Terjemah Mabadiul Fiqhiyyah Juz 3
Nama kitab: Terjemah Mabadiul Fiqhiyyah Juz 3, Mabadi Fiqih , Al-Mabadi' al-Fiqhiyyah, Fiqh Asasi, Permulaan Fiqih, Fikih Junior
Judul kitab asal: Al-Mabadi' al-Fiqhiyyah ala Madzhab al-Imam al-Syafi'i (المبادئ الفقهية علي مذهب الإمام الشافعي) atau al-Mabadi' (المبادئ)
Nama penulis: Umar Abdul Jabbar ( عمرعبد الجبار)
Lahir: tahun 1320 H/ 1902 M atau tahun 1318 H/1900 M.
Tempat lahir: Makkah Al-Mukarramah
Wafat: tahun 1391 H pada usia 65 tahun. Dimakamkan di Jannatul Ma’la Makkah al-Mukaromah.
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i
Syarah kitab: matan kitab
Daftar isi
- Pokok-Pokok Dasar Islam
- Download pdf
- Kembali ke: Terjemah Mabadi Fiqih
Pokok-Pokok Dasar Islam
أُصُوْلُ الإسْلاَم
الإسلاَمُ هُوَ: الانقِيَادُ لِمَا جَاءَ بِه
النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّم بِاتِّبَاعِ الأوَامِرِ
وَاجتِنَابِ النَّوَاهي
Islam ialah mematuhi apapun yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW. Dengan jalan mengikuti segala perintahnya serta menjauhi
semua larangannya.
أُصُوْلُ الإسْلامِ أرْبَعَةٌ: القُرْآنُ
وَالحَدِيْثُ والإجْمَاعُ وَالقِيَاسُ
Pokok-pokok dasar islam itu
ada empat yaitu: Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
القُرْآنُ
هُوَ: كِتابُ اللهِ المُنَزَّلُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإصْلَاحِ النَّاسِ فِي دِيْنِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ
وَآخِرَتِهِمْ
Al-Qur’an ialah kitab Allah SWT. Yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk membimbing umat manusia dalam beragama, dunia
dan akhiratnya.
الحَدِيْثُ هُوَ: أقْوَالُ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأعْمَالُهُ الَّتِي بَيَّنَتْ أحْكَامَ الإسْلَام
وَأرْشَدَتْ النّاسَ إلِيْهَا
Hadits ialah sabda-sabda Nabi Muhammad
SAW. Serta perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Nabi, yang dapat
menjelaskan hukum-hukum islam serta memberi petunjuk kepada seluruh manusia
mengenai hukum-hukum islam.
الإجْمَاعُ هُوَ: اتِّفاقُ مُجْتَهِدِي
الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا مُحمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ فِي
عَصْرٍ مِنَ الأعْصَرِ عَلَى أيِّ أَمْرٍ كَانَ
Ijma’ ialah
kesepakatan para ahli ijtihat umat islam, sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Dalam menghadapi permasalahan yang berkenaan dengan apapun juga.
القِياسُ
هُوَ: تَطْبِيْقُ أَمْرٍ لَمْ يُوْجَدْ لَهُ دَلِيْلٌ عَلَى نَظِيْرِهِ
لِاْشتِراكِهِمَا في عِلَّةِ الحُكْمِ
Qiyas ialah menyesuaikan suatu
permasalahan yang tidak terdapat dalilnya atas permasalahan yang menyamainya,
yang mana kedua permasalahan itu bersesuaian mengenai sebab hukumnya.
Hukum-Hukum
Islam
أحْكَامُ الإسْلَامِ
أَحْكَامُ الإسْلَامِ خَمْسَةٌ: الفَرْضُ
وَالسُّنَّةُ وَالحَرَامُ وَالْمَكْرُوْهُ والْمُبَاحُ
Hukum-hukum
islam itu ada lima yaitu: Fardhu, Sunnah, Haram, Makruh dan Mubah.
الفَرْضُ:
هُوَ مَا يُثَابُ فَاعِلُهُ وَيُعاقَبُ تَارِكُهُ (وَهُوَ وَالواجِبُ بِمَعْنَى
وَاحِدٍ إلَّا في بَابِ الحَجِّ
Fardhu ialah suatu bentuk amal yang
diberikan pahala bagi siapa yang melakukan, dan disiksa bagi siapa yang
meninggalkan. (Fardhu dan Wajib mempunyai satu makna kecuali dalam hal ibadah
haji).
السُّنَّةُ هُوَ: مَا يُثَابُ فَاعِلُهَا وَلَا يُعَاقَبُ
تَارُكُهَا. وَهِيَ وَالمَنْدُوْبُ وَالمُسْتَحَبُّ بِمَعْنى وَاحِدٍ
Sunnah
ialah suatu bentuk amal yang diberikan pahala bagi siapa yang melakukan, dan
tidak disiksa bagi siapa yang meninggalkan. (Sunnah, Mandub dan Mustahab
itu mempunyai satu arti).
الحَرَامُ هُوَ: مَا يُثَابُ
تَارِكُهُ ويُعَاقبُ فَاعِلُهُ
Haram ialah suatu bentuk amal yang
diberikan pahala bagi siapa yang meninggalkan, dan disiksa bagi siapa yang
melakukan.
المَكْرُوْهُ هُوَ: مَا يُثَابُ تَارِكُهُ وَلَا يُعاقَبُ
فَاعِلُهُ
Makruh ialah suatu bentuk amal yang diberikan pahala bagi
siapa yang meninggalkan, dan tidak disiksa bagi siapa yang melakukan.
المُبَاحُ
هُوَ: مَا لَا يُثَابُ فَاعِلُهُ وَلا يُعَاقَبُ تَارِكُهُ
Mubah
ialah suatu bentuk amal yang tidak diberikan pahala bagi siapa yang melakukan,
dan tidak pula disiksa bagi siapa yang meninggalkan.
أقْسامُ
الفَرْضِ: الفَرْضُ قِسْمَانِ: فَرْضُ عَيْنٍ وَفَرْضُ كِفَايَةٍ
Pembagian
Fardhu, Fardhu itu ada dua bagian, yaitu: Fardhu ’Ain dan Fardhu kifayah.
فَرْضُ
العَيْنِ هُوَ: الوَاجِبُ عَلَى كُلِّ مُكَلَّفٍ فِعْلُهُ وَإذَا فَعَلَهُ
البَعْضُ لَا يَسْقُطُ عَنِ البَاقِيْنَ
Fardhu ’Ain ialah sesuatu
yang diwajibkan atas setiap pribadi orang mukallaf untuk melakukannya, dan
tidak dapat gugur kewajibannya walaupun orang lain sudah melakukannya.
فَرْضُ
الكِفَايَةِ هُوَ: الوَاجِبُ فِعْلُهُ عَلَى جَمِيْعِ المُكَلَّفِيْنَ وَلَكِنْ
إذَا فَعَلَهُ بَعْضُهُمْ سَقَطَ عَنِ البَاقِيْنَ كَصَلَاةِ الجَنَازَةِ
Fardhu
Kifayah ialah sesuatu yang diwajibkan atas seluruh orang mukallaf untuk
melakukannya, tetapi apabilah sebagian orang telah melakukan, maka gugurlah
kewajiban atas orang lain. Seperti: sholat jenazah.
المُكَلَّفُ
هُوَ: البَالِغُ العَاقِلُ
Mukallaf adalah orang yang sudah dewasa
(baligh) serta berakal sempurna (tidak gila)
Bersuci
الطَّهَارَةُ
الطَّهَارَةُ هِيَ: فِعْلُ مَا لَا
تَصِحُّ الصَّلَاةُ إلَّا بِهِ
Thoharoh ialah mengerjakan sesuatu
yang tidak sah sholat seseorang kecuali dengan melakukan bersuci.
وَهِيَ
نَوْعَانِ طَهَارَةٌ مِنَ الحَدَثِ وَطَهَارَةٌ مِنَ الخَبَثِ
Thoharoh
itu ada dua macam yaitu: Thoharoh dari hadats dan Thoharoh dari kotoran.
الطَّهَارَةُ
مِنَ الحَدَثِ هِيَ: الوُضُوْءُ والغُسْلُ والتَّيَمُّمُ بَدَلًا مِنْهُمَا
Thoharoh
dari hadats ialah bersuci dengan cara berwudhu’, mandi dan tayamum (pengganti
wudhu dan mandi).
الطَّهَارَةُ مِنَ الخَبَثِ هِيَ: الاسْتِنْجَاءُ
وإزَالَةِ النَّجَاسَةِ عَنِ البَدَنِ وَالثَوْبِ وَالمَكَانِ
Thoharoh
dari kotoran ialah bersuci dengan cara istinja’ (sesudah buang air kecil atau
air besar), dan menghilangkan najis dari tubuh, pakaian serta tempat.
أَنْوَاعُ
المُطَهِّرَاتِ أرْبَعَةٌ: المَاءُ وَالتُّرَابُ وَالحَجَرُ وَالدَبْغُ
Macam-macam
benda yang dapat mensucikan itu ada empat, yaitu: air, debu, batu dan menyamak
(untuk kulit binantang).
أقْسَامُ المِيَاهِ ثَلَاثَةٌ: طَاهِرٌ
مُطَهِّرٌ طَاهِرٌ غَيْرُ مُطَهِّرٍ مَاءٌ مُتَنَجِّسٌ
Pembagian air itu
ada tiga, yaitu: 1. Air yang suci yang dapat mensucikan, 2. Air yang suci yang
tidak dapat mensucikan, 3. Air yang terkena najis.
الْمَاءُ
الطَّاهِرُ المُطَهِّرُ هُوَ: كُلُّ مَا نَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أوْ نَبَعَ مِنَ
الأرْضِ وَلَمْ يَتَغَيَّرْ بَعْضُ أوْصافِهِ بِمَا يُغَيِّرُ طَهُوْرِيَّتَهُ
Air
yang suci yang dapat mensucikan yaitu: semua air yang berasal dari langit atau
yang bersumber dari bumi, dan tidak merubah sifat-sifatnya dengan sebab adanya
benda yang dapat merubah kesucian air tersebut.
كَمَاءِ السَّمَاءِ
وَمَاءِ البَحْرِ وَمَاءِ المَطَرِ وَمَاءَِ النَّهْرِ وَمَاءِ الثَّلْجِ وَمَاءِ
البَرْدِ
Seperti: air hujan, air laut, air sungai, air es dan
air embun.
المَاءُ المُتَغَيِّرُ البَاقِي عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ،
هُوَ مَا تَغَيَّرَتْ بَعْضُ أوْصَافِهِ أوْ كُلُّهَا بِمَا لَا يُغَيِّرُ
طَهُوْرِيَّتَهُ
Air yang berubah tapi masih tetap suci, yaitu: air
yang sebagian atau seluruh sifat-sifatnya berubah disebabkan adanya sesuatu,
namun tidak dapat merubah kesuciannya.
وَهُوَ خَمْسَةُ أَنْوَاعٍ
Air seperti ini ada lima macam
الماءُ
المُتَغَيِّرُ بِطُوْلِ مُكْثِهِ أوْ بِمَا تَوَلَّدَ فِيْهِ مِنْ سَمَكٍ أوْ
طُحْلَبٍ
Air yang berubah disebabkan karena lama didiamkan atau
disebabkan adanya sesuatu yang timbul dari dalam air itu, baik dikarenakan
ikan atau lumut
المَاءُ المُتَغَيِّرُ بِمَا اسْتَقَرَّ فِي
مَحَلِّهِ أوْ مَمَرِّهِ كتُرَابٍ أوْ نُوْرَةٍ أوْ مِلْحٍ
Air yang
berubah disebabkan karena sesuatu yang menetap ditempat air itu atau ditempat
mengalirnya air itu. Seperti kejatuhan debu, kapur barus atau garam
المَاءُ
المُتَغَيِّرُ بِمَا يَعْسُرُ الاحْتِرَازُ مِنْهُ كَوَرَقِ الشَّجَرِ الَّتِي
تُلْقِيْهِ الرِّيَاحُ
Air yang berubah disebabkan karena adanya
sesuatu yang menjatuhi air dan sulit untuk menghindarinya. Seperti: dedaunan
pohon yang jatuh dikarenakan tiupan Angin
المَاءُ المُتَغَيِّرُ
بِمَا طُلِيَ بِهِ إنَاؤُهُ كَقَطْرَانٍ
Air yang berubah disebabkan
karena tempat air itu diberi lapisan cat
المَاءُ المُتَغَيِّرُ
بِمَا يُجَاوِرُهُ كَجِيْفَةٍ بِشَاطِئِ المَاءِ تَغَيَّرَ المَاءُ بِرِيْحِهَا
الّذِي حَمَلَهُ الهَوَاءُ إلَيْهِ
Air yang berubah disebabkan
karena sesuatu yang berdekatan dengan air itu. Seperti: bangkai yang berada
ditepi air, sehingga air itu berubah karena bau bangkai yang dibawa oleh
angin,
أوْ بِمَا لَا يُمْكِنُ فَصْلُهُ مِنَ المَاءِ كَزَيْتٍ أوْ
شَحْمٍ
Atau karena adanya sesuatu yang bercampur dan tidak dapat
dipisahkan seperti minyak dan gajih.
الْمَاءُ الطَّاهِرُ غَيْرُ
المُطَهِّرِ ثَلَاثَةُ أنْوَاعٍ: (1) المَاءُ المُتَغَيِّرُ كَثِيْرًا
بِمُخَالَطَةِ طَاهِرٍ يَسْتَغْنِى عَنْهُ المَاءُ وَلَمْ يَكُنْ مُجَاوِرًا لَهُ
كَسُكَرٍ وَعَسَلٍ. (2) المَاءُ القَلِيْلُ وَالمُسْتَعْمَلُ لِرَفْعِ حَدَثٍ أوْ
إزَالَةِ نَجْسٍ. (3) المَاءُ المُسْتَخْرَجُ مِنْ نَبَاتِ الأرْضِ بِعَصْرٍ أوْ
طَبْخٍ أوْ نَحْوِهِ كَمَاءِ الوَرَدِ وَمَاءِ النَّارَجِيْلِ.
Air
yang suci yang tidak dapat mensucikan itu ada tiga macam, yaitu:
Air yang banyak yang berubah karena bercampur
dengan benda suci yang tidak diperlukan oleh air itu dan tidak pula berdekatan
dengan air tersebut. Seperti gula dan madu.
Air yang
hanya sedikit yang mustakmal (air yang habis dipakai untuk bersuci), yang
dipakai untuk menghilangkan hadats atau menghilangkan najis.
Air yang dikeluarkan dari hasil tanaman dengan cara
diperas atau di masak atau dengan cara lain. Seperti: air bungah mawar dan air
kelapa.
الماءُ المُتَنَجِّسُ نَوْعَانِ
مَا
وَقَعَتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ غَيَّرَتْ أَحَدَ أوْصَافِهِ قَلِيْلًا كَانَ أوْ
كَثِيْرًا
الماءُ القَلِيْلُ إذَا وَقَعَتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ وَإنْ
لَمْ يَتَغَيَّرْ أحَدُ أوْصَافِهِ
Air yang terkena najis itu ada
dua macam, yaitu:
Air yang kejatuhan najis
didalamnya dan merubah salah satu sifat-sifatnya baik air itu sedikit maupun
banyak.
Air yang hanya sedikit yang kejatuhan najis
didalamnya, walaupun tidak merubah salah satu dari sifat-sifatnya.
Najis النَّجَاسَاتُ
أسئلة: كم نوعا
النجاسات؟ ما النجاسة المغلظة؟ كيف تطهر؟ ما النجاسة المخففة؟ كيف تطهر؟ كم نوعا
النجاسة المتوسطة؟ ما النجاسة الحكمية؟ كيف تطهر؟ ما النجاسة العينية؟ كيف تطهر؟
كيف تطهر الخمر؟ كيف تطهر جلد الميتة؟
النَّجَاسَاتُ ثَلَاثَةُ
أنْوَاعٍ: مُغَلَّظَةٌ وَمُخَفَّفَةٌ وَمُتَوَسِّطَةٌ
Najis-najis itu
ada 3 macam, yaitu:
Mughalladhah (Najis yang
berat),
Mukhaffafah (Najis yang ringan),
Mutawassithah (Najis pertengahan).
النَّجَاسَةُ المُغَلَّظَةُ
هِيَ: نَجَاسَةُ الكَلْبِ وَالخِنْزِيْرِ وَلُعَابِهِمَا وَمَخَاطِهِمَا
وَعَرَقِهِمَا وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أحَدِهِمَا وَلَوْ مَعَ
حَيَوَانٍ طَاهِرٍ
Yang termasuk najis mughalladhah, yaitu: Najisnya
anjing dan babi, termasuk pula air liur, ingus dan keringatnya, demikian hasil
penyilangan yang dilahirkan oleh kedua hewan tersebut, sekalipun penyilangan
itu dengan binantang yang suci. Misalnya: anjing atau babi yang dikawinkan
dengan kambing, lalu melahirkan anak, maka anak hasil perkawinan itu termasuk
najis mughalladhah juga.
طَهَارَةُ النَّجَاسَةُ المُغَلَّظَةِ:
يُغْسَلُ مَوْضِعُهَا سَبْعَ مَرَّاتٍ بِمَاءٍ طَهُوْرٍ إحْدَاهُنَّ بِتُرَابٍ
طَهُوْرٍ بَعْدَ زَوَالِ عَيْنِ النَّجَاسَةِ
Cara mensucikan najis
mughalladhah, yaitu: Dengan membasuh tempat yang terkena najis sebanyak 7 kali
siraman, yang mana salah satunya dicampur dengan debu (tanah) yang suci sampai
tidak nampak lagi najisnya.
النَّجَاسَةُ المُخَفَّفَّةُ هِيَ:
بَوْلُ الصَّبِيِّ الَّذِي لَمْ يَتَغَذَّ إلَّا بِاللَّبَنِ وَلَمْ يَبْلُغْ
الحَوْلَيْنِ
Yang termasuk najis mukhaffafah, yaitu: Air kencing
balita yang belum kemasukan makanan selain air susu dan belum mencapai usia 2
tahun.
طَهَارَةُ النَّجَاسَةِ المُخَفَّفَةِ: يُرَشُّ عَلَى
مَحَلِّهَا مَاءٌ حَتَّى يَبْتَلَّ
Cara mensucikan najis
mukhaffafah, yaitu: Cukup dengan memercikkan air diatas tempat yang terkena
najis hingga tempat itu menjadi basah.
النَّجَاسَةُ المُتَوَسِّطَةُ
نَوْعَانِ: حُكْمِيَّةٌ وَعَيْنٍيَّةٌ
Najis mutawassithah itu ada 2
macam, yaitu:
Hukmiyyah (Segi hukumnya)
’Ainiyyah (Segi kenyataannya).
النَّجَاسَةُ
الحُكْمِيَّةُ هِيَ: الَّتِي لَيْسَ لَهَا جِرْمٌ وَلَا طَعْمٌ وَلَا لَوْنٌ
وَلَا رِيْحٌ كَبَوْلِ غَيْرِ الصَّبِيِّ إذَا جَفَّ وَلَمْ تَظْهَرْ لَهُ
صِفَةٌ
Najis Hukmiyyah ialah najis yang tidak nampak kenyataannya,
tidak ada rasanya, warna dan baunya. Seperti: Air kencing selain kencingnya
anak kecil yang apabilah air kencingnya telah mengering yang sifatnya sudah
hilang sama sekali.
طَهَارَةُ النَّجَاسَةِ الحُكْمِيَّةِ: تَطْهُرُ بِغُسْلِهَا
بِالمَاءِ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً
Cara mensucikan najis hukmiyyah,
yaitu: Cukup membasuh dengan air walaupun hanya dengan satu kali siraman
saja.
النَّجَاسَةُ العَيْنِيَّةُ هِيَ: الَّتِي لَهَا جِرْمٌ أوْ
طَعْمٌ أوْ لَوْنٌ أوْ رِيْحٌ كَالغَائِطِ وَالرَّوْثِ والدَّمِ وَالقَيْحِ
وَالقَيْءِ وَالمُسْكِرِ المَائِعِ وَالمَذِيِّ والوَدِيِّ وَالمَيْتَةُ
بِجَمِيْعِ أجْزَائِهَا (إلَّا مَيْتَةَ الأدَمِيِّ وَالسَّمَكِ وَالجَرَادِ)
وَلَبَنِ حَيٍّ لَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ (غَيْرَ الأدَمِيِّ) وَالجُزْءِ
المُنْفَصِلِ مِنَ الحَيَوَانِ الحَيِّ (غَيْرَ الأدَمِيِّ وَالسَّمَكِ
وَالجَرَادِ)
Najis ’Ainiyyah ialah najis yang nampak kenyataannya
atau rasanya, warna serta baunya. Seperti: Kotoran manusia, benda cair yang
memabukkan, air madzi, air wadi, bangkai beserta seluruh bagian-bagiannya
(kecuali mayat manusia, bangkai ikan, bangkai belalang), susu binantang hidup
yang dagingnya haram dimakan (selain susu manusia) dan anggota yang terpisah
dari binantang yang hidup (selain anggota yang berasal dari manusia, ikan,
belalang).
طَهَارَةُ النَّجَاسَةِ العَيْنِيَّةِ: يُغْسَلُ
مَحَلُّهَا بِالمَاءِ حَتَّى يَزُوْلَ طَعْمُ النَّجَاسَةِ وَرِيْحُهَا
وَلَوْنُهَا، وَلَا يَضُرُّ بَقَاءُ الطَّعْمِ وَحْدِهِ أوِ الرِّيْحِ
وَالَّلوْنِ مَعًا عَسُرَ ذَلِكَ
Cara mensucikan najis ’Ainiyyah,
yaitu: Dengan membasuh tempat yang terkena najis dengan air sampai hilangnya
rasa, bau dan warnanya, tetapi tidak mengapa kalau yang tertinggal hanya rasa
dan warna yang merupakan noda yang sulit dihilangkan.
طَهَارَةُ
الخَمْرِ: تَطْهُرُ الخَمْرُ إذَا صَارَتْ خَلًّا بِنَفْسِهَا
Cara
mensucikan Khamar (tuak, arak atau minuman keras lainnya), yaitu: dapat
menjadi suci apabilah sudah berubah menjadi cukak dengan sendirinya (tidak
karena diolah atau diberi campuran obat agar bisa menjadi cukak, kalau
perubahan itu karena diolah atau dicampur dengan sesuatu, maka khamar itu
tetap nijis).
طَهَارَةُ جِلْدِ المَيْتَةِ: يَطْهُرُ جِلْدُ
المَيْتَةِ بِالدَّبْغِ إلَّا جِلْدَ مَيْتَةِ الكَلْبِ وَالخِنْزِيْرِ وَمَا
تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أحَدِهِمَا مَعَ حَيَوَانٍ طَاهِرٍ
Cara
mensucikan kulit bangkai dengan cara disamak, kecuali kulit anjing, babi dan
binantang hasil perkawinan dari kedua binantang itu, walaupun dikawinkan
dengan binantang yang suci.
Cebok
الاسْتِنْجَاءُ
أسئلة: ما الاستنجاء؟
ما كيفيته؟ ما شروط الاستنجاء بالحجر؟ ما سنن الاستنجاء؟ ما مكروهاته؟
الاِستِنْجَاءُ
هُوَ: إزَالَةُ مَا تَلَوَّثَ بِهِ المَخْرَجُ بِمَاءٍ أوْ حَجَرٍ أوْ
نَحْوِهِ
Istinja’(Cebok) ialah menghilangkan kotoran dari tempat
keluarnya dengan air atau batu atau yang lainnya.
كَيْفِيَةِ
الاسْتِنْجَاءِ: يُمْسَحُ الخَارِجُ بِثَلَاثَةِ أحْجَارٍ حَتَّى يَزُوْلَ عَيْنُ
النَّجَاسَةِ ثُمَّ يُغْسَلُ بِالمَاءِ لِيَزُوْلَ أثَرُ النَّجَاسَةِ،
وَيَجُوْزُ الاقتِصَارُ عَلَى أحَدِهِمَا، وَالمَاءُ أفْضَلُ
Cara
beristinja’ yaitu: apapun yang keluar dari qubul dan dubur, diusap dengan tiga
buah batu sehingga hilanglah najisnya lalu basuhlah dengan air untuk
menghilangkan bekas-bekas yang dapat dilihat dari najis itu. Dan boleh hanya
menggunakan batu saja atau air saja, tapi lebih utama menggunakan air.
شُرُوْطُ
الاسْتِنْجَاءِ بِالحَجَرَ
أنْ لَا يَجِفَّ النَّجَسُ وَلَا
يَنْتَقِلَ
أنْ لَا يَخْتَلِطَ بِنَجَسٍ آخَرَ
أنْ لَا
يَتَجَاوَزَ المَخْرَجَ
أنْ يَكُوْنَ الحَجَرُ أوْ مَا يَقُوْمُ
مَقَامَهُ جَافًّا طَاهِرًا قَالِعًا للنَّجَاسَةِ
Syarat-syarat
beristinja’ dengan batu, yaitu:
Najis itu belum
sampai kering dan belum menjalar ke tempat lain (masih berada disekitar qubul
atau dubur),
Jangan sampai najis itu tercampur dengan
najis lainnya,
Najis itu tidak menjalar dari tempat
keluarnya semula,
Batu yang dipakai untuk beristinja’
itu batu yang kering yang suci dan mampu menghilangkan najis.
مَا
يَقُوْمُ مَقَامَ الحَجَرِ: يَقُوْمُ مَقَامَ الحَجَرِ كُلُّ جَامِدٍ طَاهِرٍ
غَيْرِ مُحْتَرَمٍ كَوَرَقٍ وَخَشَبٍ
Batu yang dipakai untuk
beristinja’ itu dapat diganti dengan benda lain yang sifatnya keras, suci,
tidak dihormati, Misalkan: kertas atau kayu.
سُنَنُ الاسْتِنْجَاءِ
تَقْدِيْمُ الرِّجْلِ اليُسْرَى عِنْدَ الدُّخُوْلِ وَاليُمْنَى
عِنْدَ الخُرُوْجِ
أنْ يَقُوْلَ المُسْتَنْجِي عِنْدَ دُخُوْلِهِ
(بِسْمِ اللهِ أعُوْذُ بِاللّهِ مِنَ الخَبَثِ والخَبَائِثِ) وَعِنْدَ خُرُوْجِهِ
(الحَمْدُ لله الَّذِي أذْهَبَ عَنِّي الأذَى وَعَافَانِي). أنْ يَبْتَعِدَ عَنْ
أعْيُنِ النَّاسِ حَتَّى لَا يَرَاهُ أحَدٌ وَلَا يَسْمَعَ صَوْتَ مَا يَخْرُجُ
مِنْهُ وَلَا يَشَمَّ رِيْحَهُ
أنْ يَسْتَنْجِيَ بِيِدِهِ اليُسْرَى
وأنْ يَغْسِلَهَا قَبْلَ الاسْتِنْجَاءِ وبَعْدَهُ
أنْ يَسْتَبْرَئَ
مِمَّا خَرَجَ مِنْهُ
Sunnah-sunnahnya beristinja’, antara lain:
Ketika masuk ke kamar mandi supaya mendahulukan
kaki kiri dan ketika keluar dengan mendahulukan kaki kanan.
Orang yang hendak beristinja’ ketika masuk terlebih
dulu mengucapkan: ”Bismillah a’udzu billahi minal khubutsi wal khobaaits”.
Artinya: ” Dengan nama Allah SWT. saya berlindung kepada Allah SWT. dari
godaan setan laki-laki dan setan perempuan”. Kemudian setelah keluar,
hendaknya mengucapkan: ”Alhamdulillahil ladzi adhaba ’annil adzaa wa’aafani”.
Artinya: ” Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menyingkirkan bahaya dan
menyehatkan tubuhku”.
Menjauh dari pandangan orang
atau ditempat yang tertutup yang tiada seorang pun dapat melihatnya, tidak
pula dapat mendengar bunyi dari apa yang dikeluarkan dan juga tidak tercium
baunya.
Melakukan istinja’ itu dengan tangan kiri dan
sebelum beristinja’ tangannya supaya dibasuh dan juga sesudahnya.
Apa yang dikeluarkan supaya benar-benar tuntas.
مَكْرُوْهَاتُ
الاسْتِنْجَاءِ
البَوْلُ فِي المَاءِ الكَثِيْرِ
حَمْلُ مَا
فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ
اسْتِقْبَالُ القِبْلَةِ أوِ اسْتِدْبَارُهَا
مُقَابَلَةُ
مَهَبِّ الرِّيْحِ
التَّكَلُّمُ لِغَيْرِ طَلَبِ مَا يُزِيْلُ بِهِ
النَّجَاسَةَ
البَصْقُ وَالتَّمَخُّطُ بِلَا حَاجَةٍ
رَفْعُ
البَصَرِ إلَى السَّمَاءِ
قَضَاءُ الحَاجَةِ تَحْتَ شَجَرَةٍ
مُثْمِرَةٍ أوْ ظِلٍّ تَجْتَمِعُ فِيْهِ النَّاسُ
Beberapa hal
yang dimakruhkan ketika beristinja’, yaitu:
Kencing didalam air yang tenang (air yang tidak mengalir),
Membawa sesuatu yang ada tulisannya “Allah SWT”,
Menghadap kearah kiblat atau membelakangi kiblat,
Menghadap kearah bertiupnya angin,
Berbicara selain
untuk hal yang diperlukan untuk menghilangkan najis,
Menengadah (mengankat) pandangan kearah langit,
Meludah dan beringus yang tidak ada keperluannya dalam beristinja’,
Kencing atau berak dibawah pohon yang berbuah atau
disuatu naungan yang digunakan orang banyak untuk berkumpul dan berteduh.
Wudlu' الوُضُوْءِ
أسئلة: كم شروط الوضوء؟
كم فروضه؟ كم سننه؟ كم مكروهاته؟ كم مبطلاته؟
شُرُوْطُ الوُضُوْءِ
خَمْسَةٌ
أنْ يَكُوْنَ المُتَوَضِّئُ مُسْلِمًا
أنْ
يَكُوْنَ مُمَيِّزًا
أنْ لَا يَكُوْنَ عَلَى أعْضَاءِ الوُضُوْءِ
حَائِلٌ يَمْنَعُ وُصُوْلَ المَاءِ البَشَرَةَ كَشَمْعٍ وَشَحْمٍ وَغَمْضِ عَيْنٍ
أنْ لَا يَعْتَقِدَ فَرْضًا مِنْ فُرُوْضِهِ سُنَّةً
Syarat-syaratnya
wudhu itu ada 5, yaitu:
Orang yang melakukan
wudhu’ itu adalah seorang islam,
Hendaknya ia seorang
yang mumayyiz,
Jangan sampai ada lapisan penghalang
yang mencegah sampainya air pada kulit, seperti: lapisan lilin, lemak, tahi
mata dll,
Agar orang yang berwudhu itu jangan sampai
menyangka apa yang difardhukan adalah sunnah,
Air
yang suci.
فَرَائِضُ الوُضُوْءِ سِتَّةٌ، وَهِيَ
النِّيَّةُ
عِنْدَ غَسْلِ أوَّلِ جُزْءٍ مِنَ الوَجْهِ
غَسْلُ الوَجْهِ مِنْ
مَنْبَتِ شَعْرِ الرَأْسِ إلَى مُنْتَهَى الذَّقَنِ وَمِنَ الأُذُنِ إلَى
الأُذُنِ
غَسْلُ اليَدَيْنِ مَعَ المِرْفَقَيْنِ وَمَا تَحْتَ
الأظَافِرِ الطَوِيْلَةِ الّتي تَسْتُرُ الأَنَامِلَ
مَسْحُ بَعْضَ
الرَّأْسِ وَإنْ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ شَعْرٌ، وَلَا يَكْفِي مَسْحُ شَعْرٍ طَالَ
عَنْ حَدِّ الرَّأسِ
غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ إلَى الكَعْبَيْنِ،
وَيَجِبُ غَسْلُ العَقِبَيْنِ وَشُقُوْقِهِمَا
التَّرْتِيْبُ بَيْنَ
الأعْضَاءِ الأرْبَعَةِ
Fardhu-fardhunya wudhu itu ada 6, yaitu:
Niat, ketika pertama kali membasuh pertama dari
wajah,
Membasuh muka, dari mulai tumbuhnya rambut
(atasnya kening) sampai ujung dagu, dari telinga yang satu sampai ke telinga
yang lain,
Membasuh kedua tangan sampai siku dan apa
yang menutupi kuku yang panjang (ujung-ujung jari di bawah kuku),
Mengusap sebagian kepala, sekalipun tidak ada rambut
yang tumbuh, dan tidak cukup dengan mengusap rambut yang panjangnya melebihi
batas kepala,
Membasuh dua kaki sampai matakaki, juga
wajib membasuh kedua tumit dan sela-sela kulit yang retak di bawah kedua
tumit,
Tertib (urut).
سُنَنُ الوُضُوْءِ
كَثِيْرَةٌ، مِنْهَا
التَّسْمِيَةُ
غَسْلُ الكَفَّيْنِ
قَبْلَ إدْخَالِهِمَا الإنَاءَ
السِوَاكُ
المَضْمَضَةُ
الاسْتِنْشَاقُ
مَسْحُ
جَمِيْعَ الرَّأْسِ
مَسْحُ الأُذُنَيْنِ ظَاهِرِهِمَا
وَبَاطِنِهِمَا
تَخْلِيْلُ أصَابِعِ اليَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ
تَخْلِيْلُ
اللِّحْيَةِ الكَثِيْفَةِ
تَحْرِيْكُ الخَاتَمِ
تَقْدِيْمُ
اليُمْنَى عَلَى اليُسْرَى
المُوَالَاةُ
التَّثْلِيْثُ
الدَّلْكُ
الدُّعَاءُ
بَعْدَهُ
Sunnah-sunnah wudhu’ itu banyak sekali, diantaranya:
Membaca basmallah,
Kedua telapak tangan dibasuh lebih dulu sebelum dimasukkan kedalam jading,
Bersiwak,
Berkumur,
Menghisab air kedalam hidung lalu dikeluarkan
kembali,
Mengusap seluruh kepala,
Mengusap kedua daun telinga baik bagian luar atau
bagian dalamnya,
Membasuh sela-sela kedua jari tangan
dan jari kaki,
Membasuh sela-sela jenggot yang lebat,
Menggerak-gerakkan cincin agar airnya merata ke
jari-jari,
Mendahulukan anggota yang kanan dari yang
kiri,
Serba tiga kali,
Secara berturut-turut jangan sampai dipisah antara fardhu yang satu dengan
fardhu yang lain,
Tidak hanya sekedar membasuh tetapi
disertai menggosok,
Membaca do’a setelah selesai
wudhu’.
مَكْرُوْهَاتُ الوُضُوْءِ أرْبَعَةٌ
الإسْرَافُ
فِي المَاءِ
الاستِعَانَةُ عَلَيْهِ بِآخَرَ، إلَّا لِعُذْرٍ
الزِّيَادَةُ عَلَى ثَلَاثٍ
تَنْشِيْفُ الأعْضَاءِ
Makruhnya
wudhu’ itu ada 4, yaitu:
Memakai air secara
berlebih-lebihan,
Minta bantuan orang lain kecuali
jika ada halangan,
Melebihi dari tiga kali,
Mengelapi (dengan handuk) bekas wudhu’nya agar cepat
kering.
مُبْطَلَاتُ الوُضُوْءِ أَرْبَعَةٌ
كُلُّ مَا
خَرَجَ مَنَ السَّبِيْلَيْنِ
زَوَالُ العَقْلِ بِسُكْرٍ أوْ مَرَضٍ
أوْ جُنُوْنٍ أوْ إغْمَاءٍ أوْ نَوْمٍ غَيْرِ مُمَكِّنٍ مَقْعَدَهُ مِنَ
الأرْضِ
لَمْسُ بَشَرَةِ امْرَأةٍ غَيْرِ مَحْرَمٍ بِغِيْرِ
حَائِلٍ
مَسُّ فَرْجِ آدَمِيٍّ بِبَاطِنِ الكَفِّ، لَا بِظَاهِرِهَا
وَحَرْفِهَا وَلَا بِرُؤُوْسِ الأصَابِعِ
Perkara yang membatalkan
wudhu’ ada 4, yaitu:
Segala apa yang keluar
dari dua jalan (qubul dan dubur),
Hilangnya akal
disebabkan mabuk, sakit, gila, pingsan atau disebabkan tidur yang tidak
menetap tempat duduknya dari tanah,
Menyentuh
seseorang yang bukan mahramnya tanpa lapisan penghalang,
Menyentuh kemaluan orang dengan telapak tangan bagian
dalam.
Mandi الغُسْلُ
أسئلة: ما موجبات الغسل؟ ما
فروضه؟ ما سننه؟ ما شروطه؟ ما مكروهاته؟
مُوْجِبَاتُ الغُسْلِ
خَمْسَةٌ، وَهِيَ:
دُخُولُ الحَشَفَةِ في
فَرْجٍ
نُزُوْلُ المَنِيِّ
مَوْتُ مُسْلِمٍ غَيْرِ شَاهِدٍ
الحَيْضُ
النِّفَاسُ
الوِلَادَةُ
Perkara yang
mewajibkan mandi itu ada 6, yaitu:
Masuknya
hasyafah kedalam farji,
Keluarnya air mani,
Jenazah muslim selain orang yang mati syahid,
Haid,
Nifas,
Melahirkan anak.
فُرُوْضُ الغُسْلِ:
النِّيَّةُ عِنْدَ غَسْلِ أوَّلِ جُزْءٍ مِنَ البَدَنِ
إيْصَالُ المَاءِ إلَى جَمِيْعِ البَشَرَةِ وَمَا تَحْتَ الشَعْرِ
Fardhunya
mandi itu ada 2, yaitu:
Niat ketika pertama
kali membasuh sebagian badan,
Meratakan air keseluruh
kulit dan juga apa yang ada di bawah rambut (kulit kepala).
وسُنَنُ
الغُسْلِ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا:
الاسْتِنْجَاءُ
الوُضُوْءُ قَبْلَهُ
الدَّلْكُ
الابْتِدَاءُ بِالشِّقِّ الأيْمَنِ مِنَ البَدَنِ
التَثْلِيْثُ
المُوَالَاةُ
Sunnah-sunnah
mandi itu ada banyak, antara lain:
Beristinja’,
Berwudhu’ lebih dulu sebelum mandi,
Menggosok semua kulit,
Memulai dari belahan tubuh sebelah kanan,
Serba tiga
kali,
Muwalat.
شُرُوْطُ الغُسْلِ
وَمَكْرُوْهَاتُهُ: شُرُوْطُهُ شُرْوْطُ الوُضُوْءِ، وَمَكْرُوْهَاتُهُ
مَكْرُوْهَاتُ الوُضُوْءِ
Syarat-syarat mandi itu sama dengan
syarat-syaratnya wudhu’, sedangkan yang memakruhkan mandi itu sama dengan yang
memakruhkan wudhu’.
Tayammum التَّيَمُّمُ
أسئلة: ما التيمم؟ ما
أسبابه؟ ما شروطه؟ ما فروضه؟ ما مبطلاته؟ من الذي يجوز له الجمع بين التيمم
والوضوء؟ ما ذا يفعل صاحب الجبيرة؟
التَّيَمُّم هُوَ: مَسْحُ
الوَجْهِ وَاليَدَيْنِ بِتُرَابٍ طَهُوْرٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ بَدَلًا عَنِ
الوُضُوْءِ وَالغُسْلِ
Tayammum adalah mengusap wajah dan kedua
tangan dengan debu yang suci sesuai dengan ketentuan sebagai pengganti wudhu’
dan mandi.
أسْبَابُ التَّيَمُّمِ:
فَقْدُ المَاءِ
أوْ خَوْفُ استِعْمَالِهِ
أوْ الاحتِيَاجُ إلَيْهِ لِعَطْشِ حَيَوَانٍ مُحْتَرَمٍ
Sebab-sebab
yang membolehkan tayammum, antara lain:
Karena
tiadanya air (sudah dicari tapi tidak ketemu),
Takut
menggunakan air,
Air hanya cukup untuk mengatasi
dahaganya binatang yang dihomati.
شُرُوْطُ التَّيَمُّمِ: (1)
البَحْثُ عَنِ المَاءِ قَبْلَ التَّيَمُّمِ. (2) قَصْدُ تُرَابٍ طَاهِرٍ لَهُ
غُبَارٌ. (3) التَّيَمُّمُ بَعْدَ دُخُوْلِ الوَقْتِ. (4) التَّيَمُّمُ لِكُلِّ
فَرْضٍ
Syarat-syarat tayammum:
Berusaha mencari air lebih dulu sebelum melakukan tayammum,
Yang digunakan untuk bertayammum adalah debu yang
suci lagi kering, bukan yang basah dan melekat,
Bertayamum setelah masuknya waktu sholat
Memperbarui tayammum setiap kali mengerjakan shalat fardhu.
فُرُوْضُ
التَّيَمُّمِ:
نِيَّةُ اسْتِبَاحَةِ فَرْضِ
الصَّلَاِة
مَسْحُ الوَجْهِ وَاليَدَيْنِ مَعَ
الِمرْفَقَيْنِ بِضَرْبَتَيْن
نَقْلُ التُّرَابِ إلَى
العَضْوِ المَمْسُوْحِ
التَّرْتِيْبُ
Fardhu-fardhunya
tayammum:
Niat melakukan tayammum agar
diperkenankan mengerjakan shalat fardhu,
Mengusap
wajah dan kedua tangan sampai kesiku dengan dua kali tepukan telapak tangan,
Meratakan debu pada anggota yang diusap,
Tertib.
مُبْطِلَاتُ التَّيَمُّمِ:
كُلُّ مَا يُبْطِلُ الوُضُوْءَ
رُؤْيَةُ المَاءِ قَبْلَ الدُّخُوْلِ فِي الصَّلَاةِ
الرِّدَّةُ
Hal-hal yang membatalkan tayammum:
Apapun yang membatalkan wudhu’ juga membatalkan
tayammum,
Melihat air sebelum mengerjakan shalat,
Menjadi murtad.
الجَمْعُ بَيْنَ الوُضُوْءِ
وَالتَّيَمُّمِ: مَنْ كَانَ بِهِ جُرْحٌ أوْ دَمَامِلُ غَسَلَ الصَّحِيْحَ
وَتَيَمَّمَ عَنِ الجُرْحِ أوِ الدُّمَّلِ
Menghimpun (mengumpulkan)
tayammum dengan wudhu’: siapapun yang pada dirinya terdapat luka atau bisul,
maka orang itu wajib membasuh anggota badannya yang sehat (di waktu wudhu’)
yang tidak terkena luka atau bisul, kemudian bertayammum untuk anggota yang
terkena luka atau bisul.
صَاحِبُ الجَبِيْرَةِ: يَتَيَمَّمُ
وَيَمْسَحُ عَلَيْهَا، وَلَا يُعِيْدُ إنْ وَضَعَهَا عَلَى طُهْرٍ وَكَانَتْ في
غَيْرِ أعْضَاءِ التَّيَمُّمِ، وإلَّا فَيُعِيْدُهَا
Bagi orang yang
luka memakai perban: Orang yang berada dalam keadaan dibalut hendaklah
bertayammum dan mengusap pembalutnya dengan air dan tidak perlu mengulangi
shalatnya manakala sewaktu dibalut orang tersebut dalam keadaan suci; lagi
pula letak pembalut bukan ditempat yang menjadi kewajiban diusap waktu
bertayammum, kalau orang itu tidak demikian halnya, maka wajib mengulangi
shalatnya.
Haid Dan Nifas الحَيْضُ وَالنِّفَاسُ
أسئلة: كم دما
للمرأة؟ ما دم الحيض؟ ما دم النفاس؟ ما دم الاستحاضة؟ ما زمن الحمل؟ ما زمن
النفاس؟ ماذا يحرم على المحدث حدثا أصغر؟ ماذا يحرم على الجنب؟ ماذا يحرم على
الحائض والنفساء؟
دِمَاءُ المَرْأَةِ ثَلَاثَة:
دَمُ الحَيْضِ
دَمُ النِّفَاسِ
دَمُ استِحَاضَةٍ
Darah yang dikeluarkan wanita itu ada 3, yaitu:
Darah haid,
Darah
nifas,
Darah istihadhah
دَمُ الحَيْضِ
هُوَ: الدَّمُ الَّذِي يَخْرُجُ مِنْ رَحِمِ المَرْأَةِ بَعْدَ تِسْعِ سِنِيْنَ
عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَّةِ وَالعَادَةِ
Darah haid yaitu: darah yang
keluar dari rahim wanita sesudah ia berusia 9 tahun dalam keadaan sehat dan
menurut keadaan yang biasa.
دَمُ النِّفَاسِ هُوَ: الدَّمُ الذِي يَخْرُجُ
مِنْ رَحِمِ المَرْأَةِ عَقِبَ الوِلَادَةِ
Darah nifas yaitu: darah
yang keluar dari rahim wanita sehabis melahirkan anak.
دَمُ
الاسْتِحَاضَةِ هُوَ: الدَّمُ الذِي يَخْرُجُ مِنْ رَحِمِ المَرْأةِ بِسَبَبِ
مَرَضٍ
Darah istihadhah yaitu: darah yang keluar dari rahim wanita
disebabkan karena sakit.
زَمَنُ الحَيْضِ: أقَلُّ زَمَنِ الحَيْضِ
يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ، وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا بِلَيَالِيْهَا، وَمَا
زَادَ فَهُوَ اسْتِحَاضَةٌ
Masa haid: Sesingkat-singkatnya wanita
haid itu sehari semalam dan yang paling lama dua minggu (15 hari/malam) kalau
lebih dari dua minggu berarti termasuk darah istihadhah.
زَمَنُ
الحَمْلِ: أقَلُّ زَمَنِ الحَمْلِ سِتَّةَ أشْهُرٍ وَغَالِبُهُ تِسْعَةَ
أشْهُرٍ
Masa hamil: Secepat-cepatnya masa hamil adalah enam bulan
dan biasanya sembilan bulan.
زَمَنُ النِّفَاسِ: أقّلُّ زَمَنِ النِّفَاسِ لَحْظَةٌ،
وَغَالِبُهُ أرْبَعُوْنَ يَوْمًا بِلَيَالِيْهَا، وَأكثَرُهُ سِتُّوْنَ يَوْمًا،
وَمَا زَادَ فَهُوَ استِحَاضَةٌ
Masa nifas: Sesingkat-singkatnya
waktu nifas itu hanya sebentar saja, dan yang menjadi kebiasaan 40
hari/malam, dan yang terlama 60 hari /malam. Kalau lebih dari batas yang
terlama belum berhenti, maka darah tersebut adalah darah istihadhah.
مَا
يَحْرُمُ عَلَى المُحْدِثِ حَدَثًا أصْغَرَ:
الصَّلَاةُ
وَالطَّوَافُ
مَسُّ
المُصْحَفِ وَحَمْلُهُ
Hal-hal yang diharamkan atas orang yang
berhadats kecil:
Shalat,
Thawaf,
Menyentuh dan
membawa Al-Qur’an.
مَا يَحْرُمُ عَلَى الجُنُبِ:
الصَّلَاةُ
وَالطَّوَافُ
وَمَسُّ المُصْحَفِ وَحَمْلُهُ
وَقِرَاءَةُ القُرْآنِ
وَالمُكْثُ في المَسْجِدِ
Hal-hal yang diharamkan atas orang yang
junub:
Shalat,
Thawaf,
Menyentuh dan membawa Al-Qur’an,
Membaca Al-Qur’an,
Berdiam
diri di dalam masjid.
مَا يَحْرُمُ عَلَى الحَائِضِ
وَالنُّفَسَاءِ:
الصَّلَاةُ
وَالطَّوَافُ
وَمَسُّ المُصْحَفِ وَحَمْلُهُ
وَقِرَاءَةُ القُرْآنِ
وَالمُكْثُ في المَسْجِدِ
وَالصَّوْمُ
وَالاسْتِمْتَاعُ بِمَا بَيْنَ السُّرَّةِ
والرُّكْبَةِ
Hal-hal yang diharamkan atas wanita yang sedang haid
dan nifas:
Shalat,
Thawaf,
Menyentuh dan membawa Al-Qur’an,
Membaca Al-Qur’an,
Berdiam
diri di dalam masjid,
Puasa,
Bermain birahi (antara laki-laki dan perempuan) dengan anggota badan yang ada
diantara pusar dan lutut.
Sholat الصَّلَاةُ
أسئلة: ما حكم الصلوات
الخمس؟ ما شروط صحتها؟ ما العورة؟ أذكر أوقات الصلوات الخمس؟ ما الأوقات التي
تكره فيها صلاة النافلة؟
الصَّلَوَاتُ الخَمْسِ فَرْضُ
عَيْنٍ عَلَى كُلِّ مُكَلَّفٍ، فَمَنْ أنْكَرَ وُجُوْبَهَا فَهُوَ كَافِرٌ.
وَيُؤْمَرُ الصَّبِيُّ بِهَا لِسَبْعِ سِنِيْنَ وَيُضْرَبُ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ
Shalat
lima waktu: Hukum shalat lima waktu adalah fardhu ’ain atas pribadi orang
mukallaf, maka siapa yang menolak kewajiban shalat lima waktu, mereka adalah
orang kafir. Bagi anak-anak supaya diperintahkan setelah mencapai umur 7 tahun
dan hendaklah dipukul kalau meninggalkan setelah berusia 10 tahun.
شُرُوْطُ
صِحَّةِ الصَّلَاةِ: (1) الطَّهَارَةُ مِنَ الحَدَثَيْنِ. (2) طَهَارَةُ
الثَّوْبِ وَالمَكَانِ مِنَ النَّجَاسَاتِ. (3) سَتْرُ العَوْرَةِ. (4)
استِقْبَالُ القِبْلَةِ. (5) دُخُوْلُ الوَقْتِ
Hal-hal yang menjadi
syarat sahnya shalat: 1. Thaharaah (bersuci) dari kedua hadats (hadats kecil
atau besar), 2.Thaharaah (bersuci) badannya, pakaian dan tempatnya shalat dari
semua benda najis, 3. menutup aurat, 4. menghadap ke kiblat, 5. waktu shalat
telah masuk.
العَوْرَةُ: عَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ
وَالرُّكْبَةِ، وَعَوْرَةُ المَرْأَةِ الحُرَّةِ جَمِيْعُ بَدَنِهَا إلَّا
الوَجْهَ وَالكَفَّيْنِ
Aurat; yang termasuk aurat bagi orang
laki-laki ialah anggota badan antara pusar sampai lutut, dan bagi perempuan
merdeka (bukan hamba sahaya) ialah seluruh tubuh selain wajah dan kedua
telapak tangan.
أوْقَاتُ الصَّلَاةِ: وَقْتُ الصُّبْحِ: مِنْ
طُلُوْعِ الفَجْرِ الصَّاِدقِ إلَّى طُلُوْعِ الشَّمْسِ. وَقْتُ الظُّهْرِ: مِنْ
زَوَالِ الشَّمْسِ إلى أنْ يَصِيْرَ ظِلُّ كُلُّ شَيْءٍ مِثْلُهُ غَيْرَ ظِلِّ
الاسْتِوَاءِ. وَقْتُ العَصْرِ: مِنْ خُرُوْجِ وَقْتِ الظُّهْرِ إِلَى غُرُوْبِ
الشَّمْسِ. وَقْتُ المَغْرِبِ مِنْ غُرُوْبِ الشَّمْسِ إلى مَغِيْبِ الشَفَقِ
الأحْمَرِ. وَقْتُ العِشَاءِ مِنْ مَغِيْبِ الشَّفَقِ الأحْمَرِ إِلى طُلُوْعِ
الفَجْرِ
Waktu-waktunya shalat: 1. waktu shubuh: dimulai dari
menyingsingnya fajar shadiq hingga terbitnya matahari, 2. waktu dhuhur:
dimulai dari tergelincirnya matahari hingga bayangan satu benda sama
panjangnya dengan benda itu sendiri; selain bayangan istiwa’, 3. waktu ashar:
dimulai dari habisnya waktu dhuhur hingga terbenamnya matahari, 4. waktu
maghrib: dimulai dari terbenamnya matahari hingga hilangnya awan merah, 5.
waktu isya’: dimulai dari hilangnya awan merah hingga menyingsingnya fajar
shadiq.
الأوْقَاتُ التي تُكْرَهُ فِيْهَا صَلَاةُ النَّافِلَةِ:
تُكْرَهُ صَلَاةُ النَّافِلَةِ الّتي لَا سَبَبَ لَهَا في خَمْسَةِ أوْقَاتٍ في
غَيْرِ مَكَّةَ: (1) بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ. (2)
عِنْدَ طُلُوْعِهَا حَتَى تَرْتَفِعَ قَدْرَ رُمْحٍ. (3) وَعِنْدَ الاسْتِوَاءِ
حَتَى تَزُوْلَ إِلَا في يَوْمِ الجُمْعَةِ. (4) وَبَعْدَ صَلَاةِ العَصْرِ حَتَى
تَغرِبَ الشَمْسُ. (5) وَعِنْدَ الغُرُوْبِ حَتَّى يَتَكَامَلَ غُرُوْبُهَا
Waktu-waktu
yang dimakruhkan melakukan shalat sunnah: Di makruhkan melakukan shalat sunnah
tanpa sebab tertentu adalah ada 5 waktu selain dimekkah, yaitu: 1. sesudah
shalat subuh hingga terbitnya matahari, 2. ketika terbitnya matahari hingga
naik setinggi tombak, 3. ketika istiwa’ (matahari tepat berada
ditengah-tengah) kecuali pada hari jum’at, 4. sesudah shalat ashar hingga
terbenamnya matahari, 5. ketika menguningnya sinar matahari hingga terbenam.
Rukun-Rukun Sholat أرْكَانُ الصَّلَاةِ
أسئلة: كم أركان الصلاة؟ ما شروط النية؟ ما شرط الفاتحة؟ ما شروط الركوع؟ ما شروط
السجود؟
أرْكَانُ الصَّلَاةِ ثَلَاثَةَ عَشَرَ:
النِّيَّةُ مَقْرُوْنَةً مَعَ تَكْبِيْرَةُ
الإحْرَامِ
القِيَامُ لِلقَادِرِ فِي الفَرْضِ
تَكْبِيْرَةُ الإحْرَامِ
قِرَاءَةُ الفَاتِحَةِ
الرُّكُوْعُ مَعَ الطُّمَأْنِيْنَةِ
الاعْتِدَالُ مَعَ
الطُمَأنِيْنَةِ
الجُلُوْسُ بَيْنَ السَجْدَتَيْنِ مَعَ
الطُّمَأنِيْنَةِ
الجُلُوْسُ الأخِيْرُ
التَّشَهُّدُ في الجُلُوْسِ الأخِيْرِ
الصَّلَاةُ عَلَى
النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في الجُلُوْسِ الأخِيْرِ
تَرْتِيْبُ الأرْكَانِ
التَّسْلِيْمَةُ الأوْلى
Rukun-rukun
shalat itu ada 13, yaitu:
Niat, diiringi dengan
mengucapkan takbirotul ihram,
Berdiri, bagi orang
yang mampu melakukan dalam shalat fardhu,
Takbirotul
ihram,
Membaca Al-Fatihah,
Ruku’ dengan tuma’ninah,
I’tidal dengan tuma’ninah,
Sujud dua kali dengan tuma’ninah,
Duduk antara dua sujud dengan tuma’ninah, dengan
tuma’ninah,
Duduk terahir,
Membaca tasyahud dalam duduk yang terahir,
Membaca
shalawat atas nabi muhammad SAW. dalam duduk yang akhir,
Mentertibkan semua yang menjadi rukun-rukun shalat,
Mengucapkan salam yang pertama.
شُرُوْطُ
النِّيَّةِ:
إنْ كَانَتِ الصَّلَاةُ فَرْضًا
وَجَبَ القَصْدُ وَالتَّعْيِيْنُ وَنِيَّةُ الفَرْضِيَّةِ
إنْ كَانَتِ الصَّلَاةُ نَفْلًا لَهُ وَقْتٌ أوْ سَبَبٌ وَجَبَ القَصْدُ
وَالتَّعْيِيْنُ
(وَإنْ كَانَتْ نَفْلًا مُطْلَقًا
وَجَبَ القَصْدُ فَقَطْ
Syarat-syarat niat:
Jika shalat itu shalat fardhu, maka wajib
adanya: Qashad (kesengajaan), Ta’yin (ketentuan), niat mengerjakan fardhunya,
Jika shalat itu shalat sunnah yang ditentukan
waktunya atau ada sebabnya, maka wajib adanya: Qashad dan Ta’yin,
Jika shalat itu shalat sunnah mutlak, maka wajib
adanya: Qashad saja.
شُرُوْطُ الفَاتِحَةِ:
التَّرْتِيْبُ
المُوَالَاةُ.
مُرَاعَاةُ التَّشْدِيْدِ.
دَمُ اللَّحْنِ المُخِلُّ
بِالمَعْنَى
أن يُسْمِعَ نَفْسَهُ قِرَاءَتَهَا
أنْ لَا يَتَخَلَّلَهَا ذِكْرٌ أجْنَبِيٌّ
Syarat-syaratnya membaca
al-fatihah:
Tertib secara berurutan,
Muwalat,
Menjaga tasydidnya,
Tidak boleh lahn (salah mengucapkan bunyi huruf) yang
nantinya dapat merubah artinya,
Setidak-tidaknya
bacaan itu dapat didengar oleh pembaca itu sendiri,
Jangan sampai bacaan al-fatihah itu ditengah-tengahnya diselingi dzikir
lain-lainnya.
شُرُوْطُ الرُّكُوْعِ: أنْ تَنَالَ رَاحَتَاهُ
رُكْبَتَيْهِ. (2) أنْ لَا يَرْفَعَ أعْلَاهُ وَيَخْفِضَ عَجْزَهُ وَيُقَدِّمَ
صَدْرَهُ
Syarat-syarat ruku’:
Kedua
telapak tangannya dapat mendekap kedua lututnya,
Jangan sampai orang yang ruku’ itu meninggikan kepalanya, leher dan
punggungnya serta merendahkan pantatnya dan memajukan dadanya.
شُرُوْطُ
السُّجُوْدِ: أنْ يَكُوْنَ عَلَى سَبْعَةِ أعْضَاءٍ (2) أنْ تَكُوْنَ الجَبْهَةُ
مَكْشُوْفَةً. (3) أنْ لَا يَسْجُدَ عَلَى شَيْءٍ يَتَحَرَّكُ بِحَرَكَتِهِ
Syarat-syaratnya sujud:
Orang yang sujud itu mengikutkan 7 anggota
badannya (dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kakinya),
Dahinya supaya terbuka; tidak terhalang oleh sesuatu,
misalnya: rambut, kopyah dan lain-lain,
Tidak
bersujud diatas benda yang bergerak yang gerakannya disebabkan orang yang
sedang shalat.
Sunah-Sunnah Sholat سُنَنُ الصَّلَاةِ
أسئلة: ما سنن الصلاة قبل الدخول فيها؟ ما سنن الصلاة بعد الدخول فيها؟ ما سجود
السهو؟ ما أسبابه؟ كم هيئات الصلاة فيم تخالف المرأة الرجل؟
سُنَنُ
الصَّلَاِة قَبْلَ الدُّخُوْلِ فِيْهَا:
الأذَانُ
لِلصَّلَوَاتِ الخَمْسِ في السَفَرِ وَالحَضَرِ بَعْدَ دُخُوْلِ الوَقْتِ إلَّا
في الصُّبْحِ فَإنَّهُ يُسَنُّ لَهُ أذَانَانِ أحَدُهُمَ مِنْ نِصْفِ اللَّيْلِ
وَثَانِيْهِمَا بَعْدَ طُلُوْعِ الفَجْرِ
الإقَامَةُ مُتَّصِلَةٌ بِالصَّلَاةِ
السِّوَاكُ
وَهُوَ سُنَّةٌ في كُلِّ وَقْتٍ إلَّا بَعْدَ الزَّوَالِ لِلصَّائِمِ
اتخَاذُ سُتْرَةٍ لِمَنْعِ مُرُوْرِ أَحَدٍ بَيْنَ يَدَيْهِ
Sunnah-sunnah
shalat sebelum memulainya:
Azan, untuk shalat
fardhu, baik disaat bepergian atau menetap sesudah masuknya waktu shalat,
kecuali shubuh, karena shalat subuh itu disunnahkan memakai dua azan. Azan
pertama dipertengahan malam, sedang azan kedua setelah menyingsingnya fajar
shadiq yang berarti shalat subuh sudah masuk,
Iqamah,
yang langsung disambung dengan mengerjakan shalat,
Bersiwak disunnahkan untuk segala waktu, kecuali waktu sesudah tergelincirnya
matahari bagi orang yang berpuasa,
Meletakkan sutra
(sajadah) agar jangan ada orang berjalan dimuka orang yang sedang shalat.
سُنَنُ
الصَّلَاةِ بَعْدَ الدُّخُوْلِ فِيْهَا نَوْعَانِ: أبْعَاضٌ وَهَيْئَاتٌ
Sunnah-sunnah
shalat setelah berada dalam keadaan shalat; itu ada 2 macam, yaitu:
Sunnah ab’ad,
Sunnah
hai’at.
أبْعَاضُ الصَّلَاةِ سَبْعَةٌ، مَنْ تَرَكَ شَيْئًا مِنْهَا
يَسْجُدُ لِلسَّهْوِ هِيَ:
الجُلُوْسُ الأوَّلُ
وَالتَّشَهُّدَ فِيْهِ
وَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِي
فِيْهِ
الصَّلَاةُ عَلَى آل النَّبِيِّ في التَّشَهُّدِ
الأخِيْرِ
القُنُوْتُ في صَلَاةِ الصُّبْحِ وَفي
الوِتْرِ في النِّصْفِ الأخِيْرِ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ
القِيَامُ لِلقُنُوْتِ
الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ واله
وَصَحْبِهِ فِيْهِ
Yang termasuk sunnah ab’adnya shalat: Ada 7 hal,
barang siapa meninggalkan salah satu dari padanya, maka hendaklah melakukan
sujud sahwi (sujud karena lupa):
Duduk tahiyat
awal,
Membaca tasyahud diwaktu duduk tahiyat awal,
Membaca shalawat atas nabi Muhammad SAW. di waktu
duduk tahiyat awal,
Membaca shalawat yang ditujukan
kepada keluarga nabi dalam tasyahhud akhir,
Membaca
qunut diwaktu shalat shubuh dan diwaktu melakukan shalat sunnah witir setelah
pertengahan yang akhir dari bulan ramadhan,
Membaca
qunut dengan berdiri,
Membaca shalawat atas nabi
muhammad SAW. juga atas seluruh keluarga serta para sahabatnya dalam
qunut.
سُجُوْدُ السَّهْوِ هُوَ: سَجْدَتَانِ بَعْدَ التَّشَهُّدِ
وَقَبْلَ السَّلَامِ
Sujud sahwi adalah sujud dua kali sesudah
tasyahud akhir sebelum mengucapkan salam.
أسْبَابُ سُجُوْدِ
السَّهْوِ:
تَرْكُ بَعْضٍ مِنْ أبْعَاضِ
الصَّلَاةِ
فِعْلُ شَيْءٍ سَهْوًا يُبْطِلُ عَمْدُهُ
الصَّلَاةَ كَالكَلَامِ القَلِيْلِ سَهْوًا
الشَّكُّ في
الرَّكَعَاتِ، فَلَوْ شَكَّ في عَدَدِ الرَّكَعَاتِ الَّتِي صَلَّاهَا بَنَى
عَلَى اليَقِيْنِ وَتَمَّمَ الصَّلَاةَ وَسَجَدَ لِلسَّهْوِ
نَقْلُ رُكْنٍ قَوْلِيٍّ غَيْرِ مُبْطِلٍ في غَيْرِ مَحَلِّهِ كإعَادَةِ
الفَاتِحَةِ في الرُّكُوْعِ أوِ السُّجُوْدِ أوِ الجُلُوْسِ
Sebab-sebab
sujud sahwi:
Dikarenakan meninggalkan sebagaian
dari ab’adnya shalat,
Melakukan sesuatu karena lupa,
andaikan disengaja sudah tentu membatalkan shalat, misalnya: berbicara hanya
sedikit dan pula disebabkan lupa,
Ragu-ragu dalam hal
raka’atnya,
Tanpa disengaja orang itu memindahkan
”rukun qauli (ucapan)” walaupun bukan pada tempatnya, tetapi tidak membatalkan
shalatnya, misalkan: mengulangi membaca fatihah dalam ruku’, sujud dan
duduk.
هَيْئَاتُ الصَّلَاةِ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا:
رَفْعُ اليَدَيْنِ مُقَابِلَ المَنْكِبَيْنِ عِنْدَ تَكْبِيْرَةِ الإحْرَامِ
وَعِنْدَ الرُّكُوْعِ وَعِنْدَ الرَّفْعِ مِنْهُ وَعِنْدَ القِيَامِ مِنَ
التَّشَهُّدِ الأوَّلِ
وَضْعُ اليَدِ اليُمْنَى فَوْقَ
اليُسْرَى تَحْتَ الصَّدْرِ
دُعَاءُ الافتِتَاحِ
التَّعَوُّذُ
قِرَاءَةُ السُّوْرَةِ بَعْدَ الفَاتِحَةِ
لِغَيْرِ مَأمُوْمٍ يَسْمَعُ قِرَاءَةَ إمَامِهِ
الجَهْرُ في مَوْضِعِهِ وَالإسْرَارُ في مَوْضِعِهِ
تَكْبِيْرَةُ الرَّفْعِ وَالخَفْضِ
التَّسْبِيْحُ فِي
الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْد
التَّأمِيْنُ
قَوْلُ (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ) في
الاعْتِدَالِ
الافْتِرَاسُ في جَمِيْعِ الجَلَسَاتِ
لتَّوَرُّكُ في الجَلْسَةِ الأخِيْرَةِ
وَضْعُ
اليَدَيْنِ عَلَى الفَخِذَيْنِ في التَّشَهُّدِ وَبَسْطُ اليُسْرَى وَقَبْضُ
اليُمْنَى إلَّا المُسَبِّحَةَ
التَّسْلِيْمَةُ
الثَّانِيَةُ
Sunnah-sunnah hai’ad shalat itu banyak sekali, antara
lain:
Mengankat kedua tangan sejajar dengan
kedua bahu ketika mengucapkan takbirotul ihram, ketika ruku’, ketika bangun
dari ruku’ dan ketika berdiri dari tasyahud awal,
Mendekapkan tangan kanan diatas punggung tangan kiri dibawah dada,
embaca doa iftitah,
Membaca
ta’awwudz sebelum al-fatihah dan membaca ta’min (Amin) sesudah al-fatihah,
Membaca surat sesudah al-fatihah untuk selain makmum
yang dapat mendengar apa yang dibaca oleh imamnya,
Mengeraskan bacaan al-fatihah dan surat pada tempatnya dan memperlahankan pada
tempatnya,
Mengucapkan takbir diwaktu turun dan naik,
Membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud,
Mengucapkan: ”sami’Allahu liman hamidah robbana lakal
hamdu…..dst” diwaktu i’tidal.
Mengankat kedua tangan
ketika membaca doa qunut,
Duduk iftirosy dalam semua
duduk,
Duduk tawarrruk dalam duduk yang akhir,
Meletakkan kedua telapak tangan diatas kedua paha
dalam tasyahud; yang kiri ditelengkupkan, yang kanan digenggam kecuali jari
telunjuk,
Mengucapkan salam yang kedua.
فِيْمَا
تُخَالِفُ المَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ: تُخَالِفُ الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ
في أرْبَعَةِ مَوَاضِعَ: يُبَاعِدُ الرَّجُلُ عَنْ مِرْفَقَيْهِ، وَيَرْفَعُ
بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي السُّجُوْدِ وَالرُّكُوْعِ، يَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ
الجَهْرِ، وَإذَا نَابَهُ شَيْءٌ في الصَّلَاةِ سَبَّحَ. أمَّا المَرْأةُ
فَتُضَمُّ بَعْضَهَا إلَى بَعْضٍ، وَتُسِرُّ فِي صَلَاتِهَا كُلِّهَا إنْ كَانَتْ
بِحَضْرَةِ أجْنَبِيٍّ، وَإذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي صَلَاتِهَا صَفَقَتْ
Perbedaan
orang perempuan dengan lelaki dalam 4 hal: Bagi Orang lelaki: supaya
menjauhkan kedua sikunya dan merenggangkan perutnya dari kedua paha pada
saatnya bersujut, mengeraskan suaranya pada tempat yang semestinya dikeraskan,
dan bila ada sesuatu hal supaya membaca ”SUBHANAALLAH”.
Bagi orang
perempuan: merapatkan sebagian anggota dengan anggota yang lain, menahan
suaranya dalam bersholat jika disampingnya ada lelaki yang bukan mahramnya
(ajnabi), apabila ada sesuatu hal supaya bertepuk tangan.
Yang Membatalkan Sholat dan Kemakruhan Sholat مُبْطِلَاتُ الصَّلَاةِ
وَمَكْرُوْهَاتُهَا
مُبْطِلَاتُ الصَّلَاةِ: تَبْطُلُ الصَّلَاةُ
بِالحَدَثِ، وَبِوُقُوْعِ النَّجَاسَةِ إنْ لَمْ تُلْقَ حَالًا، وَبِانْكِشَافِ
العَوْرَةِ إن لَمْ تُسْتَرْ حَلًا، وَبِالكَلَامِ العَمْدِ، وَبِمَا يُفَطِّرُ
الصَّائِمَ عَمْدًا، وَبِالأَكْلِ الكَثِيْرِ نَاسِيًا، وَبِثَلَاثِ حَرَكَاتٍ
مُتَوَالِيَاتٍ وَلَوْ سَهْوًا، وَبِالضَّرْبَةِ المُفْرِطَةِ، وَالوَثْبَةِ
الفَاحِشَةِ، وَبِزِيَادَةِ رُكْنٍ فِعْلِيٍّ عَمْدًا، وَبِالقَهْقَهَةِ،
وَبِتَغَيُّرِ النِّيَّةِ، وَبِتَرْكِ رُكْنٍ مِنْ أرْكَانِ الصَّلَاِة أوْ
شَرْطٍ مِنْ شُرُوْطِهَا
Sholat itu menjadi batal dikarenakan :
Hadats.
Kejatuhan
benda najis kalau tidak segera dibuang.
Terbuka
auratnya kalu tidak segera ditutup.
Mengerjakan
hal-hal yang membatalkan orang berpuasa, sedang mengerjakannya itu dengan
sengaja.
Banyak makan sekalipun karena lupa.
Tiga kali berturut-turut melakukan gerakan, sekalipun
lupa.
Memukul dengan keras.
Melompat dengan lompatan yang kurang patut.
Menambah
sesuatu fi’li (pekerjaan yang masuk bilangan rukun dengan kesengajaan)
misalkan : ruku’, i’tidal, sujud dan lain-lainnya.
Tertawa dengan keras.
Merubah niat.
Meninggalkan salah satu rukun dan syaratnya
sholat.
مَكْرُوْهَاتُ الصَّلَاةِ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا:
الالْتِفَاتُ بِوَجْهِهِ إلَّا لِحَاجَةٍ
رَفْعُ
بَصَرِهِ إلَى السَّمَاءِ
القِيَامُ عَلَى رِجْلٍ
وَاحِدَةٍ أوْ تَقْدِيُمُهَا عَلَى الأخْرَى أوْ لَصْقُهَا بِهَا
البَصْقُ
التَّمَخُّطُ
الجَهْرُ وَالإسْرَارُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِمَا
الصَّلَاةُ في المَقْبَرَةِ
صَلَاُة مُدَافِعٍ
لِلْبَوْلِ أوِ الغَائِطِ أوِ الرِّيْحِ
كَشْفُ
الرَّأْسِ
الصَّلَاُة بِحَضْرَةِ طَعَامٍ تَشْتَهِيْهِ
نَفْسُ المُصَلِّي
تَشْبِيْكُ الأصَابِعِ أوْ
فَرْقَعَتُهَا
Hal-hal yang memakruhkan sholat ada banyak, antara
lain:
Menolehkan wajah, kecuali kalau ada
keperluan.
Menengok ke atas, menengadah.
Berdiri dengan satu kaki atau memajukan kaki yang
satu melebihi yang lain atau merapatkan kedua kakinya.
Meludah.
Beringus.
Mengeraskan suara bacaan fathihah atau surat
memperlahankan di tempat yang bukan semestinya.
Melakukan sholat di kuburan.
Menahan kencing, berak
dan kentut.
Membuka kepala (tanpa memakai tutup
kepala).
Berdekatan dengan hidangan makanan yang
sangat diinginkan.
Menyilangkan jari tangan kanan
yang satu dengan jari tangan yang lain, merenggangkan jari tangan lebar-lebar
atau menekan / membengkokkan jari agar bersuara.
Sholat Sunnah النَّوَافِلُ
أسئلة: كم نوعا
النوافل؟ ما الرواتب المؤكدة؟ ما الرواتب غير المؤكدة؟ ما النوافل التي غير
الراتبة؟
النَّوَافِلُ نَوْعَانِ: رَوَاتِبٌ وَغَيْرُ رَوَاتِبٍ
Sholat-sholat
sunnah nawafil itu ada dua macam, yaitu:
Sholat
sunnah rawatib,
Sholat sunnah bukan rawatib.
الرَّوَاتِبُ:
هِيَ التَّابِعَةُ لِلصَّلَوَاتِ الخَمْسِ، وَهِيَ قِسْمَانِ: مُؤَكَّدَةٌ
وَغَيْرُ مُؤَكَّدَةٍ
Sholat sunnah rawatib ialah sholat sunnah yang
mengiringi sholat fardhu. Sunnah rawatib itu ada dua macam, pertama rawatib
mu’akakad, artinya sangat dianjurkan agar dilakukan dan kedua rawatib ghair
mu’akkadah (tidak dikokohkan).
الرَّوَاتِبُ المُؤَكَّدَة عَشْرُ
رَكَعَاتٍ: رَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَهَا،
وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ صَلَاةِ المَغْرِبَ، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ صَلَاةِ
العِشَاءِ، وَرَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ
Rawatib
mu’akkadah ada sepuluh rakaat, yaitu: Dua rakaat sebelum shalat Dhuhur, Dua
rakaat sesudah shalat Dhuhur, Dua rakaat sesudah shalat Maghrib, Dua rakaat
sesudah shalat Isya’, Dua rakaat sebelum shalat Shubuh.
الرَّوَاتِبُ
غَيْرُ المُؤَكَّدَةِ: رَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَانِ
بَعْدَهَا، وَأرْبَعُ رَكْعَتَانِ بِتَسْلِيْمَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ العَصْرِ،
وَرَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ العِشَاءِ
Rawatib ghair mu’akkadah,
yaitu: Dua rakaat sebelum shalat Dhuhur, Dua rakaat sesudah shalat Dhuhur,
Empat rakaat sebelum sholat Ashar dengan dua kali salam, Dua rakaat sebelum
shalat Maghrib, Dua rakaat sebelum shalat Isya’.
النَوَافِلُ غَيْرُ
الرَّوَاتِبِ:
الوِتْرُ بَعْدَ صَلَاةِ العِشَاءِ،
وَأقَلُّهُ رَكْعَةٌ وَأكْثَرُهُ إحْدَى عَشَرَةَ رَكَعْةً
التَّرَاوِيْحُ بَعْدَ العِشَاءِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، وَهِيَ عِشْرُوْنَ
رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ
صَلَاةُ الضُّحَى
وَأقَلُّهَا رَكْعَتَانِ وَأَكْثَرُهَا ثَمَانٍ، وَوَقْتُهَا مِنِ ارْتِفَاعِ
الشَّمْسِ إِلَى الزَّوَالِ
تَحِيَّةُ المَسْجِدِ،
وَهَيَ رَكْعَتَانِ لِدَاخِلَ المَسْجِدِ قَبْلَ جُلُوْسِهِ
صَلَاةُ العِيْدَيْنِ (عِيْدُ الفِطْرِ وَعِيْدُ الأَضْحَى)
صَلَاةُ الكسُوْفَيْنِ (كُشُوْفُ الشَّمْسِ وَخُسُوْفُ القَمَرِ)
Sholat-Sholat
Sunnah Selain Rawatib:
Sholat witir sesudah
sholat Isya’, paling sedikit satu rakaat dan sebanyak-banyaknya sebelas
rakaat.
Sholat terawih sesudah sholat Isya’ dalam
bulan Ramadhan, duapuluh rakaat dengan sepuluh kali salam (tiap 2 rakaat 1
salam).
Sholat Dhuha, sedikitnya dua rakaat dan
sebanyak-banyaknya delapan rokaat, sedang saatnya pada waktu matahari mulai
naik (kira-kira setinggi tombak) sehingga lingsirnya matahari.
Sholat tahiyyatul masjid (penghormatan pada masjid),
dua rakaat bagi orang yang baru memasuki masjid sebelum duduk.
Sholat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha).
Sholat dua gerhana (gerhana matahari dan gerhana
bulan).
Sholat Jama'ah صَلَاةُ الجَمَاعَةِ
أسئلة:
ما حكم صلاة الجماعة؟ ماذا يشترط على المأموم؟ من الذي تصح القدوة بهم؟ من الذين
تكره القدوة بهم
صَلَاةُ الجَمَاعَةِ: فَرْضُ كِفَايَةٍ عَلَى
الرِّجَالِ المُقِيْمِيْنَ فِي الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ وَفَرْضُ عَيْنٍ فِي
الجُمْعَةِ
Sholat berjama’ah hukumnya fardhu kifayah bagi lelaki
yang bermukim (bukan musafir) pada setiap sholat lima waktu, sedang sholat
jum’at hukumnya fardhu ’ain.
مَا يُشْتَرَطُ عَلَى المَأمُوْمِ:
أنْ يَنْوِيَ الاِقْتِدَاءَ
أنْ لَا يَتَقَدَّمَ عَلَى
إمَامِهِ فِي المَكَانِ
أنْ يَعْلَمَ بِانْتِقَالَاتِ
إمَامِهَ وَلَوْ بِوَاسِطَةٍ
أنْ يَقْرُبَ مِنْهُ فِي
غَيْرِ المَسْجِدِ
أنْ لَا يَحُوْلَ بَيْنَهَا
حَائِلٌ
أنْ لَا يَسْبِقَهُ أوْ يَتَأَخَّرَ عَنْهُ
بِرُكْنَيْنِ فِعْلَيْنِ بِلَا عُذْرٍ
أنْ لَا يَسْبِقَ
أوْ يُقَارِنَ إمَامَهُ فِي تَكْبِيْرَةِ الإِحْرَامِ
أنْ يُوَافِقَهُ فِي سُنَنٍ تَفْحُشُ المُخَالَفَةُ فِيْهَا كَالتَّشَهُّدِ
الأَوَّلِ وَسُجُوْدِ السَّهْوِ
أنْ لَا يَعْتَقِدَ
وُجُوْبَ الإِعَادَةِ عَلَى الإمَامِ
Syarat-Syarat Apa yang
Diharuskan Bagi Makmum:
Makmum supaya niat
mengikuti imam,
Tempat makmum tidak boleh lebih maju
dari imam,
Makmum supaya mengetahui gerak perpindahan
imam walaupun dengan perantara orang atau benda,
Makmum berusaha agar mendekati imam selain di masjid,
Jangan ada penghalang antara makmum dan imam,
Makmum
jangan mendahului atau melambatkan dari imam dengan dua macam rukun fi’li
(gerakan badan) tanpa ada halangan,
Makmum jangan
mendahului atau bersamaan dengan imam dalam mengucapkan takbiratul ihram,
Makmum supaya bersesuaian dalam melakukan hal-hal
yang sunnah, dan sangat tercela bila tidak mengikuti, misalnya: tasyahhud awal
dan sujud sahwi,
Jangan sampai makmum itu mempunyai
persangkaan kalau imamnya wajib mengulangi sholatnya, misalnya: berperasangka
kalau imam itu batal wudhu’nya dan lain-lainnya.
مَنْ تَصِحُّ
القُدْوَةُ بِهِمْ: تَصِحُّ القُدْوَةُ بِكُلِّ مَنْ تَصِحُّ صَلَاتُهُ إلَّا
الرَّجُلَ بِالأنْثَى وَالقَارِئَ بِالأُمِّيِّ
Orang-Orang yang Sah
Diikuti: Sah sholatnya seseorang bila mengikuti orang yang sah sholatnya,
kecuali orang lelaki mengikuti orang perempuan, orang yang baik bacaannya
mengikuti orang yang tidak pandai membaca. Juga tidak sah sholatnya orang yang
sholat tepat pada waktunya mengikuti orang yang sholat gadha’ (yang waktunya
tidak tetap dan dapat ditentukan).
مَنْ تُكْرَهُ القُدْوَةُ بِهِمْ:
تُكْرَهُ الصَّلَاةُ خَلْفَ مَنْ يَكْرَهُهُ أكْثَرُ القَوْمِ، وَخَلْفَ
الصَّبِيِّ، وَمَنْ يَلْحَنُ لَحْناً لَا يُغَيِّرُ المَعْنَى، وَالأَغْلَفِ
وَلَوْ بَالِغًا، وَمَنْ لَا يَحْتَرِزُ عَنِ النَّجَاسَةِ
Orang-Orang
yang Makruh untuk Diikuti: Makruh sholatnya seseorang dibelakang orang yang
dibenci oleh sebagian kaum (golongan terbanyak), dibelakang kanak-kanak, di
belakang orang yang lahin (buruk bacaannya) yang bacaannya dapat merubah arti
yang dibaca, di belakang orang yang belum di khitan sekalipun sudah baligh, di
belakang orang yang ceroboh yang tidak dapat menjaga najis dengan baik.
Keadaan Makmum أَحْوَالُ المَأمُوْمِ
أسئلة: كم نوعا المأموم؟ ما المسبوق؟ ما الموافق؟ ما حكم المسبوق؟ ما حكم
الموافق؟
المَأْمُوْمُ نَوْعَانِ: مَسْبُوقٌ وَمُوَافِقٌ
Makmum
itu terbagi dua, yaitu:
Makmum Masbuq (makmum
yang ketinggalan), dan
Makmum Muwafiq (makmum yang
bertepatan).
المَأمُوْمُ المَسْبُوْقُ: هُوَ الَّذِي لَمْ يُدْرِكْ
مَعَ الإمَامِ زَمَناً يَسَعُ قِرَاءَةَ الفَاتِحَةِ
Makmum Masbuq
yaitu: makmum yang tidak memperoleh waktu dalam mengikuti imam, yang waktu
tadi cukup digunakan untuk membaca Al-Fatihah.
المَأمُوْمُ
المُوَافِقُ: هُوَ الَّذِي يُدْرِكُ مَعَ الإِمَامِ زَمَناً يَسَعُ قِرَاءَةَ
الفَاتِحَةِ
Makmum Muwafiq yaitu: makmum yang memperoleh waktu
bersama imam, yang waktu tadi cukupdigunakan untuk membaca Al-Fatihah.
حُكْمُ
المَسْبُوْقِ:
إذَا أدْرَكَ الإمَامَ وَهُوَ
رَاكِعٌ يَرْكَعُ مَعَهُ وَتَسْقُطُ عَنْهُ الفَاتِحَةُ، وَتُحْسَبُ لَهُ
الرَّكْعَةُ إِنِ اطْمَأَنَّ مَعَ الإمَامِ
إذَا أدْرَكَ
الإمَامَ فِي القِيَامِ وَلَكِنَّهُ رَكَعَ قَبْلَ أنْ يُتِمَّ الفَاتِحَةَ
يَرْكَعُ مَعَهُ إذَا لَمْ يَشْتَغِلْ بِدُعَاءِ الاِفْتِتَاحِ أوِ التَّعَوُّذِ
وَيَسْقُطُ عَنْهُ مَا بَقِيَ مِنَ الفَاتِحَةِ
إذَا
أدْرَكَ الإمَامَ فِي القِيَامِ وَاشْتَغَلَ بِدُعَاءِ الِافْتِتَاحِ أوِ
التَّعَوُّذِ فَرَكَعَ الإمَامُ قَبْلَ أنْ يُتِمَّ الفَاتِحَةَ تَخَلَّفَ
بِقَدْرِ الزَّمَنِ الَّذِي صَرَفَهُ فِي قِرَاءَةِ دُعَاءِ الاِفْتِتَاحِ أوِ
التَّعَوُّذِ، فَإنْ أدْرَكَ إمَامَهُ فِي الرُّكُوْعِ أدْرَكَ الرَّكْعَةَ وَإنِ
اعْتَدَلَ إمَامَهُ قَبْلَ أنْ يَرْكَعَ فَاتَتْهُ الرَّكْعَةَ وَإنْ سَجَدَ
إمَامُهُ قَبْلَ فَرَاغِهِ بَطَلَتْ صَلَاتُهُ إنْ لَمْ يَنْوِ المُفَارَقَةَ
Hukum-Hukum
Makmum Masbuq:
1. Jika makmum masbuq mendapati imam sedang ruku’,
maka makmum tadi hendaklah mengikuti imam yang sedang ruku’, maka gugurlah
kewajiban membaca Fatihah bagi dirinya. Hal yang demikian dapat dianggap sudah
memperoleh satu rokaat bagi makmum tersebut asalkan ia sempat melakukan
tuma’ninah bersama imam.
(Penjelasan : Kalau makmum itu tidak
memperoleh kesempatan melakukan tuma’ninah bersama imam, disebabkan karena
imam terus berdiri disaat makmum mengikuti ruku’, maka makmum tersebut tidak
dapat dianggap memperoleh satu rakaat.),
2. Jika makmum masbuq itu
mendapatkan imam dalam keadaan masih berdiri, tetapi imam itu lalu ruku’
sedangkan imam tersebut belum sepat menyempurnakan bacaan Fatihah, maka makmum
hendaklah mengikuti ruku’ apabila makmum itu tidak sedang menyempurnakan
bacaan iftitah atau ta’awwudz.
Makmum yang demikian telah gugur
dari dirinya mana-mana yang tertinggal dari bacaan Fatihahnya dan sudah dapat
dianggap memperoleh satu rakaat.
3. Jika makmum masbuq itu
mendapatkan imam dalam keadaan masih berdiri sedang makmum tadi masih sibuk
dengan bacaan iftitah atau ta’awwudz, tiba-tiba imam itu ruku’ sedang makmum
tadi belum sempat menyempurnakan Fatihah, maka makmum hendaklah sedikit
menangguhkansekedar waktu yang cukup untuk membaca do’a iftitah atau
ta’awwudz.
Jika dengan penangguhan itu makmum memperoleh
kesempatan untuk menyertai ruku’ bersama imam, maka makmum tadi dianggap dapat
memperoleh satu rakaat. Tetapi apabila imamnya lalu berdiri untuk beri’itidal
sebelum makmum itu sempat ruku’, maka makmum tadi berarti tertinggal satu
rakaat.
Seterusnya apabila imam itu lalu sujud dan makmum masih
belum dapat menyelesaikan, maka batallah sholat makmum masbuq itu., jika ia
tidak dengan segera niat mufaraqah (berpisah dari imam).
حُكْمُ
المُوَافِقِ:
يَجِبُ عَلَيْهِ أنْ يُتِمَّ
الفَاتِحَةَ وَلَوْ رَكَعَ إمَامُهُ تَخَلَّفَ لِقِرَاءَتِهَا
إذَا تَخَلَّفَ لِقِرَاءَةِ الفَاتِحَةِ يَجُوْزُ لَهُ أنْ يَتَأخَّرَ عَنْ
إمَامِهِ بِثَلَاثَةِ أرْكَانٍ بِعُذْرٍ مِنَ الأعْذَارِ الآتِيَةِ: أوَّلًا:
إذَا كَانَ المَأمُوْمُ المُوَافِقُ بَطِئَ القِرَاءَةَ (لَا لِوَسْوَسَةٍ)
وَالإمَامُ مُعْتَدٍ لَهَا. ثَانِياً: إذَا نَسِيَ الفَاتِحَةَ وَتَذَكَّرَهَا
قَبْلَ رُكُوْعِهِ مَعَ إِمَامِهِ فَلَوْ تَذَكَّرَهَا بَعْدَ رُكُوْعِهِ لَا
يَأتِي بِهَا بَلْ تَسْتَمِرُّ فِي مُتَابَعَةِ إمَامِهِ وَيَأتِي بِرَكْعَةٍ
بَعْدَ السَّلَامٍ. ثَالِثاً: إذَا اشْتَغَلَ بِدُعَاءِ الافْتِتَاحِ أوِ
التَّعَوُّذِ ظَانَّا أنَّهُ يُدْرِكُ الفَاتِحَةَ وَلَكِنْ لَمْ يُدْرِكْهَا.
أمَّا لَوْ تَحَقَّقَ فَوَاتُهَا وَلَمْ يُدْرِكِ الإمَامَ فِي رُكُوْعِهِ
فَاتَتْهُ الرَّكْعَةُ فَيَأتِي بِهَا بَعْدَ السَّلَامِ
Hukum Makmum
Muwafiq:
1. Makmum Muwafiq itu diwajibkan melengkapi bacaan
Fatihahnya apabila imamnya melakukan ruku’, maka wajiblah makmum itu surat ke
belakang (tidak diperkenankan ruku’ untuk melengkapi bacaan Fatihahnya),
2. Jika makmum itu surat ke belakang untuk menyempurnakan bacaan
Fatihahnya, maka dibolehkan mundur dari imam dengan tiga macam rukun sholat,
apabila terdapat salah satu uzur dari berbagai uzur yang tercantum dibawah
ini, yaitu:
Pertama : Apabila makmum muwafiq itu memang lambat
bacaannya bukan dikarenakan was-was sedangkan imamnya sedang-sedang saja
bacaannya (menurut kebiasaan).
Kedua : Apabila makmum muwafiq itu
lupa membaca Fatihah dan baru sadar kalau ia lupa sebelum melakukan ruku’
bersama imam, oleh karenanya, andaikan ia sadar bahwa ia kelupaan sesudah
ruku’, maka ia tidak perlu lagi menyempurnakan bacaan Fatihahnya, bahkan ia
wajib terus mengikuti imam dan makmum muwiq yang demikian wajib menunaikan
satu rakaat sesudah salamnya imam (rakaatnya yang pertama tidak dapat
dianggap),
Ketiga : Apabila makmum muwafiq itu sibuk dengan bacaan
iftitah atau ta’awwudz karena menyangka bahwa dia dapat menyempurnakan bacaan
Fatihahnya, tetapi kenyataannya ia tidak dapat. Atau kalau ia sudah yakin
sebelumnya bahwa ia akan terlambat membaca Fatihah (tetapi masih terus saja
dengan membaca do’a iftitah dan ta’awwudz), kemudian tidak dapat menyertai
imam di waktu ruku’, maka makmum tersebut kehilangan satu rakaat.
Oleh sebab itu wajib menggenapi satu rakaat lagi sesudah salamnya
imam.
Sholat Orang Bepergian صَلَاةُ المُسَافِرِ
أسئلة: كيف يصلى المسافر؟ ما شروط القصر؟ ما شروط جمع التقديم؟ ما شروط جمع
التأخير؟
صَلَاةُ المُسَافِرِ: يَجُوْزُ لِلْمُسَافِرِ قَصْرُ
الصَّلَاةِ الرُّبَاعِيَّةِ إلَى رَكْعَتَيْنِ، وَيَجُوْزُ لَهُ الجَمْعُ بَيْنَ
الظُّهْرِ وَالعَصْرِ وَبَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ تَقْدِيْماً
وَتَأْخِيْرًا
Sholatnya
Musafir,: Orang musafir (orang yang sedang dalam bepergian) dibolehkan
mengqashar (mengurangi bilangan rakaat) dari sholat golongan empat rakaat,
juga dibolehkan menjama’ (menghimpun) antara shalat Dhuhur dengan Ashar dan
shalat Maghrib dengan Isya’ baik secara taqdim (mendahulukan : Dhuhur dengan
Ashar dikerjakan waktu Dhuhur, Maghrib dengan Isya’ dikerjakan waktu Maghrib)
dan boleh secara ta’khir (mengakhirkan : Dhuhur dengan Ashar dikerjakan waktu
Ashar, Maghrib dan Isya’ dikerjakan waktu Isya’).
شُرُوْطُ صِحَّةِ
القَصْرِ:
أنْ يَكُوْنَ السَّفَرُ
مَرْحَلَتَيْنِ، وَهِيَ مَسِيْرَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بِسَيْرِ الحَيَوَانَاتِ
المُحَمَّلَةِ
أنْ يَقْصِدَ المُسَافِرُ مَكَاناً
مُعَيَّناً
أنْ لَا يَكُوْنَ سَفَرُهُ فِي مَعْصِيَةٍ
أنْ يَنْوِيَ القَصْرَ فِي كُلِّ صَلَاةٍ تُقْصَرُ
أنْ
لَا يَقْتَدِيَ بِمُقِيْمٍ
Syarat-syarat agar mengqashar menjadi sah
:
Jarak musafir itu sejauh dua marhalah yang sama dengan perjalanan
sehari semalam menurut jalannya binantang yang bermuatan (kurang lebih dua
belas mil, yang satu milnya sama dengan 4000 langkah, atau kira-kira 80
kilometer).
Orang musafir itu bertujuan pergi ke tempat yang
ditentukan.
Perginya (safarnya) orang itu bukan untuk bermaksiat.
Orang musafir itu supaya berniat mengqashar sholatnya pada setiap
melakukan sholat yang diqashar.
Orang yang musafir jangan bermakmum
kepada orang mukim (orang yang menetap dan tidak musafir).
شُرُوْطُ
جَمْعِ التَّقْدِيْمِ:
أنْ يَبْتَدِئَ
بِصَاحِبَةِ الوَقْتِ
أنْ يَنْوِيَ الجَمْعَ فِي
الأُوْلَى
أنْ يُوَالِيَ بَيْنَهُمَا
أنْ لَا يَنْقَطِعَ سَفَرُهُ قَبْلَ الشُّرُوْعِ فِي الثَّانِيَةِ
Syaratnya
jama’ taqdim :
Musafir itu melakukan sholat
yang memiliki waktu taqdim (yaitu, waktu Dhuhur dan Maghrib).
Supaya berniat melakukan jama’ pada saat melakukan sholat yang pertama.
Supaya melakukan muwalat antara dua sholat yang di
jama’, jadi antara sholat yang pertama dengan sholat yang kedua jarak waktunya
jangan terlampau lama dipisahkan (pendek saja).
Jangan sampai safarnya terputus sebelum masuk waktu yang kedua.
شُرُوْطُ
جَمْعِ التَّأخِيْرِ:
نِيَّةُ التَّأخِيْرِ فِي
وَقْتِ الأوْلَى
دَوَامُ السَّفَرِ إِلَى تَمَامِ
الصَّلَاتَيْنِ
Syaratnya jama’ ta’khir :
Niat melakukan jama’ ta’khir pada waktu
mengerjakan sholat yang pertama.
Masih tetap dalam
keadaan musafir hingga selesainya kedua sholat yang di jama'.
Sholat Jumat صَلَاةُ الجُمْعَةِ
أسئلة: ما
حكم صلاة الجمعة؟ ما شروط صحتها؟ ما أركان الخطبتين؟ ما هي أعذار ترك الجمعة؟ بم
تدرك الجمعة؟ ما سنن الجمعة؟
صَلَاةُ الجُمْعَةِ: فَرْضُ عَيْنٍ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ ذَكَرٍ صَحِيْحٍ مُسْتَوْطِنٍ
Hukum
Sholat Jum’at, Hukum sholat jum’at adalah fardhu ’ain atas setiap pribadi
orang islam, mukallaf, lelaki, sehat badanya lagi pula yang mustauthin (yang
menetap di kotanya dan tidak dalam bepergian).
شُرُوْطُ صِحَةِ
الجُمْعَةِ:
أنْ تَكُوْنَ فِي بَلَدٍ أوْ
قَرْيَةٍ
أنْ تَكُوْنَ جَمَاعَةً بِأرْبَعِيْنَ
أنْ تَكُوْنَ كُلُّهَا فِي وَقْتِ الظُّهْرِ
أنْ
تَتَقَدَّمَهَا خُطْبَتَانِ
أنْ لَا تَسْبِقَهَا أوْ
تُقَارِنَهَا جُمْعَةٌ أخْرَى فِي بَلَدِهَا
Syarat-syarat agar
sholat jum’at itu menjadi sah :
Sholat jum’at
itu agar diadakan di suatu negeri atau desa.
Hendaklah dilakukan secara berjama’ah sebanyak 40 orang.
Waktu dimulai hingga sholatnya dikerjakan pada waktu
Dhuhur.
Supaya didahului dengan khutbah dua kali.
Jangan sampai didahului atau bersamaan waktunya
dengan sholat jum’at lain di negeri itu.
Syarat-syaratnya kedua
khutbah :
Khotib supaya suci dari hadats (besar
maupun kecil),
Baik pakain, badannya dan tempatnya
berkhutbah hendaklah suci dari semua najis.
Khatib
supaya menutupi aurat.
Supaya berdiri dalam
berkhutbah kalau kuasa.
Diselingi duduk antara dua
khutbah dengan kadar dapat tuma’ninah.
Mengeraskan
suaranya hingga dapat didengar oleh sekurang-kurangnya 40 orang yang hadir.
Supaya melakukan muwalat antara dua khutbah, dan
antara khutbah dengan sholat.
أرْكَانُ الخُطْبَتَيْنِ:
أنْ يَكُوْنَ الخَطِيْبُ طَاهِراً مِنَ الحَدَثَيْنِ
أنْ
يَكُوْنَ ثَوْبُهُ وَبَدَنُهُ وَمَكَانُهُ طَاهِراً مِنَ النَّجَسَاتِ
أنْ يَكُوْنَ مَسْتُوْرَ العَوْرَةِ
أنْ يَخْطُبَ
وَاقِفاً إنْ قَدَرَ
أنْ يَجْلِسَ بَيْنَ الخُطْبَتَيْنِ
بِقَدْرِ الطُّمَأْنِيْنَةِ
أنْ يَجْهَرَ بِالخُطْبَةِ
لِيَسْمَعَهَا الأرْبَعُوْنَ
أنْ يُوَالِيَ بَيْنَ
الخُطْبَتَيْنِ وَبَيْنَهُمَا وَبَيْنَ الصَّلَاةِ
Yang menjadi
rukun-rukunnya dua khutbah :
Bertahmid (
Mengucapkan Alhamdulillah ).
Bersholawat atas Nabi
Muhammad saw.
Berwasiat dengan taqwa, seperti ucapan
Uushikum Waiyyaaya Bitaqwallah ( saya berwasiat kepada saudara-saudara dan
kepada diriku sendiri dengan taqwa kepada Allah ) atau : Athie’ullah ( taatlah
kamu sekalian kepada Allah ). Wasiat demikian dalam kedua khutbah.
Membaca ayat Al-Qur’an dengan sempurna, memahamkan
dengan pengertian yang tidak meragukan dalam salah satu dua khutbah.
Berdo’a ( berkenaan dengan hal keakhiratan ) juga
untuk seluruh kaum mukmin dalam khutbah akhir.
أعْذَارُ تَرْكِ
الجُمْعَةِ: تَسْقُطُ الجُمْعَةُ عَنِ المَرِيْضِ وَالمُقْعَدِ وَالأعْمَى
وَبِالمَطَرِ الشَّدِيْدِ
Beberapa uzur meninggalkan sholat jum’at :
Sholat jum’at itu gugur dikarenakan orang itu : sakit, lumpuh, buta, juga
karena hujan yang lebat.
إدْرَاكُ الجُمْعَةِ: يُدرِكُ الجُمْعَةَ
مَنْ أدْرَكَ رَكْعَةً مَعَ الإمَامِ، وَيَأتِي بَعْدَ السَّلَامِ بِرَكْعَةٍ
يَجْهَرُ بِهَا، وَمَنْ لَمْ يُدْرِكْ رَكْعَةً يَنْوِي جُمْعَةً وَيُتِمُّ
ظُهْراً
Yang dapat dianggap mendapatkan sholat jum’at : Orang dapat
dianggap mendapatkan sholat jum’at manakalah memperoleh satu rakaat beserta
imam. Yang mana satu rakaat itu imam mengeraskan bacaan Fatihah dan suratnya,
tetapi kalau tidak mendapatkan satu rakaat saja, hendaklah orang itu berniat
sholat jum’at dengan menyempurnakan sebagaimana sholat Dhuhur (dengan
mengerjakan empat rakaat).
سُنَنُ الجُمْعَةِ:
الغُسْلُ وَالتَّنْظِيْفُ
تَقْلِيْمُ الأظَافِرِ
التَّطَيُّبُ
لَبْسُ الأبْيَضِ
الإنْصَاتُ
فِي الخُطْبَةِ
التَّبْكِيْرُ إلَى المَسْجِدَ لِغَيْرِ
الخَطِيْبِ
Sunnah-sunnahnya jum’at :
Mandi dan membersikan diri.
Memotong kuku.
Memakai wangi-wangian.
Mengenakan pakain serba putih.
Tekun mendengarkan khutbah.
Berangkat ke masjid lebih awal (selain yang menjadi khutbah).
Sholat Dua Hari Raya | صَلَاةُ العِيْدَيْنِ
أسئلة: ما حكم صلاة العيدين؟ ما كيفيتها؟ ما الذي يسن يوم العيدين؟
صَلَاةُ
العِيْدَيْنِ: سُنَّةٌ مُؤَّكَدَةٌ عَلَى المُقِيْمِ وَالمُسَافِرِ وَالحُرِّ
وَالعَبْدِ جَمَاعَةً أوْ فُرَادَى، وَهِيَ رَكْعَتَانِ، وَوَقْتُهَا مِنْ
طُلُوْعِ الشَّمْسِ إلَى الزَّوَالِ
Hukumnya sholat dua hari raya :
Hukum sholat dua hari raya adalah sunnah mu’akkadah bagi orang yang mukim atau
musafir, baik yang merdeka maupun hamba sahaya, cara melakukannya dengan
berjama’ah ataupun sendiri-sendiri, sholatnya itu dua rakaat dan waktunya
mulai terbitnya matahari hingga lingsir.
كَيْفِيَتُهَا:
يُكَبِّرُ تَكْبِيْرَةَ الإحْرَامِ
ثُمَّ يَقْرَأُ دُعَاءَ الافْتِتَاحِ وَالتَّعَوُّذِ
ثُمَّ يُكَبِّرُ سَبْعَ تَكْبِيْرَاتٍ
ثُمَّ يَقْرَأُ
الفَاتِحَةَ وَالسُّوْرَةَ جَهْراً. وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ يُكَبِّرُ
خَمْساً بَعْدَ تَكْبِيْرَةِ القِيَامِ
ثُمَّ يَخْطُبُ
الإمَامُ خُطْبَتَيْنِ يُكّبِّرُ فِي الأوْلَى تِسْعاً وَفِي الثَّانِيَةِ
سَبْعاً
Cara melakukan sholat hari raya :
Bertakbir yang pertama, yaitu takbiratul ihram.
Kemudian membaca do’a iftitah dan ta’awwudz.
Kemudian bertakbir tujuh kali.
Kemudian membaca Al-Fatihah dan surat dengan
mengeraskan suara sedangkan dalam rakaat kedua bertakbir lima kali sesudah
takbir berdiri dari sujud.
Kemudian imam berkhutbah
dua kali khutbah. Dalam khutbah pertama supaya bertakbir sembilan kali dan
dalam khutbah kedua bertakbir tujuh kali.
الَّذِي يُسَنُّ يَوْمَ
العِيْدَيْنِ:
الغُسْلُ
التَّزَيُّنُ بِأجْمَلِ الثِّيَابِ
الجَهْرُ
بِالتَّكْبِيْرِ فِي المَنَازِلَ وَالأسْوَاقِ وَالطُّرُقِ مِنْ أوَّلِ لَيْلَةِ
العِيْدِ حَتَّى يَشْرَعَ الإمَامُ فِي صَلَاتِهَا
التَّكْبِيْرُ عَقِبَ كُلِّ صَلَاةٍ مِنْ صُبْحِ يَوْمِ عَرَفَةَ إلَى عَصْرِ
آخِرِ أيَّامِ التَّشْرِيْقِ
Hal-hal yang disunnatkan pada dua hari
raya :
Mandi,
Berhias
dengan menggunakan pakaian yang bagus.
Bertakbir
dengan mengeraskan suara, baik di rumah, di pasar maupun di jalan raya.
Bertakbir itu dimulai sejak permulaan malam hari raya sampai saatnya imam
mulai mengerjakan sholat.
Untuk hari raya idul Adha,
membaca takbir sesudah habis setiap sholat lima waktu, sejak Shubuh hari
Arafah hingga Asharnya hari Tasyrik (takbiran ini khusus hari raya idul Adha).
Dan semalam suntuk untuk hari raya idul Fitri.
Sholat Janazah صَلَاةُ الجَنَازَةِ
أسئلة:
ما الذي يجب للميت؟ كيف يغسل الميت؟ كيف يكفن؟ ما فروض الصلاة عليه؟ كيف يدفن؟ ما
سنن الدفن؟
ما حكم الصلاة على السقظ ؟
الَّذِي يَجِبُ لِلْمَيِّتَ: غَسْلُهُ وَتَكْفِيْنُهُ
وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ وَدَفْنُهُ. وَهِيَ فَرْضُ كِفَايَةٍ
Yang
wajib dilakukan terhadap orang yang meninggal : Yang wajib dilakukan adalah
memandikan, membalut dengan kain kafan, mensholati serta menguburkan,
kesemuannya ini termasuk fardhu kifayah.
غَسْلُ المَيِّتِ: يُغْسَلُ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ: الأوْلَى بِسِدْرٍ، وَالثَّانِيَةُ بِمَاءٍ، وَالثَّالِثَةُ
بِكَافُوْرٍ. وَيُسَنُّ أنْ يُغسَلَ فِي قَمِيْصٍ وَفِي خَلْوَةٍ وَعَلَى
مُرْتَفِعٍ
Memandikan mayat :Memandikan mayat itu dengan tiga kali
siraman : Pertama dengan daun bidara, kedua dengan air dan yang ketiga dengan
kapur barus. Memandikan mayat itu disunnahkan di tempat yang sunyi, dan
memandikannya di tempat yang agak tinggi dari tanah sekitarnya.
تَكْفِينُ
المَيِّتِ: يُسَنُّ تَكْفِيْنُهُ بِثَلَاثِ لَفَائِفَ، وَالمَرْأَةُ بِإزَارٍ
وَخِمَارٍ وَقَمِيْصٍ وَلَفَافَتَيْنِ
Cara memberi kain kafan
: Disunnahkan memberi kain kafan pada mayat dengan tiga lapis kain (bagi mayat
lelaki), dan bagi mayat perempuan dengan kain panjang, kerudung, gamis serta
dua lapis kain.
فُرُوْضُ الصَّلَاةُ عَلَيْهٍ:
النِّيَّةُ
أرْبَعُ
تَكْبِيْرَاتٍ
قِرَاءَةُ الفَاتِحَةِ
الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
الدُّعَاءُ لِلْمَيِّتِ بَعْدَ الثَّالِثَةِ
القِيَامُ
للقَادِرِ
السَّلَامُ
Yang difardhukan saat
sholat jenazah : 1. Niat. 2. Empat kali takbir. 3. Membaca Al-Fatihah. 4.
Membaca sholawat atas Nabi Muhammad saw. 5. Berdo’a untuk mayat sesudah takbir
ketiga. 6. Berdiri ketika melakukan sholat bagi orang yang tidak berhalangan.
7. Mengucapkan salam.
دَفْنُ المَيِّتِ: أقَلُّ الدَّفْنِ وَضْعُ
المَيِّتِ فِي حُفْرَةٍ تَمْنَعُ ظُهُوْرَ رَائِحَتِهِ وَتَحْفَظُهُ مِنَ
السِّبَاعِ، وَيِجبُ دَفْنُهُ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ
Menguburkan
mayat : Lubang yang digali untuk menguburkan mayat sekurang-kurangnya dapat
mencegah menjalarnya bau mayat itu serta dapat melindungngi dari gangguan
binatang buas. Mayat yang dikubur, wajib menghadapkan wajahnya ke arah
kiblat.
سُنَنُ
الدَّفْنِ: أنْ يُوْضَعَ المَيِّتُ فِي قَبْرٍ عُمْقُهُ قَامَةٌ وَبَسْطَةٌ،
وَأنْ يُلْصَقَ خَدُّهُ بِالتُّرَابِ بَعْدَ إزَالَةِ الكَفْنِ عَنْهُ، وَأنْ
يُوْضَعَ فِي لَحْدٍ يَسُدُّ بِلَبِنٍ أوْ خَشَبٍ، وَأنْ يُلَقَّنَ بَعْدَ
دَفْنِهِ
Yang disunnatkan berkenaan dengan penguburan : Mayat itu
supaya diletakkan dalam lubang kubur yang dalamnya setinggi orang berdiri dan
lebarnya sama dengan orang yang membentangkan tanganya. Pipi mayat itu
hendaklah ditempelkan ke tanah setelah kain kafannya dibuka sekedar cukup
untuk menempelkan pipinya. Mayat itu supaya dibaringkan di liang lahad yang
ditutup dengan batu merah atau kayu, kemudian ditalkinkan selesainya
dikubur.
الصَّلَاةُ عَلَى السِّقْطِ: إذَا خَرَجَ مِنْ بَطْنِ
أُمِّهِ قَبْلَ تَمَامِ سِتَّةَ أشْهُرٍ يُغْسَلُ وَيُكَفَّنُ وَيُصَلَّى
عَلَيْهِ، إنْ صَرَخَ عِنْدَ الوِلَادَةِ أوْ ظَهَرَتْ أمَارَاتُ الحَيَاةِ
فِيْهِ كَإنِ اخْتَلَجَ أوْ تَحَرَّكَ، وَإلَّا فَيَجِبُ غَسْلُهَ وَتَكْفِيْنُهُ
وَدَفْنُهُ، وَتَحْرُمُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَإنْ بَلَغَ زَمَنَ نَفْخِ
الرُّوْحِ فِيْهِ وَهُوَ مِائَةٌ وَعِشْرُوْنَ يَوْماً.
Sholat atas
bayi yang gugur, Jika anak bayi yang lahir belum sempurna enam bulan dalam
kandungan, maka hendaklah dimandikan, diberi kain kafan dan disholati
manakalah waktu dilahirkan bayi tadi dapat menjerit atau sudah nampak
tanda-tanda hidup, misalkan : nafasnya naik turun atau matanya dapat berkedip
atau menggerak-gerakkan tubuhnya.
Apabila tanda-tanda hidup
seperti di atas tidak ditemui pada anak bayi tadi, maka wajib dimandikan,
dikafani, serta dikubur dan haram untuk disholati, sekalipun telah mencapai
masa ditiupkannya ruh dalam badan, yakni 120 hari berada dalam kandungan.
Zakat الزَّكَاةُ
أسئلة: ما حكم الزكاة؟ ما
الذي تجب فيه؟ ما نصاب البقر والجاموس؟ ما نصاب الغنم؟ ما نصاب الإبل؟ ما نصاب
الأقوات والثمار؟ ما نصاب الذهب والفضة؟ ما نصاب التجارة؟
الزَّكَاةُ:
فَرْضُ عَيْنٍ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ حُرٍّ مَالِكٍ لِلنِّصَابِ
Zakat
: Hukumnya zakat adalah fadhu ‘ain atas setiap pribadi orang islam yang
merdeka serta cukup mencapai nishabnya.
الَّذِي يَجِبِ فِيْهِ
الزَّكَاةُ:
البَقَرُ وَالجَامُوْسُ وَالغَنَمُ
وَالإِبِلُ بِشَرْطِ السَّوْمِ وَالنِّصَابِ وَالحَوْلِ
الذَّهَبُ وَالفِضَّةُ (غَيْرُ حُلِيِّ المَرْأةِ المُبَاحِ) وَالتِّجَارَةُ
بِشَرْطِ النِّصَابِ وَالحَوْلِ
الأقْوَاتُ وَالثِّمَارِ
بِشَرْطِ النِّصَابِ فَقَطْ
Yang wajib dikeluarkan zakatnya :
Ternak, sapi, kerbau, dan onta, dengan syarat
saum (yang makanannya tidak harus membeli), cukup nisab serta haulnya (sesudah
menjadi miliknya selama 1 tahun menurut perhitungan tahun Hijriyah).
Emas dan Perak (selain perhiasan wanita yang
dimubahkan), harta dagangan, dengan syarat sudah sampai pada nishab dan
haulnya.
Hasil Bumi yang menjadi makanan pokok dan
buah-buahan yang sudah mencukupi nishabnya saja.
نِصَابُ البَقَرِ
وَالجَامُوْسِ: إذَا بَلَغَتْ ثَلَاثِيْنَ وَزَكَاتُهَا تَبِيْعٌ (وَهُوَ ابنُ
سَنَةٍ) وَإذَا بَلَغَتْ أرْبَعِيْنَ زَكَاتُهَا مُسِنَّةٌ (وَهِيَ الَّتِي
عُمْرُهَا سَنَتَانِ) عَلَى هَذَا فَقِسْ
Nishabnya Ternak (Sapi dan
Kerbau): Nishabnya apabila telah mencapai jumlah 30 ekor, dan zakat yang
dikeluarkan adalah 1ekor tabi’ (anak sapi yang baru berumur 1 tahun), apabila
telah mencapai jumlah 40 ekor, zakatnya adalah 1 ekor musinnah (anak sapi yang
sudah berumur 2 tahun). Atas perhitungan di atas, maka selabihnya supaya
diQiyaskan (diperkirakan) sendiri.
Keterangan : Jika ada kelebihan
dari jumlah yang diwajibkan, maka hal itu dapat dimaafkan. Misalnya : sapi
atau kerbau yang dimiliki sebanyak 39 ekor, berarti lebih 9 ekor dari jumlah
30, maka zakatnya tetap tabi’, yaitu sapi yang berumur 1 tahun. Cara
memperhitungkan yang demikian ini berlaku juga untuk ternak lainnya, yaitu
kambing dan unta.
نِصَابُ الغَنَمِ: أرْبَعُوْنَ، وَزَكَاتُهَا
جَذْعَةُ ضَأْنٍ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا سَنَةٌ) أوْ ثَنِيَّةٌ (الَّتِي
عُمْرُهَا سَنَتَانِ)، وَفِي مِائَةٍ وَإحْدَى وَعِشْرِيْنَ شَاتَانِ، وَفِي
مِائَتَيْنِ وَوَاحِدَةٍ ثَلَاثُ شِيَاهٍ، وَفِي أرْبَعِمِائَةٍ أرْبَعُ شِيَاهٍ،
وَمَا زَادَ عَلَى ذَلِكَ فَفِي كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ
Nishabnya
kambing : Nishabnya apabila telah mencapai jumlah 40 ekor, dan zakat yang
dikeluarkan adalah jadza’ah (kambing yang berumur 1 tahun) atau staniyah
(kambing yang berumur 2 tahun), seterusnya apabila sudah mencapai 121 ekor,
maka zakatnya 3 ekor kambing dewasa.
Jika sudah lebih dari 4000
ekor, maka tiap 100 ekor zakat yang dikeluarkan berupa 1 ekor kambing
dewasa.
نِصَابُ زَكَاةِ الإبِلِ: أوَّلُ مِقْدَارٍ مِنَ الإبِلِ
تَجِبُ فِيْهِ الزَّكَاةُ خَمْسٌ، وَفِيْهَا شَاةٌ مِنَ الغَنَمِ، وَفِي عَشْرٍ
شَاتَانِ، وَفِي خَمْسَ عَشَرَةَ ثَلَاثُ شِيَاهٍ، وَفِي عِشْرِيْنَ أرْبَعُ
شِيَاٍه، وَفِي خَمْسٍ وَعِشْرِيْنَ بِنْتُ مَخَاضٍ مِنَ الإِبِلِ (وَهِيَ
الَّتِي مَضَتْ عَلَى وِلَادَتِهَا سَنَةٌ) وَفِي سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ بِنْتُ
لَبُوْنٍ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا سَنَتَانِ) وَفِي سِتٍّ وَأرْبَعِيْنَ
حِقَّةٌ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا ثَلَاثُ سَنَوَاتٍ) وَفِي إحْدَى وَسِتِّيْنَ
جَذَعَةٌ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا أرْبَعُ سَنَوَاتٍ) وَفِي سِتٍّ وَسَبْعِيْنَ
بِنْتَا لَبُوْنٍ، وَفِي إحْدَى وَتِسْعِيْنَ حِقَّتَانِ، وَمَا زَادَ عَنْ
ذَلِكَ فَفِي كُلِّ أرْبَعِيْنَ بِنْتَ لَبُوْنٍ وَفِي كُلِّ خَمْسِيْنَ
حِقَّةٌ.
Nishabnya Unta : Berlakunya zakat
setelah mencapai 5 ekor onta, maka dalam :
5
ekor onta zakatnya 1 ekor kambing.
10 ekor onta
zakatnya 2 ekor kambing.
15 ekor onta zakatnya 3 ekor
kambing.
20 ekor onta zakatnya 4 ekor kambing.
25 ekor onta zakatnya 1 ekor binti madhah (onta
betina yang sudah berumur 1 tahun).
36 ekor onta
zakatnya 1 ekor binti labun (onta betina yang sudah berumur 2 tahun).
46 ekor onta zakatnya 1 ekor hiqqoh (onta betina yang
sudah berumur 3 tahun).
61 ekor onta zakatnya 1 ekor
jadza’ah (onta betina yang sudah berumur 4 tahun).
76
ekor onta zakatnya 2 ekor binti labun
91 ekor onta
zakatnya 2 ekor hiqqoh
121 ekor onta zakatnya 3 ekor
binti labun.
Apabila sudah melibihi 121 ekor, maka
setiap 40 ekor zakatnya 1 ekor binti labun dan setiap 50 ekor zakatnya 1 ekor
hiqqoh.
نِصَابُ الأقْوَاتِ وَالثِّمَارِ: خَمْسَةُ أوْسُقٍ إذَا
كَانَ صَافِياً. وَنِصَابُ الأرُزِّ بِقَشْرِهِ عَشْرَةُ أوْسُقٍ
Nishabnya
hasil bumi dan buah-buahan : Nisabnya untuk yang bersih 5 usuq (yakni yang
murni, kuning, lepas kulit) sedang yang berupa gabah 10 usuq. Dan zakatnya
sebanyak 1/10 (10%) apabila untuk mengairinya tanpa biaya. Apabila untuk
mengairi dengan biaya, maka zakatnya 1/20 (5%).
Keterangan : 5
usuq itu berat takarannya 956 kati (timbangan jawa) sedang 1 kati sama dengan
6 ons.
نِصَابُ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ: نِصَابُ الذَّهَبِ عِشْرُوْنَ
مِثْقَالاً. وَنِصَابُ الفِضَّةِ مِائَتَا دِرْهَمٍ، وَيَجِبُ فِيْهِمَا رُبْعُ
العُشُرُ.
Nishabnya
emas dan perak : Nishabnya emas bila sudah mencapai 20 mitsqal, sedangkan
nishabnya perak 200 dirham. Dan untuk kedua benda ini zakatnya 1/40 atau 2,5%
dari harga pembelinya. Keterangan : EMAS : 20 mitsqal = ± 80 gram.
Jadi untuk emas yang sudah senishab, zakatnya 2 gram. PERAK : 200
dirham = 670 gram.
Jadi untuk perak yang sudah senishab, zakatnya
± 13,5 gram. Selanjutnya apabila emas sudah lebih dari 80 gram atau perak
sudah lebih dari 670 gram, maka setiap kelebihannya 2,5%.
نِصَابُ
التِّجَارَةِ: تُقَوَّمُ آخِرَ الحَوْلِ بِمَا اشْتُرِيَتْ بِهِ مِنْ ذَهَبٍ أوْ
فِضَّةٍ فَإنْ بَلَغَتْ نِصَاباً فَيُزَكَّى عَنْهُ رُبْعُ العُشُرِ،
وَالزَّوَائِدُ بِحَسَابِهِ
Nishabnya harta perdagangan :
Perdagangan artinya apapun yang diperdagangkan dengan perhitungan sejak
dimulai kegiatan sampai akhir tahun perhitungan tahunnya wajib menggunakan
tahun Hijriyah.
Cara membuat penilaiannya adalah harga
pembeliannya disesuaikan dengan harga emas dan perak. Jika nilainya telah
mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 1/40-nya atau 2,5%,
dan bila ada kelebihannya maka kelebihannya itu dikenai zakat 2,5% juga.
Zakat Fitrah زَكَاةُ الفِطْرِ
أسئلة: على
من تجب زكاة الفطر؟ ما مقدارها؟ متى وقت وجوبها؟ لمن تصرف؟ لمن لا يجوز صرفها؟
زَكَاةُ
الفِطْرِ: تَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ كُلِّ
مُسْلِمٍ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ إنْ كَانَ مَعَهُ فَضْلٌ عَنْ قُوْتِهِ وَقُوْتِ
عِيَالِهِ لَيْلَةَ عِيْدِ الفِطْرِ وَيَوْمِهِ.
Zakat fithrah
: Zakat fithrah hukumnya wajib atas setiap orang islam yang mukallaf.
Kewajiban itu adalah kewajiban pribadi untuk dirinya sendiri dan untuk setiap
orang islam yang menjadi tanggungannya, jika keadaan orang itu mampu dan
berlebihan untuk yang di makan dan untuk yang dimakan oleh semua keluarga yang
menjadi tanggungannya.
Kewajiban mengeluarkan zakat fithrah itu
ialah pada hari raya idul fitri sebelum melakukan sholat hari raya.
مِقْدَارُ
زَكَاةِ الفِطْرِ: أرْبَعَةُ أمْدَادٍ بِمُدِّ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِنْ غَالِبِ قُوْتِ أهْلِ البَلَدِ
Takaran Zakat Fithrah,
Setiap pribadi diwajibkan mengeluarkan zakat fithrah sebanyak 4 mud menurut
takaran yang digunakan Nabi Muhammad saw (sama dengan 2,5 Kg) berupa bahan
makanan pokok yang biasa dimakan penduduk negeri.
وَقْتُ
وُجُوْبِهَا: تَجِبُ بِغُرُوْبِ شَمْسٍ آخِرِ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ، وَيَجُوْزُ
إخْرَاجُهَا مِنْ أوَّلِ رَمَضَانَ، وَالأفْضَلُ إخْرَاجُهَا بَعْدَ صَلَاةِ
الفَجْرِ وَقَبْلَ العِيْدِ، وَيَحْرُمُ تَأْخِيْرُهَا إلَى مَا بَعْدَ صَلَاةِ
العِيْدِ
Saat Zakat Fithrah Wajib Dikeluarkan, Saat mengeluarkan
zakat fithrah ialah setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan
Ramadhan (malam hari raya idul fitri). Saat yang utama mengeluarkan zakat
fithrah itu sesudah selesainya sholat fajar (sholat shubuh) dan sebelum sholat
hari raya dilakukan. Diharamkan mengakhirkan pengeluaran zakat fithrah sampai
sholat hari raya selesai dilaksanakan.
مَنْ تُصْرَفُ لَهُمْ
الزَّكَاةُ: تُصْرَفُ لِلْأصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ أوْ مَنْ وُجِدَ مِنْهُمْ فِي
بَلَدِ المُزَكِّي وَهُمْ الفُقَرَاءُ وَالمَسَاكِيْنَ وَالعَامِلُوْنَ عَلَى
الَّزكَاةِ وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَالمُكَاتَبُوْنَ وَالغَارِمُوْنَ
وَالمُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَأبْنَاءُ السَّبِيْلِ
Orang-Orang
yang Berhak Menerima Zakat, Zakat (baik zakat fithrah maupun zakat harta dan
emas, perak, ternak, perdagangan dan lain-lain) hendaknya diberikan kepada
orang-orang yang berhak menerima, yaitu 8 golongan atau siapa saja yang
termasuk dalam 8 golongan yang berada di negerinya orang yang mengeluarkan
zakat.
Yang termasuk dalam
8 golongan adalah :
Para Fakir,
Para Miskin.
Para Amil Zakat
(pengumpul dan penyalur zakat).
Para Mukallaf (orang
yang dilunakkan hatinya-orang yang baru masuk islam).
Budak Mukatab (budak yang memperoleh janji dari tuannya akan memperoleh
kemerdekaan jika dapat menebus harga dirinya).
Orang
Ghorim (orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu membayar kembali
hutangnya).
Orang-orang yang berjuang di jalan Allah
Ibnu Sabil (perantau yang kehabisan bekal).
الَّذِيْنَ
لَا يَجُوْزُ دَفْعُ الزَّكَاةِ لَهُمْ: هُمْ الغَنِيُّ بِكَسْبٍ أوْ مَالٍ
وَالعَبْدُ وَالكَافِرُ وَمَنْ تَلْزَمُ المُزَكِّي نَفَقَتُهُ وَبَنُوْا هَاشِمٍ
وَبَنُو المُطَّلِبِ، وَمَنْ يَصْرِفُهَا فِي مَعْصِيَةٍ
Orang-orang
yang tidak dibolehkan menerima zakat :
Orang
kaya yang memiliki harta dan pekerjaan.
Hamba sahaya
selain mukatab.
Orang kafir.
Orang yang ditanggung nafkahnya oleh orang yang mengeluarkan zakat.
Keturunan Bani Hasyim.
Keturunan Bani Muthalib.
Orang yang akan menggunakan
zakat untuk bermaksiat (kesemuanya berjumlah 7 golongan).
Puasa الصَّوْمُ
أسئلة: ما الصوم؟ على من
يجب؟ متى وقت وجوبه؟ ما المفطرات؟ لمن يباح الفطر؟ على من يجب قضاء الصوم؟ ما سنن
الصوم؟ ما حكم المفطر بجماع؟ ما الكفارة؟ ما الأيام التي يحرم فيها الصوم؟ ما
الأيام التي يسن فيها الصوم؟ ما حكم الصوم عن الميت؟
الصَّوْمُ: هُوَ
الامْتِنَاعُ بِنِيَّةٍ عَنِ المُفْطِرَاتِ جَمِيْعَ النَّهَارِ مِنْ شَهْرِ
رَمَضَانَ
Puasa, Puasa adalah mencegah diri dengan iringan niat
dari melakukan segala hal yang membatalkan
sepanjang hari di bulan
Ramadhan.
وُجُوْبُ الصَّوْمِ: يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ
مُطِيْقٍ لَهُ طَاهِرٍ مِنَ الحَيْضِ وَالنِّفَاسِ
Yang Diwajibkan
Berpuasa, Puasa itu diwajibkan atas orang mukallaf, kuat melakukan lagi pula
suci dari haid dan nifas.
وَقْتُ الوُجُوْبِ: بِاسْتِكْمَالِ
شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ يَوْماً أوْ بِرُؤْيَةِ هِلَالِ رَمَضَانَ
Saatnya
Puasa Diwajibkan, Saat diwajibkan puasa adalah setelah sempurnanya bulan
sya’ban yang 30 hari, atau dengan cara melihat masuknya bulan di bulan
Ramadhan.
المُفَطِّرَاتُ هِيَ:
القَيْءُ عَمْداً
وُصُوْلُ
عَيْنٍ إلَى الجَوْفِ مِنْ أحَدِ المَنَافِذِ
الِجمَاعُ
الاسْتِمْنَاءُ
الحَيْضُ
النِّفَاسُ
الرِّدَّةُ
Hal-Hal yang Membatalkan Puasa, Yaitu :
Dengan sengaja bermuntah.
Memasukkan sesuatu kedalam tubuh melalui anggota yang
terbuka (dari mulut, kedua telinga dan dubur), selain yang masuk dari kedua
mata, demikian pula suntik tidak membatalkan.
Jima’.
Mengeluarkan mani dengan sengaja.
Haid.
Nifas.
Murtad
(berbalik menjadi murtad).
الَّذِيْنَ يُبَاحُ لَهُمْ الفِطْرُ:
المَرِيْضُ إذَا خَافَ الضَّرَرَ
المُسَافِرُ سَفَراً طَوِيْلاً
الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ
إذَا خَافَتَا عَلَى أنْفُسِهِمَا أوْ عَلَى وَلَدِهِمَا
الشَيْخُ وَالعَجُوْزُ العَاجِزَانِ عَنِ الصَّوْمِ
Orang-Orang yang
Dibolehkan Tidak Puasa (Dibolehkan Berpuasa),
Orang sakit yang dikuatirkan tambah berbahaya.
Orang
bepergian dalam jarak perjalanan 80 km, atau lebih.
Wanita hamil, wanita yang menyusui anak kalau kuatir membahayakan dirinya atau
anak yang disusui.
Orang yang berusia lanjut, baik
lelaki maupun perempuan yang tidak mampu berpuasa.
قَضَاءُ
الصَّوْمِ: يَجِبُ عَلَىَ مَنْ يُبَاحُ لَهُ الفِطْرُ القَضَاءُ فَقَطْ، إلَّا
الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ إذَا خَافَتَا عَلَى الوَلَدِ فَقَطْ، فَيَجِبَ
عَلَيْهِمَا القَضَاءُ وَالفِدْيَةُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدُّ طَعَامٍ،
واَلشَّيْخُ وَالعَجُوْزُ وَالمَرِيْضُ الَّذِي لَا يُرْجَى شِفَاؤُهُ
يُطْعِمُوْنَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدُّ طَعَامٍ بَعْدَ كُلِّ يَوْمٍ.
Qadha’nya
Puasa, Orang yang diperkenankan tidak berpuasa, wajib mengqadhai puasanya
kecuali : Wanita hamil dan yang menyusui anak, jika keduannya kuatir
membahayakan anaknya saja, maka kedua orang itu wajib mengqadhai puasa dan
membayar fidyah, yaitu untuk setiap harinya sebanyak 1 mud berupa makanan
(seperti beras).
Untuk orang yang berusia lanjut, baik lelaki
maupun perempuan, juga orang sakit yang tidak mungkin diharapkan sembuhnya, di
wajibkan memberi makan setiap harinya (yang ia tidak berpuasa) satu mud
makanan sesudah berlakunya hari itu (saat matahari terbenam). Keterangan: 1
mud = 1,25 kati. 1 kati = 6 ons. Jadi 1 mud = 8 ons.
سُنَنُ
الصَّوْمِ:
تَأْخِيْرُ السَّحُوْرِ وَتَعْجِيْلُ
الفِطْرِ
الفِطْرُ عَلَى تَمْرٍ أوْ مَاءٍ
تَرْكُ الكَلَامِ القَبِيْحِ
الإكْثَارُ مِنَ
الصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ القُرْآنِ
Sunnah-Sunnahnya Berpuasa:
Menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur.
Berbuka dengan buah kurma atau minum air.
Menahan diri dari kata-kata buruk.
Memperbanyak bersedekah dan membaca Al-Qur’an.
المُفْطِرُ
بِجِمَاعٍ: يَجِبُ عَلَيْهِ القَضَاءُ وَالكَفَارَةُ.
Orang yang
membatalkan puasanya karena melakukan jima’, Orang tersebut wajib mengqadhai
puasanya dan juga diwajibkan membayar fidyah.
الكَفَّارَةُ هِيَ:
عِتْقُ رَقَبَةٍ مُسْلِمَةٍ، أوْ صِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ غَيْرَ
يَوْمِ القَضَاءِ، أوْ إطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنَ لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ
مِنْ غَالِبِ قُوْتِ بَلَدِهِ.
Kaffarah Yaitu, denda berupa memerdekakan hamba sahaya
perempuan yang beragama islam, menjalankan puasa berturut-turut selama dua
bulan selain hari yang diperuntukkan guna mengqadhai puasanya, atau memberi
makan enam puluh orang miskin, yang setiap orangnya 1 mud dari makanan menurut
kebiasaan yang di makan oleh orang yang dinegerinya.
الأيَّامُ
الَّتِي يَحْرُمُ فِيْهِ الصَّوْمُ:
يَوْمُ
عِيْدِ الفِطْرِ
يَوْمُ عِيْدِ الأضْحَى وَأيَّامُ
التَّشْرِيْقِ، وَهِيَ الثَّلَاثَةُ الَّتِي بَعْدَهُ
يَوْمُ الشَّكِّ وَالنِّصْفِ الثَّانِي مِنْ شَعْبَانَ إلَّا أنْ يَصِلَهُ بِمَا
قَبْلَهُ
Hari-Hari yang Diharamkan untuk Berpuasa:
Hari raya idul fitri.
Hari raya idul adha dan hari tasyrik, yaitu tiga hari sesudah idul adha.
Hari syak (hari yang meragukan yakni sehari sebelum
masuknya bulan Ramadhan), hari pertengahan bulan sya’ban kecuali untuk
menyempurnakan puasa yang dilakukan sebelumnya.
الأيَّامُ الَّتِي
يُسَنُّ صَوْمُهَا: هِيَ يَوْمَ الاثْنَيْنِ وَالخَمِيْسِ مِنْ كُلِّ أسْبُوْعٍ،
وَالأيَّامُ البِيْضِ وَهِيَ الثَّالِثَ عَشَرَ وَالرَّابِعَ عَشَرَ وَالخَامِسَ
عَشَرَ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَالسِّتَّةَ الأيَّامِ الَّتِي تَلِيَ عِيْدَ
الفِطْرِ، وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ عَاشُوْرَاءَ مِنْ كُلِّ سَنَةٍ.
Hari-Hari
Disunnahkan untuk Berpuasa, Yaitu hari senin dan kamis dari setiap pekan,
hari-hari putih yaitu setiap tanggal 13-14-15 pada setiap bulan (menurut bulan
Hijriyah) atau biasa yang disebut Hari Purnama, Enam hari yang berupa
kelanjutan hari raya idul fitri (puasa enam syawal), Hari Arafah (tanggal 9
Dzulhijjah), demikian pula dari Asyura (tanggal 10 Muharram) pada setiap
tahun.
الصَّوْمُ عَنِ الْمَيِّتِ: مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَوْمٌ لَمْ
يَقْضِهِ بِغَيْرِ عُذْرٍ يُطْعِمُ عَنْهُ وَلِيُّهُ مُدَّ طَعَامٍ لِكُلِّ
يَوْمٍ، أوْ يَصُوْمُ عَنْهُ أحَدُ أقَارِبِهِ، وَيَجُوْزُ لِلْأَجْنَبِيِّ أنْ
يَصُوْمَ عَنِ المَيِّت بِإذْنٍ مِنْهُ أوْ مِنْ وَلِيِّهِ.
Puasa
untuk Orang yang Meninggal, Barangsiapa yang meninggal sedangkan ia masih
menanggung hutang puasa yang belum diqadhai, dan bagi orang yang tidak ada
alasan yang menyebabkan ia menunda qadha’nya, maka walinya wajib mengeluarkan
1 mud makanan untuk setiap hari yang ia tinggalkan, atau diperbolehkan bagi
walinya untuk berpuasa sebagai pengganti atau salah seorang keluarga dari yang
meninggal.
Bagi orang lain (yang bukan keluarga) juga dibolehkan
mengqadhai bila memperoleh wasiat sebelum meninggalnya atau setelah memperoleh
izin dari wali yang meninggal.
Haji Dan Umrah الحَجُّ وَالعُمْرَةُ
أسئلة:
ما حكم الحج؟ ما أركانه؟ ما واجباته؟ كم سننه؟ ما حكم من ترك ركنا من أركانه؟ ما
حكم من ترك واجبا أو سنة؟ ما هي محرمات الإحرام؟ ما ذا يجب بفعل محرمات
الإحرام؟
الحَجُّ وَالعُمْرَةُ فَرْضَانِ فِي العُمْرِ مَرَّةً عَلَى
كُلِّ مُسْلِمِ حُرٍّ مُكَلَّفٍ مُسْتَطِيْعٍ
Haji dan Umrah, Hukum
keduanya adalah fardhu dan hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup. Keduanya
wajib atas setiap orang islam, merdeka mukallaf serta kuat dan sehat, mampu
untuk biaya pergi dan ada pula harta yang ditinggalkan, aman dalam perjalanan
pulang perginya ke tanah suci.
أرْكَانُ الحَجِّ:
النِّيَّةُ
الوُقُوْفُ بِعَرَفَةَ
الطَّوَافُ
السَّعْيُ
(وَهِيَ
أرْكَانُ العُمْرَةِ إلَّا الوُقُوْفَ بِعَرَفَةَ) الحَلْقُ
وَالتَّقْصِيْرُ
Yang Menjadi Rukunnya Haji, yaitu :
Niat.
Wuquf di
Arafah.
Thawaf.
Sa’i.
Mencukur dan memendekkan rambut. Yang tersebut diatas
juga menjadi rukunnya umrah kecuali Wuquf di Arafah.
وَاجِبَاتُ
الحَجِّ:
الإحْرَامُ مِنَ الْمِيْقَاتِ
الْمَبِيْتُ بِمُزْدَلِفَةَ
الْمَبِيْتُ بِمِنَى
رَمْيُ الْجِمَارِ
طَوَافُ الوَدَاعِ لِمَنْ أرَادَ
فِرَاقَ مَكَّةَ
Yang Wajib Waktu Berhaji,
Ihram dari miqat (tempat ihram dimulai).
Bermalam di Muzdalifah.
Bermalam di Mina.
Melontarkan jumrah (jumrah ula,
wushta, dan aqabah).
Thawaf wada’ (mohon diri) bagi
orang yang hendak pulang ke negerinya.
سُنَنُ الحَجِّ
كَثِيْرَةٌ مِنْهَا: الغُسْلُ لِلْإحْرَامِ وَلِلْوُقُوْفِ وَلِرَمْيِ الجِمَارِ
أيَّامَ التَّشْرِيْقِ وَالتَّطَيُّبُ قُبَيْلَ الإحْرَامِ وَلَبْسُ إزَارٍ
وَرِدَاءٍ جَدِيْدَيْنِ أبْيَضَيْنِ وَالتَّلْبِيَةُ وَالذِّكْرُ وَالوُقُوْفُ
وَالدُّعَاءُ بِالْمَشْعَرِ الحَرَامِ.
Yang Disunnahkan Waktu
Berhaji, yang menjadi sunnahnya haji itu banyak, antara lain ialah :
Mandi untuk berihram, berwuquf dan untuk
melontar jumrah pada hari-hari tasyrik.
Memakai
wangi-wangian sebelum berihram.
Memakai kain panjang
(sebagai penutup tubuh bagian bawah) dan selendang (penutup bagian atas) yang
baru dan berwarna putih.
Mengucapkan Talbiyah dan
dzikir, juga diwaktu wuquf dan diwaktu berdo’a di Masjidil Haram.
مَنْ
تَرَكَ رُكْنَا مِنْ أرْكَانِ الحَجِّ: مَنْ تَرَكَ رُكنَا مِنْ أرْكَانِ الحَجِّ
أوِ العُمْرَةِ لَا يَحِلُّ مِنْ إحْرَامِهِ حَتَّى يَأتِي بِهِ، إلَّا
الوُقُوْفَ فَإنَّهُ إذَا فَاتَهُ يَتَحَلَّلُ بِعَمَلِ عُمْرَةٍ، وَيَجِبُ
عَلَيْهِ قَضَاءُ الحَجِّ وَدَمٌ بِالحَرَمِ.
Orang-Orang yang
Meninggalkan Salah Satu Rukun dari Rukun-Rukunnya Haji. Barangsiapa yang
meninggalkan salah satu rukun haji dan umrah, maka tidak diperkenankan
melepasakan ihramnya sampai ia menunaikan apa yang ditinggalkan kecuali Wuquf.
Bila orang itu terlambat dari saatnya wuquf, mak ia boleh tahallul
(melepaskan) dengan jalan berumrah. Orang yang demikian berkewajiban
mengqadhai hajinya dan wajib membayar fidyah dam (menyembelih kambing) di
tanah suci.
مَنْ تَرَكَ وَاجِبًا أوْ سُنَّةً: مَنْ تَرَكَ وَاجِبًا
يَجِبُ عَلَيْهِ ذَبْحُ شَاةٍ بِالحَرَمِ، فَإنْ عَجَزَ فَصَوْمُ ثَلَاثَةَ
أيَّاٍم قَبْلَ النَّحْرِ وَسَبْعَةٍ فِي وَطَنِهِ، وَمَنْ تَرَكَ سُنَّةً لَا
يَلْزَمُهُ شَيْءٌ.
Orang-Orang yang Meninggalkan Apa yang
Diwajibkan atau Disunnahkan ketika Haji. Barang siapa yang meninggalkan
kewajiban haji, maka ia wajib menyembelih seekor kambing di tanah suci, sedang
kalau tidak mampu maka wajib mengganti dengan berpuasa tiga hari sebelum hari
nahar (hari Adha) dan melanjutkan puasanya tujuh hari lagi setelah kembali
ketanah airnya.
Menggenai orang yang meninggalkan sunnah haji,
maka orang itu tidak dikenai kewajiban apa-apa.
مُحَرَّمَاتُ الإحْرَامِ:
لُبْسُ الْمُحِيْطِ
سَتْرُ الرَّأْسِ لِلرَّجُلِ
وَوَجْهِ الْمَرْأَةِ وَكَفَّيْهَا
التَّطَيُّبُ
تَسْرِيْحُ الشَّعْر بِالدُّهْنِ
حَلْقُ الشَّعْرِ
تَقْلِيْمُ الأظَافِرِ
الجِمَاعُ
عَقْدُ النِّكَاحِ
الصَّيْدُ
قَطْعُ أشْجَارِ الحَرَمِ
Hal-Hal yang Diharamkan Selama Berihram:
Memakai pakaian yang ada jahitannya.
Menutup kepala bagi lelaki, dan bagi perempuan
menutup wajah dan kedua telapak tangan.
Memakai
wangi-wangian.
Menyisir dan berminyak rambut.
Mencukur rambut.
Memotong
kuku.
Berjima’.
Melaksanakan
akad nikah.
Berburuh.
Memotong pahon di tanah suci.
مَا يَجِبُ بِفِعْلِ
مُحَرَّمَاتِ الإحْرَامِ: يَجِبُ بِفِعْلِهَا الفِدْيَةُ بِشَاةٍ تُذْبَحُ
وَيُتَصَدَّقُ بِهَا فِي الحَرَمِ أوْ إطْعَامِ ثَلَاثَةِ أصُوْعٍ لِسِتَّةِ
مَسَاكِيْنَ، إلّا عَقْدُ النِّكَاحِ فَلَا شَيْءَ فِيْهِ. وَالوَطْءُ عَمْدًا
يُفْسِدُ الحّجَّ. أمَّا الصَّيْدُ وَقَطْعُ الأشَجارِ بِالحَرَمِ فَالأوَّلُ
فِيْهِ ذَبْحُ نَعَمٍ مِثْلِهِ أوْ إطْعَامٌ بِقِيْمَتِهِ، وَالثَّانِي بَقَرَةٌ
لِلشَّجَرَةِ الكَبِيْرَةِ، وَشَاةٌ لِلشَّجَرَةِ الصَّغِيْرَةِ.
Hal-Hal
yang Menjadi Wajib Karena Pelanggaran Terhadap yang Diharamkan ketika
Berihram. Dengan sebab pelanggaran terhadap yang diharamkan ketika ihram, maka
wajiblah orang itu membayar fidyah dengan menyembelih kambing dan
menyedekahkan di tanah suci, atau memberi makan 3 sha’ untuk orang miskin.
Denda dari pelanggaran ini tidak termasuk mereka yang melaksanakan akad nikah
(karena memang tidak terkena denda apa-apa).
Adapun berjima’
dengan sengaja, maka batallah hajinya. Bagi yang berburu, maka berkewajiban
menyembelih binatang yang serupa dengan binatang yang diburu (dalam hal besar
dan kecilnya binatang) atau boleh juga dengan memberi makan yang harganya
senilai dengan hewan buruannya, kalau menebang pohon, maka diwajibkan
menyembelih lembu kalau yang ditebang itu pohon yang besar dan kambing kalau
yang ditebang itu pohon kecil.
Syarat Thowaf dan Sai | شُرُوْطُ الطَّوَافِ وَالسَّعْيِ
أسئلة: ما شروط الطواف؟ ما شروط السعي؟ ما مبطلات الحج؟ ما حكم من عجز عن الحج؟
ما حكم من مات ولم يحج؟ ما الاحصار
شُرُوْطُ الطَّوَافِ
Syarat-Syarat
Berthawaf:
الطَّهَارَةُ مِنَ الحَدَثِ وَالخَبَثِ
Suci
dari hadats dan najis
سَتْرُ العَوْرَةِ
Menutup aurat
الابتِدَاءُ
بِالحَجَرِ الأسْوَدِ
Mulainya dari hajar aswad
جَعْلُ
الكَعْبَةِ عَنْ يَسَارِهِ
Letak ka’bah supaya berada disisi kirinya
orang yang thawaf
أنْ لَا يَقْصِدَ غَيْرَ الطَّوَافِ
Jangan
ada tujuan selain melakukan thawaf
أنْ يَكُوْنَ سَبْعًا
Hendaknya
tujuh kali
النِّيَّةُ لِغَيْرِ طَوَافِ النُّسُكِ
Niat
untuk selain thawaf nusuk
شُرُوْطُ السَّعْيِ
Syarat-Syaratnya
Sa’i:
أنْ يَكُوْنَ بَعْدَ طَوَافٍ صَحِيْحٍ
Sa’i supaya
dilakukan sesudah mengerjakan thawaf yang sah.
أنْ يُبْدَأَ
بِالصَّفَا وَيُخْتَمُ بِالْمَرْوَةِ
Memulainya dari bukit shafa dan
diakhiri di bukit marwa
أنْ يَكُوْنَ سَبْعًا
Hendaklah
dilakukan tujuh kali
مُبْطِلَاتُ الحَجِّ: يُبْطِلُهُ الجِمَاعُ
عَمْدًا، وَيَجِبُ الإتْمَامُ وَالقَضَاءُ وَذَبْحُ بَدَنَةٍ، فَإنْ لَمْ
يَجِدْهَا فَبَقَرَةً، فَإنْ لَمْ يَجِدْهَا فَسَبْعَ شِيَاهٍ، فَإنْ لَمْ
يَجِدْهَا قَوَّمَ البَدَنَةَ وَاشْتَرَى بِثَمَنِهَا طَعَامًا، فَإنْ لَمْ
يَجِدْ صَامَ عَنْ كُلِّ مُدٍّ يَوْمًا.
Hal-Hal yang Membatalkan
Haji, Hal yang membatalkan haji adalah berjima’ dengan sengaja. Orang yang
berbuat demikian wajib menyempurnakan hajinya dan mengqadha’ serta menyembelih
seekor onta. Jika tidak mendapatkan, maka menyembelih sapi, kalau masih juga
belum diperoleh maka menyembelih 7 ekor kambing.
Kalau 7 ekor
kambing belum bisa didapatkan, maka wajib membuat penilaian untuk harga seekor
onta dan dengan harga taksiran itu digunakan untuk membeli makanan. Kalau
usaha terakhir tidak berhasil maka wajib atas orang itu berpuasa dan untuk
setiap harinya senilai 1 mud.
الّذِي عَجَزَ عَنِ الحَجِّ: مَنْ
عَجَزَ عَنِ الحَجِّ بِسَبَبِ كِبَرِ سِنِّهِ أمْ بِسَبَبِ مَرَضٍ لَا يُرْجَى
شِفَاؤُهُ يَجِبُ عَلَيْهِ أنْ يُنِيْبَ غَيْرَهُ.
Orang yang Tidak
Kuasa Melakukan Ibadah Haji, Barangsiapa yang tidak kuasa disebutkan lanjutnya
usia atau karena sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, maka wajiblah
mewakilkan kepada orang lain (mengangkat seorang selaku pengganti dirinya).
مَنْ
مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ: يَجِبُ عَلَى وَلِيِّهِ أنْ يُخْرِجَ مِنْ تِرْكَتِهِ
أُجْرَةَ مَنْ يَحُجُّ وَيَعْتَمِرُ عَنْهُ.
Siapa yang Meninggal
Sedang Ia Belum Berhaji, Maka wajiblah atas walinya untuk mengupah orang lain
dan harta diwariskan. Orang yang di upah tadi supaya menyempurnakan haji dan
umrahnya orang yang meninggal itu.
الإحْصَارُ هُوَ: الْمَنْعُ مِنْ
جَمِيْعِ الطُّرُقِ عَنْ إتْمَامِ الحَجِّ وَالعُمْرَةِ، فَيَتَحَلَّلُ
الْمَحْصُوْرُ بِدَمٍ فَيَذْبَحُ شَاةً ثُمَّ يَحْلِقُ شَعْرَهُ.
Ihshar
(Terhalang), Ihshar ialah terhalang atau mencegah dari melaksanakan haji dan
umrah. Orang yang demikian boleh bertahallul (lepas diri ihramnya) dengan
membayar dam, yaitu menyembelih seekor kambing kemudian mencukur rambutnya.[]
DOWNLOAD MABADI FIKIH JUZ 3