Bukti Terputusnya Nasab Habib Berdasarkan Kitab Sezaman

Bukti Terputusnya Nasab Habib Berdasarkan Kitab Sezaman Abad 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 fakta yang tidak dapat dibantah oleh pembela habib

Bukti Terputusnya Nasab Habib Berdasarkan Kitab Abad 3 sampai 13

Judul buku : Literatur Kitab-Kitab Nasab Abad Ke-3-13 Hijriyah Bukti Terputusnya Nasab  Ba'alwi (Habib, Habaib)
Penulis: K.H. Imaduddin Utsman Al-Bantanie Cetakan: ke-1
Jumlah halaman : 44 Ukuran Kertas: B5
Penerbit : Maktabah Nahdlatul Ulum Banten
Tahun Terbit: 2024
Alamat: Kresek, Tangerang, Banten, Indonesia

Daftar nama Kitab

  1. Kitab Nasabu Quraisy (Abad 3)
  2. Kitab Sirri Silsilat al-Alawiyyah (Abad 4)
  3. Kitab Tahdzib al-Ansab (Abad 5) 
  4. Kitab Al-Majdi (Abad 5) 
  5. Kitab Al-Muntaqilat al-Thalibiyyah (Abad 5)
  6. Kitab Abna' al-Imam Fi Mishra Wa al-Syam (Abad 5)
  7. Kitab Al-Syajarah al-Mubarakah (Abad 7)
  8. Kitab al-Fakhri Fi Ansab al-Thalibiyyin (Abad 7)
  9. Kitab Al-Ashili  Fi Ansab al-Thalibiyyin (Abad 8)
  10. Kitab Al-Tsabat al Mushan (Abad 8)
  11. Kitab Umdat al Thalib al-Shugra (Abad 9)
  12. Umdat al-Thalib Fi Ansab Al-Abi Thalib (Abad 9)
  13. Kitab Al-Nafhah al-Anbariyyah (Abad 9)
  14. Kitab Shihah al-Akhbar (Abad 9)
  15. Bahr al-Ansab atau Al-Musyajjar al-Kasyaf (Abad 10)
  16. Kitab Tuhfat al-Thalib (Abad 10)
  17. Kitab Tuhfat al-Azhar (Abad 11)
  18. Kitab Al-Raudl al Jaliy (Abad 13)
  19. Kesimpulan 
  20. Kembali ke:  Literatur Kitab-Kitab Nasab Abad Ke-3-13 Hijriyah Bukti Terputusnya Nasab  Ba'alwi
  21. Buku lain karya KH Imaduddin

(1)    Kitab Nasabu Quraisy (Abad 3)

Nama kitab  ini bernama Kitabu Nasabi Quraisy  karya  Mush'ab  bin Abdullah al-Zubairi (w. 236 H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq (edit) oleh sejarawan  Perancis  Evariste  Levi-Provencal [w.1959 M]; diterbitkan oleh Penerbit "Daar al-Ma'arif ' tanpa tahun.

Dalam kitab ini keturunan Al-Husain dari jalur Ali al-Uraidli bin Ja'far al­ Shadiq belum disebutkan. Keturunan Al-Husain dari Muhammad al-Baqir bin Ali al-Sajjad yang disebutkan hanya sampai Ja'far. Keturunan  Husain dari Zaid  bin Ali al-Sajjad yang disebutkan hanya sampai Ahmad bin Isa bin Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Adapun apa yang disebut oleh kitab palsu Al-Raudl al-Jaliy yang dinisbahkan kepada Murtadla al-Zabidi bahwa Mush'ab bin Abdullah al-Zubairi menyebut   Ahmad   bin   Isa   al-Naqib   mempunyai   anak   dua:   Abdullah   dan Muhammad (Al-Raud  al--aliy, Daar al-Fath, 1444 H. h. 120), adalah kutipan palsu tidak ada dalam Kitab Nasab Quraisy.

(2)    Kitab Sirri Silsilat al-Alawiyyah (Abad 4)

Kitab ini berjudul lengkap: Sirri Silsilat al-Alawiyyah Fi Ansab Sadat al­ 'Alawiyyah karya Syekh Abu Nashr Sahl bin Abdullah al-Bukhari (w.341 H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh Muhammad Shadiq Bahrul Ulum; diterbitkan oleh Penerbit "Al-Haidariyah", Najaf tahun 1962 M.

Dalam kitab ini disebutkan bahwa Muhammad bin Ali al-Uraidi  bin ja'far al-Shadiq mempunyai anak bemama Isa al-Aratt (h. 49). Dalam kitab ini nama Ahmad bin Isa belum muncul. Nama anak Isa yang disebut hanya satu orang yaitu Al-Husain. Namun Al-Bukhari tidak membatasi anak Isa al-Aratt hanya Al-Husain. Maka kemungkinan ada anak lain yang belum disebut terbuka.

Dalam kitab palsu Al-Raudl al-Jaliy yang dinisbahkan kepada Murtadla al­ Zabidi disebutkan bahwa Syekh Abu  Nashr al-Bukhari menyebut Ahmad bin Isa al-Naqib mempunyai anak dua: Muhammad dan Abdullah (Al-Raud al-Jaliy, Daar al-Fath, 1444 H. h. 120), adalah kutipan palsu tidak ada dalam kitab Sirri Silsilat al-Alawiyyah.

(3)    Tahdzib al-Ansab (Abad 5)

Kitab ini berjudul Tahdzib al-Ansab Wa Nihayat al-Alqab karya Abul hasan Muhammad bin Abi Ja'far Syaikh al-Syaraf al-'Ubaidili  (w.435  H.). Versi  cetak kitab ini di-tahqiq oleh Muhammad kadzim al-Mahmudi,  tanpa  penerbit  tahun 1410 H.

Dalam kitab ini Al-Ubaidili hanya menyebutkan satu anak dari Ahmad al-Abah bin Isa yaitu Muhammad. Dalam kitab palsu Al-Raudl al-Jaliy yang dinisbahkan kepada Murtadla al-Zabidi disebutkan  bahwa:  Syaikh  Syaraf  Al-Ubaidili mengatakan bahwa Ahmad bin Isa al-Naqib berhijrah dari Madinah ke Bashrah (h. 121), kutipan tersebut kutipan palsu tidak ditemukan dalam kitab Tahdzib al-Ansab

(4)    Kitab Al-Majdi (Abad 5)

Kitab ini bernama Al-Majdi Fi Ansab al-Thalibiyyin, karya Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Alawi al-Umari (w.490 H.). Versi cetakan kedua kitab ini di-tahqiq oleh Ahmad al-Mahdawi al-Damigani, diterbitkan oleh "Maktabah Ayatollah al-'Udzma al-Mar'asyi al-Najafi al-'Aammah" di Kota Najaf tahun 1422 H.

Dalam kitab ini Al-Umari menjelaskan tentang keturunan Isa bin Muhammad al­ Naqib ia menyebutkan  bahwa keturunan dari Ahmad al-Abah bin Isa ada di Bagdad yaitu dari Al-Hasan Abu Muhammad al-Dallal Aladdauri bin Muhammad  bin  Ali  bin Muhammad bin Ahmad bin Isa (h. 337). Sama seperti Al-Ubaidili, Al-Umari hanya menyebutkan satu anak saja dari Ahmad al-Abah.

(5) Al-Muntaqilat al-Thalibiyyah (Abad 5)

Kitab ini berjudul Muntaqilat al-Thalibiyyah, karya Abu Ismail Ibrahim bin Nashir bin Thabathaba (w. 479 H.).  cetakan pertama  kitab ini ditahqiq oleh Muhammad Mahdi Hasan al-Khurasan, dterbitkan oleh Mathba'ah Al-Haidariyah tahun  1968 H.

Muntaqilah al-Thalibiyyin adalah sebuah kitab yang menerangkan tentang daerah­ daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi Thalib. Dalam kitab ini disebutkan bahwa keturunan Abi Thalib yang ada di Ramalah adalah Ali bin Ahmad  al-Naffath  (h.146). Seperti diketahui bahwa keturunan Nabi juga sekaligus adalah keturunan Abi Talib karena Siti Fatimah putri Nabi menikah dengan Ali bin Abi Thalib .
 
Kemudian kitab ini menyebutkan pula bahwa keturunan Abi Thalib di Kota Ray adalah Muhammad bin Ahmad al-Naffat  (h.160). Jadi, kitab ini menyebutkan  dua  anak dari Ahmad bin Isa: Muhammad dan Ali. Keduanya tinggal di Ray dan Ramalah . Tidak disebut diantara keturunan Ahmad bin Isa yang tinggal di Yaman. 

(6)    Abna' al-Imam Fi Mishra Wa al-Syam (Abad 5)  

Kitab ini bernama Abna ' al-Imam Fi M ishra Wa al-Syam al-Hasan Wa al­ Husain. Kitab ini adalah kitab palsu yang dinisbahkan kepada Abu al-Mu'ammar Yahya bin Thabathaba (w. 478 H.). kitab versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh Yusuf Jamalullail Ba'alwi; diterbitkan oleh "Maktabah Jull al-Ma'rifah" dan "Maktabah Al-Taubat" tahun 2004 M.

Kitab ini palsu dan tidak bisa  dijadikan pegangan karena di karang oleh pengarang yang berasal dari keluarga Thabathaba yang wafat tahun 199 H. Tetapi menyebut nama Abdullah atau Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa yang wafat tahun 383 H.. Bagaimana seseorang yang telah wafat di tahun 199 H. bisa mencatat Ubaidillah yang wafat tahun 383 H.? untuk menjawab pertanyaan itulah kemudian kitab itu diatribusikan kepada keluarga Thabathaba yang lain  yaitu  Abul Mu'ammar Yahya yang wafat tahun 478 H. seperti yang ditulis dalam jilid kitab tersebut.

Tetapi perhatikan ibarat kitab Abna ' al-Imam dalam mukaddimah, ia masih mencanturnkan tahun 199 H. sebagai tahun wafat pengarang kitab tersebut, lihat tangkapan layar di bawah ini:

Keluarga Thabathaba yang wafat di tahun 199 H. adalah Muhammad  bin Ibrahim Thabathaba [Al-Kamil fl al-Tarikh 5/464] bukan Abul Mu'ammar  Yahya bin Thabathaba, karena ia wafat tahun 478  H. Yusuf Jamalullail Ba'alwi juga mengakui bahwa kitab ini tidak murni tulisan Abul Mu'ammar, tetapi isinya telah ditambahi oleh tiga ulama di abad 12 dan 13 Hijriyah, mereka adalah: Abi Shadaqah  al-Halabi  (w.  1180 H.), Abul  Aun  Muhammad  al-Safarini  (w.1188  H.)
dan Muhammad bin Nashar Ibrahim Al-Maqdisi  (w.1350  H.).  Jadi,  kitab  ini adalah kitab yang sangat problematis dan tidak konsisten. Ia tidak  bisa  disebut tulisan ulama abad ke-2 atau abad ke-5 karena isinya telah ditambahi oleh para ulama abad ke-12 dan ke-14 Hijriyah, bahkan patut diduga yang menyebut nama Abdullah atau Ubaidillah itu adalah Yusuf Jamalullail sendiri.

(7)    Al-Syajarah al-Mubarakah (Abad 7)

Kitab ini bernama Al-syajarah al-M ubarakah Fi Ansab al-Thalibiyah, karya Imam Fakhruddin al-Razi (w.606 H.). Kitab cetakan kedua di-tahqiq oleh Mahdi al- Raja'I; diterbitkan oleh "Maktabah Ayatullah Udzma al-Mar'asyi al-Najafi" tahun 1419 H.

Imam Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin Isa hanya mempunyai keturunan dari tiga anak yaitu Muhammad di Kota Ray, Ali di Ramalah dan Husain di Naisabur. Ahmad al-Abh tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah (h.127). Dari ketiga anaknya itu, semuanya, menurut  Imam  al­ fakhrurazi, tidak ada yang tinggal di Yaman. Disebutkan pula bahwa keturunan Ahmad bin Isa sebagian berpindah dari Kota Qum ke Kota Ray.

Ketika menyebut keturunan Ahmad bin Isa berasal hanya dari  tiga  anak, Imam al-Razi menggunakan kalimat dengan "Jumlah  Ismiyyah".  Dalam  kaidah ilmu nasab, jika seorang penulis kitab menggunakan "Jumlah Ismiyah" maka  itu menunjukan makna hashr (terbatas hanya) [lihat Umdat al-Thalib, h. 340].

Manuskrip kitab Al-Sayajarah al-M ubarakah terdapat di Perpustakaan Masjid Sultan Ahmad al-Tsalits di Istanbul dengan nomor 2677. Naskah ini ditulis oleh Wahid bin Syamsuddin tahun 825 H. berdasarkan naskah asli yang ditandatangani oleh Imam Fakhruddin al-Razi yang selesai menulis tahun 597 H. Nama kitab dan Penisbatan kitab ini jelas tercatat rapih di akhir kitab: bahwa kitab ini bernama kitab Al-Syajarah al-M ubarakah salinannya disahkan oleh Muhammad bin Umar bin Husain al-Razi (pengarang kitab), kemudian Imam Al-Razi menulis bahwa ia telah membacakan kitab ini dihadapan Ali bin Syaraf  Syah bin  Abil Ma'ali dan ia memberikan  ijajah untuknya.

Di  bawah  ini   bentuk   manuskrip   tulisan   tangan   kitab  Al-Syajarah   al­ M ubarakah salinan Wahid bin Syamsuddin dan halaman terakhir versi cetakan kedua:

(8)    Kitab al-Fakhri Fi Ansab al-Thalibiyyin (Abad 7)

Kitab ini bemama Al-Fakhri Fi Ansab al-Thalibiyyin karya Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain bin Ahmad al-Marwazi al-Azwarqani (w. 614). Cetakan pertama di-tahqiq oleh Mahdi al-Raja'I; diterbitkan oleh Penerbit "Maktabah Ayatullah al-Udzma al-Mar'asyi al-Najafi" di Kota Najaf, Iran tahun 1409 H. Menyebutkan yang sama seperti kitab Al-M ajdi, yaitu hanya menyebutkan  satu jalur keturunan Ahmad bin Isa yaitu dari jalur Muhammad bin  Ahmad  bin  Isa. dilihat dari redaksinya yang mirip, agaknya kitab ini hanya mengutip dari kitab Al­ Majdi.

(9)    Kitab Al-Ashili  Fi Ansab al-Thalibiyyin (Abad 8)

Kitab ini bernama Al-Ashili fl Ansab al-Thalibiyyin karya Shofiyuddin Muhammad lbn al-Thaqtaqi al-Hasani (w. 709 H). kitab versi cetakan pertama di­ tahqiq oleh Mahdi al-raja'I; diterbitkan oleh penerbit "Makatabah Ayatullah al­ Udzma al-Mar'asyi al-Najafi" tahun 1417. Dalam kitab ini disebutkan satu sampel jalur keturunan Ahmad bin Isa yaitu melalui anaknya yang bernama Muhammad bin Isa.

(10)    Kitab Al-Tsabat al Mushan (Abad 8)

Kitab ini bernama Al-Tsabat al-M ushan al-M usrif Bi Dzikr Sulalat Walad Adnan, karya Ibnul A'raj al-Husaini (w.787  H.).  Versi  cetak kitab  ini  di-tahqiq oleh Khalil bin Ibrahim bin Khalaf al-Dailarni al-Zabidi;  diterbitkan  oleh "Maktabah Ulum al-Nasab", Bagdad-London tahun  1988 M.

Disebutkan dalam kitab ini bahwa sebagian dari keturunan Ahmad  al-Abah adalah Abu Muhammad Al-Hasan al-Dallal di Bagdad yang dilihat oleh Al-Umari pengarang kitab Al-M ajdi. Ia adalah putra dari Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa (h.83). Jadi, kitab ini hanya menyebut satu anak dari tiga anak Ahmad bin Isa yang disebut oleh Al-Syajarah al-M ubarakah. Nampaknya kitab ini menjadikan Al-M ajdi sebegai referensinya.

(11)    Kitab Umdat al Thalib al-Shugra (Abad 9)

Kitab ini bernama Umdat al-Thalib al-Shugra Fi Nasab Al Abi Thalib, karya Jamaluddin Ahmad bin Ali al-Hasani al-Dawudi yang popular dengan nama lbnu Inabah (w.828 H.). Versi cetak kitab ini ditahqiq oleh Mahdi al-Raja'I; diterbitkan oleh "Maktabah Ayatullah al-Udzma al-Mar'asyi", Kota  Najaf  tahun  1430  H. dalam kitab ini disebut Ahmad Al-Abah bin Isa mempunyai keturunan tetapi tidak disebutkan nama-nama keturunannya  (h.135-136).

(12)    Umdat al-Thalib Fi Ansab Al-Abi Thalib (Abad 9)

Kitab ini bernama Umdat al-Thalib Fi Ansab Al-Abi  Thalib  karya Jamaluddin Ahmad bin Ali al-Hasani al-Dawudi yang popular dengan nama lbnu Inabah (w.828 H.). kemungkinan besar kitab sebelumnya, Umdat al-Thalib Shugra, merupakan mukhtashar (ringkasan) dari kitab ini. kitab ini sering disebut  juga Umdat al-Thalib Wushtha atau Kubra .

Versi cetak kitab ini ditahqiq oleh Muhammad Hasan Alu al-Thalifani, diterbitkan oleh "Maktabah Al-Haidarah",  Kota Najaf;  cetakan kedua tahun  1961 M. Dalam kitab ini disebutkan keturunan Ahmad bin Isa yaitu Ahmad al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan al-Dallal  bin Muhammad bin Ali bin Muhmmad bin Ahmad bin Isa (h.245). kemudian versi cetak tahun 1961 ini dicetak ulang oleh "Markaz Tahqiqat al-Kombuter Ulum al-Islami" tanpa tahun dengan isi yang sama dan  jumlah halaman berbeda dengan tampilan sebagai berikut: 

(13) Kitab Al-Nafhah al-Anbariyyah (Abad 9)

Kitab ini bernama Al-Nafhah al-Anbariyah Fi Ansab Khair al-bariyyah karya Muhammad Kadzim bin Abil Futuh bin Sulaiman al-Yamani al-Musawi (w. 880). Versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh  Mahdi al-Raja'I; diterbitkan oleh "Maktabah Ayatullah al-Udzma al-Mar'asyi" di Kota Najaf tahun  1411 H.

Kitab inilah kitab nasab yang pertama kali menyebutkan bahwa Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib mempunyai anak bernama Abdullah dan bahwa ia berhijrah ke Hadramaut (h. 52-53). Sejak kematian Ahmad bin Isa di tahun 345 Hijriyah telah berjalan 535 tahun sampai kitab ini ditulis baru ada berita dari kitab nasab bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama  Abdullah dan bahwa ia berhijrah dari Bashrah ke Hadramaut. Kitab ini menyebutkan bahwa Sayyid Abil Jadid (w.620 H.) adalah keturunan Abdullah tersebut.

Kitab ini sama sekali tidak mengaitkan keluarga Abdurrahman Assegaf sebagai bagian keluarga Abul Jadid. Kendati demikian, kliam kitab ini bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Abdullah tidak mempunyai referensi dari satu pun  kitab nasab  sebelumnya.  Dan klaim  itu  tertolak  oleh kitab  nasab  yang lebih tua yaitu Al-Syajarah  al-M ubarakah (597 H.) yang menyatakan bahwa keturunan Ahmad bin Isa hanya dari tiga anak laki-lakinya yaitu: Muhammad, Ali dan Husain.   Kutipan dari kitab Al-Nafhah tersebut seperti di bawah ini:

Nampaknya kitab Al-Nafhah ini mengambil referensi dari kitab sejarah di abad ke-8 yaitu kitab Al-Suluk Fi Thabaqat al-Ulama Wa al-M uluk karya Al­ Janadi (732 H.). di mana dalam kitab itu disebut sejarah hidup seseorang yang bernama Syarif Abul Jadid yang mempunyai silsilah dari Abdullah bin Ahmad bin Isa  (Juz 2 h. 135)..

Menurut para ahli nasab, kitab sejarah jika bertentangan dengan  kitab nasab, maka yang harus dijadikan patokan  adalah kitab nasab.  Dr. Abdurrahman bin Majid al-Qaraja dalam kitabnya Al-Kafi al- M untakhob mengatakan:

"(Sejarawan) tidak boleh didahulukan dari penetapan ahli nasab khususnya jika ahli nasab itu lebih dekat masanya atau tempatnya" (Al-Kafi al- M untakhab, h. 71).

Dalam kitab Al- '/bar karya  Ibnu Khaldun dikatakan:
"Dan banyak para sejarawan, ahli tafsir dan para imam-imam perawi terjadi kesalahan dalam hikayat-hikayat dan kejadian-kejadian karena mereka berpatokan dengan hanya mengutip tidak peduli yang rusak atau yang baik. Mereka tidak memverifikasinya  kepada  sumbemya  dan  tidak  mengukumya  dengan  serupanya dan tidak menelitinya dengan standar ilmu dan berdiri terhadap kebiasaan alam semesta dan menguatkan pemikiran dan bashirah dalam berita-berita maka mereka tersesat dari kebenaran  dan bingung  dalam lapangan dugaan  dan kesalahan"  (Al­bar, Al-Maktabah al Syamilah  juz  1 h. 13).

Oleh karena itu Abul Jadid tertolak bemasab kepada Ahmad bin Isa karena ia tersambung melalui Abdullah yang namanya tidak dicatat sebagai anak Ahmad bin Isa dalam kitab Al-Syajarah Al-M ubarakah dan kitab-kitab nasab lainnya. Dimana dengan tegas Al-Syajarah al-M ubarakah menyatakan bahwa keturunan Ahmad bin Isa hanya dari tiga anak: Muhammad, Ali dan Husain. 

(14)    Kitab Shihah al-Akhbar (Abad 9)

Kitab ini bernama Shihah al-Akhbar Fi Nasab al-Sadat al-Fathimiyah al­ Akhyar karya Abdullah Muhammad Sirajuddin bin Abdullah al-Rifa'I  al­ Makhzumi al-Washithi (w.885 H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh  Arif Ahmad Abdul Ghani; diterbitkan oleh "Daar al-Arab"  dan  "Daar  Noor  Hauran" Kota Damaskus tahun 2014 M.

Dalam kitab ini disebutkan bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Abul Qasim al-Abah al-Naffath dan Muhammad Abil Hasan. Menurut kitab ini, Abul Qasim al-Abah al-Naffath mempunyai keturunan  di  Bagdad.  Selain  di Bagdad ia juga, menurut informasi lemah ( 'ala ma yuqaalu: berdasar yang dikatakan orang),  mempunyai keturunan di Yaman  (h.122).

Kitab ini memasukan nama baru untuk anak Ahmad bin Isa, yaitu Abul Qasim al-Abah. Agaknya penulis kitab ini mendapat informasi yang salah tentang nama Abul Qasim Al-Abah al-Naffath, di mana nama itu adalah tiga gelar milik Ahmad bin Isa bukan nama anaknya sesuai kitab Al-M ajdi (h.337). kemungkinan besar  ia  membaca  manuskrip  kitab Al-M ajdi  yang  sudah  terdistorsi  karena  usia kertas atau kesalahan penyalin. Perhatikan kemiripan kitab ini dengan ibarat kitab
Al-M ajdi berikut ini:

Kita juga akan lihat, kitab palsu Al-Raudl al-Jaliy ibaratnya mirip dengan kitab Shihah ini. kemungkinan besar kitab palsu Al-Raudl al-Jaliy mengkloning  ibarat lalu memasukan nama Abdullah dan Ubaidillah.

(15)    Bahr al-Ansab atau Al-Musyajjar al-Kasyaf (Abad 10)

Kitab ini bernama Bahr al-Ansab atau disebut juga M usyajjar al-Kasyaf, karya Muhammad bin Ahmad bin Amididin al-Najafi (w. 900 H.). salah satu versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh Anas al-Kutbi al-Hasani; diterbitkan oleh "Al-Khazanah al­ Kutbiyyah al-Hasaniyyah al-Khashah" tahun  1419 H. di Kota Madinah.

Di dalam kitab ini, nama-nama anak Ahmad bin Isa  ada  lima  yaitu: Muhammad, Ali, Al-Hasan/Al-Husain  (tidak jelas) Uraid, Ahmad dan Al-Ridlo.

Kitab ini mengkonfirmasi kitab-kitab yang  sebelumnya   yaitu Al-Syajarah  al­ M ubarakah yang menyebut nama-nama anak yang berketurunan ada tiga  orang yaitu: Muhammad, Ali dan Husain. Sedangkan dua nama lainnya yaitu Ahmad dan Al-Ridlo tidak dicatat oleh Al-Syajarah al-M ubarakah karena tidak berketurunan. Muhammad dan Ali ditulis keturunannya oleh kitab M untaqilat  al-Thalibiyah, tetapi untuk Husain tidak dicatat karena "ikhtilath" (tercampur riwayat dengan keluarga Husain bin Ahmad al-Sya'rani (Al-Syajarah al-M ubarakah  h.  127). Dalam kitab Bahr al-Ansab ini pun, walau ditulis anaknya lima tetapi yang ditulis berketurunan ada dua yaitu Muhammad dan Ali.

Yang menarik, dalam kitab ini  pun ada tambahan keterangan bahwa dalam sebuah salinan kitab Bahr al-Ansab yang disalin oleh Murtadla al-Zabidi ditambahkan satu anak untuk Ahmad bin Isa yaitu Ubaidillah. Manuskrip salinan Murtadla al-Zabidi tersebut terdapat di "Daar al-Kutub al-Mishriyyah". Jadi, nama Ubadillah walaupun ada dalam kitab Bahr al-Ansab ini, tetapi itu hanya susupan yang dimasukan oleh Murtadla al-Zabidi pada salinan kitab yang ditulis awal abad 13 H.

Perhatikan musyajjar kitab Bahr al-Ansab ini:
 
Untuk lebih menguatkan bahwa nama Ubaidillah yang terdapat dalam kitab Bahr al-Ansab adalah susupan abad ke-13 awal, berikut ini manuskrip tahun  1214 H.    yang membedakan antara warna tulisan pengarang dan warna tulisan susupan. Untuk tulisan asli pengarang Bahr al-Ansab ditulis dengan tinta hitam, sedangkan tulisan susupan ditulis dengan tinta merah. Nama Ubaidillah yang terdapat dalam mansukrip ini dicatat dengan tinta merah sebagai tanda bahwa nama Ubaidillah itu hanya tulisan susupan dan penyalinnya  tidak  menetapkan  kesahihannya  (lihat Tuhfat al-Azhar h.34), dan diberikan keterangan dibawahnya "Min khathi Muhammad Murtadla" (dari tulisan Muhammad Murtadla (al-Zabidi). Perhatikan manuskrip di bawah ini:
 
(16)    Kitab Tuhfat al-Thalib (Abad 10)

Kitab ini bernama Tuhfat al-Thalib Bima 'rifati Man Yantasibu Ila Abdillah Wa Abi Thalib karya Muhammad bin Husain  bin Abdullah al-Husaini al-Samarqandi al-Madani (w.996 H.). Kitab versi cetak ditahqiq oleh Anis al-Kutbi al-Hasani; diterbitkan oleh "Al-Khazanah al-Kutubiyyah al-Hasaniyyah  al-Khashah"  tahun 1418 H. di Kota Madinah.

Manuskrip kitab ini ditulis tahun 1895 M/1316 H. atau 129 tahun yang  lalu oleh Muhammad Sa'id bin Muhammad bin Sulaiman tanpa menyebutkan dari sumber mana ia menyalin kitab yang diatribusikan kepada ulama  abad 10 H. itu. Kemungkinan besar ia menyalin dari tulisan orang Tarim Yaman.  Manuskrip Tuhfat al-Thalib ditemukan di Tarim tepatnya  di "Maktabah Al-Husaini"  dengan 77 halaman. Menurut M uhaqqiq kitab ini, penulis kitab ini mengambil referensi dari dua kitab yaitu dari kitab Umdat al-Thalib dan Bahrul Ansab karya Ibnu Amididdin al-Najafi.  Yang menarik, M uhaqqiq menyatakan selain dari dua kitab ini, penulisnya berpegangan pada "Ta'liqat Lathifah Gaer M uhaqqaqah" (ta'liq­ ta'liq kecil yang tidak bisa diverifikasi) [h.8].

Penulis kitab ini memasukan keluarga Abdurrahman Assegaf (Ba'alwi) sebagai keturunan Ahmad bin Isa berdasarkan sebuah ta 'liq yang ia temukan. Inilah kitab nasab pertama yang memasukan nama-nama keluarga Abdurrahman Assegaf sebagai keturunan Ahmad bin Isa. Ia mengaku  memasukan keluarga Ba'alwi  sebagai keturunan Ahmad bin Isa hanya dari sebuah ta 'liq yang ia temukan.

Yang demikian itu menjelaskan betapa  lemahnya  nasab  Ba'alwi  untuk  pertama kali masuk ke dalam kitab nasab, yaitu hanya berdasarkan catatan kecil bukan berasal dari kitab nasab sebelumnya. Untuk kemudian  kitab-kitab  nasab  masa  selanjutnya  mengutip dari kitab  Tuhfah ini tanpa  memberi  catatan kelemahan  itu.  Dari  situ   mulailah  mashur ( Syuhrah wa al-Istifadlah) marga Ba Alawi sebagai keturunan Ahmad bin Isa  walau dimulai dari penyambungan yang sangat lemah. Kelemahan itu dapat ditinjau dari dua sisi: pertama kelemahan  atribusi kepada Al-Samarqandi (w.996 H.). walau diatribusikan kepada non Ba' alwi tetapi sumber mansukrip ini berasal dari Tarim; yang kedua kelemahan ia ditulis tanpa referensi kitab nasab sebelumnya.

Imam Nawawi dalam kitab Raudlat al-Thalibin mengatakan:

"Al-Istifadlah dan Al-Syuhrah (popular) di kalangan awam tidak dapat dipercaya karena terkadang  sumbernya  adalah  'talbis'  (Menutupi  dan  memutarbalikkan  kebenaran). Adapaun Tawatur maka ia tidak bisa melahirkan keyakinan jika tidak bersandar kepada sumber yang diyakini yang dapat diindera" [Raudlat  al-Thalibin,  Al-Maktabah  al­ Syamilah, juz  11 h. 103].

Perhatikan ibarat kitab Tuhfat al-Thalib di bawah ini:

Kitab Tuhfat al-Thalib adalah kitab nasab pertama yang menyebut nama­ nama keluarga Ba'alwi sebagai keturunan Ahmad bin Isa  setelah 651 tahun dari mulai wafatnya Ahmad bin Isa. penyebutan ini tanpa referensi sedikitpun,  ia di ambil oleh Al-Samarqandi dari sebuah ta'liq (catatan kecil) kemudian ia msukan ke dalam kitab ini. tidak bisa juga dikatakan bahwa kitab ini mengambil dari referensi kitab Al-nafbah al-Anbariyah, karena yang disebutkan oleh kitab Al-Nafbah adalah rangkaian keluarga Jadid yang juga menyusup kepada keluarga Ahmad bin Isa. satu-satun ya kitab nasab yang mencantumkan Jadid keturunan Ahmad bin  Isa hanya kitab Al-Nafbah tanpa referensi dari kitab nasab.

Yang paling menarik adalah, kedua nasab ini mereka sama-sama mencangkok tetapi tidak saling koordinasi. Kitab Al-Nafhah ketika mencangkokan Jadid, ia hanya menceritakan Jadid bin Abdullah "bin" Ahmad bin Isa; sementara kitab Tuhfat al-Thalib hanya menceritakan keluarga Alwi bin Abdullah "bin" Ahmad bin Isa. padahal kedua keluarga ini sama sama mencangkokan diri kepada Ahmad bin Isa dari "putra" nya yang bernama Abdullah. Seharusnya  mereka berdua saling menguatkan  bahwa Jadid punya kakak Alwi atau sebaliknya. Tetapi yang demikian itu tidak dilakukan. Hal itu adalah sebuah  ciri  signifikan  bahwa kedua nasab itu hanya mencangkok dari nasab Ahmad bin Isa. koordinasi sejarah itu akan berlangsung pada waktu-waktu selanjutnya dalam kitab-kitab sejarah dan nasab karya ulama Ba'alwi dan circle-nya di masa belakangan.

(17)    Kitab Tuhfat al-Azhar (Abad 11)

Kitab ini  bernama  Tuhfat  al-Azhar  wa  Zilal  al-Anhar  Fi  Nasab  Abna 'I al­ A 'immati al-Athhar, karya Dlamin bin Syadqam Al-Husaini al-Madani (w. <1090 H.). Versi cetak kitab ini di-tahqiq oleh Kamil Salman al-Jamburi; diterbitkan oleh "Markaz Nasyr Turats al-Makhtut" Teheran Iran tahun 1420 H. kitab ini terdiri dari jilid satu dan jilid dua; jilid dua terdiri dari: jilid dua bagian satu dan jilid dua bagian dua.

Dalam jilid dua bagian dua, terdapat nama Alwi bin Abdullah di sebutkan sebagai keturunan Ahmad bin Isa. kitab ini adalah kitab nasab yang kedua yang memuat nama Alwi sebagai keturunan Ahmad bin Isa setelah kitab  Tuhfat  al­ Thalib (996 H.). Jadi, setelah 94 tahun,  ada  pengarang  kitab  yang  memasukan nama Alwi sebagai keturunan Ahmad bin Isa. Agaknya ia menjadikan kitab Tuhfat al-Thalib sebagai referensi.

Ia tidak tahu bahwa kitab Tuhfat al-Thalib ketika memasukan nama Alwi itu tidak berdasar refernsi sebelumnya. Dalam kitab ini juga terbongkar penyusup ketiga kepada keluarga Ahmad bin Isa. Penyusup itu adalah keluarga Ismail yang mencangkok  sebagai  anak  Abdullah.  Perhatikan  kitab  Tuhfat al-Azhar  di bawah

Dalam kitab Tuhfat al-Azhar ini dikatakan bahwa  Abdullah  mempunyai anak tiga: Abdullah, Muhammad dan Ali. Yang aneh adalah dikatakan bahwa Abdullah mempun yai anak Alwi dan Ismail.

Dalam catatan Ba'alwi Abdullah mempunyai anak tiga: Alwi, Bashri dan Jadid, tidak ada nama Ismail. Dan tidak bisa dikatakan bahwa Ismail ini adalah nama lain dari Bashri, seperti dikatakan buku-buku Ba'alwi modern, karena nama keturunan Bashri yang dicatat dalam literature Ba'alwi awal seperti Al-Burqat dan Al-Gurar, hanya Salim bin Bashri, sementara dalam kitab Tuhfat  al-Azhar  m1 banyak ditulis keturunan Ismail dan tidak ada yang bernama Salim.
Dalam kitab Tuhfat al-Azhar ini dikatakan Ismail mempunyai anak  tiga: Tahir, Ahmad al-Murahhaj dan Hasan al-Barak. Tahir mempunyai anak  Barkat, Barkat mempunyai anak Husain, Husain mempunyai anak  Musa,  Musa mempunyai anak Husain. Tidak ada nama Salim disebutkan.
Ini menunjukan bahwa Ismail yang disebut kitab Tuhfat al-Azhar ini bukanlah Bashri. Ia adalah pecangkok lain kepada keluarga Ahmad bin Isa melalui Abdullah. Perhatikan kitab Gurar al-Baha  al-Dlaui  karya Khirid  Ba'alwi  (w.960 H.) di bawah ini yang menyebut bahwa keturunan Bashri hanya bernama Salim:

Jelas sekali tidak ada nama Ismail disebut kitab Al-Gurar sebagai alias dari Bashri. Dan disebutkan bahwa keturunan Bashri yang dikenal hanya Salim, sedangkan nama Salim ini tidak disebut  kitab  Tuhfat  al-Azhar.  Demikian  pula kitab Ba'alwi yang lain yaitu Al-Burqat al-M usyiqah (890 H.) tidak memberikan alias bagi Bashri sebagai Ismail (h. 135).

Nama Jadid sama sekali tidak disebut dalam kitab Tuhfat al-Azhar ini sebagai anak Abdullah. Hal itu menunjukan bahwa pengarang kitab ini sama sekali tidak membaca kitab Al-Nafhah al-Anbariyah (880 H.) dan kitab Al-Suluk (732 H.), di mana keluarga Abdurrahman Assegaf pertama kali mencantolkan diri kepada Ahmad bin Isa karena melihat nasab Jadid di kitab Al-Suluk yang dicatat melalui Jadid bin Abdullah "bin" Ahmad bin Isa. Begitu pula kitab Al-nafhah al-Anbariyah mencatat nama Jadid sebagai anak Abdullah "bin" Ahmad bin Isa itu kemungkinan besar karena melihat kitab Al-Suluk tersebut.

Kesimpulan dari semua itu adalah kitab Tuhfat al-Azhar  ini  makin membongkar betapa tidak konsistennya sebuah nasab cangkokan seperti nasab Ba'alwi yang  sengaja dipabrikasi. Lihat perbedaannya  dengan nama Muhammad dan Ali bin Ahmad bin Isa yang tetap konsisten disebut sejak abad ke-5 sampai kitab Tuhfat al-Azhar ini.

(18)    Kitab Al-Raudl al Jaliy (Abad 13)

Kitab ini kitab palsu bemama Al-Raudl al-Jaliy Fi Nasab Bani 'Alwi dinisbahkan kepada Imam Muhammad Murtadla  al-Zabidi  (w.1205  H.). kitab  ini ada dua versi cetak: pertama ditahqiq oleh Arif Ahmad Abdul Ghani yang kedua oleh DR. Muhammad Abubakar Abdullah Badzib. Versi cetak yang ditahqiq oleh Arif Ahmad Abdul Ghani berjudul Al-Raudl al-Jaliy Fi Ansab Ali Ba 'alwi; diterbitkan oleh Penerbit "Daar Sa'd al-Din" dan Penerbit  "Daar  Kinan"  tahun 2010. Sedangkan yang di-tahqiq oleh Badzib berjudul Al Raudl al-Jaliy Fi Nasab Bani Alwi, diterbitkan oleh "Daar al-Fath" tahun 2022.

Kitab ini disebut palsu karena, Badzib, pen-tahqiq kitab Al  raudul Jaliy dari Hadramaut, mengatakan bahwa kemunculan kitab Al Raudul Jaliy ini mencurigakan. Manuskrip kitab tersebut muncul berdasar kronologi riwayat yang berakhir kepada  sosok yang terbukti telah memalsukan sebuah kitab. Sosok yang dimaksud adalah seseorang yang bemama Hasan Muhammad Qasim (w. 1394 H.) yang berasal dari Mesir yang barn wafat 50 tahun yang lalu.  Menurut  Badzib, Hasan Muhammad Qasim adalah tokoh pertama yang memunculkan kitab Al Raud al Jaliy. Sebelumnya tidak ada berita bahwa Syekh Murtada al Zabidi mempunyai sebuah kitab bernama Al Raud al Jaliy (lihat Mukaddimah Kitab Al Raudul  Jaliy cetakan Darul Fatah h. 47).

Kronologi munculnya manuskrip kitab Al-Raudl al-Jaliy tersebut, menurut Badzib dalam mukaddimah cetakan kitab tersebut, berdasarkan  pengakuan  Alwi bin Tahir al-Haddad (w.1962 M) yang memegang naskah itu: Hasan Muhammad Qasim berteman dengan para Ba'alwi yang tinggal di Mesir. Salah satu Ba'alwi bernama Ali bin Muhammad bin Yahya. Ali bin Yahya ini adalah murid dari Alwi bin Tahir. Menurut Alwi bin Tahir, Ali bin Yahya tersebut kemudian mengirirnkan kepadanya sebuah salinan kitab Al-Raudul Jaliy tulisan Hasan Muhammad Qasim bertanggal 25 Sya'ban 1352 H.,  menurutnya lagi, naskah itu disalin dari  salinan tahun 1196 H. tulisan Abdul Mu'ti al Wafa'i. katanya lagi, Abdul Mu'ti ini manyalin dari tulisan asli Syekh Murtada al Zabidi. Katanya lagi, manuskrip karya Abdul Mu'ti itu tersimpan di "Maktabah Sadat Al Wafaiyyah" di Mesir (lihat Al­ Raudl al- Jali h. 7).

Pertanyaannya: Benarkah salinan asli tulisan Abdul Mu'ti itu ada di "Maktabah Sadat Al Wafaiyyah"? Tidak ada. silahkan di eek di perpustakaan "Al­ Wafaiyyah". Tidak ada manuskrip kitab Al-Raudl al-Jaliy salinan  abdul  Mu'ti. Kitab Itu  Jelas Palsu. Manuskripnya Palsu. Kitab Al-Raudlal-Jaliyi bukan tulisan Syekh Murtada Al Zabidi. Manuskrip yang beredar sekarang berasal dari dua penyalin: pertama salinan Hasan Muhammad Qasim tahun 1352 H; kedua salinan Tahir bin Alwi bin Tahir yang menyalin dari Hasan Muhammad Qasim tersebut.

Lalu siapa Hasan Muhammad Qasim? Ia adalah sosok yang telah terbukti menulis kitab "Akhbar al Zainabat" lalu disebut  sebagai  karya  Al  Ubadili  al 'Aqiqi (w. 277 H.) (lihat Al Raudl al-Jaliy h. 48). Artinya ia menulis naskah palsu di zaman sekarang lalu naskah itu diasosiasikan sebagai karangan ulama abad ke-3 Hijriyah. Ba' dzib mencurigai, bahwa munculnya kitab Al-Raudl al- Jaliy itu pun sama kejadiannya seperti kitab palsu "Akhbar al Zainabat" (lihat Al-Raudl  al-Jaliy cetakan Darul Fatah h. 48).

Hasan tinggal di Mesir berteman dengan para Ba'alwi yang tinggal di sana seperti Abdullah bin Ahmad bin Yahya (w. 1414 H.) dan Ali bin Muhammad bin Yahya (w. 1409 H.) (lihat kitab Al Raudl al-Jali h. 8). Jadi jelas, bahwa Hasan ini mempunyai benang merah ketika menulis kitab Al-Raudl al- Jaliy itu, yaitu adanya interaksi antara dia dengan para Ba'alwi di Mesir. Menurut penulis sangat patut diduga bahwa kitab itu ditulis oleh Hasan Muhammad Qasim berdasarkan pesanan.
 
Lalu kenapa Ba' dzib tetap mencetak dan menerbitkan kitab itu, walaupun ia tahu bahwa kitab itu kemungkinan besar adalah palsu? Badzib beralasan bahwa manuskrip kitab Al-Raudl al-Jaliy dalam bentuk microfilm telah beredar di masyarakat, bahkan telah ada yang mencetak pula tanpa ada penjelasan kesalahan­ kesalahan dan perkara-perkara yang tidak  layak  dinisbahkan  kepada  Syekh Murtada al Zabidi (Al-Raudl al-Jaliy h. 49). Dengan dicetak  ulangnya  kitab Al Raud al-Jaliy dengan disertai penjelasan kronologi kemunculan manuskrip itu, Badzib mengharapkan masyarakat menyadari bahwa kitab Al-Raud al-Jaliy ini penisbatannya kepada Syekh Murtada al Zabidi adalah "gairu maqtu" (tidak dapat diputuskan final) ia bersifat "muhtamilah" (kemungkinan) saja (Al-Raud al-Jali h. 49).
Penulis memahami kenapa Ba'dzib berbasa-basi bahwa masih ada kemungkinan kitab itu dinisbahkan kepada Syekh Murtada al Zabidi beserta banyaknya "qarinah" (tanda-tanda kuat) yang menyimpulkan bahwa kitab  itu bukan tulisan Syekh Murtada al Zabidi, mengingat kedekatan Badzib dengan para tokoh-tokoh Ba'alwi. Bagi penulis, kitab itu jelas palsu  dan bukan karya Murtada al Zabidi, ia  adalah tulisan Hasan bin Muhamad Qasim sendiri. Seperti dulu ia mengarang kitab "Akhbar al-Zainabat"  lalu dikatakan kitab itu karya Al Ubaidili al Aqiqi, kitab Al-Raud al-Jali ini pun sama, ia mengarangnya lalu dikatakan ia karya Syekh Murtada al Zabidi.

Untuk membuktikan kesimpulan penulis itu benar atau salah sangat mudah: datangkan mansukrip yang katanya ditulis oleh Abdul Mu'ti tahun 1196 H. yang dikatakan oleh Hasan Muhammad Qasim terdapat  di Maktabah  "Al Wafaiyyah" dan bahwa ia menyalinnya dari salinan itu. Penulis yakin seyakin yakinnya bahwa salinan itu tidak pernah ada.

KESIMPULAN

Dari 18 buah kitab nasab yang berjejer dari abad ke 3-13 Hijriyah awal, hanya kitab Tuhfat al-Thalib (996 H.) dan kitab Tuhfat al-Azhar (1090 H.) yang menyebut nasab keluarga Ba'alwi tersambung kepada Ahmad bin Isa. Itupun bukan berdasar referensi yang valid tetapi hanya berdasar catatan "Ta'liqMajhul" (cataan yang tidak jelas di ambil dari mana). Sedangkan kitab Abna al-Imam dan kitab Al­ Raudl al-jaliy kita abaikan karena keduanya terindikasi kuat sebagai kitab palsu.

Jadi, nasab Ba' alwi baru tercatat dalam kitab nasab setelah 651 tahun sejak wafatn ya Ahmad  bin  Isa. Nanti  kita  akan mengetahui  bahwa  kitab pertama  dari selain kitab nasab yang menyebut nama Alwi bin Ubaid/Ubaidillah/Abdullah sebagai keturunan Ahmad bin Isa atau ketu runan Rasullulah adalah kitab tasaw uf yang dikarang oleh Ba'alwi sendiri yaitu kitab Al-Burqat al-M usyiqat tahun 895 H. jadi, mereka sekarang dikenal sebagai keturunan Nabi bukan berasal dari kesaksian para ahli nasab, tetapi dimulai dari pengakuan mereka sendiri, kemudian ada pengarang kitab nasab yang sembrono, yaitu penulis kitab Tuhfat al-Thalib, yang memasukan ke dalam kitabnya. Walaupun ketika ia memasukan itu diberikan keterangan bahwa nasab Ba'alwi ini bukan diambil dari kitab nasab tetapi hanya dari sebuah catatan ta'liq.

Dari sini benarlah ucapan Imam Nawawi dalam kitab Raudat al-Thalibin bahwa Syuhrah wa al-Istifadlah yang terjadi diantara orang awam tidak dapat dipercaya karena sering terjadi bahwa permulaan  dari  istifadlah  itu  adalah penipuan. Berita mutawatir pun tidak berfaidah terhadap ilmu jika tidak bersandar kepada sumber pengetahuan yang dapat diindera.

"Al-Istifadlah dan Al-Syuhrah (popular) di kalangan awam tidak dapat dipercaya karena terkadang sumbemya adalah 'talbis '  (Menutupi  dan  memutarbalikkan  kebenaran). Adapaun Tawatur maka ia tidak bisa melahirkan keyakinan jika tidak bersandar kepada sumber yang diyakini yang dapat diindera" [Raudlat  al-Thalibin ,  Al-Maktabah  al­ Syamilah, juz  11 h. 103].

Wassalam

LihatTutupKomentar