabnya, sedangkan dalam sebagian kitab-kitabnya yang lain, ia menganggap niatan tersebut sudah mencukupi, seperti yang diceritakan oleh al-Kurdi. Jika berniat dengan niatan bersuci saja maka belum mencukupi. Apabila seseorang berniat, “Saya niat bersuci, yaitu seluruh macam-macam bersuci,” maka sudah mencukupi, seperti keterangan yang dikutip oleh al-Kurdi dari kitab al-I’ab.

 
ﺎ أﺣﻜﺎم ﺳﺒﻌﺔ وﻧﻈﻤﻬﺎ اﻟﺘﺘﺎﺋﻰ اﳌﺎﻟﻜﻰ أو اﺑﻦ
 
)ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ( ﻷن ﳏﻞ اﻟﻨﻴﺔ اﻟﻘﻠﺐ وﻳﺘﻌﻠﻖ
ﺣﺠﺮ اﻟﻌﺴﻘﻼﱏ ﰱ ﻗﻮﻟﻪ
 
ﺳﺒﻊ ﺳﺆاﻻت أﺗﺖ ﰱ ﻧﻴﺔ ** ﺗﺄﺗﻰ ﳌﻦ ﻗﺎر ﺎ ﺑﻼ وﺳﻦ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﺣﻜﻢ ﳏﻞ وزﻣﻦ ** ﻛﻴﻔﻴﺔ ﺷﺮط وﻣﻘﺼﻮد ﺣﺴﻦ

Berniat dilakukan di dalam hati, karena hati adalah tempat niat. Ada 7 (tujuh) hukum yang berkaitan dengan niat. Mereka telah dinadzomkan oleh at-Tataki al-Maliki atau Ibnu Hajar al-Asqolani dalam perkataannya;
Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan niat ** mendatangi orang yang menyertakan niat tanpa kantuk.
(1) Hakikat (2) Hukum (3) Tempat (4) Waktu ** (5) Kaifiah (6) Syarat
(7) Tujuan yang baik.

)أو( ﻧﻴﺔ )ﻏﲑﻫﺎ( أى ﻏﲑ ﻧﻴﺔ اﻟﻄﻬﺎرة ﻟﻠﺼﻼة )ﻣﻦ اﻟﻨﻴﺎت ا ﺰﺋﺔ( ﻛﻨﻴﺔ أداء اﻟﻮﺿﻮء أو ﻓﺮﺿﻪ واﳌﺮاد ﺑﺎﻷداء ﻫﻨﺎ أداء ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻻ اﳌﻘﺎﺑﻞ ﻟﻠﻘﻀﺎء ﻻﺳﺘﺤﺎﻟﺘﻪ وﻟﻴﺲ اﳌﺮاد ﺑﺎﻟﻔﺮض
 
ﻫﻨﺎ ﻟﺰوم اﻻﺗﻴﺎن ﺑﻪ وإﻻ ﱂ ﻳﺼﺢ وﺿﻮء اﻟﺼﱮ ﺬﻩ اﻟﻨﻴﺔ ﺑﻞ ﻓﻌﻞ ﺷﺮط ﳓﻮ اﻟﺼﻼة
وﺷﺮط اﻟﺸﻴﺊ ﻳﺴﻤﻰ ﻓﺮﺿﺎ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﻜﺮدى ﻧﻘﻼ ﻋﻦ اﻻﻣﺪاد وﻗﺎل ﻋﻄﻴﺔ ﻓﺈذا ﻗﺎل
ﻧﻮﻳﺖ ﻓﺮض اﻟﻮﺿﻮء ﻛﻔﻰ وإن ﻛﺎن ﻗﺒﻞ اﻟﻮﻗﺖ ﺑﻨﺎء ﻋﻠﻰ أن ﻣﻮﺟﺒﻪ اﳊﺪث وإن ﻛﺎن
اﳌﻌﺘﻤﺪ أن ﻣﻮﺟﺒﻪ اﳊﺪث ﻣﻊ اﻟﻘﻴﺎم ﻟﻠﺼﻼة اﻧﺘﻬﻰ
Dalam niat wudhu, selain berniat dengan niatan bersuci karena sholat, juga bisa dengan niatan-niatan lain yang mencukupi, seperti niatan adak wudhu atau niatan melakukan fardhu wudhu. Yang dimaksud dengan adak dalam pernyataan niatan adak wudhu adalah adak yang berarti melakukan, bukan adak kebalikan dari qodho. Sedangkan yang dimaksud dengan fardhu dalam pernyataan niatan melakukan fardhu wudhu bukanlah fardhu yang berarti keharusan melakukannya, karena jika yang dimaksud fardhu adalah demikian maka wudhunya shobi tidak akan sah dengan niatan melakukan fardhu wudhu, tetapi fardhu disini diartikan melakukan syarat sholat; misalnya. Dan syarat sesuatu disebut dengan fardhu. Demikian itu difaedahkan oleh al-Kurdi dengan mengutip dari kitab al- Imdad. Syeh Athiah berkata, “Oleh karena itu, ketika seseorang berniat; saya berniat fardhu wudhu,; maka niatannya tersebut sudah cukup, meskipun fardhu wudhu belum dilakukan sebelum waktu fardhu itu sendiri. Niatan tersebut dihukumi cukup karena dilatar belakangi oleh alasan bahwa yang mewajibkan wudhu adalah hadas, meskipun menurut pendapat mu’tamad bahwa yang mengharuskan wudhu adalah hadas serta mendirikan sholat.”

وﻛﻨﻴﺔ اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ ﻣﻔﺘﻘﺮ إﱃ اﻟﻮﺿﻮء ﻛﻘﻮﻟﻪ ﻧﻮﻳﺖ اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ ﻣﺲ اﳌﺼﺤﻒ أو ﳓﻮﻩ وﻟﻮ ﻗﺎل ﻧﻮﻳﺖ اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ ﻣﻔﺘﻘﺮ إﱃ وﺿﻮء أﺟﺰأﻩ وإن ﱂ ﳜﻄﺮ ﺷﻴﺊ ﻟﻪ ﻣﻦ ﻣﻔﺮداﺗﻪ أﻓﺎدﻩ اﻟﻜﺮدى
ﻧﻘﻼ ﻋﻦ اﻟﺘﺤﻔﺔ واﻟﻨﻬﺎﻳﺔ

Niat berwudhu juga bisa berupa niatan agar diperbolehkannya melakukan sesuatu yang membutuhkan wudhu, seperti; seseorang berniat, “Saya berniat agar diperbolehkan menyentuh mushaf,” atau selainnya. Apabila seseorang berniat, “Saya berniat agar diperbolehkan melakukan sesuatu yang membutuhkan wudhu,” maka sudah mencukupi, meskipun ia tidak menyertakan sesuatu itu secara rinci di dalam hatinya, seperti yang difaedahkan oleh al-Kurdi dengan mengutip dari kitab at-Tuhfah dan an- Nihayah.
 
ﰒ ﻗﺎل اﻟﻜﺮدى ﻧﻘﻼ ﻋﻦ ا ﻤﻮع ﺷﺮط ﻧﻴﺔ اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ اﻟﺼﻼة ﻗﺼﺪ ﻓﻌﻠﻬﺎ ﺑﺘﻠﻚ اﻟﻄﻬﺎرة
ﻓﻠﻮ ﱂ ﻳﻘﺼﺪ ﻓﻌﻞ اﻟﺼﻼة ﺑﻮﺿﻮﺋﻪ ﻓﻬﻮ ﺗﻼﻋﺐ ﻻ ﻳﺼﺎر إﻟﻴﻪ
Kemudian al-Kurdi mengutip dari kitab al-Majmuk bahwa syarat niatan agar diperbolehkan sholat adalah menyengaja melakukan sholat dengan wudhu yang dilakukannya itu. Apabila ia tidak menyengaja demikian maka niatan tersebut tidak cukup.

وﻛﻨﻴﺔ اﻟﻮﺿﻮء ﻟﻜﻦ اﻻﻗﺘﺼﺎر ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ ﺧﻼف اﻷوﱃ ﻟﻘﻮة اﳋﻼف ﰱ اﻻﺟﺰاء ﺣﻴﻨﺌﺬ
ﻛﻤﺎ ﻧﻘﻠﻪ اﻟﻜﺮدى ﻋﻦ اﻻﻳﻌﺎب
Niatan wudhu bisa juga berupa niatan wudhu, misalnya; seseorang berniat, “Saya berniat wudhu,” tetapi niat tersebut hukumnya khilaf al-aula karena kuatnya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang apakah niatan tersebut mencukupi atau tidak, seperti yang dikutip oleh al-Kurdi dari kitab al-I’ab.
وﻻ ﺗﻌﺘﱪ اﻟﻨﻴﺔ إﻻ ﰱ ﺣﺎل ﻛﻮﻧﻪ )ﻋﻨﺪ ﻏﺴﻞ اﻟﻮﺟﻪ( أى ﻏﺴﻞ أوﻟﻪ ﻓﻤﺎ ﺗﻘﺪم ﻋﻠﻰ اﻟﻨﻴﺔ ﻣﻦ اﻟﻮﺟﻪ ﻻغ وﻣﺎ ﻗﺎر ﺎ ﻫﻮ أوﻟﻪ ﻓﻴﺠﺐ اﻋﺎدة ﻣﺎ ﻏﺴﻞ ﻣﻨﻪ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﻓﻮﺟﻮب ﻗﺮ ﺎ ﺑﺎﻷول
ﻟﻴﻌﺘﺪ ﺑﺬﻟﻚ اﳌﻐﺴﻮل ﻻ ﻟﺼﺤﺔ اﻟﻨﻴﺔ
Niat wudhu tidak sah kecuali jika dilakukan bersamaan dengan membasuh bagian pertama wajah, sehingga bagian wajah yang terbasuh yang mendahului niat dihukumi sia-sia (harus dibasuh lagi). Bagian wajah yang dibasuh bersamaan dengan niat merupakan bagian yang pertama itu sehingga diwajibkan mengulangi membasuh pada bagian yang dibasuh sebelum niat. Kewajiban menyertakan niat dengan membasuh bagian wajah bertujuan agar bagian yang dibasuh itu bisa dianggap sah menurut syariat, bukan agar niat wudhu menjadi sah.

واﻷوﺟﻪ ﻓﻴﻤﻦ ﺳﻘﻂ ﻋﻨﻪ ﻏﺴﻞ وﺟﻬﻪ ﻓﻘﻂ ﻟﻌﻠﺔ وﻻ ﺟﺒﲑة وﺟﻮب ﻗﺮ ﺎ ﺑﺄول ﻣﻐﺴﻮل ﻣﻦ اﻟﻴﺪ ﻓﺈن ﺳﻘﻂ أﻳﻀﺎ ﻓﺎﻟﺮأس ﻓﺎﻟﺮﺟﻞ وﻻ ﻳﻜﻔﻰ ﻧﻴﺔ اﻟﺘﻴﻤﻢ ﰱ أول ﺟﺰء ﻣﻦ اﻟﻮﺟﻪ
ﻻﺳﺘﻘﻼﻟﻪ ﻛﻤﺎ ﻻ ﻳﻜﻔﻰ ﻧﻴﺔ اﻟﻮﺿﻮء ﻋﻦ ﺗﻴﻤﻢ ﳓﻮ اﻟﻴﺪ
Menurut pendapat aujah dalam kasus orang yang tidak berkewajiban membasuh wajah saat berwudhu karena sakit dan tidak ada perban padanya
 
adalah kewajiban menyertakan niat dengan bagian tangan yang pertama kali dibasuh. Apabila kewajiban membasuh tangan juga gugur maka menyertakan niat dengan bagian kapala yang pertama kali dibasuh. Apabila kewajiban membasuh kepala juga gugur maka menyertakan niat dengan bagian kaki yang pertama kali dibasuh. Apabila kewajiban membasuh wajah gugur karena sakit dan tidak ada perban padanya maka tidak cukup berniat tayamum saat mengusap bagian wajah yang pertama kali diusap, karena tayamum dan wudhu sudah berbeda sebagaimana niat wudhu juga tidak bisa menggantikan niat tayamum pada tangan.

وأﻣﺎ إن ﻛﺎﻧﺖ ﺟﺒﲑة ﻓﺘﺠﺰئ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﻣﺴﺤﻬﺎ ﺑﺎﳌﺎء ﻷﻧﻪ ﻳﺪل ﻋﻦ ﻏﺴﻞ ﻣﺎ ﲢﺘﻬﺎ أﻓﺎدﻩ
اﻟﻜﺮدى ﻧﻘﻼ ﻋﻦ اﻟﺘﺤﻔﺔ واﻟﻌﺒﺎب

Adapun apabila kewajiban membasuh wajah telah gugur karena sakit dan ada perban padanya maka dihukumi cukup menyertakan niat dengan mengusap perban dengan air, karena usapan tersebut menunjukkan kalau bagian yang tertutupi perban dibasuh, seperti yang difaedahkan oleh al- Kurdi dari kitab at-Tuhfah dan al-Ubab.

2.    Membasuh Dzohir Wajah

)واﻟﺜﺎﱏ ﻏﺴﻞ( ﻇﺎﻫﺮ )اﻟﻮﺟﻪ ﲨﻴﻌﻪ( ﻣﺮة واﺣﺪة وﳚﺐ ﻏﺴﻞ ﺟﺰء ﻣﻦ ﺳﺎﺋﺮ ﻣﺎ ﳛﻴﻂ ﺑﺎﻟﻮﺟﻪ ﻟﻴﺘﺤﻘﻖ ﻏﺴﻞ ﲨﻴﻌﻪ ﻷن ﻣﺎ ﻻ ﻳﺘﻢ اﻟﻮاﺟﺐ إﻻ ﺑﻪ وﻛﺎن ﻣﻘﺪورا ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻬﻮ واﺟﺐ وﻟﻮ ﺳﻘﻂ ﻏﺴﻞ اﻟﻮﺟﻪ ﻣﺜﻼ ﱂ ﳚﺐ ﻏﺴﻞ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺘﻢ اﻟﻮاﺟﺐ إﻻ ﺑﻪ ﻷﻧﻪ ﺳﻘﻂ اﳌﺘﺒﻮع
ﺳﻘﻂ اﻟﺘﺎﺑﻊ ﻛﻤﺎ أﻓﺎدﻩ اﻟﺒﺠﲑﻣﻰ

Membasuh seluruh dzohir wajah satu kali adalah fardhu wudhu yang kedua. Diwajibkan pula membasuh bagian tepi di sekeliling wajah agar seluruh wajah benar-benar terbasuh, karena sesuatu yang mampu dilakukan guna menyempurnakan perkara wajib maka sesuatu itu juga wajib. Akan tetapi, jika kewajiban membasuh wajah digugurkan maka tidak wajib membasuh sesuatu itu karena ketika hukum matbuk (yang diikuti) gugur maka hukum tabik (yang mengikuti) juga gugur, seperti yang difaedahkan oleh al-Bujairami.
 
اﻷذن(
 
اﻷذن إﱃ
 
)وﻣﻦ
 
إﱃ اﻟﺬﻗﻦ( ﺑﻔﺘﺤﺘﲔ وﻣﻌﺠﻤﺔ
 
ﺷﻌﺮ رأﺳﻪ
 
)ﻣﻦ ﻣﻨﺎﺑﺖ
 
وﺣﺪﻩ
 
ودﺧﻞ ﰱ اﻟﻮﺟﻪ ﳏﻞ اﻟﻐﻤﻢ وﻫﻮ ﺟﺒﻬﺔ اﻷﻏﻢ اﻟﱴ ﻳﻨﺒﺖ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﻟﺸﻌﺮ إذ ﻻ ﻋﱪة ﺑﻨﺒﺎﺗﻪ ﰱ
ﻏﲑ ﳏﻠﻪ ﻛﻤﺎ ﻻ ﻋﱪة ﺑﺎﳓﺴﺎر ﺷﻌﺮ اﻟﻨﺎﺻﻴﺔ

Batas wajah adalah dari bagian-bagian tempat tumbuhnya rambut kepala sampai dagu, dan dari telinga satu ke telinga lainnya. Termasuk bagian wajah adalah bagian ghomam, yaitu dahi seseorang yang ditumbuhi rambut karena tidak ada ibroh pada tumbuhnya rambut di tempat yang bukan semestinya sebagaimana tidak ada ibroh pada hilangnya rambut ubun-ubun.

وﺧﺮج اﻟﻨﺰﻋﺘﺎن وﳘﺎ ﺑﻴﺎﺿﺎن ﳏﻴﻄﺎن ﺑﺎﻟﻨﺎﺻﻴﺔ وﳏﻞ ﲢﺬﻳﻒ أى ﺣﺬف اﻟﺸﻌﺮ وﺿﺎﺑﻄﻪ أن ﻳﻮﺿﻊ ﻃﺮف ﺧﻴﻂ ﻋﻠﻰ أﻋﻠﻰ اﻷذن واﻟﻄﺮف اﻵﺧﺮ ﻋﻠﻰ أﻋﻠﻰ اﳉﺒﻬﺔ ﻣﺘﺼﻼ ﺑﺎﻟﺮأس وﻳﻔﺮض ﻫﺬا اﳋﻴﻂ ﻣﺴﺘﻘﻴﻤﺎ ﻓﻤﺎ ﻧﺰل ﻓﻬﻮ ﳏﻞ اﻟﺘﺤﺬﻳﻒ ﲰﻰ ﲢﺬﻳﻔﺎ ﻷن ﺑﻌﺾ اﻟﻨﺴﺎء ﻳﻌﺘﺪن ﺣﺬﻓﻪ ﻟﻴﺘﺴﻊ اﻟﻮﺟﻪ واﻟﻌﺎﻣﺔ اﻟﻴﻮم ﻳﺒﺪﻟﻮن اﻟﺬال ﺑﺎﻟﻔﺎء ﻓﻴﻘﻮﻟﻮن ﻣﻮﺿﻊ اﻟﺘﺤﻔﻴﻒ
أﻓﺎدﻩ اﻟﻜﺮدى ﻧﻘﻼ ﻋﻦ ﺷﺮح اﻟﻌﺒﺎب

Tidak termasuk bagian wajah adalah naz’ataani, yaitu putih-putih yang berdampingan dengan ubun-ubun, dan bagian tahdzif, yaitu kerokan rambut. Batasan bagian tahdzif adalah sekiranya diletakkan ujung benang pada bagian atas telinga dan ujung benang satunya pada ujung dahi yang berdampingan dengan kepala, kemudian benang tersebut diperkirakan lurus, maka bagian yang condong ke arah bagian wajah itulah yang dimaksud dengan bagian tahdzif. Bagian tersebut disebut dengan tahdzif karena sebagian perempuan ada yang mengerok atau hadzfu bagian tersebut agar wajah menjadi agak lebar. Orang-orang umum saat ini mengganti huruf /ذ/ dengan /ف/ sehingga mereka menyebutnya اﻟﺘﺤﻔﯿﻒ (tahfif), seperti yang difaedahkan oleh al-Kurdi dengan mengutip dari Syarah al-Ubab.

 
واﳋﺪان
 
واﻟﻌﺎرﺿﺎن
 
واﻟﻌﺬران
 
واﳊﺎﺟﺒﺎن
 
اﻷرﺑﻌﺔ
 
ﻋﺸﺮ اﻷﻫﺪاب
 
ﺳﺒﻌﺔ
 
وﻫﻰ
 
)ﺷﻌﺮا(
 
واﻟﺴﺒﺎﻻن واﻟﺸﺎرب واﻟﻌﻨﻔﻘﺔ واﻟﻠﺤﻴﺔ وﻳﺰاد اﻟﻐﻤﻢ ﰱ اﻷﻏﻢ وﻫﻮ ﻣﺎ ﻳﺬم ﺑﻪ ﻷﻧﻪ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ اﳉﱭ واﻟﺒﺨﻞ واﻟﺒﻼدة ﻋﻜﺲ اﻟﻨﺰع ﻏﺎﻟﺒﺎ أﻓﺎدﻩ ﻋﻄﻴﺔ ﻓﻴﺠﺐ ﻏﺴﻞ ذﻟﻚ ﻇﺎﻫﺮا وﺑﺎﻃﻨﺎ وإن ﻛﺜﻒ ﻣﺎ ﱂ ﳜﺮج ﻋﻦ ﺣﺪ اﻟﻮﺟﻪ ﲞﻼف ﺑﺎﻃﻦ اﻟﻜﺜﻴﻒ اﳋﺎرج ﻋﻨﻪ ﺑﺄن ﺣﻞ ﻓﻴﻪ
 
إﱃ ﻏﲑ ﺟﻬﺔ
 
واﻧﻌﻄﺎف
 
ﺗﺬﱃ
 
ﺑﺄن
 
ﺑﺎﻟﻔﻌﻞ
 
ﺑﺎﻟﻘﻮة أو
 
ﻧﺰوﻟﻪ
 
ﺟﻬﺔ
 
واﻧﻌﻄﺎف ﻣﻦ
 
اﻟﺘﻮاء
 
اﺳﱰﺳﺎﻟﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﳚﺐ ﻏﺴﻠﻪ )وﺑﺸﺮ إﻻ ﺑﺎﻃﻦ ﳊﻴﺔ اﻟﺮﺟﻞ وﻋﺎرﺿﻴﻪ إذا ﻛﺜﻔﺖ( وإن ﱂ ﳜﺮﺟﺎ ﻋﻦ اﻟﻮﺟﻪ وﻻ ﺑﺎﻃﻦ ﺑﻌﻀﻬﺎ اﻟﻜﺜﻴﻒ ﻟﺮﺟﻞ وﻗﺪ ﺳﻬﻞ إﻓﺮادﻩ ﺑﺎﻟﻐﺴﻞ ﻋﻦ ﺑﻌﻀﻬﺎ اﻵﺧﺮ ﻓﻼ ﳚﺐ ﻏﺴﻞ ﺑﺎﻃﻦ ذﻟﻚ ﻟﻌﺴﺮ اﻳﺼﺎل اﳌﺎء ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻴﻜﻔﻰ ﻏﺴﻞ ﻇﺎﻫﺮﻩ أﻣﺎ إذا ﱂ
ﻳﺴﻬﻞ إﻓﺮاد اﻟﺒﻌﺾ اﻟﻜﺜﻴﻒ ﻋﻦ اﳋﻔﻴﻒ ﻓﻴﺠﺐ ﻏﺴﻞ اﳉﻤﻴﻊ

Wajah yang wajib dibasuh sebagai fardhu wudhu adalah baik rambut atau kulit.

Rambut yang tumbuh di atas wajah yang harus ikut dibasuh ada 17, yaitu 4 bulu mata, 2 alis, 2 idzar67, 2 aridh68, 2 rambut pipi, 2 rambut ujung kumis, kumis, anfaqoh69, dan jenggot. Dan ditambahkan rambut ghomam, yaitu rambut yang keberadaannya dicela karena rambut ghomam menunjukkan ketakutan (Jawa; jirih), pelit, dan bodoh. Berbeda dengan naz’atani, ia menunjukkan keberanian, kedermawanan, dan kecerdasan menurut pada umumnya, seperti yang difaedahkan oleh Athiah. Dengan demikian, semua rambut-rambut di atas wajib dibasuh, baik bagian luarnya atau dalamnya, meskipun tebal dengan syarat selama tidak keluar dari batasan wajah. Berbeda dengan bagian dalam rambut yang tebal yang keluar dari batas wajah, misalnya; karena rambut mengombak atau keriting yang keluar dari arah lurus seharusnya, maka tidak wajib dibasuh.
Pengecualian dari yang wajib dibasuh adalah bagian dalam jenggot laki-laki dan dua aridhnya yang tebal, maka keduanya tidak wajib dibasuh meskipun keluar dari batasan wajah. Begitu juga, apabila rambut yang sebagian tipis, dan yang sebagian lain tebal, maka yang tipis itu wajib dibasuh bagian luar dan dalamnya jika memang memungkinkan memilah, sedangkan sebagian yang tebal tidak wajib dibasuh bagian dalamnya karena sulit untuk mendatangkan air padanya sehingga cukup membasuh bagian luarnya saja. Adapun apabila sebagian rambut tipis dan sebagian tebal disertai tidak memungkinkan untuk memilahnya, maka keduanya wajib dibasuh seluruh bagian luar dan dalamnya.





67 Rambut di tepi pipi setentang telinga.
68 Rambut yang tumbuh di bagian antara idzar dan jenggot.
69 Rambut yang tumbuh di bawah bibir bawah.
 
3.    Membasuh kedua tangan

)اﻟﺜﺎﻟﺚ ﻏﺴﻞ اﻟﻴﺪﻳﻦ( ﻣﻦ اﻟﻜﻔﲔ واﻟﺬراﻋﲔ )ﻣﻊ اﳌﺮﻓﻘﲔ( ﻣﺮة واﺣﺪة وﻟﻮ ﻓﻘﺪا اﻋﺘﱪ ﻗﺪرﳘﺎ ﻣﻦ ﻏﺎﻟﺐ اﻟﻨﺎس وﻛﺬا ﻟﻮ وﺟﺪا ﰱ ﻏﲑ ﳏﻠﻬﻤﺎ اﳌﻌﺘﺎد ﻛﺄن ﻻﺻﻘﺎ اﳌﻨﻜﺐ وﻛﺬا ﻳﻘﺎل ﰱ اﻟﻜﻌﺐ واﳊﺸﻔﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ اﺳﺘﻘﺮ ﺑﻪ اﻟﺸﺮﻗﺎوى ورﺿﻰ ﻋﻦ ذﻟﻚ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﻳﻮﺳﻒ
Membasuh kedua tangan adalah fardhu wudhu yang ketiga, yaitu membasuhnya dari kedua telapak tangan, kemudian dua lengan, beserta dua siku-siku dengan sekali basuhan jika memang sudah merata. Apabila seseorang tidak memiliki dua siku-siku maka ia membasuh tangan sampai batas dimana dua siku-siku biasanya berada menurut umumnya, begitu juga dengan seseorang yang memiliki dua siku-siku tetapi terletak di tempat yang tidak semestinya, seperti misalnya; dua siku-sikunya menempel dengan pundak. Dalam hal di perkirakan tempat yang semestinya juga berlaku pada dua mata kaki dan hasyafah yang terletak di tempat yang tidak semestinya, seperti yang ditetapkan oleh asy-Syarqowi dan disetujui oleh Syaikhuna Yusuf.

)و( ﻏﺴﻞ )ﻣﺎ( ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ )ﻣﻦ ﺷﻌﺮ وإن ﻛﺜﻒ وأﻓﺎر وإن ﻃﺎﻟﺖ وﺳﻠﻌﺔ ﻳﻨﺒﺖ ﳏﻞ اﻟﻔﺮض وإن ﺧﺮﺟﺖ ﻋﻨﻪ وﺑﺎﻃﻦ ﺛﻘﺐ أو ﺷﻖ ﻷﻧﻪ ﺻﺎر ﻇﺎﻫﺮا ﻧﻌﻢ ﻣﺎ ﻟﻪ ﻏﻮر ﰱ اﻟﻠﺤﻢ ﳚﺐ
ﻏﺴﻞ ﻣﺎ ﻇﻬﺮ ﻣﻨﻪ ﻓﻘﻂ وﻛﺬا ﺳﺎﺋﺮ اﻷﻋﻀﺎء

Diwajibkan membasuh semua yang berada pada kedua tangan, seperti; rambut meskipun panjang; kuku meskipun panjang; daging tambahan yang tumbuh pada bagian fardhu tangan meskipun keluar dari batasannya; dan bagian dalam lubang atau sobekan daging karena dihukumi dzohir. Apabila seseorang memiliki cekungan daging pada tangan maka wajib dibasuh bagian luarnya saja, begitu juga apabila ada cekungan daging di anggota-anggota wudhu lainnya.

4.    Mengusap kepala

)اﻟﺮاﺑﻊ ﻣﺴﺢ اﻟﺮأس( ﻣﺮة واﺣﺪة )أو ﺑﻌﻀﻪ( أى وﻟﻮ اﳉﺰء اﻟﺬى ﻻ ﻳﺘﻢ ﻏﺴﻞ اﻟﻮﺟﻪ إﻻ ﺑﻪ وﻳﻜﻔﻰ ﻣﺴﺢ اﻟﺒﻴﺎض اﻟﺬى وراء اﻷذن ﻷن اﳌﺴﺢ ﰱ اﻵﻳﺔ ﳎﻤﻞ وﻫﻮ ﻳﻨﻄﻖ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﻠﻴﻞ واﻟﻜﺜﲑ وروى ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ اﳌﻐﲑة ﺑﻦ ﺷﻌﺒﺔ أن اﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺗﻮﺿﺄ
 
ﻓﻤﺴﺢ ﺑﻨﺎﺻﻴﺘﻪ وﻋﻠﻰ ﻋﻤﺎﻣﺘﻪ ﻓﻠﻮ ﻛﺎن اﻻﺳﺘﻴﻌﺎب واﺟﺒﺎ ﳌﺎ اﻗﺘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﻀﻪ وﻷن ﻗﻮل اﻟﻘﺎﺋﻞ ﻗﺒﻞ ﻓﻸن رأس اﻟﻴﺘﻴﻢ وﻣﺴﺤﻬﺎ أو ﺿﺮب رأﺳﻪ ﺻﺎدق ﺑﺎﻟﺒﻌﺾ ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻫﺬا وأوﺟﺐ اﳌﺰﱏ ﰱ ﻣﺴﺢ ﲨﻴﻌﻪ ﻛﻤﺬﻫﺐ ﻣﺎﻟﻚ وأﲪﺪ واﺧﺘﺎر اﻟﺒﻐﻮى وﺟﻮب ﻗﺪر اﻟﻨﺎﺻﻴﺔ
 
ذﻟﻚ
 
أﻓﺎد
 
ﻣﻨﻪ
 
أﻗﻞ
 
ﳝﺴﺢ
 
وﺳﻠﻢ ﱂ
 
ﻋﻠﻴﻪ
 
ﺻﻠﻰ اﷲ
 
اﻟﻠﻨﱮ
 
ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻷن
 
ﻛﻤﺬﻫﺐ أﰉ
اﻟﺪﻣﲑى
 

Fardhu wudhu yang keempat adalah mengusap kepala satu kali atau mengusap sebagiannya meskipun pada bagian yang menyempurnakan basuhan wajah. Dicukupkan mengusap putih-putih di belakang telinga. Alasan mengapa mengusap sebagian kepala dirasa cukup dalam fardhu ini adalah karena kata mengusap yang disebutkan di dalam ayat memiliki arti mujmal, yaitu bisa diucapkan untuk mengusap bagian yang sedikit atau banyak. Imam Muslim meriwayatkan hadis dari Mughiroh bin Syakbah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berwudhu, kemudian mengusap ubun-ubun, dan serbannya. Andaikan meratakan usapan ke seluruh kepala adalah wajib maka Rasulullah tidak akan hanya mengusap sebagiannya. Dan karena perkataan orang yang mengatakan, “Seseorang mencium kepala anak yatim, mengusapnya, atau memukulnya,” maka kepala anak yatim bisa dimaksudkan pada sebagian kepala.

Al-Muzani mewajibkan mengusap seluruh kepala, seperti madzhab Malik dan Hambali. al-Baghowi memilih kewajiban mengusap seukuran ubun-ubun, seperti madzhab Abu Hanifah, karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama tidak mengusap kepala seukuran yang lebih kecil daripada seukuran ubun-ubun, seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri.

)وﻟﻮ ﺷﻌﺮة( أى واﺣﺪة أو ﺑﻌﺾ ﺷﻌﺮة واﺣﺪة ﻷﻧﻪ ﻳﻌﺪ ﺑﺬﻟﻚ ﻣﺎﺳﺤﺎ ﻟﻠﺮأس ﻋﺮﻓﺎ وﻗﻴﻞ
 
اﳌﻄﻠﻮب ﰱ
 
ﺑﺄن
 
اﻷﺻﺤﺎب
 
اﻻﺣﺮام وﻓﺮق
 
ﻛﺎﳊﻠﻖ ﰱ
 
اﻟﻮاﺟﺐ ﺑﺜﻼث ﺷﻌﺮات
 
ﻳﺘﻘﺪر
 
اﳊﻠﻖ اﻟﺸﻌﺮ وﺗﻘﺪﻳﺮ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﳏﻠﻘﲔ رؤﺳﻜﻢ ﻫﻮ ﳏﻠﻘﲔ ﺷﻌﺮ رؤﺳﻜﻢ واﻟﺸﻌﺮ اﺳﻢ ﲨﻊ أو اﺳﻢ ﺟﻨﺲ وأﻗﻞ اﳉﻤﻊ ﺛﻼث ﲞﻼف اﳌﺴﺢ ﻓﺈﻧﻪ ﻏﲑ ﻣﻨﻮط ﺑﺎﻟﺸﻌﺮ أﻓﺎد ذﻟﻚ
اﻟﺪﻣﲑى
Kewajiban mengusap kepala atau sebagian adalah meskipun seseorang hanya mengusap sehelai rambut atau sebagian dari sehelai rambut karena demikian itu ia sudah dianggap sebagai orang yang mengusap kepala
 
menurut ‘urf. Menurut pendapat qiil, rambut yang wajib terusap saat berwudhu adalah 3 helai rambut, seperti mencukur dalam ihram.
Para Ashab membedakan status antara rambut yang diusap dalam wudhu dan dicukur dalam ihram, mereka mengatakan, “Yang diperintahkan dalam mencukur adalah 3 (tiga) helai rambut. Firman Allah ‘رؤﺳﻜﻢ ﻣﺤﻠﻘﯿﻦ’ berarti ‘رؤﺳﻜﻢ ﺷﻌﺮ ﻣﺤﻠﻘﯿﻦ’ (seraya yang mencukur rambut kepala kalian). Kata ‘اﻟﺸﻌﺮ’ adalah isim jamak atau isim jenis. Minimal bisa dikatakan jamak adalah 3 (tiga). Berbeda dengan masalah mengusap, maka ia tidak hanya dimaksudkan pada rambut, seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri. Sehingga fardhu wudhu yang berupa mengusap kepala boleh hanya mengusap rambut. Sedangkan dalam mencukur dalam ihram adalah harus rambut.

وإﳕﺎ ﳚﺰئ ﻣﺴﺢ اﻟﺸﻌﺮة إذا ﻛﺎﻧﺖ )ﰱ ﺣﺪﻩ( أى اﻟﺮأس ﺣﺎل اﳌﺴﺢ ﲝﻴﺚ ﻻ ﳜﺮج ذﻟﻚ اﳌﻤﺴﻮح ﻋﻦ اﻟﺮأس ﲟﺪ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﻧﺰوﻟﻪ ﻣﻦ أى ﺟﺎﻧﺐ ﻛﺎن ﻓﻼ ﻳﻀﺮ إزاﻟﺔ اﻟﺸﻌﺮة ﺑﺎﳊﻠﻖ
 
ﻓﻠﻮ
 
اﻟﺒﺸﺮة
 
ﲞﻼف
 
وذﻟﻚ
 
أﻳﻀﺎ
 
اﳌﺴﺢ
 
ﺑﻌﺪ
 
ﺑﻄﻮﳍﺎ
 
ﻋﻦ اﳊﺪ
 
وﻻ ﺧﺮوﺟﻬﺎ
 
اﳌﺴﺢ
 
ﺑﻌﺪ
 
ﻃﺎﻟﺖ ﺑﺸﺮة رأﺳﻪ وﺧﺮﺟﺖ ﻋﻦ ﺣﺪﻩ أو ﻧﺒﺘﺖ ﻟﻪ ﺳﻠﻌﺔ ﰱ رأﺳﻪ وﺧﺮﺟﺖ ﻋﻨﻪ ﻛﻔﻰ
ﻣﺴﺢ ﻣﺎ ﺧﺮج ﰱ ﻫﺎﺗﲔ اﻟﺼﻮرﺗﲔ وﻳﻜﻔﻰ ﻏﺴﻞ اﻟﺮأس ﻷﻧﻪ ﳏﺼﻞ ﳌﻘﺼﻮد اﳌﺴﺢ ﻣﻦ وﺻﻮل اﻟﺒﻠﻞ
Adapun mengusap rambut dapat dianggap cukup ketika rambut tersebut masih berada di dalam batasan kepala, sekiranya rambut yang diusap tidak keluar dari kepala dengan ditarik panjangnya dari arah mana saja. Oleh karena itu, tidak apa-apa mencukur rambut yang telah terusap dan juga tidak apa-apa jika rambut yang telah diusap keluar dari batas kepala karena panjangnya. Berbeda dengan masalah kulit, maka andaikan seseorang memiliki kulit kepala yang panjang hingga keluar dari batas kepala, atau memiliki daging tumbuh yang berada di kepala dan keluar dari batas kepala, maka dalam dua contoh ini, mengusap bagian kulit yang di luar batas kepala dihukumi cukup.

Apabila seseorang membasuh kepalanya maka sudah dihukumi cukup karena ia telah melakukan tujuan mengusap itu sendiri, yaitu menghasilkan basah-basah pada kepala.
 
5.    Membasuh kedua kaki

)اﳋﺎﻣﺲ ﻏﺴﻞ اﻟﺮﺟﻠﲔ ﻣﻊ اﻟﻜﻌﺒﲔ( ﻣﺮة واﺣﺪة ﻓﻠﻮ ﻗﻄﻊ اﻟﻘﺪم وﺟﺐ ﻏﺴﻞ اﻟﺒﺎﻗﻰ وإن ﻗﻄﻊ ﻓﻮق اﻟﻜﻌﺐ ﻓﻼ ﻓﺮض ﻋﻠﻴﻪ وﻳﺴﺘﺤﺐ ﻏﺴﻞ اﻟﺒﺎﻗﻰ وﻫﺬا اﻟﻔﺮض ﳐﺼﻮص ﺑﻐﲑ
ﻻﺑﺲ اﳋﻒ

Fardhu wudhu yang kelima adalah membasuh satu kali kedua kaki beserta kedua mata kaki. Apabila seseorang terpotong telapak kakinya maka ia wajib membasuh bagian yang seadanya. Apabila kaki terpotong sampai bagian di atas mata kaki maka tidak diwajibkan membasuh apapun, tetapi disunahkan membasuh seadanya. Kewajiban membasuh kedua kaki dikhususkan atas selain orang yang mengenakan muzah.

    Syarat-syarat Mengusap Muzah

 
أﻳﺎم
 
أو ﺛﻼﺛﺔ
 
ﻏﲑ ﻗﺼﺮ
 
ﺳﻔﺮا
 
وﻣﺴﺎﻓﺮ
 
ﳌﻘﻴﻢ
 
وﻟﻴﻠﺔ
 
ﻳﻮم
 
وﻫﻮ
 
اﳌﺴﺢ
 
ﻣﺪة
 
أﻣﺎ ﻻﺑﺴﻪ ﰱ
 
وﻟﻴﺎﻟﻴﻬﻦ ﳌﺴﺎﻓﺮ ﺳﻔﺮ ﻗﺼﺮ ﻓﻠﻴﺲ اﻟﻐﺴﻞ ﻓﺮﺿﺎ ﻣﺘﻌﻴﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻞ اﻟﻮاﺟﺐ إﻣﺎ ﻏﺴﻞ اﻟﺮﺟﻠﲔ
)أو ﻣﺴﺢ اﳋﻒ إذا ﻛﻤﻠﺖ ﺷﺮوﻃﻪ(

Adapun orang yang mengenakan muzah selama masa usapan, yaitu satu hari satu malam bagi orang yang mukim dan bagi yang bepergian sejauh perjalanan yang tidak diperbolehkan mengqoshor sholat (±81 km), atau 3 hari 3 malam bagi orang yang bepergian sejauh perjalanan yang diperbolehkan mengqoshor, maka membasuh kedua kaki tidak diwajib ain kan atas mereka, tetapi yang wajib dilakukan ada dua pilihan, yaitu membasuh kedua kaki atau mengusap muzah dengan catatan ketika syarat- syarat mengusap muzah terpenuhi.

وﻫﻰ ﲬﺴﺔ أن ﻳﻜﻮن ﻟﺒﺴﻪ ﺑﻌﺪ ﻛﻤﺎل ﻃﻬﺮ ﻣﻦ اﳊﺪﺛﲔ وأن ﻳﻜﻮن اﳋﻒ ﺳﱰا ﳏﻞ اﻟﻔﺮض وﻫﻮ اﻟﻘﺪم ﺑﻜﻌﺒﻴﻪ ﻣﻦ ﻛﻞ اﳉﻮاﻧﺐ ﻻ ﻣﻦ أﻋﻠﻰ وأن ﻳﻜﻮن ﻃﺎﻫﺮا ﻟﻜﻦ ﻳﻌﻔﻰ ﻋﻦ ﺧﺮزﻩ ﺑﺸﻌﺮ اﳋﻨﺰﻳﺮ وأن ﳝﻨﻊ ﻧﻔﻮذ اﳌﺎء ﻣﻦ ﻏﲑ ﳏﻞ ﺣﺮزﻩ إﱃ اﻟﺮﺟﻞ ﻟﻮ ﺻﺐ ﻋﻠﻴﻪ
وأن ﳝﻜﻦ ﻓﻴﻪ ﺗﺮدد ﻣﺴﺎﻓﺮ ﳊﺎﺟﺘﻪ وﻟﻮ ﻛﺎن ﻻﺑﺴﻪ ﻣﻘﻌﺪا
 
Syarat-syarat mengenakan muzah ada 5, yaitu;
1.    Muzah dipakai setelah selesai bersuci dari dua hadas, kecil atau besar.
2.    Muzah yang dipakai dapat menutupi bagian fardhu dari sisi mana saja selain dari sisi atas, yaitu telapak kaki beserta kedua mata kaki
3.    Muzah yang dipakai adalah suci, tetapi apabila benang jahitan yang dipakai berasal dari bulu babi maka dihukumi ma’fu.
4.    Muzah yang dipakai tidak tembus air (selain dari celah jahitan) hingga mengenai kaki andaikan air disiramkan padanya.
5.    Muzah yang dipakai dapat digunakan kemana saja sesuai dengan hajat musafir meskipun ia yang memakainya bepergian dengan duduk di atas, misalnya; kendaraan.

واﻟﻐﺴﻞ أﻓﻀﻞ ﻣﻦ اﳌﺴﺢ ﻧﻌﻢ ﻗﺪ ﻳﺴﻦ ﻛﺄن ﺷﻚ ﰱ ﺟﻮازﻩ أو ﻛﺎن ﳑﻦ ﻳﻘﺘﺪى ﺑﻪ أو وﺟﺪ ﰱ ﻧﻔﺴﻪ ﻛﺮاﻫﺘﻪ أو ﺧﺎف ﻓﻮت اﳉﻤﺎﻋﺔ وﻗﺪ ﳚﺐ اﳌﺴﺢ ﻛﻤﺎ إذا ﻛﺎن ﻻﺑﺲ اﳋﻒ ﺑﺸﺮوﻃﻪ ﰒ دﺧﻞ اﻟﻮﻗﺖ وﻣﻌﻪ ﻣﻦ اﳌﺎء ﻣﺎ ﻳﻜﻔﻴﻪ ﻟﻮ ﻣﺴﺢ وﻻ ﻳﻜﻔﻴﻪ ﻟﻮ ﻏﺴﻞ وإﳕﺎ وﺟﺐ ذﻟﻚ ﻟﻘﺪرﺗﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﻄﻬﺎرة اﻟﻜﺎﻣﻠﺔ ﲞﻼف ﻣﻦ ﱂ ﻳﻠﺒﺲ اﳋﻒ وﻛﺄن ﺧﺎف ﻟﻮ ﻏﺴﻞ ﻗﺪﻣﻪ ﻓﻮت ﻋﺮﻓﺔ أو ﻓﻮت اﻟﺮﻣﻰ أو ﻃﻮاف اﻟﻮداع أو اﻧﻘﺎد أﺳﲑ أو اﳉﻤﻌﺔ أو اﻟﻮﻗﺖ أو اﻧﻔﺨﺎر ﻣﻴﺖ ﺗﻌﻴﻨﺖ اﻟﺼﻼة ﻋﻠﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﻻﺑﺲ اﳋﻒ أﻓﺎدﻩ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﰱ ﻓﺘﺢ
اﳉﻮاد
Membasuh kedua kaki dengan air adalah lebih utama daripada menggantinya dengan mengusap muzah. Namun, terkadang mengusap muzah disunahkan bagi seseorang, seperti; ia meragukan apakah mengusap muzah itu diperbolehkan atau tidak; atau ia adalah tokoh yang menjadi panutan masyarakat; atau ia tidak suka mengusapnya; atau ia takut terlewat jama’ah. Terkadang mengusap muzah diwajibkan bagi seseorang, seperti; ketika ia sudah memakai muzah sesuai dengan syarat-syaratnya, kemudian waktu sholat masuk, dan ternyata ia hanya memiliki air yang cukup untuk mengusapnya dan tidak cukup untuk membasuh kedua kaki, maka ia diwajibkan mengusap muzah karena pada saat demikian, ia mampu melakukan bersuci secara sempurna, berbeda dengan ketika ia belum memakai muzah; dan seperti; kalau ia membasuh kedua kaki ia kuatir akan melewatkan wuquf di Arofah, melempar jumroh, thowaf wadak, atau melewatkan menyelamatkan tawanan, sholat Jumat, waktu sholat, atau kuatir rusaknya mayit dimana pada saat kewajiban mensholatinya hanya
 
dibebankan padanya (pemakai muzah), seperti yang difaedahkan oleh Ibnu Hajar di dalam kitab Fathu al-Jawad.
6.    Tertib

)اﻟﺴﺎدس اﻟﱰﺗﻴﺐ ﻫﻜﺬا( أى اﳌﺬﻛﻮر ﻣﻦ اﻟﺒﺪاءة ﺑﺎﻟﻮﺟﻪ ﰒ اﻟﻴﺪﻳﻦ ﰒ اﻟﺮأس ﰒ اﻟﺮﺟﻠﲔ ﻷﻧﻪ اﳌﺄﺛﻮر ﻋﻦ اﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وﻋﻠﻤﺎء اﳌﺴﻠﻤﲔ وروى ﺟﺎﺑﺮ أن اﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل أﺑﺪأ ﳑﺎ ﺑﺪأ اﷲ ﺑﻪ ورواﻩ اﻟﻨﺴﺎﺋﻰ ﺑﺼﻴﻐﺔ اﻷﻣﺮ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى
Fardhu wudhu yang keenam adalah tertib atau mengurutkan perbuatan-perbuatan wudhu, yaitu dari mengawali wajah, kemudian kedua tangan, kemudian mengusap kepala, kemudian mengusap kedua kaki, karena ada riwayat dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dan para ulama muslim. Jabir meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Saya mengawali dengan apa yang digunakan oleh Allah untuk mengawali,” hadis ini diriwayatkan oleh an-Nasai dengan bentuk atau sighot amr (perintah), seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri.

)ﺗﻨﺒﻴﻪ( ﻻ ﳚﺐ ﺗﻴﻘﻦ ﻋﻤﻮم اﳌﺎء ﳉﻤﻴﻊ اﻟﻌﻀﻮ ﺑﻞ ﻳﻜﻔﻰ ﻏﻠﺒﺔ اﻟﻈﻦ أﻓﺎدﻩ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ


(TANBIH) Tidak wajib meyakini tentang mengenanya air ke seluruh anggota, tetapi cukup sebatas menyangka, yaitu hanya menyangka kalau air telah mengena ke seluruhnya, seperti yang difaedahkan oleh Ibnu Hajar.

 ﻓﺼﻞ( ﰱ ﻧﻮاﻗﺾ اﻟﻮﺿﻮء

BAGIAN KESEMBILAN (FASAL) PERKARA-PERKARA YANG MEMBATALKAN WUDHU
Syeh Nawawi al-Banteni rahimahullah berkata,

)وﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﺿﻮء( أرﺑﻌﺔ أﺷﻴﺎء أﺣﺪﻫﺎ )ﻣﺎ ﺧﺮج( ﻳﻘﻴﻨﺎ )ﻣﻦ اﻟﺴﺒﻴﻠﲔ( أى ﻣﻦ أﺣﺪﳘﺎ أى ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻪ أو دﺑﺮﻩ ﻋﻠﻰ أى ﺻﻔﺔ ﻛﺎن وﻟﻮ ﳓﻮ ﻋﻮد ودودة أﺧﺮﺟﺖ رأﺳﻬﺎ وإن رﺟﻌﺖ ورﻳﺢ وﻟﻮ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ )ﻏﲑ اﳌﲎ( أى إﻻ ﻣﲎ اﻟﺸﺨﺺ ﻧﻔﺴﻪ اﳋﺎرج ﻣﻨﻪ أوﻻ ﺑﻨﺤﻮ ﻧﻈﺮ ﻓﻼ
ﻳﻨﻘﺾ ﻷﻧﻪ أوﺟﺐ أﻋﻈﻢ اﻷﻣﺮﻳﻦ وﻫﻮ اﻟﻐﺴﻞ ﲞﺼﻮص ﻛﻮﻧﻪ ﻣﻨﻴﺎ ﻓﻼ ﻳﻮﺟﺐ أدو ﻤﺎ وﻫﻮ اﻟﻮﺿﻮء ﺑﻌﻤﻮم ﻛﻮﻧﻪ ﺧﺎرﺟﺎ وﻳﻨﻘﺾ اﻟﻮﻟﺪ اﳉﺎف ﻋﻠﻰ اﻷوﺟﻪ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﺰرﻛﺸﻰ ﻷن
ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﻣﲎ اﻟﺮﺟﻞ وﺧﺮوج ﻏﲑ ﻣﲎ اﻟﺸﺨﺺ ﻳﻨﻘﺾ وﻟﻮ اﻧﻔﺼﻞ ﻣﻨﻴﻪ ﰒ ﻋﺎد إﻟﻴﻪ وﺧﺮج

ﻣﻨﻪ ﻧﻘﺾ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ


Wudhu akan batal sebab 4 (empat) perkara, yaitu;

1.    Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur.
Wudhu akan batal sebab khorij (sesuatu yang keluar) secara yakin dari salah satu dari dua lubang, yaitu dari qubul atau dubur. Khorij dapat membatalkan wudhu menurut bentuknya masing-masing meskipun ia semisal kayu, ulat yang hanya mengeluarkan kepalanya dari lubang dan kemudian masuk lagi, atau angin meskipun dari qubul. Namun, dikecualikan dari khorij yang membatalkan wudhu, yaitu sperma (mani) seseorang yang keluar pertama kali dari dirinya sendiri dimana keluarnya disebabkan oleh, misalnya; melihat perkara-perkara yang dapat mengeluarkan sperma, maka sperma itu tidak membatalkan wudhu karena ia mewajibkan salah satu dari dua hal yang lebih besar, yaitu mandi, dari segi kekhususan spermanya, sehingga tidak mewajibkan salah satu yang lain yang lebih kecil (rendah), yaitu wudhu, dari segi keumuman bahwa sperma itu adalah khorij. Wudhu dapat batal sebab keluarnya anak yang kering menurut pendapat aujah, berbeda dengan pendapat az-Zarkasyi yang mengatakan bahwa wudhu tidak batal sebab keluarnya anak yang kering karena pada diri anak tersebut terdapat bahan yang berasal dari sperma laki- laki. Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur selain sperma seseorang dapat
 
membatalkan wudhu. Andaikan sperma seseorang keluar, kemudian masuk lagi, dan keluar lagi, maka wudhu menjadi batal, seperti yang difaedahkan oleh Ibnu Hajar.

)و( ﺛﺎﻧﻴﺎ )ﻣﺲ ﻗﺒﻞ اﻵدﻣﻰ( أو اﳉﲎ أى ﻣﺲ ﺟﺰء ﻣﻨﻪ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ أو ﻏﲑﻩ ﻣﻦ رﺟﻞ أو
اﻣﺮأة وﻟﻮ ﻣﺒﺎﻧﺎ إن ﺑﻘﻰ اﻻﺳﻢ وإﻻ ﻓﻼ

2.    Menyentuh qubul manusia.

Wudhu bisa batal sebab menyentuh sebagian qubul manusia atau jin, baik qubul yang disentuh adalah milik sendiri atau milik yang lainnya, baik laki-laki atau perempuan. Adapun menyentuh qubul yang telah terpotong, maka apabila potongan itu masih disebut dengan nama qubul, maka wudhu bisa batal, tetapi apabila potongan itu sudah tidak disebut lagi dengan nama qubul, maka menyentuhnya tidak membatalkan wudhu.

وﻣﻦ ذﻟﻚ اﻟﻘﻠﻔﺔ واﻟﺒﻈﺮ وﻫﻮ اﻟﻠﺤﻤﺔ ﰱ أﻋﻠﻰ اﻟﻔﺮج ﺣﻴﺚ ﻛﺎﻧﺎ ﻣﺘﺼﻠﲔ وإﻻ ﻓﻼ ﻧﻘﺾ
ﲟﺴﻬﻤﺎ
Termasuk dapat membatalkan wudhu adalah menyentuh kulup, yaitu bagian yang dipotong saat khitan, dan bidzir (Jawa; itil), yaitu daging yang berada di bagian teratas farji, sekiranya keduanya belum dipotong. Sedangkan apabila keduanya telah dipotong maka menyentuh mereka tidak membatalkan wudhu.

 
ﺎ ﺑﺎﻃﻦ اﳌﻨﻔﺬ دون ﻣﺎ ﻋﺪاﻩ ﻣﻦ
 
)أو( ﻣﺲ )ﺣﻠﻘﺔ دﺑﺮﻩ( أى اﻵدﻣﻰ وﻛﺬا اﳉﲎ واﳌﺮاد
ﺑﺎﻃﻦ اﻷﻟﻴﺔ
 

Wudhu akan batal sebab menyentuh halaqoh dubur manusia dan jin. Yang dimaksud dengan halaqoh adalah bagian dalam lubang, bukan bagian yang lainnya, seperti; bagian dalam pantat.

وﻛﺎﻟﻘﻠﻔﺔ ﳏﻞ ﻗﻄﻌﻬﺎ وﻣﺎ ﺑﺎﺷﺮﺗﻪ اﻟﺴﻜﲔ ﺑﺎﻗﻄﻊ

Sebagaimana menyentuh kulup yang belum terpotong dapat menyebabkan wudhu menjadi batal, menyentuh tempatnya (setelah dipotong) dan bagian yang dikenai pisau yang digunakan untuk memotongnya, juga membatalkan wudhu.
 
وﻻ ﻳﻨﺘﻘﺾ وﺿﻮء اﳌﻤﺴﻮس

Adapun wudhu pihak yang qubul atau duburnya disentuh tidaklah
batal.
وﻳﻨﻘﺾ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻐﲑ وﺣﻠﻘﺔ دﺑﺮﻩ وﻟﻮ ﻛﺎن اﺑﻦ ﻳﻮم وﻗﺒﻞ اﳌﻴﺖ وﺣﻠﻘﺔ دﺑﺮﻩ ﻟﺒﻘﺎء اﻻﺳﻢ
وﴰﻮل اﳊﺮﻣﺔ

Wudhu akan batal sebab menyentuh qubul anak kecil atau halaqoh duburnya, meskipun ia masih baru berusia satu hari, dan menyentuh qubul mayit atau halaqoh duburnya karena barang milik mayit itu masih disebut dengan nama qubul atau halaqoh dubur, dan karena umumnya sifat hurmah (kemuliaan).

وﻻ ﻳﻨﻘﺾ ﻗﺒﻞ اﻟﺒﻬﻴﻤﺔ ﻛﻤﺎ ﻻ ﳚﺐ ﺳﱰﻩ وﻻ ﳛﺮم اﻟﻨﻈﺮ إﻟﻴﻪ ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﺸﺘﻬﻰ وﻋﻨﺪ اﻟﻘﻮل اﻟﻘﺪﱘ ﻳﻨﻘﺾ ﻣﺲ اﳌﺸﻘﻮق ﻣﻨﻪ ﻷن اﻟﻐﺴﻞ ﻳﻠﺰم ﺑﺎﻹﻳﻼج ﻓﻴﻪ ﻛﻘﺒﻞ اﳌﺮأة أﻣﺎ دﺑﺮ اﻟﺒﻬﻴﻤﺔ
ﻓﻼ ﻳﻨﻘﺾ ﺑﻼ ﺧﻼف أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى

Qubul binatang ternak tidak membatalkan wudhu jika disentuh sebagaimana tidak wajib menutupnya dan tidak haram melihatnya karena ia bukanlah sesuatu yang menimbulkan syahwat. Menurut qoul qodim, menyentuh belahan qubul binatang ternak bisa membatalkan wudhu dengan alasan karena mandi akan diwajibkan sebab memasukkan farji ke dalamnya, seperti qubul manusia perempuan, sedangkan dubur binatang ternak maka tidak membatalkan wudhu jika disentuh tanpa adanya perbedaan pendapat tentangnya, seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri.

)ﺑﺒﻄﻦ اﻟﻜﻒ( وﻫﻮ اﻟﺮاﺣﺔ واﻷﺻﺎﺑﻊ ﳌﺎ روى اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ أن اﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل إذا أﻓﻀﻰ أﺣﺪﻛﻢ ﺑﻴﺪﻩ إﱃ ذﻛﺮﻩ ﻓﻠﻴﺘﻮﺿﺄ واﻻﻓﻀﺎء ﰱ اﻟﻠﻐﺔ إذا أﺿﻴﻒ إﱃ اﻟﻜﻒ ﻛﺎن ﻋﺒﺎرة ﻋﻦ اﳌﺲ ﺑﺒﺎﻃﻨﻬﺎ واﻟﻜﻒ ﻣﺆﻧﺜﺔ واﳌﺮاد واﳌﺮاد ﺑﺎﻟﺒﺎﻃﻦ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﱰ ﻋﻨﺪ اﻃﺒﺎق اﺣﺪى اﻟﺮاﺣﺘﲔ ﻋﻠﻰ اﻷﺧﺮى ﻣﻊ ﲢﺎﻣﻞ ﻳﺴﲑ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى
Menyentuh qubul atau dubur dapat menyebabkan wudhu menjadi batal apabila disentuh dengan bagian dalam telapak tangan dan jari-jarinya karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Syafi’i dari Jabir bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Ketika salah satu dari
 
kalian ifdhok dzakarnya dengan tangannya maka wajib atasnya berwudhu.” Pengertian ifdhok menurut bahasa ketika disandarkan pada telapak tangan adalah menyentuh (sesuatu) dengan bagian dalam telapak tangan. Kata telapak tangan dalam Bahasa Arab adalah ‘اﻟﻜﻒ’, yaitu isim yang muannas. Yang dimaksud dengan bagian dalam telapak tangan adalah bagian yang tertutup saat memadukan satu telapak tangan ke telapak tangan lainnya disertai sedikit menekannya, seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri.

)ﺑﻼ ﺣﺎﺋﻞ( ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻣﻦ أﻓﻀﻰ ﺑﻴﺪﻩ إﱃ ذﻛﺮﻩ ﻟﻴﺲ دوﻧﻪ ﺳﱰ ﻓﻘﺪ وﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﻮﺿﻮء رواﻩ اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ وأﲪﺪ أﻣﺎ ﻟﻮ ﻛﺎن ﻫﻨﺎك ﺣﺎﺋﻞ وﻟﻮ رﻗﻴﻘﺎ ﳝﻨﻊ اﳌﺲ ﻓﻼ ﻧﻘﺾ ﲞﻼف اﻟﺸﻌﺮ اﻟﻜﺜﲑ اﻟﻨﺎﺑﺖ ﻋﻠﻰ ﺑﻄﻦ اﻟﻜﻒ ﻓﻼ ﻳﻌﺪ ﺣﺎﺋﻼ
Wudhu akan batal sebab menyentuh qubul atau dubur dengan bagian dalam telapak tangan dan jari-jarinya tanpa penghalang karena berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama yang diriwayatkan oleh Syafi’i dan Hanbali, “Barang siapa ifdhok dzakarnya dengan tangannya tanpa disertai penghalang maka wajib atasnya berwudhu.” Adapun apabila ada penghalang, meskipun tipis, yang mencegah dari menyentuh maka tidak membatalkan wudhu. Berbeda dengan rambut banyak yang tumbuh pada bagian dalam telapak tangan maka ia tidak bisa disebut dengan penghalang.

)و( ﺛﺎﻟﺜﻬﺎ )ﳌﺲ ﺑﺸﺮة اﻷﺟﻨﺒﻴﺔ( ﻳﻘﻴﻨﺎ وﻫﻰ ﻛﻞ اﻣﺮأة ﺣﻞ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ واﳌﺮاد ﺑﺎﻟﺒﺸﺮة ﻇﺎﻫﺮ
اﳉﻠﺪ وﰱ ﺣﻜﻤﻬﺎ اﻟﻠﺴﺎن اﻟﻠﺜﻴﺔ
)ﻣﻊ ﻛﱪ( ﻳﻘﻴﻨﺎ ﻓﻼ ﺗﻨﻘﺾ ﺻﻐﲑة ﻻ ﺗﺸﺘﻬﻰ ﻷ ﺎ ﻟﻴﺴﺖ ﰱ ﻣﻈﻨﺔ اﻟﺸﻬﻮة واﳌﺮﺟﻊ ﰱ اﳌﺸﺘﻬﺎة وﻏﲑﻫﺎ إﱃ اﻟﻌﺮف ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻗﺎل اﻟﺸﻴﺦ أﺑﻮ ﺣﺎﻣﺪ اﻟﱴ ﻻ ﺗﺸﺘﻬﻰ ﻣﻦ ﳍﺎ
أرﺑﻊ ﺳﻨﲔ ﻓﻤﺎ دو ﺎ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى وﻗﺎل ﺷﻴﺨﻨﺎ ﻳﻮﺳﻒ اﻟﺴﻨﺒﻼوﻳﲎ ﻓﺈذا ﺑﻠﻎ اﻟﻮﻟﺪ ﺳﺒﻊ ﺳﻨﲔ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻨﻘﺾ ﺑﺎﺗﻔﺎق ذﻛﺮا ﻛﺎن أو أﻧﺜﻰ وإذا ﺑﻠﻎ ﲬﺲ ﺳﻨﲔ ﻓﻼ ﻳﻨﻘﺾ ﺑﺎﺗﻔﺎق
وأﻣﺎ إذا ﺑﻠﻎ ﺳﺖ ﺳﻨﲔ ﻓﻔﻴﻪ ﺧﻼف ﻓﻘﻴﻞ ﻳﻨﻘﺾ وﻗﻴﻞ ﻻ وﻫﺬا ﻳﺮﺟﻊ إﱃ ﻃﺒﺎع اﻟﻨﺎس ﺣﱴ أن اﻟﻮﻟﺪ اﻟﺬى ﺑﻠﻎ ﲬﺲ ﺳﻨﲔ ﻓﻘﻂ ﻳﻨﻘﺾ ﳌﻦ ﻳﺸﺘﻬﻴﻪ وﻻ ﻳﻨﻘﺾ ﻟﻐﲑﻩ اﻧﺘﻬﻰ
3.    Menyentuh kulit ajnabiah

Wudhu bisa batal sebab menyentuh kulit ajnabiah secara yakin. Pengertian ajnabiah adalah setiap wanita yang halal dinikahi. Yang
 
dimaksud dengan kulit adalah bagian luar kulit. Termasuk dihukumi sebagai bagian luar kulit adalah lidah dan gusi.
Syarat ajnabiah yang kulitnya menyebabkan batalnya wudhu saat disentuh adalah dewasa secara yakin. Oleh karena itu, menyentuh ajnabiah yang masih kecil yang tidak mensyahwati tidak membatalkan wudhu karena ia tidak masuk dalam madzonnat asy-syahwat (objek yang disangka menimbulkan syahwat). Tolak ukur dalam menilai apakah ajnabiah itu menimbulkan syahwat atau tidak adalah dirujukkan pada ‘urf, menurut pendapat shohih. Syeh Abu Hamid berkata, “Ajnabiah yang tidak menimbulkan syahwat adalah ajnabiah yang masih berusia 4 (empat) tahun ke bawah,” seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri. Syaikhuna Yusuf as- Sunbulawini berkata, “Ketika anak telah mencapai usia 7 (tujuh) tahun maka menyentuh kulitnya dapat membatalkan wudhu secara pasti, baik ia adalah laki-laki atau perempuan. Ketika ia telah mencapai usia 5 (lima) tahun maka menyentuh kulitnya tidak membatalkan wudhu secara pasti. Adapun ketika ia telah mencapai usia 6 enam) tahun maka masih terdapat perselisihan pendapat tentang apakah menyentuh kulitnya dapat membatalkan wudhu atau tidak, menurut satu pendapat qiil disebutkan bahwa dapat membatalkan wudhu dan menurut pendapat qill lain disebutkan bahwa tidak membatalkan wudhu. Tolak ukur dalam menentukan apakah anak-anak dalam usia demikian (7, 6, dan 5 tahun) sudah menimbulkan syahwat atau belum adalah dengan dikembalikan pada tabiat masing-masing orang sehingga anak yang telah mencapai usia 5 (lima) tahun saja dapat membatalkan wudhu sebab menyentuh kulitnya bagi orang yang merasa syahwat padanya, dan tidak membatalkan wudhu bagi orang yang tidak merasa syahwat padanya.”

وﻳﻨﺘﻘﺾ وﺿﻮء اﻟﻼﻣﺲ واﳌﻠﻤﻮس ﻻﺷﱰاﻛﻬﻤﺎ ﰱ ﻟﺬة اﻟﻠﻤﺲ ﻛﺎﳌﺸﱰﻛﲔ ﰱ ﻟﺬة اﳉﻤﺎع
وﻻ ﻳﻨﺘﻘﺾ وﺿﻮء اﳌﻴﺖ

Masing-masing pihak yang menyentuh kulit atau yang disentuh kulitnya, maka wudhunya batal, karena keduanya sama-sama merasakan enaknya saling bersentuhan, seperti; kewajiban mandi bagi masing-masing dua pihak yang berjimak karena keduanya sama-sama merasakan enaknya jimak. Akan tetapi, apabila pihak yang disentuh kulitnya adalah mayit, maka wudhu mayit tidak batal.

)و( راﺑﻌﻬﺎ )زوال اﻟﻌﻘﻞ( أى اﻟﺘﻤﻴﻴﺰ واﻹدراك ﲜﻨﻮن أو إﻏﻤﺎء وﻟﻮ ﻣﻊ اﻟﺘﻤﻜﲔ وﻟﻮ ﺣﺎل
اﻟﺬﻛﺮ اﳌﺴﻤﻰ ﺑﺎﻻﺳﺘﻐﺮاق أو ﻧﻮم ﻟﻐﲑ ﻧﱮ أو ﻏﲑ ذﻟﻚ
 
4.    Hilang akal
Wudhu akan batal sebab hilang akal, yaitu hilangnya sifat tamyiz dan berpikir, baik sebab gila atau ayan meskipun disertai dengan menetapkan pantat di atas lantai, tanah, atau kendaraan, dan meskipun pada saat kondisi dzikr (ingat) yang mana kondisi ini disebut dengan istilah istighrok, atau sebab tidur bagi selain nabi, atau sebab lainnya.

)ﻻ ﻧﻮم ﻗﺎﻋﺪ ﳑﻜﻦ ﻣﻘﻌﺪﺗﻪ( ﻓﻼ ﻳﻨﻘﺾ ﺳﻮاء ﻛﺎن ﻋﻠﻰ أرض أو داﺑﺔ ودﺧﻞ ﰱ ذﻟﻚ ﻣﺎ ﻟﻮ ﻧﺎم ﳏﺘﺒﻴﺎ أى ﺿﺎﻣﺎ ﻇﻬﺮﻩ وﺳﺎﻗﻴﻪ ﺑﻌﻤﺎﻣﺔ ﻣﺜﻼ أو ﻣﺴﺘﻨﺪا إﱃ ﺷﻴﺊ ﻟﻮ زال ﻟﺴﻘﻂ ﻛﺠﺪار أو ﻋﻤﻮد ﻓﻼ ﻧﻘﺾ ﺑﺬﻟﻚ ﻟﻸﻣﻦ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﻣﻦ ﺧﺮوج ﺷﻴﺊ ﻣﻦ دﺑﺮﻩ
Seperti yang telah disebutkan, wudhu bisa batal sebab tidur, kecuali tidurnya orang yang menetapkan pantatnya, maka wudhunya tidak batal, baik ia menetapkannya di atas tanah/lantai, atau kendaraan. Begitu juga, apabila seseorang tidur dengan posisi ason-ason, yaitu menempelkan bagian tubuh dengan kedua betisnya dengan cara, misalnya; diikat dengan serban, atau dengan posisi bersandar pada sesuatu yang andaikan sesuatu itu dihilangkan maka ia yang tidur akan jatuh, seperti; tembok atau kayu, maka wudhunya tidak batal, karena dalam posisi demikian tidak dimungkinkan adanya sesuatu yang keluar dari dubur.

وﻻ ﲤﻜﻦ ﳌﻦ ﻧﺎم ﻗﺎﻋﺪا ﻫﺰﻳﻼ ﺑﲔ ﻣﻘﻌﺪﺗﻪ وﻣﻘﺮﻩ ﲡﺎف وﻣﺜﻞ اﳍﺰﻳﻞ اﻟﺴﻤﲔ ﲰﻨﺎ ﻣﻔﺮﻃﺎ ﺑﺄن ﳛﺼﻞ اﻟﺘﺠﺎﰱ ﰱ اﳌﻜﺬور أﻓﺎد ذﻟﻚ ﻋﻄﻴﺔ وﻻ ﲤﻜﻦ أﻳﻀﺎ ﳌﻦ ﻧﺎم ﻋﻠﻰ ﻗﻔﺎﻩ ﻣﻠﺼﻘﺎ ﻣﻘﻌﺪﻩ ﲟﻘﺮﻩ ﻓﻴﻨﺘﻘﺾ وﺿﻮؤﻩ ﻗﺎل اﻟﺪﻣﲑى وﻟﻮ ﲢﻔﻆ ﲞﺮﻗﺔ وﻧﺎم ﻏﲑ ﻗﺎﻋﺪ ﻧﻘﺾ وﺿﻮؤﻩ وﻗﺎل أﻳﻀﺎ وﻛﺎن اﻷﺣﺴﻦ أن ﻳﻌﺘﱪ ﺑﺎﻟﻐﻠﺒﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﻘﻞ ﻟﻴﺼﺢ اﺳﺘﺜﻨﺎء اﻟﻨﻮم ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺰﻳﻞ
اﻟﻌﻘﻞ اﻧﺘﻬﻰ

Berbeda dengan orang kurus, begitu juga yang gemuk, yang tidur dengan posisi duduk dimana antara pantat dan tempat yang didudukinya terdapat renggang maka wudhunya batal karena tidak ada sikap tamakkun atau menetapkan pantat pada tempat, seperti yang difaedahkan oleh Athiah. Selain itu, apabila seseorang tidur dengan posisi menjatuhkan kedua tengkuk (berbaring) disertai dengan menetapkan pantat pada tempatnya maka wudhunya batal karena tidak ada sikap tamakkun juga. Ad-Damiri berkata, “Apabila seseorang menyumbatkan kain di antara pantat dan tempatnya, kemudian ia tidur tidak dengan posisi duduk, maka wudhunya
 
batal.” Ia juga berkata, “Ibarat atau pernyataan yang paling baik dalam menuliskan perkara yang dapat membatalkan wudhu adalah dengan pernyataan sebab tertindihnya akal (gholabah bi al-‘aqli), bukan sebab hilang akal (zawal al-‘aqli) agar benar dalam mengecualikan tidur karena tidur sendiri sebenarnya tidak menyebabkan hilangnya akal.”

 ﻓﺼﻞ( ﻓﻴﻤﺎ ﻳﻮﺟﺐ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء وﰱ ﺷﺮوﻃﻪ

BAGIAN KESEPULUH (FASAL) PERKARA-PERKARA YANG MEWAJIBKAN ISTINJAK DAN SYARAT-SYARATNYA
 

ﻛﻞ رﻃﺐ( أى )ﻣﻦ اﻟﺼﻼة ﻟﻨﺤﻮ اﻟﻘﻴﺎم ﺑﻞ ﻋﻨﺪ اﻟﻔﻮر
 
ﻋﻠﻰ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء( ﻻ )ﳚﺐ ﻳﺸﱰط ﻛﻮﻧﻪ ﻣﻠﻮﺛﺎ ﰱ رأي اﻟﻌﲔ ﻓﺨﺮج ﻣﺎ ﻻ ﻳﺸﺎﻫﺪ ﺗﻠﻮﻳﺜﻪ وﻟﻜﻦ ﻫﻮ ﻣﻮﺟﻮد ﰱ ﻧﻔﺲ ﻛﻤﺬى أو ﻧﺪر ﻛﺒﻮل اﻋﺘﻴﺪ
 
ﺳﻮاء اﻟﺮﻓﻌﺔ ﻻﺑﻦ ﻋﻦ اﳌﻄﻠﺐ اﻟﻜﺮدى ﻧﻘﻠﻪ ﻛﺬا
 
اﻷﻣﺮ ﻓﻼ ﳚﺐ اﳌﲎ أﻣﺎ اﳌﲎ( )ﻏﲑ
 
ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ
 
ﺑﺎق
 
واﻟﺪﺑﺮ
 
اﻟﻘﺒﻞ
 
اﻟﺴﺒﻴﻠﲔ( أى
 
)ﺧﺎرج ﻣﻦ
 
اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﻣﻨﻪ ﻟﻔﻮات ﻣﻘﺼﻮدﻩ ﻣﻦ ازاﻟﺔ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ إذا ﻛﺎن ﺑﺎﳌﺎء أو ﲣﻔﻴﻔﻴﻬﺎ إذا ﻛﺎن اﻷﺣﺠﺎر ﺑﻞ ﻳﺴﻦ أﻓﺎدﻩ ﻋﻄﻴﺔ ﻓﻤﲎ اﻵدﻣﻰ ﻃﺎﻫﺮ ﻋﻠﻰ اﳌﺬﻫﺐ رﺟﻼ ﻛﺎن أو اﻣﺮأة ﻷن
 
ﻓﺮﻛﺎ
 
وﺳﻠﻢ
 
اﷲ ﻋﻠﻴﻪ
 
ﺻﻠﻰ
 
رﺳﻮل اﷲ
 
ﻣﻦ ﺛﻮب
 
ﺗﻔﺮﻛﻪ
 
ﻛﺎﻧﺖ
 
ﻋﻨﻬﺎ
 
رﺿﻰ اﷲ
 
ﻋﺎﺋﺸﺔ
 

ﻓﻴﺼﻠﻰ ﻓﻴﻪ رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ وﻟﻮ ﻛﺎن ﳒﺴﺎ ﻣﺎ اﻛﺘﻔﻰ ﻣﻨﻪ ﺑﺎﻟﻔﺮك وﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﻠﻴﻖ ﺑﺎﻵدﻣﻰ ﳒﺎﺳﺔ

أﺻﻠﻪ وﻗﺒﻞ ﻫﻮ ﳒﺲ ﻳﻜﻔﻰ ﻓﻴﻪ اﻟﻔﺮك ﺣﻜﻰ ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى


1.    Perkara yang Mewajibkan Istinjak

Diwajibkan istinjak (cebok) dari setiap benda basah yang keluar dari dua jalan, yaitu qubul atau dubur, selain sperma (mani). Kewajiban istinjak disini bukan kewajiban yang harus segera dilakukan kecuali ketika seseorang hendak melakukan, misalnya, sholat. Pernyataan dari setiap benda basah menunjukkan bahwa syarat benda yang mewajibkan istinjak adalah benda yang mengotori (Jawa: globret) atau mulawwits menurut pandangan mata. Dikecualikan darinya adalah benda yang tidak terlihat sebagai benda yang mengotori, tetapi pada hakikatnya ia mengotori, seperti keterangan yang dikutip oleh al-Kurdi dari kitab al-Mathlab karya Ibnu Rif’ah. Benda yang keluar itu adalah baik yang biasa keluar, seperti; kencing, atau yang langka keluar, seperti; madzi. Adapun apabila yang keluar adalah sperma maka tidak diwajibkan istinjak darinya karena tidak terpenuhinya tujuan dari istinjak itu sendiri, yaitu menghilangkan najis jika dengan menggunakan air, atau meringankan najis jika dengan menggunakan batu-batu, tetapi istinjak sebab sperma yang keluar dihukumi sunah, seperti yang difaedahkan oleh Athiah. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sperma manusia adalah suci, menurut madzhab, baik dari laki-laki atau
 
perempuan, karena adanya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah rodhiyallahu ‘anha pernah mengerok sperma dari baju Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, kemudian Rasulullah sholat dengan mengenakan baju tersebut. Berdasarkan hadis tersebut, andaikan sperma najis maka tidak cukup dihilangkan dengan dikerok saja. Lagi pula, manusia tercipta dari bahan sperma sehingga tidak pantas jika sperma dihukumi sebagai perkara yang najis. Menurut satu pendapat qiil disebutkan bahwa sperma adalah perkara yang najis tetapi cukup dihilangkan dengan cara dikerok saja, seperti yang dikisahkan oleh ad-Damiri.

)ﺑﺎﳌﺎء( وﻳﺸﱰط ﻓﻴﻪ أن ﻳﻜﻮن ﻃﻬﻮرا )إﱃ أن ﻳﻄﻬﺮ اﶈﻞ( ﲝﻴﺚ ﻳﺬﻫﺐ أﺛﺮ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ

2.    Syarat Istinjak

Istinjak dapat dilakukan dengan menggunakan air yang harus suci mensucikan sampai mahalnya (tempat keluarnya najis, yaitu qubul dan dubur) suci, yaitu sekiranya bekas najis menjadi hilang.

)أو ﳝﺴﺤﻪ( أى اﶈﻞ )ﺑﺜﻼث ﻣﺴﺤﺎت( ﺑﻔﺘﺢ اﻟﺴﲔ وﻻ ﳚﺰئ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﺪو ﻦ وﻟﻮ
ﺣﺼﻞ اﻻﻧﻘﺎء ﺑﺬﻟﻚ )أو أﻛﺜﺮ( ﻣﻨﻬﻦ إذا ﱂ ﻳﻨﻖ اﶈﻞ ﻦ )إﱃ أن ﻳﻨﻘﻰ اﶈﻞ( وﺳﻦ
اﻻﻳﺘﺎر ﺑﻮاﺣﺪة ﺑﻌﺪ اﻻﻧﻘﺎء إن ﱂ ﳛﺼﻞ ﺑﻮﺗﺮ )وإن ﺑﻘﻰ اﻷﺛﺮ( ﲝﻴﺚ ﻻ ﻳﺰﻳﻠﻪ إﻻ اﳌﺎء أو ﺻﻐﺎر اﳋﺮف ﻓﻴﻌﻔﻰ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﻋﻦ ﻫﺬا اﻷﺛﺮ وﻻ ﻳﻜﻠﻒ اﺳﺘﻌﻤﺎل اﳌﺎء أو ﺻﻐﺎر اﳋﺮف ﻓﻴﻪ ﺧﻼف ﻣﺎ ﻟﻮ ﺧﺮج ﻫﺬا اﻟﻘﺪر اﺑﺘﺪاء ﻓﻼﺑﺪ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ اﳌﺎء أو اﳊﺠﺮ وإن ﻛﺎن ﻛﺒﲑا وﱂ ﻳﺰل ﺷﻴﺌﺎ ﻓﻼﺑﺪ ﻣﻦ ﺛﻼث ﻣﺴﺤﺎت ﻷﻧﻪ ﻳﻐﺘﻔﺮ ﰱ اﻟﺪوام ﻣﺎ ﻻ ﻳﻐﺘﻔﺮ ﰱ اﻻﺑﺘﺪاء أﻓﺎد ذﻟﻚ
ﻋﻄﻴﺔ
Istinjak juga dapat dilakukan dengan cara mengusap mahalnya sebanyak 3 (tiga) kali usapan atau lebih sampai mahalnya bersih. Istinjak dengan mengusap harus dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali usapan sehingga tidak cukup jika mengusap kurang dari 3 kali meskipun bisa membersihkan mahalnya. Usapan yang harus dilakukan lebih dari 3 kali adalah jika mahalnya belum bersih dengan 3 kali usapan. Setelah mahalnya bersih, disunahkan mengganjilkan usapan jika mahalnya bisa bersih dengan jumlah usapan yang genap.70 Istinjak dengan cara mengusap mahal dilakukan

70 Misalnya; Jika mahal telah bersih dengan 4 usapan maka disunahkan menambahkan 1 kali usapan sehingga menjadi 5 kali usapan. Jika mahal telah bersih dengan 3 kali usapan maka tidak perlu menambah usapan lagi. (Penerjemah)
 
sampai benar-benar mahalnya menjadi bersih meskipun bekas najisnya masih ada, yaitu bekas yang hanya dapat dihilangkan oleh air atau remukan tembikar. Bekas najis tersebut dihukumi ma’fu dan tidak ada tuntutan menggunakan air atau remukan tembikar untuk menghilangkan bekas najis tersebut. Berbeda dengan kasus tertentu, yaitu apabila perkiraan tentang tersisanya bekas yang hanya dapat dihilangkan dengan air atau remukan tembikar diketahui di permulaan maka wajib menggunakan air atau batu meskipun besar, dan ternyata tidak menghilangkan apapun dari bekas tersebut maka wajib dengan 3 kali usapan karena sesuatu yang di permulaannya tidak dapat dimaafkan dapat dimaafkan di saat keberlangsungannya, seperti yang difaedahkan oleh Athiah.

ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ إﳕﺎ أﻧﺎ ﻟﻜﻢ ﻣﺜﻞ اﻟﻮاﻟﺪ أﻋﻠﻤﻜﻢ إذا أﺗﻴﺘﻢ اﻟﻐﺎﺋﻂ ﻓﻼ ﻳﺴﺘﻘﺒﻞ أﺣﺪﻛﻢ اﻟﻘﺒﻠﺔ وﻻ ﻳﺴﺘﺪﺑﺮﻫﺎ وﻻ ﻳﺴﺘﻨﺠﻰ ﺑﺪون ﺛﻼﺛﺔ أﺣﺠﺎر ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﺎ روث وﻻ رﻣﺔ وﻻ ﻋﻈﻢ رواﻩ اﺑﻦ ﺧﺰﳝﺔ وروى اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ وﻏﲑﻩ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وﻟﻴﺴﺘﻨﺞ ﺑﺜﻼﺛﺔ أﺣﺠﺎر واﳌﺮاد ﺑﺎﳊﺠﺮ اﳉﻨﺲ وﳚﺰئ اﳊﺠﺮ ﻣﻊ وﺟﻮد اﳌﺎء ﺧﻼﻓﺎ ﻻﺑﻦ ﳎﻴﺐ ﻣﻦ اﳌﺎﻟﻜﻴﺔ
أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى
3.    Dalil Kewajiban Istinjak

Kewajiban istinja adalah berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama yang diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah, “Bagi kalian, aku ini hanyalah seperti orang tua yang mengajari kalian. Ketika kalian buang air besar maka janganlah salah satu dari kalian menghadap Kiblat, membelakanginya, dan beristinjak dengan menggunakan kurang dari 3 batu (usapan), bukan dengan menggunakan kotoran, tulang busuk, dan juga tulang.” Syafii dan lainnya meriwayatkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Wajib atas seseorang beristinjak dengan 3 batu (usapan).” Yang dimaksud dengan batu adalah benda-benda yang sejenis dengannya. Dalam istinjak, dicukupkan menggunakan batu meskipun air ada/tersedia, berbeda dengan pendapat Ibnu Mujib dari kalangan ulama bermadzhab Maliki, seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri.

وﻳﻜﻮن ﻣﺴﺢ اﶈﻞ )ﺑﻘﺎﻟﻊ( ﻟﻌﲔ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ وﻟﻮ ذﻫﺒﺎ أو ﻓﻀﺔ وﺧﺮج ﺑﺬﻟﻚ ﳓﻮ اﻟﻔﺤﻢ
اﻟﺮﺧﻮ واﻟﱰاب اﳌﺘﻨﺎﺛﺮ وﳓﻮ اﻟﻘﺼﺐ اﻷﻣﻠﺲ إذا ﱂ ﻳﺸﻖ
 
4.    Kriteria alat-alat istinjak
Mengusap mahal dalam istinjak adalah dengan menggunakan benda yang qolik atau dapat mengangkat hilangkan dzat najis, meskipun benda tersebut emas atau perak. Oleh karena itu, dikecualikan yaitu semisal; arang yang lembut, debu yang mudah rontok, bambu halus yang tidak dibelah.

)ﻃﺎﻫﺮ( ﺧﺮج ﺑﺬﻟﻚ اﻟﺒﻌﺮ واﳊﺠﺮ اﳌﺘﻨﺠﺲ

Selain harus qolik, benda itu juga suci. Dikecualikan yaitu semisal; tahi kering, batu yang mutanajis.
)ﺟﺎﻣﺪ( ﺧﺮج ﺑﺬﻟﻚ اﳌﺎﺋﻊ ﻛﻤﺎء اﻟﻮرد واﳋﻞ

Selain harus qolik dan suci, benda itu juga harus keras atau padat.
Dikecualikan yaitu cairan seperti; air mawar, cuka.

)ﻏﲑ ﳏﱰم( أى ﻏﲑ ﻣﻌﻈﻢ ﺧﺮج ﺑﻪ اﶈﱰم ﻓﻤﻄﻌﻮم ﻟﻨﺎ أو ﻟﻨﺎ وﻟﻠﺒﻬﺎﺋﻢ ﺳﻮاء أو ﻟﻠﺠﻦ ﻛﺎﻟﻌﻈﻢ وﺣﺮﻣﺔ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﺎﳌﻄﻌﻮم ﻟﻨﺎ وﻟﻠﺒﻬﺎﺋﻢ ﺳﻮاء اﻋﺘﻤﺪﻫﺎ ﺷﻴﺦ اﻹﺳﻼم واﳋﻄﻴﺐ اﻟﺸﺮﺑﻴﲎ واﳉﻤﺎل اﻟﺮﻣﻠﻰ وﻛﺬا اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﰱ ﺷﺮﺣﻰ اﻹﻣﺪاد واﻟﻠﺒﺎب ﻗﺎﻟﻪ اﻟﻜﺮدى وﻣﻦ
 
واﻟﻄﻴﺐ
 
واﳊﺴﺎب
 
واﻟﻔﻘﻪ
 
ﻛﺎﳊﺪﻳﺚ
 
ﺑﻪ ﻓﻴﻪ
 
ﻳﻨﺘﻔﻊ
 
وﻣﺎ
 
اﻟﺸﺮﻋﻰ
 
اﻟﻌﻠﻢ
 
ﻛﺘﺐ
 
اﶈﱰم
 
واﻟﻔﺮوض أﻓﺎدﻩ اﻟﺒﺎﺟﻮرى ﻗﺎل اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﰱ اﻹﻣﺪاد واﻟﺬى ﻳﻈﻬﺮ أن اﳌﺮاد ﺑﻐﲑ اﶈﱰم ﻫﻨﺎ
ﻏﲑ اﳊﺮﰉ واﳌﺮﺗﺪ وإن ﺟﺎز ﻗﺘﻠﻪ ﺣﻜﻰ ذﻟﻚ اﻟﻜﺮدى

Selain harus qolik, suci dan keras, benda itu juga bukan termasuk benda yang dimuliakan atau diagungkan (ghoiru muhtarom). Dikecualikan yaitu makanan yang hanya dikonsumsi oleh manusia, atau yang dikonsumsi oleh manusia dan binatang, atau yang dikonsumsi oleh jin, seperti tulang. Keharaman beristinjak dengan makanan yang dikonsumsi oleh manusia dan binatang adalah sama, seperti ketetapan yang dipedomani oleh Syaikhul Islam, al-Khotib asy-Syarbini, al-Jamal ar-Romli, dan Ibnu Hajar dalam dua kitab, Syarah Imdad dan Syarah al-Lubab, seperti yang dikatakan oleh al- Kurdi. Termasuk benda yang dimuliakan adalah kitab-kitab ilmu syariat dan kitab yang dapat diambil manfaatnya, seperti; Hadis, Fiqih, Hisab, Tib, dan Furudh, demikian ini difaedahkan oleh al-Bajuri. Ibnu Hajar berkata dalam kitab Imdad, “Pendapat yang dzohir menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan benda yang tidak dimuliakan adalah selain kafir harbi dan murtad
 
meskipun keduanya sebenarnya boleh dibunuh,” seperti yang dikisahkan oleh al-Kurdi.

وﻳﻜﻮن اﻟﺮﻃﺐ اﳋﺎرج ﻣﻦ اﻟﺴﺒﻴﻠﲔ ﻛﺎﺋﻨﺎ )ﻣﻦ ﻏﲑ اﻧﺘﻘﺎل( ﻋﻦ ﳏﻠﻪ اﻟﺬى اﺳﺘﻘﺮ ﻓﻴﻪ ﻋﻨﺪ
اﳋﺮوج )وﻗﺒﻞ ﺟﻔﺎف( ﻋﻠﻰ اﶈﻞ ﺑﺄن ﻳﻨﻘﻠﻪ اﳊﺠﺮ

Syarat dicukupkannya beristinjak dengan batu dan sejenisnya adalah selama benda basah yang keluar dari qubul atau dubur belum berpindah dari mahal yang ditetapinya saat keluar, dan selama benda basah tersebut belum kering di atas mahalnya, misalnya; ia kering karena dipindahkan atau diangkut oleh batu.
وﺣﺎﺻﻞ ﻣﺎ ذﻛﺮﻩ اﳌﺼﻨﻒ ﲦﺎﻧﻴﺔ ﺷﺮوط اﺛﻨﺎن ﺑﺎﻋﺘﺒﺎر اﳊﺠﺮ وإﺟﺰاﺋﻪ وﳘﺎ أن ﳝﺴﺢ ﺛﻼث ﻣﺮات وأن ﻳﻨﻘﻰ اﶈﻞ وأرﺑﻊ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎر ذات اﳊﺠﺮ وﻫﻰ أن ﻳﻜﻮن ﻗﺎﻟﻌﺎ ﻃﺎﻫﺮا ﺟﺎﻣﺪا ﻏﲑ ﳏﱰم
واﺛﻨﺎن ﺑﺎﻋﺘﺒﺎر اﶈﻞ اﻟﺬى ﻳﺴﺘﻨﺠﻰ ﻓﻴﻪ وﳘﺎ أن ﻻ ﻳﻜﻮن اﻟﺮﻃﺐ اﳋﺎرج ﻣﻨﺘﻘﻼ وأن ﻻ
ﳚﻒ ﻓﺈن ﻓﻘﺪ ﺷﺮط ﻣﻦ ﻫﺬﻩ اﻟﺸﺮوط ﺗﻌﲔ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﺑﺎﳌﺎء ﻫﺬا ﻋﻨﺪ اﻻﻗﺘﺼﺎر ﻋﻠﻰ اﳊﺠﺮ
5.    Kesimpulan
Kesimpulan dari keterangan yang disebutkan oleh mushonnif tentang
istinjak adalah bahwa istinjak memiliki 8 (delapan) syarat;

2 (dua) syarat dari sisi batu dan kecukupannya untuk digunakan, yaitu;
1)    diusapkan sebanyak 3 (tiga) kali usapan
2)    bersihnya mahal;
4 (empat) syarat dari sisi dzat batu atau sejenisnya, yaitu;
3)    benda yang dapat mengangkut najis.
4)    benda yang suci.
5)    benda yang keras (padat).
6)    enda yang tidak dimuliakan.
2 (dua) syarat dari sisi mahal yang diistinjaki, yatu;
7)    benda basah yang keluar tidak berpindah dari mahalnya.
8)    benda basah yang keluar tidak kering.
 
Apabila salah satu dari syarat-syarat di atas tidak terpenuhi maka istinjak wajib dilakukan dengan menggunakan air jika memang orang yang beristinjak sebelumnya hanya akan menginginkan beristinjak dengan batu.

 
ﳝﺲ ﺷﻴﺌﺎ ﻧﺎﻗﻀﺎ
 
اﻷﺻﺢ ﺑﺸﺮط أن ﻻ
 
اﻟﻮﺿﻮء ﰱ
 
اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﻋﻦ
 
ﳚﻮز ﺗﺄﺧﲑ
 
)ﺗﻨﺒﻴﻪ(
 
وﻟﻠﺨﺮوج ﻣﻦ
 
وﺳﻠﻢ
 
ﻋﻠﻴﻪ
 
اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ
 
ﺑﺮﺳﻮل
 
اﻗﺘﺪاء
 
اﻟﻮﺿﻮء
 
ﻋﻠﻰ
 
ﺗﻘﺪﳝﻪ
 
واﻷﻓﻀﻞ
 
اﳋﻼف ﻓﺈن ﺑﻌﺾ اﻟﻌﻠﻤﺎء اﺷﱰط ﺗﻘﺪﳝﻪ وأﻣﺎ ﺗﺄﺧﲑﻩ ﻋﻦ اﻟﺘﻴﻤﻢ ﻓﻼ ﳚﻮز ﻋﻠﻰ اﻷﺻﺢ ﻷن اﻟﺘﻴﻤﻢ ﻣﻮﺿﻮﻋﻪ اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ اﻟﺼﻼة وﻻ اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ ﻣﻊ وﺟﻮد اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ وﻳﺴﺘﺜﲎ وﺿﻮء
داﺋﻢ اﳊﺪث ﻷﻧﻪ ﻛﺎﳌﺘﻴﻤﻢ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى

[TANBIH] Boleh melakukan wudhu terlebih dahulu dan mengakhirkan istinjak, menurut pendapat ashoh, tetapi dengan syarat tidak menyentuh bagian yang dapat membatalkan wudhu saat melakukan istinjak. Yang lebih utama adalah beristinjak terlebih dahulu, kemudian baru berwudhu karena mengikuti Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dan karena keluar dari perbedaan pendapat di kalangan para ulama, sebab sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa disyaratkan mendahulukan berwudhu dan mengakhirkan beristinjak. Adapun melakukan tayammum terlebih dahulu dan mengakhirkan beristinjak maka tidak diperbolehkan menurut pendapat ashoh karena tayammum dilakukan atas dasar tujuan agar diperbolehkan sholat, sedangkan jelas tidak diperbolehkan sholat jika masih menanggung najis. Di atas telah disebutkan bahwa mendahulukan berwudhu dan mengakhirkan beristinjak adalah boleh dengan syarat tertentu, kecuali wudhunya daim al-hadas71, maka baginya tidak diperbolehkan mendahulukan wudhu dan mengakhirkan istinjak sebab wudhunya adalah seperti tayamum secara hukum, seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri.










71 Orang yang masih terus menanggung hadas, seperti orang yang beseren kencing, kentut, atau istihadhoh.


 ﻓﺼﻞ( ﻓﻴﻤﺎ ﻳﻮﺟﺐ اﻟﻐﺴﻞ وﻓﻰ ﻓﺮوﺿﻪ
BAGIAN KESEBELAS (FASAL) PERKARA-PERKARA YANG MEWAJIBKAN MANDI DAN FARDHU-FARDHUNYA
A.    Pengertian Mandi
Lafadz اﻟﻐﺴﻞ menurut Fuqoha jika diidhofahkan pada sebab, seperti اﻟﻌﯿﺪﯾﻦ ﻏﺴﻞ اﻟﺠﻤﻌﺔ، ﻏﺴﻞ, maka yang paling fasih adalah dengan dhommah pada huruf /غ/. Sedangkan apabila diidhofahkan pada pakaian dan lainnya maka yang paling fasih adalah dengan fathah pada huruf /غ/, seperti keterangan yang difaedahkan oleh Syarqowi.

Menurut bahasa, mandi berarti mengalirkan air pada sesuatu, baik sesuatu itu adalah badan atau selainnya, dan baik dengan niat atau tidak. Menurut istilah, mandi berarti mengalirkan air pada seluruh badan dengan niat meskipun disunahkan, seperti berniat dalam memandikan sholat mayit. Demikian ini difaedahkan oleh Syeh al-Jurdani dalam Fathu al-Allam.72

)وﻣﻦ ﺷﺮوط اﻟﺼﻼة اﻟﻄﻬﺎرة ﻣﻦ اﳊﺪث اﻷﻛﱪ( أى ﻷﺟﻠﻪ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ
ﻻ ﻳﻘﺒﻞ اﷲ ﺻﻼة ﺑﻼ ﻃﻬﻮر رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ

Termasuk salah satu syarat dari syarat-syarat sholat adalah bersuci dari hadas besar karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Allah tidak akan menerima sholat yang dilakukan tanpa bersuci.”

 
)ﲬﺴﺔ
 
اﻟﻐﺴﻞ
 
ﻳﻮﺟﺒﻪ( أى
 
واﻟﺬى
 
)اﻟﻐﺴﻞ
 
اﻷﻛﱪ
 
اﳊﺪث
 
ﻷﺟﻞ
 
أى اﻟﻄﻬﺎرة
 
)وﻫﻮ(
 
أﺷﻴﺎء ﺧﺮوج اﳌﲎ( أى ﻣﲎ اﻹﻧﺴﺎن ﻧﻔﺴﻪ إﱃ ﺧﺎرج اﳊﺸﻔﺔ ﰱ اﻟﺮﺟﻞ وإﱃ ﻇﺎﻫﺮ اﻟﻔﺮج ﰱ اﻟﺒﻜﺮ وإﱃ ﳏﻞ ﳚﺐ ﻏﺴﻠﻪ ﰱ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء ﰱ اﻟﺜﻴﺐ وﻟﻮ ﻗﻄﺮة وﻟﻮ ﻋﻠﻰ ﻟﻮن اﻟﺪم ﰱ ﻳﻘﻈﺔ أو ﻣﻨﺎم ﲜﻤﺎع أو ﻏﲑﻩ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ إﳕﺎ اﳌﺎء ﻣﻦ اﳌﺎء رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ
وﻏﲑﻩ



72 Hal, 233 Juz, 1
 
B.    Perkara-perkara yang Mewajibkan Mandi
Bersuci dari hadas besar adalah mandi. Perkara-perkara yang
mewajibkan mandi ada 5 (lima), yaitu;

1.    Keluarnya sperma.
Maksudnya, mandi diwajibkan sebab keluarnya sperma manusia itu sendiri ke bagian luar hasyafah jika ia adalah laki-laki, dan ke bagian luar farji jika ia adalah perempuan perawan, dan ke bagian yang wajib dibasuh dalam istinjak jika ia adalah perempuan janda. Keluarnya sperma mewajibkan mandi meskipun ia hanya keluar setetes dan berwarna seperti darah, baik keluarnya pada saat keadaan sadar atau tidur, baik keluarnya sebab jimak atau lainnya, karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan selainnya;
إِﱠﳕَﺎ اﻟْ َﻤﺎءُ ِﻣ َﻦ اﻟْ َﻤﺎِء
Mandi dengan air tidaklah wajib kecuali karena keluarnya air yang muncrat (sperma)73

Penjelasan:
Ciri-ciri sperma ada 3 (tiga), yaitu:
1.    keluar secara berurutan (crit-crit-crit, bukan criiiiiiiiit).
2.    Merasakan enak saat keluar disertai dengan melemahnya dzakar dan syahwat.
3.    Ketika sperma basah maka baunya seperti bau adonan atau kembang sari kurma. Ketika sperma kering maka baunya seperti putih telur.
Apabila salah satu ciri-ciri dari 3 ciri-ciri sperma ini tidak ditemukan maka tidak diwajibkan mandi karena yang keluar bukan sperma, melainkan cairan lain. Apabila satu ciri-ciri saja telah ditemukan maka dipastikan yang keluar adalah sperma. Demikian ini difaedahkan oleh Syeh al-Jurdani dalam Fathu al-Allam.74




73ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ )اﳕﺎ اﳌﺎء ﻣﻦ اﳌﺎء( رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ وﻣﻌﻨﺎﻩ ﻻ ﳚﺐ اﻟﻐﺴﻞ ﺑﺎﳌﺎء اﻻ
ﻣﻦ اﻧﺰال اﳌﺎء اﻟﺪاﻓﻖ وﻫﻮ اﳌﲎﻛﻤﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﰱ ا ﻤﻮع ﺷﺮح اﳌﻬﺬب
74 Hal, 234. Juz, 1
 
ﻟﻮ اﺳﺘﺪﺧﻠﺖ ﻣﻨﻴﺎ ﰒ ﺧﺮج ﻓﻼ ﺷﻴﺊ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ وﻟﻮ أﺣﺲ اﻟﺮﺟﻞ ﺑﺎﻧﺘﻘﺎل اﳌﲎ ﻓﻼ ﻏﺴﻞ ﺣﱴ ﻳﺘﺤﻘﻖ ﺧﺮوﺟﻪ ﺧﻼﻓﺎ ﻷﲪﺪ وﻟﻮ ﺧﺮج اﳌﲎ ﺑﻌﺪ أن اﻏﺘﺴﻞ ﻟﺰﻣﻪ اﻋﺎدة اﻟﻐﺴﻞ
ﺧﻼﻓﺎ ﳌﺎﻟﻚ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى

Andai ada perempuan memasukkan sperma lain ke farjinya, kemudian sperma tersebut keluar, maka tidak diwajibkan atasnya mandi, (karena sperma tersebut bukan dari dirinya sendiri). Apabila ada laki-laki merasakan spermanya mengalir maka tidak ada kewajiban mandi atasnya sebelum sperma itu benar-benar keluar ke bagian luar hasyafahnya, berbeda dengan pendapat Imam Ahmad Hanbali. Apabila seseorang telah mandi karena keluar sperma, kemudian ia mengeluarkan sperma lagi, maka ia wajib mandi lagi, berbeda dengan pendapat Imam Malik, seperti yang difaedahkan oleh ad-Damiri.
)واﳉﻤﺎع( ﳌﺎ روى ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ أن رﺟﻼ ﺳﺄل اﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﲝﻀﺮ ﺎ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﻋﻦ اﻟﺮﺟﻞ ﳚﺎﻣﻊ أﻫﻠﻪ ﰒ ﻳﻜﺴﻞ أﻳﻐﺘﺴﻞ ﻓﻘﺎل اﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ
اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ أﻧﺎ وﻫﺬﻩ ﻧﻔﻌﻠﻪ ﰒ ﻧﻐﺘﺴﻞ وﻳﻘﺎل اﻛﺴﻞ ا ﺎﻣﻊ ﺑﺎﻷﻟﻒ إذا ﻧﺰع وﱂ ﻳﻨﺰل وﰱ اﻟﺼﺤﻴﺤﲔ إذا اﻟﺘﻘﻰ اﳋﺘﺎﻧﺎن ﻓﻘﺪ وﺟﺐ اﻟﻐﺴﻞ واﻟﺘﻘﺎؤﳘﺎ ﲢﺎذﻳﻬﻤﺎ وإن ﱂ ﻳﺘﻀﺎﻣﺎ
ﻷن ﺧﺘﺎن اﳌﺮأة أﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻣﺪﺧﻞ اﻟﺬﻛﺮ وﻟﻮ ﻏﻴﺐ اﻟﺮﺟﻞ ﺣﺸﻔﺘﻪ ﰱ ﺷﻔﺮى اﳌﺮأة ﻛﺄن ﻛﺎﻧﺎ ﻃﻮﻳﻠﲔ ﱂ ﳚﺐ اﻟﻐﺴﻞ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻓﻼﺑﺪ أن ﻳﻐﻴﺐ ﺣﺸﻔﺘﻪ ﰱ داﺧﻞ اﻟﻔﺮج
وﻫﻮ ﻣﺎ ﻻ ﳚﺐ ﻏﺴﻠﻪ ﰱ اﻻﺳﺘﻨﺠﺎء

2.    Jimak

Maksudnya, mandi diwajibkan sebab jimak karena adanya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah rodhiyallahu ‘anha yang saat itu juga hadir di lokasi bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama tentang suami yang menjimak istrinya, kemudian ia mencabut dzakarnya dan tidak mengeluarkan sperma, “Apakah suami itu wajib mandi?” Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama menjawab, “Aku dan ini (Aisyah) pernah melakukannya, kemudian kami mandi.”
Disebutkan di dalam kitab Shohih Bukhori dan Shohih Muslim, “Ketika dua persunatan saling bertemu maka wajib mandi.” Maksud bertemunya dua persunatan adalah kesejajaran keduanya meskipun tidak
 
saling bersentuhan karena persunatan perempuan berada lebih atas dari tempat masuknya dzakar. Oleh karena itu, apabila laki-laki memasukkan hasyafahnya ke dalam dua bibir farji perempuan, misalnya; ketika dua bibir vaginanya panjang; maka tidak diwajibkan mandi atas masing-masing dari mereka. Dengan demikian, diwajibkannya mandi harus sekiranya laki-laki memasukkan hasyafahnya ke bagian dalam farji, yaitu bagian yang tidak wajib dibasuh dalam istinjak.

)واﳊﻴﺾ( ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﻓﺈذا ﺗﻄﻬﺮن ﻓﺄﺗﻮﻫﻦ ﻓﺎﳌﺮاد ﺑﺎﻟﺘﻄﻬﺮ اﻻﻏﺘﺴﺎل وﻗﺎل ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ
 
ﻗﺪرﻫﺎ
 
ذﻫﺐ
 
ﻓﺈذا
 
اﻟﺼﻼة
 
ﻓﺎﺗﺮﻛﻰ
 
اﳊﻴﻀﺔ
 
أﻗﺒﻠﺖ
 
إذا
 
ﺣﺒﻴﺶ
 
ﺑﻨﺖ أﰉ
 
ﻟﻔﺎﻃﻤﺔ
 
وﺳﻠﻢ
 
ﻓﺎﻏﺴﻠﻰ ﻋﻨﻚ اﻟﺪم وﺻﻠﻰ رواﻩ اﻟﺸﻴﺨﺎن

3.    Haid

Maksudnya, mandi diwajibkan sebab haid karena Firman Allah, “ ... ketika mereka (perempuan-perempuan haid) telah bersuci maka datangilah (jimak) mereka ...”75 Yang dimaksud dengan bersuci dalam Firman Allah tersebut adalah mandi. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berkata kepada Fatimah binti Abu Hubaisy, “Ketika haid datang maka tinggalkan sholat. Kemudian ketika masa haid telah habis maka mandilah dan sholatlah.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.

)واﻟﻨﻔﺎس( ﻷﻧﻪ دم ﺣﻴﺾ ﳎﺘﻤﻊ
4.    Nifas
Maksudnya, mandi diwajibkan sebab nifas karena nifas adalah darah haid yang terkumpul (tertampung).

)واﻟﻮﻻدة( أو اﻟﻘﺎء ﻋﻠﻘﺔ أو ﻣﻀﻐﺔ وﻟﻮ ﺑﻼ ﺑﻠﻞ ﰱ اﻷﺻﺢ ﻷن ﻛﻼ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻣﲎ ﻣﻨﻌﻘﺪ وﻷﻧﻪ ﳚﺐ اﻟﻐﺴﻞ ﲞﺮوج اﳌﺎء اﻟﺬى ﳜﻠﻖ ﻣﻨﻪ اﻟﻮﻟﺪ واﻟﻘﻮل اﻟﺜﺎﱏ وﺑﻪ ﻗﺎل اﺑﻦ أﰉ ﻫﺮﻳﺮة ﻻ ﳚﺐ اﻟﻐﺴﻞ ﺑﺬﻟﻚ إذا ﻛﺎن ﺑﻼ ﺑﻠﻞ ﳌﺎ روى ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ أﰉ ﺳﻌﻴﺪ اﳋﺪرى رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ أن اﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل إﳕﺎ اﳌﺎء ﻣﻦ اﳌﺎء ﻓﺎﻟﻮﻟﺪ ﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﻣﺎء




75 QS. Al-Baqoroh: 222
 
5.    Melahirkan
Maksudnya, mandi diwajibkan sebab wiladah atau melahirkan atau mengeluarkan darah kempal atau daging kempal meskipun tidak disertai dengan basah-basah, menurut pendapat ashoh, karena masing-masing dari darah kempal dan daging kempal adalah sperma yang memadat dan karena mandi diwajibkan sebab keluarnya sperma yang menjadi bahan baku terciptanya anak. Menurut pendapat kedua, yaitu muqobil ashoh, yang juga disetujui oleh Ibnu Abu Hurairah, bahwa mandi tidak diwajibkan sebab melahirkan anak, atau mengeluarkan darah kempal atau daging kempal yang mereka keluar tidak disertai dengan basah-basah, karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri rodhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda;
إِﱠﳕَﺎ اﻟْ َﻤﺎءُ ِﻣ َﻦ اﻟْ َﻤﺎِء
Mandi dengan air tidaklah wajib kecuali karena keluarnya air yang muncrat (sperma)”
Berdasarkan hadis ini, anak tidak disebut dengan air sperma.
وﻟﻮ وﻟﺪت ﰱ ﺎر رﻣﻀﺎن وﱂ ﺗﺮ دﻣﺎ ﻓﺎﳌﺬﻫﺐ ﺑﻄﻼن ﺻﻮﻣﻬﺎ وﻗﻴﻞ ﻻﻳﺒﻄﻞ ﻷ ﺎ ﻣﻐﻠﻮﺑﺔ
ﻛﺎﻻﺣﺘﻼم وﻗﻮاﻩ اﻟﻨﻮوى ﰱ ﺷﺮح اﳌﻬﺬب ﻣﻦ ﺟﻬﺔ اﳌﻌﲎ وﺿﻌﻔﻪ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ اﻟﺘﻌﻠﻴﻞ ﺣﻜﻰ
ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى

Andaikan ada perempuan melahirkan di siang hari bulan Ramadhan dan ia tidak melihat darah sama sekali maka, menurut madzhab, puasanya batal, sedangkan menurut pendapat qiil, seperti yang dikisahkan oleh ad- Damiri, puasanya tidak batal karena perempuan tersebut maghlubah atau tidak bisa menghindari dari melahirkan, seperti mimpi basah. Pendapat qiil ini dikuatkan oleh an-Nawawi dalam Syarah al-Muhadzab dari segi makna dan dilemahkan olehnya dari segi alasannya.

C.    Fardhu-fardhu Mandi
Syeh Nawawi al-Banteni rahimahullah berkata;

)وﻓﺮوض اﻟﻐﺴﻞ( أى أرﻛﺎﻧﻪ )اﺛﻨﺎن ﻧﻴﺔ رﻓﻊ اﳊﺪث اﻷﻛﱪ( أى رﻓﻊ ﺣﻜﻢ ذﻟﻚ ﻟﻌﻤﻮم ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ إﳕﺎ اﻷﻋﻤﺎل ﺑﺎﻟﻨﻴﺎت وﳏﻞ وﻗﺖ اﻟﻨﻴﺔ أول ﺟﺰء ﻣﻐﺴﻮل ﻣﻦ اﻟﺒﺪن ﺳﻮاء ﻛﺎن ﻣﻦ ﻋﺎﻟﻴﻪ أم ﻣﻦ ﺳﺎﻓﻠﻪ وﻟﻮ ﺣﺎﻟﺔ اﺳﺘﻨﺠﺎﺋﻪ ﻷن ﺑﺪﻧﻪ ﻛﻜﻌﻀﻮ واﺣﺪ
 
ﻓﻼ ﺗﺮﺗﻴﺐ ﻓﻴﻪ ﻓﺎﳌﻌﺘﱪ اﻗﱰا ﺎ ﺑﺄول ﻏﺴﻞ ﺟﺰء ﻣﻔﺮوض ﻻ ﻣﻨﺪوب ﻛﺒﺎﻃﻦ ﻓﻢ وأﻧﻒ ﻓﻼ اﻋﺘﺪاد ﺑﻐﺴﻞ ﺳﺎﺑﻖ ﻋﻠﻴﺎ وﻳﻌﺘﺪ ﻣﺎ ﻗﺎر ﺎ وﻳﻌﻴﺪ اﳌﻐﺴﻮل ﻗﺒﻠﻬﺎ وﻻ ﻳﻀﺮ ﻋﺰو ﺎ ﻋﻦ اﻟﺬﻫﻦ
 
ﻛﺎﻟﻮﺿﻮء
 
اﻟﻐﺴﻞ
 
اﻟﻔﺮاغ ﻣﻦ
 
ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ إﱃ
 
اﺳﺘﺼﺤﺎ ﺎ
 
وﻳﺴﺘﺤﺐ
 
ﺑﺬﻟﻚ
 
اﻗﱰا ﺎ
 
ﺑﻌﺪ
 
)وﳓﻮﻫﺎ( أى ﻛﻨﻴﺔ رﻓﻊ اﳊﺪث ﻋﻦ ﲨﻴﻊ اﻟﺒﺪن أو ﻧﻴﺔ رﻓﻊ اﳉﻨﺎﺑﺔ وإن ﱂ ﻳﻌﲔ ﺳﺒﺒﻬﺎ و اﳊﻴﺾ واﻟﻨﻔﺎس أو ﻧﻴﺔ اﻟﻐﺴﻞ اﻟﻮاﺟﺐ أو اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ ﻣﻔﺘﻘﺮ إﱃ ﻃﻬﺮ أو رﻓﻊ اﳊﺪث وإن ﱂ ﻳﻘﻴﺪﻩ ﺑﺎﻷﻛﱪ ﻓﺈن ﻧﻮى اﻟﻐﺴﻞ ﻓﻘﻂ ﻓﻼ ﺗﻜﻔﻰ ﻫﺬا ﰱ ﺣﻖ اﻟﺴﻠﻴﻢ أﻣﺎ ﺳﻠﺲ اﳌﲎ ﻓﻴﻨﻮى اﻻﺳﺘﺒﺎﺣﺔ ﻓﻘﻂ وﻳﺸﱰط دﺧﻮل اﻟﻮﻗﺖ ﻟﺼﺤﺘﻪ ﻛﺎﻟﺘﻴﻤﻢ أﻓﺎدﻩ اﻟﺮﻣﻠﻰ
Fardhu-fardhu mandi ada 2 (dua), yaitu;

1.    Berniat Menghilangkan Hadas Besar.
Maksudnya, berniat menghilangkan hukum hadas besar. Alasan difardhukan niat adalah karena umumnya sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Keabsahan amal hanya tergantung pada niat.” Niat dilakukan bersamaan dengan basuhan yang pertama kali pada bagian, baik bagian atasnya atau bawahnya, meskipun pada saat istinjak, karena tubuh orang yang mandi adalah seperti satu anggota tubuh utuh, oleh karena itu tidak ada fardhu tertib dalam mandi. Dengan demikian, perihal yang mu’tabar adalah menyertakan niat bersamaan dengan bagian wajib yang pertama kali terbasuh, bukan bagian sunah, seperti; bagian dalam mulut dan hidung.

Adapun bagian tubuh yang terbasuh sebelum niat maka ia tidak dianggap sah menurut syariat sehingga wajib diulangi membasuhnya dan bagian yang sah hanyalah bagian yang terbasuh bersamaan dengan niat. Apabila setelah menyertakan niat dengan bagian tubuh yang terbasuh, maka tidak apa-apa jika niat itu hilang dari hati, tetapi disunahkan menetapkan niat di dalam hati sampai selesai mandi, seperti; wudhu.

Selain niat mandi bisa berupa berniat menghilangkan hukum hadas besar, ia juga bisa dengan niatan lainnya, seperti; berniat menghilangkan hadas dari seluruh tubuh, atau berniat menghilangkan jinabat meskipun tidak menentukan penyebabnya (seperti; jimak, keluar sperma, atau yang lain), atau berniat menghilangkan haid, atau berniat menghilangkan nifas, atau berniat mandi wajib, atau berniat agar diperbolehkan melakukan sesuatu yang memerlukan suci, atau berniat menghilangkan hadas meskipun tidak dibatasi dengan hadas besar. Adapun jika berniat mandi
 
saja maka belum mencukupi bagi orang yang sehat. Adapun orang yang beseren sperma maka ia berniat agar diperbolehkan saja dengan syarat setelah masuknya waktu sholat, seperti orang yang bertayamum, seperti yang difaedahkan oleh ar-Romli.

)وﺗﻌﻤﻴﻢ ﲨﻴﻊ( ﻇﺎﻫﺮ )اﻟﺒﺪن ﺑﺸﺮا( واﳌﺮاد ﺑﻪ ﻇﺎﻫﺮ اﳉﻠﺪ ﻓﻴﺠﺐ ﺗﻌﻤﻴﻤﻪ ﻣﻊ اﻷﻇﻔﺎر ﺑﺎﳌﺎء ﺣﱴ ﻣﺎ ﲢﺖ ﻗﻠﻔﺔ اﻷﻗﻠﻒ اﻟﱴ ﺗﺰال ﻋﻨﺪ ﺧﺘﺎﻧﻪ )وﺷﻌﺮا( ﻇﺎﻫﺮا وﺑﺎﻃﻨﺎ )وإن ﻛﺜﻒ( أى ﺳﻮاء ﺧﻒ اﻟﺸﻌﺮ أو ﻛﺜﻒ ﺳﻮاء ﻗﻞ أو ﻛﺜﺮ وﺳﻮاء ﺷﻌﺮ اﻟﺮأس أو اﻟﺒﺪن وﺳﻮاء أﺻﻮﻟﻪ أو ﻣﺎ اﺳﱰﺳﻞ ﻣﻨﻪ ﺣﱴ ﻟﻮ ﺑﻘﻴﺖ ﺷﻌﺮة واﺣﺪة ﱂ ﻳﺼﺒﻬﺎ اﳌﺎء ﱂ ﻳﺼﺢ ﻏﺴﻠﻪ ﻓﺈن ﻗﻠﻌﺖ وﺟﺐ ﻏﺴﻞ ﻣﻨﺒﺘﻬﺎ ﻟﻜﻦ ﻳﺘﺴﺎﻣﺢ ﺑﺒﺎﻃﻦ اﻟﻌﻘﺪ اﻟﱴ ﻻ ﻳﺼﻞ اﳌﺎء إﻟﻴﻬﺎ إذا اﻧﻌﻘﺪ
 
ﻋﺮﻓﺎ
 
اﻟﻘﻠﻴﻞ
 
ﻋﻔﻰ ﻋﻦ
 
ﺑﻔﻌﻞ ﻓﺎﻋﻞ
 
ﻓﺈن ﺗﻌﻘﺪ
 
أو ﻛﺜﲑا
 
ﺳﻮاء ﻛﺎن ﻗﻠﻴﻼ
 
ﺑﻨﻔﺴﻪ
 
اﻟﺸﻌﺮ
 
واﺳﺘﺜﲎ ﻣﻦ ذﻟﻚ ﻣﺎ ﻧﺒﺖ ﻣﻦ ﺷﻌﺮ ﰱ أﻧﻒ أى ﻋﲔ ﻓﻼ ﳚﺐ ﻏﺴﻠﻪ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺮﻣﻠﻰ

2.    Meratakan Air ke Seluruh Tubuh
Maksudnya, meratakan air ke seluruh bagian dzohir tubuh, baik kulit ataupun rambut meskipun tebal. Yang dimaksud dengan kulit adalah kulit luar. Oleh karena itu wajib meratakan air ke seluruh kulit, kuku, bahkan bagian yang tertutup kunclup yang akan dihilangkan ketika dikhitan. Adapun rambut, maka wajib diratakan dengan air, baik rambut bagian luar atau dalam, tipis atau tebal, sedikit atau banyak, dan baik rambut kepala atau tubuh, baik pangkal rambut atau rambut yang terurai, bahkan apabila masih ada satu helai rambut yang belum terkena air maka tidak sah mandinya. Apabila satu helai rambut yang belum terbasuh tersebut rontok maka wajib membasuh tempat tumbuhnya. Namun, dihukumi ma’fu bagian dalam rambut yang tergulung yang tidak dapat dikenai air ketika rambut tersebut tergulung dengan sendirinya, baik sedikit atau banyak. Apabila rambut sengaja digulung oleh pemiliknya maka dima’fu bagian dalamnya jika sedikit menurut ‘urf, bukan banyak. Termasuk rambut yang dihukumi ma’fu adalah rambut yang tumbuh di dalam hidung atau mata, maka tidak wajib membasuhnya, seperti yang difaedahkan oleh ar-Romli.


 ﻓﺼﻞ( ﰱ ﺷﺮوط اﻟﻄﻬﺎرة ﻣﻦ وﺿﻮء وﻏﺴﻞ وﺗﻴﻤﻢ وﰱ أرﻛﺎن اﻟﺘﻴﻤﻢ
BAGIAN KEDUA BELAS SYARAT-SYARAT TOHAROH (WUDHU, MANDI, DAN TAYAMUM) DAN RUKUN-RUKUN TAYAMUM
A.    Syarat-syarat Toharoh
Syeh Nawawi al-Banteni rahimahullah berkata,

)ﺷﺮوط اﻟﻄﻬﺎرة( ﻣﻦ وﺿﻮء وﻏﺴﻞ وﺗﻴﻤﻢ )اﻹﺳﻼم( ﻓﻼ ﺗﺼﺢ ﻣﻦ ﻛﺎﻓﺮ ﻷ ﺎ ﻋﺒﺎدة
ﺑﺪﻧﻴﺔ ﻟﻐﲑ ﺿﺮورة وﻟﻴﺲ ﻫﻮ ﻣﻦ أﻫﻞ اﻟﻌﺒﺎدة ﻓﺨﺮج ﺑﺬﻟﻚ ﻧﻴﺔ اﻟﻜﺎﻓﺮ ﰱ زﻛﺎة اﻟﻔﻄﺮ ﻋﻦ ﳓﻮ ﻋﺒﺪﻩ ﻓﺈ ﺎ ﺗﺼﺢ ﻣﻨﻪ ﻷن اﻟﺰﻛﺎة ﻋﺒﺎدة ﻣﺎﻟﻴﺔ وﺧﺮج أﻳﻀﺎ ﻧﻴﺔ اﻟﻜﺎﻓﺮة ﰱ اﻟﻐﺴﻞ ﻣﻦ
ﳓﻮ اﳊﻴﺾ ﻟﻠﺘﻤﺘﻊ ﺎ ﻓﺘﺼﺢ ﻣﻨﻬﺎ ﻷن ذﻟﻚ ﻟﻠﻀﺮورة

Syarat-syarat toharoh, seperti; wudhu, mandi, dan tayamum, adalah;

1.    Islam

Maksudnya, syarat orang yang melakukan toharoh adalah beragama Islam sehingga toharoh tidak sah dari orang kafir karena toharoh adalah ibadah badaniah ghoiru dhoruroh, sedangkan orang kafir sendiri bukan termasuk ahli ibadah. Dikecualikan adalah niat orang kafir dalam mengeluarkan zakat fitrah dari budaknya, maka niatnya adalah sah karena zakat adalah ibadah maliah (harta). Dikecualikan juga adalah niat perempuan kafiroh saat mandi dari semisal; haid, untuk tujuan tamattuk (suaminya bisa bersenang-senang dengannya), maka niatnya tersebut sah karena dhorurot.

)واﻟﺘﻤﻴﻴﺰ( ﻓﻼ ﺗﺼﺢ ﻣﻦ ﻏﲑ اﳌﻤﻴﺰ ﻛﻄﻔﻞ وﳎﻨﻮن ﻷﻧﻪ ﻟﻴﺲ أﻫﻼ ﻟﻠﻌﺒﺎدة وأﻣﺎ ﲤﺎم ﺳﺒﻊ
ﺳﻨﲔ ﻓﻠﻴﺲ ﺑﺸﺮط

2.    Tamyiz
Dengan demikian, toharoh tidak sah dari orang yang bukan tamyiz, seperti; anak kecil, orang gila, karena ia bukan ahli ibadah. Adapun genap berusia 7 (tujuh) tahun maka bukanlah syarat.
 
)وﻋﺪم اﳌﺎﻧﻊ ﻣﻦ وﺻﻮل اﳌﺎء إﱃ اﳌﻐﺴﻮل( أى أو اﳌﻤﺴﻮح ﻛﺸﻤﻊ وﻋﲔ ﺣﱪ وﺣﻨﺎء
ﲞﻼف ﳎﺮد ﻟﻮ ﺎﻣﺎ ﲝﻴﺚ ﻻ ﻳﺘﺤﻠﻞ ﺑﺎﳊﺖ ﻣﺜﻼ ﺷﻴﺊ
3.    Tidak Adanya Perkara Yang Mencegah Datangnya Air

Maksudnya, salah satu syarat toharoh adalah tidak adanya perkara yang mencegah datangnya air ke bagian tubuh yang dibasuh atau yang diusap, seperti; lilin, dzat tinta, dzat kitek. Apabila hanya tersisa warnanya saja, sekiranya tidak rontok jika dikerok, maka tidak apa-apa.

)واﻟﺴﻴﻼن( أى ﺟﺮﻳﺎن اﳌﺎء ﻋﻠﻰ اﻟﻌﻀﻮ وإن ﱂ ﻳﺘﻘﺎﻃﺮ ﻟﻨﺤﻮ ﺗﺸﺮب اﶈﻞ ﻓﻼ ﻳﻜﻔﻰ أن ﳝﺴﻪ اﳌﺎء ﺑﻼ ﺟﺮﻳﺎن ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﻏﺴﻼ وﻣﻦ ﰒ ﱂ ﳚﺮ اﻟﻐﺴﻞ ﺑﺎﻟﺜﻠﺞ واﻟﱪد إﻻ إن ذاﺑﺎ وﺟﺮﻳﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﻀﻮ أﻓﺎد ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ اﻟﻜﺮدى ﻧﻘﻼ ﻋﻦ ﺷﺮح اﻟﻌﺒﺎب
4.    Mengalirnya Air

Maksudnya, mengalirnya air pada anggota meskipun tidak menetes karena misalnya; anggota yang dibasuh menyerap air. Oleh karena itu, tidak cukup hanya menyentuhkan air ke anggota tubuh tanpa adanya mengalir karena demikian ini tidak disebut dengan membasuh. Dari sini dapat diketahui bahwa tidak diperbolehkan membasuh dengan air salju atau es kecuali jika keduanya telah mencair dan mengalir di atas anggota yang dikenai, seperti yang difaedahkan oleh Muhammad al-Kurdi dengan mengutip dari Syarah al-Ubab.

)وأن ﻳﻜﻮن اﳌﺎء ﻣﻄﻬﺮا( أى ﰱ ﻧﻔﺲ اﻷﻣﺮ ﻓﻠﻮ ﺗﻮﺿﺄ ﻣﺜﻼ ﻣﻦ ﻣﺎء ﻳﻌﺘﻘﺪ ﻃﻬﻮرﻳﺘﻪ ﰒ ﺑﺎن ﻋﺪﻣﻬﺎ ﱂ ﻳﺼﺢ وﺿﻮؤﻩ أﻓﺎد ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ اﻟﻜﺮدى ﻓﻼ ﺗﺼﺢ اﻟﻄﻬﺎرة ﲟﺴﺘﻌﻤﻞ وﻻ ﺑﺎﳌﺘﻐﲑ ﺗﻐﲑا ﻛﺜﲑا ﺑﺎﻟﻄﺎﻫﺮ اﳋﻠﻴﻂ اﻟﺬى ﻳﺴﺘﻐﲎ اﳌﺎء ﻋﻨﻪ ﻛﺎﻟﺰﻋﻔﺮان واﳉﺺ وﳓﻮﳘﺎ
5.    Air Suci Mensucikan

Maksudnya, salah satu syarat toharoh adalah dengan menggunakan air suci yang mensucikan menurut kenyataannya. Apabila seseorang berwudhu, misalnya, dengan menggunakan air yang diyakininya suci mensucikan, kemudian ternyata terbukti jelas ketidak suci mensucikannya, maka wudhunya tidak sah, seperti yang difaedahkan oleh Muhammad al- Kurdi. Oleh karena itu, toharoh tidak sah dengan menggunakan air
 
mustakmal dan air mutaghoyyir yang berubah banyak sebab benda suci yang mencampurinya yang mana air bisa menghindari benda suci tersebut, seperti zakfaron, gamping, dan lain-lainnya.

)ﺑﺄن ﻻ ﻳﺴﻠﺐ اﲰﻪ ﲟﺨﺎﻟﻄﺔ ﻃﺎﻫﺮ ﻳﺴﺘﻐﲎ اﳌﺎء ﻋﻨﻪ( ﻓﺎﳌﺎء اﳌﺘﻐﲑ ﺑﺸﻴﺊ ﻣﻦ اﻟﻄﺎﻫﺮات ﻃﺎﻫﺮ ﰱ ﻧﻔﺴﻪ ﻏﲑ ﻣﻄﻬﺮ وﺿﺎﺑﻄﻪ أن ﻛﻞ ﺗﻐﲑ ﳝﻨﻊ اﺳﻢ اﳌﺎء ﻋﻦ اﻻﻃﻼق ﻳﺴﻠﺐ
اﻟﻄﻬﻮرﻳﺔ وإﻻ ﻓﻼ ﻓﻠﻮ ﺗﻐﲑ ﻳﺴﲑا ﻓﺎﻷﺻﺢ أﻧﻪ ﻃﻬﻮر ﺑﺒﻘﺎء اﲰﻪ

a.    Air Mutaghoyyir
Air suci yang mensucikan adalah air yang sekiranya status nama airnya tidak hilang sebab dicampuri benda suci yang dapat dihindarkan darinya. Maka air yang berubah sebab benda suci yang mencampurinya disebut dengan air suci pada dzatnya dan tidak mensucikan lainnya. Batasannya adalah bahwa setiap perubahan yang mencegah status nama air dari kemutlakan dapat menghilangkan sifat mensucikannya air, jika tidak mencegah status nama air maka tidak menghilangkan sifat mensucikannya. Apabila air berubah sedikit maka, menurut pendapat ashoh, air tersebut suci mensucikan karena masih tetap memiliki status air.

أﻣﺎ إذا ﺗﻐﲑ اﳌﺎء ﲟﺠﺎورﻩ وﻟﻮ ﻛﺎن ﻳﻐﲑا ﻛﺜﲑا ﻓﺈﻧﻪ ﺑﺎق ﻋﻠﻰ ﻃﻬﻮرﻳﺘﻪ ﻛﻤﺎ إذا ﺗﻐﲑ ﺑﺪﻫﻦ
أو ﴰﻊ وﻫﺬا ﻫﻮ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻟﺒﻘﺎء اﺳﻢ اﳌﺎء وأﻣﺎ إذا ﻛﺎن اﻟﺘﻐﲑ ﲟﺎ ﻻ ﻳﺴﺘﻐﲎ اﳌﺎء ﻋﻨﻪ ﻛﺎﻟﻄﲔ واﻟﻄﺤﻠﺐ واﻟﺰرﻧﻴﺦ وﳓﻮﻫﺎ ﰱ ﻣﻘﺮ اﳌﺎء وﳑﺮﻩ أو ﻛﺎن اﻟﺘﻐﲑ ﺑﻄﻮل اﳌﻜﺚ ﻓﺈﻧﻪ ﻃﻬﻮر ﻟﻠﻌﺴﺮ وﺑﻘﺎء اﺳﻢ اﳌﺎء
وﻳﻜﻔﻰ اﻟﺘﻐﲑ ﺑﺄﺣﺪ اﻷوﺻﺎف اﻟﺜﻼﺛﺔ اﻟﻄﻌﻢ أو اﻟﻠﻮن أو اﻟﺮاﺋﺤﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ وﰱ وﺟﻪ
ﺿﻌﻴﻒ ﻳﺸﱰط اﺟﺘﻤﺎﻋﻬﺎ

Adapun air yang berubah sebab benda yang mendampinginya (tidak tercampur) meskipun perubahannya banyak maka air tersebut tetap suci mensucikan, seperti; ketika air berubah sebab minyak atau lilin. Dihukumi tetap suci mensucikan ini adalah pendapat yang shohih karena tetapnya status nama air.

Adapun air yang berubah sebab benda yang tidak dapat dihindarkan darinya, seperti lumpur, lumut, dan lain-lainnya, di tempat air berada dan di tempat air mengalir, atau yang berubah sebab diamnya air yang lama, maka
 
air tersebut tetap suci yang mensucikan dengan alasan sulitnya menghindarkan air dari perubahan tersebut dan tetapnya status nama air.
Air dapat disebut sebagai air yang berubah karena salah satu dari 3 (tiga) sifatnya berubah, yaitu rasa, warna, atau bau, menurut pendapat yang shohih. Menurut pendapat wajh yang dhoif, syarat air dapat disebut sebagai air yang berubah adalah berubahnya 3 (tiga) sifat air secara bersamaan.

وﻟﻮ ﺗﻐﲑ اﳌﺎء ﺑﺎﻟﱰاب اﳌﻄﺮوح ﻓﻴﻪ ﻗﺼﺪا ﻛﻤﻴﺰاب اﳌﻄﺮ ﻓﻬﻮ ﻃﻬﻮر ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ وﻟﻮ ﺗﻐﲑ اﳌﺎء ﺑﺄوراق اﻷﺷﺠﺎر اﳌﺘﻨﺎﺛﺮة ﺑﻨﻔﺴﻬﺎ إن ﱂ ﺗﺘﺘﻔﺖ ﰱ اﳌﺎء ﻓﻬﻮ ﻃﻬﻮر ﻋﻠﻰ اﻷﻇﻬﺮ وإن ﺗﻔﺘﺘﺖ واﺧﺘﻠﻄﺖ ﻓﺎﻷﺻﺢ أﻧﻪ ﺑﺎق ﻋﻠﻰ ﻃﻬﻮرﻳﺘﻪ ﻟﻌﺴﺮ اﻻﺣﱰاز ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻠﻮ ﻃﺮﺣﺖ
اﻷوراق ﰱ اﳌﺎء ﻗﺼﺪا وﺗﻐﲑ ﺎ ﻓﺎﳌﺬﻫﺐ أﻧﻪ ﻏﲑ ﻃﻬﻮر وﺳﻮاء ﻃﺮﺣﻬﺎ ﰱ اﳌﺎء ﺻﺤﻴﺤﺔ
أو ﻣﺪﻗﻮﻗﺔ أﻓﺎد ذﻟﻚ ﻛﻠﻪ اﳊﺼﲎ ﰱ ﻛﻔﺎﻳﺔ اﻷﺧﻴﺎر

Apabila air berubah sebab debu yang dibuang ke dalamnya secara sengaja, seperti; talang air hujan, maka menurut pendapat shohih, ia tetap suci mensucikan. Apabila air berubah sebab daun-daun pohon yang rontok dengan sendirinya maka jika daun-daun tersebut tidak hancur di dalam air maka menurut pendapat adzhar, status air adalah suci mensucikan, dan jika daun-daun tersebut hancur dan bercampur dengan air maka menurut pendapat ashoh, status air adalah suci mensucikan karena sulitnya air dihindarkan dari daun-daun tersebut. Apabila daun-daun pohon sengaja dibuang ke dalam air, kemudian air berubah karenanya, maka pendapat madzhab mengatakan bahwa air tersebut tidak suci mensucikan, baik daun- daun itu dibuang dalam kondisi normal atau dibuang dalam kondisi telah dilembutkan (Jawa: dideplok). Semua keterangan di atas difaedahkan oleh al-Hisni dalam Kifayah al-Ahyar.

واﻋﻠﻢ أن ﺣﺪوث اﻻﺳﻢ ﻣﻊ ﺗﺮك اﻻﺳﻢ اﻷول ﻇﺎﻫﺮ أو ﺻﺮﻳﺢ ﰱ ﺳﻠﺐ ﻃﻬﻮرﻳﺘﻪ إن ﲢﻘﻖ ﻧﺰول ﻋﲔ ﺿﺎرة ﻓﻴﻪ وإﻻ ﻓﻬﻮ ﳏﺘﻤﻞ ﻷن ذﻟﻚ اﳊﺪوث ﻣﻦ ﳎﺎور إذ اﻟﺘﻐﲑ ﺑﻪ ﻻ ﻳﻀﺮ وﻟﻮ ﻣﻊ ﺣﺪوث اﻻﺳﻢ أﻓﺎد ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ اﻟﻜﺮدى ﰒ ﻗﺎل وﰱ اﻟﺸﱪاﻣﻠﻴﺴﻰ وﻟﻮ ﲢﻠﻞ ﺷﻴﺊ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻧﻘﻊ اﻟﺘﻤﺮ ﰱ اﳌﺎء ﻓﺎﻛﺘﺴﺐ اﳊﻼوة ﻣﻨﻪ ﺳﻠﺐ اﻟﻄﻬﻮرﻳﺔ اﻩ ﻗﺎل ﺷﻴﺨﻨﺎ ﻳﻮﺳﻒ اﻟﺴﻨﺒﻼوﻳﲎ وﻋﺒﺎرة اﻟﻘﻠﻴﻮﰉ ﻋﻠﻰ اﳉﻼل اﶈﻠﻰ اﻋﻠﻢ أن اﻟﺸﻴﺊ ﻗﺪ ﻳﻜﻮن ﳎﺎورا
 
اﺑﺘﺪاء ودواﻣﺎ ﻛﺎﻷﺣﺠﺎر أو دواﻣﺎ ﻻ اﺑﺘﺪاء ﻛﺎﻟﱰاب أو اﺑﺘﺪاء ﻻ دواﻣﺎ ﻛﻮرق اﻷﺷﺠﺎر وﻣﻨﻬﺎ ﻟﻠﺸﺎﻫﻰ ﻓﻴﻜﻮن أوﻻ ﺟﺎورا ﰒ ﺑﻌﺪ ﺧﺮوج دﻫﻨﻪ ﻳﺼﲑ ﳐﺎﻟﻄﺎ اﻩ
Ketahuilah sesungguhnya perubahan status nama yang disertai hilangnya status nama yang pertama dihukumi sebagai hal yang jelas bahwa sifat mensucikan air telah hilang jika diketahui secara nyata benda yang dapat merubahnya jatuh ke dalamnya dan mencampurinya.76 Namun, jika benda yang dapat merubah air tidak diketahui secara nyata jatuhnya maka hilangnya sifat mensucikan dari air masih dihukumi mungkin, bukan dihukumi sebagai hal yang jelas karena mungkin saja perubahan status nama air disebabkan oleh benda yang mendampingi (mujawir), bukan benda yang mencampuri (mukholit), karena perubahan air yang disebabkan oleh benda yang mendampingi meskipun merubah status nama air tidak menghilangkan sifat mensucikan air,77 seperti yang difaedahkan oleh Muhammad al-Kurdi. Kemudian ia berkata, “Di dalam kitab karya Syibromalisi disebutkan bahwa apabila ada air mengalami perubahan, misalnya; ada kurma (mujawir) direndam di dalam air, kemudian air berubah menjadi manis, maka sifat mensucikan air menjadi hilang.” Syaikhuna Yusuf as-Sunbulawini berkata, “Pernyataan al-Qulyubi yang menjelaskan pernyataan al-Jalal al-Mahalli yaitu “Ketahuilah sesungguhnya suatu benda terkadang berstatus sebagai mujawir pada saat permulaan (ibtidak) dan saat berlangsung (dawam), seperti; batu.78 Ada juga yang terkadang berstatus sebagai mujawir pada saat berlangsung, bukan pada saat permulaan, seperti; debu.79 Ada juga yang terkadang berstatus sebagai mujawir pada saat permulaan, bukan pada saat berlangsung, seperti; daun- daun pohon. Sama statusnya dengan daun-daun pohon adalah teh, maka


76 Ada air secara nyata kejatuhan bumbu, kemudian bumbu bercampur dengan air, kemudian status air berubah menjadi nama kuah. Maka sifat mensucikan air telah hilang karena status baru (kuah) telah menghilangkan status pertama (air).
77 Ada air di dalam gelas. Kemudian air tersebut berubah menjadi coklat dan tidak disebut lagi dengan nama air, melainkan teh. Maka teh tersebut tetap suci mensucikan karena benda yang merubahnya tidak diketahui secara jelas sehingga memungkinkan kalau benda yang merubah bukanlah benda yang mencampuri, melainkan benda yang mendampingi saja, meskipun status air telah hilang dan berubah menyandang status teh.
78 Misalnya; Pada saat permulaan, batu jatuh ke dalam air. Karena batu tidak bisa bercampur (larut) dengan air maka status batu adalah mujawir. Pada saat berlangsung atau seterusnya, batu tetap tidak bisa bercampur dengan air. Ia tetap berstatus sebagai mujawir.
79 Misalnya; Pada saat permulaan, debu jatuh ke dalam air. Ia dapat membuat air menjadi keruh karena ia bercampur dengannya. Pada saat demikian, status debu adalah mukholit (yang bercampur). Kemudian, beberapa saat kemudian, yaitu pada saat berlangsung atau seterusnya, debu itu akan mengendap di bawah. Pada saat ini, ia berstatus sebagai mujawir.
 
pada saat permulaan, ia adalah benda yang mujawir, kemudian setelah keluar minyaknya, ia berubah berstatus sebagai mukholit.”

واﻟﻔﺮق ﺑﲔ اﳌﺨﺎﻟﻂ وا ﺎور أن اﳌﺨﺎﻟﻂ ﻣﺎ ﻻ ﳝﻜﻦ ﻓﺼﻠﻪ ﻋﻦ اﳌﺎء ﺣﺎﻻ وﻻ ﻣﺂﻻ ﻓﺨﺮج ﻋﻦ ذﻟﻚ اﻟﱰاب وﻗﻴﻞ اﳌﺨﺎﻟﻂ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺘﻤﻴﺰ ﰱ رأى اﻟﻌﲔ ﻓﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪ اﻟﱰاب وﻗﻴﻞ اﳌﻌﺘﱪ
اﻟﻌﺮف وا ﺎور ﲞﻼف ذﻟﻚ
Perbedaan antara benda yang mukholit dan mujawir adalah bahwa benda yang mukholit adalah benda yang tidak dapat dipisahkan dari air dari awal waktu benda tersebut mencampuri air sampai waktu yang akan datang, kecuali debu karena debu dapat mengendap. Menurut pendapat qiil, benda yang mukholit adalah benda yang tidak dapat dibedakan menurut pandangan mata, artinya mata tidak dapat membedakan manakah yang sebenarnya air dan manakah yang sebenarnya benda yang mukholit, termasuk di dalam pengertian ini adalah debu. Menurut pendapat qiil, tolak ukur dalam menentukan manakah benda yang mukholit dan manakah benda yang mujawir adalah dikembalikan pada ‘urf. Sedangkan benda yang mujawir adalah kebalikan dari benda yang mukholit.

)وأن ﻻ ﻳﺘﻐﲑ( أى اﳌﺎء )ﺑﻨﺠﺲ( ﻳﺘﺼﻞ ﺑﻪ وﻟﻮ ﻗﻠﺘﲔ ﻓﺄﻛﺜﺮ ﻓﺈذا ﺗﻐﲑ اﳌﺎء ﺑﺬﻟﻚ ﻓﺈﻧﻪ ﳒﺲ )وﻟﻮ ﺗﻐﲑا ﻳﺴﲑا( أى ﻻ ﻓﺮق ﺑﲔ اﻟﺘﻐﲑ اﻟﻴﺴﲑ واﻟﻜﺜﲑ وﺳﻮاء ﲤﻴﺰ اﻟﻄﻌﻢ أو اﻟﻠﻮن أو اﻟﺮاﺋﺤﺔ وﻫﺬا ﻻ ﺧﻼف ﻓﻴﻪ ﻫﻨﺎ ﲞﻼف ﻣﺎ ﻣﺮ ﰱ اﳌﺘﻐﲑ ﺑﺎﻟﻄﺎﻫﺮ وﺳﻮاء ﻛﺎن اﻟﻨﺠﺲ
اﳌﺘﺼﻞ ﺑﺎﳌﺎء ﳐﺎﻟﻄﺎ أو ﳎﺎورا أﻓﺎد ذﻟﻚ اﳊﺼﲎ

b.    Air Mutanajis

Air suci mensucikan adalah air yang tidak berubah sebab bertemu dengan najis meskipun dua kulah atau lebih.80 Apabila air berubah sebab bertemu dengan najis, baik perubahannya sedikit atau banyak, baik yang berubah adalah sifat rasa, atau warna, atau bau, maka air tersebut adalah air mutanajis. Tidak ada perselisihan tentang apakah perubahan yang disebabkan oleh bertemu najis itu sedikit atau banyak. Berbeda dengan perubahan yang disebabkan oleh benda suci, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Air, seperti rincian di atas, dihukumi sebagai air mutanajis,

80Air dua kulah adalah air yang kurang lebih 190 liter. Jika diukur berdasarkan wadah kubus, maka masing-masing panjang sisinya adalah 58 cm. (at-Tahdzib Fi Adillati Matni al- Ghoyah wa at-Taqrib).
 
baik najisnya mukholit atau mujawir, seperti yang difaedahkan oleh al- Hisni.

وأﻣﺎ إذا ﱂ ﻳﺘﻐﲑ ذﻟﻚ اﳌﺎء اﻟﻜﺜﲑ ﺑﺎﻟﻨﺠﺲ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﺠﺲ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻲ وﺳﻠﻢ إذا ﺑﻠﻎ اﳌﺎء ﻗﻠﺘﲔ ﱂ ﲢﻤﻞ ﺧﺒﺜﺎ رواﻩ اﺑﻦ ﺣﺒﺎن وﻏﲑﻩ وﰱ رواﻳﺔ ﻷﰉ داود وﻏﲑﻩ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﺠﺲ أى ﻓﻴﺴﺘﻌﻤﻞ ﲨﻴﻊ اﳌﺎء ﻋﻠﻰ اﳌﺬﻫﺐ اﻟﺼﺤﻴﺢ وﰱ وﺟﻪ ﻳﺒﻘﻰ ﻗﺪر اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ
Adapun air yang mencapai dua kulah yang tidak berubah sebab najis maka tidak dihukumi sebagai air mutanajis karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Ketika air mencapai dua kulah maka ia tidak menanggung najis.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan lainnya. Menurut riwayat dari Abu Daud dan lainnya, hadis tersebut berbunyi, “Ketika air mencapai dua kulah maka ia najis,” maksudnya, semua air dua kulah itu boleh digunakan (misalnya; untuk bersuci) menurut madzhab yang shohih, sedangkan menurut pendapat wajh lain, semua air dua kulah itu boleh digunakan (untuk bersuci) kecuali air yang seukuran dengan najis yang menjatuhinya.81

وﻟﻮ وﻗﻊ ﰱ اﳌﺎء اﻟﻜﺜﲑ ﳒﺎﺳﺔ ﺟﺎﻣﺪة ﻓﺎﻷﻇﻬﺮ أﻧﻪ ﳚﻮز ﻟﻪ أن ﻳﻐﱰق ﻣﻦ أي ﻣﻮﺿﻊ ﺷﺎء وﻻ ﳚﺐ اﻟﺘﺒﺎﻋﺪ ﻋﻦ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻷن اﳌﺎء ﻛﻠﻪ ﻃﺎﻫﺮ واﻟﻘﻮل اﻷﺧﺮ أﻧﻪ ﻳﺘﺒﺎﻋﺪ ﻋﻦ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻗﺪر ﻗﻠﺘﲔ وﻟﻮ ﺗﻐﲑ اﳌﺎء اﻟﻜﺜﲑ ﻓﺈن ﻛﺎن اﻟﺒﺎﻗﻰ دون اﻟﻘﻠﺘﲔ ﻓﻨﺠﺲ وإﻻ ﻓﻄﺎﻫﺮ ﻛﻤﺎ
أﻓﺎد ذﻟﻚ اﳊﺼﲎ ﰱ ﻛﻔﺎﻳﺔ اﻷﺧﻴﺎر

Apabila ada air banyak kejatuhan najis padat maka, menurut pendapat adzhar, diperbolehkan bagi seseorang menggayung sebagian dari air banyak tersebut dari tempat mana saja yang ia inginkan dan ia tidak diwajibkan menghindari sebagian air yang berada di dekat najis, karena seluruh air banyak tersebut dihukumi suci. Menurut pendapat lain dikatakan bahwa ia diwajibkan menghindari najis dengan seukuran dua kulah, maksudnya, antara najis dan air yang digayungnya berjarak seukuran air dua kulah. Apabila air banyak kejatuhan najis, kemudian seseorang menggayung sebagian air tersebut, maka jika sisa air adalah kurang dari dua

81 Misalkan; Ada air dua kulah. Kemudian ada najis sekepal tangan jatuh ke dalamnya. Air tersebut tidak mengalami perubahan. Maka menurut pendapat madzhab yang shohih, semua air dua kulah tersebut boleh digunakan (misalnya; untuk bersuci), sedangkan menurut pendapat wajh lain, semua air dua kulah tersebut boleh digunakan (misalnya; untuk bersuci) kecuali sebagian air yang seukuran dengan sekepal tangan, maka ia tidak boleh digunakan.
 
kulah maka air tersebut berubah menjadi najis, sedangkan jika sisa air adalah dua kulah atau lebih maka air tersebut suci, seperti yang difaedahkan oleh al-Hisni dalam Kifayah al-Akhyar.

)وﻟﻮ ﻛﺎن اﳌﺎء دون اﻟﻘﻠﺘﲔ زﻳﺪ( ﰱ ﻃﻬﻮرﻳﺘﻪ ﺷﺮط آﺧﺮ وﻫﻮ )أن ﻻ ﻳﻼﻗﻴﻪ ﳒﺲ ﻏﲑ ﻣﻌﻔﻮ ﻋﻨﻪ( ﻓﺈن ﻻﻗﺎﻩ ﺗﻨﺠﺲ ﺳﻮاء ﺗﻐﲑ أم ﻻ ﻓﻼ ﻳﻀﺮ ﻣﻼﻗﺎة اﳌﺎء ﺑﺎﳌﻌﻔﻮ ﻋﻨﻪ ﻛﺎﳌﻴﺘﺔ اﻟﱴ ﻻ دم ﺳﺎﺋﻞ ﻣﺜﻞ اﻟﺬﺑﺎب واﳋﻨﺎﻓﺲ وﳓﻮ ذﻟﻚ وﻛﺎﻟﻨﺠﺎﺳﺔ اﻟﱴ ﻻ ﻳﺪرﻛﻬﺎ اﻟﻄﺮف اﳌﻌﺘﺪل ﺣﻴﺚ ﱂ ﲢﺼﻞ ﻟﻔﻌﻠﻪ وﻛﻤﺎ إذا وﻟﻐﺖ اﳍﺮة اﻟﱴ ﺗﻨﺠﺲ ﻓﻤﻬﺎ ﰒ ﻏﺎﺑﺖ واﺣﺘﻤﻞ
ﻃﻬﺎرة ﻓﻤﻬﺎ ﻓﺈن اﳌﺎء اﻟﻘﻠﻴﻞ ﻻ ﻳﻨﺠﺲ ﰱ ﻫﺬﻩ اﻟﺼﻮر

Apabila air adalah kurang dari dua kulah maka syarat suci mensucikannya adalah dengan tidak bertemu najis yang tidak dima’fu. Apabila air yang kurang dari dua kulah bertemu najis maka dihukumi sebagai air mutanajis, baik berubah atau tidak. Dengan demikian, air yang kurang dari dua kulah tetap dihukumi suci mensucikan jika bertemu najis yang dima’fu, seperti bangkai binatang yang tidak mengalirkan darah ketika disobek tubuhnya, misalnya; lalat, kecoa, dan lain-lain; dan seperti najis yang tidak dapat dilihat oleh penglihatan mata sedang sekiranya najis tersebut tidak ada menurut penglihatan seseorang, dan seperti kasus; air yang kurang dari dua kulah dijilat oleh kucing yang mulutnya terkena najis, kemudian ia pergi, dan dimungkinkan akan kesucian mulutnya. Maka air sedikit yang kurang dari dua kulah dalam contoh-contoh di atas tidak dihukumi mutanajis.
)وﻻ اﺳﺘﻌﻤﻞ( أى اﳌﺎء اﻟﺬى دون اﻟﻘﻠﺘﲔ )ﰱ رﻓﻊ اﳊﺪث( ﲞﻼف ﻣﺎ إذا اﺳﺘﻌﻤﻞ ﰱ اﻟﻐﺴﻠﺔ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ واﻟﺜﺎﻟﺜﺔ وﰱ اﻟﻐﺴﻞ ا ﺪد واﻟﻮﺿﻮء واﳌﺴﻨﻮن ﻛﻐﺴﻞ اﳉﻤﻌﺔ )أو إزاﻟﺔ ﳒﺲ(
وﻟﻮ ﳐﻔﻔﺎ وﻣﻌﻔﻮا ﻋﻨﻪ

c.    Air Mustakmal

Air suci yang mensucikan juga bukan air yang telah mustakmal (digunakan) menghilangkan hadas dan najis, meskipun najis yang mukhoffafah dan yang ma’fu, jika air tersebut kurang dari dua kulah. Dengan demikian, tidak termasuk air mustakmal adalah air basuhan yang kedua, atau yang ketiga, atau seterusnya dalam wudhu, dan air bekas mandi yang diperbaharui (mujaddad), dan air bekas wudhu yang disunahkan yang seperti disunahkannya mandi Jumat.
 
)وﻣﻦ ﱂ ﳚﺪ اﳌﺎء( ﺣﺴﺎ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﺣﺎل ﺑﻴﻨﻪ وﺑﲔ اﳌﺎء ﳓﻮ ﺳﺒﻊ وﻳﱰﺗﺐ ﻋﻠﻰ ﻛﻮﻧﻪ ﺣﺴﻴﺎ أن اﻟﻌﺎﺻﻰ ﻳﺼﺢ ﺗﻴﻤﻤﻪ وإن ﱂ ﻳﺘﺐ ﲞﻼف اﻟﺸﺮﻋﻰ أﻓﺎدﻩ ﻋﻄﻴﺔ أو ﺷﺮﻋﺎ ﺑﺄن وﺟﺪﻩ
ﻣﺴﺒﻼ ﻟﻠﺸﺮب

B.    Tayamum

Barang siapa tidak mendapati air secara hissi82 ataupun syar’i maka wajib atasnya bertayamum. Maksud tidak mendapati air secara hissi adalah seperti apabila ada binatang buas yang menghalang-halangi atau mencegah seseorang mendapati air. Implikasi dari tidak mendapati air secara hissi adalah bahwa orang yang bermaksiat tetap sah tayamummnya meskipun ia belum bertaubat, berbeda dengan tidak mendapati air secara syar’i, maka tayamumnya tidak sah, seperti yang difaedahkan oleh Syeh Athiah. Maksud tidak mendapati air secara syar’i adalah seperti apabila air yang didapati seseorang hanyalah air yang memang disediakan sebagai air minum untuk umum.

)أو( وﺟﺪﻩ ﻟﻜﻦ )ﻛﺎن ﻳﻀﺮﻩ اﳌﺎء( ﺿﺮرا ﳜﺎف ﻣﻌﻪ ﻣﻦ اﺳﺘﻌﻤﺎل ﻣﺎء ﺗﻠﻒ ﻧﻔﺲ أو
ﻋﻀﻮ أو ﻣﻨﻔﻌﺔ )ﺗﻴﻤﻢ

Barang siapa mendapati air tetapi akan menimbulkan bahaya jika menggunakannya untuk bersuci maka ia wajib bertayamum. Maksud bahaya disini adalah seperti jika menggunakan air akan mengakibatkan mati, atau merusak fisik tubuh atau fungsi tubuh yang dibasuh.

ﺑﻌﺪ دﺧﻮل اﻟﻮﻗﺖ( أى وﻗﺖ اﻟﺼﻼة وﻟﻮ ﳎﻤﻮﻋﺔ ﲨﻊ ﺗﻘﺪﱘ إن ﻓﺮغ ﻣﻨﻬﺎ ﻗﺒﻞ دﺧﻮل وﻗﺖ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﻓﺈن دﺧﻞ وﻗﺘﻬﺎ ﻗﺒﻞ اﻟﻔﺮاغ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﻄﻞ اﳉﻤﻊ واﻟﺘﻴﻤﻢ





82وﰱ اﻋﺎﻧﺔ اﻟﻄﺎﻟﺒﲔ ﻣﺎ ﻋﺒﺎرﺗﻪ ﻷن اﳌﺮاد ﺑﺎﳊﺴﻲ ﺗﻌﺬر اﻟﻮﺻﻮل ﻟﻠﻤﺎء واﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﰲ اﳊﺲ ﻛﺬا ﰲ
اﻟﺘﺤﻔﺔ
Maksud tidak mendapati air secara hissi adalah sekiranya sulit mendatangi air dan menggunakannya menurut kenyataannya.
 
وﻻﺑﺪ ﻣﻊ دﺧﻮل اﻟﻮﻗﺖ أن ﻳﻌﻠﻢ ﺑﺪﺧﻮﻟﻪ ﻳﻘﻴﻨﺎ وﻻﺑﺪ ﻣﻦ أﺧﺬ اﻟﱰاب ﺑﻌﺪ دﺧﻮﻟﻪ أﻳﻀﺎ
ﻻ ﻗﺒﻠﻪ وأن ﻣﺴﺢ ﺑﻪ ﰱ اﻟﻮﻗﺖ ﻓﻠﻮ ﺗﻴﻤﻢ أو أﺧﺬ اﻟﱰاب ﺷﺎﻛﺎ ﰱ دﺧﻮل اﻟﻮﻗﺖ ﱂ ﻳﺼﺢ
ﺗﻴﻤﻤﻪ وإن ﺻﺎدﻓﻪ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺮﻣﻠﻰ ﰱ ﺷﺮح ﻫﺪﻳﺔ اﻟﻨﺎﺻﺢ

1.    Syarat-syarat Tayamum
Syarat-syarat tayamum adalah;

a.    Setelah masuknya waktu sholat.
Maksudnya, tayamum harus dilakukan setelah waktu sholat telah masuk, meskipun sholat yang dijamakkan dengan jamak takdim dengan catatan jika telah selesai dari sholat pertama dan sebelum masuk waktu sholat yang kedua. Apabila waktu sholat yang kedua telah masuk sebelum selesai dari sholat yang pertama maka batallah jamak dan tayamum.83

Ketika waktu sholat telah masuk maka diwajibkan atas seseorang yang ingin bertayamum beberapa hal berikut;
-    mengetahui masuknya waktu sholat secara yakin.
-    mengambil debu setelah waktu sholat masuk, bukan sebelumnya.
-    mengusap anggota-anggota tayamum setelah waktu sholat masuk.
Apabila ia bertayamum atau mengambil debu disertai keraguan apakah waktu sholat telah masuk atau belum maka tayamumnya tidak sah meskipun sebenarnya waktu bertayamum atau mengambil debu tersebut dilakukan setelah waktu sholat masuk, seperti yang difaedahkan oleh ar- Romli dalam Syarah Hadiah an-Nashih.

)وزوال اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ( ﻣﻦ ﲨﻴﻊ اﻟﺒﺪن ﻓﻠﻮ ﺗﻴﻤﻢ وﻋﻠﻰ ﺑﺪﻧﻪ ﳒﺎﺳﺔ ﱂ ﻳﺼﺢ ﺗﻴﻤﻤﻪ ﻗﺎﻟﻪ اﻟﺮﻣﻠﻰ
 
ﺣﺠﺮ ﻣﻊ
 
اﺑﻦ
 
ﺻﺢ ﺗﻴﻤﻤﻪ ﻋﻨﺪ
 
وإﻻ
 
ﻣﺎ ﻳﺰﻳﻠﻬﺎ ﺑﻪ
 
اﳌﺎء
 
أى وذﻟﻚ إن ﻛﺎن ﻋﻨﺪﻩ ﻣﻦ
 



 
83 Satu tayamum hanya boleh digunakan untuk melakukan satu sholat fardhu. Jika seseorang ingin melakukan sholat, misalnya; Dzuhur, maka ia harus bertayamum setelah waktu Dzuhur masuk.
Jika seseorang ingin menjamak takdim sholat Dzuhur dan Ashar maka ia harus bertayamum setelah waktu sholat Dzuhur masuk. Kemudian ia bertayamum lagi di waktu Dzuhur untuk melakukan sholat Ashar. Apabila ia menjamak takdim dan bertayamum untuk melakukan sholat Dzuhur di waktu Dzuhur, tetapi ketika ia baru mendapatkan satu rakaat Dzuhur, waktu Ashar telah masuk, maka jamak dan tayamumnya menjadi batal.
 
وﺟﻮب اﻹﻋﺎدة ﻋﻠﻴﻪ وﻋﻨﺪ اﳉﻤﺎل اﻟﺮﻣﻠﻰ ﻳﺼﻠﻰ ﺻﻼة ﻓﺎﻗﺪ اﻟﻄﻬﻮرﻳﻦ ﺑﻼ ﺗﻴﻤﻢ ﺣﻜﻰ
ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻠﻴﻤﺎن اﻟﻜﺮدى
b.    Hilangnya Najis.

Maksudnya, sebelum bertayamum, disyaratkan menghilangkan najis terlebih dahulu dari seluruh tubuh. Apabila seseorang bertayamum sedangkan masih ada najis di tubuhnya maka tayamumnya tidak sah, seperti yang dikatakan oleh ar-Romli.

Syarat untuk menghilangkan najis terlebih dahulu sebelum bertayamum adalah jika memang ada air yang cukup untuk menghilangkannya. Namun, jika tidak ada air yang cukup untuk menghilangkannya, maka tayamum yang dilakukan oleh seseorang sebelum menghilangkan najis dihukumi sah, menurut Ibnu Hajar, dan kelak diwajibkan mengulangi sholat, sedangkan menurut al-Jamal ar-Romli, ia tidak perlu melakukan tayamum dan ia wajib sholat seperti sholatnya faqid at-tuhuroini84, seperti yang dikisahkan oleh Muhammad bin Sulaiman al- Kurdi.

)وﻣﻌﺮﻓﺔ اﻟﻘﺒﻠﺔ( ﺑﺄن ﳚﺘﻬﺪ ﰱ اﻟﻘﺒﻠﺔ ﻗﺒﻞ اﻟﺘﻴﻤﻢ وﻫﺬا ﻣﺎ اﻋﺘﻤﺪﻩ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﰱ ﻛﺘﺒﻪ وﻧﻘﻠﻪ ﺷﻴﺨﻪ ﰱ ﺷﺮح اﻟﺮوض ﻋﻦ اﻟﺘﺤﻘﻴﻖ واﻋﺘﻤﺪﻩ ﰱ اﻟﺘﺤﺮﻳﺮ ورﺟﺢ ﰱ ﻣﻮاﺿﻊ أﺧﺮ ﻣﻦ ﺷﺮح اﻟﺮوض ﺟﻮازا اﻟﺘﻴﻤﻢ ﻗﺒﻞ اﻻﺟﺘﻬﺎد ﰱ اﻟﻘﺒﻠﺔ واﻋﺘﻤﺪﻩ اﳌﻐﲎ واﻟﻨﻬﺎﻳﺔ ﺣﻜﻰ ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ
اﻟﻜﺮدى
c.    Mengetahui Arah Kiblat.
Maksudnya, syarat sebelum tayamum adalah mengetahui arah Kiblat, sekiranya seseorang berijtihad terlebih dahulu dalam menentukan dimanakah arah Kiblat sebelum ia bertayamum. Demikian ini adalah pendapat yang dipedomani oleh Ibnu Hajar di dalam kitab-kitab karyanya. Syeh Nawawi mengutip pernyataan pendapat tersebut dari gurunya di dalam Syarah ar-Roudh dari kitab Tahkik. Ia juga berpedoman pada pendapat tersebut di dalam kitab Tahrir. Akan tetapi, di beberapa bagian lain dari kitab Syarah ar-Roudh, Nawawi mengunggulkan pendapat yang mengatakan diperbolehkannya bertayamum sebelum berijtihad dalam menentukan arah Kiblat. Pendapat kedua ini dipedomani di dalam kitab al-


84 Orang yang tidak mendapati dua alat bersuci, yaitu air dan debu.
 
Mughni dan an-Nihayah. Demikian ini dikisahkan oleh Muhammad al- Kurdi.

وﻳﻜﻮن اﻟﺘﻴﻤﻢ )ﺑﱰاب( أى ﲜﻤﻴﻊ أﻧﻮاﻋﻪ وإن اﺧﺘﻠﻒ ﻟﻮﻧﻪ ﺣﱴ اﻷﺑﻴﺾ اﳌﺄﻛﻮل ﺳﻔﻬﺎ واﻷرﻣﲎ اﳌﺄﻛﻮل ﺗﺪاوﻳﺎ )ﺧﺎﻟﺺ( ﻣﻦ ﺧﻠﻴﻂ ﻛﺮﻣﻞ ﻧﺎﻋﻢ ﻳﻠﺘﺼﻖ ﺑﺎﻟﻌﻀﻮ وﻛﺎﻟﺮﻣﻞ اﻟﻨﺎﻋﻢ اﻟﺰﻋﻔﺮان واﻟﺪﻗﻴﻖ وﳓﻮﳘﺎ وإن ﻗﻞ اﳋﻠﻴﻂ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺮﻣﻠﻰ )ﻃﻬﻮر( ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﲟﺴﺘﻌﻤﻞ وﻫﻮ ﻣﺎ ﺑﻘﻰ ﺑﻌﻀﻮ اﳌﺎﺳﺢ واﳌﻤﺴﻮح أو ﺗﻨﺎﺛﺮ ﻣﻨﻪ ﺑﻌﺪ اﻣﺴﺎﺳﻪ اﻟﺒﺸﺮة أﻓﺎدﻩ اﻟﺮﻣﻠﻰ وﻻﺑﺪ ﻣﻊ ﻃﻬﻮرﻳﺘﻪ أن ﻳﻜﻮن )ﻟﻪ ﻏﺒﺎر( ﲝﻴﺚ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﻌﻀﻮ اﳌﻤﺴﻮح ﺑﻪ
d.    Debu
Maksudnya, syarat tayamum berikutnya adalah bahwa tayamum dilakukan dengan semua jenis benda yang berdebu meskipun berbeda-beda warnanya, bahkan jenis debu yang berwarna putih yang biasanya dimakan untuk tujuan melemahkan pikiran atau jenis debu armani yang biasa dimakan untuk tujuan pengobatan.

Syarat debu yang digunakan untuk tayamum adalah;

    Debu murni, artinya debu yang tidak tercampur dengan benda lain yang seperti; pasir lembut yang dapat melekat pada anggota tubuh, za’faron, gandum, dan lain-lain, meskipun benda yang mencampuri itu sedikit, seperti yang difaedahkan oleh ar-Romli.
    Debu yang suci dan yang mensucikan. Oleh karena itu, tayamum tidak sah jika menggunakan debu mustakmal, yaitu debu bekas yang berada di anggota tubuh orang yang mengusap atau di anggota tubuh yang diusap atau debu yang telah rontok dari keduanya setelah diusapkan pada kulit, seperti yang difaedahkan oleh ar-Romli.
    Debu yang digunakan memiliki sifat berdebu, sekiranya dapat menempel pada anggota tubuh yang diusap.

وﻳﻜﻮن اﻟﺘﻴﻤﻢ )ﰱ اﻟﻮﺟﻪ( وﳚﺐ ﻣﺴﺢ ﻇﺎﻫﺮ ﻣﺴﱰﺳﻞ ﳊﻴﺘﻪ واﳌﻘﺒﻞ ﻣﻦ أﻧﻔﻪ ﻋﻠﻰ ﺷﻔﺘﻴﻪ ﻛﺎﻟﻮﺿﻮء أﻓﺎدﻩ اﻟﺸﺮﻗﺎوى )واﻟﻴﺪﻳﻦ( أى إﱃ اﳌﺮﻓﻘﲔ )ﻳﺮﺗﺒﻬﻤﺎ( أى اﻟﻌﻀﻮﻳﻦ أى وﻟﻮ ﻋﻦ ﺣﺪث أﻛﱪ وإﳕﺎ ﱂ ﳚﺐ اﻟﱰﺗﻴﺐ ﰱ اﻟﻐﺴﻞ ﻷﻧﻪ ﳌﺎ ﻛﺎن اﻟﻮاﺟﺐ ﻓﻴﻪ اﻟﺘﻌﻤﻴﻢ ﺟﻌﻞ
اﻟﺒﺪن ﻛﺎﻟﻌﻀﻮ اﻟﻮاﺣﺪ أﻓﺎدﻩ اﻟﺸﺮﻗﺎوى
 
2.    Tata Cara Tayamum
a.    Mengusap Wajah

Tayamum dilakukan pada wajah. Diwajibkan mengusap bagian luar jenggot yang terurai, bagian depan hidung yang berada di atas kedua bibir, seperti yang difaedahkan oleh asy-Syarqowi. Setelah wajah, kemudian kedua tangan sampai kedua siku-siku. Mengusap wajah dan kedua tangan harus secara tertib atau urut, artinya harus wajah terlebih dahulu, baru kemudian kedua tangan, tidak boleh sebaliknya. Anggota tayamum yang wajib diusap hanya wajah dan kedua tangan, meskipun bertayamum dari hadas besar. Alasan mengapa di dalam toharoh mandi tidak diwajibkan tertib adalah karena ketika hal yang wajib di dalam mandi adalah hanya meratakan air ke seluruh tubuh maka tubuh dianggap seperti satu anggota sehingga tidak perlu tertib, seperti yang difaedahkan oleh asy-Syarqowi.
وﻳﺸﱰط أن ﻳﻜﻮن اﻟﺘﻴﻤﻢ )ﺑﻀﺮﺑﺘﲔ( أى ﺑﻨﻘﻠﺘﲔ ﻓﻼ ﻳﻜﻔﻰ ﺑﻀﺮﺑﺔ وإن أﻣﻜﻦ اﻟﺘﻴﻤﻢ ﺎ
ﲞﺮﻗﺔ وﳓﻮﻫﺎ وﳏﻞ اﻻﻛﺘﻔﺎء ﺑﺎﻟﻀﺮﺑﺘﲔ إن ﺣﺼﻞ اﻻﺳﺘﻴﻌﺎب ﻤﺎ ﻓﺘﻜﺮﻩ اﻟﺰﻳﺎدة ﻋﻠﻴﻤﺎ
ﺣﻴﻨﺌﺬ وإﻻ وﺟﺒﺖ اﻟﺰﻳﺎدة ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ وﻗﺪ ﲢﺮم وذﻟﻚ ﺑﺄن ﺣﺼﻞ اﻻﺳﺘﻴﻌﺎب وﺿﺎق اﻟﻮﻗﺖ
 
واﺟﺒﺔ
 
ﺗﻜﻮن
 
اﻟﻀﺮﺑﺘﲔ
 
ﻋﻠﻰ
 
اﻟﺰﻳﺎدة
 
ﻓﺘﻠﺨﺺ أن
 
اﻟﺰﻳﺎدة
 
ﻳﻜﻔﻴﻪ ﻣﻊ
 
اﻟﱰاب ﻻ
 
أو ﻛﺎن
 
وﻣﻜﺮوﻫﺔ وﳏﺮﻣﺔ أﻓﺎد ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ اﻟﻜﺮدى

b.    Memindahkan Debu Dua Kali

Didalam tayamum, disyaratkan memindahkan debu ke anggota tayamum sebanyak dua kali. Oleh karena itu, memindah debu tidak cukup jika dilakukan satu kali meskipun sebenarnya tayamum bisa saja dilakukan dengan satu kali memindah debu, misalnya; dengan alat bantu kain atau yang lainnya. Kewajiban memindah debu sebanyak dua kali adalah jika dengan dua kali tersebut, anggota tayamum sudah dapat diratakan. Jika dengan dua kali memindah debu sedangkan anggota tayamum sudah dapat diratakannya maka dimakruhkan melakukan lebih dari dua kali. Jika belum bisa meratai anggota tayamum dengan dua kali memindah debu maka wajib menambah jumlah memindah debu sampai rata. Terkadang melakukan lebih dari dua kali dihukumi haram, seperti; ketika sudah bisa meratakan debu pada anggota tayamum dengan dua kali sedangkan waktu sholat telah mepet sekiranya jika menambah lebih dari dua kali maka waktu sholat terlewat, atau ketika debu yang tersedia tidak cukup digunakan jika menambahkan lebih dari dua kali. Dapat disimpulkan bahwa menambah lebih dari dua kali
 
dalam memindah debu terkadang dihukumi wajib, makruh, dan haram, seperti yang difaedahkan oleh Muhammad al-Kurdi.

وإﳕﺎ ﻳﻌﺪ ﺑﺎﻟﺘﻴﻤﻢ )ﺑﻨﻴﺔ اﺳﺘﺒﺎﺣﺔ ﻓﺮض اﻟﺼﻼة( أى وﻟﻮ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﻋﻦ ﻏﲑ ﺗﻌﻴﲔ أو ﻧﻔﻠﻬﺎ أو ﳘﺎ أو اﻟﺼﻼة ﻻ ﺑﻨﻴﺔ رﻓﻊ اﳊﺪث وﻻ ﺑﻨﻴﺔ اﻟﺘﻴﻤﻢ وﺣﺪﻩ وﻻ ﻳﺴﺘﺒﻴﺢ اﻟﻔﺮض إﻻ ﺑﻨﻴﺘﻪ وﺣﺪﻩ أو ﻣﻊ اﻟﻨﻔﻞ وإﻻ ﻓﺎﻟﻨﻮاﻓﻞ ﻓﻘﻂ واﳉﻨﺎزة ﻫﻨﺎ ﻛﺎﻟﻨﻔﻞ أﻓﺎدﻩ اﻟﺮﻣﻠﻰ
c.    Niat

Tayamum hanya akan sah jika disertai dengan niatan seperti; niat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat meskipun sholatan dalam niat tersebut tidak ditentukan (misalnya; sholat Dzuhur, Ashar, dan lain- lain), atau niatan seperti; niat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat sunah atau agar diperbolehkan melakukan sholat fardhu dan sunah, bukan dengan niatan seperti; niat tayamum karena menghilangkan hadas, atau seperti; niat tayamum saja. Apabila seseorang berniat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat fardhu maka ia harus menyertakan sholat fardhu tersebut di dalam hati, atau menyertakan sholat fardhu beserta sholat sunah. Berbeda apabila seseorang berniat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat sunah saja maka ia hanya boleh melakukan sholat sunah saja, dan tidak boleh melakukan sholat fardhu. Adapun sholat jenazah dalam niatan tayamum maka seperti sholat sunah,85 seperti yang difaedahkan oleh ar-Romli.

وﺗﻌﺘﱪ ﺗﻠﻚ اﻟﻨﻴﺔ إذا ﻛﺎﻧﺖ )ﻣﻊ اﻟﻨﻘﻞ( أى اﻟﺘﺤﻮﻳﻞ اﻟﱰاب ﻣﻦ ﳓﻮ اﻷرض )و( ﳚﺐ اﺳﺘﺪاﻣﺘﻬﺎ اﺳﺘﺤﻀﺎرا إﱃ )ﻣﺴﺢ أول اﻟﻮﺟﻪ( ﻷﻧﻪ اﳌﻘﺼﻮرد وأﻣﺎ اﻟﻨﻘﻞ وإن ﻛﺎن رﻛﻨﺎ



85Misalnya; seseorang bertayamum dengan niatan, “Saya berniat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat fardhu Dzuhur,” maka ia boleh melakukan sholat fardhu Dzuhur beserta sholat sunahnya, seperti Qobliah dan Ba’diahnya. Begitu juga, apabila seseorang bertayamum dengan niatan, “Saya berniat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat fardhu Dzuhur dan sholat sunah,” maka ia boleh melakukan sholat fardhu Dzuhur beserta sholat sunahnya, seperti Qobliah dan Ba’diahnya. Akan tetapi, apabila seseorang bertayamum dengan niatan, “Saya berniat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat sunah Dzuhur,” maka ia tidak boleh melakukan sholat fardhu Dzuhur, melainkan hanya sholat sunahnya, seperti Qobliah dan Ba’diahnya. Apabila seseorang bertayamum dengan niatan, “Saya berniat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat fardhu Dzuhur,” maka ia boleh melakukan sholat fardhu Dzuhur dan sholat jenazah.
 
ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻘﺼﻮدا ﰱ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻠﻮ ﻋﺰﺑﺖ ﻓﻴﻤﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﱂ ﻳﻀﺮ ﻋﻠﻰ اﳌﻌﺘﻤﺪ أﻓﺎد ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ
اﻟﺮﻣﻠﻰ ﰱ ﺷﺮح ﻫﺪﻳﺔ اﻟﻨﺎﺻﺢ

Niat tayamum hanya akan dianggap menurut syariat jika niat tersebut dilakukan bersamaan dengan memindah debu dari, misalnya; tanah. Diwajibkan melanggengkan niat dengan menghadirkannya di dalam hati sampai mengusap bagian pertama wajah, karena mengusapnya adalah tujuan intinya. Adapun memindah debu, meskipun tergolong sebagai rukun tayamum, maka ia sebenarnya bukan tujuan inti. Menurut pendapat mu’tamad, apabila niat tayamum hilang pada saat antara memindah debu dan mengusap bagian pertama wajah maka tidak masalah, seperti yang difaedahkan oleh Muhammad ar-Romli dalam kitab Syarah Hadiah an- Nashih.


 ﻓﺼﻞ( ﻓﻴﻤﺎ ﳛﺮم ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺑﻪ ﺣﺪث أﺻﻐﺮ أو أوﺳﻂ أو أﻛﱪ

BAGIAN KETIGA BELAS (FASAL) PERKARA-PERKARA YANG DIHARAMKAN ATAS ORANG YANG MENANGGUNG HADAS

)وﻣﻦ اﻧﺘﻘﺾ وﺿﻮؤﻩ( ﻣﻦ ﺑﺎﻟﻎ وﻏﲑﻩ ﻣﺎ ﻋﺪا داﺋﻢ اﳊﺪث وﻓﺎﻗﺪ اﻟﻄﻬﻮرﻳﻦ )ﺣﺮم ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺼﻼة( ﻓﺮﺿﺎ أو ﻧﻔﻼ أو ﺻﻼة ﺟﻨﺎزة وﻣﺜﻠﻬﺎ ﺳﺠﺪة اﻟﺘﻼوة واﻟﺸﻜﺮ وﰱ ﻣﻌﲎ اﻟﺼﻼة

ﺧﻄﺒﺔ اﳉﻤﻌﺔ ﺑﻨﺎء ﻋﻠﻰ أ ﺎ ﺑﺪل ﻣﻦ رﻛﻌﺘﲔ وﺧﺮج ﺎ ﺧﻄﺒﺔ ﻏﲑﻫﺎ ﻣﻦ ﻋﻴﺪ أو ﻛﺴﻮف

أو اﺳﺘﺴﻘﺎء ﻓﻴﻨﺪب اﻟﻄﻬﺎرة ﳍﺎ أﻓﺎد ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ اﻟﺮﻣﻠﻰ


Fasal ini menjelaskan tentang perkara-perkara yang diharamkan atas orang yang menanggung hadas, baik hadas kecil, sedang, atau besar.

A.    Perkara-perkara yang Diharamkan atas Orang yang Batal Wudhunya
1.    Sholat

Barang siapa yang telah batal wudhunya, selain daim al-hadas dan faqid at-tuhuroini, maka diharamkan atasnya sholat, baik sholat fardhu, sunah, sholat jenazah, sujud tilawah, atau sujud syukur. Tergolong makna sholat, khutbah Jumat juga diharamkan atasnya berdasarkan alasan bahwa khutbah Jumat adalah gantian dari dua rakaat. Adapun khutbah selainnya, seperti khutbah sholat id, kusuf, atau istisqo (maka tidak diharamkan atasnya, karena) hukum toharoh untuk melaksanakan khutbah-khutbah tersebut adalah sunah, seperti yang difaedahkan oleh Muhammad ar-Romli.

)واﻟﻄﻮاف( ﺑﺄﻧﻮاﻋﻪ ﻓﺮﺿﺎ أو ﻧﻔﻼ وﻟﻮ ﰱ ﻧﺴﻚ ﻷﻧﻪ ﰱ ﻣﻌﲎ اﻟﺼﻼة

2.    Thowaf

Barang siapa yang telah batal wudhunya maka diharamkan atasnya melakukan thowaf, baik thowaf fardhu atau sunah, meskipun dalam ibadah- ibadah haji, karena thowaf tergolong makna sholat.
 
)وﲪﻞ اﳌﺼﺤﻒ( وﻣﺜﻠﻪ ﰱ ذﻟﻚ ﻣﺎ ﻛﺘﺐ ﻟﻠﺪراﺳﺔ ﻛﻠﻮح وﳏﻞ اﳊﺮﻣﺔ ﻣﺎ ﱂ ﺗﺪع ﺿﺮورة إﱃ ﲪﻠﻪ وإﻻ ﲪﻠﻪ ﻣﻊ اﳊﺪث ﺣﻴﺚ ﱂ ﻳﺘﻤﻜﻦ ﻣﻦ اﻟﻄﻬﺎرة ﻛﺨﻮﻓﻪ ﻣﻦ ﻏﺮق أو ﺣﺮق أو ﳒﺎﺳﺔ أو ﻛﺎﻓﺮ أو ﺳﺎرق ﺑﻞ ﻗﺪ ﳚﺐ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﺗﻌﻈﻴﻤﻪ أﻣﺎ إﻻ ﲤﻜﻦ ﻣﻦ اﻟﺘﻴﻤﻢ ﻓﺈﻧﻪ
 
ﺣﺎﻣﻞ
 
وﳚﻮز ﲪﻞ
 
ﻓﻴﺤﺮم
 
آﺧﺮ
 
ﻣﻜﺎن
 
ﻣﻜﺎن إﱃ
 
ﲢﺮﻳﻜﻪ ﻣﻦ
 
وﻛﺤﻤﻠﻪ
 
واﺟﺒﺎ
 
ﻳﻜﻮن
 
اﳌﺼﺤﻒ أﻓﺎد ذﻟﻚ ﻛﻠﻪ ﳏﻤﺪ اﻟﺮﻣﻠﻰ

3.    Membawa Mushaf

Barang siapa yang telah batal wudhunya maka diharamkan atasnya membawa mushaf dan juga benda yang diatasnya tertulis ayat al-Quran untuk tujuan dirosah atau membaca, seperti papan tulis.
Tolak ukur keharaman membawa mushaf adalah selama tidak ada dhorurot atau keterpaksaan yang mengharuskan membawanya dalam kondisi hadas, yaitu sekiranya tidak memungkinkan melakukan toharoh sebelum membawanya, seperti; kekuatiran kalau mushaf akan tenggelam di dalam air, atau terbakar, atau terkena najis, atau dibawa oleh orang kafir, atau dicuri. Karena ada dhorurot, maka boleh membawa mushaf dalam kondisi hadas, bahkan terkadang wajib membawanya karena termasuk bentuk sikap mengagungkannya. Adapun jika seseorang masih memungkinkan melakukan tayamum terlebih dahulu maka tayamum menjadi wajib atasnya (sebelum membawa mushaf). Sebagaimana diharamkan membawa mushaf dalam kondisi hadas, diharamkan juga menggerak-gerakkannya ke kanan atau ke kiri. Adapun menggotong orang yang membawa mushaf maka hukumnya boleh. Demikian keterangan ini semua difaedahkan oleh Muhammad ar-Romli.

Tambahan:
Apabila seseorang meletakkan mushaf di atas kursi atau meja kayu, kemudian ia menanggung hadas kecil, maka ia tidak diharamkan memegang bagian dari kursi atau meja tersebut. Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Qosim yang mengutip dari Syeh Romli dan Toblawi. Sedangkan Syeh Ziyadi dan Ibnu Hajar berpendapat bahwa ia diharamkan memegang bagian dari kursi atau meja tersebut. Syeh Halabi dan Qulyubi berpendapat bahwa ia diharamkan memegang bagian kursi atau meja yang dekat dengan mushaf, bukan bagian yang jauh darinya.
 
Diharamkan meletakkan suatu benda, seperti; roti atau garam, di atas mushaf karena demikian itu menunjukkan sikap merendahkan dan menghina mushaf.
Apabila seseorang meletakkan mushaf di bagian rak paling atas. Sedangkan ia meletakkan sandal atau lainnya di bagian rak paling bawah maka sikapnya demikian ini tidak diharamkan. Begitu juga, apabila ia meletakkan sandal atau lainnya di bagian rak tertentu, kemudian ia memberikan sekat atau penghalang di atasnya dan ia meletakkan mushaf di atas sekat tersebut. Berbeda dengan sebaliknya, artinya, ia meletakkan mushaf di bagian rak tertentu, kemudian ia memberikan sekat atau penghalang di atasnya dan ia meletakkan sandal atau lainnya di atas sekat tersebut, maka sikapnya ini dihukumi haram karena menunjukkan sikap menghina dan meremehkan mushaf.
Semua keterangan tambahan ini disebutkan oleh Syeh al-Bajuri dalam Khasyiah al-Bajuri ‘Ala Ibni Qosim al-Ghozi. Ibarotnya adalah;

وﻟﻮ وﺿﻊ اﳌﺼﺤﻒ ﻋﻠﻰ ﻛﺮﺳﻰ ﻣﻦ ﺧﺸﺐ أو ﺟﺮﻳﺪ ﱂ ﳛﺮم ﻣﺲ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ اﻟﻜﺮﺳﻰ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻗﺎﻟﻪ اﺑﻦ ﻗﺎﺳﻢ وﻧﻘﻠﻪ ﻋﻦ اﻟﺮﻣﻠﻰ واﻟﻄﺒﻼوى واﻋﺘﻤﺪ اﻟﺰﻳﺎدى ﻛﺎﺑﻦ ﺣﺠﺮ أﻧﻪ ﳛﺮم ﻣﺴﻪ وﻗﺎل اﳊﻠﱮ واﻟﻘﻠﻴﻮﰉ ﳛﺮم ﻣﺲ ﻣﺎ ﻗﺮب ﻣﻨﻪ دون ﻏﲑﻩ وﳛﺮم وﺿﻊ ﺷﻴﺊ ﻋﻠﻰ اﳌﺼﺤﻒ ﻛﺨﺒﺰ وﻣﻠﺢ ﻷن ﻓﻴﻪ ازراء واﻣﺘﻬﺎﻧﺎ ﻟﻪ وﻟﻮ وﺿﻊ اﳌﺼﺤﻒ ﰱ اﻟﺮف اﻷﺳﻔﻞ ﻣﻦ اﳋﺰاﻧﺔ واﻟﻨﻌﻞ وﳓﻮﻩ ﰱ اﻟﺮف اﻷﻋﻠﻰ ﱂ ﳛﺮم وﻣﺜﻠﻪ ﻣﺎ ﻟﻮ وﺿﻊ اﻟﻨﻌﻞ وﻓﻮﻗﻪ ﺣﺎﺋﻞ ﻛﻔﺮوة ووﺿﻊ اﳌﺼﺤﻒ ﻓﻮق اﳊﺎﺋﻞ ﲞﻼف ﻣﺎ ﻟﻮ ﻋﻜﺲ ﻷن ذﻟﻚ ﻳﻌﺪ إﻫﺎﻧﺔ
ﻟﻠﻤﺼﺤﻒ86
.
Syeh Nawawi al-Banteni rahimahullah berkata;

 
اﻷﺳﻄﺮ وﳛﺮم
 
ﻛﺎﳊﻮاﺷﻰ وﻣﺎ ﺑﲔ
 
ﻏﲑ اﳌﻜﺘﻮب
 
وﻏﲑﻫﺎ وﻟﻮ
 
اﻟﻮﺿﻮء
 
)وﻣﺴﻪ( ﺑﺄﻋﻀﺎء
 
واﻹﳒﻴﻞ
 
واﻟﺘﻮرة
 
اﻟﺘﻼوة
 
ﻣﻨﺴﻮخ
 
وﺧﺮج
 
ﻫﻮ ﻓﻴﻪ
 
وﺻﻨﺪوﻗﻪ
 
وﺧﺮﻳﻄﺘﻪ
 
وﻋﻼﻗﺘﻪ
 
ﻣﺲ ﺟﻠﺪﻩ
 
واﻷﺣﺎدﻳﺚ

4.    Memegang Mushaf
Barang siapa yang telah batal wudhunya maka diharamkan atasnya memegang mushaf meskipun dengan anggota-anggota wudhu atau selainnya, dan meskipun mushaf tidaklah tertulis, seperti; hawasyi. Begitu

86 Hal, 117 Juz, 1
 
juga, diharamkan atasnya memegang bagian antara baris ayat satu dengan baris ayat di bawahnya, kertasnya, talinya, sampulnya, dan wadahnya. Adapun memegang ayat al-Quran yang telah dimansukh tilawahnya, Taurat, Injil, atau hadis-hadis dalam kondisi hadas maka tidak diharamkan.

 
اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻷن ﺗﻜﻠﻴﻒ اﺳﺘﺼﺤﺎب اﻟﻄﻬﺎرة
 
أى ﳊﺎﺟﺔ
 
اﳌﻤﻴﺰ )ﻟﻠﺪراﺳﺔ(
 
اﻟﺼﱮ( أى
 
)إﻻ
 
ﻣﻌﻈﻢ ﻓﻴﻪ اﳌﺸﻘﺔ أﻣﺎ ﻏﲑ اﳌﻤﻴﺰ اﳌﺘﻌﻠﻢ ﻓﻼ ﳚﻮز اﳌﻮﱃ ﲤﻜﻴﻨﻪ وأﻣﺎ إذا ﻛﺎن اﳌﺲ أو اﳊﻤﻞ ﻻ ﻟﻐﺮض أو ﻟﻐﺮض آﺧﺮ ﻛﺎﻟﺘﱪك ﻓﻴﺤﺮم ﻛﻤﺎ أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺪﻣﲑى
Membawa dan memegang mushaf diharamkan atas orang yang menanggung hadas, kecuali anak kecil (shobi) yang sudah tamyiz karena untuk tujuan belajar. Maka shobi diperbolehkan membawa atau memegangnya dalam kondisi hadas dengan tujuan tersebut karena menuntutnya untuk melanggengkan toharoh atau suci merupakan hal yang sangat sulit. Adapun bagi shobi yang belajar dan ia belum tamyiz maka tidak diperbolehkan atas wali untuk memberi kesempatan kepadanya untuk membawa atau memegang mushaf.
Adapun memegang atau membawa mushaf bagi orang yang menanggung hadas bukan karena tujuan tertentu (dhorurot) atau karena tujuan lain, seperti; mengharapkan barokah, maka diharamkan, seperti yang telah difaedahkan oleh ad-Damiri.

Tambahan:
Diperbolehkan mengenakan pakaian yang ada tulisan al-Quran dan tidur dengan memakainya, meskipun bagi orang junub. Dimakruhkan menulis al-Quran pada atap atau tembok meskipun di masjid. Dimakruhkan juga menulis al-Quran pada makanan atau lainnya. Diperbolehkan merobohkan tembok yang ada tulisan al-Quran. Diperbolehkan juga memakan makanan yang ada tulisan al-Quran karena tidak apa-apa jika makanan tersebut akan mengenai kotoran yang ada di lambung sebab terkenanya itu setelah makanan tersebut hancur. Berbeda dengan masalah jika menelan kertas yang ada tulisan al-Quran atau salah satu nama dari nama-nama Allah, maka diharamkan menelannya karena kertas tersebut dapat terkena kotoran dalam lambung sebelum kertas tersebut hancur. Apabila kertas yang ada tulisan al-Quran dilebur dengan air, maka tidak diharamkan menelan kertas tersebut. Tidak dimakruhkan menulis sedikit bacaan al-Quran pada wadah yang nantinya dilebur dengan air dan diminumkan sebagai obat untuk orang sakit, berbeda dengan pendapat Ibnu Abdusalam yang tidak memakruhkannya. Dimakruhkan menulis jimat dan
 
menggantungkannya, kecuali apabila telah dilumuri dengan lilin atau lainnya. Dimakruhkan membakar kayu yang terdapat tulisan atau ukiran bacaan al-Quran, kecuali apabila ada tujuan untuk menjaganya, maka tidak dimakruhkan. Dengan alasan menjaga bacaan al-Quran inilah, Usman pernah membakar mushaf. Diharamkan berjalan di atas tikar atau kayu yang ada tulisan al-Quran. Tidak diperbolehkan menyobek bagian kertas yang tertulis al-Quran dan lainnya karena menyobeknya berarti menyobek huruf- huruf bacaan al-Quran dan memisah-misahkan kalimat-kalimatnya, sedangkan demikian ini termasuk sikap menghina bacaan al-Quran yang disobek.
Dimakruhkan membaca al-Quran dan buku yang berisi ilmu agama dengan kondisi mulut masih terkena najis. Adapun menulis al-Quran dengan tinta najis maka diharamkan.
Disunahkan bagi seseorang untuk membaca ta’awudz terlebih dahulu sebelum membaca al-Quran, menghadap kiblat, berangan-angan tentang isi bacaan, membacanya dengan tartil, dan menangis ketika membaca. Apabila ia tidak mampu menangis maka berpura-puralah menangis. Yang lebih utama dalam membaca al-Quran adalah dengan melihat mushaf, kecuali apabila kekhusyukan dapat diperoleh dengan cara hafalan maka yang lebih utama adalah dengan hafalan tersebut. Disunahkan mengkhatamkan al-Quran di awal siang atau malam dan di hari Jumat atau malamnya. Disunahkan berdoa setelah khatam dan hudhur dalam doanya, kemudian segera mengawali membaca dan mengkhatamkannya lagi.
Sangat dianjurkan berpuasa pada hari mengkhatamkan al-Quran. Disunahkan menulis al-Quran dengan jelas dan memberinya harokat. Memperbanyak membaca al-Quran pada saat sholat bagi orang yang sholat sendirian adalah lebih utama baginya daripada membacanya di luar sholat. Lupa hafalan al-Quran atau sebagiannya saja termasuk dosa besar. Disunahkan bagi seseorang untuk menjawab, “Tidak. Saya tidak lupa,” ketika ditanya, “Apakah kamu lupa Surat ini?” Diharamkan menafsiri al- Quran dan Hadis tanpa didasari ilmu yang mumpuni.
Demikian ini semua disebutkan oleh Syeh al-Bajuri. Ibarotnya
adalah;
وﻗﻮﻟﻪ وﺧﻮاﰎ وﻛﺬا ﺛﻴﺎب وﳓﻮﻫﺎ وﳛﻞ ﻟﺒﺲ اﻟﺜﻴﺎب اﻟﱴ ﻧﻘﺶ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن واﻟﻨﻮم ﻓﻴﻬﺎ وﻟﻮ ﻟﻠﺠﻨﺐ وﻳﻜﺮﻩ ﻛﺘﺎﺑﺔ اﻟﻘﺮآن ﻋﻠﻰ اﻟﺴﻘﻮف واﳉﺪران وﻟﻮ ﻛﺎﻧﺎ ﻟﻠﻤﺴﺠﺪ وﻛﺬﻟﻚ ﻛﺘﺎﺑﺘﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﻄﻌﺎم وﳓﻮﻩ وﳚﻮز ﻫﺪم اﳉﺪار اﻟﺬى ﻛﺘﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن وأﻛﻞ اﻟﻄﻌﺎم ﻛﺬﻟﻚ وﻻ ﻳﻀﺮ ﻣﻼﻗﺎﺗﻪ ﳌﺎ ﰱ اﳌﻌﺪة ﻷن ﻣﻼﻗﺎﺗﻪ ﻟﻪ ﺑﻌﺪ اﳕﺤﺎﺋﻪ ﲞﻼف اﺑﺘﻼع ﻗﺮﻃﺎس ﻋﻠﻴﻪ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ ﻗﺮآن أو اﺳﻢ ﻣﻦ أﲰﺎء اﷲ ﺗﻌﺎﱃ ﻓﺈﻧﻪ
 
ﳛﺮم ﳌﻼﻗﺎﺗﻪ ﳌﺎ ﰱ اﳌﻌﺪة ﺑﺼﻮرﺗﻪ ﻓﺈن أذاﺑﻪ ﲟﺎء ﰒ ﺷﺮﺑﻪ ﱂ ﳛﺮم وﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن ﰱ إﻧﺎء ﻟﻴﻤﺤﻰ ﲟﺎء ﰒ ﻳﺴﻘﻰ ﻟﻠﺸﻔﺎء ﺧﻼﻓﺎ ﳌﺎ وﻗﻊ ﻻﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺴﻼم وﻳﻜﺮﻩ ﻛﺘﺎﺑﺔ اﻟﺘﻤﻴﻤﺔ وﺗﻌﻠﻴﻘﻬﺎ إﻻ إن ﺟﻌﻞ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﴰﻌﺎ أو ﳓﻮﻩ وﻳﻜﺮﻩ اﺣﺮاق ﺧﺸﺐ ﻧﻘﺶ ﻋﻠﻴﻪ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن إﻻ إن ﻗﺼﺪ ﺻﻴﺎﻧﺘﻪ ﻓﻼ ﻳﻜﺮﻩ وﻋﻠﻴﻪ ﳛﻤﻞ ﲢﺮﻳﻖ ﻋﺜﻤﺎن اﳌﺼﺤﻒ وﳛﺮم اﳌﺸﻰ ﻋﻠﻰ ﻓﺮاش أو ﺧﺸﺐ ﻧﻘﺶ ﻋﻠﻴﻪ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن وﻻ ﳚﻮز ﲤﺰﻳﻖ اﻟﻮرق اﳌﻜﺘﻮب ﻋﻠﻴﻪ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ ﻗﺮآن وﳓﻮﻩ ﳌﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﲤﺰﻳﻖ اﳊﺮوف وﺗﻔﺮﻳﻖ اﻟﻜﻠﻤﺎت وﰱ ذﻟﻚ ازراء ﺑﺎﳌﻜﺘﻮب وﻳﻜﺮﻩ ﻗﺮاءة اﻟﻘﺮآن ﺑﻔﻢ ﻣﺘﻨﺠﺲ وﻛﺬﻟﻚ ﻗﺮاءة اﻟﻌﻠﻢ وأﻣﺎ ﻛﺘﺎﺑﺘﻬﺎ ﺑﺎﻟﻨﺠﺲ ﻓﺤﺮام وﻳﻨﺪب ﻟﻠﻘﺎرئ اﻟﺘﻌﻮذ ﻟﻠﻘﺮاءة واﺳﺘﻘﺒﺎل اﻟﻘﺒﻠﺔ واﻟﺘﺪﺑﺮ واﻟﺘﺨﺸﻊ واﻟﱰﺗﻴﻞ واﻟﺒﻜﺎء ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺮاءة ﻓﺈن ﱂ ﻳﻘﺪر ﻋﻠﻰ اﻟﺒﻜﺎء ﻓﻠﻴﺘﺒﺎك واﻷﻓﻀﻞ ﻗﺮاءﺗﻪ ﻧﻈﺮا ﰱ اﳌﺼﺤﻒ إﻻ إن زاد ﺧﺸﻮﻋﻪ ﰱ اﻟﻘﺮاءة ﻋﻦ ﻇﻬﺮ ﻗﻠﺐ ﻓﺘﻜﻮن أﻓﻀﻞ ﰱ ﺣﻘﻪ وﻳﻨﺪب ﺧﺘﻤﻪ أول اﻟﻨﻬﺎر أو اﻟﻠﻴﻞ وأن ﻳﻜﻮن ﻳﻮم اﳉﻤﻌﺔ أو ﻟﻴﻠﺘﻬﺎ وﻳﺴﻦ اﻟﺪﻋﺎء ﻋﻘﺒﻪ وﺣﻀﻮرﻩ واﻟﺸﺮوع ﰱ ﺧﺘﻤﺔ أﺧﺮى ﺑﻌﺪﻩ وﻳﺘﺄﻛﺪ ﺻﻮم ﻳﻮم ﺧﺘﻤﻪ وﻳﻨﺪب ﻛﺘﺒﻪ واﻳﻀﺎﺣﻪ وﺷﻜﻠﻪ وﻛﺜﺮة ﺗﻼوﺗﻪ وﻫﻮ ﰱ اﻟﺼﻼة ﳌﻨﻔﺮد أﻓﻀﻞ ﻣﻨﻪ ﺧﺎرﺟﻬﺎ وﻧﺴﻴﺎﻧﻪ أو ﺷﻴﺊ ﻣﻨﻪ ﻛﺒﲑة وﻳﺴﻦ أن ﻳﻘﻮل
أﻧﺴﻴﺖﻛﺬا ﻻ ﻧﺴﻴﺘﻪ وﳛﺮم ﺗﻔﺴﲑ اﻟﻘﺮآن واﳊﺪﻳﺚ ﺑﻼ ﻋﻠﻢ87

Syeh Nawawi al-Banteni rahimahullah berkata;

 
ﺑﺎﻟﻠﺴﺎن ﻻ
 
ﳑﺎ ﱂ ﺗﻨﺴﺦ ﺗﻼوﺗﻪ
 
اﻷرﺑﻌﺔ )وﻗﺮاءة اﻟﻘﺮآن(
 
ﻫﺬﻩ(
 
اﳉﻨﺐ
 
)ﻋﻠﻰ
 
ﺣﺮم
 
(و)
 
ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ وﻟﻮ ﻛﺎن اﳌﻘﺮوء ﺑﻌﺾ آﻳﺔ وﻟﻮ ﻗﺼﲑة ﻗﺎﻟﻪ اﻟﺮﻣﻠﻰ وﻗﺎل اﻟﺒﺠﲑﻣﻰ وﻟﻮ ﺣﺮﻓﺎ إن
 
ﻓﺎﻗﺪ
 
ﰱ ﻏﲑ
 
ذﻛﺮ
 
وﳏﻞ ﻣﺎ
 
ﺟﻬﺮا
 
اﻟﻘﺮاءة أو
 
ﻛﺎﻧﺖ
 
ﺳﺮا
 
ﲟﺎ ﺑﻌﺪﻩ اﻩ
 
ﻳﺄﺗﻰ
 
ﻗﺼﺪ أن
 
اﻟﻄﻬﻮرﻳﻦ أﻣﺎ ﻫﻮ ﻓﻴﻘﺮأ اﻟﻔﺎﲢﺔ ﻓﻘﻂ ﰱ اﻟﺼﻼة إﻻ أﻧﻪ ﳚﺐ ﻋﻠﻴﻪ اﻳﻘﺎﻋﻪ اﻟﺼﻼة ﺧﺎرج
 
واﳊﺎﺋﺾ
 
واﳉﻨﺐ
 
ﻟﻠﻤﺤﺪث
 
اﻟﺬﻛﺮ
 
ﺟﻮاز
 
ﻋﻠﻰ
 
اﻟﻌﻠﻤﺎء
 
وأﲨﻊ
 
اﳌﻜﺚ
 
ﳊﺮﻣﺔ
 
اﳌﺴﺠﺪ
 
واﻟﻨﻔﺴﺎء وﻳﻜﺮﻩ اﻟﺬﻛﺮ ﺣﺎل اﳉﻤﺎع وﺣﺎل ﻗﻀﺎء اﳊﺎﺟﺔ وﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﰱ اﻟﻄﺮﻳﻖ واﳊﻤﺎم

B.    Perkara-perkara yang Diharamkan atas Orang Junub
4 (empat) perkara yang diharamkan atas orang yang berhadas, seperti yang telah disebutkan di atas, juga diharamkan bagi orang junub. Selain itu, ia juga diharamkan;




 

Juz, 1
 
87 Bajuri, Khasyiah al-Bajuri ‘Ala Ibni Qosim al-Ghozi, (Semarang: Toha Putra),h. 117.
 
1.    Membaca al-Quran.

Maksudnya, orang junub diharamkan membaca ayat al-Quran yang tidak dimansukh tilawahnya dengan lisan, bukan hati (Jawa: mbatin), meskipun ayat yang dibaca hanya sebagian dan meskipun pendek, seperti yang dikatakan oleh ar-Romli. Al-Bujairami berkata, “Keharaman membaca ayat al-Quran atas orang junub adalah meskipun hanya satu huruf disertai dengan menyengaja akan membaca lafadz setelah satu huruf tersebut,” baik membacanya secara samar atau keras.

Maksud orang junub yang diharamkan membaca al-Quran adalah orang junub yang bukan faqid at-tuhuroini. Adapun ia maka diperbolehkan membaca hanya Surat al-Fatehah di dalam sholat. Hanya saja, ia wajib melaksanakan sholat di luar masjid karena keharaman berdiam diri di dalamnya.

Para ulama bersepakat tentang diperbolehkannya berdzikir bagi orang yang menanggung hadas, junub, haid, dan nifas. Berdzikir dimakruhkan dilakukan pada saat jimak dan buang air. Berdzikir tidak dimakruhkan dilakukan di jalan umum dan tempat pemandian air hangat (al-hamam).

)وﻣﻜﺚ( ﺑﺄرض )اﳌﺴﺠﺪ( وﻟﻮ ﳊﻈﺔ أو ﺟﺪارﻩ أو ﻣﻮاﺗﻪ وﻟﻮ ﺑﺎﻻﺷﺎﻋﺔ أو اﻟﻈﺎﻫﺮ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﻴﺌﺔ اﳌﺴﺎﺟﺪ ﻷن اﻟﻐﺎﻟﺐ ﻓﻴﻤﺎ ﻫﻮ ﻛﺬﻟﻚ أﻧﻪ ﻣﺴﺠﺪا ﻓﺈذا رأﻳﻨﺎ ﺻﻮرة ﻣﺴﺠﺪ ﻳﺼﻠﻰ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﻏﲑ ﻣﻨﺎزع وﻻ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﻟﻪ واﻗﻔﺎ ﻓﻠﻴﺲ ﻷﺣﺪ أن ﳝﻨﻊ ﻣﻨﻪ ﻷن اﺳﺘﻤﺮارﻩ ﻋﻠﻰ ﺣﻜﻢ اﳌﺴﺎﺟﺪ دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ وﻗﻔﻪ وﻳﺆﺧﺬ ﻣﻨﻪ أن ﺣﺮﱘ زﻣﺰم ﲡﺮى ﻋﻠﻴﻪ أﺣﻜﺎم اﳌﺴﺠﺪ وﻛﺎﳌﺴﺠﺪ ﻣﺎ وﻗﻒ ﺑﻌﻀﻪ وإن ﻗﻞ ﻣﺴﺠﺪا ﺷﺎﺋﻌﺎ ﻧﺒﻪ ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﰱ اﻟﺘﺤﻔﺔ وﻋﻨﺪ أﲪﺪ إذا ﺗﻮﺿﺄ اﳉﻨﺐ ﺟﺎز ﻟﻪ اﳉﻠﻮس ﰱ اﳌﺴﺠﺪ وﻟﻮ ﺑﻼ ﺿﺮورة ﺣﻜﺎﻩ ﻋﻄﻴﺔ
2.    Berdiam diri di atas tanah masjid.
Maksudnya, orang junub diharamkan berdiam diri di atas tanah yang berstatus masjid, meskipun hanya sebentar, atau di tembok masjid, atau di bumi matinya meskipun status bumi matinya tersebut adalah menurut informasi yang tersebar atau menurut kanyataannya, karena kesamaannya dengan kondisi masjid-masjid lainnya dan karena pada umumnya bumi tersebut ditetapkan penyebutannya sebagai masjid. Oleh karena itu, apabila kita melihat sebuah bangunan (berbentuk) masjid yang digunakan untuk
 
sholat tanpa ada seorangpun dari masyarakat yang mengingkari status kemasjidannya, sedangkan kita tidak mengetahui siapa pihak yang berwakaf masjid, maka tidak seorangpun diperbolehkan mencegah atau protes, karena tetapnya hukum masjid pada bangunan tersebut adalah bukti akan pewakafannya. Dari sini, dapat dipahami bahwa batas sumur zam-zam dihukumi juga seperti hukum-hukum masjid. Sama dengan hukum masjid adalah properti yang sebagian darinya diwakafkan sebagai masjid umum, seperti yang ditanbihkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab at-Tuhfah.
Menurut Imam Hanbali, ketika orang junub telah berwudhu maka ia diperbolehkan duduk di dalam masjid meskipun tanpa adanya dhorurot, seperti yang diceritakan oleh Athiah.

Tambahan:
Keharaman berdiam diri di dalam masjid adalah atas orang junub yang muslim. Adapun orang junub yang kafir maka tidak diharamkan berdiam diri di dalamnya meskipun ia junub karena ia tidak meyakini tentang keharamannya meskipun sebenarnya diharamkan tetapi dilihat dari sudut pandang bahwa ia juga dibebani atas hukum-hukum furuk. Tidak diperbolehkan bagi orang kafir masuk ke dalam masjid meskipun ia tidak junub kecuali dengan izin orang muslim yang baligh serta ada hajat untuk masuk.
Adapun melewati masjid bagi orang junub maka tidak diharamkan, bahkan tidak dimakruhkan menurut pendapat asoh. Pengertian melewati adalah berjalan seperti biasanya dari satu pintu dan keluar lewat pintu lain. Adapun mondar-mandir di dalam masjid bagi orang junub adalah diharamkan karena statusnya disamakan dengan berdiam diri di dalamnya, seperti; seseorang berjalan menuju lemari masjid, kemudian ia berjalan ke tampat berwudhu, kemudian ia berjalan ke sudut masjid, dan seterusnya.

Semua keterangan tambahan ini dikatakan oleh Syeh al-Bajuri;

)ﻗﻮﻟﻪ ﻣﺴﻠﻢ( ﺧﺮج ﺑﻪ اﻟﻜﺎﻓﺮ ﻓﻼ ﳝﻨﻊ ﻣﻦ اﳌﻜﺚ ﰱ اﳌﺴﺠﺪ ﺟﻨﺒﺎ ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﺣﺮﻣﺘﻪ وإن ﺣﺮم ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ أﻧﻪ ﻳﻜﻠﻒ ﺑﺎﻟﻔﺮوع وﻻ ﳚﻮز ﻟﻪ دﺧﻮل اﳌﺴﺠﺪ وﻟﻮ ﻏﲑ ﺟﻨﺐ إﻻ ﺑﺈذن ﻣﺴﻠﻢ ﺑﺎﻟﻎ ﻣﻊ اﳊﺎﺟﺔ إﱃ أن ﻗﺎل )ﻗﻮﻟﻪ أﻣﺎ ﻋﺒﻮر اﳌﺴﺠﺪ ﻣﺎر ﺑﻪ ﻣﻦ ﻏﲑ ﻣﻜﺚ ﻓﻼ ﳛﺮم ﺑﻞ وﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﰱ اﻷﺻﺢ( ﻣﻘﺎﺑﻞ ﻟﻠﻤﻜﺚ أو اﻟﻠﺒﺚ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺴﺨﺘﲔ اﻟﺴﺎﺑﻘﺘﲔ واﻟﻌﺒﻮر ﻫﻮ اﻟﺪﺧﻮل ﻣﻦ ﺑﺎب واﳋﺮوج ﻣﻦ آﺧﺮ وﺣﻴﺚ ﻋﱪ
 
ﻓﻼ ﻳﻜﻠﻒ اﻹﺳﺮاع ﰱ اﳌﺸﻰ ﺑﻞ ﳝﺸﻰ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺎدة إﱃ أن ﻗﺎل )ﻗﻮﻟﻪ وﺗﺮدد اﳉﻨﺐ ﰱ اﳌﺴﺠﺪ ﲟﻨﺰﻟﺔ
اﻟﻠﺒﺚ( ﻓﻴﺤﺮم ﻛﺎﻟﻠﺒﺚ وﻣﻨﻪ أن ﻳﺬﻫﺐ اﳉﻨﺐ إﱃ اﳋﺰاﻧﺔ ﰒ ﻳﺮﺟﻊ إﱃ اﳌﻴﻀﺎة ﻛﻤﺎ ﻳﻘﻊ اﻵن88

Syeh Nawawi al-Banteni rahimahullah berkata;

)و( ﺣﺮم )ﻋﻠﻰ اﳊﺎﺋﺾ واﻟﻨﻔﺴﺎء ﻫﺬﻩ( اﻟﺴﺘﺔ )واﻟﺼﻮم ﻗﺒﻞ اﻻﻧﻘﻄﺎع( ﺑﺎﻻﲨﺎع وﳚﺐ ﻗﻀﺎؤﻩ ﲞﻼف اﻟﺼﻼة واﻟﻔﺮق ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺗﻜﺮرﻫﺎ ﺗﺸﺘﺪ اﳌﺸﻘﺔ ﰱ ﻗﻀﺎﺋﻬﺎ ﲞﻼﻓﻪ
C.    Perkara-perkara yang Diharamkan atas Orang Haid dan Nifas
Perkara-perkara yang diharamkan atas orang yang berhadas dan junub juga diharamkan atas perempuan haid dan nifas. Selain itu, perempuan haid atau nifas juga diharamkan;

1.    Berpuasa
Berdasarkan ijmak, perempuan haid dan nifas diharamkan berpuasa sebelum terputusnya darah. Mereka wajib mengqodho puasa. Adapun sholat maka mereka tidak wajib mengqodhonya. Perbedaan antara mengapa mereka wajib mengqodho puasa dan tidak wajib mengqodho sholat adalah karena sholat terjadi secara berulang-ulang sehingga akan berat bagi mereka untuk mengqodhonya, berbeda dengan puasa.
)وﲤﻜﲔ اﻟﺰوج واﻟﺴﻴﺪ ﻣﻦ اﻻﺳﺘﻤﺘﺎع( واﳌﺮاد ﺑﻪ اﳌﺒﺎﺷﺮة وﻫﻰ اﻟﺘﻘﺎء اﻟﺒﺸﺮﺗﲔ وإن ﻛﺎﻧﺖ ﺑﺪون ﺷﻬﻮة إذ اﻟﻨﻈﺮ ﺑﺸﻬﻮة اﺳﺘﻤﺘﺎع وﻟﻴﺲ ﲝﺮام أﻓﺎد ذﻟﻚ اﻟﺮﻣﻠﻰ )ﲟﺎ ﺑﲔ ﺳﺮ ﺎ ورﻛﺒﺘﻬﺎ
ﻗﺒﻞ اﻟﻐﺴﻞ( وﻟﻮ ﺑﻌﺪ اﻻﻧﻘﻄﺎع وﻋﻠﻢ ﻣﻦ اﻟﺒﻴﻨﻴﺔ اﺧﺮاج اﻟﺴﺮة واﻟﺮﻛﺒﺔ وﻫﻮ اﻷﺻﺢ وﻻ
ﻳﻜﻮن اﺳﺘﻤﺘﺎﻋﻬﺎ ﲟﺎ ﺑﲔ ﺳﺮﺗﻪ ورﻛﺒﺘﻪ ﻛﺎﺳﺘﻤﺘﺎﻋﻪ ﺑﺬﻟﻚ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻸﺳﻨﻮى أﻓﺎد ذﻟﻚ ﳏﻤﺪ
اﻟﺮﻣﻠﻰ
2.    Istimtak
Yang dimaksud dengan istimtak disini adalah saling bersentuhan kulit meskipun tanpa disertai syahwat karena melihat dengan syahwat pun juga disebut dengan istimtak padahal tidak diharamkan, seperti yang difaedahkan oleh ar-Romli.


88 Ibid. hal, 116-117. Juz, 1.
 
Perempuan haid dan nifas diharamkan memberikan kesempatan (tamkin) kepada suami atau tuan untuk istimtak pada bagian tubuh antara pusar dan lutut sebelum ia mandi besar, meskipun setelah darah berhenti. Kata antara memberikan pemahaman bahwa pusar dan lutut bukan termasuk bagian yang diharamkan untuk istimtak. Ini berdasarkan pendapat ashoh.
Istimtaknya perempuan pada bagian antara pusar dan lutut suami atau tuan tidaklah sama dengan istimtaknya suami atau tuan pada bagian antara pusar dan lutut perempuan, berbeda dengan pendapat Asnawi yang mengatakan bahwa antara keduanya adalah sama, seperti yang difaedahkan oleh Muhammad ar-Romli.[13]
 

LihatTutupKomentar