Ilmu Nasab, Ilmu Fikih, dan Sejarah dalam Menentukan Keabsahan Nasab Ba'alawi
Judul buku: Keabsahan Nasab Ba'alawi Membongkar Penyimpangan Pembatalnya
Tema: Anti tesis / sanggahan atas buku Terputusnya Nasab Baalawi oleh KH Imaduddin Utsman Al-Bantani
Bidang studi: sejarah, ilmu nasab
Penulis : Tim Pengawal Persatuan Ummat Rabithah Alawiyah, Muhamad Hanif Alatas Rumail Abbas Ahmad Quddur Idrus Al Masyhur Maimun Nafis Muhaimin Bahirudin M. Fuad A. Wafi. Muhammad Assegaf
Penyunting : Kukuh Achdiat Subiantoro & Dedi Ahimsa
Penyelaras aksara : Nurjaman SQ
Penata aksara : Mujia P
Perancang sampul: Kertas Lecek (Abdul Hakim)
Diterbitkan oleh: Hilyah.Id
JI. Raya Raci, RT04, RW03, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur
Daftar isi
- BAB 1: KEABSAHAN NASAB BA'ALAWI MENURUT ILMU NASAB, ILMU FIKIH, DAN SEJARAH
- Pasal 1 - Tolok Ukur Keabsahan Nasab
- Pasal 2 - Isbat para Nassabah Non-Ba'alawi terhadap Keabsahan Nasab Saadah Ba'alawi
- Al-Nassabah Muhammad Kazhim bin Abil Futuh al-Yamani al-Musawi
- Al-Nassabah al-Sayid Muhammad bin al-Husein al-Husaini al-Samarqandi al-Madani
- Al-Nassabah al-Sayid Dhamin bin Syadqum
- Al-'Allamah al-Nassabah Abu 'Allamah Muhammad bin Abdullah al-Muayadi al-Hasani (Nassabah Abad Kesebelas)
- Al-Nassabah al-Hafidz Murtadha al-Zabidi
- Al-Nassabah Syaikh al-Syaraf al-'Ubaidili
- Al-Nassabah Abu Abdillah Muhammad al-Thalib al-Maradisi al-Fasi
- Al-Nassabah Sayid Mahdi Raja'i
- Pasal 3 - Pengakuan dan Kesaksian para Ulama terhadap Keabsahan Nasab Scidah Ba'alawi
- Al-Sayid Hasan bin Muhammad al-'Allal al-Husaini
- Al-Sayid Abul Qasim al-Naffath
- Al-Faqih Hasan bin Rasyid
- Musnad Syaikh Umar bin Sa'd al-Dzafari
- Sejarawan Yaman al-Imam Bahauddin al-Janadi al-Yamani
- Al- Imam Husein bin Abdurrahman al-Ahdal
- Al-Imam al-Muhaddits Abil Abbas Ahmad bin Abdullathif al-Syarji al-Zabidi al-Hanafi
- Al-Imam al-Muarrikh Abu Muhammad Abdullah bin As'ad bin Sulaiman al-Yafi'i al-Yamani al-Makki
- Al-Malik al-Abbas bin Ali bin Dawud al-Rasuli
- Al-Imam al-Muarrikh Abil Hasan Ali bin al-Hasan al-Khazraji
- Al-Syaikh Abdurrahman bin Muhammad al-Khathib al-Anshari al-Tarimi
- Al-Sakhawi al-Hafidz al-Imam al-Sakhawi ra
- Al-Muarrikh Abu Muhammad al-Thayyib bin Abdullah Bamakhramah al-Hadhrami
- Al-Imam al-Mutawakkil 'Atallah Yahya bin Syarafuddin bin al-Mahdi al-Hasani
- Ibnu Hajar al-Imam al-Faqih Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami
- Al-Imam Ibnu al-'Imaduddin al-Hanbali
- Al-Muarrikh Muhammad Amin bin Fadhlullah al-Muhibbi al-Dimasyqi
- Al-Imam Muhammad bin Ismail yang Dikenal dengan al-Amir al-Shan'ani
- Al-'Allamah al-Syaikh Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi
- Al-'Allamah al-Sayid Bakri Syatha al-Dimyathi
- Al-Qadhi Ja'far bin Abi Bakar al-Lubni al-Hanafi ra
- Al-Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani
- Al-Muhaddits Abuya al-Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki
- Syaikh Ibrahim Ibnu Manshur
- Al-Sayid Walid al-'Uraidhi
- Daftar Nama-Nama Ulama Lain yang Mengakui Nasab Ba'alawi
- Pasal 4 - Pengakuan Ulama Besar Nusantara terhadap Status Ba'alawi sebagai Dzurriyah Nabi Saw
- Al-'Allamah Syaikh Nawawi al-Bantani
- Hadhratu al-Syaikh KH Hasyim Asy'ari
- Al-'Allamah Syaikh Abdul Hamid Kudus
- KH Soleh Darat
- Al-'Allamah Syaikh Mahfudz al-Turmusi al-Jawi
- Syaikh Mukhtar bin 'Atharid al-Jawi al-Bogori
-
Prof Dr Abdul Malik Karim Amrullah/Buya Hamka
- Al-'Allamah KH Abdullah bin Nuh
- Musniddunya' al-Syaikh Yasin al-Fadani
- KH Muhammad Zaini Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul Martapura)
- KH Maimoen Zubair dan Ponpes al-Anwar Sarang
- Abuya KH Uci al-Turtusi bin KH Dimyathi (Cilongok)
- Ulama Madura dan Syaikhana Khalil
- Prof Dr Ustadz Abdul Somad, LC, MA
- CATATAN PENTING
- Abdullah atau Ubaidillah?
- Pasal 5 - Penetapan Keabsahan Nasab dengan Cara Al-Istifadhah
- Pasal 6 - Jejak Peninggalan Pendahulu Sadah Ba'alawi di Hadramaut
- Footnote dan Referensi
- Buku Terkait Nasab oleh KH. Imaduddin al-Bantani:
- Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia
- Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw
- Buku Membongkar Skandal Ilmiyah sejarah dan Genealogi Ba’alwi
- Living Sunnah, Otoritas Keagamaan Dan Konstruksi Nasab Ba’Alwi
- Kembali ke buku: Keabsahan Nasab Ba'alawi Membongkar Penyimpangan Pembatalnya
BAB 1 KEABSAHAN NASAB BA'ALAWI MENURUT ILMU NASAB, ILMU FIKIH, DAN
SEJARAH
PASAL 1 Tolok Ukur Keabsahan Nasab
Sebelum menilai keabsahan sesuatu, yang pertama kita bahas adalah apa
tolok ukur keabsahan sesuatu tersebut dalam bidang terkait . Sebagai contoh,
sebelum menilai kebenaran sebuah rangkaian kata dalam bahasa Arab, kita hams
mengetahui apa tolok ukur kebenaran sebuah rangkaian kata dalam kaidah bahasa
Arab (nahwu sharaf).
Contoh lain terkait pernikahan . Sebelum menilai sah atau tidak sebuah
pernikahan, terlebih dahulu kita hams mengetahui tolok ukur keabsahan
sebuah pernikahan dalam ilmu fikih. Bukan seenaknya menentukan standar
keabsahan sendiri, lalu dengan bebas menyatakan yang ini sah dan yang itu
tidak sah. Begitu pula soal nasab. Bicara soal nasab tidak lepas dari ilmu
nasab yang konstmksinya sudah terbangun secara rapi sejak lebih dari 1.000
tahun lalu. Al-'Allamah Hajji Khalifah dalam kitabnya Kasyf al-Dzunun
menjelaskan :
"Ilmu nasab adalah ilmu yang digunakan untuk
mengetahui nasab-nasab orang dan kaidah-kaidahnya, baik yang bersifat global
atau parsial. Tujuan dari ilmu nasab adalah menghindari kesalahan menilai
nasab seseorang ."
Jadi, jika mau menilai keabsahan sebuah nasab,
kita harus mengetahui dulu tolok ukur sebuah nasab dianggap sah menurut
perspektif kaidah ilmu nasab, bukan bebas menentukan standar lalu menyatakan
nasab ini sah dan yang itu tidak sah.
Lantas, apa yang menjadi tolok ukur keabsahan sebuah nasab dalam perspektif ilmu nasab? Para pakar teori ilmu nasab menyebutkan beberapa th<iriq Galan) untuk mengisbat (menetapkan) keabsahan sebuah nasab. Jika satu saja terpenuhi, nasab tersebut dinyatakan sah.
1. Tercantum dalam kitab-kitab nasab yang ditulis para ulama ahli nasab/ nassabah yang tepercaya dan ahli tahqiq yang teliti, yang tidak diutak-atik oleh orang yang tidak bertanggung jawab . Jika berupa manuskrip, harus dipastikan kebenaran manuskrip tersebut.
2. Nasab tersebut tersebar luas serta terkenal dengan sesuatu yang me
nimbulkan keyakinan kebenarannya, juga tersiar luas di antara sejumlah orang
yang menghasilkan keyakinan atau prasangka kuat kebenarannya serta tidak
mungkin bersepakat berdusta, atau yang disebut dalam ilmu fikih dan ilmu nasab
dengan istilah al-syuhrah wa al-istif<idhah. Ini adalah bukti yang paling
kuat.
Hal itu dijelaskan dalam berbagai kitab teori ilmu nasab,
sebagaimana redaksi berikut :
Setelah mengetahui standar penetapan
sebuah nasab dalam perspektif ilmu nasab, apakah nasab Ba'alawi memenuhi
standar tersebut? Apakah nasab Ba'alawi dicantumkan dan diakui para nassabah?
Apakah kebersambungan nasab Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw. melalui jalur
Sayidina Husain r.a. sudah masuk kategori syuhrah dan istifcidhah? Jika salah
satu dari dua hal tersebut terpenuhi, nasab Ba'alawi sah menurut standar ilmu
nasab . Simpel sekali! Pembaca akan mendapatkan jawaban atas dua pertanyaan
tersebut dari uraian yang akan kami jelaskan. Insya Allah.
PASAL 2 Isbat para Nassabah Non-Ba'alawi terhadap Keabsahan Nasab Sidah
Ba'alawi
Jika sebuah nasab tercantumnya dalam
kitab-kitab nasab yang ditulis oleh nassabah yang kredibel dan
tsiqah (meskipun nassabah itu tidak sezaman), hal itu menjadi salah satu tolok
ukur keabsahan sebuah nasab menurut perspektif ilmu nasab. Hal ini disebabkan
pencatatan nasab bukan sesuatu yang bersifat penalaran akal melainkan
verifikasi kebersambungan nasab berdasarkan sumber data yang valid dan
memenuhi standar ilmu nasab. Artinya, manakala seorang nassabah yang kredibel
dan tsiqah mencantumkan sebuah nasab, periwayatan jalur nasab tersebut ('amudu
al-nasab) menjadi rujukan dalam mengisbat nasab karena nassabah yang tsiqah
dan kredibel dituntut tidak memvalidasi sebuah nasab kecuali
berbasis data dan telah memenuhi standar ilmu nasab. Hal ini jika
dicantumkan oleh seorang nassabah saja menjadi bernilai, bagaimana kalau
secara sinkron disepakati dan divalidasi oleh banyak nassabah. Dan, inilah
pola yang terbangun dalam ilmu nasab dari masa ke masa . Al-Nassabah Ibrahim
bin Manshur, ahli teori ilmu nasab yang karya-karyanya kerap dikutip
Imaduddin, menjelaskan:
"Oleh karena itu, banyak dari Bani Hasyim
dan yang lainnya-dari zaman dahulu hingga saat ini-menghubungkan silsilahnya
dengan asal-usulnya pada abad kelima atau kesepuluh dengan riwayat ('amUdu
al-nasab) yang disepakati dari satu keluarga, atau dengan dokumen.Ini adalah
cara yang dilakukan dari para ulama besar Islam yang ahli dalam nasab,
sebagaimana yang akan dijelaskan. Para ulama tidak menerima riwayat ('amudu
al-nasab) atau dokumennya jika itu milik seseorang yang dicap tidak punya anak
oleh para ulama secara eksplisit, atau dicap keturunannya punah, atau hanya
punya anak perempuan, atau redaksi yang menunjukkan bahwa dia tidak mempunyai
keturunan . (Selanjutnya) periwayatan nasab, apalagi dokumen silsilah, bukan
sesuatu yang barn diciptakan yang tidak mempunyai dasar dalam ilmu nasab.
Catatan nasab itu justru dibangun di atas periwayatan . Inilah kitab-kitab
klasik seperti kitab Silsilah Quraisy karya Mu'raj bin Amr bin al-Harith
al-Sadusi (w. 195 H) dan Jamhara al-Nasab karya lbn al Kalabi Hisyam bin
Muhamad bin Sa'ib (w. 204 H), serta kitab-kitab lainnya yang semuanya ditulis
berdasarkan periwayatan nasab."
Di sisi lain, para ulama nasab yang tsiqah dalam hal ini adalah kalangan
terdidik yang sangat menyadari bahwa "penisbahan anak kepada selain orang tua
biologis" merupakan kemungkaran yang tidak boleh dinormalisasi. Hal ini
sebagaimana amanat Nabi Saw. kepada mereka semua.
Orang yang
mengakui orang tua non-biologisnya sebagai bapaknya, padahal ia mengetahui
bahwa ia bukanlah anaknya, maka ia telah kufur kepada Allah . Barang siapa
yang mengaku keturunan biologis dari sebuah bangsa, padahal bukan, hendaknya
ia menyiapkan tempat tinggalnya di neraka." (HR Bukhari)
Jika
penisbahan biasa memiliki dampak teologis seperti
itu, penisbahan yang mengeklaim sebagai dzurriyah Baginda Nabi
Saw. dampaknya lebih dari itu. Tak heran jika al-Imam lbn Hajar
al-Haitami (w. 974 H) memberikan postulat mengapa pencatatan nasab
s<idah hams dijaga dengan baik:
"Seyogianya setiap orang menaruh
perhatian pada nasab mulia ahli bait dan menjaganya sehingga tidak ada
orang yang mengeklaim bagian darinya tanpa hak. Seyogianya pula kemuliaan ahli
bait tetap terjaga dari klaim (pencangkokan) orang bodoh dan kurang ajar."1
Hadis
dan postulat tersebut patut kami tampilkan lebih awal untuk
menjalin kesinambungan di benak pembaca bahwa para nassabah dan ulama
tsiqat wa al-mu'tabarin yang mendapati kehidupan wangsa
Ba'alawi dan memberikan kesaksian tentangnya benar-benar memiliki
integritas hingga terbukti sebaliknya.
Kembali ke pertanyaan terkait
kaidah penetapan nasab dalam perspektif ilmu nasab, apakah nasab Ba'alawi
sebagai dzurriyah Nabi Saw. dicantumkan dan diakui oleh para nassabah dalam
kutub al-ans<ib?
Ternyata, keabsahan nasab sadah Ba'alawi, wabil
khushush status Sayidina Alwi bin Ubaidillah dan Sayidina Imam
Abdullah/Ubaidillah (w. 383 H) sebagai keturunan dari al-Muhajir Ahmad bin Isa
radhiyallahu 'anhumwa 'anushulihim wafun1 'ihimajma'in, diakui dan dicantumkan
banyak nassabah dalam kutub al ans<ib mereka, di antaranya sebagai
berikut.
1. Al-Nassabah Muhammad Kazhim bin Abil
Futuh al-Yamani al-Musawi (w. 880 H)
Dalam al-Nafhah al-Anbariyyah secara
eksplisit disebutkan bahwa Sayidina Ahmad bin Isa pindah ke Hadramaut dan
memiliki anak bernama Abdullah yang merupakan ayah dari Jadid. Redaksi
keterangan beliau sebagai berikut.
2. Al-Nassabah
al-Sayid Muhammad bin al-Husein al-Husaini al-Samarqandi al-Madani (w. 996
H)
Dalam Tuhfatu al-Thalib Bima'rifati Man Yantasibu ila 'Abdilllih
wa Abi Thalib, al-Samarqandi mengatakan sebagai berikut .
Dalam
keterangan di atas, al-Nassabah al-Samarqandi menyebutkan bahwa beliau
menemukan catatan yang menjelaskan ulama pakar nasab di Hadramaut dan
Yaman-yang nama-namanya beliau sebutkan-menceritakan bahwa al-Imam Ahmad bin
Isa al-Rumi hijrah bersama putranya, Abdullah, beserta rombongan dari Bashrah
dan Irak menuju Hadramaut .
Muallif kitab di atas dalam hal ini mengutip
dari catatan yang disebutkan. Namun, sebagaimana diketahui dalam dunia
penulisan, mengutip tanpa membantah merupakan bentuk persetujuan muallif
terhadap substansi catatan tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh para
ulama:
3. Al-Nassabah al-Sayid Dhamin bin Syadqum
(hidup pada 1090 H)
Dalam Tuhfah al-Azhar disebutkan bahwa Ahmad bin
Isa al-Rumi memiliki anak yang di antaranya bernama Abdullah . Abdullah
memiliki anak bernama Alwi dan Alwi memiliki anak bernama Muhammad . Berikut
redaksinya :
4. Al-'Allamah al-Nassabah Abu
'Allamah Muhammad bin Abdullah al-Muayadi al-Hasani (Nassabah Abad
Kesebelas)
Beliau adalah penulis al-Musyajjar al-Kasysyiif . Kitab
nasabnya bernama Raudh al-Albiib Bima'rifah al-Ansiib, yaitu kitab yang
menjadi rujukan nasab di daerah Yaman . Berikut ini gambar salah satu
halamannya .
Perhatikan tanda panah dalam kitab Musyajjar Abu
'Allamah! Di situ tertulis bahwa Ahmad al-Abah (al-Muhajir) memiliki empat
putra, yaitu Muhammad, Ali, Husain, dan Abdullah . Bahkan, di situ beliau
mengisbat nasab Syaikh Abu Bakar bin Salim r.a.
Perlu menjadi catatan
bahwa an-Nassabah Abu 'Allamah merupakan nassabah yang menjadi rujukan
resmi di Yaman, sebagaimana dituangkan dalam takrir al-Imam Yahya Hamiduddin
yang merupakan Imam al-Yaman.
5. Al-Nassabah
al-Haft.dz Murtadha al-Zabidi
Al-Imam al-Hafidz al-Musnid al-Nassabah
Muhammad Murtadha al-Zabidi
r.a. (w. 1205 H), pengarang kitab Ith/if
al-S<idah al-Muttaqin bi Syarah IhY<i' 'Uhlmiddin dan T<ijul 'Ams
Bisyarhil Q<imus, dalam al-Raudhu al-Jaliy fi Nasabi Bani 'Alawi mengutip
dari para nassabah terdahulu bahwa al-Imam Ahmad al
Muhajir bin Isa
al-Naqib memiliki beberapa anak, di antaranya Abdullah atau Ubaidillah .
Redaksi secara lengkap sebagai berikut .
Pada keterangan di atas,
al-'Allamah al-Nassabah al-Zabidi setelah menye butkan beberapa anak al-Imam
Ahmad bin Isa dan menjelaskan bahwa Abdullah (Ubaidillah) adalah salah satu di
antaranya. Iajuga menyebutkan bahwa Abdullah hijrah bersama ayahnya ke
Hadramaut. Beliau menutup keterangannya dengan kata-kata :
yang
artinya; Inilah keturunan Ahmad bin Isa al-Naqib yang disepakati oleh para
Ahli Ilmu Nasab.
Luar biasa, kesaksian ini dinyatakan seorang imam yang
dijuluki Khlitimatun naslibah abad ke-12 dan 13. Tidak sampai di situ, bahkan
beliau menulis secara khusus satu kitab tentang nasab Ba'alawi dengan judul
al-Raudhu al-Jaliy fi Nasabi Bani 'Alawi.
Lebih dari itu, al-Nassabah
Murtadha al-Zabidi juga memperbarui dengan catatan, khususnya terhadap Bahru
Ansab al-Musyajjar al-Kasysyaf karya al-Nassabah Muhammad bin Ahmad al-Najafi
(9-10 H) dengan memberikan ta'liq kepada nama Ahmad bin Isa:
Hal itu bisa
dilihat dalam lembaran al-M usyajjar al-Kasysyiif di bawah ini, dengan catatan
kaki dari al-Nassabah al-Zabidi dan diberi tanda nama beliau sehingga tidak
bercampur dengan matan asli al-M usyajjar al-Kasysyiif, serta kami tandai
dengan panah yang berada di sebelah kanan:
Jika diperbesar, akan
terlihat seperti ini:
6. Al-Nassabah Syaikh
al-Syaraf al-'Ubaidili (w. 435 H)
Beliau berkata:
Dalam
keterangan di atas, Syaikh al-Syaraf al-'Ubaidili menjelaskan bahwa Ahmad bin
Isa hijrah dari Madinah ke Bashrah pada 10 tahun kedua abad ke-4 Hijriah.
Kemudian, beliau keluar dari Madinah bersama putranya, Abdullah, menuju timur
dan menetap di Hadramaut, Yaman.
Keterangan al-'Ubaidili di atas dikutip
oleh al-Imam al-Hafidz al-Musnid al-Nassabah Muhammad Murtadha al-Zabidi (w.
1205 H) pengarang kitab It}}_iif al-Sadah al-Muttaqin bi Syarah Ihya
'Ulumiddin dan Tajul 'An1s Bisyarhil Qamus dalam karyanya al-Raudhu al-Jaliy
fi Nasabi Bani 'Alawi.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa ungkapan
al-'Ubaidili tersebut tidak disebutkan dalam karyanya, Tahdzib al-Ansab, yang
cetakannya sudah beredar? Dari mana al-Imam Murtadha al-Zabidi mengutip
ungkapan tersebut sedangkan dalam kitab Tahdzib al-Ansab yang merupakan karya
al-'Ubaidili itu sendiri ungkapan di atas tidak ditemukan? Hal ini bisa
dijelaskan sebagai berikut.
a. Al-'Ubaidili r.a.
tidak hanya memiliki 1 karya . Beliau memiliki banyak ka rangan dalam ilmu
nasab. Hal ini sebagaimana keterangan berikut.
Bahkan, muhaqqiq
Tahdzibal-Ans<ib sendiri menyebutkan bahwa al-'Ubaidili memiliki
kitab tentang nasab yang berjudul al-Mabsuth fi al-Nasab setebal
sepuluh
ribu satu lembar sehingga Tahdzib al-Ansab ukurannya jauh lebih kecil dari
kitab tersebut .21 Artinya, tidak semua ungkapan al-'Ubaidili ada dalam
Tahdzib al-Ans<ib. Dengan demikian, jika tidak ada dalam Tahdzib
al-Ans<ib, pernyataan al-'Ubaidili ada dalam karyanya yang lain, baik yang
masih makhthuth (manuskrip) atau mafqud .
b.
Pernyataan al-'Ubaidili di atas dimuat al-Imam Muhammad Murtadha al Zabidi.
Beliau adalah rujukan dan imam dalam bidang ilmu nasab yang bisa dijadikan
hujah . Al-Muhaddits al-Kattani berkata:
"Pada zaman al-Imam
Murtadha al-Zabidi, orang-orang dari Barat dan Timur melakukan perjalanan
menuju beliau dan menyuratinya untuk membukukan nasab mereka dan
mengoreksinya ."
Tidak hanya itu, al-Imam Murtadha al-Zabidi juga
dijuluki Kh<itimah al-Nassabah abad 12 dan 13 H. Bahkan, muhaqqiq kitab
al-Raudhu al-Jaliy , Dr. Muhammad Abu Bakar Badzeib dalam muqaddimah
tahqiq-nya menyebutkan bahwa al-Zabidi memiliki tidak kurang dari 25 karya
tulis dalam bidang ilmu nasab23 • Oleh karena itu, kepakaran, kapabilitas, dan
otoritas beliau dalam ilmu nasab tidak diragukan lagi. Beliau adalah hujah
dalam ilmu nasab. Dengan demikian, jika kita belum berhasil melacak sumber
kutipan beliau, berarti beliau-dengan segala kapabilitas dan amanah
ilmiahnya-menjangkau referensi yang tidak kita jangkau dan menjadi perawi yang
tsiqah dalam hal ini, sebagaimana kaidah yang masyhur dalam ilmu periwayatan
:
7. Al-Nassabah Abu Abdillah Muhammad al-Thalib
al-Maradisi al-Fasi (w. 1273 H)
Nassabah24 dari Maroko ini, dalam kitab
nasab yang beliau tulis, al-Isyraf 'Ala' Ba'dhi Man Bi Faas min Masyahiril
Asyriif , tatkala menyebutkan al-Imam Isa al-Naqib bin Muhammad bin Ali
'Uraidhi, memberikan keterangan bahwa Isa merupakan kakek dari Asyraf yang
dikenal dengan Ba'alawi, di antaranya Alidrus. Bahkan, beliau menyatakan bahwa
Ba'alawi merupakan keluarga ahli bait terbesar di dunia yang dipenuhi dengan
keilmuan dan kesalehan. Bahkan, di antara Ba'alawi banyak yang mendapatkan
maqiim autiid juga aqthiib . Berikut ini redaksinya .
8.
Al-Nassabah Sayid Mahdi Raja'i
Sebetulnya ada banyak sekali nassabah
kontemporer yang memasukkan nasab Sadah Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi
Saw. dalam kitab-kitab nasab mereka. Lalu, mengapa hanya al-Nassabah Mahdi
Raja'i yang kami muat keterangannya? Hal ini disebabkan beliau adalah muhaqqiq
kitab al-Syajarah al-Mubarakah yang dijadikan tumpuan Imaduddin dalam
pembatalan nasab S<idah Ba'alawi . Bahkan, kaidah-kaidah yang ditulis
al-Sayid Mahdi Raja'i dalam kitab al-Mu'qibun juga dirujuk Imaduddin dalam
mendukung syubhatnya. Padahal, al-Nassabah Mahdi Raja'i secara panjang lebar
menjelaskan nasab S<idah Ba'alawi sebagai asyraf dalam kitabnya,
al-Mu'qibun Min 'Ali Abi Th<ilib, di antaranya sebagai berikut .
Tidak
sampai di situ, al-Nassabah al-Sayid Mahdi Raja'i bahkan menuliskan sebuah
takrir/bayan resmi sebagai sebuah keterangan ahlijpakar yang isinya menegaskan
bahwa nasab S<idah Ba'alawi telah disepakati keabsahannya, baik melalui
perspektif ilmu nasab, ilmu sejarah, atau ilmu syariat. Berikut ini takrir
resminya.
PASAL 3 Pengakuan dan Kesaksian para Ulama terhadap Keabsahan Nasab Sadah
Ba'alawi
jika merujuk kepada standar ilmu nasab sebagaimana yang telah dijelaskan, keterangan para nassabah yang kredibel dari kitab-kitab nasab di atas sudah lebih dari cukup sebagai salah satu cara mengisbat sebuah nasab am perspektif ilmu nasab. Meski begitu, masih banyak kitab nasab lainnya yang mencantumkan nasab Sadah Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw. yang tidak kami muat karena khawatir terlalu panjang.
Menariknya, informasi kitab-kitab nasab di atas tidak berdiri sendiri. Selain
ditopang syuhrah dan istifcidhah,akurasi data danvalidasi informasinya semakin
dikuatkan dengan data-data sejarah tentang kemasyhuran Scidah Ba'alawi sebagai
asyraf dzurriyah Rasulullah Saw., yang disebutkan secara konsisten dan
serentak dalam berbagai kitab sejarah, baik sebelum dan sesudah
kitab-kitab nasab tersebut.
Taju al-Din Ali bin Anjab (593-674 H),
dalam Ghuraru al-Muh_adharah wa Duraru al-Mukatsarah, mengatakan bahwa
silsilah nasab tidak dapat berdiri sendirian tanpa ilmu lain sebagai penopang.
Ia membutuhkan ilmu lain sebagai penunjang. Salah satunya ialah sejarah
(t<irik h)
"Andaikan tidak ada ilmu sejarah (tarikh), orang akan
bodoh tentang nasab, kemuliaan akan dilupakan, manusia tidak akan tahu bahwa
asalnya dari tanah. Begitu pula, tanpa ilmu sejarah (tarikh), semua dinasti
akan punah bersama tokoh-tokoh mereka, dan orang pada masa sekarang akan buta
tentang para pendahulunya ."27
Begitu pula sejarawan Yaman yang
disebut sebagai "Sejarawan Tepercaya" bernama Bahau al-Din al-Janadi (675-732
H) dalam al-SulUk Ji Thabaq<it al 'Ulam<i' wa al-MulUk yang
menyampaikan postulat sebagai berikut .
"Ilmu sejarah adalah ilmu
yangberguna dan berharga . Ia menyambungkan generasi terdahulu
dengan generasi penerusnya, sekaligus
membedakan siapa yang mendapat petunjuk dan siapa yang
tersesat. Melalui ilmu sejarah, kita mengetahui leluhur kita Nabi Adam dan
setelahnya, kendatipun jarak dan waktunya jauh dari kita. Andaikan tanpa ilmu
sejarah, nasab akan tidak diketahui, kemuliaan akan tergerus, dan tidak ada
yang membedakan antara orang bodoh dan intelektual."28
Dalam kitab
al-Madkhal Il<i' 'Hmi al-Nasab wa Qaw<i'idihi disebutkan:
"Begitulah,
sebuah nasab akan bertambah kuat di atas kuat jika kepopuleran nasab tersebut
sejalan dengan pandangan para ulama nasab dan ulama sejarah yang tsiqah dalam
nasab ini."
Bahkan, bukan hanya kitab-kitab sejarah. Data-data
tentang siadah (status Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw.) juga tercatat
rapi di berbagai kitab ascinid , tarcijim, tsabat, dll., mulai dari abad ke-5
sampai saat ini.
Berikut di antara kitab-kitab tersebut.
1.
Al-Sayid Hasan bin Muhammad al-'Allal al-Husaini (w. 460 H)
Al-Sayid
Hasan bin Muhammad al-'Allal bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa (w. 460 H)
bernasab sahih dan tertulis dari masa ke masa di semua kitab nasab sebagai
buyut (anaknya cicit) dari Ahmad al-Muhajir. Pada ismid-nya30, ia berkata:
lsnad
Al-Hasan ibn Muhammad Al-'Allal
"Meriwayatkan kepadaku kakekku Ali
bin Muhammad bin Ahmad (al-Muhajir) bin Isa di Basrah, dia berkata,
meriwayatkan kepadaku pamanku Abdillah bin Ahmad al-Abah bin Isa al-Alawi,
nazilu al-Yaman (imigran yang menetap di Yaman)."
Hasan al-'Allal
mengatakan kakeknya bernama Ali (presisi dengan silsilah nya di kitab nasab)
dan Ali mengatakan pamannya bernama Abdillah bin Ahmad bin Isa (presisi jika
dikomparasikan dengan kitab nasab). Hasan itu sezaman dengan kakeknya yang
bernama Ali. Ali tentu saja sezaman dengan Abdullah (kelak dipanggil
Ubaidillah) . Kami sebut sezaman karena meriwayatkan hadis dengan redaksi
"haddatsana" yang mengindikasikan tahaqququ aHiq<i' (per temuan langsung
dari orang yang sama-sama hidup dan sezaman). Orang yang sezaman, apalagi
mendapati masa kehidupannya, tentu saja tidak perlu kitab nasab dan
kesaksiannya bernilai otoritatif (baca: muktabar) .
Eksistensi musnad
al-Hasan bin Muhammad al-'Allal ini dikonfirmasi oleh Musnidduny<i' Syaikh
Yasin al-Fadani dalam kitabnya, al-Arba'un Hadits<in min Arba'in
Kit<iban 'an Arba'in Syaikh<in:
2. Al-Sayid
Abul Qasim al-Naffath (w. 490 H)
Salah satu cucu dari Ahmad bin Isa,
yaitu Abul Qosim al-Naffath Muhammad (w. 490 H) bin al-Hasan bin Muhammad bin
Ali bin Ahmad bin Isa, dalam sebuah isnadnya merekam dengan jelas bahwa Ahmad
bin Isa memiliki anak yang bemama Ubaidillah . Ubaidillah memiliki anak yang
bernama Bashri, Jadid, dan Ubaidillah . Isnad itu diterima tahun 461H oleh Abu
al-Qasim al-Naffath sebagai berikut:
"(Abdullah bin Ali al-Ray
al-Alawi, w. 461 H berkata :) Telah meriwayatkan kepadaku Abu al-Qasim
al-Naffath Muhammad bin al-Hasan secara musyafahah pada tahun 461 H. Dia
berkata telah meriwayatkan kepadaku ayahku, Abu Muhammad al-Hasan al-'Allal
al-Alawi, secara qira'at dan aku mendengarkannya di Bashrah pada 459 H. Dia
berkata telah meriwayatkan kepadaku al-Musnid Abdullah bin Bashri bin
Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Azrah al-Alawi. Dia berkata telah
meriwayatkan kepadaku ayahku, kedua pamanku, Jadid dan Alwi, keduanya adalah
anak Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Rumi al-Alawi secara
ijazah."32
Eksistensi musnad Abu al-Qasim al-Naffath dikonfirmasi oleh
Musnidduny<i' Syaikh Yasin al-Fadani dalam kitabnya al-Arba'un Hadits<in
min Arba'in Kit<iban 'an Arba'in Syaikh<in:
3.
Al-Faqih Hasan bin Rasyid (w. 638 H)
Salah satu murid Syarif Abu al-Jadid
Ali bin Muhammad bin Jadid ialah Hasan bin Rasyid (w. 638 H), sebagaimana hal
itu dijelaskan dalam reportase al-Janadi.
"Para intelektual Muslim
waktu itu banyak yang belajar kepada Syarif Abi al Jadid. Di antara mereka
ialah Muhammad bin Mas'ud al-Safali, lbn Nashir al Himyari, Ahmad bin
Muhammad al-Junaid, dan Hasan bin Rasyid ."
Sosok yang dijuluki
al-Faqih Hasan bin Rasyid oleh al-Imam al-Janadi35 ini, dalam ijazah Sunan
Tirmidzi yang ditulis langsung kepada muridnya, ia menulis julukan Abu
al-Jadid (beserta anak biologisnya) sebagai Syarif dan Husaini :
"Dan
telah membaca kepadaku seorang fakih, wali yang dicintai karena Allah, Syarif
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid al-Husaini. Berdasar hak
pengijazahan yang kuterima dari pembacaku di depan ayahnya, Syarif Abi
al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid al-Husaini. Ditulis oleh Hasan
bin Rasyid al-Hadrami (w. 638 H)."36
Al- Faqih Hasan bin Rasyid
menyebut Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid dan putranya
dengan sebutan al-Syarif al-Husaini. Pada masa itu terdapat
postulat dari Raja Yaman bernama Umar bin Yusuf bin Rasul (635-696 H) di dalam
Thurfat al-Ash<ib fi Ma'rifati al-Ans<ib tentang julukan keturunan Imam
Ali secara spesifik.
"Ketahuilah, sesungguhnya julukan syarif tidak
dimutlakkan kepada seluruh keturunan Ali karramall<ihu wajhah, akan tetapi
hanya diberikan kepada keturunan Sayidah Fathimah binti Rasulillah, yaitu
Hasan dan Husain. Setiap keturunan Ali karramall<ihu wajhah selain darinya
(Sayidah Fathimah) disebut 'alawiyyin dan tidak disebut syarif ."37
Kemudian,
dalam naskah tsabat kitab Arba'un karya Bin Jadid (makhthuth) yang tersambung
secara sanad melalui muridnya langsung, yaitu Umar bin Ali al-Tiba'i (w. 638
H), ijazah pada tahun 611 H, menulis silsilah Ali bin Jadid yang ia nukil dari
catatan tangan Ali bin Jadid sendiri sampai Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.
"Kitab
Arba'in didapatkan berdasarkan sanad sebelumnya kecuali dari al-Auzari.
Didapatkan dari ayahnya dari Muhammad bin Umar, didapatkan dari ayahnya
Muzafaruddin Umar bin Ali al-Tiba'i berdasarkan riwayat yang ia dapatkan dari
penulis kitab tersebut, yaitu al-Syarif al-Hafidz Abi al-Hasan Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid bin Ubaidillah bin
Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad bin Ali
bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Muzafaruddin Umar bin Ali al-Tiba'i
berkata, 'Aku menulis silsilah nasab tersebut berdasarkan catatan tangan Ali
bin Jadid sendiri."'38
Dalam al-Jauhar al-Syafaf , Abdurrahman Al-Khatib
(w. 855 H) memberikan biografi singkat keturunan Jadid bin Abdullah
(Ubaidillah) . Salah satunya adalah Abu al-Hasan Ali bin Jadid dan
mengonfirmasi keberadaan kitab al-Arba'un karya Abu al-Hasan Ali
bin Jadid sebagai berikut .
"Dan di antara penerus Syaikh Abdullah
(bin Ahmad bin Isa) ialah Syaikh al Kabir Jadid, kakek dari Imam al-Muhaqqiq
al-Alim al-Mutqin al-Alim al-Zahid al-Wara al-Hafidz al-Muhaddits Ali bin
Muhammad bin Jadid, penulis kitab al Arba'un al-.Hadits al-Masyhurah ."39
Keberadaan
naskah Arba'un karya Ali bin Jadid, menurut al-Muhaqqiq Muhammad Abu Bakar
Baadzib, diperkuat pula oleh intelektual yang mendekati masa kehidupannya,
seperti al-Syilli, al-Khirid, al-Baghdadi, Umar Ridha Kahalah, dan Abdullah
Muhammad al-Habsy.
"Di antara karangannya adalah Arba'un Haditsan
fi Fadh<i'il al-A'm<il. Sayid al Khirid dalam al-Ghurar menyebutkannya
. Demikian pula al-Syilli dalam al Masyra' al-Rawi. Al-Baghdadi merujuk
padanya di dalam Hadiyat al-'Arifin dan Umar Ridha Kahalah di dalam Mu)am
al-Muallifin, serta al-Ustadz Abdullah al-Habsy di dalam Mash<idir al-Fikir
, dan lain sebagainya ."40
4. Musnad Syaikh Umar
bin Sa'd al-Dzafari (w. 667 H)
Naskah ini adalah naskah dari Syaikh Umar
bin Sa'ad al-Din bin Ali al Dzafari (w. 667 H). Dua ulama (Umar dan ayahnya)
di-hauli setiap tahun di Oman (dulu masih wilayah Yaman) dan bisa Anda cari
videonya di YouTube resmi Kerajaan Oman.
Umar mendapatkan 40 hadis dari
Muhammad bin Ali yang kelak disebut al-Faqih al-Muqaddam dan dikompilasi dalam
satu naskah berjudul al-Arba'un, dan kami tampilkan salah satu bukti
materielnya berikut ini.
[MUSNAD DARI]
Umar ibn Sa'd Al-Din
ibn Ali Al-Dzofari (w. 667 H.)
[SILSILAH]
Mllhamad bin Ali
Al-Faqih (Al-Muqoddam] Al-Alawi (w. 653 H.) dari pamanku Al- Faqih Alwi ibn
Muhammad Shohib Mirbath [w. 613 H.) dari Salim bin Fadl ibn Abd Al-Karim
Bafadlal (w.581H.) dari Al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn Ahmad
An-Naqib ibn Isa Al- Rumi (w. <490 H.) dari Al-Husain Al-Thoffal dariAbu
Al-Hasan Ali ibn 1.Jbaidilah...
Umar al-Abid bin Sa'ad al-Dzafari
(w. 668 H) dalam naskah ini menuliskan nasab al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin
Ali Ba'alawi (w. 653 H) yang bertemu dengan Ali bin Jadid pada Ubaidillah bin
Ahmad bin Isa:
"Dia ahli hadis dan sufi, (dikenal sebagai) al-Faqih
al-Muqaddam, (bernama) al-Syarif Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin
Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin
Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib
al-Alawi al-Husaini al Tarimi, lahir di Tarim pada malam Jumat tahun 574 H
setelah shalat Maghrib dan besar dalam pendidikan agama. Usianya 77 tahun
."41
Sebagai catatan penguat, dalam naskah musnad yang ditulis Umar
bin Sa'ad al-Dzafari (w. 667 H) terdapat sebuah sanad yang didapatkan dari
Muhammad bin Ali al-Alawi (al-Faqih al-Muqaddam) dan beliau
mendapatkan dari Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Jadid.42
Sebelumnya,
dalam satu isnad yang dimuat Abul Hasan Ali bin Jadid terdapat sebuah sanad
dan matan hadis yang identik dengan apa yang dimuat Umar bin Sa'ad al-Dzafari
sebagai berikut :43
Dari dua naskah yang berbeda, bersumber dari
penerima isnad yang ber beda pula, dapat dikonfirmasi bahwa Muhammad al-Faqih
al-Muqaddam dan Ali bin Jadid merupakan guru-murid yang sezaman dan tahaqququ
aHiq<i' (ber temu langsung).
Tidak hanya itu, Muhammad bin Ali
al-Faqih al-Muqaddam juga sezaman dan tahaqququ aHiq<i' dengan Salim bin
Bashri bin Abdullah, yang secara silsilah bertemu kepada Ubaidillah bin Ahmad
bin Isa44 • Hal ini sebagaimana riwayat berikut .
Untuk
memastikan Salim bin Bashri bin Abdullah tersebut adalah orang yang sama dan
sezaman dengan Ali bin Jadid, pada isnad yang lain Umar bin Sa'ad al-Dzafari
meriwayatkan :45
5. Sejarawan Yaman al-Imam Bahauddin al-Janadi
al-Yamani (w. 732 H)
Dalam al-SulUk fi Thabaq<it al-'Ulam<i'
wa al-MulUk , beliau menyebutkan :
Dalam keterangan di atas,
Bahauddin al-Janadi menyebutkan nasab Abul Hasan Ali yang bersambung kepada
Jadid bin Abdullah (Ubaidillah) bin Ahmad bin Isa dan seterusnya. Tidak hanya
itu, beliau juga mempertegas bahwa Abul Hasan tersebut berasal dari Hadramaut
yang mana di Hadramaut ada kalangan asyraf (panggilan untuk dzurriyah Nabi
Saw.) yang dikenal dengan sebutan Aal Abi Alawi, juga dikenal kesalehannya dan
ahli ibadahnya serta banyak ahli fikih di antara mereka .
Di
halaman yang lain, al-Janadi menyebutkan nama-nama beberapa tokoh Ba'alawi,
sebagai berikut :
Nama-nama yang disebutkan al-Janadi di atas
sebagian dijelaskan maksud nya oleh al-Nassabah Amjad Abu Futheim Ibnu Syaikh
Abu Bakar h_cifizhahullcih dalam takrirnya sebagai berikut.
6.
Al- Imam Husein bin Abdurrahman al-Ahdal (w. 855 H)
Tubfah al-Zaman fi
T<irikh S<id<iti al-Yaman karya al-Muarrikh Husein al-Ahdal merupakan
ringkasan sekaligus pengembangan dari kitab al-Sul11k sehingga secara langsung
atau tidak langsung kitab ini sekaligus menjadi penjelas dan pelengkap isi
dari kitab al-Suhlk . Bahkan, al-Imam al-Sakhawi mengatakan bahwa kitab ini
merupakan salah satu kitab yang dijadikan rujukan oleh gurunya, yaitu
al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqalani. Al-Sakhawi berkata :
Jika
ungkapan al-Janadi, al-Suhlk, yangtelah kami kutip di atas dianggap ada yang
kurang jelas, al-Ahdal (w. 855 H) dalam Tuhfah al-Zaman fi Tarikh sadati
al-Yaman yang merupakan ringkasan sekaligus penjelasan dan pengembangan dari
kitab al-Suhlk karya al-Janadi menjelaskan sebagai berikut
Dalam
kutipan kitab al-Suhlk dan Tah_qiq atas kutipan kitab tersebut, yang diulas
al-Muarrikh Husein al-Ahdal dalam kitab Tuhfah al-Zaman di atas, al Imam
al-Janadi menyebutkan beberapa nama dari sadah Ba'alawi, yang di antaranya
sebagai berikut .
a. Muhammad bin Ali Ba'alawi (yang
dikenal dengan sebutan al-Faqih al Muqaddam), ibarah al-Janadi yang sudah
diperjelas al-Ahdal menyebut Muhammad bin Ali sebagai orang pertama yang
mengikuti tasawuf dari kalangan Ba'alawi, persis
seperti literatur Ba'alawi yang menyebut
al-Faqih al-Muqaddam sebagai perintis tarekat tasawuf Ba'alawi. Di
situ juga disebutkan bahwa guru Muhammad bin Ali adalah Ali bin Ahmad bin
Marwan, persis seperti apa yang ada dalam literatur Ba'alawi.
b.
Sayidina Ali bin Alwi (yang dikenal dengan Ali bin Alwi al-Ghuyur) wafat 699
H.
c. Putra Saleh Ali bin Alwi yang bernama Muhammad
bin Ali bin Alwi (yang dikenal dengan Muhammad Maula Dawileh), hidup pada
zaman al-Janadi yang lahir 705 H dan wafat 765 H, atau 33 tahun setelah
al-Janadi wafat.
d. Sepupu (Ibnu 'Am) dari Muhammad
Maula Dawileh, yaitu Ali bin Abdullah Ba'alawi bin Alwi al-Ghuyur, hidup pada
zaman al-Janadi karena ayahnya wafat 731H dan Ali masih punya adik lagi yang
bernama Muhammad . Dengan demikian, beliau dipastikan lahir sebelum itu dan
wafat tahun 784 H.
e. Ahmad bin Muhammad, yaitu Ahmad
al-Syahid bin Muhamad al-Faqih al Muqaddam yang wafat tahun 706 H wa qila 724
H.
f. Abdullah bin Alwi (w. 731H) yang dikenal dengan
Abdullah Ba'alawi bin Alwi al-Ghuyur yang secara spesifik al-Janadi (w. 732 H)
sebutkan bahwa beliau masih hidup saat penulisan kitab tersebut .
g.
Abu Bakar bin Ahmad, yaitu Abu Bakar al-Wari' bin Ahmad al-Syahid (w.706 H)
Jika
diamati, semua nama di atas hampir semuanya hidup pada zaman al Janadi.
Kemudian,
al-Imam al-Husain al-Ahdal (w. 855 H.) dalam Tuhfah al-Zaman melanjutkan
keterangannya dengan memperbarui nama tokoh-tokoh Ba'alawi yang lahir setelah
al-Janadi wafat. Beliau mengatakan :
Dalam kutipan di atas,
al-Ahdal menyebutkan tiga tokoh populer Ba'alawi yang hidup pada zamannya .
a.
Umar bin Abdurrahman (yang dikenal dengan Umar al-Muhdhar), yang secara
eksplisit tahun wafatnya disebutkan al-Ahdal, yaitu wafat 833 H. Tahun wafat
ini persis seperti yang disebutkan dalam kitab-kitab di internal kalangan para
habib.
b. Abdullah bin Abdurrahman (adik Umar
al-Muhdhar) wafat 857 H.
c. Ayahnya, yaitu Abdurrahman
(yang disebut al-Segaf al-Muqaddam al Tsani) yang wafat 819 H, terkenal
membangun banyak masjid di Kota Tarim dan masih ada sampai saat ini, sesuai
dengan keterangan al-Ahdal.
7. Al-Imam al-Muhaddits Abil Abbas
Ahmad bin Abdullathif al Syarji al-Zabidi al-Hanafi (w. 893 H)
Thabaqtu
al-Khawwash Ahli al-Shidqi wa al-Ik hlash merupakan kitab yang menjadikan
al-SulUk li al-Janadi dan TubJah al-Zaman li al-Ahdal sebagai rujukannya .
Beliau pun banyak mengutip, memperjelas, dan mengembangkan apa yang dikutip
dari dua kitab di atas. Karena itu, tiga kitab di atas merupakan satu
rangkaian yang tak bisa dipisahkan . Ini sesuai dengan keterangan dari
muallif-nya, al-Syarji al-Zabidi, ahli hadis dan tarikh yang juga merupakan
pengarangkitab al-Tajridal-Sharih MukhtasharShahih al-Bukhliriyangkitabnya
begitu terkenal di Indonesia . Dalam mukadimahnya, beliau mengatakan :
Nama-nama
tokoh Ba'alawi yang telah disebutkan di atas oleh al-Janadi dan al-Ahdal
sebagiannya dikutip dan diperkuat oleh al-Syarji al-Zabidi. Beliau mengatakan
dalam Thabaqtu al-Khaww<ish Ahli al-Shidqi wa al-Ikhl<ish.
Kemudian,
al-Syarji al-Zabidi menambahkan nama seorang tokoh besar Ba'alawi pada
zamannya, yaitu Abdullah bin Abu Bakar (yang dikenal dengan al-Imam Abdullah
al-Idrus bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurrahman al Segaf), lengkap dengan
tanggal, bulan, dan tahun wafatnya. Ini persis seperti tercantum dalam
literatur S<idah Ba'alawi:
Sebagai catatan, Imaduddin mengatakan
bahwa Ba'alawi yang disebutkan al-Janadi dan lain-lain bukanlah Ba'alawi
keturunan Ubaidillah melainkan Ba'alawi lain. Cuma karena ada beberapa nama
yang tidak bisa dideteksi Imad, dan ini lucu sekali, jawabannya sangatlah
mudah .
a. Sejarah Yaman atau sejarah Hadramaut tidak
pernah mencatat ada Ba'alawi lain yang populer sebagai asyraf keturunan
Sayidina Husain bin Ali bin Abi Thalib di Hadramaut selain keturunan
Ubaidillah bin Ahmad . Justru semua referensi yang menyebutkan dan fakta di
lapangan sepakat bahwa yang dikenal dengan asyraf Ba'alawi keturunan Sayidina
Husein bin Ali bin Abi Thalib Hadramaut adalah keturunan Ubaidillah bin Ahmad
bin Isa. Kalau Imaduddin menuduh demikian, ia hams membuktikan itu melalui
fakta fakta sejarah dan studi lapangan.
b. Kitab
al-SulUk karya al-Janadi tidak berdiri sendiri. Ada kitab berikutnya, yaitu
Tubfah al-Zaman dan Thabaqtu al-Khawwash, yang menahkik dan mengulas informasi
dari al-Suluk . Ada nama-nama yang secara terang benderang tak terbantahkan
sebagai tokoh-tokoh Ba'alawi dari 3 kitab tersebut, sebagaimana telah kami
uraikan . Di antaranya adalah Muhammad bin Ali Ba'alawi (al-Faqih
al-Muqaddam), Abdullah Ba'alawi bin Alwi al Ghuyur, Abu Bakar al-Wari' bin
Ahmad al-Syahid, Umar al-Muhdhar bin Abdurrahman dan ayahnya, yaitu
Abdurrahman al-Segaf, yang banyak membangun masjid di Tarim, adik Umar
al-Muhdhar, yaitu Abdullah, dan terakhir Abdullah bin Abu Bakar al-Idrus.
Nama-nama
di atas sudah lebih dari cukup untuk
memastikan bahwa Ba'alawi yang dimaksud al-Janadi dan lainnya adalah Ba'alawi
keturunan Ubaidillah bin Ahmad . Bahkan, itu pula yang dipahami dengan sangat
jelas oleh banyak ulama, yang kemudian mengutip dari al-Janadi. Anehnya, hanya
karena ada nama-nama yang Imaduddin tidak ketahui, Ba'alawi yang disebutkan
oleh al-Janadi dianggap sebagai Ba'alawi lain dan akhirnya
menganulir nama-nama yang sudah jelas dikonfirmasi.
Sejak kapan ketidaktahuan bisa menganulir
apa yang sudah diketahui dan ketidakmampuan
melacak dapat menganulir apa yang telah berhasil dilacak?
Logika
sederhananya seperti berikut ini. Jika disebutkan bahwa Abu Bakar bin Abdullah
punya cucu yang bernama Umar, Utsman, Ali, Hasan, dan Husein, lalu Said hanya
mengetahui sosok Umar, Utsman, dan Ali sebagai cucu Abu Bakar bin Abdullah,
tapi belum mengetahui yang mana sosok Hasan dan Husein, apakah lantas
menganulir sosok Umar, Utsman, dan Ali sebagai sosok cucu Abu Bakar bin
Abdullah? Apakah lantas ini menjadikan Abu Bakar bin Abdullah berubah menjadi
orang lain dan keluarganya menjadi keluarga lain? Ajaib!
c.
Imaduddin tidak menerima bahwa Ali bin Alwi yang dimaksud dalam ibarah
al-Janadi adalah Ali bin Alwi al-Ghuyur, sebagaimana telah dijelaskan al
Sayid Amjad Abu Futheim di atas. Alasannya, manakib yang disebutkan identik
dengan manakib Ali bin Alwi Khala' Qasam sehingga ibarah berikutnya
bertentangan dengan data-data yang ada di kitab-kitab Ba'alawi .
Jawaban
atas hal ini sederhana. Secara 'aqlan dan 'adatan, bukankah bisa saja terjadi
karamah yang sama terjadi pada dua orang yang berbeda? Justru keterangan dari
al-Janadi menjadi informasi tambahan bahwa Ali bin Alwi al-Ghuyur memiliki
karamah yang mirip dengan kakeknya, Ali bin Alwi Khala' Qasam, sehingga
tambahan dari tsiqah itu diterima, dan dalam hal ini tidak bertentangan karena
bisa terjadi pada keduanya. Andai Imaduddin mau memaksakan nama ini tidak
terkonfirmasi sekalipun, tetap tidak bisa mengubah fakta yang telah kami
jelaskan di poin B. Dari sini menjadi jelas bahwa yang dilakukan Imaduddin
hanya pemelintiran ibarah dan mengelak dari kebenaran .
Dalam keterangan
lain di kitab yang sama, al-Syarji al-Zabidi men jelaskan bahwa asyraf
Ba'alawi merupakan keturunan Sayidina Husein r.a., sama seperti asyraf
al-Qudaimi dan al-Ahdal. Kakek mereka sama-sama datang dari Irak. Hanya saja,
kakek dari Ba'alawi menempati Hadramaut. Berikut keterangan mengenai hal
tersebut .
8. Al-Imam al-Muarrikh Abu Muhammad
Abdullah bin As'ad bin Sulaiman al-Yafi'i al-Yamani al-Makki (w. 768 H)
Dalam
Mar'ah al-Jin<in wa 'Ibrah al-Yaqadzan, al-Yafi'i menggubah syair yang
isinya tawasul kepada Nabi Muhammad Saw., para sahabat, ahli bait, dan para
aulia dari berbagai generasi berikutnya . Di tengah-tengah gubahan syair
tersebut, al-Imam al-Yafi'i bertawasul dengan kaum sh<ilih,in dari kalangan
Bani Alawi dari Hadramaut secarajelas dan eksplisit serta menyebut mereka
sebagai "S<idah", beliau berkata:
Penyebutan Bani Alawi dari
Hadramaut dalam syair tawasul ini, secara langsung atau secara tidak langsung,
merupakan pengakuan dan kesaksian al-Imam al-Yafi'i atas eksistensi Bani Alawi
di Hadramaut . Bahkan, saking masyhurnya, keberadaan dan kesalehan mereka saat
itu sampai dijadikan wasilah dalam tawasul Imam al-Yafi'i.
9.
Al-Malik al-Abbas bin Ali bin Dawud al-Rasuli (w. 778 H)
Ahli sejarah
Yaman sekaligus raja ke-6 dari Dinasti al-Rasuliyyah di Yaman, Al Malik
al-Abbas bin Ali bin Dawud al-Rasuli (w.778 H) dalam al-'Athaya al-Saniyyah wa
al-Mawahib al-Haniyyahfi al-Man<lqib al-Yamaniyyah menyebutkan
:
Sama seperti Bahauddin al-Janadi, al-Rasuli dalam keterangan di
atas menyebutkan nasab Abul Hasan Ali yang bersambung kepada Jadid bin
Abdullah (Ubaidillah) bin Ahmad bin Isa, dan seterusnya. Tidak hanya itu,
beliau juga mempertegas bahwa Abul Hasan tersebut berasal dari Hadramaut, dan
di Hadramaut ada kalangan asyraf yang dikenal dengan sebutan Aal Abi
Alawi,juga dikenal kesalehannya dan ahli ibadahnya, serta banyak ahli fikih di
antara mereka.
10. Al-Imam al-Muarrikh Abil Hasan Ali bin al-Hasan
al-Khazraji (w. 812 H)
Dalam al-'Iqd al-Fak hir al-Hasan fi
Thabaq<iti Akabiri Ahl al-Yaman, al Khazraji menyebutkan :
Al-
Khazraji dalam buku inijuga menyampaikan apa yang telah disampaikan Bahauddin
al-Janadi dan al-Rasuli di atas.
11. Al-Syaikh
Abdurrahman bin Muhammad al-Khathib al-Anshari al-Tarimi (w. 855 H)
Beliau
mengarang kitab 'Aqdu al-Bar<ihin al-Musyriqah dan kitab al-Jauhar
al-Syafaf fi Dzikri Fadh<iil wa Man<iqib wa Karamati al-S<idah
al-Asyraf min 'Ali Ba'alawi. Dua kitab ini berisi biografi dan keutamaan
para habib Ba'alawi dan
lainnya, terutama al-Jauhar al-Syafaf. Dalam
naskah manuskripnya, muallif menyebutkan bahwa beliau menulis kitab tersebut
tahun 820 H. MuaUif berasal dari Tarim Hadramaut sehingga apa yang beliau
tulis merupakan informasi autentik yang beliau lihat dan dengar di sekitarnya,
atau sudah masyhur secara turun-temurun . Manuskrip kedua kitab tersebut masih
terjaga rapi di Maktabah al-Ahqafli al-Makhthuthat di Kota Tarim. Di antara
yang beliau sebutkan adalah sebagai berikut .
Dalam uraian di atas,
al-Khathib menjelaskan kepindahan Ahmad bin Isa dari Bashrah ke
Hadramaut serta menjelaskan bahwa Ahmad memiliki putra bernama
Ubaidillah, sementara Ubaidillah memiliki 3 putra, yaitu Bashri, Jadid, dan
Alwi. Keturunan Alwi inilah yang disebut Ba'alawi.
Pada dua kitab
karyanya, al-Khathib banyak sekali menyebutkan biografi para habib Ba'alawi
dan kemuliaan nasabnya yang bersambung kepada Rasulullah Saw., dengan status
beliau sebagai ulama Hadramaut. Tentu hal ini
menjadi poin tersendiri yang menunjukkan bahwa Nasab Ba'alawi sebagai
keturunan al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa melalui jalur putranya, Ubaidillah,
sangat populer keabsahannya di
Hadramaut dari masa ke masa . Seperti
disebutkan
dalam peribahasa, Lr. J.3t jAit, bahwa penduduk
Makkah
lebih mengerti seluk-beluk jalan yang ada di Makkah .
12.
Al-Sakhawi al-Haft.dz al-Imam al-Sakhawi r.a. (w. 902 H)
Beliau merupakan
ulama besar di bidang hadis dan tarikh, murid langsung dari al-Imam Ibnu Hajar
al-'Asqalani. Dalam Bughyaturrawi Biman Ak hadza 'An al-Sak hawi dan al-Dhau'u
al-Lami' , beliau memuat beberapa nama S<idah Ba'alawi. Beliau mengatakan
:
Pada keterangan di atas, al-Hafidz al-Sakhawi menyebutkan secara
terperinci nasab Abdullah bin Muhammad sampai kepada Sayidina Ali bin Abi
Thalib melalui jalur Sayidina Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.
Penyebutan
secara terperinci tersebut tidak lain merupakan bentuk
pengakuan dan kesaksian beliau atas eksistensi dan keabsahan nasab Ba'alawi
sampai Rasulullah Saw.
13. Al-Muarrikh
Abu Muhammad al-Thayyib bin Abdullah Bamakhramah
al-Hadhrami (w. 947 H)
Bamakhramah yang merupakan ahli sejarah Hadramaut
dalam Qiladatu al-Dahr fi Wafayati A'yani al-Dahr banyak menyebutkan biografi
dan nasab para habib Ba'alawi. Tatkala memuat sosok al-Faqih al-Muqaddam
Muhammad bin Ali Ba'alawi, beliau mengatakan :
Dalam keterangan di
atas, Bamakhramah-sebagai ulama Hadramaut menyebutkan nasab al-Faqih
al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'alawi kepada Sayidina Ali melalui jalur
Ubaidillah (Abdullah) bin al-Muhajir Ahmad bin Isa dan seterusnya. Menariknya,
beliau juga memberikan catatan bahwa Ubaidillah disebut juga dengan panggilan
Abdullah. Bahasa sederhananya, Ubaidillah alias Abdullah bin Ahmad bin Isa.
Beliau juga menyebutkan biografi dan kemuliaan nasab para habib Ba'Alawi yang
bersambung kepada Rasulullah Saw. Ini, sekali lagi, menunjukkan bahwa
keabsahan nasab Ba'alawi sebagai keturunan al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa
melalui jalur putranya Ubaidillah (Abdullah) sangatlah populer di Hadramaut
pada setiap masa .
14. Al-Imam
al-Mutawakkil 'Alallah Yahya bin Syarafuddin bin al-Mahdi al-Hasani (1.
877 H & w. 965 H)
Beliau merupakan salah satu ulama besar Mazhab
Zaidi di Yaman Utara .
Dalam Tsabat (kumpulan sanad), beliau menyebutkan
:
Dalam tsabat itu, al-Mutawakkil 'Alallah lebih dari sepuluh kali
menyebutkan gurunya, al-Sayid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid, yang
merupakan cucu dari Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Bahkan, dalam
keterangan di atas, beliau secara jelas menyambung nasab Ubaidillah kepada
al-Muhajir Ahmad bin Isa dan seterusnya.
15. Ibnu
Hajar al-Imam al-Faqih Syaikhul Islam Ibnu Hajar al Haitami (w. 974 H)
Al-Imam
Ibnu Hajar, salah satu rujukan utama dalam Mazhab Syafi'i itu dalam Tsabat
(kumpulan sanad) keilmuannya, menyebutkan secara terperinci nasab Sayidina
al-Idrus al-Akbar sampai kepada Rasulullah Saw. Beliau mengatakan :
16. Al-Imam Ibnu al-'Imaduddin al-Hanbali (w. 1089
H)
Ulama tarikh terkemuka al-Imam al-Muarrikh Ibnu al-'Imaduddin
al-Hanbali dalam karya besarnya, Syadzanit aL-Dzahab fi Akhbari Man Dzahab,
memuat biografi lebih dari sepuluh S<idah Ba'alawi. Bahkan, dalam
biografi-biografi tersebut, al-Imam Ibnu al-'Imaduddin
menyanjung mereka dengan sifat-sifat yang mulia nan agung.
Di antara biografi yang disebutkan Ibnu al-'Imaduddin sebagai berikut.
17. Al-Muarrikh Muhammad Amin bin Fadhlullah al-Muhibbi
al-Dimasyqi (w. 1111 H)
Dalam Khulashatul Atsar, al-Muhibbi menegaskan
bahwa nasab S<idah Ba'alawi kembali kepada Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad
bin Isa, dan beliau juga menegaskan bahwa keabsahan nasab Ba'alawi ini
mujmi'un 'alaihahlu al-ta.hqiq atau sudah disepakati oleh para ulama yang
pakar dalam ilmu nasab. Demikian redaksi ucapan beliau :
18.
Al-Imam Muhammad bin Ismail yang Dikenal dengan al Amir al-Shan'ani (w.
1182 H)
Pengarang kitab Subulu al-Salam Syarah_ Buh1ghi al-Mar<im yang
sangat populer di Indonesia ini memiliki
kitab berjudul al-Mas<i'il al-Mardhiyyah fi
Ittifaqi Ahlissunnah wa al-Zaidiyyah. Dalam kitab
tersebut beliau sempat membahas tentang nasab S<idah Ba'alawi.
Redaksinya seperti berikut :_
19. Al-'Allamah al-Syaikh
Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi (w. 1227 H)
Beliau adalah
Syaikhu al-Azhar pada zamannya yang juga pengarang H<isyiyah
al-Syarq<iwi , kitab yang begitu populer di dunia pesantren Indonesia.
Dalam al-Tuhfah al-Bahiyyah fi Thabaq<it al-Sy<ifi'iyyah, ketika
menyebutkan
biografi salah seorang ulama Ba'alawi, yaitu Habib
Abdurrahman bin Musthafa al-'Aidrus, beliau menegaskan kebersambungan nasabnya
kepada al-Imam Husain al-Sibth dengan memberikan gelar al-Husaini. Bahkan,
saat menceritakan perjalanan Habib Abdurrahman Alidrus ke Makkah dan Madinah,
beliau menyebut bahwa tokoh Ba'alawi ini berziarah ke "Kakeknya Shallallcihu
'Alaihi wa Sallam". Berikut redaksinya :
Pada keterangan di
atas, al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami menyebutkan secara terperinci nasab
Sayidina Abdullah al-Idrus al-Akbar sampai kepada Rasulullah Saw. melalui
jalur Sayidina Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Bahkan, di awal beliau
menegaskan bahwa semua nama yang beliau sebut itu merupakan ahli bait/keluarga
Baginda Nabi Muhammad Saw.
20. Al-'Allamah al-Sayid Bakri Syatha al-Dimyathi (w. 1310
H)
Pengarang hlisyiah I'linah al-Thlilibin yang merupakan salah satu
rujukan fikih utama di hampir semua pesantren di Indonesia ini menulis kitab
berjudul Nafhah al-Rah_manfi Ba'dhi Manliqib al-Sayyid Ah_mad bin Zaini
Dahlan. Kitab ini
tentang manakib gurunya yang juga Syaikh al-Masyliyikh
ulama Indonesia, al Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan . Dalam kitab tersebut,
beliau menjelaskan bahwa beberapa guru al-Sayid Ahmad Zaini Dahlan adalah
ulama Ba'alawi . Tidak hanya menggambarkan bagaimana kuatnya hubungan batin
Sayid Ahmad Zaini Dahlan dengan Slidah Ba'alawi dan tarekatnya, Sayid Bakri
Syathajuga selalu menyebut tokoh-tokoh Ba'alawi dengan al-Scidah
al-'Alawiyyin,panggilan yang identik di Hijaz dengan anak keturunan Rasulullah
Saw. Berikut redaksinya :
21. Al-Qaclhi Ja'far
bin Abi Bakar al-Lubni al-Hanafi r.a (w. 1342 H)
Seorang ulama besar
Makkah, al-'Allamah al-Qadhi Ja'far bin Abi Bakar al Lubni al-Hanafi r.a. (w.
1342 H), dalam al-H.adits Syujun mengatakan :
"Mayoritas para
sayid yang tinggal di Makkah dan Madinah adalah keluarga Ba'alawi. Penyebutan
mereka tersebar di Hadramaut. Dari Hadramaut,
mereka datang ke Makkah, Madinah, dan negeri-negeri Allah lainnya. Mereka
adalah keturunan al-Faqih al-Muqaddam, sementara al-Faqih al-Muqaddam
merupakan keturunan Ahmad bin Isa al-Muhajir. Hari ini, mereka terbagi menjadi
Asegaf, Alathas, al-Habsyi, al-Jufri, dan lainnya. Merekalah para sayid.
Kedudukan sayid mereka diterima karena nasab mereka terjaga. Mereka adalah
orang-orang yang populer bagi pemimpin para sayid di Makkah dan Madinah .
Tidaklah menjadi pemimpin para sayid di Makkah dan Madinah kecuali dari
kalangan mereka. Di mana pun mereka berada, anak-anak mereka yang barn lahir
terdata dengan baik. Nama-nama mereka juga tercakup .
Nasab mereka juga terjaga dengan cara yang populer di kalangan mereka
karena dibagikannya bagian-bagian mereka dari wakaf dan lain-lain."
Ungkapan
Syaikh Ja'far di atas juga dinukil para sejarawan Makkah yang datang
setelahnya, seperti al-'Allamah al-Muarrikh Abdullah Ghazi al-Makki dalam
karya besarnya dalam bidang sejarah yang berjudul Ifiidah al-Anam.68
22.
Al-Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani (w. 1350 H)
Guru dari Hadhratu
al-Syaikh Hasyim Asy'ari, yaitu al-Imam al-'Allamah Yusuf bin Ismail
an-Nabhani, ini mengatakan :
Intinya, "Umat Islam sepakat (ijmak)
dari masa ke masa serta di berbagai wilayah bahwa sadah dari kalangan Ba'alawi
merupakan di antara ahli bait yang paling sah nasabnya ." Kemudian, beliau
mengatakan tidak ada yang meragukan keabsahan nasab para habib Ba'alawi
kecuali orang yang sedikit bagiannya dalam keislaman.
23. Al-Muhaddits Abuya al-Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki
Fakhrul Hijaz
Muhadditsu al-Haramain Abuya Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki, guru dari
banyak ulama besar di Nusantara, sangat mengakui dan menghormati S<idah
Ba'alawi sebagai asyraf . Hal ini disaksikan secara langsung oleh ratusan kiai
yang merupakan santri beliau dan diketahui mutawatir. Bahkan, sebagian anak
menantu beliau adalah dari S<idah Ba'alawi. Khusus dalam karya tulisnya,
Abuya Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki menyebutkan secara eksplisit dalam
Tsabat-nya kebersambungan beliau terhadap Sadah Ba'alawi melalui banyak jalur
dan menyebut Ba'alawi sebagai sadah. Berikut redaksinya :
Bukan
hanya dalam Tsabat dirinya, dalam Tsabat ayahnya, Mufti Makkah al Mukarramah
al-Sayid Alwi bin Abbas al-Maliki (mahaguru dari K.H . Maimoen Zubair, dll.)
disebutkan kebersambungan antara ayahnya dan S<idah Ba'alawi:
24.
Syaikh Ibrahim Ibnu Manshur
Syaikh Ibrahim Ibnu Manshur adalah seorang
ahli ilmu nasab yang kitab kitabnya tentang berbagai teori ilmu nasab sering
dijadikan pijakan oleh Imad. Dalam sebuah wawancara 71 yang dilakukan peneliti
sejarah, Gus Rumail Abbas, ketika ditanya tentang isu keraguan nasab Ba'alawi
oleh segelintir orang, Syaikh Ibrahim bin Manshur mengatakan :
"Asyraf
(Sadah) Ba'alawi itu sahih nasabnya. Kepopuleran (syuhrah) mereka memenuhi
penjuru dunia. Kitab-kitab sejarah Yaman dan Hijaz dipenuhi infor masi
tentang mereka dan pengakuan terhadap kemuliaan mereka ."
25.
Al-Sayid Walid al-'Uraidhi
Seorang ahli nasab kontemporer asal Irak dari
kabilah al-'Uraidhi, ke turunan Ali bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin
al-Imam Ali al-'Uraidhi bin Ja'far al-Shadiq, yang juga kakek dari Sadah
Ba'alawi (Bani Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin
Muhammad bin Ali al-'Uraidhi) menyebutkan dalam
Ghayatu al-Ik
htisthar fi Ans<ibi al-S<idah al-Athh<ir bahwa S<idah
Ba'alawi
memiliki popularitas yang tersebar nama baiknya dan melahirkan
banyak ulama dan masy<iyik h.
Sebetulnya, sangat banyak keterangan
dari kitab-kitab nasab kontemporer yang menjelaskan keabsahan nasab S<idah
Ba'alawi. Sengaja kami kutip keterangan al-Sayid Walid al-'Uraidhi karena ada
pihak yang tidak bertanggung jawab menyebarkan fitnah bahwa S<idah Ba'alawi
tidak diakui keluarganya sendiri (yakni keturunan al-Imam Ali al-'Uraidhi) di
negeri asal leluhurnya Ahmad bin Isa (Irak). Padahal, fakta menunjukkan
sebaliknya .
Cucu Ahmad bin Isa dari Ali bin Ahmad saja mengakui bahwa
kakek mereka punya saudara yang bernama Ubaidillah bin Ahmad bin Isa dan
mengakui bahwa Ba'alawi adalah keturunan kakek mereka yang bernama Ahmad bin
Isa. Anehnya, orang lain yang tidak ada hubungannya dengan Ahmad bin Isa,
seperti Imad, malah memungkiri. Jika memang Ubaidillah serta Ba'alawi bukan
keturunan Ahmad bin Isa, merekalah orang pertama yang akan ingkar dan
protes!
Dalam kitab tersebut, al-Sayid Walid al-'Uraidhi
menyebutkan beberapa sampel 'Amudu al-Nasab S<idah Ba'alawi
al-'Uraidhiyin. Di antaranya pada gambar berikut .
Berbagai
kutipan dari ulama ahli ilmu nasab, syariat, dan sejarah di atas diambil dari
berbagai generasi, mazhab, bahkan negeri yang berbeda . Dan mereka semua bukan
dari kalangan Ba'alawi. Namun, mereka semua sepakat tentang status Sayidina
Abdullah (Ubaidillah) sebagai putra Sayidina Ahmad al Muhajir bin Isa
al-Rumi, dan keabsahan nasab Sadah Ba'alawi yang bersambung kepada Rasulullah
Saw.
Setelah membaca keterangan para ulama di atas tentang keabsahan
nasab Ba'alawi, apalah arti sebuah syubhat rapuh yang dilontarkan Imaduddin
Utsman dan kawan-kawannya yang meragukan keabsahan nasab Ba'alawi? Apakah
mereka lebih mengerti ilmu nasab ketimbang ulama-ulama besar di atas?
Hebatnya, semua keterangan dari ulama di atas tidak ada arti bagi mereka.
Semuanya diabaikan, bahkan dianggap keliru. Hanya mereka yang benar dan
mengerti. Luar biasa!
26. Daftar Nama-Nama Ulama Lain yang
Mengakui Nasab Ba'alawi
Meski demikian jelas, apa yang sudah kami tuangkan di atas masih
sedikit dibandingkan keterangan dari berbagai referensi kitab nasab
dan sejarah yang belum kami tuangkan di risalah singkat ini. Masih
banyak kitab dari luar kalangan Ba'alawi yang memuat nasab, biografi tokoh,
atau apa pun yang berkaitan dengan Sadah Ba'alawi, baik secara singkat atau
panjang lebar, yang semua itu-baik secara langsung atau tidak-menjadi catatan
penting tentang eksistensi Ba'alawi sebagai asyraf (ahli bait) .
Untuk
tambahan wawasan dan informasi, saya muat dalam risalah singkat ini sebagai
berikut .72
Sebagai pelengkap informasi, dalam kitab
Thabaq<it al-Asyraf al-Thalibiyyin yang disusun seorang peneliti ilmu
nasab, al-Sayid Salim bin Abdul Lathif al Sabsabi al-Rifa'i, disebutkan
secara runut sekitar 70 referensi non-Ba'alawi yang menyebutkan nasab
Ba'alawi, atau mengakui keabsahan nasab Ba'alawi atau ke siy<idah-an
mereka atau status mereka sebagai al-Husaini keturunan Sayidina Husein r.a.
lengkap dengan sumbernya .74 Sebagian kitab-kitab itu telah kami sebutkan di
atas, baik di pasal 2 dan pasal 3. Namun, sebagian lagi banyak yang belum kami
muat sehingga kami tuangkan di sini sebagai pelengkap informasi dan faedahnya.
Berikut ini keterangannya.
- Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia
- Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw
- Buku Membongkar Skandal Ilmiyah sejarah dan Genealogi Ba’alwi
PASAL 4 Pengakuan Ulama Besar Nusantara terhadap Status Ba'alawi sebagai
Dzurriyah Nabi Saw.
Status Ba'alawi sebagai s<idah/ asyraf /anak keturunan Nabi
Saw. bukan hanya diakui ulama dari negara-negara Arab dan sekitarnya
sebagaimana yang telah kami sebutkan. Pengakuan itu sejak lama juga datang
dari mayoritas ulama besar yang merupakan para mahaguru bagi umat Islam di
Nusantara, khususnya kaum Nahdhiyyin . Keilmuan, kewalian, serta kiprah mereka
di tengah umat telah dirasakan oleh umat Islam di Indonesia. Mereka di
antaranya sebagai berikut .
1. Al-'Allamah Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1316
H)
Ulama Banten kebangsaan Nusantara, yaitu al-'Allamah al-Syaikh Nawawi
al-Bantani al-Jawi memiliki banyak karya. Dalam syarah 'Uqudu al-Lujain,
beliau menjelaskan maksud dari istilah "habib" ketika disebutkan nama tokoh
besar dari Sadah Ba'alawi, yaitu al-Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad:
"(Telah berkata Sayiduna), yakni orang yang paling mulia di antara kami
(al
.Habib), yakni yang dicintai, dan seorang Sayid (Abdullah
al-Haddad), pemilik tarekat terkenal dan rahasia yang banyak. 'Istilah di
sebagian negeri dalam menyebut dzurriyah Rasulullah Saw. untuk laki-laki
adalah habib, sementara yang perempuan disebut hubabah. Adapun kebanyakan
menyebut keturunan Nabi Saw. dengan sayid dan sayidah ."'
Dalam
keterangan di atas, Syaikh Nawawi menegaskan bahwa habib-yang dalam konteks
ini adalah Ba'alawi- adalah istilah untuk keturunan Rasulullah Saw. Tidak
hanya itu, saat menjelaskan kata al-habib, beliau menegaskan bahwa yang
dimaksud adalah al-sayid , yaitu julukan yang khusus untuk dzurriyah
Rasulullah Saw.
2. Hadhratu al-Syaikh K.H. Hasyim
Asy'ari (w. 1366 H)
Pendiri Nahdhatul Ulama, Hadhratu al-Syaikh K.H.
Hasyim Asy'ari bersama 24 ulama besar NU pada zamannya pernah mengeluarkan
qarar/keputusan bahwa gelar al-Sayid/ al-Syarif itu khusus untuk anak
keturunan Rasulullah Saw.
Sangatjelas sikap Hadhratu al-Syaikh
Hasyim Asy'ari dkk. bahwa gelar sayid dan syarif khusus untuk anak keturunan
Rasulullah Saw. Jika kita menelaah lebih jauh, setiap menyebut tokoh Ba'alawi,
Hadhratu al-Syaikh ternyata konsisten selalu memberikan gelar al-Sayid di
depannya . Di antaranya sebagai berikut .
Dalam salah satu khutbah
muktamarnya yang tertulis, K.H. Hasyim Asy'ari merekomendasikan kitab Sullam
al-Taufiq dan menyebut pengarangnya al Habib Abdullah bin Husein bin Thahir,
yang merupakan tokoh Ba'alawi dengan gelar al-Sayid . Hadhratu al-Syaikh
berkata :
"Saudara-Saudaraku, pada zaman ini urusilah perkara
kalian sendiri. Ikuti petunjuk Nabi kalian . Cukuplah berpegang teguh dengan
Al-Qur'an dan beribadah sesuai jalan Nabi Muhammad yang telah dijelaskan ulama
salaf saleh. Di antara yang dijelaskan ulama salaf saleh adalah apa yang
disebutkan Sayid Abdullah bin Thahir dalam kitab Sullam al-Taufiq dan Hujjatul
Islam al-Ghazali dalam kitab Bidliyah al-Hidliyah. Pegang teguhlah dengan
kedua kitab ini dan kitab-kitab yang menyerupainya . Kedua kitab ini, jika
kalian amalkan, akan membawa kalian kepada kerajaan yang kekal dan kenikmatan
yang langgeng di sisi Allah, Tuhan alam semesta."
Dalam Mukadimah
Kanun Asasi NU, K.H.Hasyim Asy'ari menukil kalam salah seorang tokoh Ba'alawi,
Habib Ahmad bin Abdullah al-Segaf, dan memberikan gelar al-Sayid. Mbah Hasyim
berkata:
"Sayid Ahmad bin Abdullah al-Segaf berkata, 'Sungguh,
Nahdhatul Ulama adalah ikatan yang kabar gembiranya telah terbit, porns
rotasinya telah terkumpul, dan bangunannya telah berdiri kokoh .
Mau ke mana kalian pergi dari NU? Mau ke mana?"'
Begitu pula, dalam
kitab Ziy<idah Ta'liq<it, Hadhratu al-Syaikh menyebut dirinya
pernah belajar kitab Shah_ih Muslim kepada Sayid Husain bin Muhammad al-Habsyi
(saudara dari Habib Ali al-Habsyi Shahibul Maulid), bahkan dituliskan sanadnya
hingga Imam Muslim. Dan lagi-lagi beliau menggelari gurunya yang merupakan
tokoh Ba'alawi dengan al-Sayid. Berikut ini redaksi sanadnya.
Bukan
hanya Sayid Husein bin Muhammad al-Habsyi. K.H. Hasyim Asy'ari juga belajar
kepada tokoh Ba'alawi lainnya, yaitu Sayid Alwi bin Ahmad al-Segaf, pengarang
Tarsyihul Mustafidin Bitausyih Fathul Mu'in. Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'ari
senantiasa ber -mulazamah menghadiri pengajiannya di Masjidil Haram dan
kediaman rumah pribadinya . Bahkan, Sayid Alawi al-Segaf sangat mengagumi
kecerdasan dan kesungguhan Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'ari dalam menimba
ilmu.78
Tidak sampai di situ, Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'arijuga
mengijazahkan secara tertulis kepada muridnya, K.H . Raden Fauzan bin K.H.
Ma'shum Kudus, wirid S<idah Ba'alawi, yaitu Khulashah al-Maghnam yang
disusun oleh al-Habib Ali bin Hasan al-Athas. Berikut ini redaksi
ijazahnya.
Karena itu, tidak heran, dalam salah satu pidatonya,
Rais 'Aam PBNU K.H. Miftahul Akhyar h<ifizhahull<ih mengatakan bahwa
orang yang terkena penyakit menolak nasab Sadah Ba'alawi secara tidak sadar
juga menolak Hadhratu al Syaikh Hasyim Asy'ari. 80
3. Al-'Allamah Syaikh Abdul Hamid Kudus (w. 1334
H)
Ulama besar asal Kudus yang tinggal di Hijaz, yaitu Syaikh Abdul Hamid
Kudus, menggubah syair pujian untuk gurunya, al-Muhaddits al-Habib Husein bin
Muhammad al-Habsyi, yang merupakan salah satu tokoh Sadah Ba'alawi. Dalam
syairnya itu, beliau menegaskan bahwa gurunya yang dari marga al Habsyi
Ba'alawi itu merupakan cucu Rasulullah Saw. Berikut di antara gubahan syairnya
dalam karya beliau, Maw<ihib al-Mu'id al-Munsyi fi Maatsiri al-Sayyid
Husein al-Habsyi .81
"Sayid Husain al-Habsyi adalah orang yang
menjadikan kesempurnaan sebagai tabiat. Maka tabiatnya menjadi luhur sebab
para pendahulunya yang luhur."
Beliau adalah anak (dzurriyah)
sebaik-baiknya Rasul, yaitu al-Musthafa Muhammad, yang dengan cahaya kening
beliau gelap gulita
menjadi terang benderang." Syaikh Abdul Hamid Kudus
juga berkata :
"Dialah seorang sayid yang banyak keutamaannya .
Keutamaannya sulit dijangkau oleh pujian, penghormatan, dan rasa syukur."
"Keturunan
Rasulullah Saw. yang menampakkan petunjuknya, beliau adalah Mahkota Ahli Bait
yang unggul dalam penyebutannya ."
4. K.H. Soleh Darat (w. 1903 M)
K.H. Soleh Darat adalah guru dari dua tokoh besar, yaitu Hadhratu
al-Syaikh Hasyim Asy'ari dan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri NU dan Muhammadiyah .
Dalam al-Mursyidu al-Wajizfi 'Ilmi al-Qur'cini al-'Aziz , K.H. Soleh Darat
menyebutkan salah satu gurunya dari kalangan Scidah Ba'alawi, yaitu al-Habib
Syaikh bin Ahmad Bafaqih (w. 1872 M) yang dimakamkan di Botoputih Surabaya.
Saat menyebut gurunya, beliau memberikan gelar "Sayid", bahkan "Quthbu
al-Wujud", yang berarti pimpinan wali pada zamannya . Berikut redaksinya dalam
bahasa Jawa, menggunakan huruf Arab pegon:
"Dan kemudian saya
belajar kepada Syaikhuna al-'Allamah Quthb al-Wujud Sayidi Sayid Syaikh
bin Ahmad Bafaqih Ba'alawi ketika beliau berada di Semarang. Saya mengaji
kitab Jauharah al-Tauh_id karya al-'Allamah Ibrahim al Laqqani dan Minhcij
al-'Abidin karya Imam al-Ghazali."
5. Al-'Allamah Syaikh Mahfudz al-Turmusi al-Jawi (w.
1920 M)
Namanya tidak asing dalam dunia Islam. Pengarang Hcisyiah al-Turmusi
atas Minhcij al-Qawim ini menulis sebuah tsabat dengan judul Kifciyah al
Mustafid Limci 'alci' Min al-Ascinid . Di dalamnya beliau menyebut salah satu
gurunya yang merupakan tokoh kalangan Ba'alawi dengan istilah al-Assayid al
Nasib (seorang sayid yang mulia garis keturunannya) . Berikut redaksinya :
6. Syaikh Mukhtar bin 'Atharid al-Jawi al-Bogori (w. 1930 M)
Ulama asal Bogor yang menjadi mudarris di Masjidil Haram, Syaikh
Mukhthar bin 'Athorid, menulis kitab berjudul al-Durrul Munif fi Syarh_i al
Wird al-Lathif .83 Kitab ini merupakan syarah dari al-Wird al-Lathif
karya al
Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad, ulama besar dari S<idah
Ba'alawi. Dalam kitab tersebut, Syaikh Mukhtar menyebut al-Imam al-Haddad
dengan gelar al-Sayyid al-Syarif yang merupakan gelar khusus untuk dzurriyah
Nabi Saw. Berikut redaksinya :
7. Prof. Dr. Abdul Malik Karim Amrullah/Buya Hamka (w.
1981 M)
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama, Buya Hamka, ulama besar
karismatik sekaligus Pahlawan Nasional RI, dalam satu tulisannya menyebutkan
bahwa S<idah Ba'alawi merupakan keturunan dari Ubaidillah bin
Ahmad
bin Isa. Berikut redaksi tulisan beliau :
"Hams diakui banyakjasa mereka
dalam penyebaran Islam di seluruh Nusantara ini. Mereka datang dari Hadramaut
dari keturunan Isa al-Muhajir dan al-Faqih al-Muqaddam. Mereka datang kemari
dari berbagai keluarga. Yang kita banyak kenal ialah keluarga Alatas, Assaqaf,
Alkaf, Bafaqih, Alaidrus, Bin Seh Abubakar, al-Habsyi, al-Haddad, Bin Smit,
Bin Sahab, al-Kadri, Jamalullail, Assiri, al-Aidid, al-Jufri, Albar,
al-Musawa, Gathmir, Bin Aqil, al-Hadi, Basyaiban, Ba'abud, al Zahir, Bin
Yahya, dan lain-lain . Semuanya dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa
al-Muhajir."84
8. Al-'Allamah K.H. Abdullah bin Nub (w. 1987 M)
Ulama besar Indonesia asal Cianjur yang terkenal dengan kepakaran dalam
bidang tarikh dan sastra Arab, Mamak K.H. Abdullah bin Nuh, secara khusus
menulis sebuah kitab tentang biografi al-Imam al-Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa
bin Muhammad al-Naqib bin Ali al-'Uraidhi. Dalam karya tersebut, beliau
menyebutkan bahwa anak al-Imam Ahmad bin Isa ada empat, yaitu Muhammad, Ali,
Husein, dan Abdullah . Abdullah memiliki tiga anak, yaitu Bashri, Jadid, dan
Alwi, yang merupakan kakek dari S<idah Ba'alawi. Berikut redaksi lengkapnya
.
9. Musniddunya ' al-Syaikh Yasin al-Fadani (w. 1990
M)
Hubungan Musnidduny<i' , Syaikh Yasin al-Fadani, dengan S<idah
Ba'alawi sangat erat. Banyak Masy<iyik h beliau dari kalangan S<idah
Ba'alawi. Begitu pula sebaliknya, banyak yang belajar dengan beliau . Dalam
al-Kaw<ikib al-Darari ,86 beliau menyebutkan tiga gurunya dari kalangan
S<idah Ba'alawi yang berdomisili di Indonesia dan menggelari
mereka dengan al-Sayyid dan al-Husaini, yaitu keturunan Sayidina
Husain r.a. Ketiga S<idah Ba'alawi tersebut sebagai berikut . Pertama,
al-Muhaddits Habib Abdul Qadir Bilfaqih (w. 1382 H/1962 M), seorang habib yang
berjasa dalam mensyiarkan Islam di wilayah Malang dan sekitarnya.
"Di antara guru-guru saya dari Asia Tenggara adalah al-'Allamah al-Muhaddits
al-Faqih al-Nabih al-Musyarik al-Imam al-Da'i al-Wa'idh yang terkenal dengan
panggilan Sayid Abdul Qadir bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin
Alawi bin Abdullah bin Umar al-Husaini al-Tarimi yang terkenal dengan sebutan
Bilfaqih sebagaimana pendahulunya . Dilahirkan di Tarim pada tahun 1316 H,
beliau berkunjung ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 1361 H.
Beliau adalah sh<ihibu wilayah Malang Jawa Timur."
Kedua,
al-Habib al-Quthb Abu Bakar bin Muhammad bin Umar al-Segaf Gresik (w. 1367
H/1957 M). Syaikh Yasin al-Fadani mencatat :
"Di antara guru saya dari Asia Tenggara adalah al-Imam al-'Allamah
al-Muhaddits al-'Arif Billah Quthb pada zamannya, yaitu Sayid Abu Bakar bin
Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Umar bin Segaf al-Segaf, yang terkenal
dengan sebutan al-Segaf, seperti para pendahulunya . Dilahirkan di daerah
Besuki (Situbondo) pada tahun 1282 H. Terakhir tinggal di Gresik. Berulang
kali telah dibacakan di hadapan Sayid Abu Bakar al-Segaf Gresik al-Kutubu
al-Sittah (enam kitab induk hadis). Sebagaimana beliau juga memiliki banyak
majelis dalam pembacaan kitab-kitab Musnad dan Sunan. Dahulu beliau sangat
gandrung membaca kitab Il:!y<i' 'Uhlmiddin karya al-Ghazali ."
Ketiga,
Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang Jakarta (w. 1968 M).
Syaikh
Yasin al-Fadani mencatat :
"Di antara guru saya dari Asia Tenggara adalah al-'Allamah al-Da'i Ila Allah
al Wa'idh al-Kabir Sayid Abu Barakat Nuruddin Ali bin Abdurrahman bin
Abdullah bin Muhammad al-Habsyi al-Kwitangi al-Jakartawi yang lahir di
Jakarta, malam Ahad 20 Jumadil Akhir 1286 H."
10. K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul
Martapura)
Abah Guru Sekumpul memiliki pengaruh yang sangat besar di Kalimantan,
khususnya Kalimantan Selatan, Timur, dan Tengah. Bahkan, ulama yang haulnya
setiap tahun dihadiri jutaan orang ini merupakan salah satu ulama yang paling
gencar mengenalkan para habib sebagai dzurriyah Nabi Saw. dan mengajarkan
cinta kepada mereka. Beliau juga menyebarkan beberapa wirid dan shalawat yang
dikarang oleh Sadah Ba'alawi . Ini merupakan hal yang mutawatir dan
dirasakan semua masyarakat Kalimantan yang mengetahui langsung dakwah beliau.
Dalam salah satu pengajiannya yang dihadiri puluhan ribu orang, Abah Guru
Sekumpul berbicara tentanglmam Ubaidillah sebagai kakek S<idah Ba'alawi
yang merupakan anak dari Ahmad bin Isa al-Muhajir. Berikut ini redaksinya .
Buku Terkait Nasab oleh KH. Imaduddin al-Bantani:
- Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia
- Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw
- Buku Membongkar Skandal Ilmiyah sejarah dan Genealogi Ba’alwi
"Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib
Mirbat bin Ali Khali' Qasam, ini Ali Khali' Qasam setiap membaca assal<imu
'alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatull<ihi wa barak<ituh mendapat jawaban
Nabi Saw., 'Wa 'alaikassal<im ya Syaikh Ali.' Inilah Habib Ali Khala'
Qasam, abahnya Habib Muhammad Shahib Mirbath bin Alwi bin Muhammad bin Alwi
bin Ubaidillah . Alwi inilah awal-awal ditanam di Tarim87 dari dzurriyah
Rasulullah Saw., bin Ubaidillah .Ubaidillah inilah anak dari Ahmad bin Muhajir
yanghijrah dari Bashrah ke Madinah kemudian ke Makkah kemudian ke Yaman masuk
di Husaisiyah (Husaisah) lalu ke Hadramaut .Ahmad al-Muhajir wafat di
Husaisiyah . Ubaidillah meneruskan . Sampai di Hadramaut meninggallah
Ubaidillah . Anaknya bernama Alwi, dan inilah yang di Tarim. Alwi ini wafat di
Tarim. Wafat di Tarim. Nah, Alwi inilah satu-satunya, bukan dua, tidak ada
saudara,88 satu saja. Alwi inilah yang melahirkan ke seluruh dunia dari
dzurriyah Rasulullah Saw. yang disebutkan atu Ba'alawi."89
Dalam sebuah
dokumentasi video pengajiannya, Guru Sekumpul pernah memanjatkan doa
yang isinya bertawasul dengan keluarga ali Ba'alawi. Menjadikan keluarga Bani
Alawi sebagai sarana tawasul menunjukkan betapa beliau menjunjung tinggi
keluarga Bani Alawi . Jadi, sangat naif jika seseorang mengakui pengikutnya
namun justru melakukan sikap-sikap yang tidak sopan terhadap para habib
keturunan Bani Alawi .
Termasuk dari doa yang beliau lantunkan dalam
dokumentasi video ter sebut adalah:
Beliau berulang kali
mengucapkan kata "All<ihumma bi barakati Ali Ba'alawi" (Ya Allah, dengan
berkah dari keluarga Ba'alawi, segera sembuhkan semua umat Islam. Ya Allah,
dengan keberkahan Ba'alawi, satukan hati umat Islam).90
11.
K.H. Maimoen Zubair dan Ponpes al-Anwar Sarang
Mbah Maimoen, ulama yang
terkenal kecintaannya kepada ahli bait, mengakui status S<idah Ba'alawi
sebagai dzurriyah Nabi Saw. Hal itu diketahui secara mutawatir oleh puluhan
ribu orang yang pernah nyantri ke beliau. Di antara ucapan beliau yang terekam
video adalah apa yang beliau sampaikan dalam sebuah forum sebagai berikut .
"Jadi,
Allah membagi habib itu, kalau Al-Husaini, yang banyak di Indonesia jadi hams
tahu Bib, ya sama Kiai- Kiai ini hams tahu ini dari Bib Ali ini, ya. Jadi,
kalau di Barat, al-Hasani. Mengapa bisa kayak begitu ini besan saya ini, Kiai
Said Aqil ini, besan dengan saya apa itu tahu sampai hadis yang daif yang
sahih yang macam-macam karena tahu Maroko, tahu al-Hasan, tapi Agus tadi yang
digembleng ini mh wali, jadi habib al-Husaini disebut jadi empat, (1) habib
yang ahli bait,
(2) dzurriyah, karena ketumnan walau enggak nasab, (3)
lilurrasul Bani Hasyim Banil Muthalib, ada lagi yang disebut apa para habib
para sayid oleh para ahli bait ahlul al-baiti habib al-Husaini datang ke
Indonesia meramaikan Indonesia. Semua para wali sembilan itu, wali sembilan
itu adalah para habib. Yang enggak habib hanya dua, Sunan Muria, Sunan apa
Kalijaga, lainnya adalah ketumnan habib."
Tidak sampai di situ,
Ponpes al-Anwar Sarang, yang didirikan Mbah Maimoen, pada 9 November 2023
membuat pernyataan resmi terkait Slidah Ba'alawi, yang isinya sebagai
berikut.
Ta'dzim
Habaib Bani Alawi
Berd· ar pada penelitian mendalam oleh u1jnalt Tarbiah
wa at· Tat ·qif PP al-Am: ar, dihimbau dengan ·angat bagi h.1ru h ·anlri. alu
m ni. maupun muhibbin unmk tidak turut
ena dalam up. a m nyebarkan kernguan-kernguan akan ke ahihan
na ab Bani Ala" i ebagai kenmman baginda
abi Muhammad A \ . Hal t rsebut
lidakn
pada 6 ala an utama:
I . Tida k ada bu kti satu pu
n lama ya ng men . arat kan bu
kti
ezaman u ntuk ketetapan nasab e eorang.
Pcnyaratan bukti
czaman han a bcrda.ar k angkuhan pribadi tanpa da. ar rnetodologi ang ri i l.
Adapun penel itian i lm iah terhadap bukti-buktj
zaman • ng, t rlu untuk
diduJrnn0 dan
diapre ia i .ebagai pengua t
ketetapan na ab Bani Alai\ i.
2. Melanu tkan rnanhaj ta lim dan per
aya pada Para ama .
u k upliih Lrrmm lbnu Hajar
<l1-Hai1ami . LmmTI al-Janae.I i. Imam al- Khi
rid id a -
amarqand i. Imam • - akha\ i. ay id Bakri S auh
. n. S
id Murt di Az-Zabi.d i
n ar harih m ngak u i c ahihan na ab
Bani Im i . bagai k t u nman Bagi nda a i Mu ham
mad A W. Tidak epa111a n a kit
a m ndahulu kan eangku han d ngan memilih untuk tidak memperca a.i
·atalan para Ulama ' tcrscbut ha nya bcrda
ar yaral ang d ibua t-buat bagaim.
na p i n pertama. Diiambah I gi pen.:.horm t n k p da habaib Ban
i la\ i I lah die n1 hka n ol
h Ula ma ·- lama · A \l
JA kita terdahulu eperti S aikh Yu.uf an· abhani.
aikh
awai\ i Banlen, Ki ai Khol i l
Bangkal:m, Hadlrat u . . aikh KH. Ha yi m A ·an Kiyai Ha mid
Pa urua n, Kiyai Ha ·an Genggono dan lai n ebaga i n a .
.
Meyakini bah wa tidak disebut bukan berarti menafikan .
Be erapa tul i an
ku no ano tidak men ebutkan narna·nania leluhur Bani A la\ i b, gai
kemmnan b ginda abi S ·w tidak bi a diani kan menafi kan ke
ahihan ria ab mereka.
Tidak mcnycbul c uatu buka n bcra rti tida k ada (d ina fi ka n)
.
I../-'- .)J..J\ )
( t idak di cbut kan
nya baidillah bin h mad al-Mu haji r tida
k b r rart i
mcnaflkann nya cbagai putra Ahmad
al-Muhajir ).
Tidak p mah ada atupu n bukti kaJa ngan keluarga Ban i
Alawi ang mcnafi kan na ab mcrcka . Tidak ada atupun dari kalan"an Bani Bi:hri
dan Ban i Jadid ang mena ti kan ke.ahihan Sayyid Alawi ebagai putra U
aidi llah. Bcgit u pula t idak ada ·at upu n kalangan Bani hdal mau pu n
Bani Qudai m/R uqai m . ebagai kera bat Jauh h mad al
-Muhaji r yang menafi kan ke ahi hain na ab
baidi llah bi n Ah mad
al-Abah.
4. Meneladani sikap Masyayi kh
dan lama ' terda h u lu .
Sudah meru pakan hal yang
makl u m ara pa 'ti bu.In a aikhi na aimun Zu bai r dan elu ruh Ma yai kh
arang terdah ulu eperti ah hmad. M ah Imam dan Mbah Zu air menju
nju ng tinggi
rn ·a hormal dan ta 'd:im kepada ka langan sculah Bani
Alawi . Sudah epanta n a ebagai antri. haru mengi kut i Jejak dan
teladan para guru demi keberlrnhan ilmu. ikap- ikap
yang men ebarkan keraguan akan ke ·ahihan na ·ab Ba:ni Ala i jela ·
angat menge e' akan clan jauh b rbeda
dari manbaj Ma aikh
arnng
terntama aikhi na Maimoen Zu ai r.
5.
eragukan nasab Bani Alawi adalah ikap yang uul adab.
Scbagai pri badi didikan pc an t
rcn. ·udah 'Cpama ,nya ki ta
mandahul ukan a.dab dan akh lak ang bai k . Men ebar
keraguan ten.tang na ab
ani a . i adalah
tindakan ang mencermi kan u ul adab
k pada ba nyak tokoh-tokoh b . ar dan al im di kalanoan Ban
i lawi.
epeni Say
id dullah
al-Haddad a yid A du rr h man bi n baid i
llah A · egaf (pen ul i · kitab a f·i ti:,.ad"ll min "khbari a
-sa<lah). Sa yid Abdu rrahman al-Mas hur pen u l i. Bug
h_ ·ah al-M ust(l r .yidi11), ay id U baidil lah
Balfaqih. a id
Ii bin
Abi Bakr al-Sakrnn, Sa yid bi
Bakr al- ldnr Habib Ii bi n Hu ain al-Atta
Bungur, Habib Hu. ai11 bi n bu Bakar al-Idru.
Luar
Bm ang. H;ibib I i ·11-Hab i Kwilang. 1-htlii
b l wi h i n lu ham mad al- 1 ladd ad Bogor.
Habi b bd u llah bi n M u h<.i n al -
Ana · ;mpang
Bog r. Ha i b "hol h Tanggu l dan ma i h
banyak l agi .
. idak I rj bak dal<tm upaya-upaya
pol ili" di b.alik i 1 ini , Patul adanya kcwa.padaan
bahwa gcrnka n men cbar kcraguan terhadap para H
abaib dapat ditu ngg 111gi kek u;.11an -kekuata n poli
ti k tcrtentu. el uruh
-.antri a l - m ar I
W< ib u ntu k men h inda dari ketcrl ibatan u pa a-upaya ter.
cbut a0ar tidak terjcba k da l am kepent ingan polilik 1>rak
1i' ang me11Lmggangi u1x1 a-upa a ini.
Di luar dari
pnda iru. -.mgat d ianjurknn bagi ·clumh clcmcn
uniuk rnemhaca rat i b al-Haddad d i
nia1 ka11 untuk menja a di ri,
menjaga pesa nt ren·pel><int ren. atau pu n
menjag<i negeri k irn. lehill lcbih n cnjaga 'audam k iw
<l i Pale:t i na . Rat i b a l - Ha<lJad mcru pakan k u m1>u
lan ""'rot! karya . ay id A bdu l l ah
al-Haddad dimana di dnla nmya l rdapal han ak ' ek al
i ll'irid rang bcr. u111 h r da ri hugi nc.la ahi l\ lu ha mmad .
A . dan c:uai dcngan ak idah ah Ju u n nah
wal
Jama'a h. alah atun a ada lah ka l ima t :
Dcmikian
p m ataan ini ka mi buat u ntu k mc njadi p rhat ian para
amri.
lumj dan lu hi bbin PP aJ- nwar I . iharapkan bagi · mu a
pihak u111uk m ngama lkann <1 dcngan :-cpcnu h ha t i \Cbagai bu kt" bukl i
1erhada p munhaj h111 11, wah dari para a: ayikh.
12. Abuya K.H. Uci al-Turtusi bin K.H. Dimyathi
(Cilongok)
Ulama karismatik di Banten, Abuya K.H. Uci al-Turtusi, dalam banyak
kesempatan selalu mengajak umat mencintai dan menghormati dzurriyah Nabi Saw.,
termasuk para habib yang merupakan panggilan untuk S<idah Ba'alawi. Di
antara apa yang beliau sampaikan dalam kutipan ceramahnya sebagai berikut .
"Syarifah-syarifah
eta adalah cucu-cucu Nabi urang Kanjeng Nabi M uhammad
Saw. Cintakeun ka para habaib. Cintakeun ka para syarifah. Urang ge lamun
neuleu syarifah anu geulis pasti cinta. Iyeu mah cinta na cinta anu
bener-bener lain cinta berahi tapi cinta agama. Turunan Kanjeng iyeu teh. Nu
ngarang-ngarang kitab teh pan habaib."91
("Para syarifah adalah
cucu nabi kita, Nabi Muhammad Saw. Tanamkan rasa cinta kepada para habib.
Tanamkan cinta kepada para syarifah kita juga . Kalau melihat seorang syarifah
yang cantik, pasti cinta. Tapi, kalau cinta di sini bukan cinta
yang dilandaskan cinta atas nafsu berahi, melainkan cinta yang dilandaskan
agama. Anak cucu keturunan Nabi Saw. beliau-beliau itu. Banyak juga pengarang
kitab-kitab itu juga 'kan para habib.")
13. Ulama
Madura dan Syaikhana Khalil
Ulama Madura terkenal kecintaannya kepada
ahli bait, termasuk S<idah Ba'alawi. Terkait hal ini, Auma (Aliansi Ulama
Madura) yang menghimpun ratusan ulama Madura Ahlussunnah wa al-Jam<i'ah
memberikan pernyataan tegas bahwa di antara masyrab ulama Madura secara
turun-temurun adalah mengakui Ba'alawi sebagai sadah, yaitu dzurriyah
Rasulullah Saw.
G
ALIANSI ULAMA MADURA (AUMA )
SK. MEHKUMH'AM:AHl.l-00Jtl091.AH
.01.07.TA.HUN 2015
1a r JI. Reyn PfOPPO, Diis. Loo1ong Koc Proppo
Kl.lb Pomoka$B116930r Madura
Te!epon al170363821 I, Ofl7701880600.
al173112
MASYR AB ULA.MA DAN TOKOH MADURA
Segala puji ba91i
ALLOH Tuhan alam semesta. Sholawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada
Baginda Nabi Besar Muhammad . Semoga kita selalu mendapat perlindungan dan
diberi ke:kuatan oleh ALLOH .:ir;.
Sehubungan dengan beredamya sejumlah
tulisan di media sosial yang mempermasalahkan keaslian nasab Habaib (khususnya
Sayyid dari jalur Ba'Alawi) sebagai keturunan Baginda Nabi. malla kami Ulama
dan okoh Madura menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kami Ulama
dan Tokoh Madura sejak dahulu diajari dan dididik oleh para guru dan sesepuh
harus senant iasa menghormat i serta merrigagung'kan para Sadah dan Habaib
dzurriyah Baginda Nabi. baik dari keturunan Sayyidina Hasan atau Sayyidina
Husain melaluijalur ayah ataupun ibu.
2. Kami sangat memuliakan para
Shahabat Baginda Nabi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kemuliaan
Baginda Nabi.
3. Kami masyarakat Madura bisa mengenal dan mengetahui sena
mengamalkan agama islam secara benar melalui tetesan barokah perjuangan dakwah
para Sadah dan Habaib keturunan Baginda Nabi khususnya yang dari Makkah dan
Yaman.
4 . Kami masyarakat Madura senantiasa berpegang teguh denga111
masyrab (cara pandang) para guru dan sesepuh Madura RahimahumuLLOH , serta
berlepas diri dari segala fitnah dan luduhan kejl Kepada para Sadah dan Habaib
dzuriyah Ba·ginda Nabi yang beredar luas di Medsos saat i111i.
.;16-_...).1:.,...,..._,
,}l..:!J
Pamekasan. 04 Dzil Oi'dah 1444 H
24
Mei 2023 M
ALIANSI ULAMA MADU:"A (AUMA)
Ketum
Sekretaris 'Umum
KH. Aliinha11
r • aoll u .. uham. M,S1.
Sikap
ulama tersebut tidak mengejutkan karena Syaikhana Khalil Bangkalan yang
merupakan Syaikh al-Masyayik h dan paku bumi Madura punya hubungan yang sangat
indah dengan Sadah Ba'alawi, sebagaimana tertuang dalam salah satu artikel
yang ditulis keturunan beliau, Lora Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 25 Mei,
2024, sebagai berikut .
Lingkaran Habaib Ba'alawi dalam Kehidupan Syaikhana Khalil Bangkalan
Dari 30 manuskrip yang telah ditemukan Tim Turas Syaikhana Khalil
Bangkalan, ada 1kitab yang bagi saya sangat menarik, kitab Manaqib atau
biografi Syaikhana Khalil berbahasa Arab sebanyak 11halaman, yang setelah kami
konfirmasi kepada Syaikh Sufyan Marbu (salah satu sekretaris Syaikh Yasin
al-Fadani) bisa dipastikan bahwa kitab itu adalah tulisan tangan Syaikh Yasin
sendiri. Tentu bukan hal yang mengherankan jika beliau sampai menuliskan
biografi Syaikhana dalam sebuah risalah khusus. Hal ini disebabkan sanad-sanad
Syaikh Yasin dalam beberapa kitab memang bersambung ke Syaikhana Khalil
melalui dua guru beliau yang pernah berguru kepada Syaikhana: K.H. Maksum
Lasem dan Syaikh Tubagus Bakri Banten (Mama Sempur).
Dalam kitab itu,
Syaikh Yasin beberapa kali menyebutkan "circle" Ba'alawi dalam kehidupan
Syaikhana Khalil. Pertama, ketika beliau mengutip ucapan Habib Salim bin
Jindan (kakek Habib Jindan yang juga santri Syaikhana Khalil) tentang silsilah
nasab Syaikhana. Dinukil oleh Habib Salim, Syaikhana semasa hidupnya pernah
berkata:
"Adapun saya adalah keturunan Sunan Giri Muhammad Ainul Yagin
(Raden Paku), sedangkan ibu saya dari keturunan kerajaan ."
Kedua,
adalah ketika Syaikh Yasin menyebutkan para guru Syaikhana selama di tanah
Hijaz. Saat di Makkah, Syaikhana tercatat pernah berguru kepada Habib Muhammad
bin Husein al-Habsy, ayah dari Habib Ali al Habsy sh<ih_ib Simth
al-Durar yang menjabat sebagai Mufti Syafi'iyah di Makkah pada waktu itu.
Ketika di Madinah, Syaikhana juga pernah mengaji hadis kepada Habib Hasyim bin
Syaikh al-Habsy.
Ketiga, adalah ketika Syaikh Yasin menerangkan
para santri Syaikhana Khalil. Menurut beliau, semasa hidup Syaikhana mencetak
sekitar setengah juta santri, yang 3.000 di antaranya berhasil bergelar
'<ilim 'all<imah. Di antara sekian banyak santri Syaikhana yang disebut
Syaikh Yasin, banyak sekali nama dari kalangan habib Ba'alawi, antara lain
sebagai berikut .
1. Habib Ahmad bin Hasan bin
Jindan
2. Habib Salim bin Jindan (beliau pernah
menuliskan : saya, ayah saya, dan kakek saya, semua pernah sowan kepada
Syaikhana Khalil)
3. Syaikhah Ummu Kultsum binti Idris
Basyaiban
4. Habib Ja'far bin Muhammad al-Haddad
5.
Habib Umar bin Shalih al-Segaf Surabaya
6. Habib
Abdullah bin Ali al-Haddad Bangil
7. Habib Hasan bin
Abdurrahman bin Smith
8. Habib Idrus bin Hasan
al-Munawwar
9. Habib Muhammad bin Ahmad al-Habsy
10.
Habib Alwi bin Muhammad Bilfaqih
Masih banyak santri Syaikhana dari
kalangan habib yang tidak dicantum kan Syaikh Yasin seperti Habib Ali Bafaqih
(salah satu "wali pitu" Bali yang dimakamkan di Negare). Ini fakta yang
menunjukkan bahwa para S<idah Ba'alawi sejak <lulu bukan golongan
"eksklusif ' yang hanya mau berguru kepada golongan mereka sendiri, seperti
yang akhir-akhir ini dituduhkan . Ketika mondok di al-Anwar Sarang, saya punya
beberapa teman sekelas dari kalangan habib. Adapun narasi semacam "berguru
kepada habib jahil lebih baik daripada berguru kepada 70 kiai alim" jelas
merupakan narasi tak berdasar . Jika itu benar diucapkan salah satu habib,
saya yakin itu adalah oknum yang tidak bisa dijadikan sebagai representasi
Ba'alawi.
Terakhir, adalah ketika Syaikh Yasin menjelaskan
akhlak mulia seorang Syaikhana. Beliau menuliskan sebagai berikut .
"Syaikhana
Khalil juga dikenal memiliki rasa hormat dan takzim yang sangat besar kepada
semua ahli bait dan orang-orang Arab. Tidak pernah ada ulama Nusantara yang
menghormati ahli bait melebihi beliau . Beliau tidak pernah memuliakan
dan menghormati seseorang melebihi penghormatan beliau
kepada para asyraf. Sering al-Imam al-Masyhur al-Habib Muhammad bin Musthafa
al-Muhdhar berkunjung ke rumah beliau. Beliau pun akan melepas sandal,
berjalan tanpa alas kaki, dan menundukkan kepalanya untuk menyambut kedatangan
sang habib dari kejauhan . Orang-orang menyaksikan hal ini bukan hanya satu
atau dua kali .
Al-Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih juga sering bertamu
kepada beliau. Bahkan, demi itu, Habib Ahmad rela menaiki kapal di
tengah-tengah ombak dan angin kencang. Setiap kali berkunjung ke Bangkalan,
Syaikhana pasti akan menyuruh salah seorang santrinya menyambut Habib Ahmad di
Pelabuhan Kamal, padahal beliau tidak pernah memberi kabar bahwa beliau
akan datang ke Bangkalan .
Syaikhana juga pernah memuliakan
al-Habib Muhammad bin Ahmad al Muhdhar dengan sambutan yang
luar biasa ketika berkunjung ke Demangan Bangkalan . Syaikhana juga
sering berbalas surat kepada al-Habib al-Muhaddits Husain bin Muhammad
al-Habsyi Makkah (kakak dari Habib Ali bin Muhammad al-Habsy
Sh<ihib al-Maulid). Ketika di Makkah,
Syaikhana pernah berguru kepada ayah beliau, Mufti Makkah al-Habib
Muhammad bin Husain al-Habsyi." Semasa hidup, Syaikhana juga
sering mewasiatkan dan mengijazahkan R<itib H_add<id kepada
para keluarga dan santrinya. Beliau pernah menuliskan R<itib H.add<id
secara khusus untuk Nyai Aminah, istri beliau, di daerah Telaga Biru Bangkalan
. Beliau juga pernah memberi ijazah R<itib H_add<id kepada santri
beliau
"Manab Magelang" atau Kiai Abdul Karim Lirboyo.
Hubungan dan ikatan
harmonis dengan para habib terns lestari hingga generasi kami. Pada tahun
2008, ketika mau mondok di Lasem, Muhammad
Ismail
al-Ascholy pernah diajak Umi-nya, almarhumah Nyai Muthmainnah Aschal, untuk
sowan ke Kiai Kholilurrahman (Ra Lilur), cicit Syaikhana, seorang
waliyull<ih majedub yang juga paman dari sang umi.
Setelah
mengutarakan niat menuntut ilmu dan meminta doa, Ra Lilur memberinya secarik
kertas. Isinya sebaris bait bahasa Arab yang berisi "tawasul" kepada S<idah
Ba'alawi dan ditulis oleh tangan beliau sendiri :
"Dengan keberkahan
sadah (para sayid) dari golongan Bani Alawi yang suci, mulia, dan memiliki
sifat takwa, mereka yang telah menggapai semua kemuliaan ."
Di
tengah himk-pikuk pembahasan nasab akhir-akhir ini, saya tidak ingin banyak
berkomentar. Saya hanya ingin kita tidak lupa kepada fakta bahwa sejak dulu,
lebih dari satu abad lamanya, para kiai dan habib saling hidup mkun dalam
kedamaian . Mereka saling hormat, mencintai, dan bersatu untuk membumikan
ajaran Ahlussunnah waal-Jam<i'ah di bumi pertiwi ini. Adapun yang tidak
seperti itu, ia hanyalah oknum yang tidak sehamsnya membuat kita "baper" dan
tidak kita paksakan menjadi representasi.
Sekali lagi, para habib dan
kiai bukan dua hal berbeda yang bisa dibanding bandingkan, apalagi
dibentur-benturkan . Keduanya mempakan "satu kesatuan" yang menjadi elemen
penting bagi kesatuan bangsa Indonesia. Kamu tidak hams setuju dengan tulisan
ini. Kita memang tidak hams berpikiran sama, tapi mari kita sama-sama
berpikir.
14. Prof. Dr. Ustadz Abdul Somad, LC., M.A.
Dalam
berbagai kesempatan, dai Nusantara Prof. Dr. Abdul Somad Batubara, atau yang
akrab disapa UAS, selalu mengajak umat mencintai ahli bait Nabi Saw., di
antaranya S<idah Ba'alawi. Bahkan, UAS kerap menegaskan bahwa S<idah
Ba'alawi mempakan dzurriyah Rasulullah Saw. Berikut di antara kutipan ucapan
beliau :
"Di al-Azhar, universitas tertua di dunia, ulama-ulama
al-Azhar memuliakan S<idah Ba'alawi. Mereka memuliakan para ulama dzurriyah
Rasulullah Saw. Jelas? Nanti, kalau ada yang tanya kenapa Ustadz Somad itu
memuliakan habaib? Ya karena kami belajar di tempat guru-guru kami memuliakan
.
Cari ceramahnya di YouTube Syaikh Usamah al-Azhari yang bercerita bahwa
<ilu Ba'alawi, keluarga Ba'alawi, dzurriyah Rasulullah, bukan sekadar
berdakwah. Mereka juga hebat dalam bidang tij<irah. Mudah-mudahan kecintaan
kita bertahan, bahkan bertambah, di tengah fitnah akhir zaman yang luar
biasa.
Terns alasan yang lain? Saya S-3 di Sudan, di mana? Sudan. Ustadz
nulis tentang apa? Saya tulis tentang Syaikh Hasyim Asy'ari Wajhuduhu Finafri
Sunnah bi Indonesia; Kontribusi Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Menyebarkan
Ahlussunnah di Indonesia .
Kita bukan ahli bid'ah . Kita adalah
ahlussunnah . Maka, ketika saya menulis biografi Hadratus Syaikh, ulama-ulama
gurunya dibagi dua. Ulama yang tinggi adalah para s<idah. Ulama yang di
bawah yang bukan sayid. Artinya apa? Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari
berguru kepada para atu Ba'alawi . Terns apa lagi, Ustadz? Saya datang dari
Pulau Sumatra, tepatnya di Riau. Kami dulu tinggal di kerajaan Siak Sri
Indrapura, raja kami yang terakhir Sultan Syarif Qasim. Kenapa disebut Syarif?
Dia adalah Ba'alawi keturunan dari Banahasan .
Ada dari Rabithah
Alawiyyah di kuburan di makamnya tertulis bahwa Sayid Syarif Utsman
Syihabuddin adalah keturunan Banahsan atu Ba'alawi. Beliau menikah dengan anak
Sultan Istana Siak Sri Indrapura. Kami tidak sekadar
memuliakan habaib. Tapi, Sultan kami punya anak gadis, namanya Tengku
Embung, dinikahkan dengan habib, lalu raja-raja kami bergelar syarif. Makanya
di sana, di Pekanbaru ada. Yang pertama Jalan Sultan Syarif Qasim, Airport
Sultan Syarif Qasim, Universitas Sultan Syarif Qasim. Tempat tinggal saya
memuliakan <ilu Ba'alawi. Tempat saya belajar memuliakan atu Ba'alawi,
ulama yang saya teliti memuliakan atu Ba'alawi.
Maka, saya malu kalau
tidak memuliakan mereka karena guru-guru saya memuliakan mereka.
Guru-guru
kami membaca R<itib al-'Athth<is, membaca R<itib al-Haddad , dan
semua itu adalah <ilu Ba'alawi. Al-Faqih al-Muqaddam, mereka adalah
dzurriyah Rasulullah Saw.
Kalau dengan cucu-cucunya saja kita duduk
merasa bahagia, apalagi dengan kakek mereka nanti di surga Jannatul Firdaus,
insya Allah."92
CATATAN PENTING
1. Para nassabah yang
mengisbat nasab S<idah Ba'alawi, sebagaimana diuraikan dalam pasal
dua, berarti mereka semua memastikan nasab Ba'alawi bersambung dan sudah
memenuhi standar ilmu nasab.
2. Para muarrik h
(sejarawan) yang secara serentak mengakui S<idah Ba'alawi sebagai asyraf
keturunan Rasulullah Saw., sebagaimana diuraikan dalam pasal tiga, berarti
mereka semua memastikan bahwa status Ba'alawi sebagai asyraf dzurriyah Nabi
Saw. sah dan memenuhi standar ilmu sejarah.
3. Para
ulama syariah yang begitu banyak jumlahnya dan mengakui S<idah Ba'alawi
sebagai asyraf dzurriyah Nabi Saw., sebagaimana diuraikan dalam pasal tiga dan
empat, berarti mereka semua memandang bahwa nasab Ba'alawi sebagai dzurriyah
Nabi Saw. sah dan memenuhi standar ilmu syariah.
4.
Seorang Muslim, apalagi para ulama besar yang menjadi rujukan, haram dan
terlaknat manakala menisbahkan seseorang kepada selain ayahnya, apalagi
menisbahkan kepada Rasulullah Saw., tanpa dasar dan alasan yang memenuhi
standar syariat. Oleh karena itu, penisbahan yang dilakukan para ulama
tersebut dengan kesadaran penuh akan konsekuensi syar 'i atas apa yang
dilakukan .
5. Pengakuan terhadap nasab S<idah
Ba'alawi bukan masalah barn (naw<izil) yang tidak dibahas oleh ulama dulu.
Pengakuan ini sudah datang sejak berabad-abad lalu. Andaikata ada
keterputusan, ulama abad ke-8, 9, dan 10 lebih dekat untuk mendeteksi
keterputusan tersebut karena jarak yang lebih dekat. Faktanya, mereka
beramai-ramai menyatakan nasab tersebut tersambung. Ini menunjukkan bahwa
mereka tidak melihat ada masalah apa pun soal kebersambungan nasab tersebut.
Anehnya, justrn setelah 1.000 tahun eksistensi Ba'alawi sebagai asyraf, barn
ada orang yang menyatakan Ubaidillah bukan anak Ahmad bin Isa. Inilah yang
membuat Prof . Dr. Datuk al-Sayid Agil bin Ali al-Mahdali al-Musawi (Mantan
Rektor Universitas Islam Sultan Abdul Halim Syah Malaysia) dalam kitabnya
tentang Imam Ubaidillah bin Ahmad bin Isa mengeluarkan satu pernyataan yang
begitu tajam sebagai berikut .
"Al-Tha'n (pembatalan nasab) yang
dilakukan oleh Kiai Imaduddin bin Utsman al-Bantani ini tidak pernah terjadi
pada masa lampau, tapi terjadi di Indonesia yang dilakukan oleh Kiai Imaduddin
dan gerombolannya . Terjadi setelah sepuluh abad berlalu oleh sekelompok
orang non-Arab yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang ilmu nasab,
dan pernyataan mereka dalam pembatalan diimprovisasi karena mereka
bukan peneliti di bidang nasab atau yang
lainnya. Hingga saat ini kita berada pada tahun 1445 H. Kami tidak menemukan
seorang ulama yang membatalkan, mengingkari, dan memfitnah silsilah orang yang
populer silsilahnya sebagai nasab palsu, kecuali orang yang jahil murakab,
yang kehilangan akal dan ingatan, sehingga ia ditempatkan di antara orang
gila. Terlebih lagi, garis keturunan yang ia batalkan dan ia tolak ini telah
berlalu selama lebih dari sepuluh abad. Ulama macam apa yang membatalkan dan
mengingkari nasab seperti ini? Dan, benarkah dia termasuk kalangan ulama?"
Abdullah
atau Ubaidillah?
Abdullah dan Ubaidillah bin Ahmad bin Isa adalah
sosok yang sama. Ubaidillah adalah panggilan lain dari Abdullah; Abdullah
alias Ubaidillah . Buktinya sangat sederhana.
Jika pembaca memperhatikan
secara saksama berbagai kutipan dari kitab nasab, sejarah, dan lain-lain yang
telah kami nukilkan, di antara mereka ada yang menyebut Abdullah bin Ahmad bin
Isa ada pula yang menyebut Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Namun, meski berbeda
penyebutan, mereka menyebutkan nasab yang sama baik ke atas atau ke bawah .
Nasab
ke atas secara jelas Anda akan mendapatkan kesamaan penyebutan, baik Abdullah
atau Ubaidillah . Sama-sama bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-'Uraidhi
bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali
bin Abi Thalib wa Fathimatuzzahra binti Rasulullah Saw.
Adapun nasab ke
bawah (keturunan), baik kitab yang menyebutkan Abdullah atau Ubaidillah,
sama-sama menyebutkan keturunan orang yang sama. Sebagai contoh, Al-Janadi 94,
al-Khazraji 95, dan al-Rasuli96 masing-masing dalam kitabnya menyebutkan bahwa
Abdullah bin Ahmad bin Isa sebagai kakek dari Ali bin Muhammad bin Ahmad bin
Jadid:
Al-Khathib dan al-Mutawakkil 'Alallah Yahya bin Syarafuddin dalam
tsabat nya98 juga menyebutkan Ubaidillah bin Ahmad bin Isa sebagai kakek Ali
bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid:
Artinya, kakek dari Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Jadid ada yang menyebutnya nama Abdullah bin Ahmad bin
Isa, ada pula ada yang menyebutnya dengan nama Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.
Mustahil Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid lahir dari dua kakek sekaligus.
Jadi, sangat jelas Abdullah alias Ubaidillah adalah nama untuk satu orang yang
merupakan kakek dari S<ldah 'Ali Abi 'Alawi.
Contoh lainnya,
al-Nassabah Dhamin bin Syadqum dan al-Nassabah Abu 'Alamah dalam musyajjar-nya
menyebutkan bahwa Ahmad bin Isa punya anak bernama Abdullah, Abdullah punya
anak Alawi, Alawi punya anak Muhammad . Dalam kitab-kitab lain
yang menyebutkan dengan nama Ubaidillah bin
Ahmad
bin Isa juga menyebutkan nama keturunan yang sama persis.
Contoh lainnya,
al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami saat menyebutkan 'Amudu al-Nasab S<idah
Ba'alawi menyebutkan Abdullah bin Ahmad bin Isa, sedangkan al-Sakhawi
menyebutkan Ubaidilah bin Ahmad bin Isa. Namun, runut silsilah dua orang yang
disebutkan oleh Ibnu Hajar dan al-Sakhawi bertemu di Faqih Muqaddam Muhammad
bin Ali Ba'alawi dengan garis yang sama sampai ke Abdullah alias Ubaidillah
bin Ahmad bin Isa. Perhatikan baik-baik yang kami garis bawahi di bawah
ini.
Al-Sakhawi :
Ibnu Hajar al-Haitami :
Yang
seperti ini akan Anda temukan dari berbagai kutipan nasab Ba'alawi yang telah
kami nukil sebelumnya . Intinya, Abdullah atau Ubaidillah bin Ahmad bin Isa
adalah dua nama untuk satu sosok yang sama: Abdullah alias Ubaidillah bin
Ahmad bin Isa. Dari <lulu tidak ada yang meributkan hal tersebut. Hanya
Imaduddin yang meributkannya.
Karena itu, muarrik h Hadramaut,
Bamakhramah (w. 947 H), menjelaskan bahwa Ubaidillah bin Ahmad bin Isa disebut
juga dengan nama Abdullah .
Sebetulnya, Jika Imaduddin mengkaji
kitab-kitab nasab secara komprehensif, pertukaran nama Abdullah dengan
Ubaidillah adalah hal yang biasa. Sebagai contoh, nama Abdullah dan Ubaidillah
dalam kitab Tahdzib al Ans<ib karangan al-'Ubaidili (w. 437 H) dan kitab
al-Syajarah al-Mubarakah, pertukaran nama tersebut ditemukan lebih dari
lima orang.
No. Tahdzib
al-Ansab al-Syajarah al-Mubarakah
Lucunya lagi,
Imaduddin meributkan ketika Ubaidillah disebut dengan Ubaid "beberapa kali".
Dalam sebuah literatur Hadramaut, hal sesederhana ini pun tidak mampu dipahami
oleh Imad.
Bila diteliti lebih lanjut, dalam kitab al-Syajarah
al-Mubarakah ditemukan satu orang dengan sebutan dua nama berbeda, yaitu
Abdullah atau Ubaidillah . Alasannya sebagai berikut .
1. Dalam lughat
tradisional Hadramaut, penyebutan Ubaid untuk orang yang bernama Ubaidillah
sangat lumrah, sebagaimana Abu Bakar disebut Bakri, Abdullah disebut Abduh,
dan Ahmad disebut Hamudi.
2. Dalam bahasa Arab, h_adzful mudhaf
(pembuangan mudhaf), seperti Ubaidullah menjadi Ubaid, kadang terjadi.
Adakalanya mudhaf ilaih digantikan dengan tanwin, adakalanya pula tidak. Di
antara contoh yang digantikan dengan tanwin sebagaimana disebutkan dalam
H<isyiah Manafi' al-Ak hy<ir 'al<i' Nat<i'ij al-Afk<ir Syarh_
Idzhari al-Asr<ir 102 saat al-Syaikh Abdul Ghafur mendefinisikan
ghairi al-munsharif :
Adapun contoh penghapusan mudhaf ilaih yang
tidak digantikan dengan tanwin seperti sebagian qiraat dalam firman Allah
Taala:
Dari sini menjadi jelas bahwa penyebutan Ubaidillah dengan
Ubaid, de ngan membuang lafdzul jalalah-karena sudah dimaklumi- adalah hal
yang bisa secara bahasa. Sayangnya, Imaduddin mempermasalahkan hal ini karena
minim pengetahuan tentang lughat Hadramaut sebagai lokasi objek penelitiannya
dan lemahnya penguasaan terhadap kaidah bahasa Arab.
PASAL 5 Penetapan Keabsahan Nasab dengan Cara Al-Jstifidhah
Penetapan keabsahan nasab merupakan ranah hukum syariat Islam.
Syariat Islam telah mengatur bahwa di antara cara keabsahan sebuah nasab
diakui adalah dengan al-istifcidhah, yaitu informasi yang tersebar
secara
luas dalam jumlah orang yang sekiranya tidak mungkin sepakat berbohong di
sebuah wilayah atau di berbagai wilayah bahwa fulan adalah anak dari fulan
atau fulan merupakan bagian dari kabilah/marga tertentu . Tidak ada sosok
ulama muktabar (otoritatif) yang menganulir keabsahan nasab tersebut dengan
alasan yang dibenarkan syariat.103
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhciri
bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah menerima dengan baik utusan Bani Abul
Qais yang mengaku sebagai cucu Kabilah Rabi'ah tanpa bertanya dalil dan saksi
nasabnya.
Dalam keterangan hadis di atas, Rasulullah Saw. bertanya
:
"Siapa kaum itu? Atau siapa rombongan itu?"
Para
sahabat menjawab :
"Kaum Rabi'ah."
Maka Nabi
Saw. menjawab :
"Selamat datang wahai kaum atau
rombongan, tanpa terhina dan tanpa ada penyesalan ." (HR Bukhari)
Perhatikan
bagaimana Nabi Saw. menetapkan kaum itu dari Rabi'ah, padahal Nabi Saw. tidak
pernah bertemu Rabi'ah . Rabi'ah hidup 500 tahun sebelum Nabi Saw. Akan
tetapi, dengan tersiarnya kabar dan terkenalnya mereka dari kalangan Rabi'ah,
Nabi Saw. mengakui penisbahan itu. Selain itu, orang Arab pada masa itu tidak
menuliskan nasab mereka sehingga beliau Saw. tidak menetapkan nasab mereka
berdasarkan kitab tapi pada keterkenalan penisbahan mereka.
Metode Syuhrah Istifadhah
diterima oleh Empat Mazhab Bahkan Ijmak
Menurut
pandangan empat mazhab utama dalam Islam-yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan
Hanbali-istif<idhah (kepopuleran) diterima sebagai salah satu bukti sahih
untuk menetapkan nasab seseorang. Hal ini didukung oleh berbagai sumber
kitab-kitab fikih dalam masing-masing mazhab, yang menjelaskan bahwa keabsahan
nasab dapat dibuktikan melalui pengakuan masyarakat yang luas dan
berkesinambungan .
1. Mazhab Hanafi: Dalam pandangan mazhab Hanafi,
seperti dijelaskan oleh al-Jassas dalam Syarh_ M ukhtasar al-Tahawi (8/138),
istifadhah diakui sebagai bukti sahih untuk menetapkan nasab. Al-Jassas
menjelaskan bahwa, berbeda dengan masalah perwalian yang memerlukan
bukti konkret se perti dokumen atau kesaksian langsung,
nasab dapat dibuktikan melalui pengakuan masyarakat (istifadhah) karena
nasab terkait erat dengan status pernikahan yang dapat dipastikan melalui
pengakuan umum . Abu Hanifah juga menyatakan bahwa kelahiran seseorang bisa
ditetapkan dengan peng akuan seorang wanita, sehingga lebih utama lagi jika
ditetapkan dengan istifadhah, berikut di antara redaksi dari kitab ulama
Hanafiyyah :
2. Mazhab Maliki: Dalam mazhab Maliki, seperti yang
dijelaskan oleh al Zarqani dalam Syarh. al-Zarqani 'al<i' Mukhtasar Khalil
(8/247) dan Ibn Abd al-Barr dalam al-K<ifi fi Fiqh Ahl al-Madinah (2/903),
penggunaan istifadhah sebagai bukti nasab diakui dan merupakan pandangan yang
diandalkan (mu'tamad). Para ulama Maliki menegaskan bahwa jika nasab seseorang
sudah terkenal dan diakui secara luas dalam masyarakat tanpa ada penentangan,
maka hal tersebut dapat diterima sebagai bukti yang sah. Berikut di antara
redaksi dari kitab ulama Malikiyyah :
Dalam referensi lain
dijelaskan :
3. Mazhab Syafi'i: Dalam mazhab
Syafi'i, pandangan yang serupa juga diungkapkan oleh al-Amrani dalam
al-Bay<in (13/352). Menurut al-Amrani, jika telah tersebar luas di kalangan
masyarakat bahwa seseorang adalah anak dari orang tertentu, maka hal itu bisa
dijadikan dasar untuk kesaksian atas nasab tersebut . Ini didasarkan pada
prinsip bahwa nasab biasanya ditetapkan berdasarkan indikasi yang tampak
(zh<ihir), seperti kelahiran dalam pernikahan yang sah, sehingga pengakuan
masyarakat juga dianggap sah. Berikut di antara redaksi dari kitab ulama
Syafi'iyyah :
4. Mazhab Hanbali: Dalam mazhab
Hanbali, sebagaimana dijelaskan oleh Abu al-Wafa' Ibn Aqil dalam
al-Tadzkirahfi al-Fiqh 'al<i' M adzhab aHm<im Ahmad (1/360) dan
Al-Mardaawi dalam aHnsh<if (12/11), istifad hah diterima sebagai salah satu
cara untuk menetapkan nasab. Mereka berpendapat bahwa beberapa perkara seperti
nasab, kematian, dan kepemilikan yang luas (milk mutlaq) dapat dibuktikan
melalui istifadhah karena sulitnya mendapatkan bukti langsung selain
pengakuan masyarakat .
Dalam referensi lain dijelaskan :
Dengan
demikian, dalam keempat mazhab tersebut, keabsahan nasab melalui kepopuleran
atau pengakuan masyarakat (istifadhah) memiliki landasan yang kuat dan diakui
sebagai bukti yang sah.
Para ulama menyebutkan bahwa penetapan nasab
dengan cara istif<idhah merupakan ijmak yang disepakati, sebagaimana
diterangkan dalam kitab-kitab fikih berikut ini.
1.
Al-Mughni karya al-Imam Ibnu Qudamah:
2.
Nih<iyah al-Mathlab karya Imam al-Haramain :
3.
Fath al-B<iri karya al-Imam lbnu Hajar al-'Asqalani:
Yang
mendasari kesepakatan ulama adalah fenomena yang terjadi pada zaman Rasulullah
Saw. bahwa para sahabat menisbahkan diri mereka kepada kabilah-kabilah dan
datuk-datuk mereka. Meski demikian, Rasulullah Saw. tidak
menuntut mereka menghadirkan
bukti-bukti atas kebenaran nasab tersebut.
Rasulullah Saw. menjadikan informasi yang telah populer (istifadhah) secara
turun-temurun tentang keabsahan nasabnya sebagai
patokan selama tak ada yang menganulirnya . Berbagai hukum pun dibangun
atas dasar ini, sebagaimana dijelaskan dalam al-Fiqhu al-Manhaji :
Namun,
apakah metode penetapan ini hanya berlaku untuk penisbahan anak ke ayah secara
langsung sebagaimana diklaim Imaduddin atau mencakup kakek kakeknya ke atas
yang sudah lama? Dalam hal ini, al-Imam al-Mawardi dalam al H<iwi dan
al-Imam Khathib al-Syarbini dalam al-Mughni al-Muht<ij menegaskan bahwa
metode ini tidak hanya berlaku untuk kemasyhuran penisbahan seorang anak
secara langsung ke bapak, namun juga berlaku untuk penetapan nasab kepada
sebuah kabilah dan kakek-kakeknya pada zaman yang telah lampau, sebagaimana
keduanya menjelaskan dalam kitabnya sebagai berikut:
Beranjak
dari hal di atas, penisbahan S<idah Ba'alawi- sebagai keturunan Rasulullah
Saw. melalui jalur al-Imam Alwi bin Abdullah/Ubaidillah bin Ahmad bin Isa
dst.-sudah sangat tersebar luas. Bukan hanya di Hadramaut, melainkan juga di
berbagai belahan dunia Islam.
Istif<idhah penisbahan nasab Ba'alawi
sebagai al-Husaini (cucu Rasulullah Saw. dari jalur cucunya al-Husain r.a.)
merupakan hal kasatmata di Hadramaut secara turun-temurun dari generasi ke
generasi. Hal itu bisa ditengok dari kitab-kitab sejarah dan tar<ijim
tentang Hadramaut dan sekitarnya.116 Seperti al-Jawhar al-Syaf<if ,
Qil<idah al-Nahr , al-Masyu'u al-R<iwi T<irikh bin Hamid , Idamu
al-Qut, T<irikhu al-Zakin, dan lain-lain. Bahkan, bisa terlihat
dengan mata kepala kita sampai hari ini, tanpa ada satu pun ulama nasab
muktabar yang menganulir eksistensi nasab Ba'alawi sebagai asyraf
.Husainiyyin.
Bukan hanya di Hadramaut (Yaman bagian selatan),
keterkenalan (syuhrah dan istif<idhah) nasab Ba'alawi sebagai asyraf juga
direkam oleh para ulama dan sejarawan Yaman (bagian utara), seperti al-Janadi.
Beliau mengatakan :
"Dia dikenal sebagai 'Syarif Abu al-Jadid' (w.
620 H) bagi penduduk Yaman, berasal dari Hadramaut dari komunitas asyraf di
sana yang dikenal dengan kabilah Ahl Abi 'Alawi, sebuah kabilah kesalehan dan
tasawuf . Di antara mereka terdapat fukaha yang akan disebutkan nanti, insya
Allah."117
Sebagaimana telah kami kutip di pasal tiga,
potret serupa juga diungkapkan al-Ahdal dalam Tuhfah al-Zaman, al-Malik
al-'Abbas bin Ali bin Dawud al Rasuli dalam al-'Athaya al-Saniyyah wa
al-Mawahib al-Haniyyahfi al-Man<iqib al-Yamaniyyah, dan al-Khazraji dalam
al-'Iqd al-Fak hir al-Hasan fi Thabaq<iti Akabiri Ahl al-Yaman. Bahkan,
al-Syarji al-Zabidi dalam Thabaqtu al-Khaww<ish, sebelum berbicara tentang
beberapa tokoh Ba'alawi seperti Umar (al-Muhdhar) bin Abdurrahman, dan
ayahnya, Abdurrahaman bin Muhammad serta Abdullah (al-Idrus) bin Abi Bakar,
memberikan kesaksian tentang kepopuleran S<idah Ba'alawi sebagai asyraf .
Beliau mengatakan :
"Keluarga
Aba Alawi adalah rumah ilmu dan kesalehan . Diinformasikan bahwa mereka adalah
pemuka-pemuka Hadramaut paling besar dan mereka adalah asyraf dalam hal
nasab."
Tidak sampai di situ, istif<idhah penisbahan nasab
Ba'alawi sebagai al Husaini di berbagai belahan dunia Islam dari zaman ke
zaman bisa dilihat secara jelas dari pernyataan para ulama yang sudah kami
kutip di buku ini seputar eksistensi S<idah Ba'alawi, mulai Pasal 2 sampai
Pasal 4.Jika diperhatikan dengan saksama, para ulama tersebut berasal dari
abad yang berbeda-beda . Mereka juga dari beragam negara bahkan mazhab yang
berbeda-beda . Jadi, mustahil mereka kompak berbohong dan keliru, apalagi
secara berjamaah tertipu oleh Ba'alawi. Di sisi lain, tidak ada satu pun
nassabah muktabar menafikannya . Hal ini menunjukkan betapa terkenal
penisbahan S<idah Ba'alawi kepada Rasulullah Saw. Nassabah asal Hijaz,
Ibrahim bin Manshur al-Hasyimi, mengatakan :
"Kitab-kitab sejarah
dipenuhi ribuan biografi tokoh-tokoh yang memastikan bahwa Fulan bin Fulan
adalah Qurasyi (keturunan Quraisy), Hasani (keturunan Sayidina Hasan), Husaini
(keturunan Sayidina Husein)-sampai pada perkataannya-dan mereka (para ulama
yang menulis kitab tersebut) tidak menyebutkan silsilah nasab tokoh-tokoh itu,
juga tidak mensyaratkannya . Tidaklah hal itu terjadi kecuali karena
populernya (syuhrah dan istif<idhah) kebersambungan mereka dengan
nasab-nasab tersebut ."
Dengan demikian, keabsahan Sad ah Ba'alawi
sebagai asyraf dzurriyah Rasulullah Saw., yang secara otomatis juga
menunjukkan keabsahan status al-Imam Ubaidillah/ Abdullah sebagai putra dari
al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa, tidak hanya ditetapkan dengan (1) pencatatan
rapi mata rantai nasab (syajarah ans<ib) di internal Ba'alawi, tapi juga
(2) diabadikan oleh para ulama nasab dan tarikh dalam karya-karya mereka dari
berbagai generasi, mazhab, dan negeri, serta keabsahan nasab tersebut juga (3)
tersebar secara istifadhah dari masa ke masa sebagai sebuah langkah penetapan
nasab yang diakui syariat, sebagaimana telah diuraikan panjang lebar
dalam risalah ini. Ketiga jalan di atas tentu saling menguatkan
validitas nasab, sebagaimana dijelaskan Syaikh Ibrahim bin Manshur dalam
al-Madkhal Ila,' 'Umial-Nasab wa Qaw<i'idihi :
Tidak heran kalau
pakar nasab-yang kaidah dan hasil tahkiknya digunakan oleh Imaduddin untuk
membatalkan nasab Ba'alawi, yaitu al-Nassabah Sayid Mahdi Raja'i (dalam
keterangannya sebagai ahli yang telah kami tampilkan qarar-nya di akhir Pasal
2) justru mengatakan :
"Sebagai seorang alim dan muhaqqiq
literatur Islam, dalam bentuk penelitian dan kitab-kitab di bidangini (ilmu
nasab) selama beberapa dekade, saya tegaskan bahwa Bani Alawi adalah s<idah
(dzurriyah Nabi Saw.) dari jalur Ahmad bin Isa al-Muhajir melalui putranya
Abdullah, yang dikenal dengan nama Ubaidullah . Keabsahan nasab Scidah Bani
Alawi telah populer, baik menurut perspektif ilmu fikih, ilmu nasab, berbagai
fakta sejarah, dan laporan para ulama ahli nasab selama berabad-abad."
PASAL
6 Jejak Peninggalan Pendahulu Sadah Ba'alawi di Hadramaut
Para
leluhur S<idah Ba'alawi bukanlah sosok-sosok fiktif yang hidup di alam
fantasi tanpa jejak peninggalan . Jejak itu pun bukan hanya berupa yang
tertulis. Ada pula yang berupa makam, masjid,
atau bangunan.
Hal-hal tersebut memang bukan syarat utama dalam mengisbat
sebuah nasab. Namun, dalam perspektif sejarah, hal itu sangat penting sebagai
salah satu indikator penguat validitas data-data yang tertuang dalam karya
tulis para ulama . Karena itu, sangat fatal jika ada pihak yang
membatalkan nasab S<idah Ba'alawi dan mengeliminasi sejarahnya tanpa sama
sekali melakukan penelitian lapangan terhadap objek-objek peninggalan para
leluhur S<idah Ba'alawi yang bertebaran di Hadramaut . Jika ingin
menguraikan jejak-jejak peninggalan tersebut secara lengkap, butuh satu buku
tersendiri. Oleh karena itu, dalam pasal ini kami akan tampilkan sebagian
kecil jejak-jejak peninggalan tersebut secara ringkas untuk menambah wawasan
pembaca.
Rumah Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir yang di Hajrain,
Hadramaut, Yaman. Imam Muhajir sempat tinggal sesaat di rumah ini sekitar
tahun 318 H.
Makam Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir di Husaisah ,
desa
yang terletak antara Kota Tarim dan Seiyun, wafat pada tahun 345 H.
Makam
Imam 'Ubaidillah
bin Ahmad bin Isa al-Muhajir,
di Desa Bur,
berseberangan dengan Husaisah, desa yang terletak antara Kota Seiyun dan
Tarim, wafat 383 H.
Masjid Jami Bur/Jami Alwi bin 'Ubaidillah. Masjid ini
dibangun oleh Imam Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa di Desa Bur yang
terletak di seberang Husaisah, antara Kota Seiyun dan Tarim. Sebagaimana
tertulis dalam salah satu pintunya, masjid ini dibangun pada tahun 360 Hijriah
dan mengalami beberapa tahap renovasi .121
Makam al-Imam Alwi bin
'Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir di Taribeh-Sumal, dekat Kota Tarim,
wafat antara tahun 405-412 H.
Makam Sayidina Jadid bin
'Ubadillah bin Ahmad bin Isa
di ujung Desa Taribeh yang terletak antara
Kota Tarim dan Seiyun.
Qubah Muhammad Sh<ih_ib Mirbath
bin
Ali Kholi' Qasam di Mirbath, Oman.
Makam Sayidina Ali Kholi'
Qasam bin Alwi di Zanbal, Tarim, Hadramaut, wafat 529 H.
Makam
al-Imam Muhammad (Sha!:!:ib Mirbath) bin Ali Kholi' Qasam, wafat di
Mirbath, Oman, tahun 556 H.
Masjid Ba'alawi di Tarim,
Hadramaut, Yaman .
Masjid pertama bagi Sadah Bani Alawi
di
dalam Kota Tarim yang dibangun oleh Sayidina Ali bin Alwi Kholi' Qasam,
wafat 529 H.
Makam al-Faqih al-Muqaddam, Muhammad bin Ali. Lahir di
Tarim tahun 574 H dan wafat tahun 653 H.
Masjid Assegaf atau
disebut dengan Masjid al-Habib Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Dawileh yang
wafat pada 819 H. Masjid ini berlokasi
di Tarim, Hadramaut , Yaman, dan
berdekatan dengan Masjid Ba'alawi.
Masjidil Muhdhar yang dibangun
oleh Sayidina Umar Muhdhar
bin Abdurrahman Assegaf, wafat 833 H.
Jika
ingin melihat lebih banyak jejak peninggalan para leluhur Sadah Ba'alawi,
silakan unduh kitab Min A'q<ib al-Bidh'ah al-Muhammadiyyah al Thahirah
dengan memindai kode batang berikut ini.
FOOTNOTE
7 Hajji Khalifah , Kasyf al-Dzunun 'an Asami
al-Kutub wa al-Funun, Juz 1, ha!. 178.
8 Husain
bin Haidar al-Hasyimi, Rasa'il fi 'Ilm al-Ansab, haL 101.
9
Abil Laits Muhammad Hamzah bin Ali al-Kattani al-Hasani al-Idrisi, al-Sum
al-Zi'af, hal. 13.
10 Abdur Rahman bin Majid Alu Qaraja
al-Rifa'i al-Husaini al-Zar'ini, al-Kiifi al-M untalzhib Ji 'Ilm
al-Nasab,
ha!. 23.
11 Ibrahim bin Manshur al-Hasyimi
al-Amir, al-ifiid hah Ji Adillati Tsubut al-Nasab wa Nafyihi bi
al-Syahrah
wa al-istifiid hah, (Beirut: al-Maktabah al-Islami, 2019), ha!. 22.
12
Ibrahim bin Manshur al-Hasyimi al-Amir, UshiU wa
Qawa'id fi Kasyfi Mudda'i al-Syaraf wa M arwiy al-Nasab, (Kairo:
Dar Sabi! al-Mu'minin, 2016), haL 47.
13 Ibn Hajar
al-Haitami, al-S hawa'iq al-Muhriqah 'ata Ahl al-Rafdh wa al-Dhalal wa
al-Zindiqah,
(Lebanon: Mu'assasah al-Risalah , 1997), Juz 2, hal. 537.
14
Muhammad Kadhim, al-Nafhah al-'Anbariyyah Ji Ansabi
Khair al-Bariyyah, (dokumen pribadi), hal. 52.
15
Abdullah bin Husain Balfaqih , M athlab al-I qadh, hal. 35.
16
':f_p>J. <C:/.Jl ':?WJrol' J"' .;;>.' .....,..j J.
J.i1 J. J.f-1 0i HJ :Jl...l:ll y>U. J. ':?j.&-
Wll Jli
':?.lll e--J'J·..::.i_,.. .J Ltl...;)r
J11 W: J.i...1.o:- _,s- t J lJ J
..::.i_,._. ,.:- ...tJj0L1.--i 1 1.a
(n ..,
r IJ"ll)r1 Jfo-) .1. r-J; t=:' ' 0.}li
•.a J§.lll .i>t
17
Tuhfah al-Azhar wa Zalali al-Anhar, Juz 3, hal. 94-95.
18
Muhammad Murtadha al-Zabidi , al-Raud hu al-Jali fi Nasabi Bani 'Alawi,
ta.!:!qiq Muhammad Abu Bakar Baadzib, ('Amman: Dar al-Fath, 1444 H), ha!.
119-120.
19 Ibid., hal. 121.
20 Nama lengkap al-'Ubaidi
ialah Muhammad bin Muhammad bin 'Ali bin 'Abdillah bin Husain al Ashghar bin
'Ali bin Abi Thalib r.a. Abu! Hasan al-'Alawi al-Husaini al-Nassabah
al-Baghdadi SyaiRh al-Syaraf . Beliau dilahirkan pada tahun 338. Satu-satunya
sosok yang ahli dalam ilmu nasab sehingga dijuluki Syaikh al-Syaraf .
Karya-karyanya sangat banyak. Beliau pindah dari Baghdad menuju tempat
tujuannya, kemudian kembali lagi ke Baghdad. Ada yang berpendapat beliau wafat
di Damaskus pada tahun 437. Lihat di kitab al-Wiifi bi al-Wafiyyiit ha!.
109.
21 Muhammad Kadhim
al-Mahmudi, Muqaddimatu Tahqiqi Tahdzib al-Ansab, hal. 10.
22
Abdul Hay al-Kattani, Fahras al-Faharis , Juz 1, hal. 528.
23
Muhammad Abu Bakar Baadzib , Muqaddimatu Ta_!:!qiqi al-Raudhu al-Jali fi
Nasabi Bani 'Alawi , ('Amman: Dar al-Fath,1444 H), hal. 225-27.
24 •.i...
J.s'lr. 1.ai11 i)J .'-lWll t;jll 1 1.u1
·rt.;1 F ,r1..111 1 ,ui 1.J.
25
Abu 'Abdillah Muhammad al-Thalib al-Marodisi al-Fasi, al-I syraf 'Ala '
Ba'dhi M an Bi Faas min M asyahiril Asyraf , Juz 2, hal. 125-127
26
Mahdi Raja'i, al-Mu'qibun Min 'Ali Abi Thalib, Juz 2, hal. 432.
27
Muhammad Hifz al-Rahman al-Kamlani , al-Budur al-M adhiyyah fi Tarajim
al-Hanafiyah,
(Kairo: Dar al-Shalih, 2018), hal. 61.
28
Baha al-Din al-Janadi, al-Suluk fi Thabaqat al-'Ulama' wa al-M uluk, (Shana'a:
Maktabah al-Irsyad, 1995), Juz 1, hal. 59.
29 Ibrahim bin
Manshur, al-M adkhal Ila' 'Ilmi al-Nasab wa Qawa'idihi wa 'Inayah al-'Arab
bihi,
hal. 52.
30 Musnad Hasan bin Muhammad al-'Allal, M
akhthuth.
31 Yasin bin Isa al-Fadani, al-Arba'un !:!aditsan
min Arba 'in Kitaban 'anArba'in Syaikhan , hal. 71.
32
Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad al-Nahrawani,
Musnad al-Imam 'Ali bin Ja'.far a[
Asyqari, (dokumen
pribadi: makhthuth), hadis nomor 9.
33 Yasin bin Isa
al-Fadani, al-Arba'un !!aditsan min Arba'in Kitaban 'an Arba'in Syaikhan, hal.
71.
34 Baha al-Din al-Janadi, al-Sulilk fi Thabaqat
al-'Ulama' wa al-M ulilk , (Shana'a: Maktabah Al-Irsyad , 1995), Juz 2, hal.
132.
35 Ibid., Juz 2, hal. 343.
36
Sunan Tirmidzi, Juz 17, catatan tsabat pada halaman terakhir. Klasifikasi oleh
Siileymaniye Kiitiiphanesi , Turki, nomor indeks 154.
37
Umar bin Yusuf bin Rasul, Thurfat al-Ashab Ji M a'rifati al-Ansab, (manuskrip:
dokumen pribadi), hal. 49.
38 Dokumen pribadi, hal.
138.
39 Abdurrahman al-Khatib, al-Jauhar al-Syafaf , (dokumen
pribadi), Juz 3, hal. 164.
40 Muhammad Abu Bakar
Baadzib, Juhudu Fuqaha'i !!adhramaut fi Khidmah al-M adzhab a[
Syaji 'i,
('Amman: Dar al-Fath Iial-Dirasat wa al-Nasyr, 1429 H), Juz 2, hal. 324.
41
Siraj al-Din Umar al-Dzafari, Arba'una li al-Musnid al-Imam al-Faqih Muhammad
bin 'Ali
al-'Alawi , (manuskrip: dokumen pribadi), hal. 2.
42 Umar
bin Sa'ad al-Dzafari, Arba'un , (dokumen pribadi).
43 Ali bin Jadid,
Arba'un, (dokumen pribadi).
44 Umar bin Sa'ad al-Dzafari, Arba'fm,
(dokumen pribadi).
45 Umar bin Sa'ad al-Dzafari, Arba'fm,
(dokumen pribadi).
46 Baha al-Din al-Janadi, al-SulUk
fi Thabaqat al-'Ulama' wa al-Muluk , (Shana'a: Maktabah al-Irsyad, 1995), Juz
2, hal. 135.
47 =) .i.µ1 J.o'i1 e--k' .:i r
r _,.)_,s-.u1 Jal>.
.!l_,J....J1 Je_, 1.a =Jl' Jli
•
.(428 U" 2 &-::JI ..:.bl.. \; iJ jll
48
Baha al-Din al-Janadi, al-Suluk fi Thabaqat al-'Ulama' wa al-Muluk, (Shana'a:
Maktabah al-Irsyad, 1995), Juz 2, hal. 463.
49
Al-Sakhawi , al-Dhau'u al-Lami ',Juz 3, hal. 147.
50 Husain bin
Abdurrahman al-Ahdal, Tu!:!fah al-Zamanfi Tarikh Sadati al-Yaman, Juz 2, hal.
428.
51 Ibid.
52 Ahmad bin Ahmad bin
Abdul Lathif al-Syarji al-Zabidi al-Hanafi, Thabaqtu al-Khawwash
Ahli
al-S hidqi wa al-Ikhlash, (Mesir: Mathba'ah Maimuniyyah, 893 H), hal.
344-345.
53 Ibid.
54
Ibid., hal. 80-95.
55 Al-Yaji 'i, M ar'ah
al-Jinan wa 'Ibrah al-Yaqadzanfi M a'rifati ma Yu'tabaru min !:!awadits al
Zaman,
Juz 4, haL 270.
56 Al-Malik al-'Abbas bin Ali bin Daud
al-Rasuli, al-'Athaya al-Saniyyah wa al-M awahib a[
Haniyyah fi al-M
anaqib al-Yamaniyyah, (Shana'a; Wizarah al-Tsaqafah wa
al-Siyahah , 2004), hal. 538.
57 'Ali bin Hasan al-Khazraji, al-'Iqd
al-Fak hir al-!:!_asan fi Thabaqati Akabiri Ahl al-Yaman,
(Shana'a:
Maktabah al-Jail al-Jadid, 1430), Juz 1, hal. 1486-1488.
58
Abdurrahman al-Khathib, al-Jauhar al-Syafaf , (dokumen pribadi Universitas
al-Ahqaf, Tarim).
59 Al-Syakhawi, al-Dhau'u al-Lami' li
Ahl al-Qarn al-Tasi', Juz 5, hal. 59.
60 Abu Muhammad al-Thayyib bin Abdullah Bamakhramah al-Hadhrami,
Qiladatu al-Dahr fi
Wafayati A'yani al-Dahr, (Makkah: Dar al-Minhaj,
tt),Juz 5, hal. 230-231.
61 Al-Mutawakkil 'Alallah Syarafuddin
Yahya bin Syamsuddin al-Hasani, Tsabat, (dokumen pribadi),
hal. 32.
62 Ibn Hajar al-Haitami, Tsabat, dengan
tahkik Amjad Rasyid, (Ardan: Dar al-Fath, 1435 H), hal. 212-213.
63
Muhammad Amin bin Fadhlullah bin Muhibbuddin bin Muhammad al-Muhibbi al-Hamwi
al-Dimasyqi, Khalashah al-Atsar fi A'yan al-Qarn al-Hadi 'Asyar , (dokumen
pribadi).
Dalam keterangan di atas, dengan tegas al-'Allamah
al-Shan'ani menyebut kan bahwa Sadah Ba'alawi termasuk cucu Sayidina Husein
r.a. Bahkan, beliau dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa Sadah Ba'alawi
termasuk ahli bait Rasulullah Saw., baik ditinjau secara akal, syariat, atau
kebiasaan .
64 Muhammad bin Isma'il al-Amir al-Shan'ani, al-Masa'il al-Mardhiyyah Fittifaqi Ahlissunnah wa al-Zaidiyyah, (dokumen pribadi), hal. 4.
65 'Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi , al-Tu!'.!:fah
al-Bahiyyah fi Thabaqat al-Syaji 'iyyah,
(dokumen pribadi).
66
Abu Bakar Syatha al-Dimyathi al-Syafi'i, Nafhah al-Rahman fi
Ba'dhi M anaqib al-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, hal. 24.
67
Ja'far bin Abu Bakar al-Lubni, al-!:!adits Syujun Syarh al-Risalah al-Jadiyyah
Libni Zaidun,
(Jeddah: Maktabah Kunuzul Ma'rifah , 2014), hal. 92-93.
68
'Abdullah Ghazi, Ifadah al-Anam Bid zikri Akhbari Baladillah al-!:!aram,
(Makkah: Tauzi' Maktabah al-Asadi, 2009), Juz 6, hal. 340.
69
Yusuf bin Isma'il al-Nabhani, Riyadh al-Jannahfi Adzkar al-Kitab wa al-Sunnah,
(Lebanon: Dar al-Fikr al-'Arabi, 1990), hal. 25.
70
Muhammad bin 'Alawi al-Maliki, al-Ijaraj al-'Ilmiyyah
al-'Ammah fi Asanid al-Sayyid Mu.!:!ammad bin 'Alawi al-Maliki
al-!:!asani , hal. 4.
71 Wawancara sumber dan
ahli merupakan salah satu metode pengumpulan informasi yang diakui dalam dunia
penelitian ilmiah.
73 Kitab Abna'ul Imamfi Mishra wa al-Syam
al-k!asan wa al-k!usain sebenarnya karya Abi al Mu'ammar Yahya bin Muhammad
bin al-Qasim al-Hasani yang dikenal dengan Ibnu Thaba Thaba (w. 478 H), namun
di dalamnya sudah bercampur dengan tambahan-tambahan dari al-Imam Ibnu
Shadaqah al-Halabi al-Warraq (w. 1180 M) dan dua ulama lainnya. Dengan
demikian, isinya tidak lagi sepenuhnya dari Ibnu Thaba Thaba yang hidup pada
abad ke-5. Meski demikian, substansi ilmiah yang ada di dalamnya tetap tidak
keluar dari data-data yang beredar di Kutub al-Ansab yang muktabar karena yang
menambahkan juga ulama dalam bidang nasab seiring perkembangan data pada
masanya. Hal ini sebagaimana diuraikan oleh al-Muhaqqiq Sayid Yusuf
Jamalullail di mukadimah tahkiknya hal. 22. Jadi, kitab ini tetap bisa
dijadikan rujukan dalam nasab, namun informasi di dalamnya tidak bisa langsung
dikaitkan kepada Ibnu Thaba Thaba yang wafat pada abad ke-5 karena bisa saja
informasi tersebut merupakan bagian tambahan dari al-Warraq dkk. Wallahu a'lam
bish-shawab.
74 Salim bin 'Abdul
Lathif al-Rifa'i, Thabaqat al-Asyraf al-T halibiyyin, hal. 98-110.
75 Muhammad bin 'Umar bin 'Ali Nawawi al-Banteni, Syarh
'Uqud al-Lujain fi Bayani H_uquq al-Zaujain, (Beirut: Dar Kutub
Islamiyah, 2015), hal. 11.
76
Lihat
https://sanadmedia.com/post/kh-hasyim-asyari-merekomendasikan-kitab-karya
habib-dari-sadah-baalawi.
77 Hasyim Asy'ari,
Ziyadah Ta'liqat, hal. 27-28.
78 Lihat https:/
/tebuireng.online/benarkah-hadratussyaikh-tidak-pernah-belajar-pada
sadah-alawij.
79 Nanal Ainul Fauz, Fakta Sejarah
Hubungan Ulama Nusantara dan Sadah Ba'alawi. hal. 41.
80
Lihat https://www.faktakini.info/2024
/05/video-semprot-imad-rais-aam-pbnu.html.
81 Nana! Ainu!
Fauz, Fakta Sejarah Hubungan Ulama Nusantara dan Sadah Ba'alawi, hal. 158.
82
Syaikh Mahfudh al-Tarmasi, Kifayah al-Mustafid , hal. 7
83 Nana! Ainu! Fauz, Fakta Sejarah Hubungan Ulama
Nusantara dan Sadah Ba'alawi, hal. 158.
84 Panji M
asyarakat, No.169/Tahun XVll, 15 Februari 1975 M (4 Safar 1395 H), hal.
37-38.
85 'Abdullah bin Nuh , al-Imam al-Muhajir M a Lahu wa
Linaslihi wa Lil A'immah min Aslafihi min al-Fadha'il wa al-M a'atsir, hal.
102.
86 Nanal Ainu! Fauz, Fakta Sejarah Hubungan Ulama
Nusantara dan Sadah Ba'alawi, hal. 125-127.
87 Yaitu di
Taribeh, satu desa di pinggir Kota Tarim.
88 Yaitu tidak ada
saudara Alwi yang keturunannya menyebar sampai saat ini, sebab Bashri dan
Jadid yang merupakan saudara Alwi keturunannya sudah inqiradh (tidak
lanjut).
89 Lihat https://youtu.bejVbr_gVMKwOM?si=aXBqSuRrT
Bd3CA3E.
90 Lihat https://www.youtube.com/
watch?v=x9LSX_RIH8E.
91 Lihat https:/
/youtu.be/yVosl057pRs?si=j5 1Dzd34LDgt F8Zg.
92 Lihat
https://youtu.be/3FsFQjc643w ?si=OqyXhExOzHrzx klv.
93
'Agil bin Ali al-Mahdali al-Musawi al-Husaini, al-Imam
'Ubaidillah bin Imam Ahmad wa Hijratuhu min al-'Iraq ila'
Hadhramaut al-Yaman li al-Da'wah Ilallah , 2023.
94
Baha' al-Din al-Janadi, al-Sulilk fi Thabaqat al-'Ulama' wa al-Mulilk ,
(Shana'a: Maktabah al-Irsyad, 1995), Juz 2, hal. 135.
95 Ali
bin Hasan al-Khazraji, al-'Iqd al-Fak hir al-Hasan fi Thabaqati Akabiri Ahl
al-Yaman,
(Shana'a: Maktabah al-Jail al-Jadid, 1430), Juz 1, hal.
1486-1488.
96 Al-Malik al-'Abbas bin Ali bin Daud al-Rasuli,
al-'Athaya al-Saniyyah wa al-M awahib al
Haniyyah fi al-M anaqib
al-Yamaniyyah, hal. 538.
97 Abdurrahman
al-Khatib, al-Jauhar al-Syafaf , (dokumen pribadi), Tarim.
98
Al-Mutawakkil 'Alallah Syarafuddin Yahya bin
Syamsuddin al-Hasani, Tsabat, (dokumen pribadi).
99
Al-Syakhawi , al-Dhau'u al-Lami' li Ahl al-Qarn al-Tasi, Juz 5, hal. 59.
100 Ibn Hajar al-Haitami, Tsabat, hal. 212-213.
101 Abu
Muhammad al-Thayyib bin Abdullah Bamakhramah al-Hadhrami ,
Qiladah al-Dahr fi
Wafiyyati A'yan al-Dahr, Juz 5, hal. 230-231.
102
Abdul Ghafur, Hasyiah M anafi' al-Akhyar 'ala' Nata'ij al-Af kar, hal. 298.
103
Ibrahim bin Manshur , al-M adk hal ila' 'Ilm al-Nasab wa Qawa'idihi wa 'Inayah
al-'Arab bihi,
hal. 35 dan 62.
104 Abu Bakr al-Razi al-Jassas, Syarh
Muk htasar al-Tahawi lil-Jassas , jil. 8, hal. 138.
105 Al-Zarqani,
Abd al-Baqi, Syarh al-Zarqani 'ala' M ukhtasar Khalil wa Hashiyat al-Banani,
jil. 8, hal. 247.
106 Ibn Abd al-Barr, al-Kafi fi Fiqh Ahl al-M
adinah, jil. 2 hal. 903.
101 Al-Imrani , al-Bayan fi M
adzhab al-Imam al-Syafi'i , jil. 13, hal. 352.
108 Abu al-Wafa Ibn Aqil,
al-Tadz kirahfi al-Fiqh 'ala' M adzhab al-Imam Ahmad , jil. 1, hal. 360.
109
Al-Mardawi , al-Inshaf fi M a'rifah al-Rajih min al-Khilaf , tahkik:
al-Faqih, jil. 12, hal. 11.
110 Ibnu Qudamah,
al-Mughni, Juz 10, hal. 141.
111 Imam
al-Haramain, Nihayah al-M athlab, Juz 18, hal. 613.
112
Ibnu Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari, Juz 5, hal. 254.
113
Mushthafa al-Khan, al-Fiqh al-Manhaji 'ala' Madzhab al-Imam al-Syaji 'i Juz 4,
hal. 217.
114 'Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi,
al-t!awi al-Kabir , Juz 17, hal. 35.
115 Muhammad
bin Ahmad al-Khatib al-Syarbini, al-Mughni al-Muh_taj ila' M
a'rifati M a'ani Alfadhi al-Minhaj , Juz 6, hal. 377.
116
Muhammad Hamzah bin Ali al-Kattani al-Hasani al-Idrisi,
al-Tha'infi al-Nasab al-Hasyimi
li Bani 'Alawi wa al-Saqqaf , Juz
2, hal. 136.
118
117 Ibid., Juz 2, hal. 136.
118
Ahmad bin Ahmad bin Abdul Lathif al-Syaraji al-Zubaidi al-Hanafi, Thabaqat
al-Khawwashi
Ahl al-Shidq wa al-Ikhlash, hal. 344-345.
119 Ibrahim bin Manshur, al-M adkhal Ha' 'Ilmi
al-Nasab wa Qawa'idihi wa 'Inayah al-'Arab bihi,
hal. 77.
.
.
I Jljl LQ:.....'J'I_,
o I o , - wl 1;1oj oj I
b).: l..iS_',
120
• 1 1..k
u I }:JI_,
120 Ibid., hal. 52.
121
Ja'far bin Muhammad , Nasroh Matwiyyah An Bur, Cetakan 2004.