Sifat Wajib, Jaiz, Ishmah Bagi Rasul | Akidah Asy'ariyah

Sifat Wajib, Jaiz, Ishmah Bagi Rasul diwajibkan bagi setiap mukallaf meyakini bahwa Allah telah mengutus kepada seluruh mukallaf para nabi yang diangk

Sifat Wajib, Jaiz, Ishmah Bagi Rasul
Nama kitab: Terjemah Nuruzh Zhalam Syarah Aqidatul Awam, Nurudz Dholam, Nur al-Zholam
Nama kitab asal: Nur adz-Dzolam Syarah Aqidatul Awam
Nama lain kitab kuning: Hasyiyah al-Dasuqi
Ejaan lain:  Noor -ul-Zalaam, Nuuruzh Zhalaam, Nur adz-Dzolam, Nuruzh Zholam, Nuruzh Zhalam, Nurud Dhalam
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Banten
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang studi:Tauhid, Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) Asy'ariyah, ilmu kalam, ushuluddin.

Daftar Isi 

  1. Nadzom Kesebelas: Sifat Wajib bagi Rasul
  2. Nadzam Kedua Belas: Sifat Jaiz Bagi Rasul
  3. Nazham Ketiga Belas: Ishmah Bagi Rasul
  4. Kembali ke Terjemah Nurudz Dholam  

8.    NADZOM KESEBELAS

Setelah Syeh Ahmad Marzuki selesai menjelaskan tentang sifat-sifat yang berkaitan dengan Allah  maka ia mulai menjelaskan tentang sifat-sifat yang berkaitan dengan para rasul-Nya. Ia berkata;

أَرْسَـلَ أَنْبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ * بِالصِّـدْقِ وَالتَـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ


[11] Allah telah mengutus para nabi yang memiliki sifat Fathonah, Shidiq, Tabligh, dan Amanah.

a.    Sifat Wajib Bagi Rasul
 
Maksud nadzom di atas adalah bahwa diwajibkan bagi setiap mukallaf meyakini bahwa Allah telah mengutus kepada seluruh mukallaf para nabi yang diangkat menjadi rasul, yang disifati dengan 4 (empat) sifat wajib bagi mereka, yaitu:
1    Fathonah, yang berarti cerdas, sekiranya para nabi dan rasul memiliki kemampuan memberikan keputusan dalam perselisihan, menanggapi bantahan umat yang tidak mempercayai mereka, dan mampu membantah dakwaan- dakwaan yang ditujukan kepada mereka.
 
2    Shidiq, yang berarti jujur sekiranya semua berita yang para nabi dan rasul sampaikan adalah sesuai dengan kenyataan. Kebalikan sifat Shidiq adalah Kidzib yang berarti berbohong. Adapun pengertian “Haq atau benar”  adalah kesesuaian kenyataan pada berita yang disampaikan. Kebalikan Haq adalah bathil.

3    Tabligh,    yang    berarti menyampaikan, maksudnya para rasul menyampaikan apa yang mereka diperintahkan untuk menyampaikannya    kepada makhluk.
4    Amanah, yang berarti dapat dipercaya, maksudnya para nabi dan rasul terjaga secara dzhohir dan batin dari keharaman dan hal yang makruh.

Ketahuilah! Sesungguhnya  4 sifat di atas adalah sifat-sifat wajib bagi para rasul. Sedangkan para nabi juga memiliki sifat-sifat wajib di atas kecuali sifat tabligh dan kebalikannya karena mereka tidak menyampaikan apapun kepada makhluk karena setiap nabi belum tentu adalah seorang rasul maka sifat tabligh hanya khusus bagi  rasul. Meskipun para nabi  tidak diperintahkan menyampaikan berita dari Allah tetapi mereka diwajibkan menyampaikan kepada makhluk tentang kenabian mereka agar mereka dimuliakan dan diagungkan.

b.    I’rob Nadzom
 
Perkataan Syeh Ahmad al- Marzuki, “أﻧﺒﯿﺎ”, adalah dengan membuang huruf Hamzah Mamdudah. Perkataannya     “اﻟﻔﻄﺎﻧﺔ     ذوى”     adalah dengan Fathah pada huruf Dzaal dan kasroh pada huruf Wawu, maksudnya adalah   “orang-orang   yang   memiliki sifat  Fathonah.”  Lafadz  “ذوى”  adalah
menjadi sifat  bagi lafadz “أﻧﺒﯿﺎ”. Lafadz
“ذوى” adalah dibaca I’rob nashob dengan tanda nashob Yaa  karena Jamak Mudzakar Salim.
 
9.    NADZAM KEDUA BELAS

 وَجَـائِزٌ فِي حَـقِّهِمْ مِنْ عَرَضِ * بِغَيْـرِ نَقْصٍ كَخَـفِيْفِ الْمَرَضِ

[12] Boleh (jaiz) bagi para nabi dan rasul memiliki sifat A’rod al- Basyariah yang tidak sampai mengurangi  derajat  luhur  mereka, seperti sakit ringan.

a.    Sifat Jaiz Bagi Rasul

Maksud nadzom di atas adalah bahwa diwajibkan bagi setiap mukallaf meyakini bahwa sifat jaiz (boleh) bagi para rasul dan nabi adalah A’rodhul Basyariah atau sifat-sifat yang umum dimiliki manusia biasa, sekiranya sifat- sifat tersebut tidak mengurangi derajat mereka yang luhur, seperti sakit ringan, makan, minum, menjual dan membeli, berpergian, berperang, terluka, menikah, masuk ke pasar, tidur mata bukan tidur hati, dan keluar sperma karena kantong sperma yang penuh, bukan keluar sperma karena mimpi basah karena mimpi basah termasuk permainan setan sedangkan setan tidak memiliki kesempatan mengganggu mereka.

Dalil bolehnya para nabi dan rasul memiliki sifat A’rodhul Basyariah adalah berdasarkan bukti melihat secara langsung  karena orang-orang yang menemui mereka melihat secara nyata  dan  langsung  bahwa  para  nabi dan rasul memiliki sifat A’rodhul Basyariah. Sedangkan orang-orang yang belum pernah melihat mereka secara langsung maka dapat mengetahui bahwa para nabi dan rasul memiliki sifat A’rodhul  Basyariah adalah berdasarkan hadis yang mutawatir.

Adapun sifat A’rodh yang mustahil atau muhal bagi para nabi dan rasul adalah seperti terserang penyakit kusta, lepra, impotensi, berkulit hitam, tuli, buta, bisu, lumpuh, pincang, buta sebelah,  gagap  dalam  berbicara,  yang berbalik kelopak matanya (Jawa: kero), sumbing, dan, ompong. Dan setiap sifat hina adalah mustahil bagi mereka karena sifat-sifat tersebut mengurangi derajat luhur mereka.

Lafadz “اﻟﻠﻜﻨﺔ” berarti sifat sulit berbicara atau gagap. Lafadz “ﺷﺘﺮ” dengan huruf Syin yang bertitik tiga dan huruf Taa yang bertitik dua berarti terbaliknya kelopak mata. Lafadz “ﺷﺮم” dengan huruf Syin dan huruf Roo berarti terbelahnya hidung. Lafadz “ﺛﺮم” dengan huruf Tsaa dan Roo berarti ompong pada gigi bagian depan.
Perkataan kami “اﻷﻋﺮاض” yang berarti tabiat mengecualikan sifat-sifat Allah, Subhaanahu Wa Ta’aala. Oleh karena itu para nabi dan rasul tidak boleh memiliki sifat-sifat Allah. Berbeda dengan kaum Nasrani, mereka mensifati Nabi Isa dengan sifat-sifat Allah. Perkataan “اﻟﺒﺸﺮﯾﺔ” yang berarti bersifat    seperti    manusia, mengecualikan sifat-sifat malaikat. Oleh karena itu para nabi dan rasul tidak boleh memiliki sifat-sifat malaikat. Perkataan kami “ إﻟﻰ ﺗﺆدى ﻻ اﻟﺘﻰ dan rasul, mengecualikan tabiat-tabiat manusia yang sampai menurunkan derajat luhur para nabi dan rasul. Berbeda dengan kaum Yahudi  yang mensifati Nabi Daud dengan sifat iri.

Kesimpulannya adalah bahwa kaum Nasrani telah melewati batas hukum sehingga mereka mensifati Nabi Isa, ‘Alaihi as’Salaam, dengan sifat-sifat ketuhanan. Kaum Yahudi telah berbuat sembrono sehingga mereka mensifati para rasul dengan sifat-sifat yang dapat mengurangi derajat luhur mereka. Sedangkan umat Muhammad tidak melewati batas dan juga tidak sembrono, atau dengan kata lain, umat Muhammad    telah    mengambil keputusan tengah-tengah.

b.    Nabi Harus Laki-laki Merdeka


Ketahuilah sesungguhnya tidak ada nabi yang perempuan atau budak. Adapun pendapat yang mengatakan tentang sifat kenabian pada 6 (enam) perempuan adalah pendapat yang Marjuh. 6 (enam) perempuan tersebut adalah Maryam, Asiah, Hawa, Ibu Nabi Musa yang bernama Yuhanadz, Hajar dan Sarah. Adapun Lukman bukanlah termasuk nabi karena ia  dulunya adalah seorang budak, kemudian dimerdekakan. Akan tetapi Lukman adalah murid para nabi karena ada riwayat bahwa Lukman berguru kepada 1000 nabi, seperti yang dikatakan oleh Iwadh al-Ghomrowi.
 
Tidak ada nabi yang perempuan, budak, orang gila, dan orang yang memiliki anggota tubuh yang rusak atau orang yang gila.
 
Lukman dan Dzul Qornain adalah termasuk orang-orang yang takwa. Keduanya bukanlah termasuk nabi menurut para ulama.

Perkataan “ﺧﺒﻼ” adalah dengan Binak Majhul yang berarti orang yang rusak anggota tubuhnya atau orang yang hilang akalnya. Perkataan “اﻷﻧﺎم ﻓﻰ” berarti menurut para ulama.

c.    I’rob Nadzom
 
[TANBIH] Perkataan Syeh Ahmad    al-Marzuki,    “ﺟﺎﺋﺰ” berkedudukan      sebagai      Mubtadak.
 
Lafadz “ﺣﻘﮭﻢ ﻓﻰ” memiliki hubungan ta’alluk dengan lafadz yang terbuang yang menjadi sifat bagi lafadz “ﺟﺎﺋﺰ”, seperti perkataan Ibnu Malik dalam kitab al-Khulashoh, “ﻋﻨﺪﻧﺎ اﻟﻜﺮام ﻣﻦ ورﺟﻞ”. Lafadz “ﻋﺮض ﻣﻦ” adalah khobar lafadz “ﺟﺎﺋﺰ” dimana lafadz “ﻣﻦ” memiliki arti “ﺑﻌﺾ” atau sebagian. Arti demikian ini lebih mendekati madzhab az- Zamahsyari yang menjadikan huruf “ﻣﻦ” yang berarti sebagian sebagai kalimah Isim yang berarti “ﺑﻌﺾ” yang berarti sebagian. Arti demikian ini adalah lebih baik dilihat dari segi artinya.

Memungkinkan juga lafadz “ ﻣﻦ ﻋﺮض”    berkedudukan    sebagai Mubtadak, seperti Firman  Allah Ta’aala, “أﺳﺎور ﻣﻦ ﻓﯿﮭﺎ ﯾﺤﻠﻮن”. Lafadz “ ﻓﻰ ﺣﻘﮭﻢ” boleh memiliki hubungan atau Ta’alluk dengan lafadz “ﺟﺎﺋﺰ”. Dengan demikian lafadz “ﺟﺎﺋﺰ” adalah Mubtadak Nakiroh yang tidak disandarkan pada Nafi   atau   Istifham   dan   juga   tidak
 
ditakhsis dengan sifat. Struktur kalam seperti ini hukumnya adalah jarang atau  sedikit.   Berbeda   dengan  Imam
Akhfasy dan ulama Kufah yang memperbolehkan struktur kalam seperti itu tanpa menganggapnya sebagai struktur kalam yang jelek. Adapun ulama-ulama Bashroh melarangnya.

10.    NAZHAM KETIGA BELAS


 عِصْـمَـتُهُمْ كَسَائِرِ الْمَلاَئِكَهْ * وَاجِـبَـةٌ وَفَاضَلُوا الْمَـلاَئِكَهْ

[13] Ishmah pada para nabi dan rasul, seperti ishmah pada para malaikat, ** adalah hal yang wajib.
Para nabi dan rasul mengungguli para malaikat.

a.    Ishmah Bagi Para Rasul
Maksud nadzom di atas adalah bahwa diwajibkan bagi setiap mukallaf untuk meyakini bahwa ishmah (penjagaan) wajib ada bagi  seluruh nabi dan rasul sebagaimana ishmah itu wajib ada bagi seluruh malaikat ‘alaihim as-sholatu wa as-salaamu.
Ishmah menurut bahasa berarti penjagaan. Sedangkan menurut istilah, ishmah berarti penjagaan Allah kepada para nabi dan rasul dari dosa serta kemustahilan terjadinya dosa dari mereka.

b.    Tingkatan Keunggulan Makhluk 

Perkataan Syeh Ahmad Marzuki “اﻟﻤﻼﺋﻜﺔ وﻓﺎﺿﻠﻮا” berarti bahwa sesungguhnya   para   nabi   dan   rasul
adalah lebih utama  atau unggul daripada para malaikat. Yang paling unggul dari kalangan para nabi dan rasul adalah Nabi Kita, Muhammad, shollallahu ‘alaihi wa sallama. Kemudian setelah beliau adalah Nabi Ibrahim, kemudian Nabi Musa, kemudian   Nabi   Isa,   kemudian   Nabi Nuh. Mereka semua adalah para nabi yang mendapat julukan Ulul Azmi yang berarti bahwa mereka adalah para nabi yang menanggung kesabaran besar dan beban yang berat. Diwajibkan bagi mukallaf mengetahui urutan tingkatan keunggulan mereka, seperti yang telah disebutkan. Nabi Adam bukanlah termasuk para nabi yang berjuluk Ulul Azmi karena Firman Allah, “Dan Kami tidak mendapati kesabaran dari diri Adam.” (QS. Thoha: 115)

Urutan keunggulan berikutnya setelah Ulul Azmi adalah para rasul lain, kemudian para nabi yang tidak diangkat sebagai rasul. Mereka memiliki tingkat keunggulan yang berbeda-beda di sisi Allah.
Setelah mereka adalah malaikat- malaikat pemimpin, seperti Malaikat Jibril, Para Malaikat Hamalatul Arsy (penggotong Arsy). Saat ini, para malaikat Hamalatul ‘Arsy ada 4 (empat) malaikat. Kemudian ketika Hari Kiamat telah datang maka Allah akan menguatkan mereka berempat dengan 4 (empat) malaikat lain. Allah berfirman, “Pada hari itu delapan malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas kepala mereka.” (QS. Al-Khaaqo: 17). Dan seperti para malaikat Karubiyun. Mereka adalah para malaikat yang mengelilingi ‘Arsy dan memutar-mutarinya. Mereka disebut dengan Karubiyun karena mereka adalah para malaikat yang terus- menerus berdoa agar karbu (kesusahan) umat dihilangkan. Ada yang mengatakan  bahwa alasan mengapa mereka disebut Karubiyun adalah tidak seperti alasan yang telah disebutkan.

Setelah mereka adalah para wali dari kalangan manusia selain para nabi, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan para sahabat lain karena sabda Rasulullah, “Sesungguhnya Allah telah memilih para sahabatku lebih unggul daripada sekalian alam ini kecuali para nabi dan para rasul.”
Setelah para  wali dari kalangan manusia adalah para malaikat umumnya, kemudian para manusia umumnya. Demikian ini adalah urutan yang dikatakan oleh sebagian para ulama. Akan tetapi  Syeh Tajuddin as- Subki berkata, “Mengunggulkan manusia dibanding malaikat adalah termasuk hal yang tidak wajib diyakini dan tidak bahaya jika tidak diketahui. Jawaban yang selamat adalah diam tidak membahas masalah ini. Masuk dalam bahasan mengunggulkan antara dua golongan, yaitu manusia dan malaikat, tanpa adanya dalil yang pasti termasuk masuk dalam bahaya yang besar dan masuk dalam memberikan hukum tentang permasalahan yang kita bukanlah ahli dalam menghukuminya.”[]
 

LihatTutupKomentar