Terjemah Maroqil Ubudiyah
Nama kitab: Terjemah Maroqil 'Ubudiyah: Syarah Bidayatul Hidayah
Nama
kitab asal: Maraqi al-Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayah (مراقي العبودية شرح
بداية الهداية)
Ejaan lain: Maraaqi al-Ubuudiyyah Sharh Bidayat
al-Hidaayah, Maraaqi al-Oboodiyah
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi
Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي
نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Bantenk,
Indonesia
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang
studi:Tasawuf, sufisme, tarekat, suluk
Daftar Isi
- Download Maraqil Ubudiyah Terjemah dan Arab
- Mukadimah
- Mengenai Ketaatan
- Adab Bangun Dari Tidur
- Adab Memasuki Kamar Kecil
- Adab Berwudu
- Adab Mandi
- Adab Bertayamum
- Adab Keluar Menuju Masjid
- Adab Memasuki Masjid
- Adab Di Antara Terbit Hingga Tergelincirnya Matahari
- Adab Persiapan Untuk Salat salat Lainnya
- Adab Tidur
- Adab-Adab Salat
- Adab Imam Dan Makmum
- Adab-Adab Salat Jumat
- Adab-Adab Puasa
- Menjauhi Perbuatan Maksiat
- Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati
- Adab Bergaul dengan Al-Khaliq dan Sesama
- Kitab Tasawuf Lain
- Terjemah al-Hikam
- Terjemah Al-Munqidz Min al-Dhalal
- Terjemah Ayyuhal Walad
- Terjemah Bidayatul Hidayah
- Terjemah Durratun Nashihin
- Terjemah Idhotun Nasyi'in
- Terjemah Ihya Ulumuddin
- Terjemah Irsyadul Ibad
- Terjemah Maroqil Ubudiyah
- Terjemah Maulid Diba'
- Terjemah Minhajul ‘Abidin
- Terjemah Nashoihud Diniyah
- Terjemah Nashaihul Ibad
- Terjemah Risalatul Muawanah
- Terjemah Sullamul Munajat
- Terjemah Sullamut Taufiq
- Terjemah Ta'lim Muta'alim
- Terjemah Uqudul Lujain
- Terjemah Ushfuriyah
- Kitab Tasawuf dan Akhlak terbaru
Pembukaan
- المقدمة
الحمد لله جل وعلا
Segala puji bagi Allah maha agung Allah dan maha tinggi alah
أحمده لجميع الأيادي والالا
Aku memuji Allah karena seluruh pemberian dan kenikmatan
وأشكره شكر من عوفي من البلا
Dan aku bersyukur kepada Allah dengan syukur orang yang sehat dari penyakit
وأستغفره لي ولوالدي ولمن له حق على وللمسلمين من كل ذنب قولا وفعلا
Dan aku meminta ampun untukku dan kedua orang tuaku dan orang yang memiliki
hak kepadaku dan orang-orang islam dari setiap dosa, ucapan dan perbuatan
وأتوب إليه من كل معصية توبة عبد لا يملك لنفسه هدى ولا يستطيع أن يدفع عنها
ضلالا
Dan aku bertobat kepadanya dari setiap dosa, seperti tobatnya seorang hamba
yang tidak memiliki suatu petunjuk untuk dirinya sendiri, dan tidak
dapat menyingkirkan darinya suatu kesesatan
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ولا مماثلا
Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah , maha esa nallah, tiada
sekutu baginya , dan tiada yang menyamai
وأشهد أن سيدنا محمدا نبيه ورسوله ذو المقام الأعلى
Dan aku bersaksi bahwa tuan kita Muhammad adalah nabinya dan utusan-Nya, yang
memiliki derajat yang tinggi
وصلى الله وسلم على سيدنا محمد الذي اختص الله به فضائلا
Semoga rahmat dan salam Allah untuk tuan kita Muhammad yang Allah menghususkan
belia dengan keutamaan-keutamaan
وعلى أهله الذي أمنوا بالله ورسوله وصدقوا بما قالا
Dan untuk keluarnya yang beriman kepada Allah dan utusannya dan membenarkan
terhadap apa yang beliau sabdakan
وأحبائه الذين فازوا بالاقتداء
بالجهاد وغيره فنالوا الدرجات العلا
Dan para kekasihnya yang memperoleh
mengikuti jihad dan lainya, lalu mereka mendapat derajat yang luhur
أما
بعد فهذا شرح على بداية الهداية سميته مراقي العبودية
Setalah itu, ini
adalah penjelasan kitab Bidayatul Hidaya , yang aku beri nama Muraqil
Ubudiyah
وأرجوا به حصول بركة الشيخ المصنف ودعاء طلبة العلم ممن
ينتصف
Dan dengan ini aku mengharap memperoleh berkah syekh yang
mengarang, dan doa para pencari ilmu dari orang yang sadar
Sesungguhnya
bekal ilmu dan agamaku sangat sedikit dan keimananku masih lemah karena
keyakinanku yang kurang di samping waktu yang sempit dan kesedihan yang
banyak.
Semoga Allah mengasihani Orang yang
melihat aib dan menutupinya. Kepada Allah Yang Maha Pemurah aku memohon agar
tidak menjadikannya sebagai hujjah atas diriku pada hari terjadinya berbagai
peristiwa dahsyat, dan memberi manfaat kepada diriku dengannya maupun
orang-orang yang bodoh seperti diriku.
Sesungguhnya
Allah , Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang memberi karunia, dan kepada-Nya
kita berserah diri dan bersandar dan Dia-lah yang memberi petunjuk ke jalan
yang lurus. Amin.
Bismillahir rahmanir rahiim,
empat kalimat basmalah. Di dalamnya terdapat isyarat kepada pertolongan
Allah terhadap hamba-hambaNya yang Muslim untuk menghadapi setan, karena
setan berkata,” Aku akan mendatangi bani Adam dari depan dan belakang, dari
sebelah kanan dan kiri.” Maka Allah menurunkan empat kalimat kepada bani
Adam supaya godaan setan tersebut tidak membahayakan mereka.
Kalimat
ini mengisyaratkan bahwa perbuatan maksiat yang dilakukan Orang-orang Mukmin
dalam empat keadaan, yakni dalam keadaan sembunyi, Terang-terangan, dan pada
waktu malam dan siang. Maka Allah memberi mereka kalimat ini (basmalah) untuk
menebus dosa-dosa mereka.
Sesungguhnya makna dari
huruf-huruf tersebut, al-baa” (baroatullah), kebebasan yang diberikan Allah
bagi orang-orang yang memperoleh kebahagiaan. Sim (satrullah), perlindungan
Allah atas Orang-orang yang jahil. Miim (mahabbatullah), kecintaan Allah bagi
Orang-orang yang beragama Islam. Alif (ulfatullah), kasih sayang Allah, laam
(lathif atullah), kelembutan Allah. lfaa’ (hidayatullah), petunjuk dari Allah.
Raa’ (ridhwanullah), keridaan Allah atas orang-orang yang terdahulu masuk
Islam dan orang-orang yang bertobat. llua’ (hilmullah), pemberian kelonggaran
oleh Allah bagi orang-orang yang berdosa. Mum (minnatullah), karunia Allah
atas orang-orang yang beriman. Nuun (nuurul marifah), cahaya pengetahuan di
dunia dan cayaha ketaan di akhirat. Maka Allah memberikan keduanya kepada
hamba-hambaNya yang bertakwa. Dan yua’ (yadullah), pemeliharaan-Nya atas kaum
Muslimin.
Pengarang kitab Bidayatu! Hidayat
adalah Asy-Syeikh Al-Imam AlAlim Al-Allamah Hujjatul Islam dan Bafokatul Anaam
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi.
Al-Huyjah,
orang yang menguasai sebagian besar sunah, kecuali sedikit saja. Al-Hafidh,
orang yang hafal seratus ribu hadis. Sedangkan AlHakim, adalah orang yang
hafal tiga ratus ribu hadis, dan Al-Hakim lebih dikenal sebagai gelar bagi
orang yang mengusai as-sunah.
Imam Al-Ghazali
dilahirkan di Ihus pada tahun 450 H dan wafat di waktu pagi, hari Senin
tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H pada usia 55 tahun. Al-Ghazali merupakan
nisbat kepada Ghazalah, sebuah desa diantara desa-desa Thus, sedangkan Ihus
adalah kota di wilayah Naisabur. Semoga Allah menyucikan ruhnya dan menerangi
kuburnya. Amin.
Alhamdulillah, segala puji bagi
Allah termasuk semua pujian yang disebutkan oleh para malaikat pemikul Arsy
dan Kursi serta penghuni lapisan-lapisan langit dan semua pujian yang
disebutkan oleh nabi sejak Adam hingga Muhammad Dan seluruh pujian yang
sebenar-benarnya yang disebutkan oleh para nabi dan ulama.
Salawat
dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah kepada sebaikbaik makhluk dan
rasul-Nya Muhammad yang diutus kepada seluruh makhluk dan hamba-Nya yang
mempunyai sifat-sifat mulia.
Seorang penyair
berkata:
Thaha (Nabi ) tidak pernah mimpi
yang mengelurkan mani dan tidak pernah menguap sepanjang zaman hewan-hewan
mendekat kepadanya dan tidak lari sedangkan lalat tidak pernah hinggap di
tubuhnya yang indah belakangnya tampak seperti depan : dan bekas kencingnya
tidak terlihat secara terang hatinya tidak pernah tidur meski matanya tampak
terpejam orang yang berakal tidak melihat bayangannya di sinar matahari kedua
pundaknya mengungguli orang-orang ketika mereka duduk di waktu lahir beliau
telah berkhitan
Semoga dilimpahkan pula kepada
keluarga dan para sahabatnya sesudahnya.
Ketahuilah,
wahai penuntut ilmu yang memiliki keinginan tulus dan kemauan besar. Jika
engkau menuntut ilmu bermaksud untuk menyaingi dan membanggakan diri serta
mengungguli para pelajar lainnya untuk menarik perhatian orang di samping
mengumpulkan kesenangan dunia, maka engkau berusaha merobohkan agama dan
membinasakan dirimu serta menukar akhiratmu dengan kesenangan dunia. Maka
daganganmu akan bangkrut, karena dunia tidak ada artinya dibandingkan dengan
pahala akhirat, dan perdaganganmu pasti binasa, yakni ilmumu tidak membawa
kebaikan sedikit pun.
Maksud ungkapan di atas
ialah orang yang memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Sedangkan guru yang
membantu untuk melakukan maksiat, akan ikut menanggung kerugiannya. Ia ibarat
menjual pedang kepada penyamun. Sabda Nabi :
“Barangsiapa
membantu melakukan suatu perbuatan maksiat, walaupun dengan sepotong kalimat,
maka ia ikut terhibat di dalamnya.”
Dalam hadis
disebutkan, “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap Muslim dan meletakkan ilmu
pada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang mengalungkan permata, mutiara
dan emas kepada babi.” Yakni orang yang meletakkan ilmu di luar tempatnya
adalah zalim. Maka orang alim harus bersikap tulus dalam semua urusan. Ia
perlakukan semua orang sesuai dengan keadaannya seperti dokter yang mengobati
pasien sesuai dengan penyakitnya.
Diriwayatkan
dari Maruf Al-Karkhi bahwa ketika Abu Yusuf sahabat Abi Hanifah meninggal
dunia, tidak ada seorang pun yang menghadiri jenazahnya, karena ia pernah ikut
dalam urusan raja. Sebelum ia dimakamkan aku bermimpi bertemu dengannya. Aku
bertanya, “Apa yang dilakukan Allah terhadapmu?”
Abu
Yusuf menjawab, “Tuhanku mengampuni diriku.
Aku
bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau diampuni?”
Abu
Yusuf menjawab, “Karena aku bersikap tulus kepada para pelajar.”
Kemudian
aku terbangun dari tidur dan menghadiri jenazahnya.
Jika
niat dan tujuanmu menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan hidayat dari Allah,
atau untuk menghilangkan kebodohan diri atau menghidupkan dan mengekalkan
agama Islam serta mencapai negeri akhirat dan memperoleh keridaan Allah
di samping mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan, bukan hanya sekadar
meriwayatkan dan menukil dari ulama, maka gembiralah, karena para malaikat
rida dengan apa yang engkau tuntut dan mereka akan membentangkan
sayap-sayapnya sebagai hamparan bagi para penuntut ilmu. Ikan-ikan di laut pun
akan memohonkan ampunan bagi orang yang mau berjalan menuju orang alim (guru)
untuk belajar.
Hal itu disebabkan kebaikan dunia
tergantung pada orang alim dengan penyampainnya terhadap hukum-hukum syariat
yang diantaranya, diharamkan menyiksa hewan sebagaimana disebabkan oleh
Al-Azizi.
Tanda dari tujuan itu, bila engkau
lebih menyukai pembahasan ilmu secara pribadi daripada dengan orang banyak.
Dan bila engkau tidak membedakan antara tersingkapnya kebenaran melalui
lisanmu atau lisan orang lain. Sebuah hikayat, Suatu ketika Al-Allamah
Man’uusy AlMagribi menghadapi kerumitan dalam pelajarannya, sedang majelisnya
telah dihadari oleh imam-imam dari mazhab yang empat.
Ia
menyanggah perkataan Asy-Syafi’i, yang mengatakan apabila syarat masuk dalam
syarat, maka tidaklah menimbulkan hukum, kecuali dengan mendahulukan yang
diakhirkan.
Misalnya, jika engkau bicara ketika
engkau masuk rumah, maka engkau tertalak. Menurutnya tidaklah jatuh talak,
kecuali bila ia masuk.
Maka Syeikh itu berkata:
“Kami tidak melihat adanya dalil bagi perkataan itu dalam bahasa Arab.”
Hamdan
yang ketika itu masih anak-anak berkata: “Apa yang dikatakan oleh Imam
Asy-Syafi’i adalah benar.”
Orang-orang di
sekitarnya melarangnya karena ia masih anak-anak. Asy-Syeikh berkata: “Biarkan
dia, karena tidak ada permusuhan antara kami dengan kebenaran, meskipun
berasal anak kecil.”
Termasuk kekhususan kami
adalah menerima kebenaran, walaupun ia berasal dari anak kecil, dan anak kecil
boleh menyanggah orang dewasa dalam hal kebenaran.
Lain
halnya dengan umat-umat terdahulu. Apabila ada orang terpandang bersalah, maka
tak seorangpun berani menyanggahnya, sehingga kesalahan itu berlaku sebagai
syariat yang diamalkan di dunia.
Kemudian
Asy-Syeikh menoleh kepada Hamdan dan berkata: “Katakan, apa yang ada
padamu!”
Anak itu menjawab:” Apa pendapatmu
tentang perkataan penyair dalam Bahrul Basiith:
Mereka
minta tolong kepada kami Jika mereka takut niscaya mereka dapatkan dari kami
tempat-tempat kemuliaan yang dihiasi kemurahan hati.
Permintaan
tolong itu dibutuhkan sesudah timbul rasa takut, bukan sebelumnya. Dan apa
yang dikatakan Asy-Syafi’i itulah yang benar. Hal itu dibuktikan dalam bahasa
Arab. Maka Asy-Syeikh tersenyum dan senang dengan jawaban itu.
Ia
berkata: “Engkau benar wahai anakku”, dan ia pun mendoakannya.
Asy-Syeikh
berkata: “Sebenarnya aku tidak pantas menyanggah, hanya saja aku mengira bahwa
Imam Asy-Syaffi yang menggerakkan lisanku untuk bicara.
Betapa
indahnya perkataan penyair dalam Bahrul Ihawil:
Banyak
anak kecil yang mendapat perhatian dari Allah. hingga orangorang tua
memerlukannya.
Di samping menuntut ilmu, engkau
harus beribadat atau ilmumu akan sia-sia. Sesungguhnya ilmu itu ibarat pohon
dan ibadat ibarat buahnya. Maka hal pertama yang harus engkau jalani adalah
mengenal Tuhan, kemudian menyembah-Nya. Bagaimana engkau bisa menyembah Tuhan,
jika engkau tidak mengenal nama serta sifat-sifat Dzat-Nya, apa yang wajib
bagi-Nya dan apa yang mustahil dalam sifat-Nya.
Mungkin
engkau meyakini sesuatu pada Dzat dan sifat-sifat-Nya yang bertentangan dengan
kebenaran, maka ibadatmu menjadi sia-sia. Hal itu dilakukan dengan mengetahui
bahwa engkau mempunyai Tuhan Yang Maha Mengetahui, Berkuasa, Berkehendak,
Hidup, Berbicara,
Mendengar, Melihat, Sudah ada
sebelum makhluk, tiada sekutu baginya, memiliki sifat-sifat sempurna, bersih
dari kecurangan, kehilangan dan tanda-tanda kebaruan. Dan Allah mengutus
hamba-Nya Muhammad , beliau adalah utusannya yang benar dalam semua hukum yang
dibawanya dan kejadiankejadian akhirat seperti perhimpunan manusia,
kebangkitan, siksa kubur, pertanyaan Munkar dan Nakir, timbangan amal,
ash-shirot, surga dan neraka, telaga, syafa’at dan lainnya.
Kemudian
engkau dituntut mengenal hidayat menempuh jalan Allah , ia merupakan buah ilmu
yang memiliki permulaan yang dinamakan syariat dan tharikat. Dan ia memiliki
akhir yang dinamakan hakikat, karena hakikat sesuatu adalah akhirnya dari buah
syariat dan tharigat sekaligus. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam, dan
buah tharigat sebagaimana dikatakan oleh Ash-Shawi.
Hidayat
juga memiliki lahir dan batin. Setiap batin memiliki lahir dan sebaliknya.
Syariat adalah lahirnya hakikat, sedangkan hakikat adalah batinnya, keduanya
saling berkaitan. Syariat tanpa hakikat, tidaklah akan berbuah, dan hakikat
tanpa syariat adalah sia-sia dan tidak mengandung kebaikan dan tidak
berhasil.
Seorang penyair berkata dari Bahrul
Basiith.
Tasawwu adalah bila engkau jernih tanpa
kekeruhan dan mengikuti kebenaran, Al-Quran serta agama dan bila engkau
terlihat khusyuk kepada Allah dan susah atas dosa-dosamu sepanjang masa dan
bersedih.
Ash-Shawi berkata: ”Syariat, adalah
hukum-hukum yang disampaikan oleh Rasulluah , dari Allah
berupa hal-hal yang wajib, sunah, haram, makruh dan mubah kepada kita.”
Ada
yang mengatakan: “Syariat adalah mengamalkan agama Allah , menjalankan
perintah dan menjauhi larangan.”
Tharigat, adalah
mengamalkan hal-hal yang wajib dan sunah, meninggalkan hal-hal yang dilarang
maupun hal-hal yang mubah dan berlebihan serta berhati-hati (berlaku wara),
dan melatih diri dengan tidak tidur, lapar dan diam.
Hakikat,
adalah memahami hakikat segala sesuatu seperti menyaksikan nama-nama dan
sifat-sifat Allah, menyaksikan Dzat dan rahasia-rahasia Al-Qur’an,
rahasia-rahasia larangan, kebolehan dan ilmu-ilmu ghaib yang tidak bisa
diperoleh dari seorang guru, melainkan dipahami dari Allah.
Allah
berfirman: “Jika kamu bertakwa kepada Allah, maka Allah menjadikan bagian
furqan yakni pemahaman di dalam hatimu. Yang kamu dapatkan dari Tuhanmu tanpa
guru.”
Dalam firman-Nya yang lain: “Dan takutlah
kamu kepada Allah, maka Allah akan mengajarimu” yakni tanpa seorang guru.
Imam
Malik berkata: “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, maka Allah
memberikan kepadanya ilmu dari apa yang tidak ia ketahui, maka hal itu
menunjukkan dengan kalimat-kalimat ini syariat, tharigat dan hakikat. Dengan
perkataan ilmu beliau mengisyaratkan kepada syariat dan dengan perkataan amal
beliau mengisyaratkan kepada hakikat.
Wahai
penempuh jalan Allah, engkau tidak akan sampai kepada akhir dari sebuah
ibadat, melainkan menyempurnakan permulaannya. Tidaklah engkau bisa mengetahui
batin, melainkan mengetahui lahirnya.
Salah
seorang dari mereka berkata, Syariat ibarat kapal yang berlayar, tharigat
ibarat lautan dan hakikat dengan mutiaranya. Mutiara tidak bisa diperoleh,
kecuali di dalam laut dan laut tidak dapat diarungi, kecuali dengan kapal.
Salah
seorang dari mereka berkata, ketiga macam perkara tersebut ibarat buah kelapa.
Syariat sebagai kulit luar, tharigat sebagai biji dan hakikat sebagai minyak
yang terdapat di dalam biji. Minyak tidak dapat diperoleh, kecuali dengan
menumbuk bijinya dan biji tidak bisa didapat, kecuali dengan membuka kulit
kelapa.
Syariat dinamakan Qdar, thariqat
dinamakan ubudiyah dan hakikat dinamakan ubudah.
Abu
Ali Ad-Daqqaq berkata: “Ibadah untuk orang-orang mukmin yang awam, ubudiyah
untuk khawaash dan ubudah untuk khawaashil khawaash.”
Syaikhul
Islam berkata: “Orang yang sabar atas keinginan Allah sambil menanggung
kepayahan dalam melaksanakan takdir untuk mencari balasan atasnya adalah dalam
tingkatan ibadat.”
Orang yang rida dengan
keinginan Allah . ia masuk dalam tingkatan ubudah. Wahai pencari kebaikan,
kuisyaratkan kepadamu agar menempuh awal hidayat untuk menguji diri dan
hatimu. Jika engkau dapati hatimu condong kepada awal hidayat dan nafsu yang
terdapat di dalam hatimu tunduk kepadanya, maka majulah terus menuju
penghabisannya dan masuklah dalam lautan ilmu, yakni ilmu rahasiarahasia
ledunniyah yang dalamnya seperti lautan.
Jika
pada awal hidayat hatimu selalu ingin menunda-nunda, maka ketahuilah bahwa
nafsumu masih condong pada hal-hal yang bersifat buruk.
Nafsu
itu bangkit menuntut ilmu dan menurut kehendak setan untuk menyampaikanmu
kepada tipu-dayanya, kemudian menjerumuskanmu ke jurang kebinasaan. Setan
bertujuan menimpakan keburukan atas dirimu dalam bentuk kebaikan hingga
membawamu bersama orang-orang yang merugi. Yakni orang-orang yang menyerahkan
diri mereka dalam suatu amalan yang mereka harapkan keutamaan dengannya,
tetapi mereka mengalami kebinasaan. Mereka itu sia-sia hidupnya di dunia
karena mengikuti setan, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat kebaikan.
Yakni mengharapkan balasan atas perbuatan yang mereka yakini kebenarannya. Di
saat setan bertujuan menampilkan keburukan dalam bentuk kebaikan, maka setan
membacakan kepadamu keutamaan ilmu yang berguna dan derajat para ulama,
khabar-khabar (hadis-hadis Nabi dan atsar-atsar (perkataan para sahabat
dan tabi’in) mengenainya.
Sebagaimana Nabi
bersabda: “Pandangan kepada orang alim lebih kusukai daripada ibadat setahun,
puasa dan salatnya.”
Dalam sabdanya yang lain:
“Orang-orang itu adalah orang alim dan pengajar sedangkan sisanya adalah
lalat.”
Sabdanya yang lain pula: “Kelebihan orang
alim atas ahli ibadat adalah 70 derajat dan jarak antara setiap dua derajat
ibarat langit dan bumi.”
Nabi bersabda:
“Barangsiapa tidak bersedih atas kematian orang alim, maka ia adalah munafik.
Karena tiada musibah yang lebih besar daripada kematian orang alim.”
Beliau
bersabda: “Sesungguhnya amal yang sedikit disertai kebodohan tidaklah
berguna.”
Umar berkata: “Kematian seribu ahli
ibadat yang mengerjakan salat malam dan berpuasa di siang hari lebih ringan
daripada kematian seorang alim yang mengetahui apa yang halal dan haram Allah,
meskipun tidak melebihi dari amalan-amalan fardu.”
Ar-Rabi’
berkata: “Para ulama adalah lampu-lampu zaman. Setiap orang alim adalah pelita
zamannya yang dijadikan penerang oleh orangorang di zamannya.”
Dengan
bertambahnya ilmu, setan akan berusaha keras menjadikanmu lalai, sebagaimana
sabda Nabi : “Barangsiapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah kebaikannya,
maka ia pun semakin jauh dari Allah.”
Dan orang
yang alim yang lalai akan mendapat siksa yang berat, sebagaimana sabdanya :
“Orang
yang paling keras siksanya di hari kiamat adalah orang alim yang tidak diberi
Allah manfaat dengan imunya.”’
Nabi sering
berdoa sebagai pengajaran bagi umatnya:
”Ya
Allah, aku berlindung dengan-Mu dari ilmu yang tidak berguna, dan hati yang
tidak khusyuk, (tunduk) serta amal yang tidak diangkat serta doa yang tidak
diterima.”
Pada malam ketika aku di Isra’-kan
dari Al-Masjidil Aqsha, aku melewati sekelompok orang yang menggunting
bibir-bibir mereka dengan gunting yang terbuat dari api. Kemudian aku berkata:
“Siapa kalian?”
Mereka menjawab: “Kami adalah
orang-orang yang menyeru kepada kebaikan, tetapi kami tidak mengerjakan. Dan
melarang berbuat keburukan, tetapi kami melakukan.”
Asy-Syarbini
dalam kitab As-Siraajul Munir yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa
Rasulullah bersabda: “Pada malam Isra’ aku melihat orang-orang lelaki
menggunting bibir-bibir mereka dengan gunting api.”
Aku
berkata: “Siapakah mereka ini, hai Jibril?”
Jibril
menjawab: “Para khatib dari umatmu. Mereka menyeru kepada kebaikan, tetapi
mereka lupa akan diri mereka, padahal mereka membaca Al-Kitab.”
Maka
waspadalah engkau hai miskin, orang yang hina dan lemah yang tidak memiliki
kecerdasan, janganlah engkau tunduk kepada kepalsuan setan sehingga engkau
terperdaya olehnya.
Bilamana engkau belajar ilmu,
maka wajib bagimu bertanya tentangnya, sesuai firman Allah : “Maka bertanyalah
kepada orangorang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui”, maka mengamalkan
ilmu sesudah mengetahuinya adalah wajib.
Maka
wail (celaka, sebuah tempat siksaan atau kebinasaan di salah satu lembah
Jahanam) sekali bagi orang bodoh yang tak mau belajar ilmu agama. Dan lebih
celaka seribu kali bagi seorang alim yang tak mengamalkan ilmunya, sebagaimana
yang dikatakan Asy-Syarbini. Dalam riwayat lain celaka 70 kali bagi orang alim
yang tidak mengamalkan ilmunya.
Maka perkataannya
”seribu kali” ditekankan bagi mereka yang tidak mengamalkan. Dan perkataan
”sekali” bagi mereka yang tidak mau belajar. Itu lebih jelas dan lebih baik
dan boleh pula masing-masing dari kedua dharf itu berkaitan dengan
perkataanya: ”Wail (celakalah di kedua tempat itu apabila dengan arti siksaan
atau kebinasaan).
Dan hal itu tidak boleh apabila
dengan arti lembah di Jahanam, karena ia adalah nama dzat dan ketika itu
siksaan orang alim menjadi lebih besar daripada siksaan yang dialami orang
bodoh. Ya, itu menurut jumlahnya saja, bukan bentuknya. Maka boleh jadi satu
siksaan lebih keras daripada seribu kali lipat.
Begitu
pula orang yang diharamkan dan Allah menyiksanya, maka siksaan itu
merupakan penyucian baginya. Demikianlah yang dikatakan oleh seorang ulama.
Berdasarkan
makna ini dikatakan, bahwa para malaikat penyiksa, menyiksa para ulama yang
tidak mengamalkan ilmunya sebelum penyembah berhala.
Sebagaimana
diriwayatkan dari Nabi : “Orang alim kekasih Allah, walaupun ia fasik. Dan
orang bodoh itu musuh Allah, walaupun ia ahli ibadat.”
Diceritakan
bahwa orang-orang berbeda pendapat tentang kemuliaan orang alim yang fasik dan
kemuliaan orang bodoh yang ahli ibadat.
Salah
seorang dari mereka pergi ke biara ahli ibadat yang bodoh. Ia berkata: “Hai
hambaku, aku telah menerima doamu dan mengampuni dosamu, maka tinggalkanlah
ibadat dan beristirahatlah.”
Ahli ibadat itu
berkata: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku mengharapkan ini darimu dan memuji
syukur kepadamu serta menyembahmu sejak zaman dahulu. Maka ia pun berdosa dan
kafir karena kebodohannya.”
Kemudian salah
seorang dari mereka pergi kepada orang alim yang fasik. Ternyata ia meminum
khamar. Ia berkata: “Hai hambaku, takutlah kepadaku, karena aku Tuhanmu. Aku
akan menutup dosamu sedang engkau tidak malu kepadaku, maka aku akan
membinasakanmu. Tiba-tiba orang alim yang fasik itu keluar sambil menghunus
pedangnya.
Ia berkata: “Hai terkutuk, engkau
tidak mengetahui Tuhanmu. Aku akan memberitahu kepadamu tentang Tuhanmu
sekarang.” Maka larilah orang yang berkata itu dan tahulah ia dengan itu
kemuliaan ilmu dan ahlinya.
Ketahuilah, bahwa
dalam menuntut ilmu ada tiga tingkatan. Menuntut ilmu dengan mengharapkan
keridaan Allah dan menjadikannya sebagai bekalnya ke akhirat. Maka orang ini
termasuk orang-orang beruntung, yakni selamat dari siksaan Allah dan
mendapatkan kebaikan.
Tanda orang yang alim
akhirat ada tiga. Tidak mencari dunia dengan ilmunya, dan tujuannya mencari
ilmu untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
Maka ia
memperhatikan ilmu batin dan membimbing hatinya dengan melawan nafsu. Dan
dengan ilmu itu ia mengikuti pembawa syariat Muhammad dalam perbuatan
dan perkataannya.
Tanda tidak mencari dunia
dengan ilmu adalah menjadi orang pertama yang mengerjakan perintah dan
menjauhi larangan serta menjauhi makanan, tempat tinggal dan pakaian mewah.
Dan menjauh dari pergaulan dengan raja, kecuali untuk menasihatinya atau untuk
mengembalikan hak orang lain kepada pemiliknya atau memohon keringannan demi
memperoleh rida Allah .
Dan ia tidak boleh
terburu-buru berfatwa seperti menunjukkan orang yang lebih pandai daripada
dia. Sebagaimana diriwayatkan dari Syuraih bin Hani, ia berkata: ” Aku
mendatangi Aisyah menanyainya tentang mengusap di atas sepasang sepatu
khuff.”
Aisyah menjawab: “Hendaklah engkau
menemui Ali bin Abi Thalib dan menanyainya, karena ia pernah bepergian bersama
Rasulullah ” Maka kami pun menanyainya.
Sebagaimana
diriwayatkan dari Sa’ad bin Hisyam bin Amir bahwa ia mendatangi Ibnu Abbas dan
menanyainya tentang salat witir Rasulullah .
Ibnu
Abbas menjawab: “Maukah kutunjukkan kepadamu orang yang paling mengetahui di
antara penduduk bumi salat witir Rasulullah ”
Sa’ad
berkata: “Siapa?”
Ibnu Abbas menjawab: “Aisyah,
pergilah kepadanya dan tanyakanlah kepadanya tentang itu.”
Diriwayatkan
dari Imran bin Haththan, ia berkata: “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
sutera.”
Ia menjawab: ” Pergilah kepada Ibnu
Abbas dan tanyai dia.” Maka aku menanyainya.
Ibnu
Abbas berkata: “Tanyalah Ibnu Umar.” Maka aku menanyai Ibnu Umar.
Ia
menjawab: “Abu Hafsh Umar Ibnul Khattab memberitahu aku bahwa Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya yang memakai sutera di dunia adalah orang yang tidak
mempunyai bagian di akhirat. Semua ini termasuk nasihat.”
Seorang
yang mencari ilmu untuk memenuhi kebutuhannya dengan segera untuk memperoleh
kekuatan, kedudukan dan harta sedang ia mengetahui hal itu dan menyadari
kelemahan keadaannya di dalam hatinya serta kehinaan tujuannya. Ini termasuk
orang-orang yang menghadapi bahaya.
Jika ajalnya
datang dengan tiba-tiba sebelum ia bertobat dari tujuan itu, maka ditakutkan
baginya penghabisan yang buruk. Maka keadaannya terserah Allah. Jika
Allah menghendaki, Dia memaafkannya atau tidak.
Jika
ia sempat bertobat sebelum tiba ajalnya dan mengamalkan ilmunya serta
memperbaiki kesalahan yang dilakukannya, maka ia pun termasuk orang-orang yang
beruntung. Karena orang yang bertobat dari dosanya seperti orang yang tidak
berdosa.
Orang ketiga dikuasai oleh setan. Maka
ia menjadikan ilmunya sebagai alat untuk memperbanyak harta dan membanggakan
diri dengan kedudukannya dan mencari kekuatan dengan pengikut yang banyak. Ia
masukkan ilmunya ke dalam setiap tempat, yakni melancarkan banyak tipu daya
dengan ilmunya, dengan harapan bisa memenuhi keperluannya.
Di
samping itu orang ketiga tersebut menyembunyikan dalam hatinya bahwa ia
mempunyai kedudukan di sisi Allah karena memakai tanda ulama dalam
penampilannya serta perkataannya, padahal ia berambisi kepada dunia, lahir dan
batin. Orang ketiga ini termasuk orang-orang binasa dan dungu yang
terperdaya.
Karena harapan terputus dari tobatnya
disebabkan ia mengira bahwa ia termasuk orang-orang yang berbuat baik
sedangkan ia lalai dari firman Alllah : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa
kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan.”
Orang
ini termasuk mereka yang dikatakan Rasulullah :” Aku lebih takut kepada selain
Dajjal terhadap dirimu daripada Dajjal.”
Dalam
sebuah riwayat: “Selain Dajjal lebih aku takutkan atas dirimu.”
Maka
dikatakan: ”Siapakah dia, ya Rasulullah?”
Beliau
menjawab: “Ulama yang buruk.”
Maksudnya ialah
setiap munafik yang pandai bicara, bodoh hati dan amalnya. Ia menjadikan ilmu
sebagai pekerjaan untuk mencari makan dan kebanggaan untuk menguatkan dirinya.
Ia menyeru orang-orang kepada Allah sedang ia lari darinya.
Sebagaimana
sabda Nabi :
“Sesungguhnya yang paling aku
takutkan atas umarku adalah setiap munafik yang pandai berbicara ”. (HR. Ahmad
bin Hanbal dari Umar Ibnu Khattab)
Dalam sabdanya
yang lain:
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan
atasa umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Imam Ahmad dan
Thabrani dari Abi Darda”)
Hal ini disebabkan
Dajjal bertujuan menyesatkan umat, orang alim seperti ini, meskipun ia
mengalihkan orang-orang dari cinta dunia dengan lisan dan perkataanya, namun
ia menyeru mereka kepadanya dengan amal-amal dan keadaannya, sedangkan lisanul
hal lebih jelas petunjuknya daripada perkataan.
Watak
manusia lebih condong membantu amal perbuatan daripada mengikuti perkataan.
Apa yang dirusakkan oleh orang yang diperdayakan setan ini dengan amal-amalnya
lebih banyak daripada apa yang diperbaikinya dengan perkataannya yang
indah.
Karena orang yang bodoh tidak akan berani
mencintai dunia kecuali bila para ulama berani melakukannya. Maka ilmu orang
ketiga ini menyebabkan keberanian para hamba Allah untuk mendurhakai-Nya tanpa
ragu-ragu.
Nafsunya yang buruk menjadi manja.
Terkadang memberinya harapan seperti masuk surga dan mendapat pahala yang
banyak dan terkadang memberi harapan seperti harta dan pengikut yang
banyak.
Terkadang nafsunya menyeru agar
menyebut-nyebut ilmunya terhadap Allah dengan mengatakan: “Ya Robb, aku
mengetahui ini dan ini.”
Terkadang nafsunya
membuat dirinya berkhayal bahwa ia lebih baik daripada banyak hamba Allah,
yakni dengan sebab ilmunya yang banyak.
Wahai
pencari ilmu, jadilah engkau dalam golongan pertama yang selamat dan janganlah
engkau dalam golongan kedua, yaitu yang mendekati kebinasaan. Karena banyak
orang yang menunda tobat tibatiba datang ajalnya sebelum bertobat hingga ia
merugi. Jagalah dirimu, kemudian supaya tidak menjadi golongan ketiga, yaitu
golongan yang binasa karena menuruti nafsunya. Maka engkau pun binasa dengan
kebinasaan yang tidak ada harapan selamat bagimu dan tidak bisa diharapkan
kebaikanmu.
Jika engkau katakan kepadaku: “Apakah
permulaan hidayat yang engkau sebutkan tadi untuk saya cobakan bagi diriku
apakah ia menerima atau menundanya.”
Maka saya
katakan kepadamu: “Hai penanya yang menginginkan kebaikan, ketahuilah bahwa
permulaan hidayat adalah ketakwaan yang lahir dan penghabisannya adalah
ketakwaan batin.”
Tiada keberuntungan, kecuali
dengan takwa. Dan tiada kebenaran, kecuali bagi orang-orang yang bertakwa.
Takwa adalah ibarat mematuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Ketakwaan itu menjaga pelakunya dari bahaya-bahaya
duniawi dan ukhrawi.
Keduanya (yakni mematuhi dan
menjauhi itu) ada dua macam:
Selanjutnya saya
kemukakan kepadamu secara ringkas dari ilmu takwa yang lahir dalam kedua macam
ini semuanya, yaitu adab-adab dalam melakukan ketaatan dan adab-adab dalam
meninggalkan maksiat. Dan saya sertakan bagian ketiga, yaitu adab-adab bergaul
supaya kitab ini menjadi lengkap dan mencakup hubungan dengan Allah
maupun hubungan dengan manusia.[]
DOWNLOAD KITAB (PDF)
- Terjemah Maraqil Ubudiyah
- Kitab Maraqil Ubudiyah versi Arab
-
Kitab Maraqil Ubudiyah versi Arab (berwarna)