Ilmu Nasab, Ilmu Fikih, dan Sejarah dalam Menentukan Keabsahan Nasab Ba'alawi

Keabsahan Nasab Ba'alawi Menurut Ilmu Nasab, Ilmu Fikih, Dan Sejarah apa tolok ukur keabsahan sesuatu tersebut dalam bidang terkait . Sebagai contoh,

Ilmu Nasab, Ilmu Fikih, dan Sejarah dalam Menentukan Keabsahan Nasab Ba'alawi

Judul buku: Keabsahan Nasab Ba'alawi Membongkar Penyimpangan Pembatalnya
Tema: Anti tesis / sanggahan atas buku Terputusnya Nasab Baalawi oleh KH Imaduddin Utsman Al-Bantani
Bidang studi: sejarah, ilmu nasab
Penulis    : Tim Pengawal Persatuan Ummat Rabithah Alawiyah, Muhamad Hanif Alatas Rumail Abbas Ahmad  Quddur Idrus Al Masyhur Maimun Nafis Muhaimin  Bahirudin M. Fuad A. Wafi. Muhammad  Assegaf
Penyunting : Kukuh Achdiat Subiantoro & Dedi Ahimsa
Penyelaras aksara  : Nurjaman SQ
Penata aksara : Mujia P
Perancang sampul: Kertas Lecek (Abdul Hakim)
Diterbitkan oleh: Hilyah.Id
JI. Raya Raci, RT04, RW03, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur

Daftar isi 

  1. BAB 1: KEABSAHAN NASAB BA'ALAWI MENURUT ILMU NASAB, ILMU FIKIH, DAN SEJARAH    
  2. Pasal 1 - Tolok Ukur Keabsahan Nasab    
  3. Pasal 2 - Isbat para Nassabah Non-Ba'alawi terhadap Keabsahan Nasab Saadah Ba'alawi    
    1. Al-Nassabah Muhammad Kazhim bin Abil Futuh al-Yamani al-Musawi     
    2. Al-Nassabah al-Sayid Muhammad bin al-Husein al-Husaini al-Samarqandi al-Madani     
    3. Al-Nassabah al-Sayid Dhamin bin Syadqum  
    4. Al-'Allamah al-Nassabah Abu 'Allamah Muhammad bin Abdullah al-Muayadi al-Hasani (Nassabah Abad Kesebelas)    
    5. Al-Nassabah  al-Hafidz Murtadha al-Zabidi    
    6. Al-Nassabah Syaikh al-Syaraf al-'Ubaidili     
    7. Al-Nassabah Abu Abdillah Muhammad al-Thalib al-Maradisi al-Fasi     
    8. Al-Nassabah Sayid Mahdi Raja'i    
  4. Pasal 3 - Pengakuan dan Kesaksian para Ulama terhadap Keabsahan Nasab Scidah Ba'alawi    
    1. Al-Sayid Hasan bin Muhammad al-'Allal al-Husaini     
    2. Al-Sayid Abul Qasim al-Naffath     
    3. Al-Faqih Hasan bin Rasyid     
    4. Musnad Syaikh Umar bin Sa'd al-Dzafari     
    5. Sejarawan Yaman al-Imam Bahauddin al-Janadi al-Yamani   
    6. Al- Imam Husein bin Abdurrahman al-Ahdal     
    7. Al-Imam al-Muhaddits Abil Abbas Ahmad bin Abdullathif al-Syarji al-Zabidi al-Hanafi     
    8. Al-Imam al-Muarrikh Abu Muhammad Abdullah bin As'ad bin Sulaiman al-Yafi'i al-Yamani al-Makki     
    9. Al-Malik al-Abbas bin Ali bin Dawud al-Rasuli     
    10. Al-Imam al-Muarrikh Abil Hasan Ali bin al-Hasan al-Khazraji     
    11. Al-Syaikh Abdurrahman bin Muhammad al-Khathib al-Anshari al-Tarimi     
    12. Al-Sakhawi al-Hafidz al-Imam al-Sakhawi ra     
    13. Al-Muarrikh Abu Muhammad al-Thayyib bin Abdullah Bamakhramah al-Hadhrami     
    14. Al-Imam al-Mutawakkil 'Atallah Yahya bin Syarafuddin bin al-Mahdi al-Hasani    
    15. Ibnu Hajar al-Imam al-Faqih Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami     
    16. Al-Imam Ibnu al-'Imaduddin al-Hanbali     
    17. Al-Muarrikh Muhammad Amin bin Fadhlullah al-Muhibbi al-Dimasyqi     
    18. Al-Imam Muhammad bin Ismail yang Dikenal dengan al-Amir al-Shan'ani     
    19. Al-'Allamah al-Syaikh Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi   
    20. Al-'Allamah al-Sayid Bakri Syatha al-Dimyathi     
    21. Al-Qadhi Ja'far bin Abi Bakar al-Lubni al-Hanafi ra     
    22. Al-Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani     
    23. Al-Muhaddits Abuya al-Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki    
    24. Syaikh Ibrahim Ibnu Manshur    
    25. Al-Sayid Walid al-'Uraidhi    
    26. Daftar Nama-Nama Ulama Lain yang Mengakui Nasab Ba'alawi    
  5. Pasal 4 - Pengakuan Ulama Besar Nusantara terhadap Status Ba'alawi sebagai Dzurriyah Nabi Saw    
    1. Al-'Allamah Syaikh Nawawi al-Bantani     
    2. Hadhratu al-Syaikh KH Hasyim Asy'ari     
    3. Al-'Allamah Syaikh Abdul Hamid Kudus     
    4. KH Soleh Darat     
    5. Al-'Allamah Syaikh Mahfudz al-Turmusi al-Jawi     
    6. Syaikh Mukhtar bin 'Atharid al-Jawi al-Bogori     
    7. Prof Dr Abdul Malik Karim Amrullah/Buya Hamka    
    8. Al-'Allamah KH Abdullah bin Nuh     
    9. Musniddunya' al-Syaikh Yasin al-Fadani     
    10. KH Muhammad Zaini Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul Martapura)    
    11. KH Maimoen Zubair dan Ponpes al-Anwar Sarang    
    12. Abuya KH Uci al-Turtusi bin KH Dimyathi (Cilongok)    
    13. Ulama Madura dan Syaikhana Khalil    
    14. Prof Dr Ustadz Abdul Somad, LC, MA    
    15. CATATAN PENTING    
    16. Abdullah atau Ubaidillah?    
  6. Pasal 5 - Penetapan Keabsahan Nasab dengan Cara Al-Istifadhah    
  7. Pasal 6 - Jejak Peninggalan Pendahulu Sadah Ba'alawi di Hadramaut      
  8. Footnote dan Referensi
  9. Buku Terkait Nasab oleh KH. Imaduddin al-Bantani:
    1. Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia
    2. Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw
    3. Buku Membongkar Skandal Ilmiyah sejarah dan Genealogi Ba’alwi 
    4. Living Sunnah, Otoritas Keagamaan Dan Konstruksi Nasab Ba’Alwi
  10. Kembali ke buku:  Keabsahan Nasab Ba'alawi Membongkar Penyimpangan Pembatalnya

BAB 1 KEABSAHAN NASAB BA'ALAWI MENURUT ILMU NASAB, ILMU FIKIH, DAN SEJARAH
 
PASAL 1 Tolok Ukur Keabsahan Nasab
Sebelum menilai keabsahan sesuatu, yang pertama kita bahas adalah apa tolok ukur keabsahan sesuatu tersebut dalam bidang terkait . Sebagai contoh, sebelum menilai kebenaran sebuah rangkaian kata dalam bahasa Arab, kita hams mengetahui apa tolok ukur kebenaran sebuah rangkaian kata dalam kaidah bahasa Arab (nahwu sharaf).

Contoh lain terkait pernikahan . Sebelum menilai sah atau tidak sebuah pernikahan, terlebih dahulu kita hams mengetahui tolok ukur  keabsahan sebuah pernikahan dalam ilmu fikih. Bukan seenaknya menentukan standar keabsahan sendiri, lalu dengan bebas menyatakan yang ini sah dan yang itu tidak sah. Begitu pula soal nasab. Bicara soal nasab tidak lepas dari ilmu nasab yang konstmksinya sudah terbangun secara rapi sejak lebih dari 1.000 tahun lalu. Al-'Allamah Hajji Khalifah dalam kitabnya Kasyf al-Dzunun menjelaskan :

"Ilmu nasab adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui nasab-nasab orang dan kaidah-kaidahnya, baik yang bersifat global atau parsial. Tujuan dari ilmu nasab adalah menghindari kesalahan menilai nasab seseorang ."

Jadi, jika mau menilai keabsahan sebuah nasab, kita harus mengetahui dulu tolok ukur sebuah nasab dianggap sah menurut perspektif kaidah ilmu nasab, bukan bebas menentukan standar lalu menyatakan nasab ini sah dan yang itu tidak sah.

Lantas, apa yang menjadi tolok ukur keabsahan sebuah nasab dalam perspektif ilmu nasab? Para pakar teori ilmu nasab menyebutkan beberapa th<iriq Galan) untuk mengisbat (menetapkan) keabsahan sebuah nasab. Jika satu saja terpenuhi, nasab tersebut dinyatakan sah.

1. Tercantum dalam kitab-kitab nasab yang ditulis para ulama ahli nasab/ nassabah yang tepercaya dan ahli tahqiq yang teliti, yang tidak diutak-atik oleh orang yang tidak bertanggung jawab . Jika berupa manuskrip, harus dipastikan kebenaran manuskrip tersebut.

2. Nasab tersebut tersebar luas serta terkenal dengan sesuatu yang me­ nimbulkan keyakinan kebenarannya, juga tersiar luas di antara sejumlah orang yang menghasilkan keyakinan atau prasangka kuat kebenarannya serta tidak mungkin bersepakat berdusta, atau yang disebut dalam ilmu fikih dan ilmu nasab dengan istilah al-syuhrah wa al-istif<idhah. Ini adalah bukti yang paling kuat.

Hal itu dijelaskan dalam berbagai kitab teori ilmu nasab, sebagaimana redaksi berikut :

Setelah mengetahui standar penetapan sebuah nasab dalam perspektif ilmu nasab, apakah nasab Ba'alawi memenuhi standar tersebut? Apakah nasab Ba'alawi dicantumkan dan diakui para nassabah? Apakah kebersambungan nasab Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw. melalui jalur Sayidina Husain r.a. sudah masuk kategori syuhrah dan istifcidhah? Jika salah satu dari dua hal tersebut terpenuhi, nasab Ba'alawi sah menurut standar ilmu nasab . Simpel sekali! Pembaca akan mendapatkan jawaban atas dua pertanyaan tersebut dari uraian yang akan kami jelaskan. Insya Allah.
 
PASAL 2 Isbat para Nassabah Non-Ba'alawi terhadap Keabsahan Nasab Sidah Ba'alawi

Jika  sebuah nasab  tercantumnya  dalam  kitab-kitab  nasab yang  ditulis oleh nassabah yang kredibel dan tsiqah (meskipun nassabah itu tidak sezaman), hal itu menjadi salah satu tolok ukur keabsahan sebuah nasab menurut perspektif ilmu nasab. Hal ini disebabkan pencatatan nasab bukan sesuatu yang bersifat penalaran akal melainkan verifikasi kebersambungan nasab berdasarkan sumber data yang valid dan memenuhi standar ilmu nasab. Artinya, manakala seorang nassabah yang kredibel dan tsiqah mencantumkan sebuah nasab, periwayatan jalur nasab tersebut ('amudu al-nasab) menjadi rujukan dalam mengisbat nasab karena nassabah yang tsiqah dan kredibel dituntut  tidak memvalidasi  sebuah nasab kecuali berbasis  data dan telah memenuhi standar ilmu nasab. Hal ini jika dicantumkan oleh seorang nassabah saja menjadi bernilai, bagaimana kalau secara sinkron disepakati dan divalidasi oleh banyak nassabah. Dan, inilah pola yang terbangun dalam ilmu nasab dari masa ke masa . Al-Nassabah Ibrahim bin Manshur, ahli teori ilmu nasab yang karya-karyanya kerap dikutip Imaduddin, menjelaskan:

"Oleh karena itu, banyak dari Bani Hasyim dan yang lainnya-dari zaman dahulu hingga saat ini-menghubungkan silsilahnya dengan asal-usulnya pada abad kelima atau kesepuluh dengan riwayat ('amUdu al-nasab) yang disepakati dari satu keluarga, atau dengan dokumen.Ini adalah cara yang dilakukan dari para ulama besar Islam yang ahli dalam nasab, sebagaimana yang akan dijelaskan. Para ulama tidak menerima riwayat ('amudu al-nasab) atau dokumennya jika itu milik seseorang yang dicap tidak punya anak oleh para ulama secara eksplisit, atau dicap keturunannya punah, atau hanya punya anak perempuan, atau redaksi yang menunjukkan bahwa dia tidak mempunyai keturunan . (Selanjutnya) periwayatan nasab, apalagi dokumen silsilah, bukan sesuatu yang barn diciptakan yang tidak mempunyai dasar dalam ilmu nasab. Catatan nasab itu justru dibangun di atas periwayatan . Inilah kitab-kitab klasik seperti kitab Silsilah Quraisy karya Mu'raj bin Amr bin al-Harith al-Sadusi (w. 195 H) dan Jamhara al-Nasab karya lbn al­ Kalabi Hisyam bin Muhamad bin Sa'ib (w. 204 H), serta kitab-kitab lainnya yang semuanya ditulis berdasarkan  periwayatan  nasab."

Di sisi lain, para ulama nasab yang tsiqah dalam hal ini adalah kalangan terdidik yang sangat menyadari bahwa "penisbahan anak kepada selain orang tua biologis" merupakan kemungkaran yang tidak boleh dinormalisasi. Hal ini sebagaimana amanat Nabi Saw. kepada mereka semua.

Orang yang mengakui orang tua non-biologisnya sebagai bapaknya, padahal ia mengetahui bahwa ia bukanlah anaknya, maka ia telah kufur kepada Allah . Barang siapa yang mengaku keturunan biologis dari sebuah bangsa, padahal bukan, hendaknya ia menyiapkan tempat tinggalnya di neraka." (HR Bukhari)

Jika penisbahan biasa memiliki  dampak  teologis  seperti  itu,  penisbahan yang mengeklaim sebagai dzurriyah Baginda Nabi  Saw. dampaknya  lebih  dari itu. Tak heran jika al-Imam lbn Hajar al-Haitami (w. 974 H) memberikan postulat mengapa pencatatan  nasab s<idah hams dijaga dengan baik:
"Seyogianya setiap orang menaruh perhatian pada nasab mulia ahli bait  dan menjaganya sehingga tidak ada orang yang mengeklaim bagian darinya tanpa hak. Seyogianya pula kemuliaan ahli bait tetap terjaga dari klaim (pencangkokan) orang bodoh dan kurang ajar."1

Hadis dan postulat tersebut patut kami tampilkan  lebih awal untuk  menjalin kesinambungan  di benak pembaca bahwa para nassabah dan ulama tsiqat wa al-mu'tabarin yang mendapati  kehidupan  wangsa  Ba'alawi  dan memberikan kesaksian tentangnya benar-benar memiliki integritas hingga terbukti sebaliknya.
Kembali ke pertanyaan terkait kaidah penetapan nasab dalam perspektif ilmu nasab, apakah nasab Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw. dicantumkan dan diakui oleh para nassabah dalam kutub al-ans<ib?

Ternyata, keabsahan nasab sadah Ba'alawi, wabil khushush status Sayidina Alwi bin Ubaidillah dan Sayidina Imam Abdullah/Ubaidillah (w. 383 H) sebagai keturunan dari al-Muhajir Ahmad bin Isa radhiyallahu 'anhumwa 'anushulihim wafun1 'ihimajma'in, diakui dan dicantumkan banyak nassabah dalam kutub al­ ans<ib mereka, di antaranya sebagai berikut.

1.    Al-Nassabah Muhammad Kazhim bin Abil Futuh al-Yamani al-Musawi (w. 880 H)
Dalam al-Nafhah al-Anbariyyah secara eksplisit disebutkan bahwa Sayidina Ahmad bin Isa pindah ke Hadramaut dan memiliki anak bernama Abdullah yang merupakan ayah dari Jadid. Redaksi keterangan beliau sebagai berikut.

2.    Al-Nassabah al-Sayid Muhammad bin al-Husein al-Husaini al-Samarqandi al-Madani (w. 996 H)
Dalam Tuhfatu al-Thalib Bima'rifati Man Yantasibu ila 'Abdilllih wa Abi Thalib, al-Samarqandi mengatakan sebagai berikut .

Dalam keterangan di atas, al-Nassabah al-Samarqandi menyebutkan bahwa beliau menemukan catatan yang menjelaskan ulama pakar nasab di Hadramaut dan Yaman-yang nama-namanya beliau sebutkan-menceritakan bahwa al-Imam Ahmad bin Isa al-Rumi hijrah bersama putranya, Abdullah, beserta rombongan dari Bashrah dan Irak menuju Hadramaut .
Muallif kitab di atas dalam hal ini mengutip dari catatan yang disebutkan. Namun, sebagaimana diketahui dalam dunia penulisan, mengutip tanpa membantah merupakan bentuk persetujuan muallif terhadap substansi catatan tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh para ulama:

3.    Al-Nassabah al-Sayid Dhamin bin Syadqum (hidup pada 1090 H)
Dalam Tuhfah al-Azhar disebutkan bahwa Ahmad bin Isa al-Rumi memiliki anak yang di antaranya bernama Abdullah . Abdullah memiliki anak bernama Alwi dan Alwi memiliki anak bernama Muhammad . Berikut redaksinya :

4.    Al-'Allamah al-Nassabah Abu 'Allamah Muhammad bin Abdullah al-Muayadi al-Hasani (Nassabah Abad Kesebelas)
Beliau adalah penulis al-Musyajjar al-Kasysyiif . Kitab nasabnya  bernama Raudh al-Albiib Bima'rifah al-Ansiib, yaitu kitab yang menjadi rujukan nasab di daerah Yaman . Berikut ini gambar salah satu halamannya .

Perhatikan tanda panah dalam kitab Musyajjar Abu 'Allamah! Di situ tertulis bahwa Ahmad al-Abah (al-Muhajir) memiliki empat putra, yaitu Muhammad, Ali, Husain, dan Abdullah . Bahkan, di situ beliau mengisbat nasab Syaikh Abu Bakar bin Salim r.a.
Perlu menjadi catatan bahwa  an-Nassabah Abu 'Allamah merupakan nassabah yang menjadi rujukan resmi di Yaman, sebagaimana dituangkan dalam takrir al-Imam Yahya Hamiduddin yang merupakan Imam al-Yaman.

5.    Al-Nassabah al-Haft.dz Murtadha al-Zabidi
Al-Imam al-Hafidz al-Musnid al-Nassabah Muhammad Murtadha al-Zabidi
r.a. (w. 1205 H), pengarang kitab Ith/if al-S<idah al-Muttaqin bi Syarah IhY<i' 'Uhlmiddin dan T<ijul 'Ams Bisyarhil Q<imus, dalam al-Raudhu al-Jaliy fi Nasabi Bani 'Alawi mengutip dari para nassabah terdahulu bahwa al-Imam Ahmad al­
Muhajir bin Isa al-Naqib memiliki beberapa anak, di antaranya Abdullah atau Ubaidillah . Redaksi secara lengkap sebagai berikut .

Pada keterangan di atas, al-'Allamah al-Nassabah al-Zabidi setelah menye­ butkan beberapa anak al-Imam Ahmad bin Isa dan menjelaskan bahwa Abdullah (Ubaidillah) adalah salah satu di antaranya. Iajuga menyebutkan bahwa Abdullah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut. Beliau menutup keterangannya dengan kata-kata :

yang artinya; Inilah keturunan Ahmad bin Isa al-Naqib yang disepakati oleh para Ahli Ilmu Nasab.
Luar biasa, kesaksian ini dinyatakan seorang imam yang dijuluki Khlitimatun­ naslibah abad ke-12 dan 13. Tidak sampai di situ, bahkan beliau menulis secara khusus satu kitab tentang nasab Ba'alawi dengan judul al-Raudhu al-Jaliy fi Nasabi Bani 'Alawi.
Lebih dari itu, al-Nassabah Murtadha al-Zabidi juga memperbarui dengan catatan, khususnya terhadap Bahru Ansab al-Musyajjar al-Kasysyaf karya al-Nassabah Muhammad bin Ahmad al-Najafi (9-10 H) dengan memberikan ta'liq kepada nama Ahmad bin Isa:
Hal itu bisa dilihat dalam lembaran al-M usyajjar al-Kasysyiif di bawah ini, dengan catatan kaki dari al-Nassabah al-Zabidi dan diberi tanda nama beliau sehingga tidak bercampur dengan matan asli al-M usyajjar al-Kasysyiif, serta kami tandai dengan panah yang berada di sebelah kanan:

Jika diperbesar, akan terlihat seperti ini:

6.    Al-Nassabah Syaikh al-Syaraf al-'Ubaidili (w. 435 H)
Beliau berkata:

Dalam keterangan di atas, Syaikh al-Syaraf al-'Ubaidili menjelaskan bahwa Ahmad bin Isa hijrah dari Madinah ke Bashrah pada 10 tahun kedua abad ke-4 Hijriah. Kemudian, beliau keluar dari Madinah bersama putranya, Abdullah, menuju timur dan menetap di Hadramaut, Yaman.
Keterangan al-'Ubaidili di atas dikutip oleh al-Imam al-Hafidz al-Musnid al-Nassabah Muhammad Murtadha al-Zabidi (w. 1205 H) pengarang kitab It}}_iif al-Sadah al-Muttaqin bi Syarah Ihya 'Ulumiddin dan Tajul 'An1s Bisyarhil Qamus dalam karyanya al-Raudhu al-Jaliy fi Nasabi Bani 'Alawi.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa ungkapan al-'Ubaidili tersebut tidak disebutkan dalam karyanya, Tahdzib al-Ansab, yang cetakannya sudah beredar? Dari mana al-Imam Murtadha al-Zabidi mengutip ungkapan tersebut sedangkan dalam kitab Tahdzib al-Ansab yang merupakan karya al-'Ubaidili itu sendiri ungkapan di atas tidak ditemukan? Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut.

a.    Al-'Ubaidili r.a. tidak hanya memiliki 1 karya . Beliau memiliki banyak ka­ rangan dalam ilmu nasab. Hal ini sebagaimana keterangan berikut.

Bahkan, muhaqqiq Tahdzibal-Ans<ib sendiri menyebutkan bahwa al-'Ubaidili memiliki  kitab tentang nasab yang berjudul al-Mabsuth fi al-Nasab setebal
sepuluh ribu satu lembar sehingga Tahdzib al-Ansab ukurannya jauh lebih kecil dari kitab tersebut .21 Artinya, tidak semua ungkapan al-'Ubaidili ada dalam Tahdzib al-Ans<ib. Dengan demikian, jika tidak ada dalam Tahdzib al-Ans<ib, pernyataan al-'Ubaidili ada dalam karyanya yang lain, baik yang masih makhthuth  (manuskrip)  atau mafqud .

b.    Pernyataan al-'Ubaidili di atas dimuat al-Imam Muhammad Murtadha al­ Zabidi. Beliau adalah rujukan dan imam dalam bidang ilmu nasab yang bisa dijadikan hujah . Al-Muhaddits al-Kattani berkata:

"Pada zaman al-Imam Murtadha al-Zabidi, orang-orang dari Barat dan Timur melakukan perjalanan menuju beliau dan menyuratinya untuk membukukan  nasab mereka dan mengoreksinya ."

Tidak hanya itu, al-Imam Murtadha al-Zabidi juga dijuluki Kh<itimah al-Nassabah abad 12 dan 13 H. Bahkan, muhaqqiq kitab al-Raudhu al-Jaliy , Dr. Muhammad Abu Bakar Badzeib dalam muqaddimah tahqiq-nya menyebutkan bahwa al-Zabidi memiliki tidak kurang dari 25 karya tulis dalam bidang ilmu nasab23 • Oleh karena itu, kepakaran, kapabilitas, dan otoritas beliau dalam ilmu nasab tidak diragukan lagi. Beliau adalah hujah dalam ilmu nasab. Dengan demikian, jika kita belum berhasil melacak sumber kutipan beliau, berarti beliau-dengan segala kapabilitas dan amanah ilmiahnya-menjangkau referensi yang tidak kita jangkau dan menjadi perawi yang tsiqah dalam hal ini, sebagaimana kaidah yang masyhur dalam ilmu periwayatan :

7.    Al-Nassabah Abu Abdillah Muhammad al-Thalib al-Maradisi al-Fasi (w. 1273 H)

Nassabah24 dari Maroko ini, dalam kitab nasab yang beliau tulis, al-Isyraf 'Ala' Ba'dhi Man Bi Faas min Masyahiril Asyriif , tatkala menyebutkan al-Imam Isa al-Naqib bin Muhammad bin Ali 'Uraidhi, memberikan keterangan bahwa Isa merupakan kakek dari Asyraf yang dikenal dengan Ba'alawi, di antaranya Alidrus. Bahkan, beliau menyatakan bahwa Ba'alawi merupakan keluarga ahli bait terbesar di dunia yang dipenuhi dengan keilmuan dan kesalehan. Bahkan, di antara Ba'alawi banyak yang mendapatkan maqiim autiid juga aqthiib . Berikut ini redaksinya .

8.    Al-Nassabah Sayid Mahdi Raja'i
Sebetulnya ada banyak sekali nassabah kontemporer yang memasukkan nasab Sadah Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw. dalam kitab-kitab nasab mereka. Lalu, mengapa hanya al-Nassabah Mahdi Raja'i yang kami muat keterangannya? Hal ini disebabkan beliau adalah muhaqqiq kitab al-Syajarah al-Mubarakah yang dijadikan tumpuan Imaduddin dalam pembatalan nasab S<idah Ba'alawi . Bahkan, kaidah-kaidah yang ditulis al-Sayid Mahdi Raja'i dalam kitab al-Mu'qibun juga dirujuk Imaduddin dalam mendukung syubhatnya. Padahal, al-Nassabah Mahdi Raja'i secara panjang lebar menjelaskan nasab S<idah Ba'alawi sebagai asyraf dalam kitabnya, al-Mu'qibun Min 'Ali Abi Th<ilib, di antaranya sebagai berikut .

Tidak sampai di situ, al-Nassabah al-Sayid Mahdi Raja'i bahkan menuliskan sebuah takrir/bayan resmi sebagai sebuah keterangan ahlijpakar yang isinya menegaskan bahwa nasab S<idah Ba'alawi telah disepakati keabsahannya, baik melalui perspektif ilmu nasab, ilmu sejarah, atau ilmu syariat. Berikut ini takrir resminya.
 
PASAL 3 Pengakuan dan Kesaksian para Ulama terhadap Keabsahan Nasab Sadah Ba'alawi

jika merujuk kepada standar ilmu nasab sebagaimana yang telah dijelaskan, keterangan para nassabah yang kredibel dari kitab-kitab  nasab  di atas sudah lebih dari cukup sebagai salah satu cara mengisbat  sebuah nasab am perspektif  ilmu nasab. Meski begitu, masih banyak kitab nasab lainnya yang mencantumkan nasab Sadah Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw. yang tidak kami muat karena khawatir terlalu panjang.

Menariknya, informasi kitab-kitab nasab di atas tidak berdiri sendiri. Selain ditopang syuhrah dan istifcidhah,akurasi data danvalidasi informasinya semakin dikuatkan dengan data-data sejarah tentang kemasyhuran Scidah Ba'alawi sebagai asyraf dzurriyah Rasulullah Saw., yang disebutkan secara konsisten dan serentak dalam berbagai kitab sejarah, baik sebelum dan sesudah kitab-kitab  nasab tersebut.
Taju al-Din Ali bin Anjab (593-674 H), dalam Ghuraru al-Muh_adharah wa Duraru al-Mukatsarah, mengatakan bahwa silsilah nasab tidak dapat berdiri sendirian tanpa ilmu lain sebagai penopang. Ia membutuhkan ilmu lain sebagai penunjang. Salah satunya ialah sejarah (t<irik h)

"Andaikan tidak ada ilmu sejarah (tarikh), orang akan bodoh tentang nasab, kemuliaan akan dilupakan, manusia tidak akan tahu bahwa asalnya dari tanah. Begitu pula, tanpa ilmu sejarah (tarikh), semua dinasti akan punah bersama tokoh-tokoh mereka, dan orang pada masa sekarang akan buta tentang para pendahulunya ."27

Begitu pula sejarawan Yaman yang disebut sebagai "Sejarawan Tepercaya" bernama Bahau al-Din al-Janadi (675-732 H) dalam al-SulUk Ji Thabaq<it al­ 'Ulam<i' wa al-MulUk yang menyampaikan postulat sebagai berikut .

"Ilmu sejarah adalah ilmu yangberguna dan berharga . Ia menyambungkan generasi terdahulu  dengan  generasi  penerusnya,   sekaligus  membedakan   siapa  yang mendapat petunjuk dan siapa yang tersesat. Melalui ilmu sejarah, kita mengetahui leluhur kita Nabi Adam dan setelahnya, kendatipun jarak dan waktunya jauh dari kita. Andaikan tanpa ilmu sejarah, nasab akan tidak diketahui, kemuliaan akan tergerus, dan tidak ada yang membedakan antara orang bodoh dan intelektual."28

Dalam kitab al-Madkhal Il<i' 'Hmi al-Nasab wa Qaw<i'idihi disebutkan:

"Begitulah, sebuah nasab akan bertambah kuat di atas kuat jika kepopuleran nasab tersebut sejalan dengan pandangan para ulama nasab dan ulama sejarah yang tsiqah dalam nasab ini."

Bahkan, bukan hanya kitab-kitab sejarah. Data-data tentang siadah (status Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw.) juga tercatat rapi di berbagai kitab ascinid , tarcijim, tsabat, dll., mulai dari abad ke-5 sampai saat ini.
Berikut di antara kitab-kitab tersebut.

1.    Al-Sayid Hasan bin Muhammad al-'Allal al-Husaini (w. 460 H)
Al-Sayid Hasan bin Muhammad al-'Allal bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa (w. 460 H) bernasab sahih dan tertulis dari masa ke masa di semua kitab nasab sebagai buyut (anaknya cicit) dari Ahmad al-Muhajir. Pada ismid-nya30, ia berkata:

lsnad Al-Hasan ibn Muhammad Al-'Allal

"Meriwayatkan kepadaku kakekku Ali bin Muhammad bin Ahmad (al-Muhajir) bin Isa di Basrah, dia berkata, meriwayatkan kepadaku pamanku Abdillah bin Ahmad al-Abah bin Isa al-Alawi, nazilu al-Yaman (imigran yang menetap di Yaman)."

Hasan al-'Allal mengatakan kakeknya bernama Ali (presisi dengan silsilah­ nya di kitab nasab) dan Ali mengatakan pamannya bernama Abdillah bin Ahmad bin Isa (presisi jika dikomparasikan dengan kitab nasab). Hasan itu sezaman dengan kakeknya yang bernama Ali. Ali tentu saja sezaman dengan Abdullah (kelak dipanggil Ubaidillah) . Kami sebut sezaman karena meriwayatkan hadis dengan redaksi "haddatsana" yang mengindikasikan tahaqququ aHiq<i' (per­ temuan langsung dari orang yang sama-sama hidup dan sezaman). Orang yang sezaman, apalagi mendapati masa kehidupannya, tentu saja tidak perlu kitab nasab dan kesaksiannya bernilai otoritatif (baca: muktabar) .
Eksistensi musnad al-Hasan bin Muhammad al-'Allal ini dikonfirmasi oleh Musnidduny<i' Syaikh Yasin al-Fadani dalam kitabnya, al-Arba'un Hadits<in min Arba'in Kit<iban 'an Arba'in Syaikh<in:

2.    Al-Sayid Abul Qasim al-Naffath (w. 490 H)
Salah satu cucu dari Ahmad bin Isa, yaitu Abul Qosim al-Naffath Muhammad (w. 490 H) bin al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Isa, dalam sebuah isnadnya merekam dengan jelas bahwa Ahmad bin Isa memiliki anak yang bemama Ubaidillah . Ubaidillah memiliki anak yang bernama Bashri, Jadid, dan Ubaidillah . Isnad itu diterima tahun 461H oleh Abu al-Qasim al-Naffath sebagai berikut:

"(Abdullah bin Ali al-Ray al-Alawi, w. 461 H berkata :) Telah meriwayatkan kepadaku Abu al-Qasim al-Naffath Muhammad bin al-Hasan secara musyafahah pada tahun 461 H. Dia berkata telah meriwayatkan kepadaku ayahku, Abu Muhammad al-Hasan al-'Allal al-Alawi, secara qira'at dan aku mendengarkannya di Bashrah pada 459 H. Dia berkata telah meriwayatkan kepadaku al-Musnid Abdullah bin Bashri bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Azrah al-Alawi. Dia berkata telah meriwayatkan kepadaku ayahku, kedua pamanku, Jadid dan Alwi, keduanya adalah anak Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Rumi al-Alawi secara ijazah."32
Eksistensi musnad Abu al-Qasim al-Naffath dikonfirmasi oleh Musnidduny<i' Syaikh Yasin al-Fadani dalam kitabnya al-Arba'un Hadits<in min Arba'in Kit<iban 'an Arba'in Syaikh<in:

3.    Al-Faqih Hasan bin Rasyid (w. 638 H)
Salah satu murid Syarif Abu al-Jadid Ali bin Muhammad bin Jadid ialah Hasan bin Rasyid (w. 638 H), sebagaimana hal itu dijelaskan dalam reportase al-Janadi.

"Para intelektual Muslim waktu itu banyak yang belajar kepada Syarif Abi al­ Jadid. Di antara mereka ialah Muhammad bin Mas'ud al-Safali, lbn Nashir al­ Himyari, Ahmad bin Muhammad al-Junaid, dan Hasan bin Rasyid ."

Sosok yang dijuluki al-Faqih Hasan bin Rasyid oleh al-Imam al-Janadi35 ini, dalam ijazah Sunan Tirmidzi yang ditulis langsung kepada muridnya, ia menulis julukan Abu al-Jadid (beserta anak biologisnya) sebagai Syarif dan Husaini :

"Dan telah membaca kepadaku seorang fakih, wali yang dicintai karena Allah, Syarif Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid al-Husaini. Berdasar hak pengijazahan yang kuterima dari pembacaku di depan ayahnya, Syarif Abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid al-Husaini. Ditulis oleh Hasan bin Rasyid al-Hadrami (w. 638 H)."36

Al- Faqih Hasan bin Rasyid menyebut Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid dan putranya dengan  sebutan  al-Syarif  al-Husaini. Pada masa itu terdapat postulat dari Raja Yaman bernama Umar bin Yusuf bin Rasul (635-696 H) di dalam Thurfat al-Ash<ib fi Ma'rifati al-Ans<ib tentang julukan keturunan Imam Ali secara spesifik.

"Ketahuilah, sesungguhnya julukan syarif tidak dimutlakkan kepada seluruh keturunan Ali karramall<ihu wajhah, akan tetapi hanya diberikan kepada keturunan Sayidah Fathimah binti Rasulillah, yaitu Hasan dan Husain. Setiap keturunan Ali karramall<ihu wajhah selain darinya (Sayidah Fathimah) disebut 'alawiyyin dan tidak disebut syarif ."37
Kemudian, dalam naskah tsabat kitab Arba'un karya Bin Jadid (makhthuth) yang tersambung secara sanad melalui muridnya langsung, yaitu Umar bin Ali al-Tiba'i (w. 638 H), ijazah pada tahun 611 H, menulis silsilah Ali bin Jadid yang ia nukil dari catatan tangan Ali bin Jadid sendiri sampai Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.

"Kitab Arba'in didapatkan berdasarkan sanad sebelumnya kecuali dari al-Auzari. Didapatkan dari ayahnya dari Muhammad bin Umar, didapatkan dari ayahnya Muzafaruddin Umar bin Ali al-Tiba'i berdasarkan riwayat yang ia dapatkan dari penulis kitab tersebut, yaitu al-Syarif al-Hafidz Abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Muzafaruddin Umar bin Ali al-Tiba'i berkata, 'Aku menulis silsilah nasab tersebut berdasarkan catatan tangan Ali bin Jadid sendiri."'38
Dalam al-Jauhar al-Syafaf , Abdurrahman Al-Khatib (w. 855 H) memberikan biografi singkat keturunan Jadid bin Abdullah (Ubaidillah) . Salah satunya adalah Abu al-Hasan Ali bin Jadid dan mengonfirmasi keberadaan  kitab  al-Arba'un karya Abu al-Hasan Ali bin Jadid sebagai berikut .

"Dan di antara penerus Syaikh Abdullah (bin Ahmad bin Isa) ialah Syaikh al­ Kabir Jadid, kakek dari Imam al-Muhaqqiq al-Alim al-Mutqin al-Alim al-Zahid al-Wara al-Hafidz al-Muhaddits Ali bin Muhammad bin Jadid, penulis kitab al­ Arba'un al-.Hadits al-Masyhurah ."39
Keberadaan naskah Arba'un karya Ali bin Jadid, menurut al-Muhaqqiq Muhammad Abu Bakar Baadzib, diperkuat pula oleh intelektual yang mendekati masa kehidupannya, seperti al-Syilli, al-Khirid, al-Baghdadi, Umar Ridha Kahalah, dan Abdullah Muhammad al-Habsy.

"Di antara karangannya adalah Arba'un Haditsan fi Fadh<i'il al-A'm<il. Sayid al­ Khirid dalam al-Ghurar menyebutkannya . Demikian pula al-Syilli dalam al­ Masyra' al-Rawi. Al-Baghdadi merujuk padanya di dalam Hadiyat al-'Arifin dan Umar Ridha Kahalah di dalam Mu)am al-Muallifin, serta al-Ustadz Abdullah al-Habsy di dalam Mash<idir al-Fikir , dan lain sebagainya ."40

4.    Musnad Syaikh Umar bin Sa'd al-Dzafari (w. 667 H)
Naskah ini adalah naskah dari Syaikh Umar bin Sa'ad al-Din bin Ali al­ Dzafari (w. 667 H). Dua ulama (Umar dan ayahnya) di-hauli setiap tahun di Oman (dulu masih wilayah Yaman) dan bisa Anda cari videonya di YouTube resmi Kerajaan Oman.
Umar mendapatkan 40 hadis dari Muhammad bin Ali yang kelak disebut al-Faqih al-Muqaddam dan dikompilasi dalam satu naskah berjudul al-Arba'un, dan kami tampilkan salah satu bukti materielnya berikut ini.

[MUSNAD DARI]
Umar ibn Sa'd Al-Din ibn Ali Al-Dzofari (w. 667 H.)

[SILSILAH]
Mllhamad bin Ali Al-Faqih (Al-Muqoddam] Al-Alawi (w. 653 H.) dari pamanku Al- Faqih Alwi ibn Muhammad Shohib Mirbath [w. 613 H.) dari Salim bin Fadl ibn Abd Al-Karim Bafadlal (w.581H.) dari Al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn Ahmad An-Naqib ibn Isa Al- Rumi (w. <490 H.) dari Al-Husain Al-Thoffal dariAbu Al-Hasan Ali ibn 1.Jbaidilah...

Umar al-Abid bin Sa'ad al-Dzafari (w. 668 H) dalam naskah ini menuliskan nasab al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'alawi (w. 653 H) yang bertemu dengan Ali bin Jadid pada Ubaidillah bin Ahmad bin Isa:

"Dia ahli hadis dan sufi, (dikenal sebagai) al-Faqih al-Muqaddam, (bernama) al-Syarif Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib al-Alawi al-Husaini al­ Tarimi, lahir di Tarim pada malam Jumat tahun 574 H setelah shalat Maghrib dan besar dalam pendidikan agama. Usianya 77 tahun ."41

Sebagai catatan penguat, dalam naskah musnad yang ditulis Umar bin Sa'ad al-Dzafari (w. 667 H) terdapat sebuah sanad yang didapatkan dari Muhammad bin Ali al-Alawi  (al-Faqih al-Muqaddam)  dan beliau  mendapatkan  dari Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Jadid.42

Sebelumnya, dalam satu isnad yang dimuat Abul Hasan Ali bin Jadid terdapat sebuah sanad dan matan hadis yang identik dengan apa yang dimuat Umar bin Sa'ad al-Dzafari sebagai berikut :43

Dari dua naskah yang berbeda, bersumber dari penerima isnad yang ber­ beda pula, dapat dikonfirmasi bahwa Muhammad al-Faqih al-Muqaddam dan Ali bin Jadid merupakan guru-murid yang sezaman dan tahaqququ aHiq<i' (ber­ temu langsung).
Tidak hanya itu, Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam juga sezaman dan tahaqququ aHiq<i' dengan Salim bin Bashri bin Abdullah, yang secara silsilah bertemu kepada Ubaidillah bin Ahmad bin Isa44 •  Hal ini sebagaimana riwayat berikut .

Untuk memastikan Salim bin Bashri bin Abdullah tersebut adalah orang yang sama dan sezaman dengan Ali bin Jadid, pada isnad yang lain Umar bin Sa'ad al-Dzafari meriwayatkan :45


5.    Sejarawan Yaman al-Imam Bahauddin al-Janadi al-Yamani (w. 732 H)
Dalam al-SulUk fi Thabaq<it al-'Ulam<i' wa al-MulUk , beliau menyebutkan :

Dalam keterangan di atas, Bahauddin al-Janadi menyebutkan nasab Abul Hasan Ali yang bersambung kepada Jadid bin Abdullah (Ubaidillah) bin Ahmad bin Isa dan seterusnya. Tidak hanya itu, beliau juga mempertegas bahwa Abul Hasan tersebut berasal dari Hadramaut yang mana di Hadramaut ada kalangan asyraf (panggilan untuk dzurriyah Nabi Saw.) yang dikenal dengan sebutan Aal Abi Alawi, juga dikenal kesalehannya dan ahli ibadahnya serta banyak ahli fikih di antara mereka .

Di halaman yang lain, al-Janadi menyebutkan nama-nama beberapa tokoh Ba'alawi, sebagai berikut :

Nama-nama yang disebutkan al-Janadi di atas sebagian dijelaskan maksud­ nya oleh al-Nassabah Amjad Abu Futheim Ibnu Syaikh Abu Bakar h_cifizhahullcih dalam takrirnya sebagai berikut.

6.  Al- Imam Husein bin Abdurrahman al-Ahdal (w. 855 H)
Tubfah al-Zaman fi T<irikh S<id<iti al-Yaman karya al-Muarrikh Husein al-Ahdal merupakan ringkasan sekaligus pengembangan dari kitab al-Sul11k sehingga secara langsung atau tidak langsung kitab ini sekaligus menjadi penjelas dan pelengkap isi dari kitab al-Suhlk . Bahkan, al-Imam al-Sakhawi mengatakan bahwa kitab ini merupakan salah satu kitab yang dijadikan rujukan oleh gurunya, yaitu al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqalani. Al-Sakhawi berkata :

Jika ungkapan al-Janadi, al-Suhlk, yangtelah kami kutip di atas dianggap ada yang kurang jelas, al-Ahdal (w. 855 H) dalam Tuhfah al-Zaman fi Tarikh sadati al-Yaman yang merupakan ringkasan sekaligus penjelasan dan pengembangan dari kitab al-Suhlk karya al-Janadi menjelaskan sebagai berikut

Dalam kutipan kitab al-Suhlk dan Tah_qiq atas kutipan kitab tersebut, yang diulas al-Muarrikh Husein al-Ahdal dalam kitab Tuhfah al-Zaman di atas, al­ Imam al-Janadi menyebutkan beberapa nama dari sadah Ba'alawi, yang di antaranya sebagai berikut .
a.    Muhammad bin Ali Ba'alawi (yang dikenal dengan sebutan al-Faqih al­ Muqaddam), ibarah al-Janadi yang sudah diperjelas al-Ahdal menyebut Muhammad bin Ali sebagai orang pertama yang mengikuti tasawuf dari kalangan  Ba'alawi,  persis  seperti  literatur  Ba'alawi  yang  menyebut  al-Faqih al-Muqaddam sebagai perintis tarekat tasawuf Ba'alawi.  Di  situ juga disebutkan bahwa guru Muhammad bin Ali adalah Ali bin Ahmad bin Marwan, persis seperti apa yang ada dalam literatur Ba'alawi.
b.    Sayidina Ali bin Alwi (yang dikenal dengan Ali bin Alwi al-Ghuyur) wafat 699 H.
c.    Putra Saleh Ali bin Alwi yang bernama Muhammad bin Ali bin Alwi (yang dikenal dengan Muhammad Maula Dawileh), hidup pada zaman al-Janadi yang lahir 705 H dan wafat 765 H, atau 33 tahun setelah al-Janadi wafat.
d.    Sepupu (Ibnu 'Am) dari Muhammad Maula Dawileh, yaitu Ali bin Abdullah Ba'alawi bin Alwi al-Ghuyur, hidup pada zaman al-Janadi karena ayahnya wafat 731H dan Ali masih punya adik lagi yang bernama Muhammad . Dengan demikian, beliau dipastikan lahir sebelum itu dan wafat tahun 784 H.
e.    Ahmad bin Muhammad, yaitu Ahmad al-Syahid bin Muhamad al-Faqih al­ Muqaddam yang wafat tahun 706 H wa qila 724 H.
f.    Abdullah bin Alwi (w. 731H) yang dikenal dengan Abdullah Ba'alawi bin Alwi al-Ghuyur yang secara spesifik al-Janadi (w. 732 H) sebutkan bahwa beliau masih hidup saat penulisan kitab tersebut .
g.    Abu Bakar bin Ahmad, yaitu Abu Bakar al-Wari' bin Ahmad al-Syahid (w.706 H)

Jika diamati, semua nama di atas hampir semuanya hidup pada zaman al­ Janadi.
Kemudian, al-Imam al-Husain al-Ahdal (w. 855 H.) dalam Tuhfah al-Zaman melanjutkan keterangannya dengan memperbarui nama tokoh-tokoh Ba'alawi yang lahir setelah al-Janadi wafat. Beliau mengatakan :

Dalam kutipan di atas, al-Ahdal menyebutkan tiga tokoh populer Ba'alawi yang hidup pada zamannya .
a.    Umar bin Abdurrahman (yang dikenal dengan  Umar al-Muhdhar), yang secara eksplisit tahun wafatnya disebutkan al-Ahdal, yaitu wafat 833 H. Tahun wafat ini persis seperti yang disebutkan dalam kitab-kitab di internal kalangan para habib.
b.    Abdullah bin Abdurrahman (adik Umar al-Muhdhar) wafat 857 H.
c.    Ayahnya, yaitu Abdurrahman (yang disebut al-Segaf al-Muqaddam al­ Tsani) yang wafat 819 H, terkenal membangun banyak masjid di Kota Tarim dan masih ada sampai saat ini, sesuai dengan keterangan al-Ahdal.

7. Al-Imam al-Muhaddits Abil Abbas Ahmad bin Abdullathif al­ Syarji al-Zabidi al-Hanafi (w. 893 H)
Thabaqtu al-Khawwash Ahli al-Shidqi wa al-Ik hlash merupakan kitab yang menjadikan al-SulUk li al-Janadi dan TubJah al-Zaman li al-Ahdal sebagai rujukannya . Beliau pun banyak mengutip, memperjelas, dan mengembangkan apa yang dikutip dari dua kitab di atas. Karena itu, tiga kitab di atas merupakan satu rangkaian yang tak bisa dipisahkan . Ini sesuai dengan keterangan dari muallif-nya, al-Syarji al-Zabidi, ahli hadis dan tarikh yang juga merupakan pengarangkitab al-Tajridal-Sharih MukhtasharShahih al-Bukhliriyangkitabnya begitu terkenal di Indonesia . Dalam mukadimahnya, beliau mengatakan :

Nama-nama tokoh Ba'alawi yang telah disebutkan di atas oleh al-Janadi dan al-Ahdal sebagiannya dikutip dan diperkuat oleh al-Syarji al-Zabidi. Beliau mengatakan dalam Thabaqtu al-Khaww<ish Ahli al-Shidqi wa al-Ikhl<ish.

Kemudian, al-Syarji al-Zabidi menambahkan nama seorang tokoh besar Ba'alawi pada zamannya, yaitu Abdullah bin Abu Bakar (yang dikenal dengan al-Imam Abdullah al-Idrus bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurrahman al­ Segaf), lengkap dengan tanggal, bulan, dan tahun wafatnya. Ini persis seperti tercantum dalam literatur S<idah Ba'alawi:

Sebagai catatan, Imaduddin mengatakan bahwa Ba'alawi yang disebutkan al-Janadi dan lain-lain bukanlah Ba'alawi keturunan Ubaidillah melainkan Ba'alawi lain. Cuma karena ada beberapa nama yang tidak bisa dideteksi Imad, dan ini lucu sekali, jawabannya sangatlah mudah .
a.    Sejarah Yaman atau sejarah Hadramaut tidak pernah mencatat ada Ba'alawi lain yang populer sebagai asyraf keturunan Sayidina Husain bin Ali bin Abi Thalib di Hadramaut selain keturunan Ubaidillah bin Ahmad . Justru semua referensi yang menyebutkan dan fakta di lapangan sepakat bahwa yang dikenal dengan asyraf Ba'alawi keturunan Sayidina Husein bin Ali bin Abi Thalib Hadramaut adalah keturunan Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Kalau Imaduddin menuduh demikian, ia hams membuktikan itu melalui fakta­ fakta sejarah dan studi lapangan.
b.    Kitab al-SulUk karya al-Janadi tidak berdiri sendiri. Ada kitab berikutnya, yaitu Tubfah al-Zaman dan Thabaqtu al-Khawwash, yang menahkik dan mengulas informasi dari al-Suluk . Ada nama-nama yang secara terang benderang tak terbantahkan sebagai tokoh-tokoh Ba'alawi dari 3 kitab tersebut, sebagaimana telah kami uraikan . Di antaranya adalah Muhammad bin Ali Ba'alawi (al-Faqih al-Muqaddam), Abdullah Ba'alawi bin Alwi al­ Ghuyur, Abu Bakar al-Wari' bin Ahmad al-Syahid, Umar al-Muhdhar bin Abdurrahman dan ayahnya, yaitu Abdurrahman al-Segaf, yang banyak membangun masjid di Tarim, adik Umar al-Muhdhar, yaitu Abdullah, dan terakhir Abdullah bin Abu Bakar al-Idrus.
Nama-nama di atas  sudah  lebih  dari  cukup  untuk  memastikan bahwa Ba'alawi yang dimaksud al-Janadi dan lainnya adalah Ba'alawi keturunan Ubaidillah bin Ahmad . Bahkan, itu pula yang dipahami dengan sangat jelas oleh banyak ulama, yang kemudian mengutip dari al-Janadi. Anehnya, hanya karena ada nama-nama yang Imaduddin tidak ketahui, Ba'alawi yang disebutkan oleh al-Janadi dianggap sebagai  Ba'alawi  lain dan akhirnya menganulir nama-nama yang  sudah  jelas  dikonfirmasi. Sejak  kapan  ketidaktahuan  bisa  menganulir  apa  yang  sudah  diketahui dan ketidakmampuan  melacak  dapat menganulir  apa yang telah berhasil dilacak?
Logika sederhananya seperti berikut ini. Jika disebutkan bahwa Abu Bakar bin Abdullah punya cucu yang bernama Umar, Utsman, Ali, Hasan, dan Husein, lalu Said hanya mengetahui sosok Umar, Utsman, dan Ali sebagai cucu Abu Bakar bin Abdullah, tapi belum mengetahui yang mana sosok Hasan dan Husein, apakah lantas menganulir sosok Umar, Utsman, dan Ali sebagai sosok cucu Abu Bakar bin Abdullah? Apakah lantas ini menjadikan Abu Bakar bin Abdullah berubah menjadi orang lain dan keluarganya menjadi keluarga lain? Ajaib!
c.    Imaduddin tidak menerima bahwa Ali bin Alwi yang dimaksud dalam ibarah al-Janadi adalah Ali bin Alwi al-Ghuyur, sebagaimana telah dijelaskan al­ Sayid Amjad Abu Futheim di atas. Alasannya, manakib yang disebutkan identik dengan manakib Ali bin Alwi Khala' Qasam sehingga ibarah berikutnya bertentangan dengan data-data yang ada di kitab-kitab Ba'alawi .
Jawaban atas hal ini sederhana. Secara 'aqlan dan 'adatan, bukankah bisa saja terjadi karamah yang sama terjadi pada dua orang yang berbeda? Justru keterangan dari al-Janadi menjadi informasi tambahan bahwa Ali bin Alwi al-Ghuyur memiliki karamah yang mirip dengan kakeknya, Ali bin Alwi Khala' Qasam, sehingga tambahan dari tsiqah itu diterima, dan dalam hal ini tidak bertentangan karena bisa terjadi pada keduanya. Andai Imaduddin mau memaksakan nama ini tidak terkonfirmasi sekalipun, tetap tidak bisa mengubah fakta yang telah kami jelaskan di poin B. Dari sini menjadi jelas bahwa yang dilakukan Imaduddin hanya pemelintiran ibarah dan mengelak dari kebenaran .
Dalam keterangan lain di kitab yang sama, al-Syarji al-Zabidi men­ jelaskan bahwa asyraf Ba'alawi merupakan keturunan Sayidina Husein r.a., sama seperti asyraf al-Qudaimi dan al-Ahdal. Kakek mereka sama-sama datang dari Irak. Hanya saja, kakek dari Ba'alawi menempati Hadramaut. Berikut keterangan mengenai hal tersebut .

8.    Al-Imam al-Muarrikh Abu Muhammad Abdullah bin As'ad bin Sulaiman al-Yafi'i al-Yamani al-Makki (w. 768 H)
Dalam Mar'ah al-Jin<in wa 'Ibrah al-Yaqadzan, al-Yafi'i menggubah syair yang isinya tawasul kepada Nabi Muhammad Saw., para sahabat, ahli bait, dan para aulia dari berbagai generasi berikutnya . Di tengah-tengah gubahan syair tersebut, al-Imam al-Yafi'i bertawasul dengan kaum sh<ilih,in dari kalangan Bani Alawi dari Hadramaut secarajelas dan eksplisit serta menyebut mereka sebagai "S<idah", beliau berkata:

Penyebutan Bani Alawi dari Hadramaut dalam syair tawasul ini, secara langsung atau secara tidak langsung, merupakan pengakuan dan kesaksian al-Imam al-Yafi'i atas eksistensi Bani Alawi di Hadramaut . Bahkan, saking masyhurnya, keberadaan dan kesalehan mereka saat itu sampai dijadikan wasilah dalam tawasul Imam al-Yafi'i.

9.    Al-Malik al-Abbas bin Ali bin Dawud al-Rasuli (w. 778 H)
Ahli sejarah Yaman sekaligus raja ke-6 dari Dinasti al-Rasuliyyah di Yaman, Al­ Malik al-Abbas bin Ali bin Dawud al-Rasuli (w.778 H) dalam al-'Athaya al-Saniyyah wa al-Mawahib al-Haniyyahfi  al-Man<lqib  al-Yamaniyyah menyebutkan :

Sama seperti Bahauddin al-Janadi, al-Rasuli dalam keterangan di atas menyebutkan nasab Abul Hasan Ali yang bersambung kepada Jadid bin Abdullah (Ubaidillah) bin Ahmad bin Isa, dan seterusnya. Tidak hanya itu, beliau juga mempertegas bahwa Abul Hasan tersebut berasal dari Hadramaut, dan di Hadramaut ada kalangan asyraf yang dikenal dengan sebutan Aal Abi Alawi,juga dikenal kesalehannya dan ahli ibadahnya, serta banyak ahli fikih di antara mereka.

10.    Al-Imam al-Muarrikh Abil Hasan Ali bin al-Hasan al-Khazraji (w. 812 H)
Dalam al-'Iqd al-Fak hir al-Hasan fi Thabaq<iti Akabiri Ahl al-Yaman, al­ Khazraji menyebutkan :

Al- Khazraji dalam buku inijuga menyampaikan apa yang telah disampaikan Bahauddin al-Janadi dan al-Rasuli di atas.

11.    Al-Syaikh Abdurrahman bin Muhammad al-Khathib al-Anshari al-Tarimi (w. 855 H)
Beliau mengarang kitab 'Aqdu al-Bar<ihin al-Musyriqah dan kitab al-Jauhar al-Syafaf fi Dzikri Fadh<iil wa Man<iqib wa Karamati al-S<idah al-Asyraf min 'Ali Ba'alawi. Dua kitab ini berisi biografi dan keutamaan  para habib Ba'alawi dan
lainnya, terutama al-Jauhar al-Syafaf. Dalam naskah manuskripnya, muallif menyebutkan bahwa beliau menulis kitab tersebut tahun 820 H. MuaUif berasal dari Tarim Hadramaut sehingga apa yang beliau tulis merupakan informasi autentik yang beliau lihat dan dengar di sekitarnya, atau sudah masyhur secara turun-temurun . Manuskrip kedua kitab tersebut masih terjaga rapi di Maktabah al-Ahqafli al-Makhthuthat di Kota Tarim. Di antara yang beliau sebutkan adalah sebagai berikut .

Dalam uraian di atas, al-Khathib menjelaskan kepindahan Ahmad bin Isa dari Bashrah ke Hadramaut  serta menjelaskan  bahwa Ahmad memiliki putra bernama Ubaidillah, sementara Ubaidillah memiliki 3 putra, yaitu Bashri, Jadid, dan Alwi. Keturunan Alwi inilah yang disebut Ba'alawi.
Pada dua kitab karyanya, al-Khathib banyak sekali menyebutkan biografi para habib Ba'alawi dan kemuliaan nasabnya yang bersambung kepada Rasulullah Saw., dengan status beliau  sebagai  ulama  Hadramaut.  Tentu  hal ini menjadi poin tersendiri yang menunjukkan bahwa Nasab Ba'alawi sebagai keturunan al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa melalui jalur putranya, Ubaidillah, sangat  populer   keabsahannya   di  Hadramaut   dari  masa  ke  masa .  Seperti
disebutkan  dalam  peribahasa,  Lr. J.3t    jAit, bahwa penduduk Makkah
lebih mengerti seluk-beluk jalan yang ada di Makkah .

12.    Al-Sakhawi al-Haft.dz al-Imam al-Sakhawi r.a. (w. 902 H)
Beliau merupakan ulama besar di bidang hadis dan tarikh, murid langsung dari al-Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani. Dalam Bughyaturrawi Biman Ak hadza 'An al-Sak hawi dan al-Dhau'u al-Lami' , beliau memuat beberapa nama S<idah Ba'alawi. Beliau mengatakan :

Pada keterangan di atas, al-Hafidz al-Sakhawi menyebutkan secara terperinci nasab Abdullah bin Muhammad sampai kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib melalui jalur Sayidina Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Penyebutan
secara terperinci tersebut tidak lain merupakan bentuk pengakuan dan kesaksian beliau atas eksistensi dan keabsahan nasab Ba'alawi sampai Rasulullah Saw.

13.    Al-Muarrikh  Abu  Muhammad  al-Thayyib  bin  Abdullah Bamakhramah al-Hadhrami (w. 947 H)
Bamakhramah yang merupakan ahli sejarah Hadramaut dalam Qiladatu al-Dahr fi Wafayati A'yani al-Dahr banyak menyebutkan biografi dan nasab para habib Ba'alawi. Tatkala memuat sosok al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'alawi, beliau mengatakan :

Dalam keterangan di atas, Bamakhramah-sebagai ulama Hadramaut­ menyebutkan nasab al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'alawi kepada Sayidina Ali melalui jalur Ubaidillah (Abdullah) bin al-Muhajir Ahmad bin Isa dan seterusnya. Menariknya, beliau juga memberikan catatan bahwa Ubaidillah disebut juga dengan panggilan Abdullah. Bahasa sederhananya, Ubaidillah alias Abdullah bin Ahmad bin Isa. Beliau juga menyebutkan biografi dan kemuliaan nasab para habib Ba'Alawi yang bersambung kepada Rasulullah Saw. Ini, sekali lagi, menunjukkan bahwa keabsahan nasab Ba'alawi sebagai keturunan al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa melalui jalur putranya Ubaidillah (Abdullah) sangatlah populer di Hadramaut pada setiap masa .

14.    Al-Imam al-Mutawakkil  'Alallah Yahya bin Syarafuddin bin al-Mahdi al-Hasani (1. 877 H & w. 965 H)
Beliau merupakan salah satu ulama besar Mazhab Zaidi di Yaman Utara .
Dalam Tsabat (kumpulan sanad), beliau menyebutkan :
Dalam tsabat itu, al-Mutawakkil 'Alallah lebih dari sepuluh kali menyebutkan gurunya, al-Sayid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid, yang merupakan cucu dari Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Bahkan, dalam keterangan di atas, beliau secara jelas menyambung nasab Ubaidillah kepada al-Muhajir Ahmad bin Isa dan seterusnya.

15.    Ibnu Hajar al-Imam al-Faqih Syaikhul Islam Ibnu Hajar al­ Haitami (w. 974 H)
Al-Imam Ibnu Hajar, salah satu rujukan utama dalam Mazhab Syafi'i itu dalam Tsabat (kumpulan sanad) keilmuannya, menyebutkan secara terperinci nasab Sayidina al-Idrus al-Akbar sampai kepada Rasulullah Saw. Beliau mengatakan :

16.    Al-Imam Ibnu al-'Imaduddin al-Hanbali (w. 1089 H)
Ulama tarikh terkemuka al-Imam al-Muarrikh Ibnu al-'Imaduddin al-Hanbali dalam karya besarnya, Syadzanit aL-Dzahab fi Akhbari Man Dzahab, memuat biografi lebih dari sepuluh S<idah Ba'alawi. Bahkan, dalam biografi-biografi tersebut,  al-Imam  Ibnu  al-'Imaduddin  menyanjung  mereka  dengan  sifat-sifat yang mulia nan agung. Di antara biografi yang disebutkan Ibnu al-'Imaduddin sebagai berikut.

17.    Al-Muarrikh Muhammad Amin bin Fadhlullah al-Muhibbi al-Dimasyqi (w. 1111 H)
Dalam Khulashatul Atsar, al-Muhibbi menegaskan bahwa nasab S<idah Ba'alawi kembali kepada Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa, dan beliau juga menegaskan bahwa keabsahan nasab Ba'alawi ini mujmi'un 'alaihahlu al-ta.hqiq atau sudah disepakati oleh para ulama yang pakar dalam ilmu nasab. Demikian redaksi ucapan beliau :

18.    Al-Imam  Muhammad bin Ismail yang Dikenal dengan al­ Amir al-Shan'ani (w. 1182 H)
Pengarang kitab Subulu al-Salam Syarah_ Buh1ghi al-Mar<im yang sangat populer  di  Indonesia  ini  memiliki  kitab  berjudul  al-Mas<i'il  al-Mardhiyyah fi Ittifaqi  Ahlissunnah  wa al-Zaidiyyah. Dalam  kitab  tersebut  beliau  sempat membahas tentang nasab S<idah Ba'alawi. Redaksinya seperti berikut :_

19. Al-'Allamah  al-Syaikh  Abdullah bin  Hijazi al-Syarqawi (w. 1227 H)
Beliau adalah Syaikhu al-Azhar pada zamannya yang juga pengarang H<isyiyah al-Syarq<iwi , kitab yang begitu populer di dunia pesantren Indonesia. Dalam al-Tuhfah al-Bahiyyah fi Thabaq<it al-Sy<ifi'iyyah, ketika menyebutkan
biografi salah seorang ulama Ba'alawi, yaitu Habib Abdurrahman bin Musthafa al-'Aidrus, beliau menegaskan kebersambungan nasabnya kepada al-Imam Husain al-Sibth dengan memberikan gelar al-Husaini. Bahkan, saat menceritakan perjalanan Habib Abdurrahman Alidrus ke Makkah dan Madinah, beliau menyebut bahwa tokoh Ba'alawi ini berziarah ke "Kakeknya Shallallcihu 'Alaihi wa Sallam". Berikut redaksinya :
 
Pada keterangan di atas, al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami menyebutkan secara terperinci nasab Sayidina Abdullah al-Idrus al-Akbar sampai kepada Rasulullah Saw. melalui jalur Sayidina Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Bahkan, di awal beliau menegaskan bahwa semua nama yang beliau sebut itu merupakan ahli bait/keluarga Baginda Nabi Muhammad Saw.

20.    Al-'Allamah al-Sayid Bakri Syatha al-Dimyathi (w. 1310 H)
Pengarang hlisyiah I'linah al-Thlilibin yang merupakan salah satu rujukan fikih utama di hampir semua pesantren di Indonesia ini menulis kitab berjudul Nafhah al-Rah_manfi Ba'dhi Manliqib al-Sayyid Ah_mad bin Zaini Dahlan. Kitab ini
tentang manakib gurunya yang juga Syaikh al-Masyliyikh ulama Indonesia, al­ Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan . Dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan bahwa beberapa guru al-Sayid Ahmad Zaini Dahlan adalah ulama Ba'alawi . Tidak hanya menggambarkan bagaimana kuatnya hubungan batin Sayid Ahmad Zaini Dahlan dengan Slidah Ba'alawi dan tarekatnya, Sayid Bakri Syathajuga selalu menyebut tokoh-tokoh Ba'alawi dengan al-Scidah al-'Alawiyyin,panggilan yang identik di Hijaz dengan anak keturunan Rasulullah Saw. Berikut redaksinya :

21.    Al-Qaclhi Ja'far bin Abi Bakar al-Lubni al-Hanafi r.a (w. 1342 H)
Seorang ulama besar Makkah, al-'Allamah al-Qadhi Ja'far bin Abi Bakar al­ Lubni al-Hanafi r.a. (w. 1342 H), dalam al-H.adits Syujun mengatakan :

"Mayoritas para sayid yang tinggal di Makkah dan Madinah adalah keluarga Ba'alawi. Penyebutan mereka  tersebar  di  Hadramaut.  Dari  Hadramaut, mereka datang ke Makkah, Madinah, dan negeri-negeri Allah lainnya. Mereka adalah keturunan al-Faqih al-Muqaddam, sementara al-Faqih al-Muqaddam merupakan keturunan Ahmad bin Isa al-Muhajir. Hari ini, mereka terbagi menjadi Asegaf, Alathas, al-Habsyi, al-Jufri, dan lainnya. Merekalah para sayid. Kedudukan sayid mereka diterima karena nasab mereka terjaga. Mereka adalah orang-orang yang populer bagi pemimpin para sayid di Makkah dan Madinah . Tidaklah menjadi pemimpin para sayid di Makkah dan Madinah kecuali dari kalangan mereka. Di mana pun mereka berada, anak-anak mereka yang barn lahir terdata  dengan baik. Nama-nama  mereka juga  tercakup . Nasab  mereka juga terjaga dengan cara yang populer di kalangan mereka karena dibagikannya bagian-bagian mereka dari wakaf dan lain-lain."
Ungkapan Syaikh Ja'far di atas juga dinukil para sejarawan Makkah yang datang setelahnya, seperti al-'Allamah al-Muarrikh Abdullah Ghazi al-Makki dalam karya besarnya dalam bidang sejarah yang berjudul Ifiidah al-Anam.68

22.    Al-Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani (w. 1350 H)
Guru dari Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'ari, yaitu al-Imam al-'Allamah Yusuf bin Ismail an-Nabhani, ini mengatakan :

Intinya, "Umat Islam sepakat (ijmak) dari masa ke masa serta di berbagai wilayah bahwa sadah dari kalangan Ba'alawi merupakan di antara ahli bait yang paling sah nasabnya ." Kemudian, beliau mengatakan tidak ada yang meragukan keabsahan nasab para habib Ba'alawi kecuali orang yang sedikit bagiannya dalam keislaman.

23. Al-Muhaddits Abuya al-Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki
Fakhrul Hijaz Muhadditsu al-Haramain Abuya Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki, guru dari banyak ulama besar di Nusantara, sangat mengakui dan menghormati S<idah Ba'alawi sebagai asyraf . Hal ini disaksikan secara langsung oleh ratusan kiai yang merupakan santri beliau dan diketahui mutawatir. Bahkan, sebagian anak menantu beliau adalah dari S<idah Ba'alawi. Khusus dalam karya tulisnya, Abuya Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki menyebutkan secara eksplisit dalam Tsabat-nya kebersambungan beliau terhadap Sadah Ba'alawi melalui banyak jalur dan menyebut Ba'alawi sebagai sadah. Berikut redaksinya :

Bukan hanya dalam Tsabat dirinya, dalam Tsabat ayahnya, Mufti Makkah al­ Mukarramah al-Sayid Alwi bin Abbas al-Maliki (mahaguru dari K.H . Maimoen Zubair, dll.) disebutkan kebersambungan antara ayahnya dan S<idah Ba'alawi:

24. Syaikh Ibrahim Ibnu Manshur
Syaikh Ibrahim Ibnu Manshur adalah seorang ahli ilmu nasab yang kitab­ kitabnya tentang berbagai teori ilmu nasab sering dijadikan pijakan oleh Imad. Dalam sebuah wawancara 71 yang dilakukan peneliti sejarah, Gus Rumail Abbas, ketika ditanya tentang isu keraguan nasab Ba'alawi oleh segelintir orang, Syaikh Ibrahim bin Manshur mengatakan :

"Asyraf (Sadah) Ba'alawi itu sahih nasabnya. Kepopuleran (syuhrah) mereka memenuhi penjuru dunia. Kitab-kitab sejarah Yaman dan Hijaz dipenuhi infor­ masi tentang mereka dan pengakuan  terhadap kemuliaan  mereka ."

25. Al-Sayid Walid al-'Uraidhi
Seorang ahli nasab kontemporer asal Irak dari kabilah al-'Uraidhi, ke­ turunan Ali bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin al-Imam Ali al-'Uraidhi bin Ja'far al-Shadiq, yang juga kakek dari Sadah Ba'alawi (Bani Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin  Isa bin  Muhammad  bin Ali al-'Uraidhi) menyebutkan  dalam
Ghayatu al-Ik htisthar fi Ans<ibi al-S<idah al-Athh<ir  bahwa  S<idah Ba'alawi
memiliki popularitas yang tersebar nama baiknya dan melahirkan banyak ulama dan masy<iyik h.
Sebetulnya, sangat banyak keterangan dari kitab-kitab nasab kontemporer yang menjelaskan keabsahan nasab S<idah Ba'alawi. Sengaja kami kutip keterangan al-Sayid Walid al-'Uraidhi karena ada pihak yang tidak bertanggung jawab menyebarkan fitnah bahwa S<idah Ba'alawi tidak diakui keluarganya sendiri (yakni keturunan al-Imam Ali al-'Uraidhi) di negeri asal leluhurnya Ahmad bin Isa (Irak). Padahal, fakta menunjukkan sebaliknya .
Cucu Ahmad bin Isa dari Ali bin Ahmad saja mengakui bahwa kakek mereka punya saudara yang bernama Ubaidillah bin Ahmad bin Isa dan mengakui bahwa Ba'alawi adalah keturunan kakek mereka yang bernama Ahmad bin Isa. Anehnya, orang lain yang tidak ada hubungannya dengan Ahmad bin Isa, seperti Imad, malah memungkiri. Jika memang Ubaidillah serta Ba'alawi bukan keturunan Ahmad bin Isa, merekalah orang pertama yang akan ingkar dan protes!

Dalam kitab tersebut, al-Sayid Walid al-'Uraidhi menyebutkan beberapa sampel 'Amudu al-Nasab S<idah Ba'alawi al-'Uraidhiyin.  Di antaranya pada gambar berikut .

Berbagai kutipan dari ulama ahli ilmu nasab, syariat, dan sejarah di atas diambil dari berbagai generasi, mazhab, bahkan negeri yang berbeda . Dan mereka semua bukan dari kalangan Ba'alawi. Namun, mereka semua sepakat tentang status Sayidina Abdullah (Ubaidillah) sebagai putra Sayidina Ahmad al­ Muhajir bin Isa al-Rumi, dan keabsahan nasab Sadah Ba'alawi yang bersambung kepada Rasulullah Saw.
Setelah membaca keterangan para ulama di atas tentang keabsahan nasab Ba'alawi, apalah arti sebuah syubhat rapuh yang dilontarkan Imaduddin Utsman dan kawan-kawannya yang meragukan keabsahan nasab Ba'alawi? Apakah mereka lebih mengerti ilmu nasab ketimbang ulama-ulama besar di atas? Hebatnya, semua keterangan dari ulama di atas tidak ada arti bagi mereka. Semuanya diabaikan, bahkan dianggap keliru. Hanya mereka yang benar dan mengerti. Luar biasa!

26. Daftar  Nama-Nama  Ulama  Lain  yang  Mengakui  Nasab Ba'alawi
Meski demikian jelas, apa yang sudah kami tuangkan di atas masih sedikit dibandingkan keterangan dari berbagai referensi kitab nasab  dan  sejarah yang belum kami tuangkan di risalah singkat ini. Masih banyak kitab dari luar kalangan Ba'alawi yang memuat nasab, biografi tokoh, atau apa pun yang berkaitan dengan Sadah Ba'alawi, baik secara singkat atau panjang lebar, yang semua itu-baik secara langsung atau tidak-menjadi catatan penting tentang eksistensi Ba'alawi sebagai asyraf (ahli bait) .
Untuk tambahan wawasan dan informasi, saya muat dalam risalah singkat ini sebagai berikut .72
 
Sebagai pelengkap informasi, dalam kitab Thabaq<it al-Asyraf al-Thalibiyyin yang disusun seorang peneliti ilmu nasab, al-Sayid Salim bin Abdul Lathif al­ Sabsabi al-Rifa'i, disebutkan secara runut sekitar 70 referensi non-Ba'alawi yang menyebutkan nasab Ba'alawi, atau mengakui keabsahan nasab Ba'alawi atau ke­ siy<idah-an mereka atau status mereka sebagai al-Husaini keturunan Sayidina Husein r.a. lengkap dengan sumbernya .74 Sebagian kitab-kitab itu telah kami sebutkan di atas, baik di pasal 2 dan pasal 3. Namun, sebagian lagi banyak yang belum kami muat sehingga kami tuangkan di sini sebagai pelengkap informasi dan faedahnya. Berikut ini keterangannya. 

Buku Terkait Nasab oleh KH. Imaduddin al-Bantani:
  1. Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia
  2. Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw
  3. Buku Membongkar Skandal Ilmiyah sejarah dan Genealogi Ba’alwi

PASAL 4 Pengakuan Ulama Besar Nusantara terhadap Status Ba'alawi sebagai Dzurriyah Nabi Saw.

Status Ba'alawi sebagai s<idah/ asyraf /anak keturunan Nabi Saw. bukan hanya diakui ulama dari negara-negara Arab dan sekitarnya sebagaimana yang telah kami sebutkan. Pengakuan itu sejak lama juga datang dari mayoritas ulama besar yang merupakan para mahaguru bagi umat Islam di Nusantara, khususnya kaum Nahdhiyyin . Keilmuan, kewalian, serta kiprah mereka di tengah umat telah dirasakan oleh umat Islam di Indonesia. Mereka di antaranya sebagai berikut .

1.    Al-'Allamah Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H)
Ulama Banten kebangsaan Nusantara, yaitu al-'Allamah al-Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi memiliki banyak karya. Dalam syarah 'Uqudu al-Lujain, beliau menjelaskan maksud dari istilah "habib" ketika disebutkan nama tokoh besar dari Sadah Ba'alawi, yaitu al-Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad:

"(Telah berkata Sayiduna), yakni orang yang paling mulia di antara kami (al­
.Habib), yakni yang dicintai, dan seorang Sayid (Abdullah al-Haddad), pemilik tarekat terkenal dan rahasia yang banyak. 'Istilah di sebagian negeri dalam menyebut dzurriyah Rasulullah Saw. untuk laki-laki adalah habib, sementara yang perempuan disebut hubabah. Adapun kebanyakan menyebut keturunan Nabi Saw. dengan sayid dan sayidah ."'

Dalam keterangan di atas, Syaikh Nawawi menegaskan bahwa habib-yang dalam konteks ini adalah Ba'alawi- adalah istilah untuk keturunan Rasulullah Saw. Tidak hanya itu, saat menjelaskan kata al-habib, beliau menegaskan bahwa yang dimaksud adalah al-sayid , yaitu julukan yang khusus untuk dzurriyah Rasulullah Saw.

2.    Hadhratu al-Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari (w. 1366 H)
Pendiri Nahdhatul Ulama, Hadhratu al-Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari bersama 24 ulama besar NU pada zamannya pernah mengeluarkan qarar/keputusan bahwa gelar al-Sayid/ al-Syarif  itu khusus untuk anak keturunan Rasulullah Saw.

Sangatjelas sikap Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'ari dkk. bahwa gelar sayid dan syarif khusus untuk anak keturunan Rasulullah Saw. Jika kita menelaah lebih jauh, setiap menyebut tokoh Ba'alawi, Hadhratu al-Syaikh ternyata konsisten selalu memberikan gelar al-Sayid di depannya . Di antaranya sebagai berikut .
Dalam salah satu khutbah muktamarnya yang tertulis, K.H. Hasyim Asy'ari merekomendasikan kitab Sullam al-Taufiq dan menyebut pengarangnya al­ Habib Abdullah bin Husein bin Thahir, yang merupakan tokoh Ba'alawi dengan gelar al-Sayid . Hadhratu al-Syaikh berkata :

"Saudara-Saudaraku, pada zaman ini urusilah perkara kalian sendiri. Ikuti petunjuk Nabi kalian . Cukuplah berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan beribadah sesuai jalan Nabi Muhammad yang telah dijelaskan ulama salaf saleh. Di antara yang dijelaskan ulama salaf saleh adalah apa yang disebutkan Sayid Abdullah bin Thahir dalam kitab Sullam al-Taufiq dan Hujjatul Islam al-Ghazali dalam kitab Bidliyah al-Hidliyah. Pegang teguhlah dengan kedua kitab ini dan kitab-kitab yang menyerupainya . Kedua kitab ini, jika kalian amalkan, akan membawa kalian kepada kerajaan yang kekal dan kenikmatan yang langgeng di sisi Allah, Tuhan alam semesta."

Dalam Mukadimah Kanun Asasi NU, K.H.Hasyim Asy'ari menukil kalam salah seorang tokoh Ba'alawi, Habib Ahmad bin Abdullah al-Segaf, dan memberikan gelar al-Sayid. Mbah Hasyim berkata:

"Sayid Ahmad bin Abdullah al-Segaf berkata, 'Sungguh, Nahdhatul Ulama adalah ikatan yang kabar gembiranya telah terbit, porns rotasinya  telah  terkumpul, dan bangunannya telah berdiri kokoh . Mau ke mana kalian pergi dari NU? Mau ke mana?"'

Begitu pula, dalam kitab Ziy<idah Ta'liq<it, Hadhratu  al-Syaikh menyebut dirinya pernah belajar kitab Shah_ih Muslim kepada Sayid Husain bin Muhammad al-Habsyi (saudara dari Habib Ali al-Habsyi Shahibul Maulid), bahkan dituliskan sanadnya hingga Imam Muslim. Dan lagi-lagi beliau menggelari gurunya yang merupakan tokoh Ba'alawi dengan al-Sayid. Berikut ini redaksi sanadnya.

Bukan hanya Sayid Husein bin Muhammad al-Habsyi. K.H. Hasyim Asy'ari juga belajar kepada tokoh Ba'alawi lainnya, yaitu Sayid Alwi bin Ahmad al-Segaf, pengarang Tarsyihul Mustafidin Bitausyih Fathul Mu'in. Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'ari senantiasa ber -mulazamah menghadiri pengajiannya di Masjidil Haram dan kediaman rumah pribadinya . Bahkan, Sayid Alawi al-Segaf sangat mengagumi kecerdasan dan kesungguhan Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'ari dalam menimba ilmu.78
Tidak sampai di situ, Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'arijuga mengijazahkan secara tertulis kepada muridnya, K.H . Raden Fauzan bin K.H. Ma'shum Kudus, wirid S<idah Ba'alawi, yaitu Khulashah al-Maghnam yang disusun oleh al-Habib Ali bin Hasan al-Athas. Berikut ini redaksi ijazahnya.

Karena itu, tidak heran, dalam salah satu pidatonya, Rais 'Aam PBNU K.H. Miftahul Akhyar h<ifizhahull<ih mengatakan bahwa orang yang terkena penyakit menolak nasab Sadah Ba'alawi secara tidak sadar juga menolak Hadhratu al­ Syaikh Hasyim Asy'ari. 80

3.    Al-'Allamah Syaikh Abdul Hamid Kudus (w. 1334 H)
Ulama besar asal Kudus yang tinggal di Hijaz, yaitu Syaikh Abdul Hamid Kudus, menggubah syair pujian untuk gurunya, al-Muhaddits al-Habib Husein bin Muhammad al-Habsyi, yang merupakan salah satu tokoh Sadah Ba'alawi. Dalam syairnya itu, beliau menegaskan bahwa gurunya yang dari marga al­ Habsyi Ba'alawi itu merupakan cucu Rasulullah Saw. Berikut di antara gubahan syairnya dalam karya beliau, Maw<ihib al-Mu'id al-Munsyi fi Maatsiri al-Sayyid Husein al-Habsyi .81

"Sayid Husain al-Habsyi adalah orang yang menjadikan kesempurnaan sebagai tabiat. Maka tabiatnya menjadi luhur sebab para pendahulunya yang luhur."
Beliau adalah anak (dzurriyah) sebaik-baiknya Rasul, yaitu al-Musthafa Muhammad, yang dengan cahaya kening beliau gelap gulita
menjadi terang benderang." Syaikh Abdul Hamid Kudus juga berkata :

"Dialah seorang sayid yang banyak keutamaannya . Keutamaannya sulit dijangkau oleh pujian, penghormatan, dan rasa syukur."
"Keturunan Rasulullah Saw. yang menampakkan petunjuknya, beliau adalah Mahkota Ahli Bait yang unggul dalam penyebutannya ." 

4.    K.H. Soleh Darat (w. 1903 M)
K.H. Soleh Darat adalah guru dari dua tokoh besar, yaitu Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy'ari dan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri NU dan Muhammadiyah . Dalam al-Mursyidu al-Wajizfi 'Ilmi al-Qur'cini al-'Aziz , K.H. Soleh Darat menyebutkan salah satu gurunya dari kalangan Scidah Ba'alawi, yaitu al-Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih (w. 1872 M) yang dimakamkan di Botoputih Surabaya. Saat menyebut gurunya, beliau memberikan gelar "Sayid", bahkan "Quthbu al-Wujud", yang berarti pimpinan wali pada zamannya . Berikut redaksinya dalam bahasa Jawa, menggunakan huruf Arab pegon:

"Dan kemudian saya belajar  kepada Syaikhuna al-'Allamah Quthb al-Wujud Sayidi Sayid Syaikh bin Ahmad Bafaqih Ba'alawi ketika beliau berada di Semarang. Saya mengaji kitab Jauharah al-Tauh_id karya al-'Allamah Ibrahim al­ Laqqani dan Minhcij al-'Abidin karya Imam al-Ghazali."

5.    Al-'Allamah Syaikh Mahfudz al-Turmusi al-Jawi (w. 1920 M)
Namanya tidak asing dalam dunia Islam. Pengarang Hcisyiah al-Turmusi atas Minhcij al-Qawim ini menulis sebuah tsabat dengan judul Kifciyah al­ Mustafid Limci 'alci' Min al-Ascinid . Di dalamnya beliau menyebut salah satu gurunya yang merupakan tokoh kalangan Ba'alawi dengan istilah al-Assayid al­ Nasib (seorang sayid yang mulia garis keturunannya) . Berikut redaksinya : 

6.  Syaikh Mukhtar bin 'Atharid al-Jawi al-Bogori (w. 1930 M)
Ulama asal Bogor yang menjadi mudarris di Masjidil Haram, Syaikh Mukhthar bin 'Athorid, menulis kitab berjudul al-Durrul Munif fi Syarh_i al­ Wird al-Lathif .83  Kitab ini merupakan syarah dari al-Wird al-Lathif karya al­
Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad, ulama besar dari S<idah Ba'alawi. Dalam kitab tersebut, Syaikh Mukhtar menyebut al-Imam al-Haddad dengan gelar al-Sayyid al-Syarif yang merupakan gelar khusus untuk dzurriyah Nabi Saw. Berikut redaksinya :

7.    Prof. Dr. Abdul Malik Karim Amrullah/Buya Hamka (w. 1981 M) 

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama, Buya Hamka, ulama besar karismatik sekaligus Pahlawan Nasional RI, dalam satu tulisannya menyebutkan bahwa S<idah Ba'alawi merupakan keturunan dari Ubaidillah bin
Ahmad bin Isa. Berikut redaksi tulisan beliau :
"Hams diakui banyakjasa mereka dalam penyebaran Islam di seluruh Nusantara ini. Mereka datang dari Hadramaut dari keturunan Isa al-Muhajir dan al-Faqih al-Muqaddam. Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang kita banyak kenal ialah keluarga Alatas, Assaqaf, Alkaf, Bafaqih, Alaidrus, Bin Seh Abubakar, al-Habsyi, al-Haddad, Bin Smit, Bin Sahab, al-Kadri, Jamalullail, Assiri, al-Aidid, al-Jufri, Albar, al-Musawa, Gathmir, Bin Aqil, al-Hadi, Basyaiban, Ba'abud, al­ Zahir, Bin Yahya, dan lain-lain . Semuanya dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir."84

8.    Al-'Allamah K.H. Abdullah bin Nub (w. 1987 M)
Ulama besar Indonesia asal Cianjur yang terkenal dengan kepakaran dalam bidang tarikh dan sastra Arab, Mamak K.H. Abdullah bin Nuh, secara khusus menulis sebuah kitab tentang biografi al-Imam al-Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib bin Ali al-'Uraidhi. Dalam karya tersebut, beliau menyebutkan bahwa anak al-Imam Ahmad bin Isa ada empat, yaitu Muhammad, Ali, Husein, dan Abdullah . Abdullah memiliki tiga anak, yaitu Bashri, Jadid, dan Alwi, yang merupakan kakek dari S<idah Ba'alawi. Berikut redaksi lengkapnya .

9.    Musniddunya ' al-Syaikh Yasin al-Fadani (w. 1990 M)
Hubungan Musnidduny<i' , Syaikh Yasin al-Fadani, dengan S<idah Ba'alawi sangat erat. Banyak Masy<iyik h beliau dari kalangan S<idah Ba'alawi. Begitu pula sebaliknya, banyak yang belajar dengan beliau . Dalam al-Kaw<ikib al-Darari ,86 beliau menyebutkan tiga gurunya dari kalangan S<idah Ba'alawi yang berdomisili di Indonesia  dan menggelari  mereka  dengan al-Sayyid  dan al-Husaini, yaitu keturunan Sayidina Husain r.a. Ketiga S<idah Ba'alawi tersebut sebagai berikut . Pertama, al-Muhaddits Habib Abdul Qadir Bilfaqih (w. 1382 H/1962 M), seorang habib yang berjasa dalam mensyiarkan  Islam di wilayah Malang dan sekitarnya.

"Di antara guru-guru saya dari Asia Tenggara adalah al-'Allamah al-Muhaddits al-Faqih al-Nabih al-Musyarik al-Imam al-Da'i al-Wa'idh yang terkenal dengan panggilan Sayid Abdul Qadir bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Alawi bin Abdullah bin Umar al-Husaini al-Tarimi yang terkenal dengan sebutan Bilfaqih sebagaimana pendahulunya . Dilahirkan di Tarim pada tahun 1316 H, beliau berkunjung ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 1361 H. Beliau adalah sh<ihibu wilayah Malang Jawa Timur."

Kedua, al-Habib al-Quthb Abu Bakar bin Muhammad bin Umar al-Segaf Gresik (w. 1367 H/1957 M). Syaikh Yasin al-Fadani mencatat :

"Di antara guru saya dari Asia Tenggara adalah al-Imam al-'Allamah al-Muhaddits al-'Arif Billah Quthb pada zamannya, yaitu Sayid Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Umar bin Segaf al-Segaf, yang terkenal dengan sebutan al-Segaf, seperti para pendahulunya . Dilahirkan di daerah Besuki (Situbondo) pada tahun 1282 H. Terakhir tinggal di Gresik. Berulang kali telah dibacakan di hadapan Sayid Abu Bakar al-Segaf Gresik al-Kutubu al-Sittah (enam kitab induk hadis). Sebagaimana beliau juga memiliki banyak majelis dalam pembacaan kitab-kitab Musnad dan Sunan. Dahulu beliau sangat gandrung membaca kitab Il:!y<i' 'Uhlmiddin karya al-Ghazali ."

Ketiga, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang Jakarta (w. 1968 M).
Syaikh Yasin al-Fadani mencatat :

"Di antara guru saya dari Asia Tenggara adalah al-'Allamah al-Da'i Ila Allah al­ Wa'idh al-Kabir Sayid Abu Barakat Nuruddin Ali bin Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad al-Habsyi al-Kwitangi al-Jakartawi yang lahir di Jakarta, malam Ahad 20 Jumadil Akhir 1286 H."

10.    K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul Martapura)
Abah Guru Sekumpul memiliki pengaruh yang sangat besar di Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan, Timur, dan Tengah. Bahkan, ulama yang haulnya setiap tahun dihadiri jutaan orang ini merupakan salah satu ulama yang paling gencar mengenalkan para habib sebagai dzurriyah Nabi Saw. dan mengajarkan cinta kepada mereka. Beliau juga menyebarkan beberapa wirid dan shalawat yang dikarang oleh Sadah  Ba'alawi . Ini merupakan hal yang mutawatir dan dirasakan semua masyarakat Kalimantan yang mengetahui langsung dakwah beliau. Dalam salah satu pengajiannya yang dihadiri puluhan ribu orang, Abah Guru Sekumpul berbicara tentanglmam Ubaidillah sebagai kakek S<idah Ba'alawi yang merupakan anak dari Ahmad bin Isa al-Muhajir. Berikut ini redaksinya .

Buku Terkait Nasab oleh KH. Imaduddin al-Bantani:

  1. Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia
  2. Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw
  3. Buku Membongkar Skandal Ilmiyah sejarah dan Genealogi Ba’alwi

"Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin  Ali bin  Muhammad  Shahib Mirbat bin Ali Khali' Qasam, ini Ali Khali' Qasam setiap membaca assal<imu 'alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatull<ihi wa barak<ituh mendapat jawaban Nabi Saw., 'Wa 'alaikassal<im ya Syaikh Ali.' Inilah Habib Ali Khala' Qasam, abahnya Habib Muhammad Shahib Mirbath bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah . Alwi inilah awal-awal ditanam di Tarim87 dari dzurriyah Rasulullah Saw., bin Ubaidillah .Ubaidillah inilah anak dari Ahmad bin Muhajir yanghijrah dari Bashrah ke Madinah kemudian ke Makkah kemudian ke Yaman masuk di Husaisiyah (Husaisah) lalu ke Hadramaut .Ahmad al-Muhajir wafat di Husaisiyah . Ubaidillah meneruskan . Sampai di Hadramaut meninggallah Ubaidillah . Anaknya bernama Alwi, dan inilah yang di Tarim. Alwi ini wafat di Tarim. Wafat di Tarim. Nah, Alwi inilah satu-satunya, bukan dua, tidak ada saudara,88 satu saja. Alwi inilah yang melahirkan ke seluruh dunia dari dzurriyah Rasulullah Saw. yang disebutkan atu Ba'alawi."89
Dalam sebuah dokumentasi video pengajiannya, Guru  Sekumpul pernah memanjatkan doa yang isinya bertawasul dengan keluarga ali Ba'alawi. Menjadikan keluarga Bani Alawi sebagai sarana tawasul menunjukkan betapa beliau menjunjung tinggi keluarga Bani Alawi . Jadi, sangat naif jika seseorang mengakui pengikutnya namun justru melakukan sikap-sikap yang tidak sopan terhadap para habib keturunan Bani Alawi .
Termasuk dari doa yang beliau lantunkan dalam dokumentasi video ter­ sebut adalah:

Beliau berulang kali mengucapkan kata "All<ihumma bi barakati Ali Ba'alawi" (Ya Allah, dengan berkah dari keluarga Ba'alawi, segera sembuhkan semua umat Islam. Ya Allah, dengan keberkahan Ba'alawi, satukan hati umat Islam).90

11.    K.H. Maimoen Zubair dan Ponpes al-Anwar Sarang
Mbah Maimoen, ulama yang terkenal kecintaannya kepada ahli bait, mengakui status S<idah Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw. Hal itu diketahui secara mutawatir oleh puluhan ribu orang yang pernah nyantri ke beliau. Di antara ucapan beliau yang terekam video adalah apa yang beliau sampaikan dalam sebuah forum sebagai berikut .

"Jadi, Allah membagi habib itu, kalau Al-Husaini, yang banyak di Indonesia jadi hams tahu Bib, ya sama Kiai- Kiai ini hams tahu ini dari Bib Ali ini, ya. Jadi, kalau di Barat, al-Hasani. Mengapa bisa kayak begitu ini besan saya ini, Kiai Said Aqil ini, besan dengan saya apa itu tahu sampai hadis yang daif yang sahih yang macam-macam karena tahu Maroko, tahu al-Hasan, tapi Agus tadi yang digembleng ini mh wali, jadi habib al-Husaini disebut jadi empat, (1) habib yang ahli bait,
(2) dzurriyah, karena ketumnan walau enggak nasab, (3) lilurrasul Bani Hasyim Banil Muthalib, ada lagi yang disebut apa para habib para sayid oleh para ahli bait ahlul al-baiti habib al-Husaini datang ke Indonesia meramaikan Indonesia. Semua para wali sembilan itu, wali sembilan itu adalah para habib. Yang enggak habib hanya dua, Sunan Muria, Sunan apa Kalijaga, lainnya adalah ketumnan habib."

Tidak sampai di situ, Ponpes al-Anwar Sarang, yang didirikan Mbah Maimoen, pada 9 November 2023 membuat pernyataan resmi terkait Slidah  Ba'alawi, yang isinya sebagai berikut.      

Ta'dzim Habaib Bani Alawi
Berd· ar pada penelitian mendalam oleh u1jnalt Tarbiah wa at· Tat ·qif PP al-Am: ar, dihimbau dengan ·angat bagi h.1ru h ·anlri. alu m ni.  maupun  muhibbin  unmk  tidak  turut  ena  dalam  up.  a m nyebarkan kernguan-kernguan akan ke ahihan na ab Bani Ala" i ebagai  kenmman  baginda    abi  Muhammad    A \ . Hal  t  rsebut
lidakn    pada 6 ala an utama:
I . Tida k  ada  bu kti  satu pu n    lama   ya ng  men . arat kan  bu kti
ezaman u ntuk ketetapan nasab  e eorang.
Pcnyaratan bukti czaman han a bcrda.ar k angkuhan pribadi tanpa da. ar rnetodologi ang ri i l. Adapun penel itian i lm iah terhadap bukti-buktj     zaman   • ng, t      rlu untuk diduJrnn0   dan
diapre  ia  i .ebagai pengua t ketetapan na ab Bani Alai\  i.
2. Melanu tkan rnanhaj ta lim dan per aya pada Para    ama .
u k upliih Lrrmm lbnu Hajar <l1-Hai1ami . LmmTI al-Janae.I i. Imam al- Khi rid            id a - amarqand i. Imam • -  akha\ i.   ay  id Bakri S auh .    n.  S        id  Murt di    Az-Zabi.d i    n    ar    harih m ngak u i  c ahihan na ab Bani    Im i . bagai k t u nman Bagi nda a i Mu ham mad        A W. Tidak  epa111a n a kit a m ndahulu kan eangku han d ngan memilih untuk tidak memperca a.i  ·atalan para   Ulama ' tcrscbut   ha nya  bcrda ar    yaral    ang  d ibua t-buat bagaim. na p i n pertama. Diiambah I gi pen.:.horm  t  n k p da habaib Ban i    la\ i   I lah  die n1 hka n  ol h  Ula ma ·-  lama ·    A  \l    JA kita terdahulu eperti S aikh Yu.uf an·  abhani.    aikh
awai\ i Banlen,  Ki  ai  Khol i l  Bangkal:m,  Hadlrat u . .  aikh  KH. Ha yi m A ·an Kiyai Ha mid Pa urua n, Kiyai Ha ·an Genggono dan lai n  ebaga i n  a .
. Meyakini bah wa tidak disebut bukan berarti menafikan .
Be erapa tul i an ku no ano tidak men ebutkan narna·nania leluhur Bani A la\ i  b, gai kemmnan b ginda  abi S   ·w tidak bi a diani kan menafi kan ke ahihan ria ab mereka.

Tidak mcnycbul  c uatu buka n bcra rti tida k ada (d ina fi ka n)

. I../-'-    .)J..J\ )

( t idak di cbut kan nya    baidillah bin    h mad al-Mu haji r tida k b r rart i

mcnaflkann nya   cbagai putra Ahmad al-Muhajir ).
Tidak p mah ada atupu n bukti kaJa ngan keluarga Ban i Alawi ang mcnafi kan na ab mcrcka . Tidak ada atupun dari kalan"an Bani Bi:hri dan Ban i  Jadid ang mena ti kan ke.ahihan Sayyid Alawi ebagai putra U aidi llah. Bcgit u pula t idak ada ·at upu n kalangan Bani hdal mau pu n  Bani  Qudai m/R uqai m  . ebagai kera bat Jauh  h mad al -Muhaji r yang menafi kan ke ahi hain na ab
baidi llah bi n Ah mad al-Abah.
4.    Meneladani  sikap Masyayi kh  dan    lama ' terda h u lu .
Sudah meru pakan hal yang makl u m ara pa 'ti bu.In a aikhi na aimun Zu bai r dan elu ruh Ma yai kh arang terdah ulu eperti ah   hmad. M ah Imam dan Mbah Zu air menju nju ng tinggi
rn ·a hormal dan ta 'd:im kepada ka langan sculah Bani Alawi . Sudah epanta n a ebagai antri. haru mengi kut i  Jejak  dan teladan para guru demi  keberlrnhan  ilmu.  ikap- ikap  yang men ebarkan keraguan akan ke ·ahihan na ·ab Ba:ni Ala i jela · angat  menge  e' akan  clan jauh  b  rbeda  dari  manbaj  Ma    aikh
arnng terntama    aikhi na Maimoen Zu ai r.
5.    eragukan nasab Bani Alawi adalah   ikap yang   uul adab. Scbagai   pri badi  didikan   pc an t rcn.    ·udah    'Cpama ,nya   ki ta mandahul ukan a.dab dan akh lak    ang bai k . Men ebar keraguan ten.tang na ab    ani        a . i adalah tindakan        ang mencermi kan u ul adab k pada ba nyak tokoh-tokoh b . ar dan al im di kalanoan Ban i    lawi.    epeni        Say  id        dullah    al-Haddad    a yid A du rr h man bi n    baid i llah A · egaf (pen ul i · kitab a f·i ti:,.ad"ll min "khbari a  -sa<lah). Sa  yid Abdu rrahman al-Mas  hur  pen u l i. Bug h_ ·ah al-M ust(l r .yidi11),    ay id U baidil lah Balfaqih.    a    id
Ii  bin  Abi  Bakr  al-Sakrnn, Sa  yid    bi  Bakr  al- ldnr  Habib    Ii bi n Hu ain al-Atta Bungur, Habib Hu. ai11 bi n    bu Bakar al-Idru.

Luar Bm ang. H;ibib    I i ·11-Hab i Kwilang. 1-htlii b    l wi h i n lu ham mad al- 1 ladd ad  Bogor.  Habi b    bd u llah bi n M u h<.i n al -
Ana · ;mpang Bog  r.  Ha  i b  "hol  h Tanggu l dan ma  i h banyak l agi .
.   idak I  rj bak dal<tm upaya-upaya pol ili" di b.alik i   1 ini , Patul adanya kcwa.padaan  bahwa  gcrnka n  men cbar kcraguan terhadap  para  H abaib  dapat  ditu ngg 111gi   kek u;.11an -kekuata n poli ti k    tcrtentu.    el uruh    -.antri   a l -  m ar    I    W< ib  u ntu k men h inda  dari ketcrl ibatan u pa a-upaya ter. cbut a0ar tidak terjcba k da l am  kepent ingan polilik 1>rak 1i'  ang me11Lmggangi u1x1 a-upa a ini.
Di  luar dari pnda  iru.  -.mgat  d ianjurknn  bagi  ·clumh clcmcn uniuk   rnemhaca   rat i b  al-Haddad   d i nia1 ka11    untuk   menja a  di ri, menjaga  pesa nt ren·pel><int ren. atau pu n  menjag<i  negeri  k irn. lehill ­ lcbih n cnjaga 'audam k iw <l i Pale:t i na . Rat i b a l - Ha<lJad mcru pakan k u m1>u lan  ""'rot!  karya  . ay  id  A bdu l l ah  al-Haddad   dimana  di dnla nmya l rdapal han  ak ' ek al i  ll'irid rang bcr. u111 h r da ri hugi nc.la ahi l\ lu ha mmad . A    . dan   c:uai dcngan ak idah ah Ju u n nah wal
Jama'a h.  alah  atun  a ada lah ka l ima t :

Dcmikian p m  ataan ini ka mi buat u ntu k mc njadi p rhat ian para
amri.    lumj dan lu hi bbin PP aJ- nwar I .    iharapkan bagi · mu a pihak u111uk m ngama lkann <1 dcngan :-cpcnu h ha t i \Cbagai bu kt" bukl i 1erhada p munhaj h111 11, wah dari para    a: ayikh.

12.    Abuya K.H. Uci al-Turtusi bin K.H. Dimyathi (Cilongok)
Ulama karismatik di Banten, Abuya K.H. Uci al-Turtusi, dalam banyak kesempatan selalu mengajak umat mencintai dan menghormati dzurriyah Nabi Saw., termasuk para habib yang merupakan panggilan untuk S<idah Ba'alawi. Di antara apa yang beliau sampaikan dalam kutipan ceramahnya sebagai berikut .

"Syarifah-syarifah eta adalah cucu-cucu  Nabi  urang  Kanjeng  Nabi M uhammad Saw. Cintakeun ka para habaib. Cintakeun ka para syarifah. Urang ge lamun neuleu syarifah anu geulis pasti cinta. Iyeu mah cinta na cinta anu bener-bener lain cinta berahi tapi cinta agama. Turunan Kanjeng iyeu teh. Nu ngarang-ngarang kitab teh pan habaib."91

("Para syarifah adalah cucu nabi kita, Nabi Muhammad Saw. Tanamkan rasa cinta kepada para habib. Tanamkan cinta kepada para syarifah kita juga . Kalau melihat seorang syarifah yang cantik, pasti cinta. Tapi, kalau cinta  di  sini bukan cinta yang dilandaskan cinta atas nafsu berahi, melainkan cinta yang dilandaskan agama. Anak cucu keturunan Nabi Saw. beliau-beliau itu. Banyak juga pengarang kitab-kitab itu juga 'kan para habib.")

13.    Ulama Madura dan Syaikhana Khalil
Ulama Madura terkenal kecintaannya kepada ahli bait, termasuk S<idah Ba'alawi. Terkait hal ini, Auma (Aliansi Ulama Madura) yang menghimpun ratusan ulama Madura Ahlussunnah wa al-Jam<i'ah memberikan pernyataan tegas bahwa di antara masyrab ulama Madura secara turun-temurun adalah mengakui Ba'alawi sebagai sadah, yaitu dzurriyah Rasulullah Saw.

G
ALIANSI ULAMA MADURA (AUMA )
SK. MEHKUMH'AM:AHl.l-00Jtl091.AH .01.07.TA.HUN 2015
1a  r JI. Reyn PfOPPO, Diis. Loo1ong Koc Proppo Kl.lb Pomoka$B116930r Madura
Te!epon al170363821 I, Ofl7701880600. al173112

MASYR AB ULA.MA DAN TOKOH MADURA
Segala puji ba91i ALLOH Tuhan alam semesta. Sholawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad . Semoga kita selalu mendapat perlindungan dan diberi ke:kuatan oleh ALLOH .:ir;.
Sehubungan dengan beredamya sejumlah tulisan di media sosial yang mempermasalahkan keaslian nasab Habaib (khususnya Sayyid dari jalur Ba'Alawi) sebagai keturunan Baginda Nabi. malla kami Ulama dan okoh Madura menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kami Ulama dan Tokoh Madura sejak dahulu diajari dan dididik oleh para guru dan sesepuh harus senant iasa menghormat i serta merrigagung'kan para Sadah dan Habaib dzurriyah Baginda Nabi. baik dari keturunan Sayyidina Hasan atau Sayyidina Husain melaluijalur ayah ataupun ibu.
2. Kami sangat memuliakan para Shahabat Baginda Nabi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kemuliaan Baginda Nabi.
3. Kami masyarakat Madura bisa mengenal dan mengetahui sena mengamalkan agama islam secara benar melalui tetesan barokah perjuangan dakwah para Sadah dan Habaib keturunan Baginda Nabi khususnya yang dari Makkah dan Yaman.
4 . Kami masyarakat Madura senantiasa berpegang teguh denga111 masyrab (cara pandang) para guru dan sesepuh Madura RahimahumuLLOH , serta berlepas diri dari segala fitnah dan luduhan kejl Kepada para Sadah dan Habaib dzuriyah Ba·ginda Nabi yang beredar luas di Medsos saat i111i.
.;16-_...).1:.,...,..._,    ,}l..:!J
Pamekasan. 04 Dzil Oi'dah 1444 H
24  Mei    2023 M
ALIANSI ULAMA MADU:"A (AUMA)
Ketum    Sekretaris 'Umum

 
KH.  Aliinha11    r    •    aoll u ..  uham. M,S1.

Sikap ulama tersebut tidak mengejutkan karena Syaikhana Khalil Bangkalan yang merupakan Syaikh al-Masyayik h dan paku bumi Madura punya hubungan yang sangat indah dengan Sadah Ba'alawi, sebagaimana tertuang dalam salah satu artikel yang ditulis keturunan beliau, Lora Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 25 Mei, 2024, sebagai berikut .

Lingkaran Habaib Ba'alawi dalam Kehidupan Syaikhana Khalil Bangkalan

Dari 30 manuskrip yang telah ditemukan Tim Turas Syaikhana Khalil Bangkalan, ada 1kitab yang bagi saya sangat menarik, kitab Manaqib atau biografi Syaikhana Khalil berbahasa Arab sebanyak 11halaman, yang setelah kami konfirmasi kepada Syaikh Sufyan Marbu (salah satu sekretaris Syaikh Yasin al-Fadani) bisa dipastikan bahwa kitab itu adalah tulisan tangan Syaikh Yasin sendiri. Tentu bukan hal yang mengherankan jika beliau sampai menuliskan biografi Syaikhana dalam sebuah risalah khusus. Hal ini disebabkan sanad-sanad Syaikh Yasin dalam beberapa kitab memang bersambung ke Syaikhana Khalil melalui dua guru beliau yang pernah berguru kepada Syaikhana: K.H. Maksum Lasem dan Syaikh Tubagus Bakri Banten (Mama Sempur).
Dalam kitab itu, Syaikh  Yasin beberapa kali menyebutkan "circle" Ba'alawi dalam kehidupan Syaikhana Khalil. Pertama, ketika beliau mengutip ucapan Habib Salim bin Jindan (kakek Habib Jindan yang juga santri Syaikhana Khalil) tentang silsilah nasab Syaikhana. Dinukil oleh Habib Salim, Syaikhana semasa hidupnya pernah berkata:
"Adapun saya adalah keturunan Sunan Giri Muhammad Ainul Yagin (Raden Paku), sedangkan ibu saya dari keturunan kerajaan ."

Kedua, adalah ketika Syaikh Yasin menyebutkan para guru Syaikhana selama di tanah Hijaz. Saat di Makkah, Syaikhana tercatat pernah berguru kepada Habib Muhammad bin  Husein al-Habsy, ayah dari Habib Ali al­ Habsy sh<ih_ib Simth al-Durar yang menjabat sebagai Mufti Syafi'iyah di Makkah pada waktu itu. Ketika di Madinah, Syaikhana juga pernah mengaji hadis kepada Habib Hasyim bin Syaikh al-Habsy.

Ketiga, adalah ketika Syaikh Yasin menerangkan para santri Syaikhana Khalil. Menurut beliau, semasa hidup Syaikhana mencetak sekitar setengah juta santri, yang 3.000 di antaranya berhasil bergelar '<ilim 'all<imah. Di antara sekian banyak santri Syaikhana yang disebut Syaikh Yasin, banyak sekali nama dari kalangan habib Ba'alawi, antara lain sebagai berikut .
1.    Habib Ahmad bin Hasan bin Jindan
2.    Habib Salim bin Jindan (beliau pernah menuliskan : saya, ayah saya, dan kakek saya, semua pernah sowan kepada Syaikhana Khalil)
3.    Syaikhah Ummu Kultsum binti Idris Basyaiban
4.    Habib Ja'far bin Muhammad al-Haddad
5.    Habib Umar bin Shalih al-Segaf Surabaya
6.    Habib Abdullah bin Ali al-Haddad Bangil
7.    Habib Hasan bin Abdurrahman bin Smith
8.    Habib Idrus bin Hasan al-Munawwar
9.    Habib Muhammad bin Ahmad al-Habsy
10.    Habib Alwi bin Muhammad Bilfaqih

Masih banyak santri Syaikhana dari kalangan habib yang tidak dicantum­ kan Syaikh Yasin seperti Habib Ali Bafaqih (salah satu "wali pitu" Bali yang dimakamkan di Negare). Ini fakta yang menunjukkan bahwa para S<idah Ba'alawi sejak <lulu bukan golongan "eksklusif ' yang hanya mau berguru kepada golongan mereka sendiri, seperti yang akhir-akhir ini dituduhkan . Ketika mondok di al-Anwar Sarang, saya punya beberapa teman sekelas dari kalangan habib. Adapun narasi semacam "berguru kepada habib jahil lebih baik daripada berguru kepada 70 kiai alim" jelas merupakan narasi tak berdasar . Jika itu benar diucapkan salah satu habib, saya yakin itu adalah oknum yang tidak bisa dijadikan sebagai representasi Ba'alawi.

Terakhir, adalah ketika Syaikh Yasin  menjelaskan akhlak mulia seorang Syaikhana. Beliau menuliskan sebagai berikut .
"Syaikhana Khalil juga dikenal memiliki rasa hormat dan takzim yang sangat besar kepada semua ahli bait dan orang-orang Arab. Tidak pernah ada ulama Nusantara yang menghormati ahli bait melebihi beliau . Beliau tidak pernah memuliakan dan  menghormati  seseorang  melebihi  penghormatan beliau kepada para asyraf. Sering al-Imam al-Masyhur al-Habib Muhammad bin Musthafa al-Muhdhar berkunjung ke rumah beliau. Beliau pun akan melepas sandal, berjalan tanpa alas kaki, dan menundukkan kepalanya untuk menyambut kedatangan sang habib dari kejauhan . Orang-orang menyaksikan hal ini bukan hanya satu atau dua kali .
Al-Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih juga sering bertamu kepada beliau. Bahkan, demi itu, Habib Ahmad rela menaiki  kapal di tengah-tengah ombak dan angin kencang. Setiap kali berkunjung ke Bangkalan, Syaikhana pasti akan menyuruh salah seorang santrinya menyambut Habib Ahmad di Pelabuhan Kamal, padahal beliau  tidak pernah memberi kabar bahwa beliau akan datang ke Bangkalan .
Syaikhana juga  pernah memuliakan al-Habib Muhammad  bin Ahmad al­ Muhdhar  dengan  sambutan yang luar biasa ketika berkunjung  ke Demangan Bangkalan . Syaikhana juga sering berbalas surat kepada al-Habib al-Muhaddits Husain bin Muhammad al-Habsyi Makkah (kakak dari Habib Ali bin Muhammad al-Habsy  Sh<ihib  al-Maulid). Ketika  di  Makkah,  Syaikhana  pernah  berguru kepada ayah beliau, Mufti Makkah al-Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi." Semasa  hidup,  Syaikhana juga  sering mewasiatkan  dan  mengijazahkan R<itib H_add<id kepada para keluarga dan santrinya. Beliau pernah menuliskan R<itib H.add<id secara khusus untuk Nyai Aminah, istri beliau, di daerah Telaga Biru Bangkalan . Beliau juga pernah memberi ijazah R<itib H_add<id kepada santri
beliau "Manab Magelang" atau Kiai Abdul Karim Lirboyo.
Hubungan dan ikatan harmonis dengan para habib terns lestari hingga generasi kami. Pada tahun 2008, ketika mau mondok  di Lasem,  Muhammad

Ismail al-Ascholy pernah diajak Umi-nya, almarhumah Nyai Muthmainnah Aschal, untuk sowan ke Kiai Kholilurrahman (Ra Lilur), cicit Syaikhana, seorang waliyull<ih majedub yang juga paman dari sang umi.
Setelah mengutarakan niat menuntut ilmu dan meminta doa, Ra Lilur memberinya secarik kertas. Isinya sebaris bait bahasa Arab yang berisi "tawasul" kepada S<idah Ba'alawi dan ditulis oleh tangan beliau sendiri :
"Dengan keberkahan sadah (para sayid) dari golongan Bani Alawi yang suci, mulia, dan memiliki sifat takwa, mereka yang telah menggapai semua kemuliaan ."

Di tengah himk-pikuk pembahasan nasab akhir-akhir ini, saya tidak ingin banyak berkomentar. Saya hanya ingin kita tidak lupa kepada fakta bahwa sejak dulu, lebih dari satu abad lamanya, para kiai dan habib saling hidup mkun dalam kedamaian . Mereka saling hormat, mencintai, dan bersatu untuk membumikan ajaran Ahlussunnah waal-Jam<i'ah di bumi pertiwi ini. Adapun yang tidak seperti itu, ia hanyalah oknum yang tidak sehamsnya membuat kita "baper" dan tidak kita paksakan menjadi representasi.
Sekali lagi, para habib dan kiai bukan dua hal berbeda yang bisa dibanding­ bandingkan, apalagi dibentur-benturkan . Keduanya mempakan "satu kesatuan" yang menjadi elemen penting bagi kesatuan bangsa Indonesia. Kamu tidak hams setuju dengan tulisan ini. Kita memang tidak hams berpikiran sama, tapi mari kita sama-sama berpikir.

14. Prof. Dr. Ustadz Abdul Somad, LC., M.A.
Dalam berbagai kesempatan, dai Nusantara Prof. Dr. Abdul Somad Batubara, atau yang akrab disapa UAS, selalu mengajak umat mencintai ahli bait Nabi Saw., di antaranya S<idah Ba'alawi. Bahkan, UAS kerap menegaskan bahwa S<idah Ba'alawi mempakan dzurriyah Rasulullah Saw. Berikut di antara kutipan ucapan beliau :

"Di al-Azhar, universitas tertua di dunia, ulama-ulama al-Azhar memuliakan S<idah Ba'alawi. Mereka memuliakan para ulama dzurriyah Rasulullah Saw. Jelas? Nanti, kalau ada yang tanya kenapa Ustadz Somad itu memuliakan habaib? Ya karena kami belajar di tempat guru-guru kami memuliakan .
Cari ceramahnya di YouTube Syaikh Usamah al-Azhari yang bercerita bahwa <ilu Ba'alawi, keluarga Ba'alawi, dzurriyah Rasulullah, bukan sekadar berdakwah. Mereka juga hebat dalam bidang tij<irah. Mudah-mudahan kecintaan kita bertahan, bahkan bertambah, di tengah fitnah akhir zaman yang luar biasa.
Terns alasan yang lain? Saya S-3 di Sudan, di mana? Sudan. Ustadz nulis tentang apa? Saya tulis tentang Syaikh Hasyim Asy'ari Wajhuduhu Finafri Sunnah bi Indonesia; Kontribusi Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Menyebarkan Ahlussunnah di Indonesia .
Kita bukan ahli bid'ah . Kita adalah ahlussunnah . Maka, ketika saya menulis biografi Hadratus Syaikh, ulama-ulama gurunya dibagi dua. Ulama yang tinggi adalah para s<idah. Ulama yang di bawah yang bukan sayid. Artinya apa? Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari berguru kepada para atu Ba'alawi . Terns apa lagi, Ustadz? Saya datang dari Pulau Sumatra, tepatnya di Riau. Kami dulu tinggal di kerajaan Siak Sri Indrapura, raja kami yang terakhir Sultan Syarif Qasim. Kenapa disebut Syarif? Dia adalah Ba'alawi keturunan dari Banahasan .
Ada dari Rabithah Alawiyyah di kuburan di makamnya tertulis bahwa Sayid Syarif Utsman Syihabuddin adalah keturunan Banahsan atu Ba'alawi. Beliau menikah dengan anak Sultan Istana Siak  Sri  Indrapura.  Kami tidak sekadar memuliakan habaib. Tapi, Sultan kami punya anak gadis, namanya Tengku  Embung, dinikahkan dengan habib, lalu raja-raja kami bergelar syarif. Makanya di sana, di Pekanbaru ada. Yang pertama Jalan Sultan Syarif Qasim, Airport Sultan Syarif Qasim, Universitas Sultan Syarif Qasim. Tempat tinggal saya memuliakan <ilu Ba'alawi. Tempat saya belajar memuliakan atu Ba'alawi, ulama yang saya teliti memuliakan atu Ba'alawi.
Maka, saya malu kalau tidak memuliakan  mereka karena guru-guru saya memuliakan mereka.
Guru-guru kami membaca R<itib al-'Athth<is, membaca R<itib al-Haddad , dan semua itu adalah <ilu Ba'alawi. Al-Faqih al-Muqaddam, mereka adalah dzurriyah Rasulullah Saw.
Kalau dengan cucu-cucunya saja kita duduk merasa bahagia, apalagi dengan kakek mereka nanti di surga Jannatul Firdaus, insya Allah."92

CATATAN PENTING

1. Para nassabah yang mengisbat nasab S<idah Ba'alawi, sebagaimana diuraikan dalam  pasal dua, berarti mereka semua memastikan nasab Ba'alawi bersambung dan sudah memenuhi standar ilmu nasab.
2.    Para muarrik h (sejarawan) yang secara serentak mengakui S<idah Ba'alawi sebagai asyraf keturunan Rasulullah Saw., sebagaimana diuraikan dalam pasal tiga, berarti mereka semua memastikan bahwa status Ba'alawi sebagai asyraf dzurriyah Nabi Saw. sah dan memenuhi standar ilmu sejarah.
3.    Para ulama syariah yang begitu banyak jumlahnya dan mengakui S<idah Ba'alawi sebagai asyraf dzurriyah Nabi Saw., sebagaimana diuraikan dalam pasal tiga dan empat, berarti mereka semua memandang bahwa nasab Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Saw. sah dan memenuhi standar ilmu syariah.
4.    Seorang Muslim, apalagi para ulama besar yang menjadi rujukan, haram dan terlaknat manakala menisbahkan seseorang kepada selain ayahnya, apalagi menisbahkan kepada Rasulullah Saw., tanpa dasar dan alasan yang memenuhi standar syariat. Oleh karena itu, penisbahan yang  dilakukan para ulama tersebut dengan kesadaran penuh akan konsekuensi syar 'i atas apa yang dilakukan .

5.    Pengakuan terhadap nasab S<idah Ba'alawi bukan masalah barn (naw<izil) yang tidak dibahas oleh ulama dulu. Pengakuan ini sudah datang sejak berabad-abad lalu. Andaikata ada keterputusan, ulama abad ke-8, 9, dan 10 lebih dekat untuk mendeteksi keterputusan tersebut karena jarak yang lebih dekat. Faktanya, mereka beramai-ramai menyatakan nasab tersebut tersambung. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak melihat ada masalah apa pun soal kebersambungan nasab tersebut. Anehnya, justrn setelah 1.000 tahun eksistensi Ba'alawi sebagai asyraf, barn ada orang yang menyatakan Ubaidillah bukan anak Ahmad bin Isa. Inilah yang membuat Prof . Dr. Datuk al-Sayid Agil bin Ali al-Mahdali al-Musawi (Mantan Rektor Universitas Islam Sultan Abdul Halim Syah Malaysia) dalam kitabnya tentang Imam Ubaidillah bin Ahmad bin Isa mengeluarkan satu pernyataan yang begitu tajam sebagai berikut .

"Al-Tha'n (pembatalan nasab) yang dilakukan oleh Kiai Imaduddin bin Utsman al-Bantani ini tidak pernah terjadi pada masa lampau, tapi terjadi di Indonesia yang dilakukan oleh Kiai Imaduddin dan gerombolannya . Terjadi setelah sepuluh abad berlalu oleh  sekelompok orang non-Arab yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang ilmu nasab, dan pernyataan mereka dalam pembatalan diimprovisasi karena mereka  bukan   peneliti  di  bidang  nasab atau yang lainnya. Hingga saat ini kita berada pada tahun 1445 H. Kami tidak menemukan seorang ulama yang membatalkan, mengingkari, dan memfitnah silsilah orang yang populer silsilahnya sebagai nasab palsu, kecuali orang yang jahil murakab, yang kehilangan akal dan ingatan, sehingga ia ditempatkan di antara orang gila. Terlebih lagi, garis keturunan yang ia batalkan dan ia tolak ini telah berlalu selama lebih dari sepuluh abad. Ulama macam apa yang membatalkan dan mengingkari nasab seperti ini? Dan, benarkah dia termasuk kalangan ulama?"

Abdullah atau Ubaidillah?

Abdullah dan Ubaidillah bin Ahmad bin Isa adalah sosok yang sama. Ubaidillah adalah panggilan lain dari Abdullah; Abdullah alias Ubaidillah . Buktinya sangat sederhana.
Jika pembaca memperhatikan secara saksama berbagai kutipan dari kitab nasab, sejarah, dan lain-lain yang telah kami nukilkan, di antara mereka ada yang menyebut Abdullah bin Ahmad bin Isa ada pula yang menyebut Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Namun, meski berbeda penyebutan, mereka menyebutkan nasab yang sama baik ke atas atau ke bawah .
Nasab ke atas secara jelas Anda akan mendapatkan kesamaan penyebutan, baik Abdullah atau Ubaidillah . Sama-sama bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-'Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib wa Fathimatuzzahra binti Rasulullah Saw.
Adapun nasab ke bawah (keturunan), baik kitab yang menyebutkan Abdullah atau Ubaidillah, sama-sama menyebutkan keturunan orang yang sama. Sebagai contoh, Al-Janadi 94, al-Khazraji 95, dan al-Rasuli96 masing-masing dalam kitabnya menyebutkan bahwa Abdullah bin Ahmad bin Isa sebagai kakek dari Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid:
Al-Khathib dan al-Mutawakkil 'Alallah Yahya bin Syarafuddin dalam tsabat­ nya98 juga menyebutkan Ubaidillah bin Ahmad bin Isa sebagai kakek Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid:

Artinya, kakek dari Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid ada yang menyebutnya nama Abdullah bin Ahmad bin Isa, ada pula ada yang menyebutnya dengan nama Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Mustahil Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid lahir dari dua kakek sekaligus. Jadi, sangat jelas Abdullah alias Ubaidillah adalah nama untuk satu orang yang merupakan kakek dari S<ldah 'Ali Abi 'Alawi.

Contoh lainnya, al-Nassabah Dhamin bin Syadqum dan al-Nassabah Abu 'Alamah dalam musyajjar-nya menyebutkan bahwa Ahmad bin Isa punya anak bernama Abdullah, Abdullah punya anak Alawi, Alawi punya anak Muhammad . Dalam  kitab-kitab  lain yang menyebutkan  dengan  nama  Ubaidillah  bin
Ahmad bin Isa juga menyebutkan nama keturunan yang sama persis.
Contoh lainnya, al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami saat menyebutkan 'Amudu al-Nasab S<idah Ba'alawi menyebutkan Abdullah bin Ahmad bin Isa, sedangkan al-Sakhawi menyebutkan Ubaidilah bin Ahmad bin Isa. Namun, runut silsilah dua orang yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dan al-Sakhawi bertemu di Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'alawi dengan garis yang sama sampai ke Abdullah alias Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Perhatikan baik-baik yang kami garis bawahi di bawah ini.

Al-Sakhawi :

Ibnu Hajar al-Haitami :

Yang seperti ini akan Anda temukan dari berbagai kutipan nasab Ba'alawi yang telah kami nukil sebelumnya . Intinya, Abdullah atau Ubaidillah bin Ahmad bin Isa adalah dua nama untuk satu sosok yang sama: Abdullah alias Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Dari <lulu tidak ada yang meributkan hal tersebut. Hanya Imaduddin yang meributkannya.
Karena itu, muarrik h Hadramaut, Bamakhramah (w. 947 H), menjelaskan bahwa Ubaidillah bin Ahmad bin Isa disebut juga dengan nama Abdullah .
Sebetulnya, Jika Imaduddin mengkaji kitab-kitab nasab secara komprehensif, pertukaran nama Abdullah dengan Ubaidillah adalah hal yang biasa. Sebagai contoh, nama Abdullah dan Ubaidillah dalam kitab Tahdzib al­ Ans<ib karangan al-'Ubaidili (w. 437 H) dan kitab al-Syajarah al-Mubarakah, pertukaran  nama tersebut ditemukan lebih dari lima orang.

No.    Tahdzib al-Ansab    al-Syajarah al-Mubarakah

Lucunya lagi, Imaduddin meributkan ketika Ubaidillah disebut dengan Ubaid "beberapa kali". Dalam sebuah literatur Hadramaut, hal sesederhana ini pun tidak mampu dipahami oleh Imad.
Bila diteliti lebih lanjut, dalam kitab al-Syajarah al-Mubarakah ditemukan satu orang dengan sebutan dua nama berbeda, yaitu Abdullah atau Ubaidillah . Alasannya sebagai berikut .
1. Dalam lughat tradisional Hadramaut, penyebutan Ubaid untuk orang yang bernama Ubaidillah sangat lumrah, sebagaimana Abu Bakar disebut Bakri, Abdullah disebut Abduh, dan Ahmad disebut Hamudi.
2. Dalam bahasa Arab, h_adzful mudhaf (pembuangan mudhaf), seperti Ubaidullah menjadi Ubaid, kadang  terjadi. Adakalanya mudhaf ilaih digantikan dengan tanwin, adakalanya pula tidak. Di antara contoh yang digantikan dengan tanwin sebagaimana disebutkan dalam H<isyiah Manafi' al-Ak hy<ir 'al<i' Nat<i'ij al-Afk<ir Syarh_ Idzhari al-Asr<ir 102 saat al-Syaikh Abdul Ghafur mendefinisikan  ghairi al-munsharif :

Adapun contoh penghapusan mudhaf ilaih yang tidak digantikan dengan tanwin seperti sebagian qiraat dalam firman Allah Taala:

Dari sini menjadi jelas bahwa penyebutan Ubaidillah dengan Ubaid, de­ ngan membuang lafdzul jalalah-karena sudah dimaklumi- adalah hal yang bisa secara bahasa. Sayangnya, Imaduddin mempermasalahkan hal ini karena minim pengetahuan tentang lughat Hadramaut sebagai lokasi objek penelitiannya dan lemahnya penguasaan terhadap kaidah bahasa Arab.
 
PASAL 5 Penetapan Keabsahan Nasab dengan Cara Al-Jstifidhah

Penetapan keabsahan nasab merupakan ranah hukum syariat Islam. Syariat Islam telah mengatur bahwa di antara cara keabsahan sebuah nasab diakui adalah dengan al-istifcidhah, yaitu informasi yang tersebar
secara luas dalam jumlah orang yang sekiranya tidak mungkin sepakat berbohong di sebuah wilayah atau di berbagai wilayah bahwa fulan adalah anak dari fulan atau fulan merupakan bagian dari kabilah/marga tertentu . Tidak ada sosok ulama muktabar (otoritatif) yang menganulir keabsahan nasab tersebut dengan alasan yang dibenarkan syariat.103
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhciri bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah menerima dengan baik utusan Bani  Abul Qais yang mengaku sebagai cucu Kabilah Rabi'ah tanpa bertanya dalil dan saksi nasabnya.

Dalam keterangan hadis di atas, Rasulullah Saw. bertanya :

"Siapa kaum itu? Atau siapa rombongan itu?"

Para sahabat menjawab :



"Kaum Rabi'ah."

Maka Nabi Saw. menjawab :
"Selamat datang  wahai  kaum atau rombongan,  tanpa terhina dan tanpa ada penyesalan ." (HR Bukhari)

Perhatikan bagaimana Nabi Saw. menetapkan kaum itu dari Rabi'ah, padahal Nabi Saw. tidak pernah bertemu Rabi'ah . Rabi'ah hidup 500 tahun sebelum Nabi Saw. Akan tetapi, dengan tersiarnya kabar dan terkenalnya mereka dari kalangan Rabi'ah, Nabi Saw. mengakui penisbahan itu. Selain itu, orang Arab pada masa itu tidak menuliskan nasab mereka sehingga beliau Saw. tidak menetapkan nasab mereka berdasarkan kitab tapi pada keterkenalan penisbahan mereka.

Metode Syuhrah Istifadhah
diterima oleh Empat Mazhab Bahkan Ijmak

Menurut pandangan empat mazhab utama dalam Islam-yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali-istif<idhah (kepopuleran) diterima sebagai salah satu bukti sahih untuk menetapkan nasab seseorang. Hal ini didukung oleh berbagai sumber kitab-kitab fikih dalam masing-masing mazhab, yang menjelaskan bahwa keabsahan nasab dapat dibuktikan melalui pengakuan masyarakat yang luas dan berkesinambungan .

1. Mazhab Hanafi: Dalam pandangan mazhab Hanafi, seperti dijelaskan oleh al-Jassas dalam Syarh_ M ukhtasar al-Tahawi (8/138), istifadhah diakui sebagai bukti sahih untuk menetapkan nasab. Al-Jassas menjelaskan bahwa, berbeda dengan masalah perwalian yang memerlukan bukti  konkret  se­ perti dokumen atau kesaksian langsung, nasab  dapat dibuktikan melalui pengakuan masyarakat (istifadhah) karena nasab terkait erat dengan status pernikahan yang dapat dipastikan melalui pengakuan umum . Abu Hanifah juga menyatakan bahwa kelahiran seseorang bisa ditetapkan dengan peng­ akuan seorang wanita, sehingga lebih utama lagi jika ditetapkan dengan istifadhah, berikut di antara redaksi dari kitab ulama Hanafiyyah :

2. Mazhab Maliki: Dalam mazhab Maliki, seperti yang dijelaskan oleh al­ Zarqani dalam Syarh. al-Zarqani 'al<i' Mukhtasar Khalil (8/247) dan Ibn Abd al-Barr dalam al-K<ifi fi Fiqh Ahl al-Madinah (2/903), penggunaan istifadhah sebagai bukti nasab diakui dan merupakan pandangan yang diandalkan (mu'tamad). Para ulama Maliki menegaskan bahwa jika nasab seseorang sudah terkenal dan diakui secara luas dalam masyarakat tanpa ada penentangan, maka hal tersebut dapat diterima sebagai bukti yang sah. Berikut di antara redaksi dari kitab ulama Malikiyyah :

Dalam referensi lain dijelaskan :

3.    Mazhab Syafi'i: Dalam mazhab Syafi'i, pandangan yang serupa juga diungkapkan oleh al-Amrani dalam al-Bay<in (13/352). Menurut al-Amrani, jika telah tersebar luas di kalangan masyarakat bahwa seseorang adalah anak dari orang tertentu, maka hal itu bisa dijadikan dasar untuk kesaksian atas nasab tersebut . Ini didasarkan pada prinsip bahwa nasab biasanya ditetapkan berdasarkan indikasi yang tampak (zh<ihir), seperti kelahiran dalam pernikahan yang sah, sehingga pengakuan masyarakat juga dianggap sah. Berikut di antara redaksi dari kitab ulama Syafi'iyyah :

4.    Mazhab Hanbali: Dalam mazhab Hanbali, sebagaimana dijelaskan oleh Abu al-Wafa' Ibn Aqil dalam al-Tadzkirahfi al-Fiqh 'al<i' M adzhab aHm<im Ahmad (1/360) dan Al-Mardaawi dalam aHnsh<if (12/11), istifad hah diterima sebagai salah satu cara untuk menetapkan nasab. Mereka berpendapat bahwa beberapa perkara seperti nasab, kematian, dan kepemilikan yang luas (milk mutlaq) dapat dibuktikan melalui istifadhah karena sulitnya mendapatkan  bukti langsung selain pengakuan masyarakat .

Dalam referensi lain dijelaskan :
Dengan demikian, dalam keempat mazhab tersebut, keabsahan nasab melalui kepopuleran atau pengakuan masyarakat (istifadhah) memiliki landasan yang kuat dan diakui sebagai bukti yang sah.
Para ulama menyebutkan bahwa penetapan nasab dengan cara istif<idhah merupakan ijmak yang disepakati, sebagaimana diterangkan dalam kitab-kitab fikih berikut ini.

1.    Al-Mughni karya al-Imam Ibnu Qudamah:
 
2.    Nih<iyah al-Mathlab karya Imam al-Haramain :

3.    Fath al-B<iri karya al-Imam lbnu Hajar al-'Asqalani:

Yang mendasari kesepakatan ulama adalah fenomena yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw. bahwa para sahabat menisbahkan diri mereka kepada kabilah-kabilah dan datuk-datuk mereka. Meski demikian, Rasulullah Saw. tidak   menuntut   mereka   menghadirkan   bukti-bukti   atas  kebenaran   nasab tersebut. Rasulullah Saw. menjadikan informasi yang telah populer (istifadhah) secara turun-temurun tentang keabsahan  nasabnya  sebagai  patokan  selama tak ada yang menganulirnya . Berbagai hukum pun dibangun atas dasar ini, sebagaimana dijelaskan dalam al-Fiqhu al-Manhaji :

Namun, apakah metode penetapan ini hanya berlaku untuk penisbahan anak ke ayah secara langsung sebagaimana diklaim Imaduddin atau mencakup kakek­ kakeknya ke atas yang sudah lama? Dalam hal ini, al-Imam al-Mawardi dalam al­ H<iwi dan al-Imam Khathib al-Syarbini dalam al-Mughni al-Muht<ij menegaskan bahwa metode ini tidak hanya berlaku untuk kemasyhuran penisbahan seorang anak secara langsung ke bapak, namun juga berlaku untuk penetapan nasab kepada sebuah kabilah dan kakek-kakeknya pada zaman yang telah lampau, sebagaimana keduanya menjelaskan  dalam kitabnya sebagai berikut:

Beranjak dari hal di atas, penisbahan S<idah Ba'alawi- sebagai keturunan Rasulullah Saw. melalui jalur al-Imam Alwi bin Abdullah/Ubaidillah bin Ahmad bin Isa dst.-sudah sangat tersebar luas. Bukan hanya di Hadramaut, melainkan juga di berbagai belahan dunia Islam.
Istif<idhah penisbahan nasab Ba'alawi sebagai al-Husaini (cucu Rasulullah Saw. dari jalur cucunya al-Husain r.a.) merupakan hal kasatmata di Hadramaut secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Hal itu bisa ditengok dari kitab-kitab sejarah dan tar<ijim tentang Hadramaut dan sekitarnya.116 Seperti al-Jawhar al-Syaf<if , Qil<idah al-Nahr , al-Masyu'u al-R<iwi T<irikh bin Hamid , Idamu al-Qut, T<irikhu al-Zakin, dan lain-lain. Bahkan, bisa  terlihat  dengan mata kepala kita sampai hari ini, tanpa ada satu pun ulama nasab muktabar yang menganulir eksistensi nasab Ba'alawi sebagai asyraf .Husainiyyin.
Bukan hanya di Hadramaut (Yaman bagian selatan), keterkenalan (syuhrah dan istif<idhah) nasab Ba'alawi sebagai asyraf juga direkam oleh para ulama dan sejarawan Yaman (bagian utara), seperti al-Janadi. Beliau mengatakan :

"Dia dikenal sebagai 'Syarif Abu al-Jadid' (w. 620 H) bagi penduduk Yaman, berasal dari Hadramaut dari komunitas asyraf di sana yang dikenal dengan kabilah Ahl Abi 'Alawi, sebuah kabilah kesalehan dan tasawuf . Di antara mereka terdapat fukaha yang akan disebutkan nanti, insya Allah."117

Sebagaimana telah kami kutip  di pasal  tiga, potret serupa juga diungkapkan al-Ahdal dalam Tuhfah al-Zaman, al-Malik al-'Abbas bin Ali bin Dawud al­ Rasuli dalam al-'Athaya al-Saniyyah wa al-Mawahib al-Haniyyahfi al-Man<iqib al-Yamaniyyah, dan al-Khazraji dalam al-'Iqd al-Fak hir al-Hasan fi Thabaq<iti Akabiri Ahl al-Yaman. Bahkan, al-Syarji al-Zabidi dalam Thabaqtu al-Khaww<ish, sebelum berbicara tentang beberapa tokoh Ba'alawi seperti Umar (al-Muhdhar) bin Abdurrahman, dan ayahnya, Abdurrahaman bin Muhammad serta Abdullah (al-Idrus) bin Abi Bakar, memberikan kesaksian tentang kepopuleran S<idah Ba'alawi sebagai asyraf . Beliau mengatakan :

"Keluarga Aba Alawi adalah rumah ilmu dan kesalehan . Diinformasikan bahwa mereka adalah pemuka-pemuka Hadramaut paling besar dan mereka adalah asyraf dalam hal nasab."

Tidak sampai di situ, istif<idhah penisbahan nasab Ba'alawi sebagai al­ Husaini di berbagai belahan dunia Islam dari zaman ke zaman bisa dilihat secara jelas dari pernyataan para ulama yang sudah kami kutip di buku ini seputar eksistensi S<idah Ba'alawi, mulai Pasal 2 sampai Pasal 4.Jika diperhatikan dengan saksama, para ulama tersebut berasal dari abad yang berbeda-beda . Mereka juga dari beragam negara bahkan mazhab yang berbeda-beda . Jadi, mustahil mereka kompak berbohong dan keliru, apalagi secara berjamaah tertipu oleh Ba'alawi. Di sisi lain, tidak ada satu pun nassabah muktabar menafikannya . Hal ini menunjukkan betapa terkenal penisbahan S<idah Ba'alawi kepada Rasulullah Saw. Nassabah asal Hijaz, Ibrahim bin Manshur al-Hasyimi, mengatakan :
"Kitab-kitab sejarah dipenuhi ribuan biografi tokoh-tokoh yang memastikan bahwa Fulan bin Fulan adalah Qurasyi (keturunan Quraisy), Hasani (keturunan Sayidina Hasan), Husaini (keturunan Sayidina Husein)-sampai pada perkataannya-dan mereka (para ulama yang menulis kitab tersebut) tidak menyebutkan silsilah nasab tokoh-tokoh itu, juga tidak mensyaratkannya . Tidaklah hal itu terjadi kecuali karena populernya (syuhrah dan istif<idhah) kebersambungan mereka dengan nasab-nasab tersebut ."

Dengan demikian, keabsahan Sad ah Ba'alawi sebagai asyraf dzurriyah Rasulullah Saw., yang secara otomatis juga menunjukkan keabsahan status al-Imam Ubaidillah/ Abdullah sebagai putra dari al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa, tidak hanya ditetapkan dengan (1) pencatatan rapi mata rantai nasab (syajarah ans<ib) di internal Ba'alawi, tapi juga (2) diabadikan oleh para ulama nasab dan tarikh dalam karya-karya mereka dari berbagai generasi, mazhab, dan negeri, serta keabsahan nasab tersebut juga (3) tersebar secara istifadhah dari masa ke masa sebagai sebuah langkah penetapan nasab yang diakui syariat, sebagaimana telah  diuraikan panjang lebar dalam risalah ini. Ketiga jalan  di atas tentu saling menguatkan validitas nasab, sebagaimana dijelaskan Syaikh Ibrahim bin Manshur dalam al-Madkhal Ila,' 'Umial-Nasab wa Qaw<i'idihi :

Tidak heran kalau pakar nasab-yang kaidah dan hasil tahkiknya digunakan oleh Imaduddin untuk membatalkan nasab Ba'alawi, yaitu al-Nassabah Sayid Mahdi Raja'i (dalam keterangannya sebagai ahli yang telah kami tampilkan qarar-nya di akhir Pasal 2) justru  mengatakan :

"Sebagai seorang alim dan muhaqqiq literatur Islam, dalam bentuk penelitian dan kitab-kitab di bidangini (ilmu nasab) selama beberapa dekade, saya tegaskan bahwa Bani Alawi adalah s<idah (dzurriyah Nabi Saw.) dari jalur Ahmad bin Isa al-Muhajir melalui putranya Abdullah, yang dikenal dengan nama Ubaidullah . Keabsahan nasab Scidah Bani Alawi telah populer, baik menurut perspektif ilmu fikih, ilmu nasab, berbagai fakta sejarah, dan laporan para ulama ahli nasab selama berabad-abad."
 
PASAL 6 Jejak Peninggalan Pendahulu Sadah Ba'alawi di Hadramaut

Para leluhur S<idah Ba'alawi bukanlah sosok-sosok fiktif yang hidup di alam fantasi tanpa jejak peninggalan . Jejak itu pun bukan hanya berupa yang  tertulis. Ada  pula  yang berupa  makam,  masjid,  atau bangunan.
Hal-hal tersebut memang bukan syarat utama dalam mengisbat sebuah nasab. Namun, dalam perspektif sejarah, hal itu sangat penting sebagai salah satu indikator penguat validitas data-data yang tertuang dalam karya tulis  para ulama . Karena itu, sangat fatal jika ada pihak yang membatalkan nasab S<idah Ba'alawi dan mengeliminasi sejarahnya tanpa sama sekali melakukan penelitian lapangan terhadap objek-objek peninggalan para leluhur S<idah Ba'alawi yang bertebaran di Hadramaut . Jika ingin menguraikan jejak-jejak peninggalan tersebut secara lengkap, butuh satu buku tersendiri. Oleh karena itu, dalam pasal ini kami akan tampilkan sebagian kecil jejak-jejak peninggalan tersebut secara ringkas untuk menambah wawasan pembaca.

Rumah Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir yang di Hajrain, Hadramaut, Yaman. Imam Muhajir sempat tinggal sesaat di rumah ini sekitar tahun 318 H.
Makam Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir di Husaisah ,
desa yang terletak antara Kota Tarim dan Seiyun, wafat pada tahun 345 H.


Makam Imam 'Ubaidillah
bin Ahmad bin Isa al-Muhajir,
di Desa Bur, berseberangan dengan Husaisah, desa yang terletak antara Kota Seiyun dan Tarim, wafat 383 H.
Masjid Jami Bur/Jami Alwi bin 'Ubaidillah. Masjid ini dibangun oleh Imam Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa di Desa Bur yang terletak di seberang Husaisah, antara Kota Seiyun dan Tarim. Sebagaimana tertulis dalam salah satu pintunya, masjid ini dibangun pada tahun 360 Hijriah dan mengalami beberapa tahap renovasi .121

Makam al-Imam Alwi bin 'Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir di Taribeh-Sumal, dekat Kota Tarim, wafat antara tahun 405-412 H.

 
Makam Sayidina Jadid bin 'Ubadillah bin Ahmad bin Isa
di ujung Desa Taribeh yang terletak antara Kota Tarim dan Seiyun.

Qubah Muhammad Sh<ih_ib Mirbath
bin Ali Kholi' Qasam di Mirbath, Oman.
 
Makam Sayidina Ali Kholi' Qasam bin Alwi di Zanbal, Tarim, Hadramaut, wafat 529 H.
 
Makam  al-Imam  Muhammad (Sha!:!:ib Mirbath) bin Ali Kholi' Qasam, wafat di Mirbath, Oman, tahun  556 H.
 
Masjid Ba'alawi di Tarim, Hadramaut, Yaman .
Masjid pertama bagi Sadah Bani Alawi
di dalam  Kota Tarim yang dibangun oleh Sayidina Ali bin Alwi Kholi' Qasam, wafat 529 H.

Makam al-Faqih al-Muqaddam, Muhammad bin Ali. Lahir di Tarim tahun 574 H dan wafat tahun 653 H.
 
Masjid Assegaf atau disebut dengan Masjid al-Habib Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Dawileh yang wafat pada 819 H. Masjid ini berlokasi
di Tarim, Hadramaut , Yaman, dan berdekatan dengan Masjid Ba'alawi.

Masjidil Muhdhar yang dibangun oleh Sayidina Umar Muhdhar
bin Abdurrahman Assegaf, wafat 833 H.

Jika ingin melihat lebih banyak jejak peninggalan para leluhur Sadah Ba'alawi, silakan unduh kitab Min A'q<ib al-Bidh'ah al-Muhammadiyyah al­ Thahirah dengan memindai kode batang berikut ini.

FOOTNOTE

7      Hajji Khalifah , Kasyf al-Dzunun 'an Asami al-Kutub wa al-Funun, Juz 1, ha!. 178.
8     Husain bin Haidar al-Hasyimi, Rasa'il fi 'Ilm al-Ansab, haL 101.
9      Abil Laits Muhammad Hamzah bin Ali al-Kattani al-Hasani al-Idrisi, al-Sum al-Zi'af, hal. 13.
10    Abdur Rahman bin Majid Alu Qaraja al-Rifa'i al-Husaini al-Zar'ini, al-Kiifi al-M untalzhib Ji 'Ilm
al-Nasab, ha!. 23.
11     Ibrahim bin Manshur al-Hasyimi al-Amir, al-ifiid hah Ji Adillati Tsubut al-Nasab wa Nafyihi bi
al-Syahrah wa al-istifiid hah, (Beirut: al-Maktabah al-Islami, 2019), ha!. 22.
12     Ibrahim bin  Manshur  al-Hasyimi  al-Amir,  UshiU  wa Qawa'id fi Kasyfi  Mudda'i al-Syaraf  wa M arwiy al-Nasab, (Kairo: Dar Sabi! al-Mu'minin, 2016), haL 47.
13   Ibn Hajar al-Haitami, al-S hawa'iq al-Muhriqah 'ata Ahl al-Rafdh wa al-Dhalal wa al-Zindiqah,
(Lebanon: Mu'assasah al-Risalah , 1997), Juz 2, hal. 537.
14     Muhammad  Kadhim,  al-Nafhah al-'Anbariyyah Ji Ansabi  Khair  al-Bariyyah, (dokumen pribadi), hal. 52.
15    Abdullah bin Husain Balfaqih , M athlab al-I qadh, hal. 35.

16   ':f_p>J.    <C:/.Jl ':?WJrol' J"' .;;>.' .....,..j J. J.i1    J. J.f-1 0i HJ :Jl...l:ll y>U. J. ':?j.&-  Wll Jli
':?.lll e--J'J·..::.i_,..    .J Ltl...;)r J11    W: J.i...1.o:- _,s- t J lJ    J ..::.i_,._. ,.:- ...tJj0L1.--i    1 1.a
(n .., r    IJ"ll)r1 Jfo-) .1.    r-J; t=:' ' 0.}li •.a    J§.lll    .i>t
17     Tuhfah al-Azhar wa Zalali al-Anhar, Juz 3, hal. 94-95.

18   Muhammad Murtadha al-Zabidi , al-Raud hu al-Jali fi Nasabi Bani 'Alawi, ta.!:!qiq Muhammad Abu Bakar Baadzib, ('Amman: Dar al-Fath, 1444 H), ha!. 119-120.
19   Ibid., hal. 121.
20 Nama lengkap al-'Ubaidi ialah Muhammad bin Muhammad bin 'Ali bin 'Abdillah bin Husain al­ Ashghar bin 'Ali bin Abi Thalib r.a. Abu! Hasan al-'Alawi al-Husaini al-Nassabah al-Baghdadi SyaiRh al-Syaraf . Beliau dilahirkan pada tahun 338. Satu-satunya sosok yang ahli dalam ilmu nasab sehingga dijuluki Syaikh al-Syaraf . Karya-karyanya sangat banyak. Beliau pindah dari Baghdad menuju tempat tujuannya, kemudian kembali lagi ke Baghdad. Ada yang berpendapat beliau wafat di Damaskus pada tahun 437. Lihat di kitab al-Wiifi bi al-Wafiyyiit ha!. 109.
21       Muhammad  Kadhim al-Mahmudi, Muqaddimatu Tahqiqi Tahdzib al-Ansab, hal. 10.
22     Abdul Hay al-Kattani, Fahras al-Faharis , Juz 1, hal. 528.
23   Muhammad Abu Bakar Baadzib , Muqaddimatu Ta_!:!qiqi al-Raudhu al-Jali fi Nasabi Bani 'Alawi , ('Amman: Dar al-Fath,1444 H), hal. 225-27.
24 •.i... J.s'lr. 1.ai11 i)J .'-lWll t;jll    1    1.u1 ·rt.;1 F ,r1..111    1 ,ui    1.J.
25   Abu 'Abdillah Muhammad al-Thalib al-Marodisi al-Fasi, al-I syraf  'Ala ' Ba'dhi M an Bi Faas min M asyahiril Asyraf , Juz 2, hal. 125-127
26     Mahdi Raja'i, al-Mu'qibun Min 'Ali Abi Thalib, Juz 2, hal. 432.
27    Muhammad Hifz al-Rahman al-Kamlani , al-Budur al-M adhiyyah fi Tarajim al-Hanafiyah,
(Kairo: Dar al-Shalih, 2018), hal. 61.
28     Baha al-Din al-Janadi, al-Suluk fi Thabaqat al-'Ulama' wa al-M uluk, (Shana'a: Maktabah al-Irsyad, 1995), Juz 1, hal. 59.
29   Ibrahim bin Manshur, al-M adkhal Ila' 'Ilmi al-Nasab wa Qawa'idihi wa 'Inayah al-'Arab bihi,
hal. 52.
30   Musnad Hasan bin Muhammad al-'Allal, M akhthuth.
31   Yasin bin Isa al-Fadani, al-Arba'un !:!aditsan min Arba 'in Kitaban 'anArba'in Syaikhan , hal. 71.

32     Abu  al-Abbas Ahmad  bin  Muhammad  al-Nahrawani,  Musnad  al-Imam 'Ali bin Ja'.far  a[­
Asyqari, (dokumen pribadi: makhthuth), hadis nomor 9.
33    Yasin bin Isa al-Fadani, al-Arba'un !!aditsan min Arba'in Kitaban 'an Arba'in Syaikhan, hal. 71.
34    Baha al-Din al-Janadi, al-Sulilk fi Thabaqat al-'Ulama' wa al-M ulilk , (Shana'a: Maktabah Al-Irsyad , 1995), Juz 2, hal. 132.
35   Ibid., Juz 2, hal. 343.
36    Sunan Tirmidzi, Juz 17, catatan tsabat pada halaman terakhir. Klasifikasi oleh Siileymaniye Kiitiiphanesi , Turki, nomor indeks 154.
37    Umar bin Yusuf bin Rasul, Thurfat al-Ashab Ji M a'rifati al-Ansab, (manuskrip: dokumen pribadi), hal. 49.
38    Dokumen pribadi, hal. 138.
39   Abdurrahman al-Khatib, al-Jauhar al-Syafaf , (dokumen pribadi), Juz 3, hal. 164.
40     Muhammad Abu Bakar Baadzib, Juhudu Fuqaha'i !!adhramaut fi Khidmah al-M adzhab a[­
Syaji 'i, ('Amman: Dar al-Fath Iial-Dirasat wa al-Nasyr, 1429 H), Juz 2, hal. 324.
41     Siraj al-Din Umar al-Dzafari, Arba'una li al-Musnid al-Imam al-Faqih Muhammad bin 'Ali
al-'Alawi , (manuskrip: dokumen pribadi), hal. 2.
42 Umar bin Sa'ad al-Dzafari, Arba'un , (dokumen pribadi).
43 Ali bin Jadid, Arba'un, (dokumen pribadi).
44 Umar bin Sa'ad al-Dzafari, Arba'fm, (dokumen pribadi).
45   Umar bin Sa'ad al-Dzafari, Arba'fm, (dokumen pribadi).
46    Baha al-Din al-Janadi, al-SulUk fi Thabaqat al-'Ulama' wa al-Muluk , (Shana'a: Maktabah al-Irsyad, 1995), Juz 2, hal. 135.
47    =) .i.µ1 J.o'i1 e--k' .:i  r r    _,.)_,s-.u1    Jal>. .!l_,J....J1    Je_, 1.a =Jl'    Jli
•    .(428 U" 2   &-::JI ..:.bl..    \; iJ jll
48     Baha al-Din al-Janadi, al-Suluk fi Thabaqat al-'Ulama' wa al-Muluk, (Shana'a: Maktabah al-Irsyad, 1995), Juz 2, hal. 463.

49     Al-Sakhawi , al-Dhau'u al-Lami ',Juz 3, hal. 147.
50  Husain bin Abdurrahman al-Ahdal, Tu!:!fah al-Zamanfi Tarikh Sadati al-Yaman, Juz 2, hal. 428.
51    Ibid.
52   Ahmad bin Ahmad bin Abdul Lathif al-Syarji al-Zabidi al-Hanafi, Thabaqtu al-Khawwash
Ahli al-S hidqi wa al-Ikhlash, (Mesir: Mathba'ah Maimuniyyah, 893 H), hal. 344-345.
53    Ibid.
54     Ibid., hal. 80-95.
55     Al-Yaji 'i, M ar'ah al-Jinan wa 'Ibrah al-Yaqadzanfi M a'rifati ma Yu'tabaru min !:!awadits al­
Zaman, Juz 4, haL 270.
56    Al-Malik al-'Abbas bin Ali bin Daud al-Rasuli, al-'Athaya al-Saniyyah wa al-M awahib a[­
Haniyyah fi al-M anaqib  al-Yamaniyyah, (Shana'a; Wizarah  al-Tsaqafah  wa  al-Siyahah , 2004), hal. 538.
57 'Ali bin Hasan al-Khazraji, al-'Iqd al-Fak hir al-!:!_asan fi Thabaqati Akabiri Ahl al-Yaman,
(Shana'a: Maktabah al-Jail al-Jadid, 1430), Juz 1, hal. 1486-1488.
58    Abdurrahman al-Khathib, al-Jauhar al-Syafaf , (dokumen pribadi Universitas al-Ahqaf, Tarim).
59    Al-Syakhawi, al-Dhau'u al-Lami' li Ahl al-Qarn al-Tasi', Juz 5, hal. 59.

60  Abu Muhammad al-Thayyib bin Abdullah Bamakhramah al-Hadhrami, Qiladatu al-Dahr fi
Wafayati A'yani al-Dahr, (Makkah: Dar al-Minhaj, tt),Juz 5, hal. 230-231.

61     Al-Mutawakkil  'Alallah  Syarafuddin Yahya  bin  Syamsuddin  al-Hasani, Tsabat, (dokumen pribadi), hal. 32.
 
62   Ibn Hajar al-Haitami, Tsabat, dengan tahkik Amjad Rasyid, (Ardan: Dar al-Fath, 1435 H), hal. 212-213.
 
63   Muhammad Amin bin Fadhlullah bin Muhibbuddin bin Muhammad al-Muhibbi al-Hamwi al-Dimasyqi, Khalashah al-Atsar fi A'yan al-Qarn al-Hadi 'Asyar , (dokumen pribadi).
 
Dalam keterangan di atas, dengan tegas al-'Allamah al-Shan'ani menyebut­ kan bahwa Sadah Ba'alawi termasuk cucu Sayidina Husein r.a. Bahkan, beliau dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa Sadah Ba'alawi termasuk ahli bait Rasulullah Saw., baik ditinjau secara akal, syariat, atau kebiasaan .

 64   Muhammad bin Isma'il al-Amir al-Shan'ani, al-Masa'il al-Mardhiyyah Fittifaqi Ahlissunnah wa al-Zaidiyyah, (dokumen pribadi), hal. 4.

65  'Abdullah  bin  Hijazi al-Syarqawi , al-Tu!'.!:fah  al-Bahiyyah fi Thabaqat  al-Syaji 'iyyah,
(dokumen pribadi).
 66    Abu  Bakar  Syatha al-Dimyathi al-Syafi'i, Nafhah al-Rahman fi Ba'dhi  M anaqib al-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, hal. 24.
67    Ja'far bin Abu Bakar al-Lubni, al-!:!adits Syujun Syarh al-Risalah al-Jadiyyah Libni Zaidun,
(Jeddah: Maktabah Kunuzul Ma'rifah , 2014), hal. 92-93.
 68   'Abdullah Ghazi, Ifadah al-Anam Bid zikri Akhbari Baladillah al-!:!aram, (Makkah: Tauzi' Maktabah al-Asadi, 2009), Juz 6, hal. 340.
69    Yusuf bin Isma'il al-Nabhani, Riyadh al-Jannahfi Adzkar al-Kitab wa al-Sunnah, (Lebanon: Dar al-Fikr al-'Arabi, 1990), hal. 25.
70   Muhammad  bin 'Alawi  al-Maliki, al-Ijaraj  al-'Ilmiyyah al-'Ammah fi Asanid  al-Sayyid Mu.!:!ammad bin 'Alawi al-Maliki al-!:!asani , hal. 4.
71     Wawancara sumber dan ahli merupakan salah satu metode pengumpulan informasi yang diakui dalam dunia penelitian ilmiah.

73 Kitab Abna'ul Imamfi Mishra wa al-Syam al-k!asan wa al-k!usain sebenarnya karya Abi al­ Mu'ammar Yahya bin Muhammad bin al-Qasim al-Hasani yang dikenal dengan Ibnu Thaba Thaba (w. 478 H), namun di dalamnya sudah bercampur dengan tambahan-tambahan dari al-Imam Ibnu Shadaqah al-Halabi al-Warraq (w. 1180 M) dan dua ulama lainnya. Dengan demikian, isinya tidak lagi sepenuhnya dari Ibnu Thaba Thaba yang hidup pada abad ke-5. Meski demikian, substansi ilmiah yang ada di dalamnya tetap tidak keluar dari data-data yang beredar di Kutub al-Ansab yang muktabar karena yang menambahkan juga ulama dalam bidang nasab seiring perkembangan data pada masanya. Hal ini sebagaimana diuraikan oleh al-Muhaqqiq Sayid Yusuf Jamalullail di mukadimah tahkiknya hal. 22. Jadi, kitab ini tetap bisa dijadikan rujukan dalam nasab, namun informasi di dalamnya tidak bisa langsung dikaitkan kepada Ibnu Thaba Thaba yang wafat pada abad ke-5 karena bisa saja informasi tersebut merupakan bagian tambahan dari al-Warraq dkk. Wallahu a'lam bish-shawab.

74      Salim bin 'Abdul Lathif al-Rifa'i, Thabaqat al-Asyraf al-T halibiyyin, hal. 98-110.

75    Muhammad bin 'Umar bin 'Ali Nawawi al-Banteni, Syarh 'Uqud al-Lujain fi  Bayani H_uquq al-Zaujain, (Beirut: Dar Kutub Islamiyah, 2015), hal. 11.
76          Lihat   https://sanadmedia.com/post/kh-hasyim-asyari-merekomendasikan-kitab-karya­ habib-dari-sadah-baalawi.
77     Hasyim Asy'ari, Ziyadah Ta'liqat, hal. 27-28.
78  Lihat https:/ /tebuireng.online/benarkah-hadratussyaikh-tidak-pernah-belajar-pada­ sadah-alawij.
79    Nanal Ainul Fauz, Fakta Sejarah Hubungan Ulama Nusantara dan Sadah Ba'alawi. hal. 41.
80     Lihat https://www.faktakini.info/2024 /05/video-semprot-imad-rais-aam-pbnu.html.
81   Nana! Ainu! Fauz, Fakta Sejarah Hubungan Ulama Nusantara dan Sadah Ba'alawi, hal. 158.
82  Syaikh Mahfudh al-Tarmasi, Kifayah al-Mustafid , hal. 7
83    Nana! Ainu! Fauz, Fakta Sejarah Hubungan Ulama Nusantara dan Sadah Ba'alawi, hal. 158.
84    Panji M asyarakat, No.169/Tahun XVll, 15 Februari 1975 M (4 Safar 1395 H), hal. 37-38.
85   'Abdullah bin Nuh , al-Imam al-Muhajir M a Lahu wa Linaslihi wa Lil A'immah min Aslafihi min al-Fadha'il wa al-M a'atsir, hal. 102.
86    Nanal Ainu! Fauz, Fakta Sejarah Hubungan Ulama Nusantara dan Sadah Ba'alawi, hal. 125-127.
87    Yaitu di Taribeh, satu desa di pinggir Kota Tarim.
88   Yaitu tidak ada saudara Alwi yang keturunannya menyebar sampai saat ini, sebab Bashri dan Jadid yang merupakan saudara Alwi keturunannya sudah inqiradh (tidak lanjut).
89  Lihat https://youtu.bejVbr_gVMKwOM?si=aXBqSuRrT Bd3CA3E.
90    Lihat https://www.youtube.com/ watch?v=x9LSX_RIH8E.
91    Lihat https:/ /youtu.be/yVosl057pRs?si=j5 1Dzd34LDgt F8Zg.
92    Lihat https://youtu.be/3FsFQjc643w ?si=OqyXhExOzHrzx klv.
93    'Agil bin Ali  al-Mahdali  al-Musawi  al-Husaini, al-Imam 'Ubaidillah bin Imam Ahmad  wa Hijratuhu min al-'Iraq ila' Hadhramaut  al-Yaman li al-Da'wah Ilallah , 2023.
94    Baha' al-Din al-Janadi, al-Sulilk fi  Thabaqat al-'Ulama' wa al-Mulilk , (Shana'a: Maktabah al-Irsyad, 1995), Juz 2, hal. 135.
95   Ali bin Hasan al-Khazraji, al-'Iqd al-Fak hir al-Hasan fi Thabaqati Akabiri Ahl al-Yaman,
(Shana'a: Maktabah al-Jail al-Jadid, 1430), Juz 1, hal. 1486-1488.
96   Al-Malik al-'Abbas bin Ali bin Daud al-Rasuli, al-'Athaya al-Saniyyah wa al-M awahib al­
Haniyyah fi al-M anaqib al-Yamaniyyah, hal. 538.
97     Abdurrahman al-Khatib, al-Jauhar al-Syafaf , (dokumen pribadi), Tarim.
98    Al-Mutawakkil  'Alallah  Syarafuddin Yahya  bin  Syamsuddin  al-Hasani, Tsabat, (dokumen pribadi).
99    Al-Syakhawi , al-Dhau'u al-Lami' li Ahl al-Qarn al-Tasi, Juz 5, hal. 59.
100 Ibn Hajar al-Haitami, Tsabat, hal. 212-213.
101 Abu  Muhammad  al-Thayyib bin Abdullah  Bamakhramah  al-Hadhrami , Qiladah al-Dahr fi
Wafiyyati A'yan al-Dahr, Juz 5, hal. 230-231.
 102  Abdul Ghafur, Hasyiah M anafi' al-Akhyar 'ala' Nata'ij al-Af kar, hal. 298.
 103   Ibrahim bin Manshur , al-M adk hal ila' 'Ilm al-Nasab wa Qawa'idihi wa 'Inayah al-'Arab bihi,
hal. 35 dan 62.
104 Abu Bakr al-Razi al-Jassas, Syarh Muk htasar al-Tahawi lil-Jassas , jil. 8, hal. 138.
105  Al-Zarqani, Abd al-Baqi, Syarh al-Zarqani 'ala' M ukhtasar Khalil wa Hashiyat al-Banani, jil. 8, hal. 247.
106  Ibn Abd al-Barr, al-Kafi fi Fiqh Ahl al-M adinah, jil. 2 hal. 903.
101   Al-Imrani , al-Bayan fi  M adzhab al-Imam al-Syafi'i , jil. 13, hal. 352.
108 Abu al-Wafa Ibn Aqil, al-Tadz kirahfi al-Fiqh 'ala' M adzhab al-Imam Ahmad , jil. 1, hal. 360.
109   Al-Mardawi , al-Inshaf fi  M a'rifah al-Rajih min al-Khilaf , tahkik: al-Faqih, jil. 12, hal. 11.
110    Ibnu Qudamah, al-Mughni, Juz 10, hal. 141.
111     Imam al-Haramain, Nihayah al-M athlab, Juz 18, hal. 613.
112    Ibnu Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari, Juz 5, hal. 254.
113  Mushthafa al-Khan, al-Fiqh al-Manhaji 'ala' Madzhab al-Imam al-Syaji 'i Juz 4, hal. 217.
114    'Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi, al-t!awi al-Kabir , Juz 17, hal. 35.
115    Muhammad  bin Ahmad  al-Khatib al-Syarbini, al-Mughni  al-Muh_taj  ila' M a'rifati M a'ani Alfadhi al-Minhaj , Juz 6, hal. 377.
116     Muhammad  Hamzah bin Ali al-Kattani al-Hasani al-Idrisi, al-Tha'infi  al-Nasab al-Hasyimi
li Bani 'Alawi wa al-Saqqaf , Juz 2, hal. 136.
118
117   Ibid., Juz 2, hal. 136.
118 Ahmad bin Ahmad bin Abdul Lathif al-Syaraji al-Zubaidi al-Hanafi, Thabaqat al-Khawwashi
Ahl al-Shidq wa al-Ikhlash, hal. 344-345.
119    Ibrahim bin Manshur, al-M adkhal Ha' 'Ilmi al-Nasab wa Qawa'idihi wa 'Inayah al-'Arab bihi,
hal. 77.
.    .
I    Jljl    LQ:.....'J'I_, o    I o , - wl 1;1oj    oj    I b).: l..iS_',
120
•    1 1..k    u    I  }:JI_,
120   Ibid., hal. 52.
121  Ja'far bin Muhammad , Nasroh Matwiyyah An Bur, Cetakan 2004.

LihatTutupKomentar